Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pulau Madura merupakan pulau yang menyimpan banyak potensi wisata,

termasuk wisata alam yang salah satunya terdapat di Kabupaten Pamekasan. Salah

satu potensi wisata alam yang terdapat di Kabupaten Pamekasan adalah wisata

alam Pantai Jumiang. Kawasan wisata pesisir Pantai Jumiang merupakan obyek

wisata pesisir yang memiliki keunikan dan berbeda dengan pantai lainnya di

Pamekasan yang pada umumnya bertipikal pantai landai. Pantai Jumiang memiliki

dua lokasi, yaitu pantai bertebing di sisi timur dan pantai landai di sisi barat. Daya

tarik wisata yang dimiliki berupa eksotika pemandangan alam lautan luas yang

menawarkan pemandangan langsung ke Selat Madura dan dapat dilihat dari tebing

jurang yang cukup tinggi. Kawasan wisata Pantai Jumiang merupakan salah satu

kawasan pariwisata yang perlu mendapat prioritas pengembangan dan diharapkan

dapat menjadi icon obyek wisata pesisir di Kabupaten Pamekasan (Renstra

Pengembangan Pariwisata Kabupaten Pamekasan, 2012).

Pemerintah kabupaten pamekasan selaku pemegang kebijakan sangat peduli

terhadap usaha-usaha untuk menggalakkan pariwisata Pantai Jumiang.

Pengembangan Pantai Jumiang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

pembangunan daerah dan menjadi potensi ekowisata di Kabupaten Pamekasan.

Ekowisata adalah suatu jenis kegiatan wisata yang termasuk dalam nature

tourisme yaitu wisata alam atau pariwisata ekologis berupa perjalanan ke tempat-

tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari)
dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan,

tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya

masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini.

Berdasarkan data jumlah kunjungan wisatawan ke Pantai Jumiang

merupakan jumlah kunjungan tertinggi kedua setelah Pasarean Batu Ampar pada

tahun 2012 dan 2013. Terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak

3.044 orang dari tahun 2012 (17.701 orang) hingga 2013 (20.745 orang). Namun

pada tahun 2014 terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan baik

mancanegara maupun domestik mencapai 4.663 orang. Kunjungan wisatawan per

bulan pun cenderung mengalami stagnansi, tidak ada jumlah kunjungan

wisatawan yang menonjol di sepanjang tahun 2014 (Disparporabud, Kabupaten

Pamekasan,2012).

Terjadinya ketidakstabilan kunjungan wisatawan di Pantai Jumiang

mengindikasikan bahwa ketertarikan masyarakat untuk menikmati daya tarik

wisata Pantai Jumiang sudah mulai menurun, karena tidak didukung dengan

pengembangan dan pemeliharaan pada obyek-obyek wisata maupun prasarana

sarana penunjang pariwisata. Kontribusi pengunjung yang ada saat ini tidak

diimbangi dengan pelayanan infrastruktur yang memadai untuk mendukung

kenyamanan dan aktivitas para pengunjung pada wisata pesisir Pantai Jumiang

(Renstra Pengembangan Parwisata Daerah Kabupaten Pamekasan, 2012).

Dari 15 fasilitas penginapan dan hotel di Kabupaten Pamekasan, belum ada

fasilitas penginapan yang melayani di kawasan wisata pesisir Kabupaten

Pamekasan. Selain itu fasilitas rumah makan serta fasilitas pelayanan kesehatan

dan keuangan juga belum memadai untuk kegiatan wisata.


Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan PDRB Kabupaten Pamekasan

menurut Lapangan Usaha atas dasar harga berlaku tahun 2013, dimana tiga sektor

ekonomi utama masih mendominasi struktur perekonomian Kabupaten

Pamekasan, yaitu sektor pertanian (47,71%), sektor perdagangan, hotel, dan

restoran (18,52%), serta sektor-sektor jasa (12,69%).

Untuk kondisi infrastruktur, prasarana persampahan di Pantai Jumiang juga

belum memadai dalam pengelolaan sampah, dilihat dari banyaknya sampah yang

mengotori bibir pantai dan sampah yang menumpuk di akses jalan masuk dari

pintu gerbang. Sedangkan untuk infrastruktur jalan, akses jalan masuk menuju

kawasan wisata yang melewati perkampungan warga berada pada kondisi aspal

yang rusak dan jalan berlubang. Masalah lainnya juga terdapat pada belum

memadainya fasilitas pendukung transportasi seperti tidak adanya penerangan di

sepanjang jalan serta tidak tersedianya prasarana air bersih yang melayani

kawasan wisata dikarenakan bangunan fasilitas MCK mengalami kerusakan

akibat kurang pemeliharaan. Hal tersebut mengakibatkan wisatawan mengalami

kesulitan untuk membersihkan diri setelah berenang di pantai. Sementara trayek

angkutan umum belum melayani melewati kawasan wisata untuk mendukung

mobilitas pengunjung kawasan wisata Pantai Jumiang (Disparporabud Kabupaten

Pamekasan, 2014).

Selain memaksimalkan potensi yang dimiliki, Ekowisata Pantai Jumiang

dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan. Artinya dengan

adanya pengembangan kawasan ekowisata Pantai Jumiang dapat menjadi

pemasukan PAD Kabupaten Pamekasan. Kebijakan pemerintah seharusnya

menjadi suatu faktor pendorong (push factor) bagi pengembangan atraksi


ekowisata. Fonseca (2012:5) menyatakan bahwa suatu aktivitas yang tidak

mendapat dukungan pemerintah atau peraturan yang adil dapat menenggelamkan

potensi sumber daya alam untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Bila

kita memperhatikan kembali Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Nasional (RIPPARNAS) tahun 2010-2025 sebagaimana tertuang dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011, paradigma ekowisata dalam pembangunan

kepariwisataan di Indonesia belum jelas. Seperti yang terjadi saat ini, belum

adanya Peraturan daerah di Kabupaten Pamekasan yang mengatur tentang

pengelolaan pariwisata, menyebabkan pengembangan Pantai Jumiang sebagai

destinasi wisata menjadi belum maksimal.

Untuk merespon persoalan tersebut, penelitian ini mencoba

mengidentifikasi sumber penyebab kurangnya pengembangan Pantai Jumiang

serta menganalisisnya dengan menggunakan analisis SWAT untuk menetapkan

strategi pengembangan yang dapat diterapkan dengan kondisi yang ada saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah

1. Apa saja potensi ekowisata yang dapat dikembangkan di Pantai Jumiang,

Kabupaten Pamekasan?

2. Bagaimana strategi pengembangan ekowisata untuk meningkatkan PAD

(Pendapatan Asli Daerah)?


1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini adalah

1. Mengidentifikasi potensi ekowisata yang dapat dikembangkan di Pantai

Jumiang, Kabupaten Pamekasan.

2. Mengetahui strategi pengembangan ekowisata dapat meningkatkan PAD

(Pendapatan Asli Daerah).

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan perspektif yang

mendalam sebagai hasil kajian strategi pengembangan potensi dan

kebijakan ekowisata di Pantai Jumiang, Kabupaten Pamekasan. Selain itu,

penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya khasanah kajian-kajian

yang berhubungan dengan pengembangan ekowisata.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mapu memberikan manfaat dalam bentuk

sajian data atau informasi yang aktual bagi pembuat kebijakan di

Pemerintah Daerah Kabupaten Pamekasan terutama untuk pengembangan

potensi ekowisata di Pantai Jumiang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Rudiastuti, Munawaroh, Setyawan dan Parmono (2018) dalam

penelitiannya yang berjudul Coastal management strategy for small island:

ecotourism potency development in Karimata Island, West Kalimantan. Hasil

penelitian menunjukan Pulau Karimata belum dimanfaatkan secara optimal untuk

tujuan wisata. Kendala terbesar yang dihadapi adalah aksesibilitas dari

Kalimantan atau pulau lain di pulau Karimata. Beberapa masalah terkait

pemanfaatan sumber daya pesisir ditemukan seperti kerusakan mangrove dan

terumbu karang, serta regulasi yang kurang mendukung. Penelitian diharapkan

dapat memberikan gambaran solusi untuk pengembangan potensi wisata pantai di

Pulau Karimata. Pulau Karimata memiliki ekowisata dan atraksi wisata bahari.

Ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas untuk manajemen pariwisata

sangat penting. Dengan demikian, peningkatan sumber daya masyarakat lokal

adalah penting. Kecukupan pelatihan dalam aspek kewirausahaan untuk

pengembangan ekowisata sangat diperlukan. Dengan demikian, pemerintah

daerah harus mengikuti strategi pertumbuhan yang agresif. Sementara semua

wisatawan adalah target, fasilitas dan infrastruktur untuk mendukung

pengembangan pariwisata harus dilaksanakan. Juga, ada kebutuhan tinggi untuk

regulasi, promosi, dan hubungan masyarakat.

Lianlian and Linsheng (2017) dalam penelitiannya yang berjudul

Quantitative Study on the Evolution of Ecotourism Policy Development in China.


Hasil penelitian menunjukan pada negara Cina lokalisasi pengembangan

ekowisata telah sangat dipromosikan karena pemerintah mendukung konsep

ekologi dan keberlanjutan dalam pengembangan pariwisata. Namun, kurangnya

kebijakan yang baik membuat banyak wilayah sensitif ekologi rentan terhadap

tekanan pembangunan ekowisata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menggambarkan karakteristik evolusioner pengembangan ekowisata Cina dan

mengungkapkan hubungan antara evolusi kebijakan dan pengembangan

ekowisata. Evolusi kebijakan mencerminkan perubahan tujuan, isi dan pola dalam

pengembangan ekowisata Cina:

1) Kebijakan ekowisata secara stabil berevolusi dan disesuaikan dengan

perubahan lingkungan, dan konservasi ekologi adalah konten inti dalam

kebijakan di bawah semakin banyak dan luasnya kebijakan;

2) Alat kebijakan ekowisata diubah dari pengaturan mikro menjadi kontrol

makro, tetapi belum sistematis;

3) Jumlah departemen yang terlibat dalam desain kebijakan terus meningkat

dan nilai intensitas kebijakan meningkat.

Brokaj dan Rezarta (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Local

Government’s Role in the Sustainable Tourism Development of a Destination.

Hasil penelitian menunjukan pengembangan destinasi pariwisata melibatkan

hubungan kolaboratif antara berbagai aktor yang berpartisipasi dalam

pengembangan pariwisata. Menggunakan studi kasus pariwisata di Kota Vlora,

makalah ini berpendapat bahwa penting untuk memahami peran, tanggung jawab

dan manfaat dari tiga pemangku kepentingan yang paling penting dari tujuan dari

praktik pariwisata berkelanjutan dan kebijakan dan juga bagaimana mereka


menanggapi hal tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan

pemahaman yang lebih baik dari proses evolusi pengembangan pariwisata menuju

keberlanjutan di Albania sesuai dengan pemangku kepentingan utama:

pemerintahan lokal, perusahaan pariwisata dan masyarakat setempat, dengan

fokus terutama pada tantangan dan kelemahan yang berkembang di dalam dan di

luar batas-batas pemerintah lokal dan menghambat peningkatan Kota Vlora

sebagai tujuan wisata penting di Albania. Penelitian ini menunjukkan fakta bahwa

ada berbagai faktor yang membatasi industri pariwisata Kota Vlora dari

mengadopsi praktik pariwisata yang lebih berkelanjutan. Semua faktor ini

memainkan peran penting dalam mewujudkan aksi semua pemangku kepentingan

dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan.

2.2. Teori yang Digunakan

2.2.1. Ekowisata

Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah-daerah

alami dengan melestarikan lingkungan, mendukung kesejahteraan masyarakat

setempat, dan melibatkan interpretasi dan pendidikan. Konsep ekowisata

memadukan tiga komponen penting yaitu konservasi alam, memberdayakan

masyarakat lokal, meningkatkan kesadaran lingkungan hidup dengan melibatkan

masyarakat setempat (The International Ecotourism Society, 2015).

Ekowisata didefinisikan pertama kali sebagai perjalanan yang mencerahkan

dan kunjungan ke daerah alami yang tidak terganggu untuk menikmati dan

menghargai alam (termasuk budaya yang menyertainya dulu dan sekarang) yang
mempromosikan konservasi dan menyediakan keterlibatan sosial ekonomi yang

aktif dari penduduk setempat (Ceballos-Lascurain, 1996).

Ekowisata adalah bentuk wisata yang mengedepankan pengalaman

pembelajaran dan penghargaan terhadap lingkungan alami, atau beberapa

komponennya, dalam konteks budaya yang berkaitan dengannya. Ekowisata

memiliki keunggulan (dalam praktek terbaiknya) dalam kelestarian lingkungan

dan sosial budaya, terutama dalam meningkatkan basis sumber daya alam dan

budaya dari destinasi dan mempromosikan pertumbuhan (Weaver, 2001).

Pariwisata dapat menjadi ekowisata apabila terdapat 6 (enam) prinsip

utama, diantaranya (Wallace and Pierce, 1996) :

1. Penggunaan yang meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan

masyarakat setempat

2. Kesadaran dan pemahaman tentang sistem alam dan budaya daerah dan

keterlibatan pengunjung dalam masalah yang mempengaruhi sistem

tersebut

3. Konservasi dan pengelolaan kawasan alam dilindungi secara hukum dan

lainnya

4. Partisipasi masyarakat lokal dalam jangka panjang dan jangka panjang

dalam proses pengambilan keputusan yang menentukan jenis dan jumlah

pariwisata yang seharusnya terjadi

5. Mengarahkan manfaat ekonomi dan lainnya kepada masyarakat lokal yang

melengkapi daripada membanjiri atau mengganti praktik tradisional

(pertanian, perikanan, sistem sosial, dll)


6. Penyediaan peluang khusus bagi masyarakat lokal dan para pekerja

pariwisata alam untuk memanfaatkan dan mengunjungi kawasan alam dan

belajar lebih banyak tentang keajaiban yang dilihat oleh pengunjung lain.

Jadi, ekowisata merupakan perjalanan mencerahkan yang sekaligus

melindungi kawasan alam, menguntungkan masyarakat setempat, memperkuat

properti budaya lokal dan kecil, memberikan pelatihan dan kesempatan belajar,

meningkatkan penciptaan lapangan kerja, memberikan peluang untuk kemitraan

lokal, pembangunan yang tepat dan perlindungan lingkungan dan warisan budaya.

Ekowisata dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah

terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari alam, sejarah dan budaya di

suatu daerah, dimana pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan

mendukung pelestarian alam. Pola ekowisata sebaiknya meminimalkan dampak

yang negatif terhadap lingkungan dan mampu meningkatkan pendapatan ekonomi

bagi masyarakat setempat (World Wide Fund for Nature- Indonesia, 2009)

Terdapat tiga konsep ekowisata, yaitu: bersifat outdoor, akomodasi yang

dicipta dan dikelola masyarakat lokal dan memiliki perhatian terhadap lingkungan

alam dan budaya lokal. Karena itu, kegiatan ekowisata memiliki prinsip-prinsip

sebagai berikut (Scheyvens, 2000) :

1. Mengurangi dampak negatif.

2. Membangun kesadaran dan penghargaan.

3. Menawarkan pengalaman-pengalaman positif.

4. Memberikan keuntungan finansial.

5. Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial & lingkungan.

6. Menghormati HAM.
2.2.2. Manfaat Ekowisata

Manfaat ekowisata berdampak dalam berbagai aspek, meliputi aspek

konservasi, pemberdayaan dan pendidikan lingkungan. Manfaat tersebut secara

lengkap adalah sebagai berikut (Swarbrooke, 1999):

1. Konservasi : Keterkaitan ekoturisme dan satwa terancam punah sangat

erat, bahkan harus positif karena korelasi positif dengan konsentrasi positif

dengan konservasi berarti memberikan insentif ekonomi yang efektif untuk

melestarikan, meningkatkan keaneragaman hayati budaya dan melindungi

warisab akan yang ada.

2. Pemberdayaan ekonomi : Ekoturisme melibatkan masyarakat lokal berarti

meningkatkan kapasitas, kesempatan kerja masyarakat lokal. Konsep

ekowisata adalah sebuah metode yang efektif untuk memberdayakan

masyarakat lokal untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

3. Pendidikan Lingkungan : Melibatkan pendidikan lingkungan berarti

kegiatan wisata yang dilakukan harus memperkaya pengalaman, juga

kesadaran lingkungan melalui interpretasi. Kegiatan harus

mempromosikan pemahaman, penghargaan yang utuh terhadap alam,

masyarakat, budaya setempat.

Oleh karena itu berdasarkan tiga komponen tersebut, maka tidak secara

otomatis setiap perjalanan wisata alam merupakan aktifitas wisata berbasis

ekologi (ecotourism).
2.1.3. Prinsip Ekowisata

Prinsip ekowisata merupakan berbagai prinsip yang mengatur untuk

menyatukan kosnervasi lingkungan hidup. Pengembangan masyarakat dan wisata

yang berkelanjutan, berjalan seiringan. Hal ini berarti para pihak yang

melaksanakan, berpartisipasi dalam ekoturisme harus menjalankan dan prinsip

tersebut diantaranya (Swarbrooke, 1999):

1. Meminimalkan dampak fisik, sosial, perilaki dan psikologis.

2. Membangun kesadaran liingkungan, budaya dan rasa hormat.

3. Memberikan pengalaman positif bagi pengunjung.

4. Memberikan manfaat keuangan langsung bagi konservasi.

5. Mengahsilkan keuntungan finansial bagi masyarakat lokal, industri wisata.

6. Memberikan pengalaman interpretatif yang mengesankan bagi pengunjung

untuk meningkatkan sensitivitas terhadap iklim politik, lingkungan dan

sosial tempat tujuan wisata.

7. Membangun, mengoprasikan fasilitas atau infrastruktur dengan

meminimalkan dampak lingkungan.

8. Mengakui hak-hak, keyakinan spiritual adat dan memberdayakan

masyarakat.

2.2.4. Potensi Ekowisata

Potensi ekowisata merupakan gabungan dari ketiga aspek ekowisata yang

terdiri dari potensi wisata, partisipasi masyarakat, dan kontribusi terhadap

masyarakat lokal. Potensi ekowisata adalah semua objek (alam, budaya, buatan)
yang memerlukan banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik

bagi wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).

Setelah berlakunya undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang

kepariwisataan, istilah objek wisata diganti menjadi daya tarik wisata pengertian

segala sesuatu keunikan, keindahan dan nilai berupa keanekaragaman kekayaan

alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan

kunjungan wisatawan. Dari pemahaman mengenai potensi ekowisata tersebut

dapat disimpulkan bahwa potensi ekowisata terkait dengan penawaran wisata.

Elemen penawaran wisata terdiri atas (Damanik dan Weber, 2006):

1. Atraksi : Atraksi dibedakan menjadi atraksi yang tangible dan intangible

yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan baik yang berupa

kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia.

2. Aksesbilitas : Cakupan aksesbilitas yang keseluruhan saran dan prasarana

transportasi yang melayani wisatawan dari, ke, dan selama didaerah tujuan

tujuan wisata.

3. Amenitas : Fungsi amenitas lebih kepada pemenuhan kebutuhan

wisatawan sehingga seringkali tidak berhubungan lansung terkait dengan

bidang pariwisata.

2.2.5. Pengembangan Potensi Ekowisata

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 bahwa

prinsip pengembangan ekowisata meliputi:

1. Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata;


2. Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara

lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata;

3. Ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan

menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta

memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan;

4. Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi

seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen

terhadap pelestarian lingkungan dan budaya;

5. Memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung;

6. Partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan

perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan

menghormati nilai- nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di

sekitar kawasan; dan

7. Menampung kearifan lokal.

Ekowisata merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan.

Pengelolaan ekowisata yang baik akan menghasilkan beberapa keuntungan dalam

berbagai aspek. Akan tetapi, apabila tidak dikelola dengan benar, maka ekowisata

dapat berpotensi menimbulkan masalah atau dampak negatif. Berdasarkan

kacamata ekonomi makro, ekowisata memberikan beberapa dampak positif

(Yoeti, 2008), yaitu :

1. Menciptakan kesempatan berusaha;

2. Menciptakan kesempatan kerja;


3. Meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan

masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran

wisatawan yang relatif cukup besar;

4. Meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah;

5. Meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB);

6. Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan

sektor ekonomi lainnya;

7. Memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami

surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran

Indonesia, dan sebaliknya.

Pengembangan ekowisata tidak saja memberikan dampak positif, tetapi juga

dapat memberikan beberapa dampak negatif, antara lain (Yoeti, 2008):

1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan

kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang;

2. Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak

sedap, juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati;

3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya; dan

4. Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara

berpakaian anak-anak sudah mendunia berkaos oblong dan bercelana

kedodoran.

Pengembangan ekowisata harus benar-benar dilakukan denagn penuh

kehati-hatian dan pengelolaan yang cermat, tidak terjebak atau tergiur pada

keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi harus berpedoman pada

pengembangan berkelanjutan. Artinya, generasi kini dapat memetik manfaatnya,


namun tanpa melupakan bahwa generasi berikutnya pun memiliki hak mendapat

manfaat SDA yang sama (Warpani, 2007).

Kebijakan dalam kaitan dengan pengembangan ekowisata dilandasi oleh

dimensi ekologi yaitu (Damanik dan Weber, 2006):

1. Penentuan dan konsistensi pada daya dukung lingkungan.

2. Pengelolaan limbah dan pengurangan penggunaan bahan baku hemat

energi.

3. Prioritas pengembangan produk dan layanan jasa berbasis lingkungan.

4. Peningkatan kesadaran lingkungan dengan kebutuhan konservasi.

Pengembangan ekowisata dapat mendatangkan dampak positif berupa

meningkatnya upaya reservasi sumberdaya alam, pembangunan taman nasional,

perlindungan pantai, dan taman laut. Namun di lain pihak, pengelolaan kegiatan

ekowisata yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak negatif berupa polusi,

kerusakan lingkungan fisik, pemanfaatan berlebihan, pembangunan fasilitas tanpa

memperhatikan kondisi lingkungan. (Tuwo, 2011).

2.2.4. Analisis SWOT

Analisis swot adalah indifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi perusahan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (sterngths) dan peluang (opportunities), namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan ( weaknesses) dan ancaman (threats)

(Rangkuti, 2004).

Analisis SWOT sebagai evaluasi terhadap keseluruhan kekuatan,

kelemahan, peluang, dan ancaman. Analisis SWOT merupakan salah satu


instrumen analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang dikenal

luas. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan

meminimalkan kelemahan dan ancaman. Bila diterapkan secara akurat, asumsi

sederhana ini mempunyai dampak yang besar atas rancangan suatu strategi yang

berhasil (Kotler, 2010)

Fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari

analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan

kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman).Analisis

SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu

yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi

bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau diminimalkan untuk

memenuhi pemasukan yang diinginkan (Ferrel dan Harline, 2005).

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara systematis untuk

merumuskan strategi perusahaan, analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara

bersamaan dapat menimbulkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threat).

Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan

pengembangangmisi, tujuuan , dan strategi, dan kebijan dari perusahaan. Dengan

demikian perecanaan strategi (strategic planner) harus menganalisi faktor-faktor

strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan , peluang, dan ancaman) dalam kondisi

yang ada disaat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling

popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT. Pembagian faktor – faktor

strategis dalam analisis SWOT yaitu (Siagian, 2012) :


1. Faktor berupa kekuatan

Yang dimaksud dengan faktor-faktor kekuatan yang dimiliki oleh suatu

perusahaan termasuk satuan-satuan bisnis didalamnya adalah antara lain

kompetisi khusus yang terdapat dalam organisasi yang berakibat pada

pemilkikan keunggulan komparatif oleh unit usaha dipasaran. Dikatakan

demikian karena satuan bisnis memiliki sumber keterampilan, produk

andalan dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat dari pada pesaing

dalam memuaskan kebutuhan pasar yang sudah dan direncanakan akan

dilayani oleh satuan usaha yang bersangkutan.

2. Faktor kelemahan

Yang dimaksud dengan kelemahan ialah keterbatasan atau kekurangan

dalam hal sumber, keterampilan, dan kemampuan yang menjadi

penghalang serius bagi penampilan kinerja organisasi yang memuaskan.

