Anda di halaman 1dari 63

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN PERUBAHAN

LUASAN MANGROVE DIKECAMATAN WOTU BERBASIS


CITRA SATELIT

ADI SETIAWAN RAUP


1604411180

FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER


UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2021
SKRIPSI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN PERUBAHAN


LUASAN MANGROVE DIKECAMATAN WOTU BERBASIS
CITRA SATELIT

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian dalam


rangka penyusunan skripsi pada Program Studi Informatika Fakultas
Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

ADI SETIAWAN RAUP


16044111180

PROGRAM STUDI INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO 2021

i
PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Sistem Informasi Geografis Pemetaan Perubahan


Luasan Mangrove di Kecamatan Wotu Berbasis
Citra Satelit
Nama : Adi Setiawan Raup
Nim : 1604411180
Program Studi : Informatika
Tanggal Ujian
Menyetujui:
Pembimbing II, Pembimbing I,

Andi Jumardi, S.Pd., M.Pd., Dr. Suaedi, M.Si.

Mengesahkan:
Ketua Program Studi Dekan Fakultas
Informatika, Teknik Komputer,

Vicky Bin Djusmin, S.Kom., M.Kom. Nirsal, S.Kom., M.Pd


Tanggal: Tanggal:
ABSTRAK

Adi Setiawan Raup. 2021, Sistem Informasi Geografis Pemetaan Perubahan


Luasan Mangrove di Kecamatan Wotu Berbasis Citra Satelit (dibimbing oleh
Suaedi dan Andi Jumardi).

Penelitian ini bertujuan untuk membuat peta yang berisikan informasi perubahan
dan persebaran kerapatan luasan lahan mangrove dari tahun 2017-2021 di
Kecamatan Wotu, dimana diharapkan dengan adanya informasi tentang
persebaran kerapatan mangrove dapat memudahkan saat dalam melakukan
penanam dan pengawasan untuk tetap menjaga ekosistem mangrove yang ada
saat ini. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus – Oktober 2021 yang meliputi studi
literatur, servai awal lokasi, pengambilan data lapangan, pengolahan data, analisi
data dan penyusunan laporan hasil penelitian. Penelitian ini mencakup persebaran
mangrove dan perbahan mangrove dan pengolahan data citra landsat 8
mengunakan aplikasi Envi 5.3 dan Argis 10.3. Hasil Penelitian ini menujukkan
bahwa kondisi ekosistem mangrove pada tahun 2017 dan 2021 di Kecamatan
Wotu mengalami kenaikan pada perubahan pada luasan lahan yakni 537,57 ha
pada tahun 2021 dan juga mengalami penurunan pada kondisi jarang, sedang
maupun padat.

Kata kunci : Mangrove, Perubahan, Kerapatan, Luasan, Pengindreraan Jauh,


Kecamatan Wotu

iii
KATA PENGANTAR

Proposal ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam
jenjang perkuliahan strata S-1 Universitas Cokroaminoto Palopo. Dalam
penulisan skipsi ini, tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat
bimbingan, bantuan dan juga nasihat serta saran dan kerja sama dari berbagai
pihak, terkhusus pembimbing, segala hambatan tersebut dapat diatasi dengan
baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga penulis
membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan
pendidikan di masa yang akan datang. Selanjutnya dalam penulisan proposal
ini penulis banyak diberikan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan
ini penulis dengan tulus hati mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rahman Hairuddin, S.P., M.Si., selaku Rektor Universitas Cokroaminoto
Palopo yang selalu menjadi panutan bagi seluruh mahasiswa
2. Bapak Nirsal, S.Kom., M.Pd., Selaku Dekan Fakultas Teknik Komputer
3. Syafriadi.S.Kom., M.Kom., Selaku Wakil Dekan Fakultas Teknik
Komputer yang memudahkan terlaksananya pengerjaan skripsi ini
4. Bapak Vicky Bin Djusmin, S.Kom., M.Kom., selaku Ketua Prodi
Informatika yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir
5. Bapak Dr. Suaedi, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan arahan dalam pembuatan sistem pada skripsi ini
6. Bapak Andi Jumardi, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih atas bantuan dan
bimbingannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesasikan skripsi
ini.

iv
7. Kedua Orang Tua yang telah memberikan doa dan restu serta dukungan
baik materil maupun moril, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
tepat waktu.
8. Kepada keluarga tercinta serta saudara yang tidak henti–hentinya
memberikan doa dan restu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat
waktu.
9. Seluruh rekan – rekan seperjuangan angkatan 2016 yang selama ini telah
memberikan dukungan serta setia menemani baik suka maupun duka.
Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat
imbalan di sisi Allah Swt. sebagai amal ibadah.

Palopo, 22, Juli 2021

Adi Setiawan Raup

v
RIWAYAT HIDUP

Adi Setiawan Raup, Lahir pada 02 Juli 1998 di Desa


Bawalipu, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu
Timur. Penulis merupakan anak ke-5 dari 5
bersaudara dari pasangan Rauf dan Ibunda
Hasnawati. Penulis memulai pendidikan dasar pada
tahun 2004 di SDN 133 Banalara dan selesai pada
tahun 2010, Pada tahun yang sama

penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah pertama


di SMP Negeri 1 Wotu dan selesai pada tahun 2013. Pada tahun yang sama
penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang menengah atas di
SMA Negeri 2 Luwu Timur dan selesai pada tahun 2016, ditahun yang
sama pula penulis kemudian melanjutkan pendidikan S1 di Universitas
Cokroaminoto Palopo pada Program Studi Teknik Informatika Fakultas
Teknik Komputer. Dan akan menyelesaikan studi selama 5 tahun pada
tahun 2021.

vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................ ....................iii
DAFTAR ISI............................................................................... ............................iv
DAFTAR TABEL.................................................................. .................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................. ................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori............................................................................................ 5
2.2 Penelitian Yang Relevan ...................................................................... 16
2.3 Kerangka Pikir...................................................................................... 17
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ................................................................................. 19
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 19
3.3 Batasan Penelitian ................................................................................ 19
3.4 Tahapan Penelitian ............................................................................... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................................... 24
4.2 Pembahasan ........................................................................................... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 40
5.2 Saran ...................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
LAMPIRAN...........................................................................................................43

vi
1

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Panjang gelombang dan resolusi saluran Landsat TM ..................................... 9
2. Kriteria tingkat kerapatan vegetasi mangrove ................................................ 23
3. Luasan wilayah Kecamatan Wotu .................................................................. 25
4. Kenampakan visual objek pada komposit RDB564 ....................................... 27
5. Luas hasil klasifikasi kerapatan mangrove tahun 2017- 2021....................... 28
6. Hasil ground check lapangan ......................................................................... 30
7. Data luasan lahan mangrove tahun 2017- 2021 ............................................. 36
8. Perubahan luasan lahan mangrove ................................................................. 37

vi
1i

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Waktu/jadwal misi Landsat..........................................................................9
2. Tipe zonasi mangrove di Indonesia.............................................................13
3. Bagan kerangka Pikir...................................................................................18
4. Ilustrasi efek Atmosfer pada citra satelit.....................................................22
5. Peta lokasi survey lapangan ......................................................................... 25
6. Citra landsat sebelum dan sesudah dipotong .............................................. 26
7. Citra komposit RGD564 .............................................................................. 27
8. Citra hasil Tranformasi NDVI .................................................................... 27
9. Hasil klasifikasi berdasarkan nilai NDVI 2017- 2021 ................................. 28
10. Peta lokasi pengamatan ............................................................................... 29
11. Peta persebaran kepadatan mangrove tahun 2021 ..................................... 32
12. Peta persebaran kerapatan mangrove tahun 2017 ....................................... 33
13. Peta persebaran luasan mangrove tahun 2021 ........................................... 34
14. Peta persebaran luasan mangrove tahun 2017 ........................................... 35
15. Perubahaan kerapatan mangrove di Kecamatan wotu ............................... 37
16. Perubahan luasan mangrove ........................................................................ 38
17. Persentase penyebab bertambahnya luasan mangrove ................................. 38
18. Persentase penyebab berkurangnya kerapatan mangrove ............................ 39

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupaka negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.504 pulau
dengan garis pantai yang mencapai kurang lebih 95.181 km (BPS 2014).
Sedangkan sebagia garis pantai tersebut ditumbuhi oleh mangvore dengan lebar
yang bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian Giri et al (dalam Syamsu, dkk.,
2018), luas hutan mangrove di Indonesia sebesar 3.112.989, ha dan merupakan
22% dari total luas hutan mangrove dunia. Meskipun Indonesia memiliki
ekosistem mangrove yang luas, namun tekanan terhadap ekosistem selalu terjadi
akibat dari aktivitas manusia. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan (dalam
Syamsu dkk 2018), hanya sebanyak 30,7% ekosistem mangrove yang berada
dalam kondisi baik, sisanya berada pada kondisi rusak sedang 27,4% hingga
rusak berat 41,9%. Jika kerusakan ini terus terjadi maka fungsi penting dari
ekosistem mangrove akan semakin menurun.
Mangrove memiliki tiga fungsi utama dalam ekosistem mangrove, yaitu:
a. fungsi fisis, ameliputi: pencegah abrasi, perlindungan terhadap angin,
pencegah intrusi garam, dan sebagai penghasil energi serta hara;
b. fungsi biologis, meliputi: sebagai tempat bertelur,dan sebagai asuhan berbagai
biota, tempat, bersarang burung dan sebagai habitat, alami berbagai biota;
c. fungsi ekonomis, meliputi: sebagai sumberkbahan bakar (kayu bakar dan
arang), bahan bangunan (balok, atap, dan sebagainya), perikanan, pertanian,
minuman, bahan baku kertas, keperluan rumah tangga, dan lain-lain.
Salah satu provinsi di Indonesia yang juga memiliki hutan mangrove yang
luas adalah Sulawesi Selatan. Luas ekosistem mangrove di Sulawesi Selatan
pada tahun 2014 sekitar 28.945,3 Ha, dari luasan tersebut hanya 5.238 Ha yang
masih dalam kategori baik, sedangkan sisanya dalam kondisi rusak, dan sangat
rusak (Setiawan & Larasati, 2016). Oleh karna itu, kondisi hutan mangrove di
Sulawesi Selatan sangat memperhatikan termasuk di kabupaten Luwu Timur
Penurunanlluasan ekosistemkmangrove menjadi permasalahan yang pada
akhirnya akan menimbulkan bencana apabila,diabaikan. Pengelolaan mangrove
2

perlu diupayakan untuk melestarikan ekosistem tersebut. Salah satu upaya dalam
mendukung kegiatan perlindungan, dan rehabilitasi dari keberadaan ekosistem
mangrove adalah dengan cara melakukan penelitian mengenai ekosistem
mangrove. Berdasarkan adanya penurunan luasan ekosistem mangrove yang
dikarenakan alih fungsi makasd perlukan data.yang dapat menjelaskan secara
spasial perubahan fungsi lahan mangrove tersebut.
Saat ini perkembangan teknologi penginderaan jarak jauh menjadi salah
satu teknik yang memiliki banyak kelebihan dalam mendeteksi perubahan
pengunaan lahan. Hasil interpretasi citra satelit selanjutnya diolah menjadi data
spasial. Teknologi penginderaan jarak jauh ini dapat dilakukan monitoring dan
evaluasi terhadap pembangunan dengan tetap memperhatikan perubahan luasan
lahan setiap saat (susanto 2016)
Data spasial dianggap dapat mempresentasikan objek di permukaan bumi
baik fenomena alamiah maupun buatan manusia dengan bereferensi geografis
sehingga informasi lokasi beserta atributnya dapat diketahui dengan baik. Data
spasial dapat diperoleh melalui data penginderaan jauh secara multitemporal
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pemantauan sebaran mangrove. Perubahan
sebaran hingga luasan mangrove dapat diketahui dengan survei lapangan maupun
pengolahan data penginderaan jauh.
Penelitian T.T. Van, et all (2014) menunjukkan bahwa penginderaan jauh
cukup baik untuk monitoring persebaran mangrove. Selain itu hutan mangrove
dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, dimana
letak geografi hutan mangrove yang berada pada daerah peralihan darat dan
laut memberikan efek perekaman yang khas jika dibandingkan objek vegetasi
darat lainnya. Salah satu citra penginderaansjauh yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan sebaran hutan mangrove adalah citra Landsat.
Pemanfaatanscitra landsatstelah banyak digunakan untuk beberapa kegiatan
survei maupun penelitian. Penggunaan citra satelit
Dalam memperoleh informasi perubahan sebaran mangrove menjadi lebih
mudah apabila dibandingkan dengan metode konvensional. Kegiatan pemantauan
tutupan mangrove dengan cara konvensional sangat sulit dilakukan mengingat
kondisi lapangan yang tidak mendukung pelaksanaan survei menyeluruh,
3

sehingga pemantauan yang dilakukan dengan memanfaatkan data penginderaan


jauh dirasa lebih efektif untuk dilakukan.
Kabupaten Luwu Timur dianugerahi Sumber daya alam (SDA) pesisir
yang luar biasa. Khususnya di Kecamatan Wotu memiliki potensi pesisir yang
dapat dikembangkan dan salah satunya adalah ekosistem mangrove. Namun
desakan pembangunan menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sehingga terjadi
penurunan kualitas dan kuantitas dari ekosistem mangrove yang ada di
Kecamatan Wotu. Kerusakan mangrove dapat menimbulkan permasalahan
lingkungan yang dapat menjadi bencana karena hilangnya wilayah penyangga
untuk menjaga kestabilan ekosistem pesisir di Kecamatan Wotu.
Keadaan geografis Kecamatan Wotu merupakan salah satu kecamatan
di Kabupaten Luwu Timur. Luas wilayahnya 130, 52 km2 atau meliputi 1, 88
persen dari luas Kabupaten Luwu Timur. Desa Lampenai merupakan desa yang
memiliki wilayah yang terluas yaitu 22,31 km2 atau meliputi 17 persen dari luas
Kecamatan. Secara administrasi Wotu terbagi menjadi 16 desa yaitu, Desa Lera,
Bawalipu, Lampenai, Bahari, Kalaena, Karambua, Kanawatu, Maramba,
Tarengge, Cendana HIjau, Balo-Balo, Pepuro Barat, Rinjani, Madani, Tarengge
Timur dan Tabaroge. Secara astronomis Kecamatan Wotu terletak di sebelah
barat ibukota Kabupaten LuwuTimir tepatnya terletak diantara 2 31’ 58” -2
39’ 57” Lintan Selatan dan 120 45’ 20” - 120 55’ 38” Bujur Timur (BPS Luwu
Timur 2019).
Kecamatan Wotu berbatasan dengan Kecamatan Tomoni di sebelah
utara, Kecamatan Angkona sebelah timur, sebelah selatan berbatasan dengan
Teluk Bone dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Burau.
Kecamatan Wotu terdiri dari 16 desa yang seluruhnya berstatus desa definitive
dengan 70 dusun dan 191 RT. Sebagian wilayah Kecamatan Wotu merupakan
daerah pesisir. Lima dari 16 desanya merupakan wilayah pantai dan 11 desa
merupakan wilayah bukan pantai (BPS Luwu Timur 2019).
4

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara mengetahui informasi perubahan luasan mangrove yang
didapatkan dari pengolahan Citra Landsat?
2. Faktor-faktor apa saja menyebabkan terjadinya perubahan luasan lahan
mangrove di Kecamatan Wotu?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui perubahan lahan mangrove dengan mengunakan citra
langsat.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab perubahan luasa lahan mangrove di
Kecamatan Wotu.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat beberapa pihak
sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah
Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai sarana untuk menunjang kinerja
yang berkaitan dengan layanan informasi dan hal-hal yang mengenai
mangrove.
2. Bagi Penulis
Manpu menambah wawasan dan melatih ilmu pengetahuan yang dimiliki
selama d i bangku perkuliahan.
3. Bagi Akademi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi tambahan sebagai
bahan penelitian lanjutan yang lebih mendalam pada masa yang akan datang
khususnya yang berkaitan dengan Peta di Universitas Cokroaminoto Palopo.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


Kajian teori yaitu penjelasan materi-materi yang dikaji dan digunakan
untuk merancang aplikasi yang akan dibangun atau kajian materi-materi yang
diambil dari buku, internet, dan media cetak lainnya
1. Sistem Informasi Geografis
Menurut Prahasta (dalam Lucyana, 2016), di dalam pembangunan SIG
digunakan istilah geography karena SIG dibangun, berdasarkan pada geografi
atau spasial. Objek ini mengarah pada spesifikasi lokasi dalam suatu space.
Geographic Information System (GIS) merupakan sistem, komputer yang
berbasis pada sistem informasi yang, digunakan untuk memberikan bentuk digital
dan analisis terhadap permukaan geografi bumi. Geografi adalah,informasi
mengenal permukaan bumi dan semua objek yang berada diatasnya, sedangkan
sistem informasi geografis
SIG atau dalam bahasa Inggris disebut Geographic Information System
(GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki
informasi spasial (bereferensi keruangan).
Sistem informasi geografis adalah bentuk sistem informasi yang
menyajikan informasi dalam bentuk grafis dengan menggunakan peta sebagai
antarmuka. SIG tersusun atas konsep beberapa lapisan (layer) dan relasi Lebih
lanjut Prahasta (dalam Crysta, 2017) mengatakan sistem informasi geografis
adalah sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang
tereferensi secara spasial, atau koordinat geografi. Sedangkan Sukarsa (dalam
Ahaliki, 2018) mengemukakan sistem informasi geografis (SIG) atau sering
juga disebut dengan sistem informasi geospasial merupakan suatu sistem
sinformasi yang digunakan untuk menyusun, menyimpan, merevisi dan
menganalisa data dan atribut yang bereferensi kepada lokasi atau posisi objek-
objek di bumi. Pendapat lain Prahasta (dalam Ahaliki, 2018) menurut
Environmental Systems Research Instute (ESRI), adalah kumpulan yang,
terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan
personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, meng-
6

update,
memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi
yang bereferensi
Pendapat tersebut sejalan dengan Rosdania, dkk. (2016) yang mengatakan
bahwa SIG adalah suatus komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat
lunak sumber daya manusia dan data yang bekerja bersama secara efektif untuk
memasukan menyimpan memperbaiki memperbarui mengelola memanipulasi
mengintergrasikan menganalisa dan menampilkan data dalam suatu sistem
informasi berbasis geografi.
2. Pemetaan
a. Peta
Peta didefinisikan oleh Carter dan Agtrisari (dalam Ahaliki, 2018),
merupakan penyajian secara grafis dari kumpulan data maupun informasi sesuai
lokasinya secara dua dimensi. Ditinjau dari perannya, peta adalah bentuk
penyajian informasi spasial (keruangan) tentang permukaan bumi untuk dapat
dipakai dalam pengambilan keputusan. Lebih lanjut Riyanto (dalam Ariyanti
dan Kanedi, 2015) mengatakan peta merupakan penyajian grafis dari permukaan,
bumi dalam skala tertentus dan digambarkan pada, bidang datar melalui pada
bidang datar melalui sistem proyeksi peta dengan menggunakan simbol-
simbol tertentu sebagai perwakilan dari objek-objek spasial di permukaan bumi.
Menurut Carter dan Agtrisari (dalam Lucyana, 2016) peta merupakan
gambaran wilayah geografis, bagian permukaan bumi yang, disajikan dalam
berbagai cara yang berbeda, mulai dari peta konvensional yang tercetak hingga
peta digital yang tampil di layar komputer. Peta dapat digambarkan dengan
berbagai gaya, masing-masing menunjukkan permukaan yang berbeda untuk
subjek yang sama untuk menvisualisasikan dunia dengan mudah, informatif
dan fungsional. Peta berbasis komputer (digital) lebih serba guna dan dinamis
karena bisa menunjukkan banyak view yang berbeda dengan subjek yang sama.
Peta ini juga memungkinkan perubahan skala, animasi gabungan, gambar, suara,
dan bisa terhubung ke sumber informasi tambahan melalui internet. Peta digital
dapat di update ke peta tematik baru dan bisa menambahkan detail informasi
geografi lainnya.
7

b. Prinsip Pembuatan Peta


Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pembuatan peta:
1) Menentukan daerah yang akan dipetakan.
2) Membuat peta dasar (base map), yaitu peta yang diberikan simbol.
Mencari dan mengklarifikasikan menggolongkan data sesuai dengan
3) Membuat simbol-simbol yang mewakili data.
4) Menempatkan simbol pada peta dasar.
5) Membuat legenda (keterangan).
c. Melengkapi peta dengan tulisan (lettering) secara baik dan benar data
spasial
Data spasial di definisikan sebagai data yang bereferensi geografis atas
representasi objek di bumi. Data spasial pada umumnya berdasarkan peta yang
berisikan interprestasi dan proyeksi seluruh fenomena yang berada di bumi
(PPPPTK, 2016). Fenomena tersebut berupa fenomena alamiah dan buatan
manusia. Data pada SIG memiliki berbagai macam bentuk, mulai dari data
mentah maupun data yang sudah dalam bentuk siap tampil. Misalnya data
array dari GPS (koordinat), hasil scanning peta, digitasi, dan lain-lain, di mana
tiap titiknya diwakili oleh nilai longitude (garis bujur) dan latitude (garis lintang).
Namun ada kalanya data GIS yang lain bisa didapatkan dari citra satelit
(penginderaan jauh), digitasi, dan lain-lain.
Contoh data spasial dan data non spasial seperti “Data objek
permukiman” yaitu (PPPPTK, 2016):
1) Data Spasial: Data grafik berbentuk poligon yang merupakan closed area
yang menghubungkan posisi-posisi geografis.
2) Data Non-Spasial: luas permukiman, jumlah penduduknya, jumlah rumah,
jumlah kepala keluarga, pendapatan rata-rata kepala keluarga.
Format data spasial secara sederhana format dalam bahasa komputer
berarti bentuk dan kode penyimpanan data yang berbeda antara file satu dengan
lainnya. Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu
(PPPPTK, 2016) :
a) Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam
kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan
8

berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes yang merupakan titik
perpotongan antara dua buah garis (PPPPTK, 2016). Keuntungan utama
dari format data vektor adalah ketepatan dalam merepresentasikan fitur
titik, batasan dan garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk analisa yang
membutuhkan ketepatan posisi, misalnya Pada basis data batas-batas
kadaster.
b) Data Raster Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data
yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh. Pada data raster, objek
geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut dengan
pixel (picture element). Bentuk data raster merupakan gambar (image) atau
citra yang berbentuk digital. Resolusi dari data ini adalah pixel. Semakin
besar pixel yang dimiliki, maka semakin bagus (besar) resolusinya.
Data raster diperoleh dari foto atau scanning. Ketika data raster dibuka
dalam Arcgis, maka ada data yang belum memiliki patokan (referensi) kordinat,
namun ada juga yang sudah, oleh karenanya untuk menggunakannya lebih lanjut,
maka akan dilakukan proses georeferencing yang bertujuan untuk menyesuaikan
dengan letak (kordinat) sebenarnya. Dalam model data raster setiap lokasi
direpresentasikan sebagai suatu posisi sel. Sel ini diorganisasikan dalam bentuk
kolom dan baris sel-sel dan biasa disebut sebagai grid. Dengan kata lain, model
data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan
menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap
piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik.
Setiap baris matrik berisikan sejumlah sel yang memiliki nilai tertentu yang
merepresentasikan suatu fenomena geografik. Nilai yang dikandung oleh suatu
sel adalah angka yang menunjukan data nominal. Akurasi model data ini sangat
bergantun pada resolusi atau ukuran pikselnya di permukaan bumi.
3. Citra Landsat
Satelit Landsat merupakan satelit milik Amerika Serikat yang diluncurkan
pertama kali pada tahun 1972 dengan nama ERTS-1 (Earth Resources
Technology Satelite – 1). Pada peluncuran keduanya nama satelit berganti nama
menjadi Landsat sehingga ERTS-1 berganti nama menjadi Landsat-1. Hingga
saat ini seri Landsat sampai pada Landsat 8. Landsat 8 merupakan pengganti
9

Landsat 7 yang sejak 2003 mengalami kegagalan fungsi.

Gambar 1. Waktu/jadwal misi langsat (http//langsat.usgs.gov/)

Penelitian menggunakan tiga citra yang berbeda perekamannya, yaitu


tahun 1990, 2000 dan 2015. Citra Landsat yang tersedia untuk tiga tahun tersebut
adalah citra Landsat 5 dan Landsat 8. Perbedaan citra tersebut menunjukan
perbedaan karakteristik pada masing-masing citra.
Landsat 4 diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982 sedangkan Landsat 5
diluncurkan tangga l 1 Maret 1984. Landsat 4-5 merupakan satelit yang memiliki
dua sensor, yaitu MSS (Multispectral scanners) dan TM (Thematic Mapper).
Landsat TM terdiri dari 7 band dengan resolusi 30 meter pada band 1 sampai 5
dan 7 sedangkan band 6 (inframerah thermal) memiliki resolusi spasial 120
meter. Resolusi spasial band 6 mengalami perubahan setelah tanggal 25 Februari
2010 menjadi 30 meter.
Tabel 1. Panjang gelombang dan resolusi saluran Landsat TM

Landsat 5 Panjang gelombang Resolusi (m)


(µm)

Band 1 0.45 – 0.52 30


Band 2 0.52 – 0.60 30
Band 3 0.63 – 0.69 30
Band 4 0.76 – 0.90 30
Band 5 1.55 – 1.75 30
Band 6 10.40 – 12.50 120 (30)
Band 7 2.08 – 2.35 30
Sumber: (http://landsat.usgs.gov/
10

Citra Landsat 8 diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2013 dengan dua


sensor yang berbeda. Sensor tersebut adalah OLI (Operational Land Imager)
dan TIRS (Thermal Infrared Sensor) dengan jumlah band sebanyak 11 buah.
Diantara band – band tersebut 9 band (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya
(band 10 dan 11) pada TIRS. Landsat 8 memberikan perubahan pada Landsat
sebelumnya dimana pada band 1 Landsat 8 merupakan band baru (ultra – biru)
yang berguna untuk studi kepesisiran dan aerosol. Band baru lainnya adalah
band 9 yang berguna untuk mendeteksi awan cirrus. Sedangkan band termal
10 dan 11 berguna dalam memberikan informasi suhu yang lebih akurat.
Awalnya band 10 dan 11 tersebut memiliki resolusi 100 meter namun sekarang
telah diperbaharui menjadi 30 meter.
Citra landsat ini mampu dapat menggambarkan secara menyeluruh atas
suatu wilayah (synopyic Overview). Kelebihan ini dapat membuat analisis yang
berbasis keruangan menjadi lebih praktis karna menghubungan keruangan antara
satu fenomena dengan fenomena lainyan dapat dilakukan dengan lebih muda.
4. Interpretasi Citra
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek
tersebut Etes dan Simonett (dalam Febriannaningsih, 2015). Kegiatan interpretasi
citra memerlukan unsur- unsur pengenal pada objek yang terekam pada citra.
Unsur tersebut disebut unsur-unsur interpretasi yang meliputi:
a. Rona dan Warna
Rona (tone / color tone / grey tone) adalah tingkat kegelapan atau tingkat
kecerahan objek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi
objek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut
sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,7) μm. Berkaitan
dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona
merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya. Berbeda dengan rona
yang hanya menyajikan tingkat kegelapan, warna menunjukkan tingkat
kegelapan yang lebih beraneka. Ada tingkat kegelapan di dalam warna biru,
hijau, merah, kuning, jingga, dan warna lainnya. Meskipun tidak menunjukkan
cara pengukurannya, Estes et al. (dalam Febriannaningsih, 2015) mengutarakan
11

bahwa mata manusia dapat membedakan 200 rona dan 20.000 warna
b. Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau
kerangka suatu objek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak
objek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja.
c. Ukuran
Ukuran merupakan ciri dari suatu objek yang antara lain berupa jarak,
luas, tinggi lereng, dan volume. Ukuran objek pada citra berupa skala, karena
itu dalam memanfaatkan ukuran sebagai interpretasi citra harus selalu diketahui
skala dari objek yang diamatai. Ukuran dari setiap objek merupakanperbandingan
dengan objek lain (relatif).
d. Pola
Pola dikelompokkan ke dalam tingkat kerumitan tertier. Tingkat
kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran, dan
tekstur sebagabai unsur interpretasi citra. Pola atau susunan keruangan
merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan bagi
beberapa objek alamiah.
e. Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di
daerah gelap. Objek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya
tidak tampak sama sekali atau kadang - kadang tampak samar-samar. Meskipun
demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi
beberapa objek yang justru lebih tampak dari bayangannya.
f. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra Lillesand dan Kiefer
(dalam Febriannaningsih, 2015) atau pengulangan rona kelompok objek yang
terlalu kecil untuk dibedakan secara individual .
g. Situs
Merupakan penjelasan tentang lokasi objek relative terhadap objek atau
kenampakan lain yang mudah untuk dikenali, dan dipandang dapat dijadikan
dasar untuk identifikasi objek yang dikaji. Situs bukan merupakan ciri objek
secara langsung, melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya.
12

h. Asosiasi
Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara objek yang satu
dengan objek lain. Adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu objek pada
citra sering merupakan petunjuk bagi adanya objek lain.
5. ENVI
ENVI (The Environment For Visualizing Images) merupakan suatu image
processing system yang revolusioner yang dibuat oleh Research System, Inc
(RSI). Dari permulaan nya ENVI dirancang untuk kebutuhan yang banyak dan
spesifik untuk mereka yang secara teratur menggunakan data penginderaan jauh
dari satelit dan pesawat terbang. ENVI menyediakan data visualisasi yang
menyuluruh dan analisis untuk citra dalam berbagai ukuran dan tipe, semuanya
dalam suatu lingkungan yang mudah dioperasikan dan inovatif untuk digunakan.
6. Mangrove
Hutan mangrove/bakau atau mangal adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak
yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Mangrove yang
secara umum disebut bakau merupakan tumbuhan daratan berbunga yang mengisi
kembali pinggiran laut. Sebutan bakau ditujukan untuk semua individu
tumbuhan, sedangkan mangal ditujukan bagi seluruh komunitas atau asosiasi
yang didominasi oleh tumbuhan ini Nybakken, (dalam Febriannaningsih, 2015).
Habitat yang merupakan tempat berkembangnya mangrove memiliki
karakteristik tertentu. Bengen, dalam Harahab, 2010) menjelaskan bahwa pada
umumnya hutan mangrove memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempung, atau berpasir.
b. Daerahnya tergenangi air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang
hanya tergenang pada saat pasang purnama,
c. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat,
d. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat, dan
e. Air bersalinitas payau (2-22 per mil) hingga asin (mencapai 38 per mil )

a. Klasifikasi Mangrove berdasarkan Zonasi


13

Adapun pembagian zonasi juga dapat dilakukan berdasarkan jenis


vegetasi yang mendominasi mulai dari laut menuju daratan seperti gambar 2.
Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada
zona ini tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicenn
1) banyak berasosiasi dengan Sonneratia spp. Oleh karena tumbuh di bibir laut,
jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari
hempasan ombak. Zona ini juga merupakan zona perintis karena terjadi
penimbunan sedimen akibat cengkeraman perakaran.
2) Zona Rhizopora, terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada
zona ini tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran
tanaman tetap terendam selama air laut pasang.
3) Zona Bruguiera, terletak di belakang zona Rhizopora. Pada zona ini tanah
berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam
pasang naik dua kali sebulan.
4) Zona Nipah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan. Zona ini tidak
harus ada, kecuali jika terdapat air tawar (sungai) yang mengalir ke laut.

Gambar 2. Tipe zonasi mangrove di Indonesia (Bengen, 2011, dalam Kustanti,


2011).

b. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove


Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground)
bagi organisme dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery
ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung
bagi organisme kecil dari predator. Beberapa fungsi dan manfaat hutan mangrove
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Manfaat dan fungsi secara fisik yaitu
14

a) Menjaga agar garis pantai tetap stabil.


b) Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi,
c) Menahan badai/angin kencang dari laut.
d) Menahan hasil proses penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan
terbentuk-nya lahan baru.
e) Menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi
air daratan yang tawar.
f) Mengolah limbah beracun, penghasil O2 dan penyerap CO2.
2) Manfaat dan fungsi secara biologi yaitu :
a) Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting
bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai
makanan.
b) Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting
dan udang.
c) Tempat berlindung, bersarang dan berkembang biak dari burung dan
satwa lain.
d) Sumber plasma nutfah & sumber genetik.
e) Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
3) Manfaat dan fungsi secara ekonomi yaitu :
a) Penghasil kayu bakar, arang, bahan bangunan.
b) Penghasil bahan baku industri : pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan,
obat-obatan, kosmetik, dll.
c) Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng melalui pola
tambak silvofishery.
d) Tempat wisata, penelitian & pendidikan.
c. Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove
Menurut Nybakken (dalam Asriwan, 2016). Kerusakan hutan mangrove
umumnya disebabkan oleh dua faktor utama yaitu secara alami dan secara buatan.
Secara alami kerusakan diakibatkan gangguan alam seperti angin topan dan badai
yang dapat merusak dan memporak-porandakan ekosistem mangrove. Selain itu,
iklim kering berkepanjangan dapat menyebabkan akumulasi garam dalam
tanaman yang dapat mengakibatkan kematian. Sedangkan kerusakan mangrove
15

secara buatan disebabkan oleh campur tangan manusia misalnya konversi lahan
menjadi tambak dan penebangan untuk pemanfaatan kayu dari hutan mangrove.
Kegiatan reklamasi dan tempat pembuangan sampah di kawasan mangrove dapat
menyebabkan polusi dan kamatian mangrove.
Selanjutnya Tuwo (2011) berpendapat bahwa kerusakan hutan mangrove
dapat menimbulkan banyak dampak sebagai berikut :
1) Kerusakan hutan mangrove dapat menyebabkan peningkatan laju intrusi air
laut kearah daratan.
2) Alih fungsi areal hutan mangrove menjadi daerah pertambakan dapat
menyebabkan meningkatnya masa genangan air sehingga menjadi tempat yang
baik untuk berkembangbiaknya populasi nyamuk.
3) Penebangan pohon mangrove untuk keperluan kayu bakar dan pembuatan
arang menyebabkan terganggunya salah satu fungsi ekosistem mangrove
sebagai penyerap logam berat sehingga tidak masuk ke dalam jaringan
makanan.
d. Pengindraan Jauh untuk Mangrove
Citra satelit dapat diekstraksi menjadi informasi objek jenis mangrove
pada kisaran spektrum tampak dan inframerah-dekat Suwargana, (dalam
Asriwan, 2016). Secara singkat, penginderaan jauh untuk ekosistem mangrove
dapat digunakan untuk memperoleh informasi berikut Kuenzer, et al., (2011):
1) invetarisasi habitat (menentukan luas area, jenis spesies, hingga kondisi
kesehatan mangrove);
2) perubahan dan monitoringnya, terutama akibat dinamika penggungaan lahan.
Hal ini seringkali sebagai dasar upaya konservasi dan restorasi ekosistem
mangrove;
3) mendukung evaluasi ekosistem;
4) estimasi biomassa (produktivitas);
5) estimasi kapasitas regenerasi mangrove;
6) perencanaan survey lapangan;
7) penilaian kualitas air;
8) menyediakan informasi untuk manajemen bencana;
9) menyediakan informasi untuk dapat mengerti mengenai proses ekologi dan
16

biologi yang terjadi pada ekosistem tersebut.

1.2 Penelitian yang Relevan


Penelitian sebelumnya dapat dilihat dari penelitian Tengku Afnita yang
berjudul “Aplikais Penginderaan Jauh untuk Analisis Perubahan Tutupan Lahan
Mangrove di Sungai Jangkang Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Tujuan dari
penelitian tersebut adalah memetakan perubahan tutupan lahan mangrove,
mengetahui tingkat akurasi masing-masing citra dalam memetakan mangrove,
dan mengetahui penyebab perubahan tutupan lahan mangrove. Data penginderaan
jauh yang digunakan adalah citra Alos tahun 2009 dan citra Rapid Eye tahun
2011. Identifikasi perubahan tutupan mangrove dilakukan dengan pendekatan
perubahan yang terjadi pada peta tutupan lahan pada tahun 2009 dan 2011. Peta-
peta tersebut didapat dari hasil klasifikasi multispektral dengan skema klasifikasi
USGS.
1. Penelitian yang berjudul “Analisis Perbandingan Berbagai Model
Transformasi Indeks Vegetasi dalam Prediksi Kerapatan Kanopi Jati (Tectona
Grandis L. F)” merupakan skripsi dari Agung Andhika Prana tahun 2014.
Penelitian tersebut dilakukan di sebagian hutan Wanagama dengan
menggunakan citra Landsat 8. Terdapat dua tujuan dari penelitian tersebut
yaitu ;
a) untuk menganalisis dan membandingkan hubungan nilai indeks
vegetasi jati menggunakan NDVI, SAVI (Soil-adjusted Vegetation Index),
MSAVI (Modified Soil Adjusted Vegetation Index), dan ATSAVI (Adjusted
Transformed Soil-Adjusted Vegetation Index) dengan kerapatan kanopi
sebenarnya dan
b) Menentukan indeks vegetasi yang paling efektif atau paling mendekati
kebenaran dalam prediksi kerapatan jati.
Penelitian lain yang berkaitan dengan apliksi penginderaan jauh untuk
mangrove telah ditulis T.T. Van, et all. Judul dari penelitiannya adalah
“Changes in mangrove vegetation area and character in a war and land use
change affected region of Vietnam (Mui Ca Mau) over six decades”.
Penelitian dilakukan karena terjadi penurunan drastis terhadap kawasan
mangrove. Data yang digunakan adalah aerial photos, Landsat 2 MSS,
17

Lansat dalam jangka waktu 12 tahun juga dilakukan oleh D. R. Satapathy,


R. J. Krupadam,L. Pawan Kumar, dan S. R. Wate. Penelitian tersebut
berjudul The Aplication of Satelite Data for The Quantification of
Mangrove Loss and Coastal Management in The Godavari Estuary, East
Coast of Indi a yang dipublikasikan tahun 2007 oleh Springer dalam
jurnal Environ Monit Assess. Metode yang digunakan adalah klasifikasi
multispektral pada citra IRS. Teknik klasifikasi yang digunakan adalah
supervised dan unsupervised. Penelitian tersebut menggunakan kedua
teknik tersebut untuk meningkatkan akurasi yang akan diperoleh.
Perubahan mangrove secara temporal atau multi waktu tersebut diketahui
dengan menggunakan indeks vegetasi NDVI. Hal tersebut dipilih karena
tenik NDVI dapat digunakan untuk memetakan vegetasi yang berkurang
dengan baik. Dengan menggunakan klasifikasi multispektral dan dibantu
dengan transformasi NDVI maka penelitian menghasilkan informasi
bahwa telah terjadi kerusakan mangrove yang diakibatkan oleh
aquaculture. Lahan mangrove yang beralih menjadi aquafarm seluas 1,254
ha. Selain informasi luasan mangrove yang berkurang, penelitian tersebut
juga menyertakan sebuah perencanaan manajemen lingkungan untuk
daerah penelitian. Perbedaan penelitian yang dibuat dengan penelitian
sebelumnya adalah lokasi penelitian dan penambahan pembuatan peta
persebaran perubahan luasan mangrove. Penambahan informasi dalam
analisis mangrove dapat bermanfaat untuk mengetahui zona kerusakan
mangrove, selain itu dapat digunakan sebagai penentuan lokasi untuk
dilakukan konservasi. Penelitian di Kecamtan Wotu diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan informasi perubahan mangrove dalam jangka waktu
tahun 2017 hingga tahun 2021

2.3 Kerangka Pikir


Perkembangan fisik pada Kecaamatan Wotu yang sangat cepat merupakan
masalah yang harus ditangani sebagaimana dari akibat pertumbuhan penduduk
yang cepat dan pembagunan yang pesat, hal ini tentu sangat memperngaruhi
keadaan luasan lahan mangrove yang semakin terbatas karna ketersedian lahan
18

yang terbatas dengan jumlah penduduk yang semakin terus menerus bertambah
serta semakin komleksnya aktivitas manusia menyebabkan katerteristik
penggunaan lahan semakin rumit. Penelitian ini di buat untuk untuk mengetahui
perubahan luasan mangrove dengan mengunakan citra satelit landsat 8 sistem ini
memudahkan peneliti untuk mengetahui luasan perubahan luasan lahan
mengrove dan penyebab terjadi nya perubuhan lahan pada tahun 2017 – 2021.
Berikut kerangka pikir untuk menjelaskan hal tersebut.

Mangrove di kecamatan
Wotu

Kerusakan mangrove akibat


aktifitas manusia Kerusakan mangrove secara
alami

1. Identifikasi perubahan luasan mangrove


menggunakan citra satelit
2. Identifikasi faktor penyebab perubahan
luasan mangrove

Peta perubahan luasan mangrove


dikecamatan wotu

Gambar 3. Kerangka Pikir


19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode Penelitian pada dasarnya merupakan salah satu cara ilmiah yang
digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode
yang akan digunakan kali ini adalah metode kualitatif yang besifat deskriptif
dengan mengunakan teknik survey dan bantuan teknik sistem informasi geografi
pengukuran. Metode penelitian kualitatif diartikan sebagai metode penelitian
yang dilakukan dengan tujuan utama untuk gambaran atau deskripsikan tentang
suatu keadaan atau area populasi tertentu secara objektif. Observasi dan
wawancara dengan penentuan sampel wilaya yang akan di observasi didasarkan
pada hasil pemetaan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli tahun 2021 yang meliputi
studi literatur, survei awal lokasi, pengambilan data lapangan, pengolahan data,
analisi data dan penyusunan laporan hasil penelitian. Pengambilan data lapangan
dilakukan di Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Pengolahan data citra dan analisis data dilakukan di Lab, Fakultas Teknik
Informatika, Universitas Cokroaminoto Palopo. Berikut jadwal penelitian selama
3 bulan yaitu mulai bulan oktober-desember tahun 2021

3.3 Batasan Penelitian


Batasan penlitian adalah untuk menghin dari ruang lingkup yang
terlalu luas sehingga penelitian dapat terarah dengan baik, dan sesuai dengan
tujuan penelitian. Adapun batasan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
a. Penelitian ini berfokus pada perubahan luasan mangrove pada tahun 2017
-2021 di Kecamatan Wotu
b. Analisis data lapangan menggunakan Aplikasi Envi 5.3, Argis 10.3 dan
data citra satelit.
c. Informasi yang di sampaikan adalah gambar perbandingan antara tahun
2017 - 2021, dan peta berupa perubahan luasan mangrove
20

3.4 Tahapan Penelitian


1. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulanndata yangndigunakan dalam penelitiannini adalah
sebagai berikut :
a. Observasi
Observasinmerupakan teknik pengumpulanndata denganncara datang
langsung ke tempat penelitian dan melakukan pengamatan secara langsung
mengenaidlokasifmangrove yang beradahdi Kecamatan Wotu.kHal ini dilakukan
peneliti agar mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penyusunan hasil
penelitian.
b. Wawancara
Wawancara merupakan cara menjaring informasi atau data melalui
interaksi verbal atau lisan. Wawancara memungkinkan analisis sistem sebagai
pewawancara (interviewer), komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya
jawab dalam hubungan tatap muka dalam hal penulis langsung melakukan
wawancara kepada dinas terkait dan warga sekitar Kecamatan Wotu. Dalam
proses wawancara ada beberapa hal yang ditanyakan langsung mengenai
seputar perubahan luasan mangrove saat ini.
c. Studi Pustaka
Metode pustaka adalah metode yang digunakan dengan mencari data
atau materi tertulis baik dari buku-buku seperti skripsi, bahan kuliah, artikel,
jurnal, literatur, dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian
tentang perubahan lahan mangrove.
2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
a. GPS (Globsl Positioning System)
untuk menentukan posisi/titik koordinat di lapangan, perahu digunakan
sebagai alat transportasi menuju lokasi penelian.
b. pensil dan under water paper digunakan untuk mencatat hasil pengukuran
di lapangan,
c. kamera untuk dokumentasi di lapangan, dan kantong sampel untuk
menyimpan sampel mangrove.
21

Adapun perlengkapan yang digunakan di Laboratorium adalah PC


(PersonalcComputer), ssoftware ENVI 5.3 untuk pengolahan citra, software
ArcGIS 10.3 untuk analisisgdan pengolahan peta, software ImageJ untuk
mengolah data gambar, software MS. Exel 2010 untuk mengolahan data sheet,
dan software MS. Word 2010 untuk penulisan laporan akhir.
3. Tahap Persiapan
Tahap inimeliputi studi literatur mengenai topik penelitian, konsultasi
dengan dosen ,pembimbing, penyiapan data digital citra Landsat-7 ETM+ dan
Landsat-8, penyiapan alat-alat dan bahan yang akanmdigunakan selama kegiatan
penelitian, dan, pengumpulan data skunder lainnya.
4. Survei Awal dan Penentuan Stasiun Penelitian
Survei awal dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum tentang lokasi
penelitian dan dijadikan referensi pengambilan data. Dilakukan pengambilan titik
koordinat dengan menggunakan GPS untuk menentukan stasiun penelitian saat
di lapangan dan melihat kondisi ekosistem mangrove di lokasi penelitian.
Penentuan stasiun penelitian ditentukan dari hasil klasifikasi yang telah dilakukan
dengan pertimbangan distribusi (sebaran), kerusakan dan tingkat kemudahan
jangkauan
5. Tahap Pengolahan Citra
a) Koreksi Atmosferik
Koreksi atmosferik dilakukan untuk menghilangkan kesalahan yang
direkam oleh sensor pada citra akibat dari pengaruh atmosferik yang diakibatkan
dari partikel diatmosfer sebagai bidang perantara pada saat akusisi data citra,
pengaruh dari atmosfer terhadap data yang diakusisi citra dapat digambarkan
sebagai berikut.
22

Gambar 4 Ilustrasi efek Atmosfer pada citra satelit

Gambar di atas menjelaskan mengenai pengarus dari atmosfer terhadap


data citra satelit, diperlihatkan pada gambar di atas garis hijau merupakan data
kondisi dilapangan yang sebenarnya, sedangkan garis putus-putus biru
merupakan data yang diterima oleh sensor pada wahana satelit, \terlihat dari
grafik terdapat kesalahan atau noise yang terjadi selalam proses akusisi
dataecitra satelit.
b) Pemotongan citra (Cropping)
Pemotongan citra dilakukan,untuk memfokuskan kajian pada daerah
penelitian dan objek pada masing masing citra komposit warna semu masing-
masing ban
c) Pembuatan Citra Komposit
Citra komposit adalah kombinasi warnas citra dari tiga saluran yang
berbeda yaitu warna dasar merah, hijau, dan biru. Perpaduan antara ketiga
saluran tersebut akan menghasilkan citrasbaru dengan tampilan warna yang
merupakan perpaduan dari tiga warna dasar. Citra komposit digunakan untuk
mengenali objek pada citra. Untuk memudahkan pengenalan objek pada citra
maka digunakan komposit semu. Pada penelitian ini komposit yang digunakan
komposit RGB453 pada Landsat-7 ETM+ sedangkan komposit RGB564 pada
Landsat-8.
d) Klasifikasi Citra
Klasifikasi dilakukan untuk mendapatkan peta tematik, yakni suatu
peta yang terdiri dari bagian-bagian yang telah dikelompokan ke dalam class-
23

class tertentu yang merepresantasikan suatu kelompok objek yang sama. Pada
penelitian ini digunakan klasifika sister bimbing (Supervised), dimana citra di
klasifikasikandengan .metode kemiripan maksimumg (maximum.likehood)..Dim-
ana class-class yang digunakan yaitu klas laut dalam, klas laut dangkal, klas
vegetasi mangrove, dan klasmnonhvegetasi mangrove.
e) Transformasi Indeks Vegetasi
Analisis indeks vegetasidigunakan untuk memisahkan indeks reflektansi
spektral vegetasihdengan objekylain seperti air, tanah (non vegetasi).kFormula
yang digunakan untukhanalisis indeks vegetasijadalah NDVI (Normalized
Defference Vegetation Index). NDVI dapat menggambarkan suatu kerapatan
vegetasi berdasarkan perhitungan sederhana.
Tabel 2. Kriteria tingkat kerapatan vegetasi mangrove
(Pohon/Ha)
1 Jarang < 1000 0,10 – 0,15
2 Sedang ≥ 1000 - < 1500 0,16 – 0,20
3 Padat ≥ 1500 > 20
Sumber : Dewanti (1999) dalam Widodo (2014)
24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


1. Profil Kecamatann Wotu
a. Kondisi geografis
Kecamatan Wotu merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Luwu
timur, Luas wilayahnya 130,52 km2 atau meliputi 1,88 persen dari luas
Kabupaten Luwu Timur. Secara astronomis Kecamatan Wotu terletak diantara
2 31’ 58” -2 39’57” LS 120 45’ 20” -120 55’ 38” BT. Secara administrasi
Kecamatan Wotu terdiri dari 16 desa yaitu, Desa Lera, Bawalipu, Lampenai,
Bahari, Kalaena, Karambua, Madani, Tarengge Timur, Tarengge, Balo-balo,,
Pepuro Barat, Kanawatu, Rinjani, Cendana Hijau, Tabaroge. Kecamatan Wotu
berbatasan dengan wilayah :
Sebelah Utara : Kecamatan Tomoni
Sebelah Timur : Kecamatam Angokona
Sebelah Selatan : Teluk Bone
Sebelah Barat : Kecamatan Burau
Kecamatan Wotu terdiri dari 16 desa yang seluruhnya berstatus desa
definitive dengan 70 dusun dan 191 RT. Sebagian wilayah Kecamatan Wotu
merupakan daerah pesisir. Lima diantara 16 desanya masuk dalam wilayah pantai
dan 11 desa lainnya merupakan wilayah bukan pantai, Kecamatan Wotu memiliki
jumlah penduduk sekitar 30.386 orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar
15.377 orang sedangkan perempuan sebesar 15.009
1). Peta administrasi Kecamatan Wotu
Peta administrasi merupakan data teknis yang sangat diperlukan dalam
suatu desa untuk mengetahui letak dan batas suatu wilayah, juga memuat sarana
gampong seperti jalan, dusun, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan negara
dan lain-lain. Secara umum peta berisi gambaran umum permukaan bumi pada
bidang datar pada skala dengan legenda, adapun legenda memuat tentang letak
dan kondisi suatu wilayah.
25

Gambar 5. Peta lokasi survey lapangan

Tabel 3. Luas wilayah Kecamatan Wotu


No Desa Luas Wilayah

1 Lera 3,68
2 Bawalipu 20,03
3 Lampenai 22,31
4 Bahari 5,90
5 Kalaena 11,70
6 Karambuah 4,53
7 Kanawatu 3,23
8 Maramba 6,08
9 Tarengge 9,14
10 Cendana Hijau 3,64
11 Balo- Balo 12,76
12 Peporu Barat 2,61
13 Rinjani 6,00
14 Madani 2,66
15 Tarengge Timur 8,25
16 Tabaroge 8,00
Total Luas Wilayah 130,25 Km2
26

2) Interprentasi citra
merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengelompokan odjek
tersebut dengan cara mengidentifikasi corak warna kenampakan odjek tersebut
pada citra. Metode pengelasan (klasifikasi) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kemiripan maksimun (maksimum likelohood method)
2. Pemotongan Citra (Cropping)
Data citra landsat mencakup wilayah yang luas sehingga dilakukan
pemotongan citra. Pemotongan citra bertujuan untuk memfokuskan area kerja
pada daerah penelitian. Selanjutnya melakuan Cropping citra megunakan
software ENVI

(a) (b)
Gambar 6. (a) Citra Landsat Sebelum dipotong, (b) Hasil potongan citra Kec.
Wotu

3. Citra Komposit
Komposit citra adalah penggabungan tiga band atau tiga informasi dan
pembuatan citra komposit bertujuan untuk memudahkan identifikasi awal
terhadap objek - objek yang terliput pada citra. Pada penelitian ini citra komposit
yang di dengan kombinasi RG564 pada landsat-8 ETM+
27

Gambar 7. Citra komposit RGD564

Citra hasil komposit RGB564 menampilkan objek dengan warna semu


yang disajikan pada Tabel 7
Tabel 4. Kenampakan visual objek pada komposit RGB564
No Kenampakan Objek Warna
1 Laut dalam Biru gelap sampai dengan hitam
2 Laut dangkal Biru
3 Vegetasi tanam Coklat muda
4 Pemukiman Putih kebiruan
5 Vegetasi mangrove Coklat Tua

4. Transformasi NDVI
Transformasi NDVI dilakukan pada citra landsat-8 ETM+ untuk
memperoleh persentase kerapatan dan sebaran vegetasi mangrove dari hasil
perhitungan antara kanal infra merah dekat dan kanal merah. Selisih nilai
pantulan akan menunjukkan tinnggat kerapatan vegetasi, dimana semakin besar
selisih maka semakin padat vegetasi. Citra hasil Transformasi NDVI disajikan
pada gambar 8.

Gambar 8. Citra hasil transformasi NDVI


28

Hasil transformasi NDVI diklasifikasi berdasarkan nilai NDVI ketegori


jarang, sedang dan padat (Tabel 5). Hasil klasifikasi berdasarkan nilai NDVI
dibagi menjadi 2 kategori yaitu antara tahun 2017 dan 2021, dan disajikan pada
gambar 9.

Gambar 9. Hasil klasifikasi berdasarkan nilai NDVI 2017 dan 2021

Hasil klasifikasi berdasarkan nilai NDVI menunjukkan perbedaan luasan


persentase kerapatan dan berdasarkan ketegori jarang, sedang, dan padat.
Perbedaan luasan hasil transformasi NDVI dalam menentukkan tingkat kerapatan
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5. Luas hasil klasifikasi kerapatan mangrove antara tahun 2017 - 2021
Luas (Ha)
Kelas
Kerapatan 2017 Kerapatan 2021
Padat 121,86 184,68
Sedang 128,52 197,46
Jarang 5,85 155,43

Dari tabel diatas dapat dilihat perbedaan luasan kelas klasifikasi kerapatan
yanng dihasilkan. Hasil kerapatan mangrove tahun 2017 sebesar 256,23 Ha,
sedangkan tahun 2021 memiliki luas kerapatan sebesar 537,57 Ha. Hasil
klasifikasi menunjukkan perbedaan luasan kerapatan antara tahun 2017 dan
tahun 2021, hal ini disebabkan karena adanya penanam mangrove yang rutin
29

dilaksanakan setiap tahun pemerintah setempat.


5. Hasil Ground Check Lapangan
Berdasarka hasil analisis lapangan citra yang dilakukan melalui sistem
informasi geografis, dilakukan ground check pada persebaran kerapatan
mangrove yang ada ground check dilakukan sebagai pedoman dalam melakukan
klasifikasi terbimbing. Ground check dilakukan pada langsat 8 yang bertujuan
untuk pengecekan kebenaran klasifikasi kerapatan mangrove dan untuk
mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan dikawasan Kecamatan Wotu,
pengecekan dilakukan dengan bantuan Globar Position System (GPS). Masing-
masing kelas kerapatan mangrove di wakili dengan 4 pos pengamatan. Setiap pos
pengamatan didatangi kemudian dilakukan pendataan, pengamatan serta
pencatatan informasi yang ada di lapangan dan data yang diambil adalah rekam
titik koordinat.

Gambar 10.Peta lokasi pengamatan


30

Adapun hasil ground check lapangan berdasarkan interpretasi citra dapat


dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Hasil ground check lapangan berdasarkan interprestasi citra.
No Citra Titik Koordinat Hasil Hasil groundcheck
interprestasi lapangan Kesesuain

1 -2 o 37’07”115 S
120 o 48’ 34’067” E
Padat Sesuai

2 -2 o 38’14”879 S
120 o 49’55”714 E Sedang Sesuai

3 -2 o 37’ 10”212 S
120o 45’ 31”832

Sedang Sesuai

4 -2o 37’ 08”730


120o 45’ 39”v102
Jarang Sesuai
31

Berdasarkan hasil groud check pada tabel 7 diatas maka dapat dilihat
hasil interprestasi kappa yaitu jumlah sampel 20 titik dengan 18 titik koordinat
benar dan salah 2 titik hasil interprestasi ini dapat dilihat dalam lampiran
sedangkan untuk groundcheck hanya 4 titik
Kondisi lapangan Tingkat
Hasil akurasi
Interprestasi Jumlah sampel

Benar Salah

Persebaran kerapatan 20 18 2 88%


mangrove
Tingkat kebenaran interprestasi = Jumlah titik benar x 100%
Jumlah titik yang di survei

=88/100*100% = 88%

Setelah melakukan klasifikasi persebaran kepadatan mangrove di


kecamatan wotu maka dilakukan hasil interprestasi citra yang sudah di ketahui
titik koordinat kemudian melakukan pengecekan dengan ground check lapangan
setelah itu datanya di analisis ke absahan atau ketelitian hasil interperstasi citra.
Bahwa suatu hasil interprestasi tingkat ketelitiannya harus mencapai minimal >
85%. Pada tabel 4 hasil uji interprestasi kappa yaitu melebihi 85% dimana yaitu
88% jadi hasil interprestasi citra sudah sesuai.
Klasifikasi terbimbing adalah pembagian yang dilakukan dengan arahan
analisis (sipervised). Kriteria pengelompokkan dikelas ditetapkan berdasarkan
pencirian kelas (signature class) yang di peroleh melalui pembuatan tranining
area, citra hasil klasifikasi terbimbing untuk masing - masing kategori persebaran
kepadatan mangrove antara tahun 2017 dan 2021 disajikan secara berturut-turut
pada gambar dibawah ini:
32

Gambar 11. Peta persebaran kepadatan mangrove tahun 2021


33

Gambar 12. Persebaran kerapatan mangrove tahun 2017


34

Gambar 13. Peta persebaran luasan mangrove tahun 2021


35

Gambar 14. Peta persebaran luasan mangrove taun 2017


36

4.2 Pembahasan Penelitian


1. Perubahan lahan mangrove tahun 2017- 2021
Dari hasil analisis spasial klasifikasi secara terbimbing citra landsat 8
tahun 2017 dan 2021 dikawasan lahan mangrove di Kecamatan Wotu di dapatkan
luas masing-masing kategori penutupan lahan seperti yang tertera tabel dibawah
ini.
Tabel 8. Data luasan lahan mangrove tahun 2017 - 2021
No 2017 2021
Persebaran Luas Mangrove
Ha (%) Ha (%)
1 Padat 121,86 47% 184,68 34%
2 Sedang 128,52 50% 197,46 36%
3 Jarang 5,85 2% 155,43 28%
Jumlah 256,23 99 537,57 98

Sebaran dan luas kawasan mangrove di Kecamatan Wotu berdasarkan


pengelohan dari data citra landsat 8 di kecamatan Wotu tercatat luas lahan
mangrove tahun 2017 yaitu sebasar 256, 23 ha, sedangkan pada tahun 2021
luasan kawasan mangrove sebasar 537.57 pertumbuhan luasan mangrove dari
tahun 2017 ke 2021 sebesar 281,34 ha atau sekitar 52,33% bertambah nya luasan
mangrove ini karena adanya upaya dari pemda setempat dan masayrakat yang
selalu melakukan program penanam mangrove di Kecamatan Wotu.
Perubahan luasan lahan mangrove tahun 2017 dan 2021 di Kecamatan
Wotu dapat lihat pada tabel 8 di ketahui total luasan lahan mangrove di
Kecamatan Wotu pada tahun 2017 dan 2021 kemudian dimasukan rumus untuk
mengetahui berapa perubahan luasan mangrove selama 5 tahun terakhir sehingga
jika dimasukkan angka luasan tahun 2017 - 2021 yaitu menjadi

Jadi perubahan luasan lahan mangrove tahun 2017 dan 2021


bertambah sebasar 281,34 ha setelah mengetahui luasan perubahan lahan
mangrove.
37

Perbedaan tingkat kerapatan mangrove pada tahun 2017-2021 dissajikan


pada gambar dibawah ini :
250

197.46
200 184.68

155.43
150
Luas(Ha)

121.86 128.52

2017
100
2021

50

5.85
0
Padat Sedang Jarang
Tingkat Kerapatan Mangrove

Gambar 15. Perubahan kerapatan mangrove di Kecamatan Wotu

Berdasarkan gambar 18 maka diperoleh hasil yang menggambarkan


perubahan kondisi tingkat kerapatan kondisi mangrove di Kecamatan Wotu,
mengalami perubahan sejak tahu 2017 hingga 2021. Dimana tingkat kerapatan
mangrove untuk kategori jarang mengalami peningkatan yaitu 5,85 Ha pada
tahun 2017 menjadi 155,43 Ha pada tahun 2021, kategori sedang mengalami
peningkatan yaitu seluas 128, 52 Ha pada tahun 2017 menjadi 197,46 Ha pada
tahun 2021 sedangkan untuk kategori padat mengalami kenaikan 121,86 Ha
pada tahun 2017 menjadi 184,68 di tahun 2021.
Tabel 9. Perubahan luasan lahan mangrove
No Nama Tahun Perubahan Perubahan luas
Luas(ha) pertahun
2017 2021
1 Mangrove 256,23 537,57 281,34 56,26
38

Perubahan Luasan Mangrove

281,34 ha 256,23 ha

2017
537,57 ha
2021
Perubahan Luas (ha)

Gambar 16. Perubahan luasan mangrove

Berdasarkan hasil yang diperoleh diatas maka data perubahan luas


mangrove tahun antara tahun dari tahun 2017 – 2021 mengalami kenaikann
seluas 281,34 ha menjadi 537,57 ha atau sekitar 52% pada tahun 2021.
Terjadinya penambahan luas mangrove disebabkan karana ada peratuaran dari
pemerintah setempat untuk tidak menebang mangrov dan ada kesadaran dari
masyarakat itu sendiri untuk tidak memanfaatkan mangrove secarra berlebihan.
2. Faktor – faktor penyebab perubahan lahan mangrove
Penambahan luasan juaga sebagian kecil disebabkan oleh penaman
mangrove oleh masyarakat sekitar dan tumbuh secara alami sebesar 12% - 13%.
Persentase hasil kuesioner penyebab bertambahnya laus mangrove disajikan pada
gambar dibawah ini.

Penyebab Bertambahnya Luasan Mangrove di


Kecamatan Wotu

38% 37%

Penanaman oleh pemerintah setempat


Penanaman oleh masyarakat

13% 12% Tumbuh alami


Pelarangan

Gambar 17. Persentase penyebab bertambahnya luasan mangrove


39

Adapun penyebab kerusakan berdasarkan personal komunikasi dengan


masyarakat sekitar pesisir Kecamatan Wotu, sebagian besar 75% kerusakan
pohon mangrove disebabkan oleh angin pada musim barat. Selain itu iklim kering
yang berkepanjangan dapat menyebabkan akumulasi garam dalam tanah yang
dapat mengakibatkan kematian pada mangrove

Penyebab Berkurangnya Kerapatan Mangrove


di Kecamatan Wotu

45% 43%

Penabangan

Alih fungsi lahan

12% Angin

Gambar 18. Persentase penyebab berkurangnya luasan mangrove

Selain belum pulihnya ekosistem mangrove akibat penebangan liar, hal


ini sebabkan beberapa masyarakat setempat masih memanfaatkan mangrove
dalam kehidupan sehari –hari seperti digunakan jadi kaya bakar, ataupun
digunakan bahan dalam membuat tiang dan membuat alat tangkap tradisional.
Ditemukan jenis Rhizophora stylosa yang dimanfaatkan masyarakat sebagai
penahan abrasi pada pematang tambak, hasil wawacara dengan masyarakat
sekitar.
40

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka disimpulkan
bahwa :
1. Kondisi ekosistem mangrove pada tahun 2017 – 2021 di Kecamatan Wotu
mengalami kenaikan pada persebaran luasan lahan seluas 281,34 ha menjadi
537,57 ha di tahun 2021
2. Perubahan ekosistem mengrove pada tahun 2021 di Kecamatan Wotu juga
mengalami penurunan pada kondisi jarang 28%, sedang 36%, dan padat
34%. Sedangkan pada tahun 2017 jarang 2%, sedang 50% dan padat 47%.

5.2 Saran
Sebaiknnya dilakukan pemulihan ekosistem mangrove dalam bentuk
rehabilitas pada lokasi – lokasi yang mangrove nya masuk kategori jarang dan
sedang untuk mengembalikan ekosistem mangrove yang telah rusak. Selain
itu, perlu dilakukan bentuk penyadaran kepada masyarakat untuk melestarikan
ekosistem mangrove sebagai upaya menjaga keberadaan ekosistem mangrove
agar tidak terdegradasi.
41

DAFTAR PUSTAKA

Ahaliki, B 2018. Sistem Informasi Geografis (SIG) Analisis Metode Saw


Dalam Pemetaan Lokasi Sarana Prasana Kawasan Pemukiman
Kumuh di Kota Gorontalo Berbasis Web Sig. Jurnal Teknologi
Informasi Indonesia (JTII). 3 (1Mei): 18-22.

Ariyanti, R., & Kanedi, I. K. 2015. Pemanfaatan Google Maps API Pada Sistem
Informasi Geografis Direktori Perguruan Tinggi di Kota Benggkulu.
Jurnal Media Infotoma. 11 (12).

Asirwan. 2017. Pentaun Perubahan Luasan Luas dan Kerapatan Mangrove di


Pulau Pannikian Kabupaten Barru Tahun 2016 Univesitas
Hasanddin Makassar. Skripsi Tidak di Terbitkan.

BPS. Kabupaten Luwu Timur, 2019. Geografis Kecamatan Wotu. Badan Pusat
Stastistik Luwu Timur

Crysta, E. A. 2017. Analisis Tingkat Kekumuhan dan Pola Penanganannya


(Studi Kasus : Kelurahan Keputih, Surabaya). Skripsi tidak
diterbitkan. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Febrian, Naningsih, Bernedetta. 2015. Aplikasi Citra Landsat (Thematic


Mapper) dan Oli (Operational Land Imager) Untuk Pemetaan
Perubahan Tutupan dan Kerapatan Mangrove Tahun 1990 – 2015
di Pulau Batam dan Sekitarnya. Universitas Gadja Mada
Yogyakarta. Skripsi Tidak di Terbitkan.

Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove &


Aplikasinya Dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Yogyakarta :
Graha Ilmu.

Lucyana, R. 2016. Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Pariwisata


Kabupaten Pesisir Barat Berbasis Web. Skripsi tidak diterbitkan.
Lampung : Univesitas Lampung.

Prahasta, E. 2019. Konsep – Konsep Dasar Sig, Informatika. Bandung.

Rosdania, R., Agus, F., & Kridalaksana, A. H. 2016 Sistem Informasi Geografi
Batas Wilayah Kampus Universitas Mulawarman Menggunakan
Google Maps API. Informatika Mulawarman: Jurnal Ilmiah Ilmu
Komputer. 10(1) : 38 – 46.

Sasanto, A. Kharis, A. dan Khotimah, T. 2016. Sistem Informasi Geografis


Pemetaan Lahan Pertanian dan Komoditi Hasil Panen Kabupaten
Kudus. Jurnal Informatika Vol. 10, No. 2.
42

Setiawan, H., & Larasati, D. A. (2016). Kontribusi Ekosistem Mangrove Dalam


Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil. Studi
Kasus di Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.

Syamsu, dkk. 2018. Study of Land Cover in the Mangrov Ecosystem of the
East Coast of Surabaya. Jurnal Kajian Perubahan Tutupan Lahan.
Diakses 25 Agustus-2020.

Syamsu, Dkk. 2018. Study of Land Cover In The Mangrove Ecosystem Of The
East Coast Of Surabaya. Jurnal Kajian Perubahan Tutupan Lahan.
Diakses 25 Agustus 2020.

Tuwo, A. 2011. Pengolahan Ekowisata Pesisir dan Laut. Penerbit Brilian


Internasional. Surabaya

Widodo, E., Y., W., 2014. Perubahan Kondisi Mangrove Antara Tahun 1999-
2011 di Pesisir Kecamatan Bonggoro Kabupaten Panngkep. Skripsi.
Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.

USGS, 2021. Using The USGS Landsat 8 Product.

Van, T. T., Wilson, N., Thanh- Tung, H., Quisthoudt, K, Quang- Minh, V.,
Xuang- Tuan, L., Dahdouh- Guebas, F., Koedam, N, 2014. Changes
In Mangrove Vegetation Area and Character In a War and Land Use
Change Affected Region Of Vietnam ( Mui Ca Mau) Over Six
Decades Acta Oecologia 1- 11
43

LAMPIRAN
44

Lembar 1. Instrumen Wawancara

LEMBAR INSTRUMEN WAWANCARA

Judul Penelitian:

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN PERUBAHAN LUASAN


LAHAN MANGROVE DIKECAMATAN WOTU BERBASIS
CITRA SATELIT

ADI SETIAWAN RAUP


1604411180

FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER


UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2021
45

LEMBAR INSTRUMEN PELAKSANAAN WAWANCARA

Petunjuk Wawancara :
1. Tulislah identitas Anda pada tempat yang telah disediakan.
2. Berikut disampaikan beberapa pertanyaan yang harus Anda jawab
dengan jujur dan berdasarkan dengan keadaan sebenarnya.
3. Pertanyaan yang diajukan dalam proses wawancara bersifat
terstruktur yang artinya pewawancara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan khusus yang telah dirancang sebelumnya.
4. Hasil wawancara yang disampikan oleh narasumber nantinya akan
dicatat langsung.
Identitas Narasumber

Nama Lengkap : Mursalim


Perkerjaan : Nelayan
Alamat : Desa Bawalipu, Kec. Wotu, Kab. Lutim

InstrumenWawancara
Pertanyaan
1. Sejauh ini apakah manfaat ekosistem mangrove untuk lingkungan
sekitar sejauh yang anda tau !
Jawab :
Ekosistem mangrove sangat bermanfaat bagi kami karna dengan itu kami
tidak pergi terlalu jauh saat mencari ikan dan juga dengan ada nya
mangrove kami juga bisa memanfaatkan batangnya untuk bahan untuk
membuat rumpong ikan
46

2. Sejauh yang anda tau, siapa saja yang peduli dengan keberadaan
mangrove di Kecamatan Wotu?
Jawab :
Yang saya tau pemda setempat dan karataruna yang biasa melakukan
penanam secara bertahap pada daerah yang memiliki rusakan pada air bibir
pantai

3. Mengapa kawasan mangrove ini bisa tetap ada, dan apakah harus
dijaga !
Jawab :
Itu karna adanya larangan oleh pemda terhadap penebangan mangrove
secara berlebihan dan kami juga sadar bahwa penting nya untuk menjaga
ekosistem dengan tidak berlebihan dalam memanfaatkan mangrove

4. Apakah anda pernah terlibat dalam konservasi lahan mangrove ! Apa


alasan nya
Jawab :
Saya pernah ikut terlibat dalam konservasi tapi hanya 1 kali dan biasanya
saya juga sering meminjamkan perahu saya untuk membawa bibit mangrove
yang akan di taman

5. Apakah ada anda tau perubahan mangrove saat ini dan penyebab nya
sehingga terjadi perubahan kawasan mangrove
Jawab :
Iya perubahan nya sudah ada walaupun tidak terlalu tapi itu sudah sangat
bagus menurut saya, dan adapun mengenai perubahan itu karna adanya
kegiatan penanaman oleh pemda yang dan ada juga penanaman yang
dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di kawasan itu dan ada juga yang
tumbuh alami
6. Siapa yang paling banyak berperan dalam bertambah nya luasan
kawasan mangrove yang ada saat ini !
Yang saya tau yang paling berperan itu yang pertama ada nya penanaman
serta karna adanya larangan dan adapun juga penenaman oleh masyakat itu
sendiri dan adanya mangrove yang tumbuh secara alami
47

7. Apa penyebab kerusakan kerapatan mangrove di Kecamatan Wotu ?


Jawab :
Yang saya tau bisa nya magrove itu rusak karna berbagai faktor seperti
angin kecang yang biasanya sama adanya penebangan ada alih fungsi lahan
untuk jadi tambak atau pembagunan rumah warga ada dikawasan tersebut

8. Siapa yang paling banyak menyebabkan terjadi nya kerusakan


kerapatan mangrove di Kecamatan Wotu?
Jawab
Yang paling menyebabkan kerusakan itu biasanya angin kecang dan
penebangan liar serta alih fungsi lahan
48

Lembar 2. Domentasi Penellitian

DOKUMENTASI PENELITIAN

Judul Penelitian:

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN PERUBAHAN LUASAN


LAHAN MANGROVE DIKECAMATAN WOTU BERBASIS
CITRA SATELIT

ADI SETIAWAN RAUP


1604411180

FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER


UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2021
49

Lampiran 2. Dokmentasi Penelitian


50
51
52
53

Anda mungkin juga menyukai