Anda di halaman 1dari 196

No.

TA 881/S1-TL/1121-P

ANALISIS KANDUNGAN MIKROPLASTIK PADA AIR DAN


SEDIMEN SUNGAI BATANG KURANJI KOTA PADANG
SUMATERA BARAT

TUGAS AKHIR

Oleh:
FARHAN HANIEVE
1710942005

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
ANALISIS KANDUNGAN MIKROPLASTIK PADA AIR DAN
SEDIMEN SUNGAI BATANG KURANJI KOTA PADANG
SUMATERA BARAT

TUGAS AKHIR
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Strata-1
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Universitas Andalas

Oleh:
FARHAN HANIEVE
1710942005

Dosen Pembimbing:
BUDHI PRIMASARI, M.Sc
YOMMI DEWILDA, MT

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK LINGKUNGAN


JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang ditulis dengan judul: Analisis
Kandungan Mikroplastik pada Air dan Sedimen Sungai Batang Kuranji
Kota Padang Sumatera Barat adalah benar hasil kerja/karya saya sendiri dan
bukan merupakan tiruan hasil kerja/karya orang lain, kecuali kutipan pustaka yang
sumbernya dicantumkan. Jika kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka
status kelulusan dan gelar yang saya peroleh menjadi batal dengan sendirinya.

Padang, 22 November 2021


Yang Membuat Pernyataan

Farhan Hanieve
ABSTRAK
Mikroplastik mudah ditempeli oleh senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik
karena ukurannya yang kecil sehingga dapat berdampak jika dikonsumsi oleh
makhluk hidup. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan
mikroplastik (konsentrasi, bentuk, warna, ukuran, jenis polimer) pada air dan
sedimen Sungai Batang Kuranji, Kota Padang. Penelitian juga dilakukan untuk
menganalisis hubungan dan pengaruh kecepatan aliran, debit aliran, volume
sampah plastik yang memasuki badan air, curah hujan, pH, dissolved oxygen
(DO) serta temperatur terhadap konsentrasi mikroplastik. Analisis konsentrasi
mikroplastik menggunakan metode gravimetri. Analisis bentuk, ukuran dan warna
menggunakan mikroskop dan analisis jenis polimer menggunakan metode Fourier
Transform Infra Red (FTIR) spektroskopi. Sampel air dan sedimen diambil 10
titik. Titik pengambilan sampel yaitu dari hulu hingga muara sungai. Data yang
didapatkan diolah menggunakan statistik deskriptif, analysis of variance
(ANOVA), korelasi, regresi dan uji t. Hasil konsentrasi rata-rata mikroplastik
sampel air 1,67-10 partikel/L sedangkan sampel sedimen 34,92-94,81 partikel/kg.
Mikroplastik dominan pada sampel air maupun sedimen dominan dengan bentuk
fiber, ukuran 1-5 mm (large microplastic), warna biru untuk sampel air dan
warna hitam untuk sampel sedimen. Jenis polimer yang didapatkan yaitu
polyvinyl chloride (PVC), polypropylene (PP), polyethylene terephthalate (PET),
polycarbonate (PC). Uji ANOVA pada sampel air dan sedimen menunjukkan
perbedaan signifikan antara konsentrasi mikroplastik dengan perbedaan lokasi
sampling (spasial), namun perbedaan waktu sampling (temporal) tidak
menunjukkan perbedaan signifikan. Parameter pH, DO, kecepatan, dan curah
hujan memiliki korelasi negatif/berbanding terbalik dan temperatur, debit, dan
sampah plastik berkorelasi positif/berbanding lurus dengan konsentrasi
mikroplastik. Parameter yang memiliki pengaruh tertinggi pada sampel air
adalah debit dengan persentase 92,9% sedangkan pada sampel sedimen adalah
kecepatan aliran dengan 82,6%.
Kata kunci: air, kandungan, mikroplastik, sedimen, sungai batang kuranji

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbill’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir dengan judul Analisis Kandungan Mikroplastik Pada Air dan Sedimen
Sungai Batang Kuranji Kota Padang Sumatera Barat. Shalawat dan salam
penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Penulisan Tugas Akhir
ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
pada Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas.
Penyelesaian Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari banyak
pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Orangtua tercinta Hidayatul Rinaldi, S.E (Ayah) dan Etri Yenti (Ibu), serta
adik-adik yang selalu memberikan dorongan, semangat, motivasi, kasih
sayang, dan pengorbanan serta doa-doa yang tulus dan tiada henti demi
keberhasilan Penulis;
2. Ibu Budhi Primasari, M.Sc dan Ibu Yommi Dewilda, M.T selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan dengan sabar
memberikan ilmu, saran, bimbingan, dukungan, dan doa yang sangat berharga
bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini;
3. Ibu Shinta Indah, Dr.Eng dan Bapak Dr Fadjar Goembira, S.T., M.Sc selaku
dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada Penulis;
4. Ibu Tivany Edwin, M. Eng selaku Koordinator Tugas Akhir dan Ketua Prodi
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas yang telah
membantu memberikan arahan dalam menjalani setiap tahapan Tugas Akhir;
5. Bapak Rizki Aziz, Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas
Teknik Universitas Andalas;
6. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan-karyawati Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Universitas Andalas, serta staf pengajar yang berada di
Universitas Andalas yang telah memberikan ilmu kepada penulis;

ii
7. Ibu Syofni S.Si selaku analis Laboratorium Air Jurusan Teknik Lingkungan
dan Uni Firda Winengsih yang telah membantu mengarahkan dan
memberikan bantuan serta dukungan selama melakukan penelitian untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini;
8. Rekan seperjuangan Tugas Akhir, Jamik dan Rani yang saling membantu dan
menyemangati hingga selesainya Tugas Akhir ini;
9. Exhelora Via Aulia yang telah banyak membantu dan menyemangati penulis
dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini;
10. Teman-teman seperjuangan EVEREST sebagai keluarga yang telah menemani
sejak awal perkuliahan hingga tahun akhir, semua bantuan dan kesempatan
yang telah diberikan mengajarkan banyak hal dan menjadi memori indah untuk
dikenang bersama;
11. Rekan-rekan Tim Asisten Laboratorium Air yang telah menemani dan bekerja
sama dalam melaksanakan tanggung jawab di Laboratorium Air;
12. Uda, uni, rekan-rekan dan adik-adik anggota Himpunan Mahasiswa Teknik
Lingkungan (HMTL) Fakultas Teknik Universitas Andalas yang telah
memberikan dukungan, kesempatan serta semangat kepada Penulis.
13. Semua pihak yang turut membantu Penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis
menerima segala bentuk kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini dan
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT membalas kebaikan
dengan yang lebih baik, Amin ya Robbal A’lamin.

Padang, Oktober 2021


Wassalam,

Farhan Hanieve

iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian ..................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian........................................................................................ 3
1.4 Batasan Masalah ........................................................................................... 3
1.5 Sistematika Penulisan................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1 Plastik ........................................................................................................... 5
2.2 Mikroplastik ................................................................................................. 6
2.2.1 Sumber Mikroplastik ........................................................................... 7
2.2.2 Klasifikasi Mikroplastik ...................................................................... 8
2.2.2.1 Klasifikasi Mikroplastik Berdasarkan Bentuk dan Ukuran ........... 8
2.2.2.2 Klasifikasi Mikroplastik Berdasarkan Warna.............................. 11
2.2.2.3 Klasifikasi Mikroplastik Berdasarkan Polimer............................ 11
2.2.3 Degradasi Mikroplastik ..................................................................... 12
2.2.4 Dampak Mikroplastik ........................................................................ 13
2.2.5 Parameter yang Mempengaruhi Kandungan Mikroplastik ................ 14
2.2.6 Metode Analisis Mikroplastik ........................................................... 16
2.2.6.1 Analisis Konsentrasi Mikroplastik .............................................. 16
2.2.6.2 Analisis Bentuk, Warna dan Ukuran Mikroplastik ..................... 17
2.2.6.3 Analisis Jenis Polimer ................................................................. 18
2.3 Kebijakan tentang Mikroplastik ................................................................. 18
2.4 Sedimen ...................................................................................................... 19
2.5 Sungai Batang Kuranji ............................................................................... 20
2.5.1 Informasi Umum ................................................................................ 20

iv
2.5.2 Curah Hujan Kota Padang dan Debit Sungai Batang Kuranji .......... 21
2.5.3 Tata Guna Lahan ............................................................................... 25
2.5.4 Penduduk ........................................................................................... 26
2.5.5 Sarana Prasarana ............................................................................... 27
2.5.5 Identifikasi Sumber Pencemaran Sungai ........................................... 29
2.5.6 Timbulan Sampah ............................................................................. 31
2.6 Metode Statistik ......................................................................................... 31
2.6.1 Analisis Deskriptif............................................................................. 32
2.6.2 Analysis of Variance (ANOVA) ....................................................... 32
2.6.3 Analisis Korelasi ............................................................................... 34
2.6.4 Analisis Regresi................................................................................. 36
2.6.5 Uji t .................................................................................................... 36
2.7 Penelitian Terdahulu Tentang Mikroplastik di Sungai .............................. 36
2.7.1 Analisis Kandungan Mikroplastik Pada Air dan Sedimen Sungai
Batang Arau Kota Padang ..................................................................37
2.7.2 Analisis Mikroplastik Menggunakan FTIR Pada Air, Sedimen, dan
Ikan Belanak (Mugil Cephalus) di Segmen Sungai Bengawan Solo
yang Melintasi Kabupaten Gresik ......................................................37
2.7.3 Distribusi Spasial Temporal dan Beban Tahunan Mikroplastik di
Sungai Nakdong, Korea Selatan .........................................................37
2.7.4 Pencemaran Mesoplastik dan Mikroplastik di Kali Surabaya pada
Segmen Driyorejo hingga Karang Pilang ...........................................38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 41
3.1 Umum ........................................................................................................ 41
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 41
3.3 Tahapan Penelitian ..................................................................................... 41
3.3.1 Studi Literatur ................................................................................... 43
3.3.2 Survei Pendahuluan ........................................................................... 43
3.3.3 Pengumpulan Data Sekunder ............................................................ 50
3.3.4 Pengumpulan Data Primer ................................................................ 50
3.3.4.1 Pengambilan Sampel ................................................................... 50
3.3.4.2 Sampel Air Sungai ...................................................................... 51
3.3.4.3 Sampel Sedimen .......................................................................... 52
3.3.5 Analisis Kandungan Mikroplastik ..................................................... 53

v
3.3.5.1 Analisis Bentuk, Warna dan Ukuran Mikroplastik ..................... 53
3.3.5.2 Analisis Konsentrasi Mikroplastik .............................................. 54
3.3.5.3 Analisis Jenis Polimer Penyusun Mikroplastik ........................... 55
3.4 Analisis Statistik......................................................................................... 56
3.4.1 Variabel Penelitian............................................................................. 56
3.4.2 Analisis Deskriptif ............................................................................. 56
3.4.3 Analysis of Variance (ANOVA) ........................................................ 56
3.4.4 Analisis Korelasi ................................................................................ 57
3.4.5 Analisis Regresi ................................................................................. 57
3.4.6 Uji t .................................................................................................... 58
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 59
4.1 Umum ......................................................................................................... 59
4.2 Kondisi Saat Pengambilan Sampel ............................................................ 59
4.3 Hasil Pengukuran ....................................................................................... 60
4.3.1 Dissolved Oxygen (DO) Air............................................................... 60
4.3.2 Derajat Keasaman (pH) ..................................................................... 64
4.3.3 Temperatur ......................................................................................... 65
4.3.4 Kecepatan Aliran ............................................................................... 66
4.3.5 Debit Aliran ....................................................................................... 66
4.3.6 Sampah yang Masuk ke Badan Air ................................................... 67
4.4 Analisis Kandungan Mikroplastik pada Sampel Air .................................. 69
4.4.1 Konsentrasi Mikroplastik................................................................... 69
4.4.2 Bentuk Mikroplastik .......................................................................... 72
4.4.3 Ukuran Mikroplastik .......................................................................... 75
4.4.4 Warna Mikroplastik ........................................................................... 77
4.4.5 Mikroplastik Berdasarkan Perbedaan Kedalaman ............................. 79
4.4.6 Polimer Penyusun Mikroplastik Sampel Air ..................................... 80
4.5 Analisis Kandungan Mikroplastik pada Sampel Sedimen ......................... 83
4.5.1 Konsentrasi Mikroplastik................................................................... 83
4.5.2 Bentuk Mikroplastik .......................................................................... 84
4.5.3 Ukuran Mikroplastik .......................................................................... 86
4.5.4 Warna Mikroplastik ........................................................................... 87

vi
4.5.5 Polimer Penyusun Mikroplastik Sampel Sedimen ............................ 89
4.6 Analysis of Variance (ANOVA) ................................................................ 91
4.7 Analisis Korelasi ........................................................................................ 94
4.8 Analisis Regresi ....................................................................................... 102
4.9 Perbandingan Konsentrasi Mikroplastik Sampel Air dan Sedimen......... 104
4.10 Perbandingan Mikroplastik Sungai Batang Kuranji dengan Penelitian
Lainnya .....................................................................................................105
4.11 Pengaruh Aktivitas di Sungai Batang Kuranji Terhadap Konsentrasi
Mikroplastik ..............................................................................................105
BAB V. PENUTUP ............................................................................................ 109
5.1 Kesimpulan.................................................................................................. 109
5.2 Saran ............................................................................................................ 110
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar Ukuran Potongan Plastik ......................................................... 6


Tabel 2.2 Sumber Utama Mikroplastik Primer dan Sekunder di Lingkungan ..... 8
Tabel 2.3 Jenis Polimer Mikroplastik ................................................................. 12
Tabel 2.4 Jenis-Jenis Polimer Mikroplastik Berdasarkan Aplikasi dan Berat
Jenis (Specific Gravity) ....................................................................... 12
Tabel 2.5 Faktor-Faktor yang Berpotensi Mempengaruhi Degradasi Polimer
Plastik ................................................................................................. 13
Tabel 2.6 Curah Hujan di Kota Padang Tahun 2011 - 2020............................... 24
Tabel 2.7 Debit Harian Sungai Batang Kuranji 2020 ......................................... 24
Tabel 2.8 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan pada DAS Batang Kuranji . 26
Tabel 2.9 Penggunaan Lahan di Kecamatan Yang dilalui Sungai Batang
Kuranji .................................................................................................. 26
Tabel 2.10 Jumlah Penduduk Setiap Kelurahan yang dilewati DAS Batang
Kuranji ................................................................................................ 27
Tabel 2.11 Identifikasi Sumber Pencemaran yang Berpotensi Menurunkan
Kualitas Air dan Sumber Sampah di Sungai Batang Kuranji,
Padang Tahun 2017 ............................................................................ 30
Tabel 2.12 Timbulan Sampah Kelurahan yang Dilalui Sungai Batang Kuranji ... 31
Tabel 2.13 Format Umum Tabel ANOVA ........................................................... 33
Tabel 2.14 Interpretasi Nilai r ............................................................................... 34
Tabel 2.15 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 39
Tabel 3.1 Titik Koordinat Lokasi dan Jumlah Sampel ....................................... 44
Tabel 3.2 Metode Analisis Parameter ................................................................. 53
Tabel 3.3 Analisis Karakteristik Mikroplastik.................................................... 54
Tabel 4.1 Waktu Sampling.................................................................................. 59
Tabel 4.2 Data Lokasi Sampling ......................................................................... 61
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan .......................................... 62
Tabel 4.4 Timbulan Sampah Yang Memasuki Badan Air Sungai Batang
Kuranji ................................................................................................ 68
Tabel 4.5 Uji ANOVA Antar Masing-masing Waktu Sampling ........................ 91

viii
Tabel 4.6 Uji ANOVA Antara Masing-masing Titik Sampling Pada Sampel
Air........................................................................................................93
Tabel 4.7 Uji ANOVA Antara Masing-masing Titik Sampling Pada Sampel
Sedimen ...............................................................................................93
Tabel 4.9 Rekapan Uji Normalitas Konsentrasi Mikroplastik Terhadap
Parameter .............................................................................................94
Tabel 4.10 Rekapan Uji Normalitas Parameter DO Terhadap Konsentrasi
Mikroplastik ........................................................................................94
Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Analisis Korelasi Parameter Terhadap
Konsentrasi Mikroplastik ....................................................................95
Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Analisis Korelasi Konsentrasi Mikroplastik
Terhadap Parameter DO ......................................................................95
Tabel 4.13 Rekapitulasi Analisis Regresi Parameter Terhadap Konsentrasi
Mikroplastik ......................................................................................103
Tabel 4.14 Rekapitulasi Analisis Regresi Konsentrasi Mikroplastik Terhadap
DO .....................................................................................................103
Tabel 4.15 Rekapitulasi Perbandingan Konsentrasi Mikroplastik Sungai
Batang Kuranji Dengan Sungai lainnya ............................................105
Tabel 4.16 Perbandingan Konsentrasi Mikroplastik dengan Aktivitas
Penduduk di Sepanjang Aliran Sungai ..............................................106
Tabel 4.17 Jenis Polimer Sampah Plastik yang Masuk ke Badan Air ............... 107

ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tipe Mikroplastik fragmen .................................................................. 9
Gambar 2.2 Tipe Mikroplastik fiber ...................................................................... 10
Gambar 2.3 Tipe Mikroplastik film ....................................................................... 10
Gambar 2.4 Tipe Mikroplastik Pellet/Butiran ....................................................... 11
Gambar 2.5 Grafik Analisis FTIR ......................................................................... 18
Gambar 2.6 DAS Batang Kuranji .......................................................................... 23
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian ...................................................... 42
Gambar 3.2 Skema Lokasi yang Dijadikan Titik Sampling Air ............................ 43
Gambar 3.3 Gambaran Titik Sampling .................................................................. 49
Gambar 3.4 Skema Jarak dan Kedalaman Pengambilan Sampel Berdasarkan
Debit Aliran Sungai .......................................................................... 52
Gambar 3.5 Tahapan Analisis Konsentrasi Mikroplastik...................................... 55
Gambar 4.1 Nilai Dissolved Oxygen (DO) Rata-rata Tiap Lokasi Sampling ........ 60
Gambar 4.2 Nilai pH Rata-rata Tiap Lokasi Sampling ......................................... 64
Gambar 4.3 Nilai Temperatur Rata-rata Tiap Lokasi Sampling............................ 65
Gambar 4.4 Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Lokasi Sampling ...................... 66
Gambar 4.5 Hasil Pengukuran Debit Aliran Lokasi Sampling.............................. 67
Gambar 4.6 Volume Sampah yang Masuk Ke Badan Air ..................................... 69
Gambar 4.7 Konsentrasi Mikroplastik Sampel Air ............................................... 70
Gambar 4.8 Tempat Penampungan Sementara yang Berserakan .......................... 71
Gambar 4.9 Mikroplastik Bentuk Fiber pada Sampel Air (Pembesaran 4x) ......... 72
Gambar 4.10 Mikroplastik Bentuk Fragmen pada Sampel Air (Pembesaran 4x) . 73
Gambar 4.11 Mikroplastik Bentuk Film pada Sampel Air (Pembesaran 4x)........ 73
Gambar 4.12 Penyebaran Bentuk Mikroplastik Sampel Air ................................. 74
Gambar 4.13 Persentase Bentuk Mikroplastik pada Sampel Air .......................... 74
Gambar 4.14 Pengukuran Mikroplastik (Pembesaran 4x)..................................... 75
Gambar 4.15 Penyebaran Ukuran Mikroplastik SMP dan LMP ........................... 76
Gambar 4.16 Persentase Ukuran Mikroplastik SMP dan LMP ............................ 76
Gambar 4.17 Hasil Analisis Kandungan Warna Mikroplastik (Pembesaran 4x) .. 77
Gambar 4.18 Penyebaran Warna Mikroplastik pada Sampel Air ......................... 78
Gambar 4.19 Persentase Warna Mikroplastik pada Sampel Air ........................... 78

x
Gambar 4.20 Konsentrasi Berdasarkan Perbedaan Kedalaman ............................ 79
Gambar 4.21 Polimer Penyusun Mikroplastik Sampel Air ................................... 80
Gambar 4.22 Contoh Perbandingan Spektrum PVC yang Didapat ...................... 81
Gambar 4.23 Konsentrasi Jenis Polimer Mikroplastik pada Sampel Air ............. 82
Gambar 4.24 Persentase Jenis Polimer Mikroplastik pada Sampel Air ................ 82
Gambar 4.25 Konsentrasi Mikroplastik pada Sampel Sedimen............................ 83
Gambar 4.26 Bentuk Mikroplastik Sampel Sedimen (Pembesaran 4x)................ 84
Gambar 4.27 Penyebaran Bentuk Mikroplastik Sampel Sedimen ........................ 85
Gambar 4.28 Persentase Bentuk Mikroplastik pada Sampel Sedimen ................. 85
Gambar 4.29 Penyebaran Ukuran Mikroplastik pada Sampel Sedimen ............... 86
Gambar 4.30 Persentase Mikroplastik LMP dan SMP ......................................... 87
Gambar 4.31 Penyebaran Warna Mikroplastik pada Sampel Sedimen ................ 88
Gambar 4.32 Persentase Warna Mikroplastik Sampel Sedimen ........................... 88
Gambar 4.33 Polimer Penyusun Mikroplastik Sampel Sedimen .......................... 89
Gambar 4.34 Konsentrasi Jenis Polimer Mikroplastik Sampel Sedimen ............. 90
Gambar 4.35 Persentase Polimer Mikroplastik Sampel Sedimen ......................... 90
Gambar 4.36 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan pH.................. 96
Gambar 4.37 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan pH ......... 96
Gambar 4.38 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan Kecepatan...... 97
Gambar 4.39 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan Kecepatan
....................................................................................................... 97
Gambar 4.40 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan Temperatur .... 98
Gambar 4.41 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan Temperatur
....................................................................................................... 98
Gambar 4.42 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan Debit.............. 99
Gambar 4.43 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan Debit ..... 99
Gambar 4.44 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan DO ............... 100
Gambar 4.45 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan DO ...... 100
Gambar 4.46 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan Curah Hujan 101
Gambar 4.47 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan Curah
Hujan ..............................................................................................101

xi
Gambar 4.48 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan Sampah
Plastik........................................................................................... 102
Gambar 4.49 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan
Sampah Plastik ............................................................................. 102
Gambar 4.50 Perbandingan Konsentrasi Mikroplastik pada Air dan Sedimen . 104

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Prosedur Analisis berdasarkan Laboratory Methods For The


Analysis Of Microplastics In The Marine Environment:
Recommendations For Quantifying Synthetic Particles In Waters
And Sediments dari Penelitian Masura dkk., (2015)
Lampiran B SNI 6989.57:2008 Tentang Metode Sampling Air Permukaan
Lampiran C SNI 03-7016-2004 Tentang Tata Cara Pengambilan Contoh Dalam
Rangka Pemantauan Kualitas Air Pada Suatu Daerah Pengaliran
Sungai
Lampiran D Sediment Sampling Guide and Methodologies-E.P.A (sampel
sedimen)
Lampiran E Data dan Perhitungan
Lampiran F Dokumentasi

xiii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan sampah plastik saat ini sudah merambah ke wilayah perairan,


termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS). Sungai diprediksi sebagai jalur
transportasi utama sampah plastik yang terdegradasi menjadi mikroplastik ke laut
(Schmidth dkk., 2017). Berdasarkan data Kementerian Negara Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (2020), timbulan sampah plastik di Indonesia pada tahun 2020
sudah mencapai 5,6 juta ton/tahun. Plastik yang berada di lingkungan perairan
dalam waktu yang lama akan terdegradasi menjadi mikroplastik.

Mikroplastik merupakan plastik yang berukuran 0,3-5 mm (Crawford & Quinn,


2016) dan dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu mikroplastik primer dan
sekunder. Mikroplastik primer adalah mikroplastik yang sudah dalam bentuk kecil
saat diproduksi, seperti microbeads pada produk pembersih. Mikroplastik
sekunder merupakan hasil dari degradasi plastik yang lebih besar (Zhang dkk.,
2017). Sumber utama mikroplastik pada lingkungan sungai yaitu tingginya
penggunaan plastik harian dalam kegiatan rumah tangga dan industri (Jambeck
dkk., 2015). Parameter yang memengaruhi konsentrasi mikroplastik di perairan
antara lain pH, temperatur, curah hujan dan debit sungai (Barnes dkk., 2009).

Mikroplastik dapat menyebabkan dampak buruk bagi organisme perairan bahkan


juga manusia karena akumulasi mikroplastik akan menimbulkan berbagai
gangguan kesehatan seperti keracunan dan kanker. Hal ini dikarenakan
mikroplastik mudah menyerap senyawa yang berbahaya seperti polychlorinated
biphenyls (PCBs), polybrominated diphenyl ethers (PBDEs) dan senyawa lainnya
yang bersifat karsinogenik (Ng & Obbard, 2006). Saat ini belum ada batasan
khusus tentang konsentrasi mikroplastik di sungai. Pada air minum, konsentrasi
mikroplastik harus diminimalkan pada nilai 0 partikel/L (WHO, 2019). Pada
tubuh manusia, batas kadar konsentrasi mikroplastik yaitu 0,09 partikel/L
(Schirinzi dkk., 2017).

Mikroplastik selain berada di air juga terdapat di sedimen sungai. Faktor fisik dan
perbedaan berat polimer mikroplastik membuat mikroplastik dapat mengendap di
sedimen sungai. Perbedaan waktu dan lokasi juga dapat menyebabkan adanya
perbedaan konsentrasi mikroplastik. Berdasarkan penelitian Triadi (2021) di
Sungai Batang Arau menunjukkan nilai konsentrasi 1,67-10 partikel/L pada air
dan 26,57-168,86 partikel/kg pada sedimen dengan bentuk yang beragam, yaitu
fiber, fragmen dan film. Penelitian Wijaya dan Trihadiningrum (2019) di Kali
Surabaya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan konsentrasi mikroplastik di tiap
perbedaan kedalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi
mikroplastik paling banyak ditemukan di permukaan.

Sungai Batang Kuranji merupakan salah satu sungai besar yang ada di Kota
Padang. Sungai Batang Kuranji berada pada 4 (empat) kecamatan yaitu
Kecamatan Pauh, Kuranji, Nanggalo, dan Padang Utara. Hulu dari Sungai Batang
Kuranji berada di Kecamatan Pauh yaitu di Kelurahan Lambung Bukit dan
bermuara di Kecamatan Padang Utara yaitu di Kelurahan Ulak Karang Utara.
Aktivitas yang ada di sepanjang aliran Sungai Batang Kuranji sangat beragam
seperti permukiman penduduk, industri rumahan, perguruan tinggi, dan pasar
yang berpotensi menghasilkan limbah yang bermuara ke Sungai Batang Kuranji,
sehingga dengan demikian potensi munculnya mikroplastik di Sungai Batang
Kuranji sangat besar.

Saat ini belum ada publikasi terkait kandungan mikroplastik di Kota Padang
khususnya pada Sungai Batang Kuranji. Penelitian terkait kandungan mikroplastik
pada air dan sedimen di Sungai Batang Kuranji perlu dilakukan agar menjadi
acuan serta gambaran bagi pemangku kepentingan dalam melakukan pengelolaan
sungai untuk pengendalian pencemar khususnya mikroplastik. Kandungan
mikroplastik yang terdapat di Sungai Batang Kuranji akan menimbulkan dampak
jangka panjang yang serius jika tidak diperhatikan dengan baik karena Sungai
Batang Kuranji juga merupakan salah satu sumber air baku PERUMDA Air
Minum Kota Padang.

1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian dari tugas akhir ini adalah untuk menganalisis kandungan
mikroplastik yang ada pada Sungai Batang Kuranji Kota Padang.

Tujuan penelitian ini antara lain adalah:

2
1. Menganalisis kandungan (konsentrasi, bentuk, warna, ukuran, dan polimer)
mikroplastik pada air dan sedimen Sungai Batang Kuranji;
2. Menganalisis kandungan mikroplastik berdasarkan perbedaan titik sampling
(spasial) dan waktu sampling (temporal);
3. Menganalisis hubungan dan pengaruh parameter primer yaitu temperatur, pH,
dan kecepatan aliran terhadap kandungan mikroplastik serta pengaruh
kandungan mikroplastik terhadap nilai DO pada air dan sedimen Sungai
Batang Kuranji di Kota Padang.
4. Menganalisis hubungan dan pengaruh parameter sekunder yaitu curah hujan,
debit air sungai, jumlah penduduk serta timbulan sampah terhadap kandungan
mikroplastik pada air dan sedimen Sungai Batang Kuranji di Kota Padang;

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian pada tugas akhir ini adalah:

1. Memberikan data kandungan mikroplastik yang dapat dijadikan sebagai acuan


bagi pemangku kepentingan dalam mengetahui kandungan mikroplastik di
Sungai Batang Kuranji;
2. Membandingkan konsentrasi mikroplastik di Sungai Batang Kuranji dengan
standar mutu yang ada;
3. Sebagai data acuan untuk mengeluarkan kebijakan terkait pengelolaan kualitas
air dan sampah plastik di kawasan sekitar sungai.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah pada tugas akhir ini adalah:


1. Lokasi pengambilan sampel air dan sedimen Sungai Batang Kuranji yaitu dari
hulu (Lubuk Mande Rubiah) hingga hilir (Muara Sungai Batang Kuranji);
2. Pengambilan sampel dilakukan dengan frekuensi 3 kali pengulangan;
3. Parameter yang diamati saat pengambilan sampel adalah pH, dissolved oxygen
(DO), kecepatan sungai dan temperatur;
4. Data sekunder yang diperlukan yaitu curah hujan, debit sungai, jumlah
penduduk dan timbulan sampah;
5. Kandungan yang dianalisis yaitu konsentrasi, bentuk, warna, ukuran dan jenis
polimer penyusun mikroplastik;

3
6. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Juni - Juli tahun 2021.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, maksud dan tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan masalah penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang penelitian yang terdahulu mengenai jenis-
jenis dan parameter perhitungan kandungan mikroplastik di dalam air
sungai, pengertian, sumber dan dampak mikroplastik.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Bab ini menjelaskan tahapan penelitian, yaitu metode analisis
kuantitatif dan analisis di laboratorium, serta lokasi dan waktu
penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Bab ini berisikan hasil penelitian disertai dengan pembahasannya.

BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan yang
telah diuraikan

4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plastik

Plastik mempunyai peranan besar dalam kehidupan sehari-hari yang biasa


digunakan sebagai bahan pengemas makanan dan minuman karena sifatnya yang
kuat, ringan dan praktis. Menurut Apriyanto (2007), plastik merupakan material
polimer atau bahan pengemas yang dapat dicetak menjadi bentuk yang diinginkan
dan mengeras setelah didinginkan atau pelarutnya diuapkan. Polimer adalah
molekul yang mudah dibentuk dari satu bentuk ke bentuk lain dan mempunyai
sifat, struktur yang rumit. Hal ini disebabkan oleh jumlah atom pembentuk yang
jauh lebih besar dibandingkan dengan senyawa yang berat atomnya lebih rendah.
Umumnya suatu polimer dibangun oleh satuan struktur yang tersusun secara
berulang dan diikat oleh gaya tarik-menarik yang kuat yang disebut ikatan
kovalen (Stevens, 2001).

Plastik terbagi menjadi 3 kategori yaitu termoplastik, termoset dan elastomer.


Termoplastik melunak saat dipanaskan dan mengeras saat didinginkan, contohnya
polyethylene (PE), polypropylene (PP), polytetrafloro-ethylene, polyamide (PA),
polyvinyl chlorida (PVC) dan polystyrene (PS). Termoset tidak dapat melunak
setelah dibentuk, contohnya resin epoksi, polyurethane (PU), resin polyester, dan
bakalit. Elastomer adalah polimer elastis yang dapat kembali ke bentuk awal
setelah ditarik, contohnya karet, dan neopren (Lusher dkk., 2017).

Produksi plastik dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya dan mencapai 322
juta ton pada tahun 2015. Jumlah produksi ini diperkirakan akan meningkat 100
kali lipat pada tahun 2050 mendatang (Rochman dkk., 2015). Plastik sendiri
menyumbang 10% dari total sampah yang dihasilkan oleh manusia. Sebagian
besar plastik yang dibuang tidak mengalami daur ulang dan dibuang ke
lingkungan sungai yang berakhir di laut, yang selanjutnya menjadi sumber polusi
di lingkungan perairan (Moore, 2008).

Permasalahan sampah plastik menjadi salah satu pusat perhatian di seluruh dunia.
Hal ini diakibatkan oleh penggunaan plastik sering dikaitkan dengan alasan
ekonomi, namun berbahaya untuk ekologi. Penggunaan plastik sebagai
bungkus/kemasan suatu produk dapat menekan biaya produksi. Namun, jika
dilihat dari segi ekologi, sampah plastik yang sulit terdegradasi sempurna akan
membahayakan biota perairan dan bahkan manusia. Plastik yang terdegradasi
hingga ukuran mikro dapat menimbulkan potensi terakumulasinya sampah plastik
mikro di dalam tubuh organisme. Plastik yang terdegradasi hingga ukuran mikro
disebut dengan mikroplastik (Klein dkk., 2015).

2.2 Mikroplastik

Potongan-potongan besar sampah plastik disebut makroplastik. Makroplastik akan


terdegradasi di lingkungan menjadi potongan-potongan plastik yang kecil yang
disebut dengan mikroplastik (Crawford & Quinn, 2016). Definisi ukuran
mikroplastik untuk pertama kali dibahas pada lokakarya penelitian internasional
yang membahas mengenai keberadaan mikroplastik, efek, dan dampak
mikroplastik di laut pada tahun 2008, yang diselenggarakan oleh National
Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) marine debris program.
Berdasarkan lokakarya penelitian internasional yang diselenggarakan oleh
NOAA, maka didefinisikan mikroplastik adalah potongan plastik yang sangat
kecil dan dapat mencemari lingkungan dengan diameter yang kurang dari atau
sama dengan 5 mm, namun tidak ditetapkan batas bawahnya (Arthur dkk., 2009).
Menurut studi terbaru yang dilakukan oleh Crawford and Quinn (2016),
ditetapkanlah batasan-batasan ukuran mikroplastik yang dapat dilihat pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1 Standar Ukuran Potongan Plastik
Kategori Singkatan Ukuran Ukuran definisi

Macroplastic MAP ≥ 25 mm Setiap bagian dari plastik sama dengan atau


lebih besar dari 25 mm.

Mesoplastic MEP < 25-5 mm Setiap bagian dari plastik kurang dari ukuran
25 mm hingga 5 mm.

Plasticle PLT < 5 mm Semua potongan plastik berukuran kurang dari


5 mm.

Microplastic MP < 5–1 mm Setiap potongan plastik berukuran kurang dari


5 mm hingga 1 mm.

Mini- MMP <1 mm-1μm Setiap bagian dari plastik kurang dari 1mm
microplastic hingga 1μm.

Nanoplastic NP <1μm Setiap bagian dari plastik kurang dari 1μm.


Sumber: Crawford & Quinn (2016)

6
2.2.1 Sumber Mikroplastik

Sumber mikroplastik bervariasi, sebagian besar berasal dari rumah tangga, tempat
pembuangan sampah, produk pembersih seperti pasta gigi, scrub pembersih wajah
dan produk kosmetik yang mengalir bebas dari saluran pembuangan setelah
digunakan (Zhang dkk., 2019). Mikroplastik berdasarkan sumbernya
diklasifikasikan menjadi mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder (Cole
dkk., 2011):
1. Mikroplastik Primer
Mikroplastik primer merupakan mikroplastik yang diproduksi langsung dalam
bentuk mikroskopis. Mikroplastik ini biasanya digunakan dalam produk
pembersih wajah dan kosmetik. Produksi plastik murni yang berukuran 2-5
mm juga bisa disebut sebagai mikroplastik primer. Sejak kemunculan scrubber
mikroplastik pada 1980-an, penggunaan kosmetik dan pembersih wajah yang
mengandung scrub meningkat secara drastis. Berdasarkan laporan Gregory
(1996) terdapat butiran polyethylene dan polypropylene (< 5 mm) dan bola
polystyrene (< 2 mm) dalam satu produk kosmetik.

2. Mikroplastik sekunder
Mikroplastik sekunder merupakan mikroplastik yang berasal dari pemecahan
sampah plastik yang lebih besar, baik di laut maupun di darat. Seiring
berjalannya waktu proses fisik, biologis dan kimiawi dapat mengubah struktur
dan ukuran yang mengakibatkan fragmentasi. Fragmentasi plastik merupakan
perubahan bentuk, ukuran dan warna plastik akibat proses tertentu seperti
proses fisik, biologis dan kimiawi. Paparan sinar matahari dalam waktu yang
lama juga dapat menyebabkan plastik terdegradasi menjadi ukuran yang lebih
kecil. Degradasi tersebut dapat mengakibatkan aditif yang dirancang untuk
meningkatkan daya tahan dan ketahanan terlepas dari plastik. Perkembangan
plastik biodegradable sering dilihat sebagai pengganti plastik tradisional yang
layak. Namun, mereka juga bisa menjadi sumber mikroplastik. Plastik
biodegradable dirancang untuk mempercepat waktu degradasi, jika dibuang
dengan tepat akan terurai dengan baik. Namun, penguraian ini hanya sebagian,
sementara banyak polimer sintetis tetap akan tertinggal.

7
Sumber utama mikroplastik primer dan sekunder menurut Rocha-Santos dan
Duarte (2017) dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sumber Utama Mikroplastik Primer dan Sekunder di Lingkungan


Produk perawatan pribadi, seperti scrub
Produk kesehatan khusus, termasuk pemutih gigi
Bahan industri
Mikroplastik Primer
Cairan pengeboran
Bahan produksi plastik
Sisa-sisa produksi plastik
Sampah plastik yang dibuang sembarangan
Degradasi plastik di lokasi pembuangan akhir dan fasilitas daur ulang
Alat tangkap plastik yang ditangani sembarangan
Mikroplastik Sekunder Cat yang mengandung polimer plastik
Polimer yang digunakan sebagai bahan tambahan pengomposan
Serat yang dilepaskan dari produk kebersihan
Serat yang dilepaskan dari kain sintetis
Sumber: Rocha-Santos & Duarte (2017)

2.2.2 Klasifikasi Mikroplastik

Mikroplastik yang berada di lingkungan diklasifikasikan dalam berbagai bentuk,


warna dan ukuran, beberapa di antaranya menunjukkan tampilan bulat, sementara
yang lain tampak berserat atau acak. Mikroplastik primer cenderung memiliki
tampilan buatan, menunjukkan bentuk bulat atau berserat, dan memiliki
permukaan rata yang konsisten. Sebaliknya, mikroplastik sekunder cenderung
memiliki tampilan yang lebih acak sehingga lebih sulit untuk dikategorikan
(Crawford & Quinn, 2016).

