Oleh
NIM 6661120378
(Q.S 55:13)
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkah, rahmat dan
Administratif Jakarta Utara tanpa menemukan hambatan dan kesulitan yang berarti.
Implementasi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak di Kelurahan Sungai Bambu Kota
pihak yang telah memberikan arahan, bimbingan, pelajaran, serta motivasi dan
dukungan dalam upaya penyusuna skripsi ini. Untuk itu peneliti mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. DR. Agus Sjafari S.Sos M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
3. Rahmawati, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
vi
4. Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
8. DR. Abdul Apip, M.Si selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang selalu
10. Semua Dosen dan Staff Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
11. Bapak Jumadi S.E., M.Si Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan
vii
12. Hendry Novtrizal, Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan
Kota Administratif Jakarta Utara yang telah berbaik hati meluangkan waktu
13. Bapak Fakhrudin, Kepala Kantor KB Jakarta Utara yang telah memberika
14. Ibu Rita Nirmala, Kepala Suku Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan
16. Ibu dr. Atika, Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat Suku Dinas Kesehatan
17. Ibu Mila, Kepala Seksi Taman Suku Dinas Pemakaman dan Pertamanan
Jakarta Utara yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjawab semua
18. Ibu Rohani Utami, Ketua TP PKK Jakarta Utara atas kebaikan hati dan sikap
menyenangkan.
19. Bapak Bambang Chidir, Kepala Perpustakaan Daerah Jakarta Utara yang telah
viii
20. Bapak Sumarno, Lurah Sungai Bambu atas informasi yang diberikan.
21. Bapak Hasan Basri Umar, Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta Bidang
Kesra Komisi E yang telah memeberikan informasi dari sisi legislatif kepada
penulis.
22. Bapak Zamrud, Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) Jakarta Utara
23. Ibu Widiastuti, Senior Officer CSR PT. Citra Marga Nusaphala Persada yang
24. PT. Pembangunan Jaya yang telah memberikan data dan informasi kepada
peneliti.
25. Kedua orang tua yang selalu membimbing dan mendoakan anaknya hingga
pada saat penyusunan proposal penelitian ini. Dan juga Mas Gama yang terus
Terima kasih Annya, Icim, Faiqa, Aelda, Karima, Riris love you so much
Fahmay yang tiada lelahnya mendengarkan curahan hati dan drama kehidupan
ix
28. Sahabat-sahabatku dari Marnala Kost yang selalu mendoakan dan memberi
motivasi serta selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ayu,
Penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat kekurangan. Oleh karena itu
peneliti mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis
meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam proposal skripsi ini terjadi
Terimakasih.
x
ABSTRAK
xi
ABSTRACT
This research was aimed to analyzed how the implementation of Integrated Child
Friendly Public Space in Northern Jakarta City. Researcher used the theory of
implementation from Jones (1991) which consists the pillars of the organization,
interpretation and application. The method used is descriptive method with
qualitative approach. The result of research concluded that the implementation of the
program of Integrated Child Friendly Public Space (ICFPS) in Northern Jakarta City
is still not optimal. On the dimension of the organization, the training conducted to
train the managers of ICFPS still less. Then the related Government from Northern
Jakarta City not allocate a budget for ICFPS. On the dimension of the interpretation,
the counting method for the number of visitors still use manual methods which are
not very effective in results. On the dimension of the application, the socialization of
ICFPS functions did by the government of Jakarta is still not optimal.
xii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................ xi
ABSTRACT ....................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN
DASAR PENELITIAN
xiii
2.1.1 Konsep Kebijakan Publik ....................................................... 16
xiv
3.4.2 Definisi Operasional .............................................................. 68
3.4.2.2 Interpretasi................................................................. 69
BAB IV PEMBAHASAN
xv
4.5 Implementasi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Kota
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Jumlah Kasus Anak Oleh P2TP2A DKI Jakarta 2012-2014 ..................... 2
Tabel 1.2 Provinsi Pilot Project Pengembangan Kab/Kota Layak Anak (KLA) .............. 4
Tabel 1.3 Data Jumlah Penduduk Usia Anak di Jakarta Utara 2015 ................................. 6
Tabel 1.4 Data lokasi, CSR dan Waktu Peresmian RPTRA 2015 ..................................... 10
Tabel 4.1 Data Kecamatan dan Kelurahan di Kota Administratif Jakarta Utara ............... 84
Tabel 4.3 Data Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Jakarta Utara ...................... 86
Tabel 4.6 Jumlah Pengunjung RPTRA Sungai Bambu 2016 ............................................ 139
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 196 Tahun 2015
Lampiran 10 Perjanjian Kerjasama Antara PT. Pembangunan Jaya dengan PT. Citra
Marga Nusaphala Persada Tbk dengan PT. Toyota Manufacture Motor
Indonesia
xix
1
BAB I
PENDAHULUAN
Republik Indonesia. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Provinsi DKI Jakarta
adalah masalah kemacetan, banjir, dan salah satunya mengenai isu kritis mengenai
pemenuhan hak-hak anak. Hak-hak anak menjadi sesuatu yang sangat penting untuk
dipenuhi karena karakter dan kualitas pembangunan suatu bangsa dan Negara sangat
sumber daya manusia harus dipersiapkan sedini mungkin bahkan sejak masa kanak-
kanak.
Anak, anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang
masih dalam kandungan. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa pada umumnya
untuk dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Hal ini
sebagaimana hak-hak dasar anak yang mencakup hak tumbuh kembang, partisipasi.
Anak dapat dilihat menjadi sosok yang lemah karena kedua faktor tersebut sehingga
Anak yang dapat dilihat lemah tersebut dapat menjadi sangat rentan akan
Tabel 1.1
Jumlah Kasus Anak di DKI Jakarta yang Ditangani P2TP2A
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah kasus yang menimpa
anak mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2011 hingga tahun 2014.
Berdasarkan data pada tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa masih banyak anak
yang mengalami tindak kekerasan di Provinsi DKI Jakarta. Jenis kasus yang dihadapi
lari anak dibawah umur, penganiayaan, pemanfaatan anak untuk jaringan obat-obatan
terlarang, pelibatan anak dalam gerakan masa dan sebagainya. Dengan masih
merebaknya tindak kekerasan pada anak, maka sudah tentu dapat dipastikan bahwa
berkembang sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Banyak anak-
karena terbatasnya ruang publik yang ramah anak. Di DKI Jakarta sendiri belum
tersedianya fasilitas bermain yang layak atau ramah anak menjadi salah satu kendala
dalam pemenuhan hak-hak anak. Hak-hak anak telah disetujui dalam Konvensi Hak
Anak (KHA) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1989. Terdapat 54
pasal dan Komite Hak Anak PBB mengelompokkan KHA ke dalam 8 klaster. Hak-
hak anak tersebut harus terpenuhi dan menjadi kewajiban bagi Pemerintah untuk
mewujudkan hal tersebut. Hak-hak anak tersebut harus dipenuhi guna menunjang
kehidupan anak khususnya tumbuh dan kembang anak. Tumbuh kembang anak
menjadi sangat penting karena diharapkan dengan proses tumbuh kembang yang baik,
Pemrintah pun menggulirkan kebijakan Kota Layak anak (KLA) sebagai salah
satu solusi dalam memberikan perlindungan dan pengembangan potensi anak sesuai
dengan aspek legalitas hak anak yag mendasarinya. Kota Layak Anak menjadi salah
4
Tabel 1.2
10 Provinsi Pilot Project Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA)
No Nama Provinsi
1DK DKI Jakarta
22 2 Banten
3 Jawa Barat
4 Jawa Tengah
5 Jawa Timur
6 Sumatera Utara
7 Bali
8 Kepulauan Riau
9 Kalimantan Timur
10 Daerah Istimewa Yogyakarta
Provinsi DKI Jakarta termasuk salah satu Provinsi yang ditunjuk untuk
Administrasi Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. Hal tersebut sesuai
dengan yang tercantum di dalam Keputusan Gubernur Nomor 394 tahun 2011 tentang
Penunjukan Kota Administrasi Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Jakarta Selatan
Nomor 736/2013 tentang penunjukan Kota Administrasi Jakarta Timur, Jakarta barat
dan Kepulauan Seribu sebagai Pengembangan Kota Layak Anak berikutnya, serta
Gugus tugas KLA Provinsi DKI Jakarta mengatur tentang tugas dan peran
SKPD serta lembaga terkait untuk menangani pengembangan KLA. Salah satu SKPD
yang berperan sebagai leading sector dari program KLA ini adalah Badan
DKI Jakarta.
kebijakan Kota Layak Anak menjadi strategi penting Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta dengan mengintegrasikan seluruh komitmen dan potensi sumber daya para
pihak baik dari Pemerintah, masyaraat maupun dari pihak duinia usaha melalui sistem
fasilitas fisik dan non fisik secara terpadu. Seluruh kebijakan dan langkah strategis ini
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang pertama kali diresmikan
oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah RPTRA yang berada di Kota
menjadi RPTRA pilot projcet yaitu RPTRA percontohan yang terletak di Kota
Administrasi Jakarta Utara. Jakarta Utara merupakan salah satu wilayah Kota
Administrasi pengembangan Kota Layak Anak dan Kelurahan Sungai Bambu pun
menjadi salah satu pilot project Kelurahan ramah anak di DKI Jakarta. Anak
Tabel 1.3
Jumlah Penduduk Usia Anak 0-17 Tahun di Kota Administratif Jakarta
Utara Tahun 2015
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah anak yang tidak
Salah satunya adalah terbatasnya lahan yang difungsikan sebagai tempat bermain
yang ramah anak di Provinsi DKI Jakarta. Dengan adanya permasalahan tersebut,
tentunya Provinsi DKI Jakarta belum dapat di kategorikan sebagai Kota Layak Anak.
Karena anak-anak tidak mempunyai tempat untuk bermain sehingga dapat memicu
terjadinya kekerasan pada anak dan berbagai macam hal-hal yang tidak diinginkan
predikat Kota Layak Anak (KLA). Untuk mendapatkan predikat Kota Layak Anak
indikator Kota Layak Anak yang terdapat di dalam Peraturan Menteri Negara
Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, yaitu pada pasal 5 ayat 2
masyarakat dalam pemenuhan hak anak dan keterlibatan dunia usaha dalam
pemenuhan hak anak. Dan pada pasal 5 ayat 2 huruf b mengenai klaster hak anak
meliputi kesehatan dasar dan kesejahteraan dan pendidikan dan pemanfaatan waktu
luang dan kegiatan budaya. Pemenuhan keempat indikator tersebut adalah dengan
kota dalam upaya penyediaan fasilitas dan sarana penunjang kebutuhan masyarakat.
8
bermain di tempat yang aman. Keadaan tersebut tentunya menjadi penghalang DKI
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) merupakan ruang publik yang
dapat dimanfaatkan fungsinya oleh masyarakat umum, mulai dari anak-anak sampai
Ruang publik tersebut termasuk kategori ramah anak karena di dalamnya terdapat
taman bermain dan lapangan olahraga yang di khususkan sebagai tempat bermain
yang aman untuk anak dan juga terdapat fasilitas edukasi untuk anak seperti,
juga dapat membaca buku. Anak-anak pun dapat mendapatkan edukasi-edukasi selagi
bermain. Selain itu, RPTRA juga merupakan ruang publik yang bebas dari asap
rokok. Hal tersebut yang menjadikan RPTRA memang suatu fasilitas ruang publik
Hal tersebut memenuhi indikator Kota Layak Anak Peraturan Menteri Negara
huruf (e) yaitu tersedia fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak,
di luar sekolah yang dapat diakses semua anak. Kemudian juga memenuhi indikator
Anak Republik Indonesia pasal 10 huruf (g) jumlah anak dari keluarga miskin yang
Tidak hanya untuk anak-anak saja RPTRA juga dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat dari berbagai kalangan usia. Untuk usia remaja, dapat memanfaatkan
lapangan-lapangan olahraga yang ada. Untuk kalangan ibu dan bapak dapat
disediakan khusus untuk Lansia. RPTRA juga dibangun sebagai sarana berkumpul
sikap individualisme masyarakat perkotaan dan juga sebagai lokasi tanggap darurat
terhadap bencana.
dengan indikator KLA pada Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia pasal 6 huruf (g) yaitu keterlibatan dunia
usaha dalam pemenuhan hak anak. Keterlibatan dunia usaha ini dalam memberikan
CSR untuk pembangunan RPTRA ini memperlihatkan bahwa dunia usaha sektor
10
pengembangan RPTRA baik berupa sumbangan fisik dan non fisik diatur dalam
secara aktif agar RPTRA menjadi milik bersama masyarakat yang harus
dana, namun proses pembuatan RPTRA dari tahap perancangan hingga tahap
dari masyarakat dan beberapa universitas. Berikut ini merupakan enam RPTRA yang
Tabel 1.4
Data Lokasi, CSR, dan Waktu Peresmian RPTRA Tahun 2015
NO NAMA KECAMATA KELURA ALAMAT KOTA CSR WAKTU
RPTRA N HAN PERESM
IAN
1 RPTRA Tanjung Priok Sungai Jl. Jati Jakarta PT. 13 Mei
Sungai Bambu Raya Rw Utara Pembangun 2015
Bambu 06 an Jaya,
PT. Toyota
Motor
Manufactur
11
ing
Indonesia
dan PT.
Citra
Marga
Nusaphala
Persada
2 RPTRA Cilandak Gandaria Jl. Bahari Jakarta PT. 21 Mei
Bahari Selatan Raya RT Selata Pembangun 2015
009 RW n an Jaya
07
3 RPTRA Gambir Cideng Jl. Makian Jakarta PT. 30 Mei
Cideng No. 1 RT Pusat Pembangun 2015
002 RW an Jaya
005
4 RPTRA Kembangan Kembanga Jl. Gang Jakarta PT. Gajah 5 Juni
Kemban n Utara Kompas Barat Tunggal 2015
gan RT 007
5 RPTRA Kepulauan Untung Pulau Kepul PT. 10
Amiterd Seribu Selatan Jawa Untung auan Pembangun Oktober
am Jawa Seribu an Jaya 2015
6 RPTRA Kramat Jati Cililitan Jl. Buluh Jakarta PT. 22
Cililitan RT 10 Timur Pembangun Oktober
RW 16 an Jaya 2015
Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana
(BPMP-KB) Provinsi DKI Jakarta
Untuk RPTRA Sungai Bambu yang terletak di Jakarta Utara, terdapat tiga
pihak swasta yang terlibat yaitu, PT. Pembangunan Jaya dengan dana CSR sebesar
Rp. 412.154.795 (Empat ratus dua belas juta seratus lima puluh empat ribu tujuh ratus
sembilan puluh lima rupiah). PT. Citra Marga Nusaphala Persada dengan dana
sebesar Rp. 220.000.000,- (Dua ratus dua puluh juta rupiah), dan PT. Toyota Motor
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak dikelola oleh pengelola yang ditetapkan
dengan SK Gubernur dengan proses seleksi sesuaikan dengan ketentuan. Pada tigkat
kebersihan yang ditugaskan di setiap RPTRA yang biasa disebut Petugas Penanganan
Sarana dan Prasarana Umum (PPSU). Namun diharapkan RPTRA juga dijaga dan
dipelihara bersama oleh masyarakat sekitar. Sehigga masyarakat dapat ikut berperan
aktif dalam pemeliharaan RPTRA. Hal tersebut sesuai dengan indikator KLA pada
Republik Indonesia pasal 6 huruf (f) yaitu keterlibatan lembaga masyarakat dalam
sebagai locus penelitian karena Kota Administrasi Jakarta Utara merupakan salah
satu Kota Administrasi pengembangan Kota Layak Anak sesuai dengan Keputusan
Gubernur Nomor 394 Tahun 2011. Selain itu, di Kota Administrasi Jakarta Utara
terdapat satu RPTRA percontohan yang telah dibangun, diresmikan, dan programnya
pun sudah berjalan yaitu RPTRA di Kelurahan Sungai Bambu, Kecamatan Tanjung
Priok. RPTRA tersebut berada di kawasan RW 06, lokasi berada di tanah seluas
+3838.68 m2. Lokasi RPTRA tersebut merupakan salah satu daerah berpenduduk
padat yang ada di DKI Jakarta. Lokasi berpenduduk padat ini dipilih karena di
13
kawasan tersebut belum terdapat ruang terbuka untuk bermain yang mendorong
tumbuh kembang anak, belum terdapatnya sarana kesehatan dan pendidikan yang
memadai, tidak adanya ruang berkumpul bagi warga yang dapat mencukupi
kebutuhan sosial bermasyarakat, dan belum adanya ruang untuk menampung kondisi
cepat tanggap darurat ketika terjadi bencana banjir dan kebakaran juga bencana
lainnya.
didirikannya RPTRA.
2. Penerapan peraturan yang dibuat oleh petugas RPTRA dalam hal ini adalah
menjaga RPTRA atau staff lapangan masih belum tepat dan tidak sesuai
masalah penelitian yaitu tentang Implementasi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
teori yang telah ada sehingga memperkaya hasil-hasil ilmu pengetahuan yang
baru.
b. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti-
peneliti lain yang menjadikan implementasi suatu program Pemerintah Daerah
maupun program Pemerintah Pusat sebagai objek penelitiannya, dan juga
dapat meningkatkan kualitas belajar, referensi berpikir, serta memberikan dan
menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti dan mahasiswa lainnya. Dan juga
dapat memberikan masukan bagi para pengelola RPTRA baik di tingkat
Provinsi maupun di tingkat kota administrasi untuk menjadikan RPTRA
menjadi salah satu program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dapat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
16
BAB II
fenomena secara sistematis. Berikut akan peneliti paparkan teori-teori yang peneliti
proses kegiatan atau tindakan yang bersifat administratif, ilmiah dan politis yang
dibuat oleh pembuat kebijakan (policy maker) dan pemangku kebijakan terkait
diusulkan oleh sekelompok masyarakat seperti yang diungkapkan oleh Carl Friedrich
berikut ini.
diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan
atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu, Carl Friedrich dalam
Winarno (2014:20).
tersebut, dapat dikatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Friedrich ini menyangkut
dimensi yang luas karena kebijakan tidak hanya dipahami sebagai tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh kelompok maupun oleh individu.
dalam hal ini masyarakat juga dapat dilibatkan dalam perumusan suatu kebijakan.
Untuk lebih memahami pengertian kebijakan publik yang luas dengan , maka berikut
akan dijelaskan pengertian kebijakan publik menurut para ahli kebijakan pada
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok
18
aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan,
berisi mengenai keputusan yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu dari adanya
suatu permasalahan dan dibuat oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor yang
bahwa kebijakan publik merupakan suatu tindakan yang dilaksanakan oleh aktor
19
kebijakan publik. Salah satu definisi tersebut diberikan oleh Thomas R. Dye dalam
pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan
bersama tampil berbeda (what government do, why they do it, and what difference it
makes). Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa apapun yang dilakukan oleh
pemerintah atau keputusan apapun yang dilakukan oleh pemerintah hal tersebut
dipikirkan dan memiliki alasan tersendiri yang tentunya pada akhirnya diharapkan
bahwa:
dibuat oleh individu atau kelompok dan juga kebijkaan itu bisa terbentuk dari
kebijakan yang memang sudah ada atau kebijakan yang baru yang tujuannya tetap
Charles L. Cochran dan Eloise F. Malone dalam Nugroho (2012:121) public policy
tersebut dapat diketahui juga bahwa kebijakan publik berisikan tentang keputusan
politik yang dibuat untuk membuat suatu program yang nantinya program tersebut
21
kebijakan, peneliti dapat menarik sebuah pengertian yang singkat dan umum bahwa
kebijakan publik adalah sebuah instrumen yang dikeluarkan oleh pemerintah yang
memiliki beberapa tahapan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnnya.
Karena secara umum, kebijakan publik merupakan suatu proses yang kompleks,
dinamis, dan dalam pembuatannya pun dipengaruhi oleh beberapa aktor pembuat
dihasilkan pun tidak hanya sebatas regulasi-regulasi yang tertera diatas kertas saja
Perumusan
Kebijakan
Implementasi
Isu Kebijakan Kebijakan
Evaluasi
Kebijakan
Gambar 2.1
Tahapan Kebijakan Publik
Sumber: Nugroho (2012:185)
Gambar 2.1 di atas dapat dijelaskan dalam sekuensi berikut:
1. Isu kebijakan. Disebut isu apabila bersifat strategis, yakni bersifat mendasar,
menyangkut banyak orang atau bahkan keselamatan bersama, (biasanya)
berjangka panjang, tidak bisa diselesaikan oleh orang-seorang, dan memang
harus diselesaikan. Isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk diselesaikan.
Isu kebijakan ini terdiri atas dua jenis, yaitu problem dan goal. Artinya
kebijakan publik dapat berorientasi pada permasalahan yang muncul pada
kehidupan politik, dan apat pula berorientasi pada goal atau tujuan yang
hendak dicapai pada kehidupan publik.
2. Isu kebijakan ini kemudian menggerakan pemerintah untuk merumuskan
kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut. rumusan
kebijakan ini akan menjadi hukum bagi seluruh Negara dan warganya
termasuk pimpinan Negara.
3. Setelah dirumuskan, kebijakan publik ini kemudian dilaksanakan baik oleh
pemerintah atau masyarakat maupun pemerintah bersama-sama dengan
masyarakat.
4. Namun, dalam proses perumusan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan
diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus baru untuk dinilai apakah
23
Berdasarkan gambar 2.1 di atas dapat dilihat bahwa siklus kebijakan publik
selalu berjalan seperti pada gambar tersebut guna mendapatkan hasil kebijakan yang
gambar tersebut dapat dilihat awal dari sebuah proses kebijakan adalah adanya isu
kebijakan. Seperti yang diungkapkan oleh Mulyadi (2015:5) isu kebijakan menjadi
embrio awal bagi munculnya masalah-masalah publik. Isu kebijakan tersebut muncul
dari permasalahan yang datang dari masyarakat dimana masyarakat muai merasakan
kebijakan tersebut akan dipilih, pilihan isu tersebut berdasarkan isu mana yang lebih
penting dan lebih serius maka isu tersebut lah yang akan dibahas dalam agenda
setting atau agenda kebijakan. Meurut Lester dan Stewart dalam Mulyadi (2015:6)
menyatakan bahwa suatu isu akan mendapat perhatian bila memenuhi kriteria berikut:
1. Bila suatu isu telah melampaui suatu proporsi suatu krisis dan tidak dapat
terlalu lama dibiarkan. Misalnya kebakaran hutan.
2. Suatu isu akan mendapat perhatian bila isu terseut memiliki sifat
partikularis,dimana isu tersebut menunjukkan dan mendramatisir isu yang
lebih besar. Misalnya isu mengenai kebocoran lapisan ozon dan pemanasan
global.
3. Mempunyai aspek emosional dan mendapat perhatian media massa karena
faktor human interest.
24
kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu. Roger
1. Agenda Sistemik
Terdiri dari semua isu yang menurut pandangan anggota-anggota masyarakat
berada dalam yuridiksi wewenang pemerintah yang secara sah ada. Agenda ini
terdapat dalam setiap sistem politik di tingkat nasional dan di daerah. Agenda
masalah hanya aka nada apabila masalah tersebut diajukan kepada lembaga
lembaga merupakan agenda tindakan yang memiliki sifat lebih khusus dan lebih
pembuat kebijakan. Alokasi waktu yang diberikan terbatas, serta agenda selalu sarat
dengan masalah. Hal ini terjadi karena masalah-masalah telah tercantum lama dalam
masalah-masalah lama tersebut telah mendapat perhatian yang cukup besar dan para
kenaikan gaji pegawai dan alokasi anggaran belanja. Agenda ini biasanya dikenal
perumusan kebijakan atau juga biasa disebut dengan formulasi kebijakan. Perumusan
kebijakan merupakan salah satu tahap yang penting dalam pembentukan kebijakan
Winarno (2014:123-126):
26
tentunya sudah di sahkan oleh pemerintah. Karena tahap implementasi kebijakan ini,
merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Karena banyak
kebijakan yang telah mampu dibuat oleh pemerintah namun kemudian ternyata tidak
tahap berikutnya adalah tahap evaluasi dimana dapat dinilai bagaimana hasil dari
apapun suatu substansi kebijakan publik yang dibuat atau diformulasikan, hal tersebut
diungkapkan oleh Jones dalam Mulyadi (2015:45): “those activities directed toward
hasilnya). Seperti halnya Jones, Mulyadi (2015:46) pun beranggapan serupa bahwa
kebijakan publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak sehingga
mempunyai dampak yang sesuai dengan apa yang menjadi tujuan. Jadi dapat
“the execution of policies is as important if not more important than policy making.
Policies will remain dreams or blue print file jackets unless they are implemented”
(pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih
penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian
atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak dapat
diimplemetasikan).
Pandangan tersebut menekankan bahwa kebijakan merupakan suatu tahapan dalam
kebijakan publik yang sangat penting. Jangan sampai kebijakan publik hanya menjadi
arsip-arsip atau dokumen saja. Hal tersebut sesuai juga dengan apa yang disampaikan
oleh Edwards III dalam Mulyadi (2015:47) bahwa tanpa implementasi yang efektif
yang nyata (tangible output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan
setelah dikeluarkannya pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi
upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat.
29
masih dalam Mulyadi (2015:47-48) penekanan utama kedua fungsi ini adalah kepada
kebijakan itu sendiri, kemudian hasil yang dicapai dan dilaksanakan oleh
tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.
sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan. Hal tersebut tampak senada dengan apa
yang disampaikan oleh Van Meter Van Horn (Grindle, 1980:6) dalam Mulyadi
mudah.
memang proses implementasi kebijakan bukanlah hal yang mudah. Seperti yang
kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang
disebutkan oleh Lester dan Stewart (Winarno, 2014:219), pelaku dalam implementasi
kebijakan.
kebijakan memegang peranan yang cukup vital dalam proses kebijakan. Tanpa
disusun hanya akan menjadi berkas-berkas yang disimpan oleh para pembuat
kebijakan.
31
pelaksanaan, isi, dan dampak suatu kebijakan dengan adanya penekanan pada „proses
akivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang
sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri (Agustino, 2008:139). Dapat
disimpulkan bahwa, kebijakan publik merupakan suatu proses kebjakan publik yang
paling penting antara suatu Negara dengan Negara lain tidak terletak pada bentuk
atau ideologinya, tetapi pada tingkat kemampuan Negara ini untuk melaksanaan
mengimplementasikan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh seuah pilot
biro, cabinet, atau presiden Negara itu. Berdasarkan pendapat Huntington tersebut
dapat diketahui bahwa proses implementasi kebijakan merupakan proses yang cukup
kebijakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan atau yang ingin dicapai. Peralatan
kebijakan ini berhubungan dengan sumber daya manusia, khususnya sumber daya
aparatur dan organisasi. Sumber daya manusia aparatur atau aparatur pemerintah
adalah subjek dan juga sekalgus objek dalam implementasi kebijakan. Sebagai
(acceptability) terhadap suatu kebijakan. (Hogwood dan Gunn dalam Abidin, 2012:
152).
formal diakui oleh pihak-pihak lain untuk menggunakan peralatan yang tersedia
misalnya organisasi atau instansi pusat, organisasi daerah tingkat provinsi, organisasi
kebijakan publik, terdapat dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Secara umum dapat digambarkan
sebagai berikut:
33
Kebijakan Publik
Kebijakan
Publik Program
Penjelas
Proyek
Kegiatan
Pemanfaat
(Beneficiari
es)
Gambar 2.2
Sekuensi Implementasi Kebijakan
Sumber: Nugroho (2012: 675)
Kebijakan publik dalam bentuk Undang-Undang atau Peraturan Daerah (Perda)
adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering
Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain. Rangkaian Implementasi pada gambar 2.2
diatas dapat dilihat dengan jelas, yaitu dimulai dari program yang dibuat, lalu ke
Menurut Abidin (2012 : 148), secara umum kebijakan dianggap berkualitas dan
1. Tujuan yang ingin dicapai atau alasan yang dipakai untuk mengadakan kebijakan
itu. Tujuan atau alasan suatu kebijakan dapat dikatakan baik jika tujuan atau
alasan itu memenuhi kriteria berikut:
a. Rasional. Artinya, tujuan tersebut dapat dipahami atau diterima oleh akal
sehat. Ini terutama dilihat dari faktor-faktor pendukung yang tidak
mempertimbangkan faktor pendukung, tidak dapat dianggap sebagai
kebijakan yang rasional.
b. Diinginkan (desirable). Tujuan dari kebijakan tersebut menyangkut
kepentingan orang banyak, sehingga memperoleh dukungan dari banyak
pihak.
2. Asumsi yang dipakai dalam proses perumusan kebijakan itu realistis. Asumsi
tersebut tidak mengada-ada. Asumsi ini menentukan tingkat validitas suatu
kebijakan.
3. Informasi yang digunakan cukup lengkap dan benar. Suatu kebijakan atau sudah
kadaluarsa (out of date). Sementara itu, kebijakan yang didasarkan pada
informasi yang kurang lengkap boleh jadi tidak sempurna atau tidak tepat.
dan efisiensi pelaksanaan kebijakan itu sendiri. Apakah kebijakan tersebut dalam
pelaksanaannya sudah tepat atau tidak. Nugroho (2012: 707-709) menyatakan bahwa
35
setidaknya ada “lima tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implementasi
kebijakan. Pertama, apakah kebijakannya sendiri sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini
dimulai dari sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang
ketiga adalah tepat target, keempat adalah tepat lingkungan, dan kelima adalah tepat
proses.
bahwa implementasi kebijakan publik pada dasarnya adalah cara yang dilakukan oleh
para pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan dari suatu kebijakan yang telah
dibuat.
implementasi kebijakan publik. Model Hogwood dan Gunn dalam Nugroho (2006)
strategis yang mengarah pada praktik manajemen yang sistematis dan tidak
menunjukkan mana yang bersifat politis, strategis, teknis dan operasional. Agar lebih
mudah dimengerti, model Hogwood dan Gunn dirangkum oleh Mulyadi (2015:75)
sebagai berikut:
37
disampaikan oleh George C. Edward III dalam Subarsono (2005) (Mulyadi 2015:68-
yakni:
1. Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor
mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran
kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group)
sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran
suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh
kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok
sasaran.
2. Sumberdaya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten,
tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan,
implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud
sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya
finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan
agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi
dokumen saja.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,
seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki
disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik
38
Komunikasi
Sumber Daya
Implementasi
Disposisi
Struktur Birokrasi
Gambar 2.3
Model Implementasi George C. Edwards III
Sumber: Mulyadi (2015:69)
39
dapat disimpulkan bahwa keempat variabel yang terdapat dalam model tersebut yakni
variabel yang mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, sehingga
untuk mencapai kinerja implementasi kebijakan publik yang baik maka perlu
disampaikan oleh Van Meter Van Horn dalam Winarno (2014:158) menawarkan
suatu model dasar implementasi yang mempunyai enam variabel yang membentuk
diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dari berbagai variabel yang
menjadikannya menjadi dimensi yang lebih umum yakni, organisasi, interpretasi dan
1. Organisasi
Pembentukan atau penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode
untuk menjadikan program berjalan.
2. Interpretasi
Menafsirkan agar program (seringkali dalam hal status) menjadi rencana dan
pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan.
3. Aplikasi/Penerapan
Ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan
dengan tujuan atau perlengkapan program.
Untuk lebih memahami ketiga variabel yang disampaikan oleh Jones tersebut,
2.1.2.1 Organisasi
pemerintahan telah identik dengan istilah birokrasi. Weber dalam Jones (1991:305)
melihat bahwa birokrasi sebagai alat untuk mengatasi kesulitan dan tuntutan tugas
birokrasi.
“Ada hal prinsipil dari bidang juridiksi yang tetap dan resmi, ang umumnya ditata
oleh aturan-aturan, yaitu hukum-hukum dan aturan-aturan administratif, yaitu:
1. Kegiatan-kegiatan teratur, yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan irokrasi
pemerintahan, untuk didistribusikan sebagai cara yang tetap dari pelaksanaan
kewajiban resmi.
2. Penguasa, untuk memberikan perintah yang diperlukan untuk
mempertanggungjawabkan kewajiban-kewajiban tersebut dan kemudian
dibagikan dalam cara yang tetap dan serta dibatasi secara ketat oleh aturan-
aturan yang berhubungan dengan cara-cara paksaan dan sejenisnya, yang akan
dikenakan sanksi berupa pemecatan atau pembuangan bagi para pejabat yang
melakukannya.
3. Ketetapan metodis dibuat untuk keteraturan dan kesinambungan pemenuhan
kewajiban tersebut, serta pelaksanaan hak-hak yang sesuai; sehingga hanya
orang-orang yang berkualifikasi baik sajalan yang pantas ditugasi.
memberlakukan aturan, hukum dan peraturan tersebut. dalam bentuknya yang ideal
seperangkat kegiatan yang bersifat fungsional, serta sebuah bentuk organisasi yang
“ideologi departemen.”
tersebut terdapat peran birokrasi yang menjadi landasan terciptanya organisasi yang
2.1.2.2 Interpretasi/Penafsiran
tertulis diatas kertas dan organisasi sudah ada pada tempatnya. Sekarang,
implementor harus siap dengan kasus-kasus yang khusus dan masalah-masalah nyata.
kejelasan dijadikan salah satu prasyarat. Memang ada hukum tidak tertulis yang
menyatakan bahwa kian rumit suatu permasalahan sosial, kian mendua (ambigu) pula
(ambiguitas) ini akan mengantarkan para pelaksana pada kebijakan mereka sendiri,
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu patokan yang jelas harus
segera ditetapkan dan juga dipelajari oleh para pelaksana untuk kemudian
tidak jelas, para pelaksana akan menghadapi tanggung jawab yang lebih berat.
keadaan. Yang pasti hal terpenting dalam hal ini adalah perkiraan para pelaksana
Perumusan administratif yang baik serta penerapan yang efektif harus terus
lain sebagainya.
maknanya. Penafsiran yang dimaksudakan dalam hal tersebut adalah suatu hal yang
penting untuk memahami apa yang terjadi pada setiap tahapan pembuatan keputusan.
Hal tersebut ditekankan karena kita sering menganggap baha hukum, perundangan,
keputusan, pedoman serta perintah yang bersifat definitif atau yang sudah pasti.
Seringkali mereka tidak bersifat demikian, oleh sebab itu perhatian yang besar harus
diberikan kepada cara yang digunakan para pelaksana dalam menafsirkan tanggung
jawab mereka.
dalam hal penafsiran adalah bahwa studi semacam itu lebih memfokuskan perhatian
pada pengharapan para pelaksana serta yang lainnya terhadap sebuah program
kebijakan. Bentuk keperluan ini membawa seseorang pada inti substansi kebijakan,
dan juga kepada permasalahan tentang apa yang dipikirkan para pembuat kebijakan
barang dan jasa” (Ripley dan Franklin dalan Jones, 1991:324) sebagaimana tujuan-
45
tujuan yang bersifat pragmatis lainnya sebagai contoh regulasi dan pertahanan.
Aplikasi sangat erat kaitannya dengan kegiatan-kegiatan lain, yaitu sebuah pross
tidaklah terlalu luar biasa. Suatu penafsiran politis dari yang berwenang mungkin tak
suatu proses dinamis dimana para pelaksananya ataupun para petugas diarahkan oleh
kecil terhadap penerapan harfiah suatu perundangan, tetapi juga menunjukkan bahwa
mereka yang membuat upaya semacam itu akan menghadapi permasalahan dalam
organisasinya. Interpretasi ini adalah suatu varian dalam konsep adminitrasi umum
yang lebih tradisional serta ilmu manajemen yang menekankan pada terciptanya
tujuan kebijakan yang efektif dan efisien serta dilaksanakan oleh suatu pelayanan
rencana yang telah dibuat diterapkan secara nyata kepada masyarakat untuk mencapai
46
dapat terlihat juga bahwa kebijakan publik dapat diwujudkan dengan baik apabila
kebijakan dan sejauh mana para implementor menjalankan suatu kegiatan sesuai
implementasi kebijakan publik milik Charles O. Jones (1991) dengan tiga pilarnya
model teori implementasi kebijakan yang diutarakan oleh para ahli, dalam hal ini
adalah Edwards III dan Van Meter Van Horn pada intinya adalah berbicara tentang
Ibukota Jakarta untuk menjamin terpenuhinya hak anak agar anak dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
perlu dibangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sebagai upaya
mendukung Jakarta menjadi Kota Layak Anak (KLA). KLA adalah kota yang
47
komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana
secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk
menjamin terpenuhinya hak anak. Hak-hak anak merupakan bagian dari hak-hak
manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,
a. Menyediakan ruang terbuka untuk memenuhi hak anak agar anak dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan.
b. Menyediakan prasarana dan sarana kemitraan antara Pemerintah Daerah dan
masyarakat dalam memenuhi hak anak.
c. Menyediakan prasarana dan sarana kota sebagai Kota Layak Anak.
d. Menyediakan prasarana dan sarana untuk pelaksanaan kegiatan 10 (sepuluh)
program pokok PKK.
e. Meningkatkan pencapaian ruang terbuka hijau dan tempat penyerapan air
tanah dan
f. Meningkatkan prasarana dan sarana kegiatan sosial warga termauk
pengembangan pengetahuan dan keterampilan kader PKK.
Dapat dilihat bahwa tugas dari RPTRA tersebut adalah menyediakan sebuah ruang
terbuka yang menyediakan sarana dan prasarana yang tentunya ramah anak akan
tetapi dapat dimanfaatkan oleh orang dewasa dan menjadi sarana untuk warga sekitar
48
untuk berbagai kegiatan yang utamanya adalah sraana untuk bersosialisasi antar
tetangga.
dan kebencanaan. Dalam hal pelayanan ini, RPTRA tidak hanya dibangun untuk anak
saja namun RPTRA difungsikan sebagai suatu ruang terbuka publik yang multifungsi
sehingga baik dari golongan anak-anak, masyarakat dewasa hingga asyarakan lanjut
usia pun dapat ikut serta memanfaatkan RPTRA. Dalam rangka menyelenggarakan
Untuk layanan kebencanaan terdiri dari tempat mengungsi sementara saat banjir,
2.1.3.3 Pengorganisasian
Untuk menjaga agar RPTRA tetap terpelihara dan dapat dirasakan manfaatnya
Tim Pelaksana
d. Ketua : Kepala BPMPKB
e. Wakil Ketua : Kepala Biro Kesejahteraan Sosial Sekretaris Daerah
f. Sekretaris : Kepala Bidang PP PA BPMPKB
g. Anggota
1) Inspektur
2) Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
3) Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
4) Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah
5) Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
6) Kepala Dinas Pertamana dan Pemakaman
7) Kepala Dinas Kesehatan
8) Kepala Dinas Pendidikan
9) Kepala Dinas Perindustrian dan Energi
10) Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan
11) Kepala Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan
50
sejahtera.
tanaman yang ada di lingkungan RPTRA. Jadi, seluruh tanaman yang ada di
Pemakaman.
perindustrian dan energi. Dalam hal ini, perindustrian lah yang lebih
wilayah setempat.
mengelola RPTRA di bidangnya. Seperti, jaringan wifi dan kamera cctv yang
terdapat di RPTRA.
merawat RPTRA.
Suku Dinas Bina Marga bertanggung jawab atas pemeliharaan sarana dan
prasarana di RPTRA.
Suku Dinas Tata Air bertanggung jawab dengan pemeliharaan saluran air
yang terdapat di RPTRA. Air merupakan salah satu komponen yang penting
karena fungsinya untuk menyiram tanaman yang ada di RPTRA dan juga
olahraga tersebut.
54
Kabupaten Administrasi :
Daerah (SKPD) apa saja yang bertanggung jawab untuk mengurus RPTRA, baik
Administrasi. Untuk lebih memahami lebih rinci lagi, penulis akan memaparkan
55
berikut:
berikut:
a. Ketua :Lurah
b. Ketua Harian :Sekretaris Lurah
c. Wakil Ketua Harian :Kepala Seksi Perekonomian dan
Kesejahteraan Masyarakat
d. Sekretaris :Penyuluh KB
e. Anggota
1) Kepala seksi prasarana, sarana, kebersihan dan lingkungan
hidup
2) TP PKK Kelurahan
3) Unsur masyarakat
56
tahun. Konvensi hak anak adalah perjanjian antar bangsa-bangsa mengenai hak-hak
anak. Hak-hak anak melekat dalam diri anak, hak-hak anak merupakan Hak Asasi
Manusia dan hak anak dapat menjamin hak asasi anak. Anak di seluruh dunia adalah
57
yang memiliki hak-hak. Semua masyarakat arus mengetahui bahwa anak memiliki
sejumlah hak yang sudah diakui agar menjadi landasan untuk perubahan kehidupan
anak yang lebih baik. KHA sendiri yang nantinya akan mejadi landasan atau
pedoman bagi setiap Negara yang akan membuat kebijakan khususnya mengenai
anak. Prinsip-prinsip dasar yang menyangkut hak anak adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun tanpa memandang ras, warna
kulit, jenis kelamin, suku, budaya, agama, da nasal etnik sosial (Pasal 2)
2. Hal terbaik menyangkut kepentingan anak harus dijadikan pertimbangan
(Pasal 3)
3. Setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan (Pasal 6)
4. Setiap anak memiliki hak untuk didengarkan pendapatnya (Pasal 12)
5. Anak berhak mendapatkan nama dan kewarganegaraan (Pasal 7)
6. Anak memiliki hak untuk berkarya, berpendapat dan berkumpul (Pasal
12,13,15)
7. Anak berhak mendapatkan dan mengetahui informasi yang bermanfaat (Pasal
13&17)
8. Setiap anak berhak diasuh oleh orangtua dengan penuh kasih sayang dalam
keluarga bahagia samapai dewasa (Pasal 5)
9. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan anak berhak mendapatkan
pendidikan walaupun berasal dar keluarga yang tidak mampu (Pasal 28)
10. Anak berhak untuk beristirahat dan bersenang-senang untuk terlibat dalam
kegiatan-kegiatan bermain dan rekreasi yang layak untuk usia anak yang
bersangkutan untuk turut serta secara bebas dalam kehidupan budaya dan seni
(Pasal 31)
Hak-hak anak yang tercantum dalam KHA sudah semestinya dipenuhi. Oleh
karena itu sudah menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk memenuhi hak-hak anak
Perlindungan Anak sebagai revisi atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang
Layak Anak dan Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak
Anak. Karena pada awal terencananya program RPTRA, Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta ingin menjadikan DKI Jakarta sebagai kota layak anak. Oleh karena itu
berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015 dan disempurnakan oleh
Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2016. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan
mencari beberapa jurnal penelitian yang kurang lebih membahas topik atau tema yang
relevan dengan peneliti yaitu tentang Implementasi Ruang Publik Terpadu Ramah
Anak (RPTRA) di Kota Administratif Jakarta Utara. Jurnal penelitian tersebut antara
Pertama, jurnal penelitian yang diteliti oleh Juarni Anita, Fendi Gustya, Lucy
Rahayu Erawati, dan Mega Dewi Sukma, Jurusan teknik arsitektur, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Bandung pada tahun 2012 dengan
59
judul “Kajian Terhadap Ruang Publik Sebagai Sarana Interaksi Warga di Kampung
Muararajeun Lama, Bandung”. Penelitian ini berfokus pada kurangnya ruang publik
Masyarakat tidak lagi memiliki ruang untuk berinteraksi antar sesama warga, anak-
anak tidak lagi memiliki ruang untuk bermain sehingga budaya kebersamaan dan
deskriptif dan menggunakan teori dari Stephen Carr dan kawan-kawan, dengan
diketahui bahwa lahan pada ruang publik di Kampung Muararajeun Lama ini masih
terbatas akibatnya warga sekitar kurang dapat berinteraksi dan anak-anak pun belum
mempunyai lahan bermain yang aman. Hal tersebut dapat disiasati dengan mengelola
kembali ruang publik yang sudah ada serta melengkapi sarana dan prasarana untuk
memfasilitasi ruang publik tersebut agar aktifitas interaksi sosial warga dapat berjalan
dengan lebih baik. Hal-hal yang dapat dilakukan yaitu menata lahan terbuka milik
warga seperti halaman rumah dengan penghijauan seperti tanaman perdu, apotik
hidup, dan dapur hidup, menata dan membersihkan lahan bantaran sungai agar dapat
berfungsi sebagai jalur sirkulasi yang nyaman, melengkapi fasilitas pada ruang-ruang
publik yang sudah ada, misalnya fasilitas tempat duduk, peneduh, alat-alat bermain
anak, dan tempat berjualan non permanen bagi para pedagang keliling.
60
Kedua, jurnal penelitian yang diteliti oleh Ani Farida dari Program Studi
Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta
pada tahun 2014 dengan judul “Penerapan Konsep Child Friendly Space Pada Ruang
Publik Kampung Badran Yogyakarta”. Penelitian ini berfokus pada penerapan konsep
child friendly space pada ruang publik untuk anak-anak di kampong Badran,
Yogyakarta yang sudah berpredikat sebagai Kampung Ramah Anak sejak tahun 2011.
Pada tahun 2011 Kampung Badran mendapatkan predikat sebagai Kampung Layak
Anak karena dinilai telah memenuhi tiga aspek utama yaitu aspek kesehatan,
dalam menentukan kriteria untuk menjadikan sebuah ruang publik menjadi ideal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Ruang publik kampung Badran sudah
memenuhi konsep Child Friendly Space yaitu dalam (a) menyediakan ruang yang
aman bagi anak untuk bermain dan bersosialisasi, (b) mendukung tumbuh kembang
anak dengan menyediakan fasilitas seperti kolam renang, ayunan dan gazebo yang
mudah diakses oleh anak. (2) Ruang Publik Kampung Badran memilikki kekurangan
yaitu, (a) tidak memiliki program pendukung seperti kegiatan rutin untuk
adanya staff lapangan untuk mengawasi ruang publik Kampung Badran secara
intensif.
61
penelitian yang sedang diteliti oleh peneliti, yaitu mempunyai variabel penelitian
yang sama mengenai ruang publik yang dikhususkan untuk anak di Kampung Badran,
Yogyakarta dan ruang publik yang dikhususkan sebagai sarana berinteraksi warga di
dengan data teoritis dan atau empiris yang diberikan oleh peneliti terhadapvariabel-
2006:36).
Jakarta Utara yang dilandasi oleh Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015. Hal
tersebut didasari oleh Provinsi DKI Jakarta yang ingin mendapatkan predikat sebagai
Kota Layak Anak (KLA) dan membantu memecahkan permasalahan warga yang
tiggal di permukiman padat penduduk dimana sarana ruang publiknya yang masih
sangat minim.
Dalam kerangka berpikir ini peneliti mengambil tiga permasalahan inti, yaitu:
koordinasi antar SKPD yang terkait masih rendah dalam hal mensosialisasikan
regulasi yang dibuat oleh petugas RPTRA dalam hal ini adalah ibu-ibu PKK
Kelurahan Sungai Bambu selaku pihak yang berwenang menjaga RPTRA atau staff
lapangan masih belum tepat dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, harapan
1. Organisasi, pada indikator ini dimensi yang akan diteliti adalah penataan unit-
2. Interpretasi, pada indikator ini dimensi yang akan diteliti adalah pemahaman
1. Organisasi
2. Interpretasi
3. Aplikasi/Pelaksanaan
identifikasi masalah yang terjadi di RPTRA Sungai Bambu, dan teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teori dari Jones yang dipilih karena sesuai dengan
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Kota Administratif Jakarta Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
data yang relevan dengan msalah, hingga proses analisa data sehingga dapat
penelitian kualitatif. Menurut Bodgan dan Taylor dalam Basrowi dan Suwandi (2008)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang
Sependapat dengan definisi diatas Kirk dan Miller dalam Basrowi dan
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Kota Administrasi Jakarta Utara
berdasarkan teori implementasi dari Jones (1991) yang terdiri dari tiga pilar yaitu
Organisasi, Interpretasi, dan Aplikasi dengan didukung data yang relevan dan juga
RPTRA dan pemanfaatan ruang publik yang ramah anak tersebut di Kota
Administrasi Jakarta Utara. Dari latar belakang tersebut, maka peneliti menentukan
fokus penelitian ini pada Implementasi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak
penelitian kualitatif, karena dengan ditetapkannya lokasi penelitian berarti objek dan
penelitian. Lokus yang peneliti ambil dalam penelitian ini adalah Kota Administrasi
Jakarta Utara. Hal tersebut dikarenakan, pertama Jakarta Utara merupakan salah satu
67
Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta yang mempunyai jumlah penduduk miskin
yang paling tinggi dan yang kedua Jakarta Utara mempunyai permukiman padat
penduduk yang paling luas diantara kota-kota administrasi yang lain. Karena pada
ekonomi menengah kebawah dan masyarakat yang tinggal di permukiman padat yang
digunakan supaya tidak menjadi perbedaan penafsiran antara penulis dan pembaca.
1. Implementasi Kebijakan
anak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
Jakarta membangun sebuah ruang publik yang ramah anak sebagai sarana
tumbuh kembang anak karena ruang publik tersebut bukan hanya tempat
bermain untuk anak namun tempat yang juga memberikan berbagai edukasi
Sesuai dengan teori yang digunakan oleh peneliti, maka definisi operasional
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dimensi organisasi, interpretasi dan
aplikasi. Dimensi organisasi, interpretasi, dan aplikasi tersebut akan diukur menjadi
3.4.2.1 Organisasi
melaksanakan program
e. Peran serta beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terlibat
3.4.2.2 Interpretasi
pelaksanaan program
3.4.2.3 Aplikasi/Pelaksanaan
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain
merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu dilakukan, karena jika memanfaatkan
alat yang bukan manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu sebagai yang lazim
digunakan dalam penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan
“manusia sebagai alat” sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau objek
Sama halnya dengan apa yang disampaikan oleh Lincoln dan Guba yang
keuntungan dimana ia dapat bersikap fleksibel dan adaptif, serta dapat menggunakan
keseluruhan alat indera yang dimilikinya untuk memahami sesuatu (Satori dan
Komariah, 2010:62). Dengan demikian, peneliti sebagai key instrument yang paling
data utama baik dalam mengidentifikasi sumber data maupun menggali informasi
yang belum terdefinisikan secara jelas dalam kaitannya dengan kajian yang hendak
diteliti yaitu mengenai Implementasi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA)
sebagai orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian. Pemanfaatan informan bagi penelitian ialah agar dalam waktu
yang relatif singkat banyak informasi yang terjangkau (Basrowi dan Suwandi,
71
2008:86). Dengan kata lain, informan penelitian tersebut adalah seseorang yang
permasalahan yang hendak diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
ditentukan sejak awal sesuai dengan tema pembahasan dalam penelitian ini.
Tabel 3.1
Informan Penelitian
Ramah Anak (RPTRA) di Kota Administrasi Jakarta Utara. Berikut ini adalah
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara Penelitian
NO Dimensi Teori Pernyataan Informan
Jakarta
12. Ketua LMK Jakarta Utara
13. PT. CMNP
- Adanya SOP pelaksanaan
program yang jelas
Kesesuaian penerapan dengan 1. BPMPKB Provinsi DKI
pelaksanaan program Jakarta
2. Kepala KPMP Jakarta
Utara
3. Kepala Kantor KB
Jakarta Utara
4. Kepala Suku Dinas
Kelautan, Pertanian dan
3. Aplikasi Ketahanan Pangan
Pemantauan dan evaluasi hasil
Jakarta Utara
pencapaian program
(Pelaksanaan) 5. Kepala Suku Dinas
Komunikasi, Informatika
dan Kehumasan Jakarta
Utara
6. Kepala Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Utara
7. Kepala Bidang
Pertamanan Suku Dinas
Pemakaman dan
Pertamanan Jakarta Utara
8. Ketua TP-PKK Jakarta
Utara
9. Kepala Kantor
Perpustakaan Daerah
Jakarta Utara
10. Lurah Sungai Bambu
11. DPRD Provinsi DKI
Jakarta
12. Ketua LMK Jakarta Utara
pengumpulan data dapat dilakukan melalui setting dari berbagai sumber, dan berbagai
sumber dan berbagai cara. Dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan dengan
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang langsung
memberikan data kepada peneliti, dan data sumber sekunder merupakan sumber yang
tidak langsung memberikan data kepada peneliti (Satori dan Komariah, 2010).
Dalam penelitian ini, sumber data primer bagi peneliti yaitu melalui observasi
adalah proses pengumpulan data atau informasi tatap muka antara pihak
karena ingin mengeksplorasi informasi secara holistik dan jelas dari informan.
Sumber data sekunder dalam penelitian ini, peneliti dapatkan melalui kajian
literature, studi kepustakaan, dan dokumen resmi serta membaca juga dari
77
referensi lain seperti media massa baik yang cetak maupun online dan juga
dari karya ilmiah lainnya yang terkait dengan kebijakan, program, dan
Analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen (dalam Moleong 2010:248)
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari,
Berikut ini merupakan model analisis data yang dikembangkan oleh Miles dan
Huberman dalam Nugroho (2013:121). Teknik analisis data ini mencakup empat
melakukan penelitian data penelitian. Ini merupakan tahap awal yang harus
saja, abstraksi dan transformasi data-data kasar dari catatan lapangan. Reduksi
data perlu dilakukan karena ketika peneliti semakin lama di kancah penelitian
78
akan semakin banyak data atau catatan lapangan yang peneliti kumpulkan.
Tahap dari reduksi adalah memilah dan memilih data yang pokok, fokus pada
3. Penyajian Data (Data Display) berupa uraian singkat, bagan, hubungan kausal
terdapat hubungan kausal atau interaktif antara data dan didukung dengan
ini dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi yaitu pengecekan data dari
79
berbagai cara dan waktu (Satori dan Komariah, 2010: 170-171). Teknik triangulasi
1. Triangulasi Sumber
sumber yang masih terkait satu sama lain dalam Implementasi Ruang Publik
2. Triangulasi Teknik
yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil
melalui member check atau pengecekan keanggotaan. Tujuan member check adalah
untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh telah sesuai dengan apa yang
telah diberikan oleh informan penelitian, sehingga data yang didapat merupakan data
yang valid dan kredibel (dapat dipercaya) sesuai dengan yang telah disesuaikan dan
dari rancangan awal penelitian hingga revisi/perbaikan laporan hasil penelitian yang
80
telah selesai diteliti. Berikut ini merupakan jadwal penelitian Implementasi Ruang
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Waktu Pelaksanaan
1 Pengumuman Judul
2 Observasi Awal
3 Penyusunan Proposal
5 Seminar Proposal
6 Revisi Proposal
11 Sidang Skripsi
12 Revisi Skripsi
BAB IV
PEMBAHASAN
salah satu wilayah Kota Administratif yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta.
terdiri dari luas lautan 6.979,4 km2 dan luas daratan 154,11 km2. Daratan Jakarta
Utara membentang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 35 km, menjorok ke
darat antara 4 sampai dengan 10 km, dengan kurang lebih 110 pulau yang ada di
Kepulauan Seribu. Ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 20 meter,
dari tempat tertentu ada yang dibawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri
dari rawa-rawa atau empang air payau. Wilayah kotamadya Jakarta Utara merupakan
pantai beriklim panas, dengan suhu rata-rata 270 C, curah hujan setiap tahun rata-rata
142,54 mm dengan maksimal curah hujan pada bulan September. Kondisi wilayah
yang merupakan daerah pantai dan tempat bermuaranya tiga belas sungai dan dua
banjir kanal, menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir, baik banjir
Luas tanah daratan di Kota Administratif Jakarta Utara 154,11 km2. Dirinci
8,89% digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan dan sisanya merupakan lahan
DKI Jakarta dibentuk beberapa “Kota Administrasi”. Berbeda dengan kota otonom
yang dilengkapi dengan DPRD Tingkat II, maka kota-kota administrasi di DKI
Lembaran Daerah N0. 4/1966 ditetapkanlah lima wilayah kota administratif di DKI
Jakarta, yaitu Jakarta Psat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta
Kecamatan dan Kelurahan ini didasarkan pada asas teritorial dengan mengacu pada
jumlah penduduk yaitu 200.000 jiwa untuk Kecamatan, 30.000 jiwa Kelurahan
Tabel 4.1
Data Kecamatan dan Kelurahan di Kota Administratif Jakarta Utara
NO KECAMATAN KELURAHAN
dengan masyarakat, struktur administrasi Kota Jakarta Utara dibagi menjadi Rukun
Warga menurut Kecamatan yang dapat dilihat seperti pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2
Jumlah Rukun Warga menurut Kecamatan di Kota Administratif Jakarta
Utara
berjumlah 31 RPTRA dan akan terus dilanjutkan hingga target awal tercapai yaitu
registrasi penduduk yang terdaftar di Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Jakarta Utara adalah 1.695.291 dengan rincian 861.723 penduduk laki-laki dan
86
833.568 penduduk perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3
berikut:
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk di
Kota Administratif Jakarta Utara
Khusus Ibukota Jakarta, memiiki luas tanah daratan 154,11 km2. Dirinci berdasarkan
pertanian, lahan kosong dan sebagainya. Di wilayah Jakarta Utara sendiri tidak
banyak terdapat ruang terbuka hijau ataupun lahan bermain yang aman untuk anak.
Oleh karena itu, pembangunan RPTRA di Jakarta Utara akan sangat membantu untuk
berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang
berikut:
keluarga berencana;
keluarga sejahtera;
masyarakat kelurahan;
BPMPKB Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh seorag Kepala Badan dan
yang membantu Sekretaris Badan yaitu, Bagian Umum, Bagian Kepegawaian, Bagian
Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini:
Gambar 4.1
merupakan orang-orang yang dapat memberikan informasi terkait dengan situasi dan
latar penelitian dalam hal ini adalah tentang Implementasi Ruang Publik Terpadu
91
untuk menentukan siapa yang akan menjadi informan dalam penelitian ini.
maka peneliti memiih informan yang bekerja di Unit Kerja Perangkat Daerah
(UKPD) di tingkat Kota Administratif Jakarta Utara. Adapun informan yang telah
peneliti tetapkan yaitu terdiri dari 3 (tiga) kategori dari kategori Pemerintahan Kota
informan penelitian:
Tabel 4.4
Spesifikasi Informan Penelitian
No Kategori Informan Kode Nama Jabatan
Informan Informan Informan
1 Pemerintahan BPMPKB I1.1 Jumadi, Kabid.
Kota Provinsi DKI S.E., M.Si Pemberdayaan
Administratif Jakarta Perempuan dan
Jakarta Utara Perlindungan
Anak
KPMP Kota I1.2 Hendry Kepala KPMP
Administratif Jakarta Utara
Jakarta Utara
Kantor KB Kota I1.3 Fakhrudin Kepala Kantor
Administratif KB Jakarta
Jakarta Utara Utara
Suku Dinas I1.4 Rita Kepala Suku
Kelautan, Nirmala Dinas Kelautan,
Pertanian dan Pertanian dan
Ketahanan Ketahanan
Pangan Jakarta Pangan Jakarta
Utara Utara
Deskripsi data merupakan penjelasan tentang data yang didapatkan dari hasil
lain:
yang tepat dan dapat diterima oleh masyarakat luas serta dapat dilaksanakan.
penelitian kualitatif sehingga data yang diperoleh bersifat deskriptif dan berbentuk
kata dan kalimat yang didapatkan dari hasil wawancara, hasil observasi lapangan, dan
Miles & Huberman (Moloeng, 2013 : 307) yang terdiri dari empat kegiatan utama
yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.
Penarikan kesimpulan apabila peneliti sudah mendapatkan data jenuh, artinya telah
masalah penelitian.
mencapai tujuan-tujuan dari sebuah kebijakan. Jones (1991 : 296) menyatakan bahwa
95
tersebut sesuai dengan yang tercantum di dalam Pergub Nomor 196 Tahun 2015 dan
sama halnya dengan yang dijelaskan oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak, BPMPKB Provinsi DKI Jakarta kepada peneliti sebagai
berikut:
Pernyataan informan 1.1 di atas kemudian dibenarkan oleh Kepala Suku Dinas
Kehumasan Jakarta Utara, bahwa di dalam Peraturan Gubernur sudah jelas mengenai
tugas pokok dan fungsi dari masing-masing UKPD terkait. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Kepala Seksi Taman Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman
Jakarta Utara:
tugas pokok dan fungsinya masing-masing sesuai dengan yang tercantum di dalam
Peraturan Gubernur. Seperti yang dijelaskan oleh Kepala Kantor Keluarga Berencana
“Penataan UKPD di tingkat Kota menurut saya sudah lengkap karena sudah
ada ruang atau sekat-sekat di RPTRA itu sesuai dengan tupoksi masing-
masing unit. Contohnya seperti kantor perpustakaan sudah masuk, kemudian
kesehatan di ruang laktasi dan di ruang laktasi itu digabung dengan pelayanan
konsultasi KB atau konsultasi remaja juga konsultasi lansia. Kemudian ada
juga ruang PKK-Mart yang dikelola oleh UKM. Itu ruang yang ada di indoor.
97
Kalau ruang yang di luar gedung atau outdoor itu yang terlibat adalah Sudin
Pertamanan yang tugasnya menata taman yang ada di sekitar RPTRA.
Kemudian pohon-pohon itu dari Sudin Pertanian dan juga ada kolam gizi juga
dari pertanian”. (Wawancara dengan Informan 1.3 di Kantor KB Jakarta Utara,
31 Oktober 2016).
bahwa, penataan lintas UKPD di tingkat Kota Administratif Jakarta Utara sudah
dengan bidang dari masing-masing UKPD terkait. Oleh karena itu, masing-masing
Hal serupa juga dijelaskan oleh Kepala Kantor Perpustakaan Daerah Jakarta Utara:
bahwa KPMP selaku leading sector di tingkat Kota telah berhasil mengkoordinasikan
semua lintas UKPD yang tercantum di Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015
dan Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2016 sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya masing-masing dan apabila ditinjau dari kerjasama antar UKPD terkait,
kerjasama yang dilakukan sudah kooperatif. Informasi yang sama juga diberikan oleh
Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara berikut:
98
“Sejauh ini sudah berjalan cukup baik terbukti di dalam RPTRA itu masing-
masing SKPD sudah berperan aktif sehingga dapat dilihat dari fakta di
lapangan semua program dapat terlaksana dan berjalan”. (Wawancara dengan
Informan 1.6 di Kantor Suku Dinas Kesehatan, 25 Oktober 2016).
Menurut informasi yang didapatkan dari informan 1.6 diatas dapat diketahui
bahwa penataan unit-unit lembaga terkait sudah berjalan dengan cukup baik. hal
tersebut dapat dibuktikan dari fakta di lapangan bahwa masing-masing SKPD atau
UKPD terkait sudah berkontribusi dalam pengelolaan RPTRA dan semua program
Kelurahan (LMK) Jakarta Utara mengatakan bahwa ada beberapa kekurangan yang
masih dirasakan oleh masyarakat yakni mengenai anggaran dan teknis birokrasi,
“Sudah baik walaupun masih ada kekurangan disana-sini. Karena ini kan
memang program baru dan program ini langsung dibawahi oleh Kepala
KPMP Jakarta Utara. Yang paling penting adalah karena pembangunan ini
dibiayai oleh CSR, disini ada tiga perusahaan yang membiayai pembangunan
RPTRA Sungai Bambu. Ada CMNP, TMMIN, dan Pembangunan Jaya.
Kendala kita disini ada pada teknis birokrasi, misalnya mau minta bantuan
tidak bisa langsung karena terkendala anggaran. Tapi itu semua wajar, karena
kalau dipaksakan juga nanti malah mereka yang kena. Tapi kita sih ada aja
yang bantu dari masyarakat.” (Wawancara dengan Informan 2.1 di RPTRA
Sungai Bambu, 25 Oktober 2016).
sepenuhnya kepada pihak Pemerintah dalam hal ini merupakan Pemerintah Kota
terselesaikan dengan adanya swadaya masyarakat. Namun demikian pada tahun 2017
99
“Pemda DKI hanya mantau saja. Setelah pembangunan RPTRA selesai sudah
tidak ada koordinasi dengan pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Koordinasi CMNP hanya dengan pengelola RPTRA saja apabila ada
pengajuan dana yang diajukan oleh pihak pengelola. Setelah pembangunan
RPTRA selesai, untuk pengembangan kegiatan-kegiatan itu koordinasinya
sifatnya insidentil saja.” (Wawancara dengan Informan 3.1 di Kantor PT.
CMNP Jakarta, 10 November 2016).
pelaksanaannya saja. Tidak terjadi komunikasi lagi antara pihak Pemerintah Provinsi
dengan pihak dunia usaha. Komunikasi yang dilakukan hanyalah antar pihak dunia
peneliti analisis bahwa penataan unit-unit lembaga yang terlibat dalam implementasi
RPTRA sudah baik dan kooperatif antara satu lembaga dengan lembaga yang lain.
Mulai dari SKPD di tingkat Provinsi, UKPD di tingkat Kota Administratif, dari
tingkat Kecamatan hingga di tingkat Kelurahan. Koordinasi antar lintas lembaga ini
pun sudah baik. Hal tersebut dapat dilihat dari fakta di lapangan bahwa setiap
100
dengan baik dan kontribusi dunia usaha pun dalam hal anggaran sangat aktif terlibat.
UKPD yang terlibat pun sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi yang tertuang di dalam Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015 dan
yang ada di RPTRA Sungai Bambu dibawah pengelolaan UKPD Jakarta Utara.
Perpustakaan yang dikelola oleh Kantor Perpustakaan Daerah Jakarta Utara, Ruang
dibawah pengelolaan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan Kantor KB Jakarta
Utara. Ruang laktasi mempunyai dua fungsi karena letak RPTRA yang berdekatan
ruang laktasi sebagai tempat menyusui, jadi ruang laktasi difungsikan juga sebagai
ruang untuk konsultasi KB. Kemudian untuk lokasi outdoor di RPTRA khususnya
taman dan tanaman-tanaman TOGA, holticultura dan kolam gizi dikelola oleh
kerjasama antar Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman dengan Suku Dinas
Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Jakarta Utara. Berikut hasil dokumentasi
Gambar 4.3
Ruang Perpustakaan RPTRA Sungai Bambu yang dikelola oleh Kantor
Perpustakaan Daerah Jakarta Utara
Gambar 4.4
Ruang Laktasi dan Ruang Konsultasi KB di RPTRA Sungai Bambu Jakarta
Utara yang dikelola Oleh Sudin Kesehatan dan Kantor KB Jakarta Utara
102
Gambar 4.5
Ruang Sekretariat Pengelola RPTRA Sungai Bambu
Gambar 4.6
Lokasi Outdoor di RPTRA Sungai Bambu
Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor penting dalam proses
daya manusia yang memiliki kapabilitas dan kualitas mumpuni sehingga mampu
kebutuhan pokok bagi berjalannya program menjadi lebih efektif dan efisien.
dan prasarana, sumber daya keuangan dan tentu sumber daya manusia sebagai tenaga
pelaksana. Kompetensi sumber daya manusia atau tenaga pelaksana yang dibutuhkan
dalam mengimplementasikan program RPTRA ini adalah sumber daya manusia yang
memahami konsep mengenai ruang publik yang ramah terhadap anak. Bukan hanya
konsep mengenai ruang publik yang ramah anak saja, sumber daya manusia dalam
hal ini adalah dari pihak pengelola RPTRA harus mempunyai kompetensi dasar.
Kompetensi dasar tersebut terdiri dari pemahaman atas Program Pokok PKK yang
“Dalam hal ini pengelola, sudah berkompeten. Kita punya pengelola ada enam
orang, terdiri dari PKK dan masyarakat. Pengelola itu setiap saat dilatih untuk
setiap kegiatan. Kita ini di PKK punya Pokja 1, Pokja 2, Pokja 3 da Pokja 4.
Kalau Pokja 1 itu tentang kekerasan terhadap anak di keluarga. Pokja 2
tentang BKB-PAUD, pendidikan dan keterampilan. Pokja 3 tentang
lingkungan. Pokja 4 tentang kesehatan. Pengelola diajari mengenai Pokja-
Pokja ini lalu diharapkan dapat menularkan ke masyarakat. Pengelola juga
diajarkan mengenai leadership. Diharapkan juga pengelola bisa menjadi ibu
bagi anak-anak yang bermain di RPTRA dan diharapakan juga dapat merubah
perilaku anak sejak dini. Sebelum menjadi pengelola juga telah dilakukan
pelatihan yang cukup lama. Pelatihan dilakukan di Melati Jaya dengan peserta
peatihan dari seluruh DKI Jakarta. Kadang untuk melakukan pelatihan untuk
pengelola juga kita mengajak CSR seperti contohnya, Save The Children.
Penerimaan juga diseleksi dengan ketat, jadi emang yang benar-benar
mempunyai “hati”. Yang menyeleksi ada dari tiap kota dan di tingkat Provinsi
juga ada. Pengelola RPTRA itu kan mendapat gaji tapi kita tekankan jangan
hanya seperti pegawai yang dapat gaji lalu hanya duduk di meja. Kalau
pengelola ini harus mengurusi mulai dari kamar mandi, taman, kebersihan,
urusan anak-anak segala macam itu yang mengurusi pengelola kalau tidak
punya hati kan tidak bisa kerja seperti itu”. (Wawancara dengan Informan 1.8
di Kantor TP-PKK Jakarta Utara, 29 September 2016).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Informan diatas, dapat diketahui
bahwa sumber daya manusia dari segi pengelola sudah berkompeten karena sebelum
menjadi pengelola dilakukan berbagai macam pelatihan dengan waktu pelatihan yang
cukup lama. Selain proses pelatihan yang lama tersebut, proses penerimaan pengelola
juga dilakukan secara ketat. Jadi, tidak sembarang orang dapat menjadi pengelola
RPTRA. Dan juga pengelola RPTRA diharapkan menjadi agent of change sehingga
harus benar-benar individu yang mempunyai hati dan keahlian dalam hal melayani
RPTRA.
105
RPTRA sebagai fasilitas publik yang berbasis ramah anak. Oleh karena itu sudah
pelatihan sampai pada akhirnya terjun langsung untuk mengelola RPTRA. Seperti
“Dari segi pengelola saya kira sudah berkompeten. Karena ketika di rekrut itu
setelahnya dilakukan diklat selama satu minggu melakukan training kemudian
setelah mendapatkan bekal dari diklat tersebut barulah pengelola tersebut
terjun ke RPTRA. Di dalam diklat itu diajarkan bagaimana melayani
masyarakat dengan baik ada tata cara dan tata tertib yang perlu dilakukan
untuk melayani masyarakat. Sehingga tidak sembarangan dalam melayani
masyarakat. Kemudian pengelola juga harus bisa menjelaskan fungsi-fungsi
dan program RPTRA kepada masyarakat”. (Wawancara dengan Informan 1.3
di Kantor KB Jakarta Utara, 31 Oktober 2016).
Hal senada juga dikatakan oleh Kepala Seksi Taman, Suku Dinas Pertamanan
rekrutmen yang terbuka dengan kata lain transparansi diutamakan dalam proses
persyaratan atau kriteria yang dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
106
Tabel 4.5
Kriteria Pengelola RPTRA
RPTRA. Pengelola RPTRA dipilih berdasarkan fit and propert test yang
dilaksanakan oleh Tim Assesment yang ditunjuk oleh TP PKK Provinsi DKI Jakarta.
pengelola RPTRA yang memiliki status kepegawaian sebagai Petugas Harian Lepas
(PHL). Terdapat pula persyaratan mengenai jenjang pendidikan untuk para pengelola
RPTRA tersebut yakni untuk pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan diutamakan untuk lulusan Diploma dan Sarjana. Seperti yang
itu yang akan dipilih.” (Wawancara dengan Informan 1.3 di Kantor KB Jakarta
Utara, 31 Oktober 2016).
tersebut. Dapat dilihat dari informasi yang disampaikan oleh Ketua Lembaga
“Sudah memadai kalau di Sungai Bambu karena kita punya pengelola yang
mempunyai kemampuan di bidang IT, administrasi. Kalau di Sungai Bambu,
Alhamdulillah sudah lengkap kebutuhan yang kita inginkan. Karena mereka
kan sudah dilatih juga. Kemarin juga kita baru mendapatkan tambahan dua
orang pengelola laki-laki. Jadi semua pengelola sudah berkompeten.”
(Wawancara dengan Informan 2.1 di RPTRA Sungai Bambu, 25 Oktober
2016).
sudah memadai berdasarkan jenjang pendidikan yang sudah ditempuh oleh pengelola
RPTRA tersebut. Akan tetapi, pendapat berbeda diutarakan oleh Informan berikut:
“Secara ideal belum karena kita ambil tadinya ada 6 orang dengan konsep
multitasking. Jadi ada fungsinya koordinator, kesekretariatan, fungsi
kehumasan, wirausaha, asset. Awalnya kita berpikir mengenai 10 program
PKK namun sekarang tidak hanya PKK. Contohnya Damkar sudah mengisi
acara di RPTRA. KPA dan P2TP2A juga mengisi. Jadi pengelola RPTRA
juga diajarkan mengenai materi-materi dari pengisi acara tersebut. Untuk ideal
belum karena kita masih butuh kompetensi yang komprehensif tapi tidak bisa
disamakan antar seluruh RPTRA. Pengelola RPTRA harus melihat spesifik
wilayahnya. Sekarang masih sama materi antar satu RPTRA dengan RPTRA
yang lain padahal kebutuhan masing-masing RPTRA berbeda. Itu yang harus
kita tingkatkan ke pengelola, karena berbeda wilayah tentu berbeda juga
materi yang dibutuhkan.” (Wawancara dengan Informan 1.2 di Kantor KPMP
Jakarta Utara, 24 Oktober 2016).
Informan 1.2 diatas berpendapat bahwa masing-masing RPTRA memiliki 6
(enam) orang pengelola yang bertugas dengan konsep multitasking. Jadi dapat
109
dikatakan pengelola yang bertugas dapat menjalankan beberapa tugas dan fungsinya
wilayah sehingga materi yang disampaikan dirasa kurang tepat dengan wilayah
materi yang berbeda. Hal tersebut yang membuat kompetensi pengelola RPTRA
Namun demikian hal tersebut dibantah oleh Informan 1.6 dengan diadakannya
informan berikut:
Hal tersebut didukung juga oleh pernyataan yang dibuat oleh anggota DPRD
berkompeten karena pengawasan yang dilakukan pun cukup ketat sehingga apabila
110
kinerja pengelola tidak baik akan langsung diberikan hukuman oleh leading sector di
analisis bahwa Sumber Daya Manusia yang berkompeten sudah memadai. Dapat
dilihat dari proses seleksi yang cukup ketat dan banyaknya kriteria yang digunakan
untuk menyeleksi para calon pengelola tersebut. Diantaranya adalah dari jenjang
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan yang diutamakan adalah calon pengelola dari
tingkat Diploma dan Sarjana. Seleksi dilakukan oleh Tim Assesment yang ditunjuk
oleh PKK Provinsi DKI Jakarta. Setelah lolos pada tahap seleksi kemudian para
pengelola tersebut melaksanakan tes wawancara kemudian setelah terpilih dan lolos
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sehingga para pengelola pun sudah mengetahui
RPTRA pun dituntut menjadi orang tua bagi anak-anak yang datang berkunjung ke
RPTRA sehingga diharuskan untuk memiliki sifat keibuan yang tentunya dapat
yang baik. Oleh karena itu, SDM yang berkompeten dalam hal pengelolaan RPTRA
Selanjutnya sumber daya yang juga tidak kalah penting dan dibutuhkan untuk
Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggandeng dunia usaha
salah satu perwakilan dunia usaha yang berpartisipasi dalam pembangunan RPTRA
“Jadi awal mulanya adalah kerjasama CMNP dengan PKK Jakarta Utara
terkait dengan Kota Layak Anak (KLA) yaitu untuk pembangunan taman
interaktif di Kelurahan Sungai Bambu. Kemudian, ketika rencana untuk
pembuatan taman interaktif tersebut di presentasikan kepada Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, Bu Vero yang pada saat itu menjabat sebagai Plt. Ketua
TP PKK Provinsi DKI Jakarta menginginkan ada taman yang bisa dipakai
oleh usia balita hingga lansia. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta menunjuk BPMPKB (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Perempuan dan Keluarga Berencana) sebagai leading sector pengelola
RPTRA di DKI Jakarta. Saat itu CMNP berkoordinasi dengan BPMPKB dan
bersedia menjadi salah satu penyumbang CSR untuk pembangunan RPTRA di
Kelurahan Sungai Bambu. Pihak CMNP ikut serta dalam perumusan
kebijakan ini. Mulai dari perizinan, karena lahan tempat didirikannya RPTRA
bukan milik CMNP melainkan milik Kementerian PUPR, jadi pihak CMNP
mengurus perihal perizinan ke Kementerian PUPR. Sampai pada tahap
didirikannya RPTRA karena proses pengurukan pertama ditangani oleh
CMNP hingga sekarang pada proses implementasinya.”(Wawancara dengan
Informan 3.1 di Kantor Pusat PT. Citra Marga Nusaphala Persada, 10
November 2016).
112
mula perjanjian pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan dunia usaha berawal
dari pembangunan taman interaktif dalam rangka mewujudkan Kota Layak Anak
(KLA) di Jakarta Utara. Seiring berjalannya waktu ternyata Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta menginginkan bukan hanya sekedar taman interaktif untuk anak-anak saja
akan tetapi DKI Jakarta membutuhkan taman yang dapat dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat mulai dari kategori usia balita hinga lanjut usia (lansia). Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta menunjuk BPMPKB sebagai leading sector dalam hal
Social Responsibility (CSR) untuk pembangunan RPTRA. Pihak CMNP tersebut juga
Untuk RPTRA Sungai Bambu sendiri terdapat tiga dunia usaha yang terlibat
Manufacturing Indonesia, dan PT. Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). Namun
demikian hanya pihak CMNP yang masih terlibat langsung dalam pembiayaan
“Jadi kalau misalnya ada kegiatan, mereka menggalang CSR untuk ikutan.
Contoh pada saat RPTRA ulang tahun pertama, mereka mau ngecat dan
kemudian CMNP memberikan catnya. Hal tersebut merupakan salah satu
bukti CMNP terus berpartsipasi dalam implementasi RPTRA.” (Wawancara
dengan Informan 3.1 di Kantor Pusat PT. Citra Marga Nusaphala Persada, 10
November 2016).
113
selama 6 bulan setelah pembangunan, biaya seperti telepon, listrik, dan air juga
dibiayai. Setelah 6 bulan terdapat serah terima dari pihak swasta ke Pemerintah
“Jadi terdapat dua tahap, tahap satu dan dua ini anggaran dari CSR. Itu
anggaran fisik tapi kalau anggaran pengelolaan seperti honor pengelola
RPTRA itu dari APBD, kalau anggaran TAL (Telepon, Air dan Listrik) itu
kalau yang CSR itu enam bulan pertama ditanggung oleh CSR nanti setelah
enam bulan baru menggunakan dana APBD. Sedangkan yang tahap ketiga
menggunakan dana full dari APBD yang melaksanakan pembangunan adalah
Dinas Perumahan. Nanti di Tahun 2017, masing-masing SKPD mempunyai
anggaran tersendiri untuk implementasi RPTRA”. (Wawancara dengan
Informan 1.1 di Kantor BPMPKB Provinsi DKI Jakarta, 26 September 2016).
Setelah enam bulan ditanggung oleh CSR kemudian dilakukan BAST (Bukti
Acara Serah Terima) kepada pihak Suku Dinas terkait di tingkat Kota Administratif
“Untuk tahun 2015 sampai dengan sebagian than 2016 menggunakan dana
CSR kemudian sebagian tahun 2016 menggunakan anggaran yang
dikeluarkan oleh Sudin Perumahan. RPTRA yang biayanya menggunakan
dana CSR, enam bulan pertama akan dipelihara oleh CSR lalu setelah adanya
BAST (Berita Acara Serah Terima) barulah SKPD/UKPD terkait melakukan
pemeliharaa dan pembinaan sesuai tugas pook dan fungsi masing-masing.”
(Wawancara dengan Informan 1.7 di RPTRA Semper Barat, 20 Oktober 2016).
Biaya pemeliharaan ditanggung oleh CSR selama enam bulan pertama setelah
dilakukan BAST bantuan yang diberikan oleh pihak swasta bersifat situasional dan
pembiayaan seperti biaya telepon, air, listrik dan gaji pengelola sudah ditanggung
oleh APBD dalam hal ini yang mengatur pembiayaan tersebut adalah Kantor
114
sudah mengalokasikan anggran dan melengkapi semua sarana dan prasarana RPTRA.
Hal tersebut kemudian dibantah oleh Kepala KPMP Jakarta Utara berikut:
“Untuk anggaran yang kita alokasikan untuk mereka tidak ada. Kecuali
pembayaran listrik, telepon, air dan gaji pengelola. Kalau anggaran yang kita
keluarkan untuk kegiatan mereka itu tidak ada. Jadi kita berharap teman-
teman dari SKPD itu yang masuk disitu, sehingga tugas mereka hanyalah
chanelling aja yaitu menghubungkan satu sumber dengan masyarakat. Jadi,
SKPD yang menyelenggarakan acara dengan anggarannya kemudian RPTRA
sebagai waadahnya dan ada pengelolanya juga. RPTRA yang dibangun oleh
CSR 6 bulan dibiayai oleh CSR tersebut tapi faktanya untuk listrik saja untuk
telepon dan air mereka agak susah untuk mengeluarkan”. (Wawancara dengan
Informan 1.2 di Kantor PMP Jakarta Utara, 24 Oktober 2016).
Berdasarkan wawancara dengan Informan 1.2 dapat diketahui bahwa KPMP
mengatur pembiayaan yang menyangkut dengan biaya telepon, air, listrik dan gaji
pengelola. Faktanya, sebelum dilakukannya BAST pun pihak dunia swasta agak sulit
untuk membayarkan biaya telepon, air dan listrik. KPMP juga tidak mempunyai
Jakarta Utara pun tidak mempunyai anggaran khusus baik untuk kegiatan-kegiatan di
RPTRA maupun sarana dan prasarana di RPTRA. Hal tersebut diperkuat oleh
“Kalau soal anggaran, setiap ada kegiatan itu kita swadaya masyarakat sekitar
RPTRA dan dunia usaha yang ada di Kelurahan Sungai Bambu. Kalau
misalnya kita ada event, mereka Alhamdulillah cepat membantu.”
(Wawancara dengan Informan 2.1 di RPTRA Sungai Bambu Jakarta Utara, 25
Oktober 2016).
oleh masyarakat dengan kata lain dengan menggunakan swadaya masyarakat dan
sarana dan prasarana diserahkan kepada UKPD terkait untuk melengkapi kebutuhan
sarana dan prasarana tersebut. Dapat dilihat dari pernyataan yang disampaikan oleh
Informan berikut:
“Sebagian CSR itu, hanya membangun fisik bangunannya saja untuk isi di
ruang-ruang tersebut dibebankan kepada masing-masing SKPD. Khusus untuk
ruang laktasi itu, kita dari Sudin Kesehatan mendapatkan surat edaran dari
Dinas Kesehatan bahwa sarana dan prasarana diruang laktasi untuk di tahun
2016 tidak jatuh di Dinas Kesehatan. Sudin Kesehatan hanya berperan dalam
KIE dalam bentuk, misalnya media untuk informasi,komunikasi contohnya
leaflet, banner dan program yang dilaksanakan di ruangan tersebut.
Sedangkan kebutuhan di ruang laktasi bukan hanya itu. Di ruang laktasi juga
harus terdapat sofa yang nyaman, wastafel, AC atau kipas angin minimal,
harus ada baby tabel untuk ganti popok dan segala macamnya, ada dispenser
itu kan biayanya cukup besar, tadinya kita berharap itu ada di KPMP kalau di
tingkat kota kan yang memimpin KPMP. Tapi ternyata di KPMP pun mereka
tidak menganggarkan itu. Jadi Sudin Kesehatan untuk anggaran pengadaan
sarprasnya tidak ada, KPMP juga tidak ada. Itulah kendala di lapangan,
116
sebetulnya kalau anggaran kita punya tapi kan harus ada payung hukumnya
nanti kalau tiba-tiba kita belanja lalu kemudian ada pemeriksaan kan Sudin
Kesehatan yang kena. Sehingga kesulitan di lapangan sampai saat ini adalah
pada saat pengisian sarana dan prasarana terutama di ruang laktasi.”
(Wawancara dengan Informan 1.6 di Kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Utara, 25 Oktober 2016).
Dapat diketahui bahwa Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara tidak
baiaya anggaran tersebut akan tetapi tidak ada payung hukum yang melindungi
anggaran tersebut sehingga apabila diberikan tanpa adanya payung hukum, hal
tersebut akan menjadi kesalahan dan pihak Suku Dinas Kesehatan akan mendapat
“Di perpustakaan itu ada anggaran yang menangani itu. Memang sudah
disediakan.” (Wawancara dengan Informan 1.9 di Kantor Perpustakaan Daerah
Jakarta Utara, 28 Oktober 2016).
Daerah Jakarta Utara telah mempunyai anggaran untuk melengkapi sarana dan
prasarana dalam hal ini adalah melengkapi fasilitas perpustakaan dengan memberikan
buku-buku bacaan.
khusus untuk melengkapi sarana dan prasarana di RPTRA. Seperti informasi yang
“Kita disini tidak ada anggaran khusus. Jadi kita punya BPP (Balai
Penyuluhan Pertanian) disitu ada kebun, kalau tanaman TOGA kita ambil dari
117
kebun tersebut hasil budidaya dari para penyuluh. Terus ada juga untuk
tanaman produktif atau holticultura. Tanaman holticultura itu memang ada di
beberapa RPTRA tertentu yang kita alokasikan dari anggaran langsung. Ada
dari Dinas itu program gang hijau tapi tidak langsung ke RPTRA. Jadi kita
lebih banyak memanfaatkan dari BPP itu.” (Wawancara dengan Informan 1.4
di Kantor Suku Dinas Kelautan, Perikanan, dan Ketahanan Pangan Jakarta
Utara, 24 Oktober 2016).
Kelutan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Jakarta Utara tidak menyediakan anggaran
khusus dalam perannya untuk memberikan tanaman TOGA, holtikultura dan kolam
gizi di RPTRA. Suku Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan mempunyai
BPP tersendiri yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan RPTRA dalam hal
tanaman-tanaman TOGA, holticultura dan kolam gizinya. Selain itu, dari pihak
legislatif juga menjelaskan bagaimana proses APBD untuk RPTRA sebagai berikut:
diketahui bahwa pada awalnya BPMPKB yang mengusulkan anggaran setelah itu
pengusulan anggaran yang diajukan oleh BPMPKB dibahas oleh Komisi E, Tim
pada akhirnya disetujui. Pada awal pembangunan RPTRA dana yang digunakan
adalah berasal dari dana CSR lalu kemudian anggaran sepenuhnya diserahkan kepada
Dinas Perumahan.
bahwa lebih banyak UKPD yang tidak mempunyai anggaran khusus untuk
melengkapi sarana dan prasarana di RPTRA hanya Kantor Perpustakaan saja yang
dilakukannya BAST.
SKPD/UKPD terkait seusai dengan Peraturan Gubernur No. 196 Tahun 2015 dan
Peraturan Gubernur No. 40 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Ruang Publik Terpadu
Ramah Anak. SKPD/UKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-
masing harus teribat dalam implementasi RPTRA ini seperti yang diungkapkan oleh
“SKPD berperan penuh setelah enam bulan pemeliharaan yang dilakukan oleh
CSR sesuai tupoksi, disamping itu kemudian misi kegiatan misalnya ada
sarana olahraga, itu kemudian Dinas Olahraga atau turunannya yaitu Suku
Dinas Olahraga mengisi kegiatan-kegiatan di RPTRA. Seperti latihan
sepakbola, dan melatih pemuda-pemuda untuk karang taruna. Dan misalnya
Dinas Pariwisata melakukan pelatihan-pelatihan seni. Semua sudah mengacu
kepada Tupoksinya masing-masing seperti yang terdapat di dalam Pergub.
Peran serta SKPD juga harus dikontrol agar tidak bentrok.” (Wawancara
119
diketahui bahwa SKPD berperan penuh setelah enam bulan pemeliharaan yang
dilakukan oleh pihak dunia usaha. SKPD terkait juga dituntut untuk mengisi
RPTRA. Informan 1.1 tersebut juga menghimbau agar peran serta SKPD terkait tetap
tugasnya sesuai dengan apa yang tercantum di dalam Peraturan Gubernur mengenai
Pengelolaan RPTRA. Dengan kata lain supaya tidak terjadi bentrok antar satu SKPD
Menurut Kepala KPMP Jakarta Utara, peran serta SKPD dalam hal
pengelolaan RPTRA sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing
“Kalau SKPD yang tercantum dalam Pergub 40 dan 196 ini sudah harmonis.
Misalnya perpustakaan mereka langsung mengisi buku-buku yang ada di
RPTRA dan juga pembekalannya, kalau laktasi itu diisi oleh Sudin Kesehatan.
Ruang laktasi dikembangkan menjadi ruang laktasi dan pelayanan kesehatan,
pemeriksaan gigi, pap smear dan pelayanan KB.” (Wawancara dengan
Informan 1.2 di Kantor PMP Jakarta Utara, 24 Oktober 2016).
hubungan antar SKPD yang tercantum di dalam Peraturan Gubernur Nomor 196 dan
40 sudah harmonis dengan kata lain tidak mengalami bentrok karena masing-masing
120
SKPD telah melakukan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Hal tersebut
“Peran serta SKPD yang terlibat sudah kooperatif karena sudah jelas semua
tupoksi dari masing-masing SKPD di dalam Pergub.” (Wawancara dengan
Informan 1.8 di Kantor PKK Jakarta Utara, 29 September 2016).
Menurut Informan 1.8 tersebut peran serta antara SKPD yang satu dengan yang
lainnya sudah kooperatif artinya kerja sama yang dilakukan antar satu SKPD dengan
SKPD lainnya sudah baik dan terkontrol dengan baik. Masing-masing SKPD telah
acuan utama dalam pelaksanan pengelolaan RPTRA, dapat diketahui dari pernyataan
Dalam Peraturan Gubernur Nomor 196 tahun 2015 telah terdapat didalamnya
rincian mengenai SKPD/UKPD apa saja yang terlibat dalam pengelolaan RPTRA,
Peraturan Gubernur Nomor 40 tahun 2016 yang secara terperinci menjelaskan tugas
dari masing-masing SKPD dari tingkat Provinsi, UKPD di tingkat Kota Administrasi
121
hingga tingkat Kelurahan. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Kantor KB Jakarta
Utara berikut:
bahwa keterlibatan SKPD/UKPD terkait sudah sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya masing-masing atau sudah sesuai dengan job description dari masing-
masing SKPD tersebut. Dengan pengawasan dari Pemerintah daerah Provnsi DKI
Jakarta yang cukup ketat, SKPD memang sudah semestinya menjalankan tugas pokok
dan fungsinya tersebut. Seperti halnya kantor KB yang melaksanakan program three
bina keluarga yang mencakup mulai dari balita, remaja dan lansia. Suku Dinas
Pertamanan yang bertugas mengatur taman di sekitar RPTRA. Suku Dinas Kelautan,
Pertanian dan Ketahanan Pangan yang bertugas memberikan pohon dan kolam gizi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Lurah Sungai Bambu mengenai peran serta UKPD
terkait dalam hal pengelolaan RPTRA, seperti yang disampaikannya berikut ini:
122
“Peran serta perannya sudah cukup bagus. Contohnya Sudin Pertanian itu
sering mengadakan pelatihan-pelatihan tanaman hidroponik selain memberi
pelatihan Sudin Pertanian juga memberikan sarananya.” (Wawancara dengan
Informan 1.10 di Kantor Lurah Sungai Bambu, 3 November 2016).
“Peran sertanya cukup baik karena memang RPTRA ini kan menjadi icon kita
dan semua kegiatan di pusatkan di RPTRA. Beberapa Sudin sudah bekerja
sama, LMK juga mengadakan kegiatan PPMK (Program Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan) dipusatkan disini. Seperti, kegiatan forum anak,
pelatihan PKK, itu disini. Semenjak ada RPTRA terdapat wadah dan sarana
untuk berkumpul, berkomunikasi, bersilaturahmi. Karena RPTRA itu kan
bukan hanya untuk ibu-ibu, konteks RPTRA adalah untuk anak.” (Wawancara
dengan I2.1 di RPTRA Sungai Bambu Jakarta Utara, 25 Oktober 2016).
Jakarta Utara cukup baik dapat dilihat dari peran sertanya dalam proses implementasi
pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoritis terhadap sesuatu atau tafsiran.
Dengan kata lain, interpretasi merupakan suatu penafsiran agar program menjadi
melaksanakan program atau kebijakan suatu patokan yang jelas harus segera
ditetapkan yang mana melibatkan, pada batas minimum, suatu proses yang dipelajari
oleh para pelaksana tentang ketersediaan sumber daya, dan diantara sumber daya
mereka yang menerapkan keputusan haruslah tahu apa yang seharusnya mereka
lakukan. Jika kebijakan ingin dilaksanakan dengan tepat, arahan serta petunjuk
pelaksanaan tidak hanya diterima tetapi juga harus jelas dan jika hal ini tidak jelas
para pelaksana akan kebingungan tentang apa yang seharusnya mereka lakukan, dan
Pemahaman yang dilakukan antar SKPD yang terlibat haruslah sinkron agar program
yang dijalankan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Seperti yang
implementor dinilai sudah bagus dengan kata lain implementor sudah mengetahui
langkah apa yang harus dilakukan agar program RPTRA ini dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan. Hal senada juga diungkapkan oleh Informan berikut:
124
program RPTRA, yakni pada tahun 2014 Kantor KB selaku implementor kebijakan
atau pola bagaimana cara mengimplementasikan program RPTRA ini. Namun seiring
berjalannya waktu, implementor telah memahami hal tersebut berkat bimbingan dari
para elit-elit pemangku kebijakan. Selain bimbingan para elit pemangku kebijakan,
“Implementor sudah paham. Karena semua tugas pokok dan fungsi SKPD
sudah tercantum jelas di dalam Pergub.” (Wawancara dengan Informan 1.7 di
RPTRA Semper Barat, 20 Oktober 2016).
berpedoman kepada Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015 dan Peraturan
Gubernur Tahun 2016 tentang Pengelolaan RPTRA. Hal tersebut diperkuat oleh
informasi yang diberikan oleh Kepala KPMP Jakarta Utara berikut ini:
“Sudah baik pemahamannya. Karena sudah jelas ada di Pergub. Malah ada
SKPD yang tidak ada di dalam Pergub tapi turut serta dalam mengisi acara
seperti contohnya Bazis, Damkar, KPA, BNN. Karena di RPTRA ada
wadahnya, alatnya, dan sarananya dekat juga dengan masyarakat jadi
programnya terus berjalan.” (Wawancara dengan Informan 1.2 di Kantor PMP
Jakarta Utara, 24 Oktober 2016).
Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa tugas pokok dan fungsi
berjalan seiring dengan pemahaman implementor yang sudah baik. Selain itu,
menjadi baik dikarenakan secara rutin diadakan rapat koordinasi antar UKPD seperti
“Ya sudah paham, karena kan sering dilakukan rapat koordinasi dan mereka
juga melaksanakan tugasnya masing-masing.” (Wawancara dengan Informan
1.9 di Kantor Perpustakaa Daerah Jakarta Utara, 28 Oktober 2016).
berbagai macam program yang ditujukan untuk masyarakat. Hal tersebut terjadi
selaku leading sector di tingkat Kota. Berikut penjelasan dari Informan tersebut:
127
“Bukannya kurang mbak. Dari aspek perkuatan dan pembinaan bagi pengelola
UKPD sudah banyak terlibat. Hal ini terlihat dari banyaknya kegiatan
UKPD/SKPD yang masuk ke RPTRA. Yang dimaksud oleh ketua LMK
terkait dengan pembangunan fisik, misalnya perbaikan taman harusnya Sudin
Pertamanan dan Pemakaman. Kalau bicara itu memang belum karena terkait
usulan anggaran yang ada di UKPD masing-masing. Coba cek data di
RPTRA, berapa banyak UKPD yang sudah memanfaatkan RPTRA sebagai
pelaksanaan kegiatan. Bagi saya, itu tandanya UKPD sudah terlibat dalam
pemberdayaan masyarakat melalui RPTRA.” (Wawancara dengan Informan
1.2 di Kantor PMP Jakarta Utara, 14 Desember 2016).
pernyataan yang dibuat oleh ketua LMK Jakarta Utara, yang dimaksud oleh ketua
LMK Jakarta Utara mengenai pemahaman UKPD yang masih kurang tersebut terkait
yang seharusnya dilakukan oleh Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman namun
tingkat UKPD Jakarta Utara sudah baik. Hal tersebut dapat dlihat dari sumber acuan
pengelolaan RPTRA yang memang sudah jelas yaitu dengan adanya Peraturan
Gubernur nomor 196 Tahun 2015 dan disempurnakan oleh Peraturan Gubernur
nomor 40 Tahun 2016 tentang Pengelolaan RPTRA dan dengan sudah bersinerginya
koordinasi antara UKPD terkait dengan elit pemangku kebijakan. Akan tetapi masih
pelaksanaan suatu kebijakan atau program ditujukan untuk masyarakat. Dari setiap
stakeholders pun harus turut serta dalam proses implementasi agar program atau
kebijakan tersebut tidak sia-sia belaka. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Bidang
berikut ini:
“Karena sudah ada Pergub 196 jadi seluruh stakeholder harus melaksanakan
Pergub tersebut. Dukungannya juga sangat baik. Apalagi memang program
Gubernur ya, jadi memang Gubernur juga sangat antusias.” (Wawancara
dengan Informan 1.1 di Kantor BPMPKB Provinsi DKI Jakarta, 26 September
2016).
Elit pemangku kepentingan dalam hal ini di tingkat Provinsi adalah Gubernur,
sebagai elit pemangku kepentingan dukungan yang diberikan sangat baik dan
RPTRA tersebut. Selain memberi dukungan yang sangat baik, Gubernur juga turut
serta dalam setiap peresmian RPTRA di DKI Jakarta. Secara berjenjang, stakeholder
pun selalu mendukung program RPTRA ini. Seperti yang disampaikan oleh Kepala
“Sangat support. Setiap peresmian RPTRA saja selalu dipimpin oleh Pak
Gubernur langsung. Secara berjenjang pasti selalu mendukung program ini
dan selalu terlibat langsung dalam pengimplementasiannya.” (Wawancara
dengan Informan 1.5 di Kantor Suku Dinas Komunikasi, Informatika dan
Kehumasan Jakarta Utara, 20 Oktober 2016).
129
Kota Administrasi yaitu Walikota sampai Lurah pun turut serta mendukung dalam
berikut ini:
“Dukungan elit sampai sekarang kalau saya lihat secara umum di 5 Kota dan
Kabupaten itu sangat bagus. Sangat bagus dalam arti dimulai dari Provinsi
sampai ke Pak Wali, Wakil Walikota, Sekretaris Kota, Asisten, Camat, Lurah
dan unit terkait menurut saya hal ini menjadi prioritas jadi sangat maksimal
dalam pelaksanaan program ini. Jadi menurut saya sudah sangat maksimal
karena bagaimanapun ini adalah program dedicated Gubernur dan program ini
merupakan program baru, metodenya baru, pendekatannya baru dan hasilnya
luar biasa. Jadi ini bisa ditiru oleh Provinsi lain bahkan tingkat nasional pun
bisa mengadopt program ini. Karena program ini menurut saya sangat besar
manfaatnya untuk masyarakat. Terutama untuk masyarakat yang daerah
kumuh, daerah yang padat penduduk, dengan adanya RPTRA maka ruang
yang tadinya hanya ruang terbuka hijau saja tapi sekarang bagaimana menjadi
ruang publik terpadu ramah anak yang diharapkan nanti begitu ramah anak,
masyarakatnya juga akan menjadi bisa ramah anak maka Kelurahan itu
nantinya akan menjadi Kelurahan yang ramah anak yang akhirnya di tingkat
Kota menjadi Kota Layak Anak. Karena tujuan awal memang untuk mencapai
KLA nah bagaimana untuk mencapai tujuan itu maka ada komponen atau
bagian-bagian yang harus dikerjakan. Rupanya salah satu bagian yang
terpenting adalah RPTRA.” (Wawancara dengan Informan 1.5 di Kantor KB
Jakarta Utara, 31 Oktober 2016).
diketahui bahwa program RPTRA ini menjadi kebijakan yang diprioritaskan. Oleh
sebab itu, mulai dari Gubernur, Walikota dan sampai ke tingkat Lurah pun sangat
“Kalau di tingkat Kota itu Pak Wali bukan hanya mendukung tapi juga
mengarahkan. Beliau sebelum melakukan acara apapun harus di survey atau
cek dulu. Langsung turun tangan.” (Wawancara dengan Informan 1.9 di Kantor
Perpustakaan Daerah Jakarta Utara, 28 Oktober 2016).
Dari informasi yang disampaikan oleh Informan 1.8 dapat diketahui bahwa
dukungan yang diberikan oleh Walikota Jakarta Utara dalam hal implementasi
RPTRA dapat terlihat dari sikap Beliau yang selain mendukung juga mengarahkan
dan langsung turun tangan dengan melakukan survey apabila ingin melakukan
yang diberikan oleh Walikota Jakarta Utara juga dapat dilihat dari kegiatan
monitoring dan evaluasi yang rutin diadakan satu bulan sekali seperti yang
diungkapkan oleh Kepala Seksi Taman Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman
“Dukungan mulai dari perangkat daerah hingga pihak swasta. Hal ini dapat
terlihat dari banyaknya pihak swasta yang terlibat dalam pembangunan
RPTRA. UKPD terkait juga terliat, hal tersebut terlihat dari perannya yaitu
dalam hal pemeliharaan dan pembinaan kegiatan.” (Wawancara dengan
Informan 1.7 di RPTRA Semper Barat Jakarta Utara, 20 Oktober 2016).
dari UKPD/SKPD yang terkait saja, namun pihak swasta pun juga mendukung
program RPTRA ini. Walikota Jakarta Utara pun sangat mendukung adanya program
RPTRA ini, hal tersebut disampaikan oleh pihak masyarakat Sungai Bambu yang
diwakili oleh Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan Jakarta Utara sebagai berikut:
131
“Luar biasa dukungan Pak Wali dalam hal ini. Pak Wali, Pak Lurah dan Pak
Camat sangat concern dengan kebijakan RPTRA ini.” (Wawancara dengan
Informan 2.1 di RPTRA Sungai Bambu Jakarta Utara 25 Oktober 2016).
para elit pemangku kepentingan mulai dari Walikota, Camat, hingga Lurah dirasa
sangat baik dapat dilihat berdasarkan perhatian yang diberikan oleh elit tersebut
dalam program RPTRA ini. Hal senada pun diungkapkan oleh Informan berikut:
program RPTRA ini. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Informan 1.8
tersebut bahwa Gubernur selalu hadir di setiap peresmian RPTRA dan semua sektoral
tetap memantau berjalannya kebijakan RPTRA ini. Para elit juga terus memberikan
Dukungan yang diberikan dari pihak eksekutif pun dinilai sudah tercurahkan
kepada kebijakan RPTRA, seperti informasi yang dilontarkan oleh Informan berikut
ini:
“Dukungan eksekutif sudah all out. Karena di Jakarta ini kan lahan bermain
untuk anak-anak itu kan sangat kurang malah hampir tidak ada. Maka itu
Pemerintah Daerah menginginkan setiap RW itu ada RPTRA. Pemda itu
selalu menawarkan warga untuk membeli tanah yang nantinya akan dibangun
132
RPTRA. Namun di Jakarta sendiri lahan kosong itu merupakan hal yang sulit
sehingga pembangunan RPTRA di setiap RW terkendala di permasalahan
lahan. RPTRA ini juga termasuk program unggulan Pemerintah Daerah.
Seharusnya di Jakarta terdapat ruang terbuka hijau sebanyak 25% namun yang
ada saat ini hanya ada 8% masih sangat jauh targetnya. Dukungan legislatif
juga karena kita memahami dan menyadari bahwa tempat bermain untuk
anak-anak sangat sulit oleh karenanya kita sangat mendukung dengan adanya
kebijakan seperti ini. Saya sebagai anggota DPRD DKI Jakarta berharap
dalam pengelolaan RPTRA ini juga melibatkan masyarakat. Jadi supaya
mereka menyadari seberapa penting RPTRA itu. Saya kebetulan pernah
kunjungan ke Korea, taman disana itu seluas 30 hektare namun pengelolanya
hanya 18 orang sisanya masyarakat yang merawat taman tersebut. Diharapkan
untuk di Jakarta ini juga harusnya pemerintah lebih melibatkan masyarakat
supaya masyarakat punya rasa memiliki.” (Wawancara dengan I1.11 di Gedung
DPRD Provinsi DKI Jakarta, 4 Januari 2017).
mempunyai ruang bermain untuk anak yang berbasis ramah anak. Untuk target
Rukun Warga (RW) namun masih terkendala persoalan lahan yang memang sangat
jarang terdapat lahan kosong di DKI Jakarta ini. Kemudian dari sisi legislatif pun
dirasa sangat mendukung, kemudian pihak legslatif berharap bahwa peran masyarakat
lebih dilibatkan karena dengan dilibatkannya masyarakat maka akan timbul rasa
memiliki di dalam masyarakat itu sendiri sehingga RPTRA dapat terus terjaga.
Selain dari pihak eksekutif dan legislatif, pihak pemangku kepentingan dari
pihak swasta pun sangat mendukung program RPTRA ini. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan dikeluarkannya dana pembangunan RPTRA yang tidak sedikit dan
yang dibuat oleh senior officer CSR PT Citra Marga Nusaphala Persada:
kepentingan dalam hal ini pihak eksekutif mulai dari Gubernur, Walikota, Camat
hingga Lurah sangat besar. Tidak hanya mendukung, para elit khususnya Walikota
kebijakan RPTRA tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semua
stakeholder yang terlibat dalam pengimplementasian program RPTRA ini pun turut
sangat mendukung dan seluruh sektoral ikut memantau program ini. Selain itu, dari
pihak legislatif juga turut mendukung dengan adaya program RPTRA ini karena
masyarakat DKI Jakarta memang tidak mempunyai ruang interaksi antar masyarakat
legislatif, dan pihak dunia usaha dirasa sangat penting karena apabila tidak adanya
dukungan tentunya suatu program atau kebijakan tidak akan berjalan dengan
134
semestinya sehingga masyarakat tidak dapat menikmati manfaat dari program atau
kebijakan tersebut.
Dukungan publik terhadap suatu kebijakan atau program dari Pemerintah juga
tidak kalah penting karena pada dasarnya segala kebijakan atau program yang
yang diberikan oleh masyarakat akan sangat penting agar suatu program dapat
berjalan dengan optimal. Apalagi program RPTRA ini memang jelas-jelas ditujukan
bersosialisasi. Bukan hanya taman biasa, namun RPTRA ditujukan untuk masyarakat
dengan kategori usia anak-anak hingga Lansia, seperti yang disampaikan oleh
Informan berikut:
“Kalau dukungan publik yang saya ketahui bahwa di lima wilayah dan
khususnya Jakata Utara ini 99% sudah mendukung hanya ya mungkin ada
beberapa orang yang merasa terganggu itu memang ada aja tapi secara umum
penilaian saya secara umum 99% mereka sangat mendukung, sangat setuju
bahkan kalau di daerah padat atau kumuh itu menurut saya sangat tepat dan
sangat antusias. Karena dengan adanya ruang publik ini maka anak-anak
mereka bisa bersosialisasi dengan lingkungannya tidak main di jalanan atau
main di gang-gang yang sempit dan maka fasilitas ini sangat mendukung
kegiatan anak-anak dan remaja dan juga orang tua yang membutuhkan tempat
untuk berkomunikasi, berkonsultasi, bersosialisasi juga antar tetangga.”
135
Kota Administrasi Jakarta Utara dalam hal implementasi RPTRA sangat antusias dan
RPTRA anak-anak mempunyai fasilitas bermain dan RPTRA juga tidak hanya bisa
dimanfaatkan oleh anak-anak saja, mulai dari anak-anak hingga Lansia pun dapat
merasakan manfaatnya juga. Beberapa manfaat yang dapat dirasakan yakni, sebagai
lingkungan tersebut. Baiknya dukungan yang diberikan oleh publik juga disampaikan
diberikan oleh masyarakat sangat baik, hal tersebut dikarenakan oleh masyarakat juga
RPTRA, oleh karena itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun RPTRA
136
rasa memiliki. Ketika rasa memiliki sudah ada maka masyarakat dengan sendirinya
akan merawat dan menjaga fasilitas RPTRA yang telah diberikan tersebut. Karena
ada banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat, yaitu sebagai tempat
untuk berinteraksi antar sesama masyarakat dan juga sebagai tempat bermain bagi
anak-anak. Tempat bermain bagi anak-anak memang sangat kurang apalagi untuk
masyarakat DKI Jakarta yang tinggal di permukiman padat penduduk, oleh karena itu
“Masyarakat suka sekali untuk keberadaan RPTRA. Yang tadinya tidak ada
tempat untuk main bola, sekarang jadi ada. Masyarakat sangat-sangat puas.”
(Wawancara dengan Informan 1.9 di Kantor Perpustakaan Daerah Jakarta
Utara, 28 Oktober 2016).
137
RPTRA, namun manfaatnya juga dapat dirasakan oleh masyarakat yang mempunyai
usaha dan tinggal di sekitar lingkungan RPTRA. Seperti informasi yang disampaikan
Berdasarkan informasi yang didapatkan oleh peneliti dari informan 2.1 tersebut
dapat diketahui bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan RPTRA dan
yang datang ke RPTRA maka hasil penjualannya pun menjadi meningkat. Tidak
hanya itu, RPTRA juga dapat menjadi tempat perubahan dalam arti perubahan dari
yang buruk menjadi yang baik dan dari yang tidak bisa menjadi bisa. Seperti yang
disampaikan oleh Ketua Tim Penggerak PKK Jakarta Utara berikut ini:
Oleh karena itu, dibangun lah RPTRA. Namun demikian, RPTRA bukan hanya
sebagai tempat bermain bagi anak-anak. RPTRA diharapkan dapat menjadi tempat
anak-anak untuk belajar. Pengelola RPTRA juga diharapkan menjadi agent of change
yang dapat membimbing anak-anak tersebut menjadi anak-anak yang lebih baik.
Seperti yang terjadi di RPTRA Sungai Bambu terdapat anak yang belum bisa
membaca namun dengan rutinnya anak itu berkunjung ke RPTRA Sungai Bambu,
pada akhirnya anak itu mempunyai kemampuan untuk membaca. Banyak sekali
pengunjung yang berdatangan ke RPTRA. Pada liburan akhir pekan pun pengunjung
“Sangat antusias karena RPTRA tidak pernah kosong apalagi di hari libur.”
(Wawancara dengan Informan 1.2 di Kantor PMP Jakarta Utara, 24 Oktober
2016).
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan yang disampaikan oleh Lurah Sungai
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Informan 1.10 dan 1.2 tersebut
dapat diketahui bahwa dukungan publik dalam hal ini sangat antusias menyambut
sekitar berbondong-bondong mendatangi RPTRA. Setiap akhir pekan atau hari libur,
masyarakat yang mengunjungi RPTRA pun ramai. Dapat dilihat pada data
Tabel 4.6
Jumlah Pengunjung RPTRA Sungai Bambu Tahun 2016
No Bulan/Tahun Jumlah Pagi Jumlah Sore Jumlah
(Pukul 10) (Pukul 16) Keseluruhan
1. September 2016 2.229 2.007 4.236
2. Oktober 2016 1.996 1.702 3.698
3 November 2016 1.827 1.355 3.162
Sumber: tiny.cc/monitorhitungkasar
Data pada tabel 4.6 diatas menunjukan bahwa pengunjung RPTRA Sungai
Bambu tidak pernah sepi karena dalam kurun waktu satu bulan pengujung di RPTRA
Sungai Bambu mencapai angka ribuan. Namun, yang disayangkan adalah cara
tersebut dilakukan dua kali dalam satu hari yaitu pada pukul 10 pagi dan pukul 4 sore.
Hal tersebut dirasa kurang optimal karena pengunjung yang datang ke RPTRA
Sungai Bambu diluar jam penghitungan tidak akan terhitung. Akan lebih baik jika
RPTRA seperti yang diungkapkan oleh pihak dunia usaha berikut ini:
140
diketahui bahwa semua pihak baik dari pihak Pemerintah maupun pihak dunia usaha
informasi dari para informan dapat dianalisis bahwa dukungan publik sangat antusias
dalam penyelenggraan program RPTRA ini dan diharapkan masyarakat dapat terus
merupakan salah satu upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pengembangan
dari kebijakan Kota Layak Anak dengan mengintegrasikan seluruh komitmen dan
potensi sumber daya para pihak baik Pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha.
Dengan berpedoman kepada Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015 dan
“Sudah cukup jelas. Awalnya kota layak anak tapi setelah berkembang jauh
tidak untuk kota layak anak saja sekarang tapi untuk tempat interaksi warga,
pusat pembelajaran, pusat informasi cuma dalam tataran ramah anak. Ramah
anak disini berarti tidak boleh merokok, pelecahan seksual dan KDRT. SOP
juga sudah jelas semua ada di Pergub.” (Wawancara dengan Informan 1.2 di
Kantor PMP Jakarta Utara, 24 Oktober 2016).
diketahui bahwa pada awalnya memang kebijakan yang akan dikembangkan di DKI
Jakarta merupakan kebijakan Kota Layak Anak (KLA) namun ternyata KLA harus
KLA itu sendiri, yaitu dengan dibangunnya Ruang Publik Terpadu Ramah Anak atau
yang akrab didengar dengan nama RPTRA. Ramah anak disini berarti didalamnya
juga disampaikan oleh Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat Suku Dinas Kesehatan
“Sudah jelas ada di Pergub. Mengenai fungsi, tupoksi semua ada di Pergub.
Disana sudah jelas masing-masing SKPD berbuat apa.” (Wawancara dengan
Informan 1.6 di Kantor Sudin Kesehatan Jakarta Utara 25 Oktober 2016).
Pernyataan tersebut senada dengan pernyataan yang disampaikan oleh
“Di juknis sudah sangat jelas, SOP juga sudah jelas dan sudah dilaksanakan
juga. Semuanya itu mengacu kepada Pergub tentang pengelolaan RPTRA.”
(Wawancara dengan Informan 1.10 di Kantor Kelurahan Sungai Bambu, 3
November 2016).
142
bahwa baik petunjuk teknis maupun SOP (Standard Operating Procedure) dari
pengelolaan RPTRA mengacu kepada Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015
RPTRA. SOP bermanfaat sebagai prosedur kerja ukuran dasar penerapan suatu
organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang pada gilirannya dapat
menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan
peraturan-peraturan (Winaro, 2014 : 207). Hal yang serupa pun disampaikan oleh
Informan 1.3, Beliau mengatakan bahwa untuk juknis dan SOP berpatokan sepenuhnya
“Untuk juknis saya kira sudah dituangkan dalam Pergub Nomor 196 Tahun
2015 dan Pergub Nomor 40 Tahun 2016. Saya kira ditingkat Kota maupun di
tingkat Provinsi pedomannya ini. Karena kalau sudah ada Pergub inilah yang
menjadi patokan dan pegangannya. Semua pelaksana sesuai dengan
tupoksinya masing-masing. Misalnya BPMPKB apa dan berbuat apa
kemudian Kantor KB berbuat apa dan KPMP berbuat apa. Dan SOPnya juga
masih mengacu ke Pergub kecuali nanti ada SOP tentang pengelola barangkali
mungkin ada tambahan SOP diluar dari Pergub, mungkin nanti dari SK
Walikota, SK BPMPKB, mungkin seperti itu.” (Wawancara dengan Informan
1.3 di Kantor KB Jakarta Utara, 31 Oktober 2016).
karena di Peraturan Gubernur tersebut telah jelas dicantumkan tugas pokok dan
fungsi dari masing-masing SKPD dan UKPD yang terlibat dalam pengelolaannya.
“SOP sudah jelas sesuai dengan Pergub dan semua SKPD/UKPD mengacu
kepada Pergub dan semua tugas-tugas SKPD/UKPD sudah jelas dibahas di
dalam Pergub.” (Wawancara dengan Informan 1.5 di Kantor Sudin
Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Jakarta Utara, 20 Oktober 2016).
Hal senada juga dilontarkan oleh Ketua LMK Jakarta Utara, berikut ini:
dapat diketahui bahwa juknis dan SOP pengelolaan RPTRA mengacu kepada
Peraturan Gubernur dan semua tugas dari masing-masing SKPD dan UKPD sudah
tercantum secara jelas di dalam Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015 dan
RPTRA. Terlihat bahwa maksud dan tujuan dari program RPTRA ini sudah jelas
sesuai dengan rancangan kebijakan yang telah dibuat dan ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang. Aplikasi sangat erat kaitannya dengan kegiatan-kegiatan lain, yaitu
sebuah proses dinamis karena berhubungan dengan kegiatan kebijakan lainnya dalam
indikator yaitu yang pertama kesesuaian penerapan dengan pelaksanaan program dan
dalam hal ini adalah dimana konsep kebijakan yang telah tertuang di dalam
“Kalau konsep dengan pelaksanaannya sudah sesuai. Tadi yang saya katakan
pada awalnya masih mencari bentuk atau pola-pola tapi dengan
perkembangannya dan dengan tim yang solid maka konsep yang digagas oleh
Ibu Gubernur kalau tidak salah, Bu Vero. Yang tadinya awal 2015 masih ada
kendala-kendala yang mungkin dianggapnya masih program baru seperti RTH
dulu tapi ternyata program ini perlu ada keseriusan tersendiri sehingga begitu
ditangani malah lebih dari harapan. Jadi konsep dengan implementasinya itu
sudah sesuai bahkan melebihi konsep yang semula.” (Wawancara dengan
Informan 1.3 di Kantor KB Jakarta Utara, 31 Oktober 2016).
Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa dengan bersinerginya
tim-tim yang terlibat dengan elit pemangku kepentingan sebagai penggagas program
RPTRA maka konsep-konsep yang semula hanya berupa program Ruang Terbuka
Hijau (RTH) menjadi program RPTRA, oleh karena itu antara konsep-konsep yang
program dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Kesesuaian antara
masyarakat yang datang dan turut menikmati fasilitas RPTRA. Seperti yang
“Bisa dilihat dari animo-animo masyarakat. Jadi setiap hari itu pengunjungnya
padat apalagi kalau sabtu minggu ini berdasarkan laporan dari pengelola.
Contoh di Kelurahan Sungai Bambu aja, disana yang datang bukan hanya
warga dari Kelurahan Sungai Bambu saja tapi dari kelurahan lain juga.
Berdasarkan animo masyarakat tersebut menandakan bahwa sudah sesuai
penerapan dengan pelaksanan program RPTRA ini.” (Wawancara dengan
Informan 1.1 di Kantor BPMPKB Provinsi DKI Jakarta, 26 September 2016).
Berdasarkan hasil wawancara peneiliti dengan Informan 1.1 dapat diketahui
bahwa antara penerapan dengan pelaksanaan sudah sesuai hal tersebut dapat dilihat
berdasarkan animo masyarakat yang sangat tinggi terhadap adanya program RPTRA.
Dengan ramainya pengunjung yang datang ke RPTRA juga diharapkan dapat menjadi
pemacu untuk UKPD atau pengelola dalam berinovasi seperti pendapat informan
berikut ini:
“Sepanjang ini tracknya sudah benar. RPTRA juga tempat untuk revolusi
mental. Beberapa perubahan yang tadinya buruk sudah mulai menjadi baik.
jumlah kunjungan. Kita berharap jumlah kunjungan menjadi semakin banyak,
karena dengan ramainya pengunjung menuntut kita untuk terus
mengembangkan inovasi. Kendala juga ada pada ketersediaaan buku, buku
yang ada sudah mulai habis dibaca semua dan pergantian buku belum ada
solusi sementara yang dilakukan adalah pertukaran buku antar RPTRA.”
(Wawancara dengan Informan 1.2 di Kantor PMP Jakarta Utara, 24 Oktober
2016).
dengan pelaksanaan program sudah sesuai dan berada pada jalur yang tepat. Selain
sebagai tempat untuk berinteraksi, RPTRA juga sebagai wadah untuk merevolusi
mental baik anak-anak maupun usia dewasa terbukti dengan terjadinya perubahan
yang terjadi, perubahan yang pada awalnya buruk lalu menjadi lebih baik.
146
Diharapkan pula dengan banyaknya pengunjung yang datang tersebut menuntut dan
sebagai pemacu agar terus berinovasi memberikan pelayanan yang baik atau lebih
baik untuk masyarakat. Pendapat yang serupa pun dungkapkan oleh Informan 1.5
berikut ini:
dasar itu pula lah pemangku elit kepentingan mencanangkan pembangunan RPTRA
yang lebih banyak di wilayah DKI Jakarta dan khususnya di Kota Jakarta Utara yang
yang diwakilkan oleh Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan Jakarta Utara bahwa
antara penerapan dengan pelaksanaan program dinilai sudah sesuai. Karena RPTRA
masyarakat dan sebagai tempat untuk mencari solusi atas permasalahan yang dialami
oleh warga, berikut hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti berikut ini:
“Sudah sesuai. Kalau ada kekurangan ya ada sedikit. Seputar sarana karena
sarana disini tidak sebagus RPTRA-RPTRA lain yang masih baru. Karena
program-program di RPTRA Sungai Bambu sudah sering dilaksanakan sesuai
147
tercantum tugas pokok dan fungsi masing-masing SKPD agar selama pelaksanaan
tahap implementasi tidak terjadi tumpang tindih kebijakan antara satu SKPD dengan
data jenuh bahwa antara penerapan dengan pelaksanaan program sudah sesuai
terbukti dengan animo yang tinggi dari masyarakat terhadap program RPTRA ini,
kesesuaian fungsi RPTRA dengan yang tercantum di dalam Peraturan Gubernur dan
juga berdasarkan dengan elit pemangku kepentingan yang terus mencanangkan untuk
proses yang sudah pasti dikerjakan oleh implementor dan tidak dapat terpisahkan dari
agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan dan sasaran
mungkin sehingga mengurangi risiko yang lebih besar dan melakukan tindakan
berdasarkan laporan pengelola yang rutin dilakukan seperti penjelasan yang diberikan
berikut ini:
pengelola setiap bulan akan tetapi hal tersebut masih belum efektif dilakukan.
Sehingga laporan rutin yang dilakukan dengan menggunakan akses media sosial yang
dilaporkan pun meliputi segala kegiatan yang dilakukan baik kegiatan yang bersifat
kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan
disesuaikan dengan sasaran program. Apabila hasil tersebut sudah sesuai dengan
sasaran program maka program tersebut dapat dikatakan efektif, namun apabila
sebaliknya program yang dijalankan tidak sesuai dengan sasaran awalnya berarti
program tersebut tidak efektif. Evaluasi menekankan pada aspek hasil (output).
lapangan dan berdasarkan informasi yang diberikan oleh beberapa Informan sudah
rutin dilakukan. Kegiatan evaluasi tersebut dilakukan mulai dari tingkat Kelurahan,
Kecamatan, dan Kota. Berikut merupakan pernyataan yang diberikan oleh Informan
pun menyelenggarakan Pertemuan Rutin (Pertin) yang diadakan satu bulan sekali
dengan melibatkan KPMP Jakarta Utara, Tim Penggerak PKK Jakarta Utara dan
pengelola RPTRA. Pertin dilakukan sebagai bahan evaluasi untuk KPMP agar
permasalahan yang timbul di RPTRA dapat segera diselesaikan dan dicarikan solusi
diadakan setiap bulan di RPTRA yang berbeda-beda sebagai bahan komparatif bagi
Untuk evaluasi di tingkat Kota dilakukan per dua minggu sekali dalam satu bulan
diadakan setelah enam bulan karena untuk RPTRA yang biaya pembangunannya
menggunakan dana CSR karena selama enam bulan pertama RPTRA dikelola oleh
151
Gambar 4.7
Pertemuan Rutin Bulan Oktober 2016
Di RPTRA Kelurahan Sukapura, Jakarta Utara
diadakan setiap tiga bulan sekali namun menurut fakta yang ditemukan oleh peneliti
Sungai Bambu dipimpin langsung oleh ketua TP PKK Kelurahan Sungai Bambu.
Dalam kegiatan evaluasi tersebut dibahas mengenai permasalahan apa saja yang
solusi yang terbaik dan melakukan diskusi mengenai inovasi-inovasi terbaru untuk
152
RPTRA Sungai Bambu. Hal tersebut didukung oleh informasi yang diberikan oleh
“Ya, kita tiap bulan kita lakukan monitoring dan evaluasi di tingkat
Kelurahan. Kalau untuk di tingkat Kota juga dilakukan monev dipimpin
langsung oleh Pak Walikota dan Pak Seko. Jadi semua pengelola, Lurah dan
PKK diundang semua.” (Wawancara dengan Informan 1.10 di Kantor
Kelurahan Sungai Bambu Jakarta Utara, 3 November 2016).
setiap bulan. Untuk di tingkat Kota, monitoring dan evaluasi dipimpin oleh Walikota
RPTRA di wilayah Jakarta Utara. Hal tersebut serupa dengan yang disampaikan oleh
Informan berikut:
Kelurahan dilakukan setiap satu bulan sekali dihadiri oleh pengelola RPTRA, PPSU,
Ketua TP PKK Kelurahan Sungai Bambu dan perangkat Kelurahan yang terlibat
Gambar 4.8
Evaluasi di Tingkat Kelurahan
Di Kelurahan Sungai Bambu, Oktober 2016
dipimpin langsung oleh Walikota, berikut penjelasan yang diberikan oleh Kepala
“Monitor dan evaluasi diadakan tiap satu bulan sekali di tingkat kota, malah
dua minggu sekali dilakukannya karena untuk mengejar pembangunan
RPTRA di 31 lokasi ini. Oleh karena itu, Pak Wali melakukan koordinasi
yang lebih intens lagi. Dihadiri oleh UKPD terkait, pengelola, kelurahan dan
tentunya juga dihadiri oleh Pak Walikota. Banyak permasalahan yang muncul
dalam monev ini kebanyakan lebih ke permasalahan sarana dan prasarana baik
yang teknis maupun non teknis. Kadang keluhan mengenai Wifi yang mati
atau lemot. Kendala dari Kominfomas adalah keterbatasan di bidang
infrastruktur di bidang jaringan dan keterlambatan CSR dalam penanganan
permasalahan.” (Wawancara dengan Informan 1.5 di Kantor Suku Dinas
Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan Jakarta Utara, 20 Oktober 2016).
bahwa kendala yang biasanya disampaikan oleh para pengelola adalah seputar
154
Acara Serah Terima maka Sudin Kominfomas lah yang menangani permasalahan
seperti itu. Beliau menyampaikan bahwa rapat evaluasi di tingkat Kota dipimpin oleh
Walikota dan dihadiri oleh beberapa UKPD terkait, Lurah dan tentunya para
pengelola RPTRA. Hal senada pun disampaikan oleh Informan berikut ini:
“Ya. Rapat monitoring dan evaluasi dilakukan satu bulan sekali dihadiri
SKPD terkait, pengelola RPTRA dan dipimpin langsung oleh Walikota.”
(Wawancara dengan Informan 1.7 di Kantor Suku Dinas Pertamanan dan
Pemakaman Jakarta Utara. 20 Oktober 2016).
Walikota dan dihadiri oleh beberapa UKPD terkait, dan tentunya dihadiri pula oleh
para pengelola RPTRA. UKPD terkait tidak hanya sekedar menghadiri rapat evaluasi
saja namun turun ke lapangan untuk mencatat langsung kendala apa saja yang terjadi
diketahui bahwa SKPD/UKPD terkait turut serta turun ke lapangan sebagai bentuk
RPTRA dan juga sebagai bahan laporan yang akan dilaporkan pada saat rapat
155
dan evaluasi sudah dilakukan. Hal tersebut membuktikan bahwa Pemerintah baik di
tingkat Provinsi maupun tingkat Kota sangat memperhatikan program RPTRA ini,
karena RPTRA merupakan tonggak awal terbentuknya Kota Layak Anak (KLA).
merupakan hal yang juga tidak kalah penting. Karena pengenalan program akan
dilakukan adalah dengan cara Forum Group Discussion (FGD). FGD dilakukan
hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat agar kebutuhan tersebut dapat terwujud
yang sangat mementingkan pendapat masyarakat. Untuk itu dilakukan social maping
dalam pelaksanaan program RPTRA. Bentuk sosialisasi yaitu FGD ini juga
FGD yakni FGD pertama yaitu ketika para tokoh masyarakat dikumpulkan untuk
RPTRA. Dan FGD ketiga dilakukan setelah RPTRA selesai dibangun guna
157
DKI Jakarta adalah dengan melakukan FGD. Namun pihak Kelurahan Sungai Bambu
bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah FGD.
FGD dirasa tidak cukup mengenai sasaran, berdasarkan hasil observasi peneliti di
RPTRA setelah dilakukannya FGD akan tetapi dengan adanya informasi dari
berbagai media baik dari media cetak, televisi maupun media online dan dengan
menjadi lebih mengetahui fungsi dari RPTRA. Namun, peran pihak Kelurahan pun
diharapkan lebih aktif untuk melakukan sosialisasi manfaat dan fungsi RPTRA.
158
4.6 Pembahasan
berlandaskan dengan Peraturan Gubernur. SDM Pengelola yang dimiliki juga sudah
memadai karena dilihat dari proses rekrutmen yang cukup ketat sehingga SDM
Pengelola yang ada pun bukan pengelola yang sembarangan. Status pengelola RPTRA
adalah sebagai Pegawai Harian Lepas (PHL) namun masih terkendala karena seluruh
untuk SDM pengelola seharusnya lebih ditambah dan untuk tim Asesment diharapkan
memberikan materi yang sesuai dengan lingkungan dan keadaan sosial masyarakat
Peran serta organisasi dalam hal ini SKPD/UKPD yang terlibat dalam
SKPD/UKPD melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sesuai
dengan Peraturan Gubernur Nomor 196 tahun 2015 dan Peraturan Gubernur Nomor 40
159
tahun 2016. Kendala juga terjadi dari segi anggaran adalah karena setiap SKPD/UKPD
tidak menyediakan anggaran untuk RPTRA. Namun kendala tersebut dapat diatasi
dengan dana yang dikeluarkan oleh pihak dunia usaha dan berasal dari swadaya
masyarakat.
masih terdapat beberapa kekurangan yakni seputar pelatihan SDM pengelola yang
dan juga pemilihan materi yang akan disampaikan pun akan menjadi penting untuk
berbeda pula materi yang dibutuhkan. Kemudian mengenai alokasi anggaran karena
organisasi implementor terhadap program RPTRA di Jakarta Utara sudah baik hal
tersebut dapat dilihat dari sudah bersinerginya kerja sama antar SKPD/UKPD dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang tertera di dalam Peraturan Gubernur
SKPD/UKPD yang terlibat dalam setiap kegiatan yang diadakan di RPTRA. Elit
pemangku kepentingan pun sangat mendukung program RPTRA ini. Baik dari sisi
160
eksekutif, legislatif maupun dari pihak dunia usaha. Dukungan dari pihak eksekutif
adanya RPTRA dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang selalu ramai dan karena
selama ini di Provinsi DKI Jakarta khususnya di Kota Administratif Jakarta Utara
belum tersedia tempat bermain yang ramah anak. Namun, terdapat kendala bahwa
datang ke RPTRA. penghitungan pun hanya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada
pukul 10 pagi dan pukul 4 sore. Kendala tersebut dapat diatasi dengan pemberian
mesin hitung otomatis untuk menghitung jumlah pengunjung yang datang ke RPTRA
serta pemberian edukasi kepada pihak pengelola untuk mempergunakan alat tersebut.
Petunjuk teknis dan SOP mengenai RPTRA mengacu kepada Peraturan Gubernur No.
196 tahun 2015 dan Peraturan Gubernur No. 40 tahun 2016 mengenai pengelolaan
RPTRA.
kebijakan, dukungan publik dan petunjuk pelaksanaan pun dirasa sudah baik namun
RPTRA metode yang digunakan merupakan metode manual dimana para pengelola
menghitung satu per satu pengunjung yang datang. Penghitungan pun dilakukan pada
161
pukul 10 pagi dan 4 sore sehingga pengujung yang datang diluar jam tersebut tidak
dapat diketahui bahwa antara penerapan dengan pelaksanaan program sudah sesuai
dengan kata lain antara teori dan praktiknya memang sudah sesuai dengan mengacu
kepada pedoman yang utama yaitu Peraturan Gubernur No. 196 tahun 2015 dan
monitoring dan evaluasi pun sudah dilakukan dengan rutin. Kegiatan monitoring dan
evaluasi dilakukan mulai dari tingkat Kelurahan yang dilaksanakan setiap satu bulan
sekali dan juga di tingkat Kota Administratif Jakarta Utara yang dipimpin langsung
oleh Walikota Jakarta Utara dengan menghadirkan UKPD terkait dan juga para
pengelola RPTRA.
Pertemuan rutin juga dilakukan setiap satu bulan sekali dan dipimpin
langsung oleh KPMP Jakarta Utara selaku leading sector di tingkat Kota. Sosialisasi
RPTRA pun sudah dilakukan dengan cara melakukan Forum Group Discussion
fungsi RPTRA itu sendiri. Namun masih ada masyarakat yang belum mengetahui
fungsi dari RPTRA, masyarakat hanya mengetahui bahwa RPTRA hanya sebagai
162
taman bermain untuk anak. Padahal masih banyak lagi fungsi dari RPTRA, seperti
Provinsi DKI Jakarta untuk menjadi dekat dengan masyarakat secara langsung, dan
juga sebagai tempat yang dapat memberikan edukasi-edukasi tidak hanya untuk anak
belum berjalan optimal karena terdapat kendala dalam sosialisasi program RPTRA
tersebut. Masyarakat luas sudah mengetahui mengenai taman yang bernama RPTRA
namun tidak semua masyarakat mengetahui fungsi dan tujuan dibangunnya RPTRA
untuk anak-anak mereka. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan matriks
dibawah ini:
Tabel 4.7
Matriks Pembahasan
Dimensi Temuan Lapangan Keterangan
BAB V
5.1 Kesimpulan
uraikan pada BAB IV, peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian peneliti terkait
Bambu Kota Administrasi Jakarta Utara adalah implementasi RPTRA ini belum
berjalan dengan optimal karena masih terdapat beberapa kekurangan. Seperti halnya
dalam dimensi organisasi masih terdapat kekurangan dari segi SDM pengelola dan
dari segi anggaran, kemudian dalam dimensi interpretasi masih terdapat kendala
dalam metode penghitungan yang masih dilakukan secara manual, setelah itu pada
RPTRA.
5.2 Saran
beberapa saran sebagai bahan masukan untuk stakeholder terkait sebagai berikut:
1. Tim Assesment yaitu dalam hal ini adalah Tim Penggerak PKK Provinsi DKI
yaitu syarat mengenai latar belakang pendidikan yang dibutuhkan agar cara
2. BPMPKB Provinsi DKI Jakarta selaku mitra kerja dari Komisi E DPRD
Provinsi DKI Jakarta bersama dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah dan
tersebut sangat tidak efektif karena hasil penghitungannya pun menjadi tidak
tepat. Oleh karena itu, diperlukan alat otomatis yang berfungsi untuk
program namun hal tersebut tidak efektif karna masih banyak masyarakat
memiliki acuan utama yakni Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2015 dan
yakni dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola. Tim Asessment
merekrut tenaga pengelola RPTRA namun tidak disertakan latar belakang atau
tidak dihimbau untuk menjadi individu yang multitasking dan hal-hal yang
b. Penelitian ini berfokus kepada pemenuhan hak-hak anak yang terdapat dalam
Konvensi Hak Anak (KHA) oleh PBB pada tahun 1989 sebanyak 54 pasal
Anak (KLA) dan untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Provinsi DKI
khususnya pasal 31 yang isinya yaitu Anak berhak untuk beristirahat dan
yang layak untuk usia anak yang bersangkutan untuk turut serta secara bebas
dalam kehidupan budaya dan seni, yang tentunya hal-hal tersebut dapat
dilakukan di RPTRA.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik (Edisi 2). Jakarta: Salemba 4
Subarsono, AG. 2012. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan: dari Formulasi ke Penyusunan
Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Winarno, Budi. 2014. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus). Jakarta:
Centre of Academic Publising Service (CAPS)
Dokumen:
Online:
http://health.kompas.com/read/2011/09/13/1534004/5.Manfaat.Bermain.untuk.Anak,
pada tanggal 27 Desember 2015, pukul 18.05
http://lib.itenas.ac.id
pada tanggal 5 Maret 2015, pukul 14.30
http://eprints.uny.ac.id
pada tanggal 5 Maret 2015, pukul 15.00
http://data.go.id/
pada 20 Desember 2016 pukul 19.00
KATEGORISASI DATA