Anda di halaman 1dari 115

SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBINAAN ANAK JALANAN DI DINAS


SOSIAL KOTA MAKASSAR

FIRDHA NUR ISLAM

E011181505

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022

1
v
vi
iv
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ABSTRAK

Firdha Nur Islam (E011181505). Implementasi Kebijakan Pembinaan Anak


Jalanan di Dinas Sosial Kota Makassar. XV + 89 Halaman + 3 Gambar + 3 Tabel
+ 23 Daftar Pustaka + Lampiran + Dibimbing Oleh Dr. Muh. Tang Abdullah,
S.Sos, MAP dan Drs. Nelman Edy, M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang implementasi kebijakan pembinaan


anak jalanan di Dinas Sosial Kota Makassar.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer yang bersumber dari wawancara kepada informan dan
observasi dilapangan. Penelitian ini merupakan studi implementasi dengan beberapa
indikator yang dikemukakan oleh Charles O Jones (1996) yakni: Organization
(Organisasi), Interpretation (Interpretasi), dan Aplication (Aplikasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan Pembinaan Anak


Jalanan di Dinas Sosial Kota Makassar sudah terlaksana cukup baik. Berdasarkan
teori yang digunakan Organization (Organisasi) menunjukkan fungsi organisasi di
Kantor Dinas Sosial sudah berjalan dengan baik, Interpretation (Interpretasi) di Dinas
Sosial berjalan dengan baik, hal itu di dukung dengan adanya perencanaan yang tepat
dan menjalankan program pembinaan anak jalanan, dan Aplication (Aplikasi)
pelaksanaan sudah cukup terlaksana dengan baik, namun untuk aplikasi perangkat
lunak masih perlu dikembangkan untuk mengatahui data anak jalanan. Adapun factor
penghambat dalam implementasi kebijakan pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial
Kota Makassar yaitu Rumah singgah, Keluarga (orang tua), dan Pandemi Covid-19.

Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan, Pembinaan.

ii
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ABSTRACT

Firdha Nur Islam (E011181505). Implementation of the Policy for the


Development of Street Children at the Makassar City Social Service. XV + 89
Pages + 3 Images + 3 Tables + 23 Bibliography + Appendix + Supervised by Dr.
Moh. Tang Abdullah, S.Sos, MAP and Drs. Nelman Edy, M.Si.

This study aims to examine the implementation of the policy of fostering street children
in the Makassar City Social Service.

This research is a qualitative research. The data used in this study is primary data
sourced from interviews with informants and field observations. This research is an
implementation study with several indicators proposed by Charles O Jones (1996)
namely: Organization (Organization), Interpretation (Interpretation), and Application
(Application).

The results of the study indicate that the implementation of the Street Children
Development policy at the Makassar City Social Service has been carried out quite
well. Based on the theory used by the Organization (Organization), it shows that the
organizational function at the Social Service Office has been going well, the
Interpretation at the Social Service is going well, it is supported by proper planning
and running a street child development program, and Application ( Application)
implementation has been quite well implemented, but software applications still need
to be developed to find out data on street children. The inhibiting factors in the
implementation of the policy for fostering street children at the Makassar City Social
Service are shelter homes, families (parents), and the Covid-19 pandemic.

Keywords :Implementation, Policy, Coaching.

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, segala uji bagi Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-

Nya sehingga penulis sampai saat ini masih diberikan kesehatan dan dapat

menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana

di Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Hasanuddin, Shalawat dan salam tak lupa penulis junjungkan kepada Muhammad

SAW, sang idola terbaik sepanjang zaman.

Skripsi ini adalah karya penulis sebagai manusia biasa, dan mustahil dapat

terwujud tanpa bantuan dan uluran tangan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menghanturkan banyak terima kasih serta penghargaan yang

setinggi-tingginya atas budi baik semua pihak yang telah berperan serta dalam proses

penyusunan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua penlis,

ayahanda tercinta Muh.Ridwan Yusuf dan Ibunda Rahmatiah M, sembah sujud

penulis untuk kalian, terima kasih atas segala yang telah diberikan kepada penulis,

kasih sayang yan

serta selalu memberikan dukungan moral dan materil kepada penulis. Terima kasih

atas perjuangan dan pengorbanan selama ini, semoga orang tua tercinta senantiasa

dilindungi dan di Rahmati oleh Allah SWT.

Pembuatan skripsi ini tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak yang

diberikan secara langsung ataupun tidak langsung kepada penulis. Oleh karena itu

melalui kesempatan ini penulis tidak lupa untuk menyampaikan ucapan terima kasih

vii
dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan, teruntuk kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Selaku Rektor Universitas

Hasanuddin beserta para Wakil Rektor Universitas Hasanuddin dan staf.

2. Bapak Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Administrasi

FISIP Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Dr. Nurdin Nara, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi FISIP

Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Muh. Tang Abdullah, S.Sos., MAP Selaku Sekretaris Departemen Ilmu

Administrasi FISIP Universitas Hasanuddin dan sekaligus penasehat akademik

dan Pembimbing I yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan

arahan, bimbingan dan motivasi yang sangat berarti sejak proses studi, penelitian

hingga terselesainya penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Nelman Edi, M.Si, selaku pembimbing II yang telah membeikan

arahan dan masukan serta meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

mengarahkan, membimbing, dan menyempurnakan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Nurdin Nara, M.Si, dan Bapak Dr. Badu, M.Si selaku dewan penguji

dalam ujian skripsi ini. Terima kasih atas kritik, saran, dan masukannya yang

sangat membangun dalam menyempurnakan skripsi ini.

7. Para Dosen Departemen ilmu Administrasi Universitas Hasanuddin Terima

kasih atas ilmu yang telah diberikan selama kurang lebih 4 tahun perkuliahan.

Semoga penulis dapat memanfaatkan dengan sebaik mungkin.

viii
8. Seluruh Staf Departemen Ilmu Administrasi (Ibu Rosmina, Ibu Darma, dan Pak

Lili) dan Staf di Lingkup FISIP UNHAS tanpa terkecuali. Terima Kasih atas bantuan

yang tiada hentinya bagi penulis selama ini.

9. Terima Kasih kepada Bapak A. Eldi Indra M selaku Kepala Bidang Rehabilitas

Sosial dan Kamil Kamaruddin, SE selaku Kepala Seksi Pembinaan Anjal Dinas

Sosial Kota Makassar, Bapak Khairun, Bapak Nurman Ilmi, serta seluruh

petugas maupun staf yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian dilokasi penelitian ini.

10. Terima kasih kepada kedua kakak penulis Fitrah Aulia dan Fadly Imam Syafwani,

yang telah banyak memberikan segala perhatian, yang selalu penulis repotkan saat

berkuliah, terima kasih juga untuk kasih sayang dan motivasi serta doanya.

11. Terima kasih teman seperjuangan selama perkuliahan dikampus LENTERA 18

yang tidak dapat dituliskan satu persatu terima kasih atas segala bantuan dan

perhatian kalian selama perkuliahan, semoga ilmunya dapat menjadi berguna dan

bermanfaat bagi masyarakat, sukses kalian semua.

12. Terima kasih kepada Sister From Another Mother (Haerunnisa S, S.Pd) yang

telah menjadi teman serta sahabat yang selalu ada dan menemani serta

memberikan bantuan kepada penulis dengan sangat tulus, love u bgt.

13. Terima kasih kepada Girl Boss (Fira, Deby, Ulya) yang telah menemani penulis

semenjak SMA sampai saat ini serta dapat menjadi teman, sahabat, keluarga yang

ada disetiap suka maupun duka, terima kasih atas segalanya.

14. Terima kasih kepada F8 (Ainun, Aul, Ayu, Diba, Nisa, Ninda, Uniq) yang telah

menjadi teman serta sahabat pertama di Departemen Ilmu Administrasi Publik

ix
tanpa bantuan kalian penulis tidak dapat menjalani masa perkuliahan yang penuh

dengan drama ini.

15. Terima kasih kepada Teman Gabut (Inayah, Shiva) yang telah menemani penulis

disaat ingin nongkrong kapanpun dan dimanapun. Terima kasih atas waktu,

bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini, love you.

16. Untuk teman-teman KKN Gel 106 Rappocini 3, terima kasih untuk kebersamaan

yang singkat namun berarti.

17. Kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini

yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. Terima kasih semuanya.

18. Dan teruntuk diri sendiri, terima kasih telah berjuang sampai saat ini sehingga

skripsi dapat terselesaikan. Terima kasih untuk selalu berpikir positif meskipun

kadang ingin menyerah tapi tetap berusaha untuk bangkit.

19. LAST BUT NOT LEAST, terima kasih untuk seseorang spesial yang selalu

memberikan bantuan, motivasi dan inspirasi bagi penulis selama ini. Terima kasih,

terima kasih, dan terima kasih<3.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................................

ABSTRAK ..................................................................................................................... ii

ABSTRACT .................................................................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iv

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................ v

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................................. vii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 6

I.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6

I.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 8

II.1 Pengertian Kebijakan Publik ........................................................................ 8

II.2 Konsep Implementasi ................................................................................. 13

II.2.1 Pengertian Implementasi ....................................................................... 13

II.2.2 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik .............................. 16

II.2.3 Faktor Penentu Dilaksanakan atau Tidaknya Suatu Kebijakan Publik.28

II.2.4 Faktor penentu penolakan atau penundaan kebijakan ......................... 32

xi
II.3 Konsep Pembinaan .................................................................................... 34

II.4 Konsep Anak Jalanan................................................................................. 37

II.5 Penelitian Terdahulu................................................................................... 42

II.6 Kerangka Pikir ............................................................................................ 44

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................. 46

III.1 Pendekatan Penelitian................................................................................ 46

III.2 Tipe Penelitian ............................................................................................ 46

III.3 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 47

III.4 Unit Analisis ................................................................................................ 47

III.5 Informan Penelitian ..................................................................................... 48

III.6 Sumber Data............................................................................................... 48

III.7 Fokus Penelitian ......................................................................................... 49

III.8 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 49

III.9 Teknik Analisis Data ................................................................................... 51

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................................... 53

IV.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................... 53

IV.1.1 Profil Dinas Sosial Kota Makassar ....................................................... 53

IV.1.2 Visi Misi Dinas Sosial Kota Makassar .................................................. 54

IV.1.3 Tujuan Dinas Sosial Kota Makassar ................................................... 55

IV.1.4 Sturuktur Organisasi Dinas Sosial Kota Makassar .............................. 56

IV.1.5 Tugas Pokok dan Fungsi ..................................................................... 56

IV.1.6 Kewenangan Dinas Sosial.................................................................... 59

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 62

xii
V.1 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Anak Jalanan,
Gelandangan, Pengemis dan Pengamen .............................................

V.1.1 Program Pembinaan Pencegahan ........................................................ 63

V.1.2 Program Pembinaan Lanjutan ............................................................... 64

V.1.3 Program Pembinaan Rehabilitas........................................................... 64

V.2 Hasil Penelitian Implementasi Kebijakan Pembinaan Anak Jalanan di Dinas


Sosial Kota Makassar ................................................................................. 65

V.2.1 Organisasi .............................................................................................. 66

V.2.2 Interpretasi ............................................................................................. 70

V.2.3 Aplikasi ................................................................................................... 74

V.3 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pembinaan Anak


Jalanan di Dinas Sosial Kota Makassar..................................................... 78

V.3.1 Rumah Singgah ..................................................................................... 78

V.3.2 Keluarga (Orang Tua) ............................................................................ 81

V.3.3 Pandemi Covid-19 ................................................................................. 83

BAB VI PENUTUP .................................................................................................... 85

VI.1 Kesimpulan................................................................................................. 85

VI.2 Saran .......................................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 88

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) DinasSosial


Kota Makassar 2016-2020 .......................................................................................... 5

Tabel 2. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 43

Tabel 3. Informan Penelitian ................................................................................... 48

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pikir ........................................................................................ 45

Gambar 2. Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Makassar .............................. 56

Gambar 2. SOP Penertiban Anak Jalanan ............................................................. 73

xv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Didasari oleh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea

keempat menegaskan bahwa tujuan dibentuknya pemerintahan Negara

Republik Indonesia adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia yang

kemudian diturunkan dalam undang-undang dasar Negara Republik

Indonesia dalam Pasal

dan anak-anak terlantar dipeliara oleh Maka oleh karena itu secara

tidak langsung dapat dikatakan bahwa semua orang miskin dan semua anak

terlantar pada prinsipnya dipelihara oleh Negara, tetapi pada kenyataan yang

ada dilapangan bahwa tidak semua orang miskin dan anak terlantar dipelihara

oleh Negara.

Anak jalanan merupakan salah satu kondisi sosial tersebut diatas.

Disamping itu krisis ekonomi yang berkepanjangan, semakin meningkatkan

jumlah anak jalanan dibanding beberapa tahun sebelumnya. Hidup menjadi

anak jalanan memang bukan pilihan yang menyenangkan, karena mereka

berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan

mereka tidak

masyarakat, dan Negara. Fenomena anak jalanan ini dapat dilihat di berbagai

persimpangan jalan, sekitar terminal, pasar dan tempat keramaian lainnya.

Mereka mencari nafkah ditempat tersebut, untuk bertahan hidup atau

1
membantu keluarganya. Fenomena anak jalanan sudah merupakan hal biasa

yang sering dijumpai pada sejumlah kota di Indonesia salah satunya di Kota

Makassar.

Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam

pembangunan nasional, dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, cakap, kreaktif,

mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung

masyarakat akan menjadikan

masyarakat lebih maju dalam pemikirannya. Pemerintah mengutamakan

pentingnya pendidikan bagi seluruh masyarakat dengan meningkatkan mutu

pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak

setiap warga Negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna

meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia termasuk anak jalanan dan

sejenisnya.

Permasalahan sosial merupakan sebuah kondisi yang sering kita

temukan dan sulit untuk dihindari dalam kehidupan masyarakat, terutama

bagi mereka yang berada di daerah perkotaan, yakni masalah anak jalanan.

Permasalahan sosial ini merupakan akumulasi dari berbagai permasalahan

yang terjadi. Mulai dari kemiskinan, minimnya keterampilan kerja yang

2
dimiliki, lingkungan eksternal (kondisi sosial, ekonomi, dan politik), kesehatan,

dan lain sebagainya. Kemiskinan merupakan permasalahan yang sering

dihadapi terutama oleh hampir semua Negara yang dalam kategori

berkembang. Kemiskinan juga merupakan sebuah masalah sosial yang

selalu hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di Indonesia.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak, secara umum disebutkan bahwa adalah

amanah sekaligus karunia tuhan yang maha esa, yang senantiasa harus kita

jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak-hak anak. Dari sisi

kehidupan berbagsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan

generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak

atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan

kebebasan.

Implementasi merupakan salah satu tahapan dari kebijakan. Studi

implementasi merupakan satu kajian mengenai studi kebijakan yang

mengarah pada proses pelaksanaan dari sebuah kebijakan. Perumusan

Kebijakan baik itu menyangkut program ataupun kegiatan-kegiatan, selalu

diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Begitupun

seharusnya bagi perumusan kebijakan terhadap anak jalanan di Kota

3
Makassar.

Menurut Jones dalam Auldrin,dkk (2016: 40), implementasi adalah

serangkaian aktivitas atau kegiatan untuk melaksanakan sebuah program

yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat tertentu, dimana implementasi

kebijakan terdiri dari tiga aktivitas utama yang sangat penting yaitu

organization, interprestation, and application.

Dalam setiap implementasi kebijakan, tentu ada berbagai faktor-faktor

yang mempengaruhi kebijakan tersebut. Faktor-faktor tersebut bisa membuat

implementasi kebijakan berhasil maupun gagal. Apabila faktor tersebut baik ,

maka suatu kebijakan akan terimplementasikan dengan baik. Sebaliknya

apabila faktor tersebut buruk, maka suatu kebijakan justru tidak sesuai target

dan akan gagal diimplementasikan.

Kota Makassar merupakan salah satu kota yang tidak lepas dari

permasalahan sosial seperti uraian diatas, yang cukup mudah kita temukan

fakir miskin dan anak-anak jalanan. Padahal, anak merupakan generasi

penerus masa depan suatu bangsa yang dimana kemajuan sebuah bangsa

juga ditentukan oleh generasi mudanya. Terkait hal ini, pemerintah Kota

Makassar memiliki kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan sosial

tersebut yaitu Peraturan Daerah No.2 tahun 2008 dan Perwali Nomor 37

Tahun 2017 yang mengatur pembinaan anak jalanan, gelandangan,

pengemis, dan pengamen. Peraturan tersebut yang mendasari pemerintah

Kota Makassar untuk meminimalisir sebab akibat dari anak jalanan.

4
Mengingat keberadaan anak jalanan cenderung membahayakan dirinya

sendiri dan/ atau orang lain dan ketentraman di tempat umum serta

memungkinkan mereka menjadi sasaran eksploitasi dan tindakan kekerasan,

sehingga pemerintah Kota Makassar menganggap perlu dilakukan

penanganan secara komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.

Tabel 1. Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Dinas

Sosial Kota Makassar 2016-2020

Data Anak Jalanan (Sebelum


Tahun
Pandemi Covid-19)

2016 372 jiwa

2017 332 jiwa

2018 232 jiwa

2019 191 jiwa

Tahun Data Anak Jalanan (Pandemi

Covid-19)

2020 185 jiwa

2021 261 jiwa

Sumber: Dinas Sosial Kota Makassar

Berdasarkan tabel di atas bahwasanya penyebab naik dan turunnya

data anak jalanan adalah ekonomi, lingkungan, dan pegaulan. Kendala

lainnya yaitu kurangnya sarana dan prasarana membuat pembinaan yang

5
dilakukan Dinas Sosial berjalan tidak maksimal.

Hal ini dibuktikan dengan beberapa para penyandang penyakit sosial

masih terjaring razia. Apabila hal tersebut terus menerus terjadi maka

masalah ini sulit untuk diatasi secara tuntas. Sehubungan dengan hal tersebut

di atas, penelitian tentang Implementasi Kebijakan Anak Jalanan masih

sangat relevan untuk di lakukan kajian dan analisa lebih mendalam. Penelitian

ini juga bertujuan untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh pemerintah

guna meningkatkan program Dinas Sosial dalam menanggulangi anak

jalanan.

Berdasarkan masalah di atas, maka penulis tertarik untuk memilih

penelitian dengan judul "Implementasi Kebijakan Pembinaan Anak Jalanan di

Dinas Sosial Kota Makassar".

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah pokok yang diangkat

adalah:

1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Pembinaan Anak Jalanan di Dinas

Sosial Kota Makassar?

2. Apa Faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pembinaan

Anak Jalanan di Dinas Sosial Kota Makassar?

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang akan diteliti tersebut, maka tujuan

yang diharapkan akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

6
1. Untuk mengetahui implementasi kebijakan pembinaan anak jalanan di

Dinas Sosial Kota Makassar

2. Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi implementasi kebijakan

pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial Kota Makassar.

I.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini mengarah kepada:

1. Manfaat akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pemikiran

intelektual ke arah pengembangan ilmu pengetahuan sosial khususnya

dalam bidang kajian pemerintahan dan sebagai bahan referensi bagi

siapapun yang berkeinginan melakukan penelitian lanjutan pada bidang

yang sama.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbang saran

dan masukan bagi pemerintah khususnya Dinas Sosial Kota Makassar

dalam implementasi kebijakan pembianaan anak jalanan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kebijakan adalah (1)

Kepandaian, Kemahiran, Kebijaksanaan, (2) rangkaian konsep dan asas

yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu

pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan,

organisasi, dsb), pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai

garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran, garis

haluan. Sedangkan public adalah orang banyak (umum), semua orang yang

datang (menonton, mengunjungi, dsb). Istilah policy berasal dari bahasa latin

politea yang berarti kewarganegaraan. Karena policy dikaitkan dengan

pemerintah, maka akan lebih sesuai jika diterjemahkan sbagai kebijaksanaan

dan bukan kebijakan.

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman

dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan

cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi,

dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan

peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu

perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak

penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling

mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.

8
Pengertian kebijakan menurut beberapa para ahli antara lain sebagai

berikut :

1. Carl J. Friedrich dalam Soenarko (2003: 42) mengatakan kebijakan

pemerintah adalah suatu arah tindakan yang diusulkan pada seseorang,

golongan, atau Pemerintah dalam suatu lingkungan dengan halangan-

halangan dan kesempatan-kesempatannya, yang diharapkan dapat

memenuhi dan mengatasi halangan tersebut di dalam rangka mencapai

suatu cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak serta suatu tujuan

tertentu.

2. Chandier & Piano dalam Tangkilisan ( 2003: 1) berpendapat bahwa

kebijakan publik adalah pemanfaatan yang srategis terhadap sumberdaya-

sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau

pemerintah. Dalam kenyataannya, kebijakan tersebut telah banyak

membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para

politisi untuk memecahkan masaiah-masalah publik.

3. Woll dalam Tangkilisan (2003: 2) kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas

pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara

langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi

kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga

tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah tersebut yaitu:

a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi,

pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan

9
kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat,

b. Adanya output kebijakan, di mana kebijakan yang diterapkan pada level

ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran,

pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program

yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat,

c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang

mempengaruhi kehidupan masyrakat.

4. Arenawati (2013: 82) beberapa pengertian dari kebijakan yaitu :

a. Mustoprdidjaja, Kebijakan lazim digunakan dalam kaitannya dengan

tindakan atau kegiatan pemerintah, serta prilaku negara pada umumnya

tersebutt kita dapat menarik kesimpulan, bahwa kebijakan yang dibuat

oleh pemerintah daerah akan dituangkan dalam peraturan daerah yang

mendapoat persetujuan DPRD.

b. Anderson, Kebijakan yaitu tindakan yang mempunyai tujuan yang

dilakukan seseorang untuk memecahkan suatu masalah.

c. Thomas R. Dye, Kebijakan publik adalah apapapun yang dipilih

pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Dari tiga defenisi

tersebut dapatlah dijelaskan bahwa kebijakan adalah tindakan atau

kegiatan pemerintah daerah untuk melakukan suatu atau melakukan

apapun dalam memecahkan suatu masalah.

Kebijakan publik memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Nurcholis, 2007, 265-

267)

10
1. Kebijakan adalah tindakan pemerintah yang memiliki tujuan

mensejahterakan masyarakat.

2. Kebijakan dibuat melui tahap-tahap yang sistematis sehingga semua

variabel dari semua permasalahan yang akan dipecahkan tercangkup.

3. Kebijakan harus dilaksanakan oleh unit organisasi pelaksana.

4. Kebijakan perlu dievaluasi sehingga diketahui berhasil atau tidaknya

dalampeneyelesaian masalah.

Kebijakan publik pada dasarnya adalah kebijakan yang dinyatakan,

dikeluarkan, dilakukan, ataupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah yang

memuat program dan kegiatan yang dijalankan. Kebijakan publik mencakup

hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan, dan pelaksanaan yang

dibuat oleh lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, birokrasi

pemerintahan,

aparat penegak hukum, dan badan-badan pembuat keputusan

publik.Kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah memiliki manfaat dan

tujuan yang mulia dalam masyarakat.

James E. Arderson dalam

(2014: 55) mengelompokkan jenis-jenis kebijakan publik sebagai

berikut:

1. Substantive and Procedural Policies

a. Substantive policy adalah kebijakan ditinjau dari substansi

11
masalah yang dihadapi pemerintah. Contoh: kebijakan

pendidikan, kebijakan ekonomi.

b. Procedural policy adalah kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang

terlibat dalam perumusannya (policy stakeholders).

2. Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies

a. Distributive policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

pemberian pelayanan atau keuntungan kepada individu, kelompok,

atau perusahaan. Contoh, kebijakan tentang tax haliday.

b. Redistributive policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak. Contoh,

kebijakan tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum.

c. Regulatory policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

pembatasan atau pelarangan terhadap perbuatan/tindakan. Contoh,

kebijakan tentang larangan memiliki dan menggunakan senjata api.

3. Material Policy

Material Policy adalah kebijakan yang mengatur pengalokasiaan/

penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi penerimanya.

4. Public Goods and Private Goods Policy

a. Public goods policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

penyediaan barang-barang atau pelayanan oleh pemerintah untuk

kepentingan orang banyak. Contoh, kebijakan tentang perlindungan

keamanan dan penyediaan jalan umum.

12
b. Private goods policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

penyediaan barang-barang/pelayanan oleh pihak swasta untuk

kepentingan individu (perseorangan) di pasar bebas dengan imbalan

biaya tertentu. Contoh, tempat hiburan, hotel.

Kebijakan publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan

untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini

hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat

dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh

pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada

masyarakat. Kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan

yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi

mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri.

Kebijakan ini dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar

suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.

II.2 Konsep Implementasi

II.2.1 Pengertian Implementasi

Secara umum istilah implementasi dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia memiliki arti peleksanaan atau penerapan. Studi implementasi

merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada

proses pelaksanaan dari suatu kebijakan Dalam praktiknya implementasi

kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang

bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan.

13
Implementasi berasal dari kata yang berarti suatu

pelaksanaan atau penyelenggaraan. Jadi arti dari implementasi disini adalah

mengaplikasikan sebuah teori ke dalam realita, sehingga akan menghasilkan

manfaat dari teori tersebut serta dapat mengembangkannya menjadi lebih

sempurna. Jadi, implementasi merupakan aplikasi atau penerapan yang

berasal dari teori, berangkat dari teori kemudian diterapakan pada lapangan,

sehinggah dari permasalahan yang ada akan menghasilkan sebuah

kesimpulan realistis.

Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi tersebut dapat

dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli studi kebijakan

Eugene Bardach dalam Agustino (2012:138), yaitu:

"adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum

yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya

dengan kata- kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi

telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih

sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan

semua orang termasuk mereka anggap klien."

Daniel. A. Masmanian dan paul A. Sabatier dalam Solichin Abdul

Wahab, (2008) menjelaskan makna implementasi ini dengan mengatakan

bahwa memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program

dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian

implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan

14
yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara,

yang mencangkup baik usaha-usaha untuk mengaministrasikannya maupun

untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat atau

kejadian- kejadian.

Sedangkan, Van Meter dan Van Horn (Agustino, 2012:139),

mendefinisikan implementasi kebijakan, sebagai:

"Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau

pejabat- pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang

diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam

Dari ketiga definisi yang telah dijelaskan dapat diketahui bahwa

implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu:

1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan

2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaiantujuan; dan

3) adanya hasil kegiatan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi

merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan

melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan

mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan

itu sendiri. Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan

Stewart Jr. dalam Agustino (2012:139) dimana mereka katakan bahwa

implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan

15
suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dapat dilihat dari proses

pencapian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atautidaknya tujuan-

tujuan yang ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan

oleh Merrile Grindle dalam Agustino (2012:139) sebagai berikut: "Pengukuran

keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan

mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah

ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan

yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai."

Perlu dicatat bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan

yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui

prosedur ini proseskebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat

keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas oleh Chief

J. O. Udoji (1981) dengan mengatakan bahwa:

"Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin

jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya

akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam

arsip kalau tidak diimplementasikan."

II.2.2 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik

Di bawah ini akan dipaparkan secara ringkas ide-ide dasar yang

disampaikan oleh tiga ahli dalam menjelaskan terapan implementasi

kebijakan.

16
A. Model Charles O. Jones

Jones (1996:166) menyebutkan dalam melaksanakan aktivitas

implementasi program atau pelaksanaan kebijakan, terdapat tiga macam

aktivitas yang perlu diperhatikan, yakni;

1. Organisasi

Organisasi yang merupakan pembentukan atau penataan ulang sumber

daya, unit, dan metode agar kebijakan dapat memberikan hasil atau

dampak. Aktivitas pengorganisasian (organization), merupakan suatu

upaya menetapkan dan menata kembali sumber daya, unit-unit dan

metode-metode yang mengarah pada upaya mewujudkan atau

merealisasikan kebijakan menjadi hasil sesuai dengan apa yang menjadi

tujuan dan sasaran dalam kebijakan. Organisasi dalam hubungan dengan

pelaksanaan kebijakan dapat dikaitkan penentu unit- unit kerja yang ada,

pembagian tugas dari masing- masing unit organisasi berupa sumber daya

manusia, keuangan, dan sarana dan prasarana dalam organisasi.

2. Interpretasi atau Pemahaman

Menafsirkan agar program (seringkali dalam hal status) menjadi rencana

dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan.

Aktivitas interpretasi (Interpretation) merupakan aktivitas penjelasan

substansi dan suatu kebijakan dalam bahasa yang operasional dan mudah

dipahami, sehingga substansi kebijakan dapat dilaksanakan dan diterima

oleh pelaku dan sasaran kebijakan.

17
Sejalan dengan pemikiran ini, Abidin (2002:199) juga menggambarkan

tentang suatu sistem kejiwaan (behavior) dari kebijakan yang berhubungan

dengan pemahaman pelaksanaan maupun sasaran tentang kebijakan

yang pada akhirnya dapat menerima atau menolak kebijakan tersebut.

Pengaruh faktor kejiwaan dalam pelaksanaan kebijakan menjadi sangat

penting bahkan lebih penting dari substansi itu sendiri. Disamping itu

pemahaman masyarakat tidak terletak pada isi kebijakan tetapi juga cara

pendekatan dan penyampaian serta cara melaksanakan suatu kebijakan.

Interprestasi dalam kaitan dengan keberhasilan impementasi kebijakan

mengangkut pemahaman mendalam tentang tujuan dan sasaran

kebijakan sehingga dapat memberikan dukungan dengan melaksanakan

tugas yang diberikan berhubungan dengan kebijakan tersebut.

3. Penerapan

Ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya yang

disesuaikandengan tujuan atau perlengkapan program.

Sejalan dengan ini Abidin (2002;199) mengemukakan juga tentang

keberhasilan implementasi kebijakan dari pendekatan procedural, yang

berupa langkah- langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan kebijakan.

Sesuai dengan prosedur tersebut, maka yang terpenting dalam

implementasi adalah berdasarkan urutan pentingnya maupun prioritas

menurut waktunya. Bertolak dari pemikiran tentang aplikasi atau

penerapan program, maka aplikasi tersebut sangat erat kaitannya dengan

18
prosedur dan tata kerja kebijakan yang biasanya berupa petunjuk

pelaksana kebijakan.

B. Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn

Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald Van Metter

dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy Implementation.

Proses implementasi ini merupakan sebuah atraksi atau performansi suatu

implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan

untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang

berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan

bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik

yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik. Ada enam variabel,

menurut Van Metter dan Van Horn yang mempengaruhi kinerja kebijakan

publik tersebut adalah:

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat jika ukuran dan

tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada

di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan

terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga,

maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publikhingga titik yang

dapat dikatakan berhasil.

2. Sumberdaya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

19
kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia

merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu

keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan

proses implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang

berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan

yang telah ditetapkan secara apolitik.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan

publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan

(publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta

cocok dengan para age pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan

publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindaklaku manusia

secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik

keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan

publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat-dapat

saja agen pelaksanan yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas

pada gambaran yang pertama.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat

banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi

kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang

20
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal

betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan

yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan "dari atas" (top down)

yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah

mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau

permasalahan yang warga ingin selesaikan.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi

kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak

yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya

kesalahan- kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula

sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai

kinerjaimplementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van

Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut

mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.

Lingkubngan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusifdapat menjadi

biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu,

upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan

kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

21
C. Model George C. Edward III

Model implementasi kebijakan ketiga yang berperspektif top down

dikembangakan oleh Edward III. Edward III menamakan model

implementasi kebijakan publiknya dengan Direct and Indirect Impact on

Implementation. Dalam pendekatan yang diteoremakan oleh Edward III,

terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasiln

implementasi suatu kebijakan, yaitu:

1. Komunikasi

Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu

kebijakan menurut Edward III adalah komunikasi. Komunikasi menurutnya

lebih lanjut, sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari

implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila

para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka

kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat

berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan

kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (atau

dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu,

kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten.

Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan agar para pembuat

keputusan di dan para implementor akan semakin konsisten dalam

melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan di masyarakat.

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam

22
mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:

a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan

suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam

penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian

(miskomunikasi), hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah

melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan

terdistorsi di tengah jalan.

b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksanan kebijakan

(street-level-bureuacrats) haruslah jelasdan tidak membingungkan

(tidak ambigu/mendua). Ketidakjelasan Pesan kebijakan tidak selalu

menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana

membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada

tataran yang lain hal tersebut justru menyelewengkan tujuan yang

hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

c. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu

komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau

dijalankan). Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah,

maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2. Sumberdaya

Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan

implementasi suatu kebijakan adalah sumberdaya. Sumberdaya

merupakan hal penting lainnya, menurut Edward III, dalam

23
mengimplementasikan kebijakan. Idikator sumber-sumberdaya terdiri dari

beberapa elemen, yaitu:

a. Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah

staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah

satunya disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai

ataupun tidak kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf dan

implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf

dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan

kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan

tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.

b. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua

bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara

melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang

harus mereka lakukan di saat mereka diberi perintah untuk

melaksanakan tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari

para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah

ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang

terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.

c. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar

perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau

legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang

ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para

24
implementor dimana publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat

menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi dalam konteks

yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering

terjadikesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak,

efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi

kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala

wewenang diselewengkan oleh para pelaksanan demi kepentingannya

sendiri atau demi kepentingan kelompoknya.

d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti

apa yang harus dilakukannya, dan memilikiwewenang untuk

melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung

(sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak

akan berhasil.

3. Disposisi

Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi

kebijakan publik, bagi Edward III adalah disposisi. Disposisi atau sikap dari

pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan

mengenai pelaksanaan suatu kebijakanpublik. Jika pelaksanaan suatu

kebijakan ingin efektif, maka para pelaksanan kebijakan tidak hanya harus

mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harusmemiliki

kemampuan untuk melaksanakannya,sehingga dalam praktiknya tidak

25
menjadi bias. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi

adalah:

Pengangkatan birokrat;disposisi atau sikap para pelaksana akan

menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi

kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan

yang diinginkan oleh pejabat-peabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan

pengangkatan personilpelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang

memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetaplan; lebih khusus lagi

padakepentingan warga.

a. Insentif, Edward III menyatakan bahwa salah satu teknik yang

disarankanuntuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana

adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya

orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka

memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi

tindakan para pelaksanan kebijakan. Dengan cara menambah

keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong

yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah

dengan baik. Hal inidilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan

pribadi (self interest) atau organisasi.

4. Struktur Birokrasi

Variabel keempat menurut Edward III, yang mempengaruhi tingkat

keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi.

26
Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan

tersedia atau para pelaksanan kebijakan mengetahui apa yang

seharusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan

suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana

atau terealisasikan karena terdapatnya kelemahan dalam struktur

birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama

banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan

yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya-

sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan.

Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung

kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan

koordinasi dengan baik.

Dua karakteristik menurut Edward III yang dapat mendongkrak

kinerja struktur birokrasi / organisasi ke arah yang lebih baik adalah:

melakukan Standar Operating Prosedurs (SOPs) dan melaksanakan

Fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan

para pegawai (atau pelaksana kebijakan/administratur/birokrat) untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai

denganstandar yang ditetapkan (atau standar minimum yang

dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah

upayapenyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-

aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.

27
II.2.3 Faktor Penentu Dilaksanakan atau Tidaknya Suatu Kebijakan

Publik

Semua kebijakan publik dimaksudkan untuk mempengaruhi atau

mengawasi perilaku manusiadalam beberapa cara untukmembujuk orang

supaya bertindak sesuai dengan aturan atau tujuan yang ditentukan

pemerintah, apakah yang berkenaan dengan kebijakan atau bermacam-

macam hal seperti hak paten dan hak duplikasi, membuka perumahan, tarif

harga, pencurian malam hari, produksi pertanian, atau penerimaan militer.

Jika kebijakan tidak dapat dipenuhi, jika orang-orang tetap bertindak

dengan cara yang tidak diinginkan, jika mereka tidak memakai cara yang

ditentukan, atau jika mereka berhenti mengerjakan apa yang ditentukan,

maka kebijakan tersebut dikatakan tidak efektif atau secara ekstrem

hasilnya nol.

Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan atau tidaknya suatu kebijakan publik menurut Leo Agustino

a. Faktor penentu pemenuhan kebijakan

Respeknya anggota masyarakat pada otoritas dan keputusan

pemerintah Kodrat manusia, bia merujuk pada filsafat politik John Locke

dikatakan memiliki state of nature yang berkarakter positif. Ini artinya

manusia dapat menerima dengan baik hubungan relasional antarindividu.

Ketika relasional ini berjalan dengan baik, logikanya, bahwa ada sistem

sosial yang menggerakkan seluruh warga untuk salinghormat-menghormati,

28
memberikan respek pada otoritas orang tua, memberikan penghargaan

yang tinggi pada ilmu dan pengetahuan, menghormati undang-undang yang

dibuat oleh politisi, mematuhi aturan hukum yang ditetapkan, mempercayai

pejabat-pejabat pemerintah yang menjabat, dan macam-macam

sebagainya. Kepatuhan-kepatuhan tersebut akan diberlangsungkan sampai

dengan apabila memang individu dan warga masih menganggap cukup

beralasan dan masuk akal untuk menghormati persoalan- persoalan itu.

Konsekuensinya adalah bahwa manusia memang telah dididik secara moral

untukbersedia mematuhi hukum dan perundangan sebagai suatu hal yang

benar dan baik bagi publik.

Penghormatan dan penghargaan publik pada pemerintah yang

legitimate menjadi kata kunci penting bagi terwujudnya pemenuhan atas

pengejawantahan kebijakan publik. Ketika warga menghormati pemerintah

yang berkuasa oleh karena legitimasinya, maka secara otomastis mereka

akan turut pula memenuhi ajakan pemerintah melalui undang-undang,

peraturan pemerintah, peraturan daerah, keputusan, pemerintah, ataupun

nama/istilah lainnya.

1. Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan

Dalam masyarakat yang digerakkan oleh rational choices (pilihan-

pilihan yang rasional), seperti pada Abad Postmodern saat ini, banyak

dijumpai bahwa individu/kelompok warga mau menerima dan melaksanakan

kebijakan publik sebagai sesuatu yang logis, rasional, serta memang

29
dirasa perlu. Di sisilain, banyak orang yang tidak suka untuk membayar

pajak apalagi dalam kondisi perekonomian yang tengah melemah seperti

saat ini; tetapi bila mereka percaya bahwa membayar pajak itu perlu untuk

memberikan kontribusi atas pelayanan pemerintah pada publik, maka orang

akan sadar dan patuh untuk membayar pajak. Tetapi hal itu tidak mudah.

Karena bermain di ranah "kesadaran" artinya pemerintah harus mampu

merubah mindset warga dengan cara sikap perilaku yang sesuai dengan

mindset yang hendak dibentuk oleh aparatur itu sendiri.

2. Adanya sanksi hukum

Orang dengan akan sangat terpaksa mengimplementasikan dan

melaksanakan suatu kebijakan karena ia takut terkena sanksi hukuman,

misalnya : denda, kurungan, dan sanksi-sanksi lainnya. Karena itu, salah

satu strategi yang sering digunakan oleh aparatur administrasi atau aparatur

birokrasi dalam upanya untuk memenuhi implementasi kebijakan publik

ialah dengan cara menghadirkan sanksi hukum yang berat pada setiap

kebijakan yang dibuatnya.

Selain itu, orang atau kelompok warga seringkali mematuhi dan

melaksanakan kebijakan karena ia tidak suka dikatakan sebagai orang

yang melanggar aturan hukum, sehingga dengan terpaksa ia melakukan isi

kebijakan publik tersebut.

30
3. Adanya kepentingan publik

Masyarakat mempunyai keyakinan bahwa kebijakan publik dibuat

secara sah konstitusional, dan dibuat oleh pejabat publik yang berwenang,

serta melalui prosedur yang sah yang telah tersedia. Bila suatu kebijakan

dibuat berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka masyarakat cenderung

mempunyaikesediaan diri untuk menerima dan melaksanakan kebijakan itu.

Apalagi ketika kebijakan publik itu memang berhubungan erat dengan hajat

hidup mereka.

4. Adanya kepentingan pribadi

Seseorang atau kelompok orang sering memperoleh keuntungan

langsung dari suatu projek implementasi kebijakan, maka dari itu dengan

senang hati mereka akan menerima, mendukung,dan melaksanakan

kebijakan yang ditetapkan.

5. Masalah waktu

Kalau masyarakat memandang ada suatu kebijakan yang bertolak

belakang dengan kepentingan publik, maka warga akan berkecenderungan

untuk menolak kebijakan tersebut. Tetapi begitu waktu berlalu, pada

akhirnya suatu kebijakan yang dulunya pernah ditolak dan dianggap

kontroversial berubah menjadi kebijakan yang wajar dan dapat diterima.

Sebagai suatu contoh misalnya, kebijakan pencabutan subsidi BBM -

bahkan sampai dua kali dalam setahun- yang dilakukan oleh pemerintah

SBY pada tahun 2005. Pada awal-awalkebijakan pencabutan subsidi BBM

31
diumumkan banyak sekali gerkana demonstrasi mahasiswa, ibu- ibu, tukang

ojek, supir angkutan, dan lain-lain yang menolak kebijakan tersebut. Namun

dengan berjalannya waktu, kebijakan yang tidak popular itu akhirnya

diterima oleh seluruh warga.

II.2.4 Faktor penentu penolakan atau penundaan kebijakan

a. Adanya kebijakan yang bertentangan dengan sistem nilai yang

mengada

Bila suatu kebijakan dipandang bertentangan secara ekstrem atau

secaratajam dengan sistem nilai dianut oleh suatu masyarakat secara

luas atau kelompok-kelompok tertentu secara umum, maka dapat

dipastikan kebijakan publik yang hendak diimplementasikan akan sulit

untuk terleksana. Satu contoh menarik adalah upaya pemerintah pada

tahun 2000-an yang hendak mengangkat kembali kebijakan

pengumpulan dana pengelolaan olahraga yang dilakukan melalui usaha

perjudian. Usaha ini mengalami kegagalan karena banyak yang

mengalami resistensi dari warga masyarakat. Dan apabila tetap

dilaksanakan, mungkin akan mengalami banyak kendala selama

kebijakan tersebut tidak dicabut.

b. Tidak adanya kepastian hukum

Tidak adanya kepastian hukum, ketidakjelasan aturan- aturan hukum

atau kebijakan-kebijakan yang saling bertentangan satu sama lain dapat

menjadi sumber ketidakpatuhan warga pada kebijakan yang ditetapkan

32
oleh pemerintah. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang

tidak jelas, kebijakan yang bertentangan isinya atau kebijakan yang

ambigu dapat menimbulkan kesalah pengertian sehingga

berkecenderungan untuk ditolak oleh warga untuk diimplementasikan.

c. Adanya keanggotaan dalam suatu organisasi

Seseorang yang patuh atau tidak patuh pada peraturan atau kebijakan

publik yang ditetapkan oleh pemerintah dapat disebagiankan oleh

keterlibatannya dalam suatu organisasi tertentu. Jika tujuan organisasi

yang dimasuki oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu organisasi

seide atau segggagasan dennngan kebijakan yang ditetapkan oleh

pemerintah, maka Ia akan mau untuk mengejawantahkan atau melakukan

ketetapan pemerintah itu dengan tulus. Tetapi apabila tujuan organisasi

yang dimasukinya bertolakbelakang dengan ide dan gagasan

organisaasinya, maka sebagus apapun kebijakan yang sudah dibuat oleh

pemerintah akan sulit untuk terimplementasi dengan baik.

d. Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum

Masyarakat ada yang patuh pada suatu jenis kebijakan tertentu,

tetapi ada juga yang tidak patuh pada jenis kebijakan lain. Ada orang yang

patuh dalam kebijakan kriminalitas tetapi saat yang bersamaan ia tidak

dapat patuh dengan kebijakan pelarangan pedagang kaki lima.

33
II.3 Konsep Pembinaan

Pembinaan berasal dari kata mendapat awalan pe- dan

akhiran

pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak

yang belum dewasa. Selanjutnya pembinaan atau kelompok orang lain agar

menjadi dewasa atau mencapai tingkat kehidupan yang lebih tinggi dalam arti

mental.

Menurut perda no. 2 tahun 2008 pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa:

pembinaan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan

terorganisir untuk mencegah timbulnya anak jalanan, gelandangan, pengemis

dan pengamen di jalanan melalui pemantauan, pendataan, penelitian,

sosialisasi, pengawasan dan pengendalian yang dilakukan untuk

meningkatkan taraf hidup anak jalanan dan pengamen jalanan. Pembinaan

juga adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan terorganisir

dengan maksud menekan, meniadakan, mengurangi dan mencegah luasnya

anak jalanan untuk mewujudkan ketertiban di tempat umum.

Pada umumnya pembinaan terjadi melalui proses melepaskan hal-hal

yang bersifat menghambat, dan mempelajari pengetahuan dengan kecakapan

baru yang dapat meningkatkan taraf hidup dan kerja yang lebih baik.

Pembinaan tersebut menyangkut kegiatan perencanaan, pengorganisasian,

pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan suatu pekerjaan

untuk mencapai tujuan hasil yang maksimal. Dalam definisi tersebut secara

34
implicit mengandung suatu interpretasi bahwa pembinaan adalah segala

usaha dan kegiatan mengenai perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan,

koordinasi, pelaksanaan, dan pengawasan suatu pekerjaan dalam mencapai

tujuan hasil yang maksimal.

Kamus lengkap bahasa Indonesia (Badudu, 2002:316) bahwa

nakan secara

definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu usaha dan

kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan apa yang sudah ada kepada

yang lebih baik (sempurna) baik terhadap yang sudah ada (yang sudah

dimiliki). Sedangkan Menurut Yurudik Yahya definisi atau pengertian

dari orang dewasa kepada anak yang perlu dewasa agar menjadi dewasa,

mandiri dan memiliki kepribadian yang utuh dan matang kepribadian yang

dimaksud mencapai aspek cipta, rasa, dan karsa.

Upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak pernah

dilakukan. Sebagai contoh yang pernah terjadi di Pemda DKI Jakarta, sejak

tahun 1998 telah mencanangkan program rumah singgah. Dimana bagi

mereka disediakan rumah penampungan dan pendidikan. Akan tetapi,

pendekatan yang cenderung represif dan tidak integrative, ditunjang dengan

watak dasar anak jalanan yang tidak efektif. Sehingga mendorong anak

jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Selain pemerintah, beberapa

35
LSM juga concern pada masalah ini. Kebanyakan bergerak di bidang

pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Kendati demikian, dibanding jumlah

anak jalanan yang terusmeningkat, daya serap LSM yang sangat terbatas

jalanan oleh beberapa LSM yang kurang bertanggungjawab dan hanya

berorientasi pada profit semata.

Menurut Mathis (2002: 112), pembinaan adalah suatu proses dimana

orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan

organisasi. Oleh karena itu, proses ini terkait dengan berbagai tujuan

organisasi, pembinaan dapat dipandang secara sempit maupun luas.

Sedangkan menurut Ivancevich (2008: 46), mendefinisikan pembinaan

sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya

sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera.

Komponen-komponen pembinaan yang dijelaskan oleh Mangkunegara

(2005: 76) terdiri dari :

1. Tujuan dan sasaran pembinaan dan pengembangan harus jelas

dan dapat dikur,

2. Para pembina yang profesional,

3. Materi pembinaan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan

yang hendak dicapai,

4. Peserta pembinaan dan pengembangan harus memenuhi

persyaratan yang ditentukan.

36
Untuk menghindari kepentingan individu dengan kepentingan organisasi,

maka diperlukan pembianaan yang bermuatan suatu tugas yakni

meningkatkan disiplin dan motivasi yang disebut dengan mendirikan sehingga

menjadi suatu kebutuhan yang akhirnya memelihara atas apa yang didapat

dengan melakukan berbagai perbaikan ke hal yang jauh lebih baik. Pemerintah

nampaknya harus bekerja lebih keras dalam rangka melakukan pembinaan

anak jalanan, mengingat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 yang

Artinyasesungguhnya mereka yang hidup terlantar (termasuk anak jalanan)

juga harus menjadi perhatian negara. Ironisnya pemerintah seolah angkat

tangan dalam menangani anak jalanan. Malah terkadang pemerintah

melakukan razia baik untuk gepeng (gelandangan dan pengemis) ataupun

anak jalanan. Padahal sebenarnya hal itu bukanlah solusi, karena akar dari

permasalahan anak jalanan itu sendiri adalah kemiskinan. Jadi kalau ingin

tidak ada anak jalanan ataupun gepeng pemerintah harusnya memikirkan cara

mengentaskan mereka dari kemiskinan. Mengentaskan kemiskinan adalah hal

yang sulit, alternatif lain dengan cara meningkatkan pendidikan pada anak

jalanan, karena mereka juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain.

II.4 Konsep Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen

Anak jalanan, umumnya berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat

dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar

belakang kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan

37
dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuat

perilakunya negatif. Anak jalanan ada yang tinggal di kota setempat, di kota

lain terdekat atau di provinsi lain. Ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota

yang berbeda dengan tempat tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah

lagi, atau cerai. Ada anak jalanan yang masih tinggal bersama keluarga, ada

yang tinggal terpisah tetapi masih sering pulang ke tempat keluarga, ada yang

sama sekali takpernah tinggal bersama keluarganya atau bahkan ada anak

yang tak mengenal keluarganya.

Gelandangan dan pengemis adalah salah satu kelompok yang

terpinggirkan dari pembangunan dan disisi lain mereka memiliki pola hidup

yang berbeda dengan masyarakat secara umum. Mereka hidup terkonsenrasi

di sentra-sentra kumuh di perkotaan. Sebagai kelompok marginal,

gelandangan dan pengemis tidak jauh dari berbagai stigma yang melekat

pada masyarakat sekitarnya. Stigma ini mendeskripsikan gelandangan dan

pengemis dengan citra yang negatif. Gelandangan dan pengemis

dipersepsikan sebagai orang yang merusak pemandangan dan ketertiban

umum seperti: kotor, sumber kriminal, tanpa norma, tidak dapat dipercaya,

tiddak teratur, penipu, pencuri kecil-kecilan, malas, apatis, bahkan disebut

sebagai sampah masyarakat.

Pengamen sendiri dalam perda no. 2 tahun 2008 dijelaskan bahwa

seseorang atau kelompok orang yang melakukan apresiasi seni melalui suatu

proses latihan dengan menampilkan karya seni, yang dapat didengar dan

38
dinikmati oleh orang lain, sehingga orang lain merasa terhibur yang kemudian

orang lain memberikan jasa atau imbalan atas kegiatan itu secara ikhlas.

Pengertian anak jalanan sesuai dalam (Perda Kota Makassar Nomor 2

Tahun 2008 Ketentuan Umum Pasal 1) adalah anak yang beraktifitas di

jalanan antara 4-8 jam perhari. Anak yang mempunyai masalah dijalanan

adalah anak yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar,

anak yang tidak mampu, anak yang dieksploitasi, dan anak yang berkeliaran

di tempat umum.

Menurut penelitian Departemen Sosial dan UNDP di Jakarta dan

Surabaya ( BKSN, 2002: 2-4), anak jalanan dikelompokkan dalam empat

kategori :

1. Anak jalanan yang hidup dijalanan, dengan kriteria :

a. Putus hubungan atau lama tidak lama ketemu dengan orang tuanya.

b. 8-10 jam berada di jalanan untuk (mengamen, mengemis,

memulung) dan sisanya menggelandang dan tidur.

c. Tidak lagi sekolah

d. Rata-rata berusia di bawah 14 tahun

2. Anak jalanan yang bekerja, dengan kriteria :

a. Berhubungan tidak teraturdengan orang tuanya.

b. 8-16 jam berada di jalanan

c. Mengontrak kamar sendiri bersama teman, ikut orang tua/ saudara

umumnya di daerah kumuh

39
d. Tidak lagi sekolah

e. Pekerjaan: penjual koran, pengasong, pemulung, penyemir sepatu.

f. Rata-rata berusia dibawah 16 tahun

3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria :

a. Bertemu teratur setiap hari atau tinggal dan tidur dengan keluarganya.

b. 4-5 jam bekerja di jalanan.

c. Masih bersekolah.

d. Pekerjaan : penjual koran, penyemir sepatu, pengamen, dll.

e. Usia rata-rata di bawah 14 tahun.

4. Anak jalanan berusia diatas 16 tahun, dengan kriteria :

a. Tidak lagi berhubungan atau berhubungan tidak teratur dengan orang

tuanya.

b. 8-24 jam bekerja di jalanan.

c. Tidur dijalanan atau di rumah orang tua.

d. Sudah tamat SD atau SLTP, tapi sudah tidak bersekolah lagi.

e. Pekerjaan: calo, mencuci bus, menyemir, dan lain-lain.

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar atau

berkeliaran dijalan dan tempat-tempat umum lainnya (Kemsos RI, 2006).

Anak jalanan sering kita dengar dalam kehidupan yang sangat menyedihkan

ini. Kehidupan anak jalanan biasanya paling identik dengan jalanan.

Tetapi,sekarang ini di jalan-jalan raya, terminal, stasiun, bahkan tempat-

tempat wisata, tempat- tempat ibadah selalu kita lihat mereka disana.

40
Mereka mengamen, meminta- minta, bahkan mencopet dompet-dompet

orang yang bukan hak milik mereka.

Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum

yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di

jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya.

Putranto dalam Agustin (2002) dengan studi kualitatifnya

mendefinisikan anak jalanan sebagai anak berusia 6 sampai 18 tahun yang

tidak bersekolah lagi dan tidak tinggal bersama orang tua mereka, dan bekerja

seharian untuk memperoleh penghasilan di jalanan, persimpangan dan

tempat-

(Depsos, 2001: 20), anak jalanan adalah anak yang sebagian besar

menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan

atau tempat-tempat umum lainnya.

Menurut (Nugroho, 2000:77) Fenomena anak jalanan bukan hanya

merupakan monopoli negara- negara berkembang, tetapi di negara-negara

maju juga banyak bermunculan fenomena tersebut. Dalam istilah sosiologi,

gejala tersebut sering dinamakan dengan deviant behavior atau perilaku yang

menyimpang dari tataran masyarakat Negara Indonesia yang notabene

sebagai negara dunia ketiga, tidak lepas dari masalah anak jalanan.

Alasan lainnya mengapa banyak sekali anak jalanan adalah karena

faktor dicampakkan, saat ini tidak sedikit orang tua yang tega mencampakkan

anak yang tidak diinginkannya, entah karena alasan kemiskinan, sudah terlalu

41
banyak memiliki anak atau karena anak cacat. Dengan sengaja mereka

mencampakkan anaknya ke jalanan untuk berjuang hidup sendiri. Pada

umumnya mereka anak- anak yang hidup di jalanan, hanya bisa memperoleh

penghasilan dari hasil mengemis, mengamen, asongan, menjadi tukang

parkir, pemulung dan lain-lain. Tidak jarang anak jalanan mendapatkan

perilaku yang tidak menyenangkan dari anak jalanan lain yang usianya jauh

di atasnya. Saat ini terdapat 36,99% anak usia 3-6 tahun yang tidak mengikuti

pendidikan anak usia dini, 1,9% anak usia 7- 12 tahun, 9,3% anak usia 13-15

tahun, dan 38,9% anak usia 16-18 tahun tidak bersekolah, dan masih terdapat

24,1% anak yang belum memiliki akta kelahiran (Susenas 2013).

Pembagian anak jalanan sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA)

Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

1. Anak Jalanan Usia Balita adalah anak jalanan yang berusia 0-5 tahun.

2. Anak Jalanan Usia Sekolah adalah anak jalanan yang berusia 6-15

tahun.

3. Anak Jalanan Usia Produktif adalah anak jalanan yang berusia 14-18

tahun.

II.5 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu ini menjadi salah satu bahanpertimbangan

peneliti dalam melakukan peneltian sehingga peneliti sehingga peneliti dapat

memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan.

Peneliti mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam

42
memperkaya bahan kajian pada penelitian peneliti. Maka dalam kajian

pustaka ini peneliti mencantumkan komparasi hasil penelitian terdahulu saat

ini sebagai berikut :

Judul Nama Hasil Perbedaan Persamaan


No. Penelitian Penelitian Penelitian
(Thn)
1. Implementasi Nurul Hasil penelitian Penelitian ini Persamaan
Kebijakan Azizah menunjukkan meneliti dalam
Pemerintah Syam bahwa tentang penelitian ini
Daerah Dalam (2016) implementasi implementasi yaitu sama-
Pembinaan kebijakan kebijakan sama ingin
Pedagang pemerintah pemerintah mengetahui
Kaki Lima daerah dalam dalam implementasi
(Studi Kasus pembinaan pembinaan kebijakan
Pada pedagang kaki pedagang yang
Pedagang lima masih kaki lima dikeluarakan
Kaki Lima di perlu dibenahi sedangkan oleh
Kelurahan lagi agar penelitian pemerintah.
Paropo Kec. pedagang lagi yang
Panakukang lima yang dilakukan
Kota sudah di razia peneliti
Makassar) tidak kembali berfokus pada
lagi menjual di implementasi
sembarang kebijakan
tempat. pembinaan
kebijakan
anak jalanan.
2. Implementasi Jonathan Hasil Penelitian ini Persamaan
Kebijakan Tribuwono Penelitian melihat dalam
Pembinaan (2017) menunjukkan implementasi penelitian ini
Anak Jalanan, bahwa sasaran kebijakan yaitu sama-
Gelandangan, dan tujuan menurut Van sama meneliti
Pengemis dan implementasi Meter dan terkait
Pengamen di kebijakan Varn Horn implementasi
Kota Makassar pembinaan sedangkan kebijakan
(Studi Kasus anak jalanan di penelitian pembinaan
Pada Dinas kota Makassar yang anak yang
Sosial) belum dilakukan dikeluarkan
terlaksanakan peneliti oleh
secara melihat pemerintah.
maksimal. implementasi
kebijakan
menurut
Charles O
Jones.

43
II.6 Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah penjelasan terhadap hal-hal yang menjadi objek

permasalahan kerangka konsep disusun berdasarkan rumusan masalah dan

hasil penelitian yang relevan. Dalam kerangka dibawah ini, teori yang

digunakan adalah teori Charles Jones yang mengemukakan bahwa

implementasi kebijakan adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk

mengoprasikan sebuah program dengan memperhatikan tiga aktivitas yaitu

a) organisasi, pembentukan dan penataan kembali sumber daya, unit-unit

serta metode untuk menunjang agar program berjalan, b) interpretasi,

menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan

dapat diterima serta dilaksanakan, c) aplikasi (penerapan) berkaitan dengan

pelaksanaan kegiatan - kegiatan rutin yang meliputi barang dan jasa. Oleh

sebab itu, kerangka pikir yang digunakan adalah sebagai berikut:

44
Gambar 1: Kerangka Pikir

45
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut

Sukmadinata (2009), metode kualitatif adalah penelitian untuk

mendiskripsikan dan menganalsis tentang fenomena, peristiwa,

kepercayaan, sikap, dan aktivitas sosial secara individual maupun kelompok.

Metode kualitatif merupakan kumpulan metode untuk menganalisis dan

memahami lebih dalam mengenai makna beberapa individu maupun

kelompok dianggap sebagai masalah kemanusiaan atau masalah sosial

Creswell (2015).

Dalam penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan

atau mendeskripsikan kondisi atau permasalahan yang terjadi di lokasi

penelitian.

III.2 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini studi kasus, yaitu

merupakan penelitian yang meneliti fenomena khusus yang hadir dalam suatu

konteks yang terbatasi (bounded context), meskipun batas-batas antara

fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Kasus tersebut dapat berupa

individu, organisasi, karakteristik atau atribut dari individu-individu, peristiwa

atau insiden tertentu, dan sebagainya. Studi kasus merupkan penelitian

mendalam mengenai unit sosial tertentu, yang hasil penelitian itu memberi

46
gambaran luas dan mendalam mengenai unit sosial tertentu.

III.3 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu di Dinas

Sosial Kota Makassar. Pusat Pelayanan Sosial anak Jalanan ini merupakan

lembaga yang melaksanakan pembinaan anak jalanan, yang berfungsi

sebagai Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Lokasi ini diambil karena, melihat kian merajalela nya anak jalanan terutama

pada masa pandemi covid-19 di Kota Makassar, maka dengan pembinaan ini

diharapkan para anak jalanan setelah keluar dari Pusat Pelayanan Sosial ini

mereka mengalami perubahan sikap atau perilaku dan meninggalkan

kehidupan yang lama dengan kembali menjalani pola hidup yang baru.

III.4 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan yang diteliti yang berupa individu, kelompok,

benda atau suatu latar peristiwa sosial seperti misalnya aktivitas individu atau

sekelompok sebagai subjek penelitian (Sugiyono 2016: 298). Unit analisis

dapat menjadi salah satu acuan dalam melakukan penelitian. Pada suatu

penelitian, menentukan suatu unit analisis sangat diperlukan.

Dalam penelitian ini, unit analisisnya adalah Kantor Dinas Sosial Kota

Makassar yang berfokus pada pegawai bagian pembinaan anak jalanan.

47
III.5 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah orang yang berwenang dalam

memberikan informasi mengenai implementasi kebijakan pembinaan anak

jalanan, yaitu :

No Nama Informan Jabatan


1. A. Eldi Indra M, Kepala Bidang Rehabilitas Sosial
S.S.T.P
2. Kamil Kamaruddin, SE Kepala Seksi Pembinaan Anak
Jalanan
3. Khairun Staf Pembinaan Anak Jalanan
4. N Ilmi Pekerja Sosial (UPTRPTC)
5. Abdul Samad Masyarakat
6. AM Anak Jalanan

III.6 Sumber Data

Data yang diperoleh meliputi data primer dan data sekunder. Menurut

Sugiyono (2016: 137) primer merupakan sumber data penelitian

yang langsung memberikan kepada pengepul Sedangkan data

sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh peneliti secara

tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak

1. Data primer yakni data yang diperoleh di lapangan bersumber dari

informan maupun data yang diperoleh dari para pembina Anak Jalanan di

Dinas Sosial Kota Makassar.

2. Data sekunder berupa dokumenter yang bersumber dari buku-buku, hasil

hasil penelitian, jurnal, majalah, media cetak, dan dokumen-dokumen

48
lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, serta diperoleh dengan

carapenelusuran arsip dan berbagai perpustakaan.

III.7 Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah penjelasan dari konsep kerangka pikir. Adapun

penelitian ini dalam pengelolaan program pembinaan anak jalanan di Dinas

Sosial Kota Makassar dengan menggunakan teori Charles O Jones.

a. Organisasi, pembentukan dan penataan kembali sumber daya, unit-unit

serta metode untuk menunjang agar program berjalan mengenai kebijakan

humanisasi anak jalanan oleh Dinas Sosial Kota Makassar.

b. Interpretasi, menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan

yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan, oleh pemerintah Daerah

Kota Makassar dalam hal ini oleh Dinas Sosial Kota Makassar.

c. Aplikasi (penerapan) berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan - kegiatan

rutin yang meliputi barang dan jasa. Aplikasi biasanya dilakukan untuk

menjalankan perintah-perintah atau kegiatan-kegiatan yang ingin di capai

dengan mudah.

III.8 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan sesuatu yang sangat penting

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

49
1. Observasi

Observasi ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pencapaian

penyelenggaraan pembinaan Anak Jalanan, tentunya hasil observasi

tersebut dapat dijadikan bahan acuan dalam mengelolah data.

2. Wawancara

Wawancara dimaksudkan untuk dapat memperoleh suatu data berupa

informasi dari Anak Jalanan yang mengikuti pembinaan keterampilan.

Selanjutnya, peneliti dapat menjabarkan lebih luas informasi tersebut

melalui pengolahan data secara komprehensif sehingga wawancara

tersebut dapat memungkinkan peneliti untuk dapat mengetahui bagaimana

pembinaan Anak Jalanan di Dinas Sosial Kota Makassar.

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data langsung dari tempat

penelitian. Dokumentasi dimaksudkan untuk melengkapi data dari hasil

observasi dan wawancara. Dokumentasi merupakan sumber data yang

stabil dimana menunjukkan suatu fakta yang telah berlangsung. Agar lebih

memperjelas dari mana informasi itu didapatkan, peneliti

mengabadikandalam bentuk foto-foto dan data yang relefan dengan

penelitian. Adapun sasaran dokumentasi yaitu foto-foto Anak Jalanan yang

memberi informasi, pembina Anak Jalanan dan lokasi dari mana peneliti

mendapatkan informasi.

50
III.9 Teknik Analisis Data

Menurut sugiyono (2012: 89) analisis data adalah proses mencari dan

menyusun data secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,

catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke

dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan

dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011: 91)

mengemukakan terdapat 3 langkah dalam analisis data.

1. Reduksi data

Menurut Sugiyono (202: 92) mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,

dicari tema dan polanya. Sehingga data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data. Dengan demikian data yang telah direduksi

akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti

untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila

diperlukan.

2. Display data

Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya dalam analisis data

ini adalah display data atau penyajian data. Miless dan Huberman

(Sugiyono, 2012:95) menyatakan bahwa yang paling sering digunakan

51
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan

untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Verifikasi data

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan

masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena

masalah dan rumusan masalah bersiat sementara dan akan berkembang

setelah peneliti berada di lapangan. Apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel

52
BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian

IV.1.1 Profil Dinas Sosial Kota Makassar

Dinas Sosial Kota Makassar yang sebelumnya adalah Kantor

Departemen Sosial Kota Makassar didirikan berdasarkan Keputusan

Presiden No. 49 tahun 1983.

Khusus di Indonesia Timur didirikan Departemen Sosial Daerah

Sulawesi Selatan yang kemudian berubah menjadi Jawatan Sosial, lalu

dirubah lagi menjadi kantor Departemen Sosial berdasarkan Keputusan

Menteri Sosial RI No. 16 Tahun 1984 tentang organisasi dan tata kerja Kantor

Departemen Sosial di Provinsi maupun di Kabupaten Kotamadya. Pada

akhirnya, menjadi Dinas Sosial Kota Makassar pada tanggal 10 April 2000

yang ditandaii dengan pengangkatan dan pelantikan Kepala Dinas Sosial

Kota Makassar berdasarkan Keputusan Walikota Makassar nomor:

821.22:24.2000 pada tanggal 8 Maret 2000.

Dinas Sosial Kota Makassar terletak di Jalan Arif Rahman Hakim No.

50, Kelurahan Ujung Pandang Baru, Kecamatan Tallo, Makassar dengan luas

tanah 499 m2 dan memiliki bangunan fisik gedung berlantai 2. Berikut adalah

batas-batas Dinas Sosial Kota Makassar :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kantor Kecamatan Tallo

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan perumahan rakyat

53
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Ujung Pandang Baru

4. Sebelah Timur berbatasan dengan perumahan rakyat

IV.1.2 Visi Misi Dinas Sosial Kota Makassar

Visi Dinas Sosial Kota Makassar adalah pengendalian permasalahan

sosial berbasis masyarakat. Makna dari visi tersebut adalah manusia

membutuhkan kepercayaan diri yang dilandasi oleh nilai-nilai kultur lokal yang

diarahkan kepada aspek tatanan kehidupan dan penghidupan untuk

menciptakan kemandirian local sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar,

peningkatan keterampilan kerja, ketentraman, kedamaian, dan keadilan

social bagi dirinya sendiri,keluarga, dan lingkungan social masyarakatnya,

serta mendorong tingkat partisipasi social masyarakat dalam ikut

melaksanakan proses pelayanan kesejahteraan sosial masyarakat.

Dilihat dari visi Dinas Sosial serta maknanya mengandung arti bahwa

permasalahan sosial seperti masalah sosial anak jalanan kiranya sudah dapat

teratasi dengan baik dengan program pemerintah yang kemudian dilakukan

oleh Dinas Sosial itu sendiri.

Sedangkan misi Dinas Sosial adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan partisipasi sosial masyarakat melalui pendekatan kemitraan

dan pemberdayaan sosial masyarakat dengan semangat kesetiakawanan

sosial masyarakat.

54
2. Memperkuat ketahanan sosial dalam mewujudkan keadilan sosial melalui

upaya memperkecil kesenjangan sosial dengan memberikan perhatian

kepada warga masyarakat yang rentan dan tidak beruntung.

3. Mengembangkan siste, perlindungan sosial.

4. Melakukan jaminan sosial

5. Pelayanan rehabilitasi sosial secara optimal.

6. Mengembangkan pemberdayaan sosial

IV.1.3 Tujuan Dinas Sosial Kota Makassar

1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial yang bermartabat

sehingga tercipta kemandirian lokal penyandang masalah kesejahteraan

sosial (PMKS).

2. Meningkatkan pendayagunaan sumber daya dan potensi aparatur

(struktural dan fungsional) dengan dukungan sarana dan prasarana yang

memadai untuk mampu memberikan pelayanan di bidang kesejahteraan

sosial yang cepat, berkualitas dan memuaskan.

3. Meningkatkan koordinasi dan partisipasi sosial masyarakat/ stakeholders

khususnya Lembaga sosial masyarakat dan organisasi sosial serta

pemerhati di bidang kesejahteraan sosial masyarakat.

55
IV.1.4 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Makassar

Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 34 Tahun 2009 tentang uraian

Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Sosial Kota Makassar, maka jabatan

struktural pada Dinas Sosial Kota Makassar sebagai berikut:

Gambar.2 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Makassar

IV.1.5 Tugas Pokok dan Fungsi

1. Kepala Dinas

Dinas Sosial Kota Makassar mempunyai tugas pokok yaitu

melaksanakan Sebagian tugas pokok sesuai dengan kebijkan walikota dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, merumuskan kebijaksanaan,

mengkoorinasikan, dan mengendalikan tugas-tugas dinas. Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana pada point 1, Kepala Dinas

menyelenggarakan fungsi :

56
a. Perumusan kebijakan teknis dibidang usaha kesejahteraan sosial, yang

meliputi partisipan sosial masyarakat, perlindungan sosial, jaminan sosial,

rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosia;, serta pembinaan organisasi

sosial.

b. Perencanaan program di bidang usaha kesejahteraan sosial, yang meliputi

partisipan sosial masyarakat, perlindungan sosial, jaminan sosial,

rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial, serta pembinaan organisasi

sosial.

c. Pembinaan pemberian perizinan dan pelayanan umum di bidang usaha

kesejahteraan sosial, yang meliputi perlindungan sosial, jaminan sosial,

rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial, serta pembinaan organisasi

sosial.

d. Pengendalian dan pengamanan teknis operasional di bidang usaha

kesejahteraan sosial, jaminan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan

sosial serta bimbingan organisasi sosial.

e. Melakukan pembinaan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD).

2. Sekretaris

Sekretaris mempunyai tugas pemberian, pelayanan, administrasi bagi

seluruh satuan kerja Dinas Sosial Kota Makassar.

a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas Menyusun

rencana kerja, melaksanakan tugas teknis ketatausahaan, mengelola

57
administrasi kepegawaian serta melaksanakan urusan kerumah tanggaan

dinas.

b. Sub Bagian Keuangan

Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas menyusun rencana kerja,

melaksanakan tugas teknis keuangan.

c. Sub Bagian Perlengkapan

Sub Bagian Perlengkapan mempunyai tugas menyusun rencana kerja,

melaksanakan tugas teknis perlengkapan, membuat laporan serta

mengevaluasi semua pengadaan barang

3. Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial

Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial mempunyai tugas melaksanakan

pembinaan, kegiatan dibidang penyuluhan dan bimbingan sosial, pembinaan

keluarga penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan potensi

sumber kesejahteraan sosial (PSKS), pembinaan karang taruna dan

pelaksanaan penelitia/ pendataan PMKS dan PSKS.

4. Bidang Rehabilitasi Sosial

Bidang Rehabilitasi Sosial mempunyai tugas melaksanakan rehabilitasi

sosial penyandang cacat, rehabilitasi tuna sosial, dan pembinaan anak

jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen, korban tindak kekerasan

pekerjamigran.

5. Bidang Pengendalian Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial

Bidang Pengendalian Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial

58
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pengendalian bantua, pemberian

bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial termasuk pengendalian daerah

rawan bencana dan daerah kumuh, bantuan kepada masyarakat fakir miskin

serta bantuan kepada korban bencana alam dan sosial serta pelayanan

kepada orang terlantar.

6. Bidang Bimbingan Organisasi Sosial

Bidang Bimbingan Organisasi Sosial mempunyai tugas melaksanakan

bimbingan dan pelayanan terhadap organisasi Sosial/LSM dan anak terlantar,

pengendalian dan penertiban usaha pengumpulan sumbangan sosial dan

undian berhadiah serta melaksanakan pembinaan dan pemahaman

pelestarian nilai kepahlawanan, keprintisan dan kejuangan serta

kesetiakawanan.

IV.1.6 Kewenangan Dinas Sosial

Kewenangan Dinas Sosial diantaranya:

1. Perencanaan pengembangan kesejahteraan sosial wilayah kabupate/ kota

dan pendataan penyandang masalah kesejaheraan social

2. Penyuluhan dan bimbingan social

3. Pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan

4. Pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar (dalam dan luar panti)

5. Pelayanan kesejahteraan sosial anak balita melalui penitipan anak dan

adopsi lingkup kabupaten/ kota

6. Pelayanan anak terlantar, anak cacat dan anak nakal (dalam dan luar panti)

59
7. Pelayanan dan rehabilitasi sosial penderita cacat

8. Pelayanan dan rehabilitasi sosial tuna sosial (tuna Susila, gelandangan,

pengemis, dan eks narapidana)

9. Pemberdayaan keluarga fakir miskin meliputi fakir miskin, komunitas adat

terpencil dan Wanita rawan sosial ekonomi

10. Pemberdayaan karang taruna / organisasi kepemudaan

11. Pemberdayaan organisasi sosial / LSM lingkup kabupaten / kota

12. Pemberdayaan tenaga kerja sosial masyarakat

13. Pemberdayaan dunia usaha (partisipasi dalam usaha kesejahteraan

sosial)

14. Pemberdayaan pengumpulan sumbangan sosial lingkup kabupaten/kota

15. Penanggulangan korban bencana alam lingkup kabupaten/kota

16. Penanggulangan korban tindak kekerasan (anak, Wanita dan lanjut usia)

17. Penanggulangan korban napza

18. Pelayanan Kesejahteraan sosial keluarga

19. Pelayanan kesejahteraan Angkatan kerja

20. Penelitian dan uji coba pengembangan usaha kesejahteraan sosial lingkup

kabupaten/kota. Penyelenggaraan system informasi kesejahteraan sosial

lingkup kabupaten/ kota.

21. Penyelenggaraan pelatihan tenagan bidang usaha kesejahteraan sosial

lingkup kabupaten/kota.

60
22. Penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial

lingkup kabupaten/kota

23. Monitoring, evaluasi dan pelaporan hasil pelaksanaan pelayanan

kesejahteraan sosial

61
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Anak

Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen

Dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008, telah diatur secara rinci

dan sangat jelas tentang Langkah-langkah yang akan dilaksanakan oleh

pemerintah Kota Makassar dalam memberikan pembinaan dan menangani

masalah anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen yang selalu

menjadi fenomena di seluruh kota besar termasuk Makassar. Dalam

menjalankan langkah-langkah pembinaan tersebut tentunya tidaklah berjalan

dengan mudah sesuai dengan apa yang diharapkan sesuai dengan bait-

perbait dari perda tersebut. Namun di lain pihak Pemerintah Kota Makassar

juga akan mendapatkan tantangan sebagai penghambat dari pembinaan

yang dilakukan.

Sesuai dengan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 2

Tahun 2008 bahwa bentuk pembinaan yang telah dilakukan oleh Pemerintah

Kota Makassar dalam hal ini Dinas Sosial Kota Makassar terdiri tiga bentuk

pembinaan. Ketiga bentuk pembinaan tersebut yaitu, Pembinaan

Pencegahan, Pembinaan Lanjutan, dan Usaha Rehabilitasi Sosial .

Hasil wawancara dengan bapak KK selaku Kepala Seksi di Bidang Anak

Jalanan, mengatakan bahwa:

Untuk implementasi itu jelas diatur pada Peraturan Daerah No.2 Tahun

62
2008, kebijakan Pemerintah Daerah untuk menanggulangi anak

V.1.1 Program Pembinaan Pencegahan

Dalam melakukan pembinaan pencegahan, Dinas Sosial melakukan

pendataan terlebih dahulu di lokasi yang rawan anak jalanan, gepeng, dan

pengamen seperti di perempatan lampu merah, di bawah fly over, dsb. Selain

itu, Dinas Sosial juga terbantu dengan adanya informasi dari masyarakat

mengenai keberadaan anjal, gepeng dan pengamen di daerah sekitrnya

masing-masing.

Pembinaan pencegahan sendiri merupakan bentuk awal dari suatu

pembinaan yang dilakukan Pemerintah Kota Makassar yang bertujuan

mecegah berkembangnya dan meluasnya jumlah penyebaran dan

kompleksitas permasalahan penyebab adanya anak jalanan. Pembinaan

pencegahan sendiri dilakukan dalam bebrapa bentuk kegiatan, yakni

pendataan yang bertujuan untuk mengetahui sebab kenapa mereka (anak

jalnan, gelandangan, pengemis, dan pengamen) ada dijalanan. Dinas Sosial

selama ini telah melaksanakan pembinaan pencegahan sesuai dengan apa

yang telah tercantum dalam Peraturan Daerah No.2 Tahun 2008, yaitu :

a) Pendataan ;

b) Pemantauan, Pengendalian, dan Pengawasan ;

c) Kampanye yang dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi.

63
Pembinaan pencegahan dilakukan dengan kegiatan patrol setiap hari

secara rutin oleh Team Reaksi Cepat Saribattang atau yang disingkat (TRC)

Saribattang, adalah tim yang di gagas oleh pemerintah dan dibentuk oleh

Dinas Sosial Kota Makassar untuk memaksimalkan kinerja terkait penanganan

anak jalanan, gelandangan, dan pengemis di Kota Makassar. Dari segi nama

TRC

ubah semenjak tahun 2014 dan dibentuk menjadi TRC Saribattang, dari segi

anggotanya pun sudah lebih banyak dari sebelumnya pada tahun 2016.

Tugas Team Reaksi Cepat (TRC) Sariattang sesuai dengan SK

Walikota yaitu melakukan patroli penjangkauan di semua titik lampu merah

yang ada di kota Makassar, yang dimuat dalam sebuah kegiatan bernama

pembinaan dan patrol anak jalanan tahun anggaran 2019.

V.1.2 Program Pembinaan Lanjutan

Pembinaan lanjutan anak jalanan adalah kegiatan yang dilakukan Dinas

sosial Kota Makassar untuk mengetahui alasan anak turun ke jalanan dan lebih

mengetahui masalah yang terjadi pada anak jalanan. Dalam Pembinaan

lanjutan ada beberapa hal yang dilakukan yaitui dentifikasi atau assesment

pada anak jalanan dan kemudian melakukan home visit. Anak yang terjaring

saat patroli dilakukan akan dibawa ke Rumah Perlindungan Sosial Anak

(RPSA) Turikale Dinas Sosial Kota Makassar untuk di identifikasi dan

diassesment.

64
RPSA merupakan tempat transit bagi anak jalanan karena setelah

didapat, mereka langsung dibawa kesini untuk diassesment setelah itu dapat

ditentukan mereka dipulangkan atau bisa jadi dirujuk ke YKP2N untuk

direhabilitasi.

V.1.3 Program Pembinaan Rehabilitasi

Program pembinaan rehabilitasi anak jalanan adalah kerja sama Dinas

Sosial Kota makasar dengan Yayasan Kelompok Penyalahgunaan

Pengunaan Narkoba atau biasa di singkat dengan (YKP2N), anak jalanan

yang di assesment dan diketahui menggunakan narkoba atau mengisap lem

dan semacamnya maka mereka langsung di rujuk di YKP2N di Jalan Faisal

XII Makassar yang berada di naungan Kementrian Sosial.

V.2 Hasil Penelitian Implementasi Kebijakan Pembinaan Anak Jalanan di

Dinas Sosial Kota Makassar

Pada bagian ini, penulis akan menjabarkan analisis dari hasil penelitian

Implementasi Kebijakan Pembinaan Anak Jalanan di Dinas Sosial Kota

Makassar. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan observasi di

lapangan berdasarkan teori Charles O Jones. Teori Charles O Jones terdiri

dari 3 indikator yaitu, organisasi, interprestasi, dan aplikasi/ penerapan.

Selanjutnya untuk melihat apakah implementasi melalui ketiga indikator

tersebut penanganan anak jalanan sudah sesuai maka dapat dilihat dari

pencapaian tujuan melalui keberhasilan dalam memenuhi sasaran dan

65
aktivitasnya.

V.2.1 Organisasi

Dalam setiap implementasi kebijakan, diperlukan peran yang sangat

penting dari berbagai elemen yang terkait. Walaupun ada satu elemen yang

menjadi acuan atau pelaksana utama, tapi tentu akan membutuhkan elemen

lain, agar tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Adanya elemen-elemen

yang saling membantu untuk pengeimplementasian sebuah kebijakan tidak

cukup apabila koordinasi diantara organisasi yang terlibat tidak maksimal.

Organisasi merupakan susunan dan aturan bagian-bagian yang

berbeda (orang, dll) sehingga merupakan kesatuan yang teratur. Organisasi

adalah bentuk formal dari sekelompok orang dengan tujuan pribadi yang

sesuai (gaji, kepuasan kerja, dll) bekerja sama dalam proses tertentu untuk

mencapai tujuan bersama (tujuan organisasi). Untuk mencapai pencapaian

tujuan organisasi dan tujuan pribadi yang sinkron dan serasi, diperlukan

kerjasama dan upaya yang sungguh-sungguh dari kedua belah pihak

(manajemen organisasi dan anggota organisasi) untuk berusaha

mewujudkannya. secara bertanggung jawab, sehingga pada saat masing-

masing pihak mencapai haknya, pihak tersebut dapat melaksanakan

kewajibannya dengan rasa adil baik kepada anggota/pegawai organisasi

maupun terhadap pengurus atau pejabat yang berwenang.

Organisasi bisa dibentuk apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut :

1. Manusia: sebuah organisasi akan terbentuk jika terdapat unsur manusia

66
yang saling bekerjasama, ada pemimpin dan juga yang dipimpin telah

terpenuhi.

2. Sasaran atau tujuan: sebuah organisasi akan terbentuk jika mempunyai

suatu tujuan yang ingin dicapai

3. Pekerjaan: sebuah organisasi akan terbentuk jika mempunyai pekerjaan

yang akan dikerjakan serta adanya pembagian kerja.

4. Teknlologi : sebuah organisasi akan terbentuk jika terdapat unsur-unsur

teknisnya.

5. Tempat kedudukan: sebuah organisasi akan terbentuk jika ada tempat

kedudukannya.

6. Struktur: sebuah organisasi akan terbentuk terdapat hubungan antara

manusia satu dengan manusia lainnya, sehingga terciptalah organisasi

7. Lingkungan: sebuah organisasi akan terbentuk jika lingkungannya sangat

mendukung dan saling mempengaruhi, seperti misalnya adanya sistem

kerjasama sosial.

8. Secara sederhana organisasi memiliki tiga unsur pokok yakni orang, ada

kerjasama, dan ada tujuan bersama. Tiga unsur organisasi itu tidak berdiri

sendiri-sendiri, akan tetapi saling kait atau saling berhubungan sehingga

merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bapak KK selaku

Kepala Seksi Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar:

67
yang menerapkan perda itu ada pada bidang rehabilitasi sosial, yaitu
ada Kepala seksi dan ada tim-timnya juga, dan Tim TRC ada 26 orang,
5 orang polisi, Satpol 8 dan sisanya 13 orang dari Dinas Sosial menurut
(Wawancara pada tanggal 21 Maret
2022)

Pernyataan bapak KK selaku Kepala Seksi Pembinaan anak jalanan

juga ditegaskan oleh Bapak EI selaku Kepala Bidang Rehabilitas Sosial Dinas

Sosial Kota Makassar berikut ini:

juga kendala yang sudah kita jalankan, terkait masalah unit pelaksana
yang tadi kita bilang itu sudah memadai, dari segi strukturnya itu karena
dari bidang rrehabilitas sosial dia juga punya kantor UPT Rumah
Perlindungan dan Trauma Centre di jalan abdesir dalam hal ini ada juga
(Wawancara pada tanggal
18 April 2022).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dalam kasus ini, Dinas Sosial

merupakan pelaksana utama untuk menerapkan kebijakan pembinaan anjal

dan gepeng, tentunya Dinas Sosial tidak mampu untuk melaksanakannya

sendirian, oleh karena itu Dinas Sosial bekerja sama dan dibantu oleh

beberapa elemen yang ada antara lain satpol PP, dan Polisi Polrestasbes dan

juga Tim dari UPT Rumah Perlindungan dan Trauma Centre. Menurut Pak Kk

bahwa dari segi Organisasi atau Pelaksana, Dinas Sosial memiliki organisasi

yang dapat bekerja sama dan cukup untuk melaksanakan pembinaan anak

jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen.

Hasil Wawancara dengan infroman NI selaku Pekerja Sosial UPT.

Rumah Perlindungan dan Trauma Centre

68
s, jadi kita biasanya turun
patroli sehari itu 2 kali tapi untuk sementara selama masa pandemi ini
kita lakukan 5 kali sebulan karena kita juga menunggu anggaran dari
pemerintah, anak jalanan yang di patroli dibawah ke kantor dinas sosial
atau kesini lalu kita lakukan proses pembinaan mental dan spiritual, dan
juga kita bekerja sama dengan beberapa tempat seperti LPK, Smk
Handayani untuk keterampilan diberikan sama anak jalanan selama 3
(Wawancara
pada tanggal 22 Maret 2022)

Menurut Pak NI Selaku Pekerja Sosial, UPT. Rumah Perlindungan dan

Trauma Centre bekerja sama dengan Dinas Sosial dan pelaksanaan patroli

selama masa pandemi itu berkurang menjadi 5 kali sebulan, patroli tetap

dilaksanakan untuk mengurangi Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan

Pengamen dengan memberikan keterampilan.

Petikan wawancara dengan salah satu informan AM, Anak Jalanan yang

telah di Razia;

temanku pernah dapat patroli dan diambil sama satpol terus di kasih

(Wawancara pada tanggal 22 Maret 2022)

Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan kepala Seksi Pembinaan

Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar, Kepala Bidang Rehabilitas Sosial

dan Pekerja Sosial UPT. Rumah Perlindungan dan Trauma Centre serta

salah satu anak jalanan yang telah dirazia menunjukkan bahwa fungsi

organisasi di kantor dinas sosial sudah berjalan dengan baik dan memadai.

69
Dalam hal ini kantor Dinas Sosial telah membuktikan bahwa langkah yang

terlebih dahulu yaitu menentukan sasaran dan sasarannya yaitu anak-anak

sampai orang tua yang hidupnya bergelantungan dijalan. Selanjutnya unit-

unit yang bertugas merazia yaitu satpol Dinas Sosial Kota Makassar.

Setelah peneliti melakukan obsevasi di lapangan dan melakukan

wawancara kepada beberapa informan hal ini menunjukkan bahwa teori

Charles Jones sudah di terapkan di kantor Dinas Sosial yaitu organisasi,

merupakan pembentukan dan penataan kembali sumber daya, unit-unit serta

metode untuk menunjang agar program berjalan.

V.2.2 Interpretasi

Interpretasi adalah seni yang menggambarkan komunikasi secara tidak

langsung, tetapi komunikasi dapat dengan mudah dipahami. Interpretasi

berkaitan dengan sejauh mana subjek harus mencapai, dan pada saat yang

sama menyajikannya sebagai struktur identitas yang terkandung dalam

kehidupan, sejarah, dan objektivitas. Interprestasi yaitu menafsirkan peristiwa

sejarah dan menyatukan fakta-fakta ini menjadi satu kesatuan yang harmonis

dan logis. Penafsiran sejarah juga dapat dipahami sebagai menafsirkan suatu

peristiwa atau memberikan pandangan teoretis tentang suatu peristiwa.

Istilah penjelas mungkin tidak sering digunakan dalam kehidupan

sehari-hari. Kata tersebut sering muncul dalam artikel jurnal atau berita

seperti interpretasi data, interpretasi seni, interpretasi sejarah, dll. Pengertian

Interpretasi yaitu tafsiran, penjelasan, makna, kesan, pendapat, atau

70
pandangan kritis terhadap suatu objek yang berasal dari pemikiran yang

mendalam dan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pelaku yang

melakukan interpretasi. Makna interpretasi dalam sejarah merupakan bentuk

penafsiran sejarawan terhadap peristiwa sejarah yang menjadi satu kesatuan

sejarah yang utuh, serasi dan logis. Penafsiran cerita bersifat subjektif, artinya

sangat bergantung pada penafsirnya. Perbedaan interpretasi dalam

sejarawan biasanya terjadi karena perbedaan material, keadaan pikiran,

pengaruh dan motivasi. Memahami cara menjelaskan dalam suara artikel dan

hal-hal yang berkaitan dengannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bapak K selaku Staf

Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar mengatakan bahwa:

bukan dari
kita pihak Dinas Sosial yang tidak melakukan tindakan maupun tidak
melaksankan program akan tetapi banyaknya pendatang dari luar
daerah seperti takalar, jeneponto, bantaeng dan juga dari orang tua
mereka sendiri yang menyuruh anaknya untuk turun langsung ke
(Wawancara pada tanggal 21 Maret 2022).

Pernyataan Bapak K selaku staf dipertegas oleh bapak EI selaku Kepala

Bidang rehabilitas Sosial Dinas Sosial Kota Makassar mengatakan bahwa :

da bentuk
pelatihan, tapi pada dasarnya kalau kami ini kita lihat dulu mindset nya
setelah assessment apakah kita bisa memberikan pembinaan seperti
pelatihan-pelatihan, tapi kalau posisi dalam kondisinya anjal itu dibawah
umur 4-8 tahun itu yang diutamankan pembelajaran, bermain, bukan
bekerja tapi kalau kita lihat dijalan itu masih banyak orang tua yang
belum mengerti dengan keadaan seperti itu artinya Lembaga Lembaga
juga dan dinas dinas terkait juga perlu kita saling kita koordinasi satu
sama lain untuk mengenali bimbingan supaya mereka tidak lagi turun
(Wawancara pada tanggal 18 April 2022)

71
Pernyataan bapak K selaku Staf Pembinaan Anak Jalanan dan Bapak

EI selaku Kepada Bidang Rehabilitas Sosial juga ditegaskan oleh bapak KK

selaku Kepala Seksi Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar :

anak jalanan kami sudah melakukan pembinaan sama anak jalanan


karena kita selalu lakukan juga patroli, semua program atau pembinaan
juga sudah dijalankan dengan baik sesuai dengan SOP yang ada,
(Wawancara pada
tanggal 21 Maret 2022)

Dinas Sosial Kota Makassar sebagai implementor harus memiliki

kejelasan standar operasional prosedur (SOP) dalam menangani atau

membina anak jalanan sehingga dapat direalisir dengan tepat dan

sasarannya adalah seluruh anak jalanan Kota Makassar agar dilakukan

pencegahan berupa pembinaan dengan harapan untuk memperbaiki mental-

mental para anak-anak generasi bangsa. Berdasarkan hasil wawancara

dengan Kepala Seksi Pembinaan anak jalanan mengatakan bahwa Dinas

Sosial sudah menjalankan program sesuai dengan SOP.

72
Gambar 2. SOP Penertiban Anak Jalanan

Salah satu pengguna jalan raya di Kota Makassar mengatakan bahwa:

juga cukup terganggu dengan anak jalanan di lampu merah yang minta-

(Wawancara pada tanggal 10 April 2022)

Dari pernyataan di atas, seorang pengguna jalan raya merasa terganggu

dengan keberadaan anak jalanan yang meminta-minta uang dan kadang

memaksa untuk diberikan uang.

Jadi, berdasarkan hasil wawancara diatas dengan Staf, Kepala Seksi

Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar, Kepala Bidang

Rehabilitas Sosial Dinas Sosial Kota Makassar dan juga seorang pengguna

jalan raya, dapat disimpulkan bahwa pihak Dinas Sosial sendiri tidak dapat

menjamin apabila anjal dan gepeng setiap tahun. Akan tetapi setelah berbagai

73
upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial mulai dari program yang

dilakukan sudah dipertimbangkan untuk Anak Jalanan, namun semua kembali

ke individu masing-masing, banyak anjal dan gepeng yang sudah ditangkap

maupun di bina akhirnya akan kembali ke jalanan melakukan kegiatan yang

mereka jalani sebelumnya.

Kesimpulannya adalah dapat dikatakan bahwa interpretasi di Dinas

Sosial berjalan dengan baik, hal itu di dukung dengan adanya perencanaan

yang tepat dan menjalankan program pembinaan anak jalanan, hanya saja

masyarakat dan orang tua anak jalanan sendiri yang belum berperan aktif

dalam membantu pemerintah menerapkan kebijakan ini karena masig

banyaknya masyarakat yang memberikan uang kepada anak jalanan,

gelandangan, pengemis, dan pengamen dengan berbagai alasan.

Hal ini menunjukkan bahwa teori Charles O Jones sudah sesuai dengan

apa yang dilakukan Dinas Sosial Kota Makassar yaitu Interpretasi, menafsirkan

program agar menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima

dan dilaksanakan.

V.2. 3. Aplikasi

Aplikasi berasal dari kata application yang artinya penerapan, lamaran,

penggunaan. Secara istilah aplikasi adalah program siap pakai yang dibuat

untuk melaksanakan suatu fungsi bagi pengguna atau aplikasi yang lain dan

dapat digunakan oleh sasaran yang dituju.Aplikasi adalah program siap pakai

yang dapat digunakan untuk menjalankan perintah-perintah dari pengguna

74
aplikasi tersebut dengan tujuan mendapatkan hasil yang lebih akurat sesuai

dengan tujuan pembuatan aplikasi tersebut, aplikasi mempunyai arti yaitu

pemecahan masalah yang menggunakan salah satu tehnik pemrosesan data

aplikasi yang biasanya berpacu pada sebuah komputansi yang diinginkan atau

diharapkan maupun pemrosesan data yang diharapkan. Menurut Yuhefizar

aplikasi adalah program yang disengaja dibuat dan dikembangkan sebagai

pemenuh kebutuhan penggunanya dalam menjalankan suatu pekerjan

tertentu.

Sedangkan menurut Hengky W. Permanan aplikasi adalah satu unit

perangkat lunak yang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan akan

berbagai aktivitas ataupun pekerjaan, seperti aktivitas perniagaan, periklanan,

pelayanan masyarakat, game dan berbagai aktivitas lainya yang dilakukan

oleh manusia.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bapak NI selaku Pekerja

Sosial UPT Rumah Perlindungan dan Trauma Centre Kota Makassar

mengatakan bahwa:

Dasarnya ini semua karna kemiskinan, perda itu tetap di terapkan, kita
tetap melaksanakan patroli sehari kadang dua kali patroli dari jam 9
jam 5 tapi karna ini awal tahun jadi kita menunggu anggaran lagi, dan
untuk sementara ini 5x dalam sebulan karna tergantung anggaran,
patroli disini sama saja dengan patroli dinas sosial, cuman biasanya
tidak semua anak yang dijaring dibawah kesini, biasa dibawah ke dinas
biasa juga di panti asuhan, KSA, kalo dia punya indikasi Napsa kita
(Wawancara pada 22 Maret 2022)

Hal yang sama juga dikatakan oleh bapak K selaku staf Pembinaan Anak

75
Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar:

Kalo patroli kita tiap minggu adakan, atau biasanya juga tiap hari, atau
kalau perbulan bisa sampai 8 kali turun dan terbagi shift ada yang pagi
dan ada yang sore kalopun ada laporan dari call centre atau masyarakat
itu kita langsung tindaki. Dengan adanya perda ini bukan untuk
membersihkan namun meminimalisir kalau untuk perkembangan perda
no.2 ini meminimalisir karena kalo kita turun patroli pagi, sore otomatis
waktu anak jalanan ini terbatas dia dijalan setelah dijangkau, jadi
(Wawancara pada tanggal 21 Maret 2022)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak NI selaku Pekerja Sosial

UPT Rumah Perlindungan dan Trauma Centre dan Bapak K selaku staf

Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar menjelaskan bahwa

penerapan program secara langsung turun ke lapangan melalui patroli untuk

meminimalisir jumlah anak jalanan sudah efektif dilaksanakan. Adapun untuk

perangkat lunak yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan akan berbagai

aktivitas ataupun pekerjaan, seperti aktivitas perniagaan, periklanan,

pelayanan masyarakat, game dan berbagai aktivitas lainya yang dilakukan

oleh manusia. Perangkat lunak adalah istilah khusus untuk data yang diformat

dan disimpan secara digital, termasuk program computer, dokumentasinya,

dan berbagai informasi yang bias dibaca, dan ditulis oleh komputer.

Perangkat lunak yang dimaksud adalah seperti yang dikatakan oleh

Bapak K selaku Kepala Seksi Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial Kota

Makassar :

Kalau teknologi informasi, sementara dalam proses, kita mengikuti


perkembangan sekarang, untuk sosial media itu penyebaran informasi
dan dokuemntasi kegiatan melalui facebook,instagram, untuk sekarang

76
itu aplikasi secara umum berbasis PMKS, termasuk di dalamnya anak
jalanan. Semakin hari, kita berusaha semaksimal mungkin untuk
memperbaiki pengembangan atau cara kerja program yang
(Wawancara pada tanggal 21 Maret 2022)

Pernyataan bapak KK selaku Kepada Seksi Pembinaan Anak Jalanan

Dinas Sosial juga ditegaskan oleh bapak K selaku Staf Pembinaan Anak

Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar mengatakan bahwa :

fb, ig, namun untuk data anak jalanan itu kita tidak masukkan kesitu
yang menjadi pertimbangan dinas sosial kenapa tidak mengupload data
anak jalanan di website itu karena takut
(Wawancara pada tanggal 21 Maret 2022)

Salah satu Pengguna Jalan Raya di Kota Makassar mengatakan bahwa

cuman kalau kegitan Razia patrol itu kadang saya lihat ji juga

Jadi, berdasarkan hasil wawancara diatas dengan Kepala Seksi

Pembinaan Anak, Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar, Staf dan juga seorang

pengguna jalan raya dapat disimpulkan bahwa , Pelaksanaan aplikasi sudah

cukup terlaksana dengan baik, namun untuk aplikasi perangkat lunak masih

perlu dikembangkan untuk mengatahui data jumlah anak jalanan, tiap bulan

atau tahun.

77
V.3 Faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pembinaan anak

jalanan di Dinas Sosial Kota Makassar

V.3.1 Rumah Singgah

Faktor pendukung dan penghambat utama implementasi kebijakan anak

jalanan yaitu Political will atau keyakinan publik dari pihak pemerintah kota

Makassar dalam hal ini walikota Makassar sebagai kota yang bebas anak

jalanan, aman dan nyaman bagi masyarakat. merupakan pendukung kuat

implementasi kebijakan anak jalanan di Kota Makassar. Selain itu, dukungan

masyarakat melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial menyarankan agar aktivis

LSM berpendapat bahwa pengasuhan anak jalanan harus dilakukan melalui

Institusi Sekolah, rumah singgah dan pemberdayaan keluarga dengan

memberikan modal usaha kepada keluarga.

Dengan demikian disadari bahwa berbagai pihak perlu terlibat baik untuk

anak itu sendiri maupun untuk keluarganya. Terdapat beberapa Yayasan

Pendidikan yang berkenan untuk memberikan layanan bagi anak jalanan untuk

mengikuti Pendidikan di sekolahnya. Demikian juga terdapat pihak yang

berkenan membantu memberdayakan keluarga anak jalanan. Salah satunya

Dinas Sosial menyediakan dana melalui APBD meskipun jumlahnya relative

terbatas.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bapak KK selaku Kepala

Seksi Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar:

78
Rumah Perlindungan, ditahan sementara dulu 3 hari, sampai ada orang

pada tanggal 21 Maret 2022)

Berdasarkan wawancara dengan Kepala Seksi Pembinaan Anak Jalanan

Dinas Sosial Kota Makassar mengatakan bahwa amak-anak yang terjaring

Razia patroli di bawa je UPT umah Perlindungan centre selama 3 hari, dan

pada dasarnya setelah Razia adalah mencari orang tua dari anak tersebut, jika

orang tuanya ada atau ada keluarganya yang datang maka anak jalanan yang

sudah di Razia di kembalikan pada orang tua atau keluarga.

Pernyataan Bapak KK selaku Kepala Seksi Pembinaan Anak Jalanan

Dinas Sosial dipertegas oleh bapak K selaku staf Pembinaan Anak Jalanan

Dinas Sosial Kota Makassar mengatakan bahwa :

Kalo dalam kebijakan untuk penanganannya yang kita berikan kepada


orang tua atau maupun ke anak jalanannya karena belum ada
penampungan permanen di kota makassar, jadi kita kembalikan ke
orang tua, tapi ekspektasi atau harapan dari kita pihak dinas sosial,
dengan adanya kebijakan yang dimana di kembalikannya ke orang tua,
harusnya intens untuk waktu dijalan semestinya anak jalanan itu
(Wawancara pada
tanggal 21 Maret 2022)

Hal senada juga diungkapkan oleh bapak EI selaku Kepala Bidang

rehabilitas Sosial Dinas Sosial Kota Makassar mengatakan bahwa :

Memang untuk saat ini kami kekurangan lindungan pondok sosial


seperti rumah singgah yang bisa memadai seluruh pembinaan anak
(Wawancara pada tanggal 18 April
2022)

79
Berdasarkan hasil wawancara di atas dengan informan mengatakan

bahwa kendala yang di hadapi Dinas Sosial dalam membina anak jalanan

adalah kurangnya tempat penampungan untuk menampung para anak yang

sudah di Razia. Pihak Dinas Sosial hanya sekedar memberikan Assesment/

Pencerahan lalu kemudian anak yang sudah di Razia di kembalikan ke orang

tuanya.

Kurangnya tempat penampungan bagi anak jalanan yang di Razia

merupakan factor utama yang mempengaruhi banyaknya anak jalanan yang

kembali turun ke jalan bahkan sudah di razia, itu karena di pengaruhi oleh

sumber pengahasilan mereka di jalan.

Jadi, berdasarkan hasil wawancara diatas dengan Kepala Seksi

Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar, staf dan Kepala

Bidang Rehabilitas Sosial Dinas Sosial Kota Makassar dapat disimpulkan

bahwa factor utama yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan

pembinaan anak jalanan yang berasal dari lingkungan kantor Dinas Sosial

Kota Makassar itu sendiri yaitu dipengaruhi oleh penyediaan tempat (ruangan).

Tidak adanya penyediaan tempat dari pihak pemerintah untuk proses

pembinaan anak jalanan. Dinas sosial hanya mengembalikan anak-anak

jalanan ini ke orang tua.

Tidak adanya Rumah Singgah untuk menampung para anak-anak

jalanan yang terlantar merupakan factor yang sangatlah penting dalam

mengurangi permasalahan anak di Kota Makassar.

80
V.3.2 Keluarga (Orang Tua)

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan

merupakan hasil dari suatu ikatan perkawinan yang sah dapat membentuk

suatu keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh

dan membimbing anak-anaknya sehingga mereka mencapai tahapan

perkembangan tertentu yang membuat mereka siap untuk kehidupan

bermasyarakat. Namun, ketika kewajiban orang tua terhadap anak

dipertanyakan, demikian pula pergaulan anak. Dari yang biasaya tinggal di

rumah, anak akan menjadi anak terlantar di jalanan.

Kurangnya koordinasi antar instansi terkait dalam menangani anak

jalanan dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang menghilangkan

budaya charity dalam menangani anak jalanan kemungkinan menjadi faktor

eksternal yang menghambat implementasi kebijakan pembinaan anak jalanan

di kota Makassar. Apalagi ada yang merasa belum ada model dan pendekatan

yang tepat dan efektif, sehingga sepertinya mengasuh anak jalanan masih

bersifat charitatif. Cara untuk menguranginya masih belum terlihat berdasarkan

hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak atas perlindungan

dan hak untuk berpartisipasi, serta gagasan untuk mewujudkan kota Makassar

sebagai kota layak anak masih belum terwujudkan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bapak NI selaku Pekerja

Sosial UPT Rumah Perlindungan Centre :

" Kita ini jiwa sosialnya tinggi, kita pernah perketat pengaturan mereka

81
lari ke pare-pare, tetapi dari pare-pare lagi pulangkan kembali lagi kesini
dan kembali lagi mereka ke jalanan karena orang tua mereka sendiri
juga. Jadi kita juga serba salah, karena mereka juga punya aktivis jadi

Pernyataan Bapak NI selaku Pekerja Sosial UPT Rumah Perlindungan

Centre dipertegas oleh Anak Jalanan yang mengatakan :

juga 1, disuruh kumpul uang 50/hari, biasanya kalau tidak cukup,

Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan Pekerja Sosial UPT.

Rumah Perlindungan dan Trauma Centre dan salah satu anak jalanan

mengatakan bahwa bahwa pihak orang tua yang mendukung anak nya untuk

mencari uang (nafkah) di jalan.

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi proses implementasi

anak jalanan di Dinas Sosial Kota Makassar adalah dari pihak keluarga dan

dari anak jalanan itu sendiri, tidak ada dukungan dari orang tua atau keluarga

anak jalanan, ini disebabkan anak jalanan itu sendiri menjadi tulang punggung

orang tua dalam mencari penghasilan. Anak jalanan dan keluarganya

merupakan bagian masyarakat yang rentan terhadap lingkungan sekitar, itulah

yang menjadi mereka sulit untuk dientaskan. Kemiskinan menjadi faktor utama

anak-anak menjadi tulang punggung keluarga. Keadaan yang sulit tersebut

memaksa anak-anak untuk turun ke jalan dan mencari penghasilan dengan

meminta-minta, mengamen dan lain sebagainya.

Kota Makassar yang bebas dari anak jalanan hanyalah sekedar impian

82
yang belum bisa terwujudkan sampai saat ini. Minimnya instansi yang berperan

menangani anak jalanan menambah faktor yang mempengaruhi pengurangan

anak jalanan di Kota Makassar.

V.3.3 Pandemi Covid-19

Pandemic Covid-19 merupakan wabah penyakit yang menjangkit secara

srempak dimana-mana, meliputi daerah geografis yang luas. Pandemic

merupakan epidermi yang menyebar hamper ke seluruh negara atau pun

benua dan biasanya mengenai banyak orang. Virus corona atau dikenal

dengan istilah covid-19 (Corona Virus Diseases-19) awal mulanya

berkembang di wuhan, China. World Health Organization (WHO), menyatakan

wabah penyebaran Pandemic Covid-19 sebagai pandemic krisis kesehatan

yang pertama dan terutama di dunia.

Pandemi Covid-19 telah banyak membawa dampak di berbagai aspek,

tidak terkecuali kehidupan anak-anak. Permasalahan Pandemic Covid-19 di

Indonesia membuat bertambah tingginya angka kemiskinan dan

pengangguran, sehingga sangat rentan dengan pemutusan hubungan kerja,

persoalan tersebut banyak orang yang beralih profesi dan turun ke jalanan

seperti mengamen, baik secara sendiri-sendiri maupun berkelompok karena di

nilai mudah untuk mendapatkan uang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bapak K selaku Staf

Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar:

Semua bantuan itu mau pusat atau disini harus berdasarkan BPKS jadi

83
selama dia belum terdaftar tidak bisa dapat bantuan, untuk masalah
keterampilan kita kasih ke anak jalanan, tapi lebih fokus ke ibu-ibu nya
yaitu merangkai bunga, kalo untuk laki-laki ada juga yang service ac,
kulkas selama kurang lebih 15 hari bekerja sama dengan Lembaga yang
mengadakan keterampilan seperti itu, dilihat dari profil Lembaga tetapi
kita juga minta rekomendasi dari dinas ketenagakerjaan karna tempat
pelatihan seperti itu sudah memang ada kualitasnya bisa di pakai jadi
pihak disnaker lebih tau. Namun, pada saat ini masa pandemi,
keterampilan itu tidak ada karena keterbatasan anggaran, karena di
alihkan ke kesehatan (Wawancara pada tanggal, 21 Maret 2022)

Pernyataan Bapak K selaku Staf Pembinaan Anak Jalanan Dinas Sosial

dipertegas oleh bapak KK selaku Kepala Seksi Pembinaan Anak Jalanan

Dinas Sosial Kota Makassar mengatakan bahwa :

Kita adakan semua itu lebih ke penyaluran skill , jadi kalo mereka punya
bakat olahraga dapat bagian olahraga, kalau music dapat dimusik, dan
keterampilan lainnya, tapi karena angaran, jadi di tiadakan lagi dan
terakhir ada itu padaa tahun 2020 , sebenarnya kita punya banyak ide.
Tapi karena pandemi, jadi mereka semua di hentikan lagi karena

Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan Staf Pembinaan Anak

Jalanan dan Kepala Seksi Pembinaan Anak Jalanan mengatakan bahwa pada

masa pandemic covid-19 kegiatan pengadaan keterampilan pada anak jalanan

yang di razia itu ditiadakan karena terbatasnya anggaran dari pihak

pemerintah, sehingga pihak Dinas Sosial hanya memberikan pembinaan

berupa Asessement seperti biasanya.

Begitupun dengan pengadaan patroli di jalanan juga berkurang, karena

adanya Surat Edaran dari Pemerintah untuk mengurangi Kegiatan di luar

rumah.

84
BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

bahwa, secara umum implementasi kebijakan pembinaan anak jalanan di

dinas sosial kota makassar sudah cukup baik.

1. Organisasi

Implementasi kebijakan pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial Kota

Makassar dari segi orgnaisasi, dapat dikatakan bahwa Dinas Sosial Kota

Makassar sebagai salah satu organisasi instansi pemerintah yang

bertugas mengatasi masalah Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) sudah melakukan tugasnya dengan cukup baik.

2. Interpretasi

Implementasi kebijakan pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial Kota

Makassar, dari segi interpretasi dikatakan masih perlu di benahi lagi agar

anak jalanan yang sudah di razia tidak kembali atau turun lagi ke jalanan.

3. Aplikasi

Implementasi kebijakan pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial Kota

Makassar, dari segi aplikasi sudah cukup terlaksana dengan baik, namun

untuk aplikasi perangkat lunak masih perlu dikembangkan untuk

mengetahui data jumlah anak jalanan, tiap bulan atau tahun.

4. Kendala-kendala yang dihadapi dari pihak Dinas Sosial Kota Makassar

85
yaitu kurangnya tempat atau lokasi yang bisa menampung anak jalanan

untuk melakukan pembinaan. Dan juga dari pihak orang tua sendiri yang

memberikan arahan kepada anaknya untuk turun kejalanan. Sedangkan

pada masa pandemic covid, pandemic covid-19 kegiatan pengadaan

keterampilan pada anak jalanan yang di razia itu ditiadakan karena

terbatasnya anggaran dari pihak pemerintah, sehingga pihak Dinas

Sosial hanya memberikan pembinaan berupa Asessement seperti

biasanya. Namun pihak Dinas Sosial Kota Makassar Bersama satpol PP

Makassar bekerja untuk mengentaskan masalah anak jalanan di Kota

Makassar.

VI.2 Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan diatas, maka penulis merekomendasikan

saran-saran terkait implementasi Kebijakan Pembinaan Anak Jalanan di Dinas

Sosial Kota Makasar sebagai berikut:

1. Pemerintah Kota Makassar diharapkan membuat penampungan Rumah

Singgah untuk anak jalanan yang terjaring Razia, serta memberikan

keterampilan kepada anak jalanan dan memberikan bantuan kepada

anak jalanan yang putus sekolah.

2. Program pembinaan anak jalanan lebih dikembangkan agar anak jalanan

memiliki bekal untuk meraih kehidupan yang lebih baik lagi.

3. Pemerintah Kota Makassar sebaiknya bekerja sama dengan pihak Dinas

Perhubungan untuk mengadakan CCTV disetiap sudut lampu merah

86
untuk memantau keberadaan Anak Jalanan.

4. Sebaiknya pemerintah Kota Makassar membuat peraturan secara tegas

bagi para pengguna jalan maupun masyarakat yang lainnya agar tidak

memberikan uang kepada anjal dan gepeng, karena hal inilah yang

menyebabkan anjal dan gepeng menjadi keenakan dan menjadikan hal

tersebut sebagai profesi. Mereka bisa mendapatkan uang dengan mudah

tanpa bekerja.

87
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta: Pancur Siwah.

Agustino, Leo. 2012. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: CV. Pustaka Setia

Arenawati. 2013. Administrasi Pemerintah Daerah sejarah, Konsep dan


penatalaksanaan di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

JONES, Charles O. 1996. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy).


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Edi Suharto, Ph.D. 2011. Kebijakan Sosial, Sebagai Kebijakan Publik.


Bandung: Alfabeta Bandung.

Hessel Nogi. S. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Jakarta: Lukman


Offset.

Subarsono, AG. 2010. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.


Bandung : Penerbit Alfabeta.

Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: CV. ALFABETA.

Suharto, Edi. 2012. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Alfabeta.

Soenarko. 2003. Public Policy, Pengertian Pokok Untuk Memahami Analisa


Kebijaksanaan Pemerintah. Surabaya: Erlangga University Press.

Solichin, Abdul Wahab MA. 2008. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke


Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung.


Tangkilisian,

88
Tangkilisian, Hessel Nogi. S. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta:
Lukman Offset.

JURNAL

Hidayah, Endang Sri. 2020. Implementasi Kebijakan Pembinaan Anak


Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen di Kota Makassar
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Kebijakan Pemerintahan. Vol 3 (2).

Gumanti, Lulu, Dkk. 2020. Implementasi Kebijakan Program Pembinaan


Anak Jalanan di Dinas Sosial Kabupaten Cirebon (Studi Kasus di UPT
Pusat

Pelayanan Kesejateraan Sosial (PPKS) Dinas Sosial Kabupaten Cirebon.


Jurnal Publika Unswagati Cirebon. Vol 8 (1).

SKRIPSI

Syam, Nurul Azizah. 2016. Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah


Dalam Pembinaan Pedagang kaki Lima (Studi kasus Pada Pedagang
Kaki Lima di Kelurahan Paropo Kec. Panakukkang Kota Makassar).
Skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin
Makassar.

Tribuwono, Jonathan. 2017. Implementasi Kebijakan Pembinaan Anak


jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen di Kota Makassar
(Studi Kasus Pada Dinas Sosial). Skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin.

PERATURAN-PERATURAN

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Pasal 34 Ayat (1)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002.Tentang


Perlindungan Anak Indonesia

Peraturan Daerah (PERDA) Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2008 tentang


Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen.

89
L
A
M
P
I
R
A
N

90
LAMPIRAN 1
BIODATA

A. Biodata Pribadi

Nama : Firdha Nur Islam


Tempat dan Tanggal Lahir : Luwuk, 19 April 1999
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Titang No. 34
No. Handphone : 082189672897
E-mail : firdhanurislam@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan
SD : Negeri Bawakaraeng 2 Makassar
SMP : SMP Negeri 4 Makassar
SMA : SMA Negeri 4 Makassar
Perguruan Tinggi : Universitas Hasanuddin

C. Pengalaman Organisasi
1. Anggota Humanis Fisip Unhas

91
LAMPIRAN 2

Gambar 1 : Wawancara dengan Kepala Bidang Rehabilitas Sosial Dinas Sosial Kota
Makassar, Bapak A. Eldi Indra M, S.S.T.P (Pada tanggal 18 April 2022)

Gambar 2 : Wawancara dengan Kepala Seksi Anak Jalanan Dinas Sosial Kota
Makassar, Bapak Kamil Kamaruddin, SE. (Pada tanggal 21 Maret 2022)

92
Gambar 3 : Wawancara dengan Staf Anak Jalanan Dinas Sosial Kota Makassar,
Bapak Khairun (Pada tanggal, 21 Maret 2022)

Gambar 4 : Wawancara dengan Pekerja Sosial UPT Rumah Perlindungan dan


Trauma Centre, Bapak Nurman Ilmi (Pada tanggal, 22 Maret 2022)

93
Gambar 5 : Wawancara dengan Pengamen di Fly Over, AM (Pada Tanggal, 21 Maret
2022)

Gambar 6 : Wawancara dengan salah satu masyarakat pengguna jalan raya, Bapak
Abd Samad (Pada tanggal, 13 Mei 2022)

94
Gambar 7 : Patroli Anak Jalanan (Pada tanggal, 22 Maret 2022)

95
Lampiran Surat Penelitian
a. Surat Izin Penelitian

96
b. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian

97
c. Surat Persetujuan Izin Penelitian

98
99
d. Surat Selesai Penelitian

100

Anda mungkin juga menyukai