Anda di halaman 1dari 38

UNIVERSITAS GUNADARMA

PENELITIAN ARSITEKTUR

KAJIAN POLA SIRKULASI RUANG PADA AREA


PAMERAN MUSEUM KONFERENSI ASIA AFRIKA
BANDUNG

Nama : Dinda Jesika


NPM : 22316096
Jurusan : Arsitektur
Pembimbing : Yonav Pranata

Program Studi Teknik Arsitektur


Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan
Universitas Gunadarma
2019 - 2020

PERNYATAAN ORIGINALITAS DAN PUBLIKASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dinda Jesika


NPM : 22316096
NIRM : ............................................................................
Judul PA : ..........................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
Tanggal Sidang : .................................
Tanggal Lulus : .................................

menyatakan bahwa penelitian ini adalah merupakan hasil karya saya sendiri dan dapat
dipublikasikan sepenuhnya oleh Universitas Gunadarma. Segala kutipan dalam bentuk
apa pun telah mengikuti kaidah dan etika yang berlaku. Mengenai isi dan tulisan adalah
merupakan tanggung jawab penulis, bukan Universitas Gunadarma.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan dengan penuh kesadaran

Depok, ..........................
(Dinda Jesika)
LEMBAR PENGESAHAN

Judul PA : ………………………………………………………....

………………………………………………………....
………………………………………………………....
………………………………………………………....
Nama : Dinda Jesika

NPM : 22316096

NIRM : ………………………………………………………...

Fakultas/ Jenjang : ………………………………………………………...


Tanggal Sidang : ………………………………………………………...

Tanggal Lulus : ………………………………………………………...

Menyetujui,

Dosen Pembimbing PA, Koordinator Sidang PA


Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan

(Yonav Pranata) (Wahyu Prakosa, ST., MT.)

Ketua Program Studi Teknik Arsitektur


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

(……………………………………)
ABSTRAKSI

Dinda Jesika, 22316096


Judul:…………………………………………………………………………………..…
……………………………………………………………………………………….……
…………………………………………………………………………………….………
…………………………………………………………………………………..

Jurusan Teknik Arsitektur. Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan.


Universitas Gunadarma
Kata kunci : Metode Montessori, PAUD, Anak

1. Latar Belakang: Latar belakang adalah motivasi untuk membuat karya tulis. Mengapa
kita peduli tentang masalah ini? Apa arti perbedaan praktis, teoritis, ilmiah, dari penelitian
Anda?
2. Metode atau Pendekatan: Apa yang lakukan untuk mendapatkan hasil dari karya
tulis Anda? Bagaimana anda mendapatkan hasil dari karya tulis Anda? Apakah Anda
menggunakan kerangka teori tertentu, prosedur teknis, atau metodologi?
3. Hasil atau Produk: Sebagai hasil dari metode atau pendekatan yang anda gunakan, hal
apa yang Anda dapat, pelajari, buat, atau ciptakan?
4. Kesimpulan atau Implikasi: Apa dampak yang lebih besar dari temuan Anda?
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul……………………………………………………………….. i
Pernyataan Originalitas dan Publikasi..………………………………………ii
Lembar Pengesahan …………………………………………………………... iii
Abstraksi …………………………………………………………………….... iv
Kata Pengantar ……………………………………………………………….... v
Daftar Isi …………………………………………………………………….... vi
Daftar Tabel …………………………………………………………………...... vii
Daftar Gambar ………………………………………………………………...... viii
Daftar Grafik ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 1.1. Program Ruang …………………………………………….. 1
Tabel 1.2. Data A ………………………………………………………… 3
Tabel 3.1. Data X …………………………………………………………. 14
Tabel 4.1. Data Y ………………………………………………………….. 27
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bandung merupakan ibu kota provinsi Jawa Barat yang menjadi pusat banyak
kegiatan mulai dari pendidikan, kebudayaan, maupun wisata, ataupun gabungan dari
keduanya seperti wisata dengan edukasi, biasanya tertuang dalam bentuk fungsi
bangunan sebagai museum.
Di museum pengunjung melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan terhadap
objek utama dari museum itu sendiri. Utamanya yaitu saat melakukan eksplorasi di ruang
pamer yang tentunya memiliki pengaturan tertentu untuk menciptakan situasi yang tepat,
nyaman dan menarik bagi pengunjung sehingga optimal dalam melakukan peninjauan
setiap objek museum.
Sebuah bangunan dengan fungsi khusus seperti museum diharuskan memiliki sistem
sirkulasi yang baik karena merupakan faktor penting dalam berjalannya fungsi tersebut,
dan setiap fungsi bangunan yang berbeda tentunya memiliki penerapan pola dan alur yang
berbeda pula. Pola dan alur sirkulasi akan menentukan besaran ruang dan juga tata letak
ruang dalam sebuah bangunan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penerapan pola sirkulasi pada ruang Museum Konferensi Asia Afrika?
2. Bagaimana peletakan pola tata ruang pada Museum Konferensi Asia Afrika?
3. Bagaimana menciptakan sirkulasi yang terarah dan teratur pada Museum?

1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada sirkulasi Museum Konferensi Asia
Afrika yang berkaitan dnegan fungsi bangunannya.
2. Memahami pentingnya pola sirkulasi yang baik terhadap peletakan tata ruang pada
Museum Konferensi Asia Afrika.
3. Mengetahui bagaimana sirkulasi yang baik dan tepat pada Museum.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pihak-pihak terkait
sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan sumbangan bagi
pengembangan teori di bidang arsitektur, terutama arsitektur yang menyangkut dengan
pola sirkulasi dan tata ruang pada bangunan dengan fungsi museum.
b. Manfaat Praktis
1. Dapat memberikan wawasan dalam karakteristik pola sirkulasi yang baik pada
museum.
2. Dapat membantu dalam memberikan informasi dalam kajian penerapan pola sirkulasi
pada elemen bangunan.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika pembahasan dalam penulisan penelitian arsitektur ini dibagi ke dalam
tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian inti dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari
halaman judul, halaman surat pernyataan originalitas & publikasi, halaman pengesahan,
abstraksi, daftar isi, daftar gambar, dan dagtar table.
Bagian inti berisi uraian penelitian mulai dari pendahuluan sampai bagian penutup
yang tertuang dalam bentuk bab per bab. Pada laporan penulisan ini penulis membagi
hasil penelitian menjadi bab yang berjumlah empat. Pada tiap bab berisi sub-sub bab
yang menjelaskan pokok dari bab yang bersangkutan. Bab I berisi gambaran umum
penelitian yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan juga sistematika penulisan.
Pada bab II berisi kajian pustaka yaitu landasan-landasan teori mengenai materi
pokok dalam penelitian yaitu tentang pola sirkulasi ruang (definisi pola sirkulasi ruang),
sirkulasi (definisi sirkulasi, tujuan sirkulasi, jenis sirkulasi), dan ruang (definisi ruang,
terbentuknya ruang, hubungan spasial antar ruang, jenis ruang).
Bagian selanjutnya, yaitu bab III difokuskan pada pembahasan tentang tinjauan
khusus penelitian yang berisi tentang informasi bangunan Museum Konferensi Asia
Afrika mulai dari pengertian museum, sejarah museum, perkembangan museum, lokasi
museum, konsep bangunan museum, dan teknik pengumpulan data di lapangan.
Bab IV merupakan Analisa dan pembahasan yang membahas tentang Analisa
penerapan pola sirkulasi pada bangunan Museum Konferensi Asia Afrika mulai dari
pencapaian sirkulasim prinsip penataan ruang, dan Analisa terbentuknya ruang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2. 1. Pola Sirkulasi Ruang


2.1.2. Pola
Menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia (2002:885) pola adalah suatu system
kerja atau cara kerja sesuatu, sedangkan menurut kamus antropologi pola adalah
rangkaian unsur- unsur yang sudah mantap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai
sebagai contoh dalam menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri (Suyoto,
1985: 327). Dan menurut Pusat Bahasa (2008) pola adalah suatu bentukan atau model
(abstrak, suatu set peraturan) yang biasa dipakai untuk memmbuat atau untuk
menghasilkan suatu atau bagian daripada sesuatu, jika suatu yang timbul cukup
mempunyai sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukan atau terlihat, yang mana
sesuatu itu dikatakan memamerkan pola.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola adalah cara kerja yang
terdiri dari unsur- unsur terhadap suatu perilaku dan dapat dipakai untuk menggambarkan
atau mendeskripsikan gejala perilaku itu sendiri

2.1.3. Ruang
A. Definisi
1). KBBI
Ruang menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) adalah sela-sela antara dua
(deret) tiang atau sela-sela antar empat riang (di bawah kolong rumah), rongga yang
berbatas atau terlingkung oleh bidang, rongga yang tidak terbatas, tempat yang ada.
Ruangan menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) adalah tempat yang legar; kamar
(besar); bilik (dalam rumah); kelas (tempat belajar).
2). D.A. Tisnaadmidjaja (1997)
Menurut D.A. Tisnaadmidjaja (1997), yang dimaksud dengan ruang adalah “wujud
fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi
manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas kehidupan
yang layak”.
3). Plato (dalam Surasetja, 2007)
Ruang adalah sesuatu yang dapat terlihat dan teraba, menjadi teraba karena memiliki
karakter yang jelas berbeda dengan semua unsur lainnya. Plato mengatakan: kini, segala
sesuatunya harus berwadaq, kasat mata, dan teraba: namun tak ada sesuatu pun yang
dapat kasat mata tanpa adanya api, tak ada sesuatu pun yang dapat teraba bila tak
bermassa, dan tak ada sesuatu pun yang dapat bermassa tanpa adanya unsur tanah. Maka
Tuhan pun menciptakan dunia dari api dan tanah …. Meletakan air dan udara diantara
api dan tanah dan membuatnya sebanding antara yang satu dengan lainnya, sehingga
udara terhadap air sebanding dengan air terhadap tanah; demikian ia membuat dunia ini
sebagai kesatuan yang kasat mata dan teraba. (Cornelis van de Ven, 1995).

4). Menurut Aristoteles (dalam Surasetja, 2007)

Ruang adalah sebagai tempat (topos), tempat (topos) sebagai suatu dimana, atau
sesuatu place of belonging, yang menjadi lokasi yang tepat dimana setiap elemen fisik
cenderung berada. Aristoteles mengatakan: „wadaq-wadaq semata bergerak ke atas dan
kebawah menuju tempatnya yang tetap„ dan ‟setiap hal berada di suatu tempat yakni
dalam sebuah tempat‟. „Suatu tempat, atau ruang, tidak dapat memiliki suatu wadaq”.
(Cornelis van d Ven, 1995). Karakteristik dari ruang dirangkum menjadi lima butir:
Tempat melingkupi objek yang ada padanya. Tempat bukan bagian dari yang
dilingkupinya. Tempat dari suatu objek tidak lebih besar dan tidak lebih kecil dari objek
tersebut. Tempat dapat ditinggalkan oleh objek serta dapat dipisahkan dari objek itu
Tempat selalu mengikuti objek, meskipun objek terus berpindah sampai berhenti pada
posisinya.

D. Terbentuknya Ruang
1). Terbentuknya Ruang Dari Unsur-unsur Horizontal
1. Bidang Dasar
2. Bidang Yang Diangkat dll
2). Terbentuknya Ruang Dari Unsur-unsur Vertikal

E. Hubungan-Hubungan Spasial
1). Ruang Dalam Ruang
2). Ruang-Ruang Yang Saling Mengunci
3). Ruang-Ruang Yang Berdekatan
4). Ruang-Ruang Yang Dihubungkan oleh Sebuah Ruang Bersama

2.1.4. Sirkulasi
A. Definisi
Menurut Francis D.K. Ching dalam bukunya Teori Arsitektur (1993), alur sirkulasi
dapat diartikan sebagai “tali” yang mengikat ruang-ruang suatu bangunan atau suatu
deretan ruang-ruang dalam maupun luar, menjadi saling berhubungan. Oleh karena itu
kita bergerak dalam waktu melalui suatu tahapan ruang. Kita merasakan ruang ketika kita
berada di dalamnya dan ketika kita menetapkan tempat tujuan.
Sedangkan menurut Roger H. Clark & Michael Pause (1995) sirkulasi juga dapat di
artikan sebagai tempat yang mengarahkan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang
lainnya pada area yang tertutup.

B. Tujuan Sirkulasi
Menurut Rob Krier (1993) tujuan mengolah suatu sistem sirkulasi yaitu membuat
pergerakan manusia atau kendaraan atar barang dapat berlangsung dengan baik ayitu
dengan menghubungkan ruang yang satu dengan yang lainnya. Sirkulasi juga dapat
mempengaruhi kesan psikologik yang di ungkapkan oleh suatu sistem sirkulasi dengan
mengurangi atau meningkatkan kualitas elemen sirkulasi.

C. Jenis Sirkulasi
1). Jenis Sirkulasi Berdasarkan Penghubung Ruang
Sirkulasi sebagai penghubung ruang adalah pergerakan atau ruang lingkup gerak
suatu ruang yang saling berhubungan baik dengan fungsi, bentuk dan lain-lain. Sirkulasi
penghubung ruang dibagi menjadi 3 (James C dan Anthony J, 1984), yaitu :
1. Sirkulasi Melewati Ruang

Gambar 2.1
Suatu pergerakkan atau ruang lingkup gerak yang berfungsi sebagai penghubung
ruang satu dengan lainnya.
2. Sirkulasi Menembus Ruang

Gambar 2.2
Sirkulasi Pergerakan atau ruang lingkup gerak yang berfungsi sebagai
penghubung ruang satu dengan lainnya melalui atau menembus ruang yang lain.

3. Sirkulasi Berakhir Dalam Ruang

Gambar 2.3
Suatu pergerakan atau ruang lingkup gerak yang berfungsi sebagai pemfokus
akses penghubung ruang yang dianggap penting dan berakhir pada satu ruang.

2). Jenis Sirkulasi Berdasarkan Bentuknya


Ruang-ruang sirkulasi membentuk bagian yang tak dapat dipisahkan dari setipa
organisasi bangunan dan memakan tempat yang cukup besar didalam ruang bangunan.
Jika dilihat sebagai alat penghubung semata, maka jalur sirkulasi harus menampung
gerak manusia pada waktu mereka berkeliling, berhenti sejenak, beristirahat, atau
menikmati pemandangan sepanjang jalan (Francis D.K, 1993).
1. Tertutup
Gambar 2.4
Membentuk Galeri umum atau koridor pribadi yang berkaitan dengan ruang-
ruang yang dihubungkan melalui pintu-pintu masuk pada bidang dinding.

2. Terbuka pada Salah Satu Sisinya

Gambar 2.5
Membentuk balkon atau galeri yang memberikan kontinuitas visual dan
kontinuitas ruang dnegan ruang-ruang yang dihubungjannya.

3. Terbuka pada Kedua Sisinya


Gambar 2.6
Membentuk deretan kolom untuk jalan lintas yang menjadi sebuah perluasan fisik
dari ruang yang ditembusnya.

3). Jenis Sirkulasi Berdasarkan Polanya


1. Linear

Gambar 2.7 Pola Linear


(Sumber: Teori Arsitektur 2)
Semua jalan pada dasarnya linear, yang dimaksud adalah jalan lurus yang menjadi
unsur pembentuk utama deretan ruang pola linear dapat berupa :

Gambar 2.8 Jenis Pola Sirkulasi Linear


(Sumber: Teori Arsitektur 2)

2. Radial
Gambar 2.9 Pola Radial
(Sumber: Teori Arsitektur 2)

Pola radial memiliki jalan yang berkembang dari satu atau menuju sebuah pusat.

3. Spiral

Gambar 2.10 Pola Spiral


(Sumber: Teori Arsitektur 2)

Pola spiral adalah suatu jalan yang menerus yang berasal dari titik pusat, berputar
mengelilinginya dan bertambah jauh darinya.

4. Network

Gambar 2.11 Pola Network


(Sumber: Teori Arsitektur 2)
Pola network (jaringan) terdiri dari beberapa jalan yang menghubungkan titik
terpadu dalam ruang.

5. Campuran

Gambar 2.12 Pola Campuran


(Sumber: Teori Arsitektur 2)

Suatu bangunan biasanya memiliki suatu kombinasi dari pola-pola di atas untuk
menghindari terbentuknya orientasi yang membingkungkan dibentukan aturan urutan
dalam sirkulasi.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS DAN METODE PENELITIAN

3.1. Museum
3.1.1. Definisi
Secara Etimologi kata museum berasal dari bahasa latin yaitu “museum” (“musea”).
Aslinya dari bahasa Yunani mouseion yang merupakan kuil yang dipersembahkan untuk
Muses (dewa seni dalam mitologi Yunani), dan merupakan bangunan tempat
pendididkan dan kesenian, khususnya institut untuk filosofi dan penelitian pada
perpustakaan di Alexandria yang didirikan oleh Ptolomy I Soter 280 SM.
Dalam kongres majelis umum ICOM (International Council of Museum) sebuah
organisasi internasional dibawah UNESCO, menetapkan defenisi museum sebagai
berikut: “Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan
dalam melayani masyarakat, terbuka untuk umum, memperoleh, mengawetkan,
mengkomunikasikan dan memamerkan barang-barang pembuktian manusia dan
lingkungan untuk tujuan pendidikan, pengkajian dan hiburan.
Melengkapi pengertian museum seperti yang dimaksud di atas, ICOM mengakui
yang berikut ini sebagai yang sesuai dengan definisi di atas:
1. Lembaga-lembaga konservasi dan ruangan-ruangan pameran yang secara tetap
diselenggarakan oleh perpustakaan dan pusat-pusat kearsipan.
2. Peninggalan dan tempat-tempat alamiah arkeologis dan etnografis, peninggalan
dan tempat-tempat bersejarah yang mempunyai corak museum, karena kegiatan-
kegiatannya dalam hal pangadaan, perawatan dan komunikasinya dengan
masyarakat.
3. Lembaga-lambaga yang memamerkan makhluk-makhluk hidup, seperti kebun-
kabun, tanaman dan binatang, makhluk dan tumbuhan lainnya.
4. Suaka alam.
5. Pusat-pusat Pengetahuan dan planetarium.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (1) adalah
lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pe- manfaatan benda-benda
bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya
perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.
3.1.1. Perkembangan Museum Indonesia
Pada tahun 1778 pertama kali didirikan museum di Indonesia yaitu Museum
Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Westenschappen di Batavia (sekarang
Jakarta). Lalu mulai dilakukan penelitian terhadap benda warisan budaya di Indonesia
yang telah di kumpulkan. Dan pada 1915 didirikan Museum Sono Budoyo di Yogyakarta.
Sampai akhir Perang Dunia II jumlah museum yang terdapat di Indonesia kurang lebih
30 museum. Setelah kemerdekaan Indonesia jumlah museum terus bertambah karena
memiliki tujuan untuk kepentingan masyarakat dalam usaha pemerintah mencerdaskan
bangsa.
Lembaga museum nasional diresmikan pada tahun 1964, kemudian pada tahun 1966
lembaga museum nasional diganti menjadi Direktorat Museum dalam cakupan Direktorat
Jenderal Kebudayaan.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan permuseuman di Indonesia maka :
• Pada tahun 1971 Direktorat Permuseuman mengelompokkan museummuseum
menurut jenis koleksinya menjadi tiga jenis yaitu Museum Umum, Museum Khusus
dan Museum Lokal.
• Pada tahun 1975 pengelompokkan itu diubah menjadi Museum Umum, Museum
Khusus, dan Museum Pendidikan.
• Pada tahun 1980 pengelompokkan itu disederhanakan menjadi Museum Umum dan
Musuem Khusus
Hingga kini perkembangan pembangunan museum terus berlanjut, pembinaan dan
pengembangan museum di Indonesia khususnya museum di lingkngan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan meliputi bidang koleksi, fisik bangunan, ketenangan, sarana
penunjang, dan fungsionalisasi.

3.1.2. Fungsi Museum


Oleh ICOM lebih ditegaskan bahwa fungsi museum ada 9, yang biasa disebut Nawa
Darma sebagai berikut :
1. Tempat pengumpulan dan pengamanan warisan budaya dan alam.
2. Tempat dokumentasi dan penelitian ilmiah.
3. Konservasi dan preservasi.
4. Media penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum.
5. Tempat pengenalan dan penghayatan kesenian.
6. Visualisasi warisan budaya dan alam.
7. Media perkenalan budaya antar daerah dan antar bangsa.
8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia.
9. Pembangkit rasa bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 dalam
Pedoman Museum Indonesia 2008, museum memiliki tugas menyimpan, merawat,
mengamankan dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan
demikian museum memiliki dua fungsi besar yaitu :
a. Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
- Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda untuk menjadi koleksi,
pencatatan koleksi, sistem penomoran dan penataan koleksi.
- Perawatan, yang meliputi kegiatan mencergah dan menanggulangi kerusakan
koleksi.
- Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan untuk menjaga koleksi dari
gangguan atau kerusakan oleh factor alam dan ulah manusia.
b. Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan pemanfaatan melalui
- Penelitian, dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan nasional, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
- Penyajian, harus tetap memperhatikan aspek pelestarian dan pengamanannya.

3.1.3. Klasifikais Museum


Menurut Drs. Moh. Amir Sutaarga, museum dapat diklasifikasikan berdasarkan 5
jenis, yaitu :
1. Berdasarkan Tingkat Wilayah dan Sumber Lokasi :
a. Museum Internasional
b. Museum Nasional
c. Museum Regional
d. Museum Lokal
2. Berdasarkan Jenis Koleksi :
a. Museum Umum, koleksi mencakup beberapa bidang/ disiplin
b. Museum Khusus, koleksi terbatas pada bidang/ disiplin tertentu
3. Berdasarkan Penyelenggaraannya :
a. Museum Pemerintah
b. Museum Yayasan
c. Museum Pribadi
4. Berdasarkan Golongan Ilmu Pengetahuan Yang Tersirat Dalam Museum :
a. Museum Ilmu Alam dan Teknologi, misalnya : Museum Zoologi, Museum
Geologi, Museum Industri, dan lain-lain.
b. Museum Ilmu Sejarah dan Kebudayaan, misalnya : Museum Seni Rupa, Museum
Ethnografi, Museum Arkeologi, dan lain-lain.
5. Berdasarkan Sifat Pelayanannya :
a. Museum Berjalan / Keliling
b. Museum Umum
c. Museum Lapangan
d. Museum Terbuka

3.1.4. Benda-Benda Koleksi Museum


Benda-benda koleksi yang terdapat dalam museum harus memenuhi kriteria atau
persyaratan tertentu. Persyaratan untuk koleksi museum anataralain adalah :
a. Mempunyai nilai sejarah dan ilmiah termasuk nilai estetika
b.Dapat diidentifikasi mengenai wujudnya, tipe, gaya, fungsi, makna dan asalnya
secara historis dan geografis, generasi dan periodenya
c. Harus dapat dijadikan dokumen, dalam arti sebagai bukti atas realita dan
eksistensinya dengan penelitian itu
d.Dapat dijadikan monument atau bakal menjadi monument dalam sejarah alam dan
kebudayaan
e. Benda asli, replica atau reproduksi yang sah menurut persyaratan museum.
(Museografika. Ditjen kebudayaan Direktorat permuseuman, Depdikbud, 1988)

3.1.5. Jenis Museum


Berdasarkan jenis koleksi, museum terbagi atas:
1.Museum Umum
Koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan lingkungannya yang
berkaitan dengan seni, disiplin ilmu dan teknologi.
2.Museum Khusus
Koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan lingkungannya yang
berkaitan dengan salah satu cabang disiplin ilmu dan teknologi.
Berdasarkan kedudukannya, museum terbagi atas :
1.Museum Nasional
Koleksinya terdiri atas kumpulan benda yang mewakili seluruh wilayah Indonesia.
2.Museum Provinsi
Koleksinya terdiri atas kumpulan-kumpulan benda yang mewakili dalam satu
provinsi
3.Museum Lokal
Koleksinya terdiri atas kumpulan-kumpulan benda yang mewakili dalam satu
wilayah kabupaten atau kotamadya.
Berdasarkan pengelolanya, museum terbagi atas :
1.Museum Pemerintah
Museum yang dikelola oleh pemerintah
2.Museum Swasta
Museum yang dikelola oleh pihak swasta

3.1.6. Penyusunan Tata Ruang Museum


Langkah-langkah penyusunan tata ruang museum adalah sebagai berikut (Arbi,
2012):
a. Menentukan alur cerita (storyline) Yang dimaksud dengan alur cerita adalah
sekumpulan dokumen atau blueprint yang menjadi acuan untuk menyusun materi
museum agar dapat memiliki muatan pembelajaran dan pewarisan nilai.
b.Menentukan alur pengunjung Merupakan alur sirkulasi pengunjung mulai dari pintu
masuk hingga pintu keluar dengan memperhatikan konsep besaran ruang.

3.1.7. Alur Penyajian Museum


a. Pendekatan Kronologi Penyajian koleksi secara kronologis dari waktu ke waktu
dengan menempatkan benda koleksi dan informasi pendukungnya secara berurutan
sesuai alur kunjungan dan juga linier dari fase awal hingga akhir.
b.Pendekatan Taksonomik Penyajian koleksi yang memiliki kesamaan jenis serta
berdasarkan pada kualitas, kegunaan, gaya, periode dan pembuat.
c. Pendekatan Tematik Penyajian koleksi yang tidak menekankan pada objeknya,
tetapi lebih menekankan pada tema dengan cerita tertentu
d.Pendekatan Gabungan Merupakan gabungan atau kombinasi dari pendekatan
kronologi, taksonomik dan tematik. Dari pemaparan tersebut maka
3.1.8. Standar Kebutuhan Bangunan Museum
A. Standar Kebutuhan Site
Penempatan lokasi museum dapat bervariasi, mulai dari pusat kota sampai ke
pinggiran kota. Pada umumnya sebuah museum membutuhkan dua area parkir yang
berbeda, yaitu area bagi pengunjung dan area bagi karyawan. Area parkir dapat
ditempatkan pada lokasi yang sama dengan bangunan museum atau disekitar lokasi yang
berdekatan.
Untuk area diluar bangunan dapat dirancang untuk bermacam kegunaan dan aktivitas,
seperti acara penggalangan sosial, even dan perayaan, serta untuk pertunjukan dan
pameran temporal. (De Chiara & Crosbie, 2001)

B. Standar Organisasi Ruang


Secara umum organisasi ruang pada bangunan museum terbagi beberapa zona.
Zona-zona tersebut antara lain :
- Zona Publik - Tanpa Koleksi
- Zona Publik - Dengan Koleksi
- Zona Non Publik - Tanpa Koleksi
- Zona Non Publik - Dengan Koleksi
- Zona Penyimpanan Koleksi

Gambar 3.1 Diagram Organisasi Ruang Museum


(Sumber: Time Save Standards fro Building Types)
C. Standar Ruang Pamer
Didalam perancangan sebuah museum perlu beberapa pertimbangan yang berkaitan
dengan penataan ruang dan bentuk museumnya sendiri, antara lain :
a. Ditemukan tema pameran untuk membatasi bendabenda yang termasuk dalam
kategori yang dipamerkan.
b.Merencanakan sistematika penyajian sesuai dengan tema yang terpilih, jenis
penyajian tersebut terdiri dari :
- sistem menurut kronologis
- sistem menurut fungsi
- sistem menurut jenis koleksi
- sistem menurut bahan koleksi
- sistem menurut asal daerah
c. memilih metoda penyajian agar dapat tercapai maksud penyajian berdasarkan tema
yang dipilih
- metoda pendekatan esteis
- metoda pendekatan romantik/tematik
- metoda pendekatan intelektual ( Susilo tedjo, 1988 )

D. Standar Luas Ruang Objek Pamer


Dalam hal luas objek pamer akan memerlukan ruang dinding yang lebih banyak
(dalam kaitannya dengan luas lantai) dibandingkan dengan penyediaan ruang yang besar,
hal ini sangat diperlukan untuk lukisan-lukisan besar dimana ukuran ruang tergantung
pada ukuran lukisan. Sudut pandang manusia biasanya (54° atau 27° dari ketinggian)
dapat disesuaika terhadap lukisan ysng diberi cahaya pada jarak 10m, artinya tinggi
gantungan lukisan 4900 diatas ketinggian mata dan kira – kira 700 di bawahnya.

Tabel 3.1 Standar Luas Objek Pamer


(Sumber: Ernst Neufert, 1997)
E. Tata Letak Ruang

Gambar 3.2 Alur Tata Letak Ruang


(Sumber: Ernst Neufert, 1997)

Gambar 3.3 Gudang Penyimpanan Koleksi


(Sumber: Ernst Neufert, 1997)

Ruang pameran dengan pencahayaan dari samping; tinggi tempat gantung yang baik
antara 30° dan 60°, dengan ketinggian ruang 6700 dan tinggi ambang 2130 untuk lukisan
atau 3040 – 3650 untuk meletakkan patung, hitungan ini berdasarkan di Boston
Gambar 3.4 Ruang Pameran Dengan Pencahayaan Dari Samping
(Sumber: Ernst Neufert, 1997)

Ruang pameran dengan penggunaan penyekat ruang di antara tiang tengah dapat
diatur kembali misalnya diletakkan di antara penyangga; jika dinding bagian luar terbuat
kaca, maka penataan jendela pada dinding dalam juga dapat bervariasi.

F. Standar Visual Objek Pamer


Galeri dan ruang pameran harus merupakan sebuah lingkungan vi- sual yang murni,
tanpa kekacauan visual (termostat, alat pengukur suhu/ kelembaban, alat pemadam
kebakaran, akses panel, signage, dll). Bahan permukaan display tidak boleh dapat
teridentifikasi (secara pola atau tekstur). Permukaannya harus dapat dengan mudah di cat,
sehingga warna dapat diatur menyesuaikan setiap pameran.

Gambar 3.5 Jarak Pandang


(Sumber: Ernst Neufert, 1997)
Gambar 3.6 Jarak Display
(Sumber: Julius Panelo dan Martin Zelnik, 2003)

G. Sirkulasi Pada Museum


Menurut Joseph De Chaiara & Michael J, 1973 di buku Time Saver Standards for
Building Types sirkulasi pada museum berperan dalam mengarahkan dan mengantar
pengunjung untuk menikmati hasil karya. Sirkulasi ruang dan penataan lukisan penting
untuk ditata agar pengunjung dapat melihat pameran dengan nyaman dan tanpa rasa
lelah. Tipe sirkulasi dalam suatu ruang yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1. Sequential Circulation

Sirkulasi terbentuk berdasarkan ruang yang telah dilalui dan benda seni
dipamerkan satu per satu menurut ruang pamer yang berbentuk ulir atau memutar
hingga kembali menuju pusat area galeri.
2. Random Circulation

Sirkulasi memberi kebebasan bagi pengunjung memilih rute sendiri, tidak terikat
bentuk ruang tertentu tanpa adanya pemisah atau batasan ruang.

3. Ring Circulation

Sirkulasi memiliki 2 alternatif. Pengguna lebih aman karena memiliki 2 rute yang
berbeda untuk menuju keluar ruangan,

4. Linear Bercabang
Sirkulasi pengunjung jelas, tidak terganggu dan pembagian koleksi teratur
sehingga bebas melihat koleksi yang dipamerkan.

3.2 Tinjauan Lokasi dan Objek Penelitian


3.2.1. Deskripsi Museum Konferensi Asia Afrika

Gambar 3.6 Jarak Display


(Sumber: Julius Panelo dan Martin Zelnik, 2003)

Gagasan pendirian Museum Konperensi Asia Afrika diwujudkan oleh Joop Ave,
sebagai Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Direktur
Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, bekerjasama dengan
Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah
Tingkat I Provinsi Jawa Barat, dan Universitas Padjadjaran. Perencanaan dan
pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh PT Decenta, Bandung.
Museum Konperensi Asia Afrika diresmikan berdirinya oleh Presiden Soeharto pada
24 April 1980, sebagai puncak Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika.
Museum ini bernama MUSEUM KONPERENSI ASIA AFRIKA. Nama tersebut
digunakan untuk mengenang peristiwa Konferensi Asia Afrika yang menjadi sumber
inspirasi dan motivasi bagi bangsa-bangsa Asia Afrika.
Museum ini dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia dan berada di bawah
wewenang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. sementara pengelolaannya di
bawah koordinasi Departemen Luar Negeri dan Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi
Jawa Barat.
Pada 18 Juni 1986, kedudukan Museum Konperensi Asia Afrika dialihkan dari
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ke Departemen Luar Negeri di bawah
pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri. Pada tahun 2003
dilakukan restrukturisasi di tubuh Departemen Luar Negeri dan Museum Konferensi asia
Afrika dialihkan ke Ditjen Informasi, Diplomasi Publik, dan Perjanjian Internasional
(sekarang Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik). Saat ini, UPT Museum Konferensi
Asia Afrika berada dalam koordinasi Direktorat Diplomasi Publik. Museum ini menjadi
museum sejarah bagi politik luar negeri Indonesia.
Dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika 2005 dan peringatan 50 tahun
Konferensi Asia-Afrika 1955, pada 22-24 April 2005, tata pameran Museum Asia-Afrika
direnivasi atas prakarsa Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Dr. N. Hassan
Wirajuda.
Penataan kembali Museum tersebut dilaksanakan atas kerjasama
Departemen Luar Negeri dengan Sekretariat Negara dan Pemerintah Provinsi jawa Barat.
Perencanaan dan pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh Vico Design dan waka Reality.

3.2.2. Lokasi Penelitian


Nama/Type bangunan : Museum Konferensi Asia Afrika
Lokasi : Jl. Asia Afrika No. 65, Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa
Barat 40111
Kecamatan : Sumur Bandung
Kabupaten/Kota : Bandung
Provinsi : Jawa Barat
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan menggunakan metode penelitian deskriptif. Dimana
penelitian deskirptif merupakan suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suau kelas peristiwa pada
masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat penelitian dengan
penjelasan berupa deskripsi, gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai
fakta-fakta (Nazir, 2005). Penggunaan metode ini sejalan dengan tujuan penelitian, yaitu
mendeskripsikan dan menganalisa sirkulasi pergerakan manusia atau pengguna terhadap
ruang pameran museum.
Pada penelitian juga terdpaat survey lapangan (observasi langsung) yang bertujuan
untuk melakukan pemantauan lokasi secara langsung terhadap museum. Dalam observasi
peneliti mendapatkan data-data yang dpaat membantu peneliti dalam melaksanakan
penelitian dalam melaksanakan penelitian, pengamatan bagaimana penerapan prinsip
pola sirkulasi museum secara langsung, dan foto survey.

3.3. Teknik Pengumpulan Data


Metode
Data yang
No. Tujuan Penelitian Pencarian Sumber
Dibutuhkan
Data
Mengetahui
kebutuhan ruang,
program ruang, Data ruang,
Observasi Survey
1. fasilitas, dan system sirkulasi dan
Langsung Lokasi
sirkulasi pada fasilitas.
Museum.

Data tentang
standarisasi dan
Standar /
Studi ketentuan
Design
Literatur fasilitas yang
Guidelines
dibutuhkan
pada museum.
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1.Penerapan Sirkulasi
Museum Konperensi Asia Afrika merupakan sarana edukasi serta hiburan bagi
masyarakat untuk memperoleh segala informasi mengenai sejarah perjuangan dan
perkembangan politik luar negeri Indonesia. Museum Konperensi Asia Afrika
menyajikan peninggalan-peninggalan serta informasi yang berkaitan dengan
Konperensi Asia Afrika, termasuk latar belakang, perkembangan, sosial budaya, dan
peran bangsa-bangsa Asia Afrika khususnya bangsa Indonesia dalam percaturan politik
dan kehidupan dunia. Museum Konperensi Asia Afrika menempati Gedung Merdeka
yang dahulu digunakan sebagai tempat sidang pleno konferensi tersebut. Secara
umum, pembagian ruang pada Gedung Merdeka dapat dibagi menjadi dua, yaitu
ruang privat yang terdiri atas ruang kerja staf museum, ruang simpan koleksi, dan
ruang VIP. Yang kedua yaitu ruang publik, yaitu ruangan yang dapat dimasuki
oleh pengunjung museum, terdiri atas ruang utama, ruang pamer tetap, ruang pamer
temporer, perpustakaan, dan ruang audiovisual.
Pada dasarnya yang menjadi Museum Konperensi Asia Afrika adalah seluruh
bangunan Gedung Merdeka yang saat ini berstatus sebagai bangunan cagar budaya.
Namun, ruangan yang bersifat publik yang dapat dijelajahi pengunjung museum yaitu
ruang utama yang menjadi ruang sidang pleno Konperensi Asia Afrika, ruang audio
visual, perpustakaan, ruang pamer temporer, dan ruang pada sayap kiri bangunan yang
menjadi ruang pamer tetap.

Anda mungkin juga menyukai