Anda di halaman 1dari 372

MODEL KEMITRAAN PEMERINTAH DAN

SWASTA DALAM PENGELOLAAN HUTAN


MANGROVE DI TAMAN WISATA ALAM ANGKE
KAPUK JAKARTA UTARA
SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi
Publik

Oleh

UNZIZAH

NIM 6661150105

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG, Juni 2019


“Kita Tidak Pernah Tahu Doa yang Mana, dan Usaha

Keberapa yang Akan Berhasil. Tugas Kita Hanyalah

Memperbanyak dan Jangan Mudah Menyerah”

Skripsi Ini Aku Persembahkan Untuk Bapak,

Mamah, dan Adikku Tersayang. Terimakasih

Atas Doa, Kasih sayang, dan Dukungan yang

Diberikan
ABSTRAK

Unzizah. 6661150105. Model Kemitraan Pemerintah Dan Swasta


Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara. Program Studi Ilmu Administrasi Publik.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I: Maulana
Yusuf, S.IP., M.Si. Dosen Pembimbing II: Rahmawati, S.Sos., M.Si.

Taman Wisata Alam adalah hutan wisata yang memiliki keindahan corak
khas untuk dimanfaatkan kepentingan rekreasi kebudayaan. Taman
Wisata Alam Angke Kapuk adalah kawasan ekowisata dikelola dengan
model kemitraan pemerintah dan Swasta. Masalah dalam penelitian yaitu
kurangnya koordinasi, lemahnya pengawasan, dan terkait Sumber Daya
Manusia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana model dan
hasil kemitraan yang diterapkan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk.
Penelitian ini menggunakan teori Ditjen P2L dan PM dalam Kuswidanti
(2008:91) yaitu Indikator keberhasilan kemitraan: Indikator Input, Proses,
Output, dan Outcame. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
pendekatan kualitatif. Pemilihan informan secara purposive. Teknis
analisis data menggunakan konsep menurut Miles dan Huberman. Uji
keabsahan data menggunakan triangulasi dan membercheck. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa model kemitraan yang dilakukan model
build operate transfer sudah menunjukkan hasil yang baik namun perlu
peningkatan dibeberapa aspek, sehingga peneliti memberikan saran
melakukan peningkatan promosi berbasis website,peningkatan keahlian
pegawai dan penambahan sarana rekreasi anak.

Kata Kunci: Model Kemitraan, Pengelolaan, Taman Wisata Alam


Angke Kapuk
ABSTRACT

Unzizah. 6661150105. Government and Private Partnership Model in Mangrove


Forest Management in Alam Angke Kapuk Tourism Park, North Jakarta.
Departement of Public Administration. Sultan Ageng Tirtayasa University. First
Adviser: Maulana Yusuf, S.IP., M.Si. Second Adviser: Rahmawati, S.Sos.,
M.Si.

Nature Tourism Park is a tourist forest that has a beauty distinctive style to be
used for recreational and cultural interests. Kapuk Nature Angke Tourism Park is
one of the ecotourism areas managed by the partnership model of the government
and the private sector. Problems in research are lack of coordination, weak
supervision, and related to Human Resources. The purpose of this study was to
find out how the model and results of the partnership applied in the Alam Angke
Kapuk Tourism Park. This study uses the theory of DG P2L and PM in
Kuswidanti (2008: 91), namely the success indicators of partnerships: Input,
Process, Output, and Outcame Indicators. This research uses descriptive
qualitative approach. The selection of informants purposively. Technical data
analysis uses concepts according to Miles and Huberman. Test the validity of the
data using triangulation and membercheck. The results showed that the
partnership model carried out by the build operate transfer model had shown
good results but needed to be improved in several aspects, so the researchers
gave suggestions improving website-based promotions, increasing employee
expertise and adding children's recreational facilities.

Key words: Partnership Model, Management, Angke Kapuk Nature Tourism Park.
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti panjatkan

kehadirat Allah SWT, karena dengan ridho, rahmat, karunia dan kasih sayang-

Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini. Serta shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya.

Penyusunan Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Skripsi ini

berjudul “Model Kemitraan Pemerintah Dan Swasta Dalam Pengelolaan

Hutan Mangrove Di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara”.

Dengan selesainya Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa selalu mendukung penulis. Maka

penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Drs.H Sholeh Hidayat., M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus pembimbing II

i
yang telah meluangkan waktunya membantu dan memberikan masukan yang

berarti bagi peneliti dalam menyusun Skripsi ini.

4. Bapak Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom., selaku Wakil Dekan II Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M,Si., selaku Wakil Dekan III

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu

Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

7. Ibu Dr. Arenawati, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu

Adminitasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

8. Bapak Maulana Yusuf, M.Si selaku Pebimbing I yang telah meluangkan

waktunya membantu dan memberikan masukan yang berarti bagi peneliti

dalam menyusun Skripsi ini.

9. Para Dosen dan Staff Tata Usaha Program Studi Ilmu Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

10. Ibu Ida Harwati, S.Hut.,M.Eng selaku Kepala Seksi Konservasi Wilayah III

Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta

11. Pegawai Seksi Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam

DKI Jakarta yang telah memberikan izin dan informasi selama penelitian

kepada peneliti

ii
12. Ibu Irma M.S selaku manajer dari PT.Murindra Karya Lestari yang telah

memberikan izin dan informasi informasi selama penelitian kepada peneliti

13. Karyawan PT.Murindra Karya Lestari yang telah memberikan informasi

selama penelitian kepada peneliti

14. Kedua orang tua yang telah membimbing, mendoakan dengan sabar, dan

memberikan motivasi kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi

ini.

15. Naufal zaky selaku adik peneliti yang telah memberikan dukungan moril

kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

16. Choirunnisa, Dhea Widya Sagita, Maftuhah, Nitta Wataqwaha, dan Tiyas

Widian Asritama, selaku sahabat peneliti selama perkuliahan yang telah

memberikan bantuan serta dukungannya kepada peneliti.

17. Rekan-rekan Administrasi Publik angkatan 2015 selama menjalani masa

perkuliahan

18. Sahabat-sahabat peneliti semasa Sekolah Menengah Atas, Anitasari, Diana

Putri Febriana, Hasnah Kanita, Siska Anjang Priatningrum, dan Sifah yang

selalu mendukung dan memberikan doa kepada peneliti.

19. Partner berjuang peneliti, Raka Setiaji Pangestu yang telah menemani dengan

sabar dan selalu memberikan dukungan kepada peneliti.

20. Serta rekan-rekan dan sahabat-sahabat peneliti yang tidak bisa disebutkan

satu persatu.

Serang, Mei 2019

Unzizah

iii
DAFTAR ISI

Hal

Lembar Pernyataan Orisinalitas

Lembar Persetujuan

Lembar Persembahan

Abstrak

Abstract

Kata Pengantar

Daftar Isi……………………………………………………………………iv

Daftar Tabel……………………………………………………………… viii

Daftar Gambar……………………………………………………………. x

Daftar Lampiran…………………………………………………………... xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1


1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................... 29
1.3 Batasan Masalah......................................................................................... 29
1.4 Rumusan Masalah ...................................................................................... 29
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 30
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 30
1.7 Sistematika Penulisan................................................................................. 31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka……………………………………………………… ....
2.1.1 Pelayanan Publik .............................................................................. 35

iv
2.1.2 Teori Kemitraan ............................................................................... 36
2.1.2.1 Dasar Hukum Kemitraan Dalam Penelitian ........................... 38
2.1.2.2 Prinsip Kemitraan ................................................................... 39
2.1.2.3 Tujuan Kemitraan ................................................................... 40
2.1.2.4 Pola-Pola Kemitraan ............................................................... 40
2.1.2.5 Model-model, Bentuk, dan Sifat Kemitraan ........................... 41
2.2.1.6 Indikator Keberhasilan Kemitraan.......................................... 43
2.1.3 Organisasi Publik ............................................................................. 44
2.1.4 Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta ....... 45
2.1.5 Organisasi Privat.............................................................................. 46
2.1.6 Perusahaan Swasta ........................................................................... 46
2.1.6.1 Jenis badan usaha milik swasta……………………………...47
2.1.7 Kerja sama Pemerintah dengan Swasta.. ......................................... 48
2.1.8 Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) .................................... 53
2.1.9 Manajemen ...................................................................................... 53
2.1.9.1 Planning (Perencanaan).......................................................... 54
2.1.9.2 Organizing (Pengorganisasian) .............................................. 57
2.1.9.3 Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan) ................................... 59
2.1.9.4 Controlling (Pengawasan) ...................................................... 60
2.1.10 Upaya Perlindungan Hutan ............................................................ 61
2.1.11 Ekowisata....................................................................................... 62
2.1.12 Hutan Mangrove ............................................................................ 63
2.1.13 Taman Wisata Alam ...................................................................... 67
2.1.13.1 Kegiatan Pengelolaan Taman Wisata Alam ......................... 67
2.1.14 Pendapatan Negara Bukan Pajak ................................................... 67
2.1.15 Pendapatan Asli Daerah................................................................. 68
2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 70
2.3 Kerangka Berpikir ...................................................................................... 73
2.4 Asumsi Dasar ............................................................................................. 77
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian....................................................................................... 79

v
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ............................................................... 79
3.3 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 79
3.4 Variabel Penelitian ..................................................................................... 80
3.4.1 Definisi Konsep ............................................................................... 80
3.4.2 Definisi Operasional ........................................................................ 81
3.5 Instrumen Penelitian................................................................................... 85
3.6 Informan Penelitian .................................................................................... 86
3.7 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ...................................................... 88
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 88
3.7.2 Teknik Analisis Data ......................................................................... 96
3.7.3 Uji Keabsahan data ........................................................................... 98
3.8 Jadwal Penelitian........................................................................................ 103
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian.........................................................................
4.1.1 Deskripsi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta 104
4.1.1.1 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi BKSDA DKI Jakarta….. 105
4.1.1.1Struktur Organisasi Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA
DKI Jakarta…………………………………………………………….. 107
4.1.1.3 Sumber Daya Manusia Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA
DKI Jakarta…………………………………………………………….. 108
4.1.2 PT.Murindra Karya Lestari…………………………………………. 110
4.1.3 Deskripsi Wilayah Taman Wisata Alam Angke Kapuk…………... 112
4.1.3.1 Batas Administratif dan Geografis……………………………. 112
4.1.3.2 Sejarah dan Batas Pengukuhan……………………………….. 113
4.1.3.3 Potensi Kawasan……………………………………………….. 115
4.2 Deskripsi Data……………………………………………………………....118
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian…………………………………………… 118
4.2.2 Informan Penelitian…………………………………………………...119
4.2.3 Deskripsi Hasil Penelitian…………………………………………….122
4.2.3.1 Indikator Input…………………………………………………...124
4.2.3.2 Indikator Proses………………………………………………….129

vi
4.2.3.2.1 Planning (Perencanaan)…………………………………......129
4.2.3.2.2 Organizing (Pengorganisasian)……………………………. 132
4.2.3.2.3 Actuating (Pelaksanaan)…………………………………….141
4.2.3.2.4 Controlling (Pengawasan)…………………………………. 154
4.2.3.3 Indikator Output........................................................................... 160
4.2.3.4 Indikator Outcame........................................................................ 167
4.3 Pembahasan…………………………………………………………………171
4.3.1 Indikator Input……………………………………………………...... 173
4.3.2 Indikator Proses……………………………………………………… 176
4.3.2.1 Planning (Perencanaan)……………………………………….. 176
4.3.2.1 Organizing (Pengorganisasian)…………………………………. 193
4.3.2.3 Actuating (Pelaksanaan)………………………………………… 195
4.3.2.4 Controlling (Pengawasan)……………………………………… 213
4.3.3 Indikator Output……………………………………………………… 216
4.3.4 Indikator Outcame………………………………................................ 222
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………… 225
5.2 Saran……………………………………………………………………….. 227

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Hlm

Tabel 1.1 Tingkatan Kota Administratif Rawan Banjir DKI Jakarta…………. 5

Tabel 1.2 Perbandingan sektor publik dan sektor privat……………………..... 11

Tabel 1.3 Jumlah Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara…………………………………………………………………… 21

Tabel 1.4 Jumlah Pengunjung disertai PNBP tahun 2018 di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara……………………………………... 22

Tabel 3.1 Informan Dalam Penelitian………………………………………….. 88

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara……………………………………... 91

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian……………………………………………………. 103

Tabel 4.1 Sumber Daya Manusia Seksi Konservasi Wilayah III……………….109

Tabel 4.2 Daftar Informan……………………………………………………... 121

Tabel 4.3 Hasil Temuan Penelitian Indikator Input……………………………. 174

Tabel 4.4 Indikator Proses Perencanaan……………………………………….. 178

Tabel 4.5 Rencana Kegiatan Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) Taman

Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara Tahun 2016-2025………..184

Tabel 4.6 Indikator Proses Dimensi pengorganisasian………………………… 191

Tabel 4.7 Indikator Proses Pelaksanaan………………………………………...194

Tabel 4.8 Sarana Penginapan dan Pondok Kemah……………………………...199

Tabel 4.9 Sarana Pertemuan/Aula………………………………………………201

Tabel 4.10 Sarana Prasarana Pengunjung……………………………………… 203

viii
Tabel 4.11 Fasilitas Umum dan Fasilitas Bermain Anak……………………… 204

Tabel 4.12 Sarana Angkutan wisata di dalam Kawasan………………………...206

Tabel 4.13 Prasarana pendukung………………………………………………. 208

Tabel 4.14 Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara…….210

Tabel 4.15 PNBP pungutan hasil usaha PT. Murindra Karya Lestari…………..212

Tabel 4.16 Indikator Proses Pengawasan……………………………………….214

Tabel 4.17 Indikator Output Kemitraan…………………………………………217

Tabel 4.18 Evaluasi Kinerja PT. Murindra Karya Lestari di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk…………………………………………221

Tabel 4.19 Indikator Outcame Kemitraan..............................................................223

ix
Daftar Gambar

Hlm

Gambar 1.1 Data ketinggian Wilayah Ibukota Provinsi dan risiko Bencana

di Indonesia………………………………………………………..4

Gambar 1.2 Alur Kemitraan Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara………………………16

Gambar 1.3 Alur Pembangunan, Pengoperasian dan Manfaat Kemitraan

dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara……………………………………… 18

Gambar 1.4 Struktur Organisasi BKSDA DKI Seksi Konservasi

Wilayah III……………………………………………………….. 28

Gambar 2.1 Indikator Keberhasilan Kemitraan………………………………... 43

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir………………………………………………… 76

Gambar 3.1 Analisis Data Menurut Miles dan Huberman……………………. 97

Gambar 4.1 Struktur Organisasi BKSDA DKI Jakarta………………………... 105

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Seksi Konservasi Wilayah III……………….. 108

Gambar 4.3 Struktur Organisasi PT. Murindra Karya Lestari………………… 111

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kota Jakarta Utara…………………………….. 113

Gambar 4.2 Peta blok Taman Wisata Alam Angke Kapuk……………………. 182

x
Daftar Lampiran

1. Foto Dokumentasi Wawancara

2. Indept Interview

3. Membercheck.

4. Surat Keputusan (SK) dari Menteri Kehutanan Nomor 537 /Kpts-II/1997

tentang Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Pada Taman Wisata

Alam Angke Kapuk seluas 99,82 Hektar yang terletak di Kotamadya

Jakarta Utara kepada PT.Murindra Karya Lestari

5. Transkrip Data

6. Surat Izin Rekomendasi Penelitian

xi
xii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan lingkungan hidup yang sesuai dengan keseimbangan

ekosistem mulai jarang ditemukan, mengingat perkembangan zaman dan

teknologi yang semakin hari justru malah mengacuhkan pentingnya keseimbangan

ekosistem justru sangat mengkhawatirkan. Untuk mempertahankan kualitas

lingkungan hidup yang sesuai dengan ekosistem maka dibutuhkan pengelolaan

yang juga meliputi perlindungan segala hal menyangkut lingkungan hidup,

sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwasanya

“Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis dan

terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan

mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang

meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,

dan penegakan hukum”. Menindaklanjuti terkait perlindungan Lingkungan hidup

yang memuat sumber daya alam, maka dibentuklah suatu kawasan khusus yang

bertujuan menyelamatkan unsur-unsur sumber daya alam dengan melakukan

perlindungan terhadap tumbuhan yang menyangga kehidupan ataupun satwa

didalamnya.Kawasan tersebut yaitu Suaka Margasatwa, yang merupakan kawasan

hutan yang ditetapkan sebagai tempat perlindungan satwa yang memiliki nilai

khas. Suaka margasatwa dikategorikan ke dalam hutan konservasi bersama


2

dengan cagar alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan

taman buru. Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, suaka margasatwa didefinisikan sebagai:

“Kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan

atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan

pembinaan terhadap habitatnya”. Suaka Margasatwa merupakan konservasi

bersama salah satunya yakni taman wisata alam. Taman wisata alam adalah hutan

wisata yang memiliki keindahan mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan

untuk kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Adapun kriteria-kriteria untuk

penunjukan dan penetapan sebagai kawasan taman wisata alam diantaranya yaitu

mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam

serta formasi geologi yang menarik. Taman Wisata Alam juga dapat digunakan

sebagai kawasan ekowisata, sebagaimana menurut UNESCO, ekowisata

merupakan jenis wisata yang bertanggung jawab pada tempat alami serta memberi

kontribusi terhadap pelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sumber Daya Alam hayati yang ada di taman wisata alam misalnya hutan

bakau atau yang lebih dikenal dengan hutan mangrove, karena kawasan hutan

bakau atau biasa disebut hutan mangrove yang juga sangat memiliki peranan

penting dalam penyangga kehidupan kota. Menurut Soerianegara (1990) hutan

mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daarah

teluk dan di muara sungai.Berdasarkan data tahun 2017 yang diperoleh dari

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (KLHK) Republik

Indonesia, luas hutan (forest cover) Indonesia seluas 93,6 juta ha. Untuk hutan
3

mangrove sendiri berdasarkan informasi yang diperoleh melalui Biro Humas

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2015 Indonesia

memiliki total hutan mangrove seluas 3.489.140,68 Ha dengan panjang garis

pantai sebesar 95,181 km2.

Indonesia memiliki 34 Provinsi dengan ketinggian tanah yang berbeda di

masing-masing provinsi, ketinggian tanah dari permukaan laut tentunya

membawa dampak bagi tiap provinsi terutama dampak terkena rawan bencana

alam. Berdasarkan data Badan Informasi Geopasial dan Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNBP) dijelaskan secara rinci seperti pada gambar

berikut:
4

Sumber: Badan Informasi Geopasial dan Badan Nasional Penanggulanagan


Bencana,2018.
Gambar 1.1
Data ketinggian Wilayah Ibukota Provinsi Dan Risiko Bencana di
Indonesia.

DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan memiliki

jumlah penduduk terpadat serta sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan dan

perekonomian di Indionesia mempunyai rata-rata ketinggian tanah 7 meter diatas

permukaan laut dan dilewati oleh 17 aliran sungai/kanal dengan kondisi rawan

bencana banjir yang memang mengancam kota Jakarta hampir setiap tahunnya.

Dari data yang diperoleh tahun 2015 tercatat (3) tiga wilayah administratif

menempati peringkat tertinggi daerah rawan banjir yakni sebagai berikut:


5

Tabel 1.1

Tingkatan Kota Administratif Rawan Banjir DKI Jakarta

Kota Administratif Jumlah daerah

rawan banjir

193 Wilayah
Jakarta Utara

167 Wilayah
Jakarta Timur

82 Wilayah
Jakarta Selatan

Sumber: data diolah dari

http://data.jakarta.go.id/dataset/daerahrawanbanjirdkijakarta

Menurut Inswiasri Suprijanto dalam artikel Perubahan Pantai Utara Jakarta

(1996) ditinjau berdasarkan administratif perkotaan, kelurahan yang berada di

pesisir pantai mulai dari barat dan paling sering terkena bencana banjir ibu kota

meliputi Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Pluit, Penjaringan, Ancol,

Tanjung Priok, Koja Utara, Kalibaru, Cilincing, dan Marunda. Upaya

penanggulangan banjir di Jakarta umurnya sudah dilakukan sejak zaman dahulu

hampir setara dengan usia kota Jakarta. Pada zaman pemerintah Kolonial

Belanda, frekuensi banjir datang setiap 20 tahun sekali, kemudian menjadi setiap

10 tahun, dan kini menjadi setiap 5 tahun. Banjir yang melanda Kota Jakarta Ini

memang tidak lepas dari topografinya Jakarta yang 40 persen wilayahnya berada

di bawah permukaan air pasang, perubahan tata guna lahan, munculnya


6

permukiman baru di hulu sungai dan sepanjang sungai, dan dampak perubahan

iklim global. Pada tahun 2016 sedikitnya terjadi (2) dua kali banjir rob yakni

banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Air laut yang pasangini

umumnya akan menahan air sungai yang sudah menumpuk, akhirnyamampu

menjebol tanggul dan menggenangi daratan. Banjir rob ini kerap menggenangi

wilayah Muara Baru Jakarta Utara dengan intensitas banjir yang terjadi dua kali

dalam sebulan yang mengakibatkan lumpuhnya aktivitas warga sekitar.

Melihat keadaan topografi DKI Jakarta yang rendah membuat pemerintah

pusat harus mensiasati agar DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan roda

perekonomian mampu bertahan serta tidak terkena dampak fatal dari air laut

seperti erosi, pasang air laut, dan sebagainya. Salah satunya yakni dengan

konservasi hutan mangrove. Hutan mangrove di DKI Jakarta pada tahun 2012

menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DKI Jakarta adalah seluas

430,45 Ha dengan sebaran ekosistem Mangrove di pesisir teluk Jakarta terdapat di

daerah hutan wisata kamal, suaka margasatwa muara angke, hutan lindung angke

kapuk dan sekitarnya.

Dalam mewujudkan pengelolaan hutan mangrove kemudian dilakukan

usaha konservasi hutan salah satunya di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik

Indonesia tentunya tidak mampu melaksanakan fungsinya secara maksimal

apabila mengelola seluruh kawasan konservasi sendirian, maka di setiap daerah

harus dibantu dengan adanya Unit Pelaksana Teknis (UPT) terkait yang akan

mengelola di masing-masing sumber daya yang ada di setiap daerah sehingga


7

pengelolaan akan lebih maksimal dan terarah. Agar pengelolaan hutan mangrove

yang ada di DKI Jakarta berjalan maksimal maka dikeuarkanlah Surat Keputusan

Menteri Pertanian Nomor 428/Kpts/Org/7/1978 tanggal 10 Juni 1978 Tentang

Pembentukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) sebagai Unit

Pelaksana Teknis (UPT) bidang perlindungan dan pelestarian alam yang

bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi

Alam. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mempunyai tugas pokok

melaksanakan pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman

Wisata Alam, dan Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar

baik didalam maupun diluar kawasan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam

(BKSDA) juga menjalankan salah satu fungsinya untuk melakukan kerja sama

pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sesuai

amanat Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/MENHUT-II/2007 pasal 3(h)

Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber

Daya Alam.

Sejalan dengan visi pembangunan tahun 2015-2019 dan nawa cita yang

dicanangkan oleh Presiden RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

mengemban setidaknya 2 (dua) misi yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia

Indonesia dan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-

sektor strategis ekonomi domestik. Misi ini kemudian dilaksanakan oleh

direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE)

dengan menetapkan 2 (dua) sasaran progam yaitu peningkatan efektivitas

pengelolaan kawasan konservasi dan upaya konservasi keanekaragaman hayati,


8

serta peningkatan penerimaan devisa dan Pendapatan Negara Bukan Pajak dari

upaya KSDAE.

Pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara milik

pemerintah dalam hal ini dibawah naungan KLHK melalui UPT berwenang Balai

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta dibawah wilayah kerja Seksi

Konservasi Wilayah III dengan cakupan wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan

Seribu akan berjalan lebih maksimal apabila dilakukan kemitraan antar

stakeholder (unsur) yaitu pemerintah, dan swasta sehingga memberikan dampak

positif bagi ekonomi dan pembangunan masyarakat sekitar. Lebih lanjut dalam

membahas model kemitraan yang terjalin antar organisasi. Bentuk-bentuk/tipe

kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI dalam

Kuswidanti (2008:6) yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium,

kooperasi dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang

dalam :

- SK bersama

- MOU

- Pokja

- Forum Komunikasi

- Kontrak Kerja/perjanjian kerja

Berkaitan dalam pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta

Utara seluas 99,82 hektar model kemitraan dituangkan dalam bentuk Surat

Keputusan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam yang terikat selama 30 tahun sejak

tahun 1997.
9

Kemitraan pengelolaan dalam hal ini terbentuk dalam wujud pemberian

izin pengusahaan pariwisata alam kepada swasta untuk mengelola kawasan

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sedangkan pengawasan dan

evaluasi tetap berada dibawah kontrol pemerintah.Pelaku kemitraan kehutanan

menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.39/Menhut-II/2013 tentang

Pemberdayaan Masyarakat Setempat melalui Kemitraan Kehutanan pasal 6

dijelaskan pada ayat 1 bahwa pelaku kemitraan kehutanan meliputi:

1. Pengelola Hutan,

Dijabarkan dalam pasal 1 ayat 5 Pengelola Hutan adalah Instansi/Badan

Usaha (BUMN/BUMD/KHDTK) yang diserahi tugas pengelolaan hutan

yang meliputi kegiatan memperoleh hak untuk mengelola kawasan hutan,

memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan

kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap

menjaga kelestariannya.

2. Pemegang Izin, dan

3. Kelompok Pengelola Hutan

Kemudian dijabarkan dalam pasal 6 ayat 2 Pengelola Hutan, Pemegang Izin dan

KPH sebagaimana dimaksud ayat 1

adalah :

a. Pengelola Hutan (BUMN/BUMD/KHDTK);


b. Izin usaha pemanfaatan kawasan;
c. Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan;
d. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam;
e. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman;
f. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam;
g. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman;
10

h. Izin pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam;


i. Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam;
j. Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman.

Dari pelaku kemitraan tersebut nantinya wajib melaksanakan pemberdayaan

masyarakat setempat yang terdapat di sekitarnya melalui Kemitraan Kehutanan.

Seperti yang dikemukakan oleh Savas (1987) melalui pendekatan

kerjasama Pemerintah-Swasta (Public-PrivatePartnership) yang dipandang

penting untuk memenuhi ketersediaan sarana prasarana dasar perkotaan dan

peningkatan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat mengingat keterbatasan

kemampuan pemerintah, baik berupa keterbatasan sumber daya keuangan dan

sumber daya manusia maka keterlibatan sektor privat penting dalam urusan

publik untuk memenuhi ketersediaan sarana prasarana dasar perkotaan dan

peningkatan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat salah satunya adalah urusan

pengelolaan hutan mangrove agar bermanfaat bagi lingkungan dan bisa

menghasilkan pendapatan bagi pemerintah pusat melalui PNBP.

Berikut merupakan tabel perbedaan sektor publik (pemerintah) dan sektor privat
(swasta):
11

TABEL 1.2
Perbandingan sektor publik dan sektor privat
Aspek Perbedaan Sektor Privet Sektor Publik
 Mencari laba (profit oriented)  Nonprofit
 Penyediaan barang dan jasa  Pelayan publik (public
Tujuan Organisasi komersial service oriented)

Setoran modal, laba ditahan, hasil Pajak, PNBP, retribusi, utang,


penjualan, utang, penerbitan bagian laba perusahaan Negara,
Sumber Pendanaan saham hibah, penjualan asset

Dimiliki pemegang saham Dimiliki Negara atau seluruh


Kepemilikan (shareholder) rakyat

Kepada pemegang saham dan Kepada rakyat dan parlementer


Pertanggungjawaban investor

Karakteristik Struktur birokrasi


Struktur organisasi bisnis
Anggaran (pemerintahan)
 Tertutup untuk public  Terbuka untuk public
 Merupakan dokumen rahasia  Merupakan dokumen public
Struktur Organisasi (confidential)

 Cash accounting
 Accrual accounting
Sistem Akuntansi Accrual Accounting  Fund Accounting
 Budgetary accounting
 Commitment accounting

Standar akuntansi bisnis (Standar Standar Akuntansi


Standar Akuntansi Akuntansi Keuangan) Pemerintahan

Sumber: Mahmudi (2010:23)

Dari tabel diatas, perbedaan sektor publik dan swasta dari segi tujuan saja

dapat kita ketahui dan garis bawahi bagi sektor publik tujuan utamanya yakni

pelayanan publik yang optimal dan kepuasan masyarakat. Sementara bagi sektor

privat tujuan utamanya mencari keuntungan dan mengoptimalkan penyediaan

barang dan jasa. Dapat kita tarik benang merah, untuk memanfaatkan sumber

daya yang ada baik di segi publik ataupun privat apabila dilakukan kerjasama

antara sektor publik yang tujuannya memberikan pelayanan kepada masyarakat


12

secara optimal maka harus diimbangi pula dari segi dana yang mendukung dan

dapat diperoleh melalui kerjasama dengan sektor privat. Selain itu dari sektor

privat dalam segi pengadaan barang dan jasa juga akan lebih berkualitas karena

mereka menggunakan sistem kompetitif dan selalu menjaga kualitas agar

menarik pelanggan.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama

Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur pasal 3

menyebutkan Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala

Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dilakukan dengan tujuan untuk:

a. mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan

Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta.

b. meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui

persaingan sehat.

c. meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan

Infrastruktur.

d. mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang

diterima, atau dalam hal-hal tertentu mempertimbangkan kemampuan

membayar pengguna.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 pasal 31 menyebutkan bahwa Kerja

Sama Pemanfaatan (KSP) Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dalam

rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna BMN/D dan/atau

meningkatkan penerimaan negara/daerah. Menurut Guntur Priadi (2016) dalam

Penerapan Konsep Public Private Partnership (PPP) Dan Konsep New Public
13

Management (NPM) dalam Meningkatkan Pemanfaatan Aset Negara terdapat

beberapa keuntungan dari Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Privat

Partnership atau PPP) yaitu:

1. Public Private Partnership menghasilkan penerimaan negara;

2. Public Private Partnership membuat modal investasi pemerintah

terhadap suatu proyek menjadi lebih rendah;

3. Public Private Partnership dapat mengoptimalkan penggunaan aset;

4. Public Private Partnership dapat menciptakan pelayanan publik yang

sebelumnya belum dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Mekanisme Public Private Partnership berfungsi menggeser mayoritas

pembiayaan dari pemerintah kepada pihak swasta sehingga meminimalisasi biaya

pemeliharaan, peningkatan kualitas pelayanan, efisiensi terhadap ketertinggalan

teknologi, risiko finansial, maupun dalam meningkatkan kapasitas pengelola.

Sementara swasta dipandang berpotensi mampu memberikan pengelolaan yang

efisien melalui mekanisme yang lebih terstruktur dan terukur beserta kemampuan

pembiayaan yang lebih fleksibel.

Dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara, tentunya pemerintah melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam

(BKSDA) DKI Jakarta yang berada diwilayah naungan Seksi Konservasi

Wilayah III memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena

itu pemerintah juga perlu memahami darimana sumber keuangan itu akan

diperoleh. Dalam hal ini Undang-undang Nomor 9 Tahun 2018 Tentang

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menyebutkan bahwa pelaksanaan tugas


14

dan fungsi pemerintah dalam pelayanan, pengaturan, perlindungan masyarakat,

kepastian hukum, dan pengelolaan kekayaan negara, termasuk pemanfaatan

sumber daya alam, dalam rangka pencapaian tujuan nasional serta kemandirian

bangsa sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, dapat mewujudkan suatu bentuk penerimaan negara yang

disebut sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dapat diwujudkan

melalui kemitraan dalam pengelolaan sumber dayahutan mangrove di DKI

Jakarta oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta dengan

PT. Murindra Karya Lestari dilaksanakan melalui kegiatan izin pengusahaan

pariwisata alam dengan memanfaatkan areal yang ada agar mampu menghasilkan

pendapatan bagi Negara.

Pengelolaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta melalui izin

pengusahaan kepada PT. Murindra Karya Lestari akhirnya melahirkan

kesepakatan yang berbentuk Build-Operate-Transfer (BOT). Menurut Riberio dan

Dantas, (2009:2) BOT merupakan pembiayaan yang dilakukan oleh pihak swasta

maupun mendesain, membangun dan pengelolaan fasilitas infrastruktur untuk

periode tertentu sesuai konsesi yang disepakati. Pihak swasta bertanggungjawab

dalam melakukan pembiayaan, utamanya pada proyek baru (greenfield) yang

disahkan melalui surat keputusan (SK) dari Menteri Kehutanan Nomor 537 /Kpts-

II/1997 tentang Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Pada Taman Wisata

Alam Angke Kapuk seluas 99,82 Hektar yang terletak di Kotamadya Jakarta

Utara kepada PT.Murindra Karya Lestari. yang disahkan melalui surat keputusan

(SK) dari Menteri Kehutanan Nomor 537 /Kpts-II/1997 tentang Pemberian Izin
15

Pengusahaan Pariwisata Alam Pada Taman Wisata Alam Angke Kapuk seluas

99,82 Hektar yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara kepada PT.Murindra

Karya Lestari. PT. Murindra Karya Lestari memperoleh izin pengusahaan

pariwisata alam yang meliputi kegiatan:

a. Menyelenggarakan Kegiatan Pariwisata Alam Darat

b. Menyelenggarakan Kegiatan Pariwisata Alam Bahari

c. Menyediakan Fasilitas dan jasa yang berhubungan dengan kegiatan wisata

alam tersebut.

Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam tersebut merupakan

kemitraan menggunakan kesepakatan Build Operate Transfrer (BOT), dimana

menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 Jo SE-

38/PJ.4/1995 BOT memiliki pengertian yakni:

1. Bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan

investor.

2. Pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk

mendirikan bangunan selama masa perjanjian.

3. Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas

bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah.

4. Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran,

apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko, hotel, dan/atau bangunan

lainnya.
16

Mekanisme kemitraan pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara kemudian digambarkan dalam alur kemitraan

dibawah ini:

Pemilik Hak Atas


Taman Wisata
Tanah: PT.Murindra
Negara melalui Alam Angke
Karya Lestari
KLHK Kapuk Jakarta
dilaksankan Utara (99,82 ha)
BKSDA DKI
Jakarta SKW III

Model kemitraan saling


menguntungkan dengan
Kesepakatan BOT melalui Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam
selama 30 tahun.

Sumber: Peneliti, 2019

Gambar 1.2

Alur Kemitraan Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara.

Dari gambar diatas diketahui, bahwa Negara melalui Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan (KLHK) kemudian dilaksanakan oleh upt berwenang yakni

Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta memiliki lahan sebagai tempat

konservasi hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

seluas 99,82 hektar. Melihat potensi lahan yang luas, peluang ekowisata tinggi

maka pengelolaan akan lebih optimal jika dilakukan bermitra dengan perusahaan

swasta yakni PT. Murindra Karya Lestari sejak tahun 1997 sampai dengan 30

tahun. Selama izin pengelolaan berlaku, maka pengelolaan Taman Wisata Alam
17

sepenuhnya berada di tangan PT. Murindra Karya Lestari, perusahaan berhak

membangun diatas lahan untuk mendukung kegiatan wisata alam selama tidak

melewati desain tapak batas yang sudah dibuat oleh Balai Konservasi Sumber

Daya Alam DKI Jakarta kemudian setiap (3) tiga bulan sekali akan dilakukan

pengawasan, pembinaan, evaluasi, dan monitoring kegiatan PT. Murindra Karya

Lestari oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta khususnya Seksi

Konservasi Wilayah III. Kesepakatan Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata

Alam berbentuk Build Operate Transfer, kemudian dijabarkan dalam gambar

siklus BOT sebagai berikut:


18

Pemberian IPPA 30 tahun dari KLHK


(saat ini melalui BKSDA DKI) kepada
PT. Murindra Karya Lestari sejak 22
Agustus 1997

Build: Operate:
Pembangunan kawasan Taman Taman Wisata Alam Angke
Wisata Alam Angke Kapuk Kapuk Jakarta Utara mulai
Jakarta Utara mulai berjalan beroperasi untuk umum pada
pada tahun 2009 tahun 2011

Transfer:
Manfaat yang diperoleh dari kemitraan pengelolaan tersebut:

1. Bagi Pemerintah:Taman Wisata Alam sebagai sarana Hutan konservasi


yang mampu melindungi SDA hutan Mangrove, memberikan
pendapatan, dan pembangunan oleh Perusahaan akan memberi dampak
wisata berkelanjutan untuk pemerintah karena status lahan tetap
kembali kepada pemerintah.
2. Bagi Perusahaan: Memperoleh hasil sebesar 4/5 persen dari setiap tiket
masuk dan investasi jangka panjang.

Sumber: Peneliti, 2019


Gambar 1.3
Alur Pembangunan, Pengoperasian dan Manfaat Kemitraan dalam
Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara.
Kesepakatan Build Operate Transfer dipilih berdasarkan beberapa alasan

yakni menurut I Gede Abdhi Prabawa, Nyoman Sukeni, dan Herlin Wijayanti

(2014:2) dalam Jurnal Kajian Hukum Terhadap Perjanjian Build Operate Transfer

(BOT) Untuk Melindungi Hak Milik Atas Tanah Dalam Rangka Menunjang

Sektor Pariwisata menjelaskan bahwa BOT sebagai salah satu alternatif sektor

swasta berperan dalam hal mendesain, menyediakan keuangan, membangun dan

mengoperasikan fasilitas untuk kemudian akhirnya, setelah masa konsesi tertentu,

kepemilikan ditransfer kepada pemilik tanah atau pemerintah. Oleh karena itu,
19

BOT dapat dimaknai sebagai teknik untuk mengembangkan proyek-proyek

infrastruktur dengan menggunakan inisiatif dan pendanaan dari pihak swasta.

Dalam hal ini pengembangan pengelolaan hutan mangrove diatas lahan seluas

99,82 hektar milik pemerintah melalui kemitraan pengelolaan yang diwujudkan

dalam pemberian Izin Pengusahaan Alam kepada PT. Murindra Kasya Lestari.

Kondisi di lapangan menjelaskan perbandingan pemanfaatan lahan sebesar

30% luas lahan untuk obyek wisata dan 70% lahan lainnya diperuntukkan untuk

kawasan hutan mangrove. Desain tapak pengelolaan seperti penataan blok,

pemanfaatan kawasan dan sampai ditahap pengawasan juga dibuat oleh Balai

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakara sebagai instansi yang berwenang

sehingga melalui desain tapak batas yang telah dibuat maka kegiatan wisata tidak

boleh melebihi batas yang sudah ada sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan

Menteri Kehutanan Nomor 48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata

Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman

Wisata Alam Pasal 3 ayat 3. Hanya saja dalam Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor 48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka

Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam

dalam pasal 19 ayat 1 dijelaskan bahwasanya pihak pemegang izin diberikan

kewajiban untuk:

a. membuat peta areal rencana kegiatan usaha yang akan dilakukan dengan

skala paling besar 1 : 5.000 (satu banding lima ribu) dan paling kecil 1 :

25.000 (satu banding dua puluh lima ribu) yang diketahui kepala UPT;
20

b. membuat rencana pengusahaan pariwisata alam dan disahkan oleh

Direktur Jenderal;

c. melakukan pemberian tanda batas yang dilaksanakan oleh UPT setempat

pada areal yang dimohon;

d. menyusun dan menyampaikan dokumen upaya pengelolaan lingkungan

dan upaya pemantauan lingkungan.

Berdasarkan kesepakatan yakni pemberian izin usaha kepada PT.

Murindra Karya Lestari maka pembagian hasil juga dilakukan dan harus

menerima resiko yakni semakin berkurangnya partisipasi pemerintah maka

semakin besar potensi risiko yang ditransfer kepada pihak swasta terutama pada

resiko operasional dan pemeliharaan akan sepenuhnya dimodifikasi oleh swasta.

Kesepakatan mengenai pembiayaan yang dilakukan oleh pihak swasta untuk

mendesain, membangun dan pengelolaan fasilitas infrastruktur terkait hutan

mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta untuk periode tertentu

sesuai konsesi yang disepakati tentunya akan menimbulkan beberapa resiko

menurut Laing, Partner, Mason, 2011 yakni:

a. Kontrak kerja yang panjang dengan struktur kesepakatan yang kurang

fleksibel

b. Potensi keterlambatan dan tingginya biaya dalam pengadaan

c. Risiko hilangnya kontrol pengelolaan oleh pihak pemerintah

d. Pihak swasta relatif berbiaya tinggi dalam pembiayaan

e. Relatif tidak mampu memenuhi transfer risiko absolute.


21

Taman Wisata Alam Mangrove Angke, Kapuk Jakarta Utara merupakan

kawasan ekowisata yang dikhususkan untuk perlindungan hewan seperti monyet,

burung dan juga pelestarian hutan mangrove. Selain itu juga Taman Wisata Alam

Angke, Kapuk Jakarta Utara disebut sebagai kawasan ekowisata karena digunakan

sebagai tempat rekreasi yang tentunya selalu dikunjungi masyarakat dan tidak

menutup kemungkinan sebagai penambah pemasukan anggaran bagi pemerintah

pusat dan pemerintah kota Jakarta. Hampir setiap hari Taman Wisata Alam

Angke, Kapuk Jakarta Utara dikunjungi pengunjung untuk sekedar berjalan santai

dan menikmati keindahan alam terutama pada hari libur maka jumlah pengunjung

akan lebih ramai sehingga mampu memberikan pendapatan bagi pemerintah pusat

dan daerah. Berikut merupakan data jumlah pengunjung dalam kurun waktu (5)

lima tahun di Taman Wisata Alam, Angke Kapuk Jakarta Utara:

TABEL 1.3
Jumlah Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
Pengunjung
Pengunjung Domestik
Tahun Asing
127,813
2014 100
206,289
2015 189
239,500
2016 224
305,600
2017 247
234,200
2018 253
Sumber: data diolah dari BKSDA DKI Jakarta, 2018.

Dari total jumlah pengunjung sejak tahun 2014 hingga tahun 2018, jumlah

pengunjung asing selalu mengalami peningkatan disetiap tahunnya sedangkan

jumlah pengunjung domestik mengalami penurunan di tahun 2017 ke tahun 2018.

Menurut laporan kegiatan pengawasan dan pembinaan Izin Pengusahaan


22

Pariwisata Alam Taman Wisata Alam Angke Kapuk Triwulan III tahun 2017

survei pengunjung mengharapkan perbaikan di fasilitas pondok yang berada diatas

perairan konservasi mangrove, karena pondok tersebut juga dapat menjadikan

daya tarik pengunjung untuk menginap ataupun sekedar melakukan swafoto di

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.

Dari perolehan jumlah pengunjung kemudian diperoleh data Pendapatan

Negara Bukan Pajak (PNBP) selama tahun 2018 sebagai berikut:

Tabel 1.4
Jumlah Pengunjung disertai PNBP tahun 2018 di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara
BLN Restribusi JML Pengunjung Hitungan PNBP Total

Weekday Weekend Weekday Weekend Turis

153,500,000 12,100 12,400 60,500 95,000 153,500,000


Jan
126,250,000 3,800 14,300 19,000,000 107,250,000 126,250,000
Feb
157,750,000 5000 17,700 25,000,000 132,750,000 157,750,000
Mar
120,700,000 4,900 12,600 24,500,000 94,500,000 1,700,000 120,700,000
Apr
116,750,000 4000 12,900 20,000,000 96,750,000 116,750,000
Mei
268,650,000 10,600 26,500 53,000,000 198,750,000 16,900,000 268,650,000
Jun
157,500,000 9000 15,000 45,000,000 112,500,000 157,500,000
Jul
134,500,000 5,300 14,400 26,500,000 108,000,000 134,500,000
Ags
111,500,000 3,600 12,500 18,000,000 93,750,000 111,750,000
Sep
87,000,000 3,900 9,000 19,500,000 67,500,00 87,000,000
Okt
84,250,000 3,200 9,100 16,000,000 68,250,000 84,250,000
Nov
92,200,000 3,600 8,800 18,000,000 66,000,000 8,200,000 92,200,000
Des
69,000 165,200
Total 345,000,000 1,239,000,000 26,800,000 1,610,800,000
1,610,550,000
Jan-Des 234,200
Total

Sumber: Data diolah dari BKSDA DKI Jakarta, 2018.


23

Hingga Bulan Juni 2018 PNBP yang diperoleh mencapai Rp. 839.439.139,00

yang terdiri atas pungutan tiket masuk dan PHUPSWA. Capaian tersebut sudah

melampaui dari target yang diberikan yaitu Rp. 594.990.000,00. Gambar diatas

menunjukan data perolehan PNBP selama tahun 2018 sebesar Rp.

1.610.800.000,00 yang kemudian dipotong Pungutan Hasil Usaha Penyediaan

Sarana Wisata Alam (PHUPSWA) sebesar 10% dari keuntungan bersih. Menurut

Laporan Monitoring Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) BKSDA DKI

Triwulan II 2018 Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara selalu

memberikan peningkatan PNBP setiap tahunnya.

Tarif yang diberikan untuk pengunjung memasuki Taman Wisata Alam

Angke Kapuk sebesar Rp. 25.000,00 dengan pembagian hasil sebesar 1/5 persen

untuk Pemerintah dan sisanya diberikan untuk PT. Murindra Karya Lestari dengan

rincian Rp.20.000,00 untuk perusahaan dan Rp. 5000,00 untuk pemerintah. Diluar

pembagian hasil tersebut PT. Murindra Karya Lestari juga diberikan kewajiban

untuk membayar pajak daerah untuk pemasukan DKI Jakarta.

Keberadaan PT. Murindra Karya Lestari sebagai pemegang izin usaha

jenis pariwisata alam di Taman Wisata Alam Angke Kapuk tentunya harus selalu

berhubungan dan melalui persetujuan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam

DKI Jakarta, menurut informasi dari hasil wawancara peneliti dengan Ibu Ida

Harwati selaku Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber

Daya Alam DKI Jakarta dan mendapatkan konfirmasi yang sama pula dari Ibu

Irma selaku perwakilan PT. Murindra Karya Lestari yakni bentuk

pertanggungjawaban dari PT. Murindra Karya Lestari adalah:


24

1. Laporan bulanan yang berisi tentang kegiatan yang berlangsung, realisasi

kegiatan selama satu bulan dan juga laporan Pendapatan Negara Bukan Pajak

(PNBP)

2. Laporan administrasi berupa Rencana Karya Lima tahunan (RKL) dan

Rencana Karya Tahunan yang kemudian akan disahkan oleh Balai Konservasi

Sumber Daya Alam DKI Jakarta.

Berdasarkan pengelolaan yang sudah dilakukan dari pihak swasta yaitu

PT. Murindra Karya Lestari dibawah kendali pihak Pemerintah yakni Balai

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta maka masih diperlukan lagi

pembinaan sebagai titik temu agar menghasilkan pengelolaan yang optimal. Saat

ini kegiatan kemitraan yang sudah dilakukan antara Balai Konservasi Sumber

Daya Alam DKI Jakarta dan pihak swasta yaitu PT. Murindra Karya Lestari

berdasarkan wawancara dengan pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI

Jakarta dan juga perwakilan PT. Murindra Karya Lestari yang diperoleh peneliti

yaitu berupa:

1. Pembuatan Rancangan Bangun Kelompok Pengelola Hutan Konservasi oleh

Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.

2. Pemanfatatan wisata alam oleh PT. Murindra Karya Lestari dengan

mempertimbangkan potensi yang ada namun tidak mengesampingkan tujuan

utama pelestarian hutan mangrove.

3. Pembinaan, Pengawasan, dan Evaluasi Kegiatan PT. Murindra Karya lestari

oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Menurut hasil wawancara dengan
25

Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI, pengawasan tersebut

meliputi:

a. Pengawasan terhadap keamanan kawasan dari kerusakan,

gangguan dan ancaman melalui kegiatan patrol fungsionalyang

dilakukan dalam bentuk penyisiran kawasan.

b. Pengawasan terhadap kegiatan wisata melalui kegiatan monitoring

izin pemanfaatan pariwisata alam (ippa)

c. Pengawasan terhadap kegiatan pemungutan Pendapatan Negara

Bukan Pajak (PNBP) melalui petugas khusus pemungut pnbp

d. Pengawasan terhadap PT. Murindra sebagai pihak swasta yang

mengelola kegiatan pariwisata di Taman Wisata Alam Mangrove

Angke, Kapuk Jakarta Utara.

e. Pengawasan khusus hutan mangrove sendiri tidak selalu

mendapatkan giliran pengawasan di setiap tahunnya.

Model kemitraan dalam pengelolaan hutan mangrove melalui pemberian izin

pengusahaan pariwisata alam di Taman Wisata Alam Angke Kapuk saat ini

masih mengalami beberapa permasalahan yaitu:

Pertama, kurangnya koordinasi antara Balai Konservasi Sumber Daya

Alam DKI Jakarta dengan PT.Murindra Karya Lestari. Hal ini dapat terlihat ketika

adanya beberapa fasilitas yang rusak, fasilitas yang ada merupakan peran dari

PT.Murindra Karya Lestari sebagai pemegang Izin Pengusahaan Pariwisata Alam

untuk membangun dan merawat sarana prasarana yang ada sebagaimana tertuang

dalam surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 537/Kpts-II/1997 tentang


26

pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam dimana disebutkan dalam surat

keputusan tersebut kegiatan PT. Murindra Karya Lestari meliputi:

1. Menyelenggaraan kegiatan pariwisata alam darat, pariwisata alam bahari,

dan

2. menyediakan fasilitas yang berhubungan dengan kegiatan wisata alam

tersebut.

Disamping kegiatan penyediaan fasilitas, jangan pula mengabaikan tujuan utama

untuk pelestarian kawasan mangrove yang merupakan peran utama dari Balai

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta untuk mengelola Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sekaligus melakukan pembinaan terhadap

kegiatan yang dilakukan oleh PT.Murindra Karya Lestari. Selain itu berdasarkan

informasi yang diperoleh peneliti dengan Kepala Seksi Konservasi Wilayah III

BKSDA DKI Jakarta pada 02 Pebruari 2019 yakni masih belum sinkronnya

rencana karya pengusahaan pariwisata alam (RKPPA) milik PT.Murindra Karya

Lestari dengan BKSDA DKI Jakarta.

Kedua, lemahnya pengawasan dari pihak keamanan PT. Murindra Karya

Lestari yang bertugas di lokasi Taman Wisata Alam Angke, Kapuk Jakarta Utara.

Berdasarkan hasil laporan monitoring pengusahaan pariwisata alam di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk diperoleh informasi masih adanya kelemahan dalam

pengawasan terkait keselamatan pengunjung. Hal itu dapat terlihat menurut

laporan monitoring Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta tentang

adanya satwa liar jenis buaya muara yang hidup di perairan hutan mangrove

namun keberadaan buaya tersebut justru tidak diinformasikan kepada pengunjung


27

ataupun pemberian papan informasi peringatan yang belum memadai agar

pengunjung tetap menjaga keamanan dirinya masing-masing juga belum ada.

Tentunya walaupun dalam menarik pengunjung untuk datang ke Taman Wisata

Alam Angke Kapuk namun keselamatan pengunjung tidak boleh diabaikan hanya

mengutamakan target pemasukan keuangan saja.Pengelolaan kawasan hutan

mangrove yang menjadi daya tarik utama justru diacuhkan dan menimbulkan

kesan tidak nyaman pada pengunjung. Dalam aturan standar pengelolaan taman

wisata alam yang diatur dalam suratPemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam

disebutkan bahwa perusahaan harus bertanggung jawab terhadap perlindungan

dan keamanan kawasan Taman Wisata Alam serta menjamin kemanan dan

ketertiban pengunjung. Hal ini masih juga terjadi lantaran keterbatasan ruang yang

dimiliki oleh pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta untuk ikut

campur tangan sepenuhnya dan hanya sebatas melakukan monitoring kegiatan

saja meliputi pengawasan kegiatan yang dilarang melewati desain tapak batas

milik BKSDA hingga pengawasan PNBP melalui tiket masuk pengunjung.

Ketiga, kurang Sumber Daya Manusia seperti yang terlampir dalam

rencana pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk BKSDA DKI Jakarta

disebutkan salah satu permasalahan yang terjadi yakni Sumber Daya Manusia dari

BKSDA DKI Jakarta sehingga belum adanya jadwal yang terorganisasi atau

rencana tahapan terkait kebutuhan baik pengawasan hutan mangrove ataupun

kegiatan ekowisata dari pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.

Selain itu, Taman Wisata Alam Angke Kapuk hanya dijaga oleh 1 orang polisi

hutan dan 1 orang juru mudi kapal. Sebagaimana struktur organisasi yang ada di
28

Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta melalui Seksi Konservasi

Wilayah III sebagai berikut:

Kepala BKSDA DKI Jakarta

Kepala Sub Bagian


TU

Kepala SKW Kepala SKW Kepala SKW


I II III

Kelompok Jabatan
Fungsional

Sumber: Rancang Bangun KPHK BKSDA DKI Jakarta, 2018.

Gambar 1.4
Struktur Organisasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian terkait bagaimana pelaksanaan dan hasilmodel kemitraan melalui

pemberian izin pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan oleh Balai

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra Karya Lestari

dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke, Kapuk Jakarta

Utarasebagai wujud peran serta pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya

untuk memberikan lingkungan yang layak dan berfungsi sebagai daya tarik wisata
29

sehingga mampu memberikan pendapatan yang nantinya dapat digunakan sebagai

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah yang

ditemukan terkait model kemitraan pemerintah dan swasta dalam pengelolaan

hutan mangrove melalui izin pengusahaan pariwisata alam di Taman Wisata Alam

Angke, Kapuk Jakarta Utara yaitu:

1. Kurangnya Koordinasi antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI

Jakarta dengan PT. Murindra Karya Lestari .

2. Lemahnya pengawasan terhadap kemananan pengunjung dari pihak PT.

Murindra Karya Lestari.

3. Jumlah Sumber Daya Manusia dari pihak BKSDA DKI Jakarta yang

masih terbatas sehingga pengelolaan menjadi kurang optimal.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi dalam segi terkait bagaimana

pelaksanaan model dan hasil kemitraan yang dilakukan oleh Balai Konservasi

Sumber Daya Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra Karya Lestari melalui ijin

pengusahaan pariwisata alam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam

Angke, Kapuk Jakarta Utara.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah di paparkan sebelumnya,

maka sebagai rumusan masalah yang akan dikaji adalah


30

1. Bagaimana pelaksanaan dan hasil model kemitraan yang dilakukan oleh

Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya

Lestari melalui izin pengusahaan pariwisata alam pengelolaan hutan

mangrove di Taman Wisata Alam Angke, Kapuk Jakarta Utara?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana model

kemitraan yang dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta

dan PT.Murindra Karya Lestari melalui ijin pengusahaan pariwisata alam

pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke, Kapuk Jakarta Utara

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang baik terutama bagi

peneliti sendiri, instansi pemerintah terkait.dan bagi Akademi dan juga segala

bentuk elemen yang ada di masyarakat yaitu:

1. Dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk ikut serta dalam

pelestarian hutan mangrove karena fungsinya yang sangat penting untuk

penyangga kehidupan.

2. Sebagai sumbangsih pemikiran kepada instansi dan perusahaan terkait

model kerja sama dalam mengelola hutan mangrove, untuk mendukung

upaya yang dilakukan oleh instansi dan perusahaan agar pengelolaan hutan

mangrove dapat berjalan optimal dan memberikan manfaat bagi

kepentingan bersama.
31

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Latar belakang masalah menerangkan ruang lingkup dan kedudukan

masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif, dari lingkup yang paling

umum sampai ke dalam masalah yang paling spesifik dan menjelaskan

mengapa peneliti mengambil judul penelitian tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam hal ini mendeteksi aspek permasalahan yang

muncul dan berkaitan dengan judul penelitian atau dengan masalah.Unruk

mengidentifikasi masalah peneliti biasanya melakukan observasi terlebih

dahulu.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam hal ini berdasarkan pada fokus masalah spesifik

yang akan diambil dalam penelitian.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari hasil identifikasi kemudian ditetapkan masalah

yang paling berkaitan dengan judul penelitian dan berbentuk dalam

kalimat pertanyaan.

1.5 Tujuan Penelitian

Maksud tujuan penelitian dalam hal ini mengungkapkan tentang sasaran

yang ingin dicapai dengan dilaksanakan penelitian.


32

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian menjelaskan manfaat yang teoritis dan praktis dari

penelitian yang akan diteliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR,

PENELITIAN TERDAHULU DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

Pada bab ini terdapat deskripsi teori, penelitian terdahulu, kerangka berpikir

dan asumsi dasar. Deskripsi teori mengkaji tentang berbagai teori yang relevan

dengan permasalahan.Penelitian terdahulu merupakan kajian penelitian yang

berlangsung saat ini.Kerangka berpikir menceritakan alur pikiran peneliti

dalam penelitian, sedangkan asumsi dasar adalah dugaan sementara terhadap

rumusan masalah penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian menjelaskan tentang penggunaan metode yang

digunakan dalam penelitian.

3.2 Fokus Penelitian

Bagian ini membatasi dan menjelaskan subtansi materi kajian

penelitian yang akan dilakukan.

3.3 Lokasi Penelitian

Menjelaskan tempat penelitian dilaksanakan serta alasan memilih

lokus tersebut.

3.4 Fenomena yang Diamati


33

Memberikan penjelasan tentang suatu konsep yang menjadi inti dalam

pembahasan yang akan diteliti.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menjelaskan tentang alat pengumpulan data yang

digunakan, sumber data yang diperoleh melalui pengamatan/observasi,

wawancara, dokumentasi dll dan teknik pengumpulan data.

3.6 Instrumen Penelitian

Menjelaskan tentang penentuan narasumber yang bisa memberikan

informasi-informasi utama yang dibutuhkan dalam suatu penelitian.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Menjelaskan tentang teknik yang digunakan dalam menganalisis data-

data yang diperoleh dari hasil temuan dilapangan.Adapun teknik yang

digunakan yaitu teknik analisis Miles dan Huberman yaitu reduksi

data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Serta pemeriksaan

keabsahan data dengan cara triagulasi dan membercheck.

3.8 Jadwal Penelitian

Menjelaskan jadwal penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu

tertentu.

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian

Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian


secara jelas, struktur organisasi dan hal lain yang berhubungan dengan
penelitian.
34

4.2 Deskripsi Data

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah


dengan menggunakan teknik analisa data yang relevan dengan
pendekatan kualitatif.

4.3 Pembahasan

Melakukan pembahasan yang lebih lanjut terhadap analisa data. Dalam


pembahasan memaparkan hasil analisa atau interpretasi peneliti dan
disajikan kedalam beberapa sub-bagian disesuaikan dengan
kepentingan peneliti.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas


dan mudah dapat dipahami.

5.2 Saran

Berisi tindak lanjut dari hasil penelitian baik secara teoritis dan praktis.

DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan skripsi.
LAMPIRAN
Berisi mengenai daftar dokumen yang menunjang data penelitian.
35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR,

PENELITIAN TERDAHULU DAN ASUMSI DASAR

PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pelayanan Publik

Pelayanan publik menurut Mahmudi(2005:229) adalah segala

kegiatan pelayanan yangdilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan

publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Savas, E.S. 1987

menjelaskan dalam bukunya Privatization: The Key to Better Government,

bahwasanya Pelayanan oleh pemerintah (government service) dapat

dimaknai sebagai “the delivery of a service by a government agency using

its own employees” dengan kata lain bahwa pemberian pelayanan kepada

masyarakat/warga negara yang dilakukan oleh agen pemerintah melalui

pegawainya. Penyediaan pelayanan publik secara langsung oleh

pemerintah dilakukan lewat apa yang disebut sebagai sektor publik yaitu

badan-badan pemerintah, sekolah milik pemerintah, kantor pos,

perusahaan listrik pemerintah, rumah sakit milik pemerintah, dan

seterusnya.

Dari beberapa pendapat ahli mengenai pengertian pelayanan

publik, maka dapat disimpulkan pelayanan publik adalah pelayanan yang


36

diberikan oleh pemerintah melalui pegawai pemerintahan kepada

masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik yang

diberikan dapat berupa pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pemanfaatan

lingkungan hutan untuk masyarakat. Untuk memberikan pelayanan yang

optimal kepada masyarakat tentunya pemerintah memerlukan kemitraan

dengan berbagai unsur misalnya dengan sektor swasta (privat) maupun

dari elemen masyarakat sendiri. Agar kemitraan dalam memberikan

pelayanan publik menjadi hasil yang optimal khususnya penyediaan

lingkungan hutan mangrove sebagai penyangga lingkungan sekaligus

sumber pendapatan bagi daerahmaka menggunakan teori sebagai berikut:

2.1.2 Teori Kemitraan

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.

P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2016. Kemitraan kehutanan merupakan

salah satu bentuk dari Perhutanan Sosial yang dilakukan antara masyarakat

setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin pemanfaatan hutan/jasa

hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri

primer hasil hutan. Kerjasama dapat dilakukan melalui kerjasama usaha

pemanfaatan kawasan, usaha pemanfaatan jasa lingkungan, usaha

pemanfaatan hasil hutan kayu, dan kerjasama usaha pemanfaatan Hasil

Hutan Bukan Kayu (HHBK). Kerjasama usaha pemanfaatan jasa

lingkungan, antara lain: pemanfaatan aliran air; pemanfaatan air; wisata

alam; perlindungan keanekaragaman hayati; penyelamatan dan


37

perlindungan lingkungan; penyerapan dan atau penyimpan karbon; atau

pemanfaatan panas bumi (geothermal)..

Secara ekonomi, kemitraan didefinisikan sebagai:

1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga

(Labour) maupun benda (property) atau keduanya untuktujuan

kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukanbersama dimana

pembagian keuntungan dan kerugian distribusidiantara dua pihak yang

bermitra. (Burns, 1996 dalam BadanAgribisnis Departemen Pertanian,

1998);

2. “Partnership atau Alliance” adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua

orang atau usaha yang sama-sama memiliki sebuah perusahaan dengan

tujuan untuk mencari laba. (Winardi, 1971 dalam Agribisnis

Departemen Pertanian, 1998);

3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai

pemilik bersama yang menjalankan suatu bisnis mencari keuntungan.

(Spencer, 1977 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998);

4. Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik

uang menikmati bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan

masing-masing menanggung liabilitas yang tidak terbatas atas hutang-

hutang perusahaan.
38

Menurut Pertamina Foundation (2015), langkah-langkah dalam

membangun jaringan kemitraan dapat ditempuh melalui beberapa

tahapan yaitu:

1. Identifikasi atau Pemetaan Objek Mitra


2. Menggali Informasi
3. Menganalisis Informasi
4. Penjajagan Kerja sama
5. Penyusunan Rencana Kerja
6. Membuat Kesepakatan yang dituangkan dalam Nota
Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU).
7. Penandatanganan
8. Pelaksanaan kegiatan
9. Monitoring dan evaluasi
10. Perbaikan, dan
11. Rencana Tindak Lanjut.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemitraan

merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih untuk mendapatkan

kepentingan bersama dan tercapai tujuan masing-masing pihak.

2.1.2.1 Dasar HukumKemitraan Dalam Penelitian

Dalam hukum penelitian mengenai Model Kemitraan Pemerintah

dan Swasta dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta adalah:

1. Pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk milik

Pemerintah campur tangan pihak swasta dalam rangka

optimalisai melalui Surat Keputusan (SK) dari Menteri

Kehutanan Nomor 537 /Kpts-II/1997 Tentang Pemberian Izin

Pengusahaan Pariwisata Alam Pada Taman Wisata Alam

Angke Kapuk seluas 99,82 Hektar yang terletak di Kotamadya


39

Jakarta Utara kepada PT.Murindra Karya Lestari. Melalui SK

tersebut dapat dijadikan kontrol apakah model kemitraan

melalui izin pengusahaan pariwisata alam yang selama ini

dilakukan sudah sesuai dan dapat dikatakan berhasil.

2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/MENHUT-II/2007

Tentang fungsi Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana

Teknis Konservasi Sumber Daya Alam, BKSDA DKI salah

satunya memiliki fungsi pokok melakukan kegiatan

pengelolaan kawasan konservasi.

3. Peraturan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan

Konservasi Alam Nomor: P.6/IV-SET/2012 Tentang Pedoman

Pengawasan dan Evaluasi Pengusahaan Pariwisata Alam Di

Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya Dan

Taman Wisata Alam.

2.1.2.2 Prinsip Kemitraan

Kemitraan memiliki prinsip-prinsip dalam pelaksanaannya.

Wibisono (2007:103) merumuskan (3) tiga prinsip penting dalam

kemitraan, yaitu:

1. Kesetaraan atau keseimbangan (equity). Pendekatannya bukan


top down atau bottom up, bukan juga berdasarkan kekuasaan
semata, namun hubungan yang saling menghormati, saling
menghargai dan saling percaya. Untuk menghindari
antagonisme perlu dibangun rasa saling percaya. Kesetaraan
meliputi adanya penghargaan, kewajiban, dan ikatan.
2. Transparansi. Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa
saling curiga antar mitra kerja. Meliputi transparansi
pengelolaan informasi dan transparansi pengelolaan keuangan.
40

3. Saling menguntungkan. Suatu kemitraan harus membawa


manfaat bagi semua pihak yang terlibat.

2.1.2.3 Tujuan Kemitraan

Tujuan kemitraan menurut Subanar (1997:14), adalah untuk

meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dibidang manajemen,

produk, pemasaran, dan teknis, disamping agar bisa mandiri demi

kelangsungan usahanya sehingga bisa melepaskan diri dari sifat

ketergantungan.Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan

kemitraan menurut Muhammad Jafar Hafsah (2000:63) sebagai

berikut:

a. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat


b. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan.
c. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan
usaha kecil
d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan
nasional.
e. Memperluas kesempatan kerja.
f. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

2.1.2.4 Pola-Pola Kemitraan

Dalam proses implementasinya, kemitraan yang dijalankan tidak

selamanya ideal karena dalam pelaksanaannya kemitraan yang

dilakukan didasarkan pada kepentingan pihak yang bermitra. Menurut

Wibisono (2007:104), Kemitraan yang dilakukan antara perusahaan

dengan pemerintah maupun komunitas/ masyarakat dapat mengarah

pada tiga pola, diantaranya:

1. Pola kemitraan kontra produktif Pola ini akan terjadi jika


perusahaan masih berpijak pada pola konvensional yang hanya
mengutamakan kepentingan shareholders yaitu mengejar profit
sebesar-besarnya. Fokus perhatian perusahaan memang lebih
41

bertumpu pada bagaimana perusahaan bisa meraup keuntungan


secara maksimal, sementara hubungan dengan pemerintah dan
komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka.
Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri, pemerintah juga
tidak ambil peduli, sedangkan masyarakat tidak memiliki akses
apapun kepada perusahaan.Hubungan ini hanya
menguntungkan beberapa oknum saja, misalnya oknum aparat
pemerintah atau preman ditengah masyarakat. Biasanya, biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan hanyalah digunakan untuk
memelihara orang-orang tertentu saja. Hal ini dipahami, bahwa
bagi perusahaan yang penting adalah keamanan dalam jangka
pendek.
2. Pola Kemitraan Semiproduktif. Dalam skenario ini pemerintah
dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai obyek dan
masalah diluar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program-
program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim
yang kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat bersifat
pasif. Pola kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan
jangka pendek dan belum atau tidak menimbulkan sense of
belonging di pihak masyarakat dan low benefit
dipihakpemerintah. Kerjasama lebih mengedepankan aspek
karitatif ataupublic relation, dimana pemerintah dan komunitas
atau masyarakatmasih lebih dianggap sebagai objek. Dengan
kata lain, kemitraanmasih belum strategis dan masih
mengedepankan kepentingansendiri (self interest) perusahaan,
bukan kepentingan bersama(commont interest) antara
perusahaan dengan mitranya.
3. Pola Kemitraan Produktif
Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subyek dan
dalam paradigma commont interest. Prinsip simbiosis
mutualisme sangat kental pada pola ini. Perusahaan
mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi,
pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha
dan masyarakat memberikan dukungan positif kepada
perusahaan. Bahkan bisa jadi mitra dilibatkan pada pola
hubungan resourced based patnership, dimana mitra diberi
kesempatan menjadi bagian dari shareholders. Sebagai contoh,
mitra memperoleh saham melalui stock ownership program.

2.1.2.5 Model-model, Bentuk, dan Sifat Kemitraan.

Model-model kemitraan dikembangkan berdasarkan pengamatan

yang dilakukan dalam hubungan kerjasama antar organisasi. Menurut


42

Sulistiyani (2004:129) terdapat (3) tiga model kemitraan yang mampu

menggambarkan hubungan antarorganisasi, yakni :

1. Pseudo partnership atau kemitraan semu.


Kemitraan semu adalah merupakan sebuah persekutuan yang
terjadi antara dua pihak atau lebih, namun tidak sesungguhnya
melakukan kerjasama secara seimbang satu dengan yang
lainnya. Bahkan pada suatu pihak belum tentu memahami
secara benar akan makna sebuah persekutuan yang dilakukan,
dan untuk tujuan apa itu semua serta disepakati. Ada suatu
yang unik dalam kemitraan semacam ini, bahwa kedua belah
pihak atau lebih sama-sama merasa penting untuk melakukan
kerjasama, akan tetapi pihak-pihak yang bermitra belum tentu
memahami substansi yang diperjuangkan dan manfaatnya apa.
2. Mutualism partnership atau kemitraan mutualistik.
Kemitraan mutualistik adalah merupakan persekutuan dua
pihak atau lebih yang sama-sama menyadari aspek pentingnya
melakukan kemitraan, yaitu untuk saling memberikan manfaat
dan mendapatkan manfaat lebih, sehingga akan dapat mencapai
tujuan secara optimal.
3. Conjugation partnership atau kemitraan melalui peleburan dan
pengembangan.
Kemitraan konjugasi adalah kemitraan untuk mendapatkan
energi dan kemudian terpisah satu sama lain, dan selanjutnya
dapat melakukan pembelahan diri. Maka organisasi, agen-agen,
kelompok-kelompok atau perorangan yang memiliki
kelemahan di dalam melakukan usaha atau mencapai tujuan
organisasi dapat melakukan kemitraan model ini. Dua pihak
atau lebih dapat melakukan konjugasi dalam rangka
meningkatkan kemampuan masing-masing.

Lebih lanjut dalam membahas model-model kemitraan yang

terjalin antarorganisasi,Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat

Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI dalam Kuswidanti

(2008) yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium, kooperasi

dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang

dalam :

- SK bersama
43

- MOU

- Pokja

- Forum Komunikasi

- Kontrak Kerja/perjanjian kerja

Dalam penelitian ini, model kemitraan dituangkan dalam bentuk Surat

Keputusan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam yang terikat dengan

kontrak kerja selama 30 tahun sejak tahun 1997.

2.2.1.6 Indikator Keberhasilan Kemitraan

Untuk dapat mengetahui pengembangan kemitraan diperlukan

adanya indikator yang dapat diukur, selain itu melalui indikator

pengembangan kemitraandapat diketahui pula apakah model kemitraan

yang diterapkan sudah berjalan dengan baik. Dalam penentuan

indikator sebaiknya dipahami prinsip-prinsip indikator yaitu: spesifik,

dapat diukur, dapat dicapai, realistis, dan tepat waktu. Sedangkan

pengembangan indikator keberhasilan kemitraan menurut Ditjen P2L

& PM dalam Kuswidanti (2008:91) dijelaskan sebagai berikut:

INPUT PROSES OUTPUT


OUTCOM
E

Gambar 2.1 Indikator Keberhasilan Kemitraan.

1. Indikator input
Tolok ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator, yaitu:
44

1. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai


dengan adanya kesepakatan bersama dalam kemitraan. Dalam
hal ini yakni kesepakatan pengelolaan hutan mangrove di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara melalui izin
pengusahaan alam kepada PT. Murindra Karya Lestari.
2. adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan bagi
pengembangan kemitraan, dan
3. adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh
institusi terkait.
2. Indikator proses
Tolok akur keberhasilan proses dapat diukur dari frekuensi dan
kualitas pertemuan tim atau sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi
terhadap proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut terbukti
adanya yang dilengkapi dengan agenda pertemuan, daftar hadir dan
notulen hasil pertemuan.
3. Indikator output
Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur darijumlah kegiatan
yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan kesepakatan
peran masing-masinginstitusi.
4. Indikator Outcome.
Tolok ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya permasalahan
yang terjadi.

Dalam penelitian mengenai model kemitraan dalam pengelolaan hutan

mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

menggunakan teori pengembangan indikator keberhasilan kemitraan

menurut Ditjen P2L& PM dalam Kuswidanti (2008:91) agar lebih mudah

mengidentifikasi masalah penelitian.

2.1.3 Organisasi Publik

Menurut Fahmi (2013:1) organisasi publik merupakan sebuah

wadah yang memiliki multi peran dan didirikan dengan tujuan mampu

memberikan serta mewujudkan keinginan berbagai pihak, dan tidak

terkecuali kepuasan bagi pemiliknya. Sedangkan menurut Stephen P.

Robbins dalam Fahmi (2013:2), organisasi publik merupakan kesatuan

sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang


45

relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus

menerus untuk mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi publik

adalah salah satu wadah yang menjamin penyediaan pelayanan publik

sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta

untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari

penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik,

dilandasi dengan pengaturan hukum yang mendukung. Dalam penelitian

ini, organisasi publik yang terlibat yaitu Balai Konservasi Sumber Daya

Alam (BKSDA) DKI Jakarta.

2.1.4 Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta

BKSDA DKI Jakarta mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan

kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman Wisata Alam, dan

Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar baik didalam

maupun diluar kawasan.Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.02/MENHUT-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam,

BKSDA DKI Jakarta mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Penataan blok, penyusunan rencana, program, dan evaluasi


pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman Wisata
Alam, dan Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar
didalam maupun diluar kawasan.
2. Pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman Wisat
Alam, dan Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar
didalam maupun diluar kawasan.
3. Perlindungan, pengamanan, dan karantina sumber daya alam hayati
didalam dan diluar kawasan.
4. Perlindungan, pengamanan, dan penanggulangan kebakaran kawasan.
46

5. Promosi dan informasi konservasi sumber daya alam hayati


ekosistemnya, kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman
Wisata Alam, dan Taman Buru.
6. Pelaksanaan bina wisata alam dan cinta alam serta penyuluhan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
7. Kerjasama pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
8. Pelaksanaan urusan Tata Usaha (TU) dan Rumah Tangga (RT).

2.1.5 Organisasi Privat

Organisasi privat atau bisnis menurut Nutt dan Backof (1992:25)

adalah organisasi yang ditujukan untuk menyediakan barang dan jasa

kepada konsumen, yang dibedakan dari kemampuanya membayar barang

dan jasa tersebut sesuai dengan bisnis pasar.

2.1.6 Perusahaan Swasta

Swasta berasal dari kata “swa” dan “sta”. Swa berarti sendiri dan

sta berarti berdiri. Swasta diartikan berdiri sendiri. Jadi orang swasta

adalah mereka yang sanggup hidup “berdiri sendiri”. Swasta dalam

kehidupan sehari-hari disebut juga “partikulir”. Istilah ini sering digunakan

untuk membedakan antara orang-orang atau badan-badan pemerintahan

dengan badan-badan bukan pemerintahan.Perusahaan Swasta, yaitu

perusahaan yang modalnya seluruhnya dimiliki oleh swasta dan tidak ada

campur tangan Pemerintah.

Menurut Agustin Subarsono (2005:173), perusahaan swasta ini ada tiga

macam,yaitu:

a. Perusahaan swasta nasional, yaitu perusahaan swasta milik warga

Negara Indonesia ;
47

b. Perusahaan swasta-asing, yaitu perusahaan swasta milik warga Negara

asing ;

c. Perusahaan swasta campuran (joint-venture), yaitu perusahaan swasta

milik warga negara Indonesia dan warga negara asing.

2.1.6.1 Jenis badan usaha milik swasta.

Menurut Agustin Subarsono (2005:183) badan usaha milik

swasta terdiri atas tiga jenis, yaitu:

a. Badan Usaha Perseorangan


Badan Usaha Perseorangan dimiliki oleh satu orang. Oleh
karena itu, pengelolaan badan usaha ini mudah dan biaya
yang dikeluarkan pun murah. Pengusaha sebagai pemilik
bebas mengemukakan dan menerapkan kebijakannya
kepada bawahan, tanpa melalui jalur birokratis. Pendirian
badan usaha ini mudah dan murah, begitu pula dengan
penutupannya. Begitu pemilik merasa bahwa badan
usahanya tidak menguntungkan lagi, dengan mudah ia
dapat menutup badan usahanya. Modal badan usaha
perorangan menjadi satu (tidak terpisah) dengan modal
pribadi pemilik, karena pemilik harus mendanai sendiri
usahanya. Dengan demikian, setiap pergerakan keuangan
badan usaha ini otomatis memengaruhi kondisi keuangan
pemilik.
b. Badan Usaha Persekutuan (partnership)
Badan usaha persekutuan dimiliki oleh beberapa orang.
Oleh karena itu, badan usaha ini memiliki kemampuan
yang lebih baik untuk memperoleh modal yang besar
daripada badan usaha perseorangan. Badan usaha
persekutuan bisa berbentuk firma dan persekutuan
komanditer (CV).
1. Firma didirikan oleh beberapa orang dengan nama
bersama. Misalnya, Andi, Badu, dan Catur mendirikan
"Firma ABC" yang diambil dari inisial nama-nama
mereka. Dalam Firma, setiap penerapan kebijakan harus
mempertimbangkan kepentingankepentingan para
pemilik. Kekayaan pribadi dan badan usaha juga tidak
dipisahkan. Akibatnya, apabila Firma bangkrut, akan
diikuti oleh kebangkrutan para pemiliknya.
2. Persekutuan Komanditer (CV) didirikan oleh beberapa
orang yang terbagi dalam sekutu aktif dan sekutu pasif.
48

Sekutu aktifadalah orang atau kelompok orang yang


mengelola badan usaha. Sedangkan sekutu pasif adalah
orang atau kelompok orang yang tidak mengelola badan
usaha, namun menyediakan modal bagi pendirian dan
keberlangsungan badan usaha. Dalam CV, penerapan
kebijakan lebih baik daripada dalam firma karena adanya
pemisahan tanggung jawab antara sekutu aktif dan
sekutu pasif. Namun, jika terdapat kesalahan
pengelolaan badan usaha oleh sekutu aktif, maka sekutu
pasif turut terkena imbasnya. Karena tidak memiliki
kewenangan untuk mengelola badan usaha secara
langsung, sekutu pasif harus mencari mitra bisnis yang
tepat untuk menjadi sekutu aktif.
c. Perseroan Terbatas (PT)
Istilah perseroan merujuk pada cara menentukan modal,
yaitu terbagi dengan saham, sedangkan istilah terbatas
merunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham,
yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. PT
adalah perusahaan persekutuan badan hukum. Status
badan hukum PT dalam UUPT menganut sistem
campuran, yakni status badan hukumdiperoleh karena
ditentukan oleh undang-undang dan setelah pengesahan
dari instansi yangberwenang. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 1 Angka 1 UUPT bahwa PT
adalahbadan hukum dan memperoleh status badan
hukum pada tanggal diterbitkannya keputusanmenteri
mengenai pengesahan badan hukum perseroan (Pasal 7
Ayat 4 UUPT).

2.1.7 Kerja sama Pemerintah dengan Swasta (Public Private

Partnership)

Menurut Wiliam J. Parente dari USAID Environmental Services

Program, mengatakan kerjasama Pemerintah Swasta (Public Private

Partnership) merupakan perjanjian atau kontrak antara entitas publik dan

pihak swasta, kondisi dimana:

1. Pihak swasta melaksanakan sebagian fungsi pemerintah selama


waktu tertentu.
2. Pihak swasta menerima kompensasi atas pelaksanaan fungsi
tersebut, secara langsung maupun tidak langsung.
49

3. Pihak swasta bertanggung jawab atas risiko yang timbul akibat


pelaksanaan fungsi tersebut.
4. Fasilitas pemerintah, lahan atau asset lainnya dapat diserahkan
atau digunakan oleh pihak swasta masa kontrak.

Kerjasama Pemerintah dan Swasta yang disingkat dengan istilah "KPS"

atau dalam bahasa Inggris disebut dengan "Public Private Partnership"

atau "PPP" adalah suatu kerjasama dalam penyediaan infrastruktur (seperti

halnya penyediaan jalan tol, energi listik, air minum & Sanitasi) antara

Pemerintah, baik itu Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah

(Kabupaten/Kota) dengan mitra badan usaha swasta, baik badan usaha

dalam negeri ataupun badan usaha asing. Kerjasama tersebut meliputi

pekerjaan konstruksi untuk membangun, meningkatkan kemampuan

pengelolaan, dan pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan

kuantitas dan kualitas pelayanan publik (Bappenas, 2009).

Dari beberapa pendapat mengenai Kerjasama Pemerintah dan

Swasta (Public Private Partnership) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership)

merupakan bentuk kerjasama pemerintah dan sektor swasta dalam rangka

optimalisasi pemberian pelayanan kepada masyarakat.

Hal-hal yang menyebabkan diperlukannya Public Private

Partnership (PPP) adalah antara lain terbatasnya dana Pemerintah,

Infrastruktur yang sudah tidak memadai baik dari segi kuantitas maupun

kualitas, keahlian (teknologi) yang dimiliki sektor swasta (Dwinanta,

2010). Menurut Menckhoff dan Zegras(1999) dalam Riberio dan Dantas,


50

(2009:2), dalam perkembangannya PPP telah mengalami berbagai evolusi

dalam bentuk-bentuk skema kerja samanya yang mengacu pada:

1. tingkat alokasi resiko antar mitra;


2. kapasitas dan tingkat peran serta masing-masing mitra yang
dibutuhkan sesuai dengan kesepakatan;
3. potensi implikasi dari tingkat imbal jasa yang diberikan.
Sementara itu, fungsi dari PPP telah dimodifikasi guna
mengakomodasi dinamika yang berkembang, seperti bentuk
partisipasi dalam kegiatan (perencanaan, pembangunan,
pembiayaan, pengoperasian/ pengelolaan, pemeliharaan)
maupun tipe imbal jasa yang disepakati (kepemilikan, transfer,
sewa,pengembangan maupun pembelian).

Menurut Rifai (2016: 55) Public Private Partnership selanjutnya

dimodifikasi dalam beberapa bentuk kesepakatan yaitu:

a. Build-Operate-Transfer (BOT) adalah pembiayaan yang


dilakukan oleh pihak swasta maupun mendesain,
membangun dan pengelolaan fasilitas infrastruktur untuk
periode tertentu sesuai konsesi yang disepakati. Pihak
swasta bertanggungjawab dalam melakukan pembiayaan,
utamanya pada proyek baru (greenfield).
b. Design-Build-Operate-Maintain (DBOM) adalah Skema
yang mengkombinasikan antara disain, konstruksi dan
tanggungjawab operasi dan pengelolaan. Kontrak dilakukan
dengan swasta melalui single agreement sementara
pembiayaan dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah
bertugas mengelola kepemilikan asset dan menjaga kualitas
pelayanan dan pelaksanaan kontrak.
c. Design-Build-Finance-Operate(DBFO)tidak menerapkan
perpindahan kepemilikan atas infrastruktur yang dikelola.
Kekurangannya skema ini adalahresiko jangka panjang
kontrak terhadap perubahan politik, ekonomi dan dinamika
masa depan yang sulit dimitigasidalam kontrak.
d. Build Own-Operate (BOO) adalah Kontraktor
bertanggungjawab atas pembangunan dan pengoperasian
fasilitas tersebut tanpa diikuti dengan pengalihan
kepemilikan ke pemerintah. Pemerintah tidak harus
melakukan pembelian atas asset dan tidak mengenakan
pajak terhadap hal ini berbasis pada kepatuhan kontrak
51

yang disetujui namun swasta tetap bertanggungjawab atas


kualitas fisik dan pelayanan
e. Rehabilitate-Operate-Transfer (ROT) adalah Kesepakatan
transfer kepemilikan atas fasilitas yang telah ada (dibangun)
milik pemerintah kepada swasta untuk memperbaharui/
merenovasi, mengelola dan mengoperasikan dalam periode
tertentu. Kesepakatan berbentuk selayaknya franchise dan
dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.

Dalam penelitian terkait model kemitraan pemerintah dan swasta

dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara melalui pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam

(IPPA) menggunakan kesepakatan Build-Operate-Transfer (BOT) yakni

pembiayaan dilakukan oleh pihak swasta baik mendesain, membangun dan

mengelola fasilitas infrastruktur untuk periode tertentu sesuai konsesi yang

disepakati. Pihak swasta bertanggungjawab dalam melakukan pembiayaan,

utamanya.

Hal yang paling menarik adalah pada saat masing-masing tipe kerja

sama dalam PPP memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda sesuai dengan

tingkat partisipasi dan imbal jasa yang diberikan. Semakin berkurangnya

partisipasi pemerintah maka semakin besar potensi risiko yang ditransfer

kepada pihak swasta, demikian pula sebaliknya. Dapat dimisalkan pada

tipe operasi dan pemeliharaan, risiko terbesar akan melibatkan pemerintah.

Sementara dalam tipe konsesi, risiko paling besar akan ditanggung oleh

swasta berikut dengan besarnya investasi yang harus dikeluarkan. Namun

demikian, besarnya risiko yang harus ditanggung akan diikuti dengan

potensi penerimaan imbal jasa atas investasi yang diberikan. Dengan kata

lain, semakin besar investasi yang diberikan berpotensi menimbulkan


52

risiko yang besar beserta dengan reward atas investasi tersebut. Hubungan

searah antara risiko dan reward akan cukup menarik bagi sektor swasta

khususnya apabila risiko tersebut masih dapat diakomodasi melalui reward

yang diterima. Beberapa risiko yang berpotensi muncul dalam skema PPP

adalah (Laing, Partner, Mason, 2011):

a. Kontrak kerja yang panjang dengan struktur kesepakatan yang kurang


fleksibel
b. Potensi keterlambatan dan tingginya biaya dalam pengadaan
c. Risiko hilangnya kontrol pengelolaan oleh pihak pemerintah
d. Pihak swasta relatif berbiaya tinggi dalam pembiayaan
e. Relatif tidak mampu memenuhi transfer risiko absolute
f. Mensyaratkan kapasitas dan keahlian tertentu dari pemerintah yang
barangkali sulit terpenuhi
g. Berpotensi mendapat respon negatif dari publik (pemerintah) terkait
keuntungan dan pengawasan.

Selain risiko, PPP berpotensi mendatangkan manfaat bagi masyarakat,

Pemerintah, maupun swasta baik dalam hal nilai tambah hingga risiko

yang ditimbulkan. Beberapa manfaat tersebut dapat berwujud (Laing,

Partner, Mason, 2011):

a. Dapat menarik investasi swasta dan membuat pembiayaan proyek


lebih terjangkau
b. Meningkatkan kepastian pembiayaan dan mengurangi potensisoft
budgetary constraint atau kendala anggaran yang tidak diketahui.
c. Mengoptimalkan kemampuan dan keahlian swasta dalam mendukung
pembangunan
d. Publik/Pemerintah hanya membayar jika pelayanan (jasa/produk)
dihasilkan oleh pihak swasta
e. Kualitas pekerjaan dapat dimonitor dan kelola secara rutin
f. Akuntabilitas
g. Dapat memastikan aset dapat dikelola dengan baik
h. Orientasi pelayanan terhadap pelanggan.
53

2.1.8 Izin Pengusahaan Pariwisata Alam

Menurut Pasal 1 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun

2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman

Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam yang dimaksud

dengan Izin pengusahaan pariwisata alam (IPPA) adalah izin usaha yang

diberikan untuk mengusahakan kegiatan pariwisata alam di areal suaka

margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam

2.1.9 Manajemen

Fungsi manajemen menurut Hamdan (1989:9) adalah kegiatan

merumuskan tujuan, menentukan strategi menyeluruh tentang cara

bagaimana melaksanakan tugas mencapai tujuan yang telah ditentukan

tersebut, menetapkan hirarki rencana secara menyeluruh untuk

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang

diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.Suherman (2002:2)

menjelaskan bahwa manajemen adalah proses perencanaan,

pengorganisasaian, pengarahan dan pengendalian usaha para anggota,

organisasi dan penggunaan sumber daya manusia yang dimiliki oleh

organisasi. Sementara G.R Terry (dalam Hardyanti 2012:16) menyatakan

bahwa kegiatan atau fungsi manajemen meliputi, perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan

(controlling).

Dari penjabaran mengenai pengertian menurut para ahli, maka

dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan proses pengelolaan


54

melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan

pengawasan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam suatu

organisasi.

Berikut penjabaran dari fungsi manajemen menurut G.R Terry:

2.1.9.1 Planning (Perencanaan)

George R. Terry dalam Sukarna, (2011:10) mengemukakan

tentangPlanning sebagai berikut:

“Planning is the selecting and relating of facts and the


making and using of assumptions regarding the future in
the visualization and formulation to proposed of proposed
activation believed necesarry to accieve desired
result”.(Perencanaan merupakan pemilih fakta dan
penghubungan fakta-fakta serta pembuatan dan penggunaan
perkiraan-perkiraan atau asumsi untuk masa yang akan
datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil
yang diinginkan).

Terry (2008:46) mengatakan bahwa ada beberapa pihak

yang menyatakan perencanaan (planning) merupakan suatu

pendekatan yang terorganisir untuk menghadapi berbagai problema

dimasa yang akan datang dan mengembangkan rancangan kegiatan

hari ini untuk tindakan dimasa mendatang. Planning menjadi

jembatan antara posisi sekarang dengan tujuan yang akan dicapai.

a. Aspek Rencana

Perencanaan merupakan suatu proses mempersiapkan

serangkaian pengambilan keputusan untuk dilakukannya tindakan

dalam mencapai tujuan organisasi dengan dan tanpa menggunakan

sumber-sumber yang ada. Rudy Kipling dalam Athoillah


55

(2010:106) mengatakan bahwa cara-cara terbaik dalam membuat

perencanaan adalah mengawalinya dengan pertanyaan sebagai

berikut:

1. What, apa yang akan direncanakan?


2. When, kapan rencana tersebut akan dilaksanakan?
3. Where, dimana kegiatan tersebut akan dilaksanakan?
4. How, bagaimana cara melaksanakan rencana tersebut?
5. Who, siapa yang akan melaksanakan rencana tersebut?

Sedangkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam

membuat perencanaan adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan sasaran atau perangkat tujuan

2. Menentukan keadaan, situasi, dan kondisi sekarang

3. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat

4. Mengembangkan rencana dan menjabarkannya.

b. Tujuan Rencana

Menurut Husaini Usman (2011 : 65), Perencanaan bertujuan untuk:

1. Standart Pengawasan, yaitu mencocokkan pelaksanaan


dengan perencanaannya,
2. Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu
kegiatan
3. Mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur
organisasinya), baik kualifikasinya maupun kuantitasnya,
4. Mendapatkan kegiatan yang sistematis termasuk biaya dan
kualitas pekerjaan,
5. Meminimalkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif dan
menghemat biaya, tenaga dan waktu,
6. Memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai
kegiatan pekerjaan,
7. Menyerasikan dan memadukan beberapa sub kegiatan,
8. Mendeteksi hambatan kesulitan yang bakal ditemui, dan
9. Mengarahkan pada pencapaian tujuan.
56

c. Jenis-jenis Perencanaan

Menurut Asnawir (2006:20) ada tujuh jenis-jenis

perencanaan, yang kesemua itu dilihat dari sudut pandang berbeda,

di antara jenis-jenis perencanaan tersebut adalah:

1. Dilihat dari segi waktu.


Dari segi waktu perencanaan dapat dibagi menjadi tiga
yaitu:
a. Perencanaan jangka panjang, yang termasuk
dalam perencanaan jangka panjang adalah
rentang waktu sepuluh sampai tiga puluh tahun.
Perencanaan jangka panjang ini bersifat umum,
dan belum terperinci.
b. Perencanaan jangka menengah, jangka
menengah biasanya mempunyai jangka waktu
antara lima sampai sepuluh tahun.
c. Perencanaan jangka pendek, yaitu perencanaan
yang mempunyai jangka waktu antar satu tahun
sampai lima tahun.

2. Dilihat dari segi sifatnya


Perencanaan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Perencanaan kuantitatif, yang termasuk
perencaan kuantitatif adalah semua target dan
sasaran dinyatakan dengan angka-angka.
b. Perencanaan kualitatif adalah perencanaaan
yang ingin dicapai dinyatakan secara kualitas.
3. Perencanaan dari segi luas wilayah
Perencanaan dipandang dari segi luas wilayah dapat dibagi
menjadi empat, yaitu:
a. Perencanaan lokal, yaitu perencanaan yang
disusun dan ditetapkan oleh lembaga-lembaga
yang ada di daerah-daerah dengan sifat yang
terbatas.
b. Perencanaan regional adalah perencanaan yang
ditetapkan di tingkat propinsi.
c. Perencanaan nasional, adalah perencanaan di
suatau Negara dan dijadikan dasar untuk
perencanaan local dan regional.
d. Perencanaan internasional yaitu perencanaan
oleh beberapa Negara yang melewati batas-batas
57

suatu negara yang dilaksanakan melalui dari


Negara-negara tersebut.
4. Perencanaan dari segi luas jangkauan
Terbagi menjadi dua yaitu:
a. Perencanaan makro yaitu perencanaan yang
bersifat universal, menyeluruh dan meluas.
b. Perencanaan mikro adalah perencanaan yang
ditetapkan dan di susun berdasarkan kondisi dan
situasi tertentu.
5. Dari segi prioritas pembuatnya
Perencanaan dapat dibagi menjadi tiga:
a. Perencanaan sentralisasi, yaitu perencanaan
yang ditentukan oleh pemerintah pusat pada
suatu Negara.
b. Perencanaan desentralisasi yaitu perencanaan
yang di susun oleh masing-masing wilayah.
c. Perencanaan dekonsentrasi yaitu perencanaan
gabungan antara sentralisasi dengan
desentralisasi.
6. Dari segi obyek
Perencanaan dibagi menjadi dua:
a. Perencanaan rutin yaitu perencanaan yang di
susun untuk jangka waktu tertentu yang
dilakukan setiap tahun.
b. Perencanaan eksendental, yaitu perencanaan
yang di susun sesuai dengan kebutuhan yang
mendesak pada saat tertentu.
7. Dari segi proses
Perencanaan dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
a. Perencanaan filosofikal, yaitu perencanaan yang
bersifat umum, hanya berupa konsep-konsep
dari nilai yang bersifat ideal dan masih
memerlukan penafsiran-penafsiran dalam
bentuk program.
b. Perencanaan programial adalah perencanaan
berupa penjabaran dari perencanaan filosofikal.
c. Perencanaan operasional yaitu perencanaan
yang jelas dan dapat dilakukan.

2.1.9.2 Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian tidak dapat diwujudkan tanpa ada

hubungan dengan yang lain dan tanpa menetapkan tugas-tugas

tertentu untuk masing-masing unit. George R. Terry dalam


58

Sukarna(2011: 38) mengemukakan tentang organizing sebagai

berikut:

“Organizing is the determining, grouping and arranging of


the various activities needed necessary forthe attainment of
the objectives, the assigning of the people to thesen
activities, the providing of suitable physical factors of
enviroment and the indicating of the relative authority
delegated to each respectives activity”. (Pengorganisasian
ialah penentuan, pengelompokkan, dan penyusunan
macam-macam kegiatan yang dipeelukan untuk mencapai
tujuan, penempatan orang-orang (pegawai), terhadap
kegiatan-kegiatan ini, penyediaan faktor-faktor fisik yang
cocok bagi keperluan kerja dan penunjukkan hubungan
wewenang, yang dilimpahkan terhadap setiap orang dalam
hubungannya dengan pelaksanaan setiap kegiatan yang
diharapkan).

Ciri organisasi menurut Manullang terbagi menjadi (3) tiga yaitu:

1. Sekelompok orang,

2. kerjasama atau pembagian pekerjaan,

3. tujuan bersama.

Dalam pengorganisasian tentunya haruslah memiliki prinsip

sebagai acuan pembagian organisasi menurut Henry Fayol dalam

Wursanto (2003) mengemukakan (14) empat belas prinsip organisasi

yaitu:

1. pembagian kerja (devision of work),


2. wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility),
3. disiplin (discipline),
4. kesatuan komando (unity of command),
5. kesatuan langkah (unity of direction),
6. subordinasi minat dibawah minat pada umumnya
(subordination of individual interest to general interest),
7. pemberian hadiah (remuneration),
8. sentralisasi atau pemusatan (centralization),
9. jenjang hirarki (line of autority/hierarchie),
10. ketertiban (order),
59

11. kesamarataaan (equity),


12. stabilitas jabatan pegawai (stability of personel),
13. inisiatif (iniciative) dan
14. kesatuan jiwa korps (esprit de corps).
Dalam pelaksanaan suatu organisasi tentunya haruslah melewati

beberapa proses pengorganisasian, menurut T .Hani Handoko dalam

Musbandi (2015:15) proses pengorganisasian dapatditunjukkan dengan

tiga langkah prosedur sebagai berikut:

a. Pemerincian seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan untuk


mencapaitujuan organisasi.
b. Pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan
yangsecara logis dapat dilaksanakan oleh satu orang. Pembagian
kerja inisebaiknya tidak terlalu berat juga tidak terlalu ringan.
c. Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk
mengkoordinasikan pekerjaan para anggota organisasi menjadi
kesatuan yang terpadu dan harmonis.

2.1.9.3 Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan)

Menurut George R. Terry dalam Sukarna, (2011:82)

mengatakan bahwa:

“Actuating is setting all members of the group to want to


achieve and to strike to achieve the objective willingly and
keeping with the managerial planning and organizing
efforts”. (Penggerakan merupakan upaya membangkitkan
dan mendorong semua anggota kelompok agar supaya
berkehendak dan berusaha dengan keras untuk mencapai
tujuan dengan ikhlas serta serasi dengan perencanaan dan
usaha-usaha pengorganisasian dari pihak pimpinan.)

Definisi diatas terlihat bahwa tercapai atau tidaknya tujuan

tergantung kepada bergerak atau tidaknya seluruh anggota

kelompok manajemen, mulai dari tingkat atas, menengah sampai

kebawah. Segala kegiatan harus terarah kepada sasarannya,

mengingat kegiatan yang tidak terarah kepada sasarannya hanyalah


60

merupakan pemborosan terhadap tenaga kerja, uang, waktu dan

materi atau dengan kata lain merupakan pemborosan terhadap tools

of management. Hal ini sudah barang tentu merupakan mis-

management. Tercapainya tujuan bukan hanya tergantung kepada

planning dan organizing yang baik, melainkan juga tergantung

pada penggerakan dan pengawasan. Perencanaan dan

pengorganisasian hanyalah merupakan landasan yang kuat untuk

adanya penggerakan yang terarah kepada sasaran yang dituju.

Penggerakan tanpa planning tidak akan berjalan efektif karena

dalam perencanaan itulah ditentukan tujuan, budget, standard,

metode kerja, prosedur dan program. Faktor yang diperlukan dalam

penggerakan menurut G.R Terry dalam Sukarna (2011: 82-83)

yaitu:

1. Leadership (Kepemimpinan)
2. Attitude and morale (Sikap dan moril)
3. Communication (Tatahubungan)
4. Incentive (Perangsang)
5. Supervision (Supervisi)
6. Discipline (Disiplin).

2.1.9.4 Controlling (Pengawasan)

Pengawasan mempunyai perananan atau kedudukan

penting sekali dalam manajemen, mengingat mempunyai fungsi

untuk menguji apakah pelaksanaan kerja teratur tertib, terarah atau

tidak. Walaupun planning, organizing, actuating baik, tetapi


61

apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah, maka

tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Dengan demikian

control mempunyai fungsi untuk mengawasi segala kegaiatan

agara tertuju kepada sasarannya, sehingga tujuan yang telah

ditetapkan dapat tercapai.

Untuk melengkapi pengertian diatas, menurut George R. Terry

dalam Sukarna, (2011: 110) mengemukakan bahwa Controlling

yaitu:

“Controlling can be defined as the process of determining


what is to accomplished, that is the standard, what is being
accomplished. That is the performance, evaluating the
performance, and if the necessary applying corrective
measure so that performance takes place according to plans,
that is conformity with the standard”. (Pengawasan dapat
dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus
dicapai yaitu standard, apa yang sedang dilakukan yaitu
pelaksanaan, menilai pelaksanaan, dan bilamana perlu
melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan
sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standard atau
ukuran).

Terry dalam Sukarna, (2011: 116), mengemukakan proses

pengawasan sebagai berikut yaitu:

1. Determining the standard or basis for control (menentukan


standard atau dasar bagi pengawasan)
2. Measuring the performance (ukuran pelaksanaan)
3. Comparing performance with the standard and ascerting the
difference, it any (bandingkan pelaksanaan dengan standard
dan temukan jika ada perbedaan)
4. Correcting the deviation by means of remedial action (perbaiki
penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat).
62

2.1.10 Upaya Perlindungan Hutan

Berdasarkan Undang-Undang Pokok Kehutanan Nomor 5 Tahun

1967 Pasal 15 Bab V dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 pasal 46

dan pasal 47 yang memuat tentang perlindungan hutan, dijelaskan bahwa

penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan

menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung,

fungsi konservasi dan fungsi produksi terjadi secara optimal dan lestari.

Dari pasal tersebut dijelaskan usaha-usaha yang dilakukan dalam

perlindungan hutan. Adapun usaha-usaha tersebut yaitu mencegah dan

membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang

disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, hama dan

penyakit; dan mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat

dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta

perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.

2.1.11 Ekowisata

Ekowisata menurut Fandeli dan Mukhlison (2000:1) dapat diartikan

sebagai bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area

yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan

keutuhan budaya bagi masyarakat. Pendekatan ekowisata menurut Fandeli,

(2000:1) agar tetap lestari sebagai areal alam harus dapat menjamin

kelestarian lingkungan, seperti halnya tujuan konservasi sebagai berikut:


63

1. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung

sistem kehidupan

2. Melindungi keanekaragaman hayati,

3. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

Sedangkan menurut Astriani (2008), Ekowisata dapat dipahami

sebagai perjalanan yang disengaja ke kawasan-kawasan alamiah untuk

memahami budaya dan sejarah lingkungan tersebut sambil menjaga agar

keutuhan kawasan tidak berubah dan menghasilkan peluang untuk

pendapatan masyarakat sekitarnya sehingga mereka merasakan manfaat

dari upaya pelestarian sumber daya alam. Hakim (2004) juga menjelaskan

bahwa Ekowisata menitik beratkan pada tiga hal utama yaitu

keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan

secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi

kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang

untuk melihat, mengetahui dan menikmati pengalaman alam, intelektual

dan budaya masyarakat lokal.

Dari beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa

ekowisata merupakan kegiatan wisata yang sangat erat kaitannya dengan

lingkungan alam atau konservasi sehingga kegiatan ini dapat juga

mendukung upaya konservasi lingkungan alam.


64

2.1.12 Hutan Mangrove

Hutan mangrove sering kali disebut dengan hutan bakau. Akan

tetapi sebenarnya istilah bakau hanya merupakan nama dari salah satu

jenis tumbuhan penyusun hutan mangrove, yaitu Rhizopora spp. Oleh

karena itu, istilah hutan mangrove sudah ditetapkan sebagai nama baku

untuk mangrove forest (Dahuri, 1996). Menurut Ghufran (2012), hutan

mangrove sering disebut sebagai hutan bakau atau hutan payau (mangrove

forest atau mangrove swamp forest) sebuah ekosistem yang terus-menerus

mengalami tekanan pembangunan. Mangrove juga memiliki adaptasi

melalui sistem perakaran untuk menyokong dirinya di sedimen lumpur

yang halus dan mentransportasikan oksigen dari atmosfer ke akar.Sebagian

besar mangrove memiliki benih terapung yang diproduksi setiap tahun

dalam jumlah besar dan terapung hingga berpindah ke tempat baru untuk

berkelompok (Kusmana, 1997).

Bengen (2001) menyebutkan karakteristik hutan mangrove sebagai

berikut:

1. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya

berlumpur,berlempung atau berpasir.

2. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun

yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan

menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.

3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.

4. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air
65

bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (mencapai 38 permil).

Berdasarkan pendapat para ahli tentang pengertian hutan

mangrove, maka yang dimaksud dengan mangrove dalam penelitian ini

adalah kelompok tumbuhan yang tumbuh di sekeliling garis pantai dan

memiliki adaptasi yang tinggi dan mampu menyangga tekanan dari resiko

abrasi pantai.

Fungsi dan manfaat hutan magrove dalam kehidupan masyarakat

yang hidup di daerah pesisir sangat banyak sekali.Baik itu langsung

dirasakan oleh penduduk sekitar maupun manfaat dan fungsi yang tidak

langsung dari hutan mangrove itu sendiri.Fungsi hutan mangrove dapat

dikategorikan menjadi tiga, yaitu biologis/ekologis, fisik, dan ekonomi

atau produksi.

1. Fungsi dan Manfaat Biologis/Ekologis. Hutan mangrove sebagai

sebuah ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik.

Komponen biotik terdiri dari vegetasi mangrove yang meliputi

pepohonan, semak, dan fauna. Sedangkan komponen abiotik yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove

adalah pasang surut air laut, lumpur berpasir, ombak laut, pantai yang

landai, salinitas laut, dan lain sebagainya. Secara biologi hutan

mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah berkembang biak

(nursery ground), tempat memijah (spawning ground), dan mencari

makanan (feeding ground) untuk berbagai organisme yang bernilai

ekonomis khususnya ikan dan udang. Habitat berbagai satwa liar


66

antara lain, reptilia, mamalia, dan lain-lain. Selain itu, hutan

mangrove juga merupakan sumber plasma nutfah.

2. Fungsi dan Manfaat Fisik.

Secara fisik hutan mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil,

melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut

serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah, mempercepat

perluasan lahan, melindungi daerah di belakang mangrove dari

hempasan dan gelombang dan angin kencang, mencegah intrusi

garam (salt intrution) ke arah darat, mengolah limbah organik, dan

sebagainya (Kusmana, 2008). Istiyanto, Utomo dan Suranto (2003)

menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora spp.)

memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami

yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika

menjalar melalui rumpun tersebut. Hasil pengujian tersebut dapat

digunakan dalam pertimbangan awal bagi perencanaan penanaman

hutan mangrove bagi perendaman penjalaran gelombang tsunami di

pantai.Vegetasi mangrove juga dapat menyerap dan mengurangi

pencemaran (polutan). Jaringan anatomi tumbuhan mangrove mampu

menyerap bahan polutan, misalnya seperti jenis Rhizophora

mucronata dapat menyerap 300 ppm Mn, 20 ppm Zn, 15 ppm Cu, dan

pada daun Avicennia marina terdapat akumulasi Pb³ 15 ppm, Cd³ 0,5

ppm, Ni³ 2,4 ppm (Mukhtasor:2007).


67

3. Fungsi dan Manfaat Ekonomi atau Produksi.

Dari kawasan hutan mangrove dapat diperoleh tiga macam

manfaat.Pertama, berupa hasil hutan, baik bahan pangan maupun

bahan keperluan lainnya.Kedua, berupa pembukaan lahan mangrove

untuk digunakan dalam kegiatan produksi baik pangan maupun non-

pangan serta sarana/prasarana penunjang dan pemukiman.Manfaat

ketiga berupa fungsi fisik dari ekosistem mangrove berupa

perlindungan terhadap abrasi, pencegah terhadap rembesan air laut

dan lain-lain fungsi fisik.

2.1.13 Taman Wisata Alam

Pengertian taman wisata alam menurut Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem

adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk

pariwisata dan rekreasi alam.

2.1.13.1 Kegiatan Pengelolaan Taman Wisata Alam

Menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber

daya alam hayati dan ekosistem pasal 34 disebutkan bahwa:

a. Pengelolaan taman nasional, taman hutan raya, dan taman


wisata alam dilaksanakan oleh Pemerintah.
b. Di dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan
raya, dan taman wisata alam dapat dibangun sarana
kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan.
c. Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah
dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan
taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam
dengan mengikut sertakan rakyat.
d. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam
ayat(1), ayat(2), dan ayat(3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
68

2.1.14 Pendapatan Negara Bukan Pajak

Dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 1997, definisi

Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah

pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Sejalan dengan

meningkatnya pembangunan nasional di segala bidang, terdapat banyak

bentuk penerimaan negara di luar penerimaan perpajakan. Undang-

undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak

Pasal 2 ayat (1) mengelompokkan Penerimaan Negara Bukan Pajak

sebagai berikut:

a. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;


b. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam
c. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang
dipisahkan
d. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
e. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaandenda administrasi;
f. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
g. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.

2.1.15 Pendapatan Asli Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 ayat18 bahwa

“Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan”.Menurut Abdul Halim (2004:94),

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah

dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

peraturan daerah sesuai denganperaturan perundang-undangan yang


69

berlaku. Sedangkan menurut Herlina Rahman (2005:38) pendapatan asli

daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak

daerah, hasil distribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali

pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas

desentralisasi.Warsito (2001:128) juga menjelaskan “Pendapatan asli

daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri

oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi

daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli

daerah lainnya yang sah”. Sedangkan Pendapatan Daerah menurut

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 36 adalah semua hak daerah yang

diakuisebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periodetahun

anggaran yang bersangkutan.

Menurut Mulyono dalam Suparmoko (2002:422), Pajak Daerah

untuk masing-masing daerah dibagi menjadi Pajak Daerah Provinsi dan

Pajak Daerah Kabupaten/ Kota dengan pembagian sebagai berikut:

Pajak Daerah Provinsi terdiri dari:

a. Pajak Kendaraan Bermotor dak Kendaraan di Atas Air (5%)

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

(10%)

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (5%)


70

d. Pajak pengambilan dan Pemanfaatan air bawah tanah dan

permukaan (20%) dan (10%).

Pajak Kabupaten Kota Terdiri dari:

a. Pajak Hotel (10%)


b. Pajak Restoran (10%)
c. Pajak Hiburan (35%)
d. Pajak Reklame (25%)
e. Pajak Penerangan Jalan (10%)
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C (20%)
g. Pajak Parikir (20%)

Maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD)

adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipungut berdasarkan peraturan yang berlaku.

2.2 Penelitian Terdahulu.

Untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian ini, Peneliti

cantumkan beberapa hasil penelitian terlebih dahulu oleh beberapa peneliti yang

pernah peneliti baca diantaranya yakni skripsi yang berjudul “Pelaksanaan

Kemitraan Oleh Pemerintah dan Swasta Dalam Pengelolaan Sampah di Kota

Makassar” ditulis oleh Muhammad Febri Zulkarnain mahasiswa program studi

Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Hasanuddin Makassar tahun 2017.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksaan kemitraan

oleh pemerintah dan swasta dalam pengelolaan sampah di Kota Makassar.Teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Pengelolaan Pemerintahan

Baru dengan Konsep Hollow State dari Provan dan Milward (1994) yang

memiliki tiga indikator yaitu: Mekanisme, Struktur, dan Insentif. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif bersifat


71

deskriptif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui kondisi

pengelolaan sampah di Kota Makasaar, hasil penelitian menunjukkan bahwa

kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam pengelolaan sampah di Kota

Makassar sudah optimal. Dalam penelitian ini, perbedaan yang akan dilakukan

oleh peneliti yakni peneliti tidak hanya melihat dari segi pelaksanaan kemitraan

namun peneliti juga akan melihat sejauh mana keberhasilan yang diperoleh

melalui kemitraan.

Penelitian kedua yang peneliti baca yakni Skripsi yang berjudul

“Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam Program Corporate Social

Responsibility di Kabupaten Pasuruan” yang ditulis oleh Magya Ramadhania

PutriIsnaini Rodiyahmahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas

Muhammadiyah Sidoarjo tahun 2016. Tujuan penelitian ini adalah untuk

menjelaskan sinergitas programpemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh

Pemda Kabupaten Pasuruan danpenerapan program CSR oleh PT HM

Sampoerna Tbk di Kecamatan Sukorejo,Kabupaten Pasuruan, serta

mendeskripsikan pola kemitraan pemerintah-swastadiantara Pemda Kabupaten

Pasuruan dengan sektor swasta.Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Teori Kemitraan Pemerintah-swasta, teori Corporate Social Responsibility dan

Pemberdayaan Masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui lebih

dalam bagaimana sinergitas programpemberdayaan masyarakat yang dilakukan

oleh Pemda Kabupaten Pasuruan danpenerapan program CSR oleh PT HM

Sampoerna Tbk di Kecamatan Sukorejo,Kabupaten Pasuruan, serta


72

mendeskripsikan pola kemitraan pemerintah-swastadiantara Pemda Kabupaten

Pasuruan dengan sektor swasta. Hasil penelitian menunjukkan pola kemitraan

Pemda Kabupaten Pasuruan danpenerapan program CSR oleh PT HM

Sampoerna Tbk di Kecamatan Sukorejo sudah menunjukkan hasil yang efektif.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti saat ini yaitu pada segi

model kemitraan, pada penelitian terdahulu membahas mengenai model

kemitraan melalui program CSR, namun pada penelitian yang akan dilakukan

peneliti melihat dari model kemitraan melalui kesepakatan dan bagaimana kedua

pihak bisa memperoleh keuntungan secara sosial dan material.

Penelitian ketiga yang peneliti baca adalah skripsi yang berjudul “Pola

Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam Kebijakan Reklamasi Pantai di Kota

Makassar” yang ditulis oleh Afni mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas

Hasanuddin Makassar tahun 2017. Penelitian ini dibuat bertujuan untuk

mengetahui dan menggambarkan pelaksanaan hubungan kerja sama Pemerintah

Provinsi Sulawesi Selatan dan PT Yasmin Bumi Asri pada pelaksanaan

kebijakan rekalamsi pantai di Kota Makassar.Teori yang digunakan dalam

penelitian ini adalahPerda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009

tentang Rencana TataRuang Provinsi Sulawesi Selatan dan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) tahun 2015-2035 KotaMakassar. Penelitian ini menggunakan

metode dengan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif untuk memperoleh

gambaran dan menjelaskan Pola kemitraan PemerintahProvinsi Sulawesi Selatan

dan PT Yasmin Bumi Asri dalam kebijakanreklamasi pantai di Kota Makassar.

Hasil penelitian menunjukkan pola kemitraan sudah sesuai dengan peraturan


73

yang mengatur mengenai reklamasi pantai dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah

di Kota Makassar. Perbedaan pada penelitian yang akan dibuat peneliti yaitu

pada standar pelaksanaan kemitraan. Jika pada penelitian terdahulu terdapat

standar pelaksanaan kemitraan melalui perda Provinsi, namun pada penelitian

yang akan dilakukan peneliti saat ini belum ada Standar pelaksanaan melainkan,

hanya mengacu pada Surat Keputusan pemberian Izin pengusahaan Pariwisata

Alam sehingga dalam pelaksanaannya belum memiliki standar yang baku.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah alur pikir yang logis dan buat dalam bentuk

diagram bertujuan menjelaskan secara garis besar pola substansi penelitian yang

akan dilaksanakan. Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara, merupakan

suatu kawasan konservasi yang selain dijadikan kawasan wisata juga dijadikan

kawasan perlindungan tanaman dan satwa tertentu. Pengelolaan hutan mangrove

di Taman Wisata Alam Angke Kapuk harus lebih ditekankan lagi dikarenakan

hutan mangrove dijadikan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Taman

Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Pengelolaan di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara dilakukan melalui kemitraan antara Balai Konservasi

Sumber Daya Alam DKI Jakarta (Pemerintah) dan PT. Murindra Karya Lestari

(Swasta) melalui izin pengusahaan pariwisata alam. Menurut Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2016.

Kemitraan kehutanan merupakan salah satu bentuk dari Perhutanan Sosial yang

dilakukan antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin

pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang
74

izin usaha industri primer hasil hutan. Tujuan dari kemitraan pengelolaan

kawasan konservasi melalui pemberian izin pengusahaan pariwisata alam

tersebut mampu mengelola kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta

Utara, mengembalikan kepada fungsi semula sebagai kawasan konservasi, dan

menghasilkan barang atau jasa untuk menarik minat masyarakat agar berkunjung,

kemudian mampu menghasilkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi

pemerintah pusat kemudian dimanfaatkan kembali untuk pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori pengembangan indikator

Keberhasilan Kemitraan menurut Ditjen P2L & PM dalam Kuswidanti (2008:91)

yang menjelaskan indikator keberhasilan kemitraan.Teori Pengembangan

Indikator keberhasilan kemitraan dipilih karena Teori Pengembangan Indikator

keberhasilan kemitraan dapat digunakan menganalisis masalah penelitian dimana

dalam pengembangan indikator tersebut terdapat beberapa indikator yakni input,

proses, output, dan outcame. Melalui indikator proses dapat dilihat model

kemitraan pengelolaan yang selama ini dilakukan dengan menggunakan proses

Manajemen menurut G.R Terry (dalam Hardyanti 2012:16) yang menyatakan

bahwa kegiatan atau fungsi manajemen meliputi: perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan

(controlling).Kemudian dari keseluruhan indikator akan kita ketahui sejauh mana

keberhasilan kemitraan. Dijabarkan seperti pada gambar 2.1 mengenai indikator

keberhasilan kemitraan yang dijelaskan penjabarannya sebagai berikut:


75

1. Indikator input

Tolok ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator,

yaitu:

1. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai

dengan adanya kesepakatan bersama dalam kemitraan,

2. adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan

bagi pengembangan kemitraan, dan

3. adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh

institusi terkait.

2. Indikator proses

Tolok akur keberhasilan proses dapat diukur dari frekuensi dan

kualitas pertemuan tim atau sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi

terhadap proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut

terbukti adanya yang dilengkapi dengan agenda pertemuan,

daftar hadir dan notulen hasil pertemuan. Indikator proses

penelitian model kemitraan pemerintah dan swasta dalam

pengelolaan hutan mangrove dilakukan dengan menggunakan

fungsi manajemen menurut G.R Terry (dalam Hardyanti

2012:16) meliputi proses perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan pengawasan.

3. Indikator output
76

Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur dari kesesuaian

jumlah kegiatan yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai

dengan kesepakatan peran masing-masing institusi.

4. Indikator Outcame.

Tolok ukur keberhasilan outcame adalah menurunnya

permasalahan yang terjadi.

Dalam hal ini peneliti jelaskan melalui gambar kerangka berpikir dibawah

ini:
77

Kemitraan Pengelolaan Hutan Mangrove Taman Menurut Permen KLHK


Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara 99,82 No.P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/
Hektar dibawah UPT BKSDA DKI Jakarta 2016.Kemitraan kehutanan
melalui Pemberian IPPA 30 tahun kepada merupakan salah satu bentuk dari
PT.Murindra Karya Lestari berdasarkan SK Perhutanan Sosial yang dilakukan
Menteri Kehutanan Nomor 537 /Kpts-II/1997 antara masyarakat setempat dengan
pengelola hutan, pemegang izin
pemanfaatan hutan/jasa hutan,

Masalah:

1. Kurangnya Koordinasi antara


Balai Konservasi Sumber Daya
Alam DKI Jakarta dengan PT.
Murindra Karya Lestari
menyebabkan RPPA belum
sesuai
2. Lemahnya pengawasan
terhadap kemananan
pengunjung dari pihak PT.
Murindra Karya Lestari.
3. Jumlah Sumber Daya Manusia
di BKSDA DKI yang masih
terbatas sehingga pengelolaan
menjadi kurang optimal.

Teori pengembangan indikator keberhasilan kemitraan menurut Ditjen P2L & PM


dalam Kuswidanti (2008:91) yaitu

1. Indikator Input (menekankan pada aspek dasar kemitraan)


2. Indikator Proses (Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan, Pengawasan)
3. Indikator Output (menekankan pada keseuaian pelaksanaan masing-masing
organisasi)
4. Indikator Outcame (melihat aspek keberhasilan kemitraan)

Output:

Mengetahui sejauh mana model kemitraan yang dilakukan dalam mengelola Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

Outcome:
Kemitraan dapat berjalan baik

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir


78

2.4 Asumsi Dasar

Asumsi dasar merupakan hasil dari penelitian berdasarkan kajian pustaka

dan landasan teori yang digunakan sebagai dasar dalam memberikan argumentasi.

Pada penelitian ini membahas mengenai Model kemitraan dalam pengelolaan

hutan mangrove di Taman Wisata Alam, Angke Kapuk Jakarta Utara.

Dalam Observasi awal penelitian, peneliti menemukan masalah di lokasi

penelitian yang melihat berdasarkan pada teori pengembangan Indikator.

Beberapa permasalahan tersebut yaitu kurangnya koordinasi antara pihak

pemerintah (Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta) dan swasta (PT.

Murindra Karya Lestari) dalam penyesuaian penyusunan rencana pengelolaan,

milik masing-masing pihak. Hal ini dapat terlihat pada ketidaksesuaian rencana

karya pengusahaan pariwisata alam (RKPPA) milik perusahaan dengan Balai

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Permasalahan kedua yaitu

lemahnya pengawasan dari pihak keamanan milik perusahaan lantaran

keberadaan satwa liar yang tidak diketahui pengunjung dan pemberian papan

informasi ataupun papan peringatan masih kurang memadai. Permasalahan ketiga

yaitu kurangnya sumber daya alam di instansi Balai Konservasi Sumber Daya

Alam DKI Jakarta sehingga pengawasan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

diatas lahan seluas 99,82 hektar tersebut hanya dijaga 1 orang polisi hutan dan 1

orang juru mudi kapal selain itu pengawasan yang dilakukan belum memiliki

jadwal yang rutin sehingga hanya dilakukan sesuai kebutuhan saja.


79

Teori Pengembangan Indikator keberhasilan kemitraan digunakan untuk

menganalisis masalah penelitian dimana dalam pengembangan indikator tersebut

terdapat beberapa indikator yakni input, proses, output, dan outcome. Melalui

indikator proses dapat dilihat model kemitraan pengelolaan yang selama ini

dilakukan. Kemudian dari keeluruhan indikator akan kita ketahui sejauh mana

keberhasilan kemitraan. Dari berbagai permasalahan yang peneliti temui

dilapangan maka peneliti berasumsi bahwa model kemitraan yang selama ini

diterapkan dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke

Kapuk Jakarta Utara kurang optimal.


80

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

deskriptif. Metode dengan pendekatan kualitatif ini dipilih oleh peneliti karena

tepat untuk mengidentifikasi masalah penelitian, metode kualitatif juga

mengandung prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati sehingga

metode penelitian dengan pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali

informasi terkait bagaimana kemitraan pemerintah dan swasta yang selama ini

diterapkan dalam pengeloalaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke,

Kapuk Jakarta Utara melalui observasi dan wawancara mendalam kemudian

dituangkan dalam bentuk kata-kata tertulis.

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah bagaimana Pelaksanaan Model Kemitraan

Pemerintah Dan Swasta Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara dengan melihat melalui bebrbagai tahapan

indikator keberhasilan kemitraan sekaligus melihat apakah kemitraan yang

dilakukan selama ini dapat dikatakan berhasil atau tidak.

3.3 Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian ini yaitumodel kemitraan pemerintah dan

swasta dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
81

Jakarta Utara, maka lokasi penelitian dilakukan di Taman Wisata Alam Angke,

Kapuk Jakarta Utara.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Definisi Konsep

Hutan Mangrove merupakan hutan yang sangat memiliki peranan penting

khususnya bagi wilayah DKI Jakarta sebagai ibukota Negara yang memiliki

keadaan tanah rendah. Pentingnya hutan mangrove salah satunya yakni

memegang peranan sebagai pelindung dan stabilisator garis pantai namun saat

ini dalam perlindungannya diwilayah konservasi khusus yakni di lokasi

penelitian Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara kini dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata yang

pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah dan swasta. Adapun definisi konsep

yang digunakan dalam penelitian model kemitraan pemerintah dan swasta dalam

pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

meliputi:

1. Indikator Keberhasilan Kemitraan.

Keberhasilan Kemitraan dapat dilihat dari pengembangan indikator

keberhasilan kemitraan menurut Ditjen P2L & PM dalam Kuswidanti (2008:91)

yang menjelaskan indikator keberhasilan kemitraan. Teori ini, karena Teori

Pengembangan Indikator keberhasilan kemitraan digunakan untuk menganalisis

masalah penelitian dimana dalam pengembangan indikator tersebut terdapat

beberapa indikator yakni input, proses, output, dan outcome. Melalui indikator

proses dapat dilihat model kemitraan pengelolaan yang selama ini dilakukan.
82

Kemudian dari keseluruhan indikator akan kita ketahui sejauh mana

keberhasilan kemitraan Dalam penentuan indikator melalui beberapa tahapan

sebagai berikut:

a. Indikator Input

b. Indikator Proses

c. Indikator Output

d. Indikator Outcome

2. Manajemen.

Manajemen merupakan proses pengelolaan melalui tahapan perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dengan memanfaatkan sumber

daya yang ada dalam suatu organisasi demi mencapai suatu tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya.

3. Hutan Mangrove.

Kelompok tumbuhan yang tumbuh di sekeliling garis pantai dan memiliki

adaptasi yang tinggi dan mampu menyangga tekanan dari resiko abrasi pantai.

4. Taman Wisata Alam.

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem adalah kawasan

pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

3.4.2 Definisi Operasional

Berdasarkan definisi konsep, maka penelitian ini akan dikembangkan

menggunakan teori pengembangan indikator keberhasilan kemitraan menurut

Ditjen P2L & PM dalam Kuswidanti (2008:91) yang dapat dilihat dari
83

pengembangan indikator indikator keberhasilan kemitraan. Dijabarkan sebagai

berikut:

1. Indikator input

Tolok ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator,

yaitu:

1. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai

dengan adanya kesepakatan bersama dalam kemitraan

(Surat Keputusan)

2. adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan

bagi pengembangan kemitraan,dan

3. adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh

institusi terkait.

2. Indikator proses

Tolok akur keberhasilan proses dapat diukur dari frekuensi dan

kualitas pertemuan tim atau sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi

terhadap proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut

terbukti adanya yang dilengkapi dengan agenda pertemuan,

daftar hadir dan notulen hasil pertemuan.

Dalam Penelitian Model Kemitraan Pemerintah dan Swasta

dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara, model kemitraan pengelolaan dapat

ditinjau dari segi manajemensebagai suatu proses yang kemudian

akan peneliti jadikan informasi dari kedua pihak yakni Balai


84

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra

Karya Lestari, meliputi:

a. Planning ( Perencanaan).

Dalam penelitian mengenai Model Kemitraan Pemerintah dan

Swasta dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata

Alam Angke, Kapuk Jakarta Utara. Ditinjau dari segi indikator

proses, maka peneliti akan memperhatikan langkah-langkah yang

harus dilakukan dalam membuat perencanaan oleh Balai

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra

Karya Lestari menurut Rudy Kipling dalam Athoillah (2010:106)

yakni sebagai berikut:

1. Menetapkan sasaran atau perangkat tujuan

2. Menentukan keadaan, situasi, dan kondisi sekarang

3. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat

4. Mengembangkan rencana dan menjabarkannya.

b. Organizing (Pengorganisasian)

Proses Pengorganisasian menurut T.Hani Handoko dalam

Musbandi (2015:15), dapat ditunjukkan dengan tiga langkah

prosedur yang dapat dilakukan olehBalai Konservasi Sumber Daya

Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra Karya Lestari yakni sebagai

berikut:

1. Pemerincian seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan

untuk mencapai tujuan organisasi.


85

2. Pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan

yang secara logis dapat dilaksanakan oleh satu orang.

Pembagian kerja ini sebaiknya tidak terlalu berat juga tidak

terlalu ringan.

3. Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk

mengkoordinasikan pekerjaan para anggota organisasi

menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.

c. Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan)

Agar penggerakan dapat berjalan dengan baik dan lancar, maka

diperlukan faktor pendukung untuk menunjang

pelaksanaan.Faktor-faktor yang diperlukan dalam penggerakan

menurut G.R Terry dalam Sukarna(2011: 82-83) yaitu:

1. Leadership (Kepemimpinan)

2. Attitude and morale (Sikap dan moril)

3. Communication (Tatahubungan)

4. Incentive (Perangsang)

5. Supervision (Supervisi)

6. Discipline (Disiplin).

d. Controlling (Pengawasan)

Agar pengelolaan berjalan optimal, tentunya semua

pelaksanaan dari apa yang sudah direncanakan harus diberikan

pengawasan agar tetap terkontrol dan terkoordinir, selain itu juga


86

proses pengawasan guna mencegah terjadinya kegagalan kinerja

dalam pelaksanaan.

Pengawasan dapat dilakukan melalui (4) empat proses menurut Terry

dalam Sukarna(2011: 116) sebagai berikut yaitu:

1. Determining the standard or basis for control (menentukan

standard atau dasar bagi pengawasan)

2. Measuring the performance (ukuran pelaksanaan)

3. Comparing performance with the standard and ascerting the

difference, it any (bandingkan pelaksanaan dengan standard dan

temukan jika ada perbedaan)

4. Correcting the deviation by means of remedial action (perbaiki

penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat)

3. Indikator output

Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur darijumlah kegiatan

yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan kesepakatan peran

masing-masing institusi.

4. Indikator Outcome.

Tolok ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya permasalahan

yang terjadi.

3.5 Instrumen Penelitian.

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti

sendiri, Nasution dalam Sugiyono (2009:223) menyatakan :“Dalam penelitian

kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen
87

penelitian utama”. Peneliti sebagai instrument baiknya menyiapkan beberapa hal

yang harus dipersiapkan sebelum turun ke lapangan untuk melakukan penelitian.

Antara lain, menyiapkan hal apa saja yang akan digali lebih mendalam

disesuaikan dengan teori dan pokok permasalahan yang akan diteliti. Tidak hanya

pengetahuan secara akademik, namun juga instrument peneliti harus siap dari segi

logistik mengingat pokok permasalahan yang diteliti berjalan secara natural dan

akan memungkinkan untuk berkembang.

Penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun

selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan

berkembang instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi

data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi

dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada grand tour

question, tahap focused and selection, melakukan pengumpulan data, analisis dan

membuat kesimpulan.

3.6 Informan Penelitian

Dalam penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, maka informan

merupakan hal yang sangat penting karena informan merupakan sumber data

dalam penelitian. Dalam penelitian Model Kemitraan Pemerintah Dan Swasta

Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk,

Jakarta Utara penentuan informan menggunakan teknik Purposive (bertujuan) dan

Snowball. Purposive yaitu merupakan metode penetapan informan dengan

berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu disesuaikan dengan informasi yang

dibutuhkan. Dan snowball adalah informan yang pada awalnya jumlahnya sedikit,
88

lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2009:300). Jumlahnya terus bertambah dan

bertambah sampai peneliti menilai data yang dikumpulkan dari sejumlah informan

tersebut telah mencapai titik jenuh. Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi

menjadi dua yaitu key informan dan secondary informan. Key informan sebagai

informan utama yang lebih mengetahui situasi fokus penelitian sedangkan

secondary informan sebagai informan penunjang dalam memberikan penambahan

informasi. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:


89

Tabel 3.1
Informan Dalam Penelitian
No Kode Informan Status/Jabatan Informan Keterangan

I1. 1-I1.n Dirjen Pemanfaatan Jasa Key Informan


1. Lingkungan Hutan Konservasi
(PJLHK)
I2 Kepala Seksi Konservasi Wilayah Key Informan
2. (SKW) III BKSDA DKI Jakarta

I3.1-I3.n Pihak PT. Murindra Karya Lestari Key Informan


3. di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk, Jakarta Utara
I4.1I4.n Penyuluh kehutanan dan Bagian Key Informan
4. Program SKW III BKSDA DKI
Jakarta
I5. Bagian Data, Evaluasi, Pelaporan Key Informan
5. dan Kehumasan SKW III BKSDA
DKI Jakarta
I6 Polisi Hutan Taman Wisata Alam Key Informan
6. Angke Kapuk, Jakarta Utara

I7 Petugas Keamanan PT. Murindra Key Informan


7. Karya Lestari

I8.1-I8.n Pengunjung Taman Wisata Alam Secondary


8. Angke Kapuk, Jakarta Utara.
Informan

I9 Masyarakat sekitar Taman Wisata Secondary


9 Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara
Informan

Sumber: Peneliti, 2018.

3.7 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

3.7.1 Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kombinasi dari

berbagai teknik, yaitu:


90

1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang akan dilakukan oleh sumber

penelitian dilapangan. Menurut Moleong (2007:176), observasi (pengamatan)

adalah kegiatan untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif,

kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar, kebiasaan dan sebagainya.

Pengamatan diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperan serta

(partisipan) dan yang tidak berperan serta (non partisipan). Dimana peneliti

hanya sebagai pengamat independen. Peneliti tidak terlibat dengan kegiatan

sehari-sehari orang yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Peneliti

tidak ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data.

2. Wawancara

Metode pengumpulan data melalui wawancara dalam penelitian

kualitatif umumnya dimaksudkan untuk mendalami dan lebih mendalami

suatu kejadian dan atau kegiatan subjek penelitian. Oleh karena itu, dalam

penelitian kualitatif diperlukan suatu wawancara mendalam (indepth

interview) karena peneliti dapat menjelaskan pertanyaan, informan cenderung

menjawab apabila diberi pertanyaan dan informan dapat menceritakan sesuatu

yang terjadi dimasa silam dan masa mendatang.

Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian adalah

wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah

wawancara dengan membuat persiapan bahan wawancara terlebih dahulu,

sementara wawancara tidak terstruktur atau wawancara bebas merupakan


91

wawancara yang tidak tersusun secara sistematis, dimana pertanyaan

disesuaikan dengan keadaan, pertanyaan biasanya tidak tidak tersusun terlebih

dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan ciri yang unik dari informan,

pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari.

Adapun pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:


92

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Pedoman Wawancara

Dimensi Subdimensi Pertanyaan Informan

1. Indikator Input Menekankan pada 1. Apa dasar yang menajdi I1,I2,I3.


aspek dasar alasan dilakukannnya
kemitraan pengelolaan melalui kemitraan?
2.. Adakah Surat perjanjian
yang mengatur secara rinci
terkait pelaksanaan
pengelolaan?
3.Berapakah alokasi dana untuk
pengelolaan Taman Wisata
Alam Angke, Kapuk Jakarta
Utara dari pihak perusahaan
dan BKSDA DKI? apakah
alokasi dana selalu meningkat
setiap tahunnya?

Menekankan pada
2. Indikator Proses
aspek proses
pengelolaan melalui
fungsi manajemen
yakni terkait:

Planning 1. Apakah terdapat rencana


(Perencanaan), pengelolaan yang saling
I1, I2, I3,I4
bersinergis?
1. Apakah tujuan masing-
masing organisasi sudah satu
tujuan yang sama dalam
pelaksanaan kemitraan?
2. Apa saja faktor pendukung
93

dan penghambat dalam


penyusunan rencana
pengelolaan hutan mangrove di
Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?

Organizing
(Pengorganisasian)
1. Seperti apa struktur
organisasi dari Balai
Konservasi Sumber Daya Alam
I2, I3,I4, I6,I7
DKI, Seksi Konservasi
Wilayah III dan PT. Murindra
Karya Lestari?
2. Bagaimana pembagian kerja
dalam pengelolaan di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara dari masing-
masing organisasi?
3. Bagaimana proses koordinasi
pegawai dari masing- masing
organisasi?
4. Apakah Jumlah Sumber
Daya Manusia dari masing-
masing organisasi dalam
mengelola Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara
sudah cukup?

(Actuating) 1.Seperti apa arahan pimpinan


Pelaksanaan dalam pengelolaanhutan I2, I3,I4,
mangrove di Taman Wisata
Alam Angke kapuk Jakarta
I5,I6,I7, I9
Utara?
2. Bagaimana model kemitraan
94

yang selama ini dilakukan oleh


kedua organisasi?
3. Apa saja faktor pendukung
dan penghambat dilapangan?
4. Bagaimana masing-masing
pihak menyikapinya?
5. Apakah ada kegiatan family
gathering untuk mempererat
hubungan dari masing-masing
pegawai?
6. Adakah motivasi melalui
insentif dari pihak perusahaan
untuk pegawai?
7. Adakah pertemuan rutin
yang membahas terkait
kemajuan kerjasama dari kedua
organisasi?
8.Seperti apa upaya untuk
mengajak masyarakat ikut serta
dalam menajaga kawasan
ekowisata hutan mangrove di
Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?

(Controlling) 1. Bagaimana bentuk


Pengawasan. pengawasan yang dilakukan
I2,I3, I4,I5,I6,I7
dalam pengelolaan hutan
mangrove di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara?
2. Kapan biasanya waktu
dilakukan pengawasan terkait
hutan mangrove dan sarana-
prasarana lainnya?
3. Bagaimana cara BKSDA
DKI dalam mengawasi
95

pendapatan hasil dari


pengunjung kawasan
konservasi hutan mangrove di
Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
4. Apakah pernah terjadi
kecelakaan terkait keselamatan
pengunjung di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara?
5. Seperti apapelaksanaan
pengawasan dan evaluasi
terhadap PT. Murindra Karya
Lestari?
96

Subdimensi Pertanyaan Informan


Dimensi

3. Indikator Output Menekankan dari 1. Apakah selama ini dari I1,I2,I3,I5,


aspek jumlah masing-masing organisasi
kegiatan yang sudah bekerja sesuai aturan? I7,I8,I9
dikerjakan oleh
2. Apakah terdapat
institusi terkait
peningkatan pendapatan
sesuai dengan
Negara bukan pajak dari
kesepakatan peran
masing-masing setiap?
institusi. 3. Apakah dengan adanya
kemitraan pengelolaan hutan
melalui IPPA dapat
memberikan dampak positif
yang nyata bagi masyarakat
sekitar?
4. Indikator Outcome Menekankan 1. Apakah model kemitraan I2,I3,I4,I7
kepada aspek yang selama ini diterapkan
keberhasilan dalam pengelolaan hutan
kemitraan. mangrove di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara saat ini sudah dapat
dikatakan berjalan dengan
baik?

Sumber: Peneliti, 2018

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi, yakni pengumpulan data yang bersumber dari

dokumen yang resmi dan relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

Dokumen yang diperoleh tersebut dapat berupa tulisan, gambar, atau karya-

karya monumental dari seseorang. Adapun alat pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini, khususnya dalam melakukan wawancara

adalah:
97

a. Buku catatan, untuk mencatat pencatatan dengan sumber data.

b. Recorder, untuk merekam semua percakapan karena jika hanya

menggunakan buku catatan, peneliti sulit untuk mendapatkan

informasi yang telah diberikan oleh informan.

c. Handphone camera, untuk memotret/mengambil gambar semua

kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. Hal ini dimaksudkan

untuk meningkatkan keabsahan dari suatu penelitian.

Selanjutnya sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini

terbagi atas data primer dan data sekunder. Data primer diambil langsung

dari informan penelitian. Dalam hal ini data primer ini diambil melalui

wawancara (interview). Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak

langsung berasal dari informan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, data

sekunder diperoleh melalui data-data dan dokumen-dokumen yang relevan

mengenai masalah yang diteliti. Data-data tersebut merupakan data yang

diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang dibahas dalam penelitian

ini.

3.7.2 Teknik Analisis Data

Teknik Analisis Data menurut Bogdan dan Biklen (1992) ialah proses

pencarian dan penyusunan data yang sistematis melaui transkip wawancara,

catatan lapangan, dan dokumentasi yang secara akumulasi menambah

pemahaman peneliti terhadap yang ditemukan. Sedangkan menurut SprardLey

(1997) analisis data merujuk pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk
98

menentukan bagian-bagiannya, hubungan diantara bagian-bagian, dan hubungan

bagian-bagian itu dengan keseluruhan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis menurut Miles

dan Huberman analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang secara bersamaan,

yaitu Pengumpulan Data, Reduksi Data, Penyajian Data, serta Penarikan

kesimpulan atau verifikasi.

Gambar 3.1

Analisis Data Menurut Miles dan Huberman

a. Koleksi data atau pengumpulan data merupakan tahapan dalam proses

penelitian yang penting, karena hanya dengan mendapatkan data yang

tepat maka proses penelitian akan berjalan sampai peneliti mendapatkan

jawaban dari perumusan masalah yang sudah ditetapkan. Data yang kita

cari harus sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan teknik yang benar

maka kita akan mendapatkan strategi dan prosedur yang akan kita gunakan

untuk mencari data di lapangan.

b. Reduksi Data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi dilakukan sejak


99

pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,

menelusuri tema, membuat gugus-gugus, menulis memo, dan lain

sebagainya, dengan maksud menyisihkan data atau informasi yang tidak

relevan.

c. Penyajian Data diartikan sebagai pendeskripsian sekumpulan informasi

tersusun yangmemberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikandalam bentuk

teks naratif. Penyajian juga dapat berbentuk matriks, grafik, jaringan, dan

bagan. Semuanya dirancangguna menggabungkan informasi yang tersusun

dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.

d. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan yang diakhir

penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan danmelakukan

verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang

disepakati oleh subyek tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang

dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan, dan

kekokohannya. Peneliti harus menyadari bahwa dalam mencari makna,

harus menggunakan pendekatan emik, yaitu dari kacamata Key Informan,

dan bukan penafsiran makna menurut pandangan peneliti (Pendekatan

Etik).

3.7.3 Uji Keabsahan Data

Dalam penelitian Model Kemitraan Pemerintah Dan Swasta Dalam

Pengelolaan Hutan Mangrove Di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta

Utara menggunakan pendekatan kualitatif, keabsahan data harus dilakukan sejak


100

awal pengambilan data, penyajian data, dan kesimpulan. Adapun untuk menguji

kebasahan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua cara yaitu dengan

Triangulasi dan Member Check.

1. Triangulasi

Dalam munguji keabsahan data peneliti menggunakan

Teknik triangulasi. Menurut Moleong (2010: 330), Triangulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu.

Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah

pemeriksaan melalui sumber-sumber lainnya. Triangulasi menurut

Paton dalam Moleong (2005:330) yang berati membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian

kualitatif. Hal tersebut dapat dicapai dengan :

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara.

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum

dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi

peneliti dengan apa yang dikatakan disepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorag dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang seperti masyarakat


101

biasa, kalangan yang berpendidikan menengah atau tinggi,

orang pemerintahan.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu

dokumen yang mempunyai keterkaitan.

Dalam penelitian yang berjudul Model Kemitraan Pemerintah Dan

Swasta Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara, menggunakan dua teknik triangulasi

pendekatan yang digunakan peneliti, yang diantaranya:

a. Teknik Sumber, dapat dilakukan dengan mengecek data

yang sudah diperoleh dari berbagai sumber. Data dari

berbagai sumber tersebut kemudian dipilah dan dipilih

dalam bentuk tabel matriks. Data dari sumber yang berbeda

dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang

sama, berbeda dan mana yang lebih spesifik.

b. Triangulasi Teknik, dapat dilakukan dengan melakukan cek

data dari berbagai macam teknik pengumpulan data.

Misalnya dengan menggunakan teknik observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Data dari ketiga teknik

tersebut dapat dibandingkan. Adakah konsistensi, jika

berbeda, maka dapat dijadikan catatan dan dilakukan

pengecekan selanjutnya mengapa data bisa berbeda Fuad,

Nugroho (2014:20)
102

Berdasarkan pada pemaparan diatas, dalam menguji keabsahan

data peneliti menggunakan dua teknik, pertama menggunakan teknik

Triangulasi sumber, peneliti memperoleh informasi dari sudut pandang

pihak pelaksana dan masyarakat. Sedangkan, Triangulasi teknik, peneliti

melakukan cek dari berbagai sumber, yaitu observasi, wawancara dan

studi dokumentasi. Hal ini dijadikan dasar oleh peneliti, untuk mengetahui

apakah data yang didapatkan terdapat perbedaan atau tidak. Apabila

terdapat perbedaan, maka selanjutnya peneliti melakukan pengecekan

ulang dilapangan, mengapa data yang diterima berbeda, dan digunakan

sebagai catatan penelitian.

2. Membercheck

Membercheck atau pengecekan ulang dalam Bungin (2005:205) yaitu,

adanya masukan yang diberikan oleh informan. Setelah hasil wawancara

dan observasi dibuat kedalam transkip, tranksip tersebut diperlihatkan

kembali kepada informan untuk mendapatkan konfirmasi bahwa transkip

itu sesuai dengan pandangan mereka. Membercheck bertujuan untuk

menghindari salah tafsir terhadap jawaban informan saat melakukan

wawancara, menghindari salah tafsir terhadap perilaku responden pada

saat observasi, dan mengkonfirmasi perspektif teknik informan terhadap

suatu proses yang sedang berlangsung.

Selanjutnya hal yang tidak dapat diabaikan dalam uji keabsahan data

melalui referensi atau sumber. Sebagai hasil pembanding terhadap tulisan

yang telah disusun, selanjutnya keabsahan data dievaluasi melalui


103

referensi berupa tape recording, kamera foto dan perlengkapan lainnya

yang dapat memperlancar proses penelitian.

3.8 Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian merupakan pemaparan waktu penelitian dalam

melakukan tahapan-tahapan kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian dalam penelitian mengenai

Model Kemitraan Pemerintah Dan Swasta Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara dapat dilihat melalui tabel

sebagai berikut :
104

Tabel 3.3

Jadwal Penelitian

No Kegiatan Waktu Pelaksanaan

2018 2019

Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

1. Pengumuman Judul

2. Observasi Awal

3. Penyusunan Proposal

Bab I,II, dan III

4. Bimbingan dan

Perbaikan Proposal

5. Seminar Proposal

6. Proses Pencarian

Data di Lapangan

7. Penyusunan Bab IV,

dan V

8. Bimbingan dan

Perbaikan Bab IV,

dan V

9. Sidang

10. Revisi Hasil Sidang

Sumber: Peneliti, 2018


105

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian

yang meliputi gambaran umum Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI

Jakarta, gambaran umum PT. Murindra Karya Lestari, serta gambaran umum

mengenai objek penelitian Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Hal

tersebut akan dijelaskan dibawah ini:

4.1.1 Deskripsi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta adalah Unit

Pelaksana Teknis di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya yang berada dibawah naungan sekaligus bertanggung jawab

kepada Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem

(KSDAE). Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta termasuk

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Tipe A dengan (1) satu jabatan

struktural yaitu Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan (4)

empat jabatan struktural masing-masing adalah: Kepala Sub Bagian Tata

Usaha, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I yang berkedudukan di kantor

balai, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II berkedudukan di Tegal Alur,

Kepala Seksi Konservasi Wilayah III berkedudukan di Kantor Balai.

Kemudian Kelompok Jabatan Fungsional (POLHUT dan PEH, Penyuluh

dan Pranata Komputer).


106

Struktur Organisasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI

Jakarta berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/Menhut-

II/2007 digambarkan dalam bagan berikut:

Kepala Balai KSDA DKI


Jakarta
Kepala Sub Bagian
TU

Kepala Seksi Kepala Seksi Kepala Seksi


Konservasi Konservasi Konservasi
Wilayah I Wilayah II Wilayah III

Kelompok Jabatan
Fungsional

Gambar 4.1
Struktur Organisasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta, 2018

4.1.1.1 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Balai Konservasi


Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
a. Tugas Pokok
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.02/MENHUT-II/2007 tentang Organisasi dan Tata kerja Unit
Pelaksana teknis Konservasi Sumber Daya Alam dalam pasal 2
disebutkan bahwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta mempunyai tugas pokok penyelenggaraan konservasi
107

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan


kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan
taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan
hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar
kawasan konservasi berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Fungsi
Untuk melaksanakan tugas pokoknya, Unit Pelaksana
Teknis Konservasi Sumber Daya Alam menyelenggarakan fungsi:
1. penataan blok, penyusunan rencana kegiatan,
pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan
cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam,
dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan
satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi;
2. pengelolaan kawasan cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru,
serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam
dan di luar kawasan konservasi;
3. koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan
hutan lindung;
4. penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan,
hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar di dalam
dan di luar kawasan konservasi;
5. pengendalian kebakaran hutan;
6. promosi, informasi konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya;
7. pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan
konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya;
108

8. kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya


alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan
kemitraan;
9. pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan
konservasi;
10. pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan
dan pariwisata alam;
11. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
4.1.1.2 Struktur Organisasi Seksi Konservasi Wilayah III Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Seksi Konservasi Wilayah III merupakan pelaksana pengelolaan
dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta yang mencakup
wilayah kerja di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Membawahi
pengelolaan kawasan Konservasi Cagar Alam Pulau Bokor, Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, Suaka Margasatwa Muara Angke, dan
Taman Wisata Alam Angke Kapuk.
Seksi Konservasi Wilayah III adalah jabatan struktural yang
membawahi (7) tujuh jabatan non struktural yang terdiri dari:
Penganalisis Data Pengawetan Tumbuhan Dan Satwa Liar, Pengolah
Bahan Pengawetan Tumbuhan Dan Satwa Liar di Kawasan; Cagar
Alam Pulau Bokor; Pulau Rambut; dan Suaka Margasatwa. Jabatan
Pengolah Bahan Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Hayati Dan Ekosistem, Penata Usaha Umum, Penata Administrasi
Kepegawaian, Penata Administrasi Keuangan, dan Juru Mudi Kapal.
Selain itu terdapat pula kelompok jabatan fungsional yang terdiri dari:
Pengendali Ekosistem Hutan, Polisi Kehutanan, dan Penyuluh
Kehutanan. Masing-masing Kelompok jabatan fungsional
dikoordinasikan oleh seorang koordinator dan kepala unit serta
koordinator wilayah yang ditetapkan oleh Kepala Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Kemudian Struktur Organisasi Seksi
109

Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI


Jakarta digambarkan sebagai berikut:

Kepala
Seksi Konservasi Wilayah

Penganali Pengolah Pengolah, Penata Penata Penata Juru


sis Data Bahan Pemanfaat Usaha Adm. Adm.Ke Mudi
Pengawet Pengawet an dan Umum Kepegaw uangan Kapal
an TSL TSL pengemba -aian
ngan

Kepala Jabatan Fungsional


(PEH, POLHUT, Penyuluh
Kehutanan)

Gambar 4.2
Struktur Organisasi Seksi Konservasi Wilayah Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta.
Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta, 2019

4.1.1.3 Sumber Daya Manusia Seksi Konservasi Wilayah III Balai


Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Jumlah SDM pada Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI
Jakarta tercatat sampai dengan tahun 2014 berjumlah sebanyak 25
pegawai yang bertugas sesuai dengan golongan dan jabatan masing-
masing. Berikut adalah rincian nama pegawai Seksi Konservasi
Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta:
110

Tabel 4.1
Sumber Daya Manusia Seksi Konservasi Wilayah III
No Nama Jabatan Wilayah
Kerja
Jabatan Fungsional

1. Ida Harwati, Kepala Seksi Konservasi SKW III


S.Hut., M.Eng Wilayah III
Jabatan Fungsional
Umum

1. Rianur Sagala Pengolah Data SKW III


2. Suharti Pengolah Data SKW III
3. Lasnam Sitorus Pengolah Data SKW III
4. Warsa Jaya Pengolah Data SKW III
5. Budi Kusuma Juru Mudi Kapal SKW III
Wardana
6. Aripin Juru Mudi Kapal SKW III
Jabatan Fungsional
Tertentu

A. Pengendali
Ekosistem Hutan
1. Nani Rahayu, Pengendali Ekosistem SKW III
S.Hut Hutan Muda
3. Dede Fauzi Pengendali Ekosistem SKW III
Hutan Pelaksana
3. Isep Kristiadi Pengendali Ekosistem SKW III
Hutan Pelaksana
B. Penyuluh
Kehutanan

Rizky Prima, S. Penyuluh SKW III


Hut Kehutanan
Pertama
Koordinator
Penyuluh Kehutanan
111

Jabatan Polisi Hutan

Resort Jakarta Utara

1. Darma Osra, S.Pi Polhut Madya SKW


Kepala resort III
2. Slamet, S.H Polhut Muda SKW
III
3. Nandang Sunandar Polhut Penyelia SKW
III
4. Heri Suseno Polhut Pelaksana SKW
Lanjutan III

Resort SM. Muara Angke & TWA Angke Kapuk

1. Sukarman, S.H Polhut Pertama SKW


Kepala Resort III
2. Rendi Herdian Polhut Pelaksana SKW
III
Resort SM. Pulau Rambut & CA. Pulau Bokor

1. Dede Ricky Permadi Polhut Pelaksana SKW


Lanjutan III
Kepala Resort
Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
4.1.2 PT. Murindra Karya Lestari.
PT. Murindra Karya Lestari merupakan sebuah perusahaan yang

didirikan oleh Ibu. Ny. SLA.Murniwati. PT. Murindra Karya Lestari

sebagai pemegang izin kelola hutan mangrove di Taman Wisata Alam

Angke kapuk pada mulanya berawal dari kecintaan pendiri perusahaan

terhadap tumbuhan. Sumber Daya Manusia yang ada di perusahaan

sebanyak 44 orang yang terbagi menjadi: staf administrasi sebanyak 3


112

orang, Bagian pembibitan tanaman sebanyak 8 orang, Petugas

keamanan sebanyak 21 orang dan karyawan kantin sebanyak 12 orang

dengan gambaran struktur organisasi sebagai berikut:

Dewan Komisaris

Direktur Utama

Direktur Umum Direktur Teknis Direktur Keu.

General Manajer

Tata Usaha

Kabag Kabag Kabag Kabag Kabag


Kabag
Akomodasi Perenca
Perlindun IPTEK Wisata Pemasar
dan naan Alam an
gan
Pelayanan

Seksi-Seksi

Gambar 4.3
Struktur Organisasi PT. Murindra Karya Lestari
Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta, 2019
113

4.1.3 Deskripsi Wilayah Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta


Utara.
4.1.3.1 Batas Administratif dan Geografis.
Kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk secara administratif

pemerintahan termasuk kedalam kelurahan Kamal Muara Kecamatan

Penjaringan Kotamadya Jakarta Utara. Secara geografis TWA Angke

Kapuk terletak pada 106°43' - 106°45 BT 6°05' - 6°07' LS. Sesuai SK

Menteri Kehutanan No. 667/Kpts-II/1995 tanggal 15 Desember 1995

kawasan ini mempunyai luas total 99,82 ha. Adapun wilayah yang

membatasi kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk adalah sebagai

berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Lindung Angke Kapuk

dan Teluk Jakarta.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Hutan Lindung Angke Kapuk

dan Teluk Jakarta.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Arboretum Angke Kapuk.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Pemukiman Pantai Indah

Kapuk.
114

Gambar 4.1
Peta Administrasi Kota Jakarta Utara

4.1.3.2 Sejarah dan Batas Pengukuhan.


Hutan mangrove Muara Angke – Angke Kapuk adalah bagian dari

kawasan hutan mangrove (bakau) Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai

Utara Jakarta dan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Penjaringan,

Kotamadya Jakarta Utara. Penetapan Kelompok Hutan Angke Kapuk

sebagai kawasan hutan berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal

Hindia Belanda No. 5 Tanggal 11 Juli 1928, Directeur van Landbouw

an Nijverheid tanggal 19 November 1931. Berita Acara Tata Batas

Tanggal 10 Januari 1934 yang disyahkan tanggal 5 Maret 1934. Pada

tahun 1977, Menteri Pertanian menetapkan kembali peruntukan

kawasan Hutan Angke Kapuk melalui Keputusan Menteri Pertanian

nomor 161/Kpts/Um/6/1977 tanggal 10 Juni 1977 tentang Penetapan


115

kembali fungsi kawasan Hutan Tegal Alur-Angke Kapuk dan

sekitarnya dan Cagar Alam Muara Angke. Isi dari keputusan dimaksud

bahwa kawasan hutan Tegal-Alur Angke Kapuk berfungsi sebagai:

 Hutan Lindung 5 km sepanjang pantai dan selebar 100 m;

 CA Muara Angke

 Hutan Wisata

 Kebun Pembibitan Kehutanan

 Lapangan dengan Tujuan Istimewa (LDTI)

Pada tahun 1994 dilakukan penataan batas lapangan terhadap kawasan

hutan yang masih dipertahankan. Berdasarkan hasil tata batas, Menteri

Kehutanan menetapkan kembali kawasan hutan Angke Kapuk yang

terletak di Wilayah DKI Jakarta seluas 327,70 Ha sebagai kawasan

hutan tetap, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor

667/Kpts-II/1995 tanggal 15 Desember 1995. Dalam keputusan

tersebut, kawasan hutan yang dimaksud adalah:

 Hutan Lindung seluas 44,76 Ha

 Hutan Wisata 99,82 Ha

 Cagar Alam 25,02 Ha

 Hutan dengan tujuan Istimewa (Kebun Pembibitan 10,51 Ha.

Transmisi PLN 23,70 Ha. Cengkareng Drain 28,39 Ha. Jalan

Tol dan Jalur Hijau 95,50 Ha)

Pada tahun 1997, Menteri Kehutanan menerbitkan izin Pengelolaan

Pariwisata Alam di TWA Angke Kapuk kepada PT Murindra Karya


116

Lestari, sesuai dengan surat keputusan nomor 537/Kpts-II/1997

tanggal 22 Agustus 1997 tentang Pemberian Izin Pengusahaan

Pariwisata Alam Angke-Kapuk seluas 99,82 yang terletak di

kotamadya Jakarta Utara DKI Jakarta selama 30 tahun kepada PT

Murindra Karya Lestari.

4.1.3.3 Potensi Kawasan

a. Potensi Fisik (Non Hayati)

Sesuai dengan penetapannya, Taman Wisata Alam Angke

Kapuk merupakan satu-satunya taman wisata alam mangrove di

Jakarta selain itu Taman Wisata Alam Angke Kapuk juga

merupakan pioner berkembangnya wisata alam mangrove. Saat

ini di wilayah Jakarta Utara telah berkembang wisata mangrove

yang lain yaitu Arboterum, Ekowisata dan tol sedyatmo yang

dikelola oleh Dinas Kelautan, Perikanan dan Kedaulatan

Pangan Provinsi DKI Jakarta.

Keadaan geografis Taman Wisata Alam Angke Kapuk juga

memiliki keunikan tersendiri yakni berada ditengah

pemukiman real estate yaitu Perumahan Pantai Indah Kapuk

dan Sekolah budha suci (Tzu Chi School). Terletak di dataran

rendah (mendekati pantai) dengan topografi datar, ketinggian

tempat dari permukaaan laut 0 – 2 meter. Dari segi stabilitas

iklim, Taman Wisata Alam Angke Kapuk berperan sebagai

penyerap CO2 dan penghasil O2. Hal ini selain bermanfaat


117

dalam pengurangan konsentrasi CO2 di udara juga bermanfaat

dalam penurunan suhu udara setempat dan menguntungkan

kawasan di sekitarnya, baik itu untuk pertanian (menurunkan

transpirasi tanaman) dan kenyamanan manusia.

Laju infiltrasi yang cepat dan aliran permukaan yang

lambat menambah kadar air atau kandungan air tanah yang

lebih banyak di sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk.

Fungsi Taman Wisata Alam Angke Kapuk dalam siklus tanah

adalah mengatur siklus nutrisi, mencegah erosi, mengatur

siklus hara dan mineral-mineral lainnya yang ada di dalam

tanah. Lahan yang tertutup oleh vegetasi, terutama pohon-

pohonan akan lebih baik dalam perlindungan tanah

dibandingkan dengan daerah terbuka. Selain itu, dengan

ekosistem tipe lahan basah yang di dominasi vegetasi utamanya

tumbuhan mangrove sangat dibutuhkan di Jakarta karena

fungsi dan manfaatnya yang sangat strategis bagi pesisir pantai

ibukota Indonesia yaitu mencegah intrusi air laut ke daratan

dan juga berperan dalam meredam bencana banjir.

b. Potensi Biotik

Kawasan TWA Angke Kapuk merupakan perwakilan tipe

ekosistem hutan mangrove yang sangat penting bagi

kehidupan. Di dalamnya terdapat kekayaan jenis flora dan

fauna khas ekosistem mangrove. Jenis Flora yang terdapat di


118

TWA Angke Kapuk terdiri dari jenis vegetasi mangrove dan

hutan pantai/rawa. beberapa jenis mangrove yang dominan

antara lain Bidara (Sonneratia caseolaris), Warakas

(Acrostichum aureum), Api-api (Avicenia marina), Cantigi

(Ceriops sp.), Buta-buta (Exocecaris agallocha), Bakau

(Rhizophora mucronata dan Rhizophora stylosa). Sedangkan

jenis vegetasi pantai/rawa diantaranya adalah waru laut

(Hibiscus tiliaceus), Bluntas (Pluchea indica), Mendongan

(Scripus litoralis), Trembesi (Samanea saman), Flamboyan

(Delonix regia), Dadap (Erytrina variagata), dan duri Busyetan

(Mimosa sp.). Jenis trembesi merupakan salah satu contoh

tumbuhan eksotik yang ditanam oleh pemegang ijin

pengusahaan pariwisata alam.

Jenis fauna yang menghuni kawasan TWA Angke Kapuk

umumnya adalah jenis burung merandai, beberapa diantaranya

adalah Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Kowak maling

(Nycticorax nicticorax), Kuntul Putih (Egretta sp), Kuntul

Kerbau (Bubulcus ibis), Cangak Abu (Ardea cinerea) Blekok

(Ardeola sp), Belibis kembang (Dendrocygna arcuata),

cekakak (Alcedo chloris). Selain itu terdapat pula beberapa

jenis reptil salah satunya yaitu Biawak Air Tawar (Varanus

salvator). Fauna khas yang hanya ditemukan di hutan

mangrove antara lain adalah ikan gelodok/gelosoh dan udang


119

bakau (Glossogobius giuris).Di kawasan TWA Angke Kapuk

juga terdapat berbagai jenis ikan yang hidup di sela-sela

perakaran vegetasi mangrove.

Seiring dengan pulihnya fungsi ekologis kawasan, saat ini

TWA Angke Kapuk mulai dijadikan tempat bersarang bagi

jenis-jenis burung. Bahkan di Suaka Margasatwa Muara Angke

mulai terlihat populasi jenis burung menurun dan diyakini

bahwa burung-burung tersebut berpindah dari SM Muara

Angke ke TWA Angke Kapuk yang kondisi ekologisnya lebih

mendukung.

4.2 Deskripsi Data

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian.

Deskripsi data merupakan penjelasan data yang diperoleh dari hasil

penelitan lapangan. Data dalam penelitian ini dihasilkan dengan

menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dalam Penelitian mengenai

Model Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam Pengelolaan Hutan

Mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

menggunakan teori Indikator Keberhasilan Kemitraan menurut Dirjen P2L

PM dalam Kuswidanti (2008:91). Teori tersebut menjelaskan mengenai

indikator apa saja terkait kemitraan dan apabila keseluruhan dari indikator

tersebut berhasil dicapai maka kemitraan dapat dikatakan sudah berjalan

optimal, selain itu indikator tersebut mencakup beberapa indikator yaitu:

Indikator Input, Indikator Proses yang didalamnya menggunakan proses


120

manajemen atau pengelolaan meliputi: Perencanaan, Pemgorganisasian,

Pelaksanaan, dan pengawasan. Kemudian ditinjau dari Indikator Output

dan dilihat hasilnya melalui Indikator Outcame.

Dalam penelitian ini pihak-pihak yang terkait antara lain Dirjen

Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK), Seksi

Konservasi Wilayah III Balai KSDSA DKI Jakarta, PT. Murindra Karya

Lestari, Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk, dan Masyarakat

Sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Menggunakan

metode penelitian kualitatif sehingga data yang diperoleh melalui

wawancara dan hasil observasi di lapangan. Sumber Data ini kemudian

akan peneliti catat atau melalui alat perekam yang peneliti gunakan dalam

penelitian. Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat melakukan

pengamatan adalah catatan berupa catatan lapangan peneliti seperti

dokumen-dokumen yang peneliti dapat dari BKSDA DKI Jakarta, PT.

Murindra Karya Lestari, dan foto kegiatan yang menggambarkan suasana

di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.

4.2.2 Informan Penelitian

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada bab 3, bahwa

pengumpulan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive yaitu suatu teknik pengambilan informan dengan pertimbangan

tertentu dari peneliti yang memahami objek dan fokus penelitian. Sesuai

dengan fokus penelitian ini, subjek yang dijadikan informan antara lain:

Staf Direktorat Perlindungan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi


121

(PJLHK), petugas pada Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI

Jakarta, karyawan PT. Murindra Karya Lestari, pengunjung Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara, masyarakat sekitar Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Adapun informan yang digunakan

dalam penelitian adalah sebagai berikut:


122

Tabel 4.2

Daftar Informan

No. Kode Informan Nama Keterangan/Jabatan Jenis Kelamin

Key Informan

1. I1.1 Dewi Rahayu Staf Teknis Perempuan


P.N Konservasi Dirjen
PJLHK
2. I2 Ida Harwati, Kepala Seksi Perempuan
S.Hut. M.Eng Konservasi
Wilayah III
BKSDA DKI
Jakarta
3. I3.1 Irma M.S Manager PT. Perempuan
Murindra Karya
lestari
4. I4. Rizky Prima Penyuluh Laki-laki
S.Hut kehutanan dan
program
pengelolaan
5. I5. Nani Rahayu, Pengendali Perempuan
S.Hut. M.Si Ekosistem Hutan
Muda dan bagian
evaluasi laporan
6. I6 Sukarman, S.H Polisi Hutan TWA Laki-Laki
Angke Kapuk
7. I7. Partono Personil keamanan Laki-laki
Secondary
Informan
8. I8.1 Rizqy Koki Laki-Laki

9. I8.2 Mia Herawati Pelajar Perempuan

10 I8.3 Raka Setiaji Mahasiswa Laki-laki

11 I8.4 Dani Prayoga Karyawan Laki-laki

Restoran

12. I8.5 Siti Rohayati Pelajar Perempuan

Regita

13 I9 Yais Masyarakat Laki-laki

Pembuat pupuk

Sumber: Peneliti, 2019.


123

4.2.3 Deskripsi Hasil Penelitian

Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan data dan

fakta yang peneliti peroleh di lapangan kemudian disesuaikan dengan

teori yang peneliti gunakan yaitu teori Indikator Keberhasilan

Kemitraan menurut Ditjen P2L & PM dalam Kuswidanti (2008:91).

Setelah data diperoleh melalui wawancara dan observasi lapangan

kemudian data yang terkumpul diolah dengan aktivitas reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam metode pendekatan

kualitatif kemudian data yang diperoleh peneliti selama ini

dideskripsikan dalam bentuk kalimat naratif.

Selanjutnya, setelah peneliti menghimpun data wawancara dengan

informan lalu peneliti melakukan reduksi data dengan cara

memberikan kode informan dari setiap instansi yang berbeda, yaitu

sebagai berikut:

1. Kode Q menunjukkan pertanyaan

2. Kode Q1,Q2,Q3 dan seterusnya menunjukkan daftar urutan

pertanyaan

3. Kode I menandakan urutan Informan

4. Kode I1 menunjukkan informan dari Direktorat

Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi.


124

5. Kode I2 menunjukkan informan dari Kepala Seksi

Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya

Alam DKI Jakarta

6. Kode I3 menunjukkan informan dari PT. Murindra Karya

Lestari

7. Kode I4 menunjukkan informan dari bagian program dan

kerjasama dan penyuluh kehutanan di Seksi Konservasi

Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI

Jakarta

8. Kode I5 menunjukkan informan dari bagian data,evaluasi,

pelaporan dan kehumasan Seksi Konservasi Wilayah III

Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.

9. Kode I6 menunjukkan informan dari bagian polisi hutan

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

10. Kode I7 menunjukkan informan dari bagian petugas

kemanan PT.Murindra Karya Lestari

11. Kode I8 menunjukkan informan dari pengunjung di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

12. Kode I9 menunjukkan informan dari masyarakat sekitar di

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.

Langkah berikutnya, peneliti menyajikan data dengan

memaparkan melalui kalimat naratif, tabel, ataupun gambar

guna mendeskripsikan gambaran dari hasil penelitian. Tahap


125

terakhir dalam penarikan kesimpulan, ketika peneliti selesai

mendapatkan data jenuh yang berarti telah ada pengulangan

informasi sehingga kesimpulan itulah yang peneliti gunakan

sebagai jawaban masalah penelitian ini.

Penelitian mengenai model kemitraan pemerintah dan

swasta dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara dikelola oleh Balai KSDSA

DKI Jakarta melalui Seksi Konservasi Wilayah III bersama PT.

Murindra Karya Lestari melalui Izin Pengusaha Pariwisata

Alam (IPPA) akan dibahas sesuai dengan rumusan masalah

menggunakan teori Indikator Keberhasilan Kemitraan menurut

Ditjen P2L & PM dalam Kuswidanti (2008:91) meliputi

beberapa indikator yaitu: Indiaktor Input, Indikator Proses yang

didalamnya melewati beberapa tahapan proses pengelolaan

kedua pihak yakni Perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, dan pengawasan. Setelah itu ada indikator Output

dan indikator outcame. Melalui keempat (4) indikator tersebut

maka dapat dilihat peran dari masing-masing pihak dalam

pengelolaan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara yang kemudian dapat dilihat hasilnya.

4.2.3.1 Indikator Input

Indikator Input merupakan salah satu indikator dasar yang sangat

penting dalam merumuskan model kemitraan yang akan dilakukan.


126

Dalam indikator input merupakan indikator yang menekankan aspek

dasar kemitraan meliputi: Dasar pelaksanaan kemitraan, Surat

keputusan kemitraan, dan Anggaran Pengelolaan. Dalam penelitian

mengenai model kemitraan pemerintah dan swasta di Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara indikator input yang pertama

ditekankan pada alasan adanya surat keputusan yang merupakan dasar

pelaksanaan kemitraan dan mengatur segala kegiatan kemitraan antara

kedua pihak. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Dewi Rahayu (I1) selaku

staf Teknis Konservasi Dirjen PJLHK di Kota Bogor melalui

wawancara dengan peneliti yaitu:

“Dasar kemitraan dalam mengelola hutan mangrove di Taman


Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara tentunya juga
melihat dari kapasitas yang ada di pemerintah dan kemudian
melihat dari kondisi letak Taman Wisata yang berada di sekitar
perumahan elit dan juga sekolah budha membuat pemerintah
berpikir perlu adanya pengelolaan lebih fokus lagi dan kegiatan
promosi juga tentunya. Jika menggandeng pihak perusahaan
diharapkan SDM nya juga kan bisa lebih mencukupi tentunya
nanti dibagian promosi juga bisa lebih bervariasi”. (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Dewi Rahayu, hari Jumat 15 Maret
2019 Pukul: 13.14 WIB di Kantor Direktorat Jenderal
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi di Kota
Bogor Jawa Barat).

Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh ibu Ida Harwati selaku

Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI (I2) melalui

wawancara yang dilakukan oleh peneliti yaitu:

“Proses pemberian IPPA yang saat ini nama IPPA sudah


diganti menjadi IUPSWA (Izin usaha penyediaan sarana wisata
alam) berdasarkan beberapa pertimbangan seperti keterbatasan
pemerintah dalam mengelola lahan atau sumber daya yang ada.
Selain itu dahulu kawasan TWA Angke Kapuk dipenuhi
petambak liar sehingga diperlukan pengelolaan lebih intensif
127

lagi maka kemudian diberikan IPPA atau IUPSWA kepada


perusahaan yang memang sudah dilihat terlebih dahulu seperti
apa rencana pengelolaannnya di TWA. Jika dilihat dari model
kemitraan Build Operate Transfer seperti yang selama ini
diterapkan. Kami rasa pemerintah dari tahun 1995 juga sudah
memikirkan bagaimana lahan seluas itu namun sangat terbatas
dalam mengelolanya dan kami rasa untuk saat ini sistem
kemitraan yang seperti ini diterapkan masih cukup relevan ya
mengingat itu tadi keterbatasan anggaran dan SDM juga. Selain
itu dengan sistem seperti yang diterapkan selama ini dipandang
saling menguntungkan kedua pihak tentunya dengan begitu
lahan milik Negara bisa terawat dengan baik, mendapat
keuntungan juga, bisa menggunakan teknik-teknik promosi
yang sesuai keadaan saat ini tentunya menjadi sebuah
keuntungan juga bagi negara”. (Sumber: Wawancara dengan
Ibu Ida, Hari Senin 25 Maret 2019 pukul 15.35 WIB di Kantor
BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).

Informasi dari pihak PT. Murindra Karya Lestari melalui Ibu Irma

(I3) selaku manager dari PT. Murindra Karya Lestari yang menjadi

dasar perusahaan melakukan kemitraan dengan pemerintah dalam

mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk sendiri sebagai

berikut:

“Awal mula PT. Murindra Karya Lestari mengajukan ijin untuk


usaha pariwisata alam karena kecintaan pendiri perusahaan
yaitu ibu alm. Murniwati kepada tumbuhan. Bahkan dahulu
kawasan Taman Wisata Alam ini betul-betul mengusung tema
hutan dan ibu alm.sendiri dahulu kurang menyetujui jika
diberikan sarana lampu-lampu hias karena memang yang beliau
harapkan adalah konsep hutan yang masih alami. Namun
seiring berjalannya waktu demi bisa mengikuti perkembangan
zaman dan juga pendapatan ya kami lakukan pembangunan
sarpras dan arena pendukung lainnya seperti ini selama tidak
melewati batas-batas dan juga persetujuan dari pihak BKSDA
juga. Untuk model pengelolaan seperti sekarang ini masih kami
anggap tidak merugikan kedua pihak kok tentunya kan kami
juga membayar pajak yang sudah ditetapkan.” (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019
pukul 14.45 di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).
128

Dari wawancara dengan ketiga informan kita dapat ketahui

bahwasanya mengapa diterapkan sistem kelola Build Operate

Transfer seperti yang sekarang diterapkan lantaran melihat potensi

yang ada di kawasan memang perlu pengelolaan diimbangi

pembangunan sarana-prasarana yang mendukung. Selain itu model

kemitraan yang diterapkan selama ini masih dianggap relevan dan

juga sebisa mungkin dilaksanakan agar kedua pihak memperoleh

keuntungan sehingga pengelolaan dapat berjalan dengan baik dan

memberi manfaat bagi semua kalangan masyarakat.

Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Taman Wisata Alam

Angke Jakarta Utara seluas 99,82 ha yang diberikan kepada PT.

Murindra Karya Lestari yang dituangkan kedalam surat keputusan

menimbang kepada Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam

PT. Murindra Karya Lestari yang kemudian dalam surat keputusan

tersebut juga dijelaskan bagaimana arahan proses kemitraan antara

kedua pihak. Seperti yang dipaparkan oleh Ibu Dewi Rahayu:

“Mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor


537/Kpts-II/1997 tentang pemberian Izin Pengusahaan
Pariwisata Alam kepada perusahaan disitu juga terlihat jelas
bagaimana arahan dalam proses berjalannya kemitraan yakni
secara teknis kewenangan penuh berada melalui Direktorat
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi melalui
Dirjen KSDAE namun untuk pengelolaannya diberi
kewenangan kepada Balai KSDA DKI Jakarta khususnya Seksi
Konservasi Wilayah III yang memang menjadi area
pengelolaannya. Dalam surat keputusan tersebut sudah diatur
jelas bagaimana terkait pembagian peran dalam pengelolaan
hingga evaluasi pun sudah diatur. (Sumber Wawancara dengan
Ibu Dewi Rahayu, hari Jumat 15 Maret 2019 Pukul: 13.14 WIB
129

di Kantor Direktorat Jenderal Pemanfaatan Jasa Lingkungan


Hutan Konservasi di Kota Bogor Jawa Barat).

Sejalan dengan hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati:

“Peraturan yang mengatur kemitraan di TWA Angke Kapuk


Jakarta Utara aspek dasar proses kemitraan mengacu kepada
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997.
Dimana status pengelolaan BKSDA tetap sebagai pemangku
kawasan namun pengelolaan di lapangan dilakukan oleh PT.
Murindra Karya Lestari” (Sumber: Wawancara dengan Ibu Ida,
Hari Senin 25 Maret 2019 pukul 15.47 WIB di Kantor BKSDA
DKI Jakarta Lantai 4).

Sejalan dengan penuturan ibu Irma M.S (I3) mengenai surat yang

mengatur kemitraan sebegai berikut:

“Dasar hukum pelaksanaan yakni Surat Keputusan Menteri


Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 dimana dalam surat
tersebut kami selaku pemegang izin kelola berhak untuk
mengelola kawasan TWA sepenuhnya sesuai peraturan dan
kebijakan yang diberlakukan pemerintah” (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019
pukul 14.55. WIB di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara).

Dari hasil wawancara dari ketiga informan mengenai surat

keputusan sebagai acuan pelaksanaan pengelolaan di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk mengacu kepada Surat Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 tentang Pemberian

Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) kepada PT.Murindra

Karya Lestari selama 30 tahun sejak tahun 1997.

Selain itu, dalam dasar kemitraan pengelolaan tentunya

membutuhkan anggaran sebagai salah satu faktor vital. Kemudian

peneliti memperoleh informasi terkait alokasi anggaran

pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk dalam dokumen


130

Rencana Pengelolaan Jangka Panjang milik BKSDA DKI Jakarta

menyangkut anggaran pembangunan oleh PT. Murindra Karya

lestari ataupun anggaran Desain blok, pengawasan, hingga evaluasi

oleh BKSDA DKI Jakarta. Bahwasanya untuk anggaran

pengelolaan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan prioritas .

4.3.2.1 Indikator Proses

Indikator proses dalam penerapan model kemitraan menjadi

poin paling penting lantaran sebuah usaha pengelolaan dapat

dilihat keberhasilannya melalui tahapan proses-proses yang

dilakukan. Dalam penelitian terkait model kemitraan pengelolaan

hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta

Utara, Indikator proses kemitraan diartikan sebagai proses

pelaksanaan yang dilakukan dan dapat dilihat dari beberapa aspek

yakni: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

pengawasan. Aspek proses pengelolaan kemitraan tersebut

kemudian ditinjau dari peranan kedua pihak dalam mengelola suatu

objek dalam hal ini BKSDA DKI melalui Seksi Konservasi

Wilayah III dengan PT. Murindra Karya Lestari di Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sebagai berikut:

4.2.3.2.1 Planning (Perencanaan)

Perencanaan merupakan suatu proses mempersiapkan

serangkaian pengambilan keputusan untuk dilakukannya tindakan

dalam mencapai tujuan organisasi dengan dan tanpa menggunakan


131

sumber-sumber. Dalam hal kemitraan mengelola hutan mangrove

oleh pemerintah dan swasta di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

perencanaan yang matang tidak hanya terlihat dari sinergisnya

rencana pengelolaan dari kedua pihak. Namun juga diwujudkan

dengan melihat peluang dan kondisi yang ada agar mampu

menunjang dan bertahan.

Dalam wawancara peneliti dengan informan diperoleh

Informasi terkait rencana pengelolaan kedua pihak. Hal ini

kemudian dijelaskan oleh Ibu Dewi Rahayu (I1) staf teknis PJLHK

sebagai berikut:

“Rencana pengelolaan kawasan saat ini milik UPT yakni


BKSDA DKI yaitu RPJP dan RPJPn. Milik PT.Murindra Karya
Lestari ada rencana pengelolaan jangka panjang yang kemudian
dijabarkan lagi melalui Rencana Karya Lima tahunan (RKL)
dan dijelaskan secara rinci dalam Rencana Karya Tahunan
(RKT) yang nantinya melalui pengesahan oleh Dirjen KSDAE.
Untuk kesesuaian rencana pengelolaan sendiri baik perusahaan
dan UPT jika ditinjau dari RKL dan RKT sejauh ini sudah
bersinergis namun untuk Rencana Karya Pengusahaan milik
perusahaan masih perlu beberapa revisi lantaran berbeda
kondisi pada saat tahun pembuatan Rencana Karya
Pengusahaan dengan kondisi saat ini. Jika dilihat saat ini
kondisi geografis TWA Angke kapuk sendiri sangat berbeda
dari sebelumnya sehingga mengakibatkan cukup sulit untuk
dilaksanakan pemberdayaan masyarakat seperti yang tertuang
dalam RKP karena sekitar kawasan saat ini sudah terkepung
perumahan dan pusat perbelanjaan elit” (Sumber Wawancara
dengan Ibu Dewi Rahayu, hari Jumat 15 Maret 2019 Pukul:
13.14 WIB di Kantor Direktorat Jenderal Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Hutan Konservasi di Kota Bogor Jawa Barat).

Kemudian dari informasi yang diperoleh melalui Ibu Ida

Harwati (I2) terkait kesesuaian rencana pengelolaan sebagai

indikator proses dimensi perencanaan kemitraaan yaitu:


132

“Kalau BKSDA sendiri pembuatan rencana pengelolan


berdasarkan kepada UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan
Pemerintah No.44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan
Kehutanan yang terdiri dari RPJP dan RPJPn. Kemudian
untuk PT.Murindra Karya Lestari Sendiri RKL dan RKT
sejauh ini memang sudah sesuai dan sudah dilakukan
persetujuan kemudian disahkan.Rencana pengelolaan BKSDA
saat ini termuat dalam blok-blok yang sudah dipetakan
tujuannya untuk memudahkan pengelolaan dan meberikan
batasan mengenai kegiatan yang dilakukan di TWA Angke
Kapuk. Namun untuk Rencana Karya Pengelolaan milik
Perusahaan masih ada beberapa yang perlu perubahan dan
kami harapkan bisa terselesaikan penyesuaian itu di tahun
2019 ini”. (Sumber: Wawancara dengan Ibu Ida, Hari Senin
25 Maret 2019 pukul 15.47 WIB di Kantor BKSDA DKI
Jakarta Lantai 4).

Terkait rencana pengelolaan, isi dari rencana tersebut yang dibuat

oleh BKSDA DKI Jakarta berdasarkan hasil wawancara dengan

Bapak Rizky Prima (I4) mengenai dasar pengelolaan Taman Wisata

Alam Angke Kapuk sebagai berikut:

“Pengelolaan di TWA Angke Kapuk berdasarkan PP Nomor


28 Tahun 2011 tentang pengelolaan Kawasan Suaka Alam
(KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), karena TWA
Angke Kapuk termasuk kedalam KPA. Jadi rencana
pengeolaan kalau dari BKSDA dibuat sesuai dengan aturan
UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah No.44
Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan yang terdiri dari
RPJP dan RPJPn secara sistematika penyusunan namun terkait
isi mengacu kepada PP. Nomor 28 Tahun 2011. Rencana
pengelolaan yang dibuat biasanya terkait keseluruhan seperti
wisata dan pelestarian alamnya termasuk kedalam marketing
hingga rehabilitasi kawasan.” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Rizky Prima. Hari Kamis 4 April 2019 Pukul 11.36 di
Kantor BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).

Dari hasil wawancara dengan Bapak Rizky Prima kita dapat

mengetahui bahwa rencana pengelolaan yang selama ini dibuat


133

oleh BKSDA DKI Jakarta secara sistematis mengacu dengan

aturan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah No.44 Tahun

2004 Tentang Perencanaan Kehutanan yang terdiri dari RPJP dan

RPJPn secara sistematika penyusunan namun terkait isi mengacu

kepada PP. Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan KSA dan

KPA

Terkait kesesuaian rencana pengelolaan juga peneliti

memperoleh konfirmasi dari Ibu Irma M.S (I3) manager

PT.Murindra Karya Lestari sebagai berikut:

“Terkait Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam sendiri


yang masih belum sesuai memang terkait kendala
pemberdayaan masyarakat. Karena ya kita bisa lihat sendiri
bagaimana sekitar kawasan TWA Angke Kapuk sudah
masyarakat perkotaan elit namun disamping kendala itu, kami
tetap berusaha melakukan pemberdayaan dengan mengajak
masyarakat dari kelurahan terdekat misalnya kelurahan
kalideres kami mengajak masyarakatnya untuk terlibat dalam
konservasi hutan mangrove. Selain itu pada hari jumat kami
mengijinkan masyarakat untuk berjualan di area TWA Angke
Kapuk sebagai wujud serta kami dalam membantu
perekonomian masyarakat sekitar. Jadi tetap kami berusaha
bagaimana caranya pemberdayaan masyarakat bisa berjalan.
Untuk RKL dan RKT kami sudah lakukan menyesuaikan dan
menyerahkan batas waktu yang diberikan.” (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019
pukul 14.45 di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).

Dari wawancara dengan keempat informan dapat diketahui pula

bahwa dari segi RPJP, RPJPn dari pihak BKSDA sudah memenuhi

dan Rencana milik perusahaan yakni RKL, dan RKP juga sudah

memenuhi dan sesuai namun dari sisi ketidaksesuaian terdapat


134

dalam Rencana Karya Pengusahaan PT. Murindra Karya lestari

yang dibuat tahun 1992 saat itu memang belum diperbaharui dan

ketidaksesuaian itu terletak pada poin pemberdayaan masyarakat

yang memang saat ini masih mengalami kendala lantaran adri segi

geografis letak Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

berada di pusat permukiman elit yakni Perumahan Pantai Indah

Kapuk (PIK) dan bersebelahan dengan Sekolah Tzu Chi School.

Dan RKP tersebut akan secepatnya direvisi berdasarkan kondisi

yang ada saat ini. Untuk rencana pengelolaan jangka panjang milik

BKSDA terdapat desain blok-blok sebagai acuan pengelolaan dan

batasan kegiatan yang boleh dilakukan.

Selain rencana pengelolaan yang harus saling bersinergis,

tujuan dari masing-masing organisasi juga tidak boleh diabaikan

lantaran dari tujuan sudah dapat terlihat kemana arah rencana

pengelolaan akan dibawa dan seperti apa hasil kemitraan yang

diharapkan.

Untuk tujuan dari pihak pemerintah seperti penuturan dari ibu

Dewi Rahayu (I1) sebagai berikut:

“Untuk tujuan sendiri pasti mempengaruhi kemana rencana


pengelolaan akan dibawa, kalau dari kami Permanfaatan Jasa
Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) selaku bawahan dari
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan ekosistem
(KSDAE) kami hanya sebatas ruang lingkup kebijakan dari
kemitraan itu sendiri jadi tujuan kami tentunya sebagai
pengelola dan mengawasi pelaksanaan pemanfaatan jasa
lingkungan itu sendiri namun kami bagi menjadi beberapa
koordinator melalui upt itulah. Tujuan kami tentunya agar
pemanfaatan jasa lingkungan dapat dilakukan dengan sebaik
135

mungkin, memberikan kontribusi kepada masyarakat dan


Negara. Untuk tujuan dari UPT dan Perusahaan sebagai
pelaksana kemitraan tentunya agak sedikit berbeda ya, karena
kalau UPT BKSDA DKI sendiri tujuannya kan melaksanakan
pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman
Wisata Alam, dan Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan
dan satwa liar baik didalam maupun diluar kawasan nah untuk
mencapai tujuan tersebut ada di poin fungdi BKSDA sendiri
untuk melakukan kerjasama selama kerjasama itu tidak
merugikan Negara dan dengan beberapa pertimbangan seperti
kemitraan dalam IPPA dengan sistem Build Operated Transfer
(BOT) itu sudah melalui beberapa pertimbangan pastinya. Dan
pertimbangan tersebut kita berkaca pada kemampuan kita dulu
ya (Pemerintah) dan apabila kita berikan IPPA nih tentu lahan
akan dimodifikasi nah kita juga memikirkan apa resiko yang
bakal kita terima yang kemudian untuk menanggulanginya kita
buat kebijakan yang mengatur pelaksanaan IPPA itu”.
(Sumber: Sumber Wawancara dengan Ibu Dewi Rahayu, hari
Jumat 15 Maret 2019 Pukul: 13.14 WIB di Kantor Direktorat
Jenderal Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi di
Kota Bogor Jawa Barat).

Sejalan dengan yang disampaikan Ibu Ida Harwati (I2) Kepala

Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta melalui

wawancara sebagai berikut:

“Tujuan organisasi memang akan menggambarkan rencana


pengelolaan yang akan dibuat. Kami dari BKSDA DKI melalui
Seksi Konservasi Wilayah III (SKW III) sebagai pelaksana di
wilayah Jakarta Utara kami memiliki tujuan tersendiri yaitu
mengelola kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman
Wisata Alam, dan Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan
dan satwa liar baik didalam maupun diluar kawasan. Untuk
Taman Wisata Alam Angke Kapuk sendiri kami memiliki
tujuan yang ingin kami capai sampai tahun 2025 yaitu
menjadikan Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk sebagai
model ekowisata mangrove terbaik di pulau jawa yang akan
kami tempuh melalui beberapa tahap ya, sejak awal di lokasi
TWA itu kan dahulu dihuni petambak liar dan cukup kesulitan
untuk merelokasinya kemudian dengan IPPA itulah oleh
perusahaan dilakukan relokasi karena mereka juga kan
memiliki tujuan untuk pengusahaan wisata alam sehingga kami
menyatukan tujuan masing-masing kami bagaimana caranya
136

agar lahan seluas 99,82 hektar itu bisa kembali ke fungsinya


sebagai hutan mangrove”. (Sumber: Wawancara dengan Ibu
Ida, Hari Senin, 31 Desember 2018 pukul 10.32 WIB di Kantor
BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).

Sejalan dengan yang diungkapkan Ibu Irma M.S selaku

manajer dari PT. Murindra Karya Lestari mengenai pentingnya

satu tujuan dari tiap-tiap organisasi yang ingin melakukan

kemitraan sagat penting diperhatikan. Sebagaimana hasil penuturan

dari Ibu Irma sebagai berikut:

“Tujuan dari PT. Murindra Karya Lestari melakukan


pengusahaan wisata alam di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara sendiri karena melihat potensi yang ada disana
yang menurut kami mampu untuk kami kelola dan
mengembalikan fungsi mangrove seperti normal kembali
karena daerah ini sangat rentan banjir terutama banjir rob. Ada
hutan mangrove saja masih sering terkena banjir terutama
sekitar bulan desember apalagi jika tidak ada hutan mangrove.
Maka dari itu kami tidak hanya sekedar mementingkan
keuntungan semata kami juga ingin ikut serta dalam
menyelamatkan lingkungan toh jika itu berjalan baik kami juga
akan merasakan manfaatnya. Untuk kesinergisan sendiri kami
selalu berkoordinasi dengan BKSDA dan jika diperlukan
pendampingan untuk melaksanakan tujuan kami juga pasti
kami difasilitasi seperti saat merelokasi petambak liar itu
sangat sulit dan butuh bantuan dari pihak pemerintah. Maka
dari sistem kemitraan yang kami laksanakan saat ini juga
mempertimbangkan kearah situ. Dimana perusahaan mengelola
kawasan, membangun sarana-prasarana dengan segala kendala
yang ada hingga kami mampu seperti saat ini dan sistem
pembagian hasil tiket yang selama ini diterapkan kami rasa ini
sudah menjadi dasar bagaimana agar tujuan perusahaan, tujuan
BKSDA bisa tercapai melalui kemitraan pengelolaan model
Build Operate Transfer (BOT) seperti ini. (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019
pukul 14.45 di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).

Dari hasil wawancara dengan ketiga informan mengenai tujuan

organisasi kita dapat mengetahui bahwa tujuan dari masing-masing


137

organisasi pada akhirnya tetap sama dan sinergisdan tujuan itulah

yang akan menentukan rencana pengelolaan yang akan dibuat

yakni menyelamatkan lingkungan di sekitar Pantai Utara Jakarta

sehingga memberikan dampak positif bagi semua lapisan

masyarakat. Melalui tujuan itulah kemudian berangkat menjadi

sebuah pemikiran apa saja yang harus dilaksanakan, model apa

yang harus diterapkan, dampak yang ditimbulkan dengan

mempertimbangkan faktor pendukung dan penghambat

pelaksanaan kemitraan antara kedua pihak yang harus dapat

disiasati sehingga model kemitraan yang selama ini diterapkan

dapat berjalan dengan baik.

Terkait dengan faktor pendukung dan penghambat dalam

perencanaan kemudian peneliti melakukan wawancara dengan Ibu

Ida Harwati (I2) sebagai kepala Seksi Konservasi Wilayah III

BKSDA DKI selaku UPT yang menaungi hutan mangrove di

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sebagai berikut:

“Untuk faktor pendukung dalam pembuatan perencanaan kami


rasa dari BKSDA sendiri khususnya dilingkup SKW III yang
bekerja diwilayah Jakarta Utara semuanya mampu memenuhi
dan merumuskan apa yang akan kita lakukan untuk tahapan
kerja selanjutnya, kemudian dituangkan dalam tulisan dan segi
administrasi pun sudah mendukung”. (Sumber: Wawancara
dengan Ibu Ida, Hari Senin, 31 Desember 2018 pukul 10.32
WIB di Kantor BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).

Menurut Informasi yang diperoleh dari Ibu Irma (I3) terkait

pendukung dan penghambat perencanaan PT Murindra Karya

Lestari sebagai berikut:


138

“Kalau penyusunan rencana pengelolaan dari kami, saya rasa


tidak ada hambatan karena kamipun selalu berusaha tepat
waktu dalam pembuatan RKL,RKT dan laporan-laporan
pengusahaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara”. (Sumber: Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu
10 April 2019 pukul 14.45 di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara).

Dari hasil wawancara kedua informan yang terlibat dalam

kemitraan kita dapat mengetahui bahwasanya dalam penyusunan

rencana pengelolaan tidak mengalami hambatan dan dibuat sesuai

dengan waktu yang ditentukan.

4.2.3.2.2 Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian merupakan salah satu peran pendukung

terlaksananya proses pengelolaaan kemitraan. Dalam penelitian

model kemitraan pengelolaan, pengorganisasian dilakukan guna

membagi peran para pihak dalam melaksanakan tugasnya masing-

masing.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti mengenai

pembagaian tugas dan koordinasi dengan Informan Ibu Ida harwati

(I2) Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta

sebagai berikut:

“Pembagian tugas koordinasi di Balai Konservasi Sumber


Daya Alam DKI Jakarta terbagi menjadi tiga wilayah yang
masing-masing dikelola oleh seksi konservasi. Seksi
Konservasi Wilayah I bekerja di wilayah Bekasi, Jakarta
Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Seksi Konservasi
Wilayah II bekerja untuk wilayah Tangerang dan Jakarta
Barat. Seksi Konservasi Wilayah III bekerja untuk wilayah
Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Maka Taman Wisata
Alam Angke termasuk kedalam wilayah Jakarta Utara dan
kemudian untuk pengamanannya terbagi lagi kedalam
139

beberapa resor yaitu resor Jakarta Utara untuk TWA Angke


Kapuk dan SM.Muara Angke. Resor Kep.Seribu untuk
Pulau Rambut dan Cagar Alam Pulau Bokor. Pembagian
tugas per resor bertujuan agar pengamanan lebih terfokus”.
(Sumber: Wawancara dengan Ibu Ida Harwati, Hari Senin,
29 Oktober 2018 pukul 10.32 WIB di Kantor BKSDA DKI
Jakarta Lantai 4).

Sejalan dengan yang diungkapkan Ibu Ida Harwati (I2)dari pihak

BKSDA DKI Jakarta, hal yang senada juga diungkapkan oleh

Bapak Rizky Prima (I4) terkait pembagian tugas organisasi dalam

kemitraan mengelola hutan mangrove di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara sebagai berikut:

“BKSDA DKI Jakarta yang dipimpin oleh seorang kapala


balai, kemudian tugas perwilayah agar lebih fokus dan
terkoordinir maka dibagi kedalam tiga wilayah kerja yaitu
Seksi Konservasi Wilayah I,II, dan III. Untuk koordinasi
tugas di BKSDA DKI Khususnya Seksi Konservasi
Wilayah III memang masih terjadi rangkap jabatan, hal
tersebut lantaran secara kulitas SDM disini kurang
memenuhi. Dalam bidang penggunaan IT, Bahasa Inggris,
dan Skill masih perlu pelatihan lagi”. (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Rizky Prima Hari Kamis, 4 April 2019 pukul
10.55 WIB di Kantor BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).

Sejalan dengan konfirmasi dari Ibu Ida Harwati (I2) menanggapi

terakit adanya rangkap jabatan di SKW III sebagai berikut:

“Adanya rangkap jabatan di BKSDA DKI memang karena


melihat dari jenis pekerjaan yang ada dan siapa yang bisa
menangani dalam hal itu. Jadi rangkap jabatan terkadang
menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Lagi pula
dilingkungan pemerintahan kan tidak bisa seenaknya
menambah pegawai karena ada undang-undangnya
tersendiri terkait itu. Oleh sebab itu kita sebagai yang
bertugas mengelola kawasan sebisa mungkin mensiasati
salah satunya dengan melakukan rangkap jabatan”.
(Sumber: Wawancara dengan Ibu Ida Harwati, Hari Senin,
140

25 Maret 2019 pukul 15.45 WIB di Kantor BKSDA DKI


Jakarta Lantai 4).

Terkait pembagian tugas organisasi peneliti melakukan wawancara

kepada Bapak Sukarman (I6) selaku polisi hutan Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Menurut penuturan beliau

sebagi berikut:

“Kalau untuk polisi hutan sendiri, karena TWA Angke


Kapuk ini kan sudah dikelola oleh pemegang izin, jadi
untuk pengamanan lebih fokus dilakukan oleh PT.
Murindra Karya Lestari. Kalau dari polisi hutan sendiri
biasanya tugas kami melakukan PAM Kawasan dengan
tidak menggunakan seragam resmi karena dikhawatirkan
akan mengusik ketenangan pengunjung. kalau untuk
kegiatan patroli sendiri terkadang menjadi tugas gabungan
dengan petugas kemanan PT. Murindra Karya Lestari.
Disini ada 2 orang polisi hutan dan 1 Juru mudi kapal
dalam 1 resort wilayah. Untuk polhut sendiri paling kami
ke TWA setiap hari sekitar 2-3 jam saja karena kan disini
sudah ada pemegang izin kelola” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Sukarman. Hari Jumat, 12 April 2019. Pukul
13.10 di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.

Berdasarkan wawancara ketiga informan dari pihak pemerintah

dalam hal ini BKSDA DKI Jakarta melalui Seksi Konservasi

Wilayah III kita dapat ketahui bahwa pengorganisasian dalam

kemitraan mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta

Utara BKSDA DKI Jakarta dipimpin oleh seorang kepala balai

kemudian terbagi lagi menjadi tiga seksi konservasi wilayah. Seksi

Konservasi Wilayah I bekerja di wilayah Bekasi, Jakarta Timur,

Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Seksi Konservasi Wilayah II

bekerja untuk wilayah Tangerang dan Jakarta Barat. Seksi

Konservasi Wilayah III bekerja untuk wilayah Jakarta Utara dan


141

Kepulauan Seribu. Selain itu terjadi rangkap jabatan dikarenakan

secara kualitas SDM yang ada kurang memenuhi dan diperlukan

pelatihan pegawai khususnya dibidang penggunaan IT,

Komunikasi Bahasa Inggris, dan Skill keterampilan. Untuk

pengamanan sendiri di Lokasi Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara lebih fokus dilakukan oleh PT.Murindra Karya

Lestari sebagai pemegang izin kelola kawasan.

Pembagian tugas dan koordinasi dari pihak swasta dalam

hal ini PT. Murindra Karya Lestari berdasarkan hasil wawancara

dengan Ibu Irma (I3) selaku manajer perusahaan sebagai berikut:

“Pembagian tugas disini semuanya sudah jelas ya, kalau untuk


bagian pembibitan, pupuk seperti itu dilaksanakan oleh
masyarakat yang dulunya petambak kemudian kami
berdayakan. Lalu untuk keamanan sendiri disini ada dua (2)
shift yang kerjanya 12 jam dan dari segi administrasi juga ada 3
orang. Jadi selama ini pembagian tugas sudah terkoordinir
dengan baik dan dapat memenuhi target penyerahan laporan ke
BKSDA secara tepat waktu”. (Sumber: Wawancara dengan Ibu
Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019 pukul 14.47 wib di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).

Sejalan dengan yang disampaikan oleh bapak Partono (I7) selaku

petugas keamanan dari PT. Murindra Karya Lestari terkait

pembagian tugas kerja sebagai berikut:

“Untuk pembagian tugas sendiri disini kami bekerja ada dua


(2) shift jadi sehari bekerja 12 jam. Setiap pergantian shift
diadakan apel untuk pengarahan. Dari kami nanti dibagi untuk
berjaga di tiga pos. Yakni pos 1,4, dan 6. Penjagaan disitu
memang yang diutamakan. Kalau untuk patrol sendiri ada
patroli darat dan air itu yang menjadi tugas kami. Kalau
bersama BKSDA biasanya ada patrol gabungan setiap bulan
pasti dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga
142

keamanan dan masing-masing organisasi bisa memastikan


bahwa kawasan ini betul-betul aman”(Sumber: Wawancara
dengan Bapak Partono. Hari Rabu, 10 April 2019 pukul 15.37
wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).

Dari hasil wawancara kedua informan yang mewakili PT.Murindra

Karya Lestari maka dapat kita ketahui bahwa pembagian kerja

yang dilaksanakan dalam mengelola Taman Wisata Alam Angke

Kapuk selama ini sudah terkoordinir. Untuk patroli sendiri

terkadang dilakukan secara bersamaan dengan pihak BKSDA DKI

Jakarta.

4.2.3.3.3 Actuating (Pelaksanaan)

Dalam proses manajemen atau pengelolaan hutan

mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara,

pelaksanaan peran menjadi poin yang paling penting. Pelaksanaan

sangat harus diperhatikan lantaran melalui pelaksanaan itulah kita

dapat melihat sejauh mana terlaksananya rencana pengelolaan yang

sudah disusun oleh masing-masing organisasi. Pelaksanaan melalui

model kemitraan Build Operate Transfer yang selama ini

diterapkan antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI

Jakarta dengan PT. Murindra Karya Lestari diwujudkan dalam

pemberian izin pengusahaan pariwisata alam. Kemudian peneliti

melakukan wawancara untuk melihat bagaimana pelaksanaan yang

dilakukan masing-masing pihak dalam pengelolaan Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Pelaksanaan yang peneliti lihat

paling awal terkait kepemimpinan, karena seorang pemimpin


143

mempunyai pengaruh sangat besar dalam mempengaruhi petugas

masing-masing bagian kerja lainnya. Hal ini kemudian

diungkapkan oleh Ibu Ida Harwati (I2) sebagai Kepala Seksi

Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta sebagai berikut:

“Untuk memulai suatu tahapan pengelolaan seperti pembuatan


desain tapak, pengawasan, monitoring, dan evaluasi saya
biasanya melakukan rapat di Seksi Konservasi Wilayah III hal
ini dilakukan agar pelaksanaan dilapangan dapat dikoordinir
yang nantinya akan dibuat jadwal kapan pelaksanaannya.
Kemudian saya komunikasikan juga dengan PT.Murindra
Karya Lestari biasanya melalui Ibu Irma jika kita ingin
melakukan monitoring ataupun pengawasan dilapangan. proses
komunikasi juga saat ini tidak harus surat-menuyurat cukup
dengan komunikasi media sosial. Karena memang kita tidak
pernah ada agenda rutin bersama PT.Murindra terkait
membahas secara dalam bagaimana pengelolaan yang mereka
lakukan, hal itu karena segala pembangunan dilapangan,
pengoperasian juga dilakukan oleh mereka namun ada beberapa
rencana kegiatan yang kita lakukan bersama. Saya
mengkoordinir kegiatan yang memang wewenang BKSDA
DKI disana sebagai pelaksana monitoring, pengawasan, dan
evaluasi.” (Sumber: wawancara dengan Ibu Ida Harwati. Hari
Selasa, 11 Desember 2018 pukul 09.45 Wib di Kantor Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta Lantai 4).

Sejalan dengan yang dijelaskan oleh Bapak Rizky Prima (I4) terkait

arahan pemimpin dalam melaksanakan tugas BKSDA DKI Jakarta

di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sebagai

berikut:

“Biasanya dilakukan arahan oleh kepala seksi melalui rapat


arahan dan disitu juga bagaimana pelaksanaan masing-
masing tugas. misalnya saya jabatan fungsional saya
sebagai penyuluh kehutanan namun saya juga sering
terlibat dalam penyusunan rencana pengelolaan, program
pengelolaan yang dirancang. Kemudian nantinya akan
diberikan target kapan pelaksanaan itu harus selesai dan
nanatinya akan dilakukan evaluasi. (Sumber: Wawancara
144

dengan Bapak Rizky Prima Hari Senin, 25 Maret 2019


pukul 15.55 WIB di Kantor BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).

Dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati dan bapak Rizky

Prima pelaksanaan di BKSDA DKI Jakarta diarahkan melalui rapat

koordinasi yang kemudian dari setiap pegawai diberikan target

waktu penyelesaian yang nantinya diakhir akan dievaluasi

bagaimana pelaksanaannya. Untuk pengelolaan di lapangan dari

mulai pembangunan hingga pengoperasian dilakukan oleh pihak

swasta namun tetap status lahan hingga akhir dikembalikan kepada

Negara.

Dari pihak swasta (PT. Murindra Karya Lestari) peneliti

melakukan wawancara terkait bagaimana arahan pemimpin dalam

mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Hal tersebut

mendapatkan konfirmasi dari Ibu Irma (I3) sebagai berikut:

“Arahan biasanya langsung dilakukan sesuai dengan tupoksi


pegawai masing-masing. Dan pembagian tugas kan sudah jelas
sejak awal perekrutan karyawan sehingga untuk pelaksanaan
masing-masing karyawan sudah paham. Kalau untuk petugas
keamanan baru dilakukan arahan setiap apel pergantian shift”
(Sumber: Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April
2019 pukul 14.47 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara).

Dari wawancara dengan Ibu Irma dapat kita ketahui bahwa dalam

pelaksanaan dari segi kepemimpinan di perusahaan sudah

dilakukan sejak pembagian tupoksi awal perekrutan karyawan

sehingga pengelolaan langsung dapat berjalan.


145

Selain dari segi kepemimpinan, pelaksanaan lainnya dapat

dilihat dari apa saja yang dilakukan oleh kedua pihak dilapangan.

Ini merupakan yang paling penting dalan pelaksanaan kemitraan.

Dalam poin pelaksanaan, selain kepemimpinan, sikap dan moril

sebagai pertanggungjawaban kewajiban melaksanakan tugas

masing-masing pihak juga tidak dapat diabaikan. Dari hasil

wawancara kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing pihak

di lapangan melalui Ibu Ida Harwati (I2) sebagai Kepala Seksi

Konservasi Wilayah III sebagai berikut:

“Dari pihak BKSDA DKI Jakarta dalam kemitraan ini peran


kami yaitu pembuatan desain tapak blok gunanya untuk
memberi batas kepada pengunjung dan perusahaan jika ingin
membangun sarana-prasarana tidak melewati desain itu.
Kegiatan yang diperbolehkan pengunjung antara lain: kegiatan
penelitian, kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan, kegiatan
penunjang budidaya penggunaan plasma nutfah. Untuk
monitoring kami lakukan setahun tiga kali jadi monitoring ada
triwulan I-IV kemudian nanti kami lakukan juga pengawasan,
dan diakhir kami evaluasi yang nantinya dievaluasi itu ada
indikator yang dapat dijadikan acuan apakah pelaksanaan oleh
perusahaan sudah optimal.” (Sumber: wawancara dengan Ibu
Ida Harwati. Hari Selasa, 11 Desember 2018 pukul 09.45 Wib
di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
Lantai 4).

Sejalan dengan yang diungkapkan bapak Rizky Prima (I4)

terkait peran BKSDA DKI dalam menyikapi pengelolaan

kemitraan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk sebagai berikut:

“Kalau dari BKSDA sendiri karena ini kan ada dua pihak,
namun BKSDA disini sebagai pemantau pelaksanaan
dilapangan seperti apa dan bagaimana. Kalau dari kami ada
pengawasan, monitoring, dan evaluasi. Ada juga kegiatan
penyuluhan kehutanan tapi itu dilakukan jika ada yang
membutuhkan pendampingan misalnya seperti wisata
146

pendidikan kehutanan maka kami juga bisa memfasilitasi”.


(Sumber: wawancara dengan Bapak Rizky Prima. Hari Senin,
25 Maret 2019 pukul 15.45 Wib di Kantor Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta Lantai 4).

Dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati dan bapak Rizky

Prima kita dapat mengetahui bahwa peran BKSDA DKI dalam

pelaksanaan mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk adalah

membuat desain blok sebagai batasan bagi kegiatan perusahaan

dan pengunjung, kegiatana pengawasan, monitoring, hingga

evaluasi pelaksanaan PT.Murindra Karya Lestari.

Dari pihak BKSDA selain peran yang dilakukan dalam

kemitraan, kemudian peneliti menggali informasi terkait faktor

pendukung dan penghambat dalam pengelolaan di Taman wisata

Alam Angke kapuk semenjak dilakukannya kemitraan bersama

pihak swasta.

Dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati (I2) sebagai berikut:

“Kalau untuk faktor pendukung dalam pelaksanaan, kita


melihat letak TWA ini sangat strategis dan mudah dijangkau
apalagi minat wisatawan cukup tinggi khususnya ditahun 2017
sehingga menimbulkan peluang obyek ini tidak hanya
dijadikan tempat wisata tapi juga untuk objek penelitian karena
keunikan potensi biotik maupun sistem kelolanya namun untuk
hambatan yang kami rasakan misalnya adanya kegiatan proyek
luar di sekitar kawasan TWA sehingga membahayakan
kelestarian alam. Selain itu dahulu lokasi merupakan tempat
petambak liar yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan,,
adanya dampak reklamasi pantai yang menimbulkan air keruh,
dan kegiatan promosi yang masih kurang. Hal itulah yang kami
mohonkan kepada pengelola untuk bersama-sama mensiasati”.
(Sumber: wawancara dengan Ibu Ida Harwati. Hari Senin, 25
Maret 2019 pukul 15.15 Wib di Kantor Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta Lantai 4).
147

Sejalan dengan yang diakatakan Ibu Ida Harwati, Menurut ibu Irma

M.S manajer dari PT.Murindra Karya Lestari sebagai berikut:

“Faktor pendukung dari pengelolaan kami disini saat ini adanya


sarana-prasarana yang mendukung kegiatan wisata ditengah
perkotaan, kami juga menyediakan paket penginapan,
Preweeding, Wisata air dan sebagainya sehingga kami
berusaha melakukan pembangunan dan pengembangan di
beberapa bidang misalnya untuk pemilihan kayu-kayu disini
kita gunakan dari kayu merbau agar awet dan mudah
pemeliharaannya. Pembangunan jembatan juga sedang kami
lakukan dan mudah-mudahan kita juga bisa terus adakan
inovasi sarana disini untuk mendukung daya tarik. Kalau untuk
hambatan kami sendiri biasanya seperti ya pemeliharaan
sarpras yang membutuhkan dana cukup lumayan, selain itu
dampak reklamasi pantai yang bikin kondisi air rusak dan juga
ikan-ikan mati. Selain itu masih terjadinya banjir rob hampir
setiap tahun yang bisa mencapai betis kaki orang dewasa
biasanya terjadi dibulan desember” (Sumber: Wawancara
dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019 pukul 14.47 wib
di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).

Terkait faktor pendukung dan penghambat dalam kemitraan

pengelolaan model Build Operate Transfer dimana lahan milik

Negara dibangun, dan dioperasikan oleh swasta untuk kemudian

mendapatkan hasil berupa pajak dari kegiatan tersebut. Menurut

wawancara dari Bapak Rizky Prima (I4) menurut beliau sebagai

berikut:

“Faktor pendukung kemitraan pengelolaan di TWA adalah


kondisi ekonomi masyarakat sekitar yang cukup tinggi, letak
starategis yang mudah dijangkau dengan transjakarta pun saat
ini bisa, dan keamanan yang masih terjamin sampai saat ini.
Kalau untuk faktor penghambat sendiri yakni pembangunan di
lokasi masih bersifat belum menyeluruh, promosi yang belum
optimal dan adanya dampak reklamasi yang menyebabkan
suplai air laut berkurang. Selain itu sampah juga masih menjadi
salah satu faktor penghambat”. (Sumber: wawancara dengan
Bapak Rizky Prima. Hari Kamis, 4 April 2019 pukul 11.45
148

Wib di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI


Jakarta Lantai 4).

Dari wawancara ketiga informan maka dapat kita ketahui

bahwasanya faktor pendukung pelaksanaan kemitraan pengelolaan

hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk adalah

karena letaknya strategi mudah dijangkau dan kondisi ekonomi

masyarakat sekitar yang cukup baik. Selain itu dari pihak pengelola

yakni PT.Murindra Karya Lestari telah melakukan banyak

pembangunan sarana prasarana pendukung, paket wisata hingga

penginapan. Untuk penghambatnya sendiri yang saat ini masih

dirasakan kedua pihak yakni diantaranya dampak reklamasi pantai,

sampah dan juga kegiatan promosi yang belum optimal.

Setelah mengetahui beberapa faktor pendukung dan

penghambat kemudian peneliti melakukan wawancara lagi terkait

apa yang dilakukan untuk mensiasati faktor tersebut. Berdasarkan

wawancara dengan Ibu Irma M.S diperoleh informasi sebagai

berikut:

“Dalam pengelolaan ini, kami PT. Murindra dahulu awalnya


sejak diberikannya izin IPPA 10 tahun awal itu kami meminta
izin pada pemerintah terlebih dahulu fokuskan untuk
bagaimana caranya memindahkan petambak liar yang memang
cukup sulit untuk direlokasi, dengan bantuan kopassus waktu
itu kami bisa merelokasi dan memberikan pengertian kepada
mereka. Kemudian mulai tahun 2009 kami membangun (Build)
sarana-prasarana pendukung seperti jembatan, gazebo,wisata
air dan sebagainya. Kemudian kami baru bisa mengoperasikan
(Operated) untuk rekreasi umum pada tahun 2011 dan
kemudian untuk sarana pelengkap lainnya menyusul dilengkapi
seperti masjid dan vila penginapan di tahun 2013. Barulah saat
mulai beroperasi kami juga menyumbangkan pajak (Transfer)
149

terhadap Negara sesuai dengan peraturan yang ada”. (Sumber:


Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019
pukul 14.47 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).

Dari segi pengelolaan dan sarana-prasarana, kemudian peneliti

menggali informasi dari pihak keamanan PT. Murindra Karya

Lestari terkait pelaksanaan dilapangan. Menurut hasil wawancara

dengan bapak Partono (I7) sebagai berikut:

“Untuk mensiasati terkait dampak reklamasi dan sampah kita


berusaha dengan memasang jaring agar sampah dan limbah
airnya tidak terlalu melebar ke permukaan air lain karena akan
menyebabkan biota air tawar mati”.(Sumber: Wawancara
dengan Bapak Partono. Hari Rabu, 10 April 2019 pukul 15.37
wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).

Berdasarkan wawancara dengan kedua informan dari PT.

Murindra Karya Lestari selaku pemegang izin kelola kawasan

bahwasanya dalam mengatasi berbagai kendala pihak perusahaan

menyeliesaikan dengan cara bertahap. Dimulai dengan merelokasi

petambak, membuat sarana-prasarana hingga bisa dibuka untuk

umum. Yang kemudian untuk menjaga perairan kawasan dilakukan

pemasangan jaring agar sampah dan limbah tidak mudah

mencemari kawasan.

Terkait kendala promosi wisata PT.Murindra Karya Lestari

sebagai pemegang izin, peneliti memperoleh informasi dari Ibu

Irma (I3) sebagai berikut:

“Kita biasanya untuk sekaligus promosi memanfaatkan


kegiatan penanaman pohon, dimana dalam kegiatan tersebut
selain mengenalkan TWA Angke Kapuk ini juga memberi
pemahaman mengenai pentingnya hutan mangrove jadi
150

sekaligus sarana edukasi bagi pengunjung. Selain itu kami juga


memiliki website dan brosur yang membantu memudahlan
pengunjung. Dan belum lama ada dari bali dan lampung
melakukan studi banding terkait pengelolaan kawasan
konservasi mangrove yang menurut mereka masih merasa sulit
untuk mengembangkannya dan kemungkinan bisa dikaji ulang
untuk menerapkan seperti model pengelolaan yang diterapkan
di TWA Angke Kapuk ini. Karena memang model seperti ini
masih relevan untuk dilaksanakan” (Sumber: Wawancara
dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019 pukul 14.47 wib
di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).

Dari pihak BKSDA DKI Jakarta melalui bapak Rizky

Prima (I4) terkait kendala promosi yang masih menjadi keluhan

saat ini. Menurut pendapat beliau sebagai berikut:

“Promosi yang ingin dikembangkan di BKSDA DKI Jakarta


saat ini salah satunya sedang dibuat berbasis IT sehingga
pengunjung secara online dapat mengakses, bahkan meminta
pendampingan atau penyuluh kehutanan pun bisa dilakukan
melalui itu. Penyuluhan kehutanan dapat kita berikan ketika
memang ada kegiatan wisata yang membutuhkan
pendampingan”. (Sumber: wawancara dengan Bapak Rizky
Prima. Hari Kamis, 4 April 2019 pukul 11.45 Wib di Kantor
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta Lantai 4).

Dari hasil wawancara terkait sikap yang dilakukan untuk

mengatasi kendala promosi, kedua informan menjelaskan bahwa

saat ini promosi sudah dilakukan oleh kedua pihak. Pihak

perusahaan melakukan promosi melalui website, brosur, dan

kegiatan penanaman pohon di lokasi konservasi. Sementara dari

BKSDA DKI Jakarta mengembangkan aplikasi online agar

memudahkan pengunjung mencari tahu tentang Taman Wisata

Alam Angke Kapuk dan menyediakan layanan penyuluhan hutan.


151

Selanjutnya dalam pelaksanaan pengelolaan melalui

kemitraan yang harus diperhatikan pula yaitu bagaimana tata

hubungan antar kedua pihak. Dimana dalam pelaksanaan kemitraan

yang melibatkan lebih dari satu (1) organisasi harus memilki

komunikasi yang harmonis dan efektif. Terkait hal itu peneliti

melakukan wawancara dengan informan, menurut hasil wawancara

dengan Ibu Ida Harwati (I2) sebagai berikut:

“Kalau untuk tata hubungan dengan pengelola saat ini, kita


sudah sangat enak komunikasinya, beda dengan dahulu-dahulu
masih agak kaku dan sulit. Kalau saat ini ada keperluan atau
apa kita tinggal komunikasikan via media sosial. Kalau untuk
agenda rutin pertemuan memang tidak ada, namun untuk
membahas bagaimana hasil dilapangan biasanya kami langsung
ke lokasi saja” (Sumber: wawancara dengan Ibu Ida Harwati.
Hari Selasa 13 Nopember 2019 pukul 09.45 wib di Kantor
BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).

Sejalan dengan pernyataan dari ibu Ida Harwati terkait tata

hubungan dalam kemitraan ini, menurut ibu Irma M.S dalam

wawancara sebagai berikut:

“Untuk komunikasi dengan pihak balai, saat ini kami sangat


terbuka dan hanya mengkomunikasikan saja dengan ibu Ida
biasanya. Misalkan dari BKSDA ingin kesini pagi hari sekali
untuk pengawasan satwa burung bisa saja nanti kami
komunikasikan dengan pihak penjaga gerbang seperti itu”.
(Sumber: wawancara dengan Ibu Irma M.S Hari Rabu Pukul
14.50 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)

Dari hasil wawancara kedua informan dari maing-masing

pihak kita dapat mengetahui bahwasanya dalam model kemitraan

Build Operated Transfer meskipun pembangunan dan operasional

dilakukan oleh swasta namun tetap saja dasar pelaksanaan sesuai


152

desain yang ada di pemerintah dan saling mengkomunikasikan

dengan pihak BKSDA DKI Jakarta ataupun perusahaan.

Dari pelaksananaan yang ada dilapangan kemudian peneliti

melakukan wawancara terkait perawatan sarana-prasarana yang

ada dan juga perlindungan hutan mangrove yang kemudian

diperoleh informasi dari Ibu Irma M.S sebagai manajer

PT.Murindra Karya Lestari yang setiap hari terlibat langsung

dilokasi sebagai berikut:

“Perawatan Sarana-prasarana rutin kami lakukan hampir setiap


bulan sebagai bentuk kewajiban kami disini, selain itu untuk
beberapa sarana yang rusak seperti rumah kayu dan alat wisata
air saat ini sedang kami lakukan perbaikan. Seperti karena
perawatan kayu merbau yang cukup rumit dan bahannya juga
berat saat ini kami sedang upayakan untuk beralih ke bambu
yang berkualitas bagus sebagai allternatif namun perawatannya
efisien. Kalau untuk hutan mangrove sendiri kami rutin
lakukan pembibitan, penanaman kembali hingga pemupukan
pun kami buat sendiri dari sisa-sisa sampah yang ada. bahkan
sampah plastik pun bisa kami jadikan pupuk dengan bantuan
sedimen. Hal itu kami lakukan untuk menghemat pengeluaran,
menjaga keseimbangan lingkungan dan mengubah sampah
menjadi daya guna. Kamipun lakukan penjualan pupuk jika ada
wisatawan biasanya dari sekolah-sekolah yang melakukan
pendidikan budidaya tanaman dengan pupuk dan benih yang
sudah kami buat sendiri menggandeng masyarakat yang kami
berdayakan disini. Kemudian untuk pembayaran pajaknya kami
melalui distribusi tiket yang kami lakukan sebesar Rp.
25.000,00 dengan pembagian Rp.20.000,00 untuk perusahaan
dan Rp.5000,00 sebagai PNBP ke Negara” (Sumber:
wawancara dengan Ibu Irma M.S Hari Rabu Pukul 14.50 wib di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).

Sejalan dengan yang dikatakan oleh Ibu Irma M.S, menurut bapak

Yais (I9.1) beliau merupakan salah satu mantan petambak yang


153

kemudian dialihkan untuk bekerja di TWA Angke kapuk. Menurut

wawancara dengan beliau sebagai berikut:

“Untuk pembuatan pupuk sebagai salah satu mantan petambak


yang kemudian bekerja disini. Saya setiap hari mengolah
sampah menjadi pupuk sebagai upaya pelestarian mangrove,
saya yang langsung melakukan pembuatan pupuk itu sendiri
baik dari pupuk biotik ataupun abiotik . Ini sudah berlangsung
sejak lama dan dilakukan terus menerus” (Sumber: wawancara
dengan bapak Yais Hari rabu 10 April 2019. Pukul 17.05 di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)

Dari hasil wawancara dengan ibu Irma dan bapak Yais kita

dapat mengetahui bahwasanya PT.Murindra Karya Lestari sebagai

pemengang izin kelola tidak hanya membangun sarana prasarana

namun juga melakukan perawatan dengan pembuatan pupuk

mandiri, pengoperasian dan pembagian hasil penjualan tiket

sebagai pemasukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Setelah peneliti mengetahui pelaksanaan di lapangan baik

dari pengelolaan oleh BKSDA DKI Jakarta, PT.Murindra Karya

Lestari, pembangunan sarana-prasarana, perawatan, hingga

pengoperasian yang kemudian disetorkan ke Negara sebagai

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal lain yang tidak bisa

dilupakan juga terkait insentif karyawan perusahaan sebagai

motivasi pelaksanaan kerja. Karena dalam model kemitraan agar

semua berjalan lancar kesejahteraan karyawan juga tidak boleh

diabaikan dan juga sebagai SDM penunjang pelaksanaan. Menurut

hasil wawancara dengan Ibu Irma (I3) terkait motivasi karyawan

sebagai berikut:
154

“Untuk motivasi pegawai sejauh ini belum ada, karena


kebanyakan untuk pelatihan sendiri pun disini kebanyakan
tenaga kasar seperti tenaga pembuatan pupuk dan pembibitan.
Kemudian untuk family gathering pun belum ada karena kami
sendiri sebagai penyedia wisata jika dihari libur justru kami
harus bekerja bahkan mengabaikan kebutuhan wisata kami
sendiri”. (Sumber: wawancara dengan Ibu Irma M.S Hari Rabu
Pukul 14.50 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).

Sejalan dengan informasi yang diberikan oleh Ibu Irma M.S (I3)

sebagai manajer PT.Murindra Karya Lestari, hal yang sama juga

diungkapkan oleh bapak Partono (I7), petugas kemanaan

PT.Murindra Karya Lestari sebagai berikut:

“Untuk kegiatan Family gathering, saat ini belum pernah


dilakukan lantaran waktu yang agak sulit. Saya menyadari
ketika orang-orang berlibur justru kamilah yang harus menjaga
dan menjadi tempat liburan mereka” (Sumber: wawancara
dengan bapak Partono. Hari Rabu pukul 15.50 wib di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).

Dari hasil wawancara dengan kedua informan dari pihak

perusahaan, untuk motivasi pegawai sendiri saat ini belum

dilakukan lantara keterbatasan waktu sebagai penyedia jasa wisata.

Kemudian dari segala aspek pelaksanaan, peneliti menanyakan

bagaiamana terkait perekrutan karyawan oleh PT.Murindra Karya

Lestari melalui Ibu Irma M.S (I3) sebagai berikut:

“Untuk perekrutan karyawan kami masih menggunakan sistem


bawaan ya misalnya ada yang keluarganya bekerja disini nanti
ketika dibutuhkan lagi bisa menaruh lamaran untuk bekerja
disini ataupun dulu bekas petambak disni kemudian kami
berdayakan dengan bekerja disini. Dan sejauh ini SDM yang
ada saya rasa masih cukup untuk mem-back up segala kegiatan
disini hanya saja perlu dilakukan penambahan dibidang tenaga
ahli.” (Sumber: wawancara dengan Ibu Irma M.S Hari Rabu
155

Pukul 14.50 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta


Utara).

Dari hasil wawancara dengan Ibu Irma M.S terkait Sumber

Daya Manusia (SDM) yang ada di PT.Murindra Karya Lestari

direkrut melalui sistem kekeluaragaan atau bawaan. Dan saat ini

secara garis besar sudah mencukupi untuk melaksanakan model

kemitraan pemerintah dan swasta secara Build Operate Transfer

(BOT) dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara.

4.2.3.3.4 Controlling (Pengawasan)

Pengawasan mempunyai perananan atau kedudukan

penting sekali dalam manajemen, mengingat mempunyai fungsi

untuk menguji apakah pelaksanaan kerja teratur tertib, terarah atau

tidak. Walaupun planning, organizing, actuating baik, tetapi

apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah, maka

tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.

Terkait dengan penelitian model kemitraan pemerintah dan

swasta dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara secara Build Operate Transfer (BOT).

Mengacu kepada Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor

537 /Kpts-II/1997 tentang pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata

Alam (IPPA) kepada PT.Murindra Karya Lestari dimana dalam

surat tersebut juga diatur bahwasanya kegiatan IPPA setiap lima

(5) tahun sekali dilakukan evaluasi. Sebelum melakukan evaluasi


156

atau penilaian tentunya harus melewati tahap monitoring dan

pengawasan. Pengawasan tentunya dibagi kepada kedua pihak.

Mengenai hal tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan Ibu

Ida Harwati (I2) sebagai Kepala Seksi Konservasi Wilayah III

BKSDA DKI Jakarta terkait bagaimana pengawasan dari BKSDA

DKI Jakarta. Menurut penuturan beliau sebagai berikut:

“Pengelolaan TWA Angke Kapuk memang diserahkan ke


pihak swasta melalui IPPA, namun kendati begitu tetap saja
pembangunan, pengoperasian hingga pendapatan (BOT) harus
dilakukan pengawasan agar pengelolaan berjalan seimbang.
Dalam melakukan pengawasan BKSDA DKI melalu seksi
konservasi wilayah III di TWA Angke Kapuk diatur dalam
Peraturan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
No.P.6/IV-SET/2012 tentang Pedoman pengawasan dan
evaluasi pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
Pengawasan yang kami lakukan antara lain terkait: keamanan
kawasan dari kerusakan. gangguan dan ancaman melalui patroli
fungsional, pengawasan terhadap kegiatan wisata yang kami
sebut dengan monitoring terhadap PT.Murindra Karya Lestari,
pengawasan terhadap PNBP. Kalau untuk jadwal kontrol rutin
sendiri tidak ada hanya untuk tahun ini pengawasannya dalam
bentuk patrol didanai oleh DIPA sebanyak enam (6) kali dalam
setahun. Selebihnya patrol rutin biasa dilakukan oleh polisi
hutan yang sudah dfokuskan menjadi beberapa resort.
Kalau fokus pengawasan terhadap PT.Murindra KArya Lestari
biasanya kami terkait denganevaluasi kinerja IPPA setahun
sekali, pencermatan dan pengesahan dokumen RKL-RKT dan
fasilitasi administrasi untuk hal-hal yang berhubungan dengan
KLHK” (Sumber: Wawancara dengan ibu Ida Harwati Hari
Selasa, 13 Nopember 2018 Pukul 13.01 Wib di Kantor BKSDA
DKI Jakarta lantai 4).

Terkait dengan informasi pengawasan yang diperoleh dari Ibu Ida

Harwati kemudian peneliti melakukan wawancara dengan bapak

Sukarman (I6) selaku polisi hutan di Taman Wisata Alam Angke

Kapuk Jakarta Utara. Menurut penuturan beliau sebagai berikut:


157

“Kalau untuk pengawasan sendiri kami sebagai polhut resort


Jakarta Utara khususnya di TWA Angke Kapuk, dalam bekerja
disini kami terdiri dari dua (2) orang polhut dan satu (1) orang
juru mudi kapal. Kegiatan pengawasan yang kami lakukan
disini terkait keamanan dan pengendalian kawasan karena
memang selama ini juga belum pernah ada terjadi pelanggaran.
Kegaiatan pengawasan disini kami lakukan ada dua (2) jenis
yaitu pengamanan dengan menggunakan seragam dinas dan
yang tidak menggunakan seragam. Kami kadang melakukan
pengamanan tanpa seragam dinas karena menjaga kenyamanan
pengunjung. Kalau patroli kawasan kami lakukan tanpa
menggunakan seragam dinas. Polhut sendiri melakukan patrol
setiap delapan (8) jam sekali. Lokasi yang kami fokuskan
pengawasan keamanannya yakni di mako, pos enam (6) yang
sangat dekat dengan reklamasi, keamanan pengunjung dan
kapal yang masuk ke perairan yang memungkinkan
mengganggu potensi satwa dan tumbuhan yang ada” (Sumber:
wawancara dengan bapak Sukarman. Jumat 12 April 2019.
Pukul 13.00 wib. Di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara)

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh ibu Ida Harwati (I2) dan

bapak sukarman (I6), menurut bapak Rizky Prima (I4) selaku

penyuluh kehutanan sekaligus terlibat dalam penyusunan rencana

pengelolaan BKSDA DKI Jakarta sebagai berikut:

“Pengawasan yang dilakukan pihak BKSDA DKI Jakarta


hampir keseluruhan baik itu pengawasan kawasan TWA, flora
dan fauna, hingga ke kegiatan wisata oleh PT. Murindra Karya
Lestari mengacu kepada Peraturan Dirjen Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam No.P.6/IV-SET/2012 tentang Pedoman
pengawasan dan evaluasi pengusahaan Pariwisata Alam di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Alam. Dimana dalam peratutan tersebut dari
BKSDA DKI memiliki wewenang untuk melakukan
pengawasan terkait administrasi dan teknis konservasi yang
dilakukan. Kalau dari administrasi kita melihat dari laporan-
laporan, RKL, dan RKT PT.Murindra Karya Lestari. Untuk
teknis konservasi kami melakukan pengawasan bagaimana
teknik yang akan dilakukan, untuk kemudian dari hasil tersebut
dievaluasi paling sedikit dilakukan sekali (1) dalam satu (1)
tahun”.(Sumber: wawancara dengan bapak Rizky Prima. Hari
158

Kamis 04 April 2019 Pukul 10.55 wib di Kantor BKSDA DKI


Jakarta.

Dari hasil wawancara dengan ketiga informan dari pihak

Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta kita dapat

mengetahui bahwasanya dalam pelaksanaan kemitraan model Build

Operate Transfer (BOT) dalam hal ini diwujudkan melalui surat

keputusan pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA)

tetap dilakukan pengawasan baik terhadap kawasan konservasi

ataupun kepada perusahaan pengelola. Maka dalam surat

keputusan tersebut diatur pula apa saja yang harus dikerjakan oleh

pihak perusahaan dan terkait evaluasi juga harus dilakukan karena

untuk melihat sejauhmana perkembangan dan keberhasilan

pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk melalui kemitraan

dengan swasta.

Sehubungan dengan evaluasi kegiatan wisata hutan

mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara,

pada saat peneliti wawancara dengan bapak Rizky Prima kemudian

ditambahkan informasi oleh Ibu Nani Rahayu (I5) selaku

Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan bertindak sebagai bagian

evaluasi dan pelaporan Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI

Jakarta. Menurut beliau sebagai berikut:

“Berdasarkan hasil evaluasi kinerja PT. MKL tahun 2017,


kinerja perusahaan ini masih berada dalam kategori sedang
dengan nilai 3,89. Aspek penilaian yang masih belum
maksimal adalah pada indikator pemberdayaan masyarakat dan
ketenagakerjaan. Evaluasi yang dilakukan selain dengan
159

melihat langsung ke lapangan juga berdasarkan dokumen


perencanaan (Rencana Karya Pengelolaan, Rencana Karya
Lima Tahunan, Rencana Karya Tahunan), laporan (bulanan,
tahunan dan keuangan), bukti pembayaran PHUPSWA dan
dokumen lain yang relevan dan kemudian dievaluasi
berdasarkan kriteria per indikator standar evaluasi.Evaluasi
kinerja pengusahaan pariwisata alam dilakukan dengan sistem
skoring sesuai dengan Peraturan Dirjen PHKA Nomor : P.6/IV-
SET/2012”. (Sumber: wawancara dengan Ibu Nani Rahayu.
Kamis 4 April 2019 pukul 11.30 wib di Kantor BKSDA DKI
Jakarta Lantai 4).

Dari infromasi yang diperoleh melalui Ibu Nani Rahayu (I5)

kita dapat mengetahui bahwa standar evaluasi kegaiatan

Pengusahaan Pariwisata Alam diatur dalam Peraturan Dirjen

PHKA Nomor : P.6/IV-SET/2012 dengan sistem scoring melalui

pengawasan baik dilapangan ataupun tertib administrasi

perusahaan pengelola.

Setelah mengetahui bentuk pengawasan yang dilakukan

oleh pihak pemerintah, dalam hal ini BKSDA DKI Jakarta melalui

SKW III, selanjutnya peneliti menggali informasi bagaimana

pengawasan yang dilakukan oleh PT.Murindra Karya Lestari

sebagai pemegang izin kelola. melalui Ibu Irma M.S (I3) peneliti

memperoleh informasi sebagai berikut:

“Pengawasan yang dilakukan oleh PT.Murindra Karya Lestari


meliputi keseluruhan kawasan. Karena kami sebagai pihak
pengelola anggaplah kami menyewa lahan yang kemudian
kami olah dan kami desain. Tentunya kami juga sangat
menjaga kawasan dari hal-hal yang dapat berpotensi merusak
kawasan. Pengawasan dari kami diwujudkan dengan patrol 24
jam dan pemasangan cctv dititik yang kami anggap krusial dan
mengancam kawasan seperti di dekat kawasan reklamasi dan
dekat proyek lain yang saat ini sedang berjalan. Untuk
160

mencegah adanya limbah yang merusak kawasan. Perlindungan


satwa juga kami lakukan dengan pemberian makanan secara
rutin dan controlling juga kadang dilakukan BKSDA dengan
saling me-report bersama kami. Untuk perlindungan hutan
mangrove sendiri kami pasti lakukan pemupukan dan
pembenihan bibit baru untuk selalu melakukan
perkembangbiakan tumbuhan mangrove. Sarana dan prasaran
selalu kami lakukan pengecekan setiap bulan dan untuk saat ini
juga ada beberapa sarpras yang sedang kami lakukan perbaikan
ataupun pembangunan misalnya jembatan dan jalan kayu di
pondok-pondok penginapan. Hal tersebut untuk memperbaiki
kualitas dan menarik pengunjung sehingga pengelolaan dapat
terus kami perbaiki”. (Sumber: wawancara dengan Ibu Irma.
M.S. Hari Rabu 10 April 2019 pukul 15.15 wib. Di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).

Sejalan dengan penuturan Ibu Irma M.S, hal yang sama pun

diungkapkan oleh Bapak Partono (I8) selaku petugas kemanan di

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara terkait

pengawasan sebagai berikut:

“Pengawasan yang kami lakukan disini dengan sistem bekerja


12 jam. Kalau siang hari kami mengamankan empat (4) pos,
dan malam hari dibagi menjadi tiga (3) pos. yang paling kami
utamakan yaitu pos satu (1) untuk gerbang utama, pos empat
(4) dekat dermaga, dan pos enam (6) dekat perbatasan. Patroli
kami terbagi menjadi patrol darat dan air. Patroli darat
dilakukan pada pukul 21.00 wib, 00.00 wib, dan 03.00 wib.
Sedangkan untuk patroli air kami lakukan setiap pukul 22.00
wib,23.30 wib dan 04.00 wib. Pengawasan pengunjung kami
lakukan dengan pemasangan cctv di dekat dermaga, belakang
kantin, dan pos pemeriksaan tiket. Terkait keamanan
pengunjung saat ini masih terjaga paling jika terjadi kecelakaan
biasanya ketika anak kecil memberi makan dengan jarak terlalu
dekat dengan monyet dan saat ini sudah dapat diantisipasi”
(Sumber: wawancara dengan Bapak Parton. Hari Rabu 10 April
2019 pukul 16.10 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara)
161

Dari hasil wawancara denga Ibu Irma MS (I3) dan Bapak

Partono(I7) kita dapat mengetahui bahwasanya sebagai pengelola

kawasan PT.Murindra tidak hanya melakukan pembangunan objek

dan pengoperasionalan lokasi saja namun juga tetap melaksanakan

pengawasan di lokasi untuk menjaga perlindungan hutan mangrove

agar tetap seimbang.

4.2.3.3 Indikator Output

Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur dari jumlah

kegiatan yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan

kesepakatan peran masing-masing institusi. Dalam hal ini

pelaksanaan kemitraan dengan model Build Operated Transfer jika

dilihat dari pembagian peran maka secara kebijakan pihak BKSDA

DKI Jakarta juga memiliki wewenang dalam rencana pengelolaan

jangka panjang, Namun secara pelaksanaan dilapangan seluruhnya

dikelola oleh PT.Murindra Karya Lestari dari mulai pembangunan

kawasan, pembangunan sarpras, pembukaan kawasan untuk umum,

operasionalitas kawasan, hingga outputnya adalah pemasukan bagi

perusahaan dan pendapatan bagi Negara melalui Pendapatan

Negara Bukan Pajak (PNBP). Setelah melihat bagaimana Indikator

input, indikator proses meliputi: planning, organizing, actuating,

dan controlling. Kemudian peneliti melakukan penggalian

informasi bagaimana indikator output yang saat ini sudah diperolah

selama penerapan kemitraan.


162

Dari hasil wawancara dengan Ibu Dewi Rahayu (I1) sebagai

staf teknis konservasi Direktorat Jenderal Pemanfaatan Jasa

Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) sebagai berikut:

“Outputnya sendiri saat ini di TWA Angke Kapuk sudah


berjalan sesuai kesepakatan. Baik dari BKSDA DKI Jakarta
dan PT.Murindra Karya Lestari sudah melakukan kewajiban
masing-masing dan memenuhi syarat yang diberikan dari
Dirjen KSDAE dan memang pengelolaan yang ada saat ini
sudah lebih baik, yang perlu ditingkatkan dari segi
pemberdayaan masyarakat”. (Sumber: wawancara dengan Ibu
Dewi Rahayu. Hari Jumat, 15 Maret 2019 Pukul 13:10 wib di
Dirjen PJLHK Kota Bogor)

Selain dari Ibu Dewi Rahayu (I1) hal yang sama juga diungkapkan

oleh Ibu Ida Harwati (I2) terkait dengan kegiatan yang dikerjakan

oleh masing-masing institusi sebagai berikut:

“Model kemitraan yang selama ini diterapkan sudah berjalan


sesuai dengan kesepakatan yang ada di Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 537//Kpts-II/1997. Sesuai dengan
yang diperintahkan kami bersama PT.Murindra Karya Lestari
sudah melaksanakan sesuai aturan. Hanya dalam pelaksanaan
selama ini kami merasa masih kurang di bidang promosi wisata
dan diharapkan bisa dikembangkan bersama-sama. Pendapatan
PNBP juga selalu meningkat hampir disetiap tahunnya Pada
tahun 2017 hasil PNBP pungutan hasil usaha sebesar
45.551.426,00. Teekait Rencana Karya Pengelolaan PT.MKL
Belum maksimalnya nilai indikator sapras disebabkan sarpras
yang dibangun belum sesuai dengan site plan yang terdapat
dalam dokumen RPPA. Selain perbedaan tersebut, tata waktu
pelaksanaan RKPPA periode 1997 – 2027 tersebut tertunda
akibat terjadinya perambahan kawasan pada era reformasi
sehingga RKP PT. MKL baru diimplementasikan mulai tahun
2009. Menindaklanjuti hal ini, PT. MKL telah mengajukan
permohonan untuk merevisi dokumen tersebut sejak tahun
2014. Walaupun demikian, sampai saat ini revisi tersebut
belum selesai dilaksanakan.” (Sumber: wawancara dengan ibu
Ida Harwati. Senin, 25 Maret 2019 Pukul 15:25 wib. Di kantor
BKSDA DKI Jakarta.)
163

Sejalan yang diungkapkan oleh Ibu Nani Rahayu (I5) terkait

kesesuaian jumlah pekerjaan masing-masing organisasi sebagai

indikator output pekerjaan sebagai berikut:

“Untuk pembagian pekerjaan masing-masing institusi sudah


berjalan sesuai. Untuk hasil evaluasi saat ini Skor kriteria
administrasi PT. MKL adalah 138 poin atau sekitar 92% dari
skor maksimal (150). Hasil evaluasi kinerja PT.Murindra
Karya Lestari tahun 2018 mendapat skor 4,16 dalam kriteria
sedang. Persentase capaian terendah adalah pemberdayaan
masyarakat (40%) dan pembangunan sarana prasarana (70%).
Rendahnya capaian kinerja PT. MKL terkait pemberdayaan
masyarakat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat sekitar
kawasan yang pada umumnya adalah kalangan menengah ke
atas sehingga kurang memungkinkan untuk dilibatkan dalam
kegiatan pengusahaan pariwisata alam di TWA Angke Kapuk.
Indikator pembangunan sarana dan prasarana mendapatkan
skor 63 atau 70% dari nilai maksimal Sembilan puluh
(90).”(Sumber: wawancara dengan Ibu Nani Rahayu. Hari
Kamis 04 April pukul 12.00 Wib. Di Kantor BKSDA DKI
Jakarta Lantai 4)

Indikator output sebagai penentu keberhasilan kemitraan

terkait kesesuaian kerja masing-masing organisasi kemudian

peneliti memperoleh informasi dari pihak swasta dalam hal ini

yakni PT.Murindra Karya Lestari melalui Ibu Irma M.S (I3)

sebagai berikut:

“Kesesuaian pembagian pekerjaan yang harus dilakukan


selama ini dari kami dan BKSDA DKI sudah berjalan
sebagaimana mestinya. PT.Murindra Karya Lestari sebgagai
pemegang izin yang memiliki hak kelola 100 % lahan di TWA
Angke Kapuk. Sementara BKSDA DKI yang melakukan
pengawasan, monitoring, dan evaluasi kinerja yang kami
lakukan untuk kemudian disahkan. Untuk saat ini yang kami
butuhkan adalah tambahan tenaga ahli. karena tenaga ahli yang
kami miliki baru dua (2) orang” (Sumber: wawancara dengan
Ibu Irma M.S hari Rabu, 10 April 2019. Pukul:14.50 wib di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
164

Dari hasil wawancara dengan Ibu Irma MS dan informasi

dari Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta maka kita

dapat mengetahui bahwasanya output dari kemitraan pemerintah

dan swasta dalam mengelola hutan mangrove di Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara yang saat ini diterapkan yaitu

jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing institusi

sudah sesuai. Hasil evaluasi tahun 2018 menunjukkan bahwa

capaian kinerja di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

berada di kategori sedang. Poin perbaikan sendiri terdapat di

pemberdayaan masyarakat dan penyelesaian revisi dokumen karya

pengusahaan. Untuk hasil evaluasi sendiri saat ini berada di nilai

akhir 4,16 kategori sedang.

Selain melihat kesesuaian pekerjaan yang dilakukan,

kemudian peneliti melakukan wawancara kepada pengunjung

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara terkait bagaimana

pendapat mereka mengenai hasil pengelolaan yang ada di lokasi

tersebut guna mengetahui apakah yang selama ini pekerjaan sudah

dilakukan oleh kedua pihak sudah mendapatkan hasil yang baik.

Menurut hasil wawancara dengan Rizqy (I8.1) sebagai berikut:

“Saya kesini sekitar dua (2) kali dan memang niatnya sekedar
jalan-jalan saja. Untuk harga tiket Rp.25.000,00 saya rasa
cukup terjangkau. Secara keseluruhan pengelolaan sudah baik,
namun yang perlu ditingkatkan adalah keberihan karena masih
adanya sampah yang cukup mengganggu kebersihan lokasi
wisata sendiri. Dan yang saya harapkan dari pengelolaan ini
yaitu lebih kepada peningkatan kebersihan” (Sumber:
165

wawancara dengan Rizqy. Hari Rabu 10 April 2019 pukul


15:38 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Rizqy (I8.1), menurut Mia

Herawati (I8.2) terkait output yang dapat dilihat dari hasil kemitraan

pengeloaan sebagai berikut:

“Saya baru pertama kali datang kesini. Untuk pengelola sendiri


sudah baik, petugasnya pun ramah namun untuk harga tiket
karena saya seorang pelajar saya masih merasa keberatan. Kan
yang saya peroleh sebatas jalan-jalan menikmati kawasan saja.
Untuk perbaikan sendiri menurut saya dibidang kebersihan
sampah, perapian lingkungan supaya terlihat lebih bersih dan
rapi” (Sumber: Wawancara dengan Mia Herawati. Rabu 10
April 2019 pukul 15.55 wib di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara)

Kemudian peneliti melakukan wawancara lagi dengan pengunjung

Raka Setiaji (I8.3), menurut Raka sebagai berikut:

“Saya berkunjung sekitar tiga (3) kali. Pengelolaan sendiri


sudah baik namun perlu perbaikan lagi dibeberapa sisi terutama
sarana –prasarana dan kebersihan lingkungan seperti sampah.
Untuk harga tiket sendiri saya rasa cukup terjangkau dan
memang di Kota Jakarta kita perlu salah satu wisata seperti ini”
(Sumber: Wawancara dengan Raka Setiaji. Hari Rabu 10 April
2019 pukul 15.20 Wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara)

Untuk lebih menguatkan informasi, peneliti masih melakukan

wawancara lagi dengan pengunjung atas nama Dani Prayoga (I8.4),

menurut hasil wawancara dengan beliau sebagai berikut:

“Saya sekitar dua (2) kali berkunjung. Untuk kunjungan ke


Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sendiri
memang murni ingin liburan saja jalan-jalan. Dengan harga
tiket yang cukup terjangkau bagi pekerja menurut saya sudah
cukup pengelolaannya. Yang perlu diperbaiki lagi dari segi
kebersihan dan makanan di kantin agar lebih bervariasi, dan
sarana bermain anak” (Sumber: wawancara dengan Dani
166

Prayoga. Hari Rabu 10 April 2019 pukul 15.25 wib di Taman


Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)

Kemudian peneliti lebih menguatkan lagi untuk informan dari

pengunjung usia pelajar, yakni Siti Rohayati Regita (I8..5), menurut

hasil wawancara sebagai berikut:

“Untuk pengelolaan sendiri sudah baik, hanya saja ditingkatkan


segi kebersihan dan perawatan sarana-prasarana. Untuk harga
tiket sendiri ukuran pelajar masih terasa cukup berat lantaran
hanya dimanfaatkan untuk sekedar berkeliling kawasan saja”.
(Sumber: wawancara dengan Siti Rohayati Regita. Hari Rabu
10 April 2019 pukul 15.35 wib di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara)

Dari hasil wawancara dengan pengunjung, terkait indikator

output sudah menghasilkan pengelolaan cukup baik hanya saja

terkait kebersihan sampah dan perawatan sarana-prasarana. Harga

tiket juga dirasa cukup terjangkau untuk seorang pekerja, namun

untuk harga pelajar dianggap masih terlalu mahal lantaran hanya

sekedar berkeliling kawasan saja.

Terkait kondisi sampah yang menjadi keluhan pengunjung,

kemudian peneliti melakukan wawancara kepada bapak Sukarman

(I6) menurut beliau sebagai berikut:

“Kalau masalah sampah, saya rasa bukan hanya sampah yang


berasal dari kegiatan wisata saja. Tapi sampah tersebut berasal
dari kiriman 13 sungai besar yang bermuara ke pantai utara
Jakarta. Karena lokasi TWA berbatasan langsung maka
otomatis sampah tersebut jadi menumpuk. Untuk pengelolaan
sampah tidak bisa dilaksanakan sendiri, lantaran menyangkut
Daerah Aliran Sungai (DAS) dan butuh menggandeng pihak-
pihak yang terkait akan hal itu” (Sumber: wawancara dengan
Bapak Sukarman. Hari Jumat 12 April 2019 pukul 12.45 wib di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
167

Terkait kebersihan lingkungan kawasan hutan mangrove di

Taman Wisata Alam Angke Kapuk, peneliti juga melakukan

wawancara dengan Bapak Partono (I7) sebagai petugas keamanan

dari PT. Murindra Karya Lestari menyampaikan informasi sebagai

berikut:

“Terkait sampah memang selalu ada produksi sampah


setiap hari terkait kegiatan wisata. Apalagi setelah
reklamasi ditutup. Kebanyakan sampah dari sungai yang
bermuara lari kesini semua. Kami mengantisipasi dengan
pemasangan jarring di ujung perbatasan mangrove dengan
pantai tujuannya untuk membatasi sampah yang masuk ke
kawasan. Selain itu sampah yang bisa kami bersihkan
kemudian diolah sendiri untuk menjadi pupuk.”(Sumber:
wawancara dengan bapak Partono. Hari Rabu, 10 April
2019. Pukul 16.10 Wib di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sukarman (I6) dan

Bapak Partono (I7) kita dapat mengetahui bahwasanya sampah

yang menjadi keluhan pengunjung tidak hanya berasal dari

kegiatan wisata saja tetapi juga sampah dampak dari reklamasi

pantai.

Kemudian, dari pelaksanaan kemitraan pengelolaan hal

yang harus dilaksanakan yaitu terkait pemberdayaan masyarakat

untuk memberikan output manfaat ekonomi dari adanya Taman

Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Peneliti melakukan

wawancara dengan Bapak Yais (I9.1) yang merupakan warga

sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sebagai

berikut:
168

“Saya dahulu mantan petambak di lokasi ini, kemudian


semenjak pembangunan menjadi taman wisata saya ditawari
kerja. Dan saya bekerja sejak sepuluh (10) tahun yang lalu.
Saya bekerja setiap hari pukul 08.00-17.00 wib dengan
penghasilan Rp.70.000,00/hari. Pekerjaan saya disini membuat
pupuk, mengolah sampah dan ketika hari jumat merapikan
masjid. saya merasa bersyukur karena daripada saya
mengannggur dirumah, disini saya bisa bekerja dan sekaligus
berolahraga di usia saya yang sudah enam puluh (60) tahun ini
supaya tidak mudah terkena penyakit jika banyak digerakkan.
Setiap hari juga saya bersepeda untuk menuju kesini karena
jarak cukup dekat dari rumah” (Sumber: wawancara dengan
Bapak Yais. Hari Rabu 10 April 2019 pukul 17.15 wib di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)

Dari hasil wawancara dengan bapak yais dan informan

lainnya, kita dapat mengetahui bahwa kegiatan pemberdayaan

masyarakat sudah berjalan namun belum optimal karena letak

Taman Wisata Alam Angke Kapuk di tengah pemukiman elit yakni

disekitar kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK).

4.2.3.4 Indikator Outcome

Tolok ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya

permasalahan yang terjadi. Terkait penelitian mengenai model

kemitraan pemerintah dan swasta dalam pengelolaan hutan

mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.

Indikator outcome yang diharapkan yakni terkait identifikasi

masalah diantaranya:

1. Kurangnya Koordinasi antara Balai Konservasi Sumber

Daya Alam DKI Jakarta dengan PT. Murindra Karya

Lestari .
169

2. Lemahnya pengawasan terhadap kemananan pengunjung

dari pihak PT. Murindra Karya Lestari.

3. Jumlah Sumber Daya Manusia dari pihak BKSDA DKI

Jakarta yang masih terbatas sehingga pengelolaan menjadi

kurang optimal.

Dalam identifikasi masalah pertama terkait kurangnya

koordinasi antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI

Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari berdasarkan wawancara

dengan Ibu Ida Harwati (I2) sebagai berikut:

“Untuk koordinasi dengan PT.Murindra Karya Lestari saat ini


sudah berjalan baik dan mudah. Untuk pertemuan secara rutin
sendiri memang belum pernah dijadwalkan, namun secara
koordinasi kita selalu berkoordinir untuk penyesuaian rencana,
pelaksanaan di lapangan dan sebagainya. proses koordinasian
saat ini juga biasa kami lakukan dengan mudah via media
sosial sudah cukup” (Sumber: wawancara dengan Ibu Ida
Harwati. Senin, 25 Maret 2019 pukul. 15.35 wib. Di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)

Sejalan dengan penuturan Ibu Ida Harwati, menurut Ibu Ida Irma
M.S (I3) sebagai berikut:

“Koordinasi dengan pihak BKSDA DKI Jakarta saat ini juga


sesuai kondisional saja, dan untuk misalnya beberapa kegiatan
yang berhubungan dengan KLHK kami biasa difasilitasi oleh
BKSDA.Untuk kegiatan monitoring atau yang lainnya
dilapangan bisa dikondisikan saja dengan mudah” (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma M.S. Rabu, 10 April 2019 pukul.
!4.47 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)

Dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati dan Ibu Irma

M.S terkait identifikasi masalah kurangnya koordinasi antara pihak

BKSDA DKI Jakarta dengan PT.Murindra Karya Lestari kita dapat

mengetahui bahwa koordinasi yang selama ini berjalan dengan


170

baik dan mudah. Untuk pertemuan secara rutin memang tidak

pernah dilakukan mengingat PT.Murindra sebagai pemegang izin

kelola kawasan secara penuh. Hanya saja jika ada keperluan dari

maisng-masing pihak tinggal dikomunikasikan saja.

Identifikasi masalah yang kedua yakni Lemahnya

pengawasan terhadap kemananan pengunjung dari pihak PT.

Murindra Karya Lestari. Kemudian peneliti menanyakan kepada

Bapak Partono (I7) terkait hal tersebut dan beliau menjawab

sebagai berikut:

“Untuk kecelakaan pengunjung sampai saat ini belum pernah


ada, ancaman dari satwa liar masih bisa kami kendalikan.
Kecelakaan pengunjung sendiri paling yang terjadi seperti anak
kecil kena cakaran monyet karena memberi makan terlalu
dekat. Kemudian menjelang lokasi tutup juga biasanya kami
lakukan patrol setiap jam lima (5) sore tujuannya untuk
mengontrol pengunjung dikhawatirkan ada yang tersesat”.
(Sumber: wawancara dengan Bapak Partono.Hari Rabu, 10
April 2019 Pukul 16.45 wib di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara)

Dari hasil wawancara dengan bapak Partono (I7)

bahwasanya terkait pengawasan kepada pengunjung selalu

dilakukan dan menjelang lokasi Taman Wisata Alam Angke akan

tutup pasti dilakukan patroli kawasan untuk menghindari

pengunjung yang tersesat dikawasan.

Kemudian, identifikasi masalah ketiga terkait Jumlah

Sumber Daya Manusia dari pihak BKSDA DKI Jakarta yang masih

terbatas sehingga pengelolaan menjadi kurang optimal. Peneliti

melakukan wawancara dengan Ibu Ida Harwati (I2) sebagai berikut:


171

“SDM yang ada di BKSDA khususnya Seksi Konservasi


Wilayah III secara jumlah sudah memenuhi, hanya saja
terkadang terjadi rangkap jabatan hal itu untuk menyelasaikan
program kerja yang ada sesuai kemampuan pegawai yang bisa
mem- back up.” (Sumber: wawancara dengan Ibu Ida Harwati.
Senin, 25 Maret 2019. Pukul 15.30 wib di Kantor BKSDA
DKI Jakarta Lantai 4).

Terkait Sumber Daya Manusia di BKSDA DKI Jakarta

khususnya Seksi Konservasi Wilayah III sebagai yang berwenang

dalam mengelola kawasan TWA Angke Kapuk bersama

PT.Murindra Karya Lestari, sejalan dengan yang diucapkan Ibu

Ida. Dalam wawancara dengan bapak Rizky Prima sebagai berikut:

“Kalau untuk SDM sendiri khususnya di SKW III, secara


kuantitas sudah memenuhi. Namun secara kualitas belum
terpenuhi. Masih diperlukan pelatihan lagi khususnya dibidang
IT,Skill dan penggunaan bahasa Inggris.” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Rizky Prima. Kamis 04 April 2019 pukul 11.30
wib di Kantor BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).

Dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati dan Bapak

Rizky Prima mengenai identifikasi masalah Jumlah SDM di

BKSDA DKI Jakarta bahwasanya secara jumlah sudah terpenuhi,

namun secara kualitas belum memenuhi dan masih dibutuhkan

pelatihan khususnya dibidang IT, Skill dan penggunaan bahasa

Inggris.

Dari identifikasi masalah tersebut, peneliti menemukan

temuan di lapangan berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Irma

M.S terkait Sumber Daya Manusia dari PT.Murindra Karya Lestari

sebagai berikut:
172

“Secara keseluruhan target kerja sudah terealisasi semua, hanya


saja harapan dari Ibu Irma untuk penambahan tenaga ahli,
lantaran tenaga ahli yang dimiliki PT.Murindra Karya Lestari
baru ada dua (2) orang guna lebih mengoptimalkan pengelolaan
di lapangan” (Sumber: Wawancara dengan Ibu Irma M.S.
Rabu, 10 April 2019 Pukul 14:50 wib di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara)

Dari ketiga identifikasi masalah yang peneliti temui diawal

penelitian setelah melihat indikator Input, Proses, Output, dan

Outcome secara keseluruhan model kemitraan Build Operate

Transfer sudah berjalan dengan baik hanya saja diperlukan

penguatan dibidang kualitas Sumber Daya Manusia di pihak Balai

Konservasi Sumber daya Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra

Karya Lestari guna menunjang pelaksanaan kinerja dan pencapaian

target lebih baik lagi dan mewujudkan visi menjadikan Taman

Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara menjadi model

ekowisata hutan mangrove terbaik di pulau Jawa.

4.3 Pembahasan

Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta

yang peneliti temui di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang

digunakan dalam penelitan. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teori dari beberapa ilmuwan mengenai indikator

keberhasilan kemitraan. Kebutuhan wisata alam di DKI Jakarta

saat ini menjadi salah satu kebutuhan yang cukup sulit untuk

dipenuhi. Selain tingginya pembangunan pemukiman dan industri

Jakarta saat ini juga butuh lingkungan alam yang baik sebagai
173

penyerapan dan penyangga Ibu Kota. Tentunya kebutuhan tersebut

menjadi suatu tuntutan yang harus mampu dipenuhi pemerintah

dalam membuka lingkungan alam yang mampu menyelamatkan

lingkungan DKI Jakarta dan juga memenuhi kebutuhan wisata

masyarakat. Salah satunya yakni adanya Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara yang mulai beroperasi tahun 2011.

Pengelolaan dan pembangunan Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara melalui model kemitraan Build Operate Transfer

(BOT) yakni model kemitraan dimana pembangunan, pengelolaan,

dan pengoperasian di lapangan dilakukan oleh pihak swasta dengan

menggunakan objek milik Negara, yang kemudian dilakukan

koordinasi dengan pihak pemerintah dan menyumbangkan

penghasilan baik bagi perusahaan sendiri ataupun untuk negara

berupa pajak. Dalam penelitian model kemitraan pemerintah dan

swasta ini dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam

DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari sejak tahun 1997

melalui suart keputusan pemberian Izin pengusahaan pariwisata

alam (IPPA).

Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta

merupakan salah satu unit pelaksana teknis (UPT) dari kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Dirjen Konservasi Sumber

Daya Alam dan Ekosistem. Kawasan konservasi yang menjadi

wilayah kerja BKSA DKI Jakarta melalui Seksi Konservai


174

Wilayah III meliputi Cagar Alam Pulau Bokor (180 ha), Suaka

Margasatwa Pulau Rambut (90 ha), Suaka Margasatwa Muara

Angke (25,02 ha), dan satu Kawasan Pelestarian Alam Taman

Wisata Alam Angke Kapuk (99,82 ha).

PT. Murindra Karya Lestari sebagai pemegang IPPA

selama 30 Tahun sejak 1997 melakukan pengelolaan di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.

Dalam pembahasan penelitian ini, peneliti menggunakan

teori Indikator Keberhasilan Kemitraan menurut Ditjen PM dan

P2L dalam Kuswidanti yang meliputi:

1. Indikator Input,

2. Indikator Proses: menggunakan proses pengelolaan menurut

G.R Terry: planning, organizing, actuating,controlling.

3. Indikator Output

4. Indikator Outcame.

4.3.1 Indikator Input

Indikator Input merupakan indikator yang memuat dasar

pelaksanaan kemitraan. Dalam penelitian ini indikator input

menekankan kepada adanya tim atau sekertariat yang ditandai

dengan kesepakatan bersama, adanya sumber dana pengelolaan,

dan adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati institusi

terkait. Sebagaimana dijelaskan lebih ringkas dalam tabel berikut:


175

Tabel 4.3

Hasil Temuan Penelitian Indikator Input

Indikator Input
Dimensi: Hasil Temuan Penelitian

1. adanya tim atau sekertariat yang Hasil penelitian dilapangan


ditandai dengan kesepakatan menunjukkan ketiga dimensi dari
bersama, indikator input sudah terpenuhi
2. adanya sumber dana dengan adanya:
pengelolaan, dan 1. institusi yang melakukan
3. adanya dokumen perencanaan kemitraan yakni Balai Konservasi
yang telah disepakati institusi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
terkait dan PT.Murindra Karya lestari
2. Sumber dana pengelolaan yakni
dilapangan oleh PT.Murindra
Karya Lestari dan kegiatan
promosi serta pembinaan dan
survey pengunjung didanai oleh
BKSDA DKI Jakarta
3. Adanya dokumen perencanaan
yang telah disepakati bersama
yakni RPJP, RPJPn serta adanya
RKPPA, RKL, dan RKT milik
PT.Murindra Karya Lestari.

Keseluruhan Terpenuhi
(Optimal)
Sumber: Peneliti, 2019

Dasar pelaksanaan kemitraan dalam mengelola hutan

mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

adalah keterbatasan yang dimiliki pemerintah baik secara anggaran

ataupun sumber daya manusia. Oleh karena itu pemerintah pada

tahun 1997 berasumsi bahwasanya pengelolaan akan lebih optimal

apabila dilakukan bersama pihak swasta.

Terkait surat keputusan yang menjadi acuan bagaimana

kemitraan tersebut harus berjalan berdasarkan kepada surat

keputusan Menteri Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 tentang

Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) kepada


176

PT.Murindra Karya Lestari. Dimana dalam surat tersebut

perusahaan berkewajiban diantaranya untuk membiayai kegiatan

penataan batas, menyerahkan RKL kegiatan pengusahaan

pariwisata alam untuk disahkan oleh direktorat jenderal

perlindungan hutan dan pelestarian alam serta menyusun RKT

berdasarkan RKL, membangun sarana dan prasarana, membayar

iuran pengusahaan pariwisata alam, mematuhi dan memberi

bantuan kepada petugas yang oleh menteri kehutanan diberi

wewenang untuk mengadakan bimbingan, pengawasan, dan

penelitian. Memulai kegiatan secara nyata dilapangan,

bertanggungjawab terhadap perlindungan dan keamanan kawasan

serta menjamin keamanan dan ketertiban pengunjung, membantu

peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar kawasan, serta

mendukung pengembangan wilayah.

Dalam pembiayaan sebagai input dasar kemitraan, menurut

Rencana Pengelolaan Jangka Panjang tahun 2016-2025 Balai

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Anggaran

pembiayaan pengelolaan sebesar Rp.14.750.000.000,00 bersama

dengan PT.Murindra Karya Lestari yang kemudian akan dijabarkan

dalam indikator proses kemitraan.

Dengan melihat substansi yang ada dalam indikator input,

maka secara keseluruhan indikator input dalam kemitraan

pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk


177

antara BKSDA DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari sudah

terpenuhi.

4.3.2 Indikator Proses

Dalam penelitian mengenai model kemitraan pemerintah

dan swasta dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara menggunakan model kemitraan

Build Operate Transfer. Model kemitraan tersebut adalah model

kemitraan dengan pola pengelolaaan berada di tangan swasta

meliputi: pembangunan oleh pihak swasta, pengoperasian objek

oleh pihak swasta, dan pemasukan bagi kedua pihak dalam hal ini

yakni keuntungan oleh swasta dan keuntungan bagi negara. Di

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara menerapkan

model kemitraan BOT sehingga keuntungan atau transfer berupa

keuntungan untuk PT.Murindra Karya Lestari, keuntungan bagi

negara berupa Penghasilan Negara Bukan Pajak dan

pengembangan objek yang tetap menjadi status lahan milik Negara.

Dalam indikator proses ditekankan kepada sistem pengelolaan

menurut G.R Terry yakni meliputi: planning, organizing,

actuating, controlling.

4.3.2.1 Planning (Perencanaan)

Perencanaan merupakan pemilih fakta dan penghubungan

fakta-fakta serta pembuatan dan penggunaan perkiraan-perkiraan

atau asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan


178

menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang

diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut Rudy

Kipling dalam Athoillah (2010:106), langkah-langkah yang harus

dilakukan dalam membuat perencanaan adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan sasaran atau perangkat tujuan

2. Menentukan keadaan, situasi, dan kondisi sekarang

3. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat

4. Mengembangkan rencana dan menjabarkannya.

Ditinjau dari indikator proses perencanaan yang peneliti

peroleh di lapangan maka dapat dijelaskan secara ringkas dalam

tabel berikut:
179

Tabel 4.4
Indikator Proses Perencanaan
Indikator Proses
Dimensi: Hasil Temuan Penelitian
1. Planning
(Perencanaan) meliputi:
a. Menetapkan sasaran a. Untuk perencanaan sudah sesuai
atau perangkat tujuan dengan tujuan masing-masing
b. Menentukan organisasi yang saling bersinergis
keadaan, situasi, b. Dalam perencanaan menentukan
kondisi sekarang keadaan situasi dan kondisi
c. Mengidentifikasi sekarang belum optimal lantaran
faktor pendukung dalam RKPPA milik PT.Murindra
dan penghambat Karya Lestari belum sesuai dengan
d. Mengembangkan BKSDA DKI Jakarta terkait
rencana dan pemberdayaan masyarakat yang
menjabarkannya memang sulit melihat kondisi
geografis saat ini.
c. Faktor pendukung dalam dalam
perencanaan saat ini melihat
peluang yang ada di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
dengan kebutuhan wisata tinggi di
kalangan masyarakat Jakarta.
Untuk faktor penghambat sendiri
melihat dari kebutuhan sumber
daya manusia dari PT.Murindra
Karya Lestari masih membutuhkan
tenaga ahli sedangkan di BKSDA
DKI Jakarta juga membutuhkan
pelatihan demi peningkatan
kompetensi pegawai
d. Saat penyusunan perencanaan
kemudian mengembangkan
perencanaan tersebut dengan
sistem kemitraan yang saat ini
selalu menunjukkan
perkembangan.

Masih ada kendala dalam penyesuaian


RKPPA dengan situasi kondisi saat ini
yang masih dilakukan perbaikan
RKPPA (revisi)

Sumber: Peneliti, 2019.

Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa perencanaan yang

disusun dari masing-masing pihak sudah menentukan sasaran dari

perencanaan yang dibuat dengan memperhatikan faktor pendukung


180

dan penghambat kemudian dikembangkan dengan melihat situasi

dan kondisi yang ada. Namun dari keseluruhan rencana

pengelolaan yang sudah ada masih terdapat kendala pada Rencana

Karya Pengusahaan Pariwisata Alam (RKPPA) PT.Murindra

Karya Lestari lantaran berkaitan dengan sulitnya pemberdayaan

masyarakat sekitar lantaran kondisi geografis saat ini yang

terkepung pemukiman elit Pantai Indah Kapuk.

Berbicara mengenai sasaran atau perangkat tujuan, dalam

penelitian kemitraan ini perencanaan juga melihat dari kedua

pihak antara BKSDA DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari.

Dari segi pemerintah, rencana pengelolaan yang selama ini dibuat

oleh BKSDA DKI Jakarta secara sistematis mengacu dengan

aturan Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah

No.44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan yang terdiri

dari RPJP dan RPJPn. Namun terkait isi mengacu kepada PP.

Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan KSA dan KPA

Sementara dari pihak swasta PT.Murindra Karya Lestari,

rencana pengelolaan meliputi Rencana Karya Pengusahaan

Pariwisata Alam, Rencana Karya Lima Tahunan (RKL), dan

Rencana Karya Tahunan (RKT). Dari seluruh perencanaan

tersebut, sehubungan dengan model kemitraan yang diterapkan

maka seharusnya seluruh perencanaan dari kedua pihak saling


181

menyesuaikan. Namun dalam hal ini dalam Rencana Karya

Pengusahaan PT.Murindra Karya Lestari belum sesuai dengan

milik BKSDA DKI Jakarta yakni khususnya dalam poin

pemberdayaan masyarakat. Terkait hal itu dari PT.Murindra Karya

Lestari menyatakan kendala terkait belum sesuainya Rencana

Karya Pengusahaan Pariwisata Alam dibidang pemberdayaan

masyarakat lantaran letak Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara berada di pemukiman elit Pantai Indah Kapuk

sehingga pihak perusahaan melakukan pemberdayaan masyarakat

kepada masyarakat di sekitar kelurahan Kamal Muara yakni

masyarakat Kalideres, dan Tegal Alur.

Dalam hal perencanaan, Balai Konservasi Sumber Daya

Alam DKI Jakarta selain membuat RPJP dan RPJPn, juga

membuat desain blok sebagai planning bagi PT. Murindra Karya

Lestari dalam membuat rencana kegiatan pengelolaan usaha

wisata. Adapun rencana desain peta penataan blok Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara adalah sebagai berikut:


182

Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta, 2019.

Gambar 4.2
Peta blok Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 tentang

Pengelolaan Kawaan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

disebutkan bahwa untuk kepentingan penataan kawasan setidaknya

ditetapkan 3 (tiga) blok yaitu blok perlindungan, blok Pemanfaatan

dan blok lainnya. TWA Angke Kapuk idealnya memang dibagi

menjadi 3 (tiga) blok pengelolaan seperti yang tergambar pada

gambar di atas. Namun dalam kenyataannya hanya ada 1 (satu)

blok yang ditetapkan, yaitu blok Pemanfaatan (Wisata). Hal ini

disebabkan SK IPPA yang diberikan kepada PT Murindra Karya

Lestari pada tahun 1997 meliputi seluruh kawasan TWA Angke

Kapuk (seluas 99,82 Ha). Tidak dibenarkan apabila pihak

pemerintah dalam hal ini Balai KSDA DKI Jakarta menetapkan

blok lain selain blok pemanfaatan wisata, karena akan bertentangan


183

dengan SK Menteri Kehutanan nomor 537/Kpts-II/1997 tanggal 22

Agustus 1997 tentang Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata

Alam Angke-Kapuk seluas 99,82 yang terletak di kotamadya

Jakarta Utara DKI Jakarta kepada PT Murindra Karya Lestari.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut merupakan dasar

hukum dilaksanakannya kegiatan pengusahaan pariwisata alam

oleh PT Murindra Karya Lestari.

Penyusunan desain blok wisata dalam perencanaan yang

nantinya akan digunakan dalam kegiatan wisata Taman Wisata

Alam Angke Kapuk dideskripsikan sebagai berikut:

a. Luas 99,82 Ha atau 100 % dari luas kawasan.


b. Meliputi seluruh kawasan. Hal ini dikarenakan
keseluruhan luas kawasan telah diberikan izin IPPA nya
kepada perusahaan pengelola.
c. Merupakan bagian kawasan yang menjadi pusat kegiatan
dan aktifitas wisata alam dan secara mudah dapat diakses
oleh pengunjung.
d. Merupakan bagian kawasan yang telah dibangun sarana
dan prasarana wisata oleh pengelola.
e. Bagian kawasan yang memiliki daya tarik wisata alam
dan didatangi oleh pengunjung.
f. Bagian kawasan yang mengalami kerusakan yang perlu
dipulihkan atau direstorasi dengan kegiatan pengkayaan
jenis, penanaman dengan menggunakan spesies asli
setempat.
g. Bagian kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan
penanaman oleh pengunjung (salah satu paket/aktivitas
wisata).

Arahan kegiatan:

a. Perlindungan dan pengamanan.


b. Inventarisasi dan monitoring flora, fauna dan ekosistemnya.
184

c. Inventarisasi dan monitoring potesi jenis yang


dimanfaatkan untuk kegiatan rehabilitasi, restorasi
eksosistem, dan eradikasi spesies invasif dan eksotik.
d. Pembinaan habitat dan populasi hidupan liar.
e. Pemantauan dampak/kerusakan kawasan akibat kegiatan
wisata.
f. Pemantauan aktivitas pengunjung.
g. Pengembangan pengusahaan jasa wisata dan sarana
pariwisata alam serta aktivitas wisata.
h. Pembangunan sarana dan prasarana wisata alam dan
fasilitas pelayanan dan akomodasi bagi pengunjung.
i. Pengembangan pusat penelitian dan pendidikan konservasi
alam dan pemanfaatan/ pendayagunaan plasma nutfah
untuk menunjang kepentingan budidaya.
j. Rehabilitasi restorasi ekosistem, eradikasi spesies invasif
dan eksotik.
k. Penelitian dan pengembangan terkait rehabilitasi, restorasi
ekosistem, eradikasi spesies invasif dan eksotik.
l. Penyertaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi, restorasi ekosistem, dan eradikasi spesies
invasif dan eksotik.
m. Perlindungan, pengamanan dan pengawasan (patroli)
n. Pengembangan penelitian dan pendidikan.
o. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan
pengamanan dan pengawasan, penelitian serta pendidikan.

Dalam menetapkan sasaran dan perangkat yang

melaksanakan kemudian dijabarkan dalam rencana pengelolaan

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara juga

memperhatikan faktor pendukung dan penghambat dalam

menyusun rencana pengelolaan. Penyusunan rencana pengelolaan

baik dari BKSDA DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari

sampai saat ini belum mengalami kendala. Hanya saja penyesuaian

Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam (RKPPA)

PT.Murindra Karya Lestari belum sama dengan situasi dan kondisi

yang ada saat ini.. Adapun Rencana Pengelolaan Jangka


185

Panjang (RPJP) tahun 2016-2025 yang didalamnya dilaksanakan

kedua pihak sebagai berikut:

Tabel 4.5
Rencana Kegiatan Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP)
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
Tahun 2016-2025

No Jenis Kegiatan Pelaksana Tahun


Pelaksanaan
PEMANFAATAN POTENSI
SUMBER DAYA ALAM
KHUSUSNYA WISATA ALAM
1. Penyusunan program- PT. MKL 2016
program/paket wisata baru
berdasarkan segmentasi tertentu
2. Pameran Wisata BKSDA dan 2016-2025
PT.MKL
3. Pengkayaan Wahana Permainan PT. MKL 2017
Anak
4. Promosi Wisata yang Inovatif dan BKSDA dan 2016-2025
kreatif PT.MKL
5. Survey kepuasan pengunjung. BKSDA 2016-2025
6. Pengembangan cinderamata. PT. MKL 2016-2025
7. Pengembangan blog dalam rangka BKSDA dan 2016-2025
promosi digital PT.MKL
8. Pengembangan kantin murah dan PT.MKL 2016-2025
sehat
9. Pemasangan papan informasi dan BKSDA dan 2016
papan penunjuk arah yang PT.MKL
komunikatif dan lengkap
10. Pemasangan display, baliho, poster BKSDA dan 2016-2020
ditempat-tempat strategis PT.MKL
11. Promosi wisata dengan PT. MKL 2016-2025
mengundang wartawan, asosiasi
perhotelan, travel agent, event
organizer, media massa (stasiun
televisi dan media cetak), bloger
dan lain-lain
12. Pemberian penghargaan, sertifikat PT. MKL 2026-2025
bagi pengunjung/ wisatawan yang
melakukan penanaman.
13. Monitoring dan Evaluasi BKSDA 2026-2025
PENYEDIAAN SARANA DAN
PRASARANA PENUNJANG
WISATA ALAM
Sarana prasarana wisata

1. Pembangunan Sarana Outbond PT. MKL 2017

2.. Penyediaan media peralatan BKSDA dan PT 2017


komunikasi MKL
3. Pengadaan proster, baliho, display, BKSDA dan PT 2019
buku informasi, leaflet MKL
186

4. Inventarisasi saran a dan prasarana BKSDA dan PT 2016-2025


yang ada MKL
5. Identifikasi sarana dan prasarana BKSDA dan PT 2016-2025
yang akan dikembangkan MKL
6. Pemeliharaan sarana yang udah ada PT. MKL 2016-2025

Sarana Prasarana Penelitian

1. Pembangunan dan pemeliharaan PT MKL 2017-2025


stasiun penelitian
2. Pembangunan dan pemeliharaan PT.MKL 2018-2025
pondok untuk penelitian
3. Pengadaan peralatan yang berguna BKSDA dan 2020
untuk penelitian PT.MKL
(Binokuler,kamera, DSLR,
peralatan uji air, dsb)
Sarana prasarana lainnya
1. Penyediaan sepeda untuk keliling PT. MKL 2019
kawasan
2. Penyediaan alat transportasi bagi PT. MKL 2018
pengunjung difabel dan lansia
187

No Jenis Kegiatan Pelaksana Tahun

Pelaksanaan

PENGAWETAN
KEANEKARAGAMAN HAYATI
1. Penanaman kawasan yang rusak PT. MKL 2016-2025
dengan vegetasi asli
2. Penelitian dan pemantauan BKSDA 2016-2025
tentang dampak lingkungan yang
ditimbulkan oleh berbagai faktor
negatif yang mengancam Taman
Wisata Alam Angke Kapuk
3. Pembuatan database flora dan BKSDA 2018
fauna
4. Updating database secara berkala BKSDA 2020,2022,2024

5. Pembuatan persemaian mangrove BKSDA dan PT. 2016-2025


sebagai penunjang budidaya MKL
IDENTIFIKASI DAN
INVENTARISASI SUMBER
DAYA ALAM
1. Identifikasi dan inventarisasi BKSDA dan PT. 2017, 2021,
sebaran mangrove MKL 2025
2. Identifikasi dan inventarisasi BKSDA dan PT. 2018, 2022
sebaran burung MKL
3. Identifikasi dan inventarisasi BKSDA dan 2019, 2023
sebaran herpetofauna PT.MKL
4. Identifikasi dan inventarisasi BKSDA dan 2020, 2024
sebaran mamalia dan primate PT.MKL
5. Identifikasi potensi pemanfaatan BKSDA dan PT. 2021
mangrove sebagai tanaman MKL
serbaguna
6. Identifikasi potensi biota air BKSDA dan PT. 2022
MKL
7 Identifikasi potensi gangguan BKSDA dan PT. 2023
terhadap kawasan
MKL

8. Identifikasi alien spesies BKSDA dan PT. 2024

MKL

9. Survey potensi karbon BKSDA dan PT. 2025


MKL
10. Monitoring jenis dan populasi BKSDA dan 2019
burung PT. MKL
11. Monitoring jenis dan populasi BKSDA dan PT 2020
herpetofauna MKL
12. Monitoring jenis dan populasi BKSDA dan PT 2021
mamalia dan primate MKL
KERJASAMA./KOLABORASI
PENGELOLAAN DAN
KOORDINASI INTEGRASI
Kerjasama dibidang wisata:

1. Kerjasama dengan travel agent PT. MKL 2016-2025


atau EO untuk pelaksanaan event
TWA
2. Kerjasama promosi dengan PT. MKL 2016-2025
penyedia jasa transportasi seperti
maskapai dan kereta api
3. Kerjasama promosi dengan PT MKL 2016-2025
stakeholder lainnya terutama
blogger, wartawan dan media
188

massa (cetak/tv)

Kerjasama dibidangan
pendidikan dan penelitian
1. Kerjasama dengan perguruan BKSDA dan 2016-2025
tinggi untuk pemantauan PT.MKL
populasi, dan keanekaragamanan
hayati, sert dampak atau
kerusakan kawasan
2. Kerjasama dengan LSM/NGO BKSDA dan 2016-2025
dalam pemantauan populasi PT.MKL
satwa dan keanekaragaman hayati
3. Bekerjasama dengan perguruan BKSDA dan 2016-2025
tinggi, LIPI atau NGO dalam PT.MKL
pembuatan stasiun
penelitian/stasiun riset
4. Bekerjasama dengan lembaga BKSDA dan 2016-2025
internasional dalam kegiatan PT.MKL
rehabilitasi dan pengembangan
kawasan
Kerjasama dibidang lain:

1. Kerjasama dengan masyarakat PT.MKL 2016-2025


dalam kegiatan pengamanan dan
penyediaan bibit
2. Penandatanganan MoU antara BKSDA dan 2018
institusi KPHK dengan pengelola PT.MKL
dalam pengelolaan kawasan
3. Penandatanganan MoU antara BKSDA dan 2018
institusi KPHK, pengelola, dan PT.MKL
pemerintah daerah serta instansi
terkait lainnya.
Kegiatan lain terkait
kerjasama:
1 Identifikasi stakeholders yang BKSDA dan 2016-2025
akan diidentifikasi dalam PT.MKL
kerjasama
2. Analisis stakeholders BKSDA dan 2016-2025
PT.MKL
3. Penyusunan rancangan BKSDA dan 2016,2020,2024
kerjasama/kolaborasi PT.MKL
PENINGKATAN PERAN
SERTA DAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
1 Rekrutmen masyarakat sekitar PT.MKL 2016-2025
sebagai tenaga kerja
2. Pelibatan masyarakat dalam PT.MKL 2016-2025
pengamanan kawasan
(pengamanan partisipatif)
3. Pelibatan masyarakat dalam PT.MKL 2016-2025
penyediaan bibit penanaman
4. Sosialisasi tentang kawasan BKSDA dan 2016-2025
kepada masyarakat sekitar PT.MKL
5. Pemberian bantuan ekonomi PT.MKL 2016-2025
6. Pelatihan keterampilan BKSDA dan 2018
masyarakat dibidang pengolahan PT.MKL
hasil mangrove dan wisata
189

PENGUATAN
KELEMBAGAAN
PENGELOLA
1. Rekrutmen SDM professional PT.MKL 2016-2-25
untuk mengisi bagian perencanaan
dan promosi (marketing) dan
manajemen pemasaran
2. Rekrutmen SDM Fresh graduatue PT.MKL 2016-2025
untuk posisi pendamping atau
interpreter, dan tenaga adm.
keuangan
3. Pelatihan meliputi pelayanan BKSDA dan 2016-2025
prima, interpretasi lingkungan, PT.MKL
pendidikan lingkungan, pemandu
wisata, perhotelan, bahasa sing,
intelijen, penggunaan peralatan
survey dan pengamanan kawasan
4. Penggunaan tenaga ahli untuk PT.MKL 2020,2024
mengatasi pencemaran
5. Monitoring oleh KPHK BKSDA 2017-2025

6. Pembahasan annual workplan BKSDA dan 2016-2025


setaip awal tahun dengan PT.MKL
melibatkan stakeholder yang
terlibat dalam pengelolaan dan
pengembangan TWA Angke
Kapuk
PENGEMBANGAN IPTEK

1. Promosi TWA Angke Kapuk BKSDA dan 2016-2025


sebagai lab. penelitian rehabilitasi PT.MKL
mangrove dan keanekaragaman
burung
2. Pusat pengembangan teknologi PT.MKL 2020, 2025
pengendalian limbah
3. Studi banding pengelolaan limbah BKSDA dan 2019, 2024
padat dan cair PT.MKL

Sumber: data diolah dari Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA

DKI 2016-2025.

Keterangan:

BKSDA: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta

PT.MKL: PT. Murindra Karya Lestari.

Rencana kegiatan pengelolaan jangka panjang yang

dilakukan bersama antara BKSDA DKI Jakarta dan PT.Murindra

Karya Lestari dibuat dengan berdasarkan kepada analisis peta

kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman di Taman Wisata Alam


190

Angke Kapuk Jakarta Utara, namun untuk kegiatan wisata dilokasi

oleh PT.Murindra Karya Lestari berdasarkan kepada desain blok

yang sudah dibuat dari BKSDA DKI Jakarta sebagai acuan rencana

kegiatan. Total anggaran yang dikeluarkan menurut Rencana

Pengelolaan Jangka Panjang tahun 2016-2025 kurang lebih

mencapai Rp.14.750.000.000,00 (empat belas milyar tujuh ratus

lima puluh juta rupiah)

Tujuan dari rencana pengelolaan jangka panjang yang

dilaksanakan melalui kemitraan antara lain adalah:

1. Terwujudnya pengelolaan ekosistem mangrove yang

optimal guna menunjang pengembangan pariwisata alam,

pendidikan dan pelatihan;

2. Terwujudnya kelembagaan pengelolaan TWA Angke

Kapuk dalam institusi KPHK yang efektif dan efisien;

3. Terjaminnya keutuhan kawasan dan kelestarian jenis

tumbuhan dan satwa;

4. Terwujudnya TWA Angke Kapuk sebagai lokasi ekowisata

di Indonesia yang unggul dari sisi pelayanan, sarana

prasarana dan aktivitas wisatanya


191

4.3.2.2 Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian ialah penentuan, pengelompokkan, dan

penyusunan macam-macam kegiatan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan, penempatan orang-orang (pegawai), terhadap

kegiatan-kegiatan ini, penyediaan faktor-faktor fisik yang cocok

bagi keperluan kerja dan penunjukkan hubungan wewenang, yang

dilimpahkan terhadap setiap orang dalam hubungannya dengan

pelaksanaan setiap kegiatan yang diharapkan.

Ciri organisasi menurut Manullang terbagi menjadi (3) tiga yaitu:

1. Sekelompok orang,

2. kerjasama atau pembagian pekerjaan,

3. tujuan bersama.

Secara ringkas indikator proses dimensi pengorganisasian akan

dijelaskan dalam tabel berikut ini


192

Tabel 4.6
Indikator Proses Dimensi pengorganisasian

Indikator Proses
Dimensi Hasil Temuan Penelitian

2. Organizing (Pengorganisasian)
a. Sekelompok Orang a. Sekelompok orang yang
b. Kerjasama atau pembagian dimaksud dalam kemitraan di
kerja Taman Wisata Alam Angke
c. tujuan bersama Kapuk yakni karyawan
PT.Murindra Karya Lestari yang
terbagi dalam beberapa bagian
kerja dan Pegawai BKSDA DKI
Jakarta yang saling koordinasi
b. Pembagian kerja di BKSDA DKI
Jakarta terbagi kedalam SKW
I,II,III sedangkan PT.Murindra
Karya Lestari terbagi kedalam
dua shift kerja
c. Tujuan bersama yakni
pengelolaan Taman Wisata Alam
Angke Kapuk yang optimal.

Secara Keseluruhan
pengorganisasian berjalan
dengan sistem pembagian kerja
yang terorganisir meskipun
dalam pelaksanaan di BKSDA
DKI Jakarta masih terjadi
rangkap jabatan karena
kendala kemampuan /skill.
Sumber: Peneliti, 2019.

Pengorganisasian melalui kemitraan model Build Operate

Transfer (BOT) yang dilaksanakan oleh BKSDA DKI Jakarta dan

PT.Murindra Karya Lestari dalam mengelola Taman Wisata Alam

Angke Kapuk dapat dilihat dari pembagian kerja sesuai dengan

kewenangan yakni pengelolaan di lapangan dari pembangunan

sarana dan prasarana dilakukan oleh PT.Murindra Karya Lestari

dengan koordinasi dengan BKSDA DKI Jakarta.

Dari segi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta

BKSDA DKI Jakarta melalui Seksi Konservasi Wilayah III kita


193

dapat ketahui bahwa pengorganisasian dalam kemitraan mengelola

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara, BKSDA DKI

Jakarta dipimpin oleh seorang kepala balai kemudian terbagi lagi

menjadi tiga seksi konservasi wilayah. Seksi Konservasi Wilayah I

bekerja di wilayah Bekasi, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan

Jakarta Pusat. Seksi Konservasi Wilayah II bekerja untuk wilayah

Tangerang dan Jakarta Barat. Seksi Konservasi Wilayah III bekerja

untuk wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Dalam

melaksanakan tugasnya, BKSDA DKI Jakarta melalui Seksi

Konservasi Wilayah III terdapat rangkap jabatan yang disebabkan

oleh kurangnya kemampuan pegawai dibidang Teknologi dan

Informasi (IT). keterampilan (Skill), dan kemampuan bahasa

Inggris. Secara kuantitas memang jumlah pegawai sudah

memenuhi namun secara kualitas masih dibutuhkan pelatihan

untuk menunjang kemampuan pegawai.

Sedangkan Pembagian kerja yang dilaksanakan dalam

mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk dari PT Murindra

Karya Lestari dibagi menjadi bagian pembibitan dan pemupukan

oleh masyarakat yang diberdayakan di Taman Wisata Alam Angke

Kapuk Jakarta Utara, bagian manajer dibantu oleh staf administasi,

bagian kantin dan pemasaran untuk memberikan informasi kepada

pengunjung, dan bagian kemanan untuk pemeliharaan sarana-

prasarana dan keamanan kawasan oleh 21 (dua puluh satu) tenaga


194

keamanan untuk bekerja 24 (dua puluh empat) jam terbagi menjadi

dua (2) shift. Dari PT. Murindra Lestari saat ini dalam pembagian

kerja masih mengalami kendala dibagian staf ahli lantaran saat ini

hanya ada 2 (dua) orang staf ahli dan lebih banyak tenaga kasar

yang kurang mencakup dari segi pendidikan.

Koordinasi antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam

DKI Jakarta dan PT. Murindra Karya Lestari saat ini berlangsung

mudah hanya menggunakan media sosial (informal) saja lantaran

masing-masing pihak saling memfasilitasi seperti saat keperluan

BKSDA DKI Jakarta untuk melakukan monitoring kawasan

ataupun pembinaan terhadap perusahaan maka pihak perusahaan

secara terbuka memfasilitasi dan memberikan ruang BKSDA DKI

Jakarta meskipun diluar jam operasional Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara, sedangkan keperluan PT.Murindra

Karya Lestari kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan (KLHK) juga difasilitasi oleh pihak Balai Konservasi

Sumber Daya Alam DKI Jakarta.

4.3.2.3 Actuating (Pelaksanaan) model kemitraan Build

Operate Transfer

Pelaksanaan melalui model kemitraan Build Operate

Transfer yang selama ini diterapkan antara Balai Konservasi

Sumber Daya Alam DKI Jakarta dengan PT. Murindra Karya

Lestari diatur dalam pemberian izin pengusahaan pariwisata alam.


195

Dalam penelitian model kemitraan pemerintah dan swasta dalam

pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara menekankan kepada model kemitraan Build Operate

Transfer. Secara ringkas akan dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 4.7

Indikator Proses Pelaksanaan

Indikator Proses
Dimensi Hasil Temuan Penelitian

3. Actuating(Pelaksanaan):
a. Build (Pembangunan) a. Pembangunan kawasan
b. Operate (Pengoperasian) TWA Angke Kapuk
c. Transfer (Perolehan) dilakukan oleh
PT.Murindra Karya
Lestari mulai dari
relokasi petambak liar
hingga pemulihan
kawasan yang rusak
akibat aktivitas
petambak. kemudian
mulai tahun 2009
dilakukan
pembangunan sarana-
prasarana pendukung
wisata oleh
PT.Murindra Karya
Lestari
b. Operasional Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk oleh
PT.Murindra Karya
Lestari mulai pada
tahun 2011 dengan
peningkatan wisatawan
paling tinggi pada
tahun 2017. Adapun
penurunan pengunjung
yang terjadi lantaran
menurut laporan
kegiatan pengawasan
dan pembinaan Izin
Pengusahaan
Pariwisata Alam
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk
Triwulan III tahun
2017 survei
196

pengunjung
mengharapkan
perbaikan di fasilitas
pondok yang berada
diatas perairan
konservasi mangrove,
Hal menarik yang
menjadi daya tarik
dalam operasional
wisata yakni
penawaran paket
weeding, penanaman
langsung, hingga
pengolahan sampah
menjadi pupuk oleh
pihak perusahaan yang
nantinya dapat
digunakan sendiri dan
dijual kembali dalam
paket wisata
penanaman.
c. Transfer
- Perolehan hasil
dari penjualan
tiket pengunjung
seharga
Rp.25.000,00
dengan pembagian
Rp.20.000,00
untuk perusahaan
dan Rp.5000,00
untuk PNBP dan
sering mengalami
peningkatan
- Taman Wisata
Alam Angke yang
sudah kembali
fungsi asli sebagai
lokasi hutan
konservasi
- Pemasukan
ekonomi bagi
masyarakat yang
bekerja di lokasi
dan berjualan
setiap hari Jumat
(Weekday).

Model Kemitraan BOT


(Build Operate Transfer)
berjalan dengan baik dan
relevan digunakan dalam
pengelolaan asset milik
negara
197

Pelaksanaan paling awal dari segi kepemimpinan, pihak

Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta juga

mempunyai peran dalam membentuk rencana pengelolaan dan

desain batas kegiatan di kawasan. Melalui Seksi Konservasi

Wilayah III pengarahan diberikan oleh kepala seksi saat rapat

membahas pekerjaan yang akan dilakukan seperti pembinaan,

monitoring, dan evaluasi. Rapat tersebut dibuat untuk tujuan semua

pegawai memahami peranannya masing-masing dan mengetahui

kapan target waktu pekerjaan harus selesai sehingga semuanya

berjalan efektif dan tepat waktu. Dari pihak PT.Murindra Karya

Lestari, kepemimpinan dapat dilihat dari segi bagaimana arahan

pemimpin saat penerimaan karyawan sesuai dengan posisi masing-

masing. Selain itu dari segi keamanan sendiri juga mempunyai

penganggung jawab yang selalu melakukan pengarahan (apel)

setiap pergantian shift.

Setelah melihat bagaimana arahan pemimpin maka masing-

masing pegawai baik dari pemerintah ataupun perusahaan

melaksanakan tugasnya dan bertanggung jawab kepada pimpinan

masing-masing sesuai batas waktu yang diberikan. Semua

pekerjaan yang diberikan tentunya tetap mengkomunikasikan

kepada pimpinan baik dari BKSDA DKI Jakarta dan PT.Murindra

Karya Lestari untuk kemudian masing-masing pimpinan


198

mengkomunikasikan agar tetap menjaga tata hubungan selama

berlangsungnya kemitraan supaya tujuan pengelolaan tercapai

dengan optimal.

Sebagai perangsang kinerja karyawan, saat ini PT.Murindra

belum pernah ada insentif ataupun kegiatan Family Gathering

bersama karyawannya lantaran sebagai penyedia jasa wisata justru

jarang sekali menemukan waktu yang tepat melakukan kegiatan

wisata bersama karyawannya.

Terkait pelaksanaan dilapangan sebagai inti dari model

kemitraan Build Operate Transfer (BOT) dijabarkan sebagai

berikut:

1. Build (Pembangunan)

Dalam pelaksanaan kemitraan pihak PT. Murindra Karya

Lestari sebagai pemegang izin kelola kawasan berkewajiban

untuk membangun kawasan, mengoperasikan sebagai taman

wisata dan memberi pajak kepada Negara. Pada tahun 1997,

ketika izin pengusahaan pariwisata alam diberikan, petambak liar

masih menduduki kawasan TWA Angke Kapuk. Upaya

rehabilitasi kawasan telah dimulai pada tahun tersebut, namun

mengalami kegagalan karena tingginya aktivitas petambak. Pada

tahun 2009, Balai KSDA DKI Jakarta bersama-sama dengan

pengelola yaitu PT Murindra Karya Lestari dan instansi terkait

lainnya, melakukan operasi terpadu untuk menertibkan petambak


199

keluar dari kawasan. Operasi terpadu tersebut membuahkan hasil

dengan bebasnya kawasan dari petambak liar. Pada tahun 2009

pula PT Murindra Karya Lestari mulai melakukan rehabilitasi

kawasan secara besar-besaran dan pembangunan sarana

prasarana wisata.

Dalam hal pembangunan sarana-prasarana, saat ini

PT.Murindra Karya Lestari telah berhasil mengubah Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara yang dahulu sebagai lahan bagi

petambak liar hingga kini telah membangun sarana-prasarana

beserta biaya untuk operasional wisatawan antara lain sebagai

berikut:
200

1. Penginapan

Tabel 4.8
Sarana Penginapan dan pondok kemah

No Jenis Jml Keterangan

1. Rumah Betang 2 Baik dan berfungsi

2. Rumah Egretta 4 Baik dan berfungsi

3. Rumah Avicennia 4 Baik dan berfungsi

4. Rumah Rhizophora 4 Baik dan berfungsi

5. Pondok kemah darat 18 Baik dan berfungsi

6. Rumah Bruguiera (pondok 7 Baik dan berfungsi

kemah)

7. Rumah Anhinga (pondok kemah) 7 Baik dan berfungsi

8. Rumah Sonneratia (pondok 18 Baik dan berfungsi

kemah)

9. Rumah Bulbulus (pondok kemah) 20 Baik dan berfungsi

10. Rumah pagoda 2 Baik dan berfungsi

Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta

2016-2025.

Sarana penginapan di TWA Angke Kapuk terdiri dari

beberapa ukuran luas. Rumah Betang adalah bangunan yang paling

luas. Terdiri dari 2 (dua) lantai, lantai bawah untuk aula/pertemuan,

dapur dan tempat bersantai serta ruang tamu; dan lantai atas berupa

kamar-kamar (10 kamar). Seluruh ruangan dan kamar dilengkapi

dengan AC dan fasilitas lainnya seperti kamar mandi dalam dan

televisi. Harga sewa untuk rumah betang ini adalah Rp.


201

6.500.000,00 per malam. Rumah Egretta merupakan bangunan

dengan 3 (tiga) kamar tidur. Terdapat 4 (empat) unit bangunan.

Selain kamar tidur juga terdapat dapur, teras depan dan belakang.

Masing-masing kamar dilengkapi dengan AC, kamar mandi dalam

dan televisi. Harga sewa untuk rumah ini adalah Rp. 3.500.000,00

per malam.

Rumah Avicennia terdiri dari 4 unit bangunan. Masing-

masing bangunan terdiri dari 2 (dua) kamar tidur. Sama dengan

bangunan lainnya, rumah avicennia dilengkapi dengan dapur, dan

masing-masing kamar dilengkapi dengan fasilitas AC, Televisi dan

kamar mandi dalam. Harga sewa untuk rumah ini per malam

adalah Rp. 1.500.000,- per malam. Rumah Rhizophora berjumlah 4

(empat) unit. Rumah ini disebut juga sebagai pondok honeymoon

atau pondok bulan madu. Letaknya terpisah dengan pondok-

pondok lainnya yang biasanya dibangun berdekatan. Rumah ini

memiliki 2 (dua) kamar tidur dengan fasilitas sama dengan rumah-

rumah lainnya. Harga sewa per malam adalah Rp. 1.300.000,00-,

Sedangkan rumah yang berukuran agak besar dengan 4 (empat)

kamar adalah rumah pagoda. Harga sewa rumah ini per malam

adalah Rp. 5 juta. Ada 2 (dua) unit rumah jenis pagoda ini.

Pondok kemah darat merupakan unit rumah yang kecil dan

sangat cocok bagi pecinta alam. Setiap pondok terdiri dari 1 (satu)

kasur untuk 1 (satu) orang, meja dan kursi. Pondok kemah ini ada
202

yang berada di darat dan ada pula yang dibangun diatas air. Jumlah

pondok kemah ini keseluruhan adalah 70 (tujuh puluh) pondok.

Sebagai pembeda lokasi pondok (darat atau air) pengelola

membedakan nama pondok tersebut menjadi pondok kemah darat,

rumah Bruguera, rumah Anhinga, rumah Sonneratia dan rumah

Bulbulus. Di pondok ini tidak tersedia kamar mandi, sehingga

kamar mandi berupa di luar bersatu dengan fasilitas kamar mandi

untuk pengunjung lainnya. Terdapat pondok kemah yang juga

sudah dilengkapi AC yaitu pondok kemah bulbulus sebanyak 6

(enam) unit. Harga sewa pondok kemah ini bervariasi, Bulbulus

AC per malam Rp. 600.000,00. Bulbulus non AC, Anhinga dan

Sonneratia harga sewa per malam Rp. 450.000,- (berada di atas

air), sedangkan pondok kemah darat dan Bruguera harga sewa

per malamnya hanya Rp.300.000,00.

2. Ruang Pertemuan

Tabel 4.9

Sarana Pertemuan/Aula

No Jenis Jml Keterangan

1. Aula Pendopo Ficus 1 Baik dan berfungsi

2. Panggung Bale Bengong 1 Baik dan berfungsi

Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta 2016-

2025.

Aula pendopo Ficus berada di depan coffe shop. Berupa

bangunan 2 (dua) lantai yang dapat menampung sekitar 100-150


203

orang dan tertutup. Fasilitas yang disediakan adalah sound system,

alat musik (Organ), meja dan kursi, dapur, kamar mandi, peralatan

makan, infocus dan layar. Harga sewa aula ini adalah Rp.

25.000.000,00. Sedangkan panggung Bale bengong berupa aula

terbuka (rumah panggung tanpa dinding). Kapasitas yang dapat

ditampung sekitar 100-200 orang. Fasilitas yang tersedia adalah

kursi dan meja serta sound system. Harga sewa panggung Bale

Bengong adalah Rp. 10.000.000,00.

3. Kantin/Coffe Shop

Di TWA Angke kapuk terdapat 1 (satu) buah kantin dan 1

(satu) buah Coffe Shop. Namun dikarenakan terbatasnya sumber

daya manusia, kantin hanya menyediakan minuman, kopi, teh dan

makanan-makanan ringan berupa pisang goreng dan snack-snack

kemasan. Untuk makanan berat seperti nasi goreng, mie atau

sejenisnya jarang tersedia dan biasanya harus dipesan terlebih

dahulu. Coffe shop dan kantin dapat menampung lebih dari 50

orang karena meja dan kursi yang tersedia cukup banyak.

Meskipun terbatas, kantin ini juga melayani pemesanan konsumsi

untuk kegiatan yang dilaksanakan di TWA Angke Kapuk. Harga

prasmanan per orang adalah Rp. 100.000,00 sedangkan snack Rp.

35.000,00. Namun demikian, pengelola mempersilakan apabila

penyewa lokasi memesan katering atau makanan dari luar dengan


204

ketentuan membayar sebesar 10% dari nilai kontrak yang diterima

oleh katering tersebut.

4. Sarana Istirahat pengunjung

Tabel 4.10
Sarana Prasarana Pengunjung

No Jenis Jml Ket

1. Tempat duduk/istirahat 3 Baik dan berfungsi

2. Gazebo 6 Baik dan berfungsi,

sebagian rusak

3. Dermaga 1 Baik dan berfungsi

Kursi di sepanjang jalur


4. track 25 Baik dan berfungsi

5. Shelter di tepi pantai 1 Baik dan berfungsi

6. Rumah pohon 1 Baik dan berfungsi

Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta


2016-2025.

Tempat duduk/istirahat berada diseberang coffe shop di

dekat aula Ficus. Berupa bangunan terbuka yang dilengkapi

dengan kursi dan meja panjang dari kayu merbau. Terdiri dari 3

unit berada di kanan dan kiri jalan masuk aula Ficus dan bangunan

lainnya berada di sebelah kiri aula Ficus.

Gazebo berada di sebelah dermaga (5 unit). Ada 6 unit

dilengkapi dengan meja dan kursi keliling. Namun ada beberapa

unit (3 unit) mengalami kerusakan pada bagian atap. Sedangkan 1

(satu) unit gazebo berada di belakang aula Ficus. Dermaga juga

dilengkapi dengan tempat duduk meja dan kursi panjang. Selain


205

untuk keperluan menunggu jika menyewa kapal/kano, dermaga ini

juga dapat digunakan untuk istirahat pengunjung setelah

mengelilingi kawasan. Di sepanjang jalur tracking juga disediakan

kursi-kursi sebagai tempat duduk pengunjung. Selain itu di tepi

pantai juga disediakan shelter yang cukup besar sehingga

pengunjung dapat menikmati udara Teluk Jakarta.

5. Fasilitas Umum bagi pengunjung

Tabel 4.11
Fasilitas Umum dan fasilitas bermain anak di TWA
Angke Kapuk
No Jenis Jml Ket

1. Toilet 8 pintu 1 Baik dan berfungsi

2. Toilet 6 Pintu 2 Baik dan berfungsi,

sebagian rusak

3. Panggung kecil (fotobooth) 3 Baik dan berfungsi

4. Panggung besar (bambu) 1 Baik dan berfungsi

5. Menara pengamat 2 Baik dan berfungsi

6. Jembatan rintang 1 Baik dan berfungsi

7. Kolam 1 Tidak berfungsi

8. Kandang Monyet 1 Baik dan berfungsi

9. Kandang kelinci 1 Baik dan berfungsi

10. Jembatan gantung 2 Baik dan berfungsi

11. Jalur tracking Sepanjang kawasan baik

berupa kayu maupun

Konblok

12 Areal parkir 1 Berupa parkir kendaraan

roda 2, 4 dan bus

Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta


2016-2025.
206

Fasilitas umum di TWA Angke Kapuk ditujukan untuk

memberikan kemudahan bagi pengunjung terutama dalam

melaksanakan aktivitas wisata. Untuk aktivitas wisata dan berfoto

juga sudah disediakan sarananya. Terdapat bangunan untuk

photobooth dan juga panggung-panggung dengan latar belakang

yang menarik. Terdapat juga jembatan gantung dan jembatan

rintang untuk menambah estetika dalam fotografi. Minat

pengunjung untuk melakukan kegiatan foto pra wedding maupun

foto kenang-kenangan untuk pelajar sangat tinggi. Wahana-wahana

untuk kegiatan pemotretan sudah cukup banyak dan cukup bagus.

Kelemahan Taman Wisata Alam Angke Kapuk ini adalah

tingginya biaya yang dikenakan jika melakukan pemotretan dengan

kamera profesional. Hal ini menjadi keluhan pengunjung selama

bertahun-tahun, karena kamera yang diizinkan hanya kamera HP,

sedangkan untuk kamera digital lainnya dikenakan biaya

Rp.1.000.000,00 per kamera. Selain itu tarif masuk Taman Wisata

Alam Angke Kapuk saat ini dirasa cukup untuk dijangkau

kalangan dewasa dan pekerja namun masih terlalu mahal bagi

kalangan pelajar.

Untuk aktivitas anak-anak, tersedia kandang kelinci dan

kandang monyet. Anak-anak dapat memberi makan monyet dan

mendekati kandang dengan membayar retribusi sebesar Rp.

2.000,00. Aktivitas lain bagi anak-anak adalah jembatan rintang.


207

Ketinggian jembatan rintang dan panjang jembatan didesain ideal

bagi anak-anak, dalam arti tidak membahayakan keselamatan anak-

anak. Untuk pengunjung dewasa, terdapat menara pengamat

setinggi 10 meter yang dapat digunakan untuk melihat kawasan

dari puncak menara. Juga terdapat jalur tracking yang cukup

panjang dan jembatan gantung untuk variasi kegiatan wisata.

Dari aspek parkir kendaraan, pengunjung dapat memarkir

kendaraannya dengan aman. Areal parkir cukup luas, dapat

menampung kendaraan roda dua, roda empat dan bus pariwisata.

Tingkat keamanan parkir cukup tinggi karena ada petugas khusus

yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kendaraan yang

parkir.

6. Pelayanan Angkutan Wisata di dalam kawasan

Tabel 4.12

Sarana angkutan wisata di dalam kawasan

No Jenis Jml Ket

1. Perahu 5 Baik dan berfungsi

2. Speed boat (kursi 6) 3 Baik dan berfungsi

3. Speed boat (kursi 8) 1 Baik dan berfungsi

4. Speed boat patroli (kursi 4) 1 Baik dan berfungsi

5. Perahu dayung 8 Baik dan berfungsi

6. Kano (kursi 2) 3 Baik dan berfungsi

7. Kano (kursi 1) 3 Baik dan berfungsi

Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta


2016-2025.
208

Untuk memudahkan pengunjung melihat sisi dalam

kawasan dan menyusuri sungai diantara pohon-pohon bakau,

pengelola TWA Angke Kapuk menyediakan perahu atau kano

yang dapat disewa oleh pengunjung. Tarif perahu, speedboat dan

kano tersebut berbeda-beda tergantung kapasitas penumpang yang

dapat diangkut. Speed boat kapasitas 6 (enam) orang disewakan

sebesar Rp. 300.000,00 untuk 30 menit keliling kawasan. Speed

boat kapasitas 8 (delapan) orang Rp. 450.000,00 sedangkan kano

kursi 2 (dua) orang Rp. 150.000,00 dan kursi 1 orang Rp.

100.000,00.

7. Sarana Ibadah

TWA Angke Kapuk juga menyediakan sarana ibadah bagi

pengunjung. Terdapat 1 (satu) buah masjid dan 1 (satu) Mushola.

Masjid berada di dekat pintu masuk kawasan. Masjid ini

merupakan masjid terdekat yang ada di Perumahan PIK, sehingga

pada saat-saat tertentu (hari jumat/hari raya) selalu penuh oleh

masyarakat yang akan beribadah


209

8. Prasarana pendukung pengelolaan

Tabel 4.13

Prasarana pendukung

No Jenis Jml Ket

1. Jaringan Listrik 1 Baik dan berfungsi

2. Jaringan Air 1 Baik dan berfungsi

3. Jaringan Telepon 1 Baik dan berfungsi

4. Jaringan drainase 1 Baik dan berfungsi

5. Tempat sampah 50 Baik dan berfungsi

(disepanjang jalur track)

6. Bilasan 3 Baik dan berfungsi

Saluran
7. limbah/pembuangan Baik dan berfungsi

8. Pos jaga 4 Baik dan berfungsi

9. Pusat informasi 1 Belum berfungsi

10. Mess karyawan 2 Baik dan berfungsi

Papan petunjuk
11. arah/papan Baik dan berfungsi (ada

Informasi disetiap persimpangan

dan jalur-jalur tertentu)

12. Lampu Jalan 50 Baik dan berfungsi

(semua nyala)

13. Dapur 1 Baik dan berfungsi

14. Gudang 1 Baik dan berfungsi

Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta


2016-2025.
210

Untuk menjaga kebersihan di sepanjang jalur tracking

disediakan tempat sampah yang berbahan kayu dan plastik.

Lampu penerangan juga dipasang disepanjang jalur tracking

termasuk di jalur-jalur tracking yang menuju ke penginapan. Pada

setiap persimpangan dan spot-spot tertentu dipasang penunjuk

arah dan informasi. Hal ini bermanfaat bagi pengunjung sehingga

pengunjung dapat menetukan arah wisatanya. Meskipun demikian,

papan informasi masih perlu ditambah dan dibenahi, karena

jumlahnya relatif masih sedikit.

Bangunan yang sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan

baik adalah pusat informasi. Menurut informasi dari pengelola,

pusat informasi ini sebenarnya dirancang sebagai show window

TWA Angke Kapuk. Namun karena keterbatasan SDM pengelola

dan bahan informasi maka pusat informasi ini belum difungsikan.

Sarana pendukung pengelolaan lainnya adalah mess karyawan.

TWA Angke kapuk memiliki tenaga kerja yang berasal dari luar

DKI Jakarta. Mess karyawan ini ada 2 (dua) unit, yaitu mess

karyawan bagi karyawati dan karyawan yang telah berkeluarga,

dan mess karyawan untuk laki-laki. Masing-masing mess terdiri

dari 10 (sepuluh) kamar. Pada mess wanita dilengkapi dengan

ruang tamu yang dapat dimanfaatkan untuk bermain anak-anak

(bagi karyawan yang membawa keluarga).


211

2. Operate (Pengoperasian)

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara mulai

beroperasi untuk umum pada tahun 2011 dengan peningkatan

pengunjung lima (5) tahun terakhir sebagai berikut:

Tabel 4.14

Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

Pengunjung
Pengunjung Domestik
Tahun Asing
127,813
2014 100
206,289
2015 189
239,500
2016 224
305,600
2017 247
234,200
2018 253
Sumber: BKSDA DKI, 2018

Kenaikan pengunjung paling signifikan terjadi pada tahun 2017

sehingga memberikan pemasukan yang tinggi pula kepada

perusahaan dan pajak Negara. Adapun penurunan pengunjung yang

terjadi lantaran menurut laporan kegiatan pengawasan dan

pembinaan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Triwulan III tahun 2017 survei pengunjung

mengharapkan perbaikan di fasilitas pondok yang berada diatas

perairan konservasi mangrove, karena pondok tersebut juga dapat

menjadikan daya tarik pengunjung untuk menginap ataupun

sekedar melakukan swafoto di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara.
212

Selain itu yang menarik dalam mengelola hutan mangrove

oleh PT. Murindra Karya Lestari yakni pembuatan pupuk

dilakukan sendiri dan menggunakan bahan sampah dari sampah

organik hingga sampah plastik sehingga sampah yang masuk ke

kawasan baik sampah reklamasi ataupun sampah muara sungai

dapat diolah kembali dan manjadi bermanfaat.

Tidak hanya peranan dari PT.Murindra Karya Lestari saja,

pihak BKSDA DKI Jakarta ikut serta memberikan kegiatan berupa

penyuluhan kehutanan kepada msyarakat dan wisatawan

tujuannnya untuk memberikan kesadaran sekaligus promosi hutan

mangrove sebagai kawasan ekowisata yang bermanfaat bagi

manusia dan lingkungan.

3. Transfer

Transfer atau manfaat dari pengelolaan Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara adalah dari segi kawasan adalah

saat ini kawasan sudah dapat kembali fungsi semestinya sebagai

kawasan konservasi hutan mangrove dilengkapi flora fauna

didalamnya serta fasilitas wisata yang mendukung dapat menjadi

nilai tersendiri bagai kawasan. Dari segi pendapatan, melalui

kemitraan pemerintah dengan swasta dapat memberikan PNBP

yang cukup besar setiap tahunnya sebagai berikut:


213

Tabel 4.15
PNBP pungutan hasil usaha PT. Murindra Karya Lestari
50,000,000

PHUPSWA (Rupiah)
40,000,000

30,000,000

25,854,362

33,274,948

45,551,426
20,000,000

10,000,000

-
2015 2016 2017
Tahun

Sumber: Laporan Taman Wisata Alam Angke Kapuk tahun 2017 BKSDA DKI Jakarta.

Dari data pemasukan PNBP melalui PHUPSWA Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara kita dapat mengetahui bahwa

PNBP selalu mengalami peningkatan dan Taman Wisata Alam

Angke Kapuk sebagai penyumbang PNBP terbesar dibandingkan

kawasan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan kemitraan dengan

swasta masih terlaksana dengan baik. PNBP dari perolehan tiket

pengunjung dengan pembagian 4/5 persen yakni sebesar

Rp.20.000,00 untuk perusahaan dan 1/5 persen yakni sebesar Rp.

5000,00 untuk pemerintah. Penandaan tiket bagi perusahaan yakni

lembar tiket yang berwarna biru dan lembar tiket bagi pemerintah

yakni berwarna putih yang kemudian disatukan dan diberikan

kepada setiap pengunjung yang datang.

Dari pembangunan, pengoperasian, dan penghasilan yang

diperoleh melalui kemitraan kemudian peran pelaksanaan

kemitraan dari pihak BKSDA DKI Jakarta melalui Seksi


214

Konservasi Wilayah III adalah melakukan kegiatan pembinaan

terhadap PT. Murindra Karya Lestari. Pembinaan yang dilakukan

bisa berupa kegiatan bimbingan khususnya dalam penyusunan

perencanaan, promosi, pelatihan, arahan, dan juga supervisi ke

tingkat tapak. Pembinaan bisa dilakukan secara berkala minimal

satu kali dalam satu tahun atau setiap 4 (empat) bulan sekali. Hasil

kegiatan pembinaan adalah masukan untuk perbaikan perencanaan

dan pelaksanaan pengelolaan untuk peningkatan kinerja PT.

Murindra Karya Lestari.

4.3.2.4 Controlling (pengawasan)

Pengawasan dalam kemitraan mengelola Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara dilakukan oleh kedua pihak

yakni PT. Murindra melakukan pengawasan di lapangan, dan Balai

Konservasi DKI Jakarta melalui Seksi Konservasi Wilayah III

melakukan pengawasan terhadap kawasan dan pembinaan terhadap

PT.Murindra Karya Lestari.

PT. Murindra Karya Lestari melakukan pengawasan di

lokasi wisata meliputi pengawasan habitat hutan mangrove dengan

melakukan pemupukan, pembenihan, dan penanaman kembali

hutan mangrove baik yang dilakukan sendiri oleh perusahaan

ataupun yang dilakukan melalui kegiatan bertanam oleh wisatawan

dan perawatan dari segi sarana-prasarana. Secara ringkas akan

dijelaskan dalam tabel berikut ini:


215

Tabel 4.16

Indikator Proses Pengawasan

Indikator Proses
Dimensi Hasil Temuan Lapangan

4. Controlling (Pengawasan)

a. Menentukan standar a. Dari pihak Balai Konservasi DKI


pengawasan, Jakarta melalui Seksi Konservasi
b. ukuran pelaksanaan, Wilayah III melakukan pengawasan
c. bandingkan berdasarkan Peraturan Dirjen
pelaksanaan dengan Perlindungan Hutan dan Konservasi
standar, Alam No.P.6/IV-SET/2012 tentang
d. perbaiki Pedoman pengawasan dan evaluasi
penyimpangan dengan pengusahaan Pariwisata Alam di
cara yang tepat, Suaka Margasatwa, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, dan Taman
Wisata Alam
b. Ukuran pelaksanaan degan minimal
satu (1) kali dalam enam (6) bulan
c. Pelaksanaan pengawasan saat ini
dilakukan oleh BKSDA DKI Jakarta
sebanyak enam (6) kali dalam setahun
dan kegiatan monitoring sekaligus
pembinaan tiga (3) bulan sekali.
Namun untuk pengawasan sendiri
belum memiliki jadwal yang pasti
kapan selalu dilaksanakan. Dari pihak
perusahaan, pengawasan berupa
keamanan kawasan, sarana-prasarana
dan pengunjung melalui pemasangan
cctv, penambahan papan peringatan
informasi, serta patroli keamanan darat
dan air.
d. pengawasan yang belum memiliki
jadwal saat ini disikapi dengan
penyesuaian sesuai kondisi dan
kebutuhan. Untuk penambahan paapan
informasi demi keamanan pengunjung
saat ini ditambah dengan kegiatan
patroli darat dan air oleh petugas
keamanan PT.Murindra Karya Lestari.

Pengawasan dari kedua pihak


terhadap kawasan dan kegiatan
usaha Pariwisata Alam sudah
berjalan baik
Sumber: Peneliti, 2019.

PT.Murindra Karya Lestari memeriksa sarana-prasarana secara

berkala agar selalu dipastikan aman ketika digunakan oleh


216

pengunjung, selain itu untuk perawatan sarana yang terbuat dari

kayu saat ini PT.Murindra Karya Lestari mulai menggunakan

alternatif lain yakni penggunaan bambu sebagai pengganti kayu

merbau. Untuk pengawasan kawasan, PT.Murindra Karya Lestari

menugaskan personil keamanan yang bekerja terbagi menjadi dua

(2) shift untuk bekerja 12 jam. Mereka melakukan patroli 24 jam

dengan sistem patroli darat pada pukul 21.00 wib, 00.00 wib dan

03.00 wib. Patroli air juga dilakukan setiap pukul 22.00-22.30 wib

untuk mencegah adanya kapal ilegal yang masuk ke perairan dan

pukul 03.00-04.00 wib selain itu PT. Murindra Karya Lestari juga

melakukan kontrol terhadap sampah yang berbatasan langsung

dengan pantai utara Jakarta dengan cara memasang jaring

pembatas. Untuk pengawasan terhadap pengunjung sendiri

dilakukan dengan memasang kamera cctv dan setiap pukul 17.00

wib juga dilakukan penyisiran kawasan karena dikhawatirkan

menjelang tutup ada pengunjung yang tersesat dikawasan.

Dari pihak Balai Konservasi DKI Jakarta melalui Seksi

Konservasi Wilayah III melakukan pengawasan berdasarkan

Peraturan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

No.P.6/IV-SET/2012 tentang Pedoman pengawasan dan evaluasi

pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman

Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam antara lain

dengan melakukan patroli kawasan oleh polisi hutan yang


217

berkunjung ke kawasan setiap hari selama 2-3 jam dan juga patroli

gabungan bersama personil kemananan PT. Murindra Karya

Lestari. Selain melakukan pengawan, pihak BKSDA DKI Jakarta

juga melakukan monitoring atau pembinaan meliputi aspek

administrasi yaitu terkait laporan kegiatan, laporan keuangan dari

PT.Murindra Karya Lestari, dokumen perencanaan PT.Murindra

Karya Lestari, dan pembayaran pungutan hasil usaha.Kemudian

monitoring dari aspek teknis terkait pembangunan dan

pemeliharaan sarana prasarana, pengamanan kawasan dan

potensinya, kebersihan lingkungan dan pengolahan limbah,

rehabilitasi kerusakan kawasan, dan terkait keamanan pengunjung.

Pengawasan oleh BKSDA DKI Jakarta dilakukan sebanyak

enam (6) kali dalam setahun, dan monitoring sekaligus pembinaan

dilakukan sebanyak empat (4) kali setiap tiga (3) bulan sekali

untuk kemudian menghasilkan output berupa evaluasi dalam

mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.

4.3.3 Indikator Output

Dalam melihat sejauh mana keberhasilan kemitraan

menurut teori indikator keberhasilan kemitraan salah satunya

dilihat dari indikator output. Indikator output dalam penelitian

mengenai model kemitraan pengelolaan Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara tujuannya untuk mengetahui ketepatan

jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh organisasi hal itu dapat


218

dilihat dari hasil evaluasi pengelolaan dimana dalam evaluasi

tersebut mengandung penilaian dari segi baik dan buruk serta

hambatan-hambatan apasaja yang masih terjadi dan rekomendasi

dari hasil evaluasi. Secara ringkas output dari kegiatan kemitraan

pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk akan dijelaskan

dalam tabel berikut:

Tabel 4.17

Indikator Output Kemitraan

Indikator Output
Dimensi Hasil Temuan Penelitian
1. ketepatan jumlah pekerjaan yang 1. Ketepatan jumlah pekerjaan.
dilakukan oleh organisasi Wewenang dari BKSDA DKI
Jakarta adalah melakukan
pengawasan, monitoring, dan
pembinaan. Sedangkan
wewenang dari PT.Murindra
Karya Lestari adalah mengelola
100% kawasan TWA. Hasil
kegiatan di lapangan dapat dlihat
dari laporan evaluasi dan
menunjukkan bahwasanya sejauh
ini Secara keseluruhan, skor
kinerja adalah 416 atau mencapai
80,68% dari skor maksimal 516
kategori sedang.
Sumber: Laporan Evaluasi Kinerja oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam
DKI Jakarta, 2019

Output dari pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk pada

tahun 2018 berdasarkan Laporan Evaluasi Kinerja PT. Murindra

Karya Lestari tahun 2018 Triwulan IV BKSDA DKI Jakarta

bahwasanya hasil evaluasi pengusahaan pariwisata alam yang

dilakukan terhadap tiga kriteria yaitu administrasi, teknis dan

ketaatan, skor kinerja PT. Murindra Karya Lestari sebesar 4,16 dan
219

berada pada kategori sedang. Secara keseluruhan, skor kinerja

adalah 416 atau mencapai 80,68% dari skor maksimal 516.

Dari aspek administrasi, skor kriteria PT. Murindra Karya

Lestari adalah 138 poin atau sekitar 92% dari skor maksimal (150).

Berdasarkan persentase ini maka kinerja dari aspek administrasi

sudah baik. Peningkatan yang perlu dilakukan terkait aspek

administrasi adalah ketepatan waktu penyampaian dokumen-

dokumen perencanaan.

Dari aspek teknis, skor yang diperoleh PT. Murindra Karya

Lestari adalah 278 poin atau sekitar 79% dari skor maksimal 350.

Persentase capaian terendah adalah pemberdayaan masyarakat

(40%) dan pembangunan sarana prasarana (70%). Rendahnya

capaian kinerja PT. Murindra Karya Lestari terkait pemberdayaan

masyarakat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat sekitar kawasan

yang pada umumnya adalah kalangan menengah ke atas sehingga

kurang memungkinkan untuk dilibatkan dalam kegiatan

pengusahaan pariwisata alam di Taman Wisata Alam Angke

Kapuk.

Terkait rendahnya capaian pemberdayaan masyarakat

disekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk lantaran letak Taman

Wisata Alam berada di pemukiman mengah keatas yakni perumahan

Pantai Indah Kapuk.


220

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Nomor P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang

Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam, pemberdayaan masyarakat adalah upaya

mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan

meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku,

kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui

penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang

sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.

Mengacu pada peraturan, maka di sekitar kawasan TWA

Angke Kapuk hampir tidak ada masyarakat yang sesuai dengan

definisi di atas karena masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan

ini merupakan masyarakat menengah ke atas dan tingkat

ketergantungannya terhadap potensi dan sumber daya alam

kawasan sangat rendah. Hal ini menyebabkan capaian kinerja

untuk indikator pemberdayaan masyarakat oleh PT. Murindra

Karya Lestari kemungkinan tidak bisa mencapai skor maksimal.

Pada awal tahun 2018, BKSDA Jakarta melakukan kajian

potensi pemberdayaan masyarakat sekitar TWA Angke Kapuk

untuk mengetahui kemungkinan peningkatan kegiatan

pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan wisata alam di kawasan

ini. Berdasarkan hasil studi tersebut, kemungkinan pelibatan

masyarakat sebagai tenaga kerja di TWA Angke Kapuk relatif


221

rendah karena sebagian besar masyarakat bekas penggarap tambak

di kawasan ini telah memiliki tambak baru di Tanjung Pasir,

Tangerang. Selain itu, masyarakat usia produktif yang berdekatan

dengan kawasan ini lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik

daripada bekerja di TWA Angke Kapuk.

Indikator pembangunan sarana dan prasarana mendapatkan

skor 63 atau 70% dari nilai maksimal (90). Berdasarkan dokumen

Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam (RKPPA) yang

disusun PT. MKL, terdapat beberapa sarana prasarana yang tidak

jadi dibangun yaitu rumah kaca, laboratorium, taman burung,

menara penyelamat pantai dan 1 unit menara pengamat. Belum

maksimalnya nilai indikator sarana-prasarana disebabkan sarana-

prasarana yang dibangun belum sesuai dengan site plan yang

terdapat dalam dokumen RPPA. Selain perbedaan tersebut, tata

waktu pelaksanaan RKPPA periode 1997 – 2027 tersebut tertunda

akibat terjadinya perambahan kawasan pada era reformasi sehingga

RKP PT. MKL baru diimplementasikan mulai tahun 2009.

Menindaklanjuti hal ini, PT. MKL telah mengajukan permohonan

untuk merevisi dokumen tersebut sejak tahun 2014. Walaupun

demikian, sampai saat ini revisi tersebut belum selesai

dilaksanakan.

Dari hasil evaluasi dari segi aspek administrasi terkait

Rencana Karya Lima Tahunan dan Rencana Karya Tahunan sudah


222

dapat dikatakan baik, namun dari segi teknis masih kurang didalam

poin pemberdayaan masyarakat. Dari aspek tenaga kerja PT.

Murindra Karya Lestari dalam mengelola Taman Wisata Alam

juga mengalami peningkatan lantaran upaya keamanan pengunjung

terus dilakukan. Peningkatan hasil evaluasi dapat dilihat ditabel

berikut:

Tabel 4.18
Evaluasi Kinerja PT. Murindra Karya Lestari di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk

4.5 4.16
3.84 3.89
4
Nilai

3.5
2016 2017 2018

Tahun

Sumber: Laporan Evaluasi Kinerja PT.MKL Tahun 2018, BKSDA DKI Jakarta

Peningkatan nilai tersebut menunjukkan bahwa kinerja PT.

Murindra Karya Lestari mengalami perbaikan. Hal ini

menunjukkan bahwa PT. Murindra Karya Lestari berupaya untuk

terus meningkatkan kinerjanya dan melaksanakan rekomendasi

yang diberikan BKSDA Jakarta selama melaksanakan kegiatan

pembinaan dan evaluasi. Namun untuk perbaikan selanjutnya

diharapkan PT. Murindra Karya Lestari agar merevisi dokumen

Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam.

Dalam penerapan model kemitraan BOT, meskipun

pengelolaan dilapangan dilaksankan oleh swasta namun tetap saja

sistem pengelolaan dibawah kendali pemerintah dalam hal ini Balai


223

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Tertundanya

implementasi dokumen Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata

Alam oleh PT. Murindra Karya Lestari disebabkan perambahan

kawasan menjadi tambak. Penundaan ini berakibat pada tidak

sesuainya pelaksanaan kegiatan di lapangan dengan dokumen.

Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini, PT. Murindra Karya

Lestari disarankan untuk segera merevisi dokumen Rencana

Pengusahaan Pariwisata Alam.

Demi menurunkan permasalahan yang ada diharapkan dari

aspek administrasi yang perlu ditingkatkan adalah peningkatan

ketepatan waktu penyerahan dokumen perencanaan, sedangkan

dari aspek teknis yang perlu ditingkatkan adalah pemberdayaan

masyarakat dan pembangunan sarana prasarana.

Jika melihat dari hasil yang dicapai baik dari peran

PT.Murindra Karya Lestari ataupun Balai Konservasi Sumber

Daya Alam DKI Jakarta, keduanya telah melaksanakan kewajiban

mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku.

4.3.4 Indikator Outcame

Indikator outcame merupakan indikator paling akhir dari

teori indikator keberhasilan kemitraan. Tujuan dari indikator

outcame adalah melihat penurunan dari masalah yang terjadi

sebagai bukti bahwasanya model kemitraan yang selama ini


224

diterapkan sudah berhasil. Secara ringkas indikator Outcame dapat

dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 4.19

Indikator Outcame Kemitraan


Indikator Outcame
Dimensi Hasil Temuan Penelitian

Menurunnya permasalahan yang Berdasarkan indikator keberhaasilan


terjadi sehingga diharapkan mampu kemitraan secara keseluruhan
mewujudkan tujuan akhir menjadikan kemitraan dikatakan berjalan baik.
Taman Wisata Alam Angke Kapuk skor sedang yang diperoleh saat ini
menjadi model ekowisata mangrove lantaran terkendala sulit maksimalnya
terbaik di pulau jawa kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Menurut hasil penelitian hal tersebut
masih dapat berjalan baik karena
memang melihat kondisi geografi
namun untuk pelaksanaan lain saat ini
menunjukkan peningkatan khususnya
dapat dilihat dari kenaikan pendapatan
yang diperoleh.

Sumber: Peneliti,2019

Dari identifikasi masalah awal bahwasanya permasalahan yang ada

dalam model kemitraan pengelolaan Taman Wisata Alam Angke

Kapuk Jakarta Utara yaitu:

1. Kurangnya Koordinasi antara Balai Konservasi Sumber

Daya Alam DKI Jakarta dengan PT. Murindra Karya Lestari

menyebabkan kurang terkontrolnya sarana-prasarana dan

RPPA belum sesuai.

2. Lemahnya pengawasan terhadap kemananan pengunjung

dari pihak keamanan PT. Murindra Karya Lestari.

3. Jumlah Sumber Daya Manusia di BKSDA DKI yang masih

terbatas sehingga pengelolaan menjadi kurang optimal.


225

Melihat ketiga identifikasi masalah tersebut, pada poin

pertama yakni kurangnya koordinasi sehingga menyebabkan

kurang terkontrolnya sarana-prasarana di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk dan terlambatnya penyesuaian Rencana

Pengusahaan Pariwisata Alam PT.Murindra Karya Lestari dengan

BKSDA DKI Jakarta pada kendala pemberdayaan masyarakat.

Namun pada rencana pengelolaan yang lain sudah berjalan sesuai

dan tepat waktu. Pada poin kedua lemahnya pengawasan dari pihak

petugas keamanan PT. Murindra Karya Lestari sudah berhasil

ditingkatkan dengan pemasangan cctv, adanya pos penjagaan,

pemberian papan peringatan yang ditambahkan jumlahnya, serta

patroli 24 jam. Pada poin ketiga terkait kurangnya Sumber Daya

Manusia di BKSDA DKI Jakarta saat ini masih mampu dirangkap

jabatan namun kendati demikian, untuk tahap selanjutnya akan

lebih diutamakan pelatihan bagi pegawai BKSDA DKI Jakarta.

Melihat penurunan jumlah permasalahan yang terjadi maka

dapat kita ketahui bersama bahwa model kemitraan Build Operate

Transfer (BOT) yang selama ini diterapkan sudah baik dan efektif

untuk perbaikan dan peningkatan kawasan Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara. Hanya saja upaya-upaya perbaikan

terus selalu dilakukan oleh kedua pihak demi mewujudkan visi

menjadikan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

sebagai model ekowisata mangrove terbaik di pulau Jawa


226

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai model kemitraan

pemerintah dan swasta dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata

Alam Angke Kapuk Jakarta Utara, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan

untuk menjawab masalah penelitian yakni:

Model kemitraan Build Operate Transfer di Taman Wisata Alam Angke

Kapuk melalui perencanaan oleh PT.Murindra Karya Lestari berupa Rencana

Karya Lima Tahun (RKL) dan Rencana Karya Tahunan (RKT) serta dokumen

perencanan dan desain blok dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI

Jakarta. Pembangunan (Build) mulai dilakukan mulai tahun 2009 berupa sarana

prasarana hingga penawaran paket wisata, kemudian mulai dibuka untuk umum

(Operate) pada tahun 2011 dengan tarif masuk Rp.25.000,00. Selanjutnya hasil

dari tiket pengunjung diberikan (Transfer) menjadi PNBP kepada Negara.

Model Kemitraan BOT sudah berjalan baik dilihat dari indikator

keberhasilan kemitraan yang ada, selain itu pembangunan kawasan yang sudah

jauh berkembang sejak awal pengelolaan oleh PT.Murindra Karya Lestari.

Melalui model kemitraan ini juga dapat menghasilkan Pendapatan Negara Bukan

Pajak (PNPB) yang relatif meningkat setiap tahunnya, serta lahan yang dahulu

rusak sudah beralih sebagaimana mestinya.

Dasar dari kemitraan terkait surat keputusan, rencana pengelolaan yang

sudah disepakati kedua pihak, serta anggaran yang dibuat berdasarkan kebutuhan
227

sudah mendukung sebagai landasan pertama sebelum proses kemitraan berjalan.

Proses kemitraan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

pengawasan sudah berjalan baik. Komunikasi antar kedua pihak yang bermitra

dilakukan secara efektif melalui media sosial saja lantaran memang pengelolaan

di lapangan sepenuhnya oleh perusahaan dengan pengawasan, monitoring, dan

pembinaaan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Pengawasan

terhadap kegiatan pengunjung sudah efektif melalui patroli darat dan air setiap

harinya untuk mendukung pelaksanaan berjalan baik.

Segi yang belum optimal masih terjadi lantaran faktor geografis dan sosial

budaya lingkungan di sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

dan juga Sumber Daya Manusia di Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI

Jakarta masih memerlukan pelatihan dibidang IT dan berbahasa Inggris. Namun

untuk pengelolaan secara keseluruhan sudah berjalan sesuai dengan pembagian

tugas masing-masing pihak yang bermitra yakni Balai Konservasi Sumber Daya

Alam DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari. Manfaat yang diperoleh dari

model kemitraan ini yakni:

1. Bagi Pemerintah

Sangat terbantu dalam pelaksanaan hutan mangrove terlebih dalam hal

pemulihan kawasan, pembangunan sarana-prasarana modern yang

membutuhkan banyak anggaran menjadi lebih ringan lantaran dibangun

dan dikelola oleh perusahaan. Negara juga mendapat hasil melalui

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).


228

2. Bagi Perusahaan

Mendapatkan laba (keuntungan) dari pengelolaan hutan mangrove melalui

tiket masuk pengunjung, kegiatan wisata berupa penginapan, swafoto,

hingga paket penanaman bagi wisatawan. Selain itu perusahaan juga tidak

harus memiliki lahan pribadi yang mereka kelola agar memperoleh

pendapatan karena dapat menggunakan lahan milik Negara dengan

modifikasi pembangunan sesuai strategi perusahaan.

3. Bagi masyarakat

Memperoleh kesempatan berjualan didalam lokasi wisata sehingga mampu

menambah perekonomian, selain itu bagi masyarakat terdekat juga

diperbolehkan bekerja sebagai karyawan tidak terlalu membatasi umur

lantaran cukup memiliki keterampilan yang mendukung dalam

pengelolaan hutan mangrove.

5.2 Saran

1. Bagi pengelola khususnya PT.Murindra Karya Lestari lebih meningkatkan

lagi promosi wisata melalui website https://www.jakartamangrove.id/.

Lantaran melihat potensi yang ada di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

serta kemudahan akses bagi wisatawan untuk menuju ke kawasan juga

mudah dan memungkinkan untuk meningkatkan lagi jumlah pengunjung.

Selain itu melalui website juga dapat dilakukan open recruitment

karyawan guna memenuhi kebutuhan tenaga ahli

2. Bagi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta agar melakukan

kegiatan pelatihan bagi pegawai sehingga meningkatkan kemampuan


229

pegawai agar lebih kompeten dan lebih cepat dalam melaksanakan

program-program kerja.
230
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdul Halim. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta :UPP AMP YKPN.

Anwar, Mohammad Arsjad, Faisal H.Basri dan Mohammad Ikhsan. 1995. Sumber

Daya, Teknologi dan Pembangunan. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Astriani, N. 2008. Penerapan Konsep Ekowisata Pada Taman Nasional Gede

Pangrango. Jakarta

Asnawir. 2006. Manajemen Pendidikan. Padang: IAIN IB Press.

Athoillah, Anton. 2010. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: CV Pustaka Setia.

Bengen D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Dahuri, R. et al, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.

Jakarta: PT. Pramadya Paramita

Ditjen P2M & PL. 2004. Pelatihan Manajemen P2L & PL Terpadu Berbasis Wilayah

Kabupaten/Kota Membina Kemitraan Berbasis Institusi. Jakarta: Depkes

Dwinanta, Utama. 2010. Prinsip dan Strategi Penerapan “Public Private

Partnership” dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi. Jakarta:

i
Kedeputian Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia.

Eugina Liliawati Mulyono.1998. Peraturan Perundang-undangan tentang Pajak dan

Restribusi Daerah. Jakarta: Harvarindo.

Fahmi, Irham. 2013. Perilaku Organisasi. Teori, Aplikasi Dan Kasus. Bandung:

Alfabeta.

Fandeli, C. & Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta: UGM.

Fuad, Anis dan Kandung Sapto Nugroho.2014. Panduan Praktis Penelitian

Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ghufran, M. 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Jakarta:

PT. Rineka Cipta.

Herlina, Rahman, 2005. Pendapatan Asli Daerah. Jakarta : Arifgosita.

Hakim,Luckhman. 2004. Dasar Dasar Ekowisata. Malang: Bayumedia Publishing.

Hamdan,Mansoer. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayan.

Istiyanto, D.C., Utomo, S.K, & Suranto., 2003. Pengaruh Rumpun bakau terhadap

Perambatan Tsunami di Pantai. Yogyakarta.

Jafar Hafsah, Mohammad. 2000. Kemitraan Usaha. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

ii
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: PT. Penerbit Institut Pertanian

Bogor.

Laing, Ian. Partner& Mason, Pinset. 2011. Introduction to Public Private

Partnership: Where and How to Select Investment. Presentation Handout:

Pinset Masons.

Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UMP AMP YPKN.

Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta: PT. Pradnya Paramita

Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosda Karya.

Nutt, P & Backoff, R. 1992. Strategic Management of Public and Third Sector

Organizations : A Handbook for Leaders. San Fransisco, CA : Jossey -Bass.

Prihartini, Arifah. & Nurtjahawilasa. 2015. Pengelolaan Hutan Oleh Pemegang Izin.

Bogor: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan penyuluhan

dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pusat Pendidikan dan Pelatihan

SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Poedarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.

R. Terry,George. 2008. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Riberio, Karisa and Dants, Andre. 2009. Public-Private Partnership initiatives

around the world: Learning from the experience.

iii
Savas, E.S. 1987. Privatization: The Key to Better Government. New Jersey: New

Jersey Chattan House Publishers, Inc.

Soerianegara. 1990. Hutan Mangrove :Definisi dan Fungsi Hutan Mangrove di

Indonesia. Lipi: Yayasan LPP Mangrove.

Subanar, Harimurti. 1997. Manajemen Usaha Kecil. Yogyakarta: BPFE –Yogyakarta.

Subarsono, AG. 2005 . Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif dan R dan D. Bandung:

ALFABETA.

Suharyanto, Hadriyanus. 2005. Administrasi Publik. Entrepreneurship,Kemitraan,

dan Reinventing Government. Yogyakarta : Media Wacana.

Sukarna. 2011. Dasar-Dasar Manajemen. Bandung: CV. Mandar Maju.

Sulistiyani, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.

Yogyakarta: Gaya Media.

Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.

Yogyakarta: Andi..

Tugimin,2004 Kewarganegaraan. Surakarta: CV. Grahadi.

Usman, Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Warsito. 2001. Hukum Pajak. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada.

iv
Wawan, Suherman. (2011). Modul Kuliah Manajemen Olahraga Pengantar

Organisasi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY.

Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik: Fascho

Publishing.

Winarto, Bambang. 2015. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Ditinjau Dari

Peraturan Perundang-Undangan. Bogor: Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan Badan penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Wursanto, I. G. 2003. Komunikasi organisasi.Yogyakarta: Andi Offset.

Dokumen Lain:

Badan Perencanaan Dan Pembangunan Nasional Tahun 2009.

Data Pendapatan Negara Bukan Pajak dari pendapatan Taman Wisata Alam Angke

Kapuk.

Laporan BKSDA DKI Jakarta: Evaluasi Kinerja PT.Murindra Karya Lestari Tahun

2018

Monitoring Izin Pengusahaan Pariwisata Alam di Taman Wisata Alam Angke Kapuk.

Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Balai Konservasi Sumber

Daya Alam DKI Jakarta.

Rancang Bangun Kesatuan Pengelola Hutan Konservasi Balai Konservasi Sumber

Daya Alam DKI Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan:

v
Peraturan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam Nomor:

P.6/IV-SET/2012 Tentang Pedoman Pengawasan dan Evaluasi Pengusahaan

Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya

dan Taman Wisata Alam.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/MENHUT-II/2007 Tentang fungsi

Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya

Alam.

Surat Keputusan (SK) dari Menteri Kehutanan Nomor 537 /Kpts-II/1997 tentang

Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Pada Taman Wisata Alam

Angke Kapuk seluas 99,82 Hektar yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara

kepada PT.Murindra Karya Lestari

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pusat Dan Daerah.

Sumber Lain:

Aditya, Jamaluddin Rasyid Pinto. 2018. Pengaruh Penerapan Fungsi Manajemen

Terhadap Kinerja Unit Kegiatan Mahasiswa Karate Inkai Universitas Negeri

Yogyakarta. Ilmu Keolahragaan. Skripsi..

Hardyanti,Siti.2012. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Se-

Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. Ilmu Keolahragaan. Skripsi.

vi
Jannah, Metta Miftahul. 2017. Fungsi Manajemen Dalam Pengelolaan Kawasan

Suaka Margasatwa Muara Angke Oleh Seksi Konservasi Wilayah III Balai

Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Ilmu Administrasi Negara.

Skripsi.

Kuswidanti. 2008. Gambaran Kemitraan Ilmu Sektor dan Organisasi di Bidang

Kesehatan dalam Upaya Penanganan Flu Burung di Bidang Komunikasi

Komite Nasional Flu Burung dan Pandemi Influenza (Komnas FBPI).

Kesehatan Masyarakat. Skripsi.

Musbandi, Arie. 2015. Pengorganisasian. Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.

Prabawa, I Gede Abdhi, Nyoman& Wijayanti. 2014. Kajian Hukum Terhadap

Perjanjian Build Operate Transfer (BOT) Untuk Melindungi Hak Milik Atas

Tanah Dalam Rangka Menunjang Sektor Pariwisata. Jurnal.

Priadi, Guntur. 2016. Penerapan Konsep Public Private Partnership (PPP) Dan

Konsep New Public Management (NPM) dalam Meningkatkan Pemanfaatan

Aset Negara. Dirjen Kekayaaan Negara Kemenkeu RI. Artikel.

Purnomo, Eko.2016. Kemitraan Antara Pemerintah Dan Vulcano Tour Dalam

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Di Desa Umbulharjo Cangkringan

Sleman. Jurnal

Rifai,Bahtiar. 2016. Kendala Implementasi kerja sama Pemerintah Swasta (KPS)

Kelistrikan Dan Kebutuhan Perbaikan Kebijakan. Ekonomi dan Pembangunan Vol

24, No.1. Jurnal.

vii
Suprijanto, Inswiasri. 1996. Perubahan Pantai Utara Jakarta. Litbang Depkes.

Artikel.

Web Resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI

Web Resmi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta

Web Resmi Jakarta Open Data

Web Resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan RI

viii
Dokumentasi

Wawancara dengan Ibu Ida Harwati, Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta. 02

Januari 2019.

Wawancara dengan Ibu Irma,Manajer PT. Murindra Karya Lestari. 18 Desember 2018

ix
wawancara dengan Ibu Nani Rahayu,Pengendali Ekosistem Hutan Muda Seksi Konservasi Wilayah III

BKSDA DKI Jakarta. 04 april 2019

wawancara dengan Rizky, pengunjung Taman Wisata Alam Angke kapuk. 10 April 2019 pukul 16.05

wib

x
Wawancara dengan Mia Herawati pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk. 10 April 2019

wawancara dengan Dani Prayoga pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk. 10 April 2019

xi
wawancara dengan Siti Rohayati Regita. pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk. 10 April 2019

wawancara dengan Bapak Partono. Security Taman Wisata Alam Angke Kapuk. 10 April 2019

xii
wawancara dengan Bapak Yais. Masyarakat yang diberdayakan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk.

10 April 2019

Lokasi Pembuatan pupuk di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

xiii
Di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Kegiatan Kunjungan lapangan oleh Seksi Konservasi Wilayah III, BKSDA DKI Jakarta. 12 April 2019

xiv
Karcis masuk Kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Lembar berwarna putih Rp.5000,00 untuk

pihak pemerintah.

Karcis masuk Kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Lembar berwarna biru Rp. 20.000,00 untuk

pihak PT. Murindra Karya Lestari

xv
INDEPT INTERVIEW

Informan:
1. Direktorat Jenderal Jonservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE)
No. Dimensi Sub Dimsensi Pertanyaan

1. Indikator Input. Menekankan pada aspek dasar 1. Adakah dokumen


kemitraan melalui Surat perencanaan pengelolaan
Keputusan yang sudah disepakati
kedua organisasi?
2. Atas dasar apa
dilaksanakan pengelolaan
melalui pihak swasta?
3. Apakah anggaran selalu
meningkat setiap
tahunnya?
4. Adakah peraturan yang
mengatur pelaksanaan
pengelolaan Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk?

2. Indikator Proses Menekankan pada aspek


pengelolaan menggunakan fungsi
manajemen meliputi:

a. Perencanaan, 1. Adakah kesesuaian


rencana pengelolaan dari
masing-masing pihak?
2. Apakah tujuan dari
masing-masing pihak
sudah diarah yang sama?

b. Pengorganisasian 1. Bagaimana pembagian


kerja dari masing- masing
organisasi dalam
pengelolaan di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?

c. Pelaksanaan. 1. Seperti apa arahan


pimpinan dalam
hubungan pengelolaan
hutan mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
kapuk Jakarta Utara?
2. Bagaimana model
kemitraan yang selama ini
dilakukan dengan pihak
perusahaan?
3. Bagaimana upaya
pelestarian untuk habitat
hutan mangrove yang
selama ini dilakukan?
4. Apakah Sumber Daya
Manusia dari Ditjen
KSDAE dalam mengelola
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara sudah cukup?
5. Adakah kelemahan dan
keuntungan dari model
kemitraan yang
diterapkan selama ini?

d. Pengawasan 1. Bagaimana bentuk


pengawasan yang
dilakukan dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
2. Kapan biasanya waktu
dilakukan pengawasan
terkait habitat hutan
mangrove?
3. Adakah evaluasi kinerja
untuk BKSDA DKI
Jakarta?
4. Seperti apa pelaksanaan
evaluasi terhadap PT.
Murindra Karya Lestari?
5. Pernahkah terjadi
pelanggaran berdasarkan
surat keputusan menteri
kehutanan tahun 1997
yang sudah dikeluarkan?
6. Berapa biaya anggaran
untuk kegiatan evaluasi?

3. Indikator Output Menekankan dari aspek jumlah 1. Apakah selama ini dari
kegiatan yang dikerjakan oleh masing-masing organisasi
institusi terkait sesuai dengan sudah bekerja sesuai
kesepakatan peran masing-masing kesepakatan?
institusi. 2. Apakah terdapat
peningkatan Pendapatan
Negara Bukan Pajak
(PNBP) dari setiap
tahunnya akibat dari
pelaksanaan kemitraan ?
3. Apakah pengelolaan
hutan sekaligus ekowisata
memberikan dampak
positif yang nyata bagi
masyarakat sekitar?

4. Indikator Outcame Menekankan kepada aspek 1. Apakah model kemitraan


keberhasilan kerjasama melalui pemberian IPPA
yang selama ini
diterapkan dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara saat
ini sudah berjalan baik?

Informan:
2. Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta
No. Dimensi Sub Dimsensi Pertanyaan

1. Indikator Input. Menekankan pada aspek dasar 1. Adakah Surat keputusan


melalui Surat Keputusan yang mengatur secara
rinci terkait pelaksanaan
kemitraan melalui IPPA?
2. Adakah dokumen
perencanaan pengelolaan
yang sudah disepakati
kedua organisasi?

2. Indikator proses Menekankan pada aspek


pengelolaan menggunakan fungsi
manajemen meliputi:

a. Perencanaan, 1. Apakah tujuan masing-


masing organisasi sudah
satu tujuan yang sama?
2. Apakah setiap tahunnya
tujuan pengelolaan yang
ingin dicapai berubah-
ubah?
3. Apa saja faktor
pendukung dan
penghambat dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
4. Sumber Daya apa saja
yang ada di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
5. Terkait hal apa saja yang
terdapat dalam rencana
pengelolaan BKSDA
DKI?

b. Pengorganisasian 1. Bagaimana struktur


organisasi di BKSDA
DKI dan Seksi
Konservasi Wilayah III?
2. Bagaimana pembagian
kerja dari masing- masing
organisasi dalam kerja
sama pengelolaan di
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara?
3. Bagaimana proses
koordinasi pegawai dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara dari
pihak BKSDA DKI?

1. Seperti apa arahan


c. Pelaksanaan. pimpinan dalam
hubungan kerja sama
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
kapuk Jakarta Utara?
2. Bagaimana model
kemitraan yang selama ini
dilakukan oleh kedua
organisasi?
3. Bagaimana upaya
pelestarian untuk habitat
hutan mangrove yang
selama ini dilakukan?
4. Bagaimana cara
melakukan perawatan
sarana dan prasarana di
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara?
5. Apakah ada kegiatan
family gathering untuk
mempererat hubungan
dari masing-masing
pegawai?
6. Apakah Jumlah Sumber
Daya Manusia dari
BKSDA DKI dalam
mengelola Taman Wisata
Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara sudah
cukup?
7. Adakah kelemahan dari
model kemitraan yang
diterapkan selama ini?
8. Adakah pertemuan rutin
yang membahas terkait
kemajuan kerjasama dari
kedua organisasi?
9. Apakah ada tingkat
kerusakan hutan
mangrove di Jakarta?
10. Bagaimana
perkembangan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam DKI
Jakarta?

1. Bagaimana bentuk
d. Pengawasan pengawasan yang
dilakukan dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
2. Kapan biasanya waktu
dilakukan pengawasan
terkait hutan mangrove
dan sarana-prasarana
lainnya?
3. Bagaimana cara BKSDA
DKI dalam mengawasi
pendapatan hasil dari
pengunjung kawasan
konservasi hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
4. Apakah pernah terjadi
kecelakaan terkait
keselamatan pengunjung
di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara?
5. Seperti apa pelaksanaan
pengawasan dan evaluasi
terhadap PT. Murindra
Karya Lestari?
6. Pernahkah terjadi
pelanggaran berdasarkan
surat kerjasama yang
sudah dikeluarkan?
7. Bagaimana pembinaan
terhadap PT. Murindra
Karya Lestari?
8. Berapa biaya anggaran
untuk pengawasan,
pembinaan dan evaluasi
kegiatan PT. Murindra
Karya Lestari?

3. Indikator Output Menekankan dari aspek jumlah 1. Apakah selama ini dari
kegiatan yang dikerjakan oleh masing-masing organisasi
institusi terkait sesuai dengan sudah bekerja sesuai
kesepakatan peran masing-masing kesepakatan?
institusi. 2. Apakah terdapat
peningkatan Pendapatan
Negara Bukan Pajak
(PNBP) dari setiap
tahunnya akibat dari
pelaksanaan kemitraan
(kerja sama)?
3. Apakah pengelolaan
hutan sekaligus ekowisata
memberikan dampak
positif yang nyata bagi
masyarakat sekitar?

4. Indikator Outcame Menekankan kepada aspek 1. Apakah model kemitraan


keberhasilan kemitraan melalui pemberian IPPA
yang selama ini
diterapkan dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara saat
ini sudah dikatakan baik?
Informan:
3. Pihak Pengelola PT. Murindra Karya Lestari di Taman Wisata Alam Mangrove Angke
Kapuk, Jakarta Utara.
No. Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan

1. Indikator Input Menekankan pada aspek dasar 1. Seperti apa profil dan
melalui SK Izin Pengusahaan tujuan dari PT. Murindra
Pariwisata Alam (IPPA) Karya Lestari?
2. Adakah dokumen
perencanaan terkait
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
3. Berapakah alokasi dana
untuk pengelolaan Taman
Wisata Alam Angke,
Kapuk Jakarta Utara dari
pihak perusahaan? apakah
alokasi dana selalu
meningkat setiap
tahunnya?

2. Indikator Proses Menekankan pada aspek


pengelolaan menggunakan fungsi
manajemen meliputi:

a. Perencanaan 1. Seperti apa profil dari PT.


Murindra Karya Lestari?
2. Apa saja faktor pendukung
dan penghambat dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
3. Apakah rencana
pengelolaan dari kedua
pihak sudah saling
bersinergis dan sesuai
tujuan Surat Keputusan?
4. Terkait hal apa saja yang
terdapat dalam rencana
pengelolaan?

b. Pengorganisasian 1. Bagaimana pembagian


kerja dalam pengelolaan di
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara dari masing- masing
organisasi?
2. seperti apa struktur
organisasi dari PT.
Murindra Karya lestari
3. Seperti apa arahan
pimpinan dalam mengelola
hutan mangrove di Taman
Wisata Alam Angke kapuk
Jakarta Utara?
4. Bagaimana cara menarik
pengunjung untuk
mengunjungi Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?

c. Pelaksanaan 1. Fasilitas, sarana dan


prasarana apa saja yang
ada di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara?
2. Bagaimana terkait
pembagian hasil kepada
instansi pemerintah terkait
pengelolaan hutan
Mangrove?
3. Apakah ada kegiatan
family gathering untuk
mempererat hubungan dari
masing-masing karyawan ?
4. Adakah motivasi melalui
insentif dari pihak
perusahaan untuk
pegawai??
5. Apakah Jumlah Sumber
Daya Manusia dalam
mengelola Taman Wisata
Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara sudah cukup?
6. Adakah kelemahan dari
pemberian IPPA yang
diterapkan selama ini?
7. Seperti apa bentuk
pertanggung jawaban
perusahaan kepada
BKSDA DKI?
8. Seperti apa upaya untuk
mengajak masyarakat ikut
serta dalam menajaga
kawasan ekowisata hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
9. Adakah pelibatan
masyarakat dalam kegiatan
pengelolaan kehutanan?

d. Pengawasan 1. Bagaimana bentuk


pengawasan yang
dilakukan dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
2. Kapan biasanya waktu
dilakukan pengawasan
terkait hutan mangrove dan
sarana-prasarana lainnya?
3. Bagaimana pengawasan
pengunjung selama berada
di dalam Taman Wisata
Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara?
4. Apakah pernah terjadi
kecelakaan terkait
keselamatan pengunjung di
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara?

3. Indikator Output Menekankan dari aspek jumlah 1. Apakah dengan adanya


kegiatan yang dikerjakan oleh kemitraan melalui
institusi terkait sesuai dengan pemberian IPPA
kesepakatan peran masing-masing pengelolaan hutan
institusi. sekaligus ekowisata
memberikan dampak
positif yang nyata bagi
masyarakat sekitar?
2. Bagaimana Kontribusi
hasil pengelolaan terhadap
PNBP dan PAD bagi
pemerintah?

4. Indikator Outcame Menekankan kepada aspek 1. Apakah pengelolaan hutan


keberhasilan. mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara saat
ini sudah dapat dikatakan
berjalan dengan baik?
Informan:
4. Bagian Penyuluh kehutanan, Program dan Kerja sama Seksi Konservasi Wilayah III
BKSDA DKI Jakarta.
No Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan

1. Indikator Input Menekankan kepada aspek dasar kemitraan 1. Berapakah


melalui pemberian izin pengusahaan alokasi dana
pariwisata alam (IPPA) untuk
pengelolaan
Taman Wisata
Alam Angke,
Kapuk Jakarta
Utara dari pihak
BKSDA DKI?
apakah alokasi
dana selalu
meningkat setiap
tahunnya?
2. Apakah rencana
pengelolaan
milik kedua
organisasi sudah
disepakati dan
bersinergis?

2. Indikator Proses Menekankan pada aspek pengelolaan


menggunakan fungsi manajemen meliputi:

a. Perencanaan,

1. Apa saja faktor


pendukung dan
penghambat
dalam
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Terkait hal apa
saja yang
terdapat dalam
rencana
pengelolaan?

1. Seperti apa
b. Pengorganisasian, struktur
organisasi dari
Sub Bagian
Program dan
Kerjasama
BKSDA DKI
Jakarta?
2. Bagaimana
pembagian kerja
dalam hal
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Ange
Kapuk Jakarta
Utara?
3. Apa saja
program –
program untuk
mendukung
pelaksanaan
konservasi hutan
di Taman Wisata
Alam Ange
Kapuk Jakarta
Utara dari pihak
BKSDA DKI?

c. Pelaksanaan 1. Seperti apa


arahan pimpinan
dalam mengelola
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Angke
kapuk Jakarta
Utara?
2. Seperti apa
pengelolaan di
lapangan yang
dilakukan dari
pihak BKSDA
DKI?
3. Kapan biasanya
dilakukan
penyuluhan
kehutanan
kepada
masyarakat atau
pengunjung?
d. Pengawasan 1. Adakah rencana
ataupun jadwal
pengawasan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Bagaimana
proses
pengawasan
dilaksanakan?
3. Hal apa saja
yang menjadi
fokus
pengawasan dari
BKSDA DKI
terkait
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?

3. Indikator Output Menekankan dari aspek jumlah kegiatan 1. Apakah semua pihak
yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dalam melaksanakan
dengan kesepakatan peran masing-masing kegiatan sudah sesuai
institusi dengan surat keputusan?

4. Indikator Outcame Menekankan kepada aspek keberhasilan. 1. Apakah pengelolaan


hutan mangrove melalui
izin pengusahaan
pariwiata alam sudah
dapat dikatakan optimal?
Informan:
5. Bagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Kehumasan Seksi Knservasi Wilayah III BKSDA
DKI Jakarta.
No Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan
1. Indikator Proses Menekankan pada aspek proses pengelolaan
melalui fungsi manajemen yakni terkait: 1. Bagaimana
a. Pengorganisasian koordinasi antar
pegawai dalam
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman
Wisata Alam
Angke Kapuk
Jakarta Utara?

b. Pengawasan 1. Bagaimana
hasil laporan
pengawasan
yang dilakukan
oleh BKSDA
DKI Jakarta?
2. Kapan biasanya
dilakukan olah
data terkait
pengelolaan
hingga evaluasi
kegiatan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?

2. Indikator Menekankan dari aspek jumlah kegiatan yang 1. Apakah selama


Output dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan pelaksanaan
kesepakatan peran masing-masing institusi pengelolaan PT.
Murindra sudah
melaksanakan
sesuai aturan?
2. Bagaimana
terkait PNBP
yang diperoleh
sejak
diadakannya
perjanjian
melalui IPPA?

3. Indikator Menekankan Pada Aspek Keberhasilan 1. Apakah


Output pengelolaan
Hutan
Mangrove di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk optimal?
Informan:
6. Polisi Hutan Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara
No Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan
1 Indikator Proses Menekankan pada aspek pengelolaan
menggunakan fungsi manajemen meliputi:
a. Pengorganisasian 1. Apakah sumber
daya manusia di
bidang jabatan
polisi hutan
memenuhi
dalam
pengelolaan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Berapa jumlah
petugas yang
berjaga dalam
satu hari?

b. Pelaksanaan 1. Apa saja


kegiatan yang
dilakukan
petugas polisi
hutan di Taman
Wisata Alam
Angke Kapuk
Jakarta Utara?
2. Kapan patroli
lapangan
biasanya
dilakukan?
3. Apakah tingkat
konservasi
lingkungan
hutan mangrove
selalu terjaga
dan terawatt
dengan baik?

1. Seperti apa
c. Pengawasan bentuk
pengawasan
yang
dilakukan?
2. Adakah
pelanggaran di
lapangan yang
dilakukan oleh
pengunjung?

2. Indikator Menekankan dari aspek jumlah kegiatan yang 1. Apakah


Output dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan kegiatan terkait
kesepakatan peran masing-masing institusi patroli hutan
sudah
terealisasi
secara
keseluruhan?
2. Bagaimana
pembagian
kerja dengan
petugas
keamanan dari
PT. Murindra
Karya lestari??

3. Indikator Menekankan pada aspek keberhasilan 1. Apakah


Outcame pengelolaan
hutan mangrove
yang saat ini
dikelola
bersama PT.
Murindra Karya
Lestari melalui
IPPA sudah
dapat dikatakan
optimal?
Informan:
7. Personil Keamanan PT. Murindra Karya Lestari
No. Dinensi Sub Dimensi Pertanyaan
1 Indikator Menekankan pada aspek pengelolaan
Proses menggunakan fungsi manajemen meliputi:
a. Pengorganisasian 1. Bagaimana
pembagian kerja
petugas
kemanan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?

b. Pelaksanaan 1. Seperti apa


arahan pimpinan
dalam keamanan
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman
Wisata Alam
Angke kapuk
Jakarta Utara?

2. Apakah ada
kegiatan family
gathering untuk
mempererat
hubungan dari
masing-masing
pegawai?
3. Adakah
motivasi melalui
insentif dari
pihak
perusahaan
untuk pegawai?
4. Apakah Jumlah
Sumber Daya
Manusia dari
masing-masing
organisasi dalam
mengelola
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara sudah
cukup?

c. Pengawasan
1. Bagaimana
bentuk
pengawasan
yang dilakukan
dalam
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman
Wisata Alam
Angke Kapuk
Jakarta Utara?
2. Kapan biasanya
waktu dilakukan
pengawasan
terkait hutan
mangrove dan
sarana-prasarana
lainnya?
3. Seperti apa
bentuk
pengawasan
terhadap
pengunjung?
4. Adakah kejadian
terkait
kecelakaan
pengunjung di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?

2. Indikator Menekankan dari aspek jumlah kegiatan yang 1. Adakah


Output dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan pembagian jam
kesepakatan peran masing-masing institusi. kerja dalam
penjagaan
kawasan Taman
Wisata Alam
Angke Kapuk
Jakarta Utara?
2. Apakah
pelaksanaan
keamanan sudah
seluruhnya
berjalan sesuai
aturan?
3. Bagaimana
pembagian kerja
dengan petugas
polisi hutan dari
BKSDA DKI?

3. Indikator Menekankan Kepada Aspek Keberhasilan 1. Apakah


Outcame pengelolaan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara sudah
berjalan dengan
optimal?

Informan:
8. Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara
No Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan
1. Indikator Menekankan pada aspek pengelolaan
Proses menggunakan fungsi manajemen meliputi:
a. Pelaksanaan 1. Sudah berapa kali
berkunjung ke
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Bagaimana
menurut anda
pengelolaan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
3. Pernahkah
pengunjung
dilibatkan dalam
kegiatan
pengelolaan atau
penyuluhan
kehutanan?
4. Apakah menurut
anda, harga tiket
masuk kawasan
sesuai dengan
fasilitas yang
diperoleh?

2. Indikator Menekankan kepada kepuasan pengunjung 1. Adakah saran dari


Output pengunjung untuk
peningkatan
pengelolaan hutan
mangrove di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Hal apa saja yang
perlu di
pertahankan dan
dari pengelolaan
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?

3. Indikator Menekankan pada aspek keberhasilan 1. Menurut anda,


Outcome apakah
pengelolaan hutan
mangrove di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara secara
keseluruhan sudah
dapat dikatakan
optimal?

Informan:
9. Masyarakat sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara
No. Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan
1. Indikator Menekankan pada aspek pengelolaan
Proses menggunakan fungsi manajemen meliputi:
a. Pelaksanaan 1. Menurut anda
apakah
pengelolaan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara sudah
sesuai berjalan
seimbang dengan
pelestarian
lingkungan
sekitar?
2. Adakah dampak
yang dirasakan
baik segi sosial,
dan ekonomi
masyarakat di
sekitar kawasan
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
3. Pernahkah
dilakukan
pemberdayaan
masyarakat sekitar
melalui
konservasi hutan
di Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
4. Apa pentingnya
konservasi hutan
mangrove bagi
masyarakat sekitar
kawasan Taman
Wisata Alam
Angke Kapuk
Jakarta Utara?

1. Adakah peranan
b. Pengawasan masyarakat dalam
upaya menjaga
dan mengawasi
keseimbangan
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?

2. Indikator Menekankan pada aspek keberhasilan 1. Menurut anda,


Outcame apakah
pengelolaan hutan
mangrove di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara secara
keseluruhan sudah
dapat dikatakan
optimal?

Sumber: Peneliti, 2018


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Dewi Rahayu Purwaningrum

Jabatan : Staf Dirjen Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi

Unzizah : Apa alasan utama pengelolaan Taman Wisata Alam

Angke Kapuk dilakukan dengan sistem kemitraan?

Ibu Dewi Rahayu : Alasan utama melihat dari kapasitas yang ada di

pemerintah dan kemudian melihat dari kondisi letak Taman

Wisata yang berada di sekitar perumahan elit dan juga

sekolah budha membuat pemerintah berpikir perlu adanya

pengelolaan lebih terkoordinir lagi dan kegiatan promosi

juga tentunya. Jika menggandeng pihak perusahaan

diharapkan SDM nya juga kan bisa lebih mencukupi

tentunya nanti dibagian promosi juga bisa lebih bervariasi

Unzizah : Adakah peraturan yang mengatur mengenai kemitraan

dalam mengelola hutan mangrove di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara?

Ibu Dewi Rahayu : Ada dari menhut yaitu Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 tentang pemberian

Izin Pengusahaan Pariwisata Alam kepada PT.Murindra

Karya Lestari. Disitu dijelaskan semua apa saja kewajiban


dan hak bagi perusahaan dan bagi UPT yang terkait yakni

BKSDA DKI Jakarta.

Unzizah : Apakah rencana pengelolaan masing-masing pihak sudah

saling bersinergis?

Ibu Dewi Rahayu : Rencana pengelolaan kawasan saat ini milik UPT yakni

BKSDA DKI yaitu RPJP dan RPJPn. Milik PT.Murindra

Karya Lestari ada rencana pengelolaan jangka panjang

yang kemudian dijabarkan lagi melalui Rencana Karya

Lima tahunan (RKL) dan dijelaskan secara rinci dalam

Rencana Karya Tahunan (RKT) yang nantinya melalui

pengesahan oleh Dirjen KSDAE. Untuk kesesuaian

rencana pengelolaan sendiri baik perusahaan dan UPT jika

ditinjau dari RKL dan RKT sejauh ini sudah bersinergis

namun untuk Rencana Karya Pengusahaan milik

perusahaan masih perlu beberapa revisi lantaran berbeda

kondisi pada saat tahun pembuatan Rencana Karya

Pengusahaan dengan kondisi saat ini. Jika dilihat saat ini

kondisi geografis TWA Angke kapuk sendiri sangat

berbeda dari sebelumnya sehingga mengakibatkan cukup

sulit untuk dilaksanakan pemberdayaan masyarakat seperti

yang tertuang dalam RKPPA karena sekitar kawasan saat


ini sudah terkepung perumahan dan pusat perbelanjaan

elit.

Unzizah : Apakah tujuan dari semua pihak yang terlibat di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk juga sudah saling

berkesinambungan?

Ibu Dewi Rahayu : Untuk tujuan sendiri pasti mempengaruhi kemana rencana

pengelolaan akan dibawa, kalau dari PJLHK hanya sebatas

ruang lingkup kebijakan dari kemitraan itu sendiri jadi

tujuan kami tentunya sebagai pengelola dan mengawasi

pelaksanaan pemanfaatan jasa lingkungan itu sendiri

namun kami bagi menjadi beberapa koordinator melalui

upt. Tujuan dari pihak Balai sesuai peraturan tentunya

melakukan pengelolaan yang saat ini pengelolaan diberikan

hak kepada swasta dengan harapan lebih berkembang baik

dan pesat. Secara keseluruhan sudah saling

berkesinambungan dan berharap TWA Angke Kapuk selalu

lebih baik.

Unzizah : Apa output yang sudah dihasilkan dalam pengelolaan di

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara?

Ibu Dewi rahayu : Outputnya sendiri saat ini di TWA Angke Kapuk sudah

berjalan sesuai kesepakatan. Baik dari BKSDA DKI


Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari sudah melakukan

kewajiban masing-masing dan memenuhi syarat yang

diberikan dari Dirjen KSDAE dan memang pengelolaan

yang ada saat ini sudah lebih baik, yang perlu ditingkatkan

dari segi pemberdayaan masyarakat.

Bogor, 15 Maret 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Ida Harwati S.Hut., M.Eng

Jabatan : Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta

Unzizah : Apa alasan utama pengelolaan Taman Wisata Alam

Angke Kapuk dilakukan dengan sistem kemitraan?

Ibu Ida harwati : Proses pemberian IPPA yang saat ini nama IPPA sudah

diganti menjadi IUPSWA (Izin usaha penyediaan sarana

wisata alam) berdasarkan beberapa pertimbangan seperti

keterbatasan pemerintah dalam mengelola lahan atau

sumber daya yang ada. Selain itu dahulu kawasan TWA

Angke Kapuk dipenuhi petambak liar sehingga diperlukan

pengelolaan lebih intensif lagi maka kemudian diberikan

IPPA atau IUPSWA kepada perusahaan yang memang

sudah dilihat terlebih dahulu seperti apa rencana

pengelolaannnya di TWA. Jika dilihat dari model

kemitraan Build Operate Transfer seperti yang selama ini

diterapkan. Kami rasa pemerintah dari tahun 1995 juga

sudah memikirkan bagaimana lahan seluas itu namun

sangat terbatas dalam mengelolanya dan kami rasa untuk

saat ini sistem kemitraan yang seperti ini diterapkan masih


cukup relevan ya mengingat itu tadi keterbatasan anggaran

dan SDM juga. Selain itu dengan sistem seperti yang

diterapkan selama ini dipandang saling menguntungkan

kedua pihak tentunya dengan begitu lahan milik Negara

bisa terawat dengan baik, mendapat keuntungan juga, bisa

menggunakan teknik-teknik promosi yang sesuai keadaan

saat ini tentunya menjadi sebuah keuntungan juga bagi

Negara.

Unzizah :Adakah peraturan yang mengatur mengenai kemitraan

dalam mengelola hutan mangrove di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara?

Ibu Ida Harwati :Peraturan yang mengatur kemitraan di TWA Angke

Kapuk Jakarta Utara aspek dasar proses kemitraan

mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor 537/Kpts-II/1997. Dimana status pengelolaan

BKSDA tetap sebagai pemangku kawasan namun

pengelolaan di lapangan dilakukan oleh PT. Murindra

Karya Lestari

Unzizah : Apakah anggaran pengelolaan selalu meningkat setiap

tahunnya?

Ibu Ida harwati :Terkait anggaran pengelolaan tentunya di lapangan

dilakukan oleh PT.Murindra Karya lestari. Namun tetap


diketahui melalui laporan yang diterima BKSDA. Sejauh

ini untuk anggaran pengelolaan diperkirakan sesuai

kebutuhan saja.

Unzizah : Apakah rencana pengelolaan masing-masing pihak sudah

saling bersinergis?

Ibu ida Harwati :Kalau BKSDA sendiri pembuatan rencana pengelolan

berdasarkan kepada UU No. 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan

Pemerintah No.44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan

Kehutanan yang terdiri dari RPJP dan RPJPn. Kemudian

untuk PT.Murindra Karya Lestari Sendiri RKL dan RKT

sejauh ini memang sudah sesuai dan sudah dilakukan

persetujuan kemudian disahkan.Rencana pengelolaan

BKSDA saat ini termuat dalam blok-blok yang sudah

dipetakan tujuannya untuk memudahkan pengelolaan dan

meberikan batasan mengenai kegiatan yang dilakukan di

TWA Angke Kapuk. Namun untuk Rencana Karya

Pengelolaan milik Perusahaan masih ada beberapa yang

perlu perubahan dan kami harapkan bisa terselesaikan

penyesuaian itu di tahun 2019


Unzizah : Apakah tujuan dari semua pihak yang terlibat di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk juga sudah saling

berkesinambungan?

Ibu Ida Harwati : Tujuan organisasi memang akan menggambarkan rencana

pengelolaan yang akan dibuat. Kami dari BKSDA DKI

melalui Seksi Konservasi Wilayah III (SKW III) sebagai

pelaksana di wilayah Jakarta Utara kami memiliki tujuan

tersendiri yaitu mengelola kawasan Suaka Margasatwa,

Cagar Alam, Taman Wisata Alam, dan Taman Buru serta

konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar baik didalam

maupun diluar kawasan. Untuk Taman Wisata Alam Angke

Kapuk sendiri kami memiliki tujuan yang ingin kami capai

sampai tahun 2025 yaitu menjadikan Taman Wisata Alam

(TWA) Angke Kapuk sebagai model ekowisata mangrove

terbaik di pulau jawa yang akan kami tempuh melalui

beberapa tahap ya, sejak awal di lokasi TWA itu kan

dahulu dihuni petambak liar dan cukup kesulitan untuk

merelokasinya kemudian dengan IPPA itulah oleh

perusahaan dilakukan relokasi karena mereka juga kan

memiliki tujuan untuk pengusahaan wisata alam sehingga

kami menyatukan tujuan masing-masing kami bagaimana


caranya agar lahan seluas 99,82 hektar itu bisa kembali ke

fungsinya sebagai hutan mangrove

Unzizah :Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam

perencanaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk dari

BKSDA DKI Jakarta?

Ibu Ida Harwati :Untuk faktor pendukung dalam pembuatan perencanaan

kami rasa dari BKSDA sendiri khususnya dilingkup SKW

III yang bekerja diwilayah Jakarta Utara semuanya mampu

memenuhi dan merumuskan apa yang akan kita lakukan

untuk tahapan kerja selanjutnya, kemudian dituangkan

dalam tulisan dan segi administrasi pun sudah mendukung

Unzizah : Bagaimana pengorganisasian di Balai Konservasi Sumber

Daya Alam DKI Jakarta?

Ibu Ida Harwati : Pembagian tugas koordinasi di Balai Konservasi Sumber

Daya Alam DKI Jakarta terbagi menjadi tiga wilayah yang

masing-masing dikelola oleh seksi konservasi. Seksi

Konservasi Wilayah I bekerja di wilayah Bekasi, Jakarta

Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Seksi Konservasi

Wilayah II bekerja untuk wilayah Tangerang dan Jakarta

Barat. Seksi Konservasi Wilayah III bekerja untuk wilayah

Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Maka Taman Wisata

Alam Angke termasuk kedalam wilayah Jakarta Utara dan


kemudian untuk pengamanannya terbagi lagi kedalam

beberapa resor yaitu resor Jakarta Utara untuk TWA Angke

Kapuk dan SM.Muara Angke. Resor Kep.Seribu untuk

Pulau Rambut dan Cagar Alam Pulau Bokor. Pembagian

tugas per resor bertujuan agar pengamanan lebih terfokus

Unzizah :Apakah ada rangkap jabatan dalam pelaksanaan kerja di

BKSDA DKI khususnya Seksi Konservasi Wilayah III?

Ibu Ida Harwati : Adanya rangkap jabatan di BKSDA DKI memang karena

melihat dari jenis pekerjaan yang ada dan siapa yang bisa

menangani dalam hal itu. Jadi rangkap jabatan terkadang

menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Lagi pula

dilingkungan pemerintahan kan tidak bisa seenaknya

menambah pegawai karena ada undang-undangnya

tersendiri terkait itu. Oleh sebab itu kita sebagai yang

bertugas mengelola kawasan sebisa mungkin mensiasati

salah satunya dengan melakukan rangkap jabatan

Unzizah :Bagaimana arahan yang ibu berikan kepada pegawai SKW

III dalam melaksanakan tugas terkait Taman Wisata Alam

Angke Kapuk Jakarta Utara?

Ibu Ida Harwati :Untuk memulai suatu tahapan pengelolaan seperti

pembuatan desain tapak, pengawasan, monitoring, dan

evaluasi saya biasanya melakukan rapat di Seksi


Konservasi Wilayah III hal ini dilakukan agar pelaksanaan

dilapangan dapat dikoordinir yang nantinya akan dibuat

jadwal kapan pelaksanaannya. Kemudian saya

komunikasikan juga dengan PT.Murindra Karya Lestari

biasanya melalui Ibu Irma jika kita ingin melakukan

monitoring ataupun pengawasan dilapangan. proses

komunikasi juga saat ini tidak harus surat-menuyurat cukup

dengan komunikasi media sosial. Karena memang kita

tidak pernah ada agenda rutin bersama PT.Murindra terkait

membahas secara dalam bagaimana pengelolaan yang

mereka lakukan, hal itu karena segala pembangunan

dilapangan, pengoperasian juga dilakukan oleh mereka

namun ada beberapa rencana kegiatan yang kita lakukan

bersama. Saya mengkoordinir kegiatan yang memang

wewenang BKSDA DKI disana sebagai pelaksana

monitoring, pengawasan, dan evaluasi.

Unzizah :Peranan apa saja yang dilakukan oleh BKSDA DKI

Jakarta terkait Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta

Utara?

Ibu Ida Harwati :Dari pihak BKSDA DKI Jakarta dalam kemitraan ini

peran kami yaitu pembuatan desain tapak blok gunanya

untuk memberi batas kepada pengunjung dan perusahaan


jika ingin membangun sarana-prasarana tidak melewati

desain itu. Kegiatan yang diperbolehkan pengunjung antara

lain: kegiatan penelitian, kegiatan ilmu pengetahuan dan

pendidikan, kegiatan penunjang budidaya penggunaan

plasma nutfah. Untuk monitoring kami lakukan setahun

tiga kali jadi monitoring ada triwulan I-IV kemudian nanti

kami lakukan juga pengawasan, dan diakhir kami evaluasi

yang nantinya dievaluasi itu ada indikator yang dapat

dijadikan acuan apakah pelaksanaan oleh perusahaan sudah

optimal

Unzizah : Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam

pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta

Utara?

Ibu Ida Harwati : Kalau untuk faktor pendukung dalam pelaksanaan, kita

melihat letak TWA ini sangat strategis dan mudah

dijangkau apalagi minat wisatawan cukup tinggi khususnya

ditahun 2017 sehingga menimbulkan peluang obyek ini

tidak hanya dijadikan tempat wisata tapi juga untuk objek

penelitian karena keunikan potensi biotik maupun sistem

kelolanya namun untuk hambatan yang kami rasakan

misalnya adanya kegiatan proyek luar di sekitar kawasan

TWA sehingga membahayakan kelestarian alam. Selain itu


dahulu lokasi merupakan tempat petambak liar yang dapat

menyebabkan kerusakan lingkungan,, adanya dampak

reklamasi pantai yang menimbulkan air keruh, dan kegiatan

promosi yang masih kurang. Hal itulah yang kami

mohonkan kepada pengelola untuk bersama-sama

mensiasati

Unzizah : Bagaimana hubungan komunikasi yang dibangun selama

ini dalam kemitraan dengan PT.Murindra Karya Lestari?

Ibu Ida Harwati : Kalau untuk tata hubungan dengan pengelola saat ini, kita

sudah sangat enak komunikasinya, beda dengan dahulu-

dahulu masih agak kaku dan sulit. Kalau saat ini ada

keperluan atau apa kita tinggal komunikasikan via media

sosial. Kalau untuk agenda rutin pertemuan memang tidak

ada, namun untuk membahas bagaimana hasil dilapangan

biasanya kami langsung ke lokasi saja.

Unzizah :Bagaimana terkait pengawasan yang dilakukan oleh

BKSDA DKI Jakarta?

Ibu Ida Harwati : Pengelolaan TWA Angke Kapuk memang diserahkan ke

pihak swasta melalui IPPA, namun kendati begitu tetap

saja pembangunan, pengoperasian hingga pendapatan

(BOT) harus dilakukan pengawasan agar pengelolaan

berjalan seimbang. Dalam melakukan pengawasan BKSDA


DKI melalu seksi konservasi wilayah III di TWA Angke

Kapuk diatur dalam Peraturan Dirjen Perlindungan Hutan

dan Konservasi Alam No.P.6/IV-SET/2012 tentang

Pedoman pengawasan dan evaluasi pengusahaan Pariwisata

Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman

Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Pengawasan yang

kami lakukan antara lain terkait: keamanan kawasan dari

kerusakan. gangguan dan ancaman melalui patroli

fungsional, pengawasan terhadap kegiatan wisata yang

kami sebut dengan monitoring terhadap PT.Murindra

Karya Lestari, pengawasan terhadap PNBP. Kalau untuk

jadwal kontrol rutin sendiri tidak ada hanya untuk tahun ini

pengawasannya dalam bentuk patrol didanai oleh DIPA

sebanyak enam (6) kali dalam setahun. Selebihnya patrol

rutin biasa dilakukan oleh polisi hutan yang sudah

dfokuskan menjadi beberapa resort. Kalau fokus

pengawasan terhadap PT.Murindra Karya Lestari biasanya

kami terkait dengan evaluasi kinerja IPPA setahun sekali,

pencermatan dan pengesahan dokumen RKL-RKT dan

fasilitasi administrasi untuk hal-hal yang berhubungan

dengan KLHK
Unzizah : Apakah masing-masing pihak selama ini sudah

melaksanakan kewajibannya sesuai dengan aturan surat

keputusan?

Ibu Ida Harwati : Model kemitraan yang selama ini diterapkan sudah

berjalan sesuai dengan kesepakatan yang ada di Surat

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 537//Kpts-II/1997.

Sesuai dengan yang diperintahkan kami bersama

PT.Murindra Karya Lestari sudah melaksanakan sesuai

aturan. Hanya dalam pelaksanaan selama ini kami merasa

masih kurang di bidang promosi wisata dan diharapkan

bisa dikembangkan bersama-sama. Pendapatan PNBP juga

selalu meningkat hampir disetiap tahunnya Pada tahun

2017 hasil PNBP pungutan hasil usaha sebesar

45.551.426,00. Teekait Rencana Karya Pengelolaan

PT.MKL Belum maksimalnya nilai indikator sapras

disebabkan sarpras yang dibangun belum sesuai dengan

site plan yang terdapat dalam dokumen RPPA. Selain

perbedaan tersebut, tata waktu pelaksanaan RKPPA

periode 1997 – 2027 tersebut tertunda akibat terjadinya

perambahan kawasan pada era reformasi sehingga RKP PT.

MKL baru diimplementasikan mulai tahun 2009.

Menindaklanjuti hal ini, PT. MKL telah mengajukan


permohonan untuk merevisi dokumen tersebut sejak tahun

2014. Walaupun demikian, sampai saat ini revisi tersebut

belum selesai dilaksanakan. Selain itu dari segi keseluruhan

koordinasi dengan PT.Murindra Karya Lestari saat ini

sudah berjalan baik dan mudah. Untuk pertemuan secara

rutin sendiri memang belum pernah dijadwalkan, namun

secara koordinasi kita selalu berkoordinir untuk

penyesuaian rencana, pelaksanaan di lapangan dan

sebagainya. proses koordinasian saat ini juga biasa kami

lakukan dengan mudah via media sosial sudah cukup.

Jakarta, 25 Maret 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Irma M.S

Jabatan : Manajer PT.Murindra Karya Lestari

Unzizah : Bagaimana awal mula PT.Murindra Karya Lestari tertarik

untuk ikut serta mengelola Taman Wisata Alam Angke

Kapuk?

Ibu Irma : Awal mula PT. Murindra Karya Lestari mengajukan izin

untuk usaha pariwisata alam karena kecintaan pendiri

perusahaan yaitu ibu alm. Murniwati kepada tumbuhan.

Bahkan dahulu kawasan Taman Wisata Alam ini betul-

betul mengusung tema hutan dan ibu alm.sendiri dahulu

kurang menyetujui jika diberikan sarana lampu-lampu hias

karena memang yang beliau harapkan adalah konsep hutan

yang masih alami. Namun seiring berjalannya waktu demi

bisa mengikuti perkembangan zaman dan juga pendapatan

ya kami lakukan pembangunan sarpras dan arena

pendukung lainnya seperti ini selama tidak melewati batas-

batas dan juga persetujuan dari pihak BKSDA juga. Untuk

model pengelolaan seperti sekarang ini masih kami anggap


tidak merugikan kedua pihak kok tentunya kan kami juga

membayar pajak yang sudah ditetapkan.

Unzizah : Adakah surat keputusan yang mengatur pengelolaan oleh

perusahaan?

Ibu Irma : Dasar hukum pelaksanaan yakni Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 dimana dalam surat

tersebut kami selaku pemegang izin kelola berhak untuk

mengelola kawasan TWA sepenuhnya sesuai peraturan dan

kebijakan yang diberlakukan pemerintah

Unzizah : Apakah semua rencana pengelolaan milik perusahaan dan

BKSDA DKI Jakarta sudah saling bersinergis?

Ibu Irma : Terkait Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam

sendiri yang masih belum sesuai memang terkait kendala

pemberdayaan masyarakat. Karena ya kita bisa lihat sendiri

bagaimana sekitar kawasan TWA Angke Kapuk sudah

masyarakat perkotaan elit namun disamping kendala itu,

kami tetap berusaha melakukan pemberdayaan dengan

mengajak masyarakat dari kelurahan terdekat misalnya

kelurahan kalideres kami mengajak masyarakatnya untuk

terlibat dalam konservasi hutan mangrove. Selain itu pada

hari jumat kami mengijinkan masyarakat untuk berjualan di

area TWA Angke Kapuk sebagai wujud serta kami dalam


membantu perekonomian masyarakat sekitar. Jadi tetap

kami berusaha bagaimana caranya pemberdayaan

masyarakat bisa berjalan. Untuk RKL dan RKT kami sudah

sesuai dan menyerahkan sesuai batas waktu yang diberikan

Unzizah : Apakah tujuan dari PT.Murindra Karya Lestari dan

BKSDA DKI Jakarta sudah saling bersinergis?

Ibu Irma : Tujuan dari PT. Murindra Karya Lestari melakukan

pengusahaan wisata alam di Taman Wisata Alam Angke

Kapuk Jakarta Utara sendiri karena melihat potensi yang

ada disana yang menurut kami mampu untuk kami kelola

dan mengembalikan fungsi mangrove seperti normal

kembali karena daerah ini sangat rentan banjir terutama

banjir rob. Ada hutan mangrove saja masih sering terkena

banjir terutama sekitar bulan desember apalagi jika tidak

ada hutan mangrove. Maka dari itu kami tidak hanya

sekedar mementingkan keuntungan semata kami juga ingin

ikut serta dalam menyelamatkan lingkungan toh jika itu

berjalan baik kami juga akan merasakan manfaatnya.

Untuk kesinergisan sendiri kami selalu berkoordinasi

dengan BKSDA dan jika diperlukan pendampingan untuk

melaksanakan tujuan kami juga pasti kami difasilitasi

seperti saat merelokasi petambak liar itu sangat sulit dan


butuh bantuan dari pihak pemerintah. Maka dari sistem

kemitraan yang kami laksanakan saat ini juga

mempertimbangkan kearah situ. Dimana perusahaan

mengelola kawasan, membangun sarana-prasarana dengan

segala kendala yang ada hingga kami mampu seperti saat

ini dan sistem pembagian hasil tiket yang selama ini

diterapkan kami rasa ini sudah menjadi dasar bagaimana

agar tujuan perusahaan, tujuan BKSDA bisa tercapai

melalui kemitraan pengelolaan model Build Operate

Transfer (BOT) seperti ini.

Unzizah : Adakah hambatan dalam penyusunan rencana

pengelolaan?

Ibu Irma : Kalau penyusunan rencana pengelolaan dari kami, saya

rasa tidak ada hambatan karena kamipun selalu berusaha

tepat waktu dalam pembuatan RKL,RKT dan laporan-

laporan pengusahaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk

Jakarta Utara

Unzizah : Bagaimana terkait pengorganisasian di PT.Murindra

Karya Lestari?

Ibu Irma : Pembagian tugas disini semuanya sudah jelas ya, kalau

untuk bagian pembibitan, pupuk seperti itu dilaksanakan

oleh masyarakat yang dulunya petambak kemudian kami


berdayakan. Lalu untuk keamanan sendiri disini ada dua

(2) shift yang kerjanya 12 jam dan dari segi administrasi

juga ada 3 orang. Jadi selama ini pembagian tugas sudah

terkoordinir dengan baik dan dapat memenuhi target

penyerahan laporan ke BKSDA secara tepat waktu

Unzizah : Bagaimana arahan pemimpin yang ibu berikan kepada

para karyawan?

Ibu Irma : Arahan biasanya langsung dilakukan sesuai dengan

tupoksi pegawai masing-masing. Dan pembagian tugas

kan sudah jelas sejak awal perekrutan karyawan sehingga

untuk pelaksanaan masing-masing karyawan sudah paham.

Kalau untuk petugas keamanan baru dilakukan arahan

setiap apel pergantian shift

Unzizah : Apa faktor pendukung dan penghambat dalam

pengelolaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta

Utara?

Ibu Irma : Faktor pendukung dari pengelolaan kami disini saat ini

adanya sarana-prasarana yang mendukung kegiatan wisata

ditengah perkotaan, kami juga menyediakan paket

penginapan, Preweeding, Wisata air dan sebagainya

sehingga kami berusaha melakukan pembangunan dan

pengembangan di beberapa bidang misalnya untuk


pemilihan kayu-kayu disini kita gunakan dari kayu merbau

agar awet dan mudah pemeliharaannya. Pembangunan

jembatan juga sedang kami lakukan dan mudah-mudahan

kita juga bisa terus adakan inovasi sarana disini untuk

mendukung daya tarik. Kalau untuk hambatan kami

sendiri biasanya seperti ya pemeliharaan sarpras yang

membutuhkan dana cukup lumayan, selain itu dampak

reklamasi pantai yang bikin kondisi air rusak dan juga

ikan-ikan mati. Selain itu masih terjadinya banjir rob

hampir setiap tahun yang bisa mencapai betis kaki orang

dewasa biasanya terjadi dibulan desember

Unzizah : Bagaimana terkait promosi wisata yang dilakukan oleh

perusahaan?

Ibu Irma : Kita biasanya untuk sekaligus promosi memanfaatkan

kegiatan penanaman pohon, dimana dalam kegiatan

tersebut selain mengenalkan TWA Angke Kapuk ini juga

memberi pemahaman mengenai pentingnya hutan

mangrove jadi sekaligus sarana edukasi bagi pengunjung.

Selain itu kami juga memiliki website dan brosur yang

membantu memudahlan pengunjung. Dan belum lama ada

dari bali dan lampung melakukan studi banding terkait

pengelolaan kawasan konservasi mangrove yang menurut


mereka masih merasa sulit untuk mengembangkannya dan

kemungkinan bisa dikaji ulang untuk menerapkan seperti

model pengelolaan yang diterapkan di TWA Angke Kapuk

ini. Karena memang model seperti ini masih relevan untuk

dilaksanakan

Unzizah : Bagimana hubungan komunikasi yang dibangun oleh

perusahaan dengan BKSDA DKI Jakarta?

Ibu Irma : Untuk komunikasi dengan pihak balai, saat ini kami

sangat terbuka dan hanya mengkomunikasikan saja dengan

ibu Ida biasanya. Misalkan dari BKSDA ingin kesini pagi

hari sekali untuk pengawasan satwa burung bisa saja nanti

kami komunikasikan dengan pihak penjaga gerbang seperti

itu

Unzizah : Seperti apa perawatan sarana prasaran yang dilakukan

selama ini?

Ibu Irma : Perawatan Sarana-prasarana rutin kami lakukan hampir

setiap bulan sebagai bentuk kewajiban kami disini, selain

itu untuk beberapa sarana yang rusak seperti rumah kayu

dan alat wisata air saat ini sedang kami lakukan perbaikan.

Seperti karena perawatan kayu merbau yang cukup rumit

dan bahannya juga berat saat ini kami sedang upayakan

untuk beralih ke bambu yang berkualitas bagus sebagai


allternatif namun perawatannya efisien. Kalau untuk hutan

mangrove sendiri kami rutin lakukan pembibitan,

penanaman kembali hingga pemupukan pun kami buat

sendiri dari sisa-sisa sampah yang ada. bahkan sampah

plastik pun bisa kami jadikan pupuk dengan bantuan

sedimen. Hal itu kami lakukan untuk menghemat

pengeluaran, menjaga keseimbangan lingkungan dan

mengubah sampah menjadi daya guna. Kamipun lakukan

penjualan pupuk jika ada wisatawan biasanya dari sekolah-

sekolah yang melakukan pendidikan budidaya tanaman

dengan pupuk dan benih yang sudah kami buat sendiri

menggandeng masyarakat yang kami berdayakan disini.

Kemudian untuk pembayaran pajaknya kami melalui

distribusi tiket yang kami lakukan sebesar Rp. 25.000,00

dengan pembagian Rp.20.000,00 untuk perusahaan dan

Rp.5000,00 sebagai PNBP ke Negara

Unzizah : Adakah motivasi karyawan yang diberikan oleh PT.

Murindra Karya Lestari?

Ibu Irma : Untuk motivasi pegawai sejauh ini belum ada, karena

kebanyakan untuk pelatihan sendiri pun disini kebanyakan

tenaga kasar seperti tenaga pembuatan pupuk dan

pembibitan. Kemudian untuk family gathering pun belum


ada karena kami sendiri sebagai penyedia wisata jika dihari

libur justru kami harus bekerja bahkan mengabaikan

kebutuhan wisata kami sendiri

Unzizah : Bagaimana sistem perekrutan karyawan di Taman Wisata

Alam Angke Kapuk?

Ibu Irma : Untuk perekrutan karyawan kami masih menggunakan

sistem bawaan ya misalnya ada yang keluarganya bekerja

disini nanti ketika dibutuhkan lagi bisa menaruh lamaran

untuk bekerja disini ataupun dulu bekas petambak disni

kemudian kami berdayakan dengan bekerja disini. Dan

sejauh ini SDM yang ada saya rasa masih cukup untuk

mem-back up segala kegiatan disini hanya saja perlu

dilakukan penambahan dibidang tenaga ahli

Unzizah : Seperti apa pengawasan yang dilakukan oleh PT.Murindra

Karya Lestari?

Ibu Irma : Pengawasan yang dilakukan oleh PT.Murindra Karya

Lestari meliputi keseluruhan kawasan. Karena kami

sebagai pihak pengelola anggaplah kami menyewa lahan

yang kemudian kami olah dan kami desain. Tentunya kami

juga sangat menjaga kawasan dari hal-hal yang dapat

berpotensi merusak kawasan. Pengawasan dari kami

diwujudkan dengan patrol 24 jam dan pemasangan cctv


dititik yang kami anggap krusial dan mengancam kawasan

seperti di dekat kawasan reklamasi dan dekat proyek lain

yang saat ini sedang berjalan. Untuk mencegah adanya

limbah yang merusak kawasan. Perlindungan satwa juga

kami lakukan dengan pemberian makanan secara rutin dan

controlling juga kadang dilakukan BKSDA dengan saling

me-report bersama kami. Untuk perlindungan hutan

mangrove sendiri kami pasti lakukan pemupukan dan

pembenihan bibit baru untuk selalu melakukan

perkembangbiakan tumbuhan mangrove. Sarana dan

prasaran selalu kami lakukan pengecekan setiap bulan dan

untuk saat ini juga ada beberapa sarpras yang sedang kami

lakukan perbaikan ataupun pembangunan misalnya

jembatan dan jalan kayu di pondok-pondok penginapan.

Hal tersebut untuk memperbaiki kualitas dan menarik

pengunjung sehingga pengelolaan dapat terus kami

perbaiki

Unzizah : Secara keseluruhan apakah PT.Murindra Karya Lestari

dan BKSDA DKI Jakarta sudah saling melakukan tugasnya

di Taman Wisata Alam Angke Kapuk?

Ibu Irma : Kesesuaian pembagian pekerjaan yang harus dilakukan

selama ini dari kami dan BKSDA DKI sudah berjalan


sebagaimana mestinya. PT.Murindra Karya Lestari

sebgagai pemegang izin yang memiliki hak kelola 100 %

lahan di TWA Angke Kapuk. Sementara BKSDA DKI

yang melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi

kinerja yang kami lakukan untuk kemudian disahkan.

Untuk saat ini yang kami butuhkan adalah tambahan tenaga

ahli. karena tenaga ahli yang kami miliki baru dua (2)

orang.

Jakarta 10 April 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Rizki Prima, S.Hut

Jabatan : Penyuluh kehutanan Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI

Jakarta

Unzizah : Terkait apasaja rencana pengelolaan yang dibuat oleh

BKSDA DKI Jakarta?

Bapak Rizky Prima : Pengelolaan di TWA Angke Kapuk berdasarkan PP

Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan Kawasan

Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA),

karena TWA Angke Kapuk termasuk kedalam KPA. Jadi

rencana pengeolaan kalau dari BKSDA dibuat sesuai

dengan aturan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan

Pemerintah No.44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan

Kehutanan yang terdiri dari RPJP dan RPJPn secara

sistematika penyusunan namun terkait isi mengacu kepada

PP. Nomor 28 Tahun 2011. Rencana pengelolaan yang

dibuat biasanya terkait keseluruhan seperti wisata dan

pelestarian alamnya termasuk kedalam marketing hingga

rehabilitasi kawasan
Unzizah : Bagaimana pengorganisasian dalam pembagian tugas di

SKW III BKSDA DKI Jakarta?

Bapak Rizky Prima : BKSDA DKI Jakarta yang dipimpin oleh seorang kapala

balai, kemudian tugas perwilayah agar lebih fokus dan

terkoordinir maka dibagi kedalam tiga wilayah kerja yaitu

Seksi Konservasi Wilayah I,II, dan III. Untuk koordinasi

tugas di BKSDA DKI Khususnya Seksi Konservasi

Wilayah III memang masih terjadi rangkap jabatan, hal

tersebut lantaran secara kulitas SDM disini kurang

memenuhi. Dalam bidang penggunaan IT, Bahasa Inggris,

dan Skill masih perlu pelatihan

Unzizah : Bagaimana arahan pemimpin yang diterima pegawai

dalam melaksanakan tugas masing-masing?

Bapak Rizky Prima : Biasanya dilakukan arahan oleh kepala seksi melalui rapat

arahan dan disitu juga bagaimana pelaksanaan masing-

masing tugas. misalnya saya jabatan fungsional saya

sebagai penyuluh kehutanan namun saya juga sering

terlibat dalam penyusunan rencana pengelolaan, program

pengelolaan yang dirancang. Kemudian nantinya akan

diberikan target kapan pelaksanaan itu harus selesai dan

nantinya akan dilakukan evaluasi


Unzizah : Apa saja peran dari BKSDA DKI Jakarta dan bagaimana

menyikapi pengelolaan berdasarkan kemitraan di TWA

Angke Kapuk?

Bapak Risky Prima : Kalau dari BKSDA sendiri karena ini kan ada dua pihak,

namun BKSDA disini sebagai pemantau pelaksanaan

dilapangan seperti apa dan bagaimana. Kalau dari kami ada

pengawasan, monitoring, dan evaluasi. Ada juga kegiatan

penyuluhan kehutanan tapi itu dilakukan jika ada yang

membutuhkan pendampingan misalnya seperti wisata

pendidikan kehutanan maka kami juga bisa memfasilitasi

Unzizah : Apasaja faktor pendukung dan penghambat dalam

pengelolaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk?

Bapak Rizky Prima : Faktor pendukung kemitraan pengelolaan di TWA adalah

kondisi ekonomi masyarakat sekitar yang cukup tinggi,

letak starategis yang mudah dijangkau dengan transjakarta

pun saat ini bisa, dan keamanan yang masih terjamin

sampai saat ini. Kalau untuk faktor penghambat sendiri

yakni pembangunan di lokasi masih bersifat belum

menyeluruh, promosi yang belum optimal dan adanya

dampak reklamasi yang menyebabkan suplai air laut

berkurang. Selain itu sampah juga masih menjadi salah satu

faktor penghambat
Unzizah : Bagaimana terkait promosi wisata TWA Angke Kapuk

Jakarta Utara oleh BKSDA DKI?

Bapak Rizky Prima : Promosi yang ingin dikembangkan di BKSDA DKI

Jakarta saat ini salah satunya sedang dibuat berbasis IT

sehingga pengunjung secara online dapat mengakses,

bahkan meminta pendampingan atau penyuluh kehutanan

pun bisa dilakukan melalui itu. Penyuluhan kehutanan

dapat kita berikan ketika memang ada kegiatan wisata yang

membutuhkan pendampingan

Unzizah : Seperti apa pengawasan yang diberikan oleh SKW III

BKSDA DKI Jakarta di Taman Wisata Alam Angke

Kapuk?

Bapak Rizky Prima : Pengawasan yang dilakukan pihak BKSDA DKI Jakarta

hampir keseluruhan baik itu pengawasan kawasan TWA,

flora dan fauna, hingga ke kegiatan wisata oleh PT.

Murindra Karya Lestari mengacu kepada Peraturan Dirjen

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No.P.6/IV-

SET/2012 tentang Pedoman pengawasan dan evaluasi

pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,

Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata

Alam. Dimana dalam peratutan tersebut dari BKSDA DKI

memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terkait


administrasi dan teknis konservasi yang dilakukan. Kalau

dari administrasi kita melihat dari laporan-laporan, RKL,

dan RKT PT.Murindra Karya Lestari. Untuk teknis

konservasi kami melakukan pengawasan bagaimana teknik

yang akan dilakukan, untuk kemudian dari hasil tersebut

dievaluasi paling sedikit dilakukan sekali (1) dalam satu (1)

tahun

Unzizah : Seperti apa jika melihat secara keseluruhan outcame

dalam pengelolaan melalui kemitraan?

Bapak Rizky Prima : Keseluruhan nanti dapat dipelajari dari laporan evaluasi,

namun kalau untuk SDM sendiri khususnya di SKW III,

secara kuantitas sudah memenuhi. Namun secara kualitas

belum terpenuhi. Masih diperlukan pelatihan lagi

khususnya dibidang IT,Skill dan penggunaan bahasa

Inggris.

Jakarta, 25 Maret 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Nani Rahayu, S.Hut M.Si

Jabatan : Pengendali Ekosistem Hutan Muda

Unzizah : Bagaimana hasil pengawasan yang dilakukan oleh SKW

III BKSDA DKI Jakarta?

Ibu Nani Rahayu : Berdasarkan hasil evaluasi kinerja PT. MKL tahun 2017,

kinerja perusahaan ini masih berada dalam kategori sedang

dengan nilai 3,89. Aspek penilaian yang masih belum

maksimal adalah pada indikator pemberdayaan masyarakat

dan ketenagakerjaan. Evaluasi yang dilakukan selain

dengan melihat langsung ke lapangan juga berdasarkan

dokumen perencanaan (Rencana Karya Pengelolaan,

Rencana Karya Lima Tahunan, Rencana Karya Tahunan),

laporan (bulanan, tahunan dan keuangan), bukti

pembayaran PHUPSWA dan dokumen lain yang relevan

dan kemudian dievaluasi berdasarkan kriteria per indikator

standar evaluasi. Evaluasi kinerja pengusahaan pariwisata

alam dilakukan dengan sistem skoring sesuai dengan

Peraturan Dirjen PHKA Nomor: P.6/IV-SET/2012


Unzizah : Apakah secara keseluruhan masing-masing organisasi

sudah melaksanakan perannya sesuai kesepakatan?

Ibu Nani Rahayu : Untuk pembagian pekerjaan masing-masing institusi

sudah berjalan sesuai. Untuk hasil evaluasi saat ini Skor

kriteria administrasi PT. MKL adalah 138 poin atau sekitar

92% dari skor maksimal (150). Hasil evaluasi kinerja

PT.Murindra Karya Lestari tahun 2018 mendapat skor 4,16

dalam kriteria sedang. Persentase capaian terendah adalah

pemberdayaan masyarakat (40%) dan pembangunan sarana

prasarana (70%). Rendahnya capaian kinerja PT. MKL

terkait pemberdayaan masyarakat dipengaruhi oleh kondisi

masyarakat sekitar kawasan yang pada umumnya adalah

kalangan menengah ke atas sehingga kurang

memungkinkan untuk dilibatkan dalam kegiatan

pengusahaan pariwisata alam di TWA Angke Kapuk.

Indikator pembangunan sarana dan prasarana mendapatkan

skor 63 atau 70% dari nilai maksimal (90).

Jakarta, 04 April 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Sukarman, S.H

Jabatan : Polhut Pertama Kepala Resort

Unzizah : Bagaimana pembagian tugas dalam kinerja polisi hutan?

Bapak Sukarman : TWA Kapuk ini kan sudah dikelola oleh pemegang izin,

jadi untuk pengamanan lebih fokus dilakukan oleh PT.

Murindra Karya Lestari. Kalau dari polisi hutan sendiri

biasanya tugas kami melakukan PAM Kawasan dengan

tidak menggunakan seragam resmi karena dikhawatirkan

akan mengusik ketenangan pengunjung. kalau untuk

kegiatan patroi\li sendiri terkadang menjadi tugas gabungan

dengan petugas kemanan PT. Murindra Karya Lestari.

Disini ada 2 orang polisi hutan dan 1 Juru mudi kapal

dalam 1 resort wilayah. Untuk polhut sendiri paling kami

ke TWA setiap hari sekitar 2-3 jam saja karena kan disini

sudah ada pemegang izin kelola

Unzizah : Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh polisi hutan

di TWA Angke Kapuk?

Bapak Sukarman : Kalau untuk pengawasan sendiri kami sebagai polhut

resort Jakarta Utara khususnya di TWA Angke Kapuk,


dalam bekerja disini kami terdiri dari dua (2) orang polhut

dan satu (1) orang juru mudi kapal. Kegiatan pengawasan

yang kami lakukan disini terkait keamanan dan

pengendalian kawasan karena memang selama ini juga

belum pernah ada terjadi pelanggaran. Kegaiatan

pengawasan disini kami lakukan ada dua (2) jenis yaitu

pengamanan dengan menggunakan seragam dinas dan yang

tidak menggunakan seragam. Kami kadang melakukan

pengamanan tanpa seragam dinas karena menjaga

kenyamanan pengunjung. Kalau patroli kawasan kami

lakukan tanpa menggunakan seragam dinas. Polhut sendiri

melakukan patrol setiap delapan (8) jam sekali. Lokasi

yang kami fokuskan pengawasan keamanannya yakni di

mako, pos enam (6) yang sangat dekat dengan reklamasi,

keamanan pengunjung dan kapal yang masuk ke perairan

yang memungkinkan mengganggu potensi satwa dan

tumbuhan yang ada.

Unzizah : Apa tanggapan bapak terkait masalah sampah yang

menjadi keluhan pengunjung?

Bapak Sukarman : Kalau masalah sampah, saya rasa bukan hanya sampah

yang berasal dari kegiatan wisata saja. Tapi sampah

tersebut berasal dari kiriman 13 sungai besar yang


bermuara ke pantai utara Jakarta. Karena lokasi TWA

berbatasan langsung maka otomatis sampah tersebut jadi

menumpuk. Untuk pengelolaan sampah tidak bisa

dilaksanakan sendiri, lantaran menyangkut Daerah Aliran

Sungai (DAS) dan butuh menggandeng pihak-pihak yang

terkait kan hal itu

Jakarta, 12 April 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Partono

Jabatan : Security

Unzizah : Bagaimana pembagian tugas pengamanan bagi Security?

Bapak Partono : Untuk pembagian tugas sendiri disini kami bekerja ada

dua (2) shift jadi sehari bekerja 12 jam. Setiap pergantian

shift diadakan apel untuk pengarahan. Dari kami nanti

dibagi untuk berjaga di tiga pos. Yakni pos 1,4, dan 6.

Penjagaan disitu memang yang diutamakan. Kalau untuk

patrol sendiri ada patroli darat dan air itu yang menjadi

tugas kami. Kalau bersama BKSDA biasanya ada patrol

gabungan setiap bulan pasti dilakukan. Hal tersebut

dilakukan untuk menjaga keamanan dan masing-masing

organisasi bisa memastikan bahwa kawasan ini betul-betul

aman.

Unzizah : Apa faktor pendukung dan penghambat dalam

pengelolaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk?

Bapak Partono : Dampak reklamasi sehingga mengakibatkan banyak

sampah masuk ke TWA

Unzizah : Adakah kegiatan family gathering untuk memotivasi

karyawan dari pihak perusahaan?


Bapak Partono : Untuk kegiatan Family gathering, saat ini belum pernah

dilakukan lantaran waktu yang agak sulit. Saya menyadari

ketika orang-orang berlibur justru kamilah yang harus

menjaga dan menjadi tempat liburan mereka

Unzizah : Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan pihak

keamanan?

Bapak Partono : Pengawasan yang kami lakukan disini dengan sistem

bekerja 12 jam. Kalau siang hari kami mengamankan

empat (4) pos, dan malam hari dibagi menjadi tiga (3) pos.

yang paling kami utamakan yaitu pos satu (1) untuk

gerbang utama, pos empat (4) dekat dermaga, dan pos

enam (6) dekat perbatasan. Patroli kami terbagi menjadi

patrol darat dan air. Patroli darat dilakukan pada pukul

21.00 wib, 00.00 wib, dan 03.00 wib. Sedangkan untuk

patroli air kami lakukan setiap pukul 22.00 wib,23.30 wib

dan 04.00 wib. Pengawasan pengunjung kami lakukan

dengan pemasangan cctv di dekat dermaga, belakang

kantin, dan pos pemeriksaan tiket. Terkait keamanan

pengunjung saat ini masih terjaga paling jika terjadi

kecelakaan biasanya ketika anak kecil memberi makan

dengan jarak terlalu dekat dengan monyet dan saat ini

sudah dapat diantisipasi


Unzizah : Bagaimana terkait penanganan sampah yang ada di

TWA?

Bapak Partono : Terkait sampah memang selalu ada produksi sampah

setiap hari terkait kegiatan wisata. Apalagi setelah

reklamasi ditutup. Kebanyakan sampah dari sungai yang

bermuara lari kesini semua. Kami mengantisipasi dengan

pemasangan jarring di ujung perbatasan mangrove dengan

pantai tujuannya untuk membatasi sampah yang masuk ke

kawasan. Selain itu sampah yang bisa kami bersihkan

kemudian diolah sendiri untuk menjadi pupuk.


Unzizah : Terkait keselamatan pengunjung, apasaja bentuk

pengawasan yang diberikan?

Bapak Partono : Untuk kecelakaan pengunjung sampai saat ini belum

pernah ada, ancaman dari satwa liar masih bisa kami

kendalikan. Kecelakaan pengunjung sendiri paling yang

terjadi seperti anak kecil kena cakaran monyet karena

memberi makan terlalu dekat. Kemudian menjelang lokasi

tutup juga biasanya kami lakukan patrol setiap jam lima (5)

sore tujuannya untuk mengontrol pengunjung

dikhawatirkan ada yang tersesat.

Jakarta, 10 April 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Rizqy (Koki)

Jabatan : Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

Unzizah : Berapa kali anda pernah berkunjung kesini?

Rizqy : Saya kesini sekitar dua (2) kali dan memang niatnya

sekedar jalan-jalan saja

Unzizah : Menurut anda, apakah harga tiket masuk sudah sesuai

dengan fasilitas yang diperoleh?

Rizqy : Untuk harga tiket Rp.25.000,00 saya rasa cukup

terjangkau

Unzizah : Bagaimana menurut anda pengelolaan yang ada di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk?

Rizqy : Secara keseluruhan pengelolaan sudah baik, namun yang

perlu ditingkatkan adalah keberihan karena masih adanya

sampah yang cukup mengganggu kebersihan lokasi wisata

sendiri.
Unzizah : Apa harapan anda untuk Taman Wisata Alam Angke

Kapuk lebih berkembang?

Rizqy : Saya harapkan dari pengelolaan ini yaitu lebih kepada

peningkatan kebersihan.

Jakarta, 10 April 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Mia Herawati (Pelajar)

Jabatan : Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

Unzizah : Berapa kali anda pernah berkunjung kesini?

Mia : Baru pertama kali

Unzizah : Menurut anda, apakah harga tiket masuk sudah sesuai

dengan fasilitas yang diperoleh?

Mia : Untuk harga tiket Rp.25.000,00 saya merasa cukup mahal

kalau untuk pelajar

Unzizah : Bagaimana menurut anda pengelolaan yang ada di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk?

Mia : Secara keseluruhan pengelolaan sudah baik, petugasnya

ramah namun yang perlu ditingkatkan adalah keberihan

lingkungan terkait sampah


Unzizah : Apa harapan anda untuk Taman Wisata Alam Angke

Kapuk lebih berkembang?

Mia : Saya harapkan dari pengelolaan ini yaitu lebih

meningkatkan kebersihan lingkungan

Jakarta, 10 April 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Raka Setiaji (Mahasiswa)

Jabatan : Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

Unzizah : Berapa kali anda pernah berkunjung kesini?

Raka Setiaji : Saya kesini sekitar tiga (3) kali

Unzizah : Menurut anda, apakah harga tiket masuk sudah sesuai

dengan fasilitas yang diperoleh?

Raka Setiaji : Untuk harga tiket Rp.25.000,00 saya rasa cukup

terjangkau

Unzizah : Bagaimana menurut anda pengelolaan yang ada di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk?

Raka Setiaji :Pengelolaan sudah baik, namun yang perlu ditingkatkan

adalah kebersihan dan perbaikan sarana-prasarana


Unzizah : Apa harapan anda untuk Taman Wisata Alam Angke

Kapuk lebih berkembang?

Raka Setiaji : Saya harapkan dari pengelolaan ini yaitu lebih kepada

peningkatan kebersihan

Jakarta, 10 April 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Dani Prayoga (Karyawan)

Jabatan : Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara

Unzizah : Berapa kali anda pernah berkunjung kesini?

Dani Prayoga : Saya kesini sekitar dua (2) kali

Unzizah : Menurut anda, apakah harga tiket masuk sudah sesuai

dengan fasilitas yang diperoleh?

Dani Prayoga : Untuk harga tiket Rp.25.000,00 saya rasa cukup

terjangkau

Unzizah : Bagaimana menurut anda pengelolaan yang ada di Taman

Wisata Alam Angke Kapuk?

Dani Prayoga : Pengelolaan sudah baik, namun yang perlu ditingkatkan

adalah kebersihan dan menu makanan di kantin agar lebih

bervariasi
Unzizah : Apa harapan anda untuk Taman Wisata Alam Angke

Kapuk lebih berkembang?

Dani Prayoga : Saya harapkan dari pengelolaan ini yaitu lebih kepada

peningkatan kebersihan, menambah menu kantin, dan

sarana rekreasi anak.

Jakarta, 10 April 2019


Membercheck

Transkrip wawancara

Narasumber : Yais (Pembuat pupuk)

Jabatan : Masyarakat sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta

Utara

Unzizah : Bagaimana terkait pemberdayaan masyarakat disekitar

Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara?

Bapak Yais : Saya bukan dari warga Penjaringan, saya dari Tegal Alur.

Namun bagi saya jarak bekerja dengan menggunakan

sepeda masih relative dekat, dengan upah RP.

70.000,00/hari saya masih bersyukur. Hitung-hitung untuk

kegiatan saya berolahraga. Ya memang masyarakat yang

diberdayakan kebanyakan justru dari luar Penjaringan

Unzizah : Bagaimana sampah tersebut setiap harinya diolah agar

tidak mencemari kawasan TWA Angke Kapuk?

Bapak Yais : Saya setiap hari mengolah sampah menjadi pupuk sebagai

upaya pelestarian mangrove, saya yang langsung

melakukan pembuatan pupuk itu sendiri baik dari pupuk

biotik ataupun abiotik . Ini sudah berlangsung sejak lama

dan dilakukan terus menerus

Unzizah : Berapa jam lama bapak bekerja setiap harinya?


Bapak Yais : Saya bekerja mulai pukul 08.00-17.00 Wib.

Unzizah : Apakah bapak merasa dampak sangat terbantu dengan

adanya kegiatan di wisata di Taman Wisata Alam Angke

Kapuk?

Bapak Yais : Sangat terbantu, saya diusia enam puluh (60) tahun saja

masih diperbolehkan bekerja. Tentunya sangat membantu

ekonomi keluarga saya.

Jakarta, 10 April 2019


Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
3. Indikator Output
Q Bagaimana kesesuaian masing-masing Kesimpulan
organisasi melaksanakan tugasnya?
I
I1 Outputnya sendiri saat ini di TWA Angke Output secara keseluruhan
Kapuk sudah berjalan sesuai kesepakatan. sudah berjalan baik lantaran
Baik dari BKSDA DKI Jakarta dan semua organisasi
PT.Murindra Karya Lestari sudah melaksanakan tugas sesuai
melakukan kewajiban masing-masing dan dengan pembagian yang
memenuhi syarat yang diberikan dari diatur.
Dirjen KSDAE dan memang pengelolaan
yang ada saat ini sudah lebih baik, yang
perlu ditingkatkan dari segi pemberdayaan
masyarakat
I2 Model kemitraan yang selama ini
diterapkan sudah berjalan sesuai dengan
kesepakatan yang ada di Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 537//Kpts-
II/1997. Sesuai dengan yang
diperintahkan kami bersama PT.Murindra
Karya Lestari sudah melaksanakan sesuai
aturan. Hanya dalam pelaksanaan selama
ini kami merasa masih kurang di bidang
promosi wisata dan diharapkan bisa
dikembangkan bersama-sama. Pendapatan
PNBP juga selalu meningkat hampir
disetiap tahunnya Pada tahun 2017 hasil
PNBP pungutan hasil usaha sebesar
45.551.426,00. Teekait Rencana Karya
Pengelolaan PT.MKL Belum
maksimalnya nilai indikator sapras
disebabkan sarpras yang dibangun belum
sesuai dengan site plan yang terdapat
dalam dokumen RPPA. Selain perbedaan
tersebut, tata waktu pelaksanaan RKPPA
periode 1997 – 2027 tersebut tertunda
akibat terjadinya perambahan kawasan
pada era reformasi sehingga RKP PT.
MKL baru diimplementasikan mulai tahun
2009. Menindaklanjuti hal ini, PT. MKL
telah mengajukan permohonan untuk
merevisi dokumen tersebut sejak tahun
2014. Walaupun demikian, sampai saat ini
revisi tersebut belum selesai dilaksanakan.
I3 Kesesuaian pembagian pekerjaan yang
harus dilakukan selama ini dari kami dan
BKSDA DKI sudah berjalan sebagaimana
mestinya. PT.Murindra Karya Lestari
sebgagai pemegang izin yang memiliki
hak kelola 100 % lahan di TWA Angke
Kapuk. Sementara BKSDA DKI yang
melakukan pengawasan, monitoring, dan
evaluasi kinerja yang kami lakukan untuk
kemudian disahkan. Untuk saat ini yang
kami butuhkan adalah tambahan tenaga
ahli. karena tenaga ahli yang kami miliki
baru dua (2) orang
I5 Untuk pembagian pekerjaan masing-
masing institusi sudah berjalan sesuai.
Untuk hasil evaluasi saat ini Skor kriteria
administrasi PT. MKL adalah 138 poin
atau sekitar 92% dari skor maksimal
(150). Hasil evaluasi kinerja PT.Murindra
Karya Lestari tahun 2018 mendapat skor
4,16 dalam kriteria sedang. Persentase
capaian terendah adalah pemberdayaan
masyarakat (40%) dan pembangunan
sarana prasarana (70%). Rendahnya
capaian kinerja PT. MKL terkait
pemberdayaan masyarakat dipengaruhi
oleh kondisi masyarakat sekitar kawasan
yang pada umumnya adalah kalangan
menengah ke atas sehingga kurang
memungkinkan untuk dilibatkan dalam
kegiatan pengusahaan pariwisata alam di
TWA Angke Kapuk. Indikator
pembangunan sarana dan prasarana
mendapatkan skor 63 atau 70% dari nilai
maksimal Sembilan puluh (90).”
Q Bagaimana secara keseluruhan Kesimpulan
I pengelolaan mangrove di Taman
Wisata Alam Angke kapuk?
I1 Sudah berjalan baik dan mengalami Pengelolaan di Taman
peningkatan Wisata Alam Angke Kapuk
I2 Pengelolaan di TWA angke Kapuk sudah yang saat ini dilakukan oleh
mengalami peningkatan dan lebih baik. PT.Murindra Karya Lestari
I8.1 Pengelolaan sudah baik dan untuk harga sudah baik.Dari sisi yang
tiket Rp.25.000,00 saya rasa cukup sulit dikembangkan pun
terjangkau. Secara keseluruhan seperti pemberdayaan
pengelolaan sudah baik, namun yang perlu masyarakat saat ini tetap
ditingkatkan adalah keberihan karena perlahan dilakukan. Namun
masih adanya sampah yang cukup dari segi pengolahan sampah
mengganggu kebersihan lokasi wisata yang setiap hari ada harus
sendiri. Dan yang saya harapkan dari melibatkan beberapa pihak
pengelolaan ini yaitu lebih kepada lain terkait reklamasi pantai.
peningkatan kebersihan.
I8.2 Saya baru pertama kali datang kesini.
Untuk pengelola sendiri sudah baik,
petugasnya pun ramah namun untuk harga
tiket karena saya seorang pelajar saya
masih merasa keberatan. Kan yang saya
peroleh sebatas jalan-jalan menikmati
kawasan saja. Untuk perbaikan sendiri
menurut saya dibidang kebersihan
sampah, perapian lingkungan supaya
terlihat lebih bersih dan rapi

I8.3 Pengelolaan sendiri sudah baik namun


perlu perbaikan lagi dibeberapa sisi
terutama sarana –prasarana dan
kebersihan lingkungan seperti sampah.
Untuk harga tiket sendiri saya rasa cukup
terjangkau dan memang di Kota Jakarta
kita perlu salah satu wisata seperti ini
I8.4 Dengan harga tiket yang cukup terjangkau
bagi pekerja menurut saya sudah cukup
pengelolaannya. Yang perlu diperbaiki
lagi dari segi kebersihan dan makanan di
kantin agar lebih bervariasi, dan sarana
bermain anak
I8.5 pengelolaan sudah baik, hanya saja
ditingkatkan kebersihan dan perawatan
sarana-prasarana. harga tiket untuk pelajar
masih terasa cukup berat lantaran hanya
dimanfaatkan untuk sekedar berkeliling
Kawasan saja. Untik petugasnya juga saya
rasa sudah cukup ramah terhadap
pengunjung
I6 Kalau masalah sampah, saya rasa bukan
hanya sampah yang berasal dari kegiatan
wisata saja. Tapi sampah tersebut berasal
dari kiriman 13 sungai besar yang
bermuara ke pantai utara Jakarta. Karena
lokasi TWA berbatasan langsung maka
otomatis sampah tersebut jadi menumpuk.
Untuk pengelolaan sampah tidak bisa
dilaksanakan sendiri, lantaran menyangkut
Daerah Aliran Sungai (DAS) dan butuh
menggandeng pihak-pihak yang terkait
akan hal itu
I7 Terkait sampah memang selalu ada
produksi sampah setiap hari karena
kegiatan wisata. Apalagi setelah reklamasi
ditutup. Kebanyakan sampah dari sungai
yang bermuara lari kesini semua. Kami
mengantisipasi dengan pemasangan
jarring di ujung perbatasan mangrove
dengan pantai tujuannya untuk membatasi
sampah yang masuk ke kawasan. Selain
itu sampah yang bisa kami bersihkan
kemudian diolah sendiri untuk menjadi
pupuk
I9 Saya dahulu mantan petambak di lokasi
ini, kemudian semenjak pembangunan
menjadi taman wisata saya ditawari kerja.
Dan saya bekerja sejak sepuluh (10) tahun
yang lalu. Saya bekerja setiap hari pukul
08.00-17.00 wib dengan penghasilan
Rp.70.000,00/hari. Pekerjaan saya disini
membuat pupuk, mengolah sampah dan
ketika hari jumat merapikan masjid. saya
merasa bersyukur karena daripada saya
mengannggur dirumah, disini saya bisa
bekerja dan sekaligus berolahraga di usia
saya yang sudah enam puluh (60) tahun
ini supaya tidak mudah terkena penyakit
jika banyak digerakkan. Setiap hari juga
saya bersepeda untuk menuju kesini
karena jarak cukup dekat dari rumah
4. Indikator Outcame
Q Bagaimana perubahan outcame yang Kesimpulan
I sudah terlihat sejak awal pengelolaan
kemitraan?
I2 Untuk koordinasi dengan PT.Murindra Outcame sudah
Karya Lestari saat ini sudah berjalan baik menunjukkan keberhasilan
dan mudah. Untuk pertemuan secara rutin kemitraan lantaran
sendiri memang belum pernah permasalahan terkait
dijadwalkan, namun secara koordinasi kita komunikasi, pengawasan,
selalu berkoordinir untuk penyesuaian dan SDM sejauh ini dapat
rencana, pelaksanaan di lapangan dan diatasi dan memang
sebagainya. proses koordinasian saat ini kekurangan yang masih ada
juga biasa kami lakukan dengan mudah memang faktor dari
via media sosial sudah cukup terbatasnya penambahan
I3 Koordinasi dengan pihak BKSDA DKI pegawai karena harus sesuai
Jakarta saat ini juga sesuai kondisional dengan undang-undang, dan
saja, dan untuk misalnya beberapa masalah pemberdayaan
kegiatan yang berhubungan dengan KLHK masyarakat karena kondisi
kami biasa difasilitasi oleh BKSDA.Untuk geografis saat ini yang sudah
kegiatan monitoring atau yang lainnya berbeda.
dilapangan bisa dikondisikan saja dengan
mudah
I7 Untuk kecelakaan pengunjung sampai saat
ini belum pernah ada, ancaman dari satwa
liar masih bisa kami kendalikan.
Kecelakaan pengunjung sendiri paling
yang terjadi seperti anak kecil kena
cakaran monyet karena memberi makan
terlalu dekat. Kemudian menjelang lokasi
tutup juga biasanya kami lakukan patrol
setiap jam lima (5) sore tujuannya untuk
mengontrol pengunjung dikhawatirkan ada
yang tersesat
I4 Kalau untuk SDM sendiri khususnya di
SKW III, secara kuantitas sudah
memenuhi. Namun secara kualitas belum
terpenuhi. Masih diperlukan pelatihan lagi
khususnya dibidang IT,Skill dan
penggunaan bahasa Inggri
I3 Secara keseluruhan target kerja sudah
terealisasi semua, hanya saja harapan dari
Ibu Irma untuk penambahan tenaga ahli,
lantaran tenaga ahli yang dimiliki
PT.Murindra Karya Lestari baru ada dua
(2) orang guna lebih mengoptimalkan
pengelolaan di lapangan
1. Indikator Input
Q Apa alasan utama pengelolaan Taman Wisata Kesimpulan
Alam Angke Kapuk dilakukan dengan sistem
I kemitraan?
I1 Alasan utama melihat dari kapasitas yang ada di Pengelolaan hutan mangrove
pemerintah dan kemudian melihat dari kondisi dipilih dengan model
letak Taman Wisata yang berada di sekitar kemitraan Build Operate
perumahan elit dan juga sekolah budha membuat Transfer lantaran melihat
pemerintah berpikir perlu adanya pengelolaan kemampuan SDM dan
lebih terkoordinir lagi dan kegiatan promosi juga anggaran pemerintah yang
tentunya. Jika menggandeng pihak perusahaan belum mencukupi dan
diharapkan SDM nya juga kan bisa lebih melihat potensi SDA yang
mencukupi tentunya nanti dibagian promosi juga ada di Taman Wisata Alam
bisa lebih bervariasi Angke Kapuk Jakarta Utara
I2 Proses pemberian IPPA yang saat ini nama IPPA
sudah diganti menjadi IUPSWA (Izin usaha
penyediaan sarana wisata alam) berdasarkan
beberapa pertimbangan seperti keterbatasan
pemerintah dalam mengelola lahan atau sumber
daya yang ada. Selain itu dahulu kawasan TWA
Angke Kapuk dipenuhi petambak liar sehingga
diperlukan pengelolaan lebih intensif lagi maka
kemudian diberikan IPPA atau IUPSWA kepada
perusahaan yang memang sudah dilihat terlebih
dahulu seperti apa rencana pengelolaannnya di
TWA. Jika dilihat dari model kemitraan Build
Operate Transfer seperti yang selama ini
diterapkan. Kami rasa pemerintah dari tahun
1995 juga sudah memikirkan bagaimana lahan
seluas itu namun sangat terbatas dalam
mengelolanya dan kami rasa untuk saat ini sistem
kemitraan yang seperti ini diterapkan masih
cukup relevan ya mengingat itu tadi keterbatasan
anggaran dan SDM juga. Selain itu dengan
sistem seperti yang diterapkan selama ini
dipandang saling menguntungkan kedua pihak
tentunya dengan begitu lahan milik Negara bisa
terawat dengan baik, mendapat keuntungan juga,
bisa menggunakan teknik-teknik promosi yang
sesuai keadaan saat ini tentunya menjadi sebuah
keuntungan juga bagi Negara.
Q Adakah peraturan yang mengatur mengenai Kesimpulan
kemitraan dalam mengelola hutan
mangrove di Taman Wisata Alam Angke
I Kapuk Jakarta Utara?
I1 Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor Kemitraan pengelolaan
537/Kpts-II/1997 tentang pemberian Izin hutan mangrove Taman
Pengusahaan Pariwisata Alam kepada Wisata Alam Angke Kapuk
PT.Murindra Karya Lestari. Jakarta Utara berdasarkan
Surat Keputusan Menteri
I2 Ada dari menhut yaitu Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 537/Kpts-
Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 tentang II/1997 tentang pemberian
pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam izin pengusahaan pariwisata
kepada PT.Murindra Karya Lestari. alam kepada PT.Murindra
I3 Peraturan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Karya Lestari
Nomor 537/Kpts-II/1997 tentang pemberian Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam kepada
PT.Murindra Karya Lestari.
Q Apakah rencana pengelolaan yang sudah Kesimpulan
I disepakati bersama masing-masing pihak
sudah saling bersinergis?
I1 Untuk kesesuaian rencana pengelolaan sendiri Rencana pengelolaan baik
baik perusahaan dan UPT jika ditinjau dari RKL RPJP,RPJPn, RKL, dan
dan RKT sejauh ini sudah bersinergis namun RKT sudah sesuai namun
untuk Rencana Karya Pengusahaan milik untuk RKPPA milik
perusahaan masih perlu beberapa revisi lantaran perusahaan belum sinkron
berbeda kondisi pada saat tahun pembuatan dengan situasi geografis saat
Rencana Karya Pengusahaan dengan kondisi saat ini.
ini. Jika dilihat saat ini kondisi geografis TWA
Angke kapuk sendiri sangat berbeda dari
sebelumnya sehingga mengakibatkan cukup sulit
untuk dilaksanakan pemberdayaan masyarakat
seperti yang tertuang dalam RKPPA karena
sekitar kawasan saat ini sudah terkepung
perumahan dan pusat perbelanjaan elit.

I3 Terkait Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata


Alam sendiri yang masih belum sesuai memang
terkait kendala pemberdayaan masyarakat.
Karena ya kita bisa lihat sendiri bagaimana
sekitar kawasan TWA Angke Kapuk sudah
masyarakat perkotaan elit namun disamping
kendala itu, kami tetap berusaha melakukan
pemberdayaan dengan mengajak masyarakat dari
kelurahan terdekat misalnya kelurahan kalideres
kami mengajak masyarakatnya untuk terlibat
dalam konservasi hutan mangrove. Selain itu
pada hari jumat kami mengijinkan masyarakat
untuk berjualan di area TWA Angke Kapuk
sebagai wujud serta kami dalam membantu
perekonomian masyarakat sekitar. Jadi tetap
kami berusaha bagaimana caranya pemberdayaan
masyarakat bisa berjalan. Untuk RKL dan RKT
kami sudah sesuai dan menyerahkan sesuai batas
waktu yang diberikan
Q Apakah anggaran pengelolaan selalu Kesimpulan
I meningkat setiap tahunnya?
I1 Terkait anggaran pengelolaan tentunya di Kebutuhan anggaran dibuat
lapangan dilakukan oleh PT.Murindra Karya berdasarkan kebutuhan
lestari. Namun tetap diketahui melalui laporan karena melihat dari sisi mana
yang diterima BKSDA. Sejauh ini untuk yang membutuhkan
anggaran pengelolaan diperkirakan sesuai anggaran lebih banyak.
kebutuhan saja.
I2 Anggaran pengelolaan dibuat berdasarkan
kebutuhan dan dilakukan sesuai dengan
wewenangnya. Pengelolaan di lapangan
dilakukan oleh PT.Murindra Karya Lestari
sedangkan untuk kegiatan promosi dilakukan
dengan penanggung jawab BKSDA dan
PT.Murindra Karya Lestari.
I3 Anggaran pengelolaan kami buat berdasarkan
kebutuhan dan apa yang akan kami perbaharui.
2. Indikator Proses
Q Adakah faktor pendukung dan penghambat Kesimpulan
dalam perencanaan di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk dari BKSDA DKI Jakarta?
I
I2 Untuk faktor pendukung dalam pembuatan Dalam penyusunan perencanaan
perencanaan kami rasa dari BKSDA sendiri pengelolaan sampai saat ini belum
khususnya dilingkup SKW III yang bekerja menemui hambatan lantaran dari
diwilayah Jakarta Utara semuanya mampu karyawan dan pegawai mampu
memenuhi dan merumuskan apa yang akan kita melaksanakan penyusunan dengan
lakukan untuk tahapan kerja selanjutnya, baik dan tepat waktu.
kemudian dituangkan dalam tulisan dan segi
administrasi pun sudah mendukung

I3 Kalau penyusunan rencana pengelolaan dari


kami, saya rasa tidak ada hambatan karena
kamipun selalu berusaha tepat waktu dalam
pembuatan RKL,RKT dan laporan-laporan
pengusahaan di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara
Q Terkait apasaja rencana pengelolaan yang Kesimpulan
I dibuat oleh BKSDA DKI Jakarta?
I2 Pengelolaan TWA Angke Kapuk oleh BKSDA
DKI Jakarta secara kebijakan berada dibawah
KLHK melalui UPT BKSDA DKI. BKSDA
DKI Jakarta seperti pembuatan desain tapak dan
rencana pengelolaan
I3 Pengelolaan di TWA Angke Kapuk berdasarkan
PP Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan
Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan
Pelestarian Alam (KPA), karena TWA Angke
Kapuk termasuk kedalam KPA. Jadi rencana
pengeolaan kalau dari BKSDA dibuat sesuai
dengan aturan UU No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004
Tentang Perencanaan Kehutanan yang terdiri
dari RPJP dan RPJPn secara sistematika
penyusunan namun terkait isi mengacu kepada
PP. Nomor 28 Tahun 2011. Rencana
pengelolaan yang dibuat biasanya terkait
keseluruhan seperti wisata dan pelestarian
alamnya termasuk kedalam marketing hingga
rehabilitasi kawasan
Q Apakah tujuan perencanaan dari semua Kesimpulan
pihak yang terlibat di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk juga sudah saling
I berkesinambungan?
I1 Untuk tujuan sendiri pasti mempengaruhi Tujuan rencana pengelolaan yang
kemana rencana pengelolaan akan dibawa, kalau dibuat kedua pihak saling
dari PJLHK hanya sebatas ruang lingkup berkoordinasi karena dari BKSDA
kebijakan dari kemitraan itu sendiri jadi tujuan DKI Jakarta juga sudah memberikan
kami tentunya sebagai pengelola dan mengawasi rencana pengelolaan dan desain batas
pelaksanaan pemanfaatan jasa lingkungan itu sebagi acuan kegiatan PT.Murindra
sendiri namun kami bagi menjadi beberapa Karya Lestari
koordinator melalui upt. Tujuan dari pihak Balai
sesuai peraturan tentunya melakukan
pengelolaan yang saat ini pengelolaan diberikan
hak kepada swasta dengan harapan lebih
berkembang baik dan pesat. Secara keseluruhan
sudah saling berkesinambungan dan berharap
TWA Angke Kapuk selalu lebih baik.
I2 Tujuan organisasi memang akan
menggambarkan rencana pengelolaan yang akan
dibuat. Kami dari BKSDA DKI melalui Seksi
Konservasi Wilayah III (SKW III) sebagai
pelaksana di wilayah Jakarta Utara kami
memiliki tujuan tersendiri yaitu mengelola
kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam,
Taman Wisata Alam, dan Taman Buru serta
konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar baik
didalam maupun diluar kawasan. Untuk Taman
Wisata Alam Angke Kapuk sendiri kami
memiliki tujuan yang ingin kami capai sampai
tahun 2025 yaitu menjadikan Taman Wisata
Alam (TWA) Angke Kapuk sebagai model
ekowisata mangrove terbaik di pulau jawa yang
akan kami tempuh melalui beberapa tahap ya,
sejak awal di lokasi TWA itu kan dahulu dihuni
petambak liar dan cukup kesulitan untuk
merelokasinya kemudian dengan IPPA itulah
oleh perusahaan dilakukan relokasi karena
mereka juga kan memiliki tujuan untuk
pengusahaan wisata alam sehingga kami
menyatukan tujuan masing-masing kami
bagaimana caranya agar lahan seluas 99,82
hektar itu bisa kembali ke fungsinya sebagai
hutan mangrove
I3 Tujuan dari PT. Murindra Karya Lestari
melakukan pengusahaan wisata alam di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sendiri
karena melihat potensi yang ada disana yang
menurut kami mampu untuk kami kelola dan
mengembalikan fungsi mangrove seperti normal
kembali karena daerah ini sangat rentan banjir
terutama banjir rob. Ada hutan mangrove saja
masih sering terkena banjir terutama sekitar
bulan desember apalagi jika tidak ada hutan
mangrove. Maka dari itu kami tidak hanya
sekedar mementingkan keuntungan semata kami
juga ingin ikut serta dalam menyelamatkan
lingkungan toh jika itu berjalan baik kami juga
akan merasakan manfaatnya. Untuk kesinergisan
sendiri kami selalu berkoordinasi dengan
BKSDA dan jika diperlukan pendampingan
untuk melaksanakan tujuan kami juga pasti kami
difasilitasi seperti saat merelokasi petambak liar
itu sangat sulit dan butuh bantuan dari pihak
pemerintah. Maka dari sistem kemitraan yang
kami laksanakan saat ini juga
mempertimbangkan kearah situ. Dimana
perusahaan mengelola kawasan, membangun
sarana-prasarana dengan segala kendala yang
ada hingga kami mampu seperti saat ini dan
sistem pembagian hasil tiket yang selama ini
diterapkan kami rasa ini sudah menjadi dasar
bagaimana agar tujuan perusahaan, tujuan
BKSDA bisa tercapai melalui kemitraan
pengelolaan model Build Operate Transfer
(BOT) seperti ini.
Q Bagaimana pengorganisasian di Balai Kesimpulan
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
I dan PT.Murindra Karya Lestari?
I2 Pembagian tugas koordinasi di Balai Konservasi Pengorganisasian di BKSDA DKI
Sumber Daya Alam DKI Jakarta terbagi menjadi Jakarta terbagi menjadi 3 Seksi
tiga wilayah yang masing-masing dikelola oleh Konservasi Wilayah kerja. Untuk
seksi konservasi. Seksi Konservasi Wilayah I bagian polisi hutan terbagi menjadi
bekerja di wilayah Bekasi, Jakarta Timur, beberpa resor dengan dipimpin oleh
Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Seksi seorang kepala Resor.
Konservasi Wilayah II bekerja untuk wilayah
Tangerang dan Jakarta Barat. Seksi Konservasi
Wilayah III bekerja untuk wilayah Jakarta Utara
dan Kepulauan Seribu. kemudian untuk
pengamanannya terbagi lagi kedalam beberapa
resor yaitu resor Jakarta Utara untuk TWA
Angke Kapuk dan SM.Muara Angke. Resor
Kep.Seribu untuk Pulau Rambut dan Cagar
Alam Pulau Bokor.
I4 BKSDA DKI Jakarta yang dipimpin oleh
seorang kepala balai, kemudian tugas
perwilayah agar lebih fokus dan terkoordinir
maka dibagi kedalam tiga wilayah kerja yaitu
Seksi Konservasi Wilayah I,II, dan III. Untuk
koordinasi tugas di BKSDA DKI Khususnya
Seksi Konservasi Wilayah III memang masih
terjadi rangkap jabatan, hal tersebut lantaran
secara kulitas SDM disini kurang memenuhi.
Dalam bidang penggunaan IT, Bahasa Inggris,
dan Skill masih perlu pelatihan

I6 Pembagian tugas dari BKSDA DKI jabatan


polisi hutan dilaksanakan berdasarkan resor agar
lebih terkendali. Untuk TWA Angke sendiri
dilakukan penjagaan juga bersama dengan
petugas keamanan PT.Murindra Karya Lestari
I3 Pembagian tugas disini semuanya sudah jelas ya, Pengorganisasian di PT. Murindra
kalau untuk bagian pembibitan, pupuk seperti itu Karya Lestari terbagi menjadi bagian
dilaksanakan oleh masyarakat yang dulunya manajer, staf administrasi,
petambak kemudian kami berdayakan. Lalu pembenihan dan pemupukan, kantin,
untuk keamanan sendiri disini ada dua (2) shift dan bagian keamanan yang masing-
yang kerjanya 12 jam dan dari segi administrasi masing melaksanakan sesuai
juga ada 3 orang. Jadi selama ini pembagian tupoksinya. Untuk keamanan sendiri
tugas sudah terkoordinir dengan baik dan dapat terbagi menjadi 2 shift bekerja
memenuhi target penyerahan laporan ke masing-masing 12 jam
BKSDA secara tepat waktu
I7 Pembagian kerja disini bagian keamanan ada 2
shift yang bekerja selama 12 jam dengan
melaksanakan patroli darat dan air setiap hari.

Q Bagaimana arahan pemimpin yang Kesimpulan


I diberikan?
I2 Untuk memulai suatu tahapan pengelolaan Arahan pemimpin di instansi BKSDA
seperti pembuatan desain tapak, pengawasan, DKI Jakarta dengan cara memberikan
monitoring, dan evaluasi saya biasanya rapat setiap akan memulai satu
melakukan rapat di Seksi Konservasi Wilayah program kerja. sedangkan dalam
III hal ini dilakukan agar pelaksanaan pengelolaan TWA Angke kapuk
dilapangan dapat dikoordinir yang nantinya akan arahan pemimpin hanya diberikan
dibuat jadwal kapan pelaksanaannya. Kemudian dari pihak keamanan berupa apel
saya komunikasikan juga dengan PT.Murindra setiap pergantian shift.
Karya Lestari biasanya melalui Ibu Irma jika
kita ingin melakukan monitoring ataupun
pengawasan dilapangan. proses komunikasi juga
saat ini tidak harus surat-menuyurat cukup
dengan komunikasi media sosial. Karena
memang kita tidak pernah ada agenda rutin
bersama PT.Murindra terkait membahas secara
dalam bagaimana pengelolaan yang mereka
lakukan, hal itu karena segala pembangunan
dilapangan, pengoperasian juga dilakukan oleh
mereka namun ada beberapa rencana kegiatan
yang kita lakukan bersama. Saya mengkoordinir
kegiatan yang memang wewenang BKSDA DKI
disana sebagai pelaksana monitoring,
pengawasan, dan evaluasi.
I3 Arahan biasanya langsung dilakukan sesuai
dengan tupoksi pegawai masing-masing.
Dan pembagian tugas kan sudah jelas sejak
awal perekrutan karyawan sehingga untuk
pelaksanaan masing-masing karyawan sudah
paham. Kalau untuk petugas keamanan baru
dilakukan arahan setiap apel pergantian shift

Q Apakah ada rangkap jabatan dalam Kesimpulan


pelaksanaan kerja di BKSDA DKI
I khususnya Seksi Konservasi Wilayah III?
I2 Adanya rangkap jabatan di BKSDA DKI Dalam pelaksanaannya di BKSDA
memang karena melihat dari jenis pekerjaan DKI sering terjadi rangkap jabatan
yang ada dan siapa yang bisa menangani lantaran memang kualitas pegawai
dalam hal itu. Jadi rangkap jabatan yang belum mencukupi namun secara
terkadang menyesuaikan dengan kondisi jumlah sudah mencukupi.
yang ada. Lagi pula dilingkungan
pemerintahan kan tidak bisa seenaknya
menambah pegawai karena ada undang-
undangnya tersendiri terkait itu. Oleh sebab
itu kita sebagai yang bertugas mengelola
kawasan sebisa mungkin mensiasati salah
satunya dengan melakukan rangkap jabatan
I4 Di SKW III kalau dari SDM secara kuantitas
memang sudah memenui namun secara kualitas
belum memenuhi karena kurangnya kemampuan
skill, kemamouan menggunakan teknologi, dan
berbahasa asing.
Q Adakah faktor pendukung dan Kesimpulan
penghambat dalam pengelolaan Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
I Utara?
I2 Kalau untuk faktor pendukung dalam Faktor pendukung dalam pengelolaan
pelaksanaan, kita melihat letak TWA ini Taman Wisata Alam Angke Kapuk
sangat strategis dan mudah dijangkau yakni letaknya yang strategi sehingga
apalagi minat wisatawan cukup tinggi memudahkan akses pengunjung dan
khususnya ditahun 2017 sehingga juga pembangunan sarana prasarana
oleh pemegang izin wisata.
menimbulkan peluang obyek ini tidak hanya
Penghambatnya yakni perawatan
dijadikan tempat wisata tapi juga untuk sarana-prasarana, reklamasi pantai
objek penelitian karena keunikan potensi dan juga sampah.
biotik maupun sistem kelolanya namun
untuk hambatan yang kami rasakan misalnya
adanya kegiatan proyek luar di sekitar
kawasan TWA sehingga membahayakan
kelestarian alam. Selain itu dahulu lokasi
merupakan tempat petambak liar yang dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan,adanya
dampak reklamasi pantai yang menimbulkan
air keruh, dan kegiatan promosi yang masih
kurang. Hal itulah yang kami mohonkan
kepada pengelola untuk bersama-sama
mensiasati
I3 Faktor pendukung dari pengelolaan kami
disini saat ini adanya sarana-prasarana yang
mendukung kegiatan wisata ditengah
perkotaan, kami juga menyediakan paket
penginapan, Preweeding, Wisata air dan
sebagainya sehingga kami berusaha
melakukan pembangunan dan
pengembangan di beberapa bidang misalnya
untuk pemilihan kayu-kayu disini kita
gunakan dari kayu merbau agar awet dan
mudah pemeliharaannya. Pembangunan
jembatan juga sedang kami lakukan dan
mudah-mudahan kita juga bisa terus adakan
inovasi sarana disini untuk mendukung daya
tarik. Kalau untuk hambatan kami sendiri
biasanya seperti ya pemeliharaan sarpras
yang membutuhkan dana cukup lumayan,
selain itu dampak reklamasi pantai yang
bikin kondisi air rusak dan juga ikan-ikan
mati. Selain itu masih terjadinya banjir rob
hampir setiap tahun yang bisa mencapai
betis kaki orang dewasa biasanya terjadi
dibulan desember
Q Bagaimana hubungan komunikasi yang Kesimpulan
dibangun selama ini dalam kemitraan
I dengan PT.Murindra Karya Lestari?
I2 Kalau untuk tata hubungan dengan Komunikasi antar pihak melalui
pengelola saat ini, kita sudah sangat enak komunikasi media sosial lantaran
komunikasinya, beda dengan dahulu-dahulu memang tidak ada agenda khusus
masih agak kaku dan sulit. Kalau saat ini ada pertemuan antara kedua pihak.
keperluan atau apa kita tinggal Komunikasi saat ini dalam menjaga
hubungan pengelolaan dibuat se-
komunikasikan via media sosial. Kalau
fleksibel mungkin.
untuk agenda rutin pertemuan memang tidak
ada, namun untuk membahas bagaimana
hasil dilapangan biasanya kami langsung ke
lokasi saja.
I3 Untuk komunikasi dengan pihak balai, saat
ini kami sangat terbuka dan hanya
mengkomunikasikan saja dengan ibu Ida
biasanya. Misalkan dari BKSDA ingin
kesini pagi hari sekali untuk pengawasan
satwa burung bisa saja nanti kami
komunikasikan dengan pihak penjaga
gerbang seperti itu
Q Peranan apa saja yang dilakukan oleh Kesimpulan
BKSDA DKI Jakarta terkait Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
I Utara?
I2 Dari pihak BKSDA DKI Jakarta dalam Secara keseluruhan dalam kebijakan
kemitraan ini peran kami yaitu pembuatan BKSDA DKI Jakarta melaksanakan
desain tapak blok gunanya untuk memberi dari mulai perencanaan, membuat
batas kepada pengunjung dan perusahaan desain tapak, promosi di lapangan,
jika ingin membangun sarana-prasarana pendampingan wisata, pengawasan
hingga pembinaan terhadap kegiatan
tidak melewati desain itu. Kegiatan yang
yang ada di Taman Wisata Alam
diperbolehkan pengunjung antara lain: Angke Kapuk.
kegiatan penelitian, kegiatan ilmu
pengetahuan dan pendidikan, kegiatan
penunjang budidaya penggunaan plasma
nutfah. Untuk monitoring kami lakukan
setahun tiga kali jadi monitoring ada
triwulan I-IV kemudian nanti kami lakukan
juga pengawasan, dan diakhir kami evaluasi
yang nantinya dievaluasi itu ada indikator
yang dapat dijadikan acuan apakah
pelaksanaan oleh perusahaan sudah optimal
I4 Kalau dari BKSDA sendiri karena ini kan
ada dua pihak, namun BKSDA disini
sebagai pemantau pelaksanaan dilapangan
seperti apa dan bagaimana. Kalau dari kami
ada pengawasan, monitoring, dan evaluasi.
Ada juga kegiatan penyuluhan kehutanan
tapi itu dilakukan jika ada yang
membutuhkan pendampingan misalnya
seperti wisata pendidikan kehutanan maka
kami juga bisa memfasilitasi.
I5 BKSDA nantinya setiap akhir tahun akan
mengevaluasi bagaimana pelaksanaan
pengelolaan di TWA Angke Kapuk dan juga
bagaimana kinerja dari PT.Murindra Karya
Lestari untuk nantinya diserahkan kepada Dirjen
PJLHK dan Kementrian KLHK.
Q Seperti apa perawatan sarana prasarana Kesimpulan
I yang dilakukan selama ini?
I3 Perawatan Sarana-prasarana rutin kami lakukan Sarana prasarana dirawat dengan cara
hampir setiap bulan sebagai bentuk kewajiban pengecekan secara berkala, perbaikan
kami disini, selain itu untuk beberapa sarana dari segi kayu dengan cara mengecat
yang rusak seperti rumah kayu dan alat wisata dan menggangti penggunaan kayu
air saat ini sedang kami lakukan perbaikan. merbau karena cukup sulit
Seperti karena perawatan kayu merbau yang perawatannya. Selain itu pemasangan
cukup rumit dan bahannya juga berat saat ini tangkap sampah juga dilakukan untuk
kami sedang upayakan untuk beralih ke bambu menjaga kebersihan kawasan.
yang berkualitas bagus sebagai allternatif namun
perawatannya efisien. Kalau untuk hutan
mangrove sendiri kami rutin lakukan
pembibitan, penanaman kembali hingga
pemupukan pun kami buat sendiri dari sisa-sisa
sampah yang ada. bahkan sampah plastik pun
bisa kami jadikan pupuk dengan bantuan
sedimen. Hal itu kami lakukan untuk
menghemat pengeluaran, menjaga keseimbangan
lingkungan dan mengubah sampah menjadi daya
guna. Kamipun lakukan penjualan pupuk jika
ada wisatawan biasanya dari sekolah-sekolah
yang melakukan pendidikan budidaya tanaman
dengan pupuk dan benih yang sudah kami buat
sendiri menggandeng masyarakat yang kami
berdayakan disini. Kemudian untuk pembayaran
pajaknya kami melalui distribusi tiket yang kami
lakukan sebesar Rp. 25.000,00 dengan
pembagian Rp.20.000,00 untuk perusahaan dan
Rp.5000,00 sebagai PNBP ke Negara
Q Seperti apa pengawasan yang dilakukan oleh Kesimpulan
BKSDA DKI dan PT.Murindra Karya
I Lestari?
I2 Dalam melakukan pengawasan BKSDA DKI Pengawasan dari BKSDA DKI
melalu seksi konservasi wilayah III di TWA Jakarta berupa administrasi dan
Angke Kapuk diatur dalam Peraturan Dirjen kegiatan. Selain itu juga pengawasan
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam terhadap kegiatan dan terhadap
No.P.6/IV-SET/2012 tentang Pedoman PT.Murindra Karya Lestari dan
pengawasan dan evaluasi pengusahaan nantinya akan dievaluasi.
Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Pengawasan oleh PT.Murindra Karya
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Lestari dilakukan setiap hari oleh
Wisata Alam. Pengawasan yang kami lakukan pihak keamanan melalui patroli.
antara lain terkait: keamanan kawasan dari
kerusakan. gangguan dan ancaman melalui
patroli fungsional, pengawasan terhadap
kegiatan wisata yang kami sebut dengan
monitoring terhadap PT.Murindra Karya Lestari,
pengawasan terhadap PNBP. Kalau untuk jadwal
kontrol rutin sendiri tidak ada hanya untuk tahun
ini pengawasannya dalam bentuk patrol didanai
oleh DIPA sebanyak enam (6) kali dalam
setahun. Selebihnya patrol rutin biasa dilakukan
oleh polisi hutan yang sudah dfokuskan menjadi
beberapa resort. Kalau fokus pengawasan
terhadap PT.Murindra KArya Lestari biasanya
kami terkait dengan evaluasi kinerja IPPA
setahun sekali, pencermatan dan pengesahan
dokumen RKL-RKT dan fasilitasi administrasi
untuk hal-hal yang berhubungan dengan KLHK
I3 Pengawasan yang dilakukan oleh PT.Murindra
Karya Lestari meliputi keseluruhan kawasan.
Karena kami sebagai pihak pengelola anggaplah
kami menyewa lahan yang kemudian kami olah
dan kami desain. Tentunya kami juga sangat
menjaga kawasan dari hal-hal yang dapat
berpotensi merusak kawasan. Pengawasan dari
kami diwujudkan dengan patrol 24 jam dan
pemasangan cctv dititik yang kami anggap
krusial dan mengancam kawasan seperti di dekat
kawasan reklamasi dan dekat proyek lain yang
saat ini sedang berjalan. Untuk mencegah
adanya limbah yang merusak kawasan.
Perlindungan satwa juga kami lakukan dengan
pemberian makanan secara rutin dan controlling
juga kadang dilakukan BKSDA dengan saling
me-report bersama kami. Untuk perlindungan
hutan mangrove sendiri kami pasti lakukan
pemupukan dan pembenihan bibit baru untuk
selalu melakukan perkembangbiakan tumbuhan
mangrove. Sarana dan prasaran selalu kami
lakukan pengecekan setiap bulan dan untuk saat
ini juga ada beberapa sarpras yang sedang kami
lakukan perbaikan ataupun pembangunan
misalnya jembatan dan jalan kayu di pondok-
pondok penginapan. Hal tersebut untuk
memperbaiki kualitas dan menarik pengunjung
sehingga pengelolaan dapat terus kami perbaiki

I4 Pengawasan yang dilakukan pihak BKSDA DKI


Jakarta hampir keseluruhan baik itu pengawasan
kawasan TWA, flora dan fauna, hingga ke
kegiatan wisata oleh PT. Murindra Karya Lestari
mengacu kepada Peraturan Dirjen Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam No.P.6/IV-
SET/2012 tentang Pedoman pengawasan dan
evaluasi pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan
Raya, dan Taman Wisata Alam. Dimana dalam
peratutan tersebut dari BKSDA DKI memiliki
wewenang untuk melakukan pengawasan terkait
administrasi dan teknis konservasi yang
dilakukan. Kalau dari administrasi kita melihat
dari laporan-laporan, RKL, dan RKT
PT.Murindra Karya Lestari. Untuk teknis
konservasi kami melakukan pengawasan
bagaimana teknik yang akan dilakukan, untuk
kemudian dari hasil tersebut dievaluasi paling
sedikit dilakukan sekali (1) dalam satu (1) tahun
I6 Kalau untuk pengawasan sendiri kami sebagai
polhut resort Jakarta Utara khususnya di TWA
Angke Kapuk, dalam bekerja disini kami terdiri
dari dua (2) orang polhut dan satu (1) orang juru
mudi kapal. Kegiatan pengawasan yang kami
lakukan disini terkait keamanan dan
pengendalian kawasan karena memang selama
ini juga belum pernah ada terjadi pelanggaran.
Kegaiatan pengawasan disini kami lakukan ada
dua (2) jenis yaitu pengamanan dengan
menggunakan seragam dinas dan yang tidak
menggunakan seragam. Kami kadang
melakukan pengamanan tanpa seragam dinas
karena menjaga kenyamanan pengunjung. Kalau
patroli kawasan kami lakukan tanpa
menggunakan seragam dinas. Polhut sendiri
melakukan patrol setiap delapan (8) jam sekali.
Lokasi yang kami fokuskan pengawasan
keamanannya yakni di mako, pos enam (6) yang
sangat dekat dengan reklamasi, keamanan
pengunjung dan kapal yang masuk ke perairan
yang memungkinkan mengganggu potensi satwa
dan tumbuhan yang ada.

I7 Pengawasan yang kami lakukan disini dengan


sistem bekerja 12 jam. Kalau siang hari kami
mengamankan empat (4) pos, dan malam hari
dibagi menjadi tiga (3) pos. yang paling kami
utamakan yaitu pos satu (1) untuk gerbang
utama, pos empat (4) dekat dermaga, dan pos
enam (6) dekat perbatasan. Patroli kami terbagi
menjadi patrol darat dan air. Patroli darat
dilakukan pada pukul 21.00 wib, 00.00 wib, dan
03.00 wib. Sedangkan untuk patroli air kami
lakukan setiap pukul 22.00 wib,23.30 wib dan
04.00 wib. Pengawasan pengunjung kami
lakukan dengan pemasangan cctv di dekat
dermaga, belakang kantin, dan pos pemeriksaan
tiket. Terkait keamanan pengunjung saat ini
masih terjaga paling jika terjadi kecelakaan
biasanya ketika anak kecil memberi makan
dengan jarak terlalu dekat dengan monyet dan
saat ini sudah dapat diantisipasi Untuk
kecelakaan pengunjung sampai saat ini belum
pernah ada, ancaman dari satwa liar masih bisa
kami kendalikan. Kecelakaan pengunjung
sendiri paling yang terjadi seperti anak kecil
kena cakaran monyet karena memberi makan
terlalu dekat. Kemudian menjelang lokasi tutup
juga biasanya kami lakukan patrol setiap jam
lima (5) sore tujuannya untuk mengontrol
pengunjung dikhawatirkan ada yang tersesat.
Q Adakah selama ini motivasi karyawan baik Kesimpulan
itu berupa uang insentif atau kegiatan family
I gathering?
I7 Untuk kegiatan Family gathering, saat ini belum PT.Murindra Karya Lestari belum
pernah dilakukan lantaran waktu yang agak sulit. pernah melakukan kegiatan family
Saya menyadari ketika orang-orang berlibur gathering lantaran selalu berusaha
justru kamilah yang harus menjaga dan menjadi siap menyediakan jasa wisata bagi
tempat liburan mereka masyarakat
I9 Kegiatan family gathering belum pernah
diadakan karena sebagai penyedia jasa wisata
malah sulit meluangkan waktu mengutamakan
wisatawan saja terlebih dahulu.
Q Bagaimana hasil kemitraan selama ini dalam Kesimpulan
I laporan evaluasi?
I5 Hasil evaluasi menunjukkan kemitraan Hasil evaluasi menunjukkan kategori
memperoleh nilai kategori sedang. karena sedang
memang terkena halangan dari kegiatan
pemberdayaan masyarakat dan dari BKSDA
DKI Jakarta mengerti akan kondisi itu dan sudah
pernah kami cari solusi bersama. Sedangkan
untuk PNBP sendiri selalu mengalami
peningkatan yang tertinggi di tahun 2017
CURRICULUM VITAE

Nama : Unzizah

Tempat Tanggal Lahir : Purworejo, 25 Agustus 1997

Alamat : Kp. Duri Kosambi RT 003/014 No. 21.

Kel. Duri Kosambi Kec. Cengkareng

Jakarta Barat. Kode pos: 11750

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Pekerjaan : Mahasiswa

Institusi : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

NIM : 6661150105
Fakultas/ProgramStudi: Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik/ Administrasi Publik

PENDIDIKAN

2003-2009 SDN KALIDERES 10 PAGI

2009-2012 SMP NEGERI 169 JAKARTA

2012-2015 SMA NEGERI 95 JAKARTA

2015-2019 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Anggota Karya Ilmiah Remaja SMAN 95 JAKARTA


2. Anggota Karya Ilmiah Remaja Tingkat Jakarta Barat Tahun 2012

KOMPETENSI
Microsoft Office

Anda mungkin juga menyukai