Anda di halaman 1dari 312

PENGARUH KOMPETENSI,

BUDAYA ORGANISASI DAN PERILAKU WIRAUSAHA


TERHADAP KINERJA BUMDes DI KABUPATEN GORONTALO

DISERTASI

Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Doktor


Program Studi Administrasi Publik

RUSLI ISA
NIM: 7602141010

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
ABSTRAK

RUSLI ISA, 2022 Pengaruh Pengaruh Kompetensi, Budaya Organisasi, dan


Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Organisasi BUMDes di Kabupaten
Gorontalo. Promotor Prof. Dr. Asna Aneta, M.Si. Co-promotor 1 Dr. Rosman Ilato,
M.Pd. dan Co-promotor II Dr. Yanti Aneta, S.Pd., M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kompetensi,


budaya organisasi, dan perilaku wirausaha terhadap kinerja Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode ex post facto.
Sampel dalam penelitian adalah pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
yang ada di Kabupaten Gorontalo sebanyak 114 orang. Adapun teknik
pengumpulan data menggunakan kuisioner dan wawancara dengan teknik analisis
data menggunakan PLS (Partial Least Square) melalui aplikasi SmartPLS 3.1.
Hasil dari penelitian ini diperoleh: 1) Kompetensi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap perilaku wirausaha pengelola BUMDes di Kabupaten
Gorontalo sebesar 57,2 %, 2) Kompetensi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo sebesar 20 %, 3) Budaya
organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku wirausaha
pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo sebesar 29,2 %, 4) Budaya organisasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten
Gorontalo sebesar 34,3 %, 5) Perilaku wirausaha pengelola berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo sebesar 34,9 %, 6)
Kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja BUMDes di
Kabupaten Gorontalo yang dimediasi oleh perilaku wirausaha sebesar 28 %, 7)
Budaya organisasi berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap kinerja
BUMDes di Kabupaten Gorontalo yang dimediasi oleh perilaku wirausaha sebesar
-9,7 %. Hasil penelitian ini secara garis besar menggambarkan bahwa dari tiga
variabel memberi pengaruh positif terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten
Gorontalo. Secara lebih spesifik hasil analisis baik teoritik maupun empirik temuan
penelitian masing-masing indikator ditiap variabel belum maksimal mendongkrak
kinerja BUMDes. Olehnya melalui temuan hasil penelitian ini peneliti menawarkan
perlu adanya penambahan indikator baru pada masing-masing variabel yaitu: untuk
variabel kompetensi ditambahkan indikator kegigihan, variabel budaya organisasi
ditambahkan indikator internalisasi nilai, dan variabel perilaku wirausaha
pengelola ditambahkan indikator membina hubungan baik dengan pihak luar.

Kata Kunci: Kompetensi, Budaya Organisasi, Perilaku Wirausaha, dan Kinerja


BUMDes.

iv
PERNYATAAN KEORSINILAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Disertasi yang saya susun

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Pascasarjana Universitas

Negeri Gorontalo seluruhnya merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Disertasi yang saya kutip

dan hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian isi Disertasi ini

bukan hasil karya saya sendiri atau ada indikasi unsur plagiat dalam bagian-bagian

tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya

sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

Gorontalo, Mei 2022

Rusli Isa
NIM. 7602141010

v
vi

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah patut kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan petunjuk dan tuntunan-Nya hingga penyusunan naskah disertasi ini

dapat diselesaikan. Naskah disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh

gelar doktor pada Program Studi Administrasi Publik Pascasarjana Universitas

Negeri Gorontalo. Adapun judul naskah disertasi adalah: “Pengaruh Kompetensi

Pengelola, Budaya Organisasi dan Perilaku Wirausaha Tehadap Kinerja

Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten Gorontalo”.

Peneliti menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan

namun sebagai penyusun saya telah berupaya semaksimal mungkin untuk

penyelesaiannya. Keberhasilan peneliti dalam penyusunan disertasi ini tak lepas

dari bantuan dari berbagai pihak dalam pelaksanaan penelitian, oleh karena itu

perkenankan saya mengucapkan banyak terima kasih. Secara khusus ucapan terima

kasih yang mendalam dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para

promotor; Prof. Dr. Hj. Asna Aneta, M.Si selaku Promotor, Bapak Dr. Rosman

Ilato, M.Pd. selaku co-Promotor I, dan Ibu Dr. Yanti Aneta, S.Pd., M.Si. selaku

co-Promotor II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam

penyelesaian disertasi ini.

Melalui kesempatan ini pula peneliti tak lupa mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Edwart Wolok, ST., MT., IPM. selaku Rektor Universitas Negeri

Gorontalo.

vi
vii

2. Bapak Dr. Harto Malik, M.Hum selaku Wakil Rektor I Universitas Negeri

Gorontalo, Ibu Dr. Ir. Yuniarti Koniyo, MP. selaku Wakil Rektor II Universitas

Negeri Gorontalo, Bapak Dr. Muhammad Amir Arham, ME. selaku Wakil

Rektor III Universitas Negeri Gorontalo, dan Ibu Prof. Karmila Machmud, S.Pd.,

MA., Ph.D. selaku Wakil Rektor IV Universitas Negeri Gorontalo.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Asna Aneta, M.Si. selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Negeri Gorontalo sekaligus sebagai Ketua Tim Promotor.

4. Bapak Dr. Ir. Hasim, M.Si. selaku Wakil Direktur Program Pascasarjana

Universitas Negeri Gorontalo, Ibu Prof. Dr. Weny JA. Musa, M.Si. selaku Wakil

Direktur II Program Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo.

5. Ibu Dr. Yanti Aneta, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Doktor

Administrasi Publik sekaligus sebagai co-Promotor II Program Pascasarjana

Universitas Negeri Gorontalo.

6. Bapak Drs. Nawir Tandako, ME. selaku Kepala Dinas Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa Kabupaten Gorontalo dan Bapak Hermanto F. Asona,

S.TP selaku Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten

Gorontalo yang telah memberi ijin pelaksanaan penelitian kepada peneliti.

7. Bapak Bapak Agus Paramata, S.Pd., M.Pd. selaku Kepala Bidang Pemberdayaan

Masyarakat Desa dan Ibu Yusna Karim, S.IP. selaku kepala Seksi

Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat Desa pada Dinas Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa Kabupaten Gorontalo.

Rasa haru dan bangga disertai ucapan terima kasih yang tak terhingga

disampaikan kepada keluarga tercinta; kedua orang tua Almarhum Abd. Latif Isa
viii

dan Almarhummah Saada Duhe dan kedua mertua peneliti Almarhum Abas Rupu

serta Almarhummah Nur Mo’o yang tidak sempat menyaksikan keberhasilanku.

Kepada isteri tercinta Lun A. Rupu, S.Pd., M.Si dan anak-anak tercinta Lutviana

Rachma Eka Putri Isa serta Zachra Amalia Dwi Ramadhani Isa yang banyak

memberi dukungan dan motivasi. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga

peneliti sampaikan kepada saudara-saudara yang selalu memberikan dukungan dan

do’a.

Disertasi ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan bidang

Administrasi Publik meskipun disadari masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu kritik dan saran serta masukan menjadi harapan peneliti guna

penyempurnaannya. Semoga ilmu yang kita peroleh menjadi penuntun hidup dunia

dan akirat serta mendapat berkat dari Allah SWT.. Aamiin.

Gorontalo, Mei 2022


Peneliti

Rusli Isa
NIM. 7602141010
ix

DAFTAR ISI

JUDUL ……………………………………………………………................. i
LEMBAR PERSETUJUAN KOMISI PROMOTOR ……………………….. ii
ABSTRACT …………………………………………………………………. iii
ABSTRAK …………………………………………………………………... iv
PERNYATAAN KEORSINILAN …………………………………………... v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ix
DAFTRA TABEL …………………………………………………………… xiv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xviii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1
1.2 Identifikasi Masalah ………………………………………….. 15
1.3 Pembatasan Masalah …………………………………………. 16
1.4 Rumusan Masalah ……………………………………………. 17
1.5 Tujuan Penelitian …………………………………………….. 17
1.6 Manfaat Penelitian ………………………………………….... 18

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN ……………... . 20


2.1 Kajian Teori …………………………………………………... 20
2.1.1. Kinerja Organisasi ……………………………………... 20
2.1.1.1 Konsep Kinerja ………………………………… 20
2.1.1.2 Penilaian Kinerja ………………………………. 27
2.1.1.3 Indikator Kinerja Organisasi ………………….. 30
2.1.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Organisasi ……………………………………… 35

ix
x

2.1.1.5 Kinerja Usaha BUMDes ……………………….. 41


2.1.2 Perilaku Wirausaha …………………………………….. 51
2.1.2.1 Pengertian Kewirausahaan ……………………... 51
2.1.2.2 Pengertian Wirausaha ………………………….. 57
2.1.2.3 Pengertian Perilaku Wirausaha ………………… 64
2.1.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Wirausaha ………………………………………. 73
2.1.3 Kompetensi …………………………………………….. 78
2.1.3.1 Pengertian Kompetensi ………………………… 78
2.1.3.2 Karakteristik Kompetensi ……………………… 82
2.1.4 Budaya Organisasi ……………………………………... 89
2.1.4.1 Pengertian Budaya ………................................... 89
2.1.4.2 Pengertian Budaya Organisasi …………………. 92
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan ……………………….. 98
2.3 Kerangka Pikir Penelitian ……………………………………. 109
2.3.1 Pengaruh Kompetensi Terhadap Perilaku Wirausaha …. 109
2.3.2 Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja ………………. 110
2.3.3 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku
Wirausaha ………………………………………………. 112
2.3.4 Pengaruh Budaya Organisasi Tehadap Kinerja ………… 113
2.3.5 Pengaruh Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja ………. 115
2.4 Hipotesis Penelitian …………………………………………… 118

BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………. 120


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………… 120
3.2 Pendekatan, Metode dan Desain Penelitian ………….………… 120
3.2.1 Pendekatan ……………………………………………… 120
3.2.2 Metode Penelitian ……………………………………… 121
xi

3.2.3 Desain Penelitian ………………………………………. 121


3.3 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel Penelitian …… 122
3.3.1 Definisi Konseptual Variabel Penelitian …..…………… 122
3.3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ……………….. 125
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ……………………………… 137
3.4.1 Populasi Penelitian ……………………………………… 137
3.4.2 Sampel Penelitian ………………………………………. 138
3.5 Teknik Pengumpulan Data …………………………………… 139
3.6 Pengujian Instrumen Penelitian ………………………………. 141
3.6.1 Uji Validitas ……………………………………………. 142
3.6.3 Uji Realibiltas ………………………………………….. 143
3.7 Teknik Analisis Data …………………………………………. 144
3.7.1 Spesifikasi Model Dengan PLS …..……………………. 145
3.8 Uji Hipotesis …………………………………………………. 148

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………… 151


4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ……………………………………. 151
4.1.1 Desksi[si Profil Responden …………………………….. 151
4.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian ………………………………. 153
4.2.1 Deskripsi Variabel Kompetensi Pengelola ……………... 154
4.2.2 Deskripsi Variabel Budaya Organisasi …………………. 158
4.2.3 Deskripsi Variabel Perilaku Wirausaha ………………… 161
4.2.4 Deskripsi Variabel Kinerja Badan Usaha Milik Desa ….. 166
4.3 Analisis Data ………………………………………………….. 170
4.3.1 Kesesuaian Model Pengukuran Untuk Kompetensi
Pengelola ………………………………………………... 172
4.3.2 Kesesuaian Model Pengukuran Untuk Budaya
Organisasi ………………………………………………. 176
xii

4.3.3 Kesesuaian Model Pengukuran Untuk Perilaku


Wirausaha ………………………………………………. 180
4.3.4 Kesesuaian Model Pengukuran Untuk Kinerja
BUMDes ………………………………………………... 184
4.4 Uji Hipotesis …………………………………………………... 188
4.4.1 Uji Hipotesis Pengaruh Kompetensi Pengelola Terhadap
Perilaku Wirausaha ……………………………………... 188
4.4.2 Uji Hipotesis Pengaruh Kompetensi Pengelola Terhadap
Kinerja Badan Usaha Milik Desa ……………………….. 193
4.4.3 Uji Hipotesis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap
Perilaku Wirausaha ……………………………………… 197
4.4.4 Uji Hipotesis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap
Kinerja Badan Usaha Milik Desa ……………………….. 200
4.4.5 Uji Hipotesis Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja
Badan Usaha Milik Desa ………………………………... 204
4.4.6 Uji Hipotesis Pengaruh Kompetensi Pengelola Yang
Dimediasi Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Badan
Usaha Milik Desa ………………………………………... 208
4.4.7 Uji Hipotesis Pengaruh Budaya Organisasi Yang
Dimediasi Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Badan
Usaha Milik Desa ……………………………………….. 212
4.5 Pembahasan ……………………………………………………. 218
4.5.1 Pengaruh Kompetensi Pengelola Terhadap Perilaku
Wirausaha BUMDes Di Kabupaten Gorontalo …………. 218
4.5.2 Pengaruh Kompetensi Pengelola Terhadap Kinerja
Badan Usaha Milik Desa Di Kabupaten Gorontalo ……. 223
4.5.3 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku
Wirausaha BUMDes Di Kabupaten Gorontalo ………… 227
xiii

4.5.4 Pengaruh Budaya organisasi Terhadap Kinerja BUMDes


Di Kabupaten Gorontalo ………………………………... 232
4.5.5 Pengaruh Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja
BUMDes Di Kabupaten Gorontalo ……………………... 236
4.5.6 Pengaruh Kompetensi Pengelola Yang Dimdiasi Perilaku
Wirausaha Terhadap Kinerja BUMDes Di Kabupaten
Gorontalo ………………………………………………... 240
4.5.7 Pengaruh Budaya Organisasi Yang Dimediasi Perilaku
Wirausaha Terhadap Kinerja BUMDes Di Kabupaten
Gorontalo ………………………………………………... 244
4.6 Pengembangan Teori …………………………………………... 249
4.6.1 Pengembangan Tori Kompetensi Pengelola Terhadap
Kinerja Usaha Badan Usaha Milik Desa ………………… 249
4.6.2 Pengembangan Teori Budaya Organisasi Terhadap
Kinerja Usaha Badan Usaha Milik Desa ………………… 255
4.6.3 Pengembangan Teori Perilaku Wirausaha Terhadap
Kinerja Usaha Badan Usaha Milik Desa ………………… 261

BAB V PENUTUP ………………………………………………………….. 269


5.1 Kesimpulan …………………………………………………….. 269
5.2 Implikasi ……………………………………………………….. 272
5.3 Saran ……………………………………………………………. 273

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 276


Lampiran
xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Prosentase Keaktifan Perkembangan Badan Usaha Milik Desa


(BUMDes) Se-Kabupaten Gorontalo …………….................... 10
Tabel 1.2 Data Klasifikasi Perkembangan Badan Usaha Milik Desa
BUMDes Kabupaten Gorontalo ……………………………… 11
Tabel 2.1 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan ………………………. 99
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian ……………………………… 133
Tabel 3.2 Sebaran Populasi Penelitian ………………………………….. 138
Tabel 3.3 Sampel Penelitian …………………………………………….. 139
Tabel 4.1 Data Interpretasi Skor Item Dalam Variabel Penelitian ……… 154
Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap Variabel
Kompetensi Pengelola ……………………………………….. 155
Tabel 4.3 Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap Variabel
Budaya Organisasi …………………………………………… 158
Tabel 4.4 Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap Variabel
Perilaku Wirausaha ………………………………………….. 162
Tabel 4.5 Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap Variabel
Kinerja Badan Usaha Milik Desa ……………………………. 167
Tabel 4.6 Uji Validitas Indikator Konstruk Variabel Kompetensi
Pengelola …………………………………………………….. 173
Tabel 4.7 Uji Validitas Kesesuaian Model Variabel Kompetensi
Pengelola …………………………………………………….. 174
Tabel 4.8 Uji Reliabilitas Model Variabel Kompetensi Pengelola …….. 175
Tabel 4.9 Uji Validitas Indikator Konstruk Variabel Budaya
Organisasi ……………………………………………………. 177
Tabel 4.10 Uji Validitas Kesesuaian Model Variabel Budaya Organisasi .. 178

xiv
xv

Tabel 4.11 Uji Reliabilitas Kesesuaian Model Variabel Budaya


Organisasi ……………………………………………………. 179
Tabel 4.12 Uji Validitas Indikator Konstruk Variabel Perilaku
Wirausaha …………………………………………………….. 180
Tabel 4.13 Uji Validitas Kesesuaian Model Variabel Perilaku
Wirausaha …………………………………………………….. 182
Tabel 4.14 Uji Reliabilitas Kesesuaian Model Variabel Perilaku
Wirausaha …………………………………………………….. 183
Tabel 4.15 Uji Validitas Indikator Konstruk Variabel Kinerja BUMDes ... 185
Tabel 4.16 Uji Validitas Kesesuaian Model Variabel Kinerja BUMDes … 186
Tabel 4.17 Uji Reliabilitas Kesesuaian Model Variabel Kinerja BUMDes.. 187
Tabel 4.18 Evaluasi Pengukuran Inner Model Kompetensi Pengelola ……. 188
Tabel 4.19 Evaluasi Jalur Pengaruh Model Kompetensi Pengelola
Terhadap Perilaku Wirausaha …………………………………. 199
Tabel 4.20 Evaluasi Jalur Pengaruh Model Kompetensi Pengelola
Terhadap Kinerja Badan Usaha Milik Desa ………………….. 193
Tabel 4.21 Evaluasi Pengukuran Inner Model Budaya Organisasi ……….. 197
Tabel 4.22 Evaluasi Jalur Pengaruh Model Budaya Organisasi Terhadap
Perilaku Wirausaha BUMDes ………………………………… 198
Tabel 4.23 Evaluasi Jalur Pengaruh Model Budaya Organisasi Terhadap
Kinerja Badan Usaha Milik Desa …………………………….. 201
Tabel 4.24 Evaluasi Pengkuran Inner Model Perilaku Wirausaha ……….. 204
Tabel 4.25 Evaluasi Jalur Pengaruh Model Perilaku Wirausaha Terhadap
Kinerja Badan Usaha Milik Desa …………………………….. 205
Tabel 4.26 Evaluasi Jalur Pengaruh Kompetensi Pengelola Yang
Dimediasi Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Badan Usaha
Milik Desa ……………………………………………………. 208
Tabel 4.27 Evaluasi Jalur Pengaruh Budaya Organisasi Yang Dimediasi
xvi

Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Badan Usaha MIlik


Desa ………………………………………………………….. . 213
Tabel 4.28 Tawaran Model Temuan Penelitian ………………………….. 267
xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Pendirian BUMDes Kabupaten


Gorontalo …………………………………………………. . 9
Gambar 2.1 Dimensi Kinerja …………………………………………… 23
Gambar 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi…… 36
Gambar 2.3 Central Of Surface Competencies …………………………. 87
Gambar 2.4 Kerangka Pikir Penelitian ………………………………….. 118
Gambar 3.1 Desain Penelitian ………………………………………….. 122
Gambar 3.2 Rancangan Kerangka Pemikiran Pada Model Persamaan
Struktural …………………………………………………... 147
Gambar 4.1 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……………… 151
Gambar 4.2 Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir.. 152
Gambar 4.3 Data Responden Berdasarkan Masa Kerja ………………… 153
Gambar 4.4 First Order Indikator Refleksi Variabel Kompetensi
Pengelola …………………………………………………... 172
Gambar 4.5 First Order Indikator Refleksi Variabel Budaya Organisasi.. 176
Gambar 4.6 First Order Indikator Refleksi Variabel Perilaku Wirausaha. 180
Gambar 4.7 First Order Indikator Refleksi Variabel Kinerja BUMDes ... 184
Gambar 4.8 Model Hubungan Kompetensi Pengelola, Temuan
Penelitian Dengan Kinerja Usaha ………………………….. 253
Gambar 4.9 Model Hubungan Budaya Organisasi, Temuan Penelitian
Dengan Kinerja Usaha ……………………………………... 260
Gambar 4.10 Model Hubungan Perilaku Wirausaha, Temuan Penelitian
Dengan Kinerja Usaha ……………………………………... 264
Gambar 4.11 Kerangka Model Simultan Temuan Penelitian …………….. 266

xvii
Daftar Lampiran

Lampiran 1 : Instrumen Penelitian


Lampiran 2 : Data Informan Penelitian
Lampiran 3 : Hasil Analisis Model Partial Least Square
Lampiran 4 : Model Hasil Uji Analisis Estimasi Parameter
Lampiran 5 : Pengelolahan Data Hasil Penelitian
Lampiran 6 : Surat Ijin Meneliti
Lampiran 7 : Rekomendasi Selesai Meneliti

xviii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perhatian pemerintah dalam Pembangunan Desa dan Kawasan

Perdesaan guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa

ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa, dimana pada pasal 78 ayat (1) disebutkan bahwa, Pembangunan Desa

bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup

manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan

dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi

ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara

berkelanjutan.

Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana disebutkan di atas, Pemerintah

memberi kewenangan kepada Pemerintah Desa untuk membentuk dan

mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang tercantum dalam

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 pada pasal 87 ayat (1) yaitu, Desa dapat

mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa, dengan bidang

usaha yang dapat dijalankan sebagaimana tercantum masih dalam pasal 87 ayat

(3) bahwa, BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau

pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.

Kebijakan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ini

sebagaimana tercantum pada pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan

1
2

Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 dimaksudkan

sebagai upaya menampung seluruh kegiatan dibidang ekonomi dan/atau

pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar Desa.

Keberadaan BUMDes diharapkan juga mampu menstimulasi dan

menggerakkan dan membangkitkan roda perekonomian di pedesaan dengan

memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di desa baik berupa sumber daya

alam maupun sumber daya manusia.

Kebijakan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

dimasing-masing desa dibentuk berdasarkan peraturan desa melalui proses

musyawarah desa antara Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa

(BPD), lembaga kemasyarakatan Desa serta tokoh masyarakat Desa. Pendirian

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagaimana diuraikan pada pasal 3

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

Nomor 4 Tahun 2015 bertujuan; a) Meningkatkan perekonomian desa, b)

Mengoptimalkan asset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa, c)

Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa, d)

Mengembangkan rencana kerjasama usaha antar desa dan/atau dengan pihak

ketiga, e) Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung

kebutuhan layanan umum warga, f) Membuka lapanan kerja, g)

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan

umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa, dan h) Meningkatkan

pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.


3

Pada tahun pertama sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 secara

Nasional telah terbentuk sebanyak 5000 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

dan menunjukkan adanya peningkatan setiap tahunnya. Selanjutnya agar Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah dibentuk dapat berkembang dan

dapat mencapai tujuan sebagaimana tertuang pada pasal 3 Peraturan Menteri

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015

maka pengelolaan BUMDes harus dikelola secara professional dan mandiri

sehingga dibutuhkan orang-orang yang memiliki kompetensi untuk

mengelolanya.

Keberhasilan suatu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam

menjalankan misinya terutama dalam hal peningkatan kinerjanya berupa

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sangat ditentukan oleh

kompetensi pengelolanya. Sebab kompetensi pengelola merupakan karakteristik

dasar yang turut mempengaruhi pencapaian kinerja suatu organisasi, hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh Klemp (dalam Sienkiewicz et. Al 2014 : 17)

bahwa: Competency is a basic characteristics of a person, which determines the

effective performance of tasks and/or the achievement of excellent results. Oleh

karena itu dibutuhkan pengelola yang mempunyai kompetensi dan memiliki

kapasitas sesuai dengan bidang atau unit usaha yang dikelola Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes). Lebih lanjut Spencer dan Spencer 1993 (dalam Sanghi

2007:10) menyatakan bahwa:


4

“Kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan


mengindikasikan cara berprilaku atau berpikir, menyamakan situasi, dan
mendukung untuk periode waktu cukup lama. Terdapat lima tipe
karakteristik kompetensi yaitu; 1) Motiv (motives), 2) Watak (traits), 3)
Konsep diri (self concept), 4) Pengetahuan (knowledge), dan 5)
Keterampilan (skill)”.

Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kompetensi pengelola sangat

dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja organisasi BUMDes. Hal ini

sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Liridon Veliu dan Mimoza

Manxhari (2017) yang melihat dampak dari kompetensi terhadap kinerja

organisasi bisnis Sme’s di Kosovo. Hasil penelitiannya menguatkan model

teoritis dengan asumsi bahwa kompetensi diamati secara signifikan

mempengaruhi kinerja organisasi bisnis Sme’s di Kosovo.

Pengelola yang memiliki kompetensi mampu melihat potensi yang ada

di desa baik potensi sumber daya alam yang bisa dijadikan sebagai komoditi

usaha maupun potensi sumber daya manusia yang dapat diberdayakan dalam

pengelolaan usaha sekaligus sebagai upaya membantu pemerintah dalam

menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat desa. Pemanfaatan dengan

memberdayakan potensi sumber daya manusia ini selain sebagai upaya

membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat juga

berdampak langsung pada berkurangnya pengangguran di desa. Dengan

diberdayakannya potensi sumber daya manusia dalam pengelolaan Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat serta dapat menurunkan angka kemiskinan di desa.

Pemanfaatan sumber daya manusia kedalam pengelolaan Badan Usaha Milik


5

Desa (BUMDes) secara tidak langsung melibatkan mereka dalam proses

pengembangan dan kemajuan organisasi BUMDes.

Sehubungan dengan hal tersebut maka dipandang perlu untuk

memberikan pemahaman dan pengertian kepada masyarakat tentang tujuan

yang ingin dicapai dibentuknya organisasi BUMDes itu sendiri. Perlu pula

pemberian pemahaman akan nilai-nilai atau norma-norma yang dianut

organisasi yang telah disepakati sebelumnya serta sudah menjadi budaya dalam

organisasi BUMDes. Deal dan Kennedy (dalam Alvesson, 2002:43)

menyatakan bahwa budaya yang kuat akan mendorong kinerja. Sementara

Denison (1990:15) mengemukakan bahwa budaya organisasi budaya organisasi

sebagai kunci pengungkit perubahan organisasi dalam meningkatkan kinerja.

Organisasi yang berkinerja tinggi memiliki budaya yang tidak saja kuat tetapi

juga adaptif atau memiliki fokus internal dan fokus eksternal yang kuat. Fokus

internal dicirikan oleh adanya konsistensi (consistency) dan keterlibatan

(involvement), sedangkan fokus eksternal berupa kemampuan beradaptasi

(adaptability) terhadap lingkungan dan misi (mission) yang jelas. Dari kedua

pandangan ini jelas bagi kita bahwa budaya organisasi dapat memberikan

pengaruh pada peningkatan kinerja sebuah organisasi.

Budaya Organisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagaimana

budaya organisasi pada umumnya senantiasa dikaitkan dengan aspek-aspek

lainnya dari perilaku organisasi. Hal ini sebagaimana penelitian yang dilakukan

oleh Susita Asree, Mohamed Zain, dan Mohd Rizal Razalli, (2010) dengan

objek yang diteliti mengenai kompetensi pimpinan, budaya organisasi, dan daya
6

tanggap terhadap kinerja perusahaan pada 88 hotel yang ada di Malaysia yang

dipublikasikan pada International Journal of Contemporary Hospitality

Management Vol. 22 No. 4, 2010. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa

kompetensi pimpinan, budaya organisasi dan daya tanggap mempunyai

hubungan yang positif terhadap peningkatan kinerja organisasi perusahaan.

Temuan penelitian ini menyiratkan bahwa kompetensi pimpinan dan budaya

organisasi dan daya tanggap merupakan faktor-faktor penting dalam

peningkatan kinerja perusahaan dalam hal ini 88 hotel yang ada di Malaysia.

Untuk menjadi seorang wirausahawan setiap individu harus memiliki

sikap perilaku wirausaha yang punya visi atau mampu melihat ke masa depan,

punya pemikiran yang penuh dengan perhitungan dan mampu memecahkan

masalah yang dihadapi. Lebih lanjut Veciana (dalam dalam Cuervo 2007:53)

bahwa perilaku wirausaha memuat enam dimensi yang relevan digunakan untuk

dianalisis yaitu:

“1) The ability to search and gather information (kemampuan untuk


mencari dan mengumpulkan informasi), 2) The ability to identify
opportunities (kemampuan untuk mengidentifikasi peluang), 3) The
ability to deal with risk (kemampuan untuk menangani resiko), 4) The
ability to establish relationships and networks (kemampuan untuk
membangun relasi dan jaringan), 5) The ability to make decisions under
uncertainty and ambiguity (kemampuan untuk membuat keputusan di
bawah ketidakpastian dan ambiguitas), 6) The ability to learn from
experience (kemampuan untuk belajar dari pengalaman)”.

Mencermati uraian di atas dapat dikemukakan bahwa seorang

wirausahawan setidaknya harus memiliki karakter-karakter tersebut. Demikian

juga halnya dengan pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) harus

memiliki perilaku wirausaha yang memiliki visi atau mampu melihat ke masa
7

depan, punya pemikiran dengan penuh perhitungan dan mampu memecahakan

permasalahan yang dihadapi. Pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

juga harus memiliki ciri dan karakter wirausaha sebagaimana dikemukakan

Veciana pada uraian di atas. Siti Herdianti Elza, Rachmad Pambudy, dan

Burhanuddin (2016) dalam penelitiannya tentang pengaruh perilaku wirausaha

terhadap kinerja UKM agroindustri perikanan wirausaha wanita di Kota Padang

yang dipublikasikan pada International Journal of Science and Research (IJSR)

ISSN (Online): 2319-7064 Volume 5 Issue 10, October 2016. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perilaku wirausaha terutama faktor responsif terhadap

peluang usaha berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan UKM

agroindusti perikanan di Kota Padang.

Perilaku wirausaha pengelola juga harus dapat mencerminkan sikap

positif yaitu selalu berpikir dan berbuat yang terbaik sehingga mampu

mengubah tantangan menjadi peluang demi kemajuan dan pengembangan

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Jika perilaku wirausaha pengelola

menunjukkan sikap yang positif maka akan berpengaruh pada peningkatan

kinerja organisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Sebab peningkatan

kinerja merupakan salah satu ukuran penilaian berhasil tidaknya suatu

organisasi.

Kinerja suatu organisasi dapat dilihat dari pandangan yang dikemukakan

oleh Kumorotomo (1996:57) bahwa untuk melihat kinerja suatu organisasi

terutama pada organisasi profit milik pemerintah terdapat beberapa kriteria

yang dapat dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi antara lain:
8

efisiensi, menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan

publik mendapatkan laba; efektivitas, berkaitan dengan apakah tujuan dari

didirikannya organisasi dapat tercapai?; keadilan, mempertanyakan distribusi

dan alokasi layanan berkaitan dengan ketercukupan dan kepantasan yang

diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik; daya tanggap, organisasi

bisnis milik pemerintah harus merupakan bagian dari daya tanggap negara atau

pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat.

Nnamani Emeka dan Ajagu Helen Eyuche dari Universitas Teknologi

Unugu Nigeria melakukan penelitian tentang pengaruh faktor lingkungan

terhadap kinerja organisasi pada perusahaan Juhel yang dipublikasikan pada

jurnal World Engineering & Applied Sciences Journal 5 (3): 75-84, 2014.

Penelitian ditujukan untuk mengetahui sejauh mana faktor lingkungan dalam

meningkatkan kinerja organisasi perusahaan. Dengan menggunakan metode

survey pada sampel 297 responden diperoleh hasil penelitian bahwa lingkungan

kerja dan dan budaya organisasi sangat mempengaruhi kinerja organisasi

perusahaan. Sebaliknya lingkungan kerja dan budaya yang kurang nyaman akan

menyebabkan rendahnya kinerja organisasi. Dari teori dan hasil penelitian

tersebut dapat kita pahami bahwa kinerja organisasi akan meningkat apabila

menerapkan model pengukuran melalui empat kriteria yang dikemukakan

Kumorotomo dan juga memperhatikan faktor lingkungan kerja serta budaya

organisasi sebagaimana diuraikan di atas.

Kabupaten Gorontalo sebagai salah satu wilayah yang ada di Provinsi

Gorontalo melalui pemerintah desa telah membentuk dan mendirikan Badan


9

Usaha Milik Desa (BUMDes) sejak Tahun 2015. Berdasarkan data yang

diperoleh peneliti dari Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa

Kabupaten Gorontalo perkembangan pendirian Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) sebagaimana tersaji pada grafik berikut ini:

250

200

191
150
111

100

50 26
4 26
0
2015 2016 2017 2018

Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Pendirian BUMDes


Kabupaten Gorontalo

Pada gambar 1.1 di atas nampak bahwa perkembangan Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo sampai dengan akhir tahun

2018 berdasarkan data yang diperoleh bahwa keseluruhan desa di Kabupaten

Gorontalo telah dibentuk sebanyak 191 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo saat ini

telah memberi dampak bagi pengembangan usaha masyarakat yang ada di desa

meskipun selama hampir 2 tahun terakhir diperhadapkan pada kondisi

pandemic covid-19. Hal ini dibuktikan dengan adanya prosentase aktivitas


10

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sampai dengan akhir tahun 2021 masih

tetap eksis menjalankan usahanya sebagaimana data pada tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1
Data Prosentase Aktivitas Perkembangan
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Se - Kabupaten Gorontalo

Prosentase Jumlah BUMDes


Jumlah
No. Kecamatan
BUMDes %
Aktif % Tidak Aktif

1. Telaga 9 6 66,67 3 33,33

2. Batudaa 8 4 50 4 50

3. Tibawa 16 9 56,25 7 43,75

4. Batudaa Pantai 9 5 55,56 4 44,44

5. Boliyohuto 13 6 46,15 7 53,85

6. Telaga Biru 15 9 60 6 40

7. Bongomeme 15 8 53,33 7 46,67

8. Tolangohula 15 9 60 6 40

9. Mootilango 10 7 70 3 30

10. Pulubala 11 7 63,64 4 36,36

11. Limoto Barat 10 7 70 3 30

12. Tilango 8 6 75 2 25

13. Tabongo 9 4 44,44 5 55,56

14. Biluhu 8 5 62,5 3 37,5

15. Asparaga 10 6 60 4 40

16. Telaga Jaya 5 4 80 1 20

17 Bilato 10 6 60 4 40

18. Dungaliyo 10 8 80 2 20

Total 191 117 61,26 74 38,74


Sumber: Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, 2021
11

Dari tabel 1.1 di atas nampak bahwa sebahagian besar Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes) di beberapa kecamatan terindikasi sebagian tidak aktif.

Secara umum jumlah BUMDes yang telah aktif adalah sekitar 61.26 %,

sebanyak 38.74 % BUMDes yang belum aktif. Dari data di atas juga terdapat 74

BUMDes yang tidak aktif yang tersebar pada Tujuh Kecamatan; yaitu

Boliyohuto sebanyak 53,85 % BUMDes tidak aktif, Batudaa sebesar 50 %,

Bongomeme 46.67 % dan Mootilango sebesar 30 %, sedangkan Tibawa dan

Tolangohula masing-masing sebesar 43.75 % dan 40 %.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai Dinas Pemberdayaan

Masyarakat Desa bahwa Perkembangan BUMDes di Kabupaten Gorontalo

selain dapat dilihat dari keaktifan BUMDes, juga dapat dilihat dari

pengklasifakasian BUMDes itu sendiri. Data yang diperoleh peneliti pada Dinas

Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Gorontalo terdapat empat

klasifikasi perkembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yaitu, Dasar,

Tumbuh, Berkembang dan Maju sebagaimana tertera pada tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2
Data Klasifikasi Perkembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Kabupaten Gorontalo

Klasifikasi BUMDes
Jumlah
No. Kecamatan
BUMDes
Dasar Tumbuh Berkembang Maju

1. Telaga 9 6 2 1 0

2. Batudaa 8 5 2 0 1

3. Tibawa 16 7 6 2 1

4. Batudaa Pantai 9 5 4 0 0
12

5. Boliyohuto 13 3 2 7 1

6. Telaga Biru 15 11 3 1 0

7. Bongomeme 15 8 7 0 0

8. Tolangohula 15 8 6 1 0

9. Mootilango 10 5 5 0 0

10. Pulubala 11 4 4 3 0

11. Limoto Barat 10 5 4 1 0

12. Tilango 8 3 3 2 0

13. Tabongo 9 4 4 0 1

14. Biluhu 8 5 2 1 0

15. Asparaga 10 9 1 0 0

16. Telaga Jaya 5 3 1 1 0

17 Bilato 10 4 4 1 1

18. Dungaliyo 10 2 6 1 1

191 97 66 22 6
Sumber: Data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, 2021

Dari tabel 1.2 di atas nampak bahwa dari 191 Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) yang sudah terbentuk dari sejak tahun 2015 berdasarkan klasifikasi

perkembangan di atas sebanyak 6 BUMDes yang masuk pada kategori maju, 22

BUMDes kategori berkembang, 66 BUMDes kategori tumbuh, dan 97

BUMDes kategori dasar. Penentuan klasifikasi BUMDes ini diperoleh dari

bobot penilaian dari masing-masing aspek yang dengan klasifikasi Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes) Maju dengan nilai perolehan sebesar 86 sampai dengan

100, Berkembang nilai perolehan sebesar 75 sampai dengan 85, Tumbuh nilai

perolehan sebesar 50 sampai dengan 75, dan Dasar nilai perolehan sebesar 25
13

sampai dengan 49. Pedoman penentuan klasifikasi Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) didasarkan pada 6 (enam) aspek dengan pembobotan penilaian tiap

aspek sebagai berikut;

a. Kelembagaan dengan bobot 20 %,

b. Aturan dengan bobot 10 %,

c. Usaha dengan bobot 25 %,

d. Administrasi, pelaporan dan pertanggungjawaban dengan bobot 10 %,

e. Permodalan dan asset dengan bobot 15 % serta

f. Dampak BUMDes terhadap masyarakat dan Desa dengan bobot 20 %.

Berdasarkan data pada tabel 1.2 di atas dapat dikatakan bahwa sebahagian besar

BUMDes di Kabupaten Gorontalo masih pada klasifikasi dasar dan tumbuh

dengan jumlah 163 atau sebesar 85,34 %, dan sebesar 14,66 % atau sebanyak

28 BUMDes pada klasifikasi berkembang dan maju.

Berdasarkan fenomena lapangan menyangkut pembentukan organisasi

BUMDes sebahagian belum dapat menunjukkan kinerja keberhasilan dalam

mendapatkan laba. Terdapat beberapa BUMDes yang telah dibentuk dilihat dari

efisiensi, belum dapat mewujudkan tujuan utama didirikannya BUMDes.

Sebahagian belum menunjukkan kinerja usaha yang baik terutama dalam

keberhasilan mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi yang

merupakan sumber potensi untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan

usaha BUMDes, hal ini nampak pada masih terdapat 163 BUMdes yang masih

pada klasifikasi dasar dan klasifikasi tumbuh. Dari segi efektivitas tujuan

pendirian BUMDes sebahagian belum memberikan gambaran capaian terutama


14

yang berkaitan dengan misi dari BUMDes yang berfungsi sebagai agen

pembangunan perekonomian di desa. Sebahagian belum mampu mewujudkan

memenuhi tujuan pendirian BUMDes itu sendiri misalnya menampung dan

mengelola hasil-hasil produksi pertanian masyarakat, hal ini nampak dari masih

adanya masyarakat petani yang menjual hasil produksinya kepada para

pedangang pengumpul atau pihak swasta lainnya.

Dari segi keadilan terutama menyangkut distribusi dan layanan yang

diselenggarakan oleh sebahagian BUMDes belum dapat mencukupi dan sesuai

kebutuhan masyarakat, seperti kebutuhan akan sarana penunjang untuk

produksi pertanian misalnya pupuk, kebutuhan akan bahan pokok dan lain-lain.

Pemberian pinjaman modal usaha kepada masyarakat dianggap masih belum

memenuhi rasa keadilan dan merata kepada yang membutuhkan.

Selanjutnya dilihat dari segi daya tanggap berkaitan dengan kesediaan

dan kemampuan organisasi BUMDes untuk membantu para konsumen dan

merespon permintaan konsumen, serta menginformasikan kapan layanan akan

diberikan dan kemudian memberikan layanan secara cepat dan tepat. Umumnya

usaha yang dijalankan BUMDes sebahagian besar bergerak pada usaha simpan

pinjam, pengembangan jenis usaha yang didasarkan pada kebutuhan masyarakat

dan potensi desa belum secara optimal dilakukan.

Berdasarkan fenomena yang dikemukakan di atas maka peneliti

memandang perlu untuk melakukan penelitian terhadap pembentukan dan

pendirian BUMDes di Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini akan menelaah

bagaimana pengaruh kompetensi pengelola dan budaya organisasi serta perilaku


15

wirausaha terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo. Penelitian akan

lebih diarahkan pada BUMDes yang memiliki unit-unit usaha produktif berupa

usaha pertanian/agrobisnis, perikanan, industri kreatif, jasa pertanian,

perdagangan/penjualan, simpan pinjam dan usaha pariwisata serta usaha

lainnya. Unit-unit usaha ini dianggap dapat memberikan kontribusi pada

peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan pendapatan asli Desa,

serta peningkatan kinerja BUMDes.

Bertolak dari uraian-urian tersebut di atas maka tema utama yang

dijadikan judul penelitian ini adalah “Pengaruh Kompetensi, Budaya

Organisasi dan Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja BUMDes di

Kabupaten Gorontalo”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Organisasi BUMDes yang dibentuk belum memiliki sarana dan prasarana

yang memadai sebagai wadah yang dijadikan tempat dalam pengelolaan

usaha.

2. Dari segi kompetensi, pengelola BUMDes belum menunjukkan kinerja

keberhasilan dalam mendapatkan laba.

3. Sebahagian BUMDes belum dapat memanfaatkan potensi sumber daya

sebagai faktor-faktor produksi yang dapat dijadikan untuk pengembangan

usaha.
16

4. Sebahagian BUMDes yang didirikan belum menunjukkan kinerja yang

baik dan efektif terutama dalam meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat desa.

5. Sebahagian besar BUMDes yang dibentuk masih mengandalkan dana

penyertaan Pemerintah Desa yang bersumber dari Dana Desa sehingga

harapan untuk dapat memberikan sumbangan dalam peningkatan

Pendapatan Asli Desa (PADes) dari segi efektivitas pendiriannya belum

terpenuhi secara keseluruhan.

6. Masih adanya sebahagian besar jenis usaha yang dikelola BUMDes tanpa

memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan sebahagian besar masyarakat

desa,

7. Sebahagian pengelola BUMDes kurang memperhatikan distribusi dan

alokasi layanan berupa ketercukupan kebutuhan masyarakat dapat

terpenuhi.

8. Sebahagian pengelola BUMDes kurang memahami visi misi dan tujuan

didirikannya organisasi BUMDes dan bagaimana memulai aktivitas

usahanya.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi

permasalahan pada kinerja organisasi BUMDES di Kabupaten Gorontalo yang

ditinjau dari kompetensi, budaya organisasi dan perilaku wirausaha pengelola

dalam peningkatan kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo.


17

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi yang telah

diungkapkan sebelumnya, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh kompetensi terhadap perilaku wirausaha

pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo?

2. Apakah terdapat pengaruh kompetensi pengelola terhadap kinerja

BUMDes di Kabupaten Gorontalo?

3. Apakah terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku

wirausaha pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo?

4. Apakah terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja BUMDes

di Kabupaten Gorontalo?

5. Apakah terdapat pengaruh perilaku wirausaha pengelola BUMDes

terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo?

6. Apakah terdapat pengaruh kompetensi yang dimediasi oleh perilaku

wirausaha pengelola BUMDes terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten

Gorontalo?

7. Apakah terdapat pengaruh budaya organisasi yang dimediasi oleh

perilaku wirausaha pengelola BUMDes terhadap kinerja BUMDes di

Kabupaten Gorontalo?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan pelaksanaan penelitian ini

adalah untuk mengetahui dan menganalisis:


18

1. Pengaruh kompetensi terhadap perilaku wirausaha pengelola BUMDes

di Kabupaten Gorontalo?

2. Pengaruh kompetensi pengelola terhadap kinerja BUMDes di

Kabupaten Gorontalo.

3. Pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku wirausaha pengelola

BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

4. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten

Gorontalo.

5. Pengaruh perilaku wirausaha pengelola BUMDes terhadap kinerja

BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

6. Pengaruh kompetensi yang dimediasi oleh perilaku wirausaha pengelola

BUMDes terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

7. Pengaruh budaya organisasi yang dimediasi oleh perilaku wirausaha

pengelola BUMDes terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini terdiri dari :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi pemikiran yang dapat menunjang pengembangan khasanah

keilmuan konsep atau teori yang berkenaan dengan kompetensi, budaya

organisasi, perilaku wirausaha dan kinerja usaha Badan Usaha Milik

Desa (BUMDes).
19

2. Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan

informasi yang berguna kepada semua pihak yang terlibat dalam

pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam kaitannya

dengan kompetensi, budaya organisasi, perilaku wirausaha kinerja usaha

di Kabupaten Gorontalo.
20

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Kinerja Organisasi

2.1.1.1 Konsep Kinerja

Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang

berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang.

Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Arti kinerja (performance)

berkaitan dengan beberapa pemahaman antara lain pengertian kinerja, penilaian

kinerja (performance apprasial) dan indikator kinerja (performance indicator).

Terkait dengan hal tersebut konsep kinerja dalam berbagai literatur memberikan

pengertian yang bervariasi, namun secara substansial umumnya mengarah pada

makna unjuk kerja atau hasil didapatkan dari proses suatu pekerjaan. Keban

(2004) mengemukanan bahwa; kinerja merupakan terjemahan

dari performance yang sering diartikan sebagai “penampilan”, “unjuk rasa” atau

“prestasi”. Hal ini juga sependapat dengan yang dikatakan Mangkunegara

(2011:67) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual

performance yakni prestasi kerja atau prestasi yang ingin dicapai.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas para ahli memberikan pengertian

dan konsep tentang kinerja. Bateman, Heather at al. (2003:196-197)

20
21

mengemukakan pendapatnya yaitu : “the way in which someone or smoething

act performance of staff against objectives how staff have worked, measured

against the objectives set”. Pengertian tersebut di atas mengandung makna

bahwa pada prinsipnya kinerja merupakan suatu penilaian terhadap prestasi

kerja seseorang berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja

adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi

organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mahsun

2006:25). Selain itu kinerja adalah seperangkat keluaran (outcome) yang

dihasilkan oleh pelaksanaan fungsi tertentu selama kurun waktu tertentu

(Tangkilisan 2003:109).

Winarno dan Ismaya (2003:346) mengungkapkan bahwa kinerja adalah

istilah umum yang menggambarkan tindakan atau aktivitas suatu organisasi

selama periode tertentu seiring dengan referensi pada semua standar seperti,

biaya masa lalu atau biaya yang diproyeksikan; dasar efisiensi, pertanggung

jawaban (accuntability) manajemen dan semacamnya. Sementara

Mangkunegara (2011:67) memberikan pengertian kinerja yaitu : “Sebagai hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Dari kedua pengertian tersebut dapat maknai bahwa kinerja dalam

konteks ini terkait dengan efektivitas kerja atau prestasi dari sesuatu. Efektivitas

kerja berhubungan dengan cara dimana seseorang melakukan pekerjaan dan

dinilai efektivitasnya.
22

Brumbrach (dalam Amstrong 2006:498) menjelaskan tentang pengertian

kinerja sebagai berikut:

“Performance means both behaviours. Behaviours emanate from the


performer and transform performance from absraction to action. Not
Just the instrumen for results, behaviour are also outcome in their
own right – the product of mental and physical effort applied to task –
and can be judget apart from results”.

Pengertian kinerja ini dapat dipahami bahwa pada prinsipnya kinerja dipandang

sebagai suatu interaksi antara perilaku dan hasil. Dalam konteks ini perilaku

yang bersumber dari pekerja dan bersifat abstrak ditransformasi menjadi

tindakan, atau merupakan suatu produk dari usaha mental dan fisik yang

diterapkan dalam pelaksanaan suatu aktivitas kerja, sehingga keberadaan

perilaku dapat dinilai sebagai suatu hal yang terpisah dari hasil. Sementara itu

Rivai (2018 :18) mengemukakan bahwa:

“Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan
organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan
dengan moral dan etika”.

Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa kinerja merupakan hasil capaian

seseorang atau kelompok orang dalam organisasi berdasarkan tugas dan

fungsinya yang dijalankan sesuai dengan aturan dan tujuan organisasi dan tidak

bertentangan dengan aturan moral dan etika.

Hersey dan Blanchard (dalam Rivai 2018:20) mengungkapkan

pengertian kinerja bahwa:

“Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk


menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki
derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan
23

keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan


sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan
dan bagaimana mengerjakannya.

Pernyataan Hersey dan Blanchard ini didukung oleh Robbins (dalam

Moeheriono, 2014:96) bahwa:

“Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A)


motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O),
yaitu kinerja = f (A x M x O), artinya kinerja ditentukan oleh faktor–
faktor dan merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan
kesempatan”.

Ketiga faktor dan fungsi kinerja ini juga merupakan kategori dimensi dalam

menentukan kinerja sebagaimana diilustrasikan pada gambar 2.1 berikut ini:

Kemampuan

Kinerja

Motivasi Peluang

Sumber :Moeheriono (2014:96)


Gambar 2.1 Dimensi Kinerja

Dari pengertian yang diungkapkan di atas dapat kita pahami bahwa kinerja

merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan seseorang dalam

menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dalam pekerjaan. Seorang dalam

bekerja tidak saja dituntut untuk memiliki keterampilan tapi juga harus

memahami dengan jelas apa yang akan dikerjakannya. Hal ini sejalan dengan

yang dikemukanan oleh Wibowo (2007:2) bahwa:


24

“Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan


sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung.
Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari
pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya”.

Swanson (2007:26) memberikan pengertian kinerja dalam perspektif

yang lebih umum yaitu:

“Performance is not system design, capability, motivation, competence,


or expertise. These, or other similar performance taxonomies, can best
be thought of as performance variables, but not perfomance.
Performance may be identified within mission, goals, and strategis – but
not always. Performance is the valued productive output of a system in
the form of goods or services. The actual fulfillment of goods and/or
services requirement is thought of in terms of units of performance.
These goods and/or services units of performance are typicaly measured
in terms of features of production quantity, time, and quality”.

Dalam pengertian kinerja ini Swanson menggambarkan bahwa kinerja bukanlah

sistem desain, kemampuan, motivasi atau keahlian, tetapi merupakan

taksonomi kinerja yang serupa, atau paling sering dianggap variabel kinerja,

tetapi bukan kinerja. Selain itu kinerja terkadang diidentifikasi dalam misi,

tujuan dan strategi. Kinerja adalah hasil dari nilai–nilai produktif dari suatu

sistem dalam bentuk barang atau jasa. Pemenuhan barang dan/atau persyaratan

layanan dipandang berada dalam unit kinerja. Barang–barang dan/atau unit jasa

kinerja biasanya diukur dalam wujud jumlah, waktu dan mutu hasil produksi.

Dalam pandangan lain Wood, et all. (2001:67) menjelaskan bahwa:

“Performance is a concise measurement of the quanty and quality of the

contribution of tasks performed by individuals or work groups or

organizations”. Secara umum pendangan Wood ini mengartikan bahwa pada

prinsipnya kinerja merupakan suatu pengukuran ringkas secara kuantitas dan


25

kualitas atas kontribusi dari pekerjaan baik yang dilakukan oleh individu,

kelompok kerja maupun oleh organisasi.

Dalam konteks organisasi usaha dalam hal ini organisasi yang berbentuk

badan usaha Prieto and Revilla (2006) dalam penelitiannya mengemukakan

bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui pengukuran kinerja

keuangan dan non keuangan. Kinerja keuangan dapat diukur melalui return on

sales, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, perbaikan produktivitas kerja, dan

perbaikan biaya produksi. Sedangkan kinerja non keuangan dapat diketahui

melalui tingkat kepuasan pelanggan, pertumbuhan pelanggan, kepuasan

karyawan, kualitas produk dan jasa serta reputasi perusahaan. Pendapat yang

sama dikremukakan oleh Li (2000) yang menyatakan bahwa kinerja dapat

diukur melalui kinerja keuangan (financial performance) yang terdiri dari

Return On Investment (ROI), Return On Equity (ROE), Return On Sale (ROS)

dan Return On Asset (ROA) serta kinerja pasar (market performance) yang

dapat dilihat pada tingkat pertumbuhan penjualan dan tingkat pertumbuhan

konsumen.

Dari uraian pengertian kinerja di atas pada dasarnya keberadaan kinerja

dapat kita jumpai dalam berbagai tingkatan pekerjaan baik pada tingkat kerja

individu, kerja kelompok, maupun pekerjaan organisasi dan dapat dinilai dari

berbagai perspektif atau sudut pandang. Pada dasarnya kinerja individu secara

akumulatif akan mencerminkan kinerja kelompok dan kinerja kelompok akan

menggambarkan kinerja organisasi, sebab pada hakekatnya keberadaan individu

baik sebagai pribadi maupun kelompok dalam suatu organisasi merupakan


26

suatu kesatuan dan bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan organisasi

secara keseluruhan. Widodo (2007:79) mengemukakan bahwa:

“Kinerja individu (individual performance) dan kinerja organisasi


(organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya
yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan oleh
sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya
mencapai tujuan organisasi tersebut”.

Hal senada disampaikan oleh Keban (2008:213) bahwa “Apa yang dilakukan

oleh individu tidak terlepas dari desain proses dan struktur serta perilaku

organisasi yang berlaku”. Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh

Swanson (2007:26) bahwa “Organizational performance is mediated throught

hman expertise and effort”. Dalam konteks ini kinerja organisasi dimediasi

melalui keahlian dan usaha manusia.

Dari berbagai pendapat tersebut diatas, dapat pula pahami bahwa

pengertian kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan harus

diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu agar bisa diketahui tingkat

pencapaian hasil operasional suatu organisasi dalam suatu periode tertentu,

yang diukur dengan suatu perbandingan dari berbagai ukuran atau standar

yang telah ditentukan dalam perencanaan sebelumnya. Berkaitan dengan topik

penelitian ini yaitu ingin mengetahui kompetensi pengelola, budaya organisasi,

dan perilaku wirausaha maka cara lain untuk mengartikan kinerja organisasi

BUMDes berfokus kepada hasil usaha yang diperoleh dan partisipasinya dalam

peningkatan pendapatan serta peningkatan pendapatan asli desa (PADes).


27

2.1.1.2 Penilaian Kinerja

Pada suatu individu, kelompok maupun organisasi diperlukan suatu

penilaian untuk mengetahui tujuan akhir yang ingin dicapainya atau sering

disebut dengan kinerja. Penilaian kinerja ini sangat penting dilakukan karena

hal ini dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam

mencapai misinya. Selain itu, penilaian kinerja dapat digunakan untuk

mengukur tingkat prestasi atau keberhasilan individu maupun kelompok

individu dalam organisasi. Di sisi lain, Penilaian Kinerja yang yang dilakukan

dengan baik dan profesional akan dapat meningkatkan loyalitas dan motivasi

karyawan sehingga tujuan organisasi juga dapat tercapai sesuai dengan yang

diharapkan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Hasibuan (2012:87) bahwa:

“penilaian kinerja adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku

prestasi kerja pegawai serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya. Evaluasi

atau penilaian perilaku meliputi penilaian kesetiaan, kejujuran, kepemimpinan,

kerjasama, loyalitas, dedikasi, dan partsipasi pegawai. Penilaian kinerja

karyawan berguna untuk organisasi atau perusahaan serta bermanfaat bagi

karyawan”. Mengginson (dalam Mangkunegara 2011:10) mengemukakan

bahwa: “penilaian kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang

digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan

pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya”. Selanjutnya

Andrew Sikula (dalam Mangkunegara 2011:10) mengemukakan bahwa:

“penilaian kinerja merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan karyawan

dan potensi yang dapat dikembangkan. Sebab tujuan dari dilakukannya


28

penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan

kinerja organisasi dari sumber daya manusia organisasi”.

Penilaian kinerja sangat penting, sebab dengan adanya penilaian kinerja

memungkinkan organisasi untuk mengetahui sejauh mana efektivitas organisasi

dalam meningkatkan, menempatkan dan memotivasi karyawan dan juga

berguna bagi organisasi untuk menetapkan tindakan kebijakan selanjutnya.

Penilaian kinerja (performance apprasial) merupakan salah satu faktor kunci

guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Penilaian

kinerja pada prinsipnya merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi

individu yang dilakukan terhadap organisasi yang bertujuan untuk mengetahui

keberhasilan atau pencapaian hasil kerja individu dalam suatu organisasi.

Penilaian kinerja sebagai suatu cara dalam menilai apakah pekerjaan yang

dilakukan memperoleh keberhasilan sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan sebelumnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Dwiyanto

(2017:47) bahwa “Penilaian kinerja merupakan suatu yang sangat penting

karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam

mencapai misinya”.

Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan

faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien,

karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya

manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat

bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui

penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana


29

kinerja karyawan. Sementara itu, Cascio 1991 (dalam Rahadi, 2010:2)

menyatakan bahwa:

Performance appraisal is the systemathic description of individual or


group job relevant strengths and weakness. Although technical problem
(e.q. the choice of format) and human problems (e.q. supervisory
resistance, interpersonal barriers) both plaque performance appraisal,
they are not insurmountable.

Penilaian kinerja ialah suatu gambaran yang sistematis tentang kebaikan dan

kelemahan dari pekerjaan individu atau kelompok. Meskipun ada diantara

masalah teknis seperti pemilihan format dan masalah manusianya itu sendiri

seperti resistansi penilai, dan adanya hambatan hubungan atar individu, yang

kesemuanya itu tidak akan dapat teratasi oleh penilai kinerja.

Para ahli lainnya memberikan pandangan yang cukup bervariasi tentang

penilaian kinerja namun secara substansi pada umumnya mengarah kepada

proses perbaikan manajemen internal suatu organisasi. Poister (2003:4)

memberikan pandangan sebagai berikut:

“Performance appraisal is intended to produce objective, relevant


information on program or organizational performance that can be used
to strengthen manajemen and inform decision making, achieve results
and improve overall performance, and increase accountability”.

Sementara itu Pizam (2005:469) mengungkapkan bahwa:

“The term ‘performance appraisal’ has been in existence for a


considerable time as an important component of the decision-making
proses. Performance appraisal is utilized for different reasons: to
monitor activities in business units and through time, for diagnosing
problems and talking corrective action, to facilitate continuous
improvement in key areas and promote behavior in ways that would
help sustain competitive advantage. Overall, performance appraisal is
considered to be an integral part of the management processes to
identifity the poor performing areas or opportunities so that better plans
can be developed”.
30

Kedua pandangan di atas dapat dimaknai bahwa penilaian kinerja merupakan

kompenen penting dalam proses pengambilan keputusan. Selain digunakan

untuk pengambilan keputusan penialian kinerja juga digunakan untuk berbagai

keperluan seperti memantau perkembangan unit-unit usaha dari waktu ke

waktu. Penilaian kinerja digunakan untuk memfasilitasi peningkatan dan

keberlanjutan usaha dan sebagai upaya dalam menilai kinerja orang-orang

dalam rangka promosi jabatan level yang lebih tinggi. Penilairan kinerja

dianggap sebagai bagian integral dari proses manajemen untuk mengidentifikasi

area atau peluang yang berkinerja buruk sehingga rencana yang lebih baik dapat

dioerbaiki dan dikembangkan.

Gash and Wanna (2007:672) mengemukakan bahwa: “Performance

appraisal can be directed toward either individuals or collective performance

or combination of both”. Dari pandangan-pandangan di atas dapat digaris

bawahi bahwa penilaian kinerja pada intinya dimaksudkan sebagai suatu upaya

memperbaiki manajemen internal organisasi berdasarkan informasi yang

relevan dan objektif dalam rangka pengambilan keputusan untuk meningkatkan

kinerja organisasi secara keseluruhan.

2.1.1.3 Indikator Kinerja Organisasi

Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan tentang penilaian kinerja

yang tidak lain untuk mengetahui gambaran secara umum tingkat keberhasilan

pencapaian suatu organisasi baik keberhasilan pencapaian sasaran maupun

keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.


31

Disamping itu penilaian kinerja dilakukan untuk mengetahui capaian

keberhasilan masing individu atau kelompok dalam organisasi. Dalam

pelaksanaan penialaian kinerja dibutuhkan kriteria-kriteria untuk mengukur

secara jelas sampai dimana kinerja individu maupun kelompok dalam mencapai

tujuan organisasi.

Adapun kriteria yang dibutuhkan dalam penilaian kinerja berupa

indikator-indikator sebagai dasar dan pedoman dalam melakukan penilaian

kinerja. Indikator kinerja memiliki peran kunci di dalam mengelola kinerja

disemua level organisasi baik secara strategik maupun secara operasional atau

teknis. Mahmudi (2015:153) mengemukakan bahwa:

“Indikator kinerja merupakan sarana atau alat (means) untuk mengukur


hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan hasil atau tujuan
itu sendiri (ends). Peran indikator kinerja bagi organisasi sektor publik
adalah memberikan tanda atau rambu – rambu bagi manajer dan pihak
luar untuk menilai kinerja organisasi. Indikator kinerja akan bermanfaat
apabila digunakan untuk mengukur sesuatu”.

Dengang demikian peran utama indikator kinerja adalah sebagai alat untuk

mengukur kinerja. Indikator kinerja juga berperan sebagai pembanding terbaik

(benchmark). Oleh karena itu untuk melakukan benchmarking indikator kinerja

yang digunakan harus sama dengan organisasi terbaik, sebab indikator kinerja

yang baik memiliki sifat memotivasi dan mengarahkan untuk mencapai hasil

yang terbaik dan menjadi acuan dalam penilaian kinerja dengan memperhatikan

kondisi dan kemampuan organisasi.

Berkaitan dengan indikator kinerja di atas para ahli mengemukakan

pendapatnya bahwa terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam penialaian


32

kinerja sebagaimana dikemukakan oleh Robins (2008:155) bahwa dalam

penilaian kinerja terdapat beberapa indikator sebagai pedoman dalam penilaian

kinerja yaitu :

1. Prestasi Kerja
Berupa hasil kerja seseorang sulit ditentukan, perusahaan dapat
mengevaluasi dari prilaku (hasil kerja) karyawan tersebut yang
berhubungan dengan tugas.
2. Pencapaian Target
Pencapaian target menjadi faktor yang tepat untuk di evaluasi, dari
hasil pencapaian target dapat dilihat keampuan karyawan dalam
menyelesaikan beban pekerjaannya.
3. Ketrampilan
Berupa sekumpulan kemampuan yang bersifat teknis, antar pribadi
atau berorientasi bisnis.
4. Kepuasan
Berupa kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat – syarat
kesesuaian dan kesiapan karyawan.
5. Inisiatif
Berupa semangat untuk melaksanakan tugas – tugas baru dan dalam
memperbesar tanggungjawabnya.
6. Tingkat Kehadiran
Tingkat kehadiran menjadi salah satu tolok ukur untuk mengetahui
tingkat kedisiplinan karyawan, semakin tinggi kehadirannya atau
rendahnya kemangkiran maka karyawan tersebut telah memiliki
disiplin kerja yang tinggi yang dapat mempengaruhi kinerja
karyawan tersebut.
7. Ketaatan
Ketaatan yaitu kesadaran dan kesediaan dalam hal penyelesaian
kerja.
8. On Time
On time yaitu jumlah hasil kerja yang didapat dalam suatu periode
waktu yang ditentukan.

Sementara itu Dwiyanto (2017:50) mengemukakan bahwa terdapat

beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur dan menilai

kinerja organisasi publik yaitu:

a. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga
efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai
33

rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu


sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba
mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan
memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang
diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja penting.
b. Kualitas Layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjai semakin penting
dalam menjelaskan kinerja organsasi pelayanan publik. Banyak
pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul
karena ketidak puasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang
diterima dari organisasi publik. Dengan demikian kepuasan masyarakat
terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik.
c. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai
salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung
menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi
dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara
pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas
menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan
organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah
dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula.
d. Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi
publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit
maupun implisit (Lenvine, 1990).
e. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik menunjukan pada seberapa besar kebijakan dan
kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih
oleh rakyat, asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut
karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu
merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep
akuntabilitas publik dapata digunakan untuk melihat seberapa besar
kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak
masyarakat banyak.

Memperhatikan pendapat para ahli di atas tentang indikator kinerja

dapat dimaknai bahwa penilaian kinerja organisasi publik tidak hanya bisa

dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau
34

pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja orgasasi sebaiknya juga harus

dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam

masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi

kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang

berkembang dalam masyarakat.

Para ahli lainnya memberikan pandangannya dalam hal indikator kinerja

organisasi lebih menitik beratkan pada bagaimana suatu organisasi melakukan

pelayanan kepada masyarakat. Salim dan Woodward (dalam Dwiyanto

2017:52) mengemukakan bahwa indikator penilaian kinerja organisasi

didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan:

a. Ekonomi
Aspek ekonomi dalam kinerja diartikan sebagai strategi untuk
menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin dalam proses
penyelenggaraan pelayanan publik.
b. Efisiensi
Efisiensi kinerja pelayanan publik juga dilihat untuk menunjuk suatu
kondisi tercapainya perbandingan terbaik/proporsional antara input
pelayanan dan output pelayanan.
c. Efektivitas
Aspek efektivitas kinerja pelayanan ialah untuk melihat tercapainya
pemenuhan tujuan atau target pelayanan yang telah ditentukan.
d. Keadilan
Prinsip keadilan dalam pemberian pelayanan publik juga dilihat
sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu pelayanan telah
memperhatikan aspek- aspek keadilan dan membuat publik memiliki
akses yang sama terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan.

Dari beberapa pendapat dan teori yang dikemukakan oleh para ahli di

atas dalam melihat kinerja menunjukkan bahwa indikator-indikator yang

digunakan untuk menilai kinerja organisasi ternyata cukup bervariasi. Pada

umumnya parameter yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi terbagi


35

dalam dua pendekatan. Pertama penilaian kinerja dari pendekatan perspektif

internal organisasi, dan yang kedua penilaian kinerja dari pendekatan perspektif

eksternal organisasi atau pengguna jasa organisasi.

Dalam penilaian kinerja organisasi sebaiknya pendekatan yang

digunakan tidak saja dilihat dari dua bagian yang berbeda melainkan tetap

dipahami sebagai suatu kesatuan yang saling berinteraksi antara keduanya.

Sebab dalam menilai kinerja organisasi terdapat berbagai faktor yang

mempengaruhi secara timbal balik utamanya interaksi lingkungan yang dapat

mempengaruhi cara pandang organisasi atau sebaliknya. Perkembangan

lingkungan secara menyeluruh juga telah memberi andil yang besar pada

kinerja organisasi agar dapat meningkatkan daya saing demi memenuhi tuntutan

perkembangan diera globalisasi.

2.1.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi

Kinerja organisasi yang baik merupakan tujuan dari semua perusahaan.

Kinerja organisasi umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal

maupun eksternal organisasi. Para ahli mengungkapkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja organisasi sangat beragam dan berbeda. Lusthaus, et.al,

(2002:9) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi

sebagaimana berikut:

“In general, the framework posits that organizational performance is a


function of its enabling environment, capacity and organizational
motivation. It goes into a great deal of detail in trying to capture the ideas
and concepts that underpin each of the four broad organizational ideas
(performance, environment, capacity and motivation). In this framework,
organizational performance is seen as a result of the organization's
work.”
36

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa organisasi terdiri dari empat

perspektif/dimensi yaitu kinerja, lingkungan, motivasi organisasi, dan kapasitas

organisasi. Adapun kinerja organisasi dibangun oleh ketiga dimensi yang

berkontribusi mempengaruhi kinerja organisasi, ketiga dimensi tersebut yaitu;

lingkungan ekternal, motivasi organisasi, kapasitas organisasi. Ketiga dimensi

yang mempengaruhi kinerja organisasi dapat diilustrasikan sebagaimana

gambar 2.2 berikut:

Environment
1. Administrative
2. Political
3. Social/Cultural
4. Economic
5. Stakeholder

Organizational
Capacity
Organizational Organizational 1. Strategic Leadirship
Motivation Performance 2. Structure
1. History 3. Human Resources
2. Mission 4. Finacial Management
3. Culture 5. Infrastructure
4. Incentive/ 6. Program Management
Rewards 7. Proses Managemen
8. Inter-organizational
Linkage

Gambar 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi


Sumber: Lusthaus, et.al, (2002:10) : organizational Assessment:
A Framework forImproving Performance

Dari ilustrasi gambar di atas secara ingkas dapat dijelaskan faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja organisasi sebagai berikut:

1. Organizational motivation, motivasi organisasi meliputi; (history,

mission, culture, dan incentive/rewards) adalah merupakan kepribadian


37

dasar organisasi yang didasarkan pada sejarah bagaimana organisasi

memulai aktivitasnya. Disamping itu bagaimana visi dan misi yang

merupakan kekuatan sebagai pemberi semangat dalam mencapai tujuan

organisasi. Tak lupa pula dilihat bagaimana budaya dalam organisasi,

serta bagaimana pemberian insentif dan reward kepada para karyawan

yang turut memberikan kontribusi pada kinerja organisasi.

2. External environment, lingkungan ekternal meliputi (administrative,

political, social/cultural, technological, economic, dan stakeholders)

adalah faktor kunci dalam menentukan tingkat sumberdaya yang

tersedia dan kemudahan bagi organisasi untuk dapat menjalankan

kegiatan-kegiatannya. Dukungan dari lingkungan ekseternal sangat

dibutuhkan sebab tanpa dukungan lingkungan, organisasi tidak akan

maju dan berkembang.

3. Organizational capacity, kapasitas organisasi meliputi; (strategic

leadership, structure, human resources, finance, program/services,

infrastructure, technology, dan inter-organizational linkages) adalah

berupa kemampuan organisasi untuk memanfaatkan sumberdaya yang

tersedia. Hal ini menyangkut sistem dan praktek manajemen terkait

dengan sumber daya manusia, keuangan dan infrastruktur sebagai

pendukung dalam penggunaan sumber daya organisasi. Selanjutnya

bagaimana strategi pemimpin dalam menetapkan arah dan tujuan yang

dituangkan dalam manajemen program dan manajemen proses dalam

organisasi. Dan yang terakhir gambaran mengenai kemampuan


38

organisasi untuk menjalin hubungan kerja sama baik antar unit dalam

organisasi maupun hubungan dengan organisasi luar lainnya.

Beberapa penelitian para ahli terkait dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja organisasi menguraikan hasil temuan diantanya;

penelitian yang dilakukan oleh; Penelitian Lam 2004 (dalam Almatrooshi et. al,

2016:845) dengan judul Organization Innovation meneliti tentang hubungan

antara struktur organsasi dan inovasi. Dalam penelitian ini inovasi sebagai

proses organizational learning dan knowledge creation yang berkaitan dengan

kapasitas organisasi untuk menanggapi perubahan lingkungan. Penelitian ini

bersumber pada penerapan organizational ecology theory dan the punctuation

model dan teori adaptasi strategis dan perubahan berkelanjutan. Berdasarkan

kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi organisasi dapat

ditimbulkan oleh inovasi teknologi dan peningkatan kapasitas pembelajaran

organisasi dan melakukan transformasi.

Alhashmi, et al 2000 (dalam Almatrooshi et. al, 2016:845) dalam

penelitiannya berjudul Knowledge Management for Business Performance

Improvement yang menyoroti tentang organisasi yang bersaing harus dapat

memperoleh, menyimpan, membagi, dan memberdayakan pengetahuan dan

mengkodifikasi pengetahuan untuk dipergunakan dalam pengambilan

keputusan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

kemunculan teknologi baru telah meningkatkan kemampuan organisasi untuk

membagi pengetahuan tidak hanya internal tapi juga bagi stakeholder eksternal.

Penelitian ini menyarankan Network e knowledge akan mengevaluasi dan


39

menerapkan teknologi ini untuk memungkinkan interorganisasi knowledge

sharing.

Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Justin , et al 2000 (dalam

Rhodes et. al, 2008:86) dengan judul penelitian Exploratory Innovation,

Eksploitative Innovation And Performance, Effect Of Organization Antecedent

And Enviromental Moderators penelitian untuk menguji teori yang menyatakan

bahwa Inovasi eksplorative lebih efisien dalam lingkungan yang dinamis,

Inovasi exploitatif lebih besar pengaruhnya terhadap kinerja finansial. Hasil

penelitian ini menyimpulkan bahwa sentralisasi berdampak negatif terhadap

inovasi exploitatif dan formalisasi berdampak negatif . Inovasi eksplorative

lebih efisien dalam lingkungan yang dinamis. Inovasi exploitatif lebih besar

pengaruhnya terhadap kinerja finansial.

Dari ketiga hasil penelitian di atas dapat dimaknai bahwa faktor-faktor

yang dominan mempengaruhi kinerja organisasi yaitu adanya inovasi yang

dilakukan oleh organisasi terutama penggunaan teknologi baru terutama dalam

hal informasi dan jaringan kerjasama dengan pihak luar. Disamping itu upaya-

upaya pihak manajemen dalam perluasan pengetahuan dan keterampilan serta

peningakatan kualitas desain produk atau jasa yang dihasilkan. Sehubungan

dengan hal tersebut Yuwono dkk. (dalam Tangkilisan 2007:180)

mengemukakan bahwa: “faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kenerja

suatu organisasi meliputi upaya menejemen dalam menerjemahkan dan

menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya yang

dimiliki organisasi dan kepemimpinan yang efektif”. Sementara itu Ruky


40

(dalam Tangkilisan 2007:180) mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh

langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut:

1. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang


digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan
oleh organisasi, semakin berkualitas teknologi yang digunakan maka
akan semaking tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.
2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.
3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan
ruangan, dan kebersihan.
4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada
dalam organisasi yang bersangkutan.
5. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota
organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi
6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi,
imbalan, promosi, dan lain-lain.

Memperhatikan kedua pendapat di atas faktor budaya organisasi dan

kualitas sumber daya manusia terutama kepemimpinan lebih dominan

mempengaruhi kinerja organisasi. Sedangkan teknologi dan kualitas input

material yang digunakan serta lingkungan merupakan faktor pengaruh

berikutnya. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Atmosoeprapto (dalam

Tangkilisan 2007:191) bahwa kinerja organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor

eksternal maupun faktor internal yaitu:

1. Faktor eksternal terdiri dari:


a. Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan
kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang
akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya.
b. Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengatuh
pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk
menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang
lebih besar.
c. Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang ditengah masyarakat,
yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang
dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.
2. Faktor internal terdiri dari:
41

a. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin
diproduksi oleh suatu organisasi.
b. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan
dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.
c. Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi
sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.
d. Budaya organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola
kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.

Mencermati beberapa pandangan ahli tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja organisasi sebagaimana uraian di atas peneliti dapat

memberikan kesimpulan bahwa terdapat berbagai macam faktor yang dapat

memberikan pengaruh. Faktor yang mendominasi kinerja organisasi adalah

faktor internal maupun eksternal organisasi. Pada faktor internal; peralatan,

sarana dan prasarna atau teknologi sebagi faktor yang dominan mempengaruhi

kenerja organisasi. Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki turut

berpengaruh, demikian juga halnya dengan budaya organisasi serta efektivitas

kepemimpinan dalam organisasi turut memberikan kontribusi pada kinerja

organisasi. Sedangkan pada faktor eksternal; politik dan kebijakan pemerintah,

sektor ekonomi berupa tingkat pendapatan masyarakat , serta sosial merupakan

faktor luar yang mempengaruhi kinerja organisasi.

2.1.1.5 Kinerja BUMDes

Suatu perusahaan apapun bentuknya besar maupun kecil dikatakan sehat

dapat dilihat dari kinerja usaha yang dihasilkan. Penilaian kinerja usaha ini

biasanya dilakukan setiap periode dengan mengacu pada standar pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Pencapaian tujuan perusahaan

tercermin pada hasil yang capaian (kinerja) disetiap akhir periode pembukuan
42

atau lebih dikenal dengan laporan keuangan. Keberhasilan perusahaan dalam

pencapaian kinerja usaha sangat ditentukan oleh kinerja manajer dan kinerja

karayawan, hal ini berarti bahwa besar kecilnya capaian kinerja usaha suatu

perusahaan tergantung dari bagaimana hasil kinerja manajer (manager’s

performance) dan kinerja karyawan (employee’s performance).

Kinerja berkaitan dengan semangat manajer dan karyawan di dalam

menjalankan fungsinya secara baik dan benar. Jika manajer dan karyawan

memandang perlunya komitmen dengan sepenuh hati (engage) dalam

melaksanakan fungsinya, maka kinerjanya akan meningkat pula sekaligus akan

berdampak pada peningkatan kinerja perusahaam. Keberhasilan suatu

perusahaan dengan berbagai ragam kinerja tergantung kepada kinerja seluruh

anggota perusahaan itu sendiri. Unsur individu manusialah yang memegang

peranan penting dan sangat menentukan keberhasilan organisasi perusahaan.

Berkaitan dengan pernyataan tersebut Moeheriono (2014:98) mengemukakan

bahwa dalam suatu organisasi perusahaan terdapat tiga jenis kinerja yang dapat

meningkatkan kinerja usaha yaitu:

1. Kinerja Operasional (operasional performance), kinerja ini


berkaitan dengan efektivitas penggunaan setiap sumber daya yang
digunakan oleh perusahaan seperti modal, bahan baku, teknologi,
dan lain – lain. Sejauhmana penggunaan sumber daya tersebut secara
maksimal untuk mencapai keuntungan atau mencapai visi dan misi
perusahaan.
2. Kinerja administratif (administrative performance), kinerja ini
berkaitan dengan kinerja administrasi organisasi perusahaan.
Termasuk di dalamnya struktur administratif yang mengatur
hubungan otoritas wewenang dan tanggung jawab dari orang yang
menduduki jabatan. Selain itu, berkaitan dengan kinerja mekanisme
aliran informasi antarunit kerja dalam oerganisasi perusahaan.
43

3. Kinerja stratejik (strategic performance), kinerja ini berkaitan atas


kinerja perusahaan dievaluasi ketepatan perusahaan dalam memilih
lingkungannya dan kemampuan adaptasi perusahaan khususnya
secara strategi perusahaan dalam menjalankan visi dan misinya.

Pendapat di atas dapat dimaknai bahwa untuk mencapai kinerja yang baik setiap

badan usaha harus dapat memanfaatkan secara efektif sumber daya perusahaan

baik modal, bahan baku serta teknologi yang digunakan dalam operasional

usaha. Disamping itu masing-masing unit atau bagian dalam organisasi

perusahaan harus menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan dan sesuai bidang

tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Serta kejelian organisasi perusahaan

dalam memilih strategi yang digunakan dan kemampuan dalam beradaptasi

dengan lingkungan perusahaan.

Pada era perkembangan teknologi industri saat ini dimana

persaingan antar perusahaan semakin ketat menuntut setiap perusahaan

untuk memperbaiki kinerja usahanya. Dengan kinerja usaha yang baik

akan memberikan kepercayaan kepada pihak investor atau kreditor dalam

hal ini perbankan sebagai penyandang dana untuk berinvestasi atau atau

memberikan kredit pada perusahaan. Agar perusahaan dapat

mempertahankan dan meningkatkan kinerja usahanya dalam menghadapi

kendala yang timbul pada era teknologi industri saat ini maka perlu

adanya tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

Dengan menerapkan Good Corporate Governance (GCG) sebagai salah satu

cara yang signifikan bagi perusahaan dapat mengatasi kendala dan

hambatan dalam mencapai tujuan dan memperbaiki kinerja usaha.


44

Wolfensohn 1999 (dalam Nadya 2013:154) mengemukakan bahwa : Good

Corporate Governance (GCG) merupakan salah satu kunci sukses

perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang

sekaligus memenangkan persaingan global terutama bagi perusahaan yang

telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka.

Konsep lain yang digunakan untuk penilaian kinerja usaha sebagaimana

dikemukakan oleh Kumorotomo (1996:57) yang mengemukakan pandangannya

terutama pada organisasi profit milik pemerintah bahwa kriteria yang dapat

dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi antara lain: 1) efisiensi, 2)

efektivitas, 3) keadilan dan 4) daya tanggap.

a. Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi

pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta

pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan

secara objektif, kriteria seperti, likwiditas, solvabilitas, dan rentabilitas

merupakan kriteria yang sangat relevan. Berkaitan dengan hal tersebut Lusthaus

(2002:114) mengemukakan bahwa: “There are two aspects of efficiency. The

first is the units of production or services that relate to the organizational

purpose, and the second is how much it costs to produce those goods and

services”. Pernyataan ini berkaitan dengan dua aspek efisiensi organisasi yaitu;

pertama tentang bagaimana faktor-faktor produksi dan jasa organisasi

mewujudkan tujuan organsisasi, dan ke dua menyangkut biaya yang digunakan


45

untuk proses produksi dan jasa. Hal ini senada dengan yang dikemukakan

Mardiasmo (2009) bahwa:

“Efisien berhubungan erat dengan konsep produktivitas, pengukuran


efisien dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output
yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses
kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau
hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan
dana yang serendah-rendahnya”.

Lebih lanjut Mardiasmo (2009:134) mengemukakan bahwa: “Ukuran

efisiensi lebih bersifat relatif, proses kegiatan operasional dapat dikatakan

efisien apabila suatu produk kalau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan

penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spending well)”.

Sementara Mahmudi (2015:104) memberikan pandangannya tentang efisiensi

bahwa: “Ukuran efisien didasarkan pada dua ukuran, yaitu input dan output.

Ukuran efisien dapat dinyatakan dalam bentuk biaya per unit output. Ukuran

efisien mengukur seberapa baik organisasi mampu memanfaatkan sumber daya

yang dimilikinya untuk menghasilkan output. Deddi dan Ayuningtyas (2010:

161) efisiensi adalah hubungan antara barang dan jasa yang dihasilkan sebuah

kegiatan atau aktifitas dengan sumber daya yang digunakan. Suatu organisasi,

kegiatan atau program dikatakan efisien apabila mampu menghasilkan output

tertentu dengan input serendah-rendahnya, atau dengan input tertentu mampu

menghasilkan output sebesar-besarnya (spending well).

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa semakin sedikit sumber daya

(input) atau biaya produksi yang digunakan untuk mencapai hasil (output) yang

diinginkan maka prosesnya semakin efisien. Sehubungan dengan penelitian ini


46

yang difokuskan pada kinerja BUMDes, maka efisien yang dimaksudkan adalah

apakah tujuan didirikannya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) tercapai? Hal

ini dapat dilihat dari indikator 1) input berupa: pemberdayaan masyarakat,

pemanfaatan potensi alam, dan dana yang bersumber dari dana desa; 2) output,

berupa: meningkatnya pendapatan masyarakat, meningkatnya pendapatan asli

desa (PADes). Dari dua indikator ini maka keberadaan Badan Usaha Milik

Desa (BUMDes) dapat dikatakan efisien bila sudah memberikan kontribusi

dalam pembangunan ekonomi masyarakat dan perannya sebagai agen

pembangunan di desa.

b. Efektivitas

Efektivitas mempertanyakan apakah tujuan dari didirikannya organisasi

dapat tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai,

misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan. Berkaitan dengan

efektivitas Lusthaus (2002:109) mengemukakan bahwa: “The extent to which

an organization is able to fulfill its goals”. Efektivitas menurut Lusthaus (2002)

adalah menyangkut sejauh mana organisasi mampu mewujudkan tujuannya.

Sementara Mardiasmo (2002) mengemukakan bahwa: “Efektivitas pada

dasarnya berhubungan dengan pancapaian tujuan atau target kebijakan (hasil

guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan dan

sasaran yang harus dicapai. Stoner (dalam Tangkilisan, 2007:138) menekankan

pentingnya efektivitas dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi, dan

efektivitas adalah kunci dari kesuksesan suatu organisasi. Hal senada

dikemukakan oleh Georgepualos dan Tunnebaum (dalam Tangkilisan


47

(2007:139) bahwa: efektivitas adalah tingkat sejauh mana suatu organisasi yang

merupakan sistem sosial dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang

tersedia memenuhi tujuan-tujuannya tanpa pemborosan dan menghindari

ketegangan yang tidak perlu diantara anggota-anggotanya. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan upaya dari organisasi dalam

mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan memanfaatkan

secara optimal sumber daya dan potensi yang dimiliki.

Kurniawan (2005:109) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah

kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi)

daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau

ketegangan diantara pelaksanaannya”. Lain lagi pandangan yang dikemukakan

Hidayat dan Sucherly (1986:67) bahwa: “Efektivitas suatu ukuran yang

menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai.

Semakin besar prosentase target yang tercapai semakin tinggi tingkat

efektivitasnya”. MenScermati pandangan ked (Isa, 2009)ua pakar di atas dapat

dipahami bahwa efektivitas merupakan upaya dari organisasi dalam mencapai

tujuan tanpa adanya tekanan dan ketegangan sesama anggota.

Sehubungan dengan efektivitas Steers 1985 dalam ( (Isa, 2009, hal.

646)) mengemukakan terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk

menilai atau mengukur suatu efektivitas, yaitu: 1) produktivitas, 2) kemampuan

menyesuaikan diri, 3) kepuasan kerja, 4) kemampuan berlaba, 5) pencarian

dan pemanfaatan sumber daya”. Berkaitan dengan penelitian ini pandangan

yang dikemukakan Steers sangat tepat untuk dijadikan kerangka acuan dalam
48

mengukur efektivitas organisasi BUMDes yang berorientasi pada pencapaian

laba dan peningkatan pendapatan asli desa.

c. Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang

diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya

dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan

apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat

dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan

kepada kelompok pinggiran dan sebagainya akan mampu dijawab melalui

kriteria ini. Salim dan Woodward (dalam Dwiyanto, 2012:53) mengemukakan

bahwa: keadilan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dapat dilihat

sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu bentuk pelayanan telah

memperhatikan aspek-aspek keadilan dan membuat masyarakat memiliki akses

yang sama terhadap sistem palayanan yang ditawarkan.

Pemahaman tentang konsep keadilan bermanfaat untuk menjelaskan

reaksi masyarakat pada situasi konflik (Tax et al., 1998). Hal itu karena adanya

perbedaan tingkat keadilan selama pelayanan akan berpengaruh terhadap

kaadaan emosi seseorang (Scoefer and Ennew, 2005). Menurut Whiteman and

Mamen (2002), keadilan merupakan pemberian hak kepada masyarakat dalam

semua aspek kehidupan tanpa kompromi yang tidak beralasan. Keadilan juga

diartikan sebagai evaluasi pendapat tentang kelayakan perlakuan seseorang

terhadap orang lain (Huang and Lin, 2005). Perlakuan yang adil dapat

mempengaruhi tanggapan masyarakat tentang baiknya pelayanan yang


49

diberikan atau dapat juga menjadi suatu keluhan masyarakat karena tidak

adanya keadilan dalam pelayanan. Keluhan bisa dianggap sebagai sesuatu yang

positif. Hal itu karena keluhan bisa sebagai bagian dari proses yang

memungkinkan organisasi bisa melakukan koreksi atas kegagalan pelayanannya

(Cengiz et al., 2007). Untuk menilai sejauhmana keadilan telah diberikan dalam

pelayanan kepada masyarakat dapat dilihat dari indikator distribusi layanan dan

alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi.

d. Daya Tanggap

Berlainan dengan organisasi bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan

swasta, organisasi bisnis milik pemerintah harus merupakan bagian dari daya

tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Karenanya

kinerja organisasi bisnis tersebut secara keseluruhan harus dapat

dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya

tanggap ini. Menurut Lenvinne (dalam Ratminto, 2008:175) daya tanggap

(Responsiveness) adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan publik sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sedangkan Lupiyoadi (2016:22)

berpendapat bahwa: “Daya tanggap adalah suatu kemauan untuk membantu dan

memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan,

dengan penyampaian informasi yang jelas tidak akan membiarkan konsumen

menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas”.

Sementara Dwiyanto (2012:50) Daya tanggap (responsivitas) adalah

kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun


50

agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program

pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara

singkat daya tanggap (responsivitas) merujuk pada keselarasan antara program

dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Menurut Tjiptono

(2012:175) daya tanggap adalah: “Berkenaan dengan kesediaan dan

kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon

permintaan mereka dengan segera”.

Mencermati berbagai pandangan para ahli mengenai kriteria, dimensi

ataupun indikator-indikator yang digunakan dalam pengukuran kinerja

tercermin adanya perbedaan dalam penetapan dimensi-dimensi dan indikator-

indikator suatu pengukuran kinerja. Bertitik tolak dari uraian mengenai kinerja

sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya maka teori kinerja yang

dijadikan dasar pijakan dalam penelitian ini adalah teori kinerja dari

Kumorotomo (1996) yang terdiri dari empat dimensi yang relevan digunakan

untuk menilai kinerja organisasi yang terdiri dari “efisiensi, efektivitas, keadilan

dan daya tanggap”.

Pemilihan teori kinerja dari Kumorotomo (1996) sebagai dasar pijakan

perspektif peneliti lebih operasional dan relevan dalam mengukur kinerja

organisasi profit yang berorientasi pada peningkatan kinerja usaha Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes) sebagaimana fokus kajian kinerja dalam penelitian ini.

Pandangan ini dilatar belakangi oleh wujud pengukuran teori kinerja

Kumorotomo (1996) yang memadukan pengukuran kinerja dari sisi:

a. Kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan,


51

b. Kemampuan organisasi memanfaatkan sumberdaya organisasi untuk

untuk mendapatkan hasil yang optimal,

c. Kemampuan organisasi melaksanakan aktivitas usaha sesuai dengan

kebutuhan stakeholders dan,

d. Kemampuan organisasi dalam mengumpulkan dana untuk membiayai

opersional produksinya dan sumbangsih BUMDes dalam peningkatan

kesejahteraan masyarakat desa serta peningkatan Pendapatan Asli Desa

(PADes).

Sebab dengan pengukuran kinerja ini dapat dilihat peningkatan daya saing

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam memasuki pasar terbuka.

2.1.2 Perilaku Wirausaha

2.1.2.1 Pengertian Kewirausahaan

Umumnya istilah kewirausahaan (entrepreneurship) diartikan sebagai

suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability) dan

perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh

peluang dengan berbagai resiko yang dihadapinya. Para ahli mengemukakan

pengertian kewirausahaan pada prinsipnya memiliki makna yang sama

meskipun diantara mereka punya pandangan yang berbeda. Peter F. Drucker

(dalam Saragih 2017:27) mendefinisikan kewirausahaan sebagai kemampuan

untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Sedangkan Hisrich dan

Peters (dalam Suryana 2015:24) mengemukakan bahwa: “Entrepreneurship is

process of creating something different with value by devoting the necessary

time and effort, assuming the accompanying finacial, psychic, and sosial risk,
52

and receiving the resulting rewards of monetary and personal satisfaction and

independence”. Dua pengertian di atas dapat kita pahami bahwa kewirausahaan

merupakan suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan

berbeda dari yang lain dengan memanfaatkan waktu (peluang) disertai modal

dan resiko untuk mendapatkan balas jasa dan kepuasan pribadi.

Pendapat yang berbeda disampaikan Sanusi (dalam Rusdiana 2018:45)

bahwa “kewirausahaan adalah nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang

dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil”.

Senada dengan Sanusi Jones dan George (dalam Takdir dkk 2015:13)

mengemukakan bahwa: “Entrepreneurship is the mobilization of resources to

take advantage of an apportunity to provide customers with new or improved

goods and services”. Pendapat lainnya dikemukakan Prawiro (dalam Rusdiana

2018:45) bahwa “kewirausahaan adalah nilai yang dibutuhkan untuk memulai

sebuah usaha dan mengembangkan usaha”. Memperhatikan pendapat para

pakar di atas dapat kita maknai bahwa kewirausahaan merupakan nilai yang

diwujudkan dan dibutuhkan dalam perilaku individu sebagai sumber daya

sebagai penggerak untuk memulai memulai sebuah usaha. Kewirausahaan juga

dapat dimaknai sebagai upaya untuk memobilisasi sumber daya untuk

memanfaatkan kesempatan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dengan

memulai usaha yang baru dan mengembangkannya.

Masih dalam pengertian kewirausahaan Jeffrey A. Timmon 1997 (dalam

Takdir dkk 2015:14) mengemukakan bahwa Entrepreneurship is a way of

thinking, reasoning, and acting that is apportunity observed, holistic in


53

approach, and leadership balanced. Maksudnya kewirausahaan adalah suatu

cara berpikir yang menghasilkan kreasi, dengan menelaah dan bertindak yang

didasarkan pada peluang bisnis dan pembaruan nilai perusahaan. Disamping itu

juga menggunakan pendekatan holistik dengan mempertimbangkan semua

faktor secara keseluruhan yang saling berpengaruh satu sama lain, dan adanya

kepemimpinan yang seimbang antara pimpinan dan karyawan. Lebih lanjut

Timmons mengemukakan bahwa inti dari proses kewirausahaan adalah kreasi

dan/atau penemuan peluang usaha diikuti oleh kemauan dan tindakan meraih

peluang tersebut. Proses kewirausahaan menuntut kemauan untuk mengambil

risiko baik personal maupun financial namun dengan penuh perhitungan

sehingga dapat mengatasi rintangan menuju kesuksesan secara konstan, atau

menyeimbangkan risiko dengan imbalan yang akan diperoleh.

Pakar lainnya memberikan pandangan tentang kewirausahaan seperti

Morris 1998 (dalam Takdir dkk 2015:19) bahwa Entrepreneurship is the

process through which individuals and teams create value by bringing together

unique packages of resource inputs to exploit opportunities in the environment.

It can occur in any organizational context and results in a variety of possible

outcomes, including new ventures, products, services, processes, markets, and

technologies. Pandangan yang tidak jauh berbeda diungkapkan Robbins dan

Coulter 2002 (dalam Takdir dkk 2015:13) bahwa Entrepreneurship is the

process whereby an individual or a group of individuals uses organized efforts

and means to pursue opportunities to create value and grow by fulfilling wants

and needs through innovation and eniquenees, on matter what resources are
54

currently controlled. Menyimak kedua pandangan di atas dapat kita maknai

bahwa kewirausahaan merupakan proses dimana individu atau kelompok

menciptakan nilai dan peluang dengan segala sumber daya untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan dengan inovasi baru, produk, jasa, proses, pasar dan

teknologi yang memungkinkan memberikan hasil atas usaha yang dilakukan.

Scarborough dan Zimmerer (dalam Takdir dkk 2015:14)

mengemukakan pandangan yang lain bahwa Entrepreneurship is human,

creative act that builds something of value from practically nothing. It is the

pursuit of opportunity regarless of the resources, or lack of resources, at hand.

It required a vision and the passion and commitment to lead others in the

pursuit of the vision. It also required a willingness to take calculated risks.

Pandangan ini dapat dimaknai bahwa kewirausahaan adalah tindakan manusia

yang kreatif untuk membangun sesuatu yang bernilai, dengan mengejar peluang

terlepas dari kelebihan atau kekurangan sumber daya yang dimiliki. Untuk itu

diperlukan visi yang jelas sebagai arah tujuan usaha, juga dibutuhkan gairah

dan komitmen untuk memimpin orang lain dalam mengejar visi. Hal ini juga

diperlukan kemauan untuk mengambil risiko yang telah diperhitungkan. Pada

bagian lain Zimmerer (dalam Kasmir 2018:20) lebih mempertegas bahwa

kewirausahaan sebagai suatu penerapan kreativitas dan inovasi dalam

memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan

(usaha). Pendapat ini tidak jauh berbeda dengan pendapat sebelumnya, artinya

untuk menciptakan sesuatu diperlukan suatu kreativitas dan jiwa innovator yang

tinggi. Seseorang yang memiliki kreativitas dan jiwa innovator tertentu berpikir
55

untuk mencari atau menciptakan peluang yang baru agar lebih baik dari

sebelumnya.

Para ahli perilaku (behaviorits) mengemukakan pendapat mereka

tentang kewirausahaan diantaranya Kets de Vries (dalam Rusdiana 2018:65)

bahwa kewirausahaan (entrepreneurship) sangat berperan dalam kesuksesan

seseorang. Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan tinggi dan digabung

dengan kemampuan manajerial yang memadai akan menyebabkan dia sukses

dalam usahanya. Mc Clelland (dalam Rusdiana 2018:65) kewirausahaan

(entrepreneurship) juga berperan dalam mengembangkan seseorang sehingga

memiliki keinginginan untuk memaksimalkan economic achievement dan

menyebabkan seseorang bisa tahan uji, bisa fleksibel, bisa dipercaya, bisa

mengatasi masalah yang dihadapinya. Kedua pendapat ini memandang bahwa

dengan jiwa kewirausahaan yang tinggi seseorang akan meraih kesuksesan yang

ditunjang dengan kemampuan manajerial yang dimiliki sehingga dapat

memaksimalkan kebutuhannya untuk berprestasi dalam bidang ekonomi.

Dari beberapa konsep yang dikemukakan di atas, setidaknya terdapat 6

(enam) hakekat penting kewirausahaan di antaranya:

1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang

dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat,

proses, dan hasil bisnis.

2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu

yang baru dan berbeda (ability to create the new and different).
56

3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi

dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk

memperbaiki kehidupan.

4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu

usaha (start-up phase) dan perkembangan usaha (venture growth).

5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang

baru (creative), dan sesuatu yang berbeda (inovative) yang bermanfaat

memberi nilai lebih.

6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan

mengkombinasikan sumber-sumber melaui cara-cara baru dan berbeda

untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan

dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan

baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang

baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada,

dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada

konsumen.

Berdasarkan ke 6 (enam) konsep diatas, secara ringkas kewirausahaan dapat

didefinisikan sebagai sesuatu kemampuan kreatif dan inovatif (create new and

different) yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses dan perjuangan untuk

menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian

untuk menghadapi risiko.

Disamping itu dari berbagai konsep dan pengertian kewirausahaan yang

dikemukakan para ahli sebelumnya nampak bahwa kewirausahaan dipandang


57

sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di

pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan

atau kombinasi input yang produktif. Seorang wirausahawan selalu diharuskan

menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan

tindakan yang kreatif dan innovatif. Kewirausahaan adalah proses penciptaan

sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang

diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya,

serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.

2.1.2.2 Pengertian Wirausaha

Secara subjektif dari konsep teori kewirausahaan yang dikemukakan

sebelumnya bahwa kewirausahaan tidak akan mencapai keberhasilan tanpa

adanya seseorang maupun kelompok yang melaksanakan fungsi kewirausahaan.

Seseorang maupun kelompok ini lebih dikenal dengan istilah wirausahawan

yang menggerakkan semua fungsi kewirausahaan dalam pencapaian kesuksesan

usaha. Dari konsep dan teori kewirausahaan tersebut ditekankan bahwa

wirausaha adalah orang atau kelompok individu yang memiliki kreativias

melihat adanya peluang yang baru kemudian menciptakan sebuah organisasi

untuk memanfaatkan peluang tersebut dan berani menanggung resiko. Hal ini

sebagaimana dikemukakan Steinhoff dan Burgess (dalam Suryana 2015:27)

bahwa wirausaha merupakan orang yang mengorganisasi, mengelola, dan

berani menanggung resiko untk menciptakan usaha baru dan peluang berusaha.

Pendapat serupa dikemukakan Suryana (2015:26) bahwa:


58

“Wirausaha (enterpreneur) merupakan seseorang yang memiliki


kreativitas suatu bisnis baru dengan berani menanggung resiko dan
ketidakpastian yang bertujuan untuk mencapai laba dan pertumbuhan
usaha berdasarkan identifikasi peluan dan mampu mendayagunakan
sumber-sumber serta memodali peluang ini”.

Konsep lainnya tentang wirausaha (entrepreneur) menurut Schumpeter

1934 (dalam, Chen dan Liang 2020:1259) bahwa: “Treated the innovation and

entrepreneurial activities of entrepreneurs, an important subject of economic

activities, as the driver of economic sustainability”. dalam penjelasannya bahwa

wirausaha (entrepreneur) merupakan aktifitas pengusaha yang melaksanakan

inovasi-inovasi baru sebagai upaya untuk mendorong keberlanjutan

perekonomian. Lebih lanjut Schumpeter (dalam Alma 2018:24) adalah:

“Entrepreneur as the person who destroys the existing economic order by

introducing new products and services, by creating new forms of organization,

or by exploiting new raw materials”. Pendapat Schumpeter ini bermakna bahwa

wirausaha adalah kegiatan ekonomi dengan dengan menciptakan inovasi

terbaru dalam mengolah bahan baku. Pada bagian lain Bygrave (dalam Suryana

2015:27) mengemukakan: “entrepreneur is the person who perceives an

opportunity and creates an organization to pursue it”. Definisi ini bermakna

bahwa seorang berwirausaha adalah orang yang melihat peluang kemudian

menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut.

Wirausaha menurut para pakar lainnya diantaranya Hisrich and Peters

2002 (dalam Takdir dkk 2015:21) mengemukakan pendapatnya yaitu:

“entrepreneur is an individual who takes risks and starts something new”.

Wirausaha diartikan adalah seorang individu yang mengambil risiko dan mulai
59

sesuatu yang baru. Sementara itu Norman M. Scaborough and Thomas W.

Zimmerer (2005:4) mengemukakan pandangannya tentang wirausaha sebagai

berikut :

“An entrepreneur is a person who create a new business in the face of


risk and incertainty for the purpose of achieving profit and growth by
identifying opportunies and assembling the necessary resources on
them. Entrepreneurs usually start with nothing more than an idea, often
a simple one, and then assemble the resources necessary to transform
that idea into a substainable business”.

Pandangan di atas dapat dipahami bahwa seorang wirausahawan adalah orang

yang menciptakan bisnis baru yang berani menghadapi risiko dan ketidak

pastian untuk tujuan mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan

mengidentifikasi peluang dan merancang sumber daya yang diperlukan pada

mereka. Para wirausahawan biasanya mulai dengan tidak lebih dari sebuah ide,

sering yang sederhana, dan kemudian merancang sumber daya yang diperlukan

untuk mengubah ide tersebut menjadi sebuah bisnis yang berkelanjutan.

Pandangan serupa dikemukakan Meredith (dalam Suryana 2015:28) bahwa:

“wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan

menilai kesempatan usaha mengumpulkan serta sumber daya yang dibutuhkan

guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat

guna memastikan kesuksesan”.

Berbeda dengan pandangan yang telah dikemukakan di atas para pakar

lain mendefinisikan wirausaha dari aspek kebebasan berusaha. Kao (dalam

Suryana 2015:29) mengemukakan pendapatnya yaitu: ”An entrepreneur is and

independent, growth oriented owner-operator”. Seorang wirausahawan adalah


60

seorang yang mandiri, ia memandang tentang kebebasan bergerak dari seorang

wirausaha berperan sebagai pemilik sekaligus operator pelakasana usaha yang

berorientasi pada pertumbuhan usahanya. Sementara itu Wiryasaputra (dalam

Suryana 2015:28) berpendapat bahwa:

“Wirausaha adalah orang yang ingin bebas, merdeka, mengatur


kehidupannya sendiri, dan tidak tergantung pada belas kasihan orang
lain. Mereka ingin menghasilkan uang sendiri. Uang didapatkan dari
kekuatan dan usahanya sendiri. Mereka harus menciptakan sesuatu yang
benar –benar baru atau memiliki nilai tambah pada sesuatu yang
mempunyai nilai untuk dijual atau layak dibeli sehingga menghasilkan
uang bagi dirinya sendiri dan bahkan bagi orang disekelilingnya”.

Menyimak dari kedua pandangan di atas bahwa seorang wirausaha adalah orang

yang bebas, merdeka dan mandiri tanpa harus mengharap belas kasih dari orang

lain dalam mendapatkan penghasilan. Mereka menciptakan sesuatu yang baru

dan memiliki nilai tambah dan nilai jual sehingga memperoleh hasil atas

usahanya baik untuk dirinya pribadi maupun untuk orang lain.

Menyikapi berbagai konsep wirausaha yang dikemukakan di atas secara

konseptual pengertian wirausaha dari para ahli berbeda-beda tergantung dari

sudut pandang masing-masing para ahli. Perbedaan sudut pandang para ahli

tersebut terurai sebagaimana berikut:

1. Bagi ahli ekonomi seorang entrepreneur adalah orang yang

mengkombinasikan resources, tenaga kerja, material dan peralatan

lainnya untuk meningkatkan nilai yang lebih tinggi dari sebelumnya,

dan juga orang yang memperkenalkan perubahan-perubahan, inovasi,

dan perbaikan produksi lainnya.


61

2. Bagi seorang psychologist seorang wirausaha adalah seorang yang

memiliki dorongan kekuatan dari dalam untuk memperoleh sesuatu

tujuan, suka mengadakan eksperimen atau untuk menampilkan

kebebasan dirinya di luar kekuasaan orang lain.

3. Bagi seorang businessman atau wirausaha adalah merupakan ancaman,

pesaing baru atau juga bisa seorang partner, pemasok, konsumen atau

seorang yang bisa diajak kerjasama.

4. Bagi seorang pemodal melihat wirausaha adalah seorang yang

menciptakan kesejahteraan buat orang lain, yang menemukan cara-cara

baru untuk menggunakan resources, mengurangi pemborosan, dan

membuka lapangan kerja yang disenangi oleh masyarakat.

Pandangan yang berbeda lainnya dikemukakan Shane dan

Venkataraman, Aldrich, (dalam Petkova 2008) dalam riset kewiraswastaan

menggambarkan wirausaha adalah individu yang menemukan, mengevaluasi,

dan memanfaatkan peluang yang menguntungkan. Dengan demikian, wirausaha

sering kali memerlukan pengetahuan yang bermanfaat dan itu harus diciptakan.

Akan tetapi satu hal yang dikhawatirkan yaitu menghindari pengalaman negatif

seperti yang dikemukakan Zimmerman dan Zeitz (2002) bahwa dewasa ini

wirausaha menghadapi masalah bagaimana caranya mencapai semua sasaran

yang diinginkan sejalan dengan upaya menghindari pengalaman-pengalaman

negatif. Untuk mencapai sasaran ini, wirausaha perlu mempelajari cara

spekulasi dengan sumber daya, seperti modal keuangan, personil berkualitas,

teknologi, partnerships strategis, dan kehendak baik pelanggan.


62

Berbagai pendapat dan pandangan mengenai wirausaha yang

dikemukakan di atas pada intinya lebih menekankan pada jiwa, semangat,

kemudian diaplikasikan dalam segala aspek kehidupan. Setiap wirausahawan

memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya antara wirausahawan

dan yang bukan wirausahawan, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan

Littunen (2000), menyimpulkan bahwa dibutuhkan informasi lebih lanjut

tentang hubungan antara jaringan pribadi dan karakteristik kepribadian

wirausahawan, misalnya, etos kerja.

Mencermati berbagai pandangan dan pendapat di atas maka

karakteristik seorang wirausaha, dicirikan dengan tingginya kebutuhan yang

harus dipenuhi, keinginan mengambil risiko yang moderat, percaya diri yang

kuat, dan kemampuan berbisnis. Demikian pula halnya dengan McClelland

bahwa wirausaha memiliki beberapa karakteristik, meliputi kretivitas, percaya

diri, motivasi, disiplin, kebulatan tekad, kekuatan, keberanian mengambil

risiko, komunikasi.

Sehubungan penelitian ini tentang perilaku wirausaha pengelola

BUMDes maka dipandang perlu untuk memahami bahwa pada prinsipnya

pendirian BUMDes dilakukan untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat

desa melalui pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Semua hal yang ada di desa memiliki potensi menjadi usaha yang

menguntungkan. Namun tidak banyak pengelola yang jeli dalam memanfaatkan

potensi desa yang begitu banyak. Modal yang dimiliki oleh BUMDes belumlah

cukup untuk sukses dalam mengembangkan usaha BUMDES. Kuncinya justru


63

pada memilih dan menentukan jenis usaha yang tepat bagi BUMDes. Pemilihan

dan penentuan jenis usaha yang akan dikembangkan BUMDes membutuhkan

kepekaan para pengelola. Pemahaman pada jenis usaha yang akan dijalani oleh

BUMDes menjadi syarat mutlak sebagai pengelola.

Berkaitan dengan hal tersebut dibutuhkan pengelola BUMDes yang

memiliki kemampuan dalam berwirausaha. Wirasasmita (dalam Suryana

2015:55) mengemukakan beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh

wirausaha yaitu:

1. Self knowledge, yaitu memiliki pengetahuan tentang usaha yang


akan dilakukan dan ditekuninya.
2. Imagination, yaitu memiliki imajinasi , ide, dan perspektif serta
tidak mengandalkan pada sukses masa lalu.
3. Practical knowledge, yaitu memiliki pengetahuan praktis, misalnya
pengetahuan teknik, desain, prosesing, pembukuan, administrasi,
dan pemasaran.
4. Search skill, yaitu kemampuan menemukan, berkreasi, dan
berimajinasi.
5. Forseight, yaitu berpandangan jauh ke depan.
6. Computation skill, yaitu kemampuan berhitung dan memprediksi
keadaan masa yang akan datang.
7. Communication skill, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi,
bergaul, dan berhubungan dengan orang lain.

Hal senada dikemukakan Sukasmanto 2015 (akademisi dan aktivis BUMDes

IRE Yogyakarta http://www.berdesa.com/strategi-memilih-dan-menentukan-

jenis-usaha-bum-desa/) dalam penelitiannya tentang strategi pengelola dalam

memilih dan menentukan jenis usaha BUMDes dibutuhkan beberapa strategi

membangun bisnis BUMDes agar tidak gagal atau memperkecil resiko gagal

dapat diterapkan strategi sebagai berikut :

“Pertama, memilih jenis usaha yang relatif kecil persaingannya


terutama bagi BUM Desa yang baru berdiri. Banyak peluang-peluang
64

bisnis yang persaingannya rendah namun harus jeli menangkap peluang


tersebut. Kedua, memilih ide usaha/bisnis yang brilian. Risiko
kegagalan bisnis BUMDes akan kecil jika ide bisnisnya benar-benar
brilian. Ketiga, betul-betul mengetahui apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat dan mengetahui bagaimana cara memenuhinya. Keempat,
tidak bimbang, fokus, bertindak tanpa henti dan penuh determinasi.
Berani dan jangan berhenti bertindak, mencoba, dan selalu memperbaiki
kesalahan. Kelima, mengelola sumber daya sebaik mungkin. Arahkan
semua sumber daya yang ada ke arah tujuan BUMDES yang sudah
ditetapkan. Kuncinya ialah menggali kebutuhan dan potensi seoptimal
mungkin dari semua sumber daya yang dimiliki oleh Desa”.

Jika kemampuan wirausaha dan strategi pengelola BUMDes mampu menggali

semua potensi yang ada, maka usaha/bisnis akan berjalan dan berkembang

terus. Strategi pengelolaan BUMDes tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi

sebaiknya dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan

perkembangan atau dinamika kebutuhan dan potensi desa serta inovasi yang

mampu dilakukan oleh pengelola BUMDes.

2.1.2.3 Pengertian Perilaku Wirausaha

Sikap dan perilaku wirausaha merupakan bagian penting dalam

berwirusaha. Dalam prakteknya sikap dan perilaku wirausaha harus ditunjukkan

sesuai dengan etika yang berlaku. Sikap dan perilaku wirausaha harus diberikan

sama kualitasnya kepada pelanggan tanpa pandang bulu. Untuk memahami

perilaku wirausaha para ahli memiliki perbedaan pandangan dalam

merumuskan teori dan konsepnya. Auteri dan Brown (dalam Zampetakis

2007:23) mengemukakan bahwa: ”Entrepreneurial behaviour is difficult to

explore and to measure and it is generally seen as purposive behaviour directed

towards a specific event”. Perilaku wirausaha sulit untuk dieksplorasi dan

diukur dan umumnya dipandang sebagai perilaku purposif diarahkan pada


65

peristiwa tertentu. Sedangkan menurut Mair (dalam Zampetakis 2007:23),

bahwa: ”Entrepreneurial behaviour within existing organisations is “. . . a set

of activities and practices by which individuals at multiple levels, autonomously

generate and use innovative resource combinations to identify and pursue

opportunities”. Perilaku wirausaha dalam organisasi adalah serangkaian

kegiatan dan praktek–praktek dimana individu diberbagai tingkat secara

mandiri menghasilkan dan menggunakan kombinasi sumber daya yang inovatif

untuk mengidentifikasi dan mengejar peluang.

Pandangan yang berbeda tentang perilaku wirausaha dikemukakan

Gardner dan Baum (dalam Zampetakis 2007:23) mereka berpendapat bahwa:

”Entrepreneurial behaviour is based on vision and focuses on innovation.

Vision is central to motivation, firm performance and strategy, resource

management and commitment and organisational pace-setting”. Perilaku

wirausaha didasarkan pada visi dan berfokus pada inovasi. Visi merupakan

pusat motivasi, kinerja dan strategi perusahaan, manajemen sumber daya,

komitmen dan kecepatan pengaturan organisasi. Pandangan lainnya

dikemukakan Wiryasaputra (dalam Suryana 2015:53) bahwa perilaku wirausaha

seseorang tercermin pada sepuluh sikap dasar (karakter) sebagai berikut:

1. Visionary (visioner), yaitu mampu melihat jauh ke depan, selalu


melakukan yang terbaik pada masa kini, sambil membayangkan
masa depan yang lebih baik. Seorang wirausaha cenderung kreatif
dan inovatif.
2. Positif (bersikap positif), yaitu membantu seorang wirausaha selalu
berpikir yang baik, tidak tergoda untuk memikirkan hal – hal yang
bersifat negatif, sehingga dia mampu mengubah tantangan menjadi
peluang dan selalu berpikir akan sesuatu yang lebih besar.
66

3. Confident (percaya diri), sikap ini akan memandu seseorang dalam


setiap mengambil keputusan dan langkahnya. Sikap percaya diri
tidak selalu mengatakan “Ya” tetapi juga berani mengatakan
“Tidak” jika memang diperlukan.
4. Genuine (asli), seorang wirausaha harus mempunyai ide, pendapat
dan mungkin model sendiri. Bukan berarti harus menciptakan
sesuatu yang betul – betul baru, dapat saja dia menjual sebuah
produk yang sama dengan yang lain, namun dia harus memberi nilai
tambah baru.
5. Goal Oriented (berpusat pada tujuan), selalu berorientasi pada tugas
dan hasil. Seorang wirausaha ingin selalu berprestasi, pada laba,
tekun, tabah, bekerja keras, dan disiplin untuk mencapai sesuatu
yang telah ditetapkan.
6. Persisten (tahan uji), harus maju terus, mempunyai tenaga, dan
semangat yang tinggi, pantang menyerah, tidak mudah putus asa,
dan kalau jatuh segera bangun kembali.
7. Ready to face a risk (siap menghadapi resiko), resiko yang paling
berat adalah bisnis gagal dan uang habis. Siap sedia untuk
menghadapi resiko, persaingan, harga turun naik, kadang untung
atau rugi, barang tidak laku atau tak ada order. Harus dihadapi
dengan penuh keyakinan. Dia membuat perkiraan dan perencanaan
yang matang, sehingga tantangan dan resiko dapat diminimalisir.
8. Creative (kreatif menangkap peluang), peluang selalu ada dan lewat
di depan kita. Sikap yang tajam tidak hanya mampu melihat
peluang, tetapi juga mampu menciptakan peluang.
9. Healthy Competitor (menjadi pesaing yang baik). Kalau berani
memasuki dunia usaha, harus berani memasuki dunia persaingan.
Persaingan jangan membuat stres, tetapi harus dipandang untuk
membuat kita lebih maju dan berpikir secara lebih baik. Sikap
posisitf membantu untuk bertahan dan unggul dalam persaingan.
10. Democratic Leader (pemimpin yang demokratis), memiliki
kepemimpinan yang demokratis, mampu menjadi teladan dan
inspirator bagi yang lain. Mampu membuat orang lain bahagia, tanpa
kehilangan arah, dan tujuan, dan mampu bersama orang lain tanpa
kehilangan identitas dirinya sendiri.

Pendapat di atas dapat kita pahami bahwa seorang wirausahawan

haruslah memiliki visi akan masa depan yang lebih baik dari saat ini selalu

memikirkan bagaimana memperoleh dan meningkatkan laba, kreatif dan

inovatif memanfaatkan dan menciptakan peluang serta siap menghadapi resiko

gagal dalam berusaha. Jika terjadi resiko gagal seorang wirausahawan pantang
67

menyerah, tidak mudah putus asa dan bangkit kembali dari keterpurukan serta

menjadikan kegagalan sebagai bahan untuk pembelajaran untuk diminimalisir.

Sehubungan dengan hal tersebut Nasution (dalam Suryana 2015 : 55)

mengemukakan 13 (tiga belas) karakteristik prilaku yang harus dimiliki seorang

wirausahawan yaitu :

1. Achievment orientation, yaitu kemampuan menetapkan sasaran kerja


dan strategi pencapaiannya.
2. Impact an influence, yaitu kemampuan meyakinkan orang lain baik
secara lisan maupun secara tulisan.
3. Analitical thinking, yaitu kemampuan mengolah dan
mengintrepretasikan data atau informasi.
4. Conceptual thinking, yanitu kemampuan menarik kesimpulan atas
informasi terhadap masalah.
5. Initiative, yaitu kemampuan menghadirkan diri sendiri dalam
kegiatan organisasi.
6. Self confidence, yaitu kemampuan meyakinkan diri sendiri atas
tekanan lingkungan.
7. Interpersonal understanding, yaitu kemampuan memahami sikap,
minat, dan perilaku orang lain.
8. Concern for order, yaitu kemampuan menangkap dan mencari
kejelasan informasi tugas.
9. Information seeking, yaitu kemampuan menggali informasi yang
dibutuhkan.
10. Team cooperation, yaitu kemampuan bekerja sama dan berperan
dalam kelompok.
11. Expertise, yaitu kemampuan menggunakan dan mengembangkan
keahlian.
12. Customer service orientaion, yaitu kemampuan menemukan dan
memenuhi kebutuhan konsumen.
13. Developing others, yaitu kesediaan mengembangkan teman kerja
secara sukarela.

Pandangan serupa dikemukakan Mc Clelland (dalam Suryana 2015:54)

bahwa perilaku atau karakteristik seorang wirausahawan tercermin pada

perilaku sebagai berikut :


68

1. Keinginan untuk berprestasi, yang dimaksud dengan keinginan


berprestasi adalah suatu keinginan atau dorongan dalam diri orang yang
memotivasi perilaku kearah pencapaian tujuan.
2. Keinginan untuk bertanggung jawab, seorang wirausahawan
menginginkan tanggung jawab pribadi bagi pencapaian tujuan. Mereka
memilih menggunakan sumber daya sendiri dengan cara bekerja sendiri.
Untuk mencapai tujuan dan bertanggungjawab sendiri terhadap hasil
yang dicapai.
3. Prefensi kepada risiko-risiko menengah, seorang wirausahawan
bukanlah penjudi (gambler). Mereka menetapkan tujuan-tujuan yang
membutuhkan tingkat kinerja tinggi, suatu tingkatan yang menuntut
usaha keras, tapi bisa dipercaya mereka bisa penuhi.
4. Persepsi pada kemungkinan berhasil, keyakinan pada kemampuan untuk
mencapai keberhasilan adalah kualitas kepribadian seorang
wirausahawan. Seorang wirausahawan akan mempelajari faktafakta
yang dikumpulkan dan menilainya. Ketika fakta tidak tidak sepenuhnya
tersedia , mereka berpaling pada sikap percaya diri mereka yang tinggi
dan melanjutkan tugas tersebut.
5. Rangsangan oleh umpan balik, seorang wirausahawan dirangsang untuk
mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan mempelajari seberapa
efektif usaha mereka.
6. Aktifitas enerjik, seorang wirausahawan akan menunjukkan energy yang
jauh lebih tinggi dari rata-rata orang. Kesadaran ini akan melahirkan
sikap untuk terlibat secara mendalam dalam pekerjaan yang mereka
lakukan.
7. Orientasi masa depan, seorang wirausahawan akan melakukan
perencanaan dan berfikir kedepan. Mereka mencari dan mengantisipasi
kemungkinan yang akan terjadi jauh dimasa depan.
8. Keterampilan dalam berorganisasi, Seorang wirausahawan
menunjukkan keterampilan (skill) dalam mengorganisasi kerja orang –
orang dalam mencapai tujuan.
9. Sikap terhadap uang, keuntungan fianansial adalah nomor dua dibanding
prestasi kerja mereka. Seorang wirausahaan memandang uang sebagai
lambang konkret dari tercapainya tujuan dan sebagai pembuktian dari
kompetensi mereka.

Dari berbagai pandangan di atas jelaslah bagi kita bahwa perilaku wirausaha

(entrepreneurial behavior) adalah dinamis dan penuh resiko. Akan tetapi

wirausahawan yang memahami risiko, lebih mampu menata proses

kewirausahaan dan mendapatkan imbalan yang lebih banyak. Tugas

wirausahawan sebenarnya cukup sederhana, harus bisa menguasai keadaan


69

sehingga bisa mencapai keberhasilan usaha, ketidakpastian, dinamika, dan

risiko bisa menjadi kawan yang berguna.

Berbicara tentang teori perilaku wirausaha (behavioral theory of

entrepreneur) Veciana (dalam Cuervo 2007:53) dalam penelitiannya

mengungkapkan bahwa :

”research under this approach aims at identifying, describing and


explaining the overt behaviours of the entrepreneur, i.e. it starts with the
investigation of what the entrepreneur does to be able to establish
guidelines that can guide potential entrepreneurs in the process of new
enterprise creation. It differs from the psychological approach in that
this focuses on how the entrepreneur IS. This distinction is important
because while the psychological traits are considered to be a part of the
entrepreneur’s personality, and therefore, are impossible or difficult to
change, behaviour is believed to be based on skills or abilities that can
be learnt. That is why the objective of this approach is to establish a
behavioral theory of the entrepreneur”.

Dalam penelitian ini Veciana mengidentifikasi perilaku wirausaha dimulai dari

wirausahawan yang tidak mampu membuat pedoman sehingga menjadi

wirausahawan potensial yang mampu membimbing dalam proses penciptaan

perusahaan baru. Berbeda dengan psikologis, pendekatan dalam hal ini berfokus

pada bagaimana kepribadian wirusaha itu. Perbedaan ini karena sementara sifat-

sifat psikologis dianggap sebagai bagian dari kepribadian pengusaha, oleh

karena itu tidak mungkin atau sulit untuk berubah. Dilain pihak, perilaku

diyakini harus didasarkan pada keahlian atau kemampuan yang dapat dipelajari.

Itu sebabnya tujuan dari pendekatan ini adalah untuk membangun sebuah teori

perilaku wirausaha.

Lebih lanjut Veciana (dalam Cuervo 2007:53) dalam penelitiannya

yang merumuskan teori perilaku wirausaha (behavioral theory of entrepreneur)


70

telah mengidentifikasi beberapa kemapuan yang harus dimiliki wirausahawan

sebagaimana diungkapkannya sebagai berikut:

“The entrepreneur’s behaviors we are referring to here provide the


setting for management function. The main ones that have been
identified through empirical research are; 1) The ability to search and
gather information, 2) The ability to identify opportunities, 3) The
ability to deal with risk, 4) The ability to establish relationships and
networks, 5) The ability to make decisions under uncertainty and
ambiguity, 6) The ability to learn from experience”.

Dimensi-dimensi perilaku wirausaha sebagaimana diungkapkan di atas dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. The ability to search and gather information, (kemampuan untuk mencari

dan mengumpulkan informasi), yaitu kemampuan mencari dan menemukan

informnasi memerlukan beberapa persyaratan yaitu potensi kesempatan,

kelengkapan informasi, hubungan jaringan yang beragam, kecepatan,

mengidentifikasi peluang bisnis, kepercayaan, keberadaan informasi,

penyebaran informasi atau tidak akurat, lembaga membantu menyebarkan

informasi.

2. The ability to identify opportunities (kemampuan untuk mengidentifikasi

peluang), yaitu meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang

berhubungan dengan penciptaan peluang, mengembangkan usaha-usaha

dan ide – ide baru.

3. The ability to deal with risk (kemampuan untuk menangani resiko), yaitu

kemampuan seorang wirausaha dalam mengorganisir, mengatur dan

mengasumsikan resiko.
71

4. The ability to establish relationships and networks (kemampuan untuk

membangun relasi dan jaringan), Teori jaringan didasarkan pada gagasan

bahwa fungsi kewirausahaan ada dan berkembang pada jaringan hubungan

sosial. Veciana (dalam Cuervo, et all 2007:46) bahwa The interaction

within networks may refer to (interaksi dalam jaringan dapat merujuk

kepada) : 1) communication content, i.e. the passing of information (isi

komunikasi, yaitu informasi yang lewat); 2) exchange content, i.e. the

exchange of goods and services; and / or (konten pertukaran, yaitu

pertukaran barang dan jasa; dan / atau); 3) normative content, i.e. the

generation of expectations which people have of one another because of

some special characteristics or attribute (konten normatif, yaitu harapan

seseorang terhadap orang lain karena beberapa karakteristik khusus atau

atribut). Lebih lanjut Veciana mengemukakan bahwa penyelidikan Teori

Jaringan meliputi lima indikator : a) size (ukuran), b) density (kepadatan),

c) reachability (kemampuan jangkauan), d) heterogeneity (heterogenitas),

dan e) centrality of nodes (sentralitas dari node).

5. The ability to make decisions under uncertainty and ambiguity

(Kemampuan untuk membuat keputusan di bawah ketidakpastian dan

ambiguitas). Kenney (dalam Morcol 2007:15) mengamati bahwa

menghadapi kondisi ambiguitas mendalam dan ketidakpastian,

dikembangkan keputusan terpusat, jangka pendek, dan membuat hirarki

yang rutin. Hierarki ini tidak selalu birokratis, namun. sering mendasarkan

keputusan pada "pemikiran yang pantas, layak, sesuai" daripada "pemikiran


72

yang memiliki konsekuensi"; pengambilan keputusan sering berbasis

peraturan, bukan berbasis pilihan.

6. The ability to learn from experience (kemampuan untuk belajar dari

pengalaman). Rae dkk (dalam Lindh 2017:10) mengemukakan bahwa:

Research on experience-driven learning defines entrepreneurial learning

as the development of knowledge and skills required to recognize and act

on opportunities. Entrepreneurial experience is central to entrepreneurial

behaviors to be enacted. Because everything learned during one period,

builds on knowledge learned previously. Penelitian tentang berbasis

pengalaman mendefinisikan pembelajaran kewirausahaan sebagai

pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk

mengenali dan bertindak berdasarkan peluang. Pengalaman wirausaha

adalah pusat dari perilaku wirausaha yang akan dilakukan. Sebab segala

sesuatu yang dipelajari selama satu periode, dibangun berdasarkan

pengetahuan yang dipelajari sebelumnya.

Mencermati berbagai konsep teori perilaku wirausaha yang telah

diuraikan sebelumnya tersirat adanya berbagai perbedaan dimensi ataupun

indikator yang tidak terlalu jauh perbedaannya. Bertitik tolak dari berbagai

konsep di atas maka konsep teori perilaku wirausaha yang dijadikan dasar

pijakan dalam penelitian ini adalah konsep teori yang dikemukakan Veciana

(dalam Cuervo 2007:53). Konsep teori perilaku wirausaha yang dimaksud

memuat enam dimensi yang relevan digunakan untuk dianalisis yaitu; The

ability to search and gather information (kemampuan untuk mencari dan


73

mengumpulkan informasi), The ability to identify opportunities (kemampuan

untuk mengidentifikasi peluang), The ability to deal with risk (kemampuan

untuk menangani resiko), The ability to establish relationships and networks

(kemampuan untuk membangun relasi dan jaringan), The ability to make

decisions under uncertainty and ambiguity (kemampuan untuk membuat

keputusan di bawah ketidakpastian dan ambiguitas), The ability to learn from

experience (kemampuan untuk belajar dari pengalaman).

Pemilihan konsep teori perilaku wirausaha dari veciana sebagai dasar

pijakan penelitian, dalam perspekti peneliti konsep teori tersebut dipandang

lebih operasional dan relevan dalam mengukur suatu perilaku wirausaha para

pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pandangan ini dilatar belakangi

oleh wujud pengukuran teori perilaku wirausaha dimana dimensi–dimensi yang

terkandung dalam konsepnya sudah mengakomodir dimensi-dimensi pokok

yang harus dimiliki oleh pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Oleh

karenanya dimensi perilaku wirausaha yang akan digunakan dalam menentukan

indikator-indikator penelitian didasarkan pada konsep yang dikemukakan oleh

Veciana sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

2.1.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Wirausaha

Setiap individu pada dasarnya telah tertanam jiwa wirausaha yang

memiliki kreativitas dan mempunyai tujuan serta berupaya mencapai

kesuksesan dalam hidupnya. Sebagai potensi dalam pembangunan bangsa

wirausaha perlu ditumbuh kembangkan sikap perilaku wirausaha pada setiap

individu baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sikap perilaku wirausaha
74

pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari faktor diri individu

pelaku usaha sendiri maupun dari luar seperti lingkungan. Para ahli

mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku wirausaha

sangat beragam dan berbeda. Suryana (2015:34) mengemukakan bahwa 3 (tiga)

faktor utama yang mempengaruhi perilaku wirausaha yaitu; 1) faktor Individu

meliputi Locus of Control, toleransi, pengambilan resiko, nilai-nilai pribadi,

pendidikan, pengalaman, usia, komitmen, dan ketidakpuasan, 2) Faktor

Lingkungan meliputi peluang, model peran, aktivitas, pesaing, inkubator,

sumberdaya dan kebijakan pemerintah, 3) faktor Lingkungan Sosial : keluarga,

orang tua, dan kelompok.

Lebih lanjut Rusdiana (2018:145) mengemukakan faktor-faktor

mempengaruhi perilaku wirausaha yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri individu yang disebut

juga potensi individu yang meliputi:

1) Kebutuhan berprestasi (need for achievement). Kebutuhan berprestasi

mendorong individu untuk menghasilkan yang terbaik (Suryana, 2001:34).

Lambing dan Kuehl (2000: 17) menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai

seorang wirausahawan dipengaruhi oleh kebutuhan berprestasinya. Hal ini

mendorong individu untuk menghasilkan yang terbaik, memiliki inisiatif,

dan keinginan yang kuat untuk mengungkapkan ide-ide dalam pikirannya,

menyampaikan gagasan demi mencapai kesuksesan.


75

2) Internal locus of control. Menurut Lambing dan Kuehl (2000: 17), individu

yang memiliki internal locus of control memercayai bahwa kegagalan dan

kesuksesan yang dialami ditentukan dari usaha yang dilakukan. Individu

yakin akan kemampuan yang dimiliki dan berusaha keras mencapai

tujuannya (Riyanti, 2003:60). Hasil penelitian Rotter (Hisrich dan Peters,

2000: 69) terhadap wirausaha menunjukkan bahwa internal locus of control

berhubungan dengan motivasi berwirausaha dan berkorelasi positif dengan

kesuksesan dalam berkarier.

3) Kebutuhan akan kebebasan (need for independence). Hisrich dan Peters

(2000:71) menjelaskan lebih lanjut bahwa seorang wirausahawan diharuskan

melakukan sesuatu berdasarkan caranya sendiri, sehingga memiliki

kebutuhan kebebasan yang tinggi. Kebutuhan kebebasan berarti kebutuhan

individu untuk mengambil keputusan sendiri, menentukan tujuan sendiri,

serta melakukan tindakan untuk mencapai tujuan dengan caranya sendiri.

4) Nilai-nilai pribadi, Durkin (1995: 152) menyatakan bahwa nilai pribadi akan

menjadi dasar bagi individu pada saat mengambil keputusan dalam membuat

perencanaan untuk mencapai kesuksesan. Nilai pribadi yang dianut sering

berbeda dengan nilai yang dimiliki orang lain. Oleh karena itu, nilai pribadi

harus disampaikan sehingga tidak menimbulkan konflik yang mendasar

ketika suatu hubungan sedang berjalan.

5) Pengalaman; diartikan sebagai pengalaman kerja individu sebelum memilih

untuk terjun dalam kewirausahaan. Hisrich dan Peters, (2000:74)

menyatakan bahwa pengalaman kerja memengaruhi individu dalam


76

menyusun rencana dan melakukan langkah-langkah selanjutnya. Penelitian

Kim (Riyanti, 2003:39) menunjukkan bahwa pengalaman memberikan

pengaruh terhadap keberhasilan usaha. Pengalaman yang dimaksud dalam

penelitian Kim adalah keterlibatan langsung dalam kegiatan usaha.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan hasil interaksi individu dengan

lingkungannya yaitu:

1) Role model, merupakan faktor penting yang memengaruhi individu dalam

memilih berwirausaha sebagai karier. Orangtua, saudara, guru, atau

wirausahawan lain dapat menjadi role model bagi individu. Individu

membutuhkan dukungan dan nasihat dalam setiap tahapan dalam merintis

usaha, role model berperan sebagai mentor bagi individu. Individu juga akan

meniru perilaku yang dimunculkan oleh role model. Pentingnya role model

dalam memengaruhi pilihan karier didukung oleh penelitian Jacobowitz dan

Vidler (Riyanti, 2003: 38) yang menunjukkan bahwa 72% wirausahawan

negara Atlantik memiliki orangtua atau saudara wirausahawan. Individu

berwirausaha dengan cara meniru orangtua atau saudara yang berwirausaha.

2) Dukungan keluarga dan teman, dukungan dari orang terdekat akan

mempermudah individu, sekaligus menjadi sumber kekuatan ketika

menghadapi permasalahan (Hisrich dan Peters, 2000:75). Adapun dukungan

dari lingkungan terdekat akan membuat individu mampu bertahan

menghadapi permasalahan yang terjadi.


77

3) Pendidikan. Pendidikan formal berperan penting dalam kewirausahaan

karena memberi bekal pengetahuan yang dibutuhkan dalam mengelola

usaha, terutama ketika menghadapi suatu permasalahan. Sekolah atau

universitas sebagai tempat berlangsungnya pendidikan formal yang

mendukung kewirausahaan akan mendorong individu untuk menjadi seorang

wirausahawan (Hisrich dan Peters, 2000: 12).

Bird 1996 (dalam Dirlanudin, 2010:46) mengemukakan bahwa terdapat

empat elemen yang membentuk perilaku wirausaha yaitu; 1) faktor individu

merupakan kondisi orang-orang yang ada dalam organisasi, 2) faktor organisasi

menyangkut kondisi internal, keberadaan serta daya tahan lembaga tersebut, 3)

faktor lingkungan merupakan faktor yang berada di luar organisasi dan dapat

mempengaruhi keberadaan organisasi, dan 4) faktor proses, sebagai aktivitas

kerja yang terjadi dalam organisasi termasuk terjadinya interaksi antara individu

yang satu dengan yang lainnya. Sementara Elza. et. al (2013:1320) dalam

penelitiannya yang menguji pengaruh faktor individu dan faktor lingkungan

terhadap perilaku wirausaha dalam kesimpulannya menghasilkan bahwa faktor

individu paling dominan berpengaruh positif dan signifikan mempengaruhi

perilaku wirausaha. Hal ini sebagaimana dikemukakan Bird 1996 dan Meredith

et al. 1996 (dalam Dirlanudin, 2010:46) bahwa perilaku wirausaha merupakan

aspek-aspek yang terinternalisasi dalam diri pengusaha kecil yang ditunjukkan

oleh pengetahuan, sikap dan keterampilannya untuk melakukan usaha dengan

inovatif, inisiatif, berani mengambil resiko dan berdaya saing.


78

Mencermati beberapa pandangan ahli tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku wirausaha sebagaimana uraian di atas peneliti dapat

memberikan kesimpulan bahwa terdapat berbagai macam faktor yang dapat

memberikan pengaruh. Faktor yang mendominasi pengaruh perilaku wirausaha

adalah faktor internal maupun eksternal. Pada faktor internal; individu berupa

kebutuhan berprestasi, nilai-nilai individu, motivasi peralatan, sarana dan

prasarna atau teknologi sebagi faktor yang dominan mempengaruhi kenerja

organisasi. Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki turut berpengaruh,

demikian juga halnya dengan budaya organisasi serta efektivitas kepemimpinan

dalam organisasi turut memberikan kontribusi pada kinerja organisasi.

Sedangkan pada faktor eksternal; politik dan kebijakan pemerintah, sektor

ekonomi berupa tingkat pendapatan masyarakat , serta sosial merupakan faktor

luar yang mempengaruhi kinerja organisasi.

2.1.3 Kompetensi

2.1.3.1 Pengertian Kompetensi

Kompetensi secara harfiah merupakan istilah yang disadur dari bahasa

inggris “competence” yang berarti kemampuan atau kecakapan. Pengertian

kompetensi telah banyak dibahas oleh para pakar dalam berbagai literatur

manajemen khususnya manajemen sumber daya manusia. Wibowo (2017:271)

mengemukakan bahwa :

“Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau


melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan
dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh
pekerjaan tersebut. Dengan demikian, kompetensi menunjukkan
keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam
79

suatu bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting, dan sebagai


unggulan tersebut”.

Sehubungan dengan pengertian kompetensi, Sedarmayanti (dalam Abdussamad

2014 : 40) berpendapat bahwa kompetensi mencakup berbagai faktor teknis

dan non teknis, kepribadian dan tingkah laku, soft skills dan hard skills,

kemudian banyak dipergunakan sebagai aspek yang dinilai untuk merekrut

aparatur kedalam organisasi. Dari kedua pengertian yang dikemukakan oleh

para ahli di atas dapat dipahami bahwa kompetensi sebagai suatu kemampuan

seseorang untuk melakukan sesuatu tugas atau pekerjaan dengan baik

khususnya kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang diperlukan dalam

suatu pekerjaan.

Sementara itu Boutler at.al (dalam Sutrisno, 2019-203) mengemukakan

bahwa: “kompetensi adalah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang

memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau

situasi tertentu. Kompetensi menurut Spencer (dalam Moeheriono 2014-5)

dapat didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan

dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karateristik dasar

individu yang memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab akibat dengan

kriteria yang yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior.

Hal senada dikemukakan Mitrani et.al (dalam Abdussamad, 2014-40) bahwa :

Kompetensi sebagai karakteristik dasar yang mendasari seseorang dan berkaitan

dengan efektivitas kinerja individu dalam perusahaannya. Sedangkan Albanese

(dalam Murley 1997-21) menyatakan bahwa: “Kompetensi merupakan


80

keterampilan dan/atau karakteristik dari pribadi seseorang yang mampu

mendukung penciptaan keunggulan bersaing perusahaan. Pandangan tersebut

dapat kita pahami bahwa kompetensi merupakan karateristik dasar yang ada

pada setiap individu dalam menunjang kinerja untuk keunggulan organisasi atau

perusahaan tempatnya bekerja.

Pakar manajemen publik Sutrisno (2019:203) mengemukakan

pendapatnya bahwa:

“Kompetensi dalam organisasi publik maupun privat sangat diperlukan


terutama menjawab tuntutan organisasi, dimana adanya perubahan yang
sangat cepat, perkembangan masalah yang sangat kompleks dan dinamis
serta ketidakpastian masa depan dalam tatanan kehidupan masyarakat.
Kompetensi adalah suatu kemampuan yang dilandasi oleh ketrampilan
dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapannya
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang mengacu
pada persyaratan kerja yang ditetapkan”.

Pengertian serupa dikemukakan Mulyasa (dalam Sutisno 2019: 203) bahwa:

kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan

sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Masih dalam

Sutrisno (2019:203) McAshan 1981 mengemukakan bahwa: kompetensi

diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai

oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat

melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-

baiknya. Dari uraian pengertian kompetensi yang dikemukakan di atas makin

jelas bagi kita bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan yang dimiliki individu yang tercermin pada sikap, perilaku dan

nilai–nilai dalam berpikir, bekerja, serta mengambil tindakan.


81

Kompetensi pada setiap individu sangat penting dan turut menentukan

tingkat kinerja organisasi terutama dalam meningkatkan produktivitas kerja.

Dalam aspek pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) kompetensi

pengelola tidak hanya dituntut pada seberapa besar kemampuan seorang

pengelola dalam mencapai efektivitas kerja tetapi dituntut untuk punya

kemampuan dalam mengelola dan mengembangkan usaha. Pengelola Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) diharapkan punya kemampuan untuk mengelola

potensi sumber daya alam dan mampu untuk memanfaatkan peluang usaha.

Disamping itu pengelola juga dituntut untuk lebih memahami kebutuhan

masyarakat di desa sebagai dasar dalam pembukaan unit–unit usaha sebagai

sumber pendapatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dengan demikian

capaian kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) tidak hanya pada

out put tetapi juga mencakup out come yang berdampak pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat desa dan pendapatan Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) yang juga mempengaruhi peningkatan pendapatan asli desa.

Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang tercakup pada kompetensi

harus dimiliki pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) agar nantinya

dapat melaksanakan pekerjaannya dalam pengelolaan dan pengembangan usaha

dan peningkatan kinerja usaha sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Gordon (dalam Surisno 2019:204) menjelaskan beberapa aspek yang

terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut:

1) Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.


2) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif, dan afektif
yang dimiliki oleh individu.
82

3) Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu


untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan
kepadanya.
4) Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan
secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.
5) Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang – tidak senang, suka – tidak
suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.
6) Minat (interest), adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan.

Dalam kaitannya dengan operasional Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) aspek-aspek kompetensi di atas akan membuat pengelola mampu

menggali potensi sumber daya lain yang dimiliki untuk membuka unit-unit

usaha lain, mampu memanfaatkan peluang kesempatan berusaha bagi

masyarakat desa, mampu mengefektifkan dan mengefisienkan proses

pengelolaan usaha, serta mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan

masyarakat. Kesemuanya itu pada akhirnya akan memberi nilai tambah bagi

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam meningkatkan pendapatan dan

keuntungan.

2.1.3.2 Karakteristik Kompetensi

Penjelasan para ahli terhadap karakteristik kompetensi sangat beragam

pada setiap literatur yang ada tergantung dari sisi mana kompetensi tersebut

dibahas dan pengaplikasiannya. Disatu sisi dijelaskan bahwa karakter

kompetensi dilihat dari sisi tipenya atau pengelompokan pada sisi yang lain

dijelaskan secara umum mengenai karakteristik sangat penting mendasari suatu

kompetensi. Dalam penyajiannya terdapat perbedaan, namun pada prinsipnya

ada penjelasan yang memberikan gambaran secara detail mengenai ciri-ciri

pokok yang terdapat pada istilah kompetensi.


83

Keberadaan karakteristik kompetensi (competencies) berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Mc Clelland (dalam Moeheriono 2014:4) yang

menganalisis apa yang menyebabkan orang sukses dalam pekerjaanya, dengan

membandingkan antara kelompok orang-orang yang menunjukkan prestasi rata-

rata. Fokus perhatiannya adalah mengukur karakteristik-karakteristik dari

seseorang yang mempunyai dampak langsung dengan prestasinya, bukan

sekedar pengukuran umum terhadap kemampuan kognitif seseorang.

Karakteristik itulah yang ia sebut sebagai “Competency”. Sementara itu

Boyatzis (dalam Moeheriono 2014:5) yang terkenal dengan bukunya “The

Competence Manager” mengemukakan bahwa keberadaan komptensi

(competencies) berdasarkan pengelompokan atau tipenya, antara lain terlihat

dari penjelasan berikut:

“There are three clusters of competencies differentiating outstanding


from average performs in many countries of the world (Bray at al.,
1974; Boyatzis, 1982; Kotler, 1982; Luthans et al., 1988; Howard and
Bray, 1988; Campbell et al., 1970; Spencer and Spencer, 1993;
Goleman, 1998; Goleman et al., 2002) They are :
1) Cognitive competencies, sucs as systems thinking and pattern
recognition.
2) Emotional intelegence competencies, including self-awareness and
self-management competencies, sucs as emotional self-awareness
and emotional self-control; and
3) Social intelegence competencies, including social awareness and
relationship management competencies, such as emphaty and
teamwork”.

Dari penjelasan pengelompokan kompetensi di atas kita dapat

memahami bahwa pada dasarnya kompetensi merupakan suatu pendekatan

emosional, sosial, dan kecerdasan kognitif. Pada penjelasan lebih lanjut

Boyatzis (dalam Moeheriono 2014:5) mengemukakan bahwa keberadaan tiga


84

kelompok kompetensi tersebut sebagai suatu konsep terpadu yang akan

menawarkan suatu kerangka untuk menggambarkan kecendrungan manusia

dalam kaitannya dengan kepribadian organisasi dan kinerja.

Penjelasan senada disampaikan Amstrong (2014:86) yang

mengemukakan bahwa terdapat tiga tipe kompetensi yang telah teridentifikasi

(three types of competencies have been identified) yaitu:

1) Behavioural competencies, Behavioural competencies define


behavioural expectations, ie the type of behaviour required to
deliver results under such headings as teamworking,
communication, leadership and decision-making and are sometimes
known as ‘soft skills’. Criterionreferencing, ie comparing one
measure or situation with a criterion in the form of another
measure or outcome, may be used to determine the relationship
between them.
2) Technical competencies, Technical competencies define what
people have to know and be able to do (knowledge and skills) in
order to carry out and meet performance expectations and are
sometimes known as ‘hard skills’. They are related to either generic
roles (groups of similar roles), or to individual roles (‘role-specific
competencies’).
3) NVQ/SNVQ competences, The concept of competence was
conceived in the UK as a fundamental part of the process of
developing standards for NVQs/SNVQs. These specify minimum
standards for the achievement of set tasks and activities expressed
in ways that can be observed and assessed with a view to
certification. An element of competence in NVQ language is a
description of something that people in a work area should be able
to do. They are assessed on being competent or not yet competent.

Pada penjelasan Boyatzis dan Amstrong di atas dapat dikemukakan

bahwa Boyatzis melihat kompetensi pada aspek perilaku individu, sedangkan

Amstrong melihat kompetensi disamping dari sisi perilaku (behavioural

competencies atau yang lebih dikenal dengan soft skill) juga melihat kompetensi

dari sisi tecknical competencies atau yang lebih dikenal dengan hard skill.
85

Klemp (dalam Sienkiewicz et. Al 2014 : 17) mengemukakan bahwa:

Competency is a basic characteristics of a person, which determines the

effective performance of tasks and/or the achievement of excellent results.

Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa kompetensi merupakan karakteristk dasar

seseorang yang menentukan efektivitas kinerja atau pencapaian hasil yang baik.

Dalam penjelasan yang lain Guion (dalam Sienkiewicz et. Al 2014:17)

menyatakan bahwa “competencies are undrlying characteristic of people and

indicate ways of behaving or thinking, generalizing across situations, and

enduring for a reasonably longnperiod of time”. Pandangan Guion ini secara

tegas menjelaskan bahwa kompetensi sebagai suatu karakteristik mendasar dari

seseorang dicirikan oleh perilaku atau berpikir, generalisasi diseluruh situasi,

dan bertahan untuk jangka waktu yang cukup lama.

Sementara itu Rostkowski (dalam Sienkiewicz et. Al 2014:17)

mengemukakan bahwa:

“Competencies are all the characteristics of employees, which – applied


and developed in a work process – lead to the achievement of results
compliant with the strategic goals of an enterprise. Competencies are
knowledge, skills, abilities, code of conduct, personality, values,
interests and other characteristics which, when applied and developed
in a work process, lead to the achievement of results compliant with
strategic goals of an enterprise”.

Hal senada dikemukakan oleh Woodall & Winstanley (dalam Sienkiewicz et.

Al 2014:17) bahwa: “Competencies are skills, knowledge and its application,

traits, values, beliefs and attitudes, which lead to successful job performance in

a particular context, situation and role”. Mencermati kedua pandangan di atas

dapat dikemukakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang dimiliki


86

karyawan/individu berupa pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kode etik,

kepribadian, nilai-nilai, kepercayaan, sikap dan minat yang diterapkan dan

dikembangkan dalam proses kerja. Kesemuanya itu lebih ditujukan untuk

pencapaian hasil yang sesuai dengan sasaran strategis perusahaan.

Pada bagian lain Spencer dan Spencer 1993 (dalam Sanghi 2007:10)

menyatakan bahwa:

“competency as ‘an underlying characteristic of an individual that is


casually related to criterion-referenced effecting and/or superior
performance in a job situation’. An ‘underlying characteristic’ means
the competence is a fairly deep and enduring part of a person’s
personality and can predict behaviour in a wide variety of situations
and job tasks. ‘Casually related’ means that it causes or predicts
behaviour and performance. (Kompetensi merupakan landasan dasar
karakteristik orang dan mengindikasikan cara berprilaku atau berpikir,
menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu cukup
lama).
Terdapat lima tipe karakteristik kompetensi yaitu:
1) Motiv (motive), adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan
atau diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. Motif
mendorong, mengarahkan, dan memilih perilaku menuju tindakan
atau tujuan tertentu.
2) Watak (traits), adalah karakteristik fisik yang membuat seseorang
mempunyai sikap perilaku atau bagaimanakah orang tersebut
merespon sesuatu dengan cara tertentu.
3) Konsep diri (self concept), adalah nilai-nilai, atau citra diri
seseorang. Percaya diri merupakan keyakinan orang bahwa mereka
dapat efektif dalam hampir setiap situasi adalah bagian dari konsep
diri orang.
4) Pengetahuan (knowledge), adalah informasi yang dimiliki orang
dalam bidang spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yang
kompleks. Skor pada tes pengetahuan sering gagal memprediksi
prestasi kerja karena gagal mengukur pengetahuan dan
keterampilan dengan cara yang sebenarnya dipergunakan dalam
pekerjaan.
5) Keterampilan (skill), adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik
atau mental tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif
termasuk analitis dan konseptual.
87

Dari kelima tipe karakteristik di atas Spencer dan Spencer 1993 (dalam Sanghi

2007:10) mengklasifikasikannya ke dalam dua kelompok yaitu 1) karakteristik

yang tampak di permukaan (visible) dan 2) karakteristik yang tersembunyi

(hidden) sebagaimana diuraikan dalam penjelasannya berikut ini:

“Knowledge and skill competencies tend to be visible, and relatively


surface, characteristics of people. Self concept, trait, and motive
competencies are more hidden, “deeper”, and central to personality.
Surface knowledge and skill competencies are relvely easy to develpo;
training is the most cost-effective way to secure the employe abilities.
Core motive and trait competencies at the base of the personality
iceberg are more difficult to asses and develop; it is most cost –
effective to select for the characteristics.

Dapat kita pahami pandangan Spencer dan Spencer ini bahwa karakteristik

kompetensi pengetahuan dan keterampilan seseorang cenderung terlihat dan

relatif tampak berada di permukaan. Sedang karakteristik kompetensi konsep

diri, sifat dan motif lebih tersembunyi atau lebih dalam dan merupakan pusat

kepribadian. Kedua kelompok karakteristik kompetensi ini oleh Spencer dan

Spencer diibaratkan gunung es dimana ada yang tampak di permukaan

(pengetahuan dan keterampilan), dan ada pula yang tidak tampak di permukaan

(motiv, watak, dan konsep diri), sebagaimana diilustrasikan pada gambar 2.3

berikut ini:

Gambar 2.3 Central and Surface Competencies


Sumber : Spencer and Spencer 1993 (dalam Sanghi 2007:11)
88

Berdasarkan gambar 2.3 nampak bahwa pengetahuan (knowledge) dan

keterampilan atau keahlian (skill) sebagai observable atau instrumental,

cenderung lebih nyata muncul (visible) dan relatif berada pada permukaan.

Dalam aktivitas kerja sehari-hari kompetensi berhubungan dengan penyelesaian

pekerjaan atau tugas agar dapat dilakukan dengan baik. Sedangkan konsep diri

(self – concept), watak (trait) dan (motive) cenderung di bawah, tidak kelihatan

atau tersembunyi (hidden) atau disebut intermediate skills yang dapat

diaplikasikan dalam berbagai situasi (vacational). Kompetensi ini dapat

direferensikan sebagai keterampilan yang dapat menyesuaikan situasi atau

starting qualifications, yang isinya adalah keterampilan sosial dan komunikasi,

teknik umum dan situasi berubah-ubah, kualitas organisasional serta pendekatan

dasar pekerjaan dan situasi.

Moeheriono (2014-16) mengungkapkan bahwa secara rinci terdapat

lima dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh semua individu terutama

seorang karyawan dalam menjalankan tugasnya pada suatu organisasi, yaitu:

1) Task skills yaitu keterampilan untuk melaksanakan tugas-tugas rutin


sesuai dengan standar di tempat kerja.
2) Task management yaitu keterampilan untuk mengelola serangkaian
tugas yang berbeda yang muncul dalam pekerjaan.
3) Contigency management skills yaitu keterampilan mengambil
tindakan yang cepat dan tepat bila timbul suatu masalah dalam
pekerjaan.
4) Job role environment skills yaitu keterampilan untuk bekerja sama
serta memelihara kenyamanan lingkungan kerja.
5) Transfer skills yaitu keterampilan untuk beradaptasi dengan
lingkungan kerja baru.

Menyimak lima dimensi kompetensi yang diungkapkan diatas jika dikaitkan

dengan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) maka keterampilan


89

harus dilakukan oleh setiap individu dalam rangka pencapaian tujuan

organisasi. Sebaliknya apabila hal ini tidak dilakukan maka Badan Usaha Milik

Desa (BUMDes) yang diharapkan dapat berkontribusi dalam pembangunan

perekonomian di pedesaan tidak akan berkembang atau bahkan bubar.

Berdasarkan uraian dan penjelasan teori dan karakteristik (dimensi)

kompetensi sebagaimana dikemukakan sebelumnya, maka dalam penelitian ini

teori kompetensi yang dijadikan sebagai dasar pijakan adalah teori kompetensi

dari Spencer and Spencer dengan lima tipe karakteristik kompetensi (five types

of competency characteristcs) yang terdiri dari motives, traits, self-concept,

knowledge, and skil. Pemilihan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa

pertama, peneliti memandang teori kompetensi dari Spencer and Spencer lebih

operasional di dalam melakukan pengkajian mengenai karakteristik perilaku

seseorang dalam melakukan pekerjaannya dalam berbagai tugas dan situasi

pekerjaan. Kedua, penelitian ini pada hakekatnya berada pada lingkup perilaku

pengelola dan karyawan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam

melaksanakan pekerjaannya.

2.1.4 Budaya Organisasi

2.1.4.1 Pengertian Budaya

Para ahli mengemukakan berbagai pandangan tentang pengertian

budaya namun pada dasarnya memiliki makna yang sama, Luthans (2006:47)

mengemukakan bahwa: “Budaya dapat dideifinisikan sebagai pengetahuan yang

diperoleh untuk menginterpretasikan pangalaman dan menghasilkan perilaku

sosial. Penting untuk disadari bahwa budaya dipelajari dan membantu manusia
90

dalam usaha mereka berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam

masyarakat”. Sementara itu Hofstede 1980 (dalam Yusof et all. 2012:459)

mengemukakan bahwa: “organisational culture as the core values, norms,

behaviours and artefacts shared by individuals within an organisation”.

Pandangan Hofstede dapat dimaknai bahwa budaya organiasasi sebagai nilai

inti, norma, perilaku dan artefak yang dimiliki bersama oleh individu dalam

suatu organisasi. Budaya organisasi dapat membedakan anggota dari suatu

kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya termasuk di dalamnya

sistem dan nilai-nilai suatu organisasi.

Pandangan berbeda dikemukakan oleh Herskovits (dalam Sobirin

2009:51) bahwa: “…….. is a construct describing the total body of belief,

behavior, knowledge, sanction, values, goals that make up the way of life of

people”. Konsep ini memandang budaya sebagai sebuah kerangka pikir yang

menjelaskan tentang keyakinan, perilaku, pengetahuan, kesepakatan-

kesepakatan, nilai-nilai, tujuan yang kesemuanya itu membentuk pandangan

hidup sekelompok orang. Sementara Benedict (dalam Sobirin 2009:52)

mengemukakan bahwa: “Culture…. Consists in those relative to behavior and

the products of human action which may be inherited, that is, passed on from

generation to generation independently of the biological genes”. Benedict

memandang budaya sebagai suatu pola yang terkait dengan perilaku dan hasil

tindakan manusia yang berlaku turun temurun dari satu generasi ke generasi

berikutnya yang terpisah dan tidak berkaitan dengan hubungan biologis.


91

Kedua pandangan di atas dapat dipahami bahwa budaya merupakan

kerangka pikir dan perilaku, pengetahuan dari hasil tindakan manusia yang

diyakini dan disepakati sesuai nilai-nilai dan tujuan membentuk pandangan

hidup sekelomok orang. Budaya juga sebagai suatu pola yang terkait dengan

perilaku yang berlangsung turun temurun dan bukan merupakan warisan dari

keluarga yang terikat secara kekeluargaan.

Pandangan ahli lainnya disampaikan oleh Haviland (dalam Sutrisno

2013:2) bahwa: “budaya adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki

bersama oleh para anggota masyarakat. Jika dilaksanakan oleh para anggotanya

akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua

masyarakat”. Pada bagian lainnya Erez and Earley 1993 (dalam Mueller dan

Thomas 2000:58) mengemukakan pandangan mereka bahwa: “culture shapes

the cognitive schema which ascribe meaning and values to motivational

variables and guide choices, commitments, and standards of behavior”.

Sedangkan Barnouw 1979 (dalam Mueller dan Thomas 2000:58) memberikan

pandangannya bahwa: “they tend to be “programmed” into individuals

resulting in behavior patterns which are consistent with the cultural context

and endure over time”.

Dari ketiga pandangan konsep di atas dapat dipahami bahwa budaya

sebagai seperangkat aturan yang membentuk skema kognitif yang memiliki

makna dan nilai-nilai untuk variabel motivasi dan mengarahkan pada pilihan,

komitmen, dan standar perilaku. Hal ini dimaksudkan bahwa budaya yang

terbentuk pada setiap individu dapat dijadikan sebagai standar nilai-nilai dan
92

pola perilaku yang konsisten serta dipertahankan dalam kehidupan organisasi.

Dengan demikian budaya dapat diartikan sebagai suatu sistem nilai yang ciri

khas pada kelompok atau masyarakat tertentu yang terbentuk dari

pengembangan karakter dan motivasi individu berupa perilaku yang tidak

didapatkan pada kelompok atau masyarakat lainnya. Bila mencermati beberapa

pandangan yang menguraikan konsep budaya pada prinsipnya lebih

menekankan pada nilai-nilai budaya yang tercermin pada sikap perilaku

individu. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai budaya akan mempengaruhi sikap dan

perilaku seseorang dalam aktivitasnya baik secara pribadi maupun dalam

kelompok.

2.1.4.2 Pengertian Budaya Organisasi

Istilah budaya organisasi pertama digunakan secara formal oleh Andrew

Petigrew (dalam Sobirin 2009:125) memberikan pengertian bahwa: “the system

such publicly and collectivively accepted meanings operating for given roup at

a given time”. Pengertian ini bermakna bahwa budaya organisasi adalah sistem

makna yang diterima secara bersama-sama berlaku pada waktu tertentu dan

pada kelompok tertentu. Pandangan lainnya disampaikan Sutrisno (2013:2)

yang mengemukakan bahwa:

“Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak,


yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk
melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam
suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam
organisasinya”.

Dari pandangan ini dapat dipahami bahwa budaya organisasi sebagai penggerak

orang-orang dalam suatu organisasi baik sebagai pimpinan maupun sebagai


93

karyawan. Dengan budaya organisasi juga orang-orang akan bekerja sesuai

dengan aturan dan tujuan yang ada dalam organisasi. Sebab dengan pemahaman

budaya organisasi oleh orang-orang atau karyawan akan mendukung

tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Lebih lanjut Sutrisno (2013:3)

mengemukakan bahwa: “Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya

kuat; nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut, dan diperjuangkan

oleh sebagian besar para anggota organisasi (karyawan perusahaan)”.

Deal dan Kenedy 1982, Miner 1990, serta Robbins 1990 (dalam

Sutrisno 2013:3) mengemukakan bahwa: Budaya organisasi yang kuat dan

positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja perusahaan,

karena akan menimbulkan antara lain sebagai berikut:

1. Nilai-nilai kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan,


menginternalisasi, menjiwai pada para anggota, dan merupakan
kekuatan yang tidak tampak;
2. Perilaku-perilaku karyawan secara tak disadari terkendali dan
terkoordinasi oleh kekuatan yang informal atau tidak tampak;
3. Para anggota merasa komit dan loyal pada organisasi;
4. Adanya musyawarah dan kebersamaan atau kesertaan dalam hal-hal
yang berarti sebagai bentuk partisipasi, pengakuan, dan
penghormatan terhadap karyawan;
5. Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan kepada misi atau tujuan
organisasi;
6. Para karyawan merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat
dan kontribusinya, yang sangat rewarding;
7. Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan
kegiatan-kegiatan perusahaan;
8. Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek: pengarahan
perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota
organisasi, dan kekuatannya, yaitu menekan para anggota untuk
melaksanakan nilai-nilai budaya;
9. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individual maupun
kelompok.
94

Dari pandangan konsep di atas nampak bahwa dengan budaya organisasi yang

kuat dan positif dapat menimbulkan nilai-nilai kunci yang menjiwai para

anggota serta perilaku-perilaku karyawan yang loyal kepada organisasi. Budaya

organisasi juga menimbulkan rasa kebersamaan yang berorientasi pada misi dan

tujuan organisasi dan karyawan merasa dihargai kontribusinya. Dengan

penerapan budaya organisasi yang kuat dapat menstabilkan kegiatan-kegiatan

perusahaan dengan melaksanakan nilai-nilai budaya yang nantinya berpengaruh

pada perilaku individual maupun kelompok. Hal ini sebagaimana yang

dikemukakan Deal dan Kenedy (dalam Sutrisno 2013:4) bahwa: “Budaya yang

kuat akan mendorong kinerja.

Sementara Denison (1990:15) mengemukakan bahwa: “Organisasi yang

berkinerja tinggi memiliki budaya yang tidak saja kuat tetapi juga adaptif atau

memiliki fokus inernal yang kuat dan fokus eksternal yang kuat. Fokus internal

dicirikan oleh adanya keterlibatan dan konsistensi sedangkan fokus eksternal

adalah kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan dan misi yang jelas”.

Lebih lanjut Fey dan Denison (2000:198) mengemukakan bahwa: “sifat

keterlibatan, konsistensi, kemampuan beradaptasi dan misi dari budaya

organisasi menunjukkan signifikansi pengaruh pada efektivitas suatu organisasi

sebagai unit sosial, terdiri dari sekelompok orang berinteraksi untuk mencapai

tujuan secara rasional”. Pandangan tentang fokus internal (keterlibatan,

konsistensi) dan fokus eksternal (adaptasi dan misi) yang dikemukakan Denison

dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Keterlibatan (involvement)
95

Yaitu berupa pemberdayaan para anggota organisasi, membangun tim dalam

organisasi dengan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia di

semua tingkatan organisasi. Keterlibatan dapat dilankan secara formal dan

informal maupun secara terstruktur. Keterlibatan dan partisipasi yang tinggi

akan menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab sehingga diperoleh

komitmen yang tinggi dari karyawan kepada organisasi. Hal ini sebagaimana

dikemukakan Denison et al (2006) bahwa: “staf yang memiliki perasaan

terlibat dalam organisasi, mereka akan merasa bagian di dalam organisasi

dan pendapat serta tindakan yang mereka lakukan akan terhubung langsung

dengan tujuan organisasi”. Dukungan komitmen karyawan yang tinggi

kepada organisasi dapat mengurangi kebutuhan akan sistem pengawasan

secara formal sehingga mengarahkan pada pencapaian kinerja. Beban kinerja

dalam proses pencapaian tujuan yang telah disepakati sebelumnya akan lebih

ringan bila ada keterlibatan dan partisipasi anggota organisasi.

2. Konsistensi (consistency)

Konsistensi menunjukkan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap

asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi (Sobirin, 2009:126). Dengan

adanya konsistensi dalam suatu organisasi staf merasa terikat; ada nilai-nilai

kunci; kejelasan tentang tindakan yang dapat dilakukan dan tidak dapat

dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut Sutrisno (2019) menambahkan

bahwa konsistensi menekankan pada sistem keyakinan-keyakinan, nilai-

nilai, dan simbol-simbol yang dimengerti dan dianut bersama oleh para

anggota organisasi serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terkoordinasi.


96

Sebab dengan sistem kepercayaan bersama, nilai-nilai dan simbol-simbol

merupakan dasar yang efektif untuk menyamakan konsensus dalam

mencapai tindakan yang terkoordinasi. Dalam budaya yang konsisten proses

komunikasi dapat berjalan dengan baik sebagai sarana untuk pertukaran

informasi karena adanya kesepakatan umum mengenai komunikasi, aktifitas,

dan penggunaan simbol-simbol lainnya. Anggota organisasi yang konsisten

menjalankan sistem yang telah disepakati akan semakin mengokohkan nilai

yang berlaku dalam organisasi.

3. Adaptabilitas (adaptability).

Adaptasi merupakan kemampuan organisasi menerjemahkan pengaruh

lingkungan dengan cara melakukan perubahan di dalam organisasi dengan

tujuan pengembangan dan pertumbuhan organisasi (Denison, 2006:257). Hal

senada dikemukakan Sobirin (2009:126) bahwa: “adaptasi merupakan

kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan

eksternal dengan melakukan perubahan internal organisasi”. Dengan

kemampuan beradaptasi dengan merespon perubahan lingkungan organisasi

mengambil resiko belajar dari kesalahan dan pengalaman untuk menciptakan

perubahan. Budaya yang adaptif dicirikan oleh orang-orang yang berani

mengambil resiko, percaya satu sama lain, memiliki pendekatan proaktif

untuk kehidupan oranisasi. Disamping itu bekerjasama untuk

mengidentifikasi permasalahan, percaya pada kemampuan koleganya serta

memiliki antusiasme untuk melakukan pekerjaan mereka.


97

4. Misi (mission)

Misi organisasi merupakan gambaran tentang tujuan dan harapan organisasi

kedepan. Dengan misi organisasi yang jelas setiap anggota organisasi akan

mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi. Denison (2006) dalam

penelitiannya mengemukakan bahwa: “organisasi yang kurang dalam

menerapkan misi akan mengakibatkan staf tidak mengerti hasil yang akan

dicapai dan tujuan jangka panjang yang ditetapkan menjadi tidak jelas”.

Tujuan organisasi yang tercantum dalam misi organisasi dengan jelas akan

menyebakan anggota organisasi bersedia untuk menginvestasikan upaya

mereka demi kebaikan organisasi. Sobirin (2009:126) mengemukakan

bahwa: “misi merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti

organisasi yang menjadikan anggota organisasi teguh dan fokus terhadap apa

yang dianggap penting oleh organisasi”. Dari pandangan Sobirin dapat

dipahami bahwa misi merupakan salah satu dimensi yang penting sebagi

penggerak inti dalam organisasi. Hal ini karena adanya kejelasan cara yang

dilakukan, tujuan yang akan dicapai serta tindakan-tindakan yang dilakukan

untuk mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan uraian dan penjelasan teori dan karakteristik (dimensi)

budaya dan hakikat budaya organisasi sebagaimana dikemukakan sebelumnya,

maka konsep teori yang dijadikan sebagai pijakan dalam penelitian ini adalah

teori dari Denison yang terdiri dari dimensi-dimensi; Keterlibatan

(involvement), Konsistensi (consistency), Adaptasi (adaptability), dan Misi

(mission)
98

Pemilihan konsep teori budaya organisasi dari Denison sebagai dasar

pijakan perspektif peneliti lebih operasional dan relevan untuk menjaring data

penelitian berkaitan dengan budaya organisasi dalam peningkatan kinerja

BUMDes sebagaimana fokus kajian pada penelitian ini. Pandangan ini dilatar

belakangi oleh konsep yang dikemukakan oleh Deal dan Kenedy 1982, Miner

1990, serta Robbins 1990 (dalam Sutrisno 2013:3) bahwa: Budaya yang kuat

dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja

perusahaan. Pertimbangan lainnya juga sebagaimana dikemukakan Huisman

1985 (dalam Mueller dan Thomas 2000:59) bahwa: “in entrepreneurial activity

across cultures and concluded that cultural values influence entrepreneurial

behavior”. Dari pandangan ini ditemukan bahwa kegiatan kewirausahaan lintas

budaya dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya dapat mempengaruhi

perilaku kewirausahaan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Berkaitan dengan penelitian ini tentang “Pengaruh Kompetensi, Budaya

Wirausaha dan Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Organisasi BUMDES di

Kabupaten Gorontalo”, maka dipandang perlu untuk dikemukakan beberapa

penelitian terdahulu yang relevan sebagai perbandingan dengan penelitian yang

akan dilakukan. Gambaran secara ringkas hasil penelitian yang relevan terurai

sebagaimana pada tabel 2.1 berikut ini:


99

Tabel 2.1
Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Judul, Peneliti, Rumusan


No. Metode Penelitian Kesimpulan Penelitian Persamaan dan Perbedaan
Tahun Masalah
1 2 3 4 5 6
1. The Impact Of Research on This research is designed to The results of this study Persamaan:
Managerial competencies check the relationship between generally corroborate the Penelitian yang dilakukan oleh
Competencies On went to analyze, managerial competencies and theoretical model assuming Liridon Veliu, Mimoza Manxhari
Business understand and business performance. that more managerial dengan yang dilakukan oleh
Performance: explain the Questionnaire was designed to competencies characteristics peneliti terletak pada metode dan
Sme’s In Kosovo importance of take the required data about are mediators between pendekatan yang digunakan yaitu
Peneliti: managerial managerial competencies and professional and personal Metode Kuantitatif.
Liridon Veliu, competencies in their impact on business characteristics and business
Mimoza the organization. performance. Data analysis is performance. The linkages Perbedaan:
Manxhari, (2017) This paper taken through descriptive between independence Penelitian yang dilakukan oleh
determines the statistical method. It includes managerial competencies Liridon Veliu, Mimoza Manxhari
impact of Mean, Standard deviation and were observed to be Kompetensi Manajerial (Variabel
managerial Linear multiple regression. positively significant to X); Dimensi yang digunakan:
competencies on Linear multiple regressions business performance. The Professional Competencies, Social
business were used to assess the relative study showed the aspects that Competencies, Personal
performance. importance in predicting the influencing the managerial Competnceies.
business performance. competencies for good (Boyatzis and Goleman 2007)
organizations performance. Kinerja Bisnis (Variabel Y);
Dimensi yang digunakan: Growth,
Profitability, Productivity, dan
Sales
Sedangkan dalam penelitian ini
peneliti menggunakan konsep teori

99
100

Spencer & Spencer (1993) untuk


Kompetensi Pengelola (Variabel
X1) dengan dimensi; motives,
traits, self-concept, knowledge, and
skil.
Kinerja BUMDes (variable Y)
konsep teori Kaplan & Norton
(1992) dengan dimensi; finacial,
clients, learning and growth and
internal processes
2. The Effect Of This research This study uses a qualitative The results of the study Persamaan:
Competence And discusses the approach with data collection showed that competence, Penelitian yang dilakukan oleh
Organizational effect of techniques using a organizational culture, and Bambang Utoyo, Corry Yohana,
Culture, On competencies questionnaire on 205 work motivation have a dan Mardi dengan yang dilakukan
Performance Of and respondents. Data analysis positive and significant oleh peneliti terletak pada metode
Employees With organizational methods and techniques use influence on employee dan pendekatan yang digunakan
Work Motivation culture through data analysis method used in performance. Competence yaitu Metode Kuantitatif.
As A Mediation work motivation this research is Structural and organizational culture
Variable on employees’ Equation Modeling (SEM) are positive and significant Perbedaan:
performance variables in influencing work Penelitian yang dilakukan oleh
Peneliti: motivation. The results of the Bambang Utoyo, Corry Yohana,
Bambang Utoyo, study also showed that dan Mardi, dasar teori untuk
Corry Yohana, competence and variabel Kompetensi (X1)
dan Mardi, 2019 organizational culture have a menggunakan teori dari Marshall
positive and significant (2003), Budaya Organisasi (X2)
influence on employee menggunakan teori dari Kreitner
performance through work & Kinicki (2014), Motivasi (X3)
motivation. menggunakan teori dari Sweeney
(2002) dan untuk mengukur
Kinerja Karyawan (Y)
101

menggunakan teori dari Koopmans


et al., (2011)
Sedangkan dalam penelitian ini
peneliti menggunakan konsep teori
antara lain:
Kaplan & Norton (1992) Untuk
Varibel Kinerja Organisasi (Y),
Spencer & Spencer (1993) untuk
Variabel Kompetensi Pengelola
(X1), dan Denison untuk Variabel
Budaya Organisasi (X2), dan
Veciana untuk Variabel Perilaku
Wirausaha (X3)
3. Influence Of Does leadership The approach takes the form of The findings indicate that Persamaan:
Leadership competence and an empirical analysis of data leadership competency and Penelitian yang dilakukan oleh
Competency And organizational (using structural equation organizational culture have Susita Asree, Mohamed Zain, dan
Organizational culture, will modeling) obtained via a positive relationships with Mohd Rizal Razalli, dengan yang
Culture On affect their questionnaire survey involving responsiveness. In addition, dilakukan oleh peneliti terletak
Responsiveness responsiveness 88 hotels of various ratings in responsiveness has a positive pada metode yang digunakan yaitu
And Performance (as a cumulative Malaysia. relationship with hotel Metode Kuantitatif dengan
Of Firms 2010 ability) to their revenue. These findings menggunakan empat veriabel yaitu
employees and imply that leadership tiga variabel independent dan satu
customers and competency and variabel dependent.
Peneliti: ultimately their organizational culture are
Susita Asree, performance important factors for hotels Perbedaan:
Mohamed Zain, (increased to be responsive to their Penelitian yang dilakukan oleh
dan Mohd Rizal revenue) customers, and in turn Susita Asree, Mohamed Zain, dan
Razalli, (2010) responsiveness to customers Mohd Rizal Razalli, dasar teori
would improve hotel untuk variabel Kompetensi (X1)
revenue. Research menggunakan teori dari Chung-
102

limitations/implications Herrera et al. (2003), Budaya


Some limitations include Organisasi (X2) menggunakan
those that come with cross- teori dari Deshpandé dan Webster
sectional analysis, the use of (1989), Responsive (X3)
perceptual measures, and low menggunakan teori dari Gaither
response rate. dan Frazier (2002), dan untuk
Practical implications. Hotel mengukur Kinerja Organisasi (Y)
managers need not only to menggunakan teori dari Ackelsberg
improve their leadership dan Arlow (1985)
competency but also to instil Sedangkan dalam penelitian ini
an organizational culture that peneliti menggunakan konsep teori
is supportive of their antara lain:
employees. These operations Kaplan & Norton (1992) Untuk
practices would make their Varibel Kinerja Organisasi (Y),
hotel more responsive to Spencer & Spencer (1993) untuk
customer needs, which in Variabel Kompetensi Pengelola
turn would help to improve (X1), dan Denison untuk Variabel
their hotel performance. Budaya Organisasi (X2), dan
Veciana untuk Variabel Perilaku
Wirausaha (X3)
4. Entrepreneurial How the The analysis used is The results of this study Persamaan:
Behavior entrepreneurial quantitative analysis using indicate individual factor Penelitian yang dilakukan oleh Siti
Influence on behavior of self- Structural Equation Modelling have positive and significant Herdianti Elza, Rachmad Pambudy,
Performance of employment can (SEM). Method of respondents impact on entrepreneurship Burhanuddin dengan yang
Women affect the in this research are saturated or behavior with the influence dilakukan oleh peneliti terletak
Entrepreneurial performance the census sampling technique, coefficient (β=0.46). The pada metode dan pendekatan yang
SME attempts to stay where all members of the most dominant individual digunakan yaitu Metode Kuantitatif
Agroindustry afloat in this population be used as samples. factors that influence dengan menggunakan analisis
Fisheries in business entrepreneurship behavior is Struktural Equating Modeling
Padang City competition in the perception of the business (SEM)
103

order to keep with load factor (λ) 0.76. Perbedaan:


developing his Environmental factors have Penelitian yang dilakukan oleh Siti
Peneliti: business. Based positive and significant Herdianti Elza, Rachmad Pambudy,
Siti Herdianti on existing impact on the enterprise Burhanuddin
Elza, Rachmad problems then performanceand individual menggunakan konsep teori Delmar
Pambudy, examined the factors with the influence (1996) yaitu dengan variabel:
Burhanuddin influence of coefficient (γ=0.54). The Environmental Factors (X1),
(2016) individual most dominant Individual factors (Y1),
factors, environmental factors that Entrepreneurial Behavior Factors
environmental influence individual and (Y2), dan Business Performance
factors, and enterprise performance factor Factors (Y3)
behavior of is the support of counseling Sedangkan dalam penelitian ini
women and training with load factor peneliti menggunakan konsep teori
entrepreneurship (λ) 0.68. Entrepreneurship antara lain:
entrepreneurial behavior factors have Kaplan & Norton (1992) Untuk
SMEs business positive and significant Varibel Kinerja BUMDes (Y),
performance impact on the enterprise Spencer & Spencer (1993) Variabel
against performance with the Kompetensi Pengelola(X1),
agroindustry influence coefficient Denison untuk Variabel Budaya
fisheries catch (β=0.48). The most dominant Organisasi (X2), dan Veciana
in Padang entrepreneurship behavior untuk Variabel Perilaku Wirausaha
factors that influence (X3)
enterprise performance is the
responsiveness to
opportunities with load factor
(λ) 0.90.
5. Analisis Nilai- Bagaimana Pendekatan yang digunakan Berdasarkan hasil penelitian, Persamaan:
Nilai Budaya nilai-nilai dalam penelitian ini adalah nilai-nilai tentang perusahaan Penelitian yang dilakukan oleh
Organisasi Dan budaya pendekatan kuantitatif karena meminta karyawan memiliki Okta Karneli dengan yang
Orientasi organisasi yang data yang diperoleh dari hasil perhatian yang tinggi dilakukan oleh peneliti terletak
104

Kewirausahaan terdapat pada survey dalam bentuk angka. terhadap permasalahan yang pada metode dan pendekatan yang
Pemilik Usaha UM pengolahan Pengumpulan data dilakukan terjadi dalam perusahaan digunakan yaitu Metode
Menengah makanan dan melalui survey dengan dapat meningkatkan kinerja Kuantitatif.
Pengolahan minuman dan instrumen pengumpulan data dan produktivitas
Makanan Dan tingkat orientasi berupa kuesioner. perusahaan. Sedangkan
Perbedaan:
Minuman kewirausahaan kemampuan kewirausahaan Penelitian yang dilakukan oleh
Di Pekanbaru pemilik yang pemilik yang dapat
Okta Karneli dengan yang
sekaligus juga meningkatkan kinerja dan dilakukan oleh peneliti terletak
Peneliti: menjadi produktivitas UM adalah pada Variabel independen sebanyak
Okta Karneli pengelola pemilik memiliki
enam variabel pengaruh yang salah
2015 kemampuan dalam
satu variabelnya adalah Orientasi
mengalahkan pesaing untuk Kewirausahaan Pemilik Usaha
memasuki pasar baru. Menengah Pengolahan Makanan
Dan Minuman (Y) sebagai
variabel terpengaruh.
Sedangkan dalam penelitian ini
peneliti menggunakan konsep teori
antara lain:
Kumorotomo (1992) Untuk Varibel
Kinerja BUMDes (Y), Spencer &
Spencer (1993) Variabel
Kompetensi Pengelola (X1),
Denison (1990) Variabel Budaya
Organisasi (X2) dan Veciana untuk
Variabel Perilaku Wirausaha (X3)
6. Pengaruh Budaya Bagaimana Pendekatan kuantitatif Hasil pada penelitian ini Persamaan:
Etnis dan Perilaku pengaruh digunakan pada penelitian ini, menyimpulkan bahwa: Penelitian yang dilakukan Yohanes
Kewirausahaan budaya etnis dan dengan metode analisis yang pertama, bahwa budaya suku Rante dengan yang dilakukan oleh
Terhadap Kinerja perilaku digunakan adalah metode berpengaruh positif dan peneliti terletak pada metode dan
Usaha Mikro kewirausahaan Structural Equation Modeling signifikan terhadap kinerja pendekatan yang digunakan yaitu
105

Kecil Agribisnis terhadap kinerja (SEM), dimana metode ini UMK; kedua, perilaku Metode Kuantitatif dengan metode
di Provinsi Papua UMK agribisnis. melihat hubungan antar wirausaha berpengaruh analisis yang digunakan adalah
variabel, indikator-indikator positif dan signifikan metode Structural Equation
Peneliti: yang membentuk model. terhadap kinerja agribisnis Modeling (SEM)
Yohanes Rante UMK; ketiga, secara umum
2010 semua variabel dan indikator Perbedaan:
memiliki pengaruh terhadap Penelitian yang dilakukan Rante
kinerja UKM agribisnis focus pada budaya etnis (X1),
menunjukkan hasil yang perilaku kewirausahaan (X2) dan
signifikan dan valid, kinerja kinerja UMK Agribisnis (Y).
UMK agribisnis Y Sedangkan dalam penelitian ini
(peningkatan volume peneliti menggunakan konsep teori
penjualan usaha). antara lain:
Kaplan & Norton (1992) Untuk
Varibel Kinerja BUMDes (Y),
Grindle (1980) Variabel, Spencer &
Spencer (1993) Variabel
Kompetensi Pengelola (X1), dan
Veciana untuk Variabel Perilaku
Wirausaha (X3)
7. Perilaku Bagaimana Metode penelitian adalah Hasil penelitian Persamaan:
Wirausaha Dan faktor-faktor survei dengan pendekatan menunjukkan bahwa perilaku Penelitian yang dilakukan oleh
Keberdayaan yang menen- kuantitatif. Populasi adalah wirausaha berpengaruh Dirlanudin dengan yang dilakukan
Pengusaha Kecil tukan perilaku para pengusaha kecil industri langsung dan bernilai positif oleh peneliti terletak pada metode
Industri Agro wirausaha dan agro sebanyak 3060 orang, terhadap keberhasilan usaha dan pendekatan yang digunakan
(Study Kasus Di pengaruhnya dengan sampel sebanyak 250 kecil industri agro. Indikator yaitu Metode Kuantitatif dengan
Kabupaten Serang terhadap orang pengusaha kecil industri keberhasilan pengusaha kecil menggunakan analisis Struktural
Provinsi Banten) keberdayaan agro. Teknik sampling adalah yang digunakan adalah Equating Modeling (SEM)
serta keber- proportionate cluster random peningkatan jumlah
Peneliti: hasilan sampling. Teknik pelanggan, kecenderungan Perbedaan:
106

Dirlanudin 2010 pengusaha kecil pengumpulan data: angket, loyalitas pelanggan, Penelitian yang dilakukan oleh
industri agro observasi dan indepth perluasan pangsa pasar, Dirlanudin dengan yang dilakukan
yang selama interview. Menggunakan kemampuan bersaing, dan oleh peneliti terletak pada Variabel
ini telah analisis deskriptif, analisis peningkatan pendapatan, independen sebanyak enam variabel
digelutinya komparatif dan analisis yang pada akhirnya dapat pengaruh yang salah satu
Structural Equation Modelling meningkatkan kesejahteraan variabelnya adalah Perilaku
(SEM) keluarga pengusaha kecil Wirausaha (X5) dan variabel
industri agro. dependen yaitu Kinerja
Keberhasilan Pengusaha Kecil
(Y) sebagai variabel terpengaruh.
Sedangkan dalam penelitian ini
peneliti menggunakan konsep teori
antara lain:
Kaplan & Norton (1992) Untuk
Varibel Kinerja BUMDes (Y),
Grindle (1980) Variabel, Spencer &
Spencer (1993) Variabel
Kompetensi Pengelola (X1), dan
Veciana untuk Variabel Perilaku
Wirausaha (X3)
8. Analisis Kinerja Berdasarkan Penelitian ini merupakan Hasil penelitian terhadap Persamaan:
Bumdes “Mitra latar belakang penelitian dengan dua kinerja BUMDes “Mitra Penelitian yang dilakukan oleh
Usaha Makmur” permasalahan pendekatan yaitu kualitatif Usaha Makmur” Desa Jaryono, Tohir (2019) dengan
Dalam dalam penelitian dengan jenis penelitian Susukan penelitian yang akan dilakukan
Pengaruhnya ini yaitu, deskriptif kualitatif. ditinjau dari pengaruhnya peneliti terletak pada objek masalah
Terhadap didapatinya Pendekatan kualitatif terhadap penerimaan yang akan diteliti yaitu Kinerja
Pendapatan Asli prestasi yang digunakan untuk mencari Pendapatan Asli Desa BUMDes.
Desa (PADes) baik dari jawaban dari pertanyaan yang (PADes) Desa Susukan Perbedaan:
Desa Susukan keberadaan bersifat mendalam yang tidak sudah mampu memberikan Penelitian yang dilakukan oleh
Kecamatan BUMDes “Mitra bisa diwujudkan dengan kontribusinya dalam Jaryono, Tohir (2019)
107

Sumbang Usaha Makmur“ angka-angka. Data primer pemberian sumbangan menggunakan pendekatan
Kabupaten Desa Susukan berupa data kinerja yang terhadap penerimaan kualittatif.
Banyumas Kecamatan diperoleh melalui wawancara Pendapatan Asli Desa Sedangkan yang dilakukan peneliti
Sumbang langsung dengan pengelola (PADes) Desa Susukan sejak menggunakan pendekatan
Peneliti: Kabupaten BUMDes yang ada di Desa tahun 2018 yaitu sebesar 18 kuantitatif.
Jaryono, Tohir Banyumas pada Susukan. Sedangkan data juta dengan
(2019) tahun 2019 oleh sekunder merupakan data yang total omset BUMDes “Mitra
Dinas Sosial dan diperoleh dari studi Usaha Makmur” tahun 2017
Pemberdayaan dokumentasi. sebesar 93 juta. Pada tahun
Masyarakat dan 2019 ini
Desa, sebagai BUMDes “Mitra Usaha
BUMDes Makmur” di targetkan
dengan strata memberikan sumbangan
berkembang penerimaan
dengan Pendapatan Asli Desa
pendapatan (PADes) Desa Susukan
antara 15-30 sebesar 66 juta
juta per bulan.
Perkembangan
wahana yang
ada di BUMDes
semakin banyak
dan edukatif
dinilai tidak
terlepas dari
pengelolaan
BUMDes yang
baik pula.
9. Factors Affecting Based on the This type of research is The results of the study are Persamaan:
Financial problems - the qualitative research with the contained in the District Penelitian yang dilakukan oleh
108

Performance Of problems above, phenomenological approach. BUMDes rocks have Syahril, Ghufron dan Herli (2019)
Village Owned it can be obstacles, such as capital, the dengan penelitian yang akan
Enterprises: A concluded that lack of information about dilakukan peneliti terletak pada
Case Study In the local government, as well as objek masalah yang akan diteliti
The District Of implementation the lack of honor given to yaitu Kinerja BUMDes.
Rock Sumenep of this BUMDes employees BUMDes. Also,
still finds many there are also constraints Penelitian yang dilakukan oleh
Peneliti: obstacles such factors affecting financial Syahril, Ghufron dan Herli (2019)
Syahril, Akhmad as lack of performance BUMDes menggunakan pendekatan
Faiz Alif Ghufron capital, lack of namely capital, kualittatif.
dan Mohammad human responsibility, public Sedangkan yang dilakukan peneliti
Herli (2019) resources, as education, beliefs, as well as menggunakan pendekatan
well as the lack the type of business. kuantitatif.
of government
attention to
BUMDes.
109

2.3 Kerangka Pikir Penelitian

2.3.1 Pengaruh Kompetensi Terhadap Perilaku Wirausaha

Kompetensi adalah merupakan kemampuan yang ada pada diri setiap

individu dan menjadi bagian dari individu itu sendiri yang nampak pada sikap

dan perilaku. Sebagaimana pandangan yang dikemukakan oleh Ahsan dalam

Mulyasa (2003:38) bahwa kompetensi: “is a knowledge,skill,and abilities or

capabilities that a person achieves,which become part of his or her being to the

extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive,affective, and

psychomotor behaviours”. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai

pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang

telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-

perilaku atas dirinya dalam aspek pengetahuan, sikap dan perlakuannya

(cognitive, affective, dan psychomotoric) dengan baik. Dari pandangan tersebut

dapatlah kita pahami bahwa dengan kompetensi berupa pengetahuan dan

ketrampilan yang dimiliki, seseorang individu akan dapat melakukan aktivitas

serta memberikan dampak pada perilakunya.

Sehubungan dengan hal tersebut Brojonegoro 2005 (dalam Hikmawati,

2012:55), mengemukakan bahwa kompetensi adalah seperangkat tindakan

cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk

dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas dibidang tertentu.

Dari pandangan ini dapatlah dipahami bahwa kompetensi merupakan

kemampuan yang dimiliki seseorang berupa seperangkat pengetahuan yang

ditunjukkan melalui sikap dan perilaku agar bisa dianggap mampu


110

melaksanakan tugas tertentu. Sehingga dengan demikian dengan kompetensi

yang dimiliki seorang individu akan memberi dampak terhadap perilaku bahkan

sampai berpengaruh terhadap kinerja.

Berkaitan dengan uraian di atas Walker (dalam Iswanto, 2005:5.4-5.5)

menyatakan kompetensi (competence), perilaku wirausaha (entrepreneurial

behavior) merupakan variabel penting yang mempengaruhi kinerja

(performance) yang dapat dikontrol oleh manajemen. Artinya bahwa

kompetensi memiliki kecendrungan memberikan pengaruh terhadap kinerja

usaha dengan dimediasi perilaku wirausaha dengan pengawasan oleh pihak

pimpinan.

2.3.2 Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja

Kompetensi mencakup pengetahuan terhadap tugas, keterampilan , sikap

dan apresiasi yang harus dimiliki oleh setiap individu utamanya para pegawai

maupun karyawan untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pekerjaan yang

diberikan. Sebab dengan kompetensi yang dimiliki oleh setiap individu dapat

menentukan tingkat kinerja organisasi. Kompetensi dan kinerja memiliki

hubungan sebab akibat yang sangat erat hal ini sebagaiamana dikemukakan

oleh Spencer (dalam Moeheriono 2014 : 10) bahwa: “Hubungan kompetensi

karyawan dengan kinerja adalah sangat erat dan penting sekali, relevansinya

ada dan kuat akurat, bahkan mereka (karyawan) apabila ingin meningkatkan

kinerjanya seharusnya mempunyai kompetensi yang sesuai dengan tugas

pekerjaannya (the right man on the right job)”.


111

Pandangan Miyawaki 1996 (dalam Noor dan Dola 2009:228)

mengemukakan bahwa: “competency include the aptitude necessary to enhance

basic abilities and to raise job performance to a higher level”. Pandangan

tersebut menjelaskan bahwa kompetensi dapat diartikan sebagai bakat yang

diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dasar dan untuk meningkatkan

kinerja ke tingkat yang lebih tinggi. Sementara itu Spencer dan Spencer (dalam

Sanghi 2007 : 10) menyatakan bahwa: “a competency is an underlying

characteristic of individual that is related to criterion-referenced effective and

/or superior performance in ajob or situation”. Pandangan tersebut menjelaskan

bahwa kompetensi seseorang merupakan dasar individu yang berhubungan

dengan kinerja yang efektif dan superior dalam suatu pekerjaan.

Memperhatikan pendapat kedua ahli di atas dapat dicermati bahwa

kompetensi merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang.

Seorang pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria yang

dibutuhkan pada jabatan yang diembannya akan selalu terdorong untuk bekerja

secara efektif, efesien dan produktif. Sehubungan dengan hal tersebut Boutler

at.al (dalam Sutrisno, 2019:203) mengemukakan bahwa: “kompetensi adalah

suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan

kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu”. Pada bagian lain

Wibowo (2017:271) mengemukakan bahwa: “kompetensi adalah suatu

kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas

yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap

kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut”.


112

Penjelasan Boutler at.all, Wibowo dan pakar lainnya yang telah

diuraikan sebelumnya pada intinya menunjukkan bahwa kompetensi berkaitan

dengan kinerja, dimana kesuksesan atau keberhasilan suatu kinerja atau

terjadinya kinerja yang efektif didasari atas keberadaan kompetensi dari setiap

indivu dalam bekerja. Dengan kata lain pencapaian suatu kinerja yang

maksimal hanya akan terjadi apabila dikerjakan oleh individu yang memiliki

kemampuan atau bakat yang konsisten dengan kebutuhan tuntutan pekerjaan

dan lingkungan organisasi.

2.3.3 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Wirausaha


Berbagai teori dan konsep yang dikemukakan para ahli tentang budaya

organisasi namun pada prinsipnya memiliki makna yang sama, Luthans

(2006:47) mengemukakan bahwa: “Budaya dapat dideifinisikan sebagai

pengetahuan yang diperoleh untuk menginterpretasikan pengalaman dan

menghasilkan perilaku sosial. Penting untuk disadari bahwa budaya dipelajari

dan membantu manusia dalam usaha mereka berinteraksi dan berkomunikasi

dengan orang lain dalam masyarakat”. Berbeda dengan pandangan Luthans

Herskovits (dalam Sobirin 2009:51) mengemukakan bahwa budaya sebagai

sebuah kerangka pikir yang menjelaskan tentang keyakinan, perilaku,

pengetahuan, kesepakatan-kesepakatan, nilai-nilai, tujuan yang kesemuanya itu

membentuk pandangan hidup sekelompok orang. Dari pandangan dan konsep di

atas dapat dipahami bahwa budaya organisasi merupakan sebuah kerangka kerja

dalam menata dan mengarahkan perilaku individu dalam bekerja. Hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh Robbins (2009:123) bahwa salah satu fungsi


113

dari budaya organisasi adala sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali

yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Sementara Benedict (dalam Sobirin 2009:52) memandang budaya

sebagai suatu pola yang terkait dengan perilaku dan hasil tindakan manusia

yang berlaku turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya yang

terpisah dan tidak berkaitan dengan hubungan biologis. Haviland (dalam

Sutrisno 2013:2) bahwa: “budaya adalah seperangkat peraturan dan norma yang

dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat. Jika dilaksanakan oleh para

anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima

oleh semua masyarakat”. Pandangan berbeda dikemukakan oleh Barnouw 1979

(dalam Mueller dan Thomas 2000:58) bahwa budaya organisasi diprogramkan

untuk lebih cenderung menjadi individu yang menghasilkan pola perilaku yang

konsisten dengan konteks budaya dan bertahan dari waktu ke waktu.

Mencermati beberapa pandangan yang menguraikan konsep budaya

pada prinsipnya lebih menekankan pada nilai-nilai budaya yang tercermin pada

sikap perilaku individu. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai budaya akan

mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam aktivitasnya baik secara

pribadi maupun dalam kelompok.

2.3.4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja.

Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja organisasi dapat dilihat

dari pandangan yang dikemukakan Deal dan Kenedy 1982, Miner 1990, serta

Robbins 1990 (dalam Sutrisno 2013:3) bahwa: Budaya yang kuat dan positif

sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja perusahaan. Hal


114

senada dikemukakan Miller 1984 (dalam Sutrisno 2013:4) bahwa: “terdapat

beberapa butir nilai primer yang seharusnya ada pada tiap perusahaan jika

dikelola dengan baik dapat menjadi budaya organisasi yang positif, dan akan

mengakibatkan efektivitas, inovasi, loyalitas dan produktivitas.

Kotler dan Hesket 1992 (dalam Sutrisno 2013:160-161) dalam studinya

penelitiannya menguji kebenaran teori yang menghubungkan budaya organisasi

dengan kinerja. Dari analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa; 1) budaya

organisasi dapat berdampak signifikan terhadap kinerja ekonomi jangka

panjang, 2) budaya organisasi menjadi faktor yang lebih penting dalam

menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan, 3) tidak jarang budaya

organisasi merintangi kinerja ekonomi jangka panjang; budaya itu dengan

mudah berkembang, meskipun dalam perusahaan terdapat cukup banyak orang

yang cakap dan baik, 4) Meskipun budaya organisasi itu sulit berubah, tetapi

dapat dibuat sedemikian rupa untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Asree et. all. yang melakukan analisis

pengaruh kompetensi kepemimpinan, budaya organisasi, dan daya tanggap

organisasi terhadap kinerja perusahaan. Temuan menunjukkan bahwa

kompetensi kepemimpinan dan budaya organisasi memiliki hubungan positif

dengan responsif. Selain itu daya tanggap memiliki hubungan positif dengan

pendapatan hotel. Temuan ini menyiratkan bahwa kompetensi kepemimpinan

dan budaya organisasi faktor penting bagi hotel untuk daya tanggap terhadap

pelanggan mereka, dan pada gilirannya daya tanggap terhadap pelanggan akan

meningkatkan pendapatan hotel.


115

2.3.5 Pengaruh Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja

Keterkaitan hubungan antara perilaku wirausaha dengan kinerja dapat

dilihat pada konsep yang dikemukakan oleh Kuratko 1999 (dalam

Wahyuningsih 2015:18) bahwa kewirausahaan berimplikasi positif pada

pertumbuhan usaha dan kinerja. Perilaku kewirausahaan pada pelaku usaha

merupakan hal yang penting, karena akan berdampak pada kinerja usaha.

Krisnamurthi 2001 (dalam Santoso dkk 2015 :2) berpendapat bahwa

pengembangan perilaku kewirausahaan akan menumbuhkan sikap positif dalam

berwirausaha dalam bentuk kemampuan sikap untuk mengendalikan keadaan

dan memfokuskan perhatian pada kegiatan-kegiatan atau hasil yang ingin

dicapai. Hal ini disebabkan pelaku usaha yang berperilaku kewirausahaan akan

lebih aktif dalam memanfaatkan peluang, inovatif dan berani mengambil risiko.

Dari pandangan ini nampak bahwa sikap positif dalam berwirausaha sebagai

cerminan dari perilaku wirausahawan akan mempengaruhi hasil yang ingin

dicapai sebagai wujud dari pencapaian kinerja usaha.

Pandangan lainnya dikemukakan Gardner dan Baum (dalam

Zampetakis 2007 : 23) mereka berpendapat bahwa: ”Entrepreneurial behaviour

is based on vision and focuses on innovation. Vision is central to motivation,

firm performance and strategy, resource management and commitment and

organisational pace-setting”. Perilaku wirausaha didasarkan pada visi dan

berfokus pada inovasi. Visi merupakan pusat motivasi, kinerja dan strategi

perusahaan, manajemen sumber daya, komitmen dan kecepatan pengaturan

organisasi. Sedangkan menurut Mair (dalam Zampetakis 2007 : 23), bahwa:


116

”Entrepreneurial behaviour within existing organisations is “. . . a set of

activities and practices by which individuals at multiple levels, autonomously

generate and use innovative resource combinations to identify and pursue

opportunities”. Perilaku wirausaha dalam organisasi adalah serangkaian

kegiatan dan praktek–praktek dimana individu diberbagai tingkat secara

mandiri menghasilkan dan menggunakan kombinasi sumber daya yang inovatif

untuk mengidentifikasi dan mengejar peluang usaha.

Penjelasan Gardner dan Baum, Mair tersebut di atas pada dasarnya

menunjukkan bahwa perilaku wirausaha sangat berkaitan dengan kinerja usaha,

dimana dengan perilaku wirausaha yang inovatif, motivasi untuk berprestasi

dan selalu mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang akan mempengaruhi

pencapaian kinerja usaha. Dengan kata lain pencapaian kinerja usaha yang

maksimal akan tercapai apabila para pelaku usaha memiliki kemampuan dalam

memenej sumber daya organisasi, percaya diri dan kemampuan

mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang usaha.

Hubungan budaya organisasi dengan kinerja juga tercermin pada konsep

teori perilaku wirausaha yang dikemukakan Veciana (dalam dalam Cuervo,

2007:53) bahwa perilaku wirausaha memuat enam dimensi yang relevan

digunakan untuk dianalisis yaitu:

“1) The ability to search and gather information (kemampuan untuk


mencari dan mengumpulkan informasi), 2) The ability to identify
opportunities (kemampuan untuk mengidentifikasi peluang), 3) The
ability to deal with risk (kemampuan untuk menangani resiko), 4) The
ability to establish relationships and networks (kemampuan untuk
membangun relasi dan jaringan), 5) The ability to make decisions under
uncertainty and ambiguity (kemampuan untuk membuat keputusan di
117

bawah ketidakpastian dan ambiguitas), 6) The ability to learn from


experience (kemampuan untuk belajar dari pengalaman)”.

Memperhatikan penjelasan Veciana tersebut pada intinya perilaku

wirausaha berkaitan dengan kinerja, hal ini dapat dilihat pada enam dimensi

perilaku wirausaha yang telah dipaparkan di atas pada dasarnya dimaksudkan

untuk peningkatan kinerja usaha. Dalam konteks ini keenam dimensi tersebut

memiliki peran penting dalam peningkatan kinerja usaha.

Memperhatikan hal-hal yang telah diuraikan di atas dengan penerapan

konsep teori yang ada diharapkan dapat menjadi solusi mengatasi permasalahan

utama dalam peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

di Kabupaten Gorontalo. Pengelola BUMDes harus memiliki kompetensi dan

pengetahuan dalam memenej dan mengelola usaha agar supaya tujuan yang

diharapkan dari dibentuknya BUMDes dapat tercapai. Disamping itu perlu

adanya penerapan nilai-nilai budaya organisasi bagi pengelola yang nantinya

menjadi pedoman dalam setiap aktivitasnya sehari-hari. Dengan budaya

organisasi juga diharapkan akan berpengaruh pada perilaku wirausaha setiap

individu pengelola BUMDes. Dengan memahami hal-hal tersebut diharapkan

upaya untuk meningkatkan kinerja BUMDes dapat tercapai shingga nantinya

BUMDes akan dapat memberikan sumbangan pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat dan peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes). Secara ringkas

kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut:


118

Gambar 2.4 Kerangka Pikir Penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian dan kajian teori maka

dikemukakan hipotesi penelitian sebagai berikut:

1. Kompetensi berpengaruh positif terhadap perilaku wirausaha pengelola

BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

2. Kompetensi pengelola berpengaruh positif terhadap kinerja BUMDes di

Kabupaten Gorontalo.

3. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku wirausaha

pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

4. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja BUMDes di

Kabupaten Gorontalo.
119

5. Perilaku wirausaha pengelola berpengaruh posisitif terhadap kinerja

BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

6. Kompetensi yang dimediasi oleh perilaku wirausaha pengelola berpengaruh

positif terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

7. Budaya organisasi yang dimediasi oleh perilaku wirausaha pengelola

berpengaruh positif terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo.


120

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini lokasi yang akan dijadikan tempat

penelitian adalah organisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten

Gorontalo. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan sebagai

berikut :

1. Variabel yang diteliti merupakan fenomena yang dihadapi pengelola

BUMDES di Kabupaten Gorontalo.

2. Lokasi penelitian mudah dijangkau dan dapat diakses dengan kenderaan

darat sehingga berdampak pada penghematan biaya, waktu dan tenaga.

Pelaksanaan penelitian dimulai sejak pengumpulan data awal pada bulan

Oktober 2019 sampai dengan penyusunan laporan penelitian Oktober 2020.

3.2 Pendekatan, Metode dan Desain Penelitian

3.2.1 Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu menjelaskan dan

menganalisis pengaruh kompetensi pengelola, budaya wirausaha, dan perilaku

wirausaha terhadap kinerja organisasi BUMDes di Kabupaten Gorontalo. Alasan

utama menggunakan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini karena

permasalahan penelitian bersumber dari teori-teori yang sudah positif. Statistik

terapan yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah analisis model

Struktural Equation Modeling (SEM) yang diolah dengan menggunakan Smart

PLS 3.0. Selanjutnya hasil dari pengolahan dianalisis dan dijelaskan besarnya

120
121

pengaruh kompetensi pengelola, budaya wirausaha, dan perilaku wirausaha

terhadap kinerja organisasi BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

3.2.2 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode ex post facto

yaitu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi yang

kemudian meruntut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat

menimbulkan kejadian tersebut. Penelitian ex post facto bertujuan untuk melacak

kembali, jika dimungkinkan, apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya

sesuatu. Dalam metode penelitian ini akan dilihat apa yang menjadi penyebab

perubahan pada variabel kompetensi pengelola, budaya wirausaha, dan perilaku

wirausaha secara keseluruhan dan pengaruhnya terhadap kinerja organisasi

BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

3.2.3 Desain Penelitian

Berdasarkan metode penelitian sebagaimana diuraikan sebelumnya maka

desain penelitian yang digunakan dalam penelitian sebagaimana pada gambar 3.1

berikut ini:
122

Gambar 3.1 Desain Penelitian

3.3 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel Penelitian

3.3.1 Definisi Konseptual Variabel Penelitian

Yang menjadi variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi; variabel

eksogen pertama dengan symbol (ξ1) yaitu Kompetensi Pengelola, variabel

eksogen kedua dengan simbol (ξ2) yaitu Budaya Organisasi dan variabel

endogen dengan symbol (ƞ1) yaitu Kinerja BUMDes dan variabel endogen

kedua dengan symbol (ƞ2) yaitu perilaku wirausaha. Sehubungan dengan

variabel-variabel penelitian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


123

1. Kinerja BUMDes (ƞ1)

Kinerja BUMDes sebagai variabel terpengaruh atau dependent variabel dalam

menjaring data dan informasi penelitian mengacu pada konsep teori

Kumorotomo, (1996:58) yang menekankan bahwa kinerja organisasi

merupakan kontribusi dari empat dimensi yang melingkupinya. Adapun

keempat dimensi tersebut adalah sebagai berikut: 1. efesiensi, 2. efektivitas, 3.

keadilan, dan ke 4. Daya tanggap. Pengukuran kinerja organisasi dengan

konsep Kumorotomo, (1996:58) secara komprehensif diharapkan dapat

mewujudkan kinerja organisasi yang baik dan berkesinambungan

(sustainable) serta menghadapi kompleksnya persaingan. Keempat dimensi

kinerja ini diyakini dapat memberikan gambaran kinerja organisasi BUMDes

di Kabupaten Gorontalo.

2. Perilaku Wirausaha (ƞ2)

Perilaku wirausaha sebagai variabel independen ketiga didasarkan pada

konsep teori yang dikemukakan Veciana (dalam dalam Cuervo 2007:53).

Konsep teori perilaku wirausaha yang dimaksud memuat enam dimensi yang

relevan digunakan untuk dianalisis yaitu; The ability to search and gather

information (kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi), The

ability to identify opportunities (kemampuan untuk mengidentifikasi peluang),

The ability to deal with risk (kemampuan untuk menangani resiko), The

ability to establish relationships and networks (kemampuan untuk

membangun relasi dan jaringan), The ability to make decisions under


124

uncertainty and ambiguity (kemampuan untuk membuat keputusan di bawah

ketidakpastian dan ambiguitas), The ability to learn from experience

(kemampuan untuk belajar dari pengalaman).

3. Kompetensi Pengelola (ξ1).

Kompetensi Pengelola mengacu pada konsep kompetensi sebagaimana

dikemukakan pada bab sebelumnya sebelumnya, maka dalam penelitian ini

teori kompetensi yang dijadikan sebagai dasar pijakan adalah teori kompetensi

dari Spencer and Spencer dengan lima tipe karakteristik kompetensi (five types

of competency characteristcs) yang terdiri dari: motive (Motiv), traits

(Watak), self concept (Konsep diri), knowledge (Pengetahuan), skill

(Keterampilan). Kelima karakteristik tersebut digunakan sebagai dimensi

untuk menjaring data dan informasi tentang kompetensi pengelola BUMDes

dalam penelitian ini. Pemilihan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa

pertama, peneliti memandang teori kompetensi dari Spencer and Spencer

lebih operasional di dalam melakukan pengkajian mengenai karakteristik

perilaku seseorang dalam melakukan pekerjaannya dalam berbagai tugas dan

situasi pekerjaan. Kedua, penelitian ini pada hakekatnya berada pada lingkup

perilaku pengelola dan karyawan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam

melaksanakan pekerjaannya.

4. Budaya Organisasi (ξ2)

Budaya wirausaha sebagai variabel independen mengacu pada konsep teori

yang dikemukakan Denison (1990:15) yang terdiri dari dimensi-dimensi;


125

Keterlibatan (involvement), Konsistensi (consistency), Adaptasi

(adaptability), dan Misi (mission). Pemilihan konsep teori budaya organisasi

dari Denison sebagai dasar pijakan perspektif peneliti lebih operasional dan

relevan untuk menjaring data penelitian berkaitan dengan budaya wirausaha

dalam peningkatan kinerja BUMDes sebagaimana fokus kajian pada

penelitian ini. Pandangan ini dilatar belakangi oleh konsep yang dikemukakan

oleh Deal dan Kenedy 1982, Miner 1990, serta Robbins 1990 (dalam Sutrisno

2013:3) bahwa: Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap

perilaku dan efektivitas kinerja perusahaan.

3.3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Berdasarkan uraian pada definisi konseptual sebelumnya selanjutnya

secara sistematik dijelaskan definisi operasional variabel sebagai berikut:

1. Kinerja BUMDes (ƞ2), dalam konsep penelitian ini dimaksudkan bahwa

hasil capaian kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo merupakan wujud dari

eksistensi usahanya sesuai dengan tujuan pendiriannya. Variabel ini meliputi

dimensi-dimensi sebagai berikut:

a. Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi

pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor

produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.

Faktor-faktor tersebut dapat berupa: 1) input berupa: pemberdayaan

masyarakat, pemanfaatan potensi desa, dan dana penyertaan yang

bersumber dari dana desa; 2) output, berupa: meningkatnya pendapatan

masyarakat, meningkatnya pendapatan asli desa (PADes). merupakan


126

kriteria yang sangat relevan. Dalam dimensi ini indikator yang digunakan

meliputi:

i) Pemberdayaan masyarakat
ii) Pemanfaatan potensi desa
iii) Penyertaan dana desa
iv) Peningkatan pendapatan masyarakat
v) Peningkatan pendapatan asli desa (PADes)

b. Efektivitas mempertanyakan apakah tujuan dari didirikannya organisasi

dapat tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis,

nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan. Terdapat

beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur suatu efektivitas

dengan indikator-indikator sebagai berikut:

i) Produktivitas.
ii) Kemampuan menyesuaikan diri.
iii) Kepuasan kerja.
iv) Kemampuan berlaba.
v) Pencarian dan pemanfaatan sumber dana.

c. Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang

diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat

kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya

mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-

nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut

pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan

sebagainya akan mampu dijawab melalui kriteria ini. Dimensi ini meliputi

indikator-indikator:

i) Pemenuhan kebutuhan pokok


ii) Pemenuhan kebutuhan sarana produksi
iii) Tersedianya fasilitas pinjaman modal usaha
127

iv) Pemberian layanan tanpa memandang status sosial


v) Pemerataan layanan antara kelompok masyarakat

d. Daya tanggap, merupakan bagian dari daya tanggap negara atau

pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat berupa kemampuan

organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan

prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan

publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dimensi ini

meliputi indikator-indikator:

i. Keselarasan usaha dengan kebutuhan masyarakat


ii. Kemampuan menyediakan kebutuhan masyarakat
iii. Kemampuan merespon permintaan masyarakat
iv. Kemampuan menyusun agenda prioritas layanan
v. Kemampuan mengembangkan program layanan

2. Perilaku Wirausaha (ƞ2), didasarkan pada visi organisasi dan berfokus pada

inovasi dari serangkaian kegiatan praktek-praktek individu diberbagai tingkat

dan memberikan hasil dengan menggunakan kombinasi sumber daya yang

inovatif yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengejar peluang berusaha.

Variabel ini terdiri dari dimensi-dimensi sebagai berikut:

a. Kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi, adalah berupa

kemampuan memanfaatkan kesempatan, dengan kelengkapan informasi

yang akurat, dan kecepatan memperoleh informasi, serta dapat

mengidentifikasi peluang dan kesempatan berusaha. Indikator-indikator

yang digunakan dalam dimensi ini adalah:

i) Kecepatan mendapatkan informasi


ii) Kelengkapan informasi
iii) Identifikasi peluang bisnis
128

b. Kemampuan untuk mengidentifikasi peluang, adalah suatu upaya yang

ada pada individu melaksanakan fungsi dan aktivitas menciptakan peluang

serta ide-ide usaha baru. Indikator-indikator yang digunakan dalam

dimensi ini adalah:

i) Melaksanakan fungsi penciptaan peluang


ii) Melaksanakan aktivitas dan tindakan penciptaan peluang
iii) Mengembangkan ide-ide usaha baru

c. Kemampuan untuk menangani resiko, adalah upaya dari indivu dari setiap

individu organisasi dalam mengorganisir dan mengatur serta

mengasumsikan resiko yang bakal dihadapi. Indikator-indikator yang

digunakan dalam dimensi ini adalah:

i) Mengorganisir resiko.
ii) Mengatur resiko.
iii) Mengasumsikan resiko.

d. Kemampuan untuk membangun relasi dan jaringan, adalah upaya dari indivu

dari setiap individu organisasi menambah, menjangkau dan menghimpun

berbagai jenis usaha dalam satu wadah dan menjadikan sebagai pusat

jaringan dan relasi. Indikator-indikator yang digunakan dalam dimensi ini

adalah:

i) Banyaknya jaringan dan relasi


ii) Kemampuan jangkauan jaringan dan relasi
iii) Heterogenitas jaringan dan relasi
iv) Pusat jaringan dan relasi

e. Kemampuan untuk membuat keputusan di bawah ketidakpastian dan

ambiguitas, adalah kemampuan setiap individu organisasi dalam membuat

bertindak secara terpusat dan terkoordinasi baik keputusan jangka pendek

maupun tindakan yang secara rutin dilakukan berdasarkan logika dan


129

berbasis aturan. Indikator-indikator yang digunakan dalam dimensi ini

adalah:

i) Terpusat
ii) Jangka pendek
iii) Rutin
iv) Kesesuaian logika
v) Berbasis peraturan

f. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman, adalah kemampuan adalah

kemampuan setiap individu organisasi dalam bertindak dengan

pengetahuan yang dimiliki, kemampuan bekerja sama antar anggota,

pendelegasian tugas dan latar belakang masing-masing individu.

Indikator-indikator yang digunakan dalam dimensi ini adalah:

i) Pengetahuan
ii) Delegasi tugas
iii) Latar belakang pribadi.

3. Kompetensi Pengelola (ξ1), dalam penelitian ini berupa karakteristik

kemampuan yang dimiliki pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo untuk

melaksanakan pekerjaannya dalam berbagai tugas dan situasi pekerjaan yang

pada hakekatnya berada pada perilaku pengelola dalam menjalankan

kewajibannya. Adapun dimensi-dimensi pada variabel kompetensi pengelola

terdiri dari:

a. Motivasi pengelola dalam malaksanakan pekerjaannya berkaitan dengan

semangat yang dimiliki dengan menjadikan pekerjaan sebagai suatu

tantangan, selalu berorientasi kesuksesan dalam melaksanakan pekerjaan,

konsisten melaksanakan umpan balik untuk keberhasilan pekerjaan.

Dimensi ini meliputi indikator-indikator:


130

i) Menyukai tantangan
ii) Beorientasi pada keberhasilan pekerjaan
iii) Dorongan untuk membuat organisasi maju
iv) Konsisten dalam melaksanakan umpan balik keberhasilan

b. Watak berupa karakteristik yang dimiliki pengelola sehingga memiliki

sikap perilaku bagaimana merespon sesuatu dengan cara tertentu yang

nampak pada indikator-indikator:

i) Kemampuan mengendalikan emosi


ii) Selalu bermusyawarah dalam mengambil tindakan
iii) Inisiatif terhadap pemecahan masalah.
iv) Bertanggung jawab terhadap pekerjaan

c. Konsep diri berupa nilai-nilai atau citra diri pengelola berupa sikap

percaya diri untuk bekerja secara efektif, dan memiliki keyakinan untuk

bekerja secara efektif. Dimensi ini terdiri dari indikator:

i) Mampu bekerja secara individu maupun tim


ii) Pengembangan sikap percaya diri bekerja secara efektif.
iii) Memiliki keyakinan bekerja secara efektif.
iv) Memanfaatkan waktu kerja dengan sebaik mungkin

d. Pengetahuan berupa kemampuan pengelola dalam mencari informasi/data

terhadap masalah yang dihadapi, dan kemampuan memilih alternative

pemecahan dengan baik. Indikator-indikator dalam dimensi ini yaitu:

i) Memiliki pengetahuan akan pekerjaan yang dijalani.


ii) Mampu mencari informasi/data terhadap masalah tertentu.
iii) Memiliki ide dalam pemecahan masalah
iv) Mampu memilih alternative dan solusi yang terbaik.

e. Keterampilan adalah kemapuan mengerjakan tugas secara langsung baik

dengan praktek langsung maupun keterampilan secara kognitif termasuk

analitis adan konseptual. Dimensi ini meliputi indikator-indikator:

i) Trampil dalam bekerja.


ii) Mampu mengoperasionalisasikan perlatan kerja.
131

iii) Memiliki kemampuan menganalisa pekerjaan secara konseptual.


iv) Mampu mengorganisasikan kerja dalam pelaksanaan tugas.

4. Budaya Organisasi (ξ2), pada penelitian ini budaya organisasi didefinisikan

sebagai suatu sistem yang berlaku pada organisasi BUMDes berupa budaya

organisasi yang kuat dan positif yang dapat menimbulkan nilai-nilai kunci

yang menjiwai para anggota serta perilaku-perilaku karyawan yang loyal dan

dapat menimbulkan rasa kebersamaan dengan berorientasi pada misi dan

tujuan organisasi. Budaya organisasi dipatuhi oleh pengelola secara bersama

dan dijadikan sebagai pedoman dalam bertindak yang akan berpengaruh pada

perilaku dan nantinya sebagai identitas atau penciri dari suatu organisasi

BUMDes yang membedakannya dengan BUMDes lainnya. Variabel ini terdiri

dari dimensi-dimensi sebagai berikut:

a. Keterlibatan (involvement), yaitu seberapa jauh organisasi BUMDes

memberdayakan anggota dengan membangun tim yang saling bekerja

sama serta mengembangkan kemampuan sumber daya manusia pada

semua tingkatan organisasi. Indikator-indikator yang digunakan dalam

dimensi ini adalah:

i) Keterlibatan anggota dalam pekerjaan


ii) Pembagian tugas.
iii) Kerja sama tim kerja.
iv) Adanya standar operasional prosedur
v) Mendorong anggota untuk berprestasi

b. Konsistensi (consistency) adalah seberapa jauh pengelola BUMDes

menekankan pada sistem keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan simbol-

simbol yang dimengerti dan disepakati bersama oleh para anggota


132

organisasi serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang terintegrasi dan

terkoordinasi. Indikator-indikator yang digunakan dalam dimensi ini

adalah:

i) Adanya kesepakatan untuk mencapai tujuan organisasi.


ii) Dukungan anggota terhadap kesepakatan tujuan organisasi.
iii) Integrasi pekerjaan.
iv) Kepedulian anggota terhadap tujuan organisasi.
v) Koordinasi antar unit organisasi dalam pencapaian tujuan.

c. Adaptabilitas (adaptability), adalah merupakan kemampuan organisasi

menerjemahkan pengaruh lingkungan dengan cara melakukan perubahan

di dalam organisasi yang berientasi pada kebutuhan masyarakat/pelanggan

dengan belajar dari keslahan yang pernah terjadi demi pengembangan dan

pertumbuhan organisasi BUMDes. Indikator-indikator yang digunakan

dalam dimensi ini adalah:

i) Menciptakan perubahan.
ii) Berorientasi kebutuhan masyarakat/pelanggan.
iii) Penyempurnaan sistem pelayanan
iv) Belajar dari kesalahan yang pernah terjadi.
v) Peningkatan kualitas pelayanan

d. Misi (mission), adalah merupakan gambaran tentang tujuan dan harapan

organisasi kedepan. Dengan misi organisasi yang jelas setiap anggota

organisasi akan mengetahui apa yang menjadi sasaran dan tujuan

organisasi dan strategi-strategi apa yang digunakan untuk kemajuan usaha

BUMDes. Indikator-indikator yang digunakan dalam dimensi ini adalah:

i) Sasaran dan tujuan yang jelas


ii) Komunikasi yang terarah antar unit organisasi
iii) Strategi yang digunakan
iv) Wawasan para anggota akan misi dan tujuan organisasi
v) Anggota fokus pada misi dan tujuan organisasi
133

iv)

Gambaran operasionalisasi variabel kinerja organisasi BUMDes dapat dilihat

pada table 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian


Definisi Item
No. Variabel Dimensi dan Indikator Skala
Operasional Instrumen
1. Kompetensi Kompetensi Motiv: Interval No. 1 sd
Pengelola merupakan 1. Menyukai tantangan No. 4
(ξ1) landasan dasar 2. Beorientasi pada
karakteristik keberhasilan pekerjaan
orang dan 3. Dorongan untuk
mengindikasi- membuat organisasi
kan cara maju
berprilaku atau 4. Konsisten dalam
berpikir, melaksanakan umpan
menyamakan balik keberhasilan
situasi, dan Watak: Interval No. 5 sd
mendukung 1. Kemampuan No. 8
untuk periode mengendalikan emosi
waktu cukup 2. Selalu bermusyawarah
lama. dalam mengambil
Spencer dan tindakan
Spencer (1993) 3. Inisiatif terhadap
pemecahan masalah.
4. Bertanggung jawab
terhadap pekerjaan
Konsep Diri: Interval No. 9 sd
1. Mampu bekerja secara No. 12
individu maupun tim
2. Pengembangan sikap
percaya diri bekerja
secara efektif.
3. Memiliki keyakinan
bekerja secara efektif.
4. Memanfaatkan waktu
kerja dengan sebaik
mungkin
Pengetahuan Interval No. 13 sd
1. Memiliki pengetahuan No. 16
akan pekerjaan yang
dijalani.
134

2. Mampu mencari
informasi/data terhadap
masalah tertentu.
3. Memiliki ide dalam
pemecahan masalah
4. Mampu memilih
alternative dan solusi yang
terbaik.
Ketrampilan: Interval No. 17 sd
1. Trampil dalam bekerja. No. 20
2. Mampu
mengoperasionalisasikan
perlatan kerja.
3. Memiliki kemampuan
menganalisa pekerjaan
secara konseptual.
4. Mampu
mengorganisasikan kerja
dalam pelaksanaan
tugas.
2. Budaya “Organisasi Keterlibatan: Interval No. 21 sd
Organisasi yang berkinerja 1. Pemberdayaan. No. 25
(ξ2) tinggi memiliki 2. Pembagian tugas.
budaya yang 3. Kerja sama tim kerja.
tidak saja kuat 4. Adanya standar
tetapi juga operasional prosedur
adaptif atau 5. Mendorong anggota
memiliki fokus untuk berprestasi
inernal yang Konsistensi: Interval No. 26 sd
kuat dan fokus 1. Adanya kesepakatan No. 30
eksternal yang untuk mencapai tujuan
kuat. Fokus organisasi.
internal 2. Dukungan anggota
dicirikan oleh terhadap kesepakatan
adanya tujuan organisasi.
keterlibatan dan 3. Integrasi pekerjaan.
konsistensi 4. Kepedulian anggota
sedangkan fokus terhadap tujuan
eksternal adalah organisasi.
kemampuan 5. Koordinasi antar unit
beradaptasi organisasi dalam
terhadap pencapaian tujuan.
lingkungan dan Adaptabilitas: Interval No. 31 sd
misi yang jelas”. 1. Menciptakan perubahan. No. 35
Denison 2. Berorientasi kebutuhan
masyarakat/pelanggan
135

3. Penyempurnaan sistem
pelayanan
4. Belajar dari kesalahan
yang pernah terjadi.
5. Peningkatan kualitas
pelayanan
Misi: Interval No. 36 sd
1. Sasaran dan tujuan yang No. 40
jelas
2. Komunikasi yang
terarah antar unit
organisasi
3. Strategi yang digunakan
4. Wawasan para anggota
akan misi dan tujuan
organisasi
5. Anggota fokus pada misi
dan tujuan organisasi
3. Perilaku Perilaku Kemampuan untuk Interval No. 41 sd
Wirausaha wirausaha mencari dan No. 43
(ƞ2) didasarkan pada mengumpulkan informasi:
visi dan berfokus 1. Kecepatan mendapatkan
pada inovasi. Visi informasi
merupakan pusat 2. Kelengkapan informasi
motivasi, kinerja 3. Identifikasi peluang bisnis
perusahaan dan Kemampuan untuk Interval No. 44 sd
strategi, mengidentifikasi peluang: No. 46
manajemen 1. Melaksanakan fungsi
sumber daya dan penciptaan peluang
komitmen dan 2. Melaksanakan aktivitas
kecepatan penga-
dan tindakan penciptaan
turan organisasi.
peluang
Sumber Veciana
3. Mengembangkan ide-ide
(dalam dalam
usaha baru
Cuervo
Kemampuan untuk Interval No. 47 sd
2007:53). menangani resiko No. 49
1. Mengorganisir resiko
2. Mengatur resiko
3. Mengasumsikan resiko
Kemampuan untuk Interval No. 50 sd
membangun relasi dan No. 52
jaringan
1. Banyaknya jaringan dan
relasi
2. Kemampuan jangkauan
jaringan dan relasi
136

3. Heterogenitas jaringan dan


relasi
4. Pusat jaringan dan relasi
Kemampuan untuk Interval No. 53 sd
membuat keputusan di No. 57
bawah ketidakpastian dan
ambiguitas
1. Terpusat
2. Jangka pendek
3. Rutin
4. Kesesuaian logika
5. Berbasis peraturan
Kemampuan untuk belajar No. 58 sd
dari pengalaman No. 60
1. Pengetahuan
2. Delegasi tugas
3. Latar belakang pribadi.
4. Kinerja Kinerja Efisiensi: Interval No. 61 sd
Organisasi organisasi 1. Pemberdayaan No. 65
BUMDes pada organisasi masyarakat
(ƞ1) profit milik 2. Pemanfaatan potensi
pemerintah desa
kriteria yang 3. Penyertaan dana desa
dapat dijadikan 4. Peningkatan pendapatan
pedoman dalam masyarakat
menilai kinerja 5. Peningkatan pendapatan
organisasi antara asli desa (PADes)
lain: 1) efisiensi, Efektivitas: Interval No. 66 sd
2) efektivitas, 3) 1. Produktivitas. No. 70
keadilan dan 4) 2. Kemampuan
daya tanggap menyesuaikan diri.
Kumorotomo 3. Kepuasan kerja.
(1996:57) 4. Kemampuan berlaba.
5. Pencarian dan peman-
faatan sumber dana.
Keadilan: Interval No. 71 sd
1. Pemenuhan kebutuhan No. 75
pokok
2. Pemenuhan kebutuhan
sarana produksi
3. Tersedianya fasilitas
pinjaman modal usaha
4. Pemberian layanan tanpa
memandang status sosial
137

5. Pemerataan layanan
antara kelompok
masyarakat
Daya Tanggap Interval No. 76 sd
1. Keselarasan usaha No. 80
dengan kebutuhan
masyarakat
2. Kemampuan
menyediakan kebutuhan
masyarakat
3. Kemampuan merespon
permintaan masyarakat
4. Kemampuan menyusun
agenda prioritas layanan
5. Kemampuan
mengembangkan
program layanan

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian


3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh unsur yang turut ikut

bertanggung jawab dalam keberhasilan pengelolaan Badan Usaha Milki Desa

(BUMDes) di Kabupaten Gorontalo. Sesuai dengan ketentuan pasal 10 Peraturan

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4

Tahun 2015 pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) terdiri dari;

Penasihat, Pelaksana Operasional dan Pengawas. Berdasarkan data yang

diperoleh peneliti total pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo sebanyak

560 orang dengan rincian masing-masing kecamatan sebagaimana pada tabel 3.2

berikut ini:
138

Tabel 3.2 Sebaran Populasi Penelitian


Pendidikan
Jumlah
No. Kecamatan Pengelola Jumlah
BUMDes
S2 S1 SMA
1 2 3 4 5 6 7
1. Telaga 9 0 5 22 27
2. Batudaa 8 1 5 18 24
3. Tibawa 16 0 3 45 48
4. Batudaa Pantai 9 0 5 22 27
5. Boliyohuto 13 0 1 38 39
6. Telaga Biru 15 0 3 42 45
7. Bongomeme 15 0 3 42 45
8. Tolangohula 15 0 1 44 45
9. Mootilango 10 0 0 30 30
10. Pulubala 11 1 10 22 33
11. Limboto Barat 10 0 1 29 30
12. Tilango 8 0 6 18 24
13. Tabongo 9 0 2 25 27
14. Biluhu 8 0 5 19 24
15. Asparaga 10 0 7 23 30
16. Talaga Jaya 5 1 6 8 15
17. Bilato 10 0 0 30 30
18. Dungaliyo 10 0 6 24 30
Total 191 3 69 501 573
Sumber: Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, 2021

3.4.2 Sampel Penelitian

Penarikan sampel ditentukan berdasarkan teknik area probability

sampling atau sampel wilayah. Hal ini dilakukan mengingat populasi dalam

penelitian ini terdiri dari kelompok individu yang terhimpun dalam kepengurusan

atau pengelolaan usaha BUMDes. Disamping itu penentuan teknik penarikan


139

sampel ini juga dengan pertimbangan bahwa karakteristik wilayah antara anggota

kelompok populasi yang satu memiliki perbedaan dengan wilayah anggota

kelompok populasi lainnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka peneliti

menentukan jumlah sampel sebanyak 114 orang yang merupakan keseluruhan

pengelola BUMDes yang tersebar pada empat wilayah kecamatan yang dipilih.

Secara lebih rinci kelompok anggota sampel yang dipilih oleh peneliti

sebagaimana tersaji pada table 3.3 berikut ini:

Tabel 3.3 Sampel Penelitian

Jumlah Jumlah
No. Kecamatan
BUMDes Pengelola
1 2 3 4
1. Limboto Barat 10 30

2. Telaga Jaya 5 15

3. Boliyohuto 13 39

4. Dungaliyo 10 30

Total 38 114
Sumber: Olahan Data Tahun 2021

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan

sumber data yang diperlukan. Data primer diperoleh melalui teknik observasi,

wawancara, dan kuesioner. Sementara untuk data sekunder diperoleh melalui

studi dokumentasi dan kepustakaan terhadap berbagai publikasi ilmiah atau

dokumen penting yang menunjang analisis dan pembahsan penelitian. Secara

singkat teknik pengumpulan data tersebut dijelaskan sebagai berikut:


140

1. Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan

pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian, dengan tujuan

mengetahui keadaan yang sesungguhnya. Hal ini dimaksudkan untuk

mengetahui dan mendalami hasil wawancara dan angket dengan keadaan

yang terkait dengan masalah penelitian.

2. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan

beberapa pertanyaan langsung kepada pengelola, sehingga bisa diketahui

bagaimana pengaruh implementasi kebijakan pembentukan BUMDes,

kompetensi pengelola, dan budaya wirausaha terhadap kinerja organisasi

BUMDes di Kabupaten Gorontalo. Disamping itu juga wawancara dapat

dijadikan sebagai alat kontrol terhadap hasil jawaban angket.

3. Angket, yaitu daftar pernyataan atau pertanyaan yang bersifat tertutup

yang diberikan kepada responden, dimana setiap pernyataan atau

pertanyaan sudah disediakan alternatif jawaban, sehingga responden

tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang dianggap sesuai

dengan kenyataan.

4. Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data sekunder melalui sumber-

sumber tertulis yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, baik

yang sifatnya kajian teoritik maupun dokumen yang ada pada objek atau

subjek penelitian, seperti peraturan perundang-undangan, laporan

perkembangan BUMDes dan dokumen lainnya.


141

Data yang diperoleh dari responden kemudian dianalisis dengan

menggunakan teknik analisis Partial Least Square-Structural Equation Model

(PLS-SEM) yang diolah dengan menggunakan Smart PLS 3.0 dengan tujuan

untuk mengetahui besaran pengaruh kompetensi pengelola, budaya organisasi

dan perilaku wirausaha terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

3.6 Pengujian Instrumen Penelitian

Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini, maka peneliti menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk angket.

Angket sebagai instrumen pengumpul data merupakan penjabaran dari indikator

variabel. Adapun format jawaban dari angket menggunakan skala likert dengan

lima alternatif jawaban, dengan skor nilai skala sebagai berikut :

1. Jawaban sangat setuju dengan skor nilai :5

2. Jawaban setuju dengan skor nilai :4

3. Jawaban kurang setuju dengan skor nilai :3

4. Jawaban tidak setuju dengan skor nilai :2

5. Jawaban sangat tidak setuju dengan skor nilai :1

Agar instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat memberikan data

sesuai dengan yang diharapkan, maka sebelum dipergunakan pada penelitian

terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen terhadap populasi yang relatif kecil

yang dianggap mewakili karakteristik populasi sasaran yang sebenarnya yaitu

dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas


142

3.6.1 Uji Validitas.

Uji validitas bertujuan untuk menguji sejauh mana kevalidan dari suatu

alat ukur yaitu dengan menggunakan rumus “korelasi product moment”. Korelasi

antara setiap pertanyaan dengan skor total dihitung untuk mengetahui

pernyataan/perntanyaan mana yang valid dan yang tidak valid dan dilanjutkan

dengan proses tahap berikutnya.

Skala pengukuran ordinal korelasi yang digunakan untuk pengujian

validitas menggunakan rumus korelasi spearman yang dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑛 2
𝑛+1
∑ 𝑅 (𝑋𝑖 ) 𝑅 (𝑌𝑖 ) − 𝑛 ( )
2
𝑖=1
rs =
𝑛 𝑛+1 2 𝑛+1 2
√[∑𝑖=1 𝑅 (𝑋𝑖 ) − 𝑛 ( ) ] [ ∑𝑛𝑖=1 𝑅 (𝑌𝑖 ) − 𝑛 ( ) ]
2 2

dengan :
rs = koefisien korelasi Spearman
R (Xi) = Ranking skor butir pernyataan
R (Yi) = Ranking total dari jumlah skor keseluruhan butir pernyataan
N = Besarnya sampel untuk uji validitas

Selanjutnya angka lorelasi yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan

dibandingkan dengan nilai korelasi yang diperoleh dari tabel korelasi nilai r,

dengan derajat kebebasan (n-2), dan taraf signifikan yang dipilih. Selanjutnya

perlu ditentukan angka terkecil yang dapat dianggap “tinggi” sebagai indikator

adanya konsistensi antara skor butir pernyataan dan skor keseluruhan. Prinsip

utama pemilihan butir pernyataan dengan melihat koefisien korelasi adalah


143

mencari harga koefisien setinggi mungkin dan menyingkirkan setiap butir

pernyataan yang mempunyai korelasi negatif (-) atau koefisien yang mendekati

nol (0,00). Biasanya dalam pengembangan dan penyusunan skala-skala

psikologi, digunakan koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0,30

(Singarimbun, 1995:139).

3.6.2 Uji Reabilitas

Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran.

Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah pengukuran yang mampu

memberikan hasil yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas merupakan salah satu

ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik, namun ide pokok

dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat

dipercaya. Artinya sejauhmana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan

pengukuran (measurement error).

Berdasarkan skala pengukuran dari butir pernyataan/pertanyaan maka

teknik perhitungan koefisien korelasi reliabilitas yang digunakan adalah

koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut :

𝑘 ∑𝑘𝑖=1 𝑆 2
α = 1− 2
𝑘−1 𝑆𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Keterangan :

k = adalah banyaknya butir pernyataan/pertanyaan

Si2 = adalah varians dari skor butir pernyataan/pertanyaan ke-i


144

S2total = adalah variams dari total skor keseluruhan butir pernyataan /

pertanyaan.

Sedangkan rumus varians yang digunakan adalah:


n
1
𝑆2 = ∑(X𝑖 − ̅
X)2
(𝑛 − 1)
𝑖=1

Keterangan :
S2 = varian
n = banyaknya responden
Xi = skor yang diperoleh responden ke – i
̅
X = rata-rata

Setelah nilai reliabilitas diperoleh, maka perlu ditetapkan suatu nilai

koefisien reliabilitas paling kecil yang dianggap reliabel.

3.7 Teknik Analisis Data

Untuk membuktikan hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini maka peneliti

menggunakan analisis Partial Least Square-Structural Equation Model (PLS-

SEM). Alasan peneliti menggunakan teknik analisis Partial Least Square-

Structural Equation Model (PLS-SEM) yaitu didasarkan pada asumsi utama yang

dikemukakan Sarwono (2015:12-14) bahwa: “dalam penggunaan PLS SEM ialah

tidak mengharuskan mengikuti asumsi normalitas karena PLS SEM tidak

memperlakukan data sebagaimana dalam SEM yang berbasis kovarian dimana

dalam SEM tersebut data diharuskan berdistribusi normal. Kelonggaran ini

memungkinkan kita menggunakan data yang tidak berdistribusi normal. PLS-

SEM digunakan saat tujuan penelitian untuk memprediksi dan mengembangkan

teori. Hal ini berlainan dengan SEM yang berbasis kovarian yang ditujukan untuk

menguji teori yang ada dan konfirmasi. Disamping itu, PLS SEM juga digunakan
145

untuk memprediksi variabel laten endogenous atau mengidentifikasi variabel-

variabel utama jika riset merupakan riset eksploratori atau perluasan suatu teori

struktural yang ada”.

3.7.1 Spesifikasi Model dengan PLS

Spesifikasi model dengan partial least square (PLS) terdiri dari dua

model yaitu; outher model dan inner model. Kedua spesifikasi model tersebut

memuliki fungsinya masing-masing yaitu:

1. Merancang Model Pengukuran (Outher Model)

Model ini digunakan untuk mengukur besarnya validitas dan reliabilitas

yang menghubungkan indicator dengan dengan variabel lainnya. Indikator

dalam penelitian ini adalah reflektif yang diukur dengan menggunakan 3 (tiga)

cara pengukuran yaitu:

a. Convergent Validity, yaitu mengukur besarnya korelasi antara

konstrak dengan variabel laten. Dalam evalluasi convergent validity

dari pemerikasaan individual item reability, dapat dilihat dari

standardize loading factor yang menggambarkan besarnya korelasi

antar setiap item pengukuran (indikator) dengan konstraknya.

Korelasi dapat dikatakan valid apabila memiliki nilai > 0,5.

b. Discriminant Validity, yaitu membandingkan antara discriminant

validity dan square root of average variance extracted (AVE). Model

pengukuran dinilai berdasarkan pengukuran cross loading dengan

konstrak. Jika korelasi konstrak dengan setiap indikatornya lebih


146

besar dari pada ukuran konstrak lainnya, maka konstrak laten

memprediksi indikatornya lebih baik dari pada konstrak lainnya.

c. Composite Reliability, apabila nilai composite reliability > 0,8 dapat

dikatakan bahwa konstrak memiliki reliabilitas yang tinggi atau

reliabel dan > 0,6 dikatakan cukup reliabel.

d. Crnbach Alpha, untuk menilai konsistensi setiap jawaban yang

diujikan. Cronbach alpha dikatakan baik apabila ≥ 0,7 dan dikatakan

cukup apabila ≥ 0,3.

2. Merancang Model Struktural (Inner Model)

Inner Model atau disebut juga inner relation menggambarkan hubungan

antar variabel laten berdasarkan pada teori. Mode struktural dievaluasi dengan

melihat nilai R-Square untuk konstruk laten dependen, Stone Geisser Q-square

test untuk predictive relevance dan uji t, serta sugnifikansi dari koefisien

parameter jalur structural. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk

menilai pengaruh variabel laten independen terhadap variabel laten dependen

apakah mempunyai mempunyai pengaruh yang substantive. Kriteria Batasan

nilai R2 ini dibagi dalam tiga klasifikasi, yaitu; 0,67, 0,33, dan 0,19. Pengaruh

besarnya f2 dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

R2include R2exclude
f2 =
1 R2include
Dimana:

R2include dan R2exclude adalah R-square dari variabel laten eksogen


ketika predictor variabel laten digunakan atau dikeluarkan di dalam
2
persamaan structural. Nilai f sama dengan 0,02, 0,15, dan 0,35.
147

Selain melihat nilai R-square, model SEM-PLS juga dievaluasi dengan

melihar Q-square predictive relevance untuk mengukur seberapa baik nilai

observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi nilai parameternya. Nilai

Q-square lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan bahwa model mempunyai nilai

predictive relevanve, sedangkan Q-square kurang dari 0 (nol) menunjukkan

bahwa model kurang memiliki predictive relevance.

Rancangan model structural hubungan antar variabel laten didasarkan

pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian sebagaimana nampak pada

gambar 3.2 berikut:

Gambar 3.2 Rancangan Kerangka Pemikiran Pada Model Persamaan Struktural


Sumber: SmartPLS 3.0
148

Dimana:

ξ (Ksi) = Variabel eksogen: ξ1 = Kompetensi,


ξ2 Budaya Organisasi
ƞ (Eta) = Variabel endogen: ƞ1 = Kinerja BUMDes,
ƞ2 = Perilaku Wirausaha
γ (Gamma) = Koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap variabel
endogen;
Ԑ (Epsilon) = Kesalahan pengukuran pada variabel manifest untuk
variabel laten endogen;
ẟ (Delta) = Kesalahan pengukuran pada variabel manifest untuk
variabel laten eksogen;
ƛ (Lambda) = Matriks untuk muatan faktor variabel laten eksogen
dan variabel laten endogen.

3.8 Uji Hipotesis (Resampling Bootstraping)

Berdasarkan rumusan tujuan penelitian yang dikemukakan pada pada bab

pendahuluan, maka rancangan uji hipotesis yang dibuat dalam penelitian ini

disajikan berdasarkan tujuan penelitian. Tingkat kepercayaan yang digunakan

dalam uji hipotesis adalah sebesar 95 %, sehingga rumusan kriteria pengujian

hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jika nilai t-statistik lebih kecil dari nilai t-tabel (t-statistik < t-tabel), maka

Ho diterima dan Ha ditolak

b. Jika nilai t-statistik lebih besar atau sama dengan t-tabel (t-statistik > t-

tabel), maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Dengan demikian jika kriteria pengujian hipotesis tersebut diterapkan pada

hipotesis penelitian ini maka rumusan uji hipotesisnya dapat dilihat pada uraian

berikut ini:
149

Hipotesis 1:

Ho = Tidak terdapat pengaruh kompetensi terhadap perilaku wirausaha

pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

Ha = Terdapat pengaruh kompetensi terhadap perilaku wirausaha pengelola

BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

Hipotesis 2:

Ho = Tidak terdapat pengaruh kompetensi pengelola terhadap kinerja

BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

Ha = Terdapat pengaruh kompetensi pengelola terhadap kinerja BUMDes di

Kabupaten Gorontalo.

Hipotesis 3:

Ho = Tidak terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku

wirausaha pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

Ha = Terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku wirausaha

pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

Hipotesis 4:

Ho = Tidak terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja BUMDes

di Kabupaten Gorontalo.

Ha = Terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja BUMDes di

Kabupaten Gorontalo.

Hipotesis 5:

Ho = Tidak terdapat pengaruh perilaku wirausaha pengelola terhadap

kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo.


150

Ha = Terdapat pengaruh perilaku wirausaha pengelola terhadap kinerja

BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

Hipotesis 6:

Ho = Tidak terdapat pengaruh kompetensi yang dimediasi oleh perilaku

wirausaha pengelola terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten

Gorontalo.

Ha = Terdapat pengaruh kompetensi yang dimediasi oleh perilaku

wirausaha pengelola terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten

Gorontalo.

Hipotesis 7:

Ho = Tidak terdpat pengaruh Budaya organisasi yang dimediasi oleh

perilaku wirausaha pengelola terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten

Gorontalo.

Ha = Terdapat pengaruh budaya organisasi yang dimediasi oleh perilaku

wirausaha pengelola terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten

Gorontalo.
151

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian


4.1.1 Deskripsi Profil Responden

Pada penelitian ini responden yang digunakan adalah pengelola Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo yang diamati berdasarkan

jenis kelamin dan tingkat pendidikan responden dengan rincian sebagaimana

digambarkan pada gambar dan uraian berikut ini:

Perempuan
41 Orang
(36%)
Laki-laki Laki-laki
73 Orang
(64%) Perempuan

Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Gambar 4.1 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden

perempuan sebanyak 41 orang atau 36 % dan responden laki-laki sebanyak 73 orang

atau 64 %. Berikutnya data responden dilihat dari tingkat Pendidikan terakhir

sebagaimana disajikan pada gambar 4.2 berikut ini:

151
152

S2 1 Orang
S1 22 Orang (1%)
(19%)

SMA
S1
S2

SMA 91 Orang
(80%)
Sumber : Data Olahan Tahun 2021
Gambar 4.2 Data Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Terakhir

Mencermati pemaparan data responden berdasarkan tingkat pendidikan

terakhir sebagaimana gambar 4.2 di atas sebahagian besar pendidikan terakhir

responden adalah SMA sebanyak 91 orang atau sebesar 80 %. Selanjutnya tingkat

pendidikan strata satu (S1) sebanyak 22 orang atau sebesar 19 % serta strata dua

(S2) berjumlah 1 orang atau sebasar 1 %.

Informasi lainnya tentang data responden yaitu menyangkut masa kerja

selama mengelola Badan Usaha Milik Desa. Berdasarkan hasil pengamatan dan

pengumpulan data diperoleh data sebagaimana pada gambar 4.3 berikut ini:
153

39
40

35 33

30

24
25

20

15

10 7 8

5 3

0
0 - 1 >1 - 2 >2 - 3 >3 - 4 >4 - 5 >5 - 6
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun

Sumber: Data Olahan Tahun 2021

Gambar 4.3 Data Responden Berdasarkan Masa Kerja

Keadaan responden bila dilihat dari masa kerja sebagaimana yang tertera

pada gambar 4.3 di atas maka dapat diuraikan sebagai berikut; masa kerja dari 0

sampai dengan1 tahun sebanyak 3 orang, masa kerja di atas 1 tahun sampai dengan

2 tahun sebanyak 7 orang, masa kerja di atas 2 tahun sampai dengan 3 tahun

sebanyak 24 orang, masa kerja di atas 3 tahun sampai dengan 4 tahun sebanyak 39

orang, masa kerja di atas 4 tahun sampai dengan 5 tahun sebanyak 33 orang, dan

masa kerja di atas 5 tahun sampai dengan 6 tahun sebanyak 8 orang.

4.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian

Pembahasan pada sub bab ini diarahkan untuk mendeskripsikan hasil

penelitian berdasarkan jawaban-jawaban responden pada setiap variabel laten


154

penelitian. Variabel laten penelitian yang akan dideskripsikan adalah variabel

kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), kompetensi pengelola, budaya

organisasi, serta perilaku wirausaha pengelola.

Untuk menggambarkannya menggunakan analisis statistik deskriptif

dengan menginterpretasikan nilai rata-rata dari masing-masing indikator pada

variabel penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai

indikator apa saja yang membangun konsep model penelitian secara keseluruhan.

Dasar interpretasi nilai rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini,

mengacu pada interpretasi skor yang digunakan oleh Steven, Jr, (2004)

sebagaimana digambarkan pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Dasar Interpretasi Skor Item Dalam Variabel Penelitian


No. Nilai Skor Interpretasi
1 1 - 1,8 Jelek/tidak penting
2 1,8 - 2,6 Kurang
3 2,6 – 3,4 Cukup
4 3,4 – 4,2 Bagus/penting
5 4,2 – 5,0 Sangat bagus/Sangat penting
Sumber: Modifikasi dari Steven, Jr (2004)

Deskripsi dari analisis statistik deskriptif dari masing-masing variabel

dideskripsikan sebagai berikut:

4.2.1 Deskripsi Variabel Kompetensi

Kompetensi sebagai variabel endogen diukur dengan 5 (lima) dimensi yaitu;

motivasi (MT), watak (WT), konsep diri (KD), pengetahuan (PT), dan ketrampilan

(KT) dimana setiap dimensi terdiri dari 4 indikator. Dari setiap indikator terdapat

satu item pernyataan/pertanyaan sehingga secara keseluruhan jumlah total item

pernyataan/pertanyaan dalam variabel kompetensi sebanyak 20 item. Deskripsi


155

hasil analisis data dari masing-masing indikator tiap dimensi tersebut akan

mengungkap perasaan atau persepsi responden mengenai kompetensi. Untuk lebih

lengkapnya deskripsi mengenai persepsi responden untuk variabel kompetensi

adalah sebagaimana disajikan pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap


Variabel Kompetensi (ξ1)
Rata-rata Pernyataan (%)
No. Indikator STS (1) TS (2) KS (3) S (4) SS (5) Mean
F % F % F % F % F %
Dimensi Motivasi (MT) ξ1.1
1. Menyukai Tantangan (MT1) 0 0,00 2 1.8 23 20.2 52 45.6 37 32.5 4.09
Berorientasi pada
2. keberhasilan pekerjaan 0 0,00 0 0.00 15 13.2 63 55.3 36 31.6 4.18
(MT2)
Dorongan untuk membuat
3. 0 0,00 1 0.9 14 12.3 64 56.1 35 30.7 4.17
organisasi maju (MT3)
Konsisten dalam
4. melaksanakan umpan balik 0 0,00 3 2.6 19 16.7 52 45.6 49 35.1 4.13
keberhasilan (MT4)
Mean Dimensi Motivasi (ξ 1.1) 4.14
Dimensi Watak (WT) ξ1.2
Kemampuan mengendalikan
5. 0 0,00 3 2.6 25 21.9 56 49.1 30 26.3 3.99
emosi (WT1)
Selalu bermusyawarah
6. dalam mengambil Tindakan 0 0,00 4 3.5 24 21.1 47 41.2 39 34.2 4.06
(WT2)
Inisiatif terhadap pemecahan
7. 0 0,00 5 4.4 23 20.2 46 40.4 40 35.1 4.06
masalah (WT3)
Bertanggung jawab terhadap
8. 0 0,00 5 4.4 21 18.4 60 52.6 28 24.6 3.97
pekerjaan (WT4)
Mean Dimensi Watak (ξ 1.2) 4.02
Konsep Diri (KD) ξ 1.3
Mampu bekerja secara
9. 0 0,00 6 5.3 28 24.6 53 46.5 27 23.7 3.89
individu maupun tim (KD1)
Pengembangan sikap
10. percaya diri bekerja secara 0 0,00 7 6.1 34 29.8 45 39.5 28 24.6 3.82
efektif (KD2)
Memiliki keyakinan bekerja
11. 0 0,00 8 7.0 27 23.7 50 43.9 29 25.4 3.88
secara efektif (KD3)
Memanfaatkan waktu kerja
12. dengan sebaik mungkin 0 0,00 3 2.6 26 22.8 56 49.1 29 25.4 3.97
(KD4)
Mean Dimensi Konsep Diri (ξ 1.3) 3.89
156

Dimensi Pengetahuan (PT) ξ 1.4


Memiliki pengetahuan akan
13. pekerjaan yang dijalani 0 0,00 8 7.0 29 25.4 56 49.1 21 18.4 3.79
(PT1)
Mampu mencari
14. informasi/data terhadap 0 0,00 7 6.1 28 24.6 54 47.4 25 21.9 3.85
masalah tertentu (PT2)
Memiliki ide dalam
15. 0 0,00 4 3.5 15 13.2 61 53.5 34 29.8 4.10
pemecahan masalah (PT3)
Mampu memilih alternative
16. dan solusi yang terbaik 0 0,00 7 6.1 30 26.3 53 46.5 24 21.1 3.82
(PT4)
Mean Dimensi Pengetahuan (ξ 1.4) 3.89
Dimensi Keterampilan (KT) ξ 1.5
Trampil dalam bekerja
17. 0 0,00 7 6.1 34 29.8 51 44.7 22 19.3 3.77
(KT1)
Mampu
18. mengoperasionalisasikan 0 0,00 3 2.6 29 25.4 63 55.3 19 16.7 3.86
perlatan kerja (KT2)
Memiliki kemampuan
19. menganalisa pekerjaan 0 0,00 4 3.5 31 27.2 57 50.0 22 19.3 3.85
secara konseptual (KT3)
Mampu mengorganisasikan
20. kerja dalam pelaksanaan 0 0,00 10 8.8 31 27.2 47 41.2 26 22.8 3.78
tugas (KT4)
Mean Dimensi Keterampilan (ξ 1.5) 3.82
Mean Variabel Kompetensi Pengelola (ξ1) 3.92
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan analisis data persepsi responden atas jawaban pernyataan yang

berkaitan dengan variabel kompetensi sebagaimana pada tabel 4.2 rata-rata nilai

diperoleh sebesar 3.92. Hal ini berarti bahwa kompetensi pengelola pada Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) Kabupaten Gorontalo yang terkait dimensi; motivasi,

watak, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan berada pada kategori

bagus/penting. Selanjutnya bila dilihat dari nilai rata-rata perolehan persepsi

responden tiap dimensi variabel bahwa dimensi motivasi memiliki nilai rata-rata

sebesar 4.14, dimensi watak dengan nilai rata-rata sebesar 4.02, dimensi konsep diri
157

dan dimensi pengetahuan memiliki nilai rata-rata yang sama sebesar 3.89, dan

dimensi keterampilan dengan nilai rata-rata sebesar 3.82.

Dari tabel 4.2 di atas nampak pula bahwa dimensi motivasi memiliki nilai

rata-rata bagus/penting sebesar 4.14 jika dibandingkan dengan dimensi watak,

konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan, sedangkan nilai rata-rata terrendah ada

pada dimensi keterampilan sebesar 3.82. Mencermati nilai rata-rata ini dapat

diasumsikan bahwa dimensi motivasi merupakan faktor yang berkontribusi besar

pada variabel kompetensi dibandingkan dimensi watak, konsep diri, pengetahuan,

dan keterampilan.

Memperhatikan hasil analisis data rata-rata jawaban responden terhadap 20

item pernyataan/pertanyaan menunjukkan bahwa item nomor 2 (berorientasi pada

keberhasilan pekerjaan) pada dimensi motivasi berkontribusi besar terhadap

variabel kompetensi sebesar 4.18. Besarnya kontribusi item ini menunjukkan

bahwa orientasi dan keberhasilan dalam pekerjaan merupakan hal yang mutlak

dimilki oleh setiap pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten

Gorontalo. Artinya bahwa besarnya item ini dipicu oleh kondisi responden yang

mengharapkan adanya oriensi dan keberhasilan dalam bekerja sebagai suatu

motivasi dimiliki dan dijiwai oleh pengelola dalam mewujudkan kompetensi yang

dimiliki.

Sementara item nomor 17 (trampil dalam bekerja) pada dimensi

keterampilan memberikan kontribusi yang kecil terhadap variabel kompetensi yaitu

sebesar 3.77. Meskipun kontribusinya kecil terhadap variabel kompetensi namun

dalam dasar penetuan interpretasi skor item masih termasuk pada kategori
158

bagus/penting. Nilai perolehan ini mengisyaratkan adanya kondisi pengelola yang

sudah memiliki ketrampilan dalam bekerja namun masih ada beberapa pengelola

yang belum sepenuhnya trampil sebagai wujud dari kompetensi para pengelola

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sehingga membuat kontribusinya kecil

terhadap variabel kompetensi.

4.2.2 Deskripsi Variabel Budaya Organisasi

Budaya organisasi sebagai variabel endogen terdiri dari 4 (empat) dimensi

yaitu; keterlibatan (KL), konsistensi (KS), adaptabilitas (AD), dan misi (MS),

dimana setiap dimensi terdapat 5 (lima) indikator. Dari setiap indikator terdiri dari

satu item pernyataan/pertanyaan sehingga secara keseluruhan jumlah item

pernyataan/pertanyaan untuk variabel budaya organisasi terdapat 20 item. Deskripsi

hasil dari masing-masing indikator tiap dimensi tersebut akan mengungkap

perasaan atau persepsi responden mengenai budaya organisasi. Untuk lebih

lengkapnya deskripsi mengenai persepsi responden untuk variabel budaya

organisasi adalah sebagaimana disajikan pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3 Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap


Variabel Budaya Organisasi (ξ2)
Rata-rata Pernyataan (%)
No. Indikator STS (1) TS (2) KS (3) S (4) SS (5) Mean
F % F % F % F % F %
Dimensi Keterlibatan (KL) ξ 2.1
1. Pemberdayaan (KL1) 0 0,00 3 2.6 38 33.3 56 49.1 17 14.9 3.86
2. Pembagian tugas (K 2) 0 0,00 0 0,00 36 31.6 62 54.4 16 14.0 3.82
3. Kerja sama tim kerja (KL3) 0 0,00 2 1.8 25 21.9 49 43.0 38 33.3 4.08
Adanya standar operasional
4. 0 0,00 7 6.1 24 21.1 50 43.9 33 28.9 3.96
prosedur (KL4)
Mendorong anggota untuk
5. 0 0,00 0 0,00 21 18.4 61 53.5 32 28.1 4.10
berprestasi (KL5)
Mean Dimensi Keterlibatan ξ 2.1 3.96
159

Dimensi Konsistensi (KS) ξ 2.2


Adanya kesepakatan untuk
6. mencapai tujuan organisasi 0 0,00 1 0.9 29 25.4 66 57.9 18 15.8 3.89
(KS1)
Dukungan anggota terhadap
7. kesepakatan tujuan 0 0,00 1 0,9 33 28.9 47 41.2 33 28.9 3.98
organisasi (KS2)
8. Integrasi pekerjaan (KS3) 0 0,00 3 2.6 23 20.2 64 56.1 24 21.1 3.96
Kepedulian anggota
9. terhadap tujuan organisasi 0 0,00 0 0,00 37 32.5 58 50.9 19 16.7 3.84
(KS4)
Koordinasi antar unit
10. organisasi dalam pencapaian 0 0,00 0 0,00 23 20.2 64 56.1 27 23.7 4.04
tujuan (KS5)
Mean Dimensi Konsistensi ξ 2.2 3.94
Dimensi Adaptabilitas (AD) ξ 2.3
Menciptakan perubahan
11. 0 0,00 5 4.4 29 25.4 59 51.8 21 18.4 3.84
(AD1)
Berorientasi kebutuhan
12. masyarakat/pelanggan 0 0,00 3 2.6 30 26.3 60 52.6 21 18.4 3.87
(AD2)
Penyempurnaan sistem
13. 0 0,00 1 0.9 36 31.6 50 43.9 27 23.7 3.90
pelayanan (AD3)
Belajar dari kesalahan yang
14. 0 0,00 5 4.4 25 21.9 61 53.5 23 20.2 3.89
pernah terjadi (AD4)
Peningkatan kualitas
15. 0 0,00 2 1.8 23 20.2 49 43.0 40 35.1 4.11
pelayanan (AD5)
Mean Dimensi Adaptabilitas ξ 2.3 3.92
Dimensi Misi (MS) ξ 2.4
Sasaran dan tujuan yang
16. 0 0,00 4 3.5 27 23.7 67 58.8 16 14.0 3.83
jelas (MS1)
Komunikasi yang terarah
17. 0 0,00 4 3.5 40 35.1 46 40.4 24 21.1 3.79
antar unit organisasi (MS2)
Strategi yang digunakan
18. 0 0,00 0 0,00 32 28.1 52 45.6 30 26.3 3.98
(MS3)
Wawasan para anggota akan
19. misi dan tujuan organisasi 0 0,00 4 3.5 23 20.2 61 53.5 26 22.8 3.96
(MS4)
Anggota fokus pada misi
20. 0 0,00 3 2.6 29 25.4 51 44.7 31 27.2 3.96
dan tujuan organisasi (MS5)
Mean Dimensi Misi ξ 2.4 3.90
Mean Variabel Budaya Organisasi (ξ 2) 3.93
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil analisis data persepsi dan tanggapan responden atas

jawaban pernyataan/pertanyaan yang berkaitan dengan variabel budaya organisasi


160

sebagaimana pada tabel 4.3 rata-rata nilai diperoleh sebesar 3.93. Artinya bahwa

budaya organisasi pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan dimensi;

keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas, dan misi berada pada kategori

bagus/penting. Berikutnya memperhatikan nilai rata-rata persepsi responden pada

masing-masing dimensi diperoleh data bahwa; dimensi keterlibatan memiliki nilai

rata-rata sebesar 3.96, dimensi konsistensi memiliki nilai rata-rata sebesar 3.94,

dimensi adaptabilitas memiliki nilai rata-rata sebesar 3.92, dan dimensi misi

dengan nilai rata-rata sebesar 3.90.

Dari hasil analisis data persepsi dan tanggapan responden dimensi

keterlibatan memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan dimensi

konsistensi, adaptabilitas, dan misi. Tingginya nilai rata-rata dimensi keterlibatan

dipicu oleh adanya dorongan pengelola untuk berprestasi demi perkembangan dan

kemajuan usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo.

Kerja sama tim pengelola dan adanya standar operasional prosedur serta

pemberdayaan seluruh pengelola turut memberikan kontribusi besar dalam

perolehan nilai rata-rata pada dimensi ini. Sedangkan rendahnya nila rata-rata

dimensi misi dipicu oleh kurangnya komunikasi yang terarah diantara unit

organisasi terhadap sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Wawasan

pengelola dan fokus pada misi tujuan organisasi juga merupakan hal yang

dibutuhkan dalam pengembangan usaha Badan Usaha Desa (BUMDes).

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data rata-rata jawaban responden dari

20 item pernyataan/pertanyaan menunjukkan bahwa item nomor 15 (peningkatan

kualitas pelayanan) pada dimensi adaptabilitas berkontribusi besar terhadap


161

variabel budaya organisasi yaitu sebesar 4.11. Besarnya kontribusi item ini

menunjukkan bahwa peningkatan kualitas pelayanan merupakan suatu hal yang

mutlak dimiliki dan menjadi budaya oleh setiap pengelola Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) di Kabupaten Gorontalo. Hal ini bermakna bahwa setiap pengelola

dapat beradaptasi dengan perkembangan lingkungan dan ilmu pengetahuan

terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan dan

menjadikannya sebagai suatu budaya dalam organisasi.

Sementara item pada nomor 2 (pembagian tugas) pada dimensi keterlibatan

memberikan kontribusi yang kecil terhadap variabel budaya organisasi yaitu

sebesar 3.82. Meskipun kontribusinya kecil terhadap variabel budaya organisasi

namun dalam dasar penentuan interpretasi skor item masih termasuk pada kategori

bagus/penting. Nilai perolehan ini mengisyaratkan adanya kondisi pembagian tugas

sudah sesuai dengan bidang dan tanggung jawab masing-masing pengelola namun

masih ada beberapa pengelola belum sepenuhnya bekerja berdasarkan bidang

tugasnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pembagian tugas pada Badan Usaha Milik

Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo belum merata pada setiap pengelola,

masih adanya pengelola yang merangkap pekerjaan pengelola lain sehingga

berakibat kontribusinya kecil terhadap variabel budaya organisasi.

4.2.3 Deskripsi Variabel Perilaku Wirausaha

Perilaku wirausaha sebagai variabel endogen terdiri 6 (enam) dimensi yaitu;

kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi (MI), kemampuan untuk

mengidentifikasi peluang (IP), kemampuan untuk menangani resiko (MR),

kemampuan untuk membangun relasi dan jaringan (MB), kemampuan untuk


162

membuat keputusan di bawah ketidakpastian dan ambiguitas (MK), dan

kemampuan untuk belajar dari pengalaman (BP). Dari 6 (enam) dimensi pada

variabel perilaku wirausaha 5 (lima) dimensi terdiri dari 3 (tiga) indikator dan 1

(satu) dimensi yaitu kemampuan untuk membuat keputusan di bawah

ketidakpastian dan ambiguitas (MK) terdiri dari 5 (lima) indikator. Masing-masing

indikator terdiri dari dari satu iem pernyataan/pertanyaan sehingga secara

keseluruhan jumlah item pernyataan/pertanyaan untuk variabel perilaku wirausaha

terdapat 20 item. Deskripsi hasil dari masing-masing indikator tiap dimensi tersebut

akan mengungkap perasaan atau persepsi responden mengenai perilaku wirausaha.

Untuk lebih lengkapnya deskripsi mengenai persepsi responden untuk variabel

perilaku wirausaha pengelola adalah sebagaimana disajikan pada tabel 4.4 berikut

ini:

Tabel 4.4 Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap


Variabel Perilaku Wirausaha (ƞ2)
Rata-rata Pernyataan (%)
No. Indikator STS (1) TS (2) KS (3) S (4) SS (5) Mean
F % F % F % F % F %
Dimensi Kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi (MI) ƞ 2.1
Kecepatan mendapatkan
1. 0 0,00 17 14.9 37 32.5 41 36.0 19 16.7 3.54
informasi (MI1)
Kelengkapan informasi
2. 0 0,00 12 10.5 45 39.5 39 34.2 18 15.8 3.55
(MI2)
Identifikasi peluang bisnis
3. 0 0,00 13 11.4 36 31.6 46 40.4 19 16.7 3.62
(MI3)
Mean Dimensi Kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi ƞ 2.1 3.57
Dimensi Kemampuan untuk mengidentifikasi peluang (IP) ƞ2.2
Melaksanakan fungsi
4. 0 0,00 8 7.0 30 26.3 51 44.7 25 21.9 3.82
penciptaan peluang (IP1)
Melaksanakan aktivitas dan
5. tindakan penciptaan peluang 0 0,00 7 6.1 27 23.7 51 44.7 29 25.4 3.89
(IP2)
Mengembangkan ide-ide
6. 0 0,00 9 7.9 27 23.7 62 54.4 16 14.0 3.75
usaha baru (IP3)
Mean Dimensi Kemampuan untuk mengidentifikasi peluang ƞ2.2 3.82
163

Kemampuan untuk menangani resiko (MR) ƞ2.3


7. Mengorganisir resiko (MR1) 0 0,00 10 8.8 35 30.7 46 40.4 23 20.2 3.72

8. Mengatur resiko (MR2) 0 0,00 14 12.3 31 27.2 47 41.2 22 19.3 3.68


Mengasumsikan resiko
9. 0 0,00 9 7.9 27 23.7 60 52.6 18 15.8 3.76
(MR3)
Mean Dimensi Kemampuan untuk menangani resiko ƞ2.3 3.72
Dimensi Kemampuan untuk membangun relasi dan jaringan (MB) ƞ3.4
Banyaknya jaringan dan
10. 0 0,00 13 11.4 40 35.1 50 43.9 11 9.6 3.52
relasi (MB1)
Kemampuan jangkauan
11. 0 0,00 10 8.8 47 41.2 40 35.1 17 14.9 3.56
jaringan dan relasi (MB2)
Heterogenitas jaringan dan
12. 0 0,00 19 16.7 21 18.4 54 47.4 20 17.5 3.66
relasi (MB3)
Mean Dimensi Kemampuan untuk membangun relasi dan jaringan ƞ2.4 3.58
Dimensi Kemampuan untuk membuat keputusan di bawah ketidakpastian dan
ambiguitas (MK) ƞ2.5
13. Terpusat (MK1) 0 0,00 13 11.4 31 27.2 46 40.4 24 21.1 3.71

14. Jangka pendek (MK2) 0 0,00 12 10.5 33 28.9 40 35.1 29 25.4 3.75

15. Rutin (MK3) 0 0,00 10 8.8 30 26.3 48 42.1 26 22.8 3.79

16. Kesesuaian logika (MK4) 0 0,00 4 3.5 35 30.7 54 47.4 21 18.4 3.81

17. Berbasis peraturan (MK5) 0 0,00 1 0.9 30 26.3 57 50.0 26 22.8 3.95
Mean Dimensi Kemampuan untuk membuat keputusan di bawah ketidakpastian
3.80
dan ambiguitas (MK) ƞ2.5
Dimensi Kemampuan untuk belajar dari pengalaman (BP) ƞ2.6
18. Pengetahuan (BP1) 0 0,00 6 5.3 28 24.6 49 43.0 31 27.2 3.92

19. Delegasi tugas (BP2) 0 0,00 8 7.0 25 21.9 53 46.5 28 24.6 3.89
Latar belakang pribadi
20. 0 0,00 10 8.8 35 30.7 48 42.1 21 18.4 3.70
(BP3)
Mean Dimensi Kemampuan untuk belajar dari pengalaman ƞ2.6 3.84
Mean Variabel Perilaku Wirausah (ƞ2) 3.72
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil analisis data persepsi dan tanggapan responden atas

jawaban pernyataan/pertanyaan yang berkaitan dengan variabel perilaku wirausaha

sebagaimana pada tabel 4.4 rata-rata nilai diperoleh sebesar 3.72. Artinya bahwa

perilaku wirausaha pengelola pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan
164

dimensi; kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi, kemampuan

untuk mengidentifikasi peluang, kemampuan untuk menangani resiko, kemampuan

untuk membangun relasi dan jaringan, kemampuan untuk membuat keputusan di

bawah ketidakpastian dan ambiguitas, dan kemampuan untuk belajar dari

pengalaman berada pada kategori bagus/penting. Berikutnya memperhatikan nilai

rata-rata persepsi responden pada masing-masing dimensi diperoleh data bahwa;

dimensi kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi memiliki nilai

rata-rata sebesar 3.57, dimensi kemampuan untuk mengidentifikasi peluang

memiliki nilai rata-rata sebesar 3.82, dimensi kemampuan untuk menangani resiko

memiliki nilai rata-rata sebesar 3.72, dimensi kemampuan untuk membangun relasi

dan jaringan memiliki nilai rata-rata sebesar 3.58, dimensi kemampuan untuk

membuat keputusan di bawah ketidakpastian dan ambiguitas dengan nilai rata-rata

sebesar 3.80, dan dimensi kemampuan untuk belajar dari pengalaman dengan nilai

rata-rata sebesar 3.84.

Dari hasil analisis data persepsi dan tanggapan responden dimensi

kemampuan untuk belajar dari pengalaman memiliki nilai rata-rata tertinggi

dibandingkan dengan dimensi kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan

informasi, kemampuan untuk mengidentifikasi peluang, kemampuan untuk

menangani resiko, kemampuan untuk membangun relasi dan jaringan, kemampuan

untuk membuat keputusan di bawah ketidakpastian dan ambiguitas. Tingginya nilai

rata-rata dimensi kemampuan untuk belajar dari pengalaman dipicu oleh adanya

pengetahuan dan pribadi pengelola atas pengalaman yang dimiliki demi

perkembangan dan kemajuan usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di


165

Kabupaten Gorontalo. Tingkat pengetahuan pengelola dan adanya pendelegasian

tugas serta latar belakang pribadi pengelola turut memberikan kontribusi besar

dalam perolehan nilai rata-rata pada dimensi ini. Sedangkan rendahnya nila rata-

rata dimensi kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi dipicu oleh

kurangnya pemanfaatan waktu dan kesempatan untuk mencari informasi yang dapat

dijadikan sebagai peluang usaha. Informasi dan identifikasi peluang bisnis secara

lengkap juga merupakan hal yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha Badan

Usaha Desa (BUMDes).

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data rata-rata jawaban responden dari

20 item pernyataan/pertanyaan pada variabel perilaku wirausaha menunjukkan

bahwa item nomor 17 (setiap keputusan yang ditetapkan oleh pengelola selalu

berbasis peraturan yang berlaku terutama sesuai AD/ART) pada dimensi

kemampuan untuk membuat keputusan di bawah ketidakpastian dan ambiguitas

berkontribusi besar terhadap variabel budaya organisasi yaitu sebesar 3.95.

Besarnya kontribusi item ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang

didasarkan pada peraturan terutama sesuai AD/ART merupakan suatu hal yang

mutlak dimiliki dan menjadi pedoman oleh setiap pengelola Badan Usaha Milik

Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo. Hal ini bermakna bahwa setiap pengelola

dalam menjalankan aktivitasnya harus berpegang teguh pada peraturan terutama

AD/ART dan menjadikannya sebagai suatu perilaku dalam menjalankan usaha

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Sementara item pada nomor 10 (pengelola BUMDes selama ini mampu

membangun relasi dan jaringan dengan perusahaan lain) pada dimensi kemampuan
166

untuk membangun relasi dan jaringan memberikan kontribusi yang kecil terhadap

variabel perilaku wirausaha yaitu sebesar 3.52. Meskipun kontribusinya kecil

terhadap variabel perilaku wirausaha namun dalam dasar penentuan interpretasi

skor item masih termasuk pada kategori bagus/penting. Nilai perolehan ini

mengisyaratkan adanya kondisi yang belum sepenuhnya pengelola berusaha

membangun jaringan dan relasi bisnis. Hal ini dapat dijelaskan bahwa adanya

pengelolaan pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo

masih berlangsung secara konvensional. Pengelola belum memanfaatkan secara

optimal jaringan dan relasi bisnis yang nantinya dapat dijadikan sebagai mitra

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam menjalankan usahanya.

4.2.4 Deskripsi Variabel Kinerja Badan Usaha Milik Desa

Variabel kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai variabel

eksogen diukur dengan 4 (empat) dimensi yaitu; efisiensi (EF), efektivitas (EV),

keadilan (KN), dan daya tanggap (DT). Setiap dimensi pada variabel kinerja Badan

Usaha Milik Desa memiliki 5 (lima) indikator dan masing-masing indikator terdiri

dari 1 (satu) item pernyataan/pertanyaan sehingga secara keseluruhan jumlah

indicator dan item pernyataan/pertanyaan untuk variabel kinerja Badan Usaha Milik

Desa terdapat 20 item. Deskripsi hasil dari masing-masing dimensi yang terdiri

dari beberapa indikator yang berusaha mengungkap perasaan atau persepsi

responden mengenai kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Untuk lebih

lengkapnya deskripsi mengenai variabel kinerja BUMDes adalah sebagaimana

disajikan pada tabel 4.5 berikut:


167

Tabel 4.5 Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap


Variabel Kinerja Badan Usaha Milik Desa (ƞ1)
Rata-rata Pernyataan (%)
No. Indikator STS (1) TS (2) KS (3) S (4) SS (5) Mean
F % F % F % F % F %
Dimensi Efisiensi (EF) ƞ1.1
Pemberdayaan
1. 0 0,00 2 1.8 34 29.8 58 50.9 20 17.5 3.84
masyarakat (EF1)
Pemanfaatan potensi
2. 0 0,00 1 0.9 30 26.3 56 49.1 27 23.7 3.96
desa (EF2)
Penyertaan dana desa
3. 0 0,00 2 1.8 23 20.2 59 51.8 30 26.3 4.03
(EF3)
Peningkatan
4. pendapatan 0 0,00 5 4.4 25 21.9 54 47.4 30 26.3 3.96
masyarakat (EF4)
Peningkatan
5. pendapatan asli desa 0 0,00 5 4.4 19 16.7 56 49.1 34 29.8 4.04
(PADes) (EF5)
Mean Dimensi Efisiensi ƞ1.1 3.97
Dimensi Efektivitas (EV) ƞ1.2
6. Produktivitas (EV1) 0 0,00 1 0.9 34 29.8 53 46.5 26 22.8 3.91
Kemampuan
7. menyesuaikan diri 0 0,00 0 0,00 24 21.1 63 55.3 27 23.7 4.03
(EV2)
8. Kepuasan kerja (EV3) 0 0,00 4 3.5 25 21.9 63 55.3 22 19.3 3.90
Kemampuan berlaba
9. 0 0,00 2 1.8 26 22.8 59 51.8 27 23.7 3.97
(EV4)
Pencarian dan
10. pemanfaatan sumber 0 0,00 1 0.9 25 21.9 61 53.5 27 23.7 4.00
dana (EV5)
Mean Dimensi Efektivitas ƞ1.2 3.96
Dimensi Keadilan (KN) ƞ1.3
Pemenuhan
11. kebutuhan pokok 0 0,00 5 4.4 29 25.4 59 51.8 21 18.4 3.84
(KN1)
Pemenuhan
12. kebutuhan sarana 0 0,00 4 3.5 34 29.8 59 51.8 17 14.9 3.78
produksi (KN2)
Tersedianya fasilitas
13. pinjaman modal usaha 0 0,00 2 1.8 35 30.7 46 40.4 31 27.2 3.93
(KN3)
Pemberian layanan
14. tanpa memandang 0 0,00 3 2.6 26 22.8 56 49.1 29 25.4 3.97
status social (KN4)
168

Pemerataan layanan
15. antara kelompok 0 0,00 2 1.8 27 23.7 50 43.9 35 30.7 4.04
masyarakat (KN5)
Mean Dimensi Keadilan ƞ1.3 3.91
Dimensi Daya Tanggap (DT) ƞ1.4
Keselarasan usaha
16. dengan kebutuhan 0 0,00 4 3.5 37 32.5 57 50.0 16 14.0 3.75
masyarakat (DT1)
Kemampuan
menyediakan
17. 0 0,00 7 6.1 19 16.7 64 56.1 24 21.1 3.92
kebutuhan
masyarakat (DT2)
Kemampuan
18. merespon permintaan 0 0,00 1 0.9 35 30.7 54 47.4 24 21.1 3.89
masyarakat (DT3)
Kemampuan
menyusun agenda
19 0 0,00 7 6.1 37 32.5 42 36.8 28 24.6 3.80
prioritas layanan
(DT4)
Kemampuan
mengembangkan
20. 0 0,00 5 4.4 34 29.8 47 41.2 28 24.6 3.86
program layanan
(DT5)
Mean Dimensi Daya Tanggap ƞ1.4 3.84
Mean Variabel Kinerja Badan Usaha Milik Desa (ƞ1) 3.92
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil analisis data persepsi dan tanggapan responden atas

jawaban pernyataan/pertanyaan yang berkaitan dengan variabel kinerja Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagaimana pada tabel 4.5 rata-rata nilai diperoleh

sebesar 3.92. Artinya bahwa kinerja pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di

Kabupaten Gorontalo dengan dimensi; efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya

tanggap berada pada kategori bagus/penting. Berikutnya memperhatikan nilai rata-

rata persepsi responden pada masing-masing dimensi diperoleh data bahwa;

dimensi efisiensi memiliki nilai rata-rata sebesar 3.97, dimensi efektivitas memiliki

nilai rata-rata sebesar 3.96, dimensi keadilan memiliki nilai rata-rata sebesar 3.91,

dan dimensi daya tanggap dengan nilai rata-rata sebesar 3.84.


169

Dari hasil analisis data persepsi dan tanggapan responden dimensi efisiensi

memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan dimensi efektivitas,

keadilan, dan daya tanggap. Tingginya nilai rata-rata dimensi efisiensi dipicu oleh

adanya kecendrungan pengelola yang memanfaatkan penyertaan dana desa dan

potensi desa dengan memberdayakan masyarakat sehingga dapat mningkatkan

pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa. Sedangkan rendahnya nila rata-

rata dimensi daya tanggap dipicu oleh kurangnya keselarasan usaha dengan

kebutuhan masyarakat dan kemampuan menyusun agenda prioritas layanan.

Kemampuan mengembangkan program layanan, merespon permintaan masyarakat

dan menyediakan kebutuhan masyarakat juga merupakan hal yang dibutuhkan

dalam pengembangan usaha Badan Usaha Desa (BUMDes).

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data rata-rata jawaban responden dari

20 item pernyataan/pertanyaan pada variabel kinerja Badan Usaha Milik Desa

menunjukkan bahwa item nomor 5 (peningkatan pendapatan asli desa) pada

dimensi efesiensi dan item nomor 15 (pemerataan layanan antara kelompok

masyarakat) pada dimensi keadilan berkontribusi besar terhadap variabel kinerja

Badan Usaha Milik Desa yaitu sebesar 4.04. Besarnya kontribusi item ini

menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan asli desa dan pemerataan layanan

antara kelompok masyarakat merupakan suatu hal yang mutlak menjadi prioritas

utama oleh setiap pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten

Gorontalo. Hal ini bermakna bahwa setiap pengelola dalam menjalankan

aktivitasnya harus berpegang teguh pada peraturan terutama AD/ART dan


170

menjadikannya sebagai suatu perilaku dalam menjalankan usaha Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes).

Sementara item nomor 12 (pemenuhan kebutuhan sarana produksi) pada

dimensi keadilan memberikan kontribusi yang kecil terhadap variabel kinerja

Badan Usaha Milik Desa yaitu sebesar 3.78. Meskipun kontribusinya kecil terhadap

variabel perilaku wirausaha namun dalam dasar penentuan interpretasi skor item

masih termasuk pada kategori bagus/penting. Nilai perolehan ini mengisyaratkan

adanya kondisi yang belum sepenuhnya kebutuhan sarana produksi yang

dibutuhkan oleh masyarakat tersedia dan diperjual belikan pada unit usaha Badan

Usaha Milik Desa. Hal ini dapat dijelaskan bahwa adanya pengelolaan pada Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo belum mampu

mengidentifikasi akan kebutuhan masyarakat terutama kebutuhan akan sarana

produksi pertanian sebagai penunjang kelancaran dalam proses bercocok tanam.

4.3. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan model Structural Equation Modeling (SEM)

berbasis varian (Partial Least Square), dimana SEM-PLS ini bertujuan untuk

menguji hubungan prediktif antar konstruk dengan melihat apakah ada hubungan

atau pengaruh antar konstruk tersebut. Tahapan pengujian dilakukan dengan

menganalisis Pengaruh Kompetensi Pengelola, Budaya Organisasi dan Perilaku

Wirausaha Terhadap Kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo dengan

menggunakan software SmartPLS 3.0. Penggunaan software SmarPLS karena

mempunyai keunggulan tersendiri diantaranya; data tidak harus berdistribusi

normal multivariate (indikator dengan skala kategori; ordinal, interval sampai rasio
171

dapat digunakan pada model yang sama) dan ukuran sampel tidak harus besar.

Walaupun SmartPLS digunakan untuk mengkonfirmasi teori, tetapi juga dapat

digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara variabel laten.

Pengujian penelitian diawali dengan melakukan evaluasi kelayakan model

hasil pengukuran (outer model) untuk mengetahui validitas dan reliabilitas masing-

masing konstruk pada variabel laten. Kelayakan konstruk dianalisa dengan

menggunakan dua kriteria pengukuran yaitu convergent validity dan discriminant

validity. Uji convergent validity dilihat dari nilai standarized loading factor (SLF)

dari masing-masing indicator variabel. Indikator di anggap valid jika nilai dari

loading factor (Outer loading) dari varibel memiliki nilai loading >0,5. (Chin dalam

Gozali, 2015). Selain dilihat dari loading factor juga dilakukan evaluasi terhadap

nilai dari average variance extracted (AVE) dengan syarat nilai ≥ 0,5, serta

dilakukan uji discriminant validity dengan cara melihat ukuran nilai cross loading

untuk menggambarkan korelasi antara indikator dengan konstruksnya.

Tahapan berikutnya melakukan uji reliabilitas dari variabel laten adalah

nilai yang mengukur kestabilan dan kekonsistenan dari pengukuran reliabilitas.

Untuk mengukur sebuah variabel yang memiliki reliabilitas komposit yang baik jika

memiliki nilai ≥ 0,7 nilai Cronbach’s alpha ≥ 0,5. Untuk lebih jelasnya uraian

secara deskriptif hasil uji validitas dan reliabilitas kesesuaian model tiap variabel

dalam penelitian dapat disajikan sebagai beikut:


172

4.3.1 Kesesuaian Model Pengukuran Untuk Kompetensi (ξ1)


Berdasarkan hasil uji kesesuaian model pada variabel kompetensi (ξ1)

dengan 5 (lima) dimensi dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut:

Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Gambar 4.4 First Order Indikator Refleksi Variabel Kompetensi

Berdasarkan gambar 4.4 di atas hasil uji validitas pada tiap indikator

konstruk yang membentuk model variabel kompetensi (ξ1) secara rinci tersajikan

sebagaimana tabel 4.6 berikut:


173

Tabel 4.6 Uji Validitas Indikator Konstruk Variabel


Kompetensi (ξ1)

Kode
Dimensi Loading Factor Keterangan
Indikator
MT1 0.689 Valid
MT2 0.540 Valid
Motivasi
MT3 0.642 Valid
MT4 0.641 Valid
WT1 0.596 Valid
WT2 0.544 Valid
Watak
WT3 0.717 Valid
WT4 0.743 Valid
KD1 0.760 Valid
KD2 0.772 Valid
Konsep Diri
KD3 0.584 Valid
KD4 0.510 Valid
PT1 0.655 Valid
PT2 0.625 Valid
Pengetahuan
PT3 0.553 Valid
PT4 0.677 Valid
KT1 0.689 Valid
KT2 0.769 Valid
Keterampilan
KT3 0.536 Valid
KT4 0.516 Valid
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil uji validitas indikator konstruk variabel kompetensi

sebagaimana tabel 4.6 di atas dari 20 indikator yang di uji seluruhnya memiliki

loading faktor > 0.5 atau signifikan. Sehingga dengan demikian seluruh indikator

tersebut valid dalam mengukur variabel kompetensi. Indikator dianggap valid jika

nilai dari loading faktor (Outer loading) dari varibel memiliki nilai loading > 0,5.

(Chin dalam Gozali, 2015). Dengan demikian semua indikator untuk pada variabel

laten kompetensi yang digunakan dalam penelitian ini sudah valid. Dari tabel
174

tersebut juga nampak bahwa yang memperoleh nilai loading faktor tertinggi adalah

indikator pengembangan sikap percaya diri bekerja secara efektif (KD2) dengan

nilai sebesar 0,772, dan yang terendah adalah indikator mampu mengorganisasikan

kerja dalam pelaksanaan tugas (KT4) yaitu sebesar 0,516. Dengan demikian

indikator dalam penelitian ini dinyatakan valid atau memenuhi uji convergent

validity.

Pengujian selanjutnya setelah hasil uji indikator konstruk dinyatakan valid

yaitu dilakukan uji kesesuaian model dari dimensi sebagai pembentuk model.

Secara lengkap hasil uji validitas kesesuaian model dari masing-masing dimensi

pada variabel kompetensi sebagaimana nampak pada tabel 4.7 berikut:

Tabel 4.7 Uji Validitas Kesesuaian Model Variabel Kompetensi


Validitas Validitas
Convergent Discriminant
Variabel Dimensi Ket.
Loading
AVE Cross Loading
Factor
1. Motivasi 0,721 0,597 0,630 Valid
2. Watak 0,767 0,629 0,655 Valid
Kompetensi 3. Konsep Diri 0,756 0,54 0,666 Valid
4. Pengetahuan 0,699 0,596 0,629 Valid
5. Keterampilan 0,679 0,605 0,637 Valid
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil uji pada tabel 4.7 di atas nampak bahwa dari lima dimensi

pembentuk model variabel kompetensi memiliki nilai dalam kategori valid. Dari

kategori nilai; loading factor dan cross loading pada setiap dimensi semuanya

memiliki nilai lebih besar dari 0,5 dan telah memenuhi syarat validitas. Sementara

untuk kategori nilai average variance extracted (AVE) apabila nilainya lebih besar

dari 0,5 dapat dikatakan bahwa konstruk menunjukkan convergen validity yang baik.

Pada tabel di atas juga dapat dilihat nilai average variance extracted (AVE) lima
175

dimensi memiliki nilai yang lebih besar dari 0,5, sehingga menunjukkan bahwa

semua konstruk tersebut convergen validity. Dengan demikian setelah dilakukan

evaluasi, diketahui telah memenuhi validitas maka dapat disimpulkan bahwa model

pengukuran sudah baik.

Setelah dilakukan uji validitas (convergent validity dan discriminant

validity) sebagaimana uraian sebelumnya, pengujian berikutnya adalah melakukan

uji reliabilitas terhadap variabel kompetensi. Pengujian dilakukan dengan

melakukan pengukuran penilaian pada dua kriteria penilaian yaitu cronbach alpha

dan composite reliability dengan hasil uji reliabilitas kesesuaian model untuk

dimensi pembentuk model pada variabel kompetensi yang secara lebih detail dapat

dilihat pada tabel 4.8 berikut:

Tabel 4.8 Uji Reliablitas Kesesuaian Model


Variabel Kompetensi
Reliabilitas
Variabel Dimensi Cronbach's Composite Ket.
Alpha Reliability
Motivasi 0.500 0.724 Reliabel
Watak 0.559 0.748 Reliabel
Kompetensi Konsep Diri 0.575 0.756 Reliabel
Pengetahuan 0.502 0.723 Reliabel
Keterampilan 0.510 0.726 Reliabel
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa untuk semua dimensi memiliki

nilai composite reliability yang lebih besar dari 0,7 dan nilai Cronbach’s alpha ≥

0,5 sehingga dapat dikatakan bahwa semua konstruk variabel kompetensi yaitu;

motivasi, watak, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan memiliki reliabilitas

yang baik untuk dijadikan sebagai alat ukur. Dengan demikian setelah dilakukan
176

evaluasi, diketahui telah memenuhi validitas dan reliabilitas maka dapat

disimpulkan bahwa model pengukuran sudah baik.

4.3.2 Kesesuaian Model Pengukuran Untuk Budaya Organisasi (ξ2)


Berdasarkan hasil uji kesesuaian model pada variabel budaya organisasi (ƞ1)

dengan 4 (empat) dimensi dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut:

Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Gambar 4.5 First Order Indikator Refleksi Variabel Budaya Organisasi

Berdasarkan gambar 4.5 di atas hasil uji validitas pada tiap indikator

konstruk yang membentuk model variabel budaya organisasi (ξ2) secara rinci

tersajikan sebagaimana tabel 4.9 berikut:


177

Tabel 4.9 Uji Validitas Indikator Konstruk Variabel


Budaya Organisasi (ξ2)
Kode
Indikator Loading Factor Keterangan
Indikator
KL1 0.551 Valid
KL2 0.623 Valid
Keterlibatan KL3 0.700 Valid
KL4 0.590 Valid
KL5 0.593 Valid
KS1 0.544 Valid
KS2 0.807 Valid
Konsistensi KS3 0.529 Valid
KS4 0.598 Valid
KS5 0.634 Valid
AD1 0.586 Valid
AD2 0.697 Valid
Adabilitas AD3 0.680 Valid
AD4 0.510 Valid
AD5 0.524 Valid
MS1 0.551 Valid
MS2 0.543 Valid
Misi MS3 0.581 Valid
MS4 0.758 Valid
MS5 0.557 Valid
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil uji validitas indikator konstruk variabel budaya

organisasi sebagaimana tabel 4.9 di atas dari 20 indikator yang di uji seluruhnya

memiliki loading faktor > 0.5 atau signifikan. Sehingga dengan demikian seluruh

indikator tersebut valid dalam mengukur variabel budaya organisasi. Indikator di

anggap valid jika nilai dari loading faktor (Outer loading) dari varibel memiliki

nilai loading >0,5. (Chin dalam Gozali, 2015). Dengan demikian semua indikator

untuk pada variabel laten budaya organisasi yang digunakan dalam penelitian ini
178

sudah valid. Dari tabel tersebut juga nampak bahwa yang memperoleh nilai loading

faktor tertinggi adalah indikator dukungan anggota terhadap kesepakatan tujuan

organisasi (KS2) dengan nilai sebesar 0,807, dan yang terendah adalah indikator

belajar dari kesalahan yang pernah terjadi (AD4) yaitu sebesar 0,510. Dengan

demikian indikator dalam penelitian ini dinyatakan valid atau memenuhi uji

convergent validity.

Pengujian selanjutnya setelah hasil uji indikator konstruk dinyatakan valid

yaitu dilakukan uji kesesuaian model dari dimensi sebagai pembentuk model.

Secara lengkap hasil uji validitas kesesuaian model dari masing-masing dimensi

pada variabel budaya organisasi sebagaimana nampak pada tabel 4.10 berikut:

Tabel 4.10 Uji Validitas Kesesuaian Model Variabel Budaya Organisasi


Validitas Validitas
Convergent Discriminant
Variabel Dimensi Ket.
Loading
AVE Cross Loading
Factor
1. Keterlibatan 0,763 0,576 0,613 Valid
Budaya 2. Konsistensi 0,682 0,597 0,630 Valid
Organisasi 3. Adabilitas 0,825 0,565 0,604 Valid
4. Misi 0,749 0,564 0,603 Valid
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil uji pada tabel 4.10 di atas nampak bahwa dari empat

dimensi pembentuk model variabel budaya organisasi memiliki nilai dalam kategori

valid. Dari kategori nilai; loading factor dan cross loading pada setiap dimensi

semuanya memiliki nilai lebih besar dari 0,5 dan telah memenuhi syarat validitas.

Sementara untuk kategori nilai average variance extracted (AVE) apabila nilainya

lebih besar dari 0,5 dapat dikatakan bahwa konstruk menunjukkan convergen

validity yang baik. Pada tabel di atas juga dapat dilihat nilai average variance

extracted (AVE) empat dimensi memiliki nilai yang lebih besar dari 0,5, sehingga
179

menunjukkan bahwa semua konstruk tersebut convergen validity. Dengan demikian

setelah dilakukan evaluasi, diketahui telah memenuhi validitas maka dapat

disimpulkan bahwa model pengukuran sudah baik.

Setelah dilakukan uji validitas (convergent validity dan discriminant

validity) sebagaimana uraian sebelumnya, pengujian berikutnya adalah melakukan

uji reliabilitas terhadap variabel budaya organisasi. Pengujian dilakukan dengan

melakukan pengukuran penilaian pada dua kriteria penilaian yaitu cronbach alpha

dan composite reliability dengan hasil uji reliabilitas kesesuaian model untuk

dimensi pembentuk model pada variabel budaya organisasi yang secara lebih detail

dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut:

Tabel 4.11 Uji Reliablitas Kesesuaian Model


Variabel Budaya Organisasi

Reliabilitas
Variabel Dimensi Cronbach's Composite Ket.
Alpha Reliability
1. Keterlibatan 0.588 0.750 Reliabel
Budaya 2. Konsistensi 0.611 0.763 Reliabel
Organisasi 3. Adabtabilitas 0.560 0.739 Reliabel
4. Misi 0.558 0.738 Reliabel
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa untuk semua dimensi memiliki

nilai composite reliability yang lebih besar dari 0,7 dan nilai Cronbach’s alpha ≥ 0,5

sehingga dapat dikatakan bahwa semua konstruk variabel budaya organisasi yaitu;

keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas, dan misi memiliki reliabilitas yang baik

untuk dijadikan sebagai alat ukur. Dengan demikian setelah dilakukan evaluasi,

diketahui telah memenuhi validitas dan reliabilitas maka dapat disimpulkan bahwa

model pengukuran sudah baik.


180

4.3.3 Kesesuaian Model Pengukuran Untuk Perilaku Wirausaha (ƞ2)


Berdasarkan hasil uji kesesuaian model pada variabel perilaku wirausaha

(ƞ3) dengan 6 (enam) dimensi dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut:

Sumber : Data Olahan Tahun 2021


Gambar 4.6 First Order Indikator Refleksi Variabel Perilaku Wirausaha

Berdasarkan gambar 4.6 di atas hasil uji validitas pada tiap indikator

konstruk yang membentuk model variabel perilaku wirausaha (ƞ2) secara rinci

tersajikan sebagaimana tabel 4.12 berikut:

Tabel 4.12 Uji Validitas Indikator Konstruk Variabel


Perilaku Wirausaha (ƞ2)
Kode
Dimensi Loading Factor Keterangan
Indikator
MI1 0,850 Valid
Mencari Informasi
MI2 0,824 Valid
181

MI3 0,740 Valid


IP1 0,817 Valid
Mengidentifikasi Valid
IP2 0,819
Peluang
IP3 0,854 Valid
MR1 0,775 Valid
Menangani Resiko MR2 0,732 Valid
MR3 0,779 Valid
MB1 0,808 Valid
Membangun Relasi Valid
MB2 0,706
dan Jaringn
MB3 0,759 Valid
MK1 0,781 Valid
MK2 0,597 Valid
Membuat Valid
MK3 0,609
Keputusan
MK4 0,573 Valid
MK5 0,611 Valid
BP1 0,822 Valid
Belajar dari Valid
BP2 0,805
Pengalaman
BP3 0,536 Valid
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil uji validitas indikator konstruk variabel perilaku

wirausaha sebagaimana tabel 4.12 di atas dari 20 indikator yang di uji seluruhnya

memiliki loading faktor > 0.5 atau signifikan. Sehingga dengan demikian seluruh

indikator tersebut valid dalam mengukur variabel perilaku wirausaha. Indikator di

anggap valid jika nilai dari loading faktor (Outer loading) dari varibel memiliki

nilai loading >0,5. (Chin dalam Gozali, 2015). Dengan demikian semua indikator

untuk pada variabel laten perilaku wirausaha yang digunakan dalam penelitian ini

sudah valid. Dari tabel tersebut juga nampak bahwa yang memperoleh nilai loading

faktor tertinggi adalah indikator mengembangkan ide-ide usaha baru (IP3) dengan

nilai sebesar 0,854, dan yang terendah adalah indikator latar belakang pribadi (BP3)
182

yaitu sebesar 0,536. Dengan demikian indikator dalam penelitian ini dinyatakan

valid atau memenuhi uji convergent validity.

Pengujian selanjutnya setelah hasil uji indikator konstruk dinyatakan valid

yaitu dilakukan uji kesesuaian model dari dimensi sebagai pembentuk model.

Secara lengkap hasil uji validitas kesesuaian model dari masing-masing dimensi

pada variabel perilaku wirausaha sebagaimana nampak pada tabel 4.13 berikut:

Tabel 4.13 Uji Validitas Kesesuaian Model Variabel Perilaku Wirausaha


Validitas Validitas
Convergent Discriminant
Variabel Dimensi Ket.
Loading
AVE Cross Loading
Factor
1. Mencari Informasi 0,763 0,649 0,806 Valid
2. Mengidentifikasi
0,747 0,690 0,830 Valid
Peluang
3. Menangani Resiko 0,785 0,581 0,763 Valid
Perilaku 4. Membangun Relasi
0,676 O,576 0,759 Valid
Wirausaha dan Jaringn
5. Membuat
0,698 0,508 0,638 Valid
Keputusan
6. Belajar dari
0,741 0,537 0,733 Valid
Pengalaman
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil uji pada tabel 4.13 di atas nampak bahwa dari enam

dimensi pembentuk model variabel perilaku wirausaha memiliki nilai dalam

kategori valid. Dari kategori nilai; loading factor dan cross loading pada setiap

dimensi semuanya memiliki nilai lebih besar dari 0,5 dan telah memenuhi syarat

validitas. Sementara untuk kategori nilai average variance extracted (AVE) apabila

nilainya lebih besar dari 0,5 dapat dikatakan bahwa konstruk menunjukkan

convergen validity yang baik. Pada tabel di atas juga dapat dilihat nilai average

variance extracted (AVE) enam dimensi memiliki nilai yang lebih besar dari 0,5,

sehingga menunjukkan bahwa semua konstruk tersebut convergen validity. Dengan


183

demikian setelah dilakukan evaluasi, diketahui telah memenuhi validitas maka

dapat disimpulkan bahwa model pengukuran sudah baik.

Setelah dilakukan uji validitas (convergent validity dan discriminant

validity) sebagaimana uraian sebelumnya, pengujian berikutnya adalah melakukan

uji reliabilitas terhadap variabel perilaku wirausaha. Pengujian dilakukan dengan

melakukan pengukuran penilaian pada dua kriteria penilaian yaitu cronbach alpha

dan composite reliability dengan hasil uji reliabilitas kesesuaian model untuk

dimensi pembentuk model pada variabel perilaku wirausaha yang secara lebih

detail dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut:

Tabel 4.14 Uji Reliablitas Kesesuaian Model


Variabel Perilaku Wirausaha

Reliabilitas
Variabel Dimensi Cronbach's Composite Ket.
Alpha Reliability
1. Mencari Informasi 0,732 0,847 Reliabel
2. Mengidentifikasi
0,777 0,869 Reliabel
Peluang
3. Menangani Resiko 0,640 0,806 Reliabel
Perilaku
4. Membangun Relasi
Witrausaha 0,634 0,802 Reliabel
dan Jaringan
5. Membuat Keputusan 0,629 0,772 Reliabel
6. Belajar dari
0,554 0,771 Reliabel
Pengalaman
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa untuk semua dimensi memiliki

nilai composite reliability yang lebih besar dari 0,7 dan nilai Cronbach’s alpha ≥ 0,5

sehingga dapat dikatakan bahwa semua konstruk variabel perilaku wirausaha yaitu;

mencari informasi, mengidentifikasi peluang, menangani resiko, membangun relasi

dan jaringan, membuat keputusan, dan belajar dari pengalaman memiliki reliabilitas

yang baik untuk dijadikan sebagai alat ukur. Dengan demikian setelah dilakukan
184

evaluasi, diketahui telah memenuhi validitas dan reliabilitas maka dapat

disimpulkan bahwa model pengukuran sudah baik.

4.3.4 Kesesuaian Model Pengukuran Untuk Kinerja BUMDes (ƞ1)

Berdasarkan hasil uji kesesuaian model pada variabel Kinerja Badan Usaha

Milik Desa (ξ) dengan 4 (mpat) dimensi dapat dilihat pada gambar 4.7 berikut:

Sumber : Data Olahan Tahun 2021


Gambar 4.7 First Order Indikator Refleksi Variabel Kinerja BUMDes

Berdasarkan gambar 4.7 di atas hasil uji validitas pada tiap indikator

konstruk yang membentuk model variabel kinerja Badan Usaha Milik Desa (ƞ1)

secara rinci tersajikan sebagaimana tabel 4.15 berikut:


185

Tabel 4.15 Uji Validitas Indikator Konstruk Variabel


Kinerja BUMDes (ƞ1)
Kode
Dimensi Loading Factor Keterangan
Indikator
EF1 0,707 Valid
EF2 0,712 Valid
Efisiensi EF3 0,562 Valid
EF4 0,720 Valid
EF5 0,519 Valid
EV1 0,625 Valid
EV2 0,783 Valid
Efektivitas EV3 0,540 Valid
EV4 0,753 Valid
EV5 0,678 Valid
KN1 0,528 Valid
KN2 0,612 Valid
Keadilan KN3 0,778 Valid
KN4 0,566 Valid
KN5 0,590 Valid
DT1 0,669 Valid
DT2 0,522 Valid
Daya Tanggap DT3 0,610 Valid
DT4 0,516 Valid
DT5 0,529 Valid
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil uji validitas indikator konstruk variabel kinerja Badan

Usaha Milik Desa sebagaimana tabel 4.15 di atas dari 20 indikator yang di uji

seluruhnya memiliki loading faktor > 0.5 atau signifikan. Sehingga dengan

demikian seluruh indikator tersebut valid dalam mengukur variabel kinerja Badan

Usaha Milik Desa. Indikator di anggap valid jika nilai dari loading faktor (Outer

loading) dari varibel memiliki nilai loading > 0,5. (Chin dalam Gozali, 2015).

Dengan demikian semua indikator untuk pada variabel laten kinerja Badan Usaha
186

Milik Desa yang digunakan dalam penelitian ini sudah valid. Dari tabel tersebut

juga nampak bahwa yang memperoleh nilai loading faktor tertinggi adalah

indikator kemampuan menyesuaikan diri (EV2) dengan nilai sebesar 0,783, dan

yang terendah adalah indikator kemampuan menyusun agenda prioritas layanan

(DT4) yaitu sebesar 0,516. Dengan demikian indikator dalam penelitian ini

dinyatakan valid atau memenuhi uji convergent validity.

Pengujian selanjutnya setelah hasil uji indikator konstruk dinyatakan valid

yaitu dilakukan uji kesesuaian model dari dimensi sebagai pembentuk model.

Secara lengkap hasil uji validitas kesesuaian model dari masing-masing dimensi

pada variabel kinerja Badan Usaha Milik Desa sebagaimana nampak pada tabel

4.16 berikut:

Tabel 4.16 Uji Validitas Kesesuaian Model Variabel Kinerja BUMDes

Validitas Validitas
Convergent Discriminant
Variabel Dimensi Ket.
Loading
AVE Cross Loading
Factor
1. Efisiensi 0,725 0,522 0,650 Valid
Kinerja 2. Efektivitas 0,779 0,564 0,681 Valid
BUMDes 3. Keadilan 0,729 0,586 0,621 Valid
4. Daya Tanggap 0,741 0,528 0,572 Valid
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan hasil uji pada tabel 4.16 di atas nampak bahwa dari empat

dimensi pembentuk model variabel kinerja Badan Usaha Milik Desa memiliki nilai

dalam kategori valid. Dari kategori nilai; loading factor dan cross loading pada

setiap dimensi semuanya memiliki nilai lebih besar dari 0,5 dan telah memenuhi

syarat validitas. Sementara untuk kategori nilai average variance extracted (AVE)

apabila nilainya lebih besar dari 0,5 dapat dikatakan bahwa konstruk menunjukkan

convergen validity yang baik. Pada tabel di atas juga dapat dilihat nilai average
187

variance extracted (AVE) empat dimensi memiliki nilai yang lebih besar dari 0,5,

sehingga menunjukkan bahwa semua konstruk tersebut convergen validity. Dengan

demikian setelah dilakukan evaluasi, diketahui telah memenuhi validitas maka

dapat disimpulkan bahwa model pengukuran sudah baik.

Setelah dilakukan uji validitas (convergent validity dan discriminant

validity) sebagaimana uraian sebelumnya, pengujian berikutnya adalah melakukan

uji reliabilitas terhadap variabel kinerja Badan Usaha Milik Desa. Pengujian

dilakukan dengan melakukan pengukuran penilaian pada dua kriteria penilaian

yaitu cronbach alpha dan composite reliability dengan hasil uji reliabilitas

kesesuaian model untuk dimensi pembentuk model pada variabel kinerja Badan

Usaha Milik Desa wirausaha yang secara lebih detail dapat dilihat pada tabel 4.17

berikut:

Tabel 4.17 Uji Reliablitas Kesesuaian Model


Variabel Kinerja BUMDes

Reliabilitas
Variabel Variabel Laten Cronbach's Composite Ket.
Alpha Reliability
Efisiensi 0,657 0,782 Reliabilitas
Kinerja Efektifitas 0,705 0,810 Reliabilitas
BUMDes Keadilan 0,598 0,755 Reliabilitas
Daya Tanggap 0,582 0,707 Reliabilitas
Sumber : Data Olahan Tahun 2021

Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa untuk semua dimensi memiliki

nilai composite reliability yang lebih besar dari 0,7 dan nilai Cronbach’s alpha ≥ 0,5

sehingga dapat dikatakan bahwa semua konstruk variabel kinerja Badan Usaha

Milik Desa yaitu; efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap memiliki

reliabilitas yang baik untuk dijadikan sebagai alat ukur. Dengan demikian setelah
188

dilakukan evaluasi, diketahui telah memenuhi validitas dan reliabilitas maka dapat

disimpulkan bahwa model pengukuran sudah baik.

4.4 Uji Hipotesis


1.4.1 Uji Hipotesis Pengaruh Kompetensi Terhadap Perilaku Wirausaha
[(ξ1) (ƞ2)]

Berdasarkan hasil pengukuran inner model kompetensi pengelola diperoleh

hasil sebagaimana digambarkan pada tabel 4.18 berikut:

Tabel 4.18 Evaluasi Pengukuran Inner Model Kompetensi


Dimensi Pembentuk Variabel Nilai
No. tstatistics P Values Kesimpulan
Kompetensi Pengelola Koefisien
1. Motivasi 0.721 12.942 0.000 Signifikan
2. Watak 0.767 15.190 0.000 Signifikan
3. Konsep Diri 0.756 15.779 0.000 Signifikan
4. Pengetahuan 0.699 12.534 0.000 Signifikan
5. Keterampilan 0.679 9.138 0.000 Signifikan
Sumber: Data Olahan. Tahun 2021

Berdasarkan tabel 4.18 di atas hasil evaluasi inner model menunjukkan

bahwa loading faktor pada first order konstruk Motivasi, Watak, Konsep Diri,

Pengetahuan, dan Ketrampilan signifikan pada 5 %, hal ini dapat dilihat pada nilai

t hitung (tstatistik) lebih besar dari ttabel yaitu 1.659, dan nilai P-Valuae berada di

bawah 0,05. Angka signifikansi, nilai t hitung (tstatistik) dan nilai ttabel beserta nilai

P-Valuae tersebut mengindikasikan bahwa konstruk kompetensi dibentuk oleh lima

dimensi yaitu; dimensi motivasi dengan koefisien pengaruh sebesar 72,1, dimensi

watak dengan koefisien pengaruh sebesar 76,7, dimensi konsep diri dengan

koefisien pengaruh sebesar 75,6, dimensi pengetahuan dengan koefisien pengaruh

sebesar 69,9, dan dimensi keterampilan dengan koefisien pengaruh sebesar 67,9.

Sementara untuk loading factor pada second order variabel kompetensi dapat

dilihat pada tabel 4.19 berikut:


189

Tabel 4.19 Evaluasi Jalur Pengaruh Model Kompetensi Terhadap


Perilaku Wirausaha

Jalur Pengaruh Nilai


tStatistic P-Value Kesimpulan
Koefisien
Kompetensi
Perilaku Wirausaha 0,572 9,309 0,000 Signifikan
[(ξ1) (ƞ2)]
Sumber: Data Olahan. Tahun 2021

Dari tabel 4.19 nampak bahwa data loading factor pada second order

dengan perolehan nilai koefisien pengaruh kompetensi terhadap perilaku wirausaha

sebesar 0,572 atau sebesar 57,2 % dan diperoleh nilai tstatistic sebesar 9,309 serta

signifikan pada taraf signifikansi α = 5 % atau 0,05. Dari tabel di atas juga nampak

nila tstatistic lebih besar dari nilai ttabel 1,659, demikian pula halnya dengan nilai P-

Value sebesar 0,000 berada pada nilai signifikansi P-Value < 0,05. Dengan

demikian untuk uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima

yang berarti bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan kompetensi terhadap

perilaku wirausaha para pengelola Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten

Gorontalo.

Hasil uji signifikan pengaruh kompetensi terhadap perilaku wirausaha para

pengelola didukung oleh hasil wawancara peneliti dengan informan NT yang

menyatakan bahwa:

“…..Para pengelola Badan Usaha Milik Desa pada umumnya memiliki


kemampuan dalam mengelola usaha, walaupun belum keseluruhan
pengelola memilik kemampuan manajerial. Pada awal gencar-gencarnya
pendirian BUMDes di seluruh tanah air sebagai implementasi dari Undang-
undang Nomor 6 Tahun 2014 pada pasal 87 ayat (1) sebahagian besar
pengelola belum memiliki kemampuan manajerial, namun setelah diberikan
bimbingan dan pelatihan dari pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa kemampuan pengelola mulai memberikan dampak pada
perkembangan usaha. Disamping memberikan bimbingan dan pelatihan
pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa juga memberikan
190

pendampingan kepada seluruh pengelola BUMDes dengan menunjuk ahli


sebagai pendamping. Dengan bimbingan dan pelatihan serta pendampingan
yang diberikan telah memberikan dampak pada sikap dan perilaku pengelola
terutama dalam hal perilaku untuk berwirausaha” (03/02/2021).

Pernyataan di atas tidak berbeda jauh dengan yang disampaikan informan

AP sebagaimana berikut:

“…..Upaya pendirian BUMDes disetiap desa dimulai sejak dikeluarkannya


Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 yang disusul dengan Permendes
nomor 4 Tahun 2015 pada pasal 2 tentang pembentukan lembaga ekonomi
pedesaan dalam bentuk BUMDes. Pada awal pendirian BUMDes
sebahagian pengelola belum kemampuan manajerial dalam mengelola dan
mengembangkan usaha. Sebahagian pengelola menganggap bahwa system
pengelolaan BUMDes sama dengan sistem berlaku di Koperasi Unit Desa,
bahkan ada pengelola yang beranggapan bahwa organisasi BUMDes adalah
lembaga usaha yang berdiri sendiri tanpa perlu pengawasan dari pemerintah.
Tahun 2015 pertama kali implementasi peraturan ini di Kabupaten
Gorontali BUMDes yang berdiri baru 4, tahun berikutnya berkembang
menjadi 26 hingga tahun 2018 seluruh desa sudah berdiri 191 BUMDes.
Benar apa yang dikatakan oleh informan NT bahwa diawal pembentukan
sebahagian besar pengelola belum memiliki kemampuan manajerial dalam
mengelola. Setelah semua BUMDes terbentuk pihak Dinas melakukan
berupa bimbingan dan pelatihan kepada semua pengelola, disamping itu
kami juga membentuk dan menunjuk tim ahli untuk melakukan
pendampingan.” (03/02/2021).

Sama halnya dengan pernyataan yang disampaikan oleh informan JI bahwa:

“…..Awal dibentuknya BUMDes di setiap desa se Kabupaten Gorontalo


sebahagian besar pengelola menganggap bahwa manajemen sisten yang
berlaku di BUMDes sama dengan Koperasi Unit Desa. Demikian juga
halnya dengan kemampuan manajerial pengelola umunya masih terbatas
namun berkat bimbingan dan pelatihan yang diberikan oleh pihak Dinas
lambat laun mulai menunjukkan adanya perubahan. Bimbingan dan
pelatihan yang kami berikan diarahkan pada pengembangan usaha berupa
bagaimana memanfaatkan potensi desa menjadi bagian dari usaha
BUMDes. Dalam menjalankan usahanya selain mendapatkan bimbingan
dan pelatihan pengelola juga didampingi tim ahli yang ditunjuk untuk
melakukan pendampingan terutama dalam hal pengembangan usaha dan
pengelolaan keuangan BUMDes. Setelah diberikan bimbingan dan
pelatihan serta pendampingan yang sampai dengan saat ini masih berjalan
memberikan pengaruh pada perubahan perilaku wirausaha pengelola berupa
perubahan dalam hal kemampuan manajerial. Artinya dengan adanya
pemberian bimbingan dan pelatihan pengelola sudah memiliki kemampuan
191

untuk mengelola BUMDes dengan memanfaatkan potensi desa sebagai


modal dalam pengembangan usaha. Berdasarkan pengamatan dan hasil
evaluasi yang dilakukan oleh pihak Dinas bimbingan dan pelatihan serta
pendampingan yang selama ini diberikan telah memberikan pengaruh pada
perubahan perilaku pengelola. Pengaruh perubahan itu Nampak pada
kemampuan pengelola dalam memanaj usaha dengan memanfaatkan
potensi desa juga kemampuan dalam mengelola keuangan BUMDes”
(03/02/2021).

Pernyataan di atas tidak berbeda jauh dengan yang disampaikan oleh

informan YK bahwa:

“…..Pertama kali BUMDes dibentuk di Kabupaten Gorontalo sebahagian


besar pengelolanya tidak memiliki kemampuan manajerial dalam
pengelolaan usaha. Pengelola terkadang bingung jenis usaha apa yang akan
dijalankan dalam mengelola dan mengembangkan BUMDes. Jika dilihat
dari motivasi, watak dan konsep diri sebahagian besar punya kemauan untuk
mengembangkan usaha, namun terbatas pada pengetahuan dan ketrampilan.
Hal inilah yang menjadi dasar kami untuk memberikan bimbingan dan
pelatihan kepada pengelola. Bimbingan dan pelatihan yang diberikan
berupa manajemen usaha BUMDes yaitu tentang bagaimana menciptakan
jenis usaha yang akan dijalankan dengan memanfaatkan potensi desa yang
dimiliki. Tak lupa pula kami memberikan bimbingan dan pelatihan dalam
pengelolaan keuangan terutama dalam hal penggunaan penyertaan dana
desa mulai dari pencatatan penerimaan sampai dengan pengeluaran serta
bagaimana pembuatan laporan pertanggung jawabannya” (03/02/2021).

Pernyataan dari para responden di atas mendapat dukungan dari informan

FL sebagaimana berikut:

“…..Pada awal pendirian BUMDes di Desa Ayuhula pengelola bahkan


masyarakat sebagian besar beranggapan bahwa sistem pengelolaan
BUMDes sama dengan yang berlaku di Koperasi Unita Desa. Kami sebagai
pengelola pada awalnya mendapatkan kesulitan bagaimana menjalankan
usaha dan bagaimana mengelola dana penyertaaan yang bersumber dari
dana desa. Kemampuan kami dalam pengelolaan usaha agak terbatas
apalagi lembaga ini bentuknya badan usaha milik desa, secara otomatis
beban tanggung jawab keberlangsungan usaha BUMDes ini ada dipundak
kami. Pengetahuan kami akan pengelolaan badan usaha terutama dalam hal
pengelolaan keuangan terbatas ditambah lagi bagaimana memanfaatkan dan
mengelola potensi desa untuk dijadikan sebagai usaha BUMDes. Namun
berkat bimbingan dan pelatihan yang diberikan oleh pihak Dinas
Pemberdayaan dan Masyarakat Desa telah memberi pengaruh pada
kemampuan kami dalam mengelola BUMDes. Melalui bimbingan dan
192

pelatihan juga kami mendapatkan pengetahuan bagaimana mengelola


keuangan terutama dana penyertaan yang bersumber dari dana desa serta
bagaimana memanfaatkan potensi desa untuk dijadikan sebagai unit usaha
BUMDes. Disamping itu pihak Dinas melakukan pendampingan dengan
menunjuk tim ahli untuk keberlangsungan pengelolaan dan pengembangan
BUMDes” (15/03/2021).

Pernyataan yang sama disampaikan oleh informan NS sebagaimana berikut:

“…..Saat pendirian BUMDes di Desa Sidomulyo pada awalnya kami


menganggap bahwa sitemnya sama dengan pengelolaan Koperasi Unit
Desa, namun berkat arahan dari pihak Dinas anggapan tersebut tidak ada
lagi. Berikut masalah kemampuan manajerial pengelolaan badan usaha
sebahagian pengelola masih terbatas, sehingga pada tahun pertama jalannya
usaha BUMDes belum memberikan kontribusi yang berarti bagi
masyarakat. Seiring berjalannya waktu setelah BUMDes telah didirikan di
semua desa di Kabupaten Gorontalo pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat
Desa melakukan bimbingan dan pelatihan bagi pengelola. Bimbingan dan
pelatihan yang diberikan berupa manajemen pengelolaan badan usaha
tentang bagaimana menciptakan unit usaha dengan memanfaatkan potensi
desa. Disamping itu kami para pengelola diberikan bimbingan dan pelatihan
tentang pengelolaan keuangan BUMDes berupa pencatatan penerimaan dan
pengeluaran serta pembuatan laporan pertanggung jawaban. Bimbingan dan
pelatihan bukan saja diberikan pada saat pelatihan namun pihak Dinas
melakukan pendampingan dengan menunjuk tim ahli demi keberlangsungan
pengelolaan dan pengembangan usaha BUMDes. Berkat bimbingan dan
pelatihan yang diberikan oleh pihak Dinas serta pendampingan tim ahli
BUMDes saat ini sudah menunjukkan perkembangan hal ini dibuktikan
dengan unit usaha yang pada awalnya hanya dua kini sudah berkembang
menjadi empat” (16/03/2021).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden di atas nampak adanya

pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi dengan penerapan

pengetahuan yang diberikan oleh pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

kepada para pengelola BUMDes terhadap perilaku wirausaha pengelola. Upaya

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dalam memberikan pengetahuan

kepada pengelola BUMDes menunjukkan adanya perubahan dalam perilaku

wirausaha pengelola walaupun hasilnya belum terlalu maksimal. Jika dilihat dan

ditelaah lebih lanjut adanya perkembangan usaha BUMDes ini tak lepas dari upaya
193

untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan serta kegigihan pengelola untuk

mau belajar dan mengembangkan usaha. Bimbingan dan pelatihan serta

pendampingan yang diberikan memberi dampak pada perubahan perilaku

wirausaha pengelola yang mampu memanfaatkan potensi desa serta kemampuan

dalam hal pengelolaan keuangan.

1.4.2 Uji Hipotesis Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Badan Usaha


Milik Desa (BUMDes) [(ξ1) (ƞ1)]

Hasil uji hipotesis untuk loading factor pada jalur second order dari variabel

kompetensi terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa dapat dilihat pada tabel 4.20

berikut:

Tabel 4.20 Evaluasi Jalur Pengaruh Model Kompetensi Terhadap Kinerja


Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Jalur Pengaruh Nilai


tStatistic P-Value Kesimpulan
Koefisien
Kompetensi Pengelola
Kinerja Badan Usaha Milik Desa 0,200 2,272 0,024 Signifikan
[(ξ1) (ƞ1)]
Sumber: Data Olahan. Tahun 2021

Dari tabel 4.20 nampak bahwa data loading factor pada second order

dengan perolehan nilai koefisien pengaruh kompetensi terhadap kinerja Badan

Usaha Milik Desa sebesar 0,200 atau sebesar 20 % dan diperoleh nilai tstatistic

sebesar 2.272 serta signifikan pada taraf signifikansi α = 5 % atau 0,05. Dari tabel

di atas juga nampak nila tstatistic lebih besar dari nilai ttabel 1,659, demikian pula

halnya dengan nilai P-Value sebesar 0,024 berada pada nilai signifikansi P-Value

< 0,05. Dengan demikian untuk uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak

dan H1 diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan
194

kompetensi pengelola terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di

Kabupaten Gorontalo.

Hasil uji signifikan pengaruh kompetensi terhadap kinerja Badan Usaha

Milik Desa didukung oleh hasil wawancara peneliti dengan informan NT yang

menyatakan bahwa:

“…..Setelah dilakukan bimbingan dan pelatihan kepada para pengelola


selain memberikan pengaruh pada perilaku wirausaha pengelola, pada
umum juga telah memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja usaha
BUMDes. Hal tersebut dapat dilihat pada jenis usaha yang pada awalnya
baru satu atau dua unit usaha saat ini rata-rata telah memiliki lebih dari tiga
unit usaha, walaupun masih ada sebahagian belum menunjukkan adanya
perkembangannya bahkan ada BUMDes yang belum atau tidak jalan.
Perkembangan kinerja usaha dapat dilihat dari klasifikasi dimana dari 191
yang sudah ada di Kabupaten Gorontalo terdapat 6 berada pada klasifikasi
maju, 22 berada pada klasifikasi berkembang, 109 berada pada klasifikasi
tumbuh, dan sebanyak 54 berada pada klasifikasi dasar. Dari hasil ini
menunjukkan bahwa kompetensi pengelola dapat dikatakan adanya
peningkatan setelah melalui bimbingan dan pelatihan dan dapat
memberikan pengaruh pada kinerja BUMDes” (03/02/2021).

Senada dengan pernyataan informan NT, informan AP memberikan

pernyataan sebagai berikut:

“…..Bimbingan dan pelatihan yang diberikan serta pendampingan oleh tim


ahli tidak lain tujuannya adalah untuk menjadikan BUMDes dapat
berkembang dan dapat mengangkat perekonomian di Desa. Lewat
bimbingan dan pelatihan dalam upaya peningkatan kompetensi pengelola
dalam memajukan kinerja usaha BUMDes dapat dicapai. Capaian kinerja
saat ini berdasarkan hasil evaluasi kinerja nampak pada pengklasifikasian
yaitu dari 191 BUMDes yang telah didirikan terdapat 6 berada pada
klasifikasi maju, 22 berada pada klasifikasi berkembang, 109 berada pada
klasifikasi tumbuh, dan 54 berada pada klasifikasi dasar. Upaya untuk
meningkatkan klasifikasi ini masih tetap dilakukan terhadap BUMDes
lainnya meskipun kondisi dan situasi saat ini masih diperhadapkan pada
mengatasi masalah pandemi Covid-19” (03/02/2021).

Pernyataan yang sama dikemukakan informan YK bahwa:

“…..Kinerja usaha BUMDes menunjukkan adanya perkembangan setelah


adanya pemberian bimbingan dan pelatihan kepada pengelola. Bimbingan
195

dan pelatihan yang diberikan berupa peningkatan kompetensi terutama


dalam hal kemampuan manajerial pengelola, juga tentang bagaimana
menentukan jenis usaha apa yang sesuai dengan kondisi dan potensi desa.
Berkat bimbingan dan pelatihan ini pula memberikan pengaruh pada
peningkatan kinerja usaha yang ditandai dengan adanya BUMDes 6 berada
pada klasifikasi maju, 22 berada pada klasifikasi berkembang, 109 berada
pada klasifikasi tumbuh, dan 54 berada pada klasifikasi dasar. Peningkatan
kinerja BUMDes dapa dilihat dari bertambahnya dan perkembangan unit
usaha dari yang pada awal pendirian satu atau dua unit usaha bertambah
menjadi tiga sampai dengan empat unit usaha” (03/02/2021).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan EP memberikan

pernyataan serupa sebagaimana berikut:

“…..Awal kami ditugaskan sebagai tim ahli pendamping BUMDes


kompetensi pengelola dalam mengelola usaha umumnya masih terbatas.
Namun berkat bimbingan dan pelatihan oleh pihak Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa serta pendampingan yang kami lakukan kemampuan
manajerial pengelola mulai memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja
usaha BUMDes. Peningkatan kinerja usaha berdasarkan evaluasi kinerja
ditandai dengan hasil capaian dari pengklasifikasian dimana dari 191 yang
sudah ada di Kabupaten Gorontalo terdapat 6 berada pada klasifikasi maju,
22 berada pada klasifikasi berkembang, 109 berada pada klasifikasi tumbuh,
dan sebanyak 54 berada pada klasifikasi dasar. Upaya pendampingan
sampai dengan saat ini masih tetap kami lakukan, hal ini dimaksudkan agar
usaha yang dijalankan BUMDes tetap bertahan meskipun diperhadapkan
dengan situasi masa pandemic covid-19 yang turut memberi dampak pada
sektor ekonomi” (08/02/2021).

Hasil wawancara dengan para informan kunci di atas mendapat dukungan

dari pernyataan informan SU sebagaimana berikut:

“…..Kompetensi pengelola terutama dalam hal manajerial suatu usaha yang


berbentuk badan usaha diawal pembentukan BUMDes pengetahuan
pengelola masih terbatas. Setelah kami mendapatkan bimbingan dan
pelatihan serta pendampingan kapasitas kemampuan manajerial pengelola
mulai ada perubahan. Perubahan terjadi pada unit usaha yang pada awal
pendirian baru memiliki satu unit usaha saat ini sudah memiliki tiga unit
usaha. Akibat dari perubahan ini menjadikan BUMDes yang kami Kelola
masuk pada klasifikasi berkembang sesuai dengan evaluasi dan penilaian
dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Kami berharap agar
bimbingan dan pelatihan serta pendampingan yang dilaksanakan selama ini
tetap dilakukan mengingat hal ini sangat memberi pengaruh pada
196

kompetensi kami sebagai pengelola dalam meningkatkan kinerja usaha


BUMDes” (17/03/2021).

Demikian juga halnya dengan pernyataan yang disampaikan oleh informan

MAY bahwa:

“…..Kompetensi pengelola sangat memberi pengaruh pada peningkatan


kinerja usaha yang menjadikan BUMDes yang kami kelola saat masuk pada
klasifikasi berkembang. Peningkatan kinerja usaha berkat adanya
pemberian bimbingan dan pelatihan serta pendampingan yang dilakukan
oleh pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa kepada pengelola
terutama dalam hal pengetahuan mengelola suatu usaha yang berbentuk
badan usaha. Dari bimbingan dan pelatihan kami mendapatkan pengetahuan
tentang bagaimana mengelola usaha dengan memanfaatkan potensi yang
ada di desa. Melalui bimbingan dan pelatihan juga kami memperoleh
pengetahuan tentang pengelolaan keuangan serta bagaimana membuat
laporan pertanggung jawaban. Mengingat kondisi dan situasi saat ini yang
lagi dilanda pandemic covid-19 kami berharap program bimbingan dan
pelatihan serta pendampingan masih tetap dijalankan terutama bagaimana
menjalankan dan mengembangkan usaha serta menghadapi tantangan
disituasi seperti saat ini” (17/03/2021).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden di atas baik dari pihak

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, tim ahli pendamping maupun

pengelola nampak adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi

pengelola dengan kinerja usaha BUMDes. Peningkatan kinerja usaha tak lepas dari

upaya Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa memberikan pengetahuan dan

ketrampilan untuk peningkatan kompetensi pengelola BUMDes walaupun hasilnya

belum terlalu maksimal dalam pengembangan usaha. Bimbingan dan pelatihan

serta pendampingan yang diberikan masih tetap diperlukan mengingat hal ini

memberi dampak pada kompetensi pengelola guna peningkatan kinerja usaha

BUMDes.
197

4.4.3 Uji Hipotesis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku


Wirausaha [(ξ2) (ƞ2)]

Berdasarkan hasil pengukuran inner model budaya organisasi diperoleh

hasil sebagaimana digambarkan pada tabel 4.21 berikut:

Tabel 4.21 Evaluasi Pengukuran Inner Model Budaya Organisasi

Dimensi Pembentuk Variabel Nilai


No. tStatistic P Values Kesimpulan
Budaya Organisasi Koefisien
1. Keterlibatan 0.763 16.020 0.000 signifikan
2. Konsistensi 0.682 11.363 0.000 signifikan
3. Adabtabilitas 0.825 21.186 0.000 signifikan
4. Misi 0.749 14.636 0.000 signifikan
Sumber: Data Olahan. Tahun 2021

Berdasarkan tabel 4.21 di atas hasil evaluasi inner model menunjukkan

bahwa loading faktor pada first order konstruk Keterlibatan, Konsistensi,

Adaptabilitas, dan Misi signifikan pada 5 %, hal ini dapat dilihat pada nilai

t hitung (tstatistik) lebih besar dari ttabel yaitu 1.659, dan nilai P-Valuae berada di

bawah 0,05. Angka signifikansi, nilai t hitung ( tstatistik) dan nilai ttabel beserta nilai

P-Valuae tersebut mengindikasikan bahwa konstruk budaya organisasi dibentuk

oleh empat dimensi yaitu; dimensi keterlibatan dengan koefisien pengaruh sebesar

76,3, dimensi konsistensi dengan koefisien pengaruh sebesar 68,2, dimensi

adaptabilitas dengan koefisien pengaruh sebesar 82,5, dan dimensi misi dengan

koefisien pengaruh sebesar 74,9. Sementara untuk loading factor pada second order

variabel budaya organisasi dapat dilihat pada tabel 4.22 berikut:


198

Tabel 4.22 Evaluasi Jalur Pengaruh Model Budaya Organisasi


Terhadap Perilaku Wirausaha BUMDes

Jalur Pengaruh Nilai


tStatistic P-Value Kesimpulan
Koefisien
Budaya Organisasi
Perilaku Wirausaha BUMDes 0,292 4,187 0,000 Signifikan
[(ξ 2) (ƞ2)]
Sumber: Data Olahan. Tahun 2021

Dari tabel 4.22 nampak bahwa data loading factor pada second order

dengan perolehan nilai koefisien pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku

wirausaha pengelola BUMDes sebesar 0,292 atau sebesar 29,2 % dan diperoleh

nilai tstatistic sebesar 4.187 serta signifikan pada taraf signifikansi α = 5 % atau 0,05.

Dari tabel di atas juga nampak nila tstatistic lebih besar dari nilai ttabel 1,659,

demikian pula halnya dengan nilai P-Value sebesar 0,000 berada pada nilai

signifikansi P-Value < 0,05. Dengan demikian untuk uji hipotesis dapat

disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti bahwa terdapat

pengaruh yang positif dan signifikan budaya organisasi terhadap perilaku wirausaha

pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

Hasil uji positif dan signifikan pengaruh budaya organisasi terhadap

perilaku wirausaha Badan Usaha Milik Desa didukung oleh hasil wawancara

peneliti dengan informan NT yang menyatakan bahwa:

“…..Budaya organisasi merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam


organisasi, sebab dengan budaya akan menciptakan suatu sistem dan
mekanisme serta sebagai penciri dari organisasi. Saat ini budaya organisasi
yang ada pada sebahagian BUMDes di Kabupaten Gorontalo mulai
terbangun, hal ini nampak dari adanya keterlibatan dan kerja sama pengelola
secara konsisten dalam menjalankan dan mengembangkan usaha.
Sebahagian besar pengelola umumnya mulai mampu beradaptasi dengan
suasana kerja dan kondisi lingkungan terutama dalam hal pelayanan
kebutuhan masyarakat dalam mengemban misi dan tujuan didirikannya
BUMDes. Terbangunnya budaya organisasi antara sesama pengelola secara
199

tidak langsung turut memberikan dampak pada sikap dan perilaku


wirausaha pengelola untuk mengembangkan sistem pelayanan, jenis usaha
yang berbasis kebutuhan masyarakat BUMDes” (03/03/2021).

Pernyataan di atas didukung oleh informan AP memberikan pernyataan

sebagai berikut:

”…..Dilihat dari segi budaya organisasi pengelolaan BUMDes umumnya


sudah memberikan dampak terhadap sikap dan perilaku wirausaha
pengelola, hal ini dapat dilihat dari adanya keterlibatan dan kemampuan
mereka bekerja sama dalam mengembangkan usaha. Pengelola juga
sebahagian besar mampu beradaptasi dengan suasana kerja dan kondisi
lingkungan usaha baik dalam hal pelayanan kebutuhan pelanggan maupun
kemampuan dalam hal memanfaatkan potensi desa untuk dikembangkan
dan dijadikan sebagai modal usaha BUMDes. Konsistensi pengelola dalam
mengemban misi juga memberikan dampak pada perilaku wirausaha dan
pengembangan usaha BUMDes” (03/02/2021).

Pernyataan yang sama dikemukakan oleh informan YK bahwa:

“…..Budaya organisasi pada pengelolaan BUMDes saat ini mulai terbangun


hal ini ditunjukkan dengan adanya kerja sama antar pengelola yang ikut
terlibat dalam pengelolaan usaha. Masing-masing pengelola membagi tugas
dan tanggung jawabnya dan saling melakukan koordinasi dan musyawarah
pada setiap pengambilan keputusan. Kemampuan beradaptasi pengelola
baik dengan lingkungan kerja maupun lingkungan tempat usaha cukup baik.
Hal ini dapat dilihat selain dari kerja sama dalam mengelola usaha juga
nampak dalam kemampuan memahami dan memenuhi serta melayani
kebutuhan masyarakat. Pengelola juga dengan konsisten menjalankan
budaya kerja yang mulai terbangun sebagai ciri khas organisasi. Demikian
pula halnya dengan misi organisasi, pengelola dengan penuh kesadaran
menjalankan dan mengembangkan usaha BUMDes. Semua upaya tersebut
memberi dampak pengaruh pada perilaku wirausaha pengelola meskipun
ada sebahagian BUMDes pengelolanya belum sepenuhnya dapat
mewujudkan dan menciptakan budaya organisasi sebagaimana diuraikan
sebelumnya” (03/02/2021).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan EP memberikan

pernyataan serupa sebagaimana berikut:

“…..Memperhatikan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku


wirausaha pengelola BUMDes sampai dengan saat ini pada umumnya mulai
memberikan dampak yang cukup berarti. Hal ini terlihat dari keterlibatan
dan konsistensi pengelola pada sebahagian BUMDes yang ikut aktif dalam
200

pengelolaan usaha yang sedang dijalankan. Demikian juga halnya dengan


kemampuan beradaptasi pengelola dalam menjalankan misi BUMDes baik
dalam melayani maupun memenuhi kebutuhan masyarakat. Meskipun
demikian masih ada juga sebahagian BUMDes yang pengelolanya belum
dapat membangun atau menciptakan budaya organisasi dengan baik.
Terkadang ditemukan beberapa BUMDes yang pengelolaannya hanya
dilakukan oleh ketua dan bendahara sedangkan pengelola lainnya kurang
aktif bahkan tidak pernah aktif. Kondisi pengelolaan seperti ini membuat
BUMDes kurang berkembang hal tersebut dapat dilihat dari unit usaha yang
dikelola tidak pernah menunjukkan perkembangan baik dari segi jumlah
unit usaha maupun memberikan keuntungan pada pendapatan usaha.
Terdapat sebahagian BUMDes yang pengelolanya hanya berperan sebagai
penyalur atau perantara antara distributor dan konsumen. Pengelola juga
kurang memiliki inovasi dalam mengembangkan usaha terutama memanfaat
potensi yang ada di desa sebagai upaya untuk memajukan unit usaha
BUMDes. Hal ini nampak pada unit usaha sebahagian BUMDes hanya
mengikuti usaha yang dikelola oleh BUMDes lainnya yang dianggap
banyak diminati oleh masyarakat disekitarnya. Belum terbangunnya budaya
organisasi pada sebahagian BUMDes diakibatkan kurangnya inovasi
sehingga berpengaruh pada perilaku wirausaha pengelola sebagaimana
diuraikan sebelumnya” (08/02/2021).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden di atas baik dari pihak

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, tim ahli pendamping maupun

pengelola nampak adanya pengaruh yang posisitif dan signifikan budaya organisasi

terhadap perilaku wirausaha pengelola BUMDes. Pengaruh ini tak lepas dari upaya

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dalam memberikan pengetahuan dan

ketrampilan untuk pengelolaan BUMDes walaupun hasilnya belum terlalu

memberikan hasil yang maksimal dalam pengembangan usaha.

4.4.4 Uji Hipotesis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Badan


Usaha Milik Desa (BUMDes) [(ξ2) (ƞ1)]

Hasil uji hipotesis untuk loading factor pada jalur second order dari variabel

budaya organisasi terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa dapat dilihat pada tabel

4.23 berikut:
201

Tabel 4.23 Evaluasi Jalur Pengaruh Model Budaya Organisasi


Terhadap Kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Jalur Pengaruh Nilai


tStatistic P-Value Kesimpulan
Koefisien
Budaya Organisasi
Kinerja Badan Usaha Milik Desa 0,343 4.686 0,000 Signifikan
[(ξ2) (ƞ1)]
Sumber: Data Olahan. Tahun 2021

Dari tabel 4.23 nampak bahwa data loading factor pada second order

dengan perolehan nilai koefisien pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja

Badan Usaha Milik Desa sebesar 0,343 atau sebesar 34,3 % dan diperoleh nilai

tstatistic sebesar 4.686 serta signifikan pada taraf signifikansi α = 5 % atau 0,05. Dari

tabel di atas juga nampak nila tstatistic lebih besar dari nilai ttabel 1,659, demikian

pula halnya dengan nilai P-Value sebesar 0,000 berada pada nilai signifikansi P-

Value < 0,05. Dengan demikian untuk uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa H0

ditolak dan H1 diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang positif dan

signifikan budaya organisasi terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

di Kabupaten Gorontalo.

Hasil uji signifikan pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja Badan

Usaha Milik Desa didukung oleh hasil wawancara peneliti dengan informan NT

yang menyatakan bahwa:

“…..Budaya organisasi yang mulai terbangun pada sebahagian BUMDes


saat ini selain memberikan dampak pada sikap perilaku wirausaha juga telah
memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja usaha BUMDes. Hal
tersebut dapat dilihat pada jenis usaha yang pada awalnya baru satu atau dua
unit usaha saat ini rata-rata telah memiliki lebih dari tiga unit usaha,
walaupun masih ada sebahagian belum menunjukkan adanya
perkembangannya bahkan ada BUMDes yang belum atau tidak jalan.
Perkembangan kinerja usaha dapat dilihat dari klasifikasi dimana dari 191
yang sudah ada di Kabupaten Gorontalo terdapat 6 berada pada klasifikasi
maju, 22 berada pada klasifikasi berkembang, 109 berada pada klasifikasi
202

tumbuh, dan sebanyak 54 berada pada klasifikasi dasar. Dari hasil ini
menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat dikatakan menunjukkan
adanya perkembangan dan mulai terbangun. Hal ini selain nampak dari
pengaruhnya terhadap perilaku wirausaha pengelola juga dapat dilihat dari
adanya pengaruhnya terhadap pada kinerja BUMDes” (03/02/2021).

Senada dengan pernyataan informan NT, informan AP memberikan

pernyataan sebagai berikut:

“…..Dengan mulai terbangunnya budaya organisasi pada sebahagian


BUMDes selain memberikan dampak pada perilaku wirausaha pengelola
juga dapat memberikan pengaruh pada kinerja BUMDes. Hal ini dapat
dilihat dari hasil capaian kinerja saat ini berdasarkan hasil evaluasi kinerja
nampak pada pengklasifikasian yaitu dari 191 BUMDes yang telah
didirikan terdapat 6 berada pada klasifikasi maju, 22 berada pada klasifikasi
berkembang, 109 berada pada klasifikasi tumbuh, dan 54 berada pada
klasifikasi dasar. Upaya untuk meningkatkan kinerja dan klasifikasi ini
masih tetap dilakukan terhadap BUMDes lainnya salah satunya dengan
membangun budaya organisasi pada pengelola” (03/02/2021).

Pernyataan yang sama dikemukakan oleh informan YK bahwa:

“…..Kinerja usaha BUMDes menunjukkan adanya perkembangan hal ini


dipengaruhi oleh mulai terbangunnya budaya organisasi yang ditandai
dengan keterlibatan dan kerja sama pengelola yang dengan konsisten
menjalankan misi untuk peningkatan pendapatan. Kemampuan beradaptasi
pengelola baik dengan lingkungan organisasi maupun dengan lingkungan
luar organisasi juga turut mempengaruhi kinerja BUMDes dari segi budaya
organisasi. Berkat budaya organisasi yang mulai terbangun ini pula
memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja usaha yang ditandai dengan
adanya BUMDes 6 berada pada klasifikasi maju, 22 berada pada klasifikasi
berkembang, 109 berada pada klasifikasi tumbuh, dan 54 berada pada
klasifikasi dasar. Meskipun masih terdapat sebahagian BUMDes yang
pengelolanya belum mampu membangun budaya organisasi sebagai penciri
dari organisasinya. Peningkatan kinerja BUMDes dapa dilihat dari
bertambahnya dan perkembangan unit usaha dari yang pada awal pendirian
satu atau dua unit usaha bertambah menjadi tiga sampai dengan empat unit
usaha sebagaiman diuraikan sebelumnya” (03/02/2021).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan EP yang

memberikan pernyataan serupa sebagaimana berikut:

“…..Budaya organisasi pengelola saat ini mulai terbangun dan sudah


memberikan dampak pengaruh pada peningkatan kinerja BUMDes.
203

Berbeda dengan saat pertama kali BUMDes didirikan dan kami ditugaskan
sebagai tim ahli pendamping, budaya organisasi pada pengelola belum
terbangun. Kerja sama pengelola yang ditunjuk mengelola BUMDes belum
terbangun hal ini dapat dilihat pada keterlibatan dan konsistensi pengelola
dalam pengelolaan usaha. Dari segi adaptabilitas pengelola dalam
menjalankan misi belum mampu menyesuaikan dengan lingkungan
organisasi maupun lingkungan di luar organisasi. Namun berkat bimbingan
dan pelatihan oleh pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa serta
pendampingan yang kami lakukan budaya organisasi pada para pengelola
mulai memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja usaha BUMDes.
Peningkatan kinerja usaha berdasarkan evaluasi kinerja ditandai dengan
hasil capaian dari pengklasifikasian dimana dari 191 yang sudah ada di
Kabupaten Gorontalo terdapat 6 berada pada klasifikasi maju, 22 berada
pada klasifikasi berkembang, 109 berada pada klasifikasi tumbuh, dan
sebanyak 54 berada pada klasifikasi dasar. Upaya pendampingan sampai
dengan saat ini masih tetap kami lakukan, hal ini dimaksudkan agar usaha
capaian kinerja dapat dipertahankan sekaligus mendorong BUMDes lainnya
dapat mencapai tingkatan klasifikasi tertinggi sebagaimana yang telah diraih
oleh sebahagian BUMDes” (08/02/2021).

Pernyataan yang sama disampaikan oleh informan NS sebagaimana berikut:

“…..Pada tahap awal pendirian BUMDes di Desa Sidomulyo budaya


organisasi belum terbangun. Keterlibatan dan konsistensi pengelola dalam
pengelolaan usaha belum sepenuhnya terbangun. Demikian juga halnya
dengan adaptabilitas sebahagian BUMDes pengelolanya belum dapat
beradaptasi baik dengan lingkungan organisasi maupun lingkungan luar
organisasi. Sebahagian BUMDes pengelolanya belum dapat menentukan
dan menetapkan jenis usaha yang akan dikelola sebagai penciri dari
organisasi. Namun berkat bimbingan dan pelatihan oleh pihak Dinas
Pemberdayaan Masyarakat Desa serta pendampingan oleh tim ahli selama
ini kemampuan kami dalam mengemban misi BUMDes budaya organisasi
mulai terbangun. Berkat bimbingan dan pelatihan yang diberikan oleh pihak
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa serta pendampingan tim ahli
BUMDes yang kami kelola saat ini sudah menunjukkan perkembangan
kinerja usaha, hal ini dibuktikan dengan bertambahnya unit usaha yang pada
awalnya hanya dua kini sudah berkembang menjadi empat” (16/03/2021).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden di atas baik dari pihak

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, tim ahli pendamping maupun

pengelola nampak adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara budaya

organisasi dengan peningkatan kinerja usaha BUMDes. Pengaruh ini tak lepas dari
204

upaya Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa memberikan pengetahuan dan

ketrampilan untuk dalam pengelolaan BUMDes walaupun hasilnya belum terlalu

memberikan hasil yang maksimal dalam pengembangan usaha.

4.4.5 Uji Hipotesis Pengaruh Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Badan


Usaha Milik Desa (BUMDes) [(ƞ2) (ƞ1)]

Berdasarkan hasil pengukuran inner model perilaku wirausaha diperoleh

hasil sebagaimana digambarkan pada tabel 4.24 berikut:

Tabel 4.24 Evaluasi Pengukuran Inner Model Perilaku Wirausaha

Dimensi Pembentuk Variabel Nilai


No. tstatistics P Values Kesimpulan
Perilaku Wirausaha Koefisien
1. Mengumpulkan Informasi 0.763 17.760 0.000 Signifikan
2. Mengidentifikasi Peluang 0.747 18.935 0.000 Signifikan
3. Menangani Resiko 0.785 21.206 0.000 Signifikan
4. Membangun Relasi Jaringan 0.676 11.173 0.000 Signifikan
Membuat Keputusan Di bawah
5. 0.698 12.586 0.000 Signifikan
Ketidak Pastian
6. Belajar Dari Pengalaman 0.741 17.217 0.000 Signifikan
Sumber: Data Olahan. Tahun 2021

Berdasarkan tabel 4.24 di atas hasil evaluasi inner model menunjukkan

bahwa loading faktor pada first order konstruk Mengumpulkan Informasi,

Mengidentifikasi Peluang, Menangani Resiko, Membangun Relasi Jaringan,

Membuat Keputusan Di Bawah Ketidak Pastian dan Belajar dari Pengalaman

signifikan pada 5 %, hal ini dapat dilihat pada nilai t hitung ( tstatistik) lebih besar dari

ttabel yaitu 1.659, dan nilai P-Valuae berada di bawah 0,05. Angka signifikansi, nilai

t hitung (tstatistik) dan nilai ttabel beserta nilai P-Valuae tersebut mengindikasikan

bahwa konstruk perilaku wirausaha dibentuk oleh enam dimensi yaitu; dimensi

mengumpulkan informasi dengan koefisien pengaruh sebesar 72,1, dimensi

mengidentifikasi peluang dengan koefisien pengaruh sebesar 74,7, dimensi


205

menangani resiko dengan koefisien pengaruh sebesar 78,5, dimensi membangun

relasi jaringan dengan koefisien pengaruh sebesar 67,6, dimensi membuat

keputusan di bawah ketidak pastian koefisien pengaruh sebesar 69,8 dan dimensi

belajar dari pengalaman dengan koefisien pengaruh sebesar 74,1. Sementara untuk

loading factor pada second order variael perilaku wirausaha dapat dilihat pada tabel

4.25 berikut:

Tabel 4.25 Evaluasi Jalur Pengaruh Model Perilaku Wirausaha


Terhadap Kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Jalur Pengaruh Nilai
tStatistic P-Value Kesimpulan
Koefisien
Perilaku Wirausaha
Kinerja Badan Usaha Milik Desa 0.349 3.750 0.000 Signifikan
[(ƞ2) (ƞ1)]
Sumber: Data Olahan. Tahun 2021

Dari tabel 4.25 nampak bahwa data loading factor pada second order

dengan perolehan nilai koefisien pengaruh perilaku wirausaha terhadap kinerja

Badan Usaha Milik Desa sebesar 0,349 atau sebesar 34,9 % dan diperoleh nilai

tstatistic sebesar 3,750 serta signifikan pada taraf signifikansi α = 5 % atau 0,05. Dari

tabel di atas juga nampak nila tstatistic lebih besar dari nilai ttabel 1,659, demikian

pula halnya dengan nilai P-Value sebesar 0,000 berada pada nilai signifikansi P-

Value < 0,05. Dengan demikian untuk uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa H0

ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan

perilaku wirausaha pengelola terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

di Kabupaten Gorontalo.

Hasil uji signifikan pengaruh perilaku wirausaha terhadap kinerja Badan

Usaha Milik Desa didukung oleh hasil wawancara peneliti dengan informan NT

yang menyatakan bahwa:


206

“…..Perilaku wirausaha pengelola telah memberikan pengaruh pada


peningkatan kinerja usaha BUMDes. Hal tersebut dapat dilihat pada jenis
usaha yang pada awalnya baru satu atau dua unit usaha saat ini rata-rata
telah memiliki lebih dari tiga unit usaha, walaupun masih ada sebahagian
belum menunjukkan adanya perkembangannya bahkan ada BUMDes yang
belum atau tidak jalan. Berdasarkan hasil evaluasi dan pengamatan kami
dari 191 BUMDes yang ada di Kabupaten Gorontalo secara garis besar
pengelolanya memiliki jiwa dan sikap perilaku wirausaha. Jiwa dan sikap
perilaku wirausaha ini tercermin dari kemampuan pengelola dalam
mengumpulkan informasi peluang usaha meskipun usaha yang dijalankan
masih meniru usaha yang ada pada pihak lain. Demikian juga halnya dalam
penciptaan ide-ide usaha baru belum sepenuhnya dimiliki oleh pengelola
BUMDes, hal ini nampak pada masih terdapatnya 54 BUMDes yang masih
berada pada klasifikasi dasar. Namun dalam hal penanganan resiko dan
membuat keputusan di bawah ketidak pastian sebahagian besar pengelola
BUMDes sudah memiliki kemampuan. Dari hasil ini menunjukkan bahwa
perilaku wirausaha pengelola dapat dikatakan menunjukkan adanya
perkembangan meskipun usaha yang dikelola masih sebatas mencontoh
jenis usaha yang ada pada BUMDes lain” (03/02/2021).

Pernyataan senada dikemukakan oleh informan AP sebagai berikut:

“…..Perilaku wirausaha pengelola pada umumnya telah memberikan


pengaruh pada peningkatan kinerja BUMDes, meskipun perilaku wirausaha
para pengelola masih mencontoh jenis usaha yang ada di tempat lain. Dalam
hal penciptaan ide usaha dengan memanfaatkan potensi desa sebahagian
besar belum nampak pada perilaku wirausaha pengelola. Namun demikian
berdasarkan hasil evaluasi dan pengamatan secara umum pengelolanya
sudah memiliki sikap dan perilaku wirausaha walaupun masih mengadopsi
dari usaha pada BUMDes atau tempat usaha lainnya, hal ini nampak pada
kemampuan pengelola mengumpulkan informasi peluang usaha. Dalam hal
penanganan resiko dan membuat keputusan di bawah ketidak pastian
sebahagian besar pengelola BUMDes sudah memiliki kemampuan”
(03/02/2021).

Pernyataan di atas didukung oleh informan YK bahwa:

”…..Dilihat dari perilaku wirausaha pada umumnya pengelola BUMDes di


Kabupaten Gorontalo dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan
kinerja. Peningkatan kinerja ini nampak dari bertambahnya jumlah unit
usaha pada sebahagian BUMDes awalnya baru memiliki satu atau dua unit
usaha saat ini rata-rata sudah memiliki tiga atau lebih unit usaha.
Peningkatan ini nampak pada perilaku wirausaha pengelola dalam
kemampuannya mengumpulkan informasi dan mengdentifikasi peluang
usaha. Demikian juga halnya dalam kemampuan pengelola BUMDes dalam
penanganan resiko dan kemampuan membangun relasi jaringan pada
207

dimensi perilaku wirausaha turut memberikan pengaruh dalam peningkatan


kinerja. Sementara dalam hal kemampuan membuat keputusan di bawah
ketidakpastian dan belajar dari pengalaman sebahagian pengelola sudah
memiliki kemampuan. Meskipun pengelola umumnya masih mengadopsi
usaha BUMDes atau usaha lainnya terutama pada unit-unit usaha yang
dianggap berkembang setidaknya dari dimensi-dimensi pada perilaku
wirausaha dapat memberi sumbangsih bagi perkmbangan kinerja BUMDes”
(03/02/2021).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan EP memberikan

pernyataan serupa terkait perilaku wirausaha sebagaimana berikut:

“…..Pengelola BUMDes pada umunya sudah memiliki perilaku wirausaha


meskipun masih dalam tahap mencontoh atau mengadopsi dari tempat usaha
lainnya. Pengelola biasanya mencontoh atau mengadopsi usaha yang maju
dan berkembang di tempat lain. Walaupun demikian perilaku wirausaha
pengelola turut memberikan pengaruh dalam peningkatan kinerja BUMDes.
Hal ini nampak pada bertambahnya unit usaha yang pada awalnya
berdirinya baru memiliki satu atau dua unit usaha, saat ini rata-rata sudah
memiliki tiga atau lebih unit usaha yang dijalankan oleh sebahagian
BUMDes” (08/02/2021).

Demikian juga halnya dengan pernyataan yang disampaikan oleh informan

MAY bahwa:

“…..Kami sebagai pengelola dalam menjalankan usaha BUMDes pada


umumnya mencari informasi dan menidentifkasi tentang peluang usaha apa
yang bisa kami kelola. Dalam mencari informasi peluang usaha biasanya
kami melihat usaha apa yang berkembang dan banyak diminati oleh
masyarakat yang bisa ditiru untuk dijadikan sebagai unit usaha BUMDes
dengan memperhatikan potensi yang ada di desa. Berkat upaya yang kami
lakukan walaupun hanya dengan meniru jenis usaha yang ada di tempat lain
dapat menjadikan BUMDes yang kami kelola bisa menunjukkan kinerja
dengan baik” (17/03/2021).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden di atas baik dari pihak

Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, tim ahli pendamping maupun pengelola

nampak adanya pengaruh yang posisitif dan signifikan antara perilaku wirausaha

dengan peningkatan kinerja usaha BUMDes. Pengaruh ini tak lepas dari upaya

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa memberikan pengetahuan dan


208

ketrampilan dalam pengelolaan BUMDes walaupun hasilnya belum terlalu

memberikan hasil yang maksimal dalam pengembangan usaha.

4.4.6 Uji Hipotesis Pengaruh Kompetensi Pengelola Yang Dimediasi Oleh


Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) [(ξ1) (ƞ2) (ƞ1)]

Uji hipotesis pengaruh kompetensi yang dimediasi oleh perilaku wirausaha

terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa memperlihatkan hasil sebagaimana tabel

4.26 berikut ini:

Tabel 4.26 Evaluasi Jalur Pengaruh Kompetensi Yang Dimediasi Perilaku


Wirausaha Terhadap Kinerja BadanUsaha Milik Desa

Jalur Pengaruh Nilai


tStatistic P-Value Kesimpulan
Koefisien
Kompetensi Pengelola
Perilaku Wirausaha 0.572 9.309 0.000 Signifikan
[(ξ1) (ƞ2)]
Perilaku Wirausaha
Kinerja Badan Usaha Milik Desa 0.349 3.750 0.000 Signifikan
[(ƞ2) (ƞ1)]
Kompetensi Pengelola
Perilaku Wirausaha
0. 280 3.232 0.001 Signifikan
Kinerja Badan Usaha Milik Desa
[(ξ1) (ƞ2) (ƞ1)]
Sumber: Data Olahan. Tahun 2021

Berdasarkan hasil evaluasi jalur pengaruh sebagaimana pada tabel 4.26

tersebut di atas dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan

kompetensi terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa yang dimediasi oleh perilaku

wirausaha. Pengaruh tersebut dibentuk oleh jalur hubungan pertama antara variabel

kompetensi ke variabel perilaku wirausaha. Sedangkan hubungan kedua dibentuk

oleh jalur hubungan antara variabel perilaku wirausaha ke variabel kinerja Badan

Usaha Milik Desa.


209

Memperhatikan jalur hubungan pertama variabel kompetensi ke variabel

perilaku wirausaha menunjukkan positif dan signifikan pada taraf α = 5 % karena

nilai T-Statistic-nya 9.309 lebih besar dari nilai t-tabel 1.96. Demikian pula halnya

deangan nilai P-Value yang menunjukkan angka signifikan 0.000 sebagaimana

syarat signifikan nilai P-Value < 0.05, dan nilai koefisien pengaruhnya sebesar 57.2

%. Sementara untuk jalur hubungan kedua antara variabel perilaku wirausaha ke

variabel kinerja Badan Usaha Milik Desa juga mengindikasikan signifikan pada

taraf α = 5 % karena nilai T-Statistic-nya 3.750 lebih besar dari nilai t-tabel 1.96.

Demikian juga halnya dengan nilai P-Value yang menunjukkan angka signifikan

0.000 sebagaimana syarat nilai P-Value < 0.05, dan nilai koefisien pengaruhnya

sebesar 34.9 %.

Selanjutnya berdasakan analisis dua jalur hubungan variabel pada tabel 4.26

di atas, diperoleh nilai hasil uji evaluasi inner model pengaruh kompetensi yang

dimediasi perilaku wirausaha terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa. Nilai hasil

uji evaluasi tersebut signifikan pada taraf α = 5 % dengan T-Statistic-nya 3.232

lebih besar dari nilai t-tabel 1.96. Demikian pula halnya dengan nilai P-Value yang

menunjukkan angka signifikan 0.001 sebagaimana syarat nilai P-Value < 0.05, serta

nilai koefisien pengaruhnya sebesar 28 %. Karena perolehan hasil uji nilai P-Value

< 0.05 maka hasil uji hipotesisnya dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan H0

ditolak atau dengan kata lain terdapat pengaruh positif dan signifikan kompetensi

yang dimediasi perilaku wirausaha terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa di

Kabupaten Gorontalo.
210

Hasil nilai signifikansi dan angka koefisien pengaruh yang diperoleh

semakin diperkuat oleh hasil wawancara peneliti dengan informan NT yang

menyatakan bahwa:

“…..Berdasarkan hasil pengamatan kami selama ini kompetensi dengan


menggunakan konstruk motivasi, watak, konsep diri, pengetahuan, dan
ketrampilan merupakan nilai penting dalam menunjang pelaksanaan
kegiatan di lapangan. Namun akan lebih efektif jika ditunjang dengan
perilaku wirausaha sehingga kinerja Badan Usaha Milik Desa akan lebih
baik dan mudah diraih. Konstruk motivasi, watak, konsep diri, pengetahuan,
dan ketrampilan yang dilakukan selama ini sudah nampak sejak dari
pemberian bimbingan dan pelatihan. Dalam pemberian bimbingan dan
pelatihan tersebut disampaikan bagaimana mengelola dan mengembangkan
usaha sebagai upaya peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Desa. Menurut
kami untuk mengembangkan usaha perlu adanya faktor perilaku wirausaha
dari para pengelola sebagai upaya peningkatan kompetensi pengelola Badan
Usaha Milik Desa” (03/02/2021).

Pernyataan senada dikemukakan oleh informan AP sebagai berikut:

“…..Kompetensi pengelola dalam upaya mengembangkan usaha perlu


adanya dukungan perilaku wirausaha dalam pengelolaan Badan Usaha
Milik Desa. Kompetensi dengan menggunakan konstruk motivasi, watak,
konsep diri, pengetahuan, dan ketrampilan sudah tepat, namun berdasarkan
hasil pengamatan dan evaluasi kami hal ini tidak dapat berakibat langsung
dan maksimal pada hasil akhir yaitu peningkatan kinerja Badan Usaha Milik
Desa. Sebaiknya diperlukan adanya perilaku wirausaha dari pengelola
berupa kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi serta
kemampuan mengidentifikasi peluang sebagai upaya dalam pengembangan
usaha. Disamping itu juga hubungan kerja sama pengelola dengan pihak lain
sangat diperlukan. Kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan
informasi serta kemampuan mengidentifikasi peluang serta hubungan kerja
sama dengan pihak lain dari pengelola ini juga dibutuhkan sebagai upaya
dalam peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Desa” (03/02/2021).

Pernyataan di atas didukung oleh informan YK bahwa:

“…..Secara praktis kompetensi pengelola dapat dilihat pada aktivitas


kegiatan pengelola dalam menjalankan usaha. Berdasarkan pengamatan dan
evaluasi yang kami lakukan kompetensi pengelola dengan konstruk
motivasi, watak, konsep diri, pengetahuan, dan ketrampilan sudah
memenuhi kriteria dan tercermin pada kemampuan penglola, namun belum
sepenuhnya dapat memberikan jaminan tercapainya hasil yang lebih baik.
Untuk mewujudkan tercapainya kinerja yang lebih baik diperlukan adanya
211

perilaku wirausaha dari pengelola berupa kemampuan untuk mencari dan


mengumpulkan informasi serta kemampuan mengidentifikasi peluang
sebagai upaya dalam pengembangan usaha. Pengelola perlu melakukan
hubungan kerja sama dengan pihak lain dalam upaya pengembangan dan
peningkatan kinerja usaha. Hubungan kerja sama dengan pihak lain
dibutuhkan untuk saling memberikan informasi baik berupa peluang dan
potensi usaha, harga juga tentang bagaimana teknis pengelolaan usaha.
Perilaku wirausaha dari pengelola berupa kemampuan untuk mencari dan
mengumpulkan informasi serta kemampuan mengidentifikasi peluang dari
pengelola ini akan dapat menunjang sebagai upaya pada kinerja Badan
Usaha Milik Desa” (03/02/2021).

Demikian juga halnya disampaikan oleh informan EP, berdasarkan hasil

wawancara dengan peneliti memberikan pernyataan sebagaimana berikut:

“…..Pengamatan kami selama melakukan pendampingan kompetensi


pengelola menunjukkan adanya peningkatan setelah mereka mendapatkan
bimbingan dan pelatihan yang dilakukan oleh pihak Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Desa. Hal ini nampak dari motivasi, watak, konsep diri,
pengetahuan, dan ketrampilan pengelola dalam menjalankan usaha. Namun
menurut kami hal tersebut belum cukup untuk dapat memberikan jaminan
tercapainya hasil yang lebih baik, masih dibutuhkan sikap dan perilaku serta
jiwa wirausaha dari pengelola. Dibutuhkan pengelola yang memiliki
perilaku wirausaha berupa kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan
informasi serta kemampuan mengidentifikasi peluang dalam upaya
pengembangan usaha. Disamping itu dibutuhkan juga pengelola yang
memiliki kemampuan untuk membangun hubungan dengan pihak lain
berupa relasi dan jaringan. Relasi dan jaringan dibutuhkan dalam hal
kebutuhan akan pasokan bahan baku usaha maupun tempat atau sasaran
penjualan hasil usaha. Kami yakin jika perilaku wirausaha ini ada pada
setiap pengelola maka upaya untuk mencapai kinerja Badan Usaha Milik
Desa yang lebih baik dan berkembang lebih mudah diraih” (08/02/2021).

Pernyataan yang sama disampaikan oleh informan NS sebagaimana berikut:

“…..Sehubungan dengan kompetensi pengelola umumnya di BUMDes


kami tidak diragukan lagi, sebahagian besar pengelolanya memiliki
kompetensi dalam pengelolaan. Kompetensi ini dapat dilihat dari motivasi,
watak, konsep diri, pengetahuan, dan ketrampilan pengelola terutama
setelah mereka memperoleh bimbingan dan pelatihan serta adanya
pendapingan oleh tim ahli yang ditunjuk oleh Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Desa. Selain memiliki kompetensi pengelola kami mendorong
dan mengharuskan mereka untuk memiliki jiwa dan sikap perilaku
wirausaha. Kami sering menyampaikan kepada setiap pengelola agar
mereka dalam mengelola usaha harus memiliki jiwa perilaku wirausaha
212

dengan harapan mereka memiliki kemampuan dalam mencari dan


mengumpulkan informasi serta kemampuan mengidentifikasi peluang
dalam upaya pengembangan usaha. Kami juga mendorong pengelola
memiliki kemampuan membangun relasi dan memperluas jaringan usaha.
Hal ini disampaikan dengan memiliki perilaku wirausaha secara otomatis
pengelola dengan mudah mengembangkan usaha sebagai upaya pencapaian
kinerja Badan Usaha Milik Desa” (16/03/2021).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden di atas signifikansi

pengaruh kompetensi yang dimediasi oleh perilaku wirausaha terhadap kinerja

Badan Usaha Milik Desa menggambarkan adanya peran dari perilaku wirausaha

pengelola terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa. Gambaran lainnya nampak

pada kompetensi dengan konstruk motivasi, watak, konsep diri, pengetahuan, dan

ketrampilan tidak terlalu efektif dalam memberikan pengaruh langsung terhadap

kinerja Badan Usaha Milik Desa. Dilain pihak kompetensi pengelola merupakan

faktor yang turut menentukan dari perilaku wirausaha. Mencermati hal ini dapat

dipahami bahwa kompetensi pengelola selain merupakan faktor yang menentukan

perilaku wirausaha, juga sebagai faktor penentu tidak langsung terhadap kinerja

Badan Usaha Milik Desa melalui pengaruhnya terhadap perilaku wirausaha yang

selanjutnya berakhir pada kinerja Badan Usaha Milik Desa.

4.4.7 Uji Hipotesis Pengaruh Budaya Oganisasi Yang Dimediasi Oleh Perilaku
Wirausaha Terhadap Kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
[(ξ2) (ƞ2) (ƞ1)]

Uji hipotesis pengaruh budaya organisasi yang dimediasi oleh perilaku

wirausaha terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa memperlihatkan hasil

sebagaimana tabel 4.27 berikut ini:


213

Tabel 4.27 Evaluasi Jalur Pengaruh Budaya Organisasi Yang Dimediasi


Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Badan Usaha Milik Desa

Jalur Pengaruh Nilai


tStatistic P-Value Kesimpulan
Koefisien
Budaya Organisasi
0.292 4.187 0.000 Signifikan
Perilaku Wirausaha [(ξ2) (ƞ2)]
Perilaku Wirausaha
Kinerja Badan Usaha Milik Desa 0.349 3.750 0.000 Signifikan
[(ƞ2) (ƞ1)]
Budaya Organisasi
Perilaku Wirausaha Tidak
-0.097 1.078 0.281
Kinerja Badan Usaha Milik Desa Signifikan
[(ξ2) (ƞ2) (ƞ1) ]
Sumber: Data Olahan. Tahun 2021

Berdasarkan hasil evaluasi jalur pengaruh sebagaimana pada tabel 4.27

tersebut di atas dapat diketahui bahwa pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja

Badan Usaha Milik Desa yang dimediasi oleh perilaku wirausaha. Pengaruh

tersebut dibentuk oleh jalur hubungan pertama antara variabel budaya organisasi ke

variabel perilaku wirausaha. Sedangkan hubungan kedua dibentuk oleh jalur

hubungan antara variabel perilaku wirausaha ke variabel kinerja Badan Usaha Milik

Desa.

Memperhatikan jalur hubungan pertama variabel budaya organisasi ke

variabel perilaku wirausaha menunjukkan signifikan pada taraf α = 5 % karena nilai

T-Statistic-nya 4.187 lebih besar dari nilai t-tabel 1.96. Demikian pula halnya

dengan nilai P-Value yang menunjukkan angka signifikan 0.000 sebagaimana

syarat signifikan nilai P-Value < 0.05, dan nilai koefisien pengaruhnya sebesar 29.2

%. Sementara untuk jalur hubungan kedua antara variabel perilaku wirausaha ke

variabel kinerja Badan Usaha Milik Desa juga mengindikasikan signifikan pada

taraf α = 5 % karena nilai T-Statistic-nya 3.750 lebih besar dari nilai t-tabel 1.96.

Demikian juga halnya dengan nilai P-Value yang menunjukkan angka signifikan
214

0.000 sebagaimana syarat nilai P-Value < 0.05, dan nilai koefisien pengaruhnya

sebesar 34.9 %.

Selanjutnya berdasakan analisis dua jalur hubungan variabel pada tabel 4.26

di atas, diperoleh nilai hasil uji evaluasi inner model pengaruh budaya organisasi

yang dimediasi perilaku wirausaha pengelola terhadap kinerja Badan Usaha Milik

Desa. Nilai hasil uji evaluasi tersebut tidak signifikan pada taraf α = 5 % dengan T-

Statistic-nya 1.078 lebih kecil dari nilai t-tabel 1.96. Demikian pula halnya dengan

nilai P-Value sebesar 0.281 berada di atas nilai signifikansi P-Value < 0.05

sebagaimana syarat nilai P-Value, serta nilai koefisien pengaruhnya sebesar -9.7 %.

Jika nilai P-Value > 0.05 maka hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa H0

diterima sedangkan Ha ditolak atau dengan kata lain tidak terdapat pengaruh positif

dan signifikan budaya organisasi yang dimediasi oleh perilaku wirausaha terhadap

kinerja BUMDES di Kabupaten Gorontalo. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa hipotesis budaya organisasi yang dimediasi perilaku wirausaha terhadap

kinerja usaha BUMDes hasilnya negatif dalam artian bahwa hipotesisnya tidak

terbukti dan tidak signifikan.

Hasil uji signifikansi dan angka koefisien pengaruh yang diperoleh semakin

diperkuat oleh hasil wawancara peneliti dengan informan NT yang menyatakan

bahwa:

“…..Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi kami selama ini budaya


organisasi dengan konstruk keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas, dan misi
merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang pelaksanaan
kegiatan operasional di lapangan. Sebagaimana dengan yang kami
sampaikan pada pernyataan sebelumnya bahwa budaya organisasi yang
mulai terbangun pada sebahagian BUMDes saat ini selain memberikan
dampak pada sikap perilaku wirausaha juga telah memberikan pengaruh
pada peningkatan kinerja usaha BUMDes. Perlu kami sampaikan bahwa
215

budaya organisasi yang mulai terbangun baru sebatas sesama pengelola


melalui adaptasi internal. Sedangkan budaya organisasi melalui adaptasi
eksternal masih perlu ditingkatkan sebab masih ada sebahagian pengelola
menganggap bahwa BUMDes merupakan badan usaha yang tidak perlu
mendapatkan pengawasan oleh pemerintah. Demikian juga perilaku
wirausaha pengelola selama ini juga telah memberikan pengaruh pada
peningkatan kinerja terutama dalam kemampuan untuk mencari dan
mengumpulkan informasi serta kemampuan mengidentifikasi peluang
dalam upaya pengembangan usaha. Meskipun perilaku wirausaha dari
pengelola sebahagian besar masih sebatas mengadopsi atau mencontoh pada
usaha ditempat lain, dalam artian bahwa belum ada perilaku wirausaha
pengelola yang benar-benar merupakan merupakan ide ataupun kreativitas
dari pengelola. Selama ini pengelola dalam menjalankan usaha selalu
melihat jika ada jenis usaha maju dan berkembang ditempat lain jenis usaha
yang sama pula yang akan dijadikan usaha di BUMDes mereka. Pengelola
BUMDes perlu mengadakan hubungan kerja sama dengan pihak lain
terutama dalam hal informasi bahan baku produk, harga juga terkait dengan
masalah teknis pengelolaan dan jenis usaha yang dikelola” (03/02/2021).

Pernyataan di atas didukung oleh informan AP sebagai berikut:

“…..Berdasarkan hasil pengamatan kami selama ini budaya organisasi


dengan menggunakan konstruk keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas, dan
misi, merupakan nilai penting dalam menunjang pencapaian kinerja Badan
Usaha Milik Desa. Sesuai pengamatan kami budaya organisasi pada
sebahagian pengelola mulai terbangun sebagaimana pernyataan kami
sebelumnya. Demikian pula dengan perilaku wirausaha pengelola telah
memberikan dampak pada peningkatan kinerja pada sebahagian Badan
Usaha Milik Desa terutama dalam kemampuan untuk mencari dan
mengumpulkan informasi serta kemampuan mengidentifikasi peluang
dalam upaya pengembangan usaha. Namun perilaku wirausaha yang ada
pada sebahagian pengelola masih sebatas mengadopsi atau mencontoh pada
usaha ditempat lain, belum ada unit usaha yang dikelola benar-benar
merupakan inisiatif atau ide dari pengelola. Sebahagian pengelola selama
ini dalam menjalankan dan mengelola usaha selalu melihat usaha apa yang
berkembang dan maju di tempat lain jenis usaha itu pula yang akan
dijadikan usaha pada BUMDes yang mereka kelola” (03/02/2021).

Demikian juga halnya dengan pernyataan yang disampaikan oleh informan

YK bahwa:

“…..Tidak berbeda jauh dari apa yang disampaikan oleh informan AP


bahwa berdasarkan pengamatan dan evaluasi yang kami lakukan budaya
organisasi pada pengelola telah memberikan pengaruh dan memberikan
nilai penting pada peningkatan kinerja BUMDes. Sama halnya dengan
216

perilaku wirausaha pengelola juga telah memberi pengaruh pada


peningkatan kinerja usaha BUMDes. Tetapi perilaku wirausaha pengelola
terutama dalam kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi
serta kemampuan mengidentifikasi peluang dalam upaya pengembangan
usaha masih sebatas pada mencontoh dan mengikuti usaha yang ada di
tempat lain. Hubungan kerja sama pengelola dengan pihak lain belum
terjalin sehingga terkadang kami amati ada beberapa BUMDes yang
membuka usaha hanya dengan mencontoh usaha di tempat lain usahanya
tidak bertahan lama, hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan berupa
teknik dan manajemen usaha yang diikuti” (03/02/2021).

Informan EP memberikan pernyataan yang sama dengan seperti yang

disampaikan di atas, bahwa:

“…..Sebagaiamana yang kami sampaikan sebelumnya bahwa berkat


bimbingan dan pelatihan oleh pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa
serta pendampingan yang kami lakukan budaya organisasi pada para
pengelola mulai memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja usaha
BUMDes. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan pengelola dalam
menjalankan dan mengelola usaha, adanya konsistensi pengelola dalam
pekerjaan yang ditekuni, dilihat dari segi adaptabilitas pengelola mampu
menyesuaikan dan beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan
organisasi, dan kemampuan pengelola dalam mengemban misi BUMDes.
Selanjutnya dilihat dari perilaku wirausaha, pengelola pada umumnya sudah
memiliki perilaku wirausaha meskipun perilaku wirausaha yang dimiliki
pengelola masih dalam tahap mencontoh atau mengadopsi dari tempat usaha
lainnya, namun hal ini turut memberi pengaruh dalam meningkatkan kinerja
BUMDes” (08/02/2021).

Pernyataan yang sama disampaikan oleh informan NS sebagaimana berikut:

“…..Berkat bimbingan dan pelatihan yang diberikan oleh pihak Dinas serta
pendampingan tim ahli BUMDes yang kami kelola saat ini sudah
menunjukkan perkembangan kinerja usaha, hal ini dibuktikan dengan
bertambahnya unit usaha yang pada awalnya hanya dua kini sudah
berkembang menjadi empat. Dengan adanya bimbingan dan pelatihan serta
pendampingan dari tim ahli budaya organisasi pada BUMDes yang kami
kelola mulai terbangun. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan pengelola
dalam menjalankan dan mengelola usaha, adanya konsistensi pengelola
dalam pekerjaan yang ditekuni, dilihat dari segi adaptabilitas pengelola
mampu menyesuaikan dan beradaptasi dengan situasi dan kondisi
lingkungan organisasi, dan kemampuan pengelola dalam mengemban misi
BUMDes. Demikian juga halnya dengan perilaku wirausaha pengelola turut
memberikan sumbangsih dalam peningkatan kinerja usaha BUMDes kami.
Kami sebagai pengelola dalam menjalankan usaha BUMDes pada
217

umumnya mencari informasi dan menidentifkasi tentang peluang usaha apa


yang bisa kami kelola. Dalam mencari informasi peluang usaha biasanya
kami melihat usaha apa yang berkembang dan banyak diminati oleh
masyarakat yang bisa ditiru untuk dijadikan sebagai unit usaha BUMDes
dengan memperhatikan potensi yang ada di desa. Berkat upaya yang kami
lakukan walaupun hanya dengan meniru jenis usaha yang ada di tempat lain
dapat menjadikan BUMDes yang kami kelola bisa menunjukkan kinerja
dengan baik” (16/03/2021).

Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat adanya hubungan hasil uji

yang tidak positif dan tidak signifikan pengaruh budaya organisasi yang dimediasi

oleh perilaku wirausaha terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa. Meskipun

secara parsial budaya organisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

kinerja Badan Usaha Milik Desa, demikian juga dengan perilaku wirausaha

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa.

Namun bila budaya organisasi dimediasi oleh perilaku wirausaha tidak akan

memberikan kontribusi pengaruh pada kinerja Badan Usaha Milik Desa. Gambaran

lainnya adalah perilaku wirausaha pegelola sebahagian besar masih mengadopsi

atau mencontoh jenis usaha yang ada di tempat lain, tidak adanya jenis usaha yang

benar-benar merupakan inovasi ataupun ide dari pengelola sendiri. Disisi lain

perilaku wirausaha merupakan determinan dari kinerja Badan Usaha Mulik Desa.

Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa perilaku wirausaha pengelola selain

merupakan determinan langsung terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa, juga

sebagai determinan tidak langsung dari budaya organisasi terhadap kinerja Badan

Usaha Milik Desa.

Hasil uji analisis data sebagaimana yang telah diuraikan pada halaman-

halaman sebelumnya akan dilakukan analisis secara mendalam pada uraian

pembahasan.
218

4.5 Pembahasan
4.5.1 Pengaruh Kompetensi Terhadap Perilaku Wirausaha Pengelola
BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan sebelumnya menunjukkan

bahwa kompetensi berpengaruh positif sebesar 57,2 % dan signifikan pada α = 5 %

atau 0,05 terhadap perilaku wirausaha BUMDes. Hasil uji ini mengandung makna

bahwa kompetensi memiliki kecendrungan yang cukup besar dalam membentuk

perilaku wirausaha para pengelola Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten

Gorontalo. Besaran pengaruh ini menunjukkan bahwa komptensi merupakan

determinasi dari variabel perilaku wirausaha. Hal ini dapat dimaknai bahwa

perilaku wirausaha para pengelola pada Badan Usaha Milik Desa sebahagian besar

dipengaruhi oleh kompetensi, sedangkan sebahagian lainnya dipengaruhi oleh

faktor-faktor lain.

Veciana (dalam dalam Cuervo 2007:53) dalam penelitiannya

mengemukakan enam dimensi yang mempengaruhi perilaku wirausaha yaitu:

1) kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi, 2) kemampuan untuk

mengidentifikasi peluang, 3) kemampuan untuk menangani resiko, 4) kemampuan

untuk membangun relasi dan jaringan, 5) kemampuan untuk membuat keputusan di

bawah ketidakpastian dan ambiguitas, 6) kemampuan untuk belajar dari

pengalaman. Enam dimensi tersebut di atas bila disandingkan dengan konsep

kompetensi mempertegas adanya pengaruh kompetensi terhadap perilaku

wirausaha, kemampuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi, serta

kemampuan untuk mengidentifikasi peluang yang memberi pengaruh terhadap

perilaku wirausaha merupakan point-point narasi dalam konsep kompetensi


219

Spencer dan Spenser terutama dimensi motive. Sedangkan kemampuan untuk

menangani resiko dan kemampuan untuk membuat keputusan di bawah

ketidakpastian dan ambiguitas merupakan wujud dari dimensi traits dan dimensi

self concept pada konsep kompetensi dari Spencer dan Spencer. Demikian pula

halnya dengan kemampuan untuk menangani resiko dan kemampuan untuk belajar

dari pengalaman merupakan wujud dari dimensi knowledge dan dimensi skill pada

konsep kompetensi Spencer dan Spencer.

Lenih lanjut Spencer dan Spencer (2004:297) mengemukakan bahwa

kompetensi individu adalah karakter sikap dan perilaku atau kemampuan individu

yang relatif stabil dalam menghadapi situasi di tempat kerja yang terbentuk dari

sinergi antara karakter, konsep diri, motivasi internal, dan kepastian. dari

pengetahuan kontekstual. Mencermati uraian di atas semakin memperjelas bahwa

perilaku wirausaha cenderung dapat dipengaruhi oleh kompetensi. Dengan

kompetensi bahwa karakter sikap dan perilaku seseorang cenderung sama dalam

merespon informasi yang diperoleh tergantung pada kemampuan dalam

menganalisis peluang dan resiko yang akan dihadapi.

Sementara itu Kreitner dan Kinicki dalam bukunya perilaku organisasi

menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sesorang yaitu: 1) motivasi,

2) sikap, 3) keyakinan, dan 4) imbalan (reward) serta hukuman (punishment).

Sedangkan Sinamo dan Santoso (2002:95) mengemukakan ada delapan paradigma

perilaku kerja sesorang yang sanggup mempengaruhi dan menjadi basis perilaku

seseorang dalam organisasi yaitu : 1) bekerja tulus, 2) bekerja tuntas, 3) bekerja

benar, 4) bekerja keras, 5) bekerja serius, 6) bekerja kreatif, 7) bekerja unggul,


220

dan 8) bekerja sempurna. Berkaitan dengan kompetensi dalam penelitian ini bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan paradigma perilaku kerja dapat

mengukur sampai sejauh mana kompetensi seseorang ditempat kerja. Boyatzis

(dalam Moeheriono 2014:5) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa

untuk melihat kompetensi seseorang didasarkan pada aspek perilaku individu,

sedangkan Amstrong (2014:86) melihat kompetensi disamping dari sisi perilaku

(behavioural competencies atau yang lebih dikenal dengan soft skill) juga melihat

kompetensi dari sisi tecknical competencies atau yang lebih dikenal dengan hard

skill.

Berdasarkan uraian di atas baik dari pendapat para ahli maupun dari hasil

penelitian yang dilakukan oleh Veciana, Boyatzis maupun Amstrong semua

dimensinya merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam

organisasi. Faktor-faktor pengaruh ini cenderung memiliki kemiripan dengan

dimensi kompetensi pengelola. Dengan dasar ini semakin memperjelas adanya

pengaruh kompetensi terhadap perilaku wirausaha para pengelola. Besaran angka

pengaruh kompetensi terhadap perilaku wirausaha diakibatkan oleh keterkaitan

dimensi variabel kompetensi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

wirausaha.

Hasil uji hipotesis secara posistif dan signifikan serta hasil wawancara yang

diuraikan sebelumnya memperjelas adanya pengaruh kompetensi terhadap perilaku

wirausaha para pengelola. Albanese (dalam Murley 1997-21) mengemukakan

bahwa: kompetensi merupakan keterampilan dan/atau karakteristik dari pribadi

seseorang yang mampu mendukung penciptaan keunggulan bersaing perusahaan.


221

Pandangan ini searah dengan konsep perilaku wirausaha yang dikemukakan Mair

(dalam Zampetakis 2007:23) bahwa: perilaku wirausaha dalam organisasi adalah

serangkaian kegiatan dan praktek-praktek dimana individu diberbagai tingkat

secara mandiri menghasilkan dan menggunakan kombinasi sumber daya yang

inovatif untuk mengidentifikasi dan mengejar peluang. Hal ini mengandung arti

bahwa dalam perilaku wirausaha memiliki karakteristik perilaku anggota dalam

aktivitas kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan. Pendapat di atas memperkuat

kecendrungan adanya pengaruh kompetensi terhadap perilaku wirausaha

sebagaimana hasil uji signifikansi dan wawancara dengan responden yang

dilakukan dalam penelitian ini.

Bila ditinjau dari hasil uji signifikansi dan hasil wawancara lebih lanjut

dapat dilihat hasil analisis deskriptif berdasarkan hasil penskoran atas tanggapan

responden terhadap item pertanyaan menunjukkan bahwa dimensi motivasi

memperoleh skor tertinggi sebesar 4.14, dimensi watak dengan nilai rata-rata

sebesar 4.02, dimensi konsep diri dan dimensi pengetahuan memiliki nilai rata-rata

yang sama sebesar 3.89, dan dimensi keterampilan memperoleh skor terrendah

dengan nilai rata-rata sebesar 3.82. Meskipun terdapat perbedaan hasil skor masing-

masing dimensi namun hasilnya tidak terlalu jauh dan masih berada pada angka

dibawah 0,5 hal ini dapat dilihat antara skor tertinggi dan terrendah selisihnya

sebesar 0,3. Dengan hasil ini dapat dimaknai bahwa keseluruhan dimensi

merupakan point penting dalam variabel kompetensi. Kompetensi dapat dilihat dari

aktivitas pengelola yang dipicu oleh adanya tujuan yang ingin dicapai sehingga

menjadi perilaku wirausaha para pengelola dalam organisasi BUMDes. Hal ini
222

sejalan dengan pandangan pemikiran yang dikemukakan oleh Boutler at.al (dalam

Sutrisno, 2019:203) mengemukakan bahwa: kompetensi adalah suatu karakteristik

dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam

pekerjaan, peran, atau situasi tertentu.

Sementara itu Wiryasaputra (dalam Suryana 2015:53) mengemukakan

bahwa perilaku wirausaha seseorang tercermin pada sepuluh sikap dasar (karakter)

yaitu: 1) Visionary (visioner), 2) Positif (bersikap positif), 3) Confident (percaya

diri), 4) Genuine (asli), 5) Goal Oriented (berpusat pada tujuan), 6) Persisten (tahan

uji), 7) Ready to face a risk (siap menghadapi resiko), 8) Creative (kreatif

menangkap peluang), 9) Healthy Competitor (menjadi pesaing yang baik), dan 10)

Democratic Leader (pemimpin yang demokratis). Dari pandangan ini menunjukkan

bahwa kompetensi memberikan pengaruh terhadap perilaku wirausaha. Dalam

kompetensi terdapat karakteristik dasar aktivitas para pengelola dalam kegiatan

pengelolaan organisasi yang terprogram dan terarah pada pencapaian tujuan

sebagamana yang diharapkan. Aktivitas dan kegiatan ini dibarengi oleh adanya

sikap kegigihan pengelola sebagai wujud dari perilaku wirausaha.

Berdasarkan hasil analisis pembahasan pengaruh kompetensi terhadap

perilaku wirausaha, maka dapatlah kita pahami bahwa perilaku wirausaha sangat

dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki oleh pengelola. Hal ini ditunjukkan oleh

aktivitas pengelola dalam kegiatan pengelolaan yang terpola dengan standar dan

nilai tertentu sebagaimana perencanaan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan

tujuan yang diharapkan organisasi. Pengelola sebagai pelaksana aktivitas kegiatan

menunjukkan kegigihannya sebagai wujud dari rutinitas kerja dengan sikap dan
223

perilaku dalam berorganisasi. Sementara efektivitas perilaku wirausaha dalam

pencapaian tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki

pengelola pada Badan Usaha Milik Desa.

4.5.2 Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Badan Usaha Milik Desa


di Kabupaten Gorontalo

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan sebelumnya menunjukkan

bahwa kompetensi berpengaruh positif sebesar 0,200 atau sebesar 20 % dan

signifikan pada taraf signifikansi α = 5 % atau 0,05 terhadap kinerja Badan Usaha

Milik Desa. Hasil uji ini mengandung makna bahwa kompetensi para pengelola

memiliki kecendrungan pengaruh dalam membentuk kinerja Badan Usaha Milik

Desa di Kabupaten Gorontalo. Besaran pengaruh ini menunjukkan bahwa

kompetensi para pengelola merupakan determinasi dari variabel kinerja. Hal ini

dapat dimaknai bahwa kinerja pada Badan Usaha Milik Desa sebahagian besar

dipengaruhi oleh kompetensi para pengelola, sedangkan sebahagian lainnya

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Veliu dan Manxhari, (2017) yang

dalam penelitiannya melihat dampak kompetensi terhadap kinerja bisnis UKM di

Kosovo dengan simpulan hasil penelitian bahwa: secara umum karakteristik

kompetensi merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja bisnis. Dalam penelitian

ini diperoleh hasil yang signifikan pengaruh kompetensi terhadap kinerja bisnis

sebesar 53,6 %. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh

terhadap kinerja bisnis. Sementara Hameed dan Waheed dalam penelitiannya

(2011) tentang kompetensi yang didasarkan pada indikator; 1) pengembangan

karyawan, 2) peningkatan keahlian, 3) pembelajaran karyawan, 4) pengarahan


224

individu, 5) sikap dan perilaku karyawan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa

kompetensi memiliki peran dalam mempengaruhi kinerja organisasi. Pada dasarnya

kinerja individu secara akumulatif akan mencerminkan kinerja kelompok dan

kinerja kelompok akan menggambarkan kinerja organisasi, sebab pada hakekatnya

keberadaan individu baik sebagai pribadi maupun kelompok dalam suatu organisasi

merupakan suatu kesatuan dan bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan

organisasi secara keseluruhan. Dengan hasil ini pula semakin memperjelas

kebenaran adanya pengaruh kompetensi terhadap kinerja organisasi.

Hersey dan Blanchard (dalam Rivai 2018:20) mengungkapkan bahwa:

kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk

menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat

kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang

tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas

tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Pendapat ini

searah dengan konsep kompetensi yang dikemukakan oleh Wibowo (2017:271)

bahwa: kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan

suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta

didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Hal tersebut

mengandung arti bahwa kinerja organisasi dapat dicapai apabila ditunjang oleh

kompetensi yang ada pada setiap individu maupun kelompok berupa kemampuan

dan ketrampilan serta pengetahuan dalam bekerja untuk mewujudkan tujuan

organisasi. Dari penjelasan di atas mempertegas adanya kecendrungan pengaruh


225

kompetensi terhadap kinerja organisasi sebagaimana hasil uji signifikansi dan hasil

wawancara yang dilakukan pada penelitian ini.

Lebih lanjut pemahaman hasil uji signifikan hasil wawancara dapat dilihat

pada hasil analisis deskriptif item pernyataan yang diajukan kepada responden.

Berdasarkan analisis deskriptif tanggapan responden atas item pernyataan

sebagaimana diuraikan pada pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa bahwa

dimensi motivasi memperoleh skor tertinggi sebesar 4.14, dimensi watak dengan

nilai rata-rata sebesar 4.02, dimensi konsep diri dan dimensi pengetahuan memiliki

nilai rata-rata yang sama sebesar 3.89, dan dimensi keterampilan memperoleh skor

terrendah dengan nilai rata-rata sebesar 3.82. Meskipun terdapat perbedaan hasil

skor masing-masing dimensi namun hasilnya tidak terlalu jauh dan masih berada

pada angka dibawah 0,5 hal ini dapat dilihat antara skor tertinggi dan terrendah

selisihnya sebesar 0,3. Dengan hasil ini dapat dimaknai bahwa keseluruhan dimensi

merupakan point penting dalam variabel kompetensi. Hal ini menunjukkan bahwa

kompetensi para pengelola berpengaruh terhadap kinerja usaha karena adanya

aktivitas pengelola yang ditujukan pada pencapaian peningkatan kinerja BUMDes.

Wood, et all. (2001:67) menjelaskan bahwa pada prinsipnya kinerja merupakan

suatu pengukuran ringkas secara kuantitas dan kualitas atas kontribusi dari

pekerjaan baik yang dilakukan oleh individu, kelompok kerja maupun oleh

organisasi.

Capaian kinerja usaha dapat diketahui melalui penilaian kinerja, hal ini

penting dilakukan karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu

organisasi dalam mencapai misinya. Dwiyanto (2017:47) mengemukakan bahwa


226

Penilaian kinerja merupakan suatu yang sangat penting karena dapat digunakan

sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Artinya

bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor

kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien. Penilaian

kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara

keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya

tentang bagaimana kompetensi dan kinerja karyawan.

Boyatzis (dalam Moeheriono 2014:6) dalam hasil analisis penelitiannya

mengemukakan bahwa kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari seseorang

yang bisa menjadi motif, sifat, keterampilan, aspek citra diri seseorang, peran

sosial, atau kumpulan pengetahuan yang dia gunakan. Ciri-ciri tersebut adalah

terungkap dalam pola perilaku yang dapat diamati dan diidentifikasi melalui kinerja

individu yang tercermin pada pengetahuan, keterampilan dan kemampuan.

Sementara Muslimah (2016:152-161) dalam penelitiannya juga mengemukakan

bahwa kompetensi yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan berpengaruh secara

serentak terhadap kinerja karyawan. Pengetahuan merupakan variabel yang paling

dominan mempengaruhi kinerja karyawan. Sedangkan dari koefisien determinasi,

pengetahuan dan ketrampilan mampu memberikan kontribusi pengaruh sebesar

65,7 % terhadap kinerja karyawan. Hasil dari dua penelitian sejalan dengan

pandangan Baum et al. (2001) yang mengemukakan bahwa kompetensi merupakan

konsep yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

seseorang untuk mencapai kinerja. Dari dua hasil penelitian dan pandangan Baum

et al di atas semakin mempertegas bahwa kompetensi memberikan pengaruh


227

terhadap kinerja organisasi. Besaran angka signifikan pengaruh kompetensi

terhadap kinerja organisasi disebabkan adanya keterkaitan dimensi variabel

kompetensi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi.

Mencermati hasil analisis pembahasan pengaruh kompetensi terhadap

kinerja usaha, maka dapatlah kita pahami bahwa kinerja usaha sangat dipengaruhi

oleh kompetensi yang dimiliki oleh pengelola. Hal ini ditunjukkan oleh adanya

aktivitas pengelola dalam kegiatan pengelolaan yang terpola dengan standar

pengetahuan dan ketrampilan serta ketrampilan yang ada pada pengelola. Pengelola

sebagai pelaksana aktivitas kegiatan menunjukkan komptensi dan ketrampilannya

dengan berbagai macam perannya sebagai wujud dari rutinitas kerja dalam

berorganisasi. Sementara efektivitas kinerja usaha dalam pencapaian tujuan

organisasi sangat dipengaruhi oleh kegigihan sebagai wujud dari kompetensi yang

dimiliki pengelola pada Badan Usaha Milik Desa.

4.5.3 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Wirausaha Pengelola


BUMDes Di Kabupaten Gorontalo.

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan sebelumnya menunjukkan

bahwa budaya organisasi berpengaruh positif sebesar 0,292 atau sebesar 29,2 %

serta signifikan pada taraf signifikansi α = 5 % atau 0,05 terhadap perilaku

wirausaha Badan Usaha Milik Desa. Hasil uji ini mengandung makna bahwa

budaya organisasi memiliki kecendrungan yang cukup besar dalam membentuk

perilaku wirausaha para pengelola pada Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten

Gorontalo. Besaran pengaruh ini menunjukkan bahwa budaya organisasi

merupakan determinasi dari variabel perilaku wirausaha. Hal ini dapat dimaknai

bahwa perilaku wirausaha pada Badan Usaha Milik Desa sebahagian besar
228

dipengaruhi oleh budaya organisasi, sedangkan sebahagian lainnya dipengaruhi

oleh faktor-faktor lain.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Lovihan (2014) dan hasil penelitian Chiniara dan Bentein (2018) menunjukkan

bahwa budaya organisasi mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada

didalamnya, termasuk para pegawai. Kedua hasil penelitian ini senada dengan

pendapat Luthans (2006) bahwa budaya organisasi merupakan norma-norma dan

nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Artinya, bahwa budaya

organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai (values) organisasi yang

difahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola tersebut

memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi.

Dari kedua hasil penelitian dan pandangan Luthans menunjukkan semakin

mempertegas keabsahan akan adanya pengaruh budaya organisasi tehadap perilaku

wirausaha.

Pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku wirausaha dengan koefisen

determinasi yang signifikan dalam penelitian ini serta beberapa penelitian

penelitian yang diuraikan sebelumnya menguatkan teori yang dikemukakan para

ahli budaya organisasi. Robbins 1990 (dalam Sutrisno 2013:3) mengemukakan

bahwa budaya organisasi merupakan system makna bersama yang dianut oleh

anggota-anggota yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.

Budaya organisasi yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan

efektivitas kinerja perusahaan. Sebagaimana dikemukakan Wibowo (2012:351)

bahwa budaya organisasi bermanfaat membentuk perilaku staf dengan mendorong


229

pencampuran corevalues (nilai-nilai inti) dan perilaku yang diinginkan sehingga

memungkinkan organisasi bekerja dengan lebih efisien dan efektif, meningkatkan

konsistensi, menyelesaikan konflik dan memfasilitasi koordinasi dan kontrol.

Pandangan ini menjadikan budaya organisasi sebagai suatu hal yang dimiliki

oleh orang-orang atau individu yang bekerja dalam suatu organisasi. Budaya

organisasi sebagai filosofi yang harus mencerminkan nilai dan norma-norma setiap

aktivitas anggota organisasi yang selanjutnya menjadi kekuatan dan ciri khas dari

organisasi. Dengan budaya organisasi akan dapat membentuk sikap dan perilaku

kerja pengelola dalam menjalankan dan menggerakkan organisasi. Sebagaimana

hasil uji signifinikansi pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku wirausaha

diakibatkan oleh adanya faktor kemampuan organisasi dalam beradaptasi

menjalankan misinya. Kemampuan organisasi dalam menjalankan misi terutama

peningkatan kualitas pelayanan pada dimensi adaptabilitas sangat memberikan

pengaruh terhadap perilaku wirausaha pengelola.

Mencermati hasil wawancara yang telah diuraikan sebelumnya, mempertegas

adanya pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku wirausaha, hal ini

sebagaimana hasil uji signifikansi pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku

wirausaha. Hasil uji signifikan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku

wirausaha diakibatkan oleh aktivitas pengelola BUMDes dalam mewujudkan

tercapainya tujuan organisasi. Upaya pengelola BUMDes dalam mencapai tujuan

organisasi yaitu dengan melakukan penyesuaian perilaku kerja dan ketrampilan

dalam pengelolaan BUMDes. Penyesuaian dilakukan dengan memahami

kebutuhan dan mengembangkan metode dalam memberikan pelayanan kepada


230

masyarakat. Hasil uji ini sebagai pembuktian teori yang dikemukakan oleh Schein

(1997) bahwa budaya organisasi merupakan pola dari berbagai asumsi dasar yang

ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok dengan tujuan agar

organisasi belajar mengatasi dan menanggulangi masalah-masalah yang timbul

akibat adaptasi ekternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup

baik. Demikian juga dengan teori yang dikemukakan Susanto (1997) bahwa Budaya

organisasi sebagai suatu nilai-nilai yang memedomani sumber daya manusia dalam

menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam

perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-

nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah

laku.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif distribusi frekuensi jawaban responden

pada instrument penelitian disetiap dimensi variabel budaya organisasi bahwa;

dimensi keterlibatan memiliki nilai rata-rata sebesar 3.96, dimensi konsistensi

memiliki nilai rata-rata sebesar 3.94, dimensi adaptabilitas memiliki nilai rata-rata

sebesar 3.92, dan dimensi misi dengan nilai rata-rata sebesar 3.90. Perolehan hasil

dari masing-masing dimensi tidak terlalu jauh hal ini nampak pada perolehan skor

nilai tertinggi dan terrendah selisihnya sebesar 0.06. Dengan perolehan hasil ini

dapat dimaknai bahwa keseluruhan dimensi merupakan point penting dalam

variabel budaya organisasi. Budaya organisasi dapat dilihat dari aktivitas pengelola

yang dipicu oleh adanya tujuan yang ingin dicapai sehingga menjadi perilaku

wirausaha para pengelola dalam organisasi BUMDes. Hasil uji analisis ini sejalan

dengan pandangan Peters and Waterman (1982) yang memperlihatkan bahwa


231

budaya organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja organisasi dan pada akhirnya

juga mempengaruhi perilaku individu di organisasi.

Dari pembahasan di atas makin memperjelas bahwa signifikansi pengaruh

budaya organisasi terhadap perilaku wirausaha para pengelola pada Badan Usaha

Milik Desa Kabupaten Gorontalo. Pengaruh ini diakibatkan oleh kemampuan

pengelola dalam beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan internal

organisasi terutama dalam hal pemahaman nilai-nilai dan aturan serta misi/tujuan

yang ingin dicapai. Dismping itu juga diakibatkan oleh kemampuan pengelola

dalam beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal

terutama dalam hal kebutuhan masyarakat. Hasil analisis penelitian ini sejalan

dengan pandangan yang dikemukakan oleh Denison (1995) bahwa beradaptasi

menekankan pada kemampuan organisasi untuk menerima, menafsirkan dan

menerjemahkan tuntutan dari lingkungan luar ke norma internal yang mengarah

pada kelangsungan hidup atau kesuksesan.

Senada dengan yang dikemukakan oleh Denison di atas, Sore dkk (2017:174)

mengemukakan bahwa adaptasi merupakan kemampuan organisasi dalam

merespon perubahan-perubahan lingkungan eksternal dengan melakukan

perubahan internal organisasi. Demikian juga dengan yang dikemukakan

Schindehutte et. all. (2009:264) bahwa adaptasi merupakan tindakan-tindakan para

pelaku usaha dan timnya dalam memproses masukan-masukan informasi dari

lingkungannya dan membuat penyesuaian-penyesuaian yang cepat. Pandangan

pemikiran sebagaimana diuraikan di atas pada dasarnya mempertegas pemahaman

arti pentingnya organisasi dalam melaksnakan adaptasi sebagai salah satu upaya
232

untuk ditindaklanjuti oleh pengelola BUMDes baik secara melembaga maupun

secara individu. Sebagai salah satu dimensi budaya organisasi adaptasi perlu

mendapat perhatian dengan tidak mengabaikan dimensi lainnya sebab adaptasi

memiliki peran yang sangat strategis dan pengaruh terhadap perilaku wirausaha.

Perlunya adaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal berupa

internalisasi nilai dalam hal ini nilai-nilai, aturan dan norma baik yang ada di

masyarakat maupun aturan pemerintah.

4.5.4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja BUMDes Di Kabupaten


Gorontalo

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan sebelumnya menunjukkan

bahwa budaya organisasi berpengaruh positif sebesar 0,343 atau sebesar 34,3 %

dan signifikan pada taraf signifikansi α = 5 % atau 0,05 terhadap kinerja Badan

Usaha Milik Desa. Hasil uji ini mengandung makna bahwa budaya organisasi

memiliki kecendrungan yang cukup besar dalam membentuk kinerja Badan Usaha

Milik Desa di Kabupaten Gorontalo. Besaran pengaruh ini menunjukkan bahwa

budaya organisasi merupakan determinasi dari variabel kinerja. Hal ini dapat

dimaknai bahwa kinerja pada Badan Usaha Milik Desa sebahagian besar

dipengaruhi oleh budaya organisasi, sedangkan sebahagian lainnya dipengaruhi

oleh faktor-faktor lain.

Penelitian ini mendukung penelitian Kotter dan Heskett (1992) yang

menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai dampak yang kuat dan semakin

besar dampaknya terhadap prestasi kerja organisasi. Demikian juga dengan hasil

penelitian Soedjono (2005) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan dari

budaya organisasi terhadap kinerja organisasi. Kedua penelitian ini sejalan dengan
233

pandangan yang dikemukakan oleh Rogers at. All. (2007) bahwa budaya organisasi

mempengaruhi kinerja organisasi. Artinya, bahwa budaya organisasi merupakan

hal sangat mendasar dan sangat perlu bagi suatu organisasi. Budaya organisasi

sebagai cerminan dari nilai-nilai dasar yang mengatur anggota organisasi dalam

bersikap dan berprilaku serta bertindak yang dimiliki dan diyakini secara bersama.

Hasil penelitian dan pandangan para ahli ini memperjelas bahwa budaya organisasi

berpengaruh terhadap kinerja usaha. Besaran pengaruh budaya organisasi terhadap

kinerja usaha diakibatkan oleh keterkaitan dimensi vaiabel budaya organisasi

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usaha.

Berdasarkan hasil wawancara dan hasil uji signifikansi pada uraian

sebelumnya mempertegas adanya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja

usaha. Deal dan Kenedy 1982, Miner 1990, serta Robbins 1990 (dalam Sutrisno

2013:3) mengemukakan bahwa: budaya organisasi yang kuat dan positif sangat

berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja perusahaan. Pendapat ini

mengandung makna bahwa budaya yang kuat dan positif akan memberikan dampak

pada kinerja organisasi. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan Slater, Olson

dan Finnengan (2011) tentang strategi bisnis, budaya, dan kinerja yang menemukan

bahwa budaya organisasi berperan dalam menciptakan kinerja yang unggul,

membuktikan hubungan yang signifikan dan positif antara budaya dan kinerja.

Demikian juga halnya halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan Van der Post

dkk. (1998) meneliti hubungan antara budaya organisasi dan kinerja keuangan

organisasi di Afrika Selatan. Hasilnya menunjukkan bahwa organisasi budaya

memiliki hubungan positif dengan kinerja keuangan perusahaan.


234

Adanya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja usaha dengan

koefisien determinasi yang signifikan dalam penelitian ini serta beberapa penelitian

sebelumnya menguatkan pandangan yang dikemukakan Robins (2002: 248) bahwa

budaya organisasi (organizational culture) sebagai suatu sistem makna bersama

yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan

organisasi yang lain. Sistem makna bersama merupakan seperangkat karakter kunci

dari nilai-nilai organisasi. Lebih lanjut Barry Cushway dan Derek Lodge (1995;

dalam Nawawi, 2003) mengemukakan budaya organisasi adalah suatu kepercayaan

dan nilai-nilai yang menjadi falsafah utama yang dipegang teguh oleh anggota

organisasi dalam menjalankan atau mengoperasionalkan kegiatan organisasi.

Mencermati hasil wawancara yang telah diuraikan sebelumnya

mempertegas adanya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja usaha

sebagaimana hasil uji koefisien determinasi yang signifikansi pengaruh budaya

organisasi terhadap kinerja usaha. Signifikansi pengaruh budaya orgaisasi terhadap

kinerja usaha diakibatkan oleh adanya aktivitas pengelola dalam mewujudkan

pencapaian tujuan dan misi organisasi Badan Usaha Milik Desa. Dalam upaya

mewujudkan tujuan dan misi organisasi pengelola melakukan penyesuaian baik

penyesuaian individu, penyesuaian organisasi maupun penyesuaian terhadap

lingkungan dalam pengelolaan yang didasarkan pada nilai-nilai dasar dan norma

yang berlaku pada organisasi. Hasil uji ini memperkuat teori yang dikemukakan

Black dan Mendenhall (1989:143) bahwa penyesuaian seharusnya dilakukan pada

banyak dimensi, terutama penyesuaian individu, penyesuaian organisasional dan

penyesuaian lingkungan.
235

Berdasarkan hasil analisis mendalam atas jawaban responden pada item-

item pernyataan dan pertanyaan disetiap dimensi variabel budaya organisasi bahwa;

dimensi keterlibatan memiliki nilai rata-rata sebesar 3.96, dimensi konsistensi

memiliki nilai rata-rata sebesar 3.94, dimensi adaptabilitas memiliki nilai rata-rata

sebesar 3.92, dan dimensi misi dengan nilai rata-rata sebesar 3.90. Perolehan hasil

dari masing-masing dimensi tidak terlalu jauh hal ini nampak pada perolehan skor

nilai tertinggi dan terrendah selisihnya sebesar 0.06. Hasil perolehan ini dapat

dimaknai bahwa keseluruhan dimensi merupakan point penting dalam variabel

budaya organisasi. Aktivitas pengelola dalam mengelola dan mengembangkan

BUMDes merupakan wujud dari budaya organisasi sehingga memberikan pengaruh

pada kinerja BUMDes Di Kabupaten Gorontalo.

Hasil uji analisis ini sejalan dengan pandangan Fry (2009:266) yang

menyatakan bahwa organisasi yang beradaptasi untuk berubah dan mencari dengan

kreatif untuk cara-cara yang baru dan lebih baik untuk mengoperasikan dan

mempertemukan dengan kebutuhan para karyawan dan konsumen mereka.

Demikian juga dengan pandangan Gibson (dalam Ernawan, 2011:33) bahwa

budaya perusahaan dapat dikatakan sebagai kepribadian perusahaan, artinya budaya

mempengaruhi seluruh kegiatan karyawan dalam perusahaan, bagaimana mereka

bekerja, cara memandang suatu pekerjaan, bekerja dengan kolega, dan melihat

masa depan.

Hasil analisis penelitian ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan

oleh Denison (1995) bahwa beradaptasi menekankan pada kemampuan organisasi

untuk menerima, menafsirkan dan menerjemahkan tuntutan dari lingkungan luar ke


236

norma internal yang mengarah pada kelangsungan hidup atau kesuksesan.

Demikian juga dengan yang dikemukakan Schindehutte et. all. (2009:264) bahwa

adaptasi merupakan tindakan-tindakan para pelaku usaha dan timnya dalam

memproses masukan-masukan informasi dari lingkungannya dan membuat

penyesuaian-penyesuaian yang cepat. Pandangan pemikian sebagaimana diuraikan

di atas pada dasarnya mempertegas pemahaman arti pentingnya organisasi dalam

melaksnakan adaptasi sebagai salah satu upaya untuk ditindaklanjuti oleh pengelola

Badan Usaha Milik Desa baik secara melembaga maupun secara individu. Sebagai

salah satu dimensi budaya organisasi adaptasi perlu mendapat perhatian sebab

memiliki peran yang sangat strategis dan dapat berpengaruh terhadap kinerja usaha

Badan Usaha Milik Desa Di Kabupaten Gorontalo.

4.5.5 Pengaruh Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja BUMDes Di


Kabupaten Gorontalo.

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan sebelumnya menunjukkan

bahwa perilaku wirausaha berpengaruh positif sebesar 0,349 atau sebesar 34,9 %

dan signifikan pada taraf signifikansi α = 5 % atau 0,05 terhadap kinerja Badan

Usaha Milik Desa. Hasil uji ini mengandung makna bahwa perilaku wirausaha

memiliki kecendrungan yang cukup besar dalam membentuk kinerja Badan Usaha

Milik Desa di Kabupaten Gorontalo. Besaran pengaruh ini menunjukkan bahwa

perilaku wirausaha merupakan determinasi dari variabel kinerja. Hal ini dapat

dimaknai bahwa kinerja pada Badan Usaha Milik Desa sebahagian besar

dipengaruhi oleh perilaku wirausaha, sedangkan sebahagian lainnya dipengaruhi

oleh faktor-faktor lain.


237

Berdasarkan penelitian Dirlanudin (2010) menunjukan bahwa perilaku

wirausaha berpengaruh langsung dan bernilai positif terhadap keberhasilan kinerja

usaha kecil industri agro. Indikator keberhasilan kinerja pengusaha kecil yang

digunakan adalah peningkatan jumlah pelanggan, kecenderungan loyalitas

pelanggan, perluasan pangsa pasar, kemampuan bersaing, dan peningkatan

pendapatan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga

pengusaha kecil industri agro. Hasil penelitian ini memperjelas bahwa perilaku

wirausaha berpengaruh terhadap kinerja usaha. Indikator keberhasilan kinerja usaha

sebagaimana hasil penelitian Dirlanudin (2010) cenderung memiliki kesamaan

dengan dimensi kinerja usaha yang dikemukakan Day (1999) bahwa performance

outcomes (kinerja) perusahaan meliputi: 1) satisfaction (kepuasan) artinya

semakin banyak pihak-pihak yang merasa terpuaskan oleh keberadaan

perusahaan itu, seperti pelanggan, pemilik saham, karyawan, pemberi pijaman,

pemasok dan pemerintah; 2) loyality (loyalitas), menyangkut kesetiaan pelanggan

terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga mereka tidak

berpindah dalam pembelian pada produk perusahaan lain; 3) market share

(pangsa pasar), dalam hal ini sejauh mana perusahaan tersebut mampu untuk

terus meningkatkan dan memperluas pangsa pasarnya bahkan mampu menjadi

pemimpin pasar; dan 4) profitability (peningkatan pendapatan), suatu

perusahaan dikatakan berhasil dalam usahanya dan menunjukkan kinerja yang

baik jika secara bertahap terus memperlihatkan peningkatan profit yang

signifikan.
238

Demikian juga hasil penelitian Kellermanns et al. (2008) yang menyatakan

bahwa perilaku kewirausahaan dipandang sebagai elemen penting dalam

kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan keluarga karena membantu

menciptakan lapangan kerja dan kekayaan bagi anggota keluarga. Tanpa perilaku

kewirausahaan, perusahaan keluarga kemungkinan akan menjadi stagnan. Sehingga

membatasi potensi untuk mencapai kesuksesan perusahaan dan pertumbuhan di

masa depan. Hasil ini mempertegas keabsahan akan adanya pengaruh perilaku

wirausaha terhadap kinerja usaha. Angka signifikan pengaruh perilaku wirausaha

terhadap kinerja usaha diakibatkan keterkaitan dimensi variable perilaku wirausaha

dengan dimensi-dimensi kinerja usaha.

Berdasarkan hasil wawancara dan hasil uji signifikansi sebagaimana uraian

di atas memperjelas adanya pengaruh perilaku wirausaha terhadap kinerja usaha.

Sebab Menurut Bird dan Schjoedt (2009), perilaku wirausaha merupakan bagian

penting di dalam proses kewirausahaan, dimana perilaku wirausaha merupakan

perilaku manusia dalam mengindentifikasi dan mengeksploitasi peluang melalui

pembentukan dan pengembangan usaha. Pandangan ini bersinggungan dengan

pendapat Suryana (2003) bahwa terdapat delapan karakteristik kewirausahaan

yaitu; memiliki rasa tanggung jawab atas usahanya, berani mengambil resiko dalam

menjalankan usahanya, percaya diri untuk berhasil, memiliki semangat dan kerja

keras untuk mengembangkan usahanya, berorientasi ke depan, keterampilan dalam

pengelolaan, memiliki keinginan untuk berprestasi. Pandangan di atas dapat

diartikan memperkuat perilaku wirausaha pengelola BUMDes bahkan perilaku

wirausaha dapat dilihat dari pola tingkah laku individu dalam mengidentifikasi
239

peluang usaha, memiliki rasa tanggung jawab, berani mengambil resiko, percaya

diri, terampil mengelola dan memiliki kinerja dalam mengembangkan usaha.

Pendapat di atas menjelaskan kecendrungan adanya pengaruh perilaku wirausaha

pengelola terhadap kinerja usaha sebagaimana hasil uji signifikansi dan wawancara

yang dilakukan pada penelitian ini.

Untuk lebih memahami lebih lanjut hasil uji signifikansi dan hasil

wawancara dapat dilihat pada hasil analisis deskriptif berdasarkan item pernyataan

atau pertanyaan yang diajukan kepada para responden. Berdasarkan tanggapan

reponden terhadap item-item pernyataan atau pertanyaan yang diajukan dari enam

dimensi diperoleh; dimensi mengumpulkan informasi dengan koefisien pengaruh

sebesar 72,1, dimensi mengidentifikasi peluang dengan koefisien pengaruh sebesar

74,7, dimensi menangani resiko dengan koefisien pengaruh sebesar 78,5, dimensi

membangun relasi jaringan dengan koefisien pengaruh sebesar 67,6, dimensi

membuat keputusan di bawah ketidak pastian koefisien pengaruh sebesar 69,8 dan

dimensi belajar dari pengalaman dengan koefisien pengaruh sebesar 74,1.

Mencermati hasil perolehan dari masing-masing dimensi nampak perolehan skor

nilai tertinggi dan terrendah selisihnya sebesar 10.9 dan masih berada di atas taraf

signifikansi 0.5. Hasil perolehan ini dapat dimaknai bahwa keseluruhan dimensi

merupakan point penting dalam variabel perilaku wirausaha. Aktivitas pengelola

dalam mengelola dan mengembangkan BUMDes merupakan wujud dari perilaku

wirausaha pengelola sehingga memberikan pengaruh pada kinerja Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes) Di Kabupaten Gorontalo.


240

Berdasarkan uraian pembahasan di atas semakin mempertegas adanya

signifikansi pengaruh perilaku wirausaha pengelola terhadap kinerja usaha Badan

Usaha Milik Desa di Kabupaten Gorontalo. Pengaruh tersebut diakibatkan oleh

kemapuan pengelola dalam menangani resiko terhadap perubahan yang terjadi baik

di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal organisasi Badan Usaha Milik

Desa. Hasil penelitian ini mendukung pandangan yang dikemukakan Scaborough

dan Zimmerer (2005:4) bahwa bahwa perilaku seorang wirausahawan adalah orang

yang memiliki kemampuan menciptakan bisnis baru dan berani menghadapi resiko

untuk tujuan mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan mengidentifikasi

peluang dan merancang sumber daya yang diperlukan pada usaha mereka.

Sementara untuk dimensi membangun relasi jaringan perlu mendapatkan

perhatian dari pihak pengelola sebab dengan membangun relasi dan jaringan akan

lebih memperluas dan membuka peluang baru dan saling bertukar ide maupun

membangun gagasan baru dan hubungan-hubungan produktif dalam

mengembangkan usaha. Hal ini sebagaimana dikemukakan Baker 1994 (dalam

Emmy, 2016:5) bahwa jejaring kerja adalah proses aktif membangun dan

mengelola hubungan-hubungan yang produktif baik personal maupun organisasi.

Sebagai salah satu dimensi perilaku wirausaha pengelola kemampuan membangun

relasi dan jaringan perlu mendapat perhatian sebab memiliki peran penting dan

berpengaruh terhadap kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa.

4.5.6 Pengaruh Kompetensi Yang Dimediasi Perilaku Wirausaha Terhadap


Kinerja BUMDes Di Kabupaten Gorontalo

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan sebelumnya menunjukkan

bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa
241

yang dimediasi oleh perilaku wirausaha. Hasil uji ini cukup berbeda jika

dibandingan dengan hasil uji sebelumnya yang menguji secara langsung pengaruh

kompetensi terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa. Perbedaan ini nampak pada

hasil signifikansi nilai perolehan koefisien determinasi pengaruh langsung

kompetensi terhadap kinerja sebesar 20 %. Sedangkan hasil uji signifikansi

pengaruh tidak langsung nilai perolehan koefisien determinasi sebesar 28 %. Hasil

uji hipotesis pengaruh tidak langsung pengaruhnya lebih besar dari uji pengaruh

langsung terhadap kinerja usaha. Hal ini memberi isyarat bahwa kompetensi

pengaruhnya terhadap kinerja usaha akan lebih meningkat jika dimediasi oleh

perilaku wirausaha. Hasil uji ini semakin dipertegas oleh Davis dan Newstrom

(2015:109) yang mengatakan bahwa kompetensi dan kinerja yang tinggi

memberikan isyarat bahwa organisasi dikelola dengan baik dan secara fundamental

akan menghasilkan perilaku organisasi yang efektif. Pernyataan ini mendapat

dukungan dari Walker (dalam Iswanto, 2005:5.4-5.5) menyatakan kompetensi

(competence), perilaku wirausaha (entrepreneurial behavior) merupakan variabel

penting yang mempengaruhi kinerja (performance) yang dapat dikontrol oleh

manajemen. Artinya bahwa kompetensi pengelola memiliki kecendrungan

memberikan pengaruh terhadap kinerja usaha dengan dimediasi perilaku wirausaha

dengan pengawasan oleh pihak pimpinan.

Bila dianalisis lebih lanjut hasil uji pengaruh kompetensi pengelola yang

dimediasi perilaku wirausaha terhadap kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa lebih

kecil bersumber dari kompetensi pengelola sebesar 20 % dan pengaruh lebih besar

dari perilaku wirausaha sebesar 34.9 %. Sementara pengaruh kompetensi pengelola


242

terhadap perilaku wirausaha sebesar 57.2 %. Dengan demikian perilaku wirausaha

pengelola memiliki peran sebagai katalisator pada proses peningkatan kinerja usaha

Badan Usaha Milik Desa. Artinya bahwa mediasi perilaku wirausaha turut

memberikan peran dan menjadi penyebab perubahan dalam peningkatan kinerja

usaha. Hal ini nampak dari hasil analisis smart PLS 3,1 melalui uji specific effect.

Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi kemampuan menangani resiko

memiliki nilai koefisien paling besar dari enam dimensi perilaku wirausaha

pengelola. Besarnya nilai koefisien dimensi ini mengandung arti bahwa dimensi

kemampuan menangani resiko memiliki peran yang lebih dibandingkan lima

dimensi lainnya sebagai katalisator dalam pada proses peningkatan kinerja usaha.

Mencermati uraian di atas peran lebih dari dimensi kemampuan menangani

resiko sebagaimana dapat dipahami dari hasil wawancara dengan pengelola nampak

pada aktifitas pengelolaan Badan Usaha Milik Desa terutama pada hal-hal yang

berkaitan dengan peningkatan kinerja usaha. Aktifitas yang dilakukan pengelola

dengan mengorganisir resiko usaha baik yang datangnya dari dalam maupun dari

luar organisasi dan mengatur resiko agar tidak terjadi persaingan usaha. Disamping

itu mengasumsikan resiko sebagai suatu tantangan yang dihadapi dan diminimalisir

dengan melakukan perubahan-perubahan dan penyesuaian pada jenis usaha dan

pelayanan kebutuhan masyarakat dalam peningkatan kinerja usaha Badan Usaha

Milik Desa. Hal ini dapat ditelusuri secara lebih detail dari indikator dimensi

kemampuan menangani resiko yang memiliki nalai terbesar.

Berdasarkan analisis data deskriptif indikator yang memiliki nilai terbesar

atas tanggapan responden pada item pertanyaan kemampuan mengasumsikan


243

resiko usaha Badan Usaha Milik Desa. Tingginya nilai dari tanggapan responden

ini menunjukkan bahwa peran pengelola dalam melakukan penyesuaian terhadap

perubahan-perubahan dan tantangan serta resiko yang dihadapi guna mencapai

peningkatan kinerja usaha. Hal ini sebagaimana dikemukakan Drucker (dalam

Alma 2018:57) bahwa mereka yang ketika menetapkan sebuah keputusan, telah

memehami secara sadar resiko yang bakal dihadapi, dalam arti resiko itu sudah

dibatasi dan terukur, dan kemungkinan munculnya resiko itu dapat diperkecil. Dari

pandangan ini dapat diartikan bahwa upaya penyesuaian tehadap perubahan-

perubahan dan tantangan ini merupakan inovasi kreatif dari pengelola dalam

memperkecil kemungkinan terjadinya resiko.

Dari uraian pembahasan sebagaimana yang telah disampaikan di atas

menerangkan adanya dua variabel yang memiliki pengaruh terhadap varibel

lainnya. Dua variabel pengaruh yang dimaksud memiliki peran masing-masing

yaitu peran variabel komptensi terhadap perilaku wirausaha, serta peran variabel

perilku perilaku wirausaha terhadap kinerja usaha. Hal ini semakin memperjelas

pemahaman bahwa kompetensi para pengelola memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kinerja usaha yang dimediasi oleh perilaku wirausaha.

Sehubungan dengan hal tersebut dalam upaya peningkatan kinerja usaha

dapat dilakukan dengan peran pengelola dalam pengelolaan usaha Badan Usaha

Milik Desa. Hal ini didasakan pada asumsi bahwa pengelola Badan Usaha Milik

Desa sebagai pelaksana usaha mampu menggerakkan dan mewujudkan perilaku

wirausaha dalam peningkatan kinerja usaha yang dijalankan. Sehingga dapat

dikatakan bahwa peningkatan kinerja usaha dapat diraih dengan penerapan nilai-
244

nilai perilaku wirausaha sebagai wujud dari kompetensi para pengelola. Penerapan

nilai-nilai tersebut harus dibarengi dengan penguatan kemampuan menangani

resiko serta kegigihan para pengelola dalam menjalankan dan mengelola usaha

BUMDes sebagai wujud dan eksistensi perilaku wirausaha.

4.5.7 Pengaruh Budaya Organisasi Yang Dimediasi Perilaku Wirausaha


Terhadap Kinerja BUMDes Di Kabupaten Gorontalo

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan sebelumnya menunjukkan

bahwa budaya organisasi tidak signifikan pengaruhnya terhadap kinerja Badan

Usaha Milik Desa yang dimediasi oleh perilaku wirausaha. Hasil uji tersebut sangat

berbeda bila disandingkan dengan hasil uji sebelumnya yang menguji pengaruh

langsung budaya organisasi terhadap usaha kinerja Badan Usaha Milik Desa.

Perbedaan ini nampak pada perolehan yang tidak signifikan hasil uji pengaruh tidak

langsung dengan nilai koefisien negatif sebesar -0,097. Sementara pada hasil uji

langsung pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja usaha Badan Usaha Milik

Desa menunjukkan hasil uji yang signifikan dengan nilai koefisien pengaruh

sebesar 34.3 %.

Mencermati nilai koefisien negatif dan tidak signifikan pengaruh tidak

langsung budaya organisasi yang dimediasi perilaku wirausaha pengelola terhadap

kinerja usaha memberi isyarat bahwa untuk kasus Badan Usaha Milik Desa budaya

organisasi tidak berjalan linier dalam pencapaian kinerja. Artinya bahwa perilaku

wirausaha bukan merupakan determinasi budaya organisasi dalam pencapaian

kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa, meskipun antara budaya organisasi dan

perilaku wirausaha memiliki hubungan posistif demikian pula halnya perilaku

wirausaha dan kinerja usaha punya hubungan positif. Namun bila budaya organisasi
245

dimediasi oleh perilaku wirausaha tidak akan memberi kontribusi pengaruh pada

pencapaian kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa. Temuan hasil penelitian ini

tentunya menjadi antithesis dari konsep Ogbonna (1993) yang mengemukakan

bahwa budaya organisasi dengan nilai-nilai yang dimiliki dapat memungkinkan

organisasi mencapai kinerja unggul dan kompetitif melalui interaksi dan perilaku

individu.

Tidak signifikannya pengaruh budaya organisasi yang dimediasi perilaku

wirausaha terhadap kinerja usaha menunjukkan bahwa perilaku wirausaha bukan

merupakan mediator pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja usaha.

Berdasarkan hasil penelitian di peroleh hasil interaksi antara perilaku wirausaha dan

budaya organisasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan hal ini di duga karena

terdapat kontradiksi antara nilai loading faktor pada varibel perilaku wirausaha.

Kontradiksi pada variabel perilaku wirausaha terjadi karena nilai perolehan pada

dimensi kemampuan untuk membangun relasi dan jaringan (Y4), dan dimensi

kemampuan untuk membuat keputusan di bawah ketidakpastian dan ambiguitas

(Y5) nilainya relatif kecil di bandingkan dgn nilai loading faktor pada variabel

budaya organisasi. Hasil uji koefisien ini menunjukan indikasi bahwa perilaku

wirausaha dari pengelola bukan merupakan determinan variabel budaya organisasi

terhadap kinerja usaha sehingga dapat menurunkan kinerja Badan Usaha Milik

Desa.

Hasil yang serupa ditemukan pada penelitian Lovihan (2014) menunjukkan

bahwa perilaku organisasi bukan merupakan mediator antara budaya organisasi dan

prestasi kerja. Demikian juga dengan penelitian Frank, Kessler dan Fink (2010)
246

serta Anderson (2010) yang melaporkan korelasi yang rendah dan hubungan negatif

antara budaya organisasi yang dimediasi perilaku organisasi terhadap kinerja

perusahaan. Hasil uji ini berbeda dengan beberapa model teoritis sebagaimana

pandangan Ferris et al., (1998) yang menegaskan bahwa budaya yang efektif dari

suatu organisasi didasarkan pada nilai-nilai pendukung dan kemudian sistem ini,

pada gilirannya, menciptakan dampak positif pada sikap dan perilaku karyawan,

yang memfasilitasi kinerja organisasi. Pandangan ini mendukung hasil penelitian

Maulani et.al (2015) menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh

signifikan terhadap kinerja dengan dimediasi perilaku organisasi.

Bila dicermati nilai perolehan hasil uji hipotesis yang kontradiksi antara

nilai loading faktor pada varibel perilaku wirausaha sebagaimana wawancara yang

dilakukan pada responden turut memberikan pengaruh dalam peningkatan kinerja

usaha. Terkait dimensi kemampuan untuk membangun relasi dan jaringan

menunjukkan adanya pengaruh terhadap kinerja usaha. Demikian juga halnya

dengan dimensi kemampuan untuk membuat keputusan dibawah ketidakpastian

dan ambiguitas menunjukkan adanya pengaruh terhadap dalam peningkatan kinerja

usaha. Meskipun pengelola umumnya masih mengadopsi usaha BUMDes atau

usaha lainnya terutama pada unit-unit usaha yang dianggap berkembang setidaknya

dari dimensi-dimensi pada perilaku wirausaha dapat memberi sumbangsih bagi

perkembangan kinerja BUMDes. Sehingga ketika perilaku wirausaha dijadikan

sebagai mediator antara budaya organisasi dan kinerja usaha tidak dapat

memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa.
247

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku wirausaha bukan merupakan

determinan budaya organisasi terhadap kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa.

Berdasarkan hasil analisis data responden dan informasi sebagaimana

uraian di atas maka dalam pencapaian kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa pihak

manajemen perlu juga memperhatikan kontribusi para pengelola dalam

aktifitasnya. Organ, Podaskoff, dan McKenzie (2006) mengemukakan bahwa

dalam memahami sumbangan individu-individu terhadap suatu organisasi tidak

cukup sekedar memahami bagaimana mereka melakukan tugas-tugasnya secara

lebih efisien, namun juga bagaimana karyawan memberikan kontribusinya terhadap

keseluruhan karakter organisasi serta memberikan nilai tambah. Dari pandangan ini

dapat dipahami bahwa pihak manajemen perlu memperhatikan perilaku individu

yang dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja organisasi. Lebih lanjut

Konovsky & Pugh (1994) mengemukakan perilaku individu yang merupakan aspek

tambahan dalam peningkatan kinerja dalam tugas, mempengaruhi efektivitas

kelompok dan organisasi secara keseluruhan, yang biasa disebut perilaku

keorganisasian.

Kedua pandangan di atas bila disandingkan dengan hasil penelitian maka

dapat dijelaskan bahwa dalam peningkatan kinerja usaha dari sudut budaya

organisasi dan perilaku wirausaha para pengelola sudah menerapkan dengan baik.

Namun pada ketika perilaku wirausaha dijadikan mediator antara budaya organisasi

dan kinerja usaha terdapat beberapa dimensi pada variabel perilaku wirausaha yang

kontribusi pengaruhnya negatif dan tidak signifikan. Tidak signifikannya pengaruh

ini diakibatkan belum optimalnya perilaku wirausaha para pengelola dalam


248

mengelola usaha. Perilaku wirausaha yang ada pada para pengelola masih sebatas

mencontoh dan mengadopsi jenis usaha yang ada pada tempat usaha lain dalam arti

bahwa belum ada perilaku wirausaha yang benar-benar murni merupakan ide,

inovasi atau kreativitas serta belum memiliki orientasi kewirausahaan dari para

pengelola. Sebab menurut Runyan et al. (2008) Dalam penelitiannya tentang

pengaruh entrepreneurial orientation (EO) dan small business orientation (SBO)

terhadap usaha kecil. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengusaha yang

berorientasi kewirausahaan (EO) akan cenderung melakukan inovasi, yaitu dengan

memperkenalkan barang baru dan metode baru yang lebih efektif dan efisien,

membuka pasar baru dan mencari peluang sumber pasokan baru, bersikap proaktif,

serta berani mengambil risiko. Sebaliknya pengusaha yang berorientasi pada usaha

kecil (SBO) cenderung kurang memiliki inovasi, tidak aktif dalam pemasaran dan

hanya berorientasi pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Sehubungan dengan uraian pembahasan di atas semakin memperjelas

bahwa penyebab tidak signifinakannya pengaruh budaya organisasi terhadap

kinerja usaha diakibatkan kurang optimalnya perilaku wirausaha para pengelola.

Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja BUMDes dapat dilakukan dengan

lebih mempertahankan dan memperkuat budaya organisasi yang sudah terbangun

di internal organisasi juga perlu adanya internalisasi nilai dari adaptasi eksternal

serta memperbaiki perilaku wirausaha para pengelola. Sebagaimana pandangan

Scholz (1987) bahwa budaya yang kuat akan membuat organisai kuat dan dapat

membentuk pola perilaku dalam organisasi yang dapat menghadapi persaingan dan

peningkatan kinerja. Sehingga dapat dikatakan peningkatan kinerja usaha dapat


249

dicapai dengan memperkuat budaya organisasi dan memperbaiki pola perilaku

wirausaha para pengelola agar bisa bersaing demi pencapainan tujuan.

4.6 Pengembangan Teori


4.6.1 Pengembangan Teori Kompetensi Pengelola Terhadap Kinerja Usaha
Badan Usaha Milik Desa

Berdasarkan pembahasan sebelumnya dikemukakan bahwa kompetensi

pengelola berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha. Hasil analisis

deskriptif menunjukkan bahwa berorientasi pada keberhasilan pekerjaan pada

dimensi motivasi merupakan pemberi kontribusi skor tertinggi untuk variable

kompetensi. Berorienstasi pada keberhasilan merupakan salah satu tindakan yang

memotivasi setiap pengelola dalam pencapaian kinerja Badan Usaha Milik Desa.

Orientasi pada keberhasilan tersebut merupakan motivasi berprestasi pada individu

dalam organisasi dengan kondisi kejiwaan dan mental yang berupa tenaga,

mengarahkan, menyalurkan, dan mempertahankan serta sikap dan perilaku yang

dituunjukkan oleh karyawan.

Motivasi merupakan salah satu karakteristik dari kompetensi yang ada pada

setiap individu menjadi salah satu pemicu pengelola dalam aktifitas pengelolaan

Badan Usaha Milik Desa sehingga memberi dampak positif bagi peningkatan

kinerja usaha. Spencer dan Spencer 1993 (dalam Sanghi 2007:10) mengemukakan

bahwa motivasi adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan

orang yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih

perilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu. Selanjutnya Dysvik dan Kuvaas

2008 (dalam Widodo 2014:160) mengemukakan bahwa motivasi merujuk pada

keinginan kuat seseorang atau individu untuk sukses dalam menghadapi tantangan
250

dan peluang atas apa yang telah mereka targetkan. Motivasi yang timbul dari dalam

diri seperti yang disebutkan di atas termasuk pada kategori motivasi berprestasi.

Coad (1999) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi bagi sebagian

orang merupakan langkah awal dalam kompetensi baik berpengaruh langsung

maupun tidak langsung terhadap kinerja karyawan. Lebih lanjut Osteraker 1999

(dalam Widodo 2014:160) mengemukakan terdapat tiga indikator motivasi

berprestasi antara lain; 1) ketertarikan pada tantangan pekerjaan, 2) keinginan untuk

berkembang; dan 2) menikmati keberhasilan pekerjaannya.

Pandangan di atas menegaskan secara lebih spesifik bahwa aktifitas dalam

mencapai tujuan didorong oleh motivasi untuk berhasil dalam mengelola sebagai

wujud dari kapabilitas kompetensi para pengelola suatu organisasi. Lebih lanjut

Spencer dan Spencer 1993 (dalam Sanghi 2007:10) mengemukakan bahwa

karakteristik kompetensi konsep diri, sifat dan motif merupakan karakteristik

kompetensi yang tidak tampak atau lebih tersembunyi serta lebih dalam dan

merupakan pusat kepribadian seseorang. Boulter et al. 1996 (dalam Sanghi

2007:11) mengemukakan bahwa kompetensi pada setiap individu nampak pada; 1)

Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas dengan baik. 2)

Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang khusus/tertentu.

3) Social role adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang dan ditonjolkan

dalam masyarakat (ekspresi nilai-nilai diri). 4) Self image adalah pandangan orang

terhadap diri sendiri, merekflesikan identitas. 5) Trait adalah karakteristik abadi

dari seorang karakteristik yang membuat orang untuk berperilaku. 6) Motive adalah
251

sesuatu dorongan seseorang secara konsisten berperilaku, sebab perilaku seperti hal

tersebut sebagai sumber kenyamanan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa kompetensi merupakan

bagian kepribadian yang mendalam yang tercermin pada perilaku setiap orang yang

dapat dilihat pada berbagai situasi kondisi dan tugas pekerjaan. Disamping itu juga

dengan kompetensi yang ada pada setiap individu pihak manajemen dalam hal ini

pimpinan organisasi dapat melihat siapa yang memiliki kinerja yang baik maupun

kurang baik dengan menggunakan standar penilaian yang berlaku sebagai dasar

dalam penntuan tingkat efektivitas kinerja yang diharapkan. Amstrong (2014:86)

mengemukakan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, ketrampilan dan kualitas

individu untuk mencapai kesuksesan pekerjaannya. Artinya bahwa dengan

kompetensi yang dimiliki oleh setiap individu akan dapat menjadikan keunggulan

bagi organisasi dalam menghadapi persaingan usaha.

Kompetensi utama pada individu dapat ditingkatkan dengan melakukan

pengembangan dan memperbaiki faktor-faktor yang membentuknya. Zweel (dalam

Sudarmanto, 2015:54) mengemukakan bahwa terdapat 7 (tujuh) derterminan yang

mempengaruhi atau membentuk kompetensi individu dalam organisasi yaitu: 1)

Kepercayaan, kepercayaan terkait dengan kejururan dan nilai seseorang terhadap

sesuatu sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku individu. 2)

Keahlian/keterampilan, aspek ini memegang peranan sangat penting dalam

membentuk kompetensi. 3) Pengalaman, pengalaman merupakan elemen penting

dalam membentuk penguasaan kompetensi seseorang terhadap tugas yang

mendasarkan tiap aktifitasnya berdasarkan pengalaman sebelumnya yang pernah


252

dirasakan. 4) Karakteristik personal, karakteristik personal menyangkut watak dan

kepribadian individu berupa keihklasan dala bekerja turut berpengaruh terhadap

kompetensi seseorang. 5) Motivasi, motivasi berupa dorongan individu terhadap

suatu pekerjaan atau aktivitas berupa keinginan untuk berprestasi yang berpengaruh

terhadap hasil yang ingin dicapai. 6) Perilaku, menyangkut isu-isu emosional yang

menghambat dan blok-blok emosional berupa perilaku menyimpang misalnya tidak

patuh terhadap aturaan organisasi sering kali dapat membatasi penguasaan

kompetensi. 7) Kapasitas intelektual, penguasaan pengetahuan individu akan tugas

pekerjaan yang diemban berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi.

Berdasarkan uraian sebagaimana diuraikan di atas faktor-faktor yang dapat

ditingkatkan dalam pengembangan dan memperbaiki kompetensi pengelola

menurut peneliti sangat perlu yang mendapat perhatian adalah dengan

mengoptimalkan kompetensi pengelola melalui peningkatan motivasi berprestasi.

Motivasi berprestasi sebagai faktor dalam pendekatan kompetensi dapat mewakili

dimensi-dimensi yang ada guna peningkatan dan pengembangan kompetensi.

Selanjutnya motivasi berprestasi dalam mengoptimalkan kompetensi perlu

diwujudkan dalam bentuk kegigihan (keuletan) para pengelola dalam dalam

menjalankan dan mengelola aktifitas usaha. Artinya bahwa dibutuhkan pengelola

yang memiliki tingkat kegigihan (keuletan) yang tinggi dalam mengelola usaha

BUMDes. Dengan memiliki kegigihan (keuletan) dalam berusaha akan semakin

mengefektifkan kompetensi para pengelola dalam upaya meningkatkan kinerja

Badan Usaha Milik Desa di kabupaten Gorontalo.


253

Keberhasilan dalam memperbaiki dan pengembangan guna peningkatan

kompetensi pengelola akan lebih efektif dengan menerapkan dan menambahkan

kegigihan (keuletan) sebagai salah satu indikator yang dapat meningkatkan secara

optimal pencapaian kinerja usaha. Kegigihan (keuletan) yang dalam kearifan lokal

dikenal dengan “mole’ato” tercermin pada kompetensi pengelola dalam aktivitas

pengelolaan usaha. Mole’ato adalah sikap atau semangat kerja yang dimiliki

seseorang sampai mencapai hasil yang diharapkan. Artinya bahwa dalam

pengelolaan usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo

dibutuhkan pengelola yang memiliki kegigihan dan keuletan (mole’ato). Adapun

model hubungan dapat dikemukakan sebagaimana gambar berikut ini:

Kompetensi
Pengelola

1) Motivasi Kegigigihan/Keuletan Kinerja


2) Watak (Mole’ato) BUMDes
3) Konsep Diri
4) Pengetahuan
5) Ketrampilan

Gambar 4.8 Model Hubungan Kompetensi Pengelola, Temuan Penelitian


Dengan Kinerja Usaha

Pada model gambar 4.8 di atas, menunjukkan pengaruh kompetensi

pengelola terhadap kinerja usaha, dimana sebagai selain variabel kompetensi

pengelola yang diwakili oleh lima dimensi sebagai model kompetensi pengelola

dalam penelitian ini, ditemukan pula faktor lain yang ikut mempengaruhi

peningkatan kinerja usaha. Pernyataan ini dadasarkan pada hasil analisis baik secara

teoritik maupun empirik bahwa dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja


254

BUMDes penerapan kompetensi pengelola akan lebih optimal apabila didukung

oleh kegigihan (keuletan) para pengelola dalam menjalankan dan mengelola

aktifitas usaha. Artinya bahwa secara teori dari 5 (lima) indikator kompetensi

pengelola akan lebih kuat lagi pengaruhnya terhadap kinerja BUMDes apabila

ditambahkan indikator kegigihan (keuletan) sebagai bentuk pengembangan model

dalam penelitian ini. Adapun pengembangan model tersebut dirumuskan dalam

persamaan sebagaimana berikut:

KU = f(M,W,KD,P,K, KG)……………………………….(1)
Keterangan:
KU = Kinerja Usaha
F = Fungsi
M = Motivasi
W = Watak
KD = Konsep Diri
P = Pengetahuan
K = Keterampilan
KG = Kegigihan/keuletan (Motuliato)
Model di atas menggambarkan tentang informasi kerangka pikir peneliti

bahwa dalam upaya peningkatan kinerja usaha diperlukan adanya pengembangan

model kompetensi yang merupakan penjumlahan dari faktor-faktor kompetensi

dengan kegigihan (keuletan) pengelola. Penggunaan model matematis ini akan

memudahkan pengembangan model kompetensi dalam peningkatan kinerja usaha

dengan dukungan kegigihan (keuletan), guna mewujudkan kompetensi pengelola

yang lebih optimal demi tercapainya tujuan organisasi khususnya dalam

pengoptimalan pengaruhnya terhadap kinerja BUMDes.


255

4.6.2 Pengembangan Teori Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Usaha


Badan Usaha Milik Desa

Dalam uraian pembahasan sebelumnya dikemukakan bahwa budaya

organisasi pengaruhnya positif dan signifikan terhadap kinerja usaha. Hasil analisis

deskriptif menunjukkan bahwa peningkatan kualitas pelayanan pada dimensi

adaptabilitas merupakan pemberi kontribusi skor tertinggi untuk variabel budaya

organisasi. Peningkatan kualitas pelayanan dengan fokus pada kebutuhan

masyarakat merupakan salah satu aktifitas pengelola dalam pencapaian

peningkatan kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa. Peningkatan kualitas

pelayanan sebagai kemampuan pengelola dalam beradaptasi dan menjadikan Badan

Usaha Milik Desa lebih leluasa dalam melayani kebutuhan masyarakat.

Kemampuan beradaptasi pengelola dalam meningkatkan kualitas pelayanan

memberikan dampak positif dalam pengembangan Badan Usaha Milik Desa di

Kabupaten Gorontalo.

Schindehutte dan Morris 2001 (dalam Suseno, 2018:92) menyatakan bahwa

dalam konteks bisnis berskala kecil, kemampuan adaptasi menjadi lebih penting.

Dibanding perusahaan-perusahaan berskala menengah dan besar, perusahaan-

perusahaan berskala kecil lebih rentan terhadap kekuatan-kekuatan eksternal,

terutama karena cadangan kas yang terbatas, kapasitas utang, sering bergantung

pada lini produk/jasa yang terbatas, dan kecenderungan untuk mengandalkan pada

suatu basis pelanggan ceruk (a niche customer base). Sementara Denison

(2006:257) mengemukakan bahwa adaptasi merupakan kemampuan organisasi

menerjemahkan pengaruh lingkungan dengan cara melakukan perubahan di dalam

organisasi dengan tujuan pengembangan dan pertumbuhan organisasi. Pandangan


256

ini menegaskan bahwa secara lebih spesifik setiap organisasi usaha baik yang

berskala kecil maupun besar harus bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan

perubahan lingkungan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Soekanto (2013:72) yang

memberikan batasan pengertian adaptasi yaitu; 1) proses mengatasi halangan-

halangan dari lingkungan, 2) penyesuaian terhadap norma-norma untuk

menyalurkan, 3) proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang

berubah, 4) mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan, 5)

memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan

system, 6) penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.

Mencermati uraian di atas bahwa secara lebih khusus bahwa budaya

organisasi menunjukkan adanya kemampuan organisasi beradaptasi dalam

mewujudkan kinerja yang lebih baik. Fry (2009:266) mengemukakan bahwa

Organisasi yang beradaptasi untuk berubah dan mencari dengan kreatif untuk cara-

cara yang baru dan lebih baik untuk mengoperasikan dan mempertemukan dengan

kebutuhan para karyawan dan konsumen mereka. Lebih lanjut Schein (2010: 17)

mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai sebuah pola dari asumsi-asumsi

dasar bersama yang dipelajari oleh sekelompok individu guna menyelesaikan

hambatan-hambatan dalam adaptasi eksternal dan integrasi internal, serta telah

dinyatakan valid untuk diajarkan kembali pada individu-individu baru sebagai cara

yang tepat dalam menerima, merasakan dan berpikir dalam menghadapi hambatan-

hambatan tersebut. Dari kedua pandangan tersebut dapat dipahami bahwa budaya

adaptif tidak dengan sendirinya dimiliki oleh suatu orgaisasi tetapi melalui suatu

upaya kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya.


257

Berkaitan dengan adaptasi Sobirin (2009:126) mengemukakan bahwa

adaptasi merupakan kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan

lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan internal organisasi. Hal senada

dikemukakan Marchand (2013:97) mengidentifikasi atribut-atribut dari budaya

adaptif yang meliputi, 1) semua karyawan, bagian, dan kelompok dalam organisasi

unuk berkolaborasi secara efektif, 2) kemampuan semua karyawan pada semua

tingkatan untuk berjejaring dengan pihak-pihak di luar organisasi, memperoleh

sumber-sumber baru dari informasi yang berguna maupun pespektif yang

membantu dalam proses. Itu meliputi jaringan dengan konsumen dan pemegang

kepentingan lain, tenaga ahli dari luar, bahkan dengan para pesaing, dan terakhir 3)

kemampuan semua karyawan di segala tingkatan untuk berinovasi dan

bereksperimen tanpa ada rasa takut. Pandangan ini memberi isyarat bahwa dalam

beradaptasi perlu adanya kerjasama semua unsur organisasi maupun dengan pihak

luar organisasi.

Daft 2010 (dalam, Uddin et al; 2013:65) mengemukakan bahwa budaya

organisasi yang kuat mendukung adaptasi dan mengembangkan kinerja karyawan

suatu organisasi dengan memotivasi karyawan menuju tujuan dan sasaran bersama,

dan akhirnya membentuk dan mengarahkan karyawan ke arah perilaku yang lebih

spesifik bekerjasama mencapai sasaran strategi operasional dan fungsional. Schein

(2010: 17) mengemukakan bahwa terdapat beberapa unsur yang esensial untuk

beradaptasi menghadapi lingkungan eksternal perusahaan adalah yaitu; 1) misi dan

strategi, menyangkut identifikasi misi primer organisasi dan penetapan strategi

perusahaan dalam mencapai misi tersebut, 2) tujuan, menyangkut tujuan dan


258

sasaran secara lebih spesifik yang ingin dicapai, 3) alat/sarana yang digunakan,

menyangkut penggunaan alat/sarana dan prasarana yang digunakan dalam

mengemban tujuan yang telah disepakati bersama, 4) pengukuran, terkait kriteria

pengukuran dan evaluasi hasil capaian yang diperoleh, dan 5) perbaikan,

menyangkut perbaikan atas kekurangan dan hambatan yang dihadapi. Dengan

kemampuan beradaptasi dengan merespon perubahan lingkungan organisasi

mengambil resiko belajar dari kesalahan dan pengalaman untuk menciptakan

perubahan. Budaya yang adaptif dicirikan oleh orang-orang yang berani mengambil

resiko, percaya satu sama lain, memiliki pendekatan proaktif untuk kehidupan

organisasi. Disamping itu bekerjasama untuk mengidentifikasi permasalahan,

percaya pada kemampuan koleganya serta memiliki antusiasme untuk melakukan

pekerjaan mereka.

Berdasarkan uraian sebagaimana dipaparkan di atas faktor-faktor yang

dapat ditingkatkan dalam pengembangan dan memperbaiki budaya organisasi

menurut peneliti sangat perlu mendapat perhatian oleh pihak pengelola demi

mengoptimalkan budaya organisasi dengan melakukan pendekatan adaptasi

eksternal. Adaptasi eksternal sebagai salah satu faktor pendekatan dapat mewakili

dimensi-dimensi yang ada guna peningkatan dan pengembangan budaya organisasi.

Sebaliknya terkait adaptasi eksternal sebagai faktor dalam pendekatan budaya

adaptif dapat diwujudkan dengan melakukan internalisasi nilai guna peningkatan

dan pengembangan budaya organisasi. Internalisasi nilai dimaksudkan untuk

mengadaptasi nilai-nilai ekternal organisasi berupa penyerapan nilai-nilai

administrative, politik, hukum, sosial ekonomi, stekholder sebagai sosial kontrol


259

agar bisa dipahami dan dipedomani sebagai budaya dalam organisasi oleh

pengelola dalam menjalankan aktifitas pengelolaan BUMDes. Dengan

ineternalisasi nilai diharapkan akan semakin mengefektifkan budaya organisasi

dalam upaya meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Desa di kabupaten

Gorontalo.

Keberhasilan dalam memperbaiki dan pengembangan dengan pendekatan

budaya adaptif guna peningkatan budaya organisasi akan lebih efektif dengan

menerapkan dan mengembangkan internaliasi nilai yang dapat meningkatkan

secara optimal pencapaian kinerja usaha. Internalisasi nilai dalam kearifan lokal

(local wisdom) budaya gorontalo dikenal dengan istilah “mopolo’opo tu’du” sebab

dalam kajian budaya organisasi bahwa budaya lokal turut mempengaruhi budaya

organisasi. “Mopolo’opo tu’udu” merupakan suatu proses

penyampaian/penyebaran informasi seperti ilmu-ilmu pengetahuan maupun tataran

aturan yang mengandung nilai-nilai berupa aturan yang terkait pengelolaan Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) juga nilai-nilai dalam budaya lokal Gorontalo.

Artinya bahwa dalam pengelolaan usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

pengelola perlu menginternalisasi nilai baik nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam

tata kelola maupun nilai-nilai budaya lokal yang berlaku di masyarakat. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa budaya organisasi akan dapat dicapai secara

maksimal apabila dibarengi dengan menerapkan dan mengembangkan internalisasi

nilai (mopolo’opo tu’udu). Adapun model hubungan antara budaya organisasi

dengan kinerja Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat dikemukakan

sebagaimana gambar 4.9 berikut ini:


260

Budaya
Organisasi
1) Keterlibatan
(involvement) Internalisasi Nilai Kinerja
2) Konsistensi (Mopolo’opo Tu’udu) BUMDes
(consistency)
3) Adaptabilitas
(adaptability)
4) Misi (mission)

Gambar 4.9 Model Hubungan Budaya Organisasi, Temuan


Penelitian, Dengan Kinerja Usaha

Pada model gambar 4.9 di atas, menunjukkan pengaruh budaya organisasi

terhadap kinerja usaha, dimana sebagai selain variabel budaya organisasi yang

diwakili oleh empat dimensi sebagai model budaya organisasi dalam penelitian ini,

ditemukan pula faktor lain yang ikut mempengaruhi peningkatan kinerja usaha.

Pernyataan ini didasarkan pada hasil analisis baik secara teoritik maupun empirik

bahwa dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja usaha penerapan budaya

organisasi akan lebih optimal apabila didukung oleh internalisasi nilai. Hal ini

mengandung makna bahwa secara teori dari 4 (empat) indikator budaya organisasi

akan lebih kuat lagi pengaruhnya terhadap kinerja BUMDes apabila ditambahkan

indikator internalisasi nilai sebagai bentuk pengembangan model dalam penelitian

ini. Adapun pengembangan model tersebut dirumuskan dalam persamaan

sebagaimana berikut:

KU = f(I,C,A,M, IN)……………………………….(2)
Keterangan:
KU = Kinerja Usaha
F = Fungsi
I = Involvement (Keterlibatan)
261

C = Consistency (Konsistensi)
A = Adaptability (Adaptabilitas)
M = Mission (Misi)
IN = Internalisasi Nilai (Mopolo’opo Tu’udu)

Model di atas menggambarkan tentang informasi kerangka pikir peneliti

bahwa dalam upaya peningkatan kinerja usaha diperlukan adanya pengembangan

model budaya organisasi yang merupakan penjumlahan dari faktor-faktor budaya

organisasi dengan internalisasi nilai. Penggunaan model matematis ini akan

memudahkan pengembangan model budaya organisasi dalam peningkatan kinerja

usaha dengan dukungan internalisasi nilai, guna mewujudkan budaya organisasi

yang lebih optimal demi tercapainya tujuan organisasi khususnya dalam

pengoptimalan pengaruhnya terhadap kinerja usaha.

4.6.3 Pengembangan Teori Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Usaha


Badan Usaha Milik Desa

Dalam uraian pembahasan sebelumnya dikemukakan bahwa perilaku

wirausaha pengaruhnya positif dan signifikan terhadap kinerja usaha Badan Usaha

Milik Desa di Kabupaten Gorontalo. Pengaruh tersebut diakibatkan oleh kemapuan

pengelola dalam menangani resiko terhadap perubahan yang terjadi baik di

lingkungan internal maupun lingkungan eksternal organisasi Badan Usaha Milik

Desa. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa membuat keputusan yang

berbasis peraturan pada dimensi kemampuan membuat keputusan di bawah ketidak

pastian dan ambiguitas merupakan pemberi kontribusi tertinggi untuk variabel

perilaku wirausaha.

Sementara untuk dimensi membangun relasi jaringan perlu mendapatkan

perhatian dari pihak pengelola sebab dengan membangun relasi dan jaringan akan
262

lebih memperluas dan membuka peluang baru dan saling bertukar ide maupun

membangun gagasan baru dan hubungan-hubungan produktif dalam

mengembangkan usaha. Hal ini sebagaimana dikemukakan Baker 1994 (dalam

Emmy, 2016:5) bahwa jejaring kerja adalah proses aktif membangun dan

mengelola hubungan-hubungan yang produktif baik personal maupun organisasi.

Sebagai salah satu dimensi perilaku wirausaha pengelola kemampuan membangun

relasi dan jaringan perlu mendapat perhatian sebab memiliki peran penting dan

berpengaruh terhadap kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa.

Kemampuan membangun relasi dan jaringan dalam dunia usaha dikenal

juga dengan kemitraan yang menurut para ahli merupakan hubungan kerjasama

antara dua pihak atau lebih dengan tujuan yang saling menguntungkan antara kedua

belah pihak berdasarkan atas kesepakatan. Hafsah (2000:10) mengemukakan

bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau

lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan

prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Sementara Boone dan Kurtz

(2017:21) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan afiliasi dari dua atau lebih

perusahaan dengan tujuan bersama, yaitu saling membantu dalam mencapai tujuan

Bersama. Dari kedua konsep di atas dapat dipahami bahwa kemitraan atau

hubungan relasi dan jaringan merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh dua

atau lebih kelompok usaha melalui proses kerjasama dalam waktu tertentu dengan

tujuan meraih keuntungan bersama.

Mencermati uraian di atas bahwa dengan membangun relasi dan jaringan

dengan pihak lain sebuah kelompok usaha akan dapat merealisasikan tujuan yang
263

ingin dicapai. Hal ini sebagaimana dikemukakan Neergard et. al (2005) bahwa

membangun hubungan yang baik antar individu maupun dengan organisasi bisnis

lain sering dilihat sebagai cara yang tepat untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal

ini didukung oleh temuan hasil penelitian Barnir dan Smith, 2002; Brush et al.,

2001; Grave dan Salaff, 2003 (dalam, Azmi 2019:12) bahwa membangun hubungan

dan jaringan merupakan sumber daya yang sangat diperlukan dalam memperoleh

informasi untuk pengusaha dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Arenius 2006 (dalam, Azmi

2019:12) mengemukakan bahwa membangun hubungan dan jaringan berpengaruh

terhadap peluang, pengenalan, pembuatan keputusan kepada seorang pengusaha

dan pertumbuhan bisnissebagai kriteria kesuksesan bisnis.

Berdasarkan uraian di atas bahwa faktor-faktor yang dapat ditingkatkan

dalam pengembangan dan memperbaiki perilaku wirausaha dengan

mengoptimalkan perilaku wirausaha pengelola adalah dengan melakukan

pendekatan membangun hubungan dan jaringan. Membangun hubungan dan

jaringan dapat lebih ditingkatkan dan diwujudkan dengan membina hubungan

dengan pihak luar. Artinya bahwa hubungan dan jaringan yang sudah terbangun

selama ini perlu lebih ditingkatkan dengan membina hubungan agar terjalin

kerjasama secara terus menerus. Membina hubungan dengan pihak luar sebagai

salah satu faktor pendekatan dapat mewakili dimensi-dimensi yang ada guna

peningkatan dan pengembangan perilaku wirausaha.

Keberhasilan dalam memperbaiki dan pengembangan dengan pendekatan

budaya adaptif guna peningkatan budaya organisasi akan lebih efektif dengan
264

menerapkan dan mengembangkan membina hubungan dengan pihak luar sebagai

salah satu indikator yang dapat meningkatkan secara optimal pencapaian kinerja

usaha. Membina hubungan dengan pihak luar dalam kearifan lokal (local

wisdom) budaya gorontalo dikenal dengan istilah “Moa’wota” tercermin pada

aktivitas dan perilaku pengelola dalam mengelola usaha. Moa’wota merupakan

sikap dan perilaku seseorang dalam menjalin hubungan dengan pihak lain yang

selalu dibina dan dipertahankan agar hubungan kerjasama tetap berjalan dengan

baik. Hal ini dimaksudkan bahwa dengan membina hubungan dengan pihak luar

(Moa’wota) tidak hanya berlangsung sekali saja namun secara berkesinambungan.

Dengan demikian dapat dikatan perilaku wirausaha pengelola akan lebih meningkat

secara maksimal apabila dibarengi dengan menerapkan dan mengembangkan

membina hubungan dengan pihak luar (moa’wota) sebagaimana gambar 4.10

berikut ini:

Gambar 4.10 Model Hubungan Perilaku Wirausaha, Temuan


Penelitian, Dengan Kinerja Usaha

Pada model gambar 4.10 di atas, menunjukkan pengaruh perilaku wirausaha

terhadap kinerja usaha, dimana sebagai selain variabel perilaku wirausaha yang

diwakili oleh enam dimensi sebagai model perilaku wirausaha dalam penelitian ini,

ditemukan pula faktor lain yang ikut mempengaruhi peningkatan kinerja usaha.
265

Pernyataan ini dadasarkan pada hasil analisis baik secara teoritik maupun empirik

bahwa dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja usaha penerapan perilaku

wirausaha akan lebih optimal apabila didukung oleh membina hubungan dengan

pihak luar. Hal ini mengandung makna bahwa secara teori dari 6 (enam) indikator

perilaku wirausaha pengelola akan lebih kuat lagi dan mensuport maksimal

terhadap kinerja BUMDes apabila ditambahkan indikator membina hubungan

dengan pihak luar sebagai bentuk pengembangan model dalam penelitian ini.

Adapun pengembangan model tersebut dirumuskan dalam persamaan sebagaimana

berikut:

KU = f(MI,IP,MR,MB,MK,BP, MHPL)………………………….(3)
Keterangan:
KU = Kinerja Usaha
F = Fungsi
MI = Mengumpulkan Informasi
IP = Identifikasi Peluang
MR = Menangani Resiko
MB = Membangun Relasi dan Jaringan
MK = Membuat Keputusan dan Ambiguitas
BP = Belajar Dari Pengalaman
MHPL = Membina Hubungan Dengan Pihak Luar (Moa’wota)
Model di atas menggambarkan tentang informasi kerangka pikir peneliti

bahwa dalam upaya peningkatan kinerja usaha diperlukan adanya pengembangan

model perilaku wirausaha yang merupakan penjumlahan dari faktor-faktor perilaku

wirausaha dengan toleransi ambiguitas. Penggunaan model matematis ini akan

memudahkan pengembangan model perilaku wirausaha dalam peningkatan kinerja

usaha dengan dukungan membina hubungan dengan pihak luar, guna

mewujudkan perilaku wirausaha yang lebih optimal demi tercapainya tujuan

organisasi khususnya dalam pengoptimalan pengaruhnya terhadap kinerja usaha.


266

Semua faktor pengaruh tersebut dalam penerapannya tidak dapat dilaksanakan

secara parsial akan tetapi dapat diterapkan secara simultan dengan komptensi

pengelola, budaya organisasi, perilaku wirausaha dalam peningkatan kinerja usaha

Badan Usaha Milik Desa. Secara simultan kerangka model pengembangan teori ini

dapat dijadikan sebagai “Panduan” yang dalam kearifan lokal disebut

“PADUMA” dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Oleh sebab

itu secara geometris kerangka model simultan dari faktor-faktor tersebut dapat

digambarkan sebagaimana pada gambar 4.11 berikut ini:

Gambar 4.11 Kerangka Model Simultan Temuan Penelitian

Berdasarkan kerangka model sebagaimana gambar 4.11 di atas peneliti

memberikan gambaran bahwa dalam upaya peningkatan dan pengembangan kinerja

usaha peneliti menawarkan konsep model yang didasarkan atas temuan hasil

penelitian yang memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja usaha. Untuk lebih
267

memahami lebih jelas tentang tawaran model tersebut maka peneliti menyajikannya

sbagaimana tabel 4.28 berikut:

Tabel 4.28 Tawaran Model Temuan Penelitian

Tawaran Model
Variabel Penelitian Temuan Penelitian
Temuan Penelitian
Kompetensi Pengelola Kompetensi Pengelola
1. Motivasi 1. Motivasi
2. Watak 2. Watak
Kegigihan (Moleato)
3. Konsep Diri 3. Konsep diri
4. Pengetahuan 4. Pengetahuan
5. Keterampilan 5. Keterampilan
6. Kegigihan (Moleato)
Budaya Organisasi Budaya Organisasi
1. Involvement 1. Involvement
(Keterlibatan) (Keterlibatan)
2. Consistency 2. Consistency
Internalisasi Nilai
(Konsistensi) (Konsistensi)
(Mopolo’opo Tu’udu)
3. Adaptability 3. Adaptability
(Adaptabilitas) (Adaptabilitas)
4. Mission (Misi) 4. Mission (Misi)
5. Internalisasi Nilai
(Mopolo’opo Tu’udu)
Perilaku Wirausaha Perilaku Wirausaha
1. Mengumpulkan 1. Mengumpulkan
Informasi Informasi
2. Identifikasi Peluang 2. Identifikasi Peluang
3. Menangani Resiko Membina Hubungan 3. Menangani Resiko
4. Membangun Relasi Dengan Pihak Luar 4. Membangun Relasi
dan Jaringan (Moa’wota) dan Jaringan
5. Membuat Keputusan 5. Membuat Keputusan
dan Ambiguitas dan Ambiguitas
6. Belajar Dari 6. Belajar Dari
Pengalaman Pengalaman
7. Membina Hubungan
Dengan Pihak Luar
(Moa’wota)
Sumber: Data Olahan 2021
Berdasarkan pemaparan tawaran model pada tabel 4.28 di atas, peneliti

menawarkan konsep model yang yang dinamakan tawaran model temuan penelitian

sebagai langkah untuk mendapatkan model yang betul-betul efektif dalam rangka

meningkatkan kinerja usaha. Peningkatan kinerja usaha dipengaruhi oleh tiga faktor
268

yaitu; kegigihan (keuletan), internalisasi nilai, dan membina hubungan dengan

pihak luar. Ketiga indikator ini akan memperkuat indikator pada masing-masing

variabel yang sudah diteliti. Hasil ini didasarkan atas temuan penelitian bahwa

indikator dimasing-masing variabel tidak maksimal mendongkrak kinerja Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo, sehingga peneliti

menawarkan perlu adanya penambahan 3 indikator baru sebagaimana diuraikan di

atas.

Ketiga indikator ini dapat diterapkan secara sebahagian maupun secara

keseluruhan atau simultan sehingga akan memberikan gambaran pengaruh terhadap

peningkatan kinerja usaha. Disamping itu juga akan tercipta kondisi dinamis yang

saling menutupi kekurangan dan kelemahan tiap indikator sebagai sebuah kekuatan

yang secara bersama-sama yang nantinya akan berpengaruh pada peningkatan

kinerja BUMDes, juga akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat

sekitar serta dampak lainnya pada peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes).
269

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan

kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Kompetensi berpengaruh posistif sebesar 0,572 atau 57,2 % dan signifikan pada

taraf nyata α = 0,05 terhadap perilaku wirausaha pengelola Badan Usaha Milik

Desa di Kabupaten Gorontalo dengan nilai tStatik sebesar 9,309 nilai tersebut lebih

besar dari ttabel 1,659. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivtas

pengelola dalam kegiatan pengelolaan yang terpola dengan standar dan nilai

tertentu sebagaimana perencanaan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan

tujuan yang diharapkan organisasi. Pengelola sebagai pelaksana aktivitas

kegiatan menunjukkan berbagai macam perannya sebagai wujud dari rutinitas

kerja dengan sikap dan perilaku dalam berorganisasi.

2. Kompetensi berpengaruh positif sebesar 0,200 atau 20 % dan signifikan pada

taraf nyata α = 0,05 terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa dengan nilai tStatik

sebesar 2,272 nilai tersebut lebih besar dari t tabel 1,659. Berdasarkan hasil analisis

pembahasan pengaruh kompetensi terhadap kinerja bahwa kinerja usaha sangat

dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki oleh pengelola. Hal ini menunjukkan

bahwa aktivtas pengelola dalam kegiatan pengelolaan usaha BUMDes terpola

dengan standar pengetahuan dan ketrampilan yang ada pada pengelola.

Pengelola sebagai pelaksana aktivitas kegiatan menunjukkan komptensi dan

269
270

ketrampilannya dengan berbagai macam perannya sebagai wujud dari rutinitas

kerja dalam berorganisasi.

3. Budaya organisasi berpengaruh positif sebesar 0,292 atau 29,2 % dan signifikan

pata taraf nyata α = 0,05 terhadap perilaku wirausaha pengelola Badan Usaha

Milik Desa dengan nilai tStatik sebesar 4,187 nilai tersebut lebih besar dari t tabel

1,659. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh ini diakibatkan oleh

kemampuan pengelola dalam beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di

lingkungan eksternal terutama dalam hal kebutuhan masyarakat. Sebagai salah

satu dimensi budaya organisasi adaptasi perlu mendapat perhatian sebab

memiliki peran yang sangat strategis dan pengaruh terhadap perilaku wirausaha.

4. Budaya organisasi berpengaruh positif sebesar 0,343 atau 34,3 % dan signifikan

pada taraf nyata α = 0,05 terhadap kinerja usaha Badan Usaha Milik Desa dengan

nilai tStatik sebesar 4,686 nilai tersebut lebih besar dari ttabel 1,659. Hasil penelitian

ini mengandung makna bahwa budaya organisasi memiliki kecendrungan yang

cukup besar dalam membentuk kinerja Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten

Gorontalo. Pengaruh ini diakibatkan oleh kemampuan pengelola dalam

melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan internal

organisasi maupun lingkungan eksternal terutama dalam hal pemenuhan

kebutuhan masyarakat.

5. Perilaku wirausaha berpengaruh positif sebesar 0,349 atau 34,9 % dan signifikan

pata taraf nyata α = 0,05 terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa dengan nilai

tStatik sebesar 3,750 nilai tersebut lebih besar dari t tabel 1,659. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pengaruh tersebut diakibatkan oleh kemampuan pengelola


271

dalam membuat keptusan dalam ketidak pastian dan ambiguitas terhadap

perubahan yang terjadi baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal

organisasi Badan Usaha Milik Desa. Dengan demikian dari berbagai pemikiran

yang dikemukakan di atas pada dasarnya memperjelas pemahaman pentingnya

kemampuan pengelola dalam membuat keputusan dalam ketidak pastian atau

ambguitas sebagai point kritis yang harus disikapi oleh pengelola Badan Usaha

Milik Desa.

6. Kompetensi berpengaruh positif terhadap sebesar 0,280 atau 28 % dan signifikan

pata taraf nyata α = 0,05 terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa yang

dimediasi oleh perilaku wirausaha dengan nilai tStatik sebesar 3,232 nilai tersebut

lebih besar dari ttabel 1,659. Dari uraian pembahasan sebagaimana yang telah

diuraikan pada bab sebelumnya menerangkan adanya dua variabel yang

memiliki pengaruh terhadap varibel lainnya. Dua variabel pengaruh yang

dimaksud memiliki peran masing-masing yaitu peran variabel komptensi

pengelola terhadap perilaku wirausaha, serta peran variabel perilku perilaku

wirausaha terhadap kinerja usaha. Hasil penelitian ini semakin memperjelas

pemahaman bahwa kompetensi pengelola memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kinerja usaha yang dimediasi oleh perilaku wirausaha. Sehingga dapat

dikatakan bahwa peningkatan kinerja usaha dapat diraih dengan penerapan nilai-

nilai perilaku wirausaha sebagai wujud dari kompetensi pengelola.

7. Budaya organisasi berpengaruh negative sebesar -0,097 atau -9,7 % dan tidak

signifikan pata taraf nyata α = 0,05 terhadap kinerja Badan Usaha Milik Desa

yang dimediasi oleh perilaku wirausaha dengan nilai tStatik sebesar 1,078 nilai
272

tersebut lebih kecil dari ttabel 1,659. Berdasarkan nilai koefisien negatif dan tidak

signifikan pengaruh tidak langsung budaya organisasi yang dimediasi perilaku

wirausaha pengelola terhadap kinerja usaha memberi isyarat bahwa untuk kasus

Badan Usaha Milik Desa budaya organisasi tidak berjalan linier dalam

pencapaian kinerja. Artinya bahwa perilaku wirausaha bukan merupakan

determinasi budaya organisasi dalam pencapaian kinerja usaha Badan Usaha

Milik Desa, meskipun antara budaya organisasi dan perilaku wirausaha memiliki

hubungan posistif demikian pula halnya perilaku wirausaha dan kinerja usaha

punya hubungan positif. Namun bila budaya organisasi dimediasi oleh perilaku

wirausaha tidak akan memberi kontribusi pengaruh pada pencapaian kinerja

usaha Badan Usaha Milik Desa.

5.2 Implikasi

Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas maka dapat dipaparkan

beberapa implikasi penelitian sebagai berikut:

1. Kinerja Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten Gorontalo dapat ditingkatkan

apabila aktivtas pengelola dalam kegiatan pengelolaan yang sudah terpola dapat

lebih diefektifkan dengan meningkatkan kompetensi dengan menambahkan

indikator kegigihan (keuletan) dalam menjalankan dan mengelola usaha.

2. Budaya organisasi dapat meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Desa di

Kabupaten Gorontalo bila budaya organisasi dapat lebih diefektifkan

menambahkan indikator internalisasi nilai dari adaptasi eketernal.


273

3. Perilaku wirausaha dapat meningkatkan kinerja Usaha Badan Usaha Milik Desa

di Kabupaten Gorontalo jika perilaku wirusaha dapat lebih diefektifkan

menambahkan indikator membina hubungan dengan pihak luar.

5.3 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian yang dipaparkan di atas,

maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Perilaku wirausaha sangat dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki oleh

pengelola sebab dalam kompetensi terdapat karakteristik dasar aktivitas para

pengelola dalam kegiatan pengelolaan organisasi yang terprogram dan terarah

pada pencapaian tujuan sebagaimana yang diharapkan. Untuk lebih

meningkatkan kompetensi dipandang perlu menumbuhkan semangat dengan

kegigihan (keuletan) dalam bekerja sebagai wujud dari rutinitas kerja dalam

upaya peningkatan perilaku wirausaha para pengelola.

2. Untuk meningkatkan efektifitas kompetensi dalam peningkatan kinerja maka

disarankan kepada para pengelola BUMDes di Kabupaten Gorontalo, perlu

menumbuhkan semangat pengelola dengan kegigihan (keuletan) bekerja secara

bersama-sama dalam pengelolaan usaha. Kepada para peneliti selanjutnya dalam

pelaksanaan penelitiannya dapat melakukan pengujian atas indikator tambahan

yang ditawaran.

3. Budaya Organisasi memiliki peran yang sangat strategis dalam mempengaruhi

perilaku wirausaha para pengelola BUMDes. Berkaitan dengan hal tersebut

maka disarankan kepada pada pengelola untuk mempertahankan dan

meningkatkan budaya organisasi yang sudah terbangun melalui adaptasi


274

internal. Disamping itu disarankan pula masih perlu melakukan internalisasi

nilai dari adaptasi eksternal dalam upaya peningkatan perilaku wirausaha para

pengelola BUMDes.

4. Peningkatan efektivitas budaya organisasi perlu dipertahankan dan ditingkatkan

dengan melakukan internalisasi nilai melalui adaptasi eksternal nilai-nilai

berupa; administrasi, hukum, politik, ekonomi yang dengan sendirinya akan

mempengaruhi peningkatan kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo.

Selanjutnya kepada penliti berikutnya yang akan melihat pengaruh budaya

organisasi terhadap kinerja usaha dapat melakukan pengujian atas indikator

tambahan yang ditawaran.

5. Perilaku wirausaha mempengaruhi peningkatan kinerja BUMDes di Kabupaten

Gorontalo, disarankan kepada pengelola agar meningkatkan perilaku wirausaha

dengan menerapkan membina hubungan dengan pihak luar guna kelangsungan

hidup organisasi. Membina hubungan dengan pihak luar dibutuhkan untuk

mendapatkan informasi tentang peluang usaha, harga, dan segala sesuatu yang

berhubungan dengan teknik pengelolaan dan manajemen usaha.

6. Untuk meningkatkan kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo pengelola perlu

meningkatkan efektivitas kompetensi dengan menumbuhkan semangat kerja

melalui kegigihan (keuletan) dalam aktifitas pengelolaan usaha. Disamping itu

para pengelola perlu juga adanya penerapan membina hubungan dengan pihak

luar sebagai upaya mengefektifkan perilaku wirausaha sehingga pencapaian

kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo dapat diwujudkan.


275

7. Budaya organisasi yang dimediasi oleh perilaku wirausaha belum dapat

memberikan pengaruh terhadap kinerja BUMDes di Kabupaten Gorontalo. Oleh

sebab itu disarankan untuk dapat meningkatkan budaya organisasi melalui

internalisasi nilai budaya adaptif eksternal ke dalam organisasi agar dapat

dipahami oleh para pengelola. Selain melakukan internalisasi nilai pengelola

juga perlu membina hubungan dengan pihak luar sebagai upaya dalam

meningkatkan efektivitas perilaku wirausaha.


276

DAFTAR PUSTAKA

Abdussamad, Zuchri. 2014. Kompetensi Aparat Dalam Pelayanan Publik.


Yogyakarta. Deepublish.

Alexsander, Dio. 2019. Hubungan Toleransi Ambiguitas Keputusan Karir Dan


Career Self-Efficacy Dengan Kesulitan Pengambilan Keputusan Karir
Siswa SMA. Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.

Alma, Buchari. 2018. Kewiraushaan Untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung.


Alfabeta.

Alvesson, Mat. 2002. Understanding Organizational Culture. London. Sage


Publication.

Amstrong, Michael. 2006. A Handbook of Human Resources Management


Practice. 10th Edition. London and Philadelphia. Koagen Page.

…………………… 2014. Armstrong’s Handbook of Human Resource


Management Practice. 13th Edition. London and Philadelphia. Koagen
Page.

Almatrooshi, Bashaer. Singh, Sanjay, Kumar. dan Farouk, Sherine. 2016.


Determinants of organizational performance: a proposed framework.
International Journal of Productivity and Performance Management Vol.
65 No. 6, 2016. pp. 844-859. Emerald Group Publishing Limited 1741-
0401 DOI 10.1108/IJPPM-02-2016-0038

Asree, Susita. Zain, Mohamed. dan Razalli, Mohd Rizal. 2010. Influence Of
Leadership Competency And Organizational Culture On Responsiveness
And Performance Of Firms. International Journal of Contemporary
Hospitality Management Vol. 22 No. 4, 2010 pp. 500-516. Emerald
Group Publishing Limited 0959-6119 DOI 10.1108/09596111011042712

Azmi, Mohammad, Reza. 2019. Pengaruh Entrepreneurial Networking Dan


Entrepreneurial Marketing Terhadap Kinerja Usaha Umkm Melalui
Keunggulan Bersaing Umkm Di Bidang Kuliner Di Kota Medan. Medan.
Universitas Sumatera Utara.

Bacal, Robert. 2011. Performance Management. Terjemahan Surya Dharma dan


Yanuar Irawan, Gramedia Pustaka Jakarta.

Badriyah, Mila. 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung. Pustaka


Setia.

276
277

Bateman, Heather and Kathy Mc Adam. 2003. Dictionary of Human Resources


and Personnel Management. Thirt edition. London A & C Black
Publishers Ltd.

Baron, R.A., Branscombe, N.R., & Byrne, D. (2008). Social psychology, 12th
Ed. Boston, MA: Pearson Education.

Baum, J.R., Locke, E.A., & Smith, K.G. 2001. A Multidimensional Model of
Venture Growth. Academy of Management Journal. 44 (2), 292-303.

Bird, B., dan Schjoedt. 2009. Entrepreneurial Behavior: Its Nature, Scope,
Recent Research, and Agenda for Future Research. In A.L Carsrud & M.
Brannback (Eds), Understanding the Entrepreneurial Mind. New York:
Springer.

Boone, E., Louis. Kurtz, L., David. 2017. Pengantar Bisnis Kontemporer.
Jakarta. Salemba Empat.

Cengiz, E., B. Er and A. Kurtaran. 2007. The Effect of Failure Recovery


Strategies on Customer Behaviours via Complainants’. Perceptions of
Justice Dimensions in Bank. Bank and Bank Systems. 2 (3). 173-197.

Chen. Hongmei, Liang. Min. (2020). Empirical Analysis on Regional Economic


Growth from the Perspectives of Entrepreneurship and Investment in
Research and Development. International Journal of Sustainable
Development and Planning. Vol. 15 No. 8 Desember 2020, (1259–1265).

Chiniara, Myriam, Kathleen Bentein. 2018. The servant leadership advantage:


When perceiving low differentiation in leader-member relationship
quality influences team cohesion, team task performance and service
OCB. The Leadership Quarterly Vol. 29, PP: 333–345.

Coad, Alan F. (1999). Some survey evidence on the learning and performance
orientations of management accountants, Management Accounting
Research, 10: 109-135.

Cuervo, Álvaro., Domingo Ribeiro., Salvador Roig. 2007. Entrepreneurship


Concepts, Theory and Perspective. Springer, Berlin, Heidelberg

Deddi dan Ayuningtyas, (2010). Akuntansi Sektor Publik. Edisi Kedua, Penerbit
Salemba Empat. Jakarta.

Darsono dan Tjatjuk Siswandoko (2011). Sumber Daya Manusia Abad 21.
Penerbit Nusantara Consulting. Jakarta.
278

Davis, Keith and John W. Newstrom. 2015. Human Behavior at Work:


Organizational Behavior. McGrawHill. Series In Management. New
Delhi.

Day, GS. 1999. Market-Driven Strategy: Processes For Creating Value. New
York (US): The Free Press A. Division of McMillan Inc.

Denison, Daniel R. 1990. Corporate Culture and Organizational Efektiveness.


New York: John Wiley & Sons.

Denison, Daniel, Jay Janovies, Jana Young dan Hee Jae Cho. 2006. Diagnosing
Organizational Cultures: Validating a Model and Method. Journal
International Institute for Management Development

Dirlanudin. 2010. Perilaku Wirausaha Dan Keberdayaan Pengusaha Kecil Industri


Agro (Study Kasus Di Kabupaten Serang Provinsi Banten). Bogor. Disertasi
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Dwiyanto, Agus dkk. 2017. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia.


Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Elza, Siti, Herdianti dkk. 2016. Entrepreneurial Behavior Influence on


Performance of Women Entrepreneurial SME Agroindustry Fisheries in
Padang City. International Journal of Science and Research (IJSR) ISSN
(Online): 2319-7064. Index Copernicus Value (2013): 6.14 | Impact
Factor (2015): 6.391.

Emeka, Nnamani. Eyuche, Ajagu, Helen. 2014. Environmental Factors and


Organizational Performance in Nigeria (A Study of Juhel Company).
World Engineering & Applied Sciences Journal 5 (3): 75-84, 2014.

Emmy, Sovia. 2016. Bahan Ajar Diklat Kepemimpinan Tingkat III, Agenda
Membangun Tim Efektif Jejaring Kerja. Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia.

Ernawan, E.R. (2011). Organizational Culture – Budaya Organisasi dalam


Perspektif Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Erten, I., I & Topyaka, E., Z. (2009). Understanding tolerance of ambigutiy of efl
learners in reading clasees at tertiary level. Novitas-ROYAL, 3(1), 29-44.
https://www.scirp.org/(S(351jmbntvnsjt1aadkposzje))/reference/Referen
ce sPapers.aspx?ReferenceID=1833932

Ferris, G. R., Arthur, M. M., Berkson, H. M., Kaplan, D. M., Harrell-Cook, G.,
& Frink, D. D. (1998). Toward a social context theory of human resource
279

management organizational effectiveness relationship. Human Resource


Management Review, 8, 235-264.

Flynn, F. J., & J.A. Chatman. 2001. Strong cultures and innovation: Oxymoron
or opportunity. In C. L. Cooper, S. Cartwright, & P. C. Earley (Eds.),
International handbook of organizational culture and climate. New York:
John Wiley & Sons.

Fry, L. W., & Cohen, M. 2009. Spiritual leadership as a paradigm for


organizational transformation and recovery from extended work hours
cultures. Journal of Business Ethics, Vol. 84, pp. 265–278.

Gash, Alexander and John Wanna. 2007. Performance Measurement. In Mark


Bevir (editor). Encyclopedia of Governance. 2 Vols. Page 672 – 674 .
California. Sage Publications, Inc.

Gunarto, Muji. 2018. Analisis Statistika dengan Persamaan Struktural. Bandung.


Alfabeta.

Hafsah, Jafar, Mohammad. 2000. Kemitraan Usaha. Jakarta. Sinar Harapan.

Hameed, A., & Waheed, A. (2011). Employee Development and its affect on
Employee Performance: A Conceptual Framework. International Journal
Humaties and Social Science, 2 (3)

Hani, T. Handoko. 2014. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.


Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Hasibuan, Malayu. S. P. 2012. Organisasi dan Motivasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Hikmawati, F, (2012), Bimbingan Konseling, (edisi revisi), Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Hisrich, Robert D, Peters, Michael P, dan Sheperd, Dean


A2008KewirausahaanNew York: McGraw-Hill Huang, JH. and CY. Lin.
2005. The Explanation Effects on Costumer Perceived Justice,
Satisfaction and Loyalty Improvement. An Exploratory Study. The Journal
of American Academy of Business. 7 (2). 212-218.

Ihsan, Ahmad, Nur. 2018. Analisis Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) Gerbang Lentera Sebagai Penggerak Desa Wisata Lerep.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/view/21911/20172.
Vol.7 No. 04 2018
280

Iswanto, Y. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Universitas


Terbuka.

Ivanov, Cristian-Ionuţ and Avasilcai, Silvia, 2014. Performance measurement


models: an analysis for measuring innovation processes performance.
Procedia - Social and Behavioral Sciences 124 ( 2014 ) 397 – 404.

Jaryono dan Tohir. 2019. Analisis Kinerja Bumdes “Mitra Usaha Makmur”
Dalam Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Asli Desa (Pades) Desa
Susukan Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas. Jurnal Online FEB
UNSOED. http://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/sca-
1/article/viewFile/1390/1419.

Karneli, Okta. 2015. Analisis Nilai-Nilai Budaya Organisasi Dan Orientasi


Kewirausahaan Pemilik Usaha Menengah Pengolahan Makanan Dan
Minuman Di Pekanbaru. Disampaikan pada SEMINAR NASIONAL
Politik, Birokrasi dan Perubahan Sosial Ke-II “Pilkada Serentak, Untung
Rugi dan Korupsi Politik” Pekanbaru, 17-18 November 2015. Riau.
Repository Universitas Riau.

Kasmir. 2018. Kewirausahaan. Depok. Rajawali Pers.

Keban, Yeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep


Teori dan Isu. Yogyakarta. Gava Media.

Konovsky, M.A., & Pugh, S.D. (1994). Citizenship behavior and social
exchange. Academy of Management Journal, 37(3), 656- 669

Kotter and Heskett, 1992. Corporate Culture and Performance. , New York. The
Free Press

Kreitner, Rober dan Kinicki 2008. Organizational Behavior. 8th Edition. Boston:
McGraw-Hill.

Kumorotomo, Wahyudi. 1996. Meningkatkan Kinerja BUMN: Antisipasi


Terhadap Kompetisi Dan Kebijakan Deregulasi. JKAP Volume 1 Nomor
1 (Mei 1996).

Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. pembaruan.


Yogyakarta.

Li, H., 2000. How does New Ventures Strategy Matter in the Environment
Performance Relationship?, Journal of High Technology Management
Research, Vol.12, pp.183-204.
281

Lindh, Ida. 2017. An Entrepreneurial Mindset: Self-Regulating Mechanisms for


Goal Attainment. Printed by Luleå University of Technology, Graphic
Production.

Littunen, Hannu. (2000). Entrepreneurship and the Characteristics of the


Entreprenurial Personality. International Journal of Entreprenurial
Behaviour & Research Vol 6 No 6 hal. 295-309. C MCB University Press,
1355-2554.

Lovihan. 2014. Pengaruh Persepsi Budaya Organisasi Terhadap Kinerja


Karyawan Dimediasi oleh Organizational Citizenship Behaviour. Jurnal
Psikologi Tabularasa Vol. 9 No. 2, Oktober 2014 PP: 99-108.

Lusthaus, Charles. Adrien, Marie-Helene. Dan Et. Al. 1999. Enhancing


Organizational Performance: A Toolbox for Self-Assessment.

Lusthaus, Charles. Adrien, Marie-Helene. Dan Et. Al. 2002. Organizational


Assessment. A Framework For Improving Performance. New York.
International Development Research Centre.

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Terjemahan oleh Vivin Andika


Yuwono; Shekar Purwanti; Th. Arie Prabawati; dan Winong Rosari.
Yogyakarta. Penerbit Andi Copyriht.

Mahsun, Mohamad, 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta.


Penerbit BPFE.

Mahmudi, 2015. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Penerbit UPP STIM YKPN.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2011. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia.


Bandung : Refika Aditama.

Mardiasmo. 2009. Efisiensi dan Efektifitas, Penerbit: Andy. Jakarta.

Maretha, Nadya dan Purwaningsih, Anna. 2013. Modus Volume 25 Nomor 2


(2013)

Mathis, R.L. dan J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management:


Manajemen Sumber Daya Manusia, Terjemahan Dian Angelia. Jakarta:
Salemba Empat.

Maulani, Venty Hertina, Widiartanto & Reni Shinta Dewi. 2015. Pengaruh
Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan Melalui Organizational Citizenship Behavior (OCB) Sebagai
Variabel Intervening (Studi Kasus pada Karyawan PT Masscom Graphy
282

Semarang). Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume Nomor 3 Tahun


2015

Mazzarol, Tim., Sophie Reboud., Geoffrey N. Soutar. (2009). Strategic planning


in growth oriented small firms. www.emeraldinsight.com/1355-2554.htm

Mclain, D., L., Kefffalonitis, E., & Armany, K. (2015). Ambiguity tolerance in
oraganizations: definitional clarification and perpectife on future
research. Front. Psychol. 6:344. Doi: 10.3389/Fpsyg.2015.00344

Miller, Rick. (2013). 10 ways to build an adaptive culture in your organization.


http://www.vistage.com/blog/leadership/10-ways-to-build-an-adaptive-
culture-in-your-organization/

Mirza, Teuku, 1997, Balance Scorecard. Usahawan. Jakarta.

Moeheriono. 2014. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Depok. Raja


Grafindo Persada.

Morcol, Goktugn Ed. (2007). Handbook Of Decision Making. Taylor & Francis
Group Boca Raton London, New York.

Mueller, Stephen, L dan Thomas, Anisya, S. 2000. Culture And Entrepreneurial


Potential: A Nine Country Study Of Locus Of Control And Innovativeness.
Journal of Business Venturing 16, 51–75 2000 Elsevier Science Inc.

Muslimah, Nofi, Naifatul. 2016. Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja. Jurnal


Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 1 No. 2. 2016 152-161.

Neergaard, H., Shaw, E., & Carter, S. (2005). The Impact of Gender, Social
Capital and Networks on Business Ownership: A Research Agenda.
International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research, 338-357.

Noor, Mohd, Khairul, Baharein., Dola Kamariah. 2009. Job Competencies for
Malaysian Managers in Higher Education Institution. Asian Journal of
Management and Humanity Sciences, Vol. 4, No. 4, pp. 226-240

Norman M Scarborough., Zimmerer, W Thomas. (2005). Essential of


Entrepreneurship and Small Business Management. (Pengantar
Kewirausahaan dan Manajemen bisnis Kecil. Terj. Edina Cahyaningsih
Tarmidzi. Jakarta. PT Indeks.

Nurudin, Mohammad. Mara, Muhlasah, Novotasari. Kusnandar, Dadan. 2014.


Ukuran Sampel dan Distribusi Sampling Dari Beberapa Variabel
283

Random Kontinu. Buletin Ilmiah Mat. Stat dan Terapannya (Bimaster).


Vol. 3 No. 1 (2014). Hal. 1-6

Ogbonna, E. 1993. Managing Organizational Culture: Fantasy or Reality?.


Human Resource Management Journal, Vol. 3(2), pp. 42–54)

Organ, D. W. Podaskoff, P.M & McKenzie, S.B. (2006). Organizational


Citizenship Behavior: it’s nature, antecedents, and consequences.
California: Sage Pub Inc

Petkova Antoaneta P. (2008). A theory of entrepreneurial learning from


performance errors. College of Business, San Francisco State University,
353 Business Building, 1600 Holloway Avenue, San Francisco, CA
94132, USA

Pizam, Abraham. 2005. Internatonal Encyclopedia of Hospitality Management.


Oxford. Elsevier Ltd. All rights reserved.

Poister, Theodore H. 2003. Measuring Performance In Public And Nonprofit


Organizations. United States of America. John Wiley & Sons.

Prieto, I.M. and E. Revilla, 2006. Learning Capability and Business


Performance: a Non-Financial and Financial Assessment, The Learning
Organization, Vol.13 No.2, pp.166-185.

Rahadi, Dedi Rianto. 2010. Manajemen Kinerja Sumber Daya Manusia.Malang


: Tunggal Mandiri Publishing.

Rante, Yohanes. 2010. Pengaruh Budaya Etnis dan Perilaku Kewirausahaan


Terhadap Kinerja Usaha Mikro Kecil Agribisnis di Provinsi Papua.
JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL.12, NO. 2,
SEPTEMBER 2010: 133-141

Rhodes, Jo. Hung, Richard. Lok, Peter. et. al. 2008. Factors Influencing
Organizational Knowledge Transfer: Implication For Corporate
Performance. Journal Of Knowledge Management. VOL. 12 NO. 3 2008,
Pp. 84-100, Emerald Group Publishing Limited, ISSN 1367-3270

Rivai, Zainal, Veithzal. Gufron Mukti Ali. 2018. Performance Appraisal (Cara
Tepat dan Mudah Mengukur dan Menilai Kinerja Karyawan Dalam
Perusahaan). Depok. Raja Grafindo Persada.

Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Terjemahan


Halida, Dewi Sartika. Jakarta. Erlangga.
284

Robbins, P.Stephen dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta.


Salemba Empat.

Rusdiana, H. A. 2018. Kewirausahaan Teori dan Praktek. Bandung. Pustaka


Setia.

Sanghi, Seema. 2007. The Handbook of Competency Mapping Understanding,


Designing and Implementing Competency Models in Organizations.
Published by Vivek Mehra for Sage Publications India Pvt Ltd, typeset in
10.5/12.6 pt CG Times by Innovative Processors, New Delhi, and printed
at Chaman Enterprises, New Delhi.

Saragih, Intan. 2017. Membangun Usaha Kreatif, Inovatif dan Bermanfaat


Melalui Penerapan Kewirausahaan Sosial. Jurnal Kewirausahaan
Volume 3 Nomor 2 Desember 2017.

Schein, Edgar H. 2010. Organizational Culture and Leadership 2nd Ed. San
Francisco: Jossey-Bass

Schindehutte, Minet. Morris, Michael, H. dan Pitt, Levaland. 2009. The


Entrepreneurial Imperative. Pearson Prentice Hall.

Schoefer, K. and C. Ennew. 2005. The Impact of Perceived Justice on


Consumers’ Emotional Responses to Service Complaint Experiences. The
Journal of Services Marketing. 19 (5). 261-271

Sedarmayanti, 2014, Restrukturisasi Dan Pemberdayaan Organisasi. Bandung


Refika Aditama.

Sholehatusya’diah. 2017. Pengaruh Kompetensi Kerja terhadap Kinerja


Karyawan Di Kantor PT. Kitadin Tenggarong Seberang. Journal
Administrasi Negara, Volume 5 Nomor 2 , 2017: 5789 – 5802.

Sienkiewicz, Łukasz. Jawor-Joniewicz, Anna. Sajkiewicz, Barbara. Trawińska-


Konador, Katarzyna. Podwójcic, Krzysztof. 2014. Competency-based
human resources management The lifelong learning perspective.
Warszawa, Poland. Published by: Instytut Badań Edukacyjnych /
Educational Research Institute.

Sinamo, J & Santoso, A. 2002. Pemimpin Kredibel, Pemimpin Visioner. Institut


Darma Mahardhika. Jakarta.

Soedjono. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan


Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum di
285

Surabaya. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 1, Maret


2005: 22- 47

Sore, Udin, B. dan Sobirin. 2017. Kebijakan Publik. Makassar. CV Sah Media.

Spencer, L. M., & Spencer, S. M. (2004). Competence Work: Model of Superior


Performance. John Wileyn and Sons, Inc.

Stiffler, Mark A. 2006. Performance Creating The Performance – Driven


Organization. New Jersey. John Wiley & Sons, Inc.

Sobirin. Achmad (2009). Budaya Organisasi, UPP STIM YKPM, Yogyakarta

Sudaryana, Bambang. 2016. The Model of Development Policy Implementation


of Village Owned Enterprises In Indonesia. Advances in Social Science,
Education and Humanities Research (ASSEHR), volume 81 1st
International Conference on Social and Political Development (ICOSOP
2016) https://dx.doi.org/10.2991/icosop-16.2017.3

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung.


Alfabeta.

………….. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta.


Sukasmanto. 2015. Strategi Memilih dan Menentukan Jenis Usaha BUM Desa.
http://www.berdesa.com/strategi-memilih-dan-menentukan-jenis-usaha-
bum-desa/

Suryana, Yuyus. Bayu Khatib. (2015). Kewirausahaan, Pendekatan


Karakteristik Wirausahwan Sukses.Bandung. Prenada Media Group.

Susandya, AA Putu Gede Bagus Arie. 2019. Penerapan Prinsip Good Corporate
Governance demi Tercapainya BUMDes yang Profesional. Kompasiana
18 Oktober 2019.
https://www.kompasiana.com/akuntansiunmas/5da95eb4097f36081a21dcd2/pe
nerapan-prinsip-good-corporate-governance-demi-tercapainya-bumdes-yang-
profesional

Susanto. AB. 1997. Budaya Perusahaan: Seri Manajemen dan Persaingan


Bisnis, PT. Jakarta. Elex Media Komputindo,

Suseno T.W. Hg, Triwanggono. Aloysius. 2018. Karakteristik Budaya


Organisasi, Kemampuan Adaptasi, Dan Kinerja Usaha Mikro Kecil
Menengah. Journal of Research in Business and Economics. 2655-1527,
Vol. 01, No. 01, November 2018.
286

Sutrisno, Edy. 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Prenamedia


Group.

Swanson Richard A. 2007. AnalysisFor Improving Performance. Second


Edition, Revised and Expanded. San Francisco. Berret-Koehler
Publishers, Inc.

Syahril. Ghufron, Alif, Akhmad Faiz. Herli, Mohammad. 2019. Factors


Affecting Financial Performance Of Village Owned Enterprises: A Case
Study In The District Of Rock Sumenep. International Journal of Business
and Commerce Vol. 7, No.02: [01-09] Februari 2019.
https://www.ijbcnet.com/vol-7-no-2-2019

Takdir, Dedy. A.S, Mahmudin. Zaid, Sudirman. 2015. Kewirausahaan. Depok,


Sleman, Jogyakarta. Wijana Mahadi Karya.

Tangkilisan, Hesel Nogi S. 2003. Memahami Kinerja Keuangan Perusahaan


Aplikasi Dan Analisis Balance Sheet. Yogyakarta : Lukman Offset &
Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia.

……………………………… 2007. Manajemen Publik. Jakarta. PT. Grasindo.

Tax, ST., SW. Brown and M. Chandrashekaran. 1998. Customer Evaluations of


Service Complaint Experiences. Implications for Relationship Marketing.
Journal of Marketing. 62 (1). 60-76.

Tjiptono, Fandy, dan Gregorius Candra. 2011. Service, Quality, and


Statisfaction. Edisi 3. Yogyakarta: Andi Offset.

Van der Post, W.Z., de Coning, T.J. and Smit, E.V. (1998). The relationship
between organisational culture and financial performance: some South
African evidence. South African Journal of Business Management, Vol.
29 No. 1, pp. 30-41

Van Dijk, E. & Zeelenberg, M. 2003. The discounting of ambiguous information


in economic decision making. Journal of Behavioral Decision Making. 16
(5), 341-352. DOI;10.1002/bdm.450

Veliu, Liridon. Manxhari, Mimoza. 2017. The Impact Of Managerial


Competencies On Business Performance: Sme’s In Kosovo. Vadyba
Journal of Management, Vol. 30, No. 1 2017, 59–65.

Wahyuningsih, Dewi, Cahyanti. 2015. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan


Terhadap Kinerja Usaha Bawang Goreng Di Kota Palu Provinsi
287

Sulawesi Tengah. Tesis. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian


Bogor.

Whiteman, G. and K. Mamen. 2002. Examining Justice and Conflict Between


Mining Companies and Indigenous Peoples. Cerro Colorado and the
Ngabe-Bugle in Panama. Journal of Business and Management. 8 (3).
293-330.

Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

……….., 2017. Manajemen Kinerja. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Widodo. 2014. Upaya Peningkatan Kinerja Inovatif berbasis Pola Kerja Cerdas dalam
Konteks Teknologi Informasi. Jurnal Manajemen Teknologi Vol.13 | No.2 |
2014

Widodo, Joko. 2007. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Malang. Bayu


Media.

Winarno, Sigit dan Ismaya, Sujana. 2003. Kamus Besar Ekonomi. Bandung.
Pustaka Garuda.

Wood, Jack. Joseph Wallace, Richard M. Zeffane, Schrmehorn, Hunt and


Osborn. 2001. Organizational Behavior A Global Persfective. Australia.
John Willey & Sons.

Wong, Matthew, A. 2014. Entrepreneurial Cultur eneurial Culture: Developing


a Theor eloping a Theoretical Construct and etical Construct and its
Measurement. Electronic Thesis and Dissertation Repository. 2138.
https://ir.lib.uwo.ca/etd/2138

Xu, H., & Tracey, T. J. (2015a). Ambiguity tolerance with career indecision: an
examination of the mediation effect of career decision-making
selfefficacy. Journal of Career Assessment, 23, 519-532.

Yusof. N, Jamil. M.F. Che, Jayaraman. K. (2012). Exploring The Organisational


Culture Construct For Small And Medium Enterprises In The Ecotourism
Of Emerging Economies. International Journal of Sustainable
Development and Planning. Volume 7 (2012), Issue 4 (457–471).

Yustiono, Eris. 2014. Pengaruh Kapasitas Organisasi Terhadap Kinerja


Organisasi Di STIA LAN Bandung. Jurnal Ilmu Administrasi Volume XI
Nmor 2 Agustus 2014.
288

Zampetakis, Leonidas A., and Vassilis Moustakis (2007) Entrepreneurial


behaviour in the Greek public sector. International Journal of
Entrepreneurial Behaviour & Research, Vol. 13 Iss 1 pp. 19–38
www.emeraldinsight.com/1355-2554.htm

Zimmerman, M. A., & Zeitz, G. J. (2002). Beyond survival: Achieving new


venture growth by building legitimacy. Academy of Management
Review, 27, 414–431.

Dokumen:

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi


Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,
dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa
Lampiran: 1

Perihal: Permohonan Pengisian Daftar Pertanyaan


Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara(i) ………………………………….
Di ………………………..

Dengan Hormat,
Dalam rangka penyusunan Tugas Akhir dalam bentuk Disertasi pada
Program Doktor Administrasi Publik Pascasarjana Universitas Neger
Gorontalo, kami melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Kompetensi
Pengelola, Budaya Organisasi dan Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja
BUMDes Di Kabupaten Gorontalo”. Sehubungan dengan kegiatan tersebut
kami memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu sejenak dalam
pengisian angket dengan cara memberi tanda silang (X) pada pernyataan yang
diaanggap sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu.
Penelitian ini semata-mata untuk kepentingan ilmiah dan hasilnya
merupakan sumbangan pemikiran terhadap keberlanjutan dan pengembangan
usaha Badan Usaha MIlik Desa (BUMDes) di Kabupaten Gorontalo. Dalam
pengisian angket ini Bapak/Ibu mohon kiranya memberikan jawaban yang
benar-benar jujur apa adanya sesuai dengan situasi yang diketahui dalam
melaksanakan pengelolaan Badan Usaha MIlik Desa (BUMDes) di Desa ini.
Atas bantuan, dan perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan
terima Kasih.
Gorontalo, Maret 2021
Hormat Saya

Rusli Isa
Lampiran: 3

Hasil Analisis Model Partial Least Square


Lampiran: 4

Model Hasil Uji Analisis Estimasi Parameter


X2.1 0.735
X2.2 0.655
X2.3 0.841
X2.4 0.750
Y1 0.767
Y2 0.727
Y3 0.787
Y4 0.696
Y5 0.678
Y6 0.720
Z1 0.710
Z2 0.745
Z3 0.716
Z4 0.784

Nilai Loading Faktor Untuk Variabel Laten Setelah Di Estimasi


Original Standard
Sample T Statistics
Sample Deviation P Values
Mean (M) (|O/STDEV|)
(O) (STDEV)
Perilaku Wirausaha *
Budaya Organisasi <- 1.100 1.091 0.074 14.768 0.000
Budaya dan Perilaku
Perilaku Wirausaha *
Kompetensi Pengelola
0.974 0.967 0.077 12.595 0.000
<- Kompetensi dan
Perilaku
X1.1 <- Kompetensi
0.716 0.707 0.059 12.030 0.000
Pengelola
X1.2 <- Kompetensi
0.712 0.705 0.068 10.418 0.000
Pengelola
X1.3 <- Kompetensi
0.715 0.717 0.048 14.781 0.000
Pengelola
X1.4 <- Kompetensi
0.703 0.700 0.052 13.491 0.000
Pengelola
X1.5 <- Kompetensi
0.689 0.687 0.064 10.800 0.000
Pengelola
X2.1 <- Budaya
0.735 0.736 0.050 14.587 0.000
Organisasi
X2.2 <- Budaya
0.655 0.642 0.078 8.394 0.000
Organisasi
X2.3 <- Budaya
0.841 0.839 0.029 28.689 0.000
Organisasi
X2.4 <- Budaya
0.750 0.747 0.055 13.516 0.000
Organisasi
Y1 <- Perilaku
0.767 0.764 0.039 19.908 0.000
Wirausaha
Y2 <- Perilaku
0.727 0.723 0.045 16.273 0.000
Wirausaha
Y3 <- Perilaku
0.787 0.787 0.033 24.016 0.000
Wirausaha
Y4 <- Perilaku
0.696 0.692 0.056 12.466 0.000
Wirausaha
Y5 <- Perilaku
0.678 0.681 0.055 12.353 0.000
Wirausaha
Y6 <- Perilaku
0.720 0.716 0.052 13.729 0.000
Wirausaha
Z1 <- Kinerja Bumdes 0.710 0.711 0.048 14.854 0.000
Z2 <- Kinerja Bumdes 0.745 0.744 0.042 17.899 0.000
Z3 <- Kinerja Bumdes 0.716 0.709 0.060 11.920 0.000
Z4 <- Kinerja Bumdes 0.784 0.786 0.042 18.860 0.000

Nilai Cross Loading


Budaya
Budaya Kinerja Kompetensi Kompetensi Perilaku
dan
Organisasi Bumdes Pengelola dan Perilaku Wirausaha
Perilaku
Perilaku
Wirausaha *
0.193 1.000 0.229 0.151 0.700 0.138
Budaya
Organisasi
Perilaku
Wirausaha *
Kompetensi
0.170 0.700 0.312 0.105 1.000 0.098
Pengelola
X1.1 0.429 0.057 0.466 0.716 0.029 0.495
X1.2 0.341 0.095 0.380 0.712 -0.021 0.500
X1.3 0.405 0.093 0.513 0.715 0.173 0.512
X1.4 0.272 0.104 0.446 0.703 0.049 0.545
X1.5 0.506 0.178 0.509 0.689 0.123 0.537
X2.1 0.735 0.308 0.482 0.436 0.192 0.488
X2.2 0.655 -0.006 0.422 0.327 0.013 0.287
X2.3 0.841 0.213 0.596 0.533 0.178 0.602
X2.4 0.750 0.013 0.553 0.335 0.091 0.391
Y1 0.515 0.333 0.608 0.554 0.177 0.767
Y2 0.474 -0.079 0.504 0.555 -0.029 0.727
Y3 0.482 0.057 0.593 0.575 0.068 0.787
Y4 0.492 0.104 0.535 0.507 0.049 0.696
RIWAYAT HIDUP

Rusli Isa lahir di Gorontalo pada tanggal 6 Juli 1966 dari Ayah
Abd. Latif Isa dan Ibu Saada Duhe merupakan anak ke 10 dari
11 bersaudara. Menikah dengan Lun A. Rupu, S.Pd., M.Si dan
telah dikaruniai anak Lutviana Rachma Eka Putri Isa dan
Zachra Amalia Dwi Ramadhani Isa. Tahun 2005 sebagai
awal pengabdian peneliti sebagai dosen tetap pada Universitas Negeri Gorontalo.
Pendidikan formal pada SDN I Kayubulan Kecamatan Limboto Kabupaten
Gorontalo lulus Tahun 1979, pada Tahun yang sama melanjutkan Pendidikan ke
SMPN I Limboto Kabupaten Gorontalo lulus pada Tahun 1982. Tahun 1985
menamatkan Pendidikan pada jenjang SMA dan pada Tahun 1991 dinyatakana
lulus pada program Sarjana Pendidikan FKIP Unsrat Manado. Meraih gelar
Magister Ilmu Administrasi pada Universitas Padjadjaran Bandung Tahun 2009,
terdaftar sebagai mahasiswa program Doktor Pascasarjana Universitas Negeri
Gorontalo sampai dengan sekarang.
Karya ilmiah yang telah dihasilkan 5 tahun terakhir; 1) Pengaruh Disiplin
Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai pada Kantor Badan Pemberdayaan
Masyarakat, Perempuan dan KB Kota Gorontalo, Tahun 2018; 2) Improve
Community Income Through Community Empowerment Programs Joint Business
Group (Kube) in Dumati Village, Telaga Biru District, Gorontalo District, Tahun
2019; 3) Pemberdayaan Masyarakat dan Kerjasama Masyarakat Swasta Mengatasi
Masalah Stunting di Desa Lomuli-Kabupaten Pohuwato, Tahun 2020; 4)
Management Competency in Improving Performance BUMDes Organization in
Gorontalo Regency, Indonesia, Tahun 2021; 5) Effectiveness of the Collection of
the Levy and Cleanliness in Increasing the Original Income of the Area in the City
of Gorontalo, Indonesia, Tahun 2021. Disamping itu juga menulis buku dengan
judul: Kebijakan Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan Kesetaraan, Tahun
2021.
Selain karya ilmiah tersebut peneliti masuk sebagai anggota tim penelitian
kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Pohuwato dengan Judul “Evaluasi
Program Kebijakan Bantuan Ternak”, Tahun 2019; Selanjutnya Tahun 2021
anggota tim peneliti kerjasama dengan Pemerintah Pohuwato dengan Judul
“Analisis Gini Ratio Kabupaten Pohuwato.

Anda mungkin juga menyukai