Anda di halaman 1dari 102

HASIL PENELITIAN

ANALISIS SIKAP DAN PERILAKU IBU TERHADAP STATUS


GIZI BALITA DI PUSKESMAS LIMBOTO BARAT
KABUPATEN GORONTALO

Diajukan Oleh:

FATMAWATI PALILATI

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU ADMINISTRASI


UNIVERSITAS BINA TARUNA GORONTALO
2021
HASIL PENELITIAN

ANALISIS SIKAP DAN PERILAKU IBU TERHADAP STATUS


GIZI BALITA DI PUSKESMAS LIMBOTO BARAT
KABUPATEN GORONTALO

Disusun dan diajukan Oleh

FATMAWATI PALILATI
NPM. P196326012

Menyetujui
Komisi Penasehat

Ketua Anggota

Dr. Sunarto Kadir, M.Kes Dr. Rita Amini Warastutu, M.Gizi

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi


Universitas Bina Taruna Gorontalo Magister Ilmu Administrasi

(Prof.Dr.Arifin Tahir,M.Si) (Dr.Sudarsono, SE,M.M)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat,

rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Proposal Tesis ini dengan judul “Analisis Sikap dan Perilaku Ibu

Terhadap Status Gizi Balita Di Puskesmas Limboto Barat Kabupaten

Gorontalo”

Penulisan proposal tesis ini merupakan salah satu persyaratan

akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Pasca sarjana

Ilmu Administrasi konsentrasi Administrasi Kesehatan di Universitas Bina

Mandiri Gorontalo. Dalam menyusun proposal tesis ini penulis mendapat

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Bapak Dr.

Sunarto Kadir, M.Kes selaku Ketua Komisi Penasehat dan Ibu Dr. Rita

Amini Warastuti, M.Gizi selaku anggota komisi penasehat yang telah

membimbing dalam penyusunan Hasil Penelitian dan penulis juga ingin

mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Ir. H Azis Rahman, MM selaku Ketua BPH Yayasan Bina

Taruna Gorontalo.

2. Bapak Prof. Arifin Tahir selaku Direktur Pascasarjana Universitas Bina

Taruna Gorontalo.

3. Ibu Djamila Podungge, S.Si, M.Si selaku Asisten Direktur I Bidang

Akademik

4. Ibu Amnatia R. Abdullah, SE, M.Ak Selaku Asisten Direktur II Bidang


Keuangan.

5. Bapak Dr. Sudarsono, SE, MM selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Administrasi

6. Bapak/Ibu Dosen pengajar dan staf lembaga di Universitas Bina

Taruna Gorontalo yang telah memberikan pengetahuan disiplin ilmu

administrasi.

7. Semua pihak yang telah membantu baik secara moril dan materil

dalam penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan tesis ini masih

terdapat kekurangan dan kelemahan, sehingga saran dan kritik yang

konstruktif sangatlah diharapkan demi kesempurnaan untuk

kelanjutannya.

Dan akhirnya semoga proposal ini beroleh persetujuan untuk

dilanjutkan menjadi sebuah penelitian yang nantinya akan bermanfaat

bagi rumah sakit sebagai obyek penetian untuk pengembangan penelitian-

penelitian selanjutnya.

Gorontalo, Oktober 2021

Penulis

Fatmawaty Palilati
ABSTRAK

Tesis yang berjudul “ Analisis Sikap Dan perilaku Ibu terhadap Status Gizi balita di
Puskesmas Limboto Barat kabupaten Gorontalo ” ini membahas tentang sikap dan
perilaku ibu dalam mengasuh anak serta mendapatkan data mengenai pengaruh sikap
dan perilaku ibu tersebut terhadap status gizi balita.Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observational analitik melalui
pendekatan cross sectional study, Lokasi penelitian yang dipilih adalah Puskesmas
Limboto Barat jumlah sampel sebanyak 264 orang.Hasil penelitian yang dilakukan di
dapati dari 264 ibu ada 165 orang (62,5%) bersikap Baik, dan 60 orang ibu (22,7%)
memiliki sikap yang cukup sedangkan 39 orang ibu (14,8%) memiliki sikap Kurang, dan
berdasarkan perilaku ibu di dapati dari 264 orang responden ada 217(82,2%) orang ibu
berperilaku tepat dan memiliki balita dengan status gizi baik sedangkan 47(17,8%) orang
ibu lainnya berperilaku tidak tepat. Dari hasil ini telah dilakukan uji regresi Logistik
dengan hasil p - value = 0.000. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa Terdapat pengaruh yang signifikan antara Sikap dan Perilaku ibu
terhadap status gizi balita di Puskesmas Limboto Barat .

Kata Kunci : Perilaku Ibu ,Sikap Ibu, Status Gizi Balita

i
ABSTRACT

The thesis entitled "Analysis of Mothers' Attitudes and Behaviors on


the Nutritional Status of Toddlers at the Limboto Barat Health Center,
Gorontalo Regency" discusses the attitudes and behavior of mothers in
raising children and obtains data on the influence of mothers' attitudes and
behaviors on the nutritional status of toddlers. The type of research used
is quantitative research with an analytical observational research design
through a cross sectional study approach. The research location selected
was the Limboto Barat Health Center with a sample of 264 people.
mothers (22.7%) had sufficient attitudes while 39 mothers (14.8%) had
poor attitudes, and based on the behavior of mothers, it was found that
from 264 respondents there were 217 (82.2%) mothers who behaved
appropriately and had toddlers with good nutritional status while 47
(17.8%) other mothers behave inappropriately. From these results, a
logistic regression test has been carried out with the results of p - value =
0.000. Based on the results of the research conducted, it can be
concluded that there is a significant influence between the mother's
attitude and behavior on the nutritional status of children under five at the
Limboto Barat Health Center.

Keywords: Mother's Attitude, Mother's Behavior, Nutritional Status of


Toddlers

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian......................................................................1

B. Identifikasi Masalah................................................................................5

C. Batasan Masalah...................................................................................7

D. Rumusan Masalah.................................................................................7

E. Tujuan Penelitian...................................................................................7

F. Manfaat Penelitian.................................................................................8

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Administrasi..............................................................................9

B. Status Gizi..............................................................................................17

C. Tinjauan tentang Balita..........................................................................25

D. Hakikat Perilaku.....................................................................................29

E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita...........................48

F. Penelitian Terdahulu..............................................................................54

G. Kerangka Konsep...................................................................................48

H. Hipotesis Penelitian................................................................................56

BAB III: METODE PENELITIAN


A. Pendekatan dan Jenis Penelitian..........................................................58

B. Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................58

iii
C. Populasi dan Sampel.............................................................................58

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.........................................60

E. Tehnik Pengumpulan Data....................................................................62

F. Tehnik Analisa Data...............................................................................65

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian......................................................72

B. Hasil Penelitian......................................................................................74

C. Hasil Penelitian......................................................................................80

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan............................................................................................84

B. Saran......................................................................................................85

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................70

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................72

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Masalah gizi adalah gangguan kesehatan sekelompok orang atau


masyarakat
C. sebagai akibat adanya ketidakseimbangan anatara asupan
(intake) dengan
D. kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi
penyakit (infeksi).
E. Ketidakseimbangaan ini bisa mengakibatkan gizi kurang atau
giz
F. Masalah gizi adalah gangguan kesehatan sekelompok orang atau
masyarakat
G. sebagai akibat adanya ketidakseimbangan anatara asupan
(intake) dengan
H. kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi
penyakit (infeksi).
I. Ketidakseimbangaan ini bisa mengakibatkan gizi kurang atau
giz
Pembangunan kesehatan dengan investasi utama pada

pembangunan sumber daya manusia Indonesia akan memberikan

manfaat jangka panjang dan berkelanjutan. Salah satu komponen

terpenting dalam pembangunan kesehatan adalah terpenuhinya

kebutuhan gizi masyarakat terutama pada periode 1000 Hari Pertama

Kelahiran. Periode kehamilan hingga anak berusia 2 tahun merupakan

kesempatan emas dalam mencetak generasi berkualitas bebas

stunting dan masalah gizi lainnya. Intervensi pada periode ini tidak

boleh diabaikan, karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik,

kecerdasan, dan produktivitas seseorang, lantaran ancaman stunting

dan masalah gizi lainnya berdampak besar bagi negara (Kemenkes

RI, 2019).

1
2

Sebagai investasi utama pengembangan sumber daya manusia,

pembangunan kesehatan yang berkelanjutan mutlak diperlukan. Salah

satu komponen utamanya adalah melalui perbaikan gizi masyarakat.

Kekurangan gizi pada masa janin dan anak usia dini akan berdampak

pada perkembangan otak dan rendahnya kemampuan kognitif yang

dapat mempengaruhi prestasi belajar dan keberhasilan pendidikan.

Berbagai permasalahan gizi saat ini baik gizi kurang termasuk stunting

dan gizi lebih, terjadi hampir di seluruh strata ekonomi masyarakat

baik di perdesaan maupun perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa

yang mendasari terjadinya masalah gizi tersebut bukan hanya

kemiskinan, namun juga kurangnya pengetahuan masyarakat akan

pola hidup sehat dan pemenuhan gizi yang optimal (Kemenkes RI,

2019).

Usia di bawah lima tahun terutama pada usia 1-3 tahun

merupakan masa pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik

maupun otak. Sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang paling

banyak dibandingkan pada masa-masa berikutnya dan pada masa ini

anak sering mengalami kesulitan makan, apabila kebutuhan nutrisi

tidak ditangani dengan baik maka akan mudah mengalami gizi kurang.

Kurang terpenuhinya gizi pada anak dapat menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun

psikomotor dan mental, serta dapat menyebabkan kekurangan sel

otak sebesar 15% hingga 20% (Kemenkes RI, 2019).


3

Masalah gizi di Indonesia terutama di beberapa wilayah di bagian

Timur seperti NTT dan Papua Barat, dinilai masih tinggi. Namun

secara nasional, status gizi di Indonesia mengalami perbaikan yang

signifikan. Sebagai contoh provinsi NTT penurunan prevalensi

stunting sebanyak 9.1%, hampir 2% pertahun penurunannya. Hal ini

menunjukkan keberhasilan upaya multi sektor yang terkonvergensi

antara pusat dan daerah. Perbaikan status gizi nasional dapat dilihat

juga berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018

prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi berturut-

turut dari tahun 2013 sebesar 19,6% naik menjadi 17,7% pada 2018.

Prevalensi stunting dari 37,2% turun menjadi 30,8%, dan prevalensi

kurus (Wasting) dari 12,1% turun menjadi 10,2%. “Dalam perhitungan

data kasus gizi buruk harus diambil dari indeks berat badan menurut

tinggi badan (BB/TB) atau yang disebut sangat kurus sesuai standar

WHO yang disertai dengan gejala klinis (Kemenkes RI, 2019).

Di Provinsi Gorontalo berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018

prevalensi stunting menjadi 32,5% akan tetapi cukup tinggi karena

masih diatas rata-rata nasional 28%, prevalensi balita gizi kurang dari

19,6% menjadi 17,7%, penurunan prevalensi balita pendek (stunting)

dari 37,2% menjadi 30,8%. Prevalensi balita kurus (wasting) 14,4%

serta penurunan prevalensi gemuk dari 5,4% (Profil Dinkes Provinsi

Gorontalo, 2019).
4

Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo pada tahun 2019

mencatat balita dengan status gizi kurang terdapat 976 balita dan

status gizi buruk sebanyak 351 balita dengan pengukuran BB/U,

sementara prevalensi stunting dari tahun 2015 sampai tahun 2017

mengalami penurun, yaitu tahun 2015 sebesar 40,7%, di tahun 2016

sebesar 32,3%, dan di tahun 2017 sebesar 32,3%. Meskipun

prevalensi mengalami penurunan dari tahun ke tahun, tetapi angka

tersebut masih terbilang tinggi (Profil Dinkes Kabupaten Gorontalo,

2019).

Puskesmas Limboto Barat termasuk bagian dalam masalah gizi di

Kabupaten Gorontalo, untuk penilaian status gizi menurut BB/U pada

Tahun 2020 dengan prevalensi 4,8% (74 balita) mengalami gizi

sangat kurang, 13,3% (204 balita) dengan prevalensi gizi kurang.

Sementara untuk penilaian status gizi menurut BB/TB pada tahun

2020, sebanyak 47 orang balita yang dengan kategori gizi kurang

(Profil Puskesmas Limboto Barat, 2020).

Berdasarkan hasil observasi awal di Puskesmas Limboto Barat,

kurangnya gizi pada balita juga dapat disebabkan sikap ibu dalam

pemilihan bahan makanan yang tidak benar. Pemilihan bahan

makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup dan

keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan

ibu tentang makanan dan gizinya. Perilaku ibu juga dalam pola

pemberian makanan turut berperan dalam peningkatan status gizi


5

balita baik dari jenis makanan yang disajikan jumlah makanan

maupun jadwal makan. Sikap ibu dalam pemilihan makanan serta

perilaku ibu dalam pemberian makanan akan mempengaruhi status

gizi balita.

Secara umum status gizi dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu langsung

dan tidak langsung. Faktor langsung yaitu penyakit infeksi, jenis

pangan yang yang dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas.

Faktor tidak langsung antara lain: sosial ekonomi, Jarak kelahiran

yang terlalu rapat, pendidikan, pengetahuan, ketidaktahuan akan

hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan

makanan tertentu, kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan

tertentu, pendapatan, pola asuh yang kurang memadai, sanitasi

lingkungan yang kurang baik, rendahnya ketahanan pangan tingkat

rumah tangga dan perilaku terhadap pelayanan kesehatan (Suharjo,

2003).

Masalah gizi mempunyai dimensi luas tidak hanya menyangkut

aspek kesehatan, tetapi meliputi masalah sosial, ekonomi, lingkungan,

sikap dan perilaku. Salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi

pada anak adalah masih rendahnya perilaku dan sikap ibu sebagai

orang tua dalam merawat anak yang sangat berperan dalam keluarga.

Perilaku ibu dalam pola pemberian makanan turut berperan dalam

peningkatan status gizi balita baik dari jenis makanan yang disajikan

maupun jumlahnya. Sikap ibu dalam pemilihan makanan serta


6

perilaku ibu dalam pemberian makanan akan mempengaruhi status

gizi balita (Sedioetama, 2008).

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, menarik peneliti untuk

mengetahui dan menganalisis sikap dan perilaku Ibu terhadap status

gizi balita di Puskesmas Limboto Barat.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka

masalah-masalah yang ada dapat diidentifikasi sebagai berikut :

a. Masih tingginya anak Balita yang mengalami masalah gizi di

Indonesia yakni sebesar 17,8% pada tahun 2017 yang terdiri dari

gizi buruk 3,8% dan gizi kurang 14%.

b. Angka prevalensi balita gizi kurang di Provinsi Gorontalo

berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 sebesar 17,7% dan

prevalensi balita pendek (stunting) sebesar 30,8% yang masih

berada diatas rata-rata nasional.

c. Masih tingginya balita dengan status gizi kurang status gizi buruk di

Kabupaten Gorontalo pada tahun 2019 masing-masing sebanyak

976 balita dan 351 balita dengan pengukuran BB/TB.

d. Di Puskesmas Limboto Barat berdasarkan hasil pemantauan

status gizi tahun 2020, untuk penilaian status gizi menurut BB/U

pada Tahun 2020 dengan prevalensi 4,8% (74 balita) mengalami

gizi sangat kurang, 13,3% (204 balita) dengan prevalensi gizi

kurang. Sementara untuk penilaian status gizi menurut BB/TB pada


7

tahun 2020, sebanyak 47 orang balita yang dengan kategori gizi

kurang 13,3%.

e. Masalah gizi pada balita di Puskesmas Limboto Barat masih

dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya.

Sehingganya dapat berdampak pada sikap ibu dalam pemilihan

bahan makanan dan tersedianya jumlah makanan yang cukup dan

beraneka ragam. Perilaku ibu juga dalam pola pemberian makanan

turut berperan juga dalam hal ini baik dari jenis makanan yang

disajikan maupun jumlahnya.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada anak usia di bawah lima tahun (balita)

dengan beberapa faktor yang diduga akan mempengaruhi status gizi

balita diantaranya yaitu sikap ibu tentang gizi dan perilaku ibu

terhadap status gizi balita.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut “Apakah terdapat pengaruh sikap ibu dan

perilaku ibu terhadap status gizi balita di Puskesmas Limboto Barat

Tahun 2021?

E. Tujuan Penelitian
8

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh sikap dan perilaku

ibu terhadap status gizi balita di Puskesmas Limboto Barat Tahun

2021.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran sikap ibu di Puskesmas Limboto

Barat Tahun 2021

b. Untuk mengetahui gambaran perilaku ibu di Puskesmas Limboto

Barat Tahun 2021

c. Untuk mengetahui gambaran status gizi di Puskesmas Limboto

Barat Tahun 2021

d. Untuk menganalisis pengaruh sikap ibu terhadap status gizi di

Puskesmas Limboto Barat Tahun 2021

e. Untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu terhadap status gizi di

Puskesmas Limboto Barat Tahun 2021

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademik

Untuk menambah kepustakaan dan wawasan keilmuan tentang

pentingnya sikap dan perilaku ibu terhadap status gizi balita dan

sebagai sumber bacaan yang bermanfaat.

2. Bagi Peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman tentang

pentingnya gizi pada balita dan penanganannya.


9

3. Bagi Institusi

Memberi masukan pada pengelola program untuk penanganan

masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas dengan mengetahui

faktor-faktor yang bermakna dengan memperbaiki status gizi balita.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Administrasi

1. Pengertian Administrasi

Administrasi secara etimologis, berasal dari bahasa Latin, yakni

dari kata ad dan ministrare. Kata “ad” ini bermakna membantu,

melayani, atau memenuhi. Sedangkan administratio bermakna:

pemberian bantuan, pemeliharaan, pelaksanaan, pimpinan dan

pemerintahan, pengelolaan. Handayaningrat (2002) memberikan

batasan administrasi dari dua sisi, yakni dalam arti sempit dan dalam

arti luas. Pada arti sempit, administrasi merupakan suatu kegiatan

yang bersifat administratif, yang meliputi : surat menyurat, pembukuan

ringan, ketik mengetik, dan juga mengagendakan sesuatu yang

sifatnya teknis ketatausahaan. Dari definisi ini dapat dikatakan bahwa

administrasi dalam arti yang sempit merupakan suatu kegiatan

ketatausahaan yang terdiri dari kegiatan mencatat, menyurat,

pembukuan serta pengarsipan surat dan juga hal lainnya yang

dimaksudkan untuk ketersediaan informasi serta mempermudah

untuk memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan (Ismainar, 2013).

Administrasi dalam arti luas, didefinisikan dengan suatu kerja

sama yang dilakukan oleh sekelompok orang dan/atau organisasi

untuk mengelola sumber daya termasuk untuk mengatur tata ruang

dan tata dokumen di dalam organisasi tersebut untuk mencapai

10
11

tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Administrasi merupakan

tindakan yang kooperatif dalam bentuk kegiatan usaha kerja sama

antar manusia yang dilakukan secara rasional serta efisien dalam

mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.

Beberapa pendapat para ahli tentang pegertian administrasi :

a. Administration as the activities of group cooperating to accomplish

common goals. (H.A. Simon) (Administrasi sebagai beberapa

kegiatan untuk mengadakan kerja sama guna menyelesaikan

tujuan bersama). Definisi ini dapat dimaknai bahwa administrasi

merupakan kegiatan yang memerlukan kerja sama antara dua

orang atau lebih untuk tujuan bersama.

b. Administrasi didefinisikan serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh sekelompok orang dalam suatu kerja sama untuk mencapai

tujuan tertentu (The Liang Gie , 2009).

c. Administrasi didefinisikan sebagai satu keseluruan proses kerja

sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas

rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan

(Siagian, 2008).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka karakteristik dari

definisi administrasi dapat dirumuskan :

a. Administrasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara

berkelompok dengan menjujung kerja sama yang tinggi untuk

mendapatkan penyelesaiaan dari suatu pekerjaan yang sudah


12

ditetapkan sebelumnya berupa tujuan dari suatu organisasi.

b. Proses administrasi umumnya dilaksanakan oleh dua orang atau

lebih serta terdiri dari kelompok-kelompok yang berada dalam

suatu organisasi, yang bekerja di bidang swasta, sipil dan juga

militer bekerjasama dalam suatu organisassi untuk mencapai

tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya

Administrasi merupakan sebuah tindakan yang dapat berupa

bimbingan, kepemimpinan, pengawasan yang efektif yang meru-

pakan fungsi-fungsi administrasi untuk mencapai suatu tujuan

bersama yang sudah ditentukan. Administrasi didefinisikan sebagai

bimbingan, kepemimpinan, dan pengawasan dari usaha-usaha

kelompok individu-individu guna tercapainya tujuan bersama.

2. Pengertian Administrasi Publik

Administrasi publik adalah istilah yang berasal dari Bahasa

Inggris (public administration) yang pada saat ini disiplin ilmu

adminitrasi publik telah dikembangkan di berbagai Negara,

termasuk di Indonesia. Pengertian administrasi publik pada

dasarnya terdiri dari dua unsur kata, yakni administrasi dan publik

“Administrasi” yaitu dua orang/lebih bersatu untuk mencapai tujuan

menggunakan organisasi dan managemen. Sedangkan

“Publik” Umum/masyarakat, bukan privat. Merupakan masyarakat

madani yang terdiri dari pemerintah dan kelompok masyarakat.

Pengelolaan bersama kepentingan publik (masyarakat madani).


13

Dengan demikian definisi administrasi publik ialah ilmu yang

mempelajari bagaimana pengelolaan suatu organisasi publik/umum

(Mulyadi, 2018).

Definisi Administrasi Publik Menurut Para Ahli

Beberapa definisi administrasi publik berdasakan pendapat para

ahli, yaitu :

1) Menurut S.P Siangian (2004). dalam buku Deddy Mulyadi

mendefisikan administrasi sebagian keseluruhan proses

kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan

atas rasionalitas tertentu, mencapai tujuan yang telah ditentukan

sebelumnya.

2) Menurut Herbert A Simon (1993). dalam buku Deddy Mulyadi

mendefinisikan administarsi sebagai kegiatan-kegiatan kelompok

kerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.

3) Menurut E.N. Gladden (1953). dalam buku Wirman Syafri

Administrasi dapat didefinisiksn sebagai organisasi dan

pengarahan sumber daya manusia dan sumber-sumber materi

lain untuk mencapai tujuan yang dikehendak

3. Pengertian Administrasi Kesehatan

Administrasi Kesehatan adalah suatu proses yang

menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pengawasan, pengkoordinasian, dan penilaian terhadap sumber,

tata cara dan kesanggupan yang tersedia untuk memenuhi


14

kebutuhan dan tuntutan terhadap kesehatan, perawatan kedokteran

serta lingkungan yang sehat dengan jalan menyediakan dan

menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan yang ditujukan

kepada perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Pengertian administrasi kesehatan masyarakat yaitu kegiatan

yang dilakukan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan

pelayanan kesehatan sebaik-baiknya sehingga tercapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Menurut Azrul

Azwar dalam bukunya ”Pengantar Ilmu Administrasi Kesehatan”

mengatakan seseorang yang melaksanakan administrasi

kesehatan berarti melaksanakan segala fungsi aministrasi yakni

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan,

pengorganisasian dan penilaian. Fungsi adaministrasi kesehatan

dibedakan atas 4 macam yakni :

1. Perencanaan termasuk perencanaan pembiayaan

2. Pengorganisasian, yang didalamnya termasuk penyusunan staff

3. Pelaksanaan, yang didalamnya termasuk pengerahan,

pengkoordinasian

4. Penilaian, yakni dalam rangka melihat apakah rencana yang

telah disusun dapat dicapai atau tidak.

Dalam pencapaian tujuan administrasi kesehatan ini melibatkan

banyak pihak, diantaranya pemerintah, rumah sakit, asuransi dan


15

apotik. Namun dalam administrasi kesehatan ini tidak hanya

pelayanan pengobatan tetapi juga bersifat preventif (pencegahan).

Fungsi administrasi kesehatan yang berkaitan dengan tujuan

subsistem manajemen kesehatan tersebut adalah :

1. Perencanaan (Planning) Suatu kegiatan atau proses

penganalisisan, pemahaman sistem, penyusunan konsep dan

kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan demi

masa depan yang lebih baik.

2. Pengorganisasian (Organizing) Langkah untuk menetapkan,

menggolong-golongkan, dan mengatur berbagai macam

kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang serta

pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam

rangka mencapai tujuan organisasi.

3. Penggerakan dan Pelaksanaan (Actuating). Usaha untuk

menciptakan iklim kerjasama diantara staf pelaksana program

sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan

efisien.

4. Pengawasan dan Pengendalian (Controlling) Proses untuk

mengamati secara terus-menerus pelaksanaan kegiatan sesuai

dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan

koreksi jika terjadi penyimpangan.


16

5. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah suatu upaya yang diberikan oleh

Puskesmas kepada masyarakat yang mencakup perencanaan,

pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, pelaporan dan dituangkan

dalah suatu sistem. Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan baik dari segi promotif, preventif, kuratif serta

rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah

dan masyarakat (Permenkes RI No.75, 2014).

Untuk memberikan sebuah layanan yang baik kepada

masyarakat yang ingin mendapatkan jasa pelayanan kesehatan

dasar dan konsultasi dibidang kesehatan, maka semua elemen

pendukung di Puskesmas harus berupaya untuk meningkatkan

kualitas pelayanan jika Puskesmas tidak ingin ditinggalkan oleh

masyarakat karena pada hakekatnya semakin sempurna pelayanan

yang diberikan kepada pasien maka semakin tinggi pula tingkat

kepuasan bagi pasien (Pohan, 2016).

Menurut Syafrudin (2015). agar pelayanan kesehatan dapat

mencapai tujuan yang diinginkan tersebut, maka syarat pokok

pelayanan kesehatan yang baik yaitu :

a. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama yaitu harus tersedia di masyarakat

(available) dan besifat berkesinambungan (continuous). Artinya


17

semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh

masyarakat tidak sulit ditemukan, sehingga pada saat di

butuhkan mereka dengan mudah mendapatkannya.

b. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua yaitu dapat diterima dan wajar. Artinya

pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan

keyakinan dan kepercayaan adat istiadat, kebudayaan,

kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar. Hal ini bukan

merupakan pelayanan yang baik.

c. Mudah dicapai

Syarat pokok ketiga yaitu yang mudah dicapai (accessible) oleh

masyarakat. Ketercapaian yang dimaksudkan di sini terutama

dari sudut lokasi, dengan demikian untuk dapat mewujudkan

pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi

sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan

yang terlalu terkontaminasi sering di daerah perkotaan saja dan

sementara itu tidak ditemukan di dareah pedesaan,ini bukanlah

pelayanan kesehatan yang baik.

d. Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat yaitu yang baik adalah mudah dijangkau

(affordable) oleh masyarakat. Keterjangkauan di sini terutama

dari sudut biaya, untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti

ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut


18

sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat . Pelayanan

kesehatan yang mahal mungkin hanya dinikmati oleh sebagian

kecil masyarakat saja.

e. Bermutu

Syarat pokok kelima yaitu bermutu (quality). Mutu yang

dimaksudkan di sini adalah menunjuk pada tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,

yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa

pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai

dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Menurut Kholid (2015), sistem pelayanan kesehatan

mempunyai tujuan antara lain yaitu :

a. Promotif atau memelihara dan meningkatkan kesehatan. Hal ini

sangat dibutuhkan seperti pada peningkatan gizi

b. Preventif atau pencegahan terhadap orang yang mempunyai

resiko terhadap penyakit yang terdiri dari preventif primer,

preventif sekunder dan preventif tersier

c. Kuratif adalah penyembuhan suatu penyakit

d. Rehabilitatif adalah proses memulihkan dan proses mengobati.

B. Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan

zat gizi yang didapatkan dari asupan dan penggunaan zat gizi oleh
19

tubuh. Status gizi dapat ditentukan dengan pemeriksaan klinis,

pengukuran antopometri, analisis biokimia, dan riwayat gizi. Status

gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk,

kurang, baik, lebih (Almatsier, 2014).

Menurut Proverawati (2011), gizi adalah suatu unsur makanan

yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi,

transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat

yang tidak digunakan untuk perkembangan kehidupan,

pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta

menghasilkan energi. Sedangkan menurut Tuti Sunardi gizi adalah

sesuatu yang mempengaruhi proses perubahan semua jenis

makanan yang masuk ke dalam tubuh yang dapat

mempertahankan kehidupan. Status gizi adalah keadaan tubuh

sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

2. Penilaian Status Gizi

Untuk menilai status gizi digunakan dua metode penilaian

status gizi, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian

status gizi secara langsung, dapat dibagi menjadi empat penilaian,

yaitu penilaian antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

A. Antropometri

Antropomentri artinya ukuran tubuh, macam pengukuran tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkatan


20

gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat protein

dan energi.

B. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang penting untuk menilai

status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-

perubahan yang terjadi dapat dihubungkan dengan

ketidakcukupan zat gizi. Klinis dapat dilihat pada jaringan epitel

seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-

organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar

tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei secara

cepat (rapid clinical survey). Survei ini dirancang untuk

mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis secara umum dari

kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Metode klinis

digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang

dengan melakukan pemeriksaan secara fisik yaitu tanda (sign)

dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

C. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan

specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada

berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan

antara lain: darah, urine, tinja dan juga jaringan tubuh seperti hati

dan otot. Metode ini digunakan untuk kemungkinan akan terjadi

keadaan malnutrisi yang lebih parah. Gejala klinis yang kurang


21

spesifik maka penentuan kimia dapat lebih banyak menolong

untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

D. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan

status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya

jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

Sedangkan untuk penilaian status gizi secara tidak langsung,

dapat dibagi menjadi tiga yaitu survey konsumsi makanan,

statistic vital, dan faktor ekologi (Arisman, 2014).

3. Parameter Penilaian Status Gizi Anak

Standar Antropometri Anak digunakan untuk menilai atau

menentukan status gizi anak. Penilaian status gizi Anak dilakukan

dengan membandingkan hasil pengukuran berat badan dan

panjang/tinggi badan dengan Standar Antropometri Anak.

Klasifikasi penilaian status gizi berdasarkan Indeks Antropometri

sesuai dengan kategori status gizi pada WHO Child Growth

Standards untuk anak usia 0-5 tahun dan The WHO Reference

2007 untuk anak 5-18 tahun (Kemenkes RI, 2020).

Umur yang digunakan pada standar ini merupakan umur yang

dihitung dalam bulan penuh, sebagai contoh bila umur anak 2 bulan

29 hari maka dihitung sebagai umur 2 bulan. Indeks Panjang Badan

(PB) digunakan pada anak umur 0-24 bulan yang diukur dengan

posisi terlentang. Bila anak umur 0-24 bulan diukur dengan posisi
22

berdiri, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan

0,7 cm. Sementara untuk indeks Tinggi Badan (TB) digunakan

pada anak umur di atas 24 bulan yang diukur dengan posisi berdiri.

Bila anak umur di atas 24 bulan diukur dengan posisi terlentang,

maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm

(Kemenkes RI, 2020).

A. Indeks Standar Antropometri Anak

Standar Antropometri Anak didasarkan pada parameter

berat badan dan panjang/tinggi badan yang terdiri atas 4 (empat)

indeks, meliputi :

1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Indeks BB/U ini

menggambarkan berat badan relatif dibandingkan dengan

umur anak. Indeks ini digunakan untuk menilai anak dengan

berat badan kurang (underweight) atau sangat kurang

(severely underweight), tetapi tidak dapat digunakan untuk

mengklasifikasikan anak gemuk atau sangat gemuk. Penting

diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah,

kemungkinan mengalami masalah pertumbuhan, sehingga

perlu dikonfirmasi dengan indeks BB/PB atau BB/TB atau

IMT/U sebelum diintervensi.

2. Indeks Panjang Badan menurut Umur atau Tinggi Badan

menurut Umur (PB/U atau TB/U) Indeks PB/U atau TB/U

menggambarkan pertumbuhan panjang atau tinggi badan


23

anak berdasarkan umurnya. Indeks ini dapat mengidentifikasi

anak-anak yang pendek (stunted) atau sangat - 13 - pendek

(severely stunted), yang disebabkan oleh gizi kurang dalam

waktu lama atau sering sakit. Anak-anak yang tergolong tinggi

menurut umurnya juga dapat diidentifikasi. Anak-anak dengan

tinggi badan di atas normal (tinggi sekali) biasanya

disebabkan oleh gangguan endokrin, namun hal ini jarang

terjadi di Indonesia.

3. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan/Tinggi Badan

(BB/PB atau BB/TB) Indeks BB/PB atau BB/TB ini

menggambarkan apakah berat badan anak sesuai terhadap

pertumbuhan panjang/tinggi badannya. Indeks ini dapat

digunakan untuk mengidentifikasi anak gizi kurang (wasted),

gizi buruk (severely wasted) serta anak yang memiliki risiko

gizi lebih (possible risk of overweight). Kondisi gizi buruk

biasanya disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan

gizi yang baru saja terjadi (akut) maupun yang telah lama

terjadi (kronis).

4. Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Indeks IMT/U

digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang,

gizi baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas. Grafik

IMT/U dan grafik BB/PB atau BB/TB cenderung menunjukkan

hasil yang sama. Namun indeks IMT/U lebih sensitif untuk


24

penapisan anak gizi lebih dan obesitas. Anak dengan ambang

batas IMT/U >+1SD berisiko gizi lebih sehingga perlu

ditangani lebih lanjut untuk mencegah terjadinya gizi lebih dan

obesitas (Kemenkes RI, 2020).

B. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Tabel 2.1
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas


(Z-Score)
Berat badan sangat <-3 SD
Berat Badan
kurang (severely
menurut Umur
underweight)
(BB/U) anak Berat badan kurang 3 SD sd <- 2 SD
usia 0 - 60 (underweight)
bulan Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Risiko Berat badan lebih 1 > +1 SD
Panjang Sangat pendek (severely <-3 SD
Badan atau stunted)
Pendek (stunted) 3 SD sd <- 2 SD
Tinggi Badan
Normal 2 SD sd +3 SD
menurut Umur Tinggi 2 > +3 SD
(PB/U atau
TB/U) anak
usia 0 - 60
bulan
Berat Badan Gizi buruk (severely <-3 SD
menurut wasted)
Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
Panjang
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Badan atau Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2
Tinggi Badan (possible risk of SD
(BB/PB atau overweight)
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd + 3
25

BB/TB) anak SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
usia 0 - 60
bulan
Gizi buruk (severely <-3 SD
Indeks Massa wasted) 3
Tubuh Gizi kurang (wasted) 3 3 SD sd <- 2 SD
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
menurut Umur
Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2
(IMT/U) anak
(possible risk of SD
usia 0 - 60
overweight)
bulan Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Indeks Massa Gizi buruk (severely <-3 SD
Tubuh thinness)
menurut
Umur (IMT/U) Gizi kurang (thinness) 3 SD sd <- 2 SD
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
anak usia 5 -
Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
18 tahun Obesitas (obese) > + 2 SD
Sumber : Data Sekunder, (2020)

Keterangan:

1. Anak yang termasuk pada kategori ini mungkin memiliki

masalah pertumbuhan, perlu dikonfirmasi dengan BB/TB atau

IMT/U

2. Anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya

tidak menjadi masalah kecuali kemungkinan adanya gangguan

endokrin seperti tumor yang memproduksi hormon

pertumbuhan. Rujuk ke dokter spesialis anak jika diduga

mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang sangat

tinggi menurut umurnya sedangkan tinggi orang tua normal).


26

3. Walaupun interpretasi IMT/U mencantumkan gizi buruk dan gizi

kurang, kriteria diagnosis gizi buruk dan gizi kurang menurut

pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk menggunakan Indeks

Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan

(BB/PB atau BB/TB) (Kemenkes RI, 2020).

C. Tinjauan Umum tentang Balita

1. Pengertian Balita

Balita adalah anak dengan usia dibawah lima tahun dengan

karakteristik pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0- 1

tahun dimana umur 5 bulan berat badan naik 2 kali berat badan

lahir, dan tiga kali berat badan lahir pada umur 1 tahun dan menjadi

empat kali pada umur 2 tahun (Septiari, 2014).

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas 1

tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak dibawah lima

tahun. Balita merupakan kelompok anak berada dalam proses

pertumbuhan, dan perkembangan yang bersifat unik, artinya

memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik contohnya

koordinasi motorik halus dan motorik kasar juga kecerdasan yang

sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui

oleh anak (Septiari, 2014).

Usia balita dibagi dalam 3 tahap yaitu masa sebelum lahir,

masa bayi, dan masa awal kanak-kanak. Pada ketiga tahap

tersebut banyak terjadi perubahan fisik maupun psikologis yang


27

akan mempengaruhi tumbuh kembang anak. Pembagian menurut

tahapan tersebut sangat bergantung pada faktor social yaitu

tuntutan dan harapan untuk menguasai proses perkembangan yang

harus dilampaui anak dari lingkungan (Septiari, 2014).

2. Karakteristik Balita

Karakteristik balita dibagi menjadi dua yaitu :

a. Anak usia 1-3 tahun

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak

menerima makanan dari apa yang disediakan orang tua. Laju

pertumbuhan masa balita lebih besar dari masa usia prasekolah,

sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar (Septiari,

2014).

b. Anak usia prasekolah (3-5 tahun)

Pada usia prasekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka

sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini

anak mulai bergaul dengan lingkungannnya atau bersekolah

playgrup. Pada fase ini anak mencapai fase gemar memprotes.

Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami

penurunan, akibat dari aktifitas yang mulai banyak, dan

pemilihan maupun penolakan terhadap makanan (Septiari,

2014).

c. Pengertian Tumbuh Kembang

1). Pertumbuhan
28

Pertumbuhan adalah perkembangan dengan perubahan

dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat

(kg/gr/pound) atau ukuran yang panjang (meter/sentimeter)

umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium

dan nitrogen tubuh). (Septiari, 2014).

Menurut Whaley dan Wong pertumbuhan sebagai suatu

peningkatan jumlah atau ukuran sel tubuh yang ditunjukkan

dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh

bagian tubuh. (Septiari, 2014).

2). Perkembangan

Menurut Whaley dan Wong perkembangan menitikberatkan

pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat

yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan

kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran

(Septiari 2014). Pertumbuhan pada bayi dan balita

merupakan gejala kuantitatif. Pada konteks ini berlangsung

perubahan ukuran, dan jumlah sel, serta jaringan intraseluler

pada tubuh anak. Dengan kata lain berlangsung proses

multiplikasi pada organ tubuh anak disetai penambahan

ukuran-ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai oleh:

a). Meningkatnya berat badan dan tinggi badan

b). Bertambahnya ukuran lingkar kepala


29

c). Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot

d). Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya seperti rambut

dan kuku.

Cara paling mudah untuk mengetahui baik tidaknya

pertumbuhan bayi dan balita dalah dengan mengamati grafik

pertambahan berat dan tinggi badan yang terdapat pada

Kartu Menuju Sehat (KMS). Dengan bertambahnya usia

anak seharusnya bertambah pula berat dan tinggi badannya.

Cara lain yaitu dengan pemantauan status gizi. Pemantauan

status gizi pada bayi dan balita telah dibuatkan

standardisasinya oleh Harvard University dan Wolansk.

Penggunaan standar tersebut di Indonesia telah dimodifikasi

agar sesuai untuk kasus anak Indonesia (Septiari, 2014).

d. Mengatur Makanan Anak Dibawah Usia Lima Tahun

Makanan memberikan sejumlah zat gizi yang diperlukan untuk

tumbuh kembang pada setiap tingkat perkembangan dan usia,

yaitu masa bayi, masa balita dan masa usia prasekolah.

Pemilihan makanan yang tepat dan benar, bukan saja akan

menjamin kecukupan gizi bagi tumbuh kembang fisik, tetapi juga

perkembangan sosial, psikologis dan emosional. Kebutuhan

manusia akan zat gizi untuk tiap kurun umumnya sama, dan

hanya jumlah zat gizi yang dibutuhkan yang berbeda.


30

Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama,

anak memerlukan keteladan terutama dari lingkungan keluarga,

guna menciptakan makan dan pola makan yang sehat. Kedua,

para orang tua hendaknya mendorong anak menyenangi aneka

ragam makanan. Penanaman kebiasaan makanan yang baik dan

sehat sejak usia dini dapat mengurangi resiko terjadinya

gangguan kesehatan yang bersumber pada kesalahan akan

makan, seperti kurang gizi, kegemukan (obesitas), penyakit

kencing manis, penyakit kardiovaskuler dan berbagai penyakit

kronis (Septiari, 2014).

D. Hakikat Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau

akivitas dari manusia baik yang diamati langsung maupun tidak

dapat diamati oleh interaksi manusia dengan lingkungannya yang

terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku

dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas

organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas

tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak

langsung (Notoatmodjo, 2014).

Perilaku merupakan respon atau reaksi individu terhadap

rangsangan lingkungan sosial. Perilaku adalah cerminan dari

segala tindakan untuk mencapai tujuan tertentu setelah melalui


31

proses pengamatan, penilaian, dan pengambilan keputusan (Andi

Mappiere, 2002). Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak

dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2014) .

