LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DASAR UNGGULAN UST (PDU UST)
Dibiayai oleh
Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta
Sesuai dengan Surat Perjanjian Kesepakatan Pelaksana Penelitian Internal
Nomor: 009/UST/LP3M/PUSLIT/PDU-UST/K/VI/2021
Tanggal 02 Juni 2021
i
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN DASAR UNGGULAN UST
Judul Penelitian : Etika Profetik Kumpulan Cerpen Konvensi Karya A.
Mustofa Bisri dan Pembelajarannya di SMA/SMK
Kode/Nama Rumpun Ilmu : 743/ Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Ketua
A. Nama Lengkap : Dra. Widowati, M.Hum.
B. NIDN : 0508076101
C. Jabatan Fungsional : Lektor
D. Program Studi /Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
E. Nomor HP : 081328287457
F. Alamat Surel : widowatipbsi@gmail.com
Anggota 1
A. Nama Lengkap : Joko Santosa, S.S., M.A.
B. NIDN : 0507058401
C. Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Anggota 1I
A. Nama Lengkap : Dr. Oktaviani Windra Puspita, M.Pd.
B. NIDN : 0617108902
C. Program Studi/Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Anggota III
A. Nama Lengkap : Ristiana Devi
B. NIM : 2017001034
C. Program Studi/Fakultas: : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Anggota IV
A. Nama Lengkap : Fatimatuz Zahroh
B. NIM : 2017001097
C. Program Studi/Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Anggota V
A. Nama Lengkap : Siti Khalifah
B. NIM : 2017001098
C. Program Studi/Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Biaya Penelitian : Rp 10.000.000,00
Biaya Luaran Tambahan : -
Menyetujui,
Kepala LP3M – UST
ii
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM
1. Judul Penelitian: Etika Profetik Kumpulan Cerpen Konvensi Karya A. Mustofa Bisri
dan Pembelajarannya di SMA/ SMK
2. Tim Peneliti
Bidang Waktu
No. Nama Jabatan Instansi
Keahlian (jam/minggu)
1. Dra. Widowati, M. Ketua Bahasa dan UST 8
Hum. Sastra Indonesia
2. Joko Santosa, S.S., Anggota Bahasa dan UST 6
M.A. Sastra Indonesia
3. Dr. Oktaviani Anggota Bahasa dan UST 6
Windra P., M.Pd. Sastra Indonesia
4. Ristiana Devi Anggota Bahasa dan UST 6
Sastra Indonesia
5. Fatimatuz Zahroh Anggota Bahasa dan UST 6
Sastra Indonesia
6. Siti Khalifah Anggota Bahasa dan UST 6
Sastra Indonesia
3. Objek Penelitian
Buku Teks Kumpulan Cerpen Konvensi Karya A. Mustofa Bisri
4. Masa Pelaksanaan
Mulai : Juni 2021
Berakhir : September 2021
5. Usulan Beaya
Rp 10.000.000,00
6. Temuan yang ditargetkan
a. Penemuan etika Profetik dalam kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa
Bisri.
b. Pembelajaran kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri di SMA/ SMK.
7. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran adalah JP-BSI (Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia).
iii
RINGKASAN
iv
DAFTAR ISI
v
1
BAB I PENDAHULUAN
Nama A. Mustofa Bisri atau yang biasa disbut Gus Mus di jagat sastra
bukanlah nama yang asing. Nama tersebut identik dengan karya-karya yang
humanis dan multi kultural. Hal itu sejalan dengan sosoknya yang istimewa. Beliau
adalah seorang kiai yang memahami bahwa isi dunia ini bagaikan pelangi,
berwarna-warni, jika bersatu akan memancarkan keindahan. Dalam menyikapi
perbedaan, beliau menomorsatukan toleransi. Baginya, perbedaan adalah karunia
Tuhan yang harus disyukuri. Karena itu, karya-karyanya dianggap dapat
menyatukan, menenteramkan, mendamaikan kehidupan yang tidak lagi
menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Satu di antara banyak karya sastra yang dihasilkan adalah kumpulan cerpen
Konvensi. Kumpulan cerpen Konvensi dapat dijadikan sebagai alat penyalur suara
dan perjuangan untuk menggugat atau melawan ketidakseharusan, ketidakwajaran,
ketidakadilan, kepongahan, penderitaan, atau penindasan. Di samping itu,
kumpulan cerpen ini menjadi sarana penggugah rasa kemanusiaan, pembebasan
manusia dari ketertindasan , dan peningkatan keimanan yang akhir-akhir ini
dirasakan mulai mengalami kemunduran.
Kumpulan cerpen Konvensi merupakan karya yang dihasilkan dalam
rentangan waktu yang panjang. Dari tahun 2002 ampai tahun 2018. Panjangnya
waktu ini menjadikan karya tersebut mampu memotret permasalahan bangsa
Indonesia sejak awal masa reformasi yang ditandai membongkahnya semangat
pembaharuan di bidang politik, sosial, budaya, agama, ekonomi, dan sebagainya
sampai akhir-akhir ini. Dalam perjalanan, semangat tersebut memudar, bahkan
sebagian berbalik arah. Hal itulah yang kemudian menjadi sumber penulisan
dengan kepiawaian pengolahan dan kepekaan Gus Mus pada masalah-masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia. Karena itu, karya-karyanya selalu bersifat vertikal dan
horizontal.
Sebagai panutan masyarakat, Gus Mus menghasilkan karya yang tidak
sekadar memberi kritikan atau sindiran pada kelompok tertentu, melainkan juga
membumbui karyanya dengan nilai-nilai kehidupan yang seharusnya diterapkan
dalam kehidupan bermasyarakat. Hal itu sejalan dengan pandangan Kuntowijoyo
2
yang membidani lahirnya teori sastra Profetik Konsep sastra Profetik ini mulai
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia sejak 2005 melalui majalah Horison
dalam artikel “Maklumat Sastra Profetik” (2005: 4).
Menurut Kuntowijoyo (2005: 4; 2006: 8-24; 2013: 9-23; 2019: 8-9; Sayuti,
2005: 4; Wangsitalaja, ; 1) sastra Profetik mengandung kristalisasi nilai kehidupan
yang mewujud dalam etika humanisasi, liberasi, dan transendensi (Masbur, 2017:
47; Suraiya, 2017: 151; Sudardi, 2003: 1-2). Sastra Profetik menghasratkan agar
manusia tidak menjadi makhluk satu dimensi, melainkan makhluk lengkap, baik
jasmani maupun rohani, mengakar di bumi, sekaligus menjangkau langit. Dengan
model sastra Profetik, pengarang dapat menyampaikan gagasannya lebih universal
karena sastra Profetik tidak membatasi pada satu sisi keyakinan, meskipun sastra
Profetik berlandaskan kitab suci al Quran. Dengan demikian, pengarang dapat
merengkuh semua persoalan manusia tanpa ada sekat-sekat tertentu, sekaligus
menjangkau semua masyarakat untuk mengapresiasikannya dengan tujuan akhir
merealisasikan nilai-nilai yang tertuang di dalamnya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Berdasarkankan pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa kumpulan
cerpen Konvensi dinaungi oleh tiga etika; humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Nilai profetik tersebut sejalan penilaian sikap berdasarkankan kebijakan Ujian
Sekolah SMA tahun pelajaran 2020 yang dimuat dalam Siaran Pers Badan Standar
Nasional Pendidikan Nomor 0001/ PR/ BSNP/ I/ 2020, yang mempertimbangkan
konsep Merdeka Belajar. Adapun penilaian terhadap sikap itu meliputi sikap
spiritual (menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya) dan sikap
sosial (menghayati dan mengamalkan perilaku : jujur, disiplin, santun, peduli
{gotong royong, kerja sama, toleran, damai}, bertanggung jawab, responsif, dan
proaktif).
Adanya nilai Profetik dalam kumpulan cerpen Konvensi, menunjukkan
adanya kontribusi kumpulan cerpen tersebut bagi peningkatan kualitas kepribadian
bangsa Indonesia. Karena hal itulah, kumpulan cerpen Konvensi dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada jenjang SMA/ SMK kelas
XI, dan SMA kelas X Peminatan pada KD 3.8 dan 4.8.
3
B. Landasan Teori
1. Sastra Profetik
Kuntowijoyo merupakan sosok di balik lahirnya sastra Profetik.