2.2.2.1 Klasifikasi Mikroplastik Berdasarkan Bentuk dan Ukuran

Mikroplastik merupakan degradasi dari sampah plastik yang lebih besar (makro)
dan mencapai ukuran 5 hingga 1 mm seperti yang telah disebutkan pada subbab
sebelumnya. Fragmentasi plastik makro menyebabkan beragamnya bentuk
mikroplastik yang dihasilkan. Hidalgo-Ruz (2012) dalam penelitiannya
melaporkan bahwa dalam sedimen dan air dapat ditemukan pula bentuk
mikroplastik berupa fragmen, fiber, film serta pellet. Berikut penjelasan mengenai
bentuk mikroplastik:

8
1. Fragmen
Jenis fragmen pada dasarnya berasal dari limbah atau sampah aktivitas warga
seperti pertokoan dan warung-warung makanan yang ada di lingkungan sekitar
yang merupakan salah satu dari sumber mikroplastik. Sumber limbah
mikroplastik yang berasal dari pertokoan atau warung-warung makanan antara
lain kantong-kantong plastik baik kantong plastik yang berukuran besar
maupun kecil, bungkus nasi, kemasan-kemasan makanan siap saji dan botol-
botol minuman plastik. Sampah plastik tersebut terurai menjadi serpihan
serpihan kecil hingga membentuk fragmen (Dewi dkk., 2015). Bentuk dari
mikroplastik tipe fragmen dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tipe Mikroplastik Fragmen


Sumber: Widianarko & Hantoro (2018)

2. Fiber
Jenis fiber pada dasarnya berasal dari permukiman penduduk yang berada di
daerah pesisir dengan sebagian besar masyarakat yang bekerja sebagai nelayan.
Aktivitas nelayan seperti penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai alat
tangkap. Alat tangkap yang dipergunakan nelayan seperti pancingan dan jaring
tangkap biasanya berasal dari tali (jenis fiber) yang akan terdegradasi menjadi
mikroplastik karena faktor fisik saat penangkapan ikan. Mikroplastik jenis fiber
banyak digunakan dalam pembuatan pakaian, tali temali, berbagai bentuk
penangkapan seperti pancing dan jaring tangkap (Mohamed Nor & Obbard,
2014). Bentuk mikroplastik tipe fiber dapat dilihat pada Gambar 2.2.

9
Gambar 2.2 Tipe Mikroplastik Fiber
Sumber: Widianarko & Hantoro (2018)

3. Film
Film merupakan polimer plastik sekunder yang berasal dari fragmentasi
kantong plastik atau plastik kemasan dan memiliki densitas rendah. Film
mempunyai densitas lebih rendah dibandingkan tipe mikroplastik lainnya
sehingga lebih mudah ditransportasikan hingga pasang tertinggi. (Septian dkk.,
2018). Bentuk mikroplastik tipe film dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Tipe Mikroplastik film


Sumber: Widianarko & Hantoro (2018)

4. Pellet/Butiran
Pellet atau butiran merupakan bentuk mikroplastik yang memiliki ciri ciri
berbentuk bulat serta memiliki permukaan yang halus, biasanya berasal dari
hasil produk-produk industri plastik (Azizah dkk., 2020). Tipe mikroplastik
termasuk dalam mikroplastik primer karena diproduksi langsung dalam bentuk
mikro (Zhang dkk., 2019). Bentuk mikroplastik tipe pellet/butiran dapat dilihat
pada Gambar 2.4.

10
Gambar 2.4 Tipe Mikroplastik Pellet/Butiran
Sumber: Kovač Viršek dkk (2016)

2.2.2.2 Klasifikasi Mikroplastik Berdasarkan Warna

Jenis pigmen yang ditambahkan ke campuran polimer oleh industri bertujuan


untuk meningkatkan daya tarik bahan plastik atau digunakan untuk meningkatkan
ketahanan plastik terhadap degradasi sinar matahari (Rocha-Santos & Duarte,
2017). Berdasarkan penelitian Manalu (2017) menyebutkan bahwa warna
mikroplastik pada sampel sedimen cenderung lebih beragam dibandingkan sampel
air. Warna mikroplastik yang ditemukan pada sedimen akan berpengaruh terhadap
potensi terkonsumsinya mikroplastik oleh organisme perairan.

Klasifikasi mikroplastik berdasarkan warna terdiri dari beberapa warna yaitu:


biru, hijau, merah, oranye, kuning, putih, hitam dan tembus cahaya. Fragmen
hitam merupakan mikroplastik yang memiliki kemungkinan tinggi untuk
terkonsumsi oleh organisme, karena dapat dengan mudah tercampur dengan
puing-puing alami misalnya fragmen cangkang, kerang dan arang (Rocha-Santos
& Duarte, 2017).

2.2.2.3 Klasifikasi Mikroplastik Berdasarkan Polimer

Jenis polimer mikroplastik dapat diuji menggunakan metode FTIR (Fourier


Transform Infrared). Uji FTIR menggunakan analisis berdasarkan pengukuran
intensitas infra merah terhadap panjang gelombang. Jenis polimer mikroplastik
beserta berat jenis masing-masing disajikan pada Tabel 2.3. (Widianarko &
Hantoro, 2018).

11
Tabel 2.3 Jenis Polimer Mikroplastik
Tipe Plastik Densitas (g/cm3)
Polypropylene 0,9-0,91
Polyethylene 0,917-0,965
Polystyrene 1,04-1,1
Polyamide (nylon) 1,02-1,05
Polyester 1,24-2,3
Acrylic 1,09-1,2
Polyoxymethylene 1,41-11,61
Polyvinyl alcohol 1,19-1,31
Polyvinyl chloride 1,16-1,58
Polymethlacrylate 1,17-1,2
Polyethylene terephthalate 1,37-1,45
Polyethylene terephthalate 1,37-1,45
Alkyd 1,24-2,1
Polyurethane 1,2
Sumber : Widianarko & Hantoro (2018)

Densitas polimer menunjukkan kepadatan susunan polimer plastik. Semakin


tinggi densitasnya, maka akan semakin kuat pula ikatan susunan polimer tersebut.
Berdasarkan densitas polimer atau berat jenis (specific gravity), sampah plastik
dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis sampah plastik berdasarkan asal
polimer dan berat jenis disajikan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Jenis-Jenis Polimer Mikroplastik Berdasarkan Aplikasi dan Berat


Jenis (Specific Gravity)
Jenis plastik Aplikasi Umum Specific Gravity
Polyethylene (PE) Kantong plastik, Kontainer, 0,91-0,95
Penyimpanan
Polypropylene (PP) Tali, Tutup botol, Roda gigi, 0,90-0,92
Alat pemancing, Pengikat
Polyvinyl chloride (PVC) Selaput, Pipa, Container 1,16-1,30
Polyamide (Nilon) Jaring ikan, Tali 1,13-1,15
Polyethylene terephthalate Botol, Pengikat, Tekstil 1,34-1,9
Asetat Selulosa Filter rokok 1,22-1,24
Sumber : Widianarko & Hantoro (2018)

2.2.3 Degradasi Mikroplastik

Produksi plastik dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya dan mencapai 322
juta ton pada tahun 2015 (Europe, 2016). Diperkirakan bahwa jumlah produksi ini
akan meningkat 100 kali lipat pada tahun 2050 mendatang (Rochman dkk., 2016).
Plastik sendiri ternyata menyumbang 10% dari total sampah yang dihasilkan oleh
manusia. Plastik meskipun bersifat persisten, seiring dengan waktu dapat
terdegradasi menjadi partikel yang lebih kecil. Sampah plastik yang mengapung
di laut dapat terdegradasi oleh sinar ultraviolet, temperatur, dan mikroba menjadi

12
mikroplastik (Singh & Sharma, 2008). Pada Tabel 2.5 berikut ditampilkan faktor-
faktor yang memengaruhi degradasi plastik.

Tabel 2.5 Faktor-Faktor yang Berpotensi Memengaruhi Degradasi Plastik


Biologis Kimiawi Fisika/ Mekanis
Jamur, Bakteri Hidrolis Pencucian
Predator Oksidasi Sinar Matahari
Organisme yang Lebih Tinggi Iklim
Tekanan Mekanis
Sumber: Said & Chiellini (2000)

Ada dua faktor pemicu degradasi plastik dalam sistem akuatik, yaitu abiotik
(temperatur, kelembapan, pH, dan paparan ultraviolet) dan biotik (enzim
ekstraseluler, hidrofobik, biosurfaktan) serta didukung oleh faktor karakteristik
polimer itu sendiri seperti fleksibilitas, kristalinitas, morfologi, kelompok
fungsional, dan berat molekul (Kijchavengkul dan Rafael, 2006; Shah dkk, 2008;
Singh dan Sharma, 2008; Venkatachalam dkk, 2012; Gewert dkk, 2015).
Degradasi plastik di lingkungan perairan sebagian besar juga dipengaruhi oleh
paparan efek radiasi ultraviolet yang menyebabkan plastik kehilangan integritas
mekanik, kekuatan tarik, dan berat molekul rata-rata (Kijchavengkul & Rafael,
2006; Lambert dkk., 2014). Degradasi oksidatif merupakan mekanisme penting
dari degradasi terkait dengan paparan O2 di lingkungan dan pembentukan gugus
fungsi OH dan CO. Degradasi hidrolitik terjadi dengan paparan ikatan kovalen
terhidrolisis seperti ester, eter, anhidrida, amida, karbamid, atau gugus ester amida
(Lucas dkk., 2008). Degradasi mekanis adalah proses fisik dari degradasi yang
disebabkan oleh turbulensi air, pelapukan atmosfer, siklus beku-mencair, dan
tekanan karena penguburan di bawah tanah atau kerusakan oleh hewan (Lambert
dkk., 2014).

2.2.4 Dampak Mikroplastik

Menurut Rummel dkk (2017), Sampah plastik kini sedang menjadi perhatian
publik. Sampah dapat merusak estetika lingkungan serta berefek buruk pada
makhluk hidup untuk puing-puing plastik besar atau makroplastik (>5 mm).
Puing-puing plastik besar itu semakin lama akan rapuh dan berfragmentasi akibat
pelapukan sehingga menjadi mikroplastik (<5 mm). Ukuran mikroplastik itu
membuatnya cocok untuk dicerna oleh organisme kecil pada tingkat yang lebih

13
rendah. Meskipun tidak ada penelitian yang sejauh ini melaporkan efek
merugikan yang mungkin secara ekologis masuk akal pada konsumen primer,
tetapi dapat diketahui bahwa mikroplastik yang terlalu banyak dikonsumsi oleh
makhluk hidup dapat berbahaya dan berdampak terhadap kesehatan karena
mikroplastik mudah ditempeli oleh zat-zat yang berbahaya bagi makhluk hidup
terutama manusia.

Puing-puing plastik besar atau plastik makro dapat berdampak pada lingkungan.
Plastik makro ini mengganggu estetika lingkungan, selain itu juga dapat
berdampak pada ekonomi industri pariwisata. Plastik dapat mengganggu proses
penangkapan ikan, produksi energi oleh tumbuhan air dan budidaya perikanan,
sehingga plastik dapat menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Selain
berdampak pada lingkungan, plastik juga mampu mengganggu biota air. Puing-
puing plastik dapat terapung dan mengendap di dasar perairan. Kontaminan ini
tersebar luas dan ada di mana-mana dalam lingkungan perairan dengan potensi
yang besar. Karena ukurannya yang kecil, mikroplastik dengan mudah dapat
tertelan dan dikonsumsi oleh organisme perairan. Komposisi dan luas
permukaannya yang relatif besar membuat plastik rentan terhadap polutan organik
yang ditularkan melalui air dan terhadap pencucian plastik yang dianggap
beracun. Sehingga konsumsi mikroplastik dapat menjadi racun pada dasar rantai
makanan (Cole dkk., 2011).

2.2.5 Parameter yang Mempengaruhi Kandungan Mikroplastik

Perbedaan konsentrasi mikroplastik di sungai di seluruh dunia sangat signifikan.


Faktor aktivitas penduduk dan lingkungan berperan penting dalam penyebaran
konsentrasi mikroplastik. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi
mikroplastik:
1. pH
Faktor lingkungan berupa derajat keasaman (pH) akan mempengaruhi
konsentrasi dan karakteristik mikroplastik. Berdasarkan penelitian Holmes dkk
(2012), konsentrasi plastik pellet banyak ditemukan di perairan yang memiliki
nilai pH yang asam, sehingga pellet akan banyak terikat dengan jenis logam
lainnya.

14
2. Temperatur
Berdasarkan pernyataan Barnes dkk (2009) bahwa kerusakan degradasi plastik
menjadi ukuran mikro juga tidak terlepas dari sinar matahari (fotodegradasi)
dan temperatur perairan (degradasi termal) dan hal inilah yang menyebabkan
banyaknya mikroplastik ditemukan pada perairan;

3. Dissolved Oxygen (DO)


Parameter DO berbeda dengan parameter lainnya. Parameter pH, temperatur,
debit, curah hujan dan timbulan sampah mempengaruhi mikroplastik. Namun
pada parameter DO sebaliknya, tingginya kandungan mikroplastik di perairan
dapat mempengaruhi nilai DO di perairan tersebut. Hal ini dikarenakan nilai
DO yang terdapat lingkungan perairan berasal dari difusi udara, proses
fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air, sehingga apabila tingginya sampah
plastik di perairan dapat menghalangi proses difusi udara dan proses
fotosintesis yang menyebabkan rendahnya nilai DO (Susana, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Triadi (2021) menunjukkan nilai DO semakin
rendah pada lokasi yang konsentrasi mikroplastiknya tinggi.
4. Debit Air
Hujan deras menyebabkan limpasan di daerah yang berdekatan, yang
menyebabkan aliran mikroplastik dari tanah ke sungai selama periode basah
(Lima dkk., 2014). Selama musim hujan, sejumlah besar debit air sungai dan
aliran air yang cepat dapat mengangkut mikroplastik yang sebelumnya
disimpan di dasar sungai (Hurley dkk., 2018). Distribusi spasial menunjukkan
bahwa sampah plastik di sungai cenderung meningkat ke arah hilir.

3. Curah hujan
Curah hujan akan berpengaruh terhadap penyebaran mikroplastik ke
lingkungan, khususnya lingkungan perairan (Kilponen, 2016). Curah hujan
yang tinggi akan membuat penyebaran mikroplastik serta degradasi
mikroplastik meningkat. Hal ini terjadi dikarenakan peningkatan arus aliran
menyebabkan tumbukan antar partikel di dalam air sering/intens terjadi.
Berdasarkan penelitian (Joesidawati, 2018), distribusi mikroplastik di Sungai
Nakdong, Korea Selatan pada musim hujan (Agustus), menunjukkan
konsentrasi mikroplastik tertinggi. Pada bulan-bulan dengan curah hujan yang

15
rendah dan sedang, tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik
dari Februari, namun terdapat peningkatan pada bulan Mei dan Oktober;

4. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah


Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya
kandungan mikroplastik. Jika jumlah penduduk di suatu daerah tinggi, maka
tingkat konsumsi dan pemakaian plastik akan meningkat. Jumlah pemakaian
plastik yang tinggi menyebabkan timbulan sampah plastik di suatu daerah akan
bertambah. Hal tersebut akan menyebabkan kandungan mikroplastik menjadi
tinggi karena sumber utama mikroplastik yang berasal dari sampah plastik
(Dewi dkk., 2015).

2.2.6 Metode Analisis Mikroplastik

Analisis terhadap mikroplastik berupa analisis konsentrasi,karakteristik morfologi


dan polimer penyusun mikroplastik. Konsentrasi mikroplastik dianalisis dengan
prinsip gravimetri (Masura dkk., 2015). Analisis warna, bentuk dan ukuran
dengan menggunakan mikroskop pembesaran 4x dan 10x. Analisis polimer
penyusun mikroplastik menggunakan metode FTIR . FTIR memberikan informasi
seperti struktur molekul pada polimer, identifikasi senyawa berikatan kovalen,
kemurnian bahan serta gugus fungsi molekul (Lapanporo dkk, 2013).

2.2.6.1 Analisis Konsentrasi Mikroplastik

Analisis terhadap konsentrasi mikroplastik pada air maupun sedimen dilakukan


berdasarkan perbedaan berat (gravimetri). Analisis gravimetri dapat dilakukan
melalui penimbangan yang dilakukan terhadap:
a. Massa total padatan/solid
Massa total padatan pada sampel air/sedimen mencakup seluruh bahan organik
maupun anorganik (mikroplastik)
b. Massa mikroplastik
Massa mikroplastik ditimbang setelah penghilangan kandungan organik pada
sampel menggunakan bantuan pelarut organik Hidrogen Peroksida (H2O2)

Secara umum analisis gravimetri dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai


berikut:

16
1) Memilih pelarut dengan sifat yang sesuai dengan bahan organik sampel yang
akan dilarutkan;
2) Pengendapan analit
Pengendapan analit bertujuan dalam pemisahan endapan dan supernatan.
Endapan tersebut mengandung material yang densitasnya tinggi, sedangkan
supernatan mengandung material yang densitasnya rendah yaitu mikroplastik;
3) Penyaringan supernatan
Penyaringan supernatan dilakukan dengan bantuan saringan fiber glass atau
selulosa dengan diameter 0,1 mm dan bantuan pompa vakum;
4) Menghitung jumlah mikroplastik
Menghitung jumlah mikroplastik ini untuk mengetahui jumlah mikroplastik di
dalam sampel.

2.2.6.2 Analisis Bentuk, Warna dan Ukuran Mikroplastik

Analisis bentuk, warna dan ukuran mikroplastik dilakukan dengan bantuan


mikroskop pembesaran 4x dan 10x. Berikut penjelasan mengenai bentuk
mikroplastik:
a. Fiber
Berasal dari degradasi monofilamen jaring, tali, dan kain sintetis lainnya. Fiber
memiliki bentuk memanjang yang berskala.
b. Fragmen
Berasal dari potongan plastik dengan sifat polimer kuat ataupun yang lemah.
c. Film
Berasal dari pecahan atau potongan sampah kantong makanan. Film biasanya
memiliki warna yang transparan.
d. Pellet
Berasal dari sumber primer yang langsung diproduksi oleh pabrik sebagai
bahan baku pembuatan produk plastik.

Warna-warna yang dapat ditemukan dalam pengamatan mikroplastik berdasarkan


penelitian yang telah dilakukan adalah transparan, kristal, putih, putih bening,
merah, oranye, biru, hitam, abu-abu, coklat, hijau, pink, dan kuning.

17
Ukuran mikroplastik yang didapatkan bisa bervariasi sesuai dengan jenis sampel
yang digunakan yaitu antara 0,3 mm sampai 5 mm. Menurut Scheurer & Bigalke
(2018), mikroplastik jika dibagi berdasarkan ukuran terbagi atas Small
Microplastic (SMP) dengan ukuran kurang dari 1 mm dan Large Microplastic
(LMP) dengan ukuran berkisan antara 1 mm hingga 5 mm

2.2.6.3 Analisis Jenis Polimer

Jenis polimer mikroplastik dapat dianalisis dengan metode Fourier Transform


Infra Red (FTIR). FTIR merupakan salah satu alat yang dapat menganalisis gugus
fungsi suatu senyawa. Teknik ini bergantung pada aktualitas molekul yang dapat
menyerap cahaya infra merah dari spektrum FTIR. Jika sampel diradiasi dengan
seberkas cahaya inframerah, analisis unsur-unsur seperti karbon, hidrogen,
nitrogen dan oksigen dapat dilakukan dengan mengukur sejauh mana molekul
dalam sampel menyerap cahaya inframerah pada panjang gelombang tertentu.
FTIR memberikan informasi struktur molekul pada polimer, senyawa berikatan
kovalen, kemurnian bahan dan gugus fungsi molekul (Aspi dkk., 2013). Hasil
analisis FTIR ditampilkan dalam bentuk spektrum seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Grafik Analisis FTIR


Sumber:Rocha-Santos dkk.(2017)

2.3 Kebijakan tentang Mikroplastik

Peraturan atau standar khusus yang mengatur tentang konsentrasi mikroplastik di


sungai saat ini belum ada. Menurut WHO (2019), pada air minum, konsentrasi
mikroplastik harus diminimalkan pada nilai 0 partikel/L akan tetapi setelah

18
pengolahan air baku dan pendistribusiannya ditemukan kadar mikroplastik masih
berada dalam rentang 0-0,007 partikel/L dan masih ditolerir. Selain pada air
minum, pada tubuh manusia juga terdapat batas toksisitas atau batas aman kadar
konsentrasi mikroplastik yaitu 90,09 partikel/m3 atau 0,09 partikel/L (Schirinzi,
2017), namun ini belum menjadi regulasi secara umum. Minimalisir konsentrasi
mikroplastik juga didukung oleh beberapa hasil penelitian konsentrasi
mikroplastik di beberapa negara. Uni Eropa hanya mengizinkan partikel plastik
biodegradable serta Amerika Serikat dan Korea Selatan melarang penggunaan
scrub (Mitrano & Wohlleben, 2020).
Seiring dengan meningkatnya dampak mikroplastik yang ditimbulkan, maka
semakin meningkat pula kepedulian terhadap lingkungan sehingga hal ini
memberi dorongan kepada sejumlah industri kosmetik untuk tidak menggunakan
jenis mikroplastik primer pada Produk Perawatan Pribadi (PCP). Oleh karena itu,
negara Belanda, Austria, Luksemburg, Belgia, dan Swedia telah mengeluarkan
seruan bersama Uni Eropa untuk melarang penggunaan microbeads dalam PCP
untuk menjaga ekosistem laut. Seruan ini mengikuti green paper yang diterbitkan
oleh European Commission yang diterbitkan pada tahun 2013 tentang strategi
eropa terhadap sampah plastik di lingkungan, dengan mikroplastik yang menjadi
fokus utamanya (Crawford & Quinn, 2016).

2.4 Sedimen

Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi)


atau mengendapnya material oleh air. Sedimentasi merupakan akibat dari adanya
erosi, dan memberikan dampak yang banyak. Di waduk-waduk, pengendapan
sedimen akan mengurangi volume efektifnya. Sebagian besar jumlah sedimen
dialirkan oleh sungai-sungai yang mengalir ke waduk, hanya sebagian kecil saja
yang berasal dari longsoran tebing-tebing waduk, atau berasal dari longsoran
tebing karena limpasan permukaan (Asdak, 2010)

Pengendapan akhir atau sedimentasi yang terjadi pada kaki bukit yang relatif
datar, sungai, dan waduk. Pada daerah aliran sungai, partikel dan unsur hara yang
larut dalam aliran permukaan akan mengalir ke sungai dan waduk, sehingga
terjadi pendangkalan pada tempat tersebut. Keadaan tersebut mengakibatkan daya

19
tampung sungai dan waduk menjadi turun, sehingga timbul bahaya banjir dan
penyuburan air secara berlebihan atau eutrofikasi (Asdak, 2010).

Proses sedimentasi pada suatu sungai meliputi proses erosi, transportasi,


pengendapan dan pemadatan dari sedimentasi yang menghasilkan:

a. Bahan terlarut, semua bahan organik dan anorganik yang terangkut sebagai
larutan oleh air yang mengalir.
b. Bahan padat atau bed load, semua bahan kasar dari mineral dan batu yang
terangkut di sepanjang dasar sungai.
c. Total bahan yang terangkut sungai atau total stream load adalah semua bahan
organik dan anorganik yang terangkut lewat sebuah stasiun pengukur dalam
bentuk suspensi atau bed load.

Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi tiga tahap yang terjadi dalam
keadaan normal di lapangan, yaitu tahap pemecahan bongkah bongkah atau
agregat tanah ke dalam bentuk butir-butir kecil atau partikel tanah, tahap kedua
pemindahan atau pengangkutan butir-butir kecil sampai sangai halus tersebut, dan
tahap ketiga pengendapan partikel-partikel tersebut di tempat yang lebih rendah
atau dasar sungai atau waduk (Arsyad, 2010).

2.5 Sungai Batang Kuranji

Pada sub bab ini pembahasan tinjauan pustaka mengenai: informasi umum, curah
hujan Kota Padang dan debit Sungai Batang Kuranji, tata guna lahan, jumlah
penduduk, sarana prasarana, kondisi kesehatan lingkungan di Kecamatan yang
dilalui oleh DAS Batang Kuranji dan Timbulan Kota Padang.

2.5.1 Informasi Umum

Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Kuranji terletak di Kota Padang. DAS
Batang Kuranji secara geografis terletak antara 0º57´2,76˝ Lintang Selatan dan
100º21´41,64˝ Bujur Timur dengan ketinggian mencapai 1.853 m dari permukaan
laut. Menurut Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Sumatera
Barat (2020) DAS Kuranji memiliki luas DAS 202,70 km2 dengan panjang sungai
utama 32,41 km serta panjang sungai utama dan anak-anak sungai 274,75 km.

20
Batang Kuranji mempunyai anak-anak sungai di daerah hulu yaitu Batang
Belimbing dengan luas DAS 62,64 km2 dan panjangnya 17,08 km serta Batang
Danau Limau Manih dengan luas DAS 31,93 km2 dan panjang 16,42 km (Utama
& Naumar, 2015). Lebar rata- rata Batang Kuranji di daerah hulu adalah 20-80 m
dengan kedalaman air rata-rata 20-60 cm. Di daerah tengah Batang Kuranji
terdapat anak Sungai Batang Sungkai dengan luas DAS 6 km2 dan panjang 3,63
km serta Batang Padang Janiah Karuah dengan luas DAS 82,26 km2 dan panjang
18,86 km. Lebar sungai di tengah Batang Kuranji rata-rata 50-80 m dengan
kedalaman 2–3 m. Daerah hilir Batang Kuranji mempunyai lebar 80 m dengan
kedalaman air rata-rata 2–3 m (hasil pengukuran di lapangan). Lebih dari 60%
luas Kota Padang (± 434,63 km²) merupakan daerah perbukitan yang ditutupi
hutan lindung, sementara selebihnya merupakan daerah efektif perkotaan.

Secara administratif (Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang, 2020) DAS
Kuranji berada di Kota Padang berada di empat kecamatan, yakni Kec. Pauh
(146,29 km2), Kuranji (57, 41 km2), Nanggalo (8,07 km2), dan Padang Utara (8,08
km2). Kecamatan Pauh merupakan kecamatan yang memiliki luasan paling besar
berada di DAS Kuranji. Kecamatan Nanggalo dan Kecamatan Padang Utara
dengan luasan paling kecil yang berada pada DAS Kuranji. Peta aliran DAS
Batang Kuranji dapat dilihat pada Gambar 2.6.

2.5.2 Curah Hujan Kota Padang dan Debit Sungai Batang Kuranji

Aspek hidrologi Sungai Batang Kuranji meliputi hal-hal yang berkaitan dengan
tata air. Pada subbab ini akan dibahas mengenai curah hujan dan debit aliran
Sungai Batang Kuranji.

1. Curah Hujan

Presipitasi adalah istilah umum untuk menyatakan uap air yang terkondensasi
dan jatuh dari atmosfer ke bumi dalam segala bentuknya dalam rangkaian
siklus hidrologi (Suripin, 2004). Jika uap air yang jatuh berbentuk cair disebut
hujan (rainfall) dan jika berbentuk padat disebut salju (snow). Menurut Suripin
dalam jurnalnya tentang Sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan tahun
2004, pengertian curah hujan adalah sebagai berikut:

21
Gambar 2.6 DAS Batang Kuranji

23
 Curah hujan harian adalah hujan yang terjadi dan tercatat pada stasiun
pengamatan curah hujan setiap hari (selama 24 jam). Data curah hujan
harian biasanya dipakai untuk simulasi kebutuhan air tanaman, serta
simulasi operasi waduk.
 Curah hujan harian maksimum adalah: curah hujan harian tertinggi dalam
tahun pengamatan pada suatu stasiun tertentu. Data ini biasanya
dipergunakan untuk perancangan bangunan hidrolik sungai seperti bendung,
bendungan, tanggul, pengaman sungai dan drainase.
 Curah hujan bulanan adalah: jumlah curah hujan harian dalam satu bulan
pengamatan pada suatu stasiun curah hujan tertentu. Data ini biasanya
dipergunakan untuk simulasi kebutuhan air dan menentukan pola tanam.
 Curah hujan tahunan adalah: jumlah curah hujan bulanan dalam satu tahun
pengamatan pada suatu stasiun curah hujan tertentu.
Data curah hujan Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Curah Hujan di Kota Padang Tahun 2011 - 2020
Jumlah Curah Hujan (mm3)
Bulan
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Januari 156 216 262 291 160 264 364 162 398,5 443,9
Februari 240,10 420,40 442 200 216 338 182 385 158,5 208,5
Maret 219,50 585,40 81 233 293 750 197 365 274,3 374,2
April 327,10 247,50 456 487 385 481 266 261 227,8 294,6
Mei 73.10 214,90 233 398 98 447 681 400 147,3 392,5
Juni 420,20 244,90 257 224 457 627 112 215 427,8 199,2
Juli 199,50 194,90 184 169 112 144 295 177 247,3 333,1
Agustus 113,80 211 469 326 422 366 535 189 122,7 201,8
September 266,70 235 379 324 353 374 565 343 91,1 685,6
Oktober 238,20 322 366 464 140 509 290 562 184,7 482,7
November 895 575 426 653 517 296 769 521 77,9 626,5
Desember 329 568 615 217 395 458 405 300 398,5 248,5
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang, (2021)

2. Debit Air Sungai


Debit air sungai adalah laju aliran (volume) air yang melewati suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan
internasional (SI) besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per
detik (m3/dtk). Debit harian Sungai Batang Kuranji pada tahun 2020 dapat
dilihat pada Tabel 2.7

24
Tabel 2.7 Debit Harian Sungai Batang Kuranji 2020
Bulan
Tanggal
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
1 7,2 15,5 11,7 21,1 4,0 8,8 10,3 8,1 11,2 10,9 20,9 2,3
2 16,1 14,7 12,6 14,7 4,4 17,5 7,2 10,9 7,2 13,2 26,6 13,5
3 11,7 11,7 5,6 11,7 10,3 14,9 4,0 3,0 7,2 14,7 21,7 12,0
4 20,3 12,0 15,5 7,8 11,2 13,2 1,6 6,3 4,0 14,7 25,0 11,7
5 12,0 16,1 21,7 10,3 11,2 12,6 9,4 11,2 3,4 14,7 21,1 8,8
6 10,3 15,5 12,6 12,3 7,2 16,1 8,8 4,7 8,1 13,2 23,6 2,3
7 8,8 13,5 11,7 9,7 8,8 14,7 11,2 20,3 12,3 `3,2 24,4 14,7
8 8,1 14,1 6,6 11,2 9,7 19,2 10,3 12,6 19,8 13,8 23,6 14,7
9 3,4 20,6 5,6 14,7 11,2 18,9 12,6 11,7 19,5 16,1 19,5 13,2
10 8,1 15,5 5,6 19,8 13,2 16,1 10,3 8,1 16,7 15,5 18,4 16,1
11 3,4 14,7 11,7 10,9 13,2 14,7 6,6 2,3 13,8 21,1 18,9 14,7
12 11,7 14,7 11,7 10,9 13,2 14,7 6,6 2,3 13,8 21,1 18,9 14,7
13 14,7 14,7 4,0 6,3 16,7 12,6 8,8 7,2 15,2 19,8 25,3 12,0
14 16,4 14,7 5,6 8,8 17,5 11,7 3,0 7,2 13,2 17,5 22,5 11,7
15 19,8 11,7 9,4 10,3 13,2 13,2 4,7 7,2 10,9 17,5 21,1 14,7
16 17,5 11,7 11,7 16,1 5,0 11,7 3,0 8,8 7,8 17,5 18,9 14,7
17 13,2 12,6 13,2 12,3 4,0 10,3 3,0 11,7 7,2 15,2 25,0 14,1
18 10,3 14,7 16,1 16,1 4,0 10,3 2,3 7,8 2,3 13,2 20,3 13,2
19 10,3 13,5 17,5 14,7 7,2 8,8 3,4 4,0 11,7 12,6 18,9 14,7
20 16,4 10,3 7,2 13,2 9,7 7,2 3,4 5,6 11,2 13,2 18,4 12,6
21 21,7 9,7 5,0 11,7 15,5 11,7 3,7 8,8 4,0 12,6 17,5 15,5
22 16,4 2,3 5,3 16,1 12,3 11,7 2,3 8,8 12,3 12,3 20,3 17,8
23 13,2 0,5 9,7 14,1 14,7 8,8 6,6 2,3 16,7 18,4 18,1 16,1
24 8,8 8,8 11,7 11,7 12,6 7,2 2,3 10,3 17,5 16,9 16,1 14,9
25 11,7 4,4 6,9 12,3 11,2 5,0 3,0 7,2 14,7 20,9 17,5 16,9
26 5,6 7,5 3,4 14,1 7,2 2,7 2,3 4,0 16,7 16,7 16,7 14,7
27 10,3 5,6 6,6 14,7 4,0 5,6 0,9 8,8 14,7 25,0 16,1 16,1
28 5,0 4,4 7,5 12,3 2,3 4,4 14,1 8,8 13,2 22,2 15,5 17,5
29 2,3 3,4 12,6 8,8 5,0 8,1 5,0 11,7 11,7 20,9 20,9 14,7
30 8,1 8,8 4,7 5,0 13,5 3,0 5,0 11,7 20,9 20,9 14,7
31 14,7 6,6 0,5 2,3 16,9 19,5 13,2
Maximum 21,7 20,6 21,7 21,1 17,5 19,2 14,1 20,3 19,8 25,0 27,1 17,8
Rerata
11,5 11,4 9,7 12,3 9,2 11,5 5,7 8,2 11,6 16,7 20,6 13,5
Bulanan
Minimum 2,3 0,5 3,4 4,7 0,5 2,7 0,9 2,3 2,3 10,9 15,5 2,3
Sumber:Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Sumatera Barat (2021)

2.5.3 Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan pada DAS Batang Kuranji kondisinya sangat beragam, dapat
dilihat pada Tabel 2.8, hal ini dikarenakan DAS Batang Kuranji terdiri dari
wilayah pegunungan yakni jajaran Bukit Barisan terus ke arah barat yang
membelah wilayah administrasi Kota Padang sampai dengan wilayah landai atau
datar yaitu daerah pesisir pantai (Sudarwo dkk., 2015).

25
Tabel 2.8 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan pada DAS Batang
Kuranji
No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persen(%)
1 Bandara 227 1,00
2 Belukar 990 4,35
3 Hutan Lahan Kering Primer 11.963 52,58
4 Hutan Kering Sekunder 501 2,20
5 Pertanian Lahan Kering 1.178 5,18
6 Pertanian Lahan Kering Campur 3.953 17,37
7 Permukiman 2.396 10,53
8 Sawah 1.458 6,41
9 Tubuh Air 88 0,39
JUMLAH 22.754 100
Sumber: Sudarwo (2015)

Penggunaan lahan di masing-masing wilayah kecamatan dapat dilihat pada Tabel


2.9 berikut.
Tabel 2.9 Penggunaan Lahan di Kecamatan Yang dilalui Sungai Batang
Kuranji
No Jenis Penggunaan Luas Lahan (Ha)
Pauh Kuranji Nanggalo Padang Utara
1 2 3 4 5 6
1 Sawah - 1.921 250 10
2 Tegal/ kebun 364 26 - 8
3 Ladang/ Huma 219 941 2 4
4 Perkebunan - 150 - -
5 Hutan Rakyat 1.927 550 8 5
6 Hutan Negara - - - -
7 Padang Rumput - - 5 2
8 Sementara Tidak Diusahakan 110 353 - 40
9 Lainnya (Tambak, Kolam, Empang, 10.366 175 103 66
dll)
10 Lahan Bukan Pertanian (Jalan, 582 1.625 4 673
Permukiman, Perkantoran, Sungai,
dll)
Jumlah Tahun 2017 13.568 5.741 372 808
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang (2019)

2.5.4 Penduduk

Sungai Batang Kuranji melewati empat kecamatan dan delapan belas kelurahan
(Survey Lapangan, 2021). Berikut adalah data jumlah penduduk di kecamatan dan
kelurahan yang dilewati oleh Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Kuranji pada
Tabel 2.10.

26
Tabel 2.10 Jumlah Penduduk Setiap Kelurahan yang dilewati DAS Batang
Kuranji
Kecamatan/ Kelurahan Jumlah Penduduk Luas Kepadatan (orang/
(orang) (km²) km²)
Kecamatan Pauh :
Binuang Kampung
Dalam 13.757 2,97 4.632
Cupak Tangah 21.704 2,99 7.259
Koto Luar 18.053 18,92 954
Lambung Bukit 7.785 38,80 201
Limau Manis 17.366 24,86 699
Kecamatan Kuranji :
Pasar Ambacang 50.951 5,03 10.129
Lubuk Lintah 27.581 4,03 6.844
Kalumbuk 27.027 6,02 4.490
Korong Gadang 51.166 7,05 7.258
Kecamatan Nanggalo :
Tabing Banda Gadang 7.756 0,91 8.523
Gurun Lawas 3.593 0,85 4.227
Kampung Olo 7.572 0,57 13.284
Kampung Lapai 10.626 0,61 17.420
Surau Gadang 20.451 2,28 8.970
Kurao Pagang 12.818 2,85 4.498
Kecamatan Padang Utara :
Ulak Karang Utara 18.618 1,53 12.169
Air Tawar Timur 11.343 0,63 18.005
Air Tawar Barat 41.418 1,12 36.980
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang (2020)

2.5.5 Sarana Prasarana

Sarana prasarana yang terdapat di 4 kecamatan di sekitar DAS Batang Kuranji di


antaranya terdapat fasilitas kesehatan berupa puskesmas dan sarana pendidikan
(Dinas Ketenagakerjaan dan Perindustrian Kota Padang, 2018):

1. Kecamatan Pauh, terdapat puskesmas dan puskesmas pembantu 6 buah,


posyandu 75 buah dan apotek atau toko obat 5 buah. Sekolah sebanyak 49 unit
(SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi) dengan 602 tenaga pengajar dan 9.202
murid. Perguruan Tinggi terdapat di Kelurahan Limau Manis sebanyak 2 unit.
2. Kecamatan Kuranji, terdapat puskesmas dan puskesmas pembantu 3 buah,
posyandu 90 buah dan apotek atau toko obat 27 buah. Sekolah sebanyak 110
unit dengan 1.705 tenaga pengajar dan 24.750 murid.

27
3. Kecamatan Nanggalo, terdapat puskesmas dan puskesmas pembantu 5 buah,
posyandu 21 buah dan apotek atau toko obat 15 buah. Sekolah sebanyak 43
unit (SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi) dengan 743 tenaga pengajar dan
4.429 murid. Perguruan Tinggi terdapat 2 PT di Kampung Olo, 2 PT di Surau
Gadang dan 1 PT di Kampung Lapai.
4. Kecamatan Padang Utara, terdapat puskesmas dan puskesmas pembantu 8
buah, posyandu 81 buah dan apotek atau toko obat 17 buah. Sekolah sebanyak
88 unit (SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi) dengan 1018 tenaga pengajar
dan 15.045 murid, serta 8 Perguruan Tinggi.

Data industri di 4 Kecamatan sekitar DAS Batang Kuranji (Dinas


Ketenagakerjaan dan Perindustrian Kota Padang, 2018) :

1. Kecamatan Pauh, terdapat 20 orang pengusaha yang bergerak dibidang


sandang dan kulit seperti: konveksi atau tukang jahit pakaian dan bed cover;
pembuatan sepatu dan sandal.
2. Kecamatan Kuranji, terdapat 49 orang pengusaha yang bergerak dibidang
industri kimia dan bahan bangunan seperti: usaha mebel meja, kursi, lemari
dan furniture perabotan rumah tangga; pembuatan teralis, pagar dan canopy;
pembuatan kusen pintu dan jendela dari kayu; produksi batu bata; usaha
percetakan dan desain; usaha pembuatan baliho/neon box, sticker, billboard
dan spanduk.
3. Kecamatan Nanggalo, terdapat 17 orang pengusaha yang bergerak di bidang
kerajinan seperti: sulaman seprei, bordiran, mukena; rajutan bantal kursi dan
alas meja; pelaminan, selendang, pakaian pengantin; hiasan dinding, akrilik
dan rajutan.
4. Kecamatan Padang Utara, terdapat 30 orang pengusaha yang bergerak di
bidang industri kimia dan bahan bangunan seperti: fotocopy, penjilidan,
pembuatan kop surat, undangan, faktur; furniture lemari, sofa, meja kantor;
pembuatan kusen, jendela, pintu; digital printing, brosur, undangan dan id
card; pembuatan gypsum; penerbitan buku; pagar, pembuatan pintu, teralis,
kursi, canopy, bak truk dan kincir air.

28
2.5.6 Identifikasi Sumber Pencemaran Sungai

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Permasalahan lingkungan yang muncul di Kota Padang seperti pencemaran pada


sungai dapat menyebabkan penurunan kualitas air sungai. Sungai di Kota Padang
merupakan salah satu sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada
di sepanjang aliran sungai tersebut. Selain dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar,
sungai juga merupakan salah satu tempat penampungan air buangan atau limbah
yang berasal dari berbagai kegiatan seperti perumahan penduduk, industri rumah
tangga, dan pasar (Juita, 2017).

Kualitas air Sungai Batang Kuranji akan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan
penduduk Kota Padang terkhususnya pada 4 kecamatan yang dilalui oleh Sungai
Batang Kuranji yaitu Kecamatan Pauh, Kuranji, Nanggalo, dan Padang Utara.
Laju pertumbuhan penduduk pada keempat kecamatan tersebut secara otomatis
akan berdampak pada limbah yang dihasilkan (Juita, 2017).

Aktivitas yang ada di sepanjang aliran Sungai Batang Kuranji sangat beragam
seperti permukiman penduduk, home industry, pabrik roti, warung nasi, catering,
bengkel sepeda motor dan mobil, perguruan tinggi, dan pasar. Kegiatan-kegiatan
tersebut menghasilkan limbah yang bermuara ke Sungai Batang Kuranji sehingga
dengan demikian potensi penurunan kualitas sungai dan sampah yang masuk ke
Sungai Batang Kuranji menjadi sangat besar.

Berikut adalah identifikasi lahan dan sumber-sumber pencemaran berdasarkan


hasil penelitian Juita (2017) di DAS Batang Kuranji pada Tabel 2.11.

29
Tabel 2.11 Identifikasi Sumber Pencemaran yang Berpotensi Menurunkan Kualitas
Air dan Sumber Sampah di Sungai Batang Kuranji, Padang Tahun 2017
Kecamatan/
No Lahan Eksisting Identifikasi Sumber Pencemar
Kelurahan
A Pauh
1 Lambung Bukit Pertanian, peternakan, Limbah cair dari permukiman
permukiman, industri penduduk, limbah cair pertanian,
limbah yang berasal dari industri
batu bata
2 Kapalo Koto Pertanian, peternakan, Limbah cair dari pertanian,
permukiman peternakan, limbah cair yang
berasal dari permukiman
penduduk, dan saluran drainase
yang masuk ke sungai
3 Cupak Tangah Pertanian, Limbah cair dari permukiman
permukiman penduduk dan limbah pertanian
B Kuranji
4 Korong Gadang Pertanian, permukiman, Limbah pertanian, limbah
industri, perdagangan permukiman, galian C, saluran
drainase yang masuk ke sungai
5 Kalumbuk Pertanian, peternakan, Limbah pertanian, industri galian
permukiman, industri, C, peternakan ayam, limbah
perdagangan permukiman dan saluran
drainase yang masuk ke sungai
6 Lubuk Lintah Pertanian, industri, Limbah industri, galian C,
permukiman industri tahu, limbah
permukiman, dan saluran
drainase
C Nanggalo
7 Kampung Olo Pertanian, industri, Limbah pertanian, industri roti,
perdagangan, bengkel, pencucian motor dan
permukiman mobil, limbah permukiman
penduduk
8 Gurun Laweh Pertanian, permukiman Limbah yang berasal dari
permukiman penduduk, industri
tahu, dan galian C, output
limbah PDAM
9 Surau Gadang Pertanian, industri, Limbah permukiman penduduk,
perdagangan, industri nata de coco,
permukiman perdagangan, pencucian motor
dan pasar tradisional
10 Kurao Pagang Industri, permukiman Limbah yang berasal dari
permukiman, industri tahu
D Padang Utara
11 Air Tawar Barat Permukiman, Limbah yang berasal dari
perdagangan permukiman penduduk, dan
perbengkelan
12 Air Tawar Timur Permukiman, Limbah yang berasal dari
perdagangan, industri permukiman penduduk, industri
catering, rumah makan dan
perbengkelan
Sumber : Juita (2017)

30
2.5.7 Timbulan Sampah

Berdasarkan data dari (Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang, 2020), satuan
timbulan sampah Kota Padang pada tahun 2019 adalah 0,69 kg/o/h. Timbulan
sampah pada tiap kelurahan yang dilewati aliran Sungai Batang Kuranji dapat
dilihat pada Tabel 2.12.

Tabel 2.12 Timbulan Sampah Kelurahan yang Dilalui Sungai Batang


Kuranji
Kecamatan/ Jumlah Penduduk Timbulan Kota Timbulan Kelurahan
Kelurahan (Orang) Padang (kg/o/h) (kg/h)
1 2 3 4
Kecamatan Pauh :
Binuang Kampung
Dalam 13.757 0,69 9.492,32
Cupak Tangah 21.704 0,69 14.975,62
Koto Luar 18.053 0,69 12.456,78
Lambung Bukit 7.785 0,69 5.371,89
Limau Manis 17.366 0,69 11.982,23
Kecamatan Kuranji :
Pasar Ambacang 50.951 0,69 35.156,03
Lubuk Lintah 27.581 0,69 19.030,79
Kalumbuk 27.027 0,69 18.648,39
Korong Gadang 51.166 0,69 35.304,35
Kecamatan Nanggalo :
Tabing Banda Gadang 7.756 0,69 5.351,30
Gurun Lawas 3.593 0,69 2.478,83
Kampung Olo 7.572 0,69 5.224,35
Kampung Lapai 10.626 0,69 7.332,24
Surau Gadang 20.451 0,69 14.111,26
Kurao Pagang 12.818 0,69 8.844,36
Kecamatan Padang Utara :
Ulak Karang Utara 18.618 0,69 12.846,75
Air Tawar Timur 11.343 0,69 7.826,93
Air Tawar Barat 41.418 0,69 28.578,53
Jumlah 369.584 255.012,96
Sumber:
1 & 2. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang (2020)
3.Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang (2020)
4. Olah Data

2.6 Metode Statistik

Secara umum, statistik adalah suatu metode ilmiah dalam mengumpulkan,


mengklasifikasikan, meringkas, menyajikan, menginterpretasikan, dan
menganalisis data guna mendukung pengambilan kesimpulan yang valid dan
berguna sehingga dapat menjadi dasar pengambilan keputusan yang masuk akal
(Harinaldi, 2005). Analisis statistik dapat dilakukan secara manual dan dengan
menggunakan program komputer. Analisis statistik menggunakan program

31
komputer memiliki banyak kelebihan, yaitu membantu perhitungan menjadi
sederhana, mudah bahkan lebih singkat dalam waktu pengerjaan serta memiliki
tingkat akurasi yang tinggi. Dalam statistika, banyak program yang telah
dihasilkan bahkan dijual secara bebas seperti Statistical Program for Social
Science (SPSS). SPSS merupakan salah satu program analisis data yang
digunakan untuk membantu melakukan pengolahan dan menganalisis data secara
statistik (Susetyo, 2012).

2.6.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan analisis yang paling mendasar untuk


menggambarkan keadaan data secara umum. Data dapat digambarkan
(dideskripsikan) atau disimpulkan, baik secara numerik (misalnya menghitung
rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel atau grafik),
untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai data tersebut, sehingga lebih
mudah dibaca dan bermakna (Pratisto, 2004). Analisis deskriptif melalui
descriptives pada program SPSS akan menampilkan nilai rata-rata, maksimal dan
minimal serta standar deviasi dari distribusi data.

2.6.2 Analysis of Variance (ANOVA)

Analysis of variance adalah suatu teknik statistik yang memungkinkan kita untuk
mengetahui apakah dua atau lebih sampel populasi akan bernilai sama dengan
menggunakan data dari sampel-sampel masing-masing populasi, contohnya
pengambilan sampel dengan perbedaan waktu (temporal) dan tempat (spasial).
Biasanya analysis of variance lebih efektif digunakan untuk menguji tiga atau
lebih populasi. Tentunya jumlah variabel yang berkaitan dengan sampel bisa satu
atau lebih (Harinaldi, 2005).
Asumsi dasar uji ANOVA akan menjadi teknik statistik yang valid untuk
diterapkan dengan menggunakan asumsi sebagai berikut:
1. Populasi yang dikaji memiliki distribusi normal
2. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dan setiap sampel tidak terikat
sampel yang lain

Prosedur uji ANOVA mengikuti prosedur uji hipotesis yang terdiri dari 7 langkah
yaitu (Harinaldi, 2005):

32
1. Pernyataan hipotesis nol dan hipotesis alternatif
Dalam uji ANOVA hipotesis nolnya adalah sampel yang diambil dari populasi
saling independen yang memiliki nilai mean yang sama. Perlu diperhatikan
bahwa jika hipotesis alternatif diterima maka dapat disimpulkan bahwa
sekurangnya terdapat 1 mean populasi yang berbeda dari populasi yang
lainnya.
2. Pemilihan tingkat kepercayaan (Level of Significance)
Biasanya digunakan tingkat kepentingan 0,01 atau 0,05.
3. Penentuan distribusi pengujian yang digunakan
Dalam uji ANOVA ini yang digunakan adalah distribusi F nilai-nilai dari
distribusi F telah disajikan dalam bentuk tabel yang dapat ditentukan dengan
mengetahui tiga hal sebagai berikut:
a. Tingkat kepentingan;
b. Derajat kebebasan yang digunakan sebagai pembilang dalam rasio uji
adalah dfnum = k -1 di mana k adalah jumlah sampel;
c. Derajat kebebasan yang digunakan sebagai penyebut dalam rasio adalah
dfden = T – k di mana T adalah total anggota sampel di seluruh populasi
yang diuji.
4. Pendefinisian daerah-daerah penolakan atau kritis. Daerah penerima dan
penolakan dibatasi oleh nilai kritis.
5. Pernyataan aturan keputusan.
6. Tolak H0 dan terima H1 jika RUf > Fcr jika tidak demikian, terima H0.
7. Pengambilan keputusan.
Jika nilai rasio uji berada di daerah penerima maka hipotesis nol diterima
sedangkan jika berada di daerah penolakan maka hipotesis nol ditolak.

Tabel 2.13 Format Umum Tabel ANOVA


Source of Degree of Sum Of Mean of squares Ftest (RUF)
Variation Freedom (df) Squares (SS) (MS)
Antar sampel k-1 SS faktor α2 antara RUf = Ftest = α2
(faktor variation) antara/ α2 dalam
Dalam sampel T-k SS error α2 dalam
(error variation)
Total T-1 SS faktor + SS
error
Sumber: Harinaldi (2005)

33
2.6.3 Analisis Korelasi

Analisis korelasi adalah cara untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan
antar variabel. Apabila terdapat hubungan antar variabel maka perubahan–
perubahan yang terjadi pada salah satu variabel akan mengakibatkan terjadinya
perubahan variabel lainnya (Hasan, 2002):
1. Korelasi Positif, korelasi dari dua variabel yang apabila variabel yang satu
meningkat atau menurun maka variabel lainnya akan meningkat atau menurun
pula;
2. Korelasi Negatif, korelasi dari dua variabel yang apabila variabel yang satu
meningkat atau menurun maka variabel lainnya akan menurun atau meningkat;
3. Tidak ada korelasi, terjadi apabila kedua variabel tidak menunjukkan adanya
hubungan.

Koefisien korelasi dilambangkan dengan huruf (r). Koefisien korelasi dinyatakan


dengan bilangan =, bergerak antara 0 sampai +1 atau 0 sampai -1. Apabila
korelasi mendekati +1 atau -1 berarti terdapat hubungan yang kuat, sebaliknya
yang mendekati nilai 0 berarti bernilai lemah. Apabila korelasi sama dengan 0,
antara kedua variabel tidak terdapat hubungan sama sekali. Notasi (+) atau (-)
menunjukkan arah hubungan antara kedua variabel (Hasan, 2002). Nilai r yang
diperoleh ini selanjutnya akan diinterpretasikan. Interpretasi nilai r dapat dilihat
pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Interpretasi Nilai r
Besar nilai r Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,000 Sangat Kuat
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Kuat
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Lemah
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Sangat Lemah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Tak Berkorelasi
Sumber: Ndruru, E, M.Situmorang (2014)

Koefisien korelasi terdiri dari:


1. Korelasi Pearson
Koefisien korelasi pearson adalah indeks atau angka yang digunakan untuk
mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data

34
interval atau rasio. Disimbolkan dengan “r”. Metode penentuan koefisien korelasi
pearson adalah metode product moment (Hasan, 2002).
r = ∑xy /√ ∑x2. ∑ y2 ........................................................................................ (1)

Keterangan :
r= koefisien korelasi
x= deviasi rata – rata variabel x
y= deviasi rata – rata variabel y

2. Korelasi Rank spearman

Korelasi Rank spearman merupakan suatu analisis variabel, dimana perhitungan


korelasi tidak berdasarkan pasangan nilai data sebenarnya, tetapi berdasarkan
ranking. Analisis korelasi Spearman termasuk dalam statistik non parametrik
(Pratisto, 2004).

Koefisien korelasi Rank spearman adalah indeks atau angka yang digunakan
untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk
data ordinal (data bertingkat/ data ranking) disimbolkan dengan “r” (Hasan,
2002).

rs = 1- (6. ∑d2 / n(n-1)2) .................................................................................. (2)

Keterangan:
rs = koefisien korelasi Rank spearman
n = banyaknya pasangan data
d = selisih dalam ranking

Untuk menghitung koefisien korelasi Rank spearman digunakan langkah-langkah


berikut (Hasan, 2002):

a. Nilai pengamatan dari dua variabel yang akan diukur hubungannya diberi
ranking. Pemberian ranking dimulai dari data terbesar atau terkecil. Jika
ranking sama, diambil rata – rata;
b. Setiap pasang ranking dihitung perbedaannya;
c. Perbedaannya setiap pasang ranking tersebut dikuadratkan dan dihitung
jumlahnya;
d. Nilai rs dihitung dengan rumus diatas.

35
2.6.4 Analisis Regresi

Jika pada analisis korelasi didapatkan hubungan antar variabel memiliki hubungan,
maka selanjutnya dilakukan analisis regresi untuk menganalisis seberapa besar
pengaruh dari suatu variabel tersebut. Regresi linear (linear regression) adalah
teknik yang digunakan untuk memperoleh model pengaruh antara 1 variabel
dependen dengan 1 atau lebih variabel independen. Jika hanya digunakan 1
variabel independen dalam model, maka teknik ini disebut sebagai regresi linear
sederhana (simple linear regression), sedangkan jika yang digunakan adalah
beberapa variabel independen, teknik ini disebut regresi linear ganda (multiple
linear regression) (Harlan, 2018)

Variabel dependen pada regresi linear disebut juga sebagai respons atau kriterion,
sedangkan variabel independen dikenal pula sebagai prediktor atau regresor.
Kovariat adalah variabel independen yang berkorelasi dengan prediktor lainnya,
juga mempengaruhi respons. Kovariat umumnya tidak diminati hubungannya
dengan respons dan hanya digunakan untuk pengendalian hubungan prediktor-
respons dalam model (Harlan, 2018).

2.6.5 Uji t

Uji t merupakan metode pengujian koefisien regresi untuk menguji tingkat


signifikan antara dua buah mean atau sampel. Pengambilan keputusan uji t adalah
sebagai berikut:

1) Jika t-hitung > t-tabel, dengan derajat keyakinan 95% (p < 0,05), maka Ho
ditolak dan H1 diterima ini berarti terdapat pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen.
2) Jika t-hitung < t-tabel, dengan derajat keyakinan 95% (p > 0,05), maka Ho
diterima dan H1 ditolak ini berarti tidak terdapat pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.

2.7 Penelitian Terdahulu Tentang Mikroplastik di Sungai

Penelitian tentang mikroplastik sudah banyak dilakukan di seluruh dunia dan


juga di Indonesia. Jumlah penelitian yang meningkat tersebut tidak lepas dari
semakin tingginya kesadaran dan pengetahuan mengenai dampak yang

36
ditimbulkan oleh mikroplastik. Penelitian terdahulu dari kandungan mikroplastik
di sungai adalah sebagai berikut.

2.7.1 Analisis Kandungan Mikroplastik Pada Air dan Sedimen Sungai


Batang Arau Kota Padang

Salah satu penelitian kandungan mikroplastik pada sungai di Kota Padang yaitu
Penelitian yang dilakukan oleh Triadi (2021). Penelitian dilakukan di sepanjang
aliran Sungai Batang Arau dari hulu hingga muara sungai. Sungai Batang Arau
merupakan salah satu sungai besar di Kota Padang yang memiliki tingkat
pencemaran yang tinggi. Terdapat beberapa industri skala besar yang berada di
daerah aliran Sungai Batang Arau seperti PT Semen Padang, PT Batanghari
Barisan dan PT Teluk Luas. Hasil analisis kandungan mikroplastik menunjukkan
nilai konsentrasi mikroplastik yaitu 1,67-10 partikel/L pada air dan 26,57-168,86
partikel/kg pada sedimen. Sampling dilakukan pada 12 titik lokasi pengambilan,
hasilnya konsentrasi mikroplastik meningkat dari hulu hingga hilir sungai.

2.7.2 Analisis Mikroplastik Menggunakan FTIR Pada Air, Sedimen, dan


Ikan Belanak (Mugil Cephalus) di Segmen Sungai Bengawan Solo yang
Melintasi Kabupaten Gresik

Berdasar penelitian Ayun (2019), penelitian ini dilakukan pada Sungai Bengawan
Solo. Sampling dilakukan ditiga stasiun yang mewakili daerah dekat dengan
perumahan warga, dekat dengan tambak atau budidaya perikanan, dan daerah
dekat dengan muara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada air sungai dan
sedimen terdapat kandungan mikroplastik dengan tipe fiber, film dan fragmen.
Dalam 3 sampel air ditemukan 32 mikroplastik dengan rata – rata 10 mikroplastik
persampel dan pada 9 sampel sedimen ditemukan 47 mikroplastik dengan rata-
rata 5 partikel per 50 gr sedimen kering.

2.7.3 Distribusi Spasial Temporal dan Beban Tahunan Mikroplastik di


Sungai Nakdong, Korea Selatan

Berdasar Penelitian Eo dkk (2019), penelitian ini dilakukan di Sungai Nakdong,


Korea. Sungai ini adalah sungai terbesar kedua di Korea Selatan dimana bagian
tengah dan hilir sungai secara berurutan melalui kota Daegu dan Busan Sebagai
salah satu kota terbesar di Korea Selatan. Rata-rata konsentrasi mikroplastik di

37
Sungai Nakdong berada pada kisaran 0,08 ± 0,29 (hulu, Februari 2017) hingga
4,76 ± 5,24 (hilir, Agustus 2017) partikel/L dalam air, dan 62 ± 1970 partikel/kg
dalam sedimen. Dalam penelitian ini diperoleh hipotesis, yaitu hipotesis I
mikroplastik dipengaruhi oleh ukuran populasi atau kepadatan populasi dan
pengolahan air limbah dan fasilitas air limbah di wilayah studi, hipotesis II
konsentrasi mikroplastik tinggi pada periode seperti musim hujan, pasang musim
semi.

2.7.4 Pencemaran Mesoplastik dan Mikroplastik di Kali Surabaya pada


Segmen Driyorejo hingga Karang Pilang

Penelitian lainnya menunjukkan bahwa adanya perbedaan konsentrasi


mikroplastik di tiap perbedaan kedalaman yang dilakukan oleh Wijaya dan
Trihadiningrum (2019) di kali Surabaya pada Segmen Driyorejo hingga Karang
Pilang. Pada salah satu titik lokasi penelitian menunjukkan bahwa total
konsentrasi mikroplastik meningkat dari permukaan hingga ke dasar. Namun rata-
rata konsentrasi mikroplastik lebih banyak di permukaan.

Penelitian terdahulu tentang mikroplastik di sungai lainnya dapat dilihat pada


Tabel 2.15.

38
Tabel 2.15 Penelitian Terdahulu
No Judul Nama Peneliti Lokasi Penelitian Hasil Penelitian
1. Analisis mikroplastik menggunakan Ayun, Neily Qurrata (2019) Sungai Bengawan Solo  Jenis mikroplastik fiber, film, dan fragmen.
FTIR pada air, sedimen, dan ikan  Rata-rata konsentrasi mikroplastik pada air 200
belanak (Mugil cephalus) di segmen partikel/L dan 100 partikel/kg pada sedimen
Sungai Bengawan Solo yang melintasi kering.
Kabupaten Gresik
2. Karakteristik sampah mikroplastik di Sapta L.J. Rachmat, Noir P. Muara Sungai di DKI  Jenis mikroplastik yaitu : fragmen, filament, film,
Muara Sungai DKI Jakarta Purba, Mochamad U.K. Jakarta. foam, dan granula
Agung, Lintang P.S. Yuliadi  93 partikel mikroplastik berasal dari tujuh stasiun.
(2019)  Pada kondisi surut di permukaan terdapat 112
partikel mikroplastik.
3. Kandungan Mikroplastik Pada Ikan Prabowo, Galih Rifqi Sub Daerah Aliran Sungai  Jenis mikroplastik yang ditemukan yaitu fiber,
Sapu-Sapu (Hypostomus Plecostomus) di Muhammad (2019) (DAS) kali Krukut, DKI pellet, fragmen, dan film
Kali Krukut Jakarta  Jumlah mikroplastik yang ditemukan sebanyak
468 (partikel/ikan) jenis fiber, 416 (partikel/ikan)
jenis pellet, 20 (partikel/ikan) jenis fragmen, dan
21 (partikel/ikan) jenis film.
4. Microplastic pollution in the rivers of Changbo Jiang, Lingshi Yin; Dataran tinggi Tibet.  Banyaknya plastik mikro berkisar antara 0,48
the Tibet Plateau Zhiwei Li, Xiaofeng Wen, Xin Sungai Yangtze, Sungai hingga 0,97 partikel/L di air permukaan dan 50
Luo, Shuping Hu, Hanyuan Kuning, Sungai Nujiang, hingga 195 partikel/kg di sedimen.
Yang, Yuannan Long, Bin dan Sungai Brahmaputra.
Deng, Lingzhi Huang,
Yizhuang Liu (2019)
5. Microplastic abundance, distribution and Muting Yan, Huayue Nie, Sungai Pearl dan Muara  Konsentrasi rata-rata mikroplastik yang
composition in the Pearl River along Kaihang Xu, Vuhui He, Guangzhou Cina didapatkan yaitu 19,86 partikel/L di muara dan
Guangzhou city and Pearl River estuary, Vingtong Hu, Vumei Huang, 8,90 partikel/L di perkotaan.
China Jun Wang (2019)  Mikroplastik lebih dari 80% di antaranya
berukuran kurang dari 0,5 mm (small
microplastic).
 Bentuk yang ditemukan yaitu film, fragmen, dan
fiber, sebagian besar berwarna biru dan

39
Lanjutan Tabel 2.15 Penelitian Terdahulu
No Judul Nama Peneliti Lokasi Penelitian Hasil Penelitian
transparan.
6. Spatiotemporal distribution and annual Soeun Eo , Sang Hee Hong , Sungai Nakdong,  Konsentrasi rata-rata mikroplastik berada
load of microplastics in the Nakdong Young Kyoung Song , Gi Korea Selatan dikisaran 0,29 hingga 4,76 partikel/L dalam air
River, South Korea Myung Han, Won Joon Shim dan 1971 partikel/kg pada sedimen
(2019)  Jenis fragmen menyumbang 69% dari total plastik
dalam sampel air, diikuti oleh fiber (30%). Pellet
dan film menyumbang kurang dari 1%. Pada
sedimen, fragmen merupakan jenis yang paling
melimpah (84%), diikuti oleh fiber (15%) dan
pellet (1%).
7. Pencemaran Meso- dan Mikroplastik di Bagas Ari Wijaya dan Yulinah Kali Surabaya pada  Terdapat perbedaan konsentrasi mikroplastik di
Kali Trihadiningrum (2019) Segmen Driyorejo hingga permukaan, tengah dan dasar sungai
Surabaya pada Segmen Driyorejo hingga Karang Pilang  Mikroplastik yang dianalisis memiliki ukuran
Karang Pilang 1mm-5mm (large microplastic)
 Jumlah konsentrasi mesoplastik pada daerah studi
100 kali lebih banyak dibandingkan dengan daerah
reference site karena kepadatan daerah studi lebih
padat daripada reference site
8. Distribution of microplastics in surface Mei Han, XueruiNiu, Man Muara Sungai Kuning  Bentuk mikroplastik yang ditemukan 93,12%
water of the lower Yellow River near Tang, Bo-Tao Zhang, berbentuk fiber
estuary GuoqiangWang, Weifeng  Jenis polimer mikroplastik yang ditemukan yaitu
Yue, Xianglun Kong, polyethylene, polypropylene, dan polystyrene
JiqianZhu (2020)  Konsentrasi mikroplastik yang didapatkan yaitu
930 and 497 partikel/L
9. Distribution of microplastics in surface Lishan Zhang, Junyong Liu, Sungai Qin, Beibu Gulf,  Mikroplastik di Sungai Qin didominasi oleh fiber
water and sediments of Qin river in Yuanshan Xie, Shan Zhong, China dengan ukuran dalam kisaran 1–5 mm
Beibu Gulf, China Bin Yang, Dongliang Lu,  Mikroplastik di sedimen didominasi oleh film
Qiuping Zhong (2020)
10. Analisis Kandungan Mikroplastik Pada Herland Triadi (2021) Sungai Batang Kuranji  Konsentrasi mikroplastik pada air 1,67-10
Air dan Sedimen Sungai Batang Kuranji Kota Padang partikel/L dan 26,57-168,86 partikel/kg pada
Kota Padang sedimen
 Bentuk mikroplastik didominasi oleh fragmen

40
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum
Penelitian yang dilakukan untuk tugas akhir digunakan untuk mengetahui
kandungan mikroplastik yang terdapat di sepanjang aliran Sungai Batang Kuranji
Kota Padang. Pada bab ini menjelaskan waktu dan lokasi penelitian, tahapan
penelitian, serta metode analisis mikroplastik. Penelitian menggunakan metode
filtrasi, gravimetri dan pengamatan dengan mikroskop.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Mei 2021 sampai bulan
Agustus 2021 dengan rincian, pengumpulan data sekunder dan studi pendahuluan
dilakukan pada bulan Mei, pengambilan sampel dan analisis labor dilakukan pada
bulan Juni-Juli dan pengolahan data dilakukan pada Juli-Agustus. Lokasi
penelitian adalah di Sungai Batang Kuranji Kota Padang. Lokasi pengujian
sampel dan analisis yang dilakukan di tiap laboratoriumnya yaitu:

 Laboratorium Air Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas, lokasi


untuk menganalisis sampel dari setelah sampling hingga penyaringan sampel;
 Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas,
lokasi untuk uji mikroskop guna mendapatkan konsentrasi, bentuk, warna, dan
ukuran mikroplastik;
 Laboratorium Kimia Universitas Negeri Padang, lokasi analisis jenis polimer
sampel mikroplastik.

3.3 Tahapan Penelitian


Berikut adalah diagram alir tahapan proses penelitian, dapat dilihat pada Gambar
3.1. Penelitian ini dilakukan dengan 5 tahapan yaitu studi literatur, survei
pendahuluan berupa pengumpulan data sekunder dan primer, analisis sampel di
laboratorium Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas Padang, analisis
statistik, analisis data dan pembahasan dan pelaporan hasilnya. Pengumpulan data
sampel direncanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli tahun 2021 dengan
frekuensi 3 kali pengambilan dengan jarak setiap 2 minggu sekali.
Mulai

Studi Literatur

Survei Pendahuluan:
1. Survei kondisi sungai;
2. Penentuan titik sampling.

Pengumpulan Data Sekunder :


1. Data curah hujan; Pengumpulan Data Primer :
2. Debit rata rata Sungai Batang Kuranji; 1. Kecepatan aliran sungai;
3. Data kepadatan penduduk sepanjang 2. Dimensi sungai;
aliran sungai Batang Kuranji; 3. Pengambilan sampel (air
4. Data timbulan sampah sepanjang aliran dan sedimen);
sungai Batang Kuranji. 4. Temperatur, DO, dan pH.

Analisis Laboratorium:
1. Analisis Konsentrasi
mikroplastik
2. Analisis warna, bentuk,
ukuran, dan jenis polimer

Analisis data pembahasan


hasil percobaan serta Analisis
Statistika

Laporan Tugas Akhir

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian

42
3.3.1 Studi Literatur

Studi literatur merupakan tahapan awal penelitian yang bertujuan untuk


mendapatkan informasi dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian pada
tugas akhir ini. Studi literatur dimulai dengan mencari referensi dari penelitian
mikroplastik terdahulu. Penelitian mikroplastik terdahulu dijadikan acuan dalam
menentukan metode penelitian yang digunakan. Studi literatur juga dapat
dilakukan dengan mengumpulkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan judul penelitian yang dilakukan.

3.3.2 Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan ini dilakukan sebagai observasi awal sebelum memulai


pengumpulan data sekunder dan primer. Survei pendahuluan meliputi survei
kondisi sungai dan penentuan titik sampling. Penentuan titik lokasi sampling
mengacu pada SNI 6989.57:2008. Penentuan titik lokasi sampling dilakukan
dengan mempertimbangkan aktivitas yang mempengaruhi kualitas air sungai
seperti pada Gambar 3.2. Selain itu, penentuan titik lokasi sampling juga harus
memperhatikan adanya fasilitas penunjang, seperti jembatan ataupun bendungan.
Sampel dihomogenkan jika sungai memiliki lebar yang cukup sehingga lebih
mewakili kondisi sungai, hal ini mengacu pada SNI 03-7016-2004.

Gambar 3.2 Skema Lokasi yang Dijadikan Titik Sampling Air


Sumber : SNI 6989.57:2008

Berdasarkan acuan pada SNI 6989.57:2008 ditentukan lokasi pengambilan sampel


sebanyak 10 titik sampling yang diharapkan dapat mewakili semua kondisi
perairan lokasi penelitian. Setiap lokasi pengamatan titik sampling dicatat posisi

43
geografisnya dengan alat penentu posisi (GPS). Gambaran titik sampling dapat
dilihat pada Gambar 3.3

Berikut Gambaran Titik lokasi Sampling berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS) Kota Padang, 2020 :
1. Kelurahan Lambung Bukit, merupakan Kelurahan yang terletak paling hulu
dengan jumlah penduduk yang sedikit, luas Kelurahan 38,8 km2 merupakan
daerah terluas di Kecamatan Pauh, dengan jumlah penduduk hanya 3.713 jiwa
atau kepadatan 96 orang/km2.
2. Kelurahan Lubuk Lintah, memiliki luas paling kecil di kecamatan Kuranji
yaitu 4,03/km2, jumlah penduduk 10.650 jiwa, kepadatan 2.643 jiwa/km2.
3. Kelurahan Gurun Laweh, memiliki luas sebesar 0,85/km2, dengan jumlah
penduduk paling sedikit di Kecamatan Nanggalo yaitu 3.495 jiwa, kepadatan
4.112 jiwa/km2.
4. Kelurahan Kampung Lapai, luas 0,61 km2, jumlah penduduk terbanyak di
Kecamatan Nanggalo yaitu 10.338 jiwa, dengan kepadatan 16.948 jiwa/km2.
5. Kelurahan Air Tawar Timur, luas lahan 0,63 km2, jumlah penduduk paling
sedikit di Kecamatan Padang Utara yaitu 4.319 jiwa, dengan kepadatan 6.856
jiwa/km2.
6. Kelurahan Air Tawar Barat, luas lahan 1,12 km2, dengan jumlah penduduk
paling banyak yaitu 15.770 jiwa, kepadatan 14.080 jiwa/km2,
7. Kelurahan Ulak Karang Utara, luas lahan 1,53 km2, jumlah penduduk 7.089
jiwa, dan memiliki kepadatan 4.633 jiwa/km2.

Titik koordinat lokasi sampling dan jumlah sampel dapat dilihat pada Tabel 3.1.

44
Tabel 3.1 Titik sampling dan Jumlah Sampel
Kecamatan/ Jumlah Sampel
No Titik Koordinat Titik Sampling
Kelurahan Air Sedimen Aktivitas Gambaran Lokasi
A. Pauh
1. Lambung Bukit 1. 0°53’55”LS 1. Lubuk Mande Rubiah (207 3 3 -
100°27’37” BT mdpl)

2. 0°54’45”LS 2. Setelah PLTA Kuranji Batu 3 3 Permukiman


100°27’10” BT Busuk (148 mdpl)

3. 0°55’18”LS 3. Anak Sungai Limau Manis 3 3 Permukiman


100°26’26” BT sebelum pertemuan dengan
Sungai Batang Kuranji (109
mdpl)

45
Kecamatan/ Jumlah Sampel
No Titik Koordinat Titik Sampling Aktivitas Gambaran Lokasi
Kelurahan Air Sedimen
B. Kuranji
2. Lubuk Lintah 4. 0°55’15”LS 4. Di bawah jembatan Kalawi (17 9* 3 Permukiman
100°23’31” BT mdpl)

C. Nanggalo
3. Gurun laweh 5. 0°54’51”LS 5. Sebelum Intake PDAM 3 3 Permukiman
100°22’43” BT Nanggalo Padang(11 mdpl)

6. 0°54’14”LS 6. Setelah Intake PDAM 3 3 Permukiman


100°22’20” BT Nanggalo Padang (9 mdpl)

46
Kecamatan/ Jumlah Sampel
No Titik Koordinat Titik Sampling Aktivitas Gambaran Lokasi
Kelurahan Air Sedimen
4. Kampung Lapai 7. 00°53’44”LS 7. Jembatan Siteba (7 mdpl) 9* 3 Pasar dan
100°21’47” BT permukiman

D. Padang Utara
5. Air Tawar 8. 0°53’21”LS 8. Anak Sungai Batang Sapih 3 3 Permukiman
Timur 100°21’38” BT sebelum pertemuan dengan
Sungai Batang Kuranji (5
mdpl)

6. Air Tawar Barat 9. 0°54’12”LS 9. Jembatan Basko (2 mdpl) 9* 3 Permukiman


100°21’03”
BT

47
Kecamatan/ Jumlah Sampel
No Titik Koordinat Titik Sampling Aktivitas Gambaran Lokasi
Kelurahan Air Sedimen
7. Ulak Karang 10. 0°54’19”LS 10. Muara (2 mdpl) 3 3 Permukiman dan
Utara 100°20’49” nelayan
BT

Total Sampel 48 30
*Sampel diambil pada tiga kedalaman

48
Gambar 3.3 Gambaran Titik Sampling

49
3.3.3 Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan yaitu debit rata-rata sungai, data curah hujan,
kepadatan penduduk dan timbulan sampah di sepanjang aliran Sungai Batang
Kuranji. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air
Provinsi Sumatera Barat dan Badan Pusat Statistik Kota Padang. Data yang
diperoleh berupa jumlah penduduk Kota Padang yaitu 909.040 jiwa pada tahun
2020, curah hujan Kota Padang 2011-2020 dapat dilihat pada Tabel 2.6 di Bab II,
timbulan sampah domestik pada wilayah aliran Sungai Batang Kuranji dapat
dilihat pada Tabel 2.12 di Bab II. Perhitungan debit rata-rata untuk tiap titik
sampling dan volume timbulan sampah yang masuk ke dalam sungai dapat dilihat
pada Lampiran E.
Debit rata-rata setiap titik sampling dihitung dengan mengalikan dimensi saluran
yang diukur pada saat sampling dengan nilai kecepatan aliran yang diukur
langsung dilapangan. Sedangkan untuk volume sampah yang masuk ke badan air
setiap titiknya dihitung dengan mengalikan satuan timbulan sampah Kota Padang
dengan asumsi jumlah penduduk di sekitar sungai. Hasil penelitian Kementerian
Negara Lingkungan Hidup (2008) bekerja sama dengan Japan International
Cooperation Agency (JICA), pada beberapa kota di Indonesia memperlihatkan
bahwa 30 persen penduduk yang tinggal dalam jarak 10 meter dengan sungai
melakukan pembuangan sampah ke sungai. Sementara itu tidak ada penduduk
yang tinggal dengan jarak lebih dari 50 meter dari sungai melakukan pembuangan
sampah ke sungai.

3.3.4 Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer merupakan kunjungan ke lapangan untuk mengambil


sampel air dan sedimen serta temperatur, DO, pH sampel yang akan diteliti.
Pengumpulan data primer juga dilakukan untuk menentukan kecepatan sungai dan
dimensi sungai.

3.3.4.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel di dalam air sungai mengacu pada SNI (03-7016-
2004) dan SNI (6989.57: 2008) untuk sampel air dan Sediment Sampling Guide

50
and methodologies dari U.S. Environmental Protection Agency (EPA) & Division
(2020) untuk sampel sedimen. Titik sampling berjumlah 10 titik dengan total
jumlah sampel air sungai adalah 48 sampel dan sampel sedimen sebanyak 30
sampel.

3.3.4.2 Sampel Air Sungai

Pengambilan sampel atau contoh air di DAS Batang Kuranji dilakukan secara
manual. Frekuensi pengambilan contoh air sungai diambil setiap 2 minggu
berdasarkan perubahan kualitas air, waktu pengambilan sampel dan debit air.
Pengambilan sampel dilakukan secara berulang yaitu pengulangan sebanyak 3
kali. Pengambilan sampel air untuk tiga titik yang mewakili berdasarkan
kecepatan aliran rendah, sedang, dan tinggi dilakukan pada 3 lokasi kedalaman
berdasarkan penelitian Wijaya dan Trihadiningrum (2019) yaitu permukaan,
tengah dan dasar sungai untuk menganalisis apakah ada perbedaan antara total
konsentrasi mikroplastik di tiap kedalaman.

Sampling dilakukan dengan memperhatikan adanya fasilitas penunjang, seperti


jembatan ataupun bendungan. Sampel dihomogenkan jika sungai memiliki lebar
yang cukup sehingga lebih mewakili kondisi sungai, hal ini mengacu pada SNI
03-7016-2004. Selain itu, berdasarkan SNI 6989.57:2008 proses pengambilan
sampel air permukaan harus memperhatikan jarak dan kedalaman berdasarkan
debit aliran. Berikut merupakan tata cara dari proses sampling air yang dilakukan:
1. Sampling dilakukan pada titik lokasi yang telah ditentukan sebelumnya dengan
mempertimbangkan aktivitas yang mempengaruhi kualitas air sungai
berdasarkan SNI 6989.57:2008.
2. Frekuensi pengambilan sampel diambil berulang dengan waktu tertentu di titik
yang sama, diulang setiap 2 minggu sebanyak 3 kali.
3. Sampel ditempatkan di dalam botol sampel yang sudah dilabeli dengan titik
lokasi dan jadwal pengambilan sampel.
4. Pengukuran parameter pendukung seperti pH, DO, temperatur di lokasi,
sedangkan sampel untuk analisis kandungan mikroplastik dibawa ke
Laboratorium Air Jurusan Teknik Lingkungan.
5. Ketentuan pengambilan sampel air permukaan berdasarkan SNI 6989.57:2008:

51
a. Sungai dengan debit kurang dari 5 m3/detik, contoh diambil pada satu titik
ditengah sungai pada kedalaman 0,5 kali kedalaman dari permukaan atau
diambil dengan alat integrated sampler sehingga diperoleh contoh air dari
permukaan sampai ke dasar secara merata;
b. Sungai dengan debit antara 5 m3/detik - 150 m3/detik, contoh diambil pada
dua titik masing-masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada kedalaman
0,5 kali kedalaman dari permukaan atau diambil dengan alat integrated
sampler sehingga diperoleh contoh air dari permukaan sampai ke dasar
secara merata kemudian dicampurkan;
c. Sungai dengan debit lebih dari 150 m3/detik, contoh diambil minimum pada
enam titik masing-masing pada jarak 1/4, 1/2, dan 3/4 lebar sungai pada
kedalaman 0,2 dan 0,8 kali kedalaman dari permukaan atau diambil dengan
alat integrated sampler sehingga diperoleh contoh air dari permukaan
sampai ke dasar secara merata lalu dicampurkan.

Gambar 3.4 Skema Jarak dan Kedalaman Pengambilan Sampel


Berdasarkan Debit Aliran Sungai
Sumber : SNI 6989.57:2008

3.3.4.3 Sampel Sedimen

Pengambilan sampel sedimen Sungai Batang Kuranji dilakukan secara manual


dengan bantuan alat ekman grab. Frekuensi pengambilan sedimen sungai diambil
setiap 2 minggu dan dilakukan sebanyak 3 kali atau frekuensi bersamaan dengan

52
pengambilan sampel air. Berdasarkan pedoman dan metodologi sampling sedimen
(Sediment Sampling Guide and Methodologies) U.S EPA, pengambilan sampel
sedimen digabungkan atau dihomogenisasi jika pada satu titik diambil 2 atau lebih
sampel. Homogenisasi dilakukan dengan menempatkan sampel tersebut ke dalam
wadah homogenisasi.

Semua sampel sedimen harus dicampur secara menyeluruh untuk memastikan


bahwa sampel telah mewakili suatu titik sampling. Metode pengambilan sampel
sedimen sebagai berikut:

1. Siapkan alat ekman grab;


2. Ambil sedimen dengan alat ekman grab di tepi kiri, tepi kanan dan tengah
sungai;
3. Homogenkan sampel;
4. Masukan ke dalam wadah yang ditutup rapat dan diberi label.

3.3.5 Analisis Kandungan Mikroplastik

Analisis laboratorium dilakukan terhadap pengambilan sampel di lapangan (in


situ) meliputi parameter lingkungan, seperti pH, DO, temperatur dan kecepatan
aliran sungai. Karakteristik dari konsentrasi mikroplastik yang didapatkan setelah
pengujian di laboratorium. Analisis parameter lingkungan dan kandungan
mikroplastik dilakukan sesuai dengan metode pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Metode Analisis Parameter


Parameter Satuan Metode
DO mg/L DO meter
pH pH meter
o
Temperatur C Termometer
partikel/L atau
Konsentrasi mikroplastik Gravimetri
partikel/gram
Warna, bentuk
Karakteristik
dan satuan Analisis mikroskop
Mikroplastik
ukuran
Jenis Polimer FTIR

3.3.5.1 Analisis Bentuk, Warna dan Ukuran Mikroplastik

Parameter mengenai karakteristik mikroplastik juga perlu untuk dianalisis lebih


lanjut. Hasil mikroplastik yang diperoleh setelah dilakukan pengujian berupa data
konsentrasi, serta karakteristik mikroplastik berupa bentuk, warna dan ukuran

53
mikroplastik. dapat dilihat pada Tabel 3.3. Identifikasi karakteristik mikroplastik
menggunakan bantuan mikroskop dengan pembesaran 4x.

Tabel 3.3 Analisis Karakteristik Mikroplastik


Karakteristik Klasifikasi
Bentuk Fiber
Fragmen
Film
Pellet

Warna Biru
Cokelat
Hijau
Hitam
Merah
Kuning
Putih
Hijau

Ukuran Small microplastic


Large microplastic

3.3.5.2 Analisis Konsentrasi Mikroplastik

Identifikasi mikroplastik pada sampel perairan dengan menggunakan metode


Masura dkk (2015) National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)
dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama yang dilakukan adalah
pengukuran berat sedimen dan volume air. Tahap kedua dilakukan pengeringan
sampel sedimen di oven untuk mendapatkan berat kering. Tahap ketiga dilakukan
penyaringan terhadap sampel air dan sampel sedimen menggunakan saringan 5
mm dan 0,3 mm. Penyaringan pertama menggunakan saringan berukuran 5 mm,
partikel yang lolos dari saringan 5 mm selanjutnya dilakukan penyaringan kedua
menggunakan saringan 0,3 mm. Partikel yang tertinggal di saringan 0,3 mm
selanjutnya dipindahkan ke beaker glass. Tahapan keempat diberi beberapa
perlakuan dengan beberapa larutan seperti menambahkan larutan 0,05 M Fe untuk
memisahkan sampel mikroplastik dengan logam, H2O2 30% untuk melarutkan zat
organik, dan NaCl untuk meningkatkan densitas. Setelah itu dilakukan pemisahan
zat organik dengan mikroplastik dan disaring menggunakan kertas saring.
Selanjutnya dilakukan identifikasi dengan menggunakan mikroskop. Penjelasan
lebih rinci mengenai langkah-langkah analisis kandungan mikroplastik dapat
dilihat pada Lampiran A. Konsentrasi mikroplastik dapat dihitung dengan

54
membandingkan jumlah partikel yang ditemukan dengan volume air yang
tersaring untuk sampel air dan massa sedimen untuk sampel sedimen.

Konsentrasi Mikroplastik = Jumlah Partikel Mikroplastik (partikel) ........................... (1)


Volume Air Tersaring (l)
Konsentrasi Mikroplastik = Jumlah Partikel Mikroplastik (partikel) ........................... (2)
Massa Sampel Sedimen (kg)
Tahapan analisis konsentrasi mikroplastik dapat dilihat pada Gambar 3.5

Pengukuran Volume Sampel


Air dan Sampel Sedimen

Penyaringan Sampel Menjadi


Ukuran 0,3-5 mm

Pelarutan Senyawa Organik


(WPO)

Pembentukan Endapan dan


Supernatan

Pemisahan Padatan dengan


Supernatan

Peyaringan Supernatan

Uji Mikroskop

Perhitungan Jumlah Konsentrasi

Gambar 3.5 Tahapan Analisis Konsentrasi Mikroplastik

3.3.5.3 Analisis Jenis Polimer Penyusun Mikroplastik

Sampel mikroplastik yang telah didapatkan dari analisis konsentrasi selanjutnya


dilakukan analisis jenis polimer penyusun mikroplastik dengan metode
spektroskopi FTIR yang dilakukan di laboratorium kimia Universitas Negeri
Padang. Prinsip kerja FTIR adalah untuk mengidentifikasi senyawa, mendeteksi
gugus fungsi, dan menganalisis campuran dan sampel yang dianalisis. Data jenis
polimer yang didapatkan berupa data grafik panjang gelombang yang nantinya
grafik tersebut dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

55
3.4 Analisis Statistik

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel dependen (X) atau terikat yang
dipengaruhi, yaitu kandungan mikroplastik di masing-masing titik sampling, dan
variabel independen (Y) atau variabel bebas adalah yang mempengaruhi
kandungan mikroplastik di dalam air sungai dan sedimen, namun pada DO
sebaliknya, DO merupakan variabel dependen yang dipengaruhi oleh kandungan
mikroplastik. Variabel penelitian ini terdiri dari :

1. Data proyeksi curah hujan bulanan di aliran Sungai Batang Kuranji.


2. Data debit dan kecepatan aliran Sungai Batang Kuranji.
3. Data temperatur air, pH dan DO air Sungai Batang Kuranji.
4. Data jumlah penduduk pada DAS Batang Kuranji.
5. Data timbulan sampah di masing-masing titik sampling.

3.4.2 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan analisis yang menggambarkan kondisi sungai di


setiap titik sampling. Analisis deskriptif didapatkan dengan menggunakan
program excel. Hasil dari analisis deskriptif menampilkan nilai rata-rata,
maksimal dan minimal serta standar deviasi dari distribusi data. Analisis
deskriptif yang dilakukan terhadap hasil penelitian kandungan mikroplastik air
dan sedimen Sungai Batang Kuranji meliputi:

 Nilai kandungan mikroplastik pada masing-masing lokasi sampling mengacu


pada jumlah penduduk, timbulan sampah, curah hujan dan debit rata-rata
harian Sungai Batang Kuranji;
 Nilai temperatur, pH, DO serta kecepatan aliran sungai pada titik sampling
DAS Batang Kuranji.

3.4.3 Analysis of Variance (ANOVA)

ANOVA digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yang menilai adakah


perbedaan rerata kandungan mikroplastik antara masing-masing lokasi sampel
(spasial) dan waktu pengambilan sampel (temporal). Hasil akhir dari ANOVA
adalah nilai F test atau F hitung. Nilai F Hitung ini yang nantinya dibandingkan

56
dengan nilai pada tabel f. Jika nilai F hitung > F tabel, maka dapat disimpulkan
bahwa menerima H1 (terdapat perbedaan yang signifikan) dan menolak H0 (tidak
terdapat perbedaan yang signifikan) atau yang berarti ada perbedaan bermakna
atau signifikan rerata pada semua kelompok.

3.4.4 Analisis Korelasi

Analisis korelasi bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat hubungan suatu


parameter dengan parameter lain. Analisis korelasi yang digunakan pada
penelitian ini ditentukan dari hasil uji normalitas setiap datanya. Hasil uji
normalitas dikatakan terdistribusi normal jika nilai signifikan (>0,05), maka
digunakan analisis korelasi pearson. Jika hasil uji normalitas menunjukkan nilai
signifikan (<0,05), maka data tidak terdistribusi normal dan digunakan analisis
korelasi rank spearman. Pada penelitian ini analisis korelasi digunakan adalah
untuk menganalisis hubungan dari:
a. Timbulan sampah terhadap konsentrasi mikroplastik;
b. pH terhadap konsentrasi mikroplastik;
c. Temperatur terhadap konsentrasi mikroplastik;
d. Konsentrasi mikroplastik terhadap DO;
e. Curah hujan terhadap konsentrasi mikroplastik;
f. Kecepatan aliran sungai terhadap konsentrasi mikroplastik.
g. Debit sungai terhadap konsentrasi mikroplastik

3.4.5 Analisis Regresi


Analisis regresi dilakukan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh dari
parameter yang berhubungan signifikan dengan konsentrasi mikroplastik. Hal
yang perlu menjadi perhatian yakni teori yang mendasari hubungan kedua
variabel tersebut sehingga analisis regresi linear dapat dilakukan setelah analisis
korelasi atau hubungan dari parameter pH, temperatur, curah hujan, kecepatan
aliran, debit aliran, volume sampah plastik badan air terhadap konsentrasi
mikroplastik dan hubungan konsentrasi mikroplastik terhadap DO (Dissolved
Oxygen) perairan. Analisis menggunakan bantuan software SPSS 25 dalam
penentuan nilai persentase pengaruh atau determinasi dari parameter yang diuji.

57
3.4.6 Uji t
Uji t atau t test digunakan untuk menguji bahwa di antara dua buah mean sampel
yang diambil apakah terdapat atau tidak perbedaan yang signifikan. Uji t
dilakukan terhadap konsentrasi sampel air dengan sedimen di Sungai Batang
Kuranji. Analisis Uji t pada penelitian ini menggunakan program SPSS 25.0.
Tingkat kepercayaan yang dipakai pada Uji t adalah 0,05 atau 95%. Jika nilai
signifikansi pada sampel bernilai >0,05 maka tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara konsentrasi kedua sampel. Selanjutnya jika nilai signifikansi
bernilai <0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan antara konsentrasi kedua
sampel.

58
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kandungan mikroplastik pada air dan
sedimen Sungai Batang Kuranji serta menganalisis hubungan dan pengaruh
parameter dissolved oxygen (DO), pH, temperatur, kecepatan aliran, debit, curah
hujan dan volume sampah plastik yang memasuki aliran sungai terhadap
konsentrasi mikroplastik. Penelitian dilakukan selama 6 minggu dengan periode
pengambilan sampel setiap 1 kali dalam 2 minggu atau 3 kali frekuensi
pengambilan. Sampling dilakukan pada 8 titik di aliran utama dan 2 titik pada
percabangan/anak sungai.

Kegiatan sampling dilanjutkan dengan analisis laboratorium. Analisis


laboratorium dilakukan untuk mendapatkan nilai konsentrasi, bentuk, ukuran,
warna, dan jenis polimer mikroplastik. Analisis statistik dilakukan setelah analisis
laboratorium. Analisis statistik yang dilakukan yaitu, analisis deskriptif untuk
menggambarkan kandungan mikroplastik di tiap titik sampling, ANOVA untuk
menganalisis apakah terdapat perbedaan signifikan terhadap perbedaan lokasi
(spasial) dan waktu (temporal) sampling, analisis korelasi dan regresi untuk
menganalisis hubungan serta pengaruh konsentrasi mikroplastik dengan dengan
parameter DO, pH, temperatur, kecepatan aliran, debit, curah hujan serta volume
sampah plastik yang memasuki aliran sungai serta dilakukan analisis terhadap
perbedaan konsentrasi sampel air dan sampel sedimen.

4.2 Kondisi Saat Pengambilan Sampel

Kegiatan sampling dilakukan dari awal Juni hingga pertengahan Juli 2021.
Sampling dilakukan bersamaan dengan pengukuran parameter lingkungan dan
kondisi eksisting masing-masing titik sampling berupa nilai pH, DO, temperatur,
kecepatan aliran sungai, lebar sungai serta cuaca sebelum sampling dan saat
sampling dilakukan. Waktu pelaksanaan sampling dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Waktu Sampling
No Sampling Tanggal Sampling
1 I 7 Juni 2021
2 II 21 Juni 2021
3 III 14 Juli 2021
Kondisi umum pada lokasi sampling yang terdiri atas koordinat, elevasi, jarak
titik sampling dengan titik referensi, karakteristik sungai dan cuaca sebelum dan
saat sampling dilakukan ditampilkan pada Tabel 4.2.

4.3 Hasil Pengukuran

Hasil pengukuran bertujuan untuk mengetahui nilai pH, DO, temperatur,


kecepatan aliran, debit aliran dan jumlah sampah yang masuk ke sungai. Hasil
dari perhitungan parameter lingkungan tiap titik sampling dan standar baku mutu
dari peraturan terkait dapat dilihat pada Tabel 4.3. Penyajian hasil pengukuran
berupa grafik yang menggambarkan hasil pengukuran rata-rata dari tiga kali
sampling yang didapatkan pada setiap titik dan setiap parameter disertai dengan
error bar di masing-masing titiknya yang menunjukkan standar deviasi atau
penyebaran data di tiap pengukuran.

4.3.1 Dissolved Oxygen (DO) Air

Hasil pengukuran konsentrasi DO pada seluruh titik sampling memberikan


informasi bahwa adanya penurunan konsentrasi DO dari base line station (T1)
hingga Kampung Kalawi (T4), kemudian naik dari 6,7 mg/L hingga 7,03 mg/L
pada titik sebelum intake PERUMDA Air Minum Kota Padang (T5) dan turun
hingga ke wilayah Muara Sungai Batang Kuranji (T10). Hal ini disebabkan karena
adanya efluen yang masuk ke badan sungai dan menyebabkan turunnya kadar
oksigen terlarut. Konsentrasi DO pada tiap titik sampling dapat dilihat pada
Gambar 4.1.

9
8
7
6
DO (mg/L)

5
4
3
2
1
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik Sampling Baku mutu
Gambar 4.1 Nilai Dissolved Oxygen (DO) Rata-rata Tiap Lokasi Sampling

60
Tabel 4.2 Data Lokasi Sampling
No Parameter Sampling T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
0°53’55”L 0°54’45”L 0°55’18”L 0°55’15”L 0°54’51”L 0°54’14”L 0°53’44”L 0°53’21”L 0°54’12”L 0°54’19”L
S S S S S S S S S S
1 Koordinat I-III
100°27’37 100°27’10 100°26’26 100°23’31 100°22’43 100°22’20 100°21’47 100°21’38 100°21’03 100°20’49
” BT ” BT ” BT ” BT ” BT ” BT ” BT ” BT ” BT ” BT
Elevasi
2 (mdpl) I-III 207 148 109 17 11 9 7 5 2 2

Jarak dari
Base Line
3 I-III 0 1,96 3,67 9,38 11,1 12,6 14,17 15 15,8 16,4
Station*
(km)
Lebar
4 I-III 11,69 28,91 24,13 33,53 32,83 39,71 52,84 43,72 73,58 81,74
Sungai (m)
Lebar
5 I-III 11,69 28,91 24,13 33,53 32,83 34,71 47,84 38,72 68,58 76,74
Basah (m)
Tipe Persegi Persegi Persegi Persegi Persegi
6 I-III Trapesium Trapesium Trapesium Trapesium Trapesium
Saluran Panjang Panjang Panjang Panjang Panjang
I 0,51 0,27 0,22 1,46 1,31 1,45 2,77 2,1 3,61 3,69
Kedalaman
7 II 0,37 0,23 0,17 1,42 1,3 1,41 2,74 2,07 3,58 3,66
Sungai (m)
III 0,55 0,31 0,28 1,55 1,37 1,53 2,88 2,12 3,68 3,74
I 1,2 1,3 1 0,8 0,7 0,7 0,5 0,6 0,4 0,4
Kecepatan
8 II 1 0,9 1 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,2 0,3
aliran (m/s)
III 1,4 1,3 1,1 0,9 0,7 0,7 0,5 0,6 0,4 0,5
Cuaca I Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah
9 Sebelum II Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah
Sampling III Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah
Cuaca Saat I Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah
10
Sampling II Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah

61
No Parameter Sampling T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
III Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah

Keterangan :
T1 : Lubuk Mande Rubiah (Base Line Station)
T2 : Sesudah PLTA Batu Busuk
T3 : Percabangan dari Sungai Limau Manis
T4 : Kampung Kalawi
T5 : Sebelum Intake PERUMDA Air Minum
T6 : Sesudah Intake PERUMDA Air Minum
T7 : Jembatan Siteba
T8 : Percabangan dari Sungai Batang Sapih
T9 : Jembatan Basko
T10 : Muara Batang Kuranji
* : Titik referensi (titik hulu)

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan


Lokasi Baku
No Parameter Nilai
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 Mutu*
Rentang 7,9-8,2 7,5-7,5 6,1-7,4 5,9-7,3 7-7,1 6,2-6,8 5,7-7,1 5,1-5,6 5,2-5,3 5-5,1
Minimum 7,9 7,5 6 5,9 7 6,2 5,7 5,1 5,2 5
1 DO (mg/L) Maksimum 8,2 7,5 7,9 7,3 7,1 6,8 7,1 5,6 5,3 5,1 4
Rata-rata 8,03 7,50 6,87 6,70 7,03 6,47 6,30 5,37 5,23 5,03
Std. Deviasi 0,125 0,000 0,556 0,589 0,047 0,249 0,589 0,205 0,047 0,047
Rentang 6,8-7,2 6,7-7 6,6-6,9 6,7-6,7 6,6-6,8 6,6-6,8 6,6-6,9 6,3-6,4 6,2-6,5 6,2-6,5
Minimum 6,8 6,7 6,6 6,7 6,6 6,6 6,6 6,3 6,2 6,2
2 pH Maksimum 7,2 7 6,9 6,7 6,8 6,8 6,9 6,4 6,5 6,5 6-9
Rata-rata 6,97 6,87 6,77 6,70 6,73 6,67 6,77 6,37 6,40 6,37
Std. Deviasi 0,170 0,125 0,125 0,000 0,094 0,094 0,125 0,047 0,141 0,125
25,4- 24,3- 25,5- 25,4- 27,3- 26,4- 28,3- 27,3-
Rentang 27,8-28,2 26,8-28,7
25,9 25,4 26,5 27,2 27,6 28,4 28,9 28,7
Temperatur
3 Minimum 25,4 24,3 25,5 25,4 27,3 26,4 28,3 27,3 27,8 26,8 Deviasi 3
(oC)
Maksimum 25,9 25,4 26,5 27,2 27,6 28,4 28,9 28,7 28,2 28,7
Rata-rata 25,60 24,73 25,93 26,40 27,40 27,40 28,70 27,93 27,93 28,00

62
Lokasi Baku
No Parameter Nilai
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 Mutu*
Std. Deviasi 0,216 0,478 0,419 0,748 0,141 0,816 0,283 0,579 0,189 0,852
Rentang 1-1,4 0,9-1,3 1-1,1 0,7-0,9 0,6-0,7 0,5-0,7 0,4-0,5 0,4-0,6 0,2-0,4 0,3-0,5
Minimum 1 0,9 1 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,2 0,3
Kecepatan Maksimum 1,4 1,3 1,1 0,9 0,7 0,7 0,5 0,6 0,4 0,5
4
Aliran (m/s) Rata-rata 1,20 1,17 1,03 0,80 0,67 0,63 0,47 0,53 0,33 0,40
Std. Deviasi 0,163 0,189 0,047 0,082 0,047 0,094 0,047 0,094 0,094 0,082
5,57- 7,03- 5,39- 34,66- 26,13- 26,47- 56,65- 34,23- 52,32- 89,20-
Rentang
7,8 10,15 5,93 44,56 30,49 37,05 70,81 51,35 104,65 148,67
Debit Aliran Minimum 5,57 7,03 5,39 34,66 26,13 26,47 56,65 34,23 52,32 89,2
5
(m3/s) Maksimum 7,8 10,15 5,93 44,56 30,49 37,05 70,81 51,35 104,65 148,67
Rata-rata 6,69 9,11 5,57 39,61 29,04 30,00 66,09 45,64 78,49 118,94
Std. Deviasi 0,910 1,472 0,254 4,043 2,053 4,991 6,676 8,068 21,361 24,278
Keterangan :
*PP No 22 Tahun 2021 (Kelas II)

63
Berdasarkan Gambar 4.1 nilai rata-rata DO tertinggi berada pada titik sampling
T1, Lubuk Mande Rubiah (base line station), dengan nilai rata-rata 8,03 mg/L.
Nilai yang didapat dipengaruhi oleh minimnya aktivitas manusia di sekitar lokasi
sampling. Nilai rata-rata DO terendah berada pada titik sampling wilayah Basko
dan muara Sungai Batang Kuranji (T9 dan T10) dengan nilai masing-masing 5,23
dan 5,03 mg/L. Rendahnya kadar DO ini disebabkan terakumulasinya kontaminan
baik dari permukiman maupun industri yang berada di sepanjang aliran Sungai
Batang Kuranji. Berdasarkan baku mutu kadar DO yang ditetapkan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 untuk air kelas II, nilai DO di
beberapa titik di aliran Sungai Batang Kuranji masih memenuhi standar baku
mutu, yaitu >4 mg/L.

4.3.2 Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH yang dilakukan pada tiap titik sampling menunjukkan hasil yang
relatif menurun dari hulu sungai sampai ke hilir dengan rata-rata pH tertinggi
yaitu 6,97. Nilai pH tertinggi terdapat pada base line station (T1) dan titik
terendah pada percabangan dari Sungai Batang Sapih dan muara dengan nilai
6,37. Nilai pH pada tiap titik sampling dapat dilihat pada Gambar 4.2.
10
9
8
7
6
pH

5
4
3
2
1
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik Sampling Baku mutu

Gambar 4.2 Nilai pH Rata-rata Tiap Lokasi Sampling


Berdasarkan Gambar 4.2, hasil pengukuran pH masing-masing titik lokasi
sampling memiliki nilai yang tidak jauh berbeda antar titiknya yaitu dengan

64
rentang 6,37-6,97. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021,
nilai pH pada aliran Sungai Batang Kuranji masih memenuhi baku mutu, yaitu
pada rentang 6-9 untuk peruntukan air kelas II.

4.3.3 Temperatur

Nilai temperatur yang didapat pada tiap titik sampling meningkat dari hulu ke hilir,
yaitu berada pada rentang 24,73℃ -28,70℃. Pada Gambar 4.3 dapat dilihat jika
rata-rata temperatur terendah berada pada titik T2 dan rata-rata tertinggi berada
pada titik T7.

35

30

25
Temperatur (°C)

20

15

10

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik Sampling

Gambar 4.3 Nilai Temperatur Rata-rata Tiap Lokasi Sampling


Data yang didapatkan juga menunjukan temperatur yang cenderung meningkat
dari hulu hingga hilir sungai. Daerah hulu memiliki temperatur yang relatif lebih
rendah daripada daerah hilir karena dipengaruhi oleh pepohonan yang menutupi
tepian aliran pada bagian hulu serta topografi wilayah yang berbukit dan
minimnya aktivitas manusia. Pada titik T7 yang merupakan titik dengan rata-rata
temperatur tertinggi, aliran air langsung berkontak dengan matahari dan juga
daerah sekitar aliran dipenuhi oleh permukiman.

65
4.3.4 Kecepatan Aliran

Nilai kecepatan terbesar didapatkan pada lokasi base line station (T1) dengan
nilai kecepatan rata-rata 1,20 m/s. Pengaruh tingginya kecepatan ini dikarenakan
faktor kedalaman dan juga lebar sungai. Lokasi L1 memiliki lebar basah 11,69 m
dengan kedalaman rata-rata 0,48 m. Pada lokasi hilir sungai (T9-T10) nilai
kecepatan yang didapat rendah walaupun bagian hilir merupakan lokasi akumulasi
debit efluen di sepanjang aliran Sungai Batang Kuranji. Hal ini dikarenakan
perluasan dimensi saluran baik lebar basah maupun kedalaman saluran sehingga
nilai kecepatan yang didapat relatif lebih rendah daripada lokasi hulu, yaitu 0,33-
0,40 m/s. Nilai kecepatan aliran Sungai Batang Kuranji pada tiap lokasi sampling
dapat dilihat pada Gambar 4.4.
1,6
1,4
Kecepatan Aliran (m/s)

1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik Sampling

Gambar 4.4 Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran Lokasi Sampling


4.3.5 Debit Aliran

Hasil pengukuran debit pada tiap lokasi sampling Sungai Batang Kuranji
bervariasi. Debit yang didapat berkisar antara 5,57-118,94 m3/s. Pada Gambar
4.5 dapat dilihat debit terendah berada pada titik T3 yang merupakan percabangan
dari anak Sungai Limau Manis, sedangkan pada aliran utama titik T1 merupakan
lokasi dengan debit terendah, yaitu 6,69 m3/s. Debit tertinggi berada pada titik
T10 yang merupakan muara aliran Sungai Batang Kuranji dengan nilai 118,94
m3/s. Debit yang didapat selalu meningkat dari hulu (T1) hingga ke hilir (T10).

66
160

140

Debit (m3/s) 120

100

80

60

40

20

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik Sampling

Gambar 4.5 Hasil Pengukuran Debit Aliran Lokasi Sampling


Debit yang diukur pada aliran utama cenderung selalu meningkat karena
masuknya efluen menuju badan air dan dimensi lebar basah sungai yang semakin
lebar hingga ke hulu. Pada lokasi Kampung Kalawi (T4) terdapat kenaikan debit
yang disebabkan oleh adanya penambahan debit dari percabangan Sungai Limau
Manis. Debit juga mengalami peningkatan saat memasuki kawasan muara Sungai
Batang Kuranji karena merupakan lokasi akumulasi efluen dari permukiman padat
serta dari aliran sebelumnya.

4.3.6 Sampah yang Masuk ke Badan Air

Pengukuran sampah pada badan air lokasi sampling dilakukan dengan


memperhitungkan timbulan sampah yang dihasilkan masing-masing individu.
Berdasarkan penelitian Kementerian Lingkungan Hidup (2008) yang bekerja sama
dengan JICA, 30 % penduduk yang tinggal dalam jarak 10 meter pada sungai-
sungai di beberapa kota, seperti Jakarta dan Surabaya dengan melakukan
pembuangan sampah ke sungai sehingga nilai ini dapat dijadikan asumsi
persentase jumlah penduduk yang membuang sampahnya ke aliran Sungai Batang
Kuranji. Timbulan sampah yang memasuki sungai dapat dihitung dengan bantuan
timbulan sampah domestik Kota Padang, yaitu sebesar 0,69 kg/o/h (Dinas
Lingkungan Hidup Kota Padang, 2020)

Hal pertama yang dilakukan yaitu survei pada tiap lokasi sampling sehingga
didapatkan jumlah individu yang berada pada jarak 10 m dari tepi aliran sungai.

67
Selanjutnya, dilakukan perkalian antara jumlah individu dan satuan timbulan
sampah domestik dan dikali 30%. Timbulan sampah plastik didapat dengan
mengalikan timbulan sampah memasuki badan air dengan komposisi sampah
plastik Kota Padang, yaitu 12,6 % menurut Dinas Lingkungan Hidup Kota
Padang, 2020.

Rekapitulasi jumlah rumah yang berada pada jarak 10 m dari lokasi sampling dan
timbulan sampahnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Timbulan Sampah Yang Memasuki Badan Air Sungai Batang
Kuranji
No Titik Jumlah Asumsi Timbulan Volume Volume
Sampling Penduduk Persentase Sampah Sampah Sampah
Penduduk Kota Yang Plastik Yang
Membuang Padang Memasuki Memasuki
Sampah Ke (kg/o/h) Badan Air Badan Air
Badan Air (kg/hari) (kg/hari)
(%)*
1 T1 0 30 0,69 0,00 0,00
2 T2 5 30 0,69 1,04 0,13
3 T3 0 30 0,69 0,00 0,00
4 T4 10 30 0,69 2,07 0,26
5 T5 0 30 0,69 0,00 0,00
6 T6 5 30 0,69 1,04 0,13
7 T7 20 30 0,69 4,14 0,52
8 T8 5 30 0,69 1,04 0,13
9 T9 20 30 0,69 4,14 0,52
10 T10 25 30 0,69 5,18 0,65
* Kementerian Lingkungan Hidup (2008)

Total sampah yang masuk dari hulu hingga hilir adalah 18,63 kg/hari sedangkan
sampah plastik berjumlah 2,35 kg/hari. Volume sampah yang masuk berasal dari
T2, T4, T6, T7, T8, T9, dan T10. Sampah yang masuk dominan pada T7-T10
karena T7-T10 merupakan kawasan padat penduduk. Jumlah sampah yang
memasuki badan air pada tiap lokasi sampling dapat dilihat pada Gambar 4.6.

68
6

Timbulan sampah (kg/hari) 5

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik sampling Volume Sampah
Volume Sampah Plastik
Gambar 4.6 Volume Sampah Yang Masuk Ke Badan Air

Berdasarkan Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa hampir semua titik sampling
terdapat sampah yang masuk ke badan sungai, namun pada T1, T3, dan T5 tidak
terdapat sampah yang masuk dikarenakan tidak adanya rumah atau bangunan
yang jaraknya 10 m dari sungai.

4.4 Analisis Kandungan Mikroplastik pada Sampel Air

Pengambilan sampel mikroplastik dilakukan sebanyak tiga kali pengambilan,


dengan jarak pengambilan sampel yaitu dua minggu. Analisis konsentrasi
mikroplastik dilakukan berdasarkan metode Masura dkk (2015). Kandungan yang
dianalisis yaitu konsentrasi dalam satuan partikel/L dan partikel/kg, warna, bentuk
dan ukuran, serta jenis polimer mikroplastik.

4.4.1 Konsentrasi Mikroplastik

Konsentrasi mikroplastik rata-rata pada tiap titik sampling berbeda-beda. Selain


itu, konsentrasi mikroplastik pada sampel air juga dipengaruhi oleh berat jenis
polimernya. Semakin besar berat jenisnya, maka mikroplastik lebih mudah
mengendap pada sedimen. Sebaliknya, jika berat jenisnya lebih rendah, maka
mikroplastk tersebut dapat mengapung pada permukaan air. Distribusi konsentrasi
rata-rata mikroplastik pada tiap titik sampling dapat dilihat pada Gambar 4.7.

69
16

Konsentrasi Mikroplastik Pada Air


14

12

(Partikel/L) 10

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik Sampling

Gambar 4.7 Konsentrasi Mikroplastik Sampel Air


Pada lokasi T1 (base line station) hingga T3 Percabangan dari Sungai Limau
Manis tidak ditemukan konsentrasi mikroplastik. Hal ini dapat terjadi karena
masih minimnya permukiman dan aktivitas penduduk pada titik tersebut.
Konsentrasi mikroplastik mengalami kenaikan signifikan pada titik T7
dikarenakan T7 merupakan permukiman padat penduduk serta terdapat pasar dan
juga tumpukan sampah di tempat penampungan sementara yang sampahnya
berserakan sehingga masuk ke badan sungai seperti pada Gambar 4.8.
Konsentrasi rata-rata yang didapatkan yaitu bernilai 1,67-10 partikel/L. Baku
mutu mikroplastik secara umum belum ada, namun jika dibandingkan dengan
batasan mikroplastik pada air minum menurut WHO (2019), konsentrasi
mikroplastik harus diminimalkan pada nilai 0 partikel/L, sehingga dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi mikroplastik di Sungai Batang Kuranji telah
tercemar oleh mikroplastik karena Sungai Batang Kuranji dimanfaatkan sebagai
air baku PERUMDA Air Minum Kota Padang pada T5.

70
Gambar 4.8 Tempat Penampungan Sementara yang Berserakan
Berdasarkan penelitian Triadi (2021), konsentrasi mikroplastik juga dipengaruhi
oleh parameter pH, DO, temperatur yang diukur langsung di lapangan dan curah
hujan yang dihitung dengan menggunakan proyeksi pengulangan curah hujan.
Selanjutnya, penyebaran mikroplastik juga dipengaruhi oleh kecepatan aliran
dimana konsentrasinya ditemukan lebih banyak pada titik sampling dengan
kecepatan aliran rendah. Berdasarkan Gambar 4.7 dapat dilihat konsentrasi
mikroplastik dominan pada titik jembatan Siteba (T7) hingga daerah muara
Sungai Batang Kuranji (T10) dengan rentang kecepatan aliran 0,33-0,53 m/s.
Berdasarkan penelitian Ayuningtyas (2019) pada aliran sungai dengan tanpa
hambatan dan belokan, kecepatan aliran meningkat sehingga lebih mudah
mentransportasikan partikel mikroplastik yang ada di kolom perairan berpindah
ke titik berikutnya. Berdasarkan parameter pH dan DO juga mempengaruhi
konsentrasi mikroplastik yang ditemukan di Sungai Batang Kuranji. Nilai pH dan
DO berbanding terbalik dengan nilai konsentrasi mikroplastik yang didapatkan,
dimana saat nilai pH dan DO menurun, konsentrasi mikroplastik justru meningkat.

Nilai konsentrasi mikroplastik hasil penelitian ini, yaitu 1,67-10 partikel/L. Nilai
yang didapatkan mendekati rentang konsentrasi mikroplastik air Sungai Pearl,
Guangzhou pada penelitian Yan dkk (2019) dengan rata-rata konsentrasi 8,90-
19,86 partikel/L. Sungai Pearl merupakan sungai urban yang melewati Kota
Guangzhou, China dan menerima efluen aktivitas domestik maupun industri
perkotaan. Hasil analisis konsentrasi mikroplastik pada 7 titik yang berada dekat
dengan kawasan industri pelabuhan, permesinan dan petrokimia menunjukkan
konsentrasi mikroplastik yang lebih tinggi, yaitu 19,86 partikel/L. Perbedaan
kondisi eksisting, seperti jumlah penduduk dan produksi plastik yang jauh lebih

71
tinggi mencapai 10 juta ton (Li dkk, 2018), menyebabkan konsentrasi
mikroplastik yang dominan pada Sungai Pearl daripada Sungai Batang Kuranji.
Penelitian yang dilakukan oleh Triadi (2021), di Sungai Batang Arau Kota Padang
menunjukkan nilai konsentrasi yang sama dengan yang didapat di Sungai Batang
Kuranji yaitu 1,67-10 partikel/L. Pada penelitian Harahap (2021), di Sungai Sei
Babura dan Sei Sikambing Kota Medan menunjukkan nilai konsentrasi
mikroplastik yang lebih tinggi dari pada Sungai Batang Kuranji dengan nilai rata-
rata 115-121 partikel/L, hal ini dikarenakan padatnya aktifitas di sepanjang sungai
dan banyaknya sampah yang dibuang ke sungai.

4.4.2 Bentuk Mikroplastik

Klasifikasi mikroplastik berdasarkan bentuk yaitu serat/fiber, fragmen, film,


pellet, dan foam (Crawford & Quinn, 2016). Saat pengambilan sampel dari yang
pertama dan ketiga, bentuk mikroplastik yang didapat berupa fragmen, serat/fiber,
dan film. Mikroplastik jenis pellet dan foam tidak ditemukan pada sampel air.

Mikroplastik jenis fiber/serat berasal dari pelapukan serat kain, jaring yang
digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan di sekitar sungai di bagian hilir,
serta pelapukan serat tali yang digunakan untuk mengikat perahu di daerah muara.
Mikroplastik jenis serat/fiber ini diamati menggunakan mikroskop dengan
pembesaran 4x dan dapat dilihat pada Gambar 4.9.

1 mm

Gambar 4.9 Mikroplastik Bentuk Fiber pada Sampel Air (Pembesaran 4x)
Mikroplastik bentuk fragmen umumnya bersumber dari aktivitas sehari-hari
seperti botol kemasan, kemasan makanan, kantong plastik. Mikroplastik jenis
fragmen pada sampel air ditemukan di muara Sungai Batang Kuranji (T10).

