Anda di halaman 1dari 106

POLA SEBARAN KONSENTRASI SENYAWA BESI (Fe2+) DALAM

AIRTANAH DANGKAL
DI KECAMATAN SAWANGAN, KOTA DEPOK

SKRIPSI

ASTUTI PUJI MAYANGSASATI


0606071216

DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JANUARI 2010

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


POLA SEBARAN KONSENTRASI SENYAWA BESI (Fe2+) DALAM
AIRTANAH DANGKAL
DI KECAMATAN SAWANGAN, KOTA DEPOK

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

ASTUTI PUJI MAYANGSASATI


0606071216

DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JANUARI 2010

ii Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Astuti Puji Mayangsasati

NPM : 0606071216

Tanda Tangan :

Tanggal : 06 Januari 2010

iii Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Astuti Puji Mayangsasati
NPM : 0606071216
Program Studi : Geografi
Judul Skripsi : Pola Sebaran Konsentrasi Senyawa Besi (Fe2+)
Dalam Airtanah Dangkal Di Kecamatan
Sawangan, Kota Depok

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada Program Studi Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 06 Januari 2010

iv Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha


Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar
Sarjana Sains Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia. Skripsi ini juga merupakan bagian dari Riset Hibah
Kompetitif yang berjudul Aplikasi Model Drastic Berbasis Sistem Informasi
Geografis Untuk Prediksi Kerentanan Airtanah Dangkal Terhadap Pencemaran di
Kota Depok dengan Nomor Kontrak 298/SP2H/PP/DP2M/VI/2009.
Skripsi ini mendeskripsikan pola sebaran konsentrasi senyawa besi dalam
airtanah dangkal di Kecamatan Sawangan, Kota Depok, serta hubungannya
dengan penggunaan tanah, ketinggian, jenis batuan, jenis tanah, kedalaman muka
airtanah, dan kandungan senyawa besi dalam tanah.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh sebab
itu setiap saran dan perbaikan untuk skripsi ini akan sangat berguna bagi penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak di masa mendatang. Amin.

Depok, 06 Januari 2010


Penulis

Astuti Puji Mayangsasati

v Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


UCAPAN TERIMA KASIH

Begitu banyak pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini.


Tanpa bantuan dan bimbingan mereka, maka skripsi ini akan lebih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. rer. nat. Eko Kusratmoko, MS selaku Ketua Departemen dan
Pembimbing I yang telah memberi kepercayaan, semangat, ide dan
pikiran, serta tenaga, untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
2. Drs. Sobirin, MS selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing II yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran, serta semangat hingga
penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Dra. M.H. Dewi Susilowati, MS, Dr. Ir. Tarsoen Waryono, MS dan Drs.
Frans Sitanala, MS selaku Ketua Sidang, Penguji I, dan Penguji II, atas
dukungan, koreksi, masukan, dan segala kritik saran yang membangun
bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.
4. Pemerintah Kota Depok, khususnya Bappeda dan Pegawai Kecamatan
Sawangan yang telah memberi akses bagi berlangsungnya penelitian ini.
5. Papa dan Mama tercinta, Sirin Pudjo Basuki, B.Sc dan Ir. Widoretno
Yulianti, beserta adikku tersayang, Amira Puji Mahanani, yang tak kenal
lelah memberi semangat hingga skripsi ini terselesaikan.
6. Iqbal Putut Ash Shidiq, S.Si beserta keluarga, yang selalu memberi cinta,
cita, serta mendengar keluhan dan memberi semangat hingga semua target
tercapai dengan baik.
7. Sahabat-sahabatku tersayang, Hadiana Ekaputri, Noni Oktriani, Saras
Tiara Dayanti, Dita Safitri, Aisha Miadinar, dan Dini Wijayanthi, yang
selalu setia menemaniku saat suka maupun duka.
8. Kamu yang jauh di mata dekat di hati, ada untuk menjadi saingan menuju
sukses bersama, Adinka Zahrah, Ferina, Anindya Trinovita, Rita Khairati,
Ghaisani Nabila.
9. Teman-teman 2006 yang tergabung dalam De Begos : Ridwan Onot Ajie,
Elgodwistra, Reagy Muzqufa, Dicky Dikong, Armenwenas, Nala Hutasoit,

vi Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Danang Kurniawarman, Azhar Ajay, Fian Mulyana, Rezza Januarsa,
Hendrik Tampubolon, Alfaris Ucup, Priyo Sunandar, terima kasih buat
semangat, senyum, dan tawa.
10. Senior-seniorku yang baik-baik, terima kasih sudah membantu
kebingungan penulis di tengah mengerjakan skripsi ini, Dharmo Kalsuma,
Bayu Darmaputra, Ranum Ayuningtyas, Milamili Soraya, Alberth
Sianturi, Fahreza, Iqbal Dharmaputra, Heru Crotty Gustiawan, Heri
Mamet Prasetyo, Om Sapta Ananda, Pak Lurah Bambang Sutikno beserta
Uni Devi Selfiani.
11. Asisten Dosen Geografi yang (sangat) membantu kelancaran penulisan
skripsi ini : Jarot Mulyo Semedi, Awal Setiawan, Weling Suseno,
Nurrokhmah Rizqihandari.
12. Teman-teman Geografi 2006 beserta seluruh civitas akademika Geografi,
yang telah memberi kesan dan pesan selama berada di jurusan ini.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak
berjasa membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Thanks for
all the things u’ve done for me. Terima kasih, karena kalian membuat
hidupku jadi lebih berarti.

Depok, 06 Januari 2010


Penulis

Astuti Puji Mayangsasati

vii Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Astuti Puji Mayangsasati


NPM : 0606071216
Program Studi : Geografi
Departemen : Geografi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti, Nonekskluif (Non-exclusive Royalti-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pola Sebaran Konsentrasi Senyawa Besi (Fe2+) Dalam Airtanah Dangkal Di


Kecamatan Sawangan, Kota Depok

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 06 Januari 2010

Yang Menyatakan

( Astuti Puji Mayangsasati )

viii Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


ABSTRAK

Nama : Astuti Puji Mayangsasati


Program Studi : Geografi / S1
Judul : Pola Sebaran Konsentrasi Senyawa Besi (Fe2+) Dalam
Airtanah Dangkal Di Kecamatan Sawangan, Kota Depok

Kebutuhan masyarakat terhadap airtanah semakin meningkat seiring dengan


pertambahan penduduk yang terjadi di Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Tanpa
disadari ketersediaan airtanah telah mengalami berbagai kendala dalam standar
baku mutunya, salah satunya dilihat dari konsentrasi senyawa besi. Pengukuran
dilakukan di 160 lokasi sampel yang digabungkan dengan pengolahan peta
meliputi penggunaan tanah, ketinggian, jenis batuan, jenis tanah, dan kedalaman
muka airtanah, serta interpretasi citra Landsat untuk identifikasi kandungan besi
dalam tanah. Penelitian ini mengkaji pola sebaran konsentrasi senyawa besi dalam
airtanah dangkal dan hubungannya dengan kondisi fisik wilayah, menggunakan
analisis keruangan yang diperkuat dengan uji statistik. Hasil analisis menunjukkan
bahwa sebaran konsentrasi senyawa besi memiliki pola mengikuti ketinggian,
dimana tempat yang lebih rendah dibanding sekitarnya cenderung memiliki
konsentrasi senyawa besi yang lebih tinggi. Besar konsentrasi senyawa besi dalam
airtanah dangkal di Kecamatan Sawangan dipengaruhi oleh ketinggian dan jenis
batuan, khususnya aluvium, sebab batuan tersebut berstruktur halus dan memiliki
kemampuan yang baik dalam drainase, sehingga mudah melarutkan mineral
ferromagnesium yang banyak terdapat pada tubuh tanah Latosol Merah.

Kata Kunci:
Airtanah Dangkal, Konsentrasi Senyawa Besi

xvii + 49 hlm.; 3 gambar; 11 lampiran; 10 peta


Bibliografi: 29 (1980-2009)

ix Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


ABSTRACT

Nama : Astuti Puji Mayangsasati


Program Studi : Geography / S1
Judul : Spatial Pattern of Ferrous Concentrate in Shallow
Groundwater at Sawangan District, Depok City

The needs of groundwater are increase as the growing of society in Sawangan


District, Depok City. Unwittingly, the availability of groundwater has experienced
many obstacles in their quality of standards. The research has done in 160 samples
which are combined with the help of map processing (include landuse map,
altitude map, type of rock map, type of soil map, and groundwater depth face
map, and also the interpretation of Landsat imagery). This research examines
spatial pattern of Ferrous concentrate in shallow groundwater and its relationship
with condition of physical area, using spatial analysis which strengthened by
statistic test. The results of analysis show that spatial pattern of Ferrous
concentrate have the following pattern with its altitude, where the lower places
than the surrounding areas tend to have the higher Ferrous concentrations. High or
low value of Ferrous concentration in shallow groundwater at Sawangan District
influenced by altitude and type of rock, especially alluvium, because the rock
have a fine structure and good ability in drainage, so it is easy to dissolve mineral
of ferromagnesium which is include in soil, like Red Latosol.

Keywords :
Shallow Groundwater, Ferrous Concentrate

xvii + 49 pages; 3 pictures; 11 attachments; 10 maps


Bibliography: 29 (1980-2009)

x Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .………………………………………………….... i


HALAMAN JUDUL...........................................…………………….......... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH......................viii
ABSTRAK..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI..................................................................................................xi
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xv
DAFTAR PETA.............................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Masalah dan Pertanyaan Penelitian................................................ 3
1.3 Tujuan............................................................................................. 3
1.4 Batasan Penelitian........................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................5
2.1 Airtanah...........................................................................................5
2.2 Proses Kandungan Senyawa Besi Pada Batuan
Dan Tubuh Tanah............................................................................7
2.2.1 Porositas................................................................................. 9
2.2.2 Permeabilitas.......................................................................... 9
2.2.3 Akuifer.................................................................................. 9
2.3 Proses Kandungan Senyawa Besi Dalam Airtanah........................ 11
2.4 Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah dan
Pengaruhnya Bagi Manusia.............................................................12

xi Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


2.5 Peran Teknologi Penginderaan Jauh Dalam
Mengidentifikasi Kandungan Besi Dalam Tanah........................... 13
BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 15
3.1 Alur Pikir Penelitian........................................................................15
3.2 Variabel Penelitian.......................................................................... 17
3.3 Pengumpulan Data...........................................................................18
3.4 Pengolahan Data..............................................................................19
3.5 Analisis Data................................................................................... 20
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN.......................24
4.1 Kondisi Geografi Kecamatan Sawangan............................... 24
4.1.1 Administrasi............................................................... 24
4.2 Kondisi Fisik dan Non Fisik.................................................. 25
4.2.1 Ketinggian.................................................................. 25
4.2.2 Penggunaan Tanah..................................................... 25
4.2.3 Jenis Batuan............................................................... 26
4.2.4 Jenis Tanah.................................................................28
4.2.5 Hidrogeologi...............................................................28
4.2.6 Demografi...................................................................29
4.2.7 Pemanfaatan Sumber Daya Air.................................. 30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 32
5.1 Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah Dangkal............ 32
5.2 Pola Sebaran Konsentrasi Senyawa Besi
Dalam Airtanah Dangkal........................................................33
5.3 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi
Dalam Airtanah Dangkal Dengan
Kondisi Fisik Wilayah............................................................35
5.3.1 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi
Dalam Airtanah Dangkal Dengan
Penggunaan Tanah......................................................35
5.3.2 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi
Dalam Airtanah Dangkal Dengan Ketinggian............37

xii Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


5.3.3 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi
Dalam Airtanah Dangkal Dengan Jenis Batuan.........38
5.3.4 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi
Dalam Airtanah Dangkal Dengan Jenis Tanah.......... 40
5.3.5 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi
Dalam Airtanah Dangkal Dengan Kedalaman
Muka Airtanah ...........................................................41
5.3.6 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi
Dalam Airtanah Dangkal Dengan Konsentrasi
Senyawa Besi Dalam Tanah ......................................43
BAB VI KESIMPULAN.............................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 46

xiii Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Unsur-Unsur Kimia yang umum dijumpai pada kerak benua...............8


4.1 Jenis Penggunaan Tanah di Kecamatan Sawangan dan Luasnya..........26
4.2 Penggunaan Tanah di Kecamatan Sawangan dan Luasnya...................26
4.3 Jenis Batuan Kecamatan Sawangan dan Luasannya............................. 27
4.4 Jenis Tanah Kecamatan Sawangan dan Luasannya...............................28
4.5 Depok Dalam Angka.............................................................................29
4.6 Demografi Kecamatan Sawangan......................................................... 30
5.1 Nilai Konsentrasi Senyawa Besi........................................................... 32
5.2 Luas dan Proporsi Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi
pada Airtanah Dangkal..........................................................................34
5.3 Nilai Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal
pada Ketiga Jenis Penggunaan Tanah................................................... 36
5.4 Nilai Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal
pada Wilayah Ketinggian......................................................................37
5.5 Nilai Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal
pada Jenis Batuan..................................................................................39
5.6 Nilai Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal
pada Jenis Tanah................................................................................... 40
5.7 Nilai Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal
pada Kandungan senyawa besi dalam tanah......................................... 43

xiv Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Keberadaan Airtanah.............................................................................6


2.2 Horizon Tanah.......................................................................................11
3.1 Diagram Alur Pikir Penelitian...............................................................16

xv Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


DAFTAR PETA

Peta

1. Administrasi
2. Lokasi Sampel
3. Penggunaan Tanah
4. Wilayah Ketinggian
5. Jenis Batuan
6. Jenis Tanah
7. Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Tanah
8. Kedalaman Muka Airtanah
9. Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah
10. Luasan Konsentrasi Besi Dalam Tanah

xvi Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lokasi Pengambilan Sampel


2. Uji Kolmogorov-Smirnov
3. Data Luas dan Presentase Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi Pada
Airtanah Dangkal
4. Perhitungan Pearson Product Moment antara Kedalaman Muka Airtanah
dengan Konsentrasi Senyawa Besi Pada Airtanah Dangkal
5. Perhitungan Anova antara Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah
dengan Penggunaan Tanah
6. Perhitungan Anova antara Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah
dengan Ketinggian
7. Perhitungan Anova antara Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah
dengan Jenis Batuan
8. Perhitungan Anova antara Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah
dengan Jenis Tanah
9. Perhitungan Anova antara Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah
dengan Konsentrasi Senyawa Besi dalam Tanah
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002
Tanggal 29 Juli 2002 Tentang Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air
Minum
11. Kegiatan Survei Lapang

xvii Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan sumber daya bagi manusia yang sangat dibutuhkan. Secara
langsung air diperlukan untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan bersuci.
Secara tidak langsung air dibutuhkan sebagai bagian ekosistem di bumi sehingga
kehidupan dapat berlangsung (Rahman dan Hartono, 2004). Dalam memenuhi
kebutuhan manusia terhadap air tersebut, diperlukan air yang cukup dalam hal
kuantitas dan kualitas. Banyak permasalahan air yang terjadi karena hanya
memperhitungkan masalah kuantitasnya saja, namun dari segi kualitas tidak
memenuhi syarat untuk pemenuhan kebutuhan. Menurut Widyastuti (2006),
banyak faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air, baik alami maupun non
alami. Faktor alami yang berpengaruh terhadap kualitas air adalah iklim, jenis
tanah, vegetasi dan waktu, sedangkan faktor non alami adalah manusia. Jumlah
penduduk yang semakin meningkat menuntut kebutuhan air yang semakin
meningkat pula. Hal ini memberikan pengaruh terhadap kualitas air itu sendiri,
seperti munculnya penurunan kualitas air atau biasa disebut pencemaran air.
Kualitas airtanah menurut Soedarti (2005) didefinisikan sebagai keadaan
air yang sesuai untuk dikonsumsi oleh manusia dan hewan atau untuk mendukung
kehidupan aquatik, irigasi, industri, dan rekreasi. Kualitas airtanah ini secara
alami dipengaruhi oleh kondisi fisik wilayah sebagai faktor alami, salah satunya
adalah jenis batuan dimana airtanah tersebut bergerak dari daerah peresapan ke
daerah luapan. Oleh karena itu susunan kimia airtanah sangat dipengaruhi oleh
kandungan mineral mudah larut yang menyusun batuan tersebut (Ginting dkk,
1992).
Peneliti Rahman dan Hartono (2004) melakukan penelitian mengenai
penyaringan airtanah dengan zeolit alami untuk menurunkan konsentrasi senyawa
besi dan menghasilkan penyaringan airtanah guna mengurangi konsentrasi
senyawa besi agar airtanah tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa
mencemaskan kadar zat pencemar tersebut.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


2

Tingginya konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal (selanjutnya


disingkat ATD) merupakan salah salah satu kendala dalam penyediaan air bersih
bagi masyarakat Kota Depok, khususnya di Kecamatan Sawangan yang
penduduknya masih banyak memanfaatkannya. Airtanah yang mengandung besi
sangat tidak diinginkan untuk keperluan rumah tangga, karena dapat
menyebabkan bekas karat pada pakaian, porselin, dan alat-alat lainnya serta
menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum. Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, standar baku
mutu air terhadap konsentrasi senyawa besi adalah sebesar 0,3 mg/liter untuk
mutu air kelas I, yaitu air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti air
minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut (PP No. 82 Tahun 2001). Konsentrasi senyawa besi
dalam air yang melebihi batas baku mutu dicirikan dengan bau amis pada air, air
berwarna kuning atau keruh, dan terjadi pengendapan pada dinding pipa.
Adanya permasalahan kualitas air tersebut mendorong penulis untuk
melakukan pemetaan terhadap sebaran konsentrasi senyawa besi agar dapat
diketahui lokasi-lokasi yang memiliki kualitas air rendah, sehingga dapat
mengevaluasi sebaran konsentrasi senyawa besi dengan kondisi fisik wilayah
yang dapat bermanfaat bagi pelaksanaan pembangunan wilayah di Kecamatan
Sawangan.
Daerah penelitian merupakan sebuah kecamatan di Kota Depok, yaitu
Kecamatan Sawangan. Adanya pertimbangan dalam memilih wilayah tersebut
adalah karena Kecamatan Sawangan berkembang pesat dengan aktivitas
masyarakat yang beragam sehingga pengaruh terhadap ketersediaan air pun ikut
beragam. Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Depok Tahun 2008, dari total
penduduk Kota Depok sebanyak 1.304.643 jiwa, yang menerima pelayanan
PDAM Kota Depok sebanyak 247.882 jiwa atau sebesar 19 % dari total
penduduk. Jadi sebanyak 81 % penduduk Kota Depok, termasuk Kecamatan
Sawangan masih menggunakan airtanah dalam kebutuhan sehari-hari, walaupun
terdapat kendala berupa konsentrasi senyawa besi di dalam airtanah. Pemanfaatan
airtanah tersebut digunakan untuk kebutuhan rumah tangga yang semakin
beragam.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


3

Studi ini perlu dilakukan sebagai upaya dalam sosialisasi pada masyarakat
agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan ketersediaan airtanah yang
memiliki kualitas baik, terutama memiliki standar kualitas airtanah yang bebas
dari konsentrasi senyawa besi.

1.2 Masalah dan Pertanyaan Penelitian


Konsentrasi senyawa besi sebagai salah satu indikator dalam menentukan
kualitas airtanah sangat mempengaruhi ketersediaannya, sesuai dengan standar
baku mutu air yang ditetapkan Pemerintah. Kebutuhan penduduk Kecamatan
Sawangan yang sangat tinggi terhadap kebutuhan air, terkadang tidak
mempertimbangkan kualitas airtanah tersebut. Karena konsentrasi senyawa besi
ini memiliki hubungan dengan kondisi fisik wilayah di daerah penelitian, maka
penelitian ini akan berusaha menjawab pertanyaan sebagai berikut.
Bagaimana pola sebaran konsentrasi senyawa besi (Fe2+) dalam airtanah
dangkal di Kecamatan Sawangan, Kota Depok, serta hubungannya dengan kondisi
fisik wilayah?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengetahui pola sebaran konsentrasi senyawa besi (Fe2+) dalam airtanah
dangkal di Kecamatan Sawangan, Kota Depok, serta hubungannya dengan kondisi
fisik wilayah.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


4

1.4 Batasan Penelitian


1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Sawangan, Kota Depok.
2. Dalam penelitian ini airtanah dangkal yang dimaksud adalah airtanah yang
terdapat di dalam akuifer, tidak tertutup oleh lapisan kedap air, dan berada
pada kedalaman < 30 meter dari permukaan tanah.
3. Sampel airtanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah airtanah
dangkal yang berasal dari sumur gali.
4. Konsentrasi senyawa besi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk
yang paling umum terdapat dalam airtanah, yaitu senyawa Ferro atau Fe2+.
5. Kondisi fisik wilayah dalam penelitian ini mencakup penggunaan tanah,
ketinggian, jenis batuan, jenis tanah, kedalaman muka airtanah, dan
kandungan senyawa besi dalam tanah yang terdapat di daerah penelitian.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Airtanah
Menurut Sapiie (2006), airtanah adalah semua air yang terdapat dalam
ruang batuan dasar atau regolith. Jumlahnya kurang dari 1% dari jumlah air yang
terdapat di bumi, tetapi 40 kali lebih besar dibandingkan dengan air bersih yang
terdapat di permukaan, seperti sungai dan danau. Airtanah yang sangat terbatas ini
pada umumnya oleh manusia dipergunakan untuk kebutuhan domestik, industri,
pembangkit tenaga listrik, pertanian, perikanan, rekreasi.
Berbeda halnya dengan pengertian airtanah menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2008, bahwa airtanah adalah air yang terdapat dalam lapisan
tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
Di dalam siklus hidrologi sebagian dari air hujan yang sampai di tanah
terus ke laut sebagai aliran permukaan. Sisanya kembali ke udara baik melalui
evaporasi dari permukaan tanah dan air maupun ke udara baik melalui
evapotranspirasi dari permukaan tanah dan air maupun melalui transpirasi. Tanah
berlaku sebagai penyimpan air yang berada dalam keadaan simpanan transit di
dalam tanah. Terdapat waktu tenggang sejak air masuk ke dalam tanah untuk
mengalir sampai ke dalam sungai yang selanjutnya kembali lagi ke udara melalui
penguapan. Pada akhirnya air yang tersimpan sementara di dalam tanah akan
masuk ke dalam siklus air.
Keterdapatan airtanah dipengaruhi oleh perkembangan dan sifat-sifat jenis
tanah, kondisi batas formasi, iklim aktivitas manusia, dan kondisi lingkungan
(Widyastuti, 2006). Airtanah tersimpan dan mengalir dalam suatu media yang
permeabel yang disebut akuifer atau dengan kata lain merupakan suatu unit jenis
tanah yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang cukup.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


6

Gambar 2.1. Keberadaan Airtanah

Sumber: Akbar, 2008 (Peneliti Bidang Geolistrik dan Geomagnet, Fakultas MIPA,
Universitas Tanjungpura, Pontianak)

Pemenuhan kebutuhan manusia terhadap airtanah dilihat dari segi kantitas


dan kualitasnya. Kuantitas airtanah merupakan volume air yang dibutuhkan
manusia dalam melakukan kegiatan sehari-hari, seperti mencuci, makan, minum,
memasak, dan bersuci. Kualitas airtanah adalah besar kecilnya konsentrasi zat-zat
kimia dan mikrobiologi yang terlarut dalam airtanah. Kualitas airtanah harus
memenuhi syarat kesehatan persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia, dan radioaktif
sebab air yang digunakan masyarakat harus memenuhi syarat kesehatan agar
terhindar dari gangguan kesehatan. Oleh karena itu, dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29
Juli 2002 Tentang Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum, terdapat
pasal mengenai pengawasan kualitas air yang bertujuan untuk mencegah
penurunan kualitas dan penggunaan air yang dapat mengganggu dan
membahayakan kesehatan, serta meningkatkan kualitas air.
Kualitas airtanah dapat diukur melalui tiga parameter, yaitu parameter
fisik, biologi, dan kimia.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


7

a. Parameter Fisik
Parameter fisik meliputi temperatur, warna, rasa, bau, kekeruhan, dan
radioaktivitas.
b. Parameter Biologi
Parameter biologi meliputi ada atau tidaknya mikroorganisme, misalnya,
bakteri coli, virus, bentos, dan plankton.
c. Parameter Kimia
Parameter kimia meliputi kadar BOD5, TOC, COD, C02, pH, alkalinitas,
yang menggambarkan kadar bahan-bahan organik dalam limbah, juga
senyawa-senyawa seperti nitrogen organik, nitrit, nitrat, fosfor organik, dan
fosfor anorganik, sulfat, klorida, belerang, logam berat (Fe, Al, Mn, Pb), dan
gas (H2O, CO2, O2, CH4).

2.2 Proses Kandungan Senyawa Besi dalam Batuan dan Tubuh Tanah
Analisa dari banyak sumur dan mata air menunjukkan adanya unsur yang
terlarut dalam airtanah, antara lain khlorida, sulfat, dan bikarbonat dari kalsium,
magnesium, natrium, kalium, dan besi. Unsur-unsur ini dapat dilacak dari
mineral-mineral yang umumnya terdapat pada batuan yang terlapukkan.
Ion besi merupakan satu dari 13 mineral yang umum dijumpai pada
kelompok mineral pembentuk batuan dan tergabung dalam mineral
ferromagnesium. Mineral gabungan ini terdiri dari mineral-mineral olivin,
piroksen, amfibol, dan biotit.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


8

Tabel 2.1. Unsur-Unsur Kimia yang umum dijumpai pada kerak benua
Unsur Kimia Persen Berat
Oksigen (O2) 45,20
Silikon (Si) 27,20
Aluminium (Al) 8,00
Besi (Fe) 5,80
Kalsium (Ca) 5,06
Magnesium (Mg) 2,77
Natrium (Na) 2,32
Kalium (K) 1,68
Titanium (Ti) 0,86
Hidrogen (H) 0,14
Mangan (Mn) 0,10
Fosfat (P) 0,10
Unsur-Unsur Lainnya 0,77
Jumlah 100,00
Sumber: Sapiie (2006)

Mineral Ferromagnesium merupakan kelompok mineral yang mengandung


Fe dan Mg dalam perbandingan tertentu.

Olivin
Adalah salah satu mineral pembentuk batuan beku selain feldspar, mika,
amfibol, piroksen, dan kuarsa, yang memiliki komposisi kimia (Mg,Fe)2 SiO4.
Ion-ion Fe2+ dan Mg2+ dapat saling bersubstitusi. Jumlah ion Fe dan atau Mg tetap
sesuai dengan jumlah atom silika dan oksigen dalam olivin.

Piroksen
Terbentuk pada suhu yang tinggi, struktur dalamnya memperlihatkan
rantai tetrahedra Si-O, dengan rumus umum kimianya A,B(Si3O)2 dimana A dan
B merupakan kation-kation.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


9

Umumnya Mg2+, Fe2+, Ca2+, Mn2+, Na1+, dan Al3+, berwarna hijau tua
sampai hitam dan kristalnya sangat kecil, hanya dapat dilihat denga mikroskop.

Amfibol
Merupakan kelompok mineral, biasanya terdapat bersama piroksen dan
komposisinya serupa namun lebih kompleks, hanya amfibol mengandung ion
hidroksil (OH)-, A2B5(Si4O11)2(OH)2. pada umumnya A merupakan salah satu dari
Ca2+, Mg2+, dan Na1+, sedangkan B biasanya Mg2+, Fe2+, atau Al3+.

2.2.1 Porositas Batuan


Batuan beku yang disusun oleh mineral-mineral di atas memiliki
porositas relatif rendah, kecuali bila batuan ini mempunyai rekahan-
rekahan, padahal porositas menentukan banyaknya air yang dapat
dikandung dalam batuan sebab dapat melihat perbandingan antara ruang
kosong dengan seluruh volume batuan atau sedimen, yang dinyatakan
dalam persen.

2.2.2 Permeabilitas Batuan


Dalam hal permeabilitas, batuan beku, salah satunya adalah basalt,
memiliki sifat permeabel karena umumnya terdapat kekar-kekar kolom
yang terbuka dan permukaan alirannya versikular. Permeabilitas ini
menentukan daya suatu batuan dalam meloloskan cairan.

2.2.3 Akuifer
Tanah terbentuk dari banyak jenis formasi jenis batuan, yang
dikenal sebagai akuifer. Akuifer dapat didefinisikan sebagai formasi
batuan, mengandung bahan permeabel, dan memiliki kemampuan untuk
menyimpan serta untuk mengirimkan air. Ciri khas dari akuifer adalah
terdiri dari pasir dan kerikil (Todd, 1980).
Batuan beku yang memiliki porositas rendah dan permeabilitas
tinggi kurang baik sebagai akuifer (pembawa air) sebab akuifer yang baik
haruslah mempunyai porositas dan permeabilitas yang tinggi.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


10

Unsur besi (Fe) umum dijumpai dalam mineral pembentuk batuan,


termasuk biotit, augit, dan hornblende. Apabila mineral ini mengalami
pelapukan kimia, besi terlepas dan segera teroksidasi dari Fe2+ menjadi
Fe3+ jika ada oksigen. Berlangsungnya oksidasi bersamaan dengan hydrasi
menghasilkan goethit, mineral berwarna kekuning-kuningan.

4FeO + 2H2O + O2 Æ 4FeO.OH

Goethit jika mengalamin proses dehidrasi, kehilangan H2O,


menjadi hematit. Hematit (Fe2O3) berwarna merah bata. Reaksi yang
berlangsung adalah sebagai berikut.

2FeO.OH Æ Fe2O3 + H2O

Intensitas warna-warna ini pada batuan yang lapuk dan tanah,


dapat dipergunakan untuk mengetahui sudah berapa lama pelapukan
berlangsung.
Proses pelapukan batuan beku membutuhkan waktu yang cukup
lama sampai membentuk tanah. Hasil dari proses pelapukan terhadap
kerak bumi berupa pecahan-pecahan batuan lepas yang menutupi
permukaan bumi secara tidak teratur dinamakan regolith. Tubuh tanah
(soil), lumpur dalam lembah sungai, pasir di gurun, dan material lain yang
urai termasuk ke dalam bagian regolith (Sapiie, 2006).
Jenis tanah yang banyak mengandung Fe adalah Pedalfer, yang
berarti Pedon (soil) dan simbol unsur kimia untuk Aluminium (Al) dan
besi (Fe). Pedalfer dicirikan oleh akumulasi oksida besi dan lempung yang
kaya akan aluminium dalam horizon B, pada kedalaman 12 hingga 36 inch
atau antara 30,5 cm hingga 91,5 cm (Sapiie, 2006).

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


11

Gambar 2.2. Horizon Tanah

Sumber: Pusat Pelatihan Pertambangan Alaska dalam website http://www.dmtcalaska.org

2.3 Proses Kandungan Senyawa Besi dalam Airtanah


Besi merupakan unsur yang melimpah hampir di setiap tempat di bumi,
pada lapisan jenis tanah dan semua badan air. Senyawa besi biasanya banyak
terkandung dalam airtanah, air sungai, dan air danau. Besi yang terdapat dalam air
biasanya bersifat :
a. terlarut sebagai Fe2+ (fero) atau Fe3+ (feri),
b. tersuspensi menjadi koloid seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)3, dan sebagainya,
c. tergabung dengan zat organik atau zat padat yang anorganik seperti tanah liat.
Bentuk yang paling umum bagi kandungan besi dalam airtanah adalah
senyawa besi Fe2+ (Hem, 1985). Keberadaan kandungan besi ini dalam airtanah
berasal dari dalam tubuh tanah hasil lapukan batuan beku yang mengandung ion
Fe2+. Dengan melalui proses pencucian tanah oleh air hujan, maka air hujan
meresap ke dalam tanah dan menjadi bagian dari airtanah, perlahan-lahan
mengalir ke laut, atau akan mengalir langsung ke dalam tanah. Banyaknya air
yang meresap ke tanah bergantung pada faktor ruang dan waktu.
Ketersediaan besi di dalam airtanah ini dipengaruhi oleh kondisi fisik
lingkungan, seperti kedalaman muka airtanah, penggunaan tanah, jenis tanah,
jenis batuan, dan kandungan senyawa besi dalam tanah. Salah satu faktor pemicu

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


12

tingginya kandungan besi disebabkan oleh rendahnya kadar oksigen sehingga besi
tidak dapat teroksidasi dengan baik dalam airtanah.
Senyawa besi ferro (Fe2+) biasanya ditemukan dalam airtanah yang
memiliki kandungan oksigen sedikit, sebab besi tidak dapat teroksidasi dengan
baik (Edstrom Industries, 2003). Namun, apabila senyawa ferro ini terkena
oksigen, maka oksigen akan memecah ikatan besi-zat organik sehingga besi
(ferro) akan teroksidasi menjadi ferri sedangkan zat organik akan terurai menjadi
CO2 dan air (Rohmatun dkk, 2007). Namun, dalam penelitian ini difokuskan pada
konsentrasi senyawa besi berupa senyawa ferro atau Fe2+ dalam airtanah dangkal.
Perubahan senyawa ferro/Fe2+ (besi II) menjadi ferri/ Fe3+ (besi III) dirumuskan
sebagai berikut.

-
OH• + Fe(II) → Fe (III) + OH

2.4 Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah dan Pengaruhnya Bagi


Manusia
Kandungan besi dalam air selalu diperlukan, tetapi kandungan besi yang
terlalu tinggi dapat mengganggu penyediaan air bersih (Suyanta, 2002). Bila kadar
besi lebih dari 0,3 mg/liter, maka dapat menimbulkan masalah serius dalam
penyediaan air bersih karena menimbulkan bau amis pada air, memberi warna
kuning atau keruh, pengendapan pada dinding pipa, dan memberi kesempatan
tumbuhnya bakteri pengguna besi di dalam sistem distribusi. Pertumbuhan bakteri
ini dapat menghasilkan pengendapan berlendir lapisan pada pipa (WHO, 1996).
Besi bakteri adalah organisme yang mengkonsumsi zat besi untuk bertahan hidup
dalam proses menghasilkan endapan besi berwarna merah atau cokelat lumpur.
Organisme ini tidak berbahaya bagi manusia, namun dapat membuat masalah besi
jauh lebih buruk (Minnesota Department Of Health, 2008). Organisme secara
alamiah terjadi dalam tanah dan airtanah dangkal, sebab airtanah dangkal relatif
lebih rentan terhadap pencemaran dibandingkan airtanah dalam (Kusratmoko dan
Sobirin, 1992).

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


13

Bagi kesehatan manusia, konsentrasi senyawa besi dalam airtanah tidak


memberi efek samping apabila air dikonsumsi sebab keberadaan besi dianggap
tidak menimbulkan masalah kesehatan (Colter dan Mahler, 2006).
Kehadiran besi dalam airtanah dapat menimbulkan masalah, mengingat
pada saat ini airtanah telah menjadi alternatif sumber air bagi penduduk yang
tidak terjangkau pelayanan air bersih ataupun bagi industri. Apabila tidak
ditangani dengan baik, kehadiran besi dapat menimbulkan masalah pada jaringan
distribusi, kegiatan domestik, dan industri produk.

2.5 Peran Teknologi Penginderaan Jauh untuk Mengidentifikasi


Kandungan Besi dalam Tanah
Penginderaan Jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan
objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1974, dalam
Sobirin, 2007).
Data penginderaan jauh biasa disebut dengan citra. Citra digital
penginderaan jauh adalah citra yang menggambarkan kenampakan permukaan
bumi, yang diperoleh melalui proses perekaman pantulan atau pancaran
gelombang elektromagnetik secara tidak serentak dengan sensor pelarik yang
terpasang pada suatu wahana (Danoedoro, 1996, dalam Sobirin, 2007). Data
tersebut dapat diperoleh dari rekaman satelit, rekaman scanner pesawat udara,
data digital dari kamera foto udara, cita digital dari rekaman sensor mikro
densitometer, maupun beberapa rekaman sistem dengan resolusi tinggi (F. Sri
Hardiyanti P, 2001, dalam Sobirin, 2007). Ada beberapa jenis citra yang pernah
dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia, yaitu Citra Landsat, SPOT, NOAA, ASTER,
ERS-1, JERS-1, Ikonos, Quickbird, dan RADAR. Citra digital ini dapat diolah
dengan menggunakan perangkat lunak Er Mapper.
Tujuan dari pengolahan citra adalah untuk mendapatkan informasi yang
kuantitatif tentang suatu obyek yang terdapat pada citra, sehingga citra tersebut
lebih bermanfaat dan dapat memecahkan masalah bagi pengguna. Data citra

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


14

disebut juga data raster. Data tersebut terdiri dari baris dan kolom yang
dinamakan dengan pixels. Suatu data citra tersimpan sebagai suatu susunan dua
dimensi atau grid yang dinamakan pixel, yaitu sebuah elemen paling kecil pada
citra satelit. Masing-masing pixel mewakili luas daerah yang diindera di
permukaan bumi dan memiliki nilai pantulan atau karakteristik spektral berbeda
yang tercermin dalam nilai digital.
Dalam penelitian ini, digunakan Citra Landsat TM (Thematic Mapper)
yang memiliki resolusi spasial sebesar 30 meter dengan resolusi spektral yang
bekerja pada enam panjang gelombang tampak dan infra merah serta satu panjang
gelombang inframerah thermal. Walaupun dengan resolusi yang kecil, namun
Citra Landsat ini dapat menyajikan informasi obyek denga variasi nilai spektral
yang lebih besar, sehingga pada pengenalan obyek secara spektral dapat dilakukan
dengan lebih baik (Suryantoro, 2003).
Salah satu bentuk identifikasi dengan menggunakan Citra Landsat adalah
untuk melihat kandungan besi dalam tanah dengan aplikasi formula algoritma
dalam rasio besi oksida. Formula ini dapat digunakan untuk mendeteksi
kandungan oksida besi daam tanah melalui data digital Landsat TM. Band yang
digunakan adalah Band 3 dan Band 2, dengan persamaan matematis sebagai
berikut.

Ior (Iron Oxida Ratio) = (band 3 / band 2 (0.66 / 0.56)

Sumber: Modul Praktikum Interpretasi Citra Digital Tahun 2005

Sedangkan pengoperasiannya dalam Software ER Mapper adalah :

(I1 – RMIN (, R1, I1)) / (I2 – RMIN (, R1, I2)) atau


(B3.0,66_um – RMIN (, AII, B3.0,66_um)) / (B2.0,56_um – RMIN (, AII,
B2.0,56_um))

Sumber: Modul Praktikum Interpretasi Citra Digital Tahun 2005

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


15

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alur Pikir Penelitian


Airtanah dangkal banyak digunakan penduduk di Kecamatan
Sawangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketersediaan airtanah dangkal
yang dipengaruhi kondisi fisik wilayah seperti penggunaan tanah, ketinggian,
jenis batuan, jenis tanah, kedalaman muka airtanah, dan kandungan senyawa besi
dalam tanah menyebabkan adanya perbedaan konsentrasi senyawa besi yang
terkandung dalam ATD tersebut. Dengan melihat hubungan antara masing-masing
kondisi fisik wilayah dengan nilai konsentrasi senyawa besi maka didapatkan pola
sebaran dan hubungannya dengan kondisi fisik wilayah tersebut (lihat gambar
3.1).

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


16

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

DEPOK

KECAMATAN SAWANGAN

Kondisi Fisik Wilayah Kondisi Airtanah pada lokasi Sampel

Penggunaan Tanah
Fisik Airtanah
Ketinggian

Jenis Batuan
mV Konsentrasi Senyawa
(Potensial Redoks) Besi (Fe2+)
Jenis Tanah

Kedalaman Muka
Airtanah

Kandungan senyawa
Besi Dalam Tanah
Kaitan Pola Sebaran Konsentrasi Senyawa Besi dalam
airtanah dangkal dengan Kondisi Fisik Wilayah

Sumber: Pengolahan Data berdasarkan Survei Lapang Tahun 2009

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


17

3.2 Variabel Penelitian


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Konsentrasi senyawa besi (ferro/Fe2+)
2. Penggunaan tanah
Penggunaan tanah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
permukiman teratur, permukiman tidak teratur, dan non permukiman.
Dalam penelitian ini badan air sebagai penggunaan tanah tidak
dimasukkan dalam lokasi pengambilan sampel.
3. Ketinggian
Ketinggian adalah elevasi yang didasarkan pada kontur muka
tanah. Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketinggian dengan kelas
60 mdpl hingga 130 mdpl yang terdapat di Kecamatan Sawangan.
4. Jenis batuan
Jenis batuan yang dimaksud dalam penelitian adalah pasir, kerikil
dan lempung dalam bentuk lepas- lepas sebagai penyusun Aluvium; pasir,
kerikil dan lempung dalam bentuk kipas, sebagai penyusun Kipas
Aluvium; breksi gunungapi, lava, tufa breksian, dan lelehan lahar, sebagai
penyusun Batuan Gunung Api Muda. Faktor yang diteliti adalah porositas,
permeabilitas, dan akuifer batuan tersebut.
5. Jenis tanah
Jenis tanah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aluvial
kelabu, asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah, asosiasi
regosol coklat dengan latosol coklat, dan latosol merah, yang diteliti dalam
bentuk struktur serta teksturnya.
6. Kedalaman muka airtanah
Kedalaman muka airtanah yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kedalaman yang diukur dari permukaan tanah dengan satuan meter
pada sumur gali penduduk setempat.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


18

7. Kandungan senyawa besi dalam tanah


Kandungan senyawa besi dalam tanah di penelitian ini adalah
kandungan senyawa besi yang diinterpretasikan dari Citra Landsat daerah
penelitian berupa titik dan dianalisa dengan bantuan poligon Thiessen.

3.3 Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan melalui survei lapang, studi kepustakaan
(literatur), serta perngumpulan data-data sekunder dari berbagai instansi. Data-
data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu:
1. Batas administrasi Kota Depok, yang diperoleh dari Peta Rupabumi
Bakosurtanal skala 1:10000 Tahun 2000.
2. Sampel airtanah, diperoleh dari pengambilan langsung pada lokasi sampel
dengan teknik pengambilan stratified random sampling. Banyaknya titik
sampel (n) ditentukan berdasar tabel populasi-sampel yaitu minimal 10%
dari jumlah grid (N) yang digunakan (Irawan, 2006). Grid yang digunakan
untuk menentukan lokasi sampel berukuran 250x250 meter, dengan
jumlah total grid di Kecamatan Sawangan sebanyak 832 buah, maka
minimal sampel yang diambil adalah 83 buah. Namun, untuk mendapatkan
hasil yang lebih detail dalam deliniasi wilayah konsentrasi senyawa besi,
maka jumlah sampel yang digunakan sebanyak 160 sampel.
3. Konsentrasi Senyawa Besi, yang diperoleh dari hasil pengujian sampel
airtanah menggunakan multiparameter bench photometers Ion Specific
Meter HI 93721 series untuk Iron High Range, merk Hanna Instruments.
4. Kedalaman Muka Airtanah, diperoleh dari hasil pengukuran langsung
mengenai kedalaman muka airtanah pada sumur gali di tempat tinggal
mereka.
5. Penggunaan Tanah Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Data ini diperoleh
dari Citra Ikonos Tahun 2007.
6. Ketinggian Kecamatan Sawangan, Kota Depok, yang diperoleh dari Peta
Dijital Rupabumi yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal Skala 1:10000
Tahun 2000.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


19

7. Jenis Batuan Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Data ini diperoleh dari
Peta Geologi yang dikeluarkan Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Geologi (P3G), Bandung Lembar 1209-4 Jakarta dan 1209-1 Bogor Skala
1:100.000 Tahun 1992-1993.
8. Jenis Tanah Kecamatan Sawangan, Kota Depok, yang diperoleh dari Peta
Jenis Tanah yang dikeluarkan Balai Penelitian Tanah Kota Bogor dengan
skala 1:10.000 Tahun 1980.
9. Kandungan Senyawa Besi Dalam Tanah, diperoleh dari Citra Landsat 7
TM Tahun 2003.

3.4 Pengolahan Data


Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut.
1. Membuat peta daerah penelitian dengan cara men-digit ulang Peta
Administrasi Kota Depok skala 1:10000 tahun 2000 ke dalam bentuk
shape file di program komputer Arc View GIS 3.3 (lihat Peta 1), serta
lokasi titik-titik sampel sebanyak 160 titik menggunakan metode
pengambilan acak berstrata (stratified random sampling). Sebaran titik
sampel dapat dilihat di Peta 2.
2. Untuk konsentrasi senyawa besi dalam ATD, didapatkan dengan
melakukan uji pada sampel airtanah dengan menggunakan multiparameter
bench photometers Ion Specific Meter HI 93721 series untuk Iron High
Range, merk Hanna Instruments.
3. Melakukan deliniasi nilai konsentasi senyawa besi yang diperoleh dari
hasil uji sampel airtanah dangkal. Deliniasi tersebut dilakukan dengan
metode IDW menggunakan perangkat lunak Arc View GIS 3.3.
4. Untuk variabel penggunaan tanah, didapatkan dengan cara men-digit ulang
Citra Ikonos Kota Depok, khususnya Kecamatan Sawangan, menggunakan
perangkat lunak Arc View GIS 3.3, yang kemudian dikelaskan menjadi
permukiman teratur, permukiman tifdak teratur, dan non permukiman.
Data penggunaan tanah dapat dilihat pada Peta 3.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


20

5. Untuk variabel ketinggian, didapatkan dengan cara men-digit ulang Peta


Kontur Muka Tanah dengan menggunakan perangkat lunak Arc View GIS
3.3 dan mengolahnya hingga menjadi 7 (tujuh) wilayah ketinggian dengan
beda tiap ketinggian sebesar 10 meter di atas permukaan laut (lihat Peta 4).
6. Untuk variabel jenis batuan, didapatkan dengan cara men-digit ulang Peta
Geologi Kota Depok, khususnya Kecamatan Sawangan, menggunakan
perangkat lunak Arc View GIS 3.3 sehingga diperoleh data bahwa daerah
penelitian memiliki 3 jenis batuan penyusun, yaitu Aluvium, Kipas
Aluvium, dan Batuan Gunung Api Muda (lihat Peta 5).
7. Untuk variabel jenis tanah, didapatkan dengan cara men-digit ulang Peta
Jenis Tanah Kota Depok, khususnya Kecamatan Sawangan, menggunakan
perangkat lunak Arc View GIS 3.3 sehingga diperoleh 4 jenis tanah, yaitu
aluvial kelabu, asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah,
asosiasi regosol coklat dengan latosol coklat, dan latosol merah (lihat Peta
6 ).
8. Untuk variabel kedalaman muka airtanah, didapatkan dengan hasil
pengukuran langsung pada 160 lokasi sampel dan mendeliniasi data
tersebut sehingga diperoleh 6 (enam) wilayah kedalaman muka airtanah
(lihat Peta 8).
9. Untuk variabel kandungan senyawa besi dalam tanah, didapatkan dengan
cara identifikasi Citra Landsat Tahun 2003. Identifikasi dilakukan pada
Band 3 dan Band 2 sehingga diperoleh data berupa lokasi kandungan
senyawa besi dalam tanah yang tersebar di 8 (delapan) lokasi. Data ini
kemudian diolah dengan menggunakan bantuan poligon thiessen untuk
analisa data (lihat Peta 10).
10. Mendeskripsikan pola sebaran konsentrasi senyawa besi dalam airtanah
dangkal di Kecamatan Sawangan dan melihat hubungan nilai konsentrasi
senyawa besi dengan penggunaan tanah, ketinggian, jenis batuan, jenis
tanah, kedalaman muka airtanah, dan kandungan senyawa besi dalam
tanahnya.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


21

3.5 Analisis Data


Analisis yang digunakan dalam penelitian ini mencakup analisis deskriptif
dan kuantitatif. Analisis Deskriptif digunakan untuk menjawab pertanyaan
penelitian mengenai pola sebaran konsentrasi senyawa besi dalam airtanah
dangkal. Selain itu, analisis ini juga digunakan untuk menjelaskan hubungan pola
sebaran tersebut dengan kondisi fisik wilayahnya.
Sedangkan Analisis Kuantitatif digunakan untuk menjawab pertanyaan
penelitian mengenai hubungan antara pola sebaran konsentrasi senyawa besi
dengan kondisi fisik wilayah, yang menggunakan metode statistik ANOVA dan
Pearson Product Moment. Metode ANOVA digunakan untuk mengetahui
hubungan antara konsentrasi senyawa besi/ferro (Fe2+) dengan penggunaan tanah,
ketinggian, jenis batuan, jenis tanah, dan kandungan senyawa besi dalam tanah.
Sedangkan Pearson Product Moment digunakan untuk mengetahui hubungan
antara kedalaman muka airtanah dengan konsentrasi senyawa besi/ferro (Fe2+).

Metode Analisis Varian (ANOVA)


Prosedur analisis desain randominasi lengkap menurut Tika (2005)
dijelaskan sebagai berikut.
a. Rumuskan hipotesis
Ho : tidak ada perbedaan antara mean-mean dari populasi
Ha : terdapat perbedaan antara mean-mean dari populasi
b. Tentukan jumlah pengamatan dari sampel
n1 : besar sampel 1
n2 : besar sampel 2
j : besar sampel j
n : total pengamatan
n1 + n2 + .... + nj + ....+ nk
c. Tentukan level signifikan, biasanya sebesar 5%.
d. Buat tabel analisis varian (ANOVA) dengan menghitung:
- Correction Factor (CF)

(∑Tj)2
CF =
n

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


22

Keterangan :
CF = Correction Factor
∑Tj = total nilai pengamatan (nilai variable)
n = total anggota sampel (besar sampel)

- Sumsquare total

SST = ∑(Xij)2 - CF
Keterangan :
SST = sumsquare total
Xij = nilai pengamatan i dari sampel j

- Mean Square

SSp SSE
MSp = MSE =
DFp DFE
Keterangan :
MSp = mean square antarperlakuan
MSE = mean square error
DFp = degree of freedom
DFE = degree of freedom error

- Harga Statistik F

MSp
F =
MSe

MSp = mean square antarperlakuan


MSe = mean square error
F = statistik F

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


23

a. Cari harga distribusi F pada level signifikan yang diinginkan, yaitu Faf1f2.
Harga F dapat dicari pada tabel distribusi F pada level signifikan 5%.
b. Tentukan daerah penolakan hipotesis :
- Tolak Ho, terima Ha jika F > Faf1f2
- Terima Ho, tolak Ha jika F < Faf1f2
g. Rumuskan kesimpulan
Jika hipotesis Ho diterima, berarti tidak ada beda antara mean dari populasi
atau kita sebutkan perbedaan mean tidak signifikan. Akan tetapi, jika Ho ditolak,
berarti terdapat perbedaan antara mean dari populasi.

Pearson Product Moment


Koefisien korelasi product moment didasarkan atas asumsi tertentu
mengenai data yang dapat digunakan. Rumus yang biasa digunakan untuk
menghitung koefisien korelasi product moment adalah sebagai berikut.

N∑xy - (∑x) (∑y)


r =
[ N∑x2 - (∑x)2 ] x [ (N∑y2) - (∑y)2 ]

Hasil r di atas menunjukkan korelasi antara variabel satu dengan variabel


lainnya. Untuk melihat besarnya pengaruh variabel satu terhadap variabel lain
dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien determinasi, yakni :

KD = r2 x 100%

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


24

BAB IV
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis Kecamatan Sawangan


4.1.1 Administrasi
Kecamatan Sawangan terletak di bagian Barat Kota Depok. Secara
geografis terletak pada posisi 106043’01’’ - 106047’27’’ Bujur Timur (BT) dan
06021’35’’ - 06026’25’’ Lintang Selatan (LS). Luas wilayahnya mencapai
4.551,70 hektar dan terbagi menjadi 14 kelurahan, yaitu Kelurahan Pasir Putih,
Kelurahan Bedahan, Kelurahan Sawangan Baru, Kelurahan Sawangan, Kelurahan
Pengasinan, Kelurahan Duren Mekar, Kelurahan Duren Seribu, Kelurahan
Cinangka, Kelurahan Kedaung, Kelurahan Serua, Kelurahan Curug, Kelurahan
Bojongsari, Kelurahan Bojongsari Baru, dan Kelurahan Pondok Petir.
Batas-batas administrasi Kecamatan Sawangan, antara lain sebagai
berikut.
ƒ Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang,
Propinsi Banten
ƒ Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor
ƒ Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Limo dan Kecamatan Pancoran
Mas
ƒ Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung
Sindur, Kabupaten Bogor

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


25

4.2 Kondisi Fisik Dan Non Fisik


4.2.1 Ketinggian
Kecamatan Sawangan rata-rata berada pada ketinggian 60-130 meter di
atas permukaan laut. Bagian Utara memiliki ketinggian 60 hingga 90 meter di atas
permukaan laut, yang meliputi Kelurahan Pondok Petir, Kelurahan Serua,
Kelurahan Kedaung, dan Kelurahan Cinangka. Kelurahan Bojongsari, Kelurahan
Bojongsari Baru, Kelurahan Curug, Kelurahan Sawangan, dan Kelurahan
Sawangan Baru berada pada ketinggian 90 hingga 11 meter di atas permukaan
laut. Ketinggian 110 hingga 130 meter di atas permukaan laut mencakup
Kelurahan Duren Mekar, Kelurahan Duren Seribu, Kelurahan Pengasinan,
Kelurahan Bedahan, dan Kelurahan Pasir Putih. Wilayah ketinggian tertinggi
terdapat pada Kelurahan Duren Seribu, sedangkan Kelurahan Cinangka
merupakan kelurahan dengan wilayah ketinggian terendah dibanding 13 kelurahan
lainnya.

4.2.2 Penggunaan Tanah


Kecamatan Sawangan merupakan salah satu dari enam kecamatan di Kota
Depok dengan luas 4.551,70 ha. Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik
kecamatan ditunjukkan oleh luasnya daerah terbangun berdasarkan data tahun
2000. Luas daerah terbangun tercatat 1.487,2 ha atau 32,6 % dari luas Kecamatan
Sawangan. Masing-masing luas penggunaan tanah dijelaskan pada tabel 4.1
berikut.
Pada tabel 4.1 diperlihatkan rincian luas masing-masing penggunaan tanah
di Kecamatan Sawangan, Kota Depok.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


26

Tabel 4.1. Jenis Penggunaan Tanah di Kecamatan Sawangan


dan Luasnya
No Penggunaan Tanah Luas
(Ha)
1 Permukiman 1.466,7
2 Badan Air 40,1
3 Industri 20,5
4 Perkebunan 1.006,5
5 Sawah 594,6
6 Tegalan/Ladang 1.040,1
7 Rumput/Tanah Kosong 383,2
Jumlah 4.551,7
Sumber: Identifikasi dan Pengolahan Data Citra Ikonos Tahun 2007

Dari ketujuh jenis penggunaan tanah tersebut maka dilakukan


pengelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelas penggunaan, yaitu permukiman teratur,
permukiman tidak teratur, dan non permukiman. berikut luas dan proporsi dari
ketiga jenis penggunaan tanah tersebut.

Tabel 4.2. Penggunaan Tanah di Kecamatan Sawangan dan Luasnya

No Penggunaan Tanah Luas (Ha) Proporsi


(%)
1 Permukiman Teratur 244 5,36
2 Permukiman Tidak Teratur 904,4 19,87
3 Non Permukiman 3.403,3 74,77
Jumlah 4.551,7 100

Sumber: Pengolahan Data Tahun 2009

4.2.3 Jenis Batuan


Jenis batuan yang terdapat di Kecamatan Sawangan ada lima
macam dengan luas masing-masing jenis sebagai berikut.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


27

Tabel 4.3. Jenis Batuan Kecamatan Sawangan dan Luasannya


No Luas
Jenis Batuan
(Hektar)
1 Aluvium 1.130.9
2 Kipas Aluvium 3.400,3
3 Batuan Gunung Api Muda 20,5
Jumlah 4.551,7
Sumber : Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung (1992-1993)

Jenis batuan yang paling mendominasi Kecamatan Sawangan


adalah Kipas Aluvium yang menutupi 74,70% bagian kecamatan.
Sedangkan Batuan Gunung Api Muda merupakan jenis yang paling sedikit
dijumpai dan hanya terdapat di bagian Tenggara Kecamatan Sawangan,
khususnya Kelurahan Pasir Putih. Jenis batuan Aluvium dapat ditemukan
memanjang dari Utara ke Selatan dan tersebar di seluruh bagian daerah
penelitian.
Batuan-batuan yang terdapat pada daerah penelitian ini disusun
atas:
a. Aluvium, terdiri dari pasir, kerikil dan lempung dalam bentuk
lepas- lepas.
b. Kipas Aluvium, terdiri atas pasir, kerikil dan lempung dalam
bentuk kipas.
c. Batuan Gunung Api Muda, terdiri atas breksi gunungapi, lava, tufa
breksian, dan lelehan lahar.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


28

4.2.4 Jenis Tanah


Kecamatan Sawangan memiliki empat jenis tanah yang secara
umum tekstur tanahnya bersifat halus. Keempat jenis tanah tersebut yaitu
aluvial kelabu, asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah,
asosiasi regosol coklat dengan latosol coklat, dan latosol merah. Jenis yang
paling banyak terdapat pada kecamatan tersebut adalah latosol merah yang
tersebar merata di seluruh bagian wilayah kecamatan. Jenis yang juga
banyak dijumpai adalah aluvial kelabu seluas 1076,9 hektar, memanjang
dari bagian Utara hingga ke Selatan Kecamatan Sawangan. Daerah yang
jenis tanahnya berbeda dari daerah lain adalah Kelurahan Bedahan,
Kelurahan Pasir Putih, Kelurahan Duren Seribu, dan Kelurahan Sawangan
Baru, yang memiliki jenis tanah asosiasi regosol coklat dengan latosol
coklat dan asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah.

Tabel 4.4. Jenis Tanah Kecamatan Sawangan dan Luasannya


No Luas
Jenis Tanah
(Hektar)
1 Latosol Merah 2.553,2
2 Aluvial Kelabu 1.076,9
3 Asosiasi Regosol Coklat dengan
371,6
Latosol Coklat
4 Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan
550
dengan Laterit Airtanah
Jumlah 4.551,7
Sumber : Dihitung pada Peta Jenis Tanah keluaran Balai Penelitian Tanah, Bogor
(1980)

4.2.5 Hidrogeologi
Airtanah di Kecamatan Sawangan dapat diperoleh dengan
menggunakan sumur gali dan sumur bor. Namun, tipe sumur yang paling
banyak digunakan di Kecamatan Sawangan adalah sumur gali, sebab

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


29

banyak daerah yang belum mendapat pelayanan air bersih dari PDAM
Kabupaten Bogor. Sumur gali sangat rentan terkontaminasi logam berat
karena konstruksinya yang seringkali tidak memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Anisa, 2005). Sumur gali di Kecamatan Sawangan dibangun
pada kondisi hidrogeologi yang beragam, yaitu endapan lanau, pasir,
kerikil, dan lempung sebagai penyusun batuan Aluvium dan Kipas
Aluvium, serta tufa breksian sebagai penyusun Batuan Gunung Api Muda.
Ketiga jenis batuan yang terdapat pada Kecamatan Sawangan
memiliki porositas sedang sebab secara keseluruhan, batuan-batuan
tersebut secara umum terdiri dari pasir dan kerikil (Sapiie dkk, 2006).
Karena disusun oleh pasir dan kerikil maka batuan-batuan yang terdapat
pada Kecamatan Sawangan merupakan batuan yang permeabel.
Akuifer didefinisikan sebagai formasi batuan, mengandung bahan
permeabel, dan memiliki kemampuan untuk menyimpan serta untuk
mengirimkan air. Persebaran akuifer luas dengan debit air tanah 1 lt/detik
sampai >5 lt/detik.

4.2.6 Demografi

Tabel 4.5. Depok Dalam Angka


Luas (Ha) Kepadatan
Luas Penduduk
Kecamatan Non Penduduk
(Ha) Permukiman (jiwa)
Permukiman (Jiwa/Ha)
Beji 1.459,2 880,7 578,5 116.327 79
Limo 2.244,5 1.325,2 919,3 124.448 55
Sawangan 4.551,7 1.466,7 3085 154.892 34
Pancoran Mas 2.954,9 1.525,8 1.429,1 247.077 83
Sukmajaya 3.358,9 1.747,2 1.611,7 304.726 90
Cimanggis 5.489,6 2.217,2 3.272,4 357.173 65
Jumlah 20.058,8 9.162,8 10.896 1.304.643 406
Sumber : Bapeda Kota Depok (2000) dan BPS Kota Depok (2008)

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


30

Kecamatan Sawangan merupakan kecamatan yang memiliki luas kedua


terbesar setelah Kecamatan Cimanggis. Dengan luas 4.551,7 ha, Kecamatan
Sawangan memiliki luas permukiman sebesar 1.466,7 ha dan non permukiman
sebesar 3.085 hektar. Jumlah penduduknya 154.892 jiwa dengan kepadatan
penduduk 34 jiwa tiap Km2.

Tabel 4.6. Demografi Kecamatan Sawangan


Jumlah Kepadatan
Luas
No. Kelurahan Penduduk Penduduk
(Ha)
(Jiwa) (Jiwa/ Ha)
1 Duren Mekar 10.973 286,7 38
2 Duren Seribu 8.510 191,5 44
3 Pengasinan 12.792 405,6 31
4 Bedahan 13.851 589 23
5 Pasir Putih 12.120 469 25
6 Sawangan Baru 10.982 275,9 39
7 Sawangan 12.328 328,7 37
8 Bojongsari 10.167 205,8 49
9 Bojongsari Baru 8.487 195,7 43
10 Curug 10.751 421,5 25
11 Pondok Petir 14.422 307,3 46
12 Serua 8.629 320,8 26
13 Kedaung 11.389 210,8 54
14 Cinangka 9.491 343,4 27
Jumlah 154.892 4.551,7 34
Sumber : Bappeda Kota Depok (2000) dan BPS Kota Depok (2008)

4.2.7 Pemanfaatan Sumber Daya Air


Airtanah dapat diperoleh dengan menggunakan sumur gali dan
sumur bor. Namun perbandingan jumlah keduanya sangat jauh berbeda di

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


31

Kecamatan Sawangan. Sumur gali lebih banyak dimanfaatkan penduduk


untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sumber airtanah dangkal ini
sering dimanfaatkan oleh penduduk Kecamatan Sawangan yang belum
mendapatkan pelayanan sarana air bersih dari PDAM Kabupaten Bogor,
antara lain untuk memasak, minum, makan, mencuci baju, mencuci
peralatan rumah tangga, mencuci kendaraan, bersuci, serta menyiram
tanaman.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


32

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal


Hasil uji konsentrasi senyawa besi dari 160 sampel ATD diperoleh kisaran
nilai konsentrasi antara 0,00 hingga 1,27 mg/liter.

Tabel 5.1 Nilai Konsentrasi Senyawa Besi


Banyak Standar
Rata-rata Maks Min Beda Varians
data Deviasi
160 0.08 1.27 0.00 1.27 0.02 0.14
Sumber : Survei Lapang dan Pengolahan Data Tahun 2009

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai konsentrasi dari 160 sampel air
memiliki nilai rata-rata konsentrasi senyawa besi atau mean sebesar 0,08. Ini
berarti, jika dilihat berdasarkan rata-rata keseluruhan, maka konsentrasi senyawa
besi di daerah penelitian berada di bawah standar baku mutu air, yaitu 0,30
mg/liter. Akan tetapi pada kenyataannya terdapat beberapa bagian wilayah yang
memiliki konsentrasi tinggi (lebih dari 0,30 mg/liter).
Sebanyak 3,2% lokasi memiliki konsentrasi senyawa besi tinggi atau
melebihi standar baku mutu air yang ditetapkan Menteri Kesehatan Tahun 2002,
yaitu sebesar 0,30 mg tiap liternya. Sedangkan yang berpotensi memiliki
konsentrasi senyawa besi sebanyak 3,2% dengan kisaran konsentrasi sebesar 0,21
hingga 0,30 mg tiap liter air. Sisanya, sebanyak 83,6% masih berada dalam
konsentrasi rendah, yaitu berkisar antara 0,01 hingga 0,20 mg/liter dan 10% lokasi
memiliki konsentrasi senyawa besi dengan besar 0 (nol) atau airtanah dangkal di
lokasi tersebut tidak terkontaminasi oleh senyawa besi (ferro).
Adanya konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal ini dapat
menyebabkan berbagai keluhan dalam ketersediaan air, seperti warna menjadi
kuning atau keruh dan bau amis pada air.
Tingginya konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal pada beberapa
lokasi diperkuat oleh rendahnya kadar oksigen dalam airtanah tersebut, yang
berkisar antara 0.4 hingga 4 ppm, dari standar baku mutu 6 ppm. Walaupun

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


33

berada dalam derajat keasaman (pH) yang mendekati normal, antara 6 hingga 7,
namun rendahnya kadar oksigen tersebut menyebabkan senyawa besi tidak dapat
teroksidasi dengan baik.
Nilai potensial redoks yang terdapat pada seluruh sampel berada antara 3
hingga 124 mV. Ini menandakan bahwa semakin kecil kadar oksigen, maka nilai
mV akan semakin kecil pula sehingga memiliki potensi bagi besi untuk tidak
teroksidasi dengan baik dan tercipta menjadi senyawa besi di dalam airtanah,
sebab potensial redoks merupakan ukuran kecenderungan (agresivitas) air untuk
mengoksidasi atau mereduksi unsur yang terlarut dalam larutan.

5.2 Pola Sebaran Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal


Dengan standar baku mutu sebesar 0,3 mg/liter, wilayah yang terbentuk
dari konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal ini dapat dikelompokkan
atas empat wilayah konsentasi, yaitu wilayah konsentrasi 0.0-0.10, konsentrasi
0.11-0.20, konsentrasi 0.21-0.30, dan konsentrasi 0.31-1,27.
Wilayah konsentrasi 0,00 hingga 0,30 masih berada di bawah standar baku
mutu airtanah, artinya air masih layak digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari,
walaupun tidak dianjurkan untuk konsumsi pangan, seperti makan, minum, dan
memasak. Sedangkan wilayah dengan konsentrasi 0,30 hingga 1,27 termasuk
dalam konsentrasi tinggi.
Wilayah dengan konsentrasi tinggi memiliki proporsi luas 0,8 % dari total
luas Kecamatan Sawangan atau seluas 38,5 hektar dan terdapat di bagian Utara
khususnya Kelurahan Pondok Petir, Serua, dan Kedaung, di bagian Barat yaitu
Kelurahan Curug, Bojongsari Baru, dan Bojongsari, serta di bagian Tenggara,
khususnya Kelurahan Pasir Putih.
Konsentrasi sebesar 0,21 hingga 0,30 merupakan wilayah yang memiliki
luas 57,2 hektar dan berada di seluruh bagian Kecamatan Sawangan, kecuali
Kelurahan Sawangan dan Duren Mekar. Konsentrasi 0,11 hingga 0,20 tersebar
pada seluruh bagian daerah penelitian dengan total luas 627,5 hektar. Sedangkan
wilayah yang memiliki konsentrasi antara 0,00 hingga 0,10 terlihat menyebar
pada seluruh daerah penelitian dengan luas total 3.828,5 hektar. Ini membuktikan

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


34

bahwa kelas konsentrasi tersebut mendominasi daerah penelitian (Lihat Tabel


5.2).

Tabel 5.2 Luas dan Proporsi Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi


dalam Airtanah Dangkal
Kelas Konsentrasi Luas (Ha) Persentase (%)
0.00 – 0.10 3.828,5 84,1
0.11 – 0.20 627,5 13,8
0.21 – 0.30 57,2 1,3
0.31 – 1,27 38,5 0,8
Total 4.551,7 100
Sumber : Hasil pengolahan data tahun 2009

Persebaran masing-masing konsentrasi menurut Peta 9 dijelaskan sebagai


berikut. Wilayah konsentrasi tinggi (melebihi standar baku mutu) dapat ditemukan
dengan pola mengelompok di bagian Utara, Barat, dan Tenggara Kecamatan
Sawangan, yaitu di Kelurahan Pondok Petir, Kelurahan Serua, Kelurahan
Kedaung, Kelurahan Curug, Kelurahan Bojongsari Baru, Kelurahan Bojongsari,
dan Kelurahan Pasir Putih.
Dari hasil membandingkan wilayah konsentrasi senyawa besi (Peta 9) dan
wilayah ketinggian (Peta 4), maka dapat dilihat bahwa konsentrasi senyawa besi
ini memiliki pola mengelompok mengikuti ketinggian pada daerah penelitian. Hal
ini diperkuat dengan tingginya konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal
yang terletak pada tempat-tempat dengan ketinggian lebih rendah daripada
sekitarnya. Tempat yang lebih rendah, terutama yang berbentuk cekungan, akan
menjadi wadah akumulasi airtanah. Apabila airtanah banyak melarutkan senyawa
besi dalam tanah, maka konsentrasi senyawa besi dalam airtanah akan semakin
banyak pula, sehingga melebihi konsentrasi senyawa besi dalam airtanah yang
berada pada daerah sekitar yang lebih tinggi.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


35

5.3 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah


Dangkal dengan Kondisi Fisik Wilayah
Dengan perhitungan menggunakan metode Pearson Product Moment dan
Analysis Of Varians (ANOVA), maka diperoleh hubungan dari masing-masing
kondisi fisik wilayah, yaitu penggunaan tanah, ketinggian, jenis batuan, jenis
tanah, kedalaman muka airtanah (MAT), dan kandungan senyawa besi dalam
tanah, terhadap konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal di Kecamatan
Sawangan. Variabel konsentrasi senyawa besi dalam ATD dan kedalaman muka
airtanah berada dalam distribusi normal (Lihat Lampiran 2) sehingga dapat
dihitung besar hubungan dari masing-masing variabel yang dijelaskan sebagai
berikut.

5.3.1 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah


Dangkal dengan Penggunaan Tanah
Nilai konsentrasi senyawa besi dilihat pada masing-masing
penggunaan tanah, yaitu permukiman teratur, permukiman tidak teratur,
dan non permukiman. Berdasarkan data tabel 5.3, dapat dilihat bahwa
konsentrasi senyawa besi pada permukiman teratur memiliki rata-rata,
varians, dan standar deviasi terendah dibanding penggunaan tanah lainnya.
Ini berarti sebaran nilai konsentrasinya tidak sebesar nilai konsentrasi pada
permukiman tidak teratur dan non permukiman. Kecilnya nilai variasi
diakibatkan oleh lebih sedikitnya sebaran sampel yang terdapat pada
permukiman teratur (Lihat Peta 3), sebab jenis permukiman ini sudah tidak
banyak memiliki sumur gali sebagai salah satu persyaratan pengambilan
sampel air dalam penelitian ini.
Dengan melakukan perbandingan antara Peta 3 dan Peta 9, dapat
dilihat secara administratif bahwa daerah-daerah yang memiliki
konsentrasi senyawa besi tinggi pada penggunaan tanahnya adalah
permukiman tidak teratur di Kelurahan Serua, Bojongsari, dan Kedaung,
serta daerah non permukiman di Kelurahan Curug dan Pasir Putih.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


36

Tabel 5.3. Nilai Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal


pada Ketiga Jenis Penggunaan Tanah

Penggunaan Banyak Rata- Standar


Jumlah Maks Min Beda Varians
Tanah Data rata Deviasi
Permukiman
0.20 3 0.07 0.12 0.03 0.09 0.00 0.05
teratur
Permukiman
7.58 88 0.09 1.27 0.00 1.27 0.03 0.17
Tidak teratur
Non
5.25 69 0.08 0.54 0.00 0.54 0.01 0.09
permukiman
Sumber : Hasil pengolahan data tahun 2009

Dengan melihat hasil perhitungan antara konsentrasi senyawa besi


dalam airtanah dengan penggunaan tanah menggunakan metode ANOVA
pada Lampiran 5, maka didapatkan hasil bahwa ketiga jenis penggunaan
tanah bersifat homogen, artinya tidak ada perbedaan khusus antara ketiga
jenis penggunaan tanah, yaitu permukiman teratur, permukiman tidak
teratur, dan non permukiman.
Perhitungan ANOVA terhadap kedua variabel menunjukkan Fhitung
kurang dari Ftabel, sehingga dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata
konsentrasi senyawa besi dalam penggunaan tanah yang berbeda-beda.
Nilai konsentrasi senyawa besi dalam hubungannya dengan
variabel penggunaan tanah bersifat homogen sebab nilai konsentrasinya
berada dalam range nilai yang tidak berbeda jauh. Sehingga dapat
dikatakan bahwa ketiga jenis penggunaan tanah, yaitu permukiman teratur,
permukiman tidak teratur, dan non permukiman tidak memiliki pengaruh
dalam besar kecilnya nilai konsentrasi senyawa besi tersebut.
Walaupun Kecamatan Sawangan memiliki keragaman dalam
penggunaan tanah, namun hal ini hanya mempengaruhi aktifitas dan
kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan airtanah dangkal dan tidak
sampai mempengaruhi konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal
tersebut.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


37

5.3.2 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah


Dangkal dengan Wilayah Ketinggian
Dari hasil uji statistik yang dilakukan, ketinggian sebagai variabel
tidak memiliki pengaruh besar terhadap konsentrasi senyawa besi dalam
airtanah dangkal dalam perhitungan ANOVA, namun bila melihat Peta 9
yaitu pola yang dihasilkan oleh sebaran konsentrasi senyawa besi dalam
airtanah dangkal, maka wilayah konsentrasi senyawa tersebut memiliki
bentuk mengikuti ketinggian daerah penelitian (Lihat Peta 4). Hal ini
membuktikan bahwa ketinggian menjadi faktor yang cukup penting dalam
distribusi airtanah karena air mengalir dari tempat yang lebih tinggi
menuju tempat yang lebih rendah. Beberapa daerah mengalami perbedaan
ketinggian dan memiliki bentuk cekungan sehingga menyebabkan air
mudah terjebak dalam cekungan tersebut, seperti yang terdapat pada
Kelurahan Kedaung, Serua, Pondok Petir, dan Pasir Putih.
Tabel 5.4 di bawah ini menunjukkan bahwa masing-masing kelas
ketinggian memiliki nilai konsentrasi senyawa besi yang berbeda-beda.
Varians nilai konsentrasi senyawa besi paling banyak ditemukan pada
ketinggian 80-90 mdpl dengan nilai sebesar 0,09.

Tabel 5.4. Nilai Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal


pada Wilayah Ketinggian

Ketinggian Banyak Rata- Standar


Jumlah Maks Min Beda Varians
(mdpl) Data rata Deviasi
60 – 90 4.05 28 0.14 1.27 0.00 1.27 0.07 0.27
90 – 120 7.20 103 0.07 0.54 0.00 0.54 0.01 0.09
120 – 130 1.78 29 0.06 0.26 0.00 0.26 0.00 0.06
Sumber : Hasil pengolahan data tahun 2009

Seperti yang digambarkan pada Peta 4, lokasi sampel tersebar pada


seluruh wilayah ketinggian, dari ketinggian 60 hingga 130 meter di atas
permukaan laut. Hasil perhitungan konsentrasi senyawa besi dilakukan
pada klasifikasi ketinggian per 30 meter, sehingga didapatkan hasil bahwa
varian ketinggian tidak identik (heterogen). Artinya, tiap kelas ketinggian
memiliki varian berbeda pada konsentrasi senyawa besi dalam airtanah

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


38

dangkalnya. Hal ini dibuktikan dari nilai probabilitas 0.023 kurang dari
0.05 (Lihat Tabel 5.4 Kolom Varians dan Standar Deviasi serta Lampiran
6).
Hasil Fhitung pada uji statistik yang kurang dari Ftabel (2,499 < 3,06)
membuktikan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata konsentrasi senyawa
besi pada masing-masing wilayah ketinggian. Nilai konsentrasi senyawa
besi dalam hubungannya dengan variabel ketinggian bersifat homogen
sebab nilai konsentrasi berada dalam range nilai yang tidak berbeda jauh.
Sehingga dapat dikatakan bahwa masing-masing kelas ketinggian tidak
memiliki pengaruh dalam besar kecilnya nilai konsentrasi senyawa besi
tersebut.

5.3.3 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah


Dangkal dengan Jenis Batuan
Peta 5 menunjukkan sebaran masing-masing jenis batuan, yaitu
formasi aluvium, formasi kipas aluvium, serta formasi batuan gunung api
muda. Dibedakannya formasi aluvium dengan formasi kipas aluvium
disebabkan oleh kemampuan batuan penyusun dalam menghantarkan air,
karena bentuk formasi kipas aluvium lebih mengendapkan sebagian beban
yang diterima, ini berarti formasi kipas aluvium memiliki kemampuan
lebih besar dalam menyimpan air daripada formasi aluvium.
Bila melakukan perbandingan pada Peta 5 dan Peta 9, dapat dilihat
bahwa konsentrasi senyawa besi yang melebihi standar baku mutu air
banyak berada pada Formasi Aluvium dengan batuan penyusun kerikil,
pasir, dan lempung. Formasi Aluvium sebagai jenis yang paling
mempengaruhi konsentrasi senyawa besi memiliki penyusun batuan yang
butirannya bersifat halus. Butiran-butiran halus memudahkan air untuk
menembus tubuh batuan dan masuk ke dalam airtanah. Air yang melalui
batuan ini pun ikut melarutkan mineral-mineral dalam tubuh tanah yang
berpotensi menambah konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal,
hingga akhirnya mengendap menjadi airtanah.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


39

Berdasarkan data Tabel 5.5, jenis batuan yang memiliki varians


lebih besar daripada jenis lainnya adalah penyusun formasi aluvium.
Sedangkan yang memiliki varians paling kecil adalah penyusun batuan
gunung api muda.

Tabel 5.5. Nilai Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal


pada Jenis Batuan
Jenis Banyak Rata- Standar
Jumlah Maks Min Beda Varians
Batuan Data rata Deviasi
pasir, kerikil dan lempung
dalam bentuk lepas- lepas
(Formasi Aluvium) 4.87 42 0.12 1.27 0.00 1.27 0.04 0.21
breksi gunungapi, lava,
tufa breksian, dan lelehan
lahar (Batuan Gunung Api
Muda) 0.21 3 0.07 0.12 0.00 0.12 0.00 0.06
pasir, kerikil dan lempung
dalam bentuk kipas
(Formasi Kipas Aluvium 7.95 115 0.07 0.86 0.00 0.86 0.01 0.10
Sumber : Hasil pengolahan data tahun 2009

Dari hasil perhitungan antara jenis batuan dengan konsentrasi


senyawa besi dalam airtanah dangkal diperoleh hasil bahwa Fhitung kurang
dari Ftabel (1,815 < 3,06). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan rata-rata konsentrasi senyawa besi pada masing-masing jenis
formasi batuan. Oleh karena itu, tidak perlu dilakukan uji lebih lanjut,
yaitu Uji Post Hoc untuk mengetahui jenis batuan yang paling
berpengaruh sebab ketiga formasi batuan berpengaruh homogen terhadap
konsentrasi senyawa besi dalam ATD.
Nilai konsentrasi senyawa besi dalam hubungannya dengan
variabel jenis batuan bersifat homogen sebab nilai konsentrasinya berada
dalam range nilai yang tidak berbeda jauh. Sehingga dapat dikatakan
bahwa ketiga jenis formasi batuan, yaitu Formasi Aluvium, Formasi Kipas
Aluvium, dan Formasi Batuan Gunung Api Muda tidak memiliki pengaruh
dalam besar kecilnya nilai konsentrasi senyawa besi tersebut.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


40

5.3.4 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah


Dangkal dengan Jenis Tanah
Peta 6 menunjukkan sebaran masing-masing jenis tanah di
Kecamatan Sawangan. Bila melakukan perbandingan antara Peta 6 dan
Peta 9, dapat dilihat bahwa konsentrasi senyawa besi yang tinggi dalam
airtanah terdapat pada jenis tanah yang memiliki drainase sedang hingga
cepat, yaitu Latosol Merah. Latosol Merah merupakan jenis tanah yang
mendominasi daerah penelitian dan terdapat di hampir semua bagian
Kecamatan Sawangan. Jenis ini merupakan tanah yang terbentuk dari
pelapukan Tuf Andesit, salah satu jenis batuan beku yang mengandung
mineral-mineral ferro dan magnesium sebagai fenokrist. Adanya
kandungan mineral ferro tersebut juga memberi andil bagi tingginya
konsentrasi senyawa besi dalam airtanah. Selain itu, teksturnya yang halus
memudahkan air untuk menembus tubuh tanah dan menjadi airtanah.
Jenis tanah diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu aluvial
kelabu, asosiasi latosol coklat kemerahan dengan laterit airtanah, asosiasi
regosol coklat dengan latosol coklat, dan latosol merah. Sebaran nilai
konsentrasi senyawa besi pada keempat jenis tanah tersebut disajikan pada
tabel 5.6.

Tabel 5.6. Nilai Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal


pada Jenis Tanah

Jenis Banyak Rata- Standar


Jumlah Maks Min Beda Varians
Tanah Data rata Deviasi
Aluvial Kelabu 1.92 18 0.11 0.54 0.00 0.54 0.02 0.14
Asosiasi latosol coklat
kemerahan dengan laterit 1.18 23 0.05 0.24 0.00 0.24 0.00 0.05
airtanah
asosiasi regosol coklat dengan
1.27 14 0.09 0.29 0.00 0.29 0.01 0.10
latosol coklat
latosol merah 8.66 105 0.08 1.27 0.00 1.27 0.02 0.15
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2009

Tabel di atas menyajikan data hasil uji sampel airtanah dangkal dan
pengolahan data di Kecamatan Sawangan berdasarkan jenis tanah.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


41

Konsentrasi senyawa besi yang memiliki variasi nilai besar terdapat pada
jenis tanah latosol merah. Ini berarti, nilai konsentrasi senyawa besi pada
jenis tanah tersebut sangat beragam, dari konsentrasi rendah hingga
konsentrasi yang tinggi (melebihi standar baku mutu air).
Hasil perhitungan ANOVA antara jenis tanah dengan konsentrasi
senyawa besi dalam airtanah dapat dilihat pada lampiran 8, yang
menunjukkan nilai Fhitung yang kurang dari Ftabel (0,590 < 2,67) maka
membuktikan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata konsentrasi senyawa
besi pada masing-masing jenis tanah atau dengan kata lain keempat jenis
tanah memberi pengaruh yang sama terhadap konsentrasi tersebut. Hal ini
disebabkan oleh serupanya penyusun tubuh tanah serta kemampuan
keempat jenis tanah sebagai akuifer.
Nilai konsentrasi senyawa besi dalam hubungannya dengan
variabel jenis tanah bersifat homogen sebab nilai konsentrasinya berada
dalam range nilai yang tidak berbeda jauh. Sehingga dapat dikatakan
bahwa jenis tanah tidak memiliki pengaruh dalam besar kecilnya nilai
konsentrasi senyawa besi tersebut.

5.3.5 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah


Dangkal dengan Kedalaman Muka Airtanah
Dari hasil survei lapang di 160 lokasi pengambilan sampel
didapatkan data bahwa kedalaman muka airtanah (MAT) di Kecamatan
Sawangan berkisar antara 1,10 hingga 30 meter di bawah permukaan tanah
dengan nilai konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal yang sangat
beragam.
Dari 160 sampel airtanah yang diambil pada kedalaman muka
airtanah berbeda, 105 sampel berada pada kedalaman kurang dari 10 meter
di bawah permukaan tanah dan banyak terdapat di bagian Selatan serta
beberapa di bagian Utara daerah penelitian, sedangkan 55 sampel diambil
dari kedalaman 10 hingga 30 meter di bawah permukaan tanah dan banyak

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


42

terdapat di bagian Timur Laut, Tenggara, dan Barat Laut Kecamatan


Sawangan.
Peta 8 menunjukkan wilayah kedalaman muka airtanah yang
bersifat mengelompok dan tersebar di seluruh bagian daerah penelitian.
Kedalaman muka airtanah paling besar terdapat pada Kelurahan Curug,
yaitu di bagian Barat Kecamatan Sawangan. Perbandingan antara Peta 8
dan Peta 9 menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa besi yang melebihi
standar baku mutu air banyak terdapat pada airtanah dengan kedalaman 5
hingga 15 meter di bawah permukaan tanah.
Perhitungan untuk melihat hubungan antara kedalaman muka
airtanah dengan konsentrasi senyawa besi dilakukan dengan menggunakan
metode statistik Pearson Product Moment. Pada Lampiran 4, nilai rata-rata
kedalaman muka airtanah lebih tinggi daripada nilai rata-rata konsentrasi
senyawa besi dalam airtanah dangkal. Ini mengandung pengertian bahwa
kedalamam muka airtanah (MAT) penyebaran datanya lebih luas
dibandingkan dengan konsentrasi senyawa besi dalam airtanah, dengan
kata lain tingkat variansi data konsentrasi senyawa besi lebih kecil dari
kedalaman MAT.
Perhitungan Pearson tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
korelasi yang signifikan antara kedalaman MAT dengan konsentrasi
senyawa besi dalam airtanah dangkal. Jadi, dari hasil uji statistik
menunjukkan bahwa kedalaman MAT tidak memiliki pengaruh dalam
besar kecilnya nilai konsentrasi senyawa besi tersebut.
Walaupun tidak memiliki pengaruh secara signifikan, namun
kedalaman MAT berhubungan erat dengan ketinggian, sebab semakin
tinggi letak suatu tempat maka kedalaman untuk mencapai muka airtanah
akan semakin dalam, sedangkan semakin rendah suatu tempat maka
kedalaman MAT akan semakin dangkal.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


43

5.3.6 Hubungan Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah


Dangkal dengan Kandungan Senyawa Besi dalam Tanah
Konsentrasi besi dalam tanah menurut hasil identifikasi citra
ditemukan pada 8 lokasi, tepatnya di Kelurahan Bojongsari Baru,
Kelurahan Sawangan, Kelurahan Kedaung, Kelurahan Bojongsari,
Kelurahan Duren Seribu, Kelurahan Pengasinan, Kelurahan Bedahan,
Kelurahan Duren Mekar, dan Kelurahan Serua, yang digambarkan pada
Peta 7. Hasil identifikasi Citra Landsat berupa lokasi senyawa besi dalam
tanah dianalisa dengan menggunakan poligon thiessen sehingga
didapatkan 8 (delapan) luasan dari masing-masing lokasi dengan
penomoran yang diurutkan pada poligon terkecil hingga terbesar (Lihat
Peta 10).
Peta 10 menunjukkan bahwa Kelurahan Serua dan Sawangan Baru
memiliki konsentrasi senyawa besi yang tinggi dalam airtanah dangkal,
salah satunya disebabkan oleh tercucinya senyawa besi dalam tanah oleh
air sungai sehingga ikut mengalir dan melewati daerah yang mengalami
perbedaan ketinggian di kelurahan-kelurahan tersebut sehingga terjebak
dalam daerah-daerah yang berbentuk cekung.
Hasil uji konsentrasi senyawa besi dalam airtanah di masing-
masing poligon/luasan dinyatakan dalam tabel 5.7.

Tabel 5.7. Nilai Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal pada Kandungan
Senyawa Besi dalam Tanah

Luas Banyak Rata- Standar


Luasan Jumlah Maks Min Beda Varians
(Ha) Data rata Deviasi
1 162,4 0.09 5 0.02 0.07 0.00 0.07 0.00 0.03
2 232,9 1.31 10 0.13 0.86 0.00 0.86 0.07 0.26
3 355,5 1.25 19 0.07 0.29 0.00 0.29 0.00 0.07
4 382,9 1.31 15 0.09 0.19 0.01 0.18 0.00 0.05
5 514,1 1.09 13 0.08 0.45 0.00 0.45 0.01 0.11
6 566,2 1.14 16 0.07 0.26 0.00 0.26 0.00 0.07
7 815,2 3.51 28 0.13 1.27 0.00 1.27 0.06 0.25
8 1522,5 3.33 54 0.06 0.36 0.00 0.36 0.00 0.07
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2009

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


44

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa poligon nomor


2 memiliki nilai varians dan standar deviasi yang paling besar. Ini berarti,
konsentrasi senyawa besi dalam airtanahnya memiliki nilai yang beragam.
Poligon nomor 2 ini terletak pada bagian Utara Kecamatan Sawangan.
Perhitungan dengan metode ANOVA menunjukkan bahwa nilai
Fhitung yang kurang dari Ftabel (0,957 < 2,07), membuktikan bahwa tidak
ada perbedaan rata-rata konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal
pada masing-masing luasan kandungan senyawa besi dalam tanah atau
dengan kata lain kandungan senyawa besi dalam tanah memberi pengaruh
yang sama terhadap konsentrasi senyawa besi dalam airtanah tersebut
(Lihat Lampiran 9).
Nilai konsentrasi senyawa besi dalam hubungannya dengan
variabel kandungan senyawa besi dalam tanah bersifat homogen sebab
nilai konsentrasinya berada dalam range nilai yang tidak berbeda jauh.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kandungan senyawa besi dalam tanah ini
tidak memiliki pengaruh terhadap nilai konsentrasi senyawa besi dalam
ATD.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


45

BAB VI
KESIMPULAN

Secara umum Kecamatan Sawangan didominasi oleh wilayah konsentrasi


senyawa besi dengan nilai di bawah standar baku mutu air, walaupun terdapat
beberapa wilayah dengan nilai di atas standar baku mutu air. Wilayah konsentrasi
senyawa besi memiliki pola mengelompok. Namun beberapa keunikan terlihat
pada wilayah dengan konsentrasi di atas standar baku mutu air yang mengikuti
wilayah ketinggian tempat, seperti di Kelurahan Curug, Kelurahan Pondok Petir,
Kelurahan Serua, Kelurahan Kedaung, Kelurahan Pasir Putih, Kelurahan
Sawangan Baru, dan Kelurahan Bedahan. Hasil uji statistik menyatakan bahwa
penggunaan tanah, ketinggian, jenis batuan, jenis tanah, kedalaman muka
airtanah, dan kandungan senyawa besi dalam tanah tidak berpengaruh terhadap
konsentrasi senyawa besi dalam ATD.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


46

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Reza. 2008. Eksplorasi Potensi Air Tanah (Underground Water)


Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas. Pontianak: FMIPA
Universitas Tanjungpura (Peneliti Bidang Geolistrik dan Geomagnet).
http://amadeo.blog.com/repository/1718960/3693050.545.200.c.tn.jpg,
diunduh pada 15 Desember 2009 Pukul 00.54 WIB
Anisa, Ariani. 2005. Evaluasi Kondisi Sumur Gali Dalam Kaitannya Dengan
Pencemaran Logam Berat : Studi Kasus Desa Bojongsari Kecamatan
Bojongsoang Kabupaten Bandung. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-
arianianis-23909, diunduh pada 15 Desember 2009 Pukul 12.09 WIB
Bapeda Dan BPS Kota Depok. 2008. Kecamatan Dalam Angka Tahun 2008.
Depok: BPS Kota Depok
Colter, Alex and R.L Mahler. 2006. Iron In Drinking Water. USA: University Of
Idaho, dalam http://info.ag.uidaho.edu/pdf/PNW/PNW589.pdf, diunduh
pada 04 November 2009 Pukul 15.35 WIB
Edstrom Industries. 2003. Iron And Iron Bacteria In Water. Wisconsin: Edstrom
Industries, Inc. http://www.edstrom.com/DocLib/Mi4146.pdf, diunduh
pada 04 November 2009 Pukul 15.41 WIB
Ginting, Nana T., Sukmawati Rahayu & Jursal. 1992. Kualitas Air Tanah Di
Cekungan Bandung. Jakarta: Jurnal Pengairan dan Pengembangan
Pengairan No. 22 Tahun 6-KW IV (40-46)
Hartono. 2004. SPSS 16.0 Analisis Data Statistika dan Penelitian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Hem, John D. 1985. Study And Interpretation Of The Chemical Characteristics Of
Natural Water (3rd Edition). United States : U.S Geological Survey
Irawan. 2006. Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Depok: Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


47

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


907/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal 29 Juli 2002 Tentang Syarat-Syarat
Dan Pengawasan Kualitas Air Minum,
http://www.depdag.go.id/files/regulasi/2002/07/menkes_907.pdf, diunduh
pada 17 Oktober 2009 Pukul 17.06 WIB
Minnesota Department Of Health. 2008. Iron In Well Water. USA: Minnesota,
dalam http://www.health.state.mn.us/divs/eh/wells/waterquality/iron.html,
diunduh pada 04 November 2009 Pukul 15.46 WIB
Kusratmoko, Eko dan Sobirin. 1992. Analisis Spatial Kualitas Airtanah Pada
Daerah Binong-Pamanukan dan Sekitarnya, Jawa Barat. Depok:
Penelitian Dosen Universitas Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, dalam http://puu-
pi.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-3-2001-lLampiran.pdf, diunduh pada 28
Juli 2009 Pukul 02.57 WIB
Pusat Pelatihan Pertambangan Alaska. _____. Keberadaan Air Tanah. Alaska:
DMTC. http://www.dmtcalaska.org, diunduh pada 15 Desember 2009
Pukul 00.53 WIB
Rahayu, Sukmawati dan Tontowi. 2005. Penelitian Kualitas Air Sungai Di
Lokasi-Lokasi Alamiah Dalam Rangka Pemanfaatan Air Dan Kajian
Terhadap Kriteria Mutu Air Yang Berlaku. Bandung: Jurnal Penelitian
Dan Pengembangan Pengairan Vol. 19, No. 55 (31-38)
Rahman, Abdur dan Hartono, Budi. 2004. Penyaringan Air Tanah Dengan Zeolit
Alami Untuk Menurunkan Kadar Besi Dan Mangan. Depok: Departemen
Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia (Makara, Kesehatan, Vol. 8, No. 1, Juni 2004: 1-6 dalam
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/bba90c6531e6af95c2bdad094b
2b59855d956916.pdf, diunduh pada 28 Juli 2009 Pukul 01.27 WIB)
Rohmatun, Dwina Roosmini, Suprihanto Notodarmojo. 2007. Studi Penurunan
Kandungan Besi Organik dalam Air Tanah dengan Oksidasi H2O2-UV.
Bandung: Proc. ITB Sains & Tek. Vol. 39 A, No. 1 & 2 (58-69) dalam
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


48

rohmatundw-31284&q=besi%20dalam%20air, diunduh pada 04


November 2009 Pukul 16.19 WIB
Sapiie, Benyamin, Noer Aziz Magetsari, Agus Handoyo Harsolumakso, Chalid
Idham Abdullah. 2006. Geologi Fisik. Bandung: Penerbit ITB – KK
Geologi dan Palentologi, FIKTM
Sobirin, Revi Hernina, Suprayogi. 2005. Modul Praktikum Interpretasi Citra
Digital (Menggunakan ER. Mapper 6.4). Depok: Universitas Indonesia
Sobirin, Revi Hernina, Dewi Indah Sari, Suprayogi. 2007. Modul Praktikum
Interpretasi Citra Digital (Menggunakan ER. Mapper 6.4). Depok:
Universitas Indonesia
Soedarti, T., Jayanti Aristiana & Agoes Soegianto. 2005. Studi Kualitas Air
Waduk Sutami (Karangkates) Malang. Surabaya: Jurnal Kimia
Lingkungan Volume 6 No. 2 (99-105)
Sujianto, Agus Eko. 2009. Aplikasi Statistik dengan SPSS 16.0. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher
Suriadarma, Ade Gurharyanto. 1992. Pemanfaatan Air Tanah Dangkal Dengan
Pengolahan Air Secara Sederhana Bagi Penduduk Sekitar Wamena.
Bandung: Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
http://opac.geotek.lipi.go.id/index.php?p=show_detail&id=725, diunduh
pada 15 Desember 2009 Pukul 12.22 WIB
Suryantoro, Agus. 2003. Kemudahan Interpretasi Citra SPOT XS Dan Landsat
TM Untuk Identifikasi Objek Penutup Lahan Kota. Malang: Fakultas
Geografi MIPA, Universitas Negeri Malang, dalam Forum Geografi Vol.
17, No.1 (96-105)
Suyanta. 2002. Analisis Kualitas Air Sumur Di Daerah Aliran Sungai Code
Yogyakarta. Surabaya: PPLH Universitas Negeri Yogyakarta - Jurnal
Kimia Lingkungan (Journal of Environmental Chemistry) Volume 4, No.1
(55-59)
Tika, H Moh Pabundu, Drs, M.M. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara
Todd, David Keith. 1980. Groundwater Hydrology Second Edition. United States
Of America: John Wiley & Sons

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


49

Widyastuti. 2006. Pengembangan Metode DRASTIC Untuk Prediksi Kerentanan


Airtanah Bebas Terhadap Pencemaran Di Sleman. Yogyakarta: Fakultas
Geografi Universitas Gajah Mada. Majalah Geografi Indonesia Vol. 20,
No.1, Maret 2006 (32-51)
World Health Organization. 1996. Iron In Drinking Water. Geneva: Background
Document For Development Of WHO Guidelines for Drinking-water
Quality, Guidelines For Drinking-Water Quality, 2nd edition, Vol. 2,
dalam http://info.ag.uidaho.edu/pdf/PNW/PNW589.pdf, diunduh pada 04
November 2009 Pukul 15.36 WIB

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


PETA

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


LAMPIRAN

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 1.
LOKASI SAMPEL AIRTANAH / GROUNDWATER (GW) KEC. SAWANGAN

No. Kedalaman
mT mU Kelurahan Tanggal Jam pH DO mV Iron
Sampel Airtanah

1 696933 9291081 Pasir Putih 11.10.09 10.35 13.5 5.65 - 85 0.01


2 697110 9290636 Pasir Putih 11.10.09 11.1 12 5.49 - 68 0.1
3 697271 9290246 Pasir Putih 11.10.09 11.3 10.09 5.64 - 72 0.22
4 697064 9290198 Pasir Putih 11.10.09 12.05 11 5.42 - 101 0.06
5 696944 9289779 Pasir Putih 11.10.09 12.55 9.2 5.78 - 67 0.02
6 696997 9289085 Pasir Putih 11.10.09 13.19 9.23 5.43 - 91 0
7 697731 9288569 Pasir Putih 11.10.09 13.46 7.1 5.77 - 51 0.06
8 697761 9288569 Pasir Putih 11.10.09 13.5 7.78 5.9 - 39 0
9 696966 9288392 Pasir Putih 11.10.09 14.2 10.8 6.26 - 9 0.06
10 696314 9288417 Bedahan 11.10.09 14.36 11 5.97 - 55 0.07
11 696634 9288636 Pasir Putih 11.10.09 14.59 11.4 6.38 - 31 0.09
12 695808 9288454 Bedahan 11.10.09 15.45 4.8 5.65 - 68 0.01
13 695634 9288871 Bedahan 11.10.09 16.03 7.75 5.49 - 86 0.04
14 695379 9289329 Bedahan 11.10.09 16.21 9.28 5.63 - 73 0.01
15 696006 9292027 Sawangan Baru 11.10.09 16.5 5.3 5.23 - 110 0.05
16 696362 9291816 Sawangan Baru 11.10.09 17.15 15.43 5.31 - 84 0.02
17 696811 9291131 Pasir Putih 11.10.09 17.35 13.7 5.49 - 68 0.03
18 695362 9289864 Bedahan 18.10.09 13.05 8.75 5.26 - 102 0.02

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


19 695958 9290934 Bedahan 18.10.09 13.46 7.57 5.1 - 115 0.13
20 694210 9291305 Sawangan Lama 18.10.09 14.4 8.53 5.49 - 94 0.02
21 694357 9291202 Sawangan Lama 18.10.09 15.02 8.85 5.51 - 91 0.01
22 694075 9290606 Pengasinan 18.10.09 15.42 7.6 5.22 - 109 0.05
23 693418 9289755 Pengasinan 18.10.09 16.18 1.88 6.06 - 58 0
24 693881 9289617 Pengasinan 18.10.09 16.43 8.85 5.71 - 80 0.02
25 693885 9289441 Pengasinan 18.10.09 17.06 9.27 6.05 - 59 0.01
26 693950 9288922 Duren Seribu 18.10.09 17.22 3.38 5.26 - 105 0.26
27 693864 9290891 Pengasinan 21.10.09 13.5 6.4 5.19 - 111 0.03
28 693551 9290850 Pengasinan 21.10.10 14.17 7.04 5.31 - 99 0.06
29 693520 9291060 Pengasinan 21.10.11 14.3 3.93 5.72 - 79 0.04
30 693924 9290534 Pengasinan 21.10.12 14.58 6.16 5.18 - 110 0.06
31 693874 9289961 Pengasinan 21.10.13 15.2 8.1 5.39 - 101 0.03
32 694265 9288870 Pengasinan 21.10.14 15.5 3.57 5.46 - 95 0.01
33 694573 9289004 Pengasinan 21.10.15 16.42 8.9 5.4 - 96 0.02
34 693602 9288836 Duren Seribu 21.10.16 17.06 5.57 5.97 - 64 0.02
35 692809 9288587 Duren Seribu 25.10.09 11.33 5.75 6.31 - 79 0
36 692501 9288543 Duren Seribu 25.10.09 11.48 6.7 6.57 - 101 0.02
37 692175 9288314 Duren Seribu 25.10.09 12.12 9 6.48 - 12 0
38 693089 9288739 Duren Seribu 25.10.09 12.46 8.06 6.35 - 59 0.07
39 693169 9288720 Duren Seribu 25.10.09 12.57 3.5 6.36 - 44 0.1
40 692726 9289053 Duren Seribu 25.10.09 13.23 8 5.75 - 118 0.01
41 693111 9289011 Duren Seribu 25.10.09 14.52 6.21 6.21 - 62 0.16
42 693357 9288920 Duren Seribu 25.10.09 15.12 8.12 6.37 - 41 0.1
43 692408 9289388 Duren Mekar 25.10.09 15.44 6.43 6.22 - 76 0.07

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


44 692323 9289788 Duren Mekar 25.10.09 16.14 5 6.55 - 8 0.08
45 692000 9289742 Duren Mekar 25.10.09 16.28 5.3 6.45 - 54 0
46 692121 9290524 Duren Mekar 25.10.09 18.09 4.13 6.6 - 63 0.08
47 697468 9289030 Pasir Putih 27.10.09 11.12 9.65 5.66 - 79 0.12
48 697709 9289406 Pasir Putih 27.10.09 11.33 10.5 5.67 - 82 0.14
49 697544 9288223 Pasir Putih 27.10.09 12.02 4.82 5.39 - 98 0.06
50 697184 9288253 Pasir Putih 27.10.09 12.29 8 5.29 - 105 0.05
51 696188 9288034 Bedahan 27.10.09 14.12 6 5.38 - 98 0.03
52 695358 9288387 Bedahan 27.10.09 15.04 6.38 5.42 - 95 0
53 696066 9289344 Bedahan 27.10.09 15.41 2.3 5,79 - 72 0,24
54 696045 9288931 Bedahan 28.10.09 11.04 10.1 5.51 - 91 0.03
55 696467 9289147 Pasir Putih 28.10.09 11.36 10.86 4.99 - 121 0.02
56 696114 9290011 Bedahan 28.10.09 12.04 3.34 5.16 - 112 0.03
57 696601 9289747 Pasir Putih 28.10.09 12.18 7.8 5.3 - 105 0.07
58 696766 9290091 Pasir Putih 28.10.09 12.47 10.2 5.15 - 113 0.04
59 695233 9289541 Bedahan 28.10.09 14.09 6.1 5.36 - 98 0.07
60 695716 9289834 Bedahan 28.10.09 14.33 9.3 5.29 - 107 0.02
61 695514 9290399 Bedahan 28.10.09 15.11 8.3 5.29 - 102 0
62 694084 9296040 Cinangka 31.10.09 12.48 10.7 5.05 - 124 0.08
63 694282 9296201 Cinangka 31.10.09 13.28 10.75 5.25 - 110 0.04
64 694264 9295964 Cinangka 31.10.09 13.46 6.27 5.51 - 91 0
65 694567 9295528 Cinangka 31.10.09 14.08 9.51 5.15 - 113 0.02
66 695181 9295287 Cinangka 31.10.09 14.58 4.9 6.24 - 47 0.02
67 694989 9295499 Cinangka 31.10.09 15.48 6.95 5.22 - 108 0.16
68 694749 9295220 Cinangka 31.10.09 16.23 7.9 5.66 - 80 0.1

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


69 695053 9294740 Cinangka 03.11.09 10.33 10.2 5.47 - 91 0.07
70 695275 9294630 Cinangka 03.11.09 10.59 4.8 5.68 - 80 0.07
71 694384 9294692 Cinangka 03.11.09 11.28 6.3 5.54 - 91 0.13
72 694135 9294957 Cinangka 03.11.09 12.03 10.63 5.29 - 105 0.14
73 694419 9295109 Cinangka 03.11.09 12.41 6 5.39 - 100 0.08
74 693470 9295909 Kedaung 03.11.09 14.14 9.92 5.33 - 102 0.86
75 694045 9295742 Cinangka 03.11.09 14.32 10.87 5.16 - 113 0.29
76 694396 9295696 Cinangka 03.11.09 14.55 9.79 5.56 - 88 0.1
77 695338 9296208 Cinangka 03.11.09 15.45 12.75 5.32 - 103 0.03
78 695098 9295786 Cinangka 03.11.09 16.08 11.7 5.2 - 110 0.07
79 694800 9294981 Cinangka 03.11.09 16.43 9.55 5.14 - 114 0.07
80 694805 9294394 Cinangka 03.11.09 17.1 9.85 5.35 - 100 0.09
81 695780 9290816 Bedahan 05.11.09 10:48 7.5 5.31 - 103 0.02
82 695497 9290756 Bedahan 05.11.09 11:14 10.95 5.15 - 114 0.05
83 695997 9291791 Sawangan Baru 05.11.09 11:41 11.15 4.87 - 132 0.25
84 694949 9293297 Sawangan Baru 05.11.09 13:26 9.9 5.08 - 114 0.07
85 694863 9293228 Sawangan Baru 05.11.09 13:41 9.4 4.96 - 124 0.07
86 695130 9293407 Sawangan Baru 05.11.09 14:03 12.2 5.23 - 107 0.01
87 694524 9293629 Sawangan 05.11.09 14:36 8 5.2 - 110 0.19
88 694254 9294029 Kedaung 05.11.09 15:32 8.6 5.48 - 93 0.12
89 693828 9294606 Kedaung 05.11.09 15:48 10.5 5.22 - 107 0
90 693848 9294782 Kedaung 05.11.09 16:06 11.15 5.21 - 109 0.08
91 693598 9295373 Kedaung 05.11.09 16:53 7.44 7.2 - 0
92 694442 9293105 Sawangan 05.11.09 17:32 6.3 5.43 - 95 0.05
93 693472 9296392 Kedaung 10.10.09 12.26 7.8 6.7 4 37 0.13

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


94 693395 9296166 Kedaung 10.10.09 13.27 8.5 6.68 2.5 17 0.04
95 694469 9296061 Cinangka 10.10.09 14.25 5.37 6.73 5.8 12 0.06
96 694444 9295351 Cinangka 10.10.09 14.55 11.69 6.68 5.2 26 0.04
97 694752 9295945 Cinangka 10.10.09 15.51 3.7 6.46 5.1 66 0.02
98 694907 9296226 Cinangka 11.10.09 10.27 11.35 6.69 5 114 0.05
99 694133 9295887 Cinangka 11.10.09 11.02 15 6.56 5 102 0.07
100 693837 9295254 Kedaung 11.10.09 11.28 7.1 6.72 4.8 25 0.05
101 694741 9293535 Sawangan Lama 11.10.09 11.56 9.15 6.64 4.6 74 0.02
102 694754 9292831 Sawangan 11.10.09 13.04 10.2 6.65 4.3 104 0.03
103 694753 9292349 Sawangan Lama 11.10.09 13.36 7 6.29 4.1 89 0.19
104 694460 9292173 Sawangan Lama 11.10.09 14.04 10 6.68 4 66 0.05
105 695037 9292183 Sawangan Baru 11.10.09 14.39 6.5 6.51 3.9 108 0.06
106 694679 9291744 Sawangan Lama 11.10.09 15.21 11.56 6.66 3.9 60 0.14
107 694680 9291945 Sawangan Lama 11.10.09 16.16 12 6.59 3.8 86 0.04
108 694957 9290464 Bedahan 11.10.09 17.09 11.7 6.62 3.8 66 0.04
109 692000 9291728 Curug 14.10.09 13.06 2 6.7 3.7 55 0.01
110 691799 9292115 Curug 14.10.09 13.28 15 6.67 3.7 75 0.04
111 691631 9292697 Curug 14.10.09 13.47 8.94 6.67 3.7 61 0.04
112 691616 9293294 Curug 14.10.09 14.58 10 6.67 3.7 52 0.07
113 691534 9293750 Curug 14.10.09 15.33 10.4 6.58 3.7 82 0.03
114 691419 9293799 Curug 14.10.09 16.02 12.35 6.58 3.6 87 0.01
115 691180 9293892 Curug 14.10.09 16.18 18 6.71 3.6 96 0.08
116 690996 9294080 Curug 14.10.09 16.3 30 6.56 3.6 109 0.06
117 690829 9295071 Pondok Petir 14.10.09 16.54 12.2 6.62 3.5 110 0.04
118 690838 9295221 Pondok Petir 14.10.09 17.18 12.9 6.55 3.5 119 0.02

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


119 692451 9291562 Curug 18.10.09 10.21 2.54 6.43 3.5 102 0.03
120 690769 9295675 Pondok Petir 18.10.09 11.06 11.8 6.58 3.5 95 0
121 690812 9296162 Pondok Petir 18.10.09 11.27 9.25 6.28 3.5 93 0.05
122 691065 9295936 Pondok Petir 18.10.09 11.47 12 6.37 3.5 113 0.05
123 691312 9296428 Pondok Petir 18.10.09 12.14 7.4 6.64 3.4 86 0.01
124 691551 9295990 Pondok Petir 18.10.09 12.49 11.71 6.49 3.4 94 0.05
125 691622 9296439 Pondok Petir 18.10.09 13.08 10.65 6.26 3.2 96 0
126 691631 9296217 Serua 18.10.09 13.32 10.35 6.51 3.2 76 0.45
127 692504 9295660 Serua 18.10.09 14.21 8 6.61 3.1 88 0.04
128 692316 9295575 Serua 18.10.09 14.45 6 6.66 3.1 56 0.1
129 693009 9295730 Serua 18.10.09 15.32 9.77 6.69 3 15 0.16
130 693233 9296411 Serua 18.10.09 16.06 7.47 6.66 2.9 67 0.04
131 692999 9295814 Serua 18.10.09 16.31 9 6.51 2.9 96 0
132 693059 9295420 Kedaung 18.10.09 16.48 10.4 6.65 2.8 42 0.05
133 693418 9294576 Kedaung 18.10.09 17.27 10.43 6.61 2.8 109 0.09
134 693134 9293921 BojongsariBaru 18.10.09 17.50 6.51 6.58 2.8 112 0.04
135 693446 9293754 BojongsariBaru 21.10.09 12.36 8.05 6.69 2.7 99 0.03
136 692893 9293103 Bojongsari 21.10.09 13.04 7.9 6.69 2.7 3 0.11
137 692795 9292904 BojongsariBaru 21.10.09 13.21 9.05 6.27 2.6 116 0.02
138 692461 9292373 Curug 21.10.09 13.53 6 6.66 2.6 99 0.05
139 692685 9291909 Bojongsari 21.10.09 14.19 5.88 6.64 2.5 54 0.03
140 692154 9291509 Bojongsari 21.10.09 14.43 2.3 6.32 2.5 71 0
141 691894 9290781 Duren Mekar 21.10.09 15.08 9.95 6.62 2.3 87 0
142 691951 9290601 Duren Mekar 21.10.09 15.23 6.23 6.72 2.2 57 0.04
143 692682 9291701 Bojongsari 21.10.09 16.04 4 6.61 0.4 58 0.04

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


144 692021 9292607 Curug 31.10.09 9:37 9 6.54 3.2 20 0.11
145 692354 9292674 Bojongsari Baru 31.10.09 10:33 3.9 6.69 3.8 105 0.06
146 692292 9293082 Curug 31.10.09 10:49 12 6.76 3.9 92 0.06
147 692278 9293450 Bojongsari Baru 31.10.09 11:08 3.54 6.74 2.3 99 0.04
148 692235 9293620 Bojongsari Baru 31.10.09 11:17 2.95 6.78 2.5 92 0.09
149 692108 9294488 Serua 31.10.09 11:39 6.17 6.78 3.8 92 0.01
150 691925 9294840 Serua 31.10.09 11:52 5 6.73 3.1 116 0.08
151 691821 9295062 Serua 31.10.09 12:09 7.25 6.77 4 77 1.27
152 691458 9295210 Pondok Petir 31.10.09 12:37 10.9 6.73 2.6 94 0.18
153 691445 9295563 Pondok Petir 31.10.09 12:49 10.33 6.72 3.5 114 0.01
154 691505 9295770 Pondok Petir 31.10.09 13:06 11.5 6.65 3.8 103 0.03
155 690695 9293804 Curug 15.11.09 15:30 1.1 6.94 - - 0.54
156 690670 9293841 Curug 15.11.09 15:36 1.25 6.95 - - 0.16
157 693579 9296666 Kedaung 15.11.09 17:08 9.1 6.94 - - 0.12
158 690745 9294038 Curug 14.11.09 12:17 16.8 6.92 - - 0.15
159 697786 9288548 Pasir Putih 14.11.09 14:12 15 - - - 0.12
160 690734 9294177 Curug 14.11.09 12:28 18 6.94 - - 0.15
Sumber: Survei Lapang dan Pengolahan Data Tahun 2009

Keterangan :

DO = Dissolved Oxygen atau Oksigen Terlarut


pH = derajat keasaman
mV = potensial redoks (mV)
Iron = nilai konsentrasi senyawa besi

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 2
Uji Kolmogorov-Smirnov

Uji Normalitas Konsentrasi Senyawa Besi dalam ATD

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

iron
N 160
Normal Parameters a,b Mean .0792
Std. Deviation .13567
Most Extreme Absolute .280
Differences Positive .252
Negative -.280
Kolmogorov-Smirnov Z 3.538
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Uji Normalitas Kedalaman Muka Airtanah

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

MAT
N 160
Normal Parametersa,b Mean 8.6427
Std. Deviation 3.63696
Most Extreme Absolute .084
Differences Positive .084
Negative -.046
Kolmogorov-Smirnov Z 1.065
Asymp. Sig. (2-tailed) .206
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Tujuan dilakukannya uji Kolmogorov-Smirnov ini adalah untuk
mengetahui normalitas variabel pada semua sampel yang digunakan
sebagai salah satu prasyarat uji kelinieran regresi dan analisis varians.

Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov pada semua data dan hasil perhitungan


menyatakan bahwa variabel :

1. Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah Dangkal berdistribusi


normal
2. Kedalaman Muka Airtanah berdistribusi normal

Karena data berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji lebih


lanjut untuk melihat hubungan masing-masing variabel terhadap variabel
lain.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 3
Data Luas dan Presentase Wilayah Konsentrasi Senyawa Besi
dalam Airtanah Dangkal

Kelas Konsentrasi Luas (Ha) Persentase (%)


0.00 – 0.10 3.828,5 84,1
0.11 – 0.20 627,5 13,8
0.21 – 0.30 57,2 1,3
0.31 – 1.50 38,5 0,8
Total 4.551,7 100
Sumber: Hasil pengolahan data tahun 2009

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 4
Perhitungan Pearson Product Moment antara
Kedalaman Muka Airtanah dengan Konsentrasi Senyawa Besi
dalam Airtanah Dangkal

1. Tujuan : Mengetahui hubungan fungsional antara 2 (dua) macam variable.


Dalam penelitian ini adalah hubungan antara kedalaman muka airtanah
(MAT) dengan konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal.

2. Model Persamaan Matematika :


Y = a + bX

dengan Y = variabel tidak bebas


X = variable bebas atau penduga
a = titik potong garis regresi dengan sumbu X
b = kemiringan garis regresi terhadap sumbu X

3. Koefisien Korelasi Sederhana (Korelasi Pearson)

N∑xy - (∑x) (∑y)


r =
[ N∑x2 - (∑x)2 ] x [ (N∑y2) - (∑y)2 ]

4. Hasil Perhitungan menggunakan SPSS versi 13.0 :

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N


iron .0792 .13567 160
MAT 8.6427 3.63696 160

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Correlations

iron MAT
Pearson Correlation iron 1.000 -.029
MAT -.029 1.000
Sig. (1-tailed) iron . .356
MAT .356 .
N iron 160 160
MAT 160 160

Variables Entered/Removedb

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 MATa . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: iron

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .029a .001 -.005 .13604
a. Predictors: (Constant), MAT
b. Dependent Variable: iron

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .003 1 .003 .137 .712a
Residual 2.924 158 .019
Total 2.927 159
a. Predictors: (Constant), MAT
b. Dependent Variable: iron

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) .089 .028 3.189 .002
MAT -.001 .003 -.029 -.370 .712
a. Dependent Variable: iron

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


5. Persamaan Hasil Perhitungan :
Y = 0.089 - 0.001 X dengan nilai R2 = 0.001

6. Kesimpulan :
Tidak ada hubungan antara kedalaman MAT dengan konsentrasi
senyawa besi dalam airtanah dangkal di Kecamatan Sawangan.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 5
Perhitungan Anova antara Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah dengan Penggunaan Tanah

1. Tujuan : Menguji perbedaan mean, namun perhitungan didasarkan pada variance.


2. Hasil Perhitungan dengan menggunakan SPSS 13.0 :

Descriptives

iron
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Permukiman_Teratur 3 .0667 .04726 .02728 -.0507 .1841 .03 .12
Permukiman_Tidak_
88 .0861 .16661 .01776 .0508 .1214 .00 1.27
Teratur
Non_Permukiman 69 .0761 .09215 .01109 .0539 .0982 .00 .54
Total 160 .0814 .13739 .01086 .0600 .1029 .00 1.27

Test of Homogeneity of Variances

iron
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.365 2 157 .695

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


ANOVA

iron
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .005 2 .002 .120 .887
Within Groups 2.997 157 .019
Total 3.001 159

3. Kesimpulan :
Variasi penggunaan tanah sebagai variabel bebas adalah homogen. Tidak ada perbedaan rata-rata konsentrasi senyawa
besi pada airtanah dangkal di penggunaan tanah yang berbeda-beda.

4. Penentuan Komponen Varian :

SSB 0.005
x 100% = x 100% = 0,16 %
SST 3.001

5. Interpretasi hasil penentuan komponen varian :


Penggunaan tanah tidak berpengaruh terhadap konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 6
Perhitungan Anova antara Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah dengan Ketinggian

1. Tujuan : Menguji perbedaan mean, namun perhitungan didasarkan pada variance.


2. Hasil Perhitungan dengan menggunakan SPSS 13.0 :

Descriptives

iron
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
60-90 meter 28 .0521 .06238 .01179 .0280 .0763 .00 .26
90-120 meter 103 .0731 .10354 .01020 .0529 .0933 .00 .86
>120 meter 29 .1269 .24187 .04491 .0349 .2189 .00 1.27
Total 160 .0792 .13567 .01073 .0580 .1004 .00 1.27

Test of Homogeneity of Variances

iron
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
3.844 2 157 .023

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


ANOVA

iron
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .090 2 .045 2.499 .085
Within Groups 2.836 157 .018
Total 2.927 159

3. Kesimpulan :
Variasi ketinggian sebagai variabel bebas adalah heterogen, namun tidak ada perbedaan rata-rata konsentrasi senyawa
besi pada airtanah dangkal di ketinggian yang berbeda-beda.

4. Penentuan Komponen Varian :

SSB 0.090
x 100% = x 100% = 3,1 %
SST 2.927

5. Interpretasi hasil penentuan komponen varian :


Ketinggian tidak berpengaruh terhadap konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 7
Perhitungan Anova antara Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah dengan Jenis Batuan

1. Tujuan : Menguji perbedaan mean, namun perhitungan didasarkan pada variance.


2. Hasil Perhitungan dengan menggunakan SPSS 13.0 :

Descriptives

iron
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Aluvium 42 .1160 .20733 .03199 .0513 .1806 .00 1.27
Batuan Gunung Api Muda 3 .0700 .06245 .03606 -.0851 .2251 .00 .12
Kipas Aluvium 115 .0691 .10102 .00942 .0505 .0878 .00 .86
Total 160 .0814 .13739 .01086 .0600 .1029 .00 1.27

Test of Homogeneity of Variances

iron
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
3.135 2 157 .046

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


ANOVA

iron
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .068 2 .034 1.815 .166
Within Groups 2.934 157 .019
Total 3.001 159

3. Kesimpulan :
Variasi jenis batuan sebagai variabel bebas adalah homogen, artinya tidak terdapat perbedaan khusus pada masing-
masing formasi batuan dalam mempengaruhi konsentrasi senyawa besi.
Fhitung kurang dari Ftabel (1,815 < 3,06). Sehingga tidak ada perbedaan rata-rata konsentrasi senyawa besi pada masing-
masing formasi batuan.

4. Penentuan Komponen Varian :

SSB 0.068
x 100% = x 100% = 2,3 %
SST 3.001

5. Interpretasi hasil penentuan komponen varian :


Jenis batuan tidak berpengaruh terhadap konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 8
Perhitungan Anova antara Konsentrasi Senyawa Besi Dalam Airtanah dengan Jenis Tanah

1. Tujuan : Menguji perbedaan mean, namun perhitungan didasarkan pada variance.


2. Hasil Perhitungan dengan menggunakan SPSS 13.0 :

Descriptives

iron
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Aluvial Kelabu 18 .1067 .14105 .03324 .0365 .1768 .00 .54
Asosiasi Latosol Coklat
Kemerahan Dengan 23 .0513 .05066 .01056 .0294 .0732 .00 .24
Laterit Airtanah
Asosiasi Regosol Coklat
14 .0907 .09619 .02571 .0352 .1463 .00 .29
Dengan Latosol Coklat
Latosol Merah 105 .0825 .15357 .01499 .0528 .1122 .00 1.27
Total 160 .0814 .13739 .01086 .0600 .1029 .00 1.27

Test of Homogeneity of Variances

iron
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.979 3 156 .405

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


ANOVA

iron
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .034 3 .011 .590 .623
Within Groups 2.968 156 .019
Total 3.001 159

3. Kesimpulan :
Variasi jenis tanah sebagai variabel bebas adalah homogen dan tidak ada perbedaan rata-rata konsentrasi senyawa besi
pada airtanah dangkal di jenis tanah yang berbeda-beda.

4. Penentuan Komponen Varian :

SSB 0.034
x 100% = x 100% = 1,13 %
SST 3.001

5. Interpretasi hasil penentuan komponen varian :


Jenis tanah tidak berpengaruh terhadap konsentrasi senyawa besi dalam airtanah dangkal.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 9
Perhitungan Anova antara Konsentrasi Senyawa Besi dalam Airtanah dengan Kandungan Senyawa Besi dalam Tanah

1. Tujuan : Menguji perbedaan mean, namun perhitungan didasarkan pada variance.


2. Hasil Perhitungan dengan menggunakan SPSS 13.0 :

Descriptives

iron
95% Confidence Interval for
Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
162.387 hektar 5 .0180 .03033 .01356 -.0197 .0557 .00 .07
232.83 hektar 10 .1310 .25981 .08216 -.0549 .3169 .00 .86
355.389 hektar 19 .0658 .06809 .01562 .0330 .0986 .00 .29
382.809 hektar 15 .0873 .05063 .01307 .0593 .1154 .01 .19
514.004 hektar 13 .0838 .11435 .03171 .0147 .1529 .00 .45
566.616 hektar 16 .0713 .07013 .01753 .0339 .1086 .00 .26
815.186 hektar 28 .1254 .24781 .04683 .0293 .2214 .00 1.27
1522.419 hektar 54 .0617 .06941 .00945 .0427 .0806 .00 .36
Total 160 .0814 .13739 .01086 .0600 .1029 .00 1.27

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Test of Homogeneity of Variances

iron
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
2.431 7 152 .022

ANOVA

iron
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .127 7 .018 .957 .465
Within Groups 2.875 152 .019
Total 3.001 159

3. Kesimpulan :
Variasi luasan senyawa besi dalam tanah sebagai variabel bebas adalah homogen dan tidak ada perbedaan rata-rata
konsentrasi senyawa besi pada airtanah dangkal di luasan senyawa besi dalam tanah yang berbeda-beda.

4. Penentuan Komponen Varian :

SSB 0.127
x 100% = x 100% = 4,23 %
SST 3.001

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


5. Interpretasi hasil penentuan komponen varian :
Kandungan senyawa besi dalam tanah, berupa luasan Thiessen, tidak berpengaruh terhadap konsentrasi senyawa besi
dalam airtanah dangkal.

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 10
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002 TANGGAL 29 JULI 2002
TENTANG
SYARAT-SYARAT DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM

Parameter : Bahan-Bahan Inorganik (yang kemungkinan dapat menimbulkan


keluhan pada konsumen)

Kadar Maksimum
Parameter Satuan Ket.
yang Diperbolehkan
1 2 3 4

Ammonia mg/l 1.5


Aluminium mg/l 0.2
Chloride mg/l 250
Copper mg/l 1
Kesadahan mg/l 500
Hidrogen Sulfide mg/l 0.05
Besi mg/l 0.3
Mangan mg/l 0.1
pH - 6,5 - 8,5
Sodium mg/l 200
Sulfate mg/l 250
Padatan Terlarut mg/l 1000
Seng mg/l 3

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Lampiran 11
Kegiatan Survey Lapang

Gambar 1. Pengukuran lokasi sampel nomor


96 pada 10 Oktober 2009 Pukul 14.49 WIB
(sumber: dokumentasi Mayangsasati, 2009)

Gambar 2. Pengukuran sampel air pada


lokasi nomor 99 pada 11 Oktober 2009 Pukul
10.55 WIB
(sumber: dokumentasi Mayangsasati, 2009)

Gambar 3. Pengukuran sampel air pada


lokasi nomor 106 pada 11 Oktober 2009
Pukul 15.42 WIB
(sumber: dokumentasi Mayangsasati, 2009)

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Gambar 4. Kondisi sumur lokasi sampel
nomor 130 pada 18 Oktober 2009 Pukul
16.04 WIB
(sumber: dokumentasi Mayangsasati, 2009)

Gambar 5. Kondisi sumur lokasi sampel


nomor 131 pada 18 Oktober 2009 Pukul
16.26 WIB
(sumber: dokumentasi Mayangsasati, 2009)

Gambar 6. Pengukuran lokasi sampel


nomor 134 pada 18 Oktober 2009 Pukul
17.45 WIB
(sumber: dokumentasi Mayangsasati, 2009)

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010


Gambar 7. Kondisi sumur lokasi sampel
nomor 137 pada 21 Oktober 2009 Pukul
13.21 WIB
(sumber: dokumentasi Mayangsasati, 2009)

Gambar 8. Kondisi rumah lokasi sampel


nomor 137 pada 21 Oktober 2009 Pukul
13.21 WIB
(sumber: dokumentasi Mayangsasati, 2009)

Gambar 9. Kondisi sumur gali (kanan) dan rumah (kiri)


lokasi sampel nomor 123 pada 18 Oktober 2009 Pukul
12.10 WIB
(sumber: dokumentasi Mayangsasati, 2009)

Universitas Indonesia

Pola sebaran..., Astuti Puji Mayangsasati, FMIPA UI, 2010

Anda mungkin juga menyukai