OLEH
SUTARLIM
D111 05 115
JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
i
KATA PENGANTAR
tugas akhir ini, karena hanya dengan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan tugas akhir dengan judul “Komparasi Metode Formulasi
Intensitas Hujan di Kawasan Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Tallo ".
Tugas akhir ini adalah sebagai salah satu persyaratan yang diajukan untuk
Makassar. Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan di
serta penulisan tugas akhir ini tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan
tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas perhatian, pelajaran serta motivasi yang
2. Bapak Prof.Dr.Ir.H. Saleh Pallu, M.Eng selaku pembimbing I, dan Bapak Dr.Ir.
3. Bapak Prof.Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, MS, M. Eng, selaku ketua Jurusan
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
ii
7. Saudara – saudara penulis yakni mahasiswa di Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin khusunya Angkatan 2005 dan semua pihak yang telah
membantu penulis baik dalam bentuk materil maupun immateril, semoga Allah
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir
kata, Penulis mengharapkan tugas akhir ini dapat berguna bagi kita semua,
Penulis
iii
KOMPARASI METODE FORMULASI INTENSITAS HUJAN DI
KAWASAN HULU DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TALLO
Sutarlim
(D111 05 115)
Mahasiswa S1 Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10
Kampus Tamalanrea, Makassar 90245, Sul-Sel
Pembimbing I Pembimbing II
Abstrak
Abstract
iv
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .........................................................................I-1
1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian ...............................................................I-2
1.3. Batasan Masalah.....................................................................................I-3
1.4. Sistematika Penulisan.............................................................................I-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daerah Aliran Sungai ........................................................................... II-1
2.2. Sungai ................................................................................................... II-3
2.3. Analisis Hidrologi ................................................................................ II-4
2.3.1. Siklus Hidrologi ............................................................................ II-4
2.3.2. Data Curah Hujan.......................................................................... II-6
2.3.3. Penentuan Seri Data ...................................................................... II-7
2.4. Distribusi Curah Hujan......................................................................... II-7
2.4.1. Analisis Parameter Statistik .......................................................... II-8
2.4.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan .................................................. II-11
2.5. Intensitas Curah Hujan ....................................................................... II-17
2.5.1. Metode Talbot ............................................................................. II-17
2.5.2. Metode Sherman ......................................................................... II-18
2.5.3. Metode Ishoguro ......................................................................... II-19
2.6. Analisis Korelasi dan Standar Deviasi ............................................... II-19
2.6.1. Analisis Korelasi ......................................................................... II-20
2.6.2. Analisis Standar Deviasi (S) ....................................................... II-20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Gambaran Umum Objek Penelitian .................................................... III-1
3.1.1. Lokasi Peneliatian ........................................................................ III-1
3.1.2. Letak Geografis............................................................................ III-1
3.1.3. Tofografi ...................................................................................... III-2
3.2. Kerangka Penelitian ............................................................................ III-3
3.3. Pengumpulan Data .............................................................................. III-4
3.4. Analisis Data dan Pembahasan............................................................ III-4
3.4.1. Pengolahan Data Dasar ................................................................ III-5
3.4.2. Analisis Intensitas Curah Hujan................................................... III-5
3.4.3. Pembahasan.................................................................................. III-6
v
3.5. Bagan Alir Proses Penelitian ............................................................... III-7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengolahan Data Dasar .......................................................................IV-1
4.1.1. Data Curah Hujan.........................................................................IV-1
4.1.2. Penentuan Seri Data .....................................................................IV-1
4.2. Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan.........................................IV-2
4.2.1. Analisis parameter statistik ..........................................................IV-2
4.2.2. Perhitungan Periode Ulang Distribusi Log Pearson Type III ......IV-4
4.3. Analisis Intensitas Hujan .....................................................................IV-7
4.3.1. Formulasi Intensitas Hujan dengan Metode Talbot .....................IV-8
4.3.2. Formulasi Intensitas Hujan dengan Metode Sherman ...............IV-11
4.3.3. Formulasi Intensitas Hujan dengan Metode Ishoguro ...............IV-14
4.4. Korelasi antara Data Intensitas Hujan Empirik dengan Hasil Pengukuran
17
4.4.1. Standar Deviasi (s) .....................................................................IV-17
4.4.2. Analisis Korelasi ........................................................................IV-20
4.5. Komparasi Metode Intensitas Hujan .................................................IV-21
4.5.1. Komparasi Antar Metode Intensitas Hujan pada Periode Ulang di
Setiap Durasi ............................................................................................IV-21
4.5.2. Komparasi Antar Metode Intensitas Hujan di Setiap Durasi pada
Periode Ulang Tertentu ............................................................................IV-30
4.5.3. Komparasi Berdasarkan Analisis Korelasi dan Standar DeviasiIV-42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan........................................................................................... V-1
5.2. Saran ..................................................................................................... V-1
vi
BAB I
PENDAHULUAN
keberlangsungan mahluk hidup di bumi kita ini. Dalam jumlah yang cukup dan
Sebaliknya hujan akan membawa bencana jika jumlah dan sebarannya tidak
terkendali. Di sisi lain, hujan merupakan fenomena alam yang sulit dimodifikasi
atau dikendalikan. Hujan hadir dalam ruang dan waktu sekehendaknya seolah-olah
sporadis. Usaha maksimal yang dapat dilakukan manusia adalah mengenali pola
upaya pengendalian dampak negative akibat hujan khususnya di DAS Tallo. Hasil
formulasi pola hujan sangat penting untuk upaya-upaya penanganan kawasan hulu
Terdapat tiga variabel utama hujan yang hamper selalu diamati untuk
berbagai kebutuhan analisa, prediksi dan perencanaan, yaitu ketebalan hujan (R),
durasi hujan (t), dan distribusinya dalam ruang dan waktu. Berdasarkan tiga
variabel utama ini, dapat diturunkan variabel hujan lain, antara lain intensitas hujan
(I) dan probabilitas hujan atau periode ulang kejadian hujan (T). Dalam bidang
I-1
perencanaan teknis, dua variabel ini merupakan variabel yang sangat penting
(Subarkah, 1980).
dan periode ulang hujan, antara lain Metode Talbot (1881), Metode Sherman
dikembangkan berdasarkan data dan kondisi wilayah penelitinya. Oleh karena itu
untuk aplikasi di kawasan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Tallo diperlukan
analisa dan komparasi metode formulasi intensitas hujan yang paling sesuai.
formulasi pola intensitas hujan berdasarkan tiga metode tersebut. Kajian dilakukan
untuk data hujan yang dikumpulkan dari kawasan hulu DAS, agar hasil analisa
Sumber Daya Air dan rehabilitasi lahan di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai
metode formulasi intensitas hujan yang sesuai untuk kawasan hulu Daerah
I-2
Tujuan penelitiannya mencakup:
hujan (menit dan jam) tertentu untuk setiap periode ulang kejadian hujan
tertentu (tahun)
berikut:
c. Menggunakan data curah hujan dari stasiun curah hujan sepanjang 9 tahun.
d. Menggunakan cara maximum annual series dalam penentuan seri data curah
hujannya.
e. Menggunakan Metode Log Person III dalam menentukan distribusi curah hujan.
I-3
1.4. Sistematika Penulisan
masalah, maksud dan tujuan penelitian dan batasan masalah serta sistematika
penulisan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, merupakan bab yang memberikan uraian tentang
hujan, analisis korelasi dan deviasi serta beberapa penelitian dan analisa terkait.
data – data hasil penelitian lapangan , analisis data, hasil analisis data dan
pembahasannya.
I-4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas sampai dengan perairan yang masih
terpengaruh aktifitas daratan, sehingga suatu DAS dipisahkan dari DAS lainnya
oleh pemisah alam topografi antara lain punggung bukit atau gunung/pegunungan.
dengan jenis tanah, tata guna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng
sebagai unsur utamanya, sehingga dalam merespon curah hujan yang jatuh dapat
perkolasi, aliran permukaan, kandungan air tanah dan aliran sungai (Bambang
Triatmodjo, 2008).
perencanaan dari :
II-1
c. Pengaturan organisasi dan kelembagaan diwilayah proyek dilaksanakan.
karakteristik alam antara lain : kemiringan lahan (slope) tajam, bukan daerah banjir
dan genangan dan kerapatan drainasenya tinggi, vegetasi penutup lahan umumnya
karakteristik alam sebagai berikut : kemiringan lereng (slope) kecil sampai dengan
sangat kecil (landai), sehingga dibeberapa tempat menjadi daerah banjir dan
Daerah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua
karakteristik biogeofisik DAS hulu dan hilirDaerah aliran sungai tallo terletak di
tiga wilayah administrasi kabupaten yaitu kota Makassar, kabupaten gowa dan
kabupaten maros.
Rappocini
II-2
Wilayah administrasi Kabupaten Gowa meliputi : Kecamatan Bontorannu,
lintang selatan dan 1190 3’ – 1190 48’ bujur timur dengan Luas DAS adalah 339,309
hilir = 80 - 300 m.
Data hujan yang tersedia adalah data curah hujan harian dari tiga stasiun
hujan yaitu stasiun hujan Hasanuddin, stasiun hujan Senre dan stasiun hujan
Malino. Data hujan diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sulawesi
Selatan.
2.2. Sungai
sungai yang terjauh bermata air disekitar Bukit Lerralerang yang berjarak 33 km
II-3
kearah timur kota Makassar. Sungai Tallo bisa ditelusuri dari hulu sampai kehilir
maka akan terlihat aliran sungai yang berkelok-kelok (Meandering) dimana pada
sisi kanan dan kiri ditumbuhi pohon nipah, terdapat persawahan, pertambakan dan
Siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke
permukaan tanah lagi sebagai bentuk hujan, dan akhirnya mengalir kembali ke laut
(Soemarto, 1987). Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci
Air yang terdapat di bumi mengalami sirkulasi secara terus menerus. Jumlah
air di bumi selalu tetap, hanya saja air tersebut tersimpan dalam bentuk yang
berbeda. Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti cahaya matahari,
berikut. Air naik ke udara dari permukaan laut atau dari daratan melalui evaporasi.
Air di atmosfer dalam bentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar.
Panas membuat uap air lebih naik lagi sehingga cukup tinggi/dingin untuk terjadi
kondensasi. Uap air berubah jadi embun dan seterusnya jadi hujan atau salju.
Sebelum mencapai permukaan tanah, air hujan tersebut akan tertahan oleh tajuk
vegetasi.
II-4
Tidak semua air infiltrasi (air tanah) mengalir ke sungai atau tampungan air
lainnya, melainkan ada sebagian air infiltrasi yang tetap tinggal dalam lapisan tanah
bagian atas (top soil) untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui
dapat dilihat dari asal air yang diuapkan ke atmosfer. Apabila air yang diuapkan
oleh tajuk berasal dari hujan yang jatuh di atas tajuk tersebut, maka proses
penguapannya disebut intersepsi. Apabila air yang diuapkan berasal dari dalam
transpirasi. Dengan kata lain, intersepsi terjadi selama dan segera setelah
gabungan antara besarnya evaporasi musim hujan (intersepsi) dan musim kemarau
(transpirasi).
lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya masuk ke sungai hingga ke laut. Namun
beberapa jumlah air tersebut akan meresap ke dalam tanah (infiltration) sebelum
II-5
Sumber: http://www.adipedia.com/2011/04/siklus-air-siklus-hidrologi-di-
bumi.html
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi
` Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah hujan pengamatan
periode jangka pendek, yakni dalam satuan menit. Data yang dipergunakan
diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan otomatis yang digambarkan dalam
bentuk grafik. Stasiun yang dipilih adalah stasiun yang terletak di daerah
perencanaan/observasi (Point Rainfall) dan pada staiun yang berdekatan dan masih
Tahap awal yang perlu dilakukan dalam pemilihan data curah hujan yang
akan dipakai dalam analisa adalah meneliti kualitas data curah hujan, yakni
II-6
mengenia lokasi pengamatan, lama pengamatan yang didapat di Andal adalah lebih
besar dari 15 tahun. Semakin banyak data dan lebih lama periode pengamatan akan
Apabila data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak didapatkan pada daerah
Dalam penentuan seri data untuk analisis frekuensi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu cara maximum annual series dan cara partial series (Peak Over
Threshold). Cara maximal annual series dilakukan dengan mengambil satu data
maksimum setiap tahun, yang berarti jumlah data dalam seri (tahun) akan sama
Selanjutnya besaran hujan/debit (data) yang lebih besar daripada batas bawah
tersebut diambil dan dijadikan bagian seri data. Dengan melihat ketersediaan data
hujan maka penentuan serial data hujan ditentukan dengan menggunakan maximum
annual series.
Apabila suatu data hidrologi telah tersedia untuk suatu lokasi, maka
parameter statistik dari data dapat dihitung. Setiap distribusi frekuensi memiliki
sifat yang khas sehingga setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan
sifat statistiknya.
II-7
2.4.1. Analisis Parameter Statistik
mendapatkan pola sebaran yang sesuai dengan sebaran curah hujan rata-rata yang
ada. Pada kenyataannya bahwa tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi
terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah besarnya
derajat atau besaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Cara mengukur besarnya
2.4.1.1.Standar Deviasi ( S )
Apabila penyebaran sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai Sx akan besar,
akan tetapi apabila penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka nilai
Sx akan kecil. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut
(Soewarno, 1995) :
∑ ( − ) .......................................................................(2.1)
−1
Dimana :
S = Standar Deviasi
II-8
Xi = curah hujan minimum (mm/hari)
n = lamanya pengamatan
2.4.1.2.Koefisien Skewness ( Cs )
...................................(2.2)
= ( − )
( − 1)( − 2)
Dimana:
CS = koefisien kemencengan
Xi = nilai variat
Xr = nilai rata-rata
n = jumlah data
Sx = standar deviasi
2.4.1.3.Koefisien Kurtosis ( Ck )
II-9
Gambar 2.2 Koefisien Kurtosis
........................................(2.3)
Dimana:
n= jumlah data
2.4.1.4.Koefisien Variasi ( Cv )
nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi. Koefisien variasi dapat dihitung
Cv = S X ...............................................................................................(2.4)
Dimana :
II-10
Cv = koefisien variasi
S = standar deviasi
X = nilai rata-rata
kurtosis Ck ≈ 5,4.
kurtosis Ck ≈ 3,0.
Distribusi Log Pearson tipe III dengan koefisien skewness bebas dan
Dari data hujan harian maksimum dilakukan analisa curah hujan rencana
maksimum. Data ini selanjutnya akan digunakan untuk curah untuk periode ulang
Log Normal 3 Parameter, Distribusi Gumbel Tipe I, Distribusi Pearson III, dan
II-11
2.4.2.1.Distribusi Normal
x - 2
-
1 2
2
p(x) e .....................................................................(2.5)
2
penentuan paramater Distribusi Normal, diperoleh nilai adalah nilai rata-rata dan
adalah nilai simpangan baku dari populasi, yang masing-masing dapat didekati
t 2
1 -2
P(t) e
2
1 t2
1
P(t)
- 2
e 2
dt
..............................................................(2.6)
II-12
Dimana:
x-
t = , standard normal deviate
kurva distribusi normal yang banyak terdapat di buku statistik dan probabilitas.
rumus umum yang dikemukakan oleh Ven Te Chow (1951) sebagai berikut:
X T X K .........................................................................(2.6.)
Dimana:
deviate).
parameter.
II-13
Persamaan PDF dari distribusi Log Normal 2 Parameter adalah:
(ln x y ) 2
1 2
P( x ) e y
x y 2
......................................................................(2.8)
Dimana:
(ln x)
ln(1 z 2 ) 1 / 2 ln(1 z 2 )
et 1
K ......................................................(2.9)
z
Dimana:
z = Koefisien variasi =
x
II-14
2.4.2.3.Distribusi Gumbel Tipe I
( x )
( x ) e
p( x) e
( x )
p( x) e e
= Parameter konsentrasi
hasilnya adalah:
1,2825
0 , 45
(YT Yn )
K
Sn .................................................................................(2.10)
T 1
YT ln ( ln ...............................................................(2.11)
T
II-15
Dimana:
YT = Reduced variabel Y
jumlah data n
jumlah data n
1 ln x
1 ln x
p( x) e ......................................(2.12)
x ( )
= Parameter skala
= Parameter bentuk
= Parameter lokasi
rumus berikut:
y K y
XT e ................................................................................(2.13)
Dimana:
x (ln x)
II-16
K= Faktor frekuensi Distribusi Pearson III
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Adapun rumus umum intensitas hujan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
R
I = .............................................................................................(2.14)
t
cenderung makin tinggi dan makin besar kala ulangnya makin tinggi pula
intensitasnya. Kala ulang adalah waktu hipotetik di mana hujan dengan suatu
besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Hubungan antara intensitas, lama
Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5, 10, 30 menit
dan jam-jaman untuk membentuk lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat
diperoleh dari pos penakar hujan otomatis. Selanjutnya, berdasarkan data hujan
jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat dengan salah satu dari
Rumus Talbot dikemukakan oleh professor Talbot pada tahun 1881. Rumus
II-17
a
I =
t b ............................................................................................(2.15)
dimana :
( it ) ( i 2 ) ( i 2 t ) ( i )
a =
N ( i 2 ) ( ( i )) 2
Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih
a
I = .............................................................................................(2.16)
tn
II-18
2.5.3. Metode Ishoguro
Rumus Ishiguro ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro tahun 1953. Adapun rumus
tersebut :
a
I = ..............................................................................(2.17)
t b
N = jumlah pengamatan
pertimbangan untuk menentukan metode mana yang akan atau paling sesuai dan
II-19
2.6.1. Analisis Korelasi
untuk menguji hubungan antara dua variabel atau lebih. Kuatnya hubungan korelasi
Persamaan untuk koefisien korelasi antar dua variabel dapat dilihat sebagai
berikut:
∑ − (∑ )(∑ )
..............................(2.18)
∑ − (∑ ) { ∑ − (∑ ) }
Dimana :
r = Nilai korelasi
n = Jumlah data
Nilai koefisien korelasi (r) berkisar anara -1 sampai dengan 1. Jika nilai
koefisien korelasinya (r) adalah negatif, artinya hubungan ke dua variabel adalah
hubungan korelasi timbal balik. Sebaliknya, jika nilai koefisien korelasinya adalah
positif, artinya adalah hubungan korelasi antar varibel tersebut adalah searah atau
berbanding lurus. Jadi metode formulasi intensitas hujan yang paling baik adalah
bagaimana nilai-nilai data tersebar. Bisa juga didefinisikan sebagai, rata-rata jarak
II-20
Standar deviasi adalah akar kuadrat dari varians dan menunjukkan standar
S= ( − ) ....................................................................(2.19)
∑
−1
Dimana :
S = Standar Deviasi
Xi = Variabel minimum
Xr = Variebel rata-rata
n = Jumlah data
Semakin kecil nilai koefisien deviasi (s) terhadap nilai rata-rata varibelnya
berarti semakin bagus pula pula kualiat data yang diperoleh. Sebaliknya, semakin
tinggi nilai koefisien deviasinya (s) terhadap nilai rata-rata variabelnya berarti
semakinbesar pula simpangan yang terjadi, dalam hal ini data yang diperoleh sangat
fluktuatif. Jadi metode formulasi intensitas hujan yang paling baik adalah metode
II-21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
penelitian ini kami lakukan di salah satu titik aliran DAS Tallo.
Penelitian ini kami lakukan di salah satu titik aliran Sungai Tallo yang di
Lokasi Penelitian
16” lintang selatan dan 1190 3’ – 1190 48’ bujur timur Sungai Tallo terletak dibagian
III-1
utara kota makassar merupakan sebuah sungai yang daerah muaranya sangat
dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan pada bagian dasar sungai tersebut
letaknya lebih dalam dari pada muka laut sehingga mengakibatkan air asin dapat
Daerah aliran Sungai Tallo sebahagian besar mengalir melalui daerah yang
relatif datar dan daerah berawa-rawa di daerah hulunya. Sungai Tallo mempunyai
Lakkang lompo. Sungai Tallo mempunyai anak sungai terjauh bermata air disekitar
3.1.3. Tofografi
Sungai Tallo bisa ditelusuri dari hulu sampai hilir maka akan terlihat aliran
sungai yang berkelok-kelok dimana pada sisi kanan dan kiri ditumbuhi pohon nipa,
persawahan, tambak dan sebahagian kecil perumahan. Pada aliran Sungai Tallo
tedapat 14 industri dan juga terdapat 3 anak sungai. Daerah pengaliran sungai
permukaan air laut dengan bentuk wilayah datar, bergelombang, sampai berbukit.
dari Kabupaten Gowa (53%), Kabupaten Maros (25 %), dan Kota Makassar (22%)
dengan Luas DAS adalah 339,903 km2, panjang sungai L= 73,8 km kemiringan
III-2
Data yang kami butuhkan dalam penelitian ini adalah data curah hujan dan
topografi DAS yang kami ambil dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar,
sedangkan data mengenai kondisi dari DAS tersebut kami ambil langsung pada hulu
DAS Tallo di salah satu titik aliran sungai tallo yang kami anggap sesuai dengan
penelitian ini.
a. Studi Literatur
Pengambilan Data Primer diperoleh dari pengambilan data di DAS Tallo dan
menyelesaikan penelitian ini kami peroleh dari Dinas terkait dan Penelitian
sebelumnya.
III-3
3.3. Pengumpulan Data
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil
penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait yang dalam hal
Peta topografi sungai Tallo diperoleh dari hasil download data DEM (Digital
Peta DAS Tallo diperoleh dari Badan Koordinasi Survei Tanah dan Kelautan
Data yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Selatan
adalah Data curah hujan harian DAS Tallo. Data curah hujan harian ini diambil
dari tiga stasiun curah hujan yaitu stasiun curah hujan Hasanuddin, stasiun
III-4
3.4.1. Pengolahan Data Dasar
data curah hujan dari masing-masing stasiun curah hujan sehingga siap untuk di
mengambil satu data maksimum setiap tahun, yang berarti jumlah data dalam
Menentukan parameter statistik dari data yang telah diurutkan dari kecil ke
besar, yaitu: rata-rata (x), standar deviasi (S), koefisien variasi (Cv), koefisien
Distribusi Log Person III pada periode kala ulang 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan100
tahun.
Hasil dari pengolahan data dasar berupa distribusi curah hujan berupa data
curah hujan harian pada periode kala ulang 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun,
sedangkan data curah hujan yang dibutuhkan untuk perhitungan intensitas hujan
dengan Metode Talbot, Sherman, Ishiguro adalah curah hujan jam-jaman. Untuk
III-5
itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
Merubah data curah hujan harian menjadi data curah hujan jam-jaman dengan
Menentukan intensitas curah hujan jam-jaman dalam waktu 15, 30, 60, 90, 120,
dan Ishoguro berdasarkan kala ulang 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun.
masing-masing metode.
3.4.3. Pembahasan
curah hujan yang sesuai untuk karakteristik hujan di DAS Tallo. Penentuannya
Talbot, Metode Sherman, dan Metode Ishoguro berdasarkan analisis korelasi dan
standar deviasi. Model yang mempunyai rata-rata nilai korelasi terbaik dan nilai
III-6
3.5. Bagan Alir Proses Penelitian
Secara garis besar alur proses penelitian yang dilaksanakan dapat dilihat
Mulai
Studi Literatur
Analisis
parameter
statistik
Perhitungan intensitas hujan dengan kala ulang 2 ,5 ,10 ,20, 25, 50, dan
100 tahun untuk durasi 15, 30, 60, 90, 120, 180, 240, dan 360 menit
III-7
Perhitungan intensitas hujan menggunakan metodedengan kala ulang 2 ,5
,10 ,20, 25, 50, dan 100 tahun untuk tiap durasi
Kesimpulan
Selesai
III-8
BAB IV
Pengolahan data dasar berupa uraian dari data curah hujan dan penentuan seri
Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah hujan yang tercatat
pada stasiun curah hujan terdekat yang berpengaruh terhadap aliran air pada Daerah
Aliran Sungai yang bersangkutan. Ada beberapa stasiun pencatat hujan di sekitar
Stasiun hujan yang mewakili antara lain stasiun hujan Malino, stasiun hujan
Senre dan stasiun hujan Hasanuddin. Letak stasiun pencatat curah hujan Daerah
Aliran Sungai Tallo secara detail dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Data hujan yang tersedia adalah data curah hujan harian dari tiga stasiun
hujan yaitu stasiun hujan Hasanuddin, stasiun hujan Malino dan stasiun hujan
Senre. Data hujan tersebut diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sulawesi
Selatan.Data hujan yang dipakai yaitu data stasiun hujan Malino sepanjang 9 tahun
IV-1
(1999 sd 2008). Dengan melihat ketersediaan data hujan maka penentuan serial data
hujan ditentukan dengan menggunakan maximum annual series. Data hujan harian
maksimum secara detail dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut.
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okto Nop Des Max
1999 185 115 55 35 44 20 45 26 1 44 78 118 185
2000 117 118 53 76 63 0 24 0 0 0 0 0 118
2001 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2002 125 99 16 50 64 50 3 0 0 0 37 41 125
2003 128 140 77 34 55 0 0 0 0 0 0 0 140
2004 75 137 79 51 67 59 9 0 0 5 60 54 137
2005 59 48 82 62 36 17 14 4 0 59 70 66 82
2006 220 99 215 66 82 47 18 0 0 0 33 144 220
2007 99 135 59 73 37 55 32 20 0 55 38 127 135
2008 0 0 0 75 17 40 12 39 6 11 51 72 75
Sumber : Dinas PU Provinsi Sulawesi Selatan
Apabila suatu data hidrologi telah tersedia untuk suatu lokasi, maka
parameter statistik dari data dapat dihitung. Setiap distribusi frekuensi memiliki
sifat yang khas sehingga setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan
sifat statistiknya.
Secara umum data hidrologi akan mengikuti distribusi normal, log normal,
log pearson tipe III, gumbel dan sebagainya. Dengan mengetahui parameter statistik
IV-2
Tabel 4.3 Perhitungan untuk penentuan parameter statistik
No. Xi X ( Xi - X ) ( Xi - X )² ( Xi - X )³ ( Xi - X )⁴
1 185 135,222 49,778 2477,827 123340,730 6139627,437
2 118 135,222 -17,222 296,605 -5108,196 87974,489
3 125 135,222 -10,222 104,494 -1068,159 10918,960
4 140 135,222 4,778 22,827 109,063 521,079
5 137 135,222 1,778 3,160 5,619 9,989
6 82 135,222 -53,222 2832,605 -150757,529 8023650,736
7 220 135,222 84,778 7187,272 609320,915 51656873,123
8 135 135,222 -0,222 0,049 -0,011 0,002
9 75 135,222 -60,222 3626,716 -218408,900 13153069,303
∑ 1217 16551,556 357433,531 79072645,119
Sumber: hasil perhitungan
∑
= = 135,222
Standar deviasi :
∑( )
= = 42,884
Koefisien rata-rata :
= = 0,314
Koefisien Skewness :
= ∑( − ) = 0,728
( )( )
Koefisien Kurtosis :
= ∑( − ) = 5,636
( )( )( )
IV-3
Tabel 4.4 Kesimpulan Pemilihan Jenis Distribusi
Hasil
Jenis Distribusi Syarat Kesimpulan
Hitungan
Cs = 0,00 Cs = 0,728 Tidak
Normal
Ck = 3,00 Ck = 5,636 dipilih
Tidak
Log Normal Cs/Cv = 3,00 Cs/Cv = 2,297
dipilih
Cs = 1,14 Cs = 0,728 Tidak
Gumbel
Ck = 5,4 Ck = 5,636 Dipilih
Jika tidak ada Cs = 0,728
Log Pearson
nilai yang Ck = 5,636 Dipilih
Tipe III
sesuai Cv = 0,314
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari hasil analisis statistik di atas menunjukkan bahwa dari empat metode
distribusi yang ada hanya Metode Distribusi Log Pearson Tipe III yang memenuhi
persyaratan untuk menghitung curah hujan rencana untuk kawasan hulu Daerah
Dari hasil analisa parameter statistik di atas, Metode yang terpilih dalam
menghitung distribusi curah hujan yaitu Metode Log Pearson Tipe III. Rumus yang
digunakan adalah rumus pada bab 2 yang telah dibahas sebelumnya. Perhitungan
IV-4
Tabel 4.5 Perhitungan Kurva Distribusi Log Pearson Tipe III
No. Tahun Xi Log Xi ( Log Xi-Log X) (Log Xi -Log X)2 (Log Xi - Log X)3
1 1999 185 2,2672 0,1582 0,0250 0,0040
2 2000 118 2,0719 -0,0371 0,0014 -0,0001
3 2002 125 2,0969 -0,0120 0,0001 0,0000
4 2003 140 2,1461 0,0372 0,0014 0,0001
5 2004 137 2,1367 0,0278 0,0008 0,0000
6 2005 82 1,9138 -0,1951 0,0381 -0,0074
7 2006 220 2,3424 0,2335 0,0545 0,0127
8 2007 135 2,1303 0,0214 0,0005 0,0000
9 2008 75 1,8751 -0,2339 0,0547 -0,0128
∑ 18,9804 0,0000 0,1765 -0,0035
Sumber: hasil perhitungan
= 2.1089
tahun dapat diperoleh dari interpolasi harga yang terdapat pada Tabel 4.5, sehingga
Tabel 4.6 Nilai Faktor Frekuensi (k) Distribusi Log Pearson Type III
IV-5
1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540
0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395
0,8 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891 3,312 4,250
0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,105
0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960
0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,815
0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670
0,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,525
0,2 -0,033 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090
0,1 -0,017 0,836 1,270 1,761 2,000 2,252 2,482 3,950
0,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090
-0,1 0,017 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 3,950
-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,210 2,540
-0,5 0,083 0,856 1,260 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,873 2,035
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 1,216 1,280
-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1.0.69 1,087 1,097 1,130
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802
-3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668
Sumber : Soewarno, 1995
= Log X + K . Sx
K = -0,076
= 2,1131
IV-6
X2= 129,7558 mm
Untuk periode ulang 5 sampai 100 tahun bisa dilihat pada tebel berikut :
Tabel 4.7 Curah hujan pada periode ulang tertentu berdasarkan metode Log
metode yaitu Metode Talbot, Metode Sherman, Metode Ishoguro. Data yang
digunaka adalah data curah hujan jangka pendek, sedangkan data yang tersedia
adalah data curah hujan harian. Untuk merubah data curah hujan harian menjadi
data curah hujan jangka pendek dalam jam-jaman digunakan metode Mononobe.
Hasil dari perhitungan dengan Metode Mononobe berupa intensitas hujan untuk
periode ulang 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun pada durasi 15, 30, 60, 90, 120,
2/3
R T 24 24
I2
24 t
129,7558 24 2/3
I = 24
( 15/60
)
IV-7
/
= 5,406(96)
= 113,352
Tabel 4.7 Tabel Intensitas hujan untuk periode ulang T pada durasi t
T Intensitas hujan I (mm/jam) pada menit (t)
(thn) 15 30 60 90 120 180 240 360
2 113,352 71,407 44,984 34,329 28,338 21,626 17,852 13,624
5 150,091 94,551 59,564 45,455 37,523 28,635 23,638 18,039
10 172,830 108,876 68,588 52,342 43,207 32,973 27,219 20,772
20 185,737 117,007 73,710 56,251 46,434 35,436 29,252 22,323
25 200,123 126,070 79,419 60,608 50,031 38,181 31,517 24,052
50 219,487 138,268 87,103 66,472 54,872 41,875 34,567 26,380
100 236,433 148,944 93,829 71,605 59,108 45,108 37,236 28,416
Sumber: hasil perhitungan
Hasil perhitungan untuk tetapan a dan b pada Metode Talbot untuk setiap
( it ) ( i 2 ) ( i 2 t ) ( i )
a’ =
N ( i 2 ) ( ( i )) 2
−( 345,512)²)
= 4509,670
IV-8
= 28,839
Untuk periode ulang 5 sampai 100 tahun untuk masing-masing durasi bisa dilihat
a
I=
t b
= 4509,670÷ ( 15 + 28,839 )
= 102,870
Untuk periode ulang 5 sampai 100 tahun pada masing-masing durasi bisa dilihat
IV-9
Tabel 4.9 Pola intensitas hujan metode Talbot
Kemudian untuk kurva IDF-nya dapat dilihat pada gambar 4.1 sebagai berikut:
Gambar 4.1 Kurva IDF untuk pola intensitas hujan Metode Talbot
Berdasarkan table 4.9 dan gambar 4.1 pola intensitas hujan Metode Talbot
sesuai dengan sifat umum hujan yaitu makin singkat hujan berlangsung
intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar kala ulangnya makin tinggi
pula intensitasnya.
IV-10
4.3.2. Formulasi Intensitas Hujan dengan Metode Sherman
Hasil perhitungan untuk tetapan a dan n pada Metode Sherman untuk setiap
=2,838
a = 689,431
= 0,667
IV-11
Grafik 4.10 Nila tetapan a dan n untuk intensitas hujan Metode Sherman
a
I =
tn
= 689,431÷
= 113,352
IV-12
Tabel 4.11 Pola intensitas hujan Metode Sherman
T Intensitas Hujan I (mm/jam) pada t (menit)
(thn) 15 30 60 90 120 180 240 360
2 113,352 71,407 44,984 34,329 28,338 21,626 17,852 13,624
5 150,091 94,551 59,564 45,455 37,523 28,635 23,638 18,039
10 172,830 108,876 68,588 52,342 43,207 32,973 27,219 20,772
20 185,737 117,007 73,710 56,251 46,434 35,436 29,252 22,323
25 200,123 126,070 79,419 60,608 50,031 38,181 31,517 24,052
50 219,487 138,268 87,103 66,472 54,872 41,875 34,567 26,380
100 236,433 148,944 93,829 71,605 59,108 45,108 37,236 28,416
Sumber hasil perhitungan
Gambar 4.2 Kuva IDF untuk pola intensitas hujan Metoda Sherman
Berdasarkan table 4.9 dan gambar 4.2 pola intensitas hujan Metode Sherman
sesuai dengan sifat umum hujan yaitu makin singkat hujan berlangsung
intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar kala ulangnya makin tinggi
pula intensitasnya.
IV-13
4.3.3. Formulasi Intensitas Hujan dengan Metode Ishoguro
(i t ) (i 2 ) (i t ) (i )
a =
N (i 2 ) ( (i )) 2
= 254,085
(i ) (i t ) N (i 2 t )
b=
N (i 2 ) ( (i )) 2
= ((345,512×2639,861)-(8×128075,885))÷((8×22924,778)-( 345,512)²)
= -1,757
Untuk perhitungan nilai tetapan a dan b untuk periode ulang 5 sampai 100 tahun
IV-14
Tabel 4.12 Nilai tetapan a dan b untuk intensitas hujan Metode Ishoguro
= 69,822
Untuk periode ulang 5 sampai 100 tahun untuk masing-masing durasi disajikan
IV-15
Tabel 4.13 Pola intensitas hujan Metode Ishoguro
T Intensitas Hujan I (mm/jam) pada t (menit)
(thn) 15 30 60 90 120 180 240 360
2 69,822 47,811 33,293 27,048 23,366 19,032 16,462 13,424
5 92,452 63,307 44,084 35,815 30,940 25,200 21,797 17,775
10 106,459 72,898 50,763 41,241 35,627 29,018 25,099 20,468
20 114,409 78,342 54,554 44,321 38,288 31,185 26,974 21,997
25 123,271 84,410 58,780 47,285 40,950 33,436 28,956 23,643
50 135,198 92,578 64,467 52,374 45,245 36,851 31,875 25,994
100 145,637 96,760 68,420 55,865 48,380 39,502 34,210 27,932
Sumber: hasil perhitungan
Berdasarkan table 4.13 dan gambar 4.3 pola intensitas hujan Metode
Ishoguro sesuai dengan sifat umum hujan yaitu makin singkat hujan berlangsung
intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar kala ulangnya makin tinggi
pula intensitasnya.
IV-16
4.4. Korelasi antara Data Intensitas Hujan Empirik dengan Hasil
Pengukuran
gambaran kedekatan antara data hasil pemodelan atau perhitungan dengan data
hasil pengukuran.
Bab II sebelumnya.
= 29,776
Untuk periode ulang 5 sampai 100 tahun dapat dilihat di tabel 4.23
IV-17
Tabel 4.14 Standar deviasi untuk Metode Talbot
T Intensitas Hujan I (mm/jam) pada t (menit) Standar
Ir Ir-S
(thn) 15 30 60 90 120 180 240 360 Deviasi (S)
2 102,870 76,645 50,763 37,948 30,299 21,594 16,775 11,598 43,561 29,776 13,785
5 136,211 101,486 67,215 50,247 40,119 28,593 22,211 15,357 57,680 39,427 18,253
10 156,847 116,862 77,398 57,860 46,197 32,925 25,577 17,683 66,419 45,400 21,018
20 168,561 125,589 83,179 62,181 49,648 35,384 27,487 19,004 71,379 48,791 22,588
25 181,617 135,317 89,621 66,997 53,493 38,124 29,616 20,476 76,908 52,570 24,337
50 199,190 148,410 98,293 73,480 58,669 41,813 32,481 22,457 84,349 57,657 26,692
100 214,569 159,868 105,882 79,153 63,199 45,041 34,989 24,191 90,861 62,108 28,753
Rata-rata 70,165 47,961 22,204
Sumber: hasil perhitungan
Dari table 4.14 dapat dilihat bahwa rata-rata penyimpangan titik-titik data
S =
((113,352 − 43,189) + (71,407 − 43,189 ) + +(44,984 − 43,189 )
= 8−1
((34,329 − 43,189 ) + (28,338 − 43,189 ) + +(21,626 − 43,189 )
+
= 8−1
((17,852 − 43,189 ) + (13,624 − 43,189 ) )
+
8−1
= 11945,28
7
= 31,628
Untuk periode ulang 5 sampai 100 tahun dapat dilihat di tabel 4.15
IV-18
Tabel 4.15 Standar deviasi untuk Metode Sherman
Dari table 4.15 dapat dilihat bahwa rata-rata penyimpangan titik-titik data
S =
((69,822 − 31,282 ) + (47,811 − 31,282 ) + +(33,293 − 31,282 )
= 8−1
((27,048 − 31,282 ) + (23,366 − 31,282) + +(19,032 − 31,282 )
+
= 8−1
((16,462 − 31,282 ) + (13,424 − 31,282) )
+
8−1
= 3779,2
7
= 17,790
Untuk periode ulang 5 sampai 100 tahun dapat dilihat di tabel 4.16
IV-19
Tabel 4.16 Standar deviasi untuk Metode Ishoguro
Dari table 4.16 dapat dilihat bahwa rata-rata penyimpangan titik-titik data
Untuk menentukan nilai korelasi antara dua variabel x dan y dalam hal ini
Hasilnya bisa dilihat berturut-turut pada tabel 4.17, 4.18, dan 4.19 berikut.
IV-20
Tabel 4.18 Nilai korelasi untuk Metode Sherman
4.17, 4.18, dan 4.19, dapt dilihat bahwa nilai korelasi yang paling baik adalah nilai
Setiap Durasi
Berdasarkan rekapitulasi dari tabel 4.9, 4.11, dan 4.13 maka metode
IV-21
Untuk durasi hujan 15 menit dapat dilihat pada tabel 4.20 dan gambar 4.5.
Pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan paling tinggi di
setiap periode ulang pada durasi 15 menit adalah Metode Sherman, sedangkan nilai
Untuk durasi hujan 30 menit dapat dilihat pada tabel 4.21 dan gambar 4.6.
IV-22
Tabel 4.21 Komparasi antar metode pada durasi hujan 30 menit
Pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan paling tinggi di
setiap periode ulang pada durasi 30 menit adalah Metode Thalbot, sedangkan nilai
Untuk durasi hujan 60 menit dapat dilihat pada tabel 4.22 dan gambar 4.7.
IV-23
Tabel 4.22 Komparasi antar metode pada durasi hujan 60 menit
Pada gambar 4.7 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan paling tinggi di setiap
periode ulang pada durasi 60 menit adalah Metode Thalbot, sedangkan nilai
Untuk durasi hujan 90 menit dapat dilihat pada tabel 4.23 dan gambar 4.8.
IV-24
Tabel 4.23 Komparasi antar metode pada durasi hujan 90 menit
Pada gambar 4.8 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan paling tinggi di setiap
periode ulang pada durasi 90 menit adalah Metode Thalbot, sedangkan nilai
Untuk durasi hujan 120 menit dapat dilihat pada tabel 4.24 dan gambar 4.9.
IV-25
Tabel 4.24 Komparasi antar metode pada durasi hujan 120 menit
Pada gambar 4.9 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan paling tinggi di setiap
periode ulang pada durasi 120 menit adalah Metode Thalbot, sedangkan nilai
Untuk durasi hujan 180 menit dapat dilihat pada tabel 4.25 dan gambar 4.10.
IV-26
Tabel 4.25 Komparasi antar metode pada durasi hujan 180 menit
Pada gambar 4.10 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan paling tinggi di setiap
periode ulang pada durasi 180 menit adalah Metode Sherman, sedangkan nilai
Untuk durasi hujan 240 menit dapat dilihat pada tabel 4.26 dan gambar 4.11.
IV-27
Tabel 4.26 Komparasi antar metode pada durasi hujan 240 menit
Pada gambar 4.11 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan paling tinggi di setiap
periode ulang pada durasi 240 menit adalah Metode Sherman, sedangkan nilai
Untuk durasi hujan 360 menit dapat dilihat pada tabel 4.27 dan gambar 4.12.
IV-28
Tabel 4.27 Komparasi antar metode pada durasi hujan 360 menit
Pada gambar 4.12 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan paling tinggi di setiap
periode ulang pada durasi 360 menit adalah Metode Sherman, sedangkan nilai
IV-29
4.5.2. Komparasi Antar Metode Intensitas Hujan di Setiap Durasi pada
Komparasi antar metode intensitas hujan di setiap durasi pada periode ulang
metode pada masing-masing periode ulang. Hal ini penting sebagai bahan
Air yang ditujukan untuk jangka waktu umur bangunana atau umur rencana.
Berdasarkan rekapitulasi dari tabel 4.9, 4.11, dan 4.13 maka komparasi
Untuk periode ulang 2 tahun dapat dilihat pada tabel 4.28 dan gambar 4.13.
IV-30
Gambar 4.13 Komparasi antar metode pada periode ulang 2 tahun
Pada gambar 4.13 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan Metode Talbot
paling tinggi pada durasi 30, 60, 90, dan 120 menit, sedangkan pada durasi 360
menit nilai intensitas hujannya paling rendah. Metode Sherman mempunyai nilai
intensitas paling tinggi pada durasi hujan 15, 180, dan 240 menit. Metode Ishoguro
mempunyai nilai intensitas paling rendah pada durasi hujan 15, 30, 60, 90, 120,
Untuk periode ulang 5 tahun dapat dilihat pada tabel 4.29 dan gambar 4.14.
IV-31
Tabel 4.30 Komparasi antar metode pada periode ulang 5 tahun
IV-32
Pada gambar 4.14 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan Metode Talbot
paling tinggi pada durasi 30, 60, 90, dan 120 menit, sedangkan pada durasi 360
menit nilai intensitas hujannya paling rendah. Metode Sherman mempunyai nilai
intensitas paling tinggi pada durasi hujan 15, 180, dan 240 menit. Metode Ishoguro
mempunyai nilai intensitas paling rendah pada durasi hujan 15, 30, 60, 90, 120,
Untuk periode ulang 10 tahun dapat dilihat pada tabel 4.30 dan gambar 4.15.
IV-33
Gambar 4.15 Komparasi antar metode pada periode ulang 10 tahun
Pada gambar 4.15 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan Metode Talbot paling
tinggi pada durasi 30, 60, 90, dan 120 menit, sedangkan pada durasi 360 menit nilai
paling tinggi pada durasi hujan 15, 180, dan 240 menit. Metode Ishoguro
mempunyai nilai intensitas paling rendah pada durasi hujan 15, 30, 60, 90, 120,
Untuk periode ulang 20 tahun dapat dilihat pada tabel 4.31 dan gambar 4.16.
IV-34
Tabel 4.31 Komparasi antar metode pada periode ulang 20 tahun
Durasi Talbot Sherman Ishoguro
IV-35
Pada gambar 4.16 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan Metode Talbot
paling tinggi pada durasi 30, 60, 90, dan 120 menit, sedangkan pada durasi 360
menit nilai intensitas hujannya paling rendah. Metode Sherman mempunyai nilai
intensitas paling tinggi pada durasi hujan 15, 180, dan 240 menit. Metode Ishoguro
mempunyai nilai intensitas paling rendah pada durasi hujan 15, 30, 60, 90, 120,
Untuk periode ulang 25 tahun dapat dilihat pada tabel 4.32 dan gambar 4.17.
IV-36
Gambar 4.17 Komparasi antar metode pada periode ulang 25 tahun
Pada gambar 4.17 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan Metode Talbot
paling tinggi pada durasi 30, 60, 90, dan 120 menit, sedangkan pada durasi 360
menit nilai intensitas hujannya paling rendah. Metode Sherman mempunyai nilai
intensitas paling tinggi pada durasi hujan 15, 180, dan 240 menit. Metode Ishoguro
mempunyai nilai intensitas paling rendah pada durasi hujan 15, 30, 60, 90, 120,
Untuk periode ulang 50 tahun dapat dilihat pada tabel 4.33 dan gambar 4.18.
IV-37
Tabel 4.34 Komparasi antar metode pada periode ulang 50 tahun
Durasi Talbot Sherman Ishoguro
IV-38
Pada gambar 4.18 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan Metode Talbot
paling tinggi pada durasi 30, 60, 90, dan 120 menit, sedangkan pada durasi 360
menit nilai intensitas hujannya paling rendah. Metode Sherman mempunyai nilai
intensitas paling tinggi pada durasi hujan 15, 180, dan 240 menit. Metode Ishoguro
mempunyai nilai intensitas paling rendah pada durasi hujan 15, 30, 60, 90, 120,
Untuk periode ulang 100 tahun dapat dilihat pada tabel 4.34 dan gambar 4.19.
Tabel 4.34 Komparasi antar metode pada periode ulang 100 tahun
Durasi Talbot Sherman Ishoguro
(menit) (mm/jam) (mm/jam) (mm/jam)
15 214,569 236,433 145,637
30 159,868 148,944 96,760
60 105,882 93,829 68,420
90 79,153 71,605 55,865
120 63,199 59,108 48,380
180 45,041 45,108 39,502
240 34,989 37,236 34,210
360 24,191 28,416 27,932
Sumber: hasil perhitungan
IV-39
Gambar 4.19 Komparasi antar metode pada periode ulang 100 tahun
Pada gambar 4.19 dapat dilihat bahwa nilai intensitas hujan Metode Talbot
paling tinggi pada durasi 30, 60, 90, dan 120 menit, sedangkan pada durasi 360
menit nilai intensitas hujannya paling rendah. Metode Sherman mempunyai nilai
intensitas paling tinggi pada durasi hujan 15, 180, dan 240 menit. Metode Ishoguro
mempunyai nilai intensitas paling rendah pada durasi hujan 15, 30, 60, 90, 120,
metode maka dipandang perlu untuk membuat grafik rata-rata intensitas hujan dari
ketiga metode tersebut. Adapun hasil rekapitulasinya berdasarkan tabel 4.32, 4.33,
IV-40
Tabel 4.35 Intensitas hujan rata-rata dari ketiga metode formulasi
T Intensitas Hujan I (mm/jam) pada t (menit)
Gambar 4.20 Kurva IDF dari nilai rata-rata ketiga metode formulasi
gambar 4.20 dapat dilihat hubungan antara intensitas, durasi dan periode ulang.
IV-41
Makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi, demikian
pula sebaliknya. Makin besar periode ulangnya maka makin besar pula
periode ulang tertentu di setiap durasi hujan, dapat dilihat bahwa perbandingan nilai
intensitas hujan pada tiap periode ulang cenderung sama, dimana Metode Talbot
memiliki intensitas hujan paling tinggi pada durasi 30, 60, 90, dan 120 menit,
sedangkan pada durasi 360 menit nilai intensitas hujannya paling rendah. Untuk
Metode Sherman mempunyai nilai intensitas paling tinggi pada durasi hujan 15,
180, dan 240 menit, sedangkan Metode Ishoguro mempunyai nilai intensitas paling
rendah pada durasi hujan 15, 30, 60, 90, 120, 180, dan 240 menit.
gambaran kedekatan antara data hasil pemodelan atau prhitungan dengan data hasil
pengukuran.
terbaik dan nilai standar deviasi paling kecil direkomendasikan sebagai metode
yang paling sesuai. Rekap nilai koefisien orelasi dan standar deviasi diajikan pada
tabel 4.36.
IV-42
Tabel 4.36 Rekap nilai korelasi dan standar deviasi untuk tiga metode
formulasi intensitas hujan
T Talbot Sherman Ishoguro
(thn) Deviasi Korelasi Deviasi Korelasi Deviasi Korelasi
2 13,785 0,989 11,561 1,000 13,493 0,999
5 18,253 0,989 15,308 1,000 17,866 0,999
10 21,018 0,989 17,628 1,000 20,572 0,999
20 22,588 0,989 18,944 1,000 22,109 0,999
25 24,337 0,989 20,412 1,000 23,620 0,999
50 26,692 0,989 22,387 1,000 26,126 0,999
100 28,753 0,989 24,115 1,000 27,756 0,999
Rata-rata 22,204 0,989 18,622 1,000 21,649 0,999
Sumber: hasil perhitungan
Agar lebih jelas, nilai korelasi dan nilai standar defiasi tersebut masing-
IV-43
Gambar 4.22 Perbandingan nilai standar deviasi antar metode formulasi
intensitas hujan
Berdasarkan tabel 4.36 dan gambar 4.4 serta gambar 4.5, dapat
pemanfaatan Sumber Daya Air di kawasan hulu DAS Tallo. Diantara ke tiga
metode tersebut, Metode Sherman merupakan metode yang paling sesuai karena
mempunyai nilai korelasi paling baik yaitu 1 serta memiliki nilai standar deviasi
IV-44
BAB V
5.1. Kesimpulan
untuk memprediksi besarnya intensitas hujan untuk suatu durasi hujan tertentu
hujan untuk kawasan hulu DAS Tallo yang paling baik digunakan untuk
mempunyai nilai korelasi rata-rata paling baik yaitu 1 dan nilai deviasi tehadap
5.2. Saran
Sebaiknya stasiun curah hujan yang tidak berfungsi segera ditindak lanjuti.
Sebaiknya alat pengukur curah hujan manual diganti dengan pengukur curah hujan
otomatis.
V-1
.DAFTAR PUSTAKA
JR, Linsley K Ray, dkk. (1996). Hidrologi Untuk Insinyur. Erlangga, Jakarta
Pallu, Saleh, 2007, Diktat Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah, Teknik Sipil
Universitas Hasanuddin Makassar.
Subarkah Iman (1980), Hidrologi untuk perencanaan bangunan air, Idea Dharma,
Bandung.
Yohanna Lilis Handayani, Andy Hendri, dan Hadie Suherly (2007), Pemilihan
Metode Intensitas Hujan Yang Sesuai Dengan Karakteristik Stasiun Pekanbaru,
Jurnal UNRI, Agustus 2007, Pekanbaru-Riau.
i
Lampiran 1
Tabel Hubungan Reduksi Jumlah Data (n), Data Rata-rata (Yn) dan Deviasi
Standar (Sn)
n Yn Sn n Yn Sn
10 0,4952 0,9496 56 0,5508 1,1696
11 0,4996 0,9676 57 0,5511 1,1708
12 0,5035 0,9833 58 0,5515 1,1721
13 0,5070 0,9971 59 0,5518 1,1734
14 0,5100 1,0095 60 0,5521 1,1747
15 0,5128 1,0206 61 0,5524 1,1759
16 0,5157 1,0316 62 0,5527 1,1770
17 0,5181 1,0411 63 0,5530 1,1782
18 0,5202 1,0493 64 0,5533 1,1793
19 0,5220 1,0565 65 0,5535 1,1803
20 0,5236 1,0628 66 0,5538 1,1814
21 0,5252 1,0696 67 0,5540 1,1824
22 0,5268 1,0754 68 0,5543 1,1834
23 0,5283 1,0811 69 0,5545 1,1844
24 0,5296 1,0864 70 0,5548 1,1854
25 0,5309 1,0915 71 0,5550 1,1863
26 0,5320 1,0961 72 0,5552 1,1873
27 0,5332 1,1004 73 0,5555 1,1881
28 0,5343 1,1047 74 0,5557 1,1890
29 0,5353 1,1086 75 0,5559 1,1898
30 0,5362 1,1124 76 0,5561 1,1906
31 0,5371 1,1159 77 0,5563 1,1915
32 0,5380 1,1193 78 0,5565 1,1923
33 0,5388 1,1226 79 0,5567 1,1930
34 0,5396 1,1255 80 0,5569 1,1938
35 0,5402 1,1285 81 0,5570 1,1945
36 0,5410 1,1313 82 0,5572 1,1953
37 0,5418 1,1339 83 0,5574 1,1959
38 0,5424 1,1363 84 0,5576 1,1967
39 0,5430 1,1388 85 0,5578 1,1973
40 0,5436 1,1413 86 0,5580 1,1980
41 0,5442 1,1436 87 0,5581 1,1987
42 0,5448 1,1458 88 0,5583 1,1994
43 0,5453 1,1480 89 0,5585 1,2001
44 0,5458 1,1499 90 0,5586 1,2007
45 0,5463 1,1519 91 0,5587 1,2013
46 0,5468 1,1538 92 0,5589 1,2020
47 0,5473 1,1557 93 0,5591 1,2026
48 0,5477 1,1574 94 0,5592 1,2032
49 0,5481 1,1590 95 0,5593 1,2038
50 0,5485 1,1607 96 0,5595 1,2044
51 0,5489 1,1623 97 0,5596 1,2049
52 0,5493 1,1638 98 0,5598 1,2055
53 0,5497 1,1658 99 0,5599 1,2060
54 0,5501 1,1667 100 0,5600 1,2065
55 0,5504 1,1681
Sumber : Soewarno, 1995
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5