72
Mikroplastik jenis fragmen hasil analisis sampel air dapat dilihat pada Gambar
4.10.

Gambar 4.10 Mikroplastik Bentuk Fragmen pada Sampel Air (Pembesaran


4x)
Mikroplastik jenis film berasal dari fragmentasi polimer plastik sekunder seperti
kantong plastik dan kemasan makanan berdensitas rendah. Kebiasaan masyarakat
yang membuang sampah plastik dan kantong makanan dapat menyebabkan
munculnya mikroplastik jenis film. Mikroplastik jenis film ini diamati
menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan dapat dilihat pada Gambar
4.11.

Gambar 4.11 Mikroplastik Bentuk Film pada Sampel Air (Pembesaran 4x)
Distribusi penyebaran bentuk mikroplastik yang ditemukan pada tiap lokasi
sampling dapat dilihat pada Gambar 4.12 dan persentase bentuk mikroplastik
yang ditemukan pada sampel air dapat dilihat pada Gambar 4.13

73
7

Konsentrasi (Partikel/L)
6
5
4
Film
3
Fragmen
2
Fiber
1
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik sampling

Gambar 4.12 Penyebaran Bentuk Mikroplastik Sampel Air


Berdasarkan distribusi penyebaran bentuk mikroplastik pada sampel air dapat
dilihat bahwa mikroplastik berbentuk fiber merupakan bentuk yang dominan yang
ditemukan dari titik T4-T10. Mikroplastik berbentuk film dan fragmen hanya
ditemukan di titik T9 dan T10 dengan konsentrasi masing-masingnya yaitu 1,67
partikel/L, hal ini dikarenakan T9 dan T10 merupakan titik terakumulasinya
mikroplastik dari titik-titik lainnya.
Film
Fragmen 5%
5%

Fiber
90%

Gambar 4.13 Persentase Bentuk Mikroplastik pada Sampel Air


Konsentrasi rata-rata bentuk mikroplastik hasil penelitian ini, yaitu 3 partikel/L
untuk mikroplastik bentuk fiber, 1,67 partikel/L untuk bentuk fragmen dan 1,67
partikel/L untuk bentuk film. Hal ini sesuai dengan Zhang dkk. (2018), bahwa
mikroplastik bentuk serat/fiber paling banyak ditemukan di perairan. Mikroplastik
jenis serat ini biasanya berasal dari kain. Serat dapat lepas ke perairan karena
adanya proses pencucian dari kain tersebut. Namun hasil yang berbeda didapatkan
oleh Triadi (2021) di Sungai Batang Arau Kota Padang yang menunjukkan
mikroplastik bentuk fragmen lebih dominan daripada bentuk lainnya. Perbedaan

74
bentuk mikroplastik yang ditemukan di Sungai Batang Arau dan Sungai Batang
Kuranji bisa disebabkan oleh perbedaan lokasi dan juga jenis sampah yang
dominan masuk ke badan air. Pada penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2021),
di Sungai Sei Babura dan Sei Sikambing Kota Medan menunjukkan jenis fragmen
dan film lebih dominan daripada jenis lainnya.

4.4.3 Ukuran Mikroplastik

Mikroplastik yang ditemukan pada masing-masing titik sampling memiliki ukuran


yang berbeda-beda. Ukuran mikroplastik pada sampel air dapat dilihat pada
Gambar 4.14.

Gambar 4.14 Pengukuran Mikroplastik (Pembesaran 4x)


Klasifikasi bentuk mikroplastik berdasarkan pembagian ukuran, yaitu Small
Microplastics (SMP) dengan rentang ukuran 0,3-1 mm dan Large Microplastics
(LMP) dengan rentang ukuran 1-5 mm. Penyebaran ukuran mikroplastik yang
ditemukan pada sampel air dapat dilihat pada pada Gambar 4.15 dan persentase
masing-masing ukuran pada Gambar 4.16

75
12

Konsentrasi (Partikel/L)
10

6 LMP
4 SMP

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik sampling

Gambar 4.15 Penyebaran Ukuran Mikroplastik SMP dan LMP


Berdasarkan distribusi penyebaran ukuran mikroplastik pada Gambar 4.15, dapat
dilihat bahwa mikroplastik dengan ukuran large microplastic (LMP) lebih
dominan pada sampel air. Small microplastic hanya ditemukan di titik T10 yaitu
mikroplastik bentuk fiber berwarna merah.
SMP
5%

LMP
95%

Gambar 4.16 Persentase Ukuran Mikroplastik SMP dan LMP


Nilai konsentrasi rata-rata ukuran mikroplastik hasil penelitian ini, yaitu 0,17
partikel/L untuk ukuran SMP dan 3,5 partikel/L untuk ukuran LMP sehingga
ukuran LMP lebih dominan. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan
Trihadiningrum (2019) pada Kali Surabaya segmen Driyorejo hingga Karang
Pilang juga menunjukkan bahwa mikroplastik ukuran LMP lebih dominan
daripada ukuran SMP. Umumnya mikroplastik terdegradasi menjadi ukuran yang
sangat kecil dikarenakan oleh faktor fisik seperti benturan dengan partikel lainnya
seperti bebatuan dan kayu, namun pada Sungai Batang Kuranji titik T4 hingga
T10 minim material-material yang dapat menyebabkan mikroplastik terdegradasi
hingga ukuran SMP. Hasil yang sama juga didapatkan oleh (Zhang dkk., 2020) di

76
Sungai Qin, Beibu Gulf China, mikroplastik dengan ukuran LMP (1-5 mm) lebih
dominan daripada mikroplastik ukuran SMP (<1 mm) dengan persentase 80,3%-
88,9%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Triadi (2021) di Sungai Batang Arau
juga menunjukkan mikroplastik jenis LMP lebih dominan daripada jenis SMP
yaitu dengan persentase 58,82%. LMP lebih dominan diduga karena minimnya
faktor yang memengaruhi degradasi fisik mikroplastik menjadi ukuran yang lebih
kecil seperti material batu dan kayu yang ada di sepanjang sungai.

4.4.4 Warna Mikroplastik

Penyebaran warna mikroplastik yang didapatkan saat analisis terdiri dari 5 warna,
yaitu biru, hitam, merah, hijau dan bening yang dapat dilihat pada Gambar 4.17.

A. B. C.

D. E.

Gambar 4.17 Hasil Analisis Kandungan Warna Mikroplastik (Pembesaran


4x)
Keterangan: A.Warna Biru, B.Warna Hitam, C.Warna Merah, D.Warna Hijau, E.Warna Bening

Warna yang berhasil dianalisis berkaitan erat dengan jenis plastik yang umum
masuk ke aliran sungai, seperti plastik polimer polyethylene (PE) yang dijadikan
sebagai kantong plastik dengan warna merah, hitam, bening, hijau dan biru.
Penyebaran warna mikroplastik yang berhasil dianalisis dapat dilihat pada
Gambar 4.18 dan persentase masing-masing warna pada Gambar 4.19.

77
12

10

8
Konsentrasi (partikel/L)
Hijau
6 Bening
Merah
4
Hitam
2 Biru

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik sampling

Gambar 4.18 Penyebaran Warna Mikroplastik pada Sampel Air


Hasil analisis kandungan warna mikroplastik pada sampel air Sungai Batang
Kuranji menunjukkan bahwa warna biru lebih dominan daripada warna lainnya.
Konsentrasi rata-rata untuk tiap warnanya, yaitu 1,83 partikel/L warna biru, 1,17
partikel/L warna hitam, 0,33 partikel/L warna merah, 0,17 partikel/L warna hijau
dan 0,17 partikel/L warna bening.

Bening Hijau
4% 5%
Merah
9%

Biru
50%
Hitam
32%

Gambar 4.19 Persentase Warna Mikroplastik pada Sampel Air

Warna mikroplastik yang paling banyak ditemukan pada sampel air yaitu warna
biru dengan persentase 50%. Warna hitam merupakan warna kedua paling banyak
setelah warna biru yaitu 32%, lalu diikuti oleh warna lainnya yaitu merah (9%),
bening (4%), dan hijau (5%). Penelitian yang dilakukan oleh Tran Nguyen dkk.,
(2020) juga menunjukan bahwa mikroplastik berwarna biru lebih dominan dari
warna lainnya yaitu 59,9%. Hasil berbeda didapatkan oleh Triadi (2021) di
Sungai Batang Arau Kota Padang, pada penelitiannya didapatkan mikroplastik

78
warna hitam lebih dominan daripada warna lainnya pada sampel air. Hasil yang
berbeda juga didapatkan oleh Jiang dkk., (2019) pada penelitiannya di Sungai
Tibet Plateau yang menunjukkan warna bening atau transparan lebih dominan
daripada warna lainnya. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan jenis
sampah dan volume sampah yang masuk ke badan sungai.

4.4.5 Mikroplastik Berdasarkan Perbedaan Kedalaman

Konsentrasi mikroplastik memiliki perbedaan nilai antara kedalamannya. Lokasi


yang dijadikan untuk pengambilan sampel yaitu pada titik T4, T7 dan T9.
Penentuan titik lokasi diambil berdasarkan perbedaan kecepatan aliran. Pada titik
T4 memiliki nilai kecepatan rata-rata 0,80 m/s, titik T7 0,47 m/s dan titik T9 0,33
m/s. Hasil dari analisis konsentrasi mikroplastik berdasarkan kedalaman
menunjukkan bahwa pengambilan sampel pada bagian permukaan Sungai Batang
Kuranji menunjukkan konsentrasi yang paling tinggi. Penyebaran konsentrasi
berdasarkan perbedaan kedalaman dapat dilihat pada Gambar 4.20.

30
Konsentrasi (partikel/L)

25

20

15 Permukaan
Tengah
10
Dasar
5

0
T4 T7 T9
Titik Sampling

Gambar 4.20 Konsentrasi Berdasarkan Perbedaan Kedalaman


Konsentrasi mikroplastik pada bagian permukaan Sungai Batang Kuranji
memiliki nilai konsentrasi rata-rata 9,17 partikel/L, diikuti oleh bagian tengah
dengan nilai 6,67 partikel/L dan bagian dasar dengan nilai 5,83 partikel/L. Pada
T7 konsentrasi mikroplastik lebih banyak terdapat di bagian dasar, hal ini
dikarenakan karakteristik sungai di T7 tidak terdapat belokan dan faktor fisik
lainnya yang dapat memengaruhi pengendapan mikroplastik. Terdapatnya
perbedaan konsentrasi mikroplastik pada perbedaan kedalaman ini bisa
disebabkan oleh perbedaan berat jenis polimer masing-masing mikroplastik. Pada

79
penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Trihadiningrum (2019) di Kali
Surabaya pada segmen Driyorejo hingga Karang Pilang juga menunjukkan bahwa
nilai konsentrasi tertinggi berada di bagian permukaan dengan nilai 5874,67
partikel/L. Pada penelitian Lestari dkk., (2020) tentang sebaran mikroplastik di
Sungai Surabaya juga menunjukkan bagian permukaan memiliki nilai konsentrasi
yang lebih tinggi dari kedalaman lainnya yaitu dengan nilai konsentrasi rata-rata
14918,75 partikel/L.

4.4.6 Polimer Penyusun Mikroplastik Sampel Air

Analisis polimer penyusun mikroplastik dilakukan menggunakan alat


spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR). Informasi yang dipaparkan
oleh analisis ini adalah % transmitan dan panjang gelombang. Jenis mikroplastik
yang ditemukan baik pada sampel air antara lain fragmen biru, film bening, fiber
biru, fiber hitam, fiber hijau dan fiber merah. Adapun hasil analisis FTIR
mikroplastik pada air dapat dilihat pada Gambar 4.21.

100%
95%
90%
% Transmittance

Fragmen Biru (PVC)


85% Film Bening (PC)
80% Fiber Hijau (PP)
75% Fiber Hitam (PET)

70% Fiber Biru (PET)


Fiber Merah (PC)
65%
60%
3.500 2.500 1.500 500
Wavenumber /cm
Gambar 4.21 Polimer Penyusun Mikroplastik Sampel Air
Hasil jenis polimer didapatkan dengan membandingkan grafik analisis FTIR
dengan grafik polimer yang ada pada penelitian-penelitian sebelumnya seperti
pada Gambar 4.22 dan Lampiran E. Pada sampel air dapat dilihat empat jenis
polimer penyusun mikroplastik yang ada di sampel air. Polyvinyl chloride (PVC)
umumnya digunakan pada berbagai kemasan juga botol minuman dan juga pipa.
PVC di sampel air diduga berasal dari sampah-sampah botol kemasan yang
dibuang ke badan air. Polypropylene (PP) merupakan jenis plastik yang termasuk

80
dalam kategori termoplastik yang umumnya digunakan sebagai plastik
pembungkus makanan. PP pada sampel air diduga berasal dari sampah-sampah
pembungkus makanan yang dibuang ke badan air. Polyethylene terephthalate
(PET) merupakan salah satu contoh dari plastik yang biasanya hanya digunakan
satu kali pemakaian. PET pada sampel air juga diduga berasal dari degradasi
sampah-sampah seperti botol minuman. Polycarbonate (PC) merupakan salah
satu jenis plastik yang berbentuk transparan. PC pada sampel air diduga berasal
dari sampah-sampah seperti salah satunya botol susu bayi. Penyebaran jenis
polimer mikroplastik yang ditemukan di setiap titik dan persentase jenis polimer
pada sampel air dapat dilihat pada Gambar 4.23 dan 4.24.

100%

95%

90%
% Transmittance

85%
Sampel
80% Referensi

75%

70%

65%

60%
3.500 2.500 1.500 500
Wavenumber /cm

Gambar 4.22 Contoh Perbandingan Spektrum PVC yang Didapat


Sumber: Ul-Hamid dkk (2015)

81
12

Konsentrasi (partikel/L)
10

8
PC
6
PP
4 PVC
PET
2

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik sampling

Gambar 4.23 Konsentrasi Jenis Polimer Mikroplastik pada Sampel Air

PP
PC 4% PVC
14% 5%

PET
77%

Gambar 4.24 Persentase Jenis Polimer Mikroplastik pada Sampel Air

Berdasarkan Gambar 4.23 dan 4.24 dapat dilihat bahwa mikroplastik dengan
jenis polimer PET lebih dominan daripada jenis polimer lainnya. PET memiliki
nilai persentase 77% lebih banyak dari jenis polimer lainnya. PET biasanya
digunakan sebagai bahan botol minuman dan juga sebagai serat tekstil.
Keberadaan PET di perairan diduga berasal dari aktivitas masyarakat yang
membuang sampah sembarangan, selain itu PET juga diduga berasal dari serat
pakaian yang terlepas karena aktivitas penyucian di tepi sungai. Penelitian yang
dilakukan oleh Harahap (2021) pada Sungai Sei Babura dan Sei Sikambing Kota
Medan didapatkan hasil jenis polimer mikroplastik yaitu polyethylene (PE),
polypropylene (PP) dan polystyrene (PS). Jenis polimer lainnya juga ditemukan
oleh Jiang dkk., (2019) di Sungai Tibet Plateau yaitu polyethylene terephthalate
(PET), polyethylene (PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS), dan polyamide
(PA). Hasil tersebut menunjukkan keberagaman jenis polimer yang ditemukan di

82
perairan sungai. Keberagaman jenis polimer yang ditemukan dapat disebabkan
oleh perbedaan jenis sampah yang masuk ke badan air.

4.5 Analisis Kandungan Mikroplastik pada Sampel Sedimen

Kandungan mikroplastik pada sampel sedimen yang dianalisis yaitu konsentrasi,


bentuk, ukuran dan warna mikroplastik serta jenis polimer penyusun.

4.5.1 Konsentrasi Mikroplastik

Konsentrasi mikroplastik rata-rata pada tiap titik sampling berbeda-beda.


Konsentrasi mikroplastik pada sampel sedimen dipengaruhi oleh berat jenis
polimernya. Distribusi konsentrasi rata-rata mikroplastik pada tiap titik sampling
dapat dilihat pada Gambar 4.25.
120
Konsentrasi Mikroplastik Pada

100
Sedimen (Partikel/kg)

80

60

40

20

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik Sampling

Gambar 4.25 Konsentrasi Mikroplastik pada Sampel Sedimen


Berdasarkan Gambar 4.25 di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi mikroplastik
meningkat dari hulu ke hilir. Mikroplastik ditemukan di semua lokasi titik
sampling (T1-T10). Nilai rata-rata konsentrasi mikroplastik pada sampel sedimen
berkisar antara 34,92-94,81 partikel/kg. Penelitian Watters dkk, (2010)
menyebutkan bahwa faktor kondisi lingkungan dan sumber pencemar
mikroplastik dapat mempengaruhi jumlah mikroplastik yang berada pada sedimen,
apabila semakin banyak sumber pencemar maka semakin banyak mikroplastik
yang terkandung dalam sedimen. Hasil konsentrasi mikroplastik yang didapatkan
berada di bawah konsentrasi yang didapatkan oleh Triadi (2021) di Sungai Batang
Arau Kota Padang, yaitu berkisar antara 26,57-168,86 partikel/kg. Hal ini

83
dikarenakan oleh perbedaan aktivitas yang ada di sekitar sungai. Sungai Batang
Arau merupakan sungai di Kota Padang yang menerima effluent dari berbagai
industri seperti industri semen dan karet. Jika dibandingkan dengan hasil
penelitian Sarkar dkk., (2019) di Sungai Gangga, India, konsentrasi mikroplastik
yang didapatkan yaitu di Sungai Batang Kuranji masih berada di bawah
konsentrasi yang didapatkan di Sungai Gangga yaitu dengan nilai 99,27-409,86
partikel/kg. Pada penelitian Jiang dkk., (2019) di Sungai Tibet Plateau juga
menunjukkan hasil konsentrasi yang lebih tinggi daripada Sungai Batang Kuranji
yaitu dengan nilai 50-195 partikel/kg. Berdasarkan perbandingan konsentrasi
mikroplastik di sedimen Sungai Batang Kuranji dengan berbagai penelitian
terdahulu dapat disimpulkan konsentrasi mikroplastik di Sungai Batang Kuranji
masih berada di bawah sungai-sungai lainnya.

4.5.2 Bentuk Mikroplastik

Hasil analisis bentuk pada sampel sedimen menunjukkan ditemukannya jenis fiber,
fragmen dan film pada sampling pertama hingga ketiga. Bentuk mikroplastik
diamati secara visual menggunakan mikroskop pembesaran 4x. Gambar bentuk
mikroplastik pada sampel sedimen dapat dilihat pada Gambar 4.26.

A. B. C.
Gambar 4.26 Bentuk Mikroplastik Sampel Sedimen (Pembesaran 4x)
Keterangan: A.Fiber, B.Fragmen, C.Film
Distribusi penyebaran bentuk mikroplastik yang ditemukan pada tiap lokasi
sampling dapat dilihat pada Gambar 4.27 dan persentase bentuk mikroplastik
yang ditemukan pada sampel sedimen dapat dilihat pada Gambar 4.28.

84
100
90
Konsentrasi (Partikel/kg) 80
70
60
50 Film
40 Fragmen
30 Fiber
20
10
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik sampling

Gambar 4.27 Penyebaran Bentuk Mikroplastik Sampel Sedimen


Berdasarkan distribusi penyebaran bentuk mikroplastik pada sampel sedimen
dapat dilihat bahwa mikroplastik berbentuk fiber merupakan bentuk yang
dominan yang ditemukan dari titik T1-T10. Mikroplastik berbentuk fiber memiliki
konsentrasi rata-rata 8,68-69,88 partikel/kg, sedangkan bentuk fragmen memiliki
nilai 7,54-28,22 partikel/kg dan bentuk film 7,54-35,12 partikel/kg.
Film
17%

Fragmen Fiber
16% 67%

Gambar 4.28 Persentase Bentuk Mikroplastik pada Sampel Sedimen


Mikroplastik berbentuk fiber memiliki persentase 67% lebih dominan dari bentuk
lainnya. Mikroplastik berbentuk film hanya 17% dan fragmen 16%. Hasil yang
didapat pada sampel sedimen masih sama dengan yang didapat pada sampel air,
yaitu dominan berbentuk fiber. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ridlo
dkk. (2020), bahwa mikroplastik yang dominan ditemukan adalah berbentuk fiber
dengan persentase lebih dari 70% pada semua sampel. Hasil penelitian lain juga
menunjukkan hasil yang sama yaitu pada penelitian Jiang dkk., (2019) di Sungai
Tibet Plateau yang menemukan mikroplastik berbentuk fiber lebih dominan

85
daripada bentuk lainnya di sampel sedimen. Namun pada penelitian yang
dilakukan oleh Triadi (2021) menunjukkan sampel berbentuk fragmen lebih
dominan dari bentuk lainnya. Hasil perbandingan ini menunjukkan bahwa bentuk
mikroplastik berbeda-beda disetiap lokasinya dan dipengaruhi oleh volume
timbulan sampah yang masuk ke badan air dan perbedaan jenis polimernya.

4.5.3 Ukuran Mikroplastik

Mikroplastik yang ditemukan pada masing-masing titik sampling memiliki ukuran


yang berbeda-beda. Penyebaran ukuran mikroplastik pada sampel sedimen
berdasarkan klasifikasi Small Microplastics (SMP) dan Large Microplastics
(LMP) dapat dilihat pada Gambar 4.29 dan persentase masing-masing ukuran
pada Gambar 4.30.

100
90
Konsentrasi (Partikel/kg)

80
70
60
50
LMP
40
SMP
30
20
10
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik sampling

Gambar 4.29 Penyebaran Ukuran Mikroplastik pada Sampel Sedimen


Nilai konsentrasi mikroplastik berukuran LMP berkisar antara 26,24-84,96
partikel/kg dan 8,72-40,73 partikel/kg untuk ukuran SMP sehingga ukuran LMP
lebih dominan daripada ukuran SMP. Pada penelitian Lestari dkk. (2020), juga
menunjukkan bahwa mikroplastik ukuran LMP lebih dominan daripada
mikroplastik ukuran SMP.

86
SMP
21%

LMP
79%

Gambar 4.30 Persentase Mikroplastik LMP dan SMP


Mikroplastik jenis LMP ditemukan lebih banyak dengan nilai 79%. Sampah
domestik yang sering masuk ke badan air dan pengaruh dari panjang aliran
menyebabkan proses degradasi tidak mampu mendegradasi hingga ukuran SMP.
Selain itu, pengaruh hambatan atau material makro (kayu dan batuan) yang minim
pada titik sampling T4-T10 menyebabkan degradasi fisik tidak terjadi. Hal ini
mengakibatkan partikel plastik tidak tercabik secara fisik dan tetap dalam ukuran
yang lebih besar sehingga memiliki ukuran partikel yang lebih besar (LMP) saat
terendapkan menuju sedimen sungai. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Triadi (2021), yang menunjukkan nilai 63% untuk mikroplastik
ukuran LMP. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jiang dkk., (2019) di Sungai
Tibet Plateau pada sampel sedimennya juga menunjukkan mikroplastik jenis LMP
lebih dominan daripada jenis SMP. Penelitian lain juga menunjukkan hasil yang
sama yaitu pada penelitian Zhang dkk., (2020) di Sungai Qin yang mendapatkan
mikroplastik jenis LMP lebih dominan daripada jenis SMP dengan persentase
76%.

4.5.4 Warna Mikroplastik

Penyebaran warna dari mikroplastik pada sampel sedimen sama halnya dengan
sampel air. Hasil analisis menunjukkan ditemukannya lima warna, yaitu hitam,
merah, biru, hijau dan bening. Penyebaran warna mikroplastik pada sampel
sedimen dapat dilihat pada Gambar 4.31 dan persentase masing-masing warna
pada Gambar 4.32.

87
100
90

Konsentrasi (Partikel/kg)
80
70
60 Hijau
50 Bening
40 Merah
30 Hitam
20
Biru
10
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik sampling

Gambar 4.31 Penyebaran Warna Mikroplastik pada Sampel Sedimen


Hasil analisis kandungan warna mikroplastik pada sampel sampel Sungai Batang
Kuranji menunjukkan bahwa warna hitam lebih dominan daripada warna lainnya.
Konsentrasi rata-rata untuk tiap warnanya, yaitu 27,03 partikel/kg warna hitam,
18,56 partikel/kg warna biru, 3,55 partikel/kg warna merah, 3,62 partikel/kg
warna hijau dan 9,52 partikel/kg warna bening.
Hijau
6%

Bening Biru
15% 30%
Merah
6%

Hitam
43%

Gambar 4.32 Persentase Warna Mikroplastik Sampel Sedimen


Warna mikroplastik dominan pada sampel sedimen yaitu warna hitam dengan
persentase 43%. Warna biru merupakan warna kedua paling banyak yang
ditemukan pada sampel sedimen dengan persentase 30%, lalu diikuti oleh warna
bening (15%), merah (6%), dan hijau (6%). Penelitian yang dilakukan oleh
Marliana dkk., (2021) pada Sungai Citanduy Jawa Barat juga menunjukan bahwa
mikroplastik berwarna hitam lebih dominan dari warna lainnya, namun tidak
disebutkan berapa konsentrasinya. Hasil yang sama juga ditemukan pada
penelitian Triadi (2021), yang menyebutkan bahwa kandungan warna hitam pada

88
sampel sedimen lebih mendominasi dengan persentase 51,45 % dari total 6 warna
yang ditemukan. Namun pada penelitian Zhang dkk., (2020) di Sungai Qin
mendapatkan warna putih di sampel sedimen lebih dominan daripada warna
lainnya dengan persentase 30% sedangkan warna hitam hanya 1,5%. Warna hitam
pada partikel plastik umumnya berasal dari sampah plastik domestik berupa
kantong plastik.

4.5.5 Polimer Penyusun Mikroplastik Sampel Sedimen

Analisis polimer penyusun mikroplastik dilakukan menggunakan alat


spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR). Informasi yang didapatkan
oleh analisis ini adalah % transmitan dan panjang gelombang. Jenis mikroplastik
yang ditemukan baik pada sampel sedimen lebih beragam daripada sampel air.
Jenis-jenisnya antara lain fragmen biru, fragmen hijau, fragmen hitam, film
bening, fiber biru, fiber hitam dan fiber merah. Adapun hasil analisis FTIR
mikroplastik pada air dapat dilihat pada Gambar 4.33.

100%

95%

90% Fragmen Hijau (PC)


% Transmittance

85% Fragmen Biru (PVC)


Film Bening (PC)
80%
Fragmen Hitam (PC)
75%
Fiber Hitam (PET)
70% Fiber Biru (PET)
65% Fiber Merah (PC)

60%
3.500 2.500 1.500 500
Wavenumber /cm

Gambar 4.33 Polimer Penyusun Mikroplastik Sampel Sedimen

Hasil jenis dan warna mikroplastik yang didapatkan pada sedimen lebih beragam
daripada sampel air. Jenis polimer yang didapatkan pada sampel sedimen yaitu
polyvinyl chloride (PVC), Polyethylene terephthalate (PET) dan polycarbonate
(PC). Mikroplastik yang mengendap pada sedimen sungai dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jenis polimer, panjang aliran sungai dan aktivitas fisik

89
sungai (benturan oleh material-material seperti batu dan kayu). PVC di sampel
sedimen diduga berasal dari sampah-sampah kemasan yang dibuang ke badan air
dan terendapkan oleh aktivitas fisik aliran sungai. Polycarbonate (PC) merupakan
salah satu contoh dari termoplastik memiliki bentuk yang transparan. PC pada
sampel air juga diduga berasal dari degradasi sampah-sampah seperti botol
minuman. Polyethylene terephthalate (PET) merupakan jenis plastik yang hanya
dianjurkan untuk digunakan satu kali pemakaian. PET juga tidak dianjurkan
digunakan untuk air yang panas karena akan dapat menyebabkan polimer
penyusun dari plastik akan terlepas dan jika diminum oleh manusia akan
menyebabkan gangguan kesehatan. Penyebaran jenis polimer mikroplastik yang
ditemukan di setiap titik dan persentase jenis polimer pada sampel air dapat dilihat
pada Gambar 4.34 dan 4.35.
100
90
Konsentrasi (Partikel/kg)

80
70
60
50 PC
40 PET
30 PVC
20
10
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Titik sampling

Gambar 4.34 Konsentrasi Jenis Polimer Mikroplastik Sampel Sedimen

PVC
PC
8%
29%

PET
63%

Gambar 4.35 Persentase Polimer Mikroplastik Sampel Sedimen

90
Berdasarkan Gambar 4.34 dan 4.35 dapat dilihat jenis polimer mikroplastik yang
dominan di sampel sedimen adalah jenis PET. PET pada sampel sedimen diduga
berasal dari sampah-sampah plastik makanan dan minuman yang terendapkan
oleh material-material di dasar sungai seperti bebatuan dan kayu sehingga plastik
terdegradasi pada sedimen menjadi ukuran yang lebih kecil. Hasil yang sama juga
didapatkan oleh Jiang dkk., (2019) di Sungai Tibet Plateau yang mendapatkan
mikroplastik dengan jenis polimer PET lebih dominan daripada jenis polimer
lainnya di sampel sedimen dengan persentase 50%. Analisis FTIR yang dilakukan
oleh Addauwiyah, (2021) pada penelitiannya di Sungai Deli Kota Medan
mendapatkan beberapa polimer mikroplastik yang terkandung pada sampel yaitu
polyethylene, polypropylene dan polystyrene, namun tidak disebutkan jenis
polimer mana yang lebih dominan. Hasil yang berbeda didapatkan oleh penelitian
Zhang dkk., (2020) di Sungai Qin yang mendapatkan mikroplastik dengan jenis
polimer polypropylene (PP) lebih dominan daripada polyethylene (PE) dan
polyethylene terephthalate (PET). Perbedaan hasil yang didapat bisa diakibatkan
oleh perbedaan lokasi dan perbedaan jenis sampah yang masuk ke badan air.

4.6 Analysis of Variance (ANOVA)

Uji One-way ANOVA dari waktu pengambilan dengan konsentrasi mikroplastik


dianalisis dengan menggunakan software SPSS 25. Pada analisis ini digunakan
tingkat signifikansi sebesar 0,05 (p=5%) atau dengan tingkat kepercayaan sebesar
95%. Hasil uji One-way ANOVA yang diperoleh untuk konsentrasi mikroplastik
sampel air dan sedimen terhadap perbedaan waktu sampling (temporal) dapat
dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Uji ANOVA Antar Masing-masing Waktu Sampling


Sampel Air Sampel Sedimen
Waktu Waktu
S1 S2 S3 S1 S2 S3
Sampling Sampling
S1 - 0,391 0,085 S1 - 0,214 0,890
S2 0,391 - 0,340 S2 0,214 - 0,223
S3 0,085 0,340 - S3 0,890 0,223 -

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui dari uji one way ANOVA yang dilakukan
secara temporal, didapatkan hasil bahwa tidak adanya perbedaan konsentrasi
mikroplastik yang signifikan dengan perbedaan waktu sampling pada sampel air
maupun sedimen. Hal ini dikarenakan pengambilan sampel dilakukan pada titik

91
yang sama dan pada kondisi cuaca yang sama-sama cerah pada pengambilan
sampel pertama hingga ketiga.

Uji ANOVA juga dilakukan untuk menganalisis perbedaan signifikan antara


konsentrasi mikroplastik dengan masing-masing lokasi pengambilan sampel
(spasial). Pada Tabel 4.6 dan 4.7 menggambarkan uji ANOVA antara masing-
masing titik sampling pada air dan sedimen. Pada sampel air didapatkan T1, T2,
dan T3 memiliki perbedaan yang signifikan dengan T8 dan T0, hal ini
dikarenakan tidak adanya konsentrasi yang ditemukan pada daerah dulu (T1-T3).
Konsentrasi ditemukan dominan pada daerah muara yang menerima efluen dari
permukiman penduduk dan aktivitas penduduk di sepanjang aliran sungai seperti
pasar, sehingga dapat disimpulkan konsentrasi mikroplastik sampel air
dipengaruhi oleh titik pengambilan sampel. Pada sampel sedimen menunjukkan
hanya T3 yang memiliki perbedaan yang signifikan dengan titik lainnya yaitu T7,
T9, dan T10. Pada titik-titik yang tidak memiliki nilai yang signifikan pada
sampel air dan sedimen dikarenakan nilai konsentrasi mikroplastik yang
ditemukan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dan aktivitas yang terdapat di
titik-titik yang tidak memiliki nilai signifikan tersebut memiliki aktivitas
masyarakat yang tidak jauh berbeda antar titiknya.

92
Tabel 4.6 Uji ANOVA Antara Masing-masing Titik Sampling Pada Sampel Air
Titik
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Sampling
T1 - - - 0,374 0,116 0,116 0,116 0,016 0,158 0,026
T2 - - - 0,374 0,116 0,116 0,116 0,016 0,158 0,026
T3 - - - 0,374 0,116 0,116 0,116 0,016 0,158 0,026
T4 0,374 0,374 0,374 - 0,519 0,519 0,251 0,101 0,374 0,067
-
T5 0,116 0,116 0,116 0,519 1 0,422 0,23 0,643 0,116
-
T6 0,116 0,116 0,116 0,519 1 0,422 0,23 0,643 0,116
-
T7 0,116 0,116 0,116 0,251 0,422 0,422 1 0,725 0,492
T8 0,016 0,016 0,016 0,101 0,23 0,23 1 - 0,643 0,374
T9 0,158 0,158 0,158 0,374 0,643 0,643 0,725 0,643 - 0,288
T10 0,026 0,026 0,026 0,067 0,116 0,116 0,492 0,374 0,288 -

Tabel 4.7 Uji ANOVA Antara Masing-masing Titik Sampling Pada Sampel Sedimen
Titik
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Sampling
T1 - 0,984 0,5 0,562 0,565 0,356 0,086 0,285 0,112 0,109
T2 0,984 - 0,515 0,578 0,579 0,367 0,088 0,294 0,115 0,112
T3 0,5 0,515 - 0,973 0,99 0,323 0,022 0,25 0,009 0,015
T4 0,562 0,578 0,973 - 0,988 0,691 0,106 0,518 0,146 0,143
T5 0,565 0,579 0,99 0,988 - 0,667 0,097 0,496 0,132 0,13
T6 0,356 0,367 0,323 0,691 0,667 - 0,066 0,654 0,068 0,076
T7 0,086 0,088 0,022 0,106 0,097 0,066 - 0,15 0,5 0,582
T8 0,285 0,294 0,25 0,518 0,496 0,654 0,15 - 0,223 0,218
T9 0,112 0,115 0,009 0,146 0,132 0,068 0,5 0,223 - 0,897
T10 0,109 0,112 0,015 0,143 0,13 0,076 0,582 0,218 0,897 -

93
4.7 Analisis Korelasi

Analisis korelasi terdiri dari analisis korelasi pearson dan rank spearman yang
digunakan untuk menganalisis hubungan dari masing-masing parameter, seperti
pH, temperatur, kecepatan aliran, debit aliran, curah hujan dan jumlah sampah
plastik yang masuk ke sungai dengan konsentrasi mikroplastik yang didapatkan,
kecuali pada parameter DO karena korelasi terletak antara konsentrasi
mikroplastik dengan nilai DO di perairan. Uji normalitas dilakukan sebelum
menentukan analisis korelasi pearson atau rank spearman. Korelasi pearson
digunakan jika nilai signifikansi data >0,05 yang artinya data terdistribusi normal
dan korelasi rank spearman digunakan jika nilai signifikansi data <0,05 yang
artinya data tidak terdistribusi normal. Penentuan jenis korelasi yang digunakan
menggunakan uji normalitas yang dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10.
Hasil dari analisis korelasi terhadap masing-masing parameter dapat dilihat pada
Tabel 4.11 dan Tabel 4.12

Tabel 4.8 Rekapan Uji Normalitas Konsentrasi Mikroplastik Terhadap


Parameter
Nilai Signifikansi Analisis Korelasi
No Parameter
Air Ket Sedimen Ket Air Sedimen
Rank
1 pH 0,200 >0,05 0,047 <0,05 Pearson
spearman
Rank
2 Temperatur 0,013 <0,05 0,730 >0,05 Pearson
spearman
3 Kecepatan 0,200 >0,05 0,200 >0,05 Pearson Pearson
4 Debit 0,200 >0,05 0,340 >0,05 Pearson Pearson
Sampah
5 0,200 >0,05 0,200 >0,05 Pearson Pearson
plastik
Angka Angka
signifikansi signifikansi
6 Curah hujan - - Pearson Pearson
tidak tidak
muncul muncul

Tabel 4.9 Rekapan Uji Normalitas Parameter DO Terhadap Konsentrasi


Mikroplastik
Konsentrasi Signifikansi
No Analisis Korelasi
Mikroplastik Nilai Ket
1 Air 0,200 >0,05 Pearson
2 Sedimen 0,200 >0,05 Pearson

94
Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Analisis Korelasi Parameter Terhadap
Konsentrasi Mikroplastik
Korelasi Interpretasi
No Parameter
Air Ket Sedimen Ket Air Sedimen
Berbanding Berbanding
1 pH -0,796* -0,683** Kuat Kuat
terbalik terbalik

Berbanding Berbanding Sangat Sangat


2 Kecepatan -0,878* -0,909*
terbalik terbalik Kuat Kuat
Berbanding Berbanding Sangat Sangat
3 Temperatur 0,865** 0,902*
lurus lurus Kuat Kuat
Berbanding Berbanding Sangat Sangat
4 Debit 0,906* 0,860*
lurus lurus Kuat Kuat
Curah Berbanding Berbanding
5 -0,500* -0,453* Sedang Sedang
Hujan terbalik terbalik
Sampah Berbanding Berbanding
6 0,754* 0,626* Kuat Kuat
Plastik lurus lurus
Keterangan :
*Korelasi Pearson
**Korelasi Rank spearman

Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Analisis Korelasi Konsentrasi Mikroplastik


Terhadap Parameter DO
Analisis Korelasi
No Konsentrasi Mikroplastik Interpretasi
Nilai Ket
Berbanding
1 Air -0,864 Sangat kuat
terbalik
Berbanding
2 Sedimen -0,833 Sangat kuat
terbalik
Berdasarkan Tabel 4.11 hasil analisis korelasi pH dan kecepatan menggunakan
spss didapatkan hubungan signifikan (<0,05) dan berbanding terbalik (negatif)
dalam rentang yang kuat pada parameter pH dan sangat kuat pada parameter
kecepatan yang berarti mikroplastik lebih banyak berada di daerah yang memiliki
nilai pH dan kecepatan yang rendah. Meningkatnya konsentrasi mikroplastik
terhadap penurunan nilai pH berkaitan dengan aktivitas bakteri yang mampu
menguraikan polimer plastik menjadi ukuran yang lebih kecil yaitu bakteri
Pseudomonas sp (Usha dkk., 2011). Menurut Kordi (2004) bakteri Pseudomonas
sp umumnya berkembang pada pH 5,3-9,7 dan optimum pada pH yang lebih
rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa mikroplastik meningkat pada pH yang
lebih rendah. Nilai pH yang diukur tidak terlalu berfluktuasi yaitu dalam rentang
6,37-6,97, nilai pH yang didapatkan masih berada dalam rentang kategori pH
normal air sungai (6-9) sehingga aktivitas masyarakat tidak terlalu menyebabkan
perubahan nilai pH yang signifikan. Grafik hubungan pH dengan konsentrasi
mikroplastik di air dan sedimen dapat dilihat pada Gambar 4.36 dan 4.37.

95
12

Konsentrasi (Partikel/L)
10

6
y = -12,664x + 88,01
4 R² = 0,6238

0
6,30 6,40 6,50 6,60 6,70 6,80 6,90 7,00
pH

Gambar 4.36 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan pH

100
90
Konsentrasi (Partikel/kg)

80
70
60
50
40
30
20
y = -66,18x + 503,04
10 R² = 0,4553
0
6,3 6,4 6,5 6,6 6,7 6,8 6,9 7,0
pH

Gambar 4.37 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan pH


Kecepatan aliran mempengaruhi mobilitas/pergerakan partikel plastik sehingga
menambah waktu degradasi jika kecepatan aliran rendah dan mempermudah
terjadinya pengendapan menuju sedimen. Berdasarkan hasil analisis korelasi
kecepatan aliran terhadap konsentrasi mikroplastik sampel air dan sedimen,
didapatkan konsentrasi yang lebih tinggi pada daerah hilir yang memiliki
kecepatan aliran rendah, yaitu 0,33-0,40 m/s. Berdasarkan penelitian Wijaya &
Trihadiningrum (2019), didapatkan hasil konsentrasi pada dasar sungai titik
dengan banyak belokan (Segmen Bambe), yaitu 0,17 partikel/m3. Nilai ini lebih
tinggi daripada konsentrasi dasar titik setelahnya, yaitu segmen Karang Pilang
dengan morfologi aliran yang lebih lurus dengan total 0,17 partikel/m3. Grafik
hubungan kecepatan dengan konsentrasi mikroplastik di air dan sedimen dapat
dilihat pada Gambar 4.38 dan 4.39.

96
12

Konsentrasi (Partikel/L)
10

4 y = -9,8871x + 10,818
R² = 0,8383
2

0
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4
Kecepatan Aliran (m/s)

Gambar 4.38 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan Kecepatan


Aliran

100
90
Konsentrasi (Partikel/kg)

80
70
60
50
40
30
20 y = -60,052x + 105,72
10 R² = 0,8266
0
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4
Kecepatan (m/s)

Gambar 4.39 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan


Kecepatan
Temperatur juga menunjukkan adanya hubungan signifikan dengan konsentrasi
mikroplastik sampel air dan sedimen serta berkorelasi sangat kuat. Konsentrasi
mikroplastik yang didapatkan berbanding lurus dengan naiknya temperatur
menjadi salah satu faktor degradasi dan peningkatan energi kinetik penguraian
partikel plastik oleh bakteri Pseudomonas sp yang kinerjanya optimum seiring
dengan peningkatan temperatur (15-30℃) (Kordi, 2004). Menurut Mukhtasor
(2007) densitas air juga dipengaruhi oleh temperatur, densitas air akan menurun
seiring dengan meningkatnya temperatur, sehingga jika temperatur meningkat
maka densitas air akan berkurang menyebabkan nilai specific gravity polimer
akan besar. Nilai specific gravity sendiri yaitu perbandingan densitas zat dengan
densitas air, jika densitas air berkurang menyebabkan nilai specific gravity

97
polimer akan besar. Jika nilai specific gravity >1 maka partikel akan mudah
mengendap, hal inilah yang menyebabkan semakin besar temperatur maka
konsentrasi mikroplastik di sedimen semakin besar. Rentang temperatur yang
didapatkan pada penelitian ini 24,73-28,70℃. Grafik hubungan temperatur
dengan konsentrasi mikroplastik dapat dilihat pada Gambar 4.40 dan 4.41.

12
Konsentrasi (Partikel/L)

10

2 y = 2,3211x - 59,011
R² = 0,7504
0
24 25 26 27 28 29
Temperatur (°C)

Gambar 4.40 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan


Temperatur

100
90
Konsentrasi (Partikel/kg)

80
70
60
50
40
30
20 y = 14,789x - 337,08
10 R² = 0,8143
0
24 25 26 27 28 29
Temperatur (°C)

Gambar 4.41 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan


Temperatur
Debit aliran pada penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan signifikan
dengan konsentrasi mikroplastik dengan korelasi sangat kuat pada sampel air dan
sedimen. Konsentrasi mikroplastik lebih banyak pada daerah hilir sungai karena
debit aliran meningkat menuju hilir diakibatkan masuknya aliran cabang dan
efluen domestik menuju badan air. Selanjutnya, hal ini juga mengakibatkan

98
pencemar terakumulasi di daerah hilir, termasuk mikroplastik. Grafik hubungan
debit aliran dengan konsentrasi mikroplastik di air dan sedimen dapat dilihat pada
gambar Gambar 4.42 dan 4.43.

12
Konsentrasi (Partikel/L)

10

2 y = 0,0907x - 0,2238
R² = 0,9293
0
0 20 40 60 80 100 120 140
3
Debit (m /s)

Gambar 4.42 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan Debit

120
Konsentrasi (Partikel/kg)

100

80

60

40

20 y = 0,495x + 41,037
R² = 0,7404
0
0 20 40 60 80 100 120 140
Debit (m3/s)

Gambar 4.43 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan Debit


Kadar oksigen terlarut/dissolved oxygen (DO) dipengaruhi oleh konsentrasi
mikroplastik. Analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
konsentrasi mikroplastik dengan kadar DO pada titik sampling dengan korelasi
berbanding terbalik dalam rentang sangat kuat pada sampel air dan sedimen. Hasil
negatif yang didapat dikarenakan pada daerah hulu yang memiliki kadar DO yang
masih tinggi (8,03 -7,50 mg/L), konsentrasi mikroplastik ditemukan lebih sedikit
dibandingkan lokasi sampling bagian hilir karena keberadaan sumber pencemar
lebih banyak dibagian hilir. Kehadiran mikroplastik terhadap kadar DO suatu

99
perairan bukan hanya karena fisiknya, tetapi juga zat kimia tambahan yang berada
di dalamnya sebagai pewarna, pewangi, atau bahan untuk meningkatkan
fleksibilitas dan durabilitas plastik. Hal ini dapat menaikkan nilai kekeruhan
(turbidity) perairan sehingga nilai DO menurun. Hasil analisis korelasi konsentrasi
mikroplastik dan kadar DO menunjukkan meningkatnya konsentrasi mikroplastik
diikuti penurunan kadar DO. Grafik hubungan DO dengan konsentrasi
mikroplastik dapat dilihat pada Gambar 4.44 dan 4.45

9
8
7
6
DO (mg/L)

5
4
3
2
y = -0,2528x + 7,3801
1 R² = 0,7524
0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi (Partikel/L)

Gambar 4.44 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan DO

9
8
7
6
DO (mg/L)

5
4
3
2
1 y = -0,0397x + 8,9228
R² = 0,6927
0
20 40 60 80 100
Konsentrasi (Partikel/kg)

Gambar 4.45 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan DO


Curah hujan menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan dengan konsentrasi
mikroplastik sampel air maupun sedimen. Korelasi yang didapatkan berbanding
terbalik (negatif) dalam rentang sedang untuk sampel air dan sampel sedimen. Hal
ini dapat terjadi karena terjadinya fluktuasi curah hujan yang cukup tinggi. Curah

100
hujan yang tinggi akan menambah aliran air permukaan yang masuk ke badan air
sehingga kecepatan dan debit aliran meningkat. Hal ini menyebabkan pergerakan
dan mobilitas partikel plastik lebih cepat sehingga mengurangi konsentrasi
mikroplastik pada air maupun sedimen sungai di titik tersebut. Grafik hubungan
curah hujan terhadap mikroplastik dapat dilihat pada Gambar 4.46 dan 4.47.

6
Konsentrasi (Partikel/L)

1 y = -0,2535x + 4,7153
R² = 0,4803
0
0 2 4 6 8 10 12
Curah Hujan (mm/hari)

Gambar 4.46 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan Curah


Hujan

80
70
Konsentrasi (Partikel/L)

60
50
40
30
20
y = -1,4129x + 68,123
10
R² = 0,5416
0
0 2 4 6 8 10 12
Curah Hujan (mm/hari)

Gambar 4.47 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan


Curah Hujan
Sampah plastik yang masuk ke badan air menunjukkan adanya hubungan
signifikan dengan konsentrasi mikroplastik sampel air dan sedimen dengan
korelasi berbanding lurus (positif) dalam rentang kuat. Hasil positif yang didapat
menunjukkan jumlah konsentrasi mikroplastik meningkat seiring dengan
meningkatnya volume sampah yang masuk ke badan air. Grafik hubungan sampah

101
yang masuk ke badan air dengan konsentrasi mikroplastik di air dan sedimen
dapat dilihat pada Gambar 4.48 dan 4.49.

12

Konsentrasi (Partikel/L)
10

2 y = 10,677x + 1,1603
R² = 0,5866
0
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Timbulan Sampah Plastik (kg/hari)

Gambar 4.48 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Air dengan Sampah


Plastik
100
90
Konsentrasi (Partikel/kg)

80
70
60
50
40
30
20
y = 72,693x + 45,214
10
R² = 0,7268
0
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Timbulan Sampah Plastik (kg/hari)

Gambar 4.49 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik di Sedimen dengan


Sampah Plastik
4.8 Analisis Regresi

Analisis regresi dilakukan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh dari


hubungan masing-masing parameter yang menunjukkan hubungan signifikan.
Parameter tersebut adalah pH, kecepatan aliran, temperatur, debit aliran, DO dan
volume sampah plastik yang masuk ke badan air. Rekapitulasi hasil analisis
regresi dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.

102
Tabel 4.12 Rekapitulasi Analisis Regresi Parameter Terhadap Konsentrasi
Mikroplastik
Nilai Determinasi
Nilai r
No Parameter (R2)
Air Ket Sedimen Ket Air Sedimen
1 pH 0,790 Kuat 0,675 Kuat 62,4% 45,5%
Sangat Sangat
2 Kecepatan 0,916 0,909 83,8% 82,7%
kuat kuat
Sangat Sangat
3 Temperatur 0,866 0,902 75,0% 81,4%
kuat kuat
Sangat Sangat
4 Debit 0,964 0,860 92,9% 74,0%
kuat kuat
Sangat
5 Sampah Plastik 0,754 Kuat 0,853 56,8% 72,7%
kuat
6 Curah hujan 0,693 Kuat 0,736 Kuat 48,0% 54,2%

Tabel 4.13 Rekapitulasi Analisis Regresi Konsentrasi Mikroplastik Terhadap


DO
No Parameter Nilai r Ket Nilai Determinasi (R2)
Konsentrasi
1 0,867 Sangat kuat 75,2%
mikroplastik air
Konsentrasi
2 mikroplastik 0,833 Sangat kuat 69,3%
sedimen

Berdasarkan Tabel 4.13, dapat disimpulkan bahwa dari parameter yang memiliki
hubungan signifikan terhadap konsentrasi mikroplastik pada sampel air, debit
memiliki persentase pengaruh (determinasi) paling tinggi, yaitu 92,9%. Artinya
konsentrasi mikroplastik pada sampel air 92,9% dipengaruhi oleh parameter debit
dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Parameter kecepatan pada sampel air
memiliki pengaruh yang lebih kecil daripada parameter debit yaitu 83,8% dan
diikuti oleh parameter temperatur (75%), pH (62,4%), sampah plastik (56,8%),
dan curah hujan (48%). Pada sampel sedimen, pengaruh paling dominan
diakibatkan oleh kecepatan aliran dengan persentase 82,7%. Artinya mikroplastik
pada sampel sedimen 82,7% dipengaruhi oleh parameter kecepatan aliran sungai
dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Parameter temperatur pada sampel
sedimen memiliki pengaruh yang lebih kecil daripada parameter kecepatan yaitu
81,4% dan diikuti oleh parameter debit (74%), sampah plastik (72,7%), curah
hujan (54,2%), dan pH (45,5%). Berdasarkan Tabel 4.14, diketahui bahwa
konsentrasi mikroplastik memiliki juga memiliki pengaruh terhadap nilai DO
perairan. Konsentrasi mikroplastik sampel air memiliki nilai determinasi 75,2%
sedangkan nilai determinasi pada sampel sedimen lebih tinggi, yaitu 69,3%.

103
4.9 Perbandingan Konsentrasi Mikroplastik Sampel Air dan Sedimen

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan pada analisis konsentrasi masing-masing


sampel, dapat dibuat suatu grafik hubungan sebagai perbandingan jumlah
mikroplastik yang ditemukan pada tiap lokasi sampling. Perbedaan satuan
konsentrasi antara sampel air dan sedimen yang digunakan dapat dibuatkan dalam
grafik dengan 2 sumbu vertikal (axis) yang dapat dilihat pada Gambar 4.50.

100 12

Konsentrasi Pada Air (Partikel/L)


90
10
Konsentrasi Pada Sedimen

80
70
8
(Partikel/kg)

60
50 6
40
4
30
20
2
10
0 0
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
Sedimen Titik Sampling
Air

Gambar 4.50 Perbandingan Konsentrasi Mikroplastik pada Air dan Sedimen


Konsentrasi mikroplastik pada sampel air dan sedimen menunjukan nilai yang
naik turun namun mengalami peningkatan dari hulu hingga hilir. Pengaruh dari
aktivitas domestik dan pasar yang padat mengakibatkan konsentrasi mikroplastik
sampel air pada titik T7 lebih tinggi dari titik setelahnya (T8-T10). Analisis
konsentrasi sampel sedimen menunjukkan grafik yang cenderung meningkat
karena mikroplastik yang terendapkan pada sedimen ditemukan lebih banyak pada
daerah muara. Korelasi antara konsentrasi mikroplastik sampel air dan sedimen
menunjukkan terdapatnya hubungan signifikan (0,002<0,05) dan dalam rentang
korelasi sangat kuat (korelasi Pearson=0,855), sehingga dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi mikroplastik pada air berbanding lurus dengan konsentrasi
mikroplastik pada sedimen.

104
4.10 Perbandingan Mikroplastik Sungai Batang Kuranji dengan Penelitian
Lainnya

Hasil penelitian mikroplastik di Sungai Batang Kuranji dibandingkan dengan


beberapa penelitian mikroplastik pada air dan sedimen di sungai lainnya.
Perbandingan mikroplastik di air dan sedimen Sungai Batang Kuranji dengan
Sungai lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.14 Rekapitulasi Perbandingan Konsentrasi Mikroplastik Sungai


Batang Kuranji Dengan Sungai lainnya
Konsentrasi
Lokasi
No Sedimen Referensi
Sungai Air (Partikel/L)
(Partikel/kg)
Batang
1. Kuranji, Kota 1,67-10 34,92-94,81 Penelitian ini
Padang
Batang Arau,
2. 1,67-10 26,57-168,86 Triadi (2021)
Kota Padang
Tibet Plateau,
3. 0,48-0,97 50-195 Jiang dkk., (2019)
China

Skudai,
4. - 80-200 Sarijan dkk., (2018)
Malaysia
Sei Babura
dan Sei
5 115-121 - (Sarijan dkk., 2018)
Sikambing,
Medan
Berdasarkan Tabel 4.15 nilai konsentrasi mikroplastik pada air dan sedimen
Sungai Batang Kuranji Kota Padang tidak jauh berbeda dengan penelitian yang
dilakukan di sungai-sungai lainnya. Konsentrasi mikroplastik pada sampel air
memiliki nilai konsentrasi yang sama dengan penelitian Triadi (2021) di Sungai
Batang Arau, namun nilai konsentrasi ini lebih tinggi daripada nilai konsentrasi
yang didapatkan oleh Jiang dkk, (2019). Pada sampel sedimen, nilai konsentrasi
mikroplastik di Sungai Batang Kuranji memiliki rentang nilai rata-rata yang
paling rendah dibandingkan dengan sungai lainnya.

4.11 Pengaruh Aktivitas di Sungai Batang Kuranji Terhadap Konsentrasi


Mikroplastik

Konsentrasi mikroplastik di sungai akan semakin tinggi apabila di sekitarnya


merupakan daerah yang terdapat aktivitas manusia Berdasarkan pengamatan
secara langsung pada tiap lokasi sampling, aktivitas yang ada di sepanjang aliran

105
Sungai Batang Kuranji serta konsentrasi mikroplastik yang didapatkan tiap lokasi
sampling dapat dilihat pada Tabel 4.16
Tabel 4.15 Perbandingan Konsentrasi Mikroplastik dengan Aktivitas
Penduduk di Sepanjang Aliran Sungai
Konsentrasi Mikroplastik
Titik
No Aktivitas Sedimen
Sampling Air (Partikel/L)
(Partikel/kg
1 T1 Pemandian 0 34,92
2 T2 Permukiman 0 35,61
3 T3 Permukiman 0 52,53
4 T4 Permukiman 1,67 53,12
5 T5 Permukiman 3,33 52,75
6 T6 Permukiman 3,33 60,75
7 T7 Pasar dan Permukiman 6,67 94,81
8 T8 Permukiman 7 66,94
9 T9 Permukiman dan Perdagangan 5 84,96
10 T10 Permukiman dan Nelayan 10 86,39
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa aktivitas
penduduk di sepanjang aliran Sungai Batang Kuranji didominasi oleh
permukiman masyarakat. Berdasarkan Tabel 4.16 konsentrasi mikroplastik paling
tinggi pada sampel air terdapat di titik T10 yang merupakan muara dari Sungai
Batang Kuranji. Tingginya konsentrasi mikroplastik di titik T10 disebabkan oleh
terakumulasinya sampah-sampah plastik yang berasal dari hulu dan terbawa
hingga ke muara karena kecepatan aliran sungai. Selain itu, pada aliran utama
dapat dilihat bahwa konsentrasi mikroplastik paling tinggi pada sampel air setelah
titik T10 adalah titik T7 dan sedimen di titik T7 juga merupakan titik dengan
konsentrasi mikroplastik yang tinggi di sedimen. Titik T7 merupakan daerah yang
padat penduduk dan juga terdapat aktivitas pasar sehingga potensi timbulnya
sampah plastik di T7 sangat besar. Mikroplastik yang didapatkan di setiap titiknya
diduga berasal dari berbagai sampah plastik seperti pada Tabel 4.17.

106
Tabel 4.16 Jenis Polimer Sampah Plastik yang Masuk ke Badan Air
Titik
No Aktivitas Sampah Jenis Polimer Sampah Polimer Yang Didapatkan
Sampling
1 T1 Pemandian Botol mineral, serat kain. Botol mineral PET PET
Botol mineral, serat kain PET
2 T2 Permukiman Botol kemasan PC
Kemasan makanan PC
PET
Kemasan makanan PVC PC
3 T3 Permukiman Botol mineral, serat kain PP PET
PE
Kemasan makanan PC
4 T4 Permukiman Botol kemasan PVC
Serat tekstil PET
Botol mineral, serat kain PET
Kemasan makanan Kemasan PC PC
5 T5 Permukiman Botol mineral, serat kain makanan PS PET
Kemasan makanan PC
6 T6 Permukiman Botol mineral, serat kain Kantong plastik PE PET
Tutup botol, sedotan PP PP
Botol mineral, serat kain PET
7 T7 Pasar dan Permukiman Botol kemasan Tutup botol PP PVC
Kemasan makanan PC
Sedotan PP
Botol kemasan PVC
8 T8 Permukiman Botol mineral, serat kain Benang pancing PET PET
Kemasan makanan PC
Botol mineral, serat kain PET
Permukiman dan Botol kemasan PVC
9 T9
Perdagangan Kantong plastik, benang pancing PC
Botol kemasan PVC
Permukiman dan
10 T10 Botol mineral, serat kain PET
Nelayan
Kantong plastik, benang pancing PC

107
Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat jenis-jenis sampah plastik yang diduga
masuk ke badan air sungai yang akhirnya terdegradasi menjadi mikroplastik.
Mikroplastik jenis PET merupakan mikroplastik yang ditemui di setiap titik
sampling. Banyaknya mikroplastik jenis PET di setiap titik sampling diduga
akibat aktivitas masyarakat yang membuang sampah kemasan sembarangan dan
juga aktivitas mencuci pakaian di tepi sungai yang dapat menyebabkan serat-serat
kain akan mudah terlepas dari kain dan mudah menyebar ke lokasi lainnya. Selain
itu botol minuman dan juga kemasan makanan biasanya berasal dari polimer PC,
PET, PVC, PP, PE dan PS. Hasil yang didapat sesuai dengan beberapa jenis
polimer yang menyusun botol minuman dan kemasan.

108
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap kandungan mikroplastik di


Sungai Batang Kuranji maka dapat disimpulkan:
1. Kandungan mikroplastik pada air dan sedimen Sungai Batang Kuranji, Kota
Padang yaitu:
a. Rata-rata konsentrasi mikroplastik pada sampel air Sungai Batang Kuranji
berada pada rentang 1,67-10 partikel/L, sedangkan pada sedimen berada
pada rentang 34,92-94,81 partikel/kg;
b. Konsentrasi mikroplastik pada Sungai Batang Kuranji telah melebihi baku
mutu yang ditetapkan oleh WHO pada air minum yaitu 0 partikel/L dan
pada tubuh manusia menurut Schirinzi dkk, (2017) yaitu 0,09 partikel/L;
c. Bentuk mikroplastik yang dominan pada sampel air dan sedimen, yaitu
bentuk fiber;
d. Ukuran mikroplastik yang dominan pada sampel air dan sedimen yaitu jenis
LMP (Large Microplastics) dengan rentang ukuran 1-5 mm;
e. Warna mikroplastik yang paling banyak ditemui pada sampel air yaitu biru
dan sedimen hitam;
f. Jenis polimer mikroplastik yang didapatkan pada sampel air dan sedimen
yaitu polyvinyl chloride (PVC), polyethylene terephthalate (PET),
polycarbonate (PC) dan polypropylene (PP)
2. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan titik sampling (spasial)
memiliki perbedaan signifikan terhadap konsentrasi mikroplastik yang
dihasilkan pada sampel air dan sedimen, namun pada perbedaan waktu tidak
terdapat perbedaan yang signifikan;
3. Hasil uji analisis statistik pada parameter primer menunjukkan hasil korelasi
yaitu pH menunjukkan korelasi kuat terhadap konsentrasi dengan hubungan
berbanding terbalik. Temperatur menunjukkan korelasi sangat kuat dengan
hubungan berbanding lurus. DO dan kecepatan menunjukkan korelasi sangat
kuat dengan hubungan berbanding terbalik. Kecepatan merupakan parameter
yang berpengaruh paling besar terhadap konsentrasi mikroplastik di sedimen.
4. Hasil analisis korelasi pada parameter sekunder menunjukkan hasil korelasi
yaitu curah hujan memiliki nilai korelasi yang sedang pada air dan sedimen.
Timbulan sampah plastik yang masuk ke badan air dan debit menunjukkan
nilai korelasi kuat dan sangat kuat dengan hubungan berbanding lurus. Debit
merupakan parameter yang berpengaruh terhadap konsentrasi mikroplastik di
sampel air.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan setelah didapatkannya kesimpulan penelitian ini


adalah
1. Menyarankan kepada pihak kelurahan ataupun kecamatan untuk mulai
mengedukasi masyarakat, khususnya yang tinggal pada daerah sekitar aliran
sungai akan pentingnya menjaga kualitas air sungai dari sampah plastik;
2. Pemerintah dan lembaga terkait lainnya sebaiknya menyusun kebijakan tentang
pengendalian sampah plastik untuk mencegah adanya pencemaran mikroplastik
di sungai;

110
DAFTAR PUSTAKA

Addauwiyah, R. (2021). Kajian Distribusi dan Pemetaan Mikroplastik Pada


Sedimen Sungai Deli Kota Medan.

Apriyanto, J. (2007). Karakteristik Biofilm dari Bahan Dasar Polivinil Alkohol


(PVOH) dan Kitosan. IPB.

Arsyad, S. (2010). Konservasi Tanah Dan Air. IPB Press.

Arthur, C., Baker, J., & Bamford, H. (2009). Proceedings of the International
Research Workshop on the Occurrence , Effects , and Fate of Microplastic
Marine Debris. Group, January, 530.

Asdak, C. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah


Mada University Press.

Aspi, Malino, M. bara’allo, & Lapanporo, B. P. (2013). Analisis Data Spektrum


Spektroskopi FT-IR untuk Menentukan Tingkat Oksidasi Polianilin. Prima
Fisika, I(2), 92–96.

Ayun, N. Q. (2019). Analisis Mikroplastik Menggunakan Ft-Ir Pada Air,


Sedimen, Dan Ikan Belanak (Mugil cephalus) Di Segmen Sungai Bengawan
Solo Yang Melintasi Kabupaten Gresik. Skripsi, 1–70.

Ayuningtyas, W. C. (2019). Kelimpahan Mikroplastik Pada Perairan Di


Banyuurip, Gresik, Jawa Timur. JFMR-Journal of Fisheries and Marine
Research, 3(1), 41–45. https://doi.org/10.21776/ub.jfmr.2019.003.01.5

Azizah, P., Ridlo, A., Suryono, C. A., Kelautan, D. I., Perikanan, F., &
Diponegoro, U. (2020). Mikroplastik pada Sedimen di Pantai Kartini
Kabupaten Jepara , Jawa Tengah. Journal of Marine Research, 9(3), 326–
332.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang, (2019).

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Padang. (2021).

Barnes, D. K. A., Galgani, F., Thompson, R. C., & Barlaz, M. (2009).


Accumulation and fragmentation of plastic debris in global environments.
Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences,
364(1526), 1985–1998. https://doi.org/10.1098/rstb.2008.0205

Cole, M., Lindeque, P., Halsband, C., & Galloway, T. S. (2011). Microplastics as
contaminants in the marine environment. a review. Mar. Pollut. Banteng,
62((12)), 2588–2597.

Crawford, C. B., & Quinn, B. (2016). Microplastic Pollutants.


https://doi.org/10.1016/c2015-0-04315-5
Dewi, I. S., Budiarsa, A. A., Ramadhan, I., & Ritonga. (2015). Distribusi
mikroplastik pada sedimen di Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Depik, 4(3), 121–131. https://doi.org/10.13170/depik.4.3.2888

Dinas Ketenagakerjaan dan Perindustrian Kota Padang. (2018).

Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang. (2020).

Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Sumatera Barat. (2020). Debit Rata-Rata
Harian Sungai Batang Kuranji 2020.

DKP Kota Padang. (2013). Laporan Akhir Master Plan Pengelolaan


Persampahan Kota Padang.

Eo, S., Hong, S. H., Song, Y. K., Han, G. M., & Shim, W. J. (2019).
Spatiotemporal distribution and annual load of microplastics in the Nakdong
River, South Korea. Water Research, 160, 228–237.
https://doi.org/10.1016/j.watres.2019.05.053

Europe. (2016). Plastics – the Facts 2016. Plastics – the Facts 2016, 37.
www.plasticseurope.de/informations

Gewert, B., Plassmann, M. M., & Macleod, M. (2015). Pathways for degradation
of plastic polymers floating in the marine environment. Environmental
Sciences: Processes and Impacts, 17(9), 1513–1521.
https://doi.org/10.1039/c5em00207a

Gregory, M. R. (1996). Plastic scrubbers’ in hand cleansers: A further (and


minor) source for marine pollution identified. Marine Pollution Bulletin,
32(12), 867–871. https://doi.org/10.1016/S0025-326X(96)00047-1

Han, M., Niu, X., Tang, M., Zhang, B. T., Wang, G., Yue, W., Kong, X., & Zhu,
J. (2020). Distribution of microplastics in surface water of the lower Yellow
River near estuary. Science of the Total Environment, 707, 135601.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2019.135601

Harahap, A. R. (2021). A Study of Distribution and Mapping of Microplastics in


Sei Babura and Sei Sikambing River, Medan (in Bahasa).

Harinaldi. (2005). Prinsip-prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains Fantastic


Adventure : September 1939 Notes from a Literal Life Dødelig ideal
Lullabies for Little Criminals Jesus Works Here : Leading Christians in
Business Talk About How You Can Walk With Christ Through. September
1939, 2–3.

Harlan, J. (2018). Analisis Regresi Linear. In Journal of Chemical Information


and Modeling (Vol. 53, Nomor 9).

Hasan, M. I. (2002). Pokok-pokok materi statistik 1 (statistik deskriptif). Bumi


Aksara.

DP-2
Hidalgo-Ruz, V., Gutow, L., Thompson, R. C., & Thiel, M. (2012). Microplastics
in the marine environment: A review of the methods used for identification
and quantification. Environmental Science and Technology, 46(6), 3060–
3075. https://doi.org/10.1021/es2031505

Holmes, L. A., Turner, A., & Thompson, R. C. (2012). Adsorption of trace metals
to plastic resin pellets in the marine environment. Environmental Pollution,
160(1), 42–48. https://doi.org/10.1016/j.envpol.2011.08.052

Hurley, R., Woodward, J., & Rothwell, J. J. (2018). Microplastic contamination


of river beds significantly reduced by catchment-wide flooding. Nature
Geoscience, 11(4), 251–257. https://doi.org/10.1038/s41561-018-0080-1

Jambeck, JR, Geyer, R., Wilcox, Chris., Theodore, RS, P. (2015). Plastic waste
inputs from land into the ocean. Science, 347((6223)), 768 – 771.

Jiang, C., Yin, L., Li, Z., Wen, X., Luo, X., Hu, S., Yang, H., Long, Y., Deng, B.,
Huang, L., & Liu, Y. (2019). Microplastic pollution in the rivers of the Tibet
Plateau. Environmental Pollution, 249, 91–98.
https://doi.org/10.1016/j.envpol.2019.03.022

Joesidawati, M. I. (2018). Pencemaran mikroplastik di sepanjang pantai


kabupaten Tuban. Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat 3, September, 7–15.

Juita, E. (2017). Studi Kualitas Dan Penetapan Daya Tampung Beban


Pencemaran Sungai Batang Kuranji. Jurnal Spasial, 1(1).
https://doi.org/10.22202/js.v1i1.1570

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2008). Praktek Menghentikan


Pembuangan Sampah ke Sungai.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2020).

Kijchavengkul, T., & Rafael, A. (2006). Perspective Compostability of polymers.


Polym Int, 55(March), 961–969. https://doi.org/10.1002/pi

Kilponen, J. (2016). Microplastics and harmful substances in urban runoffs and


landfill leachates: Possible emission sources to marine environment. 84.
https://www.theseus.fi/bitstream/handle/10024/114539/Kilponen_Juho.pdf?s
e quence=1

Klein, S., Worch, E., & Knepper, T. P. (2015). Occurrence and Spatial
Distribution of Microplastics in River Shore Sediments of the Rhine-Main
Area in Germany. https://doi.org/10.1021/acs.est.5b00492

Kordi, M. G. H. . (2004). Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka


Cipta.

Kovač Viršek, M., Palatinus, A., Koren, Š., Peterlin, M., Horvat, P., & Kržan, A.

DP-3
(2016). Protocol for Microplastics Sampling on the Sea Surface and Sample
Analysis. Journal of visualized experiments : JoVE, 118, 1–9.
https://doi.org/10.3791/55161

Lambert, S., Sinclair, C., & Boxall, A. (2014). Preface. In Reviews of


Environmental Contamination and Toxicology (Vol. 227).
https://doi.org/10.1007/978-3-319-01327-5

Lestari, P., Trihadiningrum, Y., Wijaya, B. A., Yunus, K. A., & Firdaus, M.
(2020). Distribution of microplastics in Surabaya River, Indonesia. Journal
Pre-proof. https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2020.123397

Lima, A. R. A., Costa, M. F., & Barletta, M. (2014). Distribution patterns of


microplastics within the plankton of a tropical estuary. Environmental
Research, 132, 146–155. https://doi.org/10.1016/j.envres.2014.03.031

Lucas, N., Bienaime, C., Belloy, C., Queneudec, M., Silvestre, F., & Nava-
Saucedo, J. E. (2008). Polymer biodegradation: Mechanisms and estimation
techniques - A review. Chemosphere, 73(4), 429–442.
https://doi.org/10.1016/j.chemosphere.2008.06.064

Lusher, A., Hollman, P., & Mandoza-Hill, J. (2017). Microplastics in fisheries


and aquaculture. In FAO Fisheries and Aquaculture Technical Paper (Vol.
615, Nomor July). http://www.fao.org/3/a-i7677e.pdf

Manalu, A. A. (2017). Kelimpahan mikroplastik di teluk jakarta anggresia


adhyastri manalu. Tesis.

Marliana, A., Imran, Z., & Taryono. (2021). Sebaran Spasial Mikroplastik pada
Sedimen di Sungai Citanduy, Jawa Barat.

Masura, J., Baker, J., Foster, G., & Arthur, C. (2015). Laboratory Methods for the
Analysis of Microplastics in the Marine Environment: Recommendations for
quantifying synthetic particles in waters and sediments. July.

Mitrano, D. M., & Wohlleben, W. (2020). Microplastic Regulation Should be


more Precise to Incentivize Both Innovation and Environmental Safety.
Nature Communications, 11(1), 1–12. https://doi.org/10.1038/s41467-020-
19069-1

Mohamed Nor, N. H., & Obbard, J. P. (2014). Microplastics in Singapore’s


coastal mangrove ecosystems. Marine Pollution Bulletin, 79(1–2), 278–283.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2013.11.025

Moore, C. J. (2008). Synthetic polymers in the marine environment: A rapidly


increasing, long-term threat. Environmental Research, 108(2), 131–139.
https://doi.org/10.1016/j.envres.2008.07.025

Mukhtasor. (2007). Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita.

DP-4
Ndruru, E, M.Situmorang, G. T. (2014). Analisa Faktor-faktor yang
Memengaruhi Hasil Produksi Padi di Deli Serdang. Saintia Matematika,
2(1), 71–83.

Ng, K. L., & Obbard, J. P. (2006). Prevalence of microplastics in Singapore’s


coastal marine environment. Marine Pollution Bulletin, 52(7), 761–767.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2005.11.017

Prabowo, G. R. M. (2019). Kandungan Mikroplastik Pada Ikan Sapu-sapu


(Hypostomus Plecostomus) Di Kali Krukut.

Pratisto, A. (2004). Cara mudah mengatasi masalah statistik dan rancangan


percobaan dengan SPSS. Elex Media Komputindo, Jakarta, November.

Rahmad, S., Purba, N., Agung, M., & Yuliadi, L. (2019). Karakteristik sampah
mikroplastik di Muara Sungai DKI Jakarta. Depik, 8(1), 9–17.
https://doi.org/10.13170/depik.8.1.12156

Ridlo, A., Ario, R., Al Ayyub, A. M., Supriyantini, E., & Sedjati, S. (2020).
Mikroplastik pada Kedalaman Sedimen yang Berbeda di Pantai Ayah
Kebumen Jawa Tengah. Jurnal Kelautan Tropis, 23(3), 325–332.
https://doi.org/10.14710/jkt.v23i3.7424

Rocha-Santos, T. A. P. &, & Duarte, A. C. (2017). Characterization and Analysis


of Microplastics. https://doi.org/10.1016/s0166-526x(17)30014-4

Rochman, C. M., Browne, M. A., Underwood, A. J., Van Franeker, J. A.,


Thompson, R. C., & Amaral-Zettler, L. A. (2016). The ecological impacts of
marine debris: Unraveling the demonstrated evidence from what is
perceived. Ecology, 97(2), 302–312. https://doi.org/10.1890/14-2070.1

Rochman, C. M., Tahir, A., Williams, S. L., Baxa, D. V., Lam, R., Miller, J. T.,
Teh, F. C., Werorilangi, S., & Teh, S. J. (2015). Anthropogenic debris in
seafood: Plastic debris and fibers from textiles in fish and bivalves sold for
human consumption. Scientific Reports, 5(April), 1–10.
https://doi.org/10.1038/srep14340

Rummel, C. D., Jahnke, A., Gorokhova, E., Kühnel, D., & Schmitt-Jansen, M.
(2017). Impacts of biofilm formation on the fate and potential effects of
microplastic in the aquatic environment. Environmental Science and
Technology Letters, 4(7), 258–267.
https://doi.org/10.1021/acs.estlett.7b00164

Said, Z. F., & Chiellini, E. (2000). Environmentally Degradable Polymers


Selected Papers From ICS - UNIDO International Workshop On
Environmentally Degradable Polymers: Polymeric Materials And The
Environment.

Sarijan, S., Azman, S., Said, M. I. M., Andu, Y., & Zon, N. F. (2018).
Microplastics in sediment from Skudai and Tebrau river, Malaysia: A

DP-5
preliminary study. MATEC Web of Conferences, 250.

Sarkar, D. J., Sarkar, S. Das, Das, B. K., Manna, R. K., Behera, B. K., & Samanta,
S. (2019). Science of the Total Environment Spatial distribution of meso and
microplastics in the sediments of river Ganga at eastern India. 694, 1–7.

Scheurer, M., & Bigalke, M. (2018). Microplastics in Swiss Floodplain Soils.


Environmental Science and Technology, 52(6), 3591–3598.
https://doi.org/10.1021/acs.est.7b06003

Schirinzi, G. F., Pérez-Pomeda, I., Sanchís, J., Rossini, C., Farré, M., & Barceló,
D. (2017). Cytotoxic effects of commonly used nanomaterials and
microplastics on cerebral and epithelial human cells. Environmental
Research, 159(June), 579–587. https://doi.org/10.1016/j.envres.2017.08.043

Schmidth, C., Krauth, T., Wagner, S. (2017). Export of plastic debris by rivers
into the sea. Environmental Science & Technology, 51((21)), 12246–12253.

Septian, F.M., Purba, N.P., Agung, M.U.K., Yuliadi, L.P.S., Akuan, L.F.,
Mulyani, P. G. (2018). Sebaran Spasial Mikroplastik di Sedimen Pantai
Pangandaraan, Jawa Barat. In Journal Geomaritim Indonesia (Vol. 1,
Nomor 1, hal. 1–8).

Shah, A. A., Hasan, F., Hameed, A., & Ahmed, S. (2008). Biological degradation
of plastics: A comprehensive review. Biotechnology Advances, 26(3), 246–
265. https://doi.org/10.1016/j.biotechadv.2007.12.005

Singh, B., & Sharma, N. (2008). Mechanistic implications of plastic degradation.


Polymer Degradation and Stability, 93(3), 561–584.
https://doi.org/10.1016/j.polymdegradstab.2007.11.008

Stevens, M. P. (2001). Kimia Polimer. PT Pradnya Paramita.

Sudarwo, A., Berd, I., & Nurifdinsyah, J. (2015). Kajian karakteristik daerah
aliran sungai (das) batang kuranji untuk ketersediaan air berkelanjutan. E-
jurnal Universitas Bung Hatta.

Suripin. (2004). Koleksi Buku 2004 Sistem drainase perkotaan yang


berkelanjutan / Suripin. 2004.

Susana, T. (2009). Tingkat Keasaman (pH) Dan Oksigen Terlarut Sebagai


Indikator Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Teknologi
Lingkungan, 5(1), 157–158. https://doi.org/10.1055/s-2008-1067278

Susetyo, B. (2012). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Refika Aditama.

Tran Nguyen, Q. A., Nguyen, H. N. Y., Strady, E., Nguyen, Q. T., Trinh-Dang,
M., & Vo, V. M. (2020). Characteristics of microplastics in shoreline
sediments from a tropical and urbanized beach (Da Nang, Vietnam). Marine
Pollution Bulletin, 161(October), 111768.

DP-6
Triadi, H. (2021). Analisis Kandungan Mikroplastik Pada Air dan Sedimen
Sungai Batang Arau Kota Padang.

U.S. Environmental Protection Agency, & Division, L. S. and A. S. (2020).


Operating Procedure : Sediment Sampling. 1–17.

Ul-Hamid, A., Soufi, K. Y., Al-Hadhrami, L. M., & Shemsi, A. M. (2015).


Failure investigation of an underground low voltage XLPE insulated cable.
Anti-Corrosion Methods and Materials, 62(5), 281–287.
https://doi.org/10.1108/ACMM-02-2014-1352

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Usha, R., Sangeetha, T., & Palaniswamy, M. (2011). Screening of polyethylene


degrading microorganisms from garbage soil. Libyan Agriculture Research
Center Journal International, 2(4), 200–204.

Utama, L., & Naumar, A. (2015). Kajian Kerentanan Kawasan Berpotensi Banjir
Bandang dan Mitigasi Bencana pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang
Kuranji Kota Padang. Jurnal Rekayasa Sipil, 9(1), 21–28.

Venkatachalam, S., G., S., V., J., R., P., Rao, K., & K., A. (2012). Degradation
and Recyclability of Poly (Ethylene Terephthalate). Polyester.
https://doi.org/10.5772/48612

Watters, D. L., Yoklavich, M. M., Love, M. S., & Schroeder, D. M. (2010).


Assessing marine debris in deep seafloor habitats off California. Marine
Pollution Bulletin, 60(1), 131–138.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2009.08.019

Widianarko, B., & Hantoro, I. (2018). Mikroplastik Mikroplastik dalam Seafood


Seafood dari Pantai Utara Jawa. In Unika Soegijapranata. Semarang.

Wijaya, B. A., & Trihadiningrum, Y. (2019). Pencemaran Meso- dan


Mikroplastik di Kali Surabaya pada Segmen Driyorejo hingga Karang
Pilang. Jurnal Teknik ITS, 8(2), 212–216.

World Health Organization. (2019).

Yan, M., Nie, H., Xu, K., He, Y., & Hu, Y. (2019). Chemosphere Microplastic
abundance , distribution and composition in the Pearl River along
Guangzhou city and Pearl River estuary , China. 217, 879–886.

Zhang, K., Shi, H., Peng, J., Wang, Y., Xiong, X., Wu, C., & Lam, P. K. S.
(2018). Microplastic pollution in China’s inland water systems: A review of
findings, methods, characteristics, effects, and management. Science of the
Total Environment, 630, 1641–1653.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2018.02.300

DP-7
Zhang, L., Liu, J., Xie, Y., Zhong, S., Yang, B., Lu, D., & Zhong, Q. (2020).
Distribution of microplastics in surface water and sediments of Qin river in
Beibu Gulf, China. Science of the Total Environment, 708, 135176.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2019.135176

Zhang, S., Wang, J., Liu, X., Qu, F., Wang, X., Wang, X., Li, Y., & Sun, Y.
(2019). Microplastics in the environment: A review of analytical methods,
distribution, and biological effects. TrAC - Trends in Analytical Chemistry,
111, 62–72. https://doi.org/10.1016/j.trac.2018.12.002

Zhang W, Zhang S, Wang J, Wang Y, Mu J, Wang P, Lin X, M. D. (2017).


Microplastic pollution in the surface waters of the Bohai Sea, China.
Environ Pollut, 231, 541–548.

DP-8
LAMPIRAN
LAMPIRAN A/1
Prosedur Praktikum
LAMPIRAN A
PROSEDUR ANALISIS MIKROPLASTIK

1. Tahapan Analisis Sedimen


A. Digestion
1. Alat dan bahan yang digunakan
- Hot Plate;
- Neraca;
- Batang pengaduk;
- Beaker glass 400 ml;
- Sarung tangan anti panas;
- Larutan 0,05 Fe (II) dimana 7,5 gram FeSO4 dalam 500 ml aquades ditambah 3 ml
H2SO4;
2. Cara Kerja
- Timbang 50 gr sampel sedimen;
- Panaskan di oven dan timbang kembali berat kering sedimen;
- Saring sampel dengan saringan 5 mm dan 0,3 mm;
- Masukan sampel ke dalam gelas piala 400 ml;
- Tambahankan masing-masing 20 ml hidrogen peroksida dan larutan Fe;
- Panaskan pada suhu 75o selama 30 menit;

B. Separasi
1. Alat dan bahan yang digunakan
- Standar dan klem;
- Corong;
- Selang dan penjepit;
- Alumunium foil;
- Garam (NaCl);
2. Cara Kerja
- Sampel yang sudah dihilangkan kandungan organiknya ditambahkan 200 ml larutan
garam jenuh;
- Diaduk dengan magnetic stirrer;
- Masukan kedalam corong yang sudah ditutup ujungnya dengan selang dan penjepit;
- Biarkan selama 60 menit sampai terbentuk supernatan yang sempurna;
- Buang bagian endapan dengan cara membuka penjepit dan pindahkan supernatan ke
dalam gelas piala (bilas corong air dengan garam agar partikel tidak ada yang
tertinggal);
C. Filtrasi
1. Alat dan Bahan
- Aquades;
- Saringan fiberglass;
- Statif;
- Alumunium foil;
- Botol semprot;
- Kertas saring;
- Pompa vakum;
- Mikroskop;
2. Cara Kerja
- Supernatan yang sudah dipisahkan, dimasukan kedalam gelas piala;
- Siapkan saringan fiberglass dan kertas saring whatmann;
- Saring supernatan untuk memisahkan air dan larutan garam dari sampel mikroplastik
dengan bantuan pompa vakum;
- Kertas saring dibiarkan semalam dan ditutup dengan aluminium foil;
- Hitung jumlah sampel mikroplastik dengan menggunkan mikroskop;

2. Tahapan Analisis Air


A. Digestion
1. Alat dan bahan yang digunakan
- Hot Plate;
- Neraca;
- Batang pengaduk;
- Beaker glass 400 ml;
- Sarung tangan anti panas;
- Larutan 0,05 Fe (II) dimana 7,5 gram FeSO4 dalam 500 ml aquades ditambah 3 ml
asam sulfat;
2. Cara Kerja
- Ambil sampel sebanyak 200 mL;
- Saring sampel dengan saringan 5 mm dan 0,3 mm;
- Masukan ke dalam gelas piala 400 ml;
- Tambahankan masing-masing 20 ml hidrogen peroksida dan larutan Fe;
- Panaskan pada suhu 75o selama 30 menit;
B. Separasi
1. Alat dan bahan yang digunakan
- Standar dan klem;
- Corong;
- Selang dan penjepit;
- Alumunium foil;
- Garam (NaCl);
2. Cara Kerja
- Sampel yang sudah dihilangkan kandungan organiknya ditambahkan 200 ml larutan
garam jenuh;
- Diaduk dengan magnetic stirrer;
- Masukan kedalam corong pisah yang sudah ditutup ujungnya dengan selang dan
penjepit;
- Biarkan selama 60 menit sampai terbentuk supernatan yang sempurna;
- Buang bagian endapan dengan cara membuka penjepit dan pindahkan supernatan ke
dalam gelas piala (bilas corong air dengan garam agar partikel tidak ada yang
tertinggal);
C. Filtrasi
1. Alat dan Bahan
- Aquades;
- Saringan fiberglass;
- Statif;
- Alumunium foil;
- Botol semprot;
- Kertas saring;
- Pompa vakum;
- Mikroskop;
2. Cara Kerja
- Supernatan yang sudah dipisahkan, dimasukan kedalam gelas piala;
- Siapkan saringan fiberglass dan kertas saring whatmann;
- Saring supernatan untuk memisahkan air dan larutan garam dari sampel mikroplastik
dengan bantuan pompa vakum;
- Kertas saring dibiarkan semalam dan ditutup dengan aluminium foil;
- Hitung jumlah sampel mikroplastik dengan menggunkan mikroskop;
Bagan Prosedur Analisis Kandungan
Mikroplastik Sampel Air

Digestion Separasi Filtrasi

- Ambil sampel - Sampel yang sudah - Supernatan yang


sebanyak 200 mL; dihilangkan kandungan sudah dipisahkan,
organiknya dimasukan kedalam
ditambahkan 200 ml gelas piala;
- Saring sampel larutan garam jenuh;
dengan saringan 5
mm hingga hanya - Siapkan saringan
padatan yang tersisa; - Diaduk dengan
magnetic stirrer; fiberglass dan kertas
saring 0,1 mikron;

- Saring sampel
dengan saringan 0,3 - Masukan kedalam
corong pisah yang - Saring supernatan
mm hingga hanya
sudah ditutup untuk memisahkan
padatan yang tersisa
ujungnya dengan air dan larutan garam
selang dan penjepit; dari sampel
- Masukan ke dalam mikroplastik dengan
gelas piala 400 ml; bantuan pompa
vakum;
- Biarkan selama 60
- Tambahankan menit sampai terbentuk
masing-masing 20 supernatan yang - Kertas saring
ml hidrogen sempurna; dibiarkan semalam
peroksida dan larutan dan ditutup dengan
Fe; aluminium foil
- Buang bagian endapan sebelum dimati
dengan cara membuka dengan mikroskop;
penjepit dan pindahkan
- Panaskan pada suhu
supernatan ke dalam
75o selama 30 menit;
gelas piala (bilas
corong air dengan
garam agar partikel
tidak ada yang
tertinggal);
Bagan Prosedur Analisis Kandungan
Mikroplastik Sampel Sedimen

Digestion Separasi Filtrasi

- Ambil sampel - Sampel yang sudah - Supernatan yang


sebanyak 50 gram; dihilangkan kandungan sudah dipisahkan,
organiknya dimasukan kedalam
ditambahkan 200 ml gelas piala;
- Panaskan sampel di larutan garam jenuh;
oven dan timbang
berat kering;
- Diaduk dengan - Siapkan saringan
magnetic stirrer; fiberglass dan kertas
- Saring sampel saring 0,1 mikron;
dengan saringan 5
mm dan 0,3 mm - Masukan kedalam
hingga hanya corong pisah yang - Saring supernatan
padatan yang tersisa; sudah ditutup untuk memisahkan
ujungnya dengan air dan larutan garam
selang dan penjepit; dari sampel
- Masukan ke dalam mikroplastik dengan
gelas piala 400 ml; bantuan pompa
vakum;
- Biarkan selama 60
- Tambahankan menit sampai terbentuk
masing-masing 20 supernatan yang - Kertas saring
ml hidrogen sempurna; dibiarkan semalam
peroksida dan larutan dan ditutup dengan
Fe; aluminium foil;
- Buang bagian endapan
dengan cara membuka
- Panaskan pada suhu penjepit dan pindahkan
75o selama 30 menit; supernatan ke dalam
gelas piala (bilas
corong air dengan
garam agar partikel
tidak ada yang
tertinggal);
LAMPIRAN B/2
SNI 6989.57:2008
“Metoda Pengambilan Contoh Air Permukaan”
SNI 6989.57:2008

Standar Nasional Indonesia

Air dan air limbah – Bagian 57:


Metoda pengambilan contoh air permukaan

ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional


SNI 6989.57:2008

Daftar isi

Daftar isi …. ............................................................................................................................... i


Prakata ..................................................................................................................................... ii
1 Ruang lingkup ....................................................................................................................1
2 Acuan normatif ...................................................................................................................1
3 Istilah dan definisi...............................................................................................................1
4 Peralatan ............................................................................................................................2
4.1 Alat pengambil contoh .....................................................................................................3
4.2 Alat pengukur parameter lapangan .................................................................................5
4.3 Alat pendingin ..................................................................................................................6
4.4 Alat ekstraksi (corong pemisah) ......................................................................................6
4.5 Alat penyaring ..................................................................................................................6
5 Bahan .................................................................................................................................6
6 Wadah contoh.....................................................................................................................6
6.1 Persyaratan wadah contoh ..............................................................................................6
6.2 Persiapan wadah contoh .................................................................................................6
6.3 Pencucian wadah contoh.................................................................................................8
6.4 Volume contoh .................................................................................................................8
7 Lokasi dan titik pengambilan contoh...................................................................................8
7.1 Lokasi pengambilan contoh pada sungai ........................................................................8
7.2 Lokasi pengambilan contoh air pada danau dan waduk..................................................9
8 Cara pengambilan contoh.................................................................................................10
8.1 Cara pengambilan contoh untuk pengujian kualitas air secara umum ..........................10
8.2 Pengambilan contoh untuk pengujian oksigen terlarut ..................................................11
8.3 Pengambilan contoh untuk pengujian senyawa organik mudah menguap (Volatile
Organic Compound, VOC) ............................................................................................12
8.4 Pengambilan contoh untuk pengujian senyawa aromatik dan akrolein dan akrilonitril ..13
8.5 Pengambilan contoh untuk pengujian senyawa organik yang dapat diekstraksi ...........13
8.6 Pengambilan contoh untuk pengujian total logam dan terlarut ......................................13
9 Pengujian parameter lapangan.........................................................................................13
10 Penyaringan contoh ..........................................................................................................14
11 Pengawetan contoh ..........................................................................................................14
12 Jaminan mutu dan pengendalian mutu.............................................................................14
12.1 Jaminan mutu ..............................................................................................................14
12.2 Pengendalian mutu ......................................................................................................14
Lampiran A (normatif) Pelaporan..........................................................................................16
Lampiran B (normatif) Tabel cara pengawetan dan penyimpanan contoh air limbah..........17
Bibliografi ................................................................................................................................20

i
SNI 6989.57:2008

Prakata

Dalam rangka menyeragamkan teknik pengambilan contoh air limbah sebagaimana telah
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun 2003
tentang Metode analisis pengujian kualitas air permukaan dan pengambilan contoh air
permukaan, maka dibuatlah Standar Nasional indonesia (SNI) tentang Air dan air limbah –
Bagian 57: Metode pengambilan contoh air permukaan. SNI ini diterapkan untuk teknik
pengambilan contoh air limbah sebagaimana yang tercantum di dalam Keputusan Menteri
tersebut.

Metode ini merupakan hasil kaji ulang dari SNI 06-2421-1991, Metode pengambilan contoh
uji kualitas air. SNI tersebut telah disepakati untuk dipecah menjadi 3 SNI baru yaitu untuk
metode pengambilan contoh air permukaan, air tanah dan air limbah yang merupakan
bagian dari seri SNI Air dan air limbah. SNI ini telah dikonsensuskan oleh Subpanitia Teknis
13-03-S1, Kualitas Air dari Panitia Teknis 13-03, Panitia Teknis Kualitas Lingkungan dan
Manajemen Lingkungan dengan pihak terkait.

Standar ini telah disepakati dan disetujui dalam rapat konsensus dengan peserta rapat yang
mewakili produsen, konsumen, ilmuwan, instansi teknis, pemerintah terkait dari pusat
maupun daerah pada tanggal 14 Desember 2005 di Serpong, Tangerang – Banten. SNI ini
juga telah melalui konsensus nasional yaitu jajak pendapat pada tanggal 29 Maret – 28 Mei
2006. Dengan ditetapkannya SNI ini, maka penerapan SNI 06-2421-1991 dinyatakan tidak
berlaku lagi.

ii
SNI 6989.57:2008

Keterangan gambar:

A adalah pengait
B1 adalah tuas posisi tertutup
B2 adalah tuas posisi terbuka
C1 adalah tutup gelas botol contoh posisi tertutup
C2 adalah tutup gelas botol contoh posisi terbuka
D adalah tali penggantung
E adalah rangka metal botol contoh

Gambar 3 Contoh alat pengambil air botol biasa dengan pemberat

b) Alat pengambil contoh pada kedalaman tertentu

Alat pengambil contoh untuk kedalaman tertentu atau point sampler digunakan untuk
mengambil contoh air pada kedalaman yang telah ditentukan pada sungai yang relatif dalam,
danau atau waduk. Ada dua tipe point sampler yaitu tipe vertikal dan horisontal (lihat
Gambar 4 dan 5).

Gambar 4 Contoh alat pengambil contoh air point sampler tipe vertikal

Gambar 5 Contoh alat pengambil contoh air point samplertipe horisontal

4 dari 19
SNI 6989.57:2008

4.3 Alat pendingin

Alat ini dapat menyimpan contoh pada 4 °C ± 2 °C, digunakan untuk menyimpan contoh
untuk pengujian sifat fisika dan kimia.

4.4 Alat ekstraksi (corong pemisah)

Corong pemisah terbuat dari bahan gelas atau teflon yang tembus pandang dan mudah
memisahkan fase pelarut dari contoh.

4.5 Alat penyaring

Alat ini dilengkapi dengan pompa isap atau pompa tekan serta dapat menahan saringan
yang mempunyai ukuran pori 0,45 μm.

5 Bahan

Bahan kimia untuk pengawet

Bahan kimia yang digunakan untuk pengawet harus memenuhi persyaratan bahan kimia
untuk analisis dan tidak mengganggu atau mengubah kadar zat yang akan di uji (lihat
Lampiran B).

6 Wadah contoh

6.1 Persyaratan wadah contoh

Wadah yang digunakan untuk menyimpan contoh harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

a) terbuat dari bahan gelas atau plastik Poli Etilen (PE) atau Poli Propilen (PP) atau teflon
(Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE);
b) dapat ditutup dengan kuat dan rapat;
c) bersih dan bebas kontaminan;
d) tidak mudah pecah;
e) tidak berinteraksi dengan contoh.

6.2 Persiapan wadah contoh

Lakukan langkah-langkah persiapan wadah contoh, sebagai berikut:

a) untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan, seluruh wadah contoh harus benar-
benar dibersihkan di laboratorium sebelum dilakukan pengambilan contoh.
b) wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan dari yang dibutuhkan, untuk
jaminan mutu, pengendalian mutu dan cadangan.
c) jenis wadah contoh dan tingkat pembersihan yang diperlukan tergantung dari jenis
contoh yang akan diambil, sebagai berikut:

6.2.1 Wadah contoh untuk pengujian senyawa organik yang mudah menguap
(Volatile Organic Compound, VOC)

Siapkan wadah contoh untuk senyawa organik yang mudah menguap, dengan langkah kerja
sebagai berikut:

6 dari 19
SNI 6989.57:2008

a) Wadah contoh harus dicuci dengan deterjen dan disikat untuk menghilangkan partikel
yang menempel di permukaan;
b) Bilas wadah contoh dengan air bersih hingga seluruh deterjen hilang;
c) Bila wadah contoh terbuat dari bahan non logam, maka cuci dengan asam HNO3 1:1,
kemudian dibilas dengan air bebas analit;
d) Biarkan wadah contoh mengering di udara terbuka;
e) Wadah contoh yang telah dibersihkan diberi label bersih-siap untuk pengambilan contoh.

6.4 Volume contoh

Volume contoh yang diambil untuk keperluan pemeriksaan di lapangan dan laboratorium
bergantung dari jenis pemeriksaan yang diperlukan (lihat Lampiran B).

7 Lokasi dan titik pengambilan contoh

7.1 Lokasi pengambilan contoh pada sungai

7.1.1 Lokasi pemantauan kualitas air

Lokasi pemantauan kualitas air pada umumnya dilakukan pada:


a) Sumber air alamiah, yaitu pada lokasi yang belum atau sedikit terjadi pencemaran (titik 1,
lihat Gambar 5).
b) Sumber air tercemar, yaitu pada lokasi yang telah menerima limbah (titik 4, lihat Gambar
5).
c) Sumber air yang dimanfaatkan, yaitu pada lokasi tempat penyadapan sumber air
tersebut. (titik 2 dan 3, lihat Gambar 5).
d) Lokasi masuknya air ke waduk atau danau (titik 5, lihat Gambar 5).

CATATAN Untuk informasi yang lebih rinci, maka pengambilan contoh tidak boleh secara komposit.

Keterangan gambar:

1) Sumber air alamiah


2) Sumber air untuk perkotaan
3) Sumber air untuk industri
4) Sumber air yang sudah tercemar
5) Lokasi masuknya air ke danau atau
waduk

Gambar 8 Contoh lokasi pengambilan air

8 dari 19
SNI 6989.57:2008

7.1.2 Titik pengambilan contoh air sungai

Titik pengambilan contoh air sungai ditentukan berdasarkan debit air sungai yang diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:

a) sungai dengan debit kurang dari 5 m3/detik, contoh diambil pada satu titik ditengah
sungai pada kedalaman 0,5 kali kedalaman dari permukaan atau diambil dengan alat
integrated sampler sehingga diperoleh contoh air dari permukaan sampai ke dasar
secara merata (lihat Gambar 9);

b) sungai dengan debit antara 5 m3/detik - 150 m3/detik, contoh diambil pada dua titik
masing-masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada kedalaman 0,5 kali kedalaman
dari permukaan atau diambil dengan alat integrated sampler sehingga diperoleh contoh
air dari permukaan sampai ke dasar secara merata (lihat Gambar 9) kemudian
dicampurkan;

c) sungai dengan debit lebih dari 150 m3/detik, contoh diambil minimum pada enam titik
masing-masing pada jarak 1/4, 1/2, dan 3/4 lebar sungai pada kedalaman 0,2 dan 0,8
kali kedalaman dari permukaan atau diambil dengan alat integrated sampler sehingga
diperoleh contoh air dari permukaan sampai ke dasar secara merata (lihat Gambar 9)
lalu dicampurkan.

Gambar 9 Titik pengambilan contoh sungai

7.2 Lokasi pengambilan contoh air pada danau atau waduk

7.2.1 Lokasi pengambilan contoh air danau atau waduk disesuaikan dengan tujuan
pengambilan contohnya, paling tidak diambil dilokasi-lokasi:

a) Tempat masuknya sungai ke waduk atau danau.


b) Ditengah waduk atau danau.
c) Lokasi penyadapan air untuk pemanfaatan.
d) Tempat keluarnya air dari waduk atau danau.

9 dari 19
LAMPIRAN C/3
SNI 03-7016-2004
“Tata Cara Pengambilan Contoh Dalam
Rangka
Pemantauan Kualitas Air Pada Suatu Daerah
Pengaliran Sungai”
SNI 03-7016-2004

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Standar Nasional Indonesia

Tata cara pengambilan contoh dalam rangka


pemantauan kualitas air pada suatu daerah
pengaliran sungai

ICS 13.060.45 Badan Standardisasi Nasional


SNI 03-7016-2004

Daftar Isi

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Daftar isi.....................................................................................................................................i
Prakata .................................................................................................................................... ii
Pendahuluan............................................................................................................................ iii
1 Ruang lingkup.....................................................................................................................1
2 Acuan normatif....................................................................................................................1
3 Istilah dan definisi ...............................................................................................................1
4 Simbol dan singkatan istilah ...............................................................................................1
5 Pemilihan lokasi pengambilan contoh ...............................................................................2
5.1 Dasar pertimbangan ....................................................................................................2
5.2 Perencanaan lokasi penganbilan contoh.....................................................................2
5.3 Penentuan lokasi pengambilan contoh........................................................................3
6 Penentuan frekuensi pengambilan contoh .........................................................................4
6.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi pengambilan contoh..............................4
6.2 Penentuan frekuensi pengambilan contoh ..................................................................5
7 Pengambilan contoh ...........................................................................................................6
7.1 Jenis contoh.................................................................................................................6
7.2 Cara pengambilan contoh............................................................................................8
8 Pengelolaan contoh di lapangan ........................................................................................9
8.1 Pemeriksaan kualitas air di lapangan ..........................................................................9
8.2 Perlakuan pendahuluan contoh .................................................................................10
8.3 Pengawetan contoh ...................................................................................................10
8.4 Wadah penyimpanan contoh .....................................................................................11
8.5 Pengangkutan contoh................................................................................................12
Bibliografi ................................................................................................................................13

i
SNI 03-7016-2004

Prakata

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Standar Nasional Indonesia (SNI) Tata cara pengambilan contoh dalam rangka pemantauan
kualitas air ini disusun oleh Gugus Kerja Balai Lingkungan Keairan yang termasuk pada Sub
Pantek Teknologi Sumber Daya Air yang berada di bawah Panitia Teknik 21S Konstruksi
dan Bangunan.

Penyusunan standar ini melalui proses pembahasan pada tingkat Gugus Kerja,
Prakonsensus dan Konsensus yang melibatkan para nara sumber dan pakar terkait.

SNI ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pengambilan contoh dalam
rangka pemantauan kualitas air. Dengan menggunakan standar ini sebagai pedoman
diharapkan pengambilan contoh dalam rangka pemantauan kualitas air dapat dilaksanakan
dengan baik dan hasilnya dapat memuaskan. SNI ini sifatnya umum dan tidak merinci teknik-
tekniknya secara mendalam. Untuk hal-hal yang sifatnya teknis dan mendalam maka perlu
merujuk pada standar-standar yang sudah ada.

ii
SNI 03-7016-2004

Pendahuluan

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Sistem pengambilan contoh memegang peranan sangat penting dalam pemantauan kualitas
air. Ketelitian analisis dan ketepatan sistem pengambilan contoh akan mempengaruhi data
hasil analisis. Apabila terdapat kesalahan dalam pengambilan contoh, maka contoh yang
diambil tidak representatif sehingga ketelitian dan teknik peralatan yang baik akan terbuang
percuma. Selain dari pada itu dikhawatirkan kesimpulan yang diambil juga akan salah.

Untuk mendapatkan contoh yang baik dan representatif diperlukan beberapa persyaratan
antara lain:
(1) Pemilihan lokasi yang tepat
(2) Penetapan frekuensi pengambilan contoh
(3) Cara pengambilan contoh
(4) Perlakuan contoh di lapangan.

Guna mengetahui lebih jauh tentang persyaratan-persyaratan dan filosofi dalam


pengambilan contoh maka disusun suatu cara yang menguraikan tentang pengambilan
contoh dalam rangka pemantauan kualitas air.

iii
SNI 03-7016-2004

4 Simbol dan singkatan istilah

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Singkatan berikut berlaku untuk pemakaian tata cara ini.
4.1 KOB adalah kebutuhan oksigen biokimiawi
4.2 KOK adalah kebutuhan oksigen kimiawi
4.3 KOT adalah karbon organik total

5 Pemilihan lokasi pengambilan contoh

Dalam pemilihan lokasi pengambilan contoh, hal-hal berikut perlu diperhatikan

5.1 Dasar pertimbangan

Untuk mendapatkan kebenaran data harus diperhatikan bahwa data yang digunakan
terjamin kebenarannya sehingga dalam pemantauan kualitas air perlu dipertimbangkan
pemilihan lokasi secara berikut :
Tahap pertama dalam perencanaan sistem pemantauan air adalah pengumpulan data
mengenai keadaan lingkungan serta karakteristik dan pemanfaatan sumber air. Berdasarkan
data tersebut dapat direncanakan lokasi pengambilan contoh yang tepat sesuai dengan
keperluannya. Dalam tata cara ini diberikan suatu penuntun pemilihan lokasi yang tepat. Ada
tiga dasar yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pengambilan contoh.
a) Kualitas air sebelum adanya pengaruh kegiatan manusia yaitu pada lokasi hulu sungai
yang dimaksudkan untuk mengetahui kualitas air secara alamiah sebagai base line
station.
b) Pengaruh kegiatan manusia terhadap kualitas air dan pengaruhnya untuk pemanfaatan
tertentu. Lokasi ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kegiatan manusia yang
disebut “impact station”.
c) Sumber-sumber pencemaran yang dapat memasukkan zat-zat yang berbahaya kedalam
sumber air. Lokasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sumber penyebaran bahan-bahan
yang berbahaya, sehingga dapat ditanggulangi. Letak lokasi dapat di hulu ataupun di
hilir sungai, bergantung pada sumber dan jenis zat berbahaya tersebut apakah alamiah
ataupun buatan.

5.2 Perencanaan lokasi pengambilan contoh

Dalam perencanaan lokasi pengambilan contoh ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan.

5.2.1 Pertimbangan kegunaan data

Tahap pertama dalam perencanaan lokasi pengambilan contoh, adalah mengetahui


kegunaan data kualitas air yang akan dipantau. Kegunaan data adalah sebagai berikut :
- sumber informasi mengenai potensi kualitas air yang tersedia untuk keperluan
pengembangan sumber daya air pada saat ini dan masa yang akan datang;
- penyelidikan dan pengkajian pengaruh lingkungan terhadap kualitas air dan pencemaran
air;
- sumber data untuk keperluan penelitian;
- perlindungan terhadap pemakai;
- pengawasan terjadinya kasus pencemaran di suatu daerah tertentu;
- pertimbangan beban pencemaran yang dibuang melalui sungai ke laut.

2 dari 13
SNI 03-7016-2004

5.2.2 Pertimbangan pemanfaatan sumber air

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
Pemilihan lokasi pengambilan contoh banyak dipengaruhi oleh bermacam-macam
kepentingan pemanfaatan sumber air tersebut. Pemanfaatan sumber air di hilir sungai lebih
besar resiko pencemarannya dibandingkan dengan pemanfaatan yang sama di lokasi hulu,
sehingga diperlukan pengawasan kualitas air yang lebih intensif di lokasi hilir.

Selain itu sumber air yang digunakan sebagai sarana transportasi bahan kimia misalnya
untuk pertanian ataupun pengawet kayu mempunyai resiko pencemaran yang lebih besar
dari pada sumber air yang tidak digunakan untuk hal-hal tersebut. Oleh karena itu di lokasi-
lokasi yang beresiko tinggi tersebut diperlukan pemantauan kualitas air. Disamping itu di
lokasi-lokasi yang kualitas airnya sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan tertentu
misalnya untuk keperluan air rumah tangga atau industri tertentu, maka pemantauan kualitas
airnya juga harus dilakukan secara intensif.

5.2.3 Pertimbangan sarana pengambilan contoh

Dalam perencanaan lokasi pengambilan contoh perlu diketahui fasilitas bangunan yang telah
ada pada sumber air tersebut, yang dapat dimanfaatkan untuk sarana pengambilan contoh.
Beberapa sarana berikut dapat dimanfaatkan dalam pengambilan contoh.

a) Jembatan
Pengambilan contoh dari jembatan lebih mudah dilaksanakan dan titik pengambilan contoh
dapat diidentifikasikan secara pasti.

b) Pos pengukur debit air


Pos pengukur debit air biasanya dilengkapi dengan alat pencatat tinggi muka air otomatis
ataupun lintasan tali (cable way). Sarana tersebut dimanfaatkan untuk membantu
pengambilan contoh. Selain itu data debit air dapat pula dimanfaatkan apabila diperlukan.

c) Bendung
Pengambilan contoh pada bendung juga sangat menguntungkan karena di lokasi bendung
umumnya terdapat pengukur debit serta catatan-catatan lain yang berguna untuk evaluasi
kualitas air.

5. 3 Penentuan lokasi pengambilan contoh

Lokasi pengambilan contoh ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat diketahui kualitas air
alamiah dan perubahan kualitas air yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.
Kualitas air alamiah diukur pada lokasi di hulu sungai yang belum mengalami perubahan
oleh kegiatan manusia. Sedangkan perubahan kualitas air dapat diketahui di hilir sungai,
setelah melalui suatu daerah permukiman, industri ataupun pertanian. Untuk perlindungan
terhadap pemakai sumber air, diperlukan pula lokasi pengukuran pada setiap pemanfaatan
sumber air antara lain sumber air minum, industri, perikanan, rekreasi dan lain-lain. Di
daerah muara sungai diperlukan pula lokasi pengukuran untuk mengetahui pengaruh intrusi
air laut. Pada danau atau waduk sekurang-kurangnya diperlukan tiga titik pengambilan
contoh yaitu sebelum masuk, di tengah dan setelah keluar dari danau. Apabila danau
disadap untuk keperluan pemanfaatan tertentu, maka diperlukan pula pengambilan contoh
pada lokasi tersebut.

Penentuan lokasi pengambilan contoh secara rinci, dapat dilihat pada SNI 06-2412-1991,
sub bab 3.1.

3 dari 13
SNI 03-7016-2004

6 Frekuensi pengambilan contoh

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
6.1 Frekuensi pengambilan contoh

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi pengambilan contoh yaitu: perubahan
kualitas air, waktu pengambilan contoh dan debit air.

6.1.1 Perubahan kualitas air

Perubahan kualitas air disebabkan oleh perubahan kadar unsur yang masuk ke dalam air,
kecepatan alir dan volume air. Perubahan tersebut dapat terjadi sesaat ataupun secara
teratur dan terus menerus dalam suatu periode waktu. Sungai dan sumber air lainnya dapat
mengalami perubahan yang sesaat maupun yang terus menerus. Sumber yang
menyebabkan terjadinya perubahan tersebut dapat secara alamiah ataupun buatan. Kedua
perubahan tersebut dapat dijelaskan dibawah ini.

6.1.1.1 Perubahan sesaat

Perubahan sesaat disebabkan oleh suatu kejadian yang tiba-tiba dan seringkali tidak dapat
diramalkan. Sebagai contoh turunnya hujan lebat yang tiba-tiba akan menyebabkan
bertambahnya debit air yang diikuti oleh terbawanya bahan-bahan pencemaran dari
pengikisan di daerah sekitarnya. Tumpahan dan bocoran dari limbah industri atau pertanian
dapat pula merubah kualitas air sesaat.

6.1.1.2 Perubahan terus-menerus

Perubahan secara terus menerus setiap tahun dapat terjadi karena turunnya hujan atau
turunnya suhu yang beraturan tiap-tiap musim.
Perubahan musim akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi air serta kecepatan
pembersihan air secara alamiah (self purification).
Perubahan secara teratur dapat pula terjadi setiap hari secara alamiah, misalnya perubahan
pH, oksigen terlarut, suhu dan alkaliniti.
Kegiatan industri dan pertanian pada suatu daerah dapat pula mempengaruhi kualitas air
secara teratur selama periode terjadinya kegiatan pembuangan limbahnya. Sedangkan
kegiatan domestik dapat menyebabkan perubahan harian dan mingguan.
Perubahan kualitas air yang teratur dapat pula disebabkan oleh adanya pengaturan debit air
yang dilakukan secara teratur dan terus menerus untuk keperluan tertentu.

6.1.2 Waktu pengambilan contoh

Perubahan kualitas air yang terus menerus perlu dipertimbangkan dalam penentuan waktu
pengambilan contoh pada sumber air. Contoh perlu diambil pada waktu tertentu dan periode
yang tetap sehingga data dapat digunakan untuk mengevaluasi perubahan kualitas air, akan
tetapi kualitas air pada saat tersebut tidaklah menggambarkan kualitas air pada saat-saat
yang lain. Hal ini terjadi terutama pada kualitas air yang berubah setiap waktu. Sebagai
contoh pada Gambar 1 menunjukkan perubahan kualitas air yang sangat ekstrim selama
pengukuran selama tiga minggu.

4 dari 13
LAMPIRAN D/4
E/5
U.S EPA : Operating Procedure
“Sediment Sampling”
LSASDPROC-200-R4
Sediment Sampling
Effective Date: February 23, 2020

Region 4
U.S. Environmental Protection Agency
Laboratory Services and Applied Science Division
Athens, Georgia

Operating Procedure

Title: Sediment Sampling ID: LSASDPROC-200-R4

Issuing Authority: LSASDS Field Branch Chief

Effective Date: February 23, 2020 Review Due Date: February 23, 2024

Purpose

This document describes general and specific procedures, methods and considerations to be used and
observed when collecting sediment samples for field screening or laboratory analysis.

Scope/Application

The procedures contained in this document are to be used by field investigators when collecting and
handling sediment samples in the field. On the occasion that LSASD field investigators determine that
any of the procedures described in this section are inappropriate, inadequate or impractical and that
another procedure must be used to obtain a sediment sample, the variant procedure will be documented
in the field log book, along with a description of the circumstances requiring its use. Mention of trade
names or commercial products does not constitute endorsement or recommendation for use.

Page 1 of 17
Uncontrolled When Printed
LSASDPROC-200-R4
Sediment Sampling
Effective Date: February 23, 2020
TABLE OF CONTENTS

Purpose .............................................................................................................................. 1
Scope/Application ............................................................................................................... 1
1 General Information .................................................................................................... 3
1.1 Documentation/Verification ....................................................................................... 3
1.2 General Precautions .................................................................................................... 3
1.2.1 Safety .................................................................................................................... 3
1.2.2 Procedural Precautions ....................................................................................... 3
2 Special Sampling Considerations ............................................................................... 4
2.1 Sediment Samples for Volatile Organic Compounds Analysis .................................. 4
2.2 Sediment Sampling (Method 5035) ............................................................................ 4
2.2.1 Equipment............................................................................................................. 4
2.2.2 Sampling Methodology - Low Concentrations ..................................................... 5
2.2.3 Sampling Methodology - High Concentrations.................................................... 5
2.2.4 Special Techniques and Considerations for Method 5035................................... 6
2.3 Special Precautions for Trace Contaminant Sediment Sampling ............................... 8
2.4 Sample Homogenization ............................................................................................. 9
2.5 Quality Control ........................................................................................................... 9
2.6 Records ..................................................................................................................... 10
3 General Considerations ............................................................................................. 10
3.1 General ...................................................................................................................... 10
3.2 Equipment Selection Considerations ........................................................................ 10
4 Stainless Steel Scoops and Spoons ........................................................................... 11
4.1 Wading ...................................................................................................................... 11
4.2 Bank/Platform Sampling........................................................................................... 11
5 Dredges ..................................................................................................................... 11
5.1 General Considerations ............................................................................................. 11
5.2 Ponar Dredge ............................................................................................................ 11
5.3 Mini-Ponar Dredge ................................................................................................... 12
5.4 Young Grab ............................................................................................................... 12
6 Sediment Coring Devices ......................................................................................... 13
6.2 Manually Deployed Push Tubes ............................................................................... 13
6.3 Ogeechee Sand Pounders® and Gravity Cores......................................................... 14
6.4 Vibratory Core Tube Drivers (Vibracore®) .............................................................. 15
7 Diving ....................................................................................................................... 15
7.1 General ...................................................................................................................... 15
8 References ................................................................................................................. 15
9 Revision History ....................................................................................................... 16

TABLES
Table 1: Method 5035 Summary ........................................................................................ 8

Page 2 of 17
Uncontrolled When Printed
LSASDPROC-200-R4
Sediment Sampling
Effective Date: February 23, 2020
LSASDPROC-206, for collection of samples for trace metals or organic compound
analyses.

2.3.5 Regarding sampling for PFAS analyses: Ensure sampling equipment selected is not a
potential source for PFAS, taking any required QC blank samples. Acceptable materials
include stainless-steel, high-density polyethylene (HDPE), and polypropylene. Avoid
sampling equipment that contains fluorinated materials (e.g. PTFE) and glass.

2.4 Sample Homogenization

2.4.1 If sub-sampling of the primary sample is to be performed in the laboratory, transfer the entire
primary sample directly into an appropriate, labeled sample container(s). Proceed to step 5

2.4.2 If sub-sampling the primary sample in the field or compositing multiple primary samples in
the field, place the sample into a glass or stainless-steel homogenization container and mix
thoroughly. Each aliquot of a composite sample should be of the same volume.

2.4.3 All sediment samples must be thoroughly mixed to ensure that the sample is as representative
as possible of the sample media. Samples for VOC analysis are not homogenized. The most
common method of mixing is referred to as quartering. The quartering procedure should be
performed as follows:

2.4.1.1 The material in the sample pan should be divided into quarters and each quarter
should be mixed individually.

2.4.1.2 Two quarters should then be mixed to form halves.

2.4.1.3 The two halves should be mixed to form a homogenous matrix.

This procedure should be repeated several times until the sample is adequately mixed. If
round bowls are used for sample mixing, adequate mixing is achieved by stirring the material
in a circular fashion, reversing direction, and occasionally turning the material over.

2.4.4 Place the sample into an appropriate, labeled container(s) using the alternate shoveling method
and secure the cap(s) tightly. Threads on the container and lid should be cleaned to ensure a
tight seal when closed.

2.4.5 Return any unused sample material back to the location from which the sample was collected.

2.5 Quality Control

If possible, a control sample should be collected from an area not affected by the possible contaminants
of concern and submitted with the other samples. The control sample should be collected at an upstream
location in the same stream or conveyance from which the primary samples area collected. Equipment
blanks should be collected if equipment is field cleaned and re-used on-site or if necessary, to document
that low-level contaminants were not introduced by sampling tools.

Page 9 of 17
Uncontrolled When Printed
LSASDPROC-200-R4
Sediment Sampling
Effective Date: February 23, 2020
2.6 Records

Information generated or obtained by LSASD personnel will be organized and accounted for in accordance
with LSASD records management procedures found in LSASD Operating Procedure for Control of
Records, LSASDPROC-004. Field notes, recorded in a bound field logbook, will be generated, as well
as chain-of-custody documentation in accordance with LSASD Operating Procedure for Logbooks,
LSASDPROC-010 and LSASD Procedure for Sample and Evidence Management, LSASDPROC-005.

3 General Considerations

3.1 General

The sediment sampling techniques and equipment described in the following Sections 4, 5 and 6 of this
procedure are designed to minimize effects on the chemical and physical integrity of the sample. If the
procedures in this section are followed, a representative sample of the sediment should be obtained.

3.2 Equipment Selection Considerations

The physical location of the investigator when collecting a sample may dictate the equipment to be used.
Wading is the preferred method for reaching the sampling location, particularly if the stream has a
noticeable current (is not impounded). However, wading may disrupt bottom sediments causing biased
results; therefore, the samples should be collected facing upstream. If the stream is too deep to wade, the
sediment sample may be collected from a platform such as a boat or a bridge.

To collect a sediment sample from a water body or other surface water conveyance, a variety of methods
can be used:

3.2.1 Scoops and spoons

3.2.2 Dredges (Ponar, Young)

3.2.3 Coring Devices (tubes, Shelby tubes, Ogeechee Sand Pounders®, and augers)

3.2.4 Vibracore® (Electronic Vibratory Core Tube Driver)

Regardless of the method used, precautions should be taken to ensure that the sample collected is
representative of the water body or conveyance. These methods are discussed in the following paragraphs.

Page 10 of 17
Uncontrolled When Printed
LSASDPROC-200-R4
Sediment Sampling
Effective Date: February 23, 2020
4 Stainless Steel Scoops and Spoons

4.1 Wading

If the conveyance is dry or is a wadeable surface water body, the easiest way to collect a sediment sample
is by using a stainless-steel scoop or spoon. If the conveyance is dry, the sediment is accessed directly
and is collected using either the stainless-steel scoop or spoon. If the conveyance is a wadeable stream or
other water body, the method is accomplished by wading into the surface water body and while facing
upstream (into the current), scooping the sample along the bottom of the surface water body in the
upstream direction. Excess water may be removed/drained from the scoop or spoon. However, this may
result in the loss of some fine-grained particle size material associated with the substrate being sampled.
Care should be taken to minimize the loss of this fine-grained material. Aliquots of the sample thus
collected are then placed in a glass pan and homogenized according to the quartering method described in
Section 2.4.

4.2 Bank/Platform Sampling

In surface water bodies that are too deep to wade, but less than eight feet deep, a stainless-steel scoop or
spoon attached to a piece of conduit can be used either from the banks, if the surface water body is narrow,
or from a boat. Again, care should be taken to minimize the loss of the fine particle sizes. The sediment
is placed into a glass pan and mixed according to the quartering method described in Section 2.4.

5 Dredges

5.1 General Considerations

Dredges provide a means of collecting sediment from surface water bodies that are too deep to access with
a scoop and conduit. They are most useful when collecting softer, finer-grained substrates comprised of
silts and clays but can also be used to collect sediments comprised of sands and gravel, although sample
recovery in these materials may be less than complete.

Free, vertical clearance is required to use any of the dredges. Dredges, attached to ropes, are lowered
vertically from the sampling platform (boat, bridge, etc.) to the substrate being sampled beneath the
deployment point.

5.2 Ponar Dredge

The Ponar dredge has side plates and a screen on the top of the sample compartment and samples a 0.05
m2 surface area. The screen over the sample compartment permits water to pass through the sampler as it
descends thus reducing turbulence around the dredge. The Ponar dredge is easily operated by one person
and is one of the most effective samplers for general use on most types of substrates.

Page 11 of 17
Uncontrolled When Printed
LSASDPROC-200-R4
Sediment Sampling
Effective Date: February 23, 2020

The Ponar dredge is deployed in its open configuration. It is lowered gently from the sampling platform
to the substrate below the platform. After the dredge lands on the substrate, the rope is tugged upward,
closing the dredge and capturing the sample. The dredge is then hauled to the surface, where it is opened
to acquire the sample.

5.3 Mini-Ponar Dredge

The Mini-Ponar dredge is a smaller, much lighter version of the Ponar dredge and samples a 0.023 m2
surface area. It is used to collect smaller sample volumes when working in industrial tanks, lagoons,
ponds, and shallow water bodies. It is a good device to use when collecting sludge and sediment
containing hazardous constituents because the size of the dredge makes it more amenable to field cleaning.
Its use and operation are the same as described in Section 5.2, Ponar Dredge, above.

5.4 Young Grab

The Young grab sampler is a stainless-steel clamshell-type grab sampler similar to a Ponar dredge. It is a
clamshell-type sampler with a scissors closing action typically used for marine and estuarine sediment
sampling. The Young grab sampler is one of the most consistently performing grab sampling devices for
sediment sampling in both offshore marine sediments, as well as estuarine sediments. The Young sampler
comes in two sizes, 0.1 m2 and 0.04 m2. The 0.1 m2 is typically used when a larger volume of sediment
is needed for chemistry and particle size. The 0.04 m2 is typically used for marine benthic
macroinvertebrate sampling and has become the standard grab sampler used by NOAA, USGS and
USEPA.

The Young sampler is lowered to the substrate to be sampled with a cable or rope that has a catch that is
released when tension is taken off the cable or rope. When the sample device is pulled up, the scissors
action of the arms close the clamshell and grabs the sample.

The major difference in the Young grab sampler and other grab samplers is a square or rectangular frame
attached to the device which prevents it from penetrating too deeply into soft sediments. In harder
substrates, weights may be added to the frame in order to hold the grab in place to prevent collection of a
“shallow” sample. A tripod frame can also be attached to the frame surrounding the Young grab sampler.
The wire or rope that the grab is raised and lowered with passes through an opening in the top of the tripod
and prevents the device from landing sideways or at an angle when there are strong currents or there is
lateral movement of the sampling vessel during grab sampling operations.

The draw back to the Young grab sampler is that due to the weight and size of the frame, a ship with an
“A” frame or a boat with a davit is required in order to raise and lower the sampler.

The major difference in the Young grab sampler and other grab samplers is a square or rectangular frame
attached to the device which prevents it from penetrating too deeply into soft sediments. In harder
substrates, weights may be added to the frame in order to hold the grab in place to prevent collection of a
“shallow” sample. A tripod frame can also be attached to the frame surrounding the Young grab sampler.
The wire or rope that the grab is raised and lowered with passes through an opening in the top of the tripod

Page 12 of 17
Uncontrolled When Printed
LAMPIRAN E/5
Data dan Perhitungan
LAMPIRAN E
Data dan Perhitungan
A. Analisis Mikroplastik Sampel Air
Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik pada Sampel Air I
Analisis Karakteristik
No Lokasi Sampling Jumlah Volume Sampel (ml) Konsentrasi (partikel/l)
Jenis Ukuran (SMP/LMP) Warna
1 Lubuk Mande Rubiah 0 200 0 - - -
2 Sesudah PLTA Batu Busuk 0 200 0 - - -
3 Anak Sungai Limau Manis 0 200 0 - - -
4 Jembatan Kampung Kalawi 0 200 0 - - -
5 Sebelum Intake PERUMDA Air Minum 0 200 0 - - -
6 Sesudah Intake PERUMDA Air Minum 0 200 0 - - -
fiber LMP biru
7 Jembatan Siteba 2 200 10
fiber LMP biru
8 Anak Sungai Batang Sapih 1 200 5 fiber LMP hitam
9 Jembatan Basko 0 200 0 - - -
10 Muara Batang Kuranji 1 200 5 fragment LMP biru
Keterangan
T1 : Lubuk Mande Rubiah (base line station) 0°53’55”LS 100°27’37” BT
T2 : Sesudah PLTA Batu Busuk 0°54’45”LS 100°27’10” BT
T3 : Percabangan dari Sungai Limau Manis 0°55’18”LS 100°26’26” BT
T4 : Kampung Kalawi 0°55’15”LS 100°23’31” BT
T5 : Sebelum Intake PERUMDA Air Minum 0°54’51”LS 100°22’43” BT
T6 : Sesudah Intake PERUMDA Air Minum 0°54’14”LS 100°22’20” BT
T7 : Jembatan Siteba 0°53’44”LS 100°21’47” BT
T8 : Percabangan dari Sungai Batang Sapih 0°53’21”LS 100°21’38” BT
T9 : Jembatan Basko 0°54’12”LS 100°21’03” BT
T10 : Muara Batang Kuranji (impact station) 0°54’19”LS 100°20’49” BT
Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik pada Sampel Air II
Analisis Karakteristik
No Lokasi Sampling Jumlah Volume Sampel (ml) Konsentrasi (partikel/l)
Jenis Ukuran (SMP/LMP) Warna
1 Lubuk Mande Rubiah 0 200 0 - - -
2 Sesudah PLTA Batu Busuk 0 200 0 - - -
3 Anak Sungai Limau Manis 0 200 0 - - -
4 Jembatan Kampung Kalawi 0 200 0 - - -
5 Sebelum Intake PERUMDA Air Minum 1 200 5 fiber LMP biru
6 Sesudah Intake PERUMDA Air Minum 1 200 5 fiber LMP merah
7 Jembatan Siteba 0 200 0 - - -
8 Anak Sungai Batang Sapih 1 200 5 fiber LMP hitam
fiber LMP biru
9 Jembatan Basko 2 200 10
fiber LMP biru
SMP merah
10 Muara Batang Kuranji 2 200 10 fiber
LMP hitam

Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik pada Sampel Air III


No Lokasi Sampling Jumlah Volume Sampel (ml) Konsentrasi (partikel/l) Analisis Karakteristik
Jenis Ukuran (SMP/LMP) Warna
1 Lubuk Mande Rubiah 0 200 0 - - -
2 Sesudah PLTA Batu Busuk 0 200 0 - - -
3 Anak Sungai Limau Manis 0 200 0 - - -
4 Jembatan Kampung Kalawi 1 200 5 fiber LMP biru
5 Sebelum Intake PDAM 1 200 5 fiber LMP biru
6 Sesudah Intake PDAM 1 200 5 fiber LMP hijau
fiber LMP biru
7 Jembatan Siteba 2 200 10
fiber LMP biru
fiber LMP hitam
8 Anak Sungai Batang Sapih 2 200 10
fiber LMP biru
9 Jembatan Basko 1 200 5 film LMP bening
fiber LMP hitam
10 Muara Batang Kuranji 3 200 15 fiber LMP hitam
fiber LMP hitam
Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik Berdasarkan Perbedaan Kedalaman I
Titik Lokasi Sampling Jumlah Volume Sampel (ml) Konsentrasi (partikel/l) Analisis Karakteristik
Jenis Ukuran (SMP/LMP) Warna
4 Permukaan 1 200 5 fiber LMP biru
Tengah 1 200 5 fiber LMP hitam
Dasar 0 200 0 - - -
7 Permukaan 2 200 10 film LMP bening
film LMP bening
Tengah 2 200 10 fiber LMP hitam
fiber SMP biru
Dasar 2 200 10 fiber LMP biru
fragment SMP biru
9 Permukaan 2 200 10 film LMP bening
fiber LMP hitam
Tengah 1 200 5 fiber LMP biru
Dasar 1 200 5 film LMP bening

Tabel 5 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik Berdasarkan Perbedaan Kedalaman II


Titik Lokasi Sampling Jumlah Volume Sampel (ml) Konsentrasi (partikel/l) Analisis Karakteristik
Jenis Ukuran (SMP/LMP) Warna
4 Permukaan 2 200 10 fiber LMP merah
Tengah 1 200 5 fiber LMP hitam
Dasar 1 200 5 fragment LMP biru
7 Permukaan 2 200 10 fiber LMP hitam
film LMP bening
Tengah 1 200 5 fiber LMP hitam
Dasar 2 200 10 fiber LMP biru
fragment SMP biru
Permukaan 2 200 10 fiber LMP hijau
9
fiber LMP hitam
Tengah 2 200 10 fiber LMP hitam
fiber LMP biru
Dasar 1 200 5 film LMP bening
B. Analisis Mikroplastik Sampel Sedimen
Tabel 6 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik pada Sampel Sedimen I
Analisis Karakteristik
No Lokasi Sampling Jumlah Berat Kering Sampel (gr) Konsentrasi (partikel/kg)
Jenis Ukuran (SMP/LMP) Warna
1 Lubuk Mande Rubiah 0 34,8244 0 - - -
2 Sesudah PLTA Batang Kuranji 0 37,9447 0 - - -
3 Anak Sungai Limau Manis Film I SMP Bening
2 38,2173 52,3323
Fiber I LMP Hitam
Film I LMP Bening
4 Jembatan Kampung Kalawi 2 37,3794 53,5054
Film II LMP Bening
Film I SMP Bening
5 Sebelum Intake PERUMDA Air Minum 3 37,2645 80,5056 Film II SMP Bening
Fragmen I LMP Hitam
Fragment I LMP Hijau
6 Sesudah Intake PERUMDA Air Minum 2 38,4268 52,0470
Fiber I LMP Hitam
Fiber I LMP Hitam
7 Jembatan Siteba 3 38,3358 78,2558 Film I LMP Bening
Film II SMP Bening
Fiber I LMP Biru
8 Anak Sungai Batang Sapih 3 40,6547 73,7922 Fragmen I LMP Hitam
Film I LMP Bening
Fiber I LMP Hitam
9 Jembatan Basko 3 41,7787 71,8069 Fiber II LMP Hitam
Fiber III LMP Biru
Fiber I LMP Biru
Fiber II LMP Hitam
10 Muara Batang Kuranji 4 40,8046 98,0282
Fiber III LMP Hitam
Fragmen I SMP Biru
Tabel 7 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik pada Sampel Sedimen II
Analisis Karakteristik
No Lokasi Sampling Jumlah Berat Kering Sampel (gr) Konsentrasi (partikel/kg)
Jenis Ukuran (SMP/LMP) Warna
1 Lubuk Mande Rubiah Fiber I LMP Biru
3 37,4083 80,19610621 Fiber II LMP Hitam
Fiber III LMP Biru
Fiber I LMP Biru
2 Sesudah PLTA Batang Kuranji 3 37,2811 80,46972863 Fiber II LMP Merah
Fiber III LMP Merah
3 Anak Sungai Limau Manis Fiber I LMP Hitam
2 36,1449 55,33284087
Fiber II LMP Biru
4 Jembatan Kampung Kalawi 1 40,7307 24,55150538 Fiber I LMP Biru
Film I LMP Hitam
5 Sebelum Intake PERUMDA 2 38,6850 51,69962518
Film II SMP Bening
Fiber I LMP Hitam
6 Sesudah Intake PERUMDA 3 40,0570 74,89327708 Fiber II LMP Biru
Fiber III LMP Hitam
Fiber I LMP Merah
Fiber II SMP Biru
7 Jembatan Siteba 4 34,1771 117,0374315
Fiber III LMP Hitam
Fiber IV LMP Hitam
Fragmen I SMP Biru
8 Anak Sungai Batang Sapih 3 37,0771 80,91247697 Fiber I LMP Hitam
Fiber I LMP Hitam
Fiber I LMP Hitam
Fiber II LMP Hitam
9 Jembatan Basko 4 43,1842 92,62646987
Fiber III LMP Hitam
Fiber IV LMP Hitam
Fiber I LMP Hitam
10 Muara Batang Kuranji 3 42,3095 70,90606129 Fiber II LMP Merah
Fiber III LMP Hitam
Tabel 8 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik pada Sampel Sedimen II
No Lokasi Sampling Analisis Karakteristik
Jumlah Berat Kering Sampel (gr) Konsentrasi
Jenis Ukuran (SMP/LMP) Warna
1 Lubuk Mande Rubiah 1 40,7236 24,55578583 Fiber I LMP Biru
2 Sesudah PLTA Batang Kuranji 1 37,9262 26,36699696 Fiber I LMP Biru
Fiber I LMP Hitam
3 Anak Sungai Limau Manis 2 40,0561 49,92997321
Fiber II LMP Hitam
81,30896594 Fiber I LMP Biru
4 Jembatan Kampung Kalawi 3 36,8963 Film LMP Bening
Fragmen I SMP Biru
5 Sebelum Intake PERUMDA 1 38,4002 26,04153103 Fiber I LMP Hitam
Fiber I LMP Hitam
6 Sesudah Intake PERUMDA 2 36,1597 55,31019339
Fiber II SMP Biru
Fiber I LMP Hitam
Fragmen I SMP Biru
7 Jembatan Siteba 4 44,8744 89,13768206
Fragmen II SMP Biru
Fragmen III SMP Hijau
Fiber I LMP Hitam
8 Anak Sungai Batang Sapih 2 43,3658 46,11929216
Fiber II LMP Biru
Fragmen I LMP Biru
Fiber LMP Biru
9 Jembatan Basko 4 44,2319 90,43247068
film LMP Bening
Fiber LMP Hitam
Fragmen SMP Hijau
10 Muara Batang Kuranji 3 33,2439 90,24211961 Fragmen SMP Hijau
Fiber LMP Hitam
Tabel 9 Hasil Pengukuran Parameter pada Lokasi Sampling
Lokasi
No Parameter Sampling
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
I 7,9 7,5 7,4 7,3 7 6,8 7,1 5,6 5,2 5
1 DO (mg/L) II 8,2 7,5 6,1 5,9 7 6,2 5,7 5,1 5,2 5,1
III 8 7,5 7,1 6,9 7,1 6,4 6,1 5,4 5,3 5
I 6,9 6,9 6,8 6,7 6,8 6,6 6,6 6,4 6,2 6,2
2 pH II 7,2 7 6,9 6,7 6,8 6,6 6,9 6,3 6,5 6,4
III 6,8 6,7 6,6 6,7 6,6 6,8 6,8 6,4 6,5 6,5
I 25,9 25,4 25,5 27,2 27,3 28,4 28,9 28,7 27,8 26,8
3 Temperatur (oC) II 25,5 24,5 26,5 25,4 27,3 26,4 28,9 27,3 27,8 28,5
III 25,4 24,3 25,8 26,6 27,6 27,4 28,3 27,8 28,2 28,7
I 1,2 1,3 1 0,8 0,7 0,7 0,5 0,6 0,4 0,4
4 Kecepatan Aliran (m/s) II 1 0,9 1 0,7 0,6 0,5 0,4 0,4 0,2 0,3
III 1,4 1,3 1,1 0,9 0,7 0,7 0,5 0,6 0,4 0,5
I 6,69 10,15 5,39 39,61 30,49 26,47 70,81 51,35 78,49 118,94
5 Debit aliran (m3/s)* II 5,57 7,03 5,39 34,66 26,13 26,47 56,65 34,23 52,32 89,20
III 7,80 10,15 5,93 44,56 30,49 37,05 70,81 51,35 104,65 148,67
I 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Jumlah titik pengambilan sampel
6 II 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
per lokasi (berdasarkan debit)
III 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Jumlah sampah masuk ke sungai
7 I-III 0 15 0 11 0 5 18 0 20 25
(l//h)**
Jumlah sampah plastik masuk ke
8 I-III 0,00 13,46 0,00 9,87 0,00 4,49 16,15 0,00 17,94 22,43
sungai (l//h)***
Keterangan :
* Debit dicari dengan V x A (sesuai tipe saluran)
Kemiringan lereng saluran trapesium 1:1 (Hanwar & Munandar, 2017)
** Jumlah sampah masuk ke sungai dicari dengan jumlah rumah x jumlah jiwa pada tiap lokasi x 30 % (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2008).
*** Jumlah sampah plastik masuk ke sungai dicari dengan jumlah sampah masuk ke sungai x 12,60 % (komposisi sampah plastik dari timbulan sampah Kota
Padang) (Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang, 2020)
C. Perhitungan Debit Aliran

Debit aliran dihitung berdasarkan penampang dari saluran terbuka titik sampling
 Persegi Panjang
Q=vxA
A=bxh
Keterangan
Q = Debit aliran (m3/s)
V = Kecepatan Aliran (m/s)
A = Luas Penampang (m2)
b = Lebar basah sungai (m)
h = Kedalaman sungai (m)
Contoh perhitungan
Debit aliran T1 (base line station)
Diketahui : v = 1,2 m/s
b = 11,69 m
h = 0,477 m
Ditanya : Q?
Jawab :Q=vxA
A=bxh
Q = 1,2 m/s x (11,69 m x 0,477 m)
Q = 6,69 m3/s
 Trapesium
Q=vxA
A = (B+mh)h
Keterangan
Q = Debit aliran (m3/s)
V = Kecepatan Aliran (m/s)
A = Luas Penampang (m2)
B = Lebar dasar sungai (m)
m = Kemiringan dinding saluran
h = Kedalaman air/tinggi muka air (m)
Contoh perhitungan
Debit aliran T7 (Jembatan Siteba)
Diketahui : v = 0,5 m/s
B = 47,84 m
h = 2,797 m
m=1
Ditanya : Q?
Jawab :Q=vxA
A = (B+mh)h
Q = 0,5 m/s x [47,84 m + 1(2,797 m)] 2,797 m
Q = 70,81 m3/s

D. Perhitungan Proyeksi Curah Hujan

Proyeksi curah hujan menggunakan periode pengulangan 2 tahun, sebab data yang berhasil dihimpun adalah curah hujan stasiun
terkait dari tahun 2003-2019.
Tanggal 31 Mei Tanggal 14 Juni Tanggal 7 Juli
Curah Hujan (mm/H) Curah Hujan (mm/H) Curah Hujan (mm/H)
No
No Tahun Gunung Nago Batu Busuk Tahun Gunung Nago Batu Busuk No Tahun Gunung Nago Batu Busuk
1 2003 11 0 1 2003 0 0 1 2003 0 0
2 2004 11 0 2 2004 0 0 2 2004 0 0
3 2005 0 0 3 2005 0 0 3 2005 0 0
4 2006 0 0 4 2006 0 0 4 2006 0 0
5 2007 12 65 5 2007 15 0 5 2007 0 0
6 2008 54,2 55 6 2008 0 0 6 2008 0 0
7 2009 0 0 7 2009 17,6 7 7 2009 0 0
8 2010 0 0 8 2010 0 0 8 2010 0 3
9 2011 71,8 75 9 2011 0 0 9 2011 0 0
10 2012 112,8 117 10 2012 0 0 10 2012 0 0
11 2013 0 0 11 2013 0 0 11 2013 0 0
12 2014 0 0 12 2014 16 15 12 2014 33 28
13 2015 0 0 13 2015 0 36 13 2015 0 0
14 2016 0 0 14 2016 56,2 69 14 2016 0 0
15 2017 48,2 0 15 2017 0 0 15 2017 58,6 0
16 2018 0 0 16 2018 0 8 16 2018 0 0
17 2019 0 0 17 2019 0 18 17 2019 45 34
Jumlah 321 312 Jumlah 104,8 153 Jumlah 136,6 65
n 17 17 n 17 17 n 17 17
Rata-rata 18,88 18,35 Rata-rata 6,16 9,00 Rata-rata 8,04 3,82
Sumber: Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Barat, 2020
Tabel 10 Contoh Perhitungan Curah Hujan Stasiun Gunung Nago seminggu sebelum sampling I (31 Mei 2021)
No Tahun xi (mm/24 jam) xi-xr (xi-xr)2 (xi-xr)3 (xi-xr)4
1 2003 112,8 93,92 8820,52 828402,90 77801651,20
2 2004 71,8 52,92 2800,28 148184,09 7841553,35
3 2005 54,2 35,32 1247,34 44052,98 1555847,58
4 2006 48,2 29,32 859,52 25199,23 738782,24
5 2007 12 -6,88 47,37 -325,99 2243,61
6 2008 11 -7,88 62,13 -489,74 3860,32
7 2009 11 -7,88 62,13 -489,74 3860,32
8 2010 0 -18,88 356,54 -6732,38 127123,09
9 2011 0 -18,88 356,54 -6732,38 127123,09
10 2012 0 -18,88 356,54 -6732,38 127123,09
11 2013 0 -18,88 356,54 -6732,38 127123,09
12 2014 0 -18,88 356,54 -6732,38 127123,09
13 2015 0 -18,88 356,54 -6732,38 127123,09
14 2016 0 -18,88 356,54 -6732,38 127123,09
15 2017 0 -18,88 356,54 -6732,38 127123,09
16 2018 0 -18,88 356,54 -6732,38 127123,09
17 2019 0 -18,88 356,54 -6732,38 127123,09
Jumlah 321 2,84E-14 17464,72 977209,9682 89219029,54
Jumlah Data 17 17 17 17 17
Rata-Rata 18,88 0,00 1027,34 57482,94 5248178,21
Maksimum 112,8 93,91765 8820,524 828402,9002 77801651,2
Minimum 0 -18,88235 47,36678 -6732,37553 2243,612038
Diketahui :
Jawab :
 Dicari nilai standar deviasinya dengan bantuan formula STDEV pada kolom Xi
Sd = 33,04
 Dicari nilai koefisien kemiringan (skewness) dengan bantuan formula SKEW pada kolom Xi
Cs = 1,92
 Dicari nilai koefisien varasi dengan bantuan membagi Standar Deviasi dan Rata-rata Curah Hujan
Sd 33,04
Cv = 𝑋𝑟 = 18,88

Cv = 1,75
 Dicari nilai koefisien kurtosis dengan bantuan formula KURT pada kolom Xi
Cr = 3,16
 Jenis sebaran yang sesuai adalah : Log Pearson Type III
 Dicari nilai Ktr (faktor frekuensi) dari tabel Log Pearson Type III dengan periode pengulangan 2 tahun
Ktr = -0,282 (Cs > 1,8)
 Tentukan nilai hujan rencana dengan periode ulang 2 tahun
Xtr = Xr + Ktr (S)
Xtr = 18,88 mm+ (-0,282) (33,04)
Xtr = 9,57 mm
E. Analisis Jenis Polimer
1. Fragmen hijau (PC)

100%
98%
96%
% Transmittance

94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
3.500 2.500 1.500 500
Wavenumber /cm

2. Fragmen biru (PVC)

100%
95%
90%
% Transmittance

85%
80%
75%
70%
65%
60%
3.500 2.500 1.500 500
Wavenumber /cm

3. Film bening (PC)

100%
98%
96%
% Transmittance

94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
3.500 2.500 1.500 500
Wavenumber /cm
4. Fragmen hitam (PC)

100%
98%
96%
% Transmittance

94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
3.500 2.500 1.500 500
Wavenumber /cm

5. Fiber hijau (PP)

100%
98%
96%
% Transmittance

94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
3.500 2.500 1.500 500
Wavenumber /cm

6. Fiber hitam (PET)

99%
97%
% Transmittance

95%
93%
91%
89%
87%
85%
3.500 2.500 1.500 500
Wavenumber /cm
F. Data Statistik
 Uji Normalitas
Tabel 11 Uji Normalitas Konsentrasi Air vs Debit
Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 1,45309433
Most Extreme Differences Absolute ,167
Positive ,167
Negative -,113
Test Statistic ,167
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

Tabel 12 Uji Normalitas Konsentrasi Air vs pH


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 2,08459792
Most Extreme Differences Absolute ,204
Positive ,204
Negative -,134
Test Statistic ,204
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

Tabel 13 Uji Normalitas DO vs Konsentrasi Air


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 1,73307848
Most Extreme Differences Absolute ,122
Positive ,114
Negative -,122
Test Statistic ,122
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

Tabel 14 Uji Normalitas Konsentrasi Air vs Kecepatan


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 1,64817309
Most Extreme Differences Absolute ,179
Positive ,179
Negative -,130
Test Statistic ,179
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

Tabel 15 Uji Normalitas Konsentrasi Air vs Sampah plastik


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 2,26124320
Most Extreme Differences Absolute ,204
Positive ,204
Negative -,126
Test Statistic ,204
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

Tabel 16 Uji Normalitas Konsentrasi Air vs curah hujan


Unstandardized
Residual
N 3
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 1,26586918
Most Extreme Differences Absolute ,257
Positive ,257
Negative -,196
Test Statistic ,257
Asymp. Sig. (2-tailed) .c,d

Tabel 17 Uji Normalitas Konsentrasi Air vs suhu


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 1,72347545
Most Extreme Differences Absolute ,296
Positive ,296
Negative -,226
Test Statistic ,296
Asymp. Sig. (2-tailed) ,013c

Tabel 18 Uji Normalitas Konsentrasi Sedimen vs pH


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 15,39519832
Most Extreme Differences Absolute ,264
Positive ,264
Negative -,171
Test Statistic ,264
Asymp. Sig. (2-tailed) ,047c

Tabel 19 Uji Normalitas DO vs Konsentrasi Sedimen


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,54977454
Most Extreme Differences Absolute ,178
Positive ,178
Negative -,116
Test Statistic ,178
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

Tabel 20 Uji Normalitas Konsentrasi Sedimen vs Kecepatan


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 8,70263203
Most Extreme Differences Absolute ,145
Positive ,145
Negative -,107
Test Statistic ,145
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

Tabel 21 Uji Normalitas Konsentrasi Sedimen vs Suhu


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 8,98635837
Most Extreme Differences Absolute ,251
Positive ,170
Negative -,251
Test Statistic ,251
Asymp. Sig. (2-tailed) ,073c

Tabel 22 Uji Normalitas Konsentrasi Sedimen vs debit


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 16,24609867
Most Extreme Differences Absolute ,272
Positive ,104
Negative -,272
Test Statistic ,272
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034c

Tabel 23 Uji Normalitas Konsentrasi Sedimen vs Sampah Plastik


Unstandardized
Residual
N 10
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 10,89161911
Most Extreme Differences Absolute ,211
Positive ,130
Negative -,211
Test Statistic ,211
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

Tabel 24 Uji Normalitas Konsentrasi Sedimen vs curah hujan


Unstandardized
Residual
N 3
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 6,24020225
Most Extreme Differences Absolute ,257
Positive ,196
Negative -,257
Test Statistic ,257
Asymp. Sig. (2-tailed) .c,d

 Uji ANOVA
Tabel 25 Uji ANOVA Berdasarkan Perbedaan Lokasi Pengambilan Sampel Air
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 313.333 9 34.815 2.984 .020
Within Groups 233.333 20 11.667
Total 546.667 29
Tabel 26 Uji ANOVA Berdasarkan Perbedaan Waktu Pengambilan Sampel Air
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 61.667 2 30.833 1.716 .199
Within Groups 485.000 27 17.963
Total 546.667 29

Tabel 27 Uji ANOVA Berdasarkan Perbedaan Lokasi Pengambilan Sampel


Sedimen
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 11722.438 9 1302.493 2.120 .078
Within Groups 12286.143 20 614.307
Total 24008.581 29

Tabel 28 Uji ANOVA Berdasarkan Perbedaan Waktu Pengambilan Sampel


Sedimen
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1698.826 2 849.413 1.028 .371
Within Groups 22309.755 27 826.287
Total 24008.581 29

 Analisis Korelasi
Tabel 29 Korelasi Sampel Air vs Sampah Plastik
Konsentrasi volume sampah
Konsentrasi Pearson Correlation 1 ,754*
Sig. (2-tailed) ,012
N 10 10
volume sampah Pearson Correlation ,754* 1
Sig. (2-tailed) ,012
N 10 10
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Tabel 30 Korelasi Sampel Sedimen vs Sampah Plastik


Konsentrasi Volume sampah
Konsentrasi Pearson Correlation 1 ,853**
Sig. (2-tailed) ,002
N 10 10
Volume sampah Pearson Correlation ,853** 1
Sig. (2-tailed) ,002
N 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 31 Korelasi Sampel Air vs pH


Konsentrasi pH
Konsentrasi Pearson Correlation 1 -,796**
Sig. (2-tailed) ,006
N 10 10
pH Pearson Correlation -,796** 1
Sig. (2-tailed) ,006
N 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 32 Korelasi Sampel Sedimen vs pH


Konsentrasi pH
Spearman's rho Konsentrasi Correlation Coefficient 1,000 -,683*
Sig. (2-tailed) . ,030
N 10 10
pH Correlation Coefficient -,683* 1,000
Sig. (2-tailed) ,030 .
N 10 10
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Tabel 33 Korelasi Sampel Air vs Temperatur


Suhu Konsentrasi
Spearman's rho Suhu Correlation Coefficient 1,000 ,941**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 10 10
Konsentrasi Correlation Coefficient ,941** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 34 Korelasi Sampel Sedimen vs Temperatur


Konsentrasi Suhu
Konsentrasi Pearson Correlation 1 ,902**
Sig. (2-tailed) ,000
N 10 10
Suhu Pearson Correlation ,902** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 35 Korelasi Sampel Air vs Do


DO Konsentrasi
DO Pearson Correlation 1 -,864**
Sig. (2-tailed) ,001
N 10 10
Konsentrasi Pearson Correlation -,864** 1
Sig. (2-tailed) ,001
N 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 36 Korelasi Sampel Sedimen vs Do


DO Konsentrasi
DO Pearson Correlation 1 -,833**
Sig. (2-tailed) ,003
N 10 10
Konsentrasi Pearson Correlation -,833** 1
Sig. (2-tailed) ,003
N 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 37 Korelasi Sampel Air vs kecepatan


Konsentrasi Kecepatan
Konsentrasi Pearson Correlation 1 -,878**
Sig. (2-tailed) ,001
N 10 10
Kecepatan Pearson Correlation -,878** 1
Sig. (2-tailed) ,001
N 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 38 Korelasi Sampel Sedimen vs kecepatan


Konsentrasi Kecepatan
Konsentrasi Pearson Correlation 1 -,909**
Sig. (2-tailed) ,000
N 10 10
Kecepatan Pearson Correlation -,909** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 39 Korelasi Sampel Air vs debit


Konsentrasi Debit
Konsentrasi Pearson Correlation 1 ,906**
Sig. (2-tailed) ,000
N 10 10
Debit Pearson Correlation ,906** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 40 Korelasi Sampel Sedimen vs debit


Debit Konsentrasi
Debit Pearson Correlation 1 ,860**
Sig. (2-tailed) ,001
N 10 10
Konsentrasi Pearson Correlation ,860** 1
Sig. (2-tailed) ,001
N 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 41 Korelasi Sampel Air vs curah hujan


Konsentrasi Curah Hujan
Konsentrasi Pearson Correlation 1 -,500
Sig. (2-tailed) ,513
N 3 3
Curah Hujan Pearson Correlation -,693 1
Sig. (2-tailed) ,513
N 3 3

Tabel 42 Korelasi Sampel Sedimen vs curah hujan


Konsentrasi Curah Hujan
Konsentrasi Pearson Correlation 1 -,453
Sig. (2-tailed) ,474
N 3 3
Curah Hujan Pearson Correlation -,736 1
Sig. (2-tailed) ,474
N 3 3
 Analisis Regresi
a) Sampah Plastik
 Air
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,754a ,568 ,514 2,39841
a. Predictors: (Constant), volume sampah

 Sedimen
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,853a ,727 ,693 11,55231
a. Predictors: (Constant), Volume sampah

b) pH
 Air
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .796a .633 .587 2.21105
a. Predictors: (Constant), pH

 Sedimen
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .674a .454 .386 16.32907
a. Predictors: (Constant), pH

c) DO
 Air
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .864a .746 .715 1.83821
a. Predictors: (Constant), Konsentrasi

 Sedimen
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .833a .693 .655 12.24028
a. Predictors: (Constant), Konsentrasi

d) Kecepatan
 Air
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .878a .771 .742 1.74815
a. Predictors: (Constant), Kecepatan

 Sedimen
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .909a .826 .804 9.23054
a. Predictors: (Constant), Kecepatan

e) Debit
 Air
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .906a .822 .799 1.54124
a. Predictors: (Constant), Debit

 Sedimen
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .860a .740 .708 11.25947
a. Predictors: (Constant), Debit

f) Temperatur
 Air
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .865a .749 .718 1.82802
a. Predictors: (Constant), Suhu

 Sedimen
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 .902 .814 .791 9.53147
a. Predictors: (Constant), Suhu
LAMPIRAN F/6
Dokumentasi
LAMPIRAN F
Dokumentasi

A. Sampling Air

B. Sampling sedimen
C. Pengukuran Parameter

D. Praktikum dan Analisis


ANALISIS KANDUNGAN MIKROPLASTIK PADA AIR DAN
SEDIMEN SUNGAI BATANG KURANJI KOTA PADANG SUMATERA
BARAT
ORIGINALITY REPORT

19 %
SIMILARITY INDEX
19%
INTERNET SOURCES
2%
PUBLICATIONS
1%
STUDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1
123dok.com
Internet Source 4%
2
scholar.unand.ac.id
Internet Source 3%
3
core.ac.uk
Internet Source 3%
4
digilib.uinsby.ac.id
Internet Source 3%
5
docobook.com
Internet Source 1%
6
www.scribd.com
Internet Source 1%
7
id.scribd.com
Internet Source 1%
8
pasca-umi.ac.id
Internet Source 1%
repository.unika.ac.id
1%
Internet Source
9

10
repository.its.ac.id
Internet Source 1%
11
repository.radenintan.ac.id
Internet Source 1%
12
repositori.usu.ac.id
Internet Source 1%
13
text-id.123dok.com
Internet Source 1%

Exclude quotes On Exclude matches < 1%


Exclude bibliography On

Anda mungkin juga menyukai