Anda di halaman 1dari 236

MANAJEMEN PENGELOLAAN RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON


SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh:

DEVY SULIHATI

6661110847

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG JULI 2018
MANAJEMEN PENGELOLAAN RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh:

DEVY SULIHATI

6661110847

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG JULI 2018
ABSTRAK

Devy Sulihati. NIM 6661110847. 2018. Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit


Umum Daerah Kota Cilegon. Pembimbing 1: DR. Agus Sjafari, M.Si dan
Pembimbing 2: Listyaningsih, S.Sos, M.Si. Program Studi Ilmu Administrasi Negara.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Latar belakang masalah penelitian yaitu belum sesuainya pernecanaan kebutuhan


rumah sakit, ketidaksiap/siaganya tenaga medis yang tersedia, manajemen sumber
daya manusia kurang baik, pelaksanaan pelayanan lambat, minimalnya
pengawasan manajemen pengelolaan tenaga medis, sarana prasarana belum
menunjang kenyamanan pasien. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana
manajemen pengelolaan RSUD Kota Cilegon. Penelitian ini menggunakan teori
Fungsi Manajemen dari G.R Terry terdiri dari Perencanaan, Pengorganisasian,
Pelaksanaan dan Pengawasan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
dari Prasetya Irawan, meliputi pengumpulan data mentah, transkip data,
pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi, serta
penyimpulan akhir. Hasil penelitian menunjukan bahwa manajemen pengelolaan
RSUD Kota Cilegon belum berjalan dengan baik. Kesimpulan penelitian belum
terealisasikannya beberapa perencanaan, kurangnya kerjasama antar lini dan
sarana yang masih belum memadai, kurangnya tenaga medis di RSUD. Saran
peneliti RSUD harus memilah prioritas perencanaan yang baik, perbaikan sarana
dan prasarana harus ditingkatkan, RSUD harus bekerjasama dengan instansi
terkait BKD, SPI, Inpektorat.

Kata kunci: Manajemen, RSUD.


ABSTRACT

Devy Sulihati. NIM 6661110847. 2018. Script. Management of Public Hospital in


Cilegon city. 1st Adviser: DR. Agus Sjafari, M.Si and 2nd Adviser: Listyaningsih,
S.Sos, M.Si. Study of Public Administration. Faculty of Social Science and
Political Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa.

The background of the research problem is the incomplete hospitalization of the


hospital, lack of available medical personnel, poor human resource management,
slow service delivery, minimum management of medical personnel management,
facilities not yet supporting patient comfort. The purpose of this research is to
know how management management of RSUD Kota Cilegon. This research uses
the theory of Management Function of G.R Terry consists of Planning,
Organizing, Implementation and Supervision. The method used is descriptive
method with qualitative approach. Data analysis used in this research from
Prasetya Irawan, including raw data collection, data transkip, coding, data
categorization, inference, triangulation, and final conclusion. The results showed
that management management of RSUD Kota Cilegon has not run well. The
conclusion of the research has not been realized how much planning, lack of
cooperation between lines and facilities that are still not adequate, the lack of
medical personnel in hospitals. Suggestion of RSUD researcher must sort out the
priority of good planning, improvement of facility and infrastructure must be
improved, RSUD must cooperate with related institution BKD, SPI, Inpektorat.

Keywords: Management, RSUD.


“It takes two to tango”

“Even if someone is born with a talent for something,

nothing will ever happen to it if they don’t practice.

It’s like growing a plant:

You’ve got to water it if you want it to grow”

- Cityscape -

Skripsi ini kupersembahkan:

untuk kedua orang tuaku

yang telah membesarkan,

mendidik dan membuatku

mampu menyelesaikan skripsi ini


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti panjatkan

kehadirat ALLAH SWT, serta shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Nabi

Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya, karena dengan ridho, rahmat,

karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Cilegon".

Dengan selesainya skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa selalu mendukung peneliti. Maka

peneliti ingin mengucapkan terima kasihkepada:

1. Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa serta sebagai Doen

Pembimbing 1 atas kebaikan dan waktu yang telah diberikan kepada

penulis dalam memberikan arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan

Skripsi ini.

2. Rahmawati, M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Imam Mukhroman, M.Ikom selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Kandung Sapto Nugroho, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

i
5. Listyaningsih, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa serta Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing

Skripsi II atas kebaikan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis

dalam memberikan arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan Skripsi

ini.

6. Semua Dosen dan Staf Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang

membekali peneliti dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

7. Mama Ida dan Papa Tikno, atas cinta kasih yang tulus tak terhingga dan

sekaligus merupakan motivator, pendukung dan penanya terbesar dan

tersering dalam menyelesaikan Skripsi ini.

8. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon yang telah membantu serta

memberikan data untuk pengerjaan dan kelengkapan Skripsi ini.

9. Mba Ika, Aa Ryan, Mba Erni serta Aa Ahan dan Ghiina, atas omelan

yang berfaedah dan menambah ruwet otak saya sehingga saya harus

menyelesaikan skripsi ini. Serta Mas Arman yang selalu siap, antar,

jaga dalam membantu menyelesaikan penelitian ini.

10. Teman-teman ANE 2009-2011; Ikram Wahdi, Naomi Laura, Gesti

Resti Fitri, Shella Novianti, Doni Winarno serta teman-teman lain yang

tidak bisa saya sebutkan satu-satu namanya disini. Terimakasih atas

dukungan dan kebersamaan yang begitu besar.

i
Akhirnya peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan

selesainya skripsi ini. Peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan

dalam penyusunan skripsi ini sehingga peneliti dengan rendah hati menerima

masukan dari semua pihak agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Serang, Juli 2018

Penulis

Devy Sulihati

i
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR............................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……………………………………………….. ........ 12

1.3 Batasan Masalah……………………………………................................ 12

1.4 Rumusan Masalah ..................................................................................... 13

1.5 Tujuan Penelitian ………………………………………………….. ....... 13

1.6 Manfaat Penelitian…………………………………………………. ....... 13

1.6.1 Secara Teoritis................................................................................... 13

1.6.2 Secara Praktis .................................................................................... 13

iii
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 15

2.1.1 Definisi Manajemen .......................................................................... 15

2.1.1.2 Tujuan Manajemen ................................................................ 18

2.1.2 Definisi Pengelolaan ........................................................................ 29

2.1.3 Definisi Rumah Sakit ...................................................................... 30

2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Di Indonesia ................................. 31

2.2 Penelitian Terdahulu ………………………………………………........... 34

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ………………………………………….. 40

2.4 Asumsi Dasar............................................................................................... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian.............................................................. 43

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………… ......... 44

3.3 Lokasi Penelitian ………………………………………………. .............. 44

3.4 Dimensi Penelitian …………………………………………..................... 44

3.4.1 Definisi Konsep……………………………………………............. 44

3.4.2 Definisi Oprasional………………………………………… ........... 47

3.5 Instrumen Penelitian……………………………………………....... ......... 49

3.6 Informan Penelitian .................................................................................... 50

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 52

3.7.1 Teknik Pengolahan Data…………………………………… ........... 52

iii
3.8 Pengujian Keabsahan Data ......................................................................... 65

3.9 Jadwal Penelitian ........................................................................................ 67

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian .......................................................................... 68

4.1.1 Sejarah Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon .............. 68

4.1.2 Tugas Pokok, Moto dan Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Cilegon............................................................................................... 70

4.1.3 Visi, Misi dan Strategi Rumah Umum Daerah Kota Cilegon .......... 70

4.1.4 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan dalam Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Cilegon ........................................................................ 71

4.2 Deskripsi Data dan Analisis Penelitian........................................................ 75

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian.................................................................. 75

4.2.2 Data Informan Penelitian ................................................................. 77

4.3 Pembahasan ................................................................................................ 78

4.3.1 Planning (Perencanaan) .................................................................. 79

4.3.2 Organizing (Pengorganisasian).......................................................... 90

4.3.3 Actuating (Pelaksanaan) .................................................................. 122

4.3.4 Controlling (Pengawasan) ............................................................... 129

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 166

5.2 Saran ........................................................................................................... 167

iii
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu tugas utama negara adalah memberi pelayanan kepada masyarakat

baik dalam bentuk jasa maupun fasilitas. Bahkan untuk mengukur tingkat

kemajuan sebuah negara, kualitas pelayanan publik dapat digunakan sebagai salah

satu indikator. Oleh karena itu, bila sebuah negara berada dalam posisi menuju

pada kemajuan, hal utama yang perlu diperbaiki adalah pelayanan publik di

negara tersebut. Indonesia sebagai negara yang sedang bergerak menuju negara

maju juga memprioritaskan pelayanan publik sebagai salah satu aspek yang perlu

ditingkatkan. Karena pemerintah Indonesia sangat menyadari bahwa jika

masyarakat sudah mendapatkan apa yang menjadi haknya yaitu pelayanan yang

baik, maka masyarakat juga akan menjalankan kewajibannya dengan penuh

kesadaran.

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat

luas. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pemerintah memiliki

fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat,

mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan dan pelayanan-pelayanan lain

dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidkan,

kesehatan, utilitas dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik yang dialami

oleh negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan

masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan

1
2

oleh pemerintah. Pelayanan publik yang dituntut bukan hanya sekedar servis

pelayanan saja, namun masyarakat juga menuntut adanya reformasi dalam

fasilitas-fasilitas yang memang menjadi fasilitas publik.

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang

paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak mengherankan apabila bidang

kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan

yang terbaik untuk masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya

adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah

negara akan bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh

masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Berangkat dari kesadaran

tersebut, rumah sakit-rumah sakit yang ada di Indonesia baik milik pemerintah

maupun swasta, selalu berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik

kepada pasien dan keluarganya. Baik melalui penyediaan peralatan pengobatan,

tenaga medis yang berkualitas sampai pada fasilitas pendukung lainnya seperti

tempat penginapan, kantin, ruang tunggu, apotek dan sebagainya. Dengan

demikian masyarakat benar-benar memperoleh pelayanan kesehatan yang cepat

dan tepat.

Sebagai organisasi publik, rumah sakit diharapkan mampu memberikan

pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Akan tetapi, di satu sisi

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sebagai unit organisasi milik pemerintah

daerah dihadapkan pada masalah pembiayaan untuk menciptakan pelayanan yang

berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat banyak. Tingginya harga obat dan

alat-alat medis merupakan contoh di mana sistem pelayanan kesehatan yang ada
3

belum banyak melakukan intervensi agar semua pelayanan tersebut dapat

dijangkau masyarakat. Kondisi ini akan memberikan dampak yang serius bagi

pelayanan kesehatan di rumah sakit karena sebagai organisasi yang beroperasi

setiap hari, likuiditas keuangan merupakan hal utama dan dibutuhkan untuk

menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Masyarakat menghendaki

pemerintah melalui organisasi-organisasinya termasuk rumah sakit, dapat

memberikan pelayanan kesehatan dengan biaya yang murah, padahal tidak semua

pelayanan kesehatan bisa didapatkan dengan biaya yang murah.

Perkembangan rumah sakit saat ini mengalami transformasi besar. Pada masa

sekarang rumah sakit sedang berada dalam suasana global dan bersaing dengan

pelayanan kesehatan alternatif seperti dukun dan tabib. Pada keadaan demikian

pelayanan rumah sakit sebaiknya dikelola dengan dasar konsep manajemen yang

mempunyai etika. Tanpa konsep manajemen yang jelas, perkembangan rumah

sakit akan berjalan lambat. Hal ini dapat diihat pada perkembangan aspek

keuangan rumah sakit. Infrastruktur keuangan rumah sakit pemerintah sangat

buruk karena belum ada pemahaman bahwa sistem keuangan harus berdasarkan

sistem akuntansi yang benar, maka dalam kegiatan organisasi rumah sakit yang

kompleks pengalaman saja tidak cukup, penanganannya tak bisa lagi atas dasar

kira-kira atau selera, hal ini disebabkan oleh sumber daya yang makin sulit dan

mahal, era kompetisi yang menuntut pelayanan prima dan tuntutan masyarakat

yang makin berkembang.

Manajemen profesional berarti melaksanakan manajemen dengan tata cara

yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka memerlukan orang yang


4

terlatih pula secara benar dan tepat. Dalam rangka melaksanakan pelayanan yang

berorientasi pada pasien, dan menjaga mutu pelayanan perlu dengan manajemen

profesional yang handal, dengan demikian segala hal yang diperlukan akan

tersedia dalam bentuk tepat jumlah, tepat waktu dan tepat sasaran. Walaupun dulu

manajemen banyak sebagai seni dari pada pengetahuan, tapi sekarang ini telah

berubah ke aspek manajemen yang canggih dan membutuhkan pembinaan,

pendidikan serta profesionalisme. Dalam situasi ini filosofi manajemen

pengelolaan dapat dipergunakan untuk menghindarkan rumah sakit pemerintah

dari keterpurukan sebagai lembaga jasa yang inferior. Hal inilah yang menjadi

relevansi manajemen pengelolaan di rumah sakit.

Penilaian terhadap kegiatan rumah sakit adalah hal yang sangat diperlukan

dan sangat diutamakan. Kegiatan penilaian kinerja organisasi atau instansi seperti

rumah sakit, mempunyai banyak manfaat terutama bagi pihak-pihak yang

memiliki kepentingan terhadap rumah sakit tersebut. Bagi pemilik rumah sakit,

hasil penilaian kegiatan rumah sakit ini dapat memberikan informasi tentang

kinerja manajemen atau pengelola yang telah diberikan kepercayaan untuk

mengelola sumber daya rumah sakit. Bagi masyarakat, semua hasil penilaian

kinerja rumah sakit dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan pertimbangan

kepada siapa (rumah sakit) mereka akan mempercayakan perawatan

kesehatannya.

Rumah sakit perlu menerapkan sistem manajemen yang berorientasi pada

kepuasan pelanggan. Untuk itu rumah sakit di Indonesia harus menciptakan

kinerja yang unggul. Kinerja yang unggul atau Performance Excellence


5

merupakan salah satu faktor utama yang harus diupayakan oleh setiap organisasi

untuk memenangkan persaingan global, begitu juga oleh perusahaan penyedia jasa

pelayanan kesehatan. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola

rumah sakit untuk menciptakan kinerja yang unggul diantaranya melalui

pemberian pelayanan yang bagus serta tindakan medis yang akurat dan

mekanisme pengelolaan mutu tentunya.

Pengelolaan rumah sakit pada masa lalu dipandang sebagai usaha sosial tetapi

di masa sekarang pengelolaan yang berbasis ekonomi dan manajemen sangat

penting artinya untuk menghadapi berbagai situasi persaingan global,

mengantisipasi cepatnya perubahan lingkungan dan menjaga kelangsungan usaha

rumah sakit itu sendiri. Persaingan global dan perubahan lingkungan mulai

nampak pada pengelolaan rumah sakit swasta multinasional yang terdapat di kota-

kota besar.

Di Indonesia pengelolaan rumah sakit telah berkembang dengan pesat dan

menjadikan industri yang berbasis prinsip-prinsip ekonomi dan manajemen

merupakan ancaman bagi rumah sakit pemerintah maupun nasional jika tidak

berusaha meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerjanya secara keseluruhan.

Indikator perusahaan yang selama ini digunakan dalam mengukur suatu kinerja

organisasi pelayanan kesehatan tidak komprehensif dan hanya bersifat sementara.

Indikatornya banyak dipengaruhi faktor eksternal seperti keadaan ekonomi dan

kebijakan pemerintah yang kurang. Hal ini dapat menyebabkan pengukuran

kinerja suatu organisasi pelayanan kesehatan belum menggambarkan realita yang

sesungguhnya dari keadaan organisasi tersebut. Indikator tersebut juga merupakan


6

alat untuk memantau pencapaian suatu organisasi. Dengan adanya indikator ini

dapat juga diketahui tingkat kemajuan dalam suatu organisasi dan dapat dilakukan

perbandingan antara organisasi yang bergerak di bidang yang sama.

Salah satu rumah sakit di Banten ialah Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Cilegon. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon merupakan salah satu unit

bisnis pemerintah (sektor publik) yang memiliki kewajiban memberikan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan optimal tanpa tujuan mencari

laba (non profit organization). Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang

optimal seperti yang diharapkan, dibutuhkan biaya yang cukup besar dalam

perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian dan pengendalian yang baik.

RSUD Kota Cilegon sebagai rumah sakit rujukan pelayanan kesehatan, di era

globalisasi dihadapkan pada kekuatan-kekuatan dan masalah-masalah interen

yang ada, seperti terbatasnya sumber daya yang dimiliki dan inventarisasi yang

belum memadai. Di lain pihak secara bersamaan juga dihadapkan pada kondisi

lingkungan dengan berbagai faktor peluang dan tantangan yang senantiasa

berkembang dinamis. Oleh karena itu, untuk dapat memberikan pelayanan

kesehatan yang prima bagi masyarakat perlu disusun visi, misi, tujuan, sasaran,

serta indikator keberhasilan yang diwujudkan dalam bentuk rencana strategis.

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon merupakan salah satu Rumah Sakit

Umum di Banten yang berusaha memberikan pelayanan kesehatan secara optimal,

profesional dan meningkatkan mutu terus-menerus. Oleh karena itu, RSUD Kota

Cilegon harus selalu memperbaiki kinerja agar dapat menambah kepercayaan

masyarakat atas pelayanan RSUD Kota Cilegon. Kepercayaan ini sangatlah


7

penting, mengingat masyarakat merupakan pengguna jasanya. Dengan adanya

peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit, diharapkan akan

mempunyai dampak pada pendapatan rumah sakit.

Setelah melakukan observasi awal, peneliti menemukan beberapa masalah

terkait dengan manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Cilegon. Pertama,

dalam segi perencanaan, masih ada rencana-rencana yang tidak sesuai dengan

kebutuhan, seperti rencana pembangunan tampak muka Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Cilegon yang menghabiskan anggaran besar seharusnya dialokasikan

untuk membeli alat-alat medis, peralatan di laboratorium yang lebih dibutuhkan

untuk masyarakat, hal ini diperjelas oleh Bapak Agus (Rabu, 04 Maret 2015 pukul

08:35 WIB) yang menyatakan bahwa peralatan di laboratorium masih kurang,

sehingga Bapak Agus melakukan uji laboratorium untuk penyakit yang diderita

orangtuanya harus dilakukan di luar Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

Hal tersebut juga dipertegas kembali oleh Kasubag Perencanaan dan Pelaporan

RSUD Kota Cilegon (Jumat, 06 Maret 2015) bahwa memang masih banyak alat

kesehatan terutama bagian laboratorium yang memang perlu ditingkatkan

kembali.

Kedua, dalam hal pengorganisasian. Tenaga medis merupakan unsur yang

terpenting dalam manajemen pengelolaan rumah sakit sehingga pekerjaan dapat

dilaksanakan dengan sukses. Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon

yang berklasifikasi kelas B, jumlah tenaga medis masih kurang jika dilihat dari

standarisasi jumlah tenaga medis untuk rumah sakit berklasifikasi kelas B. Berikut

jumlah tenaga medis RSUD Kota Cilegon disajikan pada tabel 1.1 dibawah.
8
9

Tabel 1.1

JUMLAH TENAGA MEDIS RSUD KOTA CILEGON

No Nama Pendidikan PNS Honor/BLUD OTS Jumlah

Medik Umum 24 10 - 34
1
Dasar Gigi 2 - - 2
Penyakit
4 - - 4
Medik Dalam
2 Spesialis Anak 4 - - 4
Dasar Bedah 2 - - 2
Obgyn 2 1 - 3
Mata 1 1 - 2
THT 2 - - 2
Syaraf 1 - - 1
Jantung 1 - - 1
Medik
Kulit
3 Spesialis
dan - 1 - 1
Lain
Kelamin
Paru 1 - - 1
Bedah
1 1 - 2
Ortopedi
Jumlah Keseluruhan 59
(Sumber: RSUD Kota Cilegon, 2015)

Dari tabel di atas berdasarkan data yang diperoleh dari pihak rumah sakit

tentang jumlah tenaga medis dalam Pelayanan Medik Dasar berbeda dengan apa

yang dituangkan oleh PERMENKES RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010

Pasal 11 Ayat 2 yang menyatakan bahwa pada Pelayanan Medik Dasar minimal

harus ada 12 (dua belas) orang dokter umum dan 3 (tiga) orang dokter gigi

sebagai tenaga tetap sedangkan yang tersedia di RSUD Kota Cilegon memiliki

Dokter Gigi sebanyak 2 (dua) orang sebagai tenaga tetapnya. Sedangkan untuk

Pelayanan Spesialis Medis Dasar, berdasarkan PERMENKES RI Nomor


10

340/MENKES/PER/III/2010 Pasal 11 Ayat 3 yang isinya menyatakan bahwa pada

Pelayanan Medik Spesialis Dasar masing-masing minimal 3 (tiga) orang dokter

spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang sebagai tenaga tetap, tetapi dalam

RSUD Kota Cilegon masih memiliki kekurangan tenaga medis (dokter spesialis)

pada pelayanan Medik Spesialis Dasar bagian Bedah dan Anak. Sedangkan jika

dilihat berdasarkan PERMENKES RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Pasal

10 Ayat 7 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Kelas B yang menyatakan bahwa

dalam Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13

(tiga belas) pelayanan meliputi Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf,

Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru,

Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik tetapi

dalam RSUD Kota Cilegon masih memiliki kekurangan satu Pelayanan Medik

Spesialis Lain yang belum mmenuhi aturan dari PERMENKES tersebut.

Selain itu, dalam PERMENKES RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010

Pasal 11 Ayat 5 menyatakan bahwa pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus

ada masing-masing minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan

dengan 4 orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda

sedangkan RSUD Kota Cilegon masih kurang dalam hal penyediaan dokter

spesialis yang belum banyak dan kurangnya tenaga medis tetap pada bidang

Pelayanan Medik Spesialis Lain tersebut. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya

keluhan pasien yang mengatakan bahwa tidak siap/siaganya dokter-dokter

terutama dokter ahli/spesialis ketika mereka telah sampai untuk berobat dan
11

mereka terpaksa menunggu lama (wawancara dengan Ibu Fitria pada Senin, 12

Januari 2015 pukul 10:15 WIB).

Ketiga, dalam hal pelaksanaan pelayanan. Pelayanan yang diberikan oleh

pihak rumah sakit masih belum cukup untuk pasien terutama dalam hal

pendaftaran dan ruang tunggu. Berdasarkan KEPMENKES RI No.

129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

menyatakan bahwa dalam menjalankan pelayanan dari setiap pelayanan medis

(kecuali Instalasi Gawat Darurat) memiliki waktu >60 menit, hal ini dapat

menjadi dampak tidak adanya kepastian pihak pasien dalam menerima pelayanan

yang efektif dikarenakan waktu tunggu yang tidak pasti. Terlebih dalam proses

pelayanan rawat jalan, banyak pasien yang menunggu lama karena loket yang

dibuka hanya satu serta kurangnya tenaga medis yang tersedia dan menyebabkan

pasien menumpuk di ruang tunggu serta tidak adanya tenaga medis pengganti

apabila dokter-dokter tersebut mengambil cuti (wawancara peneliti dengan Ibu

Wati pada Senin, 12 Januari 2015 pukul 08:25 WIB).

Keempat, dari segi pengawasan. Pengawasan dan monitoring terhadap

pengelolaan sumber daya Rumah Sakit yang dilakukan oleh satuan pengawasan

internal belum berjalan dengan baik hal ini ditunjukkan dengan pengawasan

terhadap pengelolaan tenaga medis yang belum mampu melayani pasien secara

maksimal. Serta masih banyak fasilitas, sarana dan prasarana yang belum

lengkap, seperti kurangnya peralatan laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Cilegon yang tidak lengkap sehingga pasien harus melakukan tes

laboratorium di luar rumah sakit (wawancara peneliti dengan bapak Agus pada
12

Rabu tanggal 4 Maret 2015 pukul 08.35 WIB). Kemudian sarana prasarana lain

yaitu ruang tunggu pasien, dimana rumah sakit mempunyai keterbatasan kursi di

dalam ruang tunggu tersebut. Adanya pasien yang berdiri saat melakukan

pelayanan kesehatan sehingga pasien lelah dalam melakukan antrian pengobatan.

Hal serupa juga terjadi pada ruang bagian pendaftaran dimana keluarga pasien

yang mendaftar harus menunggu lama dalam proses pendaftaran selesai

dikarenakan hanya ada satu loket yang buka padahal di dalam ruang pendaftaran

tersebut ada empat loket yang tersedia tetapi hanya ada satu loket saja yang

dibuka sehingga menyebabkan antrian panjang pada proses pendaftaran

berlangsung.

Selain itu, RSUD Kota Cilegon masih belum mendukung fasilitas untuk

penyandang cacat (difabel). Hal ini terlihat dari struktur bangunan yang bertingkat

tetapi masih belum tersedianya lift atau tangga berjalan (eskalator) untuk mereka,

sehingga menyebabkan kesulitan bagi pasien terutama pasien rawat jalan yang

merupakan bagian dari difabel (wawancara peneliti dengan Ibu Sri pada Senin, 12

Januari 2015 pukul 09:00 WIB). Jika dilihat berdasarkan UU RI No. 44 tahun

2009 tentang Rumah Sakit dalam Pasal 9 menyatakan Persyaratan Bangunan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 harus memenuhi: (a) persyaratan

administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya, sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan; (b) persyaratan teknis

bangunan rumah sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam

pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang

termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.


13

Melihat permasalahan di atas, maka perlu digunakan manajemen pengelolaan

yang lebih baik lagi bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon dengan

menggunakan fungsi-fungsi manajemen yang lebih baik, terarah dan terorganisir

karena kinerja suatu organisasi tidak hanya dinilai dari aspek keuangan saja, tetapi

juga dinilai dari aspek non-keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin

mengadakan penelitian dengan judul “Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Cilegon”.

1.2 Identifikasi Masalah

Jika dilihat dari latar belakang masalah di atas, maka masalah yang timbul

diantaranya:

1. Tidak sesuainya perencanaan dengan kebutuhan rumah sakit;

2. Tidak siap / kurangnya tenaga medis yang tersedia;

3. Kurang baiknya manajemen pengelolaan sumber daya manusia:

4. Lambatnya pelaksanaan pelayanan terhadap masyarakat;

5. Minimnya pengawasan manajemen dalam pengelolaan tenaga medis;

6. Kurangnya sarana prasarana dalam menunjang kenyamanan pasien.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang akan diambil dalam penelitian ini adalah manajemen

pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon yang lebih memfokuskan

pada manajemen pengelolaan rumah sakit dalam segi fasilitas dari segi material

maupun non-material, pelayanan serta sarana dan prasarana yang disediakan oleh

pihak rumah sakit, menggambarkan realita sesungguhnya dari keadaan Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.


14

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Cilegon

2. Bagaimanakah koordinasi di RSUD Kota Cilegon dengan Badan/Dinas

terkait

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen pengelolaan

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1.6.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi referensi

atau masukan bagi perkembangan ilmu Administrasi Negara dan menambah

kajian ilmu Administrasi Negara lainnya khususnya ilmu Manajemen untuk

mengetahui bagaimana cara pengelolaan yang diterapkan oleh Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Cilegon.

1.6.2 Kegunaan praktis

1.6.2.1 Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon


15

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang

berguna untuk meningkatkan kinerja pelayanan, guna terciptanya

kualitas pelayanan rumah sakit yang diharapkan oleh masyarakat.

1.6.2.2 Bagi Peneliti

Seluruh rangkaian kegiatan dari hasil penelitian diharapkan

dapat lebih memantapkan penguasaan fungsi keilmuan yang dipelajari

selama mengikuti program perkuliahan Ilmu Administrasi Negara pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

1.6.2.3 Bagi Perguruan Tinggi

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen akademik

yang berguna untuk dijadikan sebagai acuan bagi civitas akademika.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Pada bab ini peneliti akan menggunakan beberapa teori yang mendukung

masalah dalam penelitian ini, dimana berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi

panduan dalam penelitian. Teori yang akan digunakan adalah beberapa teori yang

mendukung masalah penelitian mengenai Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Cilegon sebagai salah satu rumah sakit umum di Banten,

diantaranya adalah teori manajemen, pengelolaan dan yang berhubungan dengan

rumah sakit.

2.1.1 Definisi Manajemen

Secara etimologi, management (di Indonesia diterjemahkan sebagai

“manajemen”) berasal dari kata manus (tangan) dan agree (melakukan), yang

setelah digabung menjadi kata manage (bahasa Inggris) berarti mengurus atau

managiere (bahasa latin) yang berarti melatih. Sedangkan menurut Hasibuan

(2011:1), manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.

Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari

fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses

untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.

Manajemen atau pengelolaan berarti menyelenggarakan. Pengelolaan

adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggunakan tenaga

orang lain. Pengelolaan juga dapat diartikan sebagai rangkaian pekerjaan atau

15
16

usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian

kerja mencapai tujuan tertentu.

Ada pula perbedaan–perbedaan mengenai definisi pengelolaan oleh

para ahli yang disebabkan karena para ahli meninjau pengertian dari sudut

yang berbeda–beda. Ada yang meninjau pengelolaan dari segi fungsi, benda,

kelembagaan dan ada yang meninjau pengelolaan sebagai satu kesatuan.

Namun apabila dipelajari prinsipnya, definisi–definisi tersebut memiliki

pengertian dan tujuan yang sama.

Menurut Stoner dalam Handoko (2003:8), manajemen adalah proses

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha

para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi

lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sedangkan

Terry (2008:85) mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses yang khas

yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan sasaran-

sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia

dan sumber-sumber lainnya. Sementara menurut Koontz dan O’Donnel

dalam Amirullah (2004:7) sebagai berikut:

“management is getting things done through people. In

bringing about this coordinating of group activity, the manager, as

a manager plans, organizes, staffs, direct and control the activities

other people” yang dapat diterjemahkan bahwa manajemen

adalah usaha mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.


17

Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atau sejumlah

aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,

penempatan, pengarahan, dan pengendalian.

Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan,

waktu dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Usaha untuk

memenuhi kebutuhan dan terbatasnya kemampuan dalam melakukan pekerjaan

mendorong manusia membagi pekerjaan, tugas dan tanggung jawab ini maka

terbentuklah kerjasama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi. Dalam

organisasi maka pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan

baik serta tujuan yang diinginkan tercapai. Siagian (2008:5) mendefinisikan

manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh

sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan

orang lain. Penekanan yang disampaikan Siagian lebih menekankan pada

bagaimana seorang manajer atau pimpinan dalam menggerakkan bawahan

atau orang lain agar dapat bekerja sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Penekanan pengertian manajemen adalah pada dua kategori yaitu ilmu dan

seni dalam mengatur berbagai macam sumber daya sehingga dapat

dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Model

penerapan ilmu dan seni dalam manajemen merupakan suatu model yang

menyangkut bagaimana seorang pemimpin dapat mengoptimalkan

kemampuan mengelolanya.

Dari beberapa pengertian tersebut, menyimpulkan bahwa manajemen

adalah suatu proses pemanfaatan sumber daya yang ada melalui tindakan-
18

tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan

untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan yang dapat diuraikan menjadi

beberapa unsur pokok yaitu:

1) Bahwa manajemen selalu diterapkan pada suatu kelompok atau

organisasi formal, dimana di dalamnya terdapat orang-orang yang

saling mengikatkan diri;

2) Bahwa manajemen senantiasa memanfaatkan segenap sumber-

sumber yang ada dalam proses kegiatannya;

3) Bahwa manajemen terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,

pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan;

4) Bahwa di dalam manajemen senantiasa terdapat adanya tujuan yang

ingin dicapai atau diwujudkan.

2.1.1.2 Tujuan Manajemen

Pada dasarnya setiap aktivitas atau kegiatan selalu mempunyai tujuan

yang ingin dicapai (Hasibuan, 2009:17). Tujuan individu adalah untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya berupa materi dan non materi dari hasil

kerjanya. Tujuan organisasi adalah mendapatkan laba (business organization)

atau pelayanan/pengabdian (public organization) melalui proses manajemen

itu. Tujuan yang ingin dicapai selalu ditetapkan dalam suatu rencana (plan),

karena itu hendaknya ditetapkan “jelas, realistis, dan cukup menantang”

untuk diperjuangkan berdasarkan potensi yang dimiliki. Jika tujuannya jelas,

realistis dan cukup menantang maka usaha-usaha untuk mencapainya cukup

besar. Sebaliknya, jika tujuan ditetapkan terlalu mudah atau terlalu muluk
19

maka motivasi untuk mencapainya rendah. Jadi, semangat kerja karyawan

akan termotivasi kalau tujuan ditetapkan jelas, realistis dan cukup menantang

untuk dicapainya.

Dalam menetapkan tujuan ini harus didasarkan pada analisis “data,

informasi, dan potensi” yang dimiliki serta memilihnya dari alternatif-

alternatif yang ada (Hasibuan, 2011:18-19). Tujuan organisasi dapat diketahui

dalam anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART)-nya.Tujuan-

tujuan ini dapat kita kaji dari beberapa sudut dan dibedakan sebagai berikut:

1. Menurut tipenya, tujuan dibagi atas:

a. Profit objectives, bertujuan untuk mendapatkan laba bagi

pemiliknya;

b. Service objective, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang

baik bagi konsumen dengan mempertinggi nilai barang dan jasa

yang ditawarkan kepada konsumen;

c. Social objective, bertujuan meningkatkan nilai guna yang

diciptakan perusahaan untuk kesjahteraan masyarakat;

d. PeRumah Sakitonal objective, bertujuan agar para karyawan

secara individual economic, social psychological mendapatkan

kepuasan di bidang pekerjaannya dalam perusahaan.

2. Menurut prioritasnya, tujuan dibagi atas:

a. Tujuan primer;

b. Tujuan sekunder;

c. Tujuan individual, dan;


20

d. Tujuan sosial.

3. Menurut jangka waktunya, tujuan dibagi atas:

a. Tujuan jangka panjang;

b. Tujuan jangka menengah, dan;

c. Tujuan jangka pendek.

4. Menurut sifatnya, tujuan dibagi atas:

a. Management objective, tujuan dari segi efektif yang harus

ditimbulkan oleh menejer;

b. Managerial objectives, tujuan yang harus dicapai daya upaya

atau kreativitas-kreativitas yang beRumah Sakitifat manajerial;

c. Administrative objectives, tujuan-tujuan yang pencapaiannya

memenuhi administrasi;

d. Economic objectives, tujuan-tujuan yang bermaksud memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan memerlukan efesiensi untuk

pencapaiannya;

e. Social objectives, tujuan suatu tanggung jawab , terutama

tanggung jawab moral;

f. Technical objectives, tujuan berupa detail teknis, detail kerja,

dan detail karya;

g. Work objectives, yaitu tujuan-tujuan yang merupakan kondisi

kerampungan suatu pekerjaan.


21

5. Menurut tingkatnya, tujuan dibagi atas:

a. Overall enterprise objectives, adalah tujuan semesta

(generalis) yang harus dicapai oleh badan usaha secara

keseluruhan;

b. Divisional objectives, adalah tujuan yang harus dicapai oleh

setiap divisi;

c. Departemental objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus

dicapai oleh setiap masing-masing bagian;

d. Sectional objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicaoai

oleh setiap seksi;

e. Group objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh

setiap kelompok urusan;

f. Individual objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai

oleh masing-masing individu.

6. Menurut bidangnya, tujuan dibagi atas:

a. Top level objectives, adalah tujuan-tujuan umum, menyeluruh,

dan menyangkut berbagai bidang sekal;igus

b. Finanace objectives, adalah tujuan-tujuan tentang modal;

c. Production objectives, adalah tujuan-tujuan tentang produksi;

d. Marketing objectives, adalah tujuan-tujuan mengenai bidang

pemasaran barang dan jasa-jasa;


22

e. Office objectives, adalah tujuan-tujuan mengenai bidang

ketatausahaan dan administrasinya.

7. Menurut motifnya, tujuan dibagi atas :

a. Public objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus dicapai

berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang Negara;

b. Organizational objectives, adalah tujuan-tujuan yang harus

dicapai berdsarkan ketentuan-ketentuan anggaran dasar,

asnggaran rumah tangga dan status organisasi yang besifat

umum dan impersonal (tidak boleh berdasarkan pertimbangan

perasaan atau selera pribadi) daam upaya pencapaiannya;

c. Personal objectives, adalah tujuan pribadi atau individual

(walaupun mungkin berhubungan dengan organisasi) yang

dalam usaha pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh selera

ataupun pandangan pribadi.

Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan merupakan hal

terjadinya proses manajemen dan aktivitas kerja, tujuan beraneka macam,

tetapi harus ditetapkan secara jelas, realistis dan cukup menantang

berdasarkan analisis data, informasi, dan pemilihan alternatif-alternatif yang

ada. Kecakapan manajer dalam menetapkan tujuan dan kemampuannya

memanfaatkan peluang, mencerminkan tingkat hasil yang dapat dicapainya.

2.1.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen


23

Manajemen (Hasibuan, 2009:37) oleh para penulis dibagi atas

beberapa fungsi. Pembagian fungsi-fungsi manajemen ini tujuannya adalah:

a. Supaya sistematika urutan pembahasannya lebih teratur;

b. Agar analisis pembahasannya lebih mudah dan lebih mendalam;

c. Untuk menjadi pedoman pelaksanaan proses menejemen bagi

manajer.

Fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan para ahli tidak sama.

Hal ini disebabkan latar belakang ahli serta pendekatan yang dilakukan tidak

sama. Untuk bahan perbandingan fungsi-fungsi manajemen yang

dikemukakan para ahli, penulis mengutip beberapa fungsi manajemen

menurut para ahli:

TABEL 2.1
FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN MENURUT PARA AHLI
G. R. TERRY JOHN F. MEE LOUIS A. MC NAMARA
1. Planning 1. Planning ALLEN 1. Planning
2. Organizing 2. Organizing 1. Leading 2. Programming
3. Actuating 3. Motivating 2. Planning 3. Budgeting
4. Controlling 4. Controlling 3. Organizing 4. System
4. Controlling
HENRY HAROLD DR. P. PROF. DRUMAH
FAYOL KOONTS & SIAGIAN SAKIT. OEY
1. Planning CYRIL 1. Planning LIANG LEE
2. Organizing O’DONNEL 2. Organizing 1. Perencanaan
3. Commanding 1. Planning 3. Motivating 2. Pengorganisasian
4. Coordinatin 2. Organizing 4. Controling 3. Pengarahan
5. Controlling 3. Staffing 5. Evaluating 4. Pengkoordinasian
4. Directing 5. Pengontrolan
5. Controlling
W. H. LUTHER LYNDALL F. JOHN D.
NEWMAN GULLICK URWICK MILLET
1. Planning 1. Planning 1. Forecasting 1. Directing
24

2. Organizing 2. Organizing 2. Planning 2. Facilitating


3. Assembling 3. Staffing 3. Organizing
4. Resources 4. Directing 4. Commanding
5. Directing 5. Coordinating 5. Coordinatig
6. Controlling 6. Reporting 6. Controlling
7. -------------- 7. Budgeting 7. --------------
(Sumber: Hasibuan, 2001:38)

Berikut adalah pengertian fungsi-fungsi Manajemen menurut para ahli :

Planning (perencanaan) ialah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan

untuk mencapai tujuan yang digariskan, planning mencakup kegiatan

pengambilan keputusan, karena termasuk pemilihan alternatif-alternatif

keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat

kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa

mendatang (Terry, 2008:17). Planning merupakan pemilihan dan menghubungkan

fakta, menggunakan asumsi-asumsi tentang masa depan dalam membuat

visualisasi dan perumusan kegiatan yang diusulkan dan memang perlu dilakukan

untuk mencapai hasil yang diinginkan (Terry, 2008:46).

Organizing (pengorganisasian) merupakan kegiatan dasar dari manajemen

dilaksanakan untuk dan mengatur seluruh komponen-komponen yang dibutuhkan

termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan sukses.

Manusia merupakan unsur yang terpenting melalui pengorganisasian manusia

dapat di dalam tugas-tugas yang saling berhubungan (Terry, 2008:73). Organizing

mencakup: membagi komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk

mencapai tujuan kedalam kelompok-kelompok, membagi tugas kepada seorang

manajer untuk mengadakan pengelompokan tersebut dan menetapkan wewenang

diantara kelompok atau unit-unit organisasi. Pengorganisasian berhubungan erat


25

dengan manusia, sehingga pencaharian dan penugasannya ke dalam unit-unit

organisasi dimasukkan sebagai bagian dari unsur organizing. Ada yang tidak

berpendapat demikian, dan memasukan staffing sebagai fungsi utama. Di dalam

setiap kejadian, pengorganisasian melahirkan peranan kerja dalam struktur formal

dan dirancang untuk memungkinkan manusia bekerja sama secara efektif guna

mencapai tujuan bersaama (Terry, 2008:17).

Actuating, atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang

dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang

ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar ujuan-tujuan dapat

tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari

pegawai-pegawainya, memberi penghargaan, memimpin, mengembangkan dan

memberi komponsasi kepada mereka (Terry, 2008:17). Pengarahan merupakan

suatu kegiatan untuk mengintregasikan usaha-usaha anggota-anggota dari suatu

kelompok, sehingga melalui tugas-tugas mereka dapat terpenuhi tujuan pribadi

dan kelomponya. Semua usaha kelompok menghendaki pengarahan apabila ingin

secara sukses mencapai tujuan akhir kelompok tersebut (Terry, 2008:138).

Controlling (pengendalian) ialah suatu usaha untu meneiliti kegiatan-kegiatan

yang telah dan akan dilaksanakan. Pengendalian berorientasi pada objek yang

dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orang-orang bekerja menuju sasaran

yang ingin dicapai (Terry, 2008:18). Controlling mencakup kelanjutan tugas

untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai rencana. Pelaksanaan

kegiatan dievaluasi dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan

diperbaiki supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Ada berbagai cara
26

untuk mengadakan perbaikan, termasuk merubah rencana dan bahkan tujuanya,

mengatur kembali tugas-tugas dan wewenang, tetapi seluruh perubahan dilakukan

melalui manusianya. Orang yang bertanggungjawab atas penyimpangan yang

tidak diinginkan itu harus dicari dan mengambil langkah-langkah perbaikan

terhadap hal-hal yang sudah atau akan dilaksanakan (Terry, 2008:166).

Staffing atau assembling resources adalah fungsi manajemen yang berkenaan

dengan penarikan, penempatan, pemberian latihan dan pengembangan anggota-

anggota organisasi (Handoko, 2003:233). Staffing merupakan kegiatan merekrut,

memilih, mempromosikan, memindahkan dan pengunduran diri dari para anggota

manajemen. Pendekatan tersebut mengemukakan hal-hal yang penting dalam

mengisi tugas-tugas manajerial dengan orang-orang yang tepat (Terry, 2008:112).

Motivating (motivasi) berasal dari bahasa latin, Mavare yang berarti

dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia,

khususnya diberikan kepada bawahan atau pengikut. Menurut Hasibuan dalam

(Hasibuan, 2001:219) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja

efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Budgeting (anggaran) adalah laporan-laporan formal sumber daya keuangan

yang disisihkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu selama periode

waktu yang ditetapkan. Anggaran menunjukkan pengeluaran, penerimaan, atau

laba yang direncanakan di waktu yang akan datang. Anggaran mencerminkan

sasaran, rencana dan program-program organisasi yang dinyatakan dalam bentuk


27

bilangan. Angka-angka perencanaan ini menjadi standar dimana pelaksanaan di

waktu yang akan datang diukur (Handoko, 2003:377).

System (sistem) menurut Davis dalam Hasibuan (2001:253) adalah sebagai

berikut:

“System can be abstract or physical. An abstract system is an orderly


arrangement of interdependent ideas or constructs. For example, a
system of theology is an orderly arrangement of ideas about God, man,
etc. A physical system is a set of elements which operate together to
accomplish an objective”. Artinya: sistem dapat abstrak atau fisis. Sistem
yang abstrak adalah susunan yang teratur dari gagasan-gagasan atau
konsepsi-konsepsi yang saling bergantungan. Misalnya, sistem teologi
adalah sistem yang teratur dari gagasan-gagasan tentang Tuhan, manusia
dan sebagainya. Sistem yang beRumah Sakitifat fisis adalah serangkaian
unsur yang bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Coordinating (koordinasi) adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan

dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan

para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2001:85). Terry

dalam Hasibuan (2001:96), koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan

teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan

pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada

sasaran yang telah ditentukan. Definisi Terry ini berarti bahwa koordinasi adalah

pernyataan usaha dan meliputi ciri-ciri sebagai berikut:

1. Jumlah usaha, baik secara kuantitatif maupun kualitatif;

2. Waktu yang tepat dari usaha-usaha ini;

3. Pengarahan usaha-usaha ini.

Evaluating (penilaian) adalah proses pengukuran dan perbandingan hasil-

hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.

Penilaian itu sendiri mengandung tujuan-tujuan motivatif. Apabila para manajer


28

mengevaluasikan hasil-hasil pekerjaan dan potensi bawahan mereka, maka

mereka mengetahui hal-hal yang telah dikerjakan oleh bawahan dan mereka

sendiri juga harus meningkatkan keterampilan dan kemampuan mereka (Terry,

2008:160).

Reporting (laporan) adalah kegiatan berhubungan dengan laporan dari setiap

kejadian, lancar tidaknya aktivitas, apakah ada kemajuan atau tidak. Ini kebalikan

dari directing yang datang dari atasan ke bawahan sedang ini dari bawah keatas.

Disini terjadi “two-way traffic”. Kegiatan eksekutif menyampaikan informasi

tentang apa yang sedang terjadi kepada atasannya, termasuk menjaga agar dirinya

dan bawahannya tetap mengetahui informasi lewat laporan-laporan, penelitian dan

inspeksi.

Forecasting (peramalan) merupakan usaha untuk meramal melalui studi dan

analisa terhadap data yang tersedia, potensi oprasional dan kondisi kondisi dimasa

yang akan datang. Forecasting juga mencoba untuk mengetahui lebih dahulu

situasi dari lingkungan sosial di masa yang akan datang dimana perusahaan akan

melakukan kegiatannya (Terry, 2008:52).

Facilitating, fungsi fasilitas meliputi pemberian fasilitas dalam arti luas yakni

memberikan kesempatan kepada anak buah agar dapat berkembang ide-ide dari

bawahan diakomodir dan kalau memungkinkan dikembangkan dan diberi ruang

untuk dapat dilaksanakan.

2.1.2 Definisi Pengelolaan


29

Pengelolaan adalah suatu istilah yang berasal dari kata “kelola”

mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk menggali dan

memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna

mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.

Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha

yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja

dalam mencapai tujan tertentu. Definisi pengelolaan oleh para ahli terdapat

perbedaan–perbedaan hal ini disebabkan karena para ahli meninjau

pengertian dari sudut yang berbeda-beda. Ada yang meninjau pengelolaan

dari segi fungsi, benda, kelembagaan dan yang meninjau pengelolaan sebagai

suatu kesatuan. Namun jika dipelajari pada prinsipnya definisi-definisi

tersebut mengandung pengertian dan tujuan yang sama

(http://ado1esen.blogspot.com/2014/02/menurut-para-ahli.html).

Definisi dan pengertian pengelolaan menggunakan beberapa

pemahaman (http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan), yaitu: proses

mempertimbangkan hubungan timbal balik antara kegiatan pembangunan

yang secara potensial terkena dampak kegiatan-kegiatan tersebut. Dapat juga

diartikan sebagai suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan secara

rasional tentang pemanfaatan segenap sumber daya alam yang terkandung

didalamnya secara berkelanjutan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia pengelolaan adalah (1) proses, cara, perbuatan mengelola; (2)

proses melakukan kegiatan tertentu dng menggerakkan tenaga orang lain; (3)

proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; (4)


30

proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam

pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. (Kamus Besar Bahasa

Indonesia).

Pengelolaan rumah sakit adalah semua upaya, termasuk proses yang

terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,

pembuatan keputusan, alokasi sumber daya manusia dan implementasi serta

penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan,

yang dilakukan oleh rumah sakit sebagai Badan Layanan Umum (BLU) yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dan

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang bertujuan menggali dan

memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara efektif untuk mencapai

tujuan organisasi yang telah ditentukan.

2.1.3 Definisi Rumah Sakit

WHO (World Health Organization) mendefinisikan rumah sakit sebagai

berikut:

“is an integral part of social and medical organization, the function of


which is to provide for the population complete health care, both
curative and preventive and whose out patient service reach out to the
family and its home environment; the hospital is also a centre for the
training of health workeRumah Sakit and biosocial research”. Artinya
rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan
kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan
penyakit (preventif) kepada masyarakat.
31

Berdasarkan Undang-undang No. 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit,

yang dimaksud rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Sedangkan

berdasarkan Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, yang dimaksud rumah sakit

merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit

maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta

memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.

Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah

rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu

jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis

penyakit atau kekhususan lainnya. Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit

yang dikelola pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang

bersifat nirlaba. Sedangkan Rumah Sakit Privat adalah rumah sakit yang

dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan

terbatas atau persero.

2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit di Indonesia

Di Indonesia dikenal tiga jenis rumah sakit sesuai dengan

kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan

kepemilikannya, dibedakan tiga macam rumah sakit yaitu Rumah Sakit


32

Pemerintah (Rumah Sakit Pusat, Rumah Sakit Propinsi, Rumah Sakit

Kabupaten), Rumah Sakit BUMN/ABRI, dan Rumah Sakit Swasta

yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam negeri (PMDN)

dan sumber luar negeri (PMA). Jenis Rumah Sakit yang kedua adalah

Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Khusus (mata,

paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dsb). Jenis Rumah Sakit yang

ketiga adalah Rumah Sakit kelas A, kelas B (pendidikan dan non-

pendidikan), Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D

(Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah

meningkatkan status semua Rumah Sakit Kabupaten menjadi kelas C.

Kelas Rumah Sakit juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan

yang tersedia. Pada Rumah Sakit kelas A tersedia pelayanan spesialistik

yang luas termasuk spesialistik. Rumah Sakit kelas B mempunyai

pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar.

Rumah Sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar

(bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak). Di Rumah Sakit kelas D

hanya terdapat pelayanan medis dasar. Keputusan Menteri Kesehatan

No.134 Menkes/SK/IV/78 Th.1978 tentang susunan organisasi dan tata

kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia antara lain:

a) Pasal 1: Rumah Sakit Umum adalah organisasi di

lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah

dan bertanggung jawab langsung kepada Dirjen Yan Medik;


33

b) Pasal 2: Rumah Sakit Umum mempunyai tugas

melaksanakan pelayanan kesehatan (caring) dan

penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan keadaan

cacat badan dan jiwa (rehabilitation);

c) Pasal 3: Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Rumah

Sakit mempunyai fungsi:

1. Melaksanakan usaha pelayanan medik;

2. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik;

3. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan

pemulihan kesehatan;

4. Melaksanakan usaha perawatan;

5. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan

paramedis;

6. Melaksanakan sistem rujukan;

7. Sebagai tempat penelitian.

d) Pasal 4: Rumah Sakit Umum yang dimaksud dalam

keputusan ini adalah Rumah Sakit kelas A, kelas B, kelas C.

1. Rumah Sakit Umum kelas A adalah Rumah Sakit yang

melaksanakan pelayanan kesehatan yang spesialistik dan

subspesialistik yang luas;

2. Rumah Sakit Umum kelas B adalah Rumah Sakit yang

melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik yang

luas;
34

3. Rumah Sakit Umum kelas C adalah Rumah Sakit yang

melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik paling

sedikit empat spesialis dasar yaitu: Penyakit Dalam,

Penyakit Bedah, Penyakit Kebidanan/Kandungan, dan

Kesehatan Anak.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa

hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca

diantaranya:

1. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UniveRumah Sakititas

Sultan Ageng Tirtayasa yang ditulis oleh Gitry Wulanjani Tahun 2011

dengan judul Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien

Rawat Inap pada Rumah Sakit Umum Daerah Serang, pada penelirian

tersebut peneliti menggunakan teori Kualitas Pelayanan (Zeithaml

Parasuraman dalam Arief 2007:125-128) sebagai pedoman dalam

melakukan penelitiannya. Indikator penelitian terdiri dari: Tangible

(fasilitas fisik), Reliabilitas, Responsivitas, Kompetensi, Courtesy

(Kesopanan), Kredibilitas, Keamanan, Akses dan Komunikasi.

Metodologi dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan

pendekatan korelasi. Adapun hasil dari penelitian Pengaruh Kualitas

Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap pada Rumah Sakit


35

Umum Daerah Serang menunjukan bahwa Kualitas pelayanan

mempengaruhi tingkat kepuasan pasien rawat inap pada Rumah Sakit

Umum Daerah Serang sebesar 45,0% dan sisanya 55,0% dipengaruhi

faktor lain. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang

peneliti lakukakan adalah fokus penelitian yaitu rumah sakit. Sedangkan

perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan

adalah locus penelitian, skripsi ini dilakukan di Kabupaten Serang

sedangkan peneliti melakukan penelitian di Kota Cilegon, selanjutnya teori

yang digunakan dalam skripsi ini adalah Indikator Kualitas Pelayanan dari

Zeithaml Parasuraman dalam Arief (2007:125-128) sedangkan peneliti

menggunakan teori Terry (Hasibuan, 2001:38) fungsi-fungsi manajemen

yang terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, Controlling.

2. Skripsi Fakultas kesehatan masyarakat, Program Studi Manajemen Rumah

Sakit, Departemen Administrasi Kebijakan dan Kesehatan, Depok, ditulis

oleh Dewi Ikasari pada Januari 2012 dengan judul Tingkat Standar

Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Berdasarkan Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit Tahun 2011. Pada penelitian tersebut

peneliti menggunakan teori indikator yang ada dalam Standar Pelayanan

Rawat Inap berdasarkan PERMENKES RI No. 129/MENKES/SK/II/2008

dari 15 (lima belas) indikator menjadi 10 (sepuluh) indikator Standar

Pelayanan Minimal Rawat Inap Rumah Sakit sebagai pedoman dalam

melakukan penelitiannya. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan

metode kuantitatif deskriptif. Adapun hasil penelitian tersebut


36

mendapatkan bahwa pelayanan rawat inap Rumah Sakit Haji Jakarta sudah

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan dimaksud sepuluh (10)

indikator yang ada berdasarkan PERMENKES RI No

129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah

Sakit terdapat tiga (3) indikator yang belum sesuai, yaitu indikator pemberi

pelayanan di rawat inap, jam visite dokter spesialis, serta angka kematian

pasien lebih dari 48 jam. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang

sedang peneliti lakukakan adalah fokus penelitian yaitu mengenai rumah

sakit. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sedang

peneliti lakukan adalah locus penelitian, skripsi ini dilakukan di Jakarta

sedangkan peneliti melakukan penelitian di Kota Cilegon, selanjutnya teori

yang digunakan dalam skripsi ini adalah Indikator Standar Pelayanan

Minimal dari PERMENKES RI No. 129/MENKES/SK/II/2008 sedangkan

peneliti menggunakan teori Terry (Hasibuan, 2001:38) fungsi-fungsi

manajemen yang terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, Controlling.

Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No. ITEM Peneliti A Peneliti B Peneliti C /

Mhs ybs

1 Judul Pengaruh Kualitas Tingkat Standar Manajemen


Pelayanan terhadap Pelayanan Rawat Pengelolaan Rumah
Kepuasan Pasien Inap di Rumah Sakit Sakit Umum
Rawat Inap pada Haji Jakarta Daerah Kota
Rumah Sakit Umum Berdasarkan Standar Cilegon
Pelayanan Minimal
37

Daerah Serang Rumah Sakit Tahun


2011

2 Tahun 2011 2012 2015

3 Tujuan untuk dapat untuk mengetahui untuk mengetahui


Penelitian mengetahui seberapa tingkat Standar bagaimana
besar pengaruh Pelayanan penerapan
kualitas pelayanan manajemen
Rawat Inap di
terhadap kepuasan pengelolaan Rumah
Rumah Sakit Haji
pasien rawat inap di Sakit Umum
Jakarta Tahun 2011
Rumah Sakit Umum Daerah Kota
berdasarkan
Daerah Serang Cilegon
Keputusan Menteri
Kesehatan RI No:

129/MENKES/SK/II
/2008 tentang
Standar

Pelayanan Minimal
Rumah Sakit dan
Peraturan Menteri
Kesehatan RI No:
340/MENKES/PER/
III/2010 tentang

Klasifikasi Rumah
Sakit

4 Teori Kualitas Pelayanan (Z. indikator dalam Fungsi-fungsi


Parasuraman dalam Standar manajemen POAC
Arief 2007:125-128): (Planning,
Pelayanan Rawat
Organizing,
1. Tangible (fasilitas Inap berdasarkan
Actuating,
fisik); KEPMENKES RI
Controlling)
2. Reliabilitas; No:
menurut Terry
3. Responsivitas;
129/MENKES/SK/II dalam Hasibuan
4. Kompetensi;
/2008 dari 15 (lima (2001:38)
5. Courtesy
38

(kesopanan); belas) indikator


6. Kredibiltas; menjadi 10
7. Keamanan; (sepuluh)
8. Akses;
indikator Standar
9. Komunikasi.
Pelayanan Minimal
Rawat Inap Rumah
Sakit

5 Metode / Kuantitatif Korelasi Kuantitatif Kualitatif


Paradigma Deskriptif Deskripstif

6 Hasil Kualitas pelayanan Hasil penelitian Manajemen


Penelitian mempengaruhi tingkat mendapatkan bahwa pengelolaan
/ kepuasan pasien rawat pelayanan rawat Rumah Sakit
Kesimpula inap pada Rumah Sakit inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota
n Umum Daerah Serang Haji Jakarta sudah Cilegon masih
sebesar 45,0% dan sesuai dengan belum optimal dan
sisanya 55,0% Peraturan Menteri masih diperlukan
dipengaruhi faktor lain Kesehatan perbaikan serta
dimaksud. sepuluh peningkatan
(10) indikator yang terhadap
ada berdasarkan pengelolaannya
Peraturan Menteri
Kesehatan RI

Nomor
129/MENKES/SK/II
/2008 tentang

Standar Pelayanan
Minimal Rumah

Sakit terdapat 3
(tiga) indikator yang
belum sesuai

yaitu indikator :
pemberi
39

pelayanan di rawat
inap, jam visit dokter
spesialis, angka
kematian pasien
lebih

dari 48 jam sehingga


rawat inap Rumah
Sakit Haji Jakarta
masih perlu
meningkatkan diri
sesuai standar yang
ditetapkan
pemerintah

7 Persamaan Fokus penelitian yaitu Fokus penelitian Fokus penelitian


sama-sama meneliti yaitu sama-sama yaitu sama-sama
tentang rumah sakit meneliti tentang meneliti tentang
rumah sakit rumah sakit

8 Perbedaan Menggunakan teori Menggunakan teori Menggunakan teori


dan metode penelitian dan metode dan metode
yang berbeda penelitian yang penelitian yang
berbeda berbeda

9 Kritik Penelitian yang Penelitian yang Penelitian yang


dilakukan hanya dilakukan hanya dilakukan
berdasarkan angket berdasarkan angket menggunakan
yang telah diberikan yang telah diberikan metode kualitatif
kepada responden kepada responden cenderung lebih
terkait sehingga tidak terkait sehingga memerlukan waktu
mendalami masalah tidak mendalami yang lama
yang terjadi dalam masalah yang terjadi dibandingkan dua
lingkungan dalam lingkungan penelitian terdahulu
penelitiannya penelitiannya tersebut

10 Sumber Skripsi dari Fakultas Skripsi dari Fakultas Peneliti ybs.


Ilmu Sosial dan Ilmu kesehatan
Politik, UniveRumah masyarakat,
40

Sakititas Sultan Ageng Program Studi


Tirtayasa, Serang, Manajemen rumah
2011. Sakit, Departemen
Administrasi
Kebijakan dan
Kesehatan, Depok,
Januari 2012.

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Kerangka berpikir dari peneelitian ini tentang Manajemen Pengelolaan

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon. Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Cilegon salah satu organisasi sektor publik yang bergerak dalam bidang pelayanan

jasa kesehatan yang mempunyai tugas melaksanakan suatu upaya kesehatan

secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan atau mementingkan

upaya penyembuhan dan pemulihan yang telah dilaksanakan secara serasi dan

terpadu oleh pihak rumah sakit dalam upaya peningkatan dan pencegahan

penyakit serta upaya perbaikan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.983/Men.Kes/SK/XI/1992). Rumah Sakit Umum Darah Kota

Cilegon juga merupakan salah satu unit bisnis pemerintah (sektor publik) yang

memiliki kewajiban memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan

optimal tanpa tujuan mencari laba (non profit organization). Untuk memberikan

pelayanan kesehatan yang optimal seperti yang diharapkan, dibutuhkan biaya

yang cukup besar dalam perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian dan

pengendalian yang baik. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon sebagai rumah

sakit rujukan pelayanan kesehatan. Perbaikan manajemen pengelolaan dalam

rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan, sarana dan


41

prasarana dalam rumah sakit tersebut. Dalam kondisi demikian, diperlukan

pemikiran ulang tentang bagaimana manajemen pengelolaan yang baik dan dapat

diterapkan terhadap keberadaan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon

tersebut.

Untuk mengetahui sejauh mana manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Cilegon, peneliti menggunakan teori POAC dari G.R. Terry

(Hasibuan, 2001:38) yang terdiri dari: Planning, Organizing, Actuating, dan

Controlling. Karena untuk menjadikan sebuah Rumah Sakit yang berjalan dengan

optimal diperlukan planning (rencana) yang baik untuk dijadikan penentuan

tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang terbaik dari alternatif-

alternatif yang ada. Kemudian organizing (pengorganisasian) menentukan,

mengelompokan, dan mengatur bermacam-macam aktivitas yang diperlukan

untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini,

menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif

didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas

tersebut. Actuating (pengarahan) mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja

sama dalam mengelola rumah sakit dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan.

Controlling (pengendalian) pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja

bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan

dapat terselenggara. Untuk mempermudah memahami alur berpikir, peneliti

menggambarkan dalam kerangka berpikirnya sebagai berikut:

Permasalahan: Terry dalam Hasibuan(2001:38)

1. Perencanaan yang tidak sesuai dengan 1. Planning


kebutuhan rumah sakit; 2. Organizing
2. Ketidaksiap/siaganya tenaga medis 3. Actuating
4. Controlling
yang tersedia;
3. Manajemen pengelolaan sumber daya
manusia yang kurang baik:
4. Pelaksanaan pelayanaan yang berjalan
Perbaikan manajemen pengelolaan
lambat; Rumah Sakit Umum Daerah Kota
42

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
(Sumber: Peneliti, 2015)

2.4 Asumsi Dasar

Asumsi dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan kajian

pustaka dan kajian teori yang digunakan sebagai dasar argumentasi. Berdasarkan

pada kerangka pemikiran yang dipaparkan diatas, peneliti telah melakukan

observasi awal, maka peneliti berasumsi bahwa dalam manajemen pengelolaan

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon masih belum berjalan optimal dan

masih diperlukan perbaikan serta peningkatan terhadap pengelolaannya.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metodologi Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara dan prosedur yang

sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan

maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah

tersebut (Ulber, 2010:12). Adapun metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode

penelitian kualitatif ini sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik

karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah. Objek dalam

penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah yaitu objek yang apa adanya, tidak

dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti memasuki objek

dan setelah keluar dari objek relatif tidak berubah.

Pendekatan deskriptif digunakan sebagai prosedur pemecahan masalah yang

diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang dimaksudkan untuk

mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual mengenai manajemen

pengelolaan Rumah Sakit Daerah di Kota Cilegon.

43
44

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang

akan dilakukan. Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian adalah Manajemen

Pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian menjelaskan tempat (locus) penelitian, serta alasan memilih

lokasi penelitian tersebut. Lokasi penelitian mengenai Manajemen Pengelolaan

Rumah Sakit Umum Daerah di Kota Cilegon, Provinsi Banten. Lokasi penelitian

dipilih karena ingin mengungkap masalah yang terjadi di daerah tersebut serta

nantinya memberi solusi yang berguna untuk perbaikan mutu pengelolaan Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

3.4 Dimensi Penelitian

3.4.1 Definisi Konsep

Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari

dimensi yang akan diteliti berdasarkan kerangka teori yang digunakan. Pada

penelitian ini dimensinya adalah Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Cilegon yang akan diteliti menggunakan teori fungsi

manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating,Controlling) dari Terry.

1. Planning ialah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk

mencapai tujuan yang digariskan, planning mencakup kegiatan

pengambilan keputusan, karena termasuk pemilihan aternatif-alternatif

keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan

melihat kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan


45

untuk masa mendatang (Terry, 2008:17). Planning merupakan

pemilihan dan menghubungkan fakta, menggunakan asumsi-asumsi

tentang masa depan dalam membuat visualisasi dan perumusan

kegiatan yang diusulkan dan memang perludilakukan untuk mencapai

hasil yang diinginkan (Terry, 2008:46).

2. Organizing merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksanakan

untuk dan mengatur seluruh komponen-komponen yang dibutuhkan

termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan

dengan sukses. Manusia merupakan unsur yang terpenting melalui

pengorganisasian manusia dapat di dalam tugas-tugas yang saling

berhubungan (Terry, 2008:73). Organizing mencakup: membagi

komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan

kedalam kelompok-kelompok, membagi tugas kepada seorang manajer

untuk mengadakan pengelompokan tersebut dan menetapkan

wewenang diantara kelompok atau unit-unit organisasi.

Pengorganisasian berhubungan erat dengan manusia, sehingga

pencaharian dan penugasannya kedalam unit-unit organisasi dimasukan

sebagai bagian dari unsur organizing. Ada yang tidak berpendapat

demikian, dan memasukan staffing sebagai fungsi utama. Di dalam

setiap kejadian, pengorganisasian melahirkan peranan kerja dalam

struktur formal dan dirancang untuk memungkinkan manusia bekerja

sama secara efektif guna mencapai tujuan bersama (Terry, 2008:17).


46

3. Actuating, atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang

dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan

yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar

tujuan-tujuan dapat tercapai. Actuating mencakup penetapan dan

pemuasan kebutuhan manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi

penghargaan, memimpin, mengembangkan dan memberi komponsasi

kepada mereka (Terry, 2008:17). Pengarahan merupakan suatu kegitan

untuk mengintregasikan usaha anggota-anggota dari suatu kelompok,

sehingga melalui tugas-tugas mereka dapat terpenuhi tujuan pribadi

dan kelompoknya. Semua usaha kelompok menghendaki pengarahan

apabila ingin secara sukses mencapai tujuan akhir kelompok tersebut

(Terry, 2008:138).

4. Controlling (pengendalian) ialah suatu usaha untuk meneiliti kegiatan-

kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan. Pengendalian berorientasi

pada objek yang dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orang-

orang bekerja menuju sasaran yang ingin dicapai (Terry, 2008:18).

Controlling mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah kegiatan-

kegiatan dilaksanakan sesuai rencana. Pelaksanaan kegiatan dievaluasi

dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan diperbaiki

supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Ada berbagai cara

untuk mengadakan perbaikan, termasuk merubah rencana dan bahkan

tujuanya, mengatur kembali tugas-tugas dan wewenang, tetapi seluruh

perubahan dilakukan melalui manusianya. Orang yang


47

bertanggungjawab atas penyimpangan yang tidak diinginkan itu harus

dicari danmengambil langkah-langkah perbaikan terhadap hal-hal yang

sudah atau akan dilaksanakan (Terry, 2008:166).

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau dimensi yang

akan diteliti dalam rincian yang terukur. Adapun dimensi dalam penelitian ini

ialah manajemen pengelolaan yang bertujuan meningkatkan nilai guna yang

diciptakan organisasi untuk kesejahteraan masyarakat, berhubungan dengan

itu masalah yang terjadi dilapangan yakni:

1. Perencanaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan rumah sakit;

2. Ketidaksiap/siaganya tenaga medis yang tersedia;

3. Manajemen pengelolaan sumber daya manusia yang kurang baik:

4. Pelaksanaan pelayanaan yang berjalan lambat;

5. Minimnya pengawasan terhadap manajemen dalam pengelolaan

tenaga medis;

6. Sarana prasarana yang belum menunjang kenyamanan pasien.

Permasalahan tersebut dapat terjawab dengan menggunakan teori

Fungsi Manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling)

dari Terry (Hasibuan, 2011:38). Yang peneliti simpulkan sementara bahwa

proses manajemen di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon belum

berjalan dengan optimal. Untuk mempermudah peneliti memahami, berikut

disajikan tabel seperti dibawah ini.


48

Tabel 3.1
Definisi Operasional
No. Fokus Sub Fokus
1. Planning (perencanaan) a. Tujuan;
b. Kebijaksanaan;
c. Prosedur;
d. Rule;
e. Program;
f. Budget;
2. Organizing a. Pembagian kerja;
(pengorganisasian) b. Sistem kerja;
c. Penetapan dan pengelompokan kerja;
d. Tata tertib;
e. Pendelegasian wewenang;
f. Unsur-unsur dan alat-alat organisasi;
g. Penempatan kerja.
3. Actuating (pelaksanaan) a. Pengarahan tujuan;
b. Perintah kerja;
c. Dorongan dan motivasi kerja;
d. Pemecahan masalah.
4. Controlling a. Penentuan standar-standar;
(pengendalian) b. Pengukuran hasil;
c. Membandingkan hasil dengan standar
yang ada;
d. Evaluasi.
(Sumber: Peneliti, 2015)

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian diperlukan suatu alat ukur yang tepat dalam proses

pengolahannya. Hal ini untuk mencapai hasil yang diinginkan. Alat ukur dalam
49

penelitian disebut juga instrumen penelitian atau dengan kata lain bahwa pada

dasarnya instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan dalam mengukur

fenomena alam atau sosial yang diamati.

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti itu

sendiri (human instrument). Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus

“divalidasi” seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian yang selanjutnya

terjun ke lapangan. Validitas terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi

validitas terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan

terhadap bidang yang diteliti dan kesiapan peneliti untuk memasuki objek

penelitian baik secara akademik maupun logistiknya. Adapun yang melakukan

validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman

terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang

diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan (Sugiyono, 2012:59).

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Sumber data utama atau primer dalam penelitian kualitatif ialah kata-

kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan atau data sekunder seperti

dokumen, dan lain-lain. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan peneliti

dalam mengumpulkan data berupa pedoman wawancara, buku catatan, kamera

dan alat perekam (handphone).

3.6 Informan Penelitian

Penentuan informan dalam penelitian mengenai manajemen pengelolaan ini

adalah dengan menggunakan teknik purposive (bertujuan), yaitu merupakan

metode penetapan informan dengan berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu


50

disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan. Adapun yang menjadi informan

dalam penelitian ini antara lain peneliti muat dalam tabel berikut.

Tabel 3.2
Informan Penelitian
No. Kode
Nama Keterangan Kategori Informan
Informan
1 I1-1 Dr. Wakil Direktur RSUD Cilegon Key Informan
Meysuri Bagian Keuangan
2 I1-2 Edi Kepala Subbagian Perencanaan Key Informan
dan Pelaporan RSUD Cilegon
3 I1-3 Hindun Kepala Subbagian Key Informan
Kepegawaian RSUD Cilegon
4 I1-4 Tenaga Kesehatan RSUD Key Informan
Cilegon
5 I1-5 Teti Pegawai/Staf RSUD Cilegon Key Informan
Nurcahyati
6 I2-1 Ardiansyah Kepala Subbidang Key Informan
, SH Pengembangan Karir Badan
Kepegawaian Daerah Cilegon
7 I3-1 Suntani Inspektorat Kota Cilegon Key Informan
8 I4-1 - Badan Pemeriksa Keuangan Secondary Informan
Provinsi Banten (tidak bersedia di
wawancara)
9 I5-1 Sulastri Pasien Rawat Inap (BPJS) Secondary Informan
10 I5-2 Sukardan Pasien Rawat Inap (Non BPJS) Secondary Informan
11 I5-3 Suyatno Pasien Rawat Jalan (BPJS) Secondary Informan
12 I5-4 Septian Pasien Rawat Jalan (Non Secondary Informan
BPJS)
13 I5-5 Agus Masyarakat Sekitar / Keluarga Secondary Informan
Pasien
14 I5-6 Fitria Masyarakat Sekitar / Keluarga Secondary Informan
Pasien
(Sumber: Peneliti, 2016)

Dari tabel diatas peneliti akan menjelaskan peran informan pada penelitian ini:

1. Direktur/Wakil Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon adalah

pembuat kebijakan mengenai pengelolaan di Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Cilegon. Dalam tingkat manajemen disebut top mangement

(manajemen puncak), keahlian yang dimiliki para manajer tingkat puncak


51

adalah konseptual, artinya keahlian untuk membuat dan merumuskan

konsep untuk dilaksanakan oleh tingkatan manajer dibawahnya.

2. Kepala SubBagian Perencanaan dan Pelaporan Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Cilegon adalah orang yang bertanggung jawab memastikan rencana

dan memastikan tercapainya suatu tujuan. Dalam tingkat manajemen disebut

middle management (manajemen menengah) yaitu orang yang memiliki

keahlian interpersonal/manusiawi artinya keahlian untuk berkomunikasi,

bekerja sama dan memotivasi orang lain.

3. Kepala SubBagian Kepegawaian Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon

adalah orang yang bertanggung jawab menyelenggarakan pengadaan seleksi

calon pegawai, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian serta pemenuhan

kebutuhan pegawai di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

4. Pegawai/Staf Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon adalah pihak

pelaksana dari segala perencanaan, yang berhadapan langsung maupun tidak

langsung dengan pasien dalam hal pelayanan.

5. Ketua Satuan Pengawas Internal adalah pihak yang mengaudit,

mengevaluasi kinerja serta semua jenis pelaporan yang ada di Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Cilegon.

6. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Cilegon adalah pihak yang

bertanggung jawab menyelenggarakan pengangkatan, pemindahan serta

pemberhentian pegawai.
52

7. Kepala Badan Pengawas Daerah Kota Cilegon adalah pihak yang

mengaudit, mengevaluasi kinerja serta semua jenis pelaporan yang ada di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

8. Kepala Badan Pengawas Keuangan Provinsi Banten adalah pihak yang

mengaudit, mengevaluasi kinerja serta semua jenis pelaporan yang ada di

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

9. Pasien Rawat Inap, Pasien Rawat Jalan dan Masyarakat adalah sasaran dari

tujuan target rencana manjemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Cilegon dan merasakan pelayanan dari rumah sakit tersebut.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian kualitatif tidak ada istilah populasi, tetapi dinamakan

“social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu:

tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi

secara strategis. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan dengan

responden, tetapi dinamakan dengan narasumber, atau partisipan, atau

informan. Selanjutnya teknik pengumpulan data merupakan langkah yang

paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka

penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

ditetapkan (Sugiyono, 2012:63). Adapun teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut:


53

1. Wawancara

Adapun teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dalam

penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam

(indepth interview) adalah data yang diperoleh terdiri dari kutipan

langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat perasaan dan

pengetahuan informan penelitian. Informan penelitian adalah orang

yang memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu

berbagai keperluan yang dibutuhkan yaitu penentuan informan yang

terdiri dari informan kunci dan informan sekunder, kriteria informan

dan pedoman wawancara disusun dengan rapih dan terlebih dahulu

dipahami peneliti. Selain itu, sebelum melakukan wawancara peneliti

juga melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian;

b. Menjelaskan alasan informan terpilih untuk diwawancarai;

c. Menjelaskan situasi atau badan yang melaksanakan;

d. Mempersiapkan pencatatan data wawancara.

Hal-hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi kepada

informan untuk melakukan wawancara dengan menghindari keasingan

serta rasa curiga informan untuk memberikan keterangan dengan jujur,

selanjutnya peneliti mencatat keterangan-keterangan yang diperoleh

dengan cara pendekatan kata-kata dan merangkainya kembali dalam

bentuk kalimat (Nazir, 2009:200). Pada penelitian ini, peneliti


54

menggunakan wawancara tak terstruktur. Wawancara tak terstruktur ini

adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan

pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap

untuk pengumpulan datanya, namun pedoman wawancara yang digunakan

hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Adapun secara garis besar, pedoman wawancara yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu:

Tabel 3.3
Pedoman Wawancara
No. Dimensi Sub Dimensi

1. Planning a. Tujuan;
(perencanaan) b. Kebijaksanaan;
c. Prosedur;
d. Rule;
e. Program;
f. Budget;
g. Metode;
h. Strategi.
2. Organizing a. Pembagian kerja;
(pengorganisasian) b. Sistem kerja;
c. Penetapan dan pengelompokan
kerja;
d. Tata tertib;
e. Pendelegasian wewenang;
f. Unsur-unsur dan alat-alat
organisasi;
g. Penempatan kerja.
55

3. Actuating a. Pengarahan tujuan;


(pelaksanaan) b. Perintah kerja;
c. Dorongan dan motivasi kerja;
d. Pemecahan masalah.
4. Controling a. Penentuan standar-standar;
(pengendalian) b. Pengukuran hasil;
c. Membandingkan hasil dengan
standar yang ada;
d. Evaluasi.
(Sumber: Peneliti, 2016)

2. Pengamatan/Observasi

Dalam penelitian ini, teknik observasi/pengamatan yang

digunakan adalah observasi/pengamatan secara terang-terangan.

dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan

terus terang kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan

penelitian sehingga mereka yang diteliti mengetahui sejak awal

sampai akhir tentang aktivitas peneliti dan juga peneliti terlibat

dengan kegiatan sehari-hari yang menjadi sumber data penelitian

sehingga diperlukan data yang akurat lengkap, tajam dan terpercaya.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya catatan-catatan, peraturan, kebijakan, laporan-laporan.

Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup,

sketsa dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari


56

penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian

kualitatif (Sugiyono, 2012:82). Dokumentasi dalam penelitian ini

berupa dokumen-dokumen yang mendukung penelitian menganai

manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah di Kota

Cilegon.

4. Studi Literatur/Kepustakaan

Studi literatur/kepustakaan merupakan pengumpulan data

penelitian yang diperoleh dari berbagai referensi baik buku ataupun

jurnal ilmiah yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Dalam sebuah penelitian kualitatif analisis data dilakukan sejak

sebelum peneliti memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah

selesai di lapangan. Namun faktanya analisis data kualitatif

berlangsung selama proses pengumpulan data. Data yang terkumpul

harus diolah sedemikian rupa hingga menjadi informasi yang dapat

digunakan dalam menjawab perumusan masalah yang diteliti.

Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif

dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga

datanya sudah jenuh. Adapun teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif deskriptif

dari Irawan. Langkah-langkah dalam melakukan analisis data

menurut Irawan (2006:5.27) yaitu:

a) Pengumpulan data mentah


57

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data mentah misalnya

melalui wawancara, observasi lapangan, dan kajian pustaka.

Pada tahap ini juga digunakan alat bantu yang diperlukan,

seperti tape recorder, kamera, dan lain-lain. Catatan hasil

wawancara hanya data yang apa adanya (verbatim), tidak

dicampurkan dengan pikiran, komentar, dan sikap peneliti.

b) Transkip data

Pada tahap ini, peneliti merubah catatan dalam bentuk tulisan

(apakah itu berasal dari tape recorder atau catatan tulisan

tangan). Peneliti ketik persis seperti apa adanya (verbatim).

c) Pembuatan koding

Pada tahap ini, peneliti membaca ulang seluruh data yang

sudah ditranskip. Pada bagian-bagian tertentu dari transkip

data tersebut akan menemukan hal-hal penting yang perlu

peneliti catat untuk proses selanjutnya. Dari hal-hal penting

tersebut nanti akan diberi kode.

d) Kategorisasi data

Pada tahap ini peneliti mulai menyederhanakan data dengan

cara “mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu

besaran yang dinamakan “kategori”.

e) Penyimpulan sementara

Pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan meskipun

masih bersifat sementara. Kesimpulan ini 100% harus


58

berdasarkan data dan data yang didapatkan tidak dicampur

adukkan dengan pikiran dan penafsiran peneliti.

f) Triangulasi

Triangulasi adalah proses chek and re-check antara satu

sumber data dengan sumber data lainnya. Triangulasi

dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

1. Triangulasi teknik, dilakukan dengan cara menanyakan

hal yang sama dengan teknik yang berbeda. Bisa

dilakukan dengan teknik wawancara, observasi dan

dokumentasi.

2. Triangulasi sumber, dilakukan dengan cara menanyakan

hal yang sama melalui sumber yang berbeda. Dalam hal

ini bisa dengan teknik informan purposif atau snowball.

3. Triangulasi waktu, dilakukan dengan cara menanyakan

hal yang sama tetapi pada berbagai kesempatan misalnya,

pada waktu pagi, siang, atau sore hari.

Dengan triangulasi data tersebut, maka dapat diketahui

apakah informan/narasumber memberikan data yang sama

atau tidak. Jika informan/narasumber memberikan data yang

berbeda maka berarti datanya belum valid. Namun dalam

penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber.

g) Penyimpulan akhir
59

Kesimpulan akhir diambil ketika peneliti sudah merasa

bahwa data peneliti sudah jenuh (saturated) dan setiap

penambahan data hanya berarti ketumpang tindihan

(redundant). Langkah-langkah dalam melakukan analisis

data menurut Irawan (2006:5.27) secara lebih jelas dapat

dilihat dalam gambar sebagai berikut yaitu:

Pengumpulan Transkip Pembuatan Kategorisasi


Data Mentah Data Koding Data

Penyimpulan Penyimpulan
Triangulasi
Akhir Sementara

Gambar 3.1
Proses Analisis Data
(Sumber: Irawan, 2006:5)

3.8 Pengujian Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif dikenal uji keabsahan data. Adapun dalam

penelitian ini, untuk pengujian keabsahan datanya dilakukan dengan

menggunakan teknik triangulasi dan member check. Terdapat tiga macam teknik

triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.

Adapun pada penelitian ini, teknik triangulasi yang peneliti gunakan adalah teknik

triangulasi sumber. Triangulasi sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data

dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber

melalui hasil wawancara atau disebut juga dengan mewawancarai lebih dari satu
60

informan yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda. Sedangkan

member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada

pemberi data agar informasi yang diperoleh dan yang akan digunakan dalam

penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.

3.8 Jadwal Penelitian

KEGIATAN WAKTU PELAKSANAAN

Berikut ini merupakan jadwal penelitian Manajemen Pengelolaan Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Cilegon, peneliti sajikan pada Tabel 3.3 dibawah:

Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
61

2015 2016 2015 2016 2017 2017 2017 2017 2017 2017 2018 2018
Sep– Jan– Sep-
Mar Apr Mei Jun Jul Ags Jan Jun Jul
Des Feb Des
Observasi Data

Pengumpulan
Data Awal
Pengajuan
Judul Proposal
Penyusunan
Proposal
Bimbingan
Proposal
Pengujian
Proposal
Revisi Ujian
Proposal
Analisis Data /
Turun ke
Lapangan
Penyusunan
Hasil Skripsi

Ujian Skripsi

Revisi Ujian
Skripsi
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1 Sejarah Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon

Sebelum diresmikan menjadi sebuah RSUD Kota Cilegon, Pemerintah

Kota Cilegon telah memiliki sebuah puskesmas yaitu Puskesmas DTP

Cilegon yang berlokasi di Jalan Raya Merak – Jombang Kali Cilegon. Pada

saat itu masih berada dalam lingkungan dan pembinaan Dinas Kesehatan

Kabupaten Serang. Puskesmas pada tahun 1992 dipecah menjadi 3 (tiga)

Puskesmas:

1. Puskesmas DTP Cilegon I (Rumah Sakit Persiapan Cilegon),

berlokasi di Jalan Raya Merak Jombang Kali;

2. Puskesmas Cilegon II berlokasi di Kapling Blok C Cilegon;

3. Puskesmas Cibeber yang berlokasi di Cibeber.

Menindak lanjuti instruksi Bupati Serang tanggal 01 Mei 1996 No.

640/1053-HUK/1996 tentang Pemanfaatan Penggunaan Bangunan Rumah

Bojonegara Panggung Rawi Cilegon, yang kemudian dikembalikan fungsinya

sebagai Puskesmas DTP Cilegon. Seiring dengan perkembangan

pemerintahan administratif Cilegon berubah menjadi Kota Cilegon

berdasarkan UU No. 15 Tahun 1999 dan dengan adanya komitmen dari

Walikota Cilegon untuk memiliki Rumah Sakit sendiri, Puskesmas DTP

Cilegon I dengan ketetapan Perda No. 14 Tahun 2001 diresmikan menjadi

61
62

RSU Kota Cilegon pada Tanggal 27 April 2001. Ijin Operasional dan SK

Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Banten No. 800/2074/KES/VII/2002

tanggal 16 Juli 2002 dengan Nomor Registrasi Depkes No. 367.20.22

tertanggal 15 Agustus 2002. Dalam pekembangannya sesuai dengan SK

Walikota No. 590/Kep.168-Kp/2001 lahan RSUD Kota Cilegon seluas 4,3 Ha

ditempatkan pada lokasi di desa Panggung Rawi (Km. 3). Sejalan dengan

berjalannya waktu, RSUD Kota Cilegon dengan SK Walikota No.

445/Kep.214-Org/2007 ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum dengan

Pengelolaan Keuangan Rumah Sakit yang fleksibel, dan melalui Surat

Rekomendasi Walikota Cilegon Nomor 445/1757-Org/2007 tentang

dukungan untuk memperoleh status sebagai Rumah Sakit Kelas B Non

Pendidikan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

173/MENKES/SK/II/2008 tanggal 13 Februari 2008 tentang Penetapan Kelas

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon Milik Pemerintah Kota Cilegon

Propinsi Banten, maka RSUD Cilegon ditetapkan menjadi Rumah Sakit Kelas

B Non Pendidikan. Dan melalui SK Walikota Nomor 440/Kep.334-

RSUD/2008 tanggal 01 Juli 2008 tentang Pembebasan Biaya Rawat Inap

Kelas III pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon, maka

Biaya Rawat Inap Kelas III di RSUD Kota Cilegon dinyatakan gratis.

4.1.2 Tugas Pokok, Motto dan Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Cilegon
63

Tugas pokok dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon adalah

melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil

guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang

dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta

pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan .

Motto dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon adalah

memberikan pelayanan prima dan terjangkau .

Fungsi dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Cilegon menyelenggarakan pelayanan medis, menyelenggarakan pelayanan

penunjang medis dan non medis, menyelenggarakan pelayanan dan asuhan

keperawatan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan,

menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

4.1.3 Visi, Misi dan Strategi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon

Visi dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon adalah menjadi

Rumah Sakit Umum pemerintah dengan pelayanan dan pendidikan kesehatan

yang terunggul di Propinsi Banten.

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon memiliki beberapa misi

seperti memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna dan bermutu,

meningkatkan sarana dan prasarana sesuai dengan standar pelayanan rumah

sakit kelas B, meningkatkan profesional SDM Rumah Sakit melalui

pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan,

menyelenggarakan program pendidikan profesi medis dan paramedis.


64

Strategi yang diterapkan dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Cilegon melalui beberapa strategi seperti sinkronisasi antara kebijakan

nasional dan daerah, meningkatkan kuantitas tenaga medis spesialistik dan

paramedis disertai dengan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan,

mengembangkan, menambah dan memelihara sarana, prasarana medical

equipment terutama yang berkaitan dengan teknologi tinggi, meningkatkan

pelayanan dengan membuka spesialis/sub spesialis dan melengkapi sarana

dan prasarana secara mencukupi, peningkatan kecepatan, ketepatan,

keramahan dan efisiensi seta melakukan kerjasama dengan pelayanan

kesehatan lokal dan nasional, melakukan efisiensi dan efektifitas pelayanan

pada semua unit kerja dan unit kegiatan, melaksanakan akuntabilitas

pelayanan dengan audit medis, audit keuangan, gugus kendali mutu.

4.1.4 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan dalam Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Cilegon

a) Direktur

Berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Walikota

melalui Sekretaris Daerah mempunyai tugas pokok memimpin,

merumuskan dan mengkoordinasikan kegiatan RSUD, melakukan

pembinaan dan pengarahan kegiatan RSUD serta menyelenggarakan,

mengevaluasi dan melaporkan kegiatan RSUD agar terlaksana dengan

baik, efektif dan efisien dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tesebut, Direktur

menyelenggarakan fungsi :
65

1. Perumusan kebijakan teknis operasional dan administratif di

bidang pelayanan dan penunjang pelayanan medik dan

pelayanan keperawatan di lingkungan RSUD;

2. Penyelenggaraan dan pembinaan kesekretariatan RSUD;

3. Penyelenggaraan pembinaan aparatur di lingkungan RSUD;

4. Pengkoordinasian di bidang pelayanan dan penunjang medik

serta pelayanan keperawatan dengan instansi / pihak terkait;

5. Penyelenggaraan pelaporan pertanggungjawaban (akuntabilitas)

dan kinerja RSUD.

b) Wakil Direktur Pelayanan

Berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur,

yang mempunyai tugas pokok memimpin dan merencanakan

penyusunan program dan pengendalian anggaran, mengkoordinir,

menyelenggaakan, mengawasi serta mengevaluasi kegiatan Bidang

Pelayanan Medik, Bidang Pelayanan Keperawatan dan Bidang

Penunjang Pelayanan, membagi tugas dan mengatur serta memberikan

petunjuk kegiatan di Bidang Pelayanan Medik, Bidang Pelayanan

Keperawatan dan Bidang Penunjang Pelayanan berjalan dengan baik,

efektif dan efisien dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Wakil Direktur

Pelayanan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyelenggaraan program kerja Wakil Direktur Pelayanan;


66

2. Penyelenggaraan perumusan kebijakan teknis Wakil Direktur

Pelayanan;

3. Pengkoordinasian, pembinaan dan sinkronisasi kegiatan tiap-tiap

Bidang pada Wakil Direktur Pelayanan;

4. Penyelenggaraan pengendalian dan pengawasan di bidang

pelayanan medik, bidang pelayanan keperawataan dan bidang

penunjang pelayanan;

5. Penyelenggaraan koordinasi dengan instansi terkait di bidang

pelayanan medik, bidang pelayanan keperawatan dan bidang

penunjang pelayanan;

6. Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan Wakil Direktur

Pelayanan.

Wakil Direktur Pelayanan, membawahkan :

1. Bidang Pelayanan Medik, membawahkan;

a. Seksi Pelayanan Medik;

b. Seksi Mutu Pelayanan Medik.

2. Bidang Pelayanan Keperawatan, membawahkan;

a. Seksi Pelayanan Keperawatan;

b. Seksi Mutu Pelayanan Keperawatan.

3. Bidang Penunjang Pelayanan, membawahkan;

a. Seksi Penunjang Medik;

b. Seksi Penunjang Non Medik.

c) Wakil Direktur dan Keuangan


67

Wakil Direktur Umum dan Keuangan berkedudukan dibawah dan

bertanggung jawab kepada Direktur, yang mempunyai tugas pokok memimpin

dan merencanakan penyusunan program dan pengendalian anggaran,

mengkoordinir, menyelenggarakann, mengawasi serta mengevaluasi kegiatan

Bagian Umum, Bagian Keuangan dan Bagian Perencanaan dan Diklat, membagi

tugas mengatur serta memberian petunjuk kepada Bagian Umum, Bagian

Keuangan, dan Bagian Perencanaan dan Diklat dan memberikan laporan kepada

pimpinan sehingga kegiatan di Bagian Umum, Bagian Keuangan dan Bagian

Perencanaan dan Diklat berjalan dengan baik, efektif dan efisien dan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, Wakil Direktur

Umum dan Keuangan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyelenggaraan program kerja Wakil Direktur Umum dan

Keuangan;

2. Penyelenggaraan perumusan kebijakan teknis Wakil Direktur Umum

dan Keuangan;

3. Pengkordinasiaan, pembinaan dan sinkronisasi kegiatan tiap-tiap

bagian pada Wakil Direktur Umum dan Keuangan;

4. Penyelenggaraan pengendalan dan pengawasan di Bidang Umum,

Keuangan dan Perencanaan dan Diklat;

5. Penyelenggaraan koordinasi dengan instansi/pihak terkait di Bidang

Umum, Keuangan dan Perencanaan dan Diklat;


68

6. Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan Wakil Direktur Umum dan

Keuangan;

Wakil Direktur Umum dan Keuangan, membawahkan;

1. Bagian Umum, membawahkan;

a. Sub Bagian Tata Usaha dan Humas;

b. Sub Bagian Rumah Tangga;

c. Sub Bagian Kepegawaian.

2. Bagian Keuangan;

3. Bagian Perencanaan dan Diklat.

4.2 Deskripsi Data dan Analisis Data

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data merupakan uraian penjelasan data yang telah didapatkan

oleh peneliti dari hasil penelitian di lapangan. Data ini didapat dari hasil

penelitian dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Analisis data

dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data-data dari hasil

wawancara, observasi maupun data dari dokumen-dokumen yang diperoleh

selama penelitian. Data yang disajikan di bawah ini adalah data yang telah

direduksi. Deskripsi data menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari

data mentah dengan menggunakan analisis yang relevan.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara terus-menerus

dari sejak data awal dikumpulkan sampai dengan penelitian berakhir. Dalam

penelitian Manajemen Pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah di Kota

Cilegon ini, data didapat lebih banyak berupa kata-kata dan tindakan orang
69

yang diwawancarai merupakan sumber data utama dalam penelitian. Sumber

data utama ini kemudian oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan

tertulis dan melalui alat perekam yang terdapat di dalam handphone yang

digunakan selama wawancara berlangsung.

Selain wawancara dan observasi peneliti juga menggunakan data dari

hasil dokumentasi. Dokumentasi yang peneliti ambil pada saat peneliti

mengadakan pengamatan ke RSUD Kota Cilegon yang menjadi informan

dalam penelitian ini. Alasan peneliti menggunakan data berupa foto adalah

karena foto cukup berharga untuk dapat membantu menganalisis suatu objek

yang sedang diteliti. Selain itu juga foto dapat membantu untuk membuktikan

bahwa peneliti turun ke lapangan.

Selanjutnya metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, di

mana data yang diperoleh berupa deskripif yang berbentuk kata dan kalimat

yang telah dikembangkan dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.

Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah model analisis data

Irawan Prasetya yang terdiri dari 1) pengumpulan data mentah, misalnya

melalui wawancara, observasi lapangan, dan kajian pustaka; 2) transkip data,

yaitu merubah catatan dalam bentuk tulisan sesuai dengan apa yang ada; 3)

pembuatan koding, yaitu pemilihan, merangkum dan memfokuskan pada hal-

hal yang penting; 4) kategorisasi data, yaitu peneyederhanaan data dengan

cara mengikat konsep-konsep kunci; 5) penyimpulan sementara, yaitu

pengambilan kesimpulan sementara; 6) triangulasi, yaitu proses check and re-

check pada beberapa sumber; 7) penyimpulan akhir, kesimpulan yang diambil


70

ketika data penelitian memang sudah jenuh, secara lebih jelas dapat dilihat

dalam gambar sebagai berikut yaitu:

Pengumpulan Transkip Pembuatan Kategorisasi


Data Mentah Data Koding Data

Penyimpulan Penyimpulan
Triangulasi
Akhir Sementara

Gambar 4.1
Proses Analisis Data
4.2.2 Data Informan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive yang

merupakan metode penentuan informan dengan berdasarkan pada kriteria

tertentu dan disesuaikan dengan jenis infomasi yang dibutuhkan. Penentuan

informan penelitian ini merupakan narasumber yang memang berkaitan

langsung dalam kesehariannya dalam objek penelitian. Berikut adalah daftar

informan penelitian setelah melakukan observasi.

Tabel 4.1
Data Informan Penelitian Setelah Observasi
No. Kode Kategori
Nama Keterangan
Informan Informan
1 I1-1 Dr. Meysuri Wakil Direktur RSUD Key Informan
Cilegon Bagian Keuangan
2 I1-2 Edi Kepala Subbagian Key Informan
Perencanaan dan
Pelaporan RSUD Cilegon
3 I1-3 Hindun Kepala Subbagian Key Informan
Kepegawaian RSUD
Cilegon
4 I1-4 Tenaga Kesehatan RSUD Key Informan
Cilegon
71

5 I1-5 Teti Nurcahyati Pegawai/Staf RSUD Key Informan


Cilegon
6 I2-1 Ardiansyah, SH Kepala Subbidang Key Informan
Pengembangan Karir
Badan Kepegawaian
Daerah Cilegon
7 I3-1 Suntani Inspektorat Kota Cilegon Key Informan
8 I4-1 - Badan Pemeriksa Secondary
Keuangan Provinsi Banten Informan
(tidak bersedia
di wawancara)
9 I5-1 Sulastri Pasien Rawat Inap (BPJS) Secondary
Informan
10 I5-2 Sukardan Pasien Rawat Inap (Non Secondary
BPJS) Informan
11 I5-3 Suyatno Pasien Rawat Jalan (BPJS) Secondary
Informan
12 I5-4 Septian Pasien Rawat Jalan (Non Secondary
BPJS) Informan
13 I5-5 Agus Masyarakat Sekitar / Secondary
Keluarga Pasien Informan
14 I5-6 Fitria Masyarakat Sekitar / Secondary
Keluarga Pasien Informan
(Peneliti, 2017)

Pembahasan dalam penelitian ini merupakan data dan fakta yang peneliti

dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti

gunakan. Untuk mengetahui bagaimana manajemen pengelolaan rumah sakit

umum daerah di Kota Cilegon, menggunakan teori fungsi manajemen dari G.R

Terry (2008:17) di mana dalam teori ini memberikan tolak ukur atas komponen-

komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam melakukan manajemen

pengelolaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu:

1. Planning (perencanaan);

2. Organizing (pengorganisasian);

3. Actuating (pelaksanaan);

4. Controlling (pengawasan).
72

4.3.1 Perencanaan / planning

Perencanaan / planning ialah menetapkan pekerjaan yang harus

dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang digariskan, planning mencakup

kegiatan pengambilan keputusan karena termasuk pemilihan alternatif-

alternatif keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi

dan melihat kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan

untuk masa mendatang (Terry, 2008:17).

Setiap kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan perlu perencanan

yang matang sesuai dengan tujuannya. Hal tersebut dapat disesuaikan dengan

tujuan apa yang ingin dicapai pada masing-masing organisasi. Perencanaan

yang baik adalah yang memiliki manfaat tidak hanya untuk organisasinya saja

tetapi juga mempunyai outcome terhadap masyarakat.

Dalam manajemen pengelolaan rumah sakit, sudah seharusnya

memiliki perencanaan yang matang dan baik karena tujuan utama

didirikannya Rumah Sakit adalah untuk melaksanakan kegiatan pelayanan

kesehatan bagi masyarakat. Dalam penelitian ini peneliti mecoba menanyakan

bagaimana cara pengambilan keputusan dalam setiap perencanaan yang

dibuat. Hal ini kemudian dijelaskan oleh informan I1-1;

“Dari bawah dong. Nah dari bawah , dari unit, instalasi gitu, dari
pelayanan itu dari smr, smr itu seperti apa unit juga tapi dari dokter-
dokter spesialisnya, misalnya bagian dari bagian radiologi langsung ke
bidang penunjang, dari bidang penunjang baru nanti ke perencanaan.
Begitu juga yang lainnya, dari unit, instalasi kemudian unit-unit
instalasi itu berkoordinasi di bidang apa, misalnya iprss, kemudian
sanitasi, kalau itu di penunjang. Unit-unit itu kalau mengajukan
anggaran atau perencanaan ke depan berkoordinasi dengan bidang
73

yang terkait, yang berkoordinasi dengan mereka, misalnya kalo


instalasi, lab laboratorium itu juga ke penunjang. Kalau misalnya
bagian rawat jalan, rawat inap ke bidangnya gitu, instalasinya ya kan
koordinasinya dengan pelayanan medis, nah nanti pelayanan medis
yang mengajukan kesini, gitu, ke perencanaan. Dari perencanaan
direkap semuanya untuk menjadi suatu rencana ya, karna kan renstra
rancangan yang untuk lima tahunan itu. Karna kita juga, rumah sakit
udah BLU juga antara renstra sama rba, rencana anggarannya pun
harus matching, misalnya pelayanan dengan banyak spesialis yang
bertambah gitu, oh dokter kita berkurang gitu dan di pelayanan itu
pasiennya banyak berarti kekurangan poliklinik. Nah itu diusulkan tuh
dari bidang pelayanan, dari instalasinya ke bidang pelayanan, dari
bidang pelayanan ke wadir pelayanannya kemudian ke pak direktur,
dari pak direktur turun lagi ke saya, saya baru ke bidang perencanaan,
untuk direncanakan untuk anggaran tahun depan”

Direktur

Wadir Umum dan


Wadir Pelayanan
Kepegawaian

Bagian
Bagian Keuangan Bagian Pelayanan
Perencanaan

unit-unit / unit-unit / unit-unit/


instalasi instalasi instalasi

Gambar 4.2
Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proses Pengambilan Keputusan

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa pengambilan

keputusan di "rumah sakit daerah Kota Cilegon diambil bottom up bukan dari top

down, sehingga segala perencanaan yang nantinya akan dibuat dan dituangkan

dalam rencana stragis rumah sakit dapat sesuai dengan kebutuhan yang ada,

kemudian hal ini dipertegas oleh informan I1-2;


74

“Sistemnya ya bawah ke atas, bottom up, jadi gini, perencanaan itu


setiap tahunnya mengumpulkan teman-teman terutama PPTK yang
akan mengerjakan apa nih kerjanya. Karna kita kan ada dua
kegiatannya yang satu rutin, yang satu pengerjaannya dalam waktu
tertentu, itu anggarannya bisa dari apbd, dari apbn, kemudian
swakelola jadi kita kumpulkan mereka, mereka maunya kegiatan apa,
kemudian mengajukan, jadi tiap tahun itu mereka seperti tahun ini
misalnya itu mereka sudah mengajukan kegiatan yang akan
dilaksanakan di tahun ini. Seperti misalnya alhamdulillah tahun ini
dapat bantuan dari apbn ya, kita khususkan untuk pengadaan alat
kesehatan”

Dari hasil wawancara di atas dengan infoman I1-2 dapat dianalisis bahwa

pengambilan keputusan yang dibuat oleh rumah sakit daerah umum daerah kota

cilegon diambil dari bawah ke atas (bottom up), setiap tahun rumah sakit daerah

kota cilegon menyusun rencana dengan melakukan kordinasi dengan PPTK yang

ada yang kemudian adan dituangkan dalam perencanaan rumah sakit daerah kota

cilegon.

Dari dua hasil wawancara di atas dapat disimpulkan pengambilan

keputusan dalam hal perencanaan dibuat melalaui usulan-usulan bottom

manajement, seperti usulan – usulan dari tenaga medis, satff – staaf yang nantinya

akan dikordinasikan kepada kepala bagian atau PPTK yang ada dirumah sakit

daerah kota cilegon lalu di serahkan kebagian perencanaan yang kemudian akan

disusun untuk dijadikan perencaan rumah sakit di tahun berikutnya.


75

Gambar 4.3
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

Kemudian peneliti mencoba menanyakan apakah tujuan dibangunya

pembangunan tampak muka depan rumah sakit?, pembangunan tampak muka

depan rumah sakit yang dirasa oleh beberapa orang untuk saat ini belum terlalu

dibutuhkan dan bukan hal yang mendesak, mengakibatkan pro dan kontra yang

terjadi di sekitar rumah sakit. Kurangnya manfaat atau outcome yang dirasakan

masyarakat dengan adanya tampak muka depan rumah sakit ini. Dijelaskan oleh

I1-1 seperti berikut:

“Nah itu sekalian. Dibawahnya tampak muka, lantai 1 lantai 2nya itu
poliklinik. Jadi nanti seperti ada gerbang, kemudian nurse station,
report-report disitu, kemudian banyaklah. Di atas itu poli apa saja, di
lantai 3 nya itu poli apa saja. Karna memang kita itu apa ya dengan
penigkatan kunjungan rumah sakit semakin banyak. Kalo dulu kan
tidak, nah sementara gedungnya ini untuk ruang perkantoran ini. Jadi
nanti poli-poli sudah pindah kesana dan mungkin lantai 2 kita pake
untuk rung perkantoran. Memang kita gak ada lobbyiya tidak ada
76

tampak mukanya. Karna wmemang dulu itu rumah sakit ini


berkembang, tambal sulam, tambah tambah tambah jadi
berkembang. Mungkin tadinya berprediksi 10 tahun lagi masih
cukup ternyata diluar itu ada kebijakan yang memang mau tidak mau
kita harus siap, tampak depan itu sebagai identitas rumah sakit ini
nanti”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa pembangunan tampak

depan juga dibarengi dengan pembangunan gedung poliklinik, karena

perkembangan rumah sakit yang begitu cepat membutuhkan identitas agar rumah

sakit daerah kota cilegon dapat dikenal dan diketahui oleh masyarakat daerah kota

cilegon dengan mudah., hal ini diperkuat oleh informan I1-2 seperti berikut:

“Membangun tampak depan, kita kan belum punya depan ini, masih
kaya kumuh gitu ngeliatnya, setidaknyaknya kita punya mukalah, oh
rumah sakit cilegon sekarang jadi kaya gini, kaya di serang jg kan ada
mukanya gt, depannya bagus, sebenernya hanya utk mencirikan saja”

Dari hasil wawancara dengan informan penelitian di atas dapat dianalisis

bahwa pembangunan tampak depan rumah sakit daerah kota Cilegon dibangun

agar tidak terlihat kumuh dan terlihat bagus, juga sebagai ciri atau identitas bagi

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon itu sendiri. Kemudian penliti

menayakan seberapa pentingkah pembangunan tampak depan rumah sakit,

menurut Informan I1-1,


77

“Itu untuk khas kita ya, sama kayak halnya rumah sakit - rumah sakit
lainnya punya tampak muka depan juga”

Dari hasil wawancara dengan informan di atas dapat diketahui bahwa

pembangunan tampak depan Rumah Sakit Daerah Kota Cilegon dibuat untuk

membuat ciri atau khas sendiri bagi Rumah Sakit Daerah Kota Cilegon sama

seperti halnya rumah sakit lain di daerah banten memilik ciri khas atau tanda

tersendiri. Hal ini dipertegas oleh informan I1-2;

“Sebenarnya hanya untuk mencirikan saja kalau ini tuh adalah rumah sakit
umum daerah kota cilegon”

Dari hasil wawancara penelitian dengan informan I1-2 dapat dianalisis

bahwa tujuan utama didirikannya bangunan tampak depan Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Cilegon untuk membuat ciri atau tanda tersendiri bagi Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Cilegon, agar mudah dikenali khususnya oleh masyarakat

Kota Cilegon itu sendiri.

Dari hasil wawancara dengan informan penelitian di atas mengenai

pembangunan tampak depan Rumah Sakit Daerah Kota Cilegon dapat

disimpulkan bahwa pembangunan tampak depan Rumah Sakit Daerah Kota

Cilegon hanya untuk membuat tanda atau ciri tersendiri bagi Rumah Sakit Daerah

Kot Cilegon, manfaat bagi proses pelayanan dirumah sakit adalah untuk

memudahkan masyarakat Kota Cilegon mengenali Rumah Sakit Daerah Umum

Kota Cilegon.

Setelah proses pengambilan keputusan dalam menetapkan perencanaan

dalam rumah sakit umum daerah Kota Cilegon kemudian peneliti menanyakan,
78

adakah program yang telah disusun namun belum terlaksanakan atau mendapat

hambatan, hal ini dijelas oleh informan I1-1;

“Cuma pembangunan tampak muka depan rumah sakit saja sih”

Menurut informan penelitian di atas pada program rumah sakit umum

daerah Kota Cilegon yang belum terlaksana adalah pemebangunan tampak muka

depan rumah sakit, kemudian peneliti menanyakan kepada informan lain terkait

program yang belum terlaksana, hal ini dijelaskan oleh informan I1-2;

“Untuk tahun ini baru pembangunan tampak muka depan rumah sakit aja
sih”

Dari wawancara dengan informan penelitian di atas dapat diketahui bahwa

perencanaan yang belum terlaksana atau memiliki hambatan adalah pembangun

tampak depan rumah sakit daerah Kota Cilegon. Kemudian peneliti menanyakan

hambatan apa yang terjadi dalam proses pembangunan tampak depan rumah sakit,

hal ini dijelasakan oleh informan I1-1;

“Karena belum menemukan saja siapa yang mau mengerjakan”

Dari hasil informan di atas dapat diketahui bahwa hambatan yang terjadi

dikarenakan belum menemukan pekerja pembangunan tampak depan rumah sakit

daerah Kota Cilegon, dalam proses pengadaan barang dan jasa ada proses lelang

yang harus dilalui, dalam hal ini rumah sakit umum daerah kota cilegon belum

menemuka pihak ketiga yang sesuai dengan kriteria pembangunan tampak depan

rumah sakit daerah Kota Cilegon. Hal ini diperjelas oleh Informan I1-2;

“Belum ada pihak ketiga yang sesuai dengan ketentuan kita ya, yang kita
minta”
79

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa pelaksanaan

pembangunan terkendala karena belum adanya pihak ketiga yang sesuai kriteria

untuk membangun tampak depan rumah sakit daerah Kota Cilegon. Sudah

seharusnya dalam proses pengadaan barang dan jasa unit layanan pelelangan

memilah-milah siapa yang akan menjadi pemenang, agar mendapat hasil yang

terbaik.

Dari hasil wawancara di atas mengenai perencanaan yang belum

terlaksana dan hambatan apa yang terjadi dalam proses pelaksanaan perencanaan

adalah pembangun tampak depan rumah sakit umum daerah Kota cilegon karena

belum ditentukanya pemenang lelang proses pengadaan barang dan jasa

pembangunan tampak depan rumah sakit daerah Kota cilegon. Dalam hal ini

rumah sakit daerah Kota Cilegon sebagai unit layanan pelelangan harus berhati-

hati dalam memilih siapa yang akan mendapatkan lelang tersebut agar pada

pelaksanaanya nanti dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat

sebelumnya.

Dalam menetapkan perencanaan kerja manajemen perlu menentukan

tujuanya secara jelas dan logis, perencanaan meliputi tindakan memilih atau

merumuskan aktifitas-aktifitas yang yang diusulkan yang dianggap perlu untuk

mencapai hasil yang diinginkan. Penentuan rencana kerja ini dibatasi oleh

beberapa faktor, salah satunya adalah anggaran, penyusunan anggaran merupakan

faktor penting yang harus dibahas secara matang dan penerapanya harus optimal.

Terkait masalah anggaran peneliti mencoba menanyakan dari mana sumber

anggaran rumah sakit. Pertanyaan ini dijawab oleh I1-1;


80

“Anggaran rumah sakit itu dari APBD Kota Cilegon dan APBN”

Kemudian ditambahkan oleh I1-2;

“Bisa dari APBD dan APBN”

Dari hasil wawancara dengan dua informan penelitian di atas dapat

diketahui bahwa sumber anggaran rumah sakit untuk mendukung perencanaan

yang telah disusun oleh rumah sakit bersumber dari APBD Kota Cilegon dan dari

APBN. Kemudian bagaimana agar anggaran yang ada dapat terserap secara efektif

dan efisien, dijelaskan oleh I1-1;

“Pelaksanaannya harus sesuai dengan program-program yang sudah


kita rencanakan sebelumnya”

Menurut hasil wawancara dengan I1-1 agar anggaran yang ada dapat

terserap secara efektif dan efisien pelaksanaan penggunaan anggaran harus sesuai

dengan program-program yang sudah direncanakan sebelumnya, atinya anggaran

yang tersedia tidak boleh digunakan untuk kegiatan lain. Pertanyaan yang sama

peneliti berikan kepada informan lain, dijawab oleh I1-2;

“Ya biar terserap kita harus sesuai dengan apa yang kita inginkan dan
kita butuhkan, keinginan sama kebutuhan kan beda ya, misal
keinginan itu kita ingin mempercantik ruangan, memperindah ruangan
itukan keinginan ya, kalo kebutuhan itu seperti ada salah satu ruang yg
kurang komputernya maka akan kita sediakan, nah itu kebutuhan
namanya, nanti kita tulis, kita rencanakan, ntar kita tuangkan di
perencanaan untuk ke depannya gitu”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis agar anggara dapat terserap

secara efektif dan efisien pihak manajemen sebagai pengguna anggaran harus

menyusun anggaran sesuai dengan kebutuh yang ada dirumah sakit bukan

menggunakan anggaran sesuai dengan keinginan manajemen, kebutuhan-

kebutuhan rumah sakit itu kemudian disususn dalam rencana kerja rumah sakit.
81

Dengan penyusunan anggaran usaha-usaha manajemen pengelolaan rumah

sakit akan banyak berhasil apabila ditunjang dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan

yang terarah dan peencanaan yang matang. Manajemen yang berkencendurangan

memandang kedepan akan akan selalu memikirkan apa yang mungkin dilakukan

dimasa yang akan datang. Sehingga dalam pelaksanaanya, manajemen ini tinggal

berpegang pada semua rencana yang telah disusun sebelumnya.

`Banyaknya kebutuhan dan keinginan tidak sepenuhnya dapat terpenuhi

sehingga pihak manajemen pengelola harus dapat memilah-milah antara

kebutuhan yang menjadi prioritas utama dan kebutuhan lain. Didalam rumah sakit

daerah Kota Cilegon terdapat Satuan Pengawas Internal (SPI) yang ditunjuk oleh

Direktur Rumah Sakit untuk melaksanakan penilaian terhadap sistem pengelolaan

dan pengawasan secara efektif dan efisien, dalam hal pembangunan tampak muka

depan rumah sakit sudah seharusnya manajemen rumah sakit melakukan

komunikasi dengan satuan pengawas internal (SPI) agar kegiatan sistem

pengelolaan rumah sakit dapat diawasi secara efektif dan efisien untuk

menghasilkan kegiatan pengelolaan yang baik dan benar. Terkait hal ini peneliti

menanyakan apakah Satuan Pengawas Internal (SPI) mengetahui perencaan

tampak muka depan rumah sakit, dijelaskan oleh I1-8;

“Mestinya tau, jadi ada tembusan mereka melaporkan juga mulai dari
perencanaan sampai tatanan pekerja, tapi untuk sekarang ini belum
ada laporan, bangunan tampak depan belum ada tembusan ke spi
anggaran aja belum tau. Normalnya sih spi tahu, nanti juga ada
tembusanya ke spi”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis bahwa tidak terjalin

komunikasi yang baik antara pihak manajemen rumah sakit dengan Satuan
82

Pengawas Internal (SPI), dalam kegiatan perencanaan tampak muka depan rumah

sakit Satuan Pengawas Internal (SPI) belum menerima laporan perencanaan

bangunan tampak muka depan rumah sakit, seharusnya Satuan Pengawas Internal

mendapat laporan perencanaan tampak muka depan rumah sakit dari manajem

rumah sakit agar Satuan Internal Rumah sakit dapat melakukan penilaian dan

pengawasan mengenai bangunan tampak muka rumah sakit.

4.3.2 Pengorganisasian / organizing

Pengorganisasian / organizing merupakan kegiatan dasar dari manajemen

dilaksanakan untuk dan mengatur seluruh komponen-komponen yang dibutuhkan

termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan sukses.

Manusia merupakan unsur yang terpenting melalui pengorganisasian manusia

dapat di dalam tugas-tugas yang saling berhubungan (Terry, 2008:73).

Di dalam setiap kegiatan organisasi, pengorganisasian melahirkan peranan

kerja dalam struktur formal dan dirancang untuk memungkinkan manusia bekerja

sama secara efektif guna mencapai tujuan bersama yang telah disepakati.

Pengorganisasian juga dapat diartikan untuk mengumpulkan orang - orang

dan menempatkan mereka menurut keahlian pekerjaan dan latar belakang

pendidikan dalam pekerjaan yang sudah direncanakan.

Keberhasilan manajemen pengelolaan suatu organisasi sangat

tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Salah

satunya adalah sumber daya manusia yang sangat menentukan suatu keberhasilan

organisasi tersebut, selain itu sumber daya finansial dan sumber daya waktu juga

sangat berperan dalam keberhasilan manajemen pengelolaan. Dari hal tersebut


83

peneliti menanyakan bagaimana penerapan sistem pembagian kerja dalam Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Cilegon?, pertanyaan ini dijawab oleh I1-3;

“Untuk manajemen kerjanya reguler senin sampai sabtu, sabtu


setangah hari sampai jam 12, untuk tenaga medis dan pelayanan
dibagi menjadi 3 shift (pagi, siang, malam)”

Dari hasil wawancara penelitian di atas diketahui bahwa dalam RSUD

Kota Cilegon sistem kerja dibagi dalam dua kelompok yaitu untuk manajemen

kerja reguler senin sampai dengan sabtu sedangkan untuk tenaga medis bekerja

sesuai dengan shif, shift tersebut dibagi menjadi tiga yaitu pagi, siang dan malam.

Pertanyaan serupa peneliti tanyakan kepada I1-5;

“Kalo di rs khususnya ruang bersalin kerja team, shift pagi siang dan
malam, dalam satu shift ada ketua teamnya”

Dari hasil wawancara di atas dapat dianalisis untuk tenaga medis

bekerja dalam tiga shift (pagi, siang, dan malam), utuk setiap shift di kepalai

oleh ketua shift yaitu kepala perawat. Yang nantinya akan berkordinasi

dengan kepala ruang untuk membagi tugas kerja dalam masing-masing

setiap shiftnya. Hal ini ditambahkan oleh I1-6;

“Dibagi per shift ya kalo untuk suster, dalam 1 hari 3 shift, Sistem
kerjanya kita per shift itu dari jam 7 pagi smapai 2 siang, dari jam 2 –
21, malam dari jam 21 – 7 pagi”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa dalam

satu hari kerja untuk tenaga medis dibagi dalam tiga shift kerja, pagi mulai

dari 07.00 sampai dengan 14.00, siang mulai dari 14.00 sampai dengan

21.00, dan malam mulai pukul 21.00 sampai dengan 07.00. Pertanyaan

wawancara ini kemudian diperkuat oleh I1-7;


84

“Sistem pembagian kerjanya sesuai dengan peraturan dari RSUD,


untuk manajemen bekerja secara reguler senin sampai dengan sabtu”

Dari wawancara penelitian di atas untuk pegawai manajemen sistem

kerjanya secara reguler, manajemen bekerja dari hari senin sampai dengan

hari sabtu secara reguler. Dari beberapa hasil wawancara penelitian di atas

dapat disimpulkan bahwa penerapan dan pemagian sistem kerja di RSUD

Kota Cilegon dibagi kedalam dua kelompok kerja yaitu untuk manajemen

bekerja secara reguler senin sampai dengan sabtu sedangkan untuk tenaga

medis bekerja dalam shift yaitu shift pagi, siang, dan malam. Kemudian

peneliti menanyakan adakah aturan khusus yang mengatur sistem kerja

seluruh pegawai?, pertanyaan wawancara ini dijawab oleh, I3-1;

“Ya tentu ada. Pegawai kita kan beda-beda ya, ada yang PNS, BLUD
dan TKK, nah kalo PNS itu udh diatur sama pusat jadi kita tinggal
sesuaikan saja, kalau BLUD karna kita yang rekrut, kita yang
berwenang degan mereka, aturan-aturan kita yang buat, kalau TKK itu
dari pemda kota cilegon”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa aturan

yang mengatur sistem kerja RSUD Kota Cilegon disesuaikan terlebih dahulu

dari mana asal pegawai kemudian nanti aturannya disesuaikan oleh RSUD

Kota Cilegon agar terjadi sinkronisai sehingga tidak menyebabkan tumpang

tindih aturan dalam bekerja dilingkungan RSUD Kota Cilegon. Pertanyaan

serupa peneliti berikan kepada I1-4;

“Ada, diatur sama peraturan pemerintah dan direktur”

Dari hasil wawancara penelitian dengan informan penelitian di atas

peraturan yang mengatur sistem kerja pegawai RSUD Kota Cilegon didasari

oleh peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan peraturan yang dibuat
85

direktur, peraturan tersebut kemudian di sinkronisasikan yang kemudian di

susun oleh bagian kepegawaian untuk mengatur sistem kerja pegawai

RSUD Kota Cilegon. Hal ini ditambahkan oleh I1-5;

“Ada, itu yang atur dari atas”

Menurut informan penelitian di atas ketentuan yang mengatur sistem

kerja seluruh pegawai RSUD Kota Cilegon sudah ditetapkan oleh top

management¸ sebelum pegawai bekerja di RSUD Kota Cilegon pegawai

diberikan aturan-aturan yang mengatur sistem kerjanya yang nantinya harus

dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan tersebut.

Pernyataan ini diperkuat oleh I1-6;

“Ada, yang menentukan bagian kepegawaian yang di sahkan


oleh direktur”
Dari hasil wawancara penelitian di atas peraturan yang mengatur

bagaimana sistem kerja RSUD Kota Cilegon adalah bagian kepegawaian

yang kemudian disahkan oleh Direktur RSUD, setiap pegawai yang ada di

RSUD Kota Cilegon harus mengikuti peraturan tersebut, baik pihak

manajemen ataupun tenaga medis. Kemudian ditambahkan oleh I1-7;

“Ada dong, yang menentukan sudah dari kepegawaian sini”

Dari jawaban wawancara penelitian di atas sistem kerja di RSUD

Kota Cilegon diatur oleh bagaian kepegawaian, bagian kepegewaian RSUD

Kota Cilegon bertugas untuk menyeleksi kriteria pegawai yang dibutuhkan

oleh RSUD kemudian mengatur sistem kerja pegawainya, pegawai yang

masuk dalam bagian RSUD Kota Cilegon harus menaati peraturan yang

telah dibuat tersebut.


86

Dari hasil wawancara penelitian mengenai peraturan yang mengatur

sistem kerja di RSUD Kota Cilegon dapat disimpulkan bahwa, sistem kerja

yang ada dibuat dari latar belakang penerimaan pegawai (PNS, BLUD, dan

TKK), dari latar belakang penerimaan pegawai tersebut pihak kepegawaian

menyusun aturan yang mengatur sistem kerja SDM RSUD, aturan tersebut

harus sesuai dengan kebutuhan RSUD Kota Cilegon dan juga harus terjadi

sinkronisasi dengan peraturan pemerintah, agar tidak terjadi tumpang tindih

peraturan. Kemudian peneliti menanyakan Adakah kendala atau hambatan

dalam menerapkan sistem kerja tersebut?. Pertanyaan ini dijawab oleh I1-3;

“Sejauh ini tidak ada. Pegawai yang bekerja harus taat dengan

peraturan yang ada”

Menurut informan penelitian di atas tidak ada kendala yang dihadapi

dalam mengimplementasikan peraturan yang telah dibuat, seluruh pegawai

yang ada di RSUD Kota Cilegon harus taat pada peraturan tersebut, karena

peraturan tersebut menjadi kewajiban yang harus di penuhi oleh pegawai.

Pertanyaan serupa peneliti berikan kepada informan lain, I1-4;

“Tidak ada, harus dijalankan karena itu sudah menjadi tanggung


jawab saya”

Menurut informan penelitian di atas tidak ada masalah dalam

menjalankan peraturan yang dibuat oleh RSUD Kota Cilegon, informan

penelitian di atas mengerti bahwa peraturan yang telah ada merupakan

tanggung jawab pekerjaanya. Kemudian ditambahkan oleh I1-5;

“Belum ada masalah sih, peraturanya kan harus ditaati selama tidak
bertentangan dengan kode etik”
87

Menurut informan penelitian di atas belum ada masalah yang

dialami dalam pengimplementasian peraturan sistem kerja pegawai di

RSUD Kota Cilegon, peraturan yang ada dapat ditaati oleh pegawai selama

tidak melanggar kode etik pekerjaan. Jawaban penelitian di atas diperkuat

oleh I1-6;

“Sepertinya tidak ada masalah, saya sudah mengerti peraturan


tersebut jadi mau tidak mau harus dijalankan dengan baik kalau
masih mau kerja disini”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa tidak

terjadi masalah dalam pengimplementasian peraturan sitem kerja di RSUD

Kota Cilegon, informan penelitian di atas sudah mengerti peraturan yang

ada harus ditaati dan di implementasikan oleh pegawai. Ditambahkan oleh

I1-7;

“Tidak ada, kita harus taat dengan peraturan tersebut”

Menurut informan penelitian di atas tidak ada masalah dengan

peraturan sistem kerja di RSUD Kota Cilegon, peraturan yang ada menjadi

patokan dalam bekerja jadi peraturan tersebut harus ditaati. Dari beberapa

hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa peraturan

sistem kerja di RSUD Kota Cilegon tidak memiliki hambatan atau kendala

dalam pengimplementasianya pegawai yang ada di RSUD Kota Cilegon

sudah mengerti bahwa peraturan yang ada adalah tanggung jawaban

pekerjaanya, selama peraturan yang ada tidak menyalahi kode etik atau

merugikan pegawai peraturan tersebut akan di taati dan di implementasikan

dengan baik oleh pegawai RSUD Kota Cilegon.


88

Kemudian peneliti menanyakan bagimana proses penetapan dan

pengelompokan kerja di RSUD Kota Cilegon, dalam kegiatan

pengorganisasian penetapan dan pengelompokan kerja harus di tentukan

oleh manajemen agar kebutuhan sumber daya dapat tercukupi dan tepat

dalam melayani pasien di RSUD Kota Cilegon, hal ini dijawab oleh I1-3;

“Ya sesuai dengan latar belakang pendidikan ya, jadi kalo dokter
ya kita tempatin untuk bagian tenaga medis, apoteker bagian
apotek, dan sebagainya”

Menurut informan penelitian di atas penetapan kerja di bagi sesuai

dengan latar belakang pendidikannya agar terselenggaranya kegiatan pelayanan

kesehatan yang bermutu dan berkualitas. Penetapan dan pengelompokan kerja

tersebut dapat dilihat pada tabel dibwah ini:


89

DATA PEGAWAI MENURUT JENJANG PENDIDIKAN


RSUD KOTA CILEGON PER 2015
Honor /
NO NAMA PENDIDIKAN PNS TKK PTT THL Outsorcing JUMLAH
BLU
Sruktural 3 - - - - - 3
Kedokteran Fungsional 24 - - - 10 - 34
Gigi 2 - - - - - 2
Struktural 1 - - - - - 1
Keperawatan
Fungsional 45 - - - 8 - 53
Kesehatan Masyarakat 8 - - - - - 8
1. Komputer 1 - - - 2 - 3
2. Ekonomi 11 - - - 2 - 13
3. Hukum 2 - - - - - 2
4. Mesin - - - - - - 0
1 S1
5. Sains Terapan 3 - - - - - 3
6. Psikologi - - - - - - 0
7. Adm. Negara 2 - - - 1 - 3
Umum
8. Farmasi - - - - - - 0
9. Gizi 3 - - - - - 3
10. Agama - - - - - - 0
11. Kimia 1 - - - - - 1
12. Elektro 2 - - - - - 2
13. Politik 1 - - - - - 1
14. Komunikasi 1 - - - - - 1
Dokter Spesialis - - - - - 0
1. Penyakit Dalam 4 - - - - - 4
2. Anak 4 - - - - - 4
3. Bedah 2 - - - - - 2
4. Bedah Ortopedi 1 - - - 1 - 2
5. Kulit Kelamin - - - - 1 - 1
6. Syaraf 1 - - - - - 1
7. Mata 1 - - - 1 - 2
8. Obgyn 2 - - - 1 - 3
9. Radiologi 2 - - - - - 2
10. Patologi Klinik 2 - - - - - 2
11. Anastesi 3 - - - - - 3
12. Bedah Mulut - - - - - - 0
2 S2 13. Prostotodontia 1 - - - - - 1
14. THT 2 - - - - - 2
15. Jantung 1 - - - - - 1
16. Paru 1 - - - 1 - 2
17. Psikiatri - - - - - - 0
Apoteker Struktural 1 - - - - - 1
Fungsional 7 - - - - - 7
MARS 1 - - - - - 1
M.Kes 2 - - - - - 2
M.M 7 - - - - - 7
MS 1 - - - - - 1
M.Si 4 - - - - - 4
MKM 3 - - - - - 3
M.H.Kes 1 - - - - - 1
3 AKPER Fungsional 132 - - - 65 - 197
Sruktural 1 - - - - - 1
4 SPK Fungsional 3 - - - - - 3
Struktural 1 - - - - - 1
5 AKBID Fungsional 26 - - - 13 - 39
Struktural - - - - - - 0
6 D1. Kebidanan - - - - - - 0
7 Anestesi 4 - - - 1 - 5
8 Akademi Gizi / AKZI 8 - - - - - 8
9 Akademi Farmasi / AKFAR 8 - - - - - 8
10 Akademi Teknik Rontgent / ATRO 9 - - - - - 9
11 Akademi Fisioterapi / AKFIS / T. Wicara 5 1 - - - - 6
12 ATEM Fungsional 5 - - - - - 5
Struktural 1 - - - - - 1
13 Akademi Kes. Lingkungan 5 - - - - - 5
14 Infokes / Rekam Medis D.III 4 - - - - - 4
SLTA 1 - - - - - 1
15 Akademi Teknik Gigi / ATG /AKG 2 - - - - - 2
16 Akademi Analisis Kesehatan 15 - - - 5 - 20
17 Hiperkes 3 - - - - - 3
18 Manajemen Perkantoran 1 - - - - - 1
19 D.III Komputer 1 - - - 5 - 6
20 D.III Akuntansi 2 - - - 1 - 3
21 D.III Rumah Sakit 1 - - - - - 1
22 D.III Kesejahteraan Sosial 1 - - - - - 1
23 D.III Manajemen Farmasi - 1 - - - - 1
24 Sekolah Menengah Analis Kes / SMAK - - - - - - 0
25 Sekolah Menengah Analis Kimia / SMAK - - - - - - 0
26 Sekolah Pendidikan Rawat Gigi / SPRG 2 - - - - - 2
27 SMF / SAA Fungsional 9 - - - 1 - 10
Struktural 1 - - - - - 1
28 SMU / SMA 16 3 - 10 55 21 105
29 SMK / SMEA 5 - - - 3 - 8
30 STM 3 - - - 2 - 5
31 SMP 5 - - 6 1 - 12
32 SD 2 - - - 4 - 6
J UMLA H TOTAL 446 5 0 16 184 21 672
JUMLAH KESELURUHAN 672
90

Kemudian pertanyaan yang sama peneliti tanyakan kepada kepada

tenaga medis dan staff RSUD Kota Cilegon, I1-4;

“Karna saya dokter umum jadi di tempatkan di pelayanan umum,


dalam satu hari ada tiga shift”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa penetapan

kerja sudah sesuai dengan latar belakang pendidikannya, dalam satu hari

dibagi tiga kelompok kerja (tiga shift), pernyataan di atas kemduian

ditambahkan oleh tenaga medis lainya, seperti pernyataan I1-5;

“Dalam satu shift ada ketua teamnya, ada anggota juga, dalam 1
hari ada 3 shift, jadi bergantian kerjanya”

Dari hasil wawancara penelitian di atas diketahui bahwa dalam

satu hari kerja dibagi dalam tiga kelompok kerja (tiga shift), masing-masing

shift terdapat ketua teamnya dan anggotanya agar tercipta kordinasi yang

baik. Kemudian ditambahkan oleh I1-6;

“Itu sudah diatur oleh kepala ruang dan kordinasi dengan kepala
perawat”

Dari wawancara penelitian di atas pembagian atau pengelompokan

kerja diatur atau dibagi oleh kepala ruangan dengan cara berkordinasi

dengan kepala perawat maksudnya tenaga medis yang sedang bekerja dalam

satu shift tugas kerjanya diarahkan oleh kepala ruangan untuk melayani

pasien yang ada. Pertanyaan ini kemudian dipertegas oleh I1-7;

“Sistem pengelompokan kerja dibagi beberapa kerja sesuai dengan


ketetapan surat keputusan direktur, untuk staff mulai pukul 07.00
s/d 14.00 dan dibagi dalam 3 shift untuk tenaga medis”

Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa pengelompokan

kerja sudah ditetapkan oleh direktur pengelompokan kerja dibagi menjadi 2,


91

untuk staff jam kerja ulai pukul 07.00 s/d 14.00 dan untuk tenaga medis tiga

shift (pagi,siang dan malam).

Dari beberapa hasil wawancara di atas terkait penetapan dan

pengelempokan kerja dapat diketahui bahwa penetapan kerja diatur oleh

surat keputusan direktur RSUD Kota Cilegon, dalam ketetapannya dalam

RSUD Kota Cilegon dibagi kedalam kedua kelompok kerja, untuk staff

mulai kerja pukul 07.00 sampai dengan 14.00 susai dengan tupoksi masing-

masing sedangkan untuk tenaga medis dibagi kedalam tiga shift kerja (pagi,

siang dan malam). Dan untuk pengelompokan kerja tenaga medis dalam

melaksanakan tugasnya diatur oleh kepala ruangan yang berkordinasi

dengan kepala perawat. Lebih lanjut peneliti menanyakan apakah terjadi

kendala dalam proses penetapan dan pengelompokan pegawai, dijawab oleh

I1-3;

“Tidak ada, semua sudah paham dan mengerti tupoksinya masing-


masing”

Menurut hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa dalam

proses pelaksanaan penetapan dan pengelompokan kerja tidak terjadi

kendala, masing-masing sumber daya manusia yang ada di RSUD Kota

Cilegon sudah mengerti tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan

tugas kerjanya. Kemudian peneliti menanyakan hal yang sama ke I1-4;

“Sampai saat ini sih tidak ada”

Dari jawaban wawancara di atas dapat diketahui bahwa tidak ada

kendala dalam penetapan dan pengelompokan kerja, penetapan dan


92

pengelompokan kerja dapat dilaksanakan susuai dengan keputusan direktur

RSUD Kota Cilegon, hal ini ditambahkan oleh I1-5;

“Paling jika ada yang tidak masuk kerja, tapi alasannya harus jelas
kenapa tidak bisa masuk kerja”

Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa hambatan yang

dihadapi terjadi ketika salah satu sumber daya manusia berhalangan hadir

karena alasan tertentu, kepala ruang atau kepala perawat harus segera

mencari pengganti yang memiliki fungsi yang sama dengan sumber daya

manusia yang berhalangan hadir kerja. Hal ini ditambahkan oleh I1-6;

“Tidak ada, Cuma mungkin kalo ada yang mau tidak masuk kerja,
dia harus cari pengganti atau kasih tau ke kepala ruangan”

Menurut wawancara penelitian di atas kendala dalam penetapan

dan pengelompokan kerja terjadi ketika ada salah satu sumber daya manusia

di RSUD Kota Cilegon berhalangan hadir, karena rumah sakit fungsinya

adalah pelayanan kesehatan yang setiap hari harus melayani masyarkat

maka sumber daya manusia di RSUD Kota Cilegon harus tercukupi sesuai

dengan surat keputusan direktur, maka ketika ada yang berhalangan hadir

harus segera dicari penggantinya.

Selanjutnya dalam penelitian ini peneliti menanyakan Adakah tata

tertib yang diberlakukan dalam RSUD dalam sistem kerja, penetapan serta

pengelompokkan kerja para pegawainya. Tata tertib adalah peraturan khusus

yang harus dipatuhi dan dilaksanakan, apabila dilanggar mendapat

punishment atau sangsi (hukuman). Pertanyaan ini dijawab oleh I1-3;

“Ada, kita punya PP, PERWAL dan peraturan sendiri untuk


mengatur itu”
93

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa tata

tertib yang diberlakukan dalam RSUD Kota Cilegon merujuk kepada

peraturan pemerintah, peraturan walikota dan juga peraturan yang dibuat

oleh RSUD Kota Cilegon sendiri. Pertanyaan serupa peneliti berikan kepada

I1-4;

“Ada, tata tertib kerja seperti jam masuk kerja, jam pulang kerja
dan tata tertib dalam melaksanakan tugas kerja”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahawa tata

tertib di dalam RSUD Kota Cilegon mengatur tentang jam masuk kerja, jam

pulang kerja dan tata tertib dalam melaksanakan tugas kerja. Aturan-aturan

ini harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh pegawai RSUD Kota Cilegon

agar mampu memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.

Kemudian ditambahkan oleh I1-5;

“Ada, masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja, tidak


menyalahgunakan wewenang, bertanggung jawab atas peralatan
kerja yang digunakan.”

Dari hasil wawancara penelitian di atas tata tertib yang harus

dipatuhi dan dilaksanakan oleh pegawai RSUD Kota Cilegon menaati

ketentuan jam kerja, tidak menyalahgunakan wewenang, dan bertanggung

jawab atas peralatan kerja yang digunakan. Hal ini kemudian ditambahkan oleh

I1-6;

“Iya ada, itu udah ada aturannya dari atas, jam kerja, melayani
pasien dengan bertanggung jawab, tidak tidur saat kerja”

Dari hasil wawancara penelitian di atas tata tertib dalam bekerja

sudah diatur oleh atasan atau pihak management RSUD seperti aturan jam
94

kerja yang harus ditaati, melayani pasien dengan bertangung jawab, serta

tidak tidur ketika sedang bekerja. Karena jam kerja tenaga medis dibagi

dengan shift, pagi, siang, dan malam. Pada saat shift malam tenaga medis

sering tidur oleh karena itu pihak management rumah sakit membuat

peraturan tidak tidur saat bekerja. Pernyataan di atas diperkuat I1-7;

”Ada, bekerja tepat waktu, bekerja secara profisional, tidak


merokok dilingkungan kerja RSUD dan lain-lain.”

Menurut informan penelitian di atas dapat diketahui bahwa tata

tertib yang diberlakukan dalam melaksanakan pekerjaan di RSUD adalah

bekerja sesuai waktu yang telah ditetapkan, tidak datang terlambat dan tidak

pulang sebelum waktu yang telah ditetapkan, tidak merokok dilingkungan

kerja RSUD Kota cilegon, bekerja secara profisional maksudnya pegawai

RSUD harus bekerja secara sungguh-sungguh dan bekerja sesuai dengan

tupoksinya tidak membeda-bedakan latar belakang pasien agar tercipta

pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkualitas, seluruh pegawai rumah

sakit sangat dilarang untuk merokok dilingkungan RSUD Kota cilegon

karena merokok mengganggu kenyamanan pengunjung RSUD juga merusak

kesehatan hal ini juga berlaku untuk pengunjung RSUD agar tidak merokok

dilingkungan RSUD. Kemudian hal terkait tata tertib ini ditambahkan oleh

informan penelitian I2-1;

“Kalau untuk sistem kerja, terkait disiplin dan tata tertib, itu ada
aturannya, PP 53 Tahun 2010, nah ini juga kita lakukan
sosialisasikan ke semua SKPD bahwa ada PP baru, peraturan
tentang kedisiplinan, itu nanti akan di adopsi oleh semua SKPD
dan akan disesuaikan dengan masing-masing SKPD. Kalau rumah
sakit kan ada aturan lain tentang jam masuk dan jam pulang kantor,
ada jam piket juga, nah itu SKPD sendiri yang buat, tetapi untuk
95

aturan yang peraturannya sudah pemerintah, itu sudah wajib


langsung kita turunkan kepada stakeholder dibawahnya. Jadi selain
SKPD membuat ketentuan jam kantor tetapi mereka juga tetap
melihat ke peraturan pemerintah yg ada. Jam kerja juga ada yang
kita keluarkan dari PERWAL (Peraturan Walikota) tapi itu pun
disesuaikan jam masuk dan pulangnya, di semua SKPD juga
disesuaikan sendiri sesuai kantornya”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa tata

tertib yang diberlakukan dalam RSUD Kota Cilegon disesuaikan dengan

Peraturan Pemerintah 53 Tahun 2010 tentang didiplin kerja pegawai negri sipil

juga Peraturan Walikota, merujuk pada peraturan tersebut RSUD Kota Cilegon

membuat aturan-aturan terkait jam masuk dan jam pulang kantor, juga jam

piket atau pebagian shift kerja, tata cara dalam melaksanakan tugas kerja dan

sangsi kepada pegawai yang tidak mematuhi dan melaksanakan tata tertib yang

ada. Kemudian pada penelitian ini, peneliti menanyakan Bagaimanakah proses

pendelegasian wewenang terhadap pegawai di RSUD Kota Cilegon. Dijawab

oleh I1-3;

“Tiap-tiap unit pasti ada atasannya ya, prosedurnya kepala unit itu
yang mendelegasikan wewenang ke staff-staff bawahannya,
biasanya ada perintah atau wewenang dulu gitu misalnya dari pak
direktur, nanti kepala-kepala unit, kasubag sampaikan lagi ke staff-
staffnya, perintahnya di susun oleh bagian kepegawaian sesuai
dengan kulifikasi kerjanyan dalam surat pertintah kerja yang
disahkan pak direktur”

Dari hasil wawancara penelitian di atas pendelegasian wewenang

terhadap pegawai RSUD Kota Cilegon dilakukan secara top down,

pendelagasian wewenang disusun oleh bagian kepegawaian yang disusun

sesuai dengan kemampuan atau kualifikasi sumber daya manusia yang ada di

RSUD Kota Cilegon yang dituangkan dalam bentuk surat perintah kerja yang
96

telah disahkan dan di tanda tangani oleh direktur RSUD yang kemudian di

sampaikan kepada kepala unit atau kepala bagian yang kemudian di berikan

kepada staff atau anggota kerja dibawahnya. Kemudian pertanyaan yang sama

peneliti berikan kepada I1-4;

“Kalau untuk dokter, pendelegasian wewenang lansung dengan bu


wadir bagian pelayanan, dari ibu wadir diarahkan sesuai dengan
keahlian kita, apa dan bagaimana cara kerja kita”

Dari hasil wawancara penelitian dengan informan penelitian di atas

dapat diketahui bahwa,g untuk tenaga medis (dokter) wewenang kerjanya

diberikan oleh wakil direktur bagian pelayanan, wewenang kerja disesuaikan

dengan kualifikasi dokter karena dokter memiliki kualifikasi atau spesialisasi

kerja yang berbeda, apa dan bagaimana cara kerja disesuaikan dengan

kualifikasi atau spesialisasi dokter tersebut. Kemudian ditambahkan oleh I1-5;

“Ada, misalnya tindakan wewenang dokter tapi dokter


melimpahkan ke bidan dengan syarat ada tanda tangan persetujuan
dokter yang melimpahkan wewenang, misalnya tindakan persalinan
dengan vacuum, seharusnya dilakukan dokter tapi dokter
melimpahkan ke bidan”

Dari hasil wawancara penelitian di atas wewenang kerja untuk

tenaga medis dapat diberikan secara langsung dengan melimpahkan

wewenang kebawahan dengan surat persetujuan tindakan medis yang di tanda

tangani oleh dokter yang bertugas. Wewenang diberikan harus sesuai dengan

kualifikasi penerima wewenang untuk menghindari kesalaha-kesalahan yang

mungkin terjadi, setiap wewenang kerja yang diberikan harus memiliki

bagian yang bertanggung jawab atas wewenang tersebut, siapa yang


97

memberikan dan untuk siapa wewenang itu diberikan. Hal ini ditambakan

oleh I1-6;

“Dari atasan langusng ya, kalau kita suster ya dari kepala suster
atau dokter, misalnya kapan kasih obat, ganti infus, cek kondisi
pasien”

Dari wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa untuk

wewenang kerja diberikan langsung oleh atasan. Tindakan-tindakan dalam

melaksanakan tugas dalam melaksanakan pekerjaan diatur dengan kondisi

pasien, hal ini diatur oleh kepala perawat atau dokter yang menangani yang

kemudia dilimpahkan kepada suster atau perawat yang sedang bertugas. Hal

ini ditambahkan oleh I1-7;

“Wewenang kerja sesuai dengan keputusan direktur atau surat


perintah kerja”

Dari hasil wawancara dengan informan penelitian pendelegasian

wewenang kerja diberikan melalui surat keputusan direktur atau surat

perintah kerja, dibagian mana dan apa saja yang harus dikerjakan oleh

pegawai sudah diatur dalam surat perintah kerja. Hal ini diperkuat oleh I1-2;

“Kan kalau sudah sesuai dengan kebutuhan rumah sakit dan


kualifikasinya sesuai, langsung kita SPK kan saja”

Menurut informan penelitian di atas pendelegasian wewenang

dalam RSUD Kota Cilegon disesuaikan dengan kebutuhan dan kualifikasi

sumber daya manusia, di bagian mana pegawai ditempatkan dan apa saja

yang harus dikerjakan dituangkan dalam surat perintah kerja.

Dari beberapa hasil wawancara penelitian di atas terkait bagaimana

pendelegasian wewenang terhadap pegawai di RSUD Kota Cilegon peneliti


98

menyimpulkan bahwa proses pendelegasian wewenang diatur oleh pihak

manangement RSUD Kota Cilegon, wewenang yang diberikan kepada

pegawai RSUD disusun oleh bagian kepegawaian RSUD, wakil direktur

pelayanan yang dituangkan kedalam bentuk Surat perintah kerja (SPK) yang

disahkan oleh Direktur RSUD Kota Cilegon, sedangkan untuk proses

pendelegasian wewewang mengenai tindakan medis diberikan langsung oleh

dokter langsung ke tenaga perawat atau bidan dengan surat persetujuan dokter

untuk melimpahkan wewenang yang telah ditanda tangani sebelumnya oleh

dokter bersangkutan.

Selanjutnya pada penelitian ini peneliti menanyakan apa saja

unsur-unsur yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah pelayanan publik

berupa rumah sakit ini?. Rumah sakit sebagai penyedia layanan publik

(pelayanan kesehatan) harus memiliki unsur-unsur yang mampu mendorong

pelayanan kesehatan dapat terselenggara dengan optimal dan bermutu,

pertanyaan ini dijawab oleh I1-1;

“Sesuai dengan 6M saja sih, ada man, money, material, machine,


method sama market”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa

unsur-unsur yang dibutuhkan oleh RSUD untuk membentuk sebuah

pelayanan publik adalah 6M (man, money, maetrial, Machune, method,

market). Man adalah sumber daya manusia pada RSUD baik itu pihak

manajemen atau tenaga medis yang melaksanakan proses pelayanan publik,

money, Uang atau anggaran menjadi alat perencanaan artinya anggaran yang

ada akan dipergunakan merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan


99

RSUD (berapa biaya yang dibutuhkan dan berapa hasil yang diperoleh), dan

sebagai alat pengendalian anggaran memberikan rencana detail atas

pendapatan dan pengeluaran RSUD agar pembelanjaan yang dilakukan dapat

dipertanggung jawabkan, Material adalah sarana penunjang kegiatan

pelayanan publik/pelayanan kesehatan seperti gedung RSUD, meja, kursi,

tempat tidur pasien dan lain-lain, machine adalah alat-alat kesehatan yang

digunakan untuk mempermudah kinerja tenaga medis seperti alat-alat

laboratorium, incubator bayi, USG, diagnostic set dan lain-lain, methode

adalah aturan-aturan atau penetapan cara pelaksanaan kerja untuk

menciptakan pelayanan kesehatan yang baik dan market karena RSUD adalah

penyedia pelayanan publik berupa pelayanan kesehatan, kesehatan

masyarakat Cilegon adalah tujuan yang harus diciptakan oleh RSUD Kota

Cilegon, baik dengan cara penyuluhan atau kegiatan pelayanan kesehtan

secara langsung. Kemudian ditambahkan oleh I1-2;

“Ada bangunan, fasilitas, terus ada manusia ya sebagai tenaga


kerjanya, kemudian budget atau anggaran sebagai alat untuk
merencankan tujuan RSUD”

Dari hasil wawancara penelitian di atas, unsur-usur yang

dibutuhkan untuk membentuk sebuah RSUD adalah bangunan sebagai tempat

bekerja juga untuk melayani masyarakat, fasilitas adalah sarana untuk

melancarkan kegiatan pelayanan kesehatan, manusia sebagai tenaga kerja

yang melayani masyarakat, dan budget atau anggaran yang berfungsi sebagai

dasar untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan untuk mencapai

tujuan RSUD. Pernyataan di atas diperkuat oleh I1-3;


100

“Pertama ya pastinya anggaran, kedua SDM, ketiga fasilitas, itu


sih yang paling dibutuhkan”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa

unsur-unsur yang dibutukan untuk membentuk sebuah pelayanan publik

berupa rumah sakit adalah anggaran, anggaran menjadi unsur terpenting

dalam membentuk sebuah pelayanan publik angaran berfungsi sebagai alat

perencana, alat kordinasi, alat pengawasan, dan sebagai pedoman kerja dalam

menjalankan RSUD untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber

daya manusia berfungsi sebagai pengelola juga sebagai pelaksana dalam

mencapai tujuan RSUD. Fasilitas berfungsi sebagai alat untuk memperlancar

seluruh kegiatan pelayanan kesehatan di RSUD Kota Cilegon.

Kemudian pada penelitian ini peneliti mengajukan pertanyaan

lain, yaitu Bagaimana proses penempatan kerja di Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Cilegon?. Pertanyaan penelitian tersebut kemduian di jawab

oleh I1-1 seperti berikut;

“Jadi proses penempatan disini untuk yang PNS sudah ada


ketentuannya dari pusat melalui BKD Kota Cilegon, sedangkan
untuk pegawai BLUD baru kita sendiri yang rekrut, ketentuan,
besaran insentif segala rupa kita yang atur untuk pegawai
BLUD”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa

proses penempatan kerja di lingkungan RSUD Kota Cilegon dibagi menjadi

dua kategori, penempatan pegawai negeri sipil dan pegawai badan layanan

umum daerah. Untuk pegawai negeri sipil proses seleksi dan besaran gaji

sudah diatur oleh badan kepegawaian negara kemudian di tempatkan oleh

badan kepegawaian daerah sesuai dengan kualifikasi RSUD Kota Cilegon,


101

sedangkan untuk pegawai BLUD pihak RSUD Kota Cilegon sendiri yang

mengatur tahapan seleksi dan besaran gaji yang diberikan, RSUD Kota

Cilegon sebelumnya membuat formasi tenaga kerja yang dibutuhkan.

Pernyataan ini ditambahkan oleh I1-3;

“Untuk penetapan kerja perawat, bidan, dokter sudah sesuai. Klo


untuk dari umum itu sesuai dengan kebutuhan kita ya mba,
memang sih sebetulnya harus sesuai dengan kompetensi”

Dari hasil wawancara penelitian di atas proses penetapan kerja

di RSUD Kota Cilegon untuk tenaga medis penetapan kerjanya sudah sesuai

dengan kualifikasi pekerjaan yang di miliki, sedangkan untuk bagian umum

masih ada ketidak sesuaian antara pekerjaan dengan kualifikasi yang dimiliki

pegawai. Kemudian hal ini ditambahkan oleh I2-1;

“Kalau sudah sesuai, langsung kita SPK kan, ini hanya


gambaran umum ya, kalau formasinya sudah diusulkan oleh
RSUD, lalu BKD juga sudah membuat nominatif sesuai usulan
itu, sesuai formasi, kemudian meminta ke pusat untuk formasi
itu diberikan, akhirnya diberikan, itu kan pusat mengeluarkan
SK PNS, setelah keluar SK PNS, dia sudah diterima, lalu
diberikan surat perintah untuk melaksanakan tugas di rumah
sakit, karena sudah sesuai dengan formasinya”

Dari hasil wawancara penelitian ditas dapat diketahui bahwa proses

penetapan kerja dilingkungan RSUD Kota Cilegon melalui proses usulan

yang diminta oleh RSUD Kota Cilegon kepada Badan Kepegawaian Daerah

Kota Cilegon yang selanjutnya diajukan formasinya ke Badan Kepegawaian

nasional. Jika formasi yang diajukan tersebut disetujui oleh pemerintah

kemudian di tempatkan sesuai dengan kebutuhan dan kualifikasi kerja atau

formasi yang telah diajukan, kemudian dengan dikeluarkan SK PNS dan surat
102

perintah kerja dari RSUD Kota Cilegon maka pegawai tersebut bekerja di

RSUD Kota Cilegon.

Gambar 4.5
Proses Penyusunan Formasi

Kemudian penelitian dilanjutkan dengan pertanyaan Apakah

penempatan pegawai sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan

pegawai?. Dijawab oleh I1-1;

“Sesuai sih ya, sudah sama seperti latar belakang pendidikan


terakhirnya tapi nanti kalalu mau lebih jelasnya tanya aja bagian
kepegawaian”

Menurut hasil wawancara penelitian di atas penempatan kerja

pegawai RSUD Kota Cilegon sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan

pegawai, namun informan penelitian di atas tidak daat menjelaskan secara

rinci. Kemudian pertanyaan penelitian ini dilanjutkan kepada informan

penelitian selanjutnya. Kemudian dijawab oleh I3-1;


103

“Kita punya formasi alokasi tenaga, misalnya butuhnya adalah


dari smk atau apa, nanti kita sesuaikan dengan itu, walaupun dia
punya S1 tapi yang kita pakai yang kita butuhinya. Jadi sesuai
dengan kebutuhan kita tapi ya memang disesuaikan dengan
izajahnya”

Menurut informan penelitian di atas penetapan dan penempatan

kerja disesuaikan dengan alokasi tenaga kerja yang dibutuhkan, pegawai

diseleksi dengan kebutuhan RSUD dengan melihat alokasi tenaga kerja yang

dibutuhkan jadi dalam penempatan kerja pegawai ditempatkan sesuai dengan

kebutuha RSUD dan keahlian pegawai tersebut. Selanjutnya ditambahkan

oleh I1-4;

“Untuk dokter kan itu sudah memang memliki basic ya, jadi
sesuai penempatannya dengan keahliannya. Kan gak mungkin
juga dokter penyakit dalam ditempatkan menjadi dokter anak”

Dari hasil wawacara penelitian di atas, penematan kerja

disesuaikan dengan latar belakang atau keahlian pegawai, seperti penempatan

kerja dokter disesuaikan dengan keahlian atau spesialisasinya, contohnya

dokter penyakit dalam tidak dapat ditempatkan di poli anak, atau bagian

lainya. Namun dalam penelitian ini ditemukan pernyataan lain, seperti

jawaban wawancara informan I1-6 dibawah;

“Sistem penempatannya tidak sesuai, masih ada bidan yg


bekerja tidak sesuai dengan tupoksinya, seharusnya ruang
lingkup bidan kan ibu dan bayi (ruang bersalin, bayi, nifas) tapi
masih ada bidan yg ditempatkan di poli umum, administrasi.”

Menurut informan penelitian di atas penempatan kerja masih

ada ketidak sesuaian dengan latar belakang pendidikan atau keahlianya.

seperti pada tenaga medis, bidan yang memiliki ruang lingkup kerja pada bayi

dan anak (ruang bersalin, bayi, dan nifas) dalam beberapa kasus masih ada
104

bidan yang ditempatkan diluar dari ruang lingkup pekerjaanya seperti bidan

yang ditempatkan di poli umum atau di bagian administrasi. Pernytaan ini

ditambahkan oleh I2-1;

“Kalau untuk PNS, karena kita yg menyerahkan formasi


nominatif tersebut maka penempatannya pun sesuai dengan latar
belakang pendidikan mereka. Beberapa memang mungkin
kurang sesuai, itu untuk menutupi yang kurang-kurang karena
jika nunggu pemerintah kan lama ya prosesnya, itu sifatnya
kondisonal sebetulnya.”

Dari hasil wawancara penelitian di atas untuk penempatan kerja

pegawai negri sipil sudah sesuai dengan kebutuhan dan keahlinya, namun

dalam beberapa kasus penempatan kerja tidak sesuai dengan keahlianya,

menurut informan penelitian di atas hal tersebut bersifat kondisional karena

proses penerimaan atau penempatan pegawai membutuhkan waktu untuk

dalam prosesnya sedangkan kebutuhan pegawai harus segera terpenuhi maka

sering kali terjadi ketidak sesuaian dalam penempatan pegawai.

Dari hasil wawancara penelitian dengan beberapa informan

penelitian di atas, dalam penempatan pegawai masih ada ketidak sesuaian

antara latar belakang pendidikan atau kehlian dengan ruang lingkup

pekerjaannya, seperti pada tenaga medis bidan terjadi penempatan yang tidak

sesuai dengan ruang lingkup pekerjaanya seharusnya ditematkan di ruang

bersalin, anak, dan nifas namun terjadi penempatan di bagian umum dan

administrasi. Hal tersebut dapat terjadi karena proses penerimaan pegawai

yang memakan waktu. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian

Apakah masih terdapat kekurangan pegawai, yang kemudian dijawab oleh I1-

1;
105

“Masih, masih ada. Kemarin kita baru minta didatangkan


dokter-dokter spesialis baru untuk kita tempatkan disini”

Menurut informan penelitian di atas dapat diketahui bahwa

masih terjadi kekurang pegawai di RSUD Kota Cilegon, RSUD masih

kekurangna dokter spesialis seperti dikemukakan oleh informan penelitian di

atas.dari wawancara diatas diketahui bahwa RSUD Kota Cilegon sedang

berupaya menambah jumlah dokter spesialis. Seperti ditambahkan oleh I1-3;

“Saya pikir semua SKPD pasti kurang ya pegawainya apalagi ini


rumah sakit yg tiap hari melayani orang-orang, tenaga medis
kita masih kurang”

Dari hasil wawancara dengan informan penelitian di atas dapat

diketahui bahwa masih terjadi kekurangan pegawai pada RSUD Kota

Cilegon, tenaga kerja yang kurang ini pada posisi tenaga medis. Tenaga

medis menjadi bagian yang sangat penting dalam kegiatan pelayanan

kesehatan di RSUD Kota Cilegon sehingga perlu adanya penambahan guna

mempercepat dan memperlancara kegiatan pelayanan kesehatan. Kemudian

di perkuat oleh pernyataan I2-1;

“Kemarin saya melakukan pembinaan di Kelurahan, yang saya


liat hampir semua SKPD kurang, kurangnya kenapa? Ya itu
tadi,dalam hampir kurun 3 tahun terakhir tidak ada pembukaan
CPNS, jadi kurang”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan

bahwa masih terjadi kekurangan pegawai di RSUD Kota Cilegon, hal ini

dikarenakan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak ada penambahan

jumlah Pegawai Negeri Sipil oleh pemerintah pusat. Kemudian dilanjutkan


106

dengan pertanyaan penelitian pegawai dalam bidang apa yang masih kurang?.

Dijawab oleh I1-1;

“Yang jadi perhatian saya sih sekarang dokter spesialis ya


spesialis penyakit dalam, untuk pegawai lain yang masih
kurang, saya belum paham betul”

Dari hasil wawancara penelitian dengan informan di atas dapat

diketahui bahwa tenaga kerja yang masih kurang di RSUD Kota Cilegon

adalah tenaga medis khususnya dokter spesialis penyakit dalam. Hal ini

kemudian ditambahkan oleh I1-3;

“Dokter spesialis kita kurang, suster, apoteker, bagian


perkantoran juga masih perlu ditambah beberapa lagi untuk
mengurus administrasi, ya banyaklah”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa

hampir semua bagian di RSUD Kota cilegon mengalami kekurangan tenaga

kerja, untuk tenaga medis RSUD Kota Cilegon yang kurang adalah dokter

spesialis, suster dan apoteker, dan untuk bagian perkantoran atau manajemen

yang masih kurang adalah bagian administrasi. Berikut tabel kekurangan

pegawai seperti di bawah ini:

Tabel 4.1
JUMLAH TENAGA MEDIS RSUD KOTA CILEGON

Jumlah
Jumlah
No Nama Pendidikan sesuai Kekurangan Ket.
Tersedia
PMK
Medik Umum 34 12 √
1
Dasar Gigi 2 4 2
Medik Penyakit
2 4 3 √
Spesialis Dalam
107

Dasar Anak 4 3 √
Bedah 2 3 1
Obgyn 3 3 √

Mata 2

THT 2
Syaraf 1
Jantung 1
Paling
Kulit &
1 sedikit
Kelamin
berjumlah belum
Medik Kedokteran
- delapan sesuai
3 Spesialis Jiwa
pelayanan dengan
Lain Paru 1
dari tiga PMK
Orthopedi 2
belas
Urologi - pelayanan
Bedah
-
Syaraf
Bedah
-
Plastik
Forensik -
Paling
Spesialis
- sedikit
Bedah
berjumlah sudah
Medik
Penyakit dua sesuai
4 Sub 4
Dalam pelayanan dengan
Spesialis
Kesehatan dari mpat PMK
4
Anak subspesialis
Obgyn 2 dasar
5 Medik Anestesi 3 2 - √
108

Spesialis Radiologi 2 2 - √
Penunjang Patologi
1 2 1 -
Klinik
Patologi
- 2 2 -
Anatomi

Rehabilitasi
1 2 1 -
Medik

(Sumber: Peneliti, 2017)

Kemudian peneliti melanjutkan dengan pertanyaan penelitian

Bagaimana cara mengatasi masalah kekurangan pegawai tersebut dan dijawab

oleh I1-1;

“Kita rekrut pegawai yang memang kita butuhkan, misalnya sekarang


kan kita lagi butuh dokter spesialis penyakit dalam, kita minta, kita
cari itu sesuai sama apa yang kita butuhkan”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa untuk

mengatasi masalah terkait kekurangan pegawai RSUD Kota Cilegon merekrut

pegawai dengan cara berkordinasi dengan Badan Kepegawai Daerah Kota

Cilegon, jika mengalami kendala RSUD Kota Cilegon mencari sendiri

pegawai tersebut. Kemudian ditambahkan oleh I1-2;

“Ya kita harus rekrut pegawai baru, Ini juga sebenernya kita lagi
minta beberapa dokter spesialis ke BKD, katanya sih datengnya nanti
awal tahun depan, karna mereka lagi pelatihan dulu sekarang.”

Dari hasil wawancara penelitian dengan informan penelitian di atas

dapat diketahui bahwa untuk mengatasi kekurangan pegawai RSUD Kota

cilegon harus segera merekrut pegawai baru, salah satu caranya adalah

mengajukan formasi penambahan pegawai kepada badan kepegawain dearah

Kota Cilegon. Kemduian diperkuat oleh I2-1;


109

“Menambah ya, membuat formasi unuk kemudian dibuatkan


nominatif dan diserahkan ke pusat (untuk PNS), untuk BLUDnya
merka yang cari sendiri.”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa

untuk proses penambahan atau perekrutan pegawai baru paegawai negeri

sipil RSUD Kota Cilegon harus membuat formasi kebutuhannya yang

kemudian dibuat nominatif oleh Badan Kepegawai Daerah Kota Cilegon

untuk diserahkan ke pemerintah pusat, sedangkan kebutuhan pegawai yang

bukan pegawai negeri sipil RSUD Kota Cilegon mencari sendiri, proses dan

ketentuannya dibuat sendiri oleh RSUD Kota Cilegon. Dilanjutkan dengan

wawancara penelitian Siapakah pihak yang berwenang dalam menempatkan

pegawai di RS. Dijawab oleh I1-1;

“Bagian kepegawaian di instansi terkait yang memang membutuhkan


pegawai baru di SKPD-nya”

Dari jawaban hasil wawancara penelitan di atas dapat diketahui bahwa

pihak yang berwenang menempatkan pegawai di RSUD Kota Cilegon adalah

bagian kepegawaian dari RSUD Kota Cilegon, bagian kepegawaian bertugas

mencari solusi terhadap masalah yang timbul dilingkungan bagian

kepegawaian seperti masalah kekurangan pegawai yang terjadi di RSUD Kota

Cilegon dan menempatkan pegawai barunya. Kemudian ditambahkan oleh I1-

2;

“Kalo di RSUD kan ada tiga jenis pegawai, pertama yg uda PNS itu
yang berwenang menempatkan dari pihak BKD langsung, kedua
BLUD bagian yang berwenang ada direktur, wakil direktur bagian
umum & kepegawaian, dan kepala subbagaian kepegawaian RSUD,
ketiga TKK yg berwenang itu PEMKOT Kota Cilegon sendiri dan
direktur”
110

Dari hasil wawancara penelitan dengan informan di atas dapat

diketahui bahwa yang berwenang menempatkan pegawai di RSUD Kota

Cilegon ada beberapa pihak yang berwenang, untuk pegawai negeri sipil yang

berwenang menempatkan pegawai adalah bagian kepegawaian daerah kota

cilegon, sedangkan untuk pegawai BLUD yang berwenang menempatkan ada

direktur RSUD, Wakil Direktur bagian umum dan kepegawaian dan kepala

bagian subbagian kepegawaian, dan untuk TKK yang berwenang adalah

pemerintah kota cilegon dan Direktur RSUD Kota Cilegon. Kemudian di

perkuat oleh I2-1;

“Untuk PNS BKD dan BLUD RSUD Kota Cilegon sendiri. Karena
RSUD kan memiliki wewenang untuk merekrut sendiri pegawai dari
yang bukan PNS, dan itu banyak ya jenisnya ada BLUD, TKK, THL,
dan lain-lain”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan dapat

disimpulkan bahwa pihak yang berwenang menempatkan pegawai di RSUD Kota

Cilegon adalah Badan kepegawaian Daerah Kota Cilegon untuk penempatan

pegawai negeri sipil, untuk pegawai BLUD yang berwenang menempatkan

pegawai adalah RSUD Kota cilegon itu sendiri, untuk pegawai TKK dan lain-lain

yang berwenang menenmatkan ada pemerintah Kota Cilegon dan RSUD Kota

Cilegon sendiri. Dilanjutkan dengan wawancara penelitian Siapakah pihak yang

bertanggung jawab menyediakan jika terjadi kekurangan pegawai?, dijawab oleh

I1-1;

“Bagian kepegawaian di RSUD yang biasanya membawahi atau


menangani hal-hal yang berkaitan dengan kepegawaian”
111

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa yang

bertanggung jawab menyediakan jika terjadi kekurangan pegawai adalah bagian

kepegaawaian RSUD Kota Cilegon, bagian kepegawaian memberikan usul dan

saran ke Direktur RSUD untuk menyidiakan pegawai kemudian membuat formasi

tenaga kerjanya yang selanjutnya mencari kekurangan pegawai tersebut.

Diperkuat oleh I1-2;

“Bagian kepegawaian dari instansi terkait dan BKD dalam ruang


lingkup daerah SKPD tersebut”

Dari wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa pihak yang

bertanggung jawab menagatasi kekurangan pegawai adalah bagian kepegawaian

RSUD Kota Cilegon bagian kepegawaian harus segeran membuat formasi

pegawai dan mencari pegawai untuk pegawai BLUD dan TKK dan juga

berkordinasi dengan badan kepegawaian Kota Cilegon untuk pegawai negeri sipil.

Di tambahkan oleh I2-1;

“Untuk RSUD Kota Cilegon, jika menyangkut berbagai hal dengan


Pegawai Negeri Sipil (PNS) BKD yg mengatur, tetapi untuk pegawai
tambahan lain seperti BLUD, TKK, itu mereka rekrut sendiri sesuai
kebutuhan mereka”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa

yang bertanggung jawab untuk menyediakan pegawai jika terjadi kekurangan

pegawai adalah Badan kepegawai daerah Kota Cilegon untuk pegawai negeri

sipil, sedangkan untuk pegawai yang bukan berstatus pegawai negeri sipil bagian

kepegawaian RSUD Kota Cilegon yang bertanggung jawab. Selanjutnya

penelitian dilanjutkan dengan pertanyaan Adakah terjadi koordinasi RS Cilegon

dengan BKD Kota Cilegon?. Dijawab oleh I1-1;


112

“Ada, lebih jelasnya dijawabnya melalui bagian kepegawaian di


RSUD Cilegon saja ya”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa RSUD

Kota Cilegon melakukan kordinasi dengan bagian kepegawain daerah Kota

cilegon untuk hal yang menyangkut dengan kepegawaian. Kemudian jawaban di

atas di atas ditambahkan oleh I1-2;

“Untuk PNS, iya kita koordinasikan semua dengan BKD Kota


Cilegon. Mulai dari proses pengangkatan, mutasi atau perpindahan
sampai proses pensiunnya”

Menurut hasil wawancara dengan informan penelitian di atas dapat

diketahui bahwa terjadi kordinasi antara RSUD Kota Cilegon dengan badan

kepegawai daerah Kota Cilegon terkait pegawai yang berstatus pegawai negeri

sipil. Kemudian diperkuat oleh I2-1;

“Karna BKD dan RSUD adalah SKPD ya Satuan Kerja Perangkat


Daerah, kalau BKD hubungannya ke SKPD lainnya memang wajib ya
memang harus karna setiap permohonan maupun urusan pegawai
melalui BKD. Nah kalo BKD untuk jumlah personil yang ada di RS
Cilegon, untuk data administrasi kepegawaiannya kita yang
mengelola”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa

terjadi kordinasi yang baik anatara RSUD Kota Cilegon dengan badan

kepegawain daerah Kota Cilegon, kordinasi tersebut mengenai pegawai yang

berstatus pegawai negeri sipil. RSUD Kota Cilegon harus mengajukan

formasi penambahan pegawai untuk menambah jumla pegawainya ke badan

kepegawaian daerah Kota Cilegon sehingga badan kepegawaian daerah Kota

Cilegon dapat nominatif pegawai yang akan diajukan ke badan kepegawai

pusat agar pada periode pengangkatan yang akan datang formasi pegawai
113

yang dibuthkan tersedia. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian

Bagaimana proses koordinasi tersebut?. Dijawab oleh I1-1;

“Koordinasi ke BKD itu hanya menyangkut masalah pegawai yang


statusnya sudah PNS (Pegawai Negeri Sipil), kalau untuk yg BLUD,
TKK, Magang, itu kita sendiri yang mengatur”

Dari hasil wawancara penelitian di atas koordinasi yang terjadi antara

RSUD Kota Cilegon dengan badan kepegawaian Kota cilegon menyangkut

urusan penambahan tenaga kerja pegawai negeri sipil. Kemudian lebih rinci

ditambahkan oleh I-2;

“Pertama kita cari dulu tenaga apa yang kita butuhkan, kita catet, trus
kita laporkan ke BKD, BKD yang memproses itu ke pusat, nanti kita
tinggal tunggu aja konfirmasi lagi sama kita”

Proses koordinasi yang terjadi antara RSUD Kota Cilegon dan badan

kepegawaian daerah Kota Cilegon adalah menayangkut penambahan pegawai

negeri sipil, RSUD Kota Cilegon sebelumnya membuat formasi kebutuhan

tenaga kerja yang ada yang kemudian diberikan atau dilaporkan ke bagian

kepegawaian daerah Kota Cilegon. Kemudian di perkuat oleh pernyataan I2-1;

“Karna semua yang terkait dengan pegawai itu BKD yang mengelola
jadi permasalahan personil di RSUD maupun SKPD lainnya itu selalu
diajukan ke BKD, yang pertama itu permohonan pengadaan
pegawainya, terus kenaikan pangkat, terus penempatannya, terus
permohonan pindah/mutasi”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa

proses koordinasi yang terjadi adalah proses administrasi pelaporan formasi

penambahan tenaga kerja yang diajukan oleh RSUD Kota Cilegon kepada

bagian badan kepegawaian daerah Kota Cilegon, yang kemudian diproses

menjadi nominatif pegawai oleh badan kepegawaian daerah Kota Cilegon ke


114

pemerintah pusat jika sudah tersedia di beri surat keputusan kemudian

diserahkan ke RSUD Kota Cilegon.

4.3.3 Actuating (Pelaksanaan)

Actuating, atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang

dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang

ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat

tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari

pegawai-pegawainya, memberi penghargaan, memimpin, mengembangkan dan

memberi komponsasi kepada mereka (Terry, 2008:17). Pengarahan merupakan

suatu kegiatan untuk mengintegrasikan usaha anggota-anggota dari suatu

kelompok, sehingga melalui tugas-tugas mereka dapat terpenuhi tujuan pribadi

dan kelompoknya. Semua usaha kelompok menghendaki pengarahan apabila

ingin secara sukses mencapai tujuan akhir kelompok tersebut (Terry, 2008:138).

Sumber daya manusia sangat berperan penting dalam melaksanakan suatu

kebijakan (perencanaan) untuk mencapai sebuah keberhasilan, dimana sumber

daya manusia lebih difokuskan kepada berapa jumlah orang yang menjalankan

kebijakan tersebut, kualitas sumber daya manusia tersebut, dan juga kinerja

mereka pada saat melaksanakan kebijakan. Pada penelitian ini peneliti

menanyakan siapa saja yang berwenang memberikan pengarahan tujuan?.

Dijawab oleh I1-1;

“Pak direktur ya sebagai penanggung jawab sekaligus direktur rumah sakit


ini, nanti direktur yang mengarahakan bagaimana manajemen harus
bertindak”
115

Menurut hasil wawancara di atas yang bertanggung jawab untuk

memberikan pengarahan adalah Direktur RSUD Kota Cilegon, Direktur

memeberikan pengarahan secara langsung ke Manajemen RSUD Kota Cilegon

untuk menyampaikan tujuan organisasi dan mendelegasikan wewenang kepada

manajemen agar tujuan organisasi dapat berjalan sesuai dengan apa yang sudah di

tetapkan organisasi. Hal lain disampaikan oleh I1-3;

“Karna rumah sakit itu luas sekali ya, biasanya pengarahan tujuan
dilakukan di tiap-tiap unit, misal kepala unit radiologi menyampaikan
arahan tertentu ke stafnya, kalo untuk kepala ruangan misalnya memberi
pengarahan untuk perawat-perawat”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pemberian pengarahan

tidak hanya dilakukan oleh Direktur RSUD Kota Cilegon, pengarahan juga

diberikan oleh kepala unit kepada staff atau bawahanya. Karena rumah sakit

cakupannya luas dibagi kedalam beberapa unit pengarahan secara langsung

diharapkan akan tepat sasaran sehingga tujuan organisasi yang diinginkan dapat

tercapai secara efektif dan efisien.

Dari dua hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pengarahan

yang dilakukan di RSUD Kota Cilegon dilakukan secara top down, pengarahan

dilakukan secara berurutan mulai dari top management ke bottom management

agar tujuan organisasi yang sudah direncanakan sebelumnya dapat berhasil

dilaksanakan secara efektif dan efisien. Berikut peneliti gambarkan dalam bentuk

bagan seperti dibawah ini:


Besarnya tanggung jawab
masing tingkatan

Top management
(Direktur/Pimpinan)

Middle management
(Kepala Bagian, Kepala
Seksi, Kepla Unit, Kepala
Ruangan, dll)

Low management (Staf


116

Jumlah manager dalam jabatan

Gambar 4.6
Tingkatan Manajemen Berdasarkan Tanggung Jawab

*Ket: Semakin tinggi jabatan seseorang, maka jumlah akan semakin sedikit,

sedangkan tugas dan tanggung jawabnya akan semakin besar. Sedangkan semakin

rendah jabatan seseorang, maka jumlah pemegang jabatan tersebut akan semakin

banyak dan tanggung jawabnya semakin kecil.

Kemudian peneliti menanyakan bagaimana pengarahan yang diberikan

oleh atasan ke bawahan maupun antar lini dalam melayani pasien. Hal ini di

jawab oleh I1-1;

“Tiap hari kan kita ada apel pagi, disitu sering dikasih arahan langsung
sama atasan”

Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa pengarahan yang

diberikan oleh pimpinan diberikan setiap apel pagi diberikan secara langsung agar

tercipta pemahaman yang mendalam kepada sumber daya manusia di Rumah

Sakir Umum Daerah Kota Cilegon dalam menjalankan tugas dan fungsi untuk

melayani masyarakat atau pasien secara efektif dan efisien. Hal ini ditambahkan

oleh I1-3;

“Ada apel pagi, briefing juga, kadang kita juga rapat langsung dengan
direktur”
117

Menurut informan di atas dijelaskan selain pemberian pengarahan setiap

apel pagi ada juga briefing antara kepala unit dengan bawahan atau tenaga medis

yang diberikan sebelum memulai suatu pekerjaan hal ini bertujuan untuk

menciptakan pekerjaan yang efektif dan efisien serta menurunkan tingkat

kesalahan sumber daya manusia yang ada di RSUD Kota Cilegon. Selain itu ada

juga rapat dengan direktur untuk mengevaluasi apakah pengarahan yang diberikan

kepada sumber daya yang ada di RSUD kota cilegon sudah dilaksanakan dengan

baik. Selanjutnya peneliti menanyakan apakah ada hambatan dalam melaksanakan

pengarahan. Pertanyaan ini dijawab oleh I1-1;

“ Tidak ada”

Menurut informan penelitian di atas tidak ada hambatan dalam hal

melaksanakan pengarahan, pengarahan kerja yang diberikan oleh pimpinan dapat

dilaksakan dengan baik oleh organisasi dengan baik, hal ini dipertegas oleh

pernyataan informan penelitian I1-3;

“Sejauh ini belum ada”


118

Pernyataan informan di atas mempertegas pernyataan informan

sebelumnya bahwa tidak ada hambatan dalam melaksanakan pengaraan di Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Cilegon dapat melaksanakannya, pengarahan dapat

diserap dan dilaksanakan dengan baik oleh pegawai. Kemudian pertanyaan

wawancara dilanjutkan dengan adakah perintah kerja dalam rumah sakit ini, jika

ada apa bentuk perintah kerja tersebut, lisan atau tulisan? Dijawab oleh I1-1;

“Ya itu tadi seperti di apel pagi, kita kasih arahannya langsung secara
lisan, juga kepala bagian masing-masing kasih secara langsung”

Dari hasil wawancara di atas perintah kerja yang diberikan secara lisan,

perintah kerja diberikan ketika apel pagi, dan perintah kerja juga diberikan secara

langsung oleh kepala bagiannya masing-masing sebelum memulai pekerjaan.

Kemudian ditambahkan oleh I1-3;

“Ada yang lisan, ada juga yang tertulis. Kalo lisan ya semacam rapat-rapat,
kalo tertulis via memo atau pemberian surat perintah kerja langsung dari
direktur”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa ada

perintah kerja yang diberikan oleh manajemen atau atasan dari RSUD Kota

Cilegon. Bentuk pengarahan yang diberikan berupa lisan dan tertulis, dalam

bentuk lisan pengarahan diberikan di pada saat rapat atau apel pagi, sedangkan

dalam bentuk tulisan diberikan secara memo atau surat perintah kerja yang

diberikat oleh direktur RSUD Kota Cilegon.

Kemudian penelitian ini dilanjutkan dengan pertanyaan wawancara

Adakah motivasi kerja yang diterapkan di rs cilegon, jika ada berupa apakah

motivasi tersebut? Materi atau non materi. Pertayaan wawancara ini kemudian

penliti berikan kepada I1-1;


119

“Ada, dua-duanya, kalo materi, kita kasih reward berupa insentif


tambahan, kalo non materi, kita pengucapan terima kasih, support ke dia
untuk lebih baik lagi dalam bekerja”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat diketahui bahwa RSUD Kota

Cilegon mempunyai motivasi kerja untuk memberikan motvasi juga sebagai

penilaian kerja kepada pegawainya, bentuknya berupa materi dan non materi.

Dalam bentuk materi ada insentif yang diberikan kepada pegawai-pegawai terbaik

di RSUD Kota Cilegon, sedangkan yang berupa non materi adalah dorongan-

dorongan semangat kerja dan ucapan terima kasih kepada pegawai, untuk

meningkatkan semangat kerja para pegawainya. Kemudian diperkuat oleh I1-3;

“Ada, kalau dari materi, kita beri insentif tambahan, untuk nonmaterinya,
kita beri dukungan ke pegawai”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk

memberikan semangat kerja untuk pegawainya RSUD Kota Cilegon memberikan

motivasi kerja dalam bentuk materi dan non materi. Dalam hal materi RSUD Kota

Cilegon memberikan dalam bentuk insentif atau bonus kepada pegawai yang

berprestasi, sedangkan dalam bentuk non materi RSUD Kota Cilegon memberikan

dukungan atau menanamkan semangat kerja kepada pegawainya agar bekerja

dengan baik. Selanjutnya dalam penelitian ini peneliti menanyakan Bagaimanakah

proses pemecahan masalah dalam rs cilegon?. Kemudian dijawab oleh I1-1;

“Dibahas dalam rapat atau briefing untuk dicari solusinya dan langsung
disampaikan”

Menurut informan penelitian di atas proses pemecahan masalah yang

terjadi di RSUD Kota Cilegon dilakukan melalui rapat-rapat dan brifing. Rapat

tersebut mencari masalah apa saja yang muncul di RSUD Kota Cilegon kemudian
120

langkah-langkah apa saja yang harus segera dilakukan untuk memecahkan

masalah tersebut. Kemudian ditambahkan oleh I1-3;

“Kita sering agendakan perminggu itu ada rapat atau briefing, untuk
sharing masalah-masalah yang terjadi di rumah sakit, terus kita cari jalan
keluarnya bersama-sama”

Dari hasil wawancara penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

proses pemecahan masalah, RSUD Kota Cilegon mengagendakan rapat mingguan

untuk mencari masalah yang terjadi dan mencari jalan keluarnya dari masalah

tersebut. Diharapkan dari agenda rapat mingguan tersebut dapat meminimalisir

masalah-masalah yang muncul dan mengurangi masalah-masalah yang akan ada.

4.3.4 Controlling (Pengendalian)

Controlling (pengendalian) ialah suatu usaha untuk meneliti kegiatan-

kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan. Pengendalian berorientasi pada objek

yang dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orang-orang bekerja menuju

sasaran yang ingin dicapai (Terry, 2008:18). Controlling mencakup kelanjutan

tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan dilaksanakan sesuai rencana.

Pelaksanaan kegiatan dievaluasi dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak

diinginkan diperbaiki supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Ada

berbagai cara untuk mengadakan perbaikan, termasuk merubah rencana dan

bahkan tujuanya, mengatur kembali tugas-tugas dan wewenang, tetapi seluruh

perubahan dilakukan melalui manusianya. Orang yang bertanggungjawab atas

penyimpangan yang tidak diinginkan itu harus dicari dan mengambil langkah-

langkah perbaikan terhadap hal-hal yang sudah atau akan dilaksanakan (Terry,

2008:166).
121

Pengendalian ini merupakan tahapan terahkir dalam fungsi

manajemen yang sama pentingnya dengan fungsi yang lain, kendati dibeberapa

kegiatan suatu organisasi sering dianggap tidak penting atau dikesampingkan.

Pengendalian atau pengawasan ini pada dasarnya menjaga agar kegiatan yang

dilakukan sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang diharapkan. Pada

penelitian ini peneliti menanyakan apa saja fungsi Satuan Pengawas Internal (SPI)

dan Inspektorat terhadap RSUD Kota Cilegon, dijawab oleh I1-8:

“yang diawasi oleh SPI itu bidang atau kerjaan yang meliputi
pelayanan dan keuangan, kalo di pelayanan yah rawat inap, rawat
jalan, rekam medis, farmasi, lab. Dan kalo keuangan semua
aspeknya.”

Dari hasil wawancara di atas diketahui bahwa fungsi SPI yakni

mengawasi kinerja pengelolaan RSUD Kota Cilegon dalam bidang pelayanan

yang mencakup semua aspek dari rawat inap, rawat jalan, rekam medis, farmasi,

laboratorium dan bidang keuangan baik pendapatan dan pengeluarannya. Hal

yang sama ditanyakan kepada I3.1 :

“Dari inspektorat ada tiga fungsi yang dijalankan untuk pemeriksaan


pada umumnya, pertama itu perencanaan pengawasan program, kedua
perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan, ketiga itu
pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas
pengawasan.”

Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa Inspektorat Kota

Cilegon dalam menjalankan tugasnya didasari berdasarkan tiga hal yakni

perencanaan pengawasan program, perumusan kebijakan, fasilitasi pengawasan,

dan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. Yang

ketiga hal tersebut sebenarnya fungsi tugas Inspektorat secara general yang
122

dilakukan bukan hanya kepada RSUD Kota Cilegon tetapi diterapkan kepada

semua instansi yang di audit. Berikut fungsi pengawasan Inspektorat dalam

bentuk bagan seperti dibawah ini:

Perencanaan pengawasan program

Perumusan kebijakan dan fasilitasi


pengawasan

Pemeriksaan, pengusutan, pengujian,


dan penilaian tugas pengawasan

Gambar 4.7
Tahap Fungsi Pengawasan Inspektorat

Dari wawancara kedua informan tersebut dapat disimpulkan bahwa

fungsi pengendalian RSUD Kota Cilegon sudah dilakukan oleh dua pihak pertama

SPI dan yang kedua Inspektorat. Masing-masing memiliki peran dan fungsi yang

kurang lebih sama, hanya SPI merupakan unit di dalam struktur organisasi RSUD

sendiri sedangkan Inspektorat adalah unit eksternal atau diluar struktur organisasi

RSUD. Adapun aspek yang diawasi yaitu Pelayanan dan Keuangan. Kemudian

peneliti menanyakan hal apa saja yang telah dilakukan SPI dan Inspektorat dalam

menjalankan fungsi pengawasan atau pengendalian di RSUD Kota Cilegon ?

dijawab oleh I1-8 :


123

“Evaluasi pelayanan sama auditnya. audit pelayanan dan


pendampingan konsultan, SPI itu memberikan rekomendasi, jadi SPI
itu hanya memberikan saran bukan menjadi eksekutor yang menjadi
eksekutornya itu manajemen, SPI hanya memberikan saran dan
pendapat yang menjadi eksekutor itu manajemen seperti direktur dan
wakil direktur jadi fungsi SPI hanya memberi pendapat saja. Setelah
melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi harus ditindak
lanjuti oleh manajemen, kan kita ada namanya fungsi pengawasan itu
tindak lanjut atas temuan SPI atau pemantauan, jadi SPI mengawasi
memantau apa yang menjadi temuan”.

Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa yang telah dilakukan

oleh SPI dalam menjalankan fungsinya yakni mengevaluasi pelayanan dan

mengaudit temuan dan melaporannya kepada pimpinan, karena SPI tidak

memiliki kewenangan untuk mengeksekusi adanya penyimpangan di dalam

kegiatan RSUD Kota Cilegon. Hal yang sama diajukan kepada I3-1

“Fungsi pengawasan yang telah dilakukan oleh kami itu menyusun


dan menetapkan pengawasan di lingkungan RSUD Kota Cilegon”.

Dari wawancara di atas diketahui bahwa peraturan atau ketetapan

mengenai pengawasan diatur oleh Inspektorat sebagai pedoman dalam

menjalankan fungsi pengawasan baik yang dilakukan oleh SPI maupun oleh

Inspektorat itu sendiri.

Dari dua wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang

telah dilakukan oleh SPI dan Inspektorat yakni mengevaluasi pelayanan dan

membuat suatu peraturan yang mengatur tentang pengawasan. Peneliti kembali

mengajukan pertanyaan mengenai prosedur apa yang harus dilalui oleh SPI dan

Inspektorat yang dalam menjalankan pengawasan di RSUD Kota Cilegon ?

dijawab oleh I1-8


124

“Melalui Surat Penugasan yang dibuat oleh Ketua SPI dan diserahkan
kepada Staff SPI yang menjalankan tugas pengawasan, misal
pengawasan keuangan prihal penggunaan atau penyusuna
laporannya.”
Dari wawancara di atas diketahui bahwa Prosedur yang diterapkan

melalui Surat Penugasan Ketua SPI yang diserahkan kepada Staff yang

menjalankan tugas pengawasan. Hal yang sama ditanyakan kepada I3-1

“Prosedur yang harus dilalui sebenarnya hanya menyusun standarisasi


dalam pengecekan dan pelaporan dari setiap usaha, pengukuran
pelaksanaan kegiatan, melaksanakan perbandingan pelaksanaan
dengan standar dan analisa penyimpangan, mengadakan koreksi pada
pelaksanaan.”

Dari wawancara diatas diketahui bahwa prosedur yang ditempuh oleh

Inspektorat yakni membuat standarisasi penyusunan dalam fungsi

pengawasannya, karena di dalam pernyataan sebelumnya, peraturan mengenai

pengawasan di RSUD Kota Cilegon Inspektoratlah yang membuatnya.

Dari kedua wawancara tersebut diketahui bahwasannya Prosedur

pengawasan yang dilakukan oleh kedua unit audit tersebut berbeda satu dengan

lainnya, jika SPI hanya berdasarkan Surat Perintah atau penugasan saja, berbeda

dengan Inspektorat yang membutuhkan standarisasi baik dalam persiapan,

pelaksanaan dan hasil laporan kesimpulannya. Kemudian peneliti menanyakan

tentang hal yang sama mengenai pengawasan yakni bagaimana proses

pengendalian atau pengawasan berlangsung ? dijawab oleh I1-8

“Jadi kita punya program kerja namanya rencanan kerja tahunan dan
rencana kerja semesteran yang ditanda tangani oleh direktur, jadi
direktur sudah mengetahui dari awal pekerjaan SPI itu, program kerja
itu sudah tahu yang mau dilaksanakan itu audit, evaluasi kerja SPI,
misalnya bulan ini audit keuangan, bulan depan audit yang lain.”
125

Proses pengendalian di SPI sebagaimana diketahui dari pemaparan di

atas yakni SPI melaporkan rencana kerja tahunan kepada direktur, sehingga

sebenarnya pihak direktur mengetahui kapan atau agenda apa saja yang akan

diaudit oleh SPI. Hal yang sama ditanyakan kepada I3-1

“Alurnya sih seperti ini Inspeksi, pengumpulan data, tanya jawab,


konfirmasi pihak terkait, uji lapangan bila diperlukan, membuat
simpulan.”

Dari pemaparan di atas terdapat sistematika audit yang dilakukan oleh

Inspektorat seperti Inspeksi langsung, pengumpulan data, tanya jawab,

konfirmasi, uji petik dan membuat kesimpulan atau penilaian.

Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

proses pengendalian yang dilakukan oleh SPI dan Inspektorat, di mana SPI hanya

mengaudit temuan atau yang berpotensi bermasalah dan bersifat pemberitahuan di

awal seperti melaporkan rencana kegiatan tahunan sedangkan Inspektorat

mengaudit hampir keseluruhan dari bidang pelayanan maupun keuangan, dan

bersifat independen atau bisa saja tanpa adanya pemberitahuan (mendadak).

Peneliti mengajukan kembali pertanyaan mengenai bagaimana alur hubungan

kerjasama/koordinasi antara RSUD Kota Cilegon dengan SPI/Inspektorat ?

dijawab oleh I1-8

“Jadi SPI itu berkoordinasi dengan dewan pengawas. Klo di


perusahaan tu ada komite audit, komite audit itu akan memantau
kinerja internal auditor SPI, nah jadi SPI itu melaporkan hasil kerja
ke dewan pengawas. Klo sama inspektorat itu lingkupnya beda dengan
SPI ya, klo inspektorat itu tingkat pemda klo SPI itu tingkat SKPD.
Jadi ga ada hubunganya, jadi SPI itu bertanggung jawab kepda
direktur klo inspektorat kepda walikota, tapi untuk melaksanakn
126

pengawasanya inspektorta itu biasanya menanyakan dulu ke SPI apa


saja yang sudah dilakukan supaya tidak tumpang tindih,apa yang
sudah di audit SPI klo isnpektorat itu menyakini kinerja SPI sudah
bagus dia tidak mengaudit ulang, sama dengan bpk juga dia akan
menanyakan terlebih dahulu apakah sudah di audit oleh SPI klo
mereka sudah yakin tidak di audit lagi klo tidak yakin baru mereka
melakukan audit ulang.”
Dari wawancara di atas, diketahui bahwa hubungan koordinasi SPI

dengan RSUD Kota Cilegon tercangkup melalui satuan unit di struktur RSUD, di

mana di dalam susunan kepengurusan RSUD terdapat Dewan Pengawas sebagai

penerima hasil laporan SPI, dan koordinasi SPI dengan Inspektorat pun berjalan

dengan baik hal tersebut di lihat dari penjelasan di atas yang menyatakan bahwa

SPI menjelaskan kegiatan mana saja yang telah di audit sehingga tidak menjadi

double job oleh Inspektorat dan hal ini bisa dikatakan efisien. Hal yang sama pun

disampaikan oleh I3-1

“Dalam menjalankan fungsi inspektorat kami selalu koordinasi,


singkronisasi, dan integrasi baik secara vertikal ke atasan, maupun
secara horizontal kepada mitra seperti SPI dan BPK dan DPRD.”
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa Inspektorat

selalu berkoordinasi secara horizontal dengan mitra terkait yakni SPI dan RSUD

Kota Cilegon dalam menjalankan fungsi pengawasannya.

Dari wawancara di atas antara SPI dan Inspektorat dapat disimpulkan

bahwa Koordinasi antara RSUD dengan SPI dan Inspektorat berjalan baik hal

tersebut sebagaimana disampaikan oleh I1-8 dan I3-1 bahwa koordinasi tersebut agar

tidak terjadi tumpang tindih bagi berjalannya fungsi pengawasan. Peneliti

mengajukan pertanyaan kembali mengenai Siapa sajakah pihak yang berwenang

dalam mengawasi rumah sakit? Dari beberapa pihak yang berwenang melakukan
127

fungsi pengendalian, apakah (SPI/Inspektorat) melakukan koordinasi/kerjasama

dengan mereka? Bagaimana proses kerjasama/koordinasi tersebut? Dijawab oleh

I1-8

“Ada Dewan Pengawas, Seperti yang sudah saya jelaskan tadi ya, SPI
itu berkoordinasi dengan dewan pengawas untuk mengaudit rumah
sakit.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, disampaikan bahwa yang

berwenang melakukan pengawasan terhadap RSUD Kota Cilegon salah satunya

yakni Dewan Pengawas dan SPI pun pasti berkoordinasi dengan Dewan Pengawas

karena terdapat pelaporan kegiatan pengawasan yang disampaikan. Hal yang sama

disampaikan oleh I3-1

“Inspektorat sebagai pengawas eksternal bertanggung jawab langsung


kepada walikota. Tentu saja kami berkoordinasi untuk penyelengaraan
daerah termasuk rumah sakit. Inspektorat bertanggung jawab terhadap
proses pengawasan penyelengaraan daerah, melaporkan serta
memberikan usulan tindak lanjut temuan kepada walikota.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, diketahui bahwa Inspektorat

merupakan salah satu pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan

penyelenggaraan daerah salah satunya yakni RSUD Kota Cilegon, dan Inspektorat

sudah melakukan koordinasi sebagaimana yang dijelaskan pada pertanyaan

sebelumnya.

Dari dua wawancara di atas dapat disimpulakan bahwa pihak-pihak

yang berwenang dalam melakukan pengawasan yaitu Dewan Pengawas dalam hal

ini SPI sebaga pelaksananya, dan Inspektorat sebagai pengawas ekternal, yang
128

keduanya melakukan koordinasi guna berjalannya fungsi pengawasan yang efektif

dan efisien. Peneliti menannyakan kembali yakni prihal kapan sajakah

(SPI/Inspektorat) melakukan kunjungan dalam menjalankan fungsi

pengendalian/pengawasan di RS, dijawab oleh I1-8 :

“Kapannya lebih sering pak direktur yang meminta sewaktu-waktu,


jadi tidak tentu kapannya”

Dari penjelasan di atas diketahui bahwa jadwal atau waktu

pelaksanaan pengawasan tidak pasti atau bersifat tentatif karena direktur yang

menentukan. Hal yang sama disampaikan oleh I3-1 :

“Waktunya tidak pasti kapan (bisa kapan saja), ada dua metode dalam
proses pengawasan, pengawasan langsung dan pengawasan tidak
langsung. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi oleh
pimpinan atau tim pengawas secara langsung ke lapangan (inspeksi).
Pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-
laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis.”

Dari penjelasan di atas, sifat tentatif mengenai waktu sama hal nya

dengan SPI yakni tidak pasti waktunya. Hanya saja jika Inspektorat menjelaskan

bentuk pengawasan secara langsung yakni inspkesi atau turun langsung ke

lapangan seperti mengawasi kinerja pelayanan dan pengawasan secara tidak

langsung yakni mempelajari bentuk laporan tertulis yang biasanya mencangkup

hal keuangan.

Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwasannya kedua pihak

yang menjalankan fungsi pengawasan sama-sama tidak menentukan waktu

pelaksaan secara pasti atau bersifat tentatif karena pada dasarnya pengawasan

yang baik tersebut tidak diketahui oleh pelaksana pelayanan sehingga kinerja yang
129

sebenar-benarnya dapat terlihat. Peneliti mengajukan kembali pertanyaan yakni

Dapatkah (SPI/Inspektorat) menyampaikan saran untuk perencanaan yang

terdapat di RS Cilegon? Dijawab oleh I1-8

“Kalau untuk perencanaan SPI tidak bisa memberikan saran kecuali


evaluasi dalam pelayanan dan keuangan rumah sakit.”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa SPI dapat memberikan

saran atas hasil evaluasi pelayanan dan keuangan RSUD Kota Cilegon, namun

untuk hal perencanaan SPI tidak bisa memberikan saran atau masukan. Hal yang

berbeda disampaikan oleh I3-1

“Tidak bisa, kami hanya membuat perencanaan pengawasan dan


pemeriksaan program bukan perencaan pembangunan di rumah sakit,
kami memberikan usulan kepada walikota bukan kepada rumah sakit.”

Dari pernyataan adi atas diketahui bahwa Inspektorat tidak

memberikan saran kepada RSUD Kota Cilegon, dan hanya terbatas sebagai

pengawas atau audit saja, adapun hasil dari pengawasan tersebut disampaikan

kepada Wali Kota.

Dari kedua wawancara di atas, terdapat perbedaan di mana SPI dapat

memberikan saran kepada RSUD sedangkan Inspektorat tidak memberikan saran,

dilihat dari struktur dan fungsi memang SPI berada di dalam pengawasan internal

yang sudah sepatutnya dapat memberikan saran langsung kepada Direktur, Dewan

Pengawas, Manajemen, dan Pihak terkait yang berada di lingkungan RSUD Kota

Cilegon untuk menjadi masukan yang bersifat konstruktif. Sedangkan Inspektorat

yang bersifat eksternal dinilai sebagai penilai atas dasar hasil audit pengawasan

oleh karena itu yang berhak memberi saran atas hasil penilaian tersebut yakni
130

Wali Kota. Peneliti menanyakan kembali terkait jika melihat jumlah tenaga medis

di RSUD Kota Cilegon memang sudah cukup banyak, namun ada beberapa yang

masih belum sesuai dengan jumlah yang seharusnya ada dalam PERMENKES

No. 340/MENKES/PER/III/2010 dan beberapa jika tidak hadir, tidak ada

pengganti sehingga mengganggu proses pelayanan RS. Bagaimanakah pihak

(SPI/Inspektorat) dalam menanggapi kekurangan tenaga medis tersebut? Apakah

(SPI/Inspektorat) sudah mengetahui hal tersebut, dijawab oleh I1-8

“SPI pada dasarnya mengetahui hal itu, Cuma memang kami hanya
sebatas mengetahui adapun solusi terkait itu kembali lagi kepada
pimpinan dalam hal ini Direktur RSUD, Mudah-mudahan kedepanya
dapat teratasi.”
Dari keterangan yang disampaikan di atas dapat diketahui bahwa SPI

mengetahui bahwa terdapat kekurangan tenaga medis di RSUD Kota Cilegon atau

belum sesuai dengan ketentuan Permenkes Nomor 340, namun wewenang SPI

hanya sebatas mengetahui kondisi tersebut, dan tidak bisa mengambil suatu

kebijakan atau wewenang lebih lanjut. Hal yang sama disampaikan oleh I3-1

“Untuk tenaga medis di rumah sakit, rumah sakit sendiri yang


mengetahui kebutuhan tenaga medisnya. Direktur dapat berkoordinasi
dengan badan kepegawaian daerah untuk penambahan atau
pengurangan tenaga kerja (medis) di rumah sakit. Kita tahu untuk
jumlah tenaga medis karena rumah sakit juga memberikan data
pegawainya, tapi untuk urusan lebih atau kurang tenaga medis itu
urusan rumah sakit dan badan kepegawaian daerah”

Dari apa yang disampakan oleh I3-1 di atas, dapat diketahui bahwa

Inspektorat mengetahui ketentuan yang seharusnya dipenuhi mengenai tenaga

medis yang belum cukup sesuai Permenkes Nomor 340, namun sama seperti hal

nya SPI, Inspektorat mengembalikan kepada Manajemen RSUD Kota Cilegon


131

yang lebih mengetahui kebutuhan tenaga medisnya dan menyarakan agar

berkoordinasi dengan BKD apabila dirasa perlu untuk menamba tenaga medis.

Dari wawancara baik antara I1-8 dan I3-1 dapat disimpulkan

bahwasannya SPI dan Inspektorat mengetahui ketentuan mengenai tenaga medis

tertentu yang jumlahnya belum sesuai dengan Permenkes Nomor 340, Hal ini

disadari pula bahwasanya kondisi tersebut tidak dapat diatasi oleh kedua unit ini

karena hal tersebut dikembalikan kepada Manajemen RSUD Kota Cilegon.

Peneliti kembali mengajukan pertanyaan mengenai pelayanan di RSUD Kota

Cilegon seperti berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pelayanan admnistrasi?

Dijawab oleh I5-1

“Saya ga tau sih, yang nguruskan waktu itu anak”

Dari penjelasan di atas tidak dapat diketahui berapa lama waktu

yang dibutuhkan untuk pelayanan administrasi, dikarenakan informan tidak

langsung menjalani proses pelayanan. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-2

“Ga tau, yang ngurus orang tua, saya kan kondisinya lagi sakit”

Dari penjelasan di atas, tidak berbeda dengan informan I5-1 karena

tidak langsung menjalani proses pelayanan. Hal yang sama kembali ditanyakan

kepada I5-3

“Kalau saya tadi pas daftar kebagian cepat ngga lama”

Penjelasan di atas dapat diketahui bahwa waktu pelayanan

admnisrasi di RSUD Kota Cilegon berlangsung cepat. Kembali Peneliti tanyakan

kepada I5-4
132

“Tergantung antrian mba klo ini, klo lagi sedikit yang ngantri bisa
cepat”

Dari penjelasan informan I5-4 dapat diketahui bahwa waktu

pelayanan admnistrasi di RSUD Kota Cilegon tergantung dari situasi di ruang

pelayanan admnistrasi, jika pasien yang sedang melakukan proses pelayanan

administrasi sedikit maka waktu pelayanannya berjalan cepat ataupun sebaliknya.

Alur pelayanan pasien rawat jalan dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:

Gambar 4.7
Alur Rawat Jalan

Hal yang sama ditanyakan kepada I5-5


“Saya di sini dari jam 7 pagi udah ambil nomer antrian, trus nunggu
panggilan di loket depan itu ya, Cuma pagi itu mereka belum buka,
bukanya siang jam 8, malah kadang telat juga, jadi buat daftar aja kita
harus nunggu lama, ya kira-kira sekitar 1 jam deh”.
Informan I5-5 menjelaskan bahwa terdapat waktu tunggu yang lama

diakibatkan informan datang pada pukul 7 pagi, sedangkan loket dibuka pukul 8
133

pagi. Sehingga ada waktu tunggu selama satu jam. Dan Informan menyatakan

bahwa terkadang loket buka tidak tepat waktu yang ditentukan. Terkahir hal yang

sama ditanyakan kepada I5-6

“Wah saya sih ga ngitung berapa lamanya, saya juga baru dateng, baru
ambil nomer antrean, ini uda rame aja”

Pernyataan di atas, seperti hal nya penjelasan yang telah disampaikan oleh

informan I5-4 bahwa kondisi dan situasi jumlah pasien menjadi indikator penyebab

waktu lama atau tidaknya proses pelayanan administrasi.

Dari enam informan yang telah diwawancarai terkait waktu pelayanan

admnistrasi di RSUD Cilegon dapat disimpulkan bahwa kondisi dan situasi

banyaknya pasien yang melakukan proses pelayanan admnistrasi menjadi

penyebab lama atau tidaknya waktu pelayanan, dan faktor penyebab waktu

pelayanan lainnya adalah keterlambatan pembukaan loket. Peneliti kembali

mengajukan pertanyaan terkait apakah anda sering berobat disini? Dijawab oleh

I5-1

“Sering, kalo sakit saya berobatnya disini”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Informan I5-1 sering berobat

di RSUD Kota Cilegon. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-2


134

“Ga juga, paling baru 2-3 kali.”

Berbeda dengan Informan I5-1, Informan I5-2 menyatakan hanya baru 2

sampai 3 kali berobat di RSUD Kota Cilegon. Hal yang sama pula ditanyakan

kepada I5-3

“Kalau sakit berobatnya ke sini soalnya dekat ke rumah.”

Dari pernyataan di atas, Informan I5-3 menyatakan sering berobat ke RSUD

Kota Cilegon dikarenakan dekat dengan rumahnya. Hal yang sama ditanyakan

kepada I5-4

“Ngga mba, mudah-mudahan ngga balik lagi kerumah sakit”

Dari pernyataan di atas, Informan I5-4 tidak sering berobat di RSUD Kota

Cilegon, dan mengharapkan yang terakhir untuk dirawat atau berobat di RSUD

Kota Cilegon. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-5

“Nggak sering, siapa yg mau sering-sering dateng ke sini.”

Pernyataan Informan I5-5 tidak berbeda jauh dengan informan sebelumnya

yang menyatakan tidak sering berobat ke RSUD Kota Cilegon. Terakhir hal yang

sama ditanyakan kepada I5-6

“Bukan saya yang berobat, bapak saya check up hari ini, minggu lalu
dirawat di sini.”

Dari pernyataan di atas, tidak dapat jawaban seberapa sering atau tidaknya

informan untuk berobat ke RSUD Kota Cilegon dikarenakan hanya sebatas

mengantar atau menemani orang tuanya yang sudah dirawat atau check up.

Dari keenam Informan yang telah diwawancarai tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa seberapa sering Informan berobat ke RSUD Kota Cilegon


135

bervariasi jawabannya terdapat dua informan yang sering dan selebihnya tidak,

yang sering dikarenakan dekat dengan rumah, dan yang tidak sering karena

sifatnya yang tentatif tergantung kondisi kesehatannya. Peneliti kembali

menanyakan kepada Informan terkait mengapa Informan berobat di RSUD Kota

Cilegon ? dijawab oleh I5-1

“Karena saya udah percaya sih ya, dari dulu keluarga juga disini aja”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kepercayaan akan

pelayanan kesehatan dari RSUD Kota Cilegon dan rekomendasi dari keluarga

mempengaruhi alasan informan untuk berobat di RSUD Kota Cilegon. Hal yang

sama ditanyakan kepada I5-2

“Rumah saya di Panggung Rawi, jadi deket”

Dari pernyataan di atas, alasan berobat di RSUD Kota Cilegon

dikarenakan lokasinya berdekatan dengan rumah informan. Hal yang sama

ditanyakan kepada I5-3

“Dekat rumah sih mba”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui alasan informan berobat di RSUD

Kota Cilegon sama hal nya dengan informan sebelumnya yakni, lokasi RSUD

berdekatan dengan rumah. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-4

“Karena dapat rujukan dari puskesmas”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ada suatu pasien dirujukan

atau rekomendasi dari Puskesmas tempat pasien dirawat sebelumnya dikarenakan

ada suatu hal yang tidak bisa ditangani oleh tim di Puskemas, pernyataan tersebut
136

berbeda dengan tanggapan informan sebelumnya. Hal yang sama pula ditanyakan

kepada I5-5

“Soalnya deket sih dari rumah”

Dari parnyataan di atas, sama dengan pernyataan I5-2 dan I5-3 sebelumya

yakni mengenai lokasi RSUD yang berdekatan dengan rumah. Hal yang sama

ditanyakan kepada I5-6

“Udah dapet rujukan dari puskesmasnya gitu”


Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa pasien berobat di RSUD

Kota Cilegon dikarenakan rujukan dari Puskemas hal ini sama percis dengan apa

yang di alami oleh informan I5-4.

Dari enam infroman yang telah diwawancara di atas, dapat disimpulkan

bahwa setidaknya ada dua alasan mengapa pasien beroba di RSUD Kota Cilegon,

yang pertama yakni karena lokasi yang berdeketan dengan rumah, dan kedua

karena rujukan dari Puskemas tempat pasien dirawat sebelumnya. Peneliti

kembali menanyakan terkait pelayanan di RSUD Kota Cilegon yakni bagaimana

pelayanan administrasi di RSUD Kota Cilegon ? dijawab oleh I5-1

“Bagus kok”

Dari pernyataan tersebut, informan menilai pelayanan administrasi di

RSUD Kota Cilegon sudah tergolong bagus. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-

“Gatau, bukan saya yang ngurus. Tapi kayaknya sih cepet, soalnya saya
cepet dapet kamarnya”

Dari pernyataan tersebut, Informan memberikan jawaban bahwa pelayanan

administrasi RSUD Kota Cilegon termasuk dalam kategori bagus, didasari salah
137

satunya yakni cepat mendapatkan kamar untuk pasien. Hal yang sama

disampaikan kepada I5-3

“Ya biasa pelayanan admistrasi mah gitu gitu aja, siapin ktp, kartu bpjs
terus ngantri”

Penjelasan di atas dari informan I5-3 tergolong tidak memberikan penilaian

dikarenakan hanya sebatas menjawab persyaratan-persyaratan yang harus

disiapkan. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-4

“Biasa mba klo itu, klo udah punya KIB sih tinggal daftar mau ke poli apa
sesuai sama keluhanya, terus nanti diarain ke dokternya terus nunggu
panggilan.”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa inforaman I5-4 menganggap

biasa pelayanan admnistrasi di RSUD Kota Cilegon, dan menjelaskan mengenai

penggunaan KIB yang sudah bisa langsung daftar. Hal yang sama ditanyakan

kepada I5-5:

“Kurang bagus sih, ya tadi itukan karna saya ngantri lama”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pelayanan administrasi di

RSUD Kota Cilegon dinilai kurang bagus oleh informan dengan alasana daftar

tunggu yang banyak dan waktu antri yang lama. Hal yang sama ditanyakan

kepada I5-6:

“Ribet sih, uda ada surat check up tapi masih tetep ambil nomer
pendaftaran juga”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pelayanan administrasi di

RSUD Kota Cilegon dinilai sulit dengan alasana sudah ada surat check up tetapi

harus tetap mengambil nomor antrian.


138

Dari keenam informan yang telah diwawancara, dapat disimpulkan

bahwasannya penilaian tentang pelayanan administrasi di RSUD Kota Cilegon

cukup bervariatif, dengan terdapat alasan yang beragam. Penilaian bagus,

dikarenakan mendapatkan fasilitas yang cepat dan menilai tidak bagus

dikarenakan daftar tunggu antrian yang lama. Peneliti menanyakan tentang apakah

sarana dan prasarana di RSUD Kota Cilegon memadai, dijawab oleh I5-1

“Lengkaplah buat saya mah”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana RSUD

Cilegon termasuk dalam kategori lengkap untuk ukuran pribadi informan, hal

yang sama ditanyakan kepada I5-2

“Cukup kalo buat saya”

Penjelasan dari informan di atas, menilai sarana dan prasarana di RSUD

Kota Cilegon cukup memadai. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-3

“Cukup, lumayanlah”

Sama dengan pernyataan informan sebelumnya, sarana dan prasarana di

RSUD Kota Cilegon dinilai cukup memadai. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-

4 seperti berikut:

“Kurang sih kalo kata saya, soalnya saya ini padahal uda dateng pagi tapi
ga dapet tempat duduk buat nunggu panggilan nomer.”

Dari penjelasan di atas, berbeda dengan pernyataan sebelumnya bahwa

sarana dan prasarana di RSUD Kota Cilegon dinilai kurang memadai, dengan

alasan kursi duduk tempat menunggu antrian di ruang pelayanan administrasi

tidak mencukupi. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-5


139

“Kurang, alat lab nya kurang, saya masih harus ke luar, ke biomed untuk
periksa sisanya, karna alatnya ga ada disini”

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana di

RSUD Kota Cilegon dinilai kurang memadai dengan alasan peralatan kesehatan di

laboratorium tidak lengkap atau kurang, sehingga pasien harus ke laboratorium di

luar RSUD Kota Cilegon.

Dari enam hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa sarana dan

prasarana di RSUD Kota Cilegon memiliki jawaban yang variatif dengan empat

informan menyatakan cukup memadai namun dua informan menyatakan kurang

memadai dengan alasan sarana penunjang pelayanan kurang dan peralatan

kesehatan di Laboratorium kurang. Peneliti kembali menanyakan tentang

bagaiman kondisi sarana dan prasarana di RSUD Kota Cilegon, dijawab oleh I5-1:

“Bagus, bersih, rapilah”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kondisi sarana dan

prasarana di RSUD Kota Cilegon dinyatakan atau dinilai bagus, bersih, dan rapih

oleh informan. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-2

“Ya namanya lagi sakit ya sebenernya ga terlalu peduliin itu sih, yg


penting saya cepet sembuh aja.”

Dari pernyataan di atas, informan menyatakan sebenarnya tidak terlalu

memperhatikan terkait kondisi sarana dan prasarana di RSUD Kota Cilegon, hal

yang sama kembali ditanyakan kepada I5-3

“Sepertinya alat-alatnya udah lama sih, tapi masih layak pakai”


140

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa penilaian terhadap kondisi

sarana dan prasarana masih tergolong layak pakai. Hal yang sama pula ditanyakan

kepada I5-4

“bagus mba, ruang tunggunya aja baru”

Dari pernyataan di atas informan menyatakan bahwa sarana yakni ruang

tunggu di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus karena kondisi ruangannya masih

baru. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-5

“Bagus sih soalnya masih baru, tapi masih ga cukup”

Dari penyataan di atas dapat diketahui bahwa kondisi sarana dan prasarana

dinilai masih bagus walaupun terdapat prasarana seperti kursi yang masih kurang.

Terakhir peneliti tanyakan hal yang sama kepada I5-6

“Lumayan kalo di Kelas I mah, tapi gatau ya kalo di kelas lain”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana yang

diamati oleh informan khususnya di Kelas I dinilai bagus.

Dari hasil wawancara dengan enam informan di atas dapat disimpulkan

mengenai kondisi sarana dan prasaran di RSUD Kota Cilegon tergolong baik hal

ini diperkuat dari ruang pelayanan yang masih baru dan nyaman. Peneliti kembali

menanyakan tentang bagaimana tindakan tenaga medis ? dijawab oleh I5-1

“Baik – baik dokternya, susternya juga”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tenaga medis baik

yang dilakukan oleh dokter maupun perawat dinilai baik oleh informan. Hal yang

sama ditanayakan kepada I5-2

“Bagus, di tambah lagi dokternya cantik”


141

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tenaga medis di

RSUD Kota Cilegon dinilai baik oleh informan, hal serupa peneliti tanyakan

kepada I5-3

“Saya berobat disini tindakannya tepat”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tenaga medis di

RSUD Kota Cilegon dinilai baik dan tepat dalam menangani pasien oleh

informan, hal serupa peneliti tanyakan kepada I5-4

“Bagus, cepat, tindakanya sesuai sama penyakit mba”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tenaga medis di

RSUD Kota Cilegon dinilai bagus dan cepat dan dirasa sesuai dengan keluhan

yang dirasakan oleh pasien. Hal yang sama ditanayakan kepada I5-5

“Gak tau, saya kan baru daftar ini, belum ketemu juga sama dokternya.”

Berbeda dengan pernyataan informan sebelum-sebelumnya, pernyataan

informan I5-5 menyatakan ketidak tahuan nya terhadap kinerja tenaga medis di

RSUD Kota Cilegon dikarenakan baru sebatas daftar untuk berobat sehingga

belum dapat menilai tentang tenaga medis tersebut. Hal yang sama ditanyakan

kepada I5-6

“Tindakannya sih bagus, Cuma kadang malem perawatnya suka berisik,


ngobrol2 gitu”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tenaga medis di

RSUD Kota Cilegon dinilai bagus oleh informan, walaupun terdapat catatan

bahwa perawat yang bekerja pada shift malam dinilai berisik karena berdiskusi

atau ngobrol.
142

Dari keenam pernyataan yang telah dinyatakan oleh informan di atas dapat

disimpulkan bahwa tindakan tenaga medis baik dokter maupun perawat yang

berada di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus oleh Informan. Selanjutnya peneliti

menanyakan tentang respon yakni apakah dokter mananyakan keluhan pasien ?

dijawab oleh I5-1

“Iya, pertama kali saya ketemu pasti ditanya dulu sakitnya yg mana aja”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dokter di RSUD Kota

Cilegon menanyakan kepada pasien atau informan mengenai keluhan atau sakit

dibagian tubuh mana saja. Hal yang sama peneliti tanyakan kepada I5-2

“Iya, ditanya sambil diperiksa juga sih”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui seperti pernyataan informan

sebelumnya bahwa dokter di RSUD Kota Cilegon menanyakan kepada pasien

atau informan mengenai keluhan atau sakit dibagian tubuh mana saja. Hal yang

sama peneliti tanyakan kepada I5-3

“Iya mba, klo ngga nanya tau saya sakit dari mana, kan dokter nanya
dulu keluhanya baru ngasih tindakan”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dokter di RSUD Kota

Cilegon menanyakan kepada pasien atau informan mengenai keluhan atau sakit

dibagian tubuh mana saja. Hal yang sama peneliti tanyakan kepada I5-4

“Iya mba nanya dulu sakitnya apa, sakitnya dibagian apa gitu-gitu”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dokter di RSUD Kota

Cilegon menanyakan kepada pasien atau informan mengenai keluhan atau sakit

dibagian tubuh mana saja. Hal yang sama peneliti tanyakan kepada I5-5
143

“Saya kurang tau sih tentang hal itu”

Dari pernyataan di atas dapat berbeda dengan pernyataan informan

sebelumnya bahwa informan I5-5 tidak mengetahui dikarenakan belum bertemu

dengan dokter. Hal yang sama peneliti tanyakan kepada I5-6

“Ya iyalah, masa dokter main periksa2 aja kan ga mungkin”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dokter di RSUD Kota

Cilegon menanyakan kepada pasien atau informan mengenai keluhan atau sakit

dibagian tubuh mana saja.

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dokter

di RSUD Kota Cilegon dalam memeriksa pasien selalu menanyakan keluhan atau

di bagian tubuh mana yang dirasa sakit. Peneliti kembali mengajukan pertanyaan

kepada informan terkait bagaimana keterbukaan informasi dan pelayanan di

RSUD Kota Cilegon ? dijawab oleh I5-1

“Terbuka ya karna kalo ada apa2 mereka ngomong langsung gitu ke


pasien / keluarga pasien”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa informasi yang

disampaikan atau diumumkan di RSUD Kota Cilegon dinilai terbuka dan

responsive dengan dinyatakan bahwa jika terdapat sesuatu hal pihak RSUD

langsung memberikan informasi kepada pasien atau keluarga pasien. Hal yang

sama ditanyakan kepada I5-2

“Kalo kata saya sih ya bagus – bagus aja”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Informan menilai

keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus. Hal

yang sama ditanyakan kepada I5-3


144

“Bagus, tuh seperti pengumuman dokter yang lagi berhalangan hadir di


infokan di tempel ditembok”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Informan menilai

keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus dengan

alasan pengumuman yang terkait dengan pelayanan diberitahukan di selebaran

yang ditempelkan di dinding. Hal serupa ditanyakan kepada I5-4

“Baik, tadi saya nanya terus dikasih tau harga kelas-kelas kamar klo mau
dirawat inap disini untuk pasien non bpjs”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Informan menilai

keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus dengan

alasan informasi yang disampaikan jelas mengenai tarif atau biaya yang

dikenakan kepada pasien. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-5

“Ga tau”

Dari pernyataan di atas, informan I5-5 tidak mengetahui bagaimana

keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD Kota Cilegon. Hal yang sama

ditanyakan kembali kepada I5-6

“Bagus, soalnya disini ada alat lab yg gada, dikasih tau langsung ke
biomed”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Informan menilai

keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD Kota Cilegon dinilai bagus,

dikarenakan jika ada kendala seperti rujukan ke lab di luar RSUD diberi

informasi.

Dari pernyataan yang telah disampaikan oleh keenam informan tersebut

dapat diambil kesimpulan bahwa keterbukaan informasi dan pelayanan di RSUD

Kota Cilegon dapat dinilai dalam kategori baik atau bagus dengan beberapa alasan
145

diantaranya informasi harian yang disampaikan, pertanyaan-pertanyaan pasien

yang dijawab sampai kendala-kendala yang diinformasikan kepada pasien atau

keluarga pasien. Pertanyaan terakhir peneliti tanyakan mengenai apakah obat yang

berada di RSUD Kota Cilegon ini sudah lengkap ? dijawab oleh I5-1

“Sejauh ini kalo saya berobat disini, obat yg saya terima ada terus”
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan obat di RSUD

Kota Cilegon dinilai sudah lengkap dan mencukupi. Hal yang sama ditanyakan

kepada I5-2

“Iya lengkap”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan obat di RSUD

Kota Cilegon dinilai sudah lengkap, pernyataan ini sama dengan pernyataan yang

disampaikan oleh informan sebelumya. Hal yang sama ditanyakan kepada I5-3

“Selama ini sih lengkap, obat yang dibutuhkan buat saya ada terus”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan obat di RSUD

Kota Cilegon dinilai sudah lengkap, dengan alasan obat yang dibutuhkan selalu

tersedia. Hal yang sama pula ditanyakan kepada I5-4

“Cukup lengkap lah mba, masa rumah sakit ngga lengkap”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan obat di RSUD

Kota Cilegon dinilai sudah lengkap. Hal yang serupa kembali ditanyakan kepada

I5-5

“Ga tau”

Dari pernyataan tersebut di atas, informan I5-5 tidak mengetaui ketersedian

obat di RSUD Kota Cilegon lengkap atau tidak dikarenakan belum menerima
146

melakukan cek kesehatan sehingga belum menerima obat. Hal yang sama

ditanyakan kepada I5-6

“Lengkap sih, tapi kadang kalo stoknya kosong kita harus nebus di luar”

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan obat di RSUD

Kota Cilegon dinilai sudah lengkap walaupun jika tidak ada pasien harus menebus

obat di apotik luar.

Dari enam informan yang telah diwawancara dan dengan pernyataannya

dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Obat yang tersedia di RSUD Kota Cilegon

lengkap dengan pernyataan informan yang sama.

4.3 Pembahasan

Langkah selanjutnya dalam proses analisis data adalah melakukan

kegiatan interpretasi hasil penelitian, yaitu menggabungkan temuan hasil

penelitian di lapangan dengan dasar operasional yang telah ditetapkan sejak awal.

Pembahasan merupakan inti dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti

dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan.

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori POAC (Planning, Organizing,

Actuating, dan Controling) dari G.R Terry. Di mana teori tersebut digunakan

sebagai alat untuk menganalisis dan menilai sejauh mana pengelolaan RSUD Kota

Cilegon, bagaimana perbaikan manajemen pengelolaannya, apakah terdapat

peningkatan pelayanan dan memenuhi ketersediaan fasilitas kesehatan di RSUD

tersebut.

Manajemen pengelolaan suatu organisasi terlebih organisasi tersebut

merupakan badan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak merupakan
147

suatu keharusan yang harus dijalankan dengan baik dan profesional. Karena

pengelolaan yang dilakukan secara baik dan profesional akan menghasilkan atau

output yang baik juga, dan hasil luaran atau outcome pun akan selaras yakni

menghasilkan produk yang baik yang amat sangat dirasakan oleh pasien / publik

dalam hal ini masyarakat.

Cilegon yang merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang

merupakan termasuk jenis kota industri tentu menjadikan Kota Cilegon sebagai

penggerak roda perekonomian baik lokal maupun nasional, tingkat heterogen

masyarakat, kultur, dan sosial ekonomi tentu merupakan ciri khas dari suatu kota

industri. Dari keragaman itu tentu dibutuhkannya suatu fasilitas layanan untuk

msyarakatnya, baik itu fasilitas layanan pendidikan, kesehatan, olah raga, sentra

ekonomi, dan lain sebagainya. Dan tentunya fasilitas pelayanan publik itu

disediakan oleh Pemerintah Daerah sekitar.

Dalam hal ini jenis pelayanan yang disediakan oleh Pemda Kota Cilegon

dan diteliti oleh peneliti adalah layanan kesehatan yang berupa RSUD Kota

Cilegon, Rumah Sakit yang tergolong dalam tipe B ini melayani segenap

Masyarakat yang berada di Kota Industri tersebut.

Oleh karena diperlukannya suatu penelitian terhadap penilaian RSUD Kota

Cilegon tersebut, di mana Penilaian terhadap kegiatan rumah sakit adalah hal yang

sangat diperlukan dan sangat diutamakan. Kegiatan penilaian kinerja organisasi

atau instansi seperti rumah sakit, mempunyai banyak manfaat terutama bagi

pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap rumah sakit tersebut. Bagi

pemilik rumah sakit, hasil penilaian kegiatan rumah sakit ini dapat memberikan
148

informasi tentang kinerja manajemen atau pengelola yang telah diberikan

kepercayaan untuk mengelola sumber daya rumah sakit. Bagi masyarakat, semua

hasil penilaian kinerja rumah sakit dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan

pertimbangan kepada siapa (rumah sakit) mereka akan mempercayakan perawatan

kesehatannya.

1. Perencanaan / Planning

Berkaitan dengan perencanaan terhadap penelitian rumah sakit di Cilegon,

menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan

yang digariskan, planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan,

karena termasuk pemilihan alternatif-alternatif keputusan.

Pembahasan mengenai perencaaan ini ada beberapa hal yang menjadi

bahan penelitian yakni mekanisme perencanaan di RSUD Kota Cilegon,

hal apa saja yang sudah masuk dalam program perencaaan, agenda

perencanaan yang belum terealisasi, sumber pembiayaan untuk

menjalankan rencana tersebut dan bagaimana anggaran harus dapat

terserap secara efektif dan efisien.

Pertama, mekanisme perencanaan yang dilakukan di RSUD Kota Cilegon

yakni melalui mekanisme bottom up atau poin-poin perencanaan

bersumber dari usulan bawahan atau unit-unit instalasi (smr) yang

kemudian mereka membuat suatu laporan kebutuhan yang diserahkan

kepada bidang perencanaan, atau seperti yang telah dilakukan yakni

Bidang Perencanaan mengumpulkan semua PPTK untuk membuat suatu

rencana kebutuhan baik yang bersifat rutin ataupun waktu tertentu


149

dikarenakan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi subjek yang lebih

mengetahui yaitu staff pelaksana atau staff dalam jajaran teknis bawahan.

Dengan mekanise seperti itu diharapkan semua kebutuhan di RSUD Kota

Cilegon dapat diinventarisasi dan diketahui oleh pimpinan dalam hal ini

jajaran Direktur dan Wakil Direktur.

Kedua yaitu perencanaan yang belum terealisasi yakni pembangunan

tampak muka, dikarenakan pihak Manajemen (PPTK) belum mendapatkan

pihak pelaksana pembangunan tersebut (kontraktor). Dan dari semua

perencanaan tersebut, anggaran didapatkan dari APBD, APBN, dan

Swakelola RSUD Kota Cilegon untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

yang diperlukan baik yang bersifat rutin maupun tertentu, baik untuk hal

pelayanan maupun peningkatan fasilitas sarana dan prasarana. Dan

terakhir anggaran tersebut akan optimal secara efektif dan efisien apabila

penggunaannya disesuaikan dengan perencanaan yang telah dibuat atau

ditetapkan.

2. Pengorganisasian / Organizing

Berkaitan tentang pengorganisasian di RSUD Kota Cilegon yang berfungsi

untuk mengatur seluruh unit dan komponen yang ada sehingga

pelaksanaan dapat berjalan dan berhasil guna. Dalam hal ini ada beberapa

temuan hasil dari penelitian ini yang pembahasannya meliputi banyak hal,

yakni diantaranya sistem pembagian kerja, peraturan, pengelompokan,

penetapan kerja, dan lain-lain.


150

Pertama adalah sistem pembagian kerja yang meliputi waktu atau jam

kerja yaitu dibedakan antara dua bidang kerja, jika satuan manajemen

bekerja dalam jadwal hari senin sampai dengan sabtu mulai pukul 07.30

WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, dan sabtu hanya dibatasi sampai

jam 12.00 WIB, sedangkan untuk satuan tenaga medis dibagi kedalam tiga

shift mulai shift 1 (pukul 07.00 s/d 14.00 WIB) shift 2 (pukul 14.00 s/d

21.00 WIB), dan shift 3 (pukul 21.00 s/d 07.00 WIB). Jadwal tersebut

telah diatur didalam Peraturan Walikota dan Peraturan internal RSUD

Kota Cilegon.

Kedua mengenai aturan khusus, memang kategori sumber daya manusia di

RSUD Kota Cilegon dibedakan dalam tiga jenis, pertama yang berstatus

PNS aturannya langsung berasal dari pusat, jika melihat peraturan tata

tertibnya yakni di PP Nomor 53 tahun 2010, untuk status BLUD yakni

aturannya termuat di dalam peraturan internal RSUD Kota Cilegon dan

untuk yang berstatus TKK peraturannya berasal dari Pemerintah Kota

Cilegon, dalam hal ini Perwal. Aturan-aturan tersebut pada dasarnya

mengatur tentang tata tertib, perjanjian kerja, jadwal kerja, tidak

menyalahgunakan wewenang dan bertanggung jawab atas apa yang

dikerjakan termasuk fasilitas seperti peralatan medis, dan lainnya.

Ketiga, mengenai pengelompokan dan penetapan kerja di RSUD Kota

Cilegon disesuaikan dengan latar belakang pendidikannya, seperti Dokter,

Bidan, Perawat, Apoteker, dan lain-lain. Proses penempatan kerjanya

sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelemnya yang terkait dalam


151

peraturan masing-masing status pegawai seperti PNS ditetapkan oleh pusat

melalui BKD Kota Cilegon, BLUD melalui Pimpinan RSUD dalam hal

teknisnya melalui Kasubag Kepegawaian, dan TKK berasal dari Pemda.

Kendala yang ditemukan dalam hal ini yakni ada penempatan tugas dan

fungsi yang tidak sesuai seperti Bidan yang seharusnya ditugaskan terkait

Ibu dan Anak namun disini ditugaskan dalam bagian poliumum dan

administrasi.

Keempat, yakni terkait kekurangan pegawai, RSUD Kota Cilegon dalam

penelitian ini dinilai masih kekurangan untuk tenaga medisnya seperti

Dokter Spesialis, suster, apoteker, dan sebagian tenaga pendukung

administrasi. Adapun cara mengatasi kekurangan tersebut dengan cara

melakukan rekruitment oleh RSUD, mengajukan permohonan kepada

BKD, dan membuka atau mengusulkan formasi kepegawaian PNS.

Kelima, yakni unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pelayanan RSUD Kota

Cilegon, informan menganggap bahwa anggaran, sumber daya manusia,

dan fasilitas sarana prasarana seperti peralatan medis, menjadi faktor

penunjang untuk pelayanan yang optimal.

3. Pelaksanaan / Actuating

Berkaitan dengan pelaksanaan (Actuating) yang merupakan kegiatan yang

dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan

yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-

tujuan dapat tercapai. Pelaksanaan ini berandil besar dalam suksesnya

suatu operasional kegiatan dalam hal ini pelayanan di RSUD Kota


152

Cilegon, dalam penelitian ini pembahasan yang dipaparkan terkait

pelaksanaan meliputi beberapa hal diantaranya penanggungjawab dalam

pemberian wewenang atau mengarahkan kinerja, bentuk pengarahan yang

dilakukan, jenis seperti apa dan apakah ada suatu motivasi untuk

mendorong dalam pencapaian tujuan.

Pertama, yang berwenang dalam mengarahkan tujuan yakni Direktur

RSUD Kota Cilegon sebagai penanggung jawab atau pimpinan tertinggi

salam struktur organisasi Rumah Sakit, dan Kepala Unit sebagai pimpinan

cabang dari tiap-tiap unit layanan yang berada di Rumah Sakit.

Kedua, yakni bentuk pengarahan yang disampaikan oleh pimpinan untuk

meningkatkan pelayanan bagi pasien disampaikan melalui apel pagi atau

briefing, apel pagi dilaksanakan setiap hari dan briefing dilaksanakan

sekurang-kurangnya seminggu sekali, dimana forum briefing merupakan

salah satu kegiatan untuk menyelesaikan masalah (Problem Solving) yang

dianggap perlu ada suatu tindakan penyelesaian.

Ketiga, adalah perintah kerja yang ditunjukan kepada orang atau bagian

dalam bentuk tulisan maupun lisan yang selama ini dikerjakan, seperti

halnya dalam bentuk tulisan berupa diterbitkannya Surat Perintah (SP) dan

Memo.

Terakhir yakni motivasi yang diberikan pimpinan terhadap pegawai adalah

berupa Bonus (Reward) dan insentif tambahan, hal ini merupakan

dorongan kepada pegawai agar meningkatkan kinerja dan pelayanan

kepada pasien atau masyarakat umum.


153

4. Pengawasan / Controlling

Pengawasan atau Pengendalian merupakan pengukuran dan perbaikan

terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah

dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan dapat terselenggara.

Pengawasan menyumbang suatu faktor agar tujuan organisasi dapat

terwujud atau terkendali dan meminimalisir timbulnya penyimpangan

terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Dari faktor pengawasan ini ada

beberapa hal yang perlu dijelaskan diantaranya.

Pertama, fungsi pengawasan SPI/Inspektorat di RSUD Kota Cilegon

meliputi pengawasan pelayanan dan audit keuangan, dan juga

mengevaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan. Prosedur yang dilakukan

sesuai dengan program kerja tahunan yang dibuat, dengan cara membuat

Surat Tugas yang ditujukan kepada staff pengawas untuk langsung

melakuan pengawasan, adapun teknisnya seperti : (Inspeksi, Pengumpulan

data, tanya jawab, konfirmasi pihak terkait, uji lapangan, dan membuat

kesimpulan).

Kedua, alur hubungan antara SPI dan RSUD yaitu melalui dewan

pengawas yang terdiri dari unsur pimpinan RSUD Kota Cilegon, dan alur

hubungan SPI dan Inspektorat hanya sebatas koordinasi dalam hal

pengawasan yang telah dilakukan. Waktu pengawasan tidak dapat

ditentukan atau bersifat tentatif dan bagaimana permintaan Direktur

sewaktu-waktu.
154

Ketiga, dari hasil pengawasan dan pengendalian tersebut, SPI hanya

sebatas mengetahui apabila terjadi temuan-temuan di lapangan, seperti

kekurangan pegawai dan lain sebagainya, dan hanya sebatas membuat

kesimpulan yang kemudian disampaikan kepada pimpinan.

Keempat, jenis-jenis pelayanan yang telah dilakukan diantaranya waktu

pelayanan tidak tentu batasan penyelesaiannya dikarenakan mengikuti

situasi dan kondisi dari banyaknya pasien, jika semakin banyak maka

waktu pelayanan (waktu tunggu) semakin lama, jika tidak maka akan

cepat. Alasan untuk berobat di RSUD Kota Cilegon dikarenakan beberapa

alasan, diantaranya karena jarak yang dekat, rekomendasi keluarga, dan

rujukan dari puskesmas.

Kelima, Penilaian pelayanan RSUD Kota Cilegon, empat informan

menilai bagus. Akan tetapi dua informan menilai kurang bagus dengan

alasan antrian lama, dan merasa ribet karena harus mengambil nomor

antrian walaupun sudah melakukan check up. Penilaian terhadap sarana

dan prasarana pun sama yakni empat informan menilai cukup bagus, tetapi

dua informan menilai kurang karena tempat duduk yang belum mencukupi

dan fasilitas peralatan di laboratorium yang kurang. Selebihnya penilaian

terhadap kondisi sarana dan prasarana, tindakan tenaga medis, informasi

yang disampaikan RSUD Kota Cilegon kepada pasien, dan ketersediaan

obat dinilai bagus.

Tabel 4.1
Hasil Penelitian
155

No. Indikator Hasil Temuan Lapangan Kendala


1. Planning 1. Pembangunan 1. Belum didapatkan pihak
Tampak Muka Depan ketiga yang mampu
belum terealisasikan mengerjakan project
tersebut
2. Kurangnya anggaran
3. Lemahnya faktor-faktor
pendukung sebelum
usulan perumusan
perencaanaan seperti tidak
dilakukan kajian
mengenai bagaimana
tujuan perencanaan
tersebut, manfaat
perencanaan tersebut,
ketidaksiapan anggaran,
dll
2. Organizing 1. Kurang tenaga medis 1. Manajemen pengelolaan
di bidang dokter SDM yang kurang
spesialis optimal
2. Penempatan pegawai 2. Perekrutan pegawai yang
yang tidak sesuai tidak didasari dari
dengan latar belakang kebutuhan RS
pendidikan dan
keahlian
3. Actuating 1. Pengarahan dari lini -
atas ke bawah
dilakukan dengan
lisan dan tertulis, serta
sering dilakukannya
meeting setelah apel
pagi sebelum
melaksanakan
kegiatan
2. Pengarahan diberikan
dari tiap-tiap kepala
unit kepada stafnya
kembali setelah
kepala-kepala unit
tersebut mengadakan
156

meeting dengan
Direktur atau Wadir
sebagai pimpinan
tertinggi
3. Reward diberikan
sesuai dengan hasil
kinerja masing-
masing pegawai
4. Punishment dilakukan
dengan verbal dan
non verbal, dilakukan
jika terdapat pegawai
yang melanggar
aturan yang telah
disepakati bersama
4. Controlling 1. Koordinasi yang 1. Koordinasi dengan SPI
dilakukan RS dengan kurang baik
pihak-pihak terkait 2. Antrian yang lama, waktu
seperti BKD dan tunggu yang tidak pasti,
Inspektorat sudah kurangnya tenaga medis
cukup bagus. Akan 3. Sarana prasarana kurang
tetapi tidak dengan layak bagi penyandang
SPI sebagai auditor cacat dan anak-anak, alat
internal dalam RS laboratorium kurang
2. Pelayanan RSUD
Kota Cilegon berjalan
lambat
3. Sarana dan Prasarana
kurang memadai
(Sumber: Peneliti, 2017)
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, maka

penyimpulan akhir tentang Manajemen Pengelolaan RSUD Kota Cilegon sudah

berjalan dengan baik walaupun masih terdapat indikator yang harus diperbaiki

atau dioptimalkan.

Dari hasil pembahasan, manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Cilegon sudah berjalan dengan optimal, hal ini dapat dilihat dari beberapa

perencanaan yang telah terlaksana seperti adanya peningkatan pelayanan

kesehatan, perbaikan kesehatan masyarakat serta beberapa penambahan alat

kesehatan. Namun demikian, masih ditemukan kendala dalam perencanaan

pembuatan tampak muka depan rumah sakit yang sudah tertunda hingga 3 tahun

lamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan di RSUD Kota Cilegon masih

belum optimal karena masih ada perencanaan yang belum terealisasikan. Dalam

pengorganisasian di RSUD Kota Cilegon sudah berjalan dengan baik, hal ini

dapat dilihat dari cukup banyaknya jumlah pegawai yang terdapat di RSUD Kota

Cilegon, Akan tetapi, perekrutan pegawai yang terjadi belum disesuaikan

berdasarkan kebutuhan yang seharusnya sehingga dengan banyaknya jumlah

pegawai tersebut mengakibatkan ketidaksesuaian penempatan pegawai dengan

latar belakang pendidikan masing-masing pegawai. Sedangkan dalam

pengaarahan, tidak ditemukan masalah atau kendala yang berarti, hal ini dapat

156
158

dilihat dari pernyataan beberapa informan yang mengaku pengarahan, reward

maupun punishment (SP) sudah sesuai dengan peraturan yang ada.

Koordinasi yang terjadi antara pihak manajemen RSUD Kota Cilegon dengan

Dinas maupun Badan terkait sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari adanya

koordinasi antara BKD yang telah menerima usulan pengajuan penambahan

pegawai khususnya tenaga medis yang berstatus PNS di RSUD, serta Inspektorat

yang telah mengetahui adanya perencanaan pembuatan tampak muka depan yang

belum terealisasikan dan beberapa pengawasan mengenai sarana prasarana serta

pengauditan laporan keuangan serta kinerja pelayanan Rumah Sakit tersebut.

Namun demikian, masih ditemukan kurangnya koordinasi antara SPI dengan

pihak manajemen RS dalam keterbukaan informasi mengenai proses perencanaan

tersebut, walaupun hal-hal yang berkaitan langsung dengan pihak RS seperti

mengaudit keuangan dan memberikan saran mengenai sarana prasarana kepada

RS telah terlaksana dengan cukup optimal.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian diatas maka

peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan masukan bagi pihak-

pihak yang terlibat dalam manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Cilegon, seperti berikut ini :

1. Dalam segi perumusan perencanaan tampak muka depan RSUD Kota

Cilegon hendaknya merencanakan dengan seksama. Hal ini dapat dilihat

dari aspek kebutuhan (prioritas utama), perencanaan tentang jumlah

anggaran, tujuan dibangunnya tampak muka depan (input, output dan


158

outcomenya) untuk pihak Rumah Sakit maupun masyarakat sekitar.

Melakukan kembali kajian tentang usulan perumusan perencanaan tampak

muka depan RSUD Cilegon agar ke depannya tidak lagi terjadi

perencanaan yang gagal dikarenakan kekurangan anggaran, tidak

ditemukan pihak ketiga, ketidaksiapan tim project, dsb. Meninjau ulang

perencanaan yang menjadi prioritas utama dalam 3-5 tahun ke depan serta

menyiapkan berbagai hal pendukung lainnya dalam pelaksanaan

perencanaan tersebut agar tidak menjadi sia-sia.

2. Menambah tenaga medis terutama untuk dokter spesialis dan beberapa

tenaga medis dengan berkoordinasi melalui BKD Kota Cilegon atau pihak

RSUD Cilegon juga bisa melakukan perekrutan pegawai sendiri mengenai

tenaga medis yang memang dibutuhkan untuk RSUD Cilegon yang sesuai

dengan kebutuhan dan keahliannya agar pelaksanaan pelayanan

masyarakat tidak terhambat hanya karena kekurangan tenaga medis.

3. Pihak RSUD Cilegon seharusnya menempatkan kesesuaian penempatan

pegawai yang sesuai dengan latar belakang sehingga tidak menimbulkan

gap/kesenjangan dalam kemampuan dan keahlian pegawai tersebut. Juga

perekrutan yang diadakan harusnya berdasarkan kebutuhan pihak RSUD

Cilegon agar tidak terjadi lagi ketidaksesuaian penempatan kerja dengan

latar belakang dan keahlian pegawai yang bersangkutan.

4. Pihak RSUD Cilegon dengan SPI harus melakukan koordinasi dan

kerjasama yang baik agar pengawasan di RSUD Cilegon dapat berjalan

optimal serta dapat melakukan perbaikan atas saran dan masukan dari SPI
158

kepada pihak RSUD Cilegon. Pihak RSUD Cilegon dapat memulainya

dengan keterbukaan informasi tentang RSUD Cilegon mulai dari

manajemen hingga keuangan, serta melibatkan SPI dengan usulan

perumusan perencanaan yang akan dilakukan di kemudian hari agar SPI

dapat memberi masukan dan saran demi peningkatan mutu RSUD

Cilegon.

5. Agar pelayanan tidak berjalan lambat, pihak RSUD Cilegon dapat

memanfaatkan teknologi sebagai bagian dari pelayanan agar

mempermudah proses pelayanan, mengelola manajemen SDM agar

terciptanya SDM yang profesional dengan memberikan pelatihan dan

pendidikan, memberikan sanksi tegas terhadap pegawai yang tidak taat

pada SOP yang berlaku, serta perbaikan SOP (waktu tunggu pelayanan)

yang diperjelas kembali untuk memberikan informasi kepada masyarakat

agar pelayanan yang diterima oleh masyarakat dapat berjalan dengan

optimal dan meningkatkan tingkat kepuasan pelayanan masyarakat sebagai

pengguna utama RSUD Cilegon.

6. Menambah sarana dan prasarana yang ramah untuk lansia dan penyandang

cacat agar mempermudah mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

dengan didukung oleh fasilitas yang memadai, serta menambah jumlah

alat laboratorium dan alat kesehatan lainnya demi menunjang pelayanan

kesehatan masyarakat agar lebih efektif dan efisien.


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Amirullah dan Budiyono, Haris. 2004. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Garna, K. Judistira. 2009. Metoda Penelitian Kualitatif. Bandung: The Judistira
Garna Foundation dan Primako Akademika
Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen. Yogyakarta: BPFE
Hasibuan, H. Malayu S.P 2011. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah.
Jakarta: Bumi Aksara
____________________. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Bumi Aksara
Irawan, Prasetya. 2006. Metodelogi Penelitian Administrasi. Jakarta: Universitas
Terbuka
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Siagian, Prof. DR. Sondang. 2007. Fungsi-fungsi Manajerial. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Terry, Goerge. R. 2008. Prinsip-prinsip Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Kamus Besar Bahasa Indonesia

Artikel lain
http://ado1esen.blogspot.com/2014/02/menurut-para-ahli.html di akses pada
tanggal 09 Mei 2015 pukul 13.15 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan di akses pada tanggal 09 Mei 2015 pukul
13.58 WIB
mobile.repository.ipb.ac.id/handle/123456789/56162#sthashTTfV3y96.dpbs di
akses pada tanggal 10 Mei 2015 pukul 15.10 WIB
Dokumen lain
UU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
PERMENKES RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah
Sakit di Indonesia
Kepmenkes RI No. 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit
(

SURAT PERNYATAAN WAWANCARA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : H rnt0clnj
Pekerjaan ,frJ9 - -

rabatan : IrAc|gtr6 tzC?GdftNAtA xt


rerp/Hp
No. , oBt3tT %6qo
Alarnat ltNu. Se fi sja
*r.Or* I A t :PeL'tu4aaJAlA
l1@,. Ao^4b*rt 6f' - o,tL@n)

Menerangkan bahwa :

Nama :Devy Sulihati

NIM :6661110847

Progratn $t'udi : Adminishmi lr@m; , , '

Fakultas : Ilmu Sosial <lan Politik - UNTIRTA

Telah melakukan wawancara untuk keperluan peneliiian skripsi tentang Manajemen


Pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon. Demikian surat pern.vataan ini dibuat
dengan benar untuk dipergunakan semestinya.

Cilegon,

(
ffw .l-{ tN Dvrt )
SURAT PnRNYATAAN WAWANCARA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama ,
J+r Nut mri)/M
Feker.jaan I rqsuD @ {pp Dn
Jabatan SP, / f a\n" t1.tat44
ffrycrhcs 1
No. Telp/Hp e$ rTopTjg I
,s{
fa,muttput k^ I
Alarnat AAE"n -,hnba

Menerangkan bahwa :

Nama :Devy Sulihati

NIM :66611 10847

Progrem Studi : Adnrirdsmi ' 1" ,, ,l


-.- ,

Fakultas : Ilmu Sosial dan Fslitik : UNTIRTA

Telah melakukan wawancara untuk repu #*liti* skripsi tentang Manajernen


Pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah Kota C.ilegoa. Dernikian surat pernyataan ini dibuat
dengan benar untuk dipergunakan semestinya- :

Cilegon,

t&trvu,- &4,v
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 129/Menkes/SK/II/2008

TENTANG

STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Otonomi Daerah, maka kesehatan


merupakan salah satu bidang pemerintah yang wajib dilaksanakan
oleh Kabupaten/Kota. Hal ini berarti bahwa Pemerintah
Kabupaten/Kota bertanggung jawab sepenuhnya dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan
derajad kesehatan masayarakat diwilayahnya;
b. bahwa Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada mayarakat memiliki
peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan
derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Rumah Sakit
dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan
masyarakat;
c. dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, maka
perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan standar pelayanan
minimal Rumah Sakit yang wajib dimiliki oleh Rumah Sakit.
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a,
b, dan c di atas diperlukan Suatu Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit yang ditetapkan dnegan Keputusan Menteri
Kesehatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan


(lembaran negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara RI Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4400);
5. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4438);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4502);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4585);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
159b/Menkes/SK/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
749a/Menkes/SK/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis / Medical
Report;
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1575/Menkes/SK/Per/I/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT
Kedua : Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit sebagaimana tercantum
dalam lampiran ini.
Ketiga : Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
pada Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman bagi Rumah
Sakit dalam menjamin pelaksanaan pelayanan kesehatan.
Keempat : Setiap Rumah Sakit agar menyesuaikan dengan Standar Pelayanan
Minimal ini dalam waktu 2 (dua) tahun sejak Keputusan ini
ditetapkan.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 6 Februari 2008

MENTERI KESEHATAN RI,

DR. Dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K)


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H, ayat ( l) perubahan Undang – undang
Dasar Negara Repubrik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap
orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat
(3) dinyatakan negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas perayanan kesehatan perorangan


merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam
mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan
kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat
kompleks.

Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam,


berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang
berkembang sangat pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam
rangka pemberian pelayanan yang bermutu standar, membuat semakin
kompleksnya permasalahan di rumah sakit. Pada hakekatnya rumah sakit
berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan
tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf keejahteraan
mesyarakat.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 Tentang


Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal BAB I ayat 6
menyatakan : Standar pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM
adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara
minimal. Ayat 7. Indikator SPM adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan
kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak
dipenuh didalarn pencapaian suatu SPM tertentu berupa masukan, proses, hasil
dan atau manfaat pelayanan.

Ayat 8. Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan
mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial
ekonomi dan pemerintahan.

Dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 PP RI No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan


Keuangan Daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan standar
pelayanan minimal adalah tolak ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis
dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


Standar pelayanan minimal ini dimaksudkan agar tersedianya panduan bagi
daerah dalam melaksanakan perencanaan pelaksanaan dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan standar pelayanan
minimal rumah sakit. Standar pelayanan minimal ini bertujuan untuk
menyamakan pemahaman tentang definisi operasional, indikator kinerja, ukuran
atau satuan rujukan, target nasional untuk tahun 2007 sampai dengan tahun
2012, cara perhitungan / rumus / pembilangan penyebut / standar / satuan
pencapaian kinerja dan sumber data.
C. PENGERTIAN
Umum:
1. Standar Pelayanan Minimal:
adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan
minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum kepada masyarakat.

2. Rumah Sakit:
adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan meIiputi pelayanan promotif, preventif, kurative dan rehabilitatif
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Definisi Operasional:
1. Jenis Pelayanan adalah jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh Rumah
Sakit kepada masyarakat.
2. Mutu Pelayanan adalah
3. Dimensi Mutu adalah suatu pandangan dalam menentukan penilaian
terhadap jenis dan mutu pelayanan dilihat dari akses, efektivitas, efisiensi,
keselamatan dan keamanan kenyamanan, kesinambungan pelayanan
kompetensi teknis dan hubungan antar manusia berdasarkan standa WHO.
4. Kinerja adalah proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu
organisasi dalam menyediakan produk dalam bentuk jasa pelayanan atau
barang kepada pelanggan.
5. Indikator Kinerja adalah variabel yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukan
pengukuran terhadap perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu atau tolak
ukur prestasi kuantitatif / kualitatif yang digunakan untuk mengukur
terjadinya perubahane terhadap besaran target atau standar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
6. Standar adalah nilai tertentu yang telah ditetapkan berkaitan dengan
sesuatu yang harus dicapai.
7. Definisi operasional: dimaksudkan untuk menjelaskan pengertian dari
indikator
8. Frekuensi pengumpulan data adalah frekuensi pengambilan data dari
sumber data untuk tiap indikator
9. Periode analisis adalah rentang waktu pelaksanaan kajian terhadap
indikator kinerja yang dikumpulkan
10. Pembilang (numerator) adalah besaran sebagai nilai pembilang dalam
rumus indikator kinerja
11. Penyebut (denominator) adalah besaran sebagai nilai pembagi dalam
rumus indikator kinerja
12. Standar adalah ukuran pencapaian mutu/kinerja yang diharapkan bisa
dicapai
13. Sumber data adalah sumber bahan nyata/keterangan yang dapat dijadikan
dasar kajian yang berhubungan langsung dengan persoalan
D. PRINSIP PENYUSUPAN DAN PENETAPAN SPM
Di dalam menyusun SPM telah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Konsensus, berdasarkan kesepakatan bersama berbagai komponen atau
sektor terkait dari unsur-unsur kesehatan dan departemen terkait yang secara
rinci terlampir dalam daftar tim penyusun;
2. Sederhana, SPM disusun dengan kalimat yang mudah dimengerti dan
dipahami;
3. Nyata, SPM disusun dengan memperhatikan dimensi ruang, waktu dan
persyaratan atau prosedur teknis:
4. Terukur, seluruh indikator dan standar di dalam SPM dapat diukur baik
kualitatif ataupun kuantitatif;
5. Terbuka, SPM dapat diakses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat:
6. Terjangkau, SPM dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya dan
dana yang tersedia;
7. Akuntabel, SPM dapat dipertanggung gugatkan kepada publik;
8. Bertahap, SPM mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampun
keuangan, kelembagaan dan personil dalam pencapaian SPM

E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang Kesehatan,
2. Undang-Undang Nomor l7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
3. Undang-Undang Nomor I tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
4. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,,
5. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang program Pembangunan
Nasional tahun 2000 – 2005,
6. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang
Kewenanga Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom,
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggara Pemerintah Daerah,
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2003 tentang
pedoman organisasi perangkat daerah (Lembaran Negara tahun 2001No.
14, tambahan lembaran negara No. 42621)
9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja
Pemerintah.
10. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara RI sebagaimana
telah beberapa kali diiubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 62
Tahun 2005
I I . Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah,
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal,
14. Keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 28 tahun 2004
tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik,
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 61 / Menkes/ SK /l/2004 tentang
Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di
Propinsi, Kabupaten/ Kota dan Rumah Sakit
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228 / MenKes/SK/ III/ 2002 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minirnal Rumah Sakit Yang
Wajib Dilaksanakan Daerah
I7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575/ Menkes/ SK / II /2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
tentang penyusunan dan penetapan Standar Pelayanan Minimal,
BAB II
SISTEMATIKA DOKUMEN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
RUMAH SAKIT

Sistematika dokumen SPM disusun dalam bentuk :

Bab I Pendahuluan yang terdiri dari;


a. Latar Belakang
b. Maksud dan tujuan
c. Pengertian umum dan khusus
d. Landasan Hukum

Bab II Sistematika Dokumen Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

Bab III Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit terdiri dari:


a. Jenis Pelayanan
b. SPM setiap jenis pelayanan, lndikator dan Standar

Penutup

Lampiran
BAB III
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
RUMAH SAKIT

Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dalam pedoman ini meliputi jenis-jenis
pelayanan indikator dan standar pencapaiain kinerja pelayanan rumah sakit.

A. Jenis – jenis pelayanan rumah sakit


Jenis – jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah
sakit meliputi :
1. Pelayanan gawat darurat
2. Pelayanan rawat jalan
3. Pelayanan rawat inap
4. Pelayanan bedah
5. Pelayanan persalinan dan perinatologi
6. Pelayanan intensif
7. Pelayanan radiologi
8. Pelayanan laboratorium patologi klinik
9. Pelayanan rehabilitasi medik
10. Pelayanan farmasi
11. Pelayanan gizi
12. Pelayanan transfusi darah
13. Pelayanan keluarga miskin
14. Pelayanan rekam medis
15. Pengelolaan limbah
16. Pelayanan administrasi manajemen
17. Pelayanan ambulans/kereta jenazah
18. Pelayanan pemulasaraan jenazah
19. Pelayanan laundry
20. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit
21. Pencegah Pengendalian Infeksi

B. SPM setiap jenis pelayanan, Indikator dan Standar


Adapun Standar Pelayanan minimal untuk setiap pelayanan, indicator dan
standar dapat dilihat pada lampiran 1. Semnetara rinciannya dapat dilihat pada
lampiran 2.
BAB IV
PERAN PUSAT, PROVINSI, DAN KABUPATENIKOTA

Peran Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Standar Pelayanan


Minimal Rumah Sakit adalah sebagai berikut :

I. Pengorganisasian:
a. Gubernur/Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan
pelayanan rumah sakit sesuai Standar Pelayanan Minimal yang
dilaksanakan oleh Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota

b. Penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai Standar Pelayanan Minimal


sebagaimana dimaksud dalam butir a secara operasional dikoordinasikan
oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota

2. Pelaksanaan dan Pembinaan


a. Rumah Sakit wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan
Standar Pelayanan Minimal yang disusun dan disahkan oleh Kepala Daerah

b. Pemerintah Daerah wajib menyediakan sumber daya yang dibutuhkan


dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan Standar
Pelayanan Minimal

c. Pemerintah dan Pemerintah Provinsi memfasilitasi penyelenggaraan


pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal dan mekanisme
kerjasama antar daerah kabupaten/kota

d. Fasilitasi dimaksud butir a dalam bentuk pemberian standar teknis,pedoman,


bimbingan teknis, pelatihan, meliputi:
1). Perhitungan kebutuhan Pelayanan rumah sakit sesuai Standar
Pelayanan Minimal
2). Penyusunan rencana kerja dan standar kinerja pencapaian target SPM
3). Penilaian pengukuran kinerja
4). Penyusunan laporan kinerja dalam menyelenggarakan pemenuhan
standar pelayanan minmal rumah sakit

3. Pengawasan
a. Gubernur/Bupati/walikota melaksanakan pengawasan dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal
rumahsakit di daerah masing-masing

b. Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan laporan pencapaian kinerja


pelayanan rumahsakit sesuai standar pelayanan minimal yang ditetapkan
BAB V
PENUTUP

Standar pelayanan minimal rumah sakit pada hakekatnya merupakan jenis-


jenis pelayanan rumah sakit yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah/pemerintah
provinsi/pemerintah kabupaten/kota dengan standar kinerja yang ditetapkan. Namun
demikian mengingat kondisi masing-masing daerah yang terkait dengan sumber daya
yang tidak merata maka diperlukan pentahapan dalam pelaksanaan SPM oleh
masing-masing daerah sejak ditetapkan pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2012,
sesuai dengan kondisi/perkembangan kapasitas daerah. Mengingat SPM sebagai hak
konstitusional maka seyogyanya SPM menjadi prioritas dalam perencanaan dan
penganggaran daerah

Dengan disusunnya Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit diharapkan


dapat membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit.
SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam
melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan.

Hal-hal lain yang belum tercantum dalam Buku SPM ini akan ditetapkan
kemudian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
LAMPIRAN 1

SPM setiap jenis pelayanan, Indikator dan Standar


NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR
1. Gawat Darurat 1. Kemampuan menangani 1. 100 %
life saving anak dan
dewasa
2. Jam buka Pelayanan 2. 24 Jam
Gawat Darurat

3. Pemberi pelayanan gawat 3. 100 %


darurat yang bersertifikat
yang masih berlaku
BLS/PPGD/GELS/ALS

4. Ketersediaan tim 4. Satu tim


penanggulangan bencana

5. Waktu tanggap pelayanan 5. ≤ lima menit terlayani,


Dokter di Gawat Darurat setelah pasien datang

6. Kepuasan Pelanggan 6. ≥ 70 %

7. Kematian pasien< 24 Jam 7. ≤ dua per seribu (pindah ke


pelayanan rawat inap
setelah 8 jam)

8. Khusus untuk RS Jiwa 8. 100 %


pasien dapat ditenangkan
dalam waktu ≤ 48 Jam

9. Tidak adanya pasien yang 9. 100%


diharuskan membayar
uang muka
2. Rawat jalan 1. Dokter pemberi Pelayanan 1. 100 % Dokter Spesialis
di Poliklinik Spesialis

2. Ketersediaan Pelayanan 2.
a. Klinik Anak
b. Klimik Penyakit dalam
c. Klinik Kebidanan
d. Klinik Bedah

3. Ketersediaan Pelayanan di 3.
RS Jiwa a. Anak Remaja
b. NAPZA
c. Gangguan Psikotik
d. Gangguan
e. Neurotik
f. Mental Retardasi
g. MentalOrganik
h. UsiaLanjut

4. Jam buka pelayanan 4. 08.00 s/d 13.00


Setiap hari kerja kecuali Jumat :
08.00 - 11.00

5. Waktu tunggu di rawat jalan 5. ≤ 60 menit

6. Kepuasan Pelanggan 6. ≥ 90 %

7. a. Penegakan diagnosis TB 7. a. ≥ 60 %
melalui pemeriksaan
mikroskop TB
b. Terlaksananya kegiatan b. ≤ 60 %
pencatatan dan
pelaporan TB di RS
NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR

3. Rawat Inap 1. Pemberi pelayanan di 1. a. Dr. Spesialis


Rawat Inap b. Perawat minimal
pendidikan D3

2. Dokter penanggung jawab 2. 100 %


pasien rawat inap

3. Ketersediaan Pelayanan 3. a. Anak


Rawat Inap b. Penyakit Dalam
c. Kebidan
d. Bedah

4. Jam Visite Dokter Spesialis 4. 08.00 s/d 14.0


setiap hari kerja

5. Kejadian infeksi pasca 5. ≤ 1,5 %


operasi

6. Kejadian Infeksi 6. ≤ 1,5 %


Nosokomial

7. Tidak adanya kejadian 7. 100 %


pasien jatuh yang
berakibat kecacatan /
kematian

8. Kematian pasien > 48 jam 8. ≤ 0.24 %

9. Kejadian pulang paksa 9. ≤ 5 %

10. Kepuasan pelanggan 10. ≥ 90 %

11. Rawat Inap TB 11.


a. Penegakan diagnosis a. ≥ 60 %
TB melalui pemeriksaan b. ≥ 60 %
mikroskopis TB
b. Terlaksanana kegiatan
pencatatan dan
pelaporan TB di Rumah
Sakit

12. Ketersediaan pelayanan 12. NAPZA, Gangguan


rawat inap di rumah sakit Psikotik, Gangguan Nerotik,
yang memberikan dan Gangguan Mental
pelayanan jiwa Organik

1 3. Tidak adanya kejadian 13. 100 %


kematian pasien gangguan
jiwa karena bunuh diri

14. Kejadian re-admission 14. 100 %


pasien gangguan jiwa
dalam waktu ≤ 1 bulan

15. Lama hari perawatan 15. ≤ 6 minggu


Pasien gangguan jiwa
NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR
4. Bedah Sentral (Bedah saja) 1. Waktu tunggu operasi 1. ≤ 2 hari
elektif

2. Kejadian Kematian di meja 2. ≤ 1 %


operasi

3. Tidak adanya kejadian 3. 100 %


operasi salah sisi

4. Tidak adanya kejadian 4. 100 %


opersi salah orang

5. Tidak adanya kejadian 5. 100 %


salah tindakan pada
operasi

6. Tidak adanya kejadian 6. 100 %


tertinggalnya benda
asing/lain pada tubuh
pasien setelah operasi

7. Komplikasi anestesi karena 7. ≤ 6 %


overdosis, reaksi anestesi,
dan salah penempatan
anestesi endotracheal tube

5. Persalinan, perinatologi 1. Kejadian kematian ibu 1. a. Perdarahan ≤ 1 %


(kecuali rumah sakit khusus di karena persalinan b. Pre-eklampsia ≤ 30 %
luar rumah sakit ibu dan anak) c. Sepsis ≤ 0,2 %
dan KB
2. Pemberi pelayanan 2. a. Dokter Sp.OG
persalinan normal b. Dokter umum terlatih
(Asuhan Persalinan
Normal)
c. Bidan

3. Pemberi pelayanan 3. Tim PONEK yang terlatih


persalinan dengan penyulit

4. Pemberi pelayanan 4. a. Dokter Sp.OG


persalinan dengan b. Dokter Sp.A
tindakan operasi c. Dokter Sp.An

5. Kemampuan menangani 5. 100 %


BBLR 1500 gr – 2500 gr

6. Pertolongan persalinan 6. ≤ 20 %
melalui seksio cesaria

7. Keluarga Berencana 7. 100 %


a. Presentase KB
(vasektomi & tubektomi)
yang dilakukan oleh
tenaga Kompeten
dr.Sp.Og, dr.Sp.B,
dr.Sp.U, dr.umum
terlatih
b. Presentse peserta KB
mantap yang mendapat
konseling KB mantap
bidan terlatih

8. Kepuasan Pelanggan 8. ≥ 80 %
NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR
6. Intensif 1. Rata rata pasien yang 1. ≤ 3 %
kembali ke perawatan
intensif dengan kasus yang
sama < 72 jam

2. Pemberi pelayanan Unit 2. a. Dokter Sp.Anestesi dan


Intensif dokter spesialis sesuai
dengan kasus yang
ditangani
b. 100 % Perawat minimal
D3 dengan sertifikat
Perawat mahir ICU /
setara (D4)
7. Radiologi 1. Waktu tunggu hasil 1. ≤ 3 jam
pelayanan thorax foto

2. pelaksana ekspertisi 2. Dokter Sp.Rad

3. Kejadian kegagalan 3. Kerusakan foto ≤ 2 %


pelayanan Rontgen

4. Kepuasan pelanggan 4. ≥ 80 %

8. Lab. Patologi Klinik 1. Waktu tunggu hasil 1. ≤ 140 menit


pelayanan laboratorium. Kimia darah & darah rutin

2. Pelaksana ekspertisi 2. Dokter Sp.PK

3. Tidak adanya kesalahan 3. 100 %


pemberian hasil pemeriksa
laboratorium

4. Kepuasan pelanggan 4. ≥ 80 %

9. Rehabilitasi Medik 1. Kejadian Drop Out pasien 1. ≤ 50 %


terhadap pelayanan
Rehabilitasi Medik yang di
rencanakan

2. Tidak adanya kejadian 2. 100 %


kesalahan tindakan
rehabilitasi medik

3. Kepuasan Pelanggan 3. ≥ 80 %

10. Farmasi 1. waktu tunggu pelayanan 1. a. ≤ 30 menit


a. Obat Jadi b. ≤ 60 menit
b. Racikan

2. Tidak adanya Kejadian 2. 100 %


kesalahan pernberian obat

3. Kepuasan pelanggan 3. ≥ 80 %

4. Penulisan resep sesuai 4. 100 %


formularium

11. Gizi 1. Ketepatan waktu 1. ≥ 90 %


pemberian makanan
kepada pasien
2. Sisa makanan yang tidak 2. ≤ 20 %
termakan oleh pasien

3. Tidak adanya kejadian 3. 100 %


kesalahan pemberian diet
NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR

12. Transfusi Darah 1. Kebutuhan darah bagi 1. 100 % terpenuhi


setiap pelayanan transfusi

2. Kejadian Reaksi transfusi 2. ≤ 0,01 %

13. Pelayanan GAKIN Pelayanan terhadap pasien 100 % terlayani


GAKIN yang datang ke RS
pada setiap unit pelayanan

14. Rekam Medik 1. Kelengkapan pengisian 1. 100 %


rekam medik 24 jam
setelah selesai pelayanan

2. Kelengkapan Informed 2. 100 %


Concent setelah
mendapatkan informasi
yang jelas

3. Waktu penyediaan 3. ≤ 10 menit


dokumen rekam medik
pelayanan rawat jalan

4. Waktu penyediaan 4. ≤ 15 menit


dokumen rekam medik
pelayanan rawat inap

15. Pengelolaan Limbah 1. Baku mutu limbah cair 1. a. BOD < 30 mg/l
b. COD < 80 mg/l
c. TSS < 30 mg/l
d. PH 6-9

2. Pengelolaan limbah padat 2. 100 %


infeksius sesuai dengan
aturan

16. Administrasi dan manajemen 1. Tindak lanjut penyelesaian 1. 100 %


hasil pertemuan direksi
2. Kelengkapan laporan 2. 100 %
akuntabilitas kinerja
3. Ketepatan waktu 3. 100 %
pengusulan kenaikan
pangkat
4. Ketepan Waktu 4. 100 %
pengurusan gaji berkala
5. Karyawan yang mendapat 5. ≥ 60 %
pelatihan minimal 20 jam
setahun
6. Cost recovery 6. ≥ 40 %

7. Ketepatan waktu 7. 100 %


penyusunan laporan
keuangan
8. Kecepatan waktu 8. ≤ 2 jam
pemberian informasi
tentang tagihan pasien
rawat inap
9. Ketepatan waktu 9. 100 %
pemberian imbalan
(insentif) sesuai
kesepakatan waktu
NO. JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR

17. Ambulance/Kereta Jenazah 1. Waktu pelayanan 1. 24 jam


ambulance/Kereta jenazah

2. Kecepatan memberikan 2. ≤ 230menit


pelayanan
ambulance/Kereta jenazah
di rumah sakit

3. Response time pelayanan 3. (?) Sesuai ketentuan daerah


ambulance oleh (?)
masyarakat yang
membutuhkan

18. Pemulasaraan Jenazah 1. Waktu tanggap (response ≤ 2 Jam


time) pelayanan
pemulasaraan jenazah

19. Pelayanan pemeliharaan 1. Kecepatan waktu ≤ 80 %


sarana rumah sakit menanggapi kerusakan
alat

2. Ketepatan waktu 100 %


pemeliharaan alat

3. Peralatan laboratorium dan 100 %


alat ukur yang digunakan
dalam pelayanan
terkalibrasi tepat waktu
sesuai dengan ketentuan
kalibrasi

20. Pelayanan Laundry 1. Tidak adanya kejadian 100 %


linen yang hilang

2. Ketepatan waktu 100 %


penyediaan linen untuk
ruang rawat inap

21. Pencegahan dan 1. Ada anggota Tim PPI yang Anggota Tim PPI yang terlatih
pengendalian infeksi (PPI) terlatih 75 %

2. Tersedia APD di setiap 60 %


instalasi/ departemen

3. Kegiatan pencatatan dan 75 %


pelaporan infeksi
nosokomial / HAI (Health
Care Associated Infection)
di RS (min 1 parameter)
LAMPIRAN 2

URAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

I. PELAYANAN GAWAT DARURAT.

1. Kemampuan menangani lifesaving anak dan dewasa


Judul Kemampuan menangani life saving di Gawat darurat
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Tergambarnya kemampuan Rumah Sakit dalam memberikan Pelayanan Gawat
Darurat
Definisi Life Saving adalah upaya penyelamatan jiwa manusia dengan urutan Airway, Breath,
Operasional Circulation
Frekuensi Setiap bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiga bulan sekali


Numerator Jumlah kumulatif pasien yang mendapat pertolongan life saving di Gawat Darurat
Denominator Jumlah seluruh pasien yang membutuhkan penanganan life saving di Unit Gawat
Darurat
Sumber Data Rekam Medik di Gawat Darurat
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gawat Darurat
Pengumpulan data

2. Jam buka pelayanan gawat darurat


Judul Jam buka pelayanan Gawat darurat
Dimensi Mutu Keterjangkauan
Tujuan Tersedianya Pelayanan Gawat Darurat 24 Jam di setiap Rumah Sakit
Definisi Jam buka 24 jam adalah Gawat Darurat selalu siap memberikan pelayanan selama
Operasional 24 jam penuh.
Frekuensi Setiap bulan
Pengumpulan
Data
Periode Analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jumlah kumulatif jam buka gawat darurat dalam satu bulan
Denominator Jumlah hari dalam satu bulan
Sumber Data Laporan Bulanan
Standar 24 Jam
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gawat Darurat
Pengumpulan data

3. Pemberi pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat BLS/PPGD/GELS/ALS


Judul Pemberi pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat BLS/PPGD/GELS/ALS
Dimensi Mutu Kompetensi teknis
Tujuan Tersedianya Pelayanan Gawat Darurat oleh tenaga kompeten dalam bidang ke
gawat daruratan
Definisi Tenaga kompeten pada gawat darurat adalah tenaga yang sudah memiliki sertifikat
Operasional pelatihan BLS/PPGD/GELS/ALS
Frekuensi Setiap bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiga bulan sekali


Numerator Jumlah tenaga yang bersertifikat BLS/PPGD/GELS/ALS
Denominator Jumlah tenaga yang memberikan pelayanan kegawat daruratan
Sumber Data Kepegawaian
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
Pengumpulan data
4. Ketersediaan tim penanggulanagan bencana
Judul Ketersediaan tim penanggulanagan bencana
Dimensi Mutu Keselamatan dan efektifitas
Tujuan Kesiagaan rumah sakit untuk memberikan pelayanan penanggulangan bencana
Definisi Tim penanggulangan bencana adalah tim yang dibentuk di rumah sakit dengan
Operasional tujuan untuk penanggulangan akibat bencana yang mungkin terjadi sewaktu - waktu
Frekuensi Setiap bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiga bulan sekali


Numerator Jumlah Tim penanggulangan bencana yang ada di rumah sakit
Denominator Tidak ada
Sumber Data Instalasi gawat darurat
Standar satu tim
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gawat Darurat / Tim Mutu / Panitia Mutu
Pengumpulan data

5. Waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat


Judul Waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat
Dimensi Mutu Keselamatan dan efektifitas
Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsif dan mampu menyelamatkan
pasien gawat darurat
Definisi Kecepatan pelayanan dokter di gawat darurat adalah Kecepatan pasien dilayani
Operasional sejak pasien datang sampai mendapat pelayanan dokter (menit)
Frekuensi Setiap bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiga bulan sekali


Numerator Jumlah kumulatif waktu yang diperlukan sejakkedatanagan semua pasien yang di
sampling secara acak sampai dilayani dokter
Denominator Jumlah seluruh pasien yang di sampling (minimal n = 50)
Sumber Data Sample
Standar ≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gawat Darurat / Tim Mutu / Panitia Mutu
Pengumpulan data

6. Kepuasan Pelanggan pada Gawat Darurat


Judul Kepuasan Pelanggan pada Gawat Darurat
Dimensi Mutu Kenyamanan
Tujuan Terselenggaranya pelayanan gawat darurat yang mampu memberikan kepuasan
pelanggan
Definisi Kepuasan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang
Operasional di berikan
Frekuensi Setiap bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiga bulan sekali


Numerator Jumlah kumulatif rerata penilaian kepuasan pasien Gawat Darurat yang di survey
Denominator Jumlah seluruh pasien Gawat Darurat yang di survey (minimal n = 50)
Sumber Data Survey
Standar ≥ 70 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gawat Darurat / Tim Mutu / Panitia Mutu
Pengumpulan data
7. Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat
Judul Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat
Dimensi Mutu Efektifitas dan Keselamatan
Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang efektif dan mampu menyelamatkan pasien gawat
darurat
Definisi Kematian ≤ 24 jam adalah kematian yang terjadi dalam periode 24 jam sejak pasien
Operasional datang
Frekuensi Tiga bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiga bulan


Numerator Jumlah pasien yang meninggal dalam periode ≤ 24 jam sejak pasien datang
Denominator Jumlah seluruh yang ditangani di Gawat Darurat
Sumber Data Rekam Medik
Standar ≤ 2 perseribu
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gawat Darurat
Pengumpulan data

8. Pasien jiwa yang dapat ditenangkan dalam waktu ≤ 48 jam (khusus untuk rumah sakit dengan
pelayanan jiwa)
Judul Pasien jiwa yang dapat ditenangkan dalam waktu ≤ 48 jam
Dimensi Mutu Efektifitas dan Keselamatan
Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang efektif dan mampu menenangkan dan
menyelamatkan pasien jiwa dalam pelayanan gawat darurat kesehatan jiwa
Definisi Pasien dapat ditenangkan adalah pasien dengan gangguan jiwa yang dengan
Operasional intervensi medis tidaklagi menunjukkan gejala dan tanda agresif yang dapat
mencelakakan diri sendiri maupun orang lain sebagai akibat gangguan jiwa yang
diderita.
Frekuensi Tiga bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiga bulan


Numerator Jumlah pasien gangguan jiwa yang dapat ditenangkan
Denominator Jumlah seluruh pasien gangguan jiwa yang menunjukkan gejala dan tanda agresif
yang ditangani di Gawat Darurat
Sumber Data Rekam Medik
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gawat Darurat
Pengumpulan data

9. Tidak adanya keharusan untuk membayar uang muka


Judul Tidak adanya keharusan untuk membayar uang muka
Dimensi Mutu Akses dan Keselamatan
Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang mudah diakses dan mampu segera memberikan
pertolongan pada pasien gawat darurat
Definisi Uang muka adalah uang yang diserahkan kepada pihak rumah sakit sebagai jaminan
Operasional terhadap pertolongan medis yang akan diberikan
Frekuensi Tiga bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiga bulan


Numerator Jumlah pasien gawat darurat yang tidak membayar uang muka
Denominator Jumlah seluruh pasien yang datang di Gawat Darurat
Sumber Data Survei
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gawat Darurat
Pengumpulan data
II. PELAYANAN RAWAT JALAN

1. Pemberi pelayanan di klinik spesialis


Judul Pemberi pelayanan di klinik spesialis
Dimensi Mutu Kompetensi tehnis
Tujuan Tersedianya pelayanan klinik oleh tenaga spesialis yang kompeten
Definisi Klinik spesialis adalah klinik pelayanan rawat jalan di rumah sakit yang dilayani oleh
Operasional dokter spesialis (untuk rumah sakit pendidikan dapat dilayani oleh dokter PPDS
sesuai dengan special privilege yang diberikan)
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jumlah hari buka klinik spesialis yang ditangani oleh dokter spesialis dalam waktu
satu bulan
Denominator Jumlah seluruh hari buka klinik spesialis dalam waktu satu bulan
Sumber Data Register rawat jalan poliklinik spesialis
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat jalan
Pengumpulan data

2. Ketersediaan pelayanan rawat jalan


Judul Ketersediaan pelayanan rawat jalan
Dimensi Mutu Akses
Tujuan Tersedianya jenis pelayanan rawat jalan spesialistik yang minimal harus ada di
rumah sakit
Definisi Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan rawat jalan spesialistik yang dilaksanakan di
Operasional rumah sakit. Ketersediaan pelayanan rawat jalan untuk rumah sakit khusus
disesuaikan dengan spesifikasi dari rumah sakit tsb.
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jenis – jenis pelayanan rawat jalan spesialistik yang ada (kualitatif)
Denominator Tidak ada
Sumber Data Register rawat jalan
Standar Minimal kesehatan anak, penyakit dalam, kebidanan dan bedah
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat jalan
Pengumpulan data

3. Ketersediaan pelayanan rawat jalan di rumah sakit jiwa


Judul Ketersediaan pelayanan rawat jalan di rumah sakit jiwa
Dimensi Mutu Akses
Tujuan Tersedianya jenis pelayanan rawat jalan yang minimal harus ada di rumah sakit jiwa
Definisi Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan rawat jalan spesialistik yang dilaksanakan di
Operasional rumah sakit.
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jenis – jenis pelayanan rawat jalan spesialistik yang ada (kualitatif)
Denominator Tidak ada
Sumber Data Register rawat jalan
Standar Minimal
a. NAPZA
b. Gangguan Psikotik
c. Gangguan Neurotik
d. Gangguan Organik
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat jalan
Pengumpulan data
4. Buka pelayanan sesuai ketentuan
Judul Buka pelayanan sesuai ketentuan
Dimensi Mutu Akses
Tujuan Tersedianya jenis pelayanan rawat jalan spesialistik pada hari kerja di rumah sakit
Definisi Jam buka pelayanan adalah jam dimulainya pelayanan rawat jalan oleh tenaga
Operasional spesialis jam buka 08.00 s.d. 13.00 setiap hari kerja kecuali jum’at
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jumlah pelayanan rawat jalan spesialistik yang buka sesuai ketentuan dalam satu
bulan
Denominator Jumlah seluruh hari pelayanan rawat jalan spesialistik dalamsatu bulan
Sumber Data Register rawat jalan
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat jalan
Pengumpulan data

5. Waktu tunggu di Rawat Jalan


Judul Waktu tunggu di Rawat Jalan
Dimensi Mutu Akses
Tujuan Tersedianya pelayanan rawat jalan spesialistik pada hari kerja di setiap rumah sakit
yang mudah dan cepat diakses oleh pasien
Definisi Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai pasien mendaftar sampai dilayani
Operasional oleh dokter spesialis
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu pasien rawat jalan yang disurvey
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat jalan yang disurvey
Sumber Data Survey Pasien rawat jalan
Standar ≤ 60 menit
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat jalan/komite mutu/tim mutu
Pengumpulan data

6. Kepuasan Pelanggan pada Rawat Jalan


Judul Kepuasan Pelanggan pada Rawat Jalan
Dimensi Mutu Kenyamanan
Tujuan Terselenggaranya pelayanan rawat jalan yang mampu memberikan kepuasan
pelanggan
Definisi Kepuasan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang
Operasional diberikan
Frekuensi Setiap bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiga bulan sekali


Numerator Jumlah kumulatif rerata penilaian kepuasan pasien rawat jalan yang disurvey
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat jalan yang disurvey (minimal n = 50)
Sumber Data Survey
Standar ≥ 90 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat jalan /tim mutu/panitia mutu
Pengumpulan data
7. Pasien rawat jalan tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS
Judul Pasien rawat jalan tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS
Dimensi Mutu Akses, efisiensi
Tujuan Terselenggaranya pelayanan rawat jalan bagi pasein tuberkulosis dengan strategi
DOTS
Definisi Pelayanan rawat jalan tuberkulosis dengan strategi DOTS adalah pelayanan
Operasional tuberculosis dengan 5 strategi penanggulangan tuberculosis nasional. Penegakan
diagnosis dan follow up pengobatan pasien tuberculosis harus melalui pemeriksaan
mikroskopis tuberculosis, pengobatan harus menggunakan paduan obat anti
tuberculosis yang sesuai dengan standar penanggulanagn tuberculosis nasional, dan
semua pasien yang tuberculosis yang diobati dievaluasi secara kohort sesuai dengan
penanggulangan nasional
Frekuensi Tiap tiga bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiap tiga bulan


Numerator Jumlah semua pasien rawat jalan tuberculosis yang ditangani dengan strategi DOTS
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat jalan tuberculosis yang ditangani di rumah sakit dalam
waktu tiga bulan
Sumber Data Register rawat jalan, register TB 03 UPK
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat jalan
Pengumpulan data
III. PELAYANAN RAWAT INAP

1. Pemberi pelayanan rawat inap


Judul Pemberi pelayanan rawat inap
Dimensi Mutu Kompetensi tehnis
Tujuan Tersedianya pelayanan rawat inap oleh tenaga yang kompeten
Definisi Pemberi pelayanan rawat inap adalah dokter dan tenaga perawat yang kompeten
Operasional (minimal D3)
Frekuensi 6 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 6 bulan


Numerator Jumlah tenaga dokter dan perawat yang memberi pelayanan diruang rawat inap yang
sesuai dengan ketentuan
Denominator Jumlah seluruh tenaga dokter dan perawat yang bertugas di rawat inap
Sumber Data Kepegawaian
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat inap
Pengumpulan data

2. Dokter penanggung jawab pasien rawat inap


Judul Dokter penanggung jawab pasien rawat inap
Dimensi Mutu Kompetensi tehnis, kesinambungan pelayanan
Tujuan Tersedianya pelayanan rawat inap yang terkoordinasi untuk menjamin
kesinambungan pelayanan
Definisi Penanggung jawab rawat inap adalah dokter yang mengkoordinasikan kegiatan
Operasional pelayanan rawat inap sesuai kebutuhan pasien
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jumlah pasien dalam satu bulan yang mempunyai dokter sebagai penanggung jawab
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap dalam satu bulan
Sumber Data Rekam medik
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat inap
Pengumpulan data

3. Ketersediaan pelayanan rawat inap


Judul Ketersediaan pelayanan rawat inap
Dimensi Mutu Akses
Tujuan Tersedianya jenis pelayanan rawat inap yang minimal harus ada di rumah sakit
Definisi Pelayanan rawat inap adalah pelayanan rumah sakit yang diberikan tirah baringdi
Operasional rumah sakit. Untuk rumah sakit khusus disesuaikan dengan spesifikasi rumah sakit
tsb.
Frekuensi 3 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jenis – jenis pelayanan rawat inap spesialistik yang ada (kualitatif)
Denominator Tidak ada
Sumber Data Register rawat inap
Standar Minimal kesehatan anak, penyakit dalam, kebidanan dan bedah (kecuali rumah sakit
khusus disesuaikan dengan spesifikasi rumah sakit tsb)
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat inap
Pengumpulan data
4. Jam visite dokter spesialis
Judul Jam visite dokter spesialis
Dimensi Mutu Akses, kesinambungan pelayanan
Tujuan Tergambarnya kepedulian tenaga medis terhadap ketepatan waktu pemberian
pelayanan
Definisi Visite dokter spesialis adalah kunjungan dokter spesialis setiaphari kerja sesuai
Operasional dengan ketentuan waktu kepada setiap pasien yang menjadi tanggungjawabnya,
yang dilakukan antara jam 08.00 sampai dengan 14.00
Frekuensi tiap bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiap tiga bulan


Numerator Jumlah visite dokter spesialis antara jam 08.00 sampai dengan 14.00 yang disurvey
Denominator Jumlah pelaksanaan visite dokter spesialis yang disurvey
Sumber Data Survey
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat inap/Komite medik/Panitia mutu
Pengumpulan data

5. Kejadian infeksi pasca operasi


Judul Kejadian infeksi pasca operasi
Dimensi Mutu Keselamatan, kenyamanan
Tujuan Tergambarnya pelaksanaan operasi dan perawatan pasca operasi yang bersih
sesuai standar
Definisi Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka
Operasional sayatan operasi bersih yang dilaksanakan di rumah sakit yang ditandai oleh rasa
panas (kalor), kemerahan (color), pengerasan (tumor) dan keluarnya nanah (pus)
dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam
Frekuensi tiap bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa tiap bulan


Numerator Jumlah pasien yang mengalami infeksi pasca operasi dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien yang dalam satu bulan
Sumber Data Rekam medis
Standar ≤ 1,5 %
Penanggung jawab Ketua komite medik/komite mutu/tim mutu
Pengumpulan data

6. Angka kejadian infeksi nosokomial


Judul Angka kejadian infeksi nosokomial
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Mengetahui hasil pengendalian infeksi nosokomial rumah sakit
Definisi Infeksi nosokomial adalah infeksi yang dialamioleh pasien yang diperoleh selama
Operasional dirawat di rumah sakit yang meliputi dekubitus, phlebitis, sepsis, dan infeksi luka
operasi
Frekuensi tiap bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa tiap tiga bulan


Numerator Jumlah pasien rawat inap yang terkena infeksi nosokomial dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien rawat inap dalam satu bulan
Sumber Data Survei, laporan infeksi nosokomial
Standar ≤ 1,5 %
Penanggung jawab Kepala instalasi rawat inap/komite medik/panitia mutu
Pengumpulan data
7. Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian
Judul Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Tergambarnya pelayanan keperawatan yang aman bagi pasien
Definisi Kejadian pasien jatuh adalah kejadian pasien jatuh selama dirawat baik akibat jatuh
Operasional dari tempat tidur, di kamar mandi, dsb, yang berakibat kecacatan atau kematian
Frekuensi tiap bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa tiap bulan


Numerator Jumlah pasien dirawat dalam bulan tersebut dikurangi jumlah pasien yang jatuh dan
berakibat kecacatan atau kematian
Denominator Jumlah pasien dirawat dalam bulan tersebut
Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala instalasi rawat inap
Pengumpulan data

8. Kematian Pasien > 48 Jam


Judul Kematian Pasien > 48 Jam
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit yang aman dan efektif
Definisi Kematian pasien > 48 jam adalah kematian yang terjadi sesudah periode 48 jam
Operasional setelah pasien rawat inap masuk rumah sakit
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 1 bulan


Numerator Jumlah kejadian kematian pasien rawat inap > 48 jam dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap dalam satu bulan
Sumber Data Rekam Medis
Standar ≤ 0,24 % ≤ 2,4/1000 (internasional) (NDR ≤ 25/1000, Indonesia)
Penanggung jawab Ketua komite mutu/tim mutu
Pengumpulan data

9. Kejadian pulang paksa


Judul Kejadian pulang paksa
Dimensi Mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan
Tujuan Tergambarnya penilain pasien terhadap efektifitas pelayanan rumah sakit
Definisi Pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien atau keluarga pasien sebelum
Operasional diputuskan boleh pulang oleh dokter
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jumlah pasien pulang paksa dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulan
Sumber Data Rekam Medis
Standar ≤5%
Penanggung jawab Ketua komite mutu/tim mutu
Pengumpulan data
10. Kepuasan Pelanggan Rawat Inap
Judul Kepuasan Pelanggan Rawat Inap
Dimensi Mutu Kenyamanan
Tujuan Terselenggaranya persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan rawat inap
Definisi Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap pelayanan
Operasional rawat inap
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan pasien yang disurvey (dalam prosen)
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minimal 50)
Sumber Data Survei
Standar ≥ 90 %
Penanggung jawab Ketua komite mutu/tim mutu
Pengumpulan data

11. Pasien rawat inap tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS
Judul Pasien rawat Inap tuberkulosis yang ditangani dengan strategi DOTS
Dimensi Mutu Akses, efisiensi
Tujuan Terselenggaranya pelayanan rawat Inap bagi pasein tuberkulosis dengan strategi
DOTS
Definisi Pelayanan rawat inap tuberkulosis dengan strategi DOTS adalah pelayanan
Operasional tuberculosis dengan 5 strategi penanggulangan tuberculosis nasional. Penegakan
diagnosis dan follow up pengobatan pasien tuberculosis harus melalui pemeriksaan
mikroskopis tuberculosis, pengobatan harus menggunakan paduan obat anti
tuberculosis yang sesuai dengan standar penanggulanagn tuberculosis nasional, dan
semua pasien yang tuberculosis yang diobati dievaluasi secara kohort sesuai dengan
penanggulangan nasional
Frekuensi Tiap tiga bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiap tiga bulan


Numerator Jumlah semua pasien rawat inap tuberculosis yang ditangani dengan strategi DOTS
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap tuberculosis yang ditangani di rumah sakit dalam
waktu tiga bulan
Sumber Data Register rawat inap, register TB 03 UPK
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat inap
Pengumpulan data

12. Ketersediaan pelayanan rawat di rumah sakit yang memberikan pelayanan jiwa
Judul Ketersediaan pelayanan rawat di rumah sakit yang memberikan pelayanan jiwa
Dimensi Mutu Akses
Tujuan Tersedianya jenis pelayanan rawat inap yang minimal harus ada di rumah sakit jiwa
Definisi Pelayanan rawat inap adalah pelayanan rumah sakit jiwa yang diberikan kepada
Operasional pasien tidak gaduh gelisah tetapi memerlukan penyembuhan aspek psiko patologis.
Frekuensi 3 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jenis – jenis pelayanan rawat inap rumah sakit jiwa
Denominator Tidak ada
Sumber Data Register rawat inap
Standar Minimal
a. NAPZA
b. Gangguan Psikotik
c. Gangguan Neurotik
d. Gangguan Organik
Penanggung jawab Kepala Instalasi rawat inap
Pengumpulan data
13. Tidak adanya Kematian Pasien gangguan jiwa karena bunuh diri
Judul Tidak adanya Kematian Pasien gangguan jiwa karena bunuh diri
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit jiwa yang aman dan
efektif
Definisi Kematian pasien jiwa karena bunuh diri adalah kematian yang terjadi pada pasien
Operasional gangguan jiwa karena perawatan rawat inap yang tidak baik
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 1 bulan jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulan
Numerator Jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulan dikurangi jumlah kejadian
kematian pasien gangguan jiwa bunuh diri dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluru pasien yang dirawat dalam satu bulan
Sumber Data Rekam medis
Standar 100 %
Penanggung jawab Komite medik/mutu

14. Kejadian (re-admision) pasien gangguan jiwa tidak kembali dalam perawatan dalam waktu≤
1 bulan
Judul Kejadian (re-admision) pasien gangguan jiwa tidak kembali dalam perawatan
dalam waktu ≤ 1 bulan
Dimensi Mutu Efektifitas, Kompetensi tehnis
Tujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit jiwa yang efektif
Definisi Lamanya waktu pasien gangguan jiwa yang sudah dipulangkan tidak kembali
Operasional keperawatan di rumah sakit jiwa
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 6 bulan


Numerator Jumlah seluruh pasien gangguan yang dipulangkan dalam 1 bulan dikurangi jumlah
kejadian pasien gangguan jiwa yang kembali dirawat dalam waktu ≤ 1 bulan
Denominator Jumlah seluru pasien yang gangguan jiwa yang dipulangkan dalam 1 bulan
Sumber Data Rekam medis
Standar 100 %
Penanggung jawab Komite medik/mutu

15. Lama hari perawatan pasien gangguan jiwa


Judul Lama hari perawatan pasien gangguan jiwa
Dimensi Mutu Efektifitas, Kompetensi teknis
Tujuan Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit jiwa yang efektif
Definisi Lamanya waktu perawatan pasien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa
Operasional
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 6 bulan


Numerator Jumlah rerata perawtan pasien gangguan jiwa 6 minggu
Denominator Tidak ada
Sumber Data Rekam medis
Standar ≤ 6 minggu
Penanggung jawab Komite medik/mutu
IV. BEDAH SENTRAL

1. Waktu tunggu operasi elektif


Judul Waktu tunggu operasi elektif
Dimensi Mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan penanganan antrian pelayanan bedah
Definisi Waktu tunggu operasi elektif adalah tenggang waktu mulai dokter memutuskan untuk
Operasional operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 3 bulan


Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu operasi yang terencana dari seluruh pasien yang
dioperasi dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam satu bulan
Sumber Data Rekam medis
Standar ≤ 2 hari
Penanggung jawab Ketua instalasi bedah sentral

2. Kejadian kematian dimeja operasi


Judul Kejadian kematian dimeja operasi
Dimensi Mutu Keselamatan, efektifitas
Tujuan Tergambarnya efektifitas pelayanan bedah sentral dan anestesi dan kepedulian
terhadap keselamatan pasien
Definisi Kematian dimeja operasi adalah kematian yang terjadi di atas meja operasi pada
Operasional saat operasi berlangsung yang diakibatkan oleh tindakan anastesi maupun tindakan
pembedahan
Frekuensi Tiap bulan dan sentinel event
Pengumpulan
Data

Periode Analisa Tiap bulan dan sentinel event


Numerator Jumlah pasien yang meninggal dimeja operasi dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dalam satu bulan
Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar ≤1%
Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis

3. Tidak adanya kejadian operasi salah sisi


Judul Tidak adanya kejadian operasi salah sisi
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Tergambarnya kepedulian dan ketelitian instalasi bedah sentral terhadap
keselamatan pasien
Definisi Kejadian operasi salah sisi adalah kejadian dimana pasien dioperasi pada sisi yang
Operasional salah, misalnya yang semestinya dioperasi pada sisi kanan, ternyata yang dilakukan
operasi adalah pada sisi kiri atau sebaliknya
Frekuensi 1 bulan dan sentinel event
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event


Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang
dioperasi salah sisi dalam waktu satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan
Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar ≤ 100 %
Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
4. Tidak adanya kejadian operasi salah orang
Judul Tidak adanya kejadian operasi salah orang
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Tergambarnya kepedulian dan ketelitian instalasi bedah sentral terhadap
keselamatan pasien
Definisi Kejadian operasi salah orang adalah kejadian dimana pasien dioperasi pada orang
Operasional yang salah
Frekuensi 1 bulan dan sentinel event
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event


Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah operasi salah
orang dalam waktu satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan
Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar ≤ 100 %
Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis

5. Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi


Judul Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Tergambarnya ketelitian dalam pelaksanaan operasi dan kesesuaiannya dengan
tindakan operasi rencana yang telah ditetapkan
Definisi Kejadian salah satu tindakan pada operasi adalah kejadian pasien mengalami
Operasional tindakan operasi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan
Frekuensi 1 bulan dan sentinel event
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event


Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang
mengalami salah tindakan operasi dalam waktu satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan
Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar ≤ 100 %
Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis

6. Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing pada tubuh pasien setelah operasi
Judul Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing pada tubuh pasien setelah
operasi
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Kejadian tertinggalnya benda asing adalah kejadian dimana benda asing
sepertikapas, gunting, peralatan operasi dalam tubuh pasien akibat tundakan suatu
pembedahan
Definisi Kejadian salah satu tindakan pada operasi adalah kejadian pasien mengalami
Operasional tindakan operasi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan
Frekuensi 1 bulan dan sentinel event
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event


Numerator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang
mengalami tertinggalnya benda asing dalam tubuh akibat operasi dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam satu bulan
Sumber Data Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar ≤ 100 %
Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
7. Komplikasi anastesi karena over dosis, reaksi anantesi dan salah penempatan
endotracheal tube
Judul Komplikasi anastesi karena over dosis, reaksi anantesi dan salah penempatan
endotracheal tube
Dimensi Mutu Keselamatan pasien
Tujuan Tergambarkannya kecermatan tindakan anastesi dan monitoring pasien selama
proses penundaan berlangsung
Definisi Komplikasi anastesi adalah kejadian yang tidak diharapkan sebagai akibat komplikasi
Operasional anastesi antara lain karena over dosis, reaksi anantesi dan salah penempatan
endotracheal tube
Frekuensi 1 bulan dan sentinel event
Pengumpulan
Data

Periode Analisa 1 bulan dan sentinel event


Numerator Jumlah pasien yang mengalami komplikasianastesi dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan
Sumber Data Rekam medis
Standar ≤6%
Penanggung jawab Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
V. PERSALINAN DAN PERINATOLOGI (KECUALI RUMAH SAKIT KHUSUS DI LUAR RUMAH
SAKIT IBU DAN ANAK)

1. Kejadian kematian ibu karena persalinan

Judul Kejadian kematian ibu karena persalinan


Dimensi mutu Keselamatan
Tujuan Mengetahui mutu pelayanan rumah sakit terhadap pelayanan persalinan.
Definisi operasional Kematian ibu melahirkan yang disebabkan karena perdarahan, pre eklamsia,
eklampsia, partus lama dan sepsis.
Perdarahan adalah perdarahan yang terjadi pada saat kehamilan semua skala
persalinan dan nifas.
Pre-eklampsia dan eklampsia mulai terjadi pada kehamilan trimester kedua, pre-
eklampsia dan elampsia merupakan kumpulan dari dua dari tiga tanda, yaitu :
- Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik >110 mmHg
- Protein uria > 5 gr/24 jam 3+/4-pada pemeriksaan kualitati
- Oedem tungkai
Eklampsia adalah tanda pre eklampsia yang disertai dengan kejang dan atau
penurunan kesadaran.
Sepsis adalah tanda-tanda sepsis yang terjadi akibat penanganan aborsi,
persalinan dan nifas yang tidak ditangani dengan tepat oleh pasien atau
penolong.
Partus lama adalah…..
Frekuensi Tiap bulan
pengumpulan data
Periode analisis Tiap tiga bulan
Numerator Jumlah kematian pasien persalinan karena pendarahan, pre-eklampsia/eklampsia
dan sepsis
Denominator Jumlah pasien-pasien persalinan dengan pendarahan, pre-eklampsia/eklampsia
dan sepsis.
Sumber data Rekam medis rumah sakit
Standar Pendarahan < 1% pre-eklampsia < 30%, sepsis < 0,2%
Penanggung jawab Komite medik

2. Pemberi pelayanan persalinan normal


Judul Pemberi pelayanan persalinan normal
Dimensi mutu Kompetensi teknis
Tujuan Tersedianya pelayanan persalinan normal oleh tenaga yang kompeten
Definisi operasional Pemberi pelayanan persalinan normal adalah dokter Sp,OG, dokter umum terlatih
(asuhan persalinan normal) dan bidan
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah tenaga dokter Sp.OG, dokter umum terlatih (asuhan persalinan normal)
dan bidan yang memberikan pertolongan persalinan normal.
Denominator Jumlah seluruh tenaga yang memberi pertolongan persalinan normal.
Sumber data Kepegawaian
Standar 100%
Penanggung jawab Komite mutu

3. Pemberi pelayanan persalinan dengan penyulit


Judul Pemberi pelayanan persalinan dengan penyulit
Dimensi mutu Kompetensi teknis
Tujuan Tersedianya pelayanan persalinan normal oleh tenaga yang kompeten
Definisi operasional Pemberi pelayanan persalinan dengan penyulit adalah Tim PONEK yang terdiri
dari dokter Sp,OG, dengan dokter umum dan bidan (perawat yang terlatih).
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Tersedianya tim dokter Sp.OG, dokter umum, bidan dan perawat terlatih.
Denominator Tidak ada
Sumber data Kepegawaian dan rekam medis
Standar Tersedia
Penanggung jawab Komite mutu
4. Pemberi pelayanan persalinan dengan tindakan operasi
Judul Pemberi pelayanan persalinan dengan tindakan operasi
Dimensi mutu Kompetensi teknis
Tujuan Tersedianya pelayanan persalinan dengan tindakan operasi oleh tenaga yang
kompeten
Definisi operasional Pemberi pelayanan persalinan dengan tindakan operasi adalah dokter Sp,OG,
dokter spesialis anak, dokter spesialis anastesi
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah tenaga dokter Sp.OG, dokter spesialis anak, dokter spesialis anastesi
yang memberikan pertolongan persalinan dengan tindakan operasi.
Denominator Jumlah seluruh tenaga yang melayani persalinan dengan tindakan operasi
Sumber data Kepegawaian
Standar 100%
Penanggung jawab Komite mutu

5. Kemampuan menangani BBLR 1500 gr-2500 gr


Judul Kemampuan menangani BBLR 1500 gr-2500 gr
Dimensi mutu Efektifitas dan keselamatan
Tujuan Tergambarnya kemampuan rumah sakit dalam menangani BBLR
Definisi operasional BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan 1500 gr-2500 gr
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah BBLR 1500 gr-2500 gr yang berhasil ditangani
Denominator Jumlah seluruh BBLR 1500 gr-2500 gr yang ditangani
Sumber data Rekam medis
Standar 100%
Penanggung jawab Komite medik/Komite mutu

6. Pertolongan persalinan melalui seksio cesaria


Judul Pertolongan persalinan melalui seksio cesaria
Dimensi mutu Efektifitas, keselamatan dan efisiensi
Tujuan Tergambarnya pertolongan di rumah sakit yang sesuai dengan indikasi dan
efisien.
Definisi operasional Seksio cesaria adalah tindakan persalinan melalui pembedahan abdominal baik
elektif maupun emergensi.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah persalinan dengan seksio cesaria dalam 1 bulan
Denominator Jumlah seluruh persalinan dalam 1 bulan
Sumber data Rekam medis
Standar < 100%
Penanggung jawab Komite mutu

7.a. Keluarga Berencana


Judul Keluarga Berencana Mantap
Dimensi mutu Ketersediaan pelayanan kontrasepsi mantap
Tujuan Mutu dan kesinambungan pelayanan
Definisi operasional Keluarga berencana yang menggunakan metode operasi yang aman dan
sederhana pada alat reproduksi manusia dengan tujuan menghentikan fertilitas
oleh tenaga yang kompeten
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jenis pelayanan KB mantap
Denominator Jumlah peserta KB
Sumber data Rekam medik dan laporan KB rumah sakit
Standar 100%
Penanggung jawab Direktur Pelayanan Medik
pengumpulan data
7.b. Konseling KB Mantap
Judul Keluarga Berencana Mantap
Dimensi mutu Ketersediaan kontrasepsi mantap
Tujuan Mutu dan kesinambungan pelayanan
Definisi operasional Proses konsultasi antara pasien dengan bidan terlatih untuk mendapatkan pilihan
pelayanan KB mantap yang sesuai dengan pilihan status kesehatan pasien.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah konseling layanan KB mantap
Denominator Jumlah peserta KB mantap
Sumber data Laporan unit layanan KB
Standar 100%
Penanggung jawab Direktur Pelayanan Medik
pengumpulan data

8. Kepuasan Pelanggan
Judul Kepuasan Pelanggan
Dimensi mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pasien terhadap mutu pelayanan persalinan
Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan persalinan.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien yang disurvei (dalam
prosen)
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minial 50)
Sumber data Survei
Standar > 80%
Penanggung jawab Ketua komite mutu/tim mutu
VI. PELAYANAN INTENSIF

1. Rata-rata pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang sama < 72 jam
Judul Rata-rata pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang
sama < 72 jam
Dimensi mutu Efektifitas
Tujuan Tergambarnya keberhasilan perawatan intensif
Definisi operasional Pasien kembali keperawatan intensif dari ruang rawat inap dengan kasus yang
sama dalam waktu < 72 jam
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang sama < 72
jam dalam 1 bulan.
Denominator Jumlah seluruh pasien yang dirawat di ruang intensif dalam 1 bulan.
Sumber data Rekam medis
Standar < 3%
Penanggung jawab Komite mudik/mutu

2. Pemberi pelayanan unit intensif


Judul Pemberi pelayanan unit intensif
Dimensi mutu Kompetensi teknis
Tujuan Tersedianya pelayanan intensif tenaga yang kompeten
Definisi operasional Pemberi pelayanan intensif adalah dokter Sp.An dan dokter spesialis sesuai
dengan kasus yang ditangani, perawat D3 dengan sertifikat perawat mahir
ICU/setara
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah tenaga dokter Sp.An dan spesialis yang sesuai dengan kasus yang
ditangani, perawat D3 dengan sertifikat perawat mahir ICU/setara yang melayani
pelayanan perawatan intensif
Denominator Jumlah seluruh tenaga dokter dan perawat yang melayani perawatan intensif
Sumber data Kepegawaian
Standar 100%
Penanggung jawab Komite medik/mutu
VII. RADIOLOGI

1. Waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto


Judul Waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto
Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan radiologi
Definisi operasional Waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto adalah tenggang waktu mulai pasien di
foto sampai dengan menerima hasil yang sudah diekspertisi
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto dalam satu bulan.
Denominator Jumlah pasien yang difoto thorax dalam bulan tersebut.
Sumber data rekam medis
Standar < 3%
Penanggung jawab Kepala instalasi radiologI

2. Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan


Judul Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan
Dimensi mutu Kompetensi tehnis
Tujuan Pembacaan dan verifikasi hasil pemeriksaan rontgen dilakukan oleh tenaga ahli
untuk memastikan ketepatan diagnosis
Definisi operasional Pelaksana ekspertisi rontgen adalah dokter spesialis Radiologi yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan pembacaan foto rontgen/ hasil pemeriksaan
radiologi. Bukti pembacaan dan verifikasi adalah dicantumkannya tanda tangan
dokter spesialis radiologi pada lembar hasil pemeriksaan yang dikirimkan kepada
dokter yang meminta.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah foto rontgen yang dibaca dan diverifikasi oleh dokter spesialis radiologi
dalam 1 bulan.
Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan foto rontgen dalam 1 bulan.
Sumber data Register di Instalasi Radiologi
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala instalasi radiologI

3. Kejadian kegagalan pelayanan rontgen


Judul Kejadian kegagalan pelayanan rontgen
Dimensi mutu Efektifitas dan efisiensi
Tujuan Tergambarnya efektifitas dan efisiensi pelayanan rontgen
Definisi operasional Kegagalan pelayanan rontgen adalah kerusakan foto yang tidak dapat dibaca
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah foto rusak yang tidak dapat dibaca dalam 1 bulan
Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan foto dalam 1 bulan
Sumber data Register radiology
Standar <2%
Penanggung jawab Kepala instalasi Radiologi

4. Kepuasan pelanggan
Judul Kepuasan pelanggan
Dimensi mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan radiologi
Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan radiology
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pasien yang disurvei yang menyatakan puas
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minial 50)
Sumber data Survei
Standar > 80 %
Penanggung jawab Ketua komite mutu/tim mutu
VIII. LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK

1. Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium


Judul Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium
Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan laboratorium
Definisi operasional Pemeriksaan laboratorium yang dimaksud adalah pelayanan pemeriksaan
laboratorium rutin dan kimia darah. Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium
untuk pemeriksaan laboratorium adalah tenggang waktu mulai pasien diambil
sample sampai dengan menerima hasil yang sudah diekspertisi.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium pasien yang disurvey
dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium yang disurvey dalam bulan tersebut.
Sumber data Survey
Standar < 140 menit (manual)
Penanggung jawab Kepala Instalasi Laboratorium

2. Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan laboratorium


Judul Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan laboratorium
Dimensi mutu Kompetensi teknis
Tujuan Pembacaan dan verifikasi hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh tenaga
ahli untuk memastikan ketepatan diagnosis.
Definisi operasional Pelaksana ekspertisi laboratorium adalah dokter spesialis patologi klinik yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan pembacaan hasil pemeriksaan
laboratorium. Bukti dilakukan ekspertisi adalah adanya tandatangan pada lembar
hasil pemeriksaan yang dikirimkan pada dokter yang meminta.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah hasil lab. yang diverifikasi hasilnya oleh dokter spesialis patologi klinik
dalam satu bulan.
Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan laboratorium dalam satu bulan
Sumber data Register di instalasi laboratorium
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala instalasi laboratorium

3. Tidak adanya kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium


Judul Tidak adanya kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
Dimensi mutu Keselamatan
Tujuan Tergambarnya ketelitian pelayanan laboratorium
Definisi operasional Kesalahan penyerahan hasil laboratorium adalah penyerahan hasil laboratorium
pada salah orang.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah seluruh pasien yang diperiksa laboratorium dalam satu bulan dikurangi
jumlah penyerahan hasil laboratorium salah orang dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium dalam bulan tersebut
Sumber data Rekam medis
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Laboratorium
4. Kepuasan pelanggan
Judul Kepuasan pelanggan
Dimensi mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan laboratorium
Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan laboratorium.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien yang disurvei (dalam
prosen)
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minial 50)
Sumber data Survei
Standar > 80 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi Laboratorium
IX. REHABILITASI MEDIK

1. Kejadian drop out pasien terhadap pelayanan rehabilitasi yang direncanakan.


Judul Kejadian drop out pasien terhadap pelayanan rehabilitasi yang
direncanakan.
Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan dan efektifitas
Tujuan Tergambarnya kesinambungan pelayanan rehabilitasi sesuai yang direncanakan
Definisi operasional Drop out pasien terhadap pelayanan rehabilitasi yang direncanakan adalah pasien
tidak bersedia meneruskan program rehabilitasi yang direncanakan.
Frekuensi 3 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 6 bulan
Numerator Jumlah seluruh pasien yang drop out dalam 3 bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien yang di program rehabilitasi medik dalam 3 bulan
Sumber data Rekam medis
Standar < 50%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik

2. Tidak adanya kejadian kesalahan tindakan rehabilitasi medik


Judul Tidak adanya kejadian kesalahan tindakan rehabilitasi medik
Dimensi mutu Keselamatan dan kenyamanan
Tujuan Tergambarnya kejadian kesalahan klinis dalam rehabilitasi medik
Definisi operasional Kesalahan tindakan rehabilitasi medik adalah memberikan atau tidak memberikan
tindakan rehabilitasi medik yang diperlukan yang tidak sesuai dengan rencana
asuhan dan/atau tidak sesuai dengan pedoman/standar pelayanan rehabilitasi
medik.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah seluruh pasien yang deprogram rehabilitasi medik dalam 1 bulan dikurangi
jumlah pasien yang mengalami kesalahan tindakan rehabilitasi medik dalam 1
bulan.
Denominator Jumlah seluruh pasien yang deprogram rehabilitasi medik dalam 1 bulan
Sumber data Rekam medis
Standar 100 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rehabilitas Medik

3. Kepuasan Pelanggan
Judul Kepuasan pelanggan
Dimensi mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan rehabilitasi medik
Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan rehabilitas medik.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien yang disurvei (dalam
prosen)
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minial 50)
Sumber data Survei
Standar >80 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rehabilitas Medik
X. FARMASI

1.a. Waktu tunggu pelayanan obat jadi


Judul Waktu tunggu pelayanan obat jadi
Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan farmasi
Definisi operasional Waktu tunggu pelayanan obat jadi adalah tenggang waktu mulai pasien
menyerahkan resep sampai dengan menerima obat jadi
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu pelayanan obat jadi pasien yang disurvey dalam
satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam bulan tersebut.
Sumber data Survey
Standar <30 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi

1.b. Waktu tunggu pelayanan obat racikan


Judul Waktu tunggu pelayanan obat racikan
Dimensi mutu Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan farmasi
Definisi operasional Waktu tunggu pelayanan obat racikan adalah tenggang waktu mulai pasien
menyerahkan resep sampai dengan menerima obat racikan
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif waktu tunggu pelayanan obat racikan pasien yang disurvey
dalam satu bulan
Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam bulan tersebut.
Sumber data Survey
Standar <60 %
Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi

2. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat


Judul Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat
Dimensi mutu Keselamatan dan kenyamanan
Tujuan Tergambarnya kejadian kesalahan dalam pemberian obat
Definisi operasional Kesalahan pemberian obat meliputi :
1. Salah dalam memberikan jenis obat
2. Salah dalam memberikan dosis
3. Salah orang
4. Salah jumlah
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah seluruh pasien instalasi farmasi yang disurvey dikurangi jumlah pasien
yang mengalami kesalahan pemberian obat
Denominator Jumlah seluruh pasien instalasi farmasi yang disurvey
Sumber data Survey
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi
3. Kepuasan Pelanggan
Judul Kepuasan pelanggan
Dimensi mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya persepsi pelanggan terhadap pelayanan farmasi
Definisi operasional Kepuasan pelanggan adalah pernyataan puas oleh pelanggan terhadap
pelayanan farmasi.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif hasil penilaian kepuasan dari pasien yang disurvei (dalam
prosen)
Denominator Jumlah total pasien yang disurvei (n minimal 50)
Sumber data Survey
Standar >80%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi

4. Penulisan resep sesuai formularium


Judul Penulisan resep sesuai formularium
Dimensi mutu Efisiensi
Tujuan Tergambarnya efisiensi pelayanan obat kepada pasien
Definisi operasional Formularium obat adalah daftar obat yang digunakan di rumah sakit.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah resep yang diambil sebagai sample yang sesuai formularium dalam satu
bulan.
Denominator Jumlah seluruh resep yang diambil sebagai sampel dalam satu bulan (n minimal
50)
Sumber data Survey
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Farmasi
XI. Gizi

1. Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien


Judul Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien
Dimensi mutu Efektifitas, akses, kenyamanan
Tujuan Tergambarnya efektifitas pelayanan instalasi gizi
Definisi operasional Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien adalah ketepatan
penyediaan makanan, pada pasien sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pasien rawat inap yang disurvei yang mendapat makanan tepat waktu
dalam satu bulan.
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap yang disurvei
Sumber data Survey
Standar >90%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gizi/Kepala Instalasi Rawat Inap

2. Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien


Judul Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien
Dimensi mutu Efektifitas dan efisien
Tujuan Tergambarnya efektifitas dan efisiensi pelayanan instalasi gizi
Definisi operasional Sisa makanan adalah porsi makanan yang tersisa yang tidak dimakan oleh pasien
(sesuai dengan pedoman asuhan gizi rumah sakit)
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif porsi sisa makanan dari pasien yang disurvey
Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan
Sumber data Survey
Standar >20%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gizi/Kepala Instalasi Rawat Inap

3. Tidak adanya kesalahan dalam pemberian diet


Judul Tidak adanya kesalahan dalam pemberian diet
Dimensi mutu Keamanan, efisien
Tujuan Tergambarnya kesalahan dan efisiensi pelayanan instalasi gizi
Definisi operasional Kesalahan dalam memberikan diet adalah kesalahan dalam memberikan jenis
diet.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pemberian makanan yang disurvey dikurangi jumlah pemberian makanan
yang salah diet.
Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan
Sumber data Survey
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Gizi/Kepala Instalasi Rawat Inap
XII. TRANSFUSI DARAH

1. Pemenuhan kebutuhan darah bagi setiap pelayanan transfusi


Judul Pemenuhan kebutuhan darah bagi setiap pelayanan transfusi
Dimensi mutu Keselamatan dan kesinambungan pelayanan
Tujuan Tergambarnya kemampuan bank darah rumah sakit dalam menyediakan
kebutuhan darah.
Definisi operasional Cukup jelas
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah permintaan kebutuhan darah yang dapat dipenuhi dalam 1 bulan
Denominator Jumlah seluruh permintaan darah dalam 1 bulan
Sumber data Survey
Standar 100%
Penanggung jawab Yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan bank darah

2. Kejadian reaksi transfusi


Judul Kejadian reaksi transfusi
Dimensi mutu Keselamatan
Tujuan Tergambarnya manajemen risiko pada UTD
Definisi operasional Reaksi transfusi adalah kejadian tidak diharapkan (KTD) yang terjadi akibat
transfusi darah, dalam bentuk reaksi alergi, infeksi akibat transfusi, hemolisi akibat
golongan darah tidak sesuai, atau gangguan sistem imun sebagai akibat
pemberian transfusi darah.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah kejadian reaksi transfusi dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien yang mendapat transfusi dalam satu bulan
Sumber data Rekam medis
Standar <0,01%
Penanggung jawab Kepala UTD
XIII. PELAYANAN GAKIN

1. Pelayanan terhadap pasien GAKIN yang datang ke RS pada setiap unit pelayanan
Judul Pelayanan terhadap pasien GAKIN yang datang ke RS pada setiap unit
pelayanan
Dimensi mutu Akses
Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap masyarakat miskin
Definisi operasional Pasien Keluarga Miskin (GAKIN) adalah pasien pemegang kartu askeskin
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pasien GAKIN yang dilayani rumah sakit dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien GAKIN yang datang ke rumah sakit dalam satu bulan.
Sumber data Register pasien
Standar 100%
Penanggung jawab Direktur Rumah Sakit
XIV. REKAM MEDIK

1. Kelengkapan pengisian rekam medik 24 jam setelah selesai pelayanan


Judul Kelengkapan pengisian rekam medik 24 jam setelah selesai pelayanan
Dimensi mutu Kesinambungan pelayanan dan keselamatan
Tujuan Tergambarnya tanggung jawab dokter dalam kelengkapan informasi rekam medik.
Definisi operasional Rekam medik yang lengkap adalah, rekam medik yang telah diisi lengkap oleh
dokter dalam waktu < 24 jam setelah selesai pelayanan rawat jalan atau setelah
pasien rawat inap diputuskan untuk pulang, yang meliputi identitas pasien,
anamnesis, rencana asuhan, pelaksanaan asuhan, tindak lanjut dan resume
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah rekam medik yang disurvey dalam 1 bulan yang diisi lengkap
Denominator Jumlah rekam medik yang disurvey dalam 1 bulan.
Sumber data Survey
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala instalasi rekam medik/wadir pelayanan medik.

2. Kelengkapan informed concent setelah mendapatkan informasi yang jelas


Judul Kelengkapan informed concent setelah mendapatkan informasi yang jelas
Dimensi mutu Keselamatan
Tujuan Tergambarnya tanggung jawab dokter untuk memberikan kepada pasien dan
mendapat persetujuan dari pasien akan tindakan medik yang dilakukan.
Definisi operasional Informed concent adalah persetujuan yang diberikan pasien/keluarga pasien atas
dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pasien yang mendapat tindakan medik yang disurvey yang mendapat
informasi lengkap sebelum memberikan persetujuan tindakan medik dalam 1
bulan.
Denominator Jumlah pasien yang mendapat tindakan medik yang disurvey dalam 1 bulan
Sumber data Survey
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala instalasi rekam medik

3. Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat jalan


Judul Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat jalan
Dimensi mutu Efektifitas, kenyamanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan pendaftaran rawat jalan
Definisi operasional Dokumen rekam medis rawat jalan adalah dokumen rekam medis pasien baru
atau pasien lama yang digunakan pada pelayanan rawat jalan. Waktu penyediaan
dokumen rekam medik mulai dari pasien mendaftar sampai rekam medis
disediakan/ditemukan oleh petugas.
Frekuensi tiap bulan
pengumpulan data
Periode analisis Tiap 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif waktu penyediaan rekam medis sampel rawat jalan yang diamati
Denominator Total sampel penyediaan rekam medis yang diamati (N tidak kurang dari 100).
Sumber data Hasil survei pengamatan diruang pendaftaran rawat jalan untuk pasien
baru/diruang rekam medis untuk pasien lama.
Standar Rerata < 10 menit
Penanggung jawab Kepala instalasi rekam medis
4. Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat inap

Judul Waktu penyediaan dokumen rekam medik pelayanan rawat inap


Dimensi mutu Efektifitas, kenyamanan, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan rekam medik rawat inap
Definisi operasional Dokumen rekam medis rawat inap adalah dokumen rekam medis pasien baru
atau pasien lama yang digunakan pada pelayanan rawat inap. Waktu penyediaan
dokumen rekam medik pelayanan rawat inap adalah waktu mulai pasien
diputuskan untuk rawat inap oleh dokter sampai rekam medik rawat inap tersedia
di bangsal pasien.
Frekuensi tiap bulan
pengumpulan data
Periode analisis Tiap 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif waktu penyediaan rekam medis sampel rawat inap yang diamati
Denominator Total sampel penyediaan rekam medis rawat inap yang diamati
Sumber data Hasil survei pengamatan diruang pendaftaran rawat jalan
Standar Rerata < 15 menit
Penanggung jawab Kepala instalasi rekam medis
XV. Pengolahan Limbah

1. Baku mutu limbah cair


Judul Baku mutu limbah cair
Dimensi mutu Keselamatan
Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap keamanan limbah cair rumah
sakit
Definisi operasional Baku mutu adalah standar minimal pada limbah cair yang dianggap aman bagi
kesehatan, yang merupakan ambang batas yang ditolerir dan diukur dengan
indikator :
BOD (Biological Oxygen Demand) : 30 mg/liter
COD (Chemical Oxygen Demand) : 80 mg/liter
TSS (Total Suspended Solid) 30 mg/liter
PH : 6-9
Frekuensi 3 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Hasil laboratorium pemeriksaan limbah cair rumah sakit yang sesuai dengan
baku mutu.
Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan limbah cair.
Sumber data Hasil pemeriksaan
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala IPRS

2. Pengolahan limbah padat berbahaya sesuai dengan aturan


Judul Pengolahan limbah padat berbahaya sesuai dengan aturan
Dimensi mutu Keselamatan
Tujuan Tergambarnya mutu penanganan limbah padat infeksius di rumah sakit
Definisi operasional Limbah padat berbahaya adalah sampah pada akibat proses pelayanan yang
mengandung bahan-bahan yang tercemar jasad renik yang dapat menularkan
penyakit dan/atau dapat mencederai, antara lain :
1. Sisa jarum suntik
2. Sisa ampul
3. Kasa bekas
4. Sisa jaringan
Pengolahan limbah padat berbahaya harus dikelola sesuai dengan aturan dan
pedoman yang berlaku
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah limbah padat yang dikelola sesuai dengan standar prosedur operasional
yang diamati
Denominator Jumlah total proses pengolahan limbah padat yang diamati
Sumber data Hasil pengamatan
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala IPRS / Kepala K3 RS
XVI. Administrasi dan Manajemen

1. Tindak lanjut penyelesaian hasil pertemuan tingkat direksi

Judul Tindak lanjut penyelesaian hasil pertemuan tingkat direksi


Dimensi mutu Efektivitas
Tujuan Tergambarnya kepedulian direksi terhadap upaya perbaikan pelayanan di rumah
sakit
Definisi operasional Tindak lanjut penyelesaian hasil pertemuan tingkat direksi adalah pelaksanaan
tindak lanjut yang harus dilakukan oleh peserta pertemuan terhadap kesepakatan
atau keputusan yang telah diambil dalam pertemuan tersebut sesuai dengan
permasalahan pada bidang masing-masing
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Hasil keputusan pertemuan direksi yang ditindaklanjuti dalam satu bulan
Denominator Total hasil keputusan yang harus ditindaklanjuti dalam satu bulan
Sumber data Notulen rapat
Standar 100%
Penanggung jawab Direktur rumah sakit

2. Kelengkapan laporan akuntabilitas kinerja


Judul Kelengkapan laporan akuntabilitas kinerja
Dimensi mutu Efektivitas, efisiensi
Tujuan Tergambarnya kepedulian administrasi rumah sakit dalam menunjukkan
akuntabilitas kinerja pelayanan.
Definisi operasional Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban rumah sakit untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui
pertanggungjawaban secara periodik. Laporan akuntabilitas kinerja yang lengkap
adalah laporan kinerja yang memuat pencapaian indikator-indikator yang ada
pada SPM (Standar Pelayanan Minimal), indikator-indikator kinerja pada rencana
strategik bisnis rumah sakit dan indikator-indikator kinerja yang lain yang
dipersyaratkan oleh pemerintah daerah.
Laporan akuntabilitas kinerja minimal 3 bulan sekali.
Frekuensi 1 tahun
pengumpulan data
Periode analisis 3 tahun
Numerator Laporan akuntabilitas kinerja yang lengkap dan dilakukan minimal 3 bulan dalam
satu tahun
Denominator Jumlah laporan akuntabilitas yang seharusnya disusun dalam satu tahun
Sumber data Bagian Tata Usaha
Standar 100%
Penanggung jawab Direktur

3. Ketepatan waktu pengusulan kenaikan pangkat


Judul Ketepatan waktu pengusulan kenaikan pangkat
Dimensi mutu Efektivitas, efisiensi, kenyamanan
Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap tingkat kesejahteraan pegawai.
Definisi operasional Usulan kenaikan pangkat pegawai dilakukan dua periode dalam satu tahun yaitu
bulan April dan Oktober
Frekuensi 1 tahun
pengumpulan data
Periode analisis 1 tahun
Numerator Jumlah pegawai yang diusulkan tepat waktu sesuai periode kenaikan pangkat
dalam satu tahun.
Denominator Jumlah seluruh pegawai yang seharusnya diusulkan kenaikan pangkat dalam satu
tahun.
Sumber data Sub bagian kepegawaian
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha
4. Ketepatan waktu pengurusan kenaikan gaji berkala
Judul Ketepatan waktu pengurusan kenaikan gaji berkala
Dimensi mutu Efektivitas, kenyamanan
Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap kesejahteraan pegawai
Definisi operasional Usulan kenaikan berkala adalah kenaikan gaji secara periodik sesuai peraturan
kepegawaian yang berlaku (UU No. 8/1974, UU No. 43/1999)
Frekuensi Satu tahun
pengumpulan data
Periode analisis Satu tahun
Numerator Jumlah pegawai yang diusulkan tepat waktu sesuai periode kenaikan pangkat
dalam satu tahun.
Denominator Jumlah seluruh pegawai yang seharusnya diusulkan kenaikan pangkat dalam satu
tahun.
Sumber data Sub bagian kepegawaian
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha

5. Karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam pertahun


Judul Karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam pertahun
Dimensi mutu Kompetensi teknis
Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap kualitas sumber daya manusia
Definisi operasional Pelatihan adalah semua kegiatan peningkatan kompetensi karyawan yang
dilakukan baik dirumah sakit ataupun di luar rumah sakit yang bukan merupakan
pendidikan formal. Minimal per karyawan 20 jam per tahun.
Frekuensi Satu tahun
pengumpulan data
Periode analisis Satu tahun
Numerator Jumlah karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam per tahun
Denominator Jumlah seluruh karyawan di rumah sakit
Sumber data Sub bagian kepegawaian
Standar >60%
Penanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha

6. Cost Recovery
Judul Cost recovery
Dimensi mutu Efisiensi, efektivitas
Tujuan Tergambarnya tingkat kesehatan keuangan di rumah sakit
Definisi operasional Cost recovery adalah jumlah pendapatan fungsional dalam periode waktu tertentu
dibagi dengan jumlah pembelanjaan operasional dalam periode waktu tertentu.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah pendapatan fungsional dalam satu bulan
Denominator Jumlah pembelanjaan operasional dalam satu bulan
Sumber data Sub bagian kepegawaian
Standar >40%
Penanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha/Keuangan

7. Ketepatan waktu penyusunan laporan keuangan


Judul Ketepatan waktu penyusunan laporan keuangan
Dimensi mutu Efektivitas
Tujuan Tergambarnya disiplin pengelolaan keuangan rumah sakit
Definisi operasional Laporan keuangan meliputi realisasi anggaran dan arus kas
Laporan keuangan harus diselesaikan sebelum tanggal 10 setiap bulan berikutnya
Frekuensi Tiga bulan
pengumpulan data
Periode analisis Tiga bulan
Numerator Jumlah laporan keuangan yang diselesaikan sebelum tanggal setiap bulan
berikutnya dalam tiga bulan
Denominator Jumlah laporan keuangan yang harus diselesaikan dalam tiga bulan
Sumber data Sub bagian kepegawaian
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Bagian Tata Usaha/Keuangan
8. Kecepatan waktu pemberian informasi tentang tagihan pasien rawat inap
Judul Kecepatan waktu pemberian informasi tentang tagihan pasien rawat inap
Dimensi mutu Efektivitas, kenyamanan
Tujuan Tergambarnya kecepatan pelayanan informasi pembayaran pasien rawat inap
Definisi operasional Informasi tagihan pasien rawat inap meliputi semua tagihan pelayanan yang telah
diberikan.
Kecepatan waktu pemberian informasi tagihan pasien rawat inap adalah waktu
mulai pasien dinyatakan boleh pulang oleh dokter sampai dengan informasi
tagihan diterima oleh pasien.
Frekuensi Tiap bulan
pengumpulan data
Periode analisis Tiap tiga bulan
Numerator Jumlah kumulatif waktu pemberian informasi tagihan pasien rawat inap yang
diamati dalam satu bulan
Denominator Jumlah total pasien rawat inap yang diamati dalam satu bulan
Sumber data Hasil pengamatan
Standar < 2 jam
Penanggung jawab Bagian Keuangan

9. Ketepatan waktu pemberian imbalan (insentif) sesuai kesepakatan waktu


Judul Ketepatan waktu pemberian imbalan (insentif) sesuai kesepakatan waktu
Dimensi mutu Efektivitas,
Tujuan Tergambarnya kinerja manajemen dalam memperhatikan kesejahteraan
karyawan.
Definisi operasional Insentif adalah imbalan yang diberikan kepada karyawan sesuai dengan kinerja
yang dicapai dalam satu bulan.
Frekuensi Tiap 6 bulan
pengumpulan data
Periode analisis Tiap 6 bulan
Numerator Jumlah bulan dengan kelambatan pemberian insentif
Denominator 6
Sumber data Catatan di bagian keuangan
Standar 100%
Penanggung jawab Bagian Keuangan
XVII. AMBULANCE/KERETA JENAZAH

1. Waktu pelayanan ambulance/kereta jenazah


Judul Waktu pelayanan ambulance/kereta jenazah
Dimensi mutu Akses
Tujuan Tersedianya pelayanan ambulance/kereta jenazah yang dapat diakses setiap
waktu oleh pasien/keluarga pasien yang membutuhkan.
Definisi operasional Waktu pelayanan ambulance/kereta jenazah adalah ketersediaan waktu
penyediaan ambulance/kereta jenazah untuk memenuhi kebutuhan
pasien/keluarga pasien
Frekuensi Setiap bulan
pengumpulan data
Periode analisis Tiga bulan sekali
Numerator Total waktu buka (dalam jam) pelayanan ambulance dalam satu bulan
Denominator Jumlah hari dalam bulan tersebut
Sumber data Instalasi gawat darurat
Standar 24 jam
Penanggung jawab Penanggungjawab ambulance/kereta jenazah

2. Kecepatan memberikan pelayanan ambulance/kereta jenazah di rumah sakit


Judul Kecepatan memberikan pelayanan ambulance/kereta jenazah di rumah sakit
Dimensi mutu Kenyamanan, keselamatan
Tujuan Tergambarnya ketanggapan rumah sakit dalam menyediakan kebutuhan pasien
akan ambulance/kereta jenazah
Definisi operasional Kecepatan memberikan pelayanan ambulance/kereta jenazah adalah waktu yang
dibutuhkan mulai permintaan ambulance/kereta jenazah diajukan oleh
pasien/keluarga pasien di rumah sakit sampai tersedianya ambulance/kereta
jenazah. Maksimal 30 menit
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah penyediaan ambulance/kereta jenazah yang tepat waktu dalam 1 bulan
Denominator Jumlah seluruh permintaan ambulance/kereta jenazah dalam satu bulan
Sumber data Catatan penggunaan ambulance/kereta jenazah
Standar 100%
Penanggung jawab Penanggungjawab ambulance/kereta jenazah

3. Response time pelayanan ambulance oleh masyarakat yang membutuhkan


Judul Response time pelayanan ambulance oleh masyarakat yang membutuhkan
Dimensi mutu
Tujuan
Definisi operasional
Frekuensi
pengumpulan data
Periode analisis
Numerator
Denominator
Sumber data
Standar
Penanggung jawab
XVIII. PEMULASARAAN JENAZAH

1. Waktu tanggap pelayanan pemulasaraan jenazah


Judul Waktu tanggap pelayanan pemulasaraan jenazah
Dimensi mutu Kenyamanan
Tujuan Tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap kebutuhan pasien akan
pemulasaraan jenazah.
Definisi operasional Waktu tanggap pelayanan pemulasaraan jenazah adalah waktu yang dibutuhkan
mulai pasien dinyatakan meninggal sampai dengan jenazah mulai ditangani oleh
petugas.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Total kumulatif waktu pelayanan pemulasaraan jenazah pasien yang diamati
dalam satu bulan
Denominator Total pasien yang diamati dalam satu bulan
Sumber data Hasil pengamatan
Standar < 2 jam
Penanggung jawab Kepala instalasi pemulasaraan jenazah
XIX. PELAYANAN PEMELIHARAAN SARANA RUMAH SAKIT

1. Kecepatan waktu menanggapi kerusakan alat


Judul Kecepatan waktu menanggapi kerusakan alat
Dimensi mutu Efektivitas, efisiensi, kesinambungan pelayanan
Tujuan Tergambarnya kecepatan dan ketanggapan dalam pemeliharaan alat
Definisi operasional Kecepatan waktu menanggapi alat yang rusak adalah waktu yang dibutuhkan
mulai laporan alat rusak diterima sampai dengan petugas melakukan
pemeriksaan terhadap alat yang rusak untuk tindak lanjut perbaikan, maksimal
dalam waktu 15 menit harus sudah ditanggapi.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah laporan kerusakan alat yang ditanggapi kurang atau sama dengan 15
menit dalam satu bulan.
Denominator Jumlah seluruh laporan kerusakan alat dalam satu bulan
Sumber data Catatan laporan kerusakan alat
Standar > 80 %
Penanggung jawab Kepala IPRS

2. Ketepatan waktu pemeliharaan alat


Judul Ketepatan waktu pemeliharaan alat
Dimensi mutu Efektivitas, efisiensi, kesinambungan pelayanan
Tujuan Tergambarnya kecepatan dan ketanggapan dalam pemeliharaan alat
Definisi operasional Waktu pemeliharaan alat adalah waktu yang menunjukkan periode
pemeliharaan/service untuk tiap-tiap alat sesuai ketentuan yang berlaku.
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah alat yang dilakukan pemeliharaan (service) tepat waktu dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh alat yang seharusnya dilakukan pemeliharaan dalam satu bulan
Sumber data Register pemeliharaan alat
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala IPRS

3. Peralatan Laboratorium (dan alat ukur yang lain) yang terkalibrasi tepat waktu sesuai dengan
ketentuan kalibrasi.
Judul Peralatan Laboratorium (dan alat ukur yang lain) yang terkalibrasi tepat
waktu sesuai dengan ketentuan kalibrasi.
Dimensi mutu Keselamatan dan efektivitas
Tujuan Tergambarnya akurasi pelayanan laboratorium
Definisi operasional Kalibrasi adalah pengujian kembali terhadap kelayakan peralatan laboratorium
oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK)
Frekuensi 1 tahun
pengumpulan data
Periode analisis 1 tahun
Numerator Jumlah seluruh alat laboratorium yang dikalibrasi tepat waktu dalam satu tahun
Denominator Jumlah alat laboratorium yang perlu dikalibrasi dalam 1 tahun
Sumber data Buku register
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Laboratorium
XX. PELAYANAN LAUNDRY

1. Tidak adanya kejadian linen yang hilang


Judul Tidak adanya kejadian linen yang hilang
Dimensi mutu Efisiensi dan efektifitas
Tujuan Tergambarnya pengendalian dan mutu pelayanan laundry
Definisi operasional Tidak ada
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 1 bulan
Numerator Jumlah linen yang dihitung dalam 4 hari sampling dalam satu tahun
Denominator Jumlah linen yang seharusnya ada pada hari sampling tersebut
Sumber data Survey
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Laundry

2. Ketepatan waktu penyediaan linen untuk ruang rawat inap


Judul Ketepatan waktu penyediaan linen untuk ruang rawat inap
Dimensi mutu Efisiensi dan efektifitas
Tujuan Tergambarnya pengendalian dan mutu pelayanan laundry
Definisi operasional Ketepatan waktu penyediaan linen adalah ketepatan penyediaan linen sesuai
dengan ketentuan waktu yang ditetapkan
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 1 bulan
Numerator Jumlah hari dalam satu bulan dengan penyediaan linen tepat waktu
Denominator Jumlah hari dalam satu bulan
Sumber data Survey
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Laundry
XXI. PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI

1. Tim PPI
Judul Tersedianya anggota Tim PPI yang terlatih
Dimensi mutu Kompetensi teknis
Tujuan Tersedianya anggota Tim PPI yang kompeten untuk melaksanakan
tugas-tugas Tim PPI
Definisi operasional Adalah anggota Tim PPI yang telah mengikuti pendidikan dan
pelatihan dasar dan lanjut PPI
Frekuensi Tiap 3 bulan
pengumpulan data
Periode analisis Tiap 1 bulan
Numerator Jumlah anggota tim PPI yang sudah terlatih
Denominator Jumlah anggota Tim PPI
Sumber data Kepegawaian
Standar 75%
Penanggung jawab Ketua Komite PPI

2. Koordinasi APD
Judul Tersedianya APD (Alat Pelindung Diri)
Dimensi mutu Mutu pelayanan, keamanan pasien, petugas dan pengunjung
Tujuan Tersedianya APD di setiap instalasi RS
Definisi operasional Alat terstandar yang berguna untuk melindungi tubuh, tenaga
kesehatan, pasien atau pengunjung dari penularan penyakit di RS
seperti masker, sarung tangan karet, penutup kepala, sepatu boots
dan gaun
Frekuensi Setiap hari
pengumpulan data
Periode analisis 1 bulan
Numerator Jumlah instalasi yang menyediakan APD
Denominator Jumlah instalasi di rumah sakit
Sumber data Survey
Standar 75%
Penanggung jawab Tim PPI

3. Kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomial di rumah sakit


Judul Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi
nosokomial di rumah sakit
Dimensi mutu Keamanan pasien, petugas dan pengunjung
Tujuan Tersedianya data pencatatan dan pelaporan infeksi di RS
Definisi operasional Kegiatan pengamatan faktor resiko infeksi nosokomial, pengumpulan
data (cek list) pada instalasi yang tersedia di RS, minimal 1
parameter (ILO, ILI, VAP, ISK)
Frekuensi Setiap hari
pengumpulan data
Periode analisis 1 bulan
Numerator Jumlah instalasi yang melakukan pencatatan dan pelaporan
Denominator Jumlah instalasi yang tersedia
Sumber data Survey
Standar 75%
Penanggung jawab Tim PPI RS

Keterangan :
ILO : Infeksi Luka Operasi
ILI : Infeksi Luka Infus
VAP : Ventilator Associated Pneumonie
ISK : Infeksi Saluran Kemih
MASUKAN TENTANG PENATALAKSANAAN TUBERCULOSIS
(TB) DI RS

No. Jenis Pelayanan Indikator Standar


1. Rawat jalan a. Penegakan diagnosis TB melalui 60%
pemeriksaan mikroskopis TB
b. Terlaksananya kegiatan pencatatan 60%
dan pelaporan TB di Rumah Sakit
2. Rawat Inap c. Penegakan diagnosis TB melalui 60%
pemeriksaan mikroskopis TB
d. Terlaksananya kegiatan pencatatan 60%
dan pelaporan TB di rumah sakit

A. RAWAT JALAN
1. Kegiatan penegakan diagnosis Tuberculosis (TB)

Judul Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB


Dimensi mutu Efektivitas dan keselamatan
Tujuan Terlaksananya diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB
Definisi operasional Penegakan diagnosis pasti TB melalui pemeriksaan mikroskopis
pada pasien rawat jalan
Frekuensi 3 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis
TB di RS dalam 3 bulan
Denominator Jumlah penegakan diagnosis TB di RS dalam 3 bulan
Sumber data Rekam medik
Standar 60%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rawat Jalan

2. Kegiatan pencatatan dan pelaporan (TB) di RS


Judul Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan (TB) di RS
Dimensi mutu Efektivitas
Tujuan Tersedianya data pencatatan dan pelaporan TB di RS
Definisi operasional Pencatatan dan pelaporan semua pasien TB yang berobat rawat
jalan ke RS.
Frekuensi 3 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah seluruh pasien TB rawat jalan yang dicatat dan dilaporkan
Denominator Seluruh kasus TB rawat jalan di RS
Sumber data Rekam medik
Standar 60%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rawat Jalan

B. RAWAT INAP
1. Kegiatan penegakan diagnosis Tuberculosis (TB)
Judul Penegakan kegiatan TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB
Dimensi mutu Efektivitas dan keselamatan
Tujuan Terlaksananya diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB
Definisi operasional Penegakan diagnosis pasti T melalui pemeriksaan mikroskopis pada
pasien rawat inap.
Frekuensi 3 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis
TB dalam 3 minggu
Denominator Jumlah penegakan diagnosis TB dalam 3 bulan
Sumber data Rekam medik
Standar 60%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rawat inap
15. Kegiatan pencatatan dan pelaporan Tuberculosis (TB) di RS
Judul Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan Tuberculosis
(TB) di RS
Dimensi mutu Efektivitas
Tujuan Tersedianya data pencatatan dan pelaporan TB di RS
Definisi operasional Pencatatan dan pelaporan semua pasien TB yang berobat rawat inap
ke RS.
Frekuensi 3 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 3 bulan
Numerator Jumlah seluruh pasien TB rawat inap yang dicatat dan dilaporkan
Denominator Seluruh kasus TB rawat inap di RS
Sumber data Rekam medik
Standar 60%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Rawat Jalan

Anda mungkin juga menyukai