Anda di halaman 1dari 139

UIVERSITAS IDOESIA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM DEGA AOKITOSA SEBAGAI


ADSORBE IO LOGAM BERAT DA STUDI KIETIKAYA
TERHADAP IO Pb(II)

SKRIPSI

RIA UTAMI

0806326916

FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM


PROGRAM SARJAA KIMIA
DEPOK
JULI 2012

Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012


UIVERSITAS IDOESIA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM DEGA AOKITOSA SEBAGAI


ADSORBE IO LOGAM BERAT DA STUDI KIETIKAYA
TERHADAP IO Pb(II)

SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains

RIA UTAMI

0806326916

FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM


PROGRAM SARJAA KIMIA
DEPOK
JULI 2012

i Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
LEMBAR PERYATAA ORISIALITAS

 
Skripsi ini adalah hasil  karya saya sendiri dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
 
nyatakan dengan benar.

Nama : Rina Utami

NPM : 0806326916

Tanda Tangan :

Tanggal :

ii Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

LEMBAR  PEGESAHA

 
Skripsi ini diajukan oleh
 
Nama : Rina Utami
 
NPM : 0806326916
Program Studi : Kimia  
Judul Skripsi : Modifikasi Zeolit Alam dengan Nanokitosan
sebagai Adsorben Ion Logam Berat dan Studi
Kinetikanya terhadap Ion Pb(II)

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dr. Yoki Yulizar, M.Sc ( )

Pembimbing II : Dra. Tresye Utari, M.Si ( )

Penguji I : Ir. Widyastuti Samadi, M.Sc ( )

 
Penguji II : Dr. rer. nat. Agustino Zulys, M.Sc ( )

Penguji III : Drs. Sunardi, M.Si ( )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal :

iii Universitas Indonesia


Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
KATA PEGATAR

 
Puji serta syukur kepada Allah SWT Tuhan semesta alam yang
 
senantiasa telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sepanjang hidup dan
 
khususnya selama proses penyelesaian skripsi ini. Selawat serta salam tercurahkan
 
kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau. Penulis
mengucapkan terimakasih secara khusus dan penuh cinta kepada kedua orang tua
dan keluarga tersayang atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang menjadi
sumber kekuatan bagi penulis dalam menjalankan proses dan menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Begitu banyak doa dan dukungan yang telah diberikan untuk


menyelesaikan skripsi ini, karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

(1) Bapak Dr. Yoki Yulizar, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Penelitian I dan
Ibu Dra. Tresye Utari, M.Si selaku Dosen Pembimbing Penelitian II, atas
ide penelitian dan hasil pemikiran yang sangat berharga, serta atas
kesabarannya dalam menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
menuntun penulis dalam menjalani proses penelitian ini.
(2) Kak Novena Damar Asri, S.Si, atas bimbingan dan kesabarannya dalam
proses penyelesaian dalam penulisan skripsi ini.
(3) Bapak Dr. Ridla bakri, M.Phil, selaku Ketua Departemen Kimia, dan Ibu
Dr. Ivandini Tribidasari Anggraningrum, M.Si, selaku Pembimbing  
Akademis, serta seluruh Dosen Pengajar di Departemen Kimia yang telah
mengamalkan ilmu dengan mengajarkan dan membimbing mahasiswa
khususnya penulis untuk tetap terus belajar.
(4) Emak dan Bapak yang sangat penulis cintai, terimakasih atas semua cinta
dan kasih sayang yang kalian berikan tanpa balasan apapun. Tak ada yang
diharapkan kecuali kebahagiaan ananda. Terimakasih atas semua yang telah

iv Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
menjadi semangat bagi ananda. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
keberkahan kepada kalian.
(5)   dan keluarga, Mas Wahyu dan keluarga,
Keluarga besar penulis, Mbak Rini
serta Mas Riduwan yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada
 
penulis, serta dede Fathan ganteng yang menghilangkan rasa lelah setelah
 
sampai dirumah atas keceriaannya.
(6)   mendampingi penulis baik dalam
Mas Faisal Anwar, S.H yang selalu
senang maupun susah serta atas kasih sayang dan semua pengorbanan yang
diberikan kepada penulis. You are the best.
(7) Ibu Dr. Chairani yang telah memberi semangat, motivasi, dan pembelajaran
soft skill yang sangat bermanfaat untuk penulis.
(8) Kak Nurul Shabrina, S.Si, dan Kak Narita Dwiyono, S.Si dalam
mendengarkan curahan hati penulis.
(9) Mba Ina, Mba Cucu, Mba Ema, Mba Ati, Pak Hedi, Pak Kiri, Pak Amin, Pak
Trisno (Babe), Pak Mul, Pak Hadi, Pak Mardji, dan Kakak-Kakak di Lab
Afiliasi, penulis mengucapkan terima kasih telah banyak membantu demi
terselesaikannya penelitian ini. Khusus kepada Kak Daniel atas
kerjasamanya yang sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
(10) Sahabat-sahabat tercinta Nisa Falastina, Silmi Kaaffah, Amelia Nurul
Rachma, dan Noer Fadlina Antra, S.Si, terimakasih atas dukungan,
kebersamaan, dan kekompakkan kalian. Semoga kalian diberkahi selalu oleh
Allah SWT.
(11) Rekan-rekan satu pembimbing penelitian, Disa Pramaristi, Lutfita
Rakhmania, Resty Rahma Wulan, Muhammad Safaat, dan Tri Yudhi
Sulistiandi, terimakasih atas kekompakkan yang telah kita bina, semoga 
tidak berhenti sampai disini. Terimakasih pula atas diskusi, kuliner,
bersenang-senang, dan apapun yang telah kita alami bersama. We are a
good team.
(12) Keluarga besar Kimia Reguler 2008, terimakasih atas kebersamaan yang
telah terjalin. Terimakasih khususnya untuk Ketua Angkatan Bang Hadi
Septian Gotama yang sudah bekerja keras mengurus “anak-anak”nya.

v Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
(13) Rekan-rekan Kimia 2008 yang sudah lulus dan bekerja, Mutiara Pangestika
Gunarso, S.Si, Sania Nurlulu, S.Si, Lisa Fitriani, S.Si, dkk, yang telah
  segera menyelesaikan program studi.
mejadi pecutan bagi penulis untuk
(14) Rekan-rekan penelitan lantai 3 dan lantai 4 yang secara tidak langsung telah
 
memicu penulis untuk selalu semangat dalam penelitian.
 
(15) Adik-adik Kimia 2009 dan 2010 yang selalu menanyakan “bagaimana
penelitiannya Kak?” dan diakhir  kalimat selalu tersisip “semangat ya Kak!”,
untuk itu penulis ucapkan terimakasih.

Akhir kata, penulis mengucapkan mohon maaf atas segala kekurangan


yang terdapat dalam skripsi ini, baik dalam materi maupun penyajiannya. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan sains di masa
mendatang serta kepada mahasiswa yang akan melanjutkan studi ini.

Penulis
2012

vi Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
LEMBAR PERYATAA PERSETUJUA PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UTUK KEPETIGA AKADEMIS
 

 
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di
bawah ini:  

Nama : Rina Utami  


NPM : 0806326916
Program Studi : S1
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( on-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Modifikasi Zeolit Alam dengan Nanokitosan sebagai Adsorben Ion Logam Berat
dan Studi Kinetikanya terhadap Ion Pb(II)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.  

Dibuat di : Depok
Pada tanggal :
Yang menyatakan

(Rina Utami)

vii Universitas Indonesia


Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
ABSTRAK

Nama : Rina Utami  


Program Studi : Kimia
Judul   Alam dengan Nanokitosan sebagai
: Modifikasi Zeolit
Adsorben Ion Logam Berat dan Studi Kinetikanya
 
terhadap Ion Pb(II)

Permasalahan pencemaran air oleh ion logam berat sangat memberikan pengaruh
buruk bagi kehidupan dan lingkungan. Kemampuan zeolit sebagai adsorben
spesies kimia beserta modifikasinya untuk meningkatkan daya adsorpsi telah
banyak dilakukan, salah satunya adalah modifikasi dengan polimer. Penelitian ini
dilakukan untuk memodifikasi zeolit alam yang berasal dari Bayah, Jawa Barat,
Indonesia dengan nanokitosan yang diaplikasikan sebagai adsorben Cd(II), Co(II),
Cu(II), Pb(II), dan Zn(II), yang selanjutnya dilakukan studi kinetika terhadap ion
Pb(II). Nanokitosan disintesis dengan melarutkan kitosan dalam asam asetat
1,67x10-2 M dan diperoleh nanokitosan yang berukuran 236,8 nm. Zeolit yang
telah diaktivasi, serta dijenuhkan dengan NaCl 1 M, dimodifikasi dengan
nanokitosan pada kondisi optimum yaitu 0,25 g zeolit aktif dan 3x pelapisan
nanokitosan dengan % berat kitosan dalam adsorben sebesar 4,78 %.
Zeolit@nanokit diaplikasikan terhadap adsorpsi ion logam dan menunjukkan
kemampuan adsorpsi paling besar terhadap Pb(II) pada kondisi optimum pH 6,0,
konsentrasi awal Pb(II) 300 ppm, dan waktu kontak antara adsorben dengan Pb(II)
selama 30 menit, dengan % Pb(II) teradsorp 99,68 %. Studi kinetika menunjukkan
bahwa adsorpsi zeolit@nanokit terhadap Pb(II) mengikuti model kinetika orde
dua semu dengan nilai regresi linier 0,9997 dan konstanta laju 9,7426x10-3
g/mmol menit. Regenerasi dengan menggunakan Na-EDTA berhasil menarik
Pb(II) dari zeolit@nanokit sebesar 61,52 %.

Kata Kunci : zeolit alam, modifikasi permukaan, nanokitosan,  


adsorben, ion logam, kinetika
xvii+122 halaman : 47 gambar; 24 tabel
Daftar Pustaka : 88 (1960-2012)

viii Universitas Indonesia


Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
ABSTRACT

Name : Rina Utami  


Program of Study : Chemistry
Title : Modification of  Natural Zeolite with Nanochitosan as a
Heavy Metal Ions Adsorbent and Its Kinetic Studies of
Pb(II) Ion  

The problems of water pollution by heavy metal ions have very bad influence for
the living and the environment. The ability of zeolite as adsorbent of chemical
species and its modifications to enhance the adsorption capacity have been carried
out, one of which is modified with polymers. This research was done to modify
the natural zeolite from Bayah, West Java, Indonesia with nanochitosan that
applied as an adsorbent of Cd(II), Co(II), Cu(II), Pb(II), and Zn(II), which then
carried out to study the kinetics of Pb(II) ion. Nanochitosan were synthesized by
dissolving chitosan in 1.67x10-2 M of acetic acid and nanochitosan size obtained
about 236.8 nm. Zeolite that have been activated and saturated with 1 M of NaCl,
modified by nanochitosan at optimum conditions were 0.25 g zeolite active and 3
times coating of nanochitosan with wt% chitosan in the adsorbent about 4.78%.
Zeolite@nanochitosan applied to the metal ions adsorption and showed the
biggest adsorption capacity for Pb(II) at optimum conditions of pH 6.0, initial
concentration of Pb(II) 300 ppm, and the contact time between adsorbent with
Pb(II) for 30 minutes, with % Pb(II) adsorbed about 99.68%. Kinetic studies
showed that the adsorption of zeolite@nanochitosan to Pb(II) follows the model
pseudo second order kinetics with a linear regression value for 0.9997 and the rate
constants for 9.7426x10-3 g/mmol min. Regeneration using Na-EDTA
successfully attracted Pb(II) from zeolite@nanochitosan about 61.52%.

Key Words : natural zeolite, surface modification, nanochitosan,


adsorbent, metal ions, kinetics  
xvii+122 pages : 47 pictures; 24 tables
Bibliography : 88 (1960-2012)

ix Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
DAFTAR ISI

 
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS   .................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
 
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................. vii
 
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvi

1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Hipotesis ............................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 6
2.1 Kajian Pustaka dari Penelitian yang Telah Dilakukan .......................... 6
2.2 Studi Literatur ..................................................................................... 8
2.2.1 Nanopartikel ............................................................................ 8
2.2.2 Zeolit ....................................................................................... 9
2.2.3 Kitosan .................................................................................... 10
2.2.4 Adsorpsi................................................................................... 11
2.2.5 Isoterm Adsorpsi ...................................................................... 12
2.2.6 Kinetika Adsorpsi .................................................................... 14
2.2.7 Ion Logam Berat ...................................................................... 15
2.2.8 Logam Cd ................................................................................ 15
2.2.9 Logam Co ................................................................................ 16
2.2.10 Logam Cu ................................................................................ 16
2.2.11 Logam Pb................................................................................. 16
2.2.12 Logam Zn ................................................................................  17
2.2.13 Pembentukan Kompleks ........................................................... 17
2.2.14 Hard Soft Acid Base (HSAB) Pearson ...................................... 18
2.2.15 EDTA ...................................................................................... 18
2.2.16 XRD ........................................................................................ 19
2.2.17 XRF ......................................................................................... 20
2.2.18 TEM ........................................................................................ 21
2.2.19 Zetasizer Nano Series (ZEN 1600) ........................................... 22
2.2.20 FTIR ........................................................................................ 23
2.2.21 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)..................................... 24

x Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
3. METODE PENELITIAN ........................................................................... 25
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 25
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 25
 
3.2.1 Alat .......................................................................................... 25
3.2.2 Bahan....................................................................................... 26
 
3.3 Prosedur Kerja..................................................................................... 26
3.3.1 Aktivasi Zeolit Alam ................................................................ 26
3.3.1.1 Aktivasi Secara  Fisika ................................................ 26
3.3.1.2 Aktivasi Secara Kimia ................................................ 26
3.3.1.3 Penyeragaman  Kation pada Zeolit .............................. 27
3.3.2 Sintesis Nanokitosan ................................................................ 27
3.3.3 Modifikasi Zeolit dengan Nanokitosan ..................................... 28
3.3.3.1 Variasi Massa Zeolit ................................................... 28
3.3.3.2 Variasi Jumlah Pelapisan Nanokitosan........................ 28
3.3.3.3 Analisis Gravimetri pada Zeolit@Nanokit .................. 28
3.3.4 Aplikasi Zeolit@nanokit sebagai Adsorben
Ion Logam Berat ...................................................................... 29
3.3.4.1 Aplikasi Zeolit@Nanokit sebagai Adsorben
Ion Logam Tunggal .................................................... 29
3.3.4.1.1 Adsorpsi Ion Logam Cd(II)
oleh Zeolit@Nanokit .......................................... 29
3.3.4.1.2 Adsorpsi Ion Logam Co(II)
oleh Zeolit@Nanokit .......................................... 29
3.3.4.1.3 Adsorpsi Ion Logam Cu(II)
oleh Zeolit@Nanokit .......................................... 29
3.3.4.1.4 Adsorpsi Ion Logam Pb(II)
oleh Zeolit@Nanokit .......................................... 30
3.3.4.1.5 Adsorpsi Ion Logam Zn(II)
oleh Zeolit@Nanokit .......................................... 30
3.3.4.2 Aplikasi Zeolit@Nanokit sebagai Adsorben
Ion Logam Campuran ................................................. 30
3.3.5 Optimasi Adsorpsi Ion Logam yang Teradsorp Paling
Banyak ..................................................................................... 30
3.3.5.1 Variasi pH .................................................................. 30
3.3.5.2 Variasi Konsentrasi Ion Logam Berat ......................... 31
3.3.5.3 Variasi Waktu Kontak ................................................ 31
3.3.6 Regenerasi ...............................................................................  31
DIAGRAM ALIR PENELITIAN ........................................................ 32

4. PEMBAHASAN ........................................................................................ 34
4.1 Aktivasi Zeolit Alam ........................................................................... 34
4.1.1 Aktivasi Fisika dan Kimia ........................................................ 34
4.1.2 Penyeragaman Kation .............................................................. 35
4.1.3 Karakterisasi Zeolit Aktivasi .................................................... 36
4.1.3.1 Karakterisasi dengan XRD ......................................... 36
4.1.3.2 Karakterisasi dengan XRF .......................................... 37
4.1.3.3 Karakterisasi dengan BET .......................................... 38
4.1.3.4 Karakterisasi dengan FTIR ......................................... 39

xi Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
4.2 Sintesis Nanokitosan ........................................................................... 40
4.3 Modifikasi Zeolit dengan Nanokitosan ................................................ 42
4.3.1 Penentuan Kondisi Optimum Modifikasi Dengan
 
Variasi Massa Zeolit ................................................................ 42
4.3.2 Penentuan Kondisi Optimum Modifikasi Dengan
Variasi Jumlah Pelapisan   Nanokitosan ..................................... 43
4.3.3 Analisis Gravimetri pada Zeolit@Nanokit ................................ 44
4.3.4 Karakterisasi dengan TEM   ....................................................... 46
4.4 Aplikasi Zeolit@Nanokit sebagai Adsorben Ion Logam Berat ............. 48
4.4.1 Aplikasi Zeolit@Nanokit   sebagai Adsorben
Ion Logam Tunggal .................................................................. 50
4.4.1.1 Aplikasi terhadap Ion Logam Cd(II) ............................. 50
4.4.1.2 Aplikasi terhadap Ion Logam Co(II) ............................. 53
4.4.1.3 Aplikasi terhadap Ion Logam Cu(II) ............................. 56
4.4.1.4 Aplikasi terhadap Ion Logam Pb(II).............................. 58
4.4.1.5 Aplikasi terhadap Ion Logam Zn(II) ............................. 61
4.4.2 Aplikasi Zeolit@Nanokit sebagai Adsorben
Ion Logam Campuran .............................................................. 63
4.4.3 Penentuan Ion Logam yang Teradsorp Paling Banyak .............. 66
4.5 Optimasi Aplikasi Adsorpsi terhadap Ion Pb(II) .................................. 70
4.5.1 Variasi pH................................................................................ 70
4.5.2 Variasi Konsentrasi Pb(II) ........................................................ 72
4.5.3 Variasi Waktu Kontak .............................................................. 73
4.6 Isoterm Adsorpsi Pb(II) pada Zeolit@Nanokit ..................................... 75
4.6.1 Isoterm Adsorpsi Freundlich .................................................... 75
4.6.2 Isoterm Adsorpai Langmuir...................................................... 76
4.7 Studi Kinetika Adsorpsi....................................................................... 77
4.7.1 Orde Satu Semu ....................................................................... 77
4.7.2 Orde Dua Semu ........................................................................ 78
4.7.3 Difusi Intrapartikel ................................................................... 79
4.8 Regenerasi Zeolit Termodifikasi Nanokitosan ..................................... 81

5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 83


5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 83
5.2 Saran ................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................  85

LAMPIRAN ................................................................................................... 94

xii Universitas Indonesia


Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  GAMBAR
DAFTAR

 
Gambar 2.1 Struktur zeolit klinoptilolit ....................................................... 9
Gambar 2.2 Struktur zeolit mordenit  ........................................................... 10
Gambar 2.3 Struktur kitosan ........................................................................ 11
Gambar 2.4  
Struktur EDTA ......................................................................... 19
Gambar 2.5 Skema instrumen XRD............................................................. 20
Gambar 2.6  
Diagram elektron XRF ............................................................. 21
Gambar 2.7 Skema instrumentasi TEM ....................................................... 21
Gambar 2.8 Ilustrasi gerakan difusi dan ukuran partikel .............................. 22
Gambar 2.9 Skema instrumentasi FTIR ....................................................... 23
Gambar 2.10 Skema instrumentasi SSA ........................................................ 24
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ............................................................. 32
Gambar 4.1 Hasil aktivasi zeolit .................................................................. 35
Gambar 4.2 Karakterisasi XRD terhadap zeolit awal, zeolit aktivasi,
standar klinoptilolit, dan standar mordenit ................................ 37
Gambar 4.3 Spektra FTIR zeolit awal dan Na-zeolit .................................... 40
Gambar 4.4 Spektra PSA nanokitosan ......................................................... 41
Gambar 4.5 Spektra FTIR modifikasi zeolit@nanokit variasi
massa zeolit.............................................................................. 43
Gambar 4.6 Analisis Gravimetri terhadap modifikasi 0,25 g zeolit
dengan variasi pelapisan nanokitosan ....................................... 45
Gambar 4.7 Hasil karakterisasi zeolit@nanokit optimum
menggunakan TEM .................................................................. 46
Gambar 4.8 Ilustrasi interaksi antara zeolit dengan nanokitosan .................. 47
Gambar 4.9 Ilustrasi interaksi ion logam pada zeolit .................................... 48
Gambar 4.10 Ilustrasi interaksi ion logam dengan zeolit@nanokit ................ 49
Gambar 4.11 Grafik jumlah ion Cd(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 6,3) dan zeolit@nanokit (pH = 4,4) ................... 50
Gambar 4.12 Grafik jumlah ion Cd(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0) ................... 52
Gambar 4.13 Grafik jumlah ion Co(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 6,4) dan zeolit@nanokit (pH = 4,4) ................... 53
Gambar 4.14 Grafik jumlah ion Co(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0) ...................  55
Gambar 4.15 Grafik jumlah ion Cu(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 4,8) dan zeolit@nanokit (pH = 3,9) ................... 56
Gambar 4.16 Grafik jumlah ion Cu(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 5,0) dan zeolit@nanokit (pH = 5,0) ................... 58
Gambar 4.17 Grafik jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 4,8) dan zeolit@nanokit (pH = 4,0) ................... 59
Gambar 4.18 Grafik jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0) ................... 60
Gambar 4.19 Grafik jumlah ion Zn(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 5,8) dan zeolit@nanokit (pH = 4,3) ................... 61

xiii Universitas Indonesia


Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

Gambar 4.20 Grafik jumlah ion Zn(II)  yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0) ................... 63
Gambar 4.21 Grafik jumlah ion logam campuran yang teradsorp pada
zeolit aktivasi (pH = 6,0)   dan zeolit@nanokit (pH = 6,0).......... 64
Gambar 4.22 Grafik jumlah ion Cd(II), Co(II), Cu(II), Pb(II), dan
Zn(II) yang teradsorp oleh   zeolit aktivasi dan
zeolit@nanokit pada pH awal (ion tunggal) .............................. 66
Gambar 4.23 Grafik jumlah ion yang  teradsorp oleh zeolit aktivasi dan
zeolit@nanokit pada pH 5,0 (untuk ion logam Cu(II)) dan
pH 6,0 (untuk ion logam  Cd(II), Co(II), Pb(II), dan
Zn(II)) (ion tunggal) ................................................................. 67
Gambar 4.24 % perubahan mmol M(II) teradsorp pada zeolit@nanokit
pH awal dan pH < pH pengendapan ......................................... 68
Gambar 4.25 Grafik jumlah ion Pb(II) teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 6,0), zeolit@nanokit (pH = 6,0), dan
kitosan (pH = 6,0) .................................................................... 69
Gambar 4.26 Grafik jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi dan zeolit@nanokit dengan variasi pH campuran ........ 71
Gambar 4.27 Ilustrasi kesetimbangan kitosan dalam kondisi netral
dan terprotonasi........................................................................ 71
Gambar 4.28 Grafik jumlah Pb(II) teradsorp terhadap variasi
konsentrasi awal ....................................................................... 73
Gambar 4.29 Grafik % Pb(II) teradsorp terhadap variasi
konsentrasi awal ....................................................................... 73
Gambar 4.30 Grafik jumlah Pb(II) teradsorp variasi waktu kontak ................ 74
Gambar 4.31 Grafik isoterm adsorpsi Freundlich........................................... 75
Gambar 4.32 Grafik isoterm adsorpsi Langmuir ............................................ 76
Gambar 4.33 Grafik kinetika adsorpsi orde satu semu ................................... 78
Gambar 4.34 Grafik kinetika adsorpsi orde dua semu .................................... 79
Gambar 4.35 Grafik kinetika adsorpsi difusi intrapartikel .............................. 80
Gambar 4.36 Ilustrasi regenerasi zeolit@nanokit-logam menggunakan
Na-EDTA ................................................................................ 82

xiv Universitas Indonesia


Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  TABEL
DAFTAR

 
Tabel 2.1 Asam dan basa menurut perinsip HSAB Pearson .......................... 18
Tabel 4.1 Perbandingan nilai 2θ zeolit   awal, zeolit aktivasi, standar
klinoptilolit, dan standar mordenit ................................................ 36
Tabel 4.2 Data karakterisasi XRF zeolit   alam ............................................... 38
Tabel 4.3 Data karakterisasi BET zeolit alam ............................................... 39
Tabel 4.4 Jenis vibrasi dan bilangan gelombang  pada zeolit
menggunakan FTIR ...................................................................... 39
Tabel 4.5 Data PSA hasil sintesis nanokitosan.............................................. 42
Tabel 4.6 Analisis Gravimetri terhadap modifikasi 0,25 g zeolit
dengan variasi pelapisan nanokitosan............................................ 45
Tabel 4.7 Jumlah ion Cd(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 6,3) dan zeolit@nanokit (pH = 4,4)..................................... 51
Tabel 4.8 Jumlah ion Cd(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0)..................................... 53
Tabel 4.9 Jumlah ion Co(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 6,4) dan zeolit@nanokit (pH = 4,4)..................................... 54
Tabel 4.10 Jumlah ion Co(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0)..................................... 55
Tabel 4.11 Jumlah ion Cu(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 4,8) dan zeolit@nanokit (pH = 3,9)..................................... 56
Tabel 4.12 Jumlah ion Cu(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 5,0) dan zeolit@nanokit (pH = 5,0)..................................... 58
Tabel 4.13 Jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 4,8) dan zeolit@nanokit (pH = 4,0)..................................... 59
Tabel 4.14 Jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0)..................................... 61
Tabel 4.15 Jumlah ion Zn(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 5,8) dan zeolit@nanokit (pH = 4,3)..................................... 62
Tabel 4.16 Jumlah ion Zn(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi
(pH = 6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0)..................................... 63
Tabel 4.17 Jumlah ion logam campuran yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0) ........................ 65
Tabel 4.18 Jumlah ion Cd(II), Co(II), Cu(II), Pb(II), dan Zn(II) yang  
teradsorp oleh zeolit aktivasi dan zeolit@nanokit pada pH
awal (ion tunggal) ......................................................................... 66
Tabel 4.19 Jumlah ion teradsorp oleh zeolit aktivasi dan zeolit@nanokit
pada pH 5,0 (untuk ion logam Cu(II)) dan pH 6,0 (untuk ion
logam Cd(II), Co(II), Pb(II), dan Zn(II)) (ion tunggal) .................. 67
Tabel 4.20 % perubahan mmol M(II) teradsorp pada zeolit@nanokit
pH awal dan pH < pH pengendapan .............................................. 68
Tabel 4.21 Jumlah Pb(II) teradsorp variasi waktu kontak ............................... 74
Tabel 4.22 Nilai beberapa variabel kinetika berdasarkan jenis model
orde kinetika ................................................................................. 80
Tabel 4.23 Persentase regenerasi ion Pb(II) dengan Na-EDTA 0,1 M ............. 81

xv Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

DAFTAR  LAMPIRA

 
Lampiran 1 Karakterisasi XRD terhadap Zeolit Alam dan
 
Zeolit Aktivasi ....................................................................... 94
Lampiran 2 Karakterisasi XRF terhadap Zeolit Awal dan
 
Zeolit Aktivasi ....................................................................... 98
Lampiran 3 Perhitungan Si/Al pada Zeolit Sebelum dan
 
Setelah Aktivasi Berdasarkan Data XRF ................................ 99
Lampiran 4 Karakterisasi Penentuan Kapasitas Tukar Kation
(KTK) pada Zeolit Alam ........................................................ 100
Lampiran 5 Karakterisasi BET terhadap Zeolit Aktivasi ........................... 101
Lampiran 6 Karakterisasi FTIR Modifikasi Zeolit dengan
Nanokitosan Variasi Massa dan Pelapisan.............................. 104
Lampiran 7 Analisis Gravimetri terhadap Modifikasi 0,25 g
Zeolit dengan Variasi Pelapisan Nanokitosan ......................... 106
Lampiran 8 Penentuan Adsorpsi Ion Logam Cd(II) pada Adsorben
Zeolit Aktivasi dan Zeolit@nanokit ....................................... 107
Lampiran 9 Penentuan Adsorpsi Ion Logam Co(II) pada Adsorben
Zeolit Aktivasi dan Zeolit@nanokit ....................................... 108
Lampiran 10 Penentuan Adsorpsi Ion Logam Cu(II) pada Adsorben
Zeolit Aktivasi dan Zeolit@nanokit ....................................... 109
Lampiran 11 Penentuan Adsorpsi Ion Logam Pb(II) pada Adsorben
Zeolit Aktivasi dan Zeolit@nanokit ....................................... 110
Lampiran 12 Penentuan Adsorpsi Ion Logam Zn(II) pada Adsorben
Zeolit Aktivasi dan Zeolit@nanokit ....................................... 111
Lampiran 13 Penentuan Adsorpsi Ion Logam Campuran pada
Adsorben Zeolit Aktivasi dan Zeolit@nanokit ....................... 112
Lampiran 14 Penentuan Daya Adsorpsi Nanokitosan dalam
Zeolit@Nanokit ..................................................................... 114
Lampiran 15 Penentuan Kondisi Optimasi Adsorpsi Ion Logam Pb(II)
pada Adsorben Zeolit Aktivasi dan Zeolit@nanokit
dengan Variasi pH Campuran ................................................ 115
Lampiran 16 Penentuan Kondisi Optimasi Adsorpsi Ion Logam Pb(II)
pada Adsorben Zeolit@nanokit dengan
Variasi Konsentrasi Pb(II) Awal ............................................  116
Lampiran 17 Penentuan Kondisi Optimasi Adsorpsi Ion Logam Pb(II)
pada Adsorben Zeolit@nanokit dengan
Variasi Waktu Kontak............................................................ 117
Lampiran 18 Penentuan Tipe Isoterm Adsorpsi Pb(II)
dalam Adsorben Zeolit@nanokit............................................ 118
Lampiran 19 Penentuan Model Kinetika Adsorpsi Pb(II)
dalam Adsorben Zeolit@nanokit............................................ 120

xvi Universitas Indonesia


Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
BAB 1

PEDAHULUA
 

1.1 Latar Belakang  

Kehadiran ion-ion logam berat  dalam air limbah menimbulkan masalah


yang sangat besar bagi organisme dan lingkungan hidup karena memiliki tingkat
toksisitas yang tinggi dan bersifat non-biodegradability. Sumber ion-ion logam
berat dalam air limbah mencakup pertambangan dan industri-industri seperti cat,
pigmen, pembuatan logam, baterai, pengendalian pengkaratan, pupuk, tekstil, dan
lain-lain. Ion logam berat telah diketahui menyebabkan penyakit keras seperti
kerusakan sistem saraf dan bahkan kanker. Diantara teknik-teknik konvensional
yang biasa digunakan, metode adsorpsi lebih disukai dan telah digunakan secara
luas dalam proses pemisahan ion-ion logam berat dari air limbah. Hal ini
dikarenakan pada metode adsorpsi, peningkatan jumlah logam atau tingkat
selektivitas yang tinggi terhadap logam tertentu mungkin untuk dilakukan
(Baraka, et al., 2007; Dinu dan Dragan, 2008; Merrifield, et al., 2004).
Metode konvensional yang telah digunakan untuk menghilangkan ion
logam berat dari limbah industri atau berbagai sumber air biasanya mencakup
pengendapan, pertukaran ion, penguapan, dan sebagainya, dan seringkali tidak
efektif atau mahal, terutama dalam menghilangkan ion logam berat dari larutan
encer. Karena berbagai ion logam berat sering hadir dalam limbah industri atau
sumber air lainnya, penelitian yang penting dan praktis dilakukan untuk
mengembangkan metode yang dapat menghilangkan logam berat dengan efektif
 
dan, pada saat yang sama, meregenerasi ke dalam bentuk murninya agar dapat
digunakan kembali untuk menghindari masalah pencemaran kedua dari logam
berat tersebut (dalam bentuk yang lebih terkonsentrasi) setelah mereka
dihilangkan dari air ke tingkat regulasi tertentu. Solusi yang mungkin untuk
mencapai sasaran ini adalah dengan menggunakan adsorben yang memiliki
selektivitas terhadap logam berat agar dapat dipisahkan dan diregenerasi (Nan Li,
et al., 2005).

1 Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  2

  digunakan yaitu osmosis balik dan


Selain adsorpsi, metode lain yang
padatan anorganik. Padatan anorganik yang digunakan secara umum adalah
 
padatan yang memiliki sisi aktif pada permukaan seperti gugus silanol (-SiOH),
siloksan (-Si-O-Si-), dan aluminol [-Al(OH)]. Selain memiliki sisi aktif
 
permukaan, padatan anorganik tersebut juga memiliki luas permukaan yang besar.
 
Padatan anorganik yang memenuhi syarat tersebut misalnya: silika gel, zeolit,
 
bentonit, lempung, dan kerangka makhluk hidup laut, seperti kitin dan kitosan
(Mahmoud, et al., 2000).
Pemburuan terhadap adsorben yang murah dan tersedia secara luas telah
mendorong para peneliti untuk fokus pada adsorben yang tersedia secara alami
seperti zeolit alam (M.E. Argun, et al., 2008; W. Qiu, et al., 2009; H. Bedelean, et
al., 2006; P.R. Shukla, et al., 2009). Penggunaan material-material alam (seperti
lempung dan zeolit) untuk pemisahan polutan organik hidrofobik telah menarik
perhatian dalam sepuluh tahun terakhir. Klinoptilolit, mineral zeolit yang paling
melimpah, telah digunakan untuk pemisahan berbagai polutan (Hong-Yu Wang, et
al., 2011). Klinoptilolit dapat digunakan baik dalam bentuk alamnya/bentuk
sebelum diperlakukan maupun dalam bentuk termodifikasi secara kimia untuk
pemisahan logam berat (V.J. Inglezakis, et al., 2001; V. Cagin, et al., 2007).
Penelitian mengenai klinoptilolit sebagai adsorben ion logam berat telah
banyak dilakukan. Penelitian sebelumnya (I. Smiciklas, et al., 2006) mempelajari
adsorpsi optimasi pada klinoptilolit dari Serbia dengan berbagai kondisi seperti
efek waktu, konsentrasi logam awal, dan pH. Hasilnya klinoptilolit dari Serbia
dapat mengadsorbsi ion Co2+, Sr2+, dan Cs+. Sifat adsorpsi zeolit alam
(klinoptilolit) terhadap Co2+, Cu2+, Zn+, dan Mn2+ telah dipelajari untuk
mempertimbangkan aplikasinya dalam memurnikan air limbah akhir yang  
mengandung logam (Erdem, et al., 2004). Pengaruh perlakuan awal dan
regenerasi juga telah diselidiki dalam penghilangan Cd dari larutan (Gedik, et al.,
2008).
Salah satu perkembangan baru untuk menghilangkan logam berat dalam
beberapa tahun terakhir adalah dengan menggunakan metode biosorpsi. Kitosan,
suatu biopolimer alami yang melimpah dan murah, telah banyak diteliti sebagai
adsorben logam dengan sifat pengkhelatan yang baik untuk menghilangkan

2 Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  3

  limbah. Secara umum diketahui bahwa


berbagai ion logam berat dari air atau air
kelompok amina dalam kitosan adalah situs utama untuk mengikat ion logam
berat (Nan Li, et al., 2005). Salah satu  aplikasinya yang telah dilakukan adalah
studi keseimbangan adsorpsi ion Hg(II) pada kitosan (Shafaei, et al., 2007).
 
Penelitian lainnya juga telah mengaplikasikan kitosan sebagai adsorben ion logam
 
Hg, Cu, Zn, dan As, beserta kesetimbangan dan kinetikanya (Benavente, 2008).
 
Nanokitosan adalah material alam dengan sifat kimia fisik yang baik,
membuatnya menjadi bahan ramah lingkungan yang unggul, dan memiliki proses
bioaktivitas yang tidak membahayakan manusia (Ting, D.R., et al., 2005). Studi
mengenai nanokitosan telah dilakukan, seperti penyerapan asam pewarna pada
nanopartikel kitosan (Hu, Z.G., et al., 2006) serta peningkatannya (W.H. Cheung,
et al., 2009). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh C. Govindarajan, et al., tahun
2011, mempelajari perilaku adsorpsi kadmium pada nanokitosan-karboksimetil
campuran selulosa.
Penelitian mengenai modifikasi zeolit alam klinoptilolit dengan kitosan
telah dilakukan. Salah satunya yaitu karakterisasi adsorpsi ion UO22+ dan Th4+
dari larutan radioaktif yang disimulasikan pada penyerap kitosan/klinoptilolit
dengan epichlorohydrin sebagai cross-linker (Doina, et al., 2011). Studi aplikasi
zeolit termodifikasi lainnya mempelajari preparasi dan karakterisasi komposit
baru berbasis kitosan dan klinoptilolit dengan sifat adsorpsi untuk Cu2+ yang
ditingkatkan (E.S. Dragan, et al., 2010). Sintesis beberapa komposit
kitosan/klinoptilolit dengan menanamkan mikropartikel zeolit dalam matriks
cross-linked juga telah dipelajari (E.S. Dragan, et al., 2009; E.S. Dragan, et al.,
2010). Penelitian mengenai modifikasi kitosan/klinoptilolit mengkaji
perbandingan kapasitas adsorpsi komposit kitosan/klinoptilolit yang mengandung
 
20% berat zeolit terhadap tiga ion logam divalen yang mencemari lingkungan,
yaitu, Cu2+, Co2+, dan Ni2+ (Dinu, M.V., et al., 2010).
Modifikasi zeolit alam dengan nanokitosan tanpa menggunakan cross-
linker belum dikaji lebih lanjut dan berdasarkan aplikasi dari penelitian-penelitian
sebelumnya belum diperluas untuk adsorpsi ion logam berat lainnya. Pada
penelitian ini dilakukan modifikasi zeolit alam dengan nanokitosan sebagai
adsorben ion logam berat, seperti Cd2+, Co2+, Cu2+, Pb2+, dan Zn2+. Dengan hasil

3 Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  4

 
penelitian ini diharapkan dapat menanggulangi pencemaran lingkungan khususnya
air akibat kegiatan industri maupun rumah tangga dengan adsorben hasil
  Indonesia. Selain itu dapat digunakan
modifikasi bahan alam yang berasal dari
dan diproduksi dalam skala industri, serta menjadi inovasi dalam modifikasi
 
bahan alam Indonesia yang memiliki nilai komersialisasi tinggi.
 

1.2 Perumusan Masalah  

a. Apakah sintesis nanokitosan dapat dilakukan dengan melarutkan kitosan


dalam asam asetat?
b. Apakah modifikasi zeolit aktif dengan menggunakan nanokitosan dapat
dilakukan?
c. Apakah zeolit@nanokit dapat mengadsorpsi ion logam berat Cd(II),
Co(II), Cu(II), Pb(II), dan Zn(II), serta memberikan kemampuan
adsorpsi terbesar terhadap salah satu ion logam?
d. Apakah dengan memvariasikan pH, konsentrasi awal ion logam, dan
waktu kontak dapat mengoptimalkan daya adsorpsi zeolit@nanokit
terhadap ion logam yang teradsorp paling banyak?
e. Apakah zeolit@nanokit mengikuti model isoterm adsorpsi Freundlich,
Langmuir, atau tidak mengikuti keduanya?
f. Apakah zeolit@nanokit mengikuti model kinetika orde satu semu, orde
dua semu, atau model difusi intrapartikel?
g. Apakah zeolit@nanokit dapat diperoleh kembali dengan meregenerasi
zeolit@nanokit-logam dengan menggunakan Na-EDTA?

 
1.3 Hipotesis

a. Nanokitosan dapat disintesis dengan melarutkan kitosan dalam asam


asetat.
b. Zeolit aktif dapat dimodifikasi dengan nanokitosan.
c. Zeolit@nanokit dapat mengadsorpsi ion logam berat Cd(II), Co(II),
Cu(II), Pb(II), dan Zn(II), serta memberikan kemampuan adsorpsi
terbesar terhadap salah satu ion logam.

4 Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  5

d. Variasi pH, konsentrasi awal  ion logam, dan waktu kontak dapat
mengoptimalkan daya adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion logam yang
teradsorp paling banyak.  
e. Zeolit@nanokit mengikuti salah satu model isoterm adsorpsi Freundlich,
 
Langmuir, atau tidak mengikuti keduanya.
 
f. Zeolit@nanokit mengikuti salah satu model kinetika dari tiga jenis
  semu, orde dua semu, atau model difusi
model kinetika, yaitu orde satu
intrapartikel.
g. Zeolit@nanokit dapat diperoleh kembali dengan meregenerasi
zeolit@nanokit-M dengan menggunakan Na-EDTA.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Mensintesis dan karakterisasi nanokitosan.


b. Memodifikasi dan karakterisasi zeolit@nanokit.
c. Mengaplikasikan zeolit@nanokit sebagai adsorben ion logam berat
Cd(II), Co(II), Cu(II), Pb(II), dan Zn(II).
d. Menentukan kondisi adsorpsi optimum dengan melakukan variasi pH,
konsentrasi awal ion logam, dan waktu kontak zeolit@nanokit terhadap
ion logam yang teradsorp paling banyak.
e. Menentukan isoterm adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion logam
optimasi.
f. Melakukan studi kinetika adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion logam
optimasi.
g. Melakukan regenerasi untuk memperoleh kembali zeolit@nanokit.
 

5 Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
BAB 2

TIJAUA PUSTAKA
 

2.1 Kajian Pustaka dari Penelitian  yang Telah Dilakukan

  adsorben ion logam berat telah banyak


Penelitian dengan zeolit sebagai
dilakukan. Adsorpsi menggunakan ion logam berat Co2+, Cu2+, Zn2+, dan Mn2+
dengan zeolit klinoptilolit bergantung pada pertukaran kation, diameter hidrasi
ion, dan data isoterm adsorpsi (Langmuir, Freundlich, dan Dubinin-Kagener-
Radushkevich). Hasilnya memperlihatkan urutan penyerapan ion logam optimum
adalah Co2+ > Cu2+ > Zn2+ > Mn2+ (Erdem, et al., 2004).
Kapasitas penghilangan maksimum Cu2+ dan Ni2+ oleh klinoptilolit yang
diperoleh dari regresi non-linear model Langmuir hampir sama yaitu 0,31 dan
0,32 meq/g. Namun pada klinoptilolit yang dikondisikan (pH dan waktu
kesetimbangan), kapasitas penyerapan Cu2+ lebih tinggi dibandingkan Ni2+
masing-masing 0,5 dan 0,43 meq/g (Volkan Çagin, et al., 2006). Keseimbangan
isoterm klinoptilolit pada suhu ruang menunjukkan derajat yang tinggi untuk
penyerapan logam berat Pb2+ dan Cd2+ (Malliou, et al., 1994; Curkovic, et al.,
1997); Pb2+, Ni2+, Cd2+, Ba2+ (Faghihian, et al., 1999); Cu2+, Zn2+, Cd2+, Pb2+
(Langella, et al., 2000; Cincotti, et al., 2001); Pb2+, Cr2+, Fe3+, Cu2+ (Inglezakis, et
al., 2002); and Cu2+ (Panayotova, 2001; Doula, et al., 2002).
Dalam sistem multi-komponen, selektivitas kation ditentukan oleh
hubungan kompleks antara muatan kation dan struktur elektronik, dan terkadang
suhu (Ames, 1960). Urutan selektivitas sangat bervariasi, namun untuk  
+ + +
klinoptilolit urutannya adalah Cs > Rb > K > NH4+> 2+ 2+ +
Ba ≥ Sr > Na > Ca > 2+

Fe3+> Al3+> Mg2+> Li+ (Ames, 1960) dan Pb2+> NH4+> Cd2+, Cu2+, Sr2+> Zn2+>
Co2+ (Cincotti, et, al., 2001 ). Penelitian yang dilakukan oleh M.J. Zamzow, et al.,
tahun 1990 menunjukkan bahwa selektivitas natrium klinoptilolit adalah:
Pb2+ > Cd2+ > Cs+ > Cu2+ > Co2+ > Cr3+ > Zn2+ > Ni2+ > Hg2+. Dalam semua
eksperimen, Inglezakis, et al., tahun 2004 menemukan bahwa selektivitas
klinoptilolit untuk ion logam berat adalah: Pb2+ > Fe3+ > Cr3+ ≥ Cu2+

6 Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  7

  adsorben untuk memisahkan logam-


Kitosan dapat digunakan sebagai
logam berat dan zat warna karena adanya gugus hidroksil dan amina yang dapat
bertindak sebagai sisi aktif (Wu, et al.,  2001). Kitosan sangat sensitif pada pH,
sehingga bentuknya berupa gel atau terlarut bergantung pada nilai pH (Chiou, et
 
al., 2004). Kation-kation logam dapat diadsorp melalui pembentukan khelat pada
 
gugus amina dari kitosan dalam larutan yang mendekati netral. Dalam kasus anion
logam, proses penyerapan disebabkan  oleh daya tarik elektrostatik pada gugus
amina terprotonasi dalam larutan asam. Akan tetapi, kehadiran ligan-ligan dan pH
benar-benar mengontrol atau mempengaruhi kinerja penyerapan (isoterm
adsorpsi) dan mekanisme serapan (mengubah spesiasi logam yang mengakibatkan
terjadinya perubahan dari mekanisme khelasi menjadi mekanisme elektrostatik)
(Guibal, 2004).
Penelitian menggunakan kitosan sebagai adsorben ion logam berat juga
telah banyak dikaji. Penghilangan beberapa ion logam secara bersamaan (seng,
tembaga, kadmium, dan timbal) menggunakan serpihan kitosan komersial yang
dikondisikan pada variabel fisika-kimia telah dilaporkan (Bassi R, et al., 2000).
Hasil yang diperoleh memperlihatkan terjadinya penyerapan ion-ion logam oleh
kitosan secara signifikan. Serpihan kitosan memperlihatkan kapasitas penyerapan
maksimum pada ion tembaga. Urutan adsorpsi ion logam oleh kitosan menurun
dari Cu2+ menuju Zn2+ sebagai berikut: tembaga > timbal > kadmium > seng.
Aplikasi kitosan sebagai adsorben ion logam berat Hg, Cu, Zn, dan As juga telah
dilakukan (Benavente, 2008). Hasilnya menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi
sangat bergantung pada pH dan pada spesies ion logam dalam larutan. pH
optimum untuk adsorpsi kation logam antara 4 dan 6, sedangkan untuk adsorpsi
arsenik sekitar 3. Ditemukan juga bahwa persamaan adsorpsi Langmuir  
menjelaskan data eksperimen dengan sangat baik untuk setiap ion logam.
Kapasitas adsorpsi untuk logam pada kitosan berikut urutan Hg > Cu > Zn > As.
Kinetika adsorpsi untuk tembaga, seng, merkuri, dan arsenik pada kitosan
dijelaskan dengan baik oleh persamaan orde dua semu.
Modifikasi zeolit alam dengan kitosan telah dipelajari pada penelitian
sebelumnya. Klinoptilolit-kitosan dengan epichlorohydrin sebagai cross-linker
digunakan sebagai adsorben ion logam berat. pH optimum adsorbsi untuk semua

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  8

ion logam (Cu2+, Ni2+, dan Co2+) adalah


  pH 5 dan waktu kontak yang dibutuhkan
untuk mencapai kesetimbangan adalah 24 jam. Proses adsorpsi dari ion-ion logam
mengikuti orde kinetik pseudosecond,  yang mendukung kemisorpsi sebagai
langkah pengukuran laju. Kesetimbangan data yang dihasilkan untuk adsorpsi
 
semua ion logam pada komposit CS4CPL1 (klinoptilolit-kitosan) sesuai dengan
 
model Langmuir dengan kapasitas adsorpsi maksimum secara teoritis yaitu 11,32
mmol Cu2+/g komposit, 7,94 mmol Ni2+
  /g komposit, dan 4,209 mmol Co2+/g
komposit (Dinu, M.V., et al., 2010).
Kitosan yang digunakan untuk modifikasi zeolit alam pada penelitian ini
adalah kitosan yang berada dalam skala nano, yang merupakan hasil hidrolisis
kitosan dengan asam asetat. Kitosan larut pada pH ≤ 6.5, yaitu pada asam format,
asam asetat, dan asam tartat. Kitosan tidak dapat larut pada asam fosfat dan asam
sulfat (A. Krishna Sailaja, et al., 2010).

2.2 Studi Literatur

2.2.1 anopartikel

Material nanopartikel adalah material-material buatan manusia yang


berskala nano, yaitu lebih kecil dari 100 nm, termasuk di dalamnya adalah
nanodot atau quantum dot, nanowire, dan carbon nanotube. Selain nanopartikel
juga dikembangkan material nanostruktur, yaitu material yang tersusun oleh
beberapa material nanopartikel (Astuti, Z. H., 2007). Nanopartikel memainkan
peran penting dalam berbagai bidang termasuk material canggih, farmasi, serta
deteksi dan pemantauan lingkungan (VJ Mohanraj, et al., 2006).
Bentuk dan ukuran nanopartikel sangat berpengaruh terhadap aplikasi
 
dan kegunaannya. Karakterisasi diperlukan untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan
jenis nanopartikel. Karakterisasi nanopartikel umumnya dilakukan dengan teknik
Electron Microscopy (TEM, SEM), Atomic Force Microscopy (AFM), Dynamic
Light Scattering (DLS), X-Ray Photoelectron Spectroscopy (XPS), X-Ray
Difraction (XRD), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), dan
Spektrofotometer Ultra Violet-Visible (UV-Vis) (Y. Yulizar, 2004).

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  9

2.2.2 Zeolit  

Zeolit adalah kelompok mineral alumunium silikat terhidrasi


 
LmAlxSiyOz.nH2O, dari logam alkali dan alkali tanah (terutama Ca, dan Na), m, x,
y, dan z merupakan bilangan 2 hingga  10, n koefisien dari H2O, serta L adalah
logam. Zeolit secara empiris ditulis (M +, M2+)Al2O3gSiO2.zH2O, M+ berupa Na
atau K dan M2+ berupa Mg, Ca, atau Fe. Li, Sr, atau Ba dalam jumlah kecil dapat
 
menggantikan M+ atau M2+, g dan z bilangan koefisien. Struktur zeolit dapat
dibedakan dalam tiga komponen yaitu rangka aluminosilikat, ruang kosong saling
berhubungan yang berisi kation logam, dan molekul air dalam fase occluded
(Flanigen, 1981 dalam Harben & Kuzvart, 1996). Struktur zeolit terdiri dari
kerangka tiga dimensi tetrahedral SiO4 dan AlO4. Ion aluminium dalam jumlah
yang kecil menutup posisi tengah tetrahedron dari 4 atom oksigen, dan
penggantian isomorf Si4+ oleh Al3+ menghasilkan muatan negatif pada kisi-kisinya
(R.M. Barer, 1987; D.W. Breck, 1974).

 
Gambar 2.1. Struktur zeolit klinoptilolit

Klinoptilolit adalah zeolit alami yang paling umum dan memiliki


isostruktural dengan Heulandit yang ditandai dengan 4-4-1 unit bangunan
sekunder membentuk sistem saluran 2-dimensi. Material ini memiliki afinitas
yang kuat untuk ion logam berat, (Ames, L. L., 1960) sifat yang dimanfaatkan
untuk pengendalian pencemaran lingkungan termasuk dekontamisasi limbah
radioaktif (King, L. J., et al., 1984). Penyerapan kation logam berat terjadi melalui

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  10

  dan eksternal, proses molecular sieve dan


pertukaran ion pada permukaan internal
permukaan presipitasi (Woinarski, A.Z., et al., 2003).
  klinoptilolit adalah Na+, K+, Ca2+, dan
Kation yang paling umum dalam
Mg2+, sehingga selektivitas dan nilai tukar ion (ion exchange rate) sangat
 
bergantung pada jenis, jumlah, dan lokasi dari kation ((I. Smiciklas, et al., 2006).
 

Gambar 2.2. Struktur zeolit mordenit

Mordenit merupakan salah satu jenis zeolit alam yang dapat digunakan
sebagai bahan pengemban logam karena berpori cukup besar (±7Å). Rongga dan
saluran pada mordenit dapat digunakan sebagai adsorben, penukar ion dan
katalisator. Mordenit termasuk zeolit berpori besar yang tersusun dari cincin-12
anggota sehingga dapat mengadsorpsi baik molekul berantai lurus, cabang,
maupun siklik. Mordenit juga dikenal memiliki stabilitas termal yang tinggi,
terbukti dari kemampuannya untuk mempertahankan struktur sampai temperatur
800-900 ⁰C (Dyer, A., 1988).

2.2.3 Kitosan
 
Kitosan merupakan salah satu jenis biomaterial dengan jumlah produksi
terbanyak kedua di dunia setelah polisakarida. Kitosan memiliki tiga jenis gugus
fungsional yang reaktif yaitu gugus amino serta gugus hidroksil primer dan
sekunder, yang terletak secara berurutan pada C-2, C-3, dan C-6. Struktur ini yang
memungkinkan terjadinya pengkhelatan dengan berbagai ion logam (L. Shi, et al.,
2009). Terdapat tiga kombinasi ikatan antara kitosan dengan ion logam, yaitu:
pertukaran ion, adsorpsi, dan pengkelatan. Pertukaran ion terjadi melalui

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  11

pertukaran proton pada kitosan dengan  kation logam. Adsorpsi terjadi melalui
terperangkapnya ion logam dalam lingkaran rantai polimer kitosan. Pengkhelatan
 
terjadi melalui pembentukan ikatan antara nitrogen dengan kation logam.
Nitrogen dari kitosan bertindak sebagai basa Lewis yang menyumbang sepasang
 
elektron untuk berkoordinasi dengan logam (Muzzarelli, 2001).
 

Gambar 2.3. Struktur kitosan

Nanokitosan yaitu kitosan yang memiliki partikel yang berbentuk padat


dengan ukuran sekitar 10 – 1000 nm. Kitosan dalam bentuk nanopartikel ini pun
bersifat netral, tidak toksik, dan memiliki stabilitas yang konstan (Mohanraj dan
Chen 2006). Sintesis nanokitosan dapat dilakukan dengan metode fisika dan
metode kimia. Metode fisika dilakukan dengan memecah padatan menjadi partikel
berukuran nano. Metode kimia dilakukan dengan menumbuhkan partikel dengan
penambahan asam asetat. Variasi konsentrasi asam asetat dapat dilakukan untuk
mendapatkan kondisi optimasi nanokitosan.

2.2.4 Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses penjerapan adsorbat pada permukaan adsorben.


Adsorben pada umumnya merupakan zat padat berongga, contohnya adalah zeolit.
 
Pada umumnya untuk dapat mengadsorpsi, zeolit harus didehidrasi terlebih dahulu
dengan pemanasan (Atkins, 1999). Interaksi antara adsorbet dengan adsorben
dapat terjadi secara fisisorpsi (adsorpsi fisik) dan kemisorpsi (adsorpsi kimia).
Adsorpsi fisik (fisisorpsi) relatif tidak spesifik dan disebabkan oleh
operasi dari gaya yang lemah antara molekul. Dalam fisisorpsi, molekul
teradsorpsi tidak ditempelkan ke situs tertentu pada permukaan padat, tetapi bebas
untuk bergerak di atas permukaan (Sawyer et al., 1994). Adsorpsi kimia

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  12

(kemisorpsi) juga didasarkan pada gaya  elektrostatik, tetapi gaya yang lebih kuat
bertindak sebagai peran utama pada proses ini (Sawyer et al., 1994). Dalam
kemisorpsi, gaya tarik antara adsorben  dan adsorbat adalah kovalen atau ikatan
kimia elektrostatik antar atom, dengan panjang ikatan lebih pendek dan energi
 
ikatan yang lebih tinggi (Montgomery 1985).
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi antara lain luas
 
permukaan, ukuran partikel, dan komposisi kimia. Adapun sifat adsorbat antara
lain ukuran molekul dan komposisi kimia serta konsentrasi adsorbat dalam fase
cairan. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin besar luas permukaan
padatan per satuan volume tertentu, sehingga semakin banyak zat yang diadsorpsi
(Atkins, 1999).

2.2.5 Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi adalah model matematika yang menggambarkan


distribusi jenis adsorbat antara fase cair dan padat, yang didasarkan pada asumsi
yang terkait dengan heterogenitas/homogenitas permukaan padat, jenis cakupan,
dan kemungkinan interaksi antara logam adsorbat.

a. Isoterm Adsorpsi Freundlich

Isoterm adsorpsi Freundlich yang diperoleh secara empiris didefinisikan


sebagai berikut;


 =   (2.1)

dimana,  : jumlah teradsorpsi per satuan berat adsorben pada kesetimbangan


 

(mg/g), (mol/g)
 : konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah
adsorpsi (mg/L), (mol/L)
 : konstanta empiris Freundlich atau faktor kapasitas (mg/g),
(mol/g)
1
:
eksponen Freundlich

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  13

Eksponen 1
adalah indeks keragaman
  energi bebas yang terkait dengan
adsorpsi zat terlarut oleh beberapa komponen dari suatu adsorben heterogen.
Ketika 1
= 1, isoterm tersebut linear  dan sistem memiliki energi bebas konstan
pada semua konsentrasi adsorbat. Ketika 1
< 1, isoterm tersebut cekung dan
 
adsorbat terikat dengan energi bebas yang lebih lemah, akhirnya, ketika 1
> 1,
 
isoterm tersebut cembung dan kehadiran adsorbat yang berlebih dalam adsorben
  lanjut (Schwarzenbach 2003).
meningkatkan energi bebas adsorpsi lebih
Isoterm Freundlich yang cocok untuk sistem adsorpsi berarti hampir
tidak ada batas pada jumlah zat teradsorpsi dan terdapat adsorpsi multilayer.
Penerapan persamaan Freundlich untuk kasus tertentu diuji dengan memplot log
 terhadap log  dari bentuk logaritmik dari Persamaan 2.1.


log  = log  + log  (2.2)

plot menghasilkan garis lurus dengan intersep sama dengan log  dan
kemiringan sama dengan 1
.

b. Isoterm Adsorpsi Langmuir

Isoterm adsorpsi Langmuir didefinisikan sebagai

0  
 = (2.3)
1+  

dimana,  : jumlah teradsorpsi per satuan berat adsorben pada kesetimbangan


(mg/g), (mol/g)
 : konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah
 
adsorpsi (mg/L), (mol/L)
 : konstanta Langmuir yang menyatakan jumlah kapasitas
adsorpsi maksimum (mg/g), (mol/g)
 : konstanta Langmuir (L/mg), (L/mol)

 mewakili jumlah total situs permukaan per massa dari adsorben.


Dalam kasus yang ideal,  akan sama untuk semua adsorbat. Namun,  dapat
beragam antara senyawa yang berbeda karena perbedaan dalam ukuran adsorbat.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  14

 
Oleh karena itu, biasanya mewakili konsentrasi permukaan maksimum yang
dicapai dari senyawa yang diberikan. Konstanta  yang sering disebut sebagai
  konstanta kesetimbangan reaksi
konstanta Langmuir didefinisikan sebagai
adsorpsi.  juga menyiratkan sebuah  konstanta afinitas adsorbat untuk semua
situs permukaan (Schwarzenbach 2003).
 
Persamaan (2.3) di atas dapat dituliskan sebagai persamaan (2.4)
 
  
= + (2.4)
   

dengan memplotkan 
 vs  menghasilkan garis lurus dengan kemiringan 1

dan intersep 1
  .
 

2.2.6 Kinetika Adsorpsi

Model kinetika orde pertama semu dan orde kedua semu digunakan
untuk menentukan orde kinetika adsorpsi. Persamaan Lagergren dapat diterapkan
sebagai orde pertama, dengan asumsi jumlah ion logam melebihi jumlah sisi aktif
permukaan adsorben. Nilai konstanta laju orde pertama,  , diperoleh dari
persamaan berikut (Mohan et al. 2006; Fan et al. 2008; Gupta et al. 2008).


= 1 ( − " ) (2.5)


Integrasi persamaan (2.5) dari  = 0 pada " = 0 menghasilkan:

−"
ln % & = − " (2.6)


1  
log( −  ) = log  − " (2.7)
2.303


 =  *1 −  +,- . (2.8)

Nilai  dapat ditentukan dari kemiringan grafik log( −  ) terhadap ". Jika
validitasnya rendah, yaitu koefisien korelasinya (r) kurang dari 0,99 maka kinetika
adsorpsi dapat dicoba untuk mekanisme orde kedua semu dengan persamaan:

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  15

 2
= 2 * − " .
 
(2.9)


Parameter / merupakan konstanta rata-rata


  orde kedua. Hasil integrasi dari
persamaan (2.9) adalah :  

   
= + " (2.10)
 ,0 0 
 
 merupakan jumlah adsorbat yang teradsorpsi (mg/g) pada waktu t,  adalah
jumlah adsorbat yang teradsorpsi (mg/g) pada waktu kesetimbangan (0 s/d t <  ),
dan  adalah konstanta kecepatan adsorpsi, apabila nilai "
 diplotkan terhadap "
maka akan diperoleh garis lurus. Nilai 1
 diperoleh dari tangen arah sehingga
nilai  dapat dihitung. Sementara nilai 1
  / diperoleh dari titik potong garis
/ 

dengan sumbu x, sehingga nilai / dapat dihitung.

2.2.7 Ion Logam Berat

Sebagian besar logam berat sangat beracun dan non-biodegradable. Oleh


karena itu, logam berat harus dihilangkan dari sungai yang tercemar untuk
memenuhi standar kualitas lingkungan yang semakin ketat (Ruey-Shin et al.,
2001). Jumlahnya dalam lingkungan tidak hanya meningkat setiap tahun tetapi
juga non-biodegradable dan cenderung terakumulasi dalam organisme hidup
(Petrus, et al., 2003).

2.2.8 Logam Cd

Logam kadmium dalam tabel periodik terletak pada golongan transisi 


dengan konfigurasi elektron [Kr] 4d10 5s2. Kadmium memiliki radius ion sebesar
±95 pm. Kadmium telah dilaporkan menjadi racun yang tinggi karena dalam
tubuh manusia tidak terdapat pengaturan homeostatis untuk logam ini. Pemaparan
kronis pada kadmium melalui udara, makanan, atau sumber air menyebabkan
akumulasi di dalam tubuh secara terus-menerus. Sekitar 1-2 % kadmium yang
tertelan berbahaya dan menimbulkan masalah kesehatan jika disimpan dalam
tubuh. Kadmium telah dilaporkan menjadi inhibitor enzim yang kuat dan juga

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  16

  ginjal hewan dan manusia (Sharma, Y.C.


telah dilaporkan dapat merusak hati dan
et al., 2006).
 
2.2.9 Logam Co
 
Kobalt merupakan salah satu  unsur golongan transisi yang memiliki
konfigurasi elektron [Ar] 3d7 4s2 dan susunan elektron yang tidak berpasangan
 
pada orbital 3d. Kobalt memiliki radius ion sebesar ±74,5 pm dan merupakan
logam yang esensial dalam industri. Persoalan spesifik logam berat Co di
lingkungan terutama karena akumulasinya yang menyebabkan keracunan terhadap
tanah, udara, dan air meningkat. Konsentrasi kobalt yang lebih tinggi dapat
menyebabkan kelumpuhan, diare, tekanan darah rendah, iritasi paru-paru, dan
cacat tulang. Batas toleransi kobalt dalam air minum telah ditetapkan sebagai 0,05
mg/L (Gupta et al., 2010).

2.2.10 Logam Cu

Tembaga merupakan salah satu unsur logam transisi yang memiliki


konfigurasi elektron [Ar] 3d10 4s1. Tembaga memiliki radius ion sebesar ±73 pm.
Toksisitas kronis Cu memiliki gejala berupa kehilangan selera makan, kehausan,
krisis hemolitik yang ditandai wajah pucat, urin berwarna coklat tua, hiperestesia,
tremor, iritasi pada hidung, tenggorokan, mulut dan mata, sakit kepala, sakit
lambung, nausea, muntah, diare, kerusakan hati, kerusakan ginjal, menurunnya
tingkat intelegensia anak-anak pasa masa pertumbuhan, batuk-batuk, pendarahan
hidung, alergi pada kulit, penebalan kulit, warna kehijauan pada kulit dan rambut,
peningkatan Cu pada ginjal, peningkatan kadar Cu pada hati, kerusakan otak,  
demielinasi, penurunan fungsi ginjal, dan pengendapan Cu dalam kornea mata
(Widowati et al., 2008).

2.2.11 Logam Pb

Timbal dalam tabel periodik memiliki konfigurasi elektron [Xe] 4f14 5d10
6s2 6p2 dengan radius ion sebesar ±120 pm. Timbal dapat larut dalam asam nitrat
dan sedikit bereaksi dengan asam sulfat dan asam hidroklorik pada suhu kamar.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  17

  air membentuk timbal hidroksida. Ion


Selain itu timbal bereaksi lambat dengan
Pb(II) dapat ditemukan dalam pembuangan pabrik-pabrik yang mendaur ulang
 
baterai, penambangan timah, dan pabrik-pabrik perakitan elektronik. Timbal juga
telah diketahui dampak kumulatifnya, yaitu dapat menyebabkan kerusakan otak,
 
gangguan fungsi ginjal, hati, dan sistem saraf pusat pada manusia (Ho et al.,
 
2002).
 
2.2.12 Logam Zn

Seng adalah salah satu logam berat yang mengerahkan efek beracun pada
konsentrasi tinggi dan bahkan pembuangan industri, air rumahan, dan sumber air
sering diperkaya dengan konsentrasi logam yang tinggi (Eddy et al., 2008; Ekop
and Eddy, 2005). Seng memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d10 4s2 dengan radius
ion sebesar ±74 pm. Sebagian besar garam seng larut dalam air yang
menunjukkan bahwa jika logam ini lepas ke dalam air permukaan maka
memungkinkan untuk memberikan efek toksik atau berbahaya. Oleh karena itu
penghilangan logam ini dari air dan air limbah penting untuk melindungi
kesehatan masyarakat. Seng menjadi perhatian karena toksisitas dan non-
biodegradabilitasnya, dengan dampak negatif pada ikan ketika dilepaskan ke
sungai (Besser and Rabeni, 1987; Gerhardt et al., 2004).

2.2.13 Pembentukan Kompleks

Reaksi pembentukan kompleks (khelat) merupakan reaksi asam-basa


Lewis, dimana asam Lewis adalah penerima elektron dan basa Lewis adalah
penyumbang elektron. Ion logam dalam kompleks disebut atom pusat, dan gugus
 
yang tergabung ke atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang terbentuk oleh
atom logam pusat disebut angka koordinasi logam tersebut. Ikatan yang terbentuk
antara ion logam pusat dengan ligan biasanya kovalen, namun dalam beberapa
kasus interaksinya mungkin hanya sebuah daya tarik coulomb (Underwood, A.L.,
2002). Dalam ligan terdapat atom donor yaitu atom yang memiliki pasangan
elektron bebas, memiliki elektron tak berpasangan, atau elektron yang terikat

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  18

melalui ikatan π. Atom pusat senyawa  kompleks dapat merupakan unsur-unsur


logam transisi atau unsur-unsur logam golongan utama (Effendy, 2007).
 
2.2.14 Hard Soft Acid Base (HSAB) Pearson
 

Ralph Pearson menjelaskan afinitas


  diferensial dari basa Lewis yang
menyumbangkan pasangan elektron terhadap asam Lewis yang menerima
 
pasangan elektron, yaitu kompleksasi asam/basa Lewis, dengan mengelompokkan
asam Lewis dan basa Lewis sebagai keras, borderline, atau lunak. Menurut
prinsip keras lunak asam basa [Lewis] (HSAB) Pearson, asam keras lebih memilih
untuk mengikat basa keras, asam lunak lebih memilih untuk mengikat basa lunak,
dan asam/basa borderline memiliki sifat intermediet.

Tabel 2.1. Asam dan Basa menurut prinsip HSAB Pearson

Basa Asam
Keras Keras
H2O, OH-, F-, CH3CO2-, PO43-, Cl-, H+, Li+, Na+, K+, Be2+, Mg2+, Ca2+,
ClO4-, NO3-, ROH, RO-, R2O, Al3+, Ga3+, Cr3+, Co3+, Fe3+,
NH3, RNH2, N2H4 CH3Sn3+, Si4+, Ti4+, RCO+, CO2,
NC+, HX (molekul ikatan
hidrogen)

Borderline Borderline
C6H5NH2, C5H5N, N3-, Br-, NO2-, Fe2+, Co2+, Ni2+, Cu2+, Zn2+, Pb2+,
SO32-, N2 Sn2+, B(CH3)3, SO2, NO+, R3C+,
C6H5+

Lunak Lunak
R2S, RSH, RS-, I-, SCN-, S2O32-, Cu+, Ag+, Au+, Tl+, Hg+, Pd+,
R3P, R3As, (RO)3P, CN-, RCN, Cd2+, Pt2+, Hg2+, CH3Hg+,
CO, C2H4, C6H6, H-, R- Co(CN)52-, I+, Br+, HO+, RO+, M0  
(atom logam), CH2

2.2.15 EDTA

Etilen diamin tetra asetat (EDTA) merupakan ligan penitrasi yang banyak
dipakai pada titrasi kompleksometri. EDTA mempunyai rumus struktur sebagai
berikut (Skoog, D.A., et al., 1996):

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  19

 
Gambar 2.4. Struktur Etilen
  diamin tetra asetat (EDTA)

Molekul EDTA merupakan ligan heksadentat, yaitu ligan yang memiliki


enam atom donor. Enam atom donor pada ligan EDTA adalah dua atom nitrogen
dan empat atom oksigen dari empat gugus asetat. Dari dua atom oksigen yang
terdapat pada gugus asetat hanya satu yang dapat dikoordinasikan pada atom
pusat. Ligan EDTA cenderung membentuk kompleks sepit dan banyak digunakan
dalam bidang kimia analitik (Effendy, 2007). EDTA adalah zat pengompleks yang
digunakan dalam industri dan sebagai bahan kimia pembersih rumah tangga.
EDTA tahan terhadap biodegradasi dan umumnya dilepaskan ke tanah dan sistem
perairan melalui pengolahan air limbah buangan (Bargar, et al., 1999).

2.2.16 XRD

Dalam kerja difraksi Sinar-X, biasanya kita membedakan antara kristal


tunggal dan polikristalin. Sampel kristal tunggal adalah kristal yang sempurna
(semua unit sel sejajar dalam pola yang diperluas dengan sempurna) dengan
penampang sekitar 0,3 mm. Difraksi serbuk terutama digunakan untuk
"identifikasi sidik jari" dari berbagai bahan padat. Interaksi sinar-X dengan
sampel menciptakan sinar "terdifraksi" sekunder dari sinar-X (sebenarnya  
dihasilkan dalam bentuk kerucut) yang berhubungan dengan jarak interplanar
dalam serbuk kristal yang menurut hubungan matematika yang disebut "Hukum
Bragg":

1 = 22 sin 5 (2.11)

dimana : bilangan bulat


1 : panjang gelombang sinar-X

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  20

2 : jarak interplanar menghasilkan


  difraksi dan
5 : sudut difraksi
 
1 dan 2 diukur dalam satuan yang sama, biasanya angstrom. Untuk
 
spesimen serbuk dalam difraktometer memiliki jumlah statistik tak terbatas dari
kristalit yang berorientasi secara acak,  difraksi maksimum (atau puncak) diukur
sepanjang lingkaran difraktometer 25.
 

Gambar 2.5. Skema instrumen difraksi sinar-X (XRD)

2.2.17 XRF

X-ray Fluorescence (XRF) adalah metode nondestruktif untuk analisis


elemental dari fasa padatan dan cairan. Pada XRF, sampel disinari dengan kuat
oleh sinar-X, yang menyebabkan emisi fluoresens sinar-X. Sinar-X yang
diemisikan dapat dideteksi baik menggunakan detektor hamburan energi ataupun
 
detektor hamburan panjang gelombang. Baik energi ataupun panjang gelombang
dari sinar-X yang diemisikan digunakan untuk mengidentifikasi elemen yang ada
dalam sampel sedangkan konsentrasi (berapa banyak) elemen ditentukan oleh
intensitas sinar-X. XRF adalah teknik analisis yang dalam dengan kedalaman
sampel yang dianalisis bervariasi dari kurang dari 1 mm sampai 1 cm tergantung
pada energi dari sinar-X dipancarkan dan komposisi sampel.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  21

Gambar 2.6. Diagram elektron sederhana dalam XRF

2.2.18 TEM

Transmission Electron Microscopy (TEM) adalah teknik mikroskopi


dimana sinar elektron ditransmisikan melalui spesimen ultra tipis, berinteraksi
dengan spesimen saat sinar elektron melewatinya. Gambar yang dihasilkan
terbentuk dari interaksi elektron yang ditransmisikan melalui spesimen; gambar
diperbesar dan difokuskan ke perangkat imaging, seperti layar neon, pada lapisan
film fotografi, atau untuk dideteksi oleh sensor seperti kamera CCD. Pada TEM,
sinar monokromatik elektron dipercepat melalui potensial dari 40 hingga 100
kilovolt (kV) dan melewati medan magnet yang kuat, yang bertindak sebagai
lensa. Resolusi TEM modern sekitar 0,2 nm yang merupakan khas pemisahan
antara dua atom dalam sebuah padatan. resolusi ini adalah 1.000 x lebih besar
daripada mikroskop cahaya dan sekitar 500.000x lebih besar dari mata manusia.

Gambar 2.7. Skema instrumentasi TEM

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  22

2.2.19 Zetasizer ano Series (ZE  1600)

Zetasizer Nano Series (ZEN 1600) merupakan instrumen yang digunakan


 
untuk mengkarakterisasi ukuran partikel dalam medium cairan. Sistem Zetasizer
 
menentukan ukuran dengan terlebih dahulu mengukur gerak partikel Brown dalam
sampel menggunakan Dynamic Light Scattering
  (DLS) dan kemudian
menafsirkan ukuran tersebut menggunakan teori-teori yang telah ditetapkan.
 

Gambar 2.8. Ilustrasi hubungan kecepatan gerakan difusi dengan ukuran partikel

Partikel-partikel dalam sebuah cairan bergerak secara acak dan kecepatan


bergerak mereka digunakan untuk menentukan ukuran partikel. Seperti yang telah
diketahui bahwa partikel kecil bergerak secara cepat dalam cairan dan partikel
besar bergerak secara perlahan. Jika telah terjadi gerakan minimal dan posisi
partikel yang sangat mirip maka partikel dalam sampel akan besar, dengan cara
yang sama jika telah terjadi jumlah gerakan yang besar dan posisi partikel sangat
berbeda, maka partikel yang berada dalam sampel adalah kecil. Menggunakan
pengetahuan dan hubungan antara kecepatan difusi dan ukuran tersebut, ukuran
partikel dapat ditentukan.  

Instrumen Zetasizer Nano Series terdiri dari:

a. Laser, yang digunakan sebagai sumber sinar yang akan menyinari sel, dimana
sebagian besar sinar yang menyinari sel akan diteruskan dan sebagian lagi
akan dihamburkan.
b. Sel, adalah sampel yang akan diukur.
c. Detektor, digunakan sebagai pengukur hamburan sinar.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  23

 
d. Attenuator, digunakan untuk mengatur intensitas sinar laser dan intensitas
hamburan sinar.
 
e. Kolektor, digunakan sebagai pengumpul sinyal dari hamburan cahaya.
f. Komputer, digunakan sebagai pngumpul informasi yang dihasilkan.
 

 
2.2.20 FTIR
 
Spektrofotometer inframerah merupakan alat untuk mendeteksi gugus
fungsional, mengidentifikasi senyawa, dan menganalisis campuran. Instrumen
yang merekam spektra inframerah tersedia secara komersial dan mudah digunakan
secara rutin (Underwood, A.L., 2002). Instrumentasi FTIR digambarkan sebagai
berikut,

Gambar 2.9. Skema Instrumentasi FTIR

a. Instrumen secara umum memerlukan sumber radiasi yang dapat


menghasilkan daerah spektrum yang lebar dengan intensitas yang seragam
pada setiap panjang gelombang.
b. Pemilih panjang gelombang digunakan untuk memperoleh panjang
gelombang yang spesifik. Selain itu agar didapatkan perbandingan antara
intensitas sinar yang datang dengan intensitas sinar setelah melewati sampel.
c. Detektor diperlukan untuk mendeteksi cahaya yang digunakan oleh sistem.
Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang akan ditampilkan
 
dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital.
d. Dari seluruh jenis instrumen pasti mempunyai:
1. Penguat (amplifier) yang digunakan untuk memperkuat sinyal sehingga
dapat terukur.
2. Pemroses sinyal yang dgunakan untuk menghapus, merata-ratakan,
mengatur tampilan, atau mengkonversi data dari analog ke digital.
3. Tampilan yang dihasilkan dari instrument FTIR.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  24

2.2.21  
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Pada Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) terjadi penyerapan sumber


 
radiasi (di luar nyala) oleh atom-atom netral dalam keadaan gas yang berada
 
dalam nyala. Instrumentasi spektrofotometer absorpsi atom digambarkan sebagai
berikut,  

Gambar 2.10. Skema Instrumentasi SSA

a. Sumber radiasi semula dipakai lampu wolfram yang menghasilkan radiasi


yang sinambung. Akan tetapi lampu wolfram memberikan intensitas yang
diteruskan sangat kecil. Lampu katoda berongga yang tersendiri atau
kombinasi umum dipakai sebagai sumber radiasi. Di samping itu sebagai
sumber radiasi yang umum dipakai adalah tabung awan muatan gas (Gas
Discharge Tube).
b. Monokromator yang dipakai harus mampu memberikan resolusi yang terbaik.
Ada dua bentuk monokromator yang dipakai pada spektrofotometer absorpsi
atom yaitu monokromator celah dan kisi difraksi.
c. Alat pembakar untuk mendapatkan nyala api yang dikehendaki juga harus
 
diperhatikan. Nyala api diharapkan untuk memperoleh uap-uap atom netral
suatu unsur dalam sampel.
d. Gas pembakar untuk SSA banyak sekali macamnya yang biasanya
dikombinasi dengan gas pengoksida untuk tujuan penaikan temperatur.
e. Detektor pada spektrofotometer absorpsi atom berfungsi mengubah intensitas
radiasi yang dating menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer absorpsi atom
yang umum dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT
= Photo Multiplier Tube Detector).

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
BAB 3

METODOLOGI PEELITIA
 

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian  

 
Penelitian dilakukan di Laboratotium Penelitian Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia pada
bulan Januari sampai bulan Juni 2012.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:


cawan penguap, kaca arloji, labu ukur, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, gelas
beaker, spatula, batang pengaduk, botol semprot, bulb, corong, alumunium foil,
test sieve 200 mesh, tabung sentrifuge, sentrifuge (Fisher Centrific Model 228),
botol timbang, neraca analitik (Adam), pH meter (Metrohm 744), termometer,
oven (Memmert), furnace ( aberthem), crucible, desikator, stopwatch, botol vial,
pengaduk magnet (Ika Work) dan magnetic bar.
Alat uji yang digunakan untuk karakterisasi pada penelitian ini yaitu:
X-Ray Diffraction (XRD) Shimadzu 7000 untuk mengetahui sudut difraksi zeolit
awal dan aktivasi, X-Ray Fluorescence (XRF) Spectro Xepos untuk mengetahui
kandungan senyawa atau unsur dalam zeolit, Brunauer, Emmett, Tell (BET) untuk
mengetahui luas permukaan dan ukuran pori zeolit, Fourier Transform Infra Red
 
(FTIR) Prestige 21 Shimadzu untuk mengetahui gugus fungsi pada zeolit, kitosan,
dan zeolit@nanokit, Transmission Electron Microscopy (TEM) JEM 1400 untuk
melihat imaging dari partikel, Particle Size Analyzer (PSA) Malvern Zetasizer
Nano Series (ZEN) 1600 untuk mengetahui ukuran partikel, dan Atomic
Absorption Spectrometry (AAS) Shimadzu 6300 untuk mengetahui kandungan
logam secara kuantitatif.

25 Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  26

3.2.2 Bahan  

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam (CV.
 
Transindo Citra Utama) yang digunakan sebagai adsorben. Aktivasi zeolit
menggunakan HCl (Merck) dan NaOH  (Merck). Penyeragaman kation zeolit
menggunakan NaCl (Merck). Pengecekan
  zeolit bebas Cl menggunakan AgNO3
(Aldrich) setelah pencucian. Sintesis nanokitosan menggunakan kitosan (IPB) dan
 
CH3COOH p.a (Merck). Aplikasi adsorben zeolit@nanokit dilakukan terhadap
ion logam berat dari padatan Cu(NO3)2.3H2O (Merck), Zn(NO3)2 (Merck),
Pb(NO3)2 (Merck), Cd(NO3)2.4H2O (Merck), dan Co(NO3)2.6H2O (Merck).
Pengaturan pH pada aplikasi menggunakan HNO3 (Merck) dan NaOH (Merck).
Regenerasi untuk mendapatkan kembali adsorben zeolit@nanokit menggunakan
Na-EDTA (Merck). Seluruh larutan dibuat menggunakan aquabides (PT. Widatra
Bhakti).

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Aktivasi Zeolit Alam

3.3.1.1 Aktivasi Secara Fisika

Aktivasi secara fisika dilakukan dengan mencuci zeolit menggunakan


aquabides pada perbandingan zeolit : aquabides 1 : 3 (100 g zeolit dalam 300 mL
aquabides). Zeolit yang telah diaduk kemudian diendapkan selama selama 1 jam
pada suhu 70 ⁰C, lalu dibiarkan semalam pada suhu ruang. Endapan selanjutnya
dicuci kembali sebanyak dua kali dengan aquabides (zeolit : aquabides = 1 : 3)
selama 1 jam pada suhu 70 ⁰C lalu dibiarkan semalam pada suhu ruang. Endapan
 
yang terbentuk dikeringkan pada suhu 105 ⁰C.

3.3.1.2 Aktivasi Secara Kimia

Aktivasi zeolit secara kimia dilakukan dalam dua tahap, yaitu dengan
menggunakan larutan asam (HCl) dan dilanjutkan dengan menggunakan larutan
basa (NaOH).

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  27

 
3.3.1.2.1 Aktivasi dengan Asam (HCl)

Aktivasi dengan asam dilakukan dengan mencampurkan zeolit dengan


 
HCl 0,05 M pada perbandingan zeolit : asam yaitu 1 : 3 (90 g zeolit : 270 mL HCl
 
0,05 M). Campuran kemudian diaduk selama 1 jam pada suhu 70 ⁰C dan
dibiarkan semalam pada suhu ruang. Endapan
  selanjutnya dikeringkan pada suhu
105 ⁰C.
 

3.3.1.2.2 Aktivasi dengan Basa (aOH)

Aktivasi dengan basa dilakukan dengan mencampurkan zeolit dengan


NaOH 0,05 M pada perbandingan zeolit : basa yaitu 1 : 3 (90 g zeolit : 270 mL
NaOH 0,05 M). Campuran kemudian diaduk selama 1 jam pada suhu 70 ⁰C dan
dibiarkan semalam pada suhu ruang. Endapan selanjutnya dikeringkan pada suhu
105 ⁰C.

3.3.1.3 Penyeragaman Kation pada Zeolit

Zeolit yang telah kering dijenuhkan dengan NaCl 1 M pada perbandingan


zeolit : garam yaitu 1 : 30 (50 g zeolit : 1500 mL NaCl 1 M). Campuran diaduk
menggunakan pengaduk magnet selama 6 jam pada suhu 70 ⁰C dan dibiarkan
dibiarkan semalam pada suhu ruang. Endapan dikeringkan pada suhu 105 ⁰C.
Penjenuhan dengan NaCl dilakukan sebanyak 2 kali. Zeolit kemudian dibebaskan
dari klorida dengan pencucian menggunakan aquabides sampai tidak terbentuk
endapan putih atau warna keruh saat diteteskan AgNO3. Selanjutya zeolit
dikalsinasi selama 2 jam pada suhu 500 ⁰C lalu disimpan dalam desikator. Zeolit
 
aktif dikarakterisasi dengan XRD, XRF, BET, dan FTIR.

3.3.2 Sintesis anokitosan

Nanokitosan dibuat dengan melarutkan 8,06 x 10-4 gr kitosan dalam 10


mL larutan asam asetat 1,67 x 10-2 M (nanokitosan 8,06 x 10-3 %) lalu diaduk
menggunakan pengaduk magnet selama 2,5 jam. Hasil sintesis dikarakterisasi

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  28

  juga dilakukan untuk mengetahui ukuran


dengan FTIR. Karakterisasi dengan PSA
partikel.
 
3.3.3 Modifikasi Zeolit dengan anokitosan
 
Sebanyak 1 g zeolit ditambahkan
  ke dalam 10 mL larutan nanokitosan
8,06 x 10-3 % lalu diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 2 jam,
 
selanjutnya campuran disentrifuge. Endapan zeolit@nanokit kemudian
dikeringkan menggunakan gas N2. Hasil modifikasi dikarakterisasi dengan FTIR.
Optimasi kondisi modifikasi dilakukan dengan memvariasikan massa zeolit dan
jumlah pelapisan nanokitosan.

3.3.3.1 Variasi Massa Zeolit

Hal yang sama dilakukan seperti prosedur sebelumnya (3.3.3). Namun


massa zeolit divariasikan pada 1 g; 0,75 g; 0,5 g; dan 0,25 g. Selanjutnya
ditentukan massa zeolit optimum.

3.3.3.2 Variasi Jumlah Pelapisan anokitosan

Sebanyak 10 mL nanokitosan ditambahkan pada tiap variasi massa zeolit


(1 g; 0,75 g; 0,5 g; dan 0,25 g) untuk 1x pelapisan kemudian diaduk menggunakan
pengaduk magnet selama 2 jam, selanjutnya campuran disentrifuge. Sentrifugat
zeolit@nanokit kemudian dikeringkan dengan menggunakan gas N2. Selanjutnya
dilakukan hal yang sama untuk 2x dan 3x pelapisan. Massa zeolit optimum
dengan 1x, 2x, dan 3x pelapisan ditentukan dengan FTIR. Selanjutnya persen
berat nanokitosan yang berinteraksi dengan massa zeolit optimum ditentukan  
dengan analisis gravimetri.

3.3.3.3 Analisis Gravimetri pada Zeolit@anokit

Analisis gravimetri dilakukan dengan menimbang massa kosong krusibel


kemudian dimasukan 0,05 g zeolit@nanokit masing-masing pelapisan (0,25 g
zeolit dengan 1x, 2x, dan 3x pelapisan). Krusibel berisi 0,05 g zeolit@nanokit

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  29

  2 jam, lalu disimpan dalam desikator


kemudian dibakar dalam furnace selama
selama ±15 menit. Krusibel lalu ditimbang untuk mengetahui berat yang hilang
  Krusibel berisi zeolit@nanokit kemudian
(berat yang hilang adalah berat kitosan).
dibakar dalam furnace dan ditimbang kembali hingga diperoleh massa konstan.
 
Modifikasi optimum dikarakterisasi menggunakan TEM.
 

3.3.4  
Aplikasi Zeolit@anokit sebagai Adsorben Ion Logam Berat

3.3.4.1 Aplikasi Zeolit@anokit sebagai Adsorben Ion Logam Tunggal

3.3.4.1.1 Adsorpsi Ion Logam Cd(II) oleh Zeolit@anokit

Larutan Cd(II) 300 ppm dibuat dengan melarutkan 0,0412 gram


Cd(NO3)2.4H2O dengan aquabides dalam labu ukur 50 mL. Aplikasi adsorpsi
dilakukan dengan menambahkan 10 mL Cd(II) 300 ppm ke dalam 0,1 gr
zeolit@nanokit optimum, kemudian mengaduknya selama 30 menit menggunakan
pengaduk magnet. Campuran dibiarkan selama 24 jam lalu disentrifuge untuk
memperoleh fase cairan. Jumlah Cd(II) teradsorp diperoleh dengan menentukan
deret standar Cd(II), konsentrasi Cd(II) awal, dan konsentrasi Cd(II) setelah
adsorpsi menggunakan SSA.

3.3.4.1.2 Adsorpsi Ion Logam Co(II) oleh Zeolit@anokit

Larutan Co(II) 400 ppm dibuat dengan melarutkan 0,0988 gram


Co(NO3)2.6H2O dengan aquabides dalam labu ukur 50 mL. Aplikasi adsorpsi
dilakukan dengan tahapan percobaan yang sama seperti pada adsorpsi ion logam
sebelumnya  

3.3.4.1.3 Adsorpsi Ion Logam Cu(II) oleh Zeolit@anokit

Larutan Cu(II) 600 ppm dibuat dengan melarutkan 0,1117 gram


Cu(NO3)2.3H2O dengan aquabides dalam labu ukur 50 mL. Aplikasi adsorpsi
dilakukan dengan tahapan percobaan yang sama seperti pada adsorpsi ion logam
sebelumnya.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  30

3.3.4.1.4 Adsorpsi Ion Logam Pb(II)  oleh Zeolit@anokit

Larutan Pb(II) 1500 ppm dibuat dengan melarutkan 0,1199 gram


 
Pb(NO3)2 dengan aquabides dalam labu ukur 50 mL. Aplikasi adsorpsi dilakukan
dengan tahapan percobaan yang sama   seperti pada adsorpsi ion logam
sebelumnya.  

 
3.3.4.1.5 Adsorpsi Ion Logam Zn(II) oleh Zeolit@anokit

Larutan Zn(II) 600 ppm dibuat dengan melarutkan 0,1199 gram


Zn(NO3)2.4H2O dengan aquabides dalam labu ukur 50 mL. Aplikasi adsorpsi
dilakukan dengan tahapan percobaan yang sama seperti pada adsorpsi ion logam
sebelumnya.

3.3.4.2 Aplikasi Zeolit@anokit sebagai Adsorben Ion Logam Campuran

Aplikasi terhadap ion logam campuran {Cd(II), Co(II), Cu(II), Pb(II),


dan Zn(II)} dilakukan dengan memipet masing-masing 20 mL larutan stock Cd
1500 ppm, Co 2000 ppm, Cu 3000 ppm, Pb 7500 ppm, dan Zn 3000 ppm dalam
labu ukur 100 mL sehingga konsentrasi masing-masing ion logam dalam
campuran berada dalam kondisi yang sama dengan ion tunggal. Sebanyak 10 mL
larutan ion logam campuran ditambahkan ke dalam 0,1 gr zeolit@nanokit
optimum, kemudian mengaduknya selama 30 menit menggunakan pengaduk
magnet. Campuran dibiarkan selama 24 jam lalu disentrifuge untuk memperoleh
fase cairan. Jumlah masing-masing ion teradsorp diperoleh dengan menentukan
deret standar, konsentrasi awal, dan konsentrasi tiap logam setelah adsorpsi
 
menggunakan SSA.

3.3.5 Optimasi Adsorpsi Ion Logam yang Teradsorp Paling Banyak

3.3.5.1 Variasi pH

Sebanyak 10 mL larutan ion logam diaduk menggunakan pengaduk


magnet kemudian ditambahkan 0,1 g zeolit@nanokit optimum. Pengadukan
dilakukan selama 30 menit pada variasi pH awal larutan; 5,0; 6,0; 6,5; 6,8; dan

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  31

7,2, dengan penambahan larutan NaOH  0,05 M atau dengan larutan HNO3 0,05
M. Campuran kemudian disentrifuge untuk memperoleh fase cairan. Konsentrasi
ion logam dalam fase cairan ditentukan  dengan SSA.

 
3.3.5.2 Variasi Konsentrasi Ion Logam Berat
 
Variasi konsentrasi ion logam berat dilakukan untuk mempelajari isoterm
 
adsorpsi ion logam berat pada adsorben dengan memvariasikan konsentrasi ion
logam berat pada 300; 350; 450; 650; 850; dan 1500 ppm. Sebanyak 10 mL
larutan ion logam diaduk dengan pengaduk magnet kemudian ditambahkan 0,1 g
Zeolit@nanokit. Campuran diaduk selama 30 menit kemudian didiamkan
semalam dan disentrifuge untuk memperoleh fase cairan. Konsentrasi ion logam
dalam fase cairan ditentukan dengan SSA.

3.3.5.3 Variasi Waktu Kontak

Variasi waktu kontak dilakukan pada zeolit@nanokit kondisi optimasi


(3.2.5.2). Variasi waktu dilakukan untuk mempelajari kinetika adsorpsi ion logam
pada adorben dengan memvariasikan waktu pengadukan atau waktu kontak antara
adsorben dengan larutan logam. Sebanyak 10 mL larutan ion diaduk dengan
pengaduk magnet kemudian ditambahkan 0,1 g Zeolit@nanokit dan pH optimum.
Waktu pengadukan divariasikan pada 15 detik, 30 detik, 1 menit, 7 menit, 15
menit, 30 menit, dan 120 menit. Campuran kemudian disentrifuge untuk
memperoleh fase cairan. Fase cairan hasil pencampuran dikarakterisasi dengan
SSA untuk mengetahui konsentrasi ion logam.

 
3.3.6 Regenerasi

Regenerasi dilakukan dengan mencuci zeolit@nanokit-M menggunakan


10 mL larutan Na-EDTA 0,1 M kemudian diaduk dengan pengaduk magnet
selama 30 menit. Campuran selanjutnya didiamkan semalam dan disentrifuge
untuk memperoleh fase cairan. Fase cairan hasil pencampuran dikarakterisasi
dengan SSA untuk mengetahui konsentrasi ion logam.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  32
 

 
Diagram Alir Penelitian

 
Kitosan Zeolit Alam XRD, XRF,
  BET, FTIR
Sintesis Nanokitosan Aktivasi Zeolit
 
Aktivasi Fisika
Pelarutan dengan  
Asam Asetat Aktivasi Kimia

Penyeragaman Kation
Nanokitosan PSA
Modifikasi Na-Zeolit XRD, XRF,
BET, FTIR
Optimasi Modifikasi

Variasi Massa Zeolit Variasi Jumlah Pelapisan

1g 0,75 g 0,5 g 0,25 g 1x 2x 3x


FTIR,
TEM,
Analisis
Zeolit@Nanokit Gravimetri
(Kondisi Optimum)

Aplikasi Adsorpsi
Variasi Ion Logam Variasi pH

Cd(II) Co(II) Cu(II) Pb(II) Zn(II) pH pH < pH  


Awal Pengendapan

Ion Logam Campuran


SSA
Zeolit@Nanokit-M

Optimasi Adsorpsi Isoterm Adsorpsi Studi Kinetika Adsorpsi

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  33
 

 
Optimasi Adsorpsi Isoterm Adsorpsi Studi Kinetika Adsorpsi

 
Variasi Orde Satu Orde Dua Difusi
 
pH Semu Semu Intrapartikel
 
Awal 5,0 6,0  
Isoterm Isoterm
6,5 6,8 7,2 Freundlich Langmuir

Variasi Variasi Waktu


[Pb(II)] (ppm) Kontak (Menit)

300 350 450 0,3 0,7 1

650 850 1500 7 30 120

Regenerasi dengan Na-EDTA

Zeolit@Nanokit SSA

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
BAB 4

HASIL DA PEMBAHASA


 

4.1 Aktivasi Zeolit Alam  

 
Zeolit alam yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit yang
diperoleh dari CV Transindo Citra Utama, berasal dari daerah Bayah, Jawa Barat.
Untuk memperluas permukaan, zeolit dihaluskan terlebih dahulu menggunakan
test sieve berukuran 200 mesh (0,75 mikron). Aktivasi zeolit alam dilakukan
dalam tiga tahap yaitu aktivasi secara fisika, aktivasi secara kimia, dan
penyeragaman kation menggunakan NaCl. Proses aktivasi ini dilakukan untuk
menghilangkan pengotor-pengotor pada zeolit alam seperti pengotor anorganik
dan pengotor organik.

4.1.1 Aktivasi Fisika dan Kimia

Aktivasi secara fisika dilakukan dengan mencuci zeolit menggunakan


aquabides. Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan zeolit dari pengotor-
pengotor zeolit seperti tanah atau pengotor lain yang bersifat polar sehingga dapat
larut dalam air. Pencucian dengan aquabides dilakukan sebanyak tiga kali dengan
maksud untuk mengoptimalkan proses pencucian zeolit.
Aktivasi secara kimia dilakukan dengan dua tahap, yaitu aktivasi dengan
larutan asam (HCl 0,05 M) dan aktivasi dengan larutan basa (NaOH 0,05 M).
Aktivasi dengan asam dilakukan bertujuan melarutkan pengotor yang larut dalam
 
asam seperti senyawa oksida logam alkali dan alkali tanah. Aktivasi dengan basa
bertujuan mengatur kembali posisi kation penyeimbang yang akan dipertukarkan.
Penggunaan HCl dan NaOH pada proses ini adalah dalam konsentrasi yang kecil
atau larutan encer. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi proses dealuminasi yang
dapat mempengaruhi nilai perbandingan Si/Al pada zeolit atau merusak struktur
zeolit.

34 Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  35

 
Aktivasi fisika dan kimia ini dilakukan pada suhu 70 ⁰C dengan tujuan
membuka pori-pori zeolit sehingga dapat mempermudah proses pelarutan
  dalam pori zeolit.
pengotor-pengotor yang terperangkap di

 
4.1.2 Penyeragaman Kation
 
Zeolit alam yang telah diaktivasi secara fisika dan kimia masih memiliki
 
kation penyeimbang yang beragam antara lain kation K+, Ca2+, Mg2+, dan Fe3+.
Oleh karena itu, dilakukan penyeragaman kation menggunakan larutan NaCl 1 M.
Pada proses ini diharapkan terjadi pertukaran kation antara kation penyeimbang
dengan kation Na+, sehingga zeolit alam yang digunakan pada penelitian ini
didominasi oleh satu jenis kation penyeimbang. Untuk menghilangkan ion Cl-
yang ditinggalkan larutan NaCl, zeolit dicuci dengan aquabides secara berulang
hingga tidak menimbulkan endapan putih atau larutan yang keruh ketika
ditambahkan beberapa tetes larutan AgNO3. Endapan yang telah bebas ion klorin,
selanjutnya dikeringkan pada suhu 105 ⁰C untuk menguapkan air yang terdapat
pada zeolit. Zeolit yang telah kering kemudian dikalsinasi pada suhu 500 ⁰C
selama 2 jam. Proses kalsinasi ini dilakukan untuk menguapkan air yang masih
terperangkap dalam pori-pori zeolit, membakar senyawa-senyawa organik yang
terdapat pada zeolit, serta untuk memperoleh bentuk kristalinitas yang baik.

(a) (b)
Gambar 4.1. Hasil aktivasi zeolit alam: (a) zeolit awal, (b) zeolit aktivasi

Gambar 4.1 memperlihatkan perubahan warna pada zeolit alam sebelum


aktivasi dan setelah aktivasi yang dapat diamati secara visual. Zeolit alam yang
belum mengalami proses aktivasi memiliki warna yang lebih hijau dibandingkan
dengan zeolit yang telah mengalami proses aktivasi.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  36

4.1.3 Karakterisasi Zeolit Aktivasi  

Zeolit yang telah melalui proses aktivasi kemudian dikarakterisasi untuk


 
mengetahui perubahan struktur dan kandungan unsur dalam zeolit. Karakterisasi
zeolit dilakukan menggunakan beberapa   instrumen, yaitu XRD, XRF, BET, serta

FTIR.  

 
4.1.3.1 Karakterisasi dengan XRD

Karakterisasi dengan XRD dilakukan untuk membandingkan nilai 2θ


zeolit sebelum dan setelah aktivasi terhadap nilai 2θ pada standar zeolit
klinoptilolit dan mordenit (Tabel 4.1, Gambar 4.2, dan Lampiran 1).

Tabel 4.1. Perbandingan nilai 2θ zeolit awal, zeolit aktivasi, standar klinoptilolit,
dan standar mordenit

2θ zeolit 2θ zeolit 2θ standar 2θ standar


awal aktivasi klinoptilolit mordenit
9,86 9,84 9,87 9,80
22,05 21,94 22,34 22,34
22,40 21,94 22,34 22,34
25,76 25,67 26,03 25,72
26,77 26,75 26,87 26,39
27,79 27,74 28,13 27,77

(Sumber: Reka ova, Skripsi 2012)

 
Berdasarkan data pada Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa sudut difraksi
zeolit awal menyerupai sudut difraksi standar klinoptilolit dan mordenit. Hal ini
mengindikasikan bahwa zeolit yang digunakan pada penelitian ini merupakan
zeolit campuran klinoptilolit dan mordenit. Pergeseran nilai 2θ yang terjadi pada
zeolit aktivasi menunjukkan bahwa proses aktivasi telah berhasil dilakukan tanpa
merusak struktur zeolit. Spektra XRD zeolit diperlihatkan pada Gambar 4.2.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  37

(Sumber: Reka ova, Skripsi 2012)

Gambar 4.2. Karakterisasi XRD terhadap zeolit awal, zeolit aktivasi, standar
klinoptilolit, dan standar mordenit.

 
4.1.3.2 Karakterisasi dengan XRF

Karakterisasi zeolit menggunakan instrumen XRF dilakukan untuk


mengetahui kandungan senyawa atau unsur dari zeolit sebelum aktivasi dan zeolit
aktivasi (Tabel 4.2 dan Lampiran 2). Data pada Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa
perbandingan Si/Al pada zeolit awal sebesar 5,78,
5,78, sedangkan pada zeolit aktivasi
sebesar 4,97 (Lampiran 3).
3). Perbedaan nilai perbandingan Si/Al yang tidak

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  38

  telah berhasil diaktivasi tanpa merusak


signifikan ini menunjukkan bahwa zeolit
struktur zeolit tersebut.
 
Tabel 4.2. Data karakterisasi XRF pada zeolit alam
 
Zeolit Awal Zeolit Aktivasi
 
Senyawa % Berat Senyawa % Berat
Al2O3 10,10   Al2O3 10,99
SiO2 68,87 SiO2 64,33
K2O 2,59 K2O 1,62
CaO 5,10 CaO 1,96
MgO 0,17 MgO <0,0009
Fe2O3 1,17 Fe2O3 0,56
Na2O 2,87 Na2O 7,50
BaO 0,02 BaO 0,02
(Sumber: Reka ova, Skripsi 2012)

Semakin kecil nilai perbandingan Si/Al mengindikasikan semakin


bertambahnya muatan negatif pada zeolit. Dengan demikian, jumlah kation
penyeimbang muatan semakin besar, sehingga memiliki nilai KTK yang besar.
Berdasarkan data XRF, nilai Si/Al zeolit aktivasi mengalami penurunan
dibandingkan dengan zeolit awal yang menunjukkan bahwa nilai KTK zeolit aktif
bertambah sehingga dapat mengadsorp kation dalam jumlah yang lebih banyak.
Data nilai kapasitas tukar kation (KTK) zeolit pada penelitian ini
(Lampiran 4) diperoleh dari penelitian sebelumnya (Rohatin, Skripsi 2011). Hal
ini karena zeolit yang digunakan adalah zeolit yang sama, yaitu zeolit alam yang
 
diperoleh dari CV Transindo Citra Utama, berasal dari daerah Bayah, Jawa Barat.

4.1.3.3 Karakterisasi dengan BET

Karakterisasi menggunakan BET dilakukan untuk mengetahui luas


permukaan, ukuran pori, serta volume pori yang terdapat pada zeolit. Data hasil
karakterisasi dengan BET (Tabel 4.3 dan Lampiran 5) diambil dari penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya (Daud, Suryantini, Tesis 2011).

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  39

Tabel 4.3. Data BET pada zeolit alam  

Luas permukaan pori Volume


  pori Ukuran pori

28,768 m2/g 8,963


  x 10-2 cc/g 1,2087 x 102Ǻ

(Sumber:
  Daud, Suryantini,, Tesis 2011)

 
Hasil karakterisasi dengan instrumen BET menunjukkan bahwa zeolit
yang digunakan pada penelitian ini memiliki ukuran pori sebesar 1,2087 x 102Ǻ
atau 12,087 nm. Berdasarkan ukuran porinya, zeolit ini termasuk zeolit alam jenis
mesopori, yaitu zeolit yang memiliki ukuran pori 20–500 Ǻ. Modifikasi zeolit
dapat terjadi di dalam pori apabila ukuran dari partikel atau molekul kitosan
kurang dari ukuran porinya (ukuran partikel kitosan diperlihatkan pada sub bab
4.2), sedangkan untuk kitosan yang berukuran lebih dari ukuran porinya hanya
dapat memodifikasi zeolit pada pori eksternal (permukaan zeolit).

4.1.3.4 Karakterisasi dengan FTIR

Karakterisasi dengan FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi


yang terdapat dalam zeolit. Karakterisasi ini dilakukan dengan membandingkan
spektra FTIR zeolit awal dengan zeolit aktivasi (Tabel 4.4 dan Gambar 4.3.)..

Tabel 4.4. Jenis vibrasi dan bilangan gelombang pada zeolit menggunakan FTIR

Jenis Vibrasi Bilangan gelombang (cm-1)


ulur Si-O 1620-1666
ulur Al-O 1000-1213
 
Si-OH 2373-2385
-OH 3620-3678
K-O 770-803
Ca-O 1358-1541
Na-O 439-465

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  40

Zeolit Awal

100
  Na-Zeolit

  Ca-O

% Transmitan
 
Al-O
Si-OH
  K-O
50

-OH
Si-O

Na-O
0
4000 3000 2000 1000
bilangan gelombang cm -1

Gambar 4.3. Spektra FTIR zeolit awal dan Na-zeolit

Berdasarkan spektra FTIR pada Gambar 4.3, terlihat beberapa Jenis


vibrasi pada zeolit aktivasi yang diperlihatkan pada Tabel 4.4. Penurunan
intensitas puncak serapan K-O dan Ca-O, serta kenaikan intensitas puncak serapan
Na-O pada zeolit aktivasi mengindikasikan bahwa pengkondisian zeolit dengan
NaCl memberikan efek pertukaran kation-kation lain dengan Na+ berhasil
dilakukan.

4.2 Sintesis anokitosan

Kitosan yang berada dalam bentuk monomer sangat tidak efisien pada
 
pembentukan kompleks dengan ion logam berat. Kitosan dalam bentuk polimer
dengan ukuran yang besar (jumlah n unit glukosamin atau monomer yang banyak)
memiliki derajat polimerisasi yang tinggi, sehingga pembentukan kompleks
dengan ion logam kurang optimal (Guibal, 2004). Oleh karena itu, kitosan yang
digunakan pada penelitian ini berukuran nano dengan tujuan mengoptimalkan
daya adsorpsi terhadap ion logam dengan pembentukan kompleks yang lebih
stabil dan memberikan luas permukaan yang lebih besar. Dengan kitosan yang
berskala nano maka sisi aktif dari kitosan semakin banyak. Hal ini karena linkage

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  41

 
antara unit-unit glukosamin terputus, sehingga menghasilkan sisi aktif gugus –
OH. Sisi aktif yang banyak tersebut membuat daya adsorpsi kitosan bertambah.
  dengan melarutkan kitosan dalam asam
Sintesis nanokitosan dilakukan
asetat dengan konsentrasi 1,67x10-2 M sampai 8,35x10-2 M (A.Krishna, et al.,
 
2010). Berdasarkan penelitian sebelumnya (Sonia, Skripsi 2012), hasil
 
karakterisasi kitosan menggunakan instrumen PSA dan UV-Vis memperlihatkan
-2
 
bahwa pada konsentrasi asam asetat 1,67x10 M, didapatkan ukuran partikel
kitosan yang paling kecil.
Pada penelitian ini, konsentrasi kitosan yang digunakan adalah sebesar
8,06x10-3 %, yaitu 8,06x10-3 g kitosan dalam 100 mL asam asetat 1,67x10-2 M.
Pelarutan kitosan dalam asam asetat akan menjadikan kitosan berada dalam
bentuk terprotonasi (–NH3+). Pada proses pelarutan kitosan dengan asam asetat
tidak terjadi reaksi asetilasi namun yang terjadi adalah reaksi hidrolisis. Reaksi
asetilasi dapat terjadi apabila digunakan asam asetat dengan konsentrasi tinggi
(asam asetat glasial). Reaksi hidrolisis ini akan memutus linkage unit glukosamin
pada rantai panjang kitosan menjadi rantai yang lebih pendek sehingga
menghasilkan kitosan yang berukuran nano.

Size Distribution by Volume

30
Volume (% )

20

10

0
0.1 1 10 100 1000 10000
Size (d.nm)  

Record 138: Kitosan 1

Gambar 4.4. Spektra PSA nanokitosan; [kitosan] = 8,06x10-3 %, [CH3COOH] =


1,67x10-2 M

Gambar 4.4 merupakan spektra hasil karakterisasi nanokitosan


menggunakan instrumen PSA. Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa nanokitosan
dengan konsentrasi 8,06x10-3 % memiliki % volume yang besar dan lebar spektra

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  42

yang kecil, yaitu 100 % dan 42,22 nm,  yang menunjukan bahwa nanokitosan
memiliki ukuran partikel yang seragam. Berdasarkan Mohanraj dan Chen tahun
2006, nanopartikel adalah partikel yang  berukuran 1-1000 nm. Kitosan yang
dihasilkan pada penelitian ini berukuran 236,8 nm sehingga merupakan
 
nanokitosan. Kitosan yang berukuran nano memiliki luas permukaan yang besar
 
sehingga diharapkan mampu mengadsorp ion logam berat secara optimal.
 
Tabel 4.5. Data PSA hasil sintesis nanokitosan, [kitosan] = 8,06x10-3 %,
[CH3COOH] = 1,67x10-2 M

Konsentrasi Ukuran % Volume Lebar


Kitosan (%) Partikel (nm) Spektra (nm)

8,06x10-3 236,8 100 42,22

4.3 Modifikasi Zeolit dengan anokitosan

Modifikasi zeolit menggunakan nanokitosan dilakukan dengan dua jenis


variasi, yaitu variasi massa zeolit dan variasi jumlah pelapisan nanokitosan.
Variasi ini dilakukan untuk mendapatkan hasil modifikasi yang optimum sehingga
dapat memberikan daya adsorpsi yang lebih baik. Hasil modifikasi selanjutnya
dianalisis menggunakan instrumen FTIR dan TEM.

4.3.1 Penentuan Kondisi Optimum Modifikasi dengan Variasi Massa


Zeolit

Modifikasi dilakukan dengan memvariasikan massa zeolit. Massa zeolit


 
alam yang digunakan yaitu 1 g; 0,75 g; 0,5 g; dan 0,25 g zeolit dengan
penambahan nanokitosan 8,06x10-3 % dan pengadukan dengan magnetic stirrer.
Gambar 4.5 memperlihatkan spektra FTIR hasil modifikasi dengan
variasi massa zeolit. Berdasarkan spektra tersebut, terlihat bahwa pada modifikasi
dengan massa zeolit 1; 0,75; dan 0,5 g belum menunjukkan perubahan peak secara
signifikan. Perubahan mulai terlihat pada modifikasi 0,25 g zeolit dengan
nanokitosan. Pergeseran peak terjadi pada bilangan gelombang ~1626 cm-1 milik
zeolit menjadi ~1633 cm-1 milik zeolit@nanokit pada modifikasi 0,25 g yang

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  43
 

 
memperlihatkan adanya gugus –NH tekuk yang berasal dari –NH2 pada kitosan.
Pada daerah ~1057 cm-1 terlihat semakin besar intensitasnya yang menandakan
adanya interaksi –CN ulur dari kitosan.  Landainya peak pada daerah ~3157-2140
cm-1 juga menandakan adanya perubahan permukaan pada zeolit. Hal ini
 
menunjukkan bahwa zeolit telah berhasil dimodifikasi dengan nanokitosan.
 
Na-Zeolit
  Kitosan
1 g Zeolit-Kitosan
0,75 g Zeolit-Kitosan
0,5 g Zeolit-Kitosan
0,25 g Zeolit-Kitosan

100
% Transmitan

4000 3000 2000 1000


bilangan gelombang (cm -1)

Gambar 4.5. Spektra FTIR modifikasi zeolit@nanokit dengan variasi


massa zeolit

4.3.2 Penentuan Kondisi Optimum Modifikasi dengan Variasi Jumlah


Pelapisan anokitosan

Modifikasi dilakukan dengan memvariasikan jumlah pelapisan  


nanokitosan pada zeolit, yaitu 1x pelapisan; 2x pelapisan; dan 3x pelapisan pada
masing-masing massa zeolit 1 g; 0,75 g; 0,5 g; dan 0,25 g zeolit. Variasi pelapisan
ini dilakukan bertujuan untuk meratakan penutupan permukaan zeolit aktivasi
(Lampiran 6).
Karakterisasi dengan FTIR memperlihatkan bahwa pada modifikasi 1 g
zeolit untuk 1x pelapisan, 2x pelapisan, dan 3x pelapisan belum memberikan
perubahan peak yang signifikan. Spektra 1x pelapisan terlihat tidak berbeda

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  44

 
dengan spektra 2x pelapisan. Pada 3x pelapisan terlihat kenaikan intensitas di
daerah ~1057 cm-1 yang menunjukkan kenaikan interaksi –CN pada modifikasi
 
tersebut. Namun belum terlihat jelas pergeseran peak pada daerah interaksi –NH
dari NH2 pada kitosan. Dengan demikian, modifikasi 1 gr 1x, 2x, dan 3x pelapisan
 
ini merupakan kondisi modifikasi yang belum optimum. Hasil yang sama juga
 
terjadi pada modifikasi 0,75 g zeolit 1x, 2x, dan 3x pelapisan. Pelapisan
nanokitosan pada modifikasi ini belum  menutupi semua permukaan dari zeolit,
sehingga ketika dilakukan analisis dengan FTIR, spektra yang masih dominan
timbul adalah zeolit.
Berdasarkan spektra FTIR untuk modifikasi 0,5 g zeolit terlihat bahwa
perubahan peak terjadi pada 3x pelapisan sedangkan pada 1x dan 2x pelapisan
tidak terjadi perubahan yang signifikan. Pada modifikasi 3x pelapisan, terdapat
pergeseran puncak untuk zeolit yaitu di daerah ~1626 cm-1 menjadi ~1633 cm-1
yang memperlihatkan adanya interaksi –NH yang berasal dari vibrasi tekuk –NH2
pada kitosan. Pada daerah ~1057 cm-1 memperlihatkan adanya interaksi –CN ulur
dari kitosan. Landainya peak pada daerah ~3157-2140 cm-1 juga menandakan
adanya perubahan pada permukaan zeolit. Hal ini mengidentifikasikan bahwa
modifikasi 0,5 g zeolit dengan 3x pelapisan nanokitosan telah termodif dengan
baik dan nanokitosan telah menutupi sebagian besar permukaan zeolit.
Pada spektra FTIR untuk modifikasi 0,25 g zeolit memperlihatkan
perubahan spektra pada ketiga jumlah pelapisan. Pergeseran peak yang
menunjukkan interaksi vibrasi –NH tekuk dari NH2, kenaikan intensitas pada
interaksi –CN ulur dari kitosan, serta kelandaian spektra pada rentang bilangan
gelombang ~3157-2140 cm-1 terlihat pada semua jenis pelapisan. Berdasarkan
perubahan spektra yang terjadi pada ketiga pelapisan ini maka dapat disimpulkan
 
bahwa nanokitosan telah menutupi permukaan zeolit. Dengan demikian
modifikasi 0,25 g zeolit dengan nanokitosan ini diambil sebagai modifikasi yang
selanjutnya akan ditentukan kondisi optimumnya.

4.3.3 Analisis Gravimetri pada Zeolit@anokit

Analisis Gravimetri dilakukan untuk menentukan kondisi optimum


modifikasi 0,25 g zeolit 1x pelapisan, 2x pelapisan, dan 3x pelapisan dengan

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  45

 
menentukan % berat kitosan dalam adsorben (Lampiran 7). Semakin banyak
massa yang hilang setelah proses pembakaran adsorben menunjukkan semakin
 
besar pula % berat kitosan dalam adsorben. Besarnya % berat menunjukkan
bahwa nanokitosan yang menyelimuti zeolit berada dalam jumlah yang banyak.
 
Dengan demikian semakin banyak gugus aktif –NH2 dan –OH yang terdapat
 
dalam adsorben sehingga mampu mengadsorp logam berat lebih banyak.
 
2.60
2.40
2.20
Berat Hilang (mg)

2.00
1.80
1.60
1x Pelapisan
1.40
2x Pelapisan
1.20 3x pelapisan
1.00
1 2 3 4 5
Penimbangan ke-

Gambar 4.6. Analisis gravimetri terhadap modifikasi 0,25 g zeolit dengan


nanokitosan 1x, 2x, dan 3x pelapisan.

Tabel 4.6. Analisis gravimetri terhadap modifikasi 0,25 g zeolit dengan


nanokitosan 1x, 2x, dan 3x pelapisan.

Jumlah % Berat Kitosan


Pelapisan (Kitosan/Adsorben)
 
1x 3,35

2x 3,98

3x 4,78

Gambar 4.6 dan Tabel 4.6 memperlihatkan perbedaan % berat kitosan


dalam adsorben pada modifikasi 0,25 g. Dibandingkan dengan 1x pelapisan dan
2x pelapisan, % berat yang besar terdapat pada modifikasi 3x pelapisan. Oleh

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  46

 
karena itu, modifikasi 0,25 g zeolit dengan 3x pelapisan nanokitosan adalah
kondisi modifikasi yang optimum dan selanjutnya digunakan sebagai adsorben
ion logam berat.  

 
4.3.4 Karakterisasi dengan TEM
 
Karakterisasi dengan TEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dari
 
modifikasi zeolit@nanokit optimum (0,25 g zeolit dengan 3x pelapisan
nanokitosan). Hasil pencitraan menggunakan TEM diperlihatkan pada Gambar
4.7.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.7. Hasil karakterisasi zeolit@nanokit optimum menggunakan TEM


150.000x (d)
dengan perbesaran 30.000x (a), 60.000x (b), 100.000x(c), dan 150.000x

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  47

 
Warna hitam pada TEM menunjukkan zeolit, sedangkan warna bening
yang terlihat tipis di sekeliling zeolit menunjukkan nanokitosan yang menyelimuti
  nampak pada TEM disebabkan oleh
permukaan zeolit. Perbedaan warna yang
perbedaan densitas zeolit dengan nanokitosan. Densitas zeolit lebih besar
 
dibandingkan dengan nanokitosan sehingga menghasilkan warna yang lebih gelap.
 
Gambar 4.7. (a) dan (b) memperlihatkan zeolit yang telah terlapisi
nanokitosan, yang ditunjukkan dengan  tanda panah. Dari gambar tersebut terlihat
bahwa zeolit tertutup oleh coil nanokitosan yang memanjang mengikuti bentuk
permukaan zeolit. Selanjunya Gambar 4.7. (c) dan (d) memperlihatkan rantai
nanokitosan yang membentuk jembatan menutupi rongga kosong pada zeolit.
Berdasarkan pencitraan TEM tersebut diperkirakan ukuran pori zeolit sebesar ±10
nm yang ditandai dengan garis merah. Hal ini sesuai dengan karakterisasi zeolit
menggunakan BET yang menunjukkan bahwa zeolit memiliki pori dengan ukuran
12,087 nm.

Gambar 4.8. Ilustrasi interaksi antara zeolit dengan nanokitosan (biru tua = atom
N; merah = atom O; biru kehijauan= atom C; dan putih = atom H)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  48

  interaksi yang terjadi antara zeolit alam


Gambar 4.8. merupakan ilustrasi
dengan nanokitosan. Karena kitosan berada dalam suasana asam maka gugus aktif
  (–NH3+) . Muatan-muatan positif pada
–NH2 berada dalam bentuk terprotonasi
nanokitosan yang terprotonasi tersebut berinteraksi dengan muatan-muatan negatif
 
pada permukaan zeolit dan membentuk linkage antara nanokitosan dan zeolit
 
sehingga nanokitosan dapat menempel dan menutupi permukaan zeolit.
 
4.4 Aplikasi Zeolit@anokit sebagai Adsorben Ion Logam Berat

Zeolit yang telah dimodifikasi dengan nanokitosan selanjutnya


diaplikasikan sebagai adsorben ion logam berat Cd(II), Co(II), Cu(II), Pb(II), dan
Zn(II). Aplikasi terhadap ion logam berat tersebut dibandingkan pula terhadap
zeolit aktivasi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui perbandingan daya
adsorpsi zeolit sebelum dan setelah dimodifikasi dengan nanokitosan. Percobaan
aplikasi dilakukan pada dua variasi pH, yaitu pH awal pencampuran dan pH
dibawah pH pengendapan berdasarkan Ksp. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
daya adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion logam. Pemilihan konsentrasi ion
logam yang diaplikasikan pada percobaan ini didasarkan pada nilai kapasitas tukar
kation zeolit.

Gambar 4.9. Ilustrasi interaksi ion logam pada zeolit aktivasi (bulatan berwarna
menunjukkan ion logam yang berbeda-beda)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  49

 
Peristiwa yang terjadi pada zeolit aktivasi-logam adalah adsorpsi ion
logam berat baik di dalam pori (internal) maupun di permukaan zeolit (eksternal).
  dengan zeolit yang bermuatan negatif
Ion logam berat berdifusi dan berinteraksi
kemudian menggantikan kation-kation penyeimbang yang terdapat pada zeolit.
 
Ilustrasi mekanisme adsorpsi ion logam berat pada zeolit aktivasi diperlihatkan
 
pada Gambar 4.9.
 

 
Gambar 4.10. Ilustrasi interaksi antara ion logam dengan zeolit@nanokit (biru =
atom N; merah = atom O; biru kehijauan= atom C; putih = atom H; dan abu-abu =
ion logam)

Interaksi yang terjadi antara zeolit@nanokit dengan logam adalah


pembentukan kompleks khelat. Pembentukan khelat ini terjadi pada pH sistem
mendekati netral, sedangkan pada kondisi kitosan terprotonasi (pH rendah)
mekanisme yang terjadi adalah tukar kation yang selanjutnya terjadi pembentukan

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  50

kompleks logam-kitosan. Pembentukan  kompleks logam-kitosan dapat terjadi


pada gugus –NH2 dan gugus –OH yang berada dalam satu untai polimer kitosan
atau pada gugus –NH2 dan gugus –OH  yang berasal dari rantai kitosan yang
berbeda. Selain dengan gugus –OH, pembentukan kompleks juga dapat terjadi
 
dengan adanya kontribusi dari molekul air. Ilustrasi mekanisme
mekanisme adsorpsi ion
 
logam berat pada zeolit@nanokit diperlihatkan pada Gambar 4.10. Penyerapan
  berbentuk globular tidak menutup
ion logam berat pada rantai polimer yang
kemungkinan terjadinya proses adsorpsi.

4.4.1 Aplikasi Zeolit@anokit terhadap Adsorpsi Ion Logam Tunggal

4.4.1.1 Aplikasi Zeolit@anokit terhadap Adsorpsi Ion Logam Cd(II)

Konsentrasi larutan ion Cd(II) awal yang digunakan adalah 289,384


mg/L (0,2575 mmol Cd(II)/g adsorben). Data SSA yang memperlihatkan kurva
standar terdapat pada Lampiran 8, jumlah ion
ion Cd(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi dan zeolit@nanokit diperlihatkan
diperlihatkan pada Gambar 4.11 dan Tabel 4.7.

0.180
0.1665
0.160
mmol Cd(II)/g adsorben

0.140
0.120
0.100 0.0945
0.080
0.060
0.040
0.020  
0.000
Zeolit Aktivasi Zeolit@Nanokit

Gambar 4.11. Grafik jumlah ion Cd(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
6,3) dan zeolit@nanokit (pH = 4,4)

Data pada Gambar 4.11 dan Tabel


Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa kapasitas
adsorpsi zeolit@nanokit mengalami penurunan sebanyak 0,0720 mmol Cd(II)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  51

 
atau sebesar 43,23 % dibandingkan dengan zeolit aktivasi. Penurunan kapasitas
adsorpsi zeolit@nanokit terjadi akibat permukaan zeolit terikat (telah terlapisi)
 
oleh nanokitosan sehingga difusi ion Cd(II) ke dalam zeolit terhalangi oleh
nanokitosan, menyebabkan ion Cd(II) yang masuk ke permukaan bagian dalam
 
berkurang.
 
Tabel 4.7. Jumlah ion Cd(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH = 6,3) dan
 
zeolit@nanokit (pH = 4,4)
Perubahan mmol
Cd(II) teradsorp % Cd(II)
Cd(II) teradsorp
Adsorben (mmol/g adsorben) teradsorp
(% perubahan)
(x) (z)
(y)
zeolit 0,1665 (a) 64,67 %
zeolit@ 0,0945 (b) -0,0720 y1 36,72 %
nanokit (-43,23 %) y2
:+; ?
Ket. Perhitungan: y = b − a ; y/ = x100% ; z = x100%
; ,/ABA CCDE
F

Penurunan daya adsorpsi zeolit@nanokit memperlihatkan interaksi ion


Cd(II) dengan kitosan tidak begitu besar. Hal ini dimungkinkan akibat terjadinya
penolakan oleh kitosan terhadap ion logam Cd(II). Menurut prinsip HSAB (Hard
Soft Acid Base) Pearson, asam keras akan berinteraksi dengan basa keras untuk
membentuk kompleks, begitu juga asam lunak dengan basa lunak. Derajat
keasaman pada penelitian ini berada dalam daerah asam, yaitu pH = 4,4. Pada pH
ini kitosan berada dalam bentuk terprotonasi pada gugus (–NH3+). Pada sistem ini
ion Cd(II) berada dalam kelompok asam lunak sedangkan gugus NH3 berada
dalam kelompok basa keras sehingga kecenderungan untuk membentuk kompleks
 
diantara keduanya sangat kecil. Mekanisme tukar kation yang dimungkinkan oleh
kitosan dengan ion logam Cd(II) juga kecil. Terjadinya pertukaran kation
memungkinkan terjadinya pembentukan kompleks antara Cd(II) dengan gugus –
NH2, sedangkan gugus –NH2 termasuk dalam kelompok basa keras sehingga
interaksi antara –NH2 dengan Cd(II) kurang memungkinkan. Kontribusi gugus –
OH juga sangat lemah pada sistem ini karena –OH juga berada dalam kelompok
basa keras. Oleh karena itu, adsorpsi ion Cd(II) oleh zeolit@nanokit kemungkinan
terjadi melalui mekanisme penjerapan, mengingat radius ion Cd(II) yang cukup

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  52

  dalam untaian globular dari nanokitosan


besar (±95 pm) maka ion Cd(II) terjebak
ketika ion Cd(II) berdifusi menuju zeolit. Radius ion Cd(II) yang besar ini juga
memberikan efek hidrasi yang kecil.   ini pula yang menyebabkan tolakan dari
kecil. Hal
gugus –OH pada kitosan untuk membentuk kompleks dengan ion Cd(II).
 
Adsorpsi ion Cd(II) juga dilakukan pada pH di bawah pH pengendapan
 
berdasarkan Ksp. Cd(II) akan mengendap menjadi Cd(OH)2 pada pH 8,1 ([Cd(II)]
 
= 300 ppm). Derajat keasaman yang diambil pada sistem adsorpsi ini adalah pada
pH 6,0 dimana pada pH ini diharapkan –NH3+ pada kitosan telah terdeprotonasi
menjadi gugus –NH2 yang lebih aktif. Selain dibawah pH pengendapan, pemilihan
pH 6,0 didasarkan atas penyesuaian dengan pH air lingkungan yang mendekati pH
netral.

0.160 0.1523
0.140
mmol Cd(II)/g adsorben

0.120

0.100 0.0973

0.080

0.060

0.040

0.020

0.000
Zeolit Aktivasi Zeolit@Nanokit

Gambar 4.12. Grafik jumlah ion Cd(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0)
 

Hasil percobaan adsorpsi pada pH 6,0 (Gambar 4.12 dan Tabel 4.8)
memperlihatkan bahwa adsorpsi ion logam Cd(II) pada zeolit@nanokit
mengalami kenaikan yang sangat kecil dibandingkan dengan pH awal (4,4).
Walaupun terjadi kenaikan, namun mmol ion logam Cd(II) yang teradsorp pada
zeolit aktivasi tetap lebih banyak dibandingkan pada zeolit yang telah
dimodifikasi. Hal ini terjadi karena sifat asam lunak dari ion Cd(II) sehingga
kitosan menolak untuk membentuk kompleks logam-kitosan. Dengan demikian

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  53

  ion Cd(II) tidak terlalu berpengaruh


efek perubahan pH pada sistem adsorpsi
terhadap proses adsorpsi zeolit@nanokit.
 
Tabel 4.8. Jumlah ion Cd(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi dan
zeolit@nanokit pH 6,0  

  Perubahan mmol
Cd(II) teradsorp % Cd(II)
Cd(II) teradsorp
Adsorben (mmol/g adsorben) teradsorp
  (% perubahan)
(x) (z)
(y)
zeolit 0,1523 (a) 59,14 %
zeolit@ 0,0973 (b) -0,0549 y1 37,81 %
nanokit (-36,06 %) y2
:+; ?
Ket. Perhitungan: y = b − a ; y/ = x100% ; z = 100%
x100
; ,/ABACCDE
F

4.4.1.2 Aplikasi Zeolit@anokit terhadap Adsorpsi Ion Logam Co(II)

Konsentrasi larutan ion Co(II) awal yang digunakan adalah 406,452


mg/L (0,6897 mmol Co(II)/g adsorben). Data SSA yang memperlihatkan kurva
standar terdapat pada Lampiran 9, jumlah ion Co(II) yang teradsorp pada zeolit
aktivasi dan zeolit@nanokit diperlihatkan Gambar 4.13 dan Tabel 4.9.

0.200
0.1861
0.180
0.160
mmol Co(II)/g adsorben

0.1423
0.140
0.120
0.100
0.080
0.060  
0.040
0.020
0.000
Zeolit Aktivasi Zeolit@Nanokit

Gambar 4.13. Grafik jumlah ion Co(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
6,4) dan zeolit@nanokit (pH = 4,4)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  54

 
Tabel 4.9. Jumlah ion Co(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH = 6,4) dan
zeolit@nanokit (pH = 4,4)
 
Perubahan mmol
Co(II) teradsorp % Co(II)
  Co(II) teradsorp
Adsorben (mmol/g adsorben) teradsorp
(% perubahan)
(x) (z)
  (y)
zeolit 0,1423 (a) 20,63 %
zeolit@ 0,1861 (b)   0,0438 y1 26,98 %
nanokit (30,77 %) y2
:+; ?
Ket. Perhitungan: y = b − a ; y/ = x100% ; z = x100%
; ,GHIBCCDE
F

Gambar 4.13 dan Tabel 4.9 memperlihatkan bahwa kapasitas adsorpsi


zeolit@nanokit meningkat sebanyak 0,0438 mmol Co(II) atau mengalami
peningkatan sebesar 30,77 % dibandingkan dengan zeolit aktivasi. Kenaikan
kapasitas adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion Co(II) terjadi akibat adsorpsi ion
Co(II) oleh nanokitosan yang lebih baik. Hal ini karena ion Co(II) berada dalam
kelompok asam madya (borderline). Kelompok asam atau basa madya memiliki
sifat intermediate, sehingga dapat membentuk kompleks dengan asam atau basa
keras maupun lunak. Dengan sifat ion Co(II) yang merupakan asam madya maka
pembentukan khelat antara ion logam dengan gugus –NH2 dan gugus –OH pada
kitosan dapat terjadi.
Ion Co(II) memiliki konfigurasi elektron pada orbital yang tidak terisi
7
penuh (d ), sehingga memungkinkan pasangan elektron bebas pada ligan (dalam
hal ini adalah kitosan) dapat masuk mengisi orbital tersebut. Mekanisme tukar
kation yang ditawarkan oleh gugus –NH3+ pada kitosan dengan ion logam Co(II)
 
juga mungkin terjadi. Hal ini karena pH pada sistem pencampuran berada dalam
daerah asam, yaitu 4,4. Pada pH tersebut, kitosan berada dalam bentuk
terprotonasi (–NH3+). Ion Co(II) memiliki radius yang relatif lebih kecil, yaitu
±74,5 pm, sehingga pembentukkan kompleks antara ion logam dengan gugus –
NH2 dan gugus –OH pada kitosan cenderung lebih stabil.
Adsorpsi ion logam Co(II) juga dilakukan pada pH di bawah pH
pengendapan berdasarkan Ksp, yaitu pada pH 6,0. pH dimana Co(II) mengendap
menjadi Co(OH)2 adalah pada pH 7,6 ([Co(II)] = 400 ppm).

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  55

0.160  
0.1451
0.140
 

mmol Co(II)/g adsorben


0.120

0.100  
0.080
 
0.060
 
0.040
0.0274
0.020

0.000
Zeolit Aktivasi Zeolit@Nanokit

Gambar 4.14. Grafik jumlah ion Co(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0)

Tabel 4.10. Jumlah ion Co(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi dan
zeolit@nanokit pH 6,0
Perubahan mmol
Co(II) teradsorp % Co(II)
Co(II) teradsorp
Adsorben (mmol/g adsorben) teradsorp
(% perubahan)
(x) (z)
(y)
Zeolit 0,1451 (a) 21,03 %
zeolit@ 0,0274 (b) -0,1177 y1 3,97 %
nanokit (-81,13 %) y2
:+; ?
Ket. Perhitungan: y = b − a ; y/ = x100% ; z = CCDE 100%
x100
; ,GHIB
F

Hasil percobaan adsorpsi pada pH 6,0 (Gambar 4.14 dan Tabel 4.10)
memperlihatkan bahwa adsorpsi ion Co(II) pada zeolit@nanokit mengalami  
(4,4). Hal ini terjadi
penurunan yang sangat drastis dibandingkan dengan pH awal (4,4).
karena efek hidrasi dari ion Co(II) yang disebabkan oleh radius ion yang cukup
kecil sehingga kecenderungan terbentuknya kompleks logam-kitosan dengan
gugus –NH2 sangat kecil. Efek hidrasi ion Co(II) mengakibatkan ion logam lebih
banyak tersolvasi dalam air pada larutan. Efek solvasi juga mengakibatkan
terhalangnya ion logam untuk berinteraksi dengan gugus aktif pada kitosan.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  56

 
4.4.1.3 Aplikasi Zeolit@anokit terhadap Adsorpsi Ion Logam Cu(II)

Konsentrasi larutan ion Cu(II) awal yang digunakan adalah 611,000


 
mg/L (0,9614 mmol Cu(II)/g adsorben). Data SSA yang memperlihatkan kurva
 
standar terdapat pada Lampiran 10, jumlah ion Cu(II) yang teradsorp pada zeolit
  pada Gambar 4.15 dan Tabel 4.11.
aktivasi dan zeolit@nanokit diperlhatkan

0.180  
0.1689
0.160
mmol Cu(II)/g adsorben

0.140
0.120
0.100
0.080 0.0721
0.060
0.040
0.020
0.000
Zeolit Aktivasi Zeolit@Nanokit

Gambar 4.15. Grafik jumlah ion Cu(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
4,8) dan zeolit@nanokit (pH = 3,9)

Tabel 4.11. Jumlah ion Cu(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH = 4,8) dan
zeolit@nanokit (pH = 3,9)
Perubahan mmol
Cu(II) teradsorp % Cu(II)
Cu(II) teradsorp
Adsorben (mmol/g adsorben) teradsorp
(% perubahan)
(x) (z)
(y)
 
zeolit 0,0721 (a) 7,50 %
zeolit@ 0,1689 (b) 0,0968 y1 17,57 %
nanokit (134,18 %) y2
:+; ?
Ket. Perhitungan: y = b − a ; y/ = x100% ; z = CCDE 100%
x100
; ,IGJ
F

Data pada Gambar 4.15. dan Tabel 4.11 memperlihatkan bahwa kapasitas
adsorpsi zeolit@nanokit meningkat sebanyak 0,0968 mmol Cu(II) atau meningkat
sebesar 134,18 % dibandingkan dengan zeolit aktivasi. Kenaikan kapasitas

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  57

  besar terjadi akibat interaksi ion Cu(II)


adsorpsi terhadap ion Cu(II) yang sangat
pada nanokitosan yang sangat baik. Ion Cu(II) berada dalam kelompok asam
 
madya (borderline), sehingga pembentukan khelat antara ion logam dengan gugus
–NH2 dan gugus –OH pada kitosan dapat terjadi, baik gugus-gugus yang berasal
 
dari satu rantai polimer maupun yang berasal dari rantai yang berbeda.
 
Ion Cu(II) memiliki konfigurasi elektron pada orbital yang tidak terisi
penuh (d9), dengan demikian pasangan  elektron bebas pada ligan (dalam hal ini
adalah kitosan) dapat masuk mengisi orbital tersebut. Mekanisme tukar kation
yang ditawarkan oleh kitosan dengan ion Cu(II) juga mungkin terjadi. Hal ini
karena pH pada sistem pencampuran berada dalam daerah asam, yaitu pH = 3,9.
Sama halnya dengan ion Co(II), ion Cu(II) juga memiliki radius yang relatif lebih
kecil, yaitu ±73 pm, sehingga pembentukkan kompleks antara ion logam dengan
gugus –NH2 dan gugus –OH pada kitosan cenderung lebih stabil. Radius ion
logam Cu(II) yang relatif kecil ini memberikan efek hidrasi pada permukaan ion.
Dengan sifat ini, kemungkinan interaksi antara ion Cu(II) dengan gugus –NH2
dari kitosan mendapatkan kontribusi dari molekul air disekitarnya atau dengan
gugus –OH pada kitosan.
Adsorpsi ion Cu(II) juga dilakukan pada pH di bawah pH pengendapan
berdasarkan Ksp. Derajat keasaman yang diambil pada adsorpsi ini adalah pada
pH 5,0 dimana pada konsentrasi larutan ion logam yang digunakan dalam
penelitian ini, Cu(II) akan mengendap pada pH 5,6.
Data adsorpsi pada pH 5,0 (Gambar 4.16 dan Tabel 4.12)
memperlihatkan bahwa adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion Cu(II) mengalami
kenaikan yang sangat baik dibandingkan dengan proses adsorpsi pada pH awal
(3,9). Hal ini dapat terjadi karena pembentukan kompleks antara ion Cu(II)  
dengan gugus aktif pada kitosan lebih stabil dalam kondisi ini. Pada pH 5,0, ion
Cu(II) mengalami interaksi tukar kation dan membentuk kompleks khelat dengan
kitosan. Namun pada pH ini zeolit aktif mengadsorp ion Cu(II) lebih banyak
dibandingkan dengan zeolit@nanokit. Fenomena ini terjadi akibat adanya
pertukaran kation yang lebih besar antara ion Cu(II) dengan kation-kation
penyeimbang muatan baik pada permukaan maupun dalam pori zeolit.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  58

0.600  
0.5427

0.500
 

mmol Cu(II)/g adsorben


0.400
  0.3530

0.300  

0.200  

0.100

0.000
Zeolit Aktivasi Zeolit@Nanokit

Gambar 4.16. Grafik jumlah ion Cu(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
5,0) dan zeolit@nanokit (pH = 5,0)

Tabel 4.12. Jumlah ion Cu(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi dan
zeolit@nanokit pH 5,0
Perubahan mmol
Cu(II) teradsorp % Cu(II)
Cu(II) teradsorp
Adsorben (mmol/g adsorben) teradsorp
(% perubahan)
(x) (z)
(y)
zeolit 0,5427 (a) 56,45 %
zeolit@ 0,3530 (b) -0,1896 y1 36,72 %
nanokit (-34,94 %) y2
:+; ?
Ket. Perhitungan: y = b − a ; y/ = x100% ; z = 100%
x100
; ,IGJCCDE
F

4.4.1.4 Aplikasi Zeolit@anokit terhadap Adsorpsi Ion Logam Pb(II)


 
Konsentrasi larutan ion Pb(II) awal yang digunakan adalah 1567,596
mg/L (0,7566 mmol Pb(II)/g adsorben). Data SSA yang memperlihatkan kurva
11, jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit
standar terdapat pada Lampiran 11,
aktivasi dan zeolit@nanokit diperlihatkan pada Gambar 4.17 dan Tabel 4.13.
Data pada Gambar 4.17 dan Tabel 4.13 memperlihatkan bahwa kapasitas
adsorpsi zeolit@nanokit menurun se banyak 0,0659 mmol Pb(II) atau berkurang
sebanyak
sebesar 16,50 % dibandingkan dengan zeolit aktivasi. Penurunan kapasitas

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  59

  adsorpsi ion Pb(II) oleh zeolit aktivasi


adsorpsi terhadap ion Pb(II) terjadi akibat
lebih baik dibandingkan oleh zeolit@nanokit. Berdasarkan penelitan yang telah
banyak dilakukan, selektivitas natrium -klinoptilolit paling besar terjadi pada ion
Pb(II) (Inglezakis, et al., 2004).
 

0.420  
0.3996
0.400  
mmol Pb(II)/g adsorben

0.380

0.360

0.340 0.3336

0.320

0.300
Zeolit Aktivasi Zeolit@Nanokit

Gambar 4.17. Grafik jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
4,8) dan zeolit@nanokit (pH = 4,0)

Tabel 4.13. Jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH = 4,8) dan
zeolit@nanokit (pH = 4,0)
Perubahan mmol
Pb(II) teradsorp % Pb(II)
Pb(II) teradsorp
Adsorben (mmol/g adsorben) teradsorp
(% perubahan)
(x) (z)
(y)
zeolit 0,3996 (a) 52,82 %
zeolit@ 0,3336 (b) -0,0660 y1 44,09 % 
nanokit (-16,52 %) y2
:+; ?
Ket. Perhitungan: y = b − a ; y/ = x100% ; z = CCDE 100%
x100
; ,BAGG
F

Interaksi pembentukan kompleks khelat antara Pb(II) dengan kitosan


dapat dikatakan memiliki kecenderungan baik, karena pada sistem ini ion Pb(II)
berada dalam kelompok asam madya (borderline), sehingga pembentukan khelat
antara ion dengan gugus –NH2 dan gugus –OH pada kitosan dapat terjadi.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  60

  oleh kitosan dengan ion Pb(II) juga


Mekanisme tukar kation yang ditawarkan
mungkin terjadi, karena pH pada sistem ini berada dalam daerah asam, yaitu 4,0.
  terprotonasi (–NH3+). Ion Pb(II)
Pada pH 4,0 kitosan berada dalam bentuk
memiliki radius relatif besar dibandingkan dengan ion logam lainnya (Cd(II),
 
Co(II), Cu(II), dan Zn(II)), yaitu ±120 pm, sehingga efek hidrasi pada ion Pb(II)
 
berkurang. Efek hidrasi yang kecil akan menguatkan interaksi antara ion logam
 
dengan kitosan karena berkurangnya halangan dari molekul air yang berada dalam
sistem tersebut untuk pembentukkan kompleks yang stabil.
Adsorpsi ion Pb(II) juga dilakukan pada pH di bawah pH pengendapan
berdasarkan Ksp (pH saat Pb(II) mengendap adalah pH 7,6), yaitu pada pH 6,0.

0.390
0.3776
0.380
0.370
mmol Pb(II)/g adsorben

0.360
0.350
0.340
0.3316
0.330
0.320
0.310
0.300
Zeolit Aktivasi Zeolit@Nanokit

Gambar 4.18. Grafik jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0)

 
Berdasarkan adsorpsi pada perlakuan pH 6,0 (Gambar 4.18. dan Tabel
4.14.) terlihat bahwa adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II) mengalami
kenaikan dibandingkan dengan proses adsorpsi pada pH awal (4,0). Kenaikan
adsorpsi yang terjadi pada kondisi teersebut dikarenakan pembentukkan kompleks
khelat antara ion logam dengan kitosan bertambah. Mengingat radius ion Pb(II)
yang cukup besar, seperti hal nya ion Cd(II), ion Pb(II) juga dapat teradsorp dalam
untaian globular dari polimer kitosa
kitosan.
n. Berdasarkan massa atom relatifnya, ion
Pb(II) memiliki berat yang besar dibandingkan dengan Cd(II), Co(II), Cu(II), dan

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  61

 
Zn(II). Massa atom relatif yang besar menyebabkan ion Pb(II) mudah teradsorp ke
dalam untaian kitosan.
 
Tabel 4.14. Jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi dan
zeolit@nanokit pH 6,0  

  Perubahan mmol
Pb(II) teradsorp % Pb(II)
Pb(II) teradsorp
Adsorben (mmol/g adsorben) teradsorp
  (% perubahan)
(x) (z)
(y)
zeolit 0,3316 (a) 43,83 %
zeolit@ 0,3776 (b) 0,0460 y1 49,91 %
nanokit (13,87 %) y2
:+; ?
Ket. Perhitungan: y = b − a ; y/ = x100% ; z = 100%
x100
; ,BAGGCCDE
F

4.4.1.5 Aplikasi Zeolit@anokit terhadap Adsorpsi Ion Logam Zn(II)

Konsentrasi larutan ion Zn(II) awal yang digunakan adalah 580,822


mg/L (0,8882 mmol Zn(II)/g adsorben). Data SSA yang memperlihatkan kurva
standar terdapat pada Lampiran 12, sedangkan jumlah ion Zn(II) yang teradsorp
pada zeolit aktivasi dan zeolit@nanokit diperlihatkan pada Gambar 4.19. dan
Tabel 4.15.

0.500 0.4651
0.450
0.400
mmol Zn(II)/g adsorben

0.350
0.300
0.250
0.200  
0.150
0.100 0.0740
0.050
0.000
Zeolit Aktivasi Zeolit@Nanokit

Gambar 4.19. Grafik jumlah ion Zn(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
5,8) dan zeolit@nanokit (pH = 4,3)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  62

 
Tabel 4.15. Jumlah ion Zn(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH = 5,8) dan
zeolit@nanokit (pH = 4,3)
 
Perubahan mmol
Zn(II) teradsorp % Zn(II)
  Zn(II) teradsorp
Adsorben (mmol/g adsorben) teradsorp
(% perubahan)
(x) (z)
  (y)
zeolit 0,4651 (a) 52,36 %
zeolit@ 0,0740 (b)   -0,3911 y1 8,33 %
nanokit (-84,08 %) y2
:+; ?
Ket. Perhitungan: y = b − a ; y/ = x100% ; z = x100%
; ,HHH/CCDE
F

Gambar 4.19 dan Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa kapasitas adsorpsi


zeolit@nanokit menurun sebanyak 0,3911 mmol Zn(II) (sebesar 84,08 %)
dibandingkan dengan zeolit aktivasi. Penurunan kapasitas adsorpsi yang sangat
drastis terhadap ion Zn(II) memperlihatkan interaksi ion Zn(II) pada zeolit
aktivasi lebih baik dibandingkan dengan zeolit@nanokit.
Interaksi pembentukan kompleks khelat antara Zn(II) dengan kitosan
tidak begitu baik meskipun Zn(II) berada dalam kelompok asam madya. Hal ini
terjadi karena kitosan cenderung menolak ion Zn(II). Tolakan ini dapat
diakibatkan karena efek hidrasi yang dimiliki oleh Zn(II) dan membuat ion logam
terhalangi untuk berinteraksi dengan kitosan. Ion Zn(II) memiliki radius yang
kecil, yaitu ±74 pm, yang dapat memberikan efek hidrasi yang kuat sehingga ion
Zn(II) dikelilingi oleh air yang berada dalam sistem tersebut. Kecenderungan
interaksi ion Zn(II) terhadap molekul air lebih disukai dibandingkan dengan gugus
–NH2 dari kitosan. Kapasitas adsorpsi yang diberikan oleh zeolit@nanokit
 
diperoleh karena adanya ion logam Zn(II) yang berdifusi ke permukaan bagian
dalam dan luar zeolit.
Seperti ion Cd(II), Co(II), dan Pb(II), adsorpsi ion Zn(II) juga dilakukan
pada pH 6,0. Zn(II) akan mengendap pada pH 6,6. Berdasarkan percobaan
adsorpsi pada perlakuan pH 6,0 (Gambar 4.20 dan Tabel 4.16), terlihat bahwa
adsorpsi ion Zn(II) pada zeolit@nanokit mengalami penurunan yang cukup
signifikan dibandingkan dengan pH awal (4,3). Hal ini terjadi karena
pembentukkan kompleks khelat antara ion logam dengan kitosan semakin

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  63

berkurang akibat efek hidrasi  


hidrasi yang semakin meningkat. Efek hidrasi yang
meningkat dikarenakan semakin banyaknya molekul air yang ada di dalam sistem
  untuk berinteraksi dengan kitosan
tersebut sehingga kecenderungan Zn(II)
semakin terhalangi.
 

0.350  
0.3226
0.300  
mmol Zn(II)/g adsorben

0.250

0.200

0.150

0.100

0.050
0.0112
0.000
Zeolit Aktivasi Zeolit@Nanokit

Gambar 4.20. Grafik jumlah ion Zn(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0)

Tabel 4.16. Jumlah ion Zn(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH = 6,0) dan
zeolit@nanokit (pH = 6,0)
Perubahan mmol
Zn(II) teradsorp % Zn(II)
Zn(II) teradsorp
Adsorben (mmol/g adsorben) teradsorp
(% perubahan)
(x) (z)
(y)
zeolit 0,3226 (a) 36,32 %
zeolit@ 0,0112 (b) -0,3114 y1 1,26 %  
nanokit (-96,54 %) y2
:+; ?
Ket. Perhitungan: y = b − a ; y/ = x100% ; z = 100%
x100
; ,HHH/CCDE
F

4.4.2 Aplikasi Zeolit@anokit terhadap Adsor psi Ion Logam Campuran


Adsorpsi

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan adsorpsi


zeolit@nanokit dalam ion logam campuran. Aplikasi adsorpsi dilakukan terhadap
campuran ion logam Cd(II), Co(II), Cu(II), Pb(II), dan Zn(II) dengan konsentrasi

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  64

 
masing-masing ion logam yang dikondisikan seperti dalam aplikasi ion logam
tunggal. Hal ini dilakukan agar kemampuan adsorpsi zeolit@nanokit dalam
campuran dapat dibandingkan dengan  ion logam tunggal. Data SSA yang
memperlihatkan kurva standar terdapat pada Lampiran 13, jumlah ion logam
 
campuran yang teradsorp pada zeolit aktivasi dan zeolit@nanokit diperlihatkan
 
pada Gambar 4.21 dan Tabel 2.17.
 
0.6

Zeolit Aktivasi
0.5
Zeolit@Nanokit
mmol M(II)/g adsorben

0.4

0.3

0.2

0.1

0
Cd(II) Co(II) Cu(II) Pb(II) Zn(II)

Gambar 4.21. Grafik jumlah ion logam campuran yang teradsorp pada zeolit
aktivasi (pH = 6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0)

Data pada Gambar 4.21 dan Tabel 4.17 memperlihatkan bahwa kapasitas
adsorpsi zeolit@nanokit menurun terhadap ion Cd(II) dan Zn(II), namun
meningkat terhadap ion Co(II), Cu(II), dan Pb(II). Penurunan kapasitas adsorpsi
zeolit@nanokit terhadap ion Cd(II) terjadi
terjadi akibat permukaan zeolit yang telah
terselimuti nanokitosan sehingga difusi Cd(II) ke permukaan bagian dalam  
berkurang. Selain itu, sifat HSAB Cd(II) yang berlawanan dengan kitosan
menyebabkan terjadinya tolakan kitosan terhadap ion Cd(II). Adsorpsi yang
terjadi pada sistem ini kemungkinan adalah penjerapan ion Cd(II) pada untaian
kitosan. Penurunan kapasitas adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion Zn(II) dapat
diakibatkan karena efek hidrasi yang kuat sehingga ion Zn(II) dikelilingi oleh
molekul air dan menghalangi pembentukkan kompleks dengan kitosan. Selain itu,
ion Zn(II) terhalangi dalam membentuk kompleks kitosan-Zn(II) karena adanya

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  65

kompetisi antara ion Zn(II) dengan ion  logam lainnya yang cenderung lebih stabil
membentuk kompleks kitosan-M(II). Ion Cd(II) dan Zn(II) berada dalam satu
 
golongan, hal ini lah yang memungkinkan kedua ion tersebut memberikan respon
yang sama terhadap zeolit@nanokit.
 

Tabel 4.17. Jumlah ion logam campuran


  yang teradsorp pada zeolit aktivasi (pH =
6,0) dan zeolit@nanokit (pH = 6,0)
 
M(II) Teradsorp Perubahan
%
(mmol/g mmol M(II)
M(II) Adsorben perubahan
adsorben) teradsorp
(z)
(x) (y)
Cd(II) zeolit 0,0456 (a)
zeolit@nanokit 0,0342 (b) -0,0114 -25,00%
Co(II) zeolit 0,0687 (a)
zeolit@nanokit 0,0788 (b) 0,0101 14,71%
Cu(II) zeolit 0,2675 (a)
zeolit@nanokit 0,3373 (b) 0,0698 26,10%
Pb(II) zeolit 0,4675 (a)
zeolit@nanokit 0,4962 (b) 0,0287 6,13%
Zn(II) zeolit 0,1785 (a)
zeolit@nanokit 0,1063 (b) -0,0722 -40,47%
:+;
Ket. Perhitungan: y = b − a ; z = x100%
;

Kenaikan daya adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion Co(II) dan Cu(II)


terjadi karena kedua ion tersebut memiliki orbital d yang tidak terisi penuh
sehingga pembentukkan kompleks dengan zeolit@nanokit lebih stabil. Selain itu,
sifat HSAB ion Co(II) dan Cu(II) merupakan asam keras dan gugus-gugus aktif
kitosan merupakan basa keras sehingga pembentukkan kompleks kitosan dengan
ion Co(II) atau Cu(II) lebih stabil. Percobaan ini dilakukan pada pH mendekati
 
pH
netral, yaitu 6,0. Pada pH tersebut, sebagian ion Cu(II) telah mengendap menjadi
Cu(OH)2. Kenaikan daya adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II) terjadi
karena ion Pb(II) teradsorp dalam untaian kitosan yang menyelimuti permukaan
zeolit. Radius Pb(II) yang relatif lebih besar dibandingkan keempat ion logam
lainnya menyebabkan berkurangnya efek hidrasi pada ion Pb(II). Molekul air
cenderung mensolvasi keempat ion lainnya sehingga ion Pb(II) lebih bebas dan
mudah teradsorp. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa ion logam yang
teradsorp paling banyak oleh zeolit@nanokit adalah ion Pb(II).

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  66

4.4.3 Penentuan Ion Logam yang  Teradsorp Paling Banyak

Data adsorpsi dari adsorben yang telah diaplikasikan terhadap masing-


 
masing ion logam berat diperlihatkan dalam Gambar 4.22 dan Tabel 4.18 untuk
 
kondisi adsorpsi pada pH awal pencampuran serta Gambar 4.23 dan Tabel 4.19
(untuk  ion logam Cu(II)) dan pH 6,0 (untuk ion
untuk kondisi adsorpsi pH 5,0 (untuk
logam Cd(II), Co(II), Pb(II), dan Zn(II))
 
0.50
0.45 Zeolit Aktif
0.40 Zeolit@Nanokit
mmol M(II)/g adsorben

0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
Cd(II) Co(II) Cu(II) Pb(II) Zn(II)

Gambar 4.22. Jumlah ion Cd(II), Co(II), Cu(II), Pb(II), dan Zn(II) yang teradsorp
oleh zeolit aktivasi dan zeolit@nanokit pada pH awal (ion tunggal)

Tabel 4.18. Jumlah ion Cd(II), Co(II), Cu(II), Pb(II), dan Zn(II) yang teradsorp
oleh zeolit aktivasi dan zeolit@nanokit pada pH awal (ion tunggal)

mmol mmol mmol mmol mmol


Adsorben Cd(II)/g Co(II)/g Cu(II)/g Pb(II)/g Zn(II)/g
 
adsorben adsorben adsorben adsorben adsorben

zeolit 0,1665 0,1423 0,0721 0,3996 0,4651

zeolit@nanokit 0,0945 0,1861 0,1689 0,3336 0,0740

bahwa
4.18 dapat disimpulkan bahw
Berdasarkan Gambar 4.22 dan Tabel 4.18,
pada kondisi pH awal pencampuran kenaikan daya adsorpsi pada zeolit@nanokit

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  67

  adsorpsi optimum ion logam berat pada


dan Cu(II), namun
terjadi pada ion Co(II) dan
zeolit@nanokit terjadi pada ion Pb(II).
 
0.60
 
Zeolit Aktif
0.50
mmol M(II)/g adsorben Zeolit@Nanokit  
0.40
 

0.30

0.20

0.10

0.00
Cd(II) Co(II) Cu(II) Pb(II) Zn(II)

Gambar 4.23. Jumlah ion yang teradsorp oleh zeolit aktivasi dan zeolit@nanokit
pada pH 5,0 (untuk ion logam Cu(II)) dan pH 6,0 (untuk ion logam Cd(II), Co(II),
Pb(II), dan Zn(II)) (ion tunggal)

Tabel 4.19. Jumlah ion yang teradsorp oleh zeolit aktivasi dan zeolit@nanokit
pada pH 5,0 (untuk ion logam Cu(II)) dan pH 6,0 (untuk ion logam
Cd(II), Co(II), Pb(II), dan Zn(II)) (ion tunggal)

mmol mmol mmol mmol mmol


Adsorben Cd(II)/g Co(II)/g Cu(II)/g Pb(II)/g Zn(II)/g
adsorben adsorben adsorben adsorben adsorben

zeolit 0,1523 0,1451 0,5427 0,3316 0,3226


 
zeolit@nanokit 0,0973 0,0274 0,3530 0,3776 0,0112

Sedangkan Gambar 4.23 dan Tabel 4.19 memperlihatkan bahwa dalam


kondisi pencampuran pada pH 5,0 (untuk Cu(II)) dan 6,0 (untuk Cd(II), Co(II),
Pb(II), dan Zn(II)), kenaikan daya adsorpsi terjadi pada ion Pb(II) dan adsorpsi
optimum ion logam berat pada zeolit@nanokit terjadi pada ion Pb(II). Kenaikan
dan penurunan daya adsorpsi yang terjadi pada zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  68

 
diperlihatkan pada Gambar 4.24 dan Tabel 4.20 dalam bentuk % perubahan
adsorpsi Pb(II) pada zeolit@nanokit dibandingkan dengan zeolit aktivasi.
 
150%
  pH awal
100% pH < pH pengendapan
 

 
% Perubahan

50%

0%
Cd Co Cu Pb Zn

-50%

-100%

Gambar 4.24. % perubahan mmol M(II) teradsorp pada zeolit@nanokit pH awal


dan pH < pH pengendapan

Tabel 4.20. % perubahan mmol M(II) teradsorp pada zeolit@nanokit pH awal dan
pH < pH pengendapan
% perubahan pada
% perubahan
Ion logam pH < pH
pada pH awal
pengendapan
Cd -43,23% -36,06%
Co 30,77% -81,13%
Cu 134,18% -34,94%
Pb -16,52% 13,87%
Zn -84,08% -96,54%
 

Gambar 4.24 dan Tabel 4.20 memperlihatkan % perubahan pada kondisi


adsorpsi saat pH awal pencampuran dan pH dibawah pH pengendapan masing-
positif terjadi pada
masing logam. Pada pH awal pencampuran, % perubahan positif
adsorpsi ion Co(II) dan Cu(II) sedangkan untuk adsorpsi ion Cd(II), Pb(II), dan
Zn(II) mengalami % perubahan yang negatif. Hal ini terjadi karena ion Co(II) dan
kitosan M(II) yang lebih stabil dibandingkan tiga
Cu(II) membentuk kompleks kitosan-

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  69

  pengendapan, % perubahan positif hanya


ion logam lainnya. Pada pH dibawah pH
terjadi pada adsorpsi ion Pb(II). Hal ini terjadi akibat efek hidrasi yang
menyebabkan molekul air mensolvasi  masing-masing ion logam lainnya sehingga
kecenderungan untuk membentuk kompleks kitosan-M(II) berkurang.
 
Pada aplikasi zeolit@nanokit terhadap ion logam campuran, adsorpsi
 
optimum terjadi pada ion Pb(II) dengan perubahan mmol Pb(II) teradsorp sebesar
 
0,0287 mmol/g dibandingkan dengan zeolit aktivasi. Dari data aplikasi
zeolit@nanokit sebagai adsorben ion logam tunggal dan campuran, dapat
disimpulkan bahwa zeolit yang telah dimodifikasi dengan nanokitosan
memberikan kemampuan adsorpsi terbesar terhadap ion Pb(II).
Analisa lebih lanjut yaitu dengan melakukan adsorpsi ion Pb(II) hanya
menggunakan kitosan. Hal ini dilakukan sebagai pembanding adsorpsi ion Pb(II)
pada zeolit, zeolit@nanokit, dan kitosan.

0.45
0,3776
mmol Pb(II) teradsorp/g adsorben

0.4
0,3316
0.35
0.3
0.25
0,1904
0.2
0.15
0.1
0.05
0
Zeolit Zeolit@Nanokit Kitosan

Gambar 4.25. Jumlah ion Pb(II) teradsorp pada zeolit aktivasi (pH = 6,0), 
zeolit@nanokit (pH = 6,0), dan kitosan (pH = 6,0)

Gambar 4.25 memperlihatkan bahwa daya adsorpsi zeolit@nanokit >


zeolit > kitosan. Zeolit@nanokit yang mengandung 4,78 %(w/w) kitosan (0,00478
g kitosan dalam 0,1 g zeolit@nanokit) mengadsorp ion Pb(II) lebih banyak.
0,00478 g nanokitosan dipermukaan zeolit mampu mengadsorp ion Pb(II) 5,05x
lebih banyak dari 0,1 g kitosan saja (Lampiran 14). Hal tersebut terjadi karena

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  70

  memberikan sisi aktif dan luas permukaan


kitosan yang berada dalam ukuran nano
yang lebih besar. Berdasarkan data tersebut maka dilakukan optimasi kondisi
 
adsorpsi zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II).

 
4.5 Optimasi Aplikasi Adsorpsi terhadap Ion Pb(II)
 
Tahap ini dilakukan dengan tujuan mengetahui kondisi optimum dari
 
zeolit yang telah termodifikasi nanokitosan terhadap ion logam berat. Penentuan
kondisi optimum ini dilakukan terhadap ion logam yang teradsorp paling banyak
oleh zeolit@nanokit. Berdasarkan data aplikasi dari beberapa ion logam berat
diperoleh bahwa ion logam yang teradsorp paling banyak adalah ion Pb(II).
Optimasi adsorpsi dilakukan dengan memvariasikan pH campuran, konsentrasi
awal ion Pb(II), dan waktu kontak antara zeolit@nanokit dengan ion Pb(II).

4.5.1 Variasi pH

Penentuan kondisi adsorpsi optimum yang pertama dilakukan pada zeolit


aktivasi dan zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II) adalah dengan memvariasikan pH
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk membandingkan daya serap dari kedua
adsorben tersebut pada pH yang sama, kecuali pada pH awal campuran. Variasi
pH yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titik pH berapa
yang mampu memberikan daya adsorpsi yang optimum.
pH yang digunakan pada variasi ini adalah pH awal sistem; 5,0; 6,0; 6,5;
6,8; dan 7,2. Pemilihan pH didasarkan pada nilai pKa dari kitosan, yaitu pada 6,5,
dan didasarkan pula pada batas pH pengendapan ion Pb(II) berdasarkan Ksp nya.
pH pengendapan ion Pb(II) menjadi Pb(OH)2 pada konsentrasi yang digunakan
 
pada penelitian ini adalah 7,6 ([Pb2+] = 7,24 x 10-3 M). Pengaruh pH dengan
jumlah ion Pb(II) yang teradsorpsi pada zeolit aktivasi dan zeolit@nanokit
diperlihatkan pada Gambar 4.26 (Lampiran 15).
Pada penelitian ini tidak digunakan pH dibawah pH awal campuran
(kondisi yang lebih asam). Hal ini karena dikhawatirkan pada pH yang terlalu
asam dapat terjadi dealuminasi pada zeolit yang akan mempengaruhi struktur
kerangka zeolit karena berkurangnya jumlah Al pada zeolit.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  71

0.80  
0.70

mmol Pb(II)/g adsorben


0.60  
0.50
 
0.40
 
0.30
0.20   zeolit
zeolit@nanokit
0.10
0.00
3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5
pH

Gambar 4.26. Grafik jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit aktivasi dan
zeolit@nanokit dengan variasi pH campuran

Gambar 4.27 memperlihatkan hubungan antara daya adsorpsi dari zeolit


aktivasi dan zeolit yang telah dimodifikasi dengan nanokitosan terhadap
perubahan pH. Berdasarkan data tersebut, terlihat grafik yang fluktuatif terutama
di daerah pH 6,0 sampai 6,8. Fluktuatifnya daya adsorpsi pada zeolit aktivasi
terhadap ion Pb(II) kemungkinan dikarenakan kestabilan adsorpsi zeolit terhadap
ion Pb(II) yang kurang baik pada pH tertentu. Hal tersebut juga kemungkinan
karena adanya proses adsorpsi yang terjadi dengan mekanisme campuran, yaitu
mekanisme pembentukan kompleks khelat, pertukaran kation, serta penjerapan
dalam polimer kitosan, mengingat bahwa pKa dari kitosan berada pada pH sekitar
6,2 sampai 6,9.

Gambar 4.27. Ilustrasi kesetimbangan kitosan dalam kondisi netral dan


terprotonasi (geometri optimasi kitosan diperoleh menggunakan software
HyperChem Pro 6.0)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  72

 
Pada kisaran pH tersebut, kitosan berada dalam bentuk netralnya tetapi
masih terdapat pula kitosan yang berada dalam bentuk terprotonasi. Sedangkan
naiknya grafik pada titik pH campuran  7,2 kemungkinan diakibatkan ion Pb(II)
sudah mulai mengendap karena telah mendekati pH pengendapannya sehingga
 
sebagian ion Pb(II) sudah berikatan dengan –OH membentuk Pb(OH)2 dan
 
sebagian lagi teradsorp dalam zeolit aktif maupun zeolit@nanokit. Hal tersebut
 
menyebabkan ion Pb(II) yang masih berada dalam filtrat setelah proses adsorpsi
hanya tersisa sedikit dan memberikan grafik yang tinggi.
Dari data tersebut, terlihat bahwa pada pH 5,0 dan 6,0 zeolit@nanokit
memberikan daya adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daya adsorpsi
zeolit aktivasi terhadap ion Pb(II). Dengan demikian kondisi maksimum adsorpsi
pada sistem adsorpsi ini berada pada pH 5,0. Namun untuk pengondisian optimum
selanjutnya diambil titik pada pH 6,0 sebagai titik optimum karena mendekati pH
air.

4.5.2 Variasi Konsentrasi Pb(II)

Penentuan kondisi adsorpsi optimum yang kedua dilakukan pada


zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II) adalah dengan memvariasikan konsentrasi
awal ion Pb(II). Adsorpsi pada zeolit termodifikasi nanokitosan divariasikan pada
konsentrasi larutan ion logam Pb(II) 300, 350, 450, 650, 850, dan 1500 ppm.
Adsorpsi masing-masing konsentrasi ion Pb(II) dalam zeolit@nanokit dilakukan
pada kondisi pH campuran 6,0. Penentuan jumlah ion Pb(II) yang teradsorp pada
setiap konsentrasi larutan awal ion Pb(II) diperlihatkan pada Gambar 4.28
(Lampiran 16).
 
Gambar 4.28 memperlihatkan hubungan konsentrasi awal Pb(II) terhadap
Pb(II) teradsorp. Semakin tinggi konsentrasi awal adsorbat, semakin tinggi pula
daya adsorpsinya sampai pada keadaan kesetimbangan yang ditunjukkan dengan
konstannya jumlah Pb(II) teradsorp. Berdasarkan % Pb(II) teradsorp, nilai terbesar
berada pada konsentrasi awal Pb(II) 300 ppm yang memberikan persen adsorpsi
sebesar 99,68 %. Dengan demikian, kondisi adsorpsi ion Pb(II) optimum berada
pada 300 ppm.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  73

0.40  
0.35

mmol Pb(II)/g adsorben


0.30  
0.25
 
0.20
0.15  
0.10  
0.05
0.00
0.00 0.02 0.04 0.06 0.08
mmol Pb(II) awal

Gambar 4.28. Grafik jumlah Pb(II) teradsorp terhadap variasi konsentrasi awal

100%

80%
% Pb(II) teradsorp

60%

40%

20%

0%
0.01575 0.01711 0.02260 0.03160 0.04064 0.07566
mmol Pb(II) awal

Gambar 4.29. Grafik % Pb(II) teradsorp terhadap variasi konsentrasi awal

 
4.5.3 Variasi Waktu Kontak

Penentuan kondisi optimum yang selanjutnya adalah dengan melakukan


variasi waktu kontak. Variasi waktu kontak yang dilakukan pada sistem ini adalah
19 detik, 42 detik, 1 menit, 7 menit, 15 menit, 30 menit, dan 120 menit. Adsorpsi
masing-masing waktu kontak ion Pb(II) dengan zeolit@nanokit dilakukan pada
dilakukan, yaitu pada pH campuran 6,0
kondisi optimasi yang sebelumnya telah dilakukan,
dan konsentrasi ion Pb(II) 300 ppm. Penentuan jumlah ion Pb(II) yang teradsorp

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  74

 
pada masing-masing waktu kontak adsorbat-adsorben diperlihatkan pada Gambar
4.30 dan Tabel 4.21 (Lampiran 17).
 
Tabel 4.21. Jumlah Pb(II) teradsorp variasi waktu kontak
  Pb(II) teradsorp
t (menit)
mmol/g (qt)
 
0.3167 0.0787
0.7000   0.1026
1 0.1330
7 0.1330
15 0.1420
30 0.1444
120 0.1445

0.16
mmol Pb(II) teradsorp/g adsorben

0.14

0.12

0.10

0.08

0.06

0.04

0.02

0.00
0 30 60 90 120
t (menit)

Gambar 4.30. Grafik jumlah Pb(II) teradsorp variasi waktu kontak  

Berdasarkan Gambar 4.30, terlihat bahwa semakin lama waktu kontak


maka semakin banyak ion Pb(II) yang teradsorp hingga mencapai titik
kesetimbangan, yaitu titik dimana adsorben telah mengadsorp secara maksimal
dan tidak mengadsorp ion logam lagi. Pada Tabel 4.21, terlihat pada menit ke 30
dan menit ke 120 hanya mengalami perubahan sebesar 0,0001 mmol Pb(II)/g
adsorben. Dengan demikian titik pada waktu kontak 120 menit diambil sebagai

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  75

titik kesetimbangan dan adsorpsi sudah  dikatakan maksimum pada saat sistem
adsorpsi berlangsung dengan waktu kontak 30 menit.
 
4.6 Isoterm Adsorpsi Pb(II) pada Zeolit@anokit
 

Penentuan isoterm adsorpsi dilakukan


  untuk mengetahui mekanisme
adsorpsi yang terjadi pada zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II). Tipe isoterm yang
 
dikaji dari penelitian ini adalah isoterm Freundlich dan Isoterm Langmuir
(Lampiran 18).

4.6.1 Isoterm Adsorpsi Freundlich

Penentuan isoterm yang pertama adalah menggunakan metode isoterm


adsorpsi Freundlich. Gambar 4.31 memperlihatkan grafik isoterm adsorpsi
Freundlich pada zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II). Grafik ini diperoleh dengan
memplotkan  dan  dalam bentuk logaritmik, sehingga diperoleh suatu nilai
persamaan y = 0,1180x – 0,5848 dengan nilai r2 = 0,5083.

-0.4 a*x+b
a=0.1181
b=-0.5848
|r|=0.7130
log qe (mmol/g)

-0.6

-0.8  

-2 -1 0 1
log Ce (mmol/L)

Gambar 4.31. Grafik isoterm adsorpsi Freundlich

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui nilai konstanta empiris


Freundlich ( ) sebesar 4,0644 mmol/g. Selain itu, diketahui pula nilai 1
yang

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  76

merupakan eksponen Freundlich, yang  menunjukkan indeks keragaman energi


bebas yang terkait dengan adsorpsi zat terlarut oleh adsorben heterogen. Nilai 1

yang diperoleh dari persamaan tersebut  kurang dari 1, yaitu sebesar 0,1044. Nilai
1

yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa


 
adsorbat terikat dengan energi bebas
yang lemah. Dari nilai eksponen Freundlich tersebut diperoleh nilai yang
 
kurang dari 10, yaitu 0,9579.
 
4.6.2 Isoterm Adsorpsi Langmuir

Penentuan isoterm yang kedua adalah menggunakan metode isoterm


adsorpsi Langmuir. Gambar 4.32 memperlihatkan grafik isoterm adsorpsi
Langmuir pada zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II). Grafik ini diperoleh dengan
memplotkan  dan 
 , sehingga diperoleh suatu nilai persamaan y = 2,5378x +
0,7892 dengan nilai r2 = 0,9542.

10
Ce/qe (gr/L)

5
a*x+b
a=2.5378
b=0.7892
|r|=0.9768

0
0 1 2 3 4
 
Ce (mmol/L)

Gambar 4.32. Grafik isoterm adsorpsi Langmuir

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui nilai 1


, yaitu 0,9816,
dimana  adalah kapasitas adsorpsi maksimum. Pada sistem ini diperoleh nilai 
sebesar 1,0187 mmol/g adsorben. Selain itu, dapat diperoleh pulai nilai  yang
merupakan konstanta Langmuir yang didefinisikan sebagai konstanta
kesetimbangan reaksi adsorpsi dan juga merupakan konstanta afinitas adsorbat

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  77

  Pada sistem ini diperoleh nilai  yaitu


untuk semua situs permukaan adsorben.
sebesar 0,3729 L/mmol.
Dari kedua jenis isoterm yang  dikaji pada sistem adsorpsi, diperoleh nilai
regresi linier (r2) yang besar berada pada isoterm Langmuir. Meskipun nilai
 
regresi kelinieran pada isoterm Langmuir lebih besar dibandingkan dengan
 
isoterm Freundlich namun tidak dapat disimpulkan bahwa adsorpsi pada sistem
  adsorpsi pada penelitian ini kemungkinan
ini mengikuti isoterm Langmuir. Sistem
tidak mengikuti kedua jenis isoterm tersebut. Hal ini karena struktur polimer dari
nanokitosan yang berada pada permukaan zeolit kemungkinan berada dalam
bentuk coil sehingga adsorpsi tidak terjadi secara monolayer. Selain itu proses
adsorpsi pada sistem ini bukan hanya terjadi pada sisi aktif nanokitosan saja tetapi
juga terjadi akibat ion logam yang berdifusi ke dalam pori zeolit, baik itu pori
internal maupun pori eksternal dari zeolit.

4.7 Studi Kinetika Adsorpsi

Percobaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kinetika adsorpsi


yang terjadi pada sistem zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II). Model kinetika yang
dikaji pada penelitian ini adalah kinetika orde satu semu (Gambar 4.33), kinetika
orde dua semu (Gambar 4.34), dan kinetika difusi intrapartikel (Gambar 4.35)
(Lampiran 19).

4.7.1 Orde Satu Semu

Studi kinetika yang pertama diperlihatkan pada Gambar 4.33 yang


merupakan grafik kinetika adsorpsi orde satu semu pada sistem adsorpsi ion  
Pb(II) pada zeolit@nanokit. Dari data-data yang diplotkan, diperoleh suatu
persamaan Lagergren y = -0,0842x – 1,4124 dengan nilai regresi linier (r2) =
0,9457 dan nilai konstanta laju orde satu semu,  , sebesar 1,9391x10-1 g/mmol
menit.
Nilai  menunjukkan bahwa dengan menggunakan model kinetika orde
satu semu, proses adsorpsi yang terjadi pada sistem terjadi sangat cepat. Selain itu
dapat diperoleh pula nilai  berdasarkan mekanisme kinetika adsorpsi orde satu

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  78

  orde satu semu, konsentrasi air


semu, yaitu sebesar 0,0387 mmol/g. Pada
dianggap konstan sehingga nilai laju kinetika adsorpsi dipengaruhi oleh
konsentrasi ion logam.  

-1  
a*x+b
  a=-0.0842
b=-1.4124
-2 |r|=0.9725
log (qe-qt)

-3

-4

-5
0 10 20 30
t (menit)

Gambar 4.33. Grafik kinetika adsorpsi orde satu semu

4.7.2 Orde Dua Semu

Selain orde satu semu, studi kinetika juga dikaji pada mekanisme
kinetika adsorpsi orde dua semu. Gambar 4.34 memperlihatkan grafik kinetika
adsorpsi orde dua semu pada sistem adsorpsi ion Pb(II) pada zeolit@nanokit. Dari
data-data yang diplotkan, diperoleh suatu persamaan y = 6,8747x + 2,1718 dengan
nilai regresi linier (r2) = 0,9997 dan nilai konstanta laju orde dua semu, / , yaitu
sebesar 9,7426x10-3 g/mmol menit.  
Nilai / tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan model
kinetika orde dua semu, proses adsorpsi yang terjadi pada sistem terjadi cukup
cepat. Selain itu dapat diperoleh pula nilai  berdasarkan mekanisme kinetika
adsorpsi orde dua semu, yaitu sebesar 0,1455 mmol/g. Pada orde dua semu,
konsentrasi air juga dianggap konstan, namun nilai laju kinetika adsorpsi bukan
hanya dipengaruhi oleh konsentrasi ion logam tetapi juga dipengaruhi oleh

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  79

konsentrasi H+. Hal ini karena, pada sistem


  adsorpsi ini terjadi dibawah kondisi
pH yang diatur, sehingga konsentrasi H+ masuk dalam penentuan laju kinetika.
 

 
200
 

 
t / qt

100

a*x+b
a=6.8747
b=2.1717
|r|=0.9999

0
0 10 20 30
t (menit)

Gambar 4.34. Grafik kinetika adsorpsi orde dua semu

4.7.3 Difusi Intrapartikel

Studi kinetika yang ketiga adalah model difusi intrapartikel. Model difusi
intrapartikel merupakan model kinetika yang diusulkan oleh Weber dan Morris
untuk mengetahui nilai konstanta laju difusi dari suatu proses adsorpsi.

 = K " .A (4.1)

Gambar 4.35 memperlihatkan grafik kinetika adsorpsi model difusi


 
intrapartikel pada sistem adsorpsi ion Pb(II) pada zeolit@nanokit. Dari data-data
yang diplotkan, diperoleh suatu persamaan y = 0,0100x + 0,0982 dengan nilai
regresi linier (r2) = 0,5787 dan nilai konstanta laju difusi intrapartikel, K , sebesar
1,00x10-2 mmol/g menit0.5.
Nilai K tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan model
kinetika difusi intrapartikel ini, proses difusi ion logam ke dalam adsorben yang
terjadi pada sistem ini terjadi cukup cepat. Dua buah garis linier yang terdapat
pada grafik difusi intrapartikel menunjukkan bahwa adsorpsi zeolit@nanokit

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  80
 

terhadap ion Pb(II) terjadi secara cepat  pada awal proses adsorpsi selanjutnya
melambat dan stabil.
 
0.16
 
0.14
 

 
qt (mmol/g)

0.12

0.1
a*x+b
a=0.0100
b=0.0982
0.08 |r|=0.7606

0.06
1 2 3 4 5 6
t0.5 (menit0.5)

Gambar 4.35. Grafik kinetika adsorpsi difusi intrapartikel

Berdasarkan ketiga model orde kinetika adsorpsi yang dikaji tersebut,


diperoleh beberapa variabel (Tabel 4.22) yang dapat menentukan kecenderungan
sistem adsorpsi yang terjadi pada penelitian ini kepada salah satu model orde
kinetika.

Tabel 4.22. Nilai beberapa variabel kinetika berdasarkan jenis model orde
kinetika

Model Kinetika LM N OP
 
-1
orde satu semu 0,0387 1,9391x10 0,9457

orde dua semu 0,1455 9,7426x10-3 0,9997

difusi intrapartikel - 1,0000x10-2 0,5787

Dari ketiga model tersebut, terlihat bahwa nilai regresi linier yang paling
besar dan mendekati 1 berada pada model kinetika orde dua semu, yaitu r2 =

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  81

 
0,9997. Nilai regresi linier yang mendekati 1 menunjukkan bahwa sistem adsorpsi
zeolit@nanokit terhadap ion Pb(II) mengikuti model kinetika orde dua semu. Hal
ini juga didukung dari nlai  perhitungan
  yang diperoleh dari persamaan
liniernya. Nilai  perhitungan pada orde satu semu (0,0387 mmol/g) sangat jauh
 
berbeda dari nilai  eksperimen (0,1445 mmol/g). Sedangkan nilai 
 
perhitungan pada orde dua semu sangat mendekati  eksperimen, yaitu (0,1455
  yang terjadi pada penelitian ini adalah
mmol/g). Oleh karena itu, sistem adsorpsi
mengikuti model kinetika adsorpsi orde dua semu.

4.8 Regenerasi Zeolit Termodifikasi anokitosan

Regenerasi dilakukan terhadap zeolit@nanokit-M untuk memperoleh


kembali zeolit@nanokit sehingga dapat digunakan kembali sebagai adsorben.
Regenerasi dilakukan menggunakan larutan Na-EDTA, dimana EDTA yang
digunakan berada dalam bentuk C10H14N2Na2O8.2H2O atau biasa diketahui
dengan rumus molekul Na2H2Y. dibandingkan dengan EDTA dalam bentuk lain,
EDTA dalam bentuk Na2H2Y memiliki sifat solubilitas dan kestabilan khelat yang
baik.

Tabel 4.23. Persentase regenerasi ion Pb(II) dengan Na-EDTA 0,1 M

mmol Pb(II) mmol Pb(II)/g


%
Adsorben teradsorp/g adsorben yang
regenerasi
adsorben terikat oleh EDTA

zeolit@nanokit 0,1445 0,0889 61,52 %

 
Penentuan jumlah ion Pb(II) yang dapat ditarik oleh EDTA diperlihatkan
pada Tabel 4.23. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa regenerasi
pada adsorben zeolit@nanokit yang telah mengikat ion Pb(II) dapat dilakukan
dengan % regenerasi sebesar 61,52 %. Proses yang terjadi pada tahap regenerasi
ini adalah proses desorpsi, yaitu proses pelepasan kembali ion logam yang telah
berikatan dengan adsorben. EDTA memiliki densitas yang tinggi sehingga
memberikan afinitas yang tinggi terhadap kation. EDTA dapat menarik ion logam
Pb(II) dengan mekanisme substitusi, dimana ion Pb(II) akan digantikan dengan

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  82

ion H+ sehingga ion Pb(II) dapat ditarik


  membentuk khelat yang stabil dengan
EDTA.
 
Kestabilan khelat ini terjadi karena EDTA merupakan ligan heksadentat,
yaitu ligan yang memiliki 6 atom pendonor sehingga mampu membentuk suatu
 
kompleks yang lebih stabil dibandingkan dengan sistem kompleks yang terjadi
 
Pembentukan kompleks antara ion logam dengan EDTA terjadi
pada kitosan. Pembentukan
 
melalui 2 gugus amina dan 4 gugus karboksilat yang kemungkinan terbesarnya
adalah menghasilkan geometri oktahedral. Interaksi yang terjadi antara EDTA
dengan ion Pb(II) diperlihatkan pada Gambar 4.36.
4.3

Gambar 4.36. Ilustrasi regenerasi zeolit@nanokit-M menggunakan Na-EDTA

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

 
BAB 5

KESIMPULA
 

5.1 Kesimpulan  

 
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa:

a. Sintesis nanokitosan berhasil dilakukan dengan konsentrasi kitosan


8,06x10-3 % dan ukuran partikel 236,8 nm.
b. Modifikasi zeolit aktif dengan menggunakan nanokitosan telah berhasil
dilakukan pada kondisi optimum modifikasi adalah 0,25 g zeolit aktif
dengan 3x pelapisan nanokitosan dan % berat kitosan dalam adsorben
sebesar 4,78 %.
c. Zeolit@nanokit dapat diaplikasikan sebagai adsorben ion logam dan
memberikan kemampuan adsorpsi terbesar terhadap ion Pb(II).
d. Kondisi adsorpsi optimum zeolit@nanokit terhadap Pb(II) diperoleh pada
pH 6,0 dengan konsentrasi Pb(II) awal 300 ppm dan waktu kontak 30
menit, dengan % Pb(II) terserap 99,68 %.
e. Adsorpsi zeolit@nanokit terhadap Pb(II) tidak mengikuti model isoterm
adsorpsi Freundlich dan Langmuir karena nanokitosan yang menyelimuti
zeolit kemungkinan berada dalam bentuk coil sehingga adsorpsi tidak
terjadi secara monolayer.
f. Adsorpsi zeolit@nanokit terhadap Pb(II) mengikuti model kinetika orde
dua semu, dengan nilai konstanta laju, / , sebesar 9,7426 x 10-3 g/mmol
 
menit.
g. Regenerasi dengan menggunakan Na-EDTA berhasil menarik Pb(II) dari
zeolit@nanokit dengan persentase jumlah Pb(II) yang terikat sebesar 61,52
%.

83 Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  84

5.2 Saran  

a. Melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai kondisi optimum dalam


 
mensintesis nanokitosan.
  lanjut dalam proses modifikasi
b. Melakukan penyelidikan lebih
zeolit@nanokit agar diperoleh
  material zeolit@nanokit yang lebih stabil
dan dapat memberikan daya adsorpsi yang lebih baik.
 
c. Mengaplikasikan zeolit@nanokit sebagai adsorben limbah cair industri.
d. Melakukan uji regenerasi terhadap zeolit@nanokit-logam dengan
memvariasikan konsentrasi Na-EDTA dan variasi pH untuk mengetahui
kondisi optimum pada proses regenerasi.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  85

  PUSTAKA
DAFTAR

A. Krishna Sailaja, P. Amareshwar, &  P. Chakravarty. (2010). Chitosan


Nanoparticles as a Drug Delivery System, Research Journal of
 
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, Volume 1, Issue 3,
 
Page 474.
 
Ames, L. L. (1960). The Cation Sieve Properties of Clinoptilolite. Am. Miner. 45,
689-700.

Astuti, Z. H. (2007). Kebergantungan Ukuran anopartikel terhadap Warna yang


Dipancarkan pada Proses Deeksitasi. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.

Atkins. (1999). Kimia Fisik jilid 1 Edisi ke empat. Diterjemahkan oleh Irma I.
Kartohadiprojo. Jakarta: Erlangga.

Baraka, A., Hall, P.J., & Heslop, M.J. (2007). Preparation and Characterization of
Melamine-Formaldehyde-DTPA Chelating Resin and Its Use as An
Adsorbent for Heavy Metals Removal from Wastewater. Reactive and
Functional Polymers 67, 585-600.

Bargar, J.R., Persson P., & Brown Jr., G.E. (1999). Outer-sphere Adsorption of
Pb(II)EDTA on Goethite. Geochimica et Cosmochimica Acta 63, 2957-
2969.

Bassi R, Prasher SO, & Simpson BK. (2000). Removal of Selected Metal Ions
from Aqueous Solutions Using Chitosan Flakes. Sep Sci Technol. 35, 547-
 
60.

Benavente, Martha. (2008). Adsorption of Metallic Ions onto Chitosan:


Equilibrium and Kinetic Studies. Thesis of Royal Institute of Technology,
Departement of Chemical Engineering and Technology, Division of
Transport Phenomena, Stockholm, Sweden.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  86

 
Besser, J.M. & Rabeni, C.F. (1987). Bioavailability and Toxicity of Metals
Leached from Leadmine Tailings to Aquatic Invertebrates. Environmental
  879–890.
Toxicology and Chemistry 6, (11),

  SieVes; Chapter 7. Wiley: New York.


Breck, D. W. (1974). Zeolite Molecular
 
Çagin, Volkan. (2006). Use of Clinoptilolite for Copper and ickel Removal from
 
Aqueous Solutions. Thesis The Graduate School of Natural and Applied
Sciences of Middle East Technical University.

C. Govindarajan, S. Ramasubramaniam, T. Gomathi, & P. N. Sudha. (2011).


Studies on Adsorption Behavior of Cadmium onto Nanochitosan
Carboxymethyl Cellulose Blend. Scholars Research Library, 3 (5), 572-580.

Chiou, M. S., Ho, P. Y., & Li, H. Y. (2004). Adsorption of Anionic Dyes in Acid
Solutions Using Chemically Cross-Linked Chitosan Beads. Dyes and
Pigments 60, 69–84.

Cincotti, A., Lai, N., Orrù, R., & Cao, G. (2001). Sardinian Natural Clinoptilolites
for Heavy Metals and Ammonium Removal: Experimental and Modelling.
Chem. Eng. J. 84, 275–282.

Curkovic, L., Cerjan-Stefanovic, S., & Filipan, T. (1997). Metal Ion Exchange by
Natural and Modified Zeolites. Water Res. 31 (6), 1379–1382.

Daud, Suryantini. (2011). Sintesa Katalisis Molibden Zeolit Klinoptilolit dan


Aplikasinya untuk Desulfurisasi Senyawa Asam Merkaptopropanoat. Skripsi
Sarjana Kimia Universitas Indonesia.
 
Dinu, M.V. & Dragan, E.S., (2008). Heavy Metals Adsorption on Some
Iminodiacetate Chelating Resins as A Function of The Adsorption
Parameters. Reactive and Functional Polymers 68, 1346-1354.

Dinu, M.V. & Dragan, E.S., (2010). Evaluation of Cu2+, Co2+and Ni2+ Ion
Removal from Aqueous Solution Using A Novel Chitosan/Clinoptilolite
Composite: Kinetics and Isotherms 160, 157-163.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  87

Doina, H., Dinu, M.V., & Dragan, E.S.  (2011). Adsorption Characteristics of
UO22+ and Th4+ Ions from Simulated Radioactive Solutions onto
Chitosan/Clinoptilolite Sorbents.  Journal of Hazardous Materials 185, 447-
455.
 

Doula, M., Ioannou, A., Dimirkou, A.  (2002). Copper Adsorption and Si, Al, Ca,
Mg, and Na Release from Clinoptilolite. J. Colloid Interface Sci. 245, 237–
 
250.

Dyer, A. (1988). An Introduction to Zeolite Molecular Sieves, Willey & Sons,


New York.

Eddy, N.O., Odoemelam, S.A., & Mbaba, A.J. (2008). Elemental Composition of
Soil in Some Dumpsites. J. Envr. Agric. Food Chem. 5(3), 1349-1363.

Egerton, R.F. (2009). Electron Energy-Loss Spectroscopy in The TEM. Rep.


Prog. Phys. 72, 016502.

Ekop, A.S. & Eddy, N.O. (2005). Study on The Adsorption of Capacity of Some
Animal Shells for Heavy Metals. Afr. J. Environ. Pollution and Health 4(1),
33-37.

Erdem, E., Karapinar, N., & Donat, R. (2004). The Removal of Heavy Metal
Cations by Natural Zeolites. Journal of Colloid and Interface Science 280,
309–314.

E.S. Dragan & M.V. Dinu. (2009). Removal of Copper Ions from Aqueous
Solution by Adsorption on Ionic Hybrids Based on Chitosan and
 
Clinoptilolite, Ion Exchange Lett. 2, 15-18.

E.S. Dragan, M.V. Dinu, & D. Timpu. (2010). Preparation and Characterization of
Novel Composites Based on Chitosan and Clinoptilolite with Enhanced
Adsorption Properties for Cu2+, Bioresour. Technol. 101, 812-817.

Faghihian, H., Marageh, M.G., & Kazemian, H. (1999). The Use of Clinoptilolite
and Its Sodium Form for Removal of Radioactive Cesium, and Strontium

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  88

from Nuclear Wastewater and Pb  2+, Ni2+, Cd2+, Ba2+ from Municipal
Wastewater. Appl. Radiat. Isotopes 50, 655– 660.
 
Fan, T., Liu, Y., Feng, B., Zeng, G., Yang, C., Zhou, M., Zhou, H., Tan, Z., &
Wang, X. (2008). Biosorption of  Cadmium(II), Zinc(II), and Lead(II) by
Penicillium Simplicissium: Isotherm,
  Kinetics and Thermodynamics.
Journal of Hazardous Materials 160, 655-661.
 
Gedik, K., & Imamoglu, I. (2008). Removal of Cadmium from Aqueous Solutions
Using Clinoptilolite: Influence of Pretreatment and Regeneration. Journal of
Hazardous Materials 155, 385-392.

Gerhardt, A., Janssens de Bisthoven, L., & Soares, A.M.V.M. (2004).


Macroinvertebrate Response to Acid Mine Drainage: Community Metrics
and on-line Behavioural Toxicity Bioassay. Environmental Pollution 130
(2), 263–274.

Guibal, Eric. (2004). Interactions of Metal Ions with Chitosan-based Sorbent: A


Review. Separation and Purification Technology 38, 43-74.

Gupta, S.S., & Bhattacharayya, G.K. (2008). Immobilization of Pb(II), Cd(II),


Ni(II) Ions on Kaolinite and Montmorillonite Surfaces from Aqueos
Medium. Journal of Enviromental Management 87, 46-58.

Gupta, N., Kushwaha, Atul K., & Chattopadhyaya, M.C. (2010). Adsorption of
Cobalt(II) from Aqueous Solution onto Hydroxyapatite/Zeolite Composite.
Adv. Mat. Lett. 2(4), 309-312.

 
H. Bedelean, M. Stanca, A. Mǎicǎneanu, & S. Burcǎ. (2006). Zeolitic Volcanic
Tuffs from Mǎcicaş, (Cluj County), Natural Raw Materials Used for NH4+
Removal from Wastewaters. Studia Universitatis Babes-Bolyai, Geologia
52, 43-49.

Harben, P.W & Kuzvart, M., (1996), Industrial Minerals: A Global Geology,
Industrial Minerals Information Ltd, Metal Bulletin PLC, London, p. 445-
450.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  89

 
Hendayana, Sumar, Ph.D, Drs. Asep Kadarohman, Drs. AA Sumarna, & Drs.
Asep Supriatna. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Edisi Kesatu. Semarang:
IKIP Semarang Press.  

Ho, Y.S., Huang, C.T., & Huang, H.W.  (2002). Equilibrium Sorption Isotherm for
Metal Ions on Tree Fern. Process  Biochem. 37, 1421-1430.

 
Hong-Yu Wang, Hui-Fie Huang, & Jia-Qian Jiang. (2011). The Effect of Metal
Cations on Phenol Adsorption by Hexadecyl-Trimethyl-Ammonium
Bromide (hdtma) Modified Clinoptilolite (Ct.). Separation and Purification
Technology 80, 658-662.

http://www.ucl.ac.uk/nanogrowth/index.htm. Gambar Zeolit Mordenit diunduh


pada tanggal 13 Mei 2012, pukul 15.00 WIB, oleh Rina Utami.

Hu, Z.G., Zhang J., Chan W.L., & Szeto Y.S. (2006). The Sorption of Acid Dye
onto Chitosan Nanoparticles. Polymer 47 (16), pp. 5838-5842 31.

http://imageshack.us/f/594/aasshimadzu.jpg/. Gambar Instrumentasi AAS diunduh


pada tanggal 21 Mei 2012, pukul 20.50 WIB, oleh Rina Utami.

Inglezakis, V.J., Loizidou, M.D., & Grigoropoulou, H.P. (2002). Equilibrium and
Kinetic Ion Exchange Studies of Pb2+, Cr3+, Fe3+, and Cu2+ on Natural
Clinoptilolite. Water Res. 36 (11), 2784– 2792.

Inglezakis, V.J., Hadjiandreou, K.J., Loizidou, M.D., & Grigoropoulou, H.P.


(2001). Pretreatment of Natural Clinoptilolite in A Laboratory-Scale Ion
Exchange Packed Bed, Water Res. 35 (9), 2161–2166.
 
Inglezakis, V.J., Zorpas, A.A., Loizidou, M.D., & Grigoropoulou, H.P. (2004).
The Effect of Competitive Cations and Anions on Ion Exchange of Heavy
Metals. Separation and Purification Technology 46 (3), 202-207.

I. Smiciklas, S. Dimovic, & I. Plecas. (2006). Removal of Cs1+, Sr2+, and Co2+
from Aqueous Solutions by Adsorption on Natural Clinoptilolite.
ScienceDirect Applied Clay Science 35, 139-144.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  90

  D. , Knauer, J. B., & Wallace, R. M.


King, L. J., Campbell, D. O., Collins, E.
(1984). In Proceedings of The 6th International Conference on Zeolites,
Butterworths: Guildford, pp 660. 

Langella, A., Pansini, M., Cappelletti,  P., de Gennaro, B., de Gennaro, M., &
Colella, C. (2000). NH4+, Cu2+, Zn 2+ 2+ 2+ +
  , Cd , and Pb Exchange for Na in A
Sedimentary Clinoptilolite, North Sardinia, Italy. Microporous Mesoporous
 
Mater. 37, 337– 343.

L. Shi, & Z. Xing Tang. (2009). Adsorption of Nuclease p1 on Chitosan


Nanoparticles, Brazilian Journal of Chemichal Engineering, Sao Paulo
April/June, Volume 26, Number 2.

Mahmoud M. E. M. M. Osman & M. E. Amer. (2000). Selective Preconcentration


and Solid Phase Extraction of Mercury (II) from Natural Water by Silica
Gel-Loaded Dithizone Phases, Anal. Chim. Acta., 415, 33-40.

Malliou, E., Loizidou, M., & Spyrellis, N. (1994). Uptake of Lead and Cadmium
by Clinoptilolite. Sci. Total Environ. 149, 139– 144.

Malvern Instruments Ltd. (2004). Zetasizer ano Series User Manual. United
Kingdom: Enigma Business Park, Grovewood Road, Malvern,
Worcestershire. WR14 1XZ.

M.E. Argun. (2004). Use of Clinoptilolite for The Removal of Nickel Ions from
Water Kinetics and Thermodynamics, J. Hazard. Mater. 150, 587–595.

Merrifield, J.D., Davids, W.G., MacRae, J.D., & Amirbahman, A. (2004). Uptake
 
of Mercury by Thiol-Grafted Chitosan Gel Beads. Water Research 38,
3132-3138.

M.J. Zamzow, B.R. Eichbaum, K.R. Sandgren, & D.E. Shanks. (1990). Removal
of Heavy Metals and Other Cations from Wastewater Using Zeolites. Sep.
Sci. Technol. 25, 1555.

Mohanraj, V.J. & Y. Chen. (2006). Research Article Nanoparticles – A Review.


Tropical Journal of Pharmaceutical Research 5 (1), 561-573.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  91

 
Montgomery, J.M. (1985). Water Treatment Principles and Design. Consulting
Engineers Inc.: USA.
 
Mulja, Dr. H. Muhammad & Drs. Suharman. (1995). Analisis Instrumental.
 
Surabaya: Airlangga University Press.
 
Munson, R.A. (1974). atural Zeolites: Their Properties, Occurrences, and Uses,
Mineral, Sci.Eng. Vol.6.  

Muzarelli. (2011). The chitin handbook. Oxford: Pergamon Press.

Nan Li, Renbi Bai, & Changkun Liu. (2005). Enhanced and Selective Adsorption
of Mercury Ions on Chitosan Beads Grafted with Polyacrylamide via
Surface-Initiated Atom Transfer Radical Polymerization. Langmuir 21,
11780-11787.

Panayotova, M.I. (2001). Kinetics and Thermodynamics of Copper Ions Removal


from Wastewater by Use of Zeolite. Waste Manag. 21, 671– 676.

Petrus, R., & Warchol, J. (2003). Ion exchange equilibria between clinoptilolite
and aqueous solutions of Na+/Cu2+, Na+/Cd2+ and Na+/Pb2+”. Microporous
and Mesoporous Materials 61, 137-146.

Prof. Effendy, Ph.D. (2007). Perspektif Baru Kimia Koordinasi. Jilid 1. Jawa
Timur: Bayumedia Publishing.

P.R. Shukla, S. Wang, H.M. Ang, & M.O. Tade. (2009). Synthesis,
Characterisation, and Adsorption Evaluation of Carbon-Natural-Zeolite
Composites, Adv. Powder Technol. 20, 245–250.  

Reka Nova. (2012). Modifikasi Zeolit Alam Terimobilisasi anopartikel Ag


dengan L-Sistein dan Asam 3-Merkaptopropanoat sebagai Adsorben Ion
Logam Berat. Skripsi Sarjana Kimia Universitas Indonesia.

R.M. Barer. (1987). Zeolites and Clay Minerals as Sorbent and Molecular Sieves.
Academic Press, New York.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  92

 
Rohatin. (2010). Modifikasi Zeolit Klinoptilolit dengan anopartikel Au dan
Ligan Asam 3-Merkaptopropanoat serta Aplikasinya sebagai Adsorben Ion
 
Logam Berat. Skripsi Sarjana Kimia Universitas Indonesia.

 
Ruey-Shin Juang & Huey-Jen Shao. (2002). A Simplified Equilibrium Model for
Sorption of Heavy Metal Ions from
  Aqueous Solutions on Chitosan. Water
Research 36, 2999-3008.
 
Santiago, Miguel. Basic Concepts of X-Ray Fluorescence. Mayaguez Campus:
Universitty of Puerto Rico.

Sawyer, N.C., Mc Carty, P.L., & Parkin, G.F. (1994). Chemistry for
Environmental Engineering. Mc. Graw Hill International Edition :
Singapore.

Schwarzenbach, R.P, Gschwend, M.P., & Imboden, D.M. (2003). Environmental


Organic Chemistry. John Wiley & Sons, Inc. Publication : Canada.

Shafaei, A., Ashtiani, F.Z., & Kaghazchi, T. (2007). Equilibrium Studies of The
Sorption of Hg(II) Ions onto Chitosan. Chemical Engineering Journal 133,
311-316.

Sharma, Y.C. & Srivastava, V. (2006). Adsorption of Cadmium(II) from Aqueous


Solutions by An Indigenous Clay Mineral. Indian Journal of Chemical
Technology 13, 218-221.

Skoog, D.A., West, M.D., & Holler, F.J. (1996). Fundamental of Analytical
Chemistry, Seventh Edition, New York: Sounders College Publishing.
 
Sonia. (2012). anopartikel Perak Termodifikasi Kitosan sebagai Pendeteksi Ion
Logam Berat. Skripsi Sarjana Kimia Universitas Indonesia.

Sunardi. (2005). Instrumentasi pada Spektroskopi. Depok: Departemen Kimia,


F.MIPA, Universitas Indonesia.

Ting, D.R. & Shen, Y. (2005). Antibacterial Finishing with Chitosan Derivatives
and Their Nanoparticles. Dyeing Finishing 14, 12–14.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  93

Underwood, A.L. & Day, R.A. (2002).  Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI.
Jakarta: Erlangga.
 
V. Cagin, N. Morali, & I. Imamoglu. (2007). Use of A Natural Mineral for The
 
Removal of Copper and Nickel from Aqueous Solutions to Reduce Heavy
Metal Content of Precipitation Sludges,
  J. Residuals Sci. Technol. 4 (1), 45–
54.
 
Vogel, A.I. (1994). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.

W.H. Cheung, Y.S. Szeto, & G. McKay. (2009). Enhancing The Adsorption
Capacities of Acid Dyes by Chitosan Nano Particles. Bioresource
Technology 100, 1143-1148.

Widowati, W., Sastiono. A., & Jusuf. R. (2008). Efek Toksik Logam Pencegahan
dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Woinarski, A.Z., Snape, I., Stevens, G.W., & Stark, S.C. (2003). The Effects of
Cold Temperature on Copper Ion Exchange by Natural Zeolite for Use in a
Permeable Reactive Barrier in Antarctica. Cold Regions Science and
Technology 37, 159-168.

W. Qiu & Y. Zheng. (2009). Removal of Lead, Copper, Nickel, Cobalt, and Zinc
from Water by A Cancrinite-Type Zeolite Synthesized from Fly Ash, Chem.
Eng. J. 145, 483–488.

Wu, F. C., Tseng, R. L., & Juang, T. S. (2001). Enhanced Abilities of Highly
 
Swollen Chitosan Beads for Color Removal and Tyrosinase Immobilization.
Journal of Hazardous Materials 81, 167–177.

Y. Yulizar. (2004). Diktat Kuliah anopartikel Logam. Depok: Departemen


Kimia, F.MIPA, Universitas Indonesia.

Zinin, Pavel. Lecture 14. Transmission Electron Microscopy. Honolulu, USA:


HIGP, University of Hawaii.

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  94

 
LAMPIRA 1

Karakterisasi XRD terhadap Zeolit  Awal

Tabel 1. Database hasil XRD terhadap  Zeolit Awal (1,54056-CuKa1)

Sudut Difraksi (2θ)


 
d-spacing [Å] Intensitas FWHM (radian)

9.8614 8.96952   35.7 0.2362


11.2987 7.83156 11.33 0.2362
13.5461 6.53685 22.46 0.2362
15.2589 5.80675 12.38 0.2362
17.2841 5.13065 11.05 0.9446
19.7843 4.48756 22.95 0.3149
20.9628 4.23786 24.66 0.2362
22.0457 4.03208 86.12 0.2362
22.3965 3.96972 100 0.2755
23.6747 3.75821 24.27 0.2362
24.5725 3.62289 13.92 0.2362
25.7573 3.45887 74.97 0.1968
26.7678 3.33054 29.27 1.2595
27.7948 3.20978 71.13 0.2362
29.4475 3.03329 37.87 0.2362
30.0128 2.97743 34.76 0.3149
30.9958 2.88521 21.63 0.2362
32.0595 2.79187 17.1 0.4723
34.7286 2.58317 9.49 0.4723
35.8963 2.50177 18.77 0.4723
43.2671 2.09113 12.09 0.2362
46.9018 1.93721 9.01 0.6298
48.6146 1.87289 14.22 0.3149
50.9015 1.79398 11.86 0.4723
60.8431 1.52251 9.47 0.2755
64.5905 1.44175 9.27 1.152

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  95

  1 LAJUTA
LAMPIRA

Karakterisasi XRD terhadap Zeolit  Aktivasi

Tabel 2. Database hasil XRD terhadap  Zeolit Aktivasi (1,54056-CuKa1)

Sudut Difraksi (2θ)


 
d-spacing [Å] Intensitas FWHM (radian)

9.8434 8.98585   42.59 0.3149


11.2237 7.88367 12.58 0.2362
13.4941 6.56196 26.59 0.3149
15.2915 5.79445 11.96 0.3149
17.3348 5.11575 15.79 0.2362
19.7058 4.50525 24.57 0.2362
20.9818 4.23407 24.48 0.2362
21.9431 4.05071 99.02 0.4723
23.6944 3.75513 28.85 0.3936
25.6689 3.47059 95.01 0.2362
26.7542 3.33221 100 0.2362
27.7402 3.21597 98.17 0.6298
30.4008 2.9403 38.07 0.2755
30.9796 2.88669 30.59 0.2362
31.9646 2.79994 35.49 0.3149
35.8071 2.5078 21.77 0.6298
46.7935 1.94144 9.73 0.9446
48.4524 1.87878 14.51 0.4723
50.7352 1.79947 9.03 1.2595
64.1297 1.45219 9.68 0.6298
68.8259 1.36412 7.17 1.8893
73.3612 1.28952 6.33 2.304

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  96
 

  1 LAJUTA
LAMPIRA

Standar XRD Zeolit Klinoptilolit  


Tabel 3. Database XRD Standar Zeolit Klinoptilolit (1,54056-CuKa1)
 
D-SPACIG D-SPACIG
2-THETA ITESITY 2-THETA ITESITY
(Ǻ)   (Ǻ)
7.46 5.26 11.8627 31.05 6.44 2.8796
9.87 100 8.9677   32 55.24 2.796
11.2 70.32 7.9082 32.03 19.77 2.7934
13.06 25.91 6.7829 32.73 19.1 2.7354
13.35 13.92 6.6357 32.85 8.48 2.7255
14.94 6.83 5.9313 33.49 5.44 2.6747
16.62 7.16 5.3342 33.59 7.53 2.6671
16.91 37.37 5.2451 35.11 11.35 2.5549
17.36 64.59 5.1098 35.4 6.02 2.5352
17.54 37.51 5.0582 35.48 5.45 2.5291
19.08 59.76 4.6522 35.67 6.05 2.5162
19.8 5.18 4.4838 36.12 6.55 2.4857
20.4 19.54 4.3544 36.18 5.16 2.4821
22.34 90.06 3.9788 36.45 6.66 2.4644
22.48 47.31 3.9542 36.54 6.22 2.4584
22.49 31.02 3.9541 36.78 14.02 2.4428
22.7 23.9 3.9171 37.09 10.13 2.4229
22.8 54.27 3.9005 37.17 6.96 2.4178
23.21 15.25 3.832 38.06 10.61 2.3636
23.79 7.32 3.7404 38.38 7.36 2.3445
24.03 12.76 3.7037 42.3 5.56 2.1358
25.03 34.26 3.5571 43.37 11.07 2.0854
25.72 13.64 3.4639 43.63 6.06 2.0738
26.03 58.3 3.4232 44.88 6.99 2.0188
26.27 33.31 3.3915 46.33 12.97 1.9587
26.87 19.88 3.3179 46.34 5.43 1.9585
28.13 54.23 3.1722 46.75 5.42  
1.9424
28.57 49.83 3.1238 46.95 6.34 1.9344
29.05 26.73 3.0736 49.99 5.6 1.8237
29.49 6.85 3.028 50.89 5.38 1.7935
29.75 21.91 3.0021 51.71 12.86 1.767
29.88 7.98 2.9892 52.16 5.53 1.7527
29.91 6.38 2.9866 52.85 6.56 1.7314
30.02 68.58 2.976 53.05 5.29 1.7253
30.13 58.14 2.9657 55.09 6.95 1.6662
30.29 27.67 2.95 56.98 8.99 1.6154
30.4 5.27 2.9396 57.88 6.22 1.5923

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  97

  1 LAJUTA
LAMPIRA

Standar XRD Zeolit Mordenit  


Tabel 4. Database XRD Standar Zeolit Mordenit (1,54056-CuKa1)
 
2-THETA ITESITY D-SPACIG (Ǻ)
6.54  
39.83 13.5181
9.8 60.35 9.025
13.5
 
56.43 6.5596
13.92 12.85 6.3634
14.66 12.52 6.0434
15.35 15.66 5.7709
19.7 36.93 4.506
22.34 66.73 3.9796
23.28 20.14 3.821
23.72 9.58 3.751
24.62 6.29 3.6158
25.3 6.95 3.5205
25.72 100 3.4637
26.21 8.23 3.4
26.39 63.2 3.3768
27.19 8 3.2798
27.6 13.81 3.2314
27.77 62.02 3.2124
27.98 36.99 3.1885
28.38 7.82 3.145
30.52 8.54 2.9292
31 17.2 2.8846
31.02 14.45 2.8829
33.36 7.75 2.6863
35.19 9.2 2.55
35.78 19.16 2.5097
36.69 5.47 2.4492
44.41 6.44 2.04  
45.1 7.37 2.0102
46.7 10.58 1.9452
47.6 5.23 1.9105
48.54 12.07 1.8755
50.57 6.4 1.805
51.08 9.24 1.7882
60.05 5.51 1.5407
64.78 5.59 1.4391
67.79 6.18 1.3823

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  98

 
LAMPIRA 2

 
Karakterisasi XRF terhadap Zeolit Awal dan Zeolit Aktivasi

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  99
 

 
LAMPIRA 3

  dan Setelah Aktivasi Berdasarkan


Perhitungan Si/Al pada Zeolit Sebelum
Data XRF
 

• Si/Al Sebelum Aktivasi  

- SiO2 = 68,87 % (w/w)  

68,87 g SiO/ 1 mol SiO/ 1 mol Si 1,14611 mol Si


mol Si = . . =
100 g Zeolit 60,09 g SiO/ 1 mol SiO/ 100 g Zeolit

- Al2O3 = 10,10 % (w/w)

10,10 g Al/ O] 1 mol Al/ O] 2 mol Al


mol Al = . .
100 g Zeolit 101,96 g Al/ O] 1 mol Al/ O]
0,19812 mol Al
=
100 g Zeolit

jadi, Si
Al = 1,14611 mol Si
0,19812 mol Al = 5,78493 ≈ 5,78

• Si/Al Setelah Aktivasi

- SiO2 = 64,33 % (w/w)

64,33 g SiO/ 1 mol SiO/ 1 mol Si 1,07056 mol Si


mol Si = . . =
100 g Zeolit 60,09 g SiO/ 1 mol SiO/ 100 g Zeolit

- Al2O3 = 10,99 % (w/w)

10,99 g Al/ O] 1 mol Al/ O] 2 mol Al  


mol Al = . .
100 g Zeolit 101,96 g Al/ O] 1 mol Al/ O]
0,21557 mol Al
=
100 g Zeolit

jadi, Si
Al = 1,07056 mol Si
0,21557 mol Al = 4,96618 ≈ 4,97

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  100

 
LAMPIRA 4

 
Karakterisasi Penentuan Kapasitas Tukar kation (KTK) pada Zeolit Alam

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  101

 
LAMPIRA 5

 
Karakterisasi BET terhadap Zeolit Aktivasi

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  102

  5 LAJUTA
LAMPIRA

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  103

  5 LAJUTA
LAMPIRA

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  104
 

 
LAMPIRA 6

  Zeolit Aktif dengan Variasi Pelapisan


Karakterisasi FTIR Modifikasi 1 gram
anokitosan
 

100
% Transmitan

0
Na-Zeolit 1g 2x Pelapisan
Kitosan 1g 3x Pelapisan
1g 1x Pelapisan

4000 3000 2000 1000


bilangan gelombang (cm -1)

Karakterisasi FTIR Modifikasi 0,75 gram Zeolit Aktif dengan Variasi


Pelapisan anokitosan

100
% Transmitan

0
Na-Zeolit 0.75g 1x Pelapisan
Kitosan 0.75g 2x Pelapisan
0.75g 3x Pelapisan

4000 3000 2000 1000


bilangan gelombang (cm -1)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  105
 

  6 LAJUTA
LAMPIRA

 
Karakterisasi FTIR Modifikasi 0,5 gram Zeolit Aktif dengan Variasi
Pelapisan anokitosan
 

100
% Transmitan

0
Na-Zeolit 0.5g 2x Pelapisan
Kitosan 0.5g 3x Pelapisan
0.5g 1x Pelapisan

4000 3000 2000 1000


bilangan gelombang (cm -1)

Karakterisasi FTIR Modifikasi 0,25 gram Zeolit Aktif dengan Variasi


Pelapisan anokitosan

100
% Transmitan

0
Na-Zeolit 0.25g 2x Pelapisan
Kitosan 0.25g 3x Pelapisan
0.25g 1x Pelapisan

4000 3000 2000 1000


bilangan gelombang (cm -1)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  106
 

 
LAMPIRA 7

 
Analisis Gravimetri terhadap Modifikasi 0,25 gram Zeolit aktif dengan
Variasi Pelapisan anokitosan
 

 
5.0%
 
4.5%

4.0%
% Berat

3.5%

3.0% 1x Pelapisan

2.5% 2x Pelapisan
3x pelapisan
2.0%
1 2 3 4 5
Penimbangan ke-

Tabel 5. Pengolahan data berat nanokitosan dalam adsorben

Pelapisan 1xPelapisan 2x Pelapisan 3x Pelapisan


Berat Berat % Berat Berat % Berat Berat %
Berat
Terukur Hilang Berat Terukur Hilang Berat Terukur Hilang Berat
Berat
20.1101 19.0824 19.9637
Kosong
Berat
0.0508 0.0503 0.0502
Sampel
Berat
20.1593 0.0016 3.15% 19.1310 0.0017 3.38% 20.0118 0.0021 4.18%
Total1
Berat
20.1592 0.0017 3.35% 19.1309 0.0018 3.58% 20.0115 0.0024 4.78%
Total2
Berat
20.1592 0.0017 3.35% 19.1307 0.0020 3.98% 20.0115 0.0024 4.78%
Total3
Berat
 
20.1592 0.0017 3.35% 19.1307 0.0020 3.98% 20.0115 0.0024 4.78%
Total4
Berat
20.1592 0.0017 3.35% 19.1307 0.0020 3.98% 20.0115 0.0024 4.78%
Total5

berat hilang
% berat = x 100%
berat sampel

dimana, berat sampel : berat adsorben (zeolit@nanokit)

berat hilang : berat nanokitosan yang menyelimuti zeolit

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  107

 
LAMPIRA 8

  pada Adsorben Zeolit Aktivasi dan


Penentuan Adsorpsi Ion Logam Cd(II)
Zeolit@anokit
 

  Ion Logam Cd
Kurva Standar

0.50  
0.45
0.40
0.35
Absorbansi

0.30
0.25
0.20
0.15 y = 0.292x - 0.073
0.10 R² = 0.993
0.05
0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00
ppm

Tabel 6. Pengolahan data jumlah ion logam Cd(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi pH awal campuran

Cd mmol
Cd awal Cd sisa
Adsorben Abs fp terserap Cd/g
mg/L mg/L
mg/L adsorben

zeolit aktivasi 0.0464 250 289.3839 102.2260 187.1575 0.1665

zeolit@nanokit 0.1409 250 289.3839 183.1336 106.2500 0.0945


 

Tabel 7. Pengolahan data jumlah ion logam Cd(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi pH 6,0

Cd mmol
Cd awal Cd sisa
Adsorben Abs fp terserap Cd/g
mg/L mg/L
mg/L adsorben
zeolit aktivasi 0.0651 250 289.3839 118.2363 171.1473 0.1523
zeolit@nanokit 0.1372 250 289.3839 179.9658 109.4178 0.0973

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  108

 
LAMPIRA 9

  pada Adsorben Zeolit Aktivasi dan


Penentuan Adsorpsi Ion Logam Co(II)
Zeolit@anokit
 

  Ion Logam Co
Kurva Standar
0.06  
0.05

0.04
Absorbansi

0.03

0.02
y = 0.031x - 0.002
R² = 0.999
0.01

0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00
ppm

Tabel 8. Pengolahan data jumlah ion logam Co(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi pH awal campuran

Co mmol
Co awal Co sisa
Adsorben Abs fp terserap Co/g
mg/L mg/L
mg/L adsorben

zeolit aktivasi 0.0180 500 406.4516 322.5806 83.8710 0.1423

zeolit@nanokit 0.0164 500 406.4516 296.7742 109.6774 0.1861


 

Tabel 9. Pengolahan data jumlah ion logam Co(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi pH 6,0

Co mmol
Co awal Co sisa
Adsorben Abs fp terserap Co/g
mg/L mg/L
mg/L adsorben
zeolit aktivasi 0.0179 500 406.4516 320.9677 85.4839 0.1451
zeolit@nanokit 0.0222 500 406.4516 390.3226 16.1290 0.0274

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  109

 
LAMPIRA 10

  pada Adsorben Zeolit Aktivasi dan


Penentuan Adsorpsi Ion Logam Cu(II)
Zeolit@anokit
 

  Ion Logam Cu
Kurva Standar
0.80  
0.70
0.60
Absorbansi

0.50
0.40
0.30
0.20 y = 0.06x - 0.051
R² = 0.997
0.10
0.00
0.00 5.00 10.00 15.00
ppm

Tabel 10. Pengolahan data jumlah ion logam Cu(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi pH awal campuran

Cu mmol
Cu awal Cu sisa
Adsorben Abs fp terserap Cu/g
mg/L mg/L
mg/L adsorben

zeolit aktivasi 0.2881 100 611.0000 565.1667 45.8333 0.0721

zeolit@nanokit 0.2512 100 611.0000 503.6667 107.3333 0.1689


 

Tabel 11. Pengolahan data jumlah ion logam Cu(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi pH 5,0

Cu mmol
Cu awal Cu sisa
Adsorben Abs fp terserap Cu/g
mg/L mg/L
mg/L adsorben
zeolit aktivasi 0.1087 100 611.0000 266.1282 344.8718 0.5427
zeolit@nanokit 0.1810 100 611.0000 386.6410 224.3590 0.3530

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  110

 
LAMPIRA 11

  pada Adsorben Zeolit Aktivasi dan


Penentuan Adsorpsi Ion Logam Pb(II)
Zeolit@anokit
 

  Ion Logam Pb
Kurva Standar
0.12  
0.10

0.08
Absorbansi

0.06
y = 0.014x - 0.031
0.04 R² = 0.992
0.02

0.00
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
ppm

Tabel 12. Pengolahan data jumlah ion logam Pb(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi pH awal campuran

Pb mmol
Pb awal Pb sisa
Adsorben Abs fp terserap Pb/g
mg/L mg/L
mg/L adsorben
zeolit aktivasi 0.0042 300 1567.5957 739.7240 827.8717 0.3996
zeolit@nanokit 0.0108 300 1567.5957 876.3229 691.2729 0.3336

Tabel 13. Pengolahan data jumlah ion logam Pb(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi pH 6,0

Pb mmol
Pb awal Pb sisa
Adsorben Abs fp terserap Pb/g
mg/L mg/L
mg/L adsorben
zeolit aktivasi 0.0110 300 1567.5957 880.4622 687.1335 0.3316
zeolit@nanokit 0.0064 300 1567.5957 785.2570 782.3387 0.3776

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  111

 
LAMPIRA 12

  pada Adsorben Zeolit Aktivasi dan


Penentuan Adsorpsi Ion Logam Zn(II)
Zeolit@anokit
 

  Ion Logam Zn
Kurva Standar
0.12  
0.10

0.08
Absorbansi

0.06

0.04
y = 0.073x - 0.010
0.02 R² = 0.998

0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00
ppm

Tabel 14. Pengolahan data jumlah ion logam Zn(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi pH awal campuran

Zn mmol
Zn awal Zn sisa
Adsorben Abs fp terserap Zn/g
mg/L mg/L
mg/L adsorben

zeolit aktivasi 0.0203 666.67 580.8219 276.7123 304.1096 0.4651

zeolit@nanokit 0.0483 666.67 580.8219 532.4201 48.4018 0.0740

Tabel 15. Pengolahan data jumlah ion logam Zn(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi pH 6,0

Zn mmol
Zn awal Zn sisa
Adsorben Abs fp terserap Zn/g
mg/L mg/L
mg/L adsorben
zeolit aktivasi 0.0305 666.67 580.8219 369.8630 210.9589 0.3226
zeolit@nanokit 0.0528 666.67 580.8219 573.5160 7.3059 0.0112

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  112

 
LAMPIRA 13

 
Penentuan Adsorpsi Ion Logam Campuran pada Adsorben Zeolit Aktivasi
dan Zeolit@anokit
 

 
Kurva Standar Logam Cd Kurva Standar Ion Co(II)
0.07
0.35  
0.06
0.3
0.05

Absorbansi
0.25
Absorbansi

0.04
0.2
0.03
0.15
0.1 y = 0.229x - 0.034 0.02 y = 0.042x - 0.003
0.05 R² = 0.991 0.01 R² = 0.993
0 0
0 0.5 1 1.5 2 0 0.5 1 1.5 2
ppm ppm

Kurva Standar Ion Cu(I) Kurva Standar Ion Pb(II)


1 0.14
0.12
0.8
0.1
Absorbansi

Absorbansi

0.6 0.08
0.4 0.06
y = 0.064x - 0.078 0.04 y = 0.008x - 0.007
0.2
R² = 0.996 0.02 R² = 0.998
0 0
0 5 10 15 20 0 5 10 15 20
ppm ppm

Kurva Standar Ion Zn(II)


0.3
0.25
Absorbansi

0.2
0.15
0.1 y = 0.199x - 0.030  
0.05 R² = 0.997
0
0 0.5 1 1.5 2
ppm

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  113

LAMPIRA  13 LAJUTA

Tabel 16. Pengolahan data jumlah ion  logam campuran yang teradsorpsi pada
zeolit dan zeolit@nanokit dengan kondisi pH 6,0
 
M(II)
 
M(II) Teradsorp
Perubahan
%
mmol M(II)
M(II) Adsorben Abs fp Teradsorp (mmol/g perubahan
teradsorp
 
(mg/L) adsorben)
(y)
(z)
(x)

Cd(II) zeolit 0.1991 250 51.2009 0.0456 (a)

zeolit@nanokit 0.2108 250 38.4279 0.0342 (b) -0.0114 -25.00%

Co(II) zeolit 0.0133 500 40.4762 0.0687 (a)

zeolit@nanokit 0.0128 500 46.4286 0.0788 (b) 0.0101 14.71%

Cu(II) zeolit 0.2729 100 170.0000 0.2675 (a)

zeolit@nanokit 0.2445 100 214.3750 0.3373 (b) 0.0698 26.10%

Pb(II) zeolit 0.0148 250 968.7500 0.4675 (a)

zeolit@nanokit 0.0129 250 1028.1250 0.4962 (b) 0.0287 6.13%

Zn(II) zeolit 0.1488 400 116.7337 0.1785 (a)

zeolit@nanokit 0.1723 400 69.4975 0.1063 (b) -0.0722 -40.46%

:+;
Ket. Perhitungan: y = b − a ; z = x100%
;

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  114

 
LAMPIRA 14

  dalam Zeolit@anokit
Penentuan Daya Adsorpsi anokitosan

 
Tabel 17. Data jumlah ion logam Pb(II) teradsorpsi pada zeolit aktivasi,
 
zeolit@nanokit, dan kitosan
 
mmol Pb(II)
Adsorben
teradsorp/g adsorben
zeolit 0.3316
zeolit@nanokit 0.3776
kitosan 0.1904

Massa kitosan dalam zeolit@nanokit = 4,78 %(w/w)

4,78 g kitosan
massa kitosan = . 0,1 g zeolit@nanokit
100 g zeolit@nanokit
= 0,00478 g kitosan

Perubahan jumlah ion Pb(II) teradsorp antara zeolit@nanokit dan zeolit aktivasi

0,3776 mmol
g zeolit@nanokit − 0,3316 mmol
g zeolit@nanokit

= 0,0460 mmol
g zeolit@nanokit

Dengan mengasumsikan bahwa ion Pb(II) yang teradsorp pada zeolit@nanokit


adalah 0,3316 g maka ion Pb(II) yang teradsorp pada nanokitosan adalah

0,0460 mmol
g zeolit@nanokit
. 0,1 g zeolit@nanokit  
0,00478 g kitosan
= 0,9623 mmol
g kitosan

0,9623 mmol
kitosan
Daya adsorpsi nanokitosan = = 5,05x
0,1904 mmol
kitosan

Jadi, daya adsorpsi 0,00478 g nanokitosan adalah 5,05x dari 0,1 g kitosan

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  115
 

 
LAMPIRA 15

  Ion Logam Pb(II) pada Adsorben


Penentuan Kondisi Optimasi Adsorpsi
Zeolit Aktivasi dan Zeolit@anokit dengan Variasi pH Campuran
 

 
0.80
0.70  
mmol Pb(II)/g adsorben

0.60
0.50
0.40
0.30
0.20 zeolit

0.10 zeolit@nanokit

0.00
3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5
pH

Tabel 18. Data jumlah ion logam Pb(II) teradsorpsi pada zeolit dan
zeolit@nanokit dengan kondisi optimasi variasi pH

mmol Pb/g zeolit mmol Pb/g


pH pH
aktivasi Zeolit@anokit

4.8 0.3996 4.0 0.3336

5.0 0.4639 5.0 0.5269

6.0 0.3316 6.0 0.3776

6.5 0.7038 6.5 0.5617  

6.8 0.7025 6.8 0.4786

7.2 0.7038 7.2 0.73470

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  116
 

 
LAMPIRA 16

  Ion Logam Pb(II) pada Adsorben


Penentuan Kondisi Optimasi Adsorpsi
Zeolit@anokit dengan Variasi Konsentrasi Pb(II) Awal
 

 
0.40
0.35  
mmol Pb(II)/g adsorben

0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0.00 0.02 0.04 0.06 0.08
mmol Pb(II) awal

Tabel 19. Data jumlah ion logam Pb(II) teradsorpsi pada zeolit@nanokit dengan
kondisi optimasi variasi konsentrasi Pb(II) awal (pH = 6,0)

mmol Pb mmol Pb
Pb awal mmol Pb % Pb
terserap terserap/g
mg/L awal (a) terserap
(b) Zeolit@anokit
326.3158 0.01575 0.01570 0.1570 99.68 %
354.5455 0.01711 0.01604 0.1604 93.75 %
468.1818 0.02260 0.01601 0.1601 70.87 %
654.7368 0.03160 0.02896 0.2896 91.65 %
842.1429 0.04064 0.02854 0.2854 70. 23 %
1567.5957 0.07566 0.03776 0.3776 49. 91 %  

Keterangan : 10 mL Pb(II) dalam 0,1 g adsorben

CCDE h: ijkljk;m (:)


% Pb terserap = x 100%
CCDE h: ;n;E (;)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  117

 
LAMPIRA 17

  Ion Logam Pb(II) pada Adsorben


Penentuan Kondisi Optimasi Adsorpsi
Zeolit@anokit dengan Variasi Waktu Kontak
 

 
0.16
mmol Pb(II) terserap/g adsorben
0.14  
0.12

0.10

0.08

0.06

0.04

0.02

0.00
0 30 60 90 120
t (menit)

Tabel 20. Data jumlah ion logam Pb(II) teradsorpsi pada zeolit@nanokit dengan
kondisi optimasi variasi waktu kontak (pH = 6,0 dan [Pb(II)] = 300
ppm)

Pb(II) teradsorp
t (menit)
mmol/g (qt)
0.3167 0.0787
0.7000 0.1026
1 0.1330
7 0.1330
15 0.1420  
30 0.1444
120 0.1445

Keterangan : adsorpsi Pb(II) pada t = 120 menit diambil sebagai qe

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  118

 
LAMPIRA 18

 
Penentuan Tipe Isoterm Adsorpsi Pb(II) dalam Adsorben Zeolit@anokit

 
- Isoterm Freundlich
 

 
Isoterm Freundlich
0.00
-3.00 -2.00 -1.00 -0.100.00 1.00
-0.20
y = 0.1180x - 0.5848 -0.30
R² = 0.5083
log qe

-0.40
-0.50
-0.60
-0.70
-0.80
-0.90
log Ce

- Isoterm Langmuir

Isoterm Langmuir
14.00
12.00
10.00
Ce/qe (g/L)

8.00
6.00  
4.00 y = 2.5378x + 0.7892
R² = 0.9542
2.00
0.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
Ce (mmol/L)

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  119
 

LAMPIRA  18 LAJUTA

  pada zeolit@nanokit untuk penentuan


Tabel 21. Data ion logam Pb(II) terserap
isoterm Freundlich dan isoterm Langmuir
 

 
Pb awal Pb sisa Pb terserap
Log Ce Log qe Ce/qe
mg/L mmol/L (Ce) mmol/g (qe)
326.3158 0.0015 -2.2941  0.1570 -0.8042 0.0324
354.5455 0.1069 -0.9708 0.1604 -0.7947 0.6667
468.1818 0.6581 -0.1817 0.1601 -0.7955 4.1096
654.7368 0.2642 -0.5781 0.2896 -0.5382 0.9122
842.1429 1.2100 0.0828 0.2854 -0.5445 4.2397
1567.5957 4.2493 0.6283 0.3776 -0.4230 11.2542

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  120
 

 
LAMPIRA 19

Penentuan Model Kinetika Adsorpsi  Pb(II) dalam Adsorben Zeolit@anokit

 
- Kinetika Orde Satu Semu
 

 
Kinetika Orde Satu Semu
0.00
-0.50 0 10 20 30 40
-1.00
-1.50 y = -0.0842x - 1.4124
log (qe-qt)

R² = 0.9457
-2.00
-2.50
-3.00
-3.50
-4.00
-4.50
t (menit)

Tabel 22. Data ion logam Pb(II) terserap pada zeolit@nanokit untuk penentuan
model kinetika orde satu semu

Pb terserap pada Pb terserap


t (menit) kesetimbangan pada waktu (qe-qt) Log (qe-qt)
mmol/g (qe) mmol/g (qt)
0.3167 0.1445 0.0787 0.0658 -1.1818
0.7000 0.1445 0.1026 0.0419 -1.3778
1 0.1445 0.1330 0.0115 -1.9387
7 0.1445 0.1330 0.0115 -1.9387
15 0.1445 0.1420 0.0025 -2.6079  
30 0.1445 0.1444 0.0001 -3.9755

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  121
 

LAMPIRA  19 LAJUTA

- Kinetika Orde Dua Semu  

 
Kinetika Orde Dua Semu
 
250.00  
200.00

150.00
t/qt

100.00 y = 6.8747x + 2.1718


R² = 0.9997
50.00

0.00
0 10 20 30 40
t (menit)

Tabel 23. Data ion logam Pb(II) terserap pada zeolit@nanokit untuk penentuan
model kinetika orde satu semu

Pb terserap pada Pb terserap


t (menit) t/qt kesetimbangan pada waktu
mmol/g (qe) mmol/g (qt)
0.3167 4.0237 0.1445 0.0787
0.7000 6.8226 0.1445 0.1026
1 7.5197 0.1445 0.1330
7 52.6378 0.1445 0.1330
15 105.6089 0.1445 0.1420
30 207.7646 0.1445 0.1444

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012
 

  122
 

LAMPIRA  19 LAJUTA

- Kinetika Difusi Intrapartikel  

 
Kinetika Difusi Intrapartikel
 
0.18
0.16  
0.14
0.12
0.10
qt

0.08
y = 0.0100x + 0.0982
0.06 R² = 0.5787
0.04
0.02
0.00
0 1 2 3 4 5 6
t^0.5

Tabel 24. Data ion logam Pb(II) terserap pada zeolit@nanokit untuk penentuan
model kinetika orde satu semu

Pb terserap pada Pb terserap


t (menit) t0.5 kesetimbangan pada waktu
mmol/g (qe) mmol/g (qt)
0.3167 0.5627 0.1445 0.0787
0.7000 0.8367 0.1445 0.1026
1 1.0000 0.1445 0.1330
7 2.6458 0.1445 0.1330
15 3.8730 0.1445 0.1420
30 5.4772 0.1445 0.1444

Universitas Indonesia
Modifikasi zeolit..., Rina Utami, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai