Anda di halaman 1dari 94

Kode/ Rumpun: 743 / Pendidikan Bahasa (dan Sastra) Indonesia

LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DASAR UNGGULAN UST (PDU UST)

ETIKA PROFETIK KUMPULAN CERPEN KONVENSI KARYA


A. MUSTOFA BISRI DAN PEMBELAJARANNYA DI SMA/SMK
PENGUSUL
Ketua : Dra. Widowati, M.Hum. NIY. 6188143
Anggota : Joko Santosa, S.S., M.A. NIY. 8414371
Dr. Oktaviani Windra P., M.Pd. NIY. 8919537
Ristiana Dewi NIM 2017001034
Fatimatuz Zahroh NIM 2017001097
Siti Khalifah NIM 2017001098

Dibiayai oleh
Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta
Sesuai dengan Surat Perjanjian Kesepakatan Pelaksana Penelitian Internal
Nomor: 009/UST/LP3M/PUSLIT/PDU-UST/K/VI/2021
Tanggal 02 Juni 2021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
SEPTEMBER 2021

i
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN DASAR UNGGULAN UST
Judul Penelitian : Etika Profetik Kumpulan Cerpen Konvensi Karya A.
Mustofa Bisri dan Pembelajarannya di SMA/SMK
Kode/Nama Rumpun Ilmu : 743/ Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Ketua
A. Nama Lengkap : Dra. Widowati, M.Hum.
B. NIDN : 0508076101
C. Jabatan Fungsional : Lektor
D. Program Studi /Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
E. Nomor HP : 081328287457
F. Alamat Surel : widowatipbsi@gmail.com
Anggota 1
A. Nama Lengkap : Joko Santosa, S.S., M.A.
B. NIDN : 0507058401
C. Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Anggota 1I
A. Nama Lengkap : Dr. Oktaviani Windra Puspita, M.Pd.
B. NIDN : 0617108902
C. Program Studi/Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Anggota III
A. Nama Lengkap : Ristiana Devi
B. NIM : 2017001034
C. Program Studi/Fakultas: : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Anggota IV
A. Nama Lengkap : Fatimatuz Zahroh
B. NIM : 2017001097
C. Program Studi/Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Anggota V
A. Nama Lengkap : Siti Khalifah
B. NIM : 2017001098
C. Program Studi/Fakultas : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/FKIP
Biaya Penelitian : Rp 10.000.000,00
Biaya Luaran Tambahan : -

Yogyakarta, 05 September 2021


Mengetahui
Ketua Program Studi, Ketua Peneliti,

Dr. Wijaya Heru Santosa, M.Pd. Widowati, M.Hum.


NIP 196002241986031001 NIY. 6188143

Menyetujui,
Kepala LP3M – UST

Dr. Siti Rochmiyati, M.Pd.


NIY. 6592175

ii
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

1. Judul Penelitian: Etika Profetik Kumpulan Cerpen Konvensi Karya A. Mustofa Bisri
dan Pembelajarannya di SMA/ SMK
2. Tim Peneliti
Bidang Waktu
No. Nama Jabatan Instansi
Keahlian (jam/minggu)
1. Dra. Widowati, M. Ketua Bahasa dan UST 8
Hum. Sastra Indonesia
2. Joko Santosa, S.S., Anggota Bahasa dan UST 6
M.A. Sastra Indonesia
3. Dr. Oktaviani Anggota Bahasa dan UST 6
Windra P., M.Pd. Sastra Indonesia
4. Ristiana Devi Anggota Bahasa dan UST 6
Sastra Indonesia
5. Fatimatuz Zahroh Anggota Bahasa dan UST 6
Sastra Indonesia
6. Siti Khalifah Anggota Bahasa dan UST 6
Sastra Indonesia

3. Objek Penelitian
Buku Teks Kumpulan Cerpen Konvensi Karya A. Mustofa Bisri
4. Masa Pelaksanaan
Mulai : Juni 2021
Berakhir : September 2021
5. Usulan Beaya
Rp 10.000.000,00
6. Temuan yang ditargetkan
a. Penemuan etika Profetik dalam kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa
Bisri.
b. Pembelajaran kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri di SMA/ SMK.
7. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran adalah JP-BSI (Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia).

iii
RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kandungan atau isi etika Profetik


kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri dan mendeskripsikan penerapan
nilai profetik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA/SMK.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini
berupa satuan estetis yang berwujud satuan gramatikal (kalimat) dalam kumpulan
cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri. Adapun sumber datanya berupa sumber data
primer, berupa teks kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri. Data primer
tersebut ditunjang oleh data sekunder yang berupa skripsi tiga mahasiswa. Isi ketiga
skripsi tersebut mengangkat masalah pokok tentang humanisasi, liberasi, dan
transendensi berdasarkan model sastra Profetik yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo,
dan pembelajarannya di SMA/ SMK. Instrumen penelitiannya adalah peneliti yang
sudah dibekali teori yang relevan dengan permasalahan penelitian dan kemampuan
analisis yang bertumpu pada kisi-kisi instrumen penelitian dengan indikatornya. Teknik
pengumpulan datanya menggunakan teknik baca dan catat. Analisis data penelitian ini
menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Luaran yang ditargetkan adalah jurnal JP-BSI
(Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia).
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. I) etika profetik. a) Etika
humanisasai menunjukkan adanya gambaran dehumanisasi dari berbagai kehidupan.
Melalui dehumanisasi ada maksud yang disembunyikan pengarang sebagaimana sifat
sastra yang menyampaikan sesuatu secara tidak langsung. Di antaranya adalah
terbelenggunya manusia akibat kemajuan teknologi yang lebih mengutamakan hal-hal
duniawi di satu sisi, tetapi di sisi lain manusia masih terikat oleh hal-hal yang irrasional,
penipuan dan dendam, adanya keberanian karena dorongan massa, perbedaan aliran
atau keyakinan mengakibatkan permusuhan, ambisi meraih kedudukan dan pada strata
sosial yang tinggi, penggunaan narkoba, kebutuhan sekunder dianggap sebagai
kebutuhan primer. b). Etika liberasi menunjukkan gambaran adanya intoleransi,
persaingan tidak sehat, janji pejabat yang tidak ditepati, ketidakpedulian sosial, jurang
perbedaan dalam pemerataan ekonomi, perempuan menjadi komoditas bisnis, dan
kodrat. c) Etika transendensi menunjukkan adanya kekuasaan Tuhan yang tidak ada
batasnya, dialah penentu kelahiran, jodoh, rezeki, kematian setiap makhluk, kehidupan
dunia menjadi bekal kehidupan akhirat, norma Tuhan akan menjadikan kehidupan yang
harmonis jika ditaati. 2) Penerapan pembelajaran kumpulan cerpen ini menggunakan
pendekatan saintifik dengan model kontekstual. Pembelajaran kontekstual
memungkinkan siswa mengaitkan proses pembelajaran di kelas dengan kehidupan
sehari-hari. Nilai profetik yang sejalan dengan nilai pendidikan karakter yang
didapatkan dalam kumpulan cerpen Konvensi dapat dipraktikkan dalam kehidupan
siswa di lingkungannya. Misalnya, siswa dapat menghargai sesama, saling
menghormati, toleran, dapat menerima perbedaan, tidak diskrimitatif terhadap
perempuan, melaksanakan perintah agama, atau berserah pada Dzat Yang Maha Agung
yang disertai usaha.
Kata kunci: Etika Profetik, Cerpen, Pembelajaran di SMA/SMK.

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................................ii


IDENTITAS DAN URAIAN UMUM..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
1. Sastra Profetik ............................................................................................................. 5
2. Etika Sastra Profetik .................................................................................................... 7
3. Transendensi................................................................................................................ 9
4. Pendidikan Karakter .................................................................................................... 9
5. Pembelajaran Bahasa Indonesia ................................................................................ 11
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................... 14
A. Jenis Penelitian.............................................................................................................. 14
B. Data dan Sumber Data .................................................................................................. 14
1. Data ........................................................................................................................... 14
2. Sumber Data .............................................................................................................. 14
C. Instrumen Penelitian ..................................................................................................... 15
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................ 17
E. Teknik Analisis Data..................................................................................................... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 17
A. Etika Profetik dalam Kumpulan Cerpen Konvensi ....................................................... 17
1. Etika Humanisasi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi ................................................. 17
2. Etika Liberasi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi ..................................................... 344
3. Etika Transendensi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi............................................... 49
B. Penerapan Nilai- Nilai Profetik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia ...................... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 711
A.Kesimpulan....................................................................................................................... 71
B.Saran ............................................................................................................................... 722
LUARAN YANG DIHASILKAN ......................................................................................... 733
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 85
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 88

v
1

BAB I PENDAHULUAN
Nama A. Mustofa Bisri atau yang biasa disbut Gus Mus di jagat sastra
bukanlah nama yang asing. Nama tersebut identik dengan karya-karya yang
humanis dan multi kultural. Hal itu sejalan dengan sosoknya yang istimewa. Beliau
adalah seorang kiai yang memahami bahwa isi dunia ini bagaikan pelangi,
berwarna-warni, jika bersatu akan memancarkan keindahan. Dalam menyikapi
perbedaan, beliau menomorsatukan toleransi. Baginya, perbedaan adalah karunia
Tuhan yang harus disyukuri. Karena itu, karya-karyanya dianggap dapat
menyatukan, menenteramkan, mendamaikan kehidupan yang tidak lagi
menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Satu di antara banyak karya sastra yang dihasilkan adalah kumpulan cerpen
Konvensi. Kumpulan cerpen Konvensi dapat dijadikan sebagai alat penyalur suara
dan perjuangan untuk menggugat atau melawan ketidakseharusan, ketidakwajaran,
ketidakadilan, kepongahan, penderitaan, atau penindasan. Di samping itu,
kumpulan cerpen ini menjadi sarana penggugah rasa kemanusiaan, pembebasan
manusia dari ketertindasan , dan peningkatan keimanan yang akhir-akhir ini
dirasakan mulai mengalami kemunduran.
Kumpulan cerpen Konvensi merupakan karya yang dihasilkan dalam
rentangan waktu yang panjang. Dari tahun 2002 ampai tahun 2018. Panjangnya
waktu ini menjadikan karya tersebut mampu memotret permasalahan bangsa
Indonesia sejak awal masa reformasi yang ditandai membongkahnya semangat
pembaharuan di bidang politik, sosial, budaya, agama, ekonomi, dan sebagainya
sampai akhir-akhir ini. Dalam perjalanan, semangat tersebut memudar, bahkan
sebagian berbalik arah. Hal itulah yang kemudian menjadi sumber penulisan
dengan kepiawaian pengolahan dan kepekaan Gus Mus pada masalah-masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia. Karena itu, karya-karyanya selalu bersifat vertikal dan
horizontal.
Sebagai panutan masyarakat, Gus Mus menghasilkan karya yang tidak
sekadar memberi kritikan atau sindiran pada kelompok tertentu, melainkan juga
membumbui karyanya dengan nilai-nilai kehidupan yang seharusnya diterapkan
dalam kehidupan bermasyarakat. Hal itu sejalan dengan pandangan Kuntowijoyo
2

yang membidani lahirnya teori sastra Profetik Konsep sastra Profetik ini mulai
diperkenalkan pada masyarakat Indonesia sejak 2005 melalui majalah Horison
dalam artikel “Maklumat Sastra Profetik” (2005: 4).
Menurut Kuntowijoyo (2005: 4; 2006: 8-24; 2013: 9-23; 2019: 8-9; Sayuti,
2005: 4; Wangsitalaja, ; 1) sastra Profetik mengandung kristalisasi nilai kehidupan
yang mewujud dalam etika humanisasi, liberasi, dan transendensi (Masbur, 2017:
47; Suraiya, 2017: 151; Sudardi, 2003: 1-2). Sastra Profetik menghasratkan agar
manusia tidak menjadi makhluk satu dimensi, melainkan makhluk lengkap, baik
jasmani maupun rohani, mengakar di bumi, sekaligus menjangkau langit. Dengan
model sastra Profetik, pengarang dapat menyampaikan gagasannya lebih universal
karena sastra Profetik tidak membatasi pada satu sisi keyakinan, meskipun sastra
Profetik berlandaskan kitab suci al Quran. Dengan demikian, pengarang dapat
merengkuh semua persoalan manusia tanpa ada sekat-sekat tertentu, sekaligus
menjangkau semua masyarakat untuk mengapresiasikannya dengan tujuan akhir
merealisasikan nilai-nilai yang tertuang di dalamnya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Berdasarkankan pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa kumpulan
cerpen Konvensi dinaungi oleh tiga etika; humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Nilai profetik tersebut sejalan penilaian sikap berdasarkankan kebijakan Ujian
Sekolah SMA tahun pelajaran 2020 yang dimuat dalam Siaran Pers Badan Standar
Nasional Pendidikan Nomor 0001/ PR/ BSNP/ I/ 2020, yang mempertimbangkan
konsep Merdeka Belajar. Adapun penilaian terhadap sikap itu meliputi sikap
spiritual (menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya) dan sikap
sosial (menghayati dan mengamalkan perilaku : jujur, disiplin, santun, peduli
{gotong royong, kerja sama, toleran, damai}, bertanggung jawab, responsif, dan
proaktif).
Adanya nilai Profetik dalam kumpulan cerpen Konvensi, menunjukkan
adanya kontribusi kumpulan cerpen tersebut bagi peningkatan kualitas kepribadian
bangsa Indonesia. Karena hal itulah, kumpulan cerpen Konvensi dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada jenjang SMA/ SMK kelas
XI, dan SMA kelas X Peminatan pada KD 3.8 dan 4.8.
3

Berdasarkankan uraian tersebut, permasalahan yang akan diteliti dalam


penelitian ini adalah bagaimana etika Profetik kumpulan cerpen Konvensi karya
A.Mustofa Bisri dan bagaimana pembelajarannya. Secara teoretis penelitian ini
dapat memberi kontribusi bagi pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa SMA/
SMK. Sekaligus, penelitian ini dapat memberikan sumbangan perbendaharaan
penelitian sastra berikutnya dan juga dapat membantu pembaca memahami
kandungan etika Profetik dalam kumpulan cerpen Konvensi..
Penelitian ini dilakukan sejalan dan diharapkan menjadi salah satu jalan
mencapai visi misi Prodi PBSI-FKIP-UST, yaitu menuju pembelajaran BSI yang
berbasis TIK dan pendidikan karakter. Penelitian ini juga sejalan dengan visi UST
yaitu unggul dalam memuliakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan
ajaran Tamansiswa pada tahun 2025. Pendidikan karakter dan mencerdaskan
kehidupan bangsa diperoleh melalui nilai profetik yang ditemukan dalam kupulan
cerpen Konvensi.. Selain itu, juga menjadi salah satu media kolaborasi penelitian
dosen dan mahasiswa karena penelitian ini dilakukan bersama tiga mahasiswa PBSI
yang bersandar pada peta jalan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelusuran didapati beberapa tulisan yang bersinggungan
dengan teori sastra Profetik dan kumpulan cerpen Konvensi. Tentang sastra
Profetik, Suraiya (2017: 143) menyatakan bahwa sastra Profetik merupakan
pengembangan dari sastra yang bercorak religius yang memuat usur- unsur
yang harus terpenuhi, bukan hanya hubungan manusia dengan Tuhan,
sebaliknya juga hubungan dengan lainnya. Dalam penjelasannya tentang etika
yang pertama yaitu humanisasi dalam sastra Profetik disampaikan bahwa
humanisasi bermakna menjadikan manusia kepada fitrahnya (memanusiakan
manusia), menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan, dan
kebencian dari manusia. Dengan humanisasi, manusia akan mampu menjadi
manusia sejati, menyeru kepada kebaikan, menjalankan tugas, serta tanggung
jawab sebagai individu, dan juga sebagai hamba Tuhan (2017: 150).
4

Etika kedua, liberasi diperjelas oleh Muttaqin. Menurutnya, nilai-nilai


liberasi digunakan untuk membebaskan manusia dari kekejaman, kemiskinan,
pemerasan, dominasi struktur yang menindas, dan hegemoni palsu (2015: 226).
Etika profetik yang ketiga, yaitu transendensi diperjelas oleh Suraiya.
Transendensi berarti menjadikan nilai-nilai transendental (keimanan) sebagai
bagian penting dari proses membangun peradaban (2017: 152).
Tulisan lainnya yang berkaitan dengan kumpulan cerpen Konvensi
didapat dari Repositori Unisda tulisan Anas Nur Kaqim yang berjudul “Kajian
Dekonstruksi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi Karya A.Mustofa Bisri”. Dari
penelitian itu ditemukan adanya bentuk hierarki oposisi atau teks dominasi yang
kemudian terjadi pembalikan. Adanya pembalikan oposisi ini menyebabkan
hal-hal yang berbalik. Misalnya, oposisi dominan tidak berkeinginan menikah
menjadi oposisi dominan berkeinginan menikah pada diri tokoh cerita atau
oposisi dominan seseorang yang membanggakan pekerjaannya berbalik
menjadi oposisi dominan seseorang yang tidak mencintai pekerjaannya.
Tulisan berikutnya berasal dari S.Sanajaya dalam judul “Kohesi
Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam Kumpulan Cerpen Konvensi Karya
A.Mustofa Bisri”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kohesi memiliki
peran dalam pembentukan teks dalam wacana sehungga wacana dapat tersusun
secara koheren. Selanjutnya, tulisan Rustiyaningsih yang berjudul
“Representasi Pendidikan Karakter pada Kumpulan Cerpen Konvensi karya
A.Mustofa Bisri serta Implementasinya dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia
di Madrasah Aliyah”. Dari penelitian itu ditemukan adanya 16 nilai karakter
yang dapat diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia pada KI dan KD
KELAS XI Madrasah Aliyah.
Berdasarkankan tulisan-tulisan tersebut, didapati penambahan teori
sastra Profetik yang dapat memperjelas teori sastra Profetik yang dikemukakan
Kuntowijoyo. Tulisan lainnya dapat menunjukkan bahwa penelitian ini
memiliki perbedaan dengan yang pernah ada.. Fokus penelitian ini didasarkan
pada teori sastra Profetik yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo dalam kaitannya
dengan etika humanisasai, liberasi, transendensi yang nilai-nilai profetiknya
5

dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Karena belum


diteliti secara khusus, peneliti memiliki kesempatan untuk mendalaminya.

B. Landasan Teori

1. Sastra Profetik
Kuntowijoyo merupakan sosok di balik lahirnya sastra Profetik.
Kuntowijoyo menyampaikan gagasannya dalam majalah Horison pada tahun
2005 berjudul “Maklumat Sastra Profetik Kaidah, Etika dan Struktur Sastra”
(Widowati, 2015:11; Widowati, 2017: 14 ). Di samping itu, juga ada nama
Abdul Hadi WM yang menyampaikan gagasannya dalam artikel yang berjudul
“Kembali ke Akar, Kembali Ke Sumber” dalam jurnal Ulumul Quran pada
Agustus 1998. Kedua tulisan tersebut dianggap oleh banyak kritikus sebagai
cikal-bakal lahirnya istilah Sastra Profetik di Indonesia. Etika profetik
dipaparkan Muhammad Iqbal dan menjadi landasan konsep ilmu sosial profetik
Kuntowijoyo. Ia memaknai etika kenabian (profetik) sebagai etika transformatif
(Iqbal, 1996: 145). Iqbal menceritakan kata-kata Abdul Quddus, seorang
mistikus Islam dari Ganggah, “Muhammad dari Jazirah Arab telah miraj ke
langit yang setinggi-tingginya dan kembali. Demi Allah, aku bersumpah bahwa
jika sekiranya aku sampai mencapai titik itu, pastilah aku sekali-kali tidak
hendak kembali lagi.” Sang mistikus tampaknya tidak memiliki kesadaran
sosial. Baginya, keasyikan dan keterlenaan dalam pengalaman mistis adalah
tujuan, sehingga ia tidak hendak kembali dan melihat realitas, menghadapi
kenyataan. Nabi bukanlah seorang mistikus. Nabi adalah seorang manusia
pilihan yang sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab sosial. Kembalinya
Sang Nabi adalah langkah kreatif. Sehebat apa pun pengalaman spiritual yang
dijalaninya, seorang Nabi tidak pernah terlena. Ia kembali memasuki lintasan
ruang dan waktu sejarah, hidup dan berhadapan dengan realitas sosial
kemanusiaan, serta melakukan kerja-kerja transformatif. Seorang Nabi datang
dengan membawa cita-cita perubahan dan semangat revolusioner. Untuk
mengetahui kelayakan gagasan kesenian profetik dalam wacana filsafat
kesenian, diperlukan pengayaan konsep tentang ilmu kesenian, yaitu seni,
6

estetika, filsafat seni, filsafat Islam, pendidikan Islam, dan multi-disiplin ilmu
yang melingkupinya.
Sidi Gazalba, dalam konsep filsafat Islam menyatakan, kedudukan seni
dalam Islam adalah di bagian wilayah kebudayaan, sedangkan kebudayaan
sendiri bagian dari Dien Islam. Dien Islam itu sempurna. Hal yang sempurna
mengandung nilai 3B (Benar, Baik, dan Bagus). Benar ada di wilayah ilmu dan
agama (Islam), Baik di wilayah etika, dan Bagus di wilayah estetika (seni)
(Gazalba, 1988: 118).
Menurut Kuntowijo sastra Profetik adalah sastra demokratis. Ia tidak
otoriter dengan memilih satu premis, tema, teknik, dan gaya (style), baik yang
bersifat pribadi maupun yang baku. Keinginan sastra Profetik hanya sebatas
bidang etika, itu pun dengan suka rela, tidak memaksa. Etika itu disebut Profetik
karena ingin meniru perbuatan Nabi, Sang Prophet. Meskipun Nabi telah
mencapai tempat paling tinggi yang menjadi dambaan ahli mistik, beliau tetap
kembali ke dunia juga untuk menunaikan tugas-tugas kerasulannya (2006: 10).
Gagasan Kuntowijoyo tentang sastra Profetik didasari oleh pemikiran
Mohammad Iqbal dan Jalaludin Rumi. Dalam buku Pengantar ke Pemikiran
Iqbal, Mis Luce-Claude Maitre menuliskan gagasan Iqbal tentang puisi (sastra)
dan penyair (sastrawan). Menurut Iqbal, seni tertinggi adalah seni yang bisa
membangunkan kekuatan dan memberi semangat untuk menghadapi berbagai
ujian kehidupan dengan sikap satria. Dogma seni untuk seni merupakan suatu
kemunduran danakan membawa kehancuran (1985:77). Pernyataan Iqbal
tersebut menunjukkan gagasan-gagasan luhur yang dimilikinya tentang sastra
dan misi seorang sastrawan. Sastra bertujuan membantu manusia dalam
perjuangan melawan semua yang tidak baik dengan mengimbau pada hal-hal
yang mulia. Karena itu, sastra haruslah bisa mengarahkan manusia sebagai
manusia unggul yang sari patinya didasarkan pada al-Quran. Manusia unggul
adalah manusia yang mampu mengimplementasikan sifat-sifat Tuhan dalam
dirinya, dalam kehidupan bermasyarakat.
Kuntowijoya (2005: 8) menambahkan bahwa sastra Profetik adalah
sastra dialektik, artinya sastra yang berhadap-hadapan dengan realitas,
7

melakukan penilaian, dan kritik sosial budaya secara beradab. Oleh karena itu,
sastra Profetik adalah juga sastra yang terlibat dalam sejarah kemanusiaan
(2006: 1-2). Ia tidak mungkin menjadi sastra yang terpencil dari realitas. Akan
tetapi, sastra hanya dapat berfungsi sepenuhnya bila ia sanggup memandang
realitas dari suatu jarak. Karena itulah lahir ungkapan “sastra lebih luas dari
realitas”; “sastra membawa manusia keluar dari belenggu realitas”; atau “sastra
membangun realitasnya sendiri .Ia adalah renungan tentang realitas. Realitas
sastra adalah realitas simbolis, bukan realitas aktual dan realitas historis.
Melalui simbol itulah sastra memberi arah dan melakukan kritik atas realitas.
Selanjutnya Kuntowijoyo menjelaskan bahwa sastra Profetik
merupakan karya sastra yang memiliki ruh untuk kembali kepada nilai-nilai
kenabian. Sastra Profetik merupakan refleksi ideologi Islam yang mengkritisi
realitas sosial masyarakat yang bertentangan dengan pandangan standard atau
nilai moral ideologi Islam. Karena itu, sastra Profetik bersumber pada kitab suci
al-Quran, surat Ali Imran, ayat 110, yang artinya: “Kamu adalah umat terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (Kuntowijoyo, 2019: 9). Oleh
Suraiya (2017) sastra Profetik disebut sebagai sastra ibadah karena merupakan
ekspresi dari penghayatan nilai-nilai agama.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa sastra Profetik
adalah sastra yang menggambarkan adanya aspek kehidupan yang sifatnya
vertikal sekaligus horisontal. Sastra yang tidak saja berbicara persoalan
keduniawian, tetapi juga keakhiratan. Sastra yang dapat memberi pencerahan
pembaca dalam menjalani kehidupan sesama makhluk lain di dunia, sekaligus
sastra yang dapat memberi pencerahan pembaca mempersiapkan kehidupan
yang abadi. Dengan kata lain, sastra Profetik merupakan sastra yang berpijak
pada bumi sekaligus sastra yang menjangkau langit.

2. Etika Sastra Profetik


Menurut Kuntowijoyo (2005; 2006; 2013: 2019) sastra Profetik
memiliki tiga unsur etika yaitu amar ma’ruf (humanisasi), nahi munkar
8

(liberasi), dan tu’minuna billah (transendensi). Ketiganya mengandung nilai


profetik yang merupakan kesatuan yang utuh (Aslam ,dkk., 2020)
a. Humanisasi
Humanisasi berarti penumbuhan rasa kemanusiaan (KBBI, 2008:
217). Humanisasi diperlukan, sebab ada tanda-tanda bahwa dalam
masyarakat ini sedang menuju dehumanisasi. Dehumanisasi adalah
objektivasi manusia (teknologi, ekonomis, budaya, massa, negara),
agresivitas (kolektif, perorangan, kriminalitas), loneliness (privatisasi,
individualisasi), dan spiritiual alienation (keterasingan spiritual).
Dehumanisasi merupakan proses yang menjadikan manusia tidak lagi sesuai
dengan kodratnya Dalam dehumanisasi perilaku manusia lebih dikuasai
bawah sadarnya daripada oleh kesadarannya. Tanpa disadari dehumanisasi
sudah menggerogoti masyarakat Indonesia, yaitu terbentuknya manusia
mesin, manusia, dan masyarakat massa, dan budaya massa. Manusia
sekarang adalah objek kebudayaan yang diciptakannya sendiri, bukan
sebagai pencipta kebudayaan (Qodir, 2015: 111).
Kuntowijoyo (dalam Muttaqin, 2015: 225) menjelaskan bahwa
humanisasi berarti memanusiakan manusia, menghilangkan “kebendaan”,
ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari manusia. Tugas humanisasi
adalah mengembalikan hal tersebut dan menghentikan dehumanisasai yang
semakin meluas.
b. Liberasi
Liberasi berarti pembebasan, pelepasan, penguraian (KBBI, 2008:
591). Dalam konsep filsafat, pembebasan mengandung dua dimensi, yaitu
bebas dari, merupakan upaya menuntut hak-hak semata, dan bebas untuk,
lebih menyaran pada pemaknaan kreatif dan positif atas kebebasan yang
dimiliki (Efendi, 2012: 74). Menurut Suraiya (2017: 151) tujuan liberasi
adalah membebaskan dari kekejaman, kemiskinan struktural, keangkuhan
teknologi, dan pemerasan kelimpahan
Liberasi ada yang berasal dari kekuatan eksternal dan ada liberasi
yang berasal dari kekuatan internal, yang kedua-duanya dapat menjadi topik
9

sastra. Liberasi dari kekuatan eksternal, misalnya agresi oleh negara


adikuasa kepada negara lemah dan kapitalisme dunia yang menyerbu
negara-negara ketiga lewat berbagai rekayasa ekonomi.
Liberasi internal yang yang pernah ada dalam masyarakat Indonesia
adalah: (1) penindasan politik atas kebebasan seni pada pra-1965, (2)
penindasan negara atas rakyatnya di masa Orde Baru, (3) ketidakadilan
ekonomi, dan (4) ketakadilan gender (Kuntowijoyo, 2019: 15).

3. Transendensi
Transendensi berarti adanya kesadaran ketuhanan (transdensi, Latin
trancdencere, melampaui). Transdensi sebenarnya tidak harus berarti
kesadaran ketuhanan secara agama saja, tetapi bisa kesadaran terhadap
makna apa saja yang melampaui batas kemanusiaan (Kuntowijoyo, 2019:
23). Transdensi itu efektif bagi kemanusiaan sebab transendensi akan berarti
iman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Menyaksikan,
Yang Maha Hakim, dan sebagainya. Karena itu, transendensi bertujuan
menambahkan dimensi transendental dengan cara membersihkan diri dari
arus hedonism, materialism, dan budaya yang dekaden. Singkatnya,
menghendaki manusia untuk mengakui otoritas mutlak Allah SWT
(Masbur, 2016: 49).
Menurut Roger Garaudy (dalam Efendi, 2012: 75) unsur-unsur
transendensi itu ada 3 macam, sebagai berikut. (1) Pengakuan tentang
ketergantungan manusia pada Tuhan. (2) Ada perbedaan yang mutlak antara
Tuhan dan manusia. (3) Pengakuan akan adanya norma-norma mutlak dari
Tuhan yang tak berasal dari akal manusia.

4. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang membantu siswa
memperoleh pengetahuan yang benar dan lengkap mengenai karakter,
mengenai peran karakter dalam hidup pribadi, bersama orang lain, dalam
komunitas, dalam masyarakat, bangsa dan negara, dan mendapatkan
kecakapan, kemampuan, kompetensi, dan profesionalitas untuk
10

melaksanakannya dalam bidang tertentu untuk dilaksanakan dalam hidup nyata


(Mangunhardjana, 2016: 20).
Menurut Lickona (2013: 81-82) pendidikan karakter senantiasa
melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Tanpa ketiga aspek ini,
maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang
diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, peserta didik akan menjadi
cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam
merapersiapkan peserta didik menyongsong masa depan, karena seseorang
akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan
kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Pada dasarnya pendidikan karakter itu telah disampaikan oleh Ki Hajar
Dewantara dalam metode pengajaran budi pekerti, yaitu dengan cara ngerti-
ngrasa-nglakoni. Berdasarkankan ajaran Ki Hajar Dewantara tersebut, yang
termasuk dalam pengetahuan moral (ngerti) adalah kesadaran moral,
mengetahui nilai-nilai moral, pengambilan perspektif, penalaran moral,
pengambilan keputusan, dan pengetahuan diri. Yang termasuk perasaan moral
(ngrasa) adalah hati nurani, penghargaan diri, empati, menyukai kebaikan,
kontrol diri, dan kerendahan hati. Kemudian yang termasuk aksi moral
(nglakoni) adalah kompetensi, kemauan, dan kebiasaan (Santosa, 2019: 78).
Hal ini senada dengan penelitian Prestwich (2004) dan Tyra (2012)
yang menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan gambaran kurikulum
yang dikembangkan untuk mengajarkan anak-anak tentang ciri-ciri penting
yang dibutuhkan untuk membangun karakter yang baik. Ini adalah upaya yang
disengaja untuk mengembangkan karakter mulia dan menumbuhkan kebajikan
yang layak bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini
membutuhkan perencanaan yang cermat dan perhitungan untuk sukses.
Pendidikan karakter tidaklah harus berdiri sendiri sebagai sebuah mata
pelajaran, tetapi pendidikan karakter itu dapat diimplementasikan pada semua
mata pelajaran. Salah satunya adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam
konteks dengan pembelajaran di sekolah, pendidikan karakter dapat
didefinisikan sebagai pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan
11

pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai
tertentu yang dirujuk oleh sekolah (Kesuma, dkk., 2012:5). Dalam
pembelajaran, pendidikan karakter ini dapat disampaikan melalui empat
metode, yaitu metode informatif, metode partisipatif, metode partisipatif-
ekperiensial, dan eksperiensial (Mangunhardjana, 2016:26-29).
5. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Salah satu pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum
2013 adalah materi yang berbasis teks. Menurut Isodarus (dalam Martiana,
dkk.,2019: 300) pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks merupakan
proses belajar Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh peserta didik yang
bertitik tolak dari pemahaman terhadap teks dan menuju ke arah pembuatan
teks.
Pendekatan pembelajaran bahasa berbasis teks didasarkan pada teori
teks yang dikemukakanoleh pakar linguistik fungsional sistemik (LFS).
Halliday (2004, 2005) mengembangkan teori LFS dan teori ini menjadi dasar
pendekatan pembelajaran bahasa berbasis teks, yang selanjutnya dikenal
sebagaimencakupi pendekatan pembelajaran bahasa berbasis genre (Martin
1992, 1997, 2010; Feez 1998).
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan berbasis teks atau berbasis
genre untuk mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pendekatan
berbasis teks ini sejalan dengan prinsip pembelajaran dalam Kurikulum 2013
yang menekankan pendekatan ilmiah (scientific approach).
Ruang lingkup materi pada pembelajaran Bahasa Indonesia SMA/ MA
yaitu meliputi tiga aspek : kebahasaan, kesastraan, dan literasi. Ruang lingkup
kebahasaan mencakup ragam bahasa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia
yang multilingual. Ruang lingkup kesastraan mencakup pembahaan beragam
karya sastra, tanggapan terhadap karya sastra, dan menciptakan karya sastra
(Martiana, dkk., 2019: 301). Dalam penelitian ini ruang lingkup kesastraan
menjadi bagian materi bahasa Indonesia yang wujud teksnya adalah cerita
pendek.
12

Tidak semua teks cerita pendek dapat dijadikan materi pembelajaran


Bahasa Indonesia, tetapi harus dipertimbangkan dulu dari berbagai aspek.
Rahmanto (1988: 28-30) menyatakan bahwa pertimbangan teks sastra itu
harus melalui pertimbangan dari sisi bahasa, psikologi, dan latar belakang
budaya. Dengan pertimbangan tersebut, teks sastra akan tepat diberikan pada
siswa SMA/ SMK. Salah satunya sesuai dengan KD 3.8 (mengidentifikasi
nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerita pendek) dan KD
4.8 (mendemonstrasikan salah satu nilai yang dipelajari dalam cerita pendek).
Melalui kegiatan pembelajaran, siswa dapat mengetahui, memahami, dan
menganalisis nilai-nilai karakter yang terkandung di alam cerpen.
Pembelajaran yang dihubungkan dengan nilai-nilai kehidupan dan atau
pendidikan karakter sesuai dengan peta jalan peneliti di bawah ini
13

PEMBELAJARAN
BSI BERBASIS TIK
DAN PENDIDIKAN
KARAKTER

2022
2021 •Etika Profetik
dalam Karya
•Etika Profetik A.Mustofa
Kumpulan Bisri sebagai
2020 Cerpen Media
•Etika Profetik Konvensi Pendidikan
Kumpulan Karya Karakter
Puisi Negeri A.Mustofa
2019 Daging Karya Bisri dan
A.Mustofa Bisri Pembelajaran
•Etika nya di SMA/
Profetik sebagai Media
Pendidikan SMK.
Kumpulan
Puisi Aku Karakter di
Manusia SMA/ SMK
Karya
A.Mustofa
Bisri sebagai
Media
Pendidikan
Karakter.
14

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan analisis
tekstual berdasarkankan kerangka pemikiran teoretis. Dalam hal ini, data
dikumpulkan setidaknya dari dua sumber, yaitu data primer berupa karya
sastra itu sendiri,dan data sekunder atau data pendukung lain yang berasal
dari berbagai referensi yang mendukung proses pemaknaan atau analisis
karya sastra (Adi, 2011: 241). Dalam penelitian ini data sekundernya berupa
tiga skripsi mahasiswa.

B. Data dan Sumber Data


1. Data
Data penelitian sastra adalah bahan penelitian atau lebih tepatnya
bahan jadi penelitian yang terdapat dalam karya sastra yang akan diteliti
(Sangidu, 2005: 61). Data yang dikumpulkan dan dianalisis itu untuk
membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran hipotesis yang sudah dibuat
harus ditentukan lebih dahulu kodrat keberadaab objek yang diteliti (Faruk,
2012: 22).
Data kualitatif adalah data yang berupa kata-kata atau gambar bukan
angka-angka seperti pada data kuantitatif (Aminuddin, 2010: 16). Sugiono
(2007: 8) mengungkapkan bahwa data kualitatif adalah data yang berkenaan
dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.
Data penelitian ini berupa satuan gramatikal (kata, frasa, kalimat,
baris, bait) yang terdapat dalam kumpulan cerpen Konvensi karya Ahmad
Mustofa Bisri. Agar data yang terkumpul terjamin keabsahannya, perlu
dilakukan FGD. Dalam hal ini peneliti melakukannya bersama-sama teman
sejawat yang memiliki disiplin keilmuan yang sama.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kumpulan
cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri yang berisi i5 cerpen, diteritkan
15

oleh diva press yogyakarta sebagai sumber data primer dan tiga skripsi
mahasiswa sebagai sumber data sekunder.

C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berarti alat yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data sebagai bahan pengolahan (KBBI, 2008: 540;
Siswantoro, 2004: 56). Selama ini yang dikenal umum adalah tes, interview,
observasi, atau angket. Dalam penelitian sastra instrumennya adalah peneliti
itu sendiri (Siswantoro, 2010: 73). Peneliti juga dapat memanfaatkan
instrumen lain untuk memperkuat perolehan data yang diinginkannya.
Dalam penelitian ini,instrumennya adalah peneliti sendiri yang
dibekali dengan teori dan dengan kemampuan menganalisis berdasarkan
kisi-kisi yang dirancang sebelumnya. Di bawah ini adalah bagan kisi-kisi
instrumen penelitian yang akan digunakan untuk menjaring data.
16
17

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data (Sugiyono, 2007:308). Menurut Milles dan Huberman, selama proses
pengumpulan data, peneliti bergerak maju dan mundur, di antaranya
menelaah data yang ada agar diperoleh data baru yang lebih berkualitas
(dalam Siswantoro, 2011:74). Teknik pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian ini menggunakan teknik baca dan teknik catat.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik deskriptif kualitatif, yaitu semua data yang diperoleh melalui
pencatatan, diidentifikasi, ditafsirkan kemudian hasilnya dijelaskan.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan memaparkan
data seperti apa adanya sesuai fakta-fakta yang ada dengan langkah-
langkah sebagai berikut.
1. Mengumpulkan data yang diperoleh dari kumpulan puisi yang diteliti.
2. Menginterpretasikan hasil perolehan data yang sudah diklasifikasi.
3. Menganalisis data berdasarkankan kandungan isi etika Profetik yang
terdapat dalam kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Etika Profetik dalam Kumpulan Cerpen Konvensi
1. Etika Humanisasi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi

Etika humanisasi dalam sastra profetik atau dalam bahasa aslinya


adalah amar ma’ruf berisi upaya pengembalian harkat manusia dari
keterasingannya sebagai manusia dan menegakkan kebaikan. Untuk
menegakkan kebaikan tersebut, sastra profetik mengawalinya dengan
penggambaran dehumanisasi. Manusia kehilangan kemanusiaannya. Mengapa
manusia terasing atau mengalami dehumanisasi? Hal itu disebabkan oleh
adanya perkembangan dalam kehidupan yang dipengaruhi teknologi. Hal-hal
yang tergambar melalui dehumanisasi inilah yang diharapkan dapat
18

dikembalikan pada humanisasi melalui perenungan yang mendalam. dengan


demikian, Sastra profetik berusaha menyadarkan manusia dari masalah
tersebut.
Kecanggihan teknologi yang datang menyergap kehidupan manusia
menjadikan manusia bertindak mengikuti polanya. Dalam waktu yang singkat,
teknologi silih berganti datang menggantikan hal-hal yang dianggap lama dan
ketinggalan zaman.di satu sisi, kecanggihan teknologi membuat manusia
diuntungkan dan menguntungkan pihak lain. di sisi lain, manusia menjadi
merendahkan pihak lain yang tidak sejalan dengan pemikirannya.
Gambaran yang kontradiktif itu ada pada kutipan di bawah ini.
1) “Akhir-akhir ini tingkah laku orang semakin absurd saja. Kata orang,
ini zaman kemajuan; tapi banyak sekali orang yang mengaku sebagai
orang maju atau hidup di kalangan orang-orang yang maju atau
terlanjur dianggap maju, perilakunya seperti orang primitif saja. Kata
orang, ini zaman teknologi modern; tapi banyak sekali orang pintar
memercayai klenik. Orang susah malah datang ke kuburan. Ya malah
sumpek. Benar, nggak? Benar, nggak? (“Mbah Mar”, 2018: 90).
Melalui kutipan di atas, pengarang menggambarkan adanya kehidupan
modern yang belum mampu menggeser kehidupan tradisional. Kontradiksi ini
terjadi karena manusia belum bisa meninggalkan kebiasaan nenek moyangnya
dalam memecahkan suatu masalah. Karena itu, tidak mengherankan apabila
ada orang yang berpndidikan tinggi masih melakukan hal-hal yang irrasioanl
untuk membantu penguraian masalahnya atau juga untuk mewujudkan harapan
dan ambisinya. Hal seperti itu tidak lain adalah sebagai potret kehidupan
masyarakat yang sebagian masih berlangsung hingga kini. Hal itu terjadi, bisa
jadi ada upaya yang lebih untuk mencapai hasil atau adanya ikatan dan
kekuatan yang tidak dapat dilepaskan dari hasil pola pikir dan tindakan nenek
moyangnya.
Kemajuan teknologi seharusnya juga diikuti pola piker yang maju dan
rasional. Kenyataannya, masyarakat belum bisa meninggalkan hal-hal yang
irrasional. Hal itu bisa terjadi pada mereka yang ingin meneguhkan kekuasaa
dengan cara yang nyleneh-nyleneh seperti gambaran pada cerpen “Hilangnya
Perangkat Desa”
19

2) “Berbagai isu beredar tentang keberadaannya. Ada yang mengatakan


konon dia tidak mau menemui siapa pun, karena sedang memperdalam
ilmu nguntal bumi yang selama ini baru separuh dikuasai. Ada lagi
yang cerita, entah dari mana sumbernya, katanya mantan lurah sakti itu
sedang terserang penyakit aneh. Kadang-kadang diam saja sepanjang
hari, kadang-kadang tertawa sendiri, kadang-kadang menangis seperti
anak kecil. Malah ada yang meyakinkan bahwa sesepuh desa itu di
pertapaannya, mengajarkan ilmunya kepada para tokoh yang ingin
mendapat pulung kekuasaan.” (“Hilangnya Perangkat Desa”, 2018:68)

Perebutan kekuasaan seringkali menimbulkan berbagai masalah yang


ada di lingkungan masyarakat. Bahkan, demi mendapatkan kekuasaan para
calon rela menggunakan kekayaan atau berbagai cara untuk mendapatkan
jabatan yang diinginkan. Berbagai cara itulah yang akan menentukan perolehan
suara sebanyak-banyaknya dan memperoleh kemenangan. Oleh karena itu,
mengendalikan orang lain adalah syarat untuk keselamatannya sendiri.
Tindakan “mantan lurah” dalam Cerpen “Hilangnya Perangkat Desa”
menggambarkan perilaku dehumanisasi yakni melakukan hal-hal yang mistis
yaitu dengan memperdalam ilmu nguntal bumi. Mantan lurah juga sudah
melakukan kecurangan supaya mendapatkan hal yang diinginkan. Kecurangan
ini menunjukkan bahwa perilaku yang tidak manusiawi atau tidak berdasar akal
sehat, nilai dan norma. Dilihat dari stimulus dan respon menggunakan ilmu
nguntal bumi merupakan sebuah rangsangan (stimulus), sedangkan responnya
yakni dapat merebut kembali kekuasaan. Sikap saling menghargai sudah mulai
terkikis, manusia lebih mementingkan dirinya sendiri demi mendapatkan
keuntungan daripada menjalin silaturahmi dengan orang lain.
3) “Mereka pun tak segan-segan mengutarakan keperluan-keperluan
mereka. Mulai dari mengundang ceramah, hingga mengundang untuk
peletakan batu pertama pembangunan masjid atau madrasah. Mulai
dari minta doa restu, hingga minta utangan. Dari minta air suwuk untuk
anak yang rewel, hingga minta nasihat perkawinan. Dari minta
dicarikan jodoh hingga dicarikan mantu. Dari minta arahan
menggarap sawah, hingga minta dukungan untuk pilkada. Dari minta
fatwa keagmaan, hingga minta bantuan kenaikan pangkat (?).” (“Nyai
Sobir”,2018:80-81)
20

Setiap manusia memiliki jalan dan takdirnya masing-masing. Manusia


diciptakan dengan berbagai macam watak dan karakter. Begitu juga dalam
tingkat kesadarannya, aktivitas yang dilakukan juga akan berbeda-beda.
Kehidupan manusia di dunia harus seimbang dengan kehidupan di akhirat
kelak. Dunia memang sarana untuk mengantarkan manusia ke akhirat. Oleh
karena itu, hidup di dunia memerlukan harta benda, makan, minum, memenuhi
semua hajatnya, berkeluarga dan lain sebagainya. Dalam meniti kehidupan,
manusia masih percaya jika semua masalah dibawa ke kiai, maka masalah
tersebut dapat terselesaikan. Padahal semua itu juga tergantung pada dirinya
masing-masing dan tetap harus berusaha dan berdoa meminta kepada Tuhan
semoga dimudahkan segala hajatnya.
Tindakan dalam Cerpen “Nyai Sobir” di atas dapat dijelaskan bahwa
terdapat perilaku dehumanisasi yakni “beberapa orang” yang datang pada Kiai
Sobir untuk keperluan tertentu yang berurusan dengan duniawi, misalnya
mencari jodoh, urusan pilkada, dan lain sebagainya. Mereka terbelenggu
dengan urusan duniawi seakan akan seorang kiai itu dapat memperlancar
urusan mereka. Selain itu, perilaku dehumanisasi terlihat dalam kalimat (minta
air suwuk) untuk anak yang rewel. Dari kalimat tersebut dapat disimpulkan
bahwa beberapa orang tersebut mempercayai bahwa dengan air suwuk dari kiai
dapat menenangkan anak yang rewel, sedanagkan semua itu dapat terjadi
kehendak Allah SWT. Padahal sebagai seorang hamba semestinya harus taat
dan tunduk hanya kepada Allah dengan memperkuat keimanan dan berbuat
kebaikan.
Masyarakat meyakini bahwa seorang kiai memiliki peran yang
mendasar dalam aspek kehidupan. Kedudukan seorang kiai tidak hanya bersifat
keagamaan saja melainkan juga mempunyai peran yang berkaitan dengan
perubahan sosial keagamaan, baik menyangkut masalah agama, cara hidup
berdasarkan ajaran agama, perubahan sosial, melakukan pendampingan
ekonomi, dan menuntun perilaku keagamaan masyarakat. Kiai bukan hanya
sekadar mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan agama, melainkan peran
21

kiai menjangkau ranah kehidupan masyarakat bahkan sampai memberi


masukan dan kritik terhadap jalannya pemerintahan.
Pada cerpen yang lain, pengarang mengekspresikan etika
humanisasinya melalui kebiasaan dalam suatu masyarakat. Di antaranya adalah
kebiasaan melakukan wirid oleh seorang kiai. Manusia sudah tidak lagi
menghargai tradisi yang ada di masyarakat, bahkan kebudayaan yang sudah
mengakar di masyarakat dianggap tertinggal dari arus perkembangan zaman.
Padahal banyak tradisi masyarakat yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan
dan menjadi jati diri bangsa.
4) “Ya, kalimat-kalimat semacam itulah yang masih sering beliau
wiridkan. Mula-mula memang aku perhatikan; bahkan aku berusaha
melaksanakan nasihat-nasihat itu, tapi dengan semakin meningkatnya
volume kegiatanku, lama-lama aku justru risi dan menganggapnya
angin lalu saja.” (“Sang Primadona”, 2018: 98).

Manusia sering kali lupa diri ketika sudah sampai pada kesuksesan.
Banyak hal yang terabaikan, baik keluarga, pertemanan, bahkan ibadah kepada
Tuhan. Kutipan cerpen “Sang Primadona” memperlihatkan kesibukan tokoh
“Aku” yang telah membuatnya lalai untuk beribadah. “Nasihat-nasihat” yang
dimaksud merupakan nasihat dari seorang ibu kepada anak perempuannya.
Nasihat-nasihat dari ibunya untuk tidak melupakan ibadah seolah diabaikan
begitu saja, bahkan ia merasa tidak nyaman dengan nasihat yang diberikan
pada ibunya. Pada tahap ini manusia telah lupa akan jati dirinya sebagai hamba
Tuhan. Perilaku tokoh “Aku” telah menggambarkan dehumanisasi. Perilaku
tokoh “Aku” sibuk dengan urusan duniawi, namun lalai dengan ibadahnya.
Sebagai seorang hamba sudah semestinya untuk senantiasa taat untuk
menjaga perintah-Nya, termasuk ibadah. Seiringnya kemajuan zaman, manusia
dengan mudah memperoleh sesuatu yang mereka impikan. Manusia telah sibuk
dengan urusan dunia dan berlaku sombong. Mereka lupa apa yang telah mereka
capai adalah atas izin Allah. Modernisasi justru membuat manusia semakin
terjerumus dalam kesibukan duniawi. Manusia menganggap, pencapaian
mereka karena adanya kemajuan teknologi dan usaha mereka sendiri.
22

Gambaran dehumanisasi tidaklah dimaksudkan untuk sekadar


menggambarkan kejelakan seseorang, tetapi justru untuk mengembalikan pada
kebaikan. Demikian juga tentang gambaran penipuan di bawah ini.
5) “Bukan begitu, kakang; aku cuma khawatir. Apalagi tipuan-tipuan
Kakang sudah semakin keterlaluan. Kalau ada di antara mereka yang
sedikit saja kembali ke akal sehatnya, permainan kita akan ketahuan.
Belum lagi kalau para malaikat betulan turun tangan membantu
mereka. Apakah sejauh ini dendam Kakang belum terpuaskan?”
(“Syabakhronni dan Kawan-Kawan”, 2018:15)

Menipu dan dendam merupakan dua hal yang berbeda, tetapi memiliki
tujuan yang sama yaitu untuk merugikan orang lain demi kepentingannya.
Menipu merupakan suatu perbuatan yang membohongi, mengakali, dan
memperdaya kepada orang lain untuk kepentingan pribadi maupun
kelompoknya, sedangkan dendam merupakan suatu rasa atau keinginan untuk
membalas perbuatan seseorang yang telah menyakitinya. Kedua hal tersebut
antara menipu dan dendam sangat tidak pantas untuk dilakukan karena
merugikan orang lain.
Realitanya saat ini banyak sekali orang yang masih melakukan
penipuan dan dendam. Apalagi di tengah kondisi masyarakat massa yang sudah
semakin modern. Tentunya penipuan maupun dendam dapat dilakukan dengan
menggunakan kecanggihan teknologi. Contohnya saja penipuan di kalangan
masyarakat yang menggunakan kecanggihan teknologi ponsel yang terdapat
fitur media sosial. Sebagai masyarakat massa yang semakin modern dengan
kecanggihan teknologi yang ada harus benar-benar bisa memilih hal-hal mana
yang baik dan mana yang buruk, serta harus waspada dan hati-hati terhadap
penipuan ataupun kejahatan-kejahatan sejenisnya.
6) “Pertama-tama, mereka datang ke puskesmas dan satu-persatu mereka
diperiksa. Ternyata semua dokter di puskesmas yang memeriksa
mereka menyatakan bahwa mereka semua sehat. Tak ada seorang pun
yang mengidap sesuatu penyakit. Tak puas pemeriksaan di puskesmas,
mereka pun mendatangi dokter-dokter spesialis; mulai dari spesialis
THT, dokter gigi, hingga ahli penyakit dalam. Hasilnya sama saja.
Semua dokter yang memeriksa, tidak menemukan kelainan apapun
pada kesemuanya”. (“Wabah”, 2018:20-21)
23

Adanya kecanggihan teknologi dalam kehidupan masyarakat, membuat


masyarakat bingung dengan hasil yang didapatkan tidak selalu memuaskan dan
tidak sesuai dengan pemikirannya. Padahal teknologi sejatinya hanyalah
ciptaan manusia yang sangat mungkin terjadi adanya kesalahan. Masyarakat
seharusnya sadar akan fenomena seperti ini sehingga tidak menimbulkan
kekhawatiran dalam dirinya sendiri.
Sebagai manusia yang hidup bermasyarakat memang tidak harus
menggantungkan kehidupan sepenuhnya terhadap teknologi. Hal ini agar
masyarakat dapat lebih memahami dirinya sendiri saat melakukan setiap
aktivitas dan tindakannya. Kebergantungan masyarakat akan teknologi dapat
menimbulkan dampak yang negatif. Berbagai macam dampak negatif yang
terjadi contohnya seperti korupsi, perselingkuhan, tawuran, memalsukan
dokumen, ataupun perbuatan kriminal yang lainnya.
Oleh karena itu, masyarakat seharusnya mengurangi
ketergantungannya terhadap teknologi. Selain dampak positif, teknologi juga
berdampak negatif, sehingga masyarakat harus bisa lepas dari belenggu
teknologi. Untuk itu masyarakat harus menggunakan teknologi seperlunya saja
dan setiap tindakannya harus menggunakan pemikiran dan akal sehatnya.
Kutipan di atas menunjukkan adanya dehumanisasi yang terjadi di masyarakat
yang masih terpengaruhi oleh kecanggihan teknologi yang menjadikan
manusia kehilangan harkat dan martabatnya atas ketidakpercayaannya
terhadap hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang dokter.
Pola pikir atau perilaku seseorang atau masyarakat sering ditentukan
keberadaannya dalam masyarakat atau yang disebut masyarakat massa. Jika
seseorang menjadi bagian dari masyarakat massa, biasanya akan pula memiliki
kekuatan sebagaimana yang dilakukan masyarakat massa. Di antara bentuk
kekuatan masyarakat massa adalah adanya berbagai partai politik. Seseorang
yang berada dalam suatu partai politik yang semula tidak berambisi apa pun,
dengan pengaruh anggota partai politik, maka ambisi-ambisi itu akan muncul
tanpa disadarinya. Dorongan dari luar itu digambarkan pengarang sebagai
berikut.
24

7) 7)“Ya, mayoritas pimpinan partai saya, Partai Polan, dan pengurus-


pengurus anak cabangnya sudah setuju mencalonkan saya sebagai
bupati dan Drs, Rozak dari partai Anu sebagai cawagubnya.”
(“Konvensi”, 2018: 46).

Kalimat dalam kutipan di atas menggambarkan pemilihan calon bupati


dan wakil bupati. Di dalam pemilihan kepala daerah akan ada partai-partai
politik yang mempersiapkan kandidat sebagai calon pemimpin. Dorongan dari
anggota partai politik, apalagi dari pimpinannya akan menjadikan sang calon
memiliki rasa percaya diri yang kuat. Bahkan, merasa penunjukan dirinya
benar-benar amanah rakyat sehingga sang calon pun berupaya kuat untuk
mewujudkan ambisinya menduduki jabatan tertentu. Dengan demikian, partai
politik merupakan salah satu kekuatan munculnya manusia dan masyarakat
massa. Partai politik menjadi jembatan bagi para elit politik dalam mencapai
kedudukan dan kekuasaan politik dalam suatu negara.
Partai politik hakikatnya menjadi pilar bagi demokrasi yang menjadi
jembatan antara pemerintah dan masyarakat untuk berpartisipasi di bidang
politik dan andil dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Partai politik
berperan menampung aspirasi masyarakat untuk disalurkan kepada pemerintah
sehingga masyarakat dapat terlibat aktif dalam memberikan kontrol terhadap
pemerintah. Kenyataannya, partai politik juga menimbulkan masalah dalam
masyarakat. Para elit politik yang tergabung dalam partai politik terkadang
justru menggunakan partai politik untuk kepentingan pribadi. Para elit politik
yang seperti ini, akan menjatuhkan partai politik lain sehingga akan
menimbulkan konflik di masyarakat itu sendiri.
Kekuatan massa dalam masyarakat massa juga terjadi pada kelompok
–kelompok keagamaan tetentu. Akibatnya humanisasi yang semestinya
merupakan bagian ajaraan yang suci berubah menjadi dehumanisasi. Yang
paling ekstrem adalah ada anggapan bahwa mereka yang bukan kelompoknya
merupakan “musuh” yang harus “diperangi” . Gambaran itu dinyatakan
pengarang pada kutipan di bawah ini.
8) “Tono, anak sulungnya yang kuliah di perguruan tinggi di kota B,
ternyata ikut jamaah tertutup yang menurut Mas Martopo sendiri sudah
25

tidak bisa dibenarkan. Kalau pulang, Tono pakaiannya aneh-aneh dan


membuat Mas Martopo jengkel bukan main, anak sulungnya itu tak
mau bersalaman dengan kedua orang tuanya. Bersentuhan pun katanya
haram. Tono menganggap kedua orang tuanya kafir dan najis, sebelum
ikut baiat jamaahnya.” (“Mbah Mar”, 2018: 92)

Manusia yang terbelenggu dehumanisasi tergambar dalam kutipan


cerpen “Mbah Mar” di atas. Kutipan cerpen di atas memperlihatkan prilaku
tokoh “anak sulung” yang telah mengikuti jamaah tertutup. Jamaah tertutup
tersebut merupakan bentuk dari masyarakat massa yang membawa dampak
negatif bagi para penganutnya. Perilakunya setelah mengikuti jamaah tersebut
justru sangat menyimpang dari ajaran Islam. Anak tersebut justru tidak mau
bersalaman dengan kedua orang tuanya. Padahal, di dalam Islam sangat
dianjurkan untuk memuliakan kedua orang tua, menghormati dan berbakti
kepada orang tua. Sikap anak tersebut justru berbanding terbalik dengan ajaran
Islam, bahkan ia menganggap orang tuanya kafir karena belum mengikuti
paham aliran tersebut. Ajaran Islam mengajak manusia untuk saling mengasihi
bukan untuk menghina satu sama lain, khususnya kepada orang tua.
Perilakunya sudah tidak mencerminkan sikap humanis. Hal ini membuat Mas
Martopo sebagai orang tuanya merasa prihatin dengan sikap anak sulungnya
tersebut.
Masyarakat massa menimbulkan adanya golongan-golongan tertentu di
masyarakat. Tidak sedikit dari golongan-golongan tersebut justru memberi
dampak negatif bagi masyarakat. Seperti halnya suatu jamaah atau aliran
tertentu. Aliran-aliran tersebut akan memperlihatkan dirinya seperti layaknya
Islam, namun pada praktiknya sangat jauh dari ajaran Islam. Aliran-aliran yang
demikian banyak berkembang di masyarakat, bahkan memiliki jamaah yang
cukup banyak. Mereka yang telah masuk dan mengikuti ajaran aliran tersebut
akan menganggap ajarannya yang paling benar, tak jarang dari mereka mudah
melontarkan kata ‘kafir’ kepada sesama muslim yang tidak mengikuti paham
yang mereka anut.
Ajaran yang dianut oleh aliran-aliran tertentu banyak menimbulkan
keresahan di masyarakat. Ajarannya yang menyimpang dari Islam justru
26

mengikis nilai-nilai keislaman yang ada di masyakarat. Masyarakat lupa akan


hakikat manusia sebagai hamba Tuhan yang telah diajarkan melalui Islam.
Masyarakat cenderung menganggap benar apa yang telah mereka anut. Mereka
cenderung melontarkan ujaran kebencian di dalam masyarakat. Hal ini akan
banyak menimbulkan perdebatan, bahkan perpecahan di kalangan umat Islam.
Lingkungan pergaulan juga dapat membentuk kekuatan masyarakat
massa. Dengan lingkungan pergaulan yang hedonis, mengakibatkan seseorang
berpikir jalan pintas bagaimana memenuhi ambisinya. Di antaranya adalah
ambisi berada pada posisi kelas sosial yang tinggi. Pengarang menggambarkan
hal itu pada kutipan berikut ini.
9) “Bayangkan, Bu,” tutur Bussipati sambil kedua matanya seperti
menghipnotis ibunya, “dia itu adalah lelaki yang sangat sempurna,
cakep, dan pintar. Di sana disebut intelektual, gelarnya doktor. Doktor
sungguhan, Bu; bukan doktor dari membeli. Dia bisa menjelaskan hal-
hal yang tidak mungkin menjadi sangat mungkin ibadahnya juga rajin.
Pendek kata lelaki yang sempurnalah!” Tapi nDuk, dia itu sudah
berkeluarga, sela si ibu tanpa nada ketidaksetujuan. “Apa tidak repot
nanti? Bagaimana dia akan membagi perhatiannya?”. (“Syabakhronni
dan Kawan-Kawan”, 2018:10)

Kutipan di atas menggambarkan seorang perempuan yang sedang


meyakinkan ibunya tentang lelaki pilihannya. Wanita tersebut menganggap
bahwa lelaki pilihannya adalah lelaki yang sempurna karena cakap, pintar,
memiliki gelar doktor, dan ibadahnya rajin. Akan tetapi, perempuan tersebut
mendapatkan pertentangan dari ibunya sendiri. Hal ini karena lelaki yang
diceritakan oleh perempuan tersebut atau anaknya merupakan lelaki yang
sudah berkeluarga.
Seorang perempuan tidak pantas memilih lelaki yang sudah
berkeluarga untuk dijadikan suami karena dapat menghancurkan rumah tangga
orang lain. Selain itu juga, perempuan tersebut akan dicap sebagai perempuan
perebut suami orang. Akibatnya, akan membuat citra buruk pada dirinya dan
juga keluarganya. perempuan yang menjadi pelakor (perebut laki orang)
biasanya karena tidak memiliki keyakinan terhadap lelaki yang belum menikah
sebagai laki-laki yang memiliki tanggung jawab dan berkecukupan. Berdasar
27

gambaran dehumanisasi dari perempuan cantik tersebut dan ibu perempuan itu,
masalah humanisasi dapat dikembalikan lagi dalam kehidupan, baik yang
menyangkut kehidupan masyarakat kelas atas, pejabat, atau masyarakat biasa.
Perilaku pejabat tentu selalu menjadi perhatian masyarakat, termasuk
bagaimana pejabat menyelesaikan suatu persoalan. Sebagai panutan atau
model, pejabat akan ditiru oleh masyarakatnya. Akibatnya, perilaku yang tidak
semestinya pun dapat membangkitkan kekuatan masyarakat massa.
10) Memang layak kita coba;” timpal ibu sambil menutup hidung, “orang
gede dan pejabat tinggi saja datang ke “orang pintar” untuk
kepentingan pribadi, apalagi kita yang mempunyai masalah besar
seperti ini.” (“Wabah”, 2018:22)

Masyarakat massa pada zaman modern seperti sekarang ini masih


percaya kepada orang pintar dan masih mengikuti perilaku pejabat yang
menurutnya derajatnya jauh lebih tinggi. Masyarakat menganggap orang pintar
dapat menyelesaikan setiap persoalan-persoalan yang terjadi dalam
kehidupannya ,baik pribadi maupun kelompok. Padahal dengan cara
mendatangi orang pintar belum tentu setiap persoalan-persoalan itu dapat
diselesaikan.
Orang pintar dalam hal ini yang dimaksud adalah paranormal ataupun
dukun. Orang pintar merupakan istilah yang secara umum sudah dipahami oleh
masyarakat tentang seseorang yang mempunyai kelebihan dalam kemampuan
supranaturalnya. Kemampuan supranatural merupakan kemampuan yang
menyebabkan seseorang yang memiliki kemampuan dapat mengetahui dan
berkomunikasi dengan makhluk yang tak kasat mata, seperti dengan arwah
ataupun makhluk gaib sejenisnya. Kemampuan supranatural ini biasanya
digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah di masyarakat, seperti
penyakit, gangguan makhluk gaib dan sihir, kehilangan barang, kesialan,
meminta jodoh, menang dalam pemilihan pemimpin, dan sejenisnya.
Realita dalam karya sastra ternyata merupakan cermin realita dalam
masyarakat mulai dari pejabat tinggi sampai masyarakat biasa. Melalui kutipan
di atas pengarang secara tidak langsung menggambarkan kondisi kehidupan
masyarakat modern di satu sisi, tetapi di sisi lain masih dikuasai oleh alam
28

pikiran yang irrasional. Hal itu terjadi karena pelekatan budaya masa silam
yang belum benar-benar hilang meskipun masyarakat sudah memiliki agama
tertentu dan mengenyam pendidikan tinggi. Perilaku masyarakat tersebut
sudah menjadi kebiasaan yang tertanam sejak nenek moyang dan masih
dipelihara dengan memadukan hal-hal yang ada pada masa sekarang.
Padahal di tengah kondisi masyarakat massa yang semakin modern dan
mengerti akan teknologi seharusnya para calon pemimpin tidak perlu
mendatangi orang pintar. Para calon pemimpin justru harus meyakinkan
dirinya kepada masyarakat dengan tindakan-tindakan dan aksi-aksi untuk
daerah yang akan dipimpinnya sehingga msyarakat memilihnya sebagai
pemimpin. Untuk menjadi pemimpin itu bukan hanya sekadar janji, tetapi juga
bukti, bukti nyata seorang pemimpin untuk daerah yang dipimpinnya.
Masyarakat tidak harus percaya terhadap paranormal untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kehidupannya baik pribadi maupun
kelompok. Akan tetapi, masyarakat harus bisa menyelesaikan persoalan-
persoalannya sendiri dengan cara-cara yang lebih baik dan benar dengan
mencari solusi yang sesuai dengan persoalan yang dihadapi. Tokoh Ibu di atas
mencerminkan sebagai manusia yang berada di lingkungan masyarakat yang
masih mengikuti perbuatan orang-orang zaman dahulu dengan mendatangi
paranormal sebagai penyelesai persoalaan masyarakat.
Akibat kekuatan masyarakat massa, emosi seseorang dapat
ditumbuhkan. Ada rasa “berani” ketika bersama-sama, tetapi menjadi ciut nyali
ketika sendiri. Tawuran massa atau demo yang anarkhis adalah contoh dari
kekuatan masyarakat massa yang mudah membakar emosi orang lain yang
sejalan sepemikiran dengan mereka yang sedang beraksi. Dalam situasi yang
demikian, kontrol logika sdh tidak berlaku lagi. Kekuatan-kekuatan seperti itu
biasa terjadi pada saat pemilu atau pemilihan kepala desa, bupati, atau
gubernur. Para pendukung calon saling menunjukkan kekuatan dengan cara
yang tidak baik, bahkan menimbulkan keonaran. Salah satunya adalah
tergambar dalam kutipan di bawah ini.
29

11) “Meski balai desa boleh dikata sudah tidak memiliki apa-apa.
Anehnya mereka yang merasa pantas memimpin masih saja berebut
berusaha menduduki kelurahan dengan mengerahkan para
pendukungnya. Setiap hari pun tawuran massal tak terelakkan.”
(“Hilangnya Perangkat Desa”, 2018:66)

Manusia bukanlah makhluk individu yang dapat hidup sendiri tanpa


manusia lainnya. Inilah yang membuat manusia harus bisa bersosialisasi dengan
baik di lingkungan masyarakat. Namun, masyarakat massa masih cenderung
mengedepankan aspek emosional dibandingkan dengan aspek intelektual atau
logikanya. Masyarakat massa akan menggerogoti nilai-nilai sosial dan merusak
tatanannya. Masyarakat massa mempunyai persepsi tentang dunia sosial, dan
mampu menggerakkan tindakan manusia yang sering kali hal tersebut tanpa
disadari oleh kesadaran manusia.
Dehumanisasi dalam Cerpen “Hilangnya Perangkat Desa” digambarkan
adanya perebutan jabatan yang derdampak menimbulkan kebencian dan tawuran
massal. Semakin banyak orang yang menginginkan menduduki kelurahan, maka
semakin tajam persaingan merebut hati pemilih. Hal inilah yang memicu
munculnya manusia dan masyarakat massa. Adanya perebutan jabatan akan
menimbulkan permasalahan di masyarakat. Para elit politik terkadang
menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadinya yang akan menimbulkan
konflik di masyarakat itu sendiri. Terkadang calon pemimpin menggunakan uang
untuk menggerakkan pendukungnya supaya bisa terpilih dan mencapai apa yang
diinginkan. Ada kalanya, para calon juga memanfaatkan media massa yang dapat
“dibelinya”
12) “Waktu itu media massa cetak dan elektronik belum seperti sekarang.
Seandainya itu terjadi sekarang, pastilah beritanya akan menjadi
santapan gurih pers. Akan menjadi perbincangan berhari-hari di media
massa.” (“Kang Maksum”, 2018:75)

Media massa merupakan media yang mampu memberikan informasi yang


bersifat publik dan dapat memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul
di media massa. Oleh karena itu, media massa memiliki peran yang sangat penting
dalam kehidupan. Tak heran jika sebuah media menayangkan berita diharapkan
khalayak dapat memberikan opini/ pendapat yang sedang dibicarakan, tetapi
30

masyarakat harus waspada dengan adanya berita atau informasi karena bisa jadi
berita itu belum tentu benar keberadaannya. Jadi, masyarakat harus tetap hati-hati
jika ada berita dari media massa bahkan media cetak karena media massa memiliki
kekuatan yang sangat besar untuk mempengaruhi khalayak.
Kutipan Cerpen “Kang Maksum” menggambarkan tindakan dehumanisasi
yakni digambarkan oleh “orang-orang”. Meninggalnya Kang Maksum tidak hanya
terdengar dari mulut ke mulut, akan tetapi media massa dan elektronik pun tidak
ketinggalan memberitakan tentang kematian Kang Maksum. Bahkan, tinjauan dari
berbagai sudut dan aspek pun ramai dikemukakan oleh para pakar dan narasumber.
Kutipan tersebut memberikan gambaran mengenai tindakan emosional yang
memperkaya diri sendiri dan mengabaikan intelektual yang dimiliki. Masyarakat
massa terlihat pada aspek emosionalnya yang dominan tetapi dalam kutipan
tersebut terdapat perbedaan waktu dulu dan sekarang. Dahulu media sosial belum
canggih sehingga kabar meninggalnya Kang Maksum tidak heboh diperbincangkan
atau menjadi perbincangan masyarakat.
Selain itu, kutipan di atas juga menjelaskan peran dari media cetak itu
sendiri. Media cetak menjadi sumber informasi yang bisa menghadirkan suatu nilai
yang dianggap benar oleh masyarakat bahkan mampu menjadi panutan di dalam
masyarakat. Ia mengibaratkan bila suatu masalah atau perbincangan itu terjadi di
dimensi waktu sekarang pasti akan menjadi bentuk nilai yang kemungkinan
diyakini oleh masyarakat.
Faktor teknologi dan masyarakat massa berakibat munculnya budaya
massa. Budaya massa adalah budaya popular pada saat tertentu yang banyak diikuti
masyarakat dan dianggap sebagai gambaran manusia modern. Kutipan di bawah ini
memberikan gambaran tersebut.
13) “Di kalangan kawan-kawan sendiri sekampung, Mas Martopo kadang
dijuluki Bung Intelek, kadang Bapak Wakil Kita. Entah dimaksudkan
sebagai ejekan atau penghargaan, tapi alasan yang pernah
dikemukakan: Mas Martopo jika bicara, tidak saja selalu menyelipkan
istilah-istilah asing, tapi juga karena bicaranya yang menurut istilah
kawan-kawannya itu pethit, begitu tinggi, sehingga sering sulit
dipahami orang kampung.” (“Mbah Mar”, 2018: 89).
31

Kutipan cerpen “Mbah Mar” di atas menggambarkan tokoh Mas Martopo


yang sering berbicara dengan menyelipkan istilah-istilah asing. Kebiasaanya
tersebut, membuat orang-orang sekitarnya memberi julukan “Bung Intelek” yang
artinya orang yang pandai, cerdas, dan memiliki wawasan tinggi. Tidak hanya
menyelipkan istilah asing saja, ia juga menggunakan istilah-istilah tertentu saat
berbicara. Istilah-istilah tersebut mengacu pada bidang tertentu yang terkadang sulit
dipahami oleh masyarakat biasa. Kebiasaannya yang menyelipkan istilah asing saat
berbicara justru menjadi ejekan masyarakat. Ia secara tidak langsung dianggap
tidak mampu menempatkan diri pada situasi tertentu. Masyarakat, terutama
masyarakat desa akan kesulitan dalam menerima cara interaksi yang demikian.
Kutipan di atas memperlihatkan seseorang yang telah terpengaruhi oleh
budaya massa. Penggunaan bahasa asing dalam interaksi merupakan dampak dari
pertukaran budaya tanah air dan budaya luar negeri. Mereka yang telah pandai
menguasai bahasa asing akan lebih leluasa menggunakan bahasa tersebut dalam
percakapan sehari-hari, baik untuk suatu kepentingan, maupun hanya sekadar
mengikuti tren.
Seiring dengan adanya arus globalisasi, membuat masyarakat Indonesia
mudah sekali memperoleh berbagai informasi dari manca negara melalui bahasa,
baik dari bahasa Indonesia maupun bahasa asing. Penggunaan bahasa asing
memang diperlukan, khususnya untuk keperluan tertentu, bukan untuk gagah-
gagahan. Bukan pula ada maksud agar dianggap sebagai orang modern yang
berpendidikan. Penggunaan bahasa asing yang tidak tepat tentu akan menimbulkan
masalah tersendiri, apalagi jika lawan bicaranya adalah orang-orang yang tidak
paham dengan kosa kata bahasa asing tersebut. Penggunaan bahasa asing yang tidak
tepat juga akan meminggirkan bahasa Indonesia , juga bahasa daerah. Padahal
bahasa inila merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus terus dirawat agar
tidak sampai punah, khususnya bahasa daerah.
Efek budaya massa yang lain adalah penyalahgunaan narkoba, sebagaimana
kutipan berikut ini.
14) “Lalu terjadi sesuatu yang membuatku terpukul. Suatu hari, tanpa
sengaja, aku menemukan sesuatu yang mencurigakan. Di kamar
suamiku, aku menemukan lintingan rokok ganja. Semula aku diam
32

saja, tapi hari-hari berikutnya kutemukan lagi dan lagi. Akhirnya aku
pun menanyakan hal itu kepadanya. Mula-mula dia seperti kaget, tapi
kemudian mengakuinya dan berjanji akan menghentikannya.” (“Sang
Primadona”, 2018: 103)

Budaya massa menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat.


Budaya massa telah mengikis nilai-nilai moral manusia. Manusia hanya bertindak
berdasarkan nafsu dan kepuasan tanpa memikirkan dampak negatif yang akan
terjadi. Salah satu dari tindakan yang merusak moral adalah mengosumsi obat-
obatan terlarang seperti, narkoba. Kutipan cerpen “Sang Primadona” di atas
menggambarkan perilaku suami yang telah mengkonsumsi ganja. Ganja
memberikan dampak buruk bagi perilaku pecandunya. Kutipan cerpen di atas
memperlihatkan, si istri sering kali menemukan obat-obatan terlarang di kamar
suaminya. Hal ini menunjukkan bahwa pecandu obat-obatan terlarang akan
kesulitan keluar dari jerat obat-obatan terlarang sehingga memungkinkan dirinya
akan terus-menerus menggunakan obat-obatan terlarang.
Tetangga atau lingkungan tempat tinggal menjadi bagian dari tumbuhnya
budaya massa jika tidak disikapi dengan positif dan mengukur kemampuan diri.
Adanya keinginan yang sama dengan tetangga adalah hal yang lumrah, tetapi
bagaimana dengan kemampuan untuk menyamainya? Hal inilah yang sering
diabaikan oleh sejumlah orang agar tidak dianggap remeh atau ketinggalan zaman.
15) “Dia malah bisa berbuat semaunya. Misalnya, ketika suaminya
mengangkat pesawat TV yang dibeli Tiah sendiri dengan mencicil,
Tiah tidak sekali mengucapkan sepatah kata pun. Juga ketika suaminya
berkata cengengesan, “Berasmu habis, kan? Sebentar aku carikan duit!
TV ini kan belum lama, masih lumayan harganya!” sambil membawa
TV itu keluar rumah”. (“Suami”, 2018:57)

Kebutuhan primer merupakan kebutuhan pokok manusia untuk


keberlangsungan hidupnya yang terdiri dari tiga hal, yaitu sandang, pangan, dan
papan. Sandang adalah kebutuhan manusia berupa pakaian yang digunakan sebagai
pelindung tubuh. Pangan adalah kebutuhan manusia berupa makanan. Papan adalah
kebutuhan manusia yang merujuk pada tempat tinggal sebagai tempat untuk
berlindung. Ketiga hal dalam kebutuhan primer inilah yang harus diutamakan oleh
manusia.
33

Sementara itu, TV hanyalah kebutuhan sekunder yang dapat dipenuhi


apabila kebutuhan primernya tercukupi. Hal ini karena kebutuhan sekunder
merupakan kebutuhan tambahan yang sifatnya hanya sebagai pelengkap. Jika
kebutuhan sekunder ini tidak terpenuhi, maka tidak akan menjadi masalah dan tidak
akan mengganggu keberlangsungan hidup manusia.
Selain itu, kutipan di atas juga menggambarkan sosok suami yang malas
untuk bekerja atau mencari nafkah. Sososk suami dalam kutipan di atas lebih
memilih menjual TV nya untuk membeli beras. Padahal seharusnya seorang suami
harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan dan menafkahi keluarganya. Hal
ini karena pengaruh budaya massa yang menganggap bahwa apabila menjual TV
maka akan dengan mudah mendapatkan uang. Tentunya karena TV merupakan
bagian yang tidak bisa dipisahkan dari budaya massa. Realitas yang terjadi saat ini
hampir semua manusia di rumahnya memiliki TV.
Agar tidak dianggap kampungan, nama pun menjadi bagian dari budaya
massa. Nama pemberian orang tua dengan doa dan harapan tertentu diganti dengan
nama yang berbau modern. Penggantian nama atau nama alias biasa digunakan
dalan dunia hiburan untuk mendongkrak popularitas atas kemauan sendiri atau
produser. Penggantian nama seperti itu tentu ada hubungannya dunua bisnis.
Masyarakat awam pun ikut-ikutan membuat nama alias untuk menunjukkan sebagai
orang kota yang modern. Karena itulah, terjadi penggantian nama seperti ini.
16) “Mr. Qoney tertawa pahit, “Wah, itu akal-akalan saya saja,” katanya,
“mengikuti mode Jakarta.” Dia ketawa pahit lagi. “Juga nama yang
tercantum dalam kartu nama itu pelesetan dari nama aslinya saya
Markum Zarqoni”. (“Di Jakarta”, 2018:111)

Budaya massa telah mempengaruhi seseorang untuk mengikuti suatu mode,


seperti di Jakarta dengan membuat kartu nama dan nama pelesetan. Hal ini karena
kehidupan orang-orang Jakarta yang terbiasa menggunakan kartu nama sebagai
identitas selain KTP sebagai tanda pengenalnya dan nama pelesetan sebagai bagian
untuk menarik perhatian.
Kartu nama juga bisa digunakan untuk membangun relasi dengan orang lain.
Biasanya ketika seseorang memberikan kartu nama, maka orang lain yang diberi
pun akan sebaliknya memberikan kartu namanya . Hal ini merupakan langkah awal
34

dalam membangun relasi dengan orang lain. Selain itu, juga dengan nama yang
dipelesetkan akan memberikan kesan dan ingatan yang unik bagi penerimanya.
Ahmad Mustofa Bisri yang lahir di Rembang selain sebagai seorang kiai,
budayawan, cendekiawan, juga sebagai penulis puisi, cerpen, dan novel yang karya-
karyanya terinspirasi dari kehidupan manusia. Dalam kutipan cerpen di atas Ahmad
Mustofa Bisri menyoroti kehidupan manusia atau orang-orang di Jakarta dengan
budayanya yang menggunakan kartu nama dan nama pelesetan.
Kutipan di atas juga menunjukkan penggunaan panggilan gaul dan nama
pelesetan oleh tokoh Markum Zarqoni. Tokoh Markum Zarqoni memanggil dirinya
sebagai “Mr” dan memelesetkan namanya dengan menggunakan nama “Qoney”.
Mr atau mister merupakan singkatan untuk menyebutkan “Tuan” dalam bahasa
Inggris. Penggunaan kata Mr atau mister dianggap lebih kekinian apalagi
tinggalnya di kota metropolitan. Begitu juga dengan nama pelesetannya “Qoney”
dianggap lebih gaul daripada nama aslinya Markum Zarqoni. Kedua hal tersebut
lebih menarik perhatian dan mudah diingat oleh orang lain apalagi seiring
perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi yang semakin pesat.
Meski kecanggihan teknologi melesat pesat, salah satu hal yang sampai saat
ini belum bisa diubah dalam bentuk digital adalah kartu nama. Kartu nama sampai
saat ini belum bisa digantikan hanya dengan bertukar nomor ponsel saja. Hal ini
dikarenakan dalam kartu nama sudah memuat informasi-informasi mengenai data
dirinya. Selain itu kartu nama juga dianggap praktis apalagi saat keadaan sedang
terburu-buru, dengan adanya kartu nama seseorang hanya cukup memberikan kartu
namanya saja.
2. Etika Liberasi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi
Istilah liberasi disejarkan dengan istilah nahi munkar yang berarti mencegah
perbuatan yang jahat atau tidak baik. Pada sastra profetik, istilah ini diartikan
sebagai upaya pembebasan manusia dari hal-hal yang tidak semestinya. Di
antaranya adalah pembebasan dari penindasan politik, negara, ekonomi, dan
gender. Etika liberasi menghendaki adanya tatanan kehidupan yang harmonis,
saling memahami, toleran, berlandaskan kasih saying antarsesama. Upaya
35

menyadarkan tentang liberasi yang berhubungan dengan penindasan politik ini


digambarkan dalam kutipan di bawah ini.
17) “Nah, di musim pemilihan kepala daerah atau pilkada saat ini, tentu
saja aku ikut sibuk. Dari daerahku sendiri tidak kurang dari sepuluh
orang calon yang datang ke rumah. Tidak itu saja. Para pendukung atau
tim sukses mereka juga datang untuk memperkuat. Mereka umumnya
meminta restu dan dukungan. Sebetulnya bosan juga mendengarkan
bicara mereka yang hampir sama satu dengan yang lainnya. Semuanya
pura-pura prihatin dengan kondisi daerah dan rakyatnya, lalu memuji
diri sendiri atau menjelekkan calon-calon lain”. (“Konvensi”,
2018:41).

Kutipan cerpen “Konvensi di atas menggambarkan kesibukan para calon


pejabat pada musim pilkada. Pada kutipan cerpen di atas, Gus Mus memperlihatkan
penindasan politik melalui para calon pejabat yang sibuk mendatangi dukun dan
paranormal untuk memperoleh kelancaran dalam pilkada. Kelancaran yang
dimaksudkan adalah berupa kemenangan menjadi pemimpin daerah, seperti Bupati
dan Gubenur. Tidak hanya para calon kepala daerah saja, tim suksesnya juga turut
mendatangi dukun dan paranormal. Mereka beranggapan mendatangi dukun dan
paranormal akan memudahkan dalam memenangkan pilkada. Hal ini
memperlihatkan persaingan yang tidak sehat antarcalon kepala daerah.
Kutipan cerpen di atas juga memperlihatkan perilaku calon kepada daerah
yang saling menjatuhkan paslon lain (pasangan calon) agar dirinya terlihat lebih
baik. Mereka saling menjatuhkan dengan cara membuat citra buruk dari lawan
politiknya untuk keuntungan meraup suara dari masyarakat. Bahkan, tidak hanya
dari kalangan calon-calon peserta pilkada, tim sukses juga akan turut membela
calonnya masing-masing.
Persaingan antarcalon kepala daerah menjadi masalah bagi dunia politik
Indonesia. Persaingan yang tidak sehat dan saling menjatuhkan antarcalon kepala
daerah menimbulkan perselisihan dalam masyarakat. Banyak partai dari calon
kepala daerah justru saling mengadu domba yang mengakibatkan permusuhan.
Mereka saling berdebat untuk menunjukkan dirinya yang terbaik dengan
menjatuhkan lawan politiknya. Padahal mereka yang mencalonkan diri tidak
36

sepenuhnya memiliki niat untuk mensejahterakan rakyat, tetapi hanya untuk


menguntungkan pribadinya sendiri.
Pada umumnya calon kepala daerah hanya akan menjanjikan hal-hal baik
untuk mensejahterakan rakyat. Saat kampanye, para calon akan pandai
membicarakan persoalan rakyat, memperjuangkan hak-hak rakyat dan memajukan
perekonomian daerah. Setelah pilkada dan terpilihnya menjadi pejabat negara, janji
dari mereka tidak sepenuhnya ditepati, banyak dari mereka hanya mempentingkan
kepentingan pribadi dan melupakan rakyatnya.
18) “Kang Ali memang mempunyai kesukaan mengunjungi orang-orang
yang didengarnya sebagai “orang pintar”; apakah orang itu kiai, tabib,
paranormal, dukun, atau yang lain. “Aku ingin tau,” katanya
menjelaskan tentang kesukaannya itu, “apakah mereka itu memang
mempunyai keahlian seperti yang aku dengar, atau hanya karena
pintar-pintar mereka membohongi masyarakat sebagaimana juga
terjadi di dunia politik.” (“Rizal dan Mbah Hambali, 2018: 29)

Pejabat membohongi rakyat sudah bukan merupakan hal baru. Pada awal-
awal kampanye rakyat akan diiming-iming janji oleh para pejabat, namun setelah
terpilih, mereka justru menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Pada kutipan cerpen “Rizal dan Mbah Hambali”, Gus Mus seolah memberikan
sindiran terhadap pemerintah. melalui tokoh Kang Ali yang sering mengunjungi
dukun, tabib, kiai, dan paranormal yang dianggapnya sebagai ‘orang pintar’. Tak
sedikit masyarakat yang justru mempertanyakan kebenaran ‘orang pintar’ tersebut.
Mereka seolah menganggap ‘orang pintar’ tidak sepenuhnya memiliki keahlian,
bahkan ‘oarng pintar’ hanya membohongi masyarakat. Pada kutipan cerpen “Rizal
dan Mbah Hambali” Gus Mus kemudian menyamakan dengan dunia politik yang
penuh dengan kebohongan.
Kebohongan di dunia politik terjadi pada musim-musim kampaye. Para
pejabat publik akan mengutarakan berbagai janji untuk memakmurkan rakyat. Pada
kenyataannya janji tersebut tidak akan terealisasikan dan rakyat hanya menerima
kebohongan dari para elit politik. Kebohongan para pejabat publik merupakan
bentuk penjajahan terhadap rakyat. Rakyat yang menaruh kepercayaan dan
harapannya kepada pejabat publik untuk mensejahterakan justru dikhianati dengan
37

tindak korupsi, perebutan kekuasaan. Pejabat publik yang tidak amanah akan
menimbulkan ketidakadilan pada rakyatnya.
Rakyat belum sepenuhnya merasakan keadilan dan kesejahteraan.
Kemerdekaan yang telah dicapai oleh bangsa belum cukup membuat rakyat
merdeka. Perilaku pejabat publik yang tidak amanah dan hanya memikirkan
kepentingan pribadi membuat rakyat semakin tertindas. Kekayaan alam yang
diperuntukan untuk kemakmuran rakyat justru dikuasai pejabat publik untuk
memperkaya diri sendiri. Akibatnya rakyat masih banyak hidup di garis
kemiskinan.
19) “Jangankan pejabat kecil-kecilan di daerah, pejabat-pejabat tinggi di
atas saja, dukun dan paranormal yang mereka andalkan. Bagaimana
negeri ini tidak kacau, kalau pemimpin-pemimpinnya terus lebih
percaya pada dukun and paranormal daripada kemampuan or ilmunya.
Kalau pemimpinnya di atas begitu, tentu saja yang di bawah ikut.
Pemimpin itu kan cerminan masyarakat.”(Mbah Mar, 2018: 91)

Kutipan cerpen di atas menggambarkan perilaku para pejabat yang masih


mempercayai hal-hal mistik, seperti dukun dan paranormal. Pejabat-pejabat
tersebut akan mendatangi dukun atau paraormal untuk melancarkan dan
memenangkan pemilihan. Mereka mendatangi paranormal dan dukun hanya untuk
mengincar kekuasaan tanpa menempatkan kepentingan rakyat. Perilaku yang
tergambar pada pejabat-pejabat pada kutipan di atas memperlihatkan perilaku yang
irasional. Pejabat yang dapat dikatakan dari kalangan berpendidikan justru percaya
dengan hal-hal mistik untuk dapat memenangkan pemilihan anggota politik ataupun
menyelesaikan permasalahannya daripada ilmu dan kemampuannya.
Kedatangan pejabat ke paranormal dan dukun sudah bukan hal yang baru.
Melalui kutipan cerpen “Mbah Mar” Gus Mus menyampaikan sindiran terhadap
para pejabat yang hanya bermodal “ingin”. Pejabat-pejabat tersebut tidak
sepenuhnya mengabdikan dirinya untuk rakyat. Kedatangan para pejabat ke
paranormal dan dukun menunjukkan perilaku bathil. Penjabat yang mendatangi
paranormal dan dukun tentu saja tidak dibenarkan dalam islam. Manusia tidak
seharusnya bergantung kepada selain Allah. Selain itu, pejabat yang memiliki bekal
38

ilmu pengetahuan seharusnya percaya dengan kemampuan dirinya dalam


mengemban tugas dan amanah dari rakyatnya.
Bekal ilmu dan kecakapan yang diperoleh dari pendidikan sudah seharusnya
menjadi bekal dalam mempimpin dan mengantur segala bentuk kebijakan. Tentu
saja dalam mengatur urusan daerah ataupun negara dibutuhkan pemimpin yang
dapat berpikir logis, cerdas, dan rasional. Kecakapn tersebutlah yang dimiliki oleh
para pejabat, khusunya di era globalisasi yang sangat mengedepankan teknologi
dan sains dalam segala bidang. Seorang pemimpin juga harus memiliki sikap
tanggung jawab, cerdas, penuh inisiatif, dan memiliki ketaqwaan sehingga
pemimpin dapat menjadi teladan bagi warganya.
Pemimpin merupakan teladan bagi rakyat yang dipimpinnya. Seorang
pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan baik sehingga mampu menciptakan
kebaikan bagi rakyatnya. Segala perilaku pemimpin akan senantiasa diperhatikan
dan dinilai oleh rakyatnya. Jika pemimpin telah mampu menjadi teladan, biasanya
rakyat akan lebih mudah mengikuti sikap pemimpinnya. Hal ini akan memberika
dampak positif bagi kehidupan rakyat. Rakyat akan lebih antusias dan berpartisipasi
dalam membangun kemajuan bangsanya. Jika pemimpin masih memercayai hal-hal
klenik dalam kepemimpinannya, rakyat juga akan kehilangan kepercayaannya.
Rakyat akan ragu dengan kinerja pemimpin dalam mengelola kebijakan sehingga
akan sulit bagi rakyat untuk menerima teladan yang baik.
Penindasan negara seperti halnya kelompok mayoritas dan minoritas dalam
suatu negara seperti kasus pembatasan terhadap kegiatan kaum Uighur yang ada di
negara China. Berapa orang memandang permasalahan ini sebagai bentuk
Islamovogia pemerintah komunis China pada umat Islam sehingga mereka dibatasi
dalam beraktivitasnya. Hal ini tentu menindas kaum Uighur sebagai kaum minoritas
di sana.
20) “Setiap hari mayat berjatuhan. Korban-korban yang terluka terus
bertambah. Tak seorang pun yang peduli. Perebutan terus
berlangsung.” (“Hilangnya Perangkat Desa”, 2018:66)

Pembungkaman aspirasi rakyat dalam menolak kebijakan negara dapat


merugikan rakyat. Rakyat tidak dapat menyuarakan hak-haknya terhadap kebijakan
39

negara sehingga mengakibatkan rakyatnya tertindas. Aspirasi rakyat tidak boleh


dicegah dan dilarang, mereka harus diberi ruang supaya aspirasi itu bisa
tersampaikan kepada pengambil kebijakan. Oleh karena itu, pemerintah yang
demokratis harus menyerap aspirasi rakyat supaya apa yang dibutuhkan dan
diinginkan rakyat dapat diketahui.
Kutipan Cerpen “Hilangnya Perangkat Desa” menggambarkan tindakan
liberasi yang digambarkan oleh “tokoh rakyat”. Adanya tragedi yang dilakukan
oleh masyarakat yang setiap harinya menemukan mayat berjatuhan tanpa diketahui
alasannya. Hal ini menjadi salah satu contoh peristiwa pembungkaman aspirasi atau
kritik masyarakat terhadap pemerintah atau perangkat desa. Penindasan negara
telah terjadi dari banyak kasus di masa lampau, seperti kasus Petrus. Petrus atau
penembak misterius merupakan orang yang ditugaskan untuk membunuh atau
menembak bagi siapapun yang mengkritik pemerintahan secara tidak sopan.
Adanya pembungkaman aspirasi atau kritik masyarakat yang dilakukan
pemerintah bertujuan untuk menjaga citra baik suatu negara. Penindasan negara
seperti ini dikarenakan pemerintahan yang otoriter dan monoloyalitas terhadap
pemimpin pemerintahan itu sendiri. Hal ini menyebabkan masyarakat yang berbeda
pemikiran dengan pemerintah akan mengalami penindasan dan pengasingan oleh
pemerintah. Penindasan negara juga menyebabkan orang yang kemungkinan tidak
bersalah akan menjadi korban.
Di samping penindasan negara, penindasan yang berkaitan dengan masalah
ekonomi juga menjadi bagian dari liberasi. Pada kutipan di bawah ini digambarkan
adanya ketidakadilan ekonomi yang dialami masyarakat.
21) “Lha, itulah, Mbah, yang membuat saya prihatin dan terus menganggu
nurani saya. Tapi ke depan hal ini tidak boleh berulang. Saya dan
kawan-kawan sudah bertekad akan menghentikannya. Bila nanti saya
terpilih, saya tidak akan membiarkan praktik-praktik tidak benar
seperti kemarin-kemarin itu terjadi. Saya akan memulai tradisi baru
dalam daerah ini. Tradisi yang mengedepankan kejujuran dan
transparansi. Pemerintahan yang bersih . kasihan rakyat yang sekian
lamanya tidak mendapatkan haknya, karena kerakusan pemimpinnya.”
(“Konvensi”. 2018: 46).
40

Ketidakadilan ekonomi menjadi salah satu dampak dari kerakusan para


pejabat publik. Para pejabat publik tanpa malu dan sungkan memakan hak
rakyatnya. Rakyat berhak mendapatkan kesejahteraan ekonomi, pendidikan, dan
kesehatan. Pada kenyataannya rakyat hanya dijadikan alat dalam menjadi anggota
pejabat publik. Kutipan di atas, menggambarkan adanya sikap tokoh “Saya” yang
merupakan calon pemimpin yang menghendaki adanya kemakmuran bagi
rakyatnya yang tidak didapatkan pada periode kepemimpinan sebelumnya.
Tekadnya untuk menghentikan praktik-praktik penyelewengan dan menciptakan
tradisi baru dalam pemerintahan daerah, menunjukkan adanya penolakan terhadap
bentuk penindasan dan ketidakadilan. Tokoh “Saya” sadar bahwa kepentingan
rakyat harus diutamakan.
Perubahan yang ingin dilakukan oleh tokoh “Saya” menunjukkan bahwa
periode kepemimpinan sebelumnya memiliki sistem pemerintahan yang kotor dan
dipenuhi praktik-praktik dari para oknum-oknum politik yang memperkaya diri
sendiri. Tidak adanya transparansi dalam penggunaan anggaran daerah. Rakyat
tidak diberikan akses untuk mengetahui rincian anggaran yang digunakan. Dengan
hal seperti ini, praktik-praktik korupsi akan semakin mudah dilakukan oleh pejabat.
Akibat dari hal itu, kondisi perekonomian rakyat jauh dari kesejahteraan.
Rakyat semakin tidak merasakan keadilan akibat dari kerakusan para
pejabat publik. Para pejabat publik hanya bekerja untuk kepuasan dirinya. Pejabat
publik dengan mudahnya membuat suatu kebijakan tanpa memikirkan kondisi
rakyatnya. Akhirnya rakyat semakin terabaikan. Rakyat kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Rakyat tidak dapat memperoleh hak-haknya. Sumber daya
yang seharusnya dikelola untuk kemakmuran rakyat justru disalahgunakan oknum-
oknum pejabat untuk kepentingan pribadi. Kerakusan para pejabat mengakibatkan
kesenjangan ekonomi, rakyat yang miskin semakin terpuruk dalam garis
kemiskinan, sebaliknya para pejabat semakin kaya.
22) “Bila Anda kebetulan tersesat di makam Mbah Sedo sumur di kotaku,
Anda mungkin akan melihat seorang tua berpakaian compang-
camping dengan rambut gondrong dan mata sayu. Ciri lain, dia selalu
mengenakan peci hitam yang sudah tidak begitu hitam lagi dan
memakainya sedemikian mlesek hingga nyaris menutupi kedua
41

matanya. Tapi jangan salah sangka; dia bukanlah pengemis, meskipun


dia duduk bersama deretan para peminta-minta.” (Mbah Mar, 87).

Kutipan cerpen di atas menggambarkan seorang pria tua yang duduk di


sekitar makam. Pria tersebut mengenakan pakaian compang-camping layaknya
seorang pengemis. Meskipun duduk disamping para pengemis dan berpakain lusuh,
pria tersebut bukanlah seorang pengemis. Pria tersebut duduk di sekitar makan
bukan semata meminta uang dari para pengunjung makam, melainkan memohon
doa kepada para pengunjung makan untuk mendoakan keluarganya. Berdasarkan
penggambaran kutipan cerpen di atas, mereka yang berpakaian lusuh selalu
diidentikan seorang pengemis. Kutipan di atas juga disebutkan “deretan peminta-
minta”. Hal ini menandakan bahwa masih banyak orang dan masyarakat yang hidup
di garis kemiskinan. Peminta-minta atau pengemis merupakan dampak dari
ketidakadilan ekonomi.
Pengemis sendiri merupakan seseorang yang mendapatkan penghasilan dari
belas kasihan orang lain dengan cara meminta-minta. Banyak dari pengemis yang
tidak memiliki tempat tinggal dan hidup menggelandang di pinggir-pinggir jalan.
Pengemis menjadi salah satu akibat dari kemiskinan yang ada di negeri ini. Mereka
yang tidak memiliki penghasilan tetap untuk memenuhi dan menjamin kebutuhan
hidup akhirnya terpaksa mengemis. Banyaknya pengemis dan gelandangan
disebabkan oleh beberapa faktor seperti, kemiskinan, sulitnya lapangan pekerjaan,
lingkungan sosial budaya, dan rendahnya pendidikan yang berimbas pada
minimnya keterampilan kerja. Hal tersebut menjadi menjadi rentetan permasalahan
ekonomi di negeri ini.
Permasalahan ekonomi yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan
perkembangan antara masyarakat kota dan masyarakat desa. Masyarakat kota
cenderung mudah dalam menerima kemajuan, sedangkan masyarakat desa
cenderung kesulitan. Pembangunan yang tidak merata dan hanya terfokus pada
penataan ruang perkotaan menjadikan desa-desa kesulitan mendapatkan akses yang
layak. Pada akhirnya, banyak dari masyarakat desa datang ke kota untuk bekerja
tanpa memiliki keterampilan kerja. Masyarakat yang tidak memiliki kemampuan
42

dan keterampilan di dunia kerja, tentu akan kesulitan bersaing dan mencari
pekerjaan sehingga tidak mendapatkan kehidupan yang layak.
Usaha keras dari kelompok masyarakat kecil agar bertahan hidup dalam
kumpulan cerpen ini menjadi sasaran pengarang menegakkan keadilan ekonomi.
Hal itu tergambar pada kutipan berikut ini.
23) “Bukannya saya tidak pernah berpikir ke arah itu. Bahkan sebelum
saya memijat pun berbagai pekerjaan sudah saya lakukan. Kecuali
tentu saja pekerjaan yang memerlukan ijazah. Karena saya tidak
pernah punya ijazah apa pun. Mulai dari buruh tani, dagang kecil-
kecilan, hingga makelaran sudah pernah saya lakukan. Semua itu tidak
ada yang berhasil. Ya baru memijat di Jakarta inilah yang bisa
dikatakan benar-benar sukses”. (“Di Jakarta”, 2018:115)

Kutipan di atas menggambarkan tokoh Mr. Qoney yang sukses sebagai


pemijat di Jakarta. Tokoh tersebut sebelumnya juga pernah melakukan berbagai
macam pekerjaan kecuali pekerjaan yang memerlukan ijazah tetapi tidak ada yang
berhasil. Hal ini bisa terjadi karena si tokoh tersebut bertempat tinggal bukan di
kota melainkan di desa yang masih sangat rendah tingkat perekonomiannya. Oleh
karena itu, penghasilan di desa belum bisa mencukupi kebutuhan hidup berbeda
jika penghasilan di kota yang bisa mencukupi kebutuhan hidup meskipun biaya
hidup di kota juga lebih mahal. Namun, hidup di kota yang mahal sepertinya juga
sepadan dengan penghasilan yang didapatkan.
Di kota metropolitan terdapat berbagai macam pekerjaan yang bisa
dilakukan. Bukan hanya untuk orang-orang yang memiliki ijazah saja, melainkan
juga yang tidak memiliki ijazah pun bisa bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa
ijazah bukan menjadi pengahalang kesuksesan seseorang karena tanpa ijazah pun
seseorang bisa sukses. Berbagai macam pekerjaan informal dapat dilakukan oleh
orang-orang yang tidak memiliki ijazah contohnya saja seperti menjadi asisten
rumah tangga, tukang kebun, kuli, dan juga tukang pijit. Pekerjaan tersebut jika
dilakukan di kota ternyata cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup karena upah
yang didapatkan jumlahnya lebih besar daripada upah di desa.
Ahmad Mustofa Bisri dalam karyanya berusaha untuk menggambarkan
realitas yang ada dalam kehidupan masyarakat di Indonesia yang masih mengalami
ketidakadilan ekonomi. Ketidakadilan ekonomi sebagai dasar kurangnya perhatian
43

pemerintah terhadap pemerataan ekonomi yang hanya difokuskan ke kota-kota saja,


sedangkan di desa masih mengalami ketertinggalan perekonomian. Tentunya ini
menjadi permasalahan yang harus diselesaikan oleh pemerintah agar terwujudnya
pemerataan ekonomi hingga ke seluruh pelosok negeri dapat terlaksana. Tokoh Mr.
Qoney merupakan contoh cerminan dari masyarakat desa yang tidak mendapatkan
pemerataan ekonomi. Akan tetapi, di sisi lain tokoh Mr. Qoney berhasil dan sukses
di kota sebagai tukang pijit. Hal ini yang menunjukkan kurangnya pemerataan
ekonomi antara di desa dan kota dan menjadi kesenjangan ekonomi.
Selain hal-hal di atas, ketidakadilan gender juga menjadi bagian dari etika
liberasi. Hal ini menunjukkan adanya perhatian terhadap perempuan dalam
kehidupan sebagai makhluk yang sejajar dengan laki-laki dalam berperan serta
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Seiring dengan
perkembangan zaman dan teknologi, perempuan masih sering dijadikan objek
daripada berperan sebagai subjek. Perempuan dapat dijadikan komoditas bisnis
yang menguntungkan. Hal ini pun masih sering tidak disadari oleh perempuan
sendiri, sebagaimana dalam kutipan di bawah ini.
24) “Seperti umumnya artis-artis populer di negeri ini, aku pun kemudian
menjadi incaran-incaran perusahaan untuk pembuatan iklan; diminta
menjadi presenter dalam acara-acara seremonial; menjadi host
dibeberapa TV; malah tidak jarang diundang untuk presentasi dalam
sminar-seminar bersama tokoh-tokoh cendikiawan. Yang terakhir ini,
boleh jadi aku hanya dijadikan alat menarik peminat. Tapi apa
peduliku? Asal aku diberi honor standar, aku tak peduli.”
( Sang Primadona, 2018: 97).

Perempuan selalu menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Bahkan ada
istilah “wanita adalah perihasan dunia”. Segala sesuatu yang dimiliki perempuan
adalah sebuah keindahan sehingga perempuan dimaknai sebuah ‘perihasan dunia’.
Keindahan tersebut tidak hanya diukur dari fisik, tetapi juga kelembutan hati, tutur
kata, dan pemikirannya. Keindahan perempuan yang seharusnya dijaga dan
dimuliakan justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu sebagai daya pemikat.
Seperti halnya kutipan cerpen “Sang Primadoa” di atas memperlihatkan perempuan
dijadikan bahan eksploitasi untuk memperoleh keuntungan dalam promosi iklan
dan acara-acara tertentu.
44

Kehadiran perempuan dengan segenap keindahannya hanya dieksploitasi,


bahkan diperdagangkan untuk menarik minat. Biasanya perempuan diiming-imingi
menjadi artis terkenal dengan honor yang tinggi. Pada nyatanya banyak perempuan
yang menjadi korban. Tidak sedikit dari kaum perempuan mendapat tindak
pelecehan. Mereka diharuskan tampil vulgar memperlihatkan lekuk tubuhnya.
Penampilan yang demikian akan lebih menjadi daya tarik. Gemerlapnya dunia
hiburan menyimpan sisi gelap bagi perempuan. Tidak hanya cukup menjadi alat
pemikat, namun kerap kali mengalami tindak kekerasan dan pelecehan. Tak sedikit
dari mereka bungkam dan tidak melaporkannya. Tentu saja hal semacam ini
menghilangkan martabat perempuan.
Perempuan dalam kehidupan rumah tangga pun sering menjadi sasaran
kesalahan dalam banyak hal. Di antaranya tentang kemandulan. Pasangan suami
istri yang sudah beberapa tahun membina rumah tangga dan belum dikaruniai anak
bukanlah kesalahan perempuan karena kehadiran anak adalah kuasa tuhan yang
maha kuasa. Anehnya, dalam masyarakat sasaran kesalahan selalu ada pada pihak
perempuan. Kenyataan itu digambarkan pengarang pada kutipan cerpen di bawah
ini
25) “Saat yang paling melegakan perasaan Tiah, meski sebentar, hanyalah
ketika suaminya pergi. Dia bisa dengan merdeka dan tenang
melakukan sesuatu yang tak mungkin bila suaminya ada di rumah. Ah,
seandainya dia punya anak. Suaminya selalu menyalahkan dirinya dan
menuduh dialah yang mandul, padahal mereka belum pernah periksa
ke dokter. Suaminya selalu menolak dan beralasan macam-macam bila
diajak ke dokter”. (“Suami”, 2018:57)

Kutipan di atas menggambarkan kurangnya kebebasan seorang istri


sehingga merasa belum merdeka dan tidak bisa melakukan apapun ketika ada
suaminya. Seorang istri yang diperankan oleh tokoh Tiah pada kutipan tersebut juga
mendapatkan kekerasan secara batin dan selalu disalahkan oleh suaminya akibat
tidak bisa memberikan keturunan. Padahal dalam kutipan cerpen “Suami”,
pasangan suami istri tersebut belum pernah memeriksakan kondisi kesehatannya ke
dokter sehingga belum ada kejelasan secara medis pihak laki-laki ataupun
perempuan yang mandul.
45

Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya sistem patriarki yang masih


membudaya sehingga laki-laki lebih berkuasa dan mendominasi dalam perannya
sebagai kepala keluarga. Sosok kepala keluarga dalam sistem patriarki memiliki
kekuasaan penuh terhadap istri, anak, dan harta benda. Secara tidak langsung,
sistem patriarki memposisikan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Tidak
heran jika laki-laki yang sudah berkeluarga menyalahkan perempuan yang belum
mampu memberikan keturunan karena merasa berkuasa.
Melalui karyanya dalam kutipan di atas Ahmad Mustofa Bisri mengkritik
perilaku seorang laki-laki sesuai dengan realita yang selalu beranggapan tentang
perempuan itu lemah dan jika tidak bisa memiliki keturunan maka perempuanlah
yang divonis mandul. Sejatinya kemandulan itu bisa terjadi baik dari pihak laki-laki
maupun perempuan karena menyangkut kesehatan reproduksi dari kedua belah
pihak.
Perlakuan laki-laki yang semacam itu tanpa disadari sudah merendahkan
derajat perempuan. Akibatnya, perempuan mendapat tekanan batin serta perlakuan
diskriminasi yang membelenggu dirinya. Perlakuan merendahkan derajat
perempuan tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. perempuan harus mampu
membebaskan dirinya dari belenggu penindasan sistem patriarki yang masih
membudaya. Tokoh Tiah dalam kutipan di atas merupakan gambaran dari adanya
sistem patriarki yang terjadi dalam masyarakat. Tokoh Tiah sebagai istri selalu
disalahkan karena tidak bisa mempunyai keturunan. Di dalam sistem patriarki,
seorang perempuan dianggap lemah dan tidak memiliki kekuasaan sehingga setiap
permasalahan yang terjadi pihak perempuan yang disalahkan..
Akibat tekanan yang terus menerus, dapat membangkitkan kebencian yang
luar biasa pada perempuan dan memicu pada tindak kriminalitas.
26) “Tiah membisu dalam rangkulan beberapa wanita tetangganya. Kepala
pongah yang dibencinya itu kini pecah sudah. Wajah yang
menyebalkan itu kini sudah tak berbentuk. Haruskah aku
menyesalinya, pikir Tiah, atau justru mensyukurinya? Bukankah kini
aku merdeka? Bukankah kepergian suaminya untuk selama-lamanya
itulah yang diharap-harapkan selama ini?” (“Suami”, 2018:61-62)
46

Pernikahan merupakan hal sakral yang menyatukan dua hati dan yang
diinginkan oleh semua orang untuk sekali dalam seumur hidupnya melalui ikatan
suci (perjanjian). Pernikahan menurut islam adalah sebagai bentuk dalam
menyempurnakan ibadah. Di dalam kitab suci al-Quran, Allah menganjurkan
bahwa laki-laki dan perempuan untuk menikah yang terjemahannya “Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui” (Q.S An-Nur, 24:32). Melalui ayat tersebut Allah menganjurkan
seorang laki-laki dan perempuan untuk menikah karena dengan menikah dapat
membina rumah tangga dan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan
warahmah. Oleh karena itu, seseorang yang sudah menikah antara suami dan istri
haruslah saling mengasihi, menyayangi, menghargai, dan menghormati satu sama
lain.
Jika suami istri yang sudah lama bersama tentunya akan merasakan
kehilangan jika ditinggalkan. Akan tetapi, berbeda jika pasangan yang meninggal
adalah orang yang sering menyakiti, maka perasaan kehilangan justru akan berubah
menjadi rasa bebas dari belenggu yang dialaminya.
Suami yang melakukan diskriminasi kepada istri bukanlah suami yang baik sebab
tidak bisa menjadi panutan dan contoh sebagai kepala keluarga. Perilaku
diskriminasi kepada istri dapat menyebabkan adanya perceraian. Masing-masing
antara suami dan istri sama-sama menginginkan kebebasan jika hubungannya
dirasa tidak sejalan lagi.
Kutipan di atas merupakan bentuk kritikan dari pengarang terhadap realitas
yang terjadi dengan banyaknya kasus diskriminasi yang dilakukan oleh suami.
Pengarang berusaha menyampaikan kritik agar ada upaya untuk mewujudkan
kesetaraan gender antara suami dan istri.
Kutipan di atas juga menunjukkan tingkat kepedulian sesama perempuan
yang tidak jauh berbeda dengan realitas saat ini. Masih banyak perempuan yang
peduli dengan sesama perempuan yang mengalami diskriminasi. Oleh karena itu,
47

terbentuknya organisasi-organisasi yang peduli terhadap perempuan dapat menjadi


wadah penyambung suara perempuan atas nasib yang menimpanya. Selain itu,
organisasi tersebut juga dijadikan sebagai wadah untuk belajar dan bersosialisasi.
Tokoh Tiah dalam kutipan cerpen mencerminkan perempuan yang merasa bebas
jika ditinggalkan oleh suaminya. Hal ini karena suami dari tokoh Tiah tersebut telah
membelenggu diri tokoh Tiah sehingga ketika suaminya tidak ada maka yang ada
di pikirannya adalah kebeabsan.
Anggapan bahwa perempuan adalah makhluk kelas dua, makhluk yang
lemah yang selalu memerlukan pasangan yang melindungi. Anggapan itu tertanam
pada benak masyarakat yang sudah ditentukan tuhan, terdapat pada kutipan berikut
ini.
27) “Orang mulai memperhatikanku. Tapi tidak seperti perhatian mereka
saat Abah masih ada. Kini mereka memperhatikanku sebagai janda
muda. Baru setahun Abah meninggalkan kami, sudah saja godaan yang
harus aku hadapi. Seorang ustadz yang sudah mempunyai dua orang
istri, terang-terangan melamar aku. Lalu seorang duda kaya
mengirimkan poposal lamaran, lengkap dengan CV-nya. Belakangan
seorang perwira polisi bujangan juga menyampaikan keinginannya
yang serius mempersunting aku. Semuanya aku tolak dengan tulus.”
(“Nyai Sobir”, 2018:84)

Salah satu ketidakadilan gender bagi perempuan adalah pelabelan negatif.


Hal ini termasuk dalam stereotip atau pelabelan karena seorang perempuan
dianggap lemah dan harus bekerja di bawah laki-laki. Banyak persepsi yang
mengatakan bahwa perempuan sosok yang lemah, identik dengan pekerjaan rumah,
ataupun sebagainya. Pandangan ini yang akhirnya menimbulkan pelabelan negatif
pada perempuan. Dengan adanya pelabelan tersebut banyak tindakan yang
dianggap sudah kodratnya seorang perempuan. Pelabelan ini muncul karena adanya
pandangan bahwa perempuan tugasnya hanya untuk laki-laki yakni memasak,
menghias diri, serta melayani lelaki. Oleh karena itu, laki-laki mempunyai
kekuasaan sehingga mengakibatkan pandangan yang salah terhadap keberadaan
perempuan.
Kutipan Cerpen “Nyai Sobir” menggambarkan tindakan liberasi yang
digambarkan oleh “Nyai Sobir”. Ada pandangan bahwa prempuan itu mudah sekali
48

memikat laki-laki padahal dia sendiri belum lama kehilangan suaminya. Dari
kutipan di atas jelas bahwa laki-laki yang melamar Nyai Sobir seolah-olah tidak
memikirkan bagaimana perasaan Nyai Sobir yang masih berduka atas kematian
suaminya. Perempuan dianggap memiliki citra baku atau label yang mudah saja
memikat para lelaki, padahal anggapan mereka itu salah atau sesat. Tanpa
memandang jenis kelamin, entah laki-laki ataupun perempuan bisa saja melakukan
hal seperti itu, yakni memikat lawan jenisnya. Namun, Nyai Sobir menolak
semuanya dengan sikap yang halus.
Selain itu, dalam Cerpen “Nyai Sobir” juga menggambarkan kemandirian
perempuan janda dalam berperan serta menyumbangkan ilmu dan pikirannya.
28) “Maka tidak lama, aku sudah benar-benar bisa menyesuaikan diri.
Masyarakat pun tampaknya sudah benar-benar memandangku sebaga
nyai yang pantas mendampingi Kiai Sobir. Bahkan sesekali aku
diminta panitia mewakili Abah mengisi pengajian. (“Nyai Sobir”,
2018:82-83)

Tindakan dalam Cerpen “Nyai Sobir” menggambarkan adanya etika liberasi


yakni digambarkan oleh “Nyai Sobir”. Beliau berusaha meyakinkan kepada
masyarakat bahwa beliau mampu menjadi pemimpin di pesantren dan menunjukkan
semua bakatnya. Hal ini dapat dilihat bahwa tidak semua perempuan itu tidak bisa
menjadi seorang pemimpin. Perempuan memiliki hak yang sama kepada laki-laki
seperti menjadi pemimpin pesantren.
Ketidakadilan terhadap perempuan terjadi pada cerpen di atasterjadi karena
dianggap perempuan tidak sepatutnya untuk mengurus pesantren. Dari pandangan
agama dan budaya memang pesantren kebanyakan dipimpin oleh seorang kiai
dalam arti adalah seorang laki-laki. Hal ini didasari bahwa laki laki lebih
diprioritaskan untuk memimpin pesantren secara umum. Perempuan akan menjadi
pengasuh pondok apabila latar belakang pesantren tersebut khusus untuk pesantren
perempuan.

29) “Setiap malam aku menangis, Abah. Menangis sebagai nyai yang
mendapat warisan tanggung jawab. Menangis sebagai perempuan dan
janda muda yang kehilangan hak. Tapi aku tetap nyaimu, Abah; aku
tidak akan menyerah. Aku percaya kepada-Nya.” (“Nyai Sobir”,
2018:86).
49

Sebenarnya tidak ada aktivitas khusus bagi jenis kelamin. Jika ada seorang
laki-laki yang pandai memasak berarti itu sudah menjadi keahliannya. Demikian
juga, jika perempuan menjadi pilot, itu karena keahliannya. Sebenarnya hal itu
tidaklah menyalahi kodrat laki-laki atau perempuan. Sayangnya, di dalam
masyarakat, perempuan hanya diarahkan dalam hal-hal yang biasa dilakukan
perempuan ketika belenggu patriarki masih berlangsung. .Seperti halnya Nyai SobIr
yang pada awalnya diragukan kemampuannya meneruskan pondok pesantren
tinggalan suaminya. Tekadnya yang kuat membuktikan bahwa Nyai Sobir mampu
meneruskan sebagai pimpinan pondok pesantren sekaligus tidak lalai dalam urusan
rumah tangganya.
3. Etika Transendensi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi

Etika transendensi dalam etika sastra profetik bertumpu pada hubungan


antara manusia dan Sang Pencipta. Etika transendensi berupaya mengarahkan
manusia pada kesadaran ketuhanan, kesadaran hamba pada tuhannya. Hamba yang
memiliki ketergantungan pada Tuhan, kesadaran bahwa Sang Pencipta berbeda
dengan makhluk ciptaannya, dan pengakuan adanya norma mutlak yang berasal
dari Tuhan.
Pengakuan dan kesadaran ketuhanan itu diuraikan berikut ini dengan
diawali kutipan yang diambil dari kumpulan cerpen Konvensi.
30) “Jodoh seperi halnya rezeki. Mengapa orang bersusah-payah memburu
rezeki, kalau rezeki itu sudah ditentukan pembagiannya dari Atas.
Harta yang sudah di tangan seseorang pun kalau bukan rezekinya akan
lepas.” (“Rizal dan Mbah Hambali”, 2018: 27).

Di dalam menjalani kehidupan, manusia tidak akan dapat menjalani segala


sesuatunya tanpa bantuan dari Allah. Allah Maha Pemberi, Allah telah menyiapkan
segala sesuatunya untuk kehidupan manusia. Tugas manusia adalah berikhtiar dan
berusaha untuk mencapai segala sesuatu yang menjadi tujuannya. Berhasil atau
tidaknya, semua kembali pada kehendak Allah. Seperti halnya kutipan cerpen”
Rizal dan Mbah Hambali” di atas yang menggambarkan seorang laki-laki yang
tidak kunjung menikah. Laki-laki tersebut terbilang sudah cukup umur dan mapan
untuk menikah. Teman-temannya yang melihat keadaan laki-laki tersebut selalu
50

membujuknya untuk segera menikah. Teman-temannya terkadang memberi ejekan


kepada laki-laki tersebut, namun laki-laki tersebut berkeyakinan bahwa jodoh
sudah ditentukan oleh Allah. . Segala sesuatu di dunia ini berjalan atas kehendak
Allah, termasuk jodoh. Jodohnya seperti halnya rezeki yang sudah ditetapkan kapan
datangnya. Hal ini menunjukan adanya ketergantungan manusia kepada Allah.
Segala urusan manusia di dunia, Allah akan senantiasa terlibat. Meskipun
manusia bersedia menyadari atau tidak, semua berjalan atas kehendak Allah,
termasuk perihal jodoh maupun rezeki. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa
untuk mendapatkannya, namun semua kembali pada ketetapannya. Meskipun
manusia sudah berusaha sekeras mungkin dengan melakukan segala cara, jika Allah
belum berkehendak maka akan sulit untuk mendapatkannya.
Keyakinan kepada Tuhan membuat manusia menjadi selalu bergantung
kepada Tuhan. Ketergantungan inilah yang menjadikan manusia selalu yakin dan
bersyukur kepada Tuhan. Tokoh Mr. Qoney merupakan wujud adanya
kebergantungan manusia dengan Tuhan. Wujud kebergantungan manusia dengan
Tuhan ditunjukkan Mr. Qoney melalui ibadah mencari ridha Allah.
31) “Dia diam sebentar dan pijatannya mulai mengeras kembali; baru
kemudian melanjutkan, “Apa sih yang dicari dalam hidup yang singkat
ini? Makan kan cukup sepiring dua. Pakaian asal menutup aurat.
Rumah sekadar menjaga tidak kehujanan dan kepanasan. Saya
bersyukur, dengan anugerah bisa memijat yang cuma begini ini, saya
dan anak istri tidak telanjang, tidak kelaparan, punya rumah tempat
kembali berkumpul keluarga. Mau apa lagi? Yang penting kehidupan
kekal kita kelak. Bukan begitu, Pak?” (“Di Jakarta”, 2018:112)

Dunia bukanlah kehidupan yang kekal bagi yang bernyawa khususnya


manusia. Dunia hanya tempat persinggahan sementara sebagai tempat untuk
mencari bekal akhirat. Banyak manusia yang mengalami masalah dalam hidupnya
di dunia. Akan tetapi, manusia tidak boleh putus asa dan kecewa karena
sesungguhnya Tuhan lebih mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya. Setiap
permasalahan harus dihadapi dengan bijak dan tetap berdoa agar mendapatkan
kemudahan untuk melewati setiap permasalahan yang ada.
Tuhan menjadikan dunia sebagai tempat untuk menguji manusia. Tuhan
juga memaksa manusia untuk menjalani hidupnya sesuai dengan perintah-Nya dan
51

menjauhi larangan-Nya. Tujuannya agar manusia melakukan ibadah sesuai dengan


kemampuannya sendiri. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran dengan
terjemahannya “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau salah. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya, Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri
maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Eangkau-lah penolong kami,
maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”, (Q.S Al-Baqarah, 2:286) Melalui
ayat tersebut Tuhan Allah tidak membebani manusia melainkan membalasnya
sesuai dengan apa yang manusia kerjakan. Ayat tersebut juga menggambarkan
manusia akan ketergantungannya kepada Tuhan dalam memohon ampunan dan
pertolongan. Mr. Qoney merupakan cerminan tokoh yang memiliki
ketergantungannya kepada Tuhan sehingga selalu beribadah dan percaya hanya
kepada Tuhan untuk kehidupan yang kekal nantinya.
Manusia pada dasarnya mempunyai ketergantungan terhadap Tuhan sebab
pada kenyataannya Tuhan yang berkuasa dan berkehendak atas hubungan-Nya
dengan manusia atau sesama manusia. Sebagai umat Islam dan manusia yang
beragama manusia harus mempercayai bahwa yang mengatur dan berkuasa di alam
semesta ini hanyalah Tuhan. Selain itu, manusia harus selalu mengingat keberadaan
Tuhan dan senantiasa menerima petunjuk yang telah ditetapkan untuk manusia.
Sebagai manusia sudah kewajibannya untuk mempercayai segala takdir dalam
kehidupannya bahwa Tuhan yang mengendalikan segala keadaan manusia di dunia.
Oleh karena itu, selama di dunia manusia harus berdoa, meminta pertolongan dan
perlindungan supaya diberikan jalan yang terbaik.
32) “Orang yang selalu ingat bahwa dia akan mati, akan bersikap hati-hati.
Sebaliknya mereka yang sembrono, yang sombong, yang jahat kepada
sesama, biasanya adalah orang-orang yang lupa bahwa mereka akan
mati.” (Nasihat Kiai Luqni, 2018:53)
52

Kematian seseorang memang menjadi rahasia Tuhan, tidak ada satupun


yang mengetahuinya, tetapi ketika manusia sedang memikirkan kematian justru
akan memberikan dampak yang baik pada diri sendiri, misalnya manusia tidak takut
jika kematian itu datang menghampirinya, melainkan memikirkan bagaimana
mempersiapkan diri menghadapi kematian. Memikirkan kematian akan
memberikan kesan kepada setiap manusia bahwa dalam hidup harus lebih
bersyukur karena semua orang pasti akan merasakan kematian. Oleh karena itu,
kematian merupakan hal yang penting dalam hidup manusia supaya memberikan
arti hidup yang sesungguhnya.
Kutipan cerpen “Nasihat Kiai Luqni” menggambarkan tindakan
transendensi yang digambarkan oleh orang-orang yang ingat dengan kematian.
Mereka selalu bersikap dan berperilaku dengan hati-hati karena ingat bahwa kelak
akan dipertanggung jawabkan di akhirat. Begitu juga dengan orang yang beragama.
Ketika mereka ingat mati, maka akan membuat dirinya semakin taat kepada
agamanya/ keyakinannya. Namun, tanpa disadari ketika semua umat manusia
berfikir tentang kematian akan membuat mereka sadar dengan sendirinya.
Selain itu, ketika manusia mengingat kematian dapat mengurangi hal-hal
atau perbuatan yang tidak berguna yang akan mendatangkan penyesalan. Ketika
seseorang sedang memikirkan kematian maka akan menghargai hidup dan
melupakan segala beban yang miliki karena manusia menyibukkan diri dan
memperbaiki diri untuk menyambut kematian. Manusia akan selalu termotivasi
dalam menjalani hidup dan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Sayangnya, tidak
semua orang membayangkan kematian itu dengan rasa tenang. Terkadang kematian
akan memberikan dampak yang buruk dalam hidupnya. Apalagi kepada orang yang
selalu mengkhawatirkan akan kematian dan selalu berfikiran yang negatif. Artinya,
orang itu akan menolak kenyataan bahwa suatu saat dia akan meninggal. Dia
berfikir bahwa seolah-olah hidup ini tidak akan pernah berakhir.
33) “Setiap malam aku menangis, Abah. Menangis sebagai nyai yang
mendapat warisan tanggung jawab. Menangis sebagai perempuan dan
janda muda yang kehilangan hak. Tapi aku tetap nyaimu, Abah; aku
tidak akan menyerah. Aku percaya kepada-Nya.” (Nyai Sobir,
2018:86)
53

Tindakan transendensi dalam Cerpen “Nyai Sobir” digambarkan dengan


tokoh Aku (Nyai Sobir). Nyai Sobir meyakini bahwa Tuhan bersamanya dalam
keadaan susah maupun senang. Dia percaya atau menyerahkan semuanya kepada
Tuhan atas segala urusan atau cobaan yang dialaminya. Manusia tidak luput dari
masalah dan perjuangan. Terkadang manusia merencanakan bahkan sudah
melakukan yang terbaik, namun seringkali tidak berjalan sesuai rencana. Oleh
karena itu, sebagai manusia harus berserah sepenuhnya kepada Tuhan atas apa yang
terjadi dalam hidup manusia.
Meskipun ditinggal oleh suaminya, Nyai Sobir tidak menyerah dan tetap
menjalankan kewajibannya. Dia yakin bahwa dia bisa menjalankan semuanya itu
karena dia meyakini ada Allah yang selalu menolong dan melindunginya. Allah
adalah tempat berkeluh kesah atas segala-galanya, tidak ada satu pun yang
menandingi kekuasaan-Nya. Allah menyukai hambanya yang selalu bergantung
kepada-Nya. Ketika seseorang menghadapi ujian, inilah sepatutnya untuk
bergantung kepada-Nya. Manusia harus meyakini bahwa Allah lah yang yang
mendampinginya ketika sudah mencapai puncak dan tetaplah bergantung kapan
pun dan dimana pun keberadaannya.
34) “Tuhan kalau mau memberi rezeki hamba-Nya memang banyak
jalannya. Syukur kepada Tuhan, kini rumahku pun sudah pantas
disebut rumah. Sepeda onthel-ku sudah ku berikan pembantuku, kini
ke mana-mana aku naik mobil Kijang. Pengaulanku pun semakin
luas.” (“Konvensi”, 2018: 41).

Manusia merupakan hamba Allah yang senantiasa diberikan kenikmatan


rezeki. Semua rezeki manusia adalah pemberian Allah. Allah melapangkan rezeki
bagi siapapun yang Dia kehendaki. Tidak ada satu pun makhluk yang luput atas
pemberian-Nya, karena Allah memiliki sifat Ar-Razzaq artinya Maha Pemberi
Rizki. Allah memiliki sifat-sifat mulia yang tidak dimiliki manusia. Allah
menyiapkan rezeki bagi manusia. Rezeki tidaklah semata-mata berupa harta benda,
melainkan apa saja yang membawa keberkahan hidup. Misalnya, tubuh yang sehat,
anak yang soleh, sahabat yang baik, tetangga yang toleran, dan sebaginya.
Kutipan cerpen “Konvensi” di atas menunjukkan kenikmatan yang telah diberikan
Allah kepada hamba-Nya. Atas nikmat Allah itu, si tokoh menyampaikan rasa
54

syukurnya karena telah memiliki rumah, mobil, bahkan ia telah memberikan sepeda
miliknya untuk pembantunya.
Isi cerpen pada dasarnya merupakan bagian dari dakwah Gus Mus untuk
mengingatkan pembaca bahwa Allah Maha Baik, Allah memberikan rezeki hamba-
Nya dari arah yang tak terduga. Rezeki yang datang, sedikit ataupun banyak sudah
semestinya disyukuri. Melalui tokoh tersebut Gus Mus memperlihatkan seorang
hamba yang bersyukur atas rezeki yang telah Allah berikan. Jika manusia
senantiasa bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat kepadanya.
35) “Kalangan tua di kampung, rata-rata tidak begitu suka kepada Mas
Martopo. Soalnya menurut mereka, Mas Martopo sering melecehkan
perilaku yang sudah merupakan kebiasaan orang kampung, seperti
ziarah kubur, selamatan, silaturahmi kepada kiai minta berkah atau
doa-doa.” (“Mbah Mar”, 2018: 90).

Islam mengajarkan kepada manusia untuk bergantung kepada Allah. Islam


juga melarang manusia bergantung dan menghamba selain pada Allah.
Penghambaan kepada selain pada Allah termasuk perbuatan syirik. Kutipan cerpen
“Mbah Mar” menggambarkan masyarakat yang tidak menyukai sikap Mas Martopo
yang seringkali melecehkan kebiasaan orang-orang kampung. Mas Martopo
menganggap bahwa mendatangi kuburan, selametan, dan meminta berkah kepada
kiai tidak semestinya dilakukan. Melalui tokoh Mas Martopo, Gus Mus
memberikan sindirannya terhadap masyarakat yang sering meminta dan bergantung
selain pada Allah. Mendatangi kiai untuk meminta berkah atau doa-doa, seolah-
olah kiai dianggap perantara untuk sampai kepada Tuhan. Padahal, setiap manusia
memiliki kesempatan untuk memohon segala sesuatunya melalui berdoa secara
langsung kepada Allah. Hal tersebut justru akan lebih meningkatkan ketakwaan
kepada Allah karena manusia akan semakin dekat dengan Tuhannya.
Perilaku manusia yang sering meminta berkah kepada kiai ataupun
mendatangi makam bukanlah hal yang baru. Banyak masyarakat rela datang jauh-
jauh untuk datang dan meminta berkah kepada kiai dan ziarah ke makam-makam
tokoh tertentu. Masyarakat sering menganggap bahwa hal tersebut akan lebih
memperlancar apa yang ingin dicapai. Padahal kiai merupakan manusia yang
diciptakan Allah, apalagi mendatangi makam dan meminta berkah kepada orang-
55

orang yang sudah meninggal yang sejatinya tidak bisa melakukan apapun. Manusia
yang masih hidup lah seharus yang berdoa untuk orang-orang yang sudah
meninggal. Orang-orang yang sudah meninggal tidak akan memiliki kuasa apapun
untuk mengabulkan doa para peziarah. Orang-orang yang sudah meninggal justru
bertanggungjawab sendiri atas segala sesuatu yang diperbuatnya di dunia. Jadi,
Allah-lah yang seharusnya tempat untuk bergantung karena Allah memiliki
kehendak yang terbaik untuk hamba-Nya.
Ahmad Mustofa Bisri melalui karyanya berusaha untuk menyadarkan
manusia yang beragama Islam yang sering melupakan kewajibannya sebagai
seorang muslim untuk menuntut ilmu. Manusia yang menuntut ilmu merupakan
salah satu bagian dari bentuk keimanannya kepada Tuhan. Hal ini dikarenakan
menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi manusia yang beragama Islam dan
sebagai wujud dari keimanannya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Untuk itu,
manusia yang beragama Islam perlu belajar mengenai ilmu tauhid. Ilmu tauhid
merupakan ilmu yang memepelajarai tentang sifat keesaan Allah sebagai zat yang
memiliki segala kesempurnaan dan tidak ada satupun yang bisa menggantikan-Nya.
Sejalan dengan isi kandungan Al-Quran surat Al-Ikhlas ayat 1 sampai dengan 4
yang terjemahannya “1) Katakanlah, Dia-Lah Allah Yang Maha Esa, 2) Allah
tempat meminta segala sesuatu, 3) Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, 4)
dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.” (Q.S Al-Ikhlas, 112:1-4).
Melalui ayat tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa Tuhan itu Maha Esa yang
tidak bisa disamakan denagan apapun dan sebagai tempat untuk meminta segala
sesuatu oleh manusia. Oleh karena itu, dengan adanya menuntut ilmu menjadikan
manusia semakin patuh dan tunduk kepada Tuhan serta mengakui adanya
perbedaan yang mutlak antara Tuhan dan manusia karena Tuhan Maha Mengetahui
segalanya yang dilakukan oleh manusia, sedangkan manusia tidak. Gambaran
perbedaan yang mutlak antara manusia dan Tuhan terdapat pada tokoh
Syabakhronni. Tokoh tersebut telah menjelaskan pada kutipan cerpen di atas bahwa
untuk menuju Kehidupan yang damai akan terwujud apabila semua manusia
mematuhi aturan yang telah ditetapkan yang maha kuasa melalui firmannya. Aturan
tersebut menjadi pedoman dana arah dalam bertindak agar semua berada pada
56

jalurnya. Bagimana meniti jalur kehidupan dunia yang akan memuluskan jalur
kehidupan akhirat digambarkan pada kutipan di bawah ini.
36) “Ada sesuatu yang menyentuh kalbuku yang terdalam, baik ketika
ustadz berbicara tentang kefanaan hidup di dunia ini dan kehidupan
kekal di akhirat, tentang kematian dan amal sebagai bekal, maupun
ketika mengajak jamaah berdzikir.” (“Sang Primadona”, 2018: 101)

Kehidupan di dunia merupakan jembatan untuk menuju alam akhirat.


Kehidupan manusia di dunia untuk mempersiapkan bekal untuk menuju alam
akhirat. Kutipan cerpen “Sang Primadona di atas memggambarkan seorang
perempuan yang merasakan ketentraman hati ketika mendengarkan ceramah dari
seorang ustad. Ceramah tersebut berisi mengenai kefanaan hidup di dunia, artinya
segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara. Segala sesuatunya tidak ada yang
abadi dan akan kembali kepada pencipta-Nya, termasuk manusia. Manusia akan
hidup kekal di akhirat. Manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di
dunia. Bagi yang beramal saleh maka keselamatan akan menyertainya.
Kutipan cerpen “Sang Primadona” di atas menunjukkan kefanaan hidup di
dunia, bahwa kehidupan di dunia tidak akan kekal. Kefanaan hidup di dunia itulah
yang harus diyakini bagi seorang muslim. Meskipun manusia tidak pernah tahu
kapan kematian datang, manusia harus menyiapkan sebaik mungkin dengan
beribadah dan beramal saleh. Manusia akan hidup kekal di akhirat, baik di surga
ataupun neraka. Alam akhirat merupakan sesuatu yang ghaib yang tidak dapat
dijangkau oleh panca indera manusia. Di dalam ajaran Islam, manusia dianjurkan
untuk beriman kepada yang ghaib. Meskipun keberadaan surga dan neraka tidak
dapat dijangkau dengan panca indera, manusia dapat mengimaninya melalui Al-
Quran. al-Quran merupakan kitab umat muslim yang berisi petunjuk dan pedoman
hidup. Di dalam al-Quran banyak dijelaskan kehidupan akhirat.
Allah telah menjelaskan keberadaan alam akhirat dalam firman-firmannya.
Di dalam al-Quran, Allah telah memberi gambaran mengenai surga dan neraka.
Manusia dapat mengimani keberadaan dan kebenaran tentang alam akhirat. Hal ini
bertujuan agar keimanan dan ketakwaan manusia semakin bertambah. Kesadaran
manusia atas kekalnya hidup di akhirat akan menjadikan manusia untuk beramal
57

saleh. Dengan beramal saleh manusia akan mendapatkan bekal untuk sampai
kemuliaan di sisi Tuhannya.
Ketetapan tuhan bersifat mutlak. Artinya tidak ada manusia yang bisa
mengurangi, menambah, atau mengubahnya meski dengan upaya yang sepenuhnya.
Jika ketetapan tuhan tidak menghendaki kehadiran anak di tengah-tengah pasangan
suami istri, usaha apa pun yang dilakukan tentu belum menemui hasilnya. Semua
itu harus diambil hikmahnya bahwa tuhan memberikan yang terbaik untuk
hambanya. Hal itu dapat ditafsirkan dari kutipan ini.
37) “Tapi mungkin juga Tuhan memang sengaja tak memberi mereka
anak, karena kasihan kepadanya. Dia tidak bisa membayangkan
bagaiman andai kata punya anak dan anak itu melihat ayahnya seperti
itu”. (“Suami”, 2018:58)

Laki-laki dan perempuan yang sudah menikah tentunya mengharapkan


kehadiran sosok seorang anak dalam keluarga kecilnya. Akan tetapi, tidak semua
orang yang sudah menikah akan dikaruniai anak oleh Tuhan, terkadang harus
menunggu lama untuk memiliki anak dan kemungkinan juga memang tidak diberi.
Namun, jika belum dikaruniai anak oleh Tuhan, manusia tidak harus berputus asa
apalagi sampai lupa daratan sehingga lalai akan keberadaan kuasa Tuhan.
Pada umumnya orang yang sudah menikah dan belum dikaruniai anak
merasakan risau dan gelisah apalagi bagi seorang istri. Hal ini karena seorang istri
menanggung beban yang paling berat ditambah lagi dengan pandangan masyarakat
bahwa penyebab belum dikaruniai anak adalah dari pihak istri. Padahal sebelum
adanya rekam medis dari dokter, orang biasa tidak berhak untuk memberikan
kesimpulan bahwa pihak istri yang bersalah. Belum dikaruniai seorang anak bukan
berarti salah istri ataupaun salah suami kemungkinan memang sudah menjadi
kehendak Tuhan.
Oleh karena itu, bagi para suami dan istri yang belum dikaruniai anak harus
tetap berikhtiar karena rencana Tuhan pasti lebih baik dan Tuhan menghendaki
kemuliaan bagi hamba-hamba-Nya. Tuhan juga sudah menjelaskan di dalam Al-
Quran yang terjemahannya “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia
menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memeberikan anak-anak perempuan
kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa
58

yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan
perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul
siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”
(Q.S Asy-Syura, 45:49-50). Ayat tersebut sangat jelas bahwa Tuhan menghendaki
siapa saja yang akan mendapatkan anak, baik anak laki-laki maupun perempuan
dan menghendaki siapa saja yang ditetapkan untuk tidak memiliki anak.
38) “Manusia di dunia ini memang aneh. Meski mengaku hamba Tuhan,
terus saja berperilaku seperti tuan. Mereka bilang menirukan firman
Allah, Tuhan menciptakan semata-mata hanya untuk menyembah-
Nya, sementara untuk urusan rezeki, Dialah yang menjamin. Namun
rezeki yang dijamin Tuhan diburu, penyembahan yang dituntut oleh-
Nya diabaikan”. (“Di Jakarta”, 2018:105-106)

Setiap manusia memiliki rezekinya masing-masing dan sudah dijamin oleh


Tuhan. Rezeki adalah penghidupan dari semua hal yang bermanfaat dan berguna
bagi manusia. Rezeki diartikan juga sebagai anugerah yang diberikan Tuhan kepada
manusia. Rezeki yang diberikan kepada manusia dilakukan melalui berbagai
macam cara dan sedikit banyaknya telah ditentukan oleh Tuhan. Rezeki bisa berupa
harta, keluarga, jodoh, anak, hingga teman yang baik.
Dengan adanya rezeki yang sudah dijamin Tuhan maka manusia tidak perlu
mengkhawatirkan akan kekurangan rezeki. Manusia harus percaya dan tetap
berusaha agar selalu dimudahkan dalam mendapatkan rezeki. Seperti di dalam al-
Quran yang terjemahannya “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian
memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu
(kembali). Adakah yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat
sesuatu dari yang demikian itu? Maha sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang
mereka persekutukan”, (Q.S Ar-Rum, 30:40). Ayat tersebut menjelaskan bahwa
Tuhan yang telah menciptakan manusia dan mematikan lalu menghidupkannya
kembali serta Tuhan juga yang telah memberikan rezeki. karena itu, tidak ada
keraguan lagi bagi manusia dalam hal rezeki.
Ahmad Mustofa Bisri melalui karyanya berusaha mengkritik sifat-sifat
manusia yang masih saja tidak percaya akan adanya anugerah dari Tuhan. Bahkan,
mengenai kewajibannya sebagai seorang hamba Tuhan masih saja ditinggalkan
59

oleh manusia. Padahal sudah jelas bahwa Tuhan telah menjamin rezeki bagi setiap
manusia untuk kehidupan di dunia.
Manusia dikaruniai Allah dengan memiliki akal pikiran yang memiliki
fungsi untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penunjang kehidupan.
Allah memberikan kasih sayang kepada umatnya dengan cara yang unik, seperti hal
yang membahagiakan, menyedihkan, atau bahkan menyakitkan. Oleh karena itu,
ketetapan mutlak Allah tidak dapat dipahami oleh manusia secara naluri karena
hanya Allahlah yang mengetahui bagaimana yang terbaik untuk makhluknya. Allah
memiliki kekuatan dan norma-norma yang tidak dapat diterima oleh akal manusia.
Berdasarkan kandungan ketiga etika profetik pada kumpulan cerpen
Konvensi di atas, ternyata nilai-nilai profetiknya sejalan dengan nilai pendidikan
karakter. Pada nilai pendidikan karakter arahnya selalu pada terbentuknya karakter
yang baik, kepribadian yang kuat sebagai makhluk pribadi maupun sebagai
makhluk sosial yang bertuhan. Jika disimpulkan ada sejumlah nilai pendidikan
karakter yang dapat ditarik dari nilai profetik. Nilai-nilai pendidikan karaktr itu
adalah toleran, menghargai perbedaan pendapat, saling menghormati, saling
mengasihi, adil, jujur, amanah, bertanggung jawab, tidak diskriminatif, beriman,
bersyukur,taat beribadah sesuai dengan ajaran keyakinan atau agama.

B. Penerapan Nilai-nilai Profetik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Dalam implementasinya di sekolah, salah satu alternatif rancangan


penerapan nilai etika profetik ini sebenarnya identik dengan nilai pendidikan
karakter. Jika dikaitkan dengan nilai pendidikan karakter, nilai profetik dalam
kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri meliputi tiga pilar yaitu,
humanisasi, liberasi, dan transendensi. Humanisasi sendiri memiliki bagian
makna untuk menegakkan kebaikan, sedangkan liberasi bermakna melarang
atau mencegah dari tindakan kejahatan dalam kehidupan manusia, dan
transedensi memiliki makna untuk kembali beriman kepada Allah SWT. Oleh
karena itu, nilai profetik yang terkandung dalam kumpulan cerpen Konvensi
dapat dimanfaatkan sekaligus sebagai media pendidikan karakter.
60

Dalam pembelajarannya, pendekatan yang dapat digunakan melalui


materi dari teks kumpulan cerpen Konvensi karya Ahmad Mustofa Bisri adalah
pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik adalah pendekatan yang
mengembangkan sifat dan perilaku siswa untuk aktif dalam serangkaian
kegiatan pembelajaran yang meliputi kegiatan mengamati, menanya,
mengumpulkan data atau informasi, mengasosiasikan atau menalar, dan
mengkomunikasikan. Model pembelajarannya dapat menggunakan model
discovery learning. Model discovery learning merupakan model pembelajaran
yang menuntut siswa secara aktif untuk melakukan pencarian pengalaman
belajar menggunakan analisis dan pemecahan masalah. Model ini dipilih
karena melibatkan siswa atau peserta didik secara langsung dalam menemukan
ketiga etika profetik. Model discovery learning dapat dilakukan oleh siswa
dengan berdiskusi di kelas.
Di samping itu juga dapat dipilih pendekatan Saintifik dan model
Kontekstual. Model Kontekstual mengaitkan pembelajaran di kelas dengan
kehidupan sehari-hari para sisa. Pembelajaran kontekstual memungkinkan
siswa lebih mendapatkan makna dari proses belajarnya karena pembelajaran
tidak hanya sekadar mentransfer pengetahuan, tetapi siswa juga mengalami
berbagai pengalaman di dalam kehidupan sehari-hari. Pada pembelajaran
Bahasa Indonesia.ini difokuskan pada KD 3.8 dan 4.8 kelas XI
SMA/SMK/MA/MAK. Siswa dapat mengaitkan nilai-nilai profetik, maupun
nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerita pendek dengan pengalaman
dan kehidupan sehari-harinya. Siswa juga lebih memaknai proses belajar dan
menerapkannya dalam kehidupan sosialnya. Pendekatan Saintifik dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi proses mengamati, menanya,
mengeksplorasi, menalar, dan mengomunikasikan.
a. Mengamati:
Pada proses mengamati, guru memberikan penjelasan mengenai
nilai-nilai profetik seperti nilai humanisasi, nilai liberasi, dan nilai
transendensi agar siswa dapat memahami masing-masing dari nilai profetik.
Guru mengarahkan siswa untuk membaca teks cerpen sebagai objek
61

pengamatan. Melalui kegiatan membaca teks cerpen, siswa dapat


menemukan fakta-fakta berupa nilai-nilai profetik.
b. Menanya:
Pada proses menanya, siswa diberikan kesempatan untuk bertanya
mengenai hasil pengamatannya. Siswa juga dapat bertanya jawab dan
saling memberikan argumen kepada teman-temannya.
c. Mengeksplorasi
Pada proses mengeksplorasi, siswa mencoba mencari dan
mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan nilai-nilai profetik.
Siswa dapat membaca sumber dari buku, maupun kehidupan sehari-hari.
Melalaui proses ini, siswa dapat berlatih untuk mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dan mengumpulkan informasi.
d. Menalar:
Pada proses menalar, siswa diarahkan untuk menemukan makna
yang terdapat dalam materi yang dipelajari. Pada proses menalar siswa
menemukan nilai-nilai profetik dan mengaitkannya dengan pengalaman-
pengalaman dalam kehidupan nyata. Setelah itu siswa dapat menarik
kesimpulan dari hasil temuannya. Melalui proses menghubungkan hasil
belajar dengan kehidupannya, siswa juga menemukan makna belajar untuk
sepanjang hayat.
e. Mengomunikasikan
Pada proses mengomunikasikan, siswa diberikan kesempatan untuk
aktif dalam mengomunikasikan hasil belajarnya. Siswa dapat
mengomunikasikan hasil belajarnya berupa temuan nilai-nilai profetik
dalam cerpen melalui tulisan maupun presentasi di depan guru. Kegiatan
mengomunikasikan akan membantu siswa mendapat penilaian dari guru
dan teman-temannya.
Kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri selain memuat
nilai-nilai profetik yang sesuai dengan Kurikulum 2013, juga memenuhi
aspek-aspek dalam pemilihan bahan ajar pada pembelajaran Bahasa
Indonesia. Pertama, bahasanya menggunakan kosa kata sehari-hari yang
62

dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Siswa akan lebih mudah
menangkap isi dan pesan yang sampaikan oleh pengarang . Kedua, kondisi
psikologis siswa turut memengaruhi pemilihan bahan ajar. Saat berada
pada jenjang pendidikan SMA, siswa berada pada tahap generalisasi
sehingga siswa sudah mampu berpikir dan menganalisis suatu fenomena
yang ada di sekitarnya dan mengaitkan pembelajaran di sekolah dengan
kehidupan sehari-hari. Kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri
tidak sekadar cerita fantasi, namun menyajikan realitas sosial sehingga
siswa akan diajak untuk menganalisis setiap permasalahan dan menemukan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, kumpulan cerpen
Konvensi karya A. Mustofa Bisri ini sesuai diterapkan dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia.
Ketiga, latar belakang siswa dengan permasalahan yang diangkat
dalam kumpulan cerpen tersebut sangat dekat dengan kehidupan siswa.
Meskipun berlatar sosial masyarakat muslim Jawa dan pesantren,
permasalahan yang diangkat oleh A. Mustofa Bisri merupakan masalah
umum yang sering terjadi di dalam masyarakat. Kumpulan cerpen tersebut
menyajikan realitas yang ada di dalam masyarakat seperti hubungan
antarmanusia, permasalahan sosial budaya, permasalahan politik, dan
hubungan manusia dengan Tuhan. Hal tersebut, memungkinkan siswa
dapat memahami materi pembelajaran dengan mudah. Latar sosial
masyarakat muslim Jawa yang ada pada kumpulan cerpen tersebut,
sekaligus menambah wawasan siswa untuk lebih mengenal budaya dan
nilai-nilai kehidupan. Kedekatan kumpulan cerpen karya A. Mustofa Bisri
dengan kehidupan siswa akan lebih menumbuhkan minat kegiatan
pembelajaran. Jika pembelajaran difokuskan pada keagamaan dan unsur
ketuhanan, maka latarbelakang peserta didik dipertimbangan secara
khusus. Unsur keagamaan dan ketuhanan dalam pembelajaran akan mudah
diterima oleh peserta didik yang berlatar belakang pesantren dan sekolah
yang berbasis agama Islam. Jika pembelajaran difokuskan pada penerapan
nilai-nilai profetik, pembelajaran dapat dilaksanakan kepada siswa yang
63

berasal dari berbagai latar belakang. Meskipun nilai-nilai profetik


berangkat dari nilai-nilai Islam, keberadaannya tetap memberi kritik dan
penilaian terhadap kondisi sosial budaya masyarakat.
Untuk memperjelas proses pembelajaran Bahasa Indonesia yang
memanfaatkan kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri pada
KD 3.8 dan 4.8 kelas XI SMA/SMK/MA/MAK diperlukan penyusunan
RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). RPP tersebut adalah sebagai
berikut.
64

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)

Satuan Pendidikan : SMK/SMA


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XI/1
Materi Pokok : Teks Cerpen
Alokasi Waktu : 6x45 Menit (pertemuan ke 3 dan 4)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik dapat memahami
informasi permasalahan yang terdapat dalam teks cerpen dengan baik dan
benar.
1. Selama dan setelah proses pembelajaran peseta didik dapat menemukan nilai-
nilai profetik dan nilai-nilai kehidupan dalam teks cerita pendek dengan benar.
2. Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik dapat mengaitkan nilai-
nilai profetik dengan kehidupan sehari-hari dalam teks cerpen dengan benar.
3. Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik dapat menanggapi dan
merevisi mengenai nilai-nilai profetik dan nilai-nilai kehidupan dalam teks
cerpen dengan benar.
4. Selama dan setelah proses pembelajaran peserta didik dapat mendemostrasikan
nilai-nilai profetik dan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam teks cerpen
dengan benar.
B. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Waktu
Kegiatan Pendahuluan 1. Orientasi
a. Peserta didik menjawab salam dari
guru dan berdo’a bersama.
b. Peserta didik merespon daftar hadir
dari guru

2. Motivasi
10 Menit
65

a. Peserta didik mendapatkan penjelasan


mengenai materi yang akan dipelajari
hari ini.
b. Peserta didik mengetahui tentang
tujuan pembelajaran, langkah, dan
manfaat pembelajaran yang akan
dilaksanakan.

3. Apersepsi
a. Peserta didik menyimak penjelasan
cakupan materi pembelajaran yang
akan dilaksanakan pada pertemuan
pertama.

Kegiatan Inti

Kegiatan Inti Mengamati


1. Peserta didik menerima materi
mengenai nilai-nilai profetik.
2. Peserta didik mencermati teks cerita
pendek yang diberikan oleh guru.
Menanya
115 Menit
1. Peserta didik diberikan kesempatan
oleh guru untuk bertanya mengenai
nilai-nilai profetik yang terkandung
dalam teks cerita pendek yang telah
dibaca.
Mengeksplorasi
1. Peserta didik mengumpulkan informasi
atau data yang berhubungan dengan
nilai-nilai profetik.

Menalar
66

1. Peserta didik menuliskan nilai-nilai


profetik yang tekandung dalam cerita
pendek.
2. Peserta didik mengkaitkan nilai-nilai
profetik dengan kehidupan sehari-hari 10 Menit
atau nyata.

Mengkomunikasikan
1. Peserta didik mempresentasihan hasil 10 Menit
belajarnya di depan kelas.
2. Peserta didik saling memberi komentar
dengan teman lainnya.
Penutup
1. Peserta didik membuat rangkuman
mengenai hasil belajar.
2. Peserta didik melakukan refleksi
mengenai pembelajaran yang telah
diberikan.
3. Peserta didik dan guru melakukan
tindak lanjut pembelajaran yang akan
dating.
4. Peserta didik menutup pembelajaran
dengan berdo’a Bersama dan
menjawab salam dari guru.

Kegiatan Deskripsi Waktu

Pendahuluan 1. Orientasi 10 Menit


a. Peserta didik menjawab salam dari
guru dan berdo’a bersama.
b. Peserta didik merespon daftar hadir
dari guru.
2. Motivasi
67

a. Peserta didik mendapatkan


penjelasan mengenai materi yang
akan dipelajari hari ini.
b. Peserta didik mengetahui tujuan
pembelajaran, langkah, dan manfaat
pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
3. Apersepsi
a. Peserta didik menyimak penjelasan
cakupan materi pembelajaran yang
dilaksanakan hari ini.

Kegiatan Inti

Kegiatan Inti Mengamati


1. Peserta didik dibagi menjadi beberapa
kelompok untuk berdiskusi.
Menanya
1. Peserta didik saling bertanya dan 115 Menit
memberikan respon kepada teman lainnya
yang berhubungan dengan nilai-nilai
profetik yang telah dipelajari pada
pembelajaran sebelumnya.
Menalar
1.Peserta didik menganalisis nilai-nilai
10 Menit
profetik yang terkandung di dalam teks
cerita pendek.
Mengasosiakan
1. Peserta didik mengaitkan nilai-nilai
profetik yang terkandung di dalam teks
cerita pendek dengan pengalamannya.
68

2. Peserta didik menuliskan nilai-nilai


profetik yang terkandung di dalam teks
cerita pendek.
Mengkomunikasikan
1. Peserta didik Bersama kelompoknya
mempresentasikan hasil diskusinya di
depan mengenai nilai-nilai profetik yang
terkandung di dalam teks cerpen.
2. Peserta didik memberikan komentar
terhadap hasil presentasinya.
Penutup 1. Peserta didik membuat ringkasan
mengenai hasil belajarnya.
2. Peserta didik bersama guru melakukan
refleksi terkait pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
3. Peserta didik dan guru merencanakan
tindak lanjut pembelajaran pada pertemuan
selanjutnya.
4. Peserta didik menutup pembelajaran
dengan berdo’a Bersama dan menjawab
salam dari guru.
69

C. PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR

Penilaian KD Teknik Instrumen

Penilaian

Sikap Observasi Lembar

observasi

Pengetahuan 3.8 Mengidentifikasi nilai-nilai Tes Tertulis Soal tes tertulis,


kehidupan yang terkandung Kiskisi soal,
dalam kumpulan cerita pendek Instrumen
yang dibaca Penelitian
Keterampilan 4.8 Mendemonstrasikan salah Tes Membuat Teks
satu nilai kehidupan yang Praktik/Unjuk Cerita Pendek
dipelajari dalam cerita pendek Kerja

D. PEMBELAJARAN REMIDIAL DAN PENGAYAAN

KD Teknik Penilaian Remidi Pengayaan

3.8 Mengidentifikasi Tes Tulis Mengulangi soal tes tertulis Pengayaan dalam
nilai-nilai kehidupan yang sama pembelajaran ini
yang terkandung digunakan untuk
dalam kumpulan menambah
cerita pendek yang wawasan ilmu
dibaca pengetahuan
peserta didik
yang telah tuntas
mencapai KKM
atau Kompetensi
Dasar.
4.8 Tes Praktik/unjuk diberikan kegiatan Pengayaan ini
Mendemonstrasikan kerja pembelajaran dengan diberikan untuk
70

salah satu nilai bentuk pengayaan yaitu menambah


kehidupan yang tugas berupa proyek wawasan
dipelajari dalam (merencanakan atau pengetahuan
cerita pendek membuat produk atau peserta didik
laporan). mengenai materi
pembelajaran
yang telah tuntas
mencapai KKM
atau Kompetensi
Dasar.

Mengesahkan kepala Sekolah

Yogyakarta……… Guru Mata Pelajaran


71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, penelitian ini dapat disimpulhan hal-
hal berikut ini.
1. Etika Profetik Kumpulan Cerpen Konvensi
Etika humanisasi dalam kumpulan cerpen Konvensi menggambarkan maraknya
dehumanisasi dalam kehidupan manusia. Dehumanisasi menimbulkan kecenderungan
manusia yang terlalu cinta dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Perilaku manusia sudah
terbelenggu oleh kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi di satu sisi. Disisi lain,
manusia masih juga mempertahankan hal yang irrasional. Melalui penggambaran
dehumanisasi diharapkan humanisasi muncul dalam permukaan dan menjadi kesadaran
manusia. Gambaran yang berkaitan dengan etika humanisasi adalah keterikatan manusia
dengan teknologi, penipuan dan dendam, perbedaan aliran atau keyakinan menimbulkan
permusuhan, muncul dan memuncaknya emosi karena kekuatan massa, perilaku pejabat
sebagai panutan, ambisi menuju tingkat sosial yang tinggi, persaingan tidak sehat,
penggunaan obat-obat terlarang, kebutuhan primer terabaikan karena kebutuhan
sekunder, etika liberasi pada kumpulan cerpen konvensi menggambarkan adanya
intoleransi , persaingan tidak sehat antarcalon pejabat daerah, janji para calon pejabat atau
pejabat yang tidak ditepati, ketidakpedulian sosial, jurang perbedaan dalam ekonomi,
menjadikan perempuan sebagai komoditas bisnis, ada anggapan bahwa perempuan tidak
memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki, kdrt dalam pasangan suami-istri.
Etika transendensi menggambarkan adanya ketergantungan manusia pada sang
khalik. Semua perjalanan kehidupan manusia sudah ada ketentuannya. Adanya kekuasaan
Tuhan yang tidak terbatas sehingga manusia tidak bisa melampauinya tentang jodoh,
kelahiran, kematian, dan rejeki. Kehidupan akan harmonis apabila setiap manusia
mematuhinya.
Berdasar kandungan etika profetik, ternyata nilai-nilainya sejalan dengan nilai
pendidikan karakter sehinga kumpulan cerpen Konvensi di samping sebagai materi
pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA/ SMK juga sebagai media pendidikan karakter.
Adapun pembelajarannya terintegrasi ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Nilai-
nilai profetik ini, sesuai dengan teorinya dapat menjangkau ranah kehidupan horizontal
sekaligus vertikal.
72

2. Penerapan Nilai Profetik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia


Salah satu rancangan penerapan nilai profetik dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA/ SMK difokuskan pada KD 3.8 dan KD 4.8. Pelaksanaannya
menggunakan pendekatan saintifik dan model pembelajaran kontekstual. Setelah siswa
mengalami proses pembelajaran di kelas dengan menemukan nilai profetik yang sejalan
dengan nilai karakter, siswa dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai
dengan kondisinya. Penerapan nilai profetik tersebut dapat berhubungan dengan masalah
humanisasi, liberasi, maupun transendensi. Siswa misalnya dapat menghargai adanya
perbedaan, saling menghormati, tidak terseret pada budaya popular, tidak hanya
menonjolkan logika, tetapi juga memadukan dengan rasa, menghargai kaum perempuan,
beribadah sesuai keyakinan, dan berserah pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ada beberapa saran yang dapat disampaikan.
1) Adanya nilai-nilai profetik melaliu humanisasi, librasi, dan trasendensi yang sejalan
dengan nilai pendidikan karakter, memungkinkan kumpulan cerpen Konvensi karya
A.Mustofa Bisri menjadi bacaan wajib di bidang sastra, khususnya mahasiswa Program
Studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Nilai-nilai profetik jika diterapkan dalam kehidupan
akan menumbuhkan kepribadian yang baik sebagai makhluk individu maupun makhluk
sosial yang yang tumbuh dan berkembang dalam hubungan secara vertical maupun
horizontal.
2) Adanya muatan nilai- nilai profetik yang sejalan dengan nilai pendidikan karakter, para
guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat memanfaatkan buku kumpulan cerpen
Konvensi karya A.Mustofa Bisri sebagai materi pembelajaran Bahasa Indonesia
sekaligus sebagai media pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam materi
Bahasa Indonesia..
3) Hasil penelitian ini masih bersifat sementara dan terbuka sehingga penelitian ini masih
data dilanjutkan dengan teori sastra Profetik, tetapi dari sudut pandang yang berbeda.
73

LUARAN YANG DIHASILKAN


Dalam penelitian ini, luaran sudah di submit di jurnal JP-BSI (Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia). Berikut kami lampirkan draf artikel yang disubmit di Jurnal
JP-BSI.

Etika Humanisasi pada Kumpulan Cerpen Konvensi Karya A.


Mustofa Bisri (Telaah Profetik)
Oktaviani Windra Puspita1, Widowati2, Joko Santoso3
FKIP, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Email oktaviani@ustjogja.ac.id
FKIP, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Email widowatipbsi@gmail.com
FKIP, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Email jokosantoso@ustjogja.ac,id

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menemukan etika profetik humanisasi dalam
kumpulan cerpen Konvensi karya A. Mustofa Bisri. Metode yang digunakan adalah
penelitian kualitatif, Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
baca dan teknik catat. Teknik nalisis data dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif
kualitatif.
Hasil peneltian ini yang berkaitan dengan humanisasi pada etika sastra Profetik
dalam kumpulan cerpen Konvensi menggambarkan maraknya dehumanisasi dalam
kehidupan manusia. Dehumanisasi menimbulkan kecenderungan manusia yang terlalu
cinta dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Perilaku manusia sudah terbelenggu oleh
kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi di satu sisi. Di sisi lain, manusia masih juga
mempertahankan hal yang irrasional. Melalui penggambaran dehumanisasi diharapkan
humanisasi muncul dalam permukaan dan menjadi kesadaran manusia. Gambaran yang
berkaitan dengan etika humanisasi adalah keterikatan manusia dengan teknologi, penipuan
dan dendam, perbedaan aliran atau keyakinan menimbulkan permusuhan, muncul dan
memuncaknya emosi karena kekuatan massa, perilaku pejabat sebagai panutan yang
menyimpang, ambisi menuju tingkat sosial yang tinggi, persaingan tidak sehat,
penggunaan obat-obat terlarang, dan kebutuhan primer terabaikan karean kebutuhan
sekunder.
Kata kunci: Etika profetik, humansasi, kumpulan cerpen Konvensi karya A Mustafa
Bisri

I PENDAHULUAN bersatu akan memancarkan keindahan.


Dalam menyikapi perbedaan, beliau
Nama A.Mustofa Bisri atau
menomorsatukan toleransi. Baginya,
yang biasa disbut Gus Mus di jagat
perbedaan adalah karunia Tuhan yang
sastra bukanlah nama yang asing. Nama
harus disyukuri. Karena itu, karya-
tersebut identik dengan karya-karya
karyanya dianggap dapat menyatukan,
yang humanis dan multi kultural. Hal
menenteramkan, mendamaikan
itu sejalan dengan sosoknya yang
kehidupan yang tidak lagi menjunjung
istimewa. Beliau adalah seorang kiai
nilai-nilai kemanusiaan.
yang memahami bahwa isi dunia ini
bagaikan pelangi, berwarna-warni, jika
74

Satu di antara banyak karya kehidupan bermasyarakat. Hal itu


sastra yang dihasilkan adalah kumpulan sejalan dengan pandangan
cerpen Konvensi. Kumpulan cerpen Kuntowijoyo yang membidani lahirnya
Konvensi dapat dijadikan sebagai alat teori sastra Profetik Konsep sastra
penyalur suara dan perjuangan untuk Profetik ini mulai diperkenalkan pada
menggugat atau melawan masyarakat Indonesia sejak 2005
ketidakseharusan, ketidakwajaran, melalui majalah Horison dalam artikel
ketidakadilan, kepongahan, “Maklumat Sastra Profetik” (2005: 4).
penderitaan, atau penindasan. Di Menurut Kuntowijoyo (2005: 4;
samping itu, kumpulan cerpen ini 2006: 8-24; 2013: 9-23; 2019: 8-9;
menjadi sarana penggugah rasa Sayuti, 2005: 4; Wangsitalaja, ; 1)
kemanusiaan, pembebasan manusia sastra Profetik mengandung kristalisasi
dari ketertindasan , dan peningkatan nilai kehidupan yang mewujud dalam
keimanan yang akhir-akhir ini etika humanisasi, liberasi, dan
dirasakan mulai mengalami transendensi (Masbur, 2017: 47;
kemunduran. Suraiya, 2017: 151; Sudardi, 2003: 1-
Kumpulan cerpen Konvensi 2). Sastra Profetik menghasratkan agar
merupakan karya yang dihasilkan manusia tidak menjadi makhluk satu
dalam rentangan waktu yang panjang. dimensi, melainkan makhluk lengkap,
Dari tahun 2002 sampai tahun 2018. baik jasmani maupun rohani, mengakar
Panjangnya waktu ini menjadikan karya di bumi, sekaligus menjangkau langit.
tersebut mampu memotret Dengan model sastra Profetik,
permasalahan bangsa Indonesia sejak pengarang dapat menyampaikan
awal masa reformasi yang ditandai gagasannya lebih universal karena
membongkahnya semangat sastra Profetik tidak membatasi pada
pembaharuan di bidang politik, sosial, satu sisi keyakinan, meskipun sastra
budaya, agama, ekonomi, dan Profetik berlandaskan kitab suci al
sebagainya sampai akhir-akhir ini. Quran. Dengan demikian, pengarang
Dalam perjalanan, semangat tersebut dapat merengkuh semua persoalan
memudar, bahkan sebagian berbalik manusia tanpa ada sekat-sekat tertentu,
arah. Hal itulah yang kemudian menjadi sekaligus menjangkau semua
sumber penulisan dengan kepiawaian masyarakat untuk mengapresiasikannya
pengolahan dan kepekaan Gus Mus dengan tujuan akhir merealisasikan
pada masalah-masalah yang dihadapi nilai-nilai yang tertuang di dalamnya
bangsa Indonesia. Karena itu, karya- dalam kehidupan bermasyarakat,
karyanya selalu bersifat vertikal dan berbangsa, dan bernegara.
horizontal. Berdasarkankan pernyataan di
Sebagai panutan masyarakat, atas, dapat dikatakan bahwa kumpulan
Gus Mus menghasilkan karya yang cerpen Konvensi dinaungi oleh tiga
tidak sekadar memberi kritikan atau etika; humanisasi, liberasi, dan
sindiran pada kelompok tertentu, transendensi. Dari tiga naungan tersebut
melainkan juga membumbui karyanya peneliti lebih memfokuskan ke
dengan nilai-nilai kehidupan yang humanisasi. Humanisasi berarti
seharusnya diterapkan dalam penumbuhan rasa kemanusiaan (KBBI,
75

2008: 217). Humanisasi diperlukan, kepustakaan dan analisis tekstual


sebab ada tanda-tanda bahwa dalam berdasarkan kerangka pemikiran
masyarakat ini sedang menuju teoretis.
dehumanisasi. Dehumanisasi adalah Data dan Sumber Data
objektivasi manusia (teknologi, Data penelitian ini berupa
ekonomis, budaya, massa, negara), satuan gramatikal (kata, frasa, kalimat,
agresivitas (kolektif, perorangan, baris, bait) yang terdapat dalam
kriminalitas), loneliness (privatisasi, kumpulan cerpen Konvensi karya
individualisasi), dan spiritiual Ahmad Mustofa Bisri. Agar data yang
alienation (keterasingan spiritual). terkumpul terjamin keabsahannya,
Dehumanisasi merupakan proses yang perlu dilakukan FGD. Dalam hal ini
menjadikan manusia tidak lagi sesuai peneliti melakukannya bersama-sama
dengan kodratnya Dalam dehumanisasi teman sejawat yang memiliki disiplin
perilaku manusia lebih dikuasai bawah keilmuan yang sama.
sadarnya daripada oleh kesadarannya. Sumber Data
Tanpa disadari dehumanisasi sudah Sumber data yang digunakan
menggerogoti masyarakat Indonesia, dalam penelitian ini adalah kumpulan
yaitu terbentuknya manusia mesin, cerpen Konvensi karya A. Mustofa
manusia, dan masyarakat massa, dan Bisri.
budaya massa. Manusia sekarang Instrumen Penelitian
adalah objek kebudayaan yang Dalam penelitian
diciptakannya sendiri, bukan sebagai ini,instrumennya adalah peneliti sendiri
pencipta kebudayaan (Qodir, 2015: yang dibekali dengan teori dan dengan
111). kemampuan menganalisis berdasarkan
Kuntowijoyo (dalam Muttaqin, kisi-kisi yang dirancang sebelumnya.
2015: 225) menjelaskan bahwa Teknik Pengumpulan Data
humanisasi berarti memanusiakan Teknik pengumpulan data yang
manusia, menghilangkan “kebendaan”, dilakukan dalam penelitian ini
ketergantungan, kekerasan, dan menggunakan teknik baca dan teknik
kebencian dari manusia. Tugas catat.
humanisasi adalah mengembalikan hal Teknik Analisis Data
tersebut dan menghentikan Teknik analisis data yang
dehumanisasai yang semakin meluas. digunakan dalam penelitian ini adalah
Berdasarkankan uraian tersebut, teknik deskriptif kualitatif, yaitu semua
permasalahan yang akan diteliti dalam data yang diperoleh melalui pencatatan,
penelitian ini adalah bagaimana etika diidentifikasi, ditafsirkan kemudian
Profetik humanisasi kumpulan cerpen hasilnya dijelaskan.
Konvensi karya A.Mustofa Bisri. Analisis data dalam penelitian
ini dilakukan dengan memaparkan data
II METODE PENELITIAN
seperti apa adanya sesuai fakta-fakta
Jenis Penelitian yang ada.
Jenis penelitian yang digunakan
III HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif dilakukan dengan penelitian
76

Etika Humanisasi dalam Kumpulan dianggap maju, perilakunya seperti


Cerpen Konvensi orang primitif saja. Kata orang, ini
Etika humanisasi dalam sastra zaman teknologi modern; tapi banyak
Profetik atau dalam bahasa aslinya sekali orang pintar memercayai klenik.
adalah amar ma’ruf berisi upaya Orang susah malah datang ke kuburan.
pengembalian harkat manusia dari Ya malah sumpek. Benar, nggak?
keterasingannya sebagai manusia dan Benar, nggak? (“Mbah Mar”, 2018: 90).
menegakkan kebaikan. Untuk Melalui kutipan di atas,
menegakkan kebaikan tersebut, sastra pengarang menggambarkan adanya
Profetik mengawalinya dengan kehidupan modern yang belum mampu
penggambaran dehumanisasi. Manusia menggeser kehidupan tradisional.
kehilangan kemanusiaannya. Mengapa Kontradiksi ini terjadi karena manusia
manusia terasing atau mengalami belum bisa meninggalkan kebiasaan
dehumanisasi? Hal itu disebabkan oleh nenek moyangnya dalam memecahkan
adanya perkembangan dalam suatu masalah. Karena itu, tidak
kehidupan yang dipengaruhi teknologi. mengherankan apabila ada orang yang
Hal-hal yang tergambar melalui berpendidikan tinggi masih melakukan
dehumanisasi inilah yang diharapkan hal-hal yang irrasioanl untuk membantu
dapat dikembalikan pada humanisasi penguraian masalahnya atau juga untuk
melalui perenungan yang mendalam. mewujudkan harapan dan ambisinya.
dengan demikian, Sastra profetik Hal seperti itu tidak lain adalah sebagai
berusaha menyadarkan manusia dari potret kehidupan masyarakat yang
masalah tersebut. sebagian masih berlangsung hingga
Kecanggihan teknologi yang kini. Hal itu terjadi, bisa jadi ada upaya
datang menyergap kehidupan manusia yang lebih untuk mencapai hasil atau
menjadikan manusia bertindak adanya ikatan dan kekuatan yang tidak
mengikuti polanya. Dalam waktu yang dapat dilepaskan dari hasil pola pikir
singkat, teknologi silih berganti datang dan tindakan nenek moyangnya. Hal
menggantikan hal-hal yang dianggap yang sama terjadi juga pada cerpen
lama dan ketinggalan zaman.di satu sisi, “Nyai Sobir” berikut ini.
kecanggihan teknologi membuat 2) “Mulai dari minta doa restu,
manusia diuntungkan dan hingga minta utangan. Dari minta air
menguntungkan pihak lain. di sisi lain, suwuk untuk anak yang rewel, hingga
manusia menjadi merendahkan pihak minta nasihat perkawinan. Dari minta
lain yang tidak sejalan dengan dicarikan jodoh hingga dicarikan
pemikirannya. mantu. Dari minta arahan menggarap
Gambaran yang kontradiktif itu sawah, hingga minta dukungan untuk
ada pada kutipan di bawah ini. pilkada. Dari minta fatwa keagamaan,
1) “Akhir-akhir ini tingkah hingga minta bantuan kenaikan pangkat
laku orang semakin absurd saja. Kata (?).” (“Nyai Sobir”,2018: 80-81)
orang, ini zaman kemajuan; tapi banyak Nilai humanisasi yang tersiarat
sekali orang yang mengaku sebagai dari dua cerpen tersebut adalah
orang maju atau hidup di kalangan mengembalikan semua usaha atau
orang-orang yang maju atau terlanjur upaya manusia mencapai sesuatu
77

semestinya berada pada jalan yang Menipu dan dendam merupakan


seharusnya berdasarkan ajaran agama, dua hal yang berbeda, tetapi memiliki
dan bukan menyimpanginya. tujuan yang sama yaitu untuk
Pada cerpen yang lain, merugikan orang lain demi
pengarang mengekspresikan etika kepentingannya. Kedua hal tersebut
humanisasinya melalui kebiasaan wirid sangat tidak pantas untuk dilakukan
oleh seorang kiai yang mengajarkan karena merugikan orang lain.
nilai-nilai kehidupan dan menjadi jati Realitanya saat ini banyak
diri bangsa. sekali orang-orang yang masih
3) “Ya, kalimat-kalimat melakukan penipuan dan dendam.
semacam itulah yang masih sering Apalagi di tengah kondisi masyarakat
beliau wiridkan. Mula-mula memang massa yang sudah semakin modern.
aku perhatikan; bahkan aku berusaha Tentunya penipuan maupun dendam
melaksanakan nasihat-nasihat itu, tapi dapat dilakukan dengan menggunakan
dengan semakin meningkatnya volume kecanggihan teknologi.
kegiatanku, lama-lama aku justru risi Gambaran dehumanisasi yang
dan menganggapnya angin lalu saja.” berkaitan dengan kekuatan masyarakat
(“Sang Primadona”, 2018: 98). massa adalah adanya berbagai partai
Manusia sering kali lupa diri politik. Seseorang yang berada dalam
ketika sudah sampai pada kesuksesan. suatu partai politik yang semula tidak
Banyak hal yang terabaikan, baik berambisi apa pun, dengan pengaruh
keluarga, pertemanan, bahkan ibadah anggota partai politik, maka ambisi-
kepada Tuhan. Kutipan cerpen “Sang ambisi itu akan muncul tanpa
Primadona” memperlihatkan kesibukan disadarinya. Dorongan dari luar itu
tokoh “Aku” yang telah membuatnya digambarkan pengarang sebagai
lalai untuk beribadah. berikut.
Gambaran dehumanisasi 5) “Ya, mayoritas pimpinan
tidaklah dimaksudkan untuk sekadar partai saya, Partai Polan, dan pengurus-
menggambarka kejelakan seseorang, pengurus anak cabangnya sudah setuju
tetapi justru untuk mengembalikan pada mencalonkan saya sebagai bupati dan
kebaikan. Demikian juga tentang Drs, Rozak dari partai Anu sebagai
gambaran penipuan di bawah ini. cawagubnya.” (“Konvensi”, 2018: 46).
4) “Bukan begitu, kakang; aku Kutipan di atas menggambarkan
cuma khawatir. Apalagi tipuan-tipuan pemilihan calon bupati dan wakil
Kakang sudah semakin keterlaluan. bupati. Di dalam pemilihan kepala
Kalau ada di antara mereka yang sedikit daerah akan ada partai-partai politik
saja kembali ke akal sehatnya, yang mempersiapkan kandidat sebagai
permainan kita akan ketahuan. Belum calon pemimpin. Dorongan dari
lagi kalau para malaikat betulan turun anggota partai politik, apalagi dari
tangan membantu mereka. Apakah pimpinannya akan menjadikan sang
sejauh ini dendam Kakang belum calon memiliki rasa percaya diri yang
terpuaskan?” (“Syabakhronni dan kuat. Bahkan, merasa penunjukan
Kawan-Kawan”, 2018: 15) dirinya benar-benar amanah rakyat
sehingga sang calon pun berupaya kuat
78

untuk mewujudkan ambisinya Bersentuhan pun katanya haram. Tono


menduduki jabatan tertentu. Dengan menganggap kedua orang tuanya kafir
demikian, partai politik merupakan dan najis, sebelum ikut baiat
salah satu kekuatan munculnya manusia jamaahnya.” (“Mbah Mar”, 2018: 92)
dan masyarakat massa. Partai politik Manusia yang terbelenggu
menjadi jembatan bagi para elite politik dehumanisasi tergambar dalam kutipan
dalam mencapai kedudukan dan cerpen “Mbah Mar” di atas. Kutipan
kekuasaan politik dalam suatu negara. cerpen di atas memperlihatkan prilaku
Partai politik berperan tokoh “anak sulung” yang telah
menampung aspirasi masyarakat untuk mengikuti jamaah tertutup. Jamaah
disalurkan kepada pemerintah sehingga tertutup tersebut merupakan bentuk dari
masyarakat dapat terlibat aktif dalam masyarakat massa yang membawa
memberikan kontrol terhadap dampak negatif bagi para penganutnya.
pemerintah. Kenyataannya, partai Sikap anak tersebut justru berbanding
politik juga menimbulkan masalah terbalik dengan ajaran Islam, bahkan ia
dalam masyarakat. Para elite politik menganggap orang tuanya kafir karena
yang tergabung dalam partai politik belum mengikuti paham aliran tersebut.
terkadang justru menggunakan partai Dari balik dehumanisasi, nilai
politik untuk kepentingan pribadi. Para humanisasi terselip di dalamnya. Ajaran
elite politik yang seperti ini, akan Islam mengajak manusia untuk saling
menjatuhkan partai politik lain mengasihi bukan untuk manghina satu
sehingga akan menimbulkan konflik di sama lain, khususnya kepada orang tua.
masyarakat itu sendiri. Masyarakat massa
Kekuatan massa dalam menimbulkan adanya golongan-
masyarakat massa juga terjadi pada golongan tertentu di masyarakat. Tidak
kelompok –kelompok keagamaan sedikit dari golongan-golongan tersebut
tetentu. Akibatnya humanisasi yang justru memberi dampak negatif bagi
semestinya merupakan bagian ajaraan masyarakat. Sepertinya halnya suatu
yang suci berubah menjadi jamaah atau aliran tertentu. Aliran-
dehumanisasi. Yang paling ekstrem aliran tersebut akan memperlihatkan
adalah ada anggapan bahwa mereka dirinya seperti layaknya Islam, namun
yang bukan kelompoknya merupakan pada praktiknya sangat jauh dari ajaran
“musuh” yang harus “diperangi” . Islam. Aliran-aliran yang demikian
Gambaran itu dinyatakan pengarang banyak berkembang di masyarakat,
pada kutipan di bawah ini. bahkan memiliki jamaah yang cukup
6) “Tono, anak sulungnya yang banyak. Mereka yang telah masuk dan
kuliah di perguruan tinggi di kota B, mengikuti ajaran aliran tersebut akan
ternyata ikut jamaah tertutup yang menganggap ajarannya yang paling
menurut Mas Martopo sendiri sudah benar, tak jarang dari mereka mudah
tidak bisa dibenarkan. Kalau pulang, melontarkan kata ‘kafir’ kepada sesama
Tono pakaiannya aneh-aneh dan muslim yang tidak mengikuti paham
membuat Mas Martopo jengkel bukan yang mereka anut.
main, anak sulungnya itu tak mau Ajaran yang dianut oleh aliran-
bersalaman dengan kedua orang tuanya. aliran tertentu banyak menimbulkan
79

keresahan di masyarakat. Ajarannya adalah lelaki yang sempurna karena


yang menyimpang dari Islam justru cakap, pintar, memiliki gelar doktor,
mengikis nilai-nilai keislaman yang ada dan ibadahnya rajin. Akan tetapi,
di masyakarat. Masyarakat lupa akan perempuan tersebut mendapatkan
hakikat manusia sebagai hamba Tuhan pertentangan dari ibunya sendiri. Hal
yang telah diajarkan oleh Islam. ini karena lelaki yang diceritakan oleh
Masyarakat cenderung menganggap perempuan tersebut atau anaknya
benar apa yang telah mereka anut. merupakan lelaki yang sudah
Mereka cenderung melontarkan ujaran berkeluarga.
kebencian di dalam masyarakat. Hal ini Berdasar gambaran
akan banyak menimbulkan perdebatan, dehumanisasi dari perempuan cantik
bahkan perpecahan di kalangan umat tersebut dan ibu perempuan itu,
Islam. masalah humanisasi dapat
Lingkungan pergaulan juga dikembalikan lagi dalam kehidupan,
dapat membentuk kekuatan masyarakat baik yang menyangkut kehidupan
massa. Dengan lingkungan pergaulan masyarakat kelas atas, pejabat, atau
yang hedonis, mengakibatkan masyarakat biasa.
seseorang berpikir jalan pintas Perilaku pejabat tentu selalu
bagaimana memenuhi ambisinya. Di menjadi perhatian masyarakat,
antaranya adalah ambisi berada pada termasuk bagaimana pejabat
posisi kelas sosial yang tinggi. menyelesaikan suatu persoalan.
Pengarang menggambarkan hal itu pada Sebagai panutan atau model, pejabat
kutipan berikut ini. akan ditiru oleh masyarakatnya.
7) “Bayangkan, Bu,” tutur Akibatnya, perilaku yang tidak
Bussipati sambil kedua matanya seperti semestinya pun dapat membangkitkan
menghipnotis ibunya, “dia itu adalah kekuatan masyarakat massa.
lelaki yang sangat sempurna, cakep, dan 8) Memang layak kita coba;”
pintar. Di sana disebut intelektual, timpal ibu sambil menutup hidung,
gelarnya doktor. Doktor sungguhan, “orang gede dan pejabat tinggi saja
Bu; bukan doktor dari membeli. Dia datang ke “orang pintar” untuk
bisa menjelaskan hal-hal yang tidak kepentingan pribadi, apalagi kita yang
mungkin menjadi sangat mungkin mempunyai masalah besar seperti ini.”
ibadahnya juga rajin. Pendek kata lelaki (“Wabah”, 2018: 22)
yang sempurnalah!” Tapi nDuk, dia itu Masyarakat massa pada zaman
sudah berkeluarga, sela si ibu tanpa modern seperti sekarang ini masih
nada ketidaksetujuan. “Apa tidak repot percaya kepada orang pintar dan masih
nanti? Bagaimana dia akan membagi mengikuti perilaku pejabat yang
perhatiannya?”. (“Syabakhronni dan menurutnya derajatnya jauh lebih
Kawan-Kawan”, 2018:10) tinggi. Masyarakat menganggap orang
Kutipan di atas menggambarkan pintar dapat menyelesaikan setiap
seorang perempuan yang sedang persoalan-persoalan yang terjadi dalam
meyakinkan ibunya tentang lelaki kehidupannya ,baik pribadi maupun
pilihannya. Wanita tersebut kelompok. Padahal dengan cara
menganggap bahwa lelaki pilihannya mendatangi orang pintar atau orang
80

yang memiliki kekuatan supranatural kekuatan seperti itu biasa terjadi pada
belum tentu setiap persoalan-persoalan saat pemilu atau pemilihan kepala desa,
itu dapat diselesaikan. bupati, atau gubernur. Para pendukung
Realita dalam karya sastra calon saling menunjukkan kekuatan
ternyata merupakan cermin realita dengan cara yang tidak baik, bahkan
dalam masyarakat mulai dari pejabat menimbulkan keonaran. Salah satunya
tinggi sampai masyarakat biasa. adalah tergambar dalam kutipan di
Melalui kutipan di atas pengarang bawah ini.
secara tidak langsung menggambarkan 9) “Meski balai desa boleh
kondisi kehidupan masyarakat modern dikata sudah tidak memiliki apa-apa.
di satu sisi, tetapi di sisi lain masih Anehnya mereka yang merasa pantas
dikuasai oleh alam pikiran yang memimpin masih saja berebut berusaha
irrasional. Hal itu terjadi karena menduduki kelurahan dengan
pelekatan budaya masa silam yang mengerahkan para pendukungnya.
belum benar-benar hilang meskipun Setiap hari pun tawuran massal tak
masyarakat sudah memiliki agama terelakkan.” (“Hilangnya Perangkat
tertentu dan mengenyam pendidikan Desa”, 2018: 66)
tinggi. Perilaku masyarakat tersebut Manusia bukanlah makhluk
sudah menjadi kebiasaan yang tertanam individu yang dapat hidup sendiri tanpa
sejak nenek moyang dan masih manusia lainnya. Inilah yang membuat
dipelihara dengan memadukan hal-hal manusia harus bisa bersosialisasi
yang ada pada masa sekarang. dengan baik di lingkungan masyarakat.
Masyarakat tidak harus percaya Namun, masyarakat massa masih
terhadap paranormal untuk cenderung mengedepankan aspek
menyelesaikan persoalan-persoalan emosional dibandingkan dengan aspek
dalam kehidupannya baik pribadi intelektual atau logikanya. Masyarakat
maupun kelompok. Akan tetapi, massa akan menggerogoti nilai-nilai
masyarakat harus bisa menyelesaikan sosial dan merusak tatanannya.
persoalan-persoalannya sendiri dengan Masyarakat massa mempunyai persepsi
cara-cara yang lebih baik dan benar tentang dunia sosial, dan mampu
dengan mencari solusi yang sesuai menggerakkan tindakan manusia yang
dengan persoalan yang dihadapi. sering kali hal tersebut tanpa disadari
Akibat kekuatan masyarakat oleh kesadaran manusia.
massa, emosi seseorang dapat Dehumanisasi dalam Cerpen
ditumbuhkan. Ada rasa “berani” ketika “Hilangnya Perangkat Desa”
bersama-sama, tetapi menjadi ciut nyali digambarkan adanya perebutan jabatan
ketika sendiri. Tawuran massa atau yang berdampak menimbulkan
demo yang anarkhis adalah contoh dari kebencian dan tawuran massal. Adanya
kekuatan masyarakat massa yang perebutan jabatan akan menimbulkan
mudah membakar emosi orang lain permasalahan di masyarakat. Para elite
yang sejalan sepemikiran dengan politik terkadang menggunakan
mereka yang sedang beraksi. Dalam jabatannya untuk kepentingan
situasi yang demikian, kontrol logika pribadinya yang akan menimbulkan
sudah tidak berlaku lagi. Kekuatan- konflik di masyarakat itu sendiri.
81

Terkadang calon pemimpin sebagai ejekan atau penghargaan, tapi


menggunakan uang untuk alasan yang pernah dikemukakan: Mas
menggerakkan pendukungnya supaya Martopo jika bicara, tidak saja selalu
bisa terpilih dan mencapai apa yang menyelipkan istilah-istilah asing, tapi
diinginkan. Ada kalanya, para calon juga karena bicaranya yang menurut
juga memanfaatkan media massa yang istilah kawan-kawannya itu pethit,
dapat “dibelinya” begitu tinggi, sehingga sering sulit
10) “Waktu itu media massa dipahami orang kampung.” (“Mbah
cetak dan elektronik belum seperti Mar”, 2018: 89).
sekarang. Seandainya itu terjadi Kutipan cerpen “Mbah Mar” di
sekarang, pastilah beritanya akan atas menggambarkan tokoh Mas
menjadi santapan gurih pers. Akan Martopo yang sering berbicara dengan
menjadi perbincangan berhari-hari di menyelipkan istilah-istilah asing
media massa.” (“Kang Maksum”, sehingga membuat orang-orang
2018:75) sekitarnya memberi julukan “Bung
Media massa merupakan media Intelek” Tidak hanya menyelipkan
yang mampu memberikan informasi istilah asing saja, ia juga menggunakan
yang bersifat publik dan dapat istilah-istilah tertentu saat berbicara.
memberikan popularitas kepada siapa Istilah-istilah tersebut mengacu pada
saja yang muncul di media massa. Oleh bidang tertentu yang terkadang sulit
karena itu, media massa memiliki peran dipahami oleh masyarakat biasa.
yang sangat penting dalam kehidupan. Kebiasaannya yang menyelipkan istilah
Media cetak menjadi sumber asing saat berbicara justru menjadi
informasi yang bisa menghadirkan ejekan oleh masyarakat. Ia secara tidak
suatu nilai yang dianggap benar oleh langsung dianggap tidak mampu
masyarakat bahkan mampu menjadi menempatkan diri pada situasi tertentu.
panutan di dalam masyarakat. Ia Masyarakat, terutama masyarakat desa
mengibaratkan bila suatu masalah atau akan kesulitan dalam menerima cara
perbincangan itu terjadi di dimensi interaksi yang demikian.
waktu sekarang pasti akan menjadi Seiring dengan adanya arus
bentuk nilai yang kemungkinan globalisasi, membuat masyarakat
diyakini oleh masyarakat. Indonesia mudah sekali memperoleh
Faktor teknologi dan berbagai informasi dari manca negara
masyarakat massa berakibat munculnya melalui bahasa, baik dari bahasa
budaya massa. Budaya massa adalah Indonesia maupun bahasa asing.
budaya popular pada saat tertentu yang Penggunaan bahasa asing memang
banyak diikuti masyarakat dan diperlukan, khususnya untuk keperluan
dianggap sebagai gambaran manusia tertentu, bukan untuk gagah-gagahan.
modern. Kutipan di bawah ini Bukan pula ada maksud agar dianggap
memberikan gambaran tersebut. sebagai orang modern yang
11) “Di kalangan kawan-kawan berpendidikan. Penggunaan bahasa
sendiri sekampung, Mas Martopo asing yang tidak tepat tentu akan
kadang dijuluki Bung Intelek, kadang menimbulkan masalah tersendiri,
Bapak Wakil Kita. Entah dimaksudkan apalagi jika lawan bicaranya adalah
82

orang-orang yang tidak paham dengan Tetangga atau lingkungan


kosa kata bahasa asing tersebut. tempat tinggal menjadi bagian dari
Penggunaan bahasa asing yang tidak tumbuhnya budaya massa jika tidak
tepat juga akan meminggirkan bahasa disikapi dengan positif dan mengukur
Indonesia , juga bahasa daerah. Padahal kemampuan diri. Adanya keinginan
bahasa inila merupakan kekayaan yang sama dengan tetangga adalah hal
bangsa Indonesia yang harus terus yang lumrah, tetapi bagaimana dengan
dirawat agar tidak sampai punah, kemampuan untuk menyamainya? Hal
khususnya bahasa daerah. inilah yang sering diabaikan oleh
Efek budaya massa yang lain sejumlah orang agar tidak dianggap
adalah penyalahgunaan narkoba, remeh atau ketinggalan zaman.
sebagaimana kutipan berikut ini. Cerpen “Suami”
12) “Di kamar suamiku, aku menggambarkan adanya keburuhan
menemukan lintingan rokok ganja. primer yang belum tercukupi,tetapi
Semula aku diam saja, tapi hari-hari justru mengutamakan kebutuhan
berikutnya kutemukan lagi dan lagi. sekunder karena melihat tetangga kanan
Akhirnya aku pun menanyakan hal itu kiri.
kepadanya. Mula-mula dia seperti Kebutuhan primer merupakan
kaget, tapi kemudian mengakuinya dan kebutuhan pokok manusia untuk
berjanji akan menghentikannya.” keberlangsungan hidupnya yang terdiri
(“Sang Primadona”, 2018: 103) dari tiga hal, yaitu sandang, pangan, dan
Budaya massa menimbulkan papan. Sandang adalah kebutuhan
dampak negatif bagi kehidupan manusia berupa pakaian yang
masyarakat. Budaya massa telah digunakan sebagai pelindung tubuh.
mengikis nilai-nilai moral manusia. Pangan adalah kebutuhan manusia
Manusia hanya bertindak berdasarkan berupa makanan. Papan adalah
nafsu dan kepuasan tanpa memikirkan kebutuhan manusia yang merujuk pada
dampak negatif yang akan terjadi. Salah tempat tinggal sebagai tempat untuk
satu dari tindakan yang merusak moral berlindung. Ketiga hal dalam kebutuhan
adalah mengosumsi obat-obatan primer inilah yang harus diutamakan
terlarang seperti, narkoba. Kutipan oleh manusia.
cerpen “Sang Primadona” di atas Sementara itu, TV hanyalah
menggambarkan perilaku suami yang kebutuhan sekunder yang dapat
telah mengosumsi ganja. Kutipan dipenuhi apabila kebutuhan primernya
cerpen di atas memperlihatkan, si istri tercukupi. Hal ini karena kebutuhan
sering kali menemukan obat-obatan sekunder merupakan kebutuhan
terlarang di kamar suaminya. Hal ini tambahan yang sifatnya hanya sebagai
menunjukkan bahwa pecandu obat- pelengkap. Jika kebutuhan sekunder ini
obatan terlarang akan kesulitan keluar tidak terpenuhi, maka tidak akan
dari jerat obat-obatan terlarang menjadi masalah dan tidak akan
sehingga memungkinkan dirinya akan mengganggu keberlangsungan hidup
terus-menerus menggunakan obat- manusia.
obatan terlarang.
83

IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Berdasarkan pembahasan pada Bisri, A.Mustofa. (2018). Kumpulan
Cerpen Konvensi. Yogyakarta:
bagian sebelumnya, penelitian ini dapat DIVA Press.
disimpulhan hal-hal yang berkaitan Kuntowijoyo. (2005). “Maklumat Sastra
dengan etika profetik humanisasi dalam Profetik” dalam Horison Mei
kumpulan cerpen Konvensi 2005. Jakarta: Yayasan Indonesia.
menggambarkan maraknya Kuntowijoyo. (2006). Maklumat Sastra
dehumanisasi dalam kehidupan Profetik.Yogyakarta: Grafindo
Litera Media.
manusia. Dehumanisasi menimbulkan
Kuntowijoyo. (2013). Maklumat Sastra
kecenderungan manusia yang terlalu Profetik. Yogyakarta: Multi
cinta dengan hal-hal yang bersifat Presindo.
duniawi. Perilaku manusia sudah Kuntowijoyo, (2019). Maklumat Sastra
terbelenggu oleh kemajuan zaman dan Profetik. Yogyakarta: Diva Press.
kecanggihan teknologi di satu sisi. Di Masbur. (2016). "Integrasi Unsur
sisi lain, manusia masih juga Humanistik, Liberasi, dan
Transendensi dalam Pendidikan
mempertahankan hal yang irrasional.
Agama Islam" dalam Jurnal
Melalui penggambaran dehumanisasi Edukasi Vol.2. No.1.Edisi Januari
diharapkan humanisasi muncul dalam 2016, halaman 44-59.
permukaan dan menjadi kesadaran Muttaqin, Husnul. 2015. “Menuju
manusia. Gambaran yang berkaitan Sosiologi Profetik” dalam jurnal
dengan etika humanisasi adalah Sosiologi Reflektif, Vol. 1, halaman
219- 240.
keterikatan manusia dengan teknologi,
Qodir, Zuly. (2015). “Kuntowijoyo dan
penipuan dan dendam, perbedaan aliran Kebudayaan Profetik” dalam
atau keyakinan menimbulkan Jurnal Studi Islam , Vol. 16, No.
permusuhan, muncul dan 1, halaman 103- 113.
memuncaknya emosi karena kekuatan Sayuti, Suminto A. (2005). “Selamat Jalan
massa, perilaku pejabat sebagai Kuntowijoyo” dalam Horison Mei
panutan, ambisi menuju tingkat sosial 2005. Jakarta: Yayasan Indonesia.
Sudardi, Bani. (2003). Sastra Sufistik
yang tinggi, persaingan tidak sehat,
Internalisasi Ajaran-ajaran Sufi
penggunaan obat-obat terlarang, dalam Sastra Indonesia. Solo: Tiga
kebutuhan primer terabaikan karena Serangkai Pustaka Mandiri.
kebutuhan sekunder. Suraiya. 2017. “Sastra Profetik Kajian
UCAPAN TERIMA KASIH Analisis Pemikiran Kuntowijoyo”
Penulis mengucapkan terima dalam ADABIYA Vol. 19, No.2,
kasih kepada LP3M UST Pendanaan Edisi Agustus 2017, halaman 143.
Diunduh dari https://jurnal.ar-
Tahun 2021 yang telah memberi
raniry.ac.id/index.php/adabiya/art
dukungan finansial terhadap penelitian icle/vieuw/7513
ini. Penelitian ini merupakan salah satu Wangsitalaja, Amin. “Kuntowijoyo
luaran yang dijanjikan peneliti pada Sastrawan Profetik”, diunduh pada
skim Penelitian dasar unggulan (PDU) tanggal 15 Maret 2021 dari
UST. directory.umm.ac.id/…21…/Kunto
wijoyo%20Sastrawan%20Profetik
doc.
84

Bukti Submit Artikel di Jurnal


85

DAFTAR PUSTAKA
Adi, Ida Rochani. 2011.Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Aminuddin. 2016. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Aslam, Dhena Maysar, dkk. 2020. “Etika Sastra Profetik dalam Buku Kumpulan Puisi Tulisan
pada Tembok Karya Acep Zamzam Noor” dalam jurnal Metahumaniora, Volume
10, No. 1 (2020).
Bisri, A.Mustofa. 2018.Kumpulan Cerpen Konvensi. Yogyakarta: DIVA Press.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Efendi, Anwar. 2012. “Realita Profetik dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya
Habiburrahman El- Shiraz” dalam jurnal Litera, Vol. 11, No. 1, halaman 72- 82.

Endraswara, Suwardi, 2013. Pendekatan Pragmatika dalam Pengajaran Apresiasi Cerpen


Jawa, diunduh pada 10 Februari 2018 dari http://journal
uny.ac.id/index.php/cp/article/vieuw/9134.

Faruk. 2012 Metode Penelitian Sastra: Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Feez, S. 1998. Text-Based Syllabus Design. Sydney: NCELTR Macquarie University.

Gazalba, Sidi. 1988. Islam dan Kesenian, Relevansi Islam dan Seni Budaya Karya Manusia.
Jakarta: Pustaka Alhusna.

Halliday, M. A. K. 2004. An Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold.


Halliday, M. A. K. 2005. On Grammar and Grammatics. Dalam Webster, J. J (ed.) On
Grammar.London: Continuum, 384—417.

Masbur. 2016. "Integrasi Unsur Humanistik, Liberasi, dan Transendensi dalam Pendidikan
Agama Islam" dalam Jurnal Edukasi Vol.2. No.1.Edisi Januari 2016, halaman 44-59.

Muhammad Iqbal. 1966. Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam (The Reconstruction of
Religious Thought In Islam). Terj. Osman Raliby. Jakarta: Bulan Bintang.

Kaqim, Anas Nur. 2019. “Dekonstruksi dalam Kumpulan Cerpen Konvensi Karya A.Mustofa
Bisri”. Diunduh dari http://repository unisda.ac.id/eprint/488.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Buku Guru Bahasa Indonesia Eksresi Diri dan
Akademik. Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemendikbud: Jakarta.

Kesuma, Dharma, dkk. 2012. Pendidikan Karakter. Remaja Rosda Karya: Bandung.

Kuntowijoyo. 2005. “Maklumat Sastra Profetik” dalam Horison Mei 2005. Jakarta: Yayasan
Indonesia.

Kuntowijoyo. 2006.Maklumat Sastra Profetik.Yogyakarta: Grafindo Litera Media.


86

Kuntowijoyo .2013.Maklumat Sastra Profetik. Yogyakarta: Multi Presindo.

Kuntowijoyo, 2019. Maklumat Sastra Profetik. Yogyakarta: Diva Press.

Lickona, Thomas. 2004. Character Matters: How to Help Our Childern Develop Good
Judgment, Intergrity, and Essential. New York: A Taochstone Book, Simon &
Schuter.

Maitre, Miss Luce-Clude. 1985. Pengantar ke Pemikiran Iqbal (Terjemahan Djohan Effendi).
Bandung: Mizan.

Martiana, Nita dan Haris Efendi Thahar. 2019. “Karakteristik Cerpen Karya Siswa Kelas XI
SMA Negeri II Padang” dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol.8
No. 3 Edisi September 2019 , halaman 300-310.
Martin, J. R. 1992. English Text: System and Structure. Amsterdam: John Benjamins.

Martin, J. R. 1997. Analysing Genre: Functional Parameters. Dalam Christie and J. R Martin
(eds) Genre and Institutions: Social Processes in the Workplace and School. London:
Cassell.

Martin, J. R. 2010. Semantic variation modelling system, text and affiliation in social semiosis.
Dalam Bednaarek, M. dan J. R. Martin (eds) New Discourse on Language: Funtional
Perspectives on Modality, Identity and Affiliation. London: Continuum, 1—34.

Mangunhardjana, A.M. 2016. Pendidikan Karakter. Grahatma Semesta: Yogyakarta.

Muttaqin, Husnul. 2015. “Menuju Sosiologi Profetik” dalam jurnal Sosiologi Reflektif, Vol. 1,
halaman 219- 240.

Prestwich, D.L. 2004. Character Education in America’s School. School Community Journal,
I4 (I), I39- I50.

Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta:
Pusat Kurikulum, Balitbang, Kementrian Pendidikan Nasional.

Qodir, Zuly. 2015. “Kuntowijoyo dan Kebudayaan Profetik” dalam Jurnal Studi Islam , Vol.
16, No. 1, halaman 103- 113.

Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Sanajaya,S, dkk. 2019. “Kohesi Gramatikal dan Kohesi Leksikal dalam Kumpulan Cerpen
Konvensi Karya A.Mustofa Bisri”. Diunduh dari journal.lppmunindra.ac.id

Sangidu. 2005. Penelitian Sastra : Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat. Yogyakarta :
Seksi Penerbitan Sastra Asia Barat, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.

Santosa, Wijaya Heru. 20I9. Hegemoni Budaya Priyayi dan Nilai-nilai Pendidikan Karakter
dalam Novel Indonesia. Bandung: Mangga Makmur Tanjung Lestari.
87

Sayuti, Suminto A. 2005. “Selamat Jalan Kuntowijoyo” dalam Horison Mei 2005. Jakarta:
Yayasan Indonesia.

Siswantoro. 2004. Metode Penelitian Sastra : Analisis Psikologis. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.

Siswantoro. 2010. Metode Peneitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Sudardi, Bani. (2003). Sastra Sufistik Internalisasi Ajaran-ajaran Sufi dalam Sastra Indonesia.
Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suraiya. 2017. “Sastra Profetik Kajian Analisis Pemikiran Kuntowijoyo” dalam ADABIYA
Vol. 19, No.2, Edisi Agustus 2017, halaman 143. Diunduh dari https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/adabiya/article/vieuw/7513

Tyra, C. 20I2. Bringing Book to Life: Teaching Character Education Through Children’s
Literature. Rising Tide, 5, I-I0.

Wachid B.S, Abdul. 2019. “Intensi Profetik dan Lokalitas dalam Puisi A. Mustofa Bisri” dalam
jurnal Ibda, Vol. 17, No. 2, halaman 242- 255.

Wangsitalaja, Amin. “Kuntowijoyo Sastrawan Profetik”, diunduh pada tanggal 15 Maret 2021
dari directory.umm.ac.id/…21…/Kuntowijoyo%20Sastrawan%20Profetik doc.

Widowati, 2015. “Unsur Profetik dalam Kumpulan Cerpen Rusmi Ingin Pulang Karya Ahmad
Tohari”. Yogyakarta : Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.

Widowati. 2017. “Pengolahan Materi Sastra Profetik dalam Kumpulan Cerpen Rusmi Ingin
Pulang Karya Ahmad Tohari” . Yogyakarta: Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
88

LAMPIRAN

Susunan Organisasi Tim Peneliti


Penelitian ini akan dilaksanakan oleh 3 peneliti (dosen) dan 3 peneliti (mahasiswa), sebagai
berikut.
A. Ketua Peneliti
Nama Lengkap : Dra. Widowati, M. Hum.
Jenis Kelamin : Perempuan
NIP/NIY : 6188143
Disiplin Ilmu : Sastra
Pangkat/Golongan : Penata/ IIIC
Jabatan Fungsional/Struktural : Lektor/-
Fakultas/Jrs/Prog Studi : FKIP/JPBS/PBSI
Waktu Penelitian : Juni 2021-November 2021
B. Anggota I
Nama Lengkap : Joko Santosa, S.S., M.A.
Jenis Kelamin : Laki-laki
NIP/NIY : 8414371
Disiplin Ilmu : Sastra
Pangkat/ Golongan : Penata/ III b
Jabatan Fungsional/ Struktural : Asisten Ahli/-
Fakultas/ Jrs/ Prog Studi : FKIP/ JPBS/ PBSI
Waktu Penelitian : Juni 2021-November 2021
Anggota II
Nama Lengkap : Dr. Oktaviani Windra Puspita, M.Pd.
Jenis Kelamin : Perempuan
NIP/ NIY : 8919537
Disiplin Ilmu : Pengajaran Bahasa dan Sastra
Pangkat/ Golongan : Penata/III b
Jabatan Fungsional/ Struktural :-
Fakultas/ Jrs/ Prog Studi : FKIP/JPBS/PBSI
Waktu Penelitian : Juni 2021-November 2021
Anggota III
89

Nama Lengkap : Ristiana Devi


Jenis Kelamin : Perempuan
NIM : 2017001034
Fakultas/ Jrs/ Prog, Studi : FKIP/JPBS/PBSI
Waktu Penelitian : November 2020- Februari 2021
Anggota IV
Nama Lengkap : Fatimatuz Zahroh
Jenis Kelamin : Perempuan
NIM : 2017001097
Fakultas/ Jrs/ Prog. Studi : FKIP/JPBS/PBSI
Waktu Penelitian : November 2020-Februari 2021
Anggota V
Nama Lengkap : Siti Khalifah
Jenis Kelamin : Perempuan
NIM : 2017001098
Fakultas/ Jrs/ Prog. Studi : FKIP/JPBS/PBSI
Waktu Penelitian : Januari 2021- Mei 2021

Anda mungkin juga menyukai