Anda di halaman 1dari 159

SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG RENCANA INDUK


PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DI KABUPATEN
MAMASA

diajukan oleh

JACKSON PALALUNAN MATASAK


E12116510

kepada

DEPARTEMEN ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

i
LEMBAR PENERIMAAN

ii
RNYATAAN KEASLIAN

iii
PRAKATA

“Karena masa depan sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang”
(Amsal 23:18)
Shalom,

Segala Puji, Syukur, Hormat serta kemuliaan bagi Tuhan Yesus Kristus.

Karena atas rahmat dan anugerahNya penulisan skripsi dengan judul “Implementasi

Kebijakan Tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan di Kabupaten

Mamasa” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi

sebagian prasyarat guna memperoleh gelar sarjana (S1) pada Departemen Ilmu

Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin

Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini banyak

mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai

pihak, dan pertolongan dari Tuhan yang Maha Kuasa, sehingga kendala-kendala

yang dialami dapat diatasi. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak

terhingga dan penghargaan kepada ayah dan ibu tercinta yaitu Bapak Benyamin

Matasak dan Ibu Mece Bonggalabi atas segala bentuk pengorbanan baik secara

moril maupun materil dan telah berusaha bersusah payah mendidik dan

membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang serta tak pernah berhenti

memberi Doa, dukungan dan perhatian penuh terhadap segala problematika yang

dihadapi penulis selama dilahirkan ke dunia ini, dan terkhusus selama menjadi

mahasiswa, semoga Tuhan tetap memberikan kesehatan dan kekuatan agar kelak

penulis dapat memberikan sedikit rasa terima kasih terhadap segala yang telah di

berikan. Teruntuk Ibu Yuliana Panggoa yang telah melahirkan penulis kedalam

iv
dunia ini, serta tetap setia memberikan Doa, dukungan, dan perhatian penuh kepada

penulis, Semoga ibu tetap sehat untuk melihat penulis meraih setiap mimpi-mimpi.

Seluruh kegiatan penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan berjalan lancar

tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Sehingga pada

kesempatan ini juga, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc selaku Rektor Universitas Hasanuddin

beserta para Wakil Rektor dan jajarannya;

2. Dr. Phil. Sukri, S.IP, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Hasanuddin beserta para Wakil Dekan dan jajarannya;

3. Dr. A. M. Rusli, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin ;

4. Prof. Dr. H. Juanda Nawawi , M.Si Selaku Pembimbing 1 dan dosen

pendamping yang senantiasa meluangkan waktu dan pemikirannya dalam

membimbing penulis dari awal penyusunan proposal, hingga akhir penulisan

skripsi ini.

5. Dr. Suhardiman Syamsu, S.Sos M.Si, selaku pembimbing 2 yang senantiasa

memberikan arahan dalam proses penyusunan mulai dari proposal hingga

penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh dosen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Juanda Nawawi, M.Si, (Alm) Prof Dr.A. Gau

Kadir, MA, Prof. Dr. H. Rasyid Thaha, M.Si, Prof. Dr. Rabina Yunus, M.Si, Prof.

Dr. Hj. Nurlinah, M.Si, Dr. Hj. Indar Arifin, M.Si, (Alm) Dr. H. Andi Syamsu

Alam,M.Si, Dr. H. A.M. Rusli, M.Si, Suhardiman Syamsu, M.Si, Dr. Jayadi Nas,

M.Si, Dr. Andi Lukman Irwan, S.IP, M.Si, Rahmatullah, S.IP, M.Si, Ashar

Prawitno, S.IP, M.Si, Saharuddin S.IP, M.Si, yang telah banyak memberikan

v
pengetahuan dalam jenjang perkuliahan sarjana Ilmu Pemerintahan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

7. Pemerintah Kabupaten Mamasa yang telah mengizinkan penulis melakukan

penelitian di Kabupaten Mamasa dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten

Mamasa, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Mamasa, seluruh perangkat Dinas

terkait di berbagai kantor pemerintahan di Kabupaten Mamasa, seluruh pihak

yang telah bersedia menjadi informan peneliti, dan masyarakat semua kalangan

yang terlibat sekecil apapun dalam menunjang proses penelitian ini.

8. Saudara Kandung penulis, Kakak tercinta Wilson Benyamin Matasak dan

Filadelfia Glorya yang senantiasa memberi dukungan dan perhatian kepada

penulis, adik tercinta Irene Febriana, Jessica, Kasih dan Kesya yang juga

menjadi salah satu motivasi terbesar penulis meraih gelar Sarjana.

9. Bumi Orange tercinta Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (HIMAPEM),

Yang telah menjadi rumah sekaligus menjadi ruang belajar kompleks dan

bertabur dinamika yang telah menempah penulis agar teguh menerobos

belantara rintangan, tangguh mengarungi langit keniscayaan, dan kukuh

menjalani langit kemungkinan. Semoga kelak Rumah Orange tetap menjadi

rumah Laboratorium belajar pembentuk kader yang merdeka dan Militan. Bagi

penulis, Himapem adalah medium cinta harga mati. Teruslah Merdeka Dan

Militan.

10. Semua teman-teman seperjuangan VERENIGEN 2016 ; Haule, Wahid, Yus,

Dede, Niaw, Dirvan, Barsan, Romi, Fadlan, Hesti, Ayulia, Meri, Mae, yang telah

menjadi saudara penulis selama menjalani kehidupan berkampus, semoga kita

semua dapat bermanfaat bagi nusa dan bangsa.

vi
11. Kakak-kakak yang telah menjadi mentor sekaligus saudara penulis, Volkgeist

(2010), Enlighment (2011), Fraternity (2012), Lebensraum (2013), Fidelitas

(2014), Federasi (2015), Serta adik-adik, Kaizen (2017) Eleftheria (2018),

Zeitgeist (2019), Maintiendrai (2020), Dignite (2021) dan Fuerza (2022), yang

telah memberikan makna kekeluargaan, pendewasaan diri, dan kenyamanan

bagi penulis di Rumah Orange.

12. PMKO FISIP Unhas yang telah menjadi wadah pertumbuh- kembangan iman

penulis dalam kehidupan berkampus. terkhusus kepada rekan- rekan “Shine”

pengurus PMKO FISIP Unhas periode 2018, terima kasih telah memberikan

banyak warna dalam dinamika berpelayanan, terima kasih telah banyak

memberikan pelajaran kepada penulis tentang arti kasih dan keikhlasan yang

sesungguhnya .

13. Keluarga BADES, Endi, Evan, dan Anto terima kasih telah menjadi saudara

penulis dalam menjalani, menertawakan, pun menangisi setiap perjalanan yang

telah di lalui bersama dalam mengisi periode penulis sebagai mahasiswa.

14. Teman-teman kolega seperjuangan pengurus BEM FISIP Unhas periode 2020-

2021, yang telah menjadi kawan penulis mengambil peran dalam upaya

menghidupkan kembali wadah pergerakan dalam lingkup Kema Fisip Unhas.

15. Teman-teman KKN TEMATIK Gel 102 Pulau Sebatik, Posko Desa Aji Kuning,

Iccang, Wahyu, Umi, Ilmi, Susan, Asti, Yuni, Muli, Hikmah, Taufik Dan Ardi. Yang

telah membersamai penulis mengabdi kepada masyarakat di pulau terluar

Indonesia selama 42 hari lamanya dan menyisakan kenangan hebat yang

mungkin tak akan terlupakan.

vii
16. UKM Tennis Meja Unhas, yang telah menjadi wadah penyaluran minat bakat

dalam berolahraga bagi penulis dalam kehidupan berkampus sampai saat ini.

17. Dan yang terakhir kepada rekan hidup penulis selama beberapa bulan terakhir.

Yang selalu memberi dukungan dan menaruh kepercayaan penuh kepada

penulis untuk tetap menumbuhkan harapan dalam rangka membangun masa

depan. Semoga tetap menjadi salah satu harapan terbaik yang bisa terwujud,

menuju keabadian.

Makassar ,23 Januari 2023

Jackson Palalunan Matasak

viii
ABSTRAK

JACKSON PALALUNAN MATASAK, E1216510 Departemen Ilmu Pemerintahan,


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universtias Hasanuddin, menyusun
skripsi dengan judul “Implementasi Kebijakan Tentang Rencana Induk
Pengembangan Kepariwisataan Di Kabupaten Mamasa”

Otonomi daerah sebagai konsekuensi sistemik dari gerakan reformasi sistem


pemerintahan di Indonesia membawa telah dampak besar bagi nilai kesenjangan
pembangunan antar daerah, sehingga penting menelusuri segala kebijakan yang
terkait secara langsung dengan aktifitas pembangunan dan pengelolaan aset
Daerah, terkhusus sektor pariwisata yang merupakan salah satu aset berharga
dalam mendongkrak PAD dan ekonomi masyarakat di daerah dan dalam hal ini
kebijakan pengembangan kepariwisataan di kabupaten Mamasa.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang merujuk pada upaya


mempelajari kehidupan sosial melalui beragam dimensi dari tindakan dan keadaan.
Penelitian kualitatif digunakan untuk menangkap, dan mengungkapkan fakta dari
penelitian secara deskriptif, dengan diawali pada analisa konteks kebijakannya
hingga penerapan kebijakan pengembangan kepariwisataan di kabupaten mamasa,
dan secara eksploratif, hasil wawancara tersebut akan dieksplor dalam sudut
pandang implentasi kebijakan untuk mengungkap secara jelas implementasi
kebijakan pengembangan kepariwisataan di kabupaten Mamasa.

Berdasar pada proses penelitian, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah
implementasi kebijakan pengembangan kepariwisataan di kabupaten Mamasa
belum berhasil jika dilihat dari enam variabel implementasi berdasarkan pada
standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, karakteristik organisasi pelaksana,
komunikasi antar organisasi, disposisi atau sikap para pelaksana, dan lingkungan
sosial, ekonomi dan politik dalam proses pengendalian dan pengawasan. Lebih
lanjut, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan adalah isi
kebijakan, informasi, dukungan, pembagian potensi.

Kata Kunci: Implementasi, Kebijakan, dan Pengembangan

ix
ABSTRACT

JACKSON PALALUNAN MATASAK, E12116510 Department of Government


Science, Faculty of Social and Political Sciences, Hasanuddin University,
compiled a thesis with the title "Policy Implementation Regarding the Master
Plan for Tourism Development in Mamasa Regency"

Regional autonomy as a systemic consequence of the government system reform


movement in Indonesia has had a major impact on the value of development
disparities between regions, so it is important to track all policies that are directly
related to development activities and management of regional assets, especially the
tourism sector which is one of the valuable assets in boost PAD and the economy of
the people in the region and in the tourism development policy in Mamasa district.

This study uses a qualitative approach that refers to efforts to study social life
through various dimensions of actions and circumstances. Qualitative research is
used to capture and reveal facts from research descriptively, starting with an
analysis of the policy context to the application of tourism development policies in
Mamasa district, and exploratively, the results of these interviews will be explored in
terms of policy implementation to reveal clearly the implementation of tourism
development policies. in Mamasa district.

Based on the research process, the conclusion that can be drawn is that the
implementation of tourism development policies in Mamasa district has not been
successful when viewed from the six implementation variables based on policy
standards and objectives, resources, characteristics of implementing organizations,
inter-organizational communication, dispositions or attitudes of implementers, and
the social, economic and political environment in the control and supervision
process. Furthermore, the factors that influence policy implementation are content,
information, support, potential distribution.

Keywords: Implementation, Policy, and Development

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ...................................................................... i


LEMBAR PENERIMAAN ...................................................................................... ii
ABSTRAK............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL................................................................................................. xv
BAB I .................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 7

1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8

BAB II ................................................................................................................. 10
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 10
2.1 Implementasi Kebijakan ......................................................................... 10

2.1.1. Kebijakan Publik............................................................................. 10

2.1.2. Implementasi Kebijakan Publik..................................................... 23

2.1.3. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn ........... 29

2.2 Pariwisata ................................................................................................ 36

2.2.1 Konsep Dasar Pariwisata .............................................................. 36

2.2.2 Kepariwisataan ............................................................................... 41

2.3 PERDA No.3 Tahun 2017 Kabupaten Mamasa ..................................... 44

2.4 Kerangka Konseptual ............................................................................. 46

BAB III ................................................................................................................ 48


METODE PENELITIAN ....................................................................................... 48
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian .......................................................... 48

xi
3.2 Lokasi Penelitian .................................................................................... 49

3.3 Fokus Penelitian ..................................................................................... 49

3.4 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 52

3.5 Tekhnik Pengumpulan Data ................................................................... 53

3.6 Tekhnik Analisis Data............................................................................. 54

BAB IV ................................................................................................................ 55
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................................ 55
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Mamasa ................................................. 55

4.1.1 Sejarah Terbentuknya Kabupaten Mamasa ................................. 55

4.1.2 Kondisi Geografis dan Batas Administrasi.................................. 59

4.1.3 Klimatologi ...................................................................................... 64


b. Temperatur, Kelembaban dan Suhu Udara .................................. 64
c. curah Hujan..................................................................................... 64
4.1.4 Hidrologi ......................................................................................... 65
4.1.5 Jumlah dan Kepadatan Kependudukan ....................................... 65
4.1.6 Ketenagakerjaan............................................................................. 70
4.1.7 Sosial Budaya ................................................................................. 73
a. Perkembangan Sosial Budaya ...................................................... 73
b. Adat, Budaya dan Warisan Budaya .............................................. 74
c. Adat dan Pola Kepemilikan Lahan ................................................ 75
d. Pola Kekerabatan ........................................................................... 75
e. Pola Permukiman Penduduk ......................................................... 76
4.2 Visi Misi Kabupaten Mamasa ........................................................ 77
4.2.2 Misi .................................................................................................. 78
4.3 Gambaran Umum Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa ............ 82
4.3.1 Visi dan Misi Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa .................... 82
4.3.2 Tugas Pokok dan Fungsi ............................................................... 84
4.3.3 Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas ................................. 84
a. Kepala Dinas ................................................................................... 85
b. Sekretariat ....................................................................................... 87
c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian .......................................... 88
d. Sub Bagian Keuangan dan Perencanaan ..................................... 90

xii
e. Bidang Promosi dan Kesenian...................................................... 92
f. Seksi Promosi dan Pemasaran ..................................................... 94
g. Seksi Pengembangan Kesenian ................................................... 95
h. Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata .............................. 97
i. Seksi Pengembangan Destinasi Pariwisata ................................. 98
j. Seksi Pemanfaatan Sarana Wisata ............................................. 100
k. Bidang Investasi, Bina Mitra dan Perizinan ............................... 101
l. Seksi Investasi dan Bina Mitra .................................................... 102
m. Seksi Perizinan dan Evaluasi ...................................................... 104
4.4 Potensi Pariwisata Kabupaten Mamasa ..................................... 106
4.4.2 Daya Tarik Wisata Budaya dan Peninggalan Sejarah................ 110
4.4.3 Implementasi Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan .......... 114
A. Sasaran Kebijakan .......................................................................... 114
B. Sumber Daya ................................................................................ 120

C. Karakteristik Organisasi Pelaksana............................................ 124

D. Disposisi atau Sikap Para Pelaksana.............................................126

E. Komunikasi antar organisasi ...................................................... 128

F. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik ................................... 130

4.4.4 Faktor yang mempengaruhipengembangan kepariwisataan ... 131

BAB V ............................................................................................................... 133


KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 133

5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 133

5.2. Saran...................................................................................................... 135

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 137

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn ................................... 36


Gambar 2. Kerangka Konseptual ..........................................................................47
Gambar 3. Peta Administrasi Kab Mamasa ........................................................ 61

xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Mamasa Tahun 2016... 59

Tabel 2. Jarak Dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan di Kabupaten

Mamasa ................................................................................................................... 61

Tabel 3. Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut

Kecamatan di Kabupaten Mamasa ....................................................................... 62

Tabel 4. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut

Kecamatan Kabupaten Mamasa 2015, 2019, dan 2020........................................ 66

Tabel 5. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kecamatan di

Kabupaten Mamasa tahun 2019 ............................................................................ 67

Tabel 6. Distribusi dan Kepadatan Penduduk menurut kecamatan di Kabupaten

Mamasa tahun 2019 ............................................................................................... 68

Tabel 7.Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan

Selama Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin di Kabupaten Mamasa tahun

2019 ......................................................................................................................... 71

Tabel 8.Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama

Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di

Kabupaten Mamasa tahun 2019 ............................................................................ 72

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah merupakan asensi pemerintahan desentralisasi. Secara prinsip,

otonomi daerah mempunyai sebuah tujuan utama yaitu untuk memberikan pelayanan

pemerintah kepada masyarakat sehingga pelayanan kepada masyarakat lebih terkontrol.

Di dalam otonomi hubungan kewenangan antara pusat dan daerah, antara lain bertalian

dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintah atau cara menentukan

urusan rumah tangga daerah. Otonomi Daerah merupakan wewenang untuk mengatur

dan mengurus rumah tangga yang melekat baik pada negara kesatuan. Di dalam negara

kesatuan, otonomi daerah lebih terbatas dibanding dengan negara yang berbentuk

federasi. Kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri di daerah

kesatuan meliputi segenap kewenangan Pemerintah Daerah kecuali beberapa unsur

yang dipegang oleh Pemerintah Pusat.

Masalah yang sangat penting di daerah otonom adalah masalah keuangan yang

menjadi sumber hidup bagi daerah, bahkan yang menjadi salah satu dasar utama dalam

mempertimbangkan dibentuknya suatu wilayah Negara menjadi daerah otonom, karena

otonomi tanpa ditunjang kemampuan keuangan daerah berakibat kepada lemahnya

instrument di daerah untuk mengembangkan pembangunan daerah. Makin besar jumlah

uang yang tersedia, makin banyak pula kemungkinan kegiatan atau pekerjaan yang

dapat dilaksanakan. Demikian juga semakin baik pengelolaannya semakin bardayaguna

pemakaian uang tersebut.1

1
Halim,Abdul. 2001. Bunga Rampai:manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta:
UUP AMP YKPN

1
Sebagai wujud dalam pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan

bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber

keuangannya sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Daerah serta antara Provinsi dan Kabuten/Kota yang merupakan prasyarat

dalam sistem Pemerintah Daerah. Dalam Undang- undang Nomor 12 Tahun 2008

perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah pada Pasal 157 telah diatur sumber pendapatan Daerah yang terdiri atas : (a)

PAD meliputi hasil pajakdaerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah, (b) dana perimbangan, (c) lain-lain

pendapatan daerah yang sah. Berdasarkan ketentuan di atas, maka Pemerintah Daerah

dapat mengelola dan mengatur dan menggali potensi Pendapatan Asli Daerah yang ada

di daerahnya.2

Di indonesia, sektor Pariwisata merupakan salah satu sektor yang selalu

menempati perhatian khusus dalam prospek pemasukan negara. Tahun 2016 saja,

,Devisa dari sektor pariwisata tercatat sebesar US$ 13,568 miliar dan berada di posisi

kedua setelah CPO US$ 15,965 miliar. pencapaian yang bahkan lebih besar dari

pemasukan sektor migas. Tercatat sepanjang tahun 2017 investasi di sektor pariwisata

tumbuh 31% atau senilai US$ 500 juta. Sementara, pada tahun 2018 sepanjang kuartal

pertama, investasi yang tercatat sudah mencapai US$ 500 juta Sektor pariwisata yang

telah menjadi tren pembangunan nasional ini juga terjadi di berbagai daerah baik

provinsi, kota, maupun kabupaten yang berlomba untuk mengembangkan destinasi di

daerah masing-masing yang dilihat dari total pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK)

yang mencapai Rp 15 triliun. Menurut publilkasi kementrian pariwisata, Tren ini dilihat

dari usulan-usulan proyek pengembangan destinasi pariwisata di daerah melalui DAK

2
Undang-undang no 12 tahun 2018 dan perubahan kedua atas undang-undang no 32. Tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah pada pasal 157

2
yang mencapai Rp 15 triliun, namun kemampuan untuk merealisasikan hanya sekitar Rp

500 miliar-Rp 1 triliun.3

Melihat angka-angka diatas, dapat disimpulkan bahwa Perkembangan pariwisata

sekarang ini sangat pesat dan memberikan peluang terhadap pertumbuhan ekonomi

nasional maupun regional. Untuk itu pembangunan pariwisata terus mendapat perhatian

dan pemerintah mempunyai keyakinan bahwa pariwisata dapat menjadi sektor andalan

menggantikan minyak dan gas bumi yang selama ini menjadi andalan pemerintah dalam

menunjang penerimaan negara.4

UU No. 10 Tahun 2009 menjelaskan pada Pasal 8: 1) Pembangunan

kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan

yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk

pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan

kepariwisataan kabupaten/kota. 2) Pembangunan kepariwisataan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka

panjang nasional. Pasal 11: Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan

kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk

mendukung pembangunan kepariwisataan.5

Dalam UU RI no 23 Tahun 2014 Pasal 9 (3) menjelaskan urusan pemerintahan

konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah urusan pemerintahan yang

dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten kota. Pasal

11 (1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 (3) yang

menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan

3
https``://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3687715/tiga-tahun-jokowi-jk-pariwisata-sumbang-devisa-
terbesar-kedua
4
CAHYU. 24 sep 2018. Industry pariwisata Indonesia kian meningkat pesat
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3650849/industri-pariwisata-indonesia-kian-meningkat-pesat akses.
26/10/2019
5 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

3
pemerintahan pilihan. Pasal 12 (3) urusan pemerintahan pilihan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 11 (1) meliputi : a. Kelautan dan perikanan, b. Pariwisata, c. Pertanian, d.

Kehutanan, e. Energi dan sumber daya mineral, f. Perdagangan, g. Perindustrian, h.

Transmigrasi. Jelas dalam UU RI no. 23 tahun 2014 ini menjelaskan bagaimana

pemerintah daerah melaksanakan tugas pemerintahan mengelola pariwisata. 6

Sedangkan menurut Inskeep (1991) menyebutkan bahwa perencanaan

pembangunan kepariwisataan merupakan suatu proses untuk mempersiapkan secara

sistematis dan rasional segenap kegiatan atau aktivitas kepariwisataan yang akan

dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan merupakan suatu cara untuk

mencapai tujuan tersebut secara optimal dengan mengalokasikan keseluruhan sumber

daya yang tersedia secara efektif dan efisien.

Sejalan dengan hal tersebut, dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintah Daerah bahwa pemerintah daerah dapat mengatur serta mengurus rumah

tangganya sendiri dan memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk

pembangunan sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah serta kualitas hidup

masyarakat. Inilah yang kemudian mendorong pemerintah kabupaten Mamasa untuk

meningkatkan pengembangan pariwisatanya melalui Peraturan Daerah no. 3 tahun

2017 Tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata kabupaten Mamasa sebagai

pedoman pelaksanaan pembangunan pariwisata di Daerah yang dapat digunakan

oleh semua komponen pariwisata daerah dalam menentukan perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian kepariwisataan di daerah. Mengingat Kabupaten

Mamasa yang memiliki begitu banyak potensi pariwisata dalam hal Wisata Sejarah,

Budaya, dan Peninggalan Budaya, yang potensial dalam pengembangan sektor

pariwisata.

6
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

4
Kabupaten Mamasa merupakan salah satu daerah otonom di Indonesia yang

terletak di Provinsi Sulawesi Barat. salah satu kawasan yang menyimpan beragam

kekayaan, baik yang bersifat kekayaan alam maupun kekayaan budaya dan adat istiadat

yang selalu mengisi setiap ruang dalam aktifitastradisional masyarakatnya. Melihat

adanya potensi pembangunan dari sector kepariwisataan di Kabupaten Mamasa ini

Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat pun memberikan dukungan khusus kepada

Pemerintah Daerah Kabupaten Mamasa melalui Peraturan Gubernur Sulawesi Barat

Nomor 15 Tahun 2008 yang menetapkan Kabupaten Mamasa sebagai Destinasi

Pariwisata Unggulan Sulawesi Barat. Dengan harapan, bahwa Mamasa dapat menjadi

daerah yang unggul di bidang kepariwisataannya, dapat menarik perhatian banyak

wisatawan untuk berkunjung dan pada akhirnya akan memberi dampak positif terhadap

pembangunan daerah yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di

Kabupaten Mamasa.

Pariwisata Mamasa sendiri di kenal atas 4 jenis objek wisata utama yakni objek

wisata alam, objek wisata sejarah, budaya, sejarah peninggalan budaya, wisata minat

khusus, dan wisata event/kegiatan kepariwisataan. 7

Realitas bahwa Kabupaten Mamasa memiliki potensi daya tarik wisata baik itu

alam maupun budaya yang terbilang cukup banyak dan tersebar di setiap wilayah

kecamatan, tentu dapat menunjang sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

memberikan efek positif bagi perekonomian masyarakat apabila dikembangkan secara

maksimal dan profesional. Akan tetapi, sampai saat ini potensi-potensi wisata yang ada

belum seluruhnya disentuh dan dikembangkan dengan baik oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten Mamasa. Dari sekian banyak daya tarik wisata yang potensial di Kabupaten

Mamasa, hanya tercantum 15 objek wisata yang telah dikenakan tarif retribusi dan diatur

7
Perda no. 3 tahun 2017 kabupaten Mamasa tentang Rencana induk pnmgembangan kepariwisataan di Kabupaten
Mamasa

5
dalam Peraturan Daerah Kabupaten Mamasa Nomor 20 Tahun 2014 tentang Retribusi

Tempat Rekreasi dan Olahraga. Hal ini berimplikasi pada jumlah kunjungan wisatawan

baik itu wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung di Kabupaten

Mamasa.

Berdasarkan Data dari Badan Pusat Statistik yang memuat tentang jumlah

wisatawan mancanegara dan domestic diketahui bahwa jumlah wisatawan yang

berkunjung di Kabupaten Mamasa dari tahun 2011-2015 tidak mengalami peningkatan

yang signifikan bahkan cenderung mengalami pasang-surut (fluktuasi). Kemudian data

jumlah wisatawan yang berkunjung di Kabupaten Mamasa pada tahun 2014-2015

tergolong rendah jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan yang

berkunjung ke kabupaten lainnya dalam lingkup wilayah Provinsi Sulawesi Barat.8

Sedangkan yang telah ditetapkan menjadi destinasi Pariwisata Unggulan di Provinsi

Sulawesi Barat adalah Kabupaten Mamasa.

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan pariwisata di suatu daerah dapat

dilihat pada pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke daerah

tersebut. Semakin menarik dan indah kepariwisataan suatu daerah, maka semakin tinggi

jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut, dan semakin

meningkat pula pendapatan daerah dan perekonomian masyarakatnya.

Sekalipun kontribusi Pariwisata terhadap PAD Kabupaten Mamasa mengalami

peningkatan setiap tahunnya dan melebihi target yang diberikan, akan tetapi sektor ini

belum mampu menjadi sektor utama yang berkontribusi dalam pembangunan dan

peningkatan perekonomian masyarakat di Kabupaten Mamasa. Hal tersebut berarti

Pembangunan Pariwisata belum dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Mamasa.

8
BPS Kabupaten Mamasa

6
Maka dari itu sesuai UU No. 10 Tahun 2009 pada Pasal 8: 1) Pembangunan

kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan

yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk

pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan

kepariwisataan kabupaten/kota, maka Pemerintah Kabupaten Mamasa Dalam Hal ini

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mamasa berusaha meningkatkan kualitas

pariwisata di Kabupaten Mamasa melalui Rencana Induk Pembangunan Pariwisata

Daerah (RIPPDA) Kabupaten Mamasa tahun 2017-2025, dengan mengangkat sebuah

visi,misi, dan rencana pembinaan serta pengembangan.9

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan begitu potensialnya sektor

pariwisata di Kabupaten Mamasa ini, dapat dimanfaatkan untuk menunjang

pembangunan daerah serta memberikan sebuah potret dan citra tersendiri bagi

Kabupaten Mamasa, namun apakah pemerintah Kabupaten Mamasa dalam hal ini dinas

terkait yakni Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mamasa telah menjangkau

dan mengelola setiap potensi pariwisata ini? Atas dasar inilah penulis kemudian tertarik

untuk memperdalam dengan melakukan penelitian dengan judul :IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN

DI KABUPATEN MAMASA.

1.2. Rumusan Masalah

Sektor Pariwisata dinilai sangat potensial untuk berkembang dan diakui sebagai

sektor andalan dalam pembangunan daerah di Kabupaten Mamasa. Berdasarkan latar

9
Perda no. 3 tahun 2017 kabupaten Mamasa tentang Rencana induk pnmgembangan kepariwisataan di Kabupaten
Mamasa

7
belakang penelitian di atas, maka untuk memberikan batasan dalam proses penelitian

ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut

1. Bagaimana Implementasi Pengembangan Kepariwisataan di Kabupaten

Mamasa?

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kepariwisataan di

Kabupaten Mamasa?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menggambarkan Pengembangan kepariwisataan

dalam Implementasi Kebijakan Tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan di Kabupaten Mamasa?

2. Untuk mengetahui dan menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi

pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Mamasa.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat Penelitian:

1. Dari segi akademisi, penelitian ini akan mampu menambah persfektif civitas

akademika Prodi Ilmu Pumerintahan, sebagai bahan kajian dalam proses

pelaksanaan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah khususnya dalam

pengembangan pariwisata.

2. Manfaat Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan secara umum dan

kajian implementasi secara khusus.

3. Manfaat Praktis, memberikan gambaran mengenai Implementasi Kebijakan

Peraturan Daerah Kabupaten Mamasa Nomor 3 tahun 2017 Tentang

8
Penyelengaraan kepariwisataan serta faktor- faktor yang menjadi kendala

Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah tersebut. Dan sebagai masukan

bagi untuk pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat guna mencapai

tujuan yang tepat pula dengan cara memperoleh pengetahuan yang luas

tentang asal-muasalnya.

4. Manfaat metodologis. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat berguna untuk

menambah wawasan dan menjadi referensi bagi mahasiswa yang akan

melakukan kajian terhadap penelitian selanjutnya yang relevan.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Kebijakan

2.1.1. Kebijakan Publik

2.1.1.1. Konsep Kebijakan Publik

Banyak sekali pendapat para ahli dalam mendefinisikan kebijakan publik, salah

satunya yang populer di Indonesia pendapat Miriam Budiarjo (2008) dalam bukunya

“Dasar-Dasar Ilmu Politik” kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang

diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara

untuk mencapai tujuan itu.10 Pada prinsipnya pihak yang membuat kebijakan-kebijakan

itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Para sarjana menekankan aspek

kebijakan umum (public policy, beleid), menganggap bahwa setiap masyarakat

mempunyai beberapa tujuan bersama. Cita-cita bersama ini ingin dicapai melalui usaha

bersama, dan untuk itu perlu ditentukan rencana-rencana yang mengikat, yang dituang

dalam kebijakan (policies) oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini pemerintah. Berikut

ini ada beberapa definisi:

1. Hoogerwerf: obyek dari ilmu politik adalah kebijakan pemerintah, proses

terbentuknya, serta akibat-akibatnya. Yang dimaksud dengan kebijakan

umum (public policy) di sini menurut Hoogewerf ialah, membangun

masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan

(doelbewustevormgeving aan de samenleving door middel van

machtuitoefening).11

10
Miriam Budiarjo (2008) Dasar-dasar ilmu politik, hlm. 20-22
11 A.
Hoogerwerf, Politicologie: Begrippen en Problemen (Alpena an den Rijn: Samson
Uitgeverij, 1972), hlm. 38-39.

10
2. David Easton: ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan

umum (study of the making public policy). David Easton dalam buku the

politichal system menyatakan, kehidupan politik mencakup bermacammacam

kegiatan yang memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang, yang di

terima untuk suatu masyarakat, dan yang memengaruhi cara untuk

melaksanakan kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika

aktivitas kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan

kebijakan untuk suatu masyarakat (political life concerns all those varietiesof

activity that influence significantly the kind of authoritative policyadopted for a

society and the way it is put into practice. We are said to beparticipating in

political life when our activity relates in some way to themaking and execution

of policy for a society).

Kebijakan adalah suatu keputusan yang mencerminkan sikap suatu

organisasi terhadap suatu persoalan yang telah, sedang, atau akan dihadapi.

Organisasi yang dimaksud meliputi organisasi pemerintah dan swasta, kebijakan

adalah keputusan yang hanya berlaku di wilayah Internal organisasi pemerintah

(aparatur) atau organisasi swasta (karyawan).

Sementara kebijakan publik diartikan sebagai kebijakan yang berlaku secara

umum, dengan begitu organisasi yang berwenang/mampu membuat kebijakan yang

berlaku secara luas/umum adalah pemerintah sehingga tepat untuk mengatakan bahwa

kebijakan publik adalah sebuah keputusan yang mencerminkan sikap pemerintah

terhadap suatu persoalan yang telah sedang, atau akan dihadapi oleh pemerintah

11
sebagai penyelenggara negara yang bertugas menjaga kelangsungan hidup dan

ketertiban warga negara.12

Namun menurut Ramlan Surbakti (2010) dalam bukunya yang berjudul

“Memahami Ilmu Politik” Pada dasarnya, isi kebijakan umum dibedakan menjadi tiga

yaitu ekstraktif, alokasi, distribusi, dan regulatif. Agar dapat menganalisis secara lebih

mendalam isi kebijakan umum, berikut ini dikemukakan tipologi lain seperti yang disusun

oleh Theodore Lowi (Ramlan, 2010:245). Kalau ketiga tipe kebijakan di atas

dikategorisasikan atas dasar pemanfaatan dan beban yang dikenakan kepada individu

anggota masyarakat, Lowi mengategorisasikan kebijakan umum menjadi empat tipe

berdasarkan dua kriteria, yaitu dikenakan tidaknya suatu paksaan secara langsung

(immediate coer-cion) dan langsung tidaknya kebijakan diterapkan pada individu. Kedua,

kriteria ini dikemukakan dengan asumsi bahwa pemahaman akan kekuasaan paksaan

(coercive force) dari pemerintah dan bagaimana kekuasaan diterapkan merupakan

kondisi utama bagi pemahaman pembentukan dan pelaksanaan kebijakan umum.

Sebagaimana dikemukakan di atas, ciri khas kebijakan umum (keputusan politik pada

umumnya) sebagai produk tindakan pemerintah ialah sifatnya yang mengikat, dalam arti

pelaksanaannya ditegakkan dengan kewenangan memaksakan secara fisik yang

dimonopoli oleh pemerintah. Keempat kebijakan umum itu ialah regulatif, redistributif,

distributif, dan konstituen.

Pertama, kebijakan regulatif terjadi apabila kebijakan mengandung paksaan

dan akan diterapkan secara langsung terhadap individu. Biasanya kebijakan

regulatif dibuat untuk mencegah agar individu tidak melakukan suatu tindakan

yang tak diperbolehkan, seperti undang-undang hukum pidana, undang-undang

anti monopoli dan kompetisi yang tak sehat, dan berbagai ketentuan yang

12 David Easton, The Political System, ed. ke-2 (New York: Alfred A. Knopf, Inc., 1971), hlm.
128.

12
menyangkut keselamatan umum. Dalam hal ini, pengawasan obat dan makanan

serta keselamatan kerja. Selain itu, kebijakan regulative dibuat untuk

memaksakan agar individu melakukan suatu tindakan hingga kepentingan umum

tidak terganggu seperti berbagai bentuk perizinan dalam menggunakan hal-hal

yang menyangkut hajat hidup orang banyak (public goals).13

Kedua, kebijakan redistributif ditandai dengan adanya paksaan secara

langsung kepada warga negara, tetapi penerapannya melalui lingkungan.

Pengenaan pajak secara progresif kepada sejumlah orang yang termasuk

kategori wajib pajak untuk memberikan manfaat kepada orang lain melalui

berbagai program pemerintah merupakan inti kebijakan redistributif. Hasil

penerapan undang-undang pajak pendapatan, pajak kekayaan, pajak bumi,dan

bangunan, pajak atas keuntungan dan bunga tabungan, dan iuran listrik, yang

digunakan untuk membiayai pembangunan fasilitas umum, seperti jalan,

jembatan, sekolah, dan rumah sakit merupakan contoh kebijakan redistributif.

Retribusi seperti tiket parkir bukan kebijakan redistributif karena ia dikenakan

secara sama kepada setiap orang yang menggunakan fasilitas umum.14

Ketiga, kebijakan distributif ditandai dengan pengenaan paksaan secara tidak

langsung (kemungkinan pengenaan paksaan fisik sangat jauh), tetapi kebijakan

itu diterapkan secara langsung terhadap individu. Individu dapat menarik manfaat

dari kebijakan itu, walaupun tidak dikenakan paksaan kepada individu untuk

menggunakannya. Dalam pengertian yang lebih konkert, kebijakan distributif

berarti penggunaan anggaran belanja negara atau daerah untuk memberikan

manfaat secara langsung kepada individu, seperti pendidikan dasar yang bebas

biaya, subsidi kepada sekolah lanjutan dan perguruan tinggi negeri, subsidi energi

13
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 1992. Hlm 193-194
14
Ibid

13
bahan bakar minyak, subsidi sarana produksi pertanian, pelayanan kesehatan,

fasilitas jalan raya, dan pemberian hak paten kepada individu yang berhasi

menemukan sesuatu yang baru.

Keempat, kebijakan konstituen ditandai dengan kemungkinan pengenaan

paksaan fisik yang sangat jauh dan penerapan kebijakan itu secara tidak

langsung melalui lingkungan. Walaupun tipe ke empat ini merupakan konsekuensi

logis dari tipe ke tiga sebelumnya, sebenarnya tipe ini merupakan kategori sisa

(residual category) yang mencakup tipe-tipe lain yang tidak dapat dimasukkan

kedalam tipe ketiga sebelumnya. Kebijakan konstituen mencakup dua lingkup

bidang garapan, yaitu urusan keamanan nasional dan luar negeri, dan berbagai

dinas pelayanan administrasi. Yang pertama mencakup pertahanan dan

keamanan, badan intelijen, ketertiban umum, diplomasi dan penerangan luar

negeri dari kementerian luar negeri. Yang kedua lebih bersifat pelayanan kepada

pemerintah daripada kepada bangsa, seperti lembaga administrasi negara, badan

administrasi kepegawaian negara, percetakan negara, biro statistik, pengkajian

dan penerapan teknologi, dan pemetaan nasional.15

Pakar Inggris, W.I Jenkis (1978: 15) “Aset of interrelated decisions taken by a

political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means

of achieving them within a specified situation where these decisions should, in

principle, be within the power of these actors to achieve” (serangkaian keputusan

yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok

aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk

mencapainya untuk mencapainya dalam suatu situasi.Keputusan-keputusan itu

15
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 1992. Hlm 193-194

14
pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari

para aktor tersebut).16

Chief J.O. Udoji, pakar dari Nigeria (1981:13), telah mendefinisikan kebijakan

publik sebagai “an santioned course af action addressed to aparticular problem or

group of related problems that affect society at large” (suatu tindakan bersanksi

yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan dan

memengaruhi sebagian besar warga masyarakat).

Lemieux, seorang pakar dari Prancis (1995:7), menyatakan kebijakan publik

sebagai “The product of activities aimed at the resolution of publicproblems in the

environment by political actors whose relationship arestructured. The entire

process evolves over time” (produk aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk

memecahkan masalah-masalah publik yang terjadi di lingkungan tertentu yang

dilakukan oleh aktor-aktor politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan

proses aktivitas itu berlangsung sepanjang waktu). Pendapat yang mudah

dipahami di sampaikan oleh Woll seperti yang dikutip oleh Tangkilisan (2003:2)

menjelaskan bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk

memecahkan masalah di tengah masyarakat, baik secara langsung maupun

melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas yang telah di paparkan oleh penulis,

telah jelas bahwa kebijakan publik (public policy) tidak luput dari keterlibatan

pemerintah, dalam pembuatan kebijakan di harapkan agar pemerintah mampu merubah

Negara/Daerahnya lebih teratur dari sebelumnya. Karena dalam kebijakan diperlukan

15
sasaran (target) yang diatur yaitu masyarakat, dan diharapkan menghasilkan hasil

(Output) yang baik.

2.2.1.2. Urgensi Kebijakan Publik

Untuk melakukan studi kebijakan publik merupakan studi yang bermaksud untuk

menggambarkan, menganalisis, dan menjelaskan secara cermat berbagai sebab dan

akibat dari tindakan-tindakan pemerintah. Studi kebijakan publik menurut Thomas R.

Dye, sebagaimana dikutip Sholichin Abdul Wahab (Suharno: 2010:14) sebagai berikut:

“Studi kebijakan publik mencakup menggambarkan upaya kebijakan

publik, penilaian mengenai dampak dari kekuatan- kekuatan yang berasal

dari lingkungan terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat

berbagai pernyataankelembagaan dan proses-proses politik terhadap

kebijakan publik; penelitian mendalam mengenai akibat-akibat dari

berbagai kebijakan politik pada masyarakat, baik berupa dampak

kebijakan publik pada masyarakat, baik berupa dampak yang diharapkan

(direncanakan) maupun dampak yang tidak diharapkan.”

Sholichin Abdul Wahab sebagaimana dikutip Suharno (2010 16-19) dengan

mengikuti pendapat dari Anderson (1978) dan Dye (1978) menyebutkan beberapa

alasan mengapa kebijakan publik penting atau urgen untuk dipelajari, yaitu:

1. Alasan Ilmiah

Kebijakan publik dipelajari dengan maksud untuk memperoleh

pengetahuan yang luas tentang asal-muasalnya, proses perkembangannya,

dan konsekuensi-konsekuensinya bagi masyarakat. Dalam hal ini kebijakan

dapat dipandang sebagai variabel terikat (dependent variable) maupun

sebagai variabel independen (independent variable). Kebijakan dipandang

16
sebagai variabel terikat, maka perhatian akan tertuju pada faktor-faktor politik

dan lingkungan yang membantu menentukan substansi kebijakan atau diduga

mempengaruhi isi kebijakan piblik. Kebijakan dipandang sebagai variabel

independen jika focus perhatian tertuju pada dampak kebijakan tertuju pada

systempolitik dan lingkungan yang berpengaruh terhadapo kebijakan publik.

2. Alasan professional

Studi kebijakan publik dimaksudkan sebagai upaya untuk menetapkan

pengetahuan ilmiah dibidang kebijakan publik guna memecahkan masalah-

masalah sosial sehari-hari

3. Alasan Politik

Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya dimaksudkan agar

pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat guna mencapai tujuan

yang tepat pula.

2.2.1.3. Ciri-ciri Kebijakan Publik

Di negara-negara yang menganut paham demokrasi konstitusional kata Gerston

(2002: 3) kebijakan publik itu dibuat dan dijalankan oleh “peoplewho have been

authorized to act by popular consent and in accordanceestabilished norms and

procedures” (orang yang telah diberi wewenang untuk bertindak dengan persetujuan

populer dan sesuai dengan norma-norma dan prosedur). Di negara-negara demokrasi

seperti itu kebanyakan para pembuat kebijakan publik terdiri dari pejabat-pejabat yang

dipilih (elected officials).

Pertama, kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang sengaja dilakukan

dan mengarah pada tujuan tertentu, daripada sekadar perilaku atau tindakan

yang menyimpang yang serba acak (at random), asal-asalan, dan serba

17
kebetulan. Kebijakan-kebijakan publik semisal kebijakanpembangunan atau

kebijakan sosial dalam sistem-sistem politik modern, bukan merupakan tindakan

yang serba kebetulan atau asal-asalan, melainkan tindakan yang direncanakan

(by planed).

Kedua, kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling

berkait dan berpola, mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-

pejabat pemerintah, dan bukan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri.

Misalnya kebijakan tidak hanya mencakup keputusan untuk membuat undang-

undang dalam bidang tertentu, melainkan diikuti dengan keputusankeputusan

atau petunjuk-petunjuk teknis pelaksanaan yang lebih detai, bersangkut paut

dengan proses implementasi dan mekanisme pemaksaan pemberlakuannya.

Ketiga, kebijakan itu ialah apa yang nyata dilakukan pemerintah dalam

bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam mengatur perdagangan, meningkatkan

pendidikan, mengendalikan inflasi, menghapus kemiskinan, memberantas

korupsi, memberantas buta aksara, menggalakkan program keluarga berencana,

dan menggalakkan perumahan rakyat bagi golongan masyarakat berpenghasilan

rendah.

Keempat, kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin juga negatif.

Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik mungkin akan mencakup

beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mengaruhi

penyelesaian atas masalah tertentu. Sementara dalam bentuknya yang negatif, ia

kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak

bertindak, atau tidak melakukan tindakan apa pun dalam masalah-masalah

dimana campur tangan pemerintah itu sebenarnya justru amat diperlukan.

18
2.2.1.4. Tahap-Tahap Kebijakan

Tahap-tahap kebijakan menurut Wiliam Dunn (1999) sebagaimana dikutip

Budi Winarno (2007 : 32-34) yakni: penyusunan agenda, formulasi kebijakan,

adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Berikut

penjelasannya:

1. Penyusunan agenda

Para pengambil kebijakan (eksekutif, legislatif) menginventarisir persoalan-

persoalan yang sedang dihadapi. Dari berbagai persoalan yang telah di

inventasrisir maka akan dilihat mana persoalan yang dapat di tempatkan

sebagai prioritas untuk diselesaikan. Sehingga tidak semua persoalan yang

ada (telah di inventarisir) dapat dijadikan sebagai sebuah persoalan yang

akan di tindak lanjuti melainkan akan di tunda, dan mendahulukan persoalan

yang dianggap prioritas.

2. Formulasi kebijakan

Pada tahap ini, persoalan yang telah disepakati sebagai prioritas yang

harus di selesaikan kemudian dibahas bersama dengan pencarian

pemecahan masalah. Dalam situasi ini banyak alternatif pemecahan masalah

di paparkan dan bisa dikatakan berbagai alternatif pemecahan masalah yang

terbaik.

3. Adopsi kebijakan

Dari berbagai alternatif pemecahan masalah (solusi) yang ditawarkan pada

tahap formulasi kebijakan maka pada tahap ini pengambilan kebijakan harus

memilih satu alternatif pemecahan masalah dari yang tersedia. Dan alternatif

inilah satu-satunya sebagai alternatif yang akan diadopsi sebagai alternatif

pemecah masalah berupa kebijakan.

19
4. Implementasi kebijakan

Kebijakan yang telah diadopsi kemudian diimplementasikan.

Inmplementasi kebijakan akan menjadi efektif kepada warga negara apabila

kebijakan tersebut disosialisasikan terlebih dahulu kepada warga negara

sehingga warga negara mengetahui secara pasti bahwa kebijakan tersebut

sungguh benar atau sah keberadaannya.

5. Evaluasi kebijakan

Setelah kebijakan diimplementasikan, pada tahap ini harus diikuti dengan

tahap monitoring agar perkembangan kebijakan dapat diketahui, dalam arti

kebijakan tersebut bisa diterima oleh mayoritas warga negara atau tidak

diterima oleh mayoritas warga negara.

2.2.1.5. Kategori Kebijakan Publik

Banyak sekali pengkategorian kebijakan publik berikut ini kategori kebijakan

publik menurut beberapa ahli. James E. Anderson(2009: 17) menyampaikan ketegori

kebijakan sebagai berikut:

1. Kebijakan substansi dan kebijakan procedural

Kebijakan substansi yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang akan

dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural adalah

bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalakan.

2. Kebijakan distributif dan kebijakan regulatori versus redistributive

Kebijakan distributif adalah suatu kebijakan yang menyangkut distribusi

pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Sedangkan

kebijakan regulatori sendiri merupakan kebijakan yang berupa pembatas atau

pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat. Kebijakan

20
redistributif adalah kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan,

kepemilikan dan hak diantara berbagai kelompok dalam masyarakat.

3. Kebijakan materal dan kebijakan simbolik

Kebijakan materal merupakan kebijakan yang memberikan keuntungan

yang berupa sumberdaya komplit yang di tujukan pada kelompok sasaran.

Adapun kebijakan simbolis sendiri adalah suatu kebijakan yang memberikan

manfaat simbolis atau sebagai lambang atas kebijakan tersebut.

4. Kebijakan public good dan kebijakan private good

Yakni kebijakan yang berhubungan dengan barang umum dan mengatur

pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan kebijakan privat good

adalah suatu kebijakan barang privat yang mengatur penyediaan barang atau

pelayanan untuk pasar bebas.

Sholichin Abdul Wahab mengutip dari Suharno (2010:25-27) mengatakan

bahwa pemahaman yang lebih baik terhadap hakikat kebijakan publik sebagai

tindakan yang mengarah pada tujuan, ketika kita dapat memperinci kebijakan

tersebut ke dalam beberapa kategori, yaitu:

1. Policy Demands (Tuntutan Kebijakan)

Yaitu tuntutan atau desakan yang diajukan oleh masyarakat kepada

pejabat pemerintah dan dilakukan oleh aktor lain baik dari pihak swasta

maupun pemerintah sendiri. Dalam sistem politik ini bertujuan untuk

melakukan tindakan tertentu atau tidak melakukan tindakan pada suatu

masalah tertentu. Tuntutan kebijakan sangat bervariasi, mulai dari desakan

umum, dengan tujuan agar pemerintah berbuat sesuatu hingga untuk

mengambil tindakan konkrit terhadap suatu masalah yang terjadi pada

masyarakat.

21
2. Policy Decisions (Keputusan Kebijakan)

Keputusan kebijakan adalah suatu keputusan yang dibuat oleh pejabat

pemerintah untuk memberikan arahan terhadap suatu kebijakan publik.

Dalam hal ini termasuk keputusan-keputusan untuk menciptakan status

(ketentuan dasar), ketetapan atau membuat penafsiran terhadap undang-

undang.

3. Policy Statements (Pernyataan Kebijakan)

Pernyataan kebijakan ialah pernyataan atau penjelasan secara resmi

mengenai suatu kebijakan publik tertentu. Seperti halnya ketetapan MPR,

keputusan Presiden, Dekrit Presiden, keputusan peradilan. Pernyataan atau

pidato pejabat pemerintah yang menunjukkan hasrat dan tujuan pemerintah

juga di laksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Policy Outputs (Keluaran Kebijakan)

Keluaran kebijakan merupakan wujud dari kebijakan publik yang paling

dapat di lihat yang dapat dirasakan oleh masyarakat karena menyangkut yang

telah dilakukan dengan tujuan merealisasikan apa yang telah di gariskan

dalam suatu keputusan dan pernyataan kebijakan. Singkatnya kebijakan ini

menyangkut atas apa yang ingin di kerjakan oleh pemerintah.

5. Policy Outcomes (Hasil Akhir Kebijakan)

Hasil akhir kebijakan adalah akibat atau dampak yang telah dirasakan

masyarakat baik yang di harapkan atau pun tidak sebagai konsekuensi dari

adanya kebijakan pemerintahan dalam suatu bidang atau masalah-masalah

tertentu yang ada di masyarakat.

22
2.1.2. Implementasi Kebijakan Publik

2.1.2.1. Pengertian Implementasi

Implementasi merupakan suatu proses yang cepat dan tepat bergerak, dimana

pelaksanaan kebijakan ini melalui aktivitas atau kegiatan yang pada akhirnya akan

mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari kegiatan itu

sendiri. Implementasi kebijakan publik merupakan suatu kajian mengenai pelaksanaan

dari suatu kebijakan pemerintah. Setelah suatu kebijakan dirumuskan dan di setujui,

langkah selanjutnya adalah bagaimana agar kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan.

Implementasi dari suatu program melibatkan upaya policy maker dengan tujuan

mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar mampu memberikan pelayanan dan

mengatur perilaku kelompok sasaran.

Implementasi menurut Jones (1996) adalah suatu proses mewujudkan program

hingga memperlihatkan hasilnya, sedangkan menurut Van Horn dan Van Meter adalah

tindakan yang dilakukan pemerintah. Jadi implementasi adalah tindakan yang dilakukan

setelah suatu kebijakan di tetapkan. Implementasi merupakan cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuan. Tujuan kebijakan adalah melakukan intervensi,

sedangkan implementasi adalah tindakan intervensi itu sendiri.

Menurut Zainal Abidin (2016) proses implementasi berkaitan dengan dua faktor

utama, faktor utama internal dan faktor utama eksternal. Faktor utama internal

merupakan kebijakan yang diimplementasikan, sedangkan faktor utama eksternal

adalah kondisi lingkungan dan pihak-pihak terkait. Kondisi kebijakan adalah faktor yang

paling dominan dalam proses implementasi karena yang diimplementasikan adalah

kebijakan itu sendiri. Pada tingkat pertama, berhasil tidaknya implementasi suatu

kebijakan ditentukan oleh kualitas dan ketetapan strategi implementasi.

23
Menurut wahyu Nurharjadmo, studi implementasi merupakan studi untuk

mengetahui proses implementasi, tujuan utama dari proses implementasi itu sendiri

untuk memberi umpa balik pada pelaksanaan kebijakan dan juga untuk mengetahui

apakah proses pelaksanaan telah sesuai dengan rencana atau standar yang telah

ditetapkan, selanjutnya untuk mengetahui apakah proses pelaksanaan telah sesuai

dengan rencana atau standar yang telah di tetapkan, selanjutnya untuk mengetahui

hambatan dan problem yang muncul dalam proses implementasi. Sedangkan kejelasan

makna implementasi kebijakan menurut Rian Nugroho (2012) pada prinsipnya adalah

cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih atau pun kurang,

untuk mengimplementasikan kebijakan publik ada dua pilihan, yaitu langsung

mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivant

atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

2.1.2.2. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan

dapat dicapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan

kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung

mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat

atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang-

undang atau perda adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik

penjelas atau yang sering di istilahkan sebagai peraturan pelaksana. Kebijakan publik

yang bisa langsung operasional antara lain keppers, inpres, kepmen, keputusan kepala

daerah, keputusan kepala dinas, dan lain-lain.

Implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana

kebijakan melalui aktivitas atau kegiatan pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil

24
yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kegiatan itu sendiri. Implementasi kebijakan

publik merupakan suatu kajian mengenai pelaksanaan dari suatu kebijakan pemerintah.

Setelah sebuah kebijakan dirumuskan dan di setujui langkah berikutnya bagaimana agar

kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan. Implementasi dari suatu program melibatkan

upaya-upaya policy maker untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar

bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.

2.1.2.3. Teori Implementasi Kebijakan Publik

Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai model implementasi kebijakan

publik yang akan dijelaskan, beberapa model itu adalah:

1. Teori George C. Edward III (1980)

Edward III Subarsono (2011:90-92) Menjelaskan ada empat variabel yang

mempengaruhi implementasi kebijakan yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi,

dan struktur birokasi. Keempat variabel tersebut saling berhubungan satu sama

lain.

a. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar

implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi

tujuan dan sasaran kebijakan harus di transmisikan kepada kelompok

sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

b. Sumberdaya, adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar

efektif. Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya manusia dan

sumber daya finansial.

c. Disposisi,adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,

seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis.

25
d. Struktur Birokrasi, yaitu yang bertugas mengimplementasikan kebijakan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah

satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya

prosedur operasi standart (standart operating procedures atau SOP).

2. Teori Merilee S. Grindle (1980)

Menjelaskan bahwa keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Gridle

dalam Nugroho (2006: 634) dipengaruhi oleh isi kebijakan (content of policy)

dan lingkungan kebijakan (content of implementation). Ide dasarnya adalah

bahwa setelah kebijakan di rubah/ ditransformasikan, kemudian implmentasi

kebijakan baru dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat

implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan tersebut mencakup hal-

hal berikut:

a. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan;

b. Jenis manfaat yang dihasilkan;

c. Derajat perubahan yang diinginkan;

d. Kedudukan pembuat kebijakan;

e. Siapa pelaksana program;

f. Sumber daya yang dikerahkan.

Sedangkan lingkungan kebijakan context of implementation mencakup:

a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat;

b. Karakteristik lembaga dan penguasa;

c. Kepatuhan dan daya tanggap.

3. Teori Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)

Dalam Agustino (2008: 144) dijelaskan ada tiga kelompok variabel yang

mempengaruhi keberhasilan implementasi, berikut ketiga variabel tersebut:

26
a. Karakteristik dari masalah (tractability of the problems), adapun

indikatornya:

1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan

2) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran

3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi

4) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan

b. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statue to structure

implementation), indikatornya:

1) Kejelasan isis kebijakan

2) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis

3) Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut

4) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagi

institusi pelaksana

5) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana

6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan

7) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi

dalam implementasi kebijakan

c. Variabel lingkungan (nonsatutority variables affecting implementation),

indikatornya:

1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi

2) Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan

3) Sikap dari kelompok pemilih (constituency groupsi)

4) Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.

4. Teori Daniel S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)

27
Dalam Winarno (2011:158-175) menjelaskan bahwa ada 6 variabel yang

mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:

a. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan ini harus di jelaskan dan terukur,

sehingga tidak menimbilkan interpretasi yang dapat menyebabkan

terjadinya konflik di antara para agen implementasi.

b. Sumber daya

Kebijakan perlu di dukung oleh sumber daya, baik itu sumber daya

manusia maupun sumber daya non-manusia.

c. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

Dalam berbagai kasus, implementasi sebuah program terkadang perlu

didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai

keberhasilan yang diinginkan.

d. Karakteristik agen pelaksana

Sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan

bagi implementasi kebijakan. Termasuk di dalamnya karakteristik para

partisipan yakni mendukung atau menolak, kemudian juga bagaimana sifat

opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung

implementasi kebijakan.

e. Kondisi social

Kondisi sosial, ekonomi dan politik mencakup sumber daya ekonomi

lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan.

f. Disposisi implementor

Ini mencakup tiga hal penting yaitu:

28
1) Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi

kemauannya untuk melaksanakan kebijakan

2) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan

3) Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh

implementor.

2.1.3. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan Van

Horn disebut dengan A Model of the Policy Implementation (1975). Proses implementasi

ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu pengejewantahan kebijakan

yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi

kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini

mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari keputusan

politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Model ini menjelaskan bahwa kinerja

kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan. Secara rinci

variabel-variabel implementasi kebijakan publik model Van Meter dan Van Horn

dijelaskan sebagai berikut:

1. Standar dan sasaran kebijakan/ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari

ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang

ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan

terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006). Van

Meter dan Van Horn (dalam Sulaeman, 1998) mengemukakan untuk

mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan

sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja

29
kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian

standar dan sasaran tersebut.

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan

adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi

gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya

menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan

kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para

pelaksana (implementors). Arah disposisi para

pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga

merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam

melaksanakan kebijakan,dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti

apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).

2. Sumber daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya

yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi

kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya

manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh

kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia,

sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam

keberhasilan implementasi kebijakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Derthicks (dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa:”New town study

suggest that the limited supply of federal incentives was a major contributor to

the failure of the program”.

30
Van Mater dan Van Horn (dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa:”Sumber

daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan komunikasi.

Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk

memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini

terdiri atas dana atau insentif lain yang dapat memperlancar

pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya

dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan

sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan.

3. Karakteristik organisasi pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana

meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam

pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi

kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan

para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang

akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan

yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang

demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi

pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

Menurut Edward III, 2 (buah) karakteristik utama dari struktur birokrasi adalah

prosedur-prosedur kerja standar (SOP = Standard Operating Procedures) dan

fragmentasi.

a. Standard Operating Procedures (SOP). SOP dikembangkan sebagai

respon internal terhadap keterbatasan waktu dan sumber daya dari

pelaksana dan keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-

organisasi yang kompleks dan tersebar luas. SOP yang bersifat rutin

didesainuntuk situasi tipikal di masa lalu mungkin mengambat perubahan

31
dalam kebijakan karena tidak sesuai dengan situasi atau program baru.

SOP sangat mungkin menghalangi implementasi kebijakan-kebijakan baru

yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk

mengimplementasikan kebijakan. Semakin besar kebijakan membutuhkan

perubahan dalam cara-cara yang rutin dari suatu organisasi, semakin

besar probabilitas SOP menghambat implementasi (Edward III, 1980).

b. Fragmentasi. Fragmentasi berasal terutama dari tekanan-tekanan di luar

unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok

kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat

kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi publik. Fragmentasi

adalah penyebaran tanggung jawab terhadap suatu wilayah kebijakan di

antara beberapa unit organisasi. “fragmentation is the dispersion of

responsibility for a policy area among several organizational

units.” (Edward III, 1980). Semakin banyak aktor-aktor dan badan-badan

yang terlibat dalam suatu kebijakan tertentu dan semakin saling berkaitan

keputusan-keputusan mereka, semakin kecil kemungkinan keberhasilan

implementasi. Edward menyatakan bahwa secara umum, semakin

koordinasi dibutuhkan untuk mengimplementasikansuatu kebijakan,

semakin kecil peluang untuk berhasil (Edward III, 1980).

4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van Horn

dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar tujuan harus

dipahami oleh para individu (implementors).Yang bertanggung jawab atas

pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus

dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka

32
penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa

menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and

uniformity) dari berbagai sumber informasi. Jika tidak ada kejelasan dan

konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan,

maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai.

Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang

diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan. Dalam suatu

organisasi publik, pemerintah daerah misalnya, komunikasi sering merupakan

proses yang sulit dan komplek. Proses pentransferan berita kebawah di

dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lain, dan ke

komunikator lain, seringmengalami ganguan (distortion) baik yang disengaja

maupun tidak. Jika sumber komunikasi berbeda memberikan interprestasi

yang tidak sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau

sumber informasi sama memberikan interprestasi yang penuh dengan

pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan

menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu

kebijakan secara intensif.

Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat

ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat

dan konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn Horn, dalam

Widodo 1974). Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh

dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara

pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan

akan semakin kecil, demikian sebaliknya.

5. Disposisi atau sikap para pelaksana

33
Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus (2006):”sikap

penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat

mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik.

Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah

hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan

persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanyabersifat top

down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui

bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan

yang harus diselesaikan”.

Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pendangannya terhadap suatu kebijakan

dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan

organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van Mater dan Van

Horn (1974) menjelaskan disposisi bahwa implementasi kebijakan

diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi dari

pelaksana (implementors) dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan.

Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan

dan kemauannya untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari

pertama, pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman

(comprehensionand understanding) terhadap kebijakan, kedua arah respon

mereka apakah menerima netral atau menolak (acceptance, neutrality, and

rejection), dan ketiga, intensitas terhadap kebijakan.

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan

adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi kebijakan yang

berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak

sepenuhnyamenyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi

34
para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah

disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan

kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi

gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa

yang menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).

Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar dan

tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang

besar terhadap keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Van

Mater dan Van Horn, 1974).

Pada akhirnya, intesitas disposisi para pelaksana (implementors) dapat

mempengaruhi pelaksana (performance) kebijakan. Kurangnya atau

terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya

implementasi kebijakan

6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi

kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong

keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang

tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja

implementasi kebijakan. Karena itu,upaya implementasi kebijakan

mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

Secara skematis, model implementasi kebijakan publik Van Meter danVan

Horn dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini

35
Gambar 2.1.

Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Gambar 2. 1Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

2.2 Pariwisata

2.2.1 Konsep Dasar Pariwisata

Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta

menghidupkan berbagai bidang usaha. Pada bab ini dipaparkan konsep dan definisi

pariwisata yang menjadi acuan pada pembahasan di bab-bab berikutnya. Beberapa

istilah kepariwisataan dijabarkan supaya Anda menjadi terbiasa. Tujuan perjalanan juga

akan dikupas pada bab ini dan pada akhir bab, perbedaan wisatawan vakansi dan

wisatawan bisnis akan dijelaskan berikut dengan ciri-ciri yang membedakannya.

Konsep dan definisi tentang pariwisata, wisatawan serta klasifikasinya perlu

ditetapkan dikarenakan sifatnya yang dinamis. Dalam kepariwisataan, menurut Leiper

dalam Cooper et.al (1998) terdapat tiga elemen utama yang menjadikan kegiatan

tersebut bisa terjadi.

36
Kegiatan wisata terdiri atas beberapa komponen utama.

1. Wisatawan : adalah aktor dalam kegiatan wisata. Berwisata menjadi sebuah

pengalaman manusia untuk menikmati, mengantisipasi dan mengingatkan

masa-masa di dalam kehidupan.

2. Elemen geografi yaitu: Pergerakan wisatawan berlangsung pada tiga area

geografi, seperti berikut ini.

a. Daerah Asal Wisatawan (DAW): Daerah tempat asal wisatawan berada,

tempat ketika wisatawan melakukan aktivitias keseharian, seperti bekerja,

belajar, tidur dan kebutuhan dasar lain. Rutinitas itu sebagai pendorong

untuk memotivasi seseorang berwisata. Dari DAW, seseorang dapat

mencari informasi tentang obyek dan daya tarik wisata yang diminati,

membuat pemesanan dan berangkat menuju daerah tujuan.

b. Daerah Transit (DT): Tidak seluruh wisatawan harus berhenti di daerah itu.

Namun, seluruh wisatawan pasti akan melalui daerah tersebut sehingga

peranan DT pun penting. Seringkali terjadi, perjalanan wisata berakhir di

daerah transit, bukan di daerah tujuan. Hal inilah yang membuat negara-

negara seperti Singapura dan Hong Kong berupaya menjadikan daerahnya

multifungsi, yakni sebagai Daerah Transit dan Daerah Tujuan Wista.

c. Daerah Tujuan Wisata (DTW): Daerah ini sering dikatakan sebagai sharp

end (ujungj tombak) pariwisata. Di DTW ini dampak pariwisata sangat

dirasakan sehingga dibutuhkan perencanaan dan strategi manajemen

yang tepat. Untuk menarik wisatawan, DTW merupakan pemacu

keseluruhan sistem pariwisata dan menciptakan permintaan untuk

perjalanan dari DAW. DTW juga merupakan raison d’etre atau alasan

37
utama perkembangan pariwisata yang menawarkan hal-hal yang berbeda

dengan rutinitas wisatawan.

3. Industri pariwisata: Elemen ketiga dalam sistem pariwisata adalah industri

pariwisata. Industri yang menyediakan jasa, daya tarik, dan sarana wisata.

Industri yang merupakan unit-unit usaha atau bisnis di dalam kepariwisataan

dan tersebar di ketiga area geografi tersebut. Sebagai contoh, biro perjalanan

wisata bisa ditemukan di daerah asal wisatawan, penerbangan bisa

ditemukan balk di daerah asal wisatawan maupun di daerah transit, dan

akomodasi bisa ditemukan di daerah tujuan wisata.17

Pariwisata merupakan kegiatan yang dapat dipahami dari banyak pendekatan.

Dalam Undang-undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dijelaskan

bahwa:

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,

pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang

dikunjungi, dalam jangka waktu sementara.

2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai

fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan

pemerintah.

4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata

dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud

kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan

17
Ismayanti.2009. Pengantar Pariwisata. Jakarta: Grasindo

38
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah

dan pengusaha

5. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi

pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata

6. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan

kegiatan usaha pariwisata.

7. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait

dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan

kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.18

Definisi-definisi tentang pariwisata menjabarkan unsur-unsur penting dalam

kepariwisataan seperti berikut ini

1. Jenis aktivitas yang dilakukan dan tujuan kunjungan

2. Lokasi kegiatan wisata

3. Lama tinggal di daerah tujuan wisata

4. Fasilitas dan pelayanan yang dimanfaatkan yang disediakan oleh usaha

pariwisata.

Beberapa istilah dalam pariwisata ;

1. Pelancong/pemudik/traveller adalah istilah yang diberikan bagi seseorang

yang melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. Jika wisatawan

melakukan perjalanan untuk tujuan wisata, maka dihitung sebagai

pengunjung (visitor) dalam statistik pariwisata.

18
Undang-Undang Republik Indonesia, 2009. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 Tentang kepariwisataan. jakarta

39
2. Pariwisata adalah kunjungan ke tempat-tempat yang menarik, dengan tujuan

untuk rekreasi, memperdalam ilmu pengetahuan, atau melaksanakan

pekerjaan. Orang yang melakukan pariwisata disebut turis atau wisatawan.

Wisatawan yang berasal dari dalam negeri disebut wisatawan domestik atau

wisatawan Nusantara. Wisatawan yang berasal dari luar negeri disebut

wisatawan asing atau wisatawan mancanegara.

3. Objek Wisata. Tempat-tempat yang dijadikan sebagai tujuan wisata disebut

objek wisata. Objek wisata dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut

a. Objek wisata alam, antara lain pemandangan alam pegunungan, cagar

alam, danau, pantai, kawah gunung api, sumber air panas, flora, dan

fauna.

b. Objek wisata rekreasi, antara lain kolam luncur, kolam renang, waduk, dan

taman rekreasi.

c. Objek wisata budaya, antara lain benteng kuno, masjid kuno, gereja kuno,

museum, keraton, monumen, candi, kesenian daerah, rumah adat, dan

upacara adat.

Jenis-jenis Pariwisata

1. Pariwisata budaya, seperti kunjungan ke candi, masjid agung, museum, dan

keraton.

2. Pariwisata olahraga, seperti mendaki gunung, berenang di pantai, dan

mendayung di telaga.

3. Pariwisata untuk menikmati perjalanan atau pariwisata petualangan, seperti

menjelajah rimba, mengarungi samudera, dan napak tilas.

4. Pariwisata yang hanya untuk tujuan rekreasi, seperti kunjungan ke taman

rekreasi dan pantai.

40
5. Pariwisata sambil mengadakan pertemuan atau konferensi, seperti konferensi

PATA dan KTT ASEAN yang dilaksanakan di Bali.

6. Pariwisata sambil berdagang.19

Adapun yang menjadi Faktor-faktor Pendukung Dunia Pariwisata di Indonesia

sebagai berikut.

1. Memiliki banyak objek pariwisata di berbagai daerah.

2. Memiliki alam yang sangat indah.

3. Memiliki berbagai peninggalan sejarah pada masa lalu.

4. Memiliki berbagai budaya yang unik.

5. Rakyat yang ramah tamah.

Yang menjadi masnaat Manfaat Pariwisata adalah sebagai berikut.

1. Menciptakan lapangan kerja.

2. Meningkatkan penghasilan bagi masyarakat, baik dari pelayanan jasa

maupun dari penjualan barang cinderamata.

3. Meningkatkan pendapatan negara.

4. Mendorong pembangunan daerah.

5. Menanamkan rasa cinta tanah air dan budaya bangsa.20

2.2.2 Kepariwisataan

Beberapa pendapat ahli kepariwisataan mengenai pengertian kepariwisataan

adalah sebagai berikut:

Prof. Hunziger dan Kraf (dalam Irawan, 2010:11) memberikan batasan pariwisata

yang bersifat teknis, yaitu “…kepariwisataan adalah keseluruhan jaringan dan gejala-

19
Pitana, I Gede dan Putu Gede Gayatry. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakata. Andi.
20
Damanik, Janianton dan Weber, Helmut. (2006). Perencanaan Ekowisata Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: PUSPAR UGM dan
Andi.

41
gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing di suatu tempat, dengan syarat

bahwa mereka tidak tinggal ditempat itu untuk melakukan pekerjaan yang penting yang

memberi keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara”.

Ketetapan MPRS No. 1 Tahun 1960 (dalam Irawan, 2010:11) kepariwisatan

dalam dunia modern pada hakekatnya adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan

manusia dalam memberi liburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja

serta mempunyai modal untuk melihat daerah lain (pariwisata dalam negri) atau negara

lain (pariwisata luar negri).

Host and Guest (1989) dalam Kusumanegara (2009:3) mengklasifikasikan jenis

pariwisata sebagai berikut:

1. Pariwisata Etnik (Etnhic Tourism), yaitu perjalanan untuk mengamati

perwujudan kebudayaan dan gaya hidup masyarakat yang menarik

2. Pariwisata Budaya (Culture Tourism), yaitu perjalanan untuk meresapi atau

untuk mengalami gaya hidup yang telah hilang dari ingatan manusia

3. Pariwisata Rekreasi (Recreation Tourism), yaitu kegiatan pariwisata yang

berkisar pada olahraga, menghilangkan ketegangan dan melakukan kontak

social dengan suasana santai.

4. Pariwisata Alam (Eco Tourism), yaitu perjalanan kesuatu tempat yang relative

masih asli atau belum tercemar, dengan tujuan untuk mepelajari, mengagumi,

menikmati pemandangan, tumbuhan, dan binatang liar serta perwujudan

budaya yang ada atau pernah ada di tempat tersebut.

5. Pariwisata Kota (City Tourism), yaitu perjalanan dalam suatu kota untuk

menikmati pemandangan, tumbuhan dan binatang liar serta perwujudan

budaya yang ada atau pernah ada di tempat tersebut.

42
6. Rersort City, yaitu kota atau perkampungan yang mempunyai tumpuan

kehidupan pada persediaan sarana atau prasarana wisata yaitu penginapan,

restoran, olahraga, hiburan dan persediaan tamasya lainnya

7. Pariwisata Agro (Agro Tourism yang terdiri dari Rural Tourism atau Farm

Tourism) yaitu merupakan perjalanan untuk meresapi dan mempelajari

kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan. Jenis wisata ini

bertujuan mengajak wisatawan memikirikan alam dan kelestariannya.

Dalam kepariwisataan terdapat Unsur-unsur Kepariwisataan yaitu Unsur-

unsur yang terlibat dalam industri pariwisata meliputi hal-hal sebagai berikut

(Pendit, 1994 : 14):

1. Akomodasi, tempat seseorang untuk tinggal sementara.

2. Jasa Boga dan Restoran, industri jasa di bidang penyelenggaraan makanan

dan minuman yang dikelola secara komersial.

3. Transportasi dan Jasa Angkutan, industri usaha jasa yang bergerak di bidang

angkutan darat, laut dan udara.

4. Atraksi Wisata, kegiatan wisata yang dapat menarik perhatian wisatawan atau

pengunjung.

5. Cinderamata (Souvenir), benda yang dijadikan kenang-kenangan untuk

dibawa oleh wistawan pada saat kembali ke tempat asal.

6. Biro Perjalanan, badan usaha pelayanan semua proses perjalanan dari

berangkat hingga kembali.

43
2.3 PERDA No.3 Tahun 2017 Tentang Rencana Induk Pengembangan

Kepariwisataan di Kabupaten Mamasa

Pengembangan kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan

daerah, sehingga harus dilakukan secara sistematis terencana, terpadu, berkelanjutan

dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai

agama, budaya dan kelestarian lingkungan hidup.

Arah kebijakan pengembangan pariwisata meliputi :

1. Peningkatan mutu sarana dan prasarana serta pelayanan jasa pariwisata

dan jasa penunjang dengan tetap memelihara kebudayaan daerah ;

2. Pembinaan pelestarian peninggalan sejarah dan promosi obyek;obyek

pariwisata yang dilakukan sesuai dengan perkemangan kepariwisataan; dan

3. Kegiatan kepariwisataan diarahkan untuk penggalian obyek wisata baru.21

Pembangunan pariwisata mencakup 2 (dua) dimensi yaitu dimensi ekonomi dan

sosial budaya. Dimensi ekonomi merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan

daya saing dan sekaligus meningkatkan pendapatan daerah. Sejalan dengan

perkembangan kondisi negara secara nasional yang disebabkan oleh situasi politik

dan keamanan dalam negeri, maka pembangunan pariwisata harus mampu

memulihkan citra pariwisata bagi daerah maupun nasional sebagai 22 daerah tujuan

wisata yang aman dan nyaman untuk dikunjungi. Di samping itu RIPPDA ini

disusun dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi pengembangan

pariwisata daerah melalui pengembangan ODTW.

21
Perda no. 3 tahun 2017 kabupaten Mamasa tentang Rencana induk pnmgembangan kepariwisataan di Kabupaten
Mamasa
22 Perda
no. 3 tahun 2017 kabupaten Mamasa tentang Rencana induk pnmgembangan kepariwisataan di Kabupaten
Mamasa

44
Selanjutnya dari aspek sosial budaya RIPPDA ini merupakan upaya

pendekatan yang utuh dalam melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat di daerah,

melestarikan alam, melestarikan lingkungan serta menumbuhkan rasa kebanggaan

nasional.

Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, maka perlu ditetapkan

Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah

sebagai pedoman bagi pelaksanaan pembangunan pariwisata di Daerah yang

dapat digunakan oleh semua komponen pariwisata daerah dalam menentukan

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kepariwisataan di daerah, sebagai

berikut:

a. Memberikan gambaran secara komprehensif mengenai pengembangan

potensi pariwisata daerah yang meliputi obyek dan daya tarik wisata,

usaha sarana wisata dan usaha jasa pariwisata;

b. Memberikan pedoman tentang perencanaan yang dibutuhkan dalam

pembangunan kepariwisataan didaerah yang mengakomodasikan isu-isu

strategis dan perkembangan aktual secara terintegrasi dan sinergis

sehingga pariwisata dijadikan alat dalam mencapai kesejahteraan

secara berkelanjutan;

c. Menyikapi peluang pembangunan kepariwisataan didaerah sejalan

dengan perkembangan Pemerintah Daerah; dan

d. Memberikan arah kebijakan dalam membangun kepariwisataan yang

didasari oleh kebijaksanaan perencanaan pembangunan daerah.23

23
Perda no. 3 tahun 2017 kabupaten Mamasa tentang Rencana induk pnmgembangan kepariwisataan di Kabupaten
Mamasa

45
2.4 Kerangka Konseptual

Sudah banyak ahli yang mengemukakan model implemantasi, salah satunya

adalah model implementasi van meter dan van horn. Model ini menilai implementasi

berdasarkan 6 variabel yaitu pertama, melihat Implementasi kebijakan yang berhasil bisa

jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari

terhadap standar dan tujuan kebijakan (variabel Standar dan sasaran kebijakan) ; kedua,

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia (variabel sumber daya) ; ketiga, kinerja

implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan

para agen pelaksananya (variabel karakteristik agen pelaksana); keempat Jika tidak ada

kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan

kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai

dimana prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat ditentukan oleh komunikasi

kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan konsisten (variabel Komunikasi

antar organisasi) ; kelima sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana

kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan

publik (variabel Disposisi atau sikap para pelaksana) dan keenam Lingkungan sosial,

ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan

kinerja implementasi kebijakan (variabel Lingkungan sosial, ekonomi dan politik).

Selanjutnya dalam melihat faktor penghambat implementasi kebijakan dapat

dilihat dari 4 aspek yaitu : (1) isi kebijakan, (2) informasi yang didapatkan pihak

implementor (3) dukungan politik, sosial dan keuangan, dan (4) pembagian potensi

antara aktor-aktor implementasi

46
Untuk memudahkan kerangka konseptual penelitian ini maka penulis menyajikan

secara sederhana melalui bagan kerangka konseptual seperti yang termuat dihalaman

berikut.

Kerangka Konseptual

Gambar 2. 2
Perda nomor 3 tahun 2017 tentang rencana
induk pengembangan kepariwisataan

Arah kebijakan pengembangan


sector pariwisata yang memuat
kebijakan sektor pariwisata
daerah, meliputi :
1. Peningkatan mutu
sarana dan prasarana
serta pelayanan jasa Implementasi kebijakan
pariwisata dan jasa pengembangan
penunjang dengan tetap (model van meter dan van
memelihara horn,1975)
kebudayaan daerah; 1. Sasaran kebijakan
2. Pembinaan pelestarian Sumber daya
peninggalan sejarah dan 2. Karakteristik
promosi obyek-obyek organisasi
pariwisata yang 3. Sikap pelaksana
dilakukan sesuai dengan 4. Komunikasi antar
perkembangan organisasi
kepariwisataan; dan 5. Lingkungan
3. Kegiatankepariwisataan ekonomi, sosial dan
diarahkan untuk politik
penggalianobyek wisata
baru.

47
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian

kualitatif. Penilitian Kualitatif yaitu merujuk pada ”cara-cara” mempelajari aspek kualitatif

dari kehidupan sosial yang mencankup beragam dimensi sosial dari tindakan ”Action”

dan keadaan, hingga proses dan peristiwa, sebagaimana dimengerti berdasarkan

konstruksi dan makna yang diorganisasikan oleh dan melalui praktik-praktik

sosial.

Penelitian kualitatif tidak hanya menuntun untuk mengumpulkan data, melainkan

juga menuntun terhadap bagaimana data hendak dianalisis. Metode-metode kualitatif

memungkinkan peneliti untuk mengkaji ihwal tertentu secara mendalam dan rinci.

Metode-metode ini menghasilkan sejumlah besar informasi rinci mengenai sejumlah

kecil orang dan kasus. Hal ini meningkatkan pemahaman terhadap kasus-kasus dan

situasi itu, namun juga mengurangi kemungkinan generalisasi.

Dalam penelitian kualitatif peneliti adalah instrumen. Validitas dalam metode-

metode kualitatif banyak bergantung pada keterampilan, kemampuan, dan kecermatan

orang yang melakukan kerja lapangan.

48
3.2 Lokasi Penelitian

Berdasarkan judul penelitian yaitu “Implementasi Kebijakan Tentang Rencana

Induk Pengembangan Kepariwisataan di Kabupaten Mamasa” maka jelas bahwa

penelitian akan dilaksanakan di Kabupaten Mamasa adalah:

1. Kantor Bupati Kabupaten Mamasa;

2. Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa;

3. Tempat Wisata

3.3 Fokus Penelitian

Untuk memberikan suatu pemahaman agar memudahkan penelitian ini maka

penulis menggambarkan beberapa batasan penelitian dan fokus penelitian sebagai

berikut:

a. Implementasi Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2017 Tentang Rencana Induk

Pengembangan Pariwisata kabupaten Mamasa sebagai pedoman pelaksanaan

pembangunan pariwisata di daerah yang dapat digunakan oleh semua komponen

pariwisata dalam menentukan perencanaan, pelaksaan dan pengendalian

kepariwisataan.

b. Pengembangan pariwisata, meliput i:Obyek daya tarik wisata (Attraction) yang

mencakup keunikan dan daya tarik berbasis alam, budaya maupun buatan,

Aksesibilitas (Accessibility) yang mencakup kemudahan saran dan prasarana,

Amenitas (Amenities) yang mencakup promosi pariwsata, Fasilitas umum

(Ancillary Service) yang mendukung kegiatan pariwisata. Sehingga, arah

pengembangan pembangunan pariwisata bisa terarah dengan baik.

49
c. Model Implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Van Metter dan Van Horn

yang menilai implementasi berdasarkan 6 variabel yaitu ;

i. Standar dan sasaran kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari

ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang

ada di level pelaksana kebijakan. Pemahaman tentang maksud umum dari

suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan

yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials),

tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan.

Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para

pelaksana (implementors). disposisi para pelaksana (implementors)

terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”.

ii. Sumber Daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber

daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi

kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya

manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh

kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya

manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting

dalam keberhasilan implementasi kebijakan.

iii. Karakteristik organisasi pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan.

50
Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat

dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen

pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan

dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang

ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang

demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi

pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

iv. Komunikasi para pelaksana

Dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan

tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan

seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber informasi. Jika

tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu

standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan

kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana

kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa

yang harus dilakukan. Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah

misalnya, komunikasi sering merupakan proses yang sulit dan komplek.

Proses pentransferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu

organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator lain, seringmengalami

ganguan (distortion) baik yang disengaja maupun tidak. Jika sumber

komunikasi berbeda memberikan interprestasi yang tidak

sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber

informasi sama memberikan interprestasi yang penuh dengan

pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan

menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu

51
kebijakan secara intensif.

v. Disposisi atau Sikap para pelaksana

sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat

mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik.

Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah

hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan

persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik

biasanyabersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan

tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau

permasalahan yang harus diselesaikan”.

vi. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi

kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong

keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang

tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja

implementasi kebijakan. Karena itu,upaya implementasi kebijakan

mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari dua sumber, antara lain:

1. Data Primer, adalah data yang diperoleh dari informan yang telah dipilih

berdasarkan wilayah cakupan penelitian ini. Data primer diperoleh melalui

Interview atau wawancara secara mendalam mengenai penelitian yang

dimaksud.

52
2. Data Sekunder, Adapun data sekunder diperoleh melaluiStudi pustaka, yaitu

bersumber dari hasil bacaan literatur atau buku-buku atau data terkait dengan

topik penelitian. Ditambah penelusuran data online, dengan pencarian data

melalui fasilitas internet. Dokumentasi, yaitu arsip-arsip, laporan tertulis atau

daftar inventaris yang diperoleh terkait dengan penelitian yang dilakukan.

Validitas dan rehabilitasi data kualitatif banyak bergantung pada keterampilan

metododligis, kepekaan, dan integritas penelitian. Ovservasi yang sistematis dan ketat

(rigorous) melibatkan jauh lebih dari hanya berada di suatu tempat dan melihat- lihat ke

sekelilingnya. Melakukan wawancara yang terampil melibatkan jauh lebih dari hanya

mengajukan pertanyaan. Ananlisis isi menuntun jauh lebih banyak dari hanya membaca

apa yang ada.

3.5 Tekhnik Pengumpulan Data

Adapun tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh data

dalam penelitian ini, yaitu:

a. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan

langsung terhadap objek penelitian. Peneliti berkunjung dan mengamati

secara langsung beberapa objek wisata yang ada di kabupaten mamasa.

b. Wawancara, yaitu tekhnik pengumpulan data melalui interview secara

langsung dengan informan.

Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara bebas terpimpin

artinya, peneliti mengadakan pertemuan langsung dengan informan, dan

wawancara bebas artinya, peneliti bebas mengajukan pertanyaan kepada

informan sesuai dengan jenis-jenis pertanyaan yang telah disiapkan

sebelumnya. Adapun yang menjadi informan penelitian ini adalah :

53
1. Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa 1 orang

2. Kepala Bidang pengembangan dan promosi pariwisata Dinas

Pariwisata Kabupaten Mamasa 1 orang

3. Pengelola Tempat Wisata 3 orang

4. Pengunjung Objek Wisata 2 orang

c. Studi kepustakaan, yaitu dengan penelusuran literatur berupa buku, surat

kabar, dokumen;dokumen, undang-undang dan media informasi lain yang

ada hubugannya dengan masalah yang diteliti.

3.6 Tekhnik Analisis Data

Peneliti akan menggunakan teknik analisis secara kualitatif, prosedur

penelitian tidak distandardisasi dan bersifat fleksibel. Jadi, yang ada adalah petunjuk

yang dapat diapakai, tetapi bukan aturan. Ada beberapa metode pengumpulan data

yang dikenal dalam penelitian kualitatif, walaupun demikian bisa dikatakan bahwa

metode yang paling pokok adalah pengamatan atau observasi dan wawancara

mendalam atau in-depth interview.

Penerapan sebuah metode penelitian sangatlah tergantung dari research

question yang telah ditentukan. Dengan kata lain, tak semua hal yang diteliti dapat

terungkap dengan menerapkan metode penelitian kulitatatif. Sebaliknya, untuk

mengungkap suatu fenomena sosial tertentu mutlak harus menggunakan metode

penelitian kualitatif.

54
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, diuraikan gambaran tentang lokasi penelitian beserta hasil

penelitian yang ditemukan di lapangan. Hasil penelitian menggambarkan secara umum

Kabupaten Mamasa yang meliputi sejarah, kondisi geografis, aspek-aspek pendukung

lainnya seperti potensi sumber daya alam dan hayati, aspek sosial serta gambaran

umum Dinas Pariwisata yang merupakan perangkat daerah yang membidangi sektor

kepariwisataan. Selain itu, bab ini juga menguraikan upaya yang dilakukan pemerintah,

masyarakat dan pelaku pariwisata dalam membangun dan mengembangkan

kepariwisataan di kabupaten Mamasa dalam upaya implementasi kebijakan

pengembangan kepariwisataan Kabupaten Mamasa.

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Mamasa

4.1.1 Sejarah Terbentuknya Kabupaten Mamasa

Memasuki masa kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan Surat Menteri

Dalam Negeri NIT (Negara Indonesia Timur) pada tanggal 17 Juli 1947 No. : BZ.2/1/17

di Mamasa diadakan serangkaian rapat yang diikuti para Kepala Distrik (Parengnge')

dan Tokoh-Tokoh Masyarakat seOnderafdeling Boven Binuang en Pitu Ulunna Salu.

Rapat ini menjajaki kemungkinan dibentuknya suatu New Swapraja untuk daerah

tersebut. Dalam suatu rapat akbar di Mamasa pada tanggal 07 Juni 1948, setelah

melalui perdebatan alot dan cukup lama yang dipimpin langsung Residen Celebes dari

Makassar pada saat itu, maka ditetapkan nama Swapraja baru tersebut yaitu “Swapraja

Kondosapata’ dengan ibukotanya di Mamasa”.

55
Pada tahun 1953 NIT ternyata dibubarkan berdasarkan UndangUndang yang

ditetapkan pasa saat itu, Swapraja Kondosapata’ juga ikut bubar. Selanjutnya terbentuk

Kewedanaan Mamasa yang periodenya berlangsung hingga tahun 1958. Pada masa

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29

Tahun 1959 Kabupaten Daerah Tk. II Polewali Mamasa terbentuk. Seharusnya

Kewedanaan Mamasa sudah menjadi Kabupaten Daerah Tk. II Mamasa pada saat itu

setara dengan Kewedanaan Mamuju, Kewedanaan Majene yang sudah menjadi

Kabupten tersendiri, namun kenyataannya Kewedanaan Mamasa digabung dengan

Kewedanaan Polewali menjadi Kabupaten Daerah Tk. II Polewali Mamasa disingkat

Kabupaten Polmas. Hal ini terjadi karena pada masa perubahan status Kewedanaan

menjadi Kabupaten Daerah Tk. II pada tahun 1958, terjadi suatu masalah ke dalam

antara Kewedanaan Polewali dan Kewedanaan Mamasa. Masalah ini memuncak pada

tanggal 31 Agustus 1958, Kewedanaan Mamasa dikosongkan oleh petugas keamanan

atas perintah atasannya di Polewali. Selain petugas keamanan yang meninggalkan

Kewedanaan Mamasa, ikut pula pemerintahan sipil hijrah ke Polewali, sejak saat itulah

hubungan Kewedanaan Mamasa dan Kewedanaan Polewali terputus total, baik lalulintas

maupun pemerintahan, terlebih komunikasi. Pada saat disahkannya Undang-Undang

Nomor 29 Tahun 1959, hubungan ke Mamasa masih terputus dan Kewedanaan

Mamasa tidak memiliki pengetahuan tentang terbentuknya Kabupaten Polewali

Mamasa. Hubungan Polewali dan Mamasa baru mulai terbuka kembali pada tahun 1961

ketika itu Bupati Kabupaten Daerah Tk. II Polewali Mamasa yang pertama memerintah

yaitu Andi Hasan Mangga.

Di tahun 1962, masyarakat ex Kewedanaan Mamasa kembali menuntut Daerah

Tk. II Mamasa, namun banyak hambatan sehingga prosesnya agak lambat berjalan.

Atas restu Bupati KDH Tk. II Polmas Abdullah Madjid, maka terbentuklah Panitia

56
Penuntut Kabupaten Mamasa. Berdasarkan S.K. BKDH Tk. II Polmas Nomor:

06/SK/BP/1966 Tertanggal: 17 Mei 1966 dibentuk Perwakilan Panitia Penuntut

kabupaten Daerah Tk. II di Makassar dengan Ketua: Abd. Djabbar, B.A., kemudian

Perwakilan di Jakarta di bawah pimpinan Urbanus Poly Bombong (Anggota DPR-GR di

Jakarta mewakili Partai Kristen Indonesia dari Mamasa).

Selanjutnya berdasarkan Surat Mandat Panitia Nomor: 08/M/BP/66 Tertanggal 09

Juli 1966 yang disetujui Bupati KDH Tk.II Polmas, Kapten Infantri Abdullah Madjid,

ditetapkan nama-nama delegasi yang akan berangkat di tingkat pusat dalam rangka

realisasi pembentukan Kabupaten Daerah Tk. II Mamasa, sebagai berikut:

1. D. Tandipuang sebagai Ketua Delegasi

2. D. Pualillin sebagai Wakil Ketua Delegasi

3. J. Thumo’ sebagai Anggota Delegasi

4. M. Lullulangi, B.A. sebagai Anggota Delegasi

5. Abd. Djabbar, B.A., sebagai Anggota Delegasi

6. F. Polopadang sebagai Anggota Delegasi

Sebagai realisasi di tingkat pusat, pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri

Basuki Rahmat, menjanjikan sebagai berikut:

1. Pemerintah Pusat tetap memperhatikan tuntutan masyarakat Mamasa untuk

membentuk daerah otonom Tk. II Mamasa dengan ibukotanya di Mamasa, sambil

menunggu ketentua lebih lanjut.

2. Supaya BKDH Tk. II Polmas membentuk perwakilan BKDH Polmas di Mamasa untuk

persiapan pembentukan Kabupaten Daerah Tk. II Mamasa. Berdasarkan petunjuk

Menteri Dalam Negeri R.I., maka terbentuklah Perwakilan BKDH Polmas di Mamasa

dengan susunan personalianya sebagai berikut:

• Tamajoe, Bupati Muda sebagai Kepala Perwakilan,

57
• S. Matasak, Penata Tatapraja sebagai Anggota Perwakilan,

• A. Paipinan, Penata Muda Tatapraja sebagai Anggota Perwakilan

Selanjutnya berdasarkan SK BKDH Tk. II Polmas Nomor: 71/PD/1968 Tertanggal : 18

Juli 1968, personalia Perwakilan mengalami perubahan sebagai berikut:

• S. Matasak, Penata tatapraja sebagai Ketua Perwakilan,

• Y. Depparinding, Penata Muda Tatapraja sebagai Anggota Perwakilan,

• B. Mangoli’, Penata Muda Tatapraja sebagai Anggota Perwakilan,

• Y. Puatipanna, Penata Muda Tatapraja sebagai Anggota Perwakilan.

Perwakilan BKDH Tk. II Polmas berlangsung hingga tahun 1971 dengan

mengalami dua kali perubahan/pergantian personalia. Akhirnya dari tahun ke tahun tidak

ada realisasi, kemudian vakum tanpa dibubarkan.

Perjuangan yang sama muncul di tahun 1987, melalui surat Panitia Penuntut

Daerah Tk. II Mamasa Nomor. 08/Pn/II/88 Tertanggal 19 April 1988 ditujukan kepada

Menteri Dalam Negeri R.I., Ketua DPR R.I., Gubernur KDH. Tk. I Sulsel, Ketua DPRD

Tk. I Sulsel, Bupati KDH Polmas, Ketua DPRD Tk. II Polmas, tembusannya kepada para

Menteri Kabinet R.I. terkait lainnya, namun realisasinya tidak ada.

Melalui perjalanan panjang dan berliku-liku, nampaknya masa reformasi Republik

Indonesia membawa angin baik bagi ex. Kewedanaan Mamasa. Maka pada awal tahun

1999 mulai menghangat kembali tuntutan Kabupaten Mamasa dan realisasinya

tertanggal 11 Maret 2002 di mana Kabupaten Mamasa terbentuk bersamaan dengan

peningkatan status Administrasi Palopo menjadi Kota Palopo berdasarkan Undang-

Undang Nomor r : 11 tahun 2002 yang diundangkan di Jakarta tanggal 07 April 2002

ketika Megawati Soekarno Putri sebgai Presiden Republik Indonesia menandatangani

Undang-Undang tersebut, bersamaan pula dengan 20 Kabupaten dan Kota di seluruh

Indonesia secara serempak dalam perjuangan yang sama.

58
4.1.2 Kondisi Geografis dan Batas Administrasi

Kabupaten Mamasa merupakan kabupaten yang baru terbentuk sebagai daerah

otonom pada tahun 2002 dari hasil pemekaran Kabupaten Polewali-Mamasa (Polmas)

berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2002. Secara astronomis wilayah

Kabupaten Mamasa terletak pada posisi 2 o 39"216"" – 3 o 19"288"" Lintang Selatan

dan 119o 0"216" – 119o 38"144"Bujur Timur. Adapun batas wilayah Kabupaten Mamasa

dengan Kabupaten lainnya adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Mamuju;

Sebelah Barat : Kabupaten Majene;

Sebelah Selatan : Kabupaten Polewali Mandar;

Sebelah Timur :Kabupaten Tana Toraja & Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan

Secara administratif wilayah Kabupaten Mamasa terdiri dari 17 Kecamatan dan 181

desa serta 13 kelurahan dengan total luas wilayah 3005,88 km2 .

Tabel 1. Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Mamasa Tahun 2016.

NO Kecamatan Luas Wilayah Persentase

1 Sumarorong 254,00 8,45

2 Messawa 150,88 5,02

3 Pana 181,27 6,03

4 Nosu 113,33 3,77

5 Tabang 304,51 10,13

6 Mamasa 250,07 8,32

59
7 Tandak Kalua 120,85 4,02

8 Balla 59,53 1,98

9 Sesena Padang 152,70 5,08

10 Tawalian 45,99 1,53

11 Mambi 142,66 4,75

12 Bambang 136,17 4,53

13 Rante Bulahan Timur 31,87 1,06

14 Mehalaan 162,43 5,40

15 Aralle 173,96 5,79

16 Buntu Malangka 211,71 7,04

17 Tabulahan 513,95 17,10

Jumlah 3005,88 100,00

Sumber : Publikasi Kabupaten Mamasa Dalam Angka 2019-2021

Berdasarkan daftar luas wilayah menurut Kecamatan yang disajikan pada tabel 3,

maka dapat diketahui bahwa Kecamatan yang terluas di Kabupaten Mamasa adalah

Kecamatan Tabulahan dengan luas wilayah 513,95 km2 dengan persentase 17,10

persen, dan wilayah tersempit yaitu terletak pada kecamatan Rantebulahan Timur

dengan luas wilayah 31,87 km2 (1,06 %). Sedangkan Kecamatan Mamasa yang

merupakan Ibu Kota Kabupaten Mamasa menempati posisi keempat terluas dengan

luas wilayah 250,07 km2.

60
Tabel 2. Jarak Dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan di
Kabupaten Mamasa

Ibukota
Kecamatan Jarak
Kecamatan
(Km)

Sumarorong Sumarorong 38

Messawa Messawa 58

Pana Pana 95

Nosu Nosu 67

Tabang Tabang 36

Mamasa Mamasa 0

Tanduk Kalua Minake 19

Balla Balla Satanetean 14

Sesenapadang Orobua 8

Tawalian Tawalian 3

Mambi Mambi 44

Bambang Galung 32

Rantebulahan Timur Salumokanan 56

Mehalaan Mehalaan 45

Aralle Aralle 55

Buntu Malangka Buntu Malangka 69

Tabulahan Lakahang 87

Sumber : Publikasi Kabupaten Mamasa Dalam Angka 2019-2021

61
Pembagian wilayah Kecamatan yang ada di Kabupaten Mamasa direpresentasikan

dalam gambar berikut.

Gambar 3. Peta Administrasi Kab Mamasa

Ha atau 2,41% dari total luas wilayah Kabupaten Mamasa. Posisi dan Tinggi

wilayah Kabupaten Mamasa per kecamatan disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut
Kecamatan di Kabupaten Mamasa

Tinggi
Kecamatan Bujur Lintang
DPL(m)

(1) (2) (3) (4)

Sumarorong 119°20’ 3°10’ 325 – 2.100

Messawa 119°20’ 3°15’ 300 – 1.750

62
Pana 119°35’ 3°05’ 325 – 2.325

Nosu 119°30’ 3°10’ 1.437 – 2.450

Tabang 119°30’ 2°50’ 700 – 2.750

Mamasa 119°25’ 2°50’ 1.025 – 3.000

Tanduk Kalua 119°15’ 3°00’ 1.050 – 2.000

Balla 119°15’ 2°55’ 1.100 – 1.875

Sesenapadang 119°20’ 3°00’ 1.300 – 2.600

Tawalian 119°25’ 2°55’ 1.200 – 2.275

Mambi 119°10’ 3°00’ 175 – 1.550

Bambang 119°15’ 2°55’ 950 – 1.475

Rantebulahan
119°10’ 3°00’ 850 – 2.725
Timur

Mehalaan *) *) 650 – 655

Aralle 119°10’ 2°50’ 500 – 2.350

Buntu Malangka *) *) 650 – 950

Tabulahan 119°10’ 2°45’ 100 – 2.950

Sumber : Publikasi Kabupaten Mamasa Dalam Angka 2019-2021

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa topografi Kabupaten

Mamasa lebih didominasi oleh dataran tinggi. Dengan kekhasan wilayah

dataran tinggi tersebut, maka potensi yang diunggulkan di Kabupaten Mamasa

diantaranya adalah kehutanan, pertanian, perkebunan, pertambangan,

perikanan air tawar, dan kepariwisataan.

63
4.1.3 Klimatologi

a. Musim

Seperti halnya daerah lain di Indonesia, di Kabupaten Mamasa juga terdapat

dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Pola musim tersebut dipengaruhi

oleh musim barat dan timur yang lamanya enam bulan sekali setelah mengalami

masa peralihan.

b. Temperatur, Kelembaban dan Suhu Udara

Kondisi udara di Kabupaten Mamasa masih alami, bersih dan terhindar dari

polusi udara. Hal ini disebabkan karena secara ekologi, wilayah Mamasa masih

mempunyai wilayah hutan yang berfungsi untuk meredam dan menyerap udara

kotor yang masuk ke udara. Di samping itu kegiatan-kegiatan yang

menimbulkan pembuangan polusi ke udara belum signifikan dapat

memperburuk kondisi udara, karena luas wilayah berhutan tetap lebih besar

dibandingkan dengan wilayah yang dimanfaatkan. Suhu udara bervariasi

menurut ketinggian tempat dan jaraknya dari pantai. Kelembaban udara relatif

tinggi berkisar antara 60 90% dan Temperatur suhu rata-rata 16-30 derajat

celsius. Kondisi tersebut sangat kondusif untuk dijadikan destinasi pariwisata.

c. curah Hujan

Curah hujan di Kabupaten Mamasa relatif tidak merata. Curah hujan yang relatif tinggi

terdapat pada musim hujan yaitu pada bulan September hingga Desember dan relatif

rendah pada musim kemarau yang berlangsung pada bulan Januari hingga Agustus.

Keadaan curah hujan dipantau dari beberapa stasiun pengamatan seperti pada stasiun

geofisika kelas II, Dinas Pertanian, Balai Penelitian. Curah hujan rata-rata pertahun 2000

mm/tahun. Bahkan pada stasiun Rantekarua menunjukkan jumlah curah hujan diatas

64
4000 mm/tahun. Pada tahun 2019, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember

dan terendah pada bulan Juli

4.1.4 Hidrologi

Keadaan topografi serta ditunjang oleh iklim tropis yang basah mengakibatkan

Kabupaten Mamasa menjadi sumber dari beberapa aliran sungai, diantaranya:

1. Daerah Aliran Sungai (DAS) Mamasa yang mengalir ke wilayah

Bakaru Kabupaten Pinrang;

2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Masuppu yang mengalir ke wilayah

Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidrap. aerah Aliran Sungai (DAS)

Mapilli yang mengalir ke wilayah Kabupaten Polman;

3. Daerah Aliran Sungai (DAS) Mamuju yang mengalir ke wilayah

Kabupaten Mamuju;

4. Daerah Aliran Sungai (DAS) Bonehau yang mengalir ke wilayah

Kabupaten Mamuju.

4.1.5 Jumlah dan Kepadatan Kependudukan

Penduduk adalah orang-orang yang berada di dalam suatu wilayah yang

terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain

secara terus menerus. Penduduk Kabupaten Mamasa berdasarkan proyeksi

penduduk tahun 2019 yang disajikan dalam tabel 6 sebanyak 151.825 jiwa yang

terdiri atas 76.695 jiwa penduduk laki-laki dan 75.130 jiwa penduduk

perempuan. Penduduk Kabupaten Mamasa meningkat sekitar 11.743 jiwa dari

tahun 2018, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,35 persen.

65
Kecamatan Mamasa merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar,

yaitu 24.766 jiwa (16,31%). Sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah

penduduk terkecil adalah Kecamatan Mehalaan sebesar 4.233 jiwa (2,78%).

Tabel 4. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut


Kecamatan Kabupaten Mamasa 2015, 2019, dan 2020

Laju Pertumbuhan
Jumlah Penduduk (ribu)
Kecamatan Penduduk per Tahun

(%)

2015 2019 2020 2015- 2019-

2019 2020

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Sumarorong 9.580 10.234 10.425 8,82 1,87

2. Messawa 7.090 7.378 7.381 4,1 0,04

3. Pana 8.552 8.956 8.964 4,82 0,09

4. Nosu 4.276 4.535 4.552 6,45 0,37

5. Tabang 5.890 6.214 6.225 5,69 0,18

6. Mamasa 22.541 24.184 24.766 9,87 2,41

7. Tanduk Kalua 9.984 10.895 11.145 11,63 2,29

8. Balla 6.017 6.448 6.494 7,93 0,71

9. Sesenapadang 7.709 8.090 8.108 5,18 0,22

10. Tawalian 6.210 7.224 7.397 19,11 2,39

11. Mambi 9.295 9.875 10.004 7,63 1,31

12. Bambang 10.312 10.927 11.011 6,78 0,77

13. Rantebulahan 5.682 6.147 6.277 10,47 2,11


Timur

14. Mehalaan 3.857 4.166 4.233 9,75 1,61

66
15. Aralle 6.584 6.930 6.948 5,53 0,26

16. Buntu Malangka 6.691 7.187 7.317 9,36 1,81

17. Tabulahan 9.812 10.419 10.578 7,81 1,53

Mamasa 140.082 149.809 151.825 8,38 1,35

Sumber : Publikasi Kabupaten Mamasa Dalam Angka 2019-2021

Berdasarkan tabel 4, dapat pula diketahui bahwa Pada tahun 2019 jumlah

penduduk laki-laki di Kabupaten Mamasa 1,03 persen lebih banyak dari pada

penduduk perempuan. Dengan angka rasio jenis kelamin (sex ratio) adalah 102

yang berarti bahwa diantara 100 orang perempuan terdapat 102 laki-laki.

Tabel 5. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kecamatan di


Kabupaten Mamasa tahun 2019

Jenis Kelamin Rasio

No Kecamatan Laki- Perempu Total Jenis

laki an Kelamin

1 Sumarorong 5 234 5 191 10 425 101

2 Messawa 3 816 3 565 7 381 107

3 Pana 4 597 4 367 8 964 105

4 Nosu 2 383 2 169 4 552 110

5 Tabang 3 229 2 996 6 225 108

6 Mamasa 12 281 12 485 24 766 98

7 Tanduk Kalua 5 573 5 572 11 145 100

8 Balla 3 327 3 167 6 494 105

9 Sesenapadang 4 037 4 071 8 108 99

10 Tawalian 3 695 3 702 7 397 100

11 Mambi 5 051 4 953 10 004 102

67
12 Bambang 5 514 5 497 11 011 100

Rantebulahan
13 3 235 3 042 6 277 106
Timur

14 Mehalaan 2 208 2 025 4 233 109

15 Aralle 3 462 3 486 6 948 99

16 Buntu Malangka 3 771 3 546 7 317 106

17 Tabulahan 5 282 5 296 10 578 100

Mamasa 76 695 75 130 151 825 102

Sumber : Publikasi Kabupaten Mamasa Dalam Angka 2019-2021

Rendah atau tingginya tingkat kepadatan penduduk tergantung luas

wilayah dan kondisi topografi wilayah. Kepadatan penduduk di Kabupaten

Mamasa tahun 2019 mencapai 51 jiwa/km2. Kepadatan Penduduk di 17

kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di

kecamatan Rantebulahan Timur dengan kepadatan sebesar 197 jiwa/km2 dan

terendah di Kecamatan Tabang sebesar 20 jiwa/Km2.

Tabel 6. Distribusi dan Kepadatan Penduduk menurut kecamatan di Kabupaten


Mamasa tahun 2019

Persentase Kepadatan Penduduk


No. Kecamatan
Penduduk per km2

1 Sumarorong 6,87 41

2 Messawa 4,86 49

3 Pana 5,90 49

4 Nosu 3,00 40

5 Tabang 4,10 20

68
6 Mamasa 16,31 99

7 Tanduk Kalua 7,34 92

8 Balla 4,28 109

9 Sesenapadang 5,34 53

10 Tawalian 4,87 161

11 Mambi 6,59 70

12 Bambang 7,25 81

13 Rantebulahan Timur 4,13 197

14 Mehalaan 2,79 26

15 Aralle 4,58 40

16 Buntu Malangka 4,82 35

17 Tabulahan 6,97 21

Mamasa 100,00 51

Sumber : Publikasi Kabupaten Mamasa Dalam Angka 2019-202

69
4.1.6 Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi

kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar

penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga

kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika

penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Di Kabupaten Mamasa ada

sebanyak 75.270 jiwa penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja

pada tahun 2015, yang terdiri dari 40.816 laki-laki dan 34.454 perempuan.

Untuk lebih jelasnya berikut disajikan dalam tabel 7.

70
Tabel 7.Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan
Selama Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin di Kabupaten Mamasa tahun
2019

Jenis Kelamin

Kegiatan utama Laki-laki Perempuan Total

Angkatan Kerja 41 669 35 076 76 745

Bekerja 40 816 34 454 75 270

Pengangguran 853 622 1 475

Bukan Angkatan Kerja


9 169 15 518 24 687

Sekolah 5 646 4 912 10 558

Mengurus Rumah

Tangga 1 129 8 933 10 062

Lainnya 2 394 1 673 4 067

Jumlah 50 838 50 594 101

432

Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja 81,96 69,33 75,66

Tingkat
2,05 1,77 1,92
Pengangguran

Sumber : Publikasi Kabupaten Mamasa Dalam Angka 2019-2021

Lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja

adalah lapangan usaha sector pertanian, perkebunan, perburuan, dan

perikanan, yang menyerap tenaga kerja sebanyak 60.930 jiwa, atau

sebanyak 81%. Data tersebut diihat dalam tabel 10 mengenai jumlahh

71
penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu

yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama dan jenis kelamin di

Kabupaten Mamasa tahun 2019.

Tabel 8.Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama


Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamindi
Kabupaten Mamasa tahun 2019

Lapangan Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Jumlah


Pekerjaan Utama

1 33 669 27 261 60930

2 215 243 458

3 841 1 953 2 794

4 3 619 4 803 8 422

5 2 472 194 2 666

Jumlah 40 816 34 454 75 270

Sumber : Publikasi Kabupaten Mamasa Dalam Angka 2019-2021

Keterangan :

(1) Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan (2). Industri

Pengolahan (3) Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan

Hotel (4) Jasa Kemasyarakatan (5) Lainnya (Pertambangan dan

Penggalian, Listrik, Gas dan Air, Bangunan, Angkutan, Pergudangan

dan Komunikasi, Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan,

Tanah dan Jasa Perusahaan)

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus

72
4.1.7 Sosial Budaya

Penduduk masyarakat kabupaten Mamasa memiliki rasa

nasionalis dan kebersamaan yang tinggi, hal ini dapat dibuktikan

dengan membuat suatu perkumpulan/ organisasi dalam usaha

menjadikan kabupaten Mamasa sebagai daerah Otonom pada tahun

2004. Selain itu masyarakat Kabupaten Mamasa terbuka terhadap

orang-orang pendatang,

masyarakat masih kental dengan gotong rotong, tolong menolong dan

kebersamaan, hal ini terbukti dalam segala aktifitas yang dilakukan

dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menolong mereka tidak melihat

suku, ras dan agama karena mereka menganggap semuanya adalah

saudara, terbukti dengan beraneka ragam suku, bangsa dan agama

yang tinggal di Kabupaten Mamasa. Dari segi budaya masyarakat

Mamasa masih memegang adat nenek moyangnya, tetapi mereka

tidak menutup terhadap adat kebiasaan suku-suku yang lain.

a. Perkembangan Sosial Budaya

Dalam kelompok masyarakat terdapat suatu pola interaksi yang

membentuk suatu kepribadian dan budaya dari lingkungan tempat

tinggal mereka. Dalam buku berjudul “Keunikan Budaya” yang diliris

Drs.Arianus Mandadung tahun 2005 menyatakan bahwa masyarakat

Mamasa berdasarkan penyampaian lisan dari generasi kegenerasi

bahwa asal usul nenek moyang di kabupaten Mamasa dan sekitarnya,

merupakan perpaduan antara penghuni bumi dari sebelah Utara

73
Kabupaten Mamasa dan penghuni laut dari sebelah Barat Mamasa

sehingga muncullah istilah Pitu Uluanna Salu dan Pitu Ba’bana

Minanga yang berarti ada dua wilayah kekuasaan para hadat yang

tidak dapat dipisahkan. Pada awalnya Kabupaten Mamasa tertutup

dari pengaruh yang berasal dari luar lingkungannya. Dalam kurun

waktu yang cukup lama akhirnya Masyarakat Kabupaten Mamasa

dapat menerima budaya yang berasal dari luar wilayah serta karena

pengaruh era globalisasi. Keterbukaan masyaraka t Kabupaten

Mamasa terhadap budaya luar dapat memperkaya budaya dan akan

menunjang dalam kegiatan perencanaan pembangunan wilayah

khususnya sektor Pariwisata.

b. Adat, Budaya dan Warisan Budaya

Adat istiadat di Kabupaten Mamasa khususnya komunitas yang

tinggal di Kampung - kampung masih bersifat mengikat. Namun

dengan adanya perubahan dinamika lingkungan yang terjadi seperti

meningkatnya akses dalam memperoleh informasi, serta komunikasi

maka nampaknya mulai terjadi interaksi sosial sehingga adat istiadat

yang tadinya mengikat berangsur mengarah kepada adat-istiadat yang

bersifat transisi.

Di Kabupaten Mamasa terdapat beberapa suku lain, yaitu suku

Toraja, suku Bugis, suku Jawa, dan Mandar. Kehidupan adat budaya

masyarakat Mamasa yang masih sangat dipegang teguh adalah kasta

atau garis keturunan, pada tataran keturunan bangsawan dapat

ditandai pada saat dilakukan upacara kematian secara adat

74
(Pa’tomatean). Namun kedudukan adat ini masih dibagi kedalam

beberapa tingkatan sesuai kemampuan ekonomi dan status siosial

dalam masyarakat.

c. Adat dan Pola Kepemilikan Lahan

Kondisi adat istiadat di Kabupaten Mamasa masih sangat

kental, kebiasaan – kebiasaan pada masa lampu masih banyak yang

dipertahankan seperti corak rumah adat, bahasa sehari-hari masih

didominasi bahasa daerah, pada sebagian masyarakat masih

menanamkan perilaku yang bertentangan dengan adat (Pemali). Hal

ini juga dapat digambarkan terhadap kepemilikian lahan dimana masih

banyak lahan yang dikuasi secara adat atau rumpun keluarga besar.

Keadaan ini terdapat dan tersebar diseluruh wilayah kecamatan.

d. Pola Kekerabatan

Masyarakat Kabupaten Mamasa yang terdiri dari beberapa

suku memiliki pola kekerabatan yang kental, sikap hormat

menghormati, tolong menolong serta tenggang rasa yang masih tinggi,

dalam masyarakat Mamasa terdapat ungkapan “Mesa Kada Dipatuo

Pantan Kada Dipomate” Ungkapan ini mengandung makna yang

cukup dalam betapa pentingnya akan persatuan dan kesatuan dalam

kehidupan sehari hari. Meskipun pola kekerabatan yang kental tidak

membuat masyarakat Kabupaten Mamasa tertutup terhadap

pendatang, justru masyarakatnya memiliki sifat yang ramah dan tolong

menolong terhadap pendatang.

75
e. Pola Permukiman Penduduk

Kondisi permukiman penduduk di kabupaten Mamasa pada

umumnya mengikuti pola mengelompok, disamping ada juga yang

mengikuti pola linier mengikuti pola jaringan jalan. Lokasi kawasan

permukiman di kabupaten Mamasa pada umumnya terkonsentrasi di

pusat pemerintahan, perdagangan dan fasilitas sosial lainnya mulai

pada tingkat pemerintahan desa sampai Kabupaten. Hal ini

disebabkan karena

kondisi wilayah secara fisik merupakan dataran tinggi dengan kemiringan

> 40%. Kawasan permukiman di kabupaten Mamasa

dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kategori jenis permukiman,

yaitu :

Permukiman perkotaan.

Pola permukiman pada kawasan ini adalah pola mengelompok

yang pada umumnya mengikuti kemiringan lahan yang mengarah ke

jaringan jalan. Tingkat kepadatan permukiman pada kawasan

perkotaan adalah tinggi, dimana batas antar rumah sangat dekat dan

sangat jarang sekali ada ruang terbuka.

Permukiman perdesaan.

Pola permukiman kawasan perdesaan adalah pola menyebar. Pada

permukiman perdesaan ini sangat berbeda dengan permukiman perkotaan,

dimana pada permukiman perdesaan pada umumnya pada daerah yang relatif

datar dengan tingkat kepadatan bangunan rendah. Disamping itu ada

76
peruntukan ruang terbuka yang digunakan untuk menanam apotik hidup yang

berupa sayur-sayuran.

4.2 Visi Misi Kabupaten Mamasa

4.2.1 Visi

Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala

daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu

pemilihan kepala daerah (pilkada). Visi pembangunan daerah

Kabupaten

Mamasa tahun 2018-2023 mengacu pada visi yang telah disampaikan

oleh Bupati dan Wakil Bupati hasil pemilihan kepala daerah tahun

2018 yaitu;

“Mewujudkan Masyarakat Yang Mandiri Dalam Kehidupan

Yang Berkeadilan, Demokratis Dan Sejahtera”

Visi ini menjadi arah perjalanan pembangunan Kabupaten

Mamasa selama tahun 2018-2023 dengan memuat beberapa pikiran

pokok sebagai berikut :

Pertama :Kemandirian adalah cita-cita otonomi daerah karena

merupakan pilar kemandirian bangsa, gambaran

kesejahteraan, dan eksistensi daerah serta merupakan

prasyarat keberhasilan pemerintahan di daerah.

77
Kedua :Keadilan adalah dambaan setiap insan selaku tata cara

mewujudkan harmoni hidup bahkan merupakan harkat

dan martabat kemanusiaan.

Ketiga :Demokratisasi dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat

adalah jaminan kebebasan tanggungjawab dan partisipasi

aktif dalam segala bidang kehidupan.

Keempat :Kesejahteraan merupakan tujuan hidup masyarakat

sebagaimana cita-cita bersama yang dapat terwujud

dalam kerangka keseimbangan yang menjunjung tinggi

kebersamaan.

Kelima :Mewujudkan Pemerintahan yang baik menjadi prasyarat

mutlak guna menjamin terselenggaranya pelayanan

masyarakat secara optimal.

4.2.2 Misi

Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan

dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Berdasarkan visi tersebut, maka

misi pembangunan jangka menengah daerah yang ditetapkan

Kabupaten Mamasa adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Berbasis Ekonomi

Kerakyatan dan Pembangunan Berkelanjutan

Misi mewujudkan kemandirian ekonomi selaras dengan salah satu

pokok visi yaitu “Mandiri.” Kemandirian ekonomi berarti kemandirian

pemerintah daerah dan masyarakat dalam sektor perekonomian.

78
Berbasis ekonomi kerakyatan mengandung pengertian bahwa

kemandirian ekonomi pemerintah daerah didukung oleh tangguhnya

ekonomi masyarakat, yang dapat dilakukan melalui peningkatan dan

pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemberdayaan ekonomi

masyarakat dimaksudkan untuk menggali potensi kemandirian dan

pengembangan ekonomi strategis dalam pengelolaan Sumber Daya

Alam secara adil dan berkelanjutan. Dengan berbasis ekonomi

kerakyatan, diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai atau

meningkat. Sedangkan

prinsip dari pembangunan berkelanjutan merupakan upaya untuk

memenuhi kebutuhan generasi sekarang dengan pemanfaatan

Sumber Daya Alam yang tersedia tanpa mengorbankan pemenuhan

kebutuhan generasi masa depan. Misi pertama ini sejalan dengan

skala prioritas RPJMD ke-4 (2018-2023) yang terdapat dalam RPJPD

Mamasa (2005- 2025) yaitu kondisi terus berkembangnya UMKM dan

Koperasi yang mendukung upaya peningkatan kesejahteraan sosial

dan ekonomi masyarakat. Misi pertama ini mencita-citakan

terwujudnya pemerintahan dan masyarakat yang mandiri, berdikari

dan tidak bergantung pada pemerintah atau pihak lain.

2. Menumbuhkembangkan Iklim Investasi yang Kondusif

Misi menumbuhkembangkan iklim investasi yang kondusif sejalan

dengan skala prioritas RPJMD ke-4 (2018-2023) yang terdapat dalam

RPJPD Mamasa (2005-2025) yaitu kondisi terus meningkatnya

investasi- penanaman modal di berbagai sektor baik yang berasal dari

79
domestik maupun luar negeri. Perekonomian daerah akan mantap jika

didukung oleh iklim investasi yang kondusif yang dapat memberikan

daya tarik bagi investor baik investor domestik maupun asing untuk

menanamkan modalnya. Sehingga, dengan tumbuhnya iklim usaha

yang kondusif diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi

dan menjaga stabilitas perekonomian daerah.

3. Menyelenggarakan/Menyediakan Pelayanan Kesehatan

dan Pendidikan yang Terjangkau, Merata dan Berkualitas

Aspek pendidikan dan kesehatan merupakan aspek dasar yang

menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Pendidikan dan

kesehatan yang diselenggarakan adalah yang berkeadilan dan

merata, dalam arti semua warga masyarakat memiliki hak yang sama

untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan yang layak, terjangkau

dan berkualitas. Misi ketiga ini sejalan dengan skala prioritas RPJMD

ke-4 (2018-2023) yang terdapat dalam RPJPD Mamasa (2005-2025)

yaitu kondisi terus meningkatnya kualitas SDM, ditandai dengan

meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Salah satu faktor

penentu kemajuan suatu daerah adalah kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) dan tingkat kesehatan. Misi ketiga ini mencita-citakan

meningkatnya kualitas SDM Mamasa dan terjaganya kesehatan

masyarakat.

4. Membangun Infrastruktur yang Memadai dan Mendukung

Kegiatan Perekonomian

80
Upaya pemenuhan pelayanan yang dilakukan pemerintah kepada

masyarakat serta pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan akan

berjalan dengan baik jika didukung oleh infrastruktur yang memadai.

Ketersediaan sarana dan prasarana wilayah yang memadai

merupakan hal penting yang harus diupayakan oleh pemerintah

daerah. Pembangunan infrastruktur yang memadai di segala bidang

pada akhirnya akan meningkatkan daya saing daerah.

5. Mewujudkan Mamasa sebagai Daerah Tujuan Wisata (Tourism

Destination)

Misi ini mencita-citakan Kabupaten Mamasa pada tahun 2018 menjadi

salah satu daerah tujuan wisata yang paling diminati baik wisatawan

domestik maupun mancanegara. Dengan misi ini diharapkan

Kabupaten Mamasa akan memiliki obyek wisata unggulan, serta

obyek wisata tradisional/potensial lainnya yang tertata, sehingga akan

memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan

daya saing daerah.

6. Menyelenggarakan Pelayanan Publik yang Prima melalui

Penerapan Good Governance dan Clean Government

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan oleh

instansi, lembaga atau organisasi yang memberikan layanan kepada

publik atau masyarakat sebagai pelanggan, dengan memperhatikan

aturan atau prosedur yang ditetapkan serta dengan memenuhi standar

minimal layanannya, guna menciptakan kepuasan dan memenuhi

kebutuhan masyarakat. Misi menyelenggarakan pelayanan publik

81
yang prima merupakan amanat Undang-Undang nomor 25 tahun 2009

tentang Pelayanan Publik. Untuk dapat memberikan pelayanan publik

yang prima dan memuaskan masyarakat diperlukan tata kelola

pemerintahan yang baik. Penerapan prinsip good governance dan

clean government diharapkan mampu memberikan dan meningkatkan

kualitas pelayanan shingga dapat memenuhi harapan masyarakat.

4.3 Gambaran Umum Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa

Dinas Daerah Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksana

Pemerintah Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Kepala yang

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota

melalui Sekretaris Daerah. Dinas Daerah Kabupaten/Kota mempunyai

tugas melaksanakan kewenangan desentralisasi. Tugas dan fungsi

utama dinas daerah yang memberi pelayanan kepada masyarakat

tanpa batas-batas tertentu dapat digunakan sebagai organisasi

ekonomi yang memberikan pelayanan jasa dan menghasilkan imbalan

(Riwu, 1997). Dinas Pariwisata sebagai salah satu dinas daerah

adalah organisasi pariwisata daerah yang merupakan bagian dari

dinas daerah dan bertugas sebagai unsur pelaksanaan daerah dalam

menjalankan roda pembangunan dan pemerintah daerah di sektor

pariwisata.

4.3.1 Visi dan Misi Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa

Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan bidang

kepariwisataan Kabupaten Mamasa maka, ditetapkan visi yaitu:

82
“Menjadikan Mamasa Sebagai Daerah Tujuan Pariwisata

Unggulan di Provinsi Sulawesi Barat ”

Dengan Misi Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa sebagai berikut

1. Menjadikan Mambulilling sebagai Brinding Image Pariwisata

Mamasa yang merupakan kawasan strategis untuk menyaksikan

sunrise, sunset dan city view melalui Pembangunan dan

Penataan Sarana dan Prasarana Wisata di Kawasan Gunung

Mambulilling;

2. Membangun kerjasama masyarakat dan SKPD terkait untuk

mengembalikan Citra Mamasa dengan julukan “Kota Kembang”

yang sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda baik di

Indonesia maupun di luar negeri utamanya di Negara-negara

Eropa;

3. Meningkatkan pelestarian nilai-nilai Seni, Budaya dan kearifan

lokal sebagai warisan nenek moyang dalam upaya peningkatan

kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara

dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah;

4. Mensosialisasikan Sapta Pesona (Aman, Tertib, Bersih, Rapi,

Indah, Sejuk dan Kenagan) menuju masyarakat Sadar Wisata

5. Mendorong pertumbuhan unit usaha Ekonomi Kreatif sebagai

Industri Pariwisata melalui Pembinaan Industri2 Kerajinan, serta

mengundang investor untuk berinvestasi di bidang pariwisata;

6. Mewujudkan kerjasama lintas sektoral dengan SKPD terkait dan

stake holder dibidang kepariwisataan;

7. Meningkatkan Promosi dan pemasaran melalui penyelenggaraan

83
Festifal Seni Budaya Daerah melaui tingkat Provinsi, Nasional

dan Internasional; dan

8. Meningkatkan Kulitas SDM Aparatur dan Pelaku-pelaku

pariwisata dengan mengikuti Pelatihan-pelatihan baik di dalam

maupun di luar daerah;

4.3.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009, tugas

Pokok dan Fungsi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kabupaten

Mamasa adalah sebagai berikut : Dinas Pariwisata dan Ekonomi

Kreatif mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan

Daerah di bidang kebudayaan dan Pariwisata. Untuk melaksanakan

tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Dinas Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif mempunyai fungsi :

1. Perumusan kebijakan teknis bidang kebudayaan danpariwisata

2. Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintah dan pelayanan

umum di bidang kebudayaan dan pariwisata

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebudayaan dan

pariwisata yang meliputi kebudayaan dan kesenian, sarana

wisata, objek wisata dan pemasaran wisata.

4. Pelaksanaan pelayanan teknis ketatausahaan Dinas

5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai

dengan tugas dan fungsinnya.

4.3.3 Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas lingkup Dinas

84
Pariwisata Kabupaten Mamasa

Susunan Organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa terdiri

dari :

a. Kepala Dinas

Dinas Pariwisata dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui

Sekretaris Daerah, mempunyai tugas pokok merumuskan konsep

sasaran, mengkoordinasi, membina, menyelenggarakan dan

mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi wewenangnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.

(1) Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud,

Kepala Dinas Pariwisata mempunyai fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis Bidang Pariwisata

b. Penyusunan rencana strategis Bidang dan Pariwisata

c. Pembinaan, pelaksanaan, pengkoordinasian, pengawasan

dan pengandilan tugas Bidang Pariwisata

d. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan dan

umum di Bidang Pariwisata

(2) Rincian Tugas Kepala Dinas Pariwisata sebagai berikut :

a. Mengkoordinasikan perumusan dan penyelenggaraan

kebijakan teknis Bidang Pariwisata

b. Mengkoordinasikan perumusan dan penyelenggaraan

rencana strategis dan program kerja

c. Membina dan menyelenggarakan kebijakan Pemerintah

85
Daerah mengenai kriteria sistem pemberian penghargaan /

anugrah bagi lembaga instansi yang berjasa dibidang

Kebudayaan skala Kabupaten dan perlindungan HKI

dibidang Kebudayaan

d. Membina, menyelenggarakan dan mengkoordinasikan

pemasaran dan promosi di dalam dan di luar Negeri melalui

pameran, pergelaran, mood show, media massa dan

Teknologi Informasi

e. Menyelenggarakan dan mengembangkan sistem informasi

Pemasaran Pariwisata penetapan Pariwisata Nasional dan

penerapan Pariwisata Daerah

f. Membina dan menyelenggarakan perizinan usaha

pembuatan Film skala Kabupaten izin pengedaran, izin

penjualan danpenyewaan film, VCD, DVD, izin petunjuk

Film keliling, izin penanyangan Film melalui media eletronik

dan tempat hiburan

g. Menetapkan kriteria dan prosedur penyelenggaraan festifal,

pameran dan lomba tingkat Kabupaten

h. Membina dan menyelenggarakan penerbitan rekomendasi

pengendalian pembangunan Hotel, Restoran, Kafe, Rumah

Makan dan penginapan

i. Membina, mengarahkan, mengawasi, memberikan sanksi

dan menilai prestasi Kerja serta mengembangkan karir

j. Melakukan monitoring, pengendalian dan evaluasi terhadap

pelaksanaan tugas serta melaporkan hasilnya kepada

86
Bupati

k. Memberikan saran dan pertimbangan teknis serta

melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

b. Sekretariat

Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada

dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas, mempunyai

tugas pokok mengkoordinasikan penyiapan bahan penyusunan

kebijakan teknis dan pelaksanaan tugas Kesekertariatan meliputi

umum dan kepegawaian, keuangan dan perencanaan. Serta

pemberian pelayanan administrasi dan fungsional kepada semua

unsur dalam lingkup DinasDalam menyelenggarakan tugas

sebaimana dimaksud, sekretariat mempunyai fungsi :

a. Penyusunan kebijakan teknis bidang umum dan

kepegawaian serta keuangan dan perencanaan

b. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang umum dan

kepegawaian serta keuangan dan perencanaan

c. Pemberian dukungan atas penyelengaraan pelayanan

Administrasi dan fungsional kepada seluruh satuan

organisasi dalam lingkup Dinas

(2) Rincian tugas Sekretariat sebagai berikut

a. Mengkoordinasikan, menggerakan dan mengendalikan

serta menetapkan kebijakan bidang umum dan

kepegawaian srta keuangan dan perencanaan.

b. Mengkoordinasikan dan menyusun rencana kerja tahunan

87
sebagai pedoman pelaksanaan tugas;

c. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan

Kepegawaian;

d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas

keuangan dan perencanaan

e. Mengelola dan Mengkoordinasikan pelaksanaan urusan

perlengkapan dan aset;

f. Melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi

terhadap penyelenggaran tugas Administrasi umum dan

kepegawaian serta keuangan dan perencanaan

g. Mengkoordinasikan dan pengelolaan pelaksanaan

pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh satauan

organisasi dalam lingkup dinas;

h. Mengkoordinasikan dan mengelola penyusunan laporan

pelaksanaan program kegiatan tahunan dalam lingkup

dinas;

i. Menilai prestasi para kepala sub bagian dalam rangka

pembinaan dan pembangembangan karier;

j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas

dengan tugas dan fungsinya;

c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

(1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dipimpin oleh Kepala

sub bagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Sekretaris Dinas, mempunyai tugas pokok

88
menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis,

pembinaan dan pelaksanaan tugas umum dan Kepegawaian

meliputi pengelolaan Rumah Tangga, surat menyurat,

kearsipan, protokol, perjalanan Dinas, Tata Laksana,

Perlengkapan dan Aset, Kepegawaian dan tugas umum

lainnya, Serta mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan

tugas bidang adminstrasi umum dan kepegawaian.

(2) Dalam menyelenggarakan tugas, kepala sub bagian umum

dan Kepegawaian mempunyai fungsi;

a. Membina dan mengelola administrasi penyimpanan,

pendistribusian dan penginventarisasian barang,

perlengkapan dan aset dinas;

b. Membina dan mengelola administrasi kepegawaian meliputi

penyiapan rencana kebutuhan pegawai, penempatan

pegawai, penyiapan bahan usulan kenaikan pangkat dan

gaji berkala daftar urut kepangkatan ( DUK ) dan DP3

pegawai serta administrasi kepegawaian lainnya;

c. Membina dan mengelola pelaksanaan cuti, teguran

pelanggaran disiplin, pemberhentian dan pensiun pegawai;

d. Membina dan mengelola pengembangan karir, dan

kesejahteraan pegawai;

e. Melaksanakan pemantauan, pegendalian dan evaluasi serta

penyusunan laporan hasil pelaksanaan program dan

kegiatan;

f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan olah sekretaris

89
sesuai dengan tugas dan fungsinya;

d. Sub Bagian Keuangan dan Perencanaan

(1) Sub Bagian Keuangan dan Perencanaan dipimpin oleh

seorang Kepala sub bagian yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada sekretaris dinas, mempunyai

tugas pokok menyiapkan bahan penyususnan kebijakan

teknis, pembinaan dan pelaksanaan tugas, keuangan

meliputi penyusunan anggaran, verifikasi,

perbendaharaan, pembukuan dan pelaporan anggaran dan

tugas keuangan lainnya menyusun perencanaan melaksanakan

kegiatan serta mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan

kegiatan.

(2) Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana yang

dimaksud ayat (1), Kepala sub bagian Keuangan dan

Perencanaan mempunyai fungsi :

a. Menyiapkan bahan penyusunan kebijakan teknis;

b. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang keuangan dan

perencanaan meliputi penyusunan anggaran, Verifikasi,

Perbendaharaan, dan pembukuan pelaporan anggaran dan

penyusunan rencana dan program;

c. Pengkoordinasiaan, pengawasan dan pengendalian

pelaksanaan tugas;

d. Pelaporan dan evaluasi dan pengendalian pelaksanaan tudas;

90
(3) Rincian tugas kepala sub bagian keuangan dan

perencanaan sebagai berikut;

a. Menghimpun dan menyiapkan bahan penyusunan kebijakan

teknis;

b. Menyusun rencana oprasional program kerja;

c. Membina dan mengelola menyusun rencana tahunan dan

pelaksanaan program/kegiatan;

d. Menyiapkan proses administrasi terkait dengan

penatausahaan keuangan dinas sesuai dengan ketentuan

yang berlaku;

e. Melakukan pembukuan setiap transaksi keuangan pada

buku kas umum;

f. Melaksanakan Perbendaharaan keuangan;

g. Melaksanakan pengendalian atas pelaksanaan tugas

pembantu bendahara pengeluaran;

h. Mengajukan SPP untuk pengisian buku kas, SPP beban

tetap dan SPP gaji atas persetujuan pengguna anggaran

(SKPD/Lembaga Teknis Daerah) yang di tetapkan sebagai

pengguna anggaran dengan Keputusan Bupati;

i. Mendistribusikan uang kerja kegiatan kepada bendahara

kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan atas persetujuan

penggunaan anggaran;

j. Memeriksa, mengoreksi dan menandatangani SPJ atas

penerimaan dan pengeluaran Kas beserta lampirannya ;

k. Menyusun rencana kebutuhan pengadaan barang dan jasa

91
serta sarana dan prasarana penunjang kelancaran

Oprasional Kantor;

l. Menyiapkan, melaksanakan pengumpulan, pengolahan,

penganalisisan dan pengkajian data statistik serta informasi

Dinas;

m. Mengendalikan menyusun program dan kegiatan Dinas;

n. Melaksanakan Pemantauan, pengendalian dan evaluasi

serta menyusun laporan hasil pelaksanaan program dan

kegiatan;

o. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh sekretaris

sesuai dengan tugas dan fungsinya;

e. Bidang Promosi dan Kesenian

(1) Bidang Promosi dan Kesenian dipimpin oleh seorang

Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada kepala Dinas, mempunyai tugas pokok

melakukan pembinaan, pengembangan promosi dan

pemasaran serta pendataan kesenian;

(2) Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud

ayat (1) , Kepala Bidang Promosi dan Kesenian mempunyai

fungsi :

a. Membuat program dan rencana kerja tahunan;

b. Pelaksaan pembinaan, pengembangan, dan penyediaan

fasilitas pelayanan di bidang Kepariwisataan;

c. Pelaksanaan Promosi dan kesenian di bidang kepariwisataan;

92
d. Melakukan promosi dan pemasaran kepariwisataan;

e. Melaksanakan pemantauan dan pendataan kesenian

tradisional;

f. Menyusun bahan pembinaan sanggar-sanggar kesenian

berdasarkan data dan informasi atau hasil pemantauan agar

kesenian mempunyai daya guna dan hasil guna;

(3) Rincian tugas Kepala Bidang Promosi dan Kesenian

sebagai berikut:

a. Menyusun kebijakan teknis bidang Promosi dan Kesenian;

b. Membina dan mengkoordinasikan penyusunan rencana

oprasional program kerja dan kegiatan tahunan sebagai

pedoman dalam melaksanakan tugas;

c. Membina, mengkoordinasikan dan menyelenggarakan

rencana kerja sesuai tugas dan fungsinya;

d. Menyusun bahan bimbingan penyelenggaraan peningkatan

aktivitas pembinaan iven wisata sebagai upaya mendorong

kemandirian lokal;

e. Mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan dan

pemasaran termasuk penelitian serta promosi

kepariwisataan;

f. Pengadaan brosur, audio visual dan media publikasi lainnya;

g. Melakukan publikasi terhadap atraksi wisata;

h. Menilai prestasi kerja Kepala Seksi dalam rangka

pembinaan dan pengembangan karier;

i. Melaksanakan pemantauan, pengendalian dan evaluasi

93
serta menyusun laporan hasil pelaksanaan program dan

kegiatan;

j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas

sesuai tugas dan fungsinya;

f. Seksi Promosi dan Pemasaran

(1) Seksi Promosi dan Pemasaran dipimpin oleh seorang

Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Kepala Bidang Promosi dan Kesenian, mempunyai

tugas pokok melaksanakan promosi dan pemasaran

kepariwisataan;

(2) Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud

ayat (1), Kepala seksi Promosi dan Pemasaran mempunyai

fungsi :

a. Menyusun kebijakan teknis;

b. Melaksanakan kerja sama dengan usaha travel dalam

melaksanakan promosi;

c. Menyusun program penyelenggaraan promosi dan pameran;

d. Merencanakan kegiatan promosi kepariwisataan seperti

festival, pameran, perlombaan, dan sejenisnya;

e. Melakukan kerjasama dengan para kepala Desa, Tokoh

Masyarakat, Tokoh Adat untuk memperkenalkan Potensi

Objek Wisata;

f. Menyusun jadwal kunjungan ke Objek;

g. Menyusun telahan tentang objek wisata, Potensi wisata,

94
sumber daya kepariwisataan dan peluang pengembangan;

h. Menginventarisir faktor yang menjadi

penghambat pengembangan kepariwisataan;

i. Melakukan sumber potensi wisata dan sumber

daya pendukung;

j. Menyelenggarakan evaluasi dan menyusun laporan

hasil pelaksanaan tugas;

k. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai

dengan tugas dan fungsinya;

g. Seksi Pengembangan Kesenian

(1) Seksi Pengembangan kesenian dipimpin oleh seorang

kepala seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Kepala Bidang Promosi dan Kesenian, mempunyai

tugas pokok menyusun rencana tentang pendataan

kesenian tradisional, seniman dan sanggar-sanggar seni;

(2) Dalam penyelenggaraan tugas sebagaimana dimaksud

ayat(1), Kepala seksi Pengembangan Kesenian mempunyai

fungsi :

a. Menyusun Program dan Rencana Tahunan;

b. Melaksanakan pemantauan dan pendataan kesenian

tradisional;

c. Menyusun bahan pembinaaan sanggar-sanggar kesenian;

d. Membina sanggar-sanggar kesenian yang hidup dalam

masyarakat;

95
e. Memantau dan mengevaluasi kesenian tradisional dan

sanggar- sanggar kesenian untuk dijadikan bahan

pembinaan dan atau bahan evaluasi;

(3) Rincian tugas Kepala Seksi Pengembangan kesenian

sebagai berikut :

a. Menyusun kebijakan teknis

b. Menyusun rencana dan program kerja sebagai pedoman


dalam pelaksanaan tugas;

c. Menginventarisir sarana kesenian serta membina usaha

pembuatan sarana kesenian;

d. Mengumpulkan program dan kegiatan sanggar seni

e. Membina dan memantau pengembangan sanggar seni;

f. Menginventarisir jenis-jenis kesenian tradisional;

g. Menginventarisasi permasalahan yang timbul dalam

pelaksanaan tugas sekaligus mencari upaya pemecahan

masalah;

h. Melaksanakan koordinasi yang diperlukan dengan instansi

terkait dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya;

i. Melakukan sosialisasi pelestarian seni tradisional;

j. Mengevaluasi dan menyusun laporan hasil pelaksanaan

kegiatan serta memberi saran pertimbangan kepada

pimpinan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam

penentuan kebijakan;

k. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan

sesuai tugas dan fungsinya;

96
h. Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata

(1) Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata dipimpin oleh

Seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas, mempunyai tugas

pokok mengumpulkan data objek dan jenis usaha serta

tempat pariwisata;

(2) Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud

ayat (1), Kepala Bidang Destinasi Pariwisata mempunyai

fungsi :

a. Menyiapkan penyusunan kebijakan teknis

bidang pengembangan destinasi pariwisata;

b. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang pengembangan

destinasi dan pemanfaatan sarana pariwisata;

c. Pengkoordinasian, pengawasan dan pengendalian

pelaksanaan tugas seksi-seksi;

d. Pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan

pelaksanaan tugas;

(3) Rincian tugas kepala bidang destinasi pariwisata sebagai berikut :

a. Menyusun rencana kerja tahunan sebagai pedoman

pelaksanaan tugas;

b. Mengontrol/mengecek pelaksanaan tugas bawahan

sekaligus memberikan petunjuk kerja dan pembinaan agar

pekerjaan selesai tepat waktu dan terhindar dari

kesalahaan;

97
c. Melaksanakan analisis terhadap kemungkinan adanya

pengembangan destinasi periwisata secara seksama agar

kekayaan wisata daerah dapat terkelola secara maksimal;

d. Melaksanakan analisis data objek jenis usaha dalam rangka

pengembangan kepariwisataan

e. Memantau dan mengevaluasi objek wisata, atraksi, rekreasi


dan hiburan umum untuk dijadikan bahan pembinaan atau

bahan evaluasi;

f. Menyiapkan perizinan pengusahaan objek wisata sesuai

ketentuan yang berlaku;

g. Mengontrol pemberian perizinan objek wisata oleh pejabat

pengadministrasian umum agar selalu lancar dan baik;

h. Melaksanakan koordinasi yang diperlukan dengan instansi

terkait dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas;

i. Menginventarisasi permasalahan yang timbul dalam

pelaksanaan tugas sekaligus mencari upaya pemecahan

masalah;

j. Melaksanakan evaluasi dan menyusun laporan hasil

pelaksanaan tugas sebagai bahan pertanggung jawaban;

k. Melaksanakan penataan dan pengembangan objek wisata;

l. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai

tugas dan fungsinya;

i. Seksi Pengembangan Destinasi Pariwisata

98
(1) Seksi Pengembangan Destinasi Pariwisata dipimpin oleh

seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada kepala Bidang Pengembangan Destinasi

Pariwisata, mempunyai tugas pokok memantau, mendata

pengembangan usaha pariwisata dan jenis usaha serta tempat

wisata;

(2) Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud ayat

(1) , Kepala Seksi Pengembnagan Destinasi Pariwisata

mempunyai fungsi :

a. Penyusunan kebijakan teknis;

b. Pembinaan dan pelaksanaaan tugas bidang pengembangan

destinasi pariwisata;

c. Penyelenggaraan pendataan pengembangan

destinasi pariwisata;

d. Melakukan pendataan jenis-jenis usaha dan tempat wisata;

(3) Rincian tugas seksi pengembangan Destinasi Pariwisata

sebagai berikut :

a. Perumusan kebijakan teknis serta menyusun program kerja;

b. Mencari Informasi terhadap kemungkinan adanya

pengembangan pariwisata secara seksama agar kekayaan

pariwisata daerah dapat diolah dengan maksimal;

c. Memberi pelayanan perizinan objek wisata;

d. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka

kelancaraan pelaksanaan tugas;

e. Memantau pelaksanaan pengembangan destinasi pariwisata;

99
f. Menginventarisasi permasalahan yang timbul

dalam pelaksanaan tugas dan mencari bahan upaya

pemecahannya;

g. Melaksanakan evaluasi dalam penyusunan laporan

hasil pelaksanaan tugas;

h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai

dengan tugas dan fungsinya;

i. Memberi sarana pertimbangan kepada pimpinan untuk

menjadi bahan dalam penentuan kebijakan;

j. Seksi Pemanfaatan Sarana Wisata

(1) Seksi Pemanfaatan Sarana Wisata dipimpin oleh seorang

kepala seksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab

kepada kepala Bindang Pengembangan Destinasi Pariwisata,

mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan,

pengembangan dan pemeliharaan sarana wisata;

(2) Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud ayat

(1), Kepala Seksi Pemanfaatan sarana wisata mempunyai

fungsi :

a. Melaksanakan pengurusan, penelitian dan pendapatan

sarana wisata;

b. Melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan

pembinaan pemanfaatan sarana wisata;

c. Membuat petunjuk teknis / panduan tentang sarana wisata;

(3) Rincian tugas seksi pemanfaatan sarana wisata sebagai berikut :

a. Penyusunan kebijakan teknis dan penyusunan

100
rencana pelaksanaan tugas;

b. Memantau dan mengevaluasi pengelolaan saran wisata;

c. Menyelenggarakan pembinaan dan

pengembangan pemanfaatan saran wisata;

d. Melakukan, pendataan sarana dan prasarana wisata serta

potensinya;

e. Membuat deskripsi atas sarana dan prasarana wisata;

k. Bidang Investasi, Bina Mitra dan Perizinan

(1) Bidang investasi, bina mitra dan perizinan dipimpin oleh

seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Mempunyai tugas

pokok melaksanakan pembinaan dan pengembangan pelaku

wisata, pemberian fasilitas usaha dan perizinan di bidang

pariwisata;

(2) Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud ayat

(1), Kepala Bidang Investasi, Bina Mitra Dan Perizinan

mempunyai fungsi :

a. Bahan penyusunan kebijakan teknis;

b. Menyusun program dan rencana kegiatan setiap

tahun anggaran;

c. Menyelenggaraan dan pemberian perizinan bidang pariwisata;

d. Memfasilitasi kerajinan tangan yang bisa dikembangkan

e. Evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan;

(3) Rincian tugas Kepala Bidang Investasi, Binamitra dan Perizinan

sebagai berikut :

101
a. Membuat Program dan rencana kerja tahunan;

b. Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pemberian fasilitas

pembangunan/pengembangan usaha dibidang

kepariwisataan;

c. Menfasilitasi penyelenggaraan investasi dibidang

kepariwisataan;

d. Penyiapan perizinan dibidang akomodasi, rumah makan,

bar, café, discotik, bioskop, serta aneka usaha jasa

pelayanan pariwisata lainnya;

e. Penyiapan bahan analisis rencana pengembangan,

pembinaan serta pengaturan usaha akomodasi, rumah

makan, bar, café, discotik, bioskop, ketenaga kerjaan serta

aneka usaha jasa pelayanan pariwisata;

f. Penyiapan kebijakan pembinaan oprasional dibidang usaha

akomodasi rumah makan, bar, café, dicotik, bioskop, serta

aneka usaha jasa pelayanan pariwisata;

g. Melakukan evaluasi dan menyusun laporan hasil

pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tugas danfungsinya;

h. Menilai prestasi kerja para Kepala Seksi dalam rangka

pembinaan dan pengembanagn karier;

i. Melaksanakan tugas lain yang diberikan pimpinan sesuai

tugas dan fungsinya;

l. Seksi Investasi dan Bina Mitra

(1) Seksi Investasi dan Bina Mitra dipimpin oleh seorang kepala

seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

102
kepala bidang Investasi, Bina Mitra dan Perizinan, mempunyai

tugas pokok menyiapkan bahan penyelenggaraan daya tarik

wisata serta seni budaya dan prosedur investasi yang muda

dan cepat;

(2) Dalam menyelenggarakn tugas sebagaimana dimaksud ayat

(1), Kepala seksi Investasi, Bina Mitra mempunyai fungsi :

a. Penyiapan bahan penyusunan kebijakan teknis;

b. Pembinaan dan Pelaksanaan tugas bidang investasi dan

bina mitra;

c. Penyelenggaraan dan pengembangan daya tarik wisatawan;

d. Pengembangan seni budaya dan Prosedur investasi yang

mudah dan cepat;

e. Mengevaluasi dan menyusunn laporan hasil pelaksanaan tugas;

(3) Rincian tugas kepala seksi Investasi dan Bina Mitra sebagai

berikut:

a. Membuat Perencanaan kegiatan;

b. Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pemberian fasilitas

pembangunan pengembangan usaha bidang

kepariwisataan;

c. Menfasilitasi penyelenggaraan investasi dan bina mitra di

bidang kepariwistaan;

d. Melaksanakan pengurusan kerja sama dengan

investasi/lembaga terkait maupun dengan mitra usaha untuk

pengembangan investasi di bidang kepariwisataan;

e. Pembinaan oprasional atas pengelolaan usaha atraksi

103
wisata serta usaha rekreasi dan hiburan;

f. Melaksanakan pelayanan bagi investor dalam rangka

penyelenggaraan dan pengembangan usaha atraksi wisata

serta usaha rekreasi dan hiburan lainnya;

g. Penyiapan rekomendasi dan izin penerbitan pengembangan

kepariwisataan;

h. Pelaksanaan Pengawasan dan pengendalian terhadap

usaha- usaha atraksi wisata serta usaha rekreasi dan

hiburan secara berkala;

i. Melaksanakan evaluasi dan menyusun laporan hasil

pelaksanaan program dan kegiatan;

j. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala Bidang

Investasi, Bina Mitra dan Perizinan sesuai dengan tugas

dan fungsinya;

m. Seksi Perizinan dan Evaluasi

(1) Seksi perizinan dan evaluasi dipimpin oleh seorang kepala

seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

bidang Investasi, Bina Mitra dan Perizinan, mempunyai tugas

pokok memberikan perizinan pementasan, pertunjukan,

pameran dibidang seni budaya dan perizinan memasuki objek

wisata, melakukan evaluasi atas pembinaan dan

penyelenggaraan kepariwisataan;

(2) Dalam Menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud ayat

(1), Kepala seksi perizinan dan evaluasi mempunyai fungsi :

a. Penyiapan bahan penyusunan kebijakan teknis dan

104
menyusun rencana dan program kerja;

b. Memberikan perizinan kepariwisataan dan seni budaya;

c. Melaksanakan pemantauan tentang izin yang telah dikeluarkan;

d. Mengevaluasi dan menyusun laporan pelaksanaan kegiatan;

(3) Rincian tugas kepala seksi Perizinan dan Evaluasi sebagai berikut :

a. Melaksanakan pertunjukan, evaluasi , aspirasi, pameran

dan atraksi di bidang seni budaya;

b. Melaksanakan pengurusan pengiriman duta dibidang seni

budaya;

c. Melaksanakan pengurusan pengawasan pementasan,

pertunjukan pameran dan atraksi dibidang seni budaya

serta pembangunan kepariwisataan;

d. Melaksanakan pengurusan perizinan, pementasan,

pertunjukan, pameran dan atraksi di bidang seni budaya

dan perizinan memasuki objek dan sarana wisata;

e. Melaksanakan pengurusan perizinan usaha di bidang seni

budaya dan usaha kepariwisataan;

f. Melaksanakan pengurusan kerja sama dengan instansi

terkait dengan organisasi masyarakat dibidang seni budaya;

g. Mengevaluasi dan menyusun laporan hasil

pelaksanaan program dan kegiatan;

h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

105
4.4 Potensi Pariwisata Kabupaten Mamasa

4.4.1 Daya Tarik Wisata Alam

Kabupaten Mamasa yang berada pada ketinggian 100 – 3.000

mdpl memiliki keindahan alam yang masih mencerminkan kesan

natural sehingga sangat potensial bagi pengembangan pariwisata.

Pesona keindahan alam sudah dapat dinikmati sejak pertama kali

memasuki wilayah Kabupaten Mamasa. Pada hampir seluruh bagian

wilayah Kabupaten Mamasa, dapat dijumpai bukit-bukit yang hijau

menjulang, air sungai yang mengalir, serta udara khas pegunungan

yang menghadirkan kesejukan jauh dari polusi udara. Mozaik lahan

buatan manusia, seperti hamparan sawah dan kebun-kebun juga tidak

luput memperkaya keindahan alami Kabupaten Mamasa.

Kabupaten Mamasa yang terletak pada jantung gugusan

Pegunungan Quarles di bagian barat Pulau Sulawesi memiliki deretan

gunung dan bukit yang menyimpan banyak pesona wisata, antara lain

Gunung Gandang Dewata dengan ketinggian 3.037 mdpl di

Kecamatan Tabulahan sebagai gunung tertinggi di Kabupaten

Mamasa, sekaligus tertinggi kedua di Pulau Sulawesi dan dikenal

penuh misteri serta memiliki medan tempuh sangat menantang bagi

para pendaki gunung dan pecinta

alam yang datang untuk menaklukannya. Selanjutnya, Gunung

Mambulilling dengan ketinggian 2.573 mdpl di Kecamatan Mamasa

dapat terlihat begitu jelas dari pusat ibukota kabupaten yang memiliki

kondisi medan lebih mudah sehingga banyak didaki oleh pengunjung

106
dan masyarakat sekitar. Ada pun Bukit Buntu Mussa di Kecamatan

Balla yang merupakan lokasi terbaik untuk melihat deretan beratus

rumah tradisional Mamasa di perkampungan Balla Peu. Selain itu juga

terdapat Bukit Marudinding di Kecamatan Sesenapadang, Gunung

Sareong di Kecamatan Sumarorong, Gunung Pasapa’ di Kecamatan

Bambang, dan Bukit Tadokalua di Kecamatan Tabang.

Pegunungan di Kabupaten Mamasa merupakan hulu dari

banyak aliran sungai besar, antara lain Sungai Mamasa, Sungai

Masuppu, Sungai Mambi, Sungai Aralle, dan Sungai Liawan yang

menyimpan potensi wisata minat khusus petualangan tirta, seperti

rafting dan river tubing, meskipun wisata jenis ini membutuhkan

keterampilan teknis dan sarana keselamatan yang memadai bagi

peminatnya. Sepanjang aliran sungai di Kabupaten Mamasa juga

tersebar banyak air terjun yang sebagian di antaranya sudah dikelola

sebagai obyek wisata. Air Terjun Liawan di Kecamatan Sumarorong,

merupakan obyek pemandian alam di dalam kawasan hutan lindung

Gunung Sareong yang sudah dilengkapi fasilitas sarana wisata berupa

penginapan dan pondok-pondok wisata. Air Terjun Sambabo di Desa

Ulumambi Kecamatan Bambang yang memiliki tinggi

±300 m termasuk sebagai air terjun tertinggi di Pulau Sulawesi. Air

Terjun

Mambulilling yang terletak di salah satu lembah Gunung Mambulilling

dapat dilihat jelas keindahannya dengan mata telanjang dari pusat

Kota Mamasa, sementara Air Terjun Parak di Kecamatan Tawalian

107
dan Air Terjun Minanga di Sesenapadang memiliki akses yang cukup

mudah ditempuh dari ibukota kabupaten. Beberapa obyek wisata air

terjun lain yang terdapat di Kabupaten Mamasa di antaranya Air

Terjun Sollokan di Kecamatan Messawa, Air Terjun Tambuk Manuk di

Kecamatan Balla, dan Air Terjun Rimbe di Kecamatan Nosu.

Tidak hanya air terjun, Kabupaten Mamasa juga memiliki

banyak potensi mata air panas. Keberadaan mata air panas alami ini

merupakan peluang besar untuk mengembangkan wisata kebugaran

dan kesehatan, apalagi mengingat Kabupaten Mamasa merupakan

daerah yang bersuhu dingin. Beberapa mata air panas yang sudah

dikembangkan menjadi obyek wisata pemandian antara lain

Pemandian Air Panas Kole, Rante Katoan, Rante-rante dan Nusantara

di Kecamatan Mamasa; Pemandian Air Panas Uhailanu di Kecamatan

Aralle; Pemandian Air Panas Tamalanti’ di Kecamatan Tanduk Kalua’

dan Pemandian Air Panas Malimbong di Kecamatan Messawa.

Sementara potensi air panas alami yang masih belum dikembangkan

terdapat di Desa Osango Kecamatan Mamasa, Rante Kamiri di

Kecamatan Tawalian, Indo Banua di Kecamatan Mambi, Rante

Berang di Kecamatan Buntu Malangka dan yang lainnya.

Gua-gua alam yang masih misterius dan belum banyak

dikunjungi juga dapat dijumpai Kabupaten Mamasa, antara lain di

Kecamatan

Mambi, Messawa dan Rantebulahan Timur. Selain itu juga terdapat

benda-benda gejala alam unik yang terkait dengan mitos serta

108
legenda setempat, antara lain Batu Kumila’ (batu nakal) di Kecamatan

Mamasa, Batu Sikoba’ di Kecamatan Balla dan Batu Laledong (batu

bergoyang) di Kecamatan Pana.

Sektor lain yang teramat potensial dikembangkan sebagai daya

tarik wisata alam dan budaya di Kabupaten Mamasa adalah meliputi

pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan.

Kebiasaan sebagian besar masyarakat Mamasa adalah masih bertani

dan beternak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Pertanian

umumnya masih dikembangkan secara tradisional dan belum terlalu

ditunjang dengan teknik budidaya modern, dengan komoditi yang

dihasilkan antara lain padi hitam, kopi, kakao, terung belanda,

markisa, kacang tanah, kacang hijau, lada serta sayur-sayuran.

Umumnya sawah dan lahan pertanian juga dilengkapi dengan

kolam ikan dengan ikan mas sebagai jenis yang paling banyak

dibudidayakan, di samping juga terdapat ikan lele dan ikan nila.

Adapun kerbau, babi, ayam dan itik merupakan ternak yang sangat

umum dipelihara masyarakat Mamasa pada pekarangan di sekitar

rumahnya. Ternak di kalangan masyarakat Mamasa berperan penting

sebagai simpanan/tabungan yang dapat dijual jika sewaktu-waktu ada

kebutuhan mendesak, disamping juga berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan pelaksanaan berbagai upacara adat.

Hutan di Kabupaten Mamasa memegang fungsi penting dalam

menjaga pasokan air bagi aliran sungai, kebutuhan rumah tangga dan

pembangkit energi listrik, tidak hanya untuk internal Kabupaten

Mamasa melainkan juga kabupaten lain di sekitarnya seperti Polewali

109
Mandar dan Pinrang. Kawasan hutan lindung di Kabupaten

Mamasa adalah seluas

78.038 ha, sedangkan 15.064 ha berupa hutan produksi, dan 367 ha

hutan produksi yang dapat dikonversi. Kabupaten Mamasa juga akan

memiliki kawasan konservasi berupa taman nasional dan taman hutan

raya, yakni Taman Nasional Gandang Dewata dan Taman Hutan

Raya Marudinding yang sudah dicanangkan penetapannya oleh

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah Kabupaten Mamasa.

Kawasan tersebut akan ditetapkan untuk melestarikan keanekaraman

hayati serta untuk ke=pentingan pengembangan ilmu pengetahuan,

pendidikan, dan wisata alam.

4.4.2 Daya Tarik Wisata Budaya dan Peninggalan Sejarah

Kebudayaan asli Mamasa merupakan aset berharga bagi

pengembangan pariwisata. Jauh sebelum terbentuknya pemerintahan

administratif-birokratif formal di Kabupaten Mamasa, kawasan ini telah

dihuni oleh beberapa komunitas adat yang memiliki tatanan

kemasyarakatan yang mapan berupa batas wilayah, pemangku adat

serta gelar pemangku adatnya masing-masing. Secara umum

kekayaan tatanan kehidupan komunitas adat yang telah berlangsung

secara turun-

temurun tersebut dapat dikelompokkan dalam ruang lingkup

kewilayahan berdasarkan kemiripan dalam hal tradisi (dalam bahasa

lokal disebut “kabeasaan”) masyarakatnya, yakni sebagai berikut:

110
Wilayah Limbong Kalua’ dan Tanduk Kalua, meliputi Kecamatan

Mamasa, Kecamatan Tawalian, Kecamatan Sesenapadang, Kecamatan

Balla dan Kecamatan Tanduk Kalua’.

Wilayah Tandasau’, meliputi Kecamatan Sumarorong dan Kecamatan

Messawa.

Wilayah Tandarokko, meliputi Kecamatan Mambi, Kecamatan Aralle,

Kecamatan Tabulahan, Kecamatan Bambang, Kecamatan Rantebulahan

Timur, Kecamatan Buntu Malangka dan Kecamatan Mehalaan

Wilayah Tandalangngan, meliputi Kecamatan Tabang, Kecamatan Pana

dan Kecamatan Nosu

Berbagai komunitas adat di Kabupaten Mamasa tersebut

memiliki ragam bentuk kebudayaan material maupun immaterial yang

berpotensi menjadi daya tarik wisata, antara lain meliputi berbagai tipe

rumah tradisional dengan keunikan nilai sejarah dan fungsinya dalam

struktur sosial masyarakat, perkampungan-perkampungan tradisional,

upacara/ritual adat dalam empat ruas kehidupan (kegiatan

perekonomian, syukuran kegembiraan, pernikahan, dan kematian),

seni budaya tradisional, hingga monumen dan benda-benda

bersejarah.

Bentuk-bentuk budaya di Mamasa dikenal memiliki kemiripan

dengan budaya di Tana Toraja mengingat masyarakat di kedua

daerah tersebut masih berasal dari satu rumpun etnis yang sama,

namun dalam banyak hal budaya Mamasa memiliki keunikan

111
tersendiri yang menjadikannya benar-benar berbeda dengan budaya

Toraja. Bangunan- bangunan rumah adat/rumah tradisional

(tongkonan) yang terdapat di Mamasa, misalnya, memiliki bentuk serta

jenis yang lebih beragam dibandingkan tongkonan di Tana Toraja.

Berbagai bentuk rumah adat dan rumah tradisional Mamasa tersebut

sampai sekarang masih dapat dijumpai pada perkampungan-

perkampungan yang masih mempertahankan corak budaya

tradisionalnya antara lain: Makuang di Kecamatan Messawa; Balla

Peu (perkampungan tradisional terpanjang dengan lebih dari 100

tongkonan berderet), Batarirak dan Balla Satanetean di Kecamatan

Balla; Tondok Sirenden di Kecamatan Tawalian; Orobua, di

Kecamatan Sesena Padang; Rambusaratu, Tondok Bakaru dan Buntu

Kasisi di Kecamatan Mamasa.

Upacara kematian (Rambu Solo’) masih umum ditemukan pada

wilayah-wilayah adat Limbong Kalua’, Tandalangngan dan Tandasau’.

Rambu Solo’ di daerah Mamasa dikenal memiliki prosesi yang lebih

rumit dari upacara serupa di Tana Toraja. Upacara kematian tersebut

disesuaikan dengan strata sosial sehingga ada mayat yang

disemayamkan sampai beberapa tahun dengan pengorbanan puluhan

hingga ratusan ternak (kerbau, babi, ayam) dan ada juga yang hanya

dua

hari dengan pengorbanan seadanya. Di Mamasa, khususnya di

Kecamatan Nosu dan Pana terdapat juga ritual kematian unik yang

tidak dapat ditemukan di tempat lain manapun, yakni Ritual

Mangngaro atau tradisi mengeluarkan ratusan jasad leluhur dari kubur

112
sekali setahun secara bersamaan untuk dikremasi ulang sebagai

pelengkap ritual Rambu Solo’ bagi orang meninggal yang

diupacarakan khusus (Dipandan).

Adapun upacara/ritual adat bernuansa kegembiraan (syukuran)

yang dapat ditemukan di Kabupaten Mamasa antara lain Malangngi’

(pesta syukuran bagi kaum perempuan), Ma’bululondong \]dan

Ma’pararuk (syukuran untuk kaum pria), Menani pare (syukuran pasca

panen). Ma’rinding Bai, Ma’rinding Tedong, Mae’ran Gayang, dan

Ma’bua’ (tingkatan-tingkatan upacara syukuran bagi orang kaya dan

kaum bangsawan), serta Melambe yakni upacara permohonan kepada

Sang Pencipta.

Kabupaten Mamasa juga memiliki banyak peninggalan yang

mengandung nilai sejarah. Kuburan tua Tedong-tedong di Kecamatan

Balla diyakini berisi ratusan kerangka keturunan manusia pertama dan

tokoh adat Mamasa pertama di Sulawesi Barat, padaling (gong)

peninggalan Nenek Pongka Padang di Kecamatan Tabulahan, situs

pohon mangga To’ Pao sebagai lokasi musyawarah pemangku adat

pada zaman dulu, sepu (tas tangan berisi dokumen perjanjian kuno),

serta meriam peninggalan Belanda di Kecamatan Mamasa, gereja tua

peninggalan Belanda yang dibangun tahun 1929 di Kecamatan

Tawalian,Benteng Paladan dan Kuburan Pahlawan Demmatande yang

gugur dalam menghadapi penjajah Belanda di Kecamatan

Sesenapadang serta tugu korban perlawanan terhadap Belanda di

Kecamatan Buntu Malangka.

113
4.4.3 Implementasi Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan

Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan

Van Horn disebut dengan A Model of the Policy Implementation (1975) yang

pertama adalah

A. Sasaran kebiijakan

sasaran kebijakan dengan kata lain adalah ketercapaian standar dan

Kebijakan tersebut. Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan

sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan sasaran

kebijakan terlalu ideal (utopis). Arah implementors terhadap standar dan tujuan

kebijakan juga merupakan hal yang krusial Implementors mungkin bisa jadi gagal

dalam melaksanakan kebijakan.

Mengenai isi kebijakan pengembangan kepariwisataan Kabupaten Mamasa

termaktub dalam peraturan daerah nomor 3 Tahun 2017 tentang izin rencana induk

pengembangan kepariwisataan, artinya, berbicara tentang pengembangan

kepariwisataan, maka konteks pengembangan akan terarahkan pada sejauh mana

Pemerintah Daerah Kabupaten Mamasa dalam menjalankan hak dan kewajiban

yang diatur dalam rencana induk pengembangan kepariwisataan. Dalam perda

tersebut memberikan hak dan kewajiban kepada Pemerintah Kabupaten Mamasa

untuk : Berdasarkan dimensi sasaran kebijakan, aksi pengembangan kepariwisataan

Kabupaten Mamasa menyasar maksimalisasi penyelenggaraan usaha pariwisata,

pengelolaan pariwisata yang terencana dan terorganisir dan peningkatan kapasitas

tenaga kerja pariwisata. Dimana dalam pengembangan kepariwisataan di kabupaten

mamasa tentu melibatkan lintas sektor dengan perannya masing-masing mulai dari

dinas pariwisata, pihak swasta maupun masyarakat setempat.

114
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala dinas pariwisata kabupaten

mamasa, Rahmat Taula’bi S.Sos mengenai apa yang sudah dilakukan oleh dinas

pariwiata kabupaten mamasa dalam mengembangkan 3 objek wisata unggulan di

kabupaten mamasa, yaitu buntu mussa, sarambu liawan dan tondok bakaru

Pengembangan yang telah dilakukan pada objek wisata unggulan ini


tentu saja yang pertama dari segi sarana dan prasarana, untuk buntu
mussa sendiri sudah diadakan dua kali penganggarn, pertama untuk
pengadaan gazebo dan menara pandang, yang kedua adalah untuk
perbaikan jalan dari desa terakhir menuju ke objekUntuk wisata
sarambu liawan sendiri, dari tahun ke tahun hampir selalu mendapat
perbaikan dan pengembangan dari segi sarana dan prasarananya,
hanya saja untuk sekarang untuk persoalan perawatan dan
pelestarianny, diserahkan kepada swasta untuk mengelola, mengingat
akan sangat sulit jika yang mengelolanya adalah pemerintah karena
pasti akan membutuhkan biaya yang sangat tinnggi mengingat
lokasinya yang berada sekitar 40km dari koa mamasa.Untuk wisata
tondok bakaru, yang baru2 ini diresmikan sebagai desa wisata, dan
marak diadakan event, untuk tahun ini pemerintah hanya banyak
menyumbang dari segi promosi pariwisata dan produk-produk
pariwisatanya,mengingat bahwa objek wisata atau desa wisata ini di
kelola oleh Desa tondok bakaru sendiri, melalui Bumdes.
(Wawancara 5 September 2022)

Dari hasil wawancara di atas dapat lihat bahwa Dinas pariwisata telah

melaksanakan pengembangan kepariwisataan di kabupaten mamasa pada segi

infrastruktur sarana dan prasarana penunjang objek wisata unggulan dimana dalam

klasifikasi pengembangan menurut Gamal suwantoro (1997) salah satunya adalah

dengan kebijakan pengembangan sarana dan prasarana dengan memperhatikan

Aksesibilitas (Accessibility) yang mencakup kemudahan sarana dan sistem

transportasi dan Amenitas (Amenities) yang mencakup fasilitas penunjang dan

pendukung wisata. Jika dirunut dari penjelasan van meter dan van hom bahwa

sasaran kebijakan mempengaruhi sikap pelaksana maka secara teoritis dapat di

simulasikan bahwa implementasi pengembangan dalam sudut pandang dinas

pariwisata hanya sebatas pembangunan infasruktur dan fasilitas penunjang terhadap

115
objek wisata di kabupaten mamasa sehingga pengembangan yang dilakukan oleh

dinas pariwisata masih pada pengembangan fisik.

Selain itu, untuk pemasaran produk-produk pariwisata, berdasarkan

wawancara dengan Pak Petrus Arie S.E selaku Kabid bidang pengembangan dan

promosi pariwisata dinas pariwisata kab Mamasa juga mengatakan bahwa :

Untuk pemasaran produk wisata itu, kita rutin mengadakan event-event


atau festival, dan disitu kita ajak para wiraswasta yang bergerak dibidang
produk pariwisata untuk memamerkan produknya, di stand2 yang telah di
siakan, yang tentu saja dengan gaya yang menarik dan modern. Dan
melalui sosial media sendiri saya kira promosi produk-produk pariwisata
sudahsangat gencar di lakukan oleh para pelaku usaha produk wisata.

(Wawancara 14 September 2022)

Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa selain pengembangan fisik,

Dinas Pariwisata kabupaten mamasa melalui kabid pengembanagn dan promosi

pariwisata memfasilitasi para pelaku usaha atau wiraswasta yang bergerak dibidang

produk pariwisata untuk memamerkan produknya dalam rangka meningkatkan

pendapatan ekonomi dibidang pariwisata

Selain itu, untuk pengembangan aksebilitas ke objek wisata di kabupaten

mamasa berdasarkan hasil wawancara dengan dinas pariwisata juga mengatakan

bahwa

Bagaimana pengembangan aksesibilitas? Untuk pengembangan


aksesibilitas sendiri, saya pikir ini yang sering menjadi masalah atau
kendala, karena seperti kita ketahui sendiri, dinobjek wisata buntu
mussa itu sudah sangat bagus, tapi untuk mengaksesnya dengan
roda 4 itu setengah mati, bahkan dengan roda 2 saja masih kesulitan,
disebabkan oleh medan(jalan) yang masih sangat parah.. kadang kita
fokus untuk pengembangan pariwisata, tapi Dinas PU ini fokusnya lain,
kita fokus kemana, mereka fokus kemana, jadi saya pikir tidak ada
koordinasi yang baik. Padahal kerjasama dalam hal ini sangt
diperlukan oleh dinas2 terkai seperti Dinas pariwisata dan PU.
(Wawancara 5 September 2022)
Dari wawancara di atas dapat dilihat bahwa dinas pariwisata memahami

bahwa terkait pengembangan aksebilitas terhadap lokasi objek wisata, dinas

pariwisata membutuhkan kerja sama dengan dinas PU selaku yang memiliki tupoksi
116
dalam pembangunan infrastukur jalan. Namun,dalam kordinasi antar dinas terkait

yang tidak sinergis menyebabkan pengembangan aksebillitas ke objek wisata belum

maksimal.

Dari hasil wawancara di atas, penulis kemudian menyasar pembangunan

sarana dan prasarana yang menjadi penunjang di objek wisata di kabupaten

mamasa, berikut wawancara dengan dinas pariwisata

Yah untuk buntu mussa’ saya kira dari sarana dan prassarananya
sudah sangat banyak yang kita bangun, mulai dari pengadaan
beberapa gazebo, menara pandang, toilet, dan kolam ikan diatas. Hal
ini kan juga sebagai strategi kami untuk memberikan kenyamanan
kepada wisatawan yang datang ke objek wisata ini, sehingga mereka
betah dan nyaman untuk berkunjung lagi .
(Wawancara 5 September 2022)

Dari hasil wawancara dengan dinas pariwisata diatas terlihat bahwa dinas

pariwisata telah melakukan pembangunan sarana dan prasarana di objek wisata

buntu mussa sesuai dengan strategi pengembangan sarana dan prasarana pada

perda No. 3 Tahun 2017 tentang rencana induk pengembangan kepariwisataan.

Adapun pemahaman aktor pelaksana dalam hal ini dinas pariwisata terkait

dengan hambatan yang menjadi kendala dalam memenuhi standar dalam perda No

3 tahun 2017 tentang rencana induk pengembangan kepariwisataan, berikut hasil

wawancara dengan dinas pariwisata.

Yang kedua biasanya standar kita sendiri, maksudnya di dalam perda


ini ada standar-standar dan poin-poin penting yang harus kita penuhi,
tapi itu tidak ditunjang oleh kemampuan anggaran kita dan sumber
daya manusia kita untuk bisa sampai di standar itu. Atau biasanya kita
terlalu mengawang tanpa memahami kemampuan kita untuk
merealisasikan rencana. (Wawancara 5 September 2022)

Dari hasil wawancara di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kemampuan

anggaran dan Sumber daya manusia menjadi kendala utama dalam realisasi

rencana pengembangan kepariwisataan.

Hal yang lain, juga disampaikan oleh pengelola objek wisata buntu mussa

Bapak Demianus deppalulun


117
Saya kira untuk pengembangan pariwisata di kabupaten mamasa
sendiri kita sudah mengetahui bersama bahwa memang daerah ini jadi
sudah dijadikan daerah destinasi pariwisata uanggulan oleh provinsi,
tapi untuk perda itu jujur saja saya tidak terlalu tahu menahu soal
bagaimana kemudian isinya dan bagaimana arah pengembangan
kepariwisataan yang diinginkan oleh pemerintah daerah dalam perda
ini mulai dari sumber dananya, dinas yang menangani langsung, dan
arah pengembangannya.
(Wawancara 25 agustus 2022)

Senada dengan itu, bapak Albert Bonggala’bi juga menyampaikan bahwa

Perda no 3 tahun 2017 ini kan regulasi atau aturan langsung dari
daerah yang memuat tentang arah pengembangan dari pariwisata di
kabupaten mamasa, hanya saja dalam perjalanannya tidak
adasosialisasi atau pemahaman kepada setiap elemen yang terlibat
langsung dalam dunia kepariwisataan seperti pengelola tempat
wisata, dinas PU yang bertugas langsung untuk bagaimana
pengerjaan akses ke objek wisata dll.
(Wawancara 29 Agustus 2022)

Dari hasil wawancara di atas, penulis menarik kesimpulan belum ada

pemahamaman yang menyeluruh ke pengelola objek wisata tentang perda No 3

Tahun 2017 tentang rencana induk kepariwisataan sehingga hal ini berdampak juga

pada realisasi rencana pengembangan kepariwisataan yang mengacu pada regulasi

tersebut. Kemudian, dari hasil wawancara diatas penulis dapat menarik kesimpulan

bahwa dari variable standar dan sasaran kebijakan implementasi kebijakan

berdasarkan teori ven meter dan van horn yang penulis gunakan sebagai acuan

bahwa Mayoritas aktor yang terlibat dalam proses pengendalian dan pengawasan

memahami tujuan, visi misi dan prosperk pembangunan pariwisata (standar dan

sasaran). Hanya saja dalam koordinasi pengawasan para aktor masih bekerja

secara sektariankarena mengejar tugas dan visi masing-masing organisasi.

B. Sumber Daya Manusia

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Setiap tahap implementasi menuntut

118
adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang

diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber

daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam

keberhasilan implementasi kebijakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Derthicks (dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa:”New town study suggest
that the limited supply of federal incentives was a major contributor to the failure of

the program”.

Van Mater dan Van Horn (dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa:”Sumber

daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan komunikasi.

Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk memperlancar

administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau

insentif lain yang dapat memperlancar pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan.

Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan,

adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Rahmat Taula’bi,S.Sos, kepala dinas

pariwisata dalam masalah aktor diluar birokrasi yang terlibat mengatakan bahwa :

Untuk wisata sarambu liawan sendiri, dari tahun ke tahun hampir selalu
mendapat perbaikan dan pengembangan dari segi sarana dan
prasarananya, hanya saja untuk sekarang untuk persoalan perawatan
dan pelestarianny, diserahkan kepada swasta untuk mengelola,
mengingat akan sangat sulit jika yang mengelolanya adalah
pemerintah karena pasti akan membutuhkan biaya yang sangat tinnggi
mengingat lokasinya yang berada sekitar 40km dari koa
mamasa.Untuk wisata tondok bakaru, yang baru2 ini diresmikan
sebagai desa wisata, dan marak diadakan event, untuk tahun ini
pemerintah hanya banyak menyumbang dari segi promosi pariwisata
dan produk2 pariwisatanya, mengingat bahwa objek wisata atau desa
wisata ini di kelola oleh Desa tondok bakaru sendiri, melalui Bumdes.
(Wawancara 5 September 2022)

Dari wawancara diatas dapat dilihat bahwa pemahaman dinas pariwisata

dalam keterlibatan aktor dari luar birokrasi yang terlibat dalam proses

pengembangan yaitu Pengembangan dilakukan sendiri di lakukan dengan


119
memanfaatkan pihak-pihak yang berada di luar dinas pariwisata seperti pihak

swasta dan pemerintah desa tondok bakaru melalui Bumdes. Jika dirunut dari

penjelasan van meter & van horn, bahwa sumber daya mempengaruhi proses

pengembangan maka secara teoritis dapat di simulasikan bahwa dalam

implementasi kebijakan yang dilakukan dinas pariwisata dilakukan sesuai dengan

tufoksinya dan melibatkan aktor diluar pariwisata termasuk aktor diluar dinas yang

bisa membantu jalannya pengembangan yang mereka lakukan.

Selain itu untuk masalah anggaran dalam pengembangan pariwisata beliau

juga megatakan bahwa :

Penganggaran pembangunan gazebo dan menara pandang di objek


wiata buntu mussa itu, kita melalui DAK dan di pihak ketigakan, jadi
disini juga agak kurang perhatian dari dinas pariwista sendiri dalam
pengawasannya, karena belum tentu pihak pemborong paham betul
apa2 saja yang perlu diperhatikan, standar2 apa saja yang perlu
dipenuhi dalam renovasi tempat wisata tsb.
(Wawancara 5 September 2022)

Hal ini juga sesuai apa yang disampaikan oleh pengelola objek wisata buntu

mussa Bapak Demianus deppalulun dalam wawancaranya :

Yah setahu saya penganggaran pembangunannya ini yang sudah dua


dua kali melalui DAK dan di pihak ketiga-kan, jadi dia berbentuk
proyek, dan saya kurang tahu pimpinan proyek kemarin itu orang
mana. Tapi memang dalam proses pembangunannya tetap melibatkan
masyarakat setempat seperti tukang-tukangnyadan lain-lainl. Dan juga
Yang sudah di renovasi pemerintah itu pertama pembuatan ruang
ganti, toilet, kedua itu pembuatan menara pandang 2 unit, dan ketiga
itu pembuatan gazebo.
(Wawancara 25 agustus 2022)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa

penganggaran pembangunan fasilitas penunjang di objek wisata melalui Dana

Alokasi Khusus yang pengerjaannya dilakukan oleh pihak ketiga dan melibatkan

masyarakat setempat sebagai tukang dalam pengerjaan pembangunan fasilitas

penunjang di objek wisata buntu mussa.


120
Hal yang sama djuga disampaikan oleh bapak Alberth Bonggala’bi selaku

pengelola objek wisata sarambu liawan, beliau mengatakan bahwa :

Penganggaran pembangunannya itu melalui pihak ketiga dan dari


DAK, harusnya kan pengelolaan proyek seperti ini itu di swakaryakan
atau diambil alih langsug oleh orang yang berada di lapangan atau
setidaknya tau betul kondisi objek yang ada dan arah pengembangan
yang kita butuhkan seperti apa yang kedua biasanya standar kita
sendiri, maksudnya di dalam perda ini ada standar-standar dan poin-
poin penting yang harus kita penuhi, tapi itu tidak ditunjang oleh
kemampuan anggaran kita dan sumberdaya manusia kita untuk bisa
sampai di standar itu. Atau biasanya kita terlalu mengawang tanpa
memahami kemampuan kita untuk merealisasikan rencana.Untuk
sarambu liawan, saya kira dari jalan hingga vila, gazebo dan stand foto
yang ada disana sekarang itu masih dari pemerintah semua, dan
semuanya masih berfungsi dengan baik, utnuk permbenahan an
perbaikan kedepannya saya kira itu tergantung lagi dengan kontrak
yang dibangun dengan swasta.Untuk pengelolaan sarambu liawan,
beberapa tahun belakngan yang mengelola itu adalah kami dari pihak
swasta melalui kontrak pertahun dengan pemerintah daerah.
(Wawancara 29 Agustus 2022)

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber diatas, dapat di ambil

simpulan bahwa Dana Alokasi khusus ( DAK) merupakan sumber pendanaan utama

untuk pengembangan pariwisata yang secara khusus pembangunan infrasturktur

dan fasilitas penunjang di objek wisata buntu mussa dan sarambu liawan dengan

tetap melibatkan masyarakat setempat sebagai tenaga kerja dalam pembangunan

infrastruktur dan fasilitas penunjang tersebut.

C. Karakteristik Organisasi Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini

penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri

yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.

121
Menurut Edward III, 2 (buah) karakteristik utama dari struktur birokrasi adalah

prosedur-prosedur kerja standar (SOP = Standard Operating Procedures) dan

fragmentasi.

Standard Operating Procedures (SOP). SOP dikembangkan sebagai respon

internal terhadap keterbatasan waktu dan sumber daya dari pelaksana dan

keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang

kompleks dan tersebar luas. SOP yang bersifat rutin didesain untuk situasi tipikal di

masa lalu mungkin mengambat perubahan dalam kebijakan karena tidak sesuai

dengan situasi atau program baru. SOP sangat mungkin menghalangi implementasi

kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe

personil baru untuk mengimplementasikan kebijakan. Semakin besar kebijakan

membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang rutin dari suatu organisasi, semakin

besar probabilitas SOP. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Petrus Ari S.E

selaku kabid pengembangan dan promosi pariwisata dinas pariwisata kabupaten

mamasa dalam masalah motif dan isu actor, beliau mengatakan bahwa :

“Tugas untuk menyusun kebijakan umum tentang pengembangan


pariwisata promosi dan promosi pariwisata memang menjadi tugas
utama dinas pariwisata khususnya yang membidangi masalah
pengembangan dan promosi pariwisata, tapi tentu kalo masalah
pembangunan akses jalan ke objek wisata di situ peran dinas PU
sangat penting karna mengingat akses jalan ini juga kan sangat
memiliki dampak terhadap kunjungan wisatawan di objek wisata
kabupaten mamasa. Adapun sosialisasi tentang kebijakan
pengembangan pariwisata kepada pengelola objek wisata Saya kira,
belum pernah kita lakukan langsung kepada masyarakat, hanya
sajasaya pikir sudah sangat jelas di masyarakat bahwa yang betul-
betul menjadi fokus pemerintah saat ini adalah pengembangan
pariwisata dan tentu saja melalui landasan hukum atau aturan yang
diebut perda ini.
(Wawancara 14 September 2022)

Dari hasil wawancara diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa sosialisasi

mengenai Perda pengembangan pariwisata kepada pengelola objek wisata maupun

122
masyarakat setempat belum dilakukan oleh dinas pariwisata kabupaten mamasa

Jika dirunut dari penjelasan Van Metter dan Van Horn bahwa agen pelaksana

meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam

pengimplementasian kebijakan yang merupakan hal penting karena kinerja

implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok

dengan para agen pelaksananya maka secara teoritis dapat disimulasikan bahwa

dinas pariwisata dalam hal ini belum maksimal dalam hal melibatkan organisasi

formal maupun informal dalam pengimplementasian kebijakan yang memeiliki ciri

yang tepat dan cocok dalam hal ini dapat membantu tercapainya kinerja

pengimplimentasian pengendalian dan pengawasan kebijakan.

D. Disposisi atau sikap para pelaksana

Sikap para pelaksana dipengaruhi oleh pendangannya terhadap suatu

kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-

kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van Mater dan

Van Horn (1974) menjelaskan disposisi bahwa implementasi kebijakandiawali

penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana (implementors)

dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan.

Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan

dan kemauannya untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari

pertama, pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman (comprehension

and understanding) terhadap kebijakan, kedua, arah respon mereka apakah

menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), dan ketiga,

intensitas terhadap kebijakan.

123
intesitas disposisi para pelaksana (implementors) dapat mempengaruhi

pelaksana (performance) kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya intensitas disposisi

ini, akan bisa menyebabkan gagalnya implementasi kebijakan. Berdasarkan hasil

wawancara dengan bapak Rahmat Taula’bi S.Sos kepala dinas pariwisata

kabupaten mamasa,tentang tanggapannya terhadap pengembangan pariwisata di

kabupaten mamasa beliau mengatakan bahwa :

tentu saya tidak bisa pungkiri kalau pengembangan pariwisata secara


umum di kabupaten mamasa belum maksimal, namun tentu hal itu akan
terus kami evaluasi untuk bagaimana pengembangan pariwisata di
kabupaten mamasa dapat berjalan maksimal terutama dalam hal akses
dan prasarana. (Wawancara 5 September 2022)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa Dinas

pariwisata yang menjadi leading sector dalam pengembangan kepariwisataan di

kabupaten mamasa terus berupaya maksimal dengan melakukan evaluasi terhadap

pengembangan pariwisata di kabupaten mamasa.

E. Komunikasi antar organisasi

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van Horn

dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar tujuan harus

dipahami oleh para individu (implementors).Yang bertanggung jawab atas

pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus

dikomunikasikan kepada para pelaksana. informasi.

Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu

standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit

untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat

mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan.

124
Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya, komunikasi sering

merupakan proses yang sulit dan komplek.

Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat

ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan

konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn Horn, dalam Widodo

1974). Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam

implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak

yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil,

demikian sebaliknya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala dinas pariwsata Kabupaten

Mamasa Rahmat Taula’bi S.sos

Untuk pembangunan akses jalan ke lokasi objek wisata tentu itu


menjadi tanggung jawab dari dinas PU, jdi kalo ada yang menjadi
skalaprioritas terkait akses jalan ke objek wisata kami kordinasikan ke
dinas PU Kabupaten Mamasa.”
(Wawancara 5 September 2022)

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata, penulis mengambil

kesimpulan bahwa Dinas Pariwisata dalam upaya pengembangan pariwisata di

kabupaten Mamasa melakukan kordinasi dengan Dinas PU Kabupaten Mamasa

khususnya pada segi pembangunan infrastruktur akses jalan ke Objek wisata di

Kabupaten Mamasa.

Selain itu dinas pariwisata kabupaten mamasa juga melakukan kordinasi

dengan pengelola objek wisata dalam upaya pengembangan pariwisata seperti dari

hasil wawancara dengan pak petrus selaku kepala bidang pengembangan dan

promosi pariwisata, beliau mengatakan bahwa :

125
Untuk strategi pengembangan sarana dan prasarana, kita melakukan
observasi langsung dan pengelola kerap meminta pendapat dari para
pengunjung dan warga setempat terkait hal-hal apa saja yang penting
untuk segera di benahi. Tentu saja selain itu kita mengkondisikan dana
juga, jika belum terlalu lama mendapatkan renovasi atau perbaikan,
biasanya kita fokus untuk hal lain dulu.
(Wawancara 14 September 2022)

Dari hasil wawancara denga Kepala Bidang pengembangan dan promosi

pariwsata kabupaten mamasa, penulis menarik kesimpulan bahwa komunikasi yang

dilakukan oleh dinas pariwisata melalui komunikasi nonformal melalui kordinasi

langsung dengan pengelola objek wisata terkait hal apa saja yang penting untuk

dibenahi dan itu juga melalui observasi langsung.

F. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi

kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong

keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang

tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja

implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan

mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Demianus Deppalulun

selaku pengelola objek wisata buntu mussa

Untuk masyarakat yang berkunjung kesini masih kurang mengingat


aksesnya yang masih kurang bagus, dan ini juga menyebabkan
masyarakat menjadi kurang kesadarannya atau tidak melihat
keberadaan objek wisata ini sebagai sebuah aset yang ketika
dikembangkan dan akan mampu memberikan dampak yang positif
terhadap ekonomi masyarakat, sehingga masyarakat kadang acuh tak
acuh terhadap kebersihan dan kelayakan objek wisata ini.
(Wawancara 25 agustus 2022)
126
Dari hasil wawancara di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa

menurut pengelola objek wisata buntu mussa masyarakat masih acuh tak

acuh terhadap objek wisata dikabupaten mamasa khususnya di objek wisata

buntu mussa karna kurangnya kesadaran akan nilai objek wisata tersebut.

Saya kira yang termasuk penghambat juga ialah kepentingan2 politik


orang-orang diatas, karna seringnya nanti pengembangan tempat
wisata itu gencar baik dari segi aksesbiltas maupun fasilitas itu gencar
dilakukan ketika sedang musim kampanye, dan hanya digunakan untuk
mendapat citra dari masyarakat.
Dan hambatan yang terakhir mungkin kurangnya komunikasi dan
sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang tujuan dan
sasaran dari pengembangan pariwisata yang dimuat dalam perda ini,
makanya masyarakat biasa kebingungan dan bertanya2 akan dibawa
kemana objek wisata ini dan akan jadi seperti apa.
(Wawancara 25 agustus 2022)

4.4.4 Faktor yang mempengaruhi pengembangan kepariwisataan

A. Isi Kebijakan

isi kebijakan secara teoritis dianggap sebagai salah satu faktor

penghambat implementasi kebijakan, maksudnya adalah isi kebijakan

hendaknya tidak bersifat ambigu dan menimbulkan berbagai persepsi,

terutama ketika kebijakan tersebut akan diimplementasikan oleh pihak

tertentu dengan berkoordinasi dengan institusi lainnya. Oleh karena itu dalam

sudut pandang aktor contohnya, aktor-aktor yang terlibat diwajibkan untuk

memililk persepsi yang seragam mengenai visi dan capaian serta indikator

kinerja.

Berikut hasil wawancara dengan dinas pariwisata.

Pada dasarnya yang menjadi hambatan terbesar kita disini adalah


standar kita sendiri, maksudnya di dalam perda ini ada standar-standar
dan poin-poin penting yang harus kita penuhi, tapi itu tidak ditunjang
oleh kemampuan anggaran kita dan sumber daya manusia kita untuk
bisa sampai di standar itu. Atau biasanya kita terlalu mengawang tanpa
127
memahami kemampuan kita untuk merealisasikan rencana.
(Wawancara 5 September 2022)

Senada dengan itu, bapak Albert Bonggala’bi juga menyampaikan bahwa

Perda no 3 tahun 2017 ini kan regulasi atau aturan langsung dari
daerah yang memuat tentang arah pengembangan dari pariwisata di
kabupaten mamasa, hanya saja dalam perjalanannya tidak ada
sosialisasi atau pemahaman kepada setiap elemen yang terlibat
langsung dalam dunia kepariwisataan seperti pengelola tempat
wisata, dinas PU yang bertugas langsung untuk bagaimana
pengerjaan akses ke objek wisata dll.
(Wawancara 29 Agustus 2022)

Dari hasil wawancara di atas, penulis menarik kesimpulan belum ada

pemahamaman yang menyeluruh ke pengelola objek wisata tentang perda No 3

Tahun 2017 tentang rencana induk kepariwisataan sehingga hal ini berdampak juga

pada realisasi rencana pengembangan kepariwisataan yang mengacu pada regulasi

tersebut. Kemudian, dari hasil wawancara diatas penulis dapat menarik kesimpulan

bahwa dari variable standar dan sasaran kebijakan implementasi kebijakan

berdasarkan teori ven meter dan van horn yang penulis gunakan sebagai acuan

bahwa Mayoritas aktor yang terlibat dalam proses pengembangan kepariwisataan ini

belum memahami tujuan, visi misi dan prosperk pembangunan pariwisata (standar

dan sasaran) dan dalam koordinasinya para aktor masih bekerja secara sektarian

karena mengejar tugas dan visi masing-masing organisasi.

B. Informasi

Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa dalam proses

pengembangan terjadi komunikasi yang kurang baik antar aktor yang terlibat

dalam proses tersebut, hal ini menyebabkan para aktor kekurangan informasi

karena para aktor yang terlibat dalam proses pengembangan pariwisata

128
tersebut masih bekerja/berjalan sendiri berdasarkan sektor mereka masing-

masing. Tidak adanya informasi yang merata antar aparat aktor tersebut

menyebabkan proses pengembangan dan pengawasan di lapangan tidak

berjalan efektif.

Berikut hasil wawancara dengan pengelola objek wisata buntu mussa

Bapak Demianus deppalulun

Saya kira untuk pengembangan pariwisata di kabupaten mamasa


sendiri kita sudah mengetahui bersama bahwa memang daerah ini jadi
sudah dijadikan daerah destinasi pariwisata uanggulan oleh provinsi,
tapi untuk perda itu jujur saja saya tidak terlalu tahu menahu soal
bagaimana kemudian isinya dan bagaimana arah pengembangan
kepariwisataan yang diinginkan oleh pemerintah daerah dalam perda
ini mulai dari sumber dananya, dinas yang menangani langsung, dan
arah pengembangannya.
(Wawancara 25 agustus 2022)

Dari hasil wawancara diatas dapat penulis simpulkan bahwa dalam

proses berjalannya pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Mamasa

terjadi mis komunikasi atau kuangnya informasi dan koordinasi satu sama lain

antara pihak-pihak yang bersinggunggan langsung di lapangan. Hal ini

menyebabkan berbagai pihak yang seharusnya memiliki satu persepsi

terhadap arah pengembangan kepariwisataan, hanya bekerja/berjalan

berdasarkan sektor masing – masing.

C. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik merupakan salah satu faktor

yang sangat berpengaruh sebab lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang

tidak kondusif dapat menjadi sumber kendala yang dapat menyebabkan

kegagalan implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan

mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

129
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Demianus Deppalulun

selaku pengelola objek wisata buntu mussa

Untuk masyarakat yang berkunjung kesini masih kurang mengingat


aksesnya yang masih kurang bagus, dan ini juga menyebabkan
masyarakat menjadi kurang kesadarannya atau tidak melihat
keberadaan objek wisata ini sebagai sebuah aset yang ketika
dikembangkan dan akan mampu memberikan dampak yang positif
terhadap ekonomi masyarakat, sehingga masyarakat kadang acuh tak
acuh terhadap kebersihan dan kelayakan objek wisata ini.
(Wawancara 25 agustus 2022)

Senada dengan yang disampaikan dengan bapak albert Bonggala’bi


selaku pengelola objek wisata sarambu liawan ;

Saya kira yang termasuk penghambat juga ialah kepentingan2 politik


orang-orang diatas, karna seringnya nanti pengembangan tempat
wisata itu gencar baik dari segi aksesbiltas maupun fasilitas itu gencar
dilakukan ketika sedang musim kampanye, dan hanya digunakan untuk
mendapat citra dari masyarakat.
Dan hambatan yang terakhir mungkin kurangnya komunikasi dan
sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang tujuan dan
sasaran dari pengembangan pariwisata yang dimuat dalam perda ini,
makanya masyarakat biasa kebingungan dan bertanya2 akan dibawa
kemana objek wisata ini dan akan jadi seperti apa.
(Wawancara 25 agustus 2022)

Dari hasil wawancara di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa

lingkungan ekonomi, sosial dan politik disini sangat berpengaruh dalam

perjalanan pengembangan kepariwisataan di kabupaten mamasa dimana

masyarakatnya masih acuh tak acuh terhadap keberadaan objek wisata dan

juga para pemerintahnya yang kadang hanya memperhatikan akan

pengembangan objek wisata sebagai sarana politik.

130
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Implementasi Perda No 3 Tahun 2017 tentang rencana induk pengembangan

kepariwisataan di Kabupaten Mamasa belum berhasil jika dinilai berdasarkan

6 variable :

A. Standar dan sasaran kebijakan, hasil penelitian dapat dilihat bahwa

mayoritas aktor yang terlibat dalam pengembangan kepariwisataan belum

memahami tujuan, visi misi dan prospek pembangunan pariwisata dan

masih bekerja secara sektarian karena mengejar tugas dan visi masing-

masing organisasi.

B. Sumber daya, dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pemanfaatan

sumber daya untuk pengembangan objek wisata kabupaten mamasa

sudah berjalan maksimal, Dana Alokasi khusus ( DAK) merupakan

sumber pendanaan utama untuk pengembangan pariwisata yang secara

khusus pembangunan infrasturktur dan fasilitas penunjang di objek wisata

buntu mussa dan sarambu liawan dengan tetap melibatkan masyarakat

setempat sebagai tenaga kerja dalam pembangunan infrastruktur dan

fasilitas penunjang tersebut.

C. Karakteristik organisasi pelaksana, dapat dilihat bahwa motif dari setiap

aktor yang terlibat beragam, sehingga pengembangan objek wisata belum

berjalan mulus.
131
D. Komunikasi antar organisasi, dapat dilihat bahwa komunikasi antar

aktor/organisasi yang bersinggungan langsung dengan objek-objek wisata

dalam mengembangkan kepariwisataan itu sendiri belum baik bahkan

bisa dikatakan buruk, diantara aktor tersebut bahkan ada yang bertindak

sendiri dalam menjalankan tugasnya dan hanya mementingkan tupoksi

masing-masing. Walaupun ada pembentukan tim terpadu yang

didalamnya terdapat masing-masing perwakilan dari setiap aktor namun

itu tidak berjalan dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan terkadang

pengerjaan di lapangan itu tidak sesuai standar ataupun sasaran dari

kebijakan yang mengatur, dalam hal ini Peraturan Daerah Kabupaten

Mamasa no 3 tahun 2017 tentang pengembangan kepariwisataan.

E. Disposisi atau sikap para pelaksana, meskipun para pelaksana telah

memahami keberadaan objek-objek wisata dapat menunjang PAD,

namun dapat dilihat bahwa para aktor pelaksana dalam menjalankan

tugasnya hanya berpatokan pada ketersediaan anggaran dan

keuntungan-keuntungan pribadi didalamnya. mayoritas aktor juga merasa

pengawasan atau tanggung jawab pelestarian objek wisata sudah bukan

merupakan tanggung jawab mereka lagi dan lebih melimpahkannya

kepada pengelola ataupun masyarakat di sekitarnya.

F. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik, dapat dilihat bahwa masyarakat

masih kurang menyadari akan potensi objek wisata yang ada di sekitar

mereka dan belum melihat asset wisata sebagai sesuatu yang dapat

menunjang ekonomi masyaratkat.

132
2. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pengembangan

kepariwisataan di Kabupaten Mamasa, sebagai berikut :

A. Isi kebijakan, isi kebijakan yang menimbulkan banyak persepsi dan

ambiguitas para pelaksananya serta standar kebijakan yang tidak

ditunjang oleh kemampuan sumber daya, dalam hal ini sumber daya

manusia maupun ketersediaan anggarannya.

B. Informasi, kurangnya Komunikasi antar lembaga yang seharusnya

berkoordinasi di lapangan menyebabkan tidak meratanya informasi

mengenai arah capaian serta indikator kerja di tataran para pelaksana di

lapangan

C. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik, dapat dilihat bahwa masyarakat

masih kurang menyadari akan potensi objek wisata yang ada di sekitar

mereka dan belum melihat asset wisata sebagai sesuatu yang dapat

menunjang ekonomi masyaratkat.

5.1. Saran

Adapun saran yang penulis berikan adalah sebagai berikut:

1. Sebagai ingatan yang secara masif atas impelementasi kebijakan

pengembangan sektor kepariwisataan dalam hal sarana dan prasarana objek

– objek wisata pemerintah dalam hal ini dinas pariwisata kabupaten mamasa

menyeluruh mengendalikan atau setidaknya memandu dan mengawasi setiap

pihak yang bekerja langsung di lapangan agar tetap sesuai dengan arah

pengembangan kepariwisataan yang ada di dalam kebijakan dalam hal ini

133
peraturan daerah itu sendiri agar tidak terjadi misss komunikasi ataupun

kekeliruan dalam pelaksanaannya. Pemerintah harus saling mendukung

dengan menjalin komunikasi yang lebih efektif antar dinas ataupun setiap

pihak yang menjalankan pengembangan kebijakan tersebut agar tidak terjadi

diskomunikasi dalam proses pengimplementasiannya dan pemerintah harus

merumuskan kerangka alternatif untuk memasifkan lagi sosialisasi dalam

rangka memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat tentang

pentingnya pembangunan dan pemeliharaan objek-objek pariwisata yang ada

mengingat pariwisata di kabupaten mamasa sendiri sangat berpotensi untuk

menarik minat wisatawan-wisatawan local maupun manca Negara. Dan hal ini

tentu saja akan mampu menunjang ekonomi masyarakat.

2. Sebagai suatu karya yang belum utuh, penulis menyarankan para peneliti

lainnya untuk melanjutkan secara akademis penelitian terkait yang berfokus

pada wacana implementasi kebijakan pengembangan kepariwisataan yang

ada di Kabupaten Mamasa.

3. Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan

adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi

gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya

menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan

kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para

pelaksana (implementors).Arah disposisi para pelaksana (implementors)

terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial.

134
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Badudu, J.S, Kamus bahasa indonesia.

Damanik, Janianton dan Weber, Helmut. (2006). Perencanaan Ekowisata Dari Teori

ke Aplikasi. Yogyakarta: PUSPAR UGM dan Andi.

Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai:manajemen Keuangan Daerah. Edisi Pertama.

Yogyakarta: UUP AMP YKPN

I, Widarta.2005.Pokok-pokok pemerintah Daerah. Bantul: Pondok Edukasi

Pendit, Nyoman, S.1994. Ilmu pariwisata sebuah pengantar perdana. Jakarta:

Pradnya Pramita.

Poerwadarminta. 2002. Kamus Umum Bahasa Indonsia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pitana, I Gede dan Putu Gede Gayatry. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakata. Andi.

Suwantoro, Gamal, 1997. Dasra-dasar pariwisata. ANDY. Yogyakarta.

Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan PembangunanDestinasi Pariwisata Konsep

dan Aplikasinya diIndonesia. Yogyakarta : Gava Media.

Suwena, I Ketut & Widyatmaja, I Gst Ngr. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu

Pariwisata. Bali : Udayana University Press.

Sugiama, A Gima. 2011. Ecotourism :Pengembangan Pariwisata berbasis

konservasialam. Bandung : Guardaya Intimarta.

Yoeti, Oka A. 1991. Pengantar ilmu Pariwisata. Bandung: ANGKASA.

Jurnal:

Afandi, Achmad. 2017. Peran Pemerintah Derah dalam Pengembangan Destinasi

Wisata Bahari Pulau Gili Noko Kabupaten Gresik: Studi Pada Dinas

135
Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Gresik:

Unversitas Brawijaya.

Devy,Helln Angga dan Soemanto, R.B. 2017. Pengembangan Obyek Dan Daya

Tarik Wisata Alam Sebagai Daerah Tujuan Wisata Di Kabupaten Karanganya:

Studi Kasus Obyek Wisata Air Terjun Jumog di Kawasan Wisata Desa Berjo,

Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Surakarta: Universitas

Sebelas Maret.

Nawawi, Juanda. 2019. The Accountabity Of Academic Quality STIM Boalemo,

Gorontalo Province The Social Science, Medwell Publishing.

Subadra, I Nengah. 2006. Ekowisata Hutan Mangrove dalam Pembangunan

Pariwisata Berkelanjutan: Studi Kasus Di Mangrove Information Center, Desa

Pamogan, Kecamatan Denpasan Selatan, Kota Denpasar. S2 Kajian

Kepariwsataan. Bali: universitas udayana.

Setiawan, Iwan. Potensi Destinasi Wisata Di Indonesia Menuju Kemandirian

Ekonomi.Kajian Multi Disiplin Ilmu untuk Mewujudkan Poros Maritim dalam

Pembangunan Ekonomi Berbasis Kesejahteraan Rakyat: Universitas

Pendidikan Indonesia

Simamora, Rotua Kristin dan Sinaga, Rudi Salam. 2006.Peran Pemrintah Daerah

Dalam Pengembangan Pariwisata Alam dan Budaya Di Kabupaten Tapanuli

Utara: Universitas Medan Area, Indonesia.

Skripsi:

Kanuna, Resky Sirupang. 2014. Peranan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan

Potensi Pariwisata Di Kabupaten Toraja Utara. Universitas Hasanuddin.

136
Putra, Rizki Aristoni. 2019. Analisis Strategi Pengembangan Potensi Pariwisata

DiKecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran. Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

Wardana. 2017. Potensi Dan Strategi Pengembangan Pariwisata Di Kabupaten

Pesisir Barat. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Undang-undang:

UU RI No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2004 Tantang Pemerintahan

Daerah

Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 8 Tahun 2014 Tentang

Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Polewali Mandar

Peraturan Bupati Polewali Mandar Nomor 33 Tahun 2017 Tentang Tugas Pokok

Dan Fungsi Susunan Organisasi Dinas Penuda Dan Olahraga Dan Pariwisata

Kabupaten Polewali Mandar

Website Online:

CAHYU. 24 sep 2018. Industry pariwisata Indonesia kian meningkat pesat

https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3650849/industri-pariwisata-indonesia-

kian-meningkat-pesat akses. 26/10/2019

Tabel publikasi Kabupaten Mamasa tahun 2015-2021

137
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Dokumen Surat Izin Penelitian dari DM-PTSP Kabupaten Mamasa

138
Dokumentasi wawancara dengan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa

139
Dokumentasi Wawancara dengan Kepala Bidang pengembangan dan Promosi Pariwisata,

Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa, Sekaligus salah satu pengelola objek wisata di

kampung wisata tondok bakaru

140
Dokumentasi wawancara dengan Pengelola Objek wisata buntu mussa’

Dokumentasi wawancara dengan pengelola objek wisata Sarambu Liawan

141
Dokumentasi wawancara dengan para pengunjung objek wisata buntu mussa, Sarambu

Liawan, dan Desa wisata tondok bakaru

142
Struktur Organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa

143

Anda mungkin juga menyukai