SKRIPSI
Sofyan Tsauri
1420110026
JAKARTA
2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Sofyan Tsauri
NIM : 1420110026
Diketahui Oleh:
Mengetahui,
(Ir.Dudung Hermawan)
ii
TANDA PERNYATAAN
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan
dari siapapun.
Sofyan Tsauri
iii
ABSTRAK
Pemahaman akan sifat mekanis bahan pada proses perancangan dan konstruksi
sangatlah penting, untuk itu dalam pemahaman mata kuliah material teknik bagi
mahasiswa S1 teknik mesin diperlukan alat uji tekuk bahan untuk membantu
proses belajar mengajar bisa lebih baik. Dalam merancang alat uji tekuk ini
digunakan metode perancangan standar yang menggunakan elemen mesin yang
standar pula dan umum didapatkan dipasaran. Pada alat uji tekuk ini
menggunakan sistem penekuk utama yaitu dongkrak hidrolik dengan kapasitas
tonase disesuaikan dengan dimensi spesimen uji. Spesimen uji pada alat ini
berbentuk silindris dimana benda uji (specimen) yang akan kami teliti
menggunakan bahan utama alumunium (AL), bahan utama alumunium, adapun
spesimen uji dibuat sesuai dengan standar pengujian ASTM E290 tentang
standarisasi uji tekuk pada material untuk mendapatkan nilai ketangguhan suatu
material.
iv
KATA PENGANTAR
rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan
banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Tanpa bantuan dan dukungan
2. Bapak Syamsudin ali dan ibu Hj.syarkiyah selaku kedua orang tua yang selalu
v
3. Bapak Ir.Harry Sunardi,M.Sc selaku pembimbing utama Tugas Akhir ini yang
4. Ahmad Faisal selaku kaka yang selalu memberikan dukungan dan suasana
5. Bapak Ir.Dudung Hermawan,MT selaku wakil dekan dan ketua program Studi
7. Rekan – rekan mahasiswa khususnya jurusan Teknik Mesin dan rekan – rekan
Fakultas Sains dan Teknologi yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penyusun menyadari bahwa dalam laporan Tugas Akhir ini masih banyak
kekurangan. Akan tetapi penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
Jakarta,6November2017
Penulis
Sofyan Tsauri
vi
DAFTAR ISI
vii
3.1 Prosedur penelitian …………………………………………….. 19
3.2 Perancangan dan desain ……………………………………….. 19
3.2.1 Tahap 1 : Perencanaan ………………………………………… 20
3.2.2 Tahap 2 : Konsep perancangan ………………………………... 21
3.2.3 Tahap 3 : Fabrikasi …………………………………………….. 23
3.3 Perhitungan konstruksi ………………………………………… 24
3.3.1 Rumus perhitungan guide pilar ……………………………….. 24
3.3.2 Rumus perhitungan midle plate ……………………………….. 25
3.3.3 Rumus perhitungan baut pengikat …………………………….. 28
3.4 Perhitungan uji defleksi pada spesimen ……………………….. 30
BAB IV Analisa Dan Pembahsan ……………….……………………….. 31
4.1 Tahapan Rancangan kontruksi…………………….....…………. 31
4.1.1 Perhitungan Pada Titik A (middle plate)........………………….. 32
4.1.2 Perhitungan pada titik B (upper plate) …………………………. 37
4.1.3 Perhitungan Pada Titik C (guide pilor) ………………………... 42
4.1.4 Perhitungan pada titik D (baut pengikat) …….………………… 47
4.2 Tahap Fabrikasi ………………………………………………… 49
BAB V Kesimpulan Dan Saran ………………………………………….. 54
5.1 Kesimpulan……………………………………………………... 54
5.2 Saran ……………………………………………………………. 55
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar 4.8 Diagram pembebanan pada guide pilar C1 dan C2 …….. 43
Gambar 4.10 Jenis tumpuan jepit bebas pada guide pilar ……………... 44
x
DAFTAR NOTASI
F : Gaya (N)
𝜀 : Regangan
𝜎 : Tegangan (N/mm2)
xi
𝜎̅𝑡 : Tegangan tarik ijin (N/mm2)
n : Jumlah komponen
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Uji bending dan modulus elastisitas pada suatu material dilakukan dengan
menggunakan beban dimana tegangan utamanya dalam bentuk lentur. Nilai modulus
elastisitas pada uji bending dan uji tarik atau uji tekan akan mengalami sedikit
perbedaan meskipun spesimennya sama. Hal itu disebabkan karena modulus elastisitas
pada uji tarik atau uji tekan berada pada satu arah, yaitu arah tarik atau tekan.
Sedangkan pada uji bending, modulus elastisitasnya berada pada dua arah, yaitu tarik
dan tekan.
Dalam bending biasanya terdapat beban direct stress dan transverse shear. Melalui
uji bending ini, kita dapat melihat perilaku material yang mengalami jenis pembebanan
tersebut, standar pengujian lentur untuk material logam mengacu pada ASTM E290.
Pengujian bending dilakukan khusus untuk material yang getas, karena material getas
tidak cocok digunakan untuk uji tarik. Bentuk spesimen uji tarik terlalu rentan untuk
material getas. Selain itu, grip pada uji tarik dapat membuat material getas patah
terlebbih dahulu. Oleh karena itu pengujian bending ini perlu dilakukan.
1
Tujuan Praktikum
1.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada disiplin ilmu teknik mesin material merupakan salah satu unsur penting
dalam merancang suatu konstruksi, yang harus melalui tahapan pengujian untuk
beragam mulai dari uji kekerasan material (hardness tester), Uji Tarik (tensile
strength), Uji tekan, uji punter, hingga uji kelengkungan bahan (bending test).
Pada penelitian skripsi ini akan dibahas mengenai perancangan alat uji
2
Uji lengkung merupakan salah satu bentuk pengujian untuk menentukan
kemampuan mekanis suatu bahan yang dapat dilihat secara visual. Secara prinsip
pembebebanan secara aksial yang dapat dilihat dari bentuk dan defleksi yang
terjadi pada spesimen pada satuan panjang tertentu diantara penyangga / tumpuan
Uji lengkung ( bending ) adalah suatu proses pengujian material dengan cara
yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Bila beban yang dialami pada
balok bukan beban transversal maka beban tersebut akan menghasilkan torsi bagi
Secara umum jenis balok (beam) yang umum digunakan pada suatu konstruksi
adalah berbentuk silindris ataupun kotak, panjang dan lurus. Perancangan suatu
balok terdiri atas pemilihan bagian komponen yang akan menahan pergeseran dan
a. Perhitungan gaya geser (shear) dan momen lentur (bending) yang dihasilkan
oleh beban.
3
b. Pemilihan material balok yang mampu menahan gaya geser dan momen lentur
Gaya (force) didefinisikan sebagai tarikan atau dorongan yang bekerja pada
juga pengaruh luar (external effect) dan yang kedua disebut pengaruh dalam
(internal effect). Apabila beberapa gaya bekerja pada sebuah benda, gaya-gaya
tersebut dinyatakan sebagai sistem gaya (force system). Jika sistem gaya yang
bekerja pada sebuah benda tidak mengakibatkan pengaruh luar, maka gaya
Pada suatu konstruksi rangka batang yang terdiri dari beberapa batang balok
tersebut, hal ini dalam dunia teknik mesin disebut dengan statika struktur. Pada
statika struktur, titik temu dianggang sebagai tumpuan batang yang memberikan
gaya reaksi (R) pada pembebanan yang terjadi pada beam (F). Tipe tumpuan
batang yang akan diuji dan diberi beban disangga oleh dua tumpuan dengan
4
pembebanan yang terjadi berpusat diantara tumpuan. Pembebanan yang terjadi
pada batang uji ditunjukkan secara visual dengan besar kecilnya nilai defleski
Keterangan gambar :
F : pembebanan pada beam (N)
A : Titik penyangga A (m)
B : Titik penyangga B (m)
a : Jarak penyangga A terhadap beban F (m)
b : Jarak penyangga B terhadap beban F (m)
l : Jarak penyangga A-B (m)
RA : Gaya reaksi pada titik A (N)
RB : Gaya reaksi pada titik B (N)
5
d
l
Keterangan gambar
F : pembebanan pada beam (N)
c : jarak antara dinding dengan gaya F (N)
d : jarak dinding dengan dial (m)
l : Panjang batang total (m)
2.4. Tegangan (stress)
permukaan. Maka hasilnya sering disebut dengan tegangan tarik murni (pure
tension), tegangan tekan murni (pure compression), ataupun tegangan geser murni
(pure share), tergantung dari cara kerja beban atas benda yang sedang diamati.
Tegangan tarik (𝜎) yang dikatakan terbagi rata dapat dihitung dengan
persamaan :
𝐹
𝜎=
𝐴
Begitu juga untuk tegangan tekan (𝜏) yang dikatan terbagi rata dapat dihitung
dengan persamaan
6
𝐹
𝜏=
𝐴
Dimana :
Bila sejumlah batang lurus diberi beban tarik, maka batang tersebut akan
perubahan bentuk dari suatu benda. Regangan total (𝝐) dapat dirumuskan sebagai
berikut :
𝛿
𝜖=
𝑙
Regangan geser (shear strain) 𝛾 adalah perubahan elemen tegangan pada arah
tegak lurus terhadap regangan geser murni. Elastisitas adalah sifat bahan yang
memungkinkan bahan tersebut kembali ke bentuk dan ukuran semula bila beban
dilepas. Untuk kondisi dimana tegangan berbanding lurus dengan regangan ditulis
dengan persamaan :
𝜎 = 𝐸. 𝜖
7
𝜏 = 𝐺. 𝛾
Dimana :
𝛾 : Regangan geser
2.6. Defleksi ( y)
Suatu struktur atau elemen mesin disebut kaku bilamana ia tidak melengkung,
melendut ataupun memuntir terlalu banyak sewaktu diberi gaya, momen atau
puntiran dari luar. Tetapi bila pergeseran akibat pengaruh luar tersebut besar,
maka kejadian tersebut disebut dengan lenturan atau defleksi (y). Kadang-
hubungan yang linier dengan gaya, sejauh batas elastisitas bahan tidak terlampaui.
Jenis deflesi dibedakan menjadi beberapa jenis seperti yang terlihat pada
8
Gambar 2.3 Jenis Defleksi Pada Batang Uji
Pada gambar diatas dapat dilihat bentuk defleksi (y) di tiap kondisi penyangga.
Pada lengkungan yang mengarah kebawah maka defleksi (y) bernilai positif,
sedangkan sebaliknya pada lengkungan yang mengarah keatas maka defleksi (y)
bernilai negatif.
Pada gambar 2.4a menunjukkan sebuah beam yang didukung gaya reaksi R1
dan R2 dan dibebani oleh gaya terpusat F1, F2 dan F3. Arah yang dipilih untuk
sumbu y adalah petunjuk atas konvensi tanda untuk gaya. F1, F2 dan F3 adalah
negatif karena bekerja dalam arah y yang negatif, sedangkan R1 dan R2 adalah
positif.
9
Gb 2.4a Gb 2.4b
Bila beam dipotong pada suatu penampang pada jarak x = x1 (lihat gambar
2.4b), dan bagian sebelah kiri diperlakukan sebagai suatu benda bebas, maka akan
terbentuk gaya geser dalam V dan momen lentur M harus bekerja pada permukaan
dari gaya-gaya yang bekerja disebelah kiri penampang sesuai dengan jaraknya ke
penampang tersebut. Gaya geser dan momen lentur adalah saling berhubungan
𝑑𝑀
𝑉=
𝑑𝑥
Dimana :
10
Pada gambar 2.5 dapat dilihat hubungan antara lenturan dengan geseran
sesuai dengan arah lenturannya. Nilai lenturan positif untuk arah lenturan
terhadap besaran nilai defleksi yang terjadi karena pembebanan. Bentuk beam
sebagai berikut
11
Persamaan yang berlaku :
𝐴=𝑏×ℎ 𝑘 = 0.289ℎ
𝑏. ℎ3 ℎ
𝐼= 𝑦̅ =
12 2
𝑏. ℎ2
𝑍=
6
sebagai berikut
𝜋𝑑 2 𝜋𝑑 4
𝐴= 𝐽=
4 32
𝑑 𝜋.𝑑3
𝑘= 𝑍=
4 32
𝜋. 𝑑 4 𝑑
𝐼= 𝑦̅ =
64 2
12
Keterangan simbol :
A : Luas (mm2)
̅
𝒚 : Jarak titik berat (mm)
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada proses pembuatan uji lengkung (bending test) dilakukan dalam ranah
13
Gambar 3.1 Flow Kegiatan Pembuatan Mesin Uji Lengkung
14
tuntutan tersebut ke dalam tiga tingkatan prioritas, diantaranya seperti tertera
1 Tuntutan utama
hidrolik.
pendorong
2 Tuntutan kedua
pembebanan
tekanan
pengukuran defleksi)
3 Keinginan / konsep
dibaca
15
3.2.2. Tahap 2 : Konsep Perancangan
Keterangan gambar :
1 : Base plate
2 : Middle plate
3 : Upper plate
4 : Dongkrak hidrolis
5 : Pressure gauge
6 : Screw adjuster
16
7 : Guide pilar
9 : Penetration pin
10 : Displacement scale
Berdasarkan pengamatan pada desain yang telah dibuat, maka dilihat dari
segi pembebanan dan pergerakan alat maka penulis menentukan titik kritis
a. Guide pilar
awal beban dari upper plate. Penulis menggunakan besi pejal dengan
b. Midle plate
c. Dongkrak hidrolis
17
hasil perhitungan kebutuhan tekanan untuk jenis spesimen yang telah
Pada tahap ini setelah gambar kerja terbentuk, maka penulis melanjutkan
a. Proses milling
b. Proses bubut
d. Proses perakitan
alat uji lengkung dengan standard part yang telah tersedia untuk menjadi
18
3.3.1. Rumus perhitungan guide pilar
Pada guide pilar pembebanan yang terjadi dikarenakan berat dari upper
plate yang harus disangga oleh pilar dimana defleksi yang terjadi pada guide
pilar harus seminimal mungkin. Pada kasus ini jenis tumpuan yang terjadi
adalah jenis tumpuan jepit-jepit seperti yang terlihat pada gambar 3.3
𝐹𝑘 = 𝐹 × 𝛼
𝐹𝑘 ×𝐿2
𝐼𝑚𝑖𝑛 = 4𝜋 2 𝐸
berikut :
19
Dengan rumus inersia minimum adalah :
4
𝜋.𝑑𝑚𝑖𝑛
𝐼𝑚𝑖𝑛 = 64
Pada midle plate pembebanan yang terjadi berasal dari berat lower
clamping speciment (W1) dan gaya dorong dari dongkrak hidrolik (FH).
Pembebanan ini yang harus dapat ditanggung oleh midle plate dengan nilai
Maka pada posisi ini dimensi dari midle plate didapatkan melalui langkah
20
Dengan rumus inersia permukaan segi empat pada midle plate adalah :
𝑏 .ℎ3
𝐼= Perhitungan beban total persatuan panjang pada midle plate (wtot)
12
hasil akumulasi berat komponen yang terdapat pada midle plate ini seperti
yang terlihat pada gambar 3.4. Pembebanan total persatuan panjang dari
∑𝑊 (∑ 𝑚)×𝑔
𝑤= =
𝑙 𝑙
plate (ymax1)
Akibat pembebanan merata pada midle plate (w) maka pada batang
midle plate tersebut akan terjadi defleksi dengan nilai maksimum sesuai
5𝑤𝑙4
𝑦𝑚𝑎𝑥1 = − 384.𝐸.𝐼
21
d. Perhitungan defleksi yang terjadi dengan gaya maksimum hidrolik (FMH)
di tengah
Pada midle plate beban terbesar berasal dari dorongan piston hidrolik
yang berasal dari bawah ke atas secara vertikal. Besar gaya yang diberikan
pada spesimen.
𝐹𝑙3
𝑦𝑚𝑎𝑥2 = 48.𝐸.𝐼
Arah defleksi bernilai positif (+) artinya arah defleksi yang terjadi
adalah keatas.
22
Setelah perhitungan defleksi akibat beban merata dan dan defleksi
defleksi yang terjadi pada midle plate dengan ketentuan ymax bernilai
negatif jika arah defleksi ke bawah dan ymax bernilai positif jika arah
defleksi ke atas.
Pada konstruksi alat uji bending ini sistem pengikat yang digunakan
socket. Baut pengikat pada titik D menggunakan jenis baut tanam di dua posisi
dengan jarak l. Kedua baut ini mendapatkan pembebanan tekan (Ft) yang
23
Untuk menghitung spesifikasi baut yang dibutuhkan pada konstruksi
4.𝐹
𝑑𝑐 = √𝜋.𝜎̅ 𝑡.𝑛
𝑡
mm
24
M8 1.25 8 7.188 6.466 6.47 0.767 36.6
Setelah mesin uji bending selesai dibuat maka tahapan selanjutnya adalah
proses pengujian tekuk pada spesimen yang telah dipersiapkan. Adapun dimensi
25
Gambar 3.7. Skema Gaya Pada Pengujian Bending.
Berdasarkan gambar 3.7 maka untuk menghitung defleksi yang terjadi pada
𝐹
𝑅1 = 𝑅2 = 2
26
27