Kuntowijoyo menyampaikan gagasannya dalam majalah Horison pada tahun
2005 berjudul “Maklumat Sastra Profetik Kaidah, Etika dan Struktur Sastra”
(Widowati, 2015:11; Widowati, 2017: 14 ). Di samping itu, juga ada nama
Abdul Hadi WM yang menyampaikan gagasannya dalam artikel yang berjudul
“Kembali ke Akar, Kembali Ke Sumber” dalam jurnal Ulumul Quran pada
Agustus 1998. Kedua tulisan tersebut dianggap oleh banyak kritikus sebagai
cikal-bakal lahirnya istilah Sastra Profetik di Indonesia. Etika profetik
dipaparkan Muhammad Iqbal dan menjadi landasan konsep ilmu sosial profetik
Kuntowijoyo. Ia memaknai etika kenabian (profetik) sebagai etika transformatif
(Iqbal, 1996: 145). Iqbal menceritakan kata-kata Abdul Quddus, seorang
mistikus Islam dari Ganggah, “Muhammad dari Jazirah Arab telah miraj ke
langit yang setinggi-tingginya dan kembali. Demi Allah, aku bersumpah bahwa
jika sekiranya aku sampai mencapai titik itu, pastilah aku sekali-kali tidak
hendak kembali lagi.” Sang mistikus tampaknya tidak memiliki kesadaran
sosial. Baginya, keasyikan dan keterlenaan dalam pengalaman mistis adalah
tujuan, sehingga ia tidak hendak kembali dan melihat realitas, menghadapi
kenyataan. Nabi bukanlah seorang mistikus. Nabi adalah seorang manusia
pilihan yang sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab sosial. Kembalinya
Sang Nabi adalah langkah kreatif. Sehebat apa pun pengalaman spiritual yang
dijalaninya, seorang Nabi tidak pernah terlena. Ia kembali memasuki lintasan
ruang dan waktu sejarah, hidup dan berhadapan dengan realitas sosial
kemanusiaan, serta melakukan kerja-kerja transformatif. Seorang Nabi datang
dengan membawa cita-cita perubahan dan semangat revolusioner. Untuk
mengetahui kelayakan gagasan kesenian profetik dalam wacana filsafat
kesenian, diperlukan pengayaan konsep tentang ilmu kesenian, yaitu seni,
6
estetika, filsafat seni, filsafat Islam, pendidikan Islam, dan multi-disiplin ilmu
yang melingkupinya.
Sidi Gazalba, dalam konsep filsafat Islam menyatakan, kedudukan seni
dalam Islam adalah di bagian wilayah kebudayaan, sedangkan kebudayaan
sendiri bagian dari Dien Islam. Dien Islam itu sempurna. Hal yang sempurna
mengandung nilai 3B (Benar, Baik, dan Bagus). Benar ada di wilayah ilmu dan
agama (Islam), Baik di wilayah etika, dan Bagus di wilayah estetika (seni)
(Gazalba, 1988: 118).
Menurut Kuntowijo sastra Profetik adalah sastra demokratis. Ia tidak
otoriter dengan memilih satu premis, tema, teknik, dan gaya (style), baik yang
bersifat pribadi maupun yang baku. Keinginan sastra Profetik hanya sebatas
bidang etika, itu pun dengan suka rela, tidak memaksa. Etika itu disebut Profetik
karena ingin meniru perbuatan Nabi, Sang Prophet. Meskipun Nabi telah
mencapai tempat paling tinggi yang menjadi dambaan ahli mistik, beliau tetap
kembali ke dunia juga untuk menunaikan tugas-tugas kerasulannya (2006: 10).
Gagasan Kuntowijoyo tentang sastra Profetik didasari oleh pemikiran
Mohammad Iqbal dan Jalaludin Rumi. Dalam buku Pengantar ke Pemikiran
Iqbal, Mis Luce-Claude Maitre menuliskan gagasan Iqbal tentang puisi (sastra)
dan penyair (sastrawan). Menurut Iqbal, seni tertinggi adalah seni yang bisa
membangunkan kekuatan dan memberi semangat untuk menghadapi berbagai
ujian kehidupan dengan sikap satria. Dogma seni untuk seni merupakan suatu
kemunduran danakan membawa kehancuran (1985:77). Pernyataan Iqbal
tersebut menunjukkan gagasan-gagasan luhur yang dimilikinya tentang sastra
dan misi seorang sastrawan. Sastra bertujuan membantu manusia dalam
perjuangan melawan semua yang tidak baik dengan mengimbau pada hal-hal
yang mulia. Karena itu, sastra haruslah bisa mengarahkan manusia sebagai
manusia unggul yang sari patinya didasarkan pada al-Quran. Manusia unggul
adalah manusia yang mampu mengimplementasikan sifat-sifat Tuhan dalam
dirinya, dalam kehidupan bermasyarakat.
Kuntowijoya (2005: 8) menambahkan bahwa sastra Profetik adalah
sastra dialektik, artinya sastra yang berhadap-hadapan dengan realitas,
7
melakukan penilaian, dan kritik sosial budaya secara beradab. Oleh karena itu,
sastra Profetik adalah juga sastra yang terlibat dalam sejarah kemanusiaan
(2006: 1-2). Ia tidak mungkin menjadi sastra yang terpencil dari realitas. Akan
tetapi, sastra hanya dapat berfungsi sepenuhnya bila ia sanggup memandang
realitas dari suatu jarak. Karena itulah lahir ungkapan “sastra lebih luas dari
realitas”; “sastra membawa manusia keluar dari belenggu realitas”; atau “sastra
membangun realitasnya sendiri .Ia adalah renungan tentang realitas. Realitas
sastra adalah realitas simbolis, bukan realitas aktual dan realitas historis.
Melalui simbol itulah sastra memberi arah dan melakukan kritik atas realitas.
Selanjutnya Kuntowijoyo menjelaskan bahwa sastra Profetik
merupakan karya sastra yang memiliki ruh untuk kembali kepada nilai-nilai
kenabian. Sastra Profetik merupakan refleksi ideologi Islam yang mengkritisi
realitas sosial masyarakat yang bertentangan dengan pandangan standard atau
nilai moral ideologi Islam. Karena itu, sastra Profetik bersumber pada kitab suci
al-Quran, surat Ali Imran, ayat 110, yang artinya: “Kamu adalah umat terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (Kuntowijoyo, 2019: 9). Oleh
Suraiya (2017) sastra Profetik disebut sebagai sastra ibadah karena merupakan
ekspresi dari penghayatan nilai-nilai agama.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa sastra Profetik
adalah sastra yang menggambarkan adanya aspek kehidupan yang sifatnya
vertikal sekaligus horisontal. Sastra yang tidak saja berbicara persoalan
keduniawian, tetapi juga keakhiratan. Sastra yang dapat memberi pencerahan
pembaca dalam menjalani kehidupan sesama makhluk lain di dunia, sekaligus
sastra yang dapat memberi pencerahan pembaca mempersiapkan kehidupan
yang abadi. Dengan kata lain, sastra Profetik merupakan sastra yang berpijak
pada bumi sekaligus sastra yang menjangkau langit.
3. Transendensi
Transendensi berarti adanya kesadaran ketuhanan (transdensi, Latin
trancdencere, melampaui). Transdensi sebenarnya tidak harus berarti
kesadaran ketuhanan secara agama saja, tetapi bisa kesadaran terhadap
makna apa saja yang melampaui batas kemanusiaan (Kuntowijoyo, 2019:
23). Transdensi itu efektif bagi kemanusiaan sebab transendensi akan berarti
iman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Menyaksikan,
Yang Maha Hakim, dan sebagainya. Karena itu, transendensi bertujuan
menambahkan dimensi transendental dengan cara membersihkan diri dari
arus hedonism, materialism, dan budaya yang dekaden. Singkatnya,
menghendaki manusia untuk mengakui otoritas mutlak Allah SWT
(Masbur, 2016: 49).
Menurut Roger Garaudy (dalam Efendi, 2012: 75) unsur-unsur
transendensi itu ada 3 macam, sebagai berikut. (1) Pengakuan tentang
ketergantungan manusia pada Tuhan. (2) Ada perbedaan yang mutlak antara
Tuhan dan manusia. (3) Pengakuan akan adanya norma-norma mutlak dari
Tuhan yang tak berasal dari akal manusia.
4. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang membantu siswa
memperoleh pengetahuan yang benar dan lengkap mengenai karakter,
mengenai peran karakter dalam hidup pribadi, bersama orang lain, dalam
komunitas, dalam masyarakat, bangsa dan negara, dan mendapatkan
kecakapan, kemampuan, kompetensi, dan profesionalitas untuk
10
pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai
tertentu yang dirujuk oleh sekolah (Kesuma, dkk., 2012:5). Dalam
pembelajaran, pendidikan karakter ini dapat disampaikan melalui empat
metode, yaitu metode informatif, metode partisipatif, metode partisipatif-
ekperiensial, dan eksperiensial (Mangunhardjana, 2016:26-29).
5. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Salah satu pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum
2013 adalah materi yang berbasis teks. Menurut Isodarus (dalam Martiana,
dkk.,2019: 300) pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks merupakan
proses belajar Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh peserta didik yang
bertitik tolak dari pemahaman terhadap teks dan menuju ke arah pembuatan
teks.
Pendekatan pembelajaran bahasa berbasis teks didasarkan pada teori
teks yang dikemukakanoleh pakar linguistik fungsional sistemik (LFS).
Halliday (2004, 2005) mengembangkan teori LFS dan teori ini menjadi dasar
pendekatan pembelajaran bahasa berbasis teks, yang selanjutnya dikenal
sebagaimencakupi pendekatan pembelajaran bahasa berbasis genre (Martin
1992, 1997, 2010; Feez 1998).
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan berbasis teks atau berbasis
genre untuk mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pendekatan
berbasis teks ini sejalan dengan prinsip pembelajaran dalam Kurikulum 2013
yang menekankan pendekatan ilmiah (scientific approach).
Ruang lingkup materi pada pembelajaran Bahasa Indonesia SMA/ MA
yaitu meliputi tiga aspek : kebahasaan, kesastraan, dan literasi. Ruang lingkup
kebahasaan mencakup ragam bahasa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia
yang multilingual. Ruang lingkup kesastraan mencakup pembahaan beragam
karya sastra, tanggapan terhadap karya sastra, dan menciptakan karya sastra
(Martiana, dkk., 2019: 301). Dalam penelitian ini ruang lingkup kesastraan
menjadi bagian materi bahasa Indonesia yang wujud teksnya adalah cerita
pendek.
12
PEMBELAJARAN
BSI BERBASIS TIK
DAN PENDIDIKAN
KARAKTER
2022
2021 •Etika Profetik
dalam Karya
•Etika Profetik A.Mustofa
Kumpulan Bisri sebagai
2020 Cerpen Media
•Etika Profetik Konvensi Pendidikan
Kumpulan Karya Karakter
Puisi Negeri A.Mustofa
2019 Daging Karya Bisri dan
A.Mustofa Bisri Pembelajaran
•Etika nya di SMA/
Profetik sebagai Media
Pendidikan SMK.
Kumpulan
Puisi Aku Karakter di
Manusia SMA/ SMK
Karya
A.Mustofa
Bisri sebagai
Media
Pendidikan
Karakter.
14
oleh diva press yogyakarta sebagai sumber data primer dan tiga skripsi
mahasiswa sebagai sumber data sekunder.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berarti alat yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data sebagai bahan pengolahan (KBBI, 2008: 540;
Siswantoro, 2004: 56). Selama ini yang dikenal umum adalah tes, interview,
observasi, atau angket. Dalam penelitian sastra instrumennya adalah peneliti
itu sendiri (Siswantoro, 2010: 73). Peneliti juga dapat memanfaatkan
instrumen lain untuk memperkuat perolehan data yang diinginkannya.
Dalam penelitian ini,instrumennya adalah peneliti sendiri yang
dibekali dengan teori dan dengan kemampuan menganalisis berdasarkan
kisi-kisi yang dirancang sebelumnya. Di bawah ini adalah bagan kisi-kisi
instrumen penelitian yang akan digunakan untuk menjaring data.
16
17
Manusia sering kali lupa diri ketika sudah sampai pada kesuksesan.
Banyak hal yang terabaikan, baik keluarga, pertemanan, bahkan ibadah kepada
Tuhan. Kutipan cerpen “Sang Primadona” memperlihatkan kesibukan tokoh
“Aku” yang telah membuatnya lalai untuk beribadah. “Nasihat-nasihat” yang
dimaksud merupakan nasihat dari seorang ibu kepada anak perempuannya.
Nasihat-nasihat dari ibunya untuk tidak melupakan ibadah seolah diabaikan
begitu saja, bahkan ia merasa tidak nyaman dengan nasihat yang diberikan
pada ibunya. Pada tahap ini manusia telah lupa akan jati dirinya sebagai hamba
Tuhan. Perilaku tokoh “Aku” telah menggambarkan dehumanisasi. Perilaku
tokoh “Aku” sibuk dengan urusan duniawi, namun lalai dengan ibadahnya.
Sebagai seorang hamba sudah semestinya untuk senantiasa taat untuk
menjaga perintah-Nya, termasuk ibadah. Seiringnya kemajuan zaman, manusia
dengan mudah memperoleh sesuatu yang mereka impikan. Manusia telah sibuk
dengan urusan dunia dan berlaku sombong. Mereka lupa apa yang telah mereka
capai adalah atas izin Allah. Modernisasi justru membuat manusia semakin
terjerumus dalam kesibukan duniawi. Manusia menganggap, pencapaian
mereka karena adanya kemajuan teknologi dan usaha mereka sendiri.
22
Menipu dan dendam merupakan dua hal yang berbeda, tetapi memiliki
tujuan yang sama yaitu untuk merugikan orang lain demi kepentingannya.
Menipu merupakan suatu perbuatan yang membohongi, mengakali, dan
memperdaya kepada orang lain untuk kepentingan pribadi maupun
kelompoknya, sedangkan dendam merupakan suatu rasa atau keinginan untuk
membalas perbuatan seseorang yang telah menyakitinya. Kedua hal tersebut
antara menipu dan dendam sangat tidak pantas untuk dilakukan karena
merugikan orang lain.
Realitanya saat ini banyak sekali orang yang masih melakukan
penipuan dan dendam. Apalagi di tengah kondisi masyarakat massa yang sudah
semakin modern. Tentunya penipuan maupun dendam dapat dilakukan dengan
menggunakan kecanggihan teknologi. Contohnya saja penipuan di kalangan
masyarakat yang menggunakan kecanggihan teknologi ponsel yang terdapat
fitur media sosial. Sebagai masyarakat massa yang semakin modern dengan
kecanggihan teknologi yang ada harus benar-benar bisa memilih hal-hal mana
yang baik dan mana yang buruk, serta harus waspada dan hati-hati terhadap
penipuan ataupun kejahatan-kejahatan sejenisnya.
6) “Pertama-tama, mereka datang ke puskesmas dan satu-persatu mereka
diperiksa. Ternyata semua dokter di puskesmas yang memeriksa
mereka menyatakan bahwa mereka semua sehat. Tak ada seorang pun
yang mengidap sesuatu penyakit. Tak puas pemeriksaan di puskesmas,
mereka pun mendatangi dokter-dokter spesialis; mulai dari spesialis
THT, dokter gigi, hingga ahli penyakit dalam. Hasilnya sama saja.
Semua dokter yang memeriksa, tidak menemukan kelainan apapun
pada kesemuanya”. (“Wabah”, 2018:20-21)
23
gambaran dehumanisasi dari perempuan cantik tersebut dan ibu perempuan itu,
masalah humanisasi dapat dikembalikan lagi dalam kehidupan, baik yang
menyangkut kehidupan masyarakat kelas atas, pejabat, atau masyarakat biasa.
Perilaku pejabat tentu selalu menjadi perhatian masyarakat, termasuk
bagaimana pejabat menyelesaikan suatu persoalan. Sebagai panutan atau
model, pejabat akan ditiru oleh masyarakatnya. Akibatnya, perilaku yang tidak
semestinya pun dapat membangkitkan kekuatan masyarakat massa.
10) Memang layak kita coba;” timpal ibu sambil menutup hidung, “orang
gede dan pejabat tinggi saja datang ke “orang pintar” untuk
kepentingan pribadi, apalagi kita yang mempunyai masalah besar
seperti ini.” (“Wabah”, 2018:22)
pikiran yang irrasional. Hal itu terjadi karena pelekatan budaya masa silam
yang belum benar-benar hilang meskipun masyarakat sudah memiliki agama
tertentu dan mengenyam pendidikan tinggi. Perilaku masyarakat tersebut
sudah menjadi kebiasaan yang tertanam sejak nenek moyang dan masih
dipelihara dengan memadukan hal-hal yang ada pada masa sekarang.
Padahal di tengah kondisi masyarakat massa yang semakin modern dan
mengerti akan teknologi seharusnya para calon pemimpin tidak perlu
mendatangi orang pintar. Para calon pemimpin justru harus meyakinkan
dirinya kepada masyarakat dengan tindakan-tindakan dan aksi-aksi untuk
daerah yang akan dipimpinnya sehingga msyarakat memilihnya sebagai
pemimpin. Untuk menjadi pemimpin itu bukan hanya sekadar janji, tetapi juga
bukti, bukti nyata seorang pemimpin untuk daerah yang dipimpinnya.
Masyarakat tidak harus percaya terhadap paranormal untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kehidupannya baik pribadi maupun
kelompok. Akan tetapi, masyarakat harus bisa menyelesaikan persoalan-
persoalannya sendiri dengan cara-cara yang lebih baik dan benar dengan
mencari solusi yang sesuai dengan persoalan yang dihadapi. Tokoh Ibu di atas
mencerminkan sebagai manusia yang berada di lingkungan masyarakat yang
masih mengikuti perbuatan orang-orang zaman dahulu dengan mendatangi
paranormal sebagai penyelesai persoalaan masyarakat.
Akibat kekuatan masyarakat massa, emosi seseorang dapat
ditumbuhkan. Ada rasa “berani” ketika bersama-sama, tetapi menjadi ciut nyali
ketika sendiri. Tawuran massa atau demo yang anarkhis adalah contoh dari
kekuatan masyarakat massa yang mudah membakar emosi orang lain yang
sejalan sepemikiran dengan mereka yang sedang beraksi. Dalam situasi yang
demikian, kontrol logika sdh tidak berlaku lagi. Kekuatan-kekuatan seperti itu
biasa terjadi pada saat pemilu atau pemilihan kepala desa, bupati, atau
gubernur. Para pendukung calon saling menunjukkan kekuatan dengan cara
yang tidak baik, bahkan menimbulkan keonaran. Salah satunya adalah
tergambar dalam kutipan di bawah ini.
29
11) “Meski balai desa boleh dikata sudah tidak memiliki apa-apa.
Anehnya mereka yang merasa pantas memimpin masih saja berebut
berusaha menduduki kelurahan dengan mengerahkan para
pendukungnya. Setiap hari pun tawuran massal tak terelakkan.”
(“Hilangnya Perangkat Desa”, 2018:66)
masyarakat harus waspada dengan adanya berita atau informasi karena bisa jadi
berita itu belum tentu benar keberadaannya. Jadi, masyarakat harus tetap hati-hati
jika ada berita dari media massa bahkan media cetak karena media massa memiliki
kekuatan yang sangat besar untuk mempengaruhi khalayak.
Kutipan Cerpen “Kang Maksum” menggambarkan tindakan dehumanisasi
yakni digambarkan oleh “orang-orang”. Meninggalnya Kang Maksum tidak hanya
terdengar dari mulut ke mulut, akan tetapi media massa dan elektronik pun tidak
ketinggalan memberitakan tentang kematian Kang Maksum. Bahkan, tinjauan dari
berbagai sudut dan aspek pun ramai dikemukakan oleh para pakar dan narasumber.
Kutipan tersebut memberikan gambaran mengenai tindakan emosional yang
memperkaya diri sendiri dan mengabaikan intelektual yang dimiliki. Masyarakat
massa terlihat pada aspek emosionalnya yang dominan tetapi dalam kutipan
tersebut terdapat perbedaan waktu dulu dan sekarang. Dahulu media sosial belum
canggih sehingga kabar meninggalnya Kang Maksum tidak heboh diperbincangkan
atau menjadi perbincangan masyarakat.
Selain itu, kutipan di atas juga menjelaskan peran dari media cetak itu
sendiri. Media cetak menjadi sumber informasi yang bisa menghadirkan suatu nilai
yang dianggap benar oleh masyarakat bahkan mampu menjadi panutan di dalam
masyarakat. Ia mengibaratkan bila suatu masalah atau perbincangan itu terjadi di
dimensi waktu sekarang pasti akan menjadi bentuk nilai yang kemungkinan
diyakini oleh masyarakat.
Faktor teknologi dan masyarakat massa berakibat munculnya budaya
massa. Budaya massa adalah budaya popular pada saat tertentu yang banyak diikuti
masyarakat dan dianggap sebagai gambaran manusia modern. Kutipan di bawah ini
memberikan gambaran tersebut.
13) “Di kalangan kawan-kawan sendiri sekampung, Mas Martopo kadang
dijuluki Bung Intelek, kadang Bapak Wakil Kita. Entah dimaksudkan
sebagai ejekan atau penghargaan, tapi alasan yang pernah
dikemukakan: Mas Martopo jika bicara, tidak saja selalu menyelipkan
istilah-istilah asing, tapi juga karena bicaranya yang menurut istilah
kawan-kawannya itu pethit, begitu tinggi, sehingga sering sulit
dipahami orang kampung.” (“Mbah Mar”, 2018: 89).
31
saja, tapi hari-hari berikutnya kutemukan lagi dan lagi. Akhirnya aku
pun menanyakan hal itu kepadanya. Mula-mula dia seperti kaget, tapi
kemudian mengakuinya dan berjanji akan menghentikannya.” (“Sang
Primadona”, 2018: 103)
dalam membangun relasi dengan orang lain. Selain itu, juga dengan nama yang
dipelesetkan akan memberikan kesan dan ingatan yang unik bagi penerimanya.
Ahmad Mustofa Bisri yang lahir di Rembang selain sebagai seorang kiai,
budayawan, cendekiawan, juga sebagai penulis puisi, cerpen, dan novel yang karya-
karyanya terinspirasi dari kehidupan manusia. Dalam kutipan cerpen di atas Ahmad
Mustofa Bisri menyoroti kehidupan manusia atau orang-orang di Jakarta dengan
budayanya yang menggunakan kartu nama dan nama pelesetan.
Kutipan di atas juga menunjukkan penggunaan panggilan gaul dan nama
pelesetan oleh tokoh Markum Zarqoni. Tokoh Markum Zarqoni memanggil dirinya
sebagai “Mr” dan memelesetkan namanya dengan menggunakan nama “Qoney”.
Mr atau mister merupakan singkatan untuk menyebutkan “Tuan” dalam bahasa
Inggris. Penggunaan kata Mr atau mister dianggap lebih kekinian apalagi
tinggalnya di kota metropolitan. Begitu juga dengan nama pelesetannya “Qoney”
dianggap lebih gaul daripada nama aslinya Markum Zarqoni. Kedua hal tersebut
lebih menarik perhatian dan mudah diingat oleh orang lain apalagi seiring
perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi yang semakin pesat.
Meski kecanggihan teknologi melesat pesat, salah satu hal yang sampai saat
ini belum bisa diubah dalam bentuk digital adalah kartu nama. Kartu nama sampai
saat ini belum bisa digantikan hanya dengan bertukar nomor ponsel saja. Hal ini
dikarenakan dalam kartu nama sudah memuat informasi-informasi mengenai data
dirinya. Selain itu kartu nama juga dianggap praktis apalagi saat keadaan sedang
terburu-buru, dengan adanya kartu nama seseorang hanya cukup memberikan kartu
namanya saja.
2. Etika Liberasi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi
Istilah liberasi disejarkan dengan istilah nahi munkar yang berarti mencegah
perbuatan yang jahat atau tidak baik. Pada sastra profetik, istilah ini diartikan
sebagai upaya pembebasan manusia dari hal-hal yang tidak semestinya. Di
antaranya adalah pembebasan dari penindasan politik, negara, ekonomi, dan
gender. Etika liberasi menghendaki adanya tatanan kehidupan yang harmonis,
saling memahami, toleran, berlandaskan kasih saying antarsesama. Upaya
35
Pejabat membohongi rakyat sudah bukan merupakan hal baru. Pada awal-
awal kampanye rakyat akan diiming-iming janji oleh para pejabat, namun setelah
terpilih, mereka justru menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Pada kutipan cerpen “Rizal dan Mbah Hambali”, Gus Mus seolah memberikan
sindiran terhadap pemerintah. melalui tokoh Kang Ali yang sering mengunjungi
dukun, tabib, kiai, dan paranormal yang dianggapnya sebagai ‘orang pintar’. Tak
sedikit masyarakat yang justru mempertanyakan kebenaran ‘orang pintar’ tersebut.
Mereka seolah menganggap ‘orang pintar’ tidak sepenuhnya memiliki keahlian,
bahkan ‘oarng pintar’ hanya membohongi masyarakat. Pada kutipan cerpen “Rizal
dan Mbah Hambali” Gus Mus kemudian menyamakan dengan dunia politik yang
penuh dengan kebohongan.
Kebohongan di dunia politik terjadi pada musim-musim kampaye. Para
pejabat publik akan mengutarakan berbagai janji untuk memakmurkan rakyat. Pada
kenyataannya janji tersebut tidak akan terealisasikan dan rakyat hanya menerima
kebohongan dari para elit politik. Kebohongan para pejabat publik merupakan
bentuk penjajahan terhadap rakyat. Rakyat yang menaruh kepercayaan dan
harapannya kepada pejabat publik untuk mensejahterakan justru dikhianati dengan
37
tindak korupsi, perebutan kekuasaan. Pejabat publik yang tidak amanah akan
menimbulkan ketidakadilan pada rakyatnya.
Rakyat belum sepenuhnya merasakan keadilan dan kesejahteraan.
Kemerdekaan yang telah dicapai oleh bangsa belum cukup membuat rakyat
merdeka. Perilaku pejabat publik yang tidak amanah dan hanya memikirkan
kepentingan pribadi membuat rakyat semakin tertindas. Kekayaan alam yang
diperuntukan untuk kemakmuran rakyat justru dikuasai pejabat publik untuk
memperkaya diri sendiri. Akibatnya rakyat masih banyak hidup di garis
kemiskinan.
19) “Jangankan pejabat kecil-kecilan di daerah, pejabat-pejabat tinggi di
atas saja, dukun dan paranormal yang mereka andalkan. Bagaimana
negeri ini tidak kacau, kalau pemimpin-pemimpinnya terus lebih
percaya pada dukun and paranormal daripada kemampuan or ilmunya.
Kalau pemimpinnya di atas begitu, tentu saja yang di bawah ikut.
Pemimpin itu kan cerminan masyarakat.”(Mbah Mar, 2018: 91)
dan keterampilan di dunia kerja, tentu akan kesulitan bersaing dan mencari
pekerjaan sehingga tidak mendapatkan kehidupan yang layak.
Usaha keras dari kelompok masyarakat kecil agar bertahan hidup dalam
kumpulan cerpen ini menjadi sasaran pengarang menegakkan keadilan ekonomi.
Hal itu tergambar pada kutipan berikut ini.
23) “Bukannya saya tidak pernah berpikir ke arah itu. Bahkan sebelum
saya memijat pun berbagai pekerjaan sudah saya lakukan. Kecuali
tentu saja pekerjaan yang memerlukan ijazah. Karena saya tidak
pernah punya ijazah apa pun. Mulai dari buruh tani, dagang kecil-
kecilan, hingga makelaran sudah pernah saya lakukan. Semua itu tidak
ada yang berhasil. Ya baru memijat di Jakarta inilah yang bisa
dikatakan benar-benar sukses”. (“Di Jakarta”, 2018:115)
Perempuan selalu menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Bahkan ada
istilah “wanita adalah perihasan dunia”. Segala sesuatu yang dimiliki perempuan
adalah sebuah keindahan sehingga perempuan dimaknai sebuah ‘perihasan dunia’.
Keindahan tersebut tidak hanya diukur dari fisik, tetapi juga kelembutan hati, tutur
kata, dan pemikirannya. Keindahan perempuan yang seharusnya dijaga dan
dimuliakan justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu sebagai daya pemikat.
Seperti halnya kutipan cerpen “Sang Primadoa” di atas memperlihatkan perempuan
dijadikan bahan eksploitasi untuk memperoleh keuntungan dalam promosi iklan
dan acara-acara tertentu.
44
Pernikahan merupakan hal sakral yang menyatukan dua hati dan yang
diinginkan oleh semua orang untuk sekali dalam seumur hidupnya melalui ikatan
suci (perjanjian). Pernikahan menurut islam adalah sebagai bentuk dalam
menyempurnakan ibadah. Di dalam kitab suci al-Quran, Allah menganjurkan
bahwa laki-laki dan perempuan untuk menikah yang terjemahannya “Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui” (Q.S An-Nur, 24:32). Melalui ayat tersebut Allah menganjurkan
seorang laki-laki dan perempuan untuk menikah karena dengan menikah dapat
membina rumah tangga dan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan
warahmah. Oleh karena itu, seseorang yang sudah menikah antara suami dan istri
haruslah saling mengasihi, menyayangi, menghargai, dan menghormati satu sama
lain.
Jika suami istri yang sudah lama bersama tentunya akan merasakan
kehilangan jika ditinggalkan. Akan tetapi, berbeda jika pasangan yang meninggal
adalah orang yang sering menyakiti, maka perasaan kehilangan justru akan berubah
menjadi rasa bebas dari belenggu yang dialaminya.
Suami yang melakukan diskriminasi kepada istri bukanlah suami yang baik sebab
tidak bisa menjadi panutan dan contoh sebagai kepala keluarga. Perilaku
diskriminasi kepada istri dapat menyebabkan adanya perceraian. Masing-masing
antara suami dan istri sama-sama menginginkan kebebasan jika hubungannya
dirasa tidak sejalan lagi.
Kutipan di atas merupakan bentuk kritikan dari pengarang terhadap realitas
yang terjadi dengan banyaknya kasus diskriminasi yang dilakukan oleh suami.
Pengarang berusaha menyampaikan kritik agar ada upaya untuk mewujudkan
kesetaraan gender antara suami dan istri.
Kutipan di atas juga menunjukkan tingkat kepedulian sesama perempuan
yang tidak jauh berbeda dengan realitas saat ini. Masih banyak perempuan yang
peduli dengan sesama perempuan yang mengalami diskriminasi. Oleh karena itu,
47
memikat laki-laki padahal dia sendiri belum lama kehilangan suaminya. Dari
kutipan di atas jelas bahwa laki-laki yang melamar Nyai Sobir seolah-olah tidak
memikirkan bagaimana perasaan Nyai Sobir yang masih berduka atas kematian
suaminya. Perempuan dianggap memiliki citra baku atau label yang mudah saja
memikat para lelaki, padahal anggapan mereka itu salah atau sesat. Tanpa
memandang jenis kelamin, entah laki-laki ataupun perempuan bisa saja melakukan
hal seperti itu, yakni memikat lawan jenisnya. Namun, Nyai Sobir menolak
semuanya dengan sikap yang halus.
Selain itu, dalam Cerpen “Nyai Sobir” juga menggambarkan kemandirian
perempuan janda dalam berperan serta menyumbangkan ilmu dan pikirannya.
28) “Maka tidak lama, aku sudah benar-benar bisa menyesuaikan diri.
Masyarakat pun tampaknya sudah benar-benar memandangku sebaga
nyai yang pantas mendampingi Kiai Sobir. Bahkan sesekali aku
diminta panitia mewakili Abah mengisi pengajian. (“Nyai Sobir”,
2018:82-83)
29) “Setiap malam aku menangis, Abah. Menangis sebagai nyai yang
mendapat warisan tanggung jawab. Menangis sebagai perempuan dan
janda muda yang kehilangan hak. Tapi aku tetap nyaimu, Abah; aku
tidak akan menyerah. Aku percaya kepada-Nya.” (“Nyai Sobir”,
2018:86).
49
Sebenarnya tidak ada aktivitas khusus bagi jenis kelamin. Jika ada seorang
laki-laki yang pandai memasak berarti itu sudah menjadi keahliannya. Demikian
juga, jika perempuan menjadi pilot, itu karena keahliannya. Sebenarnya hal itu
tidaklah menyalahi kodrat laki-laki atau perempuan. Sayangnya, di dalam
masyarakat, perempuan hanya diarahkan dalam hal-hal yang biasa dilakukan
perempuan ketika belenggu patriarki masih berlangsung. .Seperti halnya Nyai SobIr
yang pada awalnya diragukan kemampuannya meneruskan pondok pesantren
tinggalan suaminya. Tekadnya yang kuat membuktikan bahwa Nyai Sobir mampu
meneruskan sebagai pimpinan pondok pesantren sekaligus tidak lalai dalam urusan
rumah tangganya.
3. Etika Transendensi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi
syukurnya karena telah memiliki rumah, mobil, bahkan ia telah memberikan sepeda
miliknya untuk pembantunya.
Isi cerpen pada dasarnya merupakan bagian dari dakwah Gus Mus untuk
mengingatkan pembaca bahwa Allah Maha Baik, Allah memberikan rezeki hamba-
Nya dari arah yang tak terduga. Rezeki yang datang, sedikit ataupun banyak sudah
semestinya disyukuri. Melalui tokoh tersebut Gus Mus memperlihatkan seorang
hamba yang bersyukur atas rezeki yang telah Allah berikan. Jika manusia
senantiasa bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat kepadanya.
35) “Kalangan tua di kampung, rata-rata tidak begitu suka kepada Mas
Martopo. Soalnya menurut mereka, Mas Martopo sering melecehkan
perilaku yang sudah merupakan kebiasaan orang kampung, seperti
ziarah kubur, selamatan, silaturahmi kepada kiai minta berkah atau
doa-doa.” (“Mbah Mar”, 2018: 90).
orang yang sudah meninggal yang sejatinya tidak bisa melakukan apapun. Manusia
yang masih hidup lah seharus yang berdoa untuk orang-orang yang sudah
meninggal. Orang-orang yang sudah meninggal tidak akan memiliki kuasa apapun
untuk mengabulkan doa para peziarah. Orang-orang yang sudah meninggal justru
bertanggungjawab sendiri atas segala sesuatu yang diperbuatnya di dunia. Jadi,
Allah-lah yang seharusnya tempat untuk bergantung karena Allah memiliki
kehendak yang terbaik untuk hamba-Nya.
Ahmad Mustofa Bisri melalui karyanya berusaha untuk menyadarkan
manusia yang beragama Islam yang sering melupakan kewajibannya sebagai
seorang muslim untuk menuntut ilmu. Manusia yang menuntut ilmu merupakan
salah satu bagian dari bentuk keimanannya kepada Tuhan. Hal ini dikarenakan
menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi manusia yang beragama Islam dan
sebagai wujud dari keimanannya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Untuk itu,
manusia yang beragama Islam perlu belajar mengenai ilmu tauhid. Ilmu tauhid
merupakan ilmu yang memepelajarai tentang sifat keesaan Allah sebagai zat yang
memiliki segala kesempurnaan dan tidak ada satupun yang bisa menggantikan-Nya.
Sejalan dengan isi kandungan Al-Quran surat Al-Ikhlas ayat 1 sampai dengan 4
yang terjemahannya “1) Katakanlah, Dia-Lah Allah Yang Maha Esa, 2) Allah
tempat meminta segala sesuatu, 3) Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, 4)
dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.” (Q.S Al-Ikhlas, 112:1-4).
Melalui ayat tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa Tuhan itu Maha Esa yang
tidak bisa disamakan denagan apapun dan sebagai tempat untuk meminta segala
sesuatu oleh manusia. Oleh karena itu, dengan adanya menuntut ilmu menjadikan
manusia semakin patuh dan tunduk kepada Tuhan serta mengakui adanya
perbedaan yang mutlak antara Tuhan dan manusia karena Tuhan Maha Mengetahui
segalanya yang dilakukan oleh manusia, sedangkan manusia tidak. Gambaran
perbedaan yang mutlak antara manusia dan Tuhan terdapat pada tokoh
Syabakhronni. Tokoh tersebut telah menjelaskan pada kutipan cerpen di atas bahwa
untuk menuju Kehidupan yang damai akan terwujud apabila semua manusia
mematuhi aturan yang telah ditetapkan yang maha kuasa melalui firmannya. Aturan
tersebut menjadi pedoman dana arah dalam bertindak agar semua berada pada
56
jalurnya. Bagimana meniti jalur kehidupan dunia yang akan memuluskan jalur
kehidupan akhirat digambarkan pada kutipan di bawah ini.
36) “Ada sesuatu yang menyentuh kalbuku yang terdalam, baik ketika
ustadz berbicara tentang kefanaan hidup di dunia ini dan kehidupan
kekal di akhirat, tentang kematian dan amal sebagai bekal, maupun
ketika mengajak jamaah berdzikir.” (“Sang Primadona”, 2018: 101)
saleh. Dengan beramal saleh manusia akan mendapatkan bekal untuk sampai
kemuliaan di sisi Tuhannya.
Ketetapan tuhan bersifat mutlak. Artinya tidak ada manusia yang bisa
mengurangi, menambah, atau mengubahnya meski dengan upaya yang sepenuhnya.
Jika ketetapan tuhan tidak menghendaki kehadiran anak di tengah-tengah pasangan
suami istri, usaha apa pun yang dilakukan tentu belum menemui hasilnya. Semua
itu harus diambil hikmahnya bahwa tuhan memberikan yang terbaik untuk
hambanya. Hal itu dapat ditafsirkan dari kutipan ini.
37) “Tapi mungkin juga Tuhan memang sengaja tak memberi mereka
anak, karena kasihan kepadanya. Dia tidak bisa membayangkan
bagaiman andai kata punya anak dan anak itu melihat ayahnya seperti
itu”. (“Suami”, 2018:58)
yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan
perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul
siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
(Q.S Asy-Syura, 45:49-50). Ayat tersebut sangat jelas bahwa Tuhan menghendaki
siapa saja yang akan mendapatkan anak, baik anak laki-laki maupun perempuan
dan menghendaki siapa saja yang ditetapkan untuk tidak memiliki anak.
38) “Manusia di dunia ini memang aneh. Meski mengaku hamba Tuhan,
terus saja berperilaku seperti tuan. Mereka bilang menirukan firman
Allah, Tuhan menciptakan semata-mata hanya untuk menyembah-
Nya, sementara untuk urusan rezeki, Dialah yang menjamin. Namun
rezeki yang dijamin Tuhan diburu, penyembahan yang dituntut oleh-
Nya diabaikan”. (“Di Jakarta”, 2018:105-106)
oleh manusia. Padahal sudah jelas bahwa Tuhan telah menjamin rezeki bagi setiap
manusia untuk kehidupan di dunia.
Manusia dikaruniai Allah dengan memiliki akal pikiran yang memiliki
fungsi untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penunjang kehidupan.
Allah memberikan kasih sayang kepada umatnya dengan cara yang unik, seperti hal
yang membahagiakan, menyedihkan, atau bahkan menyakitkan. Oleh karena itu,
ketetapan mutlak Allah tidak dapat dipahami oleh manusia secara naluri karena
hanya Allahlah yang mengetahui bagaimana yang terbaik untuk makhluknya. Allah
memiliki kekuatan dan norma-norma yang tidak dapat diterima oleh akal manusia.
Berdasarkan kandungan ketiga etika profetik pada kumpulan cerpen
Konvensi di atas, ternyata nilai-nilai profetiknya sejalan dengan nilai pendidikan
karakter. Pada nilai pendidikan karakter arahnya selalu pada terbentuknya karakter
yang baik, kepribadian yang kuat sebagai makhluk pribadi maupun sebagai
makhluk sosial yang bertuhan. Jika disimpulkan ada sejumlah nilai pendidikan
karakter yang dapat ditarik dari nilai profetik. Nilai-nilai pendidikan karaktr itu
adalah toleran, menghargai perbedaan pendapat, saling menghormati, saling
mengasihi, adil, jujur, amanah, bertanggung jawab, tidak diskriminatif, beriman,
bersyukur,taat beribadah sesuai dengan ajaran keyakinan atau agama.
dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Siswa akan lebih mudah
menangkap isi dan pesan yang sampaikan oleh pengarang . Kedua, kondisi
psikologis siswa turut memengaruhi pemilihan bahan ajar. Saat berada
pada jenjang pendidikan SMA, siswa berada pada tahap generalisasi
sehingga siswa sudah mampu berpikir dan menganalisis suatu fenomena
yang ada di sekitarnya dan mengaitkan pembelajaran di sekolah dengan
kehidupan sehari-hari. Kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri
tidak sekadar cerita fantasi, namun menyajikan realitas sosial sehingga
siswa akan diajak untuk menganalisis setiap permasalahan dan menemukan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, kumpulan cerpen
Konvensi karya A. Mustofa Bisri ini sesuai diterapkan dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia.
Ketiga, latar belakang siswa dengan permasalahan yang diangkat
dalam kumpulan cerpen tersebut sangat dekat dengan kehidupan siswa.
Meskipun berlatar sosial masyarakat muslim Jawa dan pesantren,
permasalahan yang diangkat oleh A. Mustofa Bisri merupakan masalah
umum yang sering terjadi di dalam masyarakat. Kumpulan cerpen tersebut
menyajikan realitas yang ada di dalam masyarakat seperti hubungan
antarmanusia, permasalahan sosial budaya, permasalahan politik, dan
hubungan manusia dengan Tuhan. Hal tersebut, memungkinkan siswa
dapat memahami materi pembelajaran dengan mudah. Latar sosial
masyarakat muslim Jawa yang ada pada kumpulan cerpen tersebut,
sekaligus menambah wawasan siswa untuk lebih mengenal budaya dan
nilai-nilai kehidupan. Kedekatan kumpulan cerpen karya A. Mustofa Bisri
dengan kehidupan siswa akan lebih menumbuhkan minat kegiatan
pembelajaran. Jika pembelajaran difokuskan pada keagamaan dan unsur
ketuhanan, maka latarbelakang peserta didik dipertimbangan secara
khusus. Unsur keagamaan dan ketuhanan dalam pembelajaran akan mudah
diterima oleh peserta didik yang berlatar belakang pesantren dan sekolah
yang berbasis agama Islam. Jika pembelajaran difokuskan pada penerapan
nilai-nilai profetik, pembelajaran dapat dilaksanakan kepada siswa yang
63
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik dapat memahami
informasi permasalahan yang terdapat dalam teks cerpen dengan baik dan
benar.
1. Selama dan setelah proses pembelajaran peseta didik dapat menemukan nilai-
nilai profetik dan nilai-nilai kehidupan dalam teks cerita pendek dengan benar.
2. Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik dapat mengaitkan nilai-
nilai profetik dengan kehidupan sehari-hari dalam teks cerpen dengan benar.
3. Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik dapat menanggapi dan
merevisi mengenai nilai-nilai profetik dan nilai-nilai kehidupan dalam teks
cerpen dengan benar.
4. Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik dapat mendemostrasikan
nilai-nilai profetik dan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam teks cerpen
dengan benar.
B. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Waktu
Kegiatan Pendahuluan 1. Orientasi
a. Peserta didik menjawab salam dari
guru dan berdo’a bersama.
b. Peserta didik merespon daftar hadir
dari guru
2. Motivasi
10 Menit
65
3. Apersepsi
a. Peserta didik menyimak penjelasan
cakupan materi pembelajaran yang
akan dilaksanakan pada pertemuan
pertama.
Kegiatan Inti
Menalar
66
Mengkomunikasikan
1. Peserta didik mempresentasihan hasil 10 Menit
belajarnya di depan kelas.
2. Peserta didik saling memberi komentar
dengan teman lainnya.
Penutup
1. Peserta didik membuat rangkuman
mengenai hasil belajar.
2. Peserta didik melakukan refleksi
mengenai pembelajaran yang telah
diberikan.
3. Peserta didik dan guru melakukan
tindak lanjut pembelajaran yang akan
dating.
4. Peserta didik menutup pembelajaran
dengan berdo’a Bersama dan
menjawab salam dari guru.
Kegiatan Inti
Penilaian
observasi
3.8 Mengidentifikasi Tes Tulis Mengulangi soal tes tertulis Pengayaan dalam
nilai-nilai kehidupan yang sama pembelajaran ini
yang terkandung digunakan untuk
dalam kumpulan menambah
cerita pendek yang wawasan ilmu
dibaca pengetahuan
peserta didik
yang telah tuntas
mencapai KKM
atau Kompetensi
Dasar.
4.8 Tes Praktik/unjuk diberikan kegiatan Pengayaan ini
Mendemonstrasikan kerja pembelajaran dengan diberikan untuk
70
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, penelitian ini dapat disimpulhan hal-
hal berikut ini.
1. Etika Profetik Kumpulan Cerpen Konvensi
Etika humanisasi dalam kumpulan cerpen Konvensi menggambarkan maraknya
dehumanisasi dalam kehidupan manusia. Dehumanisasi menimbulkan kecenderungan
manusia yang terlalu cinta dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Perilaku manusia sudah
terbelenggu oleh kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi di satu sisi. Disisi lain,
manusia masih juga mempertahankan hal yang irrasional. Melalui penggambaran
dehumanisasi diharapkan humanisasi muncul dalam permukaan dan menjadi kesadaran
manusia. Gambaran yang berkaitan dengan etika humanisasi adalah keterikatan manusia
dengan teknologi, penipuan dan dendam, perbedaan aliran atau keyakinan menimbulkan
permusuhan, muncul dan memuncaknya emosi karena kekuatan massa, perilaku pejabat
sebagai panutan, ambisi menuju tingkat sosial yang tinggi, persaingan tidak sehat,
penggunaan obat-obat terlarang, kebutuhan primer terabaikan karena kebutuhan
sekunder, etika liberasi pada kumpulan cerpen konvensi menggambarkan adanya
intoleransi , persaingan tidak sehat antarcalon pejabat daerah, janji para calon pejabat atau
pejabat yang tidak ditepati, ketidakpedulian sosial, jurang perbedaan dalam ekonomi,
menjadikan perempuan sebagai komoditas bisnis, ada anggapan bahwa perempuan tidak
memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki, kdrt dalam pasangan suami-istri.
Etika transendensi menggambarkan adanya ketergantungan manusia pada sang
khalik. Semua perjalanan kehidupan manusia sudah ada ketentuannya. Adanya kekuasaan
Tuhan yang tidak terbatas sehingga manusia tidak bisa melampauinya tentang jodoh,
kelahiran, kematian, dan rejeki. Kehidupan akan harmonis apabila setiap manusia
mematuhinya.
Berdasar kandungan etika profetik, ternyata nilai-nilainya sejalan dengan nilai
pendidikan karakter sehinga kumpulan cerpen Konvensi di samping sebagai materi
pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA/ SMK juga sebagai media pendidikan karakter.
Adapun pembelajarannya terintegrasi ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Nilai-
nilai profetik ini, sesuai dengan teorinya dapat menjangkau ranah kehidupan horizontal
sekaligus vertikal.
72
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menemukan etika profetik humanisasi dalam
kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri. Metode yang digunakan adalah
penelitian kualitatif, Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
baca dan teknik catat. Teknik nalisis data dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif
kualitatif.
Hasil peneltian ini yang berkaitan dengan humanisasi pada etika sastra Profetik
dalam kumpulan cerpen Konvensi menggambarkan maraknya dehumanisasi dalam
kehidupan manusia. Dehumanisasi menimbulkan kecenderungan manusia yang terlalu
cinta dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Perilaku manusia sudah terbelenggu oleh
kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi di satu sisi. Di sisi lain, manusia masih juga
mempertahankan hal yang irrasional. Melalui penggambaran dehumanisasi diharapkan
humanisasi muncul dalam permukaan dan menjadi kesadaran manusia. Gambaran yang
berkaitan dengan etika humanisasi adalah keterikatan manusia dengan teknologi, penipuan
dan dendam, perbedaan aliran atau keyakinan menimbulkan permusuhan, muncul dan
memuncaknya emosi karena kekuatan massa, perilaku pejabat sebagai panutan yang
menyimpang, ambisi menuju tingkat sosial yang tinggi, persaingan tidak sehat,
penggunaan obat-obat terlarang, dan kebutuhan primer terabaikan karean kebutuhan
sekunder.
Kata kunci: Etika profetik, humansasi, kumpulan cerpen Konvensi karya A Mustafa
Bisri
yang memiliki kekuatan supranatural kekuatan seperti itu biasa terjadi pada
belum tentu setiap persoalan-persoalan saat pemilu atau pemilihan kepala desa,
itu dapat diselesaikan. bupati, atau gubernur. Para pendukung
Realita dalam karya sastra calon saling menunjukkan kekuatan
ternyata merupakan cermin realita dengan cara yang tidak baik, bahkan
dalam masyarakat mulai dari pejabat menimbulkan keonaran. Salah satunya
tinggi sampai masyarakat biasa. adalah tergambar dalam kutipan di
Melalui kutipan di atas pengarang bawah ini.
secara tidak langsung menggambarkan 9) “Meski balai desa boleh
kondisi kehidupan masyarakat modern dikata sudah tidak memiliki apa-apa.
di satu sisi, tetapi di sisi lain masih Anehnya mereka yang merasa pantas
dikuasai oleh alam pikiran yang memimpin masih saja berebut berusaha
irrasional. Hal itu terjadi karena menduduki kelurahan dengan
pelekatan budaya masa silam yang mengerahkan para pendukungnya.
belum benar-benar hilang meskipun Setiap hari pun tawuran massal tak
masyarakat sudah memiliki agama terelakkan.” (“Hilangnya Perangkat
tertentu dan mengenyam pendidikan Desa”, 2018: 66)
tinggi. Perilaku masyarakat tersebut Manusia bukanlah makhluk
sudah menjadi kebiasaan yang tertanam individu yang dapat hidup sendiri tanpa
sejak nenek moyang dan masih manusia lainnya. Inilah yang membuat
dipelihara dengan memadukan hal-hal manusia harus bisa bersosialisasi
yang ada pada masa sekarang. dengan baik di lingkungan masyarakat.
Masyarakat tidak harus percaya Namun, masyarakat massa masih
terhadap paranormal untuk cenderung mengedepankan aspek
menyelesaikan persoalan-persoalan emosional dibandingkan dengan aspek
dalam kehidupannya baik pribadi intelektual atau logikanya. Masyarakat
maupun kelompok. Akan tetapi, massa akan menggerogoti nilai-nilai
masyarakat harus bisa menyelesaikan sosial dan merusak tatanannya.
persoalan-persoalannya sendiri dengan Masyarakat massa mempunyai persepsi
cara-cara yang lebih baik dan benar tentang dunia sosial, dan mampu
dengan mencari solusi yang sesuai menggerakkan tindakan manusia yang
dengan persoalan yang dihadapi. sering kali hal tersebut tanpa disadari
Akibat kekuatan masyarakat oleh kesadaran manusia.
massa, emosi seseorang dapat Dehumanisasi dalam Cerpen
ditumbuhkan. Ada rasa “berani” ketika “Hilangnya Perangkat Desa”
bersama-sama, tetapi menjadi ciut nyali digambarkan adanya perebutan jabatan
ketika sendiri. Tawuran massa atau yang berdampak menimbulkan
demo yang anarkhis adalah contoh dari kebencian dan tawuran massal. Adanya
kekuatan masyarakat massa yang perebutan jabatan akan menimbulkan
mudah membakar emosi orang lain permasalahan di masyarakat. Para elite
yang sejalan sepemikiran dengan politik terkadang menggunakan
mereka yang sedang beraksi. Dalam jabatannya untuk kepentingan
situasi yang demikian, kontrol logika pribadinya yang akan menimbulkan
sudah tidak berlaku lagi. Kekuatan- konflik di masyarakat itu sendiri.
81
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Ida Rochani. 2011.Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aminuddin. 2016. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Aslam, Dhena Maysar, dkk. 2020. “Etika Sastra Profetik dalam Buku Kumpulan Puisi Tulisan
pada Tembok Karya Acep Zamzam Noor” dalam jurnal Metahumaniora, Volume
10, No. 1 (2020).
Bisri, A.Mustofa. 2018.Kumpulan Cerpen Konvensi. Yogyakarta: DIVA Press.
Efendi, Anwar. 2012. “Realita Profetik dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya
Habiburrahman El- Shiraz” dalam jurnal Litera, Vol. 11, No. 1, halaman 72- 82.
Faruk. 2012 Metode Penelitian Sastra: Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Feez, S. 1998. Text-Based Syllabus Design. Sydney: NCELTR Macquarie University.
Gazalba, Sidi. 1988. Islam dan Kesenian, Relevansi Islam dan Seni Budaya Karya Manusia.
Jakarta: Pustaka Alhusna.
Masbur. 2016. "Integrasi Unsur Humanistik, Liberasi, dan Transendensi dalam Pendidikan
Agama Islam" dalam Jurnal Edukasi Vol.2. No.1.Edisi Januari 2016, halaman 44-59.
Muhammad Iqbal. 1966. Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam (The Reconstruction of
Religious Thought In Islam). Terj. Osman Raliby. Jakarta: Bulan Bintang.
Kaqim, Anas Nur. 2019. “Dekonstruksi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi Karya A.Mustofa
Bisri”. Diunduh dari http://repository unisda.ac.id/eprint/488.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Buku Guru Bahasa Indonesia Eksresi Diri dan
Akademik. Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemendikbud: Jakarta.
Kesuma, Dharma, dkk. 2012. Pendidikan Karakter. Remaja Rosda Karya: Bandung.
Kuntowijoyo. 2005. “Maklumat Sastra Profetik” dalam Horison Mei 2005. Jakarta: Yayasan
Indonesia.
Lickona, Thomas. 2004. Character Matters: How to Help Our Childern Develop Good
Judgment, Intergrity, and Essential. New York: A Taochstone Book, Simon &
Schuter.
Maitre, Miss Luce-Clude. 1985. Pengantar ke Pemikiran Iqbal (Terjemahan Djohan Effendi).
Bandung: Mizan.
Martiana, Nita dan Haris Efendi Thahar. 2019. “Karakteristik Cerpen Karya Siswa Kelas XI
SMA Negeri II Padang” dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol.8
No. 3 Edisi September 2019 , halaman 300-310.
Martin, J. R. 1992. English Text: System and Structure. Amsterdam: John Benjamins.
Martin, J. R. 1997. Analysing Genre: Functional Parameters. Dalam Christie and J. R Martin
(eds) Genre and Institutions: Social Processes in the Workplace and School. London:
Cassell.
Martin, J. R. 2010. Semantic variation modelling system, text and affiliation in social semiosis.
Dalam Bednaarek, M. dan J. R. Martin (eds) New Discourse on Language: Funtional
Perspectives on Modality, Identity and Affiliation. London: Continuum, 1—34.
Muttaqin, Husnul. 2015. “Menuju Sosiologi Profetik” dalam jurnal Sosiologi Reflektif, Vol. 1,
halaman 219- 240.
Prestwich, D.L. 2004. Character Education in America’s School. School Community Journal,
I4 (I), I39- I50.
Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta:
Pusat Kurikulum, Balitbang, Kementrian Pendidikan Nasional.
Qodir, Zuly. 2015. “Kuntowijoyo dan Kebudayaan Profetik” dalam Jurnal Studi Islam , Vol.
16, No. 1, halaman 103- 113.
Sanajaya,S, dkk. 2019. “Kohesi Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam Kumpulan Cerpen
Konvensi Karya A.Mustofa Bisri”. Diunduh dari journal.lppmunindra.ac.id
Sangidu. 2005. Penelitian Sastra : Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat. Yogyakarta :
Seksi Penerbitan Sastra Asia Barat, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.
Santosa, Wijaya Heru. 20I9. Hegemoni Budaya Priyayi dan Nilai-nilai Pendidikan Karakter
dalam Novel Indonesia. Bandung: Mangga Makmur Tanjung Lestari.
87
Sayuti, Suminto A. 2005. “Selamat Jalan Kuntowijoyo” dalam Horison Mei 2005. Jakarta:
Yayasan Indonesia.
Siswantoro. 2004. Metode Penelitian Sastra : Analisis Psikologis. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Siswantoro. 2010. Metode Peneitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sudardi, Bani. (2003). Sastra Sufistik Internalisasi Ajaran-ajaran Sufi dalam Sastra Indonesia.
Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suraiya. 2017. “Sastra Profetik Kajian Analisis Pemikiran Kuntowijoyo” dalam ADABIYA
Vol. 19, No.2, Edisi Agustus 2017, halaman 143. Diunduh dari https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/adabiya/article/vieuw/7513
Tyra, C. 20I2. Bringing Book to Life: Teaching Character Education Through Children’s
Literature. Rising Tide, 5, I-I0.
Wachid B.S, Abdul. 2019. “Intensi Profetik dan Lokalitas dalam Puisi A. Mustofa Bisri” dalam
jurnal Ibda, Vol. 17, No. 2, halaman 242- 255.
Wangsitalaja, Amin. “Kuntowijoyo Sastrawan Profetik”, diunduh pada tanggal 15 Maret 2021
dari directory.umm.ac.id/…21…/Kuntowijoyo%20Sastrawan%20Profetik doc.
Widowati, 2015. “Unsur Profetik dalam Kumpulan Cerpen Rusmi Ingin Pulang Karya Ahmad
Tohari”. Yogyakarta : Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.
Widowati. 2017. “Pengolahan Materi Sastra Profetik dalam Kumpulan Cerpen Rusmi Ingin
Pulang Karya Ahmad Tohari” . Yogyakarta: Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
88
LAMPIRAN