TUGAS AKHIR
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Strata-1
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Universitas Andalas
Oleh:
FADEL IKRAR JAMIKA
1710941008
Dosen Pembimbing:
Pantai Air Manis merupakan salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi
masyarakat Kota Padang dan sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kandungan mikroplastik di Kawasan Pantai Air Manis, Kota Padang.
Analisis mikroplastik yang dilakukan adalah konsentrasi, bentuk, warna, ukuran
serta jenis polimer pada sampel air dan sedimen. Penelitian juga dilakukan untuk
mengetahui hubungan dan pengaruh Dissolved Oxygen (DO), pH, suhu, curah
hujan dan timbulan sampah terhadap konsentrasi mikroplastik. Analisis konsentrasi
mikroplastik dilakukan dengan metode gravimetri. Analisis bentuk, warna dan
ukuran mikroplastik dilakukan menggunakan mikroskop. Analisis jenis polimer
dilakukan dengan metode spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR).
Sampel air dan sedimen diambil pada delapan titik di sepanjang Pantai Air Manis,
mulai dari Batu Malin Kundang (koordinat 0°59'41" Lintang Selatan dan
100°21'51" Bujur Timur) sampai Pulau Pisang Ketek (koordinat 0°59'20" Lintang
Selatan dan 100°21'17" Bujur Timur). Data diolah menggunakan statistik
deskriptif, anova dan korelasi. Konsentrasi rata-rata mikroplastik sampel air 1,667-
5,000 partikel/L sedangkan sampel sedimen 16,861-86,684 partikel/kg.
Karakteristik mikroplastik yang dominan ditemukan pada sampel air maupun
sedimen adalah bentuk fiber, warna hitam, berukuran 1-5 mm (large microplastics).
Jenis polimer pembentuk mikroplastik yang dominan ditemukan adalah
polyethylene, polycarbonate, dan polyethylene terephthalate. Perbedaan lokasi dan
waktu pengambilan sampel tidak menunjukkan pengaruh terhadap konsentrasi
mikroplastik. Parameter DO, pH, suhu, dan curah hujan tidak menunjukkan
hubungan signifikan terhadap konsentrasi mikroplastik. Aktivitas nelayan,
penduduk, dan pengunjung di Kawasan Pantai Air Manis berpengaruh terhadap
jenis polimer yang ditemukan.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbill’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
dengan judul Analisis Kandungan Mikroplastik di Kawasan Pantai Air Manis.
Serta shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Penulisan Tugas Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Andalas. Penyelesaian Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan dan
dorongan dari banyak pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Papa Dedy Diantolani dan Mama Noer Ainy Firdaus, beserta adik Nadya Sekar
Andini yang selalu memberikan dorongan, semangat, motivasi, kasih sayang,
dan pengorbanan serta doa-doa yang tulus dan tiada henti demi keberhasilan
Penulis;
2. Ibu Budhi Primasari, M.Sc dan Ibu Yommi Dewilda, M.T selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan dengan sabar
memberikan ilmu, saran, bimbingan, dukungan, dan doa yang sangat berharga
bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini;
3. Ibu Yenni, Ph.D dan Bapak Rizki Aziz, Ph.D selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukan kepada Penulis;
4. Ibu Tivany Edwin, M. Eng selaku Koordinator Tugas Akhir dan Ketua Prodi
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas yang telah
membantu memberikan arahan dalam menjalani setiap tahapan Tugas Akhir;
5. Bapak Rizki Aziz, Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas
Teknik Universitas Andalas;
6. Bapak dan Ibu dosen beserta karyawan-karyawati Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Universitas Andalas, serta staf pengajar yang berada di
Universitas Andalas yang telah memberikan ilmu kepada penulis;
iii
7. Ibu Syofni S.Si selaku analis Laboratorium Air Jurusan Teknik Lingkungan,
Uni Firda Winengsih dan Ibu nurhasmi yang telah membantu mengarahkan dan
memberikan bantuan serta dukungan selama melakukan penelitian untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini;
8. Tim Gerak Cepat Aksi Tanggap (Apind, Farhan, Komting 18, Ijep, Leo, Ori,
Ario, Bima, Rafli, dan Fadil) yang telah membantu Penulis selama penelitian;
9. Perploncoan (Pindo, Burik, Kucay, Bayi besar, Tulang, dan Bala) yang telah
memberikan semangat, petuah, dan merepotkan Penulis selama perkuliahan;
10. Teman-teman seperjuangan EVEREST sebagai keluarga yang telah menemani
sejak awal perkuliahan hingga tahun akhir, semua bantuan dan kesempatan yang
telah diberikan mengajarkan banyak hal dan menjadi memori indah untuk
dikenang bersama;
11. Rekan-rekan Tim Asisten Laboratorium Air (Tifa, Herland, Ihsan, Farhan, Fadel
A, Luhur, Fajar, sil Mz, Fatma, Any, Windy, Dewi, Danty, Fathiya, Meuthia,
Andin, Jeje, Citra, Midio, Yuli, Suci, Selly, Vudua, Cengki, Ijep dan Rafli) yang
telah menemani dan bekerja sama dalam melaksanakan tanggung jawab di
Laboratorium Air;
12. Semua pihak yang turut membantu Penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis
menerima segala bentuk kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini dan
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT membalas kebaikan
dengan yang lebih baik, Amin ya Robbal A’lamin.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………… ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
v
2.3.2 Timbulan Sampah ............................................................................ 24
vi
3.7.2 Pengambilan Sampel ....................................................................... 43
4.3 Pengukuran DO, pH, dan Suhu pada Sampel Air .............................. 54
4.4.4 Ukuran............................................................................................... 61
vii
4.5.4 Ukuran ............................................................................................... 70
viii
DAFTAR TABEL
ix
Tabel 4.14 Uji Normalitas Curah Hujan terhadap Konsentrasi Mikroplastik ....... 82
Tabel 4.15 Analisis Korelasi Curah Hujan terhadap Konsentrasi Mikroplastik ... 83
Tabel 4.16 Aktivitas di Kawasan Pantai Air Manis .............................................. 85
Tabel 4.17 Kategori Sampah Plastik di Kawasan Pantai Air Manis ..................... 86
x
DAFTAR GAMBAR
xi
Gambar 4.8 Warna Mikroplastik pada Sampel Air di Kawasan Pantai Air
Manis: biru (a), merah (b), ungu (c), dan hitam (d) ....................... 59
Gambar 4.9 Distribusi Konsentrasi Warna Mikroplastik pada Sampel Air
di Kawasan Pantai Air Manis ........................................................ 60
Gambar 4.10 Persentase Warna Mikroplastik yang Terkandung pada Sampel
Air di Kawasan Pantai Air Manis .................................................. 60
Gambar 4.11 Ukuran Mikroplastik pada Sampel Air di Kawasan Pantai Air
Manis.............................................................................................. 61
Gambar 4.12 Distribusi Konsentrasi Ukuran Mikroplastik pada Sampel Air
di Kawasan Pantai Air Manis ........................................................ 62
Gambar 4.13 Persentase Ukuran Mikroplastik pada Sampel Air
di Kawasan Pantai Air Manis ........................................................ 62
Gambar 4.14 Grafik FTIR pada Sampel Air di Kawasan Pantai Air Manis ........ 63
Gambar 4.15 Persentase Jenis Polimer pada Sampel Air
di Kawasan Pantai Air Manis ........................................................ 64
Gambar 4.16 Konsentrasi Mikroplastik pada Sampel Sedimen
di Kawasan Pantai Air Manis ........................................................ 65
Gambar 4.17 Bentuk Mikroplastik pada Sampel Sedimen
di Kawasan Pantai Air Manis: fiber (a) dan film (b)...................... 66
Gambar 4.18 Distribusi Konsentrasi Bentuk Mikroplastik pada Sampel
Sedimen di Kawasan Pantai Air Manis ......................................... 67
Gambar 4.19 Persentase Bentuk Mikroplastik pada Sampel Sedimen
di Kawasan Pantai Air Manis ........................................................ 67
Gambar 4.20 Warna Mikroplastik pada Sampel Sedimen
di Kawasan Pantai Air Manis:
hitam (a), biru (b), merah (c), ungu (d), dan bening (e) ................. 68
Gambar 4.21 Distribusi Konsentrasi Warna Mikroplastik pada Sampel
Sedimen di Kawasan Pantai Air Manis ......................................... 69
Gambar 4.22 Persentase Warna Mikroplastik Yang Terkandung pada Sampel
Sedimen di Kawasan Pantai Air Manis ......................................... 69
Gambar 4.23 Ukuran Mikroplastik pada Sampel Sedimen
di Kawasan Pantai Air Manis ........................................................ 70
xii
Gambar 4.24 Distribusi Konsentrasi Ukuran Mikroplastik pada Sampel
Sedimen di Kawasan Pantai Air Manis ......................................... 71
Gambar 4.25 Persentase Ukuran Mikroplastik pada Sampel Sedimen
di Kawasan Pantai Air Manis ........................................................ 71
Gambar 4.26 Grafik FTIR Sampel Sedimen di Kawasan Pantai Air Manis ........ 72
Gambar 4.27 Persentase Jenis Polimer pada Sampel Sedimen
di Kawasan Pantai Air Manis ........................................................ 73
Gambar 4.28 Perbandingan Konsentrasi Mikroplastik pada Sampel Air dan
Sedimen di Kawasan Pantai Air Manis ......................................... 74
Gambar 4.29 Hubungan Konsentrasi Mikroplastik terhadap DO ........................ 79
Gambar 4.30 Hubungan pH terhadap Konsentrasi Mikroplastik ......................... 80
Gambar 4.31 Hubungan Suhu terhadap Konsentrasi Mikroplastik ..................... 82
Gambar 4.32 Hubungan Curah Hujan terhadap Konsentrasi Mikroplastik ......... 83
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
II. BAB I
III. PENDAHULUAN
Pantai Air Manis secara geografis terletak pada 0°59'37,1" Lintang Selatan dan
100°21'52,5" Bujur Timur, terletak lebih kurang 10 km ke selatan dari pusat Kota
Padang (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, 2019). Pantai Air Manis
merupakan salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi masyarakat Kota Padang
dan sekitarnya. Hasil proyeksi jumlah pengunjung di Pantai Air Manis Tahun 2021
berjumlah 188.710 jiwa/tahun (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang,
2020). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oktavianus (2018) hasil
proyeksi jumlah timbulan sampah plastik di Kawasan Pantai Air Manis pada Tahun
2021 adalah 116 L/h. Sebagai salah satu objek wisata yang berada di sekitar
kawasan perairan dan banyaknya aktivitas di Kawasan Pantai Air Manis yang dapat
menimbulkan sampah plastik yang berpotensi menimbulkan mikroplastik, oleh
karena itu perlu di lakukan penelitian terkait analisis kandungan mikroplastik di
Kawasan Pantai Air Manis.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan mikroplastik pada
air dan sedimen di Pantai Air Manis, Kota Padang.
3
1.3 Manfaat Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
4
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB V PENUTUP
5
IV. BAB II
V. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plastik
Plastik adalah salah satu material padat yang banyak digunakan dalam aktivitas
manusia (Marine Debris Program, 2013). Plastik merupakan bahan polimer yang
dibentuk pada suhu dan tekanan tertentu. Plastik terbagi menjadi tiga kategori yaitu
termoplastik, termosets dan elastomer. Termoplastik melunak saat dipanaskan dan
mengeras saat didinginkan, contoh: polyethylene terephthalate (PET),
polypropylene (PP), polyvinyl chloride (PVC) dan polystyrene (PS). Termosets
tidak dapat melunak setelah dibentuk, contoh: resin epoksi, resin poliester, dan
bakalit. Elastomer adalah polimer elastis yang dapat kembali ke bentuk awal setelah
ditarik, contoh: karet dan neopren (Lusher dkk., 2017).
Plastik dibedakan menjadi tujuh golongan, jenis plastik ini dapat dibedakan
berdasarkan polimer yang membentuknya yaitu sebagai berikut (Kwartiana, 2015):
6
3. Polyvinyl Chloride (PVC)
Polyvinyl chloride mengandung DEHA (diethylhydroxylamine) sebagai bahan
pelarut yang menjadikannya bahan polimer sangat sulit untuk didaur ulang.
PVC ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap pelarut kimia, dan sulit
untuk didaur ulang. Secara umum PVC digunakan dalam industri konstruksi
sebagai material pipa, pintu, jendela, pagar, kabel, dan lain-lain.
5. Polypropylene (PP)
Polypropylene memiliki sifat tidak transparan dan relatif tahan terhadap panas.
Bahan PP banyak diaplikasikan dalam pembuatan wadah makanan, terutama
peralatan makan bayi seperti piring, mangkok, dan gelas serta digunakan dalam
pembuatan casing mobil dan tas.
6. Polystyrene (PS)
Polystyrene di kenal dengan nama styrofoam, memiliki sifat yang ringan dan
bahan ini diaplikasikan dalam pembuatan furniture (pelapis kayu) seiring
perkembanganya juga digunakan sebagai wadah penyimpanan.
7. Golongan lainnya.
Plastik atau polimer yang termasuk golongan ini adalah Styrene Acrylonitrile
(SAN), Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS), Polycarbonate (PC), dan
Nylon. Golongan plastik atau polimer ini memiliki daya tahan yang tinggi
terhadap reaksi kimia dan memiliki tekstur yang kaku. Plastik jenis ini juga
sulit untuk didaur ulang.
Ciri-ciri dan aplikasi polimer pembentuk plastik dapat dilihat pada Tabel 2.1
7
Tabel 2.1 Ciri-ciri dan Aplikasi Polimer Pembentuk Plastik
Nama Ciri Aplikasi
Polyethylene Terephthalate
8
Nama Ciri Aplikasi
Plastik lainnya
Sumber: Kwartiana, 2015
2.2 Mikroplastik
Pada sub bab ini akan di bahas tentang definisi mikroplastik, sumber mikroplastik,
klasifikasi mikroplastik, penyebaran mikroplastik, dan dampak mikroplastik.
Plastik adalah polutan yang sudah terdistribusi di seluruh perairan dunia karena
daya tahan dan daya apungnya di air. Mikroplastik dalam ekosistem berdampak
pada biota dan organisme konsumen. Sifatnya yang mudah menyerap racun dan
bahan kimia menjadikan mikroplastik sebagai pencemar. Secara tidak langsung,
mikroplastik dapat meningkatkan akumulasi beberapa senyawa polutan, di antara
senyawa tersebut adalah phthalates, bisphenol A (BPA), polycyclic aromatic
hydrocarbons (PAH), polychlorinated biphenyls (PCB), nonyphenol, dan
dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT). Senyawa polutan tersebut masuk ke tubuh
9
manusia melalui rantai makanan, hal ini terjadi jika konsumen mengonsumsi
makanan laut yang terkontaminasi mikroplastik (Lusher dkk., 2017).
Bagian terkecil dari plastik setelah mengalami proses degradasi dikenal dengan
mikroplastik. Ukuran mikroplastik untuk pertama kali dibahas pada lokakarya
penelitian internasional yang membahas mengenai kejadian mikroplastik, efek, dan
kondisi akhir serpihan laut mikroplastik pada tahun 2008, yang diselenggarakan
oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) marine debris
program. Para peserta mengadopsi definisi pragmatis dan menyarankan batas
ukuran mikroplastik lebih kecil dari 5 mm. Hal ini didasarkan pada dasar pikiran
bahwa ukuran 5 mm tersebut akan mencakup rentang ukuran dari partikel kecil
yang dapat dengan mudah dicerna oleh biota, dan partikel seperti itu yang mungkin
dikhawatirkan menghadirkan berbagai jenis ancaman dibandingkan plastik yang
memiliki ukuran lebih besar (seperti keterjeratan) (Arthur dkk., 2009).
10
Umumnya mikroplastik tersebut mencakup jenis polyethylene, polypropylene, dan
polystyrene. Selain pada kosmetik penggunaan mikroplastik pada obat-obatan
sebagai vektor obat juga semakin banyak, dilaporkan Dowarah dkk (2020) pada
penelitiannya menyebutkan ukuran manik-manik polyethylene yang ditemukan
pada pembersih wajah berkisar dari 60 μm hingga 800 μm.
Mikroplastik sekunder menggambarkan fragment plastik kecil yang berasal dari
pemecahan sampah plastik yang berukuran lebih besar menjadi lebih kecil, baik di
laut maupun di darat. Seiring waktu, proses fisik, biologis dan kimiawi dapat
mengurangi keutuhan struktural plastik yang mengakibatkan fragmentasi. Dalam
waktu lama, paparan sinar matahari dapat menyebabkan foto-degradasi plastik;
radiasi ultraviolet (UV) dalam sinar matahari menyebabkan oksidasi matriks
polimer, yang menyebabkan pembelahan ikatan. Kondisi lingkungan laut yang
ramah lingkungan kemungkinan besar akan mempercepat oksidasi foto ini. Sampah
plastik di pantai bagaimanapun memiliki ketersediaan oksigen yang tinggi dan
paparan langsung sinar matahari, sehingga pada waktunya berubah menjadi rapuh,
membentuk retakan dan menguning. Hilangnya integritas struktural plastik ini
semakin rentan terhadap fragmentasi akibat abrasi, gelombang dan turbin. Jika
proses ini terus berlangsung, dengan fragment menjadi lebih kecil dari waktu ke
waktu sampai menjadi mikroplastik. Mikroplastik mungkin terdegradasi menjadi
nanoplastik. Kehadiran nanoplastik di lingkungan laut akan menimbulkan polutan,
salah satunya pada dasar rantai makanan di lingkungan laut. Perkembangan plastik
biodegradable dianggap sebagai pengganti plastik tradisional yang layak. Namun,
plastik biodegradable juga bisa menjadi sumber mikroplastik. Plastik bertingkat
biodegradable biasanya merupakan komposit polimer sintetik dan pati, minyak
nabati atau bahan kimia khusus yang dirancang untuk mempercepat waktu
degradasi jika dibuang dengan tepat, contohnya di pabrik pengomposan industri
dengan kondisi panas, lembab dan diangin-anginkan dengan baik. Namun,
penguraian ini hanya sebagian, sementara komponen dari pati akan terurai dan
banyak menghasilkan polimer sintetis. Dalam lingkungan laut yang relatif dingin,
dengan tidak adanya bahan kimia terestrial, waktu dekomposisi bahkan komponen
bioplastik yang dapat terurai akan diperpanjang, meningkatkan kemungkinan
plastik menjadi kotor dan selanjutnya mengurangi perembesan UV yang menjadi
11
dasar proses degradasi. Setelah pembusukan terjadi akhirnya mikroplastik akan
terlepas ke lingkungan laut (Cole dkk., 2011)
2.2.3 Klasifikasi Mikroplastik
Mikroplastik terdiri dari berbagai kelompok berdasarkan segi bentuk, warna, dan
ukuran. Berbagai jenis plastik diproduksi secara global terdiri dari enam jenis utama
polimer yaitu polyethylene, polypropylene, dan polystyrene yang lebih mudah
mengapung dan polyvinyl chloride, polyamide, dan polyethylene terephthalate yang
lebih mudah tenggelam (GESAMP, 2015).
Sejak abad 20, produksi polimer plastik semakin meningkat, ketika dibuang ke
lingkungan. Lambat laun struktur plastik tersebut akan mengalami penurunan
akibat abrasi, degradasi dan pemecahan fisik. Saat ini, industri-industri sudah mulai
membuat plastik dalam ukuran mikro dan nano, dimana plastik tersebut dapat
memperburuk kondisi lingkungan dan dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan
(Widianarko, 2018). Berdasarkan bentuk, mikroplastik dikategorikan dalam film,
fiber, fragment, pellet, dan foam dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Bentuk Mikroplastik
Bentuk Mikroplastik Sumber Sifat
Fragment Botol Keras, bergerigi
Tali pancing, pakaian atau
Fiber Tipis dan lurus
tekstil
Pellet Resin, pembersih wajah Keras dan berbentuk bundar
Film Kemasan plastik, kain Tipis
Foam Styrofoam Ringan seperti spons
Sumber: Free dkk., 2014
1. Fragment
Jenis fragment pada dasarnya berasal dari buangan limbah atau sampah dari
pertokoan dan warung-warung makanan yang ada di lingkungan sekitar.
Contohnya: kantong-kantong plastik baik kantong plastik yang berukuran
besar maupun kecil, bungkus nasi, kemasan-kemasan makanan siap saji dan
botol-botol minuman plastik. Sampah plastik tersebut terurai menjadi serpihan-
serpihan kecil hingga tipe fragment. Mikroplastik tipe fragment ditunjukkan
pada Gambar 2.1.
12
Gambar 2.1 Gambar Fragment
Sumber: Frias dkk., 2018
2. Fiber
Mempunyai bentuk seperti serabut dan apabila terkena cahaya atau sinar UV
akan berwarna biru dan terang (Septian, 2018). Jenis fiber pada dasarnya
berasal dari pemukiman penduduk yang berada di daerah pesisir dengan
sebagian besar masyarakat yang bekerja sebagai nelayan. Aktivitas nelayan
seperti penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai alat tangkap,
kebanyakan alat tangkap yang dipergunakan nelayan berasal dari tali (jenis
fiber). Mikroplastik jenis fiber banyak digunakan dalam pembuatan pakaian,
tali temali, berbagai tipe penangkapan seperti pancing dan jaring tangkap.
Mikroplastik tipe fiber atau filamen ditunjukkan pada Gambar 2.2.
13
Gambar 2.3 Gambar Pellet
Sumber:Frias dkk., 2018
4. Film
Mempunyai karakteristik yang transparan, tipis, bentuk yang tidak beraturan
dan seperti lembaran (Yudhantari, 2019). Film merupakan polimer plastik
sekunder yang berasal dari fragmentasi kantong plastik atau plastik kemasan
dan memiliki densitas rendah. Film memiliki densitas lebih rendah
dibandingkan tipe mikroplastik lainnya sehingga lebih mudah
ditransportasikan hingga pasang tertinggi. Mikroplastik tipe film ditunjukkan
pada Gambar 2.4.
14
Gambar 2. 5 Gambar Foam
Sumber: Frias dkk., 2018
15
bahan utama penyusun sampah kantong dan wadah plastik (GESAMP, 2015).
Secara umum, warna pada mikroplastik yang ditemukan masih pekat memiliki arti
mikroplastik belum mengalami perubahan warna (discolouring) yang signifikan.
Mikroplastik juga ditemukan dengan warna transparan, mikroplastik berwarna
transparan menjadi identifikasi awal dari jenis polimer polypropylene. Polimer
polypropylene termasuk polimer yang paling banyak ditemukan di perairan
(Pedrotti dkk., 2016). Warna transparan mengindikasikan lamanya mikroplastik
tersebut mengalami fotodegradasi oleh sinar UV. Gambar mikroplastik berdasarkan
bentuk dan warna dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2. 6 Mikroplastik dengan tipe fragment: putih (a), merah (d), dan hijau (e);
fiber: biru (b), merah (c)
Sumber: Manalu, 2017
Degradasi dari bahan yang terbuat dari polimer dan plastik terjadi pada kondisi
biotik yang dimediasi oleh aksi makroorganisme (fragmentasi) atau
mikroorganisme (biodegradasi) atau pada kondisi abiotik yang dimediasi oleh agen
kimia atau fisika kimia. Degradasi biotik dimediasi oleh mikroorganisme terjadi
pada lingkungan yang berbeda dan dapat diklasifikasikan menurut ada oksigen
(aerobik) atau tidak adanya oksigen (anaerobik) (Chiellini dkk., 2003). Faktor-
faktor yang memengaruhi degradasi mikroplastik dapat dilihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Degradasi Mikroplastik
Biologis Kimiawi Fisika/ Mekanis
Jamur, Bakteri Hidrolisis Pencucian
Dekomposer Oksidasi Sinar matahri
Organisme yang lebih tinggi - Iklim
- - Tekanan Mekanis
Sumber: Chiellini dkk., 2003
16
Polimer biodegradable merupakan bagian dari Environmentally Degradable
Polymers (EDP). Polimer biodegradable adalah polimer yang terdegradasi di
lingkungan oleh proses biotik dan abiotik dan pada akhirnya dihilangkan melalui
asimilasi oleh organisme hidup untuk tidak meninggalkan residu. Untuk
penggunaan atau pembuangan di lingkungan, EDP harus memenuhi persyaratan
dasar yaitu harus terdegradasi menjadi fragment yang tidak beracun di lingkungan
atau terdegradasi secara biologis (biodegradable) tanpa meninggalkan residu sama
sekali (Gross & Kalra, 2002).
17
berpengaruh dalam distribusi mikroplastik ke lingkungan. Curah hujan yang
tinggi akan membuat distribusi kandungan mikroplastik tinggi karena air hujan
berpengaruh dalam transformasi plastik menjadi mikroplastik. Hal ini terjadi
karena peningkatan arus aliran akan menyebabkan terjadinya gesekan antar
partikel di dalam air.
5. Timbulan Sampah
Timbulan sampah merupakan salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi
konsentrasi mikroplastik diperairan. Aktivitas penduduk yang tinggi di suatu
daerah, dapat meningkatkan konsumsi dan pemakaian plastik. Jumlah
pemakaian plastik yang tinggi menyebabkan timbulan sampah plastik di suatu
daerah akan bertambah. Hal tersebut akan menyebabkan kandungan
mikroplastik menjadi tingggi karena sumber utama mikroplastik yang berasal
dari sampah plastik (Dewi, 2015).
Plastik masuk ke laut melalui beberapa cara seperti melalui aliran air dari selokan,
angin, dan terbawa oleh arus dan beberapa masuk ke laut melalui limpasan (Chen,
2020). Sumber plastik seperti botol plastik, kantong plastik dan jaring ikan akhirnya
terfragmentasi menjadi partikel yang lebih kecil (mikroplastik <5 mm) yang
bertahan lama di lingkungan (Fossi dkk., 2017).
Puing-puing plastik memasuki lautan melalui berbagai jalur, termasuk rekreasi
pantai, aliran air limbah, angin, sungai, pencucian dari tempat pembuangan sampah,
dan alat tangkap yang dibuang atau hilang. Potongan terkecil plastik mikro sering
berasal dari kosmetik, pembersih, obat-obatan, dan produk kebersihan pribadi, dan
memasuki lingkungan laut melalui aliran air limbah. Air limbah tersebut berasal
dari air untuk mencuci pakaian yang terbuat dari kain sintetis yang merupakan
sumber signifikan mikroplastik berbentuk fiber (Mendenhall, 2018). Kebanyakan
plastik tidak mengalami degradasi alami dan cenderung bisa bertahan selama
ratusan hingga ribuan tahun (dekade hingga abad) di lingkungan laut bahkan lebih
lama lagi di laut dalam dan wilayah kutub karena ketahanannya yang tinggi
terhadap degradasi alami (Solomon, 2016). Gambar penyebaran mikroplastik dapat
dilihat pada Gambar 2.7
18
Plastik terurai menjadi
mikroplastik mencemari ekosistem
perairan
Proses
produksi
plastik
Sampah plastik
masuk ke perairan Mikroplastik yang masuk ke perairan
dan mencemari terkonsumsi biota perairan dan
lingkungan mengendap di sedimen
Tanpa disadari pemakaian kemasan plastik dan bahan-bahan lain yang mengandung
plastik telah memicu penumpukan sampah plastik. Plastik memiliki daya tahan
tinggi dengan sifat ini tentu dapat menimbulkan masalah lingkungan. Jika produk
ini tidak dibuang dengan benar serta pengelolaan limbah yang buruk menjadikan
plastik sebagai komponen yang dapat terkontaminasi baik di lingkungan darat
maupun dilaut. (Claessens dkk., 2013)
Mikroplastik yang tertelan oleh biota air dapat memberikan efek terhadap fisik biota
akibat menggandung senyawa toksik. Mikroplastik memiliki ukuran mirip dengan
organisme plankton. Sehingga mengakibatkan mikroplastik ini bisa tertelan oleh
biota air (Zuo dkk., 2020). Masuknya mikroplastik dalam tubuh biota dapat
merusak saluran pencernaan, mengurangi tingkat pertumbuhan, menghambat
produksi enzim, menurunkan kadar hormon steroid, memengaruhi reproduksi, dan
dapat menyebabkan paparan aditif plastik yang bersifat toksik. Dampak
kontaminasi sampah plastik pada kehidupan di laut dipengaruhi oleh ukuran
sampah tersebut. Sampah plastik yang berukuran kecil, seperti benang pancing dan
jaring, dapat mengganggu sistem fungsi organ pada organisme (Von Moos dkk.,
2012). Sampah plastik yang lebih kecil, seperti tutup botol, korek api, dan pellet
19
plastik dapat tertelan oleh organisme perairan dan menyebabkan penyumbatan usus
serta potensi keracunan bahan kimia. Sementara itu, mikroplastik dapat tertelan
oleh organisme kecil di habitat tersebut dan menimbulkan dampak yang serius.
Hewan laut yang menelan mikroplastik termasuk organisme bentik (perairan dalam
dan lepas) dan pelagis (perairan dekat permukaan), yang memiliki variasi strategi
makan dan menempati tingkat urutan yang berbeda. Invertebrata laut bentik yang
menelan mikroplastik, termasuk teripang, kerang, dan lobster. Beberapa
invertebrata bahkan lebih memilih partikel plastik, teripang dari habitat bentik
menelan fragment plastik dalam jumlah yang tidak proporsional berdasarkan rasio
tertentu plastik dengan pasir (Von Moos dkk., 2012).
20
mikroplastik harus diminimalkan pada nilai 0 partikel/L, akan tetapi setelah
pengolahan air baku dan pendistribusiannya ditemukan konsentrasi mikroplastik
masih berada dalam rentang 0-0,007 partikel/L dan masih ditolerir. Pada tubuh
manusia, batas kadar konsentrasi mikroplastik yaitu 90,09 partikel/L (Schirinzi
dkk., 2017). Hal ini memberi dorongan kepada sejumlah industri kosmetik untuk
tidak menggunakan jenis mikroplastik primer pada Produk Perawatan Pribadi
(PCP). Oleh karena itu negara seperti Belanda, Austria, Luksemburg, Belgia, dan
Swedia telah mengeluarkan seruan bersama Uni Eropa untuk melarang penggunaan
microbeads dalam PCP untuk menjaga ekosistem laut. Seruan ini mengikuti green
paper yang diterbitkan oleh European Commission yang diterbitkan pada tahun
2013 tentang strategi eropa terhadap sampah plastik di lingkungan, dengan
mikroplastik yang menjadi fokus utamanya (Crawford & Quinn, 2016)
Thailand pada tahun baru 2020 melarang penggunaaan kantong plastik sekali pakai
di toko-toko besar. Hal ini merupakan salah satu upaya pemerintah melanjutkan
kampanye bebas plastik sekali pakai. Nantinya larangan total akan diberlakukan
pada 2021 untuk mengurangi limbah dan potongan-potongan plastik di laut
(Christiyaningsih, 2020).
21
a. Menentukan massa total padatan
Massa total padatan meliputi zat organik dan anorganik yang terkandung di
dalam sampel air atau sedimen.
b. Massa mikroplastik
Setelah kandungan organik pada sampel air atau sedimen telah dihilangkan
menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2) sebagai bahan pelarut, massa
mikroplastik ditimbang menggunakan neraca. Tahapan dalam melakukan
analisis gravimetri antara lain:
2) Pengendapan analit;
• Fragment, berasal dari potongan plastik dengan sifat polimer kuat ataupun
yang lemah.
• Pellet, berasal dari sumber primer yang langsung diproduksi oleh pabrik
sebagai bahan baku pembuatan produk plastik.
22
3. Analisis warna mikroplastik
23
2.3 Pantai Air Manis
Pada sub bab ini akan dibahas tentang gambaran umum, timbulan sampah, curah
hujan, dan jumlah pengunjung.
Pantai Air Manis adalah salah satu pantai di Kota Padang yang sudah berkembang
menjadi tujuan wisata bahari. Kawasan Pantai Air Manis memiliki potensi yang
mengandung nilai ekonomi yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat di
sekitar kawasan serta berguna membantu masyarakat yang ada di sekitar kawasan
wisata agar lebih menyadari pentingnya lokasi wisata bagi peningkatan
perekonomian masyarakat lokal. Pantai Air Manis terletak di bagian utara
Kelurahan Air manis, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang. Pantai Air Manis
secara geografis terletak pada 0°59'37.1" Lintang Selatan dan 100°21'52.5" Bujur
Timur, Terletak 10 Km ke selatan dari pusat Kota Padang. Gambar Lokasi Pantai
Air Manis dapat dilihat pada Gambar 2.9. Adapun batas administrasi Pantai Air
Manis adalah
Sebelah utara : Kecamatan Padang Barat
Sebelah timur : Kecamatan Padang Timur
Sebelah selatan : Kecamatan Bungus
Sebelah barat : Selat Mentawai
Timbulan sampah merupakan banyaknya jumlah sampah yang timbul dari kegiatan
manusia dalam satuan volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas
bangunan, atau perpanjang jalan. Satuan timbulan sampah dinyatakan dalam
volume liter/orang/hari (L/o/h) atau liter/meter persegi bangunan/hari (L/m2 /h) dan
dengan satuan berat kilogram/orang/hari (kg/o/h) atau kilogram/meter persegi
bangunan/hari (kg/m2/h) (Wahyuni, 2019). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Oktavianus (2018) hasil proyeksi jumlah timbulan sampah plastik di Kawasan
Pantai Air Manis pada tahun 2021 adalah 116 L/h atau 0,215 L/o/h. Kategori
sampah plastik yang ditemukan di Kawasan Pantai Air Manis yaitu plastik untuk
dicacah, plastik daur ulang, dan plastik residu.
24
Gambar 2.9
Lokasi Pantai Air Manis
25
2.3.3 Curah Hujan
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang
datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Satuan curah hujan selalu
dinyatakan dalam satuan milimeter atau inchi, namun untuk di indonesia satuan
curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan milimeter (mm). Curah hujan
dalam 1 milimeter memiliki arti dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang
datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter
(Prawaka dkk., 2016). Data curah hujan Kota Padang dari tahun 2011 hingga tahun
2019 dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Data pengunjung Pantai Air Manis yang digunakan berasal dari data jumlah
pengunjung di Kawasan Pantai Air Manis. Berdasarkan hasil proyeksi pengunjung,
tahun 2021 jumlah pengunjung di Pantai Air Manis berjumlah 188.710 jiwa. Rata-
rata pengunjung Pantai Air Manis setiap hari adalah 517 jiwa/hari (Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, 2020).
Kata statistika berasal dari kata status (bahasa Latin) yang berarti negara. Pada
mulanya, statistika hanya digunakan untuk meyajikan fakta, informasi atau data-
data dengan angka-angka tentang masalah-masalah yang terjadi di suatu negara.
Statistika adalah sekumpulan konsep dan metode yang digunakan untuk
mengumpulkan, menyajikan, menganalisis, dan menginterpretasi data kuantitatif
26
suatu fakta tentang bidang kegiatan tertentu (Budiwanto, 2017). Analisis statistik
dapat dilakukan secara manual dan dengan menggunakan program komputer.
Analisis statistik menggunakan program komputer memiliki banyak kelebihan,
yaitu membantu perhitungan menjadi sederhana, mudah bahkan lebih singkat
dalam waktu pengerjaan serta memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Dalam
statistika, banyak program yang telah dihasilkan bahkan dijual secara bebas seperti
Statistical Program for Social Science (SPSS). SPSS merupakan salah satu program
analisis data yang digunakan untuk membantu melakukan pengolahan dan
menganalisis data secara statistik (Susetyo, 2012)
Analysis of Variance atau disebut juga dengan ANOVA adalah bentuk uji hipotesis
statistik dimana kita mengambil kesimpulan berdasarkan data atau kelompok
statistik inferensif. Hipotesis nol dari uji Anova adalah bahwa data adalah sampel
random dari populasi yang sama sehingga memiliki ekspektasi mean dan varians
yang sama (Marpaung, 2017).
Asumsi yang harus dipenuhi dalam uji Anova sebagai bentuk dari model linier,
teridir atas (Marpaung, 2017):
27
1. Independensi observasi, setiap observasi dalam analisis anova harus bersifat
independen;
2. Normalitas, Residual atau error harus mengikuti distribusi normal.
3. Homogenitas varians, varians antara kelompok yang dibandingkan harus
homogen.
2.4.3 Analisis Korelasi
Teknik analisis korelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidak adanya
kecenderungan hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam menggunakan
teknik analisis korelasi, paling sedikit harus ada dua variabel yang dikorelasikan.
Teknik analisis korelasi terutama digunakan untuk mengetahui kecenderungan
hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Hasil analisis korelasi
akan diperoleh koefisien korelasi yang menunjukkan besarnya hubungan antar
variabel. Hubungan antara variabel-variabel yang dikorelasikan tersebut tidak
mempermasalahkan apakah ada hubungan sebab akibat atau tidak ada hubungan
sebab akibat (Budiwanto, 2017).
Terdapat korelasi Pearson, korelasi Rank Spearman dan Kendall Tau untuk menguji
korelasi antara variabel dengan data yang tidak tersebar normal (nonparametris).
Analisis korelasi adalah cara untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan
antar variabel. Apabila terdapat hubungan antar variabel maka perubahan-
perubahan yang terjadi pada salah satu variabel akan mengakibatkan terjadinya
perubahan variabel lainnya (Hasan, 2002):
1. Korelasi Positif
Korelasi positif adalah korelasi dari dua variabel yang apabila variabel yang satu
meningkat atau menurun maka variabel lainnya akan meningkat atau menurun
pula;
2. Korelasi Negatif
Korelasi negatif adalah korelasi dari dua variabel yang apabila variabel yang satu
meningkat atau menurun maka variabel lainnya akan menurun atau meningkat;
3. Tidak ada korelasi, terjadi apabila kedua variabel tidak menunjukkan adanya
hubungan.
28
Koefisien korelasi memiliki arti menyatakan hubungan. Arti tersebut dapat berupa
=, bergerak antara 0 sampai +1 atau 0 sampai -1. Apabila korelasi mendekati +1
atau -1 berarti terdapat hubungan yang kuat, sebaliknya yang mendekati nilai 0
berarti bernilai lemah. Apabila korelasi sama dengan 0, antara kedua variabel tidak
terdapat hubungan sama sekali. Notasi (+) atau (-) menunjukkan arah hubungan
antara kedua variabel. Nilai r yang diperoleh ini selanjutnya akan diinterpretasikan.
Interpretasi nilai r dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut ini.
Tabel 2.6 Interpretasi Nilai r
Besar nilai r Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,000 Sangat Kuat
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Kuat
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Lemah
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Sangat Lemah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Tak Berkorelasi
Sumber: Nduru dkk., 2014
Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur seberapa kuat atau derajat kedekatan
suatu relasi yang terjadi antar variabel. Jadi, kalau analisis regresi bertujuan untuk
mengetahui pola relasi dalam bentuk persamaan regresi, maka analisis korelasi
bertujuan untuk mengetahui kekuatan hubungan tersebut dalam koefisien
korelasinya. Dengan demikian biasanya analisis regresi dan korelasi sering
dilakukan bersama-sama (Marpaung, 2017).
30
2.5.2 Distribusi Spasial dan Mikroplastik Musiman pada Pantai Berpasir di
Sepanjang Pantai Semenanjung Hengchun, Taiwan
Penelitian ini dilakukan oleh Tran (2020) di Pantai Da Nang. Penelitian dilakukan
pada delapan lokasi di sepanjang pantai. Karakteristik mikroplastik yang diuji
adalah konsentrasi mikroplastik, ukuran, bentuk, warna, serta sifatnya. Berdasarkan
penelitian, didapatkan hasil bahwa jenis mikroplastik paling dominan yang
ditemukan adalah serat/fiber sintetis dengan persentase sebesar 99,2%. Selain itu,
warna yang paling dominan ditemukan adalah warna biru sebesar 59,9% dan putih
sebesar 22,9%. Konsentrasi rata-rata mikroplastik di semua lokasi pengambilan
sampel adalah sebanyak 9.238 ± 2.097 partikel/kg. Sementara itu, mikroplastik
jenis fiber lebih banyak tersebar pada lapisan permukaan dibandingkan dengan
lapisan lebih dalam.
31
Tabel 2.7 Penelitan tentang Mikroplastik di Pantai Wisata
No Nama Peneliti Lokasi Penelitian Parameter Kandungan Mikroplastik
1. Mauludy, Maghfira Shafazamilla. 5 pantai wisata di • Aktivitas Pariwisata • Konsentrasi mikroplastik rata-rata 90,7±59,1
(Mauludy, 2019) Kabupaten Badung, Bali partikel/kg
• Jenis mikroplastik yang ditemukan yaitu film,
fiber dan fragment
• Pantai Kuta memiliki konsentrasi mikroplastik
paling tinggi dibandingkan pantai lainnya
yaitu sebesar 148,9±103,8 partikel/kg.
• Konsentrasi Mikroplastik pada pantai kuta
paling tinggi, diduga karena Pantai Kuta
merupakan pantai yang padat akan wisatawan
2. Chen, Mei Chi. Daerah pantai di • Aktivitas pariwisata • konsentrasi mikroplastik berkisar antara 80
(Chen, 2020) sepanjang Semenanjung hingga 480 partikel/kg
Hengchun • Jenis mikroplastik yang paling banyak
ditemukan adalah serat/fiber sengan
persentase lebih dari 97% dan warna yang
paling dominan ditemukan adalah putih atau
transparan sebesar 57%.
• Analisis spektrofotometer FTIR menunjukkan
bahwa mikroplastik yang ditemukan di
Semenanjung Hengchun adalah jenis
polyethylene (PE) dan polypropylene (PP)
3. Tran Nguyen, Quynh Anh Pantai Da Nang, Vietnam • Aktivitas antropogenik dan • Konsentrasi rata-rata mikroplastik di semua
Nguyen. lingkungan lokasi pengambilan sampel adalah sebanyak
(Tran, 2020) 9.238 ± 2.097 partikel/kg.
• Jenis mikroplastik paling dominan yang
ditemukan adalah serat/fiber sintetis dengan
persentase sebesar 99,2%. Selain itu, warna
yang paling dominan ditemukan adalah warna
biru sebesar 59,9% dan putih sebesar 22,9%
4. Raphael Bissena, 21 pantai di sepanjang • Aktivitas antropogenik dan • Konsentrasi mikroplastik rata-rata 420
Sakonvan Chawchai. Teluk timur lingkungan partikel/kg
32
No Nama Peneliti Lokasi Penelitian Parameter Kandungan Mikroplastik
(Bissen & Chawchai, 2020) dari Thailand • Jenis polimer yang paling banyak ditemukan
adalah rayon (RY), polyethylene (PE),
polyethylene terephtalate (PET).
5. H.A. Nel, P.W. Froneman Sepanjang garis pantai • Aktivitas antropogenik • Konsentrasi mikrolastik pada sampel sedimen
(Nel, 2015) tenggara Afrika Selatan sebesar 688,9 ± 348,2 partikel/kg
• Konsentrasi mikroplastik pada sampel air
berkisar antara 257,9 ± 53,36 hingga 1.215 ±
276,7 partikel/L
• Jenis mikroplastik yang ditemukan adalah
microfiber yang berasal dari penguraian
barang sintetis
6. I. Retama a, M.P. Jonathan a, V.C. Pantai wisata di Teluk • Kegiatan Pariwisata • Konsentrasi mikroplastik adalah sebesar 48
Shruti a, S. Velumani b, S.K. Sarkar, Huatulco, Meksiko selatan • Limbah hotel dan restoran partikel/kg
Priyadarsi D. Roy d, P.F. Rodríguez- • Tiga jenis mikroplastik yang paling dominan
Espinosa a ditemukan adalah fragmen, fiber, dan film
(Retama dkk., 2016) • Ukuran mikroplastik yang ditemukan large
microplastic dan small microplastic
7. Arunkumar Patchaiyappana, Syed Pantai Andaman Selatan, • Aktivitas wisata • Konsentrasi mikroplastik rata-rata sebesar
Zaki Ahmeda, Kaushik Dowaraha, India • Pemusatan daerah perkotaan 414,35 ± 87,4 partikel/kg.
Shanmuganathan Jayakumara, Suja P. di sekitar pantai • Konsentrasi paling tinggi ditemukan di
Devipriya • Sampah plastik rumah tangga Kodiyaghat dengan konsentrasi sebesar 973,3
(Patchaiyappan dkk., 2020) ± 76,59 partikel/kg.
• Konsentrasi paling rendah ditemukan di
Burmanullah sebesar 161,7 ± 32,51
partikel/kg.
• Terdapat 13 jenis polimer mikroplastik yang
terdapat pada sampel.
• Jenis mikroplastik yang paling banyak
ditemukan adalah fragmen dan fiber.
8. Barbara Urban-Malingaa, Mariusz Sepanjang pantai Polandia • Pembangunan Infrastruktur • Konsentrasi mikroplastik rata-rata 171,8
Zalewskia, Aneta Jakubowskaa, daerah pesisir partikel/kg
Tycjan Wodzinowskia,
33
No Nama Peneliti Lokasi Penelitian Parameter Kandungan Mikroplastik
Maja Malingab, Barbara Pałysc,
Agnieszka Dąbrowskac
(Urban-Malinga dkk., 2020)
9. Zhao, J., Ran, W., Teng, J., Liu, Y., Pantai Laut Bohai dan • Limbah dari industri • Konsentrasi mikroplastik: 171,8 partikel/kg
Liu, H., Yin, X., Cao, R., & Wang, Q. Laut Kuning, China • Aktivitas manusia (Laut Bohai); 123,6 partikel/kg (Laut Kuning
(Zhao, 2018)
• Pencemaran sampah plastik Utara), dan 72 partikel/kg (Laut Kuning
di sungai Selatan)
• Polimer dominan dalah rayon (RY),
polyethylene (PE), polyethylene terephtalate
(PET).
34
VI. BAB III
VII. METODOLOGI
3.1 Umum
Penelitian tugas akhir bertujuan untuk mengetahui kandungan mikroplastik pada air
dan sedimen Kawasan Pantai Air Manis, Kota Padang. Metodologi penelitian
memaparkan lokasi, waktu penelitian, tahapan penelitian yang meliputi metode
pengambilan sampel dan pengukuran di laboratorium, serta pengolahan data dan
pembahasan.
Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Mei 2021 hingga bulan Juli
2021. Lokasi penelitian adalah di Pantai Air Manis, Kota Padang. Lokasi pengujian
sampel dilakukan di laboratorium Air Jurusan Teknik Lingkungan Universitas
Andalas, Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknik Lingkungan Universitas
Andalas, dan Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Universitas Negri Padang.
Tahapan penelitian terdiri dari studi literatur, pengumpulan data. Setelah semua
data yang dibutuhkan terkumpul maka tahapan selanjutnya adalah studi
pendahuluan, penelitian utama dan analisis serta pembahasan hasil penelitian.
Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Studi literatur meliputi kegiatan pengumpulan bahan dan literatur sebagai dasar
teori yang berkaitan dengan penulisan laporan penelitian dan bersumber dari buku
teks, jurnal dan penelitian sebelumnya. Studi literatur penelitian ini mencakup
tentang kandungan mikroplastik pada air dan sedimen.
35
Mulai
Studi Literatur
Survey:
1. Aktivitas di daeerah pantai;
2. Titik pengambilan sampel
Analisis Laboratorium:
1. Konsentrasi mikroplastik dalam sampel
air dan sedimen;
2. Bentuk, warna, ukuran, dan jenis polimer
yang terkandung dalam mikroplastik.
Selesai
36
1. Studi Literatur
Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan informasi dan teori-teori yang
berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Studi literatur dalam laporan ini
mengkaji tentang mikroplastik, penyebab adanya mikroplastik pada air dan
sedimen serta dampak yang ditimbulkan.
2. Survey
Survey dilakukan sebagai observasi awal sebelum memulai penelitian.
Merupakan pengumpulan data-data aktivitas di daerah pantai dan titik
pengambilan sampel.
3. Pengumpulan data sekunder
Data sekunder yang digunakan diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan
terhadap jumlah pengunjung wisata Pantai Air Manis, jumlah timbulan sampah
sepanjang daerah Pantai Air Manis, serta data curah hujan dari Dinas
Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Barat.
4. Pengumpulan data primer
Data primer yang digunakan didapatkan dari pengambilan sampel dan
kandungan pH, DO, dan suhu. Data primer yang didapatkan dari pengambilan
sampel yaitu kandungan mikroplastik dalam sampel dengan analisis di
laboratorium. Sampel yang diambil adalah sampel sedimen dan sampel air
Pantai Air Manis dengan titik lokasi Pengambilan sampel yang berada di
Kawasan Pantai Air Manis. Data primer berikutnya yang didapatkan adalah data
pH menggunakan pH meter, suhu menggunakan termometer, DO menggunakan
DO meter.
5. Analisis di laboratorium
Analisis data yang dilakukan pada sampel air dan sedimen yang diambil adalah
sebagai berikut:
a. Konsentrasi mikroplastik;
b. Bentuk mikroplastik;
c. Warna mikroplastik;
d. Ukuran mikroplastik;
e. Jenis polimer.
37
6. Analisis data dan pembahasan
Data primer dan sekunder yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan analisis.
Analisis yang digunakan melalui variabel penelitian adalah analisis deskriptif,
Analysis of Variance (ANOVA) untuk melihat kesamaan data dari pengambilan
sampel, analisis korelasi untuk melihat pengaruh parameter lingkungan (DO,
pH, temperatur) dan curah hujan terhadap konsentrasi mikroplastik, dan analisis
regresi untuk untuk melihat seberapa besar pengaruh dari hubungan masing-
masing parameter yang menunjukkan hubungan signifikan. Pembahasan disusun
setelah analisis selesai pada laporan tugas akhir.
Persiapan penelitian yang dilakukan meliputi persiapan alat dan persiapan yang
akan digunakan untuk melakukan analisis mikroplastik.
Adapun alat yang dipersiapkan untuk pengambilan sampel dan alat di laboratorium
antara lain (Masura dkk., 2015):
1. Peralatan pengambilan sampel
a. DO meter;
b. pH meter;
c. GPS;
d. Botol sampel sedimen;
e. Pipa paralon;
f. Termometer;
g. Botol sampel air.
38
2. Peralatan analisis laboratorium
a. Beaker glass ukuran 500 ml dan 800 ml;
b. Neraca analitik;
c. Oven;
d. Batang pengaduk;
e. Saringan berukuran 5 mm dan 0,3 mm;
f. Alat penjepit logam;
g. Spatula logam;
h. Kaca arloji;
i. Laboratory hot plate;
j. Labu semprot;
k. Aluminium foil;
l. Labu ukur;
m. Erlenmeyer berlengan;
n. Corong pisah;
o. Pompa vakum;
p. Kertas saring whatman 41;
q. Mikroskop.
Data sekunder yang digunakan adalah curah hujan, jumlah pengunjung Pantai Air
Manis, dan timbulan sampah plastik Pantai Air Manis. Data curah hujan yang
digunakan adalah data curah hujan Kota Padang tahun 2021 yang merupakan hasil
proyeksi dari data curah hujan Kota Padang tahun 2011 hingga 2019 yang berasal
39
dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Sumatera Barat yang dapat dilihat pada
Tabel 2.5 di Bab II. Data sekunder selanjutnya adalah data pengunjung Pantai Air
Manis pada tahun 2021 yang berjumlah 188.710 jiwa dengan rata-rata pengunjung
Pantai Air Manis setiap hari adalah 517 jiwa/ hari yang bersumber dari hasil
proyeksi data jumlah pengunjung Pantai Air Manis yang berasal dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang 2020 yang dapat dilihat pada Lampiran
F. Kemudian data timbulan sampah plastik Pantai Air Manis pada tahun 2021 yaitu
116 L/h atau 0,215 L/o/h, yang didapatkan dari hasil proyeksi data timbulan sampah
plastik Pantai Air Manis pada tahun 2017 yang berasal dari penelitian Oktavianus
(2018) yang dapat dilihat pada Lampiran H.
Pada sub bab ini akan di bahas tentang penentuan titik pengambilan sampel,
pengambilan sampel, dan analisis parameter.
Berdasarkan luas daerah Pantai Air Manis yang memiliki panjang garis pantai
sepanjang 1 kilometer, lokasi pengambilan sampel sedimen ditentukan pada
delapan titik dengan jarak antar titik sepanjang 150 meter yang mewakili panjang
garis pantai. Pengambilan sampel air dilakukan pada titik yang berada di perairan
pada kedalaman 1 meter yang sejajar dengan titik pengambilan sampel sedimen.
Lokasi titik Pengambilan sampel di Kawasan Pantai Air Manis dapat dilihat pada
Tabel 3.1 dan Gambar 3.2
40
Tabel 3.1 Titik Pengambilan Sampel
No Nama Koordinat Aktivitas Keterangan
1 Titik 1 0°59'41" Lintang selatan dan 100°21'51" Bujur timur • Berjualan souvenir -
• Berjualan makanan dan minuman
• Wisata
2 Titik 2 0°59'38" Lintang selatan dan 100°21'48" Bujur timur • Berjualan souvenir -
• Berjualan makanan dan minuman
• Wisata
3 Titik 3 0°59'36" Lintang selatan dan 100°21'45" Bujur timur • Wisata -
4 Titik 4 0°59'32" Lintang selatan dan 100°21'42" Bujur timur • Sewa moda trasnportasi -
• Berjualan makanan dan minuman
• Wisata
5 Titik 5 0°59'28" Lintang selatan dan 100°21'38" Bujur timur • Sewa moda transportasi • Terdapat tumpukan sampah
• Berjualan makanan dan minuman di sekitar kawasan
• Wisata
6 Titik 6 0°59'25" Lintang selatan dan 100°21'34" Bujur timur • Berjualan makanan dan minuman -
• Wisata
7 Titik 7 0°59'21" Lintang selatan dan 100°21'29" Bujur timur • Berjualan makanan dan minuman -
• Wisata
41
Gambar 3.2 Lokasi Pengambilan sampel di Kawasan Pantai Air Manis
42
3.7.2 Pengambilan Sampel
Sampel yang diuji adalah sampel air dan sampel sedimen Kawasan Pantai Air
Manis. Pengambilan sampel air dan sedimen dilakukan sebanyak tiga kali dengan
jarak pengambilan sampel selama 2 minggu. Alat pengambilan sampel dapat dilihat
pada Gambar 3.3
Gambar 3.3 Alat Pengambilan Sampel: Botol Sampel (a) dan Pipa paralon (b)
43
Titik Jumlah Jumlah Total Total
Titik
No Pengambilan Sampel Sampel Frekuensi Sampel Sampel
Koordinat
sampel Air Sedimen Air Sedimen
0°59'20"LS
8. Titik 8 dan 1 1 3 3 3
100°21'17"BT
Total 24 24
Berdasarkan Tabel 3.2 jumlah sampel air yang diambil adalah 24 sampel dan
sampel sedimen yang diambil adalah 24 sampel. Proses pengambilan sampel
dilakukan sebanyak tiga kali (triplo) dan diambil pada titik pengambilan sampel
yang sama.
Sampel air laut diambil berdasarkan SNI 6964.8:2015 tentang Metode Pengambilan
Contoh Uji Air Laut. Proses pengambilan sampel untuk perairan pesisir yang
dipengaruhi oleh kegiatan di darat, di daerah pelabuhan, atau perairan dangkal
lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Titik Pengambilan Contoh Area Pesisir yang Dipengaruhi Kegiatan di
Darat berdasarkan Kedalaman
Titik Pengambilan Sampel Area Pesisir
0-1 mb)
Titik pengambilan sampel berdasarkan 0,2 D
kedalaman 0,5 D
0,8 D
Catatan:
b) Mewakili air laut permukaan (Grasshoff)
Sumber: SNI 6964.8:2015, 2015
Berdasarkan Tabel 3.3 pengambilan sampel air di Kawasan Pantai Air Manis
diambil pada ketinggian air laut 1 m. Sampel diambil pada bagian permukaan,
bagian setengah kedalaman, dan bagian dasar perairan kemudian sampel
dicampurkan (komposit kedalaman). Gambar kedalaman titik pengambilan sampel
dapat dilihat pada Gambar 3.4
44
Menurut pedoman dan metodologi pengambilan sampel sedimen oleh U.S EPA,
pada sampel sedimen yang diambil, dilakukan homogenisasi jika melakukan
pengambilan sampel di lapangan. Homogenisasi sampel ini dilakukan dengan cara
menempatkan sampel ke dalam wadah homogenisasi anti karat. Sampel sedimen
diambil pada empat daerah, yaitu:
1. Area upper, merupakan area yang mendekat bangunan atau vegetasi;
2. Area middle, area pertengahan;
3. Area water edge, merupakan area yang terkena air laut;
4. Area water merupakan area yang terendam air laut.
Gambar titik pengambilan sampel sedimen dapat dilihat pada Gambar 3.5
45
3.7.3 Analisis Parameter
Parameter yang dianalisis adalah Dissolved Oxygen (DO), derajat keasaman (pH),
suhu, konsentrasi mikroplastik, dan karakteristik mikroplastik. Analisis parameter
dilakukan pada saat pengambilan sampel di lapangan dan di laboratorium.
Parameter yang dianalisis langsung saat pengambilan sampel adalah Dissolved
Oxygen (DO), derajat keasaman (pH), dan suhu. Konsentrasi dan karakteristik
mikroplastik pada sampel air dan sedimen dianalisis di laboratorium. Metode
analisis parameter dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Metode Analisis Parameter
Parameter Satuan Metode
DO mg/L DO meter
pH pH meter
o
Suhu C Termometer
Konsentrasi mikroplastik Partikel/L atau partikel/kg Gravimetri
Bentuk, warna, dan ukuran Analisis mikroskop
Karakteristik mikroplastik
Jenis polimer Analisis FTIR
46
inframerah untuk menganalisis jenis polimer. Prosedur detail dapat dilihat pada
Lampiran D.
Konsentrasi mikroplastik yang ada pada sampel dapat diketahui dengan melakukan
analisis gravimetri. Konsentrasi mikroplastik pada sampel air dapat dihitung
dengan membagi jumlah partikel mikroplastik yang didapat dengan volume sampel,
sedangkan konsentrasi mikroplastik pada sampel sedimen dapat dihitung dengan
membagi jumlah partikel mikroplastik yang didapat dengan massa sampel yang
dirumuskan sebagai berikut:
Jumlah partikel mikroplastik (partikel)
Konsentrasi mikroplastik pada sampel air = ........... (1)
Volume sampel (L)
Massa sampel yang terdiri atas mikroplastik dan bahan organik (c) dapat dihitung
dengan mengurangi massa gelas yang terisi sedimen kering (b) dengan massa gelas
kosong (a). sehingga dapat dirumuskan:
c = b – a ................................................................................................................. (3)
47
Pengukuran volume Pelarutan senyawa Pembentukan endapan
sampel organik dan supernatan
Berdasarkan ukuran, mikroplastik terbagi atas dua yaitu large microplastic yang
memiliki ukuran 1-5 mm dan small microplastic yang memiliki ukuran 0,3-1 mm.
Gambar ukuran mikroplastik dapat dilihat pada Gambar 2.6 pada BAB II.
Jenis polimer yang terkandung dalam mikroplastik dianalisis dengan cara mengirim
sampel untuk dilakukan analisis spektroskopi FTIR yang dilakukan di
Laboratorium Kimia Universitas Negeri Padang. Data jenis polimer yang
didapatkan berupa data grafik yang dapat menyatakan jenis polimer dominan yang
terkandung dalam mikroplastik. Sampel yang diuji adalah sampel mikroplastik
yang telah dipisahkan berdasarkan bentuk dan warna yang terkadung dalam
mikroplastik. Grafik hasil analisis yang telah dilakukan dibandingkan dengan kurva
standar untuk jenis polimer tertentu yang terkandung dalam mikroplastik. Gambar
pola grafik FTIR dapat dilihat pada Gambar 2.9 pada BAB II.
48
3.8 Analisis Statistik
Pada sub bab ini akan di bahas tentang variabel penelitian, analisis deskriptif,
Analysis of Variance (ANOVA), analisis korelasi, analisis regresi, dan Statistical
Product and Service Solution (SPSS).
Variabel penelitian terbagi atas variabel terikat (X) yaitu: kandungan mikroplastik
yang terdapat di wilayah penelitian, dan variabel bebas (Y) yang memengaruhi
variabel terikat, seperti kandungan mikroplastik di dalam sampel sedimen dan
sampel air laut, antara lain:
1. Data Dissolved Oxygen (DO), pH, dan suhu sampel air Pantai Air Manis.
2. Data curah hujan bulanan Kota Padang;
3.8.2 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dalam program SPSS (Statistical Product and Service Solution)
melalui descriptives akan menampilkan nilai rata-rata, nilai minimal, nilai
maksimal, dan standar deviasi dari penyebaran data. Analisis deskriptif pada
program SPSS melalui explore menampilkan boxplot. Analisis deskriptif yang
dilakukan pada penelitian kandungan mikroplastik sampel sedimen dan air laut
Pantai Air Manis berupa: nilai konsentrasi mikroplastik di lokasi pengambilan
sampel dan nilai DO, pH, serta suhu sampel air di Kawasan Pantai Air Manis.
49
3.8.4 Analisis Korelasi
Analisis regresi dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh dari parameter
yang berkorelasi terhadap konsentrasi mikroplastik. Hal yang perlu menjadi
perhatian yakni teori yang mendasari hubungan kedua variabel tersebut sehingga
analisis regresi linear dapat dilakukan setelah melihat korelasi atau hubungan dari
parameter DO, pH, suhu, dan curah hujan terhadap konsentrasi mikroplastik yang
memiliki hubungan signifikan.
Statistical Product and Service Solution (SPSS) adalah aplikasi yang digunakan
untuk melakukan analisis statistika tingkat lanjut, analisis data dengan algoritma
machine learning, analisis string, serta analisis big data yang dapat diintegrasikan
untuk membangun platform data analisis. Aplikasi SPSS bertujuan untuk
menghitung angka yang rumit dalam materi statistika. SPSS merupakan aplikasi
yang dapat menjadikan pekerjaan menjadi lebih akurat. Selain itu, SPSS
mempunyai sistem manajemen pada lingkungan grafis menggunakan menu
deskriptif sehingga mudah dipahami dalam penggunaannya (Nurhayati, 2020).
51
VIII. BAB IV
IX. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Pengambilan sampel dilakukan dari awal Juni hingga pertengahan Juli 2021.
Adapun waktu pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Waktu Pengambilan Sampel
No Pengambilan Sampel Tanggal Pengambilan Sampel
1 I 11 Juni 2021
2 II 25 Juni 2021
3 III 13 Juli 2021
Data lokasi pengambilan sampel meliputi titik koordinat, elevasi, serta cuaca saat
pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 4.2.
52
Tabel 4.2 Data Lokasi Pengambilan Sampel
Pengambilan
No Parameter 1 2 3 4 5 6 7 8
sampel
0°59'41"LS 0°59'38"LS 0°59'36"LS 0°59'32"LS 0°59'28"LS 0°59'24"LS 0°59'21"LS 0°59'20"LS
dan dan dan dan dan dan dan dan
1 Koordinat I-III
100°21'51" 100°21'48"B 100°21'45"B 100°21'42"B 100°21'38"B 100°21'34"B 100°21'29"B 100°21'17"B
BT T T T T T T T
Elevasi
2 I-III 0 0 0 0 0 0 0 0
(mdpl)
Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah
I
Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan
Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah
3 Cuaca II
Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan
Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah
III
Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan Berawan
53
4.3 Pengukuran DO, pH, dan Suhu pada Sampel Air
Pengukuran bertujuan untuk mengetahui nilai DO, pH, dan suhu yang ada pada
sampel air untuk dibandingkan dengan baku mutu. Nilai DO, pH, dan suhu yang
ditemukan dapat dilihat pada Gambar 4.1-4.3.
Hasil pengukuran nilai DO dari titik pengambilan sampel yang ada di Pantai Air
Manis dapat dilihat pada Gambar 4.1
7,8
7,6
7,4
DO (mg/L)
7,2
6,8
6,6
6,4
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8
Rata-rata 7,13 7,3 7,27 7,3 7,23 7,33 7,2 7,53
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai DO adalah sebesar
7,28 mg/l. Berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2021 Lampiran VIII tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, baku mutu DO untuk kawasan wisata bahari yang
ditetapkan adalah >5 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa nilai DO pada semua
sampel masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
Hasil pengukuran nilai pH dari titik pengambilan sampel yang ada di Pantai Air
Manis dapat dilihat pada Gambar 4.2
54
8,5
8,45
8,4
8,35
8,3
8,25
pH
8,2
8,15
8,1
8,05
8
7,95
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8
Rata-rata 8,33 8,3 8,3 8,23 8,3 8,37 8,4 8,3
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai pH yang ditemukan
sebesar 8,32. Menurut Lampiran VIII Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, baku mutu pH untuk kawasan wisata bahari yang ditetapkan
adalah 7-8,5. Nilai pH pada sampel masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
4.3.3 Suhu
Hasil pengukuran nilai suhu dari titik pengambilan sampel yang ada di Pantai Air
Manis dapat dilihat pada Gambar 4.3
32
31,5
31
Suhu (℃)
30,5
30
29,5
29
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8
Rata-rata 30,7 30,63 30,47 30,67 30,73 30,7 30,67 31,13
55
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai suhu yang ditemukan
sebesar 30,72℃. Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
pada Lampiran VIII menyatakan bahwa baku mutu suhu untuk kawasan wisata
bahari yang ditetapkan adalah nilai alami. Nilai alami berada pada rentang nilai 28-
32℃, hal ini menunjukkan bahwa nilai suhu masih memenuhi baku mutu yang
ditetapkan.
4.4.1 Konsentrasi
Konsentrasi rata-rata mikroplastik pada sampel air di Kawasan Pantai Air Manis
dapat dilihat pada Gambar 4.4
16
14
12
10
Konsentrasi
Partikel/L
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8
56
partikel/L, titik 7 sebesar 3,33 partikel/L, dan titik 8 sebesar 5 partikel/L. Nilai
konsentrasi mikroplastik yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan di sepanjang garis pantai tenggara Afrika Selatan sebesar 257,9 ±
53,36 partikel/L (Nel, 2015) dan lebih besar dari penelitian yang dilakukan di Laut
Cina Timur sebesar 0,167 ± 0,138 partikel/L (Zhao, 2014). Aktivitas di daerah
sekitar dapat memengaruhi konsentrasi mikroplastik di suatu kawasan (Zhao,
2018). Selain itu, perbedaan aktivitas dan kondisi lingkungan sekitar membuat sulit
untuk membandingkan konsentrasi mikroplastik antar studi (Besley dkk., 2017).
Konsentrasi mikroplastik pada titik 5 menjadi yang tertinggi, hal ini disebabkan
oleh tumpukan sampah di daerah pantai sekitar titik 5. Tumpukan sampah inilah
yang akhirnya terdistribusi ke perairan di Kawasan Pantai Air Manis yang
disebabkan oleh aktivitas pasang dan surut yang terjadi (Ballent dkk., 2012).
4.4.2 Bentuk
Gambar 4.5 Bentuk Mikroplastik pada Sampel Air di Kawasan Pantai Air Manis
57
Titik 8
Titik 7
Titik 6
Lokasi
Titik 5
Titik 4
Fiber
Titik 3
Titik 2
Titik 1
Fiber
100%
58
sisa benang dan tali plastik yang terdegradasi. Mauludy dkk., (2019) dalam
penelitianya menyatakan sisa benang didapatkan dari kegiatan penangkapan ikan
yang berasal dari alat tangkap yaitu tali pancing dan jaring yang terdegradasi, tali
plastik berasal dari karung yang digunakan sebagai pemecah ombak yang
digunakan untuk di kawasan pantai. Selain itu, penumpahan langsung dari pakaian
yang digunakan wisatawan saat berenang yang terbentuk dari serat mikro juga
memengaruhi bentuk mikroplastik yang ditemukan pada sampel air (Nel, 2015).
4.4.3 Warna
Gambar 4.8 Warna Mikroplastik pada Sampel Air di Kawasan Pantai Air Manis:
biru (a), merah (b), ungu (c), dan hitam (d)
Berdasarkan Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa warna mikroplastik pada sampel air
yang ditemukan adalah warna biru, warna merah, warna ungu, dan warna hitam.
Distribusi konsentrasi warna mikroplastik pada sampel air dapat dilihat pada
Gambar 4.9
59
Titik 8
Titik 7
Titik 6
Titik 5
Merah
Titik 4 Hitam
Titik 3 Biru
Titik 2 Ungu
Titik 1
0 2 4 6 8 10
Konsentrasi
(partikel/L)
Rata-rata warna mikroplastik yang paling banyak ditemui pada sampel adalah
warna hitam. Sedangkan warna yang jarang ditemui pada sampel adalah warna
merah dan warna ungu. Persentase kandungan warna mikroplastik di Kawasan
Pantai Air Manis dapat dilihat pada Gambar 4.10
5,26% 5,26%
merah
36,84%; Hitam
Biru
ungu
52,64%;
Gambar 4.10 Persentase Warna Mikroplastik yang Terkandung pada Sampel Air di
Kawasan Pantai Air Manis
Berdasarkan Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa persentase warna mikroplastik yang
terkandung untuk warna merah adalah sebesar 5,26%, warna hitam sebesar 52,64%,
warna biru sebesar 36,84%, dan warna ungu sebesar 5,26%. Hal ini berbeda dengan
penelitian yang telah dilakukan Chen (2020), bahwa mikroplastik berwarna putih
paling dominan ditemukan di perairan. Chen (2020) dalam penelitianya terkait
60
kandungan warna mikroplastik mengatakan bahwa kandungan warna yang
bervariasi dari mikroplastik menunjukkan asal-usul mikroplastik di lingkungan.
Mikroplastik dengan beragam warna yang ditemukan pada penelitian ini dapat
disebabkan oleh warna asal dari mikroplastik misalnya warna biru, merah, dan ungu
berasal dari benang, sedangkan warna hitam diduga berasal dari rayon yang
merupakan benang semi sintetik yang terbuat dari selulosa dan sering ditemukan
dalam sampel mikroplastik, namun untuk membedakan antara benang sintetik
dengan selulosa alami secara fisik sangat sulit, karena selain warna mikroplastik
berbentuk fiber ini memiliki struktur kimia yang mirip (Manalu, 2017).
4.4.4 Ukuran
Gambar 4.11 Ukuran Mikroplastik pada Sampel Air di Kawasan Pantai Air Manis
61
8
6
0,3-1 mm
5 (Small
Microplastic)
4
1-5 mm
3
(Large
2 Microplastic)
0 2 4 6 8 10
Konsentrasi
(partikel/L)
10,52%
0,5-1 mm (Small
Microplastic)
1-5 mm (Large
Microplastic)
89,48%
62
89,48%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan (Retama dkk., 2016),
bahwa mikroplastik berukuran 1-5 mm (large microplastic) paling dominan
ditemukan di perairan. Barnes dkk (2009) menyatakan bahwa degradasi plastik
menjadi ukuran mikro dipengaruhi oleh kondisi suhu perairan tersebut. Ukuran
mikroplastik dipengaruhi oleh tiga faktor. Faktor biologis yang memengaruhi
ukuran mikroplastik adalah penguraian oleh mikroorganisme. Faktor fisika yang
memengaruhi ukuran mikroplastik adalah sinar matahari. Faktor kimia yang
memengaruhi ukuran mikroplastik adalah hidrolisis, serta gesekan-gesekan plastik
dan iklim di daerah tersebut (Chiellini dkk., 2003).
Jenis polimer yang terkandung dalam mikroplastik sampel air yang terdiri dari fiber
merah, fiber biru, fiber hitam dan fiber ungu dilakukan analisis menggunakan
spektrofotometer inframerah menggunakan metode FTIR dapat dilihat pada
Gambar 4.14
Fiber
Hitam
100% (PE)
98%
96% Fiber
%Transmitter
94% Biru
92% (PET)
90%
88% Fiber
86% Ungu
84% (PC)
82%
80% Fiber
3500 2500 1500 500 Merah
wavenumber -1 (PC)
Gambar 4.14 Grafik FTIR pada Sampel Air di Kawasan Pantai Air Manis
Berdasarkan Gambar 4.14 ditemukan bahwa jenis polimer pada sampel sedimen
terdiri atas tiga jenis. Fiber hitam membentuk grafik berupa lembah pada
gelombang 3.000, grafik stabil pada gelombang 2.500 sampai 1.500, dan grafik naik
turun pada gelombang 1.500 sampai 500 berdasarkan grafik tersebut fiber hitam
diduga mengandung polimer polyethylene (PE). Fiber merah dan fiber ungu
membentuk grafik turun naik yang cenderung turun pada gelombang 4.000 sampai
63
500 berdasarkan grafik fiber merah dan fiber ungu diduga mengandung
polycarbonate (PC). Fiber biru membentuk grafik turun naik yang cenderung stabil
pada gelombang 4.000 sampai 2.000 dan membentuk grafik turun pada gelombang
2000 sampai 500 berdasarkan grafik tersebut Fiber biru diduga mengandung
polimer polyethylene terephthalate (PET) (Rocha-Santos dkk., 2017). Persentase
jenis polimer pada sampel air di Kawasan Pantai Air Manis dapat dilihat pada
Gambar 4.15
25% 25%
Polyethylene
Polycarbonate
Polyethylene terephthalate
50%
64
4.5 Kandungan Mikroplastik pada Sampel Sedimen
4.5.1 Konsentrasi
160
140
120
100
Konsentrasi
partikel/kg
80
60
40
20
0
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8
65
mikroplastik di suatu kawasan (Zhao, 2018). Tumpukan sampah yang berada
disekitar titik 5 menyebabkan konsentrasi mikroplastik pada titik 5 menjadi yang
tertinggi dengan konsentrasi sebesar 86,684 partikel/kg. Selain itu, aktivitas pasang
surut air laut juga memengaruhi konsentrasi mikroplastik pada sedimen di kawasan
pantai (Ballent dkk., 2012).
4.5.2 Bentuk
Klasifikasi bentuk mikroplastik yang dianalisis terbagi atas dua yaitu bentuk fiber
dan bentuk film. Distribusi konsentrasi bentuk mikroplastik pada sampel sedimen
dapat dilihat pada Gambar 4.18
66
Titik 8
Titik 7
Titik 6
Titik 5
Titik 4 Fiber
Titik 3 Film
Titik 2
Titik 1
0 20 40 60 80 100
Konsentrasi
(partikel/kg)
2,70%
Fiber
Film
97,30%
67
Mikroplastik berbentuk fiber berasal dari penumpahan langsung dari pakaian yang
digunakan wisatawan saat berenang yang terbentuk dari serat mikro juga
memengaruhi bentuk mikroplastik yang ditemukan pada sampel air (Nel, 2015).
Selain itu, sisa benang yang didapatkan dari kegiatan penangkapan ikan yang
berasal dari alat tangkap seperti tali dan jaring. Kemudian tali plastik yang berasal
dari karung yang digunakan sebagai pemecah ombak yang digunakan untuk di
sekitar daerah Pantai (Mauludy dkk., 2019). Hiwari dkk., (2019) menyatakan
mikroplastik berbentuk film berasal dari sampah plastik yang disebabkan oleh
aktivitas wisata di kawasan pantai seperti kantong-kantong plastik dan kemasan
makanan lainnya yang cenderung transparan.
4.5.3 Warna
Berdasarkan Gambar 4.20 dapat dilihat bahwa warna mikroplastik pada sampel
sedimen terdapat lima variasi warna yaitu warna hitam, warna biru, warna merah,
68
warna ungu, dan warna bening. Distribusi konsentrasi warna mikroplastik pada
sampel sedimen dapat dilihat pada Gambar 4.21
Titik 8
Titik 7
Titik 6
Merah
Titik 5
Biru
Titik 4
Bening
Titik 3 Ungu
Titik 2 Hitam
Titik 1
0 20 40 60 80 100
Konsentrasi
(partikel/kg)
Berdasarkan Gambar 4.21 dapat dilihat bahwa rata-rata warna mikroplastik yang
paling banyak ditemui pada sampel adalah warna hitam. Sedangkan warna yang
jarang ditemui pada sampel adalah warna bening, warna merah, dan warna ungu.
Persentase kandungan warna mikroplastik pada sampel sedimen di Kawasan Pantai
Air Manis dapat dilihat pada Gambar 4.22
2,70%;
13,50%
2,70%;
merah
2,70%
biru
bening
ungu
hitam
78,40%;
69
Berdasarkan gambar 4.22 dapat dilihat bahwa persentase warna mikroplastik yang
terkandung untuk warna merah, warna bening, dan warna ungu adalah sebesar
2,70%, warna biru sebesar 13,50%, dan warna hitam sebesar 78,40%. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan Chen (2020), bahwa mikroplastik
berwarna putih paling dominan ditemukan di perairan. Perbedaan warna yang
bervariasi dari mikroplastik disebabkan oleh asal-usul dari mikroplastik di
lingkungan (Chen, 2020). Mikroplastik dengan beragam warna yang ditemukan
pada penelitian ini dapat disebabkan oleh warna asal dari mikroplastik. Warna
bening dari mikroplastik berbentuk film yang ditemukan berasal dari kemasan
makanan dan minuman. Warna biru, merah, dan ungu berasal dari benang,
sedangkan warna hitam diduga berasal dari rayon yang merupakan benang semi
sintetik yang terbuat dari selulosa dan sering ditemukan dalam sampel mikroplastik,
namun untuk membedakan antara benang sintetik dengan selulosa alami secara
fisik sangat sulit, karena selain warna mikroplastik berbentuk fiber ini memiliki
struktur kimia yang mirip (Manalu, 2017).
4.5.4 Ukuran
70
Titik 8
Titik 7
Titik 6 0,3-1 mm
(Small
Titik 5 Microplastic)
Titik 4
1-5 mm
Titik 3 (Large
Microplastic)
Titik 2
Titik 1
0 20 40 60 80 100
Konsentrasi
(partikel/kg)
16,22%
0,3-1 mm ( Small
Microplastic)
1-5 mm (Large
Microplastic)
87,78%
71
microplastic) paling dominan ditemukan di perairan. Variasi ukuran mikroplastik
disebabkan oleh faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika yang memengaruhi
ukuran mikroplastik adalah sinar matahari. Faktor kimia yang memengaruhi ukuran
mikroplastik adalah hidrolisis (Chiellini dkk., 2003).
Jenis polimer yang terkandung dalam mikroplastik sampel sedimen yang terdiri dari
fiber biru, fiber hitam, film bening, fiber merah, dan fiber ungu dilakukan analisis
menggunakan metode FTIR dapat dilihat pada Gambar 4.26
Film
Bening
100% (PC)
98% Fiber
96% Hitam
(PE)
%Transmitter
94%
92% Fiber
90% Biru
88% (PET)
86% Fiber
84% Ungu
82% (PC)
80% Fiber
3500 2500 1500 500 Merah
wavenumber -1
(PC)
Gambar 4.26 Grafik FTIR Sampel Sedimen di Kawasan Pantai Air Manis
Berdasarkan Gambar 4.26 ditemukan bahwa jenis polimer pada sampel sedimen
terdiri atas tiga jenis. Fiber hitam membentuk grafik berupa lembah pada
gelombang 3.000, grafik stabil pada gelombang 2.500 sampai 1.500, dan grafik naik
turun pada gelombang 1500 sampai 500 berdasarkan grafik tersebut fiber hitam
diduga mengandung polimer polyethylene (PE). Film bening, fiber merah, dan fiber
ungu membentuk grafik turun naik yang cenderung turun pada gelombang 4.000
sampai 500 berdasarkan grafik Film bening, fiber merah, dan fiber ungu diduga
mengandung polycarbonate (PC). Fiber biru membentuk grafik turun naik yang
cenderung stabil pada gelombang 4.000 sampai 2.000 dan membentuk grafik turun
pada gelombang 2000 sampai 500 berdasarkan grafik tersebut Fiber biru diduga
mengandung polimer polyethylene terephthalate (PET) (Rocha-Santos dkk., 2017).
Persentase jenis polimer pada sampel sedimen Kawasan Pantai Air Manis dapat
dilihat pada Gambar 4.27
72
20% 20%
Polyethylene
Polycarbonate
Polyethylene terephthalate
60%
73
100 9
90 8
80 7
70
6
60
5
Konsentrasi
Partikel/kg
Konsentrasi
Partikel/L
50
4
40
3
30
20 2
10 1 Sedimen
0 0 Air
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8
Tabel 4.3 Korelasi Konsentrasi Mikroplastik pada Sampel Air dan Sampel Sedimen
Correlations
Sampel Air Sampel Sedimen
Sampel Air Pearson Correlation 1 .671
Sig. (2-tailed) .068
N 8 8
Sampel Sedimen Pearson Correlation .671 1
Sig. (2-tailed) .068
N 8 8
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa korelasi antara konsentrasi mikroplastik
sampel air dan sedimen menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan karena
nilai signifikansi 0,068 (>0,05). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi
mikroplastik pada sampel air tidak berkorelasi terhadap konsentrasi mikroplastik
pada sampel sedimen. Rekapitulasi perbandingan hasil penelitian dan perbandingan
nilai kelimpahan mikroplastik pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.4
74
Tabel 4.4 Rekapitulasi Analisis Perbandingan Mikroplastik Sampel Air dan Sampel
Sedimen
No Parameter Sampel Air Sampel Sedimen
1 Rentang 1,667-5,000 partikel/L 16,861-86,684 partikel/kg
konsentrasi
2 Bentuk Fiber (100%) Fiber (97,30%)
mikroplastik
Film (2,70%)
3 Warna Merah (5,26%) Merah (2,70%)
mikroplastik
Hitam (52,64%) Hitam (78,40%)
Biru (36,84%) Biru (13,50%)
Ungu (5,26%) Ungu (2,70%)
Bening (2,70%)
4 Ukuran SMP (Small Microplastics) SMP (Small Microplastics)
mikroplastik
(10,52%) (16,22%)
LMP (Large Microplastics) LMP (Large Microplastics)
(89,48%) (87,78%)
5 Jenis polimer Polyethylene (25%) Polyethylene (20%)
mikroplastik
Polycarbonate (50%) Polycarbonate (60%)
Polyethylene terephthalate (25%) Polyethylene terephthalate (20%)
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dari bentuk, warna, ukuran, dan jenis polimer mikroplastik antara sampel
air dan sampel sedimen karena memiliki karakteristik yang sama. Rekapitulasi
perbandingan konsentrasi mikroplastik pada sampel air dan sedimen dapat dilihat
pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Rekapitulasi Perbandingan Konsentrasi Mikroplastik Sampel Air dan
Sampel Sedimen
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8
Sampel Air 3,334 1,667 3,334 3,334 8,334 3,334 8,334 5
(partikel/L)
Sampel 26,961 34,581 42,848 52,400 86,684 25,292 33,603 16,861
Sedimen
(partikel/kg)
Perbandingan 1:8 1:21 1:13 1:16 1:10 1:8 1:10 1:3
Berdasarkan Tabel 4.5 didapatkan perbandingan antara konsentrasi mikroplastik
pada sampel air dengan sampel sedimen. Nilai perbandingan yang didapatkan dari
masing-masing titik memiliki nilai yang beragam. Perbandingan dengan nilai
terkecil terdapat pada titik 8 dan perbandingan dengan nilai terbesar terdapat pada
titik 2. Perbedaan kondisi lingkungan seperti timbulan sampah dan aktivitas di suatu
kawasan seperti aktivitas nelayan, penduduk, dan wisatawan membuat sulit untuk
membandingkan konsentrasi mikroplastik antar studi (Besley dkk., 2017). Selain
75
itu, nilai perbandingan yang didapatkan berbeda disebabkan oleh perbedaan waktu
dan perbedaan lokasi pengambilan sampel.
Uji ANOVA dilakukan terhadap perbedaan waktu dan lokasi pengambilan sampel
dengan konsentrasi mikroplastik. Uji ANOVA yang dilakukan menggunakan
software SPSS 24.0. Dalam analisis ini digunakan tingkat signifikasi sebesar 0,05
(p=5%) atau dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Uji ANOVA dengan nilai
signifikansi (<0,05) memiliki makna terdapat perbedaan dan (>0,05) memiliki
makna tidak tidak terdapat perbedaan dari variable yang diuji.
Hasil uji ANOVA yang diperoleh untuk pengaruh perbedaan lokasi terhadap
konsentrasi mikroplastik pada sampel air dan sampel sedimen dapat dilihat pada
Tabel 4.6
Tabel 4.6 Uji ANOVA berdasarkan Perbedaan Lokasi Pengambilan Sampel
No Sampel Uji ANOVA Kesimpulan
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui dari uji one way ANOVA yang dilakukan
untuk membandingkan konsentrasi mikroplastik yang ditemukan terhadap
perbedaan lokasi pengambilan sampel. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak adanya
perbedaan signifikan antara konsentrasi mikroplastik yang ditemukan karena
perbedaan lokasi pengambilan sampel. Hal ini dikarenakan pengambilan sampel
dilakukan pada titik yang sama dan pada cuaca yang sama yaitu cerah berawan.
Selain itu, titik pengambilan sampel yang berada pada satu garis pantai yang sama
sehingga memiliki pasang surut air laut yang sama yang berperan dalam
penempatan posisi partikel di sekitar kawasan perairan (Ballent dkk., 2012).
76
4.7.2 Temporal (Perbedaan Waktu)
Hasil uji ANOVA yang diperoleh untuk pengaruh perbedaan waktu terhadap
konsentrasi mikroplastik pada sampel air dan sedimen dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Uji ANOVA Berdasarkan Perbedaan Waktu Pengambilan Sampel
No Sampel Uji ANOVA Kesimpulan
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui dari uji one way ANOVA yang dilakukan
untuk membandingkan konsentrasi mikroplastik yang di temukan terhadap
perbedaan waktu pengambilan sampel. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak adanya
perbedaan signifikan antara konsentrasi mikroplastik yang di temukan karena
perbedaan waktu pengambilan sampel. Hal ini dikarenakan pengambilan sampel
dilakukan pada pengambilan sampel pertama, kedua, dan ketiga berada pada waktu
yang sama yaitu pukul 10.00-12.00 WIB dan kondisi cuaca pada saat pengambilan
sampel yang sama yaitu cerah berawan. Selain itu, titik pengambilan sampel yang
berada pada satu garis pantai yang sama sehingga memiliki pasang surut air laut
yang sama yang berperan dalam penempatan posisi partikel di sekitar kawasan
perairan (Ballent dkk., 2012).
77
mikroplastik. Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan curah hujan
terhadap konsentrasi mikroplastik. Hubungan konsentrasi mikroplastik terhadap
DO, pH, suhu, dan curah hujan didapatkan dengan cara mencari nilai signifikansi
dan koefisien korelasi. Analisis korelasi dengan nilai signifikansi (<0,05) memiliki
makna berhubungan signifikan dan (>0,05) memiliki makna tidak berhubungan
signifikan. Tingkat korelasi parameter didasarkan atas nilai korelasi. Jika nilai
korelasi berkisar 0,001-0,2 berarti tidak berkorelasi, 0,201-0,4 berarti hubungan
sangat lemah, 0,401-0,6 berarti hubungan lemah, 0,601-0,8 berarti hubungan kuat
dan 0,801-1 berarti hubungan sangat kuat (Nduru dkk., 2014)
Hasil uji normalitas konsentrasi mikroplastik sampel air terhadap DO dapat dilihat
pada Tabel 4.8
Tabel 4.8 Uji Normalitas Konsentrasi Mikroplastik terhadap DO
Unstandardized Residual
N 8
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .11744418
Most Extreme Differences Absolute .222
Positive .222
Negative -.113
Test Statistic .222
Asymp. Sig. (2-tailed) .200
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah 0,200. Nilai
signifikansi ini menunjukkan bahwa data telah terdistribusi normal. Selanjutnya
dilakukan analisis korelasi menggunakan uji Korelasi Pearson konsentrasi
mikroplastik terhadap DO yang dapat dilihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.9 Analisis Korelasi Konsentrasi Mikroplastik terhadap DO
Correlations
Konsentrasi DO
Konsentrasi Pearson Correlation 1 .067
Sig. (2-tailed) .875
N 8 8
DO Pearson Correlation .067 1
Sig. (2-tailed) .875
N 8 8
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi 0,875 (>0,05),
berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi mikroplastik tidak
memiliki korelasi terhadap DO. Hal ini disebabkan oleh nilai DO yang ditemukan
pada masing-masing titik pengambilan sampel rata-rata memiliki nilai yang tidak
78
jauh berbeda karena berada pada garis pantai yang sama. Selain itu, tidak terdapat
perbedaan aktivitas yang mencolok di sekitar titik pengambilan sampel. Grafik
hubungan konsentrasi mikroplastik terhadap DO dapat dilihat pada Gambar 4.29
7,6
7,5
7,4
Konsentrasi DO
7,3
mg/l
7,2
7,1
6,9
1,67 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 5 8,33
Partikel/L
Konsentrasi Mikroplastik
Hasil uji normalitas pH terhadap konsentrasi mikroplastik sampel air dapat dilihat
pada Tabel 4.10
Tabel 4.10 Uji Normalitas pH terhadap Konsentrasi Mikroplastik
Unstandardized Residual
N 8
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .05943397
Most Extreme Differences Absolute .264
Positive .264
Negative -.169
Test Statistic .264
Asymp. Sig. (2-tailed) .105
Berdasarkan Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah 0,105. Nilai
signifikansi ini menunjukkan bahwa data telah terdistribusi normal. Selanjutnya
79
dilakukan analisis korelasi menggunakan uji Korelasi Pearson pH terhadap
konsentrasi mikroplastik yang dapat dilihat pada Tabel 4.11
Tabel 4.11 Analisis Korelasi pH terhadap Konsentrasi Mikroplastik
Correlations
pH Konsentrasi
pH Pearson Correlation 1 .054
Sig. (2-tailed) .898
N 8 8
Konsentrasi Pearson Correlation .054 1
Sig. (2-tailed) .898
N 8 8
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi 0,898 (>0,05)
berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa pH berkorelasi terhadap
konsentrasi mikroplastik. Hal ini disebabkan oleh kadar nilai pH yang ditemukan
pada masing-masing titik pengambilan sampel rata-rata memiliki nilai yang sama
karena berada pada garis pantai yang sama. Selain itu, tidak terdapat perbedaan
aktivitas yang mencolok di sekitar titik pengambilan sampel. Grafik hubungan pH
terhadap konsentrasi mikroplastik dapat dilihat pada Gambar 4.30
9
8
Konsentrasi mikroplastik
7
6
Partikel/L
5
4
3
2
1
0
8,23 8,3 8,3 8,3 8,3 8,33 8,37 8,4
pH
80
4.8.3 Hubungan Suhu terhadap Konsentrasi Mikroplastik Sampel Air
Hasil uji normalitas suhu terhadap konsentrasi mikroplastik sampel air dapat dilihat
pada Tabel 4.12
Tabel 4.12 Uji Normalitas Suhu terhadap Konsentrasi Mikroplastik
Unstandardized Residual
N 8
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .17417926
Most Extreme Differences Absolute .355
Positive .355
Negative -.201
Test Statistic .355
Asymp. Sig. (2-tailed) .060
Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah 0,060. Nilai
signifikansi ini menunjukkan bahwa data telah terdistribusi normal. Selanjutnya
dilakukan analisis korelasi menggunakan uji Korelasi Pearson suhu terhadap
konsentrasi mikroplastik yang dapat dilihat pada Tabel 4.13
Tabel 4.13 Analisis Korelasi Suhu terhadap Konsentrasi Mikroplastik
Correlations
Suhu Konsentrasi
Pearson Correlation 1 .361
Suhu Sig. (2-tailed) .380
N 8 8
Pearson Correlation .361 1
Konsentrasi Sig. (2-tailed) .380
N 8 8
Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi 0,380(>0,05),
berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa suhu tidak berkorelasi terhadap
konsentrasi mikroplastik. Hal ini disebabkan oleh rata-rata nilai suhu yang
ditemukan pada masing-masing titik pengambilan sampel memiliki nilai yang sama
dan tidak jauh berbeda karena berada pada garis pantai yang sama. Selain itu, tidak
terdapat perbedaan aktivitas yang mencolok di sekitar titik pengambilan sampel.
Grafik hubungan suhu terhadap konsentrasi mikroplastik dapat dilihat pada
Gambar 4.31
81
9
8
Konsentrasi Mikroplastik
7
6
Partikel/L
5
4
3
2
1
0
30,47 30,63 30,67 30,67 30,7 30,7 30,73 31,13
°C
Suhu
Gambar 4.31 Hubungan Suhu terhadap Konsentrasi Mikroplastik
Berdasarkan Gambar 4.31 dapat dilihat bahwa grafik hubungan suhu terhadap
konsentrasi mikroplastik membentuk pola grafik yang tidak stabil dan cenderung
turun-naik. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa suhu tidak memiliki korelasi
terhadap konsentrasi mikroplastik.
Hasil uji normalitas curah hujan terhadap konsentrasi mikroplastik sampel air dapat
dilihat pada Tabel 4.14
Tabel 4.14 Uji Normalitas Curah Hujan terhadap Konsentrasi Mikroplastik
Unstandardized Residual
N 3
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation 1.29135405
Most Extreme Differences Absolute .356
Positive .356
Negative -.255
Test Statistic .356
Asymp. Sig. (2-tailed) -
Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi tidak didapatkan.
Nilai signifikansi yang tidak didapatkan ini menunjukkan bahwa data tidak
terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan analisis korelasi menggunakan uji Rank
Spearman curah hujan terhadap konsentrasi mikroplastik yang dapat dilihat pada
Tabel 4.15
82
Tabel 4.15 Analisis Korelasi Curah Hujan terhadap Konsentrasi Mikroplastik
Correlations
Konsentrasi Curah Hujan
Kelimpahan Correlation Coefficient 1.000 -.500
Sig. (2-tailed) . .667
N 3 3
Curah Hujan Correlation Coefficient -.500 1.000
Sig. (2-tailed) .667 .
N 3 3
Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi 0,667 (>0,05),
berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa curah hujan tidak memiliki
korelasi terhadap konsentrasi mikroplastik. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi
mikroplastik yang ditemukan hampir sama setiap pengambilan sampel, sedangkan
curah hujan pada waktu pengambilan sampel memiliki perbedaan nilai yang cukup
signifikan. Grafik hubungan curah hujan terhadap konsentrasi mikroplastik dapat
dilihat pada Gambar 4.32
6
Konsentrasi Mikroplastik
5
Partikel/L
0
1,24 4,61 5,41
mm/hari
Curah Hujan
Gambar 4.32 Hubungan Curah Hujan terhadap Konsentrasi Mikroplastik
Berdasarkan Gambar 4.32 dapat dilihat bahwa grafik hubungan curah hujan
terhadap konsentrasi mikroplastik membentuk pola grafik yang tidak stabil dan
cenderung turun-naik. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa curah hujan tidak
memiliki korelasi terhadap konsentrasi mikroplastik
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dari semua parameter yang dikorelasikan
dengan konsentrasi mikroplastik pada sampel ditemukan bahwa tidak ada
parameter yang berkorelasi terhadap konsentrasi mikroplastik karena memiliki nilai
signifikansi (>0,05). Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang memiliki perbedaan
83
nilai yang cukup signifikan dan nilai DO, pH, serta suhu yang di temukan rata-rata
memiliki nilai yang sama antar titik pengambilan sampel.
4.9 Pengaruh Aktivitas di Kawasan Pantai Air Manis terhadap Jenis Polimer
di Kawasan Pantai Air Manis
Berdasarkan survey yang telah dilakukan aktivitas di Kawasan Pantai Air Manis
dapat dilihat pada Tabel 4.16, berdasarkan penelitian ditemukan bahwa aktivitas di
Kawasan Pantai Air Manis terdiri dari tiga aktivitas. Aktivitas nelayan adalah
menangkap ikan. Aktivitas penduduk adalah berjualan makanan minuman,
souvenir, dan sewa moda transportasi. Aktivitas pengunjung adalah wisata. Sumber
mikroplastik yang ditemukan berasal dari benang pancing, jaring nelayan, kantong
plastik, botol plastik, kemasan makanan, dan pakaian renang. Berdasarkan hasil
analisis kandungan mikroplastik untuk bentuk mikroplastik yang ditemukan ada
dua bentuk yaitu fiber dan film. Jenis polimer yang ditemukan pada sampel adalah
polyethylene (PE), polycarbonate (PC), dan polyethylene terephthalate (PET).
84
Tabel 4.16 Aktivitas di Kawasan Pantai Air Manis
Nama Aktivitas Sumber Mikroplastik Sumber Polimer Bentuk Polimer yang ditemukan keterangan
Mikroplastik
Nelayan Penangkapan Benang pancing Polyethylene terephthalate (PET) • Fiber • Polyethylene terephthalate (PET) ✓
ikan
Jaring nelayan Polyethylene terephthalate (PET) • Fiber • Polyethylene terephthalate (PET) ✓
Keterangan:
✓ = Polimer yang ditemukan sesuai dengan sumber polimer pada literatur
85
Polyethylene ditemukan dalam kandungan mikroplastik fiber hitam, polimer
polyethylene berasal dari kantong plastik. Kantong plastik yang ditemukan diduga
berasal dari aktivitas wisata dan penjualan minuman yang ada di Kawasan Pantai
Air Manis. Polycarbonate ditemukan dalam kandungan mikroplastik fiber ungu,
fiber merah, dan film bening. Polimer polycarbonate berasal dari botol plastik, botol
plastik yang ditemukan diduga berasal dari aktivitas wisata dan penjualan minuman
yang berada di Kawasan Pantai Air Manis. Polimer polyethylene terephthalate
ditemukan dalam kandungan mikroplastik fiber biru, polimer polyethylene
terephthalate berasal dari botol plastik dan serat tekstil/benang. Botol plastik yang
ditemukan diduga berasal dari aktivitas wisata dan penjualan minuman yang ada di
Kawasan Pantai Air Manis. Serat tekstil/ benang berasal dari benang pancing
nelayan dan pakaian renang wisatawan di Kawasan Pantai Air Manis (Kwartiana,
2015).
Berdasarkan dengan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan kemudian
dihubungkan dengan studi literatur. Dapat disimpulkan bahwa aktivitas di Kawasan
Pantai Air Manis memengaruhi jenis polimer yang ditemukan di Kawasan Pantai
Air Manis. Jenis polimer yang ditemukan pada sumber mikroplastik berasal dari
timbulan sampah di Kawasan Pantai Air Manis. Timbulan sampah di Kawasan
Pantai Air Manis pada tahun 2021 hasil proyeksi timbulan sampah di Kawasan
Pantai Air Manis pada tahun 2017 dari penelitian Oktavianus (2018) adalah 116 l/h
atau 0,215 l/o/h. Jenis polimer yang ditemukan pada penelitian dikaitkan dengan
kategori sampah plastik di Kawasan Pantai Air Manis dari penelitian (Oktavianus,
2018). Kategori Sampah di Kawasan Pantai Air Manis dapat dilihat pada Tabel
4.17
Tabel 4.17 Kategori Sampah Plastik di Kawasan Pantai Air Manis
Kategori Jenis Polimer Sumber
Plastik Untuk Dicacah - -
Plastik Daur Ulang Polyethylene (PE) Kantong plastik
Polyethylene Terephthalate Benang pancing, jaring
(PET) nelayan, benang pakaian,
dan botol plastik
Plastik Residu Polycarbonate (PC) Kemasan makanan dan
botol plastik
Berdasarkan Tabel 4.17 ditemukan bahwa kategori sampah plastik di Kawasan
Pantai Air Manis terdiri atas tiga kategori yaitu plastik untuk dicacah, plastik daur
86
ulang, dan plastik residu (Oktavianus, 2018). Polimer polyethylene yang bersumber
dari kantong plastik dan polimer polyethylene terephthalate yang bersumber dari
benang pancing, jaring nelayan, benang pakaian, dan botol plastik termasuk ke
dalam kategori plastik daur ulang. Polimer polycarbonate yang bersumber dari
kemasan makanan dan botol plastik termasuk ke dalam kategori plastik residu
(Kwartiana, 2015).
Berdasarkan kategori sampah plastik dan jenis polimer yang ditemukan di Kawasan
Pantai Air Manis, seharusnya dilakukan pengelolaan dan pengolahan terhadap
sampah plastik agar tidak mencemari lingkungan. Contoh pengelolaan yang baik
adalah dengan menyediakan tempat pembuangan sampah terpilah (organik,
anorganik, dan B3) secara merata di Kawasan Pantai Air Manis. Tempat
pembuangan sampah terpilah juga dapat memisahkan bahan organik dan anorganik
sehingga bahan anorganik yang masih bisa didaur ulang dapat diolah menjadi
produk baru, contohnya sampah plastik yang berjenis polimer polyethylene dan
polyethylene terephthalate yang termasuk dalam kategori plastik daur ulang
sehingga dapat mengurangi pencemaran yang akan ditimbulkan. Tetapi pada
kondisi di lapangan masih ditemukan sampah plastik yang tidak dibuang ke tempat
yang semestinya karena minimnya tempat pembuangan sampah. Selain itu, sistem
pengangkutan sampah yang langsung dilakukan setelah pengumpulan sampah
tanpa melalui proses pemilahan menyebabkan masih terjadinya pencemaran
sampah plastik yang merupakan sumber mikroplastik di Kawasan Pantai Air Manis.
87
X. BAB V
XI. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
88
terephthalate (PET) yang berasal dari aktivitas nelayan, penduduk, dan
pengunjung di Kawasan Pantai Air Manis
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan setelah didapatkannya kesimpulan penelitian ini adalah
1. Pemangku kepentingan sebaiknya menyusun kebijakan tentang pengendalian
sampah plastik untuk mencegah adanya pencemaran mikroplastik di kawasan
pantai wisata;
89
DAFTAR PUSTAKA
Arthur, C., Baker, J., & Bamford, H. (2009). Proceedings of the International
Research Workshop on the Occurrence , Effects , and Fate of Microplastic
Marine Debris. Group, January, 530.
Ballent, A., Purser, A., Mendes, P. D. J., Pando, S., & Thomsen, L. (2012). Physical
transport properties of marine microplastic pollution. Biogeosciences
Discussions, 9(12), 18755–18798. https://doi.org/10.5194/bgd-9-18755-2012
Besley, A., Vijver, M. G., Behrens, P., & Bosker, T. (2017). A standardized method
for sampling and extraction methods for quantifying microplastics in beach
sand. Marine Pollution Bulletin, 114(1), 77–83.
https://doi.org/10.1016/J.MARPOLBUL.2016.08.055
Bissen, R., & Chawchai, S. (2020). Microplastics on beaches along the eastern Gulf
of Thailand – A preliminary study. Marine Pollution Bulletin, 157(May),
111345. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2020.111345
Chatterjee, S. (2019). Microplastics in our oceans and marine health. Field Actions
Science Report, 2019 (Special Issue 19), 54–61.
Cole, M., Lindeque, P., Halsband, C., & Galloway, T. S. (2011). Microplastics as
contaminants in the marine environment: A review. In Marine Pollution
Bulletin (Vol. 62, Nomor 12, hal. 2588–2597). Pergamon.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2011.09.025
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang. (2019). Pantai Air Manis.
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Sumatera Barat. (2020). Data Rekapitulasi
Curah Hujan Kota Padang.
Eriksen, M., Lebreton, L. C. M., Carson, H. S., Thiel, M., Moore, C. J., Borerro, J.
C., Galgani, F., Ryan, P. G., & Reisser, J. (2014). Plastic Pollution in the
World’s Oceans: More than 5 Trillion Plastic Pieces Weighing over 250,000
Tons Afloat at Sea. PLoS ONE, 9(12), e111913.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0111913
Eriksen, M., Mason, S., Wilson, S., Box, C., Zellers, A., Edwards, W., Farley, H.,
& Amato, S. (2013). Microplastic pollution in the surface waters of the
Laurentian Great Lakes. Marine Pollution Bulletin, 77(1–2), 177–182.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2013.10.007
Firdaus, M., Trihadiningrum, Y., & Lestari, P. (2020). Microplastic pollution in the
sediment of Jagir Estuary, Surabaya City, Indonesia. Marine Pollution
Bulletin, 150, 110790. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2019.110790
Fossi, M. C., Romeo, T., Baini, M., Panti, C., Marsili, L., Campan, T., Canese, S.,
Galgani, F., Druon, J. N., Airoldi, S., Taddei, S., Fattorini, M., Brandini, C.,
& Lapucci, C. (2017). Plastic debris occurrence, convergence areas and fin
whales feeding ground in the Mediterranean marine protected area Pelagos
Sanctuary: A modeling approach. Frontiers in Marine Science, 4(MAY).
https://doi.org/10.3389/fmars.2017.00167
Free, C. M., Jensen, O. P., Mason, S. A., Eriksen, M., Williamson, N. J., & Boldgiv,
B. (2014). High-levels of microplastic pollution in a large, remote, mountain
lake. Marine Pollution Bulletin, 85(1), 156–163.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2014.06.001
Frias, J., Pagter, E., Nash, R., O’Connor, I., Carretero, O., Filgueiras, A., Viñas, L.,
Gago, J., Antunes, J., Bessa, F., Sobral, P., Goruppi, A., Tirelli, V., Pedrotti,
M. L., Suaria, G., Aliani, S., Lopes, C., Raimundo, J., Caetano, M., … Gerdts,
G. (2018). Standardised protocol for monitoring microplastics in sediments.
JPI-Oceans BASEMAN project, May, 33.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.36256.89601/1
Galgani, F., Hanke, G., Werner, S., & De Vrees, L. (2013). Marine litter within the
European Marine Strategy Framework Directive. ICES Journal of Marine
Science, 70(6), 1055–1064. https://doi.org/10.1093/icesjms/fst122
Gross, R. A., & Kalra, B. (2002). Biodegradable polymers for the environment.
Science, 297(5582), 803–807. https://doi.org/10.1126/science.297.5582.803
Grossman. (2007). High Tech Trash: Digital Devices, Hidden Toxics, and Human
Health - Elizabeth Grossman - Google Buku.
Hiwari, H., Purba, N. P., Ihsan, Y. N., Yuliadi, L. P. S., & Mulyani, P. G. (2019).
Kondisi sampah mikroplastik di permukaan air laut sekitar Kupang dan Rote
, Provinsi Nusa Tenggara Timur Condition of microplastic garbage in sea
surface water at around Kupang and Rote , East Nusa Tenggara Province. 5,
165–171. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m050204
Jambeck, J. R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T. R., Perryman, M., Andrady, A.,
Narayan, R., & Law, K. L. (2015). Plastic waste inputs from land into the
ocean. Science, 347(6223), 768–771. https://doi.org/10.1126/science.1260352
Li, J., Liu, H., & Paul Chen, J. (2018). Microplastics in freshwater systems: A
review on occurrence, environmental effects, and methods for microplastics
detection. In Water Research (Vol. 137, hal. 362–374). Elsevier Ltd.
https://doi.org/10.1016/j.watres.2017.12.056
Lusher, A., Hollman, P., & Mandoza-Hill, J. (2017). Microplastics in fisheries and
aquaculture. In FAO Fisheries and Aquaculture Technical Paper (Vol. 615,
Nomor July). http://www.fao.org/3/a-i7677e.pdf
Masura, J., Baker, J., Foster, G., & Courtney, A. (2015). Laboratory Methods for
the Analysis of Microplastics in the Marine Environment: Recommendations
for quantifying synthetic particles in waters and sediments. July.
Mauludy, M. S., Yunanto, A., & Yona, D. (2019). Microplastic Abundances in the
Sediment of Coastal Beaches in Badung, Bali. Jurnal Perikanan Universitas
Gadjah Mada, 21(2), 73. https://doi.org/10.22146/jfs.45871
Nduru, R. E., Situmorang, M., & Tarigan, G. (2014). Analisa Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Hasil Produksi Padi Di Deli Serdang. Saintia Matematika, 2(1),
71–83.
Patchaiyappan, A., Ahmed, S. Z., Dowarah, K., Jayakumar, S., & Devipriya, S. P.
(2020). Occurrence, distribution and composition of microplastics in the
sediments of South Andaman beaches. Marine Pollution Bulletin,
156(March), 111227. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2020.111227
Pedrotti, M. L., Petit, S., Elineau, A., Bruzaud, S., Crebassa, J.-C., Dumontet, B.,
Martí, E., Gorsky, G., & Cózar, A. (2016). Changes in the Floating Plastic
Pollution of the Mediterranean Sea in Relation to the Distance to Land. PLOS
ONE, 11(8), e0161581. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0161581
Prawaka, F., Zakaria, A., & Tugiono, S. (2016). Analisis Data Curah Hujan yang
Hilang Dengan Menggunakan Metode Normal Ratio, Inversed Square
Distance, Dan Cara Rata-Rata Aljabar (Studi Kasus Curah Hujan Beberapa
Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung). Jurnal Rekayasa Sipil dan Desain,
4(3), 397–406.
Retama, I., Jonathan, M. P., Shruti, V. C., Velumani, S., Sarkar, S. K., Roy, P. D.,
& Rodríguez-Espinosa, P. F. (2016). Microplastics in tourist beaches of
Huatulco Bay, Pacific coast of southern Mexico. Marine Pollution Bulletin,
113(1–2), 530–535. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2016.08.053
Schirinzi, G. F., Pérez-Pomeda, I., Sanchís, J., Rossini, C., Farré, M., & Barceló,
D. (2017). Cytotoxic effects of commonly used nanomaterials and
microplastics on cerebral and epithelial human cells. Environmental Research,
159, 579–587. https://doi.org/10.1016/J.ENVRES.2017.08.043
Schwabl, P., Koppel, S., Konigshofer, P., Bucsics, T., Trauner, M., Reiberger, T.,
& Liebmann, B. (2019). Detection of various microplastics in human stool: A
prospective case series. Annals of Internal Medicine, 171(7), 453–457.
https://doi.org/10.7326/M19-0618
SNI 6964.8:2015. (2015). Kualitas air laut – Bagian 8 : Metode pengambilan
contoh uji air lau.
SNI 6964 Bagian 8 tentang Metode Pengambilan Contoh Uji Air Laut, (2015).
Susetyo, B. (2012). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. PT. Retika Aditama.
Triadi, H. (2021). Analisis Kandungan Mikroplastik Pada Air dan Sedimen Sungai
Batang Arau Kota Padang.
Urban-Malinga, B., Zalewski, M., Jakubowska, A., Wodzinowski, T., Malinga, M.,
Pałys, B., & Dąbrowska, A. (2020). Microplastics on sandy beaches of the
southern Baltic Sea. Marine Pollution Bulletin, 155(April), 111170.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2020.111170
Vianello, A., Boldrin, A., Guerriero, P., Moschino, V., Rella, R., Sturaro, A., & Da
Ros, L. (2013). Microplastic particles in sediments of Lagoon of Venice, Italy:
First observations on occurrence, spatial patterns and identification. Estuarine,
Coastal and Shelf Science, 130, 54–61.
https://doi.org/10.1016/j.ecss.2013.03.022
Von Moos, N., Burkhardt-Holm, P., & Köhler, A. (2012). Uptake and effects of
microplastics on cells and tissue of the blue mussel Mytilus edulis L. after an
experimental exposure. Environmental Science and Technology, 46(20),
11327–11335. https://doi.org/10.1021/es302332w
Wright, S. L., Thompson, R. C., & Galloway, T. S. (2013). The physical impacts of
microplastics on marine organisms: a review. In Environmental pollution
(Barking, Essex : 1987) (Vol. 178, hal. 483–492). Elsevier.
https://doi.org/10.1016/j.envpol.2013.02.031
Zhao. (2018). Microplastic pollution in sediments from the Bohai Sea and the
Yellow Sea, China. Science of the Total Environment, 640–641, 637–645.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2018.05.346
Zuo, L., Sun, Y., Li, H., Hu, Y., Lin, L., Peng, J., & Xu, X. (2020). Microplastics
in mangrove sediments of the Pearl River Estuary, South China: Correlation
with halogenated flame retardants’ levels. Science of the Total Environment,
725, 138344. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.138344
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
SNI 6964.8:2015
Hak ci pta dil indungi undang-undang. Dila rang mengumumkan d an memperbanya k sebagian atau
seluruh isi dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk apapun serta dilarang mendistribusikan
dokumen ini baik secarae lektronik maupun terceta k tanpaizin tertuli s dari BSN
BSN
Email: dokinfo@bsn.go.id
www.bsn.go.id
Diterbitka n di Jakarta
SNI 6964.8:2015
Daftar isi
Gambar 1 ─ Contoh alat Transparent Plastic Nansen (TPN) Water Sampler .......................... 5
Gambar 2 ─ Contoh alat multi water sampler slimline ............................................................. 6
Gambar 3 ─ Contoh alat horizontal water sampler ...................................................................6
Gambar 4 ─ Contoh alat pengambil contoh air parameter DO ................................................. 7
Gambar 5 ─ Contoh alat dipper .............................................................................................. 7
Gambar 6 ─ Contoh alat jaring plankton ............................................................................... 11
Gambar 7 ─ Cara tegak (vertikal) .......................................................................................... 12
Gambar 8 ─ Cara miring (oblique) .........................................................................................12
Gambar 9 ─ Cara penarikan jaring plankton .......................................................................... 13
Gambar 10 ─ Flowmeter ............................................................................................ 13
Gambar 11 ─ Contohalat penyaringancontoh air dengansistem tekan ................................ 15
Gambar 12 ─ Contohalat penyaringancontoh air dengansistem tekan ................................ 15
Gambar 13 ─ Contohalat penyaringancontoh air dengansistem tekan ................................ 16
Gambar 14 ─ Contoh alat penyaringan contoh air dengan sistem vakum(proses
terbuka) ................................................................................................ 16
Gambar 15 ─ Contoh alat penyaringan contoh air dengan sistem vakum(proses
tertutup) ............................................................................................................. 17
© BSN 2015 i
SNI 6964.8:2015
Prakata
Standar Nasional Indonesia (SNI) 6964.8:2015 dengan juduK l ualitas air laut – Bagian 8:
Metode pengambilan contoh uji air laut, merupakan SNI baru.
Standar ini dirumuskan dalam rangka menyeragamkan teknik pengambilan contoh air laut
sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku mutu air laut. SNI ini dapat diterapkan untuk teknik
pengambilan contoh air laut sebagaimana yang tercantum di dalam Keputusan Menteri
tersebut.
Standar ini juga telah melalui tahap jajak pendapat dari tanggal 15 Januari 2014 sampai
dengan tanggal 15 Maret 2014, pemungutan suara dari tanggal 27 Agustus 2014 sampai
dengan tanggal 27 Oktober 2014 dan tahap pemungutan suara ulang dari tanggal 12 Januari
2015 sampai dengan tanggal 12 Februari 2015 dengan hasil akhir disetujui menjadi SNI.
© BSN 2015 ii
SNI 6964.8:2015
Kualitas air laut – Bagian 8: Metode pengambilan contoh uji air laut
.
1 Ruang lingkup
Metode ini digunakan sebagai acuan dalam pengambilan contoh uji air laut guna pengujian
parameter fisika, kimia dan biologi pada lokasi perairan estuari, pesisir dan laut lepas.
2 Acuan normatif
SNI 06-6989.11, Air dan air limbah – Bagian 11: Cara uji derajat keasaman (pH) dengan
menggunakan alat pH mete.r
SNI 06-6989.1, Air dan air limbah – Bagian 1: Cara uji daya hantar listrik (DHL).
SNI 06-6989.14, Air dan air limbah – Bagian 14: Cara uji oksigen terlarut secara iodometri
(modifikasi azida).
SNI 06-6989.23, Air dan air limbah – Bagian 23: Cara uji suhu dengan termometer.
Untuk tujuan penggunaan dalam dokumen ini, istilah dan definisi berikut digunakan:
3.1
air laut
air dari laut atau samudera yang mempunyai salinitas 0,5 psu sampai dengan 30 psu atau
perairan yang mempunyai salinitas lebih dari 30 psu
3.2
air laut buatan
air demineralisasi yang ditambahkan dengan bahan kimia tertentu penyusun air laut hingga
memiliki salinitas 35 psu
3.3
air bebas mineral
air yang diperoleh dengan cara penyulingan atau proses demineralisasi sehingga diperoleh
air dengan konduktivitas lebih kecil dari 1μS/cm
3.4
blanko alat
air laut buatan yang dialirkan pada peralatan pengambil contoh uji sesaat sebelum alat itu
digunakan
3.5
blanko matriks
air laut buatan yang mempunyai matrik hampir sama dengan contoh uji
3.6
blanko media
blanko yang digunakan untuk mendeteksi kontaminasi pada media yang digunakan dalam
pengambilan contoh, misalnya alat pengambil contoh, wadah contoh dan alat penyaring
3.7
blanko penyaringan
air laut buatan yang digunakan untuk mendeteksi kontaminasi dari peralatan penyaringan
3.8
blanko transpor tasi
air laut buatan yang digunakan untuk mendeteksi kontaminasi selama perjalanan
pengambilan contoh untuk parameter yang bersifat mudah menguapvo( latile)
3.9
blanko wadah
air laut buatan yang digunakan untuk mndeteksi kontaminasi dari wadah contoh salah satu
3.10
contoh gabungan kedalaman
campuran contoh uji yang diambil dari titik-titik yang berbeda kedalamannya pada waktu yang
relatif sama, dengan volume yang sama
3.11
contoh terbagi (split sample)
contoh dikumpulkan dalam satu wadah, dihomogenkan dan dibagi menjadi dua atau lebih
sub contoh dan diperlakukan seperti contoh uji
3.12
kualitas air laut
sifat-sifat air laut yang ditunjukkan dengan nilai atau kadar bahan pencemar atau komponen
lain yang terkandung di dalam air
3.13
perairan estuari
suatu area tempat bercampurnya air laut dan air sungai dan memiliki salinitas berkisar antara
0,5 – 30 psu (Volunteer Estuary Monitoring A Methods manual, second edition, US EPA, 2006)
3.14
perairan pesisir
laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari,
teluk,perairan dangkal, rawa payau, dan laguna
3.15
satuansalinitas (practical salinity unit , psu)
salinitas dari suatu contoh air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) contoh
air laut pada temperatur 15oC dan tekanan 1 atm terhadap kalium klorida (KCl). Satuan yang
digunakan adalah psu(practical salinity unit) yang telah berlaku secara internasional
3.16
titik pengambilan contoh air laut
titik pengambilan contoh yang mewakili kualitas air laut sekitarnya
Sumber: Volunteer estuary monitoring a methods manual, second edition, US EPA, 2006
Perairan pesisir dipengaruhi oleh kegiatan di darat, di daerah pelabuhan atau perairan
dangkal lainnya.
Tabel 3 – Tabel titik pengambilan contoh area pesisir yang di pengaruhi kegiatan di
darat berdasarkan kedalaman
Di tengah laut atau perairan yang tidak terpengaruh oleh air sungai, pengambilan contoh
air laut dilakukan pada beberapa kedalaman.
Tabel 4 – Titik pengambilan contoh uji perairan yang tidak di pengaruhi oleh air sungai
berdasarkan kedalaman
0,8 D 0,6 D
0,8 D
CATATAN:
Untuk keperluan khusus, dapat ditambahkan atau digunakan titik
pengambilan contoh sesuai dengan desain pengambilan contoh atau
pemantauan spesifik.
a) Nansen sampler.
b) Niskin sampler.
c) Goflo sampler.
d) Vandorn sampler.
e) Hydro-bios sampler.
f) Jaring plankton.
g) Hayroth Sampler.
Alat pengambil contoh tunggal terbuat dari polycarbonate transparan atau teflon berbentuk
silinder dengan cincin pengaman (seal) t erbuat dari silicone rubber yang dilengkapi
messenger.
Alat terbuat dari polietilen atau stainless steel (tergantung parameter yang akan dianalisis).
Pengambilan contoh air laut dapat dilakukan dengan menggunakan pompa air namun
terbatas pada kedalaman tertentu sesuai dengan panjang pipa, kapasitas dan kemampuan
pompa. Sistem pompa ini memerlukan tenaga listrik yang cukup besar.
CATATAN Peralatan pengukur parameter lapangan yang digunakan harus terkalibrasi (butir a)
sampai e)) dan atau telah dilakukan uji kinerja (butir f) dan h)). Peralatan mengukur
parameter lapangan dapat berupa alatmulti probe.
Jenis wadah contoh air terdiri dari wadah gelas dan atau wadah polietilen. Untuk mencegah
terjadinya reaksi antara dinding wadah dengan parameter yang akan dianalisis atau adanya
adsorbs oleh dinding wadah.
Wadah untuk menyimpan contoh uji harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Botol terbuat dari bahan gelas atau plastik Poli Etilen (PE) atau Poli Propilen (PP) atau
Teflon (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE) sesuai dengan persyaratan parameter uji (lihat
lampiran A).
b) Dapat ditutup dengan rapat dan kuat.
c) Bersih dan bebas kontaminan.
d) Tidak mempengaruhi contoh.
Setiap wadah contoh harus diberi identitas dilapangan yang terpelihara sampai di
laboratorium.
a) alat pelindung diri (masker, sarung tangan, pelampung, safety shoes, safety gogle, safety
helmet);
b) alat tulis;
c) data lapangan berisi informasi:
1) Lokasi;
2) Tanggal pengambilan contoh;
3) Kedalaman;
4) DO;
5) Salinitas;
6) Temperatur;
7) pH;
8) Kecepatan;
9) Arah arus;
10) Pasang surut.
a) Alat pengambil contoh uji harus dipastikan bebas kontaminasi dan berfungsi dengan baik.
b) Alat pengambil contohuji di sesuaikan dengan jenis contoh uji dan parameter.
6.2 Persiapan bahan
c) aluminium foil.
Logam terlarut 1) cuci wadah beserta tutupnya, bilas d engan air b ersih;
2) bilas dengan asam nitrat, HNO3 1:1, dan air suling
sebanyak 3 kali dan biarkan kering. Setelah kering
wadah ditutup.
BOD, COD dan nutrien 1) cuci wadah dan tutupnya dengan deterjen bebas
fosfat kemudian bilas dengan air bersih;
2) cuci botol dengan asam klorida (HCl)1:1 dan bilas
lagi dengan air bebas analit sebanyak 3 kali dan
biarkan mengering, setelah kering tutup botol dengan
rapat.
Table 5 – (lanjutan)
CATATAN 1 Saat pencucian wadah contoh hindari penggunaan sarung tangan plastik atau karet.
CATATAN 2 Untuk beberapa senyawa organik yang mudah menguap dan yang peka cahaya seperti
senyawa yang mengandungbrom, beberapa jenis pestisida, senyawa organik poli-inti (Poli Aromatik
Hidrokarbon, PAH), harus digunakan wadah berwarna coklat.
7.2.1 Plankton
A
am) bca
il rcaon
teto
ghakpl(a
vnek
rttiok ld
).engan salah satu cara di bawah ini:
b) cara miring (oblique).
c) cara mendatar(horizontal).
d) cara langsung dengan volume sesuai keperluan
Spesifikasi jaring untuk pengambilan contoh uji ditabulasikan pada tabel lampiran E
Keterangan:
Berbagai jenis jaring fitoplankton:
(a) Jaring baku (standard net). Panjang badan jaring sekitar 2 – 3 kali diameter mulut jaring.
(b) Jaring dengan diameter mulut diperkecil. Antara gelang depan dan gelang berikutnya diberi bahan
yang tak bersaring (non-filtering materia)l untuk meningkatkan efisiensi penyaringan.
(c) Jaring dengan badan jaring diperpanjang untuk meningkatkan efisiensi penyaringan.
(d) Jaring baku dengan tali penarik dan bandul pemberat.
(e) tabung penampung.
Pengambilan contoh uji ini dapat mengambil plankton dari seluruh kolom airco(mposite
sample). Selama pengambilan contoh uji ini kapal dalam keadaan diam. Ketika jaring
(plankton net) diturunkan pada kedalaman yang diinginkan dengan pemberat diikat
dibawahnya, setelah itu jaring ditarik dengan kecepatan konstan. Untuk mata jaring halus
biasanya berkecepatan sebesar 0,5 m/detik dan untuk jaring kasar adalah 1,0 m/detik.
Pemberat diikat pada bagian ujung kawat dan jaring dipasang pada jarak tertentu di atas
pemberat. Jaring (plankton net) diturunkan dengan perlahan ketika kapal bergerak lambat
(sekitar 2 knot). Besar sudut kawat dengan garis vertical (sekitar 45 ) tetap dipertahankan
sampai kawat terulur pada panjang yang diinginkan. Setelah mencapai kedalaman yang
diinginkan, kawat beserta jaring ditarik secara perlahan dengan posisi sudut yang sama
sampai tiba diatas kapal. Contoh uji yang diperoleh merupakan plakton yang tertangkap dari
berbagai lapisan air (composite sample).
Plankton diambil pada kedalaman ± 1 m dari permukaan air. Seiring bergeraknya kapal secara
perlahan (sekitar 2 knot), jaring ditarik untuk jarak atau waktu yang diinginkan (biasanya 5 – 8
menit).
Keterangan:
A. Kapal berhenti: 1. Penarikan jaring secara vertikal.
B. Kapal bergerak maju perlahan: 2. Penarikan secara horizontal; 3. Penarikan secara mirino
gb(lique).
Contoh uji diambil menggunakan alat sederhana (gambar 5) sebanyak volume yang
d(ipper)diperlukan.
Perhitungan volume air yang tersaring oleh jaring plankton(plankton net) dengan cara tegak
dapat dihitung dengan rumus berikut:
a) Manual
V = π.r2.h (1)
Keterangan:
V adalah volume air tersaring, dinyatakan dalam meter kubik (m
3);
b) Untuk posisi pengambilan contohbergerak gunakan alat otomatik yang dilengkapi dengan
propeller untuk menentukan jumlah volume masuk ke dalam jaring.
Gambar 10 ─ Flowmeter
(2)
Keterangan:
V adalah volume air tersaring, dinyatakan dalam meter kubik (3m
);
r adalah jumlahrotasi (putaran)baling-baling;
a adalah luas permukaan jarring, dinyatakan dalam meter per segi (2m
);
p adalah panjang kolom air yang ditempuh untuk satu putaran, dinyatakan dalam meter (m).
CATATAN Nilai p didapatkan dari hasil kalibrasi pada saat laut tenang. Kalibrasi dilakukan dengan
cara melekatkan flowmeter pada ring tanpa jaring. Lingkaran besi denganflowmeter diturunkan pada
kedalaman tertentu dengan pengulangan antara 10 – 15 kali, catat jumlah putaran setiap pengulangan
kemudian hitung rata-ratanya.
7.2.2 Klorofil a
7.2.3 Coliform
Pengambilan contoh uji coliform menggunakan botol gelas gelap tutup ulir yang telah
disterilkan. Contoh uji hanya diambil pada bagianpermukaan (0 m – 1 m).
Dilakukan dengan cara memompakan gas pada tekanan tertentu ke dalam tabung yang berisi
contoh air dan kertas saring. Dengan adanya tekanan gas, maka air contoh akan mengalir
melewati kertas saring. Gas yang dialirkan ke dalam tabung yang berisi contoh air adalah
nitrogen. Pemakaian gas nitogen ini didasarkan pada sifat gas nitrogen yang inert, yaitu
tidak/sukar bereaksi dengan zat kimia, sehingga tidak terjadi kontaminasi. Selain gas nitrogen,
sistem tekan dapat juga dilakukan dengan memompakan udara. Berikut contoh alat penyaring
tekan:
Keterangan:
1 : regulator tekanan
2 : filtrat
3 : filter
Keterangan:
1 : pompa penyemprot 3 : filter holder ( penyaring )
2 : filter 4 : gelas ukur
Keterangan:
Dilakukan dengan cara rnenghisap udara yang ada dalam tabung. Dengan pengisapan udara ini maka
tabung menjadi vakum. Vakumnya tabung tersebut akan menyebabkan air mengalir melewati kertas
saring.
Keterangan:
1 : tutup 4 : Erlenmeye1 r 000 mL 7 : kabel listrik
2 : filter holder 5 : hasil penyaringan
3 : kerta saring 6 : pompa vakum
Keterangan:
1 : udara
2 : hasil penyaringan
Gambar 15 ─ Contoh alat penyarin gan contoh air dengan sistem vakum
(proses tertutup)
a) Plankton
Awetkan contoh plankton dengan lugol 0,3 mL/100 mL (sampai warna kuning kecoklatan),
Contoh uji disimpan dalam botol berwarna gelap dan simpan di tempat yang terhindar dari
cahaya. Untuk penyimpanan jangka panjang sampai dengan 3-6 bulan tambahkan lugol 0,7
mL/100 mL dan tambahkan sedikit (2 %)buffer formalin.
b) Klorophil a
Saring sesegera mungkin dengan kertas saring selulosa asetat berpori 0,25 µm, dan tetesi
dengan MgCO3. Simpan contoh uji dalam keadaan dingin (< 0 C) dan gelap (dalam
alumunium foil) dan tempatkan dalam wadah khusus sepertp i etridish. Bila tidak langsung
disaring simpan di tempat gelap pada suhu 4 C. Batas waktu penyimpanan 28 jam.
c) Coliform
Awetkan contoh bakteri coliform pada suhu 4 C dan tidak terkena sinar matahari langsung.
Batas waktu setelah pengambilan contoh dengan analisa maksimal adalah 6 jam ± 2 jam.
Jenis penyimpanan yang dapat dipakai untuk menyimpan contoh dapat dibuat dari bahan
gelas atau bahan plastik. Persyaratan kedua wadah tersebut harus dapat ditutup dengan kuat
dan rapat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Masing-masing wadah mempunyai
kelebihan serta kekurangan. Keuntungan pemakaian wadah gelas antara lain adalah mudah
mencucinya, mengecek keadaannya serta mensterilisasikannya. Sedang kekurangannya
adalah mudah pecah selama pengangkutan. Pemakaian wadah dari plastik tidak mudah
pecah dan tahan terhadap pembekuan, akan tetapi sulit membersihkannya.
Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tempat wadah contoh yaitu:
a) Penyerapan zat-zat kimia dari bahan wadah oleh contoh, misalnya bahan organik dari
plastik, natrium, boron dan silika dari gelas.
b) Penyerapan zat-zat kimia dari contoh oleh wadah, misalnya penyerapan logam-logam
oleh gelas atau bahan-bahan organik oleh plastik.
c) Terjadinya reaksi langsungantara contoh dengan wadah,misalnya fluorida dengangelas.
a) Beri identitas minimal nomor, lokasid an waktu pengambilan contoh untuk menghindari
tertukarnya contoh uji.
b) Tutup wadah contoh uji dan masukkan ke dalam kotak yang telah dirancang khusus
sehingga contoh tidak pecah atau tumpah selama pengangkutan dari lapangan ke
laboratorium.
Untuk menjamin kelayakan pengambilan contoh uji maka kemampuan melacak seluruh
kejadian selama pelaksanaan pengambilan contoh uji harus dijamin. Kontrol akurasi dapat
dilakukan dengan beberapa cara berikut ini:
a) Contoh terbelah diambil darisatu titik dan dimasukkan ke dalamwadah yang sesuai.
b) Contoh dicampur sehomogen mungkin serta dipisahkan kedalam dua wadah yang telah
disiapkan.
c) Kedua contoh tersebut diawetkan dan mendapatkan perlakuan yang sama selama
perjalanan dan preparasi serta analisa laboratorium.
Lampiran A
(normatif)
Wadah dan waktu penyimpanan contoh uji
13 koliform
warna P ,G ,F P 500 g,c Dinginkkan < 6 C 48 jam
14 Total sianida P ,G , FP 1000 g,c Analisa dalam 25 menit, 24 jam
Tambahkan NaOH pH
12, simpan dalam tempat
gelap. Tambahkan
thiosulfat bila ada sisa
klorin.
Amenable to P ,G , FP 1000 g,c Hilangkan sisa klorin Analisa segera
chlorination dengan thiosulfate ,
dinginkan < 6 C.
15 Flourida P 100 g,c - 28 hari
16 Hardness P ,G , FP 100 g,c Tambahkan HNO3 atau 6 bulan
(Kesadahan ) H2SO4 sampai pH < 2
17 Iodin P,G 500 g segera 15 menit
18 Logam P(A), G( A), 1000 g,c Untuk logam terlarut, 6 bulan
FP(A) saring segera ,
tambahkanHNO3 pH < 2
19 Krom Heksavalen P(A), G (A), 250 g Dinginkan < 6 C, pH 9,3 28 hari
FP(A) – 9,7,
Lampiran A (lanjutan)
Sumber: Standard Met hodfor the examination of Water and Waste water, APHA 22nd tahun 2012
Catatan: p = plastik (polietilen); G : gelas; G(A) atau P(A) = bilas dengan HNO3 1+1;G(B) = gelas borosilikat;
G(S) = gelas, bilas dengan pelarut organik
FP = flouropolimer (politetraflouroetilen (PTFE, Teflon) atau flouropolimer yang lain.
G = grab; c = komposit
Dingin = penyimpanan pada >o0C, < 6oC (diatas titik beku air); suasana gelap; analisa segera = analisa
contoh uji dalam rentang 15 menit.
Lampiran B
(normatif)
Pelaporan
Catat pada lembar data jaminan mutu untuk setiap parameter yang diukur dan contoh yang
diambil, lembar data parameter yang diukur di lapangan harus memiliki informasi sekurang-
kurangnya sebagai berikut:
a) Identifikasi contoh;
b) Tanggal;
c) Waktu;
d) Nama petugas pengambil contoh;
e) Nilai parameter yang diukur di lapangan;
f) Analisa yang diperlukan;
g) Jenis contoh (misalnya contoh, contohsplit, duplikat atau blanko);
h) Komentar dan pengamatan;
i) Dokumentasi;
j) Lokasi pengambilan contoh.
Lampiran C
(informatif)
Contoh rekaman data pengambilan contoh uji
Cuaca :
Kedalaman : meter
Kedalam contohyang diambil ( composite / t idak) : ………..……….meterdan .................... meter
Rincian dari kondisi lingkungan selama pengambilan contoh yang dapat mempengaruhi interpretasi hasil
pengujian :
Saksi-saksi :
No Nama Instansi Tanda tangan
1
2
3
4
Lampiran D
(normatif)
Jenis kertas saring
Nitrit
Nitrat (5)
Ammonia (3) (6) (3) (5)
Reaktif posphat (1) (3) (4) (5) (6)
Keterangan:
(1) Kertas saring Whatman No.1
(2) Glass wool borosilikat
(3) MIlipor
(4) Membran Gelman GA 4
(5) Sintered glass
Lampiran E
(normatif)
Spesifikasi jaring
Spesifikasi jaring untuk pengambilan contoh uji di tabulasikan pada tabel berikut:
Sumber: Hallegraeff G.M. Anderson D.M. Cembella A.D. (2004 ), Manual on Harmful Marine
Microalgae. UNESCO, Paris 79 pp. dan Sournia A. (ed) 1978, Phytoplankton Manual,
UNESCO, Paris, 337 pp.
Region 4
U.S. Environmental Protection Agency
Laboratory Services and Applied Science Division
Athens, Georgia
Operating Procedure
Effective Date: February 23, 2020 Review Due Date: February 23, 2024
Purpose
This document describes general and specific procedures, methods and considerations to be used and
observed when collecting sediment samples for field screening or laboratory analysis.
Scope/Application
The procedures contained in this document are to be used by field investigators when collecting and
handling sediment samples in the field. On the occasion that LSASD field investigators determine that
any of the procedures described in this section are inappropriate, inadequate or impractical and that
another procedure must be used to obtain a sediment sample, the variant procedure will be documented
in the field log book, along with a description of the circumstances requiring its use. Mention of trade
names or commercial products does not constitute endorsement or recommendation for use.
Page 1 of 17
Purpose................................................................................................................................ 1
Scope/Application ............................................................................................................... 1
1 General Information .................................................................................................... 3
1.1 Documentation/Verification ....................................................................................... 3
1.2 General Precautions .................................................................................................... 3
1.2.1 Safety .................................................................................................................... 3
1.2.2 Procedural Precautions ....................................................................................... 3
2 Special Sampling Considerations ............................................................................... 4
2.1 Sediment Samples for Volatile Organic Compounds Analysis .................................. 4
2.2 Sediment Sampling (Method 5035) ............................................................................ 4
2.2.1 Equipment............................................................................................................. 4
2.2.2 Sampling Methodology - Low Concentrations ..................................................... 5
2.2.3 Sampling Methodology - High Concentrations .................................................... 5
2.2.4 Special Techniques and Considerations for Method 5035 .................................. 6
2.3 Special Precautions for Trace Contaminant Sediment Sampling ............................... 8
2.4 Sample Homogenization ............................................................................................. 9
2.5 Quality Control ........................................................................................................... 9
2.6 Records ..................................................................................................................... 10
3 General Considerations ............................................................................................. 10
3.1 General ...................................................................................................................... 10
3.2 Equipment Selection Considerations ........................................................................ 10
4 Stainless Steel Scoops and Spoons ........................................................................... 11
4.1 Wading ...................................................................................................................... 11
4.2 Bank/Platform Sampling........................................................................................... 11
5 Dredges ..................................................................................................................... 11
5.1 General Considerations ............................................................................................. 11
5.2 Ponar Dredge ............................................................................................................ 11
5.3 Mini-Ponar Dredge ................................................................................................... 12
5.4 Young Grab ............................................................................................................... 12
6 Sediment Coring Devices ......................................................................................... 13
6.2 Manually Deployed Push Tubes ............................................................................... 13
6.3 Ogeechee Sand Pounders® and Gravity Cores ......................................................... 14
6.4 Vibratory Core Tube Drivers (Vibracore®) .............................................................. 15
7 Diving ....................................................................................................................... 15
7.1 General ...................................................................................................................... 15
8 References ................................................................................................................. 15
9 Revision History ....................................................................................................... 16
TABLES
Table 1: Method 5035 Summary ........................................................................................ 8
Page 2 of 17
1.1 Documentation/Verification
This procedure was prepared by persons deemed technically competent by LSASD management, based
on their knowledge, skills and abilities and has been tested in practice and reviewed in print by a subject
matter expert. The official copy of this procedure resides on the LSASD local area network (LAN). The
QAC is responsible for ensuring the most recent version of the procedure is placed on the LAN and for
maintaining records of review conducted prior to its issuance.
1.2.1 Safety
Proper safety precautions must be observed when collecting sediment samples. Refer to the
LSASD Safety and Occupational Health Manual and any pertinent site-specific Health and Safety
Plans (HASPs) and Job Hazard Assessments for guidelines on safety precautions. These
guidelines should be used to complement the judgment of an experienced professional. Address
chemicals that pose specific toxicity or safety concerns and follow any other relevant requirements,
as appropriate.
1.2.2.1 Special care must be taken not to contaminate samples. This includes storing samples
in a secure location to preclude conditions which could alter the properties of the
sample. Samples shall be custody sealed during long-term storage or shipment.
1.2.2.2 Collected samples are in the custody of the sampler or sample custodian until the
samples are relinquished to another party.
1.2.2.3 If samples are transported by the sampler, they will remain under his/her custody or be
secured until they are relinquished.
1.2.2.4 Shipped samples shall conform to all U.S. Department of Transportation (DOT) rules
of shipment found in Title 49 of the Code of Federal Regulations (49 CFR parts 171 to
179), and/or International Air Transportation Association (IATA) hazardous materials
shipping requirements found in the current edition of IATA’s Dangerous Goods
Regulations.
1.2.2.6 Chain-of-custody documents shall be filled out and remain with the samples until
custody is relinquished.
Page 3 of 17
If samples are to be analyzed for volatile organic compounds (VOCs), they should be collected in a manner
that minimizes disturbance of the sample. The sample for VOC analysis should be collected directly
from the sample device, if possible, before it is emptied into the pan. It may not be possible to do this
with certain types of sediment sampling equipment, such as the Ponar dredge. In cases such as these, the
VOC aliquots should be collected from the dredge contents immediately after they have been deposited
in the pan and prior to any mixing. The sample shall be placed in the appropriate container (En Core®
Sampler or other Method 5035 compatible container) with no headspace. Samples for VOC analysis are
not homogenized. Preservatives may be required for some samples with certain variations of Method
5035. Consult the method description below in Section 2.2, Sediment Sampling (Method 5035) or the
principal analytical chemist to determine if preservatives are necessary.
In some cases, the sediment may be soft and not lend itself to collection by plunging En Core® Samplers
or syringe samplers into the sample matrix. In these cases, it is appropriate to open the sample device,
i.e., the En Core® Sampler barrel or syringe, prior to sample collection, and to carefully place the sediment
in the device, filling it fully with the required volume of sample.
The following sampling protocol is recommended for site investigators assessing the extent of VOCs in
sediments at a project site. Because of the large number of options available, careful coordination between
field and laboratory personnel is needed. The specific sampling containers and sampling tools required
will depend upon the detection levels and intended data use. Once this information has been established,
selection of the appropriate sampling procedure and preservation method best applicable to the
investigation can be made.
2.2.1 Equipment
Sediment for VOC analyses may be retrieved using any of the LSASD sediment sampling methods
described in Sections 3 through 6 of this procedure. Once the sediment has been obtained, the En
Core® Sampler, syringes, stainless steel spatula, standard 2-oz. sediment VOC container, or pre-
prepared 40 ml vials may be used/required for sub-sampling. The specific sample containers and
the sampling tools required will depend upon the data quality objectives established for the site or
sampling investigation. The various sub-sampling methods are described below.
Page 4 of 17
When the total VOC concentration in the sediment is expected to be less than 200 µg/kg, the
samples may be collected directly with the En Core® Sampler or syringe. If using the syringes,
the sample must be placed in the sample container (40 ml pre-prepared vial) immediately to reduce
volatilization losses. The 40 ml vials should contain 10 ml of organic-free water for an un-
preserved sample or approximately 10 ml of organic-free water and a preservative. It is
recommended that the 40 ml vials be prepared and weighed by the laboratory (commercial sources
are available which supply preserved and tared vials). When sampling directly with the En Core®
Sampler, the vial must be immediately capped and locked.
A sediment sample for VOC analysis may also be collected with conventional sampling
equipment. A sample collected in this fashion must either be placed in the final sample container
(En Core® Sampler or 40 ml pre-prepared vial) immediately or the sample may be immediately
placed into an intermediate sample container with no head space. If an intermediate container
(usually 2-oz. sediment jar) is used, the sample must be transferred to the final sample container
(En Core® Sampler or 40 ml pre-prepared vial) as soon as possible, not to exceed 30 minutes.
NOTE:After collection of the sample into either the En Core® Sampler or other container, the
sample must immediately be stored in an ice chest and cooled.
En Core® Sampler - the sample shall be capped, locked, and secured in a plastic bag.
Syringe - Add about 3.7 cc (approximately 5 grams) of sample material to 40-ml pre-prepared
containers. Secure the containers in a plastic bag. Do not use a custody seal on the container;
place the custody seal on the plastic bag. Note: When using the syringes, it is important that no
air is allowed to become trapped behind the sample prior to extrusion, as this will adversely affect
the sample.
Stainless Steel Laboratory Spatulas - Add between 4.5 and 5.5 grams (approximate) of sample
material to 40 ml containers. Secure the containers in a plastic bag. Do not use a custody seal on
the container; place the custody seal on the plastic bag.
Based upon the data quality objectives and the detection level requirements, this high level method
may also be used. Specifically, the sample may be packed into a single 2-oz. glass container with
a screw cap and septum seal. The sample container must be filled quickly and completely to
eliminate head space. Sediments containing high total VOC concentrations may also be collected
as described in Section 2.2.2, Sampling Methodology - Low Concentrations, and preserved using
10 ml methanol.
Page 5 of 17
Effervescence
If low concentration samples effervesce from contact with the acid preservative, then either a test
for effervescence must be performed prior to sampling, or the investigators must be prepared to
collect each sample both preserved or un-preserved as needed, or all samples must be collected
unpreserved.
To check for effervescence, collect a test sample and add to a pre-preserved vial. If preservation
(acidification) of the sample results in effervescence (rapid formation of bubbles) then preservation
by acidification is not acceptable, and the sample must be collected un-preserved.
If effervescence occurs and only pre-preserved sample vials are available, the preservative solution
may be placed into an appropriate hazardous waste container and the vials triple rinsed with
organic-free water. An appropriate amount of organic-free water, equal to the amount of
preservative solution, should be placed into the vial. The sample may then be collected as an un-
preserved sample. Note that the amount of organic free water placed into the vials will have to be
accurately measured.
Sample Size
While this method is an improvement over earlier ones, field investigators must be aware of an
inherent limitation. Because of the extremely small sample size, sample representativeness for
VOCs may be reduced compared to samples with larger volumes collected for other constituents.
The sampling design and objectives of the investigation should take this into consideration.
Holding Times
Sample holding times are specified in the USEPA Region 4 Laboratory Services Branch
Laboratory Operations and Quality Assurance Manual (LSBLOQAM), Most Recent Version.
Field investigators should note that the holding time for an un-preserved VOC sediment sample is
48 hours. Arrangements should be made to ship the sediment VOC samples to the laboratory by
overnight delivery the day they are collected so the laboratory may preserve and/or analyze the
sample within 48 hours of collection.
Percent Solids
Samplers must ensure that the laboratory has sufficient material to determine percent solids in the
VOC sediment sample to correct the analytical results to dry weight. If other analyses requiring
percent solids determination are being performed upon the sample, these results may be used. If
not, a separate sample (minimum of 2 oz.) for percent solids determination will be required.
Safety
Methanol is a toxic and flammable liquid. Therefore, methanol must be handled with all required
safety precautions related to toxic and flammable liquids. Inhalation of methanol vapors must be
avoided. Vials should be opened and closed quickly during the sample preservation procedure.
Page 6 of 17
Shipping
Methanol and sodium bisulfate are considered dangerous goods, therefore shipment of samples
preserved with these materials by common carrier is regulated by the U.S. Department of
Transportation and the International Air Transport Association (IATA). The rules of shipment
found in Title 49 of the Code of Federal Regulations (49 CFR parts 171 to 179) and the current
edition of the IATA Dangerous Goods Regulations must be followed when shipping methanol and
sodium bisulfate. Consult the above documents or the carrier for additional information. Shipment
of the quantities of methanol and sodium bisulfate used for sample preservation falls under the
exemption for small quantities. A summary of the requirements for shipping samples follows.
Refer to the code for a complete review of the requirements.
1. The maximum volume of methanol or sodium bisulfate in a sample container is limited to thirty
(30) ml.
3. The sample container must be stored upright and have the lid held securely in place. Note that
the mechanism used to hold the cap in place must be able to
be completely removed so weight is not added to the sample container, as specified in Method
5035.
4. Sample containers must be packed in an absorbent material capable of absorbing spills from
leaks or breakage of the sample containers.
6 The maximum volume of methanol or sodium bisulfate per shipping container is 500 ml.
7 The shipper must mark the sample shuttle in accordance with shipping dangerous goods in
acceptable quantities.
The following summary table lists the options available for compliance with SW846 Method 5035.
The advantages and disadvantages are noted for each option. LSASD’s goal is to minimize the
use of hazardous material (methanol and sodium bisulfate) and minimize the generation of
hazardous waste during sample collection.
Page 7 of 17
2.3.1 A clean pair of new, non-powdered, disposable gloves will be worn each time a
different location is sampled, and the gloves should be donned immediately prior to
sampling. The gloves should not come in contact with the media being sampled and
should be changed any time during sample collection when their cleanliness is
compromised.
2.3.3 If possible, one member of the field sampling team should take all the notes and
photographs, fill out tags, etc., while the other members collect the samples.
2.3.4 Samplers must use new, verified and certified-clean disposable or non-disposable
equipment cleaned according to procedures contained in LSASD Operating Procedure
for Field Equipment Cleaning and Decontamination, LSASDPROC-205, or LSASD
Operating Procedure for Field Cleaning and Decontamination at the FEC,
Page 8 of 17
2.3.5 Regarding sampling for PFAS analyses: Ensure sampling equipment selected is not a
potential source for PFAS, taking any required QC blank samples. Acceptable materials
include stainless-steel, high-density polyethylene (HDPE), and polypropylene. Avoid
sampling equipment that contains fluorinated materials (e.g. PTFE) and glass.
2.4.1 If sub-sampling of the primary sample is to be performed in the laboratory, transfer the entire
primary sample directly into an appropriate, labeled sample container(s). Proceed to step 5
2.4.2 If sub-sampling the primary sample in the field or compositing multiple primary samples in
the field, place the sample into a glass or stainless-steel homogenization container and mix
thoroughly. Each aliquot of a composite sample should be of the same volume.
2.4.3 All sediment samples must be thoroughly mixed to ensure that the sample is as representative
as possible of the sample media. Samples for VOC analysis are not homogenized. The most
common method of mixing is referred to as quartering. The quartering procedure should be
performed as follows:
2.4.1.1 The material in the sample pan should be divided into quarters and each quarter
should be mixed individually.
This procedure should be repeated several times until the sample is adequately mixed. If
round bowls are used for sample mixing, adequate mixing is achieved by stirring the material
in a circular fashion, reversing direction, and occasionally turning the material over.
2.4.4 Place the sample into an appropriate, labeled container(s) using the alternate shoveling method
and secure the cap(s) tightly. Threads on the container and lid should be cleaned to ensure a
tight seal when closed.
2.4.5 Return any unused sample material back to the location from which the sample was collected.
If possible, a control sample should be collected from an area not affected by the possible contaminants
of concern and submitted with the other samples. The control sample should be collected at an upstream
location in the same stream or conveyance from which the primary samples area collected. Equipment
blanks should be collected if equipment is field cleaned and re-used on-site or if necessary, to document
that low-level contaminants were not introduced by sampling tools.
Page 9 of 17
Information generated or obtained by LSASD personnel will be organized and accounted for in accordance
with LSASD records management procedures found in LSASD Operating Procedure for Control of
Records, LSASDPROC-004. Field notes, recorded in a bound field logbook, will be generated, as well
as chain-of-custody documentation in accordance with LSASD Operating Procedure for Logbooks,
LSASDPROC-010 and LSASD Procedure for Sample and Evidence Management, LSASDPROC-005.
3 General Considerations
3.1 General
The sediment sampling techniques and equipment described in the following Sections 4, 5 and 6 of this
procedure are designed to minimize effects on the chemical and physical integrity of the sample. If the
procedures in this section are followed, a representative sample of the sediment should be obtained.
The physical location of the investigator when collecting a sample may dictate the equipment to be used.
Wading is the preferred method for reaching the sampling location, particularly if the stream has a
noticeable current (is not impounded). However, wading may disrupt bottom sediments causing biased
results; therefore, the samples should be collected facing upstream. If the stream is too deep to wade, the
sediment sample may be collected from a platform such as a boat or a bridge.
To collect a sediment sample from a water body or other surface water conveyance, a variety of methods
can be used:
3.2.3 Coring Devices (tubes, Shelby tubes, Ogeechee Sand Pounders®, and augers)
Regardless of the method used, precautions should be taken to ensure that the sample collected is
representative of the water body or conveyance. These methods are discussed in the following paragraphs.
Page 10 of 17
4.1 Wading
If the conveyance is dry or is a wadeable surface water body, the easiest way to collect a sediment sample
is by using a stainless-steel scoop or spoon. If the conveyance is dry, the sediment is accessed directly
and is collected using either the stainless-steel scoop or spoon. If the conveyance is a wadeable stream or
other water body, the method is accomplished by wading into the surface water body and while facing
upstream (into the current), scooping the sample along the bottom of the surface water body in the
upstream direction. Excess water may be removed/drained from the scoop or spoon. However, this may
result in the loss of some fine-grained particle size material associated with the substrate being sampled.
Care should be taken to minimize the loss of this fine-grained material. Aliquots of the sample thus
collected are then placed in a glass pan and homogenized according to the quartering method described in
Section 2.4.
In surface water bodies that are too deep to wade, but less than eight feet deep, a stainless-steel scoop or
spoon attached to a piece of conduit can be used either from the banks, if the surface water body is narrow,
or from a boat. Again, care should be taken to minimize the loss of the fine particle sizes. The sediment
is placed into a glass pan and mixed according to the quartering method described in Section 2.4.
5 Dredges
Dredges provide a means of collecting sediment from surface water bodies that are too deep to access with
a scoop and conduit. They are most useful when collecting softer, finer-grained substrates comprised of
silts and clays but can also be used to collect sediments comprised of sands and gravel, although sample
recovery in these materials may be less than complete.
Free, vertical clearance is required to use any of the dredges. Dredges, attached to ropes, are lowered
vertically from the sampling platform (boat, bridge, etc.) to the substrate being sampled beneath the
deployment point.
The Ponar dredge has side plates and a screen on the top of the sample compartment and samples a 0.05
m2 surface area. The screen over the sample compartment permits water to pass through the sampler as it
descends thus reducing turbulence around the dredge. The Ponar dredge is easily operated by one person
and is one of the most effective samplers for general use on most types of substrates.
Page 11 of 17
The Ponar dredge is deployed in its open configuration. It is lowered gently from the sampling platform
to the substrate below the platform. After the dredge lands on the substrate, the rope is tugged upward,
closing the dredge and capturing the sample. The dredge is then hauled to the surface, where it is opened
to acquire the sample.
The Mini-Ponar dredge is a smaller, much lighter version of the Ponar dredge and samples a 0.023 m 2
surface area. It is used to collect smaller sample volumes when working in industrial tanks, lagoons,
ponds, and shallow water bodies. It is a good device to use when collecting sludge and sediment
containing hazardous constituents because the size of the dredge makes it more amenable to field cleaning.
Its use and operation are the same as described in Section 5.2, Ponar Dredge, above.
The Young grab sampler is a stainless-steel clamshell-type grab sampler similar to a Ponar dredge. It is a
clamshell-type sampler with a scissors closing action typically used for marine and estuarine sediment
sampling. The Young grab sampler is one of the most consistently performing grab sampling devices for
sediment sampling in both offshore marine sediments, as well as estuarine sediments. The Young sampler
comes in two sizes, 0.1 m2 and 0.04 m2. The 0.1 m2 is typically used when a larger volume of sediment
is needed for chemistry and particle size. The 0.04 m2 is typically used for marine benthic
macroinvertebrate sampling and has become the standard grab sampler used by NOAA, USGS and
USEPA.
The Young sampler is lowered to the substrate to be sampled with a cable or rope that has a catch that is
released when tension is taken off the cable or rope. When the sample device is pulled up, the scissors
action of the arms close the clamshell and grabs the sample.
The major difference in the Young grab sampler and other grab samplers is a square or rectangular frame
attached to the device which prevents it from penetrating too deeply into soft sediments. In harder
substrates, weights may be added to the frame in order to hold the grab in place to prevent collection of a
“shallow” sample. A tripod frame can also be attached to the frame surrounding the Young grab sampler.
The wire or rope that the grab is raised and lowered with passes through an opening in the top of the tripod
and prevents the device from landing sideways or at an angle when there are strong currents or there is
lateral movement of the sampling vessel during grab sampling operations.
The draw back to the Young grab sampler is that due to the weight and size of the frame, a ship with an
“A” frame or a boat with a davit is required in order to raise and lower the sampler.
The major difference in the Young grab sampler and other grab samplers is a square or rectangular frame
attached to the device which prevents it from penetrating too deeply into soft sediments. In harder
substrates, weights may be added to the frame in order to hold the grab in place to prevent collection of a
“shallow” sample. A tripod frame can also be attached to the frame surrounding the Young grab sampler.
The wire or rope that the grab is raised and lowered with passes through an opening in the top of the tripod
Page 12 of 17
The draw back to the Young grab sampler is that due to the weight and size of the frame, a ship with an
“A” frame or a boat with a davit is required in order to raise and lower the sampler.
6.1 General
Core samplers are used to sample vertical columns of sediment. They are particularly useful when a
historical picture of sediment deposition is desired since they preserve the sequential layering of the
deposit. They are also particularly useful when it is desirable to minimize the loss of material at the
sediment-water interface. Many types of coring devices have been developed, depending on the depth of
water from which the sample is to be obtained, the nature of the bottom material and the length of core to
be collected. They vary from hand-driven push tubes to electronic vibrational core tube drivers. These
methods are described below in the following sections.
Coring devices are particularly useful in pollutant monitoring because turbulence created by descent
through the water is minimal, thus the fines at the sediment-water interface are only minimally disturbed;
the sample is withdrawn intact, permitting the removal of only those layers of interest; core liners
manufactured of glass or Teflon® can be purchased, thus reducing possible sample interferences; and the
samples are easily delivered to the lab for analysis in the tube in which they were collected.
The disadvantage of coring devices is that a relatively small surface area and sample size is obtained, often
necessitating repetitive sampling in order to obtain the required amount of material for analysis. Because
it is believed that this disadvantage is offset by the advantages, coring devices are recommended in
sampling sediments for trace organic compounds or metals analyses.
In shallow, wadeable waters, or for diver-collected samples, the direct use of a core liner or tube manu-
factured of Teflon®, plastic, or glass is recommended for the collection of sediment samples. Plastic
tubes are principally used for collection of samples for physical parameters such as particle size analysis
and, in some instances, are acceptable when inorganic constituents are the only parameter of concern.
Their use can also be extended to deep waters when SCUBA diving equipment is utilized. Teflon® or
plastic is preferred to glass since they are unbreakable, reducing the possibility of sample loss or personal
injury. Stainless steel push tubes are also acceptable and provide a better cutting edge and higher strength
than Teflon®. The use of glass or Teflon® tubes eliminates any possible interference due to metals
contamination from core barrels, cutting heads, and retainers. The tube should be approximately 12-inches
in length if only recently deposited sediments (8 inches or less) are to be sampled. Longer tubes should
be used when the depth of the substrate exceeds 8 inches. Soft or semi-consolidated sediments such as
mud and clays have a greater adherence to the inside of the tube and thus can be sampled with larger
diameter tubes. Because coarse or unconsolidated sediments, such as sands and gravel, tend to fall out of
Page 13 of 17
Caution should be exercised not to disturb the bottom sediments when the sample is obtained by wading
in shallow water (always work facing upstream and working from downstream up). The core tube is
pushed into the substrate until four inches or less of the tube is above the sediment-water interface. When
sampling hard or coarse substrates, a gentle rotation of the tube while it is being pushed will facilitate
greater penetration and decrease core compaction. The top of the tube is then capped to provide suction
and reduce the chance of losing the sample. A Teflon® plug or end cap, or a sheet of Teflon® held in
place by a rubber stopper or cork may be used. After capping, the tube is slowly extracted with the suction
and adherence of the sediment keeping the sample in the tube. Before pulling the bottom part of the tube
and core above the water surface, it too should be capped. An alternative to the coring device is the Shelby
tube. The Shelby tube has a gravity check valve at the top of the tube where an auger handle attaches.
This check valve allows air and water to escape as the tube is advanced. Once the tube is to the desired
depth, the check valve will close automatically forming suction on the tube; thus, holding the sample
inside.
When extensive core sampling is required, such as a cross-sectional examination of a streambed with the
objective of profiling both the physical and chemical contents of the sediment, complete cores are
desirable. A strong coring tube such as one made from aluminum, steel or stainless steel is needed to
penetrate the sediment and underlying clay or sands. To facilitate complete core collection and retention,
it is recommended that the corer (like a Shelby tube) have a check valve built into the driving head which
allows water and air to escape from the cutting core, thus creating a partial vacuum, helping to hold the
sediment core in the tube. The corer is attached to a standard auger extension and handle, allowing it to
be corkscrewed into the sediment from a boat or while wading. The coring tube is easily detached and
the intact sediment core is removed with an extraction device.
Before extracting the sediment from the coring tubes, the clear supernatant above the sediment-water
interface in the core should be decanted from the tube. This is accomplished by simply turning the core
tube to its side, and gently pouring the liquid out until fine sediment particles appear in the waste liquid.
The loss of some of the fine sediments usually occurs with this technique.
In deeper, non-wadeable water bodies, sediment cores may be collected from a bridge or a boat using
different coring devices such as Ogeechee Sand Pounders®, gravity cores and vibrating coring devices.
All three devices utilize a core barrel with a core liner tube system. The core liner can be removed from
the core barrel and replaced with a clean core liner, as needed, after each sample. Liners are made of
stainless steel, Teflon® or plastic. The type of core liner and its composition should be based on the
contaminants to be evaluated.
Ogeechee Sand Pounders® and gravity cores are hand-held devices that use a standard size 2-inch
diameter core barrel. The core tube and liner are interchangeable between the two units. The Ogeechee®
uses a slide-hammer mechanism attached to the core head that allows the sampler to pound the core tube
Page 14 of 17
Sediment cores collected from most hand operated coring devices can suffer from either spreading or
compaction when driven into the sediment, depending on the softness of the sediment. Spreading occurs
when the sediment is pushed or moved to the side during the advancement of the core tube. Compaction
occurs when the sediment is being pushed downward as the core tube is advanced. Both phenomena can
affect the physical integrity of the core sample. For instance, the core tube may be advanced through the
sediment to a depth of 36 inches, but upon examination of the recovered core, there is only 24 inches of
sediment in the core tube.
Vibratory Core Tube Drivers (Vibracore®) facilitate sampling of soft or loosely consolidated, saturated
sediments, with minimal compaction or spreading, using lined or unlined core tubes. It is designed for use
with core tubes having nominal diameters ranging from 2-inches to 4-inches OD. The Vibracore® uses
an electric motor to create vibration ranges from approximately 6,000 RPM to 8,000 RPM (100 Hz to 133
Hz) depending on the resistance afforded by the sediment; the greater the resistance, the higher the
frequency. The actual vibrational displacement of the Vibracore® is on the order of a few tens of
thousandths of an inch, so essentially no mixing of the sediment within the tube occurs. The vibrational
energy tends to re-orient the sediment particles at the lower end of the core tube, causing them to move
out of the way of the advancing wall of the core tube and into a more efficient (i.e. denser) packing. This
action advances the core tube with minimal compaction of the sediment.
7 Diving
7.1 General
Sediment samples can also be obtained from large streams and open water bodies such as ponds, lakes,
estuarine bodies and open ocean environments by divers. Using a variety of the above mentioned methods,
divers can directly access the substrate and collect sediment samples. Depending upon the sampling
methods used and the required analyses, the samples may be collected directly into the containers from
the substrate or they may be returned, in bulk, to the bank or other sampling platform for processing and
sample container allocation.
8 References
Page 15 of 17
International Air Transport Authority (IATA). Dangerous Goods Regulations, Most Recent Version
LSASD Operating Procedure for Control of Records, LSASDPROC-004, Most Recent Version
LSASD Operating Procedure for Sample and Evidence Management, LSASDPROC-005, Most Recent
Version
LSASD Operating Procedure for Field Sampling Quality Control, LSASDPROC-011, Most Recent
Version
LSASD Operating Procedure for Equipment Inventory and Management, LSASDPROC-104, Most
Recent Version
LSASD Operating Procedure for Field Equipment Cleaning and Decontamination, LSASDPROC-205,
Most Recent Version
LSASD Operating Procedure for Field Equipment Cleaning and Decontamination at the FEC,
LSASDPROC-206, Most Recent Version
LSASD Operating Procedure for Packaging, Marking, Labeling and Shipping of Environmental and
Waste Samples, LSASDPROC-209, Most Recent Version
Title 49 Code of Federal Regulations, Pts. 171 to 179, Most Recent Version
US EPA. Laboratory Services Branch Laboratory Operations and Quality Assurance Manual. Region 4
LSASD, Athens, GA, Most Recent Version
US EPA. Safety and Occupational Health Manual. Region 4 LSASD, Athens, GA, Most Recent Version
United States Office of Occupational Health and Safety (US OSHA). 1981. Final Regulation Package
for Compliance with DOT Regulations in the Shipment of Environmental Laboratory Samples (PM-
273), Memo from David Weitzman, Work Group Chairman, US EPA. April 13, 1981.
9 Revision History
The top row of this table shows the most recent changes to this controlled document. For previous
revision history information, archived versions of this document are maintained by the LSASD Quality
Assurance Coordinator (QAC) on the LSASD local area network (LAN).
Page 16 of 17
Revision History: Changes were made to reflect the current practice of only
including the most recent changes in the revision history.
Page 17 of 17
B. Separasi
1. Alat dan bahan yang digunakan
- Standar dan klem;
- Corong;
- Selang dan penjepit;
- Alumunium foil;
- Garam (NaCl);
- Neraca;
2. Cara Kerja
- Sampel yang sudah dihilangkan kandungan organiknya ditambahkan 200 ml larutan
garam jenuh;
- Diaduk dengan magnetic stirrer;
- Masukan kedalam corong pisah yang sudah ditutup ujungnya dengan selang dan
penjepit;
- Biarkan selama 60 menit sampai terbentuk supernatan yang sempurna;
- Buang bagian endapan dengan cara membuka penjepit dan pindahkan supernatan ke
dalam gelas piala (bilas corong air dengan garam agar partikel tidak ada yang
tertinggal);
C. Filtrasi
1. Alat dan Bahan
- Aquades;
- Saringan fiberglass;
- Statif;
- Alumunium foil;
- Botol semprot;
- Kertas saring;
- Pompa vakum;
- Mikroskop;
2. Cara Kerja
- Supernatan yang sudah dipisahkan, dimasukan kedalam gelas piala;
- Siapkan saringan fiberglass dan kertas saring 0,1 mikron;
- Saring supernatan untuk memisahkan air dan larutan garam dari sampel mikroplastik
dengan bantuan pompa vakum;
- Kertas saring dibiarkan semalam dan ditutup dengan aluminium foil;
- Hitung jumlah sampel mikroplastik dengan menggunkan mikroskop;
Analisis Kandungan
Mikroplastik
- Saring sampel
dengan saringan 0,3 - Masukan kedalam
corong pisah yang - Saring supernatan
mm hingga hanya
sudah ditutup untuk memisahkan
padatan yang tersisa
ujungnya dengan air dan larutan garam
selang dan penjepit; dari sampel
- Masukan ke dalam mikroplastik dengan
gelas piala 400 ml; bantuan pompa
vakum;
- Biarkan selama 60
- Tambahankan menit sampai terbentuk
masing-masing 20 supernatan yang - Kertas saring
ml hidrogen sempurna; dibiarkan semalam
peroksida dan larutan dan ditutup dengan
Fe; aluminium foil;
- Buang bagian endapan
dengan cara membuka
- Panaskan pada suhu penjepit dan pindahkan
75o selama 30 menit; supernatan ke dalam
gelas piala (bilas
corong air dengan
garam agar partikel
tidak ada yang
tertinggal);
Bagan Prosedur Analisis Sedimen
Analisis Kandungan
Mikroplastik
Keterangan :
Titik 1 : Koordinat 0°59'41"Lintang selatan dan 100°21'51"Bujur timur
Titik 2 : Koordinat 0°59'38"Lintang selatan dan 100°21'48"Bujur timur
Titik 3 : Koordinat 0°59'36"Lintang selatan dan 100°21'45"Bujur timur
Titik 4 : Koordinat 0°59'32"Lintang selatan dan 100°21'42"Bujur timur
Titik 5 : Koordinat 0°59'28"Lintang selatan dan 100°21'38"Bujur timur
Titik 6 : Koordinat 0°59'25"Lintang selatan dan 100°21'34"Bujur timur
Titik 7 : Koordinat 0°59'21"Lintang selatan dan 100°21'29"Bujur timur
Titik 8 : Koordinat 0°59'20"Lintang selatan dan 100°21'17"Bujur timur
Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik pada Sampel Air II
Keterangan :
Titik 1 : Koordinat 0°59'41"Lintang selatan dan 100°21'51"Bujur timur
Titik 2 : Koordinat 0°59'38"Lintang selatan dan 100°21'48"Bujur timur
Titik 3 : Koordinat 0°59'36"Lintang selatan dan 100°21'45"Bujur timur
Titik 4 : Koordinat 0°59'32"Lintang selatan dan 100°21'42"Bujur timur
Titik 5 : Koordinat 0°59'28"Lintang selatan dan 100°21'38"Bujur timur
Titik 6 : Koordinat 0°59'25"Lintang selatan dan 100°21'34"Bujur timur
Titik 7 : Koordinat 0°59'21"Lintang selatan dan 100°21'29"Bujur timur
Titik 8 : Koordinat 0°59'20"Lintang selatan dan 100°21'17"Bujur timur
Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik pada Sampel Air III
Keterangan :
Titik 1 : Koordinat 0°59'41"Lintang selatan dan 100°21'51"Bujur timur
Titik 2 : Koordinat 0°59'38"Lintang selatan dan 100°21'48"Bujur timur
Titik 3 : Koordinat 0°59'36"Lintang selatan dan 100°21'45"Bujur timur
Titik 4 : Koordinat 0°59'32"Lintang selatan dan 100°21'42"Bujur timur
Titik 5 : Koordinat 0°59'28"Lintang selatan dan 100°21'38"Bujur timur
Titik 6 : Koordinat 0°59'25"Lintang selatan dan 100°21'34"Bujur timur
Titik 7 : Koordinat 0°59'21"Lintang selatan dan 100°21'29"Bujur timur
Titik 8 : Koordinat 0°59'20"Lintang selatan dan 100°21'17"Bujur timur
Contoh perhitungan kelimpahan pada sampel air:
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐌𝐢𝐤𝐫𝐨𝐩𝐥𝐚𝐬𝐭𝐢𝐤
Kelimpahan: × 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝐦𝐥
𝐕𝐨𝐥𝐮𝐦𝐞 𝐒𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 (𝐦𝐥)
: 10 partikel/l
B. Analisis Mikroplastik Sampel Sedimen
Tabel 4 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik pada Sampel Sedimen I
Keterangan :
Titik 1 : Koordinat 0°59'41"Lintang selatan dan 100°21'51"Bujur timur
Titik 2 : Koordinat 0°59'38"Lintang selatan dan 100°21'48"Bujur timur
Titik 3 : Koordinat 0°59'36"Lintang selatan dan 100°21'45"Bujur timur
Titik 4 : Koordinat 0°59'32"Lintang selatan dan 100°21'42"Bujur timur
Titik 5 : Koordinat 0°59'28"Lintang selatan dan 100°21'38"Bujur timur
Titik 6 : Koordinat 0°59'25"Lintang selatan dan 100°21'34"Bujur timur
Titik 7 : Koordinat 0°59'21"Lintang selatan dan 100°21'29"Bujur timur
Titik 8 : Koordinat 0°59'20"Lintang selatan dan 100°21'17"Bujur timur
Tabel 5 Rekapitulasi Hasil Analisis Mikroplastik pada Sampel Sedimen II
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐌𝐢𝐤𝐫𝐨𝐩𝐥𝐚𝐬𝐭𝐢𝐤
Kelimpahan: × 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝐠 = partikel/kg
𝐁𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐊𝐞𝐫𝐢𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 (𝐠)
: 24,74292105 partikel/kg
LAMPIRAN F
Sampel Air
➢ Fiber hitam
100%
98%
96%
%Transmitter
94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
3500 2500 1500 500
wavenumber -1
➢ Fiber biru
100%
98%
96%
%Transmitter
94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
3500 2500 1500 500
wavenumber -1
➢ Fiber ungu
100%
98%
96%
94%
%Transmitter
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
wavenumber -1
➢ Fiber merah
100%
98%
96%
%Transmitter
94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
wavenumber -1
Sampel sedimen
➢ Fiber hitam
100%
98%
96%
%Transmitter
94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
3500 2500 1500 500
wavenumber -1
➢ Fiber biru
100%
98%
96%
%Transmitter
94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
3500 2500 1500 500
wavenumber -1
➢ Fiber ungu
100%
98%
96%
94%
%Transmitter
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
wavenumber -1
➢ Fiber merah
100%
98%
96%
%Transmitter
94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
wavenumber -1
➢ Film bening
100%
98%
96%
%Transmitter
94%
92%
90%
88%
86%
84%
82%
80%
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
wavenumber -1
LAMPIRAN G
Data dan Perhitungan Curah Hujan
Jawab :
• Dicari nilai standar deviasinya dengan bantuan formula STDEV pada kolom Xi
Sd = 21,5036317
• Dicari nilai koefisien kemiringan (skewness) dengan bantuan formula SKEW pada kolom Xi
Cs = 1,637772517
• Dicari nilai koefisien varasi dengan bantuan membagi Standar Deviasi dan Rata-rata Curah Hujan
Sd 21,5036317
Cv = = 11,16
Xr
Cv = 1,869317834
• Dicari nilai koefisien kurtosis dengan bantuan formula KURT pada kolom Xi
Cr = 22,5
• Jenis sebaran yang sesuai adalah : Log Pearson Type III
• Dicari nilai Ktr (faktor frekuensi) dari tabel Log Pearson Type III dengan periode pengulangan 2 tahun
Ktr = -0,376 (Cs > 3)
• Tentukan nilai hujan rencana dengan periode ulang 2 tahun
Xtr = Xr + Ktr (S)
Xtr = 4,25 mm + (-0,376) (7,23)
Xtr = -1,53 mm
Hasil Proyeksi Curah Hujan Stasiun Gunung Nago dan Ladang Padi
VI-14
• Hasil Proyeksi Timbulan Sampah
= 0,116 m3/h
= 116 l/h
VI-2
kayu 2,02 1,551 12,576 14,553
Jumlah 16,92 105,343 121,901
Lain-lain 2,56 1,966 15,938 18,44360867
Total 130,24 100 810,877 938,333
*persenan sampah dianggap sama pada tiap tahunya selama periode desain
VI-3
LAMPIRAN I
DATA SPSS
Uji Statistik
• Uji Normalitas
Tabel 1 Uji Normalitas Sampel Air vs Sampel Sedimen
Unstandardized Residual
N 8
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation 1786,57799807
Most Extreme Differences Absolute ,267
Positive ,267
Negative -,153
Test Statistic ,267
Asymp. Sig. (2-tailed) ,062
Unstandardized Residual
N 8
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .11744418
Most Extreme Differences Absolute .222
Positive .222
Negative -.113
Test Statistic .222
Asymp. Sig. (2-tailed) .200
• Uji ANOVA
Tabel Uji ANOVA Berdasarkan Perbedaan Lokasi Sampling Sampel Air
ANOVA
Kelimpahan (partikel/l)
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3466.882 2 1233.429 1.013 .752
Within Groups 27.671 6 13.830
Total 3493.563 8
ANOVA
Kelimpahan (partikel/l)
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 55.033 2 32.534 1.131 .105
Within Groups 221.875 21 11.456
Total 276.908 23
• Sampling Sedimen
• Pengukuran Parameter