Anda di halaman 1dari 167

ANALISIS NERACA AIR

PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BAUMATA


KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

SKRIPSI

Digunakan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


program pendidikan S-1 Terapan Politeknik Negeri Kupang

Oleh :

MELATI BALLA RANTELEMBANG


NIM : 1423714538

PROGRAM STUDI TEKNIK PERANCANGAN IRIGASI DAN


PENANGANAN PANTAI
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI KUPANG
2018
MOTTO

DO YOUR BEST AND LET GOD DO THE REST


WE FIGHT
WE PRAY
WE WIN
~BBB~
ABSTRAK

Untuk mendapatkan informasi tentang ketersediaan, kebutuhan dan


keseimbangan air, maka dilakukan kajian tentang Neraca Air pada DAS
Baumata yang bermanfaat untuk pengelolaan sumber daya air dalam wilayah
DAS Baumata. Hasil perhitungan ketersediaan air dalam DAS Baumata
terbesar diperoleh pada bulan Februari I yaitu 4,050 juta m3/15hari dan
terendah pada bulan September II hingga bulan Oktober I yaitu 0,130 juta
m3/15hari. Ketersediaan aliran sungai adalah 17,521 juta m3/tahun. Serta
ketersediaan mata air yaitu 3,157 juta m3/tahun. Sehingga total ketersediaan
air dalam DAS Baumata sepanjang tahun adalah 20,678 juta m3/tahun.
Jumlah penduduk dalam DAS Baumata pada tahun 2037 adalah 20.769 jiwa
dengan kebutuhan air domestik sebesar 0,985 juta m3/tahun dan kebutuhan air
non domestik sebesar 0,266 juta m3/tahun. Besarnya kebutuhan air irigasi
untuk empat daerah irigasi yaitu D.I Oeltua, D.I Bimoku, D.I Baumata dan
D.I Tulun adalah 13,404 juta m3/tahun. Serta besarnya kebutuhan air untuk
ternak adalah 0,851 juta m3/tahun. Sehingga total kebutuhan air dalam DAS
Baumata pada tahun 2037 berdasarkan empat sektor adalah sebesar 15,536
juta m3/tahun.Kondisi keseimbangan air pada DAS Baumata dengan periode
deficit terjadi pada bulan April II hingga bulan Desember I, sedangkan
periode surplus terjadi pada bulan Desember II hingga bulan April I.

Kata kunci: DAS, ketersediaan air, kebutuhan air, neraca air.

To get information about the availability, needs and water balance, a water
balance study on the Baumata watershed was carried out which is useful for
the management of water resources in the Baumata watershed area. The
results of the calculation of the availability of water in the Baumata watershed
are the largest obtained in February I, namely 4,050 million m3/15days and
the lowest in September II until October I, namely 0.130 million m3/15days.
The availability of river flow is 17,521 million m3/year. And the availability
of springs is 3.157 million m3/year. So that the total availability of water in
the Baumata watershed throughout the year is 20,678 million m3/year. The
population in Baumata watershed in 2037 is 20769 people with domestic
water needs of 0.985 million m3/year and non-domestic water needs of 0.266
million m3/year. The amount of irrigation water needed for the four irrigation
areas, namely the Oeltua Irrigation Area, Bimoku Irrigation Area, Baumata
Irrigation Area and Tulun Irrigation Area is 13.404 million m3/year. As well
as the need for water for livestock is 0.851 million m3/year. So that the total
water demand in Baumata watershed in 2037 based on four sectors is 15.536
million m3/year. The water balance condition in Baumata watershed with a
period of deficit occurred in April II to December I, while the surplus period
occurred in December II to April I.

Keyword: Watershed, water availability, water needs, water balance.


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
tuntunan dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan proses penulisan skripsi ini
dengan baik.
Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan,
pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus penulis mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Ibu Nonce Farida Tuati SE., M.Si, selaku Direktur Politeknik Negeri
Kupang.
2. Ibu Dian Erlina Wati Johannis ST., M.Eng, selaku Ketua Jurusan Teknik
Sipil.
3. Bapak Albert Aun Umbu Nday ST., M.Eng selaku Ketua Program Studi
Teknik Perancangan Irigasi dan Penanganan Pantai Jurusan Teknik Sipil.
4. Bapak Indradhi Lasmana ST., MT dan Ibu Theresia Avila Bria ST., MT
selaku dosen pembimbing yang begitu bijak dan telah mengorbankan
waktu, tenaga serta pikiran dalam membimbing penulis dan sejak awal
sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini
5. Petrus Rante Lembang, Elisabeth Mariangga, Lusdo Rantelembang dan
Mawar Rantelembang yang terkasih sebagai motovasi utama penulis, yang
selalu mendoakan dan mendukung sepanjang perjuangan perjuangan
selama ini.
6. Mohammad Saleh dan Agustina Lisu Allotoding yang terkasih selalu
mendukung, mendoakan dan memotivasi penulis dalam perjuangan salama
ini.
7. Yohanis Rante Lembang dan Maria selaku om dan tante yang selalu
memberi dukungan dan doa bagi penulis selama ini.
8. Sahabat Nimas Ayu Pabontong dan Sartika Prasila Fabanyo yang selalu
memberi dukungan, nasihat dan motivasi dalam segala kondisi.
9. Nico Sanda Sumule yang memberi selalu dukungan, doa, motivasi dan
nasihat pada penulis.
10. Sahabat Tjandra Willy, Mega Dwi Aryani, Ayu Ala dan Paula Lamur yang
memberi dukungan dan motivasi selama masa perkuliahan dan
penyelesaian penelitian ini.
11. Teman-teman seperjuangan TPIPP angkatan 2014 Politeknik Negeri
Kupang serta seluruh pihak yang terlibat membantu kelancaran
penyusunan laporan ini dengan baik.

Harus penulis akui bahwa sebagai manusia yang punya keterbatasan dan
kekurangan serta masih dalam tahap pembelajaran maka tentunya hasil tulisan ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sekalian demi kesempurnaan isi
proposal skripsi ini.
Akhir kata penulis mempersembahkan skripsi ini agar dapat bermanfaat
dan memberikan kontribusi bagi para pembaca mengenai pengetahuan tentang
neraca air.

Kupang, Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
PERSETUJUAN ......................................................................................... ii
PENGESAHAN ......................................................................................... iii
MOTTO ..................................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................... 3
1.5 Batasan Masalah ............................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Hidrologi ........................................................................ 5
2.1.1 Pengertian Hidrologi .......................................... 5
2.1.2 Daur Hidrologi ................................................... 5
2.2 Presipitasi ....................................................................... 7
2.2.1 Faktor Penyebab Presipitasi ................................ 8
2.2.2 Mekanisme Presipitasi ........................................ 10
2.2.3 Perhitungan Curah Hujan Daerah ....................... 12
2.2.4 Perbaikan Data .................................................... 16
2.3 Air Permukaan dan Air Bawah Permukaan.................... 18
2.3.1 Air Permukaan .................................................... 18
2.3.2 Air Bawah Permukaan ........................................ 19
2.4 Sungai ............................................................................. 21
2.4.1 Jenis-Jenis Sungai .............................................. 21
2.4.2 Bagian Sungai .................................................... 23
2.4.3 Pola Aliran Sungai ............................................. 24
2.5 Daerah Aliran Sungai .................................................... 27
2.5.1 Definisi Daerah Aliran Sungai ........................... 28
2.5.2 Pembagian Daerah Aliran Sungai ...................... 29
2.5.3 Morfometri Daerah Aliran Sungai ..................... 30
2.5.4 Bentuk Daerah Aliran Sungai ............................ 33
2.5.5 Ekosistem Daerah Aliran Sungai ........................ 34
2.5.6 Tata Guna Lahan ................................................ 35
2.5.7 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai .................... 36
2.6 Jaringan Irigasi ............................................................... 37
2.6.1 Tingkatan Jaringan Irigasi................................... 37
2.6.2 Petak Irigasi ........................................................ 43
2.6.3 Bangunan Utama Jaringan Irigasi ....................... 44
2.7
Ketersediaan Air ............................................................ 45
2.7.1 Metode Perimbangan Air Sederhana ................. 47
2.7.2 Metode Perbandingan DAS ............................... 47
2.7.3 Simulasi Mock ................................................... 48
2.7.4 Debit Andalan ..................................................... 52
2.8 Kebutuhan Air ............................................................... 54
2.8.1 Kebutuhan Air Irigasi ........................................ 55
2.8.2 Kebutuhan Air Domestik .................................... 65
2.8.3 Kebutuhan Air Non Domestik ............................ 68
2.8.4 Kebutuhan Air Peternakan ................................. 70
2.9 Konsep Neraca Air ......................................................... 70
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................... 73
3.2 Data ................................................................................ 76
3.2.1 Metode Pengumpulan Data................................. 76
3.2.2 Data-Data yang Dibutuhkan ............................... 76
3.3 Analisis Data .................................................................. 77
3.3.1 Analisis Ketersediaan Air .................................. 77
3.3.2 Analisis Kebutuhan Air ...................................... 78
3.3.3 Analisis Neraca Air............................................. 78
3.4 Bagan Alir....................................................................... 79
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Analisa Curah Hujan ...................................................... 80
4.1.1 Curah Hujan Tengah Bulanan ............................ 80
4.1.2 Hari Hujan Tengah Bulanan ............................... 82
4.1.3 Curah Hujan Andalan (R80) ................................ 83
4.2 Evapotranspirasi ............................................................. 86
4.2.1 Data Klimatologi ................................................ 86
4.2.2 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial ............. 91
4.2.3 Evapotranspirasi Potensial Tengah Bulanan ...... 103
4.3 Ketersediaan Air di DAS Baumata ................................ 104
4.3.1 Ketersediaan Aliran Sungai ............................... 104
4.3.2 Ketersediaan Mata Air ....................................... 115
4.4 Kebutuhan Air di DAS Baumata ................................... 117
4.4.1 Kebutuhan Air Irigasi ........................................ 117
4.4.2 Kebutuhan Air Domestik ................................... 132
4.4.3 Kebutuhan Air Non Domestik ........................... 137
4.4.4 Kebutuhan Air Peternakan ................................. 140
4.4.5 Total Kebutuhan Air .......................................... 145
4.5 Neraca Air ...................................................................... 145
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................... 149
5.2 Saran ............................................................................. 149
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Daur Hidrologi ..................................................................................... 6
2.2 Mekanisme Terjadinya Hujan............................................................... 12
2.3 Stasiun Hujan Di Suatu DAS................................................................ 13
2.4 Poligon Thiessen................................................................................... 14
2.5 Metode Isohiet ...................................................................................... 16
2.6 Bagian Sungai....................................................................................... 23
2.7 Pola Aliran Trellis................................................................................. 25
2.8 Pola Aliran Dendritik............................................................................ 25
2.9 Pola Aliran Radial Sentripetal .............................................................. 25
2.10 Pola Aliran Radial Sentrifugal.............................................................. 26
2.11 Pola Aliran Rectangular........................................................................ 26
2.12 Pola Aliran Annular.............................................................................. 27
2.13 Pola Aliran Paralel................................................................................ 27
2.14 Ilustrasi konsep DAS atau “Watershed” .............................................. 28
2.15 Jaringan sungai dan tingkatannya......................................................... 31
2.16 Panjang DAS dan Pusat Berat .............................................................. 32
2.17 Profil memanjang sungai ...................................................................... 32
2.18 Sub DAS di wilayah hulu ..................................................................... 33
2.19 Bentuk Daerah Aliran Sungai............................................................... 34
2.20 Komponen-komponen Ekosistem DAS hulu........................................ 35
2.21 Jaringan irigasi sederhana..................................................................... 39
2.22 Jaringan Irigasi Semiteknis................................................................... 40
2.23 Jaringan Irigasi Teknis.......................................................................... 42
2.24 Konsep Dasar Neraca Air ..................................................................... 71
3.1 Peta Lokasi DAS Baumata dalam WS Noelmina................................. 74
3.2 Peta Das Baumata ................................................................................. 75
4.1 Grafik Curah Hujan Rata-Rata dan Curah Hujan Andalan di
DAS Baumata ...................................................................................... 85
4.2 Grafik Debit Sungai dan Curah Hujan DAS Baumata Tahun 2008 ..... 110
4.3 Grafik Ketersediaan Air ½ Bulanan DAS Baumata Tahun
2008 – 2017 ......................................................................................... 112
4.4 Grafik Hubungan antara Debit Ketersediaan Air Rata-Rata dan
Debit Andalan DAS Baumata .............................................................. 114
4.5 Grafik Ketersediaan Mata Air di DAS Baumata ................................. 116
4.6 Grafik Evapotranspirasi Potensial ....................................................... 117
4.7 Kebutuhan Air Irigasi dalam DAS Baumata ....................................... 131
4.8 Kebutuhan Air Domestik dalam DAS Baumata .................................. 138
4.9 Kebutuhan Air Non Domestik dalam DAS Baumata .......................... 139
4.10 Kebutuhan Air Peternakan dalam DAS Baumata ................................ 144
4.11 Grafik Kebutuhan Air Total di dalam DAS Baumata .......................... 146
4.12 Grafik Hubungan Ketersediaan Air dan Kebutuhan Air di DAS
Baumata ............................................................................................... 148
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Besarnya keandalan debit untuk berbagai proyek .................................... 53
2.2 Tekanan Uap Air (ea) dalam mmbar Suhu Udara Rata-rata ..................... 58
2.3 Harga Faktor W untuk Pengaruh Radiasi pada Temperature
dan Ketinggian yang Berbeda ................................................................... 58
2.4 Harga Faktor (1-W) karena Pengaruh Kecepatan Angin dan
Kelembaban pada Temperature dan Ketinggian yang Berbeda ................ 59
2.5 Pengaruh Temperatur f(T) pada Radiasi Gelombang Panjang (Rn1)........ 59
2.6 Harga f(ed) pengaruh tekanan jenuh ua air (ed) pada Radiasi................... 59
2.7 Besarnya Radiasi (Ra) pada Garis Lintang yang Berbeda......................... 60
2.8 Lama Penyinaran Matahari Rata-Rata Maksimum (N) yang mungkin
terjadi untuk bulan dan Garis Lintang yang Berbeda ................................ 60
2.9 Pengaruh f(n/N) pada radiasi gelombang panjang (Rn1) .......................... 60
2.10 Faktor perkiraan C pada Persamaan Penman ............................................ 61
2.11 Harga koefisien tanaman (kc) untuk tanaman padi.................................... 63
2.12 Harga koefisien tanaman (kc) untuk tanaman palawija............................. 63
2.13 Kebutuhan air rumah-tangga dan perkotaan.............................................. 65
2.14 Kebutuhan Air Domestik........................................................................... 66
2.15 Kebutuhan Air Domestik Berdasarkan Klasifikasi Kategori Wilayah ...... 67
2.16. Kebutuhan Air Bersih Kota dan Desan (Non-Domestik) .......................... 69
2.17 Kebutuhan Air Ternak ............................................................................... 70
3.1 Wilayah Administrasi dalam DAS Baumata ............................................. 73
4.1 Curah Hujan Tengah Bulanan (mm) Stasiun Klimatologi Lasiana ........... 80
4.2 Curah Hujan Tengah Bulanan (mm) Stasiun Meteorologi El Tari ........... 81
4.3 Curah Hujan Rata-Rata Tengah Bulanan (mm) ........................................ 81
4.4 Hari Hujan Tengah Bulanan Stasiun Klimatologi Lasiana ....................... 82
4.5 Hari Hujan Tengah Bulanan Stasiun Meteorologi El Tari ....................... 82
4.6 Hari Hujan Rata-Rata Tengah Bulanan .................................................... 83
4.7 Curah Hujan Andalan (R80) ....................................................................... 84
4.8 Data Temperatur Udara Rata-Rata (°C) Stasiun Klimatologi Lasiana...... 86
4.9 Data Temperatur Udara Rata-Rata (°C) Stasiun Meteorologi El Tari....... 86
4.10 Data Kecepatan Angin Rata-Rata (Knot) Stasiun Klimatologi Lasiana.... 87
4.11 Data Kecepatan Angin Rata-Rata (Knot) Stasiun Meteorologi El Tari .... 87
4.12 Data Kelembaban Relatif Rata-Rata (%) Stasiun Klimatologi Lasiana .... 88
4.13 Data Kelembaban Relatif Rata-Rata (%) Stasiun Meteorologi El Tari ..... 88
4.14 Data Penyinaran Matahari Rata-Rata (%) Stasiun Klimatologi Lasiana... 88
4.15 Data Penyinaran Matahari Rata-Rata (%) Stasiun Meteorologi El Tari.... 89
4.16 Rekapan Data Klimatologi Rata-Rata Stasiun Meteorologi Lasiana ........ 89
4.17 Rekapan Data Klimatologi Rata-Rata Stasiun Meteorologi El Tari.......... 90
4.18 Data Klimatologi Rata-Rata ...................................................................... 90
4.19 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial dengan Metode Penman
Modifikasi ................................................................................................. 102
4.20 Evapotranspirasi Potensial (mm/15hari) ................................................... 103
4.21 Luas dan Jenis Tata Guna Lahan di DAS Baumata................................... 104
4.22 Perhitungan Debit Aliran Sungai DAS Baumata Tahun 2008 dengan
Metode F. J. Mock ..................................................................................... 109
4.23 Rekapan Ketersediaan Air dalam DAS Baumata ..................................... 111
4.24 Debit Andalan (106 m3/dtk) ....................................................................... 113
4.25 Data Sumber Pengambilan PDAM dalam DAS Baumata Tahun 2017..... 115
4.26 Ketersediaan Mata Air di DAS Baumata .................................................. 116
4.27 Daerah Irigasi DAS Baumata .................................................................... 117
4.28 Perhitungan Curah Hujan Efektif (Re) ...................................................... 118
4.29 Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Penyiapan Lahan ................................. 120
4.30 Skema Pola Tata Tanam D.I Oeltua .......................................................... 121
4.31 Skema Pola Tata Tanam D.I Bimoku ........................................................ 122
4.32 Skema Pola Tata Tanam D.I Baumata dan D.I Tulun ............................... 123
4.33 Skema Pergantian Lapisan Air D.I Oletua ................................................ 124
4.34 Skema Pergantian Lapisan Air D.I Bimoku .............................................. 125
4.35 Skema Pergantian Lapisan Air D.I Baumata dana D.I Tulun.................... 126
4.36 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi pada D.I Oeltua ................................. 128
4.37 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi pada D.I Bimoku ............................... 129
4.38 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi pada D.I Baumata dan D.I Tulun ...... 130
4.39 Rekapan Kebutuhan Air Irigasi dalam DAS Baumata .............................. 131
4.40 Persentase Luas Daerah Administrasi dalam DAS Baumata .................... 132
4.41 Jumlah Penduduk 10 Kelurahan ................................................................ 132
4.42 Data Penduduk dalam Wilayah Administrasi DAS Baumata.................... 133
4.43 Perhitungan Persentase Pertambahan Penduduk ....................................... 134
4.44 Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Least Square .................................... 135
4.45 Hasil Perhitungan Proyeksi Penduduk Tiga Metode ................................. 136
4.46 Kebutuhan Air Domestik di DAS Baumata............................................... 137
4.47 Kebutuhan Air Non Domestik di DAS Baumata....................................... 137
4.48 Total Kebutuhan Air Domestik di DAS Baumata .................................... 138
4.49 Total Kebutuhan Air Non Domestik di DAS Baumata ............................. 139
4.50 Jumlah dan Jenis Ternak dalam DAS Baumata......................................... 140
4.51 Kategori Ternak dalam DAS Baumata ...................................................... 140
4.52 Persentase Pertambahan Jumlah Ternak.................................................... 141
4.53 Proyeksi Jumlah Ternak Metode Least Square ......................................... 142
4.54 Hasil Perhitungan Proyeksi Ternak Tiga Metode...................................... 143
4.55 Kebutuhan Air Peternakan di DAS Baumata ............................................ 144
4.56 Total Kebutuhan Air Peternakan di DAS Baumata................................... 145
4.57 Kebutuhan Air Total di dalam DAS Baumata........................................... 147
4.58 Neraca Air di dalam DAS Baumata........................................................... 148
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Hidrologi dan Data Klimatologi Stasiun Lasiana dan


Stasiun El Tari (2008 – 2017) .................................................... 151
Lampiran 2 Hasil Perhitungan F. J. Mock 2009 – 2017 ................................. 191
Lampiran 3 Peta Wilayah Administrasi, Data Mata Air dan Data Daerah
Irigasi DAS Baumata................................................................... 209
Lampiran 4 Surat Pembimbing, Surat Ijin Pra-Penelitian dan Surat Ijin
Penelitian .................................................................................... 219
Lampiran 5 Kartu Monitoring ........................................................................ 224
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Soemarto, CD (1999) prosentasi keberadaan air di bumi yaitu 97%
berupa air laut (air asin) dan 3% berupa air tawar. Ketersediaan air yang dapat
dipergunakan oleh manusia dalam berbagai aktifitas berupa 3% air tawar yang
tersebar di planet bumi ini, seperti salju, es, gletser, air tanah, air di danau, air di
sungai, awan, kabut, embun dan hujan. Sedangkan air tawar yang siap
dipergunakan oleh manusia yaitu berupa air sungai dan air danau sangat terbatas
sehingga perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Dalam SNI 19-6728.1-2002 (Badan Standarisasi Nasional, 2002) tentang
Penyusunan Neraca Sumber Daya Air Spasial, Ketersediaan air di suatu Satuan
Wilayah Sungai (SWS), Daerah Aliran Sungai (DAS), atau daerah administratif
baik dalam bentuk air permukaan, air tanah, dan air hujan tampungan dari
perhitungan rata-rata hingga data terbaru hasil pengukuran atau minimal terkira
dalam satuan waktu tahunan disebut sebagai cadangan awal (aktiva). Sedangkan
besarnya pemakaian air permukaan, dan air tanah pada SWS, DAS atau daerah
administratif untuk berbagai keperluan baik di daerah maupun di luar daerah
tersebut dalam rata-rata tahunan disebut pemakaian air (pasiva). Sehingga sisa
cadangan sumber daya air hasil pengurangan dari aktiva dan pasiva dalam tahunan
disebut saldo. Dengan demikian neraca sumber daya air merupakan suatu cara
evaluasi sumber daya air yang menyajikan cadangan (aktiva), pemanfaatan
(pasiva) dan saldo yang disajikan dalam tabel angka numerik.
Dalam konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di
permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input) dan keluar
(output) pada jangka waktu tertentu. Neraca ketersediaan (masukan) dan
kebutuhan (keluaran) air di suatu tempat dikenal sebagai neraca air (water
balance). Karena air bersifat dinamis maka nilai neraca air selalu berubah dari
waktu ke waktu sehingga di suatu tempat kemungkinan bisa terjadi kelebihan air
(surplus) atau pun kekurangan (deficit).
Menurut SNI 19-6728.1-2002 (Badan Standarisasi Nasional, 2002) tentang
Penyusunan Neraca Sumber Daya Air Spasial, Sungai adalah tempat-tempat dan
wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara
dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis
sepadan. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air,
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Wilayah Sungai Noelmina dengan luas 9.360,02 km2 atau 19,21% luas
Provinsi Nusa Tenggara Timur berada di 5 (lima) kabupaten dan 1 (satu) kota,
yaitu Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Rote
Ndao, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Sabu Raijua, dan Kota
Kupang. Salah satu DAS yang ada di WS Noelmina adalah DAS Baumata. Posisi
DAS Baumata termasuk dalam lintas wilayah yaitu berada tepat di perbatasan
antara wilayah Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. DAS Baumata memiliki
luas 26,85 km2 dengan wilayah administrasi Kelurahan Lasiana, Desa Tarus,
Kelurahan Penfui, Kelurahan Kolhua, Desa Penfui Timur, Desa Baumata, Desa
Baumata Barat, Desa Baumata Utara, Desa Kuaklalo, Desa Oeletsala dan Desa
Oeltua. Letak hulu yaitu berada pada Desa Oeltua, Kecamatan Kupang Tengah
dan hilir (muara) pada Desa Tarus, Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten
Kupang (BWS NT II).
Perkembangan jumlah penduduk secara terus menerus berbanding lurus
dengan kebutuhan air dalam DAS Baumata. Kebutuhan air meliputi berbagai
sektor yaitu kebutuhan air irigasi, domestik, non domestik dan peternakan. Jika
sumber daya air tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya akan terjadi defisit pada
ketersediaan air di tahun mendatang. Sehingga analisis neraca diperlukan untuk
mendapatkan informasi ketersediaan dan kebutuhan serta saldo air dalam DAS
Baumata.
Neraca air memegang peranan sangat penting dalam ilmu rekayasa terutama
rekayasa teknik sipil bidang infrastruktur air. Sehingga informasi ini dapat
bermanfaat dalam pengelolaan Sumber Daya Air Kota Kupang, oleh karena itu
penulis melakukan studi analisis yang dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi
dengan judul:
“Analisis Neraca Air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Baumata Kota
Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian analisis neraca air pada Daerah Aliran
Sungai (DAS) Baumata, yaitu:
1. Berapa besar ketersediaan air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Baumata?
2. Berapa besar kebutuhan air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Baumata?
3. Bagaimana neraca air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Baumata?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian analisis neraca air pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Baumata ini berdasarkan rumusan masalah, yaitu:
1. Untuk mengetahui besar ketersediaan air pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Baumata.
2. Untuk mengetahui besar kebutuhan air pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Baumata.
3. Untuk mengetahui neraca air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Baumata.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi kepada siapa saja terutama yang berkecimpung di
bidang air, mengenai pengetahuan dalam bidang teknik sipil yang telah di
dapat selama masa perkuliahan khususnya mengenai Analisis Neraca Air
pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Baumata.
2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi kepada siapa saja terutama yang berkecimpung di
bidang air, mengenai parameter dalam perhitungan ketersediaan dan
kebutuhan air sebagai neraca air (water balance) pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) Baumata untuk pengembangan pengelolaan sumber daya air di
wilayah tersebut.
1.5 Batasan Masalah
Untuk membatasi pembahasan masalah dalam penelitian analisis neraca air
pada daerah aliran sungai Kota Kupang ini maka ditentukan batasan masalah
sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian dititik beratkan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Baumata.
2. Data hujan yang digunakan data curah hujan dengan rentang waktu 10
tahunan yaitu tahun 2008-2017.
3. Menghitung evapotranspirasi potensial dengan Metode Penman Modifikasi.
4. Perthitungan ketersediaan air dalam DAS Baumata meliputi ketersediaan
aliran sungai dengan metode perhitungan F. J. Mock dan ketersediaan mata
air.
5. Menghitung kebutuhan air yang meliputi kebutuhan air irigasi, domestik,
non-domestik dan perternakan pada DAS Baumata.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Hidrologi
2.1.1 Pengertian Hidrologi
Menurut CD Soemarto (1995), Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan
tentang kehadiran dan gerakan air di alam kita ini, yang meliputi berbagai bentuk
air yang menyangkut perubahan-perubahannya antara keadaan cair, padat dan gas
dalam atmosfir, di atas dan bawah permukaan tanah. Menurut Sri Harto (1990),
secara umum, hidrologi dimaksudkan sebagai ilmu yang menyangkut masalah air
(Limantara, 2010).
Penerapan ilmu hidrologi dapat dijumpai dalam beberapa kegiatan seperti
perencanaan dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk berbagai keperluan
(air bersih, irigasi, perikanan, peternakan), pembangkit listrik tenaga air,
pengendalian banjir, pengendalian erosi dan sedimentasi, transportasi air, drainasi,
pengendalian polusi, air limbah, dsb (Triatmodjo, 2008).
2.1.2 Daur Hidrologi
Daur hidrologi yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer
kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah
berhenti, dimana air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk,
dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup
lainnya (Asdak, 2010). Secara alamiah daur hidrologi dapat di tunjukkan seperti
pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Daur Hidrologi
(Sumber : Asdak, 2010)

Gambar di atas menunjukkan bahwa sebagian air yang jatuh (hujan)


menguap kembali ke atmosfer sebelum tiba di permukaan bumi (interception
loss), yaitu ketika sedang jatuh atau setelah ditahan oleh dan melekat pada
tumbuh-tumbuhan dan langsung terevaporasi. Bagian air hujan yang ditahan dan
melekat pada tumbuhan itu disebut air intersepsi dan peristiwa ini disebut
peristiwa intersepsi. Air hujan yang sampai di permukaan tanah adalah air hujan
yang jatuh langsung, sedangkan air hujan yang jatuh ke tanah setelah tertahan
oleh tumbuh-tumbuhan disebut lolos tajuk (throughfall). Bagian dari air tersebut
diatas yang sampai ke permukaan tanah disebut persediaan air permukaan. Air
permukaan akan mengalir di permukaan atau masuk ke dalam tanah yang disebut
proses infiltrasi.
Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor-faktor iklim
lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan
tanah, di laut dan badan-badan air lainnya. Uap air sebagai hasil proses evaporasi
akan terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar dan
apabila keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan
terkondensasi dan turun sebagai air hujan. (Asdak, 2010).
Air laut yang menguap karena adanya radiasi matahari membentuk awan
dan bergerak di atas udara karena didesak oleh angin. Pergerakan ini akan
menyebabkan presipitasi karena adanya tabrakan antara butir-butir uap ke tanah
membentuk limpasan (run-off) yang mengalir kembali ke laut. Beberapa
diantaranya masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus ke bawah
(perkolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah
permukaan air tanah atau phreatik. Air dalam daerah ini bergerak perlahan-lahan
melewati akuifer masuk sungai kadang-kadang langsung ke laut.
Air yang merembes ke dalam tanah (infiltrasi) akan diserap oleh akar
tumbuhan dan beberapa diantaranya naik ke atas lewat akar dan batangnya,
sehingga terjadi transpirasi, yaitu evaporasi (penguapan) lewat tumbuh-tumbuhan
melalui bagian bawah (stomata).
Air yang tertahan di permukaan tanah (surface detention) sebagian
diuapkan dan sebagian besar mengalir masuk ke sungai-sungai kecil dan mengalir
sebagai limpasan permukaan (surface run-off) ke dalam palung sungai.
Permukaan sungai dan danau juga mengalami penguapan (evaporasi),
sehingga masih ada air yang dipindahkan menjadi uap. Akhirnya sisa air yang
tidak diinfiltrasikan atau diuapkan akan kembali ke laut lewat palung sungai. Air
tanah jauh lebih lambat bergeraknya, baik yang bergerak masuk ke dalam palung
sungai atau yang merembes ke pantai dan masuk ke laut. Dengan demikian
seluruh daur telah dijalani dan berulang kembali (Soemarto, 1999).
Pergerakan air melalui daur tersebut tidak menentu, baik mengenai waktu
maupun daerahnya. Kadang-kadang alam memberikan hujan yang amat deras,
yang menyebabkan kapasitas saluran di permukaan tanah menjadi penuh. Pada
kesempatan lain mungkin terlihat bahwa mekanisme daur itu berhenti sama sekali,
dengan begitu presipitasi dan aliran sungai pun ikut berhenti. Pada daerah yang
berdektan, variasi daur hidrologi akan berbeda. (Linsley, Kohler, and Paulhus.
1996).

2.2 Presipitasi
Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang bisa
berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Di daerah tropis hujan
memberikan sumbangan terbesar sehingga seringkali hujanlah yang dianggap
presipitasi (Triatmodjo, 2008). Sedangakan menurut Sosrodarsono (1976)
presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah
dalam rangkaian proses siklus hidrologi, biasanya jumlah selalu dinyatakan
dengan dalamnya presipitasi (mm). Jika uap air yang jatuh berbentuk cair disebut
hujan (rainfall) dan jika berbentuk padat disebut salju (snow).
Menurut Asdak (2010) Presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari
atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah
hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang.
Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi di suatu
DAS (merupakan elemen utama yang perlu diketahui mendasari pemahaman
tentang kelembaban tanah, proses resapan air tanah dan debit aliran).
Terbentuknya ekologi, geografi dan tatahuna lahan di suatu daerah sebagian besar
ditentukan atau tergantung pada fungsi daur hidrologi dan, dengan demikian
prenspitasi merupakan kendala sekaligus kesempatan dalam usaha pengelolaan
sumberdaya tanah dan air. Presipitasi mempunyai banyak karakteristik yang dapat
mempengaruhi produk akhir suatu hasil perencanaan pengelolaan DAS. Besar
kecilnya presipitasi, waktu berlangsungnya hujan dan ukuran serta intensitas
hujan yang terjadi, baik secara sendiri-sendiri atau merupakan kombinasi, akan
mempengaruhi kegiatan pembangunan proyek yang diusulkkan.

2.2.1 Faktor Penyebab Presipitasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi berlangsungnya hujan adalah
kelembaban udara, energi matahari, arah dan kecepatan angin, dan suhu udara
(Asdak, 2010).
1. Kelembaban Udara
Salah satu fungsi utama kelembaban udara adalah sebagai lapisan pelindung
permukaan bumi. Kelembaban udara dapat menurunkan suhu dengan cara
menyerap atau memantulkan, sekurang-kurangnya, setengah radiasi matahari
gelombang pendek yang menuju permukaan bumi. Kelembaban relatif (Rh)
adalah pebandingan presentase tekanan uap air udara sekeliling (ea) dengan
tekanan uap air udara jenuh (es).
2. Energi Matahari
Energi matahari adalah “mesin” utama yang mempertahankan
berlangsungnya daur hidrologi. Ia juga bersifat mempengaruhi terjadinya
perubahan iklim. Pada umumnya, besar energi matahari yang mencapai
permukaan bumi adalah 0,5 langley/menit. Namun besarnya energi matahari
bersih yang diterima permukaan bumi bervariasi tergantung pada letak
geografis dan kondisi permukaan bumi. Energi matahari bersifat
memproduksi gerakan massa udara di atmosfer dan di atas lautan. Energi ini
merupakan sumber tenaga untuk terjadinya proses evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi berlangsung pada permukaan badan perairan sedangkan transpirasi
adalah kehilangan air dari dalam vegetasi. Energi matahari mendorong
terjadinya daur hidrologi melalui proses radiasi. Sementasi penyebaran
kembali energi matahari dilakukan melalui proses konduksi dari daratan dan
konveksi yang berlangsung di dalam badan air dan atmosfer. Konduksi
adalah proses transporasi udara antara dua lapisan (udara) yang berdekatan
apabila suhu kedua lapisan tersebut berbeda. Konveksi adalah pindah panas
yang timbul oleh adanya gerakan massa udara atau air dengan arah gerakan
vertikal. Proses gerakan massa udara lainnya adalah adveksi, yaitu pindah
panas yang dihasilkan oleh gerakan skala besar dikendalikan oleh aktivitas
radiasi matahari dan oleh gerak perputaran bumi. Dengan demikian, jelas
bahwa proses berlangsungnya presipitasi, dalam batas tertentu, ditentukan
oleh besarnya energi matahari melalui pengaruhnya terhadap gerakan serta
muatan massa udara.
3. Angin
Angin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan atmosfer atau udara nisbi
terhadap permukaan bumi. Parameter tentang angin yang biasa dikaji adalah
arah dan kecepatan angin. Kecepatan angin penting karena dapat menentukan
besarnya besarnya kehilangan air melalui proses evapotranspirasi dan
mempengaruhi kejadian-kejadian hujan. Gerakan udara (angin) berfungsi
sebagai tenaga penggerak terjadinya gerakan udara lembab tersebut. Peralatan
yang digunakan untuk menentukan besarnya kecepatan angin dinamakan
anemometer. Perputaran bumi pada porosnya menyebabkan massa udara
bergerak dari barat ke timur. Apabila dua massa udara dengan dua suhu yang
berbeda bertemu, maka akan terjadi hujan di batas dua massa udara tersebut.
Arah horizontal gerak atmosfer terhadap permukaan bumi disebabkan oleh
satu atau gabungan dari gaya gradien tekanan, gaya coriolis dan gaya
gesekan.
4. Suhu Udara
Suhu udara mempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan
transpirasi. Suhu juga dianggap sebagai salah satu faktor yang dapa
memprakirakan den menjelaskan kejadian dan penyebaran air di muka bumi.
Suhu udara yang banyak dijumpai di dalam laporan-laporan tentang
meteorologi umumnya menunjukkan data suhu musiman, suhu berdasarkan
letak geografis dan suhu untuk ketinggian tempat yang berbeda. Oleh
karenanya, suhu rata-rata harus ditentukan menurut waktu dan tempat.

2.2.2 Mekanisme Presipitasi


Terjadinya hujan terutaman karena adanya perpindahan massa air basah ke
tempat yang lebih tinggi sebagai respon adanya beda tekanan udara antara dua
tempat yang berbeda ketinggiannya. Di tempat tersebut, karena adanya akumulasi
uap air pada suhu yang rendah maka terjadilah proses kondensasi dan pada
gilirannya massa air basah tersebut jatuh sebagai air hujan (Asdak, 2010).
Berikut tiga tipe hujan yang umum dijumpai di daerah tropis dapat
disebutkan sebagai berikut (Asdak, 2010):
1. Hujan Konvektif (Convectional Storms)
Hujan konvektif ini disebabkan oleh adanya beda panas yang diterima
permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh lapisan udara diatas
permukaan tanah tersebut. Sumber utama panas di daerah tropis adalah
berasal dari matahari. Beda panas ini biasanya terjadi pada akhir musim
kering yang akan menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi sebagai hasil
proses kondensasi massa air basah pada ketinggian di atas 15 km. Mekanisme
terjadinya hujan konvektif secara ringkas adalah sebagai berikut: ketika
lapisan udara di atas permukaan tanah menjadi lebih panas daripada lapisan
udara di atasnya , maka berlangsunglah gerakan massa udara panas tersebut
ke tempat yang lebih tinggi dan mengalami kondensasi. Pada proses ini
terjadi pelepasan tenaga panas yang akan menyebabkan udara bertambah
panas dan dengan demikian, mendorong udara panas tersebut bergerak lebih
tinggi lagi sampai ketinggian tertentu dimana uap air panas tersebut membeku
dan jatuh sebagai hujan oleh adanya gaya gravitasi. Tipe hujan konvektif
biasanya dicirikan dengan:
a. intensitas hujan yang tinggi,
b. berlangsung relatif cepat,
c. mencangkup wilayah yang tidak terlalu luas.
2. Hujan Frontal (Frontal/Cylonic Storms)
Hujan frontal merupakan tipe hujan yang umumnya diakibatkan oleh
bergulungnya dua massa udara berbeda suhu dan kelembaban. Massa udara
lembab yang hangat dipaksa bergerak ke tempat yang lebih tinggi (suhu lebih
rendah dengan kerapatan udara dingin lebih besar). Hujan frontal dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Hujan frontal dingin, biasanya mempunyai kemiringan permukaan
frontal yang besar dan menyebabkan gerakan massa udara ke tempat
yang lebih tinggi lebih cepat sehingga hujan yang dihasilkan hujan lebat
dalam waktu singkat.
b. Hujan frontal hangat, kemiringan permukaan frontal tidak terlalu besar
sehingga gerakan massa udara ke tempat yang lebih tinggi dapat
dilakukan perlahan/proses pendinginan bertahap. Hujan yang dihasilkan
adalah hujan yang tidak terlalu lebat dan berlangsung dalam waktu lebih
lama (intensitas rendah).
3. Hujan Orografik (Orographic Storms)
Jenis hujan yang umum terjadi di daerah pegunungan yaitu ketika massa
udara bergerak ke tempat yang lebih tinggi mengikuti bentang lahan
pegunungan sampai saatnya terjadi proses kondensasi. Ketika massa udara
melewati daerah bergunung pada daerah dimana angin berhembus (windward
side) terjadi hujan orografik. Pada lereng dimana gerakan massa udara tidak
atau kurang berarti (leeward side), udara yang turun akan mengalami
pemanasan dengan sifat kering. Daerah ini disebut daerah bayangan, hujan
yang turun disebut hujan di daerah bayangan (jumlah hujan lebih kecil).
Hujan orografik dianggap sebagai pemasok air tanah, danau, bendungan
karena berlangsung di hulu DAS.
Gambar 2.2 Mekanisme terjadinya hujan
(Sumber : ipankreview.wordpress.com)

2.2.3 Perhitungan Curah Hujan Daerah


Menurut Asdak (2010), para pakar hidrologi dalam melaksanakan
pekerjaannya seringkali memerlukan informasi besarnya volume presipitasi rata-
rata untuk suatu daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai. Untuk
mendapatkan data curah hujan yang dapat mewakili daerah tangkapan air tersebut
diperlukan alat penakar hujan dalam jumlah yang cukup. Dengan semakin
banyaknya alat-alat penakar hujan yang dipasang di lapangan diharapkan dapat
diketahui besarnya variasi curah hujan di tempat tersebut dan juga besarnya
presipitasi rata-rata yang akan menunjukkan besarnya presipitasi yang terjadi di
daerah tersebut. Secara umum, ketelitian hasil pengukuran presipitasi akan
meningkat dengan meningkatnya jumlah alat penakar hujan yang digunakan.
Untuk menghitung curah hujan harian, bulanan, dan tahunan di suatu sub-DAS /
DAS, umumnya digunakan tiga cara perhitungan, yaitu:
1. Metode Rerata Aritmatik (Aljabar)
Metode aljabar ini adalah metode mencari rerata suatu stasiun hujan seperti
pada gambar 2.3 dibawah ini
Gambar 2.3 Stasiun hujan di suatu DAS
(Sumber : Triatmodjo, 2008)

Metode ini adalah yang paling sederhana untuk menghitung hujan rerata pada
suatu daerah. Pengukuran dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang
bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun
hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang berada di dalam
DAS, tetapi stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga bisa
diperhitungkan.
Metode rerata arithmatik aljabar memberikan hasil yang baik apabila:
a. stasiun hujan tersebar secara merata pada Daerah Aliran Sungai
b. distribusi hujan relatif merata pada seluruh Daerah Aliran Sungai
Hujan rerata pada seluruh DAS diberikan oleh bentuk berikut:

= ( + +⋯+ ) ................................................. (2.1)

dengan:
= curah hujan rerata daerah (mm)
= jumlah pos pengamatan
, , = curah hujan tiap titik pengamatan (mm)
2. Metode Thiessen
Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang
mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap
bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun terdekat, sehingga
hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini
digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak
merata.

Gambar 2.4 Poligon Thiessen


(Sumber : Triatmodjo, 2008)

Pembentukan poligon Thiessen adalah sebagai berikut ini.


a. Stasiun pencatat hujan digambarkan pada peta Derah Aliran sungai yang
ditinjau, termasuk stasiun hujan di luar Daerah Aliran Sungai yang
berdekatan
b. Stasiun-stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis terputus-
putus) sehingga membentuk segitiga-segitiga, yang sebaiknya
mempunyai sisi panjang yang sama.
c. Dibuat garis berat pada sisi-sisi segitiga seperti ditunjukkan dengan garis
penuh.
d. Garis-garis berat tersebut membentuk poligon yang mengelilingi tiap
stasiun. Tiap stasiun mewakili luasan yang dibentuk oleh poligon. Untuk
stasiun yang berada di dekat batas Daerah Aliran Sungai, garis batas
Daerah Airan Sungai membentuk batas tertutup dari poligon
e. Luas tiap poligon diukur, kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan di
stasiun yang berada di dalam poligon
f. Jumlah dari hitungan pada butir e untuk semua stasiun dibagi dengan luas
daerah yang ditinjau menghasilkan hujan rerata daerah tersebut.
Dalam bentuk matematik perhitungan hujan rerata daerah mempunyai bentuk
seperti berukut.

= ⋯
............................................... (2.2)

dengan:
= curah hujan rerata daerah (mm)
, , = curah hujan tiap titik pengamatan (mm)
, , , = luas daerah yang mewakili stasiun (km2)
3. Metode Isohiet
Isohiet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan
yang sama. Pada metode isohiet, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah di
antara dua garis isohiet adalah merata dan sama dengan nilai rerata dari kedua
garis isohiet tersebut. Metode isohiet merupakan cara paling teliti untuk
menghitung kedalaman hujan rerata di suatu daerah, tetapi cara ini
membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang lebih banyak dibandingkan
dengan dua metode sebelumnya.
Pembuatan garis isohiet dilakukan dengan prosedur sebagai berikut
a. Lokasi stasiun hujan dan kedalaman hujan digambarkan paeta daerah
yang ditinjau.
b. Dari nilai kedalaman hujan di stasiun yang berdampingan dibuat
interpolasi dengan pertambahan nilai yang ditetapkan.
c. Dibuat kurva yang menghubungkan titik-titik interpolasi yang
mempunyai kedalaman hujan yang sama. Ketelitian tergantung pada
pembuatan garis isohiet dan intervalnya.
d. Diukur luas daerah antara dua isohiet yang berurutan dan kemudian
dikalikan dengan nilai rerata dari nilai kedua garis isohiet tersebut.
e. Jumlah dari perhitungan butir d untuk eluruh garis isohiet dibagi dengan
luas daerah yang ditinjau menghasilkan kedalam hujan rerata daerah
tersebut.
Gambar 2.5 Metode Isohiet
(Sumber : myjihadsoul.wordpress.com)

Secara matematis hujan rerata tersebut dapat ditulis seperti berikut:


= .................................... (2.3)

atau

= ∑
................................................................ (2.4)

dengan:
= curah hujan rerata daerah ( )
, , = garis isohiet ke 1,2,3, ..., n, n+1( )
, , = luas daerah yang dibatasi oleh garis isohiet ke 1 dan 2, 2 dan
3, ... n dan n+1.

2.2.4 Perbaikan Data


Di dalam pengukuran hujan sering dialami dua masalah. Permasalahan
pertama adalah tidak tercatatnya data hujan karena rusaknya alat atau pengamat
tidak mencatat data. Data yang hilang dapat diisi dengan nilai perkiraan. Masalah
kedua adalah karena adanya perubahan kondisi di lokasi pencatatan selama suatu
periode pencatatan, seperti pemindahan atau perbaikan stasiun, perubahan
prosedur pengukuran atau karena penyebab lain (Triatmodjo, 2008).
1. Pengisian data hilang
Data hujan yang hilang di suatu stasiun dapat diisi dengan nilai perkiraan
berdasarkan data dari tiga stasiun atau lebih stasiun yang terdekat. Ada dua
cara untuk mengisi data yang hilang yaitu metode perbandingan normal
(normal ratio method) dan reciprocal method.
a. Metode Perbandingan Normal (normal ratio method)
Metode Normal Ratio adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mencari data yang hilang. Metode perhitungan yang digunakan cukup
sederhana yakni dengan memperhitungkan data curah hujan di stasiun
hujan yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di
stasiun tersebut. Variabel yang diperhitungkan pada metode ini Fanny
Prawaka, Ahmad Zakaria, Subuh Tugiono 399 adalah curah hujan harian
di stasiun lain dan jumlah curah hujan 1 tahun pada stasiun lain tersebut.
Data yang hilang diperkirakan dengan rumus sebagai berikut.

= + + + ⋯+ ................................... (2.5)

dengan:
= hujan yang hilang di stasiun
, , = data hujan di stasiun sekitarnya pada periode yang sama
= hujan tahunan di stasiun
, , = hujan tahunan di stasiun sekitar
= jumlah stasiun di sekitar stasiun
b. Reciprocal Method
Cara ini lebih baik karena memperhitungkan jarak antar stasiun ( ).
Data yang hilang diperkirakan dengan rumus sebagai berikut.


= ................................................................... (2.6)

2. Pemeriksaan Konsistensi Data


Perubahan lokasi stasiun hujan atau perubahan prosedur pengukuran dapat
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jumlah hujan yang terukur,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan. Konsistensi dari
pencatatan hujan diperiksa dengan metode kurva massa ganda (double mass
curve). Metode ini membandingkan stasiun hujan tahunan kumulatif di
stasiun terhadap stasiun referensi . Nilai kumulatif tersebut digambarkan
pada sistem koordinat kartesian − , dan kurva yang terbentuk diperiksa
untuk melihat perubahan kemiringan (trend). Jika garis yang terbentuk luris
berarti pencatatan di stasiun adalah konsisten. Jika kemiringan kurva
patah/berubah, berarti encatatan di stasiun tidak konsisten dan perlu
dikoreksi. Koreksi dilakukan dengan mengalikan data setelah kurva berubah
dengan perbandingan kemiringan setelah kurva patah.

2.3 Air Permukaan dan Air Bawah Permukaan


2.3.1 Air Permukaan
Kodoatie dan Sjarief (2010) menerangkan bahwa air merupakan sumber
daya alam esensial yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup
lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki
kehidupan.
Air permukaan adalah air yang mengalir secara berkesinambungan atau
dengan terputus-putus dalam alur sungai atau saluran dari sumbernya yang
tertentu, dimana semua ini merupakan bagian dari sistem sungai yang
menyeluruh. Yang termasuk air permukaan meliputi air sungai (rivers), saluran
(stream), sumber (springs), danau dan waduk. Jumlah air permukaan diperkirakan
hanya 0,35 juta km atau hanya sekitar 1 % dari air tawar yang ada di bumi
(Suripin, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi air larian dapat dikelompokkan menjadi
faktor-faktor yang berhubungan dengan iklim, terutama curah hujan dan yang
berhubungan dengan karakteristik daerah aliran sungai. Lama waktu hujan,
intensitas, dan penyebaran hujan mempengaruhi laju dan volume air larian. Air
larian total untuk suatu hujan secara langsung berhubungan dengan lama waktu
hujan untuk intensitas hujan tertentu. Infiltrasi akan berkurang pada tingkat awal
suatu kejadian hujan. Oleh karenanya, hujan dengan waktu yang singkat tidak
banyak menghasilkan air larian. Pada hujan dengan intensitas sama dan dengan
waktu yang lebih lama akan menghasilkan air larian yang lebih besar (Asdak,
2010).
Susrodarsono (2003) menyatakan bahwa air permukaan yang dibutuhkan
untuk kehidupan dan produksi adalah air yang terdapat dalam proses sirkulasi air
(siklus hidrologi), jika sirkulasi tidak merata maka akan terjadi bermacam
kesulitan diantaranya sirkulasi yang kurang, maka kekurangan air ini harus
ditambah dalam suatu usaha pemanfaatan air.
2.3.2 Air Bawah Permukaan
Dalam mekanisme daur hidrologi, yang dimaksud air bawah permukaan
adalah semua bentuk aliran air hujan yang mengalir di bawah permukaan tanah
sebagai akibat struktur pelapisan geologi, beda potensi kelembaban tanah dan
gaya gravitasi bumi (Asdak, 2010).
1. Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses aliran air (umunya berasal dari curah hujan) masuk
kedalam tanah. Perkolasi adalah kelanjutan aliran air tersebut ke dalam tanah
yang lebih dalam. Dengan kata lain, infiltrasi adalah aliran air masuk ke
dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan
gravitasi (gerakan air ke arah vertikal). Setelah lapisan tanah bagian atas
jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai
akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi. Laju
maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi.
Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah
dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih
kecil daripada kapasitas infiltrasi , maka laju infiltrasi sama dengan laju curah
hujan.
Air hujan yang mengalir masuk ke dalam tanah, dalam batas tertentu, bersifat
mengendalikan ketersediaan air untuk berlangsung proses evapotranspirasi.
Pasokan air hujan ke dalam tanah ini sangat berarti bagi kebanyakan tanaman
di tempat berlangsungnya infiltrasi dan daerah sekelilingnya. Air infiltrasi
yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan
menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai di sekitarnya.
Meningkatkan kecepatan dan luas wilayah infiltrasi dapat memperbesar debit
aliran air pada musim kemarau (baseflow) yang adalah penting untuk
memasok kebutuhan air pada musim kemarau, untuk pengenceran kadar
pencemaran air sungai, dan berbagai keperluan lainnya (Asdak, 2010).
2. Kelembaban Tanah
Dapat dikatakan bahwa pada tingkat tertentu kelembaban tanah sangat
penting untuk mendukung kehidupan manusia. Tetpai pada tingkat
kelembaban yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menimbulkan
permasalahan bagi manusia. (Asdak, 2010).
Kelembaban tanah umumnya terbentuk melalui tiga proses :
a. Kelembaban higroskopis adalah kelembaban yang terjadi karena air
terikat pada lapisan tipis butir-butir tanah. Air terikat ini tidak dapat
bergerak dan oleh karenanya tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
b. Kelembaban kapiler adalah kelembaban yang terjadi oleh adanya gaya
tarik menarik antara butir-butir tanah. Air yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan oleh tanaman.
c. Kelembaban gravitasi adalah kelembaban yang terjadi sebagai akibat dari
adanya gaya tarik bumi, yaitu air dalam posisi peralihan menuju ke pori-
pori tanah yang lebih besar.
3. Air Tanah
Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
mendefinisikan air tanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah
atau batuan di bawah permukaan tanah. Menurut Chay Asdak (2010) Air
yang berada di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah disebut air tanah.
Pengetahuan tentang perilakugerakan air dalam tanah dapat membantu
memahami terjadinya fluktuasi debit aliran, terutama pada musim kemarau.
Air hujan sebagian besar akan mengalir di permukaan sebagai air permukaan
seperti sungai, danau, atau rawa. Sebagian kecil akan meresap ke dalam
tanah, yang bila meresap terus hingga zona jenuh akan menjadi air tanah.
Bagian yang meresap dekat permukaan akan diuapkan kembali lewat tanaman
yang kita kenal dengan evapotranspiration. Penguapan (evaporation) terjadi
langsung pada tubuh air yang terbuka. Air tanah mempunyai peranan yang
sangat penting untuk kepentingan rumah tangga maupun untuk kepentingan
industri. Di beberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah
telah mencapai ± 70%. Sebenarnya di bawah permukaan tanah terdapat
kumpulan air yang mempersatukan kumpulan air yang ada di permukaan.
2.4 Sungai
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011
sungai adalah alur atau wadah air alami dan atau buatan berupa jaringan
pengaliran air beserta air didalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan
dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.
2.4.1 Jenis-jenis Sungai
Sungai memiliki jenis berdasarkan jumlah airnya, sumber airnya, genetik
(asal kejadian) dan struktur geologinya.
1. Sungai berdasarkan jumlah airnya
Berdasarkan jumlah airnya sungai dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Sungai permanen yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif
tetap. Biasanya sungai tipe ini ada di Kalimantan dan Sumatera contohnya
Sungai Kapuas, Sungai Kahayan, Sungai Barito, Sungai Mahakam
(Kalimantan), dan Sungai Musi, Sungai Indragiri (Sumatera).
b. Sungai periodik yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak,
sedangkan pada musim kemarau airnya sedikit. Contohnya Sungai Progo,
Sungai Code, Sungai Opak.
c. Sungai Intermittent atau Sungai episodik yaitu sungai yang mengalirkan
airnya pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau airnya
kering. Contohnya Sungai Kalada di pulau Sumba.
d. Sungai ephemeral yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim
hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis
episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu
banyak. Contohnya Sungai Bayem.
2. Sungai berdasarkan sumber airnya
Berdasarkan sumber airnya sungai dapat dibedakan menjadi tiga macam
yaitu:
a. Sungai Hujan, adalah sungai yang airnya berasal dari air hujan atau
sumber mata air. Contohnya adalah sungai-sungai yang ada di pulau Jawa
dan Nusa Tenggara.
b. Sungai Gletser, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es.
Contoh sungai yang airnya benar-benar murni berasal dari pencairan es
saja (ansich) boleh dikatakan tidak ada, namun pada bagian hulu sungai
Gangga di India (yang berhulu di Peguungan Himalaya) dan hulu sungai
Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan Alpen) dapat dikatakan
sebagai contoh jenis sungai ini.
c. Sungai Campuran, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es
(gletser), dari hujan, dan dari sumber mata air. Contoh sungai jenis ini
adalah sungai Digul dan sungai Mamberamo di Papua (Irian Jaya).
3. Sungai berdasarkan genetik (asal kejadian)
Berdasarkan genetik (asal kejadian) sungai dapat dibedakan menjadi lima
macam yaitu:
a. Sungai Konsekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah
lereng awal.
b. Sungai Subsekuen atau strike valley adalah sungai yang aliran airnya
mengikuti strike batuan.
c. Sungai Obsekuen, adalah sungai yang aliran airnya berlawanan arah
dengan sungai konsekuen atau berlawanan arah dengan kemiringan lapisan
batuan serta bermuara di sungai subsekuen.
d. Sungai Resekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah
kemiringan lapisan batuan dan bermuara di sungai subsekuen.
e. Sungai Insekuen, adalah sungai yang mengalir tanpa dikontrol oleh litologi
maupun struktur geologi.
4. Sungai berdasarkan struktur geologi
Berdasarkan genetik (asal kejadian) sungai dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu:
a. Sungai Anteseden adalah sungai yang tetap mempertahankan arah aliran
airnya walaupun ada struktur geologi (batuan) yang melintang. Hal ini
terjadi karena kekuatan arusnya, sehingga mampu menembus batuan yang
merintanginya.
b. Sungai Superposed, adalah sungai yang melintang, struktur dan prosesnya
dibimbing oleh lapisan batuan yang menutupinya.
2.4.2 Bagian Sungai
Jika mengikuti alur sungai secara lengkap dari hulu sampai hilir sungai,
terlihat bentuk sungai berbeda dari satu titik ke titik yang lain. Secara umum
sungai bisa dibagi menjadi tiga bagian yaitu hulu sungai, tengah sungai dan hilir
sungai. Setiap bagian memiliki ciri khas, bentuk dan aktivitas yang berbeda.

Gambar 2.6 Bagian Sungai


(Sumber: harirustianto.blogspot.com)
1. Hulu Sungai
Bagian hulu merupakan bagian awal dari sebuah sungai. Biasanya bagian ini
terletak di pegunungan. Pada bagian ini, lembah sungai memiilki bentuk
menyerupai bentuk huruf V. Ciri bagian hulu sungai adalah aliran yang
sangat deras dan sungai yang dalam. Hal ini dikarenakan letaknya di daerah
pegunungan memiliki kemiringan cukup curam sehingga air cukup cepat
mengalir ke bawah. Proses yang terjadi pada hulu sungai adalah proses erosi
akibat aliran sungai yang deras. Selain menyebabkan erosi, aliran air yang
deras juga menyebabkan penggerusan sungai dengan sangat cepat sehingga
lembah sungai berbentuk huruf V.
2. Tengah Sungai
Bagian tengah sungai adalah lanjutan dari bagian hulu sungai. Ciri pada
bagian tengah sungai adalah memiliki lembah berbentuk huruf U. Bentuk
lembah ini dikarenakan lokasi bagian tengah sungai tidak curam lagi,
melainkan landai. Pada bagian tengah sungai erosi yang terjadi tidak telalu
dominan. Masih terjadi erosi tetapi kecil sekali. Proses yang dominan terjadi
di derah ini adalah proses transportasi. Proses transportasi adalah proses
perpindahan hasil erosi dibagian hulu menuju ke muara sungai.
3. Hilir sungai
Bagian hilir adalah bagian terakhir sungai, yang mengantarkan sugai ke laut
(muara sungai). Ciri bagian muara sungai adalah bentuknya menyerupai huruf
U yang lebar. Sungai di bagian hilir biasanya bermeander (berliku-liku). Di
daerah ini, proses yang dominan adalah proses sedimentasi. Partikel-partikel
hasil erosi di bagian hulu diendapkan di bagian hilir. Jika sungai bermuara di
laut yang permukaan bawahnya landai, arus dan gelombangnya tidak besar,
kemungkinan akan terbentuk delta.

2.4.3 Pola Aliran Sungai


Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat
membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang dikenal sebagai pola
pengaliran/pola penyaluran (drainage pattern). Pola pengaliran dapat dibedakan
menjadi beberapa macam. Tiap-tiap macam pola pengaliran dapat bervariasi, dan
variasi tersebut antara lain disebabkan oleh adanya struktur dan variasi batuan
dimana pola pengaliran itu terdapat.
1. Pola Aliran Trellis
Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus sepanjang lembah
dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng curam dari kedua sisinya.
Percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-sungai
utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat atau
terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan
resisten.

Gambar 2.7 Pola Aliran Trellis


(Sumber: dwiegalihbuntal.blogspot.co.id)
2. Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang sungainya menyerupai
struktur pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang
beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh
struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau
pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.

Gambar 2.8 Pola Aliran Dendritik


(Sumber: dwiegalihbuntal.blogspot.co.id)
3. Pola Aliran Radial Sentripetal
Pola aliran radial yaitu sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah.
Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.

Gambar 2.9 Pola Aliran Radial Sentripetal


(Sumber: dwiegalihbuntal.blogspot.co.id)

4. Pola Aliran Radial Sentrifugal


Pola aliran radial sentrifugal merupakan sungai yang mengalir ke segala arah
dari satu titik. Berkembang pada vulkan atau dome.
Gambar 2.10 Pola Aliran Radial Sentrifugal
(Sumber: skepticalinquirer.wordpress.com)

5. Pola Aliran Rectangular


Pola aliran rectangular arah alirannya menyebar mengikuti pola patahan,
ditandai dengan bentuk sungai yang saling tegak lurus. Pola aliran ini
berkembang pada daerah rekahan dan patahan.

Gambar 2.11 Pola Aliran Rectangular


(Sumber: dwiegalihbuntal.blogspot.co.id)
6. Pola Aliran Annular
Pola aliran annular adalah pola aliran yang arah alirannya menyebar secara
radial dari satu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali
bersatu. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan
keras.
Gambar 2.12 Pola Aliran Annular
(Sumber: pesonageografi.wordpress.com)
7. Pola aliran Paralel
Pola aliran paralel disebabkan lereng curam/terjal. Pola aliran paralel kadang
mengindikasikan adanya patahan besar yang memotong daerah batuan
dasarnya. Anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara
pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke
laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal,
isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat
pantai.

Gambar 2.13 Pola Aliran Paralel


(Sumber: klikgeografi.blogspot.co.id)
2.5 Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai atau DAS (basin,drainagr basin, catchment area,
atau watershed) menunjukkan suatu luasan yang berkontribusi pada aliran
permukaan. Aliran permukaan pada Daerah Aliran Sungai merupakan aliran air
yang mengalami siklus hidrologi secara alamiah. Daerah Aliran Sungai berfungsi
menampung menyimpan dan mengalirkan air permukaan yang berasal dari siklus
hidrologi ke laut secara alami.
Batas Daerah Aliran Sungai merupakan batas imaginer, dibatasi oleh
punggung-punggung pegunungan dan lembah, tempat yang air jatuh pada setiap
lokasi dalam batas tersebut akan mengalir ke bagian hulu Daerah Aliran Sungai
melalui anak-anak sungai ke sungai utama sampai akhirnya keluar melalui satu
outlet. Outlet merupakan titik terendah di dalam batas Daerah Aliran Sungai
tersebut.

Gambar 2.14. Ilustrasi konsep Daerah Aliran Sungai (DAS)


atau “Watershed”
(Sumber: Indarto, 2010)
2.5.1 Definisi Daerah Aliran Sungai
Banyak sumber yang mendefinisikan tentang Daerah Aliran Sungai
(DAS), berikut merupakan beberapa definisi tentang DAS yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
2. Suripin (2004)
Secara umum Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu
wilayah yang dibatasi oleh alam, seperti punggung bukit-bukit atau gunung,
maupun batas buatan, seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun
di wilayah tersebut memberikan kontribusi aliran ke satu titik kontrol (outlet).
3. Bambang Triatmodjo (2008)
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggung-
punggung gunung/pegunungan dimana air yang jatuh di daerah tersebut akan
mengalir menuju sungai utama pada suatu titik/stasiun yang ditinjau.
4. Asdak (2010)
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara
topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan
menyimpan air untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai
utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau
catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya
terdiri atas sumber daya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya
manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.
Secara singkat, diperoleh pengertian bahwa yang disebut sebagai suatu
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang menampung,
menyimpan dan mengalirkan air hujan ke laut atau danau melalui satu sungai
utama (single outlet). Wilayah daratan ini dibedakan secara nyata dengan
wilayah lain oleh adanya pemisahan topografi (punggung bukit atau
pegunungan). Dengan demikian, Daerah Aliran Sungai merupakan suatu
kesatuan tata air yang saling terkait ke dalam dirinya sendiri.
2.5.2 Pembagian Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan
fungsinya yaitu bagian hulu, tengah dan hilir, sebagai berikut:
1. Bagian Hulu
Bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang
antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS,
kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.
2. Bagian Tengah
Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan
menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana
pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
3. Bagian Hilir
Bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih,
serta pengelolaan air limbah.

2.5.3 Morfometri Daerah Aliran Sungai


Morfomeri Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah istilah yang digunakan
untuk menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. keadaan yang
dimaksud untuk analisa aliran sungai antara lain meliputi:
1. Tingkatan Sungai (Orde Sungai)
Jaringan sungai dan anak-anak sungainya mempunyai bentuk seperti
percabangan pohon. Parit-parit bergabung membentuk alur yang lebih besar,
yang selanjutnya beberapa alur bergabung membentuk sungai utama. Jaringan
sungai dapat diklasifikasikan secara sistematik menurut tingkatan alur sungai
berdasarkan posisi dalam jaringan. Tingkatan sungai ditetapkan berdasar
ukuran alur dan posisinya; tingkatan terendah untuk alur terkecil yang
merupakan sungai-sungai paling ujung dan tingkat yang lebih tinggi untuk
alur yang lebih besar yang berada pada daerah bagian hilir. Strahler (1952,
dalam Thompson, 1999) menetapkan anak sungai paling ujung sebagai sungai
tingkat satu. Apabila dua alur dengan tingkat yang sama bergabung, maka
tingkat alur di bawah percabangan tersebut meningkat satu tingkat (Gambar
2.11) (Triatmodjo, 2008).
Gambar 2.15. Jaringan sungai dan tingkatannya
(Sumber: Triatmodjo, 2008)

2. Panjang Sungai, Panjang DAS dan Pusat Berat DAS


Panjang sungai adalah panjang yang diukur sepanjang sungai, dari stasiun
yang ditinjau atau muara sungai sampai hulunya. Sungai utama adalah sungai
terbesar pada daerah tangkapan dan yang membawa aliran menuju muara
sungai (Triatmodjo, 2008).
Panjang DAS (L) adalah panjang maksimum sepanjang sungai utama dai
stasiun yang ditinjau (atau muara) ketiti terjauh dari batas DAS. Panjang
pusat berat Lc adalah panjang sungai yang diukur sepanjang sungai dari
stasiun yang ditinjau sampai titik terdekat dengan titik berat daerah aliran
sungai. Pusat berat DAS adalah pusat berat titi perpotongan dari dua atau
lebih garis lurus yang membagi DAS menjadi dua DAS yang kira-kira sama
besar. Berikut Gambar menunjukkan panjang DAS dan Pusat Berat DAS.
Gambar 2.16. Panjang DAS dan Pusat Berat
(Sumber: Triatmodjo, 2008)
3. Kemiringan Sungai
Kurva yang menunjukkan hubungan antara elevasi dasar sungai dan jarak
yang diukur sepanjang sungai mulai dari ujung hulu sampai muara disebut
profil memanjang sungai atau kemiringan sungai. Kemiringan sungai utama
dapat digunkan memperkirakan kemiringan DAS. Profil memanjang biasanya
mempunyai bentuk cekung ke atas. Kemiringan sungai di daerah hulu lebih
tajam dibandingkan dengan bagian di hilir (Gambar 2.13).

Gambar 2.17. Profil memanjang sungai


(Sumber: Triatmodjo, 2008)
4. Luas DAS
Luas DAS sangatlah relatif, tergantung dari luas daerah tangkapan hujan
(catchment area) yang berkontribusi menghasilkan aliran air. Luas DAS
dapat beberapa km hingga ratusan kilometer persegi. Satu DAS mungkin
hanya mencakup wilayah di dalam satu Desa, tetapi dapat juga mencakup
wilayah beberapa kabupaten, beberapa wilayah provinsi dan bahkan dapat
mencakup luasan yang meliputi wilayah beberapa Negara (Indarto, 2015).
Di daerah hulu, suatu DAS (dari alat ukur hingga ke hulu daerah tangkapan
hujan) hanya memiliki luas beberapa km2 (Gambar 2.14).

Gambar 2.18 Sub DAS di wilayah hulu


(Sumber: Indarto, 2010)
2.5.4 Bentuk Daerah Aliran Sungai
Menurut Soewarno (1991) pola sungai menentukan bentuk suatu DAS.
Bentuk DAS mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan aliran sungai,
yaitu berpengaruh terhadap kecepatan terpusatnya air. Pada umumnya bentuk
DAS dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
1. Daerah pengaliran bulu burung
Jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke
sungai utama disebut daerah pengaliran bulu burung. Daerah pengaliran
sedemikian mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir
dari anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjirnya berlangsung
agak lama.
2. Daerah pengaliran radial
Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anak-
anak sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial disebut daerah
pengaliran radial. Daerah pengaliran dengan corak sedemikian mempunyai
banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai.
3. Daerah pengaliran paralel
Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah pengaliran yang
bersatu di bagian pengaliran yang bersatu di bagian hilir. Banjir itu terjadi di
sebelah hilir titik pertemuan sungai-sungai.
4. Daerah pengaliran yang komplek
Hanya beberapa buah daerah aliran yang mempunyai bentuk-bentuk ini dan
disebut daerah pengaliran yang komplek.

Gambar 2.19. Bentuk Daerah Aliran Sungai


(Sumber : Noerhayati, 2015)

2.5.5 Ekosistem Daerah Aliran Sungai


Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-
komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan. Daerah
aliran sungai dapat dipandang sebagai suatu ekosistem dimana terdapat
keterkaitan baik secara langsung ataupun tidak langsung antara komponen-
komponen penyusun DAS.
Sebagai suatu ekosistem, maka setiap ada masukan (input) ke dalamnya,
proses yang berlangsung di dalamnya dapat dievaluasi berdasarkan keluaran
(output) dari ekosistem tersebut. Komponen masukan dalam ekosistem DAS
adalah curah hujan, sedangkan keluarannya terdiri dari debit air dan muatan
sedimen. Komponen-komponen DAS yang berupa vegetasi, tanah dan
saluran/sungai dalam hal ini bertindak sebagai prosessor. Pada Gambar 1.3
menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antar komponen ekosistem
DAS, maka apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen lingkungan, ia
akan mempengaruhi komponen-komponen yang lain. Perubahan komponen-
komponen tersebut akan mempengaruhi keutuhan sistem ekologi di daerah
tersebut.

Gambar 2.20. Komponen-komponen Ekosistem DAS hulu


(Sumber : Asdak, 2010)

Pada Gambar 2.20 menunjukkan proses yang berlangsung dalam suatu


ekosistem DAS. Curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, vegetasi dan
aktivitas manusia mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya proses erosi-
sedimentasi.
2.5.6 Tata Guna Lahan
Lahan menurut FAO diartikan sebagai suatu wilayah permukaan bumi
yang mempunyai sifat - sifat biosfer secara vertikal di atas maupun di bawah
wilayah tersebut termasuk atmosfer, tanah, geologi, geomorfologi, hidrologi,
vegetasi, dan binatang, serta hasil aktifitas manusia dimasa lampau maupun masa
sekarang dan perluasan sifat - sifatnya tersebut mempunyai pengaruh terhadap
penggunaan lahan oleh manusia disaat sekarang maupun di masa yang akan
datang. Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat - sifat tertentu
seperti iklim, struktur batuan, bentuk - bentuk lahan, proses pembentukkan lahan,
tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan.
Tata guna lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan)
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil
maupun spiritual. Tata guna lahan merupakan elemen DAS yang sangat
menentukan besar aliran dari curah hujan yang menyebabkan banjir. Kondisi
penggunaan lahan dalam daerah pengaliran akan mempengaruhi hidrograf
sungainya. Daerah hutan yang ditutupi hutan lebat sulit menghasilkan limpasan
permukaan karena kemampuan infiltrasinya sangat besar. Jika daerah hutan ini
dijadikan kawasan pembangunan dan dikosongkan terlebih dahulu dengan
menebang hutan, maka kapasitas infiltrasi akan turun disebabkan kemampatan
tanah pada permukaan tanah. Dengan demikian aliran hujan akan mudah
terkumpul kehilir sungai - sungai yang akhirnya dapat menyebabkan banjir yang
tidak terjadi pada keadaan sebelumnya. Tata guna lahan dapat dikelompokkan ke
dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan
lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam garis besar
ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi
yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut.
Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah,
perkebunan, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alangalang,
dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan non pertanian dapat dibedakan ke
dalam penggunaan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan
dan sebagainya.
2.5.7 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi
kegiatan atau program yang bersifat menipulasi sumber daya alam dan manusia
yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan
jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah.
Termasuk dalam pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tata guna
lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS
(Asdak, 2010).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2012
tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Pengelolaan DAS adalah upaya
manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan
manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan
keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi
manusia secara berkelanjutan.
Karakteristik biofisik DAS seperti jenis tanah, tata guna lahan, topografi,
kemiringan dan panjang lereng dalam merespon curah hujan yang jatuh dalam
wilayah DAS tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya
evapotranspirasi, perkolasi, infiltrasi, air larian, aliran permukaan, kandungan air
tanah dan aliran sungai. Dalam merencanakan pengelolaan DAS, perubahan tata
guna lahan (perubahan dari pertanian menjadi hutan atau bentuk tataguna lahan
lainnya) serta pengaturan kemiringan dan panjang lereng (misalnya pembuatan
teras) menjadi salah satu fokus aktivitas perencanaan pengelolaan DAS (Asdak,
2010).
Menurut Asdak (2010), prinsip-prinsip pengelolaan DAS yang rasional
adalah sebagai berikut :
1. Mengenali hal-hal yang menjadi tuntutan mendasar untuk tercapainya usaha-
usaha penyelamatan lingkungan dan sumber daya alam
2. Memasukkan atau mempertimbangkan dalam kebijakan yang akan dibuat
nilai-nilai jasa lingkungan yang saat ini belum atau tidak diperhitungkan
secara komersial
3. Menyelaraskan atau rekonsialisasi atas konflik-konflik kepentingan yang
bersumber dari penentuan batas-batas alamiah dan batas-batas politis atau
administratif
4. Menciptakan investasi (sektor swasta), peraturan-peraturan, insentif, dan
perpajakan yang mengkaitkan adanya interaksi antara aktivitas tata guna
lahan di daerah hulu dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan di daerah
hilir.

2.6 Jaringan Irigasi


2.6.1 Tingkatan Jaringan Irigasi
Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur
fungsional pokok, yaitu:
1. Bangunan-bangunan utama (headworks) dimana air diambil dari sumbernya,
umumnya sungai atau waduk.
2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak
tersier.
3. Petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif,
air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah dan kelebihan air ditampung di
dalam suatu sitem pembuangan di dalam petak tersier.
4. Sistem pembuangan berupa saluran dan bangunan bertujuan untuk membuang
kelebihan air dari sawah ke sungai atau saluran-saluran alamiah.
Berdasarkan cara pengaturan pengukuran aliran air dan lengkapnya
fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan menjadi jaringan irigasi sederhana,
jaringan irigasi semiteknis dan jaringan irigasi teknis.
1. Irigasi sederhana.
Pada jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur dan diatur,
kelebihan air akan mengalir ke saluran pembuangan. Persediaan air biasanya
berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh
karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian
air. Pada jaringan irigasi sederhana, tidak diperlukan keterlibatan pemerintah
untuk pengorganisasian pengambilan air.
Jaringan irigasi yang masih sederhana ini mudah diorganisasi tetapi memiliki
kelemahan yang serius yaitu sebagai berikut.
a. Pertama adanya pemborosan air, karena umumnya jaringan ini terletak di
daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah
tinngi yang lebih subur.
b. Kedua, terdapat banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak
biaya lagi dari penduduk karena setiap desa membuat jaringan dan
pengambilan sendiri-sendiri. Karena bangunan pengelaknya bukan
bangunan tetap/permanen, maka umurnya mungkin pendek.
Gambar 2.21 Jaringan irigasi sederhana
(Sumber: Kriteria Perencanaan Irigasi, KP-01)
2. Jaringan irigasi semiteknis
Dalam banyak hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana
dan jaringan semiteknis adalah bahwa pada jaringan semiteknis bendungnya
terletak di sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan bangunan
pengkur di bagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan
permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan
jaringan irigasi sederhana. Pengambilan air pada jaringan irigasi semiteknis
mungkin dipakai untuk mengairi/melayani daerah yang lebih luas dari daerah
layanan pada jaringan irigasi sederhana. Jika bangunan tetapnya berupa
bangunan pengambilan dari sungai, diperlukan lebih banyak keterlibatan dari
pemerintah dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum.

Gambar 2.22 Jaringan Irigasi Semiteknis


(Sumber: Kriteria Perencanaan Irigasi, KP-01)

3. Jaringan irigasi teknis


Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisah antara
jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Hal ini berarti bahwa baik
saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai fungsinya masing-
masing, dari pangkal hingga ujung. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke
sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah
ke saluran pembuang alamiah yang kemudian diteruskan ke laut.
Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Petak
tersier terdiri dari beberapa sawah dengan luas maksimum 50 ha dan dapat
ditolerir sampai 75 ha. Permasalahan pada petak tersier yang sering dijumapi
dilapangan yaitu:
a. Dalam proses pemberian air irigasi untuk petak sawah terjauh sering
tidak terpenuhi.
b. Kesulitan dalam mengendalikan proses pembagian air sehingga sering
terjadi pencurian air
c. Banyak petak tersier yang rusak akibat oerganisasi petani setempat yang
tidak terkelola dengan baik.
Pembagian air pada petak tersier dijekola oleh petani. Kelebihan air
ditampung di dalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter dan
selanjutnya dialirkan ke saluran pembuang primer.
Jaringan irigasi teknis disarakan pada prinsip yaitu cara pembagian air yang
paling efisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya persediaan air
serta kebutuhan-kebutuhan pertanian. Jaringan irigasi teknis memungkinkan
dilakukannya pembagian aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air
secara lebih efisien. Jika petak tersier hanya memperoleh air dari satu tempat
saja dari jaringan (pembawa) utama maka hanya diperlukan sedikit bangunan
di saluran tersier, eksploitasi yang lebih baik dan biaya pemeliharaan yang
lebih murah. Dalam hal khusus, dibuat sistem gabungan (fungsi saluran
irigasi dan pembuang digabung). Walaupun jaringan ini memiliki keuntungan
tersendiri, namun memiliki kelemahan yang amat serius sehingga sistem ini
pada umumnya tidak diterapkan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari
jaringan gabungan semacam ini adalah pemanfataan air yang lebih ekonomis
dan biaya pembuatan saluran lebih rendah, karena saluran pembawa dapat
dibuat lebih pendek dengan kapasitas lebih kecil. Kelemahan yang dapat
diperoleh pada sistem irigasi gabungan ialah jaringan semacam ini lebih sulit
diatur dan dioperasikan, sering banjir, lebih cepat rusak dan menampakkan
pembagian air yang tidak merata. Bangunan tertentu dalam sitem jaringan
irigas relatif mahal, misalnya bendung.
Gambar 2.23 Jaringan Irigasi Teknis
(Sumber: Kriteria Perencanaan Irigasi, KP-01)
2.6.2 Petak Irigasi
Jaringan irigasi memiliki fungsinya masing-masing untuk mengalirkan air
pada petak-petak irigasi. Petak irigasi terdiri dari petak tersier, petak sekunder dan
petak primer.
1. Petak tersier
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier.
Petak tersier ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada
bangunan sadap (off take) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas
Pengairan. Di petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan
menjadi tanggung jawab petani yang bersangkutan, dibawah bimbingan
pemerintah.
Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas misalnya parit, jalan,
batas desa dan batas perubahan medan. Apabila keadaan topografi
memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat
untuk mempermudah pengaturan tata letak dan memungkinan pembagian air
secara efisien. Petak tersier haru terletak langsung berbatasan dengan saluran
sekunder atau saluran primer. Pengecualian: jika petak-petak tersier tidak
secara langsung terletak di sepanjang jaringan saluran irigasi utama yang
dengan demikian, memerlukan saluran tersier yang membatasi petak-ptak
tersier lainnya, hal ini harus dihindari.
2. Petak sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang semuanya dilayani
oleh saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan
bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder.
Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang
jelas, seperti halnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-
beda, tergantung pada situasi daerah. Saluran sekunder sering terletak di
punggung medan mengairi kedua sisi saluran hingga saluran pembuangan
yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncanakan sebagai
saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah
saja.
3. Petak primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air
langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer
yang mengambil aliran langsung dari sumber air, biasanya sungai. Daerah di
sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan
cara menyadap air dari dari saluran sekunder. Apabila saluran primer
melewati sepanjang garis tinggi, derah saluran primer yang berdekatan harus
dilayani langsung dari saluran primer.

2.6.3 Bangunan Utama Jaringan Irigasi


Bangunan utama (headwork) dapat didefinisikan sebagai kompleks
bangunan yang direncanakan di dan sepanjang sungai atau aliran air untuk
membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan
irigasi. Bangunan utama bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan,
serta mengukur banyak air yang masuk. Bangunan utama terdiri dari bendung
dengan peredam energi, satu atau dua pengambilan utama pintu bilas kolam olak
dan (jika diperlukan) kantong lumpur, tanggul banjir pekrjaan sungai dan
bangunan-bangunan pelengkap.
Bangunan utama dapat diklasifikasikan ke dalam sejumlah ketegori,
bergantung pada perencanaannya. Berikut ini akan dijelaskan bebrapa kategori.
1. Bendung, bendung gerak
Bendung (weir) atau bendung gerak (barrage) yang dipakai untuk
meninggikan muka air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar
air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier. Ketinggian itu akan
menentukan luas daerah yang diairi (command area).
Bendung gerak adalah bangunan yang dilengkapi dengan pintu yang dapat
dibuka untuk mengalirkan air pada waktu terjadi banjir besar dan ditutup
apabila aliran kecil. Di Indonesia, bendung adalah bangunan yang paling
umum dipakai untuk membelokkan air sungai untuk keperluan irigasi.
2. Bendung karet
Bendung karet memiliki dua bagian pokok yaitu tubuh bendung yang terbuat
dari karet dan pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung
karet serta dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa perlengkapan
(mesin) untuk mengontrol mengembang dan mengempisnya tabung karet.
Bendung berfungasi meninggikan muka air dengan cara mengembangkan
tubuh bendung dan menurunkan muka air dengan mengempiskan tubuh
bendung yang terbuat dari tabung karet yang dapat diisi udara atau air. Proses
pengisian udara atau air dari pompa udara atau air dilengkapi dengan
instrumen pengontrol udara atau air (manometer).
3. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai yang
mengalirkan air sungai ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur tinggi muka
air di sungai. Dalam keadaan demikian, jelas bahwa muka air di sungai harus
lebih tinggi dari daerah yang dialiri dan jumlah air yang dibelokkan harus
dapat dijamin cukup.
4. Pengambilan dari waduk
Waduk (reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu
terjadi surplus air di sungai agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi
kekurangan air. Jadi, fungsi utama waduk adalah untuk mengatur aliran
sungai. Waduk yang berukuran besar sering mempunyai banyak fungsi
seperti untuk keperluan irigasi, tenaga air pembangkit listrik, pengendali
banjir, perikanan, dan sebagainya. Waduk yang berukuran lebih kecil dipakai
untuk keperluan irigasi saja.
5. Stasiun pompa
Irigasi dengan pompa biasa dipertimbangkan apabila pengambilan secara
gravitasi ternyata tidak layak dilihat dari segi teknis maupun ekonomis. Pada
mulanya irigasi pompa hanya memerlukan modal yang kecil, tetapi biaya
eksploitasinya mahal.

2.7 Ketersediaan Air


Ketersediaan air adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus
ada di suatu lokasi (bendung atau bangunan air lainnya) di sungai dengan jumlah
tertentu dan dalam jangka waktu (periode) tertentu (Bambang Triatmodjo, 2008).
Dalam SNI 19-6728.1-2002 (Badan Standarisasi Nasional, 2002) tentang
Penyusunan Neraca Sumber Daya Air Spasial, Ketersediaan air di suatu Satuan
Wilayah Sungai (SWS), Daerah Aliran Sungai (DAS), atau daerah administratif
baik dalam bentuk air permukaan, air tanah, dan air hujan tampungan dari
perhitungan rata-rata hingga data terbaru hasil pengukuran atau minimal terkira
dalam satuan waktu tahunan disebut sebagai cadangan awal (aktiva).
Berdasarkan sistem siklus air, menurut Buku Analisis Neraca Air di DAS
Kupang dan Sengkang (2012) dapat diketahui bahwa air yang berada di bumi ini
merupakan hasil dari hujan (presipitasi). Air hujan dipermukaan bumi jatuh di
berbagai kondisi tutupan lahan, baik itu perkotaan, desa, hutan, sawah, jenis tanah
yang berbeda dan topografi yang berbeda. Kondisi lahan yang berbeda akan
membedakan besarnya air yang mengalami peresapan ke dalam tanah, penguapan,
tersimpan di tajuk-tajuk pohon dan cekungan, maupun menjadi aliran langsung.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa komponen fisik dan meteorologis memiliki
pengaruh terhadap ketersediaan air (kondisi hidrologi) di suatu DAS.
Ketersediaan air dapat didefinisikan dalam berbagai cara yatiu:
1. Dalam hal lokasi, ketersediaan air dapat berlaku pada suatu titik misalnya
pada suatu lokasi pos duga air, bendung tempat pengambilan air irigasi dan
sebagainya (satuan : m3/dt atau l/dtk).
2. Banyaknya air yang tersedia dapat juga dinyatakan berlaku dalam suatu area
tertentu, misalnya pada suatu wilayah sungai, daerah pengaliran sungai,
daerah irigasi dan sebagainya (satuan : juta meter kubik per tahun atau
millimeter per hari).
Menurut Oldeman dan Frere (1982) Ketersedian air pada umumnya akan
terpenuhi pada saat bulan-bulan basah, sedangkan saat bulan kering ketersediaan
air akan berkurang atau mengalami defisit air.
Komponen fisik dan meteorologis mempengaruhi ketersediaan air di suatu
DAS. Curah hujan yang tinggi dengan evapotranspirasi rendah dan berda di
kondisi tutupan lahan hutan akan memiliki cadangan/ketersediaan air yang
melimpah dibanding dengan kawasan perkotaan dengan curah hujan yang tinggi
dan evapotranspirasi yang tinggi.
Untuk mengetahui ketersediaan air di sungai diperlukan data yang cukup
panjang dan handal sehingga informasi keragaman debit terhadap waktu kejadian
debit rendah dan tinggi dapat tercangkup dan mewakili kejadian-kejadian tersebut.
Dengan data yang cukup panjang dapat digunakan analisis statistika untuk
mengetahui gambaran umum secara kuantitatif besaran jumlah air.
Jika pada suatu DAS tidak ada pengukuran data debit, maka bisa dipakai
beberapa metode untuk mengestimasi data debit antara lain: Metode Perimbangan
Air Sederhana (Simple Water Balanced), Metode Perbandingan DAS, Metode
Mock dan lain-lain. Demikian pula untuk hujan efektif, jika ingin analisa dari
kondisi daerah yang bersangkutan, maka bisa digunakan cara analisa model hujan
efektif (Limantara, 2010).
2.7.1 Metode Perimbangan Air Sederhana (Simple Water Balanced)
Metode Perimbangan Air Sederhana (Simple Water Balanced) dirumuskan
sebagai berikut (Limantara, 2010):
( )
Q = 0,0116 ................................................................... (2.7)

dengan :
Q = debit rata-rata bulanan (m3/dt)
R = curah hujan bulanan (mm)
Et = evapotranspirasi bulanan (mm)
A = luas DAS (km2)
M = jumlah hari dalam sebulan
Metode ini belum memperhitungkan infiltrasi dan pekolasi, jadi untuk
lebih akurat, kedua factor tersebut dapat dimasukan dalam analisa.
2.7.2 Metode Perbandingan DAS
Pada Metode Perbandingan DAS, konsep yang dipakai adalah Metode
Rasional, antara lain (Limantara, 2010):
Q = C . I . A ................................................................................. (2.8)

Jika dibandingkan antara 2 DAS, maka didapat perbandingan sbb:

= ............................................................................. (2.9)

dengan :

Q1 = debit DAS 1 (m3/dtk)


Q2 = debit DAS 2 (m3/dtk)
C1 = koef. Pengaliran DAS 1
C2 = koef. Pengaliran DAS 2
I1 = intensitas hujan DAS 1
I2 = intensitas hujan DAS 2
A1 = luas DAS 1
A2 = luas DAS 2
Perkiraan debit tersebut akan lebih akurat jika kedua DAS tersebut alami,
artinya belum ada penambahan bangunan-bangunan air.

2.7.3 Simulasi Mock


Dr. F.J Mock (1973) memperkenalkan model sederhana simulasi
keseimbangan air bulanan untuk aliran yang meliputi data hujan, evapotranspirasi
dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran.
Metode Mock merupakan suatu metode yang digunakan untuk menghitung
debit rata-rata bulanan sungai, berdasarkan analisa keseimbangan air. Metode ini
menjelaskan hubungan runoff dengan curah hujan bulanan, evapotranspirasi,
kelembaban tanah dan penyimpanan di dalam tanah.
Pada prinsipnya, metode Mock memperhitungkan volume air yang masuk,
keluar dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk
adalah hujan, air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang dominan adalah
akibat evapotranspirasi. Sementara soil storage adalah volume air yang disimpan
dalam pori-pori tanah, hingga kondisi tanah jenuh.
Kriteria perhitungan dan asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah
sebagai berikut (Limantara, 2010):
1. Curah Hujan Bulanan (P) diambil curah hujan bulanan (mm) dan jumlah hari
hujan (n) = jumlah hari hujan pada bulan yang bersangkutan.
2. Evapotranspirasi Terbatas
Evapotranspirasi terbatas adalah evapotransi actual dimana
mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta curah hujan.
Evapotranspirasi terbatas dirumuskan sebagai berikut:

ET = Ep – E → (ET = EP) ............................................... (2.10)


E = Ep × (m/20) × (18-n) ................................................. (2.11)

dengan :
ET = Evapotranspirasi terbatas (mm)
Ep = Evapotranspirasi potensial (mm)
E = Perbedaan antara evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi
terbatas
n = jumlah hari hujan dalam sebulan
M = prosentase lahan yang tidak tertutup tanaman (Exposed surface) (m%),
ditaksir berdasarkan tata guna lahan, atau dengan asumsi :
m : 0% untuk lahan dengan hutan lebat
m : 0% pada akhir musim hujan bertambah 10% setiap bulan
kering untuk lahan sekunder
m : 10% - 40% untuk lahan yang tererosi
m : 20% - 50% untuk lahan yang pertanian yang diolah
3. Keseimbangan Air di Permukaan tanah
a. Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sbb :

∆s = P – Et.................................................................. (2.12)

dengan :
∆s = air hujan yang mencapai permukaan tanah (mm/hari)
P = Curah Hujan (mm/hari)
Et = evapotranspirasi terbatas (mm/hari)
Bila harga ∆s positif (P > Et) maka air akan masuk ke dalam tanah bila
kapasitas kelembaban tanah belum terpenuhi, dan sebaliknya akan
melimpas bila kondisi tanah jenuh. Bila harga ∆s negative (P<Et),
sebagian air tanah akan keluar dan terjadi kekurangan (deficit).
b. Perubahan kandungan air tanah (soil storage) tergantung dari harga ∆s.
Bila harga ∆s negatif maka kapasitas kelembaban tanah akan berkurang
dan bila ∆s positif akan menambah kekurangan kelembaban tanah bulan
sebelumnya.
c. Kapasitas kelembaban tanah (Soil Moisture Capacity)
Perkiraan kapasitas kelembaban tanah awal diperlukan pada saat
dimulainya simulasi dan besarnya tergantung dari kondisi porositas
lapisan tanah atas dari daerah pengaliran. Biasanya diambil 50 s/d 250
mm, yaitu kapasitas kandungan air dalam tanah per m3. Jika porositas
lapisan tanah atas tersebut makin besar maka kapasitas kelembaban tanah
akan makin besar pula.
Jika pemakaian model dimulai bulan Januari, yaitu pertengahan musim
hujan, maka tanah dapat dianggap berada pada kapasitas lapangan.
Sedangkan jika model dimulai dalam musim kemarau, akan terdapat
kekurangan dan kelembaban tanah awal yang mestinya di bawah
kapasitas lapangan.
4. Limpasan dan Penyimpanan Air Tanah (Run off & Groundwater Storage)
a. Koefisien Infiltrasi (i)
Koefisien Infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan
kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang porous misalnya pasir halus
mempunyai infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah
lempung berat. Lahan yang terjal dimana air tidak sempat infiltrasi ke
dalam tanah maka oefisien infiltrasi akan kecil. Batasan koefisien
infiltrasi adalah 0 – 1,0.
b. Penyimpanan air tanah (Groundwater storage)
Pada permulaan simulasi harus ditentukan penyimpanan awal (initial
storage) yang besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan
waktu. Sebagai contoh: dalam daerah pengaliran yang kecil yang mana
kondisi geologi lapisan bawah adalah tidak tembus air dan mungkin tidak
ada air di sungai pada musim kemarau, maka penyimpanan air tanah
menjadi nol.
Rumus-rumus yang digunakan :

Vn = k . Vn-1 + ½ (1 + k) . In ................................ (2.13)

∆Vn = Vn - Vn-1 ........................................................ (2.14)


dengan :
Vn = volume air tanah bulan ke n
Vn-1 = volume air tanah bulan ke (n-1)
k = qt/qo = factor resesi aliran air tanah adalah 0 – 1,0
qt = aliran air tanah pada waktu t (bulan ke t)
qo = aliran air tanah pada waktu (bulan ke 0)
In = infiltrasi bulan ke n
∆Vn = perubahan volume air tanah
c. Limpasan (Run off)
Aliran dasar : infiltrasi dikurangi perubahan volume aliran dasar
air dalam tanah
Limpasan langsung : kelebihan air (water surplus) – infiltrasi
Limpasan : aliran dasar + limpasan langsung
Debit andalan : aliran sungai dinyatakan dalam m3/bulan
Langkah-langkah perhitungan debit Metode F. J. Mock (Limantara, 2010):
1. Mempersiapkan data-data yang dibutuhkan, antara lain: rerata hujan daerah
(P), evapotranspirasi potensial (ETo), jumlah hari hujan (n), faktor resesi
aliran air tanah (k), dan angka koefisien infiltrasi (i).
2. Menentukan evapotranspirasi terbatas dalam persamaan (2.10).
3. Menentukan besar hujan di permukaan tanah (∆s) seperti dalam persamaan
(2.12).
4. Menentukan harga kelembaban tanah (SMC).
5. Menentukan infiltrasi (i), dengan koefisien antara 0 – 1,0.
6. Menentukan air kelebihan tanah (water surplus).
7. Menentukan kandungan air bawah tanah Vn sesuai dengan persamaan (2.13).
8. Menentukan perubahan kandungan air bawah tanah ∆Vn sesuai dengan
persamaan (2.14).
9. Menentukan aliran dasar dan aliran langsung.
10. Menentukan debit yang tersedia di sungai.
2.7.4 Debit Andalan
Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan besaran tertentu yang
mempunyai kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan (Bambang Triatmodjo, 2008). Debit Andalan dapat ditentukan dengan
data debit yang tersedia atau analisis data hujan jika data debit tidak tersedia.
Debit andalan (dependable flow) adalah debit yang tersedia sepanjang
tahun dengan besarnya resiko kegagalan tertentu yang dapat dipakai untuk
keperluan diantaranya (seperti irigasi, air minum, PLTA dan lain-lain) sepanjang
tahun dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan.
Kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80% (kemungkinan bahwa debit
sungai lebih rendah dari debit andalan adalah 20%). Debit andalan ditentukan
untuk periode tengah–bulanan. Debit minimum sungai dianalisis atas dasar data
debit harian sungai agar analisis cukup tepat dan andal, catatan data yang
diperlukan harus meliputi jangka waktu paling sedikit 10 tahun. Jika persyaratan
ini tidak bias dipenuhi, maka metode hidrologi analisis dan empiris biasa dipakai.
Dalam menghitung debit andalan kita harus mempertimbangkan air yang
diperlukan dari sungai hilir pengambilan.
Menurut Soemarto (1999) Dalam perencanaan proyek-proyek konstruksi
air biasanya terlebih dahulu harus dicari debit andalan (dependable flow), guna
menentukan debit perencanaan yang diharapakan tersedia di sungai untuk
memperkirakan luas daerah pengaruh konstruksi. Debit andalan dapat dicari
dengan membuat terlebih dahulu garis durasi untuk debit-debit yang disamai atau
dilampaui, kemudian kita menetapkan suatu andalan, yaitu suatu frekuensi
kejadian dimana di dalamnya terdapat paling sedikit satu kegagalan. Andalan
yang didasarkan atas frekuensi kejadian (jaminan, kepastian), dirumuskan seperti
berikut :
= × 100% .............................................................. (2.15)

dimana n = banyakanya pengamatan


m = banyaknya kegagalan, yaitu banyaknya debit-debit yang lebih kecil
dari debit andalan
Jika ditetapkan debit andalan sebesar 80% berarti akan dihadapi resiko
adanya debit-debit yang lebih kecil dari debit andalan sebesar 20% pengamatan.
Menurut pengamatan besarnya keandalan yang diambil untuk penyelesaian
optimum penggunaan air di beberapa macam proyek adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Besarnya keandalan debit untuk berbagai proyek
Kebutuhan Debit Andalan (%)
Air Minum 99
Air Irigasi 95 - 98
Air Irigasi
- Daerah beriklim setengah lembab 70 – 85
- Daerah beriklim kering 80 – 96
Pembangkit Listrik Tenaga Air 85 – 90
Sumber : Soemarto, 1999.

Untuk mendapatkan debit andalan sungai, debit dianalisis menggunakan


simulasi debit andalan dari Dr. F.J Mock. Nilai debit berdasarkan tahun
pengamatan yang diperoleh, harus diurut dari yang terbesar sampai yang terkecil.
Tingkat keandalan debit yang dapat terjadi dapat dihitung dengan rumus
Weibull (Soemarto,1995).

= × 100% ......................................................... (2.16)

dengan:
= probabilitas terjadinya kumpulan nilai yang diharapkan selama
periode pengamatan.
= nomor urut kejadian, dengan urutan variasi dari besar ke kecil
= jumlah data
Dengan demikian, debit andalan 80% adalah berdasarkan pada debit yang
mendekati atau sama dengan nilai probabilitas (P) 80%.
2.8 Kebutuhan Air
Menurut SNI 19-6728.1-2002 (Badan Standarisasi Nasional, 2002) tentang
Penyusunan Neraca Sumber Daya Air Spasial, Pemakaian air (pasiva) adalah
besarnya pemakaian air permukaan, dan air tanah pada SWS, DAS atau daerah
administratif untuk berbagai keperluan baik di daerah maupun di luar daerah
tersebut dalam rata-rata tahunan.
Penggunaan air oleh manusia pada dasarnya dapat dibagi atas pengambilan
air dan penggunaan di tempat. Pengambilan air (withdrawal), atau offstream water
use yaitu jika dalam penggunaannya air diambil dari sumbernya (diverted),
misalnya untuk irigasi dan air minum. Sedangkan penggunaan di tempat
(nonwithdrawal), yaitu jika dalam penggunaannya air tidak diambil dari sumber
air, melainkan hanya digunakan ditempat (on-site uses) misalnya untuk
perhubungan, perikanan, wisata, kelestarian alam, dan pembuangan limbah ke
sungai.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk serta meningkatnya pembangunan
membawa dampak berupa tekanan penduduk terhadap lahan, perubahan
penggunaan lahan, serta meningkatnya kebutuhan air padahal kondisi lingkungan
semakin menurun. Sehingga pengelolaan lahan secara terpadu dibutuhkan agar
terciptanya keseimbangan di dalam lingkungan.
Pengambilan air lebih lanjut dibagi atas penggunaan konsumtif dan
penggunaan non-konsumtif. Dalam penggunaan konsumtif, air yang digunakan
tidak dikembalikan lagi sebab hilang sebagai evapotranspirasi, misalnya pada
irigasi, sebagai air minum oleh manusia dan hewan, atau diubah menjadi suatu
produk pada industri minuman. Dalam penggunaan non-konsumtif, air yang telah
diambil selanjutnya hampir seluruhnya dikembalikan lagi, misalnya listrik tenaga
air, air pendingin industri, dan air buangan irigasi (return flow). Mengenai
penggunaan konsumtif ini dapat diteliti lebih lanjut bahwa ada juga bagian air
yang dapat digunakan kembali, misalnya infiltrasi tidak selalu berarti kehilangan
air, sebab dapat digunakan kembali pada sawah di sebelah hilirnya, walaupun air
buangan irigasi ini mungkin telah tercemar garam, pupuk dan pestisida.

2.8.1 Kebutuhan Air Irigasi


Irigasi adalah menyalurkan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman ke
tanah yang diolah dan mendistribusinya secara sistematis (Sosrodarsono dan
Takeda, 2003). Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air
irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan,
irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (PP No. 20
tahun 2006 tentang Irigasi).
Kebutuhan air irigasi sebagian besar dicukupi dari air permukaan.
Kebutuhan air irigasi dipengaruhi berbagai faktor seperti klimatologi, kondisi
tanah, koefisien tanaman, pola tanam, pasokan air yang diberikan, luas daerah
irigasi, efesiensi irigasi, penggunaan kembali air drainase untuk irigasi, sistem
golongan, jadwal tanam dan lain-lain.
Kebutuhan air irigasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:
1. Evapotranspirasi
2. Kebutuhan untuk penyiapan lahan
3. Kebutuhan air konsumtif untuk tanaman
4. Kebutuhan air untuk pergantian lapisan air
5. Perkolasi
6. Efisiensi air irigasi
7. Luas areal irigasi
8. Curah hujan efektif
Perkiraan kebutuhan air irigasi dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
1. Kebutuhan bersih air sawah untuk padi

= + − + ....................................... (2.17)

2. Kebutuhan bersih air sawah untuk palawija

= + − ..................................................... (2.18)

3. Kebutuhan bersih air di pintu pengambilan (intake)

= = ...................... (2.19)

dengan:
DR = Kebutuhan air irigasi (l/dt/ha)
= penggunaan konsumtif (mm/hari)
= perkolasi (mm/hari)
= curah hujan efektif (mm/hari)
= penggantian lapisan air (mm/hari)
= efesiensi irigasi secara keseluruhan
1. Perhitungan Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah proses penguapan air ke udara, baik air permukaan
bebas maupun air yang terkandung dalam tanah. Evapotranspirasi diartikan
sebagai proses perubahan molekul air dari permukaan bumi, tanah dan
vegetasi menjadi uap dan kembali lagi ke atmosfer.
Evapotranspirasi potensial yaitu evapotranspirasi dari permukaan tanah yang
luas dengan ditumbuhi rumput hijau setinggi 8-15 cm yang masih aktif,
tumbuh terhampar menutupi seluruh permukaan tanah tersebut dengan albedo
0,23 dan tidak kekurangan air (Soewarno, 2000).
Perhitungan Eto berdasarkan rumus penman yang telah dimodifikasi untuk
perhitungan daerah-daerah di Indonesia adalah sebagai berikut:

ETo* = W (0,7Rs – Rn1) + (1-W).f(u).(ea-ed) ..................... (2.20)

Data terukur yang diperlukan adalah :


t = temperatur rata-rata bulanan
RH = Kelembapan Relatif bulanan rata-rata
n/N = kecerahan matahari bulan
u = kecepatan angin bulanan rata-rata
LL = letak lintang daerah yang ditinjau
c = angka koreksi
Data terukur tambahan yang diperlukan untuk perhitungan menggunakan
rumus Penman modifikasi adalah :
W = faktor yang berhubungan dengan suhu dan elevasi
Rs = radiasi gelombang pendek, dalam setahun evapotranspirasi ekivalen
= (a + b. n/N) . Ra (mm/hari) ......................................... (2.21)
a dan b = konstanta yang tergantung letak suatu tempat di atas bumi.
Untuk Virginia, Amerika Serikat a = 0,22 , b = 0,54
Canberra, Autralia a = 0,25 , b = 0,54
Inggris bagian selatan a = 0,18 , b = 0,55
Untuk Indonesia dapat diambil harga a dan b yang mendekati yaitu Australia.
Rns = (1 – a) .Rs .................................................................... (2.22)
R = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer atau
angka angot (mm/hari)
Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)
= f(t) . f(ed) . f(n/N) ....................................................... (2.23)
Rn = Rns – Rn1 ................................................................... (2.24)
( ) = fungsi suhu
= . 4 ......................................................................... (2.25)
( / ) = 0,1 + 0,9 n/N ........................................................ (2.26)
( )= fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2,00 m (m/dtk)
= 0,27 (1 + 0,864.u) ....................................................... (2.27)
ea = perbebdaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap sebenarnya
ed = ea . RH ........................................................................ (2.28)
RH = kelembaban udara relatif (%)
Setelah harga Eto* didapat, besar harga evapotranspirasi potensial dapa
dihitung dari :
ETo = ETo* . C ............................................................... (2.29)
dengan :
C = angka koreksi penman yang besarnya mempertimbangkan perbedaan
kecepatan angin (u) siang dan malam.
Prosedur perhitungan ETo berdasarkan rumus penman adalah sebagai berikut:
a. Mencari data suhu bulanan rata-rata (T) dan beda tinggi antara elevasi
proyek dan elevasi stasius pengamatan (H)
b. Koreksi Data
Mengoreksi data suhu (T) dan faktor penyinaran matahari (n) dengan
rumus berikut :
T’ = T’ – 0,006 H ...................................................... (2.30)
n’ = n’ – 0,010 H ........................................................ (2.31)
c. Mencari besaran Tekanan Uap Air (ea)
Nilai tekanan uap air (ea) ditentukan berdasarkan angkat Suhu yang telah
dikoreksi dan dihitung menggunakan interpolasi.
Tabel.2.2. Tekanan Uap Air (ea) dalam mmbar Suhu Udara Rata-Rata
Temp. (°C) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
ea (mmbar) 6,1 6,6 7,1 7,6 8,1 8,7 9,3 10 10,7 11,5 12,3 13,1 14 15
Temp. (°C) 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
ea (mmbar) 16,1 17 18,2 19,4 20,6 22 23,4 24,9 26,4 28,1 29,8 31,7 33,6 35,7

Temp. (°C) 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
ea (mmbar) 37,8 40,1 42,2 44,9 47,6 50,3 53,2 56,2 59,4 62,8 66,3 69,9
(Sumber: Crop Water Requirements, FAO, Revised 1977)
d. Mencari besaran Faktor W, (1-W) dan (f(T))
Untuk mencari harga faktor (W) dan (1-W) ditentukan berdasakan
pengaruh Radiasi pada Temperatur dan Ketinggian yang Berdeba
berdasarkan tabel berikut menggunakan interpolasi:
Tabel.2.3. Harga Faktor W untuk Pengaruh Radiasi pada Temperatur dan
Ketinggian yang Berbeda.
Temp. (°C) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
W pada El. (m)
0 0,43 0,46 0,49 0,52 0,55 0,58 0,61 0,64 0,66 0,69
500 0,44 0,44 0,48 0,51 0,54 0,57 0,60 0,62 0,65 0,67
1000 0,46 0,49 0,52 0,55 0,58 0,61 0,64 0,66 0,69 0,71
2000 0,49 0,52 0,55 0,58 0,61 0,64 0,66 0,69 0,71 0,73
3000 0,52 0,55 0,58 0,61 0,64 0,66 0,69 0,71 0,73 0,75

Temp. (°C) 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
W pada El. (m)
0 0,71 0,73 0,75 0,77 0,78 0,80 0,82 0,83 0,84 0,85
500 0,70 0,72 0,74 0,76 0,78 0,79 0,81 0,84 0,85 0,86
1000 0,73 0,75 0,77 0,79 0,80 0,82 0,83 0,85 0,86 0,87
2000 0,75 0,77 0,79 0,81 0,82 0,84 0,85 0,86 0,87 0,88
3000 0,77 0,79 0,81 0,82 0,84 0,85 0,86 0,87 0,88 0,89
(Sumber: Crop Water Requirements, FAO, Revised 1977)

Tabel.2.4. Harga Faktor (1-W) karena Pengaruh Kecepatan Angin dan


Kelembaban pada Temperatur dan Ketinggian yang Berbeda.
Temp. (°C) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
1-W pada El. (m)
0 0,57 0,54 0,51 0,48 0,45 0,42 0,39 0,36 0,34 0,31
500 0,56 0,56 0,52 0,49 0,46 0,43 0,40 0,38 0,35 0,33
1000 0,54 0,51 0,48 0,45 0,42 0,39 0,36 0,34 0,31 0,29
2000 0,51 0,48 0,45 0,42 0,39 0,36 0,34 0,31 0,29 0,27
3000 0,48 0,45 0,42 0,39 0,36 0,34 0,31 0,29 0,27 0,25

Temp. (°C) 22 24 26 28 30 32 34 36 38
1-W pada El. (m)
0 0,29 0,27 0,25 0,23 0,22 0,20 0,18 0,17 0,16
500 0,30 0,28 0,26 0,24 0,22 0,21 0,19 0,16 0,15
1000 0,27 0,25 0,23 0,21 0,20 0,18 0,17 0,15 0,14
2000 0,25 0,23 0,21 0,19 0,18 0,16 0,15 0,14 0,13
3000 0,23 0,21 0,19 0,18 0,16 0,15 0,14 0,13 0,12
(Sumber: Crop Water Requirements, FAO, Revised 1977)
Tabel.2.5. Pengaruh Temperatur f(T) pada Radiasi Gelombang Panjang
(Rn1)
Temp. (°C) 0 2 4 6 8 10 12 14
f (T) 11 11,4 11,7 12 12,4 12,7 13,1 13,5

Temp. (°C) 16 18 20 22 24 26 28 30
f (T) 13,8 14,2 14,6 15 15,4 15,9 16,3 16,7
(Sumber: Crop Water Requirements, FAO, Revised 1977)
e. Mencari data kelembaban relatif (RH)
f. Mencari besaran (ed) berdasarkan nilai (ea) dan (RH)
Besaran ed dapat dicari dengan menggunakan persamaan (2.28) berdasar
pada nilai (ea) dan (RH).
g. Mencari besaran (ea – ed)
h. Mencari besaran f(ed) berdasarkan nilai (ed)
Tabel.2.6. Harga f(ed) pengaruh tekanan jenuh uap air (ed) pada Radiasi
ed (mmbar) 6 8 10 12 14 16 18 20
f (ed) 0,23 0,22 0,20 0,19 0,18 0,16 0,15 0,14

ed (mmbar) 22 24 26 28 30 32 34 36
f (ed) 0,13 0,12 0,12 0,11 0,10 0,09 0,08 0,08
(Sumber: Crop Water Requirements, FAO, Revised 1977)
i. Mencari data letak lintang daerah yang ditinjau.
j. Mencari besaran (Ra) berdasar data letak lintang

Tabel.2.7. Besarnya Radiasi (Ra) pada Garis Lintang yang Berbeda


Ls Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
20 17,3 16,5 15,0 13,0 11,0 10,0 10,4 12,0 13,9 15,8 17,0 17,4
18 17,1 16,5 15,1 13,2 11,4 10,4 10,8 12,3 14,1 15,8 16,8 17,1
16 16,9 16,4 15,2 13,5 11,7 10,8 11,2 12,6 14,3 15,8 16,7 16,8
14 16,7 16,4 15,3 13,7 12,1 11,2 11,6 12,9 14,5 15,8 16,5 16,6
12 16,6 16,3 15,4 14,0 12,5 11,6 12,0 13,2 14,7 15,8 16,4 16,5
10 16,4 16,3 15,5 14,2 12,8 12,0 12,4 13,5 14,8 15,9 16,2 16,2
8 16,1 16,1 15,5 14,4 13,1 12,4 12,7 13,7 14,9 15,8 16,0 16,0
6 15,8 16,0 15,6 14,7 13,4 12,8 13,1 14,0 15,0 15,7 15,8 15,7
4 15,5 15,8 15,6 14,9 13,8 13,1 13,4 14,3 15,1 15,6 15,5 15,4
2 15,3 15,7 15,7 15,1 14,1 13,5 13,7 14,5 15,2 15,5 15,3 15,1
0 15,0 15,5 15,7 15,3 14,4 13,9 14,1 14,8 15,3 15,4 15,1 14,8
(Sumber: Crop Water Requirements, FAO, Revised 1977)
k. Mencari data kecerahan matahari (n/N)
Jika diketahui (n) maka harga (N) dapat dicari dengan menggunakan
tabel berikut dengan cara interpolasi berdasar pada letak Lintang.
Tabel. 2.8. Lama Penyinaran Matahari Rata-Rata Maksimum (N) yang
mungkin terjadi untuk bulan dan Garis Lintang yang Berbeda
Ls Jul Agt Sept Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
30 10,4 11,1 12,0 12,9 13,6 14,0 13,9 13,2 12,4 11,5 10,6 10,2
25 11,0 11,5 12,0 12,7 13,3 13,7 13,5 13,0 12,3 11,6 10,9 10,6
20 11,3 11,6 12,0 12,6 13,1 13,3 13,2 12,8 12,3 11,7 11,3 10,9
15 11,3 11,6 12,0 12,5 12,8 13,0 12,9 12,6 12,2 11,8 11,4 11,2
10 11,6 11,8 12,0 12,3 12,6 12,7 12,6 12,4 12,1 11,8 11,6 11,5
5 11,8 11,9 12,0 12,2 12,3 12,4 12,3 12,3 12,1 12,0 11,9 11,8
0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0
(Sumber: Crop Water Requirements, FAO, Revised 1977)
l. Menghitung besaran (Rs) menggunakan persamaan (2.21), berdasarkan
nilai (Ra) dan (n/N).
m. Menghitung besaran (Rns) menggunakan persamaan (2.22)
n. Mencari besaran f(n/N) berdasarkan nilai (n/N).
Tabel.2.9. Pengaruh f(n/N) pada radiasi gelombang panjang (Rn1)
n/N 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50
f(n/N) 0,10 0,15 0,19 0,24 0,28 0,33 0,37 0,42 0,46 0,51 0,55

n/N 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 1,00 10,00
f(n/N) 0,60 0,64 0,69 0,73 0,78 0,82 0,86 0,91 0,95 1,00
(Sumber: Crop Water Requirements, FAO, Revised 1977)
o. Mencari data kecepatan angin rata-rata bulanan (u).
p. Menghitung besaran f(u) berdasar nilai (u) menggunakan persamaan
(2.27).
q. Menghitung besaran Rn1 menggunakan persamaan (2.23).
r. Menghitung besaran Rn menggunakan persamaan (2.24).
s. Mencari besar angka koreksi (C).
Tabel.2.10. Faktor perkiraan C pada Persamaan Penman
RH max = 30% RH max = 60% RH max = 90%
Rs 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12
Ud Uday/Unight = 4,0
0 0,86 0,90 1,00 1,00 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 0,11 1,10 1,10
3 0,79 0,84 0,92 0,97 0,92 1,00 1,11 1,19 0,99 1,10 1,27 1,32
6 0,68 0,77 0,87 0,93 0,85 0,96 1,11 1,19 0,94 1,10 1,26 1,33
9 0,55 0,65 0,78 0,90 0,76 0,88 1,02 1,14 0,88 1,01 1,16 1,27
Uday/Unight = 3,0
0 0,86 0,90 1,00 1,00 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 1,06 1,10 1,10
3 0,76 0,81 0,88 0,94 0,87 0,96 1,06 1,12 0,94 1,04 1,18 1,28
6 0,61 0,68 0,81 0,88 0,77 0,88 1,02 1,10 0,86 1,01 1,15 1,22
9 0,46 0,56 0,72 0,82 0,67 0,79 0,88 1,05 0,78 0,92 1,06 1,18
Uday/Unight = 2,0
0 0,86 0,90 1,00 1,00 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 1,06 1,10 1,10
3 0,69 0,76 0,85 0,92 0,83 0,91 0,99 1,05 0,89 0,98 1,10 1,14
6 0,53 0,61 0,74 0,84 0,70 0,80 0,94 1,02 0,79 0,92 1,05 1,12
9 0,37 0,48 0,65 0,76 0,59 0,70 0,84 0,95 0,71 0,81 0,96 1,06
Uday/Unight = 1,0
0 0,86 0,90 1,00 1,00 0,96 0,98 1,05 1,05 1,02 1,06 1,10 1,10
3 0,64 0,71 0,82 0,89 0,78 0,86 0,94 0,99 0,85 0,92 1,01 1,05
6 0,63 0,53 0,68 0,79 0,62 0,70 0,84 0,93 0,72 0,82 0,95 1,00
9 0,37 0,41 0,59 0,70 0,50 0,60 0,75 0,87 0,62 0,72 0,87 0,96
(Sumber: Crop Water Requirements, FAO, Revised 1977)
t. Menghitung besar ETo* menggunakan persamaan (2.20).
u. Menghitung besar ETo menggunakan persamaan (2.29).
2. Kebutuhan untuk Penyiapan Lahan (IR)
Kebutuhan air pada waktu penyiapan lahan dipengaruhi oleh faktor-faktor
antara lain waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan ( ) dan lapisan air
yang dibutuhkan untuk persiapan lahan ( ). Perhitungan kebutuhan air untuk
iriagasi selama penyiapan lahan perlu memperhatikan jenis tanaman, usia
tanaman sampai dengan panen, pola tanam, efisiensi irigasi, lama penyinaran
matahari, dan lain-lain (Triatmodjo, 2008).
Untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan, digunkan
metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1986), yaitu
persamaan sebagai berikut:
= .................................................................. (2.32)

Dengan :
M = Eo + P (mm/hari) .......................................................... (2.33)
Eo = 1,1 x Eto ........................................................................ (2.34)
K = M . (T / S) ....................................................................... (2.35)
Dimana :
IR = kebutuhan air irigasi ditingkat sawah (mm/hari)
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat perkolasi di
sawah yang sudah dijenuhkan
e = koefisien
Eo = evapotranspirasi air terbuka yang diambil 1,1. Eto selama penyiapan
lahan
P = perkolasi
T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan (mm)
3. Kebutuhan Air Konsumtif Untuk Tanaman (ETc)
Kebutuhan air untuk tanaman di lahan diartikan sebagai kebutuhan air
konsumtif dengan memasukkan faktor koefisien tanaman ( ). Persamaan
umum yang digunakan adalah:
= × .................................................................... (2.36)
dengan :
= kebutuhan air konsumtif (mm/hari)
= evapotranspirasi (mm/hari)
= koefisien tanaman.
Tabel 2.11. Harga koefisien tanaman (kc) untuk tanaman padi

(Sumber: www.ilmutekniksipil.com)

Tabel 2.12. Harga koefisien tanaman (kc) untuk tanaman palawija

(Sumber: www.ilmutekniksipil.com)
4. Kebutuhan Air Untuk Pergantian Lapisan Air (WLR)
Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air ditetapkan berdasarkan Kriteria
Perencanaan Irigasi 2010, KP-01. Besar kebutuhan air untuk pergantian
lapisan air untuk penggantian lapisan air adalah (50mm/bulan) (atau 3,3
mm/hari selama 1 2 bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transpalasi.
5. Perkolasi
Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat tanah dan sifat tanah umumnya
tergantung pada kegiatan pemanfataan lahan atau pengolahan tanah. Menurut
Standar Perencanaan Irigasi (1986), laju perklasi berkisar antara 1-3 mm/hari,
angka ini sesuai untuk tanah lempung berat dengan karakteristik pengolahan
yang baik. Pada jenis-jenis tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih
tinggi. Dalam hal ini kita menggunakan laju perkolasi yaitu 2,00 mm/hari.
6. Efisiensi air irigasi
Efisisensi irigasi merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu
sistem irigasi. Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada
umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder (dari
bangunan pembagi sampai petak sawah). Efisiensi irigasi didasarkan pada
asumsi bahwa sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik
disaluran maupun di petak sawah. Kehilangan air disebabkan oleh ekploitasi,
evaporasi dan rembesan. Kehilangan air akibat evaporasi dan rembesan pada
umumnya relatif kecil jika dibandingkan dengan kehilangan air akibat
eksploitasi, sehingga pemberian air di bangunan pengambil harus lebih besar
dari kebutuhan air di sawah.
Total efisiensi irigasi untuk padi diasumsikan sebesarkan 65% (KP-01).
Efiensi ini dibagi menjadi:
a. Efisiensi saluran primer 90%
b. Efisiensi saluran sekunder 90%
c. Efisiensi saluran tersier 80%.
7. Luas areal irigasi
Luas areal irigasi di sini diartikan sebagai luas semua lahan pertanian yang
kebutuhan airnya dilayani oleh suatu sistem jaringan irigasi tertentu.
8. Curah hujan efektif
Curah hujan efektif adalah curah hujan andalan yang jatuh di suatu daerah
dan digunakan tanaman untuk pertumbuhan. Curah hujan tersebut merupakan
curah hujan wilayah yang harus diperkirakan dari titik pengamatan yang
dinyatakan dalam milimeter (Sosrodarsono,1980). Penentuan curah hujan
efektif didasarkan curah hujan bulanan, yaitu menggunakan yang bebarti
kemungkinan tidak terjadinya 20%. Besarnya curah hujan efektif untuk
tanaman padi diambil 70% dari curah hujan minimum tengah bulanan dengan
periode ulang 5 tahun (Kriteria Perencanaan Irigasi, KP-01,Lampiran 36),
dengan persamaan sebagai berikut:
= 0,7 × ( ) ............................................................. (2.37)
dengan:
: curah hujan efektif (mm/hari)
: curah hujan yang kemungkinan tidak terpenuhi sebesar 20% (mm)

didapat dari urutan data dengan rumus Harza:

= + 1 .......................................................................... (2.38)

dengan:
: rangking dari urutan terkecil
: jumlah tahun pengamatan
Metode yang digunakan untuk palawija didasarkan pada curah hujan setengah
bulanan, dengan kemungkinan tidak terpenuhi 50% (R50), Reff Palawija =
R50/15.
2.8.2 Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air rumah-tangga (domestic) kerap-kali disebut juga dengan
nama air baku jika air tersebut belum diolah, dan air bersih atau air minum jika air
telah diolah dengan menggunakan Instalasi Pengolah Air. Kebutuhan ini sangat
penting untuk selalu dipenuhi, sebab kegagalan pemenuhan kebutuhan air rumah
tangga dapat menimbulkan wabah penyakit dan keresahan masyarakat. Salah satu
kriteria yang dapat digunakan tercantum pada tabel berikut, yang dapat digunakan
untuk memberi gambaran umum kebutuhan air bersih non domestik.
Tabel 2.13 Kebutuhan air rumah-tangga dan perkotaan
No Uraian Kriteria Keterangan
80 % - 90 % Disesuaikan dengan
1 Penduduk yang dilayani dari jumlah perkembangan
penduduk penduduk
70 % - 90 %
dari jumlah
2 Sambungan rumah (SR)
penduduk yang
dilayani.
10 % - 30 %
3 Kran umum (KU) dari jumlah SR,
30 l/orang/hari.
20 % dari
4 Kebutuhan air non domestik kebutu-
han domestik
Disesuaikan dengan
5 Jumlah jiwa tiap SR 5 – 7 jiwa perkembangan dae-
rah rencana.
50 – 100 jiwa,
6 Jumlah jiwa tiap KU
190 l/orang/hari
Penduduk :
Kota metropolis ( > 106 ). 170 l/orang/hari
7 Kota besar ( 5.105 – 106 ) 150 l/orang/hari
Kota sedang (1.105 – 5.105) 130 l/orang/hari
Kota kecil (2.104 – 1.105) 110 l/orang/hari
8 Pedesaan 100 l/orang/hari

Industri : 0,50 – 1,00


l/s/ha
Berat
9 0,25 – 0,50
Sedang
l/s/ha
Kecil
0,15 – 0,25
l/s/ha
115 % dari
Kebutuhan harian
10 kebutuhan
maksimum
rerata.
11 Lingkungan/penggelontoran 0,5 l/orang/hari
Sumber: Ditjen Pengairan (2004)
Kebutuhan air domestik (rumah tangga) dihitung berdasarkan jumlah
penduduk dan kebutuhan air perkapita. Kriteria kebutuhan air domestik
menggunakan parameter jumlah penduduk sebagai penentuan jumlah air yang
dibutuhkan perkapita per hari.
Tabel 2.14 Kebutuhan Air Domestik
Domestik Non Domestik Kehilangan Air
Jumlah Penduduk
(l/kapita/hr) (l/kapita/hr) (l/kapita/hr)
>1.000.000.000 150 60 50
500.000-1.000.000 135 40 45
100.000-500.000 120 30 40
20.000-100.000 105 20 30
<20.000 82.5 10 24
(Sumber: Bambang Triatmodjo, 2008)
Tabel 2.15 Kebutuhan Air Domestik Berdasarkan Klasifikasi Kategori Wilayah
Kategori J. Penduduk Jumlah Rumah Pemakaian Air
No
Wilayah Jiwa (Buah) (liter/orang/hari)
1 Kota Metroplitan > 1,000,000 > 200,000 190
2 Kota Besar 500,000 -1,000,000 100,000 - 200,000 170
3 Kota Sedang 100,000 - 500,000 20,000 - 100,000 150
4 Kota Kecil 10,000 - 100,000 2,000 - 20,000 130
5 Desa 3,000 - 10,000 600 - 2,000 100
(Sumber: Petunjuk Teknis Perencanaan Air Bersih, 1998)
Analisis kebutuhan air domestik yang akan datang memerlukan suatu
proyeksi penduduk sesuai dengan rentang waktu yang diinginkan. Proyeksi
penduduk dilakukan dengan rumusan pendekatan yaitu:
1. Pertumbuhan Geometri (Geometric Rate of Growth)
= (1 + ) .............................................................. (2.39)
Dimana :
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar
r = lanju pertumbuhan penduduk
n = jumlah interval waktu
/
= − 1 ............................................................... (2.40)

2. Pertumbuhan Aritmatik (Arithmetic Rate of Growth)


= + ( − ) ................................................. (2.41)
Dengan ;
( )
= ( )
...................................................................... (2.42)

Dimana :
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar
Tn = tahun ke-n
To = tahun dasar
Ka = konstanta arithmatik
P1 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun pertama
P2 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir
T1 = tahun pertama yang diketahui
T2 = tahun terakhir yang diketahui
3. Metode Least Square
̈ = + ....................................................................... (2.43)
Dengan ;
∑y . ∑x2 - ∑x . ∑xy
= 2 ............................................................ (2.44)
n ∑x2 – ( ∑ )
n. ∑xy - ∑x . ∑y
= .............................................................. (2.45)
n ∑x 2 – ( ∑ )

Dimana :
̈ = Variabel yang dicari
a = Konstanta
b = Parameter
X = Variabel Waktu (tahun)
Maka perhitungan pemanfaatan air untuk kebutuhan domestik menggunakan
rumus berikut :
( )
= ( ) ....................................................................... (2.46)

Dimana :
= Kebutuhan Air Domestik (m3/hari)

( ) = Standar konsumsi air penduduk (lt/kapita/hari)

( ) = Jumlah Penduduk
2.8.3 Kebutuhan Air Non Domestik
Besarnya kebutuhan air ini bergantung pada jenis kebutuhan penduduk.
Salah satu kriteria yang dapat digunakan tercantum pada tabel berikut, yang dapat
digunakan untuk memberi gambaran umum kebutuhan air bersih non domestik.
Tabel 2.16. Kebutuhan Air Bersih Kota dan Desan (Non-Domestik)
Pemakaian Air Rata-Rata
No Jenis Kebutuhan Keterangan
Per Hari (liter)
1 Kantor 100-200 Per-karyawan
2 Rumah sakit 250-1000 Setiap tempat tidur pasien
Pasien luar: 8 liter
Pegawai: 160 liter
3 Gedung Bioskop 10 Per-pengunjung
4 Sekolah Dasar SLTP 40-50 Per murid, Guru : 100 liter
5 SLTA dan lebih tinggi 80 Per murid, Guru : 100 liter
6 Laboratorium 100-200 Per karyawan
Per-pengunjung, Karyawan:
7 Toserba 3
100 liter
8 Industri/pabrik Buruh pria: 80 Perorang pershift
Buruh wanita: 100
9 Stasiun dan Terminal 3 Per-pengunjung
10 Restoran 30 Penghuni: 160 liter
11 Hotel 250-300 Untuk setiap tamu
12 Perkumpulan Sosial 30 Setiap tamu
13 Tempat Ibadah 10 Jumlah jemaah setiap hari
(Sumber: Materi Perkuliahan Kebutuhan Air Bersih)

Kebutuhan air non domestik merupakan kebutuhan akan air bersih bagi
masyarakat di luar kebutuhan untuk rumah tangga, yang meliputi kebutuhan untuk
sosial, ibadah, industri, rekreasi, pelabuhan, niaga dan lain-lain. Kebutuhan akan
air bersih tiap orang (liter/orang/hari) bergantung dari macam kegiatan yang
dilakukan, misal kebutuhan untuk di rumah sakit akan berbeda dengan di sekolah
atau dirumah ibadah. Begitu juga di tempat rekreasi dengan di industri atau
pertokoan dan sebagainya.
Perhitungan kebutuhan air non domestik dapat diperkirakan secara
prosentase dari kebutuhan domestik (misal 25% atau 30%).
= 30% × ................................................................... (2.47)
Dimana:
= kebutuhan air non domestik (m3/hari)
= kebutuhan air domestik (m3/hari)
tetapi untuk memperoleh hasil yang lebih tepat, lebih baik
diperhitungkan secara detail berdasarkan data hasil survei dan pengolahan
data yang dilakukan. Sebagai pedoman untuk memperhitungkan kebutuhan
tersebut, dapat digunakan data-data dari hasil penelitian para ahli yang telah
menetapkan kebutuhan tiap orang (liter/hari) pada tiap-tiap kegiatan. Data
pada Tabel 2.16 merupakan salah satu pedoman yang dapat dipakai.
2.8.4 Kebutuhan Air Peternakan
Kebutuhan air ternak dihitung berdasarkan jumlah dan jenis ternak yang
ada di daerah tersebut. Kebutuhan air untuk ternak ditentukan sesuai dengan data
yang digunakan oleh Nippon Koei Co., Ltd (1993), sebagaimana diberikan berikut
ini.
Tabel 2.17 Kebutuhan Air Ternak
Kebutuhan Air
Jenis Ternak
(l/kapita/hr)
Sapi/ Kerbau/ Kuda 40.00
Kambing/ Domba 5.00
Babi 6.00
Unggas 0.60
(Sumber: Bambang Triatmodjo, 2008)
Kebutuhan air ternak diestimasi dengan cara mengalikan jumlah ternak
berdasarkan persamaan sebagai berikut.
= ( ⁄ / ) × ( ⁄ / ) + ( ⁄ ) × ( ⁄ ) + ( ) × ( )+ ( ) × ( ) ..... (2.48)
dengan:
= kebutuhan air untuk ternak ( ⁄ ℎ)
( ⁄ / ) = kebutuhan air untuk sapi/kerbau/kuda (liter/kepala/hari)

( ⁄ ) = kebutuhan air untuk kambing/domba (liter/kepala/hari)

( ) = kebutuhan air untuk babi (liter/kepala/hari)

( ) = kebutuhan air untuk unggas (liter/kepala/hari)

( ⁄ / ) = jumlah sapi/kerbau/kuda (ekor)

( ⁄ ) = jumlah kambing/domba (ekor)

( ) = jumlah untuk babi(ekor)

( ) = jumlah untuk unggas(ekor)

2.9 Konsep Neraca air


Hubungan antara masukan air total dengan keluaran air total yang dapat
terjadi pada suatu DAS tertentu umumnya disebut dengan neraca air. Menurut
Dinas PU Pengairan Provinsi Jawa Timur (2004) neraca air adalah gambaran
potensi dan pemanfaatan sumberdaya air dalam periode tertentu. Dari neraca air
ini dapat diketahui potensi sumberdaya air yang masih belum dimanfaatkan
dengan optimal.

Gambar 2.24. Konsep Dasar Neraca Air


(Sumber : Noerhayati, 2015)

Secara kuantitatif, neraca air menggambarkan prinsip bahwa selama


periode waktu tertentu masukan air total sama dengan keluaran air total ditambah
dengan perubahan air cadangan (change in storage). Nilai perubahan air cadangan
ini dapat bertanda positif atau negatif.
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara
jumlah air yang masuk, yang tersedia , dan yang keluar dari sistem (sub sistem)
tertentu. Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan (Sri Harto, 2000)
I = O ± ΔS ...................................................................................... (2.49)
dengan :
I = masukan (inflow)
O = keluaran (outflow)
Yang dimaksud dengan masukan adalah semua air yang masuk ke dalam
sistem, sedangkan keluaran adalah semua air yang keluar dari sistem. Perubahan
tampungan adalah perbedaan antara jumlah semua kandungan air (dalam berbagai
sub sistem) dalam satu unit waktu yang ditinjau, yaitu antara waktu terjadinya
masukan dan waktu terjadinya keluaran. Persamaan ini tidak dapat dipisahkan
dari konsep dasar yang lainnya (siklus hidrologi) karena pada hakikatnya,
masukan ke dalam sub sistem yang ada, adalah keluaran dari sub sistem yang lain
dalam siklus tersebut (Sri Harto, 2000).
Neraca air merupakan hubungan antara masukan air total dan keluaran air
total yang terjadi pada suatu DAS yang didalamnya terkandung komponen-
komponen seperti debit aliran sungai, curah hujan, evapotranspirasi, perkolasi,
kelembaban tanah dan periode waktu. Menurut Tood (2005) neraca air
dirumuskan sebagai berikut:
P–Q-G–E–T = Δ S ............................................................ (2.50)
Di mana:
P = Presipitasi
Q = debit
G = aliran dasar
E = Evaporasi
T = Transpirasi
Evapotranspirasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain iklim dan
jenis vegetasi. Iklim tidak dapat dimodifikasi oleh manusia, sehingga faktor jenis
vegetasi inilah yang menjadi perhatian dalam pengelolaan sumberdaya air (Asdak,
2010).
Teknik neraca air sebagai salah satu subjek utama dalam hidrologi,
merupakan suatu cara untuk mendapatkan jawaban penting terhadap
permasalahan hidrologi, yaitu dalam hal evaluasi kuantitatif sumberdaya air
wilayah, serta perubahan akibat intervensi kegiatan manusia. Informasi neraca air
lahan dan waduk dalam rentang waktu tertentu diperlukan untuk operasional
pengelolaan air waduk dan untuk prakiraan hidrologi. Perhitungan neraca air
wilayah juga penting untuk perbandingan potensi sumberdaya air suatu wilayah
dengan wilayah lainnya (Pawitan, 2000).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian


Daerah Aliran Sungai (DAS) Baumata berada dalam Wilayah Sungai
(WS) Noelmina Nusa Tenggara Timur (Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai). DAS Baumata termasuk
dalam lintas wilayah yaitu berada tepat di perbatasan antara wilayah Kota Kupang
dan Kabupaten Kupang.
Tabel 3.1. Wilayah Administrasi dalam DAS Baumata

No.
Nama DAS Kabupaten/Kota Kecamatan Kelurahan/Desa
DAS
Kupang
Kab Kupang Desa Tarus
Tengah
Desa Penfui Timur
Kab Kupang Taebenu Desa Baumata
Desa Baumata Utara
DAS Desa Baumata Barat
105
Baumata
DesaBaumata Timur
Desa Oeltua
Kota Kupang Kelapa Lima Kelurahan Lasiana
Kota Kupang Maulafa Kelurahan Penfui
Kalurahan Kolhua
(Sumber : BWS NT II, 2017)

DAS Baumata termasuk dalam wilayah administrasi antara lain:


Kecamatan Kelapa Lima, Kecamatan Maulafa, Kecamatan Kupang Tengah, dan
Kecamatan Taebenu. Ada delapan Kelurahan/Desa yang termasuk dalam DAS
Baumata antara lain: Desa Tarus, Desa Penfui Timur, Desa Baumata, Desa
Baumata Utara, Desa Baumata Barat, Desa Baumata Timur, Desa Oeltua,
Kelurahan Lasiana, Kelurahan Penfui dan Kelurahan Kolhua. Letak hulu dari
DAS Baumata yaitu pada desa Oeltua, Kecamatan Taebenu dan letak hilir pada
desa Tarus, Kecamatan Kupang Tengah dan Kelurahan Lasiana, Kecamatan
Kelapa Lima. Karena posisi sungai tepat berada pada perbatasan antara Kota dan
Kabupaten Kupang, sungai utama menjadi pembatas Kodya Kupang dan
Kabupaten Kupang.
Batas-batas wilayah DAS Baumata adalah sebagai berikut :
1. Sebelah utara berbatasan langsung dengan Pantai Lasiana
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bismarak dan Desa Tunfe’u
3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Oelnasi dan Desa Baumata Timur
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kolhua, Kelurahan Naimata
dan Kelurahan Liliba.
DAS Baumata memiliki luas 26,85 km2 dan diapit oleh dua DAS yang
cukup besar luas areanya, yaitu DAS Oesapa Besar dengan luas 56,365 km2 dan
DAS Manikin dengan luas 99,42 km2 (BWS NT II, 2017). Kisaran topografi DAS
Baumata yaitu pada topografi ±0,00 m s/d ±450,00 m dari permukaan laut.

Gambar 3.1. Peta Lokasi DAS Baumata dalam WS Noelmina


(Sumber : BWS NT II, 2017)
Gambar 3.2. Peta DAS Baumata
(Sumber : BWS NT II, 2017; Analisis ArGis)
3.2 Data
3.2.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan
untuk mengumpulkan data. Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Melakukan pengamatan langsung dilokasi guna memperoleh data dan
gambaran yang akurat dengan lokasi penelitian.
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
tatap muka dan tanya jawab langsung antara penulis dengan narasumber
untuk memperoleh informasi sehubungan dengan kebutuhan analisis data.
3. Studi Kepustakaan
Mempelajari pustaka berdasarkan sumber-sumbernya yang berkaitan dengan
permasalahan penulisan ini sebagai bahan acuan agar dapat menyusun
proposal skripsi dengan baik sesuai dengan tahapannya.
3.2.2 Data-Data yang Dibutuhkan
Penyusunan skripsi sangat membutuhkan data yang mendukung yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung
dilapangan dengan melakukan pengkuran serta penggambaran lokasi penelitian.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait
dan pernah melakukan pengukuran sebelumnya. Data-data yang dibutuhkan
dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Data hidrologi yaitu curah hujan 10 tahun (tahun 2008 – 2017) dari dua
stasiun (Stasiun Klimatologi Lasiana dan Stasiun Meteorologi Eltari) yang
diperoleh dari BMKG Lasiana Kupang dan Kantor Balai Wilayah Sungai
Nusa Tenggara II.
2. Data klimatologi bulanan satu tahun (2017) yang diperoleh dari BMKG
Lasiana Kupang dan Kantor Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II.
3. Data penduduk dalam wilayah administrasi DAS Baumata dan data ternak
masing-masing minimal 5 Tahun (2013-2017) yang didapatkan dari kantor
Badan Pusat Statistik Provinsi Kupang.
4. Data luas area pertanian dalam DAS Baumata yang diperoleh dari Kantor
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II.
5. Data debit mata air dalam DAS Baumata yang diperoleh dari PDAM
Kabupaten Kupang.
6. Peta Administrasi Kota Kupang dan Kabupaten Kupang yang terbaru yang
didapatkan dari Dinas PU Cipta Karya NTT.
7. Peta DAS Noelmina dan Peta DAS Baumata yang terbaru diperoleh dari
Kantor Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II.
8. Data kondisi eksisting pengamatan dilapangan dalam bentuk foto
dokumentasi pada DAS Baumata tepatnya di tempat pengambilan air untuk
kebutuhan dalam DAS.
9. Informasi hasil wawancara tentang pola tata tanam yang sering digunakan
para petani untuk menghitung kebutuhan air irigasi.
3.3 Analisis Data
3.3.1 Analisis Ketersediaan Air
Tahap-tahap perhitungan untuk mendapatkan besar ketersediaan air dalam
DAS Baumata adalah :
1. Menghitung ketersediaan aliran sungai
a. Mempersiapkan data curah hujan harian selama 9 tahun (2009 – 2017)
dari dua stasiun.
b. Merata-ratakan curah hujan daerah (P) menjadi curah hujan setengah
bulanan (15 harian) selama 10 tahun.
c. Menghitung nilai evapotranspirasi (ETo) berdasarkan metode penman
dengan data klimatologi bulanan yang telah didapat. Nilai
evapotranspirasi dihitung per 15hari.
d. Menghitung jumlah hari hujan (n) setengah bulanan (15 harian) selama
10 tahun dari ketiga stasiun.
e. Mencari data faktor resesi aliran air tanah (k)
f. Menentukan angka koefisien infiltrasi (i) dengan koefisien antara 0 - 1,0
g. Menghitung nilai evapotranspirasi terbatas (ET)
h. Menentukan besar hujan dipermukaan tanah ∆s
i. Menentukan harga kelembaban tanah (SMC)
j. Menghitung kelebihan air (WS)
k. Menghitung kandungan air bawah tanah (Vn) dan perubahan kandungan
air bawah tanah (∆Vn)
l. Menghitung debit yang tersedia di sungai.
2. Menghitung ketersediaan mata air
a. Menyiapkan data debit mata air .
b. Menghitung volume kapasitas produksi mata air harian.
c. Menghitung volume kapasitas produksi tahunan.
3.3.2 Analisis Kebutuhan Air
Tahap-tahap perhitungan untuk mendapatkan volume kebutuhan air dalam
DAS Baumata adalah sebagai berikut:
1. Menghitung kebutuhan air irigasi
a. Menganalisis besar evapotranspirasi potensial.
b. Menghitung kebutuhan air untuk penyiapan lahan
c. Menghitung kebutuhan air konsumtif untuk tanaman
d. Menghitung kebutuhan air untuk pergantian lapisan air
e. Menghitung perkolasi
f. Menghitung curah hujan efektif
g. Menentukan efisiensi air irigasi
h. Mencari data luas areal irigasi
i. Menghitung kebutuhan air irigasi.
2. Menghitung kebutuhan air domestik.
3. Menghitung kebutuhan air non domestik.
4. Menghitung kebutuhan air peternakan.
3.3.3 Analisis Neraca Air
Tahap-tahap perhitungan untuk mendapatkan hasil akhir neraca air dalam
DAS Baumata adalah sebagai berikut:
1. Menjumlah semua kebutuhan air menjadi kebutuhan air total.
2. Neraca air dihitung dengan mengurangkan ketersediaan air dan kebutuhan air
total.
3. Membuat grafik hubungan antara Qin dan Qout sehingga didapatkan hasil
surplus atau defisit.
3.4 Bagan Alir Penulisan

MULAI

Pengumpulan data-data
sekunder

Data Debit Peta DAS Data Data Data luas Data


Klimatologi Hidrologi sawah Penduduk
Mata Air Baumata dan ternak

-Temperatur (T) Curah hujan


- Kelembaban (RH) bulanan
- Kecepatan Angin (U)
- Penyinaran matahari
Luas DAS

Ketersediaan Kebutuhan Air :


Evapotranspirasi Curah hujan
Mata Air  Domestik
Potensial Andalan
 Non-Domestik
 Peternakan

Runoff dan Kebutuhan air irigasi


Groundwater Storage

Debit Aliran Sungai

Ketersediaan air Kebutuhan Air

Neraca air

Kesimpulan

SELESAI
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisa Curah Hujan


4.1.1 Curah Hujan Tengah Bulanan
Data curah hujan harian dari Stasiun Klimatologi Lasiana dan Stasiun
Meteorologi El Tari selama 10 tahun (2008-2017) diubah kedalam data curah
hujan tengah bulanan seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Curah Hujan Tengah Bulanan (mm) Stasiun Klimatologi Lasiana

Jan Feb Mar Apr Mei


No. Tahun
I II I II I II I II I II
1 2008 76,0 209,0 452,0 430,0 106,0 112,0 60,0 1,0 0,0 0,0
2 2009 377,8 175,7 294,3 159,7 44,8 60,6 0,8 2,5 39,6 0,0
3 2010 244,4 441,4 64,3 50,1 102,0 26,7 42,2 53,5 61,7 32,9
4 2011 255,6 253,9 112,6 161,0 176,4 117,5 66,6 176,5 64,5 0,0
5 2012 76,0 200,0 265,0 51,0 242,0 65,5 2,0 86,0 25,0 0,0
6 2013 447,0 203,0 22,0 346,0 354,7 57,8 26,0 0,0 0,0 31,0
7 2014 95,0 318,0 220,0 315,0 38,0 55,0 29,0 33,0 2,0 13,0
8 2015 387,3 270,7 52,6 54,9 206,4 86,3 0,0 60,7 10,3 2,7
9 2016 9,4 194,2 73,5 33,2 108,9 41,2 0,0 0,0 84,4 0,0
10 2017 64,8 452,7 326,1 58,0 18,9 0,0 75,2 51,5 0,6 0,0

Lanjutan
Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
I II I II I II I II I II I II I II
0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 16,0 0,0 54,0 49,0 204,0 210,0
0,0 0,0 0,0 2,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 205,2 87,0 468,6
3,2 7,3 3,9 0,0 19,6 1,3 21,2 0,0 106,7 6,7 10,3 5,7 75,1 213,8
0,0 0,0 5,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 16,9 0,0 28,3 34,5 111,3 115,3
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 13,0 0,0 4,0 0,0 18,0 20,0 143,0
32,0 34,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 5,0 13,0 6,0 128,0 93,0 118,0
0,0 0,0 12,0 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 19,0 81,0 84,0 78,0
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,6 16,0 42,8 163,8
0,0 3,2 8,6 0,0 0,0 0,0 0,5 26,2 1,5 6,7 11,1 15,0 96,7 142,8
0,0 0,0 3,1 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 1,2 64,6 33,1 97,0 73,7 107,9
Sumber : dataonline.bmkg.go.id

Apr Mei
II I II I II
12,0 60,0 1,0 0,0 0,0
0,6 0,8 2,5 39,6 0,0
Tabel 4.2. Curah Hujan Tengah Bulanan (mm) Stasiun Meteorologi El Tari

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
No. Tahun
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
1 2008 80,0 156,0 532,0 321,0 89,0 63,0 50,0 1,0 0,0 0,0 0,0 8,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,0 0,0 5,0 126,0 292,0 190,0
2 2009 259,0 165,0 312,0 100,0 63,0 58,0 0,0 2,0 22,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,0 72,0 307,0 166,0
3 2010 237,0 359,0 29,0 178,0 87,0 46,0 108,0 72,0 66,0 60,0 2,0 8,0 2,0 0,0 33,0 2,0 15,0 12,0 93,0 17,0 16,0 17,0 138,0 226,0
4 2011 246,0 264,0 107,0 210,0 206,0 177,0 55,0 182,0 51,0 0,0 0,0 0,0 8,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 21,0 0,0 54,0 52,0 155,0 146,0
5 2012 80,0 200,0 269,0 49,0 253,0 109,0 2,0 125,0 29,0 0,0 0,0 0,0 4,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 2,0 4,0 153,0 24,0 265,0
6 2013 520,2 153,1 73,4 399,2 99,4 65,9 37,3 0,0 0,0 42,5 27,0 41,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 48,0 3,0 29,5 80,6 117,4 162,7
7 2014 178,5 293,1 235,0 262,1 37,6 66,6 44,5 15,0 2,3 25,0 3,0 0,0 14,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 4,1 90,0 152,0 152,6
8 2015 332,4 233,5 108,0 66,7 318,6 69,3 9,4 46,0 6,4 3,4 0,0 0,0 0,0 3,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 7,1 49,6 148,5
9 2016 14,3 199,8 111,6 33,9 173,5 58,0 0,0 0,0 102,0 0,0 0,0 2,5 28,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 70,0 204,0 108,0 146,0 127,0
10 2017 23,7 439,2 274,5 59,4 150,3 93,3 54,3 13,7 0,0 0,0 0,0 0,0 3,4 0,0 0,5 0,0 0,0 1,2 0,0 131,4 19,8 133,7 75,9 129,9
Sumber : dataonline.bmkg.go.id

Tabel 4.3. Curah Hujan Rata-Rata Tengah Bulanan (mm)


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
No. Tahun
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
1 2008 78,0 182,5 492,0 375,5 97,5 87,5 55,0 1,0 0,0 0,0 0,0 5,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 9,5 0,0 29,5 87,5 248,0 200,0
2 2009 318,4 170,4 303,2 129,9 53,9 59,3 0,4 2,3 30,8 0,0 0,0 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 138,6 197,0 317,3
3 2010 240,7 400,2 46,7 114,1 94,5 36,4 75,1 62,8 63,9 46,5 2,6 7,7 3,0 0,0 26,3 1,7 18,1 6,0 99,9 11,9 13,2 11,4 106,6 219,9
4 2011 250,8 259,0 109,8 185,5 191,2 147,3 60,8 179,3 57,8 0,0 0,0 0,0 6,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 19,0 0,0 41,2 43,3 133,2 130,7
5 2012 78,0 200,0 267,0 50,0 247,5 87,3 2,0 105,5 27,0 0,0 0,0 0,0 2,0 0,0 0,0 0,0 0,0 7,0 0,0 3,0 2,0 85,5 22,0 204,0
6 2013 483,6 178,1 47,7 372,6 227,1 61,9 31,7 0,0 0,0 36,8 29,5 37,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 26,5 8,0 17,8 104,3 105,2 140,4
7 2014 136,8 305,6 227,5 288,6 37,8 60,8 36,8 24,0 2,2 19,0 1,5 0,0 13,2 0,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 11,6 85,5 118,0 115,3
8 2015 359,9 252,1 80,3 60,8 262,5 77,8 4,7 53,4 8,4 3,1 0,0 0,0 0,0 1,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,3 11,6 46,2 156,2
9 2016 11,9 197,0 92,6 33,6 141,2 49,6 0,0 0,0 93,2 0,0 0,0 2,9 18,3 0,0 0,0 0,0 0,3 13,1 0,8 38,4 107,6 61,5 121,4 134,9
10 2017 44,3 446,0 300,3 58,7 84,6 46,7 64,8 32,6 0,3 0,0 0,0 0,0 3,3 0,0 0,5 0,0 0,0 0,6 0,6 98,0 26,5 115,4 74,8 118,9
Sumber : Hasil Perhitung
Berdasarkan tabel data curah hujan tengah bulanan dari kedua stasiun
maka diperoleh data curah hujan rata-rata tengah bulanan yang dapat dilihat pada
tabel 4.3.
Curah hujan rata-rata dari kedua stasiun di atas dapat dihitung seperti
berikut, diambil contoh perhitungan untuk bulan Januari 1.
76,00 + 80,00
Jan I = = 78,00 mm/15hari
2
4.1.2 Hari Hujan Tengah Bulanan
Data curah hujan harian dari Stasiun Klimatologi Kupang dan Stasiun
Meteorologi El Tari selama 10 tahun (2008-2017) diperoleh data hari hujan yang
disajikan menjadi data hari hujan tengah bulanan sebagai berikut.
Tabel 4.4. Hari Hujan Tengah Bulanan Stasiun Klimatologi Lasiana
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
No. Tahun
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
1 2008 9 7 14 11 11 9 5 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 4 7 12 9
2 2009 15 9 11 11 8 5 1 2 4 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 7 7 11
3 2010 8 11 6 8 4 5 8 5 5 8 3 1 2 0 1 1 3 0 6 4 4 4 11 16
4 2011 13 13 10 9 11 14 12 7 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0 1 0 5 8 8 10
5 2012 11 7 11 6 10 6 1 6 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 4 4 9
6 2013 11 10 5 11 12 5 2 0 0 6 3 6 0 0 0 0 0 0 1 1 1 6 9 9
7 2014 7 12 10 8 4 7 5 3 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 5 9 5
8 2015 12 10 7 7 9 4 0 4 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 5 13
9 2016 4 10 8 5 8 6 0 0 8 0 0 1 2 0 0 0 1 4 3 2 1 6 11 12
10 2017 7 14 10 3 6 0 5 4 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 2 3 4 7 8 9
Sumber : dataonline.bmkg.go.id

Tabel 4.5. Hari Hujan Tengah Bulanan Stasiun Meteorologi El Tari


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
No. Tahun
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
1 2008 9 8 14 11 9 7 4 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 2 11 10 7
2 2009 12 9 9 9 7 6 0 2 3 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 6 6 9
3 2010 9 11 6 8 4 6 6 5 4 7 1 1 1 0 1 1 2 1 5 4 3 6 10 16
4 2011 12 11 7 10 10 11 9 5 3 0 0 0 2 0 0 0 0 0 1 0 5 8 10 10
5 2012 11 9 10 5 12 6 2 5 4 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 7 5 12
6 2013 12 9 8 12 8 6 3 0 0 6 4 6 0 0 0 0 0 0 1 1 3 7 7 13
7 2014 10 13 11 7 6 6 5 3 1 1 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 5 9 8
8 2015 12 10 9 9 9 6 1 6 1 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 7 15
9 2016 5 12 10 6 9 7 0 0 8 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0 4 8 7 8 10
10 2017 7 14 11 4 9 11 4 4 0 0 0 0 1 0 2 0 0 1 0 4 4 7 9 8
Sumber : dataonline.bmkg.go.id

Berdasarkan tabel data hari hujan tengah bulanan dari kedua stasiun di
atas maka diperoleh data hari hujan rata-rata tengah bulanan yang dapat
dilihat pada tabel 4.6. Hari hujan rata-rata dari kedua stasiun di atas dapat
dihitung seperti berikut, diambil contoh perhitungan untuk bulan Januari 1.
9+9
Jan I = = 9 Hari
2
Tabel 4.6. Hari Hujan Rata-Rata Tengah Bulanan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
No. Tahun
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
1 2008 9 7 14 11 11 9 5 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 4 7 12 9
2 2009 14 9 10 10 8 6 1 2 4 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 7 7 10
3 2010 9 11 6 8 4 6 7 5 5 8 2 1 2 0 1 1 3 1 6 4 4 5 11 16
4 2011 13 12 9 10 11 13 11 6 3 0 0 0 2 0 0 0 0 0 1 0 5 8 9 10
5 2012 11 8 11 6 11 6 2 6 4 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 2 1 6 5 11
6 2013 12 10 7 12 10 6 3 0 0 6 4 6 0 0 0 0 0 0 1 1 2 7 8 11
7 2014 9 13 11 8 5 7 5 3 1 1 1 0 2 1 0 0 0 0 0 0 1 5 9 7
8 2015 12 10 8 8 9 5 1 5 1 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 6 14
9 2016 5 11 9 6 9 7 0 0 8 0 0 1 3 0 0 0 1 2 2 3 5 7 10 11
10 2017 7 14 11 4 8 6 5 4 1 0 0 0 1 0 2 0 0 1 1 4 4 7 9 9
Sumber : Hasil Perhitungan
4.1.3 Curah Hujan Andalan (R80)
Data curah hujan tengah bulanan diurutkan dari yang terbesar ke yang
terkecil untuk mendapatkan nilai probabilitas (P) yaitu dengan menggunakan
rumus Weilbull pada persamaan 2.16. Penggunaan Metode ini didasarkan
dengan pertimbangan bahwa metode ini sering digunakan untuk analisis
peluang dan periode peluang karena digunakan untuk sekelompok data
tahunan atau partial.

= × 100%
+1
1
= × 100% = 9,09 %
10 + 1
Probabilitas 80% berada di antara data ke-8 dan data ke-9 yaitu di antara
P = 72,73% dan P = 81,82%, maka dilakukan perhitungan interpolasi untuk
memperoleh R80. Berikut merupakan contoh perhitungan interpolasi untuk
memperoleh R80 Januari I.
Probabilitas a b c
Curah Hujan x y z

Probabilitas 72,73 80 81,82


Curah Hujan 78,0 y 44,3
Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:

= + ( − )

, ,
= 78,0 + (44,3 − 78,0) = 51,0 mm
, ,
Maka diperoleh nilai curah hujan andalan pada P = 80% dari hasil
interpolasi sebesar = 51,0 mm. Hasil perhitungan curah hujan andalan (R80)
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.7. Curah Hujan Andalan (R80)

Probabilitas Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
No.
(%)
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
1 9,09 483,6 446,0 492,0 375,5 262,5 147,3 75,1 179,3 93,2 46,5 29,5 37,6 18,3 1,6 26,3 1,7 18,1 13,1 99,9 98,0 107,6 138,6 248,0 317,3
2 18,18 359,9 400,2 303,2 372,6 262,5 87,5 64,8 105,5 63,9 36,8 2,6 7,7 13,2 1,2 0,5 0,0 0,3 7,0 26,5 38,4 41,2 115,4 197,0 219,9
3 27,27 318,4 305,6 300,3 288,6 247,5 87,3 60,8 62,8 57,8 19,0 1,5 5,5 6,9 0,5 0,0 0,0 0,0 6,0 19,0 11,9 29,5 104,3 133,2 204,0
4 36,36 250,8 259,0 267,0 185,5 191,2 77,8 55,0 53,4 30,8 3,1 0,0 2,9 3,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,6 9,5 8,0 26,5 87,5 121,4 200,0
5 45,45 240,7 252,1 227,5 129,9 141,2 61,9 36,8 32,6 27,0 0,0 0,0 0,0 3,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,8 3,0 17,8 85,5 118,0 156,2
6 54,55 136,8 200,0 109,8 114,1 97,5 60,8 31,7 24,0 8,4 0,0 0,0 0,0 2,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,6 0,0 13,2 85,5 106,6 140,4
7 63,64 78,0 197,0 92,6 60,8 94,5 59,3 4,7 2,3 2,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 11,6 61,5 105,2 134,9
8 72,73 78,0 182,5 80,3 58,7 84,6 49,6 2,0 1,0 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,0 43,3 74,8 130,7
9 81,82 44,3 178,1 47,7 50,0 53,9 46,7 0,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 11,6 46,2 118,9
10 90,91 11,9 170,4 46,7 33,6 37,8 36,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,3 11,4 22,0 115,3
Rata-rata 200,2 259,1 196,7 166,9 147,3 71,4 33,1 46,1 28,3 10,5 3,4 5,4 4,7 0,3 2,7 0,2 1,8 2,7 15,6 15,9 25,0 74,4 117,2 173,7
R70 78,0 186,9 84,0 59,3 87,6 52,5 2,8 1,4 0,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 4,9 48,7 83,9 131,9
R80 51,0 178,9 54,2 51,7 60,0 47,2 0,7 0,2 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,2 17,9 51,9 121,3
R90 15,1 171,1 46,8 35,2 39,4 37,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 11,4 24,4 115,7
Sumber : Hasil Perhitungan.
Curah Hujan Rata-Rata dan Curah Hujan Andalan
DAS Baumata
300,0

250,0

200,0

150,0

100,0

50,0

0,0
Jan-1 Jan-2 Peb-1 Peb-2 Mar-1 Mar-2 Apr-1 Apr-2 Mei-1 Mei-2 Jun-1 Jun-2 Jul-1 Jul-2 Ags-1 Ags-2 Sep-1 Sep-2 Okt-1 Okt-2 Nop-1 Nop-2 Des-1 Des-2

Rata-Rata R70 R80 R90

Gambar 4.1 Grafik Curah Hujan Rata-Rata dan Curah Hujan Andalan di DAS Baumata
Sumber : Hasil Perhitungan.
4.2 Evapotranspirasi
4.2.1 Data Klimatologi
Data klimatologi sangat dibutuhkan dalam perhitungan evapotranspirasi,
data klimatologi yang digunakan merupakan data klimatologi dari Stasiun
Klimatologi Lasiana dan Stasiun Meteorologi El Tari. Lokasi DAS Baumata
berada antara 10°8’0” LS–10°14’0” LS dan 123°40’0” BT–123°42’0” BT.
Nama Stasiun = Stasiun Klimatologi Lasiana dan Stasiun Meteorologi El Tari
Elevasi Stasiun = 112 mdpl
Elevasi DAS = 400 mdpl
H = 400 – 112 = 288 m
= 0,25 (konstanta)
= 0,54 (konstanta)
Koordinat = 10,22°
Data klimatologi yang dibutuhkan dalam perhitungan evapotranspirasi
adalah sebagai berikut:
1. Data Temperatur (T)
Tabel 4.8. Data Temperatur Udara Rata-Rata (°C) Stasiun Klimatologi Lasiana

No Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 2008 27,7 26,7 26,3 27,0 27,2 26,1 25,5 26,6 27,8 29,4 29,1 27,2
2 2009 27,2 26,9 26,5 28,1 27,4 26,2 25,9 26,8 27,9 28,7 29,1 28,1
3 2010 27,4 28,1 27,5 27,7 27,8 27,1 27,1 27,0 28,4 29,0 29,0 27,6
4 2011 26,9 27,4 26,7 26,7 26,4 25,3 26,0 26,0 27,1 28,9 29,1 27,9
5 2012 27,7 27,1 26,6 27,4 26,7 25,9 25,4 25,7 26,8 29,1 29,8 28,6
6 2013 27,3 27,5 27,1 27,8 27,6 27,0 26,2 26,3 27,2 29,0 29,2 28,2
7 2014 27,8 27,0 27,2 26,8 28,1 27,2 26,2 26,4 25,8 28,2 28,4 28,4
8 2015 27,9 28,1 27,4 27,6 27,6 26,6 25,5 26,5 27,5 28,7 28,7 27,6
9 2016 27,1 27,1 26,8 26,8 26,9 25,7 24,8 25,6 26,1 28,7 29,6 29,2
10 2017 28,2 27,8 27 26,4 27,6 26,7 25,5 26 26,6 28,5 29 28,2
Rata-Rata 27,5 27,4 26,9 27,2 27,3 26,4 25,8 26,3 27,1 28,8 29,1 28,1
Sumber : dataonline.bmkg.go.id

Tabel 4.9. Data Temperatur Udara Rata-Rata (°C) Stasiun Meteorologi El Tari

No Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 2008 27,2 26,3 26,4 26,9 27,0 25,7 25,0 26,1 27,6 29,6 29,2 26,9
2 2009 26,9 26,5 26,4 28,0 27,3 25,6 25,6 26,6 28,0 28,9 29,3 28,0
3 2010 26,9 27,9 27,5 27,6 27,0 26,7 26,6 26,6 28,2 28,5 29,0 27,3
4 2011 26,5 26,7 26,3 26,3 26,1 24,2 25,5 25,6 26,9 28,4 28,7 27,3
5 2012 27,1 26,9 26,2 27,2 26,3 24,7 24,9 25,4 26,5 29,0 29,7 28,1
Lanjutan
6 2013 26,7 27,2 27,0 27,6 27,4 26,6 25,7 25,9 27,0 28,8 28,8 27,8
7 2014 27,2 26,2 26,9 27,3 27,4 26,5 25,7 25,9 25,7 28,1 29,1 27,9
8 2015 27,1 26,9 26,6 27,5 26,6 26,4 25,6 25,4 26,3 27,5 29,3 28,3
9 2016 28,9 28,2 28,1 28,9 27,9 27,7 27,0 26,7 27,8 29,3 29,6 28,0
10 2017 27,4 27,2 26,9 27,4 28,4 27,4 29,2 27,8 28,4 28,9 27,9 27,3
Rata-Rata 27,2 27,0 26,8 27,5 27,1 26,1 26,1 26,2 27,2 28,7 29,1 27,7
Sumber : dataonline.bmkg.go.id
2. Data Kecepatan Angin (U)
Tabel 4.10. Data Kecepatan Angin Rata-Rata (Knot) Stasiun Klimatologi Lasiana

No Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 2008 3 2 1 3 5 5 5 8 6 7 6 5
2 2009 6 6 4 6 8 8 10 11 9 10 7 6
3 2010 9 7 5 5 7 12 12 12 11 8 7 6 No Ta
4 2011 6 7 6 7 9 11 13 12 13 10 8 4 1 20
5 2012 7 3 5 6 7 6 7 6 6 8 8 5 3 20
6 2013 6 5 5 7 6 9 12 9 9 7 7 4 4 20
7 2014 8 7 5 5 10 12 11 14 7 8 8 3 5 20
8 2015 4 4 3 4 5 5 7 5 5 4 4 2 6 20
9 2016 6 3 3 3 5 7 6 8 6 5 4 3 7 20
10 2017 4 3 3 3 5 6 7 7 5 3 3 2 8 20
Rata-Rata 6 5 4 5 7 8 9 9 8 7 6 4 9 20
Sumber : dataonline.bmkg.go.id 10 20
Rata-R
Tabel 4.11. Data Kecepatan Angin Rata-Rata (Knot) Stasiun Meteorologi El Tari

No Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 2008 5 4 2 6 9 9 10 12 8 8 4 3
2 2009 3 3 2 4 7 5 7 8 6 5 5 3
3 2010 4 3 2 3 5 8 9 8 7 6 3 3
4 2011 4 4 3 5 6 7 9 9 8 6 4 2
5 2012 3 3 4 4 8 7 9 8 5 6 4 3
6 2013 5 4 4 5 6 7 9 8 6 5 4 3
7 2014 5 4 3 4 7 9 8 10 6 5 5 3
8 2015 4 3 3 4 6 9 8 7 7 6 3 4
9 2016 4 4 4 6 5 8 9 8 6 7 5 5
10 2017 3 3 2 2 5 5 5 5 4 3 2 2
Rata-Rata 4 3 3 4 6 7 8 8 6 6 4 3
Sumber : dataonline.bmkg.go.id
3. Data Kelembaban Relatif (RH)
Tabel 4.12. Data Kelembaban Relatif Rata-Rata (%) Stasiun Klimatologi Lasiana

No Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 2008 85 83 89 76 67 70 67 64 66 65 76 87
2 2009 88 88 86 78 74 70 68 65 67 63 72 85
3 2010 87 86 85 85 82 75 74 69 71 72 74 83
4 2011 86 84 87 83 74 71 67 62 65 68 71 58
5 2012 83 84 84 77 74 72 70 64 67 64 68 78
6 2013 87 77 87 75 75 75 66 62 66 67 71 80
7 2014 82 84 82 77 70 67 68 61 66 64 68 85
8 2015 86 83 86 78 68 73 66 65 69 72 79 86
9 2016 88 87 88 85 74 70 70 64 66 62 69 77
10 2017 82 84 87 77 75 75 69 66 66 71 76 81
Rata-Rata 85 84 86 79 73 72 69 64 67 67 72 80
Sumber : dataonline.bmkg.go.id

Tabel 4.13. Data Kelembaban Relatif Rata-Rata (%) Stasiun Meteorologi El Tari

No Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 2008 85 90 88 75 69 71 68 64 65 64 75 87
2 2009 89 88 84 76 73 71 68 70 72 70 70 86
3 2010 91 88 87 85 84 79 80 76 73 78 80 87
4 2011 92 90 91 56 79 76 74 68 72 75 72 89
5 2012 88 87 88 78 74 73 70 62 67 63 67 80
6 2013 88 86 86 75 76 77 70 62 66 68 71 84
7 2014 86 89 86 83 77 74 73 65 72 71 75 86
8 2015 87 87 89 81 77 75 71 70 67 70 76 82
9 2016 80 85 85 73 78 71 67 64 72 65 72 82
10 2017 86 86 88 83 70 66 66 61 65 74 83 85
Rata-Rata 87 88 87 76 76 73 71 66 69 70 74 85
Sumber : dataonline.bmkg.go.id
4. Data Penyinaran Matahari (n)
Tabel 4.14. Data Penyinaran Matahari Rata-Rata (%) Stasiun Klimatologi Lasiana

No Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 2008 65 37 65 89 99 90 97 98 96 92 80 41
2 2009 53 43 75 96 85 98 94 96 98 98 83 60
3 2010 50 67 82 79 74 90 89 93 81 75 82 83
4 2011 27 58 51 49 88 95 90 97 99 87 81 58
5 2012 44 68 56 84 79 94 95 98 97 99 90 73
6 2013 43 62 65 93 81 78 86 99 96 92 81 60
Lanjutan
7 2014 52 50 80 80 93 88 91 99 99 99 91 58
8 2015 64 84 69 77 94 96 89 95 92 86 70 54
9 2016 40 66 54 70 90 82 89 99 100 99 98 72
10 2017 59 57 53 75 97 82 98 97 99 95 84 58
Rata-Rata 50 59 65 79 88 89 92 97 96 92 84 62
Sumber : dataonline.bmkg.go.id
Tabel 4.15. Data Penyinaran Matahari Rata-Rata (%) Stasiun Meteorologi El Tari

No Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 2008 58 30 52 86 97 91 98 97 97 93 75 45
3 2010 54 73 79 78 71 89 85 92 82 78 86 44
4 2011 29 57 52 44 89 97 89 98 99 90 89 60
5 2012 54 73 60 85 84 96 98 99 96 93 85 73
6 2013 47 60 57 94 79 79 89 100 96 91 81 60
7 2014 64 84 69 77 94 96 89 95 92 86 70 54
8 2015 61 66 77 85 95 93 95 97 96 100 87 60
9 2016 82 76 76 96 89 91 92 93 93 86 84 58
10 2017 53 48 41 65 76 77 90 70 82 83 65 42
Rata-Rata 55 60 64 80 86 90 92 93 93 90 80 57
Sumber : dataonline.bmkg.go.id

Berdasarkan data klimatologi di atas maka berikut merupakan rekapan


untuk Data Klimatologi Rata-Rata dari Stasiun Klimatologi Lasiana dan Stasiun
Meteorologi El Tari.
Tabel 4.16. Rekapan Data Klimatologi Rata-Rata Stasiun Meteorologi Lasiana

(T) (U) (RH) (n)


Bulan
C knot Km/hari % %

Januari 27,5 5,8 259,0 85 50
Februari 27,4 4,7 209,1 84 59
Maret 26,9 4,0 178,0 86 65
April 27,2 4,9 216,3 79 79
Mei 27,3 6,7 296,2 73 88
Juni 26,4 8,1 358,7 72 89
Juli 25,8 9,0 398,0 69 92
Agustus 26,3 9,2 411,0 64 97
September 27,1 7,7 344,3 67 96
Oktober 28,8 7,0 309,4 67 92
Nopember 29,1 6,2 273,7 72 84
Desember 28,1 4,0 179,7 80 62
Sumber : Hasil Perhitungan.
Tabel 4.17. Rekapan Data Klimatologi Rata-Rata Stasiun Meteorologi El Tari

(T) (U) (RH) (n)


Bulan
C knot Km/hari % %
Januari ⁰
27,2 3,9 174,3 87 55
Februari 27,0 3,5 153,7 88 60
Maret 26,8 2,7 120,5 87 64
April 27,5 4,2 187,6 76 80
Mei 27,1 6,4 282,9 76 86
Juni 26,1 7,5 332,9 73 90
Juli 26,1 8,3 368,9 71 92
Agustus 26,2 8,2 366,4 66 93
September 27,2 6,2 275,1 69 93
Oktober 28,7 5,5 244,5 70 90
Nopember 29,1 3,9 173,6 74 80
Desember 27,7 3,1 136,3 85 57
Sumber : Hasil Perhitungan.

Rekapan data klimatologi dari kedua stasiun dirata-ratakan sehingga


diperoleh data klimatologi rata-rata seperti pada tabel 4.18.
Data Klimatologi rata-rata dari kedua stasiun di atas dapat dihitung seperti
berikut, diambil contoh perhitungan Temperatur (T) untuk bulan Januari.
27,5 + 27,2
Jan = = 27,4℃
2
Tabel 4.18. Data Klimatologi Rata-Rata

(T) (U) (RH) (n)


Bulan
C Km/hari % %
Januari ⁰
27,4 216,6 86,3 52,5
Februari 27,2 181,4 85,8 59,7
Maret 26,9 149,2 86,6 64,3
April 27,4 201,9 77,8 79,8
Mei 27,2 289,5 74,5 86,9
Juni 26,3 345,8 72,4 89,8
Juli 25,9 383,4 69,6 91,8
Agustus 26,2 388,7 65,2 95,2 Keterangan :
September 27,2 309,7 68,0 94,4 Temperatur (T)
Oktober 28,8 276,9 68,3 90,9 Kecepatan Angin (U)
Nopember 29,1 223,7 73,2 82,1 Kelembaban Relatif (RH)
Desember 27,9 158,0 82,4 59,2 Penyinaran Matahari (n)
Sumber : Hasil Perhitungan
4.2.2 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial
Perhitungan evapotranspirasi menggunakan metode Penman Modifikasi.
Dalam perhitungan ini diambil contoh perhitungan bulan Januari sebagai berikut:
1. Koreksi Data
a. Koreksi Data Suhu (T`)
`= − 0,006
` = 27,4 − (0,006 × 288)
` = 27,4 − (1,73)
` = 25,63℃
b. Koreksi Data Penyinaran Matahari (n)
′ = ′ − 0,010
′ = 52,5 − (0,010 × 288)
′ = 52,5 − (2.89)
′ = 49,61%
2. Analisa Data
a. Tekanan Uap Air (ea)
Nilai ea ditentukan dengan cara interpolasi berdasarkan angka suhu yang
telah dikoreksi menggunakan tabel 2.2 dengan pola interpolasi berikut:
Temp. °C a b c
ea x y z

Temp. °C 25 25,63 26
ea 31,7 y 33,6

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

25,63 − 25,00
= 31,7 + (33,6 − 31,7)
26,00 − 25,00
0,63
= 31,7 + (1,9)
1,00
= 31,7 + 1,2
= 32,90 mbar
Maka diperoleh nilai ea dari hasil interpolasi sebesar = 32,90 mbar.
b. Pengaruh Radiasi (W)
Nilai W ditentukan dengan cara interpolasi berdasarkan angka suhu dan
ketinggian yang berbeda menggunakan tabel 2.3 dengan suhu pada bulan
januari yaitu 25,63℃ dan elevasi DAS yaitu 400 mdpl, maka perhitungan
pengaruh radiasi (W) adalah sebagai berikut:
1) Interpolasi elevasi 400 mdpl untuk = 24℃
Elevasi a b c
W x y z

Elevasi 0 400 500


W 0,73 y 0,72

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

400 − 0
= 0,73 + (0,72 − 0,73)
500 − 0
400
= 0,73 + (−0,01)
500
= 0,73 + (−0,008)
= 0,722
Maka diperoleh nilai W pada = 24℃ dari hasil interpolasi sebesar
= 0,722.
2) Interpolasi elevasi 300 mdpl untuk = 26℃
Elevasi a b c
W x y z

Elevasi 0 400 500


W 0,75 y 0,74

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

400 − 0
= 0,75 + (0,74 − 0,75)
500 − 0
400
= 0,75 + (−0,01)
500
= 0,75 + (−0,008)
= 0,742
Maka diperoleh nilai W pada = 26℃ dari hasil interpolasi sebesar
= 0,742.
3) Nilai Pengaruh Radiasi (W) untuk = 25,63℃
Temp. °C a b c
W x y z

Temp. °C 24 25,63 26
W 0,722 y 0,742

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

25,63 − 24,00
= 0,722 + (0,742 − 0,722)
26,00 − 24,00
1,63
= 0,722 + (0,02)
2,00
= 0,722 + 0,016
= 0,738
Maka diperoleh nilai W pada = 25,63℃ dari hasil interpolasi
sebesar = 0,738.
c. Faktor (1-W)
Nilai (1-W) ditentukan dengan cara interpolasi berdasarkan angka suhu
dan ketinggian yang berbeda menggunakan tabel 2.4 dengan suhu pada
bulan januari yaitu 25,63℃ dan elevasi DAS yaitu 400 mdpl, maka
perhitungan pengaruh radiasi (W) yang diambil pada bulan januari adalah
sebagai berikut:
1) Interpolasi elevasi 400 mdpl untuk = 24℃
Elevasi a b c
1-W x y z

Elevasi 0 400 500


1-W 0,27 y 0,28
Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:

= + ( − )

400 − 0
= 0,27 + (0,28 − 0,27)
500 − 0
400
= 0,27 + (0,01)
500
= 0,27 + 0,008
= 0,278
Maka diperoleh nilai (1-W) pada = 24℃ dari hasil interpolasi
sebesar = 0,278.
2) Interpolasi elevasi 400 mdpl untuk = 26℃
Elevasi a b c
1-W x y z

Elevasi 0 400 500


1-W 0,25 y 0,26

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

400 − 0
= 0,25 + (0,26 − 0,25)
500 − 0
400
= 0,25 + (0,01)
500
= 0,25 + 0,008
= 0,258
Maka diperoleh nilai (1-W) pada = 26℃ dari hasil interpolasi
sebesar = 0,258.
3) Nilai faktor (1-W) untuk = 25,63℃
Temp. °C a b c
1-W x y z

Temp. °C 24 25,63 26
1-W 0,278 y 0,258
Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:

= + ( − )

25,63 − 24,00
= 0,278 + (0,258 − 0,278)
26,00 − 24,00
1,63
= 0,278 + (−0,02)
2,00
= 0,278 + (−0,0163)
= 0,262
Maka diperoleh nilai (1-W) pada = 25,63℃ dari hasil interpolasi
sebesar = 0,262
d. Pengaruh Temperatur f(T)
Nilai pengaruh temperatur f(T) pada radiasi gelombang panjang (Rn1)
ditentukan dengan cara interpolasi berdasarkan angka suhu menggunakan
tabel 2.5 dengan suhu pada bulan januari yaitu 25,63℃, maka perhitungan
pengaruh temperatur f(T) yang diambil pada bulan januari adalah sebagai
berikut:
Temp. °C a b c
f(T) x y z

Temp. °C 24 25,63 26
f(T) 15,4 y 15,9

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

25,63 − 24,00
= 15,4 + (15,9 − 15,4)
26,00 − 24,00
1,63
= 15,4 + (0,5)
2,00
= 15,4 + (0,4075)
= 15,81
Maka diperoleh nilai f(T) pada = 25,63℃ dari hasil interpolasi sebesar
= 15,81.
e. Tekanan jenuh uap air (ed)
Besaran (ed) ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.28)
berdasarkan nilai (ea) dan (RH), maka perhitungan besaran (ed) yang
diambil pada bulan januari adalah sebagai berikut:

= ×
100
86,3
= 32,90 ×
100
= 32,90 × 0,863
= 28,38 mbar
f. Besaran ( − )
− = 32,90 − 28,38
− = 4,52 mbar
g. Fungi efek tekanan uap jenuh pada gelombang panjang radiasi f(ed)
Nilai pengaruh tekanan jenuh uap air (ed) pada radiasi f(ed) ditentukan
dengan cara interpolasi berdasarkan nilai (ed) menggunakan tabel 2.6
dengan nilai (ed) pada bulan januari yaitu 28,38 mbar, maka perhitungan
nilai f(ed) yang diambil pada bulan januari adalah sebagai berikut:
ed
a b c
(mbar)
f(ed) x y z

ed
28 28,38 30
(mbar)
f(ed) 0,11 y 0,10

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

28,37 − 28,00
= 0,11 + (0,10 − 0,11)
30,00 − 28,00
0,37
= 0,11 + (−0,01)
2,00
= 0,11 + (−0,00185)
= 0,108
Maka diperoleh nilai f(ed) pada = 28,38 mbar dari hasil interpolasi
sebesar = 0,108 mbar.
h. Radiasi Matahari Ekstra Terrestrial (Ra)
Besaran Ra ditentukan dengan cara interpolasi berdasarkan posisi garis
lintang lokasi proyek yaitu 10,22° dengan menggunakan tabel 2.7, maka
perhitungan besaran Ra yang diambil pada bulan Januari adalah sebagai
berikut:
Koordinat
a b c
°
Ra x y z

Koordinat
10 10,22 12
°
Ra 16,4 y 16,6

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

10,22 − 10,00
= 16,4 + (16,6 − 16,4)
12,00 − 10,00
0,22
= 16,4 + (0,2)
2,00
= 16,4 + (0,022)
= 16,422 mm/hari
Maka diperoleh nilai Ra pada Koordinat = 10,22° dari hasil interpolasi
sebesar = 16,422.
i. Besaran n
n = n/100/12,1
n = 52,5 / 100 / 12,1
n = 0,041
j. Lama Penyinaran Matahari Rata-Rata Maksimum (N)
Besaran (N) ditentukan dengan cara interpolasi berdasarkan posisi garis
lintang lokasi proyek yaitu 10,22° dengan menggunakan tabel 2.8, maka
perhitungan besaran (N) yang diambil pada bulan Januari adalah sebagai
berikut:
Koordinat a b c
°
N x y z

Koordinat
10 10,22 15
°
N 12,60 y 12,90

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

10,22 − 10,00
= 12,6 + (12,9 − 12,6)
15,00 − 10,00
0,22
= 12,6 + (0,3)
5,00
= 12,6 + (0,0132)
= 12,613
Maka diperoleh nilai N pada Koordinat = 10,22° dari hasil interpolasi
sebesar = 12,613
k. Kecerahan Matahari (n/N)
0,041
=
12,613

= 0,003

l. Radiasi Gelombang Pendek (Rs)


=( + . ⁄ )
= (0,25 + 0,54 .0,003) × 16,422
= (0,2516) × 16,422
= 4,134 mm/hari
m. Gelombang Pendek Radiasi Matahari yang Masuk (Rns)
= (1 − ) ×
= (1 − 0,25) × 4,134
= (0,75) × 4,134
= 3,101 mm/hari
n. Besaran f(n/N)
Besaran f(n/N) ditentukan dengan cara interpolasi berdasarkan nilai (n/N)
dengan menggunakan tabel 2.9, maka perhitungan besaran f(n/N) yang
diambil pada bulan januari adalah sebagai berikut:
(n⁄N) a b c
( ⁄ ) x y z

( ⁄ ) 0,00 0,003 0,05


( ⁄ ) 0,10 y 0,15

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

0,003 − 0,00
= 0,10 + (0,15 − 0,10)
0,05 − 0,00
0,003
= 0,10 + (0,05)
0,05
= 0,10 + (0,05)
= 0,103 mm/hari
Maka diperoleh nilai (n⁄N) pada nilai n/N = 0,003 dari hasil interpolasi
sebesar = 0,103
o. Fungsi Kecepatan Angin f(u)
( ) = 0,27(1 + ⁄100)
( ) = 0,27(1 + 216,64⁄100)
( ) = 0,27(3,1664)
( ) = 0,855 Km/hari
p. Besaran Rn1
1= ( )× ( )× ( ⁄ )
1 = 15,81 × 0.108 × 0,103
1 =0,176 mm/hari
q. Besaran Rn
= − 1
= 3,101 − 0,176
= 2,924 mm/hari
r. Kecepatan Angin Rata-Rata (Ud)
Satuan kecepatan angin rata-rata dikonversi dari km/jam ke m/dt dalam
perhitungan yang diambil bulan januari berikut:
U = 216,64 km/hari
216,64 × 1000
=
24 × 60 × 60
216640
=
86400
= 2,507 m/dt

s. Angka Koreksi (c)


Nilai angka koreksi (c) ditentukan dengan cara interpolasi berdasarkan
nilai Rhmax, Uday/Unight, Rs dan Ud dengan menggunakan tabel 2.10,
maka perhitungan Nilai angka koreksi (c) yang diambil pada bulan januari
adalah sebagai berikut:
Rhmax = 90%
Uday/Unight = 1,00
Rs = 4,13 mm/hari
Ud = 2,507 m/dtk
1) Interpolasi Ud = 2,507 m/dtk untuk Rs = 3 mm/hari
Ud a b c
c x y z

Ud 0 2,507 3
c 1,02 y 0,85
Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:

= + ( − )

2,507 − 0
= 1,02 + (0,85 − 1,02)
3,00 − 0
2,507
= 1,02 + (−0,17)
3,00
= 1,02 + (−0,142)
= 0,878
Maka diperoleh nilai c pada nilai Ud = 2,507 dan Rs = 3 mm/hari dari
hasil interpolasi sebesar = 0,878.
2) Interpolasi Ud = 2,507 m/dtk untuk Rs = 6 mm/hari
Ud a b c
c x y z

Ud 0 2,507 3
c 1,06 y 0,92
Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:

= + ( − )

2,507 − 0
= 1,06 + (0,92 − 1,06)
3,00 − 0
2,507
= 1,06 + (−0,14)
3,00
= 1,06 + (−0,1699)
= 0,943
Maka diperoleh nilai c pada nilai Ud = 2,507 dan Rs = 6 mm/hari dari
hasil interpolasi sebesar = 0,943
3) Nilai faktor koreksi (c) untuk Rs = 4,13 mm/hari
Rs a b c
C x y z

Rs 3 4,13 6
C 0,878 y 0,943
Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:

= + ( − )

4,13 − 3
= 0,878 + (0,943 − 0,878)
6−3
1,13
= 0,878 + (0,065)
3
= 0,878 + (0,0245)
= 0,903
Maka diperoleh nilai c pada nilai Rs = 4,13 mm/hari dari hasil
interpolasi sebesar = 0,903.
3. Perhitungan Evapotranspirasi Potensial (ET0)
Berdasarkan nilai yang telah diketahui di atas maka perhitungan
evapotranspirasi dapat dihitung sebagai berikut diambil perhitungan bulan
januari:
= [ × + (1 − )× ( )×( − )]
= 0,903 [0,738 × 2,924 + 0,262 × 0,855 × 4,52]
= 2,861 mm/hari
Jadi, nilai evapotranspirasi potensial (ETo) pada bulan Januari adalah
2,861 mm/hari. Hasil perhitungan evapotranspirasi seluruhnya dapat dilihat
pada tabel 4.19 di bawah ini:
Tabel 4.19. Perhitungan Evapotranspirasi Potensial dengan Metode Penman Modifikasi

NO URAIAN KETERANGAN SATUAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
I DATA
1 Temperatur (T) (Data) C 27,4 27,2 26,9 27,4 27,2 26,3 25,9 26,2 27,2 28,8 29,1 27,9
2 Kecepatan Angin (U) (Data) ⁰
Km/hari 216,64 181,38 149,25 201,93 289,55 345,79 383,44 388,69 309,73 276,92 223,69 158,03
3 Kelembaban Relatif (RH) (Data) % 86,3 85,8 86,6 77,8 74,5 72,4 69,6 65,2 68,0 68,3 73,2 82,4
4 Kelembapan Relatif Maks. (Rhmax) (Data) % 86,27 85,77 87 77,77 74,45 69,55 69,55 65,17 68,03 68,31 73,18 82,40
5 Penyinaran Matahari (n) (Data) % 52,5 59,7 64,3 79,8 86,9 89,8 91,8 94,4 94,4 90,9 82,1 59,2
II KOREKSI DATA
6 T = ( T - 0,006 H ) C 25,63 25,46 25,14 25,63 25,51 24,54 24,21 24,52 25,45 27,03 27,35 26,17
7 n = ( n - 0,010 H) ⁰% 49,61 56,83 61,37 76,94 84,04 86,92 88,88 91,56 91,56 88,04 79,27 56,28
III ANALISIS DATA
8 ea ( tabel ) mbar 32,90 32,57 31,97 32,89 32,66 30,82 30,21 30,78 32,55 35,76 36,44 33,95
9 ed = ea x RH / 100 (8)*(3)/100 mbar 28,38 27,93 27,70 25,58 24,32 22,33 21,01 20,06 22,14 24,43 26,67 27,98
10 ( ea - ed ) (8)-(9) mbar 4,52 4,63 4,27 7,31 8,35 8,49 9,20 10,72 10,41 11,33 9,77 5,97
11 f (u) = 0,27 ( 1 + U/100 ) 0,27(1+(2)/100) Km/hr 0,855 0,760 0,673 0,815 1,052 1,204 1,305 1,319 1,106 1,018 0,874 0,697
12 (1-W) ( tabel ) 0,262 0,263 0,267 0,262 0,263 0,273 0,276 0,273 0,264 0,248 0,244 0,256
13 W ( tabel ) 0,738 0,737 0,733 0,738 0,737 0,727 0,724 0,727 0,736 0,752 0,756 0,744
14 Ra ( tabel ) mm/hr 16,422 16,300 15,489 14,178 12,767 11,956 12,356 13,467 14,789 15,889 16,222 16,233
15 n (7)/100/12,1 0,041 0,047 0,051 0,064 0,069 0,072 0,073 0,076 0,076 0,073 0,066 0,047
16 N ( tabel ) 12,613 12,409 12,104 11,800 11,591 11,487 11,587 11,791 12,000 12,309 12,609 12,713
17 n/N (14)/(15) 0,003 0,004 0,004 0,005 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,005 0,004
18 Rs = ( a + b n/N ) Ra mm/hr 4,134 4,108 3,907 3,586 3,233 3,029 3,131 3,413 3,748 4,023 4,101 4,090
19 Rns = ( 1 - a ) Rs mm/hr 3,101 3,081 2,930 2,689 2,425 2,272 2,348 2,560 2,811 3,017 3,076 3,068
20 f(T) ( tabel ) 15,81 15,76 15,69 15,81 15,78 15,53 15,45 15,53 15,76 16,11 16,17 15,93
21 f(ed) ( tabel ) 0,108 0,110 0,112 0,122 0,120 0,128 0,135 0,140 0,129 0,120 0,117 0,110
22 f(n/N) ( tabel ) 0,103 0,104 0,104 0,105 0,106 0,106 0,106 0,106 0,106 0,106 0,105 0,104
23 Rn1 = f(T) x f(ed) x f(n/N) (19)(20)(21) mm/hr 0,176 0,181 0,182 0,203 0,201 0,212 0,222 0,231 0,217 0,205 0,198 0,182
24 Rn = Rns - Rn1 (18)-(22) mm/hr 2,924 2,901 2,748 2,486 2,224 2,060 2,127 2,329 2,594 2,813 2,877 2,886
25 Kecepatan angin rata-rata (Ud) m/dt 2,507 2,099 1,727 2,337 3,351 4,002 4,438 4,499 3,585 3,205 2,589 1,829
26 Faktor perkiraan kondisi musim (c) 0,903 0,924 0,939 0,900 0,836 0,807 0,773 0,780 0,836 0,863 0,897 0,938
IV EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL
27 Eto = c [ W x Rn + ( 1 - W ) x f(U) x (25)((12)(23)+ mm/hr 2,861 2,830 2,614 3,055 3,299 3,460 3,751 4,329 4,132 4,291 3,825 3,012
( ea - ed) ] (11)(10)(9))
Sumber : Hasil Perhitungan.
4.2.3 Evapotranspirasi Potensial Tengah Bulanan
Setelah perhitungan evapotranspirasi potensial bulanan diperoleh, maka
sebelum masuk dalam perhitungan ketersediaan air data ETo diubah kedalam
Data ETo tengah bulanan (mm/15hari) dengan contoh perhitungan pada bulan
Februari I dan Februari II:
Feb I = × 15 ℎ = 2,830 × 15 ℎ = 42,446 mm/15hari
Feb II = × 13 ℎ = 2,830 × 13 ℎ = 36,786 mm/15hari
Sehingga diperoleh evapotranspirasi potensial setengah bulanan seperti pada
tabel berikut:
Tabel 4.20. Evapotranspirasi Potensial (mm/15hari)
ETo
Bulan Periode
mm/15hari
I 42,908
Jan
II 45,769
I 42,446
Feb
II 36,786
I 39,205
Mar
II 41,819
I 45,832
Apr
II 45,832
I 49,487
Mei
II 52,786
I 51,896
Jun
II 51,896
I 56,261
Jul
II 60,012
I 64,940
Agust
II 69,270
I 61,986
Sep
II 61,986
I 64,370
Okt
II 68,662
I 57,374
Nop
II 57,374
I 45,185
Des
II 48,197
Sumber : Hasil Perhitungan
4.3 Ketersediaan Air di DAS Baumata
4.3.1 Ketersediaan Aliran Sungai
Perhitungan ketersediaan aliran sungai dalam DAS Baumata menggunakan
metode F. J. Mock memerlukan data-data sebagai berikut:
1. Curah hujan setengah bulanan
2. Hari hujan setengah bulanan
3. Evapotranspirasi Potensial Setengah Bulanan
4. Luas DAS Baumata
5. Tata Guna Lahan
Tabel 4.21. Luas dan Jenis Tata Guna Lahan di DAS Baumata
Luas
Luas DAS Jenis Penggunaan Persentase
Nama DAS Lahan
2 Lahan
Km (Ha) (%)
Padang Rumput 464 17,28
Perkebunan/Kebun 150 5,59
Pemukiman 167 6,22
Hutan - -
Semak Belukar 1631 60,75
DAS Baumata 26,85 Tegalan/Ladang 220 8,19
Danau/Situ - -
Sawah Tadah Hujan 50 1,86
Sawah - -
Rawa - -
Perikanan Darat - -
Total 2684,7 100
Sumber : BWS NT II, 2017.

Berdasarkan data-data di atas dapat dilakukan perhitungan ketersediaan


aliran sungai pada DAS Baumata dengan metode F. J. Mock sebagai berikut
diambil perhitungan untuk periode Januari I tahun 2008:
Curah Hujan (P) = 78 mm
Evapotranspirasi ( ) = 42,908 mm/hari
Jumlah Hari Hujan =9
Koefisien Infiltrasi (i) = 0,5
Faktor aliran air tanah (k) = 0,8
Permukaan Lahan Terbuka = 40%
Luas DAS (A) = 26,85 km2
Perhitungan Debit Aliran Sungai adalah sebagai berikut:
1. Evapotranspirasi Terbatas (Et)
a. Evapotranspirasi Potensial (ETo)
ETo = 42,91 mm/15hari
b. Permukaan Lahan Terbuka m = 40% (lahan pertanian yang diolah dengan
asumsi m = 30% - 50%).
c. Perbedaan antara Eto dengan Et
= × ( /20) × (18 − )
= 42,91 × (40/20) × (18 − 9)
= 7,72 mm/15hari
d. Evapotranspirasi Terbatas
= −
= 42,91 − 7,72
= 35,18 mm/15hari
2. Keseimbangan Air
a. Air Hujan yang Mencapai Permukaan Tanah
∆ = −
∆ = 78,00 − 35,18
∆ = 42,82 mm/15hari
b. Kandungan Air Tanah
Jika nilai ∆S > 0, maka kandungan kelembaban air dalam tanah adalah 0,
sebaliknya jika ∆S < 0, maka besarnya kandungan kelembaban air dalam
tanah adalah nilai ∆S itu sendiri. Ini berarti bila harga ∆S positif (P > ET)
maka air akan masukke dalam tanah bila kapasitas kelembaban tanah belum
terpenuhi dan sebaliknya akan melimpas bila kondisi tanah jenuh. Apabila
harga ∆S negatif (P < ET), sebagaian air tanah akan keluar dan terjadi
kekurangan (defisit). Pada bulan Januari I sebesar Kandungan air tanah =
0,00 mm/hari.
c. Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC)
Menentukan parameter kapasitas kelembaban tanah (SMC) pada awal tahun
atau Januari I diasumsikan 200 mm. Untuk bulan / periode selanjutnya
tergantung dari nilai kandungan kelembaban air dalam tanah. Jika nilainya
negatif maka besarnya SMC periode sebelumnya dengan nilai ∆S pada
bulan berikutnya.
SMC = 200 mm/15hari
d. Kelebihan Air (WS)
WS = ∆s
Ws = 42,82 mm/15hari
3. Aliran dan Penyimpanan Air Tanah
Koefisien irigasi
a. Infiltrasi
= ×( )
= 42,82 × 0,5
=21,41
b. Volume Penyimpanan (Vn)
=( × ) + (0,5(1 + ) × )
= (0,8 × 123,523) + (0,5(1 + 0,8) × 21,41)
= (0,8 × 123,523) + (0,9 × 21,41)
= (98,8184) + (19,269)
= 118,09 mm/15hari
ditentukan dengan cara triall and error mengacu pada Jumlah ∆Vn dari
Januari I hingga Desember II harus Σ(∆Vn) = 0 dan nilai harus sama
dengan nilai Vn pada Desember II. Pada perhitungan ini setelah triall and
error didapatkan nilai = 123,523 mm.
c. Perubahan Volume Air (∆Vn)
∆ = −
∆ = 118,09 − 123,523
∆ = −5,44 mm/15hari
d. Aliran Dasar (BF)
= −∆
= 21,41— (−5,44)
= 26,85 mm/15hari
e. Aliran Langsung (DR)
= −
= 42,82 − 21,41
= 21,41 mm/15hari
f. Aliran (R)
= +
= 26,85 + 21,41
= 48,25 mm/15hari
4. Debit Aliran Sungai
a. Jumlah Hari dalam setengah bulan
H = 15 hari
b. Debit Aliran Sungai
10
= ( × )×
86400 ×
10
= (26,85 × 10 ) × 48,25 ×
86400 × 15
1000
= (26,85) × 48,25 ×
86400 × 15
1000
= 1295,5125 ×
1296000
= 0,99969 m3/dtk
c. Debit Aliran Sungai 15 hari
= (26,85 × 10 ) × 48,25 × 10
= 1295,5125 × 10 × 10
= 1,296 × 10 m3/15hari
Jadi debit ketersediaan air pada periode Januari I tahun 2008 yaitu =
1,296 × 10 m /15hari.
3

Perhitungan debit aliran sungai untuk tahun 2008 dan grafik hubungan
antara Debit Sungai dan Curah Hujan DAS Baumata tahun 2008 dapat dilihat
pada tabel 4.22, sedangkan Tabel Perhitungan debit aliran sungai untuk tahun
2009 - 2017 dan grafik hubungan antara Debit Sungai dan Curah Hujan DAS
Baumata tahun 2009 – 2017 terlampir.
5. Debit Andalan (Q80)
Hasil perhitungan debit aliran sungai DAS Baumata selama sepuluh tahun
(2008-2017) dikumpulkan dalam satu rekapan seperti pada tabel 4.23. Kemudian
data debit tersebut diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil untuk
mendapatkan nilai probabilitas (P) yaitu dengan menggunakan rumus Weilbull
pada persamaan 2.16. Maka hasil perhitungan debit andalan (Q80) disajikan pada
tabel 4.24.

= × 100%
+1
1
= × 100%
10 + 1
= 9,09 %
Probabilitas 80% berada di antara data ke-8 dan data ke-9 yaitu di antara
P = 72,73% dan P = 81,82%, maka dilakukan perhitungan interpolasi untuk
memperoleh Q80. Berikut merupakan contoh perhitungan interpolasi untuk
memperoleh Q80 Januari I.
Probabilitas (%) a b c
Debit (m3/dtk) x y z

Probabilitas (%) 72,73 80 81,82


3
Debit (m /dtk) 0,941 y 0,513

Mencari nilai y dengan cara sebagai berikut:



= + ( − )

80,00 − 72,73
= 0,941 + (0,513 − 0,941)
81,82 − 72,73
= 0,599 m3/dtk
Maka diperoleh nilai debit andalan pada P = 80% dari hasil interpolasi
sebesar = 0,599 x 106 m3/dtk.
Tabel 4.22. Perhitungan Debit Aliran Sungai DAS Baumata Tahun 2008 dengan Metode F. J. Mock
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nov Des
No URAIAN Hitungan Satuan
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
I DATA HUJAN
1 Curah Hujan (P) Data mm 78,00 182,50 492,00 375,50 97,50 87,50 55,00 1,00 0,00 0,00 0,00 5,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9,50 0,00 29,50 87,50 248,00 200,00
2 Hari Hujan (n) Data hari 9 7 14 11 11 9 5 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 4 7 12 9
II EVAPOTRANSPIRASI TERBATAS (Et)
3 Evapotranspirasi Potensial (ETo) Data mm/15hari 42,91 45,77 42,45 36,79 39,20 41,82 45,83 45,83 49,49 52,79 51,90 51,90 56,26 60,01 64,94 69,27 61,99 61,99 64,37 68,66 57,37 57,37 45,18 48,20
4 Permukaan Lahan Terbuka (m) Tentukan % 40 40 40 40 40 40 40 40 40 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 40 40
5 (m/20)*(18-h) Hitungan - 0,18 0,22 0,08 0,14 0,14 0,18 0,26 0,34 0,36 0,27 0,27 0,26 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,27 0,26 0,27 0,21 0,17 0,12 0,18
6 E = (ETo) * (m/20) * (18 - h) (3) * (5) mm/15hari 7,72 10,07 3,40 5,15 5,49 7,53 11,92 15,58 17,82 14,25 14,01 13,23 15,19 16,20 17,53 18,70 16,74 16,74 16,41 18,54 12,05 9,47 5,42 8,68
7 Et = (ETo) - (E) (3) - (6) mm/15hari 35,18 35,70 39,05 31,64 33,72 34,29 33,92 30,25 31,67 38,53 37,88 38,66 41,07 43,81 47,41 50,57 45,25 45,25 47,96 50,12 45,33 47,91 39,76 39,52
III KESEIMBANGAN AIR
∆s = P - Et
8 (1) - (7) mm/15hari 42,82 146,80 452,95 343,86 63,78 53,21 21,08 -29,25 -31,67 -38,53 -37,88 -33,16 -41,07 -43,81 -47,41 -50,57 -45,25 -45,25 -38,46 -50,12 -15,83 39,59 208,24 160,48
9 Kandungan Air Tanah mm/15hari 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -29,25 -31,67 -38,53 -37,88 -33,16 -41,07 -43,81 -47,41 -50,57 -45,25 -45,25 -38,46 -50,12 -15,83 0,00 0,00 0,00
10 Kapasitas Kelembaban Tanah SMC mm/15hari 200 200,00 200,00 200,00 200,00 200,00 200,00 170,75 139,08 100,55 62,66 29,50 -11,57 -55,38 -102,79 -153,35 -198,60 -243,85 -282,31 -332,43 -348,26 200,00 200,00 200,00
11 Kelebihan Air (WS) (8) - (9) mm/15hari 42,82 146,80 452,95 343,86 63,78 53,21 21,08 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 39,59 208,24 160,48
IV ALIRAN DAN PENYIMPANAN AIR TANAH
12 Infiltrasi (In) (11) * (i) mm/15hr 21,41 73,40 226,47 171,93 31,89 26,60 10,54 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 19,80 104,12 80,24
13 0.5 (1 + k) In Hitungan - 19,27 66,06 203,83 154,74 28,70 23,94 9,49 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 17,82 93,71 72,22
14 k * V (n - 1) Hitungan - 98,82 94,47 80,26 142,05 148,39 88,55 56,25 32,87 16,43 8,22 4,11 2,05 1,03 0,51 0,26 0,13 0,06 0,03 0,02 0,01 0,00 0,00 8,91 51,31
15 Volume Penyimpanan (Vn) (13) + (14) mm/15hr 118,09 160,53 284,09 296,78 177,09 112,49 65,73 32,87 16,43 8,22 4,11 2,05 1,03 0,51 0,26 0,13 0,06 0,03 0,02 0,01 0,00 17,82 102,62 123,52
16 Perubahan Volume Air (DVn) Vn - V(n-1) mm/15hr -5,44 42,44 123,56 12,69 -119,69 -64,60 -46,76 -32,87 -16,43 -8,22 -4,11 -2,05 -1,03 -0,51 -0,26 -0,13 -0,06 -0,03 -0,02 -0,01 0,00 17,81 84,80 20,91
17 Aliran Dasar (BF) (12) - (16) mm/15hr 26,85 30,96 102,91 159,24 151,58 91,21 57,30 32,87 16,43 8,22 4,11 2,05 1,03 0,51 0,26 0,13 0,06 0,03 0,02 0,01 0,00 1,98 19,32 59,33
18 Aliran Langsung (DR) (11) - (12) mm/15hr 21,41 73,40 226,47 171,93 31,89 26,60 10,54 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 19,80 104,12 80,24
19 Aliran (R) (17) + (18) mm/15hr 48,25 104,36 329,39 331,17 183,47 117,81 67,84 32,87 16,43 8,22 4,11 2,05 1,03 0,51 0,26 0,13 0,06 0,03 0,02 0,01 0,00 21,78 123,44 139,57
V DEBIT ALIRAN SUNGAI
3
21 Debit Aliran Sungai A * (19) m /dtk 0,99969 2,027 6,824 7,917 3,801 2,288 1,406 0,681 0,340 0,160 0,085 0,043 0,021 0,010 0,005 0,002 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,451 2,557 2,711
22 Debit Aliran Sungai lt/det 999,69 2026,90 6824,10 7916,61 3801,13 2288,24 1405,52 680,92 340,46 159,59 85,12 42,56 21,28 9,97 5,32 2,49 1,33 0,66 0,33 0,16 0,08 451,19 2557,38 2710,86
23 Jumlah hari hari 15 16 15 13 15 16 15 15 15 16 15 15 15 16 15 16 15 15 15 16 15 15 15 16
3
24 Debit Aliran (dibaca : 10E^6) m /15hr 1,296 2,802 8,844 8,892 4,926 3,163 1,822 0,882 0,441 0,221 0,110 0,055 0,028 0,014 0,007 0,003 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,585 3,314 3,747
Sumber : Hasil Perhitungan.
Grafik Debit Sungai dan Curah Hujan DAS Baumata
Tahun 2008

Hujan (R)
12,0 0,00 0,0
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1,00 5,50 9,50
29,50
55,00
10,0 78,00 100,0
97,50 87,50 87,50

8,0
Debit (106 m3/dt)

182,50 200,0

Curah Hujan ( mm)


200,00
248,00
6,0 300,0

4,0 375,50 400,0

2,0 500,0
492,00

0,0 600,0
Jan1 Jan2 Feb1 Feb2 Mar1 Mar2 Apr1 Apr2 Mei1 Mei 2 Jun 1 Jun 2 Jul 1 Jul 2 Ags 1 Ags 2 Sept 1 Sept 2 Okt 1 Okt 2 Nop 1 Nop 2 Des 1 Des 2

Periode (Bulan ke-)


Hujan Q Hitungan (m3/s)

Gambar 4.2. Grafik Debit Sungai dan Curah Hujan DAS Baumata Tahun 2008
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.23. Rekapan Ketersediaan Aliran Sungai dalam DAS Baumata
6 3
Ketersediaan Air (10 m /dt)
Bulan Periode
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
I 1,296 4,789 3,963 3,645 0,941 7,008 1,865 5,067 0,285 0,513
Jan
II 2,802 3,167 6,564 4,147 2,779 3,481 4,444 4,182 2,556 6,273
I 8,844 7,164 4,863 4,271 5,130 3,893 5,494 4,029 2,260 6,961
Feb
II 8,892 4,684 3,662 4,323 2,586 6,956 6,322 2,415 1,141 3,607
I 4,926 2,548 2,696 4,285 4,420 5,887 2,942 4,567 2,179 2,552
Mar
II 3,163 1,656 1,333 3,555 2,742 3,133 1,882 2,666 1,199 1,430
I 1,822 0,790 1,241 1,953 1,297 1,526 0,944 1,270 0,576 1,156
Apr
II 0,882 0,395 0,993 3,080 1,699 0,763 0,468 0,922 0,288 0,536
I 0,441 0,198 0,867 1,695 0,754 0,382 0,234 0,435 0,936 0,268
Mei
II 0,221 0,099 0,467 0,816 0,377 0,191 0,117 0,217 0,396 0,134
I 0,110 0,049 0,227 0,408 0,188 0,095 0,059 0,109 0,198 0,067
Jun
II 0,055 0,025 0,113 0,204 0,094 0,048 0,029 0,054 0,099 0,034
I 0,028 0,012 0,057 0,102 0,047 0,024 0,015 0,027 0,049 0,017
Jul
II 0,014 0,006 0,028 0,051 0,024 0,012 0,007 0,014 0,025 0,008
I 0,007 0,003 0,014 0,025 0,012 0,006 0,004 0,007 0,012 0,004
Agust
II 0,003 0,002 0,007 0,013 0,006 0,003 0,002 0,003 0,006 0,002
I 0,002 0,001 0,004 0,006 0,003 0,001 0,001 0,002 0,003 0,001
Sep
II 0,001 0,000 0,002 0,003 0,001 0,001 0,000 0,001 0,002 0,001
I 0,000 0,000 0,703 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000
Okt
II 0,000 0,000 0,288 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,654
I 0,000 0,000 0,144 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,913 0,268
Nop
II 0,585 1,394 0,072 0,000 0,574 0,888 0,581 0,000 0,581 1,176
I 3,314 2,966 1,042 1,419 0,235 1,383 1,433 0,175 1,510 1,058
Des
II 3,747 5,353 2,994 1,912 2,525 2,059 1,762 1,723 2,022 1,657
Total Tahunan 41,156 35,301 32,343 35,916 26,436 37,740 28,605 27,887 17,236 28,376
Sumber : Hasil Perhitungan
Grafik Ketersediaan Aliran Sungai ½ Bulanan DAS Baumata
Tahun 2008 - 2017
9

6
Debit (m 3/dtk)

0
0 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240
Periode Ke-

Gambar 4.3 Grafik Ketersediaan Aliran Sungai ½ Bulanan DAS Baumata Tahun 2008 - 2017
Sumber : Hasil Perhitung
Tabel 4.24. Debit Andalan (Q80)
3
Debit Andalah Q80 (Juta m )
NO P (%)
Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I Des II

1 9,09 7,008 6,564 8,844 8,892 5,887 3,555 1,953 3,080 1,695 0,816 0,408 0,204 0,102 0,051 0,025 0,013 0,006 0,003 0,703 0,654 0,913 1,394 3,314 5,353
2 18,18 5,067 6,273 7,164 6,956 4,926 3,555 1,953 1,699 0,936 0,396 0,227 0,113 0,057 0,028 0,014 0,007 0,004 0,002 0,002 0,288 0,268 1,176 2,966 3,747
3 27,27 4,789 4,444 6,961 6,322 4,567 3,163 1,822 0,763 0,754 0,377 0,198 0,099 0,049 0,025 0,012 0,006 0,003 0,002 0,001 0,001 0,144 0,888 1,419 2,994
4 36,36 3,963 4,182 5,494 4,684 4,420 2,742 1,297 0,882 0,867 0,467 0,188 0,094 0,047 0,024 0,012 0,006 0,003 0,001 0,001 0,000 0,000 0,585 1,510 2,525
5 45,45 3,645 4,147 5,130 4,323 4,285 2,666 1,270 0,993 0,382 0,221 0,110 0,055 0,028 0,014 0,007 0,003 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,581 1,433 2,059
6 54,55 1,865 3,481 4,863 3,662 2,942 1,882 1,241 0,922 0,441 0,217 0,109 0,054 0,027 0,014 0,007 0,003 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,581 1,383 2,022
7 63,64 1,296 3,167 4,271 3,607 2,696 1,656 1,156 0,536 0,435 0,191 0,095 0,048 0,024 0,012 0,006 0,003 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,574 1,058 1,912
8 72,73 0,941 2,779 4,029 2,586 2,552 1,430 0,944 0,468 0,268 0,134 0,067 0,034 0,017 0,008 0,004 0,002 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,072 1,042 1,762
9 81,82 0,513 2,802 3,893 2,415 2,548 1,333 0,790 0,395 0,234 0,117 0,059 0,029 0,015 0,007 0,004 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,235 1,723
10 90,91 0,285 2,556 2,260 1,141 2,179 1,199 0,576 0,288 0,198 0,099 0,049 0,025 0,012 0,006 0,003 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,175 1,657
Rata-Rata 2,937 4,040 5,291 4,459 3,700 2,318 1,300 1,003 0,621 0,303 0,151 0,076 0,038 0,019 0,009 0,005 0,002 0,001 0,071 0,094 0,133 0,585 1,453 2,576

Q70 1,047 2,896 4,101 2,892 2,595 1,497 1,008 0,489 0,318 0,151 0,076 0,038 0,019 0,009 0,004 0,002 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,223 1,047 1,807

Q80 0,599 2,797 3,920 2,449 2,549 1,352 0,821 0,410 0,241 0,120 0,060 0,030 0,015 0,008 0,004 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,015 0,396 1,731
Q90 0,307 2,580 2,424 1,268 2,215 1,213 0,598 0,299 0,201 0,101 0,050 0,025 0,013 0,006 0,003 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,181 1,663
Sumber : Hasil Perhitungan.
Debit Ketersediaan Air Rata-Rata dan DebitAndalan
DAS Baumata
6,000

5,000

4,000

3,000

2,000

1,000

0,000
Jan-1 Jan-2 Peb-1 Peb-2 Mar-1 Mar-2 Apr-1 Apr-2 Mei-1 Mei-2 Jun-1 Jun-2 Jul-1 Jul-2 Ags-1 Ags-2 Sep-1 Sep-2 Okt-1 Okt-2 Nop-1 Nop-2 Des-1 Des-2

Rata-Rata Q70 Q80 Q90

Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Debit Ketersediaan Air Rata-Rata dan Debit Andalan DAS Baumata
Sumber : Hasil Perhitungan
4.3.2 Ketersediaan Air dari Mata Air
Berdasarkan data yang didapatkan dari PDAM Kota dan Kabupaten Kupang
terdapat dua mata air dan empar sumur bor yang terkelola dalam DAS Baumata.
Pemanfaatan mata air dan sumur bor tersebut paling banyak adalah untuk sumber
air bersih oleh penduduk sekitar dan PDAM serta juga digunakan untuk keperluan
irigasi.
Tabel4.25. Data Sumber pengambilan PDAM dalam DAS Baumata Tahun 2017

Kapasitas Produksi
No. Lokasi Unit Produksi Keterangan
Liter/detik
1 MA. Baumata 50 Grafitasi
2 MA. Bonem 25 Pompa-Grafitasi
3 SB. Nasipanaf 10 Pompa
4 SB. P2AT 1,7 Pompa
5 SB. Lasiana 7,2 Pompa
6 Tapping BLUD Res. Lasiana/Bimoku 6,2 Pompa
Sumber : PDAM Kota dan Kabupaten Kupang.

Berdasarkan data di atas maka dapat di hitung volume produksi untuk setiap
pengambilan (sumber) air baku misal kapasitas produksi mata air (sumber)
Baumata adalah sebasar 50 lt/dtk. Dengan menggunakan sistim gravitasi, jam
pelayanan operasi untuk mata air Baumata adalah 24 jam.
× ×
Volume produksi= 50 lt⁄dtk ×
× ×
= 50 lt⁄dtk ×

= 4,320 m3/hari
Volume produksi = 4,320 m3/hari × 31 hari
= 133920 m3/bulan
= 0,134 juta m3/bulan
Secara rinci ketersediaan air dari mata air dapat dilihat pada tabel 4.26 serta
gambar 4.5.
Tabel 4.26 Ketersediaan Mata Air di DAS Baumata
3
Ketersediaan Mata Air (juta m ) Jumlah
No Lokasi Unit Produksi
Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I Des II

1 MA. Baumata 0,065 0,069 0,065 0,056 0,065 0,069 0,065 0,065 0,065 0,069 0,065 0,065 0,065 0,069 0,065 0,069 0,065 0,065 0,065 0,069 0,065 0,065 0,065 0,069 1,5768
2 MA. Bonem 0,032 0,035 0,032 0,028 0,032 0,035 0,032 0,032 0,032 0,035 0,032 0,032 0,032 0,035 0,032 0,035 0,032 0,032 0,032 0,035 0,032 0,032 0,032 0,035 0,7884
3 SB. Nasipanaf 0,013 0,014 0,013 0,011 0,013 0,014 0,013 0,013 0,013 0,014 0,013 0,013 0,013 0,014 0,013 0,014 0,013 0,013 0,013 0,014 0,013 0,013 0,013 0,014 0,3154
4 SB. P2AT 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,0536
5 SB. Lasiana 0,009 0,010 0,009 0,008 0,009 0,010 0,009 0,009 0,009 0,01 0,009 0,009 0,009 0,01 0,009 0,01 0,009 0,009 0,009 0,01 0,009 0,009 0,009 0,010 0,2271
6 Tapping BLUD Res. Lasiana/Bimoku 0,008 0,009 0,008 0,007 0,008 0,009 0,008 0,008 0,008 0,009 0,008 0,008 0,008 0,009 0,008 0,009 0,008 0,008 0,008 0,009 0,008 0,008 0,008 0,009 0,1955
Total Ketersediaan Mata Air 0,130 0,138 0,130 0,112 0,130 0,138 0,130 0,130 0,130 0,138 0,130 0,130 0,130 0,138 0,130 0,138 0,130 0,130 0,130 0,138 0,130 0,130 0,130 0,138 3,157
Sumber : Hasil Perhitungan.

0,250

0,200
Kebutuhan Air Peternakan (juta m3)

0,150 0,138 0,138 0,138 0,138 0,138 0,138 0,138


0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130 0,130
0,112

0,100

0,050

0,000
Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I Des II
Periode ke -

Gambar 4.5. Grafik Ketersediaan Mata Air di DAS Baumata


Sumber: Hasil Perhitungan.
4.4 Kebutuhan Air di DAS Baumata
4.4.1 Kebutuhan Air Irigasi
Daerah Aliran Sungai (DAS) Baumata memiliki empat Daerah Irigasi (DI)
seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.27. Daerah Irigasi DAS Baumata
Luas Areal (Ha)
Daerah Irigasi DAS Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel
Potensial Fungsional Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8
A. IRIGASI TEKNIS 90 90
1) D.I Oeltua Baumata Kab. Kupang Taebenu Oeltua 80 80 Embung Oeltua
2) D.I Bimoku Baumata Kota Kupang Kelapa Lima Lasiana 10 10 Embung Bimoku
B. IRIGASI SEMI TEKNIS 500 500
1) D.I Baumata Baumata Kab. Kupang Taebenu Desa Baumata 300 300 -
2) D.I Tulun Baumata Kab. Kupang Taebenu Baumata Utara 200 200 -
Sumber : BWS NT II, 2017.

Perhitungan kebutuhan air irigasi pada DAS Baumata memerlukan beberapa


data yaitu sebagai berikut:
1. Evapotranspirasi Potensial (ETo)
Pada sub bab 4.2 telah dihitung nilai evapotranspirasi potensial Data
evapotranspirasi selengkapnya ada pada tabel 4.5. Evapotranspirasi yang telah
dihitung digambarkan dalam grafis sebagai berikut:
5

4
ET0 (mm/hari)

0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

Gambar 4.6. Grafik Evapotranspirasi Potensial


Sumber : Hasil Perhitungan
2. Curah Hujan Efektif
Perhitungan curah hujan efektif memakai data Curah Hujan Andalan yang
telah dihitung pada tabel 4.3 dan dengan menggunakan persamaan (2.35) maka
perhitungan curah hujan efektif adalah seperti berikut:
a. Curah hujan efektif tanaman padi
R80jan1 = 51,0 mm/15hari
Re = 0,7 × R80
Re = 0,7 × 51,0
Re = 35,70 mm/15 hari
35,70 mm/15 hari
=
15
= 2,38 mm/hari
b. Curah hujan efektif tanaman palawija
R80jan1 = 51,0 mm/15hari
Re = 0,5 × R80
Re = 0,5 × 51,0
Re = 25,50 mm/15 hari
25,50 mm/15 hari
=
15
= 1,70 mm/hari
Hasil Perhitungancurah hujan efektif (Re) untuk bulan selanjutnya dapat
dilihat pada tabel 4.18.
Tabel 4.28. Perhitungan Curah Hujan Efektif (Re)

R80 Re= 0,7 x R80 Re Padi Re= 0,5 x R80 Re Palawija


Bulan
(mm/15hari)
(mm/15hari) mm/hari (mm/15hari) mm/hari
51,0 35,70 2,38 25,50 1,70
Januari
178,9 125,26 8,35 89,47 5,96
54,2 37,95 2,53 27,11 1,81
Februari
51,7 36,22 2,41 25,87 1,72
60,0 42,03 2,80 30,02 2,00
Maret
47,2 33,07 2,20 23,62 1,57
0,7 0,50 0,03 0,36 0,02
April
0,2 0,14 0,01 0,10 0,01
0,1 0,04 0,00 0,03 0,00
Mei
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
Juni
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
Juli
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
Agustus
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
Lanjutan
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
September
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
Oktober
0,0 0,00 0,00 0,00 0,00
1,2 0,84 0,06 0,60 0,04
November
17,9 12,52 0,83 8,94 0,60
51,9 36,34 2,42 25,96 1,73
Desember
121,3 84,88 5,66 60,63 4,04
Sumber :Hasil Perhitungan
3. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan (IR)
Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan dimulai dari bulan Januari
I, diketahui data berikut:
Evapotranspirasi (ETo) = 2,86 mm/hari
Perkolasi (P) = 2,00 mm/hari
Bilangan Eksponen (e) = 2,7182
Periode Penyiapan Lahan (T) = 45 hari
Jumlah Tinggi Genangan (S) = 300 mm
a. Perhitungan kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat perkolasi
di sawah yang sudah dijenuhkan (M) sesuai persamaan (2.31) sebagai
berikut:
= 1,1 × +
= 1,1 × 2,86 + 2,00
= 5,15 mm/hari
b. Perhitungan besaran k dihitung berdasarkan persamaan (2.33) sebagai
berikut:

= ×
45
= 5,15 ×
300
= 5,15 × (0,15)
= 0,77
c. Perhitungan Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR) berdasarkan
persamaan (2.30)

= ×
−1
2,7182 ,
= 5,15 ×
2,7182 , − 1
2,16
= 5,15 ×
2,16 − 1
= 5,15 × (1,859)
= 9,57 mm/hari
Hasil perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan bulan selanjutnya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.29. Hasil Perhitungan Kebutuhan Air Penyiapan Lahan

Bulan ETo P M k e^k LP


Januari 2,86 2,00 5,15 0,77 2,16 9,57
Februari 2,83 2,00 5,11 0,77 2,15 9,55
Maret 2,61 2,00 4,88 0,73 2,08 9,40
April 3,06 2,00 5,36 0,80 2,23 9,70
Mei 3,30 2,00 5,63 0,84 2,33 9,87
Juni 3,46 2,00 5,81 0,87 2,39 9,99
Juli 3,75 2,00 6,13 0,92 2,51 10,19
Agustus 4,33 2,00 6,76 1,01 2,76 10,61
September 4,13 2,00 6,55 0,98 2,67 10,47
Oktober 4,29 2,00 6,72 1,01 2,74 10,58
November 3,82 2,00 6,21 0,93 2,54 10,25
Desember 3,01 2,00 5,31 0,80 2,22 9,67
Sumber : Hasil Perhitungan
Ket :
ETo = Evapotranspirasi
P = Perkolasi
M = 1,1 * Eto + P
K =M*T/S
T = Periode Penyinaran Lahan, 45 hari
S = Jumlah tinggi genangan, 300 mm
k k
LP = M * e / (e - 1)
e = nilai eksponensial, 2,7182
4. Penggunaan Air Konsumtif
Setiap tanaman memiliki penggunaan air konsumtif yang berbeda dan
dengan pola tanaman berbeda masing-masing Daerah Irigasi. Koefisien tanaman
tanaman padi dan palawija dapat dilihat pada tabel 2.11 dan tabel 2.12. Keempat
D.I yang adalam DAS Baumata memiliki pola tanaman masing-masing yaitu:
a. Daerah Irigasi Oeltua
Daerah Irigasi Oeltua berada pada daerah ketinggian ± 275,00 mdpl dan
memiliki pola tata tanam yaitu Padi – Palawija – Palawija. Musim tanam
pertama yaitu tanaman padi dimulai pada bulan Desember I. Tanaman
palawija yang paling dominan ditanam adalah palawija jagung. Berikut
adalah skema pola tata tanam pada Daerah Irigasi Oeltua:
Tabel 4.30. Skema Pola Tata Tanam D.I Oeltua

Bulan Minggu C1 C2 C3 C
1 LP LP LP LP
Desember
2 1,10 LP LP LP
1 1,10 1,10 LP LP
Januari
2 1,05 1,10 1,10 1,08
1 1,05 1,05 1,10 1,07
Februari
2 0,95 1,05 1,05 1,02
1 0 0,95 1,05 0,67
Maret
2 - 0 0,95 0,32
1 0,50 - 0 0,17
April
2 0,59 0,50 - 0,36
1 0,96 0,59 0,50 0,68
Mei
2 1,05 0,96 0,59 0,87
1 0,02 1,05 0,96 0,68
Juni
2 0,95 0,02 1,05 0,67
1 0,00 0,95 0,02 0,32
Juli
2 0,50 0,00 0,95 0,48
1 0,59 0,50 0,00 0,36
Agustus
2 0,96 0,59 0,50 0,68
1 1,05 0,96 0,59 0,87
September
2 0,02 1,05 0,96 0,68
1 0,95 0,02 1,05 0,67
Oktober
2 0,00 0,95 0,02 0,32
1 0,95 0,32
Nopember
2
Sumber : Hasil Perhitungan
b. Daerah Irigasi Bimoku
Daerah Irigasi Bimoku memiliki pola tata tanam yaitu Padi – Palawija –
Palawija. Musim tanam pertama untuk tanaman padi dimulai pada bulan
Desember I. Musim tanam kedua lahan ditanami palawija jagung kemudian
dilanjutkan dengan palawija bawang. Berikut adalah skema pola tata tanam
pada Daerah Irigasi Bimoku:
Tabel 4.31. Skema Pola Tata Tanam D.I Bimoku
Bul
Bulan Minggu C1 C2 C3 C Desem
1 LP LP LP LP
Desember Janu
2 1,10 LP LP LP
1 1,10 1,10 LP LP Febru
Januari
2 1,05 1,10 1,10 1,08
Mar
1 1,05 1,05 1,10 1,07
Februari
2 0,95 1,05 1,05 1,02 Apr
1 0 0,95 1,05 0,67
Maret Me
2 - 0 0,95 0,32
1 0,50 - 0 0,17 Jun
April
2 0,59 0,50 - 0,36
Jul
1 0,96 0,59 0,50 0,68
Mei
2 1,05 0,96 0,59 0,87 Agus
1 0,02 1,05 0,96 0,68
Juni Septem
2 0,95 0,02 1,05 0,67
1 0 0,95 0,02 0,32 Okto
Juli
2 0,5 0 0,95 0,48
1 0,51 0,5 0 0,34 Nopem
Agustus
2 0,69 0,51 0,5 0,57
1 0,90 0,69 0,51 0,70
September
2 0,95 0,90 0,69 0,85
1 0,00 0,95 0,90 0,62
Oktober
2 0,95 0,32
1
Nopember
2
Sumber : Hasil Perhitungan
c. Daerah Irigasi Baumata dan Daerah Irigasi Tulun
Daerah Irigasi Baumata dan Daerah Irigasi Tulun memiliki pola tata tanam
yang sama yaitu Padi – Palawija – Palawija. Musim tanam pertama untuk
tanaman padi dimulai pada bulan Desember I. Musim tanam kedua lahan
ditanami palawija jagung kemudian dilanjutkan juga dengan palawija
jagung. Berikut adalah skema pola tata tanam pada Daerah Irigasi Baumata
dan Daerah Irigasi Tulun:
Tabel 4.32. Skema Pola Tata Tanam D.I Baumata dan D.I Tulun

Bulan Minggu C1 C2 C3 C
1 LP LP LP LP
Desember
2 1,10 LP LP LP
1 1,10 1,10 LP LP
Januari
2 1,05 1,10 1,10 1,08
1 1,05 1,05 1,10 1,07
Februari
2 0,95 1,05 1,05 1,02
1 0 0,95 1,05 0,67
Maret
2 - 0 0,95 0,32
1 0,50 - 0 0,17
April
2 0,59 0,50 - 0,36
1 0,96 0,59 0,50 0,68
Mei
2 1,05 0,96 0,59 0,87
1 0,02 1,05 0,96 0,68
Juni
2 0,95 0,02 1,05 0,67
1 0,00 0,95 0,02 0,32
Juli
2 0,50 0,00 0,95 0,48
1 0,59 0,50 0,00 0,36
Agustus
2 0,96 0,59 0,50 0,68
1 1,05 0,96 0,59 0,87
September
2 0,02 1,05 0,96 0,68
1 0,95 0,02 1,05 0,67
Oktober
2 0,00 0,95 0,02 0,32
1 0,95 0,32
Nopember
2
Sumber : Hasil Perhitungan
5. Kebutuhan Air untuk Pergantian Lapisan Air
Pergantian lapisan air dilakukan satu kali yaitu pada saat tanaman berumur 1 bulan
setelah pemindahan tanaman dan dilakukan secara terus menerus dengan ketinggian yang
sama sepanjang pertumbuhan tanaman dengan asumsi 50 mm dan dilakukan selama 45
hari. Perhitungan pergantian lapisan air (WLR) adalah sebagai berikut :
WLR = 50 mm / 45 hari
= 1,1 mm/hari
Kebutuhan air untuk pergantian lapisan air pada setiap D.I mengikuti skema
pola tata tanam. Berikut merupakan skema pergantian lapisan air untuk keempat
D.I dalam DAS Baumata:
a. Daerah Irigasi Oeltua
Pergantian lapisan air untuk D.I Oeltua dilakukan pada bulan Januari II
dimana usia tanaman telah mencapai 1 bulan.
Tabel 4.33. Skema Pergantian Lapisan Air D.I Oletua

Bulan Minggu WLR1 WLR2 WLR3 WLR


1
Desember
2
1
Januari
2 3,3 1,1
1 3,3 1,1
Februari
2 3,3 3,3 2,2
1 3,3 1,1
Maret
2 3,3 1,1
1
April
2
1
Mei
2
1
Juni
2
1
Juli
2
1
Agustus
2
1
September
2
1
Oktober
2
1
Nopember
2
Sumber : Hasil Perhitungan
b. Daerah Irigasi Bimoku
Pergantian lapisan air untuk D.I Bimoku dilakukan pada bulan Januari II
dimana usia tanaman telah mencapai 1 bulan.
Tabel 4.34. Skema Pergantian Lapisan Air D.I Bimoku

Bulan Minggu WLR1 WLR2 WLR3 WLR


1
Desember
2
1
Januari
2 3,3 1,11
1 3,3 1,11
Februari
2 3,3 3,3 2,22
1 3,3 1,11
Maret
2 3,3 1,11
1
April
2
1
Mei
2
1
Juni
2
1
Juli
2
1
Agustus
2
1
September
2
1
Oktober
2
1
Nopember
2
Sumber : Hasil Perhitungan
c. Daerah Irigasi Baumata dan Daerah Irigasi Tulun
Pergantian lapisan air untuk D.I Baumata dana D.I Tulun dilakukan pada
bulan Januari II dimana usia tanaman telah mencapai 1 bulan.
Tabel 4.35. Skema Pergantian Lapisan Air D.I Baumata dana D.I Tulun

Bulan Minggu WLR1 WLR2 WLR3 WLR


1
Desember
2
1
Januari
2 3,3 1,11
1 3,3 1,11
Februari
2 3,3 3,3 2,22
1 3,3 1,11
Maret
2 3,3 1,11
1
April
2
1
Mei
2
1
Juni
2
1
Juli
2
1
Agustus
2
1
September
2
1
Oktober
2
1
Nopember
2
Sumber : Hasil Perhitungan
6. Kebutuhan Air di Sawah (NFR)
Perhitungan NFR pada DI Oeltua untuk Desember I.
= + − +
= 10,25 + 2,00 − 2,42 + 0
= 9,82 mm/hari
= 9,82 × 0,1157407 = , l/dtk/ha
7. Kebutuhan Air di Intake

1,14
=
0,65
=1,75 l/dtk/ha
8. Kebutuhan Air di Daerah Irigasi
Daerah Aliran Sungai (DAS) Baumata memiliki 4 Daerah Irigasi
berdasarkan pada tabel 4.34, yaitu DI Oeltua (80 Ha), DI Baumata (300 Ha), DI
Tulun (200 Ha) dan DI Bimoku (10 Ha). Maka perhitungan kebutuhan air di
masing-masing Daerah Irigasi adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan Air di Daerah Irigasi Oeltua bulan Desember I
×
=

1.14 × 80
=
0,65
= 139,9 l/dtk
b. Kebutuhan Air di Daerah Irigasi Baumata bulan Desember I
×
=

1,07 × 300
=
0,65
= 494,1 l/dtk
c. Kebutuhan Air di Daerah Irigasi Tulun bulan Desember I
×
=

1,07 × 200
=
0,65
= 329,4 l/dtk
d. Kebutuhan Air di Daerah Irigasi Bimoku Bulan Agustus I
×
=

1,07 × 10
=
0,65
= 6,2 l/dtk
9. Kebutuhan Air Irigasi Total
Kebutuhan air irigasi dari keempat daerah irigasi dijumlahkan seluruhnya
untuk memperoleh kebutuhan air irigasi total misalnya pada bulan Desember I:
= 85,7 + 16,5 + 490,8 + 327,2
= 920,2 ltr/dtk
= 1,193 juta m3/15 hari
Tabel 4.36. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi pada D.I Oeltua

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop
Keterangan Satuan
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1. Pola Tanam LP PADI JAGUNG JAGUNG

2. Koefisien tanaman
C1 LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0,00 - 0,50 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95 0,00 0,50 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95
C2 LP LP 1,1 1,10 1,05 1,05 0,95 0,00 - 0,50 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95 0,00 0,50 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95
C3 LP LP LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0,00 - 0,5 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95 0,00 0,5 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95
C (rata-rata) LP LP LP 1,08 1,07 1,02 0,67 0,32 0,17 0,36 0,68 0,87 0,68 0,67 0,32 0,48 0,36 0,68 0,87 0,68 0,67 0,32 0,32
3. Evapotranspirasi (ETo) mm/hr 3,01 3,01 2,86 2,86 2,83 2,83 2,61 2,61 3,06 3,06 3,30 3,30 3,46 3,46 3,75 3,75 4,33 4,33 4,13 4,13 4,29 4,29 3,82 3,825
4. Perkolasi (P) mm/hr 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 0,00
5. Penggunaan Konsumtif
mm/hr 10,25 9,67 9,67 3,10 3,02 2,88 1,74 0,83 0,51 1,11 2,25 2,86 2,34 2,33 1,21 1,81 1,57 2,96 3,58 2,80 2,89 1,39 1,21 0,00
(Etc)= C x Eto
6. Penggantian Lapisan Air mm/hr
WRL1 3,333 3,333
WRL2 3,333 3,333
WRL3 3,33 3,33
WRL (rata-rata) 1,11 1,11 2,22 1,11 1,1111
7. Total Kebutuhan Air mm/hr 12,25 11,67 11,67 6,21 6,13 7,10 4,85 3,94 2,51 3,11 4,25 4,86 4,34 4,33 3,21 3,81 3,57 4,96 5,58 4,80 4,89 3,39 3,21 0,00
8. Hujan Efektif mm/hr 2,42 5,66 2,38 8,35 2,53 2,41 2,80 2,20 0,03 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,04 0,60
9. Kebutuhan Air Bersih mm/hr 9,82 6,01 9,29 0,00 3,60 4,68 2,05 1,73 2,48 3,10 4,25 4,86 4,34 4,33 3,21 3,81 3,57 4,96 5,58 4,80 4,89 3,39 3,17 0,00
10. Kebutuhan Air Irigasi l/dt/ha 1,14 0,70 1,08 0,00 0,42 0,54 0,24 0,20 0,29 0,36 0,49 0,56 0,50 0,50 0,37 0,44 0,41 0,57 0,65 0,56 0,57 0,39 0,37 0,00
11. Efisiensi Irigasi (E) 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65
12. Kebutuhan Air Irigasi di Intake l/dt/ha 1,75 1,07 1,65 0,00 0,64 0,83 0,37 0,31 0,44 0,55 0,76 0,87 0,77 0,77 0,57 0,68 0,64 0,88 0,99 0,85 0,87 0,60 0,56 0,00
13. Luas Area Irigasi ha 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
Kebutuhan Air D.I Oeltua l/dtk 139,9 85,7 132,4 0,0 51,3 66,7 29,2 24,7 35,3 44,2 60,6 69,2 61,8 61,7 45,8 54,3 50,9 70,6 79,5 68,3 69,7 48,3 45,2 0,0
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.37. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi pada D.I Bimoku

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop
Keterangan Satuan
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1. Pola Tanam LP PADI JAGUNG BAWANG

2. Koefisien tanaman
C1 LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0,0 - 0,50 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95 0,00 0,50 0,51 0,69 0,90 0,95
C2 LP LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0,0 - 0,50 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95 0,00 0,50 0,51 0,69 0,90 0,95
C3 LP LP LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 - 0,5 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95 0 0,5 0,51 0,69 0,9 0,95
C (rata-rata) LP LP LP 1,08 1,07 1,02 0,67 0,3 0,17 0,36 0,68 0,87 0,68 0,67 0,32 0,48 0,34 0,57 0,70 0,85 0,62 0,32
3. Evapotranspirasi (ETo) mm/hr 1,51 3,01 2,86 2,86 2,83 2,83 2,61 2,61 3,06 3,06 3,30 3,30 3,46 3,46 3,75 3,75 4,33 4,33 4,13 4,13 4,29 4,29 3,82 3,82
4. Perkolasi (P) mm/hr 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 0,00 0,00
5. Penggunaan Konsumtif
mm/hr 9,67 9,67 9,57 3,10 3,02 2,88 1,74 0,83 0,51 1,11 2,25 2,86 2,34 2,33 1,21 1,81 1,46 2,45 2,89 3,50 2,65 1,36 0,00 0,00
(Etc)= C x Eto
6. Penggantian Lapisan Air mm/hr
WRL1 3,333 3,333
WRL2 3,333 3,333
WRL3 3,333 3,3333
WRL (rata-rata) 1,11 1,11 2,22 1,11 1,11
7. Total Kebutuhan Air mm/hr 11,67 11,67 11,57 6,21 6,13 7,10 4,85 3,94 2,51 3,11 4,25 4,86 4,34 4,33 3,21 3,81 3,46 4,45 4,89 5,50 4,65 3,36 0,00 0,00
8. Hujan Efektif mm/hr 2,42 5,66 2,38 8,35 2,53 2,41 2,80 2,20 0,03 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,04 0,60
9. Kebutuhan Air Bersih mm/hr 9,25 6,01 9,19 0,00 3,60 4,68 2,05 1,73 2,48 3,10 4,25 4,86 4,34 4,33 3,21 3,81 3,46 4,45 4,89 5,50 4,65 3,36 0,00 0,00
10. Kebutuhan Air Irigasi l/dt/ha 1,07 0,70 1,06 0,00 0,42 0,54 0,24 0,20 0,29 0,36 0,49 0,56 0,50 0,50 0,37 0,44 0,40 0,52 0,57 0,64 0,54 0,39 0,00 0,00
11. Efisiensi Irigasi (E) 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65
12. Kebutuhan Air Irigasi di Intake l/dt/ha 1,65 1,07 1,64 0,00 0,64 0,83 0,37 0,31 0,44 0,55 0,76 0,87 0,77 0,77 0,57 0,68 0,62 0,79 0,87 0,98 0,83 0,60 0,00 0,00
13. Luas Area Irigasi ha 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Kebutuhan Air D.I Bimoku l/dtk 16,5 10,7 16,4 0,0 6,4 8,3 3,7 3,1 4,4 5,5 7,6 8,7 7,7 7,7 5,7 6,8 6,2 7,9 8,7 9,8 8,3 6,0 0,0 0,0
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.38. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi pada D.I Baumata dan D.I Tulun
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop
Keterangan Satuan
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1. Pola Tanam LP PADI JAGUNG JAGUNG

2. Koefisien tanaman
C1 LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 - 0,50 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95 0 0,5 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95
C2 LP LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 - 0,50 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95 0 0,5 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95
C3 LP LP LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 - 0,50 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95 0 0,5 0,59 0,96 1,05 0,02 0,95
C (rata-rata) LP LP LP 1,083 1,067 1,02 0,667 0,317 0,167 0,363 0,683 0,867 0,677 0,6733 0,323 0,483 0,363 0,683 0,867 0,677 0,673 0,323 0,317
3. Evapotranspirasi (ETo) mm/hr 3,01 3,01 2,86 2,86 2,83 2,83 2,61 2,61 3,06 3,06 3,30 3,30 3,46 3,46 3,75 3,75 4,33 4,33 4,13 4,13 4,29 4,29 3,825 3,825
4. Perkolasi (P) mm/hr 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 0,00
5. Penggunaan Konsumtif
mm/hr 9,67 9,67 9,57 3,10 3,02 2,88 1,74 0,83 0,51 1,11 2,25 2,86 2,34 2,33 1,21 1,81 1,57 2,96 3,58 2,80 2,89 1,39 1,21 0,00
(Etc)= C x Eto
6. Penggantian Lapisan Air mm/hr
WRL1 3,333 3,333
WRL2 3,333 3,333
WRL3 3,333 3,333
WRL (rata-rata) 1,11 1,11 2,22 1,11 1,11
7. Total Kebutuhan Air mm/hr 11,67 11,67 11,57 6,21 6,13 7,10 4,85 3,94 2,51 3,11 4,25 4,86 4,34 4,33 3,21 3,81 3,57 4,96 5,58 4,80 4,89 3,39 3,21 0,00
8. Hujan Efektif mm/hr 2,42 5,66 2,38 8,35 2,53 2,41 2,80 2,20 0,03 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,04 0,60
9. Kebutuhan Air Bersih mm/hr 9,25 6,01 9,19 0,00 3,60 4,68 2,05 1,73 2,48 3,10 4,25 4,86 4,34 4,33 3,21 3,81 3,57 4,96 5,58 4,80 4,89 3,39 3,17 0,00
10. Kebutuhan Air Irigasi l/dt/ha 1,07 0,70 1,06 0,00 0,42 0,5 0,24 0,20 0,29 0,36 0,49 0,56 0,50 0,50 0,37 0,44 0,41 0,57 0,65 0,56 0,57 0,39 0,37 0,00
11. Efisiensi Irigasi (E) 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65
12. Kebutuhan Air Irigasi di Intake l/dt/ha 1,65 1,07 1,64 0,00 0,64 0,8 0,37 0,31 0,44 0,55 0,76 0,87 0,77 0,77 0,57 0,68 0,64 0,88 0,99 0,85 0,87 0,60 0,56 0,00
13. Luas Area Irigasi Baumata ha 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300
13. Luas Area Irigasi Tulun ha 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200
Kebutuhan Air D.I Baumata l/dtk 494,1 321,3 490,8 0,0 192,3 250,2 109,6 92,6 132,2 165,8 227,2 259,6 231,9 231,3 171,6 203,7 190,9 264,9 298,2 256,2 261,2 181,0 169,4 0,0
Kebutuhan Air D.I Tulun l/dtk 329,4 214,2 327,2 0,0 128,2 166,8 73,1 61,8 88,2 110,5 151,4 173,0 154,6 154,2 114,4 135,8 127,2 176,6 198,8 170,8 174,1 120,6 112,9 0,0
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.39. Rekapan Kebutuhan Air Irigasi dalam DAS Baumata
Kebutuhan Air Irigasi (ltr/dtk)
No. Daerah Irigasi Luas Areal (Ha)
Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I Des II
1 Oeltua 80 0,0 51,3 66,7 29,2 24,7 35,3 44,2 60,6 69,2 61,8 61,7 45,8 54,3 50,9 70,6 79,5 68,3 69,7 48,3 45,2 0,0 139,9 85,7 132,4
2 Bimoku 10 16,4 0,0 7,3 7,3 0,8 0,8 6,5 7,8 9,5 6,7 6,5 8,0 6,9 7,6 9,7 10,7 10,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 16,5 10,7
3 Baumata 300 192,3 250,2 109,6 92,6 132,2 165,8 227,2 259,6 231,9 231,3 171,6 203,7 190,9 264,9 298,2 256,2 261,2 181,0 169,4 0,0 494,1 321,3 490,8 0,0
4 Tulun 200 128,2 166,8 73,1 61,8 88,2 110,5 151,4 173,0 154,6 154,2 114,4 135,8 127,2 176,6 198,8 170,8 174,1 120,6 112,9 0,0 329,4 214,2 327,2 0,0
TOTAL 336,8 468,3 256,7 190,9 245,9 312,4 429,3 501,0 465,2 454,0 354,3 393,3 379,4 499,9 577,2 517,2 514,2 371,2 330,6 45,2 823,5 675,4 920,2 143,1
Kebutuhan Air Irigasi (juta m3) 0,436 0,6 0,333 0,214 0,319 0,432 0,556 0,649 0,603 0,628 0,459 0,510 0,492 0,691 0,748 0,715 0,666 0,481 0,428 0,062 1,067 0,875 1,193 0,198

Sumber : Hasil Perhitungan

1,500

1,250 1,193

1,067
Kebutuhan Air Irigasi (juta m3)

1,000
0,875

0,748
0,750 0,691 0,715
0,6 0,649 0,666
0,603 0,628
0,556
0,510 0,492 0,481
0,500 0,436 0,432 0,459
0,428
0,333 0,319

0,250 0,214 0,198

0,062

0,000

Gambar 4.7. Kebutuhan Air Irigasi dalam DAS Baumata


Sumber : Hasil Perhitungan
4.4.2 Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang ada di
DAS Baumata. Analisis kebutuhan air dilakukan berdasarkan wilayah
administrasi sampai tingkat kelurahan/desa yang masuk ke dalam wilayah DAS
Baumata. Cangkupan wilayah administratif DAS Baumata termasuk dalam Kota
Kupang dan Kabupaten Kupang meliputi 10 Kelurahan/Desa yaitu : Desa Tarus,
Desa Panfui Timur, Desa Baumata, Desa Baumata Utara, Desa Baumata Barat,
Desa Baumata Timur, Desa Oeltua, Kelurahan Lasiana, Kelurahan Penfui dan
Kelurahan Kolhua.
Tabel 4.40. Persentase Luas Daerah Administrasi dalam DAS Baumata

No. Nama Kabupaten/ Luas Kel/Desa Persentase


Kecamatan Kelurahan/Desa 2
DAS DAS Kota dalam DAS (Km ) (%)

Kab Kupang Kupang Tengah Desa Tarus 1,463 5,449473


Desa Penfui Timur 5,715 21,2876
Kab Kupang Taebenu Desa Baumata 5,973 22,25
Desa Baumata Utara 2,102 7,83
DAS Desa Baumata Barat 1,706 6,36
105
Baumata Desa Baumata Timur 0,420 1,56
Desa Oeltua 4,227 15,74
Kota Kupang Kelapa Lima Kelurahan Lasiana 1,821 6,78
Kota Kupang Maulafa Kelurahan Penfui 3,369 12,55
Kelurahan Kolhua 0,050 0,19
Total 26,847 100,0
Sumber : - BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur.
- Analisis ArGIS.
1. Data Penduduk
Data jumlah penduduk 10 kelurahan selama 10 tahun terakhir dapat
diperhatikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.41. Jumlah Penduduk 10 Kelurahan
Luas
Kelurahan/ Banyaknya Penduduk (Jiwa)
No Daerah
Desa 2
(Km ) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
1 Tarus 4,23 2838 3614 3921 3921 3928 4398 4626 4718 5174 5501

2 Penfui Timur 10,59 3186 3096 3354 3354 6198 6939 7198 7455 8164 8681

3 Baumata 12,00 980 1013 1630 1915 2007 2057 2121 2134 2282 2378
Baumata
4 3,63 1133 1175 1367 1160 1212 1246 1285 1302 1382 1441
Utara
Baumata
5 1,84 1917 1987 2313 3016 3156 3241 3342 3332 3593 3747
Barat
Baumata
6 19,77 1999 2075 2020 1995 2076 2144 2210 2231 2377 2478
Timur
Lanjutan
7 Oeltua 9,94 2229 2310 2360 2689 2743 2889 2979 3040 3204 3340

8 Lasiana 5,23 9715 10716 10983 11522 11962 12983 13442 13646 13889 14897

9 Penfui 9,30 4186 4274 4443 4536 4709 4808 4979 5054 5143 5181

10 Kolhua 10,75 6353 6461 6602 6829 7090 7222 7482 7594 7740 7799
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Peta DAS Baumata dan Peta Batas Administrasi Kota/Kab Kupang


dioverlay untuk mendapatkan presentase luas wilayah (tabel 4.40) yang termasuk
dalam wilayah DAS Baumata, disajikan dalam tabel 4.42. Sehingga diperoleh
jumlah penduduk dalam batas wilayah administrasi DAS Baumata. Perhitungan
jumlah penduduk di desa Tarus pada tahun 2008 hasil overlay dari Peta DAS
Baumata dan Peta Batas Administrasi Kota/Kab Kupang:
5,45
= 2838 ×
100
= 155 jiwa
Tabel 4.42. Data Penduduk dalam Wilayah Administrasi DAS Baumata
Luas
Kelurahan/ Jumlah Penduduk (jiwa)
No Daerah
Desa 2
(Km ) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
1 Tarus 4,23 155 197 214 214 214 240 252 257 282 300

2 Penfui Timur 10,59 678 659 714 714 1319 1477 1532 1587 1738 1848

3 Baumata 12,00 218 225 363 426 446 458 472 475 508 529

4 Baumata Utara 3,63 89 92 107 91 95 98 101 102 108 113

5 Baumata Barat 1,84 122 126 147 192 201 206 212 212 228 238

6 Baumata Timur 19,77 31 32 32 31 32 34 35 35 37 39

7 Oeltua 9,94 351 364 372 423 432 455 469 479 504 526

8 Lasiana 5,23 659 727 745 782 811 881 912 926 942 1011

9 Penfui 9,30 525 536 558 569 591 603 625 634 645 650

10 Kolhua 10,75 12 12 12 13 13 14 14 14 15 15

Total 2840 2971 3263 3454 4156 4464 4624 4720 5008 5268
Sumber : Hasil Perhitungan.
2. Proyeksi Jumlah Penduduk
Perkiraan jumlah penduduk dalam DAS Baumata dihitung dengan
menggunakan 3 metode, yaitu Metode Aritmatik, Metode Geometrik dan Metode
Least square.
Tabel 4.43 Jumlah Penduduk dalam DAS Baumata

Jumlah Penduduk
No Tahun
(Jiwa)
1 2008 2.840
2 2009 2.971
3 2010 3.263
4 2011 3.454
5 2012 4.156
6 2013 4.464
7 2014 4.624
8 2015 4.720
9 2016 5.008
10 2017 5.268
Sumber ; Hasil Perhitungan

Data penduduk akan diproyeksi untuk jangka panjang yaitu 20 tahun yang
akan datang, maka perhitungan proyeksi penduduk berdasarkan ketiga metode
dapat dilihat dari perhitungan berikut:
a. Metode Geometri
= (1 + )
= (1 + )
5268 = 2840(1 + )
5268
= (1 + )
2840

1,8549 = (1 + )
= 1,071 − 1
= 0,071
Proyeksi penduduk tahun 2037
= (1 + 0,071)
= 5268 (1,071)
= 20769 jiwa
b. Metode Aritmatik
( )
= ( )

( )
= ( )

2428
= = 269,761
9
Proyeksi penduduk tahun 2037
= + ( − )
= + 269,761 (2037 − 2017)
= 5268 + 269,761 (20)
= 10663,0 = 10663 jiwa
c. Metode Least Square
Tabel 4.44. Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Least Square

Tahun Ke Jumlah Penduduk 2


Tahun X×Y X
(x) (y)
2008 1 2840 2840 1
2009 2 2971 5943 4
2010 3 3263 9788 9
2011 4 3454 13818 16
2012 5 4156 20778 25
2013 6 4464 26784 36
2014 7 4624 32365 49
2015 8 4720 37763 64
2016 9 5008 45071 81
2017 10 5268 52678 100
Jumlah 55 40767 247827 385
Sumber : Hasil Perhitungan
̈ = +
Dimana :
∑y . ∑x2 - ∑x . ∑xy
=
n ∑x2 – ( ∑ )
(40767 × 385) - (55 × 247827)
=
(10 × 385) – (55)
2064984
= = 2503,01
825
dan
n. ∑xy - ∑x . ∑y
=
n ∑x2 – ( ∑x)
(10 × 247827) - (55 × 40767 )
=
(10 × 385) – (55)
236060,4
= = 286,1
825
Maka proyeksi penduduk tahun 2037
̈ = +
̈ = 2503,01 + 286,1 × (2037 − 2008)
̈ = 2503,01 + 286,1 × (29)
̈ = 2503,01 + (8296,9)
̈ = 10799,91
̈ = 10800 jiwa
Hasil perhitungan ketiga metode proyeksi jumlah penduduk pada tahun
2037 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.45. Hasil Perhitungan Proyeksi Penduduk Tiga Metode
Jumlah Penduduk (Jiwa)
No Tahun
Geometrik Aritmatik Least Square
1 2018 5642 5538 5364
2 2020 6471 6077 5936
3 2025 9119 7426 7367
4 2030 12850 8775 8797
5 2035 18107 10123 10228
6 2037 20769 10663 10800

Sumber : Hasil Perhitungan.


Berdasarkan hasil perhitungan ketiga metode diatas, maka metode yang
dipakai adalah metode dengan jumlah penduduk terbesar yaitu metode geometrik.
3. Perhitungan Kebutuhan Air Domestik dalam DAS Baumata
Sesuai dengan kategori wilayah dan standar pemakaian air penduduk pada
tabel 2.15 maka perhitungan kebutuhan air domestik adalah sebagai berikut
diambil contoh perhitungan kebutuhan air domestik untuk tahun 2037 dengan
nilai q(u) = 130 lt/kapita/hari untuk kategori kota kecil.
( )
= ( )
1000
130 ⁄ /ℎ
= × 20769
1000
= 0,13 × 20769
= 2699,99 m3/hari
Jadi kebutuhan air domestik dalam DAS Baumata pada tahun 2037 adalah
2699,99 m3/hari.
Tabel 4.46. Kebutuhan Air Domestik di DAS Baumata
Pemakaian Air Jumlah Penduduk Kebutuhan Air Domestik
No Tahun 3
(lt/kapita/hari) (Jiwa) (m /hari)
1 2018 100 5642 564,18
2 2020 100 6471 647,14
3 2025 100 9119 911,90
4 2030 130 12850 1670,46
5 2035 130 18107 2353,88
6 2037 130 20769 2699,99
Sumber : Hasil Perhitungan.
4.4.3 Kebutuhan Air Non Domestik
Kebutuhan air non domestik dapat dicari dengan berpedoman dari tabel
2.16, namun dalam pengumpulan data tidak terlalu spesifik sesuai jenis kebutuhan
pada tabel tersebut sehingga perhitungan kebutuhan air non domestik diambil
secara presentase dari kebutuhan air domestik yaitu 30%.
= 30% ×
Sebagai contoh perhitungan kebutuhan air non domestik diambil data
penduduk pada tahun rencana 2037 dengan = 2699,99 m3/hari, maka
perhitungan kebutuhan air non domestik adalah sebagai berikut:
= 30% ×
= 30% × 2699,99 m3/hari
= 810,00 m3/hari
Jadi kebutuhan air non domestik dalam DAS Baumata pada tahun 2037
adalah 810,00 m3/hari.
Tabel 4.47. Kebutuhan Air Non Domestik di DAS Baumata

Jumlah Penduduk Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan Air Non Domestik


No Tahun 3 3
(Jiwa) (m /hari) (m /hari)
1 2018 5642 564,18 169,25
2 2020 6471 647,14 194,14
3 2025 9119 911,90 273,57
4 2030 12850 1670,46 501,14
5 2035 18107 2353,88 706,16
6 2037 20769 2699,99 810,00
Sumber : Hasil Perhitungan.
Tabel 4.48. Total Kebutuhan Air Domestik di DAS Baumata
3
Jumlah Kebutuhan Air Domestik (Juta m )
No Tahun
Penduduk Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I
1 2018 5642 0,008 0,009 0,008 0,007 0,008 0,009 0,008 0,008 0,008 0,009 0,008 0,008 0,008 0,009 0,008 0,009 0,008 0,008 0,008 0,009 0,008 0,008 0,008
2 2020 6471 0,010 0,010 0,010 0,008 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010
3 2025 9119 0,014 0,015 0,014 0,012 0,014 0,015 0,014 0,014 0,014 0,015 0,014 0,014 0,014 0,015 0,014 0,015 0,014 0,014 0,014 0,015 0,014 0,014 0,014
4 2030 12850 0,025 0,027 0,025 0,022 0,025 0,027 0,025 0,025 0,025 0,027 0,025 0,025 0,025 0,027 0,025 0,027 0,025 0,025 0,025 0,027 0,025 0,025 0,025
5 2035 18107 0,035 0,038 0,035 0,031 0,035 0,038 0,035 0,035 0,035 0,038 0,035 0,035 0,035 0,038 0,035 0,038 0,035 0,035 0,035 0,038 0,035 0,035 0,035
6 2037 20769 0,040 0,043 0,040 0,035 0,040 0,043 0,040 0,040 0,040 0,043 0,040 0,040 0,040 0,043 0,040 0,043 0,040 0,040 0,040 0,043 0,040 0,040 0,040
Sumber : Hasil Perhitungan.

0,050
Kebutuhan Air Domestik (m3/15harii)

0,040 2018

2020
0,030

2025

0,020
2030

0,010 2035

2037
0,000
Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I Des II

Periode ke-

Gambar 4.8. Kebutuhan Air Domestik dalam DAS Baumata


Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.49. Total Kebutuhan Air Non Domestik di DAS Baumata
3
Jumlah Kebutuhan Air Non Domestik (Juta m )
No Tahun
Penduduk Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I
1 2018 5642 0,003 0,003 0,003 0,002 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003
2 2020 6471 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003 0,003
3 2025 9119 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004 0,004
4 2030 12850 0,008 0,008 0,008 0,007 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008
5 2035 18107 0,011 0,011 0,011 0,009 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011 0,011
6 2037 20769 0,012 0,013 0,012 0,011 0,012 0,013 0,012 0,012 0,012 0,013 0,012 0,012 0,012 0,013 0,012 0,013 0,012 0,012 0,012 0,013 0,012 0,012 0,012
Sumber : Hasil Perhitungan.

0,020
Kebutuhan Air Non Domestik (juta m 3 /15hari)

2018
0,015

2020

0,010 2025

2030

0,005
2035

2037
0,000
Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I Des II

Periode ke-

Gambar 4.9. Kebutuhan Air Non Domestik dalam DAS Baumata


Sumber : Hasil Perhitungan
4.4.4 Kebutuhan Air Peternakan
Langkah perhitungan kebutuhan air peternakan hampir sama dengan
perhitungan kebutuhan air domestik, yaitu dengan merekap data ternak, proyeksi
jumlah ternak dan menghitung kebutuhan air ternak.
1. Data Ternak
Data jumlah dan jenis ternak dalam DAS Baumata selama 5 tahun terakhir
dapat diperhatikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.50. Jumlah dan Jenis Ternak dalam DAS Baumata

Jenis Jumlah Ternak (ekor)


No
Ternak
2013 2014 2015 2016 2017
1 Sapi 201 231 247 331 479
2 Kerbau 0 1 1 2 2
3 Kuda 0 0 1 2 2
4 Kambing 139 163 164 216 329
6 Babi 204 270 340 434 564
7 Unggas 1701 1801 2397 3204 3811
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Standar kebutuhan air ternak dapat dilihat pada tabel 2.17 yang ditentukan
berdasarkan kategori jenis ternak. Berikut merupakan data ternak yang telah
dikategorikan ke dalam 4 kategori.
Tabel 4.51. Kategori Ternak dalam DAS Baumata

Jumlah Ternak (ekor)


No Kategori Ternak
2013 2014 2015 2016 2017
1 Ternak Besar 201 232 249 335 483
2 Ternak Kecil 139 163 164 216 329
3 Babi 204 270 340 434 564
4 Unggas 1701 1801 2397 3204 3811
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Proyeksi Jumlah Ternak
Perkiraan jumlah ternak dalam DAS Baumata dihitung dengan
menggunakan 3 metode yaitu Metode Aritmatik, Metode Geometrik dan Metode
Least square.
Data ternak akan diproyeksi untuk jangka panjang yaitu 20 tahun yang akan
datang, contoh perhitungan proyeksi ternak besar berdasarkan ketiga metode
dapat dilihat dari perhitungan berikut:
a. Metode Geometrik
= (1 + )
= (1 + )
483 = 201(1 + )
483
= (1 + )
201

= 2,402985 −1
= 0,245
Proyeksi jumlah ternak besar tahun 2037 (n=20)
= (1 + )
= (1 + 0,245)
= 483(1,245)
= 38389 ekor
b. Metode Aritmatik
( )
= ( )

( )
= ( )

281
= = 70,37
4
Proyeksi jumlah ternak besar tahun 2037
= + ( − )
= + 70,37 (2037 − 2017)
= 483 + 70,37 (20)
= 1890 ekor
c. Metode Least Square
Tabel 4.52. Proyeksi Jumlah Ternak Metode Least Square

Tahun Ke Jumlah Ternak Besar


Tahun X×Y X2
(x) (y)
2013 1 201 201 1
2014 2 232 465 4
2015 3 249 748 9
2016 4 335 1338 16
2017 5 483 2413 25
Jumlah 15 1500 5166 55
Sumber : Hasil Perhitungan
̈ = +
Dimana :
∑y . ∑x2 - ∑x . ∑xy
=
n ∑x2 – ( ∑ )
(1500 × 55) - (15 × 5166)
=
(5 × 55) – (15)
5024,3
= = 100,49
50
dan
n. ∑xy - ∑x . ∑y
=
n ∑x2 – ( ∑x)
(5 × 5166) - (15 × 1500 )
=
(5 × 55) – (15)
3325,9
= = 66,518
50
Maka proyeksi jumlah ternak besar tahun 2037 yaitu :
̈ = +
̈ = 100,49 + (66,518 × 24)
̈ = 100,49 + 1596,432
̈ = 1697 ekor

Hasil perhitungan ketiga metode proyeksi jumlah ternak untuk tahun 2037
dapat dilihat tabel berikut.
Tabel 4.53. Hasil Perhitungan Proyeksi Ternak Tiga Metode

Kategori Ternak
No Metode Tahun
Besar Kecil Babi Unggas
1 2018 601 408 727 4663
2 2020 930 627 1209 6980
3 2025 2779 1841 4310 19136
Geometrik
4 2030 8299 5404 15357 52463
5 2035 24783 15860 54724 143831
6 2037 38389 24396 90976 215304
7 2018 553 376 654 4339
8 2020 694 471 834 5394
9 2025 1046 709 1284 8032
Aritmatik
10 2030 1398 946 1734 10670
11 2035 1749 1183 2185 13308
12 2037 1890 1278 2365 14363
13 2018 433 289 539 3707
14 2020 566 375 716 4832
15 Least 2025 899 592 1158 7644
16 Square 2030 1231 808 1600 10456
17 2035 1564 1025 2043 13267
18 2037 1697 1111 2219 14392
Sumber : Hasil Perhitungan.

Berdasarkan hasil perhitungan ketiga metode diatas, maka metode yang


dipakai adalah metode dengan jumlah ternak terbanyak yaitu metode geometrik.
3. Perhitungan Kebutuhan Air Peternakan dalam DAS Baumata
Mengacu terhadap kategori jenis ternak dan standar pemakaian air ternak
pada tabel 2.17 dan persamaan 2.43, maka perhitungan kebutuhan air ternak
adalah sebagai berikut diambil contoh perhitungan kebutuhan air ternak untuk
tahun 2037:
365
= ( ⁄ / ) × ( ⁄ / ) + ( ⁄ ) × ( ⁄ ) + ( ) × ( )+ ( ) × ( )
1000
(40 × 38389) + (5 × 24396) + (6 × 90976) + (0,60 × 215304)
=
1000
(1535560) + (121980) + (545856) + (129182,4)
=
1000
2332578,4
=
1000
= 2331,5784 m3/hari
Jadi kebutuhan air peternakan dalam DAS Baumata pada tahun 2037 adalah
2331,5784 m3/hari.
Hasil perhitungan kebutuhan air peternakan dalam DAS Baumata untuk
tahun 2037 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.54. Kebutuhan Air Peternakan di DAS Baumata
Kebutuhan Air
Kategori Ternak
No Tahun Ternak
Besar Kecil Babi Unggas m3/hari
1 2018 601 408 727 4663 33,2298
2 2020 930 627 1209 6980 51,8012
3 2025 2779 1841 4310 19136 157,6986
4 2030 8299 5404 15357 52463 482,5844
5 2035 24783 15860 54724 143831 1485,2551
6 2037 38389 24396 90976 215304 2331,5784
Sumber : Hasil Perhitungan.
Tabel 4.55. Total Kebutuhan Air Peternakan di DAS Baumata
3
Kebutuhan Air Peternakan (Juta m )
No Tahun
Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I
1 2018 0,0005 0,0005 0,0005 0,0004 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005
2 2020 0,0008 0,0008 0,0008 0,0007 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008
3 2025 0,0024 0,0025 0,0024 0,0021 0,0024 0,0025 0,0024 0,0024 0,0024 0,0025 0,0024 0,0024 0,0024 0,0025 0,0024 0,0025 0,0024 0,0024 0,0024 0,0025 0,0024
4 2030 0,0072 0,0077 0,0072 0,0063 0,0072 0,0077 0,0072 0,0072 0,0072 0,0077 0,0072 0,0072 0,0072 0,0077 0,0072 0,0077 0,0072 0,0072 0,0072 0,0077 0,0072
5 2035 0,0223 0,0238 0,0223 0,0193 0,0223 0,0238 0,0223 0,0223 0,0223 0,0238 0,0223 0,0223 0,0223 0,0238 0,0223 0,0238 0,0223 0,0223 0,0223 0,0238 0,0223
6 2037 0,0350 0,0373 0,0350 0,0303 0,0350 0,0373 0,0350 0,0350 0,0350 0,0373 0,0350 0,0350 0,0350 0,0373 0,0350 0,0373 0,0350 0,0350 0,0350 0,0373 0,0350
Sumber : Hasil Perhitungan

0,0400

0,0350
Kebutuhan Air Peternakan (Juta m3/15 hari)

2018
0,0300

0,0250 2020

0,0200 2025

0,0150
2030

0,0100
2035
0,0050

2037
0,0000
Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I Des II

Periode ke-

Gambar 4.10. Kebutuhan Air Peternakan dalam DAS Baumata


Sumber : Hasil Perhitungan
4.4.5 Total Kebutuhan Air di DAS Baumata
Total kebutuhan air yang ada dalam DAS Baumata yang terbagi
kedalam empat sektor yaitu : irigasi, domestik, non domestik dan peternakan
adalah sebesar 15,536 juta m3/tahun. Rincian dan proporsi total kebutuhan air
di DAS Baumata dapat dilihat pada tabel 4.56.
Dari tabel 4.56 diketahui kebutuhan air irigasi yang ada di DAS
Baumata adalah 13,404 juta m3/tahun atau 86,28% dari kebutuhan air total
yang ada di DAS Baumata. Kebutuhan air irigasi merupakan proporsi terbesar
dalam kebutuhan air total di DAS Baumata. Sedangkan kebutuhan air
domestik mencapai 0,985 juta m3/tahun atau 6,34% dari total kebutuhan air
DAS Baumata. Disusul kebutuhan air non domestik dan kebutuhan air
peternakan yaitu 0,296 juta m3/tahun atau 1,90% dari total kebutuhan air dan
0,851 juta m3/tahun atau 5,48% dari total kebutuhan air dalam DAS Baumata.
4.5 Neraca Air di DAS Baumata
Mengacu pada konsep dasar neraca air yaitu hubungan antara masukan
air total dan keluaran air total yang terjadi pada suatu DAS artinya dalam
suatu DAS terdapat masukan berupa ketersediaan aliran sungai yang telah
dihitung dengan metode F. J. Mock dan ketersediaan mata air sedangkan
keluaran berupa kebutuhan air total dari empat sektor yaitu : irigasi, domestik,
non domestik dan peternakan. Kebutuhan air total sebesar 15,536 juta
m3/tahun dan ketersediaan air total sebesar 20,678 juta m3/tahun. Rekapan
serta hubungan antara ketersediaan air dan kebutuhan air di DAS Baumata
dapat dilihat pada tabel 4.57 dan gambar 4.12. Dapat dilihat bagaimana
keterkaitan ketersediaan dan kebutuhan air di DAS Baumata sepanjang tahun
dengan membagi menjadi data setengah bulanan. Terlihat bahwa pada awal
tahun terutama pada periode Februari I merupakan debit ketersediaan air
terbesar sepanjang tahun yaitu 4,050 juta m3. Dan menurun hingga mencapai
0,130 juta m3 dari periode September II – Oktober I. Sedangkan pada periode
April II – Desember I kebutuhan air telah melebihi ketersediaan air artinya
terjadi defisit dan pada periode Desember II – April I ketersediaan air
melebihi kebutuhan air artinya terjadi surplus.
Tabel 4.56. Kebutuhan Air Total di dalam DAS Baumata
3
Total Kebutuhan Air (juta m )
No Peruntukan Jumlah %
Jan I Jan II Feb I Feb II Mar I Mar II Apr I Apr II Mei I Mei II Jun I Jun II Jul I Jul II Ags I Ags II Sep I Sep II Okt I Okt II Nop I Nop II Des I Des II

1 QIrigasi 0,436 0,647 0,333 0,214 0,319 0,432 0,556 0,649 0,603 0,628 0,459 0,510 0,492 0,691 0,748 0,715 0,666 0,481 0,428 0,062 1,067 0,875 1,193 0,198 13,404 86,28
2 QDomestik 0,040 0,043 0,040 0,035 0,040 0,043 0,040 0,040 0,040 0,043 0,040 0,040 0,040 0,043 0,040 0,043 0,040 0,040 0,040 0,043 0,040 0,040 0,040 0,043 0,985 6,34
3 QNonDomestik 0,012 0,013 0,012 0,011 0,012 0,013 0,012 0,012 0,012 0,013 0,012 0,012 0,012 0,013 0,012 0,013 0,012 0,012 0,012 0,013 0,012 0,012 0,012 0,013 0,296 1,90
4 QPeternakan 0,035 0,037 0,035 0,030 0,035 0,037 0,035 0,035 0,035 0,037 0,035 0,035 0,035 0,037 0,035 0,037 0,035 0,035 0,035 0,037 0,035 0,035 0,035 0,037 0,851 5,48
Qbutuh 0,52 0,74 0,42 0,29 0,41 0,53 0,64 0,74 0,69 0,72 0,55 0,60 0,58 0,78 0,84 0,81 0,75 0,57 0,52 0,16 1,15 0,96 1,28 0,29 15,536 100,0

Sumber : Hasil Perhitungan.

3,000 0,000

2,500 0,020
QIrigasi

2,000 0,040
Qbutuh
Q hitung (juta m3)

1,500 0,060 QDomestik

QNonDomestik
1,000 0,080
QPeternakan

0,500 0,100

0,000 0,120
Jan1 Jan2 Feb1 Feb2 Mar1 Mar2 Apr1 Apr2 Mei1 Mei 2 Jun 1 Jun 2 Jul 1 Jul 2 Ags 1 Ags 2 Sep 1 Sep 2 Okt 1 Okt 2 Nop 1 Nop 2 Des 1 Des 2

Periode (Bulan Ke-)

Gambar 4.11 Grafik Kebutuhan Air Total di dalam DAS Baumata


Sumber :Hasil Perhitungan.
Tabel 5.57. Neraca Air di dalam DAS Baumata
3 3 (1) Bulan
Kebutuhan Air (Juta m ) Ketersediaan Air (Juta m )
Bulan Periode Neraca Air Keterangan (2) Periode
Qi QD QND Qt QBUTUH Q80 QMA QSEDIA (3) Qi = Kebutuhan Air
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Irigasi
1 0,436 0,040 0,012 0,035 0,524 0,599 0,130 0,729 0,205 Surplus
Januari (4) QD = Kebutuhan Air
2 0,647 0,043 0,013 0,037 0,741 2,797 0,138 2,936 2,195 Surplus
Domestik
1 0,333 0,040 0,012 0,035 0,420 3,920 0,130 4,050 3,629 Surplus
Februari (5) QND = Kebutuhan
2 0,214 0,035 0,011 0,030 0,290 2,449 0,112 2,562 2,272 Surplus Air Non Domestik
1 0,319 0,040 0,012 0,035 0,406 2,549 0,130 2,678 2,272 Surplus (6) Qt = Kebutuhan Air
Maret
2 0,432 0,043 0,013 0,037 0,525 1,352 0,138 1,490 0,965 Surplus Peternakan
1 0,556 0,040 0,012 0,035 0,644 0,821 0,130 0,951 0,307 Surplus (7) QBUTUH =
April
2 0,649 0,040 0,012 0,035 0,737 0,410 0,130 0,540 -0,197 Defisit (3)+(4)+(5)+(6)
1 0,603 0,040 0,012 0,035 0,690 0,241 0,130 0,371 -0,320 Defisit (8) Q80 = Ketersediaan
Mei
2 0,628 0,043 0,013 0,037 0,721 0,120 0,138 0,259 -0,462 Defisit Aliran Sungai
1 0,459 0,040 0,012 0,035 0,547 0,060 0,130 0,190 -0,357 Defisit (9) QMA= Ketersediaan
Juni
2 0,510 0,040 0,012 0,035 0,597 0,030 0,130 0,160 -0,437 Defisit Mata Air
1 0,492 0,040 0,012 0,035 0,579 0,015 0,130 0,145 -0,434 Defisit (10) QSEDIA = (8) +(9)
Juli
2 0,691 0,043 0,013 0,037 0,785 0,008 0,138 0,146 -0,639 Defisit (11) Neraca Air
1 0,748 0,040 0,012 0,035 0,836 0,004 0,130 0,134 -0,702 Defisit (12) Keterangan
Agustus
2 0,715 0,043 0,013 0,037 0,808 0,002 0,138 0,140 -0,668 Defisit
1 0,666 0,040 0,012 0,035 0,754 0,001 0,130 0,131 -0,623 Defisit
September
2 0,481 0,040 0,012 0,035 0,569 0,000 0,130 0,130 -0,439 Defisit
1 0,428 0,040 0,012 0,035 0,516 0,000 0,130 0,130 -0,386 Defisit
Oktober
2 0,062 0,043 0,013 0,037 0,156 0,000 0,138 0,138 -0,017 Defisit
1 1,067 0,040 0,012 0,035 1,155 0,000 0,130 0,130 -1,025 Defisit
Nopember
2 0,875 0,040 0,012 0,035 0,963 0,015 0,130 0,144 -0,819 Defisit
1 1,193 0,040 0,012 0,035 1,280 0,396 0,130 0,526 -0,754 Defisit
Desember
2 0,198 0,043 0,013 0,037 0,291 1,731 0,138 1,869 1,578 Surplus
Tahunan 13,404 0,985 0,296 0,851 15,536 17,521 3,157 20,678

Sumber : Hasil Perhitungan


Grafik Hubungan Ketersediaan Air dan Kebutuhan Air
di DAS Baumata
4,50

4,00

3,50

3,00
Q hitung (juta m3)

2,50

2,00

1,50

1,00

0,50

0,00
Jan1 Jan2 Feb1 Feb2 Mar1 Mar2 Apr1 Apr2 Mei1 Mei 2 Jun 1 Jun 2 Jul 1 Jul 2 Ags 1 Ags 2 Sep 1 Sep 2 Okt 1 Okt 2 Nop 1 Nop 2 Des 1 Des 2

Periode (Bulan Ke-) kebutuhan air ketersediaan air

Gambar 4.12. Grafik Hubungan Ketersediaan Air dan Kebutuhan Air di DAS Baumata
Sumber : Hasil Perhitungan
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan dan batasan masalah serta kajian yang telah dilakukan
pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil perhitungan ketersediaan air dalam DAS Baumata terbesar diperoleh
pada bulan Februari I yaitu 4,050 juta m3/15hari dan terendah pada bulan
September II hingga bulan Oktober I yaitu 0,130 juta m3/15hari.
Ketersediaan aliran sungai adalah 17,521 juta m3/tahun. Serta ketersediaan
mata air dalam DAS Baumata yaitu 3,157 juta m3/tahun. Sehingga total
ketersediaan air dalam DAS Baumata sepanjang tahun adalah 20,678 juta
m3/tahun.
2. Jumlah penduduk dalam DAS Baumata pada tahun 2037 atau 20 tahun
mendatang adalah 20.769 jiwa dengan kebutuhan air domestik adalah 0,985
juta m3/tahun dan kebutuhan air non domestik sebesar 0,266 juta m3/tahun.
Besarnya kebutuhan air irigasi untuk empat daerah irigasi yaitu D.I Oeltua,
D.I Bimoku, D.I Baumata dan D.I Tulun adalah 13,404 juta m3/tahun. Serta
besarnya kebutuhan air untuk ternak adalah sebesar 0,851 juta m3/tahun.
Sehingga total kebutuhan air dalam DAS Baumata pada tahun 2037
berdasarkan empat sektor adalah sebesar 15,536 juta m3/tahun.
3. Kondisi keseimbangan air pada DAS Baumata dengan periode deficit terjadi
pada bulan April II hingga bulan Desember I, sedangkan periode surplus
terjadi pada bulan Desember II hingga bulan April I.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang alokasi air dalam DAS Baumata
sehingga pada kondisi defisit air dapat dilakukan pengaturan sesuai dengan
ketersediaan air berdasarkan skala prioritas.
2. Berkaitan dengan permasalahan sumber daya air permukaan yang ada di
DAS Baumata dan kecenderungan peningkatan kebutuhan air di masa
mendatang, maka disarankan kepada instansi pengelola DAS Baumata
seperti Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II untuk dapat meningkatkan
keandalan debit ketersediaan aliran sungai di DAS Baumata dengan
membangun waduk atau embung di wilayah DAS Baumata yang
mempunyai potensi.
3. Disarankan kepada instansi terkait yang bergerak di bidang SDA untuk
lebih mengintensifkan program-program rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah guna menjaga kelestarian daerah tangkapan air hujan dalam DAS
Baumata serta menjaga agar fluktuasi aliran sungai dapat terdistribusi
sepanjang tahun.
4. Diperlukan penelitian lanjut dengan input data sumber daya air yang ada di
DAS Baumata lebih terperinci.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Analisis Kebutuhan Air Irigasi. Ilmu Teknik Sipil.


https://www.ilmutekniksipil.com/bangunan-air/analisis-kebutuhan-air-
irigasi

Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), 2018. Data Iklim


Harian. Data Online, Pusat Database-BMKG.
dataonline.bmkg.go.id/data_iklim

Badan Standarisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 19-
6728.1-2002. Penyusunan neraca sumber daya – Bagian 1: Sumber daya
air spasial. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II. 2017. Peta Necara Air Skala 1:50.000
Wilayah Sungai Noelmina. Kupang.

Bambang, T. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yokyakarta.

C. D. Soemarto, 1999. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta.

Dervish, 2013. Menentukan Hujan Rerata, My Jihad Soul. Wordpress.


https://myjihadsoul.wordpress.com/2013/01/16/menentukan-hujan-rerata/

Direktur Jenderal Cipta Karya, 1998. Petunjuk Teknis Perencanaann,


Pelaksanaan dan Pengawasan Pembangunan, Pengelolaan Sistim
Penyediaan Air Minum Perkotaan. Jakarta

Direktur Jenderal Departemen Pekerjaan Umum, 1986. Standar Perencanaan


Irigasi - Kriteria Perencanaan 01. Badan Penerbit Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.

Doorenbos J. dan Pruit. W.O. 1977. Guidelines for Predicting Crop Water
Requirenments. Irrigation and Drainage Paper. No. 24 (rev). FAO. Rome.
Italy.

Galih, 2013. Atmosfer : Pola Aliran Sungai, Dwiegalihbuntal. Blogspot.


http://dwiegalihbuntal.blogspot.com/2013/04/pola-aliran-sungai.html

Imran, Syaiful, 2009. Jenis Hujan Di Daerah Tropis, Ipank Review. Wordpress.
https://ipankreview.wordpress.com/2009/03/23/jenis-hujan-di-daerah-
tropis/

Indarto. 2010. Hidrologi: Metode Analisis dan Tool untuk Interpretasi Hidrograf
Aliran Sungai. Bumi Aksara, Jember
Kodoatie, Robert J., dan Roestam, Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Andi,
Yogyakarta.

Limantara, Lily Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis, Lubuk Agung, Bandung.

Linsley, R.K. Jr; Kohler, M.A. dan Paulhus, J.L.H, 1989. Hidrologi untuk
Insinyur Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.

Noerhayati, Eko. 2015. Model Neraca Air Daerah Aliran Sungai Dengan Aplikasi
Minitab. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang,
Malang.

Nugroho, Lulut. 2014. Macam-Macam Pola Pengaliran Sungai. Klik Geografi.


Blogspot.
http://klikgeografi.blogspot.com/2014/12/macam-macam-pola-
pengaliran-sungai.html

Pawitan, H. 2000. Panduan Pengelolaan Data Iklim dan Hidrologi untuk


Perencanaan Penglolaan Daerah Aliran Sungai. Proyek Pengendalian
Banjir Jawa Bagian Selatan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta

Presiden Republik Indonesia, 2004. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang


Sumber Daya Air. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia, 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.


38 Tahun 2011 tentang Sungai. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia, 2012. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.


12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai. Sekretariat Kabinet
RI, Jakarta.

Presiden Republik Indonesia, 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.


37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta.

Purnama, Ig. L. Setyawan., Sutanto Trijuni, Fahrudin Hanafi, Taufi k Aulia dan
Rahmad Razali. 2012. Analisis Neraca Air di DAS Kupang dan
Sengkarang. Percetakan Pohon Cahaya, Yogyakarta.

Pusat Informasi Pengembangan Pemukiman dan Bangunan (PIP2B)


Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia. 2018. Peta Administrasi Kota Kupang dan Kabupaten
Kupang. PIP2B Kupang.

Rustianto, Hari. 2010. Bagian-Bagian Sungai. Blogeforia, Blogspot.


http://harirustianto.blogspot.com/2010/12/bagian-bagian-sungai.html

Soewarno, 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai-


Hidrometri, Nova, Bandung.
Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional Jilid Ke-Satu, Citra Adya Bakti,
Bandung.

Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. 2003. Hidrologi untuk Pengairan, Pradnya


Paramita, Jakarta.

Sri Harto, 2000. Hidrologi: Teori, Masalah, Penyelesaian. Nafiri Offset.


Yogyakarta.

Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta.

Yusman, Andrian. 2016. Jumlah Penduduk dan Kebutuhan Air Bersih Domestik
dan Non Domestik Kota Periaman Untuk Tahun 2024. Bahan
Perkuliahan Prodi Kesehatan Masyarakat, Blogspot.
https://andrianyusmanfkm.blogspot.com/2016/03/jumlah-penduduk-dan-
kebutuhan-air.html

Anda mungkin juga menyukai