Anda di halaman 1dari 115

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

SANITASI LINGKUNGAN YANG LAYAK


DI PROVINSI GORONTALO

TESIS
Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Magister Kependudukan dan Lingkungan Hidup

RIANE RAMDHANI ISA


702518011

PASCASARJANA
KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
ABSTRAK

Riane Ramdhani Isa 2021. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Sanitasi Lingkungan Yang Layak di Provinsi Gorontalo. Tesis Program Studi
S2 Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Program Pasca Sarajana,
Universitas Negeri Gorontalo. Dosen Pembimbing adalah Dr.Dra. Sri Endang
Saleh, M.Si dan Dr. Laksmyn Kadir, M.Kes.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi


sanitasi lingkungan yang layak. Sumber data dalam penelitian berupa data
sekunder dari Susenas Tahun 2020 BPS Provinsi Gorontalo. Jumlah jumlah
sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 3.387 rumah tangga yang
merupakan sampel Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret Tahun
2021 Provinsi Gorontalo. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dari
bulan Agustus sampai dengan November tahun 2021. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan
menggunakan analisis regresi logistik biner dengan bantuan software SPSS.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel umur kepala rumah
tangga, pengeluaran rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga,
pekerjaan kepala rumah tangga, kepemilikan asset, luas lantai dan status
wilayah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas sarana sanitasi
layak yang dimiliki responden, sedangkan variabel jumlah anggota rumah
tangga dan jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan. Sedangkan
hasi pengujian secara simultan dengan model regresi logitik biner diketahui
bahwa jumlah anggota rumah tangga, umur kepala rumah tangga, jenis
kelamin kepala rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, pendidikan kepala
rumah tangga, pekerjaan kepala rumah tangga, kepemilikan asset, luas lantai
rumah tangga dan status wilayah tempat tinggal memberikan pengaruh secara
serentak atau simultan terhadap kualitas sarana sanitasi layak rumah tinggal
yang dimiliki responden.

Kata kunci: Sanitasi Layak, Jumlah Anggota Rumah Tangga, Umur,


Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Kepemilikan aset,
Pengeluaran, Luas Lantai, Status Wilayah.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T atas

segala limpahan berkah, rahmat dan hidayah-Nya kepada peneliti sehingga

penyusunan tesis dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Sanitasi Lingkungan Yang Layak Di Provinsi Gorontalo” dapat diselesaikan

walaupun pada kenyataannya masih jauh dari apa yang diharapkan. Tak lupa pula

salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW serta para sahabatnya,

kerabatnya, semoga limpahan rahmat-Nya tercurah kepada kita semua, Amin.

Tesis ini disusun sebagai persyaratan akademik untuk mencapai gelar

Magister dan guna penyelesaian studi strata dua pada Program Pascasarjana, di

Universitas Negeri Gorontalo. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa pembuatan

tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran sangat

peneliti harapkan demi kesempurnaan hasil penelitian ini.

Peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang tua Bapak

Masri Isa dan Ibu Jeane Mokodongan yang selalu menjadi motivasi dan Inspirasi

untuk penyelesaian studi ini, kepada Suami (Makmur) dan anak-anak (Muh. Fadhiil

Syathir Khair dan Nawra Atifa Khanza) yang senantiasa memberikan motivasi dan

dorongan selama perkuliahan dan dalam penyelesaian tesis ini. Serta kepada semua

pihak yang telah membantu baik berupa materil maupun secara moril dalam

penyusunan tesis ini, tak lupa peneliti menyampaikan terima kasih yang mendalam.

vii
Dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Eduart Wolok, ST.,MT selalu Rektor Universitas Negeri Gorontalo

yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menyelesaikan studi

2. Bapak Dr. Harto S. Malik, M.Hum selaku Wakil Rektor I Universitas Negeri

Gorontalo, Ibu Dr. Ir. Yuniarti Koniyo, MP selaku Wakil Rektor II Unversitas

Negeri Gorontalo, Ibu Prof. Karmila Machmud, S.Pd, M.A., Ph.D selaku Wakil

Rektor III Universitas Negeri Gorontalo, Bapak Prof. Dr. Phil. Ikhfan Haris,

M.Sc selaku Wakil Rektor IV Universitas Negeri Gorontalo

3. Ibu Prof. Dr. Asna Aneta, M.Si d selaku Direktur Pascasarjana Universitas

Negeri Gorontalo yang telah menyediakan berbagai fasilitas pada Program

Pascasarjana UNG dan membantu dalam membimbing untuk penyelesaian

studi magister.

4. Bapak Dr. Ir. Hasim, M.Si selaku Wakil selaku Direktur 1 Bidang Akademik

dan Kamahasiswaan Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo. Ibu Prof. Dr.

Dra. Weny J.A. Musa, M.Si selaku Direktur 2 Bidang Keuangan Pascasarjana

Universitas Negeri Gorontalo yang telah banyak membantu peneliti.

5. Ibu Dr. Marini S. Hamidun, S.Si, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister

Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program Pasca Sarjana Universitas

Negeri Gorontalo yang memberikan berbagai masukan positif dalam

penyelesaian tesis.

viii
6. Ibu Dr.Dra. Sri Endang Saleh, M.Si dan Ibu Dr. Laksmyn Kadir, M.Kes selaku

pembimbing yang dengan kearifannya membantu, mentransfer ilmu dan

pengalaman kepada peneliti.

7. Ibu Dr. Fitryane Lihawa, M.Si dan Bapak Dr. Iswan Dunggio, S.P, M.Si selaku

penguji yang memberikan masukan positif untuk penyelesaian tesis.

8. Seluruh dosen pengajar dan para staf administrasi Pascasarjana Universitas

Negeri Gorontalo yang telah banyak membantu dan memberikan berbagai

pengetahuan dalam disiplin Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

9. Pihak Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo yang menjadi lokasi penelitian

dan memberikan banyak informasi dan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

10. Bapak Awaluddi Kurusi, SE, M.M selaku Kepala BPS Kabupaten Gorontalo

yang memberikan motivasi dan kebijakan dalam penyelesaian tesis ini.

11. Bapak Prasaja Arifiyanto, Abdurrahman Assel, Indriyani Albasyah, yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan bantuan selama pengumpulan data, pengolahan

data hingga penyelesaian tesis ini.

12. Rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana Kependudukan dan Lingkungan Hidup

2018 Universitas Negeri Gorontalo yang berjuang bersama-sama dalam suka

dan duka selama perkuliahan.

13. Kakak ( Hendra Wijaya Isa ), Adik ( Zakia Sagita Isa ) serta ponakan-ponakan

yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang selalu memberi motivasi dan

semangat dalam penyelesaian studi di Pascasarjana Kependudukan dan

Lingkungan Hidup Universitas Negeri Gorontalo.

ix
14. Teman-teman pegawai BPS Kabupaten Gorontalo yang memberikan motivasi

dan dukungan dalam penyelesaian studi ini.

15. Semua Pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu. Semoga dalam lindungan Allah SWT. Aamiin

Akhirnya peneliti memohon maaf bila sekiranya dalam proposal tesis ini

terdapat kata-kata yang kurang berkenan dan Semoga tesis ini dapat memberikan

kontribusi bagi Kependudukan dan Lingkungan Hidup secara umum, dan

bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi peneliti.

Gorontalo, Januari 2022


Peneliti

Riane Ramdhani Isa


Nim. 702518011

x
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR SAMPUL ................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING ......................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ................................ iii

PERNYATAAN KEORISINALAN ........................................................ iv

ABSTRAK ................................................................................................. v

ABSTRACT ............................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ............................................................................... vii

DAFTAR ISI .............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv

BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1


B. Identifikasi Masalah ............................................................... 8
C. Pembatasan Masalah .............................................................. 9
D. Rumusan Masalah .................................................................. 9
E. Tujuan Penelitian ..................................................................... 10
F. Manfaat Penelitian .................................................................. 11

BAB II : KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN .............. 12

A. Kajian Teoritis........................................................................ 12
1. Konsep Sanitasi Lingkungan............................................ 12
2. Faktor Determinan Sanitasi Lingkungan ......................... 20
B. Kajian Penelitian Yang Relevan ........................................... 33
C. Kerangka Pikir Penelitian ...................................................... 35
D. Hipotesis Penelitian................................................................ 35

xi
BAB III : METODE PENELITIAN ....................................................... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 37


B. Metode dan Desain Penelitian ................................................. 37
C. Populasi dan Sampel................................................................ 40
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 41
E. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel Penelitian ...... 41
G. Teknik Analisis Data ............................................................... 48

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................... 54

A. Hasil Penelitian ...................................................................... 54


B. Pembahasan ............................................................................. 74

BAB V : PENUTUP ................................................................................. 89

A. Simpulan ................................................................................. 89
B. Saran ....................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 92

LAMPIRAN .............................................................................................. 99

CURRICULUM VITAE

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Adaptasi SDGs Akses ke Sanitasi Layak. ................................. 18


2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan ............................................... 33
3.1 Definisi Operasional.................................................................. 48
4.1 Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo 55
4.2 Jumlah Penduduk dan Persentase menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Gorontalo .................................................................... 56
4.3 Ringkasan Jumlah Sampel ........................................................ 64
4.4 Variabel Dependen .................................................................... 65
4.5 Tabel Klasifikasi ....................................................................... 65
4.6 Hasil Uji Keseluruhan Model.................................................... 66
4.7 Hasil Uji Kesesuaian Model...................................................... 67
4.8 Tes Omnimbus Koefisien Model .............................................. 68
4.9 Ringkasan Model ...................................................................... 69
4.10 Uji SIgnifikansi Parameter secara Parsial ................................. 71
4.11 Odds Ratio ................................................................................. 72

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir Penelitian ........................................................ 35


3.1 Desain Penelitian....................................................................... 39
4.1 Persentase Banyaknya ART di Provinsi Gorontalo .................. 57
4.2 Persentase Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga .................... 58
4.3 Persentase Pengeluaran Rumah Tangga .................................... 59
4.4 Persentase Pendidikan Kepala Rumah Tangga ......................... 60
4.5 Persentase Status Kepemilikan Aset ......................................... 61
4.6 Persentase Status Pekerjaan Kepala Rumah Tangga ................ 63
4.7 Persentase Status Wilayah Tempat Tinggal .............................. 63

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan ke enam dalam Pembangunan Berkelanjutan atau Suistainable

Development Goals (SDGs) adalah menjamin akses atas air dan sanitasi layak

untuk semua. Target SDGs 6.2 menargetkan pada tahun 2030, mencapai akses

terhadap sanitasi dan kebersihan yang layak dan adil untuk semua dan mengakhiri

buang air di tempat terbuka, dengan memberikan perhatian khusus pada

kebutuhan perempuan dan anak perempuan serta mereka yang berada dalam

situasi rentan.

Di Indonesia sanitasi masih menjadi masalah yang sangat penting untuk

diperhatikan. Indonesia menempati peringkat ketiga sanitasi terburuk pada tahun

2017 setelah India dan Tiongkok yang menduduki peringkat pertama dan kedua

sanitasi tidak layak menurut World Health Organisation (WHO). Tentu saja ini

bukan suatu prestasi yang membanggakan mengingat program peningkatan

sanitasi layak bagi masyarakat Indonesia sudah dimulai sejak pencanangan

Millennium Development Goals (MDGs) pada 2000. Pada 2015, saat MDGs

berakhir, rumah tangga bersanitasi layak bisa mencapai 62,14% (40,76 juta rumah

tangga). Meskipun sudah dianggap berhasil, bila dibandingkan negara-negara

tetangga Indonesia masih sangat tertinggal jauh.

Pemerintah melanjutkan program peningkatan kesehatan ini sesuai dengan

arah Sustainable Development Goals (SDGs)/ Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan (TPB) yang merupakan lanjutan dari MDGs. Tujuan TPB yang

1
2

keenam yang harus dipenuhi pemerintah adalah menjamin ketersediaan dan

pengelolaan air bersih dan sanitasi berkelanjutan untuk semua.

Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha

yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada

manusia terutama terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak

perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup (Huda, 2016).

Berdasarkan metadata TPB ke-6, fasilitas sanitasi layak adalah fasilitas

sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan, antara lain klosetnya menggunakan

leher angsa, tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik (septic

tank) atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), dan fasilitas sanitasi tersebut

digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama dengan rumah tangga lain

tertentu. Indikator ini dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan rakyat dari

aspek kesehatan (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional, 2017).

Kondisi sanitasi yang buruk merupakan tempat berkembangnya penyakit

menular yang dapat menyebabkan morbiditas masyarakat, terutama usia di bawah

lima tahun yang masih rentan terhadap penyakit. Anak berusia di bawah lima

tahun yang tidak sehat dan terpapar penyakit akan cenderung meningkatkan risiko

stunting dibandingkan anak berusia di bawah lima tahun yang tumbuh sehat. Hasil

penelitian Jimmy Woodcock (2011), seorang konsultan masalah air dan sanitasi

Bank Dunia, menyimpulkan 100.000 bayi di Indonesia meninggal setiap tahun

yang disebabkan diare. Diare adalah penyakit yang paling mematikan nomor dua
3

setelah infeksi saluran pernapasan akut. Penyebab utamanya jelas buruknya akses

terhadap air bersih serta sanitasi.

Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas

lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologis maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggitingginya

(Kasjono, 2011). Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud yaitu mencakup

lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas

umum. Masalah lingkungan yang buruk merupakan masalah lingkungan yang

kompleks. Tingkat kemiskinan merupakan salah satu faktor yang berperan penting

dalam mempengaruhi kualitas lingkungan. Tingginya angka kemiskinan

menimbulkan pesatnya arus urbanisasi masyarakat ke kota-kota besar sehingga

menimbulkan kekumuhan-kekumuhan baru di daerah sudut kota. Persyaratan

kesehatan lingkungan perumahan dan permukiman sangat diperlukan karena

pembangunan perumahan berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Sanitasi lingkungan pemukiman

meliputi: pengelolaan sampah, air bersih, sarana pembuangan air limbah, dan

jamban

Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat menjadi sumber berbagai

penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Pada akhirnya jika

kesehatan terganggu, maka kesejahteraan juga akan berkurang. Karena itu upaya

sanitasi lingkungan menjadi penting dalam meningkatkan kesejahteraan

(Setiawan, 2018). Sanitasi lingkungan pada hakekatnya adalah kondisi atau

keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap status


4

kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut

antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja),

penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah),

rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya. Sanitasi lingkungan juga

merupakan salah satu usaha untuk mencapai lingkungan sehat melalui

pengendalian faktor lingkungan fisik khususnya hal-hal yang mempunyai dampak

merusak perkembangan fisik kesehatan dan kelangsungan hidup manusia.

Bank Dunia pada 2014 mengingatkan lebih dari 2 miliar penduduk bumi

tidak memiliki akses terhadap sanitasi. Akibatnya ribuan nyawa melayang tiap

hari dan kerugian materi hingga 7 persen dari PDB dunia. Berdasarkan hasil

penyelidikan Word Health Organitation dalam Sanitasi Yang Terabaikan,

beberapa daerah di belahan dunia terjadi peningkatan kasus dan potensi penularan

penyakit berbasis lingkungan yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan

dan kematian yang menyerang semua kelompok umur

(https://sdgs.bappenas.go.id).

Perilaku penduduk terbiasa buang air besar sembarangan masih menjadi

tantangan sanitasi di sejumlah negara. Indonesia adalah negara kedua terbanyak

ditemukan masyarakat buang air besar sembarangan. Angka penduduk di

Indonesia tahun 2016 yang masih buang air besar sembarangan adalah 16.209.333

KK dari total KK yaitu 67.453.504 KK, masih terdapat 24,03% penduduk

Indonesia masih berperilaku buang air besar sembarangan (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2016).


5

Angka akses sanitasi layak di Indonesia masih rendah, menurut data BPS

data nasional keluarga yang memiliki akses sanitasi layak adalah 61,06%. Angka

ini lebih rendah dari target pemerintah yaitu 75%. Meski demikian, akses sanitasi

layak di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun (BPS, 2014).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), persentase rumah tangga di

Indonesia yang memiliki akses terhadap sanitasi layak sebesar 69,27 persen naik

sebesar 1,38 persen dari tahun 2017. Meskipun mengalami peningkatan setiap

tahunnya namun angka ini masih jauh dari target SDG’s yaitu mencapai 100

persen rumah tangga memiliki sanitasi layak. sedangkan Persentase rumah tangga

yang memiliki akses sanitasi layak menunjukkan peningkatan dari tahun 2016 ke

tahun 2018 sebesar 1,47 persen. Jika dilihat menurut tipe daerah, persentase di

perkotaan cenderung lebih tinggi daripada diperdesaan. Selama periode ini,

persentase untuk daerah perkotaan menunjukkan penurunan walaupun nilainya

dibawah 1 persen, sedangkan untuk perdesaan, walaupun sempat menunjukkan

penurunan pada tahun 2016, namun kembali menunjukkan kenaikan pada tahun

2018 (BPS, 2016-2018).

Terkait dengan sanitasi lingkungan, maka penelitian ini dilakukan di

Provinsi Gorontalo. Permasalahan sanitasi lingkungan di Provinsi Gorontalo

sangatlah krusial karena masalah lingkungan di Gorontalo harus terus dibenahi

oleh pemerintah karena akan berdampak secara jangka panjang bagi masyarakat.

Berdasarkan data BPS selama kurun waktu 3 tahun terakhir 2017-2019 rumah

tangga di Gorontalo yang memiliki akses terhadap sanitasi layak berada dibawah

angka Nasional. Tahun 2017 Gorontalo berada diposisi ketiga terendah rumah
6

tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak. Tahun 2018 berada di posisi

keempat terendah naik satu peringkat. Tahun 2019 berada pada posisi 12 tapi

tetap masih berada dibawah angka nasional.

Beberapa Kabupaten di Provinsi Gorontalo juga mengalami masalah

sanitasi dimana program sanitasi yang layak terus dilakukan untuk perbaikan

sanitasi. Seperti di Kabupaten Gorontalo, dimana Tim Pokja Sanitasi bekerja sama

BAPPPPEDA menggelar Konsultasi Publik Stategi Sanitasi Kabupaten (SSK)

Gorontalo ditemukan bahwa banyak masyarakat yang kurang memiliki kesadaran

dalam sanitasi yang layak seperti penggunaan Jamban

(https://new.beritahukum.com). Kemudian untuk Kabupaten Bone Bolango, masih

terdapat 68 desa yang rawan dengan sanitasi yang buruk

(https://www.beritasatu.com). Kemudian untuk Kabupaten Gorontalo Utara juga

ditemukan bahwa kondisi sanitasi lingkungan desa-desa untuk sumber air

bersihnya masyarakat masih banyak yang menggunakan air sumur, masih ada

masyarakatyang belum memiliki jamban, serta masih banyak masyarakat yang

belum memiliki tempat pembuangan sampah dan SPAL sehingga masyarakat

banyak membuang sampah dan limbah rumah tangga disembarang tempat atau

disekitar rumah.

Begitu besarnya pengaruh lingkungan terutama terhadap kesehatan, maka

perlu dilakukan upaya kesehatan lingkungan dan sanitasi lingkungan. Salah satu

aspek penting dalam penciptaan sanitasi lingkungan yang layak yakni kesadaran

dari masyarakat. Dimana aspek ini dapat terlihat dari baiknya kondisi faktor

demografi, sosial ekonomi masyarakat serta kondisi lingkungan.


7

Demografi adalah ilmu yang mempelajari penduduk (suatu wilayah)

terutama mengenai jumlah, struktur (komposisi penduduk) dan perkembangannya

(perubahannya). (Ida Bagoes Mantra, 2012). Berdasarkan beberapa penelitian,

faktor demografis seperti usia dan jumlah anggota rumah tangga telah terbukti

berhubungan dengan air dan sanitasi (Francisco, 2014; Gross & Günther, 2014;

Jenkins & Cairncross, 2010; Jenkins & Scott, 2007; Wright & Gundry, 2009).

Selain faktor demografi, faktor sosial ekonomi dapat mempengaruhi

sanitasi layak. Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam

kelompok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan

serta pendapatan. Posisi sosial ekonomi rumah tangga berperan dan peran penting

dalam kemampuan rumah tangga untuk mencapai yang lebih baik status

kesehatan. Kemiskinan menghambat akses ke sanitasi yang lebih baik, sementara

kekayaan memungkinkannya. Semakin tinggi kesejahteraan rumah tangga,

semakin besar kemungkinan mereka menggunakan fasilitas sanitasi yang lebih

baik (Adams, Boateng, & Amoyaw, 2015; Blakely,dkk., 2005; Prasetyoputra &

Irianti, 2013). Sementara itu, Rianto dan Nefilinda (2018) mengatakan bahwa

Terdapat pengaruh yang signifikan positif antara tingkat pendapatan, jumlah

anggota keluarga dan pengetahuan secara bersama-sama dengan sanitasi

lingkungan yang baik.

Adanya permasalahan di atas merupakan fenomena menarik untuk diteliti

secara ilmiah. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik

untuk melakukan sebuah penelitian ilmiah dengan judul “Analisis Faktor-Faktor


8

yang Mempengaruhi Sanitasi Lingkungan Yang Layak di Provinsi

Gorontalo”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi

permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo berada dibawah angka

Nasional yang artinya bahwa Provinsi Gorontalo harus melakukan berbagai

upaya konkrit dalam mereduksi hal negatif ini.

2. Beberapa Kabupaten di Provinsi Gorontalo juga mengalami masalah sanitasi

dimana program sanitasi yang layak terus dilakukan untuk perbaikan sanitasi.

3. Kabupaten Gorontalo, ditemukan bahwa banyak masyarakat yang kurang

memiliki kesadaran dalam sanitasi yang layak seperti penggunaan Jamban.

4. Kabupaten Bone Bolango, masih terdapat 68 desa yang rawan dengan sanitasi

yang buruk.

5. Kabupaten Gorontalo Utara ditemukan bahwa kondisi sanitasi lingkungan,

masih ada masyarakatyang belum memiliki jamban, serta masih banyak

masyarakat yang belum memiliki tempat pembuangan sampah dan SPAL

sehingga masyarakat banyak membuang sampah dan limbah rumah tangga

disembarang tempat atau disekitar rumah.


9

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka masalah ini

dibatasi pada kondisi demografi dan sosial ekonomi masyarakat dalam

mempengaruhi sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dikemukakan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah jumlah anggota rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap

sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

2. Apakah umur kepala rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap

sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

3. Apakah jenis kelamin kepala rumah tangga berpengaruh secara parsial

terhadap sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

4. Apakah pendapatan rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

5. Apakah pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap

sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

6. Apakah kepemilikan aset rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap

sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

7. Apakah status pekerjaan kepala rumah tangga berpengaruh secara parsial

terhadap sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?


10

8. Apakah luas lantai rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

9. Apakah status wilayah tempat tinggal berngaruh terhadap sanitasi lingkungan

yang layak di Provinsi Gorontalo?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari pelaksanaan penelitian

ini adalah untuk mengetahui:

1. Menganalisis pengaruh jumlah anggota rumah tangga terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo

2. Menganalisis pengaruh umur kepala rumah tangga terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo

3. Menganalisis pengaruh jenis kelamin kepala rumah tangga terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo

4. Menganalisis pengaruh pendapatan rumah tangga terhadap sanitasi lingkungan

yang layak di Provinsi Gorontalo

5. Menganalisis pengaruh pendidikan kepala rumah tangga terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo

6. Menganalisis pengaruh kepemilikan aset rumah tangga terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo

7. Menganalisis pengaruh status pekerjaan kepala rumah tangga terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo


11

8. Menganalisis pengaruh luas lantai rumah tangga terhadap sanitasi lingkungan

yang layak di Provinsi Gorontalo

9. Menganalisis pengaruh status wilayah tempat tinggal terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini terdiri dari:

1. Manfaat teoritis atau akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam bidang

sanitasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi lingkungan yang

layak guna mencapai tujuan yang diinginkan dan dapat dijadikan sebagai acuan

untuk penelitian sejenisnya.

2. Manfaat praktis

Bagi pihak Pemerintah Provinsi Gorontalo dapat dijadikan bahan evaluasi

dalam sanitasi lingkungan yang layak serta mengidentifikasi faktor yang sudah

optimal dan masih harus dibenahi.

3. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tujukan yang lebih kongkrit apabila

nantinya penulis berkecimpung dalam bidang Faktor yang mempengaruhi

sanitasi lingkungan yang layak.


BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Teoritis

1. Konsep Sanitasi Lingkungan

a. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor

lingkungan yang dapat menjadi mata rantai penularan penyakit. Sedangkan

menurut Azwar (2010: 8) mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha kesehatan

masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan teknik terhadap berbagai

faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat

kesehatan manusia. Sehingga sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu

lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air

bersih dan sebaginya.

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang

mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan sebagainya

(Notoadmodjo, 2007). Banyak sekali permasalahan lingkungan yang harus

dihadapi dan sangat mengganggu terhadap tercapainya kesehatan lingkungan.

Kesehatan lingkungan bisa berakibat positif terhadap kondisi elemen-elemen

hayati dan non hayati dalam ekosistem. Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah

elemennya, tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem

tersebut. Perilaku yang kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan

ekosistem dan timbulnya sejumlah masalah sanitasi.

12
13

Sanitasi lingkungan pada hakekatnya adalah kondisi atau keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap status kesehatan

yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain

mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air

bersih pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan

ternak (kandang) dan sebagainya (Saaludian, 2009: 183). Sanitasi lingkungan

mengutamakan pencegahan terhadap faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga

munculnya penyakit akan dapat dihindari. Usaha sanitasi dapat berarti pula suatu

usaha untuk menurunkan jumlah bibit penyakit yang terdapat di lingkungan

sehingga derajat kesehatan manusia terpelihara dengan sempurna (Azwar, 2010:

55).

Sanitasi lingkungan juga merupakan salah satu usaha untuk mencapai

lingkungan sehat melalui pengendalian faktor lingkungan fisik khususnya hal-hal

yang mempunyai dampak merusak perkembangan fisik kesehatan dan

kelangsungan hidup manusia. Usaha sanitasi lingkungan menurut Kusnoputranto

adalah usaha kesehatan yang menitikberatkan pada usaha pengendalian faktor

lingkungan fisik yang mungkin menimbulkan dan menyebabkan kerugian dalam

perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia (Kusnoputranto,

2016: 44)

Menurut WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah

upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin

menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi

perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia (Umar, 2013: 6).
14

Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk

meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar

yang mempengaruhi kesejahteraan manusia. Kondisi tersebut mencakup pasokan

air yang bersih dan aman; pembuangan limbah dari manusia, hewan dan industri

yang efisien, perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimia, udara

yang bersih dan aman; rumah yang bersih dan aman. Dari defenisi tersebut,

tampak bahwa sanitasi lingkungan ditujukan untuk memenuhi persyaratan

lingkungan yang sehat dan nyaman. Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat

menjadi sumber berbagai penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia.

Pada akhirnya jika kesehatan terganggu, maka kesejahteraan juga akan berkurang.

Karena itu upaya sanitasi lingkungan menjadi penting dalam meningkatkan

kesejahteraan (Setiawan, 2010).

Sanitasi lingkungan pada hakekatnya adalah kondisi atau keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap status kesehatan

yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain

mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air

bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan

ternak (kandang) dan sebagainya. Sanitasi lingkungan juga merupakan salah satu

usaha untuk mencapai lingkungan sehat melalui pengendalian faktor lingkungan

fisik khususnya hal-hal yang mempunyai dampak merusak perkembangan fisik

kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Usaha sanitasi lingkungan adalah

usaha kesehatan yang menitikberatkan pada usaha pengendalian faktor lingkungan


15

fisik yang mungkin menimbulkan dan menyebabkan kerugian dalam

perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia

Purwanto, dkk (2011: 67) mengungkapkan bahwa sanitasi lingkungan

lebih menekankan pada pengawasan dan pengendalian / kontrol pada faktor

lingkungan manusia seperti (1) penyediaan air menjamin air yang digunakan oleh

manusia bersih dan sehat, (2) pembuangan kotoran manusia, air buangan dan

sampah. (3) individu dan masyarakat terbiasa hidup sehat dan bersih. (4) makanan

(susu) menjamin makanan tersebut aman, bersih dan sehat. (5) anthropoda

binatang pengerat dan lain-lain. (6) kondisi udara bebas dari bahan-bahan yang

berbahaya dari kehidupan manusia. (7) pabrik-pabrik, kantor-kantor dan

sebagainya bebas dari bahayabahaya kepada masyarakat sekitar

Sesuai dengan pengertian tersebut, maka sanitasi berkaitan langsung

dengan lingkungan hidup manusia di dalamnya. Mawardi dalam Riyadi dan

Bratakusumah (2014: 44) menyatakan bahwa, lingkungan adalah sesuatu yang

berada disekitar manusia secara lebih teperinci dapat dikategorikan dalam

beberapa kelompok :

1) Lingkungan Fisik, yang termasuk dalam kelompok ini adalah tanah dan udara

serta interaksi satu sama lainnya diantara faktorfaktor tersebut.

2) Lingkungan biologis, yang termasuk dalam hal ini adalah semua organisme

hidup baik binatang, tumbuhan maupun mikroorganisme kecuali manusia

sendiri.
16

3) Lingkungan sosial yaitu termasuk semua interaksi antara manusia dari

makhluk sesamanya yang meliputi faktor sosial, ekonomi, kebudayaan dan

psikososial.

Berdasarkan kategori di atas dapat pula diartikan bahwa lingkungan adalah

kumpulan dari semua kondisi atau kekuatan dari luar yang mempengaruhi

kehidupan dan perkembangan dari suatu organisme hidup (manusia). Kesehatan

lingkungan merupakan salah satu displin ilmu kesehatan masyarakat dan

merupakan perluasan dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi. Kemudian Sanitasi

lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan,

konstruksi, pembuangan limbah, pasokan air yang higienis, dan sebagainya

b. Sanitasi Layak

Battersby (2017) menyimpulkan kesehatan lingkungan terbagi menjadi

dua fakta yaitu (1) aspek kesehatan manusia, dan (2) sarana yang digunakan untuk

mengatasinya. Ketersediaan sarana sanitasi yang layak dan aman di rumah tangga

merupakan salah satu cara untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat pada

level rumah tangga.

WHO-UNICEF JMP (2019) mendeskripsikan kriteria untuk penilaian

tingkat sanitasi yang dikenal dengan sanitation ladders, yaitu:

a. Fasilitas yang dikelola dengan aman (safely managed sanitation): penggunaan

fasilitas yang tidak dibagi dengan rumah tangga lain, di mana tinja

diperlakukan dengan aman di tempat atau diangkut dan diolah di luar lokasi.

b. Sanitasi dasar (basic sanitation): penggunaan fasilitas yang tidak dibagi

dengan rumah tangga lain.


17

c. Sanitasi terbatas (limited sanitation): penggunaan fasilitas berbagi dengan dua

atau lebih rumah tangga.

d. Sanitasi tidak layak (unimproved sanitation): penggunaan jamban lubang

tanpa slab atau platform, jamban gantung atau jamban ember.

e. Buang air besar sembarangan (open defecation): pembuangan kotoran

manusia di ladang, hutan, semak-semak, perairan terbuka, pantai, dan ruang

terbuka lainnya atau dengan limbah padat.

Kriteria ini disusun dalam rangka mengukur capaian target 6.2 dari

Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu “mencapai akses sanitasi dan

kebersihan yang memadai dan merata untuk semua dan mengakhiri buang air

besar sembarangan, dengan memberikan perhatian khusus pada kebutuhan

perempuan dan anak perempuan dan orang-orang yang berada dalam situasi

rentan, pada tahun 2030.” BPS (2019) telah mengadaptasi kriteria sanitation

ladder untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat kelayakan sanitasi di Indonesia,

yang secara umum dibagi ke dalam dua kategori besar yaitu layak dan tidak layak

seperti pada table berikut :

Table 2.1. Adaptasi SDGs akses ke sanitasi

Adaptasi
No SDGs Deskripsi
Indonesia

Pengguna Fasilitas sanitasi: sendiri

Jenis kloset menggunakan leher angsa


Safely
1 Akses Aman
managed TPAT: tanki septik yang pernah disedot
setidaknya sekali dalam 5 tahun terakhir
atau menggunakan IPAL
18

Pengguna Fasilitas sanitasi: sendiri


Akses Layak
Jenis kloset menggunakan leher angsa
(Sendiri)
TPAT: tanki septik tidak pernah disedot
2 Basic
Akses Dasar Pengguna Fasilitas sanitasi: sendiri
Leher Angsa
Jenis kloset menggunakan leher angsa
Perdesaan
(Sendiri) TPAT: Lubang tanah

Pengguna Fasilitas sanitasi: digunakan


bersama dengan rumah tangga lain.
Akses Layak
(Bersama) Jenis kloset menggunakan leher angsa

TPAT: tanki septik atau IPAL


3 Shared
Pengguna Fasilitas sanitasi: digunakan
Akses Dasar bersama dengan rumah tangga lain
Leher Angsa
Perdesaan Jenis kloset menggunakan leher angsa
(Bersama)
TPAT: Lubang tanah

Pengguna Fasilitas sanitasi: sendiri atau


bersama dengan rumah tangga lain.
Akses Dasar
Non Leher Jenis kloset menggunakan plengsengan,
Angsa cemplung/cubluk
Perdesaan
TPAT: Tangki Septik atau IPAL atau
Lubang tanah

4 Unimproved Pengguna Fasilitas sanitasi: sendiri atau


Akses Dasar bersama dengan rumah tangga lain.
Leher Angsa
Jenis kloset menggunakan leher angsa
Perkotaan
TPAT: Lubang tanah

Akses Dasar Pengguna Fasilitas sanitasi: sendiri atau


Non Leher bersama dengan rumah tangga lain.
Angsa Jenis kloset menggunakan plengsengan,
19

Perkotaan cemplung/cubluk

TPAT: Tangki Septik atau IPAL atau


Lubang tanah

Pengguna Fasilitas sanitasi: MCK


Umum
umum/siapapun menggunakan

Pengguna Fasilitas sanitasi: sendiri atau


BABS bersama dengan rumah tangga lain.
Terselubung TPAT: Kolam/sawah/sungai/danau/laut ;
Pantai/tanah lapang/kebun ; Lainnya

BABS di Pengguna Fasilitas sanitasi: Ada tetapi


Open
5 Tempat ART tidak menggunakan atau Tidak ada
Defecation
Terbuka fasilitas

Definisi sanitasi layak berdasarkan SDGs adalah fasilitas sanitasi yang

memenuhi syarat kesehatan, antara lain memenuhi 3 kriteria :

a. Klosetnya menggunakan leher angsa,

b. Tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik (septic

tank) atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL),

c. Fasilitas sanitasi tersebut digunakan oleh rumah tangga sendiri atau

bersama dengan rumah tangga lain tertentu.

Masalah sanitasi dan kesehatan lingkungan memberikan dasar yang kuat

bagi pembuat keputusan untuk dapat bekerja menuju pembangunan berkelanjutan.

Bahkan masalah sanitasi telah ditetapkan sebagai salah satu isu strategis dalam

rencana pembangunan nasional. Faktanya, layanan sanitasi merupakan urusan

wajib dari pemerintah yang bersifat layanan dasar, untuk menjamin kehidupan
20

masyarakat yang sejahtera dan berkelanjutan. (Undang Undang [UU] Nomor 1

Tahun 2011 juncto UU No. 23 Tahun 2014).

2. Faktor Determinan Sanitasi Lingkungan

a. Demografi

Secara etimology, Demografi berasal bahasa Latien, yaitu kata

‘demograhie’ yang terdiri dari dua kata “demos” dan “raphien”. Demos berarti

penduduk dan graphien berarti catatan atau bahasan tentang sesuatu. Maka

secara etimology makna demografi adalah catatan atau bahasan mengenai

penduduk suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Pengertian demografi secara

umum adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari jumlah, persebaran wilayah,

dan komposisi penduduk. Perubahan dan sebab perubahan itu yang biasanya

timbul karena kelahiran, perpindahan penduduk, dan mobilitas sosial.

Menurut Johan Susczmilch (1762), demografi adalah ilmu yang

mempelajari hukum Ilahi dalam perubahan-perubahan pada umat manusia yang

tampak dari kelahiran, kematian dan pertumbuhannya.

Menurut Phillip M. Hauser dan Dudley Duncan (1959), demografi adalah

ilmu yang mempelajari tentang jumlah, persebaran teritorial dan komposisi

penduduk serta perubahan-perubahan dan sebab-sebab perubahan tersebut.

Dalam penelitian ini, variable dimaksudkan untuk mewakili karakteristik

demografi rumah tangga adalah jumlah anggota rumah tangga anggota, umur

kepala rumah tangga (dalam tahun) dan jenis kelamin kepala rumah tangga.

Berikut ini merupakan penjelasannya.


21

1) Jumlah anggota rumah tangga

Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau

seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal serta makan dari satu dapur.

Makan dari satu dapur berarti pembiayaan keperluan apabila pengurusan

kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama (Badan Pusat Statistik, 2020).

Rumah tangga menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 11 (1990)

adalah tempat tinggal atau bangunan untuk tinggal manusia. Rumah tangga

memiliki pengertian tempat tinggal beserta penghuninya dan segala yang ada

di dalamnya. Rumah tangga adalah unit perumahan dasar dimana produksi

ekonomi, konsumsi, warisan, membesarkan anak, dan tempat tinggal yang

terorganisasi dan dilaksanakan.

Anggota rumah tangga adalah semua orang yang bertempat tinggal

disuatu rumah, baik yang berada di rumah pada waktu pencacahan maupun

yang sementara tidak ada (Mantra, 2003). Anggota rumah tangga yang telah

bepergian 6 bulan atau lebih dan anggota rumah tangga yang bepergian kurang

dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah dan tamu yang tinggal di rumah

tangga kurang dari 6 bulan tetapi akan bertempat tinggal 6 bulan dianggap

sebagai anggota rumah tangga.

Menurut BPS (2020), anggota rumah tangga adalah semua orang yang

biasanya bertempat tinggal di suatu rumah tangga (KRT, suami/istri, anak,

menantu, cucu, orang tua/mertua, famili lain, asisten rumah tangga yang

menginap atau ART lainnya), baik yang sedang berada di rumah maupun yang

sementara tidak berada di rumah.


22

Pertambahan jumlah anggota keluarga yang tidak terkendali akan

berpengaruh terhadap keluarga itu sendiri khususnya dalam segi sanitasi

lingkungan, karena pertambahan anggota keluarga harus di sertai dengan

kenaikan tingkat pendapatan kepala keluarga agar semua anggota keluarga

dapat memperoleh kehidupan yang layak. Dengan demikian pertambahan

anggota keluarga memperbesar konsumsi rumah tangga yang baik berupa

sandang, pangan, pendidikan dan sebagainya (Sitindaon 2002:25)

2) Umur Kepala Rumah Tangga

Menurut Mantra (2000; 34), umur merupakan karakteristik penduduk

yang penting karena struktur umur dapat mempengaruhi perilaku demografi

maupun sosial ekonomi rumahtangga. Perilaku demografi yang dimaksud

yaitu meliputi jumlah, pertambahan, dan mobilitas penduduk (anggota

rumahtangga), sedangkan yang termasuk ke dalam indikator sosial ekonomi

rumah tangga meliputi tingkat pendidikan, angkatan kerja, pembentukan dan

perkembangan keluarga.

Menurut Elisabeth umur yaitu usia individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin

cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berfikir dan bekerja. Umur mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambah umur akan semakin berkembang pula daya

tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin

banyak. (Notoatmodjo, 2003)


23

Definisi umur menurut BPS (2020), dihitung dalam tahun dengan

pembulatan ke bawah atau sama dengan umur pada waktu ulang tahun yang

terakhir. Perhitungan umur didasarkan pada kalender Masehi.

Pembagian kategori umur menurut badan kesehatan dunia atau WHO

dibagi menjadi :

a. Berusia 0 – 17 Tahun adalah Masa Anak – anak dibawah umur

b. Berusia 18 – 65 Tahun memasuki Masa Pemuda

c. Berusia 66 – 79 Tahun adalah Masa Setengah baya

d. Berusia 80 – 99 Tahun merupakan Orang Tua

e. Berusia 100 Tahun keatas adalah Orang Tua berusia panjang

Menurut BPS (2020), Kepala Rumah Tangga (KRT) adalah seseorang

dari sekelompok anggota rumah tangga yang bertanggung jawab atas

kebutuhan sehari-hari rumah tangga, atau orang yang dianggap/ditunjuk

sebagai krt (misalnya beberapa mahasiswa yang bersama-sama mendiami satu

kamar dalam satu bangunan sensus walaupun mengurus makannya sendiri-

sendiri, maka salah seorang dari mahasiswa tersebut dianggap/ditunjuk

sebagai krt).

Menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mendefinisikan

keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri,

atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya..

Sedangkan menurut BKKBN (1999) keluarga adalah dua orang atau lebih

yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi


24

kebutuhan hidup spiritual dam materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan,

memiliki hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara anggota keluarga

dan masyarakat serta lingkungannya (Suparyanto, 2012 ).

Menurut Friedman dalam Nadirawati (2011:3), terdapat hubungan

yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya dimana peran

kepala keluarga sangat penting bagi setiap aspek kesehatan anggota keluarga.

Menurut Bosworth dalam Nadirawati (2011:3), dukungan keluarga sangat

berpengaruh terhadap kesehatan mental anggota keluarganya, atau lebih

dikenal dukungan sosial.

3) Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga

Menurut Wardhaugh (2002: 313) jenis kelamin adalah pembeda laki-

laki dan perempuan dilihat dari sudut biologi. Pengertian jenis kelamin

merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang

ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.

Perbedaan jenis kelamin merupakan ketentuan yang tidak dapat berubah dan

sering dikatakan sebagi kodrat dari Tuhan.

Menurut Faqih (2003), pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan

atau pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang

melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, manusia jenis laki-laki adalah

manusia yang memiliki ciri-ciri : mempunyai penis dan memproduksi

sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan

saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan

mempunyai alat untuk menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat


25

dan tidak bisa dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan. Secara

permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering

dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.

Menurut BPS (2020), jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara

laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis tersebut dapat dilihat dari alat

kelamin serta perbedaan genetik.

Jenis kelamin atau gender memiliki pengaruh secara signifikan dengan

kualitas sarana sanitasi dasar rumah tinggal yang dimiliki responden

(Yonathan Suryo Pambudi, Elvis Umbu Lolo.2021). Hal ini dapat terjadi

karena responden dengan jenis kelamin tertentu membutuhkan sarana

sanitasi dasar yang lebih berkualitas dibandingkan dengan responden dengan

jenis kelamin yang lain, misalnya responden dengan jenis kelamin perempuan.

Menurut Hikmah dan Pranowo (2012) perempuan tugasnya hanya mengurus

rumah tangga, seperti mengurus suami, anak dan memasak, sedangkan yang

sifatnya menghasilkan pendapatan masih merupakan wewenang suami, dan

aktifitas lain yang menjadi sumber paparan patogen, dan berbagai bahan

kimia dalam rumah tangga, selain itu perempuan juga membutuhkan privasi

yang lebih terjamin dalam menggunakan sarana sanitasi dasar khususnya

jamban, sehingga kebutuhan akan sarana sanitasi dasar rumah tinggal yang

lebih berkualitas menjadi kebutuhan penting.

b. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok

masyarakat yang ditemtukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta


26

pendapatan (Astrawan, dkk 2014). Dalam pembahasannya, sosial dan ekonomi

sering menjadi objek pembahasan yang berbeda. Menurut Santrock (2007: 282),

status sosial ekonomi sebagai pengelompokan orang-orang berdasarkan kesamaan

karakteristik pekerjaan dan pendidikan ekonomi. Status sosial menunjukkan

ketidaksetaraan tertentu. Sosial ekonomi menurut Soekanto (2007: 89) adalah

posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti

lingkungan pergaulan, prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam

berhubungan dengan sumber daya.

Koentjaraningrat (2011) menyebutkan bahwa kondisi sosial ekonomi

adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan

seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian

posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh

si pembawa status. Menurut Gerungan (2009: 196), peranan kondisi ekonomi

dalam memegang satu posisi yang sangat penting. Dengan adanya perekonomian

yang cukup memadai, lingkungan material yang dihadapi anak dalam keluarganya

jelas lebih luas, maka ia akan mendapat kesempatan yang lebih luas juga untuk

mengembangkan kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan tanpa adanya sarana

dan prasarana itu.

Sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan-keadaan dimana manusia itu

hidup, kemungkinan-kemungkinan perkembangan materi dan batas-batasnya yang

tidak bisa diikuti manusia. Penduduk dan kepadatan penduduk, konsumsi dan

produksi pangan, perumahan, sandang, kesehatan dan penyakit, sumber-sumber

kekuatan dan pada tingkat dasarnya faktor-faktor ini berkembang tidak menentu
27

dan sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi dimana manusia itu harus

hidup. Menurut Soekanto (2007: 237) menyatakan bahwa komponen pokok

kedudukan sosial ekonomi meliputi ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran

kehormatan, ukuran ilmu pengetahuan.

Dapat ditarik kesimpulkan kondisi sosial ekonomi yaitu suatau posisi,

kedudukan, jabatan, kepemilikan yang dimiliki seorang individu ataupun

kelompok yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,

kepemilikan aset rumah tangga, dan pemenuhan kebutuhan keluarga dan

pekerjaan yang dimiliki yang akan sangat mempengaruhi status sosial seseorang,

kelompok ataupun keluarga di lingkungan masayarakatnya

Setiap manusia sama derajatnya di mata tuhan yang maha esa.Namun

didalam kehidupan bermasyarakat tentunya setiap manusia memiliki kondisi

sosial ekonomi berbeda-beda, ada yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang

bagus ada juga yang kurang beruntung. Menurut Nasution (2004: 25) tingkat

status sosial ekonomi dilihat atau diukur dari pekerjaan orang tua, penghasilan dan

kekayaan, tingkat pendidikan orang tua, keadaan rumah dan lokasi, pergaulan dan

aktivitas sosial. Dalam penelitian ini faktor sosial ekonomi yang digunakan adalah

tingkat pendapatan rumah tangga, pekerjaan rumah tangga, tingkat pendidikan

rumah tangga, kepemilikan aset rumah tangga serta luas lantai rumah. Berikut ini

merupakan penjelasannya:

1) Tingkat Pendidikan

Arti dari pada pendidikan menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
28

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan merupakan suatu

aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk meningkatkan kualitas yang ada

pada dirinya melalui pendidikan formal ataupun non formal agar tercipta suatu

cita-cita yang diinginkannya. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting

untuk seorang manusia didalam menjalani hidupnya. Dengan mendapatkan

pendidikan maka disitulah seseorang akan mencari jati diri yang sebenarya

didalam hidupnya.Dan dengan pendidikan maka seseorang tersebut hidupnya

akan terarah, dapat bermanfaat bagi orang lainn dan akan mengetahui serta

mendapatkan apa yang di ingikannya. Sudah diketahui bahwa tujuan

pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Demi mencapai

tujuan pendidikan nasional tersebut maka dilaksanakanlah pendidikan melalui

berbagai jalur baik pendidikann formal dan non formal. Dalam jalur

pendidikan formal sendiri terdapat beberapa jenjang pendidikan sekolah yang

terdiri dari, pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah,

dan pendidikan tinggi

2) Pengeluaran Rumah Tangga

Menurut Kamus Glosarium Bank Indonesia, pengertian pengeluaran

adalah pembayaran yang dilakukan saat ini untuk kewajiban pada masa akan

datang dalam rangka memperoleh beberapa keuntungan; jika dilakukan untuk


29

meningkatkan aktiva tetap, pengeluaran itu disebut pengeluaran modal; jika

dilakukan untuk biaya operasi, pengeluaran itu disebut pengeluaran

operasional; biaya tunai tersebut untuk mendapatkan barang, jasa, atau hasil

usaha.

Menurut Muhamad Abdul Halim pengeluaran konsumsi rumah tangga

yaitu pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli barang-

barang dan jasa-jasa untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam suatu periode

tertentu.

Menurut BPS (2020) yang dimaksud pengeluaran adalah pengeluaran

per kapita untuk makanan dan bukan makanan dan bukan makanan.

Pengeluaran untuk makanan mencakup seluruh jenis makanan termasuk

makanan jadi, minuman, tembakau dan sirih. Pengeluaran bukan makanan

mencakup perumahan, sandang, biaya kesehatan, sekolah dan sebagainya.

Pengeluaran rata-rata per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk

konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan baik yang berasal dari

pembelian, pemberian maupun produksi sendiri dibagi dengan banyaknya

anggota rumah tangga dalam rumah tangga tersebut.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan

memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,

kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi

pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata

pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.


30

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis

Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).

Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah

Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

3) Kepemilikan aset keluarga

Setiap keluarga tentunya memiliki aset baik iu berupa harta tetap

ataupun harta lancar baik berupa emas, tanah, bangunan, perusahaan,

tabungan, investasi daln lain-lainnya. Kepemilikan aset keluarga di

masyarakat tentunya berbeda-beda tergantung kekayaan yang dimilikinya.

Seberapa banyak kepemilikan aset keluarga akan mempengaruhi terhadap

status sosial ekonomi keluarga di masyarakat. Keluarga yang memiliki rumah

sendiri dengan kualitas yang bagus dan luas dapat dikatakan status sosial

ekonominya termasuk kategori tinggi, akan tetapi keluarga yang memiliki

rumah tapi menyewa kepada orang lain dengan kualitas rumah yang sederhana

maka tingkat status sosial ekonominya termasuk kategori rendah.

Menurut BPS (2020), Status kepemilikan tempat tinggal milik sendiri

yaitu dimana rumah yang ditempati oleh rumah tangga merupakan milik

kepala rumah tangga atau salah seorang anggota rumah tangga. Sedangkan

rumah bukan milik sendiri yaitu rumah yang ditempati oleh rumah tangga

merupakan rumah dengan status sewa,kontrak, dinas, bebas sewa dan lainnya.

4) Pekerjaan

Setiap orang tentunya memiliki pekerjaan dalam hidupnya untuk

mendapatan sebuah pendapatan yang akan digunakan dalam pemenuhan


31

kebutuhan dalam hidupnya. Pekerjaan setiap orang tentunya berbeda-beda,

ada yang memiliki pekerjaan yang sederhana, ada yang memiliki pekerjaan

yang sedang dan ada yang memiliki pekerjaan dalam ketegori tinggi bahkan

sangat tinggi dengan pendapatan yang bervariasi.

Menurut BPS (2020), Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan

dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau

keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu terakhir. Bekerja

selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus.

Melakukan pekerjaan dalam konsep bekerja adalah melakukan kegiatan

ekonomi yang menghasilkan barang atau jasa. Penghasilan atau keuntungan

mencakup upah/gaji/pendapatan, termasuk semua tunjangan dan bonus bagi

pekerja/karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa, bunga, atau

keuntungan, baik berupa uang atau barang termasuk bagi pengusaha.

5) Luas Lantai Rumah

Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau

hunian dan sarana pembinaan keluarga. Bangunan rumah yang permanen

sebagian besar memiliki jamban, dan yang semi permanen dan tidak permanen

semakin sedikit memiliki jamban. Semakin luas bangunan rumah maka

semakin tinggi juga tingkat kepemilikan jamban. Luas rumah dan lahan

tampaknya menjadi faktor penting dalam menentukan kepemilikan jamban.

Bila lahan tidak ada, pemilik rumah memilih untuk tidak membangun jamban

di rumah (Tirta, 2006).


32

Luas lantai menurut BPS (2020) adalah luas lantai yang ditempati dan

digunakan untuk keperluan sehari-hari (sebatas atap rumah).

6) Status Wilayah

Sesuai Perka BPS nomor 37 Tahun 2010 Wilayah Indonesia dibagi ke

dalam beberapa tingkat wilayah administratif, yaitu provinsi, kabupaten/kota,

kecamatan, dan desa atau disebut dengan nama lain yang merupakan wilayah

administratif terkecil. Klasifikasi wilayah yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada Perka BPS nomor 37 Tahun 2010 tentang klasifikasi perkotaan

perdesaan di Indonesia. Untuk berbagai keperluan, data mengenai klasifikasi

wilayah desa dan kota sangat bermanfaat terutama dalam hal perencanaan

pembangunan.

Dalam Perka BPS nomor 37 Tahun 2010 yang dimaksud dengan :

1. Perkotaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat

desa/kelurahan yang memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.

2. Perdesaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat

desa/kelurahan yang belum memenuhi kriteria klasifikasi wilayah

perkotaan.

B. Kajian Penelitian yang relevan

Ada beberapa penelitian yang sejenis dengan penelitian yang akan

dilakukan dan menjadi dasar dalam melakukan penelitian ini. Penelitian terdahulu

yang relevan tersebut disajikan pada table 2.2 berikut ini :

Tabel 2.2: Kajian Penelitian Yang Relevan


33

Nama
No Judul Kesimpulan Penelitian
(Tahun)
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan
yang bermakna antara kepemilikan jamban
Determinan
sehat dengan pendidikan (p value 0,001),
Kepemilikan pengetahuan (p value 0,001), sikap (p value
Fera Novitry,
Jamban Sehat di 0,001), dan pendapatan keluarga (p value
Rizka
1 Desa Sukomulyo 0,001). Kesimpulan penelitian menunjukkan
Agustin
Martapura bahwa ada hubungan antara pendidikan,
(2017) pengetahuan, sikap, dan pendapatan keluarga
Palembang
dengan kepemilikan jamban sehat di Desa
Sukomulyo Kecamatan Martapura,
Kabupaten Oku Timur, Palembang.
Hasil penelitian ini menemukan: 1). Terdapat
pengaruh yang signifikan positif antara
Faktor yang tingkat pendapatan dengan sanitasi
Mempengaruhi lingkungan sebesar 3,7%, 2). Terdapat
Sanitasi pengaruh yang signifikan positif antara
Slamet Lingkungan jumlah anggota keluarga dengan sanitasi
Rianto dan Permukiman di lingkungan sebesar 3,4%. 3). Terdapat
2 pengaruh yang signifikan positif antara
Nefilinda Nagari Aur
pengetahuan dengan sanitasi lingkungan
(2018) Begalung Talaok sebesar 8%. 4). Terdapat pengaruh yang
Kecamatan Bayang signifikan positif antara tingkat pendapatan,
Kabupaten Pesisir jumlah anggota keluarga dan pengetahuan
Selatan secara bersama-sama dengan sanitasi
lingkungan sebesar 18,1%.

Hasil penelitian menunjukkan : 1).


Kepemilikan sanitasi layak yang
Hubungan berparameter pada indikator kemiskinan
Indikator berhubungan secara signifikan pada variabel
Kemiskinan pendapatan, pendidikan, pekerjaan, fasilitas
Fenny buang air besar, sumber air minum, jenis
Dengan
3 Raharyanti lantai, jenis dinding dan tempat tinggal 2).
Kepemilikan
(2013) Variabel yang paling dominan dalam
Sanitasi Layak Di kepemilikan sanitasi layak adalah fasilitas
Provinsi Gorontalo buang air besar, sumber air minum,
Tahun 2010 menyusul kemudian kondisi rumah (jenis
dinding dan jenis lantai), pendapatan,
pekerjaan dan pendidikan
Lingkungan, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Demografi, Sosio- kecamatan, tempat tinggal, jenis dan lokasi
Ekonomi Yang sumber air rumah tangga, jumlah anggota
Sri Irianti rumah tangga, umur dan pendidikan kepala
dan Puguh Berkorelasi Dengan
4 rumah tangga, dan tingkat kekayaan rumah
Prasetyoputra Akses Ke Fasilitas tangga merupakan faktor-faktor yang
(2015) Sanitasi Yang berkorelasi secara signifikan dengan akses
Layak: Bukti sanitasi layak.
Empiris Dari
34

Nama
No Judul Kesimpulan Penelitian
(Tahun)
Provinsi Papua Dan
Provinsi Papua
Barat
Perilaku
masyarakat dalam
pengelolaan
sanitasi Hasil penelitian menunjukan bahwa
Lingkungan Sebagian besar responden memiliki
pemukiman di pengetahuan, sikap dan perilaku tentang
perkebunan kopi sanitasi yang sedang. Masih terdapat
Khoiron dan
Kabupaten jember responden yang memiliki perilaku yang
Dewi
5 buruk tentang sanitasi lingkungan. Hal ini
Rokhmah (The Behaviour Of
ditunjukkan dengan sebagian besar
(2015) Society In The responden tidak memiliki sumur, tidak
Management Of memiliki jamban serta kamar mandi di
Environmental rumah. Separuh dari yang tidak memiliki
Sanitation At jamban, BAB di sungai dan di kebun.
Coffee Plantation
Residence In
Jember Regency)
35

C. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian dan kajian teori maka kerangka pikir

penelitian disajikan berikut ini:

Sanitasi Layak Provinsi


Gorontalo dibawah angka
Nasional

Faktor Yang Mempengaruhi


Sanitasi Layak

Demografi Sosial Ekonomi


1. Jumlah 1. Pendapatan
anggota rumah 2. Pendidikan
tangga 3. Kepemilikan
2. Umur KRT aset keluarga
3. Jenis Kelamin 4. Pekerjaan
KRT 5. Luas Lantai
6. Status Wilayah

Sanitasi Lingkungan Yang


Layak

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

D. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan penelitian dan kajian teori, maka dikemukakan

hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Diduga jumlah anggota rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap

sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?


36

2. Diduga umur kepala rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

3. Diduga jenis kelamin kepala rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap

sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

4. Diduga pendapatan rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

5. Diduga pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap

sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

6. Diduga kepemilikan aset rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap

sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

7. Diduga status pekerjaan kepala rumah tangga berpengaruh secara parsial

terhadap sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

8. Diduga luas lantai rumah tangga berpengaruh secara parsial terhadap sanitasi

lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?

9. Diduga status wilayah tempat tinggal berpengaruh secara parsial terhadap

sanitasi lingkungan yang layak di Provinsi Gorontalo?


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini adalah pada Provinsi Gorontalo. Waktu penelitian yang

dibutuhkan peneliti dalam menyusun Tesis ini, adalah dimulai dari proses penyusunan

Proposal Penelitian sampai dengan ujian yaitu terhitung dari bulan Agustus sampai

dengan November tahun 2021.

B. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni penelitian expost facto.

Penelitian expost facto berdasarkan arti katanya, yaitu “dari apa dikerjakan setelah

kenyataan”, maka penelitian ini disebut sebagai penelitian sesudah kejadian. Oleh

karena itu, penelitian ini hanya dapat dilakukan ketika suatu peristiwa yang didalamnya

terdapat komponen variabel bebas dan variabel terikat telah terjadi. Penelitian expost

facto sering disebut juga sebagai penelitian kasual komparatif, karena penelitian

tersebut berusaha mencari informasi tentang hubungan sebab akibat dari suatu

peristiwa.

2. Desain Penelitian

37
38

Jenis penelitian ini merupakan penelitian diskriptitf kuantitatif yaitu penelitian

tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka, meskipun

juga berupa data kualitatif sebagai pendukungnya, seperti kata-kata atau kalimat yang

tersusun dalam angket, kalimat hasil konsultasi atau wawancara antara peneliti dan

informan. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang

diangkakan. Data kualitatif yang diangkakan misalnya terdapat dalam skala

pengukuran (Sugiyono, 2014: 7). Penelitian kuantitatif mengambil jarak antara peneliti

dengan objek yang diteliti. Penelitian kuantitatif menggunakan instrumen-instrumen

formal, standar dan bersifat mengukur (Sukmadinata, 2006: 95)

Penelitian ini adalah penelitian kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk

mengukur hubungan antara variabel atau menganalisis bagaimana pengaruh suatu

variabel terhadap variabel lainnya.


39

Jumlah Anggota
Rumah Tangga
(X1)

Umur KRT
(X2)

Jenis Kelamin KRT


(X3)

Pengeluaran
Rumah Tangga
(X4)
Sanitasi Layak
Pendidikan (Y)
(X5)

Kepemilikan Aset
Keluarga
(X6)

Pekerjaan
(X7)

Luas Lantai
(X8)

Status Wilayah
(X9)

Gambar 3.1: Desain Penelitian


40

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusia,

benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau peristiwa-

peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu

penelitian (Nawawi, 2001: 141).

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah rumah tangga yang terdapat dalam

blok sensus terpilih. Menurut BPS (2020) blok sensus adalah bagian dari suatu wilayah

desa/kelurahan yang merupakan daerah kerja dari seorang Pencacah. Setiap wilayah

desa/kelurahan dibagi habis menjadi beberapa blok sensus. Master sampling frame

yang digunakan dalam pelaksanaan Susenas 2020 adalah sekitar 40 persen blok sensus

dari populasi, yang ditarik secara probability proportional to size (PPS) dengan ukuran

jumlah rumah tangga SP2010 dari master frame blok sensus sekitar 720.000.

Pada penelitian ini populasinya adalah 30.744 rumah tangga yang terdiri dari

344 blok sensus yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo.

2. Sampel

Menurut Arikunto (2010: 109) bahwa sampel adalah sebagian atau wakil

populasi yang diteliti. Prosedur penarikan sampel yaitu memilih 10 rumah tangga hasil

pemutakhiran secara systematic sampling dengan implicit stratification. Systematic

sampling dengan implicit stratification adalah metode pengambilan sampel secara

sistematis dengan interval tertentu dari suatu kerangka sampel yang telah diurutkan
41

sesuai kelompok stratifikasi. Kelompok stratifikasi pada penelitian ini yaitu menurut

pendidikan KRT dan keberadaan ART balita serta ibu hamil 9 bulan. Sampel 10 rumah

tangga tersebut selanjutnya digunakan sebagai sampel Susenas. Pemutakhiran rumah

tangga dilakukan saat updating Susenas

Jumlah sampel yang digunakan dalam penilitian ini menggunakan jumlah

sampel Susenas Maret 2020 yaitu sebanyak 3.387 rumah tangga di 344 blok sensus

terpilih yang tersebar diseluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder,

yaitu data mentah (raw data) dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Maret

2020. Data tersebut diperoleh dari BPS Provinsi Gorontalo sebagai pengumpul data

dasar Indonesia. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia jumlah anggota rumah

tangga, usia kepala rumah tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, pendidikan

kepala rumah tangga, pekerjaan, penngeluaran rumah tangga, kepemilikan asset.

Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akses ke sanitasi layak.

E. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian terdapat variabel-variabel yang akan diteliti yang bersifat

saling mempengaruhi. Variabel-Variabel ini dapat juga disebut sebagai objek

penelitian. Variabel dapat diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan objek penelitian

sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.
42

Menurut Sugiyono (2014:20) variabel dapat didefinisikan sebagai atribut dari

seseorang atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau

satu objek dengan objek lain.

Variabel terikat atau variabel respon dan variabel-variabel bebas atau variabel

penjelas dalam penelitian ini, secara keseluruhan diambil dari beberapa pertanyaan

yang ada dalam Susenas 2020. Untuk menentukan variabel-variabel dalam penelitian

ini, diperlukan teknik pengolahan data lebih lanjut.

Variabel tak bebas dalam penelitian ini adalah sanitasi layak rumah tangga yang

didefinisikan dengan notasi Y. Variabel ini diperoleh dengan cara mengolah data dari

hasil Susenas 2020 dengan kuesioner VSEN20.K pada pertanyaan di Blok XVIII

rincian 1809 A, 1809 B dan 1809 C.

Definisi sanitasi layak berdasarkan SDGs adalah fasilitas sanitasi yang

memenuhi syarat kesehatan, antara lain memenuhi 3 kriteria :

a. Klosetnya menggunakan leher angsa,

b. Tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik (septic tank)

atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL),

c. Fasilitas sanitasi tersebut digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama

dengan rumah tangga lain tertentu.

Kategori yang digunakan dalam variabel ini adalah sebagai berikut:

Y = 1; bila rumah tangga memiliki sarana sanitasi layak

Y = 0; bila rumah tangga tidak memiliki sarana sanitasi layak


43

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jumlah anggota rumah tangga, umur

kepala rumah tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, pengeluaran rumah tangga,

pendidikan kepala rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, kepemilikan aset, luas

lantai, pekerjaan kepala rumah tangga.

a. Jumlah Anggota Rumah Tangga (𝑋1 )

Menurut BPS (2020) rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami

sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal serta makan dari satu dapur.

Sedangkan Anggota Rumah Tangga (Art) adalah semua orang yang biasanya

bertempat tinggal di suatu rumah tangga (KRT, suami/istri, anak, menantu, cucu, orang

tua/mertua, famili lain, asisten rumah tangga yang menginap atau ART lainnya), baik

yang sedang berada di rumah maupun yang sementara tidak berada di rumah. Variable

ini dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : ‘0’ jumlah art 1-3 orang, ‘1’ jumlah art

4-6 orang dan ‘2’ jumlah art > 7 orang.

b. Umur Kepala Rumah Tangga (𝑋2 )

Definisi umur menurut BPS (2020), dihitung dalam tahun dengan pembulatan

ke bawah atau sama dengan umur pada waktu ulang tahun yang terakhir. Perhitungan

umur didasarkan pada kalender Masehi. Umur yang digunakan dalam penelitian ini

adalah umur kepala rumah tangga. Pada penelitian ini variabel umur KRT dikategori

menjadi 3 yaitu :

1. Umur KRT ≤ 25 Tahun (Skor 0) : Kepala rumah tangga dengan umur dibawah
25 tahun.
44

2. Umur KRT 26 – 49 Tahun (Skor 1) : Kepala rumah tangga dengan umur 26-49
tahun.
3. Umur KRT > 50 Tahun (Skor 2) : Kepala rumah tangga dengan umur diatas 50
tahun.
c. Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga (𝑋3 )

Menurut BPS (2020), jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara laki-laki

dan perempuan. Perbedaan biologis tersebut dapat dilihat dari alat kelamin serta

perbedaan genetik. Variable ini dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu : laki-laki dan

perempuan

d. Pengeluaran Rumah Tangga (𝑋4 )

Menurut BPS (2020) yang dimaksud pengeluaran adalah pengeluaran untuk

makanan dan bukan makanan dan bukan makanan. Pengeluaran untuk makanan

mencakup seluruh jenis makanan termasuk makanan jadi, minuman, tembakau dan

sirih. Pengeluaran bukan makanan mencakup perumahan, sandang, biaya kesehatan,

sekolah dan sebagainya. Variable ini dikukur dengan garis kemiskinan Provinsi

Gorontalo tahun 2020 sebesar Rp. 368.990. Menurut BPS (2020), Garis Kemiskinan

(GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis

Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Variable ini dikelompokkan menjadi 2 kategori

yaitu : ‘0’ pengeluaran rumah tangga ≤ Garis Kemiskinan Rp.368.990, ‘1’ pengeluaran

rumah tangga > Garis Kemiskinan Rp.368.990

e. Tingkat Pendidikan (𝑋5 )


45

Pendidikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendidikan tertinggi

yang ditamatkan kepala rumah tangga. Menurut BPS (2020), pendidikan tertinggi yang

ditamatkan adalah tingkat pendidikan yang dicapai seseorang setelah mengikuti

pelajaran pada kelas tertinggi sesuai tingkatan sekolah dengan mendapatkan tanda

tamat sekolah (ijazah). Variable ini dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu :

a. ≤ SD / sederajat (Skor 0) : KRT yang berpendidikan SD sederajat serta KRT

yang tidak pernah bersekolah.

b. SMP / sederajat (Skor 1) : KRT yang berpendidikan SMP sederajat

c. SMA / sederajat (Skor 2) : KRT yang berpendidikan SMA sederajat

d. PT / sederajat (Skor 3) : KRT yang berpendidikan PT sederajat

f. Kepemilikan Aset (𝑋6 )

Kepemilikan aset dalam penelitian ini diukur dari status kepemilikan rumah

tempat tinggal milik sendiri atau bukan milik sendiri. Menurut BPS (2020), Status

kepemilikan tempat tinggal milik sendiri yaitu dimana rumah yang ditempati oleh

rumah tangga merupakan milik kepala rumah tangga atau salah seorang anggota rumah

tangga. Sedangkan rumah bukan milik sendiri yaitu rumah yang ditempati oleh rumah

tangga merupakan rumah dengan status sewa,kontrak, dinas, bebas sewa dan lainnya.

Variable ini dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu :

1. Rumah Bukan Milik Sendiri (Skor 0) : rumah tangga dengan status kepemilikan

rumah milik KRT atau salah seorang anggota rumah tangga.


46

2. Rumah Milik Sendiri (Skor 1) : rumah dengan status sewa,kontrak, dinas, bebas

sewa dan lainnya.

g. Pekerjaan (𝑋7 )

Pekerjaan dalam penelitian ini diukur dari status/kedudukan kepala rumah

tangga dalam pekerjaannya. Status/kedudukan pekerjaan adalah jenis kedudukan KRT

dalam pekerjaan utama. Variable ini dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu :

1. Tidak Bekerja (Skor 0) : KRT yang tidak bekerja

2. Berusaha (Skor 1) : KRT dengan status dalam pekerjaan utamanya adalah

berusaha baik berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tetap/dibayar maupun

berusaha dibantu buruh tidak tetap.

3. Buruh/Karyawan (Skor 2) : KRT yang bekerja pada orang lain atau

instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji, baik

berupa uang maupun barang.

4. Pekerja Bebas (Skor 3) : KRT yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi

yang tidak tetap, yaitu lebih dari satu majikan dalam sebulan terakhir di usaha

rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan

menerima upah atau imbalan, baik berupa uang maupun barang, dan baik

dengan sistem pembayaran harian maupun borongan.

5. Pekerja Keluarga (Skor 4) : KRT yang bekerja membantu ART lain/orang lain

yang berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji, baik berupa uang maupun

barang..
47

h. Luas Lantai (𝑋8 )

Luas lantai dalam penelitian ini adalah luas lantai yang ditempati dan digunakan

untuk keperluan sehari-hari (sebatas atap rumah).

i. Status Wilayah

Status wilayah dalam penelitian ini adalah mengacu pada Perka BPS nomor 37

Tahun 2010 tentang klasifikasi perkotaan perdesaan di Indonesia. Variable ini

dikategorikan menjadi 2 :

1. Perkotaan (Skor 1) adalah status suatu wilayah administrasi setingkat

desa/kelurahan yang memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.

2. Perdesaan (Skor 0) adalah status suatu wilayah administrasi setingkat

desa/kelurahan yang belum memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian dapat dijabarkan pada

tabel 3.1 definisi operasional sebagai berikut ini :

Tabel 3.1: Definsi Operasional

Variabel Indikator Skala

a. Tidak Layak (Skor 0)


Sanitasi Layak Nominal
b. Layak (Skor 1)
a. 1-3 Orang (Skor 0)
Jumlah anggota rumah
b. 4-6 Orang (Skor 1) Nominal
tangga
c. > 7 Orang (Skor 2)
Umur kepala rumah
- Numerik
tangga
a. Laki-laki
Jenis Kelamin KRT Nominal
b. Perempuan
48

Variabel Indikator Skala

a. ≤ Garis Kemiskinan
Pengeluaran Rumah Rp.368.990 (Skor 0)
Ordinal
Tangga b. > Garis Kemiskinan
Rp.368.990 (Skor 1)
a. ≤ SD / sederajat (Skor 0)
b. SMP / sederajat (Skor 1)
Tingkat pendidikan Ordinal
c. SMA / sederajat (Skor 2)
d. PT / sederajat (Skor 3)
a. Rumah bukan milik sendiri
Kepemilikan Aset (Skor 0) Ordinal
b. Rumah milik sendiri (Skor 1)
a. Tidak Bekerja (Skor 0)
Pekerjaan Ordinal
b. Bekerja (Skor 1)
Luas Lantai - Numerik
a. Perdesaan (Skor 0)
Status Wilayah Nominal
b. Perkotaan (Skor 1)

F. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Menurut Sugiyono (2014:21) metode analisis deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Sedangkan menurut Nazir (2003:54) metode desktiptif yaitu suatu metode

dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu pemikiran,

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

2. Regresi Logistik Biner


49

Metode regresi merupakan analisis data yang mendeskripsikan antara sebuah

variabel respon dan satu atau lebih variabel penjelas atau prediktor (Hosmer &

Lemeshow, 2000). Regresi logistik merupakan salah satu metode yang dapat

digunakan untuk mencari hubungan variabel respon yang bersifat dichtomous (berskala

nominal atau ordinal dengan dua kategori) atau polychotomous (mempunyai skala

nominal atau ordinal dengan lebih dari dua kategori) dengan satu atau lebih variabel

prediktor (Agresti, 1990). Regresi logistik biner memiliki variabel respon berskala

nominal yang berupa dua kategori “sukses” atau “gagal”, sedangkan variabel prediktor

dapat berupa data berskala ordinal atau data berskala rasio.

Kategorisasi variabel terikat dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Angka 1 diberikan untuk rumah tangga yang memiliki akses ke sanitasi layak.

2. Angka 0 diberikan untuk rumah tangga yang tidak memiliki akses ke sanitasi

layak.

Tahapan yang dilakukan dalam regresi logistik biner adalah sebagai berikut:

1. Pembentukan Model

Analisis regresi logistik biner adalah suatu regresi logistik antara

variabel respon (y) dan variabel prediktor (x) dimana variabel y menghasilkan

2 kategori yaitu 0 dan 1 (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Sehingga variabel y

mengikuti distribusi Bernoulli dengan fungsi probabilitasnya sebagai berikut :

𝑓(𝑦) = 𝜋 𝑦(1 − 𝜋) 1−𝑦 ; 𝑦 = 0, 1


50

Dimana jika y = 0 maka 𝑓(𝑦) = 1 − 𝜋 dan jika y = 1 maka 𝑓(𝑦) = 𝜋.

Fungsi regresi logistiknya dapat dituliskan sebagai berikut :

1 𝑒𝑧
𝑓(𝑧) =1+𝑒−𝑧 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑓(𝑧) = 1+𝑒𝑧

Dengan 𝑧 = 𝛽0 + 𝛽1 𝛽𝑋1 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝛽𝑋𝑝

Jika nilai z antara −∞ dan ∞ maka nilai 𝑓(𝑧) terletak antara 0 dan 1 untuk

setiap nilai z yang diberikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa model logistik

sebenarnya menggambarkan probabilitas atau resiko dari suatu obyek. Model

regresi logistiknya adalah sebagai berikut :

𝑒 β0+β1x1+⋯+βpxp
π(x) = 1+𝑒 β0+β1x1+⋯+βpxp

Dimana p = banyaknya variabel prediktor

Bila model persamaan di atas ditranformasi dengan tranformasi logit,

maka didapatkan bentuk logit sebagai berikut :

π(x)
g(x) = ln( ) = 𝛽0 + 𝛽1 𝛽𝑋1 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝛽𝑋𝑝
1 − π(x)

2. Pengujian Parameter secara Simultan

Untuk mengetahui perngaruh variabel bebas terhadap variabel tidak

bebas secara bersama-sama (overall) di dalam model, dapat menggunakan uji

Likelihood Ratio. Hipotesisnya adalah sebagai berikut :

H0 : β1 = β2=...= βp = 0 (tidak ada pengaruh variabel bebas secara simultan

terhadap variabel tak bebas).


51

H1 : minimal ada satu βj ≠ 0 (ada pengaruh paling sedikit satu variabel bebas

terhadap variabel tak bebas).

Untuk j = 1,2...p

Statistik uji yang digunakan adalah :


𝐿
𝐺 2 = −2𝑙𝑛 𝐿𝑜
𝑝

Dengan:

Lo = Maksimum Likelihood dari model reduksi (Reduced Model) atau model

yang terdiri dari konstanta saja.

Lp = maksimum Likelihood dari model penuh (Full Model) atau dengan semua

variabel bebas.

Statistik 𝐺 2 ini mengikuti distribusi Chi-kuadrat dengan derajad bebas

p sehingga hipotesis ditolak jika p-value < α yang berarti variabel bebas X sama

mempengaruhi variabel tak bebas Y.

3. Pengujian Parameter secara Parsial

Pada umumnya, tujuan analisis statistik adalah untuk mencari model

yang cocok dan kerpautan yang kuat antara model dengan data yang ada.

Pengujian keberartian parameter (koefisien β) secara parsial dapat dilakukan

melaui Uji wald dengan hipotesisnya sebagai berikut :

H0: βj = 0 (variabel bebas ke j tidak mempunyai pengaruh secara

signifikan terhadap variabel tidak bebas.


52

H1 : βj ≠ 0 (variabel bebas ke j mempunyai pengaruh secara

signifikan terhadap variabel tidak bebas).

Untuk j = 1,2...p

Dengan statistik uji sebagai berikut :


2
𝛽𝑗
𝑊=[ ]
𝑆𝑒(𝛽𝑗 )

Hipotesis akan ditolak jika p – value < α yang berarti variabel bebas Xj

secara parsial mempengaruhi variabel tidak bebas Y. Jika keputusan yang

diperoleh adalah tolak H0, dapat disimpulkan bahwa pada variabel independen

ke-j secara parsial signifikan memengaruhi akses sanitasi layak di Provinsi

Gorontalo.

4. Odds Ratio

Odds ratio merupakan ukuran risiko atau kecenderungan utnuk

mengalami kejadian ‘sukses’ antara satu kategori dengan kategori lainnya,

didefinisikan sebagai ratio dari odds untuk 𝑥𝑖 = 1 terhadap 𝑥𝑖 = 0. Odds ratio ini

menyatakan risiko atau kecenderungan pengaruh observasi dengan 𝑥𝑖 = 1

adalah berapa kali lipat jika dibandingkan dengan observasi dengan 𝑥𝑖 = 0.

Untuk variabel bebas yang berkala kontinyu maka interprestasi dari koefissien

βi pada model regresi logistik adalah setiap kenaikan c unit pada variabel bebas

akan menyebabkan resiko terjadinya Y=1, adalah exp (c.βi) kali lebih besar.

Odds ratio dilambangkan dengan 𝜃, didefinisikan sebagai perbandingan dua

nilai odds 𝑥𝑖 = 1 dan 𝑥𝑖 =0, sehingga :


53

𝜋(1)/1−(𝜋(1))
𝜃=𝜋(0)/(1−𝜋(1))

Odds ratio merupakan suatu ukuran untuk melihat seberapa besar

kecendrungan variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah akses sanitasi layak. Nilai odds ratio,

yaitu nilai dari exp(𝛽̂j) pada variabel independen yang signifikan memengaruhi

akses sanitasi layak. Nilai 𝛽̂j yang semakin besar mengindikasikan

kecendrungan variabel independen terhadap akses sanitasi layak.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Provinsi Gorontalo merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara yang

lahir pada tanggal 5 Desember 2000. Provinsi Gorontalo terletak pada Semenanjung

Gorontalo di Pulau Sulawesi, tepatnya di bagian barat dari Provinsi Sulawesi Utara.

Provinsi Gorontalo terletak antara 0° 19’ – 0° 57’ Lintang Utara dan 121° 23’ – 125° 14’

Bujur Timur. Wilayah provinsi ini berbatasan langsung dengan dua provinsi lain,

diantaranya Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah Barat dan Provinsi Sulawesi Utara di

sebelah Timur. Sedangkan di sebelah Utara berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi

dan di sebelah Selatan dibatasi oleh Teluk Tomini.

Luas wilayah Provinsi Gorontalo berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 72 Tahun 2019 sebesar 11.257 km2 atau 0,59 persen dari total luas wilayah

Indonesia. Provinsi Gorontalo terbagi dalam enam wilayah Kabupaten/ Kota yaitu

Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo

Utara, Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Kabupaten Pohuwato merupakan

wilayah terluas di Provinsi Gorontalo dengan luas area sebesar 37,7 persen, sedangkan

Kota Gorontalo memiliki wilayah terkecil di Provinsi Gorontalo sebesar 0,71 persen.

Tabel 4.1 Luas Wilayah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo


Wilayah Luas Wilayah Persentase (%)
(Km2)
Kabupaten Boalemo 1.521,88 13,52
Kabupaten Gorontalo 1.750,83 15,55
Kabupaten Pohuwato 4.244,31 37,70
Kabupaten Bone Bolango 1.984,31 17,63
Kabupaten Gorontalo Utara 1.676,15 14,89
Kota Gorontalo 79,59 0,71
Provinsi Gorontalo 11.257,07 100
Sumber : Gorontalo dalam Angka 2021, BPS

53
54

Permukaan tanah di Provinsi Gorontalo sebagian besar adalah perbukitan. Oleh

karenanya, provinsi ini mempunyai banyak gunung dengan ketinggian yang berbeda-beda.

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut

dari permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Dengan kondisi wilayah Provinsi Gorontalo

yang letaknya di dekat garis khatulistiwa, menjadikan daerah ini mempunyai suhu udara

yang cukup panas.

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Provinsi Gorontalo

sebanyak 1.171.681 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 591.349 jiwa dan perempuan

sebanyak 580.332 jiwa. Kabupaten Gorontalo merupakan wilayah dengan jumlah

penduduk terbanyak sebesar 33,55 persen dari total penduduk Provinsi Gorontalo,

sedangkan Kabupaten Gorontalo Utara merupaka wilayah dengan penduduk terkecil

sebesar 10,66 persen. Jumlah Penduduk dan persentase menurut Kabupaten/Kota

disajikan dalam table berikut ini :

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Persentase menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Gorontalo Tahun 2020

Jumlah Penduduk
Wilayah Persentase (%)
(Jiwa)
Kabupaten Boalemo 145.868 12,45
Kabupaten Gorontalo 393.107 33,55
Kabupaten Pohuwato 146.432 12,50
Kabupaten Bone Bolango 162.778 13,89
Kabupaten Gorontalo Utara 124.957 10,66
Kota Gorontalo 198.539 16,94
Provinsi Gorontalo 1.171.681 100

Sumber : Gorontalo dalam Angka 2021, BPS


55

2. Hasil Penelitian

Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dijelaskan

dalam karakteristik responden.

2.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan ragam latar belakang yang dimiliki

responden itu sendiri. Karakteristik ini untuk melihat responden memiliki background

yang difokuskan pada status perkotaan, pendidikan, status kawin, jenis kelamin, jumlah

anggota rumah tangga, umur dan pengeluaran rumah tangga. Hasil yang didapat adalah:

a. Jumlah Anggota Rumah Tangga

Rumah tangga menurut Badan Pusat Statistik (2017) adalah seseorang atau

sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan

biasanya makan bersama dari satu dapur.), Yang dimaksud dengan makan dari satu

dapur adalah mengurus kebutuhan sehari-hari bersama menjadi satu. Persentase

banyaknya anggota rumah tangga dapat disajikan pada gambar berikut :

Gambar 4.1. Persentase banyaknya ART Provinsi Gorontalo

Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Pada gambar 4.1 menunjukkan persentase rumah tangga dengan jumlah anggota

rumah tangga 4-6 orang lebih banyak sebesar 50,19 persen, sedangkan rumah
56

tangga dengan jumlah anggota rumah tangga 1-3 orang sebesar 43,22 persen dan

yang terkecil adalah rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga >7 orang

sebesar 6,58 persen.

b. Umur Kepala Rumah Tangga

Definisi umur menurut BPS, dihitung dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau

sama dengan umur pada waktu ulang tahun yang terakhir. Perhitungan umur didasarkan pada

kalender Masehi.

Menurut BPS, kepala rumah tangga (krt) adalah seseorang dari sekelompok anggota

rumah tangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari rumah tangga, atau orang

yang dianggap/ditunjuk sebagai krt (misalnya beberapa mahasiswa yang bersama-sama

mendiami satu kamar dalam satu bangunan sensus walaupun mengurus makannya sendiri-

sendiri, maka salah seorang dari mahasiswa tersebut dianggap/ditunjuk sebagai krt).

Berdasarkan hasil olah data pada tahun 2020, 89,61 persen kepala rumah tangga masih berusia

produktif 15-64 tahun, dan 10,39 persen usia tidak produktif. Umur kepala rumah tangga dalam

penelitian ini tidak dikategorikan dan berskala numerik.

c. Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga

Menurut BPS, jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan.

Perbedaan biologis tersebut dapat dilihat dari alat kelamin serta perbedaan genetik. Persentase

jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini :

Gambar 4.2 Persentase Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga


57

Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa persentase kepala rumah tangga dengan jenis

kelamin laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan kepala rumah tangga berjenis

kelamin perempuan yaitu masing-masing sebesar 86,24 peresen dan 13,76 persen.

d. Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran rata-rata per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi

semua anggota rumah tangga selama sebulan baik yang berasal dari pembelian,

pemberian maupun produksi sendiri dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga

dalam rumah tangga tersebut.

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan

Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang

memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan

dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Provinsi Gorontalo

berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Maret 2020 yaitu sebesar Rp

368.990.

Gambar 4.3 Persentase Pengeluaran Per Kapita Rumah Tangga


Sumber : Data Sekunder diolah 2021
58

Berdasarkan gambar 4.3 menunjukkan bahwa rumah tangga dengan

pengeluaran diatas Garis Kemiskinan (GK) sebesar 86,83 persen sedangkan

pengeluaran rumah tangga dibawah Garis Kemiskinan sebesar 13,17 persen.

e. Pendidikan

Menurut BPS, Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi, meliputi SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, SM/MA/sederajat dan PT.

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Meliputi pendidikan kecakapan hidup

(kursus), pendidikan anak usia dini (PAUD) atau pra-sekolah, pendidikan kepemudaan,

pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan

keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan (paket A, paket B, dan paket

C) serta pendidikan lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta

didik.

Gambar 4.4 Persentase Pendidikan Kepala Rumah Tangga


Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Gambar 4.4 menunjukkan persentase pendidikan Kepala Rumah Tangga di

Provinsi Gorontalo tahun 2020 paling banyak berpendidikan kurang dari SD/Sederajat

sebesar 62,24 persen, disusul pendidikan Kepala rumah tangga berpendidikan SMA
59

sederajat dan SMP sederajat masing-masing sebesar 19,63 persen dan 9,63 persen

sedangkan pendidikan Perguruan Tinggi Sederajat paling kecil sebesar 8,50 persen.

f. Kepemilikan Aset

Seberapa banyak kepemilikan aset keluarga akan mempengaruhi terhadap status

sosial ekonomi keluarga di masyarakat. Keluarga yang memiliki rumah sendiri dengan

kualitas yang bagus dan luas dapat dikatakan status sosial ekonominya termasuk

kategori tinggi, akan tetapi keluarga yang memiliki rumah tapi menyewa kepada orang

lain dengan kualitas rumah yang sederhana maka tingkat status sosial ekonominya

termasuk kategori rendah.

Menurut BPS, Status kepemilikan tempat tinggal milik sendiri yaitu dimana

rumah yang ditempati oleh rumah tangga merupakan milik kepala rumah tangga atau

salah seorang anggota rumah tangga. Sedangkan rumah bukan milik sendiri yaitu

rumah yang ditempati oleh rumah tangga merupakan rumah dengan status

sewa,kontrak, dinas, bebas sewa dan lainnya.

Gambar 4.5 Persentase Status Kepemilikan Aset


Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Berdasarkan gambar 4.5 menunjukkan bahwa persentase kepemilikan aset

rumah tangga berdasarkan status kepemilikan rumah, rumah tangga dengan status

kepemilikan rumah milik sendiri lebih besar daripada rumah tangga dengan status
60

kepemilikan rumah bukan milik sendiri yaitu masing-masing sebesar 82,23 persen dan

17,77 persen.

g. Luas Lantai

Luas rumah dan lahan tampaknya menjadi faktor penting dalam menentukan

kepemilikan jamban. Bila lahan tidak ada, pemilik rumah memilih untuk tidak

membangun jamban di rumah. (Tirta, 2006).

Luas lantai menurut BPS adalah luas lantai yang ditempati dan digunakan untuk

keperluan sehari-hari (sebatas atap rumah). Luas lantai pada penelitian ini tidak

dikategorikan dan berkala numerik.

h. Pekerjaan

Melakukan pekerjaan dalam konsep bekerja menurut BPS adalah melakukan

kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang atau jasa. Penghasilan atau keuntungan

mencakup upah/gaji/pendapatan, termasuk semua tunjangan dan bonus bagi

pekerja/karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa, bunga, atau keuntungan, baik

berupa uang atau barang termasuk bagi pengusaha.

Gambar 4.6 Persentase Status Pekerjaan Kepala Rumah Tangga


Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa persentase status pekerjaan kepala rumah

tangga di Provinsi Gorontalo tahun 2020 didominasi oleh status berusaha sebesar 55,54

persen kemudian disusul oleh status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai


61

sebesar 27,61 persen. Sedangkan status pekerjaan kepala keluarga sebagai pekerja

keluarga adalah yang terkecil sebesar 0,65 persen.

i. Status Wilayah

Untuk berbagai keperluan, data mengenai klasifikasi wilayah desa dan kota

sangat bermanfaat terutama dalam hal perencanaan pembangunan.

Gambar 4.7 Persentase Status Wilayah

Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Gambar 4.7 menunjukkan 67 persen rumah tangga di Provinsi Gorontalo

bertempat tinggal di perdesaan, sedangkan 33 persen rumah tangga di perkotaan.

2.2 Analisis Regresi Logistik

Penelitian ini menggunakan regresi logistik karena variabel dependen yang

berupa Sanitasi Layak merupakan data yang menggunakan skala nominal yaitu dummy

(1 dan 0) dimana nilai 0 sanitasi tidak layak dan nilai 1 sanitasi layak. Berikut ini

merupakan tahapan dalam pengujian regresi logitik biner :

1. Model Regresi Logistik

Sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 3.387 rumah tangga yang tersebar

diseluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo tahun 2020. Tabel 4.3 menunjukkan

ringkasan jumlah sampel sebagai berikut.


62

Tabel 4.3 Ringkasan Jumlah Sampel

Selected Cases Jumlah Sampel (N) Persentase


Jumlah Sampel 3387 100
Data Hilang 0 0
Total 3387 100

Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Tabel 4.3 menjelaskan bahwa seluruh kasus atau case ternyata teramati semua

sebanyak 3.387 sampel, artinya tidak ada sampel yang hilang/missing.

Variabel dependen yaitu kategori “Sanitasi Tidak Layak” dengan kode 0 dan

“Sanitasi Layak” dengan kode 1. Oleh karena yang diberi kode 1 adalah “Sanitasi

Layak” menjadi referensi atau efek dari sebab. Sebab yang dimaksud dalam kejadian

yang dihipotesiskan sebagai penyebab munculnya efek atau masalah. Variabel

dependen dapat disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Variabel Dependen


Kategori Skor

Sanitasi Tidak Layak 0

Sanitasi Layak 1
Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Tabel klasifikasi merupakan tabel kontigensi yang seharusnya terjadi atau

disebut juga frekuensi harapan berdasarkan data empiris variabel dependen. Tabel

Kalsifikasi dapat disajikan pada Tabel 4.5.


63

Tabel 4.5 Tabel Klasifikasi

Prediksi
Kelayakan Sanitasi Persentase
Observasi Koreksi
Sanitasi Sanitasi
Tidak Layak
Layak
Step 0 Kelayakan Sanitasi 0 917 0.0
Sanitasi Tidak Layak
Sanitasi 0 2470 100.0
Layak
Persentase Total 72.9
Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Tabel 4.5 variabel dependen referensi atau akibat buruk (kode 1) yaitu “Sanitasi

Layak” sebanyak 2.470 rumah tangga. Sedangkan yang “Sanitasi Tidak Layak”

sebanyak 917 rumah tangga. Jumlah sampel sebanyak 3.387 orang. Sehingga nilai

overall percentage sebelum variabel independen dimasukkan ke dalam model sebesar:

2.470/3.387 = 72.9%.

Tabel 4.6 Hasil Uji Keseluruhan Model (Overall Model Fit)

Koefisien
-2 Log
Iteration likelihood Konstan
Step 0 1 3959.665 .917
2 3955.980 .990
3 3955.979 .991
4 3955.979 .991

Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Uji keseluruhan model (Overall Model Fit) adalah pengujian yang dilakukan

dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block

Number = 0) dengan nilai -2 Log likehood (-2LL) pada akhir (Blok Number = 1).

Adanya pengurangan antara -2LL awal (initial - 2LL function) dengan nilai -2LL pada

langkah berikutnya (-2LL akhir) menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit

dengan data (Ghozali, 2011). Berikut adalah tabel penyajian hasil pengujian

keseluruhan model :
64

Tabel 4.6. menunjukkan nilai -2 Log Likelihood atau kemungkinan awal adalah

3959.665 untuk nilai awal dan -2 Log Likelihood atau kemungkinan akhir adalah

3955.979 untuk nilai akhir.

Menilai kelayakan dan model regresi dapat dilakukan dengan memperhatikan

goodness of fit kecocokan dalam kesesuaian model yang diukur dengan Chi-Square

atau uji kuadrat pada kolom Hosmer and Lemeshove’ Ghozali (2011). Menilai model

fit atau model kesesuaian dapat disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Kesesuaian Model


Coefficients
Pendidi Pendidi Pendidik Status_ jenis Usia_ Usia_
Iteration Pekerj Pekerj Pekerj Pekerj Ruma Usia Luas
-2 Log kan_KR kan_KR an_KRT( GK(1) Wilaya Kelami KRT(1 KRT(2
aan(1) aan(2) aan(3) aan(4) h (1) KRT Lantai
likelihood Constant T(1) T(2) 3) h(1) n (1) ) )
Step 1 1 3553.6219 -0.36305 -0.498 -0.2292 -0.1145 0.487 0.204 0.316 0.24 0.394 -0.518 -0.337 0.018 0.156 0.308 0.239 0.007
2 3414.0012 -0.9218 -0.884 -0.5253 -0.368 0.906 0.417 0.556 0.506 0.569 -0.477 -0.525 0.024 0.2 0.476 0.364 0.015
3 3391.9552 -1.04215 -1.169 -0.8041 -0.6214 1.109 0.534 0.683 0.654 0.608 -0.449 -0.598 0.025 0.208 0.525 0.395 0.02
4 3391.2773 -1.02103 -1.258 -0.8934 -0.7064 1.146 0.557 0.708 0.681 0.612 -0.446 -0.61 0.025 0.208 0.532 0.397 0.022
5 3391.2764 -1.01782 -1.263 -0.8987 -0.7116 1.147 0.558 0.708 0.682 0.612 -0.446 -0.61 0.025 0.208 0.532 0.397 0.022
6 3391.2764 -1.01781 -1.263 -0.8987 -0.7116 1.147 0.558 0.708 0.682 0.612 -0.446 -0.61 0.025 0.208 0.532 0.397 0.022
Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Tabel 4.7. menunjukkan Nilai -2 Log Likelihood atau nilai kemungkinan pada

awal adalah sebesar 3955.9795. Setelah Chi-Square atau uji kuadrat pada kolom

Hosmer and Lemeshove’ Ghozali (2011). Variabel independen dimasukkan, nilai dari

-2 Log Likelihood pada akhir menjadi 3391.2764. nilai -2 Log Likelihood yang

mengalami penurunan menunjukkan bahwa model regresi fit dengan data.

2. Uji Signifikan Parameter secara Simultan

Uji serentak adalah uji yang mempunyai fungsi dimana untuk mengetahui

signifikansi parameter pada konstanta secara keseluruhan. Dibawah ini adalah tabel

yang menggambarkan hasil dari uji serentak dengan Hipotesis :

H0 : β0 = β1= β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = β7 = β7 = β8 = 0 ( Tidak ada pengaruh

signifikan dari variabel independen secara simultan terhadap akses sanitasi layak

)
65

H1 : minimal terdapat satu βj ≠ 0 ( Minimal terdapat satu variabel penjelas yang

signifikan berpengaruh terhadap terhadap akses sanitasi layak)

j = 1,2,3,4,5,6,7

Keputusan tolak H0 jika G hitung > χ 2 0,05;7 atau p-value.

Berikut adalah ringkasan tabel untuk uji signifikansi parameter antara variabel

prediktor dengan sanitasi layak secara serentak.

Tabel 4.8 Tes Omnibus Koefisien Model

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 564.703 15 .000
Block 564.703 15 .000
Model 564.703 15 .000
Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Berdasarkan tabel 4.8 diperoleh nilai signifikansi model sebesar 0.000 karena

nilai ini lebih kecil dari 5% maka tolak H0 sehingga disimpulkan bahwa variabel bebas

yang digunakan, secara bersama-sama berpengaruh terhadap sanitasi layak terhadap

variabel prediktornya atau ada salah satu variabel prediktor yang berpengaruh.

Nilai 0,000 < 0,05 menunjukkan variabel independen memberikan pengaruh

nyata terhadap model, atau dengan kata lain model dinyatakan FIT atau Sesuai. Adanya

pengaruh yang signifikan dari tujuan variabel independen yaitu jumlah anggota rumah

tangga, umur kepala rumah tangga, jenis kelamin, pengeluaran rumah tangga, tingkat

pendidikan, kepemilikan asset, luas lantai, dan pekerjaan kepala rumah tangga secara

berama-sama dalam memprediksi sanitasi layak rumah tangga di Provinsi Gorontalo.

Agung (2107), menjelaskan nilai nagelkerke R Square merupakan nilai R

Square pada regresi linier. Variabel independen mampu menjelaskan variabel

independen yang terlihat dari nilai Square negelkerke sedangkan variabel independen

dijelaskan oleh faktor lain dalam persamaan hasil regresi logistik. Hosmer and

lemeshow test disajikan pada Tabel 4.9.


66

Tabel 4.9 Ringkasan Model

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke R


Step likelihood R Square Square
1 3391.276(a) .154 .223

Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Table 4.9 menunjukkan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,223 dan Cox &

Snell R Square 0,154 , yang menunjukkan bahwa kemampuan

variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen adalah sebesar 0,223 atau

22,3% dan terdapat 100% – 22,3% = 77,7% faktor lain di luar model yang menjelaskan

variabel dependen. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa dengan 8 variabel yaitu

jumlah anggota rumah tangga, umur kepala rumah tangga, jenis kelamin, pengeluaran

rumah tangga, tingkat pendidikan, kepemilikan asset, luas lantai, dan pekerjaan kepala

rumah tangga maka proporsi terhadap sanitasi layak rumah tangga dapat dijelaskan

sebesar 22,3%. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama,

kemungkinan representasi rumah tangga yang tinggal di daerah pedesaan lebih banyak

jika dibandingkan diperkotaan. Namun, efeknya tidak bisa akan ditentukan dalam

penelitian ini. Kedua, itu faktor peran masyarakat, pengetahuan masyarakat terkait

sanitasi layak dan pemerintah dalam sanitasi layak tidak dikaji dalam penelitian ini.

3. Uji Signifikan Parameter secara Parsial

Uji parsial dilakukan untuk melihat pengaruh setiap variabel prediktor terhadap

variabel respon. Pada uji diharapkan H0 akan ditolak sehingga variabel yang sedang

diuji masuk ke dalam model.

Uji signifikansi parameter digunakan untuk mengetahui apakah variabel-

variabel prediktor berpengaruh signifikan terhadap sanitasi layak. untuk mengetahui

variabel prediktor mana yang berpengaruh signifikan terhadap mengakses sanitasi,


67

maka dilakukan uji signifikansi parameter secara parsial dengan hipotesis sebagai

berikut.

H0: βj = 0 (variabel bebas ke j tidak mempunyai pengaruh secara signifikan

terhadap sanitasi layak.

H1 : βj ≠ 0 (variabel bebas ke j mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap

sanitasi layak).

Hipotesis akan ditolak jika p – value < α yang berarti variabel bebas Xj secara

parsial mempengaruhi sanitasi layak.

Tabel uji signifikansi parameter antara variabel prediktor dengan sanitasi layak

secara parsial disasikan pada table 4.10.


68

Tabel 4.10 Uji Signifikansi Parameter secara Parsial


Variabel Bebas B S.E. Wald df Sig.

Pendidikan_KRT 39.164 3 0.00

Pekerjaan 12.709 4 0.01

Rumah(1) 0.62 0.129 23.131 1 0.00

GK(1) -0.489 0.12 16.724 1 0.00

Status_Wilayah(1) -0.596 0.104 32.595 1 0.00

Jenis Kelamin 0.169 0.135 1.569 1 0.21

Luas Lantai 0.021 0.002 165.699 1 0.00

ART 3.725 2 0.16

Usia KRT 0.013 0.004 11.686 1 0.00

Constant -0.076 0.649 0.014 1 0.91

Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Dari 9 variabel yang diduga berpengaruh terhadap sanitasi layak ternyata hanya

7 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap sanitasi layak. yaitu variabel, Umur

KRT (X2), Kondisi Pengeluaran (X4), Pendidikan (X5), Status Kepemilikan Tempat

Tinggal (X6), Status Pekerjaan (X7), Luas Lantai (X8), dan status wilayah (X9)

mempunyai nilai P-value (Sig) yang kurang dari 0,05. Sehingga dapat diputuskan tolak

Ho yang artinya bahwa variabel X2, X4, X5, X6, X7, X8 dan X9 berpengaruh

signifikan terhadap sanitasi layak. Sedangkan variabel Jumlah Anggota Rumah Tangga

(X1) dan jenis kelamin (X3) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap sanitasi

layak.

4. Odds Ratio

Secara umum, rasio peluang (odds ratios) merupakan sekumpulan peluang yang

dibagi oleh peluang lainnya. Rasio peluang bagi prediktor diartikan sebagai jumlah

relatif dimana peluang hasil meningkat (rasio peluang>1) atau turun (rasio peluang
69

prediktor meningkat sebesar 1 unit. Odds ratio pada SPSS dilambangkan dengan

Exp(B). Tabel 4.11 menunjukkan nilai odds ratio sebagai berikut .

Tabel 4.11 Odds Ratio

Variabel Bebas B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Pendidikan_KRT 39.164 3 0.000
Pendidikan_KRT(1) -1.257 0.271 21.535 1 0.000 0.284
Pendidikan_KRT(2) -0.902 0.297 9.22 1 0.002 0.406
Pendidikan_KRT(3) -0.717 0.282 6.447 1 0.011 0.488
Pekerjaan 12.709 4 0.013
Pekerjaan(1) 1.171 0.547 4.584 1 0.032 3.226
Pekerjaan(2) 0.54 0.518 1.087 1 0.297 1.716
Pekerjaan(3) 0.694 0.522 1.764 1 0.184 2.001
Pekerjaan(4) 0.663 0.534 1.543 1 0.214 1.941
Rumah(1) 0.62 0.129 23.131 1 0.000 1.859
GK(1) -0.489 0.12 16.724 1 0.000 0.613
Status_Wilayah(1) -0.596 0.104 32.595 1 0.000 0.551
Jenis Kelamin KRT 0.169 0.135 1.569 1 0.210 1.185
Luas Lantai 0.021 0.002 165.699 1 0.000 1.021
ART 3.725 2 0.155
ART(1) -0.165 0.19 0.756 1 0.385 0.848
ART(2) 0.015 0.182 0.007 1 0.933 1.015
Usia KRT 0.013 0.004 11.686 1 0.001 1.013
Constant -0.076 0.649 0.014 1 0.906 0.926
Sumber : Data Sekunder diolah 2021

Tabel 4.11 menunjukkan besarnya pengaruh dari tiap-tiap variabel prediktor

terhadap sanitasi layak yang diinterpretasikan sebagai berikut.

a. Umur

Umur Kepala Rumah Tangga 1,013 kali cenderung memiliki pengaruh terhadap

sanitasi layak

b. Pengeluaran

Rumah tangga dengan pengeluaran diatas garis kemiskinan memiliki peluang

0,613 kali terhadap sanitasi layak dibandingkan dengan rumah tangga yang

pengeluarannya dibawah garis kemiskinan.

c. Pendidikan
70

Rumah tangga dengan pendidikan kepala rumah tangga PT/sederajat memiliki

peluang 0,488 kali terhadap sanitasi layak dibandingkan dengan kepala rumah tangga

yang berpendidikan SMA/sederajat dan SMP/sederajat.

d. Kepemilikan Aset

Rumah tangga yang memiliki rumah dengan status milik sendiri memiliki

peluang 1,859 kali terhadap sanitasi layak dibandingkan rumah tangga yang status

kepemilikan rumah bukan milik sendiri.

e. Status Pekerjaan

Status pekerjaan kepala rumah tangga berusaha memiliki peluang 3,226 kali

terhadap akses sanitasi layak dibandingkan rumah tangga dengan status pekerjaan

kepala rumah tangga sebagai buruh/Karyawan, pekerja bebas, dan pekerja keluarga.

f. Luas Lantai

Luas lantai yang dimiliki rumah tangga berpengaruh 1,021 kali terhadap akses

sanitasi layak.

g. Status wilayah

Status wilayah perkotaan berpengaruh 0,551 kali terhadap sanitasi layak

dibandingkan status wilayah perdesaan

Setelah dilakukan pengujian serentak, maka diperoleh model regresi logistik

sebagai berikut :

𝑔(𝑥 ) = −0.076 + 0.013𝑋2 − 0.489𝑋4 − 1.257𝑋5 + 0.62𝑋6 + 1.171𝑋7 + +

+ +0.021𝑋8 − 0.596𝑋9

dan model regresi logistiknya adalah:

𝑒 −0.076+0.013𝑋2−0.489𝑋4−1.257𝑋5+0.62𝑋6+1.171𝑋7++++0.021𝑋8−0.596𝑋9
π(x) =
1 + 𝑒 −0.076+0.013𝑋2−0.489𝑋4−1.257𝑋5+0.62𝑋6+1.171𝑋7++++0.021𝑋8−0.596𝑋9
71

B. Pembahasan

Pemerintah melanjutkan program peningkatan kesehatan sesuai dengan arah

Sustainable Development Goals (SDGs)/ Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)

yang merupakan lanjutan dari MDGs. Tujuan TPB yang keenam yang harus dipenuhi

pemerintah adalah menjamin ketersediaan dan pengelolaan air bersih dan sanitasi

berkelanjutan untuk semua.

Begitu besarnya pengaruh lingkungan terutama terhadap kesehatan, maka perlu

dilakukan upaya kesehatan lingkungan dan sanitasi lingkungan. Salah satu aspek

penting dalam penciptaan sanitasi lingkungan yang layak yakni kesadaran dari

masyarakat. Dimana aspek ini dapat terlihat dari baiknya kondisi faktor demografi dan

sosial ekonomi masyarakat.

Berdasarkan hasil pengujian dengan Model Regresi Biner dapat dijelaskan

dengan menggunakan hipotesis yang telah disusun sebelumnya dan teori yang ada.

Pembahasan mengenai hasil analisis regresi logistik biner di atas dapat dijabarkan

sebagai berikut ini:

1. Pengaruh Jumlah Anggota Rumah Tangga Terhadap Sanitasi Lingkungan Yang

Layak Di Provinsi Gorontalo

Anggota rumah tangga adalah semua orang yang bertempat tinggal disuatu

rumah, baik yang berada di rumah pada waktu pencacahan maupun yang sementara

tidak ada (Mantra, 2003).

Gambar 4.1 persentase jumlah anggota rumah tangga menunjukkan bahwa

50,19 persen rumah tangga di Provinsi Gorontalo memiliki jumlah anggota rumah

tangga sebanyak 4-6 orang, rumah tangga yang memiliki jumlah anggota rumah tangga

1-3 orang sebesar 43,12 persen sedangkan yang memiliki jumlah anggota rumah tangga

lebih dari 7 orang sebesar 6,58 persen.


72

Berdasarkan hasil uji parsial tolak hipotesis nol (Ho) jika nilai p-value

signifikan < 0,05. Jumlah anggota rumah tangga diperoleh p-value 0.155 artinya tidak

adanya pengaruh jumlah anggota rumah tangga terhadap sanitasi layak di provinsi

Gorontalo. Hal ini dapat terjadi karena berapapun jumlah anggota rumah tangga jika

tidak ada kesadaran dari individu itu sendiri maka kepemilikan sanitasi layak pada

rumah tangga itu tidak akan terpenuhi. Jumlah anggota rumah tangga yang sedikit tidak

bisa menjamin bahwa rumah tangga itu memiliki kesadaran akan sanitasi layak

begitupun sebaliknya. Peningkatan jumlah anggota rumah tangga harus dibarengi

dengan pengetahuan dan peningkatan penghasilan rumah tangga agar sanitasi layak

dapat terpenuhi.

Hal ini sejalan dengan penyataan (Sitindaon 2002:25) Pertambahan jumlah

anggota keluarga yang tidak terkendali akan berpengaruh terhadap keluarga itu sendiri

khususnya dalam segi sanitasi lingkungan, karena pertambahan anggota keluarga harus

di sertai dengan kenaikan tingkat pendapatan kepala keluarga agar semua anggota

keluarga dapat memperoleh kehidupan yang layak. Dengan demikian pertambahan

anggota keluarga memperbesar konsumsi rumah tangga yang baik berupa sandang,

pangan, pendidikan dan sebagainya. Menurut penelitian Slamet Riyanto,dkk (2018)

jumlah anggota keluarga tidak berkontribusi terhadap sanitasi lingkungan .

2. Pengaruh Umur Kepala Rumah Tangga Terhadap Sanitasi Lingkungan Yang

Layak Di Provinsi Gorontalo

Berdasarkan hasil penelitian , hasil uji parsial tolak hipotesis nol (H0) jika nilai

p-value signifikan <0,05. Umur kepala rumah tangga diperoleh signifikan 0.001 artinya

adanya pengaruh, dengan nilai odds ratio sebesar 1,013 kali artinya umur kepala rumah

tangga memiliki kecenderungan akses sanitasi layak rumah tangga 1,013 kali. Hal ini
73

dapat terjadi karena semakin tinggi usia kepala rumah tangga maka semakin tinggi pula

pengetahuan dan informasi yang diperoleh terkait sanitasi layak.

Berdasarkan hasil olah data pada tahun 2020 kepala rumah tangga di Provinsi

Gorontalo 89,61 persen kepala rumah tangga masih berusia produktif 15-64 tahun, dan

10,39 persen usia tidak produktif. Hal ini berarti dengan umur KRT yang masih

produktif, KRT tersebut mempunyai peluang yang besar dalam memperoleh informasi

ataupun pengetahuan terkait sanitasi layak baik di lingkungan tempat tinggal,

lingkungan kerja maupun di lingkungan pendidikan. Selain itu juga umur kepala rumah

tangga yang masih tergolong muda biasanya berbeda pendapat dengan golongan umur

diatas rata-rata 25 tahun dalam hal memenuhi kebutuhan sanitasi layak. Informasi dan

pengetahuan terkait sanitasi layak sangat minim, mereka belum sadar akan pentingnya

kepemilikan sanitasi layak untuk kesehatan. Semakin bertambah usia KRT maka

semakin matang pula pola pikirnya.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gross dan Günther (2014)

di mana mereka menemukan hal positif dan hubungan yang signifikan secara statistik

antara usia kepala rumah tangga dan kemungkinan kepemilikan jamban. Menurut

Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan

lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Umur mempengaruhi daya tangkap dan pola

pikir seseorang. Semakin bertambah umur akan semakin berkembang pula daya

tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin banyak

(Notoatmodjo, 2003). Menurut Friedman dalam Nadirawati (2011:3), terdapat

hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya dimana peran

kepala keluarga sangat penting bagi setiap aspek kesehatan anggota keluarga.

3. Pengaruh Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga Terhadap Sanitasi Lingkungan

Yang Layak Di Provinsi Gorontalo


74

Berdasarkan hasil penelitian, hasil uji secara simultan semua variable bebas

secara bersama-sama berpengaruh terhadap sanitasi layak termasuk variable jenis

kelamin. Namun setelah dilakukan uji secara parsial variable jenis kelamin tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sanitasi layak di Provinsi Gorontalo.

Sehingga dapat dikatakan bahwa akses sanitasi layak tidak dipengaruhi oleh jenis

kelamin. Karena laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan yang sama tehadap

sarana sanitasi layak. Selain itu juga pada penelitian ini tidak menambahkan variabel

sikap KRT terhadap sanitasi layak, sehingga tidak bisa dilihat sejauh mana sikap KRT

yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan terhadap kepemilikan sanitasi

layak.

Gambar 4.2 menunjukkan responden kepala rumah tangga berjenis kelamin

laki-laki lebih banyak sebesar 86,24 persen sedangkan responden kepala rumah tangga

jenis kelamin perempuan sebesar 13,76 persen. Hal ini menunjukkan kepala rumah

tangga masih didominasi oleh laki-laki. Sehingga peran perempuan dalam hal

pengambil kebijakan di rumah tangga terkait sanitasi layak sangat kecil karena

perempuan masih diberi tugas untuk mengurus rumah tangga.

Hal ini sejalan dengan Hikmah dan Pranowo (2012) perempuan tugasnya hanya

mengurus rumah tangga, seperti mengurus suami, anak dan memasak, sedangkan yang

sifatnya menghasilkan pendapatan masih merupakan wewenang suami, dan aktifitas

lain yang menjadi sumber paparan patogen, dan berbagai bahan kimia dalam rumah

tangga.

4. Pengaruh Pengeluaran Rumah Tangga Terhadap Sanitasi Lingkungan Yang

Layak Di Provinsi Gorontalo


75

Menurut Muhamad Abdul Halim pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu

pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli barang-barang dan jasa-

jasa untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam suatu periode tertentu.

Studi ini mengelompokan tingkat pengeluaran berdasarkan pengeluaran garis

kemiskinan. Berdasarkan hasil penelitian ini, pengeluaran berpengaruh signifikan

terhadap kualitas sarana sanitasi layak rumah tangga yang dimiliki oleh responden (p <

0,05). Nilai odds ratio menunjukkan bahwa, rumah tangga dengan pengeluaran diatas

garis kemiskinan memiliki peluang 0,544 kali terhadap sanitasi layak dibandingkan

dengan rumah tangga yang pengeluarannya dibawah garis kemiskinan. Berdasarkan

data Susenas tahun 2020 di Provinsi Gorontalo proporsi pengeluaran rumah tangga

miskin proporsi pengeluaran makanannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan

pengeluaran non makanan. Menurut hukum Engel (Engel law) yang menjelaskan

bahwa pada penduduk yang lebih sejahtera, proporsi pengeluaran konsumsi untuk

makanan akan menurun, sebaliknya proporsi pengeluaran untuk konsumsi bukan

makanan akan mengalami peningkatan. Hal ini berarti pengeluaran rumah tangga yang

berada dibawah garis kemiskinan di Provinsi Gorontalo lebih mengutamakan

pengeluaran kebutuhan pokok (makanan) dibandingkan pengeluaran untuk investasi

sarana sanitasi. Sedangkan rumah tangga dengan pengeluaran diatas garis kemiskinan

proporsi pengeluaran non makanan lebih besar dibandingkan makanan. Sehingga

rumah tangga dengan pengeluaran diatas garis kemiskinan mempunyai peluang yang

lebih besar dalam pemenuhan sanitasi layak.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Jenkins & Curtis, 2005; Biran

dkk., 2011; Thitu dkk., 2016; Novotny dkk., 2017; Novotny dkk., 2018; Wijk-Sijbesma,

1998 penelitian terkait kondisi sarana sanitasi rumah tangga dan kemampuan finansial

rumah tangga telah menggambarkan bahwa rumah tangga miskin cenderung


76

memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar dan permasalahan rumah tangga lainnya,

dan tidak pada investasi sanitasi. Kemiskinan juga telah dibuktikan dapat menekan

permintaan sanitasi (Gross & Gunther, 2014). Apriyanti dkk. (2019) melaporkan bahwa

responden yang tidak memanfaatkan jamban rumah tangga lebih banyak ditemukan

pada kelompok berpenghasilan rendah. Kecenderungan yang terjadi yaitu semakin

miskin kondisi rumah tangganya maka akses untuk mendapatkan kehidupan layak

semakin sulit. Sebaliknya, pada kondisi rumah tangga yang lebih sejahtera, maka ada

peluang terhadap perbaikan sanitasi.

5. Pengaruh Pendidikan Kepala Rumah Tangga Terhadap Sanitasi Lingkungan

Yang Layak Di Provinsi Gorontalo

Berdasarkan hasil penelitian ini, pendidikan berpengaruh signifikan terhadap

kualitas sarana sanitasi layak rumah tangga yang dimiliki oleh responden (p < 0,05).

Nilai Odds Ratio menunjukkan kepala rumah tangga dengan pendidikan Perguruan

Tinggi/sederajat 0,470 kali berpengaruh terhadap sanitasi layak dibandingkan kepala

rumah tangga yang berpendidikan SMA/sederajat dan kurang dari SMP.

Hal ini dapat disebabkan karena tingkat pendidikan dapat mempengaruhi sejauh

mana wawasan, pengetahuan, dan pola pikir mereka. Semakin tinggi pendidikan

seseorang maka semakin mudah seseorang untuk menerima informasi-informasi baru

yang sifatnya membangun seperti informasi tentang pentingnya sarana sanitasi layak

bagi kesehatan keluarga, kriteria sarana sanitasi layak yang memenuhi persyaratan

kesehatan, opsi-opsi jamban sehat, dan lain sebagainya. Hal ini tentunya akan lebih

memotivasi seseorang untuk menyediakan dan meningkatkan kualitas sarana sanitasi

layak di rumah tempat tinggalnya. Selain itu juga semakin tinggi tingkat pendidikan

kepala rumah tangga dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk menganalisis dan

mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan logis ilmiah yang


77

dapat dipertanggung jawabkan, demikian pula sebaliknya. Keputusan-keputusan

tersebut selanjutnya akan mempengaruhi perilaku kepala rumah tangga termasuk

berperilaku untuk meningkatkan kualitas sarana sanitasi layak rumah tinggalnya demi

kesehatan keluarga dan lingkungannya.

Hal ini sejalan dengan penelitian Tirta (2006), Semakin tinggi tingkat

pendidikan, semakin tinggi tingkat kepemilikan jamban. Menurut Yonatan (2021)

Pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kualitas sarana sanitasi dasar rumah

tinggal yang dimiliki oleh responden. Hal ini dapat disebabkan karena tingkat

pendidikan formal responden dapat mempengaruhi sejauh mana wawasan,

pengetahuan, dan pola pikir mereka. Hal serupa juga dikemukakan oleh Notoatmojo

(2010) makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga

semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya sehingga individu lebih sadar dan

peduli akan kesehatan lingkungannya.

6. Pengaruh Kepemilikan Aset Rumah Tangga Terhadap Sanitasi Lingkungan Yang

Layak Di Provinsi Gorontalo

Seberapa banyak kepemilikan aset keluarga akan mempengaruhi terhadap status

sosial ekonomi keluarga di masyarakat. Keluarga yang memiliki rumah sendiri dengan

kualitas yang bagus dan luas dapat dikatakan status sosial ekonominya termasuk

kategori tinggi, akan tetapi keluarga yang memiliki rumah tapi menyewa kepada orang

lain dengan kualitas rumah yang sederhana maka tingkat status sosial ekonominya

termasuk kategori rendah. Dilihat dari persentase status kepemilikan rumah, rumah

dengan status kepemilikan milik sendiri lebih banyak yaitu 82,23 persen dibandingkan

rumah bukan milik sendiri. Ini menandakan status sosial ekonomi masyarakat di

Provinsi Gorontalo sudah tergolong tinggi. Dengan status kepemilikan rumah milik
78

sendiri, membuat masyarakat lebih mudah menyediakan sanitasi layak di rumah

tangganya.

Penelitian ini mengelompokkan kepemilikan asset berdasarkan status

kepemilikan rumah milik sendiri dan bukan milik sendiri. Berdasarkan hasil penelitian,

rumah tangga dengan status kepemilikan rumah milik sendiri berpengaruh secara

signifikan terhadap sanitasi layak sebesar 2.056 kali dibandingkan rumah tangga yang

memiliki rumah dengan status kepemilikan bukan milik sendiri. Hal ini disebabkan

karena rumah tangga yang memiliki rumah dengan status kepemilikan milik sendiri

akan lebih mudah menyediakan fasilitas sanitasi layak karena rumah yang ditempati

sudah milik sendiri, sehingga mereka akan menjaga dan merawat asset berupa rumah

tersebut dengan menyediakan fasilitas yang memadai bagi anggota rumah tangganya.

Sedangkan rumah tangga dengan status kepemilikan rumah bukan milik sendiri tidak

akan menyediakan fasilitas sanitasi layak karena merasa asset berupa rumah tersebut

bukan menjadi miliknya, sehingga mereka tidak akan menyediakan ataupun menjaga

fasilitas sanitasi tersebut.

Di Provinsi Gorontalo sendiri program penyediaan sanitasi layak yang

disediakan oleh pemerintah sudah ada dan menjangkau rumah tangga yang tidak

memiliki sanitasi layak. Namun sanitasi yang dibangun oleh pemerintah tersebut tidak

dijaga dan dirawat oleh masyarakat karena masyarakat menganggap fasilitas sanitasi

tersebut bukan menjadi milik mereka atau bukan asset rumah tangganya.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariwah dkk. (2017) dan

Munamati dkk., (2016) umumnya rumah tangga migran identik dengan status

kepemilikan sewa dengan kecenderungan memiliki sanitasi yang lebih rendah

dibanding rumah tangga permanen, dan tidak memberikan prioritas pada perbaikan

fasilitas. Di samping itu, pada penguasaan lahan rumah tangga cenderung tidak mau
79

berinvestasi untuk perbaikan sanitasi permanen (Munamati dkk., 2016). Rumah tangga

tidak mau memperbaiki fasilitas sanitasi jika rumah yang ditempati bukan merupakan

rumah milik sendiri. Karena rumah yang ditempati bukan menjadi asset dari rumah

tangga tersebut.

7. Pengaruh Pekerjaan Kepala Rumah Tangga Terhadap Sanitasi Lingkungan

Yang Layak Di Provinsi Gorontalo

Golongan sosial ditunjukkan dengan adanya perbedaan mata pencaharian yang

berpengaruh pada kemampuan ekonomi. Pekerjaan kepala rumah tangga memiliki

pengaruh secara signifikan dengan sarana sanitasi layak rumah tangga yang dimilikinya

(p < 0,05).

Dilihat dari nilai Odds Ratio, pekerjaan kepala rumah tangga dengan status

berusaha cenderung memiliki akses ke sanitasi layak yaitu 2.815 kali dibangkan dengan

status pekerjaan kepala rumah tangga sebagai buruh/karyawan, pekerja bebas dan

pekerja keluarga serta kepala keluarga yang tidak bekerja. Hal ini dapat terjadi karena

dengan pekerjaan yang lebih baik menyebabkan kepala rumah tangga mendapatkan

penghasilan yang lebih tinggi, dengan penghasilan yang lebih tinggi memungkinkan

kepala rumah tangga mampu membangun atau menyediakan sarana sanitasi layak

rumah tinggal yang lebih baik dan berkualitas. Rendahnya penghasilan merupakan

rintangan bagi kepala rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan sanitasi layak.

Hal ini sejalan dengan penelitian Ningrum (2013) yang meneliti sanitasi dasar

pengelolaan limbah rumah tangga yang menunjukkan bahwa sebagian besar rumah

tangga yang memiliki sarana sanitasi layak adalah kepala keluarga dengan penghasilan

di atas rata-rata, sedangkan penghasilan yang kurang dari rata-rata hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja. Hal serupa juga dikemukakan oleh
80

Yonathan (2021) pekerjaan dan penghasilan responden memiliki pengaruh secara

signifikan dengan kualitas sarana sanitasi dasar rumah tinggal yang dimilikinya, dengan

pekerjaan yang lebih baik menyebabkan responden mendapatkan penghasilan yang

lebih tinggi.

8. Pengaruh Luas Lantai Rumah Tangga Terhadap Sanitasi Lingkungan Yang

Layak Di Provinsi Gorontalo

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa luas lantai rumah berpengaruh secara

signifikan terhadap sanitasi layak di Provinsi Gorontalo. Berdasarkan nilai Odds Ratio,

Luas lantai rumah tangga berpengaruh 1.021 kali terhadap sanitasi layak di Provinsi

Gorontalo. Dengan lantai rumah yang luas, kepala rumah tangga akan lebih mudah

dalam menyediakan sanitasi layak karena masih ada ruang untuk membangun sanitasi

layak. Sedangkan rumah tangga yang memiliki luas rumah kecil, mereka akan lebih

mengutamakan membangun rumah untuk kebutuhan tempat tinggal seperti kamar tidur,

ruang tamu, dapur daripada pemenuhan sanitasi layak karena terbatas oleh luas lahan.

Selain itu rumah yang sehat juga harus memperhatikan kepadatan penghuninya.

Selain tidak nyaman, rumah yang jumlah penghuninya tidak sebanding dengan luas

rumah juga tidak sehat, baik secara fisik maupun sosial. Setiap orang yang tinggal

dalam rumah membutuhkan O2 yang cukup. Jika penghuni terlalu banyak, maka

kebutuhan O2 tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan setiap penghuni secara

sehat. Selain itu, rumah yang terlalu padat (overcrowded) lebih memungkinkan

terjadinya penularan berbagai jenis penyakit. Karena itu, luas bangunan yang optimum

adalah apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk tiap orang. Sehingga luas rumah

sangat berpengaruh terhadap penyediaan sanitasi layak.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Tirta, 2006 yang mengatakan bahwa bila

lahan tidak ada, pemilik rumah memilih untuk tidak membangun jamban di rumah.
81

Semakin luas bangunan rumah maka semakin tinggi juga tingkat kepemilikan jamban.

Luas rumah dan lahan tampaknya menjadi faktor penting dalam menentukan

kepemilikan jamban.

9. Pengaruh Status Wilayah Tempat Tinggal Terhadap Sanitasi Lingkungan Yang

Layak Di Provinsi Gorontalo

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status wilayah berpengaruh signifikan

terhadap sanitasi layak. Berdasarkan nilai Odds Ratio, status wilayah berpengaruh

0.551 kali terhadap sanitasi layak di Provinsi Gorontalo. Hal ini disebabkan di daerah

pedesaan masyarakat cenderung kurang pengetahuan terkait sanitasi layak karena

kurangnya informasi-informasi terkait sanitasi layak di perdesaan. Sedangkan

masyarakat di perkotaan akan lebih mudah mendapatkan informasi-informasi terkait

sanitasi layak baik melalui internet, media massa maupun televisi karena sarana dan

prasarana yang mendukung. Selain itu juga persentase rumah tangga miskin lebih

banyak berada di perdesaan daripada di perkotaan. Sehingga rumah tangga miskin di

perdesaan mengalami kesulitan dalam penyediaan sanitasi layak karena masih

mengutamakan pengeluaran makanan daripada investasi ke sanitasi layak.

Hal ini sejalan dengan penelitian Tri Noviyanti (2019) yang mengatakan bahwa

sarana sanitasi dan ketersediaan air bersih di wilayah perkotaan lebih baik daripada di

wilayah perdesaan. Di wilayah perdesaan mayoritas pembuangan tinja tidak saniter

atau tanpa jamban/buang air besar sembarangan, pembuangan sampah dilakukan

sdengan membuang ke dalam lubang tanah atau dibakar, saluran pembuangan air

limbah masih terbuka, dan sumber air adalah sumur gali sebagai sumber air bersih.

Menurut Hasil studi oleh Fenny Raharyanti memperlihatkan bahwa mayoritas

masyarakat bertempat tinggal di perdesaan, dan juga mempengaruhi kepemilikan

sanitasi layak.
BAB 5
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan

penelitian berikut ini:

1. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel umur kepala

rumah tangga, pengeluaran rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga,

pekerjaan kepala rumah tangga, kepemilikan asset, luas lantai dan status

wilayah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas sarana sanitasi

layak yang dimiliki responden, sedangkan variabel jumlah anggota rumah

tangga dan jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan.

2. Berdasarkan pengujian variable-variabel penelitian dengan model regresi

logitik biner diketahui bahwa jumlah anggota rumah tangga, umur kepala rumah

tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, pengeluaran rumah tangga,

pendidikan kepala rumah tangga, pekerjaan kepala rumah tangga, kepemilikan

asset, luas lantai rumah tangga dan status wilayah tempat tinggal memberikan

pengaruh secara serentak atau simultan terhadap kualitas sarana sanitasi layak

rumah tinggal yang dimiliki responden

B. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, maka saran yang diajukan oleh peneliti

sebagai berikut:

82
83

1. Pemerintah Provinsi Gorontalo perlu meningkatkan cakupan kepemilikan


sanitasi layak yang belum menyeluruh dengan berbagai cara, antara lain

memperkenalkan masyarakat dengan program nasional bertajuk Penyediaan

Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Program ini

melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama dan penanggung jawab kegiatan

serta pengelola sarana air minum dan sanitasi.

2. Pemerintah ataupun Dinas Kesehatan sebaiknya melakukan penelusuran

kembali keberadaan rumah dan kondisi sanitasi, yang sudah baik

dipertahankan, yang belum baik dilakukan pengarahan ataupun penanganan

yang efektif.

3. Pendidikan di Provinsi Gorontalo menunjukkan masih banyak kepala rumah

tangga yang berpendidikan dibawah SD. Oleh karena itu, pemerintah dapat

meningkatkan pencapaian pendidikan masyarakat Provinsi Gorontalo,

sehingga dalam jangka panjang dapat meningkatkan akses masyarakat

terhadap fasilitas sanitasi yang lebih baik. Semakin tinggi pendidikan

seseorang semakin tinggi juga pengetahuan dan kesadaran akan sarana

sanitasi layak.

4. Pemerintah Provinsi Gorontalo dapat meningkat kesempatan kerja untuk

meningkatkan pendapatan dan penghidupan ekonomi masyarakat sehingga

mereka mampu untuk menyediakan fasilitas sanitasi yang layak. Ini mungkin

jalur untuk meningkatkan akses menyiratkan bahwa diperlukan upaya dari

banyak pemangku kepentingan


84

5. Pemerintah provinsi Gorontalo agar menghimbau pentingnya sarana sanitasi

layak dilakukan secara menyeluruh di setiap wilayah, terutama di perdesaan,

karena persentase penduduk miskin di perdesaan masih tinggi. Karena

penduduk miskin masih memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pokok

daripada kebutuhan investasi terutama penyediakan sarana sanitasi layak.

6. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan metode dan variabel lainnya

sehingga diperoleh temuan yang lebih bervariasi dan lebih baik dalam

menjelaskan sanitasi layak, misalnya peran masyarakat, peran pemerintah

dan pengetahuan masyarakat terkait sanitasi layak.

7. Kepada masyarakat sebaiknya lebih menjaga fasilitas sanitasi layak yang

sudah dibangun dan disediakan oleh pemerintah agar fasilitas tersebut bisa

digunakan dalam jangka panjang, sehingga target sanitasi layak dapat

terpenuhi.

8. Perlu adanya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam penyediaan

sanitasi layak dalam rumah tangga.


DAFTAR PUSTAKA

Adams, E. A., Boateng, G. O., & Amoyaw, J. A. 2015. Socioeconomic and


Demographic Predictors of Potable Water and Sanitation Access in
Ghana. Social Indicators Research, 1-15. doi: 10.1007/s11205-015-0912-
y

Agresti, A., 1990, Categorical Data Analysis, New York: John Wiley & Sons, Inc.

Akdon dan Riduwan. 2008. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung:
Alfabeta.

Al Rasyid, Harun. 2013. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala.


Bandung: Universitas Padjadjaran.

Anwar, Sanusi. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Apriyanti, L., Widjanarko, B., & Laksono, B. (2019). Faktor-faktor yang


memengaruhi pemanfaatan jamban keluarga di Kecamatan Jatibarang
Kabupaten Brebes. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 14(1), 1-14.
https://doi.org/10.14710/jpki.14.1.1-14

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.

Asmadi, Khayan dan Kasjono H.S. 2011. Teknologi Pengolahan Air Minum.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Astrawan, G., Nuridja M., Dunia K. 2014. Analisis Sosial-Ekonomi Penambang


Galian C di Desa Sebudi Kecamatan Selat Kabupaten KarangasemTahun
2013. Jurnal Pendidikan Ekonomi Undiksha.

Azwar, Asrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Rupa


Aksara

Azwar, Saifuddin. 2016. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakrta :


Pustaka Pelajar.

Bachtiar, Gade. 2016. Higiene dan Sanitasi pada Pembuatan Jamu Gendong.
Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan R.I

Badan Pusat Statistik. (2016). Mewujudkan Aksesibilitas Air Minum dan Sanitasi
Yang Aman dan Berkelanjutan Bagi Semua 2015. Jakarta.

77
78

Badan Pusat Statistik (BPS). (2019). Paparan: Akses sanitasi layak (2020-2024).
BPS RI.

Badan Pusat Statistik. (2020). Buku 4 Konsep dan Definisi Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) Maret 2020. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2020). Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Tahun 2020 [set data]. Gorontalo.

Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional – The National Planning


Agency). (2012). Laporan pencapaian millennium development goals – A
report on the achievement of the Millennium Development Goals.
Jakarta: Bappenas.

Battersby, S. (2017). Historical context, philosophy and principles of


environmental health. In S. Battersby (Ed.), Clay’s handbook of
environmental health (pp. 1-59). Routledge.
https://doi.org/10.4324/9781315675688

Beni, Martinus Tulit; IGB Arjana dan Ruslan Ramang. 2014. Pengaruh Faktor-
Faktor Sosial-Ekonomi Terhadap Perilaku Pengelolaan Sampah
Domestik Di Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ilmu Lingkungan Volume 12
Issue 2: 105-117.

Biran, A., Jenkins, M. W., Dabrase, P., & Bhagwat, I. (2011). Patterns and
determinants of communal latrine usage in urban poverty pockets in
Bhopal, India. Tropical Medicine & International Health, 16(7), 854-862.
https://doi.org/10.1111/j.1365- 3156.2011.02764.x

Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 11, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, Cet. 1,
1990

Entjang, Indan. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit Alumni.

Francisco, J. P. S. 2014. Why households buy bottled water: a survey of


household perceptions in the Philippines. International Journal of
Consumer Studies, 38(1), 98-103. doi: 10.1111/ijcs.12069

Gerungan. 2009. Psikologi Sosial. Bandung : Refika Aditama.

Glosarium, Bank Indonesia (2021). Diakses pada Oktober 2021, dari


https://www.bi.go.id/id/glosarium.aspx

Gross, E., & Günther, I. 2014. Why do households invest in sanitation in rural
Benin: Health, wealth, or prestige.Water Resources Research, 50(10),
8314- 8329. doi: 10.1002/2014wr015899
79

Halim, Abdul Muhamad. 2018. Teori Ekonomika edisi 1. Jakarta : Jelajah


Nusantara

Hertiawati, Neng dan Ikeu Kania. 2014. Pengaruh Kompetensi sumber daya
Manusia terhadap pelayanan pengendalian Pencemaran Air Limbah di
Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan Dan Pertamanan Kabupaten Garut.
Jurnal Pembangunan dan Kebijakan Publik Vol. 05; No. 01; Tahun 2014
Halaman 24-32

Hikmah, A.A., dan Pranowo, S.A., 2012. Peran Gender dalam Pengambilan
Keputusan Rumah Tangga Nelayan di Kota Semarang Utara,
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Sosek KP, Vol. 7 No. 1, hal. 113-125.

Hosmer, D.W. dan S. Lemeshow, (2000) : Applied Logistic Regression. Second


Edition, John Willey & Sons, New York.

Huda, N. 2016. Sanitasi MTS Nuris Antrigo. availabel at


http://megaayup.web.unej.ac.id/. diakses tanggal 3 Mei 2021

Irianti, Sri dan Puguh Prasetyoputra. 2015. Lingkungan, Demografi, Sosio-


Ekonomi Yang Berkorelasi Dengan Akses Ke Fasilitas Sanitasi Yang
Layak: Bukti Empiris Dari Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat.
Jurnal Kependudukan Vol. 10 No. 1 Juni 2015: 11-26

Jenkins, M. W., & Curtis, V. 2005. Achieving the ‘good life’: Why some people
want laterines in rural Benin. Social Science & Medicine, 61(11), 2446-
2459. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2005.04.03 6

Jenkins, M. W., &Scott, B. 2007. Behavioral indicators of household decision-


making and demand for sanitation and potential gains from social
marketing in Ghana. Social Science & Medicine, 64, 2427–2442. doi:
10.1016/j.socscimed.2007.03.010

Jenkins, M. W., & Cairncross, S. 2010. Modelling latrine diffusion in Benin:


towards a community typology of demand for improved sanitation in
developing countries. Journal of Water and Health, 8(1), 166- 183. doi:
10.2166/wh.2009.111

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun


2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2016. Jakarta.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. (2017). Metadata Indikator


Tujuan Pembangunan Berkelanjutan(TPB)/ Sustainable Development
Goals (SDGs) Indonesia Pilar Pembangunan Lingkungan Hidup. Jakarta.
80

Khoiron dan Dewi Rokhmah. 2015. Perilaku masyarakat dalam pengelolaan


sanitasi Lingkungan pemukiman di perkebunan kopi Kabupaten jember
(The Behaviour Of Society In The Management Of Environmental
Sanitation At Coffee Plantation Residence In Jember Regency). Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 18 No. 2 April 2015: 187–195

Koentjaraningrat. (2011). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Kusnoputranto, Haryoto. 2016. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Fakultas.


Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Mantra, Ida Bagoes. 2012. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mariwah, S., Hampshire, K., & Owusu-Antwi, C. (2017). Getting a foot on the
sanitation ladder: User statisfaction and willingness to pay for improved
public toilets in Accra, Ghana. Journal of Water Sanitation & Hygiene
for Development, 7(3), 528-534.
https://doi.org/10.2166/washdev.2017.007

Moh Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003.

Munamati, M., Innocent N., & Shepherd, M. (2016). Exploring the determinants
of sanitation success in Sub-Saharan Africa. Water Research, 103, 435-
443. https://doi.org/10.1016/j.watres.2016.07.030

Nadirawati. (2011). Hubungan dukungan keluarga dengan partisipasi keluarga


dalam program eliminasi (minum obat) filariasis di malasetra
Kabupaten Bandung.The soedirman journal of nursing.

Nasution. (2004). Metode Research : Penelitian Ilmiah. Jakarta : Bumi Aksara.

Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada.


Offset.

Notoatmodjo S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka


Cipta.

Novotný, J., Kolomazníková, J., & Humňalová, H. (2017). The role of perceived
social norms in rural sanitation: An explorative study from infrastructure-
restricted settings of South Ethiopia. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 14(7), 794.
https://doi.org/10.3390/ijerph14070794

Novotný, J., František, F., Hill, J. K. W.Kumar, A. (2018). Social determinants of


environmental health: A case of sanitation in rural Jharkhand. Science of
the Total Environment, 643(1), 762– 774. https://doi.org/
10.1016/j.scitotenv.2018.06.239
81

Nulwita Maliati. 2018. Gender dan Jenis Kelamin https://isnet.or.id/gender-dan-


jenis-kelamin/

Pemerintah Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang


Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta

Pemerintah Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang


Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 161. Sekretariat Negara
RI. Jakarta.

Purwanto, Slamet, Sudiharjo, Bambang Ristanto, dkk. 2011. Penyediaan Air


Bersih, Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat
Pendidikan dan Latihan Pegawai, Departemen Kesehatan RI:Jakarta.

Phillip M Hauser & Otis Dudley Duncan, The Development and Status of
American Demography, University of Chicago Press, Chicago, 1959

Rianto, Slamet dan Nefilinda. 2018. Faktor Yang Mempengaruhi Sanitasi


Lingkungan Permukiman Di Nagari Aur Begalung Talaok Kecamatan
Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Spasial Nomor 2, Volume 5.

Riyadi dan Bratakusumah, Deddy. 2014. Perencanaan Pembangunan Daerah:


Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Saaludian, Anwar. 2009. Studi Lingkungan Perairan air Sungai di Kecamatan


Gambut dan Kertak Hanyu Kalimantan Selatan, Jakarta, Jurnal
Lingkungan dan Pembangunan. Hlm 183 –192.

Sabarno, Hari. 2008. Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa.


Jakarta: Sinar Grafika.

Santrock, J. 2007. Life-span development: Perkembangan masa hidup, edisi 5,jilid


II (Terjemahan Juda Damanik & Achmad Chusairi). Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul, M. 2018. Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota
Padang Tahun 2018.

Setiawan, Moch Fathoni. 2010. Tingkat Kebisingan Pada Perumahan di


Perkotaan, No. 2 Vol.12, Juli 2010, hal 191-200.

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta : Raja Grafindo.


Persada.
82

Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito

Sudiharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan


Transkultural. Jakarta: EGC

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Sunjoyo, dkk. 2013. Aplikasi SPSS untuk Smart Riset. Bandung: Alfabeta

Suparyanto. 2011. Pengertian Keluarga http://dr-suparyanto.blogspot.com/


2011/10/pengertian-keluarga.html

Suryo Pambudi, Yonathan dan Elvis Umbu Lolo. 2021. Analisis Pengaruh Umur,
Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan, Dan Jenis Kelamin Terhadap
Kualitas Sarana Sanitasi Dasar Rumah Tinggal. Jurnal Kesehatan
Kusuma Husada. Universitas Kristen Surakarta

Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI.

Thitu, A., K., and Afullo A. (2016). Factors influencing latrine coverage among
the Maasai of Ildamat Location Kajiado District. Developing Country
Studies, 6(11), 22-27. https://www.iiste.org/Journals/index.php/DCS/a
rticle/view/33893

Tirta, I.G., (2006), Pengaruh Beberapa Jenis Media Tanam dan Pupuk Daun
Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Anggrek Jamrud (Dendrobium
macrophyllum A. Rich.), Jurnal Biodiversitas, 7 (1) : 81-84.

Umar. 2013. Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan, Ujung Pandang, FKM Unhas.

Ummanah. 2018. Komunikasi Kampanye pemeliharaan kebersihan Lingkungan


Terhadap Sikap dan Perilaku pedagang kaki Limadi Kota Ambon. Jurnal
Komunikologi Volume 15 Nomor 2

Valentina Sidabutar, Noviyati; Chotib. 2020. Hubungan Migrasi Terhadap


Tingkat Kualitas Sarana Sanitasi Rumah Tangga Di Jakarta: Analisis
Data Mikro Susenas 2017. Jurnal Kependudukan Indonesia Volume 15
No. 2 Desember 2020, hal 165-182.

Wardhaugh, Ronald. 2002. An Introduction to Sociolinguistics. (4th ed). Oxford:


Blackwell Publishe

Wawan, A dan Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Perilaku
Manusia Dilengkapi Contoh Kuesioner.
83

Wijk-Sijbesma, C. V. (1998). Gender in water resources management, water


supply and sanitation: Roles and realities revisited. IRC International
Water and Sanitation Centre.
https://www.ircwash.org/sites/default/files/Wijk -1998-GenderTP33-
text.pdf

Woodcock, Jimmy .2011. Air untuk Kehidupan. Dalam Harian Kompas 14


Januari 2013.

World Health Organization-United Nations Children’s Fund [WHO-UNICEF]


Joint Monitoring Programme (JMP). (2019). Progress on household
drinking water, sanitation and hygiene 2000-2017: Special focus on
inequalities.

Wright, J., & Gundry, S. W. 2009. Household characteristics associated with


home water treatment: an analysis of the Egyptian Demographic and
Health Survey. Journal of Water and Health, 7(1), 21-29. doi:
10.2166/wh.2009.056

Yonathan Suryo Pambudi, Elvis Umbu Lolo. 2021 Analisis Pengaruh Umur,
Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan, Dan Jenis Kelamin Terhadap
Kualitas Sarana Sanitasi Dasar Rumah Tinggal. Jurnal Kesehatan
Kusuma Husada – Januari 2021 (hal 109)

Zurni. 1996. Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Rumah Tangga Dengan Sanitasi
Lingkungan Di Pinggiran Batang Arau DI Kecamatan Padang Selatan
LAMPIRAN 1: Analisis Data Hasil Penelitian

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 3387 100.0
Missing Cases 0 0.0
Total 3387 100.0
Unselected Cases 0 0.0
Total 3387 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


Sanitasi Tidak Layak 0
Sanitasi Layak 1

Iteration Historya,b,c

-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant
Step 1 3959.665 .917
0 2 3955.980 .990
3 3955.979 .991
4 3955.979 .991
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 3955.979
c. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea,b

Predicted

Kelayakan Sanitasi
Sanitasi Sanitasi Percentage
Observed Tidak Layak Layak Correct
Step 0 Kelayakan Sanitasi Sanitasi Tidak Layak 0 917 .0
Sanitasi Layak 0 2470 100.0
Overall Percentage 72.9
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500

99
100

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Constant .991 .039 656.570 1 .000 2.694

Iteration Historya,b,c,d

Coefficients
-2 Log Pendidikan_ Pendidikan_ Pendidikan_ Status_
Iteration likelihood Constant r405(1) r407 Rumah(1) ART(1) ART(2) KRT(1) KRT(2) KRT(3) Pekerjaan(1) Pekerjaan(2) Pekerjaan(3) Pekerjaan(4) GK(1) Wilayah(1) r1804
Step 1 3553.229 .262 .119 .011 .405 -.188 -.025 -.497 -.230 -.117 .509 .192 .305 .229 -.566 -.328 .006
1 2 3416.569 -.028 .158 .013 .580 -.199 -.006 -.881 -.531 -.374 .935 .401 .542 .490 -.529 -.511 .015
3 3395.055 -.103 .168 .013 .617 -.172 .011 -1.164 -.809 -.628 1.135 .517 .669 .636 -.494 -.583 .020
4 3394.393 -.079 .169 .013 .620 -.165 .015 -1.252 -.897 -.712 1.170 .539 .693 .662 -.490 -.595 .021
5 3394.392 -.076 .169 .013 .620 -.165 .015 -1.257 -.902 -.717 1.171 .540 .694 .663 -.489 -.596 .021
6 3394.392 -.076 .169 .013 .620 -.165 .015 -1.257 -.902 -.717 1.171 .540 .694 .663 -.489 -.596 .021
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 3955.979
d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 561.587 15 .000
Block 561.587 15 .000
Model 561.587 15 .000

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke


Step likelihood R Square R Square
1 3394.392 a .153 .222
a. Estimation terminated at iteration number 6 because
parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Predicted

Kelayakan Sanitasi
Sanitasi Sanitasi Percentage
Observed Tidak Layak Layak Correct
Step 1 Kelayakan Sanitasi Sanitasi Tidak Layak 238 679 26.0
Sanitasi Layak 138 2332 94.4
Overall Percentage 75.9
a. The cut value is .500
101

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step
a
r405(1) .169 .135 1.569 1 .210 1.185 .909 1.544
1 r407 .013 .004 11.686 1 .001 1.013 1.005 1.020
Rumah(1) .620 .129 23.131 1 .000 1.859 1.444 2.394
ART 3.725 2 .155
ART(1) -.165 .190 .756 1 .385 .848 .585 1.230
ART(2) .015 .182 .007 1 .933 1.015 .711 1.451
Pendidikan_KRT 39.164 3 .000
Pendidikan_KRT(1) -1.257 .271 21.535 1 .000 .284 .167 .484
Pendidikan_KRT(2) -.902 .297 9.220 1 .002 .406 .227 .726
Pendidikan_KRT(3) -.717 .282 6.447 1 .011 .488 .281 .849
Pekerjaan 12.709 4 .013
Pekerjaan(1) 1.171 .547 4.584 1 .032 3.226 1.104 9.425
Pekerjaan(2) .540 .518 1.087 1 .297 1.716 .622 4.738
Pekerjaan(3) .694 .522 1.764 1 .184 2.001 .719 5.571
Pekerjaan(4) .663 .534 1.543 1 .214 1.941 .682 5.523
GK(1) -.489 .120 16.724 1 .000 .613 .485 .775
Status_Wilayah(1) -.596 .104 32.595 1 .000 .551 .449 .676
r1804 .021 .002 165.699 1 .000 1.021 1.018 1.025
Constant -.076 .649 .014 1 .906 .926
a. Variable(s) entered on step 1: r405, r407, Rumah, ART, Pendidikan_KRT, Pekerjaan, GK, Status_Wilayah, r1804.
102

LAMPIRAN II: Kuesioner Penelitian


103
104
105

LAMPIRAN III: Dokumentasi Penelitian


106
CURRICULUM VITAE

Riane Ramdhani Isa. Lahir di Kelurahan

Kotobangun Kecamatan Kotamobagu Timur

Provinsi Sulawesi Utara 31 Mei 1985 dari

pasangan suami istri Masri Isa dan Jeane

Mokodongan. Beragama Islam, Pendidikan

Dasar di SD Negeri 1 Limboto (1991-1997),

melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di

MTs Negeri Model Limboto (1997-2000),

Sekolah Menengah Atas (2000-2003) di SMA Negeri 1 Limboto Kabupaten

Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Pada tahun 2003 melanjutkan Pendidikan Strata-1

(S1) Tingkat Sarjana, Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin dan menyelesaikan pendidikan tahun

2007.

Penulis mulai bekerja sebagai ASN di Badan Pusat Statistik Kabupaten Pohuwato

pada tahun 2011 kemudian pindah tugas di Badan Pusat Statistik Kabupaten

Gorontalo tahun 2014 hingga sekarang. Tahun 2018 melanjutkan kembali

Pendidikan Strata-2 (S2) Program Studi Pascasarjana Kependudukan dan

Lingkungan Hidup Universitas Negeri Gorontalo.

Penulis menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Sanitasi Lingkungan Yang Layak Di Provinsi Gorontalo” di bawah

bimbingan Dr. Dra. Sri Endang Saleh, M.Si dan Dr. Laksmyn Kadir, M.Kes.

Anda mungkin juga menyukai