PENELITIAN ARSITEKTUR
menyatakan bahwa penelitian ini adalah merupakan hasil karya saya sendiri dan dapat
dipublikasikan sepenuhnya oleh Universitas Gunadarma. Segala kutipan dalam bentuk
apa pun telah mengikuti kaidah dan etika yang berlaku. Mengenai isi dan tulisan adalah
merupakan tanggung jawab penulis, bukan Universitas Gunadarma.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan dengan penuh kesadaran
(Dinda Jesika)
i
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
ii
ABSTRAKSI
ABSTRAK: Perkembangan anak usia dini di percaya sebagai masa Golden Age anak yang
merupakan tahap paling penting dalam pembentukan kecerdasan manusia, sehingga berbagai
metode pendidikan dan sekolah tersedia dalam bermacam-macam metode, salah satunya
merupakan metode montessori yang ditemukan oleh Maria Montessori. Salah satu sekolah
dengan akreditasi A yaitu Green Montessori School Jakarta Selatan memiliki visi dan misi
sekolah yaitu islamic value, Montessori, dan kolaborasi antara keduanya. Dalam penelitian ini
dilakukan perbandingan kondisi eksisting sekolah dengan design guidelines Montessori
terutama dalam penerapannya pada bangunan dan ruang kelas yang akan mempengaruhi proses
pembelajaran pada anak.
iii
ABSTRACT
ABSTRACT: Perkembangan anak usia dini di percaya sebagai masa Golden Age anak yang
merupakan tahap paling penting dalam pembentukan kecerdasan manusia, sehingga berbagai
metode pendidikan dan sekolah tersedia dalam bermacam-macam metode, salah satunya
merupakan metode montessori yang ditemukan oleh Maria Montessori. Salah satu sekolah
dengan akreditasi A yaitu Green Montessori School Jakarta Selatan memiliki visi dan misi
sekolah yaitu islamic value, Montessori, dan kolaborasi antara keduanya. Dalam penelitian ini
dilakukan perbandingan kondisi eksisting sekolah dengan design guidelines Montessori
terutama dalam penerapannya pada bangunan dan ruang kelas yang akan mempengaruhi proses
pembelajaran pada anak.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Penelitian Arsitektur yang berjudul Kajian Penerapan Metode Montessori
Pada Bangunan Green Montessori School Jakarta Selatan dengan baik dan tepat waktu.
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk mengikuti Tugas Akhir.
Laporan Penelitian Arsitektur ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan serta
dukungan dari berbagai pihak. Dengan penuh rasa hormat, penulis berterimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
v
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan salam penulisan laporan
Penelitian Arsitektur ini, maka saran, kritik dan diskusi yang membangun akan diterima dengan
hati dan pikiran yang terbuka. Akhir dari kata penulis mengucapkan terimakasih kepada
pembaca dan semoga laporan ini dapat bermanfaat dengan sebagimana mestinya.
Dinda Jesika
vi
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
Gambar 4. 51 Taman Menuju Kelas .................................................................................................................... 68
Gambar 4. 52 Taman ........................................................................................................................................... 69
Gambar 4. 53 Pintu Kelas .................................................................................................................................... 69
Gambar 4. 54 Informasi Denah ............................................................................................................................ 69
Gambar 4. 55 Informasi Tanda/Signage ............................................................................................................. 70
Gambar 4. 56 Ruang Tunggu ............................................................................................................................... 70
Gambar 4. 57 Front Office ................................................................................................................................... 70
Gambar 4. 58 Outdoor Playground ..................................................................................................................... 71
Gambar 4. 59 Kantin ............................................................................................................................................ 71
Gambar 4. 60 Auditorium .................................................................................................................................... 71
Gambar 4. 61 Fasad ............................................................................................................................................. 71
Gambar 4. 62 Koridor .......................................................................................................................................... 72
Gambar 4. 63 Taman Depan ................................................................................................................................ 72
Gambar 4. 64 Skala Anak .................................................................................................................................... 72
Gambar 4. 65 Skala Anak 2 ................................................................................................................................. 73
Gambar 4. 66 Bukaan 1 ....................................................................................................................................... 73
Gambar 4. 67 Bukaan 2 ....................................................................................................................................... 73
Gambar 4. 68 Jendela Atas .................................................................................................................................. 74
Gambar 4. 69 Ruang Pertemuan .......................................................................................................................... 75
Gambar 4. 70 Ruang Pertemuan 2 ...................................................................................................................... 75
Gambar 4. 71 Alam dan Taman ........................................................................................................................... 76
Gambar 4. 72 Batas Taman .................................................................................................................................. 77
Gambar 4. 73 Batas Taman 2 ............................................................................................................................... 77
Gambar 4. 74 Tanaman 1 .................................................................................................................................... 77
Gambar 4. 75 Tanaman 2 ..................................................................................................................................... 78
Gambar 4. 76 Pintu Teras .................................................................................................................................... 78
Gambar 4. 77 Playground Indoor ........................................................................................................................ 78
Gambar 4. 78 Playground Indoor 2 ..................................................................................................................... 79
Gambar 4. 79 Denah Playground/Gym ................................................................................................................ 79
Gambar 4. 80 Playground/Gym 1 ........................................................................................................................ 80
Gambar 4. 81 Playground/Gym 2 ........................................................................................................................ 80
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
12
menyenangkan (loving area), tempat yang kondusif (nourishing) untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan nya.
Gagasan Montessori merupakan salah satu metode yang digunakan untuk anak usia
dini. Temuan ini diperkenalkan oleh seorang dokter wanita yang bernama Maria
Montessori yaitu salah satu guru besar di Italia. Temuan Montessori ini merupakan suatu
hasil dari sistem pendidikan yang digunakan di “Rumah Anak-anak” yang bersumber
dari pengalaman-pengalaman pedagogis dari Maria Montessori dengan anak-anak
abnormal. Kemudian beliau mempresentasikannya menjadi sebuah usaha panjang dan
penuh pemikiran anak-anak normal Bagi Montessori, anak-anak memiliki sebuah sifat
alami yang universal, begitu pula periode perkembangan manusia. Meskipun konteks
kebudayaan memiliki pengaruh, Montessori mengklaim bahwa penemuannya tentang
sifat alami anak dan metode pendidikan anak usia dini adalah universal, tidak relatif
secara kebudayaan dan tidak pula ditentukan oleh kebudayaan. Individu-individu melalui
proses perkembangan yang sama di manapun tidak memandang tempat atau iklim (Maria
Montessori, 2014, p. 61).
1.3 Tujuan
1. Penjelasan metode prinsip Montessori
2. Penerapan prinsip Montessori terhadap desain bangunan (design guidelines)
3. Penerapan prinsip Montessori terhadap desain bangunan (design guidelines) di
Indonesia
4. Adaptasi penerapan antara prinsip Montessori dan prinsip Islamic terhadap desain
bangunan (desain guidelines) di Green Montessori School
13
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pihak-pihak terkait
sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan sumbangan bagi
pengembangan teori di bidang arsitektur dan psikologi, terutama arsitektur yang
menyangkut dengan pendidikan anak usia dini.
b. Manfaat Praktis
1. Dapat memberikan wawasan dalam karakteristik metode montessori
2. Dapat membantu dalam memberikan informasi dalam kajian penerapan prinsip-
prinsip montessori pada elemen bangunan.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
15
Tabel 2. 1 Perkembangan Anak
Sumber: Google
16
learning), adalah membuat hubungan ke depan dan ke belakang, yakni apa yang
dilakukan dan yang telah diketahui, apa yang dicoba dengan apa dengan apa yang sudah
bisa, apa yang ingin diketahui dengan apa yang sudah diketahui. Anak-anak belajar
dalam serangkaian kegiatan yang langsung mereka lakukan (Musfiroh, 2005:25). dan
menggunakan ide-ide itu. Pembelajaran beralih dari dorongan yang sederhana ke
observasi yang hati-hati, merencanakan, dan memikirkan tentang akibat dari suatu
tindakan.
17
sangat cerdas mencapai kematangan seks kira-kira satu atau dua tahun lebih dahulu
dibanding dengan anak yang kurang cerdas, dan bagi anak-anak yang kurang
kecerdasannya seperti idiot, kematangan ini sangat lambat atau sama sekali tidak datang.
b) Seks Atau Jenis Kelamin
Perbedaan perkembangan antara kedua jenis kelamin tidak tampak jelas, yang nyata
kelihatan adalah kecepatan dalam pertumbuhan jasmaniahnya. Pada waktu lahir, anak
laki-laki lebih besar dari anak perempuan, tetapi anak perempuan lebih cepat
perkembangannya dan lebih cepat pula dalam mencapai kedewasaannya dari pada anak
laki-laki. Anak perempuan umumnya lebih cepat mencapai kematangan seks kira-kira
satu atau dua tahun lebih awal dan fisiknya juga tampak lebih cepat besar dari pada anak
laki-laki. Dalam perkembangan mental juga tampak ada perbedaan, anak perempuan
lebih cepat mencapai kedewasaannya dari pada anak laki-laki, terutama dalam kondisi
kecerdasan.
c) Kelenjar-Kelenjar
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa indoktrinologi (kelenjar buntu)
berpengaruh pada pertumbuhan jasmani seseorang setelah ia dilahirkan.
d) Kebangsaan
Hal ini bisa dijelaskan dengan mengambil contoh: bahwa anak-anak dari ras
Mediteran (laut tengah) tumbuh lebih cepat daripada anak-anak dari Eropa sebelah utara.
Anak-anak Negro dan Indian pertumbuhannya tidak begitu cepat dibandingkan dengan
anak-anak kulit putih dan kuning.
2. Faktor Ekternal
Faktor ekternal adalah faktor yang dipengaruhi dari luar diri anak, seperti keluarga,
gizi, budaya, serta teman sebaya atau teman bermain. Dari unsur keluarga sangat
mempengaruhi terhadap sikap dan tingkah laku anak. Seperti sikap dan tingkah laku
keluarga dalam mengasuh dan mendidik anak, kemudian hubungan orang tua dengan
anak, serta hubungan dengan antara anggota keluarga dapat mempengaruhi sifatnya
menunjang atau bahakan menghabat proses perkembangan anak secara optimal.20
Berikut rincian faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan:
1. Posisi Dalam Keluarga
Kedudukan anak dalam keluarga merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi
perkembangan. Anak kedua, ketiga dan seterusnya pada umumnya perkembangan itu
lebih cepat dari pada anak pertama. Anak bungsu biasanya perkembangannya lebih
lambat karena cenderung dimanja.
18
2. Makanan
Pada usia kanak-kanak makanan merupakan faktor yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangannya. Bukan hanya berhubungan dengan kuantitas
makanan, tetapi juga berkenaan dengan kualitas gizi yang terkandung di dalamnya.
Keduanya sangat mempengaruhi perkembangan fisiologis dan mental anak-anak secara
langsung atau tidak langsung.
3. Budaya
Faktor budaya sangat besar pengaruhnya, sehingga dapat mempengaruhi sifat
kepribadian dan kedewasaan seseorang. Hal yang termasuk dalam faktor budaya di sini
selain budaya masyarakat termasuk juga pendidikan, agama dan sebagainya. Selain
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan di atas, Hurlock juga mengemukakan
beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya perkembangan antara lain kematangan,
belajar dan latihan serta kombinasi antara kematangan dan belajar. (Elizabeth .B Hurlock.
Perkembangan Anak Jilid I Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.Hlm 188- 190)
19
emosi, kecerdasan jamak (multiple intelligence) maupun kecerdasan spiritual, serta
sosioemosional (sikap dan perilaku serta agama) Bahasa dan komunikasi, yang
disesuaikan dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia
dini (Suyadi, Konsep Dasar PAUD, 2013, hal. 17).
Pendidikan Anak Usia Dini adalah salah satu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
(UU No. 20/2012). Bentuk pendidikan yang dapat diselenggarakan pada jalur formal,
non-formal, dan informal. Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas
No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD
dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun
(masa emas).
B. Tujuan PAUD
Secara umum tujuan program pendidikan anak usia dini adalah memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh sesuai dengan
norma-norma dan nilai kehidupan yang dianut. Melalui program pendidikan yang
dirancang dengan baik, anak akan mampu mengembangkan segenap potensi yang
dimiliki, dari aspek fisik, social, moral, emosi, kepribadian dan lain-lain (Hibana, Konsep
Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, 2002, Hal. 37).
Secara rinci tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini, yaitu sebagai
berikut :
1. Membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dna berkembang sesuai
dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal di
dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
2. Membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di skeolah.
3. Menanamkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaan anak.
4. Menanamkan sikap disiplin.
5. Anak mampu mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakan-gerakan yang
mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan kasar serta menerima
rangsangan sensorik (panca indera) (Ibid, Hal. 16-17)
20
C. Taman Kanak-Kanak
Pengertian Taman Kanak-Kanak menurut Depdikbud, adalah suatu lembaga
pendidikan formal yang pertama setelah pendidikan keluaraga, dan merupakan jembatan
antara keluarga dengan masyarakat yang lebih luas yaitu Sekolah Dasar beserta
lingkungannya. Taman Kanak-Kanak adalah suatu jenjang pendidikan prasekolah yang
bertujuan untuk meletakan dasar pendidikan paling awal bagi anak usia tiga hingga
memasuki pendidikan dasar, dengan memakai kurikulum pembelajaran pendidikan anak
usia dini dengan lama pendidikan antara 1-2 tahun.
Metode belajar-mengajar yang digunakan pada Taman Kanak-Kanak adalah
dengan bercerita, bercakap-cakap, karya wisata, bermain dan bereksperimen. Jadi tujuan
Taman Kanak-Kanak secara umum adalah memberikan pelayanan pendidikan untuk
anak usia 4-6 tahun.
D. Kelompok Bermain
Pengertian kelompok bermain atau playgroup menurut Permendikbud, adalah
wadah pembinaan sebagai usaha kesejahteraan anak dengan mengutamakan kegiatan
bermain dan menyelenggarakan pendidikan prasekolah bagi anak yang berusia sekurang-
kurangnya tiga tahun sampai dengan memasuki pendidikan dasar. Atau juga suatu wadah
pendidikan bagi anak usia 3-6 tahun untuk membantu meletakkan dasar-dasar ke arah
perkembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan bagi anak usia dini
dalam menyesuaikan diri dalam lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta
perkembangan selanjutnya, termasuk siap memasuki pendidikan dasar.
(Depdikbud:2002)
21
keterbelakangan mental yang belajar dengan cara mereka sendiri. Beliau meletakkan
berbagai teorinya dalam praktek, metode yang dikembangkannya itu dipengaruhi oleh
pelatihan atau pengalaman sebelumnya dibidang kedokteran, pendidikan, dan
antropologi.
Metode Montessori menjadi salah satu bentuk stimulasi yang diberikan oleh
orangtua. Metode Montessori merupakan suatu metode yang didasarkan pada konsep
tentang ilmu pengetahuan, pada pengamatan-pengamatannya terhadap anak-anak, dan
pada riset-riset yang luas dalam bidang antropologi, psikologi dan pedagogi. Metode
Montessori memiliki dua cakupan penting dalam proses pendidikan ; anak secara
individu dan lingkungan (Lazuardi, 2013, h. 71-72). Tidak jauh berbeda, Kusumo (2016,
h. 9) menyebutkan bahwa metode Montessori adalah sebuah gaya hidup yang dimulai
dari rumah, saat anak diberi kesempatan berkembang dan mengeksplorai setiap sudut
rumah dengan aman atau child friendly. Sementara Walls (2017, h. 5) mengungkapkan
bahwa metode Montessori didasarkan pada rasa keingintahuan anak yang tumbuh secara
alamiah, dan keinginan mereka untuk belajar, guru memberikan bahan dan lingkungan
anak untuk membantu perkembangannya, dan siap memberikan respon untuk
memberikan bantuan kepada anak.
Perceival dan Ellington (dalam Siregar, 2010: 75) mengemukakan dua kategori
pendekatan pembelajaran, kedua kategori pendekatan pembelajaran itu adalah
pembelajaran berorientasi pada guru (teacher oriented) dan pendekatan pembelajaran
berorientasi pada siswa (student oriented). Pendekatan Metode Montessori merupakan
pendekatan yang berpusat pada anak atau student center approach, dimana dalam
pembelajaran, anak yang menjadi fokus utama pembelajaran, dan tugas utama guru
hanya mengamati saat anak memilih dan mengerjakan Montessori Apparatus. Montessori
Apparatus dibuat untuk anak agar memahami konsep dengan benda yang konkret.
Pendekatan siswa atau student centered approach ini menjadi ciri khas utama dalam
pembelajaran menggunakan metode Montessori. Pendekatan metode Montessori
mementingkan bakat dan minat pada anak, mengajarkan anak konsep, dan belajar sesuai
tahapan usia, dalam metode ini juga anak diajarkan kasih sayang dan bekerja sama.
Dalam student centered approach, anak lebih aktif didalam kelas sehingga anak lebih
percaya diri, merasa dihargai, dan memiliki citra diri yang positif. Pendekatan metode ini
sesuai dengan tahapan usia anak, berjenjang dan berlevel, di Preschool Awliya, anak-
anak belajar sesuai area dan tahapannya, area pertama adalah area kehidupan
22
praktis (practical life), area kedua adalah area indera (sensorial), area yang ketiga yaitu
area budaya (culture), area yang keempat adalah bahasa (languange), dan area yang
terakhir adalah area matematika (math).
B. Sejarah Montessori
Metode pembelajaran Montessori telah dikenal dan digunakan diberbagai seluruh
penjuru dunia karena dikenal dengan sistem pembelajarannya yang mampu merangsang
seorang anak menjadi individu yang lebih aktif, cerdas, kreatif, mandiri, bertanggung
jawab, serta memiliki keahlian sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya dalam
kehidupannya sehari-hari. Adapun esensi metode montessori dalam pembelajaran anak
usia dini adalah the absorbent mind, the conscious mind, the sensitive periods (sensitivity
to order, sensitivity to language, sensitivity to walking, sensitivity to the social aspets of
life, sensitivity to small object, sensitivity learning through the senses), children want to
learn, learning through play, stages of development, dan encouraging independence.
Dengan penerapan kurikulum pada pendekatan montessori memiliki area-area yang
menjadi pusat latihan. Dasar pendidikan Montessori menekankan pada lima hal, yaitu
keterampilan bahasa (language), keterampilan matematika (math), keterampilan budaya
(cultural), keterampilan sensorial (sensorial), dan keterampilan hidup (practical life).
C. Esensi Montessori
Berdasarkan observasi tahap-tahap perkembangan anak yang dilakukan Maria
Montessori, esensi metode Montessori adalah sebagai berikut : (Roopnarine, Jaipul L.
dan James E Johnson, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Berbagai Pendekatan (Jakarta
: Kencana Prenada Media Group,2011).)
1. The Absorbent Mind
Pada dasarnya pembelajaran seorang anak berbeda dengan orang dewasa. Maria
Montessori menyebutnya sebagai the absorbent mind/pikiran yang mudah menyerap.
Kemampuan unik ini terjadi selama sejak lahir hingga usia 6 tahun. Ia mengamati
bahwasannya sejak masa bayi anak menyerap pengalaman dari lingkungan sekitarnya
melalui semua inderanya kemudian diolah melalui otak. Melalui proses penyerapan
seperti ini, pikiran benar-benar terbentuk. Oleh karena itu, anak secara langsung
mengasimilasi lingkungan fisik dan sosial tempat ia berbaur, dan secara simultan
mengembangkan kekuatan mental bawaannya.
23
Sejak lahir hingga usia 6 tahun dan terdiri atas dua fase yang berbeda: sejak lahir
hingga sekitar usia 3 tahun, anak berada dalam absorbent mind bawah sadar, dan selama
masa itu anak menjelajahi lingkungan melalui indera dan gerakan serta menyerap bahasa
budaya sekitarnya.15 Pada masa ini anak menyerap pengalaman tapi tidak disadarinya.
Contohnya, ketika anak belajar bahasa. Orang tuanya tidak pernah mengajarkannya.
Bahasa diperoleh anak tanpa usaha secara sadar. Bahasa diserap oleh bayi dari ritme,
bunyi dan kosa kata ibunya secara alami dan tidak sadar.
2. The Conscious Mind
Pada tahap kedua usia 3 hingga 6 tahun, kemampuan anak dalam menyerap tidak
lagi (absorbend mind) melainkan menjadi conscious mind.
Bahwasanya pada masa bayi sampai umur 3 tahun ketika otak meyerap
dilakukannya secara alami dan sadar, namun setelah usia 3 hingga 6 tahun kemampuan
anak dalam menyerap menjadi sadar dan memiliki tujuan. Anak menjadi lebih aktif
dalam mengekplorasi lingkungannya secara sadar.
Proses pembelajaran selama periode ini adalah aktif. Hal ini berimplikasi pada
pemberian kebebasan terhadap anak. Dengan memberikan kebebasan kepada anak, anak
dapat menegmbangkan semua potensi yang dimilikinya. Anak diberikan kebebasan
memilih apa yang disukainya. Guru tidak boleh memaksakan materi tertentu kepada
anak. guru hanya berfungsi sebagai fasilitator.
Kebebasan ini bertujuan agar ketika tiba masa peka terhadap suatu kemampuan
yang mendorong untuk melatih satu fungsi, anak akan dapat berlatih sesuka hatinya.
Pendidikan sudah selayaknya untuk tidak dibebankan kepada anak. Lingkungan belajar
harus diciptakan dalam suasana yang kondusif yang memberikan kesempatan kepada
anak untuk bertindak secara bebas dan mengembangkan dirinya sendiri dalam garis -
garis mata batinnya sendiri. Montessori merasa bahwa kebebasan dalam
lingkungan yang telah dimodifikasi ini sangatlah penting untuk perkembangan fisik,
mental, dan spiritualnya.16
3. The Sensitive Periods (Periode Sensitif)
Metode Montessori berfokus pada periode-periode sensitif yang masuk dalam otak
penyerap.
“From her observations of children, Montessori noticed that they seem to pass
through phases when they keep repeating an activity time and time again for no apperent
reason. They become totally absorbed by what they are doing, and for the time being,
this is only thing in which they are interested .”
24
Berdasarkan observasinya terhadap anak-anak, Montessori memberitahukan bahwa
melalui tahapannya ketika mereka tetap mengulang-ulang aktivitasnya lagi dan lagi.
Mereka menyerap semua yang dilakukannya secara sadar, sesuatu yang hanya menarik
baginya. Montessori membagi 6 periode sensitif, diantaranya adalah:
a. Sensitivity to Order
Masa peka untuk keteraturan terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan. Anak
memiliki kebutuhan yang kuat terhadap keteraturan. Setelah anak dapat memiliki
kebutuhan yang kuat terhadap keteraturan. Setelah anak dapat bergerak atau berpindah,
mereka suka meletakkan benda-benda sesuai dengan tempatnya. Apabila ada buku atau
pensil yang tidak terletak di tempatnya, anak akan mengembalikan buku atau pensil
tersebut ke tempatnya. Dan bahkan sebelum memasuki periode ini, mereka sering
menjadi marah jika melihat sesuatu yang tidak pada tempatnya.
b. Sensitivity to Language
Periode kepekaan berbahasa dimulai dari kelahirannya. Setelah kelahirannya bayi
dapat mendengar suara dan melihat bibir dan lidah (organ bicara) kemudian hal tersebut
direkam ke dalam otaknya sepanjang waktu. Montessori menganggap bahwa anak-
anak telah dibekali suatu mekanisme untuk mempelajari suatu bahasa dengan tidak
disadarinya. Anak-anak akan memulai dengan mengoceh terlebih dahulu sebelum ia
mulai berbicara dengan kata-kata bermakna. Setelah itu, anak akan memasuki tahapan-
tahapan kalimat dua kata untuk kemudian menguasai pembuatan kalimat dengan struktur
yang lebih lengkap.
Montessori meyakini bahwa bahasa, sebagai instrumen pemikiran kolektif manusia
adalah kekuatan manusia yang mentransformasi lingkungan mentah menjadi peradaban.
Sementara semua manusia memiliki kemampuan untuk menyerap dan menguasai bahasa,
sebuah bahasa tertentu menjadi unsur kunci dalam membatasi dan menjadikan sebuah
kelompok manusia tertentu tampak khas. Sebagaimana unsur - unsur lain dalam
lingkungan, anak-anak juga menyerap bahasa.
Pengembangan bahasa, yang oleh Montessori dibedakan dari pengajaran bahasa
adalah kreasi spontan dari sang anak. Tanpa memandang bahasa tertentu yang digunakan
dalam kebudayaan sang anak, perkembangan bahasa mengikuti pola-pola yang sama
untuk semua anak. Semua anak melalui periode di mana mereka hanya dapat melafalkan
suku-suku kata, kemudian kata-kata secara utuh, dan kemudian mereka mulai
menggunakan sintaksis dan gramatika. Pembelajaran bahasa berlangsung dalam kegiatan
dengan bunyi-bunyi dan huruf-huruf.
25
c. Sensitivity to walking
Kepekaan berjalan terjadi ketika anak berusia 12 -15 bulan, mereka membutuhkan
latihan untuk melangkah dari satu tempat ke tempat lainnya. Montessori memberikan
contoh untuk anak usia 2-3 tahun yang berjalan beberapa langkah dan merangkak naik
turun tangga dengan tapak kaki untuk kesempurnaan perpindahan mereka.
d. Sensitivity to the social aspects of life
Diantara usia 2-3 tahun, anak sadar bahwa ia merupakan bagian dari kelompok.
Anak mulai menunjukkan interaksi yang intensif dengan teman lainnya dan mulai
bermain bersama dengan permainan kelompok. Montessori percaya bahwa hal itu
bukanlah perintah tetapi datang secara spontan dari dalam dirinya. Pada tahap ini anak-
anak mulai memahami tingkah laku sosial orang dewasa
e. Sensitivity to small objects
Pada tahap ini, ketika anak berpindah-pindah dan mengeksplorasi lingkungan yang
lebih luas. Anak memusatkan perhatiannya pada obyek yang lebih kecil seperti serangga,
batu kerikil dan rumput. Dia mengambil sesuatu, melihatnya dan memasukkannya ke
dalam mulut. Pada tahap ini anak mempunyai usaha sendiri untuk memahami dunia. 23
f. Sensitivity to learning through the senses
Sejak kelahirannya, anak mendapatkan rangsangan dari lingkungan sekitarnya
melalui semua indera ke dalam pikiran yang mennyerap. Anak memerlukan kebebasan
untuk mengoptimalkan semua indera. Sebagai perkembangan terbaik pada anak di
kemudian hari, Maria Montessori menyarankan bahwa bayi harus dekat dengan perhatian
orang dewasa untuknya jadi dia (bayi) dapat melihat dan mendengar apapun yang terjadi
di sekitarnya. Ketika dia secepatnya dia dapat bergerak-merangkak atau berjalan dia
membutuhkan banyak kebebasan supaya dapat mengeksplorasi. Ini mungkin adalah ide
yang sangat sulit diterima oleh para orangtua, tetapi cobalah untuk melakukan jika kamu
bisa, jika kamu mencegah eksplorasi sensor ini dengan tetap mengatakan “tidak” dan
membatasi bayimu atau batita (1-4/toodler) dalam bermain pena atau menahannya di
kursi dalam waktu yang lama, itu akan menekan pembelajarannya.
4. Children Want to Learn (Anak-anak Ingin Belajar)
Menurut Montessori, anak-anak memiliki potensi atau kekuatan dalam dirinya
untuk berkembang sendiri. Anak-anak memiliki hasrat alami untuk belajar dan bekerja,
bersamaan dengan keinginan yang kuat untuk mendapat kesenangan. Anak lebih senang
melakukan berbagai aktivitas dari pada sekedar dihibur atau dimanja. Anak tidak pernah
berfikir bahwa belajar sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Anak akan selalu
26
mencari sesuatu yang baru untuk dikerjakan yaitu sesuatu yang memiliki tingkatan yang
lebih sulit dan menantang.
Selain itu, anak juga memiliki keinginan untuk mandiri. Keinginan untuk mandiri
muncul dari dalam diri anak sendiri. Keinginan ini tidak hanya muncul dari rangsangan
pembelajaran di sekolah tetapi juga muncul secara spontan yang merupakan dorongan
batin. Dorongan batin ini sewaktu-waktu akan meminta pemenuhan dan pemuasan.
Dorongan-dorongan alamiah ini akan terpenuhi dengan memfasilitasi anak dengan
aktivitas yang penuh kesibukan. Dalam kegiatan ini, anak juga sebaiknya tidak dibantu,
tetapi harus berlatih sendiri.
5. Learning through Play
Banyak orang keliru tentang peran bermain dalam metode montessori, dimana
beberapa orang tampak berpikir bahwa anak -anak di taman kanak-kanak Montessori
bermain sepanjang hari dan tidak belajar apapun. Orang lain hanya sedikit tau tentang
teorinya tapi sudah salah mengartikannya, meyakini bahwa taman kanak-kanak
merupakan tempat dimana anak-anak membuat pekerjaan sepanjang waktu dan tidak
mengizinkan memainkan semuanya.
Bermain merupakan sebuah kegembiraan, kebebasan, memiliki tujuan dan secara
spontan memilih aktifitas, kreatif, menyertakan pemecahan masalah, belajar
keterampilan sosial baru, bahasa baru dan keterampilan fisik baru. Bermain sangat
penting pada anak kecil untuk membantunya belajar ide baru dan meletakkannya dalam
praktek, untuk menyesuaikan dengan lingkungan sosial dan mengatasi permasalahan
emosional. Ada banyak permainan yang bisa dimainkan dengan materi pengajaran
Montessori melalui cara untuk menguatkan anak belajar. Permainan itu bisa dimainkan
menggunakan perlengkapan yang dibuat di rumah. Beberapa bisa dibeli secara komersial.
6. Stages og Development (Tahap-tahap perkembangan)
Montessori meyakini bahwa anak-anak melewati tiga tahap perkembangan dari
lahir hingga 18 tahun. Hal ini berdasarkan peneltiannya pada anak-anak. Adapun tahap
perkembangan tersebut, yakni:
a. Tahap pertama (dari lahir hingga 6 tahun), pada tahap ini anak -anak memiliki apa
yang disebut dengan pemikiran bawah sadar ( unconscious mind) atau pemikiran yang
mudah menyerap (absorbent mind). Anak-anak belajar dengan menyerap kesan yang ada
di lingkungan tanpa sadar akan proses ini.
27
b. Tahap kedua (dari 6 hingga 12 tahun), Montessori menyebutnya dengan periode
masa anak-anak.
c. Tahap ketiga (dari 12 hingga 18 tahun), periode ini dikenal dengan masa remaja.
7.Encouraging Independence (Mendorong Kemandirian)
Sejak awal, anak-anak berusaha untuk bebas dan cara terbaik untuk membantunya
mencapai itu adalah dengan menunjukkan padanya keterampilan yang ia perlukan agar
berhasil. Sayangnya, orang tua sering mencoba untuk membantunya terlalu banyak dan
itu merupakan cara yang salah.
C. Kurikulum Montessori
a. Area Kehidupan praktis (Practical Life)
Dalam area practical life, hal pertama yang anak pelajari adalah Grace and
Courtesy, atau kesopansantunan, meliputi cara berjalan yang baik, cara membuka dan
menutup pintu dengan baik, cara mengambil dan menggulung rugs dengan baik, cara
mengangkat kursi, dan lain sebagainya. Kemudian anak-anak belajar keterampilan
kehidupan sehari-hari, hal ini sangat dekat dengan anak, karena anakanak sering
melihat kegiatan dilakukan di rumah, tetapi anak hampir tidak melakukannya dirumah.
Kegiatan seperti cara menyendok (spooning), cara menuang (pouring), cara melipat
baju (folding), mengancing (buttoning), memotong (cutting), mencuci muka dan
mencuci tangan sendiri, memindahkan sesuatu benda atau bahan, dan sebagainya. Hal
tersebut dilakukan agar anak-anak memiliki pengalaman nyata, bagi anak-anak
kegiatan seperti ini bisa dibilang kegiatan yang baru bagi mereka, selain itu, kegiatan
ini juga sebagai latihan mengontrol motorik halus dan koordinasi beberapa organ pada
anak yang masih belum stabil. Secara tidak langsung, kegiatan inipun melatih
kemandirian pada anak, melatih konsentrasi, menguatkan otot lengan dan melatih
tanggung jawab pada anak. Anak-anak akan merasa puas dengan hasil kerja mereka,
mereka akan lebih percaya diri dan juga menghargai diri sendiri dan orang lain.
Anak-anak membutuhkan kegiatan yang bermakna, anak memiliki dorongan dari
dalam untuk ikut serta dengan kegiatankegiatan yang ada disekitarnya. Mereka senang
bila merasa bermanfaat dan berharga bagi orang disekitarnya. Dalam metode Montessori,
benda-benda yang digunakan adalah real objects, seperti gelas kaca, atau mangkuk
keramik yang tidak mereka pegang dirumah.
28
Dalam area ini juga anak-anak dilatih kemampuan sosial, perilaku sopan santun,
dan saling menghargai orang lain. Anak diajarkan untuk duduk dengan baik, berbicara
dengan baik, berjalan dengan baik, dan menutup atau membuka pintu dengan baik.
Seperti dalam aturan kelas yang ada dikelas Montessori berikut: Helping hands, Listening
Ears, Quiet Voices, Looking Eyes, Walking feet.
Area yang paling banyak menstimulasi perkembangan kemandirian pada anak
adalah area practical life ini, anak menjadi terbiasa mandiri dalam kehidupan sehari-hari,
karena dalampembelajaran anak tidak merasa dipaksa untuk mandiri, melainkan
pembiasaan untuk mandiri dengan cara yang menyenangkan, karena melalui material
yang beragam.
Dalam area ini anak-anak belajar melakukan kegiatan yang dekat tapi jauh, mereka
sangat tahu pekerjaan-pekerjaan rumah ini, tapi mereka jarang atau mungkin belum
pernah mengerjakan pekerjaan rumah. Kemudian area ini mengajarkan anak untuk
berkonsentrasi, kalau dalam kegiatan spooning itu untuk melatih jari-jari anak juga,
untuk persiapan menulis atau pencil grips, lalu mereka juga belajar memiliki
tanggung jawab, secara tidak langsung juga itu melatih kemandirian pada anak,
mereka juga lebih merasa puas dan percaya diri, karena mereka melakukannya sendiri
dan ternyata mereka bisa, dan yang cukup penting, mereka belajar teratur dan disiplin,
anak-anak menyimpan kembali alat peraga pada tempatnya.
b. Area Indera (Sensorial)
Dalam area ini, bahan ajar yang digunakan lebih menstimulasi seluruh indera pada
anak, seperti indera penglihatan, pendengaran, pengecap, perasa, dan penciuman. Karena
indera merupakan pintu stimulasi bagi anak, dan gerbang informasi bagi anak.
Menstimulasi seluruh indra pada anak, membuatnya lebih mudah memahami
berbagai macam hal dan menumbuhkan kepekaan di seluruh indranya. Informasi yang
anak peroleh melalui indera akan menjadi stimulasi untuk perkembangan kognitifnya dan
dalam area sensorial ini akan berhubungan dengan area matematika. Dalam area sensorial
ini dibagi lagi menjadi lima alat peraga, yaitu;
1.Visual warna, ukuran, dan bentuk
2.Tactile atau perabaan
3.Auditory atau pendengaran
4.Olfactory atau penciuman, dan
5.Gustatory atau perasa.
29
Dalam indera penglihatan contoh alat peraganya seperti color tablets, alat peraga
ini berfungsi untuk memperkenalkan gradasi warna pada anak mulai darkest to the
lightest. Kemudian setiap sebelum bekerja, anak akan meraba terlebih dahulu setiap alat
peraga yang akan dikerjakan, hal ini agar anak mendapat stimulasi secara tactile dan
dapat merasakan tekstur bahan yang digunakan dalam alat peraga itu, seperti dalam
permainan textur feel atau thermic tablets, anak diminta merasakan tekstur dan suhu dari
suatu benda dalam keadaan mata tertutup. Kemudian ada alat peraga yang menstimulasi
pendengaran seperti sound cylinders, dalam permainan ini anak diajak untuk matching
suara yang ada dalam tabung silinder kecil dan disusun sesuai pasangannya. Kemudian
dalam menstimulasi Olfactory atau penciuman, salah satu alat peraga yang digunakan
adalah smelling bottle atau tabung penciuman, tabung ini diisi
beberapa macam bahan untuk menstimulasi kemampuan mengidentifikasi berbagai
macam aroma dan menghubungkan aroma dengan rasa. Kemudian untuk menstimulasi
indera perasa, dapat dilakukan dengan kegiatan mencicipi berbagai macam rasa dari sirup
atau buah-buahan melalui tasting bottle atau semacam pipet, kemudian anak merasakan
berbagai macam rasa tanpa diberitahu rasa apa yang ada di pipet itu, jadi anak menebak
rasanya.
Dalam area sensorial melatih kelima indera anak, yaitu penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan pengecapan, juga keseimbangan dan gerak. Alat peraganya
juga cukup banyak, dan area ini juga berhubungan dengan area matematika, karna dalam
area sensori ini belajar bentuk, warna, berat, tekstur, suhu, dan lainnya. Beberapa alat
peraganya itu seperti textur feel, colours tablet, smelling bottle, sound boxes, tasting
bottle, brown stairs, pink tower, itu untuk masing-masing indera. Kemudian alat peraga
untuk mengenal bentuk ada triangle box, rectangle box, small hexagonal box, untuk
belajar berat dan ukuran itu ada knobbed cylinders dan knobless cylinders, itu
diantaranya.
c. Area Budaya (Culture)
Di area culture ini materi pembahasan merupakan yang paling banyak diantara area
lain, karena di area budaya ini dibagi lagi menjadi beberapa bahasan, diantaranya yaitu,
history, zoology, botani, geography, sains, art and craft, religion, dan music. Untuk
tahapan awal pembelajaran, guru akan mengenalkan dahulu tentang konsep bumi, dari
mulai bentuk bumi, unsur-unsur bumi, lalu ke macam-macam benua dan nama-nama
negara. Montessori apparatus-nya yaitu ada sandpaper globe, dan coloured globe, juga
ada bendera dari macam-macam negara, dan maps continent.
30
Anak diajarkan untuk bertoleransi setelah mengetahui betapa luas dan beragamnya
dunia, dalam area ini pun anak diajarkan untuk menjaga dan melestarikan alam sekitar.
Anak harus peduli pada lingkungan alam, karena ia hidup di alam. Area ini mengajarkan
untuk menyatu dengan alam dan anak mengetahui perannya. Anak ikut andil dalam
menjaga lingkungannya, di Awliya kids center ini anak ikut dalam kegiatan menyiram
tanaman, memberi makan ikan, memungut sampah, dan menghemat air,
listrik, dan tissue. Kegiatan di area ini menstimulasi anak untuk mengetahui perannya di
lingkungan alam, menstimulasi daya pikir anak, dan kemampuan pemecahan masalah.
Dalam area culture ini dibagi menjadi beberapa, yaitu ada history, geography,
zoology, botani, art and craft, religion, music, cosmic biasanya mulai dari globe,
diajarkan dari yang paling sederhana seperti bentuk bumi, unsur bumi, setelah itu
mengenalkan 7 benua sesuai warna, setelah anak-anak tahu benua, baru mengenalkan
negara-negara yang ada di benua itu. Dalam area ini juga anak diajak untuk memecahkan
masalah dan menstimulasi kognitif anak. Lalu dikenalkan dengan tumbuhan, hewan, agar
mereka bisa merawat dan menjaganya
d. Area Bahasa (Language)
Dalam area bahasa, anak diperkenalkan cara berkomunikasi yang dimulai dari
tahapan awal. Sejak dalam area practical life, anak sudah dibiasakan dengan pola gerakan
dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah yang menjadi dasar dari pola menulis atau
pencil grips. Pembelajaran dalam area bahasa dimulai dari memperbanyak kosa kata
dengan mendengar, kemudian belajar pengucapan atau speaking. Setelah anak sudah bisa
berbicara mengucapkan kata, selanjutnya adalah belajar menulis, tetapi sebelum
menulis di kertas, kita akan meraba bentuk hurufnya dulu, dengan menggunakan alat
peraga sandpaper letter, bentuk huruf diraba dahulu menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah untuk mengenalkan bentuk huruf pada jari juga untuk melatih indera perabanya,
dan menyimpan ingatan didalam memori anak, seperti apa bentuk huruf tersebut.
Setelah anak sudah cukup mengenal bentuk huruf tersebut, guru bisa menggunakan
kotak alpabet/large moveable aphabet untuk berlatih menyusun per huruf menjadi satu
kata di atas kain flanel, setelah disusun satu kata lalu disamakan dengan kartu kata kerja
yang sama atau kartu kata benda, atau juga kartu bergambar, agar anak mengerti dan
paham makna dari kata yang ia tulis.
Setelah anak sudah bisa menyusun per kata, lalu guru bisa meminta anak menyusun
per kalimat, sebelum menyusun kalimat, guru bercerita dahulu pada anak, tentang sebuah
31
cerita, kemudian guru meminta anak menceritakan kembali atau anak boleh
menuliskannya cerita secara bebas pada kain flanel.
Pada tahap selanjutnya setelah anak sudah paham tentang cara menulis, lalu anak-
anak akan ke tahap membaca, anak-anak dapat membaca kalimat dan
menghubungkannya dengan kartu bergambar atau pun dengan benda yang sama. Anak
juga bisa berlatih membaca dengan buku bergambar dan buku-buku kecil/buklet.
e. Area Matematika (Mathematics)
Di area matematika ini, guru mengajarkan konsep jumlah pada anak, angka hanya
sebagai simbol matematis, jadi angka diajarkan setelah anak memahami konsep jumlah.
Untuk memahami konsep jumlah, dalam Montessori apparatusini ada Number rods
sebagai alat peraga konkret, untuk mengenalkan pada anak jumlah 1-10 menggunakan
batang/tongkat, anak akan tahu bahwa satu itu lebih pendek/lebih sedikit dari angka 10,
juga dalam matematika tidak boleh acak, melainkan harus urut, anak juga akan
mengetahui konsep urutan.
Setelah anak sudah memahami konsep jumlah, lalu guru akan mengenalkan angka,
sama seperti di area bahasa, di area matematika juga anak akan meraba bentuk angka
menggunakan alat peraga sandpaper number, untuk melatih indera peraba, juga
menyimpan bentuk angka dalam memori anak. Kemudian alat peraga selanjutya ada
spindle box sebagai alat peraga konkret, spindle box ini berisi batang-batang pendek dan
kotak dengan sekat ari angka 1-9, sama seperti number rods,spindle box ini untuk
mengetahui jumlah benda secara konkret. Kemudian tahap selanjutnya guru akan
mengenalkan konsep satuan, puluhan, ratusan dan ribuan menggunakan Montessori
Apparatus ‘bird’s eye view’ . setelah anak sudah paham mengenai konsep satuan,
puluhan, ratusan dan ribuan, tahap selanjutnya adalah mengenalkan penjumlahan dan
pengurangan menggunakan Montessori Apparatus ‘small number rods’ . Kemudian
mengenalkan perkalian dengan alat peraga Montessori ‘additional board’.
32
tentang komponen khusus ini, 2). The Findings, yang menggambarkan apa yang
ditemukan pada observasi dan wawancara, 3). The Design Guideline.
1. Freedom
1) The Montessori Philosophy
Berdasarkan pada Montessori dan disiplinnya, kebebasan di artikan di terjemahkan
atau di aplikasikan dalam beberapa cara, yaitu :
- Anak-anak memiliki pola untuk perkembangan mereka sendiri: pengajar atau
pendamping harus diizinkan untuk mengarahkan pertumbuhan anak, oleh karena itu,
hanya dalam kebebasan yang nyata anak-anak dapat mengungkapkan dan menjadi diri
mereka sendiri (Montessori, 1964).
- Tempatkan anak dimana dapat belajar kebabasan (Montessori, 1964).
- Tempatkan anak dimana individualitas, disiplin, dan konsentrasi spontan terjadi di
ruang anak sendiri.
- Anak memerlukan kebebasan untuk berinteraksi (eksplor, berpindah, dan lain-lain) di
lingkungannya untuk menguasai gerakannya sendiri (Kocher, 1973).
2) The Findings
Bagaimana sekolah membuat arsitektur menjadi lingkungan yang bebas? Jenis tata
letak ruang dan ruang akan memfasilitasi kebebasan dan kebutuhan untuk eksplorasi,
dimana merupakan sebagai metode pembelajaran anak untuk membentuk kemandirian?
Dan Keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan ada pada diri seluruh anak menjadi
kemampuan dasar pada kehidupan.
33
• Titik pusat harus diposisikan pada posisi yang dapat dilihat antara area aktifitas agar
dapat dijangkau oleh guru.
• Adanya penutup pasial atau partisi antara aktifitas agar memungkinkan adanya
kebebasan dan juga privasi bagi anak.
• Anak dapat mengobservasi seluruh bagian dari kelas untuk pembelajaran.
• Minimal tiap anak memiliki 50 sqft / anak untuk kegiatan primer dan privasinya.
• Memberikan ruang bagi anak untuk istirahat dari keramaian berupa private area.
• Menyediakan furniture yang bersifat soft seperti bantal, sofa, karpet, dll.
34
2) The Findings
Fokus utama dari penempatan dari area practical life berdasarkan karena area
tersebut sering digunakan oleh anak-anak usia dini yang paling kecil, jadi peletakannya
pada ruang kelas lebih dekat dengan area depan kelas dimana guru dapat memantau
mereka dengan lebih baik.
Area practical life juga membutuhkan penggunaan air untuk mencuci, dan
membersihkan sesuatu dan area tersebut harus memiliki sink dengan tinggi yang rendah
untuk digunakan oleh anak.
3) Design Guidelines
• Menempatkan area practical life dekat dengan area pusat/depan yang dapat mudah
dijangkau oleh guru.
• Mengalokasikan minimum 50 sqft/anak untuk area aktifitas ini (Moore et al, 1979).
• Menggunakan lantai yang mudah di bersihkan, namun tidak licin, hindari
menggunakan karpet pada area ini.
• Rak tingginya tidak lebih dari 2’-11’, karena area ini digunakan oleh anak yang paling
kecil.
• Menyediakan rak untuk handuk/lap kering.
• Menyediakan satu atau dua meja dan kursi untuk makan.
• Menyediakan rak untuk alat-alat seni.
• Karena akses pada area mencuci itu penting, sink harus disediakan dengan ukuran
yang rendah untuk digunakan anak.
• Menyediakan cahaya alami yang pas untuk mendukung kegiatan menggambar.
b. Sensorial Materials
1) The Montessori Philosophy
Tujuan dari material ini adalah untuk mengedukasi pada anak akan ukuran, bentuk,
bau, suhu, berat, tekstur, dan pola. Material tersebut akan mengajarkan anak kecerdasan
keteraturan, dengan mengelompokan dan mengkategorikan (Liliard, 1972).
Sensorial adalah area lain yang juga sering digunakan oleh anak-anak usia dini yang
berusia paling muda (pre-school), jadi harus ditempatkan dekat dengan bagian
pusat/depan agar guru dapat mengawasi dnegan baik. Rata-rata
35
2) The Findings
Sensorial adalah material yang juga paling sering digunakan oleh anak usia dini,
sehingga perlu diletakan dekat dengan area depan rumah. Rata-rata dari area ini
berukuran 119 sqft.
Sensorial materials memerlukan rak yang lebih luas untuk display material tersebut
dengan benar, agar dapat memudahkan anak untuk mengambil sensorial material satu
dengan lainnya
3) Design Guidelines
• Area harus beralaskan karpet sehingga anak dapat bekerja dan belajar di lantai.
• Meja dan kursi individual harus disediakan sehingga anak dapat bekerja sendiri atau
bergabung dengan yang lain.
• Karena anak termuda yang banyak menggunakan area ini, ukuran rak tidak boleh
lebih dari 2’11” high.
• Mengalokasikan 5,6 – 6,25 sqft/anak.
c. Academic Materials
1) The Montessori Philosophy
Pada Area ini yang dipelajari ialah Bahasa, menulis, membaca, matematika,
geografi, dan IPA. Membangun pengetahuan dasar anak yang diperoleh dari ala dan
bahan sensorial dan membimbing anak ke subjek yang lebih abstrak. Tujuannya adalah
untuk memenuhi keinginan bawaan anak untuk belajar (Lillard, 1972).
2) The Findings
Area yang paling besar pada academic area ini merupakan matematika, karena alat
dan bahannya membutuhkan banyak ruang lebih dan lebih rumit untuk dikerjakan.
Sedangkan pada area Bahasa, membaca, geografi, dan IPA membutuhkan ruang
yang lebih tenang dan nyaman untuk anak belajar dan tersedia tempat duduk untuk anak
belajar dalam posisi yang baik.
3) Design Guidelines
• Area matematika harus memiliki lebih ruang dari area lain untuk memudahkan anak
duduk di lantai Bersama alat-alatnya.
36
• Tersedia kursi masing-masing atau bersifat individu dan kursi kelompok untuk
digunakan.
• Area Bahasa, geografi, IPA, dan membaca membutuhkan suasana yang nyaman dan
sunyi untuk aktifitas individual dan tempat duduk yang membuat nyaman beserta
bantal, kursi, dan lain-lain.
• Moore et. Al (1979) merekomendasikan untuk area membaca berukuran 4,4-6,25
sqft/anak.
• Pencahayaan alami dan buatan harus tersedia untuk menunjang aktivitas akademis
anak.
• Menyediakan rak untuk penempatan kembali alat dan bahan didactic material.
2) The Findings
Komponen terpenting merupakan “garis” yang ditemukan hampir di semua ruang
kelas Montessori, biasanya berada ditengah ruang. Bentuk yang ideal merupakan oval,
bentuk oval karena anak dapat saling melihat satu sama lain, ukurannya dari 40-112 sqft.
3) Design Guidelines
• Cultural & Artistic materials posisinya berada di tengah ruang kelas untuk
kemudahan jangkauan visual.
• Menyediakan minimal 2 – 3 sqft/anak.
• Jika tidak ada area karpet maka terdapat perbedaan pola dan warna lantai.
• “garis” pada ruang kelas sebagai sirkulasi bukan masuk ke bagian area aktifitas anak
37
3. Beauty and Atmosphere
1) The Montessori Philosophy
Montessori mendeskripsikan lingkungan yang siap dengan adanya pula keindahan
dan kenyamanan, dalam bentuk :
- Must be calm, peaceful, tranquil, and harmonious (Orem, 1971)
- Must have discipline, love, and security (Orem, 1971)
- Must be non-competitive and predictable (Orem, 1971)
- Must not be rigidly structured and disciplined, nor disorganized or undisciplined
(Lilliard, 1972)
- Beauty is inspirational and refreshes the spirit (Montessori, 1964)
2) The Findings
Ada beberapa komponen yang dapat digunakan arsitek/desainer sebagai penambah
keindahan yang dapat diatur, seperti bagaimana pengguna merasa aman di dalam
bangunan, dan seberapa nyaman. Kita jangan melupakan fakta bahwa guru adalah
penghubung antara alat-alat dan anak-anak (Montessori, 1967).
3) Design Guidelines
• Bangunan dan ruang di desain dengan suasana yang seperti rumah sehingga membuat
pengguna merasa nyaman (Sect. 918, p.3)
• Menggunakan kayu untuk membuat ruang kelas terasa hangat dan bersahabat,
daripada penggunaan besi ataupun beton yang akan membuat bangunan terlihat
institusional (Sect 918, p.3)
• Mengosongkan jalan dan membuat pintu masuk terlihat jelas agar mengurangi
perasaan takut bagi orang tua atau anak saat memasuki bangunan (Sect 804, p.1)
• Membuat jalan agar mudah menemukan tanda, taman, jalan keluar, dan perubahan
ketinggian (Sect 804, p.1)
• Tersedia fasilitas untuk mendukung kegiatan menunggu untuk orang tua ataupun
anak.
• Tanaman dan taman harus tersebar dengan natural, tidak institusional.
• Pintu masuk harus menyesuaikan skala anak dan bermaterial kayu agar terasa seperti
rumah dengan panel kaca kecil daripada aluminium yang terasa berat.
38
• Jendela yang membuat anak masih bias menikmati alam ketika cuaca sedang tidak
mendukung untuk aktifitas di luar ruangan.
• Skylights juga membuat cahaya masuk kedalam dan memberikan ruang kelas.
2) The Findings
Berdasarkan pada kehadiran orang tua disekolah maka dibutuhkan fasilitas dan juga
furniture yang mendukung kegiatan orang tua di sekolah.
3) Design Guidelines
• Semua ruang harus menyediakan tempat duduk dan ruang kegiatan untuk semua usia.
• Fasilitas yang berbagi dengan berbagai umur seperti cultural & artistic materials (“the
line”) dan ruang outdoor yang didesain untuk memaksimalkan interaksi dari
campuran usia, dengan menggunakan furniture yang bias dipindahkan, karpet box,
dll.
• Tipe dan besaran ruang dapat mempengaruhi seberapa banyak anak berinteraksi satu
sama lain. Open plan facilities akan memaksimalkan kemungkinan dari menerima
dan memberi bantuan yang menbutuhkan ruang antara guru dan anak, ataupun anak
dan anak.
5. Nature
1) The Montessori Philosophy
39
Pada umumnya, penyediaan komponen alam atau taman dekat dengan ruang kelas
bertujuan agar anak bebas untuk pergi dan masuk pada jam kelas (Kocher, 1973).
Tujuan lain adanya taman menurut Montessori (1964); 1) Mengizinkan anak untuk
berhubungan dan memperhatikan siklus kehidupan. 2) Anak belajar akan kepedulian
terhadap tanaman dan lingkungan. 3) Mengajarkan anak kesabaran dan “harapan percaya
diri”, dimana sebagai bentuk dari kepercayaan atau iman dan filosofi akan hidupp.
2) The Findings
Ditemukan bahwa kualitas ruang luar sebagai komponen yang penting bagi
perkembangan anak, karena mempengaruhi pengalaman sensorinya dan pengertian
mereka terhadap alam dan fenomena fisik (Moore er, al. 1979). Semua elemen alam dan
3) Design Guidelines
• Menempatkan area alam dekat dengan ruang kelas, sehingga anak dapat menikmati
secara visual dan tetap aktif di area tersebut.
• Taman atau area terbuka harus tertutup dengan dinding atau pagar namun tidak terlalu
tinggi sehingga tidak menutupi sinar matahari masuk.
• Tambahan pada bangunan juga berkonsep green-houses sehingga dapat digunakan
bertahun-tahun.
• Menyediakan area budidaya untuk digunakan anak eksplorasi dan bagian alam yang
liar. (Montessori, 1964)
• Menyediakan dalam bentuk “taman edukasi kecil” dengan produk agrikultur untuk
mendemonstrasikan metode yang tepat untuk menanam, menyiram, dan
pengumpulan hasil panen (Montessori, 1964)
• Menyediakan teras yang cukup luas setidaknya 3m2 yang berhubungan langsung
dengan area indoor (Montessori, 1964).
6. Related Issues
Dua isu penting yang menampilkan factor penting dari kelas Montessori. Isu
pertama yaitu adanaya playground/gym yang disebutkan oleh Montessori di bukunya The
Montessori Method, dan yang kedua merupakan day care. dua isu tersebut
mempengaruhi bagaimana lingkungan Montessori diciptakan dan disiapkan.
40
a. Playground/gym
1) The Montessori Philosophy
Dibutuhkannya playground/gym, yang akan mendukung dalam hal olahraga dan
kebugaran, seperti berjalan, menendang objek, naik dan turun tangga, berlutut, melompat,
dan lain-lain (Montessori, 1964).
2) The Findings
Anak dapat mengunjungi indoor playground saat mereka mau dan guru
mengawasinya. Dengan terdapat matras, parallel bar, dan tali gantung, area ini
digunakan saat kelas olahraga atau saat hujan.
3) Design Guidelines
• Area playground/gym dapat juga disebut sebagai :multi-purpose-motor activities
space”, didesain spesifik untuk mendorong dan mengadaptasi berbagai aktivitas fisik.
• Area ini dapat menampung 12-16 anak menari, bermain permainan kelompok, dan
melihat tontonan special (12,5 – 15 sqft/anak) (Moore, et, al. 1979)
41
BAB III
TINJAUAN LOKASI DAN METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian Arsitektur ini berada di Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi
sekolah berdasarkan hasil perbandingan beberapa sekolah Montessori yang ada di Depok.
Green Montessori School berlokasi di Jl. Duren Tiga Raya No.133, RT.6/RW.6,
Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12760
Pada pertengahan 2014, GMS telah berkembang menjadi 60 (enam puluh siswa).
Dengan pertumbuhan pendaftaran yang terus-menerus, GMS memutuskan untuk pindah
ke bangunan sekolah permanen saat ini di Duren Tiga Raya No. 133 mulai 19 Januari
2015. Pada 2018, Green Montessori telah melayani lebih dari 250 keluarga. Perjalanan
mengejar impian terdiri dari ribuan detail kecil yang didorong oleh cinta kita kepada
Allah dan ciptaan-Nya.
C. Profil Objek Penelitian
Data ruang,
sirkulasi dan
Mengetahui fasilitas yang
kebutuhan ruang, digunakan pada
program ruang, dan Sekolah
Observasi Survey
1. fasilitas yang dapat Montessori.
Langsung Lokasi
diterapkan pada Data aktivitas
Sekolah Montessori atau kegiatan
anak pada
sekolah
Montessori.
Data tentang
standarisasi dan
Standar / ketentuan
Studi
Design fasilitas yang
Literatur
Guidelines dibutuhkan
pada sekolah
montessori
Tabel 3. 1 Teknik Pengumpulan Data
Sumber: Analisa Pribadi
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Green Montessori School memiliki jumlah ruang kelas sebanyak 9 ruang, dimana
4 Pre-school & Kindergarten Class, 2 Lower Class, dan 3 Upper Class. Dalam metode
pembelajaran Montessori dilakukan penggabungan kelas dengan rentang umur yang
berbeda sehingga dalam satu kelas terdapat anak dengan usia yang beragam dnegan
rentang tertentu, missal Pre-school & Kindergarten Class merupakan penggabungan
antara usia pre-school 3-4 tahun dan Kindergarten 5-6 tahun, lalu Lower Class berisi
anak yang umumnya duduk di bangku sekolah dasar kelas 1, 2, dan 3, dan Upper Class
berisi anak dengan kelas 4, 5, dan 6.
2) Analasia Eksisting
6,50
6,00
Gambar 4. 5 Posisi Denah Kelas Lantai 1
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 4. 8Aktifitas 1
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 4. 9Aktifitas 2
Sumber : Dokumentasi Pribadi
- Visual connections diantara perbedaan area aktifitas, membuat anak yang lebih
kecil dapat melihat aktifitas anak lainnya.
Tidak adanya partisi total dikelas membuat adanya visual connection dimana
anak dapat saling melihat aktifitas satu sama lain.
- Adanya partisi yang tidak total pada bagian area guru dan pengawas.
Pada area berupa meja pengajar dibatasi lagi oleh furniture/rak sehingga tetap
adanya ‘batas’ namun masih tetap bisa melihat keseluruhan kelas.
• Anak dapat mengobservasi seluruh bagian dari kelas untuk pembelajaran.
Denah dengan tipe open plan facility pada ruang kelas dengan penataan furniture
yang berskala anak, tidak adanya partisi berupa dinding massive, dan seluruh area
pembelajaran yang terletak di satu ruang kelasn membuat anak dapat bebas
mengobservasi seluruh bagian kelas tanpa ragu.
• Minimal tiap anak memiliki 50 sqft /anak atau 4,64 m2/anak untuk kegiatan primer
dan privasinya.
6,50 6,50
6,00 6,00
Total luas kelas lantai 1 6,50 x 6,00 = 39 m2 dan lantai 2 3,50 x 6,00 = 21 m2 dan
total luasan kedua lantai tersebut adalah 60 m2 dengan jumlah murid perkelas sebanyak
± 22 anak perkelas. Sehingga setiap anak memiliki 2,7 m2 ruang.
• Memberikan ruang bagi anak untuk istirahat dari keramaian berupa private area.
Area private terletak pada sudut kelas dengan beberapa fasilitas seperti karpet dan
bantal agar anak dapat merasa lebih santai dan nyaman.
• Menyediakan furniture yang bersifat soft seperti bantal, sofa, karpet, dll.
Disediakan area berkarpet dan bantal sebagai soft furniture pada private area
sebagai area bagi anak yang sudah merasa bosan dan lelah pada berbagai aktifitas
pembelajaran, bertujuan membuat anak merasa nyaman dan aman.
3) Kesimpulan
Pada aspek kebebasan secara luasan adalah sebesar 2,7 m2, dan layout ruang dengan
menerapkan konsep open plan facility sehingga anak dapat mengeksplor dan
mengobservasi seluruh bagian kelas, peletakan furniture yang ukurannya disesuaikan
pada tinggi anak, peletakannya yang tidak menghalangi adanya berbagai aktifitas
sehingga anak bebas memilih aktifitas dan melihat aktifitas anak yang lain.
2) Eksisting
• Practical life dekat dengan area pusat/depan yang dapat mudah dijangkau oleh guru.
Practical Life
Area
Teacher’s Table
Gambar 4. 19 Area Practical Life
Sumber : Dokumentasi Pribadi
• Lantai yang mudah di bersihkan, hindari menggunakan karpet pada area ini.
Semua lantai pada lantai 1 termasuk area practical life memiliki material lantai
keramik standar tanpa karpet sehingga mudah dibersihkan.
Tinggi Rak tempat menyimpan alat dan material merupakan 60 cm, dengan setiap
stage raknya 20 cm dan tiga tingkat, rak lain memiliki tinggi sekitar 55 cm.
Tersedia kursi dan meja untuk makan pada area practical life dalam bentuk
berkelompok/bersama-sama.
Gambar 4. 23 Sink
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Ukuran dan tinggi sink disesuaikan dengan tinggi anak yaitu 35 cm & 40 cm,
sehingga pas untuk ukuran anak cuci tangan dan membersihkan alat makannya.
3) Kesimpulan
Pada area practical life dimana anak diajarkan tentang kemandirian dalam
kehidupan sehari-hari didukung oleh peralatan dan furniture yang sesuai dengan standar,
baik peletakan ataupun ukurannya yang mengikuti skala anak.
b. Sensorial Area
1) Design Guidelines
• Area harus beralaskan karpet sehingga anak dapat bekerja dan belajar di lantai.
• Meja dan kursi individual harus disediakan sehingga anak dapat bekerja sendiri atau
bergabung dengan yang lain.
• Karena anak termuda yang banyak menggunakan area ini, ukuran rak tidak boleh
lebih dari 2’11” high.
• Mengalokasikan 5,6 – 6,25 sqft/anak.
1) Eksisting
6,50
6,00
Sensorial Area
Practical Life
Area
Teacher’s Table
• Alas karpet pada lantai.
Area sensorial bersebelahan dengan area practical life di lantai satu sehingga semua
material lantai masih keramik, sedangkan pada lantai 2 digunakan material berbeda yaitu
parquette.
2) Kesimpulan
Sensorial Area berada tepat disamping Practical Life Area sesuai dengan yang
dianjurkan karena area ini banyak digunakan oleh anak yang usianya paling muda
sehingga memerlukan pengawasan khusus, dan ketinggian furniture baik rak ataupun
meja dan kursi sudah disesuaikan dengan skala anak.
c. Academic Materials
1) Design Guidelines
• Area matematika harus memiliki lebih ruang dari area lain untuk memudahkan anak
duduk di lantai Bersama alat-alatnya.
• Tersedia kursi masing-masing atau bersifat individu dan kursi kelompok untuk
digunakan.
• Area Bahasa, geografi, IPA, dan membaca membutuhkan suasana yang nyaman dan
sunyi untuk aktifitas individual dan tempat duduk yang membuat nyaman beserta
bantal, kursi, dan lain-lain.
• Moore et. Al (1979) merekomendasikan untuk area membaca berukuran 4,4-6,25
sqft/anak.
• Pencahayaan alami dan buatan harus tersedia untuk menunjang aktivitas akademis
anak.
• Menyediakan rak untuk penempatan kembali alat dan bahan didactic material.
2) Eksisting
• Area matematika harus memiliki lebih ruang
6,50
6,00
Area matematika memiliki luas 2,5 x 3 m, dan terdapat kursi didalamnya sebagai
tempat untuk mengerjakan pembelajaran mengenai matematika.
• Area Bahasa, geografi, IPA, dan membaca membutuhkan suasana yang nyaman dan
sunyi untuk aktifitas individual dan tempat duduk.
Language & Reading Area full berada di lantai 2 dengan luasan 3,5 x 6,00 = 21 m2
sehingga satu anak memiliki 0,9 m2 sedangkan pada standar 0,4 m2 - 0,58 m2/anak.
• Menyediakan rak untuk penempatan kembali alat dan bahan didactic material.
3) Kesimpulan
Area academic material yang terdiri dari area IPA, Matematika, dan Bahasa
dilengkapi oleh furniture, rak sesuai standar anak, didactic material, dan juga peletakan
posisi yang memungkinkan anak untuk dapat merasa nyaman mempelajari suatu cabang
ilmu, ataupun sekadar membaca buku di area Bahasa dan perbedaan material pelapis
lantai dengan lantai bawah yaitu berupa parket kayu menambah kesan hangat pada area
baca.
2) Eksisting
• Cultural & Artistic materials posisinya berada di tengah ruang kelas untuk
kemudahan jangkauan visual.
6,50
6,00
Gambar 4. 41 Denah Cultural Area pada Kelas
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Culture Area berada di ruang kelas bagian depan sehingga kertejangkauannya oleh
guru dan anak dapat langsung terlihat, antara anak satu dan lainnya dapat saling melihat
aktifitas masing-masing.
Cultural Area memiliki luas 2,5 x 3 = 7,5 m2 yang berarti satu anak memiliki 0,3
m2 pada area ini.
• Jika tidak ada area karpet maka terdapat perbedaan pola dan warna lantai.
Tidak terdapat perbedaan pola lantai pada area ini namun pada lantai memiliki
“Line” yang merupakan ciri khas dari ruang kelas Montessori, “Line” ini berfungsi saat
anak melakukan akifitas seperti “walking on the line” yang menyiapkan kemampuan
motorik anak dengan aktifitas fisik di kelas, anak dapat menggunakan garis tersebut atau
menginjak lantai sebagai panduannya, lalu bergerak lambat sampai cepat sesuai dengan
ritme.
• “Line” pada ruang kelas sebagai sirkulasi bukan masuk ke bagian area aktifitas anak
Area Cultural Center pada bagian tengah tidak terdapat furniture berupa rak atau
kursi dan meja, melainkan hanya terdapat “Line” ditengah ruangan.
3) Kesimpulan
Terdapat “Line” yang merupakan komponen penting dalam cultural area, dan juga
ruang yang disediakan berupa ruang yang bebas tanpa rak atau kursi dan meja sehingga
anak dapat melakukan aktifitas tanpa terganggu atau berbenturan dengan aktifitas
lainnya.
2) Eksisting
• Bangunan dan ruang di desain dengan suasana yang seperti rumah sehingga membuat
pengguna merasa nyaman (Sect. 918, p.3)
Selain pada bagian eksterior, bagian interior pun dibuat dengan furniture yang
bermaterial kayu dan moveable membuat ruang kelas terlihat dinamis tanpa kesan kaku
sehingga anak merasakan seperti rumah yang nyaman.
• Menggunakan kayu untuk membuat ruang kelas terasa hangat dan bersahabat,
daripada penggunaan besi ataupun beton yang akan membuat bangunan terlihat
institusional (Sect 918, p.3)
• Mengosongkan jalan dan membuat pintu masuk terlihat jelas agar mengurangi
perasaan takut bagi orang tua atau anak saat memasuki bangunan.
Sirkulasi pencapaian menuju ruang kelas dari front office melewati area taman hijau
dan juga kolan renang dan lapangan yang dapat terlihat sebelum memasuki kelas.
• Membuat jalan agar mudah menemukan tanda, taman, jalan keluar, dan perubahan
ketinggian (Sect 804, p.1)
Pada setiap lantai terdapat denah pada dinding untuk menginformasikan ruang dan
posisi saat itu, guna membantu pengunjung yang baru berkunjung agar tidak tersesat dan
kesusahan menemukan ruang-ruang.
Gambar 4. 55 Informasi Tanda/Signage
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pada setiap pintu terdapat sign informasi tentang ruang tersebut baik ruang kelas
ataupun non-kelas, dan juga tanda Evacuation Exit untuk menunjukkan jalan darurat
keluar Gedung jika terjadi bahaya.
• Tersedia fasilitas untuk mendukung kegiatan menunggu untuk orang tua ataupun
anak.
Tersedia ruang tunggu saat pertama memasuki lantai 2 sekolah dimana semua
kegiatan utama berada sebelum front office, dapat digunakan oleh orang tua ataupun tamu
sekolah.
• Tanaman dan taman harus tersebar dengan natural, tidak institusional.
Gambar 4. 59 Kantin
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 4. 60 Auditorium
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 4. 61 Fasad
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 4. 62 Koridor
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Tanaman dan taman tersebar secara merata pada seluruh bangunan, pada setiap
fungsi selalu ada tanaman yang menghiasi setiap sudutnya, begitu juga dengan tanaman
gantung yang menutupi balkon dan fasad bangunan, membuat anak familiar dengan alam
dan tumbuhan.
• Loker, kamar mandi, sink, furniture, saklar, gagang pintu harus berskala yang mudah
dijangkau anak.
Seluruh furniture, saklar, sink, dan gagang pintu sudah didesain sesuai dengan
standar tinggi anak sehingga anak memiliki kebebasan untuk tindakannya, dan melatih
kepekaan serta kemandiriannya dalam kehidupan sehari-hari.
• Jendela yang membuat anak masih bias menikmati alam ketika cuaca sedang tidak
mendukung untuk aktifitas di luar ruangan.
Gambar 4. 66 Bukaan 1
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 4. 67 Bukaan 2
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Bukaan jendela pada kelas terbentang lebar dari atas sampai bawah sebagai tempat
masuknya pencahayaan alami dan berfungsi juga sebagai tempat anak melihat keluar
kelas saat merasa jenuh dan tidak dapat beraktifitas diluar.
• Skylights juga membuat cahaya masuk kedalam dan memberikan ruang kelas.
Tidak terdapat skylight namun adanya jendela di lantai 2 memiliki fungsi yang sama
seperti skylight sehingga cahaya alami dapat masuk ke ruang kelas untuk membantu anak
dalam melakukan aktifitas pembelajaran yang memerlukan cahaya yang cukup.
3) Kesimpulan
Sekolah memiliki tingkat kenyamanan yang baik dari segi aspek fasilitas,
penggunaan material bangunan, dan penambahan elemen alam, semua hal tersebut
menyatu sesuai dengan visi misi Montessori dan sekolah yang menekankan pendekatan
anak dengan alam.
2) Eksisting
• Semua ruang harus menyediakan tempat duduk dan ruang kegiatan untuk semua usia.
Gambar 4. 69 Ruang Pertemuan
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Terdapat ruang pertemuan khusus untuk orang tua dengan pihak sekolah yang
terletak di dekat front office, fasilitas dan furniture disesuaikan dengan kebutuhan dan
skala orang dewasa.
• Tipe dan besaran ruang dapat mempengaruhi seberapa banyak anak berinteraksi satu
sama lain. Open plan facilities akan memaksimalkan kemungkinan dari menerima
dan memberi bantuan yang menbutuhkan ruang antara guru dan anak, ataupun anak
dan anak.
Layout ruang kelas dan bangunan berjenis open plan facilities sehingga interaksi
antara anak dan guru, anak dan anak, ataupun guru dan orang tua maksimal terjadi, tidak
ada banyaknya sekat berupa dinding namun hanya berupa furniture yang moveable.
3) Kesimpulan
Sekolah mendukung penuh kegiatan community & parents dengan menyediakan
berbagai fasilitas pendukung tidak hanya bagi anak namun juga orang tua murid, terdapat
ruang pertemuan, dan juga auditorium yang digunakan sebagai tempat saat menjalankan
acara sekolah.
E. Nature
1) Design Guidelines
• Menempatkan area alam dekat dengan ruang kelas, sehingga anak dapat menikmati
secara visual dan tetap aktif di area tersebut.
• Taman atau area terbuka harus tertutup dengan dinding atau pagar namun tidak terlalu
tinggi sehingga tidak menutupi sinar matahari masuk.
• Menyediakan dalam bentuk “taman edukasi kecil” dengan produk agrikultur untuk
mendemonstrasikan metode yang tepat untuk menanam, menyiram, dan
pengumpulan hasil panen (Montessori, 1964)
• Menyediakan teras yang cukup luas setidaknya 3m2 yang berhubungan langsung
dengan area indoor (Montessori, 1964)
2) Eksisting
• Menempatkan area alam dekat dengan ruang kelas, sehingga anak dapat menikmati
secara visual dan tetap aktif di area tersebut.
Seluruh ruang kelas bagian depannya menghadap taman, dan bagian balkon ditutupi
oleh tanaman gantung sehingga view utama anak saat melihat keluar dari jendela adalah
tanaman dan alam.
• Taman atau area terbuka harus tertutup dengan dinding atau pagar namun tidak terlalu
tinggi sehingga tidak menutupi sinar matahari masuk.
Gambar 4. 72 Batas Taman
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Taman tidak memiliki batas namun digunakan perbedaan material yang mencolok
antara taman dan jalan atau sirkulasi, sehingga tetap terlihat ada perbedaan pola antara
keduanya secara visual.
• Menyediakan dalam bentuk “taman edukasi kecil” dengan produk agrikultur untuk
mendemonstrasikan metode yang tepat untuk menanam, menyiram, dan
pengumpulan hasil panen (Montessori, 1964)
Gambar 4. 74 Tanaman 1
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 4. 75 Tanaman 2
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Pada playground outdoor terdapat tanaman dalam pot dan merambat di dinding
yang dapat digunakan sebagai media anak untuk belajar.
Pada Kelas terdapat pintu untuk akses langsung keluar menuju teras yang
digunakan sebagai playground indoor.
3) Kesimpulan
Konsep sekolah yang mendekatkan anak dengan alam di implementasikan pada
keseluruhan bangunan yang identic dengan tanaman gantung, tanaman rambat, taman
ditengah sekolah, dan teras berupa playground.
F. Related Issues
a. Playground/gym
1) Design Guidelines
• Area playground/gym dapat juga disebut sebagai : multi-purpose-motor activities
space”, didesain spesifik untuk mendorong dan mengadaptasi berbagai aktivitas fisik.
• Area ini dapat menampung 12-16 anak menari, bermain permainan kelompok, dan
melihat tontonan special (12,5 – 15 sqft/anak) (Moore, et, al. 1979)
2) Eksisting
• Area playground/gym.
Gambar 4. 81 Playground/Gym 2
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Playground utama terletak di lantai paling atas sebagai roof playground, digunakan
anak untuk berolahraga, bermain bola, menari, dan aktifitas fisik lainnya. Dilengkapi
dengan berbagai lapangan bola, fasilitas untuk memanjat, dan lain-lain untuk mendukung
pembelajaran anak dalam meningkatkan kemampuan motoriknya. Material lantainya pun
aman bagi anak saat tidak sengaja terjatuh saat berolahraga.
• Area ini dapat menampung 12-16 anak menari, bermain permainan kelompok, dan
melihat tontonan special (12,5 – 15 sqft/anak atau 2,5 m2/anak) (Moore, et, al. 1979)
5.1 Kesimpulan
Mengacu pada design guidelines untuk sekolah Montessori, aspep-aspek yang
diperhatikan merupakan :
1. Freedom
Freedom merupakan bagimana sekolah memperhatikan kebebasan anak dalam
bergerak dan memilih suatu pembelajaran dengan betujuan bahwa anak dapat menjadi
pribadi yang mandiri dan percaya diri, implementasi pada bangunan dalam bentuk
dimensi ruang yang berpengaruh pada kebutuhan akan ruang per anak, yaitu 4,6 m2. Pada
sekolah Green Montessori School aspek freedom diperhatikan dengan memberikan ruang
luas yang sesuai standar, penggunaan furniture yang moveable, dan beragam pilihan
media pembelajaran.
2. Order and The Didactic Materials
Didactic Materials terdiri dari beberapa area yaitu practical life area, sensorial
area, culture area, dan academic area. Pada setiap area memiliki rak dan media
pembelajarannya masing-masing sesuai dengan subjeknya, juga dengan ukuran dan
suasana ruang yang berbeda-beda. Sekolah melakukan implementasi dengan baik, semua
area memiliki area dan media pembelajarannya masing-masing.
3. Beauty and Atmosphere
Beauty and Atmosphere merupakan aspek yang berpengaruh langsung terhadap
desain bangunan karena bangunan dituntut memberikan kesan seramah dan sehangat
mungkin bagi anak dengan menerapkan bangunan dengan banyak penggunaan material
yang identik dengan rumah seperti material kayu, tanaman, minim penggunaan baja atau
besi. Sekolah menerapkan hal tersebut dengan dominasi kusen pintu dan jendela dengan
material kayu, furniture kelas dari kayu, dan banyaknya taman dan tanaman.
4. Nature
Pada sekolah yang juga menekankan aspek alam selain Montessori, penggunaan
tanaman menjadi lebih dominan yang dapat langsung terlihat pada fasad bangunan selain
dalam bentuk taman dan tanaman, penggunaan tanaman gantung pada fasad selain
sebagai filter sinar matahari agar tidak memasuki kelas secara penuh, juga pada saat yang
sama berfungsi sebagai penambah estetika.
5. Community & Parents
Community & Parents sebagai komunikasi antara orang tua dan anak yang juga
memerlukan adanya sarana dari pihak sekolah, dengan adanya ruang pertemuan dan
auditorium mendukung program lancarnya komunikasi dua arah antara orang tua dan
guru.
6. Related Issue
Related issue berupa playground dengan standar dapat ditempati oleh 16 – 22 anak
sedangkan oleh sekolah playground utama dengan alat terlengkap berada di atap berisi
lapangan bola dan alat bantu lainnya dapat ditempati oleh 28 anak dalam waktu yang
sama, juga terdapat playground tambahan di lantai satu di samping kolam renang.
5.2 Saran
Standar ruang yang berada pada Green Montessori School sejauh ini baik dan rata-
rata memenuhi standar ruang yang sudah ditentukan. Namun penulis menemukan bahwa
pada ruang kelas dimana terdapat perbedaan antara area-area yang aktifitasnya berbeda
hanya dibatasi oleh rak yang fleksible sedangkan pada standar dibutuhkan adanya
perbedaan yang cukup terlihat seperti adanya perbedaan elevasi lantai, celling, ataupun
pola lantai walaupun bukan berupa dinding.
DAFTAR PUSTAKA
Hainstock, Elizabeth. G., (2002), Montessori Untuk Sekolah Dasar, PT. Pustaka Delapratasa.
Montessori, Maria, Metode Montessori: Panduan Wajib untuk Guru dan Orangtua Didik
PAUD Pendidikan Anak usia Dini, Terj. Ahmad Lintang Lazuardi.
SURAT KETERANGAN
Surat Keterangan 1