Anda di halaman 1dari 120

Mobilisasi Sumberdaya dalam Aksi Kamisan

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :
NIA NADIA
11141110000026

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul :

Mobilisasi Sumberdaya dalam Aksi Kamisan

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 9 April 2019

Nia Nadia

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa :

Nama : Nia Nadia

NIM : : 11141110000026

Program Studi : Sosiologi

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul :

“MOBILISASI SUMBERDAYA DALAM AKSI KAMISAN”

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Ciputat, 9 April 2019

Mengetahui, Menyetujui.

Ketua Program Studi, Pembimbing,

Dr, Cucu Nurhayati, M.Si M. Hasan Ansori, Ph.D


NIP. 197609182003122003 NIP.

iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
MOBILISASI SUMBERDAYA DALAM AKSI KAMISAN
Oleh
Nia Nadia
11141110000026
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 13 Mei 2019. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program
Studi Sosiologi.

Ketua Sidang, Sekretaris,

Dr, Cucu Nurhayati, M.Si. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si.


NIP. 197609182003122003 NIP. 196808161997032002

Penguji I, Penguji II,

Dra. Ida Rosyidah, M.A. Kasyfyullah, M.Si.


NIP. 196306161990032002 NIP.

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 13 Mei 2019.

Ketua Program Studi Sosiologi,

Dr, Cucu Nurhayati, M.Si


NIP. 197609182003122003

iv
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis tentang strategi mobilisasi partisipan dalam Aksi
Kamisan, sebuah gerakan sosial guna menyuarakan keadilan terhadap persoalan
pelanggaran HAM berat masa lalu. Gerakan sosial ini dimulai sejak 18 Januari
2007, setiap kamis, pada pukul 4-5 sore di depan Istana Negara. Sejak 12 tahun
hingga sekarang tetap berjalan dengan mengusung tema berbeda tiap minggunya.
Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana strategi mobilisasi partisipan,
serta faktor penghambat dan pendorong dalam proses mobilisasi tersebut.

Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kaulitatif dengan


menggunakan studi kasus. Kerangka teori gerakan sosial yang pakai adalah Teori
Mobilisasi Sumberdaya dengan pendekatan khusus teori jaringan. Kerangka teori
ini yang menjadi acuan penulis dalam menjawab pertanyaan penelitian. Metode
pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui wawancara, observasi serta
dokumen pelengkap. Sehingga 3 aspek tersebut akan saling melengkapi hasil data
yang ditemui dilapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa strategi mobilisasi
partisipan yang digunakan dalam Aksi Kamisan. Pertama, strategi pemanfaatan
public figure, dimana saat awal berjalan aksi ini memanfaatkan jejaring para
inisiator untuk memobilisasi partisipan seperti Rieke Diah, Melanie Subono, dan
Sony Tulung. Kedua, strategi penggunaan media sosial, ketika media sosial
semakin marak aksi ini pun melalukan startegi besar-besaran melalui media sosial
dengan membuat poster tiap minggu, video cuplikan, serta hasil dokumentasi di
laman media sosial Aksi Kamisan. dan ketiga, strategi pelibatan anak-anak muda,
adanya pergeseran kehadiran dari keluarga korban ke teman-teman muda
bukanlah hal yang tak disengaja. Melainkan bagaimana kekuatan teman-teman
muda yang di support dengan media sosial mumpuni akan memudahkan semua
proses mobilisasi partisipan saat ini. Keempat, strategi pengembangan isu, dimana
Aksi Kamisan bersifat terbuka, dan tidak eksklusif. Aksi ini menjadi wadah bagi
siapapun yang membutuhkan penyuaraan tentang keadilan, sehingga kasus atau
tema yang diangkat hingga 12 tahun pun beragam dan menyentuh berbagai
golongan.

Lalu faktor-faktor penghambat serta pendorong dalam Aksi Kamisan,


adalah pertama, faktor penghambat merupakan korban. Karena tokoh utama
dalam aksi ini merupakan keluarga korban maupun korban langsung dari
pelanggaran HAM berat masa lalu, namun karena dimakan usia dan waktu mereka
tidak memiliki kapabilitas lagi untuk hadir apalagi setiap kamis. Lalu yang kedua
adalah, faktor pendorong dalam mobilisasi partisipan ialah media sosial dan
teman-teman muda. Media sosial memberikan dampak besar dan signifikan dalam

v
mobilisasi, pemanfaatan media sosial yang baik secara jelas menghasilkan
kehadiran di Aksi Kamisan bisa menyentuh angka ratusan dan minimal 50-hingga
70an orang. Pegiat muda, mereka merupakan roda yang menjalankan proses Aksi
Kamisan sekarang ini. Kehadiran mereka menjadi penerang guna upaya
menegakan keadilan warga Negara, serta penopang kreativitas dalam segala upaya
mobilisasi partisipan dalam Aksi Kamisan.

Kata kunci : Gerakan Sosial, Aksi Kamisan, Teori Mobilisasi Sumberdaya,

Mobilisasi Partisipan.

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

berkah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul:

“Mobilisasi Sumberdaya dalam Aksi Kamisan”. Selesainya penelitian dalam

skripsi ini semoga semakin membuka sebuah jalan yang akan terus dilewati oleh

para peneliti lainnya. Dalam perjalanan menyelesaikan skripsi ini, penulis

mendapatkan banyak pengetahuan, pengalaman, serta pihak-pihak yang baik.

Karena, skripsi ini bisa terselesaikan atas bantuan serta dukungan pihak terkait.

Oleh sebab itu penulis dengan tulus mengucapkan untaian terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ali Munhanif, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatulla Jakarta.

2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si., selaku Ketua Prodi Sosiologi Prodi

Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu

dan memberi masukan selama ini.

3. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si, selaku Sekretaris Prodi Sosiologi FISIP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Mohammad Hasan Ansori, Ph.D, selaku dosen pembimbing

skripsi yang sangat sabar tidak pernah bersikap marah kepada penulis

selama penulisan, walaupun penulis menempuh waktu yang cukup

lama dalam penyelesaian skripsi ini. Juga atas masukan, kritik, serta

pengetahuan yang selama ini disampaikan ke penulis, itu sangat

berarti. Terima kasih banyak, Pak Ansori.

vii
5. Seluruh dosen FISIP UIN Jakarta yang menjadi lampu keilmuan bagi

penulis, juga para staff menyenangkan di FISIP, terima kasih atas

pengalaman dan kerjasamanya.

6. Orang tua serta kakak dan abang-abang tercinta. Alm Yayah, Mamah,

Kaka, Bang Apik, Bang Ari, Aldi, terima kasih atas doa dan dukungan

yang tak terkira bagi penulis. Atas segala kekuatan yang dilimpahkan

sedari kecil hingga nanti. Semoga ini bisa menjadi jalan pembuka

kehidupan nantinya. LUV!

7. Seluruh informan serta stake holder Aksi Kamisan, yang sudah

meluangkan waktu, tenaga, serta kesempatan, bagi penulis untuk

mengambil data serta wawancara. Ibu Maria Sumarsih, Mbak

Suciwati, Mbak Mesy, Mbak Citra, Bang Sulaiman, Mas Aldo, Mas

Sujali, Rivani, serta Vebrina. Terima kasih banyak atas ketulusan

hatinya membantu proses penulis selama ini.

8. Teman-teman selama dunia perkuliahan, Lina, Ratna, Irma, Hilda,

serta Rachmat dan Adam. Juga sobat kelas sebelah Shabel serta Mayar.

Dan teman-teman Sosiologi 2014 juga FISIP’14 yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu.

9. Kawan diluar perkuliahan aka teman sekolah, Dinda, Zena, Nikma,

Vivi, dan Tiwi. He he he he makasih.

10. Kepada PMII Komfisip cabang Ciputat, terima kasih atas pengalaman,

ilmu, kesempatan, serta segala hal baik yang membuka mata penulis

viii
selama berkuliah di UIN. Juga atas pengalaman terbaik di HIMASOS

serta DEMA FISIP.

11. Dan yang terbaik adalah terima kasih untuk diri penulis sendiri, terima

kasih atas perjuangan, kerja keras, serta usaha selama kuliah ini. I DID

MY BEST!

Demikian ucapan terima kasih yang penulis bisa sampaikan, dari hati

terdalam penulis mendoakan kebaikan teman-teman diberkahi Tuhan YME.

Semoga hasil skripsi ini bisa membawa manfaat baik kedepannya untuk

lingkungan yang lebih luas. Terakhir, terima kasih bagi teman-teman yang

bersedia membaca skripsi ini, ditunggu masukan serta kritiknya.

Ciputat, 9 April 2019

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................. ...................................................... i


LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........ .................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................................... iv
ABSTRAK ............................................................. ..................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................... ................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................... ..................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................. .................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................. ................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................. ..................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................. ..................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ....................................... ..................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ..................................... ..................................................... 9
E. Tinjauan Pustaka ........................................ ................................................... 19
F. Kerangka Teori .......................................... ................................................... 20
G. Metodologi Penelitian ................................ ................................................... 25
1. Pendekatan Penelitian .................... ................................................... 25
2. Teknik Pengumpulan Data ............. ................................................... 27
3. Teknik Penentuan Informan ........... ................................................... 30
4. Teknik Analisis Data ...................... ................................................... 32
H. Sistematika Penulisan ................................ ................................................... 34

BAB II SEJARAH, TOKOH, TUNTUTAN, DAN LEMBAGA PENDAMPING


A. Sejarah Aksi Kamisan ................................ ................................................... 36
B. Tokoh Aksi Kamisan ................................. ................................................... 44
C. Tuntutan Aksi Kamisan ............................. ................................................... 48

x
BAB III STRATEGI MOBILISASI PARTISIPAN DALAM AKSI KAMISAN
DAN FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDORONG
A. Strategi Mobilisasi Partisipan dalam Aksi Kamisan ...................................... 51
1. Strategi Pemanfaatan Public Figure ............................................ 55
2. Strategi Penggunaan Media Sosial............................................... 63
3. Strategi Pelibatan Anak-Anak Muda ........................................... 70
4. Strategi Pengembangan Isu ...... ................................................... 83
B. Faktor-Faktor Penghambat dan Pendorong dalam Mobilisasi Partisipan
Aksi Kamisan ............................................. ................................................... 85
1. Faktor Penghambat Mobilisasi Partisipan dalam Aksi Kamisan . 85
2. Faktor Pendorong Mobilisasi Partisipan dalam Aksi Kamisan ... 89

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................ ................................................... 95


B. Saran .......................................................... ................................................. 100

DAFTAR PUSTAKA ............................................ ................................................. 102

xi
DAFTAR TABEL

Tabel I.1. Daftar Nama Informan........................... ................................................... 30

Tabel II.1. Tuntutan Kasus Aksi Kamisan ............. ................................................... 49

Tabel III.1. Partisipan dalam 40 Minggu Terakhir ................................................... 75

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Kegiatan Aksi Kamisan .................... ................................................... 41

Gambar II.2. Eks-karyawan PT. Freeport .............. ................................................... 44

Gambar II.3. Maria Sumarsih ................................ ................................................... 45

Gambar II.4. Suciwati ............................................ ................................................... 47

Gambar II.5. Bedjo Untung ................................... ................................................... 48

Gambar III.1. Sumarsih di Aksi Kamisan .............. ................................................... 53

Gambar III.2. Suciwati di Aksi Kamisan ............... ................................................... 54

Gambar III.3. Mahasiswa FISIP UPN Veteran ...... ................................................... 60

Gambar III.4. Akademisi Dr. Robertus Robert ...... ................................................... 61

Gambar III.5. Pandji Pragiwaksono di Aksi Kamisan ............................................... 62

Gambar III.6. Laman Facebook Aksi Kamisan ..... ................................................... 64

Gambar III.7. Laman Twitter Aksi Kamisan ......... ................................................... 64

Gambar III.8. Kanal Youtube Aksi Kamisan ......... ................................................... 65

Gambar III.9. Laman Instagram Aksi Kamisan ..... ................................................... 65

Gambar III.10. Poster Mingguan Aksi Kamisan ... ................................................... 68

Gambar III.11. Diskusi Publik KontraS ................. ................................................... 73

Gambar III.12. Peringatan 12 Tahun Kamisan ...... ................................................... 77

Gambar III.13. Peringatan Kematian Munir di Aksi Kamisan .................................. 77

Gambar III.14. Suciwati dalam Peringatan Kematian Munir di Aksi Kamisan ........ 78

Gambar III.15. Diskusi Universitas ....................... ................................................... 80

Gambar III.16. Poster Kegiatan Ngaso Malam Kamis .............................................. 82

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kajian tentang protes pasti akan selalu mengkaitkan pihak yang satu

dengan pihak lain. Seperti dikatakan Tarrow (1994:4), protes dapat dipahami

sebagai tantangan kolektif yang diajukan sejumlah orang yang memiliki tujuan

dan solidaritas yang sama. Mereka melakukannya dengan motif tertentu dalam

konteks interaksi tertentu secara berkelanjutan. Tidak jauh berbeda dengan Sidney

Tarrow, menurut pandangan Bert Klandermans, protes biasanya dialamatkan

kepada kelompok elite, kepada lawan dan penguasa (2005:1), yang lebih jelas

protes biasanya diidentikkan sebagai perlawanan dan serta sebuah bentuk tuntutan

kepada rezim penguasa. Namun, bagaimana jika sebuah gerakan protes justru

menggunakan simbol-simbol tertentu untuk menyampaikan pesan dan

menyuarakan tuntutan mereka. Terlepas dari nilai-nilai normatif dari kebanyakan

bentuk protes, Kamisan atau biasa juga disebut dengan Black Umbrella Protest

memiliki karakter gerakan tersendiri.

Antony Giddens menyatakan gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk

mengejar kepentingan bersama, sebuah kelompok masyarakat melakukan gerakan

mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif

(collective action) di luar ruang lingkup lembaga-lembaga yang mapan (Martono,

2011).

1
Piotr Sztompka memberikan perspektifnya tentang gerakan sosial dengan

melihat komponen-komponen dari gerakan sosial. Komponen-komponen dari

gerakan sosial yaitu :

1. Kolektivitas orang yang bertindak sama.

2. Tujuan bersama tindakannya adalah perubahan tertentu dalam

masyarakat mereka yang ditetapkan oleh partisipan menurut cara yang

sama.

3. Kolektivitasnya relatif tersebar namun lebih rendah dari pada organisasi

formal.

4. Tindakannya mempunyai derajat spontanitas relatif tinggi namun tak

terlembaga dalam bentuk formal dan bentuknya tak konvensional.

Piotr Sztompka juga memberi pernyataan bahwa gerakan sosial terjadi didasari

atas keinginan dari masyarakat yang sadar atau dari pergolakan elite. Pertama,

perubahan yang berasal dari “bawah”, melalui aktivitas yang dilakukan oleh

massa rakyat biasa dengan derajat kebersamaan yang berbeda-beda (Sztompka,

2004). Kedua, Perubahan yang berasal “dari atas”, melalui aktivitas elite yang

berkuasa (penguasa, pemerintah, manager, administrator, dan lain-lain) mampu

memaksakan kehendak anggota masyarakat yang lain (Sztompka, 2004).

Maka dari itu, gerakan sosial dapat dikategorikan sebagai sebuah

manifestasi kepentingan orang-orang yang tidak mendapatkan jaminan dari

adanya kekuasaan secara struktural Negara. Sehingga mengambil jalan untuk

mewujudkan tuntutan dengan berbagai macam metode perlawanan yang

dihadirkan, mulai dari yang bersifat taat asas hukum sampai kepada sebuah usaha

2
yang radikal progresif dalam payung hukum yang abnormal dalam penerapannya.

Walaupun nantinya konsekuensi dari gerakan yang terjadi harus melibatkan

semua potensi material yang dimiliki oleh para pelaku gerakan sosial itu sendiri.

Baik harta, tenaga maupun nyawa sekalipun untuk mewujudkan harapan keadilan

bagi semua orang.

Pada era demokrasi saat ini, gerakan-gerakan perlawanan masyarakat

banyak mengambil bentuk gerakan sosial (social movement) dalam upaya

menentang atau mendorong perubahan kebijakan publik, perubahan politik dan

sosial secara luas, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global semakin meluas.

Pengembangan kajian tentang gerakan sosial tidak hanya dilakukan di kawasan

negara Eropa dan Amerika saja sebagai pelopor gerakan sosial, namun juga di

negara lain termasuk negara – Negara berkembang. Permasalahan sosial,

ekonomi, politik, dan lingkungan di negara-negara berkembang mendorong

masyarakatnya untuk mengambil bagian dalam program upaya pembangunan

pemerintah. Partisipasi masyarakat ditunjukkan dengan munculnya beberapa

gerakan sosial baik di bidang sosial-masyarakat, politik, gender, maupun

lingkungan yang hadir ditengah masyarakat. (Demokrasi dan Gerakan Sosial

(Bagaimana Gerakan Mahasiswa Terhadap Dinamika Perubahan Sosial), 2016)

Perkembangan gerakan sosial inipun dialami oleh Indonesia. Gerakan

Sosial merupakan salah satu bagian sejarah lahirnya kemerdekaan Indonesia.

Kemerdekaan Indonesia tidak semata-mata tercapai dengan gencatan senjata,

melainkan juga karena munculnya gerakan sosial yang tumbuh sebagai sebuah

manifestasi kesadaran sejumlah kaum muda pada masa itu. Pada saat jatuhnya

3
rezim Orde Baru Soeharto pun secara jelas tidak bisa dipungkiri dari peran

gerakan sosial, khususnya gerakan mahasiswa secara massive pada masa itu.

Gerakan sosial di Indonesia awalnya identik dengan gerakan perlawanan dan

gerakan protes, namun saat ini gerakan sosial di Indonesia mulai berkembang

dengan munculnya komunitas-komunitas yang peduli pada bidang lingkungan,

anak, gender, dan permasalahan lain yang ada di tengah masyarakat kita.

Gerakan- gerakan sosial yang muncul sebagai sebuah komunitas, asosiasi,

ataupun LSM di Indonesia tidak hanya berupa gerakan perlawanan, melainkan

gerakan-gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan, seperti gerakan

perempuan, gerakan lingkungan, dan lain sebagainya. Menurut Alaine Tourine

dan Alberto Melucci (dalam Fadaee, 2011:80) gerakan-gerakan tersebut disebut

dengan Gerakan Sosial Baru (New Social Movement) yang dikembangkan pula

dalam Teori Gerakan Sosial Baru (New Social Movement Theory). Perkembangan

tentang gerakan sosial baru di Indonesia ditandai dengan hadirnya ditengah

masyarakat berbagai asosiasi, komunitas, serta Lembaga Swadaya Mayarakat

(LSM) yang bergerak dalam berbagai bidang. Perkembangan tersebut senada

dengan kajian-kajian gerakan sosial baru yang semakin berkembang, antara lain:

kajian tentang pola serta pengelolaan jaringan gerakan sosial (Nugroho, 2015;

tentang peran modal sosial dalam keberhasilan gerakan sosial-lingkungan

(Yuanjaya, 2015); ); tentang penerapan Teori Mobilisasi Sumber Daya pada

gerakan sosial (Rusmin, 2015) serta tentang strategi gerakan lingkungan dengan

media sosial (Kurniawan & Rye, 2014). Kajian-kajian tersebut fokus terhadap

4
berbagai macam isu yang ada di tengah masyarakat, yaitu isu Hak Asasi Manusia

(HAM), isu anak, , isu kesetaraan gender isu pendidikan, serta isu lingkungan.

Salah satu gerakan sosial di Indonesia yang terbentuk oleh isu-isu Hak

Asasi Manusia adalah Aksi Kamisan. Aksi Kamisan lebih memuat nilai

perlawanan kolektif daripada rutinitas mingguan yang hanya sekedar untuk

mempererat solidaritas antar sesama korban/keluarga korban pelanggaran HAM

berat yang pengusutannya (dalam perspektif politis) belum tuntas hingga detik ini

(sumber : http://www.thejakartaglobe.com/editorschoice/for-indonesias-kamisan-

the-demand-and-wait-for-justiceonly-grows/518500). Lebih jauh, mereka

menuntut untuk dilakukan pengusutan secara tuntas kasus-kasus pelanggaran

HAM serius yang terjadi di masa lalu. Ciri khas yang membedakan aksi Kamisan

dengan bentuk aksi protes lainnya secara jelas terletak pada, aktor yang sama dari

waktu ke waktu, durabilitas aksi yang tinggi, keteraturan waktu terkait

keberlangsungan aksi protes, serta konsistensi isu/tuntutan yang diperjuangkan di

dalamnya dan cara/metode penyampaian tuntutan.

Tidak banyak yang tahu bahwa protes ini telah berlangsung selama

bertahun-tahun dan dengan tuntutan yang selalu sama, pun dengan aktor yang

bermain di dalamnya. Maria Katarina Sumarsih, Suciwati Munir dan Bedjo

Untung menjadi tokoh penggerak atau inisiator dari protes payung hitam untuk

pertama kalinya, sejak hari Kamis tanggal 18 Januari 2007, mereka dan beberapa

keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu hadir untuk menuntut pengusutan

tuntas kematian anggota keluarga mereka mereka.

5
Awal mula munculnya aksi Kamisan bisa saja sarat akan kepentingan

pribadi Maria Katarina Sumarsih, dan inisiator lainnya, namun seiring berjalannya

waktu dan semakin banyak harapan-harapan dari keluarga korban pelanggaran

HAM berat kepada Negara yang tidak juga menemui titik keadilan, menjadikan

aksi Kamisan tidak lagi bijak jika diidentikkan dengan kepentingan mereka

semata. (Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis Atas Transformasi

Gerakan Simbolik, 2016)

Setidaknya ada tiga keluarga korban pelanggaran HAM berat yang

menjadi pelaku atau inisiator aksi Kamisan, mereka juga tergabung dalam

presidium paguyuban JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan) : (1.)

Maria Catarina Sumarsih, orang tua dari Bernardus Realino Norma Irawan, salah

satu mahasiswa yang tewas dalam Peristiwa Semanggi 1, (2.) Suciwati Munir,

istri mendiang pegiat HAM, Munir Said Thalib, dan (3.) Bedjo Untung,

perwakilan dari keluarga korban Tragedi 1965-1966. Benang merah yang dapat

ditarik dari ketiga aktor tersebut adalah dari kesamaan terduga pelaku pelanggaran

HAM di masa lalu, yaitu dari pihak militer. (Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan

Praktis dan Teoritis Atas Transformasi Gerakan Simbolik, 2016)

Motif hadirnya aksi Kamisan murni tuntutan para keluarga korban supaya

kasus yang menimpa mereka diusut secara adil. Terlebih jika kita melihat hasil

wawancara dengan Maria berikut: (Reform, Resistance, and Empowerment: The

Transfromation of Urban Activist Groups in Jakarta, Indonesia, 1998-2010, 2011)

“The Parliament has been conquered by the old politics.

The New Order regime is now back in power. That means, for Trisakti,

6
Semanggi I and II, although personally many members of the parliament

were supportive to resolve them, institutionally they would vote against

it… *So, the parents of the victims thought] Come on, we are tired, so how

about doing a silent protest. We bring posters, banners like that, so that

people would know that human rights violations in Indonesia were not

addressed well.” (Maria Katarina Sumarsih, interview, November 2007)”

Sumarsih menyatakan bahwa keadilan bagi korban pelanggaran HAM

belum ada, hal itu yang mendasari hadirnya Aksi Kamisan. Pelanggaran HAM

berat yang terjadi di Indonesia tak kunjung ada penyelesaian di meja pengadilan,

itu yang dirasakan keluarga korban seperti Sumarsih dan korba tragedi lainnya.

Aksi Kamisan dihadirkan lebih dari sekedar ritual politik belaka dan bukan

retorika kosong dengan penggunaan simbol-simbol ketidakpuasan rakyat terhadap

fungsi dan tugas Negara. Aksi Kamisan merupakan cerminan lemahnya

perlindungan dan penegakan HAM oleh Negara Indonesia dan pada titik waktu

tertentu, protes ini sebagai respon atas ketidakberdayaan Negara dalam mengusut

tuntas pelanggaran HAM yang menimpa warga negaranya.

Maria Catarina Sumarsih, Suciwati Munir, dan Bedjo Untung merupakan

sebuah catatan sejarah pengusutan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia,

mereka adalah titik puncak gunung es yang jika disibak lebih mendalam justru

semakin memperlihatkan keabaian pemerintah dalam menjamin keadilan,

perlindungan dan penegakan HAM bagi warga Negara Indonesia. (Aksi Kamisan:

Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis Atas Transformasi Gerakan Simbolik, 2016)

7
Keadaan ini lalu membuat korban/keluarga korban kehilangan asa kepada

pemerintah dengan memilih cara-cara mereka sendiri untuk memperjuangkan

keadilan penegakan HAM dan mendapatkan perhatian publik, senantiasa menjaga

ingatan kolektif publik. Selain bergerak dengan cara mereka sendiri, ruang ini

juga diperkuat oleh kehadiran sejumlah LSM yang memiliki perhatian khusus

dengan isu-isu penegakan HAM. Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran

(KKPK) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan

(KontraS) dan 16 LSM lainnya, merupakan LSM yang selalu mendampingi kasus-

kasus pelanggaran HAM masa lalu untuk diproses secara transparan dan

memberikan keadilan bagi korban maupun keluarga korban, mereka jugalah yang

telah mendeklarasikan The Year of Truth (Tahun Kebenaran) dengan slogan “fight

against political amnesia and have justice served”. (Eangle, 2016)

Perjalanan sejak dimulai hingga sekarang, aksi ini sudah menyentuh angka

12 tahun. Konsistensi tuntutan dari para penggerak aksi pun masih sama. 12 tahun

merupakan hasil dari segala upaya sehingga Aksi Kamisan bisa terus berlanjut

selama tuntutan belum dipenuhi. Selama 12 tahun tentu sudah beragam jenis daya

upaya yang dilakukan pegiat maupun inisiator aksi dalam mengelola Aksi

Kamisan. Strategi ini tentunya berkembang selama 12 tahun berjalan sehingga

partisipan aksi ini terus hadir setiap minggunya. Aksi Kamisan menjadi menarik

bagi masyarakat Indonesia karena selain aksi yang mereka lakukan tampak

berbeda dengan aksi yang lain yang biasa kita tahu, aksi ini dapat menarik minat

masyarakat lain untuk berpartisipasi. Tak jarang mahasiswa, tokoh politik maupun

8
public figure ikut serta dalam tanggal momen penting maupun peringatan dalam

Aksi Kamisan.

Dari pemaparan diatas, membuat penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai gerakan sosial Aksi Kamisan. Untuk itu penulis

memfokuskan penelitian ini dengan mengambil pespektif Resources Mobilization

dengan fokus pada startegi mobilisasi partisipan atau rekrutmen guna mencapai

tujuan Aksi Kamisan tersebut. Fokus dalam penelitian ini menjadikan pertanyaan

dalam penelitian untuk digali guna menjawab pertanyaan yang ada dalam

penelitian.

Pengambilan perspektif mobilisasi sumberdaya dengan fokus mobilisasi

partisipan bukanlah tanpa alasan. Berdasarkan literature review yang dilakukan

oleh penulis, memang penelitian tentang gerakan sosial sudah cukup banyak.

Namun untuk tema yang secara khusus membahas gerakan sosial tentang

penegakan HAM di Indonesia masih sedikit. Apalagi secara rinci mengupas Aksi

Kamisan yang sudah berjalan selama 12 tahun ini. Seperti contoh yang paling

mendekati adalah dalam Skripsi Sulaiman, tahun 2016 dengan judul ―Strategi

Pembingkaian (Framing) Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan

(JSKK)‖ jurusan Sosiologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fokus penelitian

penulis adalah menganalisa gerakan sosial Jaringan Solidaritas Korban untuk

Keadilan (JSKK) dalam perspektif framing (pembingkaian). Pendekatan yang

digunakan peneliti adalah kualitatif, dengan teori Framing Startegy. Dalam

penelitian tersebut, Sulaiman (penulis) lebih menitikberatkan pada paguyuban

yang mengadakan Aksi Kamisan yaitu, JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk

9
Keadilan). Penggunaan perspektif serta fokus yang diambil pun beda, sehingga

guna memperkaya wawasan keilmuan tentang Aksi Kamisan menjadikan penulis

memilih gerakan sosial tersebut untuk diteliti. Dengan kehadiran 12 tahun Aksi

Kamisan tentunya yang menjadi pertanyaan menarik adalah bagaimana kehadiran

Aksi Kamisan bisa konsisten selama 12 tahun setiap kamis didepan Istana Negara

sehingga penulis memilih fokus mobilisasi partisipan dalam penelitian ini.

B. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan penelitian dari penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana strategi mobilisasi partisipan dalam Aksi Kamisan ?

2. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam strategi mobilisasi

partisipasi Aksi Kamisan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui dan mendeskripsikan strategi mobilisasi partisipan dari

gerakan sosial Aksi Kamisan.

2. Mengetahui dan mendeskripsikan factor pendorong dan penghambat

dalam startegi mobilisasi partisipasi Aksi Kamisan.

10
D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dibuat dengan harapan dapat bermanfaat bagi dunia akademik,

wilayah empiris gerakan sosial, dan bahkan lebih luas bagi kehidupan sosial

masyarakat.

1. Manfaat Akademis

Bagi dunia akademik khususnya disiplin Ilmu Sosiologi, penelitian ini


memiliki kontribusi dalam kajian tentang Aksi Kamisan, gerakan sosial,
dan strategi Resources Mobilization gerakan sosial. Juga sebagai informasi
ilmiah bagi peneliti-peneliti lain.

2. Manfaat Praksis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi masyarakat

maupun pelaku gerakan yang memperjuangkan hak dan keadilan para

korban pelanggaran HAM. Lebih lanjut, penelitian ini juga diharapkan

dapat menjadi bahan refleksi serta referensi untuk melakukan penelitian

sejenis dan membuka kemungkinan lanjutan penulisan proses setelah

tercapainya tujuan gerakan Aksi Kamisan ini.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Sulaiman, pada tahun 2016 dengan

judul ―Strategi Pembingkaian (Framing) Jaringan Solidaritas Korban untuk

Keadilan (JSKK)‖ jurusan Sosiologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fokus

penelitian penulis adalah menganalisa gerakan sosial Jaringan Solidaritas Korban

untuk Keadilan (JSKK) dalam perspektif framing (pembingkaian). Pendekatan

yang digunakan peneliti adalah kualitatif, dengan teori Framing Startegy.

11
Hasil penelitian tersebut menggambarkan, bahwa Aksi Kamisan

merupakan bagian strategi aksi untuk menyuarakan tuntutan korban maupun

keluarga. Proses pembingkaian meliputi 3 poin; frame bridging (penyembatan

bingkai), yang merujuk pada instrument saluran/media yang mengartikulasikan

Aksi Kamisan untuk sampai pada publik. Melalui media TV, cetak, selembaran

surat, atribut serta symbol serba hitam. Lalu amplifikasi nilai dan keyakinan,

membangun isu nilai kemanusiaan, keadilan dan kepeduliaan kemanusian yang

diusung. Serta keyakinan pentingnya isu maupun persoalan HAM yang dibangun

oleh Aksi Kamisan. Terakhir adalah frame extension (perluasan bingkai-bingkai)

untuk menarik jumlah partisipasi dalam Aksi Kamisan, dengan cara mengangkat

pelanggaran-pelanggaran HAM yang terbaru dan tak terbatas pada pelanggaran

yang sudah lalu.

Penelitian selanjutnya merupakan Tesis yang disusun oleh Leonardo

Julius P., pada tahun 2014 dengan judul “Memahami Transformasi Gerakan

Simbolik: Studi Kasus Aksi Kamisan‖ jurusan Politik dan Pemerintahan,

Universitas Gadjah Mada. Fokus yang diteliti adalah menganalisa Aksi Kamisan

sebagai sebuah transformasi gerakan simbolik. Pendekatan yang digunakan

peneliti adalah kualitatif, dengan menggunakan teori Perlawanan dari James C.

Scoot dan Theory of Collective Behavior gagasan Neil J. Smelser.

Ada beberapa temuan yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini.

Pertama, aksi Kamisan tidak hadir begitu saja tanpa ada kondisi pemantik,

muncul aksi simbolik ini merupakan bentuk akumulasi kekecewaan terbesar

kepada rezim penguasa. Kedua, upaya penyelesaian serta penuntasan kasus

12
pelanggaran HAM hanya sebatas janji tanpa komitmen pasti dari Negara. Ketiga,

dengan adanya UU yang memperkuat percepatan penangana kasus HAM tidak

dibarengi dengan adanya political will dari lembaga-lembaga tinggi Negara.

Keempat, telah terjadi pergeseran dimensi kekuasaan dalam skema rantai

penuntasan kasus-kasus HAM berat masa lalu. Dari dimensi hukum ke dimensi

politik. Kelima, sasaran aksi Kamisan sebagai upaya melawan kecenderungan

lupa dengan permasalahan HAM hanyalah target sampingan. Sejak jatuhnya

rezim Soeharto sampai menjelang Pemilu 2014, dengan berbagai bentuk gerakan

sebelumnya, sasaran mereka tetap sama: mendorong Presiden mengeluarkan

Keputusan Presiden tentang pembentukan Pengadilan HAM ad hoc, yang

dengannya dapat menyeret para pelaku penjahat kemanusiaan ke ranah hukum.

Penelitian lain yang merupakan Tesis disusun oleh Ahmad Ismail, pada

tahun 2012 berjudul ―Akademi Berbagi: Gerakan Sosial Di Dunia Digital‖

jurusan Antropologi, Universitas Indonesia. Masalah yang diteliti adalah

bagaimana fenomena gerakan sosial yang dilakukan di internet. Pendekatan yang

digunakan adalah kualitatif, dengan teori Resources Mobilization (Mobilisasi

Sumberdaya).

Hasil penelitian yang dapat disumpulkan adalah pertama, adanya

fenomena click activism yaitu kegiatan aktivisme yang dilakukan di internet tanpa

melibatkan diri secara “real” atau aktivisme semu. Kedua, gerakan sosial yang

dilakukan dengan mengadopsi teknologi internet memberikan konsep baru yaitu

Online Social Movement. Ketiga, bentuk gerakan sosial online (online social

movement) merupakan pilihan masyarakat kontemporer saat ini dalam melakukan

13
aktivisme. Keempat, meningkatnya penetrasi penggunaan sosial media di

indonesia hingga berada di posisi ke-4 terbesar di dunia. Internet khususnya sosial

media telah di jadikan tools untuk melaukan gerakan sosial yang sesuai dengan

karakter masyarakat masa kini. Kelima, Gerakan Akademi Berbagi merupakan

salah satu manifestasi dari bangkitnya masyarakat sipil dalam melakukan sesuatu

yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.

Penelitian Tesis yang dilakukan oleh Yusup Bangkit Sanjaya, pada tahun

2017 berjudul ―Pemanfaatan Media Baru Dalam Gerakan Sosial (Studi

Framing Gerakan Sosial Bali Tolak Reklamasi Melalui Website

www.forbali.org)‖ jurusal Ilmu Komunikasi, Universitas Gadjah Mada. Masalah

yang diteliti bagaimana media internet (website) dimanfaakan dalam gerakan

sosial khususnya dalam perspektif framing. Pendekatan yang digunakan

merupakan penelitian kualiatif dengan teori Framing (pembingkaian). (2017: 4-9)

Hasil temuan dari penelitian tersebut adalah pertama, website ForBALI

melakukan konstruksi informasi berdasarkan realita lapangan dan hasil kajian dari

ahli seperti WAHLI Bali. Kedua, secara teknis bahwa website forbali.org

merupakan media komunikasi bentuk baru, sesuai dengan karakteristik yang

dimiliki. Mampu dimanfaatkan oleh aktivis, merupakan media yang fleksibel dan

visualisasi. Ketiga, secara substansial gerakan Bali Tolak Reklamasi memiliki

kecenderungan untuk focus pada orientasi identitas, representasi ketegangan, dan

berpedoman pada nilai yang dianut oleh masyarakat. Website www.forbali.org

merupakan bentuk transformasi gerakan offline dalam gerakan online. (2017: 138-

139)

14
Riset selanjutnya adalah Tesis yang disusun oleh Heni Kusumaningrum,

pada tahun 2016 yang berjudul ―Aplikasi Teori New Social Movement Pada

Gerakan Lingkungan di D.I Yogyakarta dan Bandung‖ jurusan Manajemen

dan Kebijakan Publik, Universitas Gadjah Mada. Masalah yang ditelliti adalah

menganalisis gerakan lingkungan di D.I Yogyakarta dan Bandung dengan teori

New Social Movement. Pendekatan yang digunakan adalah kulaitatif dengan teori

New Social Movement. (2016: 10-11)

Hasil penelitian tersebut adalah tahapan dan bentuk gerakan lingkungan di

D.I Yogyakarta dan Bandung sesuai dengan teori New Social Movement. Yaitu

tahap kemunculanm tahap bergabung (koalisi), tahap formalisasi, serta tahap

hasil. Factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan gerakan lingkungan di

Indonesia yaitu, a) kepercayaaan; b) jarinngan sosial; c) konsistensi, d) tindakan

proaktif. Lalu temuan selanjutnya adalah aplikasi teori New Social Movement

pada gerakan lingkungan di D.I Yogyakarta dan Bandung memenuhi empat

criteria Gerakan Sosial Baru, antara lain:

 Ideologi dan tujuan yang dibanun keenam gerakan lingkungan berfokus

terhadao oerubahan kultur dan pola pikir masyarakat.

 Taktik dan pengorganisasian yang dibentuk dan disuse sesuai dimana tidak

lagi mengikuti model pengorganisasian serikat burul dan model politik

kepartaian.

 Partisipan dan actor berasal dari kalangan masyarakat biasa, akademisi,

pemuda, dan mahasiswa, serta bermacan-macam profesi.

15
 Medan dan area aksi masih sempit atau hanya berbasis lokal masyarakt

sekitar saja.

Penelitian yang selanjutnya merupakan Disertasi yang disusun oleh Imam

Bonjol Juhari, pada tahun 2014 yang berjudul ―Gerakan Sosial Islam Lokal

Madura (Studi Gerakan Protes Islam Sunni Terhadap Ideologi Syi’ah di

Sampang)‖ jurusan Ilmu Keislaman, UIN Sunan Ampel. Masalah yang diteliti

adalah analisis secara mendalam mengenai gerakan sosial Islam lokal, terhadap

gerakan protes orang Madura dalam membendung gerakan ideologi keagamaan

Syi‟ah di Sampang Madura. Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah

kualitatif dengan menggunakan teori Political Opportunity Structure dan

Mobilizing Structure. (2014: 7-9)

Konseptualisasi dari temuan penelitian disertasi ini adalah terkait dengan

„alasan‟ serta „motif‟ tindakan sosial. „Alasan‟ bagi terjadinya tindakan aksi protes

ini adalah konteks religius buah kepedulian terhadap upaya pemurnian agama

sehingga aliran atau madzhab lain dianggap kelompok liyan. Sementara „motif‟

terjadinya gerakan protes ini berkaitan dengan orientasi tindakan kolektif yang

terdiri dari: (1.) Orientasi budaya, ajaran Syi‟ah Tajul Muluk yang berbanding

terbalik dengan budaya lokal Madura ini diyakini akan mengganggu zona nyaman

(comfort zone) yang sudah dinikmati oleh para elit gerakan protes dalam hal ini

para kyai Madura. (2.) Orientasi politik lokal, para kyai dan ulama pada umumnya

adalah para tokoh masyarakat yang memiliki basis massa patron klien yang kuat.

Tidak ada tokoh formal maupun tokoh informal yang memiliki pengaruh melebihi

dari pengaruh para kyai, dan para ulama atau kyai di Madura (termasuk Sampang)

16
pada umumnya adalah pengikut ajaran Islam Sunni yang jelas berbeda dengan

ajaran Syi‟ah. (3.) Orientasi ekonomi, hal ini lebih terkait dengan

keberlangsungan pola sarana produksi dengan sistem prebendal yang selama ini

menjadi privilege para kyai, serta tidak terkait dengan persoalan pemurnian agama

seperti yang selama ini dijadikan framing gerakan protes. (2014: 16-18)

Penelitian lain tentang Gerakan Sosial adalah Tesis yang disusun oleh

Lisken LM Situmorang, pada tahun 2010 yang berjudul ―Gerakan Lingkungan

Anti Sawit‖ jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia. Fokus masalah yang diteliti

adalah munculnya gerakan, factor-faktor ideologis, dan proses makro dan mikro

gerakan lingkungan anti sawit. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif

dengan Teori Gerakan Sosial Baru (New Social Movement Theory) maupun Teori

Mobilisasi Sumberdaya (Resource Mobilization Theory). (2010: 10)

Hasil dari penelitian dalam tesis ini meliputi beberapa hal; 1) gerakan

antisawit berkembang dari perhatian terhadap masalah lingkungan atau ekologis

menjadi masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat adat dan petani karena

hilangnya akses dan tanah yang dimilikinya. 2) Sawit Watch lebih banyak bekerja

mendorong perubahan institusional dan fasilitasi penguatan akar rumput lebih

mengarah pada konsep „equity‟ dan partisipasi dalam pengambilan keputusan di

tingkat akar rumput. 3) Proses-proses makro sangat dipengaruhi oleh gerakan-

gerakan lingkungan yang mempromosikan perhatian pada lingkungan atau

kelestarian hutan tropis yang berpengaruh pula pada kampanye-kampanye awal

dari gerakan pemantau sawit. Dalam proses-proses makro