SKRIPSI
Oleh
Wildan Firdaus
NIM. 6661132268
2018
ABSTRAK
Wildan Firdaus. NIM. 6661132268. Skripsi. Analisis Kritis Implementasi
Program Rehabilitasi Sosial Penanganan Gelandangan dan Pengemis oleh
Dinas Sosial Kota Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Publik.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Pembimbing I: Riny Handayani, M.Si dan Pembimbing II: Riswanda, Ph.D.
Permasalahan dalam penelitian ini yaitu lemahnya penegakan peraturan daerah
kota serang nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan, pemberantasan dan
penanggulangan penyakit masyarakat, kurangnya sosialisasi program rehabilitasi
sosial gelandangan dan pengemis, kurangnya koordinasi antar instansi terkait.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan dan mendeskripsikan secara kritis
mengenai bagaimana implementasi program rehabilitasi sosial penanganan
gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Critical System Thinking dengan
menggunakan Boundary Categories menurut Ulrich (dalam Riswanda 2016:9)
yang memiliki 4 dimensi yaitu sumber motivasi, sumber kekuatan, sumber
pengetahuan, dan sumber legitimasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kualitatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan program
rehabilitasi ini belum optimal karena kurangnya sumber daya yang dimiliki baik
itu sumber daya manusia maupun anggaran selain itu fasilitas dan sarana
prasaranapun belum memadai. Saran peneliti adalah merangkul semua kalangan
seperti unsur keagamaan, unsur masyarakat, maupun akademisi untuk ikut dalam
program ini. Mensosialisasikan peraturan daerah terkait dan program anti
memberi melalui media sosial, cetak, maupun elektronik. Melakukan rehabilitasi
di lingkungan gelandangan dan pengemis dengan melakukan koordinasi dengan
tokoh masyarakat setempat dalam proses rehabilitasi.
Kata Kunci : Rehabilitasi Sosial, Gelandangan, Pengemis
ABSTRACT
Wildan Firdaus. NIM. 6661132268. Thesis. Critical Analysis of Implementation
of Social Rehabilitation Program for Handling Homeless and Beggars by Social
Service of Serang City. Public Administration Science Program. Faculty of
Social Science and Political Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa.
Councelor I: Riny Handayani, M.Si and Councelor II: Riswanda, Ph.D.
Problems in this research are weak enforcement of regulation of city area of
attack number 2 year 2010 about prevention, eradication and prevention of
community disease, lack of socialization of social rehabilitation program
homeless and beggars, lack of coordination among related institutions.The
purpose of this research is to describe and describe critically about how the
implementation of social rehabilitation programs handling homeless and beggars
conducted by the Serang City Social Service. The theory used in this research is
Critical System Thinking by using Boundary Categories according to Ulrich (in
Riswanda 2016: 9) which has 4 dimensions of motivation source, source of
strength, source of knowledge, and source of legitimacy. The method used in this
research is qualitative which is descriptive. The results of this study indicate the
rehabilitation program is not optimal because of the lack of resources owned both
human and budgetary resources in addition to facilities and infrastructure
facilities are not adequate. The researcher's suggestion is to embrace all circles
such as religious elements, community elements, and academics to participate in
this program. Socializing related local regulations and anti-giving programs
through social, print, or electronic media. Rehabilitate in homeless and begging
environments by coordinating with local community leaders in the rehabilitation
process.
Keywords: Social Rehabilitation, Homeless, Beggar
“Jangan bersedih atas apa yang telah berlalu, kecuali jika itu bisa membuatmu bekerja
lebih keras untuk apa yang akan datang”. – Umar bin Khattab
“Bantinglah otak untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya guna mencari rahasia besar
yang terkandung di dalam benda besar yang bernama dunia ini, tetapi pasanglah pelita
kemudian solawat serta salam semoga terlimpah dan tercurah kepada Nabi besar
Muhammad S.A.W yang telah mengiringi doa dan harapan penulis untuk
memperoleh Gelar Sarjana Strata satu (S1) Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada
data dari para narasumber namun disisi lain penulis juga sangat bersyukur karena
khususnya pada bidang yang sedang diteliti oleh penulis. Untuk terwujudnya
penulisan penelitian skripsi ini banyak pihak yang membantu penulis dalam
memberikan motifasi baik waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuannya. Maka dengan
ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kepada kedua Orang tuaku tercinta
yaitu Ayahanda Alm. Abdul Somad yang selalu menjadi inspirasi walaupun
keberadaannya sudah tiada dan Ibunda Siti Aisyah, yang senantiasa memotivasi,
i
keringat yang senantiasa menetes dari mereka yang bisa mengantarkan saya
sampai sejauh ini dalam hidup dan tidak lupa kepada Kakak Hana Tiara dan Adik
tercinta Suci Ananda dan Jelita Tri Cahyani yang senantiasa menjadi
kepada:
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak DR. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Tirtayasa
Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
ii
7. Ibu Arenawati M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi
Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
10. Kepada seluruh Dosen dan Staff Program Studi Ilmu Administrasi
Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa yang tidak bisa Saya sebutkan satu persatu, yang telah
11. Kepada Yuli Eka Putri yang penulis sangat sayangi dan cintai setelah
ini.
semangat dan doa yaitu Ahmad Fathony S.H, Febri WR, Asep F, Asep
iii
S, Furqan A, Galuh Melati, Maria, Rezky H, Evi, Vevi, Suci R, Diah
penulis..
15. Kepada Om Ata, Tante Sari, Uwa serta saudara-saudara yang telah
16. Serta semua informan seperti bapak Heli Priyatna, Ibu Hendri dari
iv
Wildan Firdaus
v
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
Lembar Persetujuan
Daftar Isi v
Daftar Gambar ix
Daftar Tabel x
BAB I PENDAHULUAN
v
2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Publik 25
vi
3.7.2 Teknik Analisis Data 73
vii
4.3.3 Sources Of Knowledge (Sumber Pengetahuan) 132
4.3.3.1 Professional (Tenaga Ahli) 133
4.3.3.2 Expertise (Keahlian) 136
4.3.3.3 Guarantee (Jaminan) 137
BAB V PENUTUP
Daftar Pustaka
Lampiran
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
x
BAB I
PENDAHULUAN
berkelanjutan dari segala sektor seperti sosial, ekonomi, budaya, dan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Agar apa yang menjadi cita-cita tidak hanya sebuah
mimpi besar untuk kemajuan bangsa ini melainkan untuk menjadi sebuah panutan
Indonesia yang dapat merasakan langsung dari terealisasinya cita-cita bangsa ini.
mendapatkan kehidupan yang layak dari negara. Kehidupan yang layak seperti
yang lainnya. Kebutuhan rohani seperti kebutuhan akan rasa aman, kebebasan
dari itu negarapun memiliki kewajiban untuk memberikan kehidupan yang layak
masyarakatnya.
1
2
baik makanan maupun non-makanan. Standar ini disebut garis kemiskinan, yaitu
kalori energi per kapita per hari, ditambah lagi nilai pengeluaran untuk kebutuhan
disebabkan oleh faktor tunggal. Seseorang atau keluarga miskin bisa disebabkan
oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu sama lain, seperti mengalami
kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun, kesehatan, kematian), atau
hidup terpencil dengan sumberdaya alam dan infrastruktur yang terbatas (Suharto,
sosial yang muncul didalam masyarakat yang kerap sulit diatasi oleh pemerintah
Pintar (PIP), Program Keluarga Harapan (PKH), Beras Untuk Keluarga Miskin
yang ada di Indonesia 28.00541 juta jiwa pada tahun 2016 semester 1 dengan
yang terus menjadi polemik di negeri ini. Yang mana masalah kemiskinan sampai
saat ini menjadi hambatan dalam proses pembangunan untuk kehidupan yang
karya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat tahun 2016 tingkat
berjumlah 237.641.326 jiwa. Hal ini sangat miris sekali mengingat dengan
penyakit masyarakat ini bahkan dijadikan sebagai profesi oleh masyarakat miskin
yang bermentalkan lemah. Hal semacam itulah buntut dari masalah pengangguran
gelandangan dan pengemis atau sering disebut gepeng. Oleh karena itu sangat
Indonesia.
penghasilan secara instan untuk mencari penghasilan dan terbebas dari pajak
mencari nafkah, mereka lebih memilih profesi sebagai gepeng yang dianggap
lebih mudah mendapatkan uang walaupun hal ini tentunya melanggar aturan baik
bukan hanya orang dewasa namun banyak juga yang masih anak-anak, hal ini
sangat miris sekali anak-anak yang seharusnya belajar dan bermain akantetapi
mereka malah mencari nafkah, terlebih dengan cara yang kurang layak dan
melanggar aturan ini. Gepeng yang masih tergolong anak-anak atau yang sering di
kenal sebagai anak jalanan ini tentunya sangat rentan dengan masalah-masalah
tindak kekerasan, ekploitasi anak dan lainnya. Hal ini sungguh berbanding
terbalik dengan hak-hak anak yang seharusnya mereka peroleh seperti hak untuk
pasar-pasar tradisional, jalan-jalan raya ini, sejak kecil sudah diajarkan menjadi
peminta-minta dan bisa saja semakin lama akan berpikir betapa mudahnya dalam
mencari uang hanya dengan mengharapkan orang lain merasa iba dan
mendapat keuntungan yang mencapai ratusan ribu rupiah per hari. Jika masalah
ini dibiarkan terus menerus dan tidak ditangani dengan serius, pemerintah
pastinya akan lebih berpikir keras untuk membuat para generasi muda tersebut
membuat jera para gepeng ini yang tidak henti-hentinya melakukan aksinya.
upaya tersebut kurang efektif dan bahkan dinilai tidak mampu mengatasi laju
Makasar, Surabaya dan Yogyakarta yang dari tahun ke tahun gepeng seperti tidak
Nabila (2014: 1) Indonesia termasuk dalam 5 besar negara yang memiliki jumlah
Jumlah tersebut akan terus bertambah sekitar 30-40% di tahun berikutnya. Bahkan
setiap menjelang Idul Fitri pun, jumlah pengemis sudah meningkat hingga 100%.
Hal ini merupakan catatan buruk pemerintah selaku pemegang kewenangan dalam
Indonesia. Hal serupa dirasakan pula oleh Provinsi Banten yang mana jumlah
gepeng dari tahun ke tahunnya terus bertambah jumlahnya. Adapun data jumlah
Tabel 1.1
Data Gelandangan dan Pengemis Menurut Kabupaten/Kota Provinsi
Banten tahun 2016
Jumlah Pengemis Jumlah Gelandangan
1 Kab. Pandeglang 29 13 42
12 7 19
2 Kab. Lebak 26 8 34
19 4 23
3 Kab. Tangerang 61 104 165
68 16 84
4 Kab. Serang 125 38 163
68 34 102
5 Kota Tangerang 19 8 27
36 4 40
6 Kota Cilegon 1 1 2
25 5 30
7 Kota Serang 26 111 137
15 11 26
8 Kota Tangsel 4 7 11
0 0 0
Jumlah 291 290 581 243
81 324
(Sumber: Dinas Sosial Provinsi Banten 2016)
Banten mungkin mencapai 581 orang. Angka ini diprediksi akan terus meningkat
yang cukup tinggi. Berdasarkan data dari tabel di atas jumlah gelandangan
terbanyak di tempati oleh Kabupaten Serang dengan jumlah 102 gelandangan dan
pengemis yang letaknya berada tidak jauh dari jantung Kota Serang. Kampung
razia gepeng maka Kampung Kebanyakan selalu jadi sorotan, karena setiap
Gambar 1.1
di Kota Serang sangat tinggi, pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota
sebagai Ibukota Provinsi Banten ini tentunya haruslah berbenah dalam mengatasi
daerah tersebut yaitu Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 tahun 2010 Tentang
pelarangan kegiatan gepeng peraturan tersebut tertuang pada pasal 9 ayat (1), (2),
Dalam pasal 9 ayat (1), (2), dan (3) sudah sangat jelas pemerintah Kota
pengemis, dilarang pula untuk memaksa oranglain untuk mengemis, serta dilarang
juga untuk yang memberikan uang ataupun lainnya kepada pengemis. Bagi yang
melanggar peraturan tersebut seperti yang dijelaskan pada pasal 21 ayat (1)
bahwa:
Namun hal itu tidak membuat para gepeng takut dan faktanya Perda ini
Kota Serang. Bahkan gepeng yang telah terjaring dan diberikan pencerahan serta
bertambah jumlahnya dan juga para gepeng sering sekali ditemukan di jalan-jalan,
Gambar 1.2
Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan yang belum memiliki
Perda khusus untuk melarang gepeng seperti apa yang sudah dimiliki oleh Kota
Serang akan tetapi jumlah gepeng mereka lebih sedikit dari pada jumlah Kota
Serang (data tabel 1.1), dalam hal ini Perda Kota Serang untuk pelarangan para
gepeng ini masih belum maksimal dalam pengimplentasiannya dan terbilang tidak
berhasil.
melalui Dinas Sosial Kota Serang untuk menangani permasalahan gepeng ini.
gepeng agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya kembali secara wajar dalam
kehidupan masyarakat. Program ini pun diharapkan mampu menjadi alat untuk
Dalam perda Kota Serang nomor 2 tahun 2010 pasal 17 ayat 1-3,
juga melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Satuan Polisi Pamong
Praja (Satpol PP) berperan sebagai aktor dalam penegakan perda Kota Serang
nomor 2 tahun 2010, dimana yang dilakukan Satpol PP tersebut adalah dengan
pada penegakan perda Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tersebut, dan kemudian
perda tersebut membuat para gelandangan dan pengemis seakan merasa tidak
adalah alasan kemanusiaan. Seperti apa yang disampaikan oleh Bapak Raden
Kuncahyo selaku Kepala Bidang Penegak Hukum Daerah Satpol PP Kota Serang
“Kita manusiawi dong, kalo betul dia tidak punya mau apa,
kan gitu. Ya kita juga berpedoman pada ham nya, khawatir dia
laporan nanti pelanggaran ham juga kepada kami.” (wawancara
dengan Bapak Raden Kuncahyo selaku Kepala Bidang Penegak
Hukum Daerah Satpol PP Kota Serang pada 12-06-2016).
Bila melihat pada isi Peraturan Daerah Kota Serang nomor 2 tahun 2010
gelandangan dan pengemis. Bila melihat pada isi perda tersebut seharusnya
pelarangan tidak hanya di lampu merah saja, di pusat-pusat keramaian juga harus
pengemis ini yang dilakukan Dinas Sosial kepada publik untuk ikut andil dalam
sangat penting, keikutsertaan ini seperti yang tertuang dalam peraturan daerah
Kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat pasal 12 ayat 2.
Pada pasal tersebut menjeleskan bahwa masyarakat perlu ikut serta untuk ikut
Dengan apa yang tertuang dalam peraturan daerah tersebut betapa pentingnya
banyak juga masyarakat yang masih saja memberikan uang ataupun yang lainnya
ini salah satu bentuknya adalah kampanye untuk tidak memberi kepada pengemis.
Namun sosialisasi yang kurang membuat program ini tidak banyak di ketahui oleh
masyarakat luas.
selaku pihak yang merazia para gelandangan dan pengemis di jalan atau tempat
umum. Kurangnya kordinasi yang dilakukan selama ini kurang begitu maksimal
Produk Hukum Daerah Satpol PP Kota Serang bahwa pihaknya selalu siap
disetiap dilakukannya penjaringan para gepeng¸ akan tetapi pihak Dinas Sosial
Kota Serang belum mampu menampung para gelandangan dan pengemis tersebut,
Dinas Sosial Kota Serang belum siap secara sarana dan prasarana.
masyarakat.
pengemis yang dilakukan Dinas Sosial ini kepada publik untuk ikut andil
pihak yang merazia para gelandangan dan pengemis di jalan atau tempat
umum.
Maka dengan itu peneliti membuat batasan masalah penelitian yaitu pada
Gelandangan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang (Perda Kota
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan dan
Sosial Kota Serang (Perda Kota Serang no 2 Tahun 2010 tentang Penyakit
Masyarakat) dan juga sebagai bahan masukan untuk pihak yang terkait dalam
penelitian ini.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang
bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara
teoritis.
Beberapa manfaat secara praktis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut
BAB I PENDAHULUAN
yang akan diteliti yang tentunya relevan dengan judul yang diambil. Materi dari
uraian ini, dapat bersumber dari hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, hasil
seminar ilmiah, hasil pengamatan, pengalaman pribadi, dan intuisi logik. Latar
belakang timbulnya masalah perlu diuraikan secara jelas, faktual dan logik.
penelitian atau dengan masalah atau variable yang akan diteliti. Identifikasi
masalah biasanya dilakukan pada studi pendahuluan pada objek yang diteliti,
diidentifikasi.
penelitian.
DASAR PENELITIAN
penelitian, kemudian menyusunnya secara teratur dan rapi yang digunakan untuk
merumuskan masalah.
