Anda di halaman 1dari 101

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN OBJEK

WISATA BAHARI DI PULAU KAPOPOSANG KABUPATEN


PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

OLEH:
A. OKTAMI DEWI A. A. P
E511 09 991

Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pada Jurusan Antropologi FISIP - UNHAS

JURUSAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

ABSTRAK

A. OKTAMI DEWI A. A. P, Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan


Objek Wisata Bahari Di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan, Skripsi. Makassar: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin Makassar, 2013.
Tujuan Penelitian adalah (1) mengetahui pengembangan objek
wisata bahari di Pulau Kapoposang, (2) mengetahui potensi sosial budaya
yang dimiliki oleh masyarakat dalam menunjang pengembangan wisata
bahari, (3) mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam
pengembangan objek wisata bahari.
Penelitian ini dilakukan di Pulau Kapoposang Desa Mattiro Ujung
Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Bentuk penelitiannya adalah penelitian kualitatif. Sumber data dalam
penelitian ini diperoleh dari kata-kata, dan tindakan informan selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen yang lain-lain dengan teknik
purposive. Data yang diperoleh dikumpulkan melalui observasi
(observation), wawancara mendalam (in depth interview) dan
dokumentasi. Analisis data dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian yang
dilakukan ini meliputi empat tahapan yaitu tahap persiapan, pengumpulan
data, analisi data dan penyusunan laporan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : (1)
Pengembangan wisata bahari di Pulau Kapoposang sudah banyak
dikembangkan tetapi masih memerlukan perbaikan terutama dalam
kondisi sosial ekonomi masyarakat. (2) Berbagai potensi sosial budaya
masyarakat dapat dijual sebagai daya tarik wisatawan. (3) Masyarakat
Pulau Kapoposang tidak mampu mengembangkan berbagai kegiatan
ekonomi dipulaunya. (4) Keterlibatan masyarakat masih berkisar pada
kelompok-kelompok masyarakat dan penyediaan sarana prasarana oleh
pihak swasta. (5) Masyarakat hanya dilibatkan sebatas perencanaan
sedangkan pada proses pelaksanaan dan pemanfaatan masyarakat
sudah tidak terlibat. Dalam partisipasi masyarakat inilah disebut
partisipasi pasif karena berdasarkan hasil analisis dengan ada beberapa
point yang belu terpenuhi oleh masyarakat.
Kata kunci: Partisipasi Masyarakat, Pengembangan Objek Wisata.

ABSTRACT
A. OKTAMI DEWI A. A. P, Public Participation in the Development of
Marine Attractions On Kapoposang Island Pangkajene and Islands,
Skripsi. Makassar: Faculty of Social and Political Science University of
Hasanuddin Makassar, 2013.
Research objectives are (1) determine the development of
maritime attractions on Kapoposang Island, (2) determine the potential
social cultural owned by the community in supporting the development of
marine tourism, (3) determine the form of public participation in the
development of marine tourism object.
The research was conducted in the village Kapoposang Island
End Sub Mattiro Liukang Tupabbiring Pangkajene and Islands District.
Forms of research is qualitative research. Sources of data in this study
were obtained from the words and actions of informants rest is additional
data such other documents by using purposive. The data obtained were
collected through observation (observation), interviews (in depth
interviews) and documentation. Data analysis was carried out in three
stages, namely the stage of data reduction, data presentation and
conclusion. Research conducted includes four stages, namely preparation,
data collection, analysis of data and preparation of reports.
Based on these results it can be concluded: (1) The development
of marine tourism on Kapoposang Island been developed but still require
improvements especially in the socio-economic conditions of society. (2)
Various social and cultural potential can be sold as a tourist attraction. (3)
Society Kapoposang Island not able to develop various economic activities
in their island. (4) The involvement of the community still revolves around
the community groups and the provision of infrastructure by the private
sector. (5) It only involved to the extent of planning while in the process of
implementation and utilization of the community is not involved. In the
public participation is called "Passive Participation" because based on the
analysis of the speckle there are some points that are met by the
community.
Keywords: Participation, Development attractions.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Oktober 1991 di
Jakarta Timur, DKI. Jakarta. Penulis merupakan anak
pertama dari pasangan Abdul Mud A. Sayuti, SH dan
Dr. Ismaya NR Parawansa, SP, M.Si. Penulis lulusan
SD Negeri Mamajang I pada tahun 2003, kemudian
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 6 Makassar. Pada tahun 2006
penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Makassar dan lulus pada
tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis berhasil diterima pada
Jurusan Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Hasanuddin melalui jalur POSK dan mendapat Beasiswa
Komunitas PT. Vale Indonesia Tbk. Selama kuliah di Jurusan Antropologi
Sosial, penulis pernah aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan antara
lain : Himpunan Mahasiswa Antropologi (HUMAN), Unit Kegiatan
Mahasiswa Renang Universitas Hasanuddin (UKMR-UH) sebagai anggota
istimewa dan sampai sekarang masih aktif dalam Unit Kegiatan
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (DB3 Voice).

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT sebagai pemilik semesta yang maha segala-galanya, kerana
dengan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
tugas akhir Skripsi yang berjudul Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengembangan

Objek

Wisata

Bahari

Di

Pulau

Kapoposang

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Dimana skripsi ini sebagai


salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih
jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis
sebagai makhluk biasa yang tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu
penulis berbesar hati dan membuka diri untuk menerima kritikan dan
saran dari pihak yang membaca skripsi ini.
Pada

kesempatan

ini,

penulis

mengucapkan

penghargaan

setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu mulai dari


persiapan, pelaksanaan hingga pembuatan skripsi setelah penelitian
selesai. Pertama-tama ucapan terima kasih kepada kedua orang tua
tercinta Ayahanda Abdul Mud A. Sayuti, SH dan Ibunda Dr. Ismaya NR
Parawansa, SP, M.Si atas dorongan dan doanya yang tidak pernah putus
dan telah meringankan langkah penulis untuk menghadapi segala

kesulitan yang menghadang. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima


kasih yang sebesar-sebesarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Hamka Naping, MA selaku Pembimbing Utama
dan selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang selalu
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis
hingga menyelesaikan tulisan ini.
2. Bapak Safriadi, S.IP, M.Si selaku Pembimbing kedua yang juga
memberikan bimbingan dalam proses penelitian hingga penyusunan
skripsi penulis.
3. Seluruh Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Bapak Dr. Munsi Lampe, MA selaku Ketua Jurusan Antropologi Sosial
Universitas Hasanuddin Makassar.
5. Bapak Drs. Yahya, MA selaku sekretaris Jurusan Antopologi Sosial
Universitas Hasanuddin Makassar dan selaku dosen penguji yang
telah memberi saran kepada penulis.
6. Bapak Muhammad Neil, S.Sos., M.Si dan Bapak Prof. Dr. M. Yamin
Sani, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran-saran
serta kritikan yang membangun kepada penulis.
7. Segenap Staff dan Karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin Makassar yang telah banyak membantu.
8. Pak Amir Kepala Dusun Kapoposang dan istri yang bersedia
memberikan tempat selama penulis di lokasi penelitian berserta
Masyarakat Pulau Kapoposang yang telah bersedia menjadi informan.

9. Ompo tercinta H. Djalaluddin Parawansa yang tidak henti-hentinya


memberi dukungan kepada cucunya.
10. Seluruh keluarga besar Dr. Ir. H. Indar Parawansa, MSi & Hj.
Khofifah Indar Parawansa, SE., Drs. Irwan Parawansa, Drs. Ikhsan
Parawansa, MSi & Izmira Ali Mustari, SE., beserta sepupu-sepupuku
yang telah membantu secara moril maupun materi.
11. Saudara-saudaraku A. Muttia Yunita Mentari, A. Aprimudya Ismail
Muhammad dan A. Novami Sayang atas seluruh kasih sayang dan
pengertian yang telah diberikan.
12. Special thanks kepada Khairul Hafsar, S.Pi yang selalu memberikan
motivasi serta kesabaran pada saat menghadapi proses penyelesaian.
13. Teman-teman Mahasiswa Jurusan Antropologi khususnya Antopologi
Angkatan 2009 yang senantiasa memberi support.
14. Teman-teman KKN Reguler Gel. 82 Kelurahan Fakkie Kecamatan
Tiroang Kabupaten Pinrang.
15. Teman-teman DB3 Voice FISIP UNHAS dan Club Renang Garuda
Laut yang telah banyak memberi dukungan.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi
pembaca khususnya teman-teman mahasiswa Jurusan Antropologi Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar.
Dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayahnya
kepada kita semua. Amin.
Penulis,
A. Oktami Dewi A. A. P

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .....................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
ii
HALAMAN PENERIMAAN ...........................................................................
iii
ABSTRAK ......................................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................
vii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xv
I. PENDAHULUAN..........................................................................................
1
A. Latar
Belakang
.............................................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah.
.............................................................................................................
7.
C. Tujuan
dan
Kegunaan
.
.............................................................................................................
7
D. Kerangka Konseptual ......................................................................

.............................................................................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................
15
A. Partisipasi
Masyarakat
.
.............................................................................................................
15
B. Dimensi Sosial Budaya Pengembangan Objek Wisata .
.............................................................................................................
19
C. Objek
Wisata
.
.............................................................................................................
21
D. Pengembangan
Objek
Wisata
.
.............................................................................................................
24
E. Penelitian
Terdahulu
.............................................................................................................
30
III. METODO PENELITIAN............................................................................
33
A.
B.
C.
D.
E.

Teknik
33
Teknik
34
Sumber
34
Teknik
35
Teknik
36

Penentuan
Pemilihan

Lokasi

Informan

Data

Data
Pengumpulan
Analisis

Data

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI .................................................................


38
A. Deskripsi
Lokasi/
Objek
Penelitian
.............................................................................................................
38
1. Aspek Geografis ..........................................................................
......................................................................................................
38
2. Jarak dan Keterjangkauan ..........................................................

......................................................................................................
40
B. Kondisi Soisla, Ekonomi dan Budaya Masyarakat ......................
.............................................................................................................
40
1. Jumlah Penduduk ................................................................
......................................................................................................
40
2. Pendidikan
...........................................................................
......................................................................................................
41
3. Agama
.........................................................................
......................................................................................................
41
4. Sosial-Budaya
.........................................................................
......................................................................................................
42
5. Mata
Pencaharian
...............
......................................................................................................
42
C. Kalender
Musim
.............................................................................................................
43
D. Sarana
dan
Prasarana
.............................................................................................................
45
E. Potensi
Pulau
Kapoposang
...
.............................................................................................................
46
V. HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................
50
A. Pengembangan
Wisata
Bahari
.
.............................................................................................................
50
1. Potensi
Objek
Wisata
Bahari
.............
......................................................................................................
50
2. Model
Pengembangan
Wisata
Bahari
.........
......................................................................................................
57
B. Potensi

Sosial

Budaya

.............................................................................................................
72
C. Keterlibatan Multi Pihak (Pemerintah, Swasta dan Lainnya) .
.............................................................................................................
79
1. Pemerintah
Daerah
.............
......................................................................................................
80
2. Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) .........
......................................................................................................
82
3. Usaha
Perjalanan
Wisata/
Travel
........
......................................................................................................
84
4. Lantamal
VI
Makassar
.............
......................................................................................................
87
D. Bentuk
Keterlibatan
Masyarakat
.
.............................................................................................................
88
V. SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
102
A.
B.

Simpulan
102
Saran

.
.

103
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
105
LAMPIRAN .....................................................................................................
109

DAFTAR TABEL
No
1.

Kegiatan atau Musim di Desa Mattiro Ujung............................

2.

Kegiatan BKKPN di Pulau Kapoposang ..................................

Halaman
44
62

DAFTAR GAMBAR

No
1.
2.
3.
4.

Peta Lokasi Taman Wisata Perairan Kapoposang ..........


Pantai Kapoposang ...........................................................
Hutan Kapoposang ............................................................
Titik Favorit Penyelam .................................

Halaman
39
49
49
52

5.

Resort Kapoposang ...........................................................

53

6.

Fasilitas Resort ..................................................................

53

7.

Asbak berbentuk kelelawar ...............................................

56

8.

Alat yang digunakan ..........................................................

56

9.

Peta Zonasi TWP Kepulauan Kapoposang .......................

66

10.

Papan Pelestarian .............................................................

68

11.

Penangkaran Penyu ..........................................................

68

12.

Keramba Penyu .................................................................

68

13.

Keramba Nelayan ..............................................................

68

14.

Pelatihan Fisik Selam ........................................................

71

15.

Pengenalan Alat Selam .....................................................

71

16.

Bantuan Rumah Nelayan ..................................................

72

17.

Seorang Nelayan Membuat Umpan ..................................

74

18.

Umpan Ikan .......................................................................

74

19.

Adat Malekkang Ciri Khas Upacara Perkawinan ..............

77

20.

Masyarakat Makan Bersama Setelah Adat Perkawinan ..

77

21.

Partisipasi Masyarakat Dalam Persiapan Upacara ..........

78

22.

Ibu-Ibu Membuat Sonkolo Dibagikan Kepada Masyarakat

78

DAFTAR LAMPIRAN

No
1.

Halaman
110

Surat Edaran ................................

2.

Sertifikat Pelatihan Selam Masyarakat Kapoposang .....

111

3.

Papan Peraturan Taman Wisata Alam Kapoposang ......

112

4.

Papan Ekowisata Bahari TWP Kapoposang .....................

112

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kepulauan yang kaya akan objek
pariwisata yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Perkembangan
pariwisata di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat sejak pemerintah

memutuskan untuk mengandalkan sektor pariwisata sebagai penghasil


devisa terbesar bagi Negara. Kemajuan yang sangat pesat ini terjadi di
pulau Bali, karena Bali sangat terkenal di dunia internasional. Padahal
masih banyak daerah di Indonesia bahkan pulau-pulau yang mempunyai
potensi untuk dijadikan sebagai daerah tujuan wisata, hanya saja daerahdaerah tersebut kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
Untuk memudahkan pengembangan pariwisata nasional, maka
pemerintah

mengambil

langkah

strategis

dengan

menyerahkan

pembinaanya kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota agar lebih


memudahkan pengembangan dan koordinasi pembangunan daerah.
Pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga swasta telah berusaha
membangun area rekreasi semampu mungkin dengan memanfaatkan
lahan, didukung oleh daya dan dana yang ada untuk penyaluran
kebutuhan akan rekreasi tersebut (Binarwan, 2008).
Dalam pengembangan ekonomi, sosial dan budaya di daerah
pengembangan

sektor

pariwisata

memiliki

pengaruh

positif

bagi

pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu sektor pariwisata dapat


membantu pelstarian nila dan budaya lokal, serta berpotensi menjebatangi
perbedaan sosial budaya dan kesenjangan ekonomi. Namun jika tidak
dikembangkan secara terencana maka pariwisata juga akan memberikan
peluang bagi munculnya berbagai dampak negatif yang merugikan
kehidupan ekonomi, sosial dan budaya di daerah yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, kebijakan pengembangan sektor pariwisata daerah
haruslah memperhitungkan secara cermat baik dampak positif maupun

negatifnya. Peran pemerintah daerah sebagai inisiator, motivator dan


fasilitator sangat menentukan keberhasilan pengembangan pariwisata.
Pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan akan
memberikan jaminan terhadap kelestarian dan keindahan lingkungan,
terutama yang berkaitan dengan jenis biota dan ekosistem utama. Ada
empat keuntungan yang dapat diperoleh dengan semakin berkembangnya
kepariwisataan suatu daerah. Pertama, akan mempertahankan kelestarian
dan keindahan lingkungan, kedua, akan memberikan sumbangan yang
cukup berarti bagi pendapatan masyarakat. Ketiga, mampu mengurangi
jumlah pengangguran karena daya serap tenaga kerjanya yang cukup
besar dan merata. Keempat, mendorong timbulnya wirausaha yang
bergerak di industri pariwisata, baik langsung maupun tidak langsung.
Sulawesi selatan merupakan salah satu daerah tujuan wisata, ini
dilihat dengan meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara dan
wisatawan nusantara ke Sulawesi Selatan, maka perkembangan di bidang
pariwisata pun mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini dapat dilihat dari
pesatnya

pembangunan

prasarana

dan

sarana

wisata

seperti

pembangunan hotel, bertambahnya travel agen, dijadikannya Bandar


udara Sultan Hasanuddin sebagai Bandar udara internasional dan makin
dikembangkannya tempat-tempat wisata lainnya.
Dalam upaya untuk melaksanakan program pembangunan
pariwisata yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah
Sulawesi Selatan berusaha meningkatkan citra positif dalam pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya atau potensi pariwisata yang dimilikinya.
Selain upaya pembangunan obyek dan daya tarik wisata dan kegiatan
promosi, diperlukan pula fasilitas pelayanan wisatawan diantaranya

sarana transportasi, akomodasi yang nyaman, keamanan serta hal lain


yang

dianggap

perlu

untuk

menunjang

program

pengembangan

pariwisata.
Salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) Sulawesi Selatan adalah
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) yang banyak memiliki
potensi alam objek wisata bahari yang menarik salah satunya ialah Pulau
Kapoposang. Pulau Kapoposang sebagai bagian dari Kabupaten Pangkep
yang memiliki daya tarik untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan
wisatabaik utuk pasar wisata nusantara maupun mancanegara. Pulau
Kapoposang yang mempunyai potensi sebagai objek wisata yang
didukung oleh keberadaannya sebagai suatu kawasan yang memiliki
potensi sangat besar. Beberapa potensi yang ada di Pulau Kapoposang
diantaranya adalah :
Keanekaragaman

hayatinya

yang

tinggi,

terutama

di

lingkungan terumbu karang.


Kawasan yang memiliki keindahan alam dengan hutan yang
masih asli, pantai berpasir putih dengan terumbu karang yang
mengelilingi pulau-pulau, adanya burung maleo dan penyu

sisik.
Potensi sumberdaya tinggi, baik wisata bahari maupu wisata
lingkungan dan rekreasi yang ditunjukkan oleh skala nasional

maupun Internasional.
Dengan ditetapkannya Pulau Kapoposang ini sebagai Taman
Wisata Perairan dan berbagai potensi yang dimilikinya maka pulau ini
banyak dilakukan pengembangan wisata dan banyak dikunjungi oleh
wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal karena hamparan pasir
putih serta memiliki pesona bawah air yang menawan.

Pengembangan pariwisata di suatu daerah tujuan wisata harus


didasarkan pada perencanaan, pengembangan, dan arah pengelolaan
yang jelas agar semua potensi yang dimiliki suatu daerah tujuan wisata
dapat diberdayakan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, pengembangan
pariwisata tidak hanya didukung oleh satu pihak tetapi merupakan
kerjasama dari berbagai pihak, baik kalangan pengusaha (swasta), tokoh
masyarakat maupun pihak pemerintah daerah.
Dalam usaha peningkatan pelayanan terhadap wisatawan tentu
saja menjadi tanggung jawab bagi seluruh stakeholder pengembangan
objek wisata (pemerintah, pengusaha dari bidang

pariwisata maupun

masyarakat). Cukup banyak usaha-usaha yang telah dilakssanakan oleh


pemerintah maupun swasta, terutama dalam bentuk pemberian informasiinformasi kepada wisatawan (domestik maupun luar negeri) tentang
kondisi wilayah yang kondusif. Sedangkan peran masyarakat (terutama
sekitar lokasi wisata) cukup terlihat terutama dalam hal menjaga
keamanan

dan

kenyamanan

di

wilayah

sekitar.

Disinilah

peran

masyarakat belum terlalu optimal, masyarakat disekitar lokasi pariwisata


sebenarnya memiliki potensi yang sangat bbesar terutama dalam hal
menjaga keberlanjutan keberadaan objek wisata tersebut. Pelibatan
masyarakat secara aktif tentu saja akan memberikan nilia yang baik bagi
pemerintah, swasta maupun masyrakat sendiri.
Masyarakat merupakan salah satu unsur utama di dalam sistem
pengembangan objek wisata, saat ini semakin dituntut peran sertanya.
Sebetulnya

sudah

sejak

lama

model

pengembangan

partisipatif

dikembangkan yang melibatkan masyarakat bahkan menempatkan


masyarakat sebagai pelaku sentral dari pengembangan yang sedang dan
akan berlangsung, namun dalam penerapannya masih banyak terdapat
kelemahan.
Ada dua hal penting yang menyebabkan metode yang bersifat
partisipatif dikembangkan dalam rangka membantu memecahkan masalah
masyarakat dan membantu merumuskan program untuk memecahkan
masalah. Pertama, selama ini masyarakat cenderung dijadikan objek dan
kurang atau bahkan tidak dilibatkan dalam merumuskan masalah dan
menyusun program pembangunan bagi dirinya sendiri. Kedua, dalam
penerapan kebijakan yang membangun masyarakat justru lebih banyak
berlaku sebagai penerima dan bukan sebagai pelaku utama dari
pembangunan yang pada dasarnya dimaksudkan untuk mereka sendiri.
Dalam pengembangan pariwisata dengan partisipasi perlu
mendapatkan perhatian terutama dalam konsep pengembangan objek
wisata pada jangka panjang. Dengan demikian, diharapkan sektor
pariwisata yang dikembangkan melalui partisipasi masyarakat dapat
menjadi salah satu lokomotif perekonomian Indonesia. Sebab dengan
partisipasi pengembangan sektor ini memiliki keterkaitan erat dengan
sektor lainnya, serta menjangkau berbagai elemen baik dari pemerintah,
swasta maupun masyarakat.
Berbagai program akan berjalan baik apabila masyarakat memiliki
keterlibatan secara langsung ataupun tidak dalam peningkatan prasarana
dan pemeliharaan prasarana. Upaya peningkatan peran serta kualitas
keterlibatan masyarakat dan stakeholder dalam pembangunan pariwisata
dengan pembentukan kelompok-kelompok sadar wisata sebagai motivator

atau pelaku utama dan pengembangan kebudayaan pada masyarakat


disekitar, membangun komunikasi antara masyarakat dan stakeholder
dengan pihak-pihak terkait guna mendorong tumbuhnya kemampuan
masyarakat dapat mengetahui apa yang menjadi permasalahannya dan
bagaimana cara mengatasinya secara bersama-sama sehingga dengan
atau tanpa bantuan fasilitas pemerintah dapat meningkatkan kualitas
keterlibatannya dalam pembangunan pariwisata, melalui penyelenggaraan
forum

masyarakat

sebagai

stakeholder

kepariwisataan

di

Pulau

Kapoposang, mendorong perkuatan kelembagaan kepariwisataan serta


pelaku pariwisata.
Dalam pengembangan pariwisata akan kurang berarti apabila
masyarakat lokal itu sendiri tidak ikut berpartisipasi dalam sektor
pariwisata di Pulau Kapoposang. Partisipasi dari masyarakat merupakan
langkah awal untuk membangun kerjasama antara pembuat kebijakan
dengan masyarakat sebagai pendorong suksesnya kebijakan tersebut
dalam rangka pengembangan objek wisata. Atas dasar itulah peneliti
mengambil judul Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Objek
Wisata Bahari di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengembangan objek wisata bahari

di

Pulau

Kapoposang?
2. Potensi sosial budaya apa yang dimiliki oleh masyarakat dalam
menunjang pengembangan objek wisata di Pulau Kapoposang?
3. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan
objek wisata bahari di Pulau Kapoposang?

C. Tujuan dan Kegunaan


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengembangan objek wisata bahari di Pulau
Kapoposang.
2. Untuk mengetahui

potensi

sosial

budaya

yang

dimiliki

masyarakat dalam menunjang pengembangan wisata bahari.


3. Untuk
mengetahui
bentuk
partisipasi
masyarakat

oleh
dalam

pengembangan objek wisata bahari.


Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan acuan bagi
pemerintah dan kalangan praktis sebagai masukan terutama dalam
pengembangan wisata bahari.
2. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam menambah
tulisan ilmiah atau referensi dalam rangka pengembangan konsepkonsep, teori-teori terutama pada bentuk partisipasi masyarakat dalam
pengembangan objek wisata.
3. Sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh dalam penyelesaian
studi pada jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin.
D. Kerangka Konseptual

Bentuk Keterlibatan
Masyarakat

Potensi Sosial Budaya

Pengembangan Objek
Wisata Bahari

Manfaat Kepada
Masyarakat

Partisipasi/keterlibatan masyarakat menurut Isbandi (2007) adalah


keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan
memanfaatkan

potensi

yang

ada

di

masyarakat,

pemilihan

dan

pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani


masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan
masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Masyarakat ikut serta dan berperan aktif dengan stakeholder
untuk menjamin keberhasilan pembangunan. Partisipasi disini bisa berupa
partisipasi buah pikiran atau ide, partisipasi keterampilan atau tenaga,
partisipasi sosial dan partisipasi dalam pelaksanaan program.
Dari berbagai partisipasi masyarakat banyak hal yang dapat
diserap, diantaranya rasa kompetisi, rasa tanggung jawab dan solidaritas.
Ada berbagai tingkatan dan arti partisipasi masyarakat antara lain :
a. Partisipasi Manipulasi (Manipulative Participation)
Karakteristik dari model partisipasi ini adalah keanggotaan
bersifat keterwakilan pada suatu komisi kerja, organisasi kerja,
dan atau kelompok-kelompok. Jadi tidak berbasis pada
partisipasi individu.
b. Partisipasi Pasif (Passive Partisipation)
Partisipasi rakyat dilihat dari apa yang telah diputuskan
atau apa yang telah terjadi, informasi dari administrator tanpa
mau mendengar respon dari rakyat tentang keputusan atau
informasi tersebut. Informasi yang disampaikan hanya untuk
orang-orang luar yang profesional.
c. Partisipasi Melalui Konsultasi (Partisipation by Consultation)
Partisipasi rakyat dengan berkonsultasi atau menjawab
pertanyaan. Orang dari luar mendefinisikan masalah-masalah

dan proses pengumpulan informasi, dan mengawasi analisa.


Proses konsultasi tersebut tidak ada pembagian dalam
pengambilan keputusan, dan pandangan-pandangan rakyat
tidak dipertimbangkan oleh orang luar.
d. Partisipasi Untuk Insentif (Partisipation for Material Incentives)
Partisipasi rakyat melalui dukungan berupa sumber daya,
misalnya tenaga kerja, dukungan pangan, pendapatan atau
insentif material lainnya. Mungkin petani menyediakan lahan
dan tenaga, tetapi mereka dilibatkan dalam proses percobaanpercobaan

dan

pembelajaran.

Kelemahan

dari

model

partisipasi ini adalah apabila insentif habis maka teknologi


yang digunakan dalam program juga tidak akan berlanjut.
e. Partisipasi Fungsional (Functional Participation)
Partisipasi dilihat dari lembaga eksternal sebagai suatu
tujuan akhir untuk mencapai target proyek, khususnya
mengurangi biaya. Rakyat mungkin berpartisipasi melalui
pembentukan kelompok untuk menentukan tujuan yang terkait
dengan proyek. Keterlibatan seperti itu mungkin cukup
menarik,

dan

mereka

juga

dilibatkan

dalam

proses

pengambilan keputusan, tetapi cenderung keputusan tersebut


diambil setelah keputusan utama ditetapkan oleh orang luar
desa atau dari luar komunitas rakyat desa yang bersangkutan.
f. Partisipasi interaktif (Interactive Participation)
Partisipasi rakyat dalam analisis bersama mengenai
pengembangan perencanaan aksi dan pembentukan atau
penekanan lembaga lokal. Partisipasi dilihat sebagai suatu
hak, tidak hanya berarti satu cara untuk mencapai target

proyek saja, tetapi melibatkan multi-disiplin metodologi dan


ada proses belajar terstruktur. Pengambilan keputusan
bersifat lokal oleh kelompok dan kelompok menentukan
bagaimana ketersediaan sumber daya yang digunakan,
sehingga kelompok tersebut memiliki kekuasaan untuk
menjaga potensi yang ada di lingkungannya.
g. Partisipasi inisiatif (Self-Mobilisation)
Partisipasi rakyat melalui pengambilan inisiatif secara
indenpenden dari lembaga luar untuk melakukan perubahan
sistem. Masyarakat mengembangkan hubungan dengan
lembaga eksternal untuk advis mengenai sumber daya dan
teknik

yang

mereka

perlukan,

tetapi

juga

mengawasi

bagaimana sumber daya tersebut digunakan. Hal ini dapat


dikembangkan jika pemerintah dan LSM menyiapkan satu
kerangka pemikiran untuk mendukung suatu kegiatan.
Dari tingkatan dan bentuk partisipasi masyarakat di atas maka
akan dilihat melalui program pengembangan, suatu kebijakan, potensi
objek wisata serta potensi sosial budaya yang ada di Pulau Kapoposang.
Ini akan mengetahui fungsi dan peran bagi masyarakat dan juga akan
dilihat bagaimana preferensi stakeholder dalam melihat peran serta
masyarakat dalam pengembangan wisata bahari.
Suatu keunikan dan kekhasan potensi sosial budaya merupakan
nilai-nilai lebih yang dimiliki oleh pariwisata karena ini akan menunjang
pengembangan wisata. Dalam potensi sosial budaya yang dimaksud disini
ialah mampu memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat serta

pelestarian budaya dan lingkungan setempat tetapi dalam pengelolaannya


ini akan mengutamakan peran serta masyarakat setempat. Ini akan
memberikan manfaat besar kepada peningkatan ekonomi masyarakat.
Dalam pengembangan objek wisata manfaat yang juga dapat
diperoleh

selain

meningkatkan

ekonomi

adalah

kemandirian

dan

kreatifitas masyarakat lokal dalam mengelola aset daerahnya, sehingga


tumbuh

pengusaha-pengusaha

lokal

yang

handal

dan

mampu

berkompetisi dengan investor luar dan mampu mengenalkan potensipotensi daerah tersebut kepada dunia.
Mengembangkan pariwisata alam di suatu daerah mutlak
diperlukan kerjasama dengan masyarakat sekitar. Untuk menjamin
pelaksanaannya diperlukan suatu wadah, lembaga atau badan hukum
untuk mengelola dan menfaatkannya sebagai suatu atraksi. Menurut
paturusi (2001) mengungkapkan bahwa pengembangan adalah suatu
strategi

yang

dipergunakan

untuk

memajukan,

memperbaiki

dan

meningkatkan kondisi kepariwisataan suatu objek dan daya tarik wisata


sehingga dapat dikunjungi wisatawan serta mampu memberikan manfaat
bagi masyarakat disekitar objek dan daya tarik wisata maupun bagi
pemerintah.
Dengan adanya pembangunan pariwisata diharapkan dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui keuntungan secara
ekonomi.

Tingkat

pengembangannya

pengembangan
dari

yang

dilihat

belum

dari

ada

bagaimana

menjadi

ada,

proses
proses

pengembangan yang sudah ada menjadi baik atau proses pengembangan


yang baik menjadi lebih baik.
Wisata bahari bukan semata-mata memperoleh hiburan dari
berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan
lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung
untuk mengembangkan konservasi lingkungan sehingga membe

ntuk

kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir


dan dimasa kini dan masa yang akan datang. Pengembangan dalam
penelitian ini diartikan sebagai proses atau pembuatan pengembangan
dari yang belum ada, pengembangan dari yang sudah ada menjadi lebih
baik dan pengembangan dari yang sudah baik menjadi lebih baik,
demikian pengembangan seterusnya.

Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang secara langsung


menyentuh dan melibatkan masyarakat. Masyarakat lokal yang dilibatkan
dan diberikan otoritas untuk mengelola potensi-potensi pariwisata yang
dimilikinya. Pariwisata dikatakan mempunyai energi yang luar biasa yang
mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorfase dalam
aspek ekonomi, sosial dan budaya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Partisipasi Masyarakat
Rahardjo dalam Mardijono (2008:19) mengemukakan partisipasi
diartikan sebagai upaya peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan
baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Lebih lanjut dijelaskan
partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat dalam program-program
pembangunan. Pada dasarnya partisipasi dibedakan menjadi dua, yaitu
partisipasi

yang

bersifat

swakarsa

dan

partisipasi

yang

bersifat

simobilisasikan.

Partisipasi

swakarsa

mengandung

arti

bahwa

keikutsertaan dan peran sertanya atas dasar kesadaran dan kemauan


sendiri,

sementara

partisipasi

yang

dimobilisasikan

memiliki

arti

keikutsertaan dan berperan serta atas dasar pengaruh orang lain.


Menurut koentjaraningrat (2009:117), ikatan yang membuat suatu
kesatuan manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku
yang khas mengenai semua faktor kehidupan dalam batas kesatuan.
Lagipula, pola itu harus besifat mantap dan kontinu. Dengan kata lain,
pola khas itu harus sudah menjadi adat istiadat yang khas. Warga suatu
masyarakat harus juga mempunyai ciri lain, yaitu suatu rasa identitas
bahwa mereka memang merupakan auatu kesatuan khusus yang berbeda
dari kesatuan-kesatuan manusia lainnya.

Pusic dalam Purnamasari (2008:51-52), menyatakan bahwa


Perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat
akan menjadi perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya,
partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat
dari 2 hal, yaitu :
a) Partisipasi dalam perencanaan
Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah
program-program pembangunan yang telah direncanakan
bersama

sedangkan

kemungkinan

tidak

segi
dapat

negatifnya
dihindari

adalah

pertentangan

adanya
antar

kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan

menghambat tercapainya keputusan bersama. Disini daoat


ditambahkan

bahwa

partisipasi

secara

langsung

dalam

perencanaan hanya dapat dilaksanakan dalam masyarakat


kecil,

sedangkan

untuk

masyarakat

yang

besar

sukar

dilakukan. Namun dapat dilakukan dengan sistem perwakilan.


Masalah yang perlu dikaji adalah apakah yang duduk dalam
perwakilan benar-benar mewakili masyarakat.
b) Partisipasi dalam pelaksanaan
Segi positif dari Partisipasi dalam pelaksanaan adalah
bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan
perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Tetapi segi
negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga negara
sebagai obyek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan
pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan
menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa
ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalah. Sehingga
warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam
program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat
dihindari.
Keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat mutlak harus dilakukan
dalam partisipasi dan bukan hanya keterlibatan mental semata, tetapi
harus disertai dengan keterlibatan mulai dari perencanaan sampai
pelaksanaan. Satropoetro dalam Apriyani (2012:34), mengemukakan ada

tiga buah unsur penting yang harus diperhatikan dalam melaksanakan


partisipasi, yaitu :
1. Bahwa partisipasi, keikutsertaan, keterlibatan atau peranserta,
sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan
perasaan, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan
secara jasmaniah.
2. Unsur kedua adalah kesediaan memberi sesuatu sumbangan
kepada usaha untuk mencapai tujuan kelompok. Ini berarti,
bahwa terdapat rasa kesukarelaan untuk membantu kelompok.
Seseorang menjadi anggota dengan segala nilainya.
3. Unsur ketiga adalah unsur tanggungjawab. Unsur tersebut
merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota.
Diakui

sebagai

anggota

belongingnes).
Senada dalam Purnamasari

artinya

ada

(2008:56-57),

rasa

(sense

of

mengemukakan

kriteria-kriteria dari perencanaan partisipatif sebagai berikut:


1. Adanya pelibatan seluruh stakeholder.
2. Adanya upaya pembangunan institusi masyarakat yang kuat
dan legitimate.
3. Adanya proses politik melalui negosiasi yang pada akhirnya
mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama (collective
agreement).
4. Adanya usaha pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan
pembelajaran kolektif yang merupakan bagian dari proses
demokratisasi.
Pembangunan adalah proses partisipasi, secara lebih luas,
partisipasi dipandang sebagai suatu proses yang dinamis dan berdimensi
jamak. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukan hanya berarti

pengarahan tenaga kerja masyarakat secara sukarela, akan tetapi justru


yang

lebih

penting

adalah

tergeraknya

masyarakat

untuk

mau

memanfaatkan kesempatan-kesempatan memperbaiki kualitas hidupnya.


Partisipasi berarti peranserta dalam proses pembangunan baik dalam
bentuk

pernyataan

maupun

dalam

bentuk

kegiatan,

serta

ikut

memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Besarnya


manfaat pembangunan yang dapat dinikmati oleh masyarakat pelaku
partisipasi sangat tergantung pada besar dan mutu peransertanya dalam
proses pembangunan itu, sedangkan besar dan mutu peransertanya
dalam proses pembangunan tergantung pada tingkat kemampuan serta
kesempatannya untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan tersebut
(Hilyana, 2001:29).
Pendekatan

partisipatif

dalam

perencanaan

pembangunan

menjadikan masyarakat tidak hanya dianggap sebagai objek dari


pembangunan semata, tetapi juga sebagai subjek dalam pembangunan.
Pembangunan

yang

berorientasi

pada

masyarakat

berarti

hasil

pembangunan yang akan dicapai akan bermanfaat dan berguna bagi


masarakat, selain itu juga resiko akan ditanggung pula oleh masyarakat.
B. Dimensi Sosial Budaya Pengembangan Objek Wisata
Koentjaraningrat (2009:144) mengemukakan bahwa berbagai
sistem tindakan harus dibiasakan olehnya dengan belajar sejak lahir
sampai saat ia mati. Hal itu karena kemampuan untuk melaksanakan
semua sistem tindakan itu tidak terkandung dalam gennya artinya sistem
tindakan ini tidak dibawa sejak lahir. Jadi, kebudayaan adalah keseluruhan

sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan


masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Menurut Mardiatmojo dalam Astuti dkk (2000), mengemukakan
bahwa menawarkan wisata sebenarnya tidak hanya menawarkan
akomodasi hotel atau penginapan, tontonan, keindahan alam, atau bendabenda kenangan, melainkan menwarkan kenangan-kenangan dalam arti
mendalam. Sukses dari suatu pengembangan objek wisata dapat diukur
dari beberapa variabel yaitu : cuaca, suasana penginapan (hotel),
makanan, pemandu, panorama alam, keramah-tamahan, keamanan,
keaslian, dan kekhasannya serta nilai-nilai budaya.
Menurut koentjaraningrat dalam Astuti dkk (2000), yang dimaksud
nilai budaya adalah merupakan konsep-konsep mengenai apa yang
mereka anggap bernilai, dan penting dalam hidup, sehingga dapat
berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi
kepada kehidupan para warga masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dalam
kaitannya dengan kepariwisataan adalah nilai keamanan (aman), nilai
kertertiban, nilai kebersihan, nilai keindahan, nilai kesejukan, nilai
keramahtamahan dan nilai kenangan.
Dimensi sosial budaya merupakan sesuatu yang melekat pada
kebudayaan yang diadopsi secara turun temurun oleh penerusnya dan hal
ini sangat berkaitan erat dengan nilai adat-istiadat. Pada dasarnya
dimensi kebudayaan sangat sulit diubah, hal ini membutuhkan proses
yang berkepanjangan, karena berkaitan dengan pola pikir masyarakat dan
kebiasaan yang mereka anggap benar.

Pariwisata memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan budaya


dan kebudayaan suatu daerah. Budaya atau kebudayaan sendiri dapat
dipahami sebagai hal yang merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa, dan
karya manusia, termmasuk di dalamnya benda-benda hasil kreativitas
atau ciptaan manusia. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan dan
meningkatkan taraf hidup, melakukan komunikasi dan upaya untuk
beradaptasi dengan lingkungan. Kebudayaaan memiliki wujud yang
konkrit (peralatan, arsitektur, pakaian, makanan, hasil teknologi, kegiatan
ritual, upacara keagamaan, seni pertunjukan, kerajinan, dan lainnya), dan
abstrak (sistem keyakinan, pengetahuan, nilai dan norma). Dapat
dikatakan bahwa pariwisata budaya merupakan jenis pariwisata yang
berdasar pada tempat, tradisi, kesenian, upaca-upacara, dan pengalaman
yang memotret suatu bangsa atau suku bangsa dengan masyarakatnya,
yang merefleksikan keanekaragaman dan identitas suatu masyarakat atau
bangsa.

C. Objek Wisata
Objek wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan
wisatawan karena mempunyai sumberdaya, baik alamiah maupun buatan
manusia, seperti keindahan alam atau pegunungan, pantai flora dan
fauna, kebun binatang, bangunan kuno bersejarah, monumen-monumen,
candi-candi, tari-tarian, atraksi dan kebudayaan khas lainnya.
Objek wisata dipahami sebagai gejala kepergian orang-orang di
dalam negaranya sendiri (pariwisata domestik) atau penyeberangan

orang-orang pada tapal batas suatu negara (pariwisata internasional).


Selanjutnya proses bepergian ini mengakibatkan terjadinya interaksi dan
hubungan, saling pengertian insani, perasaan, persepsi, motivasi,
tekanan, kepuasan, kenikmatan antar sesama pribadi atau antar
kelompok.
Menurut Fandeli dalam Widyasmi (2012:17), objek wisata adalah
perwujudan daripada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta
sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya
tarik untuk dikunjungi wisatawan. Sedangkan objek wisata alam adalah
objek wisata yang daya tariknya bersumber pada keindahan sumberdaya
alam dan tata lingkungannya.
Dari segi penyelenggaraannya Suwantoro (2004) mengemukakan
bahwa objek wisata dibedakan atas:
1. Ekskursi (Excursion), yaitu suatu perjalanan wisata jarak
pendek yang ditempuh kurang dari 24 jam guna mengunjungi
satu atau lebih objek wisata.
2. Safari

Tour,

diselenggarakan

yaitu

suatu

secara

perjalanan

khusus

dengan

wisata

yang

perlengkapan

maupun peralatan khusus pula yang tujuan maupun objeknya


bukan merupakan objek kunjungan wisata pada umumnya.
Misalnya, perjalanan wisata safari ke Blauran di Jawa Timur,
safari tour ke Ujung Kulon, safari tour ke Pulau Komodo di
Nusa Tenggara Timur, dan lain-lain.

3. Cruize Tour, yaitu perjalanan wisata dengan menggunakan


kapal pesiar mengunjungi objek-objek wisata bahari dan objek
wisata di darat tetapi menggunakan kapal pesiar sebagai
basis pemberangkatannya.
4. Youth Tour (wisata remaja), yaitu kunjungan wisata yang
penyelenggaraannya khusus diperuntukan bagi para remaja
menurut golongan umur yang ditetapkan oleh hukum negara
masing-masing. Di Indonesia umumnya yang dianggap remaja
adalah mereka yang masih dalam pendidikan Sekolah
Menengah Atas, belum duduk di bangku Perguruan Tinggi,
atau mereka yang usianya masih di bawah 21 tahun, dan
belum kawin.
5. Marine Tour (wisata bahari), yaitu suatu kunjungan ke objek
wisata, khususnya untuk menyaksikan keindahan lautan,
wreck-diving

(menyelam)

dengan

perlengkapan

selam

lengkap.
Sujali dalam Sari (2011:46) mengemukakan bahwa bahan dasar
yang perlu dimiliki oleh industri pariwisata dibedakan menjadi tiga bentuk,
yaitu :
1. Objek wisata alam (natural resources): bentuk dari objek ini
berupa pemandangan alam seperti pegunungan, pantai, flora
dan fauna atau bentuk yang lain. Contohnya adalah pantai
Kuta, Tangkuban perahu, dan lain-lain.

2. Objek wisata budaya atau manusia (human resources): objek


ini lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan/kehidupan
manusia

seperti

museum,

candi,

kesenian,

upacara

keagamaan, upacara adat, upacara pemakaman atau bentuk


yang lain. Contohnya adalah candi Borobudurdan upacara
Rambu Solo.
3. Objek wisata buatan manusia (man made resources): objek ini
sangat

dipengaruhi

oleh

aktivitas

manusia

sehingga

bentuknya tergantung pada kreativitas manusianya seperti


tempat ibadah, alat musik, museum, kawasan wisata yang
dibangun seperti Taman Mini Indonesia Indah dan kebun
binatang.
D. Pengembangan objek wisata
Menurut

Sastrayuda

(2010:6-7)

mengemukakan

dalam

perencanaan pengembangan meliputi :


1. Pendekatan Participatory Planning, dimana seluruh unsur
yang

terlibat

dalam

perencanaan

dan

pengembangan

kawasan objek wisata diikutsertakan baik secara teoritis


maupun praktis.
2. Pendekatan potensi dan karakteristik ketersediaan produk
budaya yang dapat mendukung keberlanjutan pengelolaan
kawasan objek wisata.
3. Pendekatan pemberdayaan masyarakat, adalah memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan

kemampuannya agar tercapai kemampuan baik yang bersifat


pribadi maupun kelompok.
4. Pendekatan kewilayahan, faktor keterkaitan antar wilayah
merupakan

kegiatan

penting

potensinya

sebagai

bagian

yang
yang

dapat
harus

memberikan
dimiliki

dan

diseimbangkan secara berencana.


5. Pendekatan optimalisasi potensi, dalam optimalisasi potensi
yang ada di suatu desa seperti perkembangan potensi
kebudayaan masih jarang disentuh atau digunakan sebagai
bagian dari indikator keberhasilan penggembangan.
Menurut Spillane dalam Sari (2011:45-47) ada lima unsur industri
pariwisata yang sangat penting, yaitu:
a) Attractions (daya tarik)
Attractions dapat digolongkan menjadi site attractions dan
event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik
yang permanen dengan lokasi yang tetap yaitu tempat-tempat
wisata yang ada di daerah tujuan wisata seperti kebun
binatang, keratin, dan museum. Sedangkan event attractions
adalah atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya
dapat diubah atau dipindah dengan mudah seperti festivalfestival, pameran, atau pertunjukan-pertunjukan kesenian
daerah.
b) Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan)
Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik di suatu
lokasi karena fasilitas harus terletak dekat dengan pasarnya.
Selama

tinggal

di

tempat

tujuan

wisata

wisatawan

memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat


dibutuhkan fasilitas penginapan.
Fasilitas-fasilitas dan jasa pelayanan yang diperlukan untuk
pengembangan objek wisata, antara lain meliputi:
Operasional tour dan travel,
Restoran, kafe dan tempat sejenis lainnya,
Toko atau penjual barang-barang kerajinan, souvenir

dan kebutuhan sehari-hari,


Bank, money changer, serta fasilitas jasa keuangan

lainnya,
Kantor informasi objek wisata,
Jasa layanan pribadi,
Fasilitas dan jasa pelayanan kesehatan,
Fasilitas keamanan (kantor polisi),
Fasilitas kemudahan masuk dan keluar area wisata &

imigrasi.
c) Infrastructure (infrastruktur)
Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah
kalau

belum

ada

infrastruktur

dasar.

Perkembangan

infrastruktur dari suatu daerah sebenarnya dinikmati baik oleh


wisatawan maupun rakyat yang juga tinggal di sana, maka
ada keuntungan bagi penduduk yang bukan wisatawan.
Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur adalah suatu cara
untuk menciptakan suasana yang cocok bagi perkembangan
pariwisata. Sebagai pelengkap, infrastruktur antara lain:
Air, Listrik, Telekomukasi,
Persampahan dan Pembuangan Limbah.
d) Transportations (transportasi)
Dalam objek wisata kemajuan dunia transportasi atau
pengangkutan sangat dibutuhkan karena sangat menentukan
jarak

dan

waktu

dalam

suatu

perjalanan

pariwisata.

Transportasi baik transportasi darat, udara, maupun laut

merupakan suatu unsur utama langsung yang merupakan


tahap dinamis gejala-gejala pariwisata.
Fasilitas dan jasa layanan transportasi, antara lain meliputi:
Akses transportasi masuk ke area pengembangan,
Sistem transportasi internal penghubung lokasi wisata

dan area pengembangannya,


Transportasi dalam area pengembangan,
Semua jenis fasilitasi dan layanan yang berkaitan

dengan transportasi darat, air dan udara.


e) Hospitality (keramahtamahan)
Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka
kenal memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya
untuk wisatawan asing yang memerlukan gambaran tentang
tempat tujuan wisata yang akan mereka datangi. Maka
kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus
disediakan dan juga keuletan serta keramahtamahan tenaga
kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan merasa
aman dan nyaman selama perjalanan wisata.
Pengertian objek wisata adalah sumberdaya alam, buatan dan
budaya yang berpotensi dan berdaya tarik bagi wisatawan. Pada
umumnya daya tarik wisata menurut Suwontoro (2001) dipengaruhi oleh :
1. Adanya sumber atau objek yang dapat menimbulkan rasa
senang, nyaman, dan bersih.
2. Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjungi.
3. Adanya arti khusus yang bersifat langka.
4. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para
wisatawan yang hadir.

5. Objek wisata alam mempunyai daya tarik yang tinggi karena


keindahannya, seperti keindahan alam pegunungan, sungai,
pantai, pasir, hutan dan sebagainya.
Menurut Mariotto dalam Arsyadha (2002:27) yang merupakan
objek dan atraksi wisata adalah :
1. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta,
yang istilah pariwisata disebut dengan natural amenities
2. Hasil cipta manusia (man made supply)
3. Tata cara hidup (the way of life)
Tersedianya objek wisata dan daya tarik wisata merupakan salah
satu syarat yang harus tersedia dalam pengembangan pariwisata. Karena
objek dan daya tarik wisata merupakan salah satu daya tarik bagi
wisatawan untuk datang berkunjung. Jadi, dalam pengembangan potensi
wisata

bahari

di

Pulau

Kapoposang

Kabupaten

Pangkep

harus

memperhatikan potensi objek wisata yang ada serta daya tarik wisata
yang tersedia.
Perkembangan pariwisata berpengaruh positif terhadap perluasan
peluang usaha da kerja. Peluang tersebut lahir karena adanya permintaan
wisatawan. Dengan demikian kedatangan wisatawan ke suatu daerah
akan membuka peluang bagi masyarakat tersebut untuk menjadi
pengusaha hotel, wisma, homestay, restaurant, warung, pedagang
asongan, sarana dan olahraga, jasa dan lain-lain. Peluang usaha tersebut
akan memberikan kesempatan kepada masyarakat pesisir untuk bekerja
dan sekaligus dapat menambah pendapatan untuk menunjang kehidupan
rumah tangganya (Suwantoro dalam Aziz, 2003: 17).

Selanjutnya Suwanto dalam Aziz (2003:17-18) mengemukakan


bahwa pertumbuhan pariwisata telah mampu memberikan berbagai
keutungan sosial, ekonomi, dan lingkungan pada berbagai wilayah pesisir.
Kecenderungan wisatawan untuk menikmati wisata di wilayah pesisir telah
mendorong pertumbuhan di wilayah tersebut, mengakibatkan semakin
banyaknya

masyarakat

terlibat

dalam

kegiatan

pariwisata

seperti

peningkatan fasilitas dan aksesibilitas.


Menurut

Sowantoro

dalam

Aziz

(2003:19-20)

manfaat

pembangunan pariwisata, yaitu :


1. Bidang ekonomi, yaitu (a) dapat meningkatkan kesempatan
kerja dan berusaha, baik secara langsung maupun tidak
langsung; (b) meningkatkan devisa, mempunyai peluang besar
untuk mendapatkan devisa dan dapat mendukung kelanjutan
pembangunan di sektor lain; (c) meningkatkan dan
memeratakan pendapatan rakyat, dengan belanja wisatawan
akan meningkatkan pendapatan dan pemerataan pada
masyarakat setempat baik secara langsung maupun tidak
langsung; (d) meningkatkan penjualan barang-barang lokal
keluar; dan (e) menunjang pembangunan daerah, karena
kunjungan wisatawan cenderung tidak terpusat di kota
melainkan pesisir, dengan demikian sangat berperan dalam
menunjang pembangunan daerah.

2. Bidang sosial budaya, dengan keanekaragaman sosial budaya


merupakan modal dasar bagi pengembangan pariwisata. Oleh
karena itu harus mampu melestarikan dan mengembangkan
budaya yang ada.

3. Bidang lingkungan hidup, karena pemanfaatan potensi


sumberdaya alam untuk pariwisata pada dasarnya adalah
lingkungan yang menarik, maka penhembangan wisata alam
dan lingkungan senantiasa menghindari dampak kerusakan

lingkungan hidup, melalui perencanaan yang teratur dan


terarah.

Masyarakat akan terdorong untuk membantu pengembangan


objek wisata apabila mereka mengetahui apa yang perlu mereka bantu
dan mengapa mereka harus membantu. Mereka akan tertarik untuk ikut
menunjang pengembangan objek wisata apabila mereka telah memahami
bahwa mereka akan mendapatkan manfaat yang positif. Namun pada
kenyataannya tingkat pemahaman dan kesadaran wisata masyarakat
secara umum masih perlu ditingkatkan.

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Drs. Dede Sugandi dan Titing
Supridatin (2008) dengan judul Pengembangan Objek Wisata Pantai
Santolo Di Kawasan Wisata Pameungpeuk Garut Selatan yang memiliki
tujuan untuk mengetahui kondisi aspek fisik dan sosial budaya sebagai
atraksi wisata yang mendukung bagi pengembangan objek wisata,
mnegetahui peluang yang dikembangkan menjadi atraksi wisata andalan
dan mengetahui aktivitas wisata yang dapat dikembangkan berdasarkan
kondisi objek wisata. Dari hasil penelitian menunjukkan kondisi aspek fisik
dan sosial budaya sebagai atraksi adalah pendukung bagi pengembangan
objek wisata. Atraksi wisata yang berpeluang dikembangkan menjadi
atraksi wisata andalan, diantaranya: daya tarik datarann abrasi, curugan,
deretan sandune, perlombaan motor cross, kehidupan nelayan, hajat laut

pakidulan, tasyakuran nelayan, ngala lauk hejo tonggong, aktivitas


penduduk mencari rumput laut, dan pengolahan agar kertas. Sedangkan
atraksi wisata yang dapat dibangun untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan yang sebagian besar merupakan wisatawan lokal dengan
tingkat pendapatan menengah ke bawah, tujuan berwisata adalah
bersenang-senang dengan minat yang tinggi terhadap atraksi yang
berankaragam, diantaranya wisata pemancingan, renang dan taman
bermain. Jenis aktivitas wisata pantai yang sesuai dikembangkan
berdasarkan kondisi pantai dari dua puluh jenis aktivitas wisata adalah
memancing, olahraga susur pantai, bola voli pantai, bersepeda pantai,
bermain layang-layang, berkemah, berjemur, berjalan-jalan melihat
pemandangan, berkuda, naik dokar pantai, makan malam dan jajan,
berperahu dan berlayar.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Farikhah Elida (2005)
dengan judul Pola Pengembangan Pariwisata Yang Berbasis Masyarakat
Di Kepulauan Karimunjawa yang memiliki tujuan untuk mengidentifikasi
potensi obyek wisata, atraksi wisata dan pengembangan pariwisata di
Kepulauan

Karimunjawa,

menganilisis

pengembangan

pariwisata,

peranserta masyarakat dan preferensi wisatawan domestik dalam


pengembangan pariwisata serta menganalisis pola pengembangan
pariwisata

yang

berbasis

masyarakat.

Dari

hasil

penelitian

pola

pengembangan pariwisata di Karimunjawa harus didasarkan pada prinsip


konservasi,

partiipasi

masyarakat

dan

ekonomi

sejalan

dengan

keberadaannya sebagai Taman Nasional selain itu lebih memperhatikan


aspek keberagaman atraksi wisata.
Penelitian yang dilakukan oleh Yeni Susanti (2012) dengan judul
Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Objek Wisata Goa
Tabuhan Sebagai Daerah Tujuan Wisata (Tourist Destination Area) Di
Desa Wareng Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan. Tujuan Penelitian
ini adalah mengetahui model perencanaan dan pengembangan pariwisata
pada objek wisata Goa Tabuhan sebaagai daerah tujuan wisata dan
mengetahui partisipasi masyarakat lokal dalam perencanaan dan
pengembangan pariwisata pada objek wisata. Hasil penelitian dapat
disimpulkan
potensial

Goa Tabuhan merupakan sakah ssatu objek wisata yang

untuk

dikembangkan

menjadi

Daerah

Tujuan

Wisata,

Masyarakat memiliki peran strategis sebagai pelaku usaha pariwisata,


mayarakat dilibatkan dalam pembangunan dan pengembangan Goa
Tabuhan baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pemanfaatan,
dan partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan objek wisata sudah
baik namun belum dapat disebut partisipasi yang sesungguhnya karena
berdasarkan hasil analisis dengan ada beberapa point yang belum
terpenuhi oleh masyarakat.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengembangan Wisata Bahari


1. Potensi Objek Wisata Bahari
Pulau Kapoposang adalah wisata bahari dan alam dengan potensi
daya tarik utamanya adalah alam bawah laut dengan melakukan diving,
snorkel dan rekreasi pantai. Pulau Kapoposang mempunyai potensi
pariwisata yang luar biasa, berupa wisata alam dan budaya. Daya tarik
wisata di daalam kawasan Kapoposang mencakup potensi alam dan
sosial budaya masyarakat. Pulau Kapoposang sudah tidak asing lagi di
telinga para penggiat olahraga selam (diving) di Sulawesi Selatan. Selama
ini kalangan penyelam profesional sering melakukan aktivitas penyelaman
di Kepulauan Spermonde dan Pulau Kapoposanglah yang memiliki
karakteristik alam paling menjanjikan dengan pemandangan pesona
bawah air yang menakjuban di Kepulauan Spermonde.
Berbagai jenis karang keras, karang lunak, ikan karang dan
hewan-hewan invertebrate yang menjadi penghuni bawah air Pulau
Kapoposang mewakili hampir seluruh spesies yang ada di Sulawesi
Selatan. Ditunjang dengan bentuk profil terumbu karang berupa dinding
karang (wall) dengan kedalaman mencapai ratusan meter adalah daya
tarik tersendiri bagi penyelam professional yang ingin melakukan
penyelaman dalam (Deep Dive).
Sebagai destinasi wisata bahari andalan di Provinsi Sulawesi
Selatan, Pulau Kapoposang mempunyai potensi pesona bawah air yang

sangat memanjakan mata para pengunjung dan siap untuk dieksplore di


Pulau ini.
Beberapa titik andalan para penyelam yang ingin menikmati
pesona bawah laut Pulau Kapoposang antara lain Titik Penyelaman Gua
(Cave Point), Titik Hiu (Shark Point), dan Titik Penyelaman Penyu
(Turtle Point).
Khusus mengenai titik penyu (turtle point), Pulau Kapoposang
memiliki satu titik khusus yang merupakan habitat alami bagi Penyu Sisik .
Penyu Sisik di Pulau Kapoposang sangat jinak karena jarang di ganggu
oleh masyarakat sekitar, jika di tempat lain wisatawan hanya dapat melihat
penyu di darat, maka di tempat ini wisatawan dapat berenang, berfoto,
bahkan dapat menyentuh langsung Penyu Sisik di dalam air. Puluhan
Penyu Sisik berbagai ukuran berenang bebas di antara keindahan
terumbu karang. Terkadang Penyu Sisik juga dapat ditemukan sedang
beristirahat diantara gua-gua (cave) di dinding (wall) karang.
Beberapa lokasi di Pulau Kapoposang teridentifikasi sebagai
daerah tempat bertelur bagi Penyu Sisik, dari Bulan Desember-April
merupakan musim bertelur bagi spesies ini. Saat ini di Pulau Kapoposang
sudah ada penangkaran Penyu dan Keramba Penyu sebagai pelestarian
habitat Penyu dan menyelamatkan Penyu dari kepunahan. Ini juga
menjadi

pendukung

keragaman

daya

tarik

yang

dimiliki

Pulau

Kapoposang dalam menarik minat wisatawan untuk mengunjungi


Kapoposang.

Gambar 5.1. Titik favorit penyelam


Fasilitas pendukung kegiatan wisata bahari (Resort dan Diving
Operator) di Pulau Kapoposang saat ini sudah ada tetapi jumlahnya masih
minim. Sarana yang sudah ada saat ini adalah adanya tempat penginapan
berupa resort yang dikelola oleh PT. Makassar Tirta Wisata yang berada di
sebelah selatan Pulau Kapoposang. Jumlah resort yang dikelola PT.
Makassar Tirta Wisata tersebut ada 7 unit yang dilengkapi dengan fasilitas
listrik (genset) dan air tawar yang dibangun sendiri, dua diantaranya resort
itu berukuran besar. Luas lahan yang dikelola di Pulau Kapoposang ini
untuk mendukung aktifitas wisata penyelaman dan snorkling tersebut
seluas 0,5 ha.
Selain resort di atas, lahan tersebut juga sudah disediakan tempat
untuk duduk-duduk yang dipayungi dengan ijuk, serta tempat untuk
berjemur. Memasuki area ini suasana terasa nyaman karena dikelilingi

dengan pohon cemara pantai. Dalam keadaan panas terik sekalipun, di


dalam area ini masih tetap terasa nyaman.
Gambar 5.2. Resort Kapoposang
Gambar 5.3. Fasilitas di Resort

Sarana penyelaman seperti tabung selam, pakaian selam, dan


kelengkapan lainnya juga sudah tersedia di Gudang Peralatan dan Kantor
PT. Makassar Tirta Wisata serta pemandunya pun telah disiapkan dari
Makassar. Sedangkan

sarana

transportasi

ke

lokasi

penyelaman

menggunakan Speed Boat yang digunakan dari Makassar. Disini juga


terdapat penangkaran penyu yang merupakan program dari pemerintah
dan dikelola oleh salah seorang dari masyarakat setempat.
Sarana penerangan masyarakat yang ada di Pulau Kapoposang
menggunakan genset yang dinyalakan dari pukul 18.00 21.30. Genset
tersebut merupakan bantuan dari pemerintah Kabupaten Pangkep yang
dikelola oleh koperasi nelayan setempat. Hasil wawancara dengan
masyarakat mengungkapkan bahwa genset tersebut tidak setiap malam
juga beroperasi. Kadang jika sudah tidak ada bahan bakar (solar), genset
tersebut sudah tidak dioperasikan lagi. Dalam kondisi seperti ini,
masyarakat biasanya menggunakan lampu minyak tanah yang dinyalakan
di rumah masing-masing.

Ketersediaan air tawar di Pulau Kapoposang untuk mendukung


kegiatan wisata bahari sampai saat ini dapat dikatakan sangat mencukupi.
Dari survei yang dilakukan terhadap sumur masyarakat yang airnya tawar
jumlahnya tidak kurang dari 25 sumur. Tiga diantara sumur tersebut
merupakan bantuan dari pemerintah yang sudah dibangun permanen,
lengkap dengan kamar mandi dan tempat mencuci. Meskipun demikian,
pada musim kemarau, sumur-sumur tersebut kebanyakan diantaranya
terintrusi air laut. Terdapat pula MCK yang merupakan sumbangan dari
Bank Mandiri bekerja sama dengan angkatan laut dan dikelola oleh
masyarakat
Kondisi jalan yang ada di Pulau Kapoposang saat ini sudah
dibeton dengan samping kiri dan kanannya berjejer rumah-rumah
masyarakat dengan rapi tetapi jalan ini hanya berjarak dari RT 1 sampai
RT 2 karena area ini yang berdekatan dengan objek wisata bahari dan
terkadang ada beberapa wisatawan dari resort yang berkunjung hanya
sebatas RT 1 sampai RT 2. Selanjutnya mulai dari RT 2 sampai RT 4
kondisi jalan disini merupakan jalan tanah karena lokasi ini sudah jauh
dari jangkauan objek wisata bahari.
Hal ini juga sangat berbeda dengan kondisi jalan di Pulau
Papandangan, pulau yang bersebelahan dengan Pulau Kapoposang ini
memiliki jalan yang lebih sempit. Kondisi di Pulau Papandangan brupa
jalan tanah yang sempit dan tidak teratur karena penduduknya sudah
padat.
Fasilitas komunikasi yang terdapat di Pulau Kapoposang saat ini
belum terpenuhi. Suatu kendala bagi masyarakat bahkan wisatawan yang
berkunjung di pulau ini karena tidak adanya jaringan komunikasi. Bagi

masyarakat yang ingin melakukan komunikasi di Kabupaten Pangkep


dihubungkan melalui radio VHF begitu pula pemerintah yang ingin
mengetahui kondisi di Pulau Kapoposang.
Kerajinan lokal sebagai hasil kerajinan tangan merupakan salah
satu elemen penting dari budaya, dimana wisatawan pergi untuk melihat
dan menyelami budaya, tradisi dan cara hidup yang asing dari apa yang
biasa dirasakannya. Produk kerajinan tangan membentuk elemen penting
yang menjadi motor penjualan sehingga memberikan tambahan nilai
ekonomi dalam skala lokal. Dalam objek wisata pun mendukung
keberadaan kerajinan tangan dengan mempertahankan mengadakan
kerajinan tangan dan memperkuat budaya lokal. Contoh produk kerajinan
tangan misalnya kerajinan yang terbuat dari kayu, batu, kertas, tekstil dan
lainnya.
Dalam perkembangan wisata selalu diikuti dengan peningkatan
kebutuhan kerajinan tangan atau cenderamata yang selalu mencirikan
lokasi objek wisata dan mudah diperoleh dan dibawa oleh wisatawan
tetapi pada kenyataannya di Pulau Kapoposang wisatawan hanya bisa
menikmati keindahan alam Pulau Kapoposang tanpa adanya produk dari
kerajinan tangan sebagai pembuktian bahwa mereka telah mengunjungi
pulau tersebut.
Seseorang dari masyarakat yang pandai membuat aneka
kerajinan tangan seperti miniatur kapal nelayan maupun asbak rokok yang
terbuat dari kayu dan batok kelapa mengemukakan pendapatnya tentang

persoalan cenderamata (souvenir) yang bisa menjadi salah satu


pendapatan masyarakat.
....saya hanya membuat cenderamata ini bukan untuk
diperjualbelikan karena saya takut orang banyak yang
memesan sedangkan saya hanya menggunakan alat
seadanya, pemerintah kurang berpihak kepada masyarakat.
Seandainya saya diberikan alat untuk membuat yang lebih
bagus saya mau mengajarkan kepada anak muda disini
supaya semuanya juga terampil.... (Wawancara 8 Desember
2012)

Gambar 5.4. Asbak berbentuk kelelawar

Gambar 5.5. Alat yang digunakan

Alat ukir yang masyarakat Kapoposang gunakan hanya berupa


alat pembuat kapal nelayan bukan dari alat khusus untuk pembuatan
kerajinan. Dalam kerajinan tangan membutuhkan kemampuan tingkat
tinggi dalam mengkoordinasikan gerakan tangan yang terkait dengan
pengendalian motorik seseorang. Dengan bakat alam (alamiah) dan telah
memiliki keahlian (skill) yang dimiliki oleh salah satu masyarakat dalam
membuat kerajinan tangan ini masih sangat terbatas kemampuannya
karena mereka tidak mampu membuat cenderamata yang berukuran kecil.

Dalam

kerajinan tidak akan

berhasil

tanpa

bantuan

dan

pemasaran dari pengelola objek wisata untuk memenuhi kebutuhan


konsumen dalam menyediakan suatu produk barang atau jasa. Dalam
suatu objek wisata pengelola objek wisata harus memperhatikan
kebutuhan dan keinginan wisatawan.
2. Model Pengembangan Wisata Bahari
Pulau Kapoposang dan Taman Wisata Perairan merupakan
kawasan pelestarian alam karena beberapa potensi yang dimilikinya,
antara lain :
a. Keanekaragaman

hayatinya

yang

tinggi

terutama

di

lingkungan terumbu karang.


b. Pulau Kapoposang yang memiliki keindahan alam dengan
hutan yang masih asli, pantai berpasir putih dengan terumbu
karang yang mengelilingi pulau, adanya pohon Cemara,
pohon Kelapa dan pohon kayu Santigi, adanya burung Konde,
Kepiting

Kenari,

Penyu

Sisik

yang

menjadikan

Pulau

Kapoposang menjadi tempat bertelurnya.


Inilah potensi yang sangat menarik yang dimiliki Pulau Kapoposang untuk
dijadikan sumber objek wisata dan perlu dikembangkan.
Pengembangan objek wisata bahari di Pulau

Kapoposang

merupakan bagian dari penyelenggara wisata yang terkait langsung


dengan jasa pelayanan, yang membutuhkan kerjasama dengan berbagai
komponen

penyelenggara

wisata

yaitu

pemerintah,

swasta,

dan

masyarakat tetapi dalam pengembangan Pulau Kapoposang ada dua


program yang dilakukan stakeholder yang terkait yaitu program bisnis
yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta dan program konservasi yang
dilakukan oleh lembaga resmi yaitu Balai Kawasan Konservasi Perairan

Nasional

(BKKPN)

Perikanan.
Dalam

objek

dibawah

naungan

wisata

merupakan

Departemen
lokasi

atau

Kelautan

dan

tempat

yang

mempunyai potensi dan daya tarik wisata, baik wisata alam dan wisata
budaya. Dengan kata lain, wisata dapat dijadikan sebagai pendorong
kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Tanpa adanya daya
tarik pada suatu tempat mustahil pariwisata dapat berkembang. Pariwisata
biasanya akan lebih berkembang, jika di suatu tempat wisata terdapat
pengusaha objek dan daya tarik wisata.
Dengan melihat potensi wisata yang dimiiki oleh Pulau Kapoposang
dan dengan ditetapkannya Pulau Kapoposang sebagai daerah tujuan
wisata (DTW) maka pemerintah daerah Kab. Pangkep menyerahkan
pengelolaan Pulau Kapoposang kepada pihak kedua yaitu pihak PT.
Makassar Tirta Wisata. Kebijaksanaan yang ditetapkan oleh PEMDA Kab.
Pangkep menekankan kepada pengembangan potensi utama untuk dapat
memacu pertumbuhan ekonomi di Pulau Kapoposang.
Saat ini yang berperan dalam pengelolaan sumberdaya di Pulau
Kapoposang adalah pihak PT. Makassar Tirta Wisata. Dinas kebudayaan
dan pariwisata telah membuat perjanjian kerjasama dengan pihak PT.
Makassar Tirta Wisata tentang kontrak pengelolaan objek wisata bahari di
Pulau Kapoposang dengan Nomor : 420/1/KSD/I/2011 dan Nomor :
003/MDC/MTW/I/2011. Dalam perjanjian ini, pihak pertama yaitu PEMDA
sebagai pemilik Objek Wisata Bahari Pulau Kapoposang mempunyai
tujuan untuk mengelola miliknya agar berdaya guna dan berhasil guna
dalam memberikan pelayanan seoptimal mungkin kepada masyarakat
dalam bentuk penyediaan tempat rekreasi dan sarana kepariwisataan

yang dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan Pendapatan Asli


Daerah (PAD) serta mampu memberikan multiflier efek terhadap
pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Perjanjian kerjasama ini akan berlangsung selama 30 tahun dan
perjanjian ini baru berjalan dua tahun. Didalam perjanjian semua fasilitas,
sarana dan prasarana yang diadakan oleh pihak PT. Makassar Tirta
Wisata menjadi milik pemerintah daerah. Pihak swasta harus membayar
nilai kontribusi tetap dan bagi hasil sebagai pajak dan restribusi serta
menyewa 4 (empat) unit Rest House per tahun kepada pemerintah daerah
Kab. Pangkep.
Pada perjanjian tersebut, pihak pemerintah daerah hanya sebagai
pemilik lokasi objek wisata bahari Pulau Kapoposang sedangkan pihak
PT. Makassar Tirta Wisata yang mengontrak wisata bahari di Kapoposang
dan diberikan wewenang untuk mengelola Pulau Kapoposang. Seperti
Kepala DISPARDA Kab. Pangkep mengemukakan pendapatnya tentang
perjanjian tersebut.
....Tidak ada PERDA yang mengatur Pulau Kapoposang
sekarang, hanya perjanjian antara pemerintah dengan pihak
swasta yang berlaku. Jadi, pihak swasta ini memberi
kontribusi kepada pemerintah dan semua masalah di
Kapoposang diserahkan kepada pihak swasta bagaimana
mengembangkan Pulau Kapoposang. Setiap kegiatan pun
kami dari pihak pemerintah hanya mengawasi....
(Wawancara 23 Januari 2013)
Ini menegaskan bahwa segala bentuk kegiatan di Pulau
Kapoposang dalam pengembangan wisata bahari, semua dilakukan pada
pihak PT. Makassar Tirta Wisata dan berbagai bentuk kerjasama yang
dilakukan pihak swasta ini merupakan bentuk sumbangan untuk
memajukan

Pulau

Kapoposang.

Pihak

pemerintah

melalui

Dinas

kebudayaan dan pariwisata disini terlibat dalam memfasilitasi pertemuan


dalam forum komunikasi Pulau Kapoposang sebagai wadah pertemuan
membahas permasalahan di Pulau Kapoposang yang melibatkan pihak
PT. Makassar Tirta Wisata dan masyarakat.
Pihak PT. Makassar Tirta Wisata sejak awal pembentukan sampai
perkembangannya saat ini melakukan pengembangan wisata bahari
dengan cara menyewa lahan Pulau Kapoposang dan dimanfaatkan untuk
kegiatan wisata bahari. Adanya kerjasama dengan pihak swasta ini
sebenarnya menjadikan ketergantungan Pulau Kapoposang kepada pihak
swasta

sebagai

partner

dan

kurang

mendidik

kemandirian

bagi

masyarakat untuk mengembangkan sendiri pulaunya.


PT. Makassar Tirta Wisata (Makassar Diving Center) mengakui
selain menggarap bisnis wisata bahari, pihaknya juga rutin menggandeng
pengusaha besar untuk masuk membantu masyarakat walaupun bagi
masyarakat ini tidak seberapa. Seperti pengadaan MCK umum bagi
masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke Pulau Kapoposang, pihak
swasta datangkan dari Bank Mandiri yang bekerjasama dengan Lantamal.
Adapun Rencana pengn wisata bahari di Pulau Kapoposang
dituangkan ke dalam program-program sebagai berikut:
1) Program pemasaran objek wisata
Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan pemasaran
wisata bahari dengan kegiatan utama yang dilaksanakan
adalah pemasaran di dalam dan luar negeri.
2) Program Pengembangan Objek Wisata Bahari
Tujuan program ini adalah meningkatkan ragam, daya
tampung serta mutu objek wisata dan daya tarik wisata juga
sebagai sarana pendukung agar menarik dan banyak
dikunjungi oleh wisatawan.

Dalam kondisi geografis pada bulan-bulan musim gelombang


praktis kegiatan wisata bahari di Pulau Kapoposang tidak bisa
berlangsung secara baik dan sangat terbatas. Kondisi arus yang cukup
bergerak kuat kurang menguntungkan dan memberi keamanan secara
tehnis bagi kegiatan penyelaman wisatawan di Pulau Kapoposang.
Dengan demikian maka kegiatan wisata bahari di Pulau Kapoposang
hanya bisa berlangsung sekitar 8 (delapan) bulan dalam satu tahun.
Kondisi seperti ini memang berbeda dengan objek wisata bahari lainnya
yang ada di Indonesia seperti Bali dan Menado (Bunaken) yang dimana
kegiatan wisata baharinya bisa berlangsung setiap bulan karena tidak
menggunakan jalur laut.
Selain dari pihak PT. Tirta Wisata Makassar yang mempunyai
program bisnis pengembangan objek wisata, Pada Balai Kawasan
Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang dibawah naungan
Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan program konservasi dan
berbagai kegiatan yang mendukung pelestarian dan pengembangan
Pulau Kapoposang dan melakukan perencanaan dalam pengembangan
objek wisata bahari di Pulau Kapoposang. Kegiatan-kegiatan BKKPN
meliputi :
No
1.
2.

Jenis Kegiatan BKKPN


Sosialisasi dan penandaan Zonasi Pulau kapoposang
Pengadaan Papan Pelestarian di sekitar Pulau

3.
4.
5.
6.

kapoposang
Pengelolaan Penangkaran Penyu dan Keramba Penyu
Keramba Nelayan
Pengadaan Alat Sablon
Pendampingan Setiap kegiatan penelitian maupun

7.

transplantasi karang
Perencanaan pengadaan kapal yang biasa melihat
terumbu karang sebagai pendukung objek wisata bahari

Pulau kapoposang
Tabel 5.1. Kegiatan BKKPN di Pulau Kapoposang.
Proses pengembangan

wisata

bahari

yang

dilakukan

PT.

Makassar Tirta Wisata di Pulau Kapoposang tentu saja tidak terlepas dari
penataan zonasi yang ada di Kawasan Taman Wisata Perairan Pulau
Kapoposang yang dikelola oleh Balai Kawasan Konservasi Perairan
Nasional (BKKPN) Kupang dibawah naungan Departemen Kelautan dan
Perikanan. Dalam penataan zonasi ini PT. Makassar Tirta Wisata dalam
menjual potensi alam dengan melakukan diving hanya sebagai penikmat
manfaat dari konservasi yang lakukan.
Penataan zonasi yang dilakukan BKKPN harus didasarkan pada
aspek yang menyeluruh, sehingga dalam pelaksanaannya mampu
menjalankan fungsi utama kawasan pelestarian alam dan didukung
secara penuh oleh pihak terkait.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 558/Kpts-1996 tanggal
12 September 1996 telah ditetapkan Kepulauan Kapoposang sebagai
Taman Wisata Perairan dengan luasan sebesar 50.000 hektar. Setelah
diserahterimakan diubah nomenklaturnya menjadi Taman Wisata Perairan
(TWP) Pulau Kapoposang dan Laut Sekitarnya melalui Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 66/MEN/2009 tentang penetapan
kawasan konservasi perairan nasional Kepulauan Kapoposang dan laut di
sekitarnya di Provinsi Sulawesi Selatan.

Pengelolaan kawasan konservasi yang dilakukan oleh BKKPN,


walaupun sudah berhasil melestarikan keanekaragaman hayati, namun
masih menghadapi permasalahan dari masyarakat yang merasa tidak
mendapatkan manfaat secara langsung dari kawasan tersebut. Kondisi ini
tentu saja menunjukkan masih banyaknya kekurangan dalam sistem
pengelolaan kawasan konservasi karena salah satu hal yang penting
dalam pengelolaan

kawasan konservasi

ini

ialah

dukungan dari

masyarakat lokal.
Sistem zonasi pada kawasan Taman Wisata Perairan Pulau
Kapoposang ini digunakan untuk membagi kawasan menjadi beberapa
zona guna menentukan kegiatan-kegiatan pengelolaan Taman Wisata
Perairan. Secara umum zonasi dibagi menjadi Zona Inti, Zona Perikanan
Berkelanjutan dan Zona Pemanfaatan.
1. Zona Inti
Merupakan suatu kawasan perairan yang mutlak dilindungi, tanpa
pemanenan dan tertutup untuk pengunjung. Dalam penentuan atau
pemilihan lokasi zona inti ini berdasarkan beberapa kriteria :
Merupakan lokasi pemijahan ikan dan biota laut.
Kondisi ekosistem terumbu karang cenderung lebih baik.
Merupakan suatu kawasan yang mewakili suatu ekosistem.
Aktifitas yang boleh dilakukan di zona inti :
Kegiatan penelitian terbatas dan pemantauan oleh petugas

TWP Pulau Kapoposang dan restorasi lingkungan.


Ijin penelitian diberikan oleh otoritas TWP, tergantung pada
terpenuhinya semua persyaratan yang ditetapkan.

2. Zona Perikanan Berkelanjutan

Merupakan suatu kawasan perairan yang diperuntuhkan sebagai


wilayah perlindungan bagi spesies, habitat ataupun ekosistem yang bisa
mendukung fungsi dari zona inti. Beberapa kriteria yang digunakan dalam
penentuan zona perikanan berkelanjutan adalah :
Merupakan kawasan yang bisa melapisi dan melindungi zona

inti.
Kawasan yang mampu mendukung upaya perkembangbiakan

jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi.


Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran
tertentu.

Aktifitas yang diperbolehkan dalam zona perikanan berkelanjutan


ini adalah :
Kegiatan penelitian terbatas.
Wisata terbatas seizin badan pengelola.
Pemanfaatan terbatas, dimana pada lokasi ini ada pembatasan
alat tangkap yang boleh digunakan.
3. Zona pemanfaatan
Zona pemanfaatan merupakan suatu kawasan perairan yang
diperuntuhkan sebagai daerah pemanfaatan perikanan tradisional, wisata
berbasiskan lingkungan, budidaya rumput laut, karamba jaring apung.

Gambar 5.6. Peta Zonasi TWP Kepulauan Kapoposang


BKKPN sudah melakukan pendampingan kepada masyarakat
dalam

berbagai

hal,

seperti

upaya

meningkatkan

pengetahuan,

pemahaman, dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya terumbu


karang (coral reef), meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
kesejahteraan masyarakat, melakukan pemetaan pemanfaatan wilayah
terumbu

karang,

mengembangkan

pengetahuan

dan

kemampuan

masyarakat tentang potensi alam didaerahnya, melakukan kerjasama


dengan berbagai pihak dalam melakukan kegiatan penelitian dan
pengkajian wisata bahari dan merencanakan program dalam kegiatan
yang menunjang wisata bahari. Seperti yang dikemukakan oleh karyawan
dari BKKPN.
....Kita sudah melakukan sosialisasi zona inti dan zona
pemanfaatan di TWP (Taman Wisata Perairan), ini sudah
dilakukan 3x dan setiap pulau ada 1x sosialisasi. Di wilayah
TWP ini ada 6 pulau yang termasuk dan 3 diantaranya yang
berpenghuni jadi kita sosialisasi di pulau-pulau yang
berpenghuni. Kita sosialisasikan zona inti, zona perikanan
berkelanjutan, zona pemanfaatan, penempatan zonasi, dan
pengadaan tanda-tanda zonasi.... (Wawancara 23
Desember 2012)
Ada 6 Pulau yang termasuk dalam daerah konservasi dan 3
diantaranya merupakan pulau yang berpenghuni. Dalam pelestarian
terumbu karang BKKPN sudah melakukan sosialisasi dalam pemahaman
masyarakat tentang zonas dan ini juga berperan dalam menyebarkan
informasi tentang potensi terumbu karang yang ada disekitarnya. BKKPN
melakukan berbagai kerjasama dengan lembaga internasional, nasional
dan daerah dalam upaya-upaya pengembangan Pulau Kapoposang.
BKKPN ini juga menyediakan fasilitas penunjang bagi peneliti atau orang

luar yang ingin mengunjugi Pulau Kapoposang, seperti; transportasi,


homestay, alat selam dan penunjang lainnya di Pulau Kapoposang.
BKKPN dalam pelestarian alamnya mengadakan papan
pelestarian hewan-hewan yang dilindungi dibawah air. Berbagai papan
nama

pelestarian

terpampang

di

sepanjang

jalan

utama

Pulau

Kapoposang guna mengingatkan masyarakat untuk menjaga hewanhewan tersebut dari kepunahan. Di pulau ini pula terdapat penangkaran
penyu dan keramba penyu yang dikelola oleh BKKPN agar menjaga
kelestarian Penyu terutama Penyu Sisik yang merupakan ciri khas Pulau
Kapoposang.
Saat ini adapun pengadaan keramba ikan kerapuh bagi nelayan di
Pulau Kapoposang guna menambah penghasilan masyarakat. Ini
merupakan bantuan dari Dirjen Kelautan dan Perikanan dan Dinas
Kelautan dan Perikanan yang didampingi oleh BKKPN, keramba ini sudah
ada di Pulau Kapoposang tetapi terlebih dahulu masyarakat Kapoposang
harus membentuk struktur pengelola. Inilah bentuk partisipasi masyarakat
sebagai pengelola dan selanjutnya didalam keramba ini akan diberikan
bibit ikan kerapuh agar masyarakat tidak bergantung lagi pada saat
melaut saja dan sebagai pemberdayaan masyarakat Kapoposang.

Gambar 5.7. Papan Pelestarian

Gambar 5.8. Penangkaran Penyu

Gambar 5.9. Keramba Penyu

Gambar 5.10. Keramba Nelayan

Selanjutnya BKKPN melakukan pengadaan alat sablon dan


sebelum pengadaan alat ini, BKKPN telah melakukan sosialisasi kepada
masyarakat. Pengadaan alat ini merupakan permintaan dari masyarakat
Pulau Kapoposang guna pengadaan cenderamata bagi wisatawan yang
berkunjung di Pulau Kapoposang namun sampai saat ini masyarakat
masih belum bisa gunakan sebelum ada struktur yang jelas dan
bertanggung jawab pada alat ini. Salah satu masyarakat Kapoposang
mengemukakan pendapatnya tentang pengadaan alat sablon.
....Ada alat sablon yang dikasih dari BKKPN, memang itu
permintaan dari masyarakat tapi kalau kita tidak tau cara
pakainya percuma. Seharusnya mereka mendatangkan
orang yang pandai menyablon supaya kita juga belajar dan
membuka usaha.... (Wawancara 23 Desember 2012)
Bagi masyarakat alat sablon merupakan bentuk peningkatan
ekonomi masyarakat karena dengan adanya alat ini maka masyarakat
bisa

menarik

lebih

banyak

wisatawan

dengan

menjual

sebuah

cenderamata tetapi walaupun BKKPN sudah mengadaan alat ini


pengetahuan masyarakat yang minim belum mampu memberikan hasil
yang maksimal.
Dalam pelestarian keindahan bawah air Pulau Kapoposang,
lembaga peduli laut Universitas Hasanuddin yang didampingi oleh BKKPN
membuat kegiatan transplantasi karang sebanyak 50 meja di Pulau
Kapoposang dan diletakkan di dasar laut sekitar pulau. Kegiatan ini
dilakukan untuk pengembangan terumbu karang yang rusak akibat
nelayan yang menggunakan bom ikan. Dalam kegiatan ini melibatkan

masyarakat Kapoposang mulai dari pembibitan hingga pengawasan


karang tersebut.
Selanjutnya

selain

dalam

program

konservasi,

BKKPN

mempunyai perencanaan untuk mengelola objek wisata bahari sendiri


dengan mengadakan kapal yang bisa melihat terumbu karang. Selama ini
BKKPN hanya berperan sebagai petugas penjaga dan yang melestarikan
terumbu karang tetapi dengan adanya perencanaan ini diharapkan
masyarakat bisa ikut terlibat dalam pengembangan objek wisata bahari di
Pulau Kapoposang.
Dalam pengembangan wisata bahari di Pulau Kapoposang juga
terdapat program pemberdayaan masyarakat pesisir dari Lantamal VI
Makassar yang bekerjasama dengan BP-PAUDNI Regional III (Balai
Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal)
mengadakan pelatihan selam 8-13 November 2012 di Pulau Kapoposang.
10 pemuda masyarakat dari Kapoposang ini dilatih dan dijadikan sebagai
pemandu selam kepada wisatawan yang ingin menikmati indahnya
pemandangan bawah air sekitar Pulau Kapoposang dan ini merupakan
bentuk dari pemberdayaan masyarakat. Ketua Tim Selam Lantamal VI
mengemukakan tentang 10 pemuda yang mengikuti pelatihan selam ini.
....Ke- 10 pemuda tersebut dinyatakan lulus dan berhak
menerima sertifikat CMAS-POSSI apabila telah mengikuti
semua materi mulai dari pengenalan alat-alat selam, istilahistilah selam, berenang 200 M nonstop, berenang 25 M di
bawah air (apenea), Water Traven, teori pengisian tabung,
menyelam kedalaman 5 M, water entry (back roll, Up roll,
Giant step), head first dive, duck dive, feet first dive, snorkle
cleaning, set scuba gear, breathing under water, regulator
recovery, masker cleaning, hovering, bongkar pasang BCD,
bongkar pasang weight belt, pengisian tabung, descent
equalisasi kedalaman 18 M, ascent dan savetystop,
perawatan dan pembersihan alat-alat selam, menyelam

kedalaman 30 M, evaluasi dan pemantapan pengisian table


selam.... (Wawancara 20 Desember 2012)

Gambar 5.11. Pelatihan Fisik

Gambar 5.12. Pengenalan Alat


Selam

Selama pelaksanaan pelatihan selam ini ke 10 pemuda peserta


juga diberikan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN), pengenalan
alat-alat selam dan pembentukan kepribadian dengan menerapkan
kedisiplinan, pembinaan fisik, reward bagi seluruh peserta yang
berprestasi dan Punishment bagi yang berbuat pelanggaran.
Di pulau ini pula terdapat koperasi nelayan yang bernama
Koperasi Alam Bahari yang didirikan oleh Hasan mahasiswa Pangkep
yang berasal dari pulau tersebut. Koperasi ini sangat didukung oleh
masyarakat Kapoposang karena akan membantu meningkatkan ekonomi
masyarakat tetapi yang menjadi kendala belum berjalannya koperasi ini
ialah belum adanya struktur dalam koperasi tersebut. Alat sablon yang
diberikan dari BKKPN sekarang menjadi milik koperasi yang dimana
masyarakat bebas untuk menggunakan alat tersebut.

Ada pun bantuan dari Pemerintah Daerah berupa limma buah


rumah bagi nelayan yang tidak memiliki rumah. Rumah ini dibagikan
kepada nelayan di Pulau Kapoposang dengan syarat nelayan berasal dari
Pulau Kapoposang dan telah berkeluarga tetapi masih tinggal dengan
kerabat dekatnya. Bantuan rumah ini hanya bersifat sementara jadi
apabila nelayan yang mendapatkan bantuan sudah bisa membangun
rumah sendiri maka nelayan tersebut harus menyerahkan lagi kepada
nelayan yang mempunyai syarat tersebut.

Gambar 5.13. Bantuan Rumah Nelayan


Ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terkait di Pulau
Kapoposang banyak melakukan kegiatan dalam pengembangan pulau
tetapi dalam kegiatan yang melibatkan masyarakat dan menambah
pendapatan masyarakat dalam memanfaatkan potensi yang mereka miliki
masih sangat rendah.
B. Potensi Sosial Budaya
Masyarakat di Pulau Kapoposang berasal dari suku Bugis. Wujud
dari kebudayaan di Pulau Kapoposang ini terlihat dalam bahasa,
perkawinan, kepercayaan dan sistem kemasyarakatannya. Budaya
mempunyai peran penting dalam membuat produk wisata mempunyai
keunikan dan diferensiasi tersendiri. Budaya juga menyediakan elemen

hidup dari suatu produk sehingga menghasilkan pengalaman tersendiri


yang kian diminati oleh wisatawan.
Hal ini didukung oleh kecenderungan masa kini yang mengalami
pergeseran dari wisatawan massal ke wisatawan individual dimana
motivasi wisatawan lebih di dasari oleh keinginan untuk mengunjungi dan
melihat kebudayaan serta kerajinan lokal jadi bukan hanya menikmati
keindahan alam. Hal ini akan meningkatkan kualitas kehidupan sosial
masyarakat karena meningkatkan rasa bangga terhadap kebudayaan
masyarakat lokal yang mereka miliki.
Dalam potensi sosial budaya dapat dilihat dalam bentuk keramah
tamahan masyarakat di Pulau Kapoposang dan ini dapat dikatakan
memiliki sistem kekerabatan yang sangat erat dan ini merupakan
ketertarikan sendiri bagi wisatawan. Wisatawan lebih senang mengunjungi
suatu masyarakat yang ramah dan bisa dikunjungi oleh wisatawan asing
tetapi dalam masyarakat ini mereka menerima kunjungan wisatawan
dengan senang hati wisatawan asing dengan berpakaian sopan. Di Pulau
ini pernah terjadi kunjungan wisatwan asing yang tidak berpakaian sopan
dan ini meresahkan masyarakat.
Lifestyle pada masyarakat Kapoposang tidak terlalu mengalami
suatu perubahan mereka tidak melihat pada tren masa kini, ini berbeda
dengan lifestyle yang ada di sebelah Pulau Kapoposang yaitu Pulau
Papandangan, terjadi suatu perbedaan cara berpakaian masyarakat
Kapoposang dengan masyarakat Papandangan, ini juga terlihat pada saat
upacara perkawinan dan ini juga menunjukkan kelas yaitu pada kelas
rendah dan kelas atas.

Aktivitas kehidupan nelayan di Pulau Kapoposang menjadi daya


tarik tersendiri bagi wisatawan karena nelayan di pulau ini menggunakan
alat tangkap yang berbeda dengan nelayan lain di pulau-pulau lain.
Nelayan di pulau ini menggunakan alat tangkap pancing dengan mata
pancing yang banyak sesuai dengan ukuran ikannya dan mempunyai
umpan yang unik serta armada nelayan yang masih tradisional dalam
mencari ikan sunu dan kerapuh yang hidup.

Gambar 5.14. Seorang Nelayan

Gambar 5.15. Umpan Ikan

Membuat Umpan

Selain dari aktivitas memancing, masyarakat yang berprofesi


sebagai nelayan di pulai ini juga melakukan aktivitas tombak ikan dengan
menggunakan masker, snorkel dan penerangan lampu untuk penyelaman
dan dilakukan pada malam hari pada saat air laut surut.
Di Pulau Kapoposang ini juga terdapat ritual pembuatan kapal dan
upacara penurunan kapal yang dimana pada saat pembuatan kapal, kayu
pertama yang dipakai diteteskan darah dari jengger ayam dan pada saat
upacara penurunan kapal diberikan sesajian kepada alam dengan
pengharapan tidak terjadi aral melintang dalam perjalanannya. Adapun

ritual yang dilakukan nelayan Kapoposang sebelum turun melaut. Nelayan


Kapoposang mengemukakan ritual sebelum melaut.
....Ada itu disini dibilang Papisabi yaitu masyarakat
memberikan sesajian kepada penjaga kampung dan penjaga
laut. Itu sesajiannya seperti pisang yang ditarok dalam patapi
beras terus dilepas di laut.... (Wawancara 18 Desember
2012)
....Ada itu Mappanguju ritual nelayan yang mau pergi
melaut, ini biasa dilakukan dengan makan bersama-sama
diatas rumah, menyiapkan bekal dan sudah itu berdoa untuk
keselamatan baru langsung jalan menuju kapalnya pokoknya
kalau ada panggilan atau barang-barang yang dilupa dan
dia tidak boleh kembali jadi harus jalan terus, masyarakat
percaya kalau mereka kembali pada saat mau melaut
mereka akan dapat celaka.... (Wawancara 7 Desember
2012)
Selain ritual dan upacara yang disebutkan tadi ada pula ritual
pembuatan rumah dan naik rumah. Sama halnya dengan pembuatan
kapal, pada pembuatan rumah kayu pertama yang akan digunakan
diteteskan darah dari jengger ayam dengan maksud dan tujuan yang
sama untuk keselamatan. Lain halnya dengan upacara naik rumah,
seperti yang dikemukakan oleh kepala dusun Kapoposang.
....Kalau upacara naik rumah, biasa dipanggil pak imam dan
anggota keluarga untuk mengelilingi rumah 3x, sebelum naik
rumah laki-laki pemilik rumah membawa kapak, beras, gula
merah, dan kelapa sedangkan istri dari pemilik rumah
membawa makanan untuk masyarakat makan bersama
diatas rumah.... (Wawancara 20 Desember 2012)
Dalam upacara naik rumah, pemilik rumah melakukan suatu ritual
dengan mengelilingi rumah sebanyak tiga kali dan membawa kapak,
beras dan gula merah dimana semua bermaksud untuk keselamatan seisi
rumah dan masyarakat di Pulau Kapoposang berkumpul untuk bersamasama mendoakan.

Di Kapoposang terdapat suatu ritual kematian yang sampai saat


ini masyarakat masih terapkan. Salah satu masyarakat mengemukakan
tentang ritual kematian yang dilakukan masyarakat Kapoposang.
....Ini disebut ritual basi, orang yang sudah meninggal 3
hari sama seperti biasa baca-baca sampai makan-makan, 7
harinya itu potong kambing sekaligus passili bola yang
dimaksud mengusir roh supaya tidak mengganggu. Ini
caranya dipanggil pak imam untuk mengelili rumah
sebanyak 4x sambil dia percikkan daun penno dan diolesi
kapur di setiap tiang rumah.... (Wawancara 19 Desember
2013)
Pada umumnya hampir sama dengan yang dilakukan syariat islam
seperti tasia yaitu mendoakan sampai hari ketiganya hari ketujuhnya
hari keempat puluh dan keseratus. Tetapi di Pulau ini ada suatu
perbedaan yaitu memotong kambing dan mengelilingi rumah dan ini
merupakan ciri khas budaya masyarakat Pulau Kapoposang.
Selanjutnya, adat dan upacara perkawinan yang dilakukan
masyarakat Kapoposang dimulai dari acara Mapuce-puce, Masuro,
Maddupa, Mappaenre belanja dan pesta Anggaukeng. Ini sama dengan
tradisi perkawinan suku Bugis pada umumnya tetapi di Pulau Kapoposang
ini memiliki adat tersendiri dan setiap acara pernikanan masyarakat
Kapoposang melakukan adat ini. Seperti yang dikemukakan oleh Kepala
Dusun Kapoposang dan nelayan yang ada di Kapoposang.
....Disini harus ada adat pernikahan dan yang menjadi ciri
khas dari Kapoposang adalah ritual Malekka, ini dilakukan
sesudah ijab kabul dan pesta pernikaha. Setiap pengantin
baru dibawa ke rumah suami tetapi belum diperbolehkan
masuk rumah, mereka harus menunggu didepan rumah dan
keluarga dari pihak laki-laki turun dari tangga rumah dan
memberikan kado kepada pengantin perempuan sampai
terakhir orang tua laki-laki yang memberikan kado setelah itu
baru diperbolehkan masuk rumah.... (Wawancara 6
Desember 2012)

....Ada adatnya disini namanya macelleng-celleng, ini biasa


dilakukan sesudah acara mapaccing. Semua yang ada di
atas rumah di lemparkan gula-gula dan kerupuk-kerupuk dari
bawah, semua yang ada di atas rumah berebutan ambil itu
gula-gula sama kerupuk. Ini biasa trik untuk calon pengantin
laki-laki melihat calon perempuannya, jadi yang diatas rumah
dibuat sibuk dengan rebutan gula-gula dan calon pengantin
laki-laki pergi lihat calonnya, maklum disini rata-rata
dijodohkan jado banyak yang belum saling kenal....
(Wawancara 22 Desember 2012)

Gambar 5.16. Adat Malekkang


ciri khas upacara
perkawinan

Gambar 5.17. Masyarakat makan


bersama setelah
upacara perkawinan

Upacara perkawinan di Kapoposang mempunyai adat tersendiri


seperti Malekkang dan Macelleng yang merupakan potensi sosial budaya
yang harus dilestarikan karena ini juga akan menjadi nilai jual bagi
wisatawan yang berkunjung di Pulau Kapoposang. Di Pulau Kapoposang
setiap terselenggaranya upacara perkawinan seluruh masyarakat serta
wisatawan yang berkunjung di Pulau Kapoposang dipanggil ,makan
bersama dalam satu baki.
Ini

juga

menunjukkan

bahwa

kultural

dan

sosial

Pulau

Kapoposang masih dipertahankan sampai saat ini walaupun ritual dan


upacara adat tidak seketat dulu tetapi harus tetap dilaksanakan dan

masyarakat di pulau ini juga masih antusias berpartisipasi pada setiap


kegiatan yang dilakukan masyarakat. Dalam upacara serta adat yang
dilakukan masyarakat Kapoposang bisa menjadi nilai jual kepada
wisatawan yang berkunjung tetapi kenyataannya objek wisata bahari di
Pulau Kapoposang hanya menjual potensi alam di Pulau Kapoposang
bukan

menggandeng

masyarakat

untuk

meningkatkan

program

pengembangan di Kapoposang.

Gambar 5.18. partisipasi masyarakat


dalam persiapan
upacara

Gambar 5.19. Ibu-ibu membuat


songkolo dibagikan
kepada masyarakat

Tradisi masyarakat dalam bergotong royong dan berpartisipasi


dalam persiapan upacara masih berlaku di Pulau Kapoposang. Kesatuan
ini tidak hanya bersifat kesatuan keluarga kecil tetapi sudah berkembang
ke arah kesatuan keluarga yang lebih besar yang bertempat tinggal di
pulau yang sama.
Mengembangkan budaya dan pariwisata ke dalam suatu kesatuan
produk dan pengalaman wisata tidaklah mudah. Hal ini didasari oleh
keterbatasan

akses

wisatawan

dalam

menikmati

dan

meresapi

kebudayaan lokal yang antara lain disebabkan oleh keterbatasan waktu

yang mereka miliki. Diperlukan semacam jembatan budaya yang


berfungsi dalam mendistribusikan pergerakan dan pertukaran simbolsimbol budaya, antara kebudayaan lokal dan kebudayaan wisatawan.
C. Keterlibatan Multi Pihak (Pemerintah, Swasta dan lainnya)
Pengguna atau yang sering disebut stakeholder yang terlibat di
Pulau Kapoposang terdiri dari unsur pemerintah daerah Kab. Pangkep,
swasta PT. Makassar Tirta Wisata yang mempunyai program bisnis dalam
pengembangan objek wisata bahari, Balai Kawasan Konservasi Perairan
Nasional (BKKPN) Kupang yang mempunyai program konservasi daerah
Taman Wisata Perairan, Lantamal VI Makassar yang mempunyai program
dalam pemberdayaan masyarakat serta masyarakat Pulau Kapoposang
yang memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap
sumberdaya

Pulau

Kapoposang.

Saat

ini

yang

berperan

dalam

pengelolaan sumberdaya Pulau Kapoposang adalah pihak swasta.


Secara keseluruhan pihak swasta PT. Makassar Tirta Wisata
memegang peranan yang sangat besar dalam pengembangan wisata
bahari di Pulau Kapoposang. Namun ada Permasalahan internal
kelembagaan Pulau Kapoposang disebabkan oleh masih rendahnya
sumberdaya manusia pelaku wisata dalam memahami konsep wisata
bahari, belum adanya tokoh masyarakat yang dijadikan panutan dalam
menggerakkan masyarakat, dan keperccayaan dari masyarakat belum
terbangun secara utuh dan permasalahan eksternal lebih disebabkan oleh
kurangnya jalinan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, baik pemerintah,
forum komunikasi masyarakat dan dunia usaha/swasta.
Dari permasalaha tersebut, pengembangan kelembagaan ini
memerlukan perencanaan partisipatif (participatory planning) dimana

masyarakat dianggap sebagai mitra dalam perencanaan yang turut


berperanserta

secara

aktif

baik dalam

hal

penyusunan

maupun

implementasi rencana, karena walau bagaimana pun masyarakat


merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah produk
rencana (Ndraha dalam Saktiawan, 2008).
1. Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah Kabupaten Pangkep sudah melakukan
berbagai upaya dalam pengembangan program sesuai kebijakan
kepariwisataan pada tingkat daerah, provinsi, nasional dan internasional.
Pemerintah Kabupaten Pangkep sejak lama telah melakukan berbagai
kebijakan, program dan kegiatan, seperti mengembangkan kebijakan
pembangunan kepariwisataan daerah, mengembangkan sosialisasi dan
komunikasi pada tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan nasional,
mengupayakan program peningkatan partisipasi masyarakat setempat
dalam kegiatan bahari, pemberian ijin pengembangan wisata bahari
kepada semua pihak, melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dalam
pengembangan wisata bahari, pembangunan sarana dan prasarana,
membuat peraturan daerah mendukung pengembangan wisata bahari.
Berbagai kebijakan pembangunan kepariwisataan ini salah
satunya ditujukan untuk meningkatkan dan membantu masyarakat dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat setempat pada kawasan terumbu
karang dalam kegiatan wisata bahari. Pada taraf tertentu memang telah
terjadi proses perbaikan pandangan, wawasan, pengetahuan, kesadaran,
dan perilaku masyarakat terhadap program pembangunan wisata bahari.
Dalam proses perbaikan itu belum disertai dengan perbaikan ekonomi

masyarakat dan berfikir dampak dari program wisata bahari. Berbagai


kendala masih cukup banyak dihadapi masyarakat setempat pada aspek
internal maupun eksternal sebagaimana yang diungkapkan Kepala Dusun
Kapoposang.
....Pemerintah daerah Kabupaten Pangkep pernah
memerintahkan masyarakat membuat homestay tapi karena
kendala modal jadi sampai sekarang saya hanya
menyiapkan rumah saya setiap ada yang datang berkunjung
ketempat ini dan sudah banyak juga yang datang berkunjung
kesini mulai dari pejabat, angkatan laut sampai puluhan
mahasiswa... (Wawancara 7 Desember 2012)
....Tahun lalu ada pembangunan resort pengusaha dari Bali
namanya pak Rudy. Dia sudah membangun 1 resort tapi
karena belum mendapat ijin dari pemerintah Kabupaten dan
saya sebagai Dusun Kapoposang pembangunannya
dihentikan.... (Wawancara 8 Desember 2012)
Pemerintah Kabupaten Pangkep tidak melarang investor selain
dari PT. Makassar Tirta Wisata untuk mengembangkan wisata bahari di
Pulau Kapoposang selama investor tersebut mempunyai ijin yang
diberikan oleh pemerintah dan kepala dusun Pulau Kapoposang.
Dari suatu program kerjasama dengan PT. Makassar Tirta Wisata
yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Pangkep masih perlu
melakukan berbagai program untuk terus berusaha meningkatkan
partisipasi,

keterlibatan

dan

penguatan

masyarakat

dalam

upaya

meningkatkan peran dan fungsi masyarakat dalam program wisata bahari


di pulaunya.
2. Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang
Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) di pulau ini
cukup banyak melakukan berbagai upaya di Kabupaten Pangkep.
Sebelum diserahterimakan pengelolaannya kepada BKKPN yang dinaungi

oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, Pulau Kapoposang ini dikelola


oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dibawah naungan
Kehutanan berdasarkan pada berita acara tanggal 4 Maret 2009 dengan
nomor BA 01/Menhut-IV/2009 dan BA 108/Men.KP/III/2009.
BKKPN ini mempunyai program konservasi dan pelestarian
terumbu karang maka dilakukan pemetaan zonasi Pulau Kapoposang dan
dalam proses perencanaan pemetaan zonasi ini melibatkan masyarakat
selanjutnya pada proses penanda pada zona inti masyarakat sudah tidak
dilibatkan. Masyarakat mengemukakan tentang zona inti di Pulau
Kapoposang.
....Kalau zona inti masyarakat tau ada zona inti tapi kita
tidak pernah diberi tahukan dimana tempatnya itu zona inti.
Tidak pernah ada sosialisasi kepada masyarakat tentang itu
zona inti. Dulu pernah ada tanda tapi sekarang sudah tidak
ada bagaimana bahannya terbuat dari bahan yang mudah
dibawa arus.... (Wawancara 22 Desember 2012)
Berbeda dengan pendapat Kepala Dusun Kapoposang mengenai
peta zonasi Taman Wisata Perairan Pulau Kapoposang ....Ada sosialisasi
perencanaan zonasi tapi hanya beberapa orang yang datang jadi banyak
juga masyarakat tidak tau tentang zona inti.... (Wawancara 7 Desember
2012)
Dapat dilihat bahwa pada saat pemetaan zonasi hanya kelompok
masyarakat yang ikut bergabung dalam sosialisasi tetapi pada saat
penandaan

zonasi

Pulau

Kapoposang

mayarakat

tidak

pernah

mendapatkan pemberitahuan tentang keberadaan zona inti yang akhirnya


pengetahuan masyarakat tetang zona inti tidak ada ini merupakan
Partisipasi Manipulasi yang dimana dalam sosialisasi hanya melibatkan
kelompok-kelompok masyarakat yang telah diketahui akan setuju dengan

program yang akan disosilisasikan. Walaupun di pulau tersebut sudah


diadakan papan tampilan peta zonasi Taman Wisata Perairan Kepulauan
Kapoposang tetapi masyarakat tidak paham karena faktor pendidikan
mereka walaupun mereka mengerti apa kegunaan zonasi tetapi
masyarakat tidak mengerti dalam pembacaan peta letak zonasi.
BKKPN telah melakukan berbagai upaya berarti tetapi upaya itu
masih perlu terus dilakukan dari sisi lainnya, seperti bagaimana
masyarakat tidak hanya menjadi penyedia kelapa muda dan ikan bagi
kepentingan wisatawan, bagaimana pula membuat sosialisasi agar
penduduk

tidak

melakukan

kegiatan

yang

kurang

menunjang

pengembangan wisata bahari seperti wisatawan (mancanegara dan


nusantara) hanya dijadikan tontonan bagi masyarakat yang membuat rasa
tidak atau kurang aman, nyaman, senang dan bebas menikmati aktivitas
wisata baharinya. Pengetahuan dan pemahaman tentang aspek ini perlu
diberitahukan pada masyarakat sehingga tercipta suatu nilai dan sistem
sosial yang lebih mampu mendukung pengembangan wisata bahari di
kawasannya. Bagaimana pula agar kebutuhan turis itu terpenuhi. Upayaupaya ini akan membuat dampak wisata bahari terhadap perbaikan sosial
ekonomi masyarakat semakin membaik.
3. Usaha Perjalanan Wisata/Travel
Pihak Travel PT. Makassar Tirta Wisata (Makassar Diving Center)
selama ini memang yang lebih diuntungkan dalam wisata bahari adalah
pihak swasta yang mampu menyediakan sarana dan prasarana wisata
bahari yang dibutuhkan wisatawan mancanegara dan domestik. PT.
Makassar Tirta Wisata (Makassar Diving Center) adalah milik Julia Pupella

dan Andi Ilhamsyah Mattalatta. Julia Pupella mengemukakan tentang


pengelolaan Pulau Kapoposang.
"....Kami punya izin tunggal mengelola Pulau Kapoposang
dari Pemkab Pangkep. Sebagai pengelola, kami tidak hanya
mencari profit, tetapi juga komitmen menjaga kelestarian
pantai dan biota laut di kawasan pulau ini...." (Wawancara 3
Februari 2013)
Pulau Kapoposang cukup digemari penghobi diving, mancing dan
snorkling khususnya turis asing. Untuk masuk ke Pulau Kapoposang,
pengelola menjual wisata secara paket yang minimal perpaket empat
orang. Semakin banyak rombongan maka biaya yang dikeluarkan setiap
orang akan semakin kecil.

Keberangkatan menuju Pulau Kapoposang

dari pelabuhan POPSA dengan menggunakan speed boat dengan


memakan waktu 1 jam 15 menit.
Dengan pola penjualan paket wisata ini pengujung tidak perlu lagi
membawa uang tunai karena paket yang ditawarkan cukup sesuai dengan
fasilitas yang akan dinikmati pelancong. Setiap paket sudajh termasuk
penginapan dan makan empat kali sehari. Selain itu, sudah tersedia
speed boat dan guide bagi wisatawan. Setiap kamar diengkapi dengan AC
dan kamar mandi dalam yang bersih.
Hampir semua stakeholder

yang

berhasil

diwawancarai

mengungkapkan bahwa tingkat partisipasi dan keterlibatan masyarakat


dalam pengelolaan bahari di Pulau Kapoposang masih sangat rendah
karena masyarakat hanya dilibatkan sebatas sosialisasi selanjutnya dalam
pelaksanaan masyarakat tidak dilibatkan.
Model penyelenggaraan wisata bahari yang dilakukan pihak PT.
Makassar Tirta wisata (Makassar Diving Center) memang menunjukkan
hampir seluruh kegiatan didominasi oleh mereka sebagai penyelenggara.

Pendapatan yang diterima pihak pengusaha ini jauh lebih banyak


dibandingkan dengan masyarakat setempat dimana areanya digunakan
untuk kepentingan penyelaman. Kondisi seperti ini sangat wajar apabila
masyarakat setempat melarang, menghalangi, atau membatasi pihak
swasta melakukan atau mengembangkan kegiatan usahanya. Apabila
masyarakat merasa mendapatkann aspek positif dari kegiatan wisata
bahari di Kapoposang maka sangat memungkinkan sekali untuk
menunjang setiap kegiatan wisata bahari di pulaunya. Umumnya semakin
tinggi partisipasi suatu masyarakat maka semakin tinggi pula dampak
positif wisata bahari terhadap masyarakat tersebut. Ini menjadi prospek
yang sangat menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
di pulau. Salah satu karyawan PT. Makassar Tirta Wisata mengemukakan
tentang pengelolaan swasta pada wisata bahari di Pulau Kapoposang.
...Yang bekerja dalam pariwisata Pak Andi ada 8 Karyawan
tidak ada orang lain didalam, 2 anak kandung dari pak Jabar,
1 cucu, 2 menantu, 2 sepupu 1x dan 1 pak Jabar sendiri.
Mereka merupakan keluarga inti dari pak Jabar. Pak Jabar
ini pemilik lokasi tempat Pak Andi membangun villanya, pak
Andi kontrak sekitar 40 tahun dan sekarang sudah ada 20
tahun. Yang jadi instruktur juga buat wisatawan dibawa
langsung dari Makassar, semua bahan makanan juga
dibawa langsung dari Makassar... (Wawancara 20
Desember 2012)
Pernyataan dari pihak PT. Makassar Tirta Wisata ini menunjukkan
bahwa masyarakat tidak ada yang terlibat dalam kegiatan wisata bahari di
pulau ini. Hanya orang yang berkepentingan yang bisa menjadi bagian
dari wisata bahari maka ini merupakan indikator bahwa dampak
pembangunan

wisata

bahari

terhadap

masyarakat sampai saat ini belum terjadi.

kehidupan

sosial

ekonomi

Apabila masyarakat terus tidak diuntungkan dalam program


pengembangan dan pengelolaan wisata bahari, maka bisa saja akan
terjadi dimana masyarakat sebagai pemilik atau penguasa adat
kawasan wisata bahari melakukan upaya-upaya sistematis dan berencana
untuk membatasi program pengembangan wisata bahari di daerahnya.
Masyarakat

memang

tidak

harus

menjadi

kelompok

yang

terus

dikorbankan, kurang diperhatikan dan kurang diuntungkan dalam


kebijakan pembangunan wisata bahari. Pendekatan baru yang lebih bisa
memberikan peluang atau kesempatan kepada masyarakat untuk
mengembangkan dirinya perlu dikembangkan. Kurangnya keterlibatan
masyarakat dalam proses pembangunan akan semakin menimbulkan gap
yang semakin besar antara pemiliki sumberdaya alam dengan para
pengusaha wisata bahari di wilayahnya. Pengembangan kebijakan dan
tindakan yang lebih berpihak pada masyarakat asli memang perlu
dikembangkan

untuk

semakin

memberdayakan

dan

menguatkan

masyarakat dalam proses menunjang pembangunan wisata bahari


didaerahnya.
4. Lantamal VI Makassar
Program kemitraan dalam pelatihan selam bagi masyarakat
Kapoposang dan ini merupakan program bagi pemberdayaan masyarakat
pesisir yang bersinergi antara BP PAUDNI Regional III dengan
LANTAMAL VI Makassar yang bertujuan

agar masyarakat Pulau

Kapoposang tak hanya menggantungkan hidupnya sebagai nelayan


semata. Khususnya untuk Pulau Kapoposang sebagai sarana untuk
penyadaran diri bahwa laut harus dijaga untuk keberlangsungan

ekosistem laut seperti terumbu karang dan lain-lain. Setelah pelatihan ini
juga diharapkan bahwa nantinya kesepuluh pemuda penyelam ini bisa
berperan

aktif

dalam

menggiatkan

wisata

bahari

dalam

Pulau

Kapoposang.
Pada kesempatan ini pula Lantamal VI Makassar melaksanakan
pendidikan keaksaraan kepada masyarakat Pulau Kapoposang yang
belum bisa membaca dan menulis yang berjumlah 15 orang. Metode yang
diterapkan adalah Keaksaraan Fungsional yaitu belajar membaca yang
dirangkaikan dengan suatu kegiatan seperti pembuatan kue wingko, Jus
kelapa muda, pembuatan sayur dari batang pisang yang dimana semua
bahan bakunya tersedia di Pulau tesebut.
D. Bentuk Keterlibatan Masyarakat
Tujuan yang ingin dicapai dalam tahapan ini adalah untuk
mengetahui bentuk keterlibatan masyarakat dalam setiap program yang
dilakukan oleh pihak stakeholder di Pulau Kapoposang.

Keterlibatan

masyarakat dalam kegiatan wisata bahari ini merupakan bagian yang


sangat penting dalam pengembangan kepariwisataan di pulau ini.
Indikator

pengembangan

wisata

bahari

dapat

diperhatikan

dari

sejauhmana keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam


berbagai kegiatan bidang pengembangan ini. Masyarakat merupakan
pihak yang paling berhak menentukan, merencanakan dan terlibat
langsung

dalam

pengembangan

dan

pengelolaan

wisata

karena

masyarakat yang paling terkena dampak maupun perubahan yang terjadi


dari suatu kegiatan wisata.
Untuk memulai suatu perencanaan, di Pulau Kapoposang telah
dilakukan

penyusunan

rencana

tahap

awal

melalui

musyawarah

partisipatif untuk merencanakan dan mengatasi masalah-masalah yang


dirasakan oleh masyarakat dengan memanfaatkan potensi yang ada.
Perumusan perencanaan disusun oleh masyarakat sendiri, sehingga tidak
perlu tergantung pada orang luar yang tidak mengetahui pasti.
Partisipasi masyarakat dalam penelitian ini adalah keterlibatan
masyarakat dimulai dari tahap sosialisasi, tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan.
1) Partisipasi pada tahap sosialisasi
Keterlibatan masyarakat pada tahap sosialisasi diukur dari
seberapa sering mereka mendengar dan mengikuti kegiatan sosialisasi
yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun pihak lain.
Semakin sering mengikuti program sosialisasi maka semakin tinggi
partisipasinya pada kegiatan pengembangan wisata bahari.
Masyarakat menyatakan bahwa mereka pernah mengikuti
kegiatan sosialisasi tentang rencana pengembangan objek wisata
bahari di Pulau Kapoposang yang dilakukan oleh pihak pemerintah
daerah dan pihak swasta. Masyarakat mengemukakan pendapatnya
tentang sosialisasi yang dilakukan pihak pemerintah dan pihak swasta.
....Sudah 2 kalimi diadakan pertemuan antara masyarakat,
pemerintah dan pengusaha untuk ini wisata tapi tetapji
masyarakat tidak didengar. Pemerintah pernah bilang kalau
mau didatangkan wisatawan masyarakat harus punya
homestay, setelah ada masyarakat yang buat homestay
sampai saat ini itu homestay tidak pernah didatangi
wisatawan sampai sekarang juga tidak ada tindak lanjut dari
pemerintah.... (Wawancara 6 Desember 2012)
Dalam program pengembangan wisata bahari sudah dua kali
diadakan pertemuan antara pemerintah, swasta dan masyarakat, ini
bisa

dikatakan

hanya

pertemuan

biasa

walaupun

stakeholder

mengatakan dalam pertemuan ini akan mencari jalan keluar agar

masyarakat terlibat dalam wisata bahari. Dalam pertemuan ini aspirasiaspirasi masyarakat didengar dan pada pertemuan ini pemerintah juga
memberi

ijin

pembuatan

homestay

masyarakat

dan

akan

mendatangkan wisatawan ke area masyarakat tetapi sampai sekang


tidak ada tindak lanjut dari pemerintah.
Masyarakat juga menyatakan pernah mengikuti sosialisasi pada
program konservasi dalam penetapan zonasi Pulau Kapoposang yang
dilakukan oleh BKKPN. Dalam sosialisasi ini hanya kelompokkelompok masyarakat yang hadir yang dimana telah diketahui akan
setuju dengan program yang akan disosilisasikan dan banyak juga
masyarakat yang menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui
tentang sosialisasi ini.
Ini menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan masyarakat dalam
mengikuti sosialisasi program pengembangan wisata bahari dan
konservasi ini cukup tinggi, yang berarti pula mengindikasikan bahwa
partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata dapat dikatakan
tinggi. Kehadiran pejabat-pejabat baik pada kunjungan kedinasan
maupun

pada

hari

libur

memberi

kesan

positif

terhadap

pengembangan pulau.
2) Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan adalah tahap dimana pengelola program
melakukan kegiatan pertemuan kepada masyarakat, rapat teknis
kegiatan dan identifikasi masalah yang berhubungan dengan rencana
promosi kepada para investor. Kegiatan ini dihadiri oleh jajaran aparat
kecamatan dan desa serta tokoh-tokoh masyarakat serta masyarakat
umum. Kepala Dusun Kapoposang mengemukakan pendapatnya

tentang persiapan yang dilakukan sebelum terlaksananya kegiatan


pengembangan di Pulau Kapoposang.
....Ada pertemuan sebelum melakukan kegiatan di
Kapoposang dan semua masyarakat di panggil tapi banyak
juga masyarakat yang tidak datang pada saat pertemuan,
hanya kelompok masyarakat yang datang ke pertemuan....
(Wawancara 6 Desember 2012)
Pada pertemuan ini hanya melibatkan kelompok-kelompok
masyarakat dan dapat dikatakan hanya sebagian masyarakat yang
aktif mengikuti kegiatan persiapan pelaksanaan pengembangan wisata
bahari maupun konservasi. Pada kegiatan temu ini mengikuti secara
seksama

kegiatan

tesrsebut

dan

akan

menghasilkan

teknis

pelaksanaan dalam suatu pengembangan maupun konservasi. Hal ini


juga terlihat dari masyarakat yang menyatakan aktif mengikuti kegiatan
rapat teknis dan kegiatan identifikasi masalah.
3) Tahap pelaksanaan kegiatan
Pada tahap ini pengelola proyek dalam hal ini pihak pemerintah
daerah Kab. Pangkep, pihak swasta, pihak pemerintah desa serta
tokoh-tokoh masyarakat setempat seharusnya secara bersama-sama
memberi pemahaman kepada masyarakat tentang manfaat yang
diterima oleh masyarakat sehubungan dengan wisata bahari di Pulau
Kapoposangn dan memberikan ruang kepada masyarakat agar bisa
menghasilkan

dari

potensi

Pulau

Kapoposang.

Manfaat

yang

dirasakan masyarakat dalam wisata bahari antara lain:


Terbukanya kesempatan kerja bagi penduduk setempat.
Pengembangan berbagai kegiatan usaha produktif.
Adanya perbaikan infrastruktur pulau ini misalnya
transportasi yang semakin baik, listrik, serta sarana dan

prasarana lainnya yang dapat dinikmati oleh masyarakat.


Meningkatnya kesejahteraan masyarakat secara umum.

Tetapi

kenyataannya

pada

tahap

pelaksanaan

partisipasi

masyarakat di Pulau Kapoposang mulai dari program pengembangan


wisata bahari dan program konservasi tidak dilibatkan apalagi untuk
membukakan ruang bagi masyarakat untuk ikut bergabung dalam
setiap kegiatan di Pulau Kapoposang. Dalam program pemberdayaan
masyarakat masyarakat terlibat walaupun hanya 10 peserta yang
mewakili masyarakat tetapi sudah membuat masyarakat tidak merasa
dirugikan.
Pada umumnya masyarakat memberi respon positif terhadap
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Pulau Kapoposang. Hal ini terlihat
dari kesediaan mereka untuk tidak mempermasalahkan rumah
mereka dijadikan tempat penginapan bagi wisatawan, mereka juga
mau

mempersiapan

untuk

kebutuhan

wisatawan

selama

di

Kapoposang.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat aktif secara optimal hanya
pada tahap sosialisasi dan tahap persiapan itupun pada tahap sosialisasi
terdapat hanya kelompok-kelompok masyarakat yang diundang dan ini
merupakan partisipasi manipulasi karena tidak melibatkan seluruh
masyarakat yang berada di Pulau Kapoposang. Sedangkan pada tahap
pelaksanaan masyarakat tidak ada dilibatkan kecuali pada program
pemberdayaan masyarakat pesisir masyarakat dilibatkan hingga pada
proses pendapatan sertifikat selam.
Masyarakat Kapoposang menganggap selama ini mereka tidak
aktif dalam kegiatan-kegiatan pengembangan wisata bahari seperti
membuka fasilitas-fasilitas bagi wisatawan bahkan pemerintah daerah

Kab. Pangkep mengeluaran Surat Edaran Perjanjian antara Pemerintah


Kabupaten Pangkep dengan PT. Makassar Tirta Wisata tentang
pengelolaan wisata bahari di Pulau Kapoposang. Didalam surat edaran
yang ditanda tangani oleh Bupati Kabupaten Pangkep dengan tegas
melarang pihak diluar PT. Makassar Tirta Wisata yang mengaku sebagai
pengelola maka kegiatan tersebut dikategorikan sebagai kegiatan ilegal.
Dengan adanya surat edaran ini masyarakat Kapoposang tidak
berani untuk mendatangkan wisatawan sendiri karena akan dianggap
ilegal. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Kapoposang tidak diberi ruang
untuk mengelola wilayahnya sendiri dan berpenghasilan dari potensi yang
dimiliki Pulau Kapoposang. Hal ini tentu saja sangat negatif dalam
mendukung kegiatan wisata bahari di Kapoposang, seberapa pun usaha
yang mereka lakukan seperti membuka fasilitas-fasilitas pelayanan bagi
wisatawan ternyata tidak akan memberikan pengaruh positif bagi
peningkatan penghasilan tambahan bagi masyarakat.
Berbagai pertemuan baik yang diadakan pemerintah maupun
investor, masyarakat diajak terlibat dalam sosialisasi kebijakan serta
perencanaan pengembangan wisata bahari namun ini hanya sebatas
sosialisasi

yang

akan

dilaksanakan

tanpa

mendengar

aspirasi

masyarakat. Dalam pariwisata pun hanya 8 orang yang dijadikan


karyawan oleh PT. Makassar Tirta Wisata dan bahkan mereka adalah
keluarga yang memiliki lokasi tersebut. Ini juga merupakan suatu bentuk
timbal balik terhadap kelompok masyarakat dengan investor.
Kelompok ini mempunyai lahan yang dikontrak oleh investor yaitu
PT. Makassar Tirta Wisata dan sekarang dijadikan kegiatan wisata bahari
di Pulau Kapoposang. Dengan mengontrak lahan dari salah satu

masyarakat maka dengan imbalan investor mempekerjakan kelompok


masyarakat tersebut sebagai penyedia fasilitas di wisata. Jadi, kemajuan
dari program pengembangan wisata bahari hanya diperoleh oleh
sekelompok masyarakat dan pertumbuhan ekonomi ini akan mengabaikan
masalah-masalah yang terjadi pada masyarakat dan inilah yang biasa
disebut Trickle Down Effect (Efek Penetasan Kebawah).
Fasilitas penunjang wisata bahari yang tersedia di Kapoposang
lebih banyak dikembangkan oleh pemerintah daerah dan swasta. Dalam
objek wisata bahari ini masyarakat tidak ada yang terlibat dalam
penyediaan jasa maupun penyediaan alat-alat. Seperti yang dikemukakan
oleh salah satu dari masyarakat.
....Masyarakat disini tidak dilibatkan dalam pariwisata jadi
mereka tidak bisa menyediakan jasa maupun menyewakan
alat-alat selam. Ini juga karena harrus punya modal besar
untuk menyiapkan itu semua.... (Wawancara 7 Desember
2012)
Masyarakat di Pulau Kapoposang sama sekali tidak dilibatkan
dalam menyiapkan fasilitas-fasilitas penunjang objek wisata bahari.
Kondisi ini dalam posisi masyarakat sudah dapat diperkirakan kuat
dampak positif dari perkembangan wisata bahari akan banyak dinikmati
hanya oleh orang atau kelompok non masyarakat setempat seperti pihak
dari travel PT. Makassar Tirta Wisata dan pemerintah. Kegiatan-kegiatan
wisata

bahari

yang

tidak

terlalu

melibatkan

masyarakat

akan

mengakibatkan munculnya persepsi dan pandangan masyarakat bahwa


kawasan bahari mereka hanya digunakan dan dimanfaatkan oleh
kelompok masyarakat luar. Kondisi seperti ini sudah mulai nampak dari
masyarakat.

....Masyarakat disini sama sekali tidak dilibatkan dalam


pariwisata pak andi disana, ituji baru juga mulai tahun
kemarin ada sumbangan listrik untuk masyarakat selama
bulan puasa tapi itu tidak seberapaji untuk kita karena hanya
3.000.000 saja dikasih untuk bayar listrik masyarakat
sedangkan kalau mau dipikir penghasilannya saja sebulan
bisa sampai puluhan juta, hampir tiap minggu wisatawan
datang kesini... (Wawancara 7 Desember 2012)
....Masyarakat
disini
tidak
ada
dilibatkan
dalam
pariwisatanya pak Andi, masyarakat disini hanya mencari
nafkah murni dari memancing ikan Kerapuh dan Sunu, tidak
ada lagi yang lain. Jadi, kalau mereka tidak melaut mereka
hanya diam saja di rumah tidak ada lagi penghasilan padahal
kalau dipikir banyak yang bisa dihasilkan dari pariwisata....
(Wawancara 18 Desember 2012)

Cara pandang masyarakat setempat ini terhadap program


pengembangan dan kegiatan wisata bahari di pulaunya merupakan salah
satu determinan yang menentukan perkembangan wisata bahari di pulau
ini. Ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat masih rendah dan
belum

banyaknya

ide-ide

yang

mengarah

pada

pengembangan

kelembagaan.
Selanjutnya pada usaha kerajinan tangan atau cenderamata.
Pulau Kapoposang mempunyai banyak potensi untuk dijadikan kerajinan
tangan tetapi masyarakat tidak dilibatkan dalam wisata bahari bahkan
pihak PT. Makassar Tirta Wisata pun tidak mengetahui adanya
masyarakat yang mempunyai keahlian khusus dalam membuat kerajinan
tangan.
Seseorang karyawan dari BKKPN Kupang (Balai Kawasan
Konservasi Perairan Nasional) mengemukakan pendapatnya tentang
cenderamata (souvenir).

....BBKPN Kupang sudah mengadakan alat sablon


bagi masyarakat, itu atas permintaan masyarakat
sendiri agar mereka mampu membuat kenangkenangan/oleh-oleh dari Kapoposang. Dana ini didapat
dari COREMAP tapi saat ini alat tersebut belum dipakai
karena kendala masyarakat yang mau membuat
koperasi tapi sampai saat ini alur koperasinya belum
jelas.... (Wawancara 23 Desember 2012)
Bisa dilihat souvenir yang berada di tempat wisata bahari maju di
daerah lainnya sudah menjadi penunjang bagi kehidupan ekonomi
masyarakat tetapi kenyataannya di Pulau Kapoposang belum berlangsung
sebagaimana diharapkan. Banyak penyebabnya, diantaranya masyarakat
yang tidak dilibatkan dalam wisata bahari yang dimiliki oleh pihak
pengusaha

dan

akhirnya

mereka

harus

berusaha

sendiri

untuk

memasarkan kerajinan tangannya, peralatan yang kurang memadai untuk


membuat ukiran kayu, serta alat sablon yang sampai saat ini belum bisa
difungsikan oleh masyarakat. Pengembangan wisata bahari tidak akan
baik apabila sumberdaya manusia yang menunjang wisata bahari masih
kurang, ini juga nantinya akan menjadi dampak pada pembangunan
wisata bahari karena akan menurunnya jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Pulau Kapoposang.
Pada pihak PT. Makassar Tirta Wisata sebagai pengelola objek
wisata di Kapoposang seharusnya memberi pemahaman masyarakat
terhadap pasar wisatawan, sehingga suatu produk kerajinan tangan dapat
selain mendatangkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat juga
memberikan esensi dari wisata itu sendiri, yaitu berupa kenangan atau
pengalaman yang tak terlupakan bagi wisatawan.

Keterlibatan masyarakat sangat ditentukan oleh sejauhmana


masyarakat mampu berpartisipasi dan berperan serta dalam setiap
kegiatan wisata bahari di Pulau Kapoposang. Kendala pendidikan,
keterampilan, pandangan, wawasan, kemampuan berbahasa asing,
keberanian dalam berkomunikasi dan interaksi sosial dengan wisatawan,
kemampuan membangun jaringan atau hubungan kerja dengan pihakpihak yang terlibat dalam program wisata bahari, dan ketetapan strategi,
kebijakan dan program pembangunan wisata bahari yang dikembangkan
pemerintah daerah dan swasta akan sangat menentukan tinggi dan
rendahnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata bahari di Pulau
Kapoposang.
Ini dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat di Pulau
Kapoposang masih rendah, hal ini sejalan dengan pastisipasi pasif
dimana komunitas berpartisipasi melalui penyampaian apa yang terjadi
atau dilakukan oleh pihak pemerintah/pelaku pembangunan. Informasi
hanya menjadi milik profesional dari luar.
Masyarakat ada yang merasa diuntungkan dalam pengembangan
wisata bahari yang dilakukan pihak swasta dan ada pula yang merasa
dirugikan dari pengembangan wisata tersebut. Dusun Kapoposang
mengemukakan tentang keuntungan yang dirasa masyarakat dalam
wisata bahari ....Kalau dari saya sendiri banyak diuntungkan karena dari
sini banyak masuk sumbangan bagi masyarakat.... (Wawancar 8
Desember 2012)
Sedangkan ada masyarakat yang bekerja sebagai nelayan
mengemukakan pendapatnya tentang kerugian yang dirasakan dalam
pengembangan wisata bahari di Pulau Kapoposang.

....Saya sebagai nelayan merasa rugi karena banyak


pembom dan pembius gara-gara sosialisasi pariwisata.
Sebenarnya ini juga sama dengan merugikan pariwisata,
menghancurkan karang dan mengurangi pendapatan
nelayan. Dibandingkan dengan dulu-dulu pendapatan
nelayan sekaramg sangat jauh berbeda, orang dulu lebih
sejahtera dibanding sekarang.... (Wawancara 22 Desember
2012)
Masyarakat berpendapat dalam sosialisasi pariwisata sudah
merugikan masyarakat terutama bagi nelayan karena banyak nelayan dari
luar pulau datang ke Pulau Kapoposang untuk membom dan membius
dengan anggapan bahwa terumbu karang di Kapoposang bagus berarti
akan banyak ikan. Sedangkan dari pihak pemerintah Kapoposang dengan
adanya wisata bahari ini banyak sumbangan masuk untuk Pulau
Kapoposang. Ini sebenarnya akan menjadi dampak negatif pada pulaunya
sendiri karena potensi Pulau Kapoposang terdapat pada potensi bawah
air yang sangat indah, seharusnya pihak yang terkait dalam wisata bahari
ini bertugas untuk menjaga sekitar Pulau.
Oleh karena itu, dalam rangka

meningkatkan

partisipasi

masyarakat, diperlukan tahapan pengembangan wisata yang meliputi:


Pengelolaan kolaborasi yang melibatkan seluruh stakeholder
Kegiatan ini melalui sosialisasi program pengembangan
kepariwisataan yang berkaitan dengan peran aktif masyarakat
untuk ikut terlibat didalam penentuan program-program yg
sesuai dengan keinginan mereka. Dalam kegiatan ini, sangat
diperlukan

kolaborasi

dari

stakeholder

atau

pemangku

kepentingan seperti pemerintah desa, tokoh masyarakat,


lembaga swadaya masyarakat serta instansi pemerintah dan
swasta sebagai fasilitator kegiatan wisata ini.

Pemberdayaan masyarakat
Dalam rangka pengembangan

objek

wisata

bahari,

pemberdayaan masyarakat lokal menjadikan prioritas utama


untuk

memberikan

kesempatan

seluas-luasnya

kepada

masyarakat lokal untuk berusaha dan terlibat langsung


didalamnya. Untuk itu perlu dipersiapkan berbagai kemampuan
dan keterampilan masyarakat untuk dapat memegang kendali
kegiatan wisata bahari karena pada dasarnya masyarakat
masing-masing wisata merupakan pelaku utama atau subjek
dari pengembangan itu sendiri. Persiapan ini dapat dilakukan
melalui berbagai bentuk pelatihan maupun seminar yang
berkaitan dengan manajemen usaha, peluang usaha baru,
keterampilan khusus sebagai penyedia jasa kepariwisataan
seperti pelatihan pemandu wisata dan homestay.
Adapun bentuk partisipasi masyarakat setempat seperti menjaga
kebersihan pulau dengan mengadakan kerja bakti, partisipasi pengadaan
lapangan

olahraga

mengemukakan

dan

menjaga

pendapatnya

keamanan

tentang

pulau.

partisipasi

yang

Masyarakat
dilakukan

masyarakat setempat.
....Kerja Bakti di Pulau ini jarang tetapi banyak masyarakat
yang mau mengusulkan agar kerja bakti terlaksana
seminggu sekali, tidak jauh-jauhlah mereka hanya
membersihkan pekarangan rumah dan pesisir pantai yang
ada di belakang rumah masing-masing dengan begitu juga
Kapoposang akan terlihat lebih indah.... (Wawancara 20
Desember 2012)

....Kalau masyarakat di RT 3 sm 4 ini kami buat lapangan


futsal sederhana, ada lapangan kosong dekat mercusuar
tapi karena lapangannya kecil jadi kita pakai untuk futsal
saja dan gawangnya dibuatkan dari bambu saja.
Masyarakat disini senang main bola, kalau pemancing
semua tidak pergi melaut pasti sorenya kita main bola....
(Wawancara 22 Desember 2012)
....Mayarakat disini sangat menjaga pulaunya, setiap
malam juga ada yang keliling untuk melihat-melihat situasi,
kadang juga kalau ada masalah di kampung cepat
diselesaikan untungnya masyarakat disini kalau ada
masalah tidak sampai berlarut-larut.... (Wawancara 20
Desember 2012)
Ini menunjukkan bahwa masyarakat Kapoposang masih ikut serta
dan berperan dalam pengelolaan pulaunya sendiri seperti kerja bakti yang
masih sering dilakukan walaupun hanya sekitar pekarangan tetapi
masyarakat masih peduli akan kebersihan pulaunya.
Partisipasi masyarakat dalam pengadaan lapangan olahraga pun
membuat masyarakat masih memikirkan aktivitas disaat mereka tidak
melakukan aktivitas atau pergi melaut seperti membuat lapangan gutsal
yang sederhana yang gawangx terbuat dari bambu. Selanjutnya dalam
keamanan pulau, masyarakat disini bergantian mengelilingi sekitar Pulau
Kapoposang untuk melihat-lihat jikalau ada nelayan yang datang merusak
pulau dan sekitarnya seperti adanya nelayan pembom maupun nelayan
pembius.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Pengembangan wisata bahari di Pulau Kapoposang sudah banyak
dikembangkan tetapi masih memerlukan perbaikan terutama dalam
memperbaiki

kondisi

sosial

ekonomi

masyarakat

khususnya

pendapatan masyarakat setempat. Padahal masyarakat di pulau ini


sudah

semakin

dikembangkan

memahami
menjadi

potensi

kawasan

kawasan
wisata

baharinya

bahari

yang

untuk
bisa

mendatangkan pendapatan bagi keluarga dan masyarakat setempat


pada umumnya.

2. Berbagai potensi sosial budaya masyarakat dapat dijual sebagai daya


tarik wisatawan untuk berkunjung ke Kapoposang. Jadi wisatawan
bukan hanya menikmati potensi alam dan potensi bawah air Pulau
Kapoposang saja melainkan wisatawan dapat menikmati suatu
aktivitas masyarakat dan tradisi masyarakat sebagai tontonan tetapi
pada kenyataannya hanya potensi alam yang bisa dinikmati oleh
wisatawan.
3. Masyarakat dengan kawasan terumbu karang yang indah tidak mampu
mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi di pulaunya sendiri
seperti penyediaan makanan dan minuman, homestay, souvenir, jasa
transportasi, pemandu dan perlengkapan wisata bahari.
4. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata bahari di Pulau
Kapoposang

masih

berkisar

pada

kelompok-kelompok

yang

merupakan keluarga dekat yang memiliki fasilitas penunjang wisata


bahari dan mempunyai jaringan kerjasama dengan resort. Semua
sarana

dan

prasarana

yang

menyediakan

seluruh

kebutuhan

wisatawan disediakan oleh pihak swasta sehingga pada pihak swasta


inilah yang lebih banyak memperoleh keuntungan ekonomi dari
kegiatan wisata bahari.
5. Dari stakeholder pun keterlibatan masyarakat di Kapoposang masih
sangat rendah. Dalam pertemuan masyarakat hanya dilibatkan
sebatas perencanaan dan ada pula yang hanya melibatkan kelompokkelompok masyarakat yang dimana telah diketahui akan setuju dengan
program yang akan disosilisasikan, dan merupakan partisipasi

manipulasi. Sedangkan pada proses pelaksanaan dan pemanfaatan


masyarakat sudah tidak dilibatkan, partisipasi masyarakat inilah yang
disebut Partisipasi Pasif. Keterlibatan masyarakat di pulau ini dalam
kegiatan wisata bahari juga sangat dipengaruhi oleh aspek yang
beragam seperti aspek pendidikan, keterampilan, teknologi, wawasan,
pandangan, persepsi, kebiasaan, perilaku, sikap, motivasi, dan etos
kerja sehingga sangat perlu mendapat perhatian dari semua pihak
yang terkait.
6.2. Saran
1. Pemerintah daerah, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional
(BKKPN) Kupang dan Lantamal VI Makassar perlu mengembangkan
strategi, kebijakan dan program promosi potensi wisata bahari melalui
media

elektronik

(radio,

televisi,

internet),

media

cetak

dan

spanduk/papam reklame pada tingkat daerah dan internasional jadi


bukan

hanya

pihak

swasta

yang

melakukan

hal

tersebut.

Disediakannya kapal reguler yang dikelola oleh masyarakat sebagai


alat transportasi umum dan wistawan.
2. Pemerintah daerah dan pihak yang terkait perlu menyediakan dana
pembangunan kepariwisataan, khususnya wisata bahari yang lebih
memadai terutama memberikan luang kepada investor lain untuk
membuka kegiatan wisata bahari yang berbasis masyarakat.
3. Perlu

upaya

sistematis,

terencana

dan

berkelanjutan

guna

pengembangan sumberdaya manusia masyarakat setempat melalui


pendidikan, pelatihan, pendampingan, penuluhan, pemberdayaan

dalam meningkatkan peran, fungsi dan keterlibatan masyarakat


setempat dalam kegiatan wisata bahari.
4. Perlu dilakukan forum komunikasi melalui seminar dan diskusi
mengenai wisata bahari yang melibatkan unsur pemerintah, swasta,
BKKPN Kupang, Lantamal VI Makassar dan masyarakat yang dimana
hasilnya dapat berupa kebijakan dan peraturan yang kemudian
ditetapkan oleh pemerintah daerah tujuan untuk menunjang dan
mengembangkan wisata bahari di Kapoposang, jadi bukan hanya
keputusan dari pihak pemerintah dan swasta. Perlu ada petugas yang
menjaga terumbu karang Kapoposang agar terumbu karang tetap
terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Amiani,

Nyoman Dini Diringkas Oleh Desty Murniati. 2008.


Pengembangan Ekowisata Yang Berbasis Masyarakat Menuju
Pariwisata Berkelanjutan Di Kelurahan Serangan, Bali. Vol. 3 No.
2, Juni 2008.

Arsyadha, Gita Alfa. 2002. Kajian Prospek Dan Arahan Pengembangan


Atraksi Wisata Kepulauan Karimunjawa Dalam Perspektif
Konservasi. Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro.
Apriyani, Rini. 2012. Partisipasi Masyarakat Dalam pelestarian Hutan
Mangrove Di Desa Eretan Kulon Kecamatan Kandanghaur
Kabupaten Indramayu. Universitas Pendidikan Indonesia.
Ariana, Nyoman. 2012. Pembangunan Pariwisata Bali yang Berkelanjutan
Dalam Perspektif Postmodernisme. Fakultas Pariwisata UNUD.

Astuti, Yuli, dkk. 2000. Peranan Kebudayaan Daerah Dalam Perwujudan


Masyarakat Industri Pariwisata Di daerah Istimewa Yogyakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta.
Aziz, Azril. 2003. Kajian Pengembangan Pariwisata Bahari Di Kelurahan
Pulau Kelapa Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Program Pasca Sarjana, Institusi Pertanian Bogor.
Binarwan, Robby. 2008. Pengembangan Objek Wisata Di Kawasan Pantai
Selatan Sukabumi. Jurnal Kepariwisataan Indonesia Vol. 3 No. 1
Maret 2008.
Budiartha, Anak Agung Gde. 1999. Kajian Pengembangan Pariwisata
Bahari : Pengaruhnya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Pesisir Di Nusa Lembongan Bali. Program pasca Sarjana, Institusi
Pertanian Bogor.

Elida, Farikhah . 2005. Pola pengembangan Pariwisata Yang Berbasis


Masyarakat Di kepulauan Karimunjawa. Program Pasca Sarjana
Magister Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas
Diponegoro, Semarang.
Hilyana, Sitti. 2001. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap
Karakteristik Kultural Dan Struktural Masyarkat Lokal. Program
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta
Mardijono. 2008. Persepsi dan Partisipasi Nelayan terhadap Pengelolaan
kawasan Konservasi Laut Kota Batam. Program Pasca sarjana
Manajemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro,
Semarang.
Manupassa, Erine Aneta. 2010. Peran Sektor Swasta Dalam
Pengembangan Pariwisata Bahari Di Kecamatan Nusaniswe Kota
Ambon. Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Muakhor, Adam. 2008. Sstrategi Pengembangan Objek Wisata Pantai


Randusanga Indah Kabupaten Brebes Sebagai Objek Wisata
Unggulan. Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.
Nawawi, Ahmad. 2011. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Wisata
Pantai Depok Parangtritis Kretek Bantul Yogyakarta. Sekolah
pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Parawansa, Basse Siang. 2008. Marine Politan Sebagai Basis
Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten
Takalar, Sulawesi Selatan. Torani. Vol. 18(1) Maret 2008: 30-41.
Purnamasari, Irma. Studi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan
Pembangunan Di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi.
Program Pascasarjana Universitas Diponeoro, Semarang.
Saktiawan, F. Yhani. 2008. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan
Desa Wisata (Kasus Di Desa Wisata Sambi, Kecamatan Pakem,
Kabupaten Sleman). Program Pasca Sarjana, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Sugandi, Dede, Supriatin Titing. 2008. Pengembangan Objek Wisata
Panatai Santolo Di Kawasan Wisata Pameungpeuk Garut
Selatan. Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Suwantoro, Gamal.
Yogyakarta.

2004.

Dasar-Dasar

Pariwisata.

Andi

Offset.

Sastrayuda, Gumela. 2010. KonsepPengembangan Kawasan Desa


Wisata. Hand Out Mata Kuliah Concept Resort and Leisure,
Strategi Pengembangan dan Pengelolaan resot and Leisure.
Sukarsa, I Made. 1999. Pengantar Pariwisata. Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur.

Syariefudin, Khaeron. 2004. Pola Partisipasi dan Pemberdayaan


Masyarakat Sekitar Objek Wisata Pantai Tirta Samudra Jepara.
Program Pasca Sarjana Program : Magister Ilmu Administrasi
Konsentrasi : Magister Administrasi Publik Universitas
Diponegoro.
Sari, Dewi Kusuma. 2011. Pengembangan Pariwisata Obyek Wisata
Pantai Sigandu Kabupaten Batang. Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro, Semarang.
Susanti, Yeni. 2012. Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan
Objek Wisata Goa Tabuhan Seabagai Daerah Tujuan Wisata
(Tourist Destination Area) Di Desa Wareng Kecamatan Punung
Kabupaten Pacitan. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Tuwo, Ambo, DEA. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir Dan Laut
Pendekatan Ekologi, Sosial-Ekonomi, Kelembagaan, dan Sarana
Wilayah. Brilian Internasional. Surabaya.
Wisyasmi, Kartika. 2012. Strategi Pengelolaan Pariwisata Bahari Di
Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak. Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang.
http://www.iftfishing.com/city/featured/wisata/bahari/pulau-kapoposang/
DIAKSES TANGGAL 20 OKTOBER 2012

http://twpkapoposang.wordpress.com/profil-kawasan/ DIAKSES TANGGAL


20 OKTOBER 2012

http://bahasa.makassarkota.go.id/index.php

DIAKSES

TANGGAL

20

OKTOBER 2012

http://www.darimakassar.com/2012/06/09/kapoposang-pulau-indah-dipangkep/ DIAKSES TANGGAL 23 NOVEMBER 2012


http://kolom.pacific.net.id/ind/setyanto_p._santosa/artikel_setyanto_p._san
tosa/pengembangan__pariwisata__indonesia.html
DIAKSES
TANGGAL 17 JANUARI 2013

http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/fupload/Kawasan%20Wisata
%20Unggulan%20Priangan.pdf DIAKSES TANGGAL 18 FEBRUARI
2013

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/LAINNYA/GUMELAR_S/HAND_OUT_M
ATKUL_KONSEP_RESORT_AND_LEISURE/PENGEMBANGAN_
KAWASAN_WISATA_BUDAYA.pdf
DIAKSES
TANGGAL
18
FEBRUARI 2013

Anda mungkin juga menyukai