Anda di halaman 1dari 43

Oleh :

Setiyanto AMd. OT.


Koordinator Terapis di “AMANAH HUSADA THERAPY
CENTER” Makassar
E-mail : abuaisyah72@yahoo.com
• Sensori Integrasi diperlukan untuk
aktifitas sehari- hari.
• Adanya gangguan SI akan
menyebabkan seorang individu
mengalami kesulitan untuk
beraktifitas.
• Gangguan SI akan menyebabkan
problem perilaku anak, kemampuan
belajar, kemampuan bergerak,
Ketrampilan berinteraksi sosial dan
kemampuan untuk merasakan dirinya
sendiri.
• Kegagalan yang berkelanjutan akan
menyebabkan frustrasi dan
menurunkan rasa percaya diri anak
sehingga anak menjadi pasif.
Apakah Sensori Integrasi itu ?

SI adalah kemampuan SSP untuk


mengambil informasi yang berasal
dari semua indera yang kita miliki
kemudian diproses otak dengan
informasi yang telah dimiliki
sebelumnya, sehingga menimbulkan
respon yang semestinya (bermakna).
Prof. Jean Ayers
• Informasi sensori merupakan
makanan bagi otak.
• Kesulitan dalam menerima dan
mengolah informasi sensori akan
menyebabkan gangguan SI, seperti
halnya ketika sistem pencernaan kita
mengalami masalah dalam mencerna
makanan .
PROSES SENSORI

INPUT SENSORI PROSES DI OTAK OUTPUT PERILAKU

FEEDBACK
Konsep Dasar Neurologi
1. Input Sensori
• Organ tubuh dan otak memerlukan
input sensori.
• Kekurangan input sensori pada fase
kritis/ usia emas (7 tahun pertama)
akan menyebabkan abnormalitas
dan gangguan perilaku.
• Defisit SI memerlukan diet sensori
yang tepat untuk menghasilkan
respon perilaku yang adaptif/
semestinya.
2. Respon Adaptif
• Informasi yang diterima tidak semua
dipakai/ diperlukan tetapi akan
dipilih sesuai dengan input yang
dibutuhkan kemudian diorganisasi
sehingga timbul respon perilaku
yang adaptif/ semestinya.
TAHAP PERKEMBANGAN ANAK
Academic skill
Complex motor skill
Regulation of attention
Level 4 mulai 6 tahun Organized body behaviour
Specialization of and Brain
Visualisation
Self-esteem& Self- control
Auditory Perception
Visual Perception
Eye hand coordination
Level 3 mulai 3 tahun Visual Motor Integration
Purposeful Actifity
Body awareness
Level 2 mulai 1 tahun Bilateral Coordination
Lateralizasion
Motor Planning (Praxis)
Tactil Senses (Touch)
Vestibular Senses (balance &movement)
Level 1 mulai 2 bulan Proprioceptive Senses (body position)
Visual & Auditory senses
PENYEBAB DISFUNGSI
SENSORI INTEGRASI
• Hingga saat ini belum diketahui
penyebab pastinya.
• Semua masih dalam penelitian
seperti halnya pada penyebab
autis.
KEMUNGKINAN PENYEBAB DSI
1. Herediter/ Keturunan
2. Adanya gangguan selama
kehamilan
3. Prematuritas
4. Trauma
5. Polusi lingkungan
6. Kekurangan/ kelebihan stimulus
7. Terlalu sering Hospitalisasi
8. Penyebab yang tak diketahui
TANDA DAN GEJALA DSI

Tanda dan gejala problem SI dapat


dikategorikan menjadi 2 yaitu :
• Sensori processing problem
• Gangguan ini dapat dicurigai bila
anak memperlihatkan satu atau
lebih tanda dan gejala dibawah ini
dengan frekuensi, intensitas dan
durasi tertentu.
a. Sentuhan/ Taktil

Anak yang hipersensitif :


- Anak tidak suka disentuh/ menyentuh
- Tidak suka pada tekstur tertentu
Anak yang hiposensitif :
- Toleransi terhadap nyeri, temperatur,
rasa menyentuh berkurang
- Anak suka menggosokkan badannya
ke tembok/ orang lain atau
menabrakkan diri pada sesuatu
obyek atau orang lain
b. Gerak/ Vestibular

Anak yang hipersensitif :


- Anak takut untuk digerakkan atau
bergerak sendiri, khususnya dengan
gerakan yang melawan gravitasi
- Anak menghindari untuk berlari,
meloncat, memanjat, mengayun
- Anak merasa tidak nyaman di dalam
mobil, elevator, lift yang bergerak.
Anak yang hiposensitif :
Anak bergerak dengan irama tidak
teratur : berputar- putar, mengayun-
ayun, bergoyang- goyang tanpa
merasa pusing
c. Posisi Tubuh/
Propioceptive
Anak yang hipersensitif :
- Anak terlihat kaku, tegang dan tidak
terkoordinasi
- Anak menghindar bermain di
playground yang memerlukan
kesadaran bagian tubuh yang baik
Anak yang hiposensitif :
- Anak tampak lemah
- Gerkan yang dihasilkan terlihat tidak
akurat dan tidak terkoordinasi dengan
baik
- Anak sering menabrak obyek
disekitarnya, menginjak kakinya
sendiri.
d. Penglihatan/ Visual

Anak yang hipersensitif :


- Anak terlalu bersemangat dalam
melihat sesuatu
- Anak sering menutup mata
- Kontak mata dan atensi lemah
Anak yang hiposensitif :
- Walaupun anak dapat melihat, anak
sering memegang sesuatu untuk
mempelajarinya
- Penglihatan kurang terkoordinasi
dengan baik
- Informasi visual yang seharusnya
dilihat/ penting sering tertinggal
e. Pendengaran/ Auditory

Anak yang hipersensitif :


- Anak sering menutup telinganya
- Tidak suka pada suara tertentu
dimana anak lain tidak terganggu,
misalnya : suara blender
Anak yang hiposensitif :
- Anak mengabaikan suara yang
ditujukankepadanya
- Anak mengalami kesulitan mengikuti
perintah verbal
f. Penciuman/ Olfactory

Anak yang hipersensitif :


- Anak mampu mengidentifikasi bau
yang anak lain tidak bisa, misalnya bau
pisang yang sudah mau busuk
Anak yang hiposensitif :
- Anak mungkin akan mengabaikan
bau yang menyengat, misalnya bau
ompol
- Anak mungkin akan membau
makanan, buah dan obyek lain
g. Pengecapan/ Gustatory
Anak yang hipersensitif :
• Anak terlalu mudah merasa saat mencicipi
sesuatu makanan.
• Anak mungkin akan menghindari makanan
tertentu karena mungkin terlalu terasa
bagi dia, walaupun tidak seperti itu bagi
orang lain.
Anak yang hiposensitif :
• Anak akan menjilati makanan maupun
benda lain secara berlebihan.
• Anak akan tidak merasa kepedisan saat
makan makanan yang sebenarnya sangat
pedas.
2. Problem perilaku

• Anak memiliki level aktifitas rendah


yang tidak wajar. Anak lamban dalam
bergerak, mudah capek, tidak punya
inisiatif untuk bergerak dan tidak
tertarik pada lingkungan sekitarnya.
• Anak memiliki level aktifitas tinggi
yang tidak wajar. Anak selalu
bergerak dan sulit untuk duduk.
• Impulsif. Kontrol diri anak rendah
dan tidak mampu untuk
menghentikan aktifitas yang
dikerjakannya.
• Distractibility. Anak mungkin
memiliki rentang atensi yang
pendek, pelupa, dan tidak memiliki
ketrampilan organisasi perilaku yang
baik.
• Problem berkaitan dengan tonus otot
dan koordinasi motorik. Anak terlihat
“loose and floopy”.
• Problem dalam “motor planning”,
kemampuan untuk memulai,
mengorganisasi dan melakukan.
gerakan kompleks dengan cara yang
benar. Anak mengalami kesulitan
dalam memanjat, meloncat, dll.
• Lateralisasi (4-5 th). Anak tidak
konsisten dalam menggunakan
tangannya untuk beraktifitas.
• Koordinasi mata tangan lemah.
• Resisten dalam menghadapi situasi
baru. Anak akan menolak untuk
meninggalkan rumah, bertemu
dengan orang yang baru, mencoba
permainan baru, dll.
• Anak mengalami kesulitan untuk
mengalihkan dari satu situasi ke
situasi yang lain.
• Anak memiliki level frustasi yang tinggi.
Anak mudah menyerah, mudah
kecewa, dll.
• Problem dalam mengatur dirinya
sendiri (self- regulation).
• Problem akademik. Anak mungkin
akan mengalami kesulitan untuk
mempelajari ketrampilan dan konsep
yang baru.
• Problem sosial. Anak mengalami
kesulitan dalam bergaul, bermain
dan berkomunikasi dengan teman
bermainnya.
• Problem emosional. Anak mungkin
terlalu senitif terhadap perubahan,
stress, perasaan yang menyakitkan,
mencari perhatian dengan cara yang
negatif, merasa tak mampu dalam
segala hal.
PERLU DIPERHATIKAN :
• Anak dengan gangguan SI memiliki
problem perilaku, tetapi anak dengan
problem perilaku belum tentu memiliki
gangguan SI.
• Pemeriksaan yang akurat diperlukan
untuk mengetahui apakah ada tanda
dan gejala yang berhubungan dengan
problem pengolahan sensori atau
bukan.
PEMERIKSAAN
• Pemeriksaan dilakukan oleh
Okupasi Terapis/ OT’s melalui
Interview, Observasi, tes standard.
Area pemeriksaan yang dilakukan
Okupasi Terapis :
1. Perkembangan motorik kasar dan
halus
2. Integrasi visual motorik
3. Persepsi Visual
4. Kontrol neuromuskular (keseimbangan
dan postur)
5. Respon terhadap stimulasi sensori
6. Koordinasi anggota gerak kanan dan kiri
7. Perencanaan gerak
HAL PENTING SAAT
MELAKUKAN TERAPI
• Utamakan keselamatan terapis dan
anak.
• Perhatikan karakter anak.
• Lihat kemampuan anak sesuai
tahapan perkembangan yang benar,
bukan didasarkan usia anak semata.
• Perhatikan kondisi anak saat sesi
Belajar.
• Komunikasikan dengan orang tua
anak setiap perkembangan yang
terjadi.
• Lakukan evaluasi secara berkala
untuk memonitor perkembangan
terapi.

Anda mungkin juga menyukai