3. Faktor peluang

Definisi peluang secara sederhana peluang ialah berbagai situasi

lingkuangan yang menguntungkan bagi suatu satuan bisnis.

4. Faktor ancaman

Pengertian ancaman merupakan kebalikan pengertian peluang yaitu faktor-

faktor lingkungan yang tidak menguntungkan suatu satuan bisnis jika jika

tidak diatasi ancaman akan menjadi bahaya bagi satuan bisnis yang

bersangkutan baik unutk masa sekarang maupun dimasa depan.

Dengan mengunakan cara penelitian dengan metode analisis SWOT ini

ingin menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi

faktor internal dan eksternal, kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam
analisis SWOT. Cara membuat analisis SWOT penelitian menunjukkan bahwa

kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal

.kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analis SWOT. SWOT adalah

singkatan dari lingkuangan internal strengths dan weaknesses serta lingkungan

eksternal opportunities dan threats yang dihadapi didunia bisnis. Analisis SWOT

membadingkan antara faktor ekternal peluang (opportunies) dan Ancaman

(threats) dengan faktor internal kekuatan (strenghs) dan kelemahan (weaknesses)

(Rangkuti, 2004).

Diagram 2.1 Analisis SWOT

(Sumber : Rangkuti, 2004)

Berikut penjelasan tiap kuadran dalam Analisis SWOT :

1. Kuadran 1 : ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan.

Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat

memanfaatkan peluang yang ada. Startegi yang harus diterapka dalam

kondisi ini adalah mndukung kebijakan pertumbuhan yang agresif

(Growth oriented strategy)


2. Kuadran 2 : meskipun menghadapi berbai ancaman, perusahaan ini

masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan

adalah yang mengunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka

panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

3. Kuadran 3 : perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar,

tetapi dilain pihak ia menghadapi beberapa kendala/kelamahan internal.

Kondisi bisnis pada kuadran 3 ini mirip dengan Question mark pada BCG

matrik. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-

masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang

baik. Misalnya, Aple menggunakan strategi peninjauan kembali teknologi

yang dipergunakan dengan cara menawarkan produk-produk baru dalam

industry microcomputer.

4. Kuadran 4 : ini merupakan situasi yang sangat tidak mengguntungkan,

perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan

internal.

Dalam menganalisa SWOT ada lima macam model pendekatan yang

digunakan. Model pendekatan dalam menganalisa SWOT tersebut adalah sebagai

berikut (Rangkuti, 2004) :

1. Matrik SWOT

Matrik ini dapat mengambarkan secara jelas bagaimana peluang dan

ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilki perusahaan.

2. Matrik Boston Consulting Group


Matrik BCG diciptakan oleh Boston Consulting Group (BCG) yang

mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah untuk mengembangkan

strategi pangsa pasar untuk portofolio produk berdasarkan karakteristik

cash-flownya, serta untuk memutuskan apakah perlu meneruskan investasi

produk yang tidak menguntungkan. Matriks BGC juga dapat digunakan

untuk mengukur kinerja manajemen berdasarkan kinerja produk di

pasaran.

3. Matrik Internal dan Eksternal

Matrik ini dapat dikembangkan dari model Boston Consulting Group (GE-

Model) parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal

parusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan

model ini adalah untuk memperoleh strategis bisnis ditingkatkan korporat

yang lebih detail.

4. Matrik Space

Adalah untuk mempertajam analisis agar perusahaan dapat melihat posisi

dan arah perkembangan dimasa akan datang. Matrik space dapat

memperlihatkan denga jelas kekuatan keuangan dan kekuatan industri

pada suatu perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut

secara financial relatif cukup kuat untuk mendayagunakan keuntungan

kompetitif secara optimal melalui tindakan agresif dalam merebut pasar.

5. Matrik Grand Strategy

Matrik ini biasa digunakan untuk memecahkan masalah yang sering

dihadapi dalam penggunaan analisis SWOT yaitu untuk menentukan


apakah perusahan ingin memanfaatkan posisi yang kuat atau mengatasi

kendala yang ada dalam perusahaan (Ibid, Hal 46).

a. Matrik Faktor Strategi Eksternal

Sebelum membuat matrik factor strategi eksternal, kita perlu

mengetahui terlebih dahulu factor strategi eksternal (EFAS).

Berikut ini adalah cara-cara penentuan factor strategi eksternal

(EFAS):

 Susunlah dalam pada kolom 1 (5 sampai dengan 10 kategorikan

peluang dan ancaman).

 Beri bobot pada setiap faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0

(sangat penting)sampai dengan 0,0 (tidak penting) faktor-faktor

tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap

faktor strategis.

 Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor

dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai

dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terdapat

kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai ranting

untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin

besar diberi rating +4, jika peluangnya kecil diberi rating +1).

Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya,

jika ancaman sangat besar, ratingnya adalah 1, sebalikanya, jika

nilai ancamannya sedikit ratingnya 4

 Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk

memperoleh factor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya


berupa skor pembobotan untuk masing-masing factor yang

dinilai bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0

(poor).

 Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan

mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor

pembobotan dihitung f.

 Jumlah skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh

total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai

total ini menunjukan bagaimana perusaan tertentu bereaksi

terhadap faktor-faktor strategis eksternal. Total skor ini dapat

digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan

perusahan lainnya dalam kelompok industri yang sama.

b. Matrik Faktor Strategi Internal

Setelah faktor-faktor strategi internal suatu perusahaan

diidentifikasi, suatu tabel IFAS (internal strategic factors analysis

summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategi

internal tersebut dalam kerangka strength dan weakness

perusahaan. Tahapnya adalah :

 Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan

perusahaan dalam kolom 1.

 Beri bobot masing masing faktor tersebut dengan skala mulai

dengan dari 1,0 (paling penting ) samapai 0,0 (tidak penting),

berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut tehadap posisi


perusahaan. (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh

melebihi skor total 1,00.)

 Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing fakor

dengan memberikan skala mulai 4 (outstanding) sampai dengan

1 (poor), berdasrkan pegaruh faktor tersebut terhadap kondisi

perusahaan yang bersangkuatan. Variabel yang bersifat positif

(semua variabel yang amsuk kategori kekuatan) di beri nilai

mulai dari +1 sampai +4 (sangat baik ) dengan membandingakan

dengan rata-rata industry atau dengan pesaing utama. Sedangkan

variabel yang bersifat negatif sebaliknya.

c. Tahap Analisis

Setelah mengumpul semua infomasi yang berpengaruh terhadap

kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan

semua informasi tersebut dalam model-model kuantitaif perumusan

strategi Dapat menggunakan beberapa model sekaligus,agar dapat

memperoleh analisis yang lebih lengkap dan akurat. Model yang

dapat digunakan adalah sebagai berikut (Ibid, hal 22-24) :

a. Matrik SWOT

Alat yang dipakai untuk menyususn faktor-faktor strategis

perusahaan adalah Matrik SWOT. Matrik ini dapat

mengambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman

eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilki. Matrik ini dapat

menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.


Diagram 2.2 Matriks SWOT

(Sumber : Rangkuti, 2004)

b. Matrik BCG

Metode pendekatan yang paling banyak digunakan untuk

analisis korporat adalah BCG Growth/Share Matrix yang

diciptakan pertama kali oleh Boston Consulting Group (BCG).

Cara penggunaan Matriks BCG :

1. Mengidentifikasi unit analisis

2. Mengumpulkan data statistik yang diperlukan untuk analisis

3. Menghitung pangsa pasar relative

4. Membuat plot pangsa pasar pada diagram matrik BCG

5. Rumusan Setiap kuadran.


c. Matrik General Electric

Model ini membutuhkan parameter factor daya tarik industri

(industry attractiveness factor) dan faktor kekuatan bisnis

(business strength factor).

d. Matriks internal eksternal

Matriks internal eksternal ini dikembangkan dari model general

Electric (GE Model). Parameter yang digunakan meliputi

parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal

yang dihadapi. Tujuan penggunaan model ini yaitu untuk

memperoleh strategi bisnis ditingkat korporat yang lebih detail.

e. Matrik Space

Selanjutnya setelah menggunakan model analisis matrik IE,

perusahaan itu dapat menggunakan matrik space untuk

mempertajam analisisnya. Tujuannya adalah agar perusahaan itu

dapat melihat posisinya dan arah perkembangan selanjutnya.

Berdasarkan matrik space, analisis tersebut dapat

memperlihatkan dengan jelas garis vector yang bersifat positif

baik untuk kekuatan keuangan (KU) maupun kekuatan industri

(KI). Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan itu secara

finansial relatif cukup kuat sehingga dia dapat mendayagunakan

keuntungan kompetitifnya secara optimalmelalui tindakan yang

cukup agresif untuk merebut pasar.


f. Matrik Grand Strategy

Model yang digunakan untuk menentukan apakah perusahaan

ingin memanfaatkan posisi yang kuat atau mengatasi kendala

yang ada. Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis

dengan menggunakan matriks SWOT, untuk mambandingkan

antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan factor

eksternal (ancaman dan peluang). Selain itu dengan

menggunakan matrik ini dapat menggambarkan secara jelas

mengenai ancaman dan peluang yang sesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.

2.1.4. Strategi

Secara etimologi adalah turunan dari kata dalam bahasa Yunani, strategos.

Adapun strategos dapat diterjemahkan sebagai “komandan militer” pada zaman

demokrasi Athena. Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia

militeryang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk

memenangkan suatu peperangan.Sedangkan secara terminologi banyak ahli telah

mengemukakan definisi.

Strategi dengan sudut pandang yang berbeda-beda namun pada dasarnya

kesemuanya itu mempunyai arti atau makna yang sama yakni pencapaian

tujuansecara efektif dan efisien, diantara para ahli yang merumuskan tentang

definisistrategi tersebut salah satu proses dimana untuk mencapai suatu tujuan

danberorientasi pada masa depan untuk berinteraksi pada suatu persaingan

gunamencapai sasaran.
Strategi berasal dari Bahasa Yunani “strategos” diambil dari kata stratos

yang berarti militer dan Ag yang berarti memimpin. Jadi strategi dalam konteks

awalnya ini diartikan sebagai general ship yang artinya sesuatu yang dikerjakan

oleh para jenderal dalam membuat rencana untuk menaklukkan musuh dan

memenangkan perang (Purnomo, 2006).

Strategi adalahserangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang

menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategi

meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi (perencanaan strategis atau

perencanaan jangka panjang). Implementasi strategi dan evaluasi serta

pengendalian (Andi, 2003).

Berikut beberapa tahapan strategi yang harus dilalui untuk mencapai target

yang diinginkan (Hariadi, 2005) :

1. Perumusan

a. Menjelaskan tahap pertama darifaktor yang mencakup analisis

lingkungan intern maupun ekstern adalah penetapan visi dan misi,

perencanaan dan tujuan strategi.

b. Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-

langkah kedepan yang maksudkan untuk membangun visi dan

misinya, merupakan tujuan strategi serta merancang strategi untuk

mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan customer

value terbaik.

c. Lakukan analisis lingkungan intern dan ekstern untuk mengukur

kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan

dihadapi.
2. Pelaksanaan

a. Setelah tahap perumusan strategi diselesaikan maka berikutnya

yang merupakan tahap krusial dalam strategi perusahaan adalah

tentangpelaksanaan strategi.

b. Pelaksanaan strategi adalah proses dimana strategi dan

kebijaksanaan dijalankan melalui pembangunan struktur,

pengembangan program,budget dan prosedur pelaksanaan.

c. Pelaksanaan strategi merupakan tahap yang paling sulit dalam

proses strategi mengingat banyak sekali faktor yang dapat

mempengaruhi pelaksanaan di lapangan dan mungkin tidak sesuai

dengan perkiraan semula. Strategi yang berhasil harus didukung

perusahaan yang capable dengan seorang pemimpin yang solid,

alokasi sumber daya yang cukup, kebijaksanaan yang tepat,

budaya, situasi dan kondisi terhadap keberhasilan pelaksanaan

strategi.

3. Matrik seleksi strategi dasar

Pengalaman banyak penentu strategi menunjukkan bahwa

penggunanan matriks merupakan suatu teknik yang handal dalam

memilih strategi induk. Ide utama yang melatar belakangi penggunaan

matriks adalah terdapat dua jenis variabel yang mutlak mendapat

perhtaian dalam melakukan analisis yang bersifat strategic yaitu

(Rangkuti, 2004):

a. Maksud utama penentu strategi dasar

b. Pemilihan penekanan perhatian pada fakor eksternal dan internal.


Penggunaan matriks menjadi ampuh sebagai instrument analisis

karena memperhitungkan berbagai factor eksternal yang berpengaruh dan

faktor-faktor tersebut dikaitkan bukan hanya dengan kekuatan yang dimiliki

oleh satuan bisnis melainkan juga memperhatikan berbagai kelemahan yang

mungkin melekat pada tubuh satuan bisnis yang bersangkutan. Pendekatan

matriks memungkinkan satuan bisnis memanfaatkan semaksimal mungkin

factor-faktor kekuatan yang dimilikinya dan sekaligus berupaya untuk

menghilangkan atau mengurangi dampak negatif dari berbagai

kelemahannya.

Penggunaan matriks menunjukkan bahwa perhatian ditujukan pada

hal-hal berikut ini (Rangkuti, 2004) :

a. Sebagai hasil analisis yang dilakukan, berbagai kelemahan satuan

bisnis dapat diatasi

b. Para penentu strategi dapat mengambil langkah-langkah untuk

maksimalisasi berbagai faktor kekuatan yang dimiliki.

c. Secara internal melakukan pengaturan kembali pemanfaatan

dana dan daya yang terdapat dalam satuan usaha.

d. Secara eksternal melakukan tindakan akuisisi atau penggabungan

sebagai teknik untuk meningkatkan kemampuan organisasi

memperoleh dana dan daya.


Diagram 2.3 Matriks Seleksi Strategi Dasar

(Sumber : Rangkuti, 2004)

Matriks seleksi strategi dasar yaitu suatu pendekatan yang secara

simultan melakukan analisis mengenai tingkat pertumbuhan pasar dan posisi

kompetitif suatu perusahaan atau satuan bisnis dalam pasar tersebut. Dengan

melakukan analisis yang simultan tersebut manajemen akan menemukan

empat jenis posisi yang pada gilirannya memberikan “arahan” kepada para

perumus strategi perusahaan untuk memilih strategi yang paling tepat.

Keempat posisi itu adalah (Rangkuti, 2004) :

a. Posisi bersaing yang kuat dalam kondisi pasar yang bertumbuh

dengan cepat.
b. Posisi bersaing yang lemah dalam kondisi pasar yang bertumbuh

dengan pesat.

c. Posisi bersaing yang lemah dalam kondisi pasar yang bertumbuh

dengan lambat.

d. Posisi bersaing yang kuat dalam kondisi pasar yang bertumbuh

dengan lambat.

Merupakan tugas para penentu strategi perusahaan untuk melakukan

analisis sedemikian rupa sehingga strategi yang paling menguntungkan bagi

satuan-satuan bisnis dalam lingkungan perusahaan dapat ditempuh.

2.1.5. Kerangka Penelitian

Pembangunan di bidang kepariwisataan merupakan salah satu terobosan

untuk meningkatkan pendapatan daerah dan negara. Sebagai langkah awal dalam

memilih dan menentukan suatu potensi obyek wisata pantas untuk dikembangkan

atau mendapatkan prioritas untuk dikembangka, sebelumnya perlu melakukan

evaluasi potensi obyek wisata (Amalia, 2014)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi masing-masing obyek

wisata dan arah pengembangan masing-masing obyek wisata. Penilaian potensi

obyek wisata dilakukan dengan melakukan identifikasi faktor internal dan

eksternal dengan observasi dilapangan kemudian membuat klasifikasi tingkat

perkembangan potensi obyek wisata. Sedangkan arah pengembangan ditentukan

dengan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunitis, Threat) secara

kuantitatif.
Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal yang

selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi dan

pengembangan yang sesuai dengan obyek wisata untuk meningkatkan kunjungan

wisatawan. Untuk mengetahui alur pemikiran dalam penelitian ini, maka dibuat

diagram alir sebagai berikut :

Diagram 2.4 Diagram Alir Penelitian

Objek Wisata Pantai Jumiang

Kabupaten Pamekasan

Identifikasi Potensi Wisata

Pantai Jumiang Kabupaten Pamekasan

Identifikasi Identifikasi

Potensi Internal : Potensi Eksternal :

- Kualitas Obyek Wisata - Dukungan Pengembangan

- Kondisi Obyek Wisata - Aksebilitas Obyek Wisata

- Fasilitas Penunjang Obyek

- Fasilitas Pelengkap Obyek

Analisis SWOT

(Strenght, Weakness, Opportunitis, Threat)

Strategi Pengembangan Ekowisata Pantai


Jumiang Kabupaten Pamekasan
BAB III

METODE PENELITIAN

2.1. Landasan Filosofis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penarikan

informan menggunakan teknik purposif sampling, yaitu mengandalkan informasi

yang diperoleh dari informan. Tujuan dari penelitian umumnya mencakup

informasi tentang fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian (Rukajat,

2018:4).

Penelitian kualitatif pada prinsipnya untuk memahami obyek yang diteliti

secara mendalam. Sedangkan jenis penelitian kualitatif yang digunakan adalah

deskriptif. Deskriptif merupakan jenis penelitian kualitatif yang berusaha

menggambarkan suatu gejala sosial melalui penafsiran data-data kualitatif.

Pendekatan kualitatif digunakan karena tujuan yang ingin dicapai adalah untuk

memahami fenomena akan interpretasi terhadap suatu gejala perubahan yang

terjadi dilapangan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif bermaksud

memperoleh gambaran yang mendalam tentang bagaimana proses formulasi

kebijakan pengembangan potensi ekowisata Pantai Jumiang, Kabupaten

Pamekasan.

2.2. Objek dan Informan Penelitian

Obyek penelitian adalah sesuatu yang merupakan inti dari problematika

penelitian (Arikunto, 2005). Obyek dalam penelitian ini adalah pengembangan

potensi ekowisata di Pantai Jumiang Kabupaten Pamekasan.


Informan penelitian merupakan sumber informasi yang dibutuhkan peneliti

sehingga didapatkan hasil penelitian yang representatif. Informan penelitian bisa

berupa benda, orang, model, atau karakteristik tertentu (Zulfikar dan Budiantara,

2014:88). Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitar

Pantai Jumiang Kabupaten Pamekasan, pengunjung Pantai Jumiang dan

Penmerintah Daerah Kabupaten Pamekasan.

2.3. Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data diperoleh dengan melakukan studi lapangan

melalui wawancara secara mendalam kepada sejumlah informan penelitian yang

telah ditentukan sebelumnya dengan menggunakan alat bantu berupa pedoman

wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pedoman wawancara

semi terstruktur. Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat

kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu

dipertanyakan secara berurutan. Peneliti menggunakan wawancara semi

terstruktur dengan menggunakan interview guide yang pokok kemudian

pertanyaan dikembangkan seiring atau sambil bertanya setelah informan tersebut

menjawab sehingga terjadi wawancara yang interaktif antara peneliti dengan

informan. Wawancara dilakukan sambil direkam sehingga data yang diperoleh

dapat dikonfirmasi kembali.

Disamping itu, studi literatur juga merupakan salah satu sumber data yang

pentng juga digunakan dalam penelitian kualitatif, karena melalui penggunaan

studi literatur dapat digunakan untuk mempertajam pembahasan dalam penelitian.

Studi literatur dilakukan untuk memperkaya pengetahuan mengenai berbagai

konsep yang akan digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam proses penelitian.
Peneliti juga menggunakan studi literatur dalam teknik pengumpulan data untuk

memperoleh data sekunder yang digunakan untuk membantu proses penelitian.

Studi literatur dalam penelitian ini dilakukan terhadap berbagai kepustakaan

seperti buku, jurnal, dan berbagai dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian

yang telah dilakukan.

2.4. Teknik Analisis Data

Setelah mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian, langkah

selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan analisis terhadap data yang

telah terkumpul. Analisis data merupakan proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategorisasi dan satuan uraian dasar.

Analisis data dilakukan untuk mengkaji dan mengolah data yang telah terkumpul

agar memperoleh simpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis data

kualitatif dalam penelitian ini yang digunakan adalah deskriptif mengacu pada

Miles dan Huberman dalam Buchari (2014: 72-73), yakni melakukan:

1. Reduksi Data

Reduksi data yaitu proses transformasi data kasar yang muncul dari catatan

lapangan, kemudian dipilah-pilah, dipilih sesuai yang dibutuhkan saja. Reduksi

data dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan,

mengkode, menelusuri tema, dengan maksud menyisihkan data atau informasi

yang tidak relevan dengan penelitian.

2. Penyajian Data

Penyajian data (display data) merupakan gambaran secara menyeluruh dari

data yang telah diseleksi. Data dapat disajikan dalam bentuk matriks, tabel, grafik,
dan lain-lain. Penyajian data juga dapat dilakukan secara naratif. Penyajian data

yang tersusun baik akan memberikan kemudahan dalam menarik kesimpulan dan

dipahami.

3. Pengambilan keputusan/Verifikasi

Pengambilan keputusan atau verifikasi merupakan kegiatan pada akhir

penelitian kualitatif. Pada tahap ini peneliti mencari makna dari data yang

diperoleh kemudian data tersebut disimpulkan.

Penelitian ini juga menggunakan uji keabsahan data berupa triangulasi.

Triangulasi adalah penggunaan sumber data yang beragam dengan tujuan untuk

mengecek dan menguji kesahihan serta keandalan, sekaligus merupakan alat

untuk menganalisis data. Uji triangulasi yang digunakan adalah triangulasi data,

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui perbandingan hasil wawancara seseorang dengan orang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Alam, J. 2013. Manaement Challenges of Ecotourism in a new location. Grin


Verlag.

Arikunto. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Sagung Seto.

A W Rudiastuti et al. 2018. “Coastal management strategy for small island:


ecotourism potency development in Karimata Island, West Kalimantan”. IOP
Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 148 012013

Brokaj, Rezarta. 2014. “Local Government’s Role in the Sustainable Tourism


Development of a Destination”. European Scientific Journal November
Edition Vol. 10, No. 31

Buchari, Sri A. 2014. Kebangkitan Etnis Menuju Poilitik Identitas. Yayasan


Pustaka Obor, Jakarta.

Ceballos-Lascurain, H. (1996). Tourism, Ecotourism and Protected Areas. Gland,


Switzerland: IUCN (World Conservation Union).

Damanik, Janiaton dan Weber, Helmut. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori
ke Aplikasi.Yogyakarta: PUSPAR UGM dan Andi.

Dinas Pariwisata, Pemuda & Olah Raga, dan Kebudayaan Kabupaten Pamekasan
(2012), Rencana Strategis Pengembangan Pariwisata Kabupaten Pamekasan,
Disparporabud Kabupaten Pamekasan, Pamekasan.

Fennell D. A. 2015. Ecotourism. London; New York: Routledge.

Indrawan, M., dkk. 2012. Biologi Konservasi: Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

Lianlian and Linsheng. 2017. “Quantitative Study on the Evolution of Ecotourism


Policy Development in China”. Journal of Resources and Ecology,
8(5):460-469

Rukajat, A. 2018. Pendekatan Penelitian Kualitatif. Deepublish, Yogyakarta.

Scheyvens, R. (2000). Promoting Women's Empowerment Through Involvement


in Ecotourism: Experiences from the Third World. Journal of Sustainable
Tourism, Vol. 8(3). Pp. 232 – 249.

Sore, U. B. & Sobirin. 2017. Kebijakan Publik. Makassar: Sah Media.

Tuwo. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Surabaya: Brilian


Internasional.
Wallace, G.N., and S. Pierce. 1996. An evaluation of ecotourism in Amazonas,
Brazil. Annals Tourism Research 23(4): 843-873

Weaver, D. B., 2001, Ecotourism as Mass Tourism: Contradiction or Reality?,


Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly.

Yoeti OA. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi.


Jakarta (ID): Kompas.

Zulfikar., Budiantara, N. I. 2014. Manajemen Riset Dengan Pendekatan


Komputasi Statistika, Deepublish, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai