SKRIPSI
Oleh:
DINI RISTANTI
K1206002
Oleh:
DINI RISTANTI
K1206002
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
61
PERSETUJUAN
Persetujuan Pembimbing,
62
PENGESAHAN
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
63
ABSTRAK
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan: (1)
kualitas proses pembelajaran berbicara, yaitu kedisiplinan, minat, keaktifan, perhatian dan
kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara; dan (2)
kualitas hasil pembelajaran keterampilan berbicara siswa, yaitu kelancaran siswa dalam
berbicara yang meliputi lafal, intonasi/tekanan, kesesuaian cerita dengan gambar
karikatur, struktur cerita, dan kewajaran.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan di SD
Negeri Cengklik 1 Surakarta dengan subjek siswa kelas 5B yang berjumlah 41 siswa.
Adapun yang menjadi objek penelitian adalah pembelajaran berbicara yang termasuk
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Proses penelitian ini dilaksanakan dalam dua
siklus yang masing-masing siklus meliputi empat tahapan, yaitu tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, tahap observasi, serta tahap analisis dan refleksi. Tahap perencanaan
tindakan, meliputi: (1) membuat skenario pembelajaran, (2) mempersiapkan sarana
pembelajaran, (3) mempersiapkan instrumen penilaian, dan (4) mengajukan solusi
alternatif berupa penerapan media gambar karikatur untuk pembelajaran berbicara. Pada
tahap pelaksanaan peneliti mengadakan pengamatan apakah tindakan yang telah
dilakukan dapat mengatasi masalah yang ada. Selain itu, pengamatan dilakukan untuk
mengumpulkan data yang nantinya diolah untuk menentukan tindakan yang akan
dilakukan selanjutnya.Tahap observasi dilakukan peneliti dengan mengamati dan
menginterpretasikan aktivitas penggunaan media gambar karikatur dalam pembelajaran
keterampilan berbicara serta mengolah data untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan
kualitas hasil dan proses pembelajaran berbicara siswa dengan media gambar karikatur
tersebut, juga untuk mengetahui kelemahan yang mungkin muncul. Tahap analisis dan
refleksi dilakukan peneliti dengan menganalisis atau mengolah data hasil observasi dan
interpretasi sehingga diperoleh kesimpulan bagian yang perlu diperbaiki dan bagian mana
yang sudah mencapai tujuan penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat peningkatan kualitas
pembelajaran keterampilan berbicara, yang meliputi: (1) Peningkatan kualitas proses
pembelajaran keterampilan berbicara tersebut ditandai dengan meningkatnya: (a) jumlah
siswa yang disiplin dalam mengikuti pembelajaran berbicara, (b) jumlah siswa yang
berminat dalam mengikuti pembelajaran berbicara, (c) jumlah siswa yang aktif baik untuk
maju dengan kesadaran sendiri maupun untuk mengeluarkan pendapat saat pembelajaran
berbicara, (d) jumlah siswa yang memperhatikan guru dan siswa lain yang sedang
berbicara, dan (e) jumlah siswa yang bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran
berbicara, (2) Peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya
jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan dalam keterampilan berbicara, yaitu: (a)
pada siklus I sebesar 56,1% atau sebanyak 23 siswa, dan (b) pada siklus II diperoleh hasil
ketuntasan belajar sebesar 95,12% atau sebanyak 39 siswa.
64
MOTTO
Isilah hari-harimu untuk mengerjakan sesuatu (sekecil apapun itu) yang berguna
bagi skripsimu (Penulis).
65
PERSEMBAHAN
66
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah turut
membantu, terutama kepada:
1. Drs. Edy Suryanto, M.Pd., selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dengan sabar kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan lancar;
2. Dr. Nugraheni Eko W, S.S, M.Hum., selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan lancar;
3. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan FKIP UNS yang
telah memberikan persetujuan pengesahan skripsi ini;
4. Drs. Soeparno, M.Pd., Ketua Jurusan PBS yang telah memberikan izin untuk
penulisan skripsi ini;
5. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta izin
untuk menyusun skripsi ini;
6. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan dan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini;
7. Drs. Sutrisno, M.Pd., selaku Kepala SD Negeri Cengklik 1 Surakarta yang
telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan PTK di SD Negeri
Cengklik 1 Surakarta;
67
8. Bapak Jaka Priyatmaja, A.Ma., selaku guru kelas 5B SD Negeri Cengklik 1
Surakarta yang telah banyak membantu dan berpartisipasi aktif dalam proses
penelitian ini;
9. Siswa-siswi kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta yang telah
berpartisipasi aktif sebagai subjek penelitian dan membantu pelaksanaan
penelitian ini;
10. Bapak, ibu, adik, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa restu
dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini;
11. Rika, yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam proses penulisan
skripsi ini;
12. Mahasiswa BASTIND ’06 yang telah memberikan semangat dalam proses
penelitian ini; dan
13. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Peneliti
68
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL………………………………………………………………........... i
PENGAJUAN SKRIPSI…………………………………………………… ii
PERSETUJUAN…………………………………………………………… iii
PENGESAHAN……………………………………………………………. iv
ABSTRAK…………………………………………………………………. v
MOTTO………………………………………………………………......... vi
PERSEMBAHAN……………………………………………………......... vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. x
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah……………………………………………….. 6
C. Tujuan Penelitian………………………………………………….. 6
D. Manfaat Penelitian………………………………………………… 6
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kondisi Awal………………………………………………………. 60
B. Pelaksanaan Tindakan dan Hasil Penelitian……………………….. 64
C. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………………. 90
LAMPIRAN………………………………………………………………... 105
70
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Alur Kerangka Berpikir…………………………………………............. 47
2. Alur Penelitian Tindakan Kelas……………………………..................... 57
71
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pedoman Penilaian Hasil Keterampilan Berbicara…………..………….. 24
2. Pedoman Penilaian Proses Keterampilan Berbicara…………………….. 28
3. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian………………................... 49
4. Indikator Ketercapaian Belajar………………………………………….. 55
5. Nilai Hasil Keterampilan Berbicara Siswa Siklus I……………………... 73
6. Nilai Hasil Keterampilan Berbicara Siswa Siklus II……………………. 86
7. Rekapitulasi Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus I dan II………………. 95
8. Hasil Angket Pascatindakan…………………………………………….. 96
72
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Pratindakan……………………………………………………………. 105
2. Siklus I………………………………………………............................ 131
3. Siklus II………………………………………………………………... 166
4. Pascatindakan…………………………………………………………. 196
5. Instrumen……………………………………………............................ 205
6. Lain-lain
73
BABI
PENDAHULUAN
74
Kemampuan dan keterampilan berbicara merupakan keterampilan dasar
berbahasa yang paling tidak mudah dimanipulasi jika konsep ‘unjuk kerja’ yang dijadikan
tolok ukur. Seseorang tidak mungkin memoles kemampuan berbicaranya dalam
semalam saja seandainya besok ia harus mengikuti tes berbicara. Kemampuan berbicara
seseorang diperoleh dalam jangka waktu lama dan dengan usaha atau latihan yang tidak
kenal lelah.
Berkaitan dengan latihan untuk mengembangkan sebuah keterampilan (dalam hal
ini keterampilan berbicara), Tarigan (1993: 20) mengutip ujaran terkenal milik
Aristoteles “You are to play the flute by playing the flute” (“Anda belajar bermain
seruling dengan meniup seruling”). Alunan suara seruling tidak akan terdengar merdu,
tanpa seorang peniup seruling yang bersedia menggeluti latihan meniup seruling itu
sendiri. Maksudnya, untuk mengembangkan atau meningkatkan sebuah keterampilan
maka seseorang harus mencapainya melalui jalan belajar, berlatih secara teratur dan
berencana. Hal ini pun berlaku untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa.
Dengan demikian, jika siswa yang ingin mencapai keterampilan berbicara yang memadai,
maka siswa tersebut harus senantiasa berlatih secara intensif dengan kegiatan berbicara
itu sendiri.
Guru kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta melalui kegiatan wawancara
dengan peneliti menyatakan bahwa dari keempat keterampilan berbahasa tersebut,
keterampilan berbicara adalah keterampilan yang paling sulit untuk dikuasai siswa. Dari
hasil pengamatan peneliti, permasalahan yang terjadi di kelas adalah siswa belum
mampu berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga perlu adanya
inovasi dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Tujuan dari pembelajaran
keterampilan untuk siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta adalah untuk
meningkatkan hasil belajar keterampilan berbicara yang mencakup kelancaran berbicara
dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Kemampuan berbicara telah diajarkan sejak siswa duduk di kelas I Sekolah Dasar
melalui pembelajaran keterampilan berbicara. Ketika siswa duduk di kelas 5, seharusnya
siswa telah terampil berbicara. Namun, keterampilan berbicara siswa kelas 5B SD Negeri
Cengklik 1 Surakarta masih sangat rendah. Dilihat dari segi proses pembelajaran dapat
diamati misalnya bagaimana siswa dapat menikmati pembelajaran sebagai suatu
kegiatan yang menyenangkan. Artinya, jika suatu pembelajaran tidak berhasil
membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar secara menyenangkan, maka
pembelajaran itu dapat dikatakan tidak efektif (Darmansyah, dkk, 2007: 40).
Menurut hasil pengamatan peneliti, rendahnya kualitas proses pembelajaran
berbicara yang terjadi pada siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta dapat dilihat
75
melalui banyaknya siswa yang mengeluh pada waktu mereka ditunjuk untuk maju
bercerita. Mereka mengeluh karena merasa bingung untuk menentukan materi atau
topik pembicaraan. Semua ini dikarenakan guru belum bisa menerapkan pembelajaran
yang efektif, misalnya dengan menerapkan metode baru atau penggunaan media
sehingga siswa mampu mengembangkan ide untuk menemukan materi pembicaraan.
Berkaitan dengan hal di atas, peneliti dan guru melakukan diskusi untuk
melakukan pembelajaran yang inovatif yakni dengan mencari solusi untuk permasalahan
yang dihadapi siswa, yaitu kesulitan siswa mengembangkan ide dalam menemukan
materi pembicaraan. Setelah melalui proses diskusi antara peneliti dengan guru
disepakati pembelajaran yang inovatif yang akan dilakukan adalah dengan memberikan
rangsangan kepada siswa melalui media pembelajaran. Salah satu media pembelajaran
yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas dan kegemaran siswa dalam
76
berbicara adalah melalui media gambar. Hal ini sejalan dengan penemuan penelitian
yang dilakukan Brown (dalam Haryanto, 1998: 13) yang menyatakan bahwa media
gambar diam memiliki sejumlah implikasi bagi pembelajaran, yaitu: (1) penggunaan
gambar dapat merangsang minat atau perhatian siswa, (2) gambar membantu siswa
memahami dan mengingat isi informasi yang terkandung didalamnya, (3) gambar
dengan garis sederhana lebih efektif sebagai penyampaian informasi daripada gambar
dengan bayangan, (4) gambar berwarna lebih memikat perhatian siswa daripada yang
hitam putih, namun tak selalu gambar berwarna merupakan pilihan terbaik untuk
mengajar, (5) jika ingin mengajarkan konsep yang menyangkut soal gerak, sebuah
gambar diam kurang efektif untuk digunakan, (6) isyarat yang bersifat non-verbal atau
simbol-simbol seperti tanda panah, atau tanda-tanda lainnya pada gambar dapat
memperjelas pesan yang akan dikomunikasikan. Di samping itu, Burhan Nurgiyantoro
(2001: 278) juga mengungkapkan bahwa rangsang yang berupa gambar sangat baik
untuk dipergunakan pada anak-anak usia sekolah dasar ataupun pembelajar bahasa
asing tahap awal.
Peneliti dan guru memilih salah satu media gambar diam yang dapat
dimanfaatkan dalam media pembelajaran untuk keterampilan berbicara, yaitu media
gambar karikatur. Alasan pemilihan media ini karena karikatur sebagai media
komunikasi mengandung pesan tanpa banyak komentar, tetapi cukup dengan rekaan
gambar yang sifatnya lucu dan menarik perhatian siswa apalagi gambar yang disajikan
adalah gambar yang berwarna. Oleh karena itu, diharapkan media ini dapat diterapkan
dalam pembelajaran keterampilan berbicara siswa dalam rangka menarik perhatian
siswa sehingga siswa merasa berminat dan termotivasi untuk menyampaikan pesan
yang ada di pikiran melalui perantara karikatur untuk selanjutnya diwujudkan dalam
bentuk bahasa yang disuarakan (berbicara).
Sri Anitah (2009: 12) menyatakan bahwa gambar yang berwujud karikatur ini
dapat digunakan sebagai media komunikasi untuk semua tingkatan sosial, mulai dari
orang-orang yang tidak bersekolah sampai pada orang yang berpendidikan tinggi.
Karikatur juga dapat berbicara dengan bahasa yang universal tanpa memerlukan
penjelasan. Bentuknya selain menarik, juga dapat mengikat perhatian orang dan
memperjelas ide atau informasi yang dikemukakan.
77
Lebih lanjut Toety Heraty Noerhadi (dalam Ruby, 2008:3) menyatakan bahwa
karikatur merupakan gambaran yang diadaptasi dari realitas, tokoh-tokoh yang
digambarkan adalah tokoh-tokoh bukan fiktif yang ditiru untuk memberikan persepsi
tertentu terhadap pembaca. Oleh karena itu, persepsi yang diberikan oleh pembaca
atau penikmat karikatur berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga persepsi ini yang
kemudian akan bisa memicu timbulnya kemampuan berbicara pada siswa setelah
mereka melihat gambar karikatur.
Langkah ini akan memberikan gambaran pada siswa untuk berbicara, serta
meningkatkan keterampilan siswa dalam hal kelancaran berbicara dengan bahasa yang
baik dan benar. Atas dasar itu, maka peneliti merasa perlu meneliti hal di atas.
Penelitian tentang peningkatan keterampilan berbicara dengan media gambar
karikatur dilakukan agar pembelajaran berbicara yang efektif dapat diterapkan oleh guru
sehingga keterampilan siswa dalam berbicara baik itu proses maupun hasilnya dapat
ditingkatkan melalui media gambar karikatur.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah:
78
C. Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan
kualitas:
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk referensi penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan pembelajaran keterampilan
berbicara.
b. Media gambar karikatur dapat dipergunakan sebagai media alternatif bagi
guru di sekolah lain dalam mengajarkan keterampilan berbicara yang lebih
menyenangkan bagi siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dengan diterapkannya media karikatur dalam pembelajaran berbicara,
dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran berbicara.
b. Bagi Guru
Guru mampu mengondisikan pembelajaran bahasa Indonesia lebih khusus
pembelajaran berbicara menjadi lebih menyenangkan. Selain itu, dengan
menggunakan media gambar karikatur, guru juga dapat membantu siswa
dalam mengatasi kesulitan mengekspresikan gagasan yang ada di pikiran
siswa melalui kegiatan berbicara.
c. Bagi sekolah
79
1) Memberikan kontribusi dalam pengembangan kurikulum sekolah
berdasarkan indikator-indikator pembelajaran keterampilan berbicara yang
telah ditentukan.
2) Meningkatkan kualitas keterampilan berbicara baik proses ataupun hasil
melalui media pembelajaran yang berupa gambar karikatur.
d. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding atau referen bagi
peneliti lain yang akan mengadakan penelitian keterampilan berbicara dengan
permasalahan yang serupa.
80
BAB II
LANDASAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR,
DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Kajian Teoretik
Hakikat Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Pengertian Berbicara
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain
melalui kegiatan komunikasi yang tentunya membutuhkan bahasa sebagai
medianya. Salah satu keterampilan yang sangat mendukung kegiatan
komunikasi tersebut adalah berbicara. Tarigan (1993: 8) menyebut komunikasi
sebagai jalan yang mempersatukan para individu ke dalam kelompok untuk
menciptakan dan menetapkan suatu tindakan. Dengan demikian komunikasi
merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan gagasan-gagasan
pribadi kepada orang lain dengan memerankan bahasa sebagai mediumnya.
Oleh Winarno Surakhmad (1986: 144), bahasa diperankan sebagai medium
komunikasi utama bagi kehidupan manusia baik di dalam hubungan sosial
sehari-hari maupun hubungan interaksi edukatif.
Secara sederhana komunikasi dapat diartikan sebagai suatu kombinasi
dari tindakan-tindakan yang mengandung maksud dan tujuan tertentu. Tarigan
(1993: 11) mengungkapkan bahwa komunikasi ialah serangkaian perbuatan
komunikasi yang dipergunakan secara sistematis untuk menyelesaikan atau
mencapai maksud-maksud tertentu. Ditambahkannya pula bahwa komunikasi
merupakan tujuan utama dari kegiatan berbicara. Dengan berbicara, seseorang
akan menyampaikan (mengomunikasikan) pesan kepada orang lain.
Hal senada diungkapkan oleh Sudarwan Danim (1995:2) bahwa,
“komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan media, simbol atau tanda untuk mencapai
tujuan tertentu”. Media, simbol atau tanda ini, oleh Ahmad Rofi’udin dan
Darmiyati Zuhdi (2001:7:) diartikan sebagai seluruh komponen yang berkaitan
dengan kegiatan berbicara, seperti faktor kebahasaan dan non-kebahasaan.
81
Menurutnya, kegiatan berbicara merupakan aktivitas berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa lisan dan menguasai seluruh komponen yang berkaitan
dengan kegiatan berbicara.
Lebih lanjut Tarigan (1993:15) menyatakan secara lengkap, bahwa
berbicara ialah suatu kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran,
gagasan,dan perasaan. Diungkapnya pula bahwa berbicara adalah suatu bentuk
perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis,
semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif dan secara luas sehingga dapat
dianggap sebagai alat yang paling penting bagi kontrol manusia.
Berbicara sebagaimana menulis/ mengarang, merupakan salah satu
bentuk komunikasi yang mengandalkan kekuatan dan kompetensi bahasa,
kata-kata, frasa, kalimat, paragraf, dan ujaran, dengan vokal dan penampilan
yang mendukung (Marwoto dan Yant Mujiyanto, 1998:2). Diungkapkan pula
bahwa aktivitas berbicara bisa digolongkan sebagai kegiatan ilmu karena
berbicara mensyaratkan banyak hal yang bercirikan keilmiahan (kompetensi,
penalaran bahasa, logika, metodologi, sistematika, transformasi ilmu
pengetahuan, teknologi, agama, dan seni).
Berbicara merupakan pemanfaatan sejumlah otot dan jaringan sejumlah
otot manusia untuk memberi tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan
yang dilihat (visible) agar maksud dan tujuan dari gagasan-gagasannya dapat
tersampaikan (Suharyanti, 1996: 5). Senada dengan hal
itu, L.C De Vreede Varekamp (dalam Tarmansyah, 1996: 38) menyatakan bahwa
berbicara adalah suatu kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
dengan alat bicara. Di samping itu, Nurhadi (1995: 342) memandang berbicara
sebagai salah satu aspek kemampuan berbahasa yang berfungsi untuk
menyampaikan informasi secara lisan.
Aktivitas berbicara tidak akan lepas dari keterampilan menyimak.
Seperti yang dikemukakan oleh Tarigan (1993: 3) bahwa keterampilan
berbicara berkembang dan dipelajari pada kehidupan anak melalui
keterampilan menyimak. Mereka akan belajar mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran,
82
gagasan, dan perasaan. Senada dengannya, Burhan Nurgiyantoro (2001: 276)
menjelaskan bahwa berbicara adalah keterampilan berbahasa kedua setelah
keterampilan menyimak.
Maidar G. Arsyad dan Mukti U.S (1988: 17) berpendapat sebagai
berikut: “Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan,menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan”. Selanjutnya,
Sabarti Akhadiyah MK., dkk (1991: 153) menyatakan bahwa berbicara adalah
keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Apabila isi pesan itu
dapat diketahui oleh si penerima pesan, maka akan terjadi komunikasi antar
pemberi pesan dan penerima pesan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa berbicara adalah suatu perbuatan mengucapkan bunyi-
bunyi bahasa dengan alat bicara untuk mengekspresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan dalam kegiatan berkomunikasi
dengan orang lain sehingga maksud kita dapat diterima oleh mitra bicara dan
dapat menjalin hubungan, dan berinteraksi dengan mitra bicara kita.
Pengertian Keterampilan Berbicara
Berbicara merupakan salah satu bagian dari keterampilan berbahasa.
Kaitannya dengan belajar mengajar di sekolah, berbicara mempunyai peranan
penting yang turut menentukan pencapaian tujuan pembelajaran. Dijelaskan
oleh Tarigan (1993: 11) bahwa tujuan utama dari berbicara ialah terjadinya
komunikasi. Secara praktis, kegiatan komunikasi tersebut terjadi dalam setiap
proses pembelajaran karena di dalamnya akan selalu terdapat interaksi
melalui kegiatan menyimak dan berbicara.
Komunikasi dalam proses pembelajaran, oleh Martinet (dalam Husein
Junus dan Aripin Banasuru, 1996: 19) digunakan sebagai penunjang
kemampuan berpikir dan sarana mengungkapkan diri. Dalam hal ini, bahasa
dimanfaatkan untuk mengkaji konsep dalam pikiran dan bereaksi melalui pola
interaksi dengan lingkungan. Berkaitan dengan perihal pendidikan, berbicara
dimaksudkan untuk menambah pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak
didik dalam konteks tertentu.
83
Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Rumampuk (1988: 5) pun
menyampaikan gagasannya mengenai hal tersebut. Baginya, komunikasi juga
berlaku di antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Proses
yang terjalin pun harus diciptakan oleh guru dan siswa itu sendiri. Dalam hal
ini, pesan atau informasi yang disampaikan oleh guru, juga melalui chanel
stimulus, disampaikan kepada siswa. Stimulus ini dapat dalam bentuk
pernyataan dari siswa atau guru atau mungkin disajikan dalam bentuk film,
bagan, atau gambar yang selanjutnya oleh penerima pesan (siswa) akan
memberikan reaksi. Reaksi ini dapat mengarah ke respons aktif, seperti
misalnya jawaban atau saran, jika pesan berlangsung lancar tanpa adanya
gangguan. Kalau ternyata berlangsungnya pesan itu mendapat gangguan,
maka guru harus mencari gangguan-gangguan yang menghambat hal itu. Hal
lain yang dapat dilakukan yakni, guru dapat menggunakan media yang dapat
memperlancar jalannya komunikasi dalam proses belajar mengajar. Dengan
demikian, media pendidikan dalam pendidikan dapat membantu proses
komunikasi pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Berbicara, seperti yang telah dipaparkan di atas dalam kaitannya
dengan proses pembelajaran di sekolah, dapat dikatakan sebagai kegiatan
yang bersifat intelektual. Berbicara bukanlah sekedar kegiatan mengucapkan
bunyi-bunyi bahasa, namun perlu didukung oleh penguasaan beberapa hal
sebagai penunjang yang harus dipelajari terlebih dahulu agar bisa dikatakan
terampil. Keterampilan berbicara itu akan terlihat manakala seseorang
terampil mengekspresikan ide, pikiran, perasaan, aspirasi, dan berbagai
pengalaman hidup kepada orang lain secara lisan (Marwoto dan Yant
Mujiyanto, 1998: 4).
Pembelajaran keterampilan berbicara adalah pembelajaran yang
mampu mengembangkan keterampilan anak dalam berbicara. Ahmad
Rofi’udin dan Darmiyati Zuchdi (2001: 8) menyatakan bahwa proses
pembelajaran berbicara ada berbagai jenis kegiatan, di antaranya percakapan,
berbicara estetik (mendongeng), berbicara untuk menyampaikan informasi
atau untuk mempengaruhi dan kegiatan dramatik.
84
Berdasarkan seluruh asumsi di atas, keterampilan
berbicara disimpulkan sebagai salah satu aktivitas berbahasa
yang dilakukan dengan cara mengomunikasikan pesan secara
lisan kepada orang lain dengan memperhatikan beberapa
penunjang keterampilan tersebut.
Faktor-faktor yang Menunjang Keterampilan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
berkomunikasi secara baik, pembaca harus mempunyai kemampuan berbicara
yang baik pula. Di samping tujuan utama untuk berkomunikasi, Gorys Keraf
(2001: 320-321) menyatakan tujuan berbicara, antara lain: (1) mendorong, yaitu
pembicara berusaha memberi semangat serta menunjukkan rasa hormat dan
pengabdian; (2) meyakinkan, yaitu pembicara ingin meyakinkan sikap, mental
dan itelektual kepada para pendengarnya; (3) bertindak, berbuat,
menggerakkan yaitu pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik
dari pendengar, dan 4) menyenangkan atau menghibur.
Dengan melihat berbagai macam tujuan berbicara di atas, dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya berbicara merupakan kegiatan
menyampaikan ide atau gagasan secara lisan. Untuk itu, agar pesan atau
gagasan pembicara dapat diterima oleh pendengar, maka pembicara harus
mampu menyampaikan isi secara baik dan efektif. Sebagaimana diungkapkan
oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S (1988: 17-22) bahwa untuk menunjang
keterampilan berbicara, pembicara perlu memperhatikan aspek kebahasaan dan
non-kebahasaan.
1) Faktor-faktor kebahasaan yang menunjang keterampilan berbicara, antara
lain:
a) ketepatan ucapan;
b) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai;
c) pilihan kata (diksi); dan
d) ketepatan sasaran pembicaraan.
2) Faktor-faktor non-kebahasaan yang menunjang keterampilan berbicara,
antara lain:
a) sikap wajar, tenang, dan tidak kaku;
85
b) pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara;
c) kesediaan menghargai pendapat orang lain;
d) gerak-gerik dan mimik yang tepat;
e) kenyaringan suara juga sangat menentukan;
f) kelancaran;
g) relevansi/penalaran; dan
h) penguasaan topik.
Lebih lanjut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008: 23) menjelaskan
empat hal yang mendukung keterampilan berbicara:
1) Penyimak
Keberhasilan berbicara, dapat dilihat pertama kali pada penyimak atau
pendengar. Cara yang digunakan adalah dengan menganalisis situasi
dan kebutuhan tingkat pendidikan pendengar. Dengan cara ini akan
menghindarkan dari kesalahan-kesalahan dalam berbicara.
2) Pembicaraan
Sebelum pembicaraan berlangsung, maka pembicara seharusnya
mempersiapkan apa yang akan dibicarakan, di antaranya:
a) menentukan materi;
b) menguasai materi;
c) memahami khalayak;
d) memahami situasi; dan
e) merumuskan tujuan yang jelas.
3) Media dan Sarana
Pembicaraan dapat disampaikan dengan lebih menarik jika didukung
dengan memberikan ilustrasi yang tepat, dan menggunakan alat bantu
yang tepat. Misalnya menggunakan kaset, komputer, gambar.
4) Pembicara
Pembicara adalah unsur penting yang menentukan efektivitas retorik.
Syarat pembicara yang baik, di antaranya:
a) memiliki pengetahuan yang luas;
b) kepercayaan diri yang cukup;
86
c) berpenampilan yang sesuai;
d) memiliki artikulasi yang jelas;
e) jujur, ikhlas, kreatif dan bersemangat; dan
f) tenggang rasa dan sopan santun.
Menurut Marwoto dan Yant Mujiyanto (1998: 2) berbicara juga
memerlukan beberapa hal yang mendukung keterampilan tersebut, di
antaranya: (1) penalaran bahasa, logika, metodologi, sistematika, transformasi
IPTEKS (imu pengetahuan, teknologi, agama, dan seni); (2) kompetensi bahasa;
(3) penguasaan materi pembicaraan; (4) konsentrasi yang tinggi; (5) pelafalan
kata-kata yang jelas dan fasih; (6) ketenangan jiwa; (7) pemahaman psikologi
massa serta ekspresi wajah dan anggota badan yang mendukung. Secara lebih
terinci diungkapkan bahwa penguasaan kompetensi bahasa itu meliputi
pemahaman struktur, pengalimatan, pendiksian, ejaan, dan pelafalan, semantik,
dan etimologi. Penguasaan kompetensi bahasa yang baik, perbendaharaan kata
yang luas dan pemahaman makna yang tinggi, serta ekspresi yang benar, baik,
dan menarik seakan melengkapi kesempurnaan seseorang untuk dapat
dikatakan terampil berbicara.
Mulgrave (dalam Tarigan, 1993:15) pun memberikan batasan mengenai
penunjang keterampilan berbicara, antara lain: (1) pemahaman pembicara
terhadap penyimak dan bahan pembicaraan; (2) sikap yang tenang dan mudah
menyesuaikan diri ; serta (3) kewaspadaan dan antusiasme sang pembicara.
Sementara itu, Tarigan (1993: 5) menuturkan bahwa kemampuan berbahasa
lisan mencakup ujaran yang jelas dan lancar, kosakata yang luas dan beraneka
ragam, penggunaan kalimat-kalimat yang lengkap dan sempurna saat
digunakan. Selain itu, juga pembedaan pendengaran yang tepat, dan
kemampuan mengikuti serta menelusuri perkembangan urutan suatu cerita,
atau menghubungkan kejadian-kejadian dalam urutan yang wajar serta logis.
Di samping itu, Powers (dalam Tarigan, 1993: 19) pun turut
mengetengahkan beberapa hal yang turut menunjang keberhasilan seorang
pembicara dalam mengembangkan keterampilannya tersebut. Menurutnya, ada
empat keterampilan yang menunjang keterampilan berbicara, seperti: (1)
keterampilan sosial; (2) keterampilan semantik; (3) keterampilan fonetik; dan (4)
87
keterampilan vokal. Keempat pendukung tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
88
yang telah terkoordinasi, dikoordinasikan oleh persepsi terhadap peristiwa-
peristiwa luar di lingkungan sekitar. Pengertian persepsi menunjuk pada cara
individu mengoordinasi dan menafsirkan informasi yang datang kepada
seseorang melalui seluruh alat penginderaan.
Oemar Hamalik (2003: 173) pun mengungkapkan bahwa untuk
mempelajari keterampilan itu tidak cukup hanya menggunakan kondisi-kondisi
eksternal, tetapi juga diperlukan kondisi internal yang telah dimiliki oleh siswa.
Menurutnya, pengembangan suatu keterampilan hanya mungkin terjadi jika
siswa sudah memiliki keterampilan-keterampilan yang sederhana sebelumnya.
Prosedur dalam mengajarkan keterampilan berbicara yang diungkapkan
oleh Oemar Hamalik (2003: 176-178), dilaksanakan melalui langkah-langkah
berikut:
89
2) dialog dengan gambar (guru membawa dan menunjukkannya satu per
satu sambil memberikan pertanyaan);
3) dialog terpimpin (guru memberikan tanya jawab);
4) dramatisasi suatu tindakan (misalnya dengan guru berjalan, berlari,
maupun tersenyum sambil memberikan pertanyaan tentang apa yang
sedang dilakukannya);
5) penggunaan gambar orang yang mencerminkan profesi;
6) teknik tanya jawab;
7) guru memberi kalimat yang belum selesai dan siswa diminta untuk
menyelesaikannya.
Lebih lanjut Nababan (1993:177) memaparkan beberapa aktivitas komunikatif
yang dapat dilakukan guru dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara,
yaitu: (1) diskusi kelompok; (2) bermain peran; (3) melatih berbagai bentuk
dialog yang terjadi dalam masyarakat; (4) wawancara; (5) permainan; (6)
menceritakan kembali suatu cerita yang sudah dikenal; (7) melaporkan suatu
kegiatan; (8) mengadakan debat; dan (9) mengambil peran dalam drama-drama
modern.
Guru dapat memilih kegiatan-kegiatan di atas dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi kelas yang dihadapi.
91
proses untuk mengetahui (menguji) apakah suatu kegiatan, proses kegiatan,
keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah
ditentukan.
“Educational evaluation is the estimation of the growth and progress of
pupils toward objectives or values in the curriculum.” (evaluasi pendidikan ialah
penaksiran/penilaian terhadap pertumbuhan dan kemajuan murid-murid ke
arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam
kurikulum).(Ngalim Purwanto, 1988: 3)
92
untuk melihat perubahan berbicara pembicara setelah mendapat
umpan balik.
93
1) Kawasan kognitif, yaitu berhubungan dengan hal kognisi pembelajar
(kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali
sesuatu melalui pengalaman pembelajar sendiri).
Kawasan kognitif meliputi enam tingkatan, yaitu:
a) Pengetahuan, yang meliputi; pengetahuan akan hal khusus (definisi,
membedakan, mengingat, mengenal kembali, pengetahuan akan
kejadian khusus, pengetahuan tentang cara dan alat, pengetahuan
akan urutan, penggolongan dan kategori, pengetahuan akan kriteria,
pengetahuan akan metodologi, serta pengetahuan tentang prinsip
dan generalisasi).
b) Pemahaman, yang meliputi: terjemahan (arti, contoh, definisi,
abstrak, kata, kalimat), penafsiran (membedakan, membuat,
menerangkan, mempertunjukkan), dan perhitungan atau ramalan.
c) Penerapan, yang meliputi: menerapkan prinsip, menggene-
ralisasikan, menghubungkan, memilih, mengalihkan, menggo-
longkan, mengorganisasikan, dan menyusun kembali.
d) Analisis, yang meliputi: analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis
prinsip-prinsip organisasional.
e) Sintesis, yang meliputi: hasil komunikasi (untuk menuliskan,
menceritakan, mengubah, membuktikan kebenaran), hasil dari
rencana atau rangkaian kegiatan yang disusulkan, dan asal mula dari
rangkaian hubungan abstrak.
f) Evaluasi, yang meliputi: pertimbangan mengenai kejadian internal
dan pertimbangan mengenai kriteria eksternal.
2) Kawasan afektif, yaitu berhubungan dengan perasaan dan emosi
pembelajar.
Kawasan afektif meliputi lima tingkatan, yaitu:
a) Menerima (receiving), menyangkut minat siswa terhadap sesuatu.
b) Responding (menjawab, mereaksi), artinya siswa ikut berpartisipasi
secara aktif dalam suatu kegiatan. Bukti responding yang tertinggi
adalah tumbuhnya interest, misalnya memiliki rasa senang terhadap
aktivitas bermain drama di kelas.
94
c) Menaruh penghargaan (valuing), pada tingkat ini siswa mampu
memberikan penilaian terhadap drama yang akan atau sudah
dipentaskan, siswa memiliki sikap (attitude), dan memiliki apresiasi.
d) Mengorganisasikan sistem nilai. Nilai-nilai dalam diri seseorang bersifat
kompleks dan saling terkait menjadi sistem nilai sehingga untuk
mengetahui kemampuan dalam mengorganisasikan sebuah nilai, dapat
dilihat dari kemampuan seseorang membandingkan berbagai nilai,
menghubungkan nilai-nilai, dan menyintesiskan sistem nilai.
e) Mengadakan karakteristik nilai. Orang yang efektif terhadap sesuatu
tidak hanya menerima, merespons, menghargai, dan mengorganisasi
harga yang ada, tetapi sudah mampu memperjelas nilai suatu hal
menjadi nilai hidupnya yang memiliki karakterisasi jelas.
3) Kawasan psikomotorik, berkaitan dengan aktivitas fisik yang berhubungan
dengan proses mental dan psikologi pembelajar.
Kawasan psikomotorik meliputi lima tingkatan, yaitu:
a) Persepsi, yaitu proses kesadaran akan adanya perubahan setelah
keaktifan alat diri. Persepsi meliputi: stimulasi, menyentuh bentuk
sesuatu, merasakan sesuatu, membau dan memegang, dan
mendiskriminasi tanda-tanda.
b) Kesiapan, yaitu kemampuan membedakan persepsi yang masuk.
Kesiapan meliputi: kesiapan mental, fisik, dan emosional dalam
merespons.
c) Respons terpimpin, yaitu kemampuan mencatat dan membuat laporan.
Respons terpimpin meliputi: imitasi, trial and error, mengikuti, dan
mengadakan eksperimen.
d) Mekanisme, yaitu penggunaan skill dalam aktivitas kompleks.
Mekanisme meliputi: memilih, merencanakan, melatih, dan
merangkaikan.
e) Respons yang kompleks, yaitu penggunaan skill berdasarkan
pengalaman persepsi, kesiapan, respons, terpimpin dan mekanisme.
Respons yang kompleks meliputi: adaptasi, penggunaan skill untuk
profesi, dan melaporkan atau menjelaskan.
95
Sementara itu, Burhan Nurgiyantoro (2001: 292-294)
menjelaskan tingkatan-tingkatan tes atau penilaian kemampuan
berbicara, yakni sebagai berikut:
1) Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan
Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan umumnya bersifat teoretis,
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya
tentang pengertian dan fakta.
2) Tes tingkat pemahaman
Tes kemampuan tingkat pemahaman juga masih bersifat teoritis,
menanyakan berbagai masalah yang berhubungan dengan tugas
berbicara. Namun, tes tingkat pemahaman ini dapat pula dimasukkan
untuk mengungkap kemampuan siswa secara lisan.
Keterangan:
I. Lafal
Kemampuan mengucapkan bunyi (vokal, konsonan) secara benar dapat
dinilai dengan indikator:
97
1 kosakata pelafalan terlalu banyak, menghendaki untuk selalu
diulang
II. Intonasi/tekanan
Naik dan turunnya suara, serta ketepatan penekanan suku kata dapat
dinilai dengan indikator:
V. Kelancaran/kewajaran
99
2 pengucapan sangat lambat, kecuali untuk kalimat pendek dan
sering diucapkan
Jumlah siswa
persentase
I = kedisiplinan
II = minat
III = keaktivan
IV = perhatian
V = kesungguhan
103
agar dapat menguasai pesan-pesan tersebut secara cepat dan akurat. Secara
khusus, Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 153-154) mengungkapkan
beberapa tujuan digunakannya media pengajaran, yaitu:
Meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi
“verbalisme”.
Memperbesar perhatian para siswa.
104
Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena
itu membuat pelajaran lebih mantap.
Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri di kalangan siswa.
Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, hal ini terutama terdapat
dalam gambar hidup.
Membantu tumbuhnya pengertian, dengan demikian membantu tumbuhnya
perkembangan kemampuan berbahasa.
Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara
lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta
keragaman yang lebih banyak dalam belajar.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 154) mengungkapkan
fungsi media pengajaran ialah sebagai: alat bantu mewujudkan situasi belajar
mengajar yang efektif; bagian integral dari situasi mengajar; meletakkan dasar-
dasar yang konkrit dari konsep yang abstrak sehingga mengurangi pemahaman
yang bersifat verbalisme; membangkitkan motivasi belajar peserta didik; dan
mempertinggi mutu belajar mengajar.
Salah satu poin tentang fungsi media pendidikan dalam proses belajar
mengajar yang dikemukakan Arief S. Sadiman, dkk (2009: 17) terasa sangat
tepat bila dikaitkan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Dijelaskan di
sana bahwa dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan
bervariasi, maka sikap pasif anak didik dapat teratasi. Secara detail, diungkapkan
pula, media berfungsi sebagai penumbuh gairah belajar, memungkinkan
interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan kenyataan,
serta memungkinkan siswa untuk belajar sendiri-sendiri menurut minat dan
kemampuannya. Peran dan kegunaan, media alam proses belajar mengajar,
yaitu sebagai alat bantu mengajar dan sebagai media belajar yang dapat
digunakan sendiri oleh siswa.
Sebagai alat bantu, efektivitas media itu sangat tergantung pada cara
dan kemampuan guru yang memakainya (Basuki Wibawa dan Farida Mukti,
2001: 13). Dengan keefektifan itulah, maka peningkatan kualitas pendidikan
sebagai salah satu usaha pemanfaatan fungsi media pembelajaran akan
mencapai keberhasilan.
1) Berdasarkan karakteristiknya
a) Media yang memiliki karakteristik tunggal, sebagai berikut:
(1) radio: memiliki karakteristik suara saja;
106
(3) PH: memiliki karakteristik suara saja;
(3) TV dan VTR: memiliki karakteristik suara, gambar, gerak, (garis dan
tulisan);
a) Lama presentasi, yaitu: (1) presentasi sekilas dan (2) presentasi tak
sekilas.
b) Sifat presentasi, yaitu: (1) media dengan presentasi kontinyu dan (2)
media dengan presentasi tak kontinyu.
3) Berdasarkan pemakainya
Berdasarkan jumlah pemakainya, media dapat dapat dibedakan atas: (1)
media untuk kelas besar, (2) media untuk kelas kecil, dan (3) media untuk
belajar secara individual.
108
3) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan metode yang kita
pergunakan.
4) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan materi yang akan kita
komunikasikan.
5) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan keadaan siswa, baik
ditinjau dari segi jumlahnya, usianya, maupun tingkat pendidikannya.
6) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan situasi dan kondisi
lingkungan tempat media itu kita pergunakan.
7) Hendaknya kita memilih media yang sesuai dengan kreativitas kita.
8) Sebagai catatan tambahan, janganlah kita menggunakan media tertentu
dengan alasan bahwa media tersebut merupakan barang baru atau karena
media tersebut merupakan satu-satunya media yang kita miliki, (Soeparno,
1988: 10-11).
1) Media yang digunakan oleh guru harus sesuai dengan dan diarahkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
2) Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran.
3) Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kondisi
siswa.
4) Media yang akan digunakan harus efektif dan efisien.
Sepaham dengan pendapat di atas, Mulyani Sumantri dan Johar
Permana (2001: 156-157) mengungkapkan prinsip-prinsip pemilihan media
pembelajaran, yaitu:
111
c) peta, yaitu gambar yang menjelaskan permukaan bumi atau beberapa
bagian daripadanya;
d) diagram, yaitu penampang atau irisan dari sesuatu benda atau objek;
e) poster, yaitu gambar yang mengomunikasikan pesan secara singkat;
f) karikatur, yaitu gambar yang disederhanakan bentuknya dengan pesan
biasanya menyindir;
g) komik, yaitu suatu cerita yang disertai dengan gambar;
h) gambar mati, yaitu gambaran dari sesuatu yang berupa hasil lukisan,
potret atau cetakan yang tidak dapat bergerak, dengan bentuk dua
dimensi;
i) photo, yaitu hasil dari suatu pemotretan.
2) Media papan
Yang dimaksud dalam kelompok ini, antara lain: (a) papan tulis, (b) papan
flannel, (c) papan tempel, dan (d) papan pameran.
3) Media dengan proyeksi
Yang termasuk dalam kelompok media ini, antara lain: (a) slide, (b) film
strips, (c) opague projector, (d) transparansi, dan (e) micro film dan
microfische.
Senada dengan pendapat di atas, Fitriani Agustina (2009) membagi media visual
menjadi
Media visual dua dimensi
Media visual dua dimensi merupakan media yang bersifat elektronik yang
diproyeksikan dan terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat
lunak (software). Ada beberapa jenis media visual dua dimensi antara lain :
a. Overhead proyektor (OHP)
b. Slide
c. Filmstrip
Media visual satu dimensi
Terdapat berbagai macam media visual satu dimensi, di antaranya sebagai
berikut:
112
a. Diagram
c. Bagan
Bagan adalah suatu media pengajaran yang penyajiannya secara
diagramatik dengan menggunakan lambang-lambang visual, untuk
mendapatkan sejumlah informasi yang menunjukkan perkembang- an
ide, objek, lembaga, orang, keluarga ditinjau dari sudut waktu dan
ruang.
Poster
Poster adalah gambar yang besar, yang memberi tekanan pada satu
atau dua ide pokok sehingga dapat dimengerti dengan melihatnya
sepintas lalu.
b. Peta
Peta adalah gambar permukaan bumi atau sebagian daripadanya.
Dengan peta orang dapat memvisualisasikan apa yang ada di permukaan
bumi ini dan menentukan tempat kejadian sesuatu.
113
c. Gambar Representasi
115
poster, karikatur, kartun, gambar/foto, komik dan gambar
sederhana dengan garis sederhana dengan garis lingkar.
116
Menurut Arief S. Sadiman, dkk (2009: 31-32), adapun
syarat dari gambar yang cocok dengan tujuan pembelajaran
adalah (1) autentik, (2) sederhana, (3) ukuran relatif gambar
dapat memperbesarkan atau memperkecil benda sebenarnya, (4)
Gambar sebaikanya mengandung gerak atau perbuatan, (5)
Diusahakan mengguanakan gambar karya siswa, dan (6)
gambar hendaklah bagus dari sudut seni dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
117
Lebih lanjut Burhan Nurgiyantoro (2001: 279)
menjelaskan bahwa gambar yang potensial untuk tugas
paragmatik adalah gambar yang berisi suatu aktivitas,
mencerminkan maksud atau gagasan tertentu, bermakna, dan
menunjukkan situasi konteks tertentu.
118
kecerdasan, ketajaman dan ketepatan berpikir kritis serta
ekspresif dalam menanggapi fenomena kehidupan masyarakat,
kritik sosial tersebut dikemas secara humoris (Heru Dwi
Waluyanto, 2000: 128). Lebih lanjut Heru Dwi Waluyanto
menyatakan sebagai media komunikasi visual, karikatur juga
dapat digunakan untuk perantara penyampaian pesan melaui
gambar. Dengan melihat gambar dapat merangsang seseorang
untuk berbicara setidaknya tentang gambar yang dilihatnya
tersebut. Karena digunakan untuk komunikasi, karikatur ini bisa
“membunyikan” sesuatu hanya dengan dilihat saja.
119
terhadap kemampuan baca visual (literacy) dan tulis. Brown
(dalam Wilkinson, 1984:22) menyatakan nilai guna gambar
diam (karikatur) mempunyai sejumlah implikasi bagi
pengajaran, yaitu:
1) bahwa penggunaan gambar (karikatur) dapat merangsang minat/perhatian
siswa;
2) gambar (karikatur) yang dipilih dan diadaptasi secara tepat membantu siswa
memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang
menyertainya;
3) isyarat yang bersifat non-verbal atau simbol-simbol seperti tanda pesan
ataupun tanda-tanda lainnya pada gambar diam (karikatur) dapat
memperjelas atau mungkin pula mengubah pesan yang sebenarnya
disampaikan untuk dikomunikasikan.
Kerangka Berpikir
Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses pemerolehan informasi/
keterampilan. Keberhasilan dalam belajar berhubungan dengan cara pengajaran dan
seberapa besar minat siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Demikian pula
dengan penggunaan pendekatan dalam pembelajaran juga mempengaruhi keberhasilan
dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu, peneliti berusaha untuk mencari solusi yang dapat digunakan
untuk mengajarkan pembelajaran berbicara di sekolah agar siswa tertarik untuk
120
mengikuti pembelajaran tersebut, serta bekerja sama dengan guru kelas untuk mencari
media yang tepat untuk digunakan dalam mengajarkan materi berbicara kepada siswa.
Media yang dipilih, yaitu media gambar karikatur. Media ini dipilih dengan
pertimbangan bahwa dalam pembelajaran berbicara, minat siswa terhadap
pembelajaran berbicara atau paling tidak responsnya pasti akan berbeda. Maksudnya,
ada siswa yang suka dan ada pula yang tidak. Tetapi di sisi lain, hampir keseluruhan
siswa menyukai media gambar karikatur karena dirasa sangat membantu siswa untuk
menyampaikan pesan melalui kegiatan berbicara. Kedua hal tersebut bila digabungkan,
maka akan menjadi sebuah solusi yang cukup menarik. Selain itu, dengan menerapkan
media gambar karikatur dalam pembelajaran berbicara, siswa akan mendapatkan
pengalaman baru dalam belajar, khususnya belajar keterampilan berbicara.
Adapun alur kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
Kondisi awal
121
Hasil belajar siswa dalam keterampilan
berbicara meningkat
Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Erma Lestari (2008)
dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara
dengan Menggunakan Media Komik Tanpa Kata Pada Siswa Kelas 10-8 SMA Negeri 5
Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008”. Di dalam hasil penelitian tersebut dijelaskan
bahwa media komik tanpa kata dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa
dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, dapat
diajukan sebuah hipotesis bahwa :
“Melalui media gambar karikatur kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan
berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta dapat ditingkatkan”.
123
BAB III
METODE PENELITIAN
Waktu penelitian pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Maret 2010.
Penyusunan proposal dilaksanakan pada bulan Oktober 2009, pelaksanaan
pembelajaran pada bulan November sampai Desember 2009 dan penyusunan laporan
pada bulan Januari sampai Maret 2010. Secara rinci jenis kegiatan dan waktu
pelaksanaan kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
1. Persiapan x xxx
survei awal
sampai
penyusunan
proposal
2. Seleksi xxx xx
informan,
penyimpanan
instrumen dan
alat
3. Pengumpulan xx
data
124
4. Analisis data xx xx
5. Penyusunan xxx x
laporan
Subjek Penelitian
Akibat adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya peneliti tidak mencari
semua informasi sebagai subjek kajian dalam penelitian ini. Peneliti hanya mengambil
informasi dari guru kelas 5B dan siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta.
Pengumpulan data dari siswa dilakukan dengan cara menyebarkan angket, wawancara
dan soal-soal tes pada siswa untuk kemudian dianalisis sebagai sumber data.
125
2. Memberikan kerangka kerja yang teratur kepada pemecahan masalah praktis.
3. Fleksibel dan adaptatif, dan oleh karenanya memungkinkan adanya perubahan
selama masa percobaan.
4. Partisipatori dan/atau anggota tim peneliti sendiri ambil bagian secara langsung
/ tidak langsung dalam melaksanakan penelitiannya.
5. Self evaluative, yaitu modifikasi secara berkesinambungan yang dievaluasi dalam
situasi yang ada, yang tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan praktik
dengan cara tertentu.
6. Perubahan dalam praktik didasari pengumpulan informasi atau data yang
memberikan dorongan untuk terjadinya perubahan.
7. Secara ilmiah kurang ketat karena kesalahan internal dan eksternalnya lemah
meskipun diupayakan untuk dilakukan secara sistematis.
Peneliti berusaha mengamati dan mendeskripsikan permasalahan-
permasalahan yang dialami guru dalam pembelajaran berbicara. Kemudian, peneliti dan
guru berusaha memberikan alternatif usaha guna mengatasi permasalahan tersebut.
Alternatif usaha tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi ke arah perbaikan
pembelajaran berbicara di kelas.
126
Sumber Data Penelitian
Ada tiga sumber data penting yang akan dijadikan sebagai sasaran
penggalian dan pengumpulan data serta informasi dalam penelitian ini. Sumber data
tersebut meliputi:
1. Peristiwa yang menjadi sumber data dalam penelitian ini yakni, berbagai
kegiatan pembelajaran berbicara yang berlangsung di dalam kelas yang dialami
oleh siswa 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta dengan penggunaan media
karikatur.
2. Informan, dalam penelitian ini menggunakan informan guru kelas 5B SD Negeri
Cengklik 1 Surakarta.
3. Dokumen berupa foto-foto peristiwa yang berupa foto kegiatan pembelajaran
berbicara, hasil tes siswa, rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru
dan peneliti, silabus yang ditentukan oleh pihak sekolah serta hasil angket yang
terisi oleh siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta.
1. Observasi
Teknik ini digunakan untuk mengamati kegiatan pembelajaran berbicara
yang berlangsung di kelas. Observasi ini bertujuan untuk mengamati
perkembangan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas.
2. Teknik Tes
Adapun teknik tes digunakan dengan maksud untuk mengetahui perubahan
hasil belajar siswa setelah diadakan pembelajaran berbicara dengan
menggunakan media karikatur. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam
pengambilan data dengan menggunakan tes adalah dengan menyiapkan
perangkat bahan tes, menilainya serta mengolah data dari hasil kegiatan
pembelajaran. Dalam penelitian ini guru melaksanakan dua kali tes, yakni pre-tes
untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam pembelajaran keterampilan
berbicara, serta post-tes untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti
pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan media karikatur.
3. Angket
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara meminta informan
untuk menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian yang
digunakan. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari informasi yang
jumlahnya banyak dan tidak memungkinkan untuk diwawancarai satu per satu.
Angket dalam penelitian ini diterapkan pada siswa kelas 5B SD Cengklik 1
Surakarta yang berjumlah 41 orang.
4. Teknik Wawancara
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dari guru dan siswa tentang
pelaksanaan pembelajaran berbicara di dalam kelas. Wawancara mendalam
(indepth interview) digunakan untuk mencari informasi mengenai kesulitan yang
dialami oleh guru dalam pembelajaran berbicara, dan faktor-faktor penyebabnya.
Wawancara yang digunakan untuk mencari data dari siswa menggunakan teknik
wawancara berstruktur secara tertulis dan lisan.
5. Analisis Dokumen
128
Teknik ini digunakan untuk menganalisis dokumen yang telah didapatkan
dari hasil observasi. Dokumen yang dimaksud dapat berupa berbagai catatan
lapangan, nilai hasil tes berbicara, dan rekaman pembelajaran berbicara oleh guru
di dalam kelas.
1) Triangulasi metode, teknik ini digunakan untuk membandingkan data yang telah
diperoleh dari hasil observasi dengan data yang diperoleh dari data wawancara dan
angket siswa. Dalam hal ini peneliti membandingkan hasil observasi dengan data
yang berasal dari siswa diperoleh melalui observasi, angket, dan teknik wawancara
berstruktur.
2) Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji satu data yang
diperoleh dari sumber data yang berbeda. Misalnya, untuk menentukan keabsahan
antusias siswa selama mengikuti pembelajaran, peneliti melakukan trianggulasi
sumber data dari siswa selaku informan dengan sumber data dokumen yang berupa
foto pembelajaran dan catatan lapangan.
3) Review informan, teknik ini digunakan untuk menanyakan informan, apakah data
yang diperoleh dari hasil wawancara sudah valid atau belum, sudah sesuai dengan
kesepakatan atau belum.
130
Kemampuan 70% Diukur dari hasil tes kemampuan berbicara siswa secara
siswa dalam
lisan dan dihitung dari jumlah ketuntasan belajar.
melakukan
aktivitas
berbicara
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Sarwiji Suwandi (2004: 119-120) mengungkapkan bahwa PTK
merupakan penelitian yang bersifat reflektif. Kegiatan penelitian berangkat dari
permasalahan riil yang dihadapi oleh guru dalam proses belajar mengajar,
kemudian direfleksikan alternatif pemecah masalahnya dan ditindaklanjuti dengan
tindakan-tindakan nyata yang terencana dan terukur. Hal penting dalam PTK
adalah tindakan nyata (action) yang dilakukan oleh guru (dan bersama pihak lain)
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.
Tindakan itu harus direncanakan dengan baik dan dapat diukur tingkat
keberhasilannya dalam pemecahan masalah tersebut. Jika ternyata program
tersebut belum dapat memecahkan masalah yang ada, maka perlu dilakukan
penelitian siklus berikutnya (siklus kedua) untuk mencoba tindakan lain (alternatif
pemecahan lain sampai permasalahan dapat diatasi).
Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan PTK, perlu
diketahui karakteristik dari PTK itu sendiri. Menurut Rochman Natawidjaya
(dalam Sarwiji Suwandi, 2004: 119-120) karakteristik PTK meliputi:
1. Merupakan prosedur penelitian di tempat kejadian yang dirancang untuk
menanggulangi masalah nyata di tempat yang bersangkutan.
2. Diterapkan secara kontekstual, artinya variabel-variabel atau faktor-faktor
yang telah ditelaah selalu terkait dengan keadaan dan suasana penelitian.
3. Terarah pada perbaikan atau peningkatan mutu kinerja guru di kelas.
4. Bersifat fleksibel (disesuaikan dengan keadaan).
5. Banyak mengandalkan data yang diperoleh secara langsung dari pengamatan
atas perilaku serta refleksi peneliti.
6. Bersifat situasional dan spesifik, umumnya dilaksanakan dalam bentuk studi
kasus.
131
Adapun langkah-langkah pelaksanaan PTK dilakukan melalui empat
tahap, yakni: (1) perencanaan tindakan (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi
dan interpretasi, dan (4) analisis dan refleksi. Secara jelas langkah-langkah
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Refleksi I Pengamatan/
pengumpulan data I
Permasalahan
Perencanaan tindakan Pelaksanaan Tindakan
baru hasil refleksi
II II
Refleksi II Pengamatan/
pengumpulan data II
Gambar 2. Alur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, dkk, 2008: 74)
Keterangan:
132
1. Perencanaan Tindakan
Berdasarkan hasil identifikasi dan penetapan masalah, peneliti dan guru
kemudian berdiskusi untuk menemukan alternatif. Alternatif yang disepakati antara
peneliti dan guru adalah media pembelajaran berbicara yang berupa gambar karikatur.
Pada tahap ini peneliti menyajikan data yang telah dikumpulkan kemudian bersama guru
menetukan solusi yang tepat berdasarkan masalah yang dihadapi. Tahap perencanaan
tindakan meliputi:
3. Observasi
Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan menginterpretasikan aktivitas
penggunaan media gambar karikatur dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
Dalam kegiatan ini, peneliti berperan sebagai partisipan pasif. Maksudnya, peneliti
berada dalam lokasi penelitian namun tidak berperan aktif. Peneliti hanya mengamati
dan mencatat segala aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran
berbicara. Setelah itu, peneliti mengolah data untuk mengetahui ada atau tidak
peningkatan kualitas hasil dan proses pembelajaran berbicara siswa dengan media
gambar karikatur tersebut, juga untuk mengetahui kelemahan yang mungkin muncul.
133
Tindakan ini dilakukan dengan menganalisis atau mengolah data hasil observasi
dan interpretasi sehingga diperoleh kesimpulan bagian yang perlu diperbaiki dan bagian
mana yang sudah mencapai tujuan penelitian. Dalam melakukan refleksi, peneliti harus
bekerjasama dengan guru sebagai kolaborator. Selain itu, peneliti dengan guru
mengadakan diskusi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan (solusi pemecahan
masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan yang telah dilakukan). Setelah itu ditarik
kesimpulan penelitian yang dilakukan, berhasil atau tidak sehingga peneliti dan guru
dapat menetukan langkah selanjutnya.
134
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Awal
Survei kondisi awal dilakukan peneliti pada hari Sabtu, 10 Oktober 2009
pukul 09.15 WIB dan hari Rabu, 14 Oktober 2009 (selama 2 x 35 menit). Survei
kondisi awal dilakukan peneliti untuk mengetahui keadaan nyata yang ada di
lapangan sebelum peneliti melakukan proses penelitian. Keadaan yang perlu
diteliti meliputi proses dan kemampuan keterampilan berbicara siswa kelas 5B SD
Negeri Cengklik 1 Surakarta. Kondisi awal tersebut digunakan sebagai acuan
untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti dan guru pada saat
siklus dilakukan.
Survei awal yang dilakukan peneliti meliputi beberapa langkah berikut: (1)
wawancara dengan guru dan siswa, (2) observasi lapangan, dan (3) angket.
Wawancara dilakukan dengan guru pada hari Sabtu, 10 Oktober 2009 pukul 09.15
WIB. Wawancara ini dilakukan selama kurang lebih 15 menit. Dalam waktu 15
menit, peneliti mendapatkan informasi dari guru bahwa terdapat kendala dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran keterampilan
berbicara. Hal ini diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa sedikit sekali siswa
dalam satu kelas yang bisa dijadikan kandidat dalam perlombaan keterampilan
135
berbicara. Guru juga menyatakan hanya bisa menemukan satu atau dua orang
siswa saja dalam satu kelas yang terampil dalam berbicara sehingga tidak perlu
diadakan seleksi di sekolah.
Rendahnya kemampuan siswa dalam keterampilan berbicara dikarenakan
guru merasa kesulitan dalam memotivasi siswa agar mau berbicara di depan kelas.
Selain itu, siswa juga kurang berantusias dalam pembelajaran keterampilan
berbicara. Metode yang digunakan guru belum bisa meningkatkan hasil dari
pembelajaran keterampilan berbicara. Guru juga belum menggunakan media yang
dapat merangsang siswa untuk mengungkapkan ide atau gagasannya. Padahal
salah satu kesulitan siswa adalah mereka merasa bingung untuk mengungkapkan
ide atau materi yang hendak mereka jadikan materi atau topik berbicara di depan
kelas.
Tahapan selanjutnya pada survei awal ini, yaitu observasi pratindakan.
Observasi pratindakan dilakukan peneliti 4 hari setelah wawancara dengan guru,
yakni hari Rabu, 14 Oktober 2009 pukul 09.15 WIB (selama 2x35 menit). Dalam
tahap observasi ini, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dengan mengambil
tempat duduk paling belakang agar lebih leluasa mengamati proses pembelajaran.
Fokus peneliti tertuju pada aktifitas siswa dan guru selama pembelajaran
berlangsung. Adapun hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan
keadaan sebagai berikut:
1. Kedisiplinan dan Kesiapan Siswa Mengikuti Pembelajaran Berbicara
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti selama proses
pembelajaran berlangsung, terungkap bahwa kedisiplinan dan kesiapan siswa
kurang terhadap pelajaran. Hal ini terlihat dari adanya siswa yang masih
bercanda dengan teman sebangkunya saat proses pembelajaran berlangsung.
Ketidaksiapan siswa sangat terlihat pada waktu guru menyampaikan bahwa
pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa adalah berbicara. Secara spontan
mereka berteriak dan mengeluh. Adapula siswa yang meminta membawa buku
ke depan kelas saat ditunjuk.
136
2. Minat Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Berbicara
Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa kurang berminat
terhadap pelajaran keterampilan berbicara. Hal tersebut terindikasi dari sikap
siswa selama mengikuti pelajaran, yaitu perhatian siswa banyak yang tidak
terfokus pada pelajaran, ada siswa yang sibuk dengan kegiatannya melipat
kertas, ada yang berbicara dengan temannya, ada yang melamun, menunduk,
dan menoleh-noleh. Selain itu, siswa juga terlihat takut pada waktu nama
mereka dipanggil. Hanya ada satu siswa yang berani maju tanpa ditunjuk.
Kebanyakan siswa mengeluh, bahkan ada yang meminta untuk membawa
catatan.
Lemahnya minat siswa terhadap keterampilan berbicara juga dapat
dilihat dari hasil pengisian angket oleh siswa. Berdasarkan hasil angket
tersebut, diketahui bahwa siswa yang menyukai atau berminat pada
keterampilan berbicara hanya mencapai 17 % atau sejumlah 7 dari 41 siswa.
3. Keaktifan Siswa Selama Mengikuti Pembelajaran Berbicara
Pada waktu proses pembelajaran berlangsung, peneliti juga
menyimpulkan bahwa siswa kurang aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran berbicara. Hal ini terlihat dari sedikitnya siswa yang berani
bertanya atau menyampaikan pendapat/sikap secara individu kepada guru.
Mereka hanya bisa mengeluh secara bersama-sama. Kekurangaktifan siswa
juga dapat dilihat dari sedikitnya siswa yang berani maju secara sukarela. Dari
41 siswa, hanya satu siswa yang berani menunjukkan keaktifannya di depan
kelas dengan cara maju tanpa ditunjuk. Setelah siswa tersebut, guru beberapa
kali memberikan kesempatan kepada siswa lainnya untuk maju secara
sukarela, tetapi tidak ada siswa yang berani. Banyak siswa yang bahkan
menundukkan kepalanya.
4. Perhatian dan Kesungguhan Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Berbicara
Perhatian dan kesungguhan siswa terhadap guru kurang selama proses
pembelajaran berlangsung. Banyak siswa yang sibuk dengan kegiatan
pribadinya, seperti bergurau dengan teman, tidak mendengarkan teman yang
sedang berbicara di depan kelas, dan bermain kertas. Siswa juga tidak
137
merespons stimulus yang diberikan guru. Mereka nampak bosan dengan
proses pembelajaran yang berlangsung secara monoton ini. Suara dari siswa
yang maju banyak yang tidak terdengar sehingga hal ini juga memicu kurang
perhatiannya siswa yang mendengarkan terhadap cerita yang dibawakan oleh
siswa yang maju.
5. Kesulitan Siswa Berbicara di Depan Kelas
Selama proses pembelajaran berlangsung siswa terlihat kesulitan
dalam menyampaikan ide yang terdapat dalam pikiran mereka. Hal ini
disebabkan mereka tidak memiliki materi yang cocok untuk dijadikan topik
pembicaraan. Mereka nampak bingung dan ada juga siswa yang berhenti
mendadak pada waktu mereka berbicara di depan kelas sehingga mereka tidak
dapat menyelesaikan ceritanya. Pada waktu ditunjuk oleh guru, siswa terlihat
bingung. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya siswa yang mengeluh dan
menanyakan pada guru tentang hal yang akan dijadikan topik berbicara. Ada
juga siswa yang ingin segera menyelesaikan ceritanya dengan cara memotong
cerita. Dari hasil wawancara dengan siswa, ternyata benar, bahwa mereka
merasa bingung pada waktu maju karena mereka tidak tahu materi yang akan
mereka jadikan topik pembicaraan pada waktu mereka berada di depan kelas.
Ada juga siswa yang mengaku lupa pada kelanjutan cerita, padahal mereka
sudah berusaha mengingatnya.
6. Penggunaan Media dalam Pembelajaran Berbicara
Berdasarkan hasil observasi pratindakan dan didukung oleh hasil
wawancara dengan guru mengenai media pembelajaran berbicara, maka dapat
disimpulkan bahwa guru belum pernah menggunakan atau mencoba media
untuk pembelajaran keterampilan berbicara. Dengan kata lain, guru hanya
mengandalkan tema yang terdapat dalam buku paket atau buku pegangan
untuk menentukan materi berbicara bagi siswa. Hal ini akan menimbulkan
kurangnya referensi bagi siswa untuk menemukan materi-materi yang dapat
dijadikan topik pembicaraan di depan kelas.
138
7. Penguasaan Kelas
Posisi guru saat mengajar hanya di depan kelas. Guru tidak berkeliling
kelas atau memantau siswa yang duduk di belakang sehingga banyak siswa
yang duduk di belakang tidak memperhatikan pelajaran. Mereka dapat leluasa
melakukan kegiatan pribadi, seperti bercanda dengan teman, bermain kertas,
dan melamun.
Tahap selanjutnya dalam penelitian survei awal ini adalah melengkapi data
dengan kegiatan pengisian angket pratindakan yang dilakukan oleh siswa.
Pengisian angket ini bertujuan untuk mengetahui minat siswa terhadap
pembelajaran keterampilan berbicara. Kegiatan ini dilakukan pada hari Rabu, 14
Oktober 2009. Angket tersebut berisi 7 pertanyaan yang masing-masing
pertanyaan sudah terdapat pilihan jawabannya. Dari hasil pengisian angket
diperoleh kesimpulan bahwa siswa yang berminat terhadap pembelajaran
keterampilan berbicara sebesar 17 % atau sejumlah 7 dari 41 siswa.
Berdasarkan kondisi awal tersebut, peneliti dan guru melakukan diskusi
untuk mencari solusi kendala-kendala yang dialami siswa dalam proses
pembelajaran keterampilan berbicara. Dari diskusi tersebut, diperoleh kesepakatan
bahwa peneliti dan guru akan bersama-sama melakukan penelitian tindakan kelas
dengan mengambil judul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara dengan
Media Gambar Karikatur Siswa Kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta Tahun
Ajaran 2009/2010”.
140
telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari).
g) Siswa diberi kesempatan untuk mengamati gambar karikaturnya masing-masing
berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada
dalam gambar dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari).
h) Siswa satu per satu maju untuk bercerita mengenai hasil pengamatannya
tentang gambar karikatur tersebut.
i) Guru menyimpulkan proses berbicara melalui pengamatan gambar karikatur
yang telah dilakukan.
j) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal sulit dalam
pembelajaran berbicara yang telah dilaksanakan.
k) Guru bersama siswa melakukan refleksi.
l) Guru menutup pelajaran.
2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan selanjutnya
didiskusikan dengan peneliti.
3) Guru dan peneliti mempersiapkan media yang berupa gambar karikatur untuk
pembelajaran keterampilan berbicara. Gambar yang dipilih adalah gambar
karikatur berwarna dengan tema “Aktivitas Sehari-hari”.
4) Guru dan peneliti menyusun instrumen penelitian berupa penilaian tes dan
non-tes. Instrumen tes dinilai dari hasil praktik berbicara siswa (sesuai
dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai). Instrumen non-tes dinilai
berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dan berdasarkan
rubrik penilaian proses pembelajaran berbicara yang meliputi: (a)
kedisiplinan, (b) minat, (c) keaktivan, (d) perhatian, dan (e) kesungguhan
siswa selama pembelajaran berlangsung.
5) Guru dan peneliti menentukan jadwal pelaksanaan tindakan siklus I.
Dari kegiatan diskusi disepakati bahwa tindakan dalam siklus 1 dilaksanakan
dalam dua kali pertemuan, yaitu hari Rabu, 4 November 2009 dan hari Sabtu,
7 November 2009.
141
b. Pelaksanaan Tindakan 1
Seperti yang telah direncanakan oleh peneliti dan guru, tindakan siklus 1
dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu hari Rabu, 4 November 2009 dan
hari Sabtu, 7 November 2009 di ruang kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta.
Pada pertemuan pertama, pelaksanaan tindakan berlangsung selama 2 x 35 menit,
dan dilaksanakan pada pukul 09.15 WIB. Selanjutnya, untuk pertemuan kedua,
dilaksanakan pada pukul 08.10 WIB dengan alokasi waktu 2 x 35 menit.
Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran keterampilan
berbicara pada tindakan siklus 1 ini meliputi:
1) Guru mengondisikan kelas dan melakukan presensi.
2) Guru menjelaskan tentang kompetensi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
dalam pembelajaran berbicara.
3) Apersepsi tentang keterampilan berbicara dengan menggali pengalaman siswa
dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi menceritakan hasil
pengamatan gambar karikatur dengan bahasa yang baik dan benar.
4) Siswa menerima gambar karikatur dari guru.
5) Siswa mendengarkan penjelasan dari guru mengenai maksud pembelajaran
berbicara yang akan dilakukan dengan gambar karikatur.
6) Siswa mendengarkan contoh yang diberikan guru dalam bercerita dengan
melakukan pengamatan terhadap gambar karikatur berdasarkan hal-hal yang telah
ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari).
7) Siswa diberi kesempatan untuk mengamati gambar karikaturnya masing-masing
berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam
gambar dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari).
8) Siswa satu per satu maju untuk bercerita mengenai hasil pengamatannya tentang
gambar karikatur tersebut.
9) Guru menyimpulkan proses berbicara melalui pengamatan gambar karikatur yang
telah dilakukan.
10) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal sulit dalam
pembelajaran berbicara yang telah dilaksanakan.
142
11) Guru bersama siswa melakukan refleksi.
12) Guru menutup pelajaran.
Pembelajaran berbicara dilanjutkan pada pertemuan kedua. Pertemuan
kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 November 2009 selama 70 menit (2 kali
pertemuan), dimulai pukul 08.10 WIB. Urutan pelaksanaan tindakan siklus I
pertemuan kedua ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1) Guru melakukan persensi.
2) Guru melakukan apersepsi.
3) Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai pembelajaran keterampilan
berbicara pada pertemuan sebelumnya.
4) Guru memberikan kesempatan pada siswa ingin maju tanpa ditunjuk.
5) Guru menunjuk siswa untuk maju secara bergiliran dengan cara melakukan
pengocokan pada kartu yang sudah disiapkan.
6) Di akhir penampilan semua siswa, guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap
II (guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang kesulitan atau kendala
pembelajaran keterampilan berbicara dengan media gambar karikatur).
7) Guru memberikan kesimpulan dan menutup pelajaran.
143
Berdasarkan pengamatan peneliti, secara garis besar diperoleh gambaran
jalannya kegiatan belajar mengajar (KBM) sebagai berikut:
1) Sebelum melaksanakan pembelajaran, guru mempersiapkan pedoman dalam
mengajar daam bentuk rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran tersebut
sesuai dengan silabus mata pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas 5 sekolah
dasar. Silabus ini terdapat di dalam kurikulum yang berlaku di sekolah
tersebut, yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
2) Pelaksanaan siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan
pertama dihadiri oleh 39 siswa karena dua siswa sakit sehingga tidak bisa
masuk sekolah. Pertemuan kedua diikuti oleh 40 siswa karena ada siswa yang
dijemput pulang oleh orang tuanya karena ada kepentingan keluarga. Siswa
tersebut sudah maju pada pertemuan pertama.
3) Guru memulai pembelajaran dengan menjelaskan tujuan pembelajaran. Hal ini
menunjukkan bahwa guru sudah melaksanakan pembelajaran berbicara
dengan baik. Selanjutnya, guru melakukan apersepsi, yakni melaksanakan
tanya jawab dengan siswa tentang gambar karikatur. Pada mulanya banyak
siswa yang tidak mengerti tentang gambar karikatur, tetapi guru menjelaskan
dengan baik dan pada akhirnya siswa mengerti tentang gambar karikatur.
4) Guru melakukan metode demonstrasi dengan mencontohkan sebuah gambar
karikatur dan menceritakan gambar tersebut. Guru bercerita dan menjelaskan
cara bercerita yang baik pada siswa.
5) Pada waktu bercerita dan menjelaskan cara bercerita kepada siswa, siswa
memperhatikan dengan seksama. Ada beberapa siswa yang masih beraktifitas
sendiri. Ada yang melamun dan berbicara dengan teman.
6) Guru memberikan teguran pada siswa yang tidak menghiraukan penjelasan
guru.
7) Guru mulai membagikan gambar karikatur kepada siswa. Setelah
mendapatkan gambar tersebut, ada siswa yang merasa senang karena
mendapatkan gambar yang menurut mereka bagus, dan ada juga yang kecewa
karena mendapatkan gambar yang menurut mereka kurang bagus. Ada 4 orang
siswa yang meminta tukar gambar pada guru. Guru tidak memenuhi
144
permintaan mereka. Ada pula beberapa siswa yang menukarkan gambar
mereka dengan teman yang lain.
8) Setelah itu, siswa mulai memperhatikan gambar masing-masing dan mulai
memikirkan topik yang cocok untuk gambar mereka. Setelah itu, siswa diberi
kesempatan untuk maju secara individu.
9) Guru memberikan kesempatan pada siswa yang ingin maju tanpa ditunjuk.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh siswa yang berantusias tinggi terhadap
gambar mereka.
10) Setelah ketiga siswa tersebut, masih ada satu siswa yang maju atas kesadaran
sendiri (tanpa ditunjuk) pada pertemuan kedua.
11) Pada waktu ditunjuk dengan cara pengocokan, siswa tidak mengeluh. Mereka
langsung maju. Siswa juga sudah mulai lancar dalam berbicara. Ada beberapa
siswa yang lupa pada cerita mereka, setelah guru menyuruh untuk melihat
gambar, siswa tersebut kembali ingat. Banyak siswa yang hanya memandang
ke arah gambar pada waktu mereka berbicara. Mereka tidak melihat
pendengar.
12) Pada waktu ada siswa yang maju berbicara, tampak beberapa siswa yang lain
ramai dan tidak mendengarkan cerita teman yang sedang maju. Mereka
bercanda dengan teman sebangku, melamun, dan beraktivitas sendiri.
13) Saat tahap evaluasi, guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai
kesulitan yang mereka alami saat berbicara dengan gambar karikatur. Ada
satu siswa yang memberikan komentarnya, yaitu Lia. Dia merasa gambar yang
dia terima tidak sesuai dengan keinginannya. Setelah ditelusuri lebih jauh,
teryata alasan utamanya adalah gambar tersebut tidak berwarna (hanya hitam
putih).
14) Kelemahan atau kekurangan selama pelaksanaan tindakan siklus I ini dapat
dilihat dari tiga aspek berikut:
a) Kelemahan yang ditemukan dari guru, yaitu:
(1) Guru kurang menguasai kelas.
Guru hanya berdiri di depan kelas dan duduk pada waktu memberikan
materi dan contoh.
145
(2) Guru jarang menegur siswa yang tidak fokus dalam pembelajaran.
Siswa yang tidak fokus pada pembelajaran hanya ditegur satu kali
pada waktu apersepsi.
b) Kelemahan yang ditemukan dari siswa, yaitu:
(1) Siswa kurang disiplin pada waktu mengikuti pelajaran berbicara.
Banyak aktifitas yang dilakukan siswa di luar kegiatan pembelajaran
seperti melamun, berbicara dengan teman sebangku, dan bercanda.
(2) Pada waktu maju, pandangan siswa hanya tertuju pada gambar.
(3) Pada waktu ada siswa yang maju, banyak siswa yang tidak
mendengarkan (perhatian siswa kurang).
(4) Ada beberapa siswa yang mengeluh karena mendapatkan gambar
yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
(5) Saat guru melakukan tanya jawab dengan siswa pada waktu
pembelajaran, hanya beberapa siswa yang aktif memberikan
pertanyaan dan menanggapinya.
(6) Ada beberapa siswa yang masih lupa dengan bagian cerita yang
mereka ceritakan di depan kelas.
c) Kelemahan dari penggunaan media gambar karikatur
(1) Gambar karikatur yang tidak berwarna tidak begitu menarik perhatian
siswa sehingga ada beberapa siswa yang mengeluh jika mendapatkan
gambar yang tidak berwarna (hitam putih).
(2) Siswa belum begitu memahami tentang cara bercerita dengan gambar
karikatur.
15) Keberhasilan proses pembelajaran berbicara siklus I dapat dilihat dari
beberapa indikator berikut ini:
a) Kedisiplinan
Siswa yang menunjukkan kedisiplinan dalam mengikuti pembelajaran
berbicara dengan media gambar karikatur sebanyak 23 siswa atau sekitar
56,1%. Hal ini diperoleh dari penilaian sikap siswa yang sudah
menunjukkan kedisiplinan di kelas, seperti kedisiplinan dalam kesiapan
mengikuti pelajaran dan melaksanakan prosedur pembelajaran berbicara.
146
b) Minat
Siswa terlihat lebih antusias terhadap pembelajaran berbicara dengan
gambar karikatur dibandingkan tanpa media apapun. Minat siswa, peneliti
nilai dari antusias siswa untuk mengikuti setiap aturan main dalam
pembelajaran keterampilan berbicara. Siswa juga tidak mengeluh pada
waktu mereka melakukan kegiatan berbicara di depan kelas. Siswa yang
menunjukkan minat terhadap pembelajaran berbicara dengan media
gambar karikatur sebanyak 63,41% atau sejumlah 26 siswa.
c) Keaktifan
Keaktifan siswa pada waktu proses pembelajaran berbicara dilihat dari
keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat, bertanya dan berani
maju dengan kesadaran sendiri. Siswa yang sudah menunjukkan keaktifan
dengan cara mengungkapkan pendapat bertanya dan maju dengan
kesadaran sendiri sebanyak 24 siswa. Persentase keaktifan siswa yang
peneliti simpulkan dari rubrik penilaian proses pembelajaran keterampilan
berbicara adalah 58,53%.
d) Perhatian
Siswa yang sudah menunjukkan perhatiannya selama proses pembelajaran
berbicara adalah sejumlah 23 siswa. Persentase perhatian siswa sebanyak
56,1%. Hal ini peneliti simpulkan dari hasil pengamatan selama
pembelajaran berbicara. Siswa memperhatikan guru pada waktu apersepsi,
penyampaian materi, dan evaluasi. Sebagian siswa juga sudah bisa
menjadi pendengar yang baik.
e) Kesungguhan
Kesungguhan siswa yang peneliti nilai adalah dari kesungguhan siswa
dalam melakukan pengamatan terhadap gambar. Siswa terlihat serius dan
bersungguh-sungguh dalam mengamati gambar karikatur. Siswa yang
menunjukkan kesungguhannya dalam pembelajaran berbicara sejumlah 22
siswa atau 53,66%.
16) Ketuntasan hasil belajar yang berupa kemampuan siswa menceritakan hasil
pengamatan atau kunjungan dengan bahasa runtut, baik, dan benar mencapai
147
sekitar 56,1%. Hal ini terlihat dari hasil praktik berbicara dan dihitung dari
jumlah siswa yang memperoleh nilai 65 (batas ketuntasan) ke atas, yaitu
sebanyak 23 siswa.
148
24 Dina Monika 3 4 4 4 4 19 76 Ya
25 Dinar Andina Pratiwi 4 3 4 3 3 17 68 Ya
26 Imma Rafiana 3 4 3 3 2 15 60 Tidak
27 Indah Arum Sari 4 3 4 4 3 18 72 Ya
28 Is Ma Umi Nur R 3 3 3 4 4 17 68 Ya
29 Mahanani P 4 3 4 3 3 17 68 Ya
30 Swastika Wendy A 3 3 2 3 1 12 48 Tidak
31 Theodora Diani L 2 3 3 2 3 13 52 Tidak
32 Adimas Agustinus 4 3 4 4 4 19 76 Ya
33 Aldevengky T 3 3 4 4 4 18 72 Ya
34 Arif Luqman 3 3 3 3 1 13 52 Tidak
35 Geradus Septi H 4 3 4 3 4 18 72 Ya
36 Ian Danarko P 3 3 4 4 3 17 68 Ya
37 Victor Dhea Komang 3 2 3 3 2 13 52 Tidak
38 Wika Ayudyah P 4 3 3 4 4 18 72 Ya
39 Andrea Sakti P 2 3 2 2 3 12 48 Tidak
40 Erika Prissilia 3 3 3 2 1 12 48 Tidak
41 Fajandra Yoga M 3 4 3 4 3 17 68 Ya
Nilai Rata-Rata 63,73
Ketuntasan Belajar = 56,1% ≤65 = 23 siswa
≥65 = 18 siswa
Keterangan:
I : lafal
II : intonasi
III : kesesuaian cerita dengan gambar karikatur
IV : struktur cerita
V : kelancaran/kewajaran
149
d. Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas
pembelajaran berbicara siklus I ini (baik proses maupun hasil) telah menunjukkan
adanya peningkatan dari kondisi awal (pratindakan). Hal tersebut ditandai oleh:
1) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran berbicara meningkat. Hal ini
ditunjukkan dari sikap siswa dalam kesiapan mengikuti pembelajaran dan
mengikuti prosedur pembelajaran.
2) Minat siswa terhadap pembelajaran berbicara meningkat. Hal ini dapat dilihat
pada waktu siswa ditunjuk tidak menunjukan keluhan berupa apapun.
Sebaliknya, mereka langsung maju saat ditunjuk oleh guru, bahkan ada
beberapa siswa yang ingin maju lagi. Siswa tampak tertarik dengan media
berupa gambar karikatur dalam pembelajaran berbicara. Mereka senang
dengan gambar-gambar yang diberikan oleh guru.
3) Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran meningkat. Hal ini ditunjukkan
dari siswa yang berani maju dengan kesadaran sendiri untuk berbicara di
depan kelas. Pada waktu survei awal, hanya ada satu siswa yang berani maju
dengan kesadaran sendiri, tetapi pada waktu tindakan I ada 5 siswa yang
berani maju dengan kesadaran sendiri. Selain itu, penilaian juga didasarkan
pada keaktifan siswa dalam menyampaikan pendapat saat pembelajaran
berlangsung. Ada beberapa siswa yang berani menyampaikan pendapatnya
(unek-unek) pada waktu pembelajaran.
4) Perhatian siswa meningkat pada waktu proses pembelajaran berbicara. Hal
ini dapat dilihat dari peningkatan perhatian siswa pada waktu apersepsi,
penyampaian materi, dan evaluasi. Sebagian siswa juga sudah bisa menjadi
pendengar yang baik. Dibandingkan pada waktu survei awal, banyak siswa
yang merasa bosan apabila sedang menjadi pendengar. Sebagian dari mereka
banyak yang melakukan aktivitas sendiri. Di siklus I, sebagian siswa sudah
bisa menjadi pendengar yang baik. Hanya ada beberapa siswa saja yang
masih melakukan aktifitas sendiri.
5) Kesungguhan siswa pada waktu proses pembelajaran berbicara dengan media
gambar karikatur meningkat. Hal ini dapat dilihat dari kefokusan siswa pada
150
waktu guru mempersilahkan siswa untuk mengamati gambar karikatur untuk
memperoleh ide atau gagasan dalam berbicara.
6) Kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasan dan perasaannya
dalam bentuk ucapan sudah lebih baik apabila dibandingkan dengan survei
awal. Hal ini terindikasi dari banyaknya siswa yang sudah lancar dalam
berbicara. Mereka tidak tersendat-sendat dan suara mereka sudah cukup
lantang. Walaupun belum maksimal, tetapi hal ini sudah menunjukkan
peningkatan yang cukup baik. Ketuntasan belajar yang dicapai pada survei
awal adalah 39,02% atau sebanyak 16 siswa, sedangkan ketuntasan belajar
yang dicapai pada siklus I adalah 56,1% atau sebanyak 23 siswa.
7) Kelemahan dan kekurangan yang ditemukan dari pelaksanaan tindakan siklus
I ini, bersumber dari guru, siswa, dan media pembelajarannya. Guru belum
mampu menciptakan suasana yang mendukung siswa untuk lebih memiliki
minat terhadap pembelajaran berbicara (siswa merasa sedikit bosan apabila
mendengarkan secara terus menerus tanpa jeda). Selain itu, ada beberapa
gambar karikatur yang tidak sesuai dengan topik yang diinginkan siswa
(gambar tidak berwarna).
Selanjutnya untuk memperbaiki beberapa kekurangan yang terdapat pada
siklus I ini, guru dan peneliti merumuskan langakah-langkah perbaikan
sebagai berikut:
a) Posisi guru pada waktu mengajar tidak hanya di depan kelas. Guru juga
harus berkeliling agar secara langsung bisa menegur dan memonitor
tingkah laku dan sikap siswa yang kurang fokus terhadap pembelajaran.
b) Guru tidak hanya menegur siswa dalam satu waktu saja, tetapi berkali-
kali agar siswa jera.
c) Guru mengadakan selingan dalam proses pembelajaran agar tidak
terkesan monoton, yaitu dengan cara bernyanyi untuk menunjuk siswa
yang maju. Caranya, guru menyediakan stabilo, kemudian siswa disuruh
secara bergiliran membuka dan menutup kembali stabilo tersebut. Siswa
yang lain bernyanyi. Pada waktu lagu berhenti atau selesai, siswa yang
151
memegang stabilo adalah siswa yang maju. Guru melakukan hal ini di
tengah pembelajaran berlangsung.
d) Guru dan peneliti membuat daftar nilai yang akan diisi oleh siswa. Jadi,
siswa disuruh menilai teman yang maju. Hal ini akan membuat siswa
lebih fokus pada waktu menjadi pendengar. Selain itu, siswa yang maju
memiliki semangat baru untuk berbicara sebaik mungkin di depan kelas
karena mereka akan dinilai oleh siswa yang lain.
e) Guru memberikan bimbingan secara khusus terhadap siswa yang kurang
jelas terhadap cara-cara berbicara dengan menggunakan gambar
karikatur.
f) Di akhir pembelajaran hendaknya guru tidak lupa memberikan refleksi,
umpan balik, atau penguatan atas materi yang telah disampaikan.
g) Guru dan peneliti lebih selektif dalam memilih gambar karikatur yang
dipergunakan dalam pembelajaran keterampilan berbicara agar tidak ada
lagi siswa yang mengeluh karena mendapatkan gambar yang tidak sesuai
dengan keinginan mereka.
2. Siklus II
a. Perencanaan Tindakan
Setelah peneliti mengetahui kelemahan dan kekurangan yang terdapat
pada tindakan I, peneliti dan guru mengadakan perencanaan yang kedua. Tahap
perencanaan ini dilakukan pada hari Sabtu, 7 November 2009 di ruang guru SD
Negeri Cengklik 1 Surakarta. Diskusi ini ditujukan untuk membuat rancangan
tindakan yang dilakukan pada proses penelitian pada siklus II. Siklus II disepakati
oleh peneliti dan guru akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada
hari Rabu, 11 November 2009 dan hari Sabtu, 14 November 2009.
Tahap perencanaan tindakan ini meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dengan
menggunakan media gambar karikatur, dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
152
a) Guru mengondisikan kelas dan melakukan presensi.
b) Guru menjelaskan tentang kompetensi dan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai dalam pembelajaran berbicara.
c) Guru melakukan apersepsi dengan menggali pengalaman siswa mengenai
aktifitas sehari-hari.
d) Evaluasi pembelajaran keterampilan berbicara dengan gambar karikatur pada
siklus 1 dengan cara tanya jawab.
e) Guru memberikan motivasi agar siswa lebih baik dalam melakukan kegiatan
bercerita dengan gambar karikatur.
f) Siswa menerima gambar karikatur dan lembar penilaian dari guru.
g) Siswa mendengarkan contoh yang diberikan guru dalam bercerita dengan
melakukan pengamatan terhadap gambar karikatur berdasarkan hal-hal yang
telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari) dan dengan sikap bercerita yang baik.
h) Siswa diberi kesempatan untuk mengamati gambar karikatur masing-masing
berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan (hal-hal atau fitur-fitur yang ada
dalam gambar dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari).
i) Siswa satu per satu maju untuk bercerita mengenai hasil pengamatannya
tentang gambar karikatur tersebut.
j) Siswa yang lain menilai kemampuan berbicara siswa yang maju sesuai dengan
pendapat masing-masing di lembar penilaian yang sudah disediakan guru.
k) Guru menyimpulkan proses berbicara melalui pengamatan gambar karikatur
yang telah dilakukan.
l) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal sulit dalam
pembelajaran berbicara yang telah dilaksanakan.
m) Guru bersama siswa melakukan refleksi.
n) Guru mengadakan umpan balik.
o) Guru menutup pelajaran.
2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan selanjutnya
didiskusikan dengan peneliti.
3) Peneliti dan guru menyiapkan atau mengumpulkan gambar karikatur yang
lebih menarik untuk dijadikan media dalam pembelajaran berbicara.
153
4) Peneliti dan guru mempersiapkan lembar penilaian yang akan dibagikan pada
siswa.
5) Guru dan peneliti menyusun instrumen penelitian berupa penilaian tes dan
non-tes. Instrumen tes digunakan untuk menilai hasil praktik berbicara siswa
(sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai). Instrumen non-tes
digunakan untuk menilai proses pembelajaran berbicara yang meliputi: (a)
kedisiplinan, (b) minat, (c) keaktifan, (d) perhatian, dan (e) kesungguhan
siswa selama pembelajaran berlangsung.
b. Pelaksanaan Tindakan
Seperti yang telah direncanakan oleh peneliti dan guru, tindakan siklus II
dilaksakan pada hari Rabu, 11 November 2009 dan hari Sabtu, 14 November
2009. Pelaksanaan tindakan silkus II tersebut dilaksankan dalam dua kali
pertemuan dan dilaksanakan di ruang kelas 5B SD Negeri Cengklik 1 Surakarta.
Peneliti masih bertindak sebagai partisipan pasif, yaitu sebagai orang yang
mengamati jalannya proses pembelajaran, sedangkan guru bertindak sebagai
pemimpin jalannya proses pembelajaran berbicara dengan media gambar
karikatur. Tema yang dipilih peneliti dan guru dalam pembelajaran berbicara
pertemuan kedua ini masih sama dengan siklus I, yakni tentang “Aktifitas Sehari-
hari”. Posisi peneliti berada di belakang siswa karena dengan posisi seperti ini,
peneliti dapat dengan leluasa mengamati siswa dan guru. Sesekali peneliti berjalan
ke depan kelas untuk memotret siswa yang maju.
Secara rinci, pelaksanaan tindakan siklus II pertemuan pertama
dilaksankan pada hari Rabu, 11 November 2009 selama dua jam pelajaran, yaitu
pukul 09.15-10.25 WIB.
Adapun urutan pelaksanaan tindakan II pertemuan pertama ini meliputi langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Guru mengondisikan kelas dengan cara menegur siswa yang masih gaduh atau
belum siap mengikuti pelajaran dan melakukan presensi.
2) Guru menjelaskan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran berbicara
dengan media gambar karikatur.
154
3) Guru melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa
mengenai aktifitas yang dilakukan oleh siswa dan orang-orang terdekat
mereka.
4) Guru melakukan evaluasi terhadap hasil pembelajaran berbicara dengan media
gambar karikatur yang telah dilakukan pada silkus I.
5) Guru memberikan motivasi kepada siswa agar lebih baik lagi dalam bercerita
dengan media gambar karikatur. Di samping itu, guru juga menjelaskan
tentang lembar penilaian yang akan dibagikan kepada siswa.
6) Guru membagikan gambar karikatur yang baru serta lembar penilaian untuk
siswa.
7) Siswa menerima gambar dan lembar penilaian tersebut.
8) Guru memberikan contoh pada siswa cara bercerita dengan gambar karikatur
dengan lebih jelas berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan (hal-hal atau
fitur-fitur yang ada dalam gambar dan kaitannya dengan kehidupan sehari-
hari).
9) Siswa satu per satu maju untuk bercerita mengenai hasil pengamatannya
tentang gambar karikatur tersebut.
Di tengah pembelajaran, guru menyuruh siswa bernyanyi untuk menunjuk teman
yang maju. Caranya, guru menyediakan stabilo, kemudian siswa disuruh secara
bergiliran membuka dan menutup kembali stabilo tersebut. Siswa yang lain
bernyanyi. Pada waktu lagu berhenti atau selesai, siswa yang memegang stabilo
adalah siswa yang maju.
10) Siswa yang lain menilai kemampuan berbicara siswa yang maju sesuai dengan
pendapat masing-masing di lembar penilaian yang sudah disediakan guru.
11) Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan pembelajaran keterampilan
berbicara dengan media gambar karikatur.
12) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai hal-hal yang dianggap
sulit dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
13) Guru kembali memberikan motivasi bagi siswa yang akan maju pada
pertemuan berikutnya.
155
14) Guru menyuruh salah satu siswa untuk mengumpulkan lembar penilaian.
Lembar penilaian ini akan dibagikan lagi pada pertemuan kedua.
15) Guru melakukan refleksi, umpan balik, dan menutup pelajaran.
Pertemuan kedua yang merupakan lanjutan dari pertemuan pertama pada
siklus II ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 November 2009 selama dua jam
pelajaran, dimulai pukul 08.10 WIB. Adapun urutan pelaksaan tindakan II
pertemuan kedua ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1) Guru melakukan apersepsi dan evaluasi pembelajaran berbicara pada
pertemuan sebelumnya.
2) Guru membagikan lembar penilaian pada siswa.
3) Guru kembali memberikan contoh pada siswa dengan bercerita menggunakan
gambar karikatur.
4) Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk maju dengan kesadaran
sendiri.
5) Siswa ditunjuk satu-persatu untuk maju.
6) Guru melakukan evaluasi dan refleksi dengan siswa mengenai pembelajaran
berbicara yang telah dilaksanakan.
7) Guru memberikan hadiah pada siswa yang paling bagus dalam bercerita
dengan gambar karikatur.
8) Guru menutup pelajaran.
a) Kedisiplinan
Siswa yang menunjukkan kedisiplinan pada siklus II ini meningkat dari
siklus I. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah siswa yang
menunjukkan kedisiplinaannya dalam mengikuti pembelajaran berbicara.
Kedisiplinan ini berwujud pada perilaku siswa yang sudah menunjukkan
159
kesiapannya dalam mengikuti pelajaran dan mengikuti setiap prosedur
pembelajaran berbicara. Jumlah siswa yang menunjukkan kedisiplinannya
adalah 29 siswa atau 70,73%.
b) Minat
Keantusiasan siswa meningkat pada siklus II ini. Hal ini dapat dilihat dari
rasa ingin tahu siswa yang mereka sampaikan lewat pertanyaan atau
pendapat pada waktu proses pembelajaran berlangsung. Siswa terlihat
lebih antusias terhadap pembelajaran berbicara dengan gambar karikatur
dibandingkan pada siklus I. Hal ini juga diperkuat pada waktu peneliti
datang ke kelas, siswa bersorak senang. Tidak ada siswa yang mengeluh
pada waktu mereka melakukan kegiatan berbicara di depan kelas. Siswa
yang menunjukkan minatnya terhadap pembelajaran keterampilan
berbicara sejumlah 75,6% atau sebanyak 31 siswa.
c) Keaktifan
Keaktifan siswa pada siklus II juga meningkat. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah siswa yang berani maju atas kesadaran sendiri, serta siswa yang
aktif menyampaiakan pendapat dan bertanya. Jumlah siswa yang berani
maju dengan kesadaran sendiri adalah sejumlah 21 siswa ditambah siswa
yang berani mengajukan pertanyaan dan pendapatnya yaitu 11 siswa. Jadi,
jumlah siswa yang sudah menunjukkan keaktivannya dalam pembelajaran
berbicara adalah sebanyak 32 siswa atau 78,05%.
d) Perhatian
Persentase perhatian siswa meningkat menjadi 73,17% atau sebanyak 30
siswa. Hal ini peneliti simpulkan dari hasil pengamatan selama
pembelajaran berbicara. Siswa memperhatikan guru pada waktu apersepsi,
penyampaian materi, dan evaluasi. Pengaruh lembar penilaian terhadap
perhatian siswa sangat besar, terutama perhatian siswa terhadap teman
yang berbicara di depan kelas.
e) Kesungguhan
Siswa terlihat lebih serius dan bersungguh-sungguh dalam mengamati
gambar karikatur. Hal ini karena peneliti dan guru sudah berusaha
160
semaksimal mungkin untuk memilih gambar karikatur yang lebih menarik
untuk siswa. Siswa yang menunjukkan kesungguhannya sebanyak 33
siswa atau 80,48% dari jumlah seluruh siswa.
15) Ketuntasan hasil belajar yang berupa kemampuan siswa dalam
mengungkapkan pendapat, ide, dan perasaannya melalui kegiatan bercerita
dengan media gambar karikatur di depan kelas mencapai 95,12%. Hal ini
terlihat dari hasil praktik berbicara dan dihitung dari jumlah siswa yang
memperoleh nilai ≥65 (batas ketuntasan) ke atas, yaitu sebanyak 39 siswa
dari 41 siswa.
Tabel 6. Nilai Hasil Keterampilan Berbicara Siswa Siklus II
No Nama Aspek Penilaian Skor Nilai Ketuntasan
I II III IV V
1 Bagas Joko Lelono 3 3 4 4 4 18 72 Ya
2 Aditya Prima S 3 3 4 4 3 17 68 Ya
3 Ajeng Kirana M 3 4 4 5 4 20 80 Ya
4 Ayu Puji Lestari 4 5 5 4 5 23 92 Ya
5 Cindy Fatika Nur A 4 4 4 5 4 21 84 Ya
6 Destiani Nursabrina 5 4 4 4 4 21 84 Ya
7 Fitriasari Dias S 3 4 3 4 4 18 72 Ya
8 Ratih Anandayu 4 3 4 3 3 17 68 Ya
9 Ulfa Latifah Putri 3 5 3 4 4 19 76 Ya
10 Aditya Yudha B 4 3 4 3 3 17 68 Ya
11 Asep Subari 4 4 5 3 5 21 84 Ya
12 Bagus Rifky H 3 4 3 4 3 17 68 Ya
13 Dimas Nuri W. N 4 4 4 4 5 21 84 Ya
14 Ichsan Adib Fauzan 3 4 3 3 5 18 72 Ya
15 Nanda Gerry O 3 3 4 3 4 17 68 Ya
16 Rezki Fajar 3 3 5 4 4 19 76 Ya
17 Yoga J Nuswantoro 4 4 4 3 4 19 76 Ya
18 Adelia Nur Aziza 3 3 4 4 3 17 68 Ya
161
19 Anissa Nur Azizah 4 5 4 3 5 21 84 Ya
20 Annisa Kurniasari 3 3 4 4 3 17 68 Ya
21 Brilian Islamaya N 3 2 3 2 3 13 52 Tidak
22 Dema Biofani 5 4 3 3 5 20 80 Ya
23 Denisa Daraninggar 3 3 4 3 4 17 68 Ya
24 Dina Monika 4 4 5 4 5 22 88 Ya
25 Dinar Andina P 5 3 4 3 3 18 72 Ya
26 Imma Rafiana 3 4 5 4 4 20 80 Ya
27 Indah Arum Sari 4 3 4 4 3 18 72 Ya
28 Is Ma Umi Nur R 3 4 4 4 4 19 76 Ya
29 Mahanani P 4 4 3 3 3 17 68 Ya
30 Swastika Wendy A 4 5 3 4 3 19 76 Ya
31 Theodora Diani L 2 3 3 3 3 14 56 Tidak
32 Adimas Agustinus 4 5 4 4 4 21 84 Ya
33 Aldevengky T 3 3 4 4 4 18 72 Ya
34 Arif Luqman 3 4 4 3 3 17 68 Ya
35 Geradus Septi H 5 3 4 3 4 19 76 Ya
36 Ian Danarko P 3 3 4 4 4 18 72 Ya
37 Victor Dhea K 3 3 4 4 3 17 68 Ya
38 Wika Ayudyah P 4 4 4 4 4 20 80 Ya
39 Andrea Sakti P 3 4 3 3 4 17 68 Ya
40 Erika Prissilia 3 4 4 3 3 17 68 Ya
41 Fajandra Yoga M 3 4 4 4 3 18 72 Ya
Nilai rata-rata 74,24
Ketuntasan belajar 95,12%
Keterangan:
I : lafal
II : intonasi
III : kesesuaian cerita dengan gambar karikatur
IV : struktur cerita
162
V : kelancaran/kewajaran
163
d. Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas
pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur siklus II ini (baik proses
maupun hasil) telah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal tersebut
ditandai oleh:
1) Siswa mengikuti setiap prosedur pembelajaran dengan baik. Mereka
melaksanakan setiap perintah guru dengan penuh disiplin dan tanggung jawab.
Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase kedisiplinan pada siklus I, yakni
sebesar 56,1% menjadi 70,73% pada siklus II.
2) Minat siswa terhadap pembelajaran keterampilan berbicara dengan media
gambar karikatur di siklus II telah meningkat dari siklus I sebesar 63,41%
menjadi 75,6%. Siswa terlihat lebih antusias dengan menunjukkan rasa ingin
tahu mereka dengan bertanya pada guru sehingga siswa menjadi tidak pasif.
Adanya selingan yang dilakukan guru dengan cara bernyanyi juga merupakan
faktor pendukung agar siswa tidak merasa bosan dan pada akhirnya menjadi
lebih berminat pada pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur.
3) Keaktifan siswa terhadap pembelajaran berbicara dengan media gambar
karikatur di siklus II telah meningkat dari siklus I sebesar 58,53% menjadi
78,05% di siklus II. Penggunaan media gambar karikatur berhasil membuat
siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini
dapat dibuktikan dari meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan
mengeluarkan pendapat serta meningkatnya siswa yang maju untuk berbicara
di depan kelas dengan kesadaran sendiri. Media gambar karikatur telah
menumbuhkan keberanian siswa untuk maju tanpa mengeluh karena mereka
merasa sudah siap dengan materi atau topik yang terdapat dalam gambar
karikatur yang sudah mereka amati sebelumnya.
4) Perhatian siswa terhadap guru dan siswa lain yang sedang berbicara di depan
kelas menjadi lebih besar. Hal ini dipicu dengan adanya lembar penilaian yang
dibuat oleh guru dan peneliti. Mereka menjadi lebih fokus pada waktu menjadi
pendengar karena dituntut untuk menilai teman mereka yang sedang maju
164
untuk berbicara di depan kelas. Peningkatan ini dapat dilihat dari persentase di
siklus I, yaitu sebesar 56,1% menjadi 73,17% di siklus II.
5) Kesungguhan siswa juga meningkat dalam hal mengamati gambar. Mereka
nampak lebih serius dalam memperhatikan fitur-fitur dalam gambar yang akan
mereka jadikan materi atau topik pembicaraan di depan kelas. Hal ini dipicu
dengan adanya tantangan untuk tampil lebih baik dari penampilan sebelumnya
karena penampilan kali ini dinilai secara langsung oleh teman yang menjadi
pendengar. Kesungguhan siswa meningkat dari 53,66% di siklus I menjadi
80,48% di silklus II.
6) Daya imajinasi siswa dalam mengungkapkan ide, gagasan, dan perasaannya
dalam bentuk cerita menunjukkan peningkatan dari siklus I sebesar 56,1%
menjadi 95,12%. Hal ini terbukti dari 41 siswa yang melakukan praktik
berbicara, 39 siswa sudah mencapai batas ketuntasan, yaitu dengan
memperoleh nilai ≥65.
7) Kelemahan atau kekurangan selama pelaksanaan tindakan siklus II hampir
tidak terlihat lagi. Dengan kata lain, guru telah mampu mengatasi segala
kelemahan yang terdapat pada siklus I dengan baik. Siswa telah menunjukkan
perbaikan sikap selama proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan guru sudah
bisa menguasai kelas. Penguasaan kelas ini terlihat pada waktu guru sudah
melakukan moving di kelas. Hal ini berarti, guru pada waktu mengajar tidak
hanya berada di depan kelas, tapi juga mengitari kelas. Guru juga melakukan
pendekatan pada siswa yang merasa kecewa karena tidak diperbolehkan maju
lagi. Hal ini membuat kelas terlihat kondusif untuk belajar. Kelemahan yang
masih terlihat adalah masih ada siswa yang berbicara dengan teman sebangku
pada waktu pembelajaran berlangsung. Selain itu, kelemahan lainnya adalah
terletak pada gambar karikatur, yakni masih ada satu siswa yang mengeluh
tentang gambar yang didapatkan. Hal ini dikarenakan agak sulit menemukan
gambar karikatur yang sesuai dengan keinginan siswa.
165
Berdasarkan hasil pengamatan tindakan yang dilakukan oleh peneliti,
maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media gambar karikatur dapat
meningkatkan kualitas proses maupun hasil pembelajaran keterampilan berbicara
pada siklus I dan II. Secara garis besar penelitian ini telah berhasil menjawab
rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti pada bab II, yaitu apakah
penggunaan media gambar karikatur dapat meningkatkan kualitas proses dan
kualitas hasil pembelajaran berbicara siswa kelas 5B SD Negeri Cengklik 1
Surakarta tahun ajaran 2009/2010?
Adapun jawaban untuk perumusan masalah di atas adalah: Penelitian
tindakan kelas terhadap peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas 5B SD
Negeri Cengklik 1 Surakarta dengan menggunakan media gambar karikatur dapat
rneningkatkan keterampilan berbicara.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, dengan uraian kegiatan
sebagai berikut: peneliti mengadakan survei awal sebelum mengadakan siklus I.
Survei awal ini dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengetahui
permasalahan yang terjadi di lapangan. Berdasarkan survei awal tersebut, peneliti
mengetahui ada masalah dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas 5B SD
Negeri Cengklik 1 Surakarta. Rendahnya kualitas proses dan hasil pada
pembelajaran keterampilan berbicara adalah masalah yang paling menonjol di
antara masalah lainnya. Oleh karena itu, peneliti dan guru berkolaborasi untuk
menemukan solusi, yakni dengan menggunakan media gambar karikatur dalam
pembelajaran berbicara.
Setelah itu, peneliti dan guru menyusun rencana pembelajaran guna
melaksanakan siklus I. Pada siklus I ini, guru dan peneliti menggunakan gambar
karikatur sebagai media dalam pembelajaran berbicara dengan berdasar pada
kompetensi dasar yang disesuaikan dengan silabus, yaitu “Menceritakan Hasil
Pengamatan atau Kunjungan dengan Bahasa Runtut, Baik, dan Benar”. Tema
yang disepakati oleh peneliti dan guru pada pembelajaran kali ini adalah
”Aktivitas Sehari-hari”. Adapun tugas yang harus dikerjakan siswa adalah siswa
maju satu persatu untuk menceritakan gambar karikatur yang dibagikan oleh guru.
166
Gambar tersebut bertema ”Aktivitas Sehari-hari”. Setiap siswa memiliki gambar
yang berbeda-beda. Siswa yang lain bertugas sebagai pendengar.
Deskripsi hasil pembelajaran yang menyatakan bahwa masih terdapat
beberapa kekurangan atau kelemahan di dalam pelaksanaan tindakan
pembelajaran berbicara dengan media gambar karikatur diperoleh dari
pelaksanaan siklus I. Kelemahan tersebut berasal dari guru, siswa, dan media yang
digunakan. Kelemahan yang ditemukan dari guru, yaitu: (1) guru kurang
menguasai kelas; dan (2) guru jarang menegur siswa yang tidak fokus dalam
pembelajaran. Kelemahan yang ditemukan dari siswa, yaitu: (1) siswa kurang
disiplin pada waktu mengikuti pelajaran berbicara; (2) pada waktu maju,
pandangan siswa hanya tertuju pada gambar; (3) pada waktu ada siswa yang maju,
banyak siswa yang tidak mendengarkan (perhatian siswa kurang); (4) ada
beberapa siswa yang mengeluh karena mendapatkan gambar yang tidak sesuai
dengan keinginan mereka; (5) saat guru melakukan tanya jawab dengan siswa
pada waktu pembelajaran, hanya beberapa siswa yang aktif memberikan
pertanyaan dan menanggapinya; dan (6) ada beberapa siswa yang masih lupa
dengan bagian cerita yang mereka ceritakan di depan kelas. Kelemahan dari
penggunaan media gambar karikatur, yaitu: (1) gambar karikatur yang tidak
berwarna tidak begitu menarik perhatian siswa sehingga ada beberapa siswa yang
mengeluh jika mendapatkan gambar yang tidak berwarna (hitam putih); dan (2)
siswa belum begitu memahami tentang cara bercerita dengan gambar karikatur.
Siklus II dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan atau kelemahan yang
terjadi selama proses pembelajaran siklus I. Pada siklus II ini, guru masih
menggunakan gambar karikatur sebagai media pembelajaran berbicara. Gambar
yang dibagikan kepada siswa berbeda dengan gambar pada siklus I, tetapi tema
tetap sama, yaitu “Aktivitas Sehari-hari”. Rancangan pembelajaran yang dibuat
oleh guru dan peneliti juga masih berdasarkan kompetensi dasar yang sama
dengan siklus I, yaitu “Menceritakan Hasil Pengamatan atau Kunjungan dengan
Bahasa Runtut, Baik, dan Benar”. Tugas siswa pada siklus II ini selain maju satu
per satu untuk menceritakan hasil pengamatan terhadap gambar karikatur, siswa
juga melakukan penilaian terhadap siswa yang maju. Untuk mengatasi kebosanan
167
siswa pada waktu mendengarkan teman yang maju, guru melakukan selingan
dengan cara bernyanyi untuk menunjuk siswa yang maju. Lembar penilaian
digunakan guru untuk mengatasi ketidakfokusan siswa pada waktu mendengarkan
teman yang sedang berbicara di depan kelas.
Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan, guru dapat dikatakan
telah berhasil melaksanakan pembelajaran berbicara dengan menggunakan media
gambar karikatur sehingga mampu menarik minat siswa yang berakibat
meningkatnya hasil berbicara siswa. Dengan media gambar karikatur,
pembicaraan siswa menjadi lebih terarah karena siswa memiliki materi atau topik
pembicaraan. Keberhasilan penggunaan media gambar karikatur dalam
meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara dapat dilihat dari
indikator-indikator sebagai berikut:
1. Peningkatan Kualitas Proses dapat dilihat dari indikator-indikator berikut ini:
a. Meningkatnya kedisiplinan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
keterampilan berbicara.
Pada waktu survei awal atau pada waktu tindakan belum dilakukan, siswa
kurang disiplin dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini nampak pada
ketidaksiapan siswa mengikuti pembelajaran. Setelah pelaksanaan
tindakan, maka diperoleh kesimpulan bahwa kesiapan atau kedisiplinan
siswa dalam mengikuti setiap prosedur pembelajaran meningkat.
Persentase kedisiplinan diperoleh 56,1% (pada siklus I), menjadi 70,73%
(pada siklus II).
b. Meningkatnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
keterampilan berbicara.
Pada waktu survei awal, banyak siswa yang mengeluh pada waktu guru
menjelaskan akan dilaksanakan pembelajaran berbicara. Siswa juga
mengeluh pada waktu guru menyuruh maju. Ada yang mengeluh bingung
karena tidak memiliki topik pembicaraan, ada juga yang lupa dengan
kelanjutan pembicaraan. Setelah dilakukan tindakan, siswa terlihat lebih
antusias dalam proses pembelajaran di kelas. Rasa antusias siswa terlihat
168
pada waktu siswa merasa ingin tahu tentang gambar karikatur. Mereka
juga tidak mengeluh pada waktu ditunjuk.
Peningkatan minat siswa dapat dilihat dari perbandingan persentase minat
siswa antar siklus, yaitu 63,41% (pada siklus I), dan 75,6% (pada siklus
II).
c. Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
keterampilan berbicara.
Keaktifan siswa di setiap siklus semakin menunjukkan adanya
peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan persentase
keaktifan siswa antarsiklus, yaitu 58,53% (pada siklus I) menjadi 78,05%
(pada siklus II).
Pada waktu survei awal, hanya ada satu siswa yang berani maju dengan
kesadaran sendiri (tanpa ditunjuk). Setelah dilakukan tindakan, siswa lebih
aktif dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini dapat
dibuktikan dari meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan
mengeluarkan pendapat serta meningkatnya siswa yang maju untuk
berbicara di depan kelas dengan kesadaran sendiri. Media gambar
karikatur telah menumbuhkan keberanian siswa untuk maju tanpa
mengeluh karena mereka merasa sudah siap dengan materi atau topik yang
terdapat dalam gambar karikatur yang sudah mereka amati sebelumnya.
d. Meningkatnya perhatian siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
keterampilan berbicara.
Perhatian siswa terhadap guru dan siswa lain yang sedang berbicara di
depan kelas menjadi lebih besar dibandingkan sebelum dilakukan
tindakan. Pada waktu survei awal, banyak siswa yang melakukan aktivitas
sendiri seperti berbicara dengan teman sebangku, menggoda teman lain,
dan melamun. Setelah dilakukan tindakan, perhatian siswa baik terhadap
guru maupun terhadap siswa yang sedang berbicara di depan kelas
menjadi meningkat. Hal ini dipicu dengan adanya lembar penilaian yang
dibuat oleh guru dan peneliti. Mereka menjadi lebih fokus pada waktu
menjadi pendengar karena dituntut untuk menilai teman mereka yang
169
sedang maju berbicara di depan kelas. Peningkatan ini dapat dilihat dari
persentase di siklus I, yaitu sebesar 56,1% menjadi 73,17% di siklus II.
e. Meningkatnya kesungguhan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
keterampilan berbicara.
Kesungguhan siswa juga meningkat dalam hal mengamati gambar karena
mereka merasa tertarik dengan gambar tersebut. Mereka nampak lebih
serius dalam memperhatikan fitur-fitur dalam gambar yang akan mereka
jadikan materi atau topik pembicaraan di depan kelas. Hal ini dipicu
dengan adanya tantangan untuk tampil lebih baik dari penampilan
sebelumnya karena penampilan kali ini dinilai secara langsung oleh teman
yang menjadi pendengar. Kesungguhan siswa meningkat dari 53,66% di
siklus I menjadi 80,48% di siklus II.
2. Peningkatan kualitas hasil dapat dilihat dari indikator berikut:
Sebelum dilakukan tindakan, siswa terlihat kesulitan dalam mengungkapkan
ide, gagasan, dan perasaan mereka ke dalam aktifitas berbicara. Mereka
bingung karena tidak memiliki materi atau topik untuk dijadikan patokan
dalam berbicara. Akibatnya, banyak siswa yang berhenti sebelum cerita
mereka selesai. Siswa mengaku lupa pada kelanjutan cerita. Semua ini
mengakibatkan rasa malu pada diri siswa sehingga suara mereka menjadi
sangat pelan. Rendahnya kemampuan siswa dalam berbicara dapat dilihat dari
nilai yang diperoleh mereka sebelum tindakan dilaksanakan. Hanya terdapat
16 siswa dari 41 siswa yang mencapai nilai ketuntasan belajar. Dapat
dikatakan siswa yang memperoleh nilai ≥65 sejumlah 39,02%.
Setelah dilakukan tindakan, siswa lebih berani dan tidak mengeluh lagi pada
saat mereka maju untuk berbicara. Keberanian siswa ini dikarenakan mereka
sudah memiliki kesiapan yang matang untuk berbicara. Gambar karikatur
yang diberikan guru ternyata menimbulkan daya imajinasi bagi siswa untuk
mengungkapkan ide mereka ke dalam aktifitas berbicara. Akibatnya, siswa
menjadi lebih lancar dalam berbicara dan suara mereka juga cukup lantang.
Penilaian hasil dilakukan berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika
melakukan praktik berbicara di depan kelas. Penilaian hasil pembelajaran
170
berbicara ini meliputi beberapa aspek, yaitu: (1) ketepatan pengucapan/lafal,
(2) ketepatan intonasi, (3) kesesuaian cerita dengan gambar karikatur, (4)
keurutan struktur cerita, dan (5) kelancaran/kewajaran.
Guru dan peneliti menetapkan batas ketuntasan belajar siswa sebesar 65, dari
batasan tersebut diperoleh hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar
56,1% atau sebanyak 23 siswa. Pada siklus II diperoleh hasil ketuntasan
belajar sebesar 95,12% atau sebanyak 39 siswa.
Adapun hasil pelaksanan tindakan siklus I dan siklus II dapat digambarkan pada
rekapitulasi data berikut ini.
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Pelaksanaan Tindakan Siklus I dan II
No Indikator Presentase
Siklus I Siklus II
1 Kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran 56,1% 70,73%
berbicara
2 Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara 63,41% 75,6%
3 Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran 58,53% 78,05%
keterampilan berbicara
4 Perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran 56,1% 73,17%
keterampilan berbicara
5 Kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran 53,66% 80,48%
berbicara
6 Kemampuan siswa dalam melakukan aktivitas 56,1% 95,12%
berbicara
172
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Beberapa simpulan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Penggunaan media gambar karikatur dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran berbicara pada siswa kelas VB SD Negeri Cengklik I Surakarta
terbukti dengan adanya peningkatan proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Meningkatnya kedisiplinan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
keterampilan berbicara.
Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya kedisiplinan siswa
selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran berbicara pda siklus I dan
siklus II. Pada siklus I kedisiplinan siswa selama mengikuti kegiatan
pembelajaran berbicara sebesar 56,1%. Peningkatan kedisiplinan siswa
tersebut meningkat pada siklus II, yakni menjadi 70,73%.
b. Meningkatnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
berbicara.
Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya minat siswa selama
mengikuti kegiatan proses pembelajaran berbicara pada siklus I dan siklus
II. Pada siklus I kedisiplinan siswa selama mengikuti kegiatan
pembelajaran berbicara sebesar 63,41%. Pada siklus II minat siswa
mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut bisa dilihat
pada persentase minat siswa pada pembelajaran berbicara siklus II, yaitu
sebesar 75,6%.
c. Meningkatnya keaktivan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
keterampilan berbicara.
Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya keaktivan siswa selama
mengikuti kegiatan proses pembelajaran berbicara pada siklus I dan siklus
II. Pada siklus I keaktivan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran
173
berbicara sebesar 58,53%. Keaktivan siswa tersebut meningkat pada siklus
II, yakni menjadi 78,05%.
d. Meningkatnya perhatian siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
keterampilan berbicara.
Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya perhatian siswa selama
mengikuti kegiatan proses pembelajaran berbicara, baik itu perhatian siswa
pada guru maupun pada materi serta perhatian siswa sebagai pendengar
pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I perhatian siswa selama mengikuti
kegiatan pembelajaran berbicara sebesar 56,1%. Pada silkus II perhatian
siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut bisa
dilihat pada persentase perhatian siswa pada pembelajaran berbicara siklus
II, yaitu sebesar 73,17%.
e. Meningkatnya kesungguhan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
keterampilan berbicara.
Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya kesungguhan siswa
selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran berbicara terutama
kesungguhan siswa dalam mengamati gambar karikatur. Pada siklus I
kesungguhan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran berbicara
sebesar 53,66%. Peningkatan kesungguhan siswa tersebut meningkat pada
siklus II, yakni menjadi 80,48%.
2. Penggunaan media gambar karikatur dapat meningkatkan hasil pembelajaran
berbicara pada siswa kelas VB SD Negeri Cengklik I Surakarta.
Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya hasil pembelajaran
berbicara. Hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 56,1% atau
sebanyak 23 siswa. Pada siklus II diperoleh hasil ketuntasan belajar sebesar
95,12% atau sebanyak 39 siswa.
B. Implikasi
Penelitian ini memberikan suatu gambaran yang jelas bahwa keberhasilan
proses dan hasil pembelajaran bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut berasal dari pihak guru dan siswa. Faktor-faktor dari pihak guru, yaitu
174
kemampuan dalam mengembangkan materi, kamampuan guru dalam
menyampaikaan materi, kemampuan guru dalam mengelola kelas, kemampuan
guru dalam memilih metode dan media yang tepat bagi pembelajaran, serta teknik
yang digunakan guru dalam pembelajaran. Faktor dari siswa, yaitu minat dan
motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Penelitian ini membuktikan bahwa dengan menggunakan media gambar
karikatur dalam pembelajaran berbicara dapat meningkatkan kualitas proses dan
hasilnya. Bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai media alternatif dalam melaksanakan pembelajaran yang
mampu mengaktifkan dan menarik minat siswa dalam pembelajaran. Siswa akan
mendapatkan pengetahuan tentang cara bercerita yang baik melalui media gambar
karikatur.
Penggunaan media gambar karikatur dalam pembelajaran berbicara dapat
meningkatkan daya imajinasi siswa dan membantu siswa untuk menemukan topik
pembicaraan. Siswa mendapat tugas untuk mengamati gambar secara individu,
setelah itu siswa maju untuk menceritakan gambar yang telah diamati. Apabila
siswa lupa, siswa dapat melihat gambar karikatur yang dibawanya. Dengan
demikian, siswa akan lebih lancar berbicara karena siswa merasa sudah memiliki
topik untuk melakukan aktivitas berbicara (bercerita) di depan kelas sehingga
siswa tidak merasa bingung untuk mengungkapakan ide, gagasan, dan
perasaannya.
C. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian di atas, peneliti dapat
merumuskan saran sebagai berikut:
1. Bagi guru
a. Guru hendaknya lebih memotivasi siswa agar berani mengungkapkan ide,
gagasan, serta perasaannnya melalui aktivitas berbicara dengan memilih
atau menggunakan media yang kreatif dan inovatif.
b. Guru hendaknya bisa memunculkan hal-hal baru dalam pembelajaran,
misalnya dengan menggunakan media pembelajaran yang kreatif sehingga
175
tidak terkesan monoton dalam pembelajaran berbicara dan siswa tidak
merasa bosan.
2. Bagi siswa
Siswa diharapkan dapat memanfaatkan media pembelajaran sebagai sarana
untuk meningkatkan kreatifitas dalam pembelajaran berbicara.
3. Bagi sekolah
a. Pihak sekolah hendaknya menyelenggarakan pelatihan atau seminar bagi
guru untuk memotivasi guru agar mampu melakukan pembelajaran yang
menyenangkan bagi siswa.
b. Hendaknya pihak sekolah menyediakan atau menambah media dalam
pembelajaran, khususnya untuk pembelajaran bahasa Indonesia. Misalnya,
pihak sekolah menyediakan media gambar untuk pembelajaran berbicara
atau menulis bagi siswa.
4. Bagi peneliti lain
a. Peneliti yang lain hendaknya mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
dengan media gambar karikatur dengan mengembangkan strategi
pembelajaran yang berbeda, dan dapat berkolaborasi dengan guru secara
optimal.
b. Peneliti lain diharapkan mampu menciptakan langkah-langkah
pembelajaran baru yang berkaitan dengan penggunaan media gambar
karikatur untuk meningkatkan keterampialn berbicara yang dapat menggali
bakat, potensi, memacu keaktifan serta kreativitas siswa karena ada
banyak potensi siswa yang bisa dikembangkan secara maksimal.
176
DAFTAR PUSTAKA
177
Erma Lestari. 2008. “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara dengan
Menggunakan Media Komik Tanpa Kata Pada Siswa Kelas X-8 SMA N
Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008”. Skripsi (tidak diterbitkan).
Heru Dwi Waluyanto. 2000. “Karikatur Sebagai Karya Komunikasi Visual dalam
penyampaian Kritik Sosial”. Dalam Jurnal. http://puslit2.petra.ac.id/
ejournal/index.php/dkv/article/viewFile/16059/16051. Diunduh tanggal
tanggal 12 Juni 2009.
Husain Junus dan Aripin Banasuru. 1996. Bahasa Indonesia Tinjauan Sejarahnya
dan Pemakaian Kalimat yang Baik dan Benar: Sebuah Analisis Teori
Praktis. Surabaya: Usaha Nasional.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya dan Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia.
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara
Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Martinis Yamin. 2007. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press.
Marwoto dan Yant Mujiyanto. 1998. BPK Berbicara II (Sanggar Bahasa dan
Sastra Indonesia). Surakarta: Depdikbud RI UNS Surakarta.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: CV. Maulana.
Nababan, Sri Utari Subyakto. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta:
Depdikbud.
Ngalim Purwanto. 2006. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: CV. Maulana.
178
Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran
Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press.
Oemar Hamalik. 1989. Media Pendidikan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Jakarta: Bumi Aksara.
Ruby. 2008. Kartun dan Karikatur. Dalamhttp://jurnalista263.wordpress.com
/ 2008/07/27/kartun-dan-karikatur/ diunduh tanggal 30 Agustus 2009.
179
Wilkinson. Gene.L. 1984. Media dalam Pembelajaran: Penelitian Selama 60
Tahun. Diterjemahkan dari buku Media in Instruction: 60 Years 0f
Research oleh Zulkarimein Nasution. Jakarta: Rajawali.
Winarno Surakhmad. 1986. Pengantar Interaksi Belajar-Mengajar (Dasar dan
Teknik Metodologi Pengajaran). Bandung: Tarsito.
Wina Sanjaya. 2002. Kurikulum dan Pembelajarannya. Bandung: San Grafika.
180