Sub bab ini menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat
Sub bab ini menjelaskan tentang orang yang dijadikan sumber untuk
formula yang sederhana dna mudah dibaca serta mudah diinterpretasi, maksudnya
analisis data di sini tidak saja memberikan kemudahan interpretasi, tetapi mampu
implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan
simpulan akhir penelitian. Analisis data dapat dilakukan melalui pengkodean dan
Sub bab ini menggambarkan sifat keabsahan data dilihat dari objektifitas
dalam subjektivitas. Untuk dapat mendapat data yang objektif berasal dari unsur
secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau sampel yang telah ditentukan
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
4.3 Pembahasan
wawancara narasumber.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
diteliti.
BAB II
kesejahteraan sosial yang menurut peneliti teori-teori ini sangat relevan dengan
masalah-masalah dalam penelitian ini. Tidak hanya tentang kebijakan saja yang
menjadi bahasan di tinjauan pustaka ini, peneliti juga membahas tentang definisi
membahas juga mengenai critical analysis, yang mana critical analysis menjadi
Inggris, yaitu public policy. Kata policy ada yang menerjemahkan menjadi
(Islamy, 2001; Abdul Wahap, 1990) dalam Soetari (2014: 35). Meskipun
21
22
adalah apa pun pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak
Sementara itu, Thomas Dye (1992: 2-4) dalam Soetari (2014: 35),
kebijakan publik sebagai suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu
masyarakat.
23
the authoritative alocation of values for the whole society” (kebijakan publik
masyarakat).
tertentu agar mencapai tujuan tertentu, yang dilaksanakan oleh instansi yang
Dalam kamus besar webster (Wahab, 2006: 64) dalam Soetari (2014: 232), to
sebagai:
kebijakan sebagai:
kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu pertama, adanya tujuan atau sasaran
akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu
sendiri.
Pernyataan serupa juga dijelaskan pula oleh Lester dan Stewart Jr.
(2000: 104) dimana mereka katakan bahwa: implementasi sebagai suatu proses
dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau tidaknya tujuan-
Tidak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Merrile Grindle
dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini
meliputi:
27
A. Sabatier
implementation analysis).
a) Variabel Independen
b) Variabel Intervening
pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari
pejabat pelaksana.
c) Variabel Dependen
nyata. Terakhir, kelima, tahapan yang mengarah pada revisi atas kebijakan
Horn
Donald Van Meter dan Carl Van Horn (1975). Model ini mengandaikan
1. Mengemis karena tak mampu bekerja. Pada kategori ini dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kelainan fisik pada anggota tubuhnya.
Misalnya tak mampu bekerja karena tidak memiliki tangan, kaki,
lumpuh, buta. Jadi para dermawan memang harus terpanggil untuk
menyantuninya, sisihkanlah harta untuk mereka, karena menyantuni
mereka insya Allah mendapat pahala yang besar.
berasal dari kata gelandangan yang artinya selalu berkeliaran atau tidak pernah
kota-kota yang tidak mempunyai tempat tinggal tertentu yang sah menurut
kembali fasilitas yang mereka nikmati itu, tidak membayar pajak misalnya.
Sebaliknya pengemis hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak
adalah seorang yang hidup tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang
tetap, tidak memliki tujuan yang jelas, berpindah-pindah tempat, jauh dari
termasuk pekerja sektor informal. Sementara itu, Jan Breman (1980) dalam
a. Pengemis
a. Pengemis Berpengalaman
Lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan
mengemis adalah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan
kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif
sebab).
b. Pengemis kontemporer kontinu tertutup
b. Gelandangan
Kriteria :
papannya. Seperti apa yang Migdley (1997: 5) dalam Isbandi (2013: 23) lihat
hubungan personal dan sosial yang memberi kesempatan kepada mereka untuk
masyarakatnya.
positif untuk lingkungan sosial dari masyarakat agar terjalinnya interaksi sosial
masyarakat yang tertib dan disiplin serta menjunjung tinggi nilai-nilai sosial
terjadi seperti sekarang ini, banyak sekali masalah-masalah sosial yang muncul
anak jalanan, anak terlantar, lanjut usia yang terlantar dan lainnya.
baik di lingkungan sosialnya sehingga tidak adanya nilai-nilai sosial yang ada
di masyarakat yang dilanggar. Menurut Segel dan Bruzuzy (1998) dalam Suud
(2006: 88) kebijakan sosial merupakan bagian dari sistem kesejahteraan sosial.
tanggapan yang terorganisasi atau tiadanya suatu tanggapan terahadap suatu isu
berpendapat bahwa kebijakan kesejahteraan sosial adalah apa saja yang dipilih
dan dalam penerapannya dengan membuat produk dari kebijakan itu sendiri
kesejahteraan sosial dari (Segal dan Brzuay, 1998) yang modelnya beralur
linier dalam model analisanya. Hal ini dimaksudkan untuk merefleksikan alur
Gambar 2.1
Populasi yang
Diakibatkan
Isu Sosial/
Penerapan
Masalah Dampak
Tujuan Kebijakan/ Program
Sosial yang
Perundangan Kesejahteraan
Sosial Dikehendaki
Dampak
yang Aktual
sosial. Daftar pertanyaan yang ada di bawah ini akan membantu kita menyusun
a. Masalah Sosial
b. Tujuan
c. Kebijakan/perundangan
d. Penerapan
telah berubah?.
40
g. Dampak aktual
tidak diinginkan?.
masalah oleh beberapa orang, tetapi tidak oleh semua anggota masyarakat.
contoh, gelandangan pengemis (gepeng) bisa diakui oleh banyak orang sebagai
suatu masalah sosial, tetapi oleh sebagian orang dianggap sebagai masalah
sebagai merusak pandangan umum, dan bagi sebagian yang lain lagi ia bisa
dimasukan sebagai orang yang sakit mental yang kurang mendapat perlakuan
107).
41
sejumlah bagian yang tidak perlu cocok satu sama lain. Banyak sekali program
kebijkan kesejahteraan sosial pokok tidak secara tepat merupakan apa yang
diinginkan leh setiap orang, tetapi malah memberikan sesuatu bagi orang-orang
Oleh Dinas Sosial Kota Serang” ini, peneliti menggunakan pendekatan critical
didefinisikan:
karena dengan konsep critical sistem thinking ini, peneliti akan diarahkan
yang berbeda, yang nantinya merujuk pada fakta-fakta dalam suatu kebijakan
Gambar 2.2
Boundary Judgments
“SISTEM”
“FAKTA-FAKTA” “NILAI-NILAI”
Observasi Evaluasi
Sumber: „the triangle‟ of the buondary judgements, facts and values oleh Ulrich
Tujuan dari critical sistem thinking yaitu “to give „voice of the
pembuatan kebijakan (Riswanda, 2015 dan Riswanda et.al, 2016). Dalam hal
lakukan sangat relevan dengan konsep critical sistem thinking ini. Gelandangan
“voice” dari gepeng ini tidak mendapat tempat dan terabaikan dalam proses
halnya gepeng ini. Karena dalam setiap permasalahan kebijakan selalu ada
suara-suara dari masyarakat yang terabaikan oleh pemerintah. Maka dari itu
dengan menggunakan critical systems thinking ini maka ada tempat untuk
terkait dengan kebijakan yang ada, seperti unsur religi, sosial, ekonomi,
kelompok berbeda yang pada akhirnya ditemukan suara atau opini terkait
permasalahan kebijakan yang terjadi selama ini. Dengan melihat dari asumsi-
dan berbaur yang nantinya memperlihatkan asumsi dari suara individu yang
2016).
dalam pengambilan keputusan, dan siapa yang terkena dampak akhir dari
Gambar 2.3
Table of Boundary Categories
Batas Kategori Batas Persoalan
1. Stakeholder
2. Purpose Sources of motivation
3. Measure of improvement Sistem referensi
(sistem perhatian)
4. Decision-maker yang menentukan
5. Resources Sources of power Yang terlibat pengamatan (* fakta *)
6. Decision environment dan evaluasi (* nilai *)
dianggap relevan ketika
7. Profesional datang untuk menilai
8. Expertise Sources of knowledge manfaat atau cacat dari
9. Guarantee proposisi
10. Witness
11. Emancipation Sources of legitimation Yang terpengaruh
12. World view
Sumber:... W. Ulrich (1983, hal. 258; hal. 43; dan 2000, hal. 256). Dalam
Penjelasan tabel di atas yaitu bahwa ada empat dimensi yang menjadi
fokus dalam kajian kebijakan publik. Dimensi tersebut adalah sumber motivasi,
dimensi ini membentuk „policy circle‟ yaitu lini garis lingkaran dari kebijakan
publik yang terdiri dari formulasi, analisis, implementasi, dan evaluasi yang
kritis yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi peneliti kebijakan dengan
kebijakan karena dari dua belas pertanyaan kritis ini mencakup „policy circle‟
melibatkan kedua selektivitas empiris dan normatif yaitu apa yang sebetulnya
(fakta aktual di lapangan) dengan apa yang seharusnya terjadi pada tataran ideal
(Riswanda, 2016). Berikut dua belas pertanyaan kritis yang ditawarkan oleh
Tabel 2.1
Panduan Pertanyaan Kritis
No. Sebetulnya Seharusnya
1. Siapa atau pihak mana yang secara Siapa atau pihak mana yang
factual menjadi pemangku seharusnya menjadi pemangku
kepentingan pada sebuah kepentingan dari kebijakan untuk di
permasalahan kebijakan?; Pihak formulasi-kan atau dikaji ulang?;
mana, dalam lingkup permasalahan Siapa atau pihak mana yang
tersebut, yang suara kepentingannya seharusnya secara factual menjadi
mewakili atau terwakili oleh pemangku kepentingan pada sebuah
kelompok tertentu dalam permasalahan kebijakan?; Pihak
masyarakat, termasuk didalamnya mana dalam lingkup permasalahan
memuat nilai-nilai, tujuan, dan tersebut yang suara kepentingannya
keinginan per individu maupun mewakili atau terwakili.
golongan?; Kepentingan pihak
mana yang sebetulnya terlayani/
terfasilitasi/ terwakili/ tercermin
dalam sebuah produk kebijakan?
baik berupa UU, PP, Perda, dan
seterusnya. Pihak mana di
masyarakat, dalam lingku kelompok
target kebijakan yang mungkin tidak
merasakan manfaat dari keputusan/
produk kebijakan tersebut, namun
menanggung dampak eksekusi
ataupun memiliki potensi untuk
menanggung akses dampaknya.
47
melalui berbagai sudut pandangnya dan berbagai lensa opini. Harapan peniliti
Serang adalah penelitian yang dilakukan oleh Nitha Citrasari Program Studi Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Metode
dari penelitian ini adalah pegawai Dinas Sosial Kota Cilegon, Satpol PP Kota
Hasil dari penelitian ini yaitu Kinerja Dinas Sosial Kota Cilegon dalam
sarana dan prasarana untuk menangani mereka supaya menjadi masyarakat yang
rehabilitasi agar program-program yang dibuat bisa menjadi lebih efektif sehingga
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Rizki Amalia Program Studi Ilmu
menggunakan metode kualitatif. Fokus dalam penelitian ini adalah (1) faktor
internal dan faktor eksternal penyebab munculnya pengemisan, (2) sejauh mana
pengemisan, (3) upaya yang dilakukan dari Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto
Informan pendukung adalah staf Dinas Sosial Kabupaten Pemalang, staf Satuan
Polisi Pamong Praja Kabupaten Pemalang, dan Masyarakat. Teknik analisis data
menggunakan teknik analisis yang terdiri dari: pengumpulan data, reduksi data,
diri sang peminta-minta yang meliputi sifat malas, tidak mau bekerja,
mental yang tidak kuat, cacat fisik ix maupun psikis. Sedangkan faktor
terapi kelompok,
jenis keterampilan.
yang terjadi. Kerangka berpikir ini digunakan sebagai dasar untuk menjawab
ini yang menjadi fokus penelitian adalah “Analisis Kritis Implementasi Program
Serang dengan mengacu peraturan daerah kota serang nomor 2 tahun 2010
di Kota Serang, pemerintah kota melalui Dinas Sosial Kota Serang membuat suatu
program yang mana program ini dapat menyelesaikan masalah sosial seperti
dilakukan Dinas Sosial kepada publik untuk ikut andil dalam program rehabilitasi
ini. Serta kurangnya kordinasi antara Dinas Sosial dengan SATPOL PP selaku
pihak yang merazia para gelandangan dan pengemis di jalan atau tempat umum.
Pemilihan konsep tersebut didasarkan pada temuan lapangan yang peneliti anggap
relevan dengan konsep teori ini, di mana konsep Critcal Sistem Thinking tersebut
54
paradigma berpikir dengan melihat masalah suatu kebijakan dari sudut pandang
atau beberapa kacamata opini yang variatif. Dari sanalah dapat melihat perbedaan
nilai dari sudut pandang pemerintah dan non pemerintah, sehingga dapat
pengemis ini bisa berjalan optimal dan mampu mengurangi populasi gelandangan
Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran
Fakta di lapangan
Critical System Thinking
Pengemis Oleh Dinas Sosial Kota Serang belum terlaksana dengan baik sesuai
dengan apa yang seharusnya tertuang dalam Perda Kota Serang Nomor 2 Tahun
dan wawancara dengan pihak Dinas Sosial khususnya pada Seksi Rehabilitasi
Tuna Sosial, yang menyebutkan bahwa sumber daya manusia. Sumber dana atau
anggaran serta sarana dan prasarana yang dimiliki Dinas Sosial seperti tempat
rehabilitasi, alat-alat untuk pelatihan kerja, rumah singgah dan lainnya belum
METODE PENELITIAN
sebaliknya diantara kedua hal tersebut. Argumen ini hendaknya dipahami sebagai
„systemic triangulation’ Ulrich (2005, hal.6) dalam Riswanda (2016: 3), dimana
“SISTEM”
“FAKTA-FAKTA” “NILAI-NILAI”
Observasi Boudary judgement
Sumber: ‘the triangle’ of the boundary judgements, facts and values oleh Ulrich
(2000 hal.252) dalam Riswanda (2016: 3).
57
58
yaitu lemahnya penegakan peraturan daerah kota serang nomor 2 tahun 2010
lampu merah adalah alasan kemanusiaan. Padahal sangat jelas di perda tersebut
lampu merah saja namun tidak untuk di tempat di tempat pusat keramaian lainnya
yang berasalan harus adanya nilai-nilai kemanusiaan. Dalam hal ini tentunya
nilai-nilai ini kembali lagi pada bagaimana sistem yang mengaturnya, dan sistem
Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang secara
mendalam yang berdasarkan peraturan daerah kota Serang tahun 2010 tentang
Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) Oleh Dinas Sosial Kota Serang”, lokasi
penelitian di Dinas Sosial Kota Serang, alasannya adalah kota merupakan ibu kota
begitu banyak bahkan tidak jauh dari pusat Kota Serang terdapat kampung
Boundary category dari critical system thinking dari Ulrich (1983: hal.
258; 1996, hal. 43; 2000, hal. 256) dalam Riswanda (2016: 9)
2. Gelandangan
berkelana (lelana).
3. Pengemis
pengemis.
pengemis.
dan pengemis.
a. Witness, yaitu orang yang terkena efek atau dampak dari adanya
unsur keagamaan.
pengemis.
63
instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Dalam penelitian ini,
jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Peneliti
langsung, mengalami, melihat sendiri objek atau subjek yang diteliti, selain itu
peneliti juga mampu menentukan kapan penyimpulan data telah mencukupi, data
telah jenuh dan kapan penelitian dapat dihentikan dan peneliti juga dapat langsung
Data primer adalah data yang berupa kata-kata atau tindakan orang-orang
yang diamati dari hasil wawancara dan observasi. Sedangkan data-data sekunder
dalam pengumpulan data terdiri dari pedoman wawancara, alat tulis, buku catatan
dan handphone.
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong, 2000:
teknik Purposive.
tahu tentang apa yang peneliti harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa
sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang
diteliti.
Tabel 3.1
Informan Penelitian
sebagai berikut:
1. Wawancara
ini, refleksi kritis pencarian akar masalah kebijakan dapat dilakukan lewat
bentuk pernyataan akan lebih meluas dan bebas (tidak terstruktur) tanpa
keluar dari indikator Critical System Heuristics yang telah ditentukan. Hal
Serang
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
pengemis di Kota
Serang?
g. Apa solusi yang
ditawarkan dari
perumusan kebijakan
tentang rehablitasi
sosial gelandangan
dan pengemis untuk
mengentaskan tingkat
gelandangan dan
pengemis agar
jumlahn ya turun?
4. Sources of Witness, a. Siapa yang Unsur Keagamaan
legitimation Emancipation, berwenang dalam
(Sumber Worl view melayani pengaduan Ketua MUI Kota
Serang
pengesahan) terkait rehablitasi
sosial gelandangan PimpinanGereja
dan pengemis? Paroki Kristus
b. Apa persepsi Unsur Raja Serang
Kemasyarakatan, Pimpinan yayasan
Unsur Keagamaan, Vihara
dan Media di Kota Avalokitesvara
Serang terkait Kota Serang
permasalahan
gelandangan dan Unsur Masyarakat
pengemis ini? Kota Serang
c. Apa peran Unsur Ketua Karang
Kemasyarakatan, Taruna Kota
Unsur Keagamaan, Serang
dan Media di Kota Ketua PKK Kota
Serang dalam Serang
keikutsertaan dalam
program rehablitasi Media/Pers
sosial gelandangan Redaktur Banten
dan pengemis? Raya
d. Apa peran media
dalam keikutsertaan
terkait isu-isu tentang
permasalahan
gelandangan dan
pengemis?
e. Seberapa sering
pemberitaan
mengenai
gelandangan dan
pengemis terekspose
72
di media?
2. Studi Pustaka
memperoleh data dari karya ilmiah, media masa, teks book, artikel, Koran
3. Study Dokumentasi
bahan tertulis atau film, dan foto-foto yang dipersiapkan karena adanya
4. Pengamatan/Observasi
kapada instansi pemerintah dan non pemerintah yang memiliki tugas untuk
Gambar 3.2
Data Reduction
Conclusion
Drawing/Verifying
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan
Penyajian data dapat dilakukan secara sistematis dan dalam bentuk uraian
dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan
yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
75
yang dikemukakan pada tahap awal sudah didukung oleh data-data dan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk
untuk menguji keabsahan data dari hasil penelitian di lapangan. Teknik triangulasi
a) Triangulasi Sumber
Serang.
b) Triangulasi Teknik
kepada sumber lain yang sama namun dengan teknik yang berbeda. Dalam
76
hal ini dengan cara membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan
untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan oleh pemberi data. Dengan adanya kesepakatan dari pemberi data
HASI PENELITIAN
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang
meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum Kota
Serang, gambaran umum Dinas Sosial Kota Serang. Hal tersebut akan dijelaskan
di bawah ini:
63,36 km2 atau sekitar 23,75% dari luas wilayah Kota Serang. Sementara
kecamatan dengan luas wilayah paling sempit adalah Kecamatan Serang yang
hanya sekitar 9,7% dari luas wilayah Kota Serang, atau sekitar 25,88 km2.
Kota Serang memiliki luas wilayah keseluruhan ± 266,71 km2, sedangkan hasil
atau sekitar 3,08% dari luas wilayah Provinsi Banten. Tabel berikut ini
memberikan gambaran tentang rincian jumlah kelurahan dan luas wilayah serta
77
78
Tabel 4.1
Jumlah Luas
No Kecamatan %
Kelurahan (km2)
Dalam konteks demografi, menurut data dari Badan Pusat Statistik Kota
Serang memiliki Jumlah penduduk Kota Serang Pada tahun 2016 sebesar 655.004
jiwa, dengan penduduk laki-laki sebanyak 355.803 jiwa dan lebih banyak
penduduk di wilayah Kota Serang sebesar 2.456 jiwa/km² dimana sebagian besar
penduduknya mendiami daerah perkotaan. Gambaran tentang hal ini dapat dilihat
Tabel 4.2
Berdasarkan data dari tabel di atas bila dilihat dari struktur usianya, di
lain yang berjumlah 69.400 jiwa yang mana kelompok usia ini merupakan
kategori usia non produktif. Sedangkan pada penduduk usia produktif yakni usia
masih di bilang cukup rendah. Hal ini bisa dilihat dari tabel di bawah ini :
81
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Serang Tahun 2015
Angkatan Kerja
No Pendidikan Jumlah
1 Tidak/Blm pernah Sekolah 12 344
2 Tidak/Blm Tamat SD 35 544
3 Tamat SD 73 780
4 SLTP 45 950
5 SMA/SMK 81 086
6 D-I/II/ DIII/Akademi 36 306
7 Universitas 32 731
Total 284 893
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus, 2015
Kota Serang yang mana merupakan angkatan kerja maka yang tertinggi adalah
orang. Selanjutnya tertinggi kedua pada lulusan Sekolah Dasar (SD) sebanyak
73.780. Sedangkan untuk jumlah yang tidak sekolah sebanyak 12.344 orang dan
45.950 orang.
Serang Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota
Daerah Dinas Kota Serang dan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 7 Tahun
2016, Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Serang. Dinas
82
a. Visi
Kesejahteraan Sosial”
b. Misi
a. Tugas Pokok
Bidang Sosial
83
b. Fungsi
menyelenggarakan fungsi:
penyakit sosial.
a. Perseorangan
b. Keluarga
c. Masyarakat
d. Panti sosial pemerintah/daerah
e. Lembaga kesejahteraan sosial
88
meliputi:
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan. Jangka waktu
bentuk:
a. pendekatan awal;
b. pengungkapan dan pemahaman masalah;
c. penyusunan rencana pemecahan masalah;
d. pemecahan masalah;
e. resosialisasi;
f. terminasi; dan
g. bimbingan lanjut.
yang telah dipaparkan dalam bab 3 sebelumnya, bahwa dalam prosesnya analisa
dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik analisis data menurut
pengumpulan data penelitian. Ini merupakan tahap awal yang harus dilakukan
pemilihan, merangkum, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan
5. Kode I1.1, I1.2, menunjukkan daftar informan dari kategori Pegawai Dinas
7. Kode I3.1, I3.2, I3.3 menunjukkan daftar informan dari masyarakat Kota
Serang
jenis bentuk penyajian data adalah matriks, grafik, jaringan, bagan dan lain
dalam suatu bentuk yang padu (Prastowo (2011:244). Kemudian penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay
data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan
Analisis data kualitatif yang terakhir menurut Miles dan Huberman (2009 :16)
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Setelah data bersifat jenuh artinya
Oleh Dinas Sosial Kota Serang. Peneliti menggunakan teknik purposive. Teknik
Berdasarkan lokasi penelitian yaitu Dinas Sosial Kota Serang maka peneliti
menetapkan informan yaitu Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan
Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak Dinas Sosial Kota Serang, serta informan
yang peneliti anggap berhubungan dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu
Kepala Bidang Penegakan Produk Hukum Daerah Satuan Polisi Pamong Praja
Tabel 4.4
Daftar Informan Penelitian
Nama Kode Kategori
Informan
Informan Informan Informan
Serang Secondary
2. Pengemis Kota Serang Rodiyah I9.2
Informan
pengemis.
dan pengemis.
96
a. Witness, yaitu orang yang terkena efek atau dampak dari adanya
unsur keagamaan.
situasi dan kondisi dalam perehaban gelandangan dan pengemis yang dijadikan
gelandangan dan pengemis. Sumber Motivasi sebagai dasar dan kerangka dari
tujuan dari suatu kebijakan, dan tolak ukur keberhasilan dari suatu kebijakan.
pengemis yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang yang memuat pihak yang
dengan adanya keterlibatan dari semua pihak-pihak terkait ini, akan menghasilkan
Pada program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini tentunya ada pihak-
pihak yang terlibat yang sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
Dalam pembuatan program ini tidak bisa dijalankan oleh satu pihak saja
Sosial Kota Serang, khususnya Bidang Rehablitasi Sosial pada Seksi Rehabilitasi
Sosial Tuna Susila. Pihak yang bertanggung jawab dalam program ini pun yaitu
Hal senada pun peneliti dapatkan dari penjelasan Kepala Bidang Penegakan
Berdasarkan pemaparan oleh I2.1 dapat diketahui bahwa yang membuat atau
yang memproduk atau yang membuat program ini adalah Dinas Sosial Kota
Serang. Dinas Sosial juga yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab
Di program ini tentunya banyak pihak-pihak yang terlibat dan yang memiliki
tersebut diantaranya :
99
Berdasarkan apa yang dinyatakan I1.1 dapat diketahui bahwa pihak-pihak yang
yang dilakukan Dinas Sosial Kota Serang yaitu Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Serang, Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kota Serang, Dinas Tenaga Kerja
Kota Serang.
Penjelasan serupa juga diutarakan oleh Bapak Asep selaku Kepala Seksi
pengemis ini adalah Dinas Sosial Kota Serang karena Dinas Sosial Kota Serang
ini yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab sesuai dengan Perda Kota
pengemis ini yaitu Dinas Sosial Kota Serang sebagai leading sector, Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Serang, Dinas Pendidikan Kota Serang, Dinas Kesehatan,
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Serang, Dinas Tenaga Kerja Kota
maksud dan tujuan untuk memberikan solusi atas masalah-masalah yang terjadi
pada masyarakatnya. Setiap kebijakan pasti memiliki suatu tujuan, dan tujuan ini
dilaksanakan. Tujuan juga dijadikan sebagai tolak ukur pemerintah dalam usaha
pengemis yang didasari oleh Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 tahun 2010
tentang Penyakit Masyarakat tentunya mempunyai suatu tujuan seperti apa yang
disampaikan oleh Bapak Heli Priatna selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna
ini yaitu untuk mengurangi jumlahnya dan juga merubah prilaku dan mindset para
keterampilan dan keahlian kepada para gelandangan dan pengemis agar mereka
ini untuk tidak terus berada di jalanan dan juga mereka bisa mencari nafkah
kebijakan memiliki target sasaran yang ingin dicapainya, seperti halnya program
ingin dicapainya:
Seperti apa yang diutarakan oleh I1.1 bahwa yang menjadi sasaran dari
program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah para gelandangan dan
pengemis (gepeng).
Hal yang sama juga disampaikan oleh I1.2 yang menytakan bahwa :
“Dalam Perda pekat ini kan tidak hanya untuk gepeng dan
anak jalanan ataupun pekat yang lainnya ya, kita kan ada berbasis
masyarakat ya otomatis masyarakat juga diikut sertakan, terutama
minimalnya tau bahwa ada peraturan atau perda yang ngelarang
gepeng dan anak jalanan itu tidak boleh gitu kan.” (wawancara
dengan I1.2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).
“yang jelas yang jadi sasaran dari program ini tuh para
gepeng, jangan sampe si gepeng itu terus di jalan, ya minimal
mereka itu produktif lah nggak terus nyari nafkahnya di jalanan.”
(wawancara dengan I3.1 di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 18
Desember 2017).
bahwa:
bahwa yang menjadi sasaran dari program rehablitasi gelandangan dan pengemis
baik atau buruknya sebuah dampak yang dihasilkan oleh suatu kebijakan,
gelandangan dan pengemis ini, program ini memiliki dampak yang berpengaruh
terhadap :
Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan oleh I1.1 bahwa yang terkena
dampak dari program ini yaitu para gelandangan dan pengemis itu sendiri yang
nantinya akan berdampak pula kepada masyarakat yang merasakan dampak para
Hal serupa juga diutrakan oleh Ibu Hendri selaku Kepala Seksi
Pendapat dari I2.1 mengenai yang terkena dampak dari program ini adalah
sebagai berikut:
Senada dengan yang apa disampaikan oleh I2.1, I3.1 berpendapat bahwa :
bahwa yang terkena dampak dari program rehablitasi gelandangan dan pengemis
ini adalah para gelandangan dan pengemis itu sendiri sehingga masyarakat juga
oleh penyelenggara.
dari program rehablitasi gelandangan dan pengemis yaitu sumber daya manusia
(SDM) yang belum memadai, kurang harmonis atau kurangnya koordinasi yang
dilakukan oleh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, belum adanya tempat
gelandangn dan pengemis itu adalah SDM yang kurang memadai, ada juga dari
daerah terkait, dan juga anggaran yang belum memadai serta kurangnya peran
memiliki pihak yang bertanggung jawab untuk mencari solusi dari masalah-
masalah yang di hadapi. Pada program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini
Hal ini yang sama juga disampaikan oleh Ibu Hendri selaku Kepala Seksi
Hal serupa juga diunkapkan oleh I2.1, yang memberi penjelasan sebagai
berikut :
bahwa pihak yang bertanggung jawab atas masalah-masalah yang terjadi dalam
program rehablitasi gelandangan dan pengemis ini yaitu terutama Dinas Sosial
Kota Serang sebagai penanggung jawab program, dan juga Satpol PP sebagai
penegak hukum daerah yang melakukan penjaringan dan razia kepada para
diatasi dengan baik, sehingga kebijakan dapat berjalan dengan semestinya. Juga
dengan Program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini pihak Dinas Sosial
Kota Serang tentunya memiliki upaya-upaya yang dilakukan agar masalah dapat
teratasi:
Seperti yang sudah diungkapkan oleh I1.1 bahwa upaya yang dilakukan
seperti satuan tugas atau petugas social yang disesuaikan dengan anggaran yang
gelandangan dan pengemis kepada Dinas Sosial Provinsi Banten untuk direhab
disana. Dalam hal ini Dinas Sosial Kota Serang bekerja sama dengan pihak Dinas
Sosial Provinsi Banten untuk melakukan perehaban yang mana ini adalah salah
satu bentuk pelayanan yang diberikan Dinas Sosial Kota Serang kepada para
Dari kedua pendapat ini, peneliti dapat memberi kesimpulan bahwa upaya-
mengatasi masalah yang terjadi adalah seperti dari kekurang Sumber Daya
Manusia (SDM) pihak Dinas Sosial Kota Serang membentuk sebuat satuan tugas
112
(Satgas) atau Petugas Sosial yang akan membantu Dinas Sosial dalam menangani
para gelandangan dan pengemis. Hampir sama seperti pihak Dinas Sosial, Satpol
sebanyak 5 orang. Pihak Dinas Sosial dalam mengatasi masalah anggaran mereka
sasaran yaitu para gelandangan dan pengemis. Seperti yang dijelaskan oleh I1.1,
sebagai berikut:
pengaruh yang diberikan dari program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini,
dan pengemis ini memberikan pengaruh kepada para gelandangan dan pengemis,
yang nantinya diberikan modal usaha kepada para gelandangan dan pengemis
untuk bisa menjadi mandiri dan lebih produktif, sehingga tidak harus kembali lagi
ke jalanan.
114
kebijakan itu berhasil untuk menjadi solusi atas masalah-masalah yang dirasakan
oleh masyarakat. Ukuran perbaikan dapat ditinjau dari seberapa jauh nilai-nilai
yang ada telah mempengaruhi suatu kebijakan. Dengan adanya ukuran perbaikan
pengemis yang di lakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang tentunya memiliki tolak
ukur. Tolak ukur tersebut dijadikan sebagai acuan untuk meninjau bagaimana
pelaksanaan program ini berjalan, apakah sudah berjalan dengan semestinya atau
belum berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam program rehabilitasi
gelandangan dan pengemis ini mempunyai tolak ukur yang dijadikan penilaian
apakan kebijakan ini berhasil ataupun belum berhasil adalah sebagai berikut:
Berdasarkan pernyataan dari I1.1, diketahui bahwa yang menjadi tolak ukur
bahwa tolak ukur keberhasilan dari program ini adalah berkurangnya jumlah
gelandangan dan pengemis yang ingin direhab dari jumlah yang ditargetkan di
awal. Selain itu pula para gelandangan dan pengemis ini sadar dan tidak balik-
116
balik lagi ke jalanan, serta kesadaran dari masyarakat untuk tidak memberi kepada
Sumber kekuatan yang dimaksud disini adalah suatu sumber yang menjadi
dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang, yang meliputi diantara pembuat
tindakan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang. Keputusan diambil guna
memberi solusi untuk atas masalah-masalah yang terjadi pada suatu kebijakan.
Keputusan yang diambil dapat pula berupa suatu kebijakan alternatif, guna
seberapa jauh kebijakan itu memberi pengaruh atau memberi solusi atas masalah-
masalah
yang terjadi pada sasaran dari kebijakan tersebut dan juga dapat berdampak pada
adalah :
maka yang punya kewenangan dalam pengambilan keputusan adalah pihak Dinas
melakukan penjaringan dan razia para gelandangan dan pengemis maka yang
Hal yang sama seperti pernyataan di atas, disampaikan oleh I2.1, yang
menyatakan bahwa:
yang lain, jadi kita kalo langsung ke sasaran dasarnya apa kita
ngelakuin itu” (wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP Kota
Serang, 27 November 2017).
sebagai berikut :
kewenangan. Seperti Dinas Sosial Kota Serang yang menjadi penanggung jawab
dalam menjaring dan merazia para gelandangan dan pengemis, maka dari itu
jelas, karena kewenangan setiap pengambil keputusan didasari oleh dasar hukum
tersebut. Namun terkadang dasar hukum tersebut tidak cukup kuat untuk
mendukung kebijakan ataupun program tersebut. Hal ini bisa disebabkan adanya
kekurang rincian atau kejelasan dari isi yang ada di dalam dasar hukum tersebut.
Tentunya hal ini sangat riskan sekali mengingat setiap kebijakan atau program
119
harus memiliki dasar hukum yang kuat agar kebijakan tersebut tidak lemah yang
oleh Dinas Sosial Kota Serang ini tentunya memiliki dasar hukum, yang mana
dasar hukum ini menjadi kekuatan dari program ini. Dasar hukum dari program
rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah Peraturan Daerah Kota Serang
Penyakit Masyarakat yang terdapat pada pasal 17 ayat (1), (2), dan (3) yang
berbunyi :
program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini dan menjadi dasar hukum dari
program ini. Namun hal ini dirasa kurang kuat untuk menjadi dasar hukum untuk
program rehabilitasi ini sehingga perlunya untuk merevisi isi dari perda tersebut.
Hal ini seperti yang di sampaikan oleh Bapak Heli Priatna selaku Kepala Seksi
“kalo liat dari itu mah diliat dari dalem isi perdanya itu ya
belom dilaksanakan semua ya, buktinya disosialisasikan ke
masyarakatnya juga belum ya, misalkan katanya orang-orang
yang ngasih ke gepeng katanya kena sanksi nyatanya tidak kena
sanksi. Sehingga perda itu belom kuat.”(wawancara dengan I1.2 di
Dinas Sosial Kota Serang, 11 Januari 2018).
Nomor 2 Tahun 2010 tentang penyakit masyarakat belum cukup kuat guna
mecegah adanya pengemis serta belum cukup kuat pula untuk menjadi dasar
merevisi isi dari perda tersebut. Namun dalam mengganti perda tersebut tidak
mudah dikarenakan biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan perda cukup mahal.
tujuan dari Perda Kota Serang Nomor 2 tahun 2010 tentang pencegahan,
121
sampaikan oleh Bapak Furtasan Ali selaku Alat kelengkapan Dewan Perwakilan
“Ya tujuannya yang ada di perda itu, coba deh di baca apa
yang jadi tujuannya.” (wawancara dengan I5.1 di Kantor DPRD
Kota Serang, 4 Desember 2017).
pengemis ini, pihak Dinas Sosial Kota Serang juga memberikan pelayanan terkait
rehabilitasi kepada para gelandangan dan pengemis. Seperti apa yang disampaikan
oleh Bapak Heli Priatna selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, sebagai
berikut :
Dari pernyataan yang disampai oleh I1.1 di atas dapat diketahui bahwa
pengemis ini ke tempat rehabilitasi yang di lakukan oleh pihak Dinas Sosial
Provinsi Banten.
Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten, yang menyatakan
sebagai berikut :
menyimpulkan bahwa Dinas Sosial Kota Serang dan Dinas Sosial Provinsi
montir motor.
para gelandangan dan pengemis ini tentunya para gelandangan dan pengemis ini
proses rehabilitasi. Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab pelaksana program
yaitu Dinas Sosial Kota Serang yang seharusnya memberikan kebutuhan baik itu
konsumsi ataupun materi, karena bagi para gelandangan dan pengemis yang
kebutuhan keluarganya. Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna
diberikan oleh Dinas Sosial kepada para gelandangan dan pengemis sudah
diberikan secara maksimal jika dalam proses perehaban namun jika masih dalam
bantuan yang diberikan 100%, karena bisa dikatakan 100% jika para gelandangan
dan pengemis diberikan bantuan 10 juta per orang untuk dijadikan modal usaha.
bahwa kebutuhan para gelandangan dan pengemis sudah dipenuhi walaupun tidak
dipenuhi 100% karena memang anggaran yang adapun belum memadai. Para
gelandangan dan pengemis pun diberi bantuan hanya pada proses perehaban saja,
tersebut. Pengemis yang masih anak-anak pun diberikan kebutuhan sesuai yang
apa yang mereka inginkan seperti ingin masuk pesantren, pihak Dinas Sosial Kota
didukung oleh sumber daya yang sehat dan memadai baik itu sumber daya
didukukng oleh sumber daya yang cukup, hal ini tentunya akan berpotensi pada
akan datang baik dari internal maupun eksternal. Oleh karenanya suatu kebijakan
oleh Dinas Sosial Kota Serang juga tentunya perlu didukung oleh sumber daya
Namun pada kenyataannya dalam program ini belum ditunjang oleh sumber daya
yang kuat baik itu sumber daya manusia maupun dana. Hal ini seperti
disampaikan oleh Bapak Heli selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna
Senada juga seperti apa yang disampaikan oleh I1.2 sebagai berikut :
Pendapat yang lain juga disampaikan oleh Kepala Bidang Penegak hukum
manusia yang dimiliki Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Dinas Sosial Kota
Serang kurang mencukupi karena di seksi tersebut belum memiliki staff satu pun,
sama halnya juga dengan Seksi Rehablitasi Sosial Anak Dinas Sosial Kota Serang
yang belum memiliki staf. Sehingga kekurang sumber daya manusia juga
gelandangan dan pengemis. Untuk Satpol PP juga merasa kekurangan dari segi
jumlah sumber daya manusia namun untuk kualitas dari sumber daya manusia
dari Satpol PP dirasa sudah cukup memadai dan bisa dibilang sudah baik.
“Nah untuk dana juga kita juga kekurangan tadi juga saya
udah jelasin kalo misalkan kita buat kontrol-kontrol gitukan butuh
uang transport, buat orang yang kontrol juga kan butuh buat untuk
ngopi-ngopi mah.” (wawancara dengan I2.1 di kantor Satpol PP
Kota Serang, 27 November 2017).
Dinas Sosial Provinsi Banten untuk tahun depan kemungkinan tidak ada karena
anggaran yang berasal dari APBD terpangkas oleh pembangunan untuk sektor
Hal tersebut separti apa yang disampaikan oleh I1.1 sebagai berikut:
Berdasarkan apa yang sudah disampaikan oleh I1.1 dapat diketahui bahwa
sarana dan prasarana untuk menunjang program inipun belum memadai karena
tempat rehabilitasi dan rumah singgahpun Dinas Sosial Kota Serang belum ada.
pengemis yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang belum memadai. Dinas
Sosial Kota Serang sendiri belum mempunyai sebuah tempat untuk pusat
129
gelandangan dan pengemis yang terjaring pun belum ada. Sehingga pihak Satpol
untuk menampungnya.
Suatu putusan dari kebijakan publik tidak terlepas dari adanya pengaruh
dari lingkungan kebijakan itu sendiri. Karena suatu kebijakan publik merupakan
satu kesatuan dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan juga saling
kebijakan yang baik akan melihat apa yang menjadi tuntutan dari lingkungan
tersebut, dan juga melihat pada sisi luar kebijakan untuk mempertahankan
eksistensi dan juga untuk keberhasilan dari kebijakan itu sendiri. Hal ini patut
dilakukan kerena terkadang para pembuat keputusan sering kali tidak tepat dalam
oleh Dinas Sosial Kota Serang. Situasi yang berada di luar kontrol dari lingkup
Dinas Sosial Kota Serang dapat mempengaruhi putusan atau tindakan yang di
lakukan para pembuat keputusan. Dalam situasi seperti ini pengawasan sangatlah
130
tersebut berjalan dengan baik atau tidak, serta mengatasi masalah-masalah yang
terjadi, dan juga untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Tidak terkecuali
dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang ini, dan pendapat diungkapkan oleh
Bapak Heli selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial sebagai berikut:
pengawasan yang dilakukan Dinas Sosial Kota Serang khususnya pada Seksi
Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial yaitu dengan turun ke jalanan untuk mengawasi
apakah para gelandangan dan pengemis masih banyak berada di jalan dan apakah
para gelandangan dan pengemis yang sudah direhab balik ke jalanan atau tidak.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan mengukur keberhasilan dari program
Dari pendapat yang diutarakan oleh I1.2 di atas dapat di ketahui bahwa
pengawasan yang dilakukan dengan mengawasi fungsi dari petugas pos sahabat
131
anak dan juga mengawasi para gelandangan dan pengemis yang menerima
Namun pada pengawasan ini pihak Satpol PP tidak ikut terlibat selaku
dilakukan oleh pihak Dinas Sosial Kota Serang saja. Pihak Satpol PP hanya
mengaku jika pengawasan di luar dari kewenangan dari Satpol PP. Hal ini seperti
apa yang di sampaikan oleh Bapak Hj. Juanda selaku Kepala Bidang Penegak
Hukum Daerah :
Serang yang dilibatkan dalam pengawasan dalam program rehabilitasi ini. Seperti
dilakukan oleh pihak Dinas Sosial Kota Serang Saja, pihak Satpol PP sebagai
pihak yang merazia para gelandangan dan pengemis tidak diikut sertakan karena
132
memang bukan menjadi kewenangan dan pihak Satpol PP. Pihak Satpol PP hanya
di libatkan jika Dinas Sosial membutuhkannya saja. Dalam pengawasan ini tenaga
yaitu dengan turun ke jalan untuk mengawasi para gelandangan dan pengemis
gelandangan dan pengemis yang sudah direhab kembali ke jalanan atau tidak.
Serta pengawasan yang dilakukan juga dengan mengawasi para gelandangan dan
pengemis yang sudah mendapat bantuan dari Dinas Sosial yang melalui program
rehabilitasi ini digunakan dengan semestinya atau tidak. Hal ini dilakukan untuk
mengukur apakah program yang di selenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Serang
Dinas Sosial Kota Serang bisa di katakan masih lemah baik dari segi anggaran,
pengawasan dan juga evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial di setiap
tahunnya. Selain itu dari evaluasi yang di hasilkan pun Dinas Sosial Kota Serang
tersebut. Memang, baik anggaran maupun sarana dan prasarana sudah menjadi
kendala utama dari tahun ke tahunnya. Disetiap evaluasi yang dilakukan oleh
pihak Dinas Sosial Kota Serang masalah ini selalu menjadi perhatian khusus. Hal
133
ini seperti apa yang di sampaikan oleh bapak Heli selaku kepala seksi rehabilitasi
sebagaimana berikut:
rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah dari segi sarana dan prasarana,
anggaran, dan juga sumber daya manusia yang belum memadai. Dinas Sosial
Kota Serang juga mengevaluasi kinerja dari petugas sahabat anak yang menangani
pengemis yang masih anak-anak atau yang sering di kenal dengan anak jalanan.
lingkungan para gelandangan dan pengemis yang ada di jalanan. Dinas Sosial
Kota Serang juga menginginkan adanya unit pelaksana tugas (UPT) yang khusus
berdasarkan analisa dan penelitian para ahli atau pakar dalam bidangnya. Suatu
Sumber pengetahuan dalam penelitian ini terdiri atas tenaga ahli (professional),
terkait program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini. Tenaga ahli sangatlah
dibutuhkan dalam perumusan dan juga pada pelaksanaannya, karena tenaga ahli
ahli ini mencakup siapa saja yang terlibat dan menjadi aktor dalam perumusan dan
Serang berperan sebagai leading sector dan juga sebagai penanggung jawab
program yang bertugas dalam perumusan dan juga sebagai pelaksana program.
Sosial berperan sebagai leading sector dan juga penanggung jawab program
pertama dari kepala seksi rehabilitasi sosial tuna sosial, yang nantinya di
136
Dalam perumusan program ini pun tidak melibatkan pihak-pihak lain yang
peneliti rasa bisa memberikan masukan yang berguna dalam perumusan. Hal ini
seperti apa yang di sampaikan oleh Bapak Hj. Juanda selaku Kepala Bidang
Serang (I4.1):
dan TKSK tidak terlibat dalam perumusan program rehabilitasi ini karena mereka
beranggapan hal itu diluar wewenangnya masing-masing dan itu ada urusan
pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan program ini seperti Dinas Sosial
Provinsi Banten, Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Bekasi dan juga dinas-dinas
adalah anggaran dari Dinas Sosial Kota Serang itu sendiri yang kurang memadai,
belum adanya tempat pusat rehabilitasi, dan juga belum memadainya Sumber
yang terjadi. Maka dari itu sangatlah diperlukan keahlian dalam menangani
Dalam penelitian ini keahlian dari para ahli seperti yang disampaikan
oleh I1.1 bahwa perumusan dari program rehabilitasi gelandangan dan pengemis
perumusannya. Maka dari itu perumusan kebijakan tersebut haruslah bisa menjadi
yang diberikan dari perumusan program ini yaitu dengan dapat merubah mental
dan juga cara berpikir (mindset) para gelandangan dan pengemis agar berhenti
dari apa yang mereka lakukan selama ini karena hal itu telah melanggar peraturan
yang ada baik tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini seperti apa yang disampaikan
oleh Bapak Heli Priatna selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial
“ya seperti yang udah di jelasin tadi kan kita kan membuat
program ini tujuannya pengenya mengentaskan kemiskinan
umumnya mah. Ya selain itu juga kita pengen menurunkan angka
atau jumlah gelandangan dan pengemis juga kita ingin merubah
mindsetnya lah biar ngga mengemis lagi kan secara logikanya
mah itu ga baik ya dilihat dari sisi agama dan juga hukum yang
ada pun melarang mengemis itu. Nah untuk melakukan pembinaan
dan keterampilan kita ga bisa berdiri sendiri dong, kita juga
membutuhkan dari OPD lainnya juga misal Dinas Pendidikan,
Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kependudukan.” (wawancara dengan
I1.1 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 November 2017).
Berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh I1.1 dapat diketahui bahwa
jaminan yang diberikan dalam rumusan program rehabilitasi ini adalah dengan
dapat menurunkan jumlah para gelandangan dan pengemis dan juga bisa merubah
mental dan mindset para gelandangan dan pengemis agar menghentikan aktivitas
menggelandang dan mengemisnya. Pihak Dinas Sosial juga tidak bisa berdiri
OPD lainya seperti Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja, dan Dinas
Kependudukan.
adalah dapat mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis di Kota Serang, dan
juga dapat merubah mental dan mindset para gelandangan dan pengemis untuk
lebih mandiri dengan membuka usaha atau juga dengan bekerja. Selain itu juga
dalam pelaksanaannya Dinas Sosial Kota Serang membutuhkan bantuan dari OPD
sini meliputi Witness, emancipation, world view. Dalam sumber pengesahan ini
termuat berbagai persepektif dari sudut pandang yang beragam dan mempunyai
tersebut selalu tersisihkan dan terabaikan untuk ikut serta dalam penyelenggaraan
suatu kebijakan. Padahal dari persepektif dari beragam sudut pandang inilah yang
141
4.3.4.1 Witness
orang yang terkena efek atau dampak dari adanya program rehabilitasi ini. Karena
orang yang terkena dampak ini dapat memberikan aspirasi dalam program
disampaikan oleh seorang pengemis yang peneliti temukan di lapangan (I9 .1):
sebagai berikut:
“Ya kita mah gimana ya, mau berenti ngemis juga nantinya
ngga ada buat makan. Maunya pemerintah tuh ngasih kita bantuan
ya ngasih modal buat kita bikin usaha, harusnya pemerintah peduli
sama kita.” (wawancara dengan I9.2 di Indomaret dekat Untirta , 30
Januari 2018).
memberikan bantuan kepada para gelandangan dan pengemis agar bisa membuka
usaha.
mereka melakukan hal demikian baik faktor ekonomi, faktor mentalitas dari
142
pengemis:
“cari kerjaan susah, cari duit juga susah kemana lagi kita
nyari buat makan, saya ngeliat temen saya juga sama mengemis,
enak di jalan bisa dapet duit.” (wawancara dengan I9.2 di
indomaret dekat untirta , 30 Januari 2018).
ekonomi. Mereka beranggapan bahwa dengan cara mengemis ini mereka dapat
4.3.4.2 Emancipation
hak kepada para gelandangan dan pengemis. Namun dengan kondisi anggaran
yang tidak memadai dan juga ketidak mauan para gelandangan dan pengemis
untuk direhab biasanya hanya beberapa saja yang direhab oleh Dinas Sosial Kota
Serang ataupun dikirim Panti Sosial. Hal ini seperti disampaikan oleh bapak Heli
Dalam proses rehabilitasi ini tentunya harus ada peran serta masyarakat
untuk mengadukan atau melaporkan bila mana ada prilaku penyakit masyarakat
dalam hal ini gelandangan dan pengemis, dan ada juga pihak yang dianggap
program rehabilitasi ini. Dalam hal ini pihak yang berwenang untuk menangani
ini adalah Satpol PP sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Perda Kota Serang
nomor 2 tahun 2010 tentang penyakit masyarakat pasal 15 ayat (2) poin c yang
berbunyi:
masyarakat.”
pertugas yang berwenang jika ada atau menemukan perbuatan dan prilaku
pengemis untuk hal ini adalah Satpol PP. Hal ini juga seperti apa yang
gelandangan dan pengemis ini adalah Satpol PP. Diperlukannya peran serta
masyarakat untuk melaporkan kepada Satpol PP dalam bentuk tertulis yang mana
berbagai persepektif yang beragam seperti dari unsur keagamaan yang mana
Avalokitesvara Banten:
Pendapat lain juga disampaikan oleh Ustad Gofur selaku tokoh agama
pandangan dari agama Islam, Katolik dan Budha memandang bahwa yang
dilakukan oleh gelandangan dan pengemis itu adalah negatif dan tidak boleh
dilakukan karena hal itu mencirikan sifat malas dari individu yang tidak mau
berusaha dengan cara yang benar. Dalam agama budha sendiri orang yang
sekarang orang tersebut tidak mempunya harta dan orang tersebut terlahir kembali
seorang yang beragama katolik yaitu Sekretaris Gereja Kristus Raja Serang yang
beranggapan bahwa para gelandangan dan pengemis ada ciri dari orang yang
malas dan tidak mau berusaha untuk mencari nafkah dari cara yang lebih baik dan
Sedangakan menurut pandangan dari agama islam bahwa kegiatan mengemis atau
umatnya untuk selalu bersedekah khususnya kepada fakir miskin. Namun banyak
dalam rezeki seseorang ada rezeki orang-orang miskin. Dengan hal ini para
merah tuh kalo saya lagi bawa mobil tiba-tiba langsung tuh
muncul pengemis ini kan mengganggu ya untuk kesalamatan dia
juga, kalo ketabrak bagaimana coba kita juga yang nanti ribet
ya.” (wawancara dengan I7.1 di Komplek Taman Mutiara Indah, 13
Februari 2018).
pengemis adalah seseorang yang malas bekerja dan tidak mau berusaha. Dari dari
gelandangan dan pengemis dibagi menjadi dua yaitu alamiah dan juga
asli masyarakat Kota Serang yang miskin. Sedangkan yang dikoordinir adalah
gelandangan dan pengemis yang berasal dari luar Kota Serang seperti dari
dan pengemis tersebut seperti yang disampaikan oleh Bapak Asaji selaku humas
Paroki Raja Serang tidak ikut secara langsung. Namun keduanya memiliki
masyarakat dari sisi kesehatan. Sedangkan dari Gereja Paroki Raja Serang
untuk disalurkan lagi kepada yang membutuhkannya. Selain itu juga ada program
menyantuni para yatim piatu serta ada bakti sosial yang dilakukan oleh para
pemuda.
150
4.4 Pembahasan
Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti
dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan. Dalam
penelitian ini Peneliti menggunakan teori boundary categories dari critical system
sumber pengesahan.
dari Program Rehabilitasi Gelandangan dan Pengemis yang dilakukan oleh Dinas
Sosial Kota Serang yang meliputi pihak yang terlibat dalam pengambilan
belum optimal.
rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini adalah Dinas Sosial Kota Serang,
khususnya Bidang Rehablitasi Sosial pada Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial
sekaligus menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam program ini. Selain itu
pengemis ini Dinas Sosial Kota Serang. Serta pihak-pihak yang terlibat dalam
pelaksaan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini yaitu Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Serang yang bertugas untuk menjaring atau merazia para
yang memberikan pelayanan kesehatan bagi para gelandangan dan pengemis yang
Serang yang memberikan identitas bagi para gelandangan dan pengemis yang
belum memiliki identitas, Dinas Tenaga Kerja Kota Serang yang memberikan
kepolisian yang ikut terlibat untuk menangani anak jalanan yang berbuat kriminal.
koordinasi yang dilakukan belum cukup optimal. Dinas Sosial Kota Serang dalam
dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan,
berbunyi :
dilakukan secara terpadu dibawah koordinasi walikota atau satuan kerja perangkat
daerah (SKPD) atau sekarang yang lebih dikenal organisasi perangkat daerah
(OPD) yang mempunyai tugas, pokok dan fungsi di bidang sosial, dan yang
Pada aspek tujuan bisa di bilang sudah cukup baik, yang mana tujuan dari
jumlah gelandangan dan pengemis tersebut dan juga merubah prilaku dan mindset
dan pengemis ini untuk tidak terus berada di jalanan dan juga mereka bisa
sasaran yang ingin dicapainya. Dan yang menjadi sasaran dari program rehablitasi
Sosial Kota Serang pastinya akan berdampak pada kelompok sasaran dari
program ini. Kelompok sasaran yang terkena dampak adalah para gelandangan
dan pengemis. Maka dari itu program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini
haruslah memiliki dampak yang baik yaitu dengan berkurangnya jumlah ataupun
gelandangan dan pengemis tersebut adalah SDM yang kurang memadai, ada juga
dari tempat penampungan dan tempat rehablitasi para gelandangan dan pengemis,
153
daerah terkait, dan juga anggaran yang belum memadai serta kurangnya peran
jawab dalam menangani permasalahan tersebut dan yang bertanggung jawab atas
pengemis ini yaitu terutama Dinas Sosial Kota Serang sebagai penanggung jawab
program, namun seharusnya tidak hanya Dinas Sosial Kota Serang saja yang
bertanggung jawab untuk ikut andil dalam program ini dengan tidak memberi
apapun kepada gelandangan dan pengemis. Selain itu instansi-instansi terkait juga
harus mempunyai rasa tanggung jawab dalam menangani masalah yang ada.
diatasi dengan baik, sehingga kebijakan dapat berjalan dengan semestinya. Juga
dengan program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini pihak Dinas Sosial
Kota Serang tentunya memiliki upaya-upaya yang dilakukan agar masalah dapat
teratasi. Upaya yang dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab dalam
mengatasi masalah yang terjadi adalah seperti dari kekurang Sumber Daya
Manusia (SDM) pihak Dinas Sosial Kota Serang membentuk sebuat satuan tugas
(Satgas) atau Petugas Sosial yang akan membantu Dinas Sosial dalam menangani
para gelandangan dan pengemis. Hampir sama seperti pihak Dinas Sosial, Satpol
154
sebanyak 5 orang. Pihak Dinas Sosial dalam mengatasi masalah anggaran mereka
dan pengemis ini memberikan pengaruh kepada para gelandangan dan pengemis,
yang nantinya diberikan modal usaha kepada para gelandangan dan pengemis
untuk bisa menjadi mandiri dan lebih produktif, sehingga tidak harus kembali lagi
ke jalanan.
Pada aspek ukuran perbaikan atau tolak ukur pada dasarnya dijadikan
sebagai penilaian seberapa jauh kebijakan itu berhasil untuk menjadi solusi atas
ditinjau dari seberapa jauh nilai-nilai yang ada telah mempengaruhi suatu
program di masa yang akan datang. Tolak ukur keberhasilan dari program ini
Kemudian tercapainya jumlah para gelandangan dan pengemis yang ingin direhab
155
dari jumlah yang ditargetkan di awal. Selain itu pula para gelandangan dan
pengemis ini sadar dan tidak balik-balik lagi ke jalanan, serta kesadaran dari
masyarakat untuk tidak memberi kepada para gelandangan dan pengemis. Namun
jika melihat pada data yang ada di lapangan dan membandingkannya dengan tolak
rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini belum berjalan baik atau bisa di bilang
Tabel 4.5
Gelandangan Pengemis
26 45 137 183
Berdasarkan data dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2016
menjadi 45. Sedangkan pengemis yang terdata pada tahun 2016 berjumlah 137
dan pada tahun 2017 jumlahnya meningkat menjadi 183. Dengan peningkatan
penelitian ini sebagai kelebihan dari program Rehablitasi Sosial Gelandangan dan
Pengemis yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang, yang meliputi diantara
kekuasaan dalam penelitian ini dapat dikatakan belum baik terutama pada aspek
sumber daya baik dana maupun manusia yang dimiliki oleh Dinas Sosial Kota
dan pengemis ini mempunyai kewenangan untuk memutuskan apa yang akan
gelandangan dan pengemis, maka dari itu Satpol PP memiliki kewenangan dalam
jelas, karena kewenangan setiap pengambil keputusan didasari oleh dasar hukum
tersebut. Perda Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang penyakit masyarakat ini
peneliti dapatkan peraturan daerah tersebut belum cukup kuat guna mencegah
adanya gelandangan dan pengemis serta belum cukup kuat pula untuk menjadi
perlunya merevisi isi dari perda tersebut. Akan tetapi dalam mengganti perda
tersebut tidak mudah dikarenakan biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan perda
cukup mahal.
melakukan pelayanannya Dinas Sosial Kota Serang dan Dinas Sosial Provinsi
montir motor.
karena mereka berada dalam proses rehabilitasi. Maka dari itu Selama proses
walaupun tidak dipenuhi 100% karena memang anggaran yang adapun belum
memadai. Para gelandangan dan pengemis pun diberi bantuan hanya pada proses
perehaban saja, dalam proses perehaban mereka diberikan makan setiap harinya,
sesuai yang apa yang mereka inginkan seperti ingin masuk pesantren, pihak Dinas
Sosial Kota Serang pun memasukannya ke pesantren. Dinas Sosial Kota Serang
158
manusia yang dimiliki Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Dinas Sosial Kota
Serang kurang mencukupi karena di seksi tersebut belum memiliki staff satu pun,
sama halnya juga dengan Seksi Rehablitasi Sosial Anak Dinas Sosial Kota Serang
yang belum memiliki staf. Sehingga kekurang sumber daya manusia juga
gelandangan dan pengemis. Untuk Satpol PP juga merasa kekurangan dari segi
jumlah sumber daya manusia namun untuk kualitas dari sumber daya manusia
dari Satpol PP dirasa sudah cukup memadai dan bisa dibilang sudah baik.
Sosial Provinsi Banten untuk tahun depan kemungkinan tidak ada karena
anggaran yang berasal dari APBD terpangkas oleh pembangunan untuk sektor
fisik seperti infrstruktur dan jalan. Serta sarana dan prasarana sebagai penunjang
program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini belum memadai. Dinas Sosial
Kota Serang sendiri belum mempunyai sebuah tempat untuk pusat rehabilitasi
para gelandangan dan pengemis. Rumah singgah juga yang seharusnya digunakan
pengemis yang terjaring pun belum ada. Sehingga pihak Satpol PP yang bertugas
159
menampungnya.
evalusasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang. Dalam pengawasan
untuk program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini hanya dilakukan oleh
pihak Dinas Sosial Kota Serang Saja, pihak Satpol PP sebagai pihak yang merazia
para gelandangan dan pengemis tidak diikut sertakan karena memang bukan
menjadi kewenangan dan pihak Satpol PP. Pihak Satpol PP hanya di libatkan jika
Serang yaitu dengan turun ke jalan untuk mengawasi para gelandangan dan
pengemis apakah masih banyak keberadaan mereka di jalan-jalan dan apakah para
gelandangan dan pengemis yang sudah direhab kembali ke jalanan atau tidak.
Serta pengawasan yang dilakukan juga dengan mengawasi para gelandangan dan
pengemis yang sudah mendapat bantuan dari Dinas Sosial yang melalui program
rehabilitasi ini digunakan dengan semestinya atau tidak. Hal ini dilakukan untuk
mengukur apakah program yang di selenggarakan oleh Dinas Sosial Kota Serang
Dinas Sosial Kota Serang bisa di katakan masih lemah baik dari segi anggaran,
pengawasan dan juga evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial di setiap
160
tahunnya. Dari evaluasi yang di hasilkan pun Dinas Sosial Kota Serang
tersebut. Dari segi sarana dan prasarana, anggaran, dan juga sumber daya manusia
yang belum memadai. Dinas Sosial Kota Serang juga mengevaluasi kinerja dari
petugas sahabat anak yang menangani pengemis yang masih anak-anak atau yang
sering di kenal dengan anak jalanan. Selain itu Dinas Sosial mengevaluasi
yang merupakan tahap awal dalam membuat suatu kebijakan. Manfaat dari
sumber pengetahuan ini bisa dibilang sudah baik, berikut akan peneliti paparkan
Pada aspek tenaga ahli di sini mencakup siapa saja yang terlibat dan
gelandangan dan pengemis ini. Dalam hal ini Dinas Sosial berperan sebagai
161
leading sector dan juga penanggung jawab program rehabilitasi gelandangan dan
pengemis. Dinas Sosial Kota Serang juga lah yang melakukan perumusan
program rehabilitasi gelandangan dan pengemis. Dinas Sosial Kota Serang dalam
merumuskannya yaitu pertama dari kepala seksi rehabilitasi sosial tuna sosial,
itu tidak melibatkan pihak-pihak lain yang terkait seperti Satpol PP dan Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang mana keduanya adalah mitra dari
Dinas Sosial Kota Serang dalam pelaksanaan program rehabilitasi ini. Tidak
terlibatnya Satpol PP dan TKSK dalam perumusan program rehabilitasi ini karena
mereka beranggapan hal itu diluar wewenangnya masing-masing dan itu ada
dengan pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan program ini seperti Dinas
Sosial Provinsi Banten, Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Bekasi dan juga dinas-
dinas atau instansi terkait. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat utamanya
adalah anggaran dari Dinas Sosial Kota Serang itu sendiri yang kurang memadai,
belum adanya tempat pusat rehabilitasi, dan juga belum memadainya Sumber
adalah kepastian yang diberikan dari perumusan pada keberhasilan kebijakan dan
perumusannya. Maka dari itu perumusan kebijakan tersebut haruslah bisa menjadi
program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini jaminan yang diberikan dari
perumusan program ini yaitu dengan dapat mengurangi jumlah dan merubah
mental serta cara berpikir (mindset) para gelandangan dan pengemis agar berhenti
dari apa yang mereka lakukan selama ini karena hal itu telah melanggar peraturan
yang ada baik tertulis maupun tidak tertulis. Dari program inipun pemerintah
berharap para gelandangan dan pengemis ini lebih mandiri dengan membuka
usaha atau juga dengan bekerja. Selain itu juga dalam pelaksanaannya Dinas
163
Sosial Kota Serang membutuhkan bantuan dari OPD lain untuk membantu
dalam program rehabilitasi gelandangan dan pengemis ini. Sumber pengesahan ini
sendiri terdiri atas witness, emancipation, dan world view. Pada sumber
pengesahan ini akan dapat memberikan persepektif beragam dari berbagai sudut
pandang yang berbeda yang berasal dari berbagai agama seperti Islam, Katolik,
dan Budha. Sudut pandang dari berbagai agama yang berbeda akan senantiasa
biasanya suara-suara seperti ini selalu tersisihkan oleh berbagai kepentingan yang
ada. Suara-suara dari para sasaran programpun yaitu gelandangan dan pengemis
wajib untuk diambil agar senantiasa dapat memberikan suatu kecocokan dalam
pemberian pelayan dalam program rehabilitasi ini. Berdasarkan hasil penelitian ini
agar bisa membuka usaha. Selain itu juga yang para gelandangan dan pengemis
pengemis adalah faktor ekonomi. Mereka berpikir bahwa dengan cara mengemis
ini mereka dapat dengan mudah mendapatkan uang daripada harus bekerja.
164
Peneliti dapat melihat dari sisi mental para gelandangan dan pengemis ini yang
bisa di bilang lemah dan prilaku malas untuk bekerja. Sehingga merekapun
memilih cara yang instan seperti meminta-minta dengan berharap orang lain iba
dan mendapatkan uang dari orang lain. Hal ini tentunya tidak baik mengingat hal
tersebut telah melanggar hukum yang ada baik tertulis maupun tidak tertulis,
hak kepada para gelandangan dan pengemis. Namun dengan kondisi anggaran
yang tidak memadai dan juga ketidak mauan para gelandangan dan pengemis
untuk direhab biasanya hanya beberapa saja yang direhab oleh Dinas Sosial Kota
Dalam proses rehabilitasi ini tentunya harus ada peran serta masyarakat
untuk mengadukan atau melaporkan bila mana ada prilaku penyakit masyarakat
dalam hal ini gelandangan dan pengemis, dan ada juga pihak yang dianggap
program rehabilitasi ini. Dalam hal ini pihak yang berwenang untuk menangani
ini adalah Satpol sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Perda Kota Serang
nomor 2 tahun 2010 tentang penyakit masyarakat pasal 15 ayat (2) poin c yang
berbunyi:
165
masyarakat.”
pengaduan terkait masalah gelandangan dan pengemis ini adalah Satpol PP.
pengemis ini dari berbagai persepektif yang beragam seperti dari unsur
sesuatunya.
semua pandangan dari agama Islam, Katolik dan Budha memandang bahwa yang
dilakukan oleh gelandangan dan pengemis itu adalah negatif dan tidak boleh
dilakukan karena hal itu mencirikan sifat malas dari individu yang tidak mau
pengemis dikarenakan di masa lampaunya dan masa sekarang orang tersebut tidak
mempunya harta dan orang tersebut terlahir kembali menjadi gelandangan dan
tuanya.
166
Sekretaris Gereja Kristus Raja Serang yang beranggapan bahwa para gelandangan
dan pengemis ada ciri dari orang yang malas dan tidak mau berusaha untuk
mencari nafkah dari cara yang lebih baik dan lebih terhormat walaupun pada
Dengan hal ini para gelandangan dan pengemis melakukan kegiatannya dengan
dalih tersebut.
malas seseorang untuk bekerja dan hanya mengandalkan belas kasihan orang lain
untuk mendapatkan uang. Hal ini tentunya menjadi gangguan kenyaman untuk
mamaksa.
yang alamiah dan kedua yang dikoordinir. Maksud dari alamiah itu sendiri adalah
dikoordinir yaitu mereka bukan penduduk dari Kota Serang melainkan dari kota-
kota lain yang mana mereka mencari penghidupannya di Kota Serang. Untuk yang
yang alamiah memang menjadi kewajiban dari Dinas Sosial Kota Serang. Ada
kedua faktor lingkungan. Faktor keluarga yang menjadi faktor utama karena dari
faktor keluarga ada faktor kemiskinan, juga ada faktor pendidikan keluarganya
yang tidak bisa memberikan pendidikan yang berkualitas sehingga anaknya tidak
Banten dan Gereja Paroki Raja Serang tidak ikut secara langsung. Namun
untuk melayani masyarakat dari sisi kesehatan. Sedangkan dari Gereja Paroki
teruntu untuk disalurkan lagi kepada yang membutuhkannya. Selain itu juga ada
program menyantuni para yatim piatu serta ada bakti sosial yang dilakukan oleh
para pemuda.
Berdasarkan hasil dari observasi yang dan analisis data yang di lakukan
pengemis di Kota Serang terdiri atas berbagai jenis kelompok usia mulai dari yang
masih anak-anak sampai yang sudah lanjut usia. Peneliti memukan di lampu-
168
lampu merah di Kota Serang banyak pengemis yang usianya masih dibawah 18
tengah jalan. Selain itu sering ditemukan pengemis yang sudah renta membawa
lapangan bahwa faktor ekonomi bukanlah faktor utama yang menjadi alasan
mengapa mereka mengemis. Karena bila melihat kepada kondisi ekonomi para
pengemis ini, mereka bisa dikatakan mampu, peneliti menemukan salah seorang
pengemis yang bisa dibilang sudang tua diantarkan oleh entah itu anak laki-
tidak sedikit rumah yang bisa dibilang layak huni. Hal ini tentunya membuat
peneliti berasumsi bahwa mengemis ini sudah dijadikan sebagai profesi oleh
masyarakat setempat.
1. Mengemis karena tak mampu bekerja. Pada kategori ini dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kelainan fisik pada anggota tubuhnya.
Misalnya tak mampu bekerja karena tidak memiliki tangan, kaki,
lumpuh, buta. Jadi para dermawan memang harus terpanggil untuk
menyantuninya, sisihkanlah harta untuk mereka, karena menyantuni
mereka insya Allah mendapat pahala yang besar.
169
Serang paling banyak masuk kepada kelompok 2, yang mana banyak sekali
pengemis yang anggota tubuhnya lengkap dan bisa dikatakan sehat secara fisik
1. Pengemis Berpengalaman
Lahir karena tradisi. Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan
mengemis adalah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan
kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif
sebab).
2. Pengemis kontemporer kontinu tertutup
kategori ke 3. Peneliti melihat pengemis ini masih sanggup untuk bekerja dan
Tabel 4.6
Temuan Lapangan
Boundary Category, Ulrich (dalam Riswanda 2016:9)
Dimensi Temuan Lapangan
Sumber motivasi (sources of 1. Pihak yang memproduk atau yang membuat program
motivation) ini adalah Dinas Sosial Kota Serang. Dinas Sosial juga
yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab
terhadap program rehabilitasi gelandangan dan
pengemis ini.
171
Gambar 4.1
Temuan Lapangan
Sebetulnya dan Seharusnya
Sebetulnya
Seharusnya
Belum tercapainya tolak
ukur keberhasilan Berkurangnya jumlah
program rehabilitasi ini gelandangan dan
yaitu berkurangnya pengemis di setiap
jumlah gelandangan dan tahunnya
pengemis di setiap
tahunnya
Memadainya sumber
daya baik itu manusia
Belum memadainya
Peraturan Daerah Kota Serang maupun dana anggaran
sumber daya baik itu Nomor 2 Tahun 2010 Tentang dalam program
manusia maupun dana Penyakit Masyarakat rehabilitasi ini. Dan juga
anggaran dalam memadainya sarana dan
program rehabilitasi ini. prasarana.
Serta belum
memadainya sarana dan Diperkuatnya Perda Kota
prasarana. Program
Serang Nomor 2 Tahun
Rehabilitasi
2010 Tentang Penyakit
Gelandangan dan Masyarakat dalam
Belum cukup kuatnya
Pengemis mengatasi masalah
Perda Kota Serang Nomor
2 Tahun 2010 Tentang gelandangn dan pengemis
Penyakit Masyarakat dalam
mengatasi masalah Diperkuatnya Koordinasi
gelandangn dan pengemis antara Dinas Sosial Kota
Serang dengan instansi-
Masih lemahnya Koordinasi instansi terkait
antara Dinas Sosial Kota pelaksanaan program
Serang dengan instansi- rehabilitasi ini
instansi terkait pelaksanaan
program rehabilitasi ini
179
Gambar 4.2
Temuan Lapangan
Skema Penelitian Analisis Kritis
Persepektif Masyarakat
Tidak adanya
Islam Islam Mengharamkan
larangan khusus menjadi pengemis Larangan Masih banyaknya
namun tidak Budha
masyarakat yang
membenarkan masih acuh dan tidak
menjadi Katolik Peraturan Daerah
tahu tentang larangan
gelandangan Kota Serang Nomor
memberi pengemis
pengemis 2 Tahun 2010
Satpol PP Tentang Penyakit
Masih adanya Masyarakat
Kota Serang Perda
toleransi
Dinas Sosial dengan alasan tersebut
Kota Serang kemanusiaan Dasar Hukum belum
cukup kuat
Melihat bahwa
Penegakan perda yang gelandangan
Program
kurang tegas dan masih pengemis
Rehabilitasi Sosial
kurang untuk dikoordinatori oleh
disosialisasikan pihak-pihak tertentu
180
oleh gelandangan dan pengemis sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 9 ayat 1-
3. Tidak hanya melarang para gelandangan dan pengemis, Peraturan Daerah Kota
Serang Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Penyakit Masyarakat menjadi dasar hukum
Dalam penjelasan dari pasal ini pun pemerintah wajib membuat sebuah
gelandangan dan pengemis dan juga menjadi dasar hukum adanya program
persepektif juga muncul dari target sasaran yaitu gelandangan dan pengemis.
pengemis adalah faktor ekonomi. Selain itu Mereka beranggapan bahwa dengan
cara mengemis ini mereka dapat dengan mudah mendapatkan uang daripada harus
pemerintah untuk memberikan bantuan kepada mereka agar bisa membuka usaha
sendiri.
berupa kegiatan yang negatif dan dan tidak boleh dilakukan karena hal itu
182
mencirikan sifat malas dari individu yang tidak mau berusaha dengan cara yang
benar. Dalam agama budha sendiri orang yang menjadi gelandangan dan
pengemis dikarenakan di masa lampaunya dan masa sekarang orang tersebut tidak
mempunya harta dan orang tersebut terlahir kembali menjadi gelandangan dan
orang tuanya. Menurut pandangan dari seorang yang beragama katolik yaitu
Sekretaris Gereja Kristus Raja Serang yang beranggapan bahwa para gelandangan
dan pengemis ada ciri dari orang yang malas dan tidak mau berusaha untuk
mencari nafkah dari cara yang lebih baik dan lebih terhormat walaupun pada
dari agama islam bahwa kegiatan mengemis atau meminta-minta itu diharamkan
Dengan hal ini para gelandangan dan pengemis melakukan kegiatannya dengan
dalih tersebut.
ini adalah gelandangan dan pengemis dibagi dua, pertama yang alamiah dan
kedua yang dikoordinir. Maksud dari alamiah itu sendiri adalah mereka penduduk
asli Serang dari keluarganya miskin. Sedangkan yang dikoordinir yaitu mereka
bukan penduduk dari Kota Serang melainkan dari kota-kota lain yang mana
memang menjadi kewajiban dari Dinas Sosial Kota Serang. Ada beberapa faktor
183
lingkungan. Faktor keluarga yang menjadi faktor utama karena dari faktor
keluarga ada faktor kemiskinan, juga ada faktor pendidikan keluarganya yang
bekerja dan hanya mengandalkan belas kasihan orang lain untuk mendapatkan
uang. Hal ini tentunya menjadi gangguan kenyaman untuk masyarakat sendiri
gelandangan dan pengemis ini yaitu gelandangan dan pengemis sebagai masalah
yang di latar belakangi oleh masalah ekonomi sehingga muncul masalah baru
yaitu masalah sosial berupa gelandangan dan pengemis ini. Maka dari itu
pengemis. Gelandangan dan pengemis ini tentunya bila dilihat dari berbagai
184
pemerintahan, dan akademisi adalah suatu masalah sosial yang memang harus
diselesaikan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
terlaksana namun pelaksanaannya tersebut belum maksimal dan belum cukup kuat
penanganan gelandangan dan pengemis yang dilakukan Oleh Dinas Sosial Kota
tersebut. Hal ini tentunya membuat pengimplementasian dari program ini belum
setiap tahunnya.
gelandangan dan pengemis ini yaitu Dinas Sosial Kota Serang sebagai
leading sector, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang, Dinas Pendidikan
Catatan Sipil Kota Serang, Dinas Tenaga Kerja Kota Serang, bahkan
untuk mengurangi jumlahnya dan juga merubah prilaku dan mindset para
181
182
para gelandangan dan pengemis ini untuk tidak terus berada di jalanan dan
pengemis itu adalah SDM yang kurang memadai, ada juga dari tempat
perangakat daerah terkait, dan juga anggaran yang belum memadai serta
jumlah para gelandangan dan pengemis yang ingin direhab dari jumlah
yang ditargetkan di awal. Selain itu pula para gelandangan dan pengemis
ini sadar dan tidak kembali lagi ke jalanan, serta kesadaran dari
apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan program ini karena setiap
yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang inipun belum memadai.
Dinas Sosial Provinsi Banten, Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Bekasi dan
penghambat utamanya adalah anggaran dari Dinas Sosial Kota Serang itu
sendiri yang kurang memadai, belum adanya tempat pusat rehabilitasi, dan
juga belum memadainya sumber daya manusia yang dimiliki Dinas Sosial
Kota Serang.
Satpol PP dalam bentuk tertulis yang mana waktu dan tempatnya haruslah
jelas.
184
5.2 Saran
Serang, peneliti mencoba untuk memberikan masukan atau saran agar dalam
berjalan optimal.
maupun elektronik.
185
Buku:
Dokumen:
Amalia, Rizki. 2013. Skripsi Universitas Negeri Semarang Fakultas Ilmu Sosial
Program Studi Ilmu Politik Dan Kewarganegaraan. Rehabilitasi Pengemis
Di
Kota Pemalang (Studi Kasus di Balai Rehabilitasi Sosial “Samekto Karti”
Pemalang I).
Nitha Chitrasari, 2012. Skripsi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Kinerja Dinas Sosial Kota Cilegon Dalam
Penanganan Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Cilegon.
Pengalaman Organisasi
Pendidikan
FORMAL
SDN Gunung Picung 04
» Tahun 2001 – 2007
HOBI
Sepak Bola
Bola Basket
Game
LAMPIRAN
(SURAT IJIN PENELITIAN)
LAMPIRAN
(DOKUMENTASI PENELITIAN)
Pengemis Kota Serang yang dibawah umur
Pengemis di Kota Serang yang membawa anak ataupun bayinya sebagai alat bantu
untuk mendapatkan belas kasihan orang lain
Pengemis (memakai sarung) di Kota Serang yang sedang bertukar uang, hasil dari
mengemisnya dengan seorang pedagang (celana panjang)
Wawancara dengan ibu Hendri selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak dan
Lansia Dinas Sosial Kota Serang
Wawancara dengan Bapak Asep Hanan Selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna
Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten
Wawancara dengan Bapak Haji Juanda selaku Kepala Bidang Penegak Hukum
Daerah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang
Wawancara dengan Bapak Hasanudin selaku Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan Serang
Wawancara dengan Bapak Dr. H. Furtasan Ali Yusuf selaku Anggota DPRD Kota
Serang sekaligus Ketua STIE Bina Bangsa
Wawancara dengan Bapak Assaji selaku Humas Vihara Avalokitesvara Serang
Wawancara dengan Bapak Stefanus Sekretaris Gereja Katolik Kritus Raja Serang
LAMPIRAN
LAIN-LAINNYA
MEMBERCHECK
Kode : I1.1
Hari/Tanggal : 27 November 2017
Pekerjaan / Jabatan : Kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Kota
Serang
Catatan Wawancara :
1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis
Tentunya untuk yang membuat program rehsos gepeng ini yaitu dinsos, yaa khususnya
seksi bagaian yang menangani gelandangan dan pengemis ini, kami juga sebagai
penanggung jawab program ini.
2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Keterlibatannyan dalam pemerintahan itu, pertama OPD Dinas Sosial Kota Serang yang
harus mempunyai peran sesuai dengan yang ada tupoksinya rehabilitasi. Cuma rehabilitasi
tidak cukup Dinas Sosial bagaimana kalo dia umpamanya pendidikannya ingin
melanjutkan karena tidak mampu, lulusan SMP yang tidak punya izasah maka harus kejar
paket, nah itu terlibatlah Dinas Pendidikan. Kita koordinasi dan bekerjasama dengan
Dinas Pendidikan. Bagaimana cara penanganannya, pengambilannya, wewenang untuk
menangkap dan membawa itu adalah Satpol PP, selain itu juga bagaimana kalo dia nggak
punya dan pengen punya kartu keluarga, pengen punya KTP, nah Dinas Kependudukan
juga harus terlibat, nah bagaimana kalo dia pengen bekerja kalo dia emang sudah punya
keahlian, kita libatkan juga Disnaker.
3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Ya untuk tujuannya mah inginnya kami pemerintah si tetep satu, ingin mengentaskan
kemiskinan kalo tujuan secara umumnya mah itu, sama mengentaskan pengangguran. Ya
khususnya dari program ini inginnya mah itu, si gepeng itu mendapat keterampilan juga
dia bisa merubah prilakunya sama mainsetnya
4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Tentunya yang jadi sasaran utamanya itu para gelandangan pengemis, kalo untuk sasaran
utamanya
5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Sebenernya mah gini ya, yang terkena dampak dari program ini tuh kan para gepeng, ya
artinya program ini memberikan pengaruh ke si gepeng ini biar ga ke jalanan lagi. nah
kalo udah kaya gitu kan, si gepeng udah bisa nyari nafkahnya gak turun ke jalan, bisa juga
kan berdampaknya ke masyarakat. Masyarakatkan nantinya gak keganggu lagi sama
adanya gepeng ini.
Hal-hal yang jadi kendalanya itu pertama, SDM. Di bagaian bapak satu bidang aja belom
punya staf, harunya mah kasie itu minimal punya satu, pembantu bapak itu harusnya mah
ada minimal satu tapi bapak belom punya. Sebenrmya bukan bapak aja ini yang belom
punya malah di bidang ini belom punya staf. Ya selain itu juga kendalanya kadang-kadang
OPD-OPD lainya itu istilahnya kurang harmonis. Sebenernya kalo bicara soal itu mah
jelek juga, ya mau gimana lagi begitu kenyataannya. Kemudian kami dinsos belom punya
juga tempat penampungan buat para gepeng yang udah di razia sama Satpol PP. Gimana
mau nampung kita juga kantornya masih ngontrak kan ya gitu. Ya otomatis juga
penganggaran juga oleh kita sangat dibutuhkan. Nah tempat rehabilitasi juga tuh, itu yang
pertama tempat rehabilitasi itu belom ada.
Harusnya semuanya OPD-OPD terkait ikut bertanggung jawab, ya terutama OPD Dinas
Sosial dan Satpol PP
Saya juga kan gak punya staf, kalo ada anggarannya bapak juga membentuk tim
sukarelawan. Ya artinya semacem petugas sosial, satgas satuan tugas sepuluh orang.
Kalo misakan anggaran kita gada, kita ngirim para gepeng ini ke provinsi, Dinsos provinsi
buat direhab disana kira-kira sepuluh orang kita kirim ke sana, ya salah satu pelayanan
kita kaya gitu kalo anggarannya ngga ada.
Ya artinya program ini memberikan pengaruh ke si gepeng ini, ada juga yang sudah
merasakan lelah, kepengen berubah pekerjaannya, ada yang setelah ikut pelatihan anak-
anak berenti ngamen, ya kalo istilahnya mah ikut ngedesain nyetak foto yang namanya itu
pelatihan sablon. Termasuk juga yang telah dilatih montir motor, dia udah bisa buka
bengkel. Tapi ya itu, gak begitu saja berubah jadi sewaktu-waktu dia bisa balik lagi ke
jalan, ya bisa aja ke pengaruh sama temen-temen jalanannya.
10. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis
dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Yang menjadi tolak ukurnya ya sekarang udah keliatan biasanya mah pagi-pagi sampai itu
tuh udah ada para gepeng. Kalo sekarang ya Alhamdulillah, jadi berkurangnya ya gitu,
berkurangnya para gepeng.
11. Siapa yang memiliki kekuatan atau yang berwenang untuk memberikan keputusan
dalam program rehablitasi gelandangan dan pengemis?
Kalo yang buat ngambil keputusan mah tentunya pihak yang punya kewenangnya masing-
masing ya kalo kita kan dinsos yang ngasih pembinaan, pelatihan, keterampilan kaya gitu
ya jadinya kalo yang ngambil keputusan di program pembinaan ini mah ya kita. Kalo
Satpol PP kan kewenangannya buat ngejaring, ngerazia para gepengnya, jadi kalo
urusannya soal ngerazia mah pihak Satpol PP.
12. Apakah Perda terkait tentang gelandangan dan pengemis perlu direvisi?
Kalo menurut pandangan saya mah ya tetep perlu direvisi karena dari kata-katanya juga
terlalu kasar. Pemberantasan, disitu ada kata-kata pemberantasan. Ya kalo pemberantasan
harus diberantas lah.
13. Apa saja yang dilakukan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis dalam memberikan
pelayanan rehablitasi?
Tentunya pelayanan yang diberikan itu pertama ya artinya memberikan pembinaan seperti
kita kumpulkan para gepeng terus kita kasih pembinaan keagamaan biar balik ke jalan
yang benar menurut agama. Terus ya kebutuhannya, kalo memang dia pengen kebutuhan
ya kita berikan dengan cara kemudahan, ya misalkan si gepeng minta pengen pelatihan
montir motor ya kita berikan lah gitu. Pengiriman ketempat pelatihan atau ketempat
rehabilitasi yang dilaksanak sama pihak Dinsos provinsi
14. Apakah kebutuhan gelandangan dan pengemis selama di rehab telah diberikan secara
maksimal?
Kalo di tempat rehabilitasi si dikasih kebutuhan secara maksimal, itu kalo di tempat
rehabilitasi, ya kalo cuma pembinaan aja belom maksimal. Kalo sampe pendidikan
keterampilan, termasuk juga bantuan peralatannya itu udah maksimal. Ya maksimal sertus
persen si belum. Artinya udah maksimal aja, kalo misalkan dikasih bantuan seratus persen
mah dia juga harus di kasih modal yang sepuluh juta itu.
15. Apakah program rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis didukung oleh
sumberdaya (dana, manusia) yang memadai?
Seperti yang udah jelasin tadi perbidang aja belom punya staf, kasie ini aja kan ga punya
staff. Ya minimal punya satu lah staff.
Dana juga menurut saya mah kurang memadai, tempat rehabilitasi juga kan gada kita mah.
Jadi terkadang kita kirim ke Dinsos provinsi buat direhab
Ya tadi itu kita belum memiliki tempat rehabilitasi untuk para gelandangan dan pengemis.
ya kita aja kantor dinas nya statusnya masih ngontrak, ya istilahnya daripada buat tempat
rehabilitasi mending buat kantor dulu. Rumah singgah juga kan kita belom punya.
16. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengawasi implementasi kebijakan
tentang rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Kalo pengawasan dari kita si cuma turun ke jalanan terus ngontrol gepeng itu masih
banyak ga atau yang kemaren kita rehab itu turun lagi ga ke jalan, kalo misalkan jalan-
jalan sepi dari gepeng kan berarti berhasil program kita ini.
17. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengevaluasi program rehablitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Ya yang harus dibenahi itu terutama tadi itu tempat rehabilitasi atau UPT, harus ada
secara khusus yang menangani gepeng ini.
Jadi Dinas Sosial itu membawahi yaitu UPT evaluasinya itu. Selain itu juga yang tadi itu
penambahan SDM, kalo untuk anggaran mah itu udah jelas harus ada.
Kode : I1.2
Hari/Tanggal : 11 Januari 2018
Pekerjaan / Jabatan : Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak & Lansia Dinas Sosial
Kota Serang
Catatan Wawancara :
1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis
Yang membuat program ini itu adalah kepala seksi sesuai dengan tupoksi, karena yang tau
permasalahan kan dari kita sendiri sesuai dengan tupoksinya
2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Kepala Bidang disitu juga ada Pak Kadis, kita kan awalnya lihat dari data dan kenyataan
banyak di jalan anak jalanan, gepeng, kita juga ngedata melalui pos sahabat anak itu juga
dibantu oleh Peksos setelah kita melihat data kan terus gimana nih cara penanganannya,
nah maka dari itu kita rempugin bareng-bareng bersama bapak kabid dan bapak kadis.
Banyak juga kita berkoordinasi ada dari lembaga ada juga dinas-dinas terkait yang
menangani tentang program ini. Ya misalkan dengan Disnaker, Kemenag, Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan yang sesuai tupoksinya kaya BPJS kesehatan, Kepolisian
untuk menangani anak jalanan kaya gitu. Jadi kita ga sendiri
3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
sebenernya mah dari tujuannya mah kaya sederhana tapi dalemnya rumet ya, itu
menghilangkan si tidak mungkin, tapi kita meminimalisir jumlahnya.
4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Dalam Perda pekat ini kan tidak hanya untuk gepeng dan anak jalanan ataupun pekat yang
lainnya ya, kita kan ada berbasis masyarakat ya otomatis masyarakat juga diikut sertakan,
terutama minimalnya tau bahwa ada peraturan atau perda yang ngelarang gepeng dan anak
jalanan itu tidak boleh gitu kan
5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Tentunya yang terkena dampaknya itu para gepeng anak jalanan itu sendiri ya, soalnya
kan mereka yang kita kasih pembinaan kasih bantuan, dengan kaya gitukan yang kena
dampak mereka.
kendalanya memang belum nyambungnya ya antara keinginan dan tujuan pemerintah dan
masyarakat belom sejalan gitu. Karena kita juga sadar diri ya, SDM dari kita Dinas Sosial
kurang ya sehingga tidak mencukupi untuk tenaga di sosialisasi di jalan. Karena kita
harusnya banyak ke jalan ya, nah tenaga itulah kita yang kurang. Sebenernya mah
kendalanya juga kesadaran lah dari kita semua ya khususnya masyarakat bahwa kita disini
punya program buat merubah anak jalanan.
Sebenernya semua, cuma kan yang jadi leading sectornya dan tupoksinya Dinas Sosial
Kota Serang ya otomatis kita harus bertanggung jawab merangkul kesemuanya ke OPD
lain atau juga ke masyarakatnya
Dari faktor SDM yang sesungguhnya kami kekurangan. ya walaupun istilahnya kami
melakukan tugas cuma lima orang tapi alhamdulillahnya di dalam lima orang ini kami
merekrut hampir tiga puluh orang. Dia tau upamanya kami operasi yang tiga puluh orang
ini harus ikut karena juga ada SP nya. Kalo dari segi dana kami untuk kontrol aja seperti
yang saya udah jelasin kami sering pake kantong pribadi buat bensin-bensin mah, kan
kalo mau jalan buat ngontrol mah buat bensin mah harus ada.
9. Apakah program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis sudah memberikan
pengaruh terhadap kesejahteraan gelandangan dan pengemis khususnya?
Kalo untuk kesejahteraannya mah belom, namun berubah gitu dari prilakunya kalo
misalkan kesejahteraan mah dari jumlah segitu palingan yang baru sedikit ya
10. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis
dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Kalo yang jadi tolak ukur keberhasilan dari ibu si sederhana yah, kalo menghilangkan kan
ga mungking, ya minimal mengurangi jumlahnya itu
11. Siapa yang memiliki kekuatan atau yang berwenang untuk memberikan keputusan
dalam program rehablitasi gelandangan dan pengemis?
12. Apakah Perda terkait tentang gelandangan dan pengemis perlu direvisi?
kalo liat dari itu mah diliat dari dalem isi perdanya itu ya belom dilaksanakan semua ya,
buktinya disosialisasikan ke masyarakatnya juga belum ya, misalkan katanya orang-orang
yang ngasih ke gepeng katanya kena sanksi nyatanya tidak kena sanksi. Sehingga perda
itu belom kuat.
13. Apa saja yang dilakukan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis dalam memberikan
pelayanan rehablitasi?
kami kirimkan anak jalanan itu ke sekolah memberikan program paket c, kita juga
menawarkan kepada anak-anak jalanan siapa yang mau ke sekolah atau ke pesantren
bahwa ada anak jalanan yang minta di beliin baju koko, peci, sarung, kami berikan. Ya
pokoknya kami pengennya mereka berubah biar ga di jalan lagi
14. Apakah kebutuhan gelandangan dan pengemis selama di rehab telah diberikan secara
maksimal?
kalo kebutuhan si kita kasih ya, kaya kemaren ya anak yang pengen masuk pesantren, kita
kerjasama sama Kemenag kita masukin pesantren. Eh baru dua hari si anak itu di jalan
lagi alesannya si pengen sarung, pengen Al-quran peci ibu turutin pengennya kaya gimana
coba, ibu kumplitin deh kita dateng ke orang tuanya kita turutin si anak itu maunya apa.
Ya karena kita pengennya itu si anak ini bisa gitu ga ke jalan lagi
15. Apakah program rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis didukung oleh
sumberdaya (dana, manusia) yang memadai?
Memangnya juga Dari SDMnya juga kita kekurangan ya, sehingga tidak mencukupi
tenaga untuk kita bersosialisasi di jalan.
Dan untuk dana sendiri, kita di situlah kelemahannya memang minim sekali dari
pendanaannya ya kurang mendukung kalo dari dana. Ya tetapi walau minimnya
pendanaan di situ kita ya minimal kita bisa ngebantu mereka walau sedikit jumlahnya
Ya kita sendiri dinas sosial belum memiliki tempat pusat rehabilitasi untuk para gepeng
atau anjal ini di berikan semacam pembinaan atau pelatihan apa gitu. Ya kita sendiri
bingung ya, kalo buat nampungnya itu.
16. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengawasi implementasi kebijakan
tentang rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Ya memang pengawasannya kita melalui petugas pos sahabat anak, apakah dia berfungsi
atau mereka berjalan sesuai dengan tupoksinya dan bisa di manfaatkan gitu. Juga
pengawasannya ke mereka yang dapet bantuan dari kita, kaya gitu pengawasannya.
17. Bagaimana Dinas Sosial Kota Serang dalam mengevaluasi program rehablitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Kalo kita mengevaluasi ya itu tadi, ibu suka mengevaluasi kalo ada pertemuan-pertemuan
baik di intern yang mana melibatkan awal dari kita lihat dari sarana dan prasarana yang
selama ini belom ada buat pembinaannya, anggarannya juga kan sedikit kurang
mendukung. Selain itu juga kita membahas tentang petugas pos sahabat anak, terus jumlah
daripada kita pelaksanaan penjaringan atau penjangkauan bukan termasuk razia kareba
kalo razia itu Satpol PP, terus selain itu juga dari lingkungan para gepeng itu. Nih ada
kepedulian ga nih lingkungan mereka terhadap si gepeng ini di jalan. Dalam hal ini para
gepeng masih banyak tidak yang ada di jalanan.
18. Apa peran Dinas Sosial Kota Serang dalam perumusan program rehablitasi sosial
gelandangan dan pengemis?
Ya kita merumuskan pertama dari kepala seksinya dulu karena kan sesuai dengan
tupoksinya, terus dengan kepala bidang, selanjutnya ke kadin atau kepada dinas untuk
disetujui atau tidak.
MEMBERCHECK
Kode : I2.1
Hari/Tanggal : Senin, 27 November 2017
Catatan Wawancara :
1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis
Untuk pembinaan dan rehablitasi dan bantuan lain-lain adalah tugas dari Dinas Sosial,
dalam kapasitas kita itu tugas pokoknya hanya mengeksekusi dari tempat kejadian terus
dikirim ke dinas sosial, yang buat program ini kan dinas sosial, jadi yang ngebina,
ngerehab, yang ngasih bantuan itu Dinas Sosial dan juga perencanaan dan segala
sesuatunya ada di Dinas Sosial, soalnya mereka yang buat programnya.
2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Dalam rehabilitasi gepeng ini kita emang dilibatkan sesuai tupoksi kita yaitu menjaring
atau merazia para gepeng yang ada dijalanan. Ini juga kan masuk kewenangan kita, terus
tupoksi kita ini kan dari perwal yang didasari oleh perda pekat tersebut.
3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Dari kita mah tujuannya pengen si gepeng ini ngerasa kapok lah ada di jalanan, jadi
mereka itu si gepeng ini gak balik-balik ke jalan lagi, kan dengan kaya gitu bisa ngubah
mainsetnya.
4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Pastinya yang kita jadiin target sasaran para penyakit masyarakat termasuk juga para
gelandangan dan pengemis. Kita kan sebagai penegak hukum daerah, ya kita tugasnya
merazia para pekat penyakit masyarakat ini termasuk juga para gepeng.
5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Masyarakat akan dirasakan langsung dampaknya, coba kalo misalkan program ini bisa
istilahnya membuat si gepeng ini sadar, tentunya dampaknya ke masyarakat, masyarakat
ga ke ganggu lagi dong ama aktifitas gepeng ini.
Kendalanya dari kita itu kurangnya SDM, kurangnya disini itu dari segi kuantitas ya
bukan dari kualitas. Kalo dari kualitas si saya yakin lah kualitasnya bagus, tapi disini kami
hanya kekurangan kuantitas. Selain itu juga dari segi finansial, nah ini ni yang susah. Nah
kaya yang saya sebutin tadi susah kalo ga ada duit mah mau jalannya ajasusah, ya mau
gimana lagi itu faktanya. Ya terkadang anggaran untuk kita kontrol aja, terkadang pake
kantong pribadi itu istilahnya buat bensin-bensin doang mah.
Kan yang jadi penanggung jawab program ini kan Dinas Sosial, jadi kalo misalkan ada
masalah-masalah yang terjadi dinsosnya yang bertanggung jawab, kalo kita bertanggung
jawab kalo tiap penjaringan, ngerazia, baru kita yang tanggung jawab.
Dari faktor SDM yang sesungguhnya kami kekurangan. ya walaupun istilahnya kami
melakukan tugas cuma lima orang tapi alhamdulillahnya di dalam lima orang ini kami
merekrut hampir tiga puluh orang. Dia tau upamanya kami operasi yang tiga puluh orang
ini harus ikut karena juga ada SP nya. Kalo dari segi dana kami untuk kontrol aja seperti
yang saya udah jelasin kami sering pake kantong pribadi buat bensin-bensin mah, kan
kalo mau jalan buat ngontrol mah buat bensin mah harus ada.
10. Apa yang menjadi tolak ukur keberhasilan Seksi Bagian Gelandangan dan Pengemis
dalam penyelenggaraan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Tugas Satpol PP itu cuma eksekutor pembinaannya kan dari Dinsos, tugas kita tuh cuma
sedikit cuma pelarangan saja. Ya disini yang menjadi tolak ukur kita para gepeng ini ga
balik lagi ke jalan, dan masyarakatnya juga sadar kalo ngasih para pengamen pengemis itu
dilarang, jadi kalo misalkan ada gepeng yang minta-minta coba lah jangan dikasih, ya
walaupun istilahnya kita ngerasa ga tega iba ke si gepeng itu. Soalnya nanti kebiasaan
buat para si gepeng.
11. Siapa yang memiliki kekuatan atau yang berwenang untuk memberikan keputusan
dalam program rehablitasi gelandangan dan pengemis?
Yang punya kewenangan dalam urusan merazia itu kan Satpol PP, jadi yang berhak
mengambil dalam urusan merazia itu pihak kami, Satpol PP. Kita mah gausah kemana
mana dulu, kita ngejalanin undang-undangnya dulu, amanatnya dulu gausah ke yang lain,
jadi kita kalo langsung ke sasaran dasarnya apa kita ngelakuin itu.
12. Apakah program rehablitasi sosial gelandangan dan pengemis didukung oleh
sumberdaya (dana, manusia) yang memadai?
Yang saya jelasin tadi SDM di kita kekurang dari segi jumlahnya secara kuantitas kita
kekurangan.
Nah untuk dana juga kita juga kekurangan tadi juga saya udah jelasin kalo misalkan kita
buat kontrol-kontrol gitukan butuh uang transport, buat orang yang kontrol juga kan butuh
buat untuk ngopi-ngopi mah.
Nah terkadang kita bingung nih pas kita baru beres ngejaring, si para gepeng ini mau di
kemanain nih. Dinsos juga belom punya tempat penampungan gitu. Semacem tempat buat
ngerehabnya juga belom ada.
Kode : I3.1
Hari/Tanggal : Senin, 18 Desember 2017
Pekerjaan / Jabatan : Kepala seksi Rehabilitasi Tuna Sosial Dinas Sosial Provinsi
Banten
Catatan Wawancara :
1. Siapa atau pihak mana yang secara faktual yang memproduk kebijakan tentang
rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis?
Yang punya kewenangan membuat program rehabilitasi ini si di kabupaten/kota ya, kalo
di kota kan Dinas Sosial Kota Serang ya.
2. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Kalo untuk di lapangan itu misalkan penertiban, ngerazia para gepeng itu kan
kewenangannya ada di Kabupaten/Kota yaitu di Dinas Sosial Kota Serang dan juga Satpol
PP nya
3. Apa tujuan dan manfaat adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Kalo tujuan program rehablitasi gepeng ini tentunya pengen ngerubah mindsetnya lah dari
tadinya dia ngemis, dia bisa usaha kecil-kecilan kaya jualan gorengan atau buka warung
kecil kaya gitu. Kan kalo program rehabilitasi ini, si gepeng keterampilan kaya bikin kue,
atau keterampilan montir, dan kalo dia mau dia dikasih modal sama kita. Ya kalopun
misalkan gak ngerubah dia, minimal dia turun ke jalannya ga sering, ya misalkan tadinya
dia di jalan 12 jam sekarang dia jalan cuma 5 jam.
4. Siapa yang menjadi sasaran adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Yang jelas yang jadi sasaran dari program ini tuh para gepeng, jangan sampe si gepeng itu
terus di jalan, ya minimal mereka itu produktif lah nggak terus nyari nafkahnya di jalanan.
5. Siapa yang terkena dampak dari adanya program rehabilitasi sosial gelandangan dan
pengemis?
Di program ini kan kita ngasih pembinaan kaya semacem ngasih keterampilan bikin kue
kaya tata boga gitu, selain itu juga kita ngasih keterapilan buat bengkel jadi si gepeng ini
punya keahlian lah semacem itu, nah kalo udah kaya gitu kita tinggal ngasih modal tuh ke
para gepeng, biar ga balik lagi ke jalan mereka lebih produktif kan kaya gitu. Nah dari situ
berdampak juga ke prilaku si gepeng, jadi mindset si gepeng ini kan berubah. Dengan
kaya gitu masyarakat ikut merasakan juga kan keuntungannya, jadi masyarakat juga ga
merasa ke ganggu tuh ama si gepeng.
Kendalanya ya kadang-kadang kalo dirazia itu si gepeng nya itu balik lagi balik lagi kaya
gak kapok-kapok, terus juga kategori kaya anak punk itu yang masih samar, itu masuknya
kemana nih, anak jalanan atau apa gitu kalo anak jalanan ada seksinya lagi, kalo yang
pake narkoba atau orang yang gila ada juga seksinya disini tapi kadang-kadang di tangani
oleh seksi kita juga. Ya emang susah juga kita mengkategorikannya juga, ya jadi
kendalanya itu kita susah buat mengkategorikannya
Kalo program ini si sebenernya yang punya kewenangan itu yang di kabupaten kota, juga
yang bertanggung jawab yang di kabupaten kota, biasanya kan mereka itu yang langsung
ke lapangan melakukan razia atau apa gitu, itu udah kewenangan di kabupaten kota,
Dinsos kota sama Satpol PP kalo kita terima sini ajalah.
Memberikan pengaruh tentunya, disinikan kami ngasih pelatihan kaya bikin kue, pelatihan
bengkel yang kaya disebutin tadi itu, keterampilan ngejahit. Nanti kami ngasih modal ke
mereka biar uang itu dijadiin modal usaha sama mereka.
a. Witness (Pembebasan)
WALIKOTA SERANG,
Menimbang : a. bahwa Kota Serang adalah daerah dengan landasan
kehidupan masyarakat yang berbudaya dan beragama,
sejalan dengan visi dan misi Kota Serang;
b. bahwa berbagai bentuk perbuatan yang merupakan
penyakit masyarakat merupakan perbuatan yang
meresahkan masyarakat, ketertiban umum, keamanan,
kesehatan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
Kota Serang;
c. bahwa rasa aman, nyaman dan tentram perlu diwujudkan
di Kota Serang oleh karena itu perbuatan penyakit
masyarakat yang ada di Kota Serang diperlukan aturan
tentang pembinaan, pengawasan dan pengendalian,
pelarangan serta penindakan terhadap penyakit
masyarakat agar terhindar dari gangguan / dampak
negatif yang akan timbul di dalam masyarakat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pencegahan, Pemberantasan dan
Penanggulangan Penyakit Masyarakat.
4. Undang-Undang ………………..
-2-
dan
WALIKOTA SERANG
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Serang;
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas - luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah;
4. Walikota adalah Walikota Serang;
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Serang;
6. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kota Serang;
7. Tim adalah Tim pengendalian dan pengawasan Peraturan Daerah yang
keanggotaannya terdiri dari Dinas atau Instansi dan pihak terkait lainnya;
8. Pejabat yang berwenang adalah pejabat atau pegawai yang diberi tugas di
bidang tertentu sesuai dengan peraturan perundang – undangan;
9. Penyidik adalah Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang –
undang untuk melakukan penyidikan;
10. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disingkat SATPOL PP adalah
bagian perangkat daerah dalam penegakan Peraturan Daerah dan pelaksanaan
kebijakan daerah dibidang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
11. Ketertiban umum dan ketentraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis
yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah daerah dan masyarakat dapat
melakukan kegiatannya dengan tentram, tertib dan teratur;
12. Pencegahan adalah upaya mendeteksi sedini mungkin disertai usaha terhadap
segala sesuatu yang akan menimbulkan keadaan tertentu;
13. Penanggulangan adalah suatu proses, cara, dan perbuatan mengatasi
permasalahan melalui upaya pencegahan (preventif), pembinaan dan
rehabilitasi (kuratif) dan penindakan (represif);
14. Penyakit masyarakat adalah hal - hal atau perbuatan yang terjadi ditengah -
tengah masyarakat yang tidak menyenangkan masyarakat atau meresahkan
masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan agama dan adat serta tata krama
kesopanan dalam masyarakat;
15. Maksiat adalah setiap perbuatan yang menyimpang dari ketentuan hukum,
agama, adat dan tata krama kesopanan, meliputi pelacuran atau prostitusi dan
mabuk-mabukan;
16. Tempat maksiat adalah lokasi yang diduga atau dipandang sebagai sarana
untuk melakukan transaksi atau negosiasi kearah perbuatan maksiat maupun
sarana untuk melakukan perbuatan maksiat itu sendiri;
17. Pelacuran adalah perbuatan atau kegiatan seseorang atau sekelompok orang
baik pria, wanita atau waria, yang menyediakan dirinya kepada umum atau
seseorang tertentu untuk melakukan perbuatan atau kegiatan cabul atau
hubungan seksual atau perbuatan yang mengarah pada hubungan seksual di
luar perkawinan yang dilakukan di hotel atau penginapan, restoran, tempat
hiburan, lokasi pelacuran atau di tempat-tempat lain di daerah, dengan tujuan
untuk mendapatkan imbalan berupa uang, barang dan / atau jasa lainnya;
18. Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang tidak senonoh atau perbuatan
yang melanggar kesusilaan, norma social dan agama;
19. Pekerja Seks Komersial yang selanjutnya disebut PSK adalah wanita atau pria
atau waria yang memenuhi kebutuhan hidupnya baik memperoleh imbalan
maupun tidak dengan cara menjual diri atau melakukan persetubuhan yang
menyimpang dari ketentuan hukum, agama, adat dan tata krama, kesopanan
yang berlaku di masyarakat;
20. Waria adalah seseorang yang memiliki kelamin pria atau kelamin ganda yang
mempunyai jiwa atau tingkah laku seperti wanita;
21. Perantara adalah orang yang menghubungkan secara langsung maupun tidak
langsung antara pasangan berlawanan jenis atau sejenis kearah terlaksananya
perbuatan maksiat, baik mendapat atau tidak mendapat imbalan atas usahanya
tersebut;
22. Backing adalah orang atau sekelompok orang yang melindungi, menjamin atau
memberikan jasa, baik secara fisik maupun non fisik sehingga terjadi perbuatan
maksiat;
BAB II
TUJUAN
Pasal 2
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat
melalui jaminan kepastian hukum, dengan melarang kegiatan yang termasuk
dalam kategori penyakit masyarakat di Daerah.
BAB III
KLASIFIKASI PENYAKIT MASYARAKAT
Pasal 3
(1) Klasifikasi penyakit masyarakat yang diatur dalam Peraturan Daerah ini,
mencakup segala bentuk perbuatan, tindakan atau perilaku yang tidak
menyenangkan dan meresahkan masyarakat dan/atau melanggar nilai – nilai
ajaran agama dan norma susila.
(2) Penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. Pelacuran dan penyimpangan seksual;
b. Waria yang menjajakan diri;
c. Minuman beralkohol;
d. Gelandangan dan pengemis;
e. Anak jalanan;
f. Kegiatan yang dilarang pada bulan ramadhan.
(3) Semua tindakan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan penyakit
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah tindakan dan/atau
perbuatan yang melanggar ketertiban sebagaimana diatur dalam Peraturan
Perundang - undangan.
BAB IV
LARANGAN
Pasal 4
(1) Pejabat yang berwenang dilarang mengeluarkan izin usaha dan/atau kegiatan
yang merangsang tumbuh dan berkembangnya perbuatan, tindakan dan
perilaku penyakit masyarakat.
(2) Pejabat yang berwenang dilarang memperpanjang izin usaha dan/atau
kegiatan yang diduga dan/atau pantas diduga telah merangsang tumbuh dan
berkembangnya penyakit masyarakat.
(3) Pejabat yang berwenang dapat mencabut izin usaha dan/atau menghentikan
kegiatan yang diduga dan/atau pantas diduga telah merangsang tumbuh dan
berkembangnya perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit masyarakat.
(4) Pejabat yang berwenang berhak melarang setiap orang yang sikap atau
perilakunya menunjukkan indikasi yang kuat patut diduga sebagai pelaku
penyakit masyarakat, berada di tempat ibadah, jalan- jalan umum, lapangan,
losmen, hotel, asrama, rumah penduduk atau kontrakan, warung kopi, warung
internet, tempat hiburan, gedung atau tempat tontonan, sudut jalan atau
lorong jalan dan tempat lainnya di daerah.
Bagian Kesatu
Pelacuran dan Penyimpangan Seksual
Pasal 5
Bagian Kedua
Waria Yang Menjajakan Diri
Pasal 6
Bagian Ketiga
Minuman Keras
Pasal 7
(1) Setiap orang dilarang meminum minuman beralkohol.
(2) Setiap orang dan/atau badan usaha dilarang menyimpan, mengedarkan dan/
atau menjual minuman beralkohol golongan A, golongan B dan golongan C.
(3) Setiap orang dan/atau badan usaha dilarang menjadikan atau membiarkan
tempatnya sebagai tempat dilakukannya perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Setiap orang dilarang menjadi backing bagi tempat dilakukannya perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(5) Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), adalah
minuman beralkohol yang mengandung rempah - rempah, jamu dan
sejenisnya untuk tujuan kesehatan dan yang berada di hotel berbintang.
(6) Minuman untuk tujuan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ditetapkan oleh Walikota sesuai peraturan perundang–undangan.
Bagian Keempat
Permainan Ketangkasan
Pasal 8
(1) Setiap pengusaha tempat permainan ketangkasan atau jasa layanan internet
dilarang membiarkan anak–anak berpakaian seragam sekolah bermain
ditempatnya pada jam–jam sekolah.
(2) Permainan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah play station, video
game dan on line internet.
Bagian Kelima
Gelandangan dan Pengemis
Pasal 9
(1) Setiap orang dilarang menjadi gelandangan dan pengemis.
(2) Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa orang lain menjadi pengemis.
(3) Setiap orang dilarang memberikan uang ataupun lainnya kepada pengemis.
Bagian Keenam
Kegiatan Yang Dilarang pada Bulan Ramadhan
Pasal 10
(1) Setiap orang dilarang merokok, makan atau minum di tempat umum atau
tempat yang dilintasi oleh umum pada siang hari di bulan ramadhan.
(3) Setiap orang dilarang menjadi becking bagi tempat dilakukannya perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Setiap pengusaha restoran atau rumah makan atau warung dan pedagang
makanan dilarang menyediakan tempat dan melayani orang menyantap
makanan dan minuman pada siang hari selama bulan ramadhan.
Bagian Ketujuh
Penyalahgunaan Tempat Usaha
Pasal 11
(1) Setiap orang baik sendiri ataupun bersama - sama dilarang mendirikan dan/
atau mengusahakan atau menyediakan tempat dan/atau orang untuk
melakukan perbuatan maksiat.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengusaha hotel, wisma, penginapan, pemondokan
atau rumah kontrakan, tempat hiburan, obyek wisata, salon kecantikan, cafe,
warung internet dan warung kopi dilarang mempergunakan fasilitas
sebgaimana dimaksud pada ayat (1), sehingga memungkinkan terjadinya
penyakit masyarakat, yaitu:
a. Memberi dan memperlancar kesempatan terjadinya penyakit masyarakat;
b. Memperdagangkan benda-benda yang merangsang terjadinya penyakit
masyarakat;
c. Menyediakan prasarana dan sarana terjadinya penyakit masyarakat;
d. Meminjamkan fasilitas yang merangsang terjadinya penyakit masyarakat.
(3) Setiap orang atau kelompok dilarang menjadi backing yang memberi peluang
untuk terjadinya penyakit masyarakat.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 12
(1) Setiap orang berhak dan bertanggungjawab untuk berperan serta dalam
mewujudkan kehidupan dalam satu lingkungan yang aman, tertib dan
tentram serta terbebas dari perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit
masyarakat.
(2) Wujud peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. Mencegah segala perbuatan tindakan atau perilaku penyakit masyarakat
yang diketahui atau yang dimungkinkan akan terjadi;
b. Mengawasi semua tindakan dan/atau perbuatan yang berhubungan
dengan penyakit masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya;
c. Melaporkan kepada Pejabat atau pihak yang berwenang apabila
mengetahui atau menemukan tindakan, perbuatan dan perilaku penyakit
masyarakat.
BAB VI …………………..
- 10 -
BAB VI
PENCEGAHAN, PENINDAKAN, PENGENDALIAN
DAN PENGAWASAN SERTA PEMBINAAN
Bagian Kesatu
Pencegahan
Pasal 13
Pejabat atau pihak yang berwenang berhak untuk mencegah dan melarang
kegiatan yang mengarah pada perbuatan, tindakan dan perilaku penyakit
masyarakat.
Bagian Kedua
Penindakan
Pasal 14
(1) Pejabat atau pihak yang berwenang dapat melakukan tindakan untuk menutup
atau menyegel tempat yang digunakan atau diduga digunakan sebagai tempat
dilakukannya tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2) Tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang untuk dibuka kembali
sepanjang belum ada jaminan dari pemilik atau pengelola bahwa tempat itu
tidak akan digunakan kembali untuk perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13.
(3) Masyarakat maupun pihak ketiga berhak mengajukan permohonan kepada
Pejabat atau pihak yang berwenang agar dilakukan penindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Tata cara penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 15
(1) SATPOL PP berwenang melakukan razia terhadap tempat atau rumah, tempat
usaha, jalan atau tempat umum, yang digunakan atau mempunyai indikasi
atau bukti yang kuat, sehingga patut diduga tempat tersebut digunakan
sebagai tempat kegiatan penyakit masyarakat.
(2) Tata cara pelaksanaan razia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Walikota.
Bagian Ketiga
Pengendalian dan Pengawasan
Pasal 16
(1) Pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini,
dilakukan oleh Tim yang bersifat lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan
Walikota.
Bagian Keempat
Pembinaan
Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat wajib melakukan pembinaan terhadap
orang atau sekelompok orang yang terbukti melakukan perbuatan penyakit
masyarakat.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui
kegiatan rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial.
(3) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan melalui
kegiatan:
a. Bimbingan, pendidikan, pelatihan dan keterampilan teknis;
b. Bimbingan, penyuluhan rohaniah dan jasmaniah;
c. Penyediaan lapangan kerja atau penyaluran tenaga kerja.
(4) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan
melalui kegiatan:
a. Peningkatan kemauan dan kemampuan;
b. Penggalian sumber daya.
(5) Pembinaan terhadap orang atau sekelompok orang yang melanggar ketentuan
Peraturan Daerah ini, selain diberikan tindakan sebagimana dimaksud pada
ayat (2), dapat juga diberikan tindakan berupa sanksi administrasi.
Pasal 18
(1) Guna mengefektifkan pelaksanaan di lapangan, penyiapan sarana dan
prasarana untuk pelaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17, dilakukan secara terpadu dibawah koordinasi Walikota atau Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang mempunyai tugas, pokok dan fungsi dibidang sosial.
(2) Tata Cara mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 19
Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk kegiatan pencegahan,
pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat yang dibebankan
kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber lain yang sah
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PENYIDIKAN
Pasal 20
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota Serang
diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan
tindak pidana dibidang pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan
penyakit masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang………………
- 12 -
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 21
(1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimnana
diamaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Daerah ini, diancam
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
Bab IX ………………….
- 13 -
BA B IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 23
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Serang
pada tanggal 15 Juli 2010
WALIKOTA SERANG,
ttd
BUNYAMIN
Diundangkan di Serang
pada tanggal 19 Juli 2010
SEKRETARIS DAERAH
KOTA SERANG,
ttd
S U L H I