Dari beberapa pengertian perilaku yang telah disebutkan dapat

diperoleh kesimpulan bahwa perilaku merupakan seperangkat

perbuatan atau tindakan seseorang dalam melakukan respon atau

reaksi terhadap suatu rangsangan yang berada dilingkugan sosial

seseorang tersebut tinggal yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap, dan tindakan dan kemudian dijadikan

kebiasaan individu dalam bertindak.

2. Jenis Perilaku

Jenis Perilaku menurut Skinner, membedakan dua jenis

perilaku. Perilaku yang dituntut (respondent behaviour) didasarkan

pada reflex dan tidak perlu dipelajari dan perilaku operan (operant

behaviuor) didasarkan pada hasil belajar individu dan dilakukan

secara spontan terhadap suatu situasi, bukan respons otomatis.

Menurut Skinner, kebanyakan perilaku manusia bersifat operan

yang dipelajari lewat penguatan positif atau negatif (Notoatmodjo,

2014).

Skinner mengidentifikasi tiga bentuk respons atau operan yang

mengikuti suatu perilaku, yaitu :


32

a). Operan netral (neutral operant): respons dari lingkungan yang

tidak dapat menambah atau mengurangi probabilitas perilaku

yang diulang-ulang.

b). Penguat (reinforcers): respons dari lingkungan yang menambah

probabilitas perilaku yang diulang-ulang; Perilaku yang

mendapat penguatan karena perilaku tersebut membawa

konsekuensi yang menyenangkan disebut penguatan positif

(positive reinforcement). Perilaku yang mendapat penguatan

karena menyingkirkan sesuatu yang tidak menyenangkan

disebut pengutan negative (negative reinforcement)

c). Penghukum (punishers): respons dari lingkungan yang

mengurangi probabilitas perilaku yang diulang-ulang

(Notoatmodjo, 2014).

3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2014)

yang mengutip pendapat para ahli (Green, 1980; Kar (1983); dan

WHO (1984), dapat disimpulkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors),yang terwujud

dalam pengetahuan, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai, sikap

dan juga variasi demografi seperti : status , umur, jenis kelamin.

Faktor ini bersifat dalam diri individu tersebut.

1). Pengetahuan
33

Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengideran terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan atau kognitif merupakan doamain yang sangat

penting untuk terbentuknya perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan

2). Keyakinan

Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau

objek benar atau nyata. Kebenaran adalah kata-kata yang

sering digunakan untuk mengungkapkan atau mensyaratkan

keyakinan agar terjadi perubahan perilaku.

3). Nilai

Nilai Secara langsung bahwa nilai-nilai perseorangan tidak

dapat dipisahkan dari pilihan perilaku.konflik dalam hal nilai

yang menyangkut kesehatan merupakan satu dari dilemma

dan tantangan penting bagi para penyelenggara pendidikan

kesehatan.

4). Sikap

Sikap Sikap merupakan kecenderungan jiwa atau perasaan

yang relative tetap terhadap kategori tertentu dari objek, atau

situasi.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Merupakan faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan

fisik, termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan


34

prasarana, missal: dana, transportasi, fasilitas, kebijakan

pemerintah, dan lain sebagainya.

1). Sarana

Segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang

berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan

pekerjaan dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang

berhubungan dengan organisasi kerja.

2). Prasarana

Penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan

di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak

terdedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan

dapat mencapai hasil yag diharapkan sesuai engan rencana.

c. Faktor-faktor pendukung (Reinforcing factors)

Faktor ini meliputi: faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat,

tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas

kesehatan, undang-undang peraturan-peraturan baik dari pusat

maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia menjadi 2 faktor

yaitu faktor personal yang merupakan faktor dalam diri manusia yang

merupakan warisan biologis seseorang dari orang tuanya, dan faktor

situasional yang merupakan faktor yang berasal dari luar atau

lingkungan sekitar seseorang yang mempengaruhi manusia dalam

berperilaku (Notoatmodjo, 2014).


35

a. Faktor Personal

Faktor dalam diri seseorang yang berperan sebagai

pembentuk perilaku seseorang dibagi menjadi dua yaitu faktor

biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis adalah warisan DNA

yang diterima oleh orang tuanya, karena menuru hasil pengalaman

empiris bahwa DNA tidak hanya membawa fisiologis dari para

generasi sebelumnya, tetapi juga membawa warisan perilaku yang

meliputi agama, dan kebudayaan.

Dapat disimpulkan bahwa perilaku atau kegiatan manusia

dalam masyarakatnya merupakan warisan struktur biologis dari

orang tuanya yang menurunkannya. Faktor kedua, yaitu faktor

sosio psikologis yang memiliki pengaruh besar bagi seseorang.

Faktor ini meliputi sikap, emosi, kepercayaan, kebiasaan, dan

kemauan.

1). Sikap

Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam

komponen sosio psikologis, karena cenderung bertindak dan

berpresepsi.

2). Emosi

Dalam sebuah perilaku emosi memiliki keutungan, yaitu:

sebagai pembangkit energy (energizer), pembawa informas

(messeger), dan sumber informasi tentang keberhasilan kita.

3). Kepercayaan
36

Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosio

psikologis, kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan,

kebutuhan, dan kepentingan.

4). Kebiasaan

Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap,

berlangsung secara otomatis, tidak direncanakan, dan

kebiasaan merupakan hasil dari reaksi khas yang diulangi

berkali-kali.

5). Kemauan

Kemauan sebagai dorongan tindakan yang merupakan

tindakan usaha seseorang untu mencapai tujuan, kemauan

merupakan hasil keinginan untuk mencapai tujuan tertentu

yang begitu kuat, kemauan dipengaruhi oleh kecerdasan dan

energi yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Dari beberapa

pengertian yang telah dijelaskan dapat ditarik kesimpulan faktor

personal merupakan perilaku manusia yang dipengaruhi oleh

faktor biologis yaitu warisan DNA yang diterima oleh orang

tuanya dan faktor psikologis meliputi sikap, emosi kepercayaan,

kebiasaan, dan kemauan.

b. Faktor Situasional Perilaku Manusia

Faktor situasional mencakup faktor lingkungan dimana

manusia itu berada atau tempat tinggal, baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor tersebut


37

merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi respon manusia.

Faktor situasional ini dapat diidentifikasi sebagai berikut

(Notoatmodjo, 2014) :

1). Faktor Ekologis

Kedaan alam, geografis, iklim, serta cuaca sangat

mempengaruhi perilaku orang, contohnya orang yang tinggal di

daerah pantai yang setiap harinya akrap dengan ombak, angina

laut yang tidak bersahabat akan membentu perilaku yang keras

dibanding orang yang tinggal didaerah pegunungan yang sejuk,

damai, tenag akan membentuk perilaku yang tenang, lembut,

dan damai.

2). Faktor Desain dan Arsitektur

Struktur atau bangunan pola pemukiman dapat mempengaruhi

pola perilaku manusia yang tinggal di dalamnya contohnya di

daerah pedesaan yang pada umumnya pola pemukiman yang

terbuka jelas akan berpengaruh terhadap perilaku penghuninya

yang terbuka, terus terang, dan keakraban yang kuat dibanding

dengan pola pemukiman dikota khususnya pemukiman

perumahan (real estate) yang sangat tertutup jelas kondisi

seperti ini akan membentuk perilaku yang egois/tertutup

kepada orang lain.

3). Faktor Temporal


38

Telah terbukti adanya pengaruh waktu terhadap bioritme

manusia yang akhirnya mempengaruhi perilakunya. Waktu

pagi, siang, sore, dan malam, membawa pengaruh sikap

perilaku manusia.

4). Suasana Perilaku (Behaviour Setting)

Tempat keramaian, mall, pasar, tempat ibadah, sekolah atau

kampus, dan kerumunan massa akan membawa pola perilaku

orang. Mal, pasar, terminal, dan sebagainya perilaku orang

diwarnani oleh suasana yang berbicara keras, berteriak,

terburu-buru, daripada dimasjid atau tempat ibadah, perilaku

orang akan cenderung tenang, tidak berbicara keras atau

berisik.

5). Faktor Teknologi

Perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi akan

berpengaruh perilaku masyarakat di semua kalangan. Perilaku

masyarakat kota yang sangat berlebihan terpapar oleh

teknologi dibandingkan dengan perilaku masyarakat dari

pedesaan yang kurang terpapar dengan teknologi informasi.

6). Faktor Sosial

Peranan faktor sosial, yang terdiri dari struktur umur,

pendidikan, status sosial, dan agama akan berpengaruh

kepada perilaku sesorang. Faktor sosial ini mecakup


39

lingkungan sosial atau yang disebut iklim sosial (social climate)

menyebabkan perilaku yang demokratis, otoriter, dan kereaktif.

Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan dapat ditarik

kesimpulan faktor situasional perilaku manusia dipengaruhi oleh

keadaan lingkungan dimana manusia itu berada.

4. Ranah atau Domain Perilaku

Perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman atau

aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor

internal dan eksternal. Perilaku seseorang sangat kompleks dan

mempunyai bentangan yang sangat luas (Notoatmodjo, 2014).

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo, membagi perilaku

manusia ke dalam tiga domain sesuai dengan tujuan pendidikan.

Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk

pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni:

a. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan

diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan

muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya

untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum

pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Kartiko Widi, 2010).

Pengetahuan adalah suatu kemampuan untuk memahami

suatu objek dengan menggunakan alat-alat panca indera

manusia yang diperoleh dari berbagai sumber diantaranya


40

melalui membaca, pendidikan, penyuluhan, dan media massa

(Notoatmodjo, 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan meliputi: (1)

Tingkat Pendidikan adalah upaya untuk memberikan

pengetahuan sehinga terjadi perubahan perilaku positif yang

meningkat, (2) Informasi, seseorang yang mempunyai sumber

informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang

lebih luas, (3) Budaya, tingkah laku manusia atau kelompok

manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan

kepercayaan, (4) Pengalaman, sesuatu yang pernah dialami

seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang

bersifat informasi, dan (5) Sosial Ekonomi, tingkat kemampuan

seseorang untuk memenuhi kebutuhan dalam hidup.

“Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi


setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga” (Notoatmodjo, 2014).

Salah satu komponen sikap seseorang dalam menentukan

perilaku adalah komponen kognitif, yaitu hal-hal yang

berhubungan dengan informasi bahwa seseorang mempunyai

pengetahuan tentang obyek baik secara faktual maupun

berdasarkan pengalaman-pengalaman yang lain. Berdasarkan

uraian diatas disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil

yang diperoleh seseorang setelah mengenal dan mempelajari


41

suatu obyek yang ada di lingkungannya dengan pengindraan

serta dapat mengungkapkan kembali.

Pengetahuan tentang makanan sehat akan mempengaruhi

kebiasaan makan atau perilaku makan suatu masyarakat.

Apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut dapat

berlangsung lama. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak disadari

oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama.

Seperti halnya seorang ibu apabila mempunyai pengetahuan

tentang makanan sehat yang baik diharapkan dapat memberikan

makanan yang sehat untuk anak pula.

Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang tingkat

pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan yaitu: Tahu (know), memahami (comprehension),

aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis),

evaluasi (evaluation) (Notoatmodjo, 2014).

1). Tahu (know) artinya sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan

ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur


42

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajati antara lain

dapat menyebutkan, menguraikan mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya.

2). Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat mengintepretasi materi tersebut

secara benar. orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

3). Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi riil. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi

atau penguunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip,

dan sebagainya dalam konteks situasi yang lain.

4). Analisis (analysis) suatu kemapuan untuk menjabarkan

materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen

tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan mengelompokkan, dan sebagainya.

5). Sintetis (synthesis) atau sistematis menentukan pada

kemampuan sesorang untuk meletakkan atau


43

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah

suatu kemampuan untuk menyususn suatu formulasi baru

dari formulsi-formulasi yang ada.misalnya, dapat

menyususn, dapat merencanakan, dapat meringkaskan,

dapat menyesuaikan.

6). Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemapuan

seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada.

Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup

gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi

terjadinya diare disuatu tempat.

Pengetahuan seseorang tidak hanya dapat didapat dari

pendidikan formal saja, melainkan dari pengalaman diri sendiri atau

orang lain yang bersumber dari membaca, media massa,

pendidikan.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isimateri yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden. Pengukuran pengetahuan

dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
44

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau

kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

b. Sikap (attitude)

Secara historis istilah “sikap” (attitude) digunakan pertama

kali oleh Hubert Spencer pada tahun 1962 yang diartikan

sebagai status mental seseorang. Sikap merupakan reaksi atau

respon yang masih tertutup dari sesorang terhadap stimulus atau

objek. Secara umum sikap adalah suatu pikiran, kecenderungan

dan perasaan seseorang untuk mengenal aspek-aspek tertentu

pada lingkungan yang sering bersifat permanen karena sulit

diubah (Notoatmodjo, 2014).

“Sikap merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai


aspek dunia sosial serta bagaimana evaluasi tersebut
memunculkan rasa suka atau tidak suka individu terhadap isu,
ide orang lain, kelompok sosial dan objek. Sikap pada awalnya
diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu tindakan.
Fenomena sikap adalah mekanisme mental yangmengevaluasi
membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut
menentukan kecenderungan perilaku kita terhadap manusia atau
sesuatu yang kita hadapi, bahkan terhadap diri kita sendiri.
Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh ingatanakan
masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap
apa yang sedang kita hadapi saat ini” (Priyoto, 2014).

Sikap sebagai ekspresi dari nilai-nilai yang dimiliki oleh

seseorang. Sikap bisa dibentuk sehingga terjadi perilaku yang

diinginkan. Hal ini dapat diartikan bahwa adanya pengetahuan


45

yang tinggi didukung dengan sikap yang baik maka akan

tercermin perilaku yang baik tentang makanan sehat

(Ramadhani, 2017).

Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup bukan

merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, bukan

merupakan pelaksanaan atau tindakan. Sikap mempengaruhi

pengalaman seorang individu yang bersumber dari desakan

didalam hati, kebiasaan-kebiasaan serta pengaruh dari

lingkungan sekitar individu tersebut tinggal. Sikap dihasilkan dari

keinginan-keinginan individu dan sejumlah rangsangan dari luar.

Sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu:

a). Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu

obyek.

b). Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek.

c). Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan,

pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan yang sangat

penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa

tingkatan yaitu:

a). Menerima (receiving)


46

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Pada

tahapan ini, para ibu dari siswa diharapkan mapu menerima

semua tahapan dari pengetahuan tentang makanan sehat

untuk anak dan penegetahuan bagaimana pemberian

makanan sehat untuk anak. Kata kerja operasional yang

dapat dipakai dalam kategori ini adalah memilih,

mempertanyakan, mengikuti, memberi, menganut,

mematuhi, dan meminati.

b). Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan

terhadap penataan atau objek yang dihadapi. Kategori ini

berkenaan dengan jawaban dan kesenangan menanggapi

atau erealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai

yang dianut masyarakat. Pada tahap ini sesorang mampu

menanggapi hal-hal yang sudah diterimanya. Kata kerja

operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah

menjawab, membantu, mengajukan, mengompromi,

menyenangi, menyambut, mendukung, menyetujui,

menampilkan, melaporkan, memilih, mengatakan, memilah,

dan menolak.

c). Menghargai (valuing)


47

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan

nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti

membahasnya dengan orang lain bahkan mengajak atau

mempenngaruhi orang lain untuk merespon. Para ibu dari

siswa mampu menghargai informasi-informasi yang

diterimanya mengenai pemberian makanan sehat untuk anak

mulai dari penyediaan bahan, pengolahan, sanitasi, serta

penyajiannya. Kata kerja operasional yang dapat dipakai

dalam kategori ini adalah mengasumsikan, meyakini,

melengkapi, meyakinkan, memperjelas, mengundang,

menggabungkan, mengusulkan, menekankan, dan

menyumbang.

d). Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Ini

merupakan tahapan terakhir dari sikap, disini para ibu dari

siswa harus mampu bertanggung jawab dengan apa yang

sudah mereka peroleh tentang makanan sehat, serta

bagaimana perilaku yang baik dalam pemberian makanan

sehat untuk anaknya (Notoatmodjo, 2014).

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo 2014,

pengetahuan dan sikap yang dimiliki seseorang merupakan

faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku. Jika ibu


48

memiliki pengetahuan yang baik dalam pemberian makanan

sehat, diharapkan ibu juga memiliki sekap dan perilaku yang baik

pula dalam pemberian makanan sehat. Sikap merupakan faktor

yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang. Perubahan

sikap secara berkelanjutan dapat mempengaruhu perilaku

kesehatan seseorang yang dapat meningkatkan status gizi anak.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau

tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana

pendapat/pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara

tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis

kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner

(Notoadmodjo, 2014).

Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

yang dimaksud dengan sikap adalah kecenderungan seseorang

untuk bisa bertindak, berfikir. Sikap menentukan apakah orang

tersebut harus berpihak pada suatu hal ataupun menolak,

menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diiginkan. Ketika

seseorang diberi suatu stimulus/rangsangan, maka akan melalui

proses memperhatikan, memahami, menerima atau menolak

yang kemudian menjadi pola sikap. Dari proses tersebut

tanggapan atau respon dapat diaktualisasikan dalam bnetuk

sikap, ekspresi, atau tindakan. Tanggapan tersebut bisa berupa

penerimaan atau penolakan, setuju atau tidak setuju. Apabila


49

respon tersebut menunjukkan setuju, menerima, atau

mendukung hal tersebut merupakan respon positif. Sedangkan

apabila respon terseut menunjukkan penolakan atau ketidak

setujuan maka hal itu merupakan respon negatif.

E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

1. Penyebab Langsung

a. Asupan Makanan

Pengukuran asupan makanan/konsumsi makanan sangat

penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh

masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi

dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi

(Supariasa, 2013).

b. Pola Makan

Pola makan yang baik, frekuensi ysng sesuai dengan

kebutuhan, jadwal makan yang teratur dan hidangan yang

bervariasi dapat terpenuhinya kecukupan sumber tenaga,

asupan zat pembangun, zat pengatur bagi kebutuhan gizi anak

balita sehingga proses tumbuh kembang anak balita tetap sehat

(Novitasari, 2016).

c. Pemberian ASI Ekslusif

ASI ekslusif yang dimaksud adalah pemberian hanya ASI

saja tanpa makanan dan cairan lain sampai berusia 6 bulan


50

kecuali obat dan vitamin. Balita yang diberikan ASI ekslusif

cenderung berstatus gizi bak atau tidak BGM sedangkan yang

tidak diberikan ASI ekslusif cenderung berstatus gizi kurang

(Novitasari, 2016).

d. Penyakit Infeksi

Adanya hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi

merupakan suatu hal yang saling berhubungan satu sama lain

karena anak balita yang mengalami penyakit infeksi akan

membuat nafsu makan anak berkurang sehingga asupan

makanan untuk kebutuhan tidak terpenuhi yang kemudian

menyebabkan daya tahan tubuh anak balita melemah yang

akhirnya mudah diserang penyakit infeksi (Novitasari, 2016).

Scrimshaw et all, (1959) dalam Supariasa (2013)

menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara

infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi mereka

menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan

penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi

dan mempercepat malnutrisi.

2. Penyebab Tidak Langsung

1. Pelayanan Kesehatan

1). Puskesmas

Puskesmas sebagai lembaga mempunyai

bermacanmacam aktivitas. Salah satunya adalah posyandu,


51

dimana pada posyandu terdapat skrining pertama dalam

pemantauan status gizi balita, adanya penyuluhan tentag

gizi, PMT, Vit A dan sebagainya. Hal tersebut menyebabkan

ibu yang tidak aktif berkunjung ke posyandu mengakibatkan

ibu kurang mendapatkan informasi mengenai status balita,

tidak mendapat dukungan dan dorongan dari petugas

kesehatan apabila ibu menyusui permasalahan kesehatan

pada balitanya, serta pemantauan pertumbuhan dan

perkembangan balita yang tidak dapat terpantau secara

optimal, karena pemantauan pertumbuhan balita dapat

dipantau melalui KMS (Sugiyarti, 2014).

Ibu yang rutin ke posyandu dapat dipantau status gizi

anak balitaya oleh petugas kesehatan dan begitu juga

sebaliknya ibu yang tidak rutin ke posyandu maka status gizi

anak balitanya akan sulit terpantau (Novitasari, dkk. 2016).

2). Rumah Sakit atau Fasilitas Kesehatan Lainnya

Data-data dari rumah sakit dapat memberikan

gambaran tentang keadaan gizi di dalam masyarakat.

Apabila masalah pencatatan dan pelaporan rumah sakit

kurang baik, data ini tidak dapat memberikan gambaran yang

sebenarnya (Supariasa, 2013).

2. Sosial Budaya

1). Tingkat Pendidikan


52

Seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya

memiliki pendapatan yang relative tinggi pula. Semakin tinggi

pendidikan maka cenderung memiliki pendapatan yang lebih

besar, sehingga akan berpengaruh pada kualitas dan

kuantitas makanan yang dikonsumsi (Shilfia dan

Wahyuningsih, 2017).

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin

mudah menerima informasi. Dengan pendidikan yang tinggi

maka seseorang cenderung untuk mendapatkan informasi

baik dari orang lain maupun media massa. Pengetahuan erat

hubunganya dengan pendidikan, seseorang dengan

pendidikan yang tinggi maka semakin luas pula pengetahuan

yang dimiliki (Ariani, 2017).

2). Pendapatan

Pendapatan menunjukkan kemampuan keluarga untuk

membeli pangan yang selanjutnya akan mempengaruhi

kualitas pangan dan gizi. Keluarga dengan pendapatan tinggi

memiliki kesempatan untuk membeli makanan yang bergizi

bagi anggota keluarganya, sehingga dapat mencukupi

kebutuhan gizi setiap anggota keluarganya (Adriana, 2013).

Kemampuan keluarga untuk membeli bahan pangan

tergantung pada besar kecilnya pendapatan dan

pengeluaran harga baha makanan itu sendiri. Pengaruh


53

peningkatan dari penghasilan akan berdampak pada

perbaika status gizi. Apabila pendapatan meningkat maka

jumlah makanan dan jenis makanan akan cenderung

membaik. Semakin tinggi penghasilan semakin tinggi pula

presentase yang digunakan untuk membeli makanan yang

bergizi (Sugiyarti, 2014).

3). Pengetahuan

Gizi buruk dapat dihindari apabila dalam keluarga

terutama ibu mempunyai tingkat pengetahuan yang baik

mengenai gizi, orang tua yang memiliki pengetahuan yang

kurang tentang gizi dan kesehatan, cenderung tidak

memperhatikan kandungan zat gizi dalam makanan

keluarganya terutama untuk anak balita, serta kebersihan

makanan yang di makan, sehingga akan mempengaruhi

status gizinya (Ariani, 2017).

4). Tradisi/Kebiasaan

Tradisi/Kebiasaan Dalam hal sikap terhadap makanan

masih banyak terdapat pantangan, tahayul dan tabu dalam

masyarakat, sehingga menyebabkan konsumsi makanan

yang bergizi pada masyarakat menjadi rendah (Supariasa,

2013).
54

B. Penelitian Yang Relevan

Tabel 2.2
Penelitian yang Relevan

Penulis Tujuan Lokasi Rancangan Sampel Hasil Perbedaan


(Tahun) Penelitian dengan penelitian
ini
Mirah Mengetahui Kelurahan Metode Ibu yang Diantara beberapa Tidak semua
Susanti faktor-faktor Bumijo kuantitatif memiliki faktor yang diteliti, faktor-faktor yang
(2017) yang Kecamatan balita hanya faktor berhubungan
berhubungan Jetis Kota pengetahuan ibu yang dengan status gizi
dengan status Yogyakarta memiliki hubungan diteliti
gizi balita bermakna dengan
status gizi balita
Munawaroh, Menganalisis Puskesmas Kuantitatif Ibu dengan Terdapat perbedaan Perbedaan
S dan Elmie pengetahuan Sukorejo balita gizi pengetahuan ibu tempat,waktu,dan
Muftian ibu pada balita Kabupaten normal dan antara status gizi metode penelitian
(2016) gizi normal dan Ponorogo kurang balita gizi normal dan
gizi kurang balita gizi kurang
Mendi Menganalisis Kota Kualitatif 10 ibu balita Pendidikan, Perbedaan
Saputra status gizi Bengkulu yang terdiri pengetahuan dan waktu,tempat,objek
(2016) buruk dan dari 8 ibu status ekonomi dan metode
kurang dari sisi balita gizi berpengaruh terhadap penelitian
pengetahuan, kurang dan 2 status gizi buruk dan
pendidikan dan ibu balita gizi kurang
status ekonomi buruk sbg
informan
55

Iska Mengetahui SD Negeri Kuantitatif Siswa dan Ada hubungan positif Perbedaan
Oktaningru pengetahuan 1 Beteng ibu siswa dan signifikan antara tempat,waktu,objek
m dan sikap ibu kabupaten kelas III, IV & pengetahuan dan dan
(2018) dalam Magelang V di SD sikap ibu dalam metode penelitian
pemberian Jawa Negeri 1 pemberian makanan
makanan Tengah Beteng sehat kepada anak
sehat, serta dengan status gizi
hubungan anak di SD Negeri
keduanya Beteng
dengan status
gizi anak

Data : Sekunder , (2021)


56

C. Kerangka Konsep

Sikap Ibu dalam


 Pemilihan bahan
makanan
 Tersedianya jumlah
makanan yang cukup
 Keanekaragaman
makanan Status
Gizi Balita
Perilaku Ibu terhadap

 Jenis makanan

 Jumlah makanan

 Jadwal makan

Keterangan :
: Variabel Independen : Sikap Ibu dan Perilaku Ibu

: Variabel Dependen : Status Gizi Balita

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara berdasarkan pada

rumusan masalah yang akan dibuktikan menggunakan data empiris,

maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara sikap ibu terhadap

status gizi balita di Puskesmas Limboto Tahun 2021


2. Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara perilaku ibu

terhadap status gizi balita di Puskesmas Limboto Tahun

2021.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif

dengan desain penelitian observational analitik melalui pendekatan

cross sectional study yaitu penelitian yang menggunakan analisa

korelasi terhadap variabel bebas atau sebab dan variabel terikat atau

akibat, yang akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Puskesmas Limboto Barat.

Alasan pemilihan lokasi ini adalah Puskesmas Limboto Barat

merupakan salah puskesmas yang ada di Kabupaten Gorontalo

dengan angka kasus gizi kurang dan gizi buruk yang masih terbilang

cukup tinggi, sehingga akan berdampak pula pada angka kasus gizi

buruk dan kurang di Kabupaten Gorontalo pada khususnya. Selain itu

pemilihan lokasi penelitian di Puskesmas Limboto Barat karena belum

pernah dilakukan penelitian sebelumnya terhadap hal ini. Adapun

waktu penelitian pada bulan November 2021.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini semua ibu yang mempunyai balita

yang ada di Puskesmas Limboto Barat dengan jumlah balita 1231

balita.

57
58

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan di anggap mewakili populasi. Untuk mendapatkan

besarnya sampel pada penelitian ini dengan cara menggunakan

rumus Slovin menurut (Notoatmodjo, 2005) sebagai berikut :

n = 781

1 + 781 (0,05)2

n = 781

2,9525

n = 264 orang

Keterangan :

n = Besar Sampel

N = Besar Populasi

d = Tingkat presisi = 5% = 0,05

Jadi jumlah sampel sebanyak 264 orang berdasarkan perhitungan

tersebut, maka responden sebanyak 264 ibu dan pengambilan

sampel menggunakan cara Stratified random sampling

(pengambilan sampel dengan cara berstrata).

Dengan kriteria inklusi dan eksklusi :

Inklusi

a. Ibu balita berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat

b. Ibu bersedia di wawancara sebagai responden

c. Ibu dapat berkomunikasi dengan baik


59

d. Mempunyai Buku KIA/KMS

e. Balita dalam keadaan sehat

Eksklusi

a. Ibu balita tidak berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Limboto

Barat

b. Ibu tidak bersedia diwawancarai

c. Balita tidak menderita infeksi yang mempengaruhi status gizi

(ISPA, diare, demam)

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Tabel 3.1
Variabel Penelitian

No Variabel Keterangan
Variabel Dependen
1. Status Definisi Status gizi merupakan ukuran derajat
Gizi pemenuhan gizi yang dibutuhkan gizi pada
balita usia 24-60 bulan yang di peroleh dari
pangan dan makanan yang berdampak pada
fisik diukur dengan antropometri yaitu index
BB/TB dengan metode z-score
Cara Ukur Melihat hasil perhitungan BB/TB yang tertera
pada buku KIA/KMS
Hasil Ukur 1 = Gizi Normal = z-score -2 SD sd +1 SD
2 = Gizi kurang = z-score >-3 SD s/d <-2 SD
Skala Ukur Nominal
2. Sikap ibu Definisi adalah sikap ibu berupa penilaian terhadap
status gizi dan pertumbuhan balita
Cara Ukur Wawancara
Alat Ukur Kuesioner, berisikan pernyataan dengan lima
kemungkinan jawaban menurut skala Likert.
Pada pernyataan positif, nilai 4 bila sangat
60

setuju (SS), nilai 3 bila setuju (S), nilai 2 bila


ragu- ragu (R), nilai 1 bila tidak setuju (TS),
Pada pernyataan negatif nilai 4 bila sangat
tidak setuju (STS), 3 bila tidak setuju (TS), 2
bila ragu-ragu (R), 1 bila setuju (S).
Hasil Ukur 1 = Sikap Baik, bila skor 31 - 40
2 = Sikap Cukup, bila skor 21 – 30
3 = Sikap Kurang, bila skor 10 – 20
Skala Ukur Ordinal
3. Perilaku Definisi Tindakan yang dilakukan oleh orang tua dalam
ibu dalam pemenuhan gizi dari makanan yang
pemberia dikonsumsi anak sesuai dengan usianya
n makan berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsi,
jumlah makanan yang dikonsumsi dan jadwal
makan anak
Cara Ukur Wawancara
Alat Ukur Kuesioner Child Feeding Questionnaire (CFQ)
yang dimodifikasi dari (Camci Basand
Buyukkaragoz, 2014), dengan pilihan jawaban
skor 1 sampai 4. Skor 1 untuk jawaban
responden yang memilih jawaban tidak
pernah, skor 2 yang memilih jawaban kadang-
kadang, skor 3 yang memilih jawaban sering,
skor 4 yang memilih jawaban selalu.
Hasil Ukur 1 = Perilaku Tepat, apabila persentase total
nilai kuisioner 62,5% - 100%
2 = Perilaku Tidak Tepat, apabila persentase
total nilai kuisioner < 62,5%
Skala Ukur Nominal
Sumber : Data Sekunder (2021)

E. Tehnik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer
61

Data primer adalah jenis data yang diperoleh secara langsung

dari sampel. Data tersebut meliputi: data karakteristik responden

(Identitas ibu, umur, pendidikan dan pekerjaan), data

karakteristik anak (nama balita, tanggal lahir, umur balita, jenis

kelamin).

b. Data Sekunder

Data Sekunder

Data sekunder ialah data yang dikumpulkan peneliti dari tangan

kedua, diperoleh dari buku, jurnal, laporan dan data dari instansi

(Suryana, 2010). Data sekunder dari penelitian ini adalah:

1). Data SKDN balita di Puskesmas Limboto Barat Tahun 2021.

2). Data status gizi balita di Puskesmas Limboto Barat Tahun

2021.

3). Gambaran umum wilayah Puskesmas Limboto Barat.

2. Cara Pengumpulan Data

a. Data Primer

1). Identitas responden, meliputi: data karakteristik responden

(Identitas ibu, umur, pendidikan dan pekerjaan) dan data

karakteristik anak (nama balita, tanggal lahir, umur balita dan

jenis kelamin) yang dikumpulkan menggunakan form

identitas responden.

2). Data antropometri, diperoleh dengan cara mengukur BB dan

TB secara langsung
62

b. Data Sekunder

Data sekunder meliputi : gambaran umum lokasi, jumlah balita,

dan lain-lain diperoleh dari Limboto Barat.

3. Instrumen Penelitian

a. Timbangan dan stature meter

b. Lembar kuisioner tentang sikap Ibu terhadap status gizi balita

Untuk pernyataan yang mendukung (positif) masing-masing

mempunyai nilai , nilai 4 bila sangat setuju (SS), nilai 3 bila

setuju (S), nilai 2 bila raguragu (R), nilai 1 bila tidak setuju (TS).

Untuk pernyataan negatif, nilai 4 bila sangat tidak setuju (STS), 3

bila tidak setuju (TS), 2 bila ragu-ragu (R), 1 bila setuju (S)

Skor terendah : 10 x 1 = 10

Skor tertinggi : 10 x 4 = 40

Range : 40 – 10 = 30

Jumlah interval klas : 3

Interval kelas : 10

Kategori sikap ibu diinterpretasikan dengan kategori baik : 31-40,

kategori cukup : 21-30 dan kategori kurang : 10-20.

c. Lembar kuisioner tentang Perilaku Ibu dalam pemberian pola

makan terhadap status gizi balita

Pengukuran pola pemberian makan diukur dengan

menggunakan kuesioner yang dimodifikasi dari kuesioner Child


63

Feeding Questionnaire (CFQ) (Camci, Bas and Buyukkaragoz,

2014).

Pengukuran pola pemberian makan diberikan pernyataan dalam

bentuk kuesioner dengan skala likert jawabannya terdiri dari

selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Pernyataan

yang diajukan berjumlah 15 soal pertanyaan. Setiap item

pertanyaan memiliki pilihan jawaban dengan skor 1 sampai 4.

Skor 1 untuk jawaban responden yang memilih jawaban tidak

pernah, skor 2 untuk jawaban responden yang memilih jawaban

kadang-kadang, skor 3 untuk jawaban responden yang memilih

jawaban sering, skor 4 untuk jawaban responden yang memilih

jawaban selalu. Item pertanyaan terdiri dari jenis makanan (1, 2,

3, 4, 5), jumlah porsi makan yang diberikan (6, 7, 8, 9, 10) dan

jadwal pemberian makan (11, 12, 13, 14, 15). Setelah kuesioner

terjawab dan presentase diketahui, kemudian melihat kategori

perilaku pola pemberian makan (Sugiyono, 2013).

Ciri khas dari skala Likert adalah bahwa makin tinggi skor yang

diperoleh oleh seorang responden merupakan indikasi bahwa

responden tersebut sikapnya makin positif terhadap obyek yang

ingin diteliti oleh peneliti dan sebaliknya. Kategori perilaku pola

pemberian makan diinterpretasikan dengan kategori tidak tepat :

<62,5 % dan tepat : 62,5% - 100%.

F. Tehnik Analisis Data


64

Analisis data dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara jelas

mengenai data yang telah didapatkan. Pengolahan data dilakukan

melalui program komputerisasi untuk analisis. Setelah data terkumpul,

data diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut

1. Editing

Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh peneliti melihat kelengkapan data yang

diperoleh terutama pengisian data penelitian pada lembar

kuesioner responden. Kuesioner dengan pengisian tidak lengkap

dan ada data yang salah, maka data tersebut tidak dipakai.

2. Coding

Coding merupakan klasifikasi jawaban dari responden menurut

macamnya dengan memberi kode pada masing-masing jawaban.

Coding dilakukan pada data untuk memudahkan dalam penyajian

data. Peneliti hanya memberi kode menurut item pada kuesioner

dengan jawaban responden

3. Skoring

Pada tahap ini jawaban-jawaban responden yang sama

dikelompokkan dengan teliti dan teratur, lalu dihitung dan

dijumlahkan kemudian dituliskan dalam bentuk tabel-tabel. Setelah

data terkumpul melalui kuesioner kemudian ditabulasi. Penelitian

dari kuesioner dengan memberikan skor lalu dikelompokkan sesuai

variabel yang diteliti.


65

4. Analisis statistik

Analisis data dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara jelas

mengenai data yang telah didapatkan. Pengolahan data dilakukan

melalui program komputerisasi untuk analisis.

a. Analisis univariat digunakan dalam penelitian ini untuk

menggambarkan karakteristik responden, serta sikap ibu,

perilaku ibu dan status gizi melalui tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

binary logistik atau uji regresi logistik, dimana analisis regresi

logistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel

respon yang berupa data dikotomik/biner dengan variabel bebas

yang berupa data berskala interval dan atau kategorik (Hosmer

dan Lemeshow, 1989). Variabel yang dikotomik/biner adalah

variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori

yang menyatakan kejadian sukses (Y=1) dan kategori yang

menyatakan kejadian gagal (Y=0).

Dimana dalam penelitian ini yang dimaksud dengan variabel

respon/dependen adalah status gizi balita berupa data dikotomik

yaitu kriteria status gizi normal dan status gizi kurang. Sementara

untuk variabel bebas adalah sikap ibu dan perilaku ibu yang

merupakan data kategorik.

c. Uji Asumsi regresi logistik adalah :


66

1) Tidak mengasumsikan hubungan linier antar variabel

dependen dan independent

2) Variabel dependen harus bersifat dikotomi (2 variabel)

3) Variabel independent tidak harus memiliki keragaman yang

sama antar kelompok variabel

4) Kategori dalam variabel independent harus terpisah satu

sama lain atau bersifat eksklusif

5) Sampel yang diperlukan dalam jumlah relatif besar, minimum

dibutuhkan hingga 50 sampel data untuk sebuah variabel

prediktor (bebas).

d. Pendugaan parameter terhadap uji regresi logistik adalah :

Uji Signifikansi Model

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel

tidak bebas secara bersama-sama (overall) di dalam model,

dapat menggunakan Uji Likelihood Ratio.

Hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Ho: β1 = β2 =....= βp = 0 (tidak ada pengaruh veriabel bebas

secara simultan terhadap variabel tak bebas)

H1: minimal ada satu βj ≠ 0 (ada pengaruh paling sedikit satu

veriabel bebas terhadap variabel tak bebas)

Uji statistik ini mengikuti distribusi Khi-kuadrat dengan derajad

bebas p sehingga hipotesis ditolak jika p-value < α, yang berarti

variabel bebas X secara bersama-sama mempengaruhi variabel


67

tak bebas Y. Dasar pengambilan keputusan hipotesis

berdasarkan tingkat signifikansi (nilai α) sebesar 95% mengikuti

distribusi chi-square dengan derajat bebas p sehingga :

 Jika nilai p-value >α (0,05) maka hipotesis penelitian (H0)

diterima, artinya tidak ada pengaruh secara signifikan antara

sikap dan perilaku ibu terhadap status gizi balita di

Puskesmas Limboto Tahun 2021.

 Jika nilai probabilitas < α (0,05) maka hipotesis penelitian (H0)

ditolak, artinya ada pengaruh secara signifikan antara sikap

dan perilaku ibu terhadap status gizi balita di Puskesmas

Limboto Tahun 2021.

e. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji coba kuesioner dilakukan untuk mencegah terjadinya

kesalahan sistemik yang nantinya akan merusak validitas dan

kualitas penelitian. Uji validitas dan reabilitas dilakukan pada ibu

yang memiliki balita dengan status gizi kurang yang berjumlah 30

responden. Uji validitas dalam penelitian ini dikatakan valid jika r

hitung > r table.

1. Uji Validitas

Validitas merupakan pengukuran dan pengamatan yang

berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan

data. Uji validitas sangat penting untuk mengetahui ada

tidaknya pertanyaan dalam kuesioner yang kurang relevan


68

sehingga harus diganti. Hasil r hitung dibandingkan dengan r

tabel dimana df=n-2 dengan signifikan 5%. Item dalam

instrument dianggap valid jika uji validitas menyatakan r hitung

> dari r tabel.

Hasil uji validitas pada instrumen perilaku ibu dalam pola

pemberian makan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.2 Uji validitas instrumen


Child Feeding Quetionaire (CFQ)
Item r r table Keterangan
Pertanyaan hitung 5% (30)
1 0,874 0,312 Valid
2 0,736 0,312 Valid
3 0,844 0,312 Valid
4 0,874 0,312 Valid
5 0,736 0,312 Valid
6 0.810 0,312 Valid
7 0.986 0,312 Valid
8 0,912 0,312 Valid
9 0,830 0,312 Valid
10 0,760 0,312 Valid
11 0,867 0,312 Valid
12 0,739 0,312 Valid
13 0,842 0,312 Valid
14 0,917 0,312 Valid
15 0,748 0,312 Valid
Sumber : Data Sekunder, (2021)
2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan kesamaan hasil pengukuran atau

pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau

diamati berkali-kali dalam waktu berlainan. Reliabilitas

berguna untuk mengetahui data yang didapatkan sesuai

dengan tujuan pengukuran. Uji reliabilitas diukur dengan

menggunakan alpha cronbach diukur berdasarkan skala


69

alpha cronbach 0 sampai 1.

Ukuran kemantapan alpha cronbach dapat diinterpretasikan

sebagai berikut:

1).Nilai alpha cronbach 0,00 sampai dengan 0,20 berarti

kurang reliabel

2).Nilai alpha cronbach 0,21 sampai dengan 0,40 berarti

agak reliable

3).Nilai alpha cronbach 0,41 sampai dengan 0,60 berarti

cukup reliabel

4).Nilai alpha cronbach 0,61 sampai dengan 0,80 berarti

reliabel

5).Nilai alpha cronbach 0,81 sampai dengan 1,00 berarti

sangat reliable

Tabel 3.3
Uji reliabilitas instrumen
Child Feeding Quetionaire (CFQ)

Variabel Alpha Keterangan


cronbach
Pola Pemberian Makan
Jenis Makanan 0,902 Sangat reliable
Jumlah Makanan 0,769 Reliabel
Jadwal Makanan 0,911 Sangat reliable
Sumber : Data Sekunder (2021)
70

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


71

1. Keadaaan Geografis
Kecamatan Limboto Barat terdiri dari 10 desa yaitu Desa Yosonegoro,
Pone, Ombulo, Daenaa, Padengo, Haya-Haya, Hutabohu, Huidu, Huidu
Utara, Tunggulo.

Dengan Batas Administrasi Kecamatan adalah sebagai berikut:

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tibawa


 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Limboto
 Sebelah Selatan berbatasan Kecamatan Tabongo.
 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara .
2. I k l i m
Sebagaimana pada umumnya Kabupaten Gorontalo yang merupakan
daerah tropis yang terdapat 2 musim yaitu musim penghujan yang
berlangsung dari bulan Desember sampai bulan Maret dan musim
kemarau yang berlangsung dari bulan Juni sampai bulan September,
iklim ini bergantian dalam keadaan normal setiap 6 bulan.

Suhu rata – rata 28o – 32o Celcius dengan curah hujan rata – rata 128,75
mm dan rata – rata hari hujan 187 hari hujan per tahun.Kelembaban rata
– rata 70% - 90 %. Demikian juga kondisi iklim di wilayah Puskesmas
Limboto Barat.

3. Kependudukan.
Kebijakan kependudukan diarahkan kepada pembangunan sumber daya
manusia yang berciri mandiri untuk melanjutkan pengembangan kualitas
dan peningkatan mobilitas dengan tetap memberikan dukungan terhadap
pengendalian jumlah, struktur, komposisi serta pertumbuhan dan
persebaran penduduk yang ideal, melalui upaya pengendalian kelahiran,
menekan angka kematian dan meningkatkan kualitas program keluarga
berancana. Berdasarkan hasil verifikasi pendataan KK Miskin diperoleh
jumlah penduduk di wilayah Puskesmas Limboto Barat pada tahun 2020
sebanyak 24.795 jiwa, dengan jumlah KK sebanyak 7.738 KK. Jumlah
72

penduduk laki-laki sebanyak 12.162 Jiwa dan penduduk perempuan


sebanyak 12.633 Jiwa.

Gambar 4.2

12633 12162 LAKI LAKI


PEREMPUAN

Proporsi Penduduk menurut Jenis Kelamin


Kecamatan Limboto Barat Tahun 2020

Total Jumlah Penduduk = 24.795 jiwa


Jumlah Penduduk Laki-laki = 12.162 jiwa
Jumlah Penduduk Perempuan = 12.633 jiwa

B. Hasil Penelitian

1. Sajian Deskriptif Karakteristik Responden

a. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Limboto Barat

maka didapatkan distribusi responden berdasarkan umur yang

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Di Puskesmas Limboto Barat
73

Umur N %
20 - 24 Tahun 44 16.7
25 – 29 Tahun 87 33.0
30 – 34 Tahun 76 28.8
35 – 39 Tahun 48 18.2
40 - 44 Tahun 9 3.4
Total 264 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 1, menunjukkan bahwa gambaran karakteristik

responden berdasarkan umur, responden tertinggi berada pada

kategori golongan umur 25-29 tahun sejumlah 87 orang (33%) dan

responden terendah berada pada kategori golongan umur 40-49

tahun sejumlah 9 orang (3,4%).

b. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Limboto Barat

maka didapatkan distribusi responden berdasarkan pendidikan

yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
Di Puskesmas Limboto Barat

Pendidikan N %
T. Sekolah/T.Tamat SD 1 0,4
Tamat SD 25 9,5
Tamat SMP 75 28,4
Tamat SMA 113 42,8
Tamat Diploma 32 12,1
Sarjana 18 6,8
74

Total 264 100


Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 2, menunjukkan bahwa gambaran karakteristik

responden berdasarkan pendidikan, responden tertinggi berada

pada tingkat pendidikan SMA yakni sejumlah 113 orang (42,8%),

dan responden terendah berada pada tingkat pendidikan tidak

sekolah/tidak tamat SD sejumlah 1 orang (0,4%).

c. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Limboto Barat

maka didapatkan distribusi responden berdasarkan pekerjaan

yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Di Puskesmas Limboto Barat

Pekerjaan N %
Bekerja 183 69,3
Tidak Bekerja 81 31,7
Total 264 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 4.3, menunjukkan bahwa gambaran karakteristik

responden berdasarkan pekerjaan, responden paling banyak

sudah bekerja yakni sejumlah 183 orang (69,3%), dan responden

yang tidak bekerja sejumlah 81 orang (31,7%).

2. Analisis Univariat

a. Gambaran Sikap Ibu


75

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Limboto Barat

maka didapatkan distribusi responden berdasarkan gambaran

sikap ibu yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4
Gambaran Sikap Ibu
Di Puskesmas Limboto Barat

Sikap Ibu N %
Baik 165 62,5
Cukup 60 22,7
Kurang 39 14,8
Total 264 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 4, menunjukkan bahwa gambaran sikap ibu

terhadap status gizi balita, paling tinggi ibu menunjukkan sikap

baik sejumlah 165 orang (62,5%) dan sikap ibu kurang sejumlah

39 orang (14,8%).

b. Gambaran Perilaku Ibu

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Limboto Barat

maka didapatkan distribusi responden berdasarkan gambaran

perilaku ibu yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.5
Gambaran Perilaku Ibu
Di Puskesmas Limboto Barat

Perilaku Ibu N %
Tepat 217 82,2
Tidak Tepat 47 17,8
Total 264 100
Sumber : Data Primer, 2021
76

Pada tabel 5, menunjukkan bahwa gambaran perilaku ibu

terhadap status gizi balita, ibu yang menunjukkan perilaku tepat

sejumlah 217orang (82,2%) dan ibu yang menunjukkan perilaku

tidak tepat sejumlah 47 orang (17,8%).

c. Gambaran Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Limboto Barat

maka didapatkan distribusi responden berdasarkan gambaran

status gizi balita yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.6
Gambaran Status Gizi Balita
Di Puskesmas Limboto Barat

Status Gizi Balita N %


Gizi Normal 217 82,2
Gizi Kurang 47 17,8
Total 264 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 4.6, menunjukkan bahwa gambaran status gizi

balita di Puskesmas Limboto Barat paling tinggi balita dengan

status gizi normal sejumlah 217 orang (82,2%) dan status gizi

kurang sejumlah 47 orang (17,8%).

3. Analisis Bivariat

a. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Limboto Barat maka

didapatkan pengaruh sikap ibu dapat dilihat pada tabel di bawah

ini :
77

Tabel 4.7
Pengaruh Sikap Ibu terhadap Status Gizi balita

Status Gizi
Baik Cukup Kurang Jumlah p value
Sikap Ibu
n % n % N % N %
Gizi Normal 165 76 52 24 0 0 217 100
Gizi Kurang 0 0 8 17 39 83 47 100 0,000
Total 165 62,5 60 22,7 39 14,8 264 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada tabel 4.7, menunjukan bahwa dari 217 orang responden

dengan status balita Gizi Normal di dapati Sikap Ibu Baik

berjumlah 165 orang (76%), dan Sikap ibu Cukup berjumlah 52

orang (24%) sedangkan dari 47 orang responden dengan Status

balita Gizi Kurang di dapati Sikap Ibu yang Cukup berjumlah 8

orang (17%) dang Sikap Ibu yang Kurang berjumlah 39 orang

(14,8%)

Dari hasil analisis bivariate didapatkan p values 0.000 yang artinya

Ada pengaruh secara signifikan antara sikap ibu terhadap status

gizi balita.

b. Pengaruh Perilaku Ibu terhadap Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Limboto Barat

maka didapatkan pengaruh Perilaku ibu dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 4.8
Pengaruh Perilaku Ibu terhadap Status Gizi balita

Status Gizi
Tidak
Tepat Jumlah
Perilaku Ibu Tepat p value
N % N % N %
78

Gizi Normal 217 100 0 0 217 100


0,000
Gizi Kurang 0 0 47 100 47 100
Total 217 82,2 47 17,8 264 100
Sumber : Data Primer, 2021

Pada table 4.8, menunjukan dari 217 orang Responden dengan Status

balita Gizi Normal di dapati Perilaku ibu yang Tepat berjumlah 217

orang (100 %) sedangkan dari 47 orang responden dengan status

balita Gizi Kurang di dapati berperilaku tidak tepat berjumlah 47 Orang

(100 %). Dari hasil ini telah dilakukan uji bivariate dengan hasil p value

0.000 yang berarti Ada pengaruh secara signifikan antara perilaku ibu

terhadap status gizi balita.

C. Pembahasan

1. Sikap Ibu

Berdasarkan Hasil penelitian dari 264 responden di dapati sejumlah

165 orang (62,5%) memiliki sikap baik dan 60 orang ibu ( 22,7% )

memiliki sikap cukup sedangkan 39 orang ibu (14,8%) lainnya

memiliki sikap yang Kurang. Hal ini menunjukan bahwa sebagian

besar ibu sudah memiliki sikap yang baik terhadap pemenuhan

status gizi balita.

Menurut asumsi peneliti bahwa sebagian besar sikap ibu terhadap

status gizi balita baik, disebabkan karena ibu sudah memiliki

pengetahuan atau pengalaman yang baik Mengenai Status Gizi

Anak . Dan Ibu yang bersikap kurang baik disebabkan karena

responden belum memiliki Pengetahuan yang cukup mengenai


79

Status Gizi anak serta masih kurangnya pengalaman dalam hal

mengasuh anak, sehingga mereka tidak memiliki sikap yang baik

terhadap status gizi anak.

Sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa

terdapat berbagai tingkatan salah satunya yaitu Menerima

(Receiving) yang diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap

orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang

itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. Sikap merupakan

kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap suatu objek. Dan menurut

Azwar (2005) dalam Wawan (2010), salah satu faktor yang

mempengaruhi sikap yaitu pengalaman pribadi adalah suatu dasar

pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan

kesan yang kuat.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrayani dkk (

2020 ) dimana hasil penelitian menjelaskan bahwa Pengetahuan

dan Sikap Ibu berhubungan dengan status Gizi Balita

2. Perilaku Ibu

Dari hasil penelitian di ketahui dari 264 responden ada 217 ibu

(82,2%) yang memiliki perilaku Tepat, sedangkan 47 Orang (17,8%)

memiliki perilaku tidak tepat hal ini menunjukan bahwa sebagian

besar ibu sudah berperilaku tepat.


80

Menurut Peneliti Ibu Berperilaku tepat di karenakan sebagian besar

ibu sudah memiliki Sikap yang baik sedangkan ibu yang berperilaku

tidak tepat dikarenakan masih memiliki sikap yang kurang terhadap

status gizi balitanya.

Menurut Andi Mappiere (2002) Perilaku merupakan respon atau

reaksi individu terhadap rangsangan lingkungan sosial.Perilaku

adalah cerminan dari segala tindakan untuk mencapai tujuan

tertentu setelah melalui pengamatan, Penilaian, dan pengambilan

keputusan.

Pada penelitian ini terlihat adanya kecenderungan bahwa semakin

baik perilaku ibu dalam pemenuhan gizi anak, maka akan semakin

baik pula status gizi anak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Jelantik (2012), dimana pada ibu yang memiliki perilaku

baik dalam pemenuhan gizi, memiliki anak dengan status gizi baik.

3. Status Gizi Balita

Dari hasil penelitian dari 264 responden ada 217 balita (82,2%)

memiliki status gizi normal sedangkan 47 balita (17,8%) memiliki

status gizi kurang. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa sebagian

besar balita sudah memiliki status gizi normal namun masih ada

sebagian balita yang memiliki status gizi kurang.

Menurut Peneliti Balita memiliki status gizi normal dikarenakan pola

asuh yang baik dari orang tua terhadap anaknya sehingga status

gizi anak baik sedangkan balita yang memiliki status gizi kurang di
81

karenakan pola asuh dari orang tua yang kurang atau tidak tepat

sehingga anaknya memiliki status gizi kurang.

Status gizi adalah keadaan individu atau kelompok yang ditentukan

oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat gizi lain yang

diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur

secara antropometri. (Suyatno, 2009)

Menurut Supariasa (2002) bahwa status gizi dapat dipengaruhi oleh

banyak faktor lain yaitu penyebab langsung dan tidak langsung.

Penyebab langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi

sedangkan penyebab tidak langsung yaitu persediaan makanan di

rumah, perawatan anak dan pelayan kesehatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asta Qauliyah yang berjudul

Pola Asuh dalam hubungan dengan status gizi anak balita ditinjau

dari pekerjaan, pendapatan, pengeluaran orang tua di daerah

Sulawesi selatan Tahun 2006 bahwa masih banyaknya balita di

Makassar yang berstatus gizi kurang disebabkan oleh masalah

ekonomi, karena ternyata, sebagian 55 besar penderita gizi kurang

berasal dari keluarga kurang mampu, oleh karena itu untuk

meningkatkan status gizi suatu masyarakat erat kaitannya dengan

upaya peningkatan ekonomi masayarakat.

4. Pengaruh Sikap Ibu terhadap status gizi balita

Dari table 6 di atas dapat dilihat bahwa dari 264 responden ibu

dengan sikap baik 165 (62,5%) orang semuanya memiliki balita


82

dengan status gizi normal. Sedangkan 39 orang ibu(14,8%) dengan

Sikap kurang semuanya memiliki balita dengan status gizi kurang.

Apabila dilihat dari hasil uji dengan hasil p- value = 0.000 maka

kedua variable memiliki hubungan atau di terima, ini berarti Ada

Pengaruh secara signifikan antara sikap ibu terhadap status gizi

balita di Puskesmas Limboto Barat tahun 2021.

Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Oktaningrum Iska (2018) yang meneliti tentang Hubungan dan

Pengetahuan Sikap Ibu dalam pemberian Makanan Sehat dengan

status gizi anak di SD Negeri 1 Beteng Kabupaten Magelang Jawa

Tengah. Diketahui bahwa sikap ibu dalam pemberian makanan

sehat terhadap status gizi anak memberikan sumbangan efektif (r2)

sebesar 0,47

Menurut Green (1980 dalam Notoatmodjo,2007), Pengetahuan dan

sikap yang dimiliki seseorang merupakan faktor predisposisi yang

mempengaruhi perilaku. Jadi Jika ibu memiliki sikap yang baik

terhadap status gizi balita maka diharapkan juga memiliki perilaku

yang tepat sehingga balita memiliki status gizi normal.

Menurut Peneliti agar ibu bisa memiliki sikap yang baik terhadap

status gizi balita maka ibu juga harus memiliki pengetahuan yang

baik mengenai hal tersebut seperti halnya menurut Ramdhani

(2017:6) bahwa sikap juga sebagai ekspresi dari nilai nilai yang

dimiliki seseorang. Sikap bisa di bentuk sehingga terjadi perilaku


83

yang di inginkan. Jadi dengan adanya pengetahuan yang baik

mengenai status gizi balita pada seorang ibu maka akan

membentuk sikap yang baik pula sehingga akan tercermin pada

perilaku yang tepat dari ibu terhadap status gizi balitanya.

5. Pengaruh Perilaku Ibu terhadap status gizi balita

Dari tabel 7, dapat dilihat dari 264 responden ada 217 orang ibu

(82,2%) sudah berperilaku tepat dan semuanya memiliki status

Gizi Normal, sedangkan 47 orang ibu (17,8%) yang berperilaku

tidak tepat semuanya memiliki status gizi Kurang.

Apabila dilihat dari hasil uji dengan hasil p- value = 0.000 maka

kedua variable memiliki hubungan atau di terima, ini berarti Ada

Pengaruh secara signifikan antara perilaku ibu terhadap status gizi

balita di Puskesmas Limboto Barat tahun 2021.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dadang

Purnama,Ardini S. Reksanagara, Nita Arisanti tentang Hubungan

Perilaku Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Kabupaten Garut di

mana hasilnya terdapat Hubungan Perilaku pola Asuh dengan

status Gizi anak Balita (p) = 0,021.

Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kaniawaty , Nia, Prof.dr.Djauhar Ismail, MPH.,SpA(K).,PhD yang

meneliti tentang Pengaruh Sikap dan Perilaku Ibu terhadap Status

gizi balita di Puskesmas Caringin Kota Bandung di mana hasilnya


84

Perilaku ibu tidak berhubungan secara bermakna terhadap status

gizi ( p > 0,05 ). Perilaku ibu ini tidak bemakna setelah

dikendalikan oleh Faktor Pendidikan ibu, Status ekonomi,

keluarga, dukungan orang tua dan jarak tempat tinggal.

Notoatmodjo (2014) mengelompokan faktor yang mempengaruhi

perilaku manusia ada 2 faktor yaitu faktor personal dan faktor

situasional.

Menurut Peneliti Perilaku ibu terhadap status gizi anak terbentuk

karena pengalaman baik pengalaman dari orang lain maupun dari

apa yang di alami oleh diri sendiri di mana dari pengalaman yang

dimiliki ibu maka akan menghasilkan pengetahuan dan Sikap

sehingga Ibu dapat berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan

sikap yang dimiliki. Oleh karenanya untuk meningkatkan perilaku

ibu terhadap status gizi anak maka perlu di lakukan kegiatan

kegiatan yang dapat menambah pengalaman ibu dalam hal status

gizi balita.
85

BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas

Limboto Barat dapat di simpulkan bahwa :

1. Berdasarkan Hasil penelitian dari 264 responden di dapati

sejumlah 165 orang (62,5%) memiliki sikap baik dan 60

orang ibu ( 22,7% ) memiliki sikap cukup sedangkan 39

orang ibu (14,8%) lainnya memiliki sikap yang Kurang

2. Dari hasil penelitian di ketahui dari 264 responden ada 217

ibu (82,2%) yang memiliki perilaku Tepat, sedangkan 47

Orang (17,8%) memiliki perilaku tidak tepat hal ini

menunjukan bahwa sebagian besar ibu sudah berperilaku

tepat.

3. Dari hasil penelitian dari 264 responden ada 217 balita

(82,2%) memiliki status gizi normal sedangkan 47 balita

(17,8%) memiliki status gizi kurang. Dari hasil ini dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar balita sudah memiliki

status gizi normal

4. Terdapat Pengaruh secara signifikan antara sikap ibu

terhadap status gizi balita di Puskesmas Limboto Barat.


86

5. Terdapat Pengaruh secara signifikan antara Perilaku ibu

terhadap status gizi balita di Puskesmas Limboto Barat.

B. SARAN

1. Bagi Peneliti Melalui hasil penelitian ini, diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan dan sebagai pengalaman

nyata dalam penelitian serta meningkatkan pelaksanaan

promosi kesehatan tentang pentingnya sikap dan perilaku

ibu terhadap status gizi balita.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya Disarankan bagi peneliti

selanjutnya agar meneliti lebih lanjut faktor faktor lain yang

berhubungan dengan status gizi balita agar diketahui masih

banyak faktor yang berpengaruh dengan status gizi balita


87

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2014. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta

Arisman, MB. 2014. Buku Ajar Ilmu Gizi : Obesitas, Diabetes Melitus dan
Dislipidemia: Konsep, Teori dan Penanganan Aplikatif. Jakarta:
EGC

Budi, U. 2017.Gizi Menjadi penentu Masa Depan Bangsa, Warta Kesmas


Kemenkes RI, pp. 6-7, Edisi 2

Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes 2018. Buku Saku Hasil


Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2017,Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Irwan. 2021. Metode Penelitian Kesehatan, Yogyakarta : Zahir Publishing

Ismainar, Hetty. 2015. Administrasi Kesehatan Masyarakat: bagi Perekam


Medis dan Informatika Kesehatan, Jakarta : Deeppublish

Kemenkes RI. 2019. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Warta


Kesmas Edisi 01 Gizi Seimbang Prestasi Gemilang, Jakarta :
Indonesia

Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018.


http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_
rakorpop_2018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf.

Kemenkes RI. 2020. PMK. No. 2 Tahun 2020 Tentang Standar


Antropometri Anak, Jakarta : Indonesia

Mulyadi, Deddy. 2018. Administrasi Publik untuk Pelayanan Publik,


Bandung : Penerbit Alfabeta
88

Munawaroh, S. Elmi. Muftiana. 2016. Studi Komparatif Pengetahuan Ibu


tentang Gizi Seimbang pada Balita Gizi Normal dan Kurang di
wilayah Puskesmas Sukorejo Kabupaten Ponorogo, Artikel,
Jurnal elektronik : lib.unnes.ac.id/20205/1/6411410019.pdf,
diakses 18 September 2021
Lestari, N. 2016. Analisis Determinan Gizi Kurang di Kulon Progo
Yogyakarta, Indonesian Journal of Nursing Practices, vol. 1, no.
1, pp. 15-21
Ningsih, Suciati. 2015. Hubungan Perilaku Ibu dengan Status Gizi Kurang
Anak Usia Toddler, Jurnal Pediomaternal Vol. 3 No. 1 Oktober
2014-April 2015, Surabaya : Universitas Airlangga

Notoatmodjo, S. 2014. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Novitasari, dkk. 2016. Determinan Kejadian Anak Balita di Bawah Garis


Merah di Puskesmas Awal Terusan. Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat Volume 7

Oktaningrum, I. 2018. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam


Pemberian Makanan Sehat dengan Status Gizi Anak di SD
Negeri 1 Beteng Kabupaten Magelang Jawa Tengah. S1 thesis,
Fakultas Teknik. Jurnal Elektronik :
https://eprints.uny.ac.id/61344/, diakses 18 September 2021

Priyoto. 2015. Perubahan Dalam Perilaku Kesehatan, Konsep dan


Aplikasi, Graha Ilmu : Yogyakarta

Proverawati, A. 2011. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan Gizi


Kesehatan Yogyakarta: Nuha Medika

Saputra, M. 2016. Analisis Status Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita
di Kota Bengkulu Tahun 2016, Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Dehasen Bengkulu, Jurnal elektronik :
http://repository.unived.ac.id, diakses 18 September 2021

Sediaoetama, AD. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Jilid 1.
Jakarta : Penerbit Dian Rakyat. p. 245
89

Septiari. 2014. Mencetak Balita Cerdas dengan Pola Asuh Orang Tua. :
Nuha Medika :Yogyakarta

Suharsimi, A. 2005. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.


Jakarta : Rieneka Cipta.

Suharjo. 2003. Status Gizi. Jakarta: Nuha Medika

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi


(Mixed Methods). Bandung : Alfabeta

Susanti, M. 2018. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi


Balita di Kelurahan Bumijo Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta
Tahun 2017. Skripsi Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Yogyakarta, Jurnal elektronik :
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id, diakses tanggal 18
September 2021
90

Lampiran :

ANALISIS SIKAP DAN PERILAKU IBU TERHADAP STATUS


GIZI BALITA DI PUSKESMAS LIMBOTO BARAT
KABUPATEN GORONTALO
TAHUN 2021

A. Identitas Responden

1. Inisial nama responden :


2. Umur :
3. Agama :
4. Pendidikan terakhir :
( ) Tidak sekolah/tidak tamat SD
( ) Tamat SD
( ) Tamat SLTP
( ) Tamat SLTA
( ) Tamat Akademi
( ) Sarjana
5. Pekerjaan :
( ) Tidak bekerja
( ) Bekerja
Jika bekerja sebutkan
6. Pendapatan :
( ) ≥1.000.000.-/kapita/bulan
( ) < 1.000.000,- /kapita/bulan

B. Status Gizi Balita

1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Umur (bulan):
4. Berat badan :
5. Tinggi badan/Panjang badan :
91

6. Status Gizi :
1 = Gizi buruk = z-score -3 SD
2 = Gizi kurang = z-score >-3 SD s/d <-2 SD
3 = Gizi Normal = z-score -2 SD sd +1 SD
I. Tabel Kuesioner Sikap Ibu

NoN Item Jawab


an
SS S R TS Skor
1 Saya akan memberikan ASI saja pada anak
saya sejak baru lahir sampai umur 6 bulan
2 Saya perlu mengetahui jenis sumber
makanan yang diperlukan anak balita
3 Seorang ibu berkewajiban mengetahui
kebutuhan makanan anak sesuai umur
dan perkembangannya
4 Menurut pendapat saya anak balita perlu
diberi aneka ragam makanan agar zat
gizinya tercukupi
5 Sebelum menyuapi anak balita saya akan
selalu mencuci tangan dengan sabun
6 Saya akan selalu mengontrol makanan
anak balita walaupun yang
memberikan orang lain/pengasuh
7 Menurut saya dalam memilih makanan
untuk balita yang penting adalah makanan
yang bergizi
8 Saya harus menimbangkan anak balita ke
posyandu setiap bulan agar bisa
mengetahui pertumbuhannya
9 Menurut saya dalam memberikan makanan
kepada balita yang penting anak kenyang
10 Saya akan konsultasi kepada petugas
kesehatan jika berat badan anak balita
turun dibandingkan bulan lalu dan berada
pada pita merah
Keterangan: SS: bila sangat setuju, S : bila setuju , R bila ragu-ragu ,
TS bila tidak setuju
92

II. Tabel Kuesioner Perilaku Ibu dalam pemberian makanan terhadap


Status Gizi Balita Child Feeding Questionnaire (CFQ) (Camci, Bas
and Buyukkaragoz, 2014)

Petunjuk pengisian: Berilah tanda centang (√) pada kolom jawaban


yang tersedia Keterangan:
S : Jika pernyataan tersebut “Selalu” anda lakukan
SR : Jika pernyataan tersebut “Sering” anda lakukan
K : Jika pernyataan tersebut “Kadang-kadang” anda lakukan
TP : Jika pernyataan tersebut “Tidak Pernah” anda lakukan

Catatan:
Setiap memberikan makan selalu lengkap “Selalu”
Lengkap tapi tidak setiap hari memberikan “Sering”
Pernah memberikan “Kadang-kadang”
No. Pertanyaan S SR K TP JLH
Jenis Makanan
1. Saya memberikan anak makanan dengan
menu seimbang (nasi, lauk, sayur, buah, dan
susu) pada anak saya setiap hari.
2. Saya memberikan anak makanan yang
mengandung lemak (alpukat, kacang daging,
ikan, telur, susu) setiap hari.
3. Saya memberikan anak makanan yang
mengandung karbohidrat (nasi, umbi-umbian,
jagung, tepung) setiap hari.
4. Saya memberikan anak makanan yang
mengandung protein (daging, ikan, kedelai,
telur, kacang-kacangan, susu) setiap hari.
5. Saya memberikan anak makanan yang
mengandung vitamin (buah dan sayur) setiap
hari.
Jumlah Makanan
6. Saya memberikan anak saya makan nasi 1-3
piring/mangkok setiap hari.
7. Saya memberikan anak saya makan dengan
lauk hewani (daging, ikan, telur, dsb) 2-3
potong setiap hari.
8. Saya memberikan anak saya makan dengan
93

lauk nabati (tahu, tempe, dsb.) 2-3 potong


setiap hari.
9. Anak saya mengahabiskan semua makanan
yang ada di piring/mangkok setiap kali
makan.
10. Saya memberikan anak saya makan buah 2-3
potong setiap hari.
Jadwal Makan
11. Saya memberikan makanan pada anak saya
secara teratur 3 kali sehari (pagi, siang,
sore/malam).
12. Saya memberikan makanan selingan 1-2 kali
sehari diantara makanan utama.
13. Anak saya makan tepat waktu.
14. Saya membuat jadwal makan anak.
15. Saya memberikan maka anak saya tidak lebih
dari 30 menit.
94

DOKUMENTASI PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai