OLEH :
ARHAM
D111 13 024
JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2017
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
dengan judul “Pengaruh Hubungan Intensitas Curah Hujan dan Kemiringan Lahan
Terhadap Laju Erosi”. Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik
bagi mahasiswa untuk menyelesaikan studi pada Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin.
menyelesaikan tugas akhir ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak maka tugas
akhir ini dapat selesai dengan baik. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan dukungan,
bantuan, dan bimbingan serta saran-saran yang sangat bermanfaat selama proses
penulisan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Ucapan terima
1. Kedua orang tua tercinta, Muh. Arifin dan Nurhanah yang selalu
mendoakan penulis agar sukses selalu
2. Bapak Dr. Ir. H. Muhammad Arsyad Thaha, MT. selaku Ketua Jurusan
Teknik Sipil yang telah memberikan izin dalam penulisan tugas akhir
ini.
3. Ibu Dr. Eng. Ir. Hj. Rita Tahir Lopa, MT. selaku dosen pembimbing I
sekaligus kepala laboratorium Hidrolika Jurusan Sipil Fakultas Teknik
iii
Universitas Hasanuddin yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan tugas akhir ini.
5. Ibu Meny Sriwati, ST, MT. yang setia mendengarkan keluhan si penulis
dalam penyusunan tugas akhir sekaligus yang telah membantu dalam
penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan baik isi
maupun susunannya. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi
penulis juga bagi para pembaca.
Makassar,
Penulis
iv
PENGARUH HUBUNGAN INTENSITAS CURAH HUJAN DAN
KEMIRINGAN LAHAN TERHADAP LAJU EROSI
ARHAM
Mahasiswa S1 Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 7 Bontomarannu, 92172, Gowa, Sulawesi Selatan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Eng. Ir. Hj. Rita Tahir Lopa, Dr. Eng. Bambang Bakri, S.T., M.T.
M.T.
Staf Pengajar Departemen Teknik Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil
Sipil Fakultas Teknik Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km. 7 Jl. Poros Malino Km. 7
Bontomarannu, 92172, Gowa, Bontomarannu, 92172, Gowa,
Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan
ritalopa04@yahoo.com bambangbakri@gmail.com
ABSTRAK : Curah hujan merupakan suatu unsur iklim yang sangat berkaitan
dengan erosi. Air hujan yang jatuh ke bumi akan mengakibatkan pengikisan
terhadap tanah yang dilaluinya sehingga menyebabkan terjadinya erosi pada
kemiringan lahan tertentu. Penelitian ini menggunakan simulasi hujan buatan
dengan alat rainfall simulator untuk mengetahui pengaruh dan hubungan intensitas
curah hujan dan kemiringan lahan terhadap laju erosi serta membandingkan
persentase hasil erosi pada sampel tanah dengan kemiringan lahan yang telah
divariasikan dengan menggunakan tanah jenis lempung berpasir. Penelitian ini
dilakukan di laboratorium hidrolika dengan menggunakan acrylic berukuran 100
cm x 70 cm x 30 cm sebagai wadah yang diisi tanah sebagai sampel uji erosi.
Intensitas curah hujan yang digunakan yaitu 103 mm/jam, 107 mm/jam dan 130
mm/jam dengan kemiringan lahan yang telah di tentukan sebesar 10ᵒ, 20ᵒ dan 30ᵒ.
Dari hasil eksperimen di laboratorium dan hasil analisis disimpulkan bahwa jumlah
erosi sangat dipengaruhi oleh intensitas curah hujan dan kemiringan lahan dimana
hasil persentase perbandingan yang didapatkan yaitu pada kemiringan lahan 30°
jumlah erosi meningkat sebesar 38,4% dibandingkan dengan kemiringan lahan 10°
dan 20° yang hanya menghasilkan erosi sebanyak 27,7% dan 33,9%.
v
DAFTAR ISI
vi
1. Alat yang Digunakan .......................................................................... 22
2. Bahan Uji ............................................................................................ 22
D. Metode Pengambilan Data ...................................................................... 25
1. Pengukuran Intensitas Curah Hujan.................................................... 25
2. Pengukuran Laju dan Jumlah Erosi .................................................... 26
E. Rancangan Penelitian .............................................................................. 26
1. Tahap Persiapan .................................................................................. 26
2. Tahap Penelitian.................................................................................. 27
3. Tahap Analisis .................................................................................... 27
F. Bagan Alir Pelaksanaan Pengujian ......................................................... 27
G. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 28
1. Persiapan Sampel Uji Tanah ............................................................... 28
2. Pengukuran Intensitas Curah Hujan.................................................... 29
3. Pengujian Erosi Tanah ........................................................................ 30
BAB IV Hasil dan Pembahasan ........................................................................ 31
A. Sifat Fisik Tanah ..................................................................................... 31
B. Intensitas Curah Hujan ............................................................................ 34
C. Laju Erosi dan Limpasan Permukaan ..................................................... 37
D. Hubungan Intensitas Curah Hujan Dengan Laju Erosi ........................... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 44
A. Kesimpulan ............................................................................................. 44
B. Saran ....................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.6. Hasil Pengukuran Erosi dan Limpasan Permukaan Pada Variasi
Tabel 4.7. Hasil Pengukuran Erosi dan Limpasan Permukaan Pada Variasi
Tabel 4.8. Hasil Pengukuran Erosi dan Limpasan Permukaan Pada Variasi
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.2. Grafik Hubungan Antara Intensitas Curah Hujan dan Kemirigan Lahan
Terhadap Limpasan Permukaan .............................................................41
Gambar 4.3. Grafik Hubungan Antara Intensitas Curah Hujan dan kemirigan Lahan
Terhadap Laju Erosi ...............................................................................42
Gambar 4.4. Grafik Hubungan Intensitas Curah Hujan dengan Laju Erosi ..................43
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 5 Dokumentasi
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai suatu sistem yang dinamis, tanah akan selalu mengalami perubahan-
perubahan dari segi fisik, kimia ataupun biologi (Dariah dkk, 2004). Perubahan–
perubahan ini terutama terjadi karena pengaruh berbagai unsur iklim, tetapi tidak
sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perilaku manusia. Kerusakan
struktur tanah mengakibatkan berlangsungnya perubahan-perubahan yang
berlebihan misalnya kerusakan atau hilangnya lapisan tanah yang biasa dikenal
dengan istilah erosi tanah. Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang
besar perannya terhadap terjadinya longsor dan erosi (Sutedjo dan Kartasapoetra,
2002).
Hujan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap erosi di Indonesia,
dalam hal ini besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan terhadap tanah,
Jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi (Arsyad, 1989). Air
hujan yang menjadi air limpasan permukaan adalah unsur utama penyebab
terjadinya erosi.
Curah hujan merupakan suatu unsur iklim yang sangat berkaitan dengan
erosi. Air hujan yang jatuh ke bumi akan mengakibatkan pengikisan terhadap
tanah yang dilaluinya sehingga menyebabkan terjadinya erosi pada kemiringan
lahan tertentu.
Erosi tanah saat hujan merupakan fenomena yang kompleks yang dihasilkan
dari pelepasan dan pengangkutan tanah akibat percikan hujan, penyimpanan
(storage), aliran permukaan dan infiltrasi (Ellison, 1945). Hal penting dari proses
ini terkait dengan sejumlah faktor, yaitu intensitas curah hujan, energi kinetik, laju
infiltrasi, dan limpasan permukaan, sifat tanah dan kondisi permukaan tanah
seperti kelembaban tanah, kekasaran tanah dan panjang lereng serta kecuraman
lahan. Prediksi erosi tanah didasarkan pada model yang berasal dari pengukuran
kehilangan tanah dari limpasan alam atau plot alat pengukur hujan, meliputi lebar
1
2
spektrum tanah dan kondisi topografi (Romkens dkk, 2002). Berdasarkan uraian
tersebut maka penulis mengangkat judul penelitian sebagai tugas akhir dengan
judul :
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya laju erosi menjadi alasan
penulis untuk meneliti :
C. Tujuan Penelitian
D. Batasan Masalah
3. Variasi kemiringan lahan yang ditinjau adalah kemiringan 100, 200, dan
300.
3
E. Manfaat
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahsan dan juga Tugas Akhir ini dapat tersusun
dengan rapi, sistematis dan mudah dimengerti maka penulisan Tugas Akhir ini
disajiikan dalam lima bab sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab ini merupakan bab yang berisikan teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian ini serta tinjauan tentanggerusan lahan yang mencakup proses
terjadinya erosi dari hujan terhadap kemiringan lahan.
Dalam bab ini dijelaskan mengenai waktu dan tempat penelitian, jenis dan sumber
4
data, pengumpulan data, metode analisis data untuk menjawab permasalahan yang
akan diteliti dalam kerangka pembahasan.
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang hasil pengukuran intensitas curah hujan
dan faktor kemiringan lahan.
Dalam bab ini dilakukan pengambilan kesimpulan dan saran yang dapat menjadi
masukan bagi semua kalangan dalam penyempurnaan dan pengembangan ilmu
yang diteliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan proses sirkulasi atau peredaran air secara terus
menerus untuk menjaga keseimabangan alam yang dimana terjadi penguapan di
seluruh permukaan bumi dari laut ke atmosfer dengan bantuan matahari.
Pada proses sirkulasi air mengalami penguapan akibat perbedaan tekanan, uap
air akan naik dan terkumpul jadi awan, karena perbedaan suhu atau pendinginan
dan tekanan (kondensasi) serta adanya angin awan yang berkumpul akan menjadi
berat dan akan jatuh berupa hujan akibat gaya gravitasi. Namun hujan yang jatuh
ini tidak semuanya dapat mencapai permukaan bumi, diantaranya bagian dari hujan
yang tertahan oleh tanaman, bangunan dan lain-lain disebut intersepsi. Bagian
lainnya akan meresap masuk ke dalam tanah melewati permukaan tanah yang
disebut infiltrasi. Kedalaman air yang masuk tanah tergantung pada sejumlah faktor
yaitu, jumlah air hujan, porositas tanah, jumlah vegetasi dan lapisan yang tidak
dapat ditembus oleh air. Air yang ditahan oleh lapisan inpenetrable (misalnya, batu)
merupakan air tanah. Air ini dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Di daerah perkotaan dengan populasi padat penyerapan air sangat kecil, karena
aspal dan jalan beton dan rumah yang dibangun di mana-mana. Harus ada sejumlah
daerah dibiarkan terbuka di kota untuk penyerapan air hujan. Bila air yang meresap
masuk ke dalam tanah bergerak vertikal ke lapisan bawah tanah melalui celah-celah
dan pori-pori tanah dan batuan sehingga mencapai muka air tanah (water table)
yang kemudian menjadi air bawah tanah disebut perkolasi. Sementara aliran air di
dalam tanah yang mengalir ke arah horizontal atau ke arah samping disebut aliran
antara (interflow).
5
6
daerah kutub. Sedikit lebih 0,75% ditemukan di danau, sungai dan bawah tanah
sebagai air tawar yang mendukung semua bentuk kehidupan di bumi. Air tawar ini
berasal dari siklus air (siklus hidrologi), sehingga penting bagi umat manusia, untuk
melestarikan penggunaan air dan mencegah pencemaran. Karakteristik air memiliki
rumus kimia H2O. Satu molekul air terbentuk dari dua atom hidrogen dan satu atom
oksigen. Air adalah pelarut universal yang hampir semua bahan kimia dapat larut
dalam air. Garam dan oksigen adalah contoh zat yang mudah larut, sementara
minyak mesin dan minyak lainnya yang sulit larut dalam air.
Air memiliki tiga keberadaan yaitu, padat (es, salju), cair (air tawar, air laut)
dan gas (uap). Untuk mengubah air dari keadaan padat ke keadaan cair, atau dari
cair ke gas, dibutuhkan energi. Siklus hidrologi adalah rangkaian sederhana, dimana
air di alam ini beredar dan berubah. Proses sirkulasi air yang berlangsung secara
terus menerus dikenal dengan istilah siklus hidrologi dapat dilihat pada Gambar 2.1.
berikut.
Keterangan dari Gambar 2.1. angka dalam kurung menunjukkan volume air
dalam juta kilometer kubik, dan fluks di samping tanda panah menunjukkan aliran
dalam juta kilometer kubik per tahun.
Jumlah air yang ada di bumi selalu tetap karena adanya proses siklus hidrologi,
air hanya akan mengalami perubahan bentuk secara berkelanjutan atau hanya akan
berubah dari segi kualitas, sedangkan volume atau jumlah air tetap. Air
7
Proses berubahnya air permukaan (dari laut dan lahan) /air dalam tanah
menjadi uap disebut evaporasi. Transpirasi yaitu proses berubahnya air yang
terkandung dalam tumbuh-tumbuhan menjadi uap. Sementara evaporasi dan
transpirasi yang secara bersamaan disebut evapotranspirasi. Penguapan
membutuhkan energi panas, misalnya dari radiasi matahari. Evaporation di alam
(penguapan air laut dan air tanah) terjadi dengan bantuan sinar matahari. Dengan
air penguapan laut, garam di laut tidak mengikuti proses penguapan (tapi tetap di
laut). Jika uap air atau uap air dari air laut mengembun, relatif murni, air bersih
dapat diperoleh.
Adapun aliran air hujan yang jatuh dan terus mengalir melalui permukaan tanah
disebut limpasan permukaan. Air permukaan ini baik yang stagnan atau mengalir
di permukaan tanah, misalnya, di danau, sungai dan lahan basah. Sungai adalah
kombinasi dari tiga jenis aliran air yaitu, aliran permukaan, limpasan bawah
permukaan, dan aliran air tanah yang pada akhirnya akan kembali ke laut.
Kuantitas air yang mampu diserap oleh tanah sangat tergantung pada kondisi
fisik tanah misalnya, bobot isi (daya tanah melarutkan air), infiltrasi (daya tanah
meresapkan air), porositas (jumlah volume udara yang terkandung dalam tanah),
dan struktur tanah (bentukan hasil penyusunan butiran-butiran tanah). Sebelum
mencapai kejenuhan, air masih dapat diserap oleh tanah. Jika telah melebihi
kejenuhan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan dialirkan sebagai
limpasan permukaan.
B. Curah Hujan
Hujan adalah butir-butir air yang jatuh ke bumi dari atmosfer. Awan
merupakan titik-titik air yang melayang-layang di atmosfer dan merupakan bahan
baku hujan. Kadang-kadang butir-butir air yang jatuh akan menguap kembali
sebelum mencapai permukaan bumi. Hujan turun dari awan, adanya awan belum
tentu turunnya hujan. Hujan baru turun bila butir-butir air di awan bersatu menjadi
besar dan mempunyai daya berat yang cukup dan suhu di bawah awan harus lebih
8
rendah dari suhu awan itu sendiri, maka butir-butir air yang telah besar dan berat
jatuh sebagai hujan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan
horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Jumlah air hujan diukur
menggunakan pengukur hujan atau ombrometer, dinyatakan sebagai kedalaman air
yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0,25 mm. Satuan
curah hujan menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter
per meter persegi. Curah hujan satu milimeter artinya dalam luasan satu meter
persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau
tertampung air sebanyak satu liter.
Hujan merupakan komponen utama daur air di dalam atau wilayah. Hujan juga
merupakan sumber air utama suatu wilayah. Curah hujan yang kecil akan
mengakibatkan kestimbangan air disuatu wilayah mengalami defisit yang cukup
besar, terutama di wilayah tropis yang laju evaporasinya cukup besar. Variabel
hujan (presipitasi) yaitu : curahan (tebal), lama (durasi), dan intensitas hujan
merupakan variabel atau vaktor penting dalam pengendalian air limpasan
permukaan dan rekayasa konservasi tanah dan air (Mawardi, 2012)
Indonesia termasuk dalam wilayah yang beriklum tropika basah, dengan ciri-
ciri pola hujan yang berbeda dengan wilayah yang beriklim tropika atau beriklim
sedang (temperate). Namun demikian karena indonesia meliputi kawasan yang
sangat luas, maka pola hujan yang jatuh di wilayah Indonesia sangat beragam,
dipengaruhi oleh kondisi topografis dan geografis wilayah masing-masing.
Intensitas curah hujan adalah besarnya jumlah hujan yang turun yang
dinyatakan dalam tinggi curah hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya
intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi
kejadiannya.
Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi
9
pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas,
jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup
panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang
terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan
ditumpahkan dari langit. Adapun jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah
hujan (definisi BMKG), diantaranya yaitu hujan kecil antara 0 – 21mm per hari,
hujan sedang antara 21 – 50 mm per hari dan hujan besar atau lebat di atas 50 mm
per hari.
Besar intensitas curah hujan itu berbeda-beda, tergantung pada lama hujan
yang berlangsung, letak geografis, frekuensi kejadiannya dan lain-lain. Lama dan
intensitas curah hujan yang besar atau lebat akan menyebabkan pengurangan
kapasitas infiltrasi secara konstan. Hal ini disebabkan karena adanya pemadatan
permukaan tanah terjadi karena pukulan butir-butir hujan, pembengkatan (swelling)
dan tanah liat, penyumbatan pori-pori dengan partikel-partikel kecil yang terbawa
masuk bersama dengan air hujan, serta terjeratnya gelembung-gelembung udara
dalam pori-pori.
Dalam penelitian ini, intesitas curah hujan yang digunakan adalah intensitas
curah hujan buatan yang dihasilkan oleh alat simulator hujan (rainfall simulator)
dengan menggunakan rumus yang dijelaskan dalam Instruction Manual Rainfall
Simulator (Anonim, 2011) sebagai berikut :
𝑸
I= × 𝟔𝟎𝟎 (1)
𝑨.𝒕
t = waktu (menit)
keseragaman distribusi hujan simulasi pada area pengujian sangat penting sejak
keseragaman yang dapat memberikan hasil yang tidak pasti. Keseragaman dapat
berubah-ubah pada tekanan udara, kecepatan disk, dan buka ukuran piringan.
10
∑[𝒙]
𝐂𝐮 = 𝟏𝟎𝟎 (𝟏 − 𝒎.𝒏 ) (2)
Dimana :
n = jumlah pengamatan
D. Kemiringan lahan
bidang horizontal. Gaya berat ini merupakan persyaratan mutlak terjadinya proses
pengikisan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan
(sedimentation) (Wiradisastra, 1999).
Pada Tabel 2.1. ditunjukkan klasifikasi lereng dan proses penciri dan kondisi
lapangan. Klasifikasi lereng terbagi atas tujuh kelas lereng yang masing-masing
memiliki proses penciri dan kondisi lapangan yang berbeda. Dari kelas lereng
kemiringan 0° sampai dengan kelas lereng lebih besar dari kemiringan 55°. Dengan
kondisi lapangan datar atau hampir datar hingga curam ekstrim.
350 – 550 (70% - Sangat curam (very steep), proses denudasional terjadi secara
140%) intensif.
W5 = W3 – W4
W7 = W4 – W6
W6 = berat kontainer
13
𝑊𝑑𝑟𝑦
𝛾𝑑𝑟𝑦 = 𝑉 (5)
𝑚𝑜𝑢𝑙𝑑
𝑊𝑤𝑒𝑡
𝑊𝑑𝑟𝑦 = 𝜔 (6)
1+( )
100
Tanah juga dapat diartikan sebagai bagian yang terdapat pada kerak bumi yang
tersusun atas mineral dan bahan organik. Tanah merupakan salah satu penunjang
yang membantu kehidupan semua mahluk hidup yang ada di bumi. Tanah sangat
mendukung terhadap kehidupan tanaman yang menyediakan hara dan air di bumi.
Selain itu, tanah juga merupakan tempat hidup berbagai mikroorganisme yang ada
di bumi dan juga merupakan tempat berpijak bagi sebagian mahluk hidup yang ada
di darat. Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai
penyimpan air dan mencegah terjadinya erosi. Meskipun tanah sendiri juga bisa
tererosi.
a. Tekstur tanah
Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bagian butir tanah
14
yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah seperti kerikil, koral
sampai batu. Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan
halus tanah. Komponen mineral dari tanah adalah pasir, lumpur dan tanah liat,
proporsi dari kombinasi ketiga bahan tersebut akan menentukan tekstur tanah. Hal
yang dipengaruhi oleh tesktur tanah mencakup porositas, permeabilitas
(kemampuan menyerap), infiltrasi, dan kapasitas kandungan air.
Tanah, pasir dan lumpur merupakan produk dari material induk yang
mengalami proses fisika dan kimiawi. Tanah liat merupakan produk dari
pengendapan material induk yang larut sebagai material sekunder.
b. Struktur tanah
c. Porositas tanah
Porositas mirip seperti kepadatan, hanya saja porositas berarti ruang kosong
(pori-pori) diantara tekstur tanah yang tidak terisi dengan mineral atau bahan
organik namun terisi oleh gas atau air. Semakin tinggi kepadatan tanah maka
semakin rendah porositasnya dan sebaliknya semakin rendah kepadatan tanah
semakin rendah porositasnya. Idealnya, total porositas dari tanah adalah sekitar
50% dari total volume tanah. Ruang untuk gas dibutuhkan tanah untuk
menyediakan oksigen yang berguna untuk organisme dalam menguraikan material
organik, humus dan akar tanaman. Porositas juga mendukung pergerakan serta
penyimpanan air serta nutrisi. Tingkat porositas tanah dibagi menjadi 4 kategori
yaitu sangat baik dengan tingkat porositas kurang dari 2 mikro meter, baik dengan
tingkat porositas 2-20 mikro meter, sedang dengan tingkat porositas 20-200 mikro
meter dan kasar dengan porositas 200 mikro meter hingga 2 mili meter.
15
d. Warna tanah
Warna tanah seringkali menjadi faktor paling dasar bagi kita untuk
membedakan jenis jenis tanah. Umumnya warna tanah ditentukan oleh kandungan
material organik, kondisi drainase, mineralogi tanah dan tingkat oksidasi.
Pengembangan dan distribusi warna tanah berasal dari proses kimiawi dan tingkat
pelapukan material organik. Ketika mineral primer dalam bahan induk lapuk,
elemen tanah akan dikombinasikan pada senyawa dan warna yang baru. Mineral
besi merupakan mineral sekunder yang akan menghasilkan warna kuning atau
kemerahan pada tanah, material organik akan menghasilkan warna hitam
kecoklatan atau coklat (warna subur). Sulphur dan nitrogen akan menghasilkan
warna hitam.
e. Konsistensi tanah
Konsistensi tanah berarti kemampuan tanah untuk menempel pada objek lain
dan kemampuan tanah untuk menghindari deformasi atau berpisah. Konsistensi
diukur dengan 3 kondisi kelembapan yaitu: kering, lembab dan basah. Konsistensi
tanah bergantung pada tingkat banyaknya tanah liat.
f. Temperatur tanah
Tanah memiliki temperatur yang bervariasi mulai dari tingkat dingin ekstrim -
20 0 C hingga tingkat panas ekstrim mencapai 600 C. Temperatur tanah penting bagi
germinasi biji tanaman, pertumbuhan akar tanaman serta menyediakan nutrisi bagi
tanaman tersebut. Tanah yang berada 50cm dibawah permukaan cenderung
memiliki temperatur yang lebih tinggi sekitar 1,80 C.
F. Erosi
Erosi juga dapat disebut pengikisan atau kelongsoran yang merupakan proses
penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang
berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat perbuatan manusia.
Sehubungan dengan itu maka kita akan mengenal Normal / Geological
Erosiondan Accelerated Erosion (Kartasapoetra, 1987).
Hembusan angin kencang yang terus menerus di daerah yang tandus dapat
memindahkan partikel-partikel halus batuan di daerah tersebut membentuk suatu
formasi, misalnya bukit-bukit pasir di gurun atau pantai. Efek lain dari angin adalah
jika partikel keras yang terbawa dan bertumbukan dengan benda padat lainnya
sehingga menimbulkan erosi yang disebut dengan abrasi.
Jika tingkat curah hujan berlebihan sedemikian rupa sehingga tanah tidak dapat
menyerap air hujan maka terjadilah genangan air yang mengalir kencang. Aliran air
ini sering menyebabkan terjadinya erosi yang parah karena dapat mengikis lapisan
permukaan tanah yang dilewatinya, terutama pada tanah yang gundul. Pada
dasarnya air merupakan faktor utama penyebab erosi seperti aliran sungai yang
deras. Makin cepat air yang mengalir makin cepat benda yang dapat terkikis. Pasir
halus dapat bergerak dengan kecepatan 13,5 km/jam yang merupakan kecepatan
erosi yang kritis.
17
Air sungai dapat mengikis tepi sungai dengan tiga cara: pertama gaya hidrolik
yang dapat memindahkan lapisan sedimen kedua air dapat mengikis sedimen
dengan menghilangkan dan melarutkan ion dan yang ketiga pertikel dalam air
membentur batuan dasar dan mengikisnya. Air juga dapat mengikis pada tiga
tempat yaitu sisi sungai, dasar sungai dan lereng atas sungai. Erosi juga dapat terjadi
akibat air laut. Arus dan gelombang laut termasuk pasang surut laut merupakan
faktor penyebab terjadinya erosi di pinggiran laut atau pantai. Karena tenaga arus
dan gelombang merupakan kekuatan yang dapat memindahkan batuan atau sedimen
pantai.
Simbol Faktor
Divisi Nama Kriteria Klasifikasi
Subdivisi Kemudahan Erosi
Utama ISBP Typikal Laboratorium
(K)
Rudianto Wahyu Prabowo dkk, 2012 debit limpasan permukaan terjadi jika
air hujan yang jatuh lebih besar dari kapasitas infiltrasi pada tanah. Kondisi ini
sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya intensitas curah hujan,
karakteristik lahan, karakteristik tanah, kemiringan lahan dan kepadatan tanah.
Karakteristik tanah yang mempengaruhi porositas tanah, kerapatan massa tanah,
kadar air tanah, tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan organik tanah, dan
keadaan vegetasi permukaan tanah. Skripsi ini mencoba untuk meneliti pengaruh
kepadatan tanah terhadap debit limpasan pada alat Rainfall Simulator.
Pengambilan sampel tanah pada penelitian ini dilaksanakan pada Kelurahan
Tlogomas Kota Malang. Penentuan lokasi berdasarkan pembagian peta sifat fisik
tanah di Kota Malang. Data-data yang diperoleh adalah data primer yang
merupakan pengamatan langsung dari Laboratorium Hidrologi Teknik Pengairan,
yaitu dengan menggunakan alat Rainfall Simulator untuk mengetahui debit
limpasan permukaan dengan memvariasikan kepadatan, percobaan dilakukan
sebanyak 36 kali. Hasil pengukuran dan analisis debit limpasan di Laboratorium
21
hubungan antara debit limpasan dengan variasi kepadatan adalah berbanding lurus,
debit limpasan akan meningkat jika tingkat kepadatannya meningkat.
A. Jenis Penelitian
1. Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan di dua laboratorium yang berbeda, untuk
pengujian karakteristik tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah.
Sedangkan untuk permodelan dan simulasi menggunakan perangkat rainfall
simulator di Laboratorium Hidrolika. Kedua lanoratorium tersebut berada di
Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Hasanuddin, Gowa.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini berawal dari persiapan alat pada bulan Juni 2017 sampai
dengan pengambilan data hasil penelitian pada bulan Agustus 2017.
22
23
b. Kontainer sebanayak lima buah sebagai penampung volume air hujan yang
jatuh dalam jangka waktu yang ditentukan, yang berdiameter 7,5 cm dan
tinggi 12,5 cm.
d. Alat pengatur kemiringan dengan dimensi alat yaitu panjang 100cm, lebar
70cm.
2. Bahan Uji
Menggunakan sampel tanah yang di ambil dari Kabupaten Maros daeran
Tompobulu dan yang telah diuji di Laboratorium Mekanika Tana h Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin untuk mendapatkan datan tanah yang akan diuji
dan nilai kepadatan yang didapatkan dalam pengujian karakteristik yaitu 1,4
gram/cm3
Dalam metode pengambilan data curah hujan yaitu dengan cara mengukur
26
seberapa tinggi air hujan yang jatuh pada satuan waktu. Intensitas curah hujan
dinyatakan dalam satuan mm/jam. Data intensitas curah hujan dapat diperoleh
dengan menggunakan perangkat simulasi hujan (rainfall simulator) dan
menampung air hujan buatan ini dalam kontainer untuk jangka waktu 15 menit.
Percobaan ini dilakukan dengan beberapa tingkat intensitas curah hujan dengan
tiga variasi bukaan piringan dan tekanan air, Maka diperoleh intensitas curah hujan
yaitu 103 mm/jam, 107 mm/jam dan 130 mm/jam.
Saat mulai menjalankan alat rainfall simulator dengan tekanan air atau
intensitas curah hujan yang sudah di tetapkan, maka pada waktu yang bersamaan
tanah yang tergerus ditampung dalam wadah untuk menentukan jumlah erosi yang
terjadi pada saat variasi intensitas curah hujan dan kemiringan lahan.
E. Rancangan Penelitian
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Penelitian
a. Persiapan alat yang akan digunakan dalam penelitian di Laboratorium
Hidrolika Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
b. Menjalankan alat rainfall simulator.
c. Pengambilan data.
3. Tahap analisis
Mempersiapkan alat dan bahan lalu menjalankan alat rainfall simulator
kemudian didapatkan output data dari hasil penelitian.
MULAI
SELESAI
28
G. Pelaksanaan Penelitian
Dari uraian Tabel 4.1. diatas maka sifat mekanis tanah di subtitusi kedalam
karakteristik mekanis tanah yang diolah dalam perhitungan kadar air, berat isi
basah, dan berat isi kering untuk menentukan hubungan kadar air dan berat isi
kering. Kemudian dari perbandingan tersebut maka didapatkan nilai kepadatan
tanah. Nilai kepadatan tanah dibutuhkan untuk menyamakan kepadatan di lapangan
dengan di laboratorium.
31
32
Berat Kontainer (W6) gram 14,42 9,51 9,12 9,03 10,32 9,32 14,5 9,24 9,25 9,42
Berat Tanah Tering (W7) gram 34,18 40,97 33,42 23,97 32,58 26,28 26,99 23,76 38,32 39,05
Kadar Air % 7,55 7,76 8,86 8,34 9,52 9,13 10,56 10,23 11,61 11,06
Untuk menetukan Berat Air yaitu Berat Tanah Basah + kontainer dikurang
Berat Tanah Basah + Kontainer atau W3-W4 sedangkan untuk menetukan Berat
Tanah Kering yaitu Berat Tanah Kering + kontainer dikurang Berat Kontainer atau
W4-W6 maka didaptkanlah Berat Air (W5) dan Berat Tanah Kering (W7) sehingga
dapat disubtitusi dalam Persamaan 3.
No. Mould 1 2 3 4 5
Berat Tanah Basah + Mould (gram) 3720 3942 4001 3989 3857,5
Berat Tanah Basah, Wwet (gram) 1764,5 1986,5 2045,5 2033,5 1902
Untuk menetukan Berat Isi Basah (ϒwet ) yaitu Berat Jenis dibagi dengan
kadar aii dikali berat jenis ditambah 1 (Persamaan 4).
33
Volume Mould
cm3 1003,94 1003,94 1003,94 1003,94 1003,94
(Vmould)
Untuk mencari Berat Kering yaitu Berat Tanah Basah dibagi dengan berat jenis
perseratus ditambah 1 (Persamaan 6). Sedangkan untuk mencari Berat Isi Kering
yaitu Berat Kering dibagi dengan Volume Mould (Persamaan 5). Dari perhitungan
tabel Kadar Air dan Berat Isi Kering maka didaptkan grafik Hubungan antara kadar
air dan berat isi kering
0= -0,0768x + 0,769
x= 10,01 % gr/cm3
VK = Volume kontainer
n = Jumlah container
𝑄
𝐼= × 600
𝐴×𝑡
t = Waktu (Menit)
1 ml = 1 cm3
a. Variasi Satu
Volume Kontainer 1 = 97,5 ml = 97,5 cm3
Volume Kontainer 2 = 185 ml = 185 cm3
Volume Kontainer 3 = 68,75 ml = 68,75 cm3
Volume Kontainer 4 = 70 ml = 70 cm3
Volume Kontainer 5 = 146,25 ml = 146,25 cm3
35
= 113,5 ml
= 113,5 cm3
b. Variasi Dua
Volume Kontainer 1 = 141,25 ml = 141,25 cm3
Volume Kontainer 2 = 132,5 ml = 132,5 cm3
Volume Kontainer 3 = 170 ml = 170 cm3
Volume Kontainer 4 = 70 ml = 70 cm3
Volume Kontainer 5 = 77,5 ml = 77,5 cm3
= 118,25 ml
= 118,25 cm3
c. Variasi Tiga
Volume Kontainer 1 = 187,5 ml = 187,5 cm3
Volume Kontainer 2 = 108,75 ml = 108,75 cm3
Volume Kontainer 3 = 108,75 ml = 108,75 cm3
Volume Kontainer 4 = 138,75 ml = 138,75 cm3
Volume Kontainer 5 = 173,75 ml = 173,75 cm3
= 143,5 ml
= 143,5 cm3
36
Volume Kontainer
Variasi
V. Kont 1 V. Kont 2 V. Kont 3 V. Kont 4 V. Kont 5 Vrata-rata
(ml) (ml) (ml) (ml) (ml) (ml)
Pada Tabel 4.5. dengan menghitung nilai rata-rata jumlah volume air dalam
kontainer maka dapat dihitung intensitas curah hujan menggunakan alat Rainfall
Simulator.
Catatan : 1 ml = 1 cm3
Variasi satu
113,5 cm3
I Rata-rata = × 600 = 103 mm/jam
44,15625 cm2 × 15 menit
Variasi dua
118,25 cm3
I Rata-rata = × 600 = 107 mm/jam
44,15625 cm2 × 15 menit
Variasi tiga
143,5 cm3
I Rata-rata = × 600 = 130 mm/jam
44,15625 cm2 × 15 menit
Maka didapatkan variasi intensitas curah hujan yaitu 103 mm/jam, 107
mm/jam, 130 mm/jam.
37
135
125
120
115
110 107
105 103
100
Variasi 1 Variasi 2 variasi 3
Intensitas Rata-rata
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. menunjukkan bahwa, kenaikan
intensitas tersebut berdasarkan putaran tekanan pada pompa alat rainfall simulator
sehingga intensitas hujan yang didapatkan pada variasi pertama yaitu 103 mm/jam
kemudian pada variasi kedua yaitu 107 mm/jam dan pada variasi ke tiga yaitu 130
mm/jam. Dari intensitas inilah dapat dijadikan sebagai kalibrasi alat untuk simulasi
hujan. Pada grafik terjadi kenaikan yang signifikan pada intensitas 130 mm/jam, ini
disebabkan karena pengaruh debit dari putaran piringan yang di putar secara
manual.
Dalam pengujian ini dilakukan 3 variasi intensitas curah hujan yang bervariasi
yaitu mulai dari 103 mm/jam, 107 mm/jam, dan intensitas 130 mm/jam dengan
kemiringan yang bervariasi pula yaitu mulai dari kemiringan lahan 100, 200, dan
kemiringan 300.
38
Tabel 4.6. Hasil pengukuran erosi dan limpasan permukaan pada variasi intesitas
curah hujan 103 mm/Jam
Dari Tabel 4.6. bahwa kenaikan limpasan permukaan dan hasil erosi
berbanding lurus dengan meningkatnya derajat kemiringan sampel tanah, dimana
semakin tinggi derajat kemiringan maka limpasan dan erosinya juga meningkat. Ini
terlihat pada perbedaan laju erosi dan limpasan permukaan pada kemiringan lahan
10° yang jumlah erosinya hanya 99,01 gram sedangkan pada kemiringan lahan 20°
yaitu 139,85 gram dan pada kemiringan lahan 30° sebesar 166,22 gram.
39
Tabel 4.7. Hasil pengukuran erosi dan limpasan permukaan pada variasi intesitas
curah hujan 107 mm/Jam
Pada Tabel 4.7. juga mengalami kenaikan yaitu limpasan permukaan dan
hasil erosi berbanding lurus dengan meningkatnya derajat kemiringan sampel
tanah, dimana semakin tinggi derajat kemiringan maka limpasan dan erosinya juga
meningkat, Ini terlihat pada perbedaan laju erosi dan limpasan permukaan pada
kemiringan lahan 10° yang jumlah erosinya hanya 286 gram sedangkan pada
kemiringan lahan 20° yaitu 326 gram dan pada kemiringan lahan 30° sebesar 435
gram.
40
Tabel 4.8. Hasil pengukuran erosi dan limpasan permukaan pada variasi intesitas
curah hujan 130 mm/Jam
Pada Tabel 4.8. juga mengalami kenaikan dari tabel intensitas sebelumnya
(Tabel 4.6. dan Tabel 4.7.) bahwa kenaikan limpasan permukaan dan hasil erosi
berbanding lurus dengan meningkatnya derajat kemiringan sampel tanah, dimana
semakin tinggi derajat kemiringan maka limpasan dan erosinya juga meningkat,
dapat pada perbedaan laju erosi dan limpasan permukaan pada kemiringan lahan
10° yang jumlah erosinya hanya 565 gram sedangkan pada kemiringan lahan 20°
yaitu 761 gram dan pada kemiringan lahan 30° sebesar 926 gram.
41
Dari Tabel 4.6., Tabel 4.7., dan Tabel 4.8. bahwa hasil perhitungan
perbandingan antara intensitas curah hujan dengan Limpasan Permukaan terhadap
kemiringan lahan didapatkan hasil grafik sebagai berikut :
84530
Hasil limpasan prmukaan (ml)
250000 75545
73930
200000
80125
72220 74525
150000 S30°
S20°
100000 71470 72565 75930
S10°
50000
0
103 107 130
Intensitas hujan (mm/jam)
Gambar 4.2. Grafik hubungan antara intensitas curah hujan dan kemiringan lahan
terhadap limpasan permukaan
Pada Gambar 4.2. grafik hubungan antara intensitas curah hujan dan
kemiringan lahan terhadap limpasan permukaan dapat dilihat bahwa kenaikan
jumlah limpasan permukaan pada kemiringan lahan 10° dan 20° dimana limpasan
permukaannya stabil sehingga terlihat pada grafik line tidak mengalami kenaikan
yang signifikan sedangkan pada limpasan permukaan pada kemiringan 30° terjadi
kenaikan jumlah limpasan pada intensitas 130 mm/jam jauh lebih banyak dibanding
dengan intensitas 107 mm/jam sehingga grafik line mengalami kenaikan lebih
tinggi dari grafik line sebelumnya, ini disebabkan karena erosi yang dihasilkan
lebih banyak, kenaikan yang terjadi disebabkan karena faktor infiltrasi atau daya
serap tanah yang tidak merata akibat pemadatan tanah secara manual.
42
Dari Tabel 4.6., Tabel 4.7., dan Tabel 4.8. bahwa hasil perhitungan
perbandingan antara intensitas curah hujan dengan hasil erosi terhadap kemiringan
lahan didapatkan hasil grafik sebagai berikut :
14000
12000 5291.43
10000
8000 2485.71 S30°
6000 4348.57
1862.86 S20°
4000 942.86 1634.29
799.14
2000 497.2 S10°
0
103 107 130
Intensitas hujan (mm/jam)
Gambar 4.3. Grafik Hubungan Antara Intensitas Curah Hujan dan Kemiringan
Lahan Terhadap Laju Erosi
Pada Gambar 4.3. grafik hubungan antara intensitas curah hujan dan
kemiringan lahan terhadap laju erosi menunjukka kecenderungan kenaikan jumlah
erosi setiap derajat kemiringan dan intensitas yang yang lebih tinggi ini dapat dilihat
dari selisih kenaikan jumlah erosi setiap perbedaan intensitas hujan dan kemiringan
lahan, hasil erosi yang dihasilkan setiap kemiringan lahan selishnya cukup jauh
disebabkan karena tanah tergerus keluar dari wadah akibat gaya dorong air pada
tanah dengan bantuan kemiringan lahan.
Laju erosi dipengaruhi oleh intensitas curah hujan dimana kenaikan laju erosi
meningkat pada saat intensitas curah hujan meningkat, ini dapat dilihat
padaGambar 4.4.
43
17000
15000
13000
Erosi (gr/m2/jam)
11000
9000
7000
5000
3000
1000
103 107 130
Intensitas Curah Hujan
Gambar 4.4. Grafik hubungan intensitas curah hujan dengan laju erosi.
Besarnya laju erosi dipengaruhi oleh intensitas hujan yang terjadi, dimana
meningkatnya intensitas hujan yang terjadi maka laju erosinya juga meningkat.
Dimana jumlah erosi pada intensitas curah hujan 103 mm/jam yaitu 2239,2 gram,
kemdian pada intensitas curah hujan 107 mm/jam yaitu 5990,857 gram dan pada
intensitas curah hujan 130 mm/jam yaitu 15222,857 gram.
BAB V
A. KESIMPULAN
Berdasarakan pembahasan hasil penelitian dapat di berikan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pengujian laju erosi menggunakan alat rainfall simulator didapatkan
persentase hasil erosi pada intensitas dan kemiringan lahan yang
divariasikan
a. Pengaruh intensitas curah hujan pada kemiringan lahan 10° = 27,7 %
b. Pengaruh intensitas curah hujan pada kemiringan lahan 20° = 33,9 %
c. Pengaruh intensitas curah hujan pada kemiringan lahan 30° = 38,4 %
B. SARAN
Dengan adanya beberapa faktor –faktor yang mempengaruhi besarnya laju
erosi dari suatu jenis tanah, sehingga hasil yang diperoleh dari penelitian ini
dibutuhkan untuk melakukan penelitian-penelitian yang lebih lanjut diantaranya :
1. Pengujian laju erosi dengan jenis tanah yang berbeda.
2. Pengujian dengan membandingkan laju erosi menggunakan vegetasi dan
tanpa vegetasi
44
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : Institut Pertanian Bogor Press.
Arsyad, S. 2010. edisi kedua : Konservasi Tanah dan Air. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Christianto, D., dkk. 2014. Uji Tingkat Erosi Tanah Menggunakan Rainfall
Simulator dengan Variasi Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng,
Jember : Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Jember.
Dariah, A., dkk. 2004. Erosi dan Aliran Permukaan pada Lahan Pertanian
Berbasis Tanaman Kopi di Smberjaya Lampung Barat, Lampung : Jurnal
Agrivita. Vol 26. No. 1, p 54-61.
Das, B.M., Endah, N., Mochtar, I.B. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip
Rekayasa Geoteknis) Jilid 1 . Jakarta : Erlangga.
Djaenudin D., Marwan H., Subagjo H., A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi
Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor : Puslitbangtanak.
Ellison, W.D. 1945. Some Effects of Raindrops and Surface Flow on Soil Erosion
and Infiltrasion. Trans. Am. Geophys. Union 26, 415-429.
Kartasapoetra, G Sutedjo dkk. 1987. edisi kedua : Teknologi Konservasi Tanah dan
Air. Jakarta : Rineka Cipta.
Mawardi, M. 2012. Rekayasa Konservasi Tanah dan Air. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Romkens, M. J. M., dkk. 2002. Soil Erosion Under Different Rainfall Intensities,
Surface Roghness and Soil Water Regimes. Catena 46, 103-123.
Saragih, A., Wiwik Yunarni W, Sriwahyuni. 2014 Pengaruh Intensitas Hujan dan
Kemiringan Lereng Terhadap Laju Kehilangan Tanah Menggunakan Alat
Rainfall Simulator. Jember : Skripsi Teknik Sipil Universitas Jember
Suleman, A.R, 2017. Efektifitas Serat Jerami Padi sebagai Lapisan Penutup
Permukaan Tanah Dalam Kendali Erosi Lereng
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Offset.
Yusran, A.M, dan Masnawir, 2004. Tugas akhir. Studi Eksperimental Hubungan
Intensitas Curah Hujan Dengan Kapasitas Iniltrasi. Makassar : Jurusan
Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Zuidam, V., 1985. Aerial Photo-interpretation in Terrain Analysis and
Geomorphologic Mapping. Netherlands. : Smits Publishers, The Hague.
Lampiran 1. Data karakteristik Tanah
GRAFIK HUBUNGAN KADAR AIR DAN
BERAT ISI KERING
2.2
2
BERAT ISI KERING , ϒDRY (GR/CM3
1.8
1.6
1.4
1
7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 10.5 11 11.5 12
KADAR AIR (%)
Jadi, kadar air optimum dicapai pada saat 10.01 % dan berat isi kering 1,4 gr/cm3
Lampiran 2. Hasil Analisis Kadar Organik Tanah
Lampiran 3. Nilai Keseragaman Cu Intensitas Curah Hujan
keseragaman
90
79.30313589
80
69.89429175
70
63.25991189
Keseragaman Curah Hujan (Cu)
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3
Lampiran 4. Data Volume Air Pada Kontainer
Variasi 1
Kontainer
No 1 2 3 4 5
(ml) (ml) (ml) (ml) (ml)
1 90 150 65 55 130
2 100 170 70 75 135
3 90 190 70 65 175
4 110 230 70 85 145
Rata-rata 97.5 185 68.75 70 146.25
Variasi 2
Kontainer
No 1 2 3 4 5
(ml) (ml) (ml) (ml) (ml)
1 110 150 185 80 105
2 140 105 180 65 65
3 180 135 160 75 70
4 135 140 155 60 70
Rata-rata 141.25 132.5 170 70 77.5
Variasi 3
Kontainer
No 1 2 3 4 5
(ml) (ml) (ml) (ml) (ml)
1 180 110 105 140 125
2 200 100 105 145 160
3 195 115 110 160 180
4 175 110 115 110 230
Rata-rata 187.5 108.75 108.75 138.75 173.75
Lampiran 5. Dokumentasi
Pengujian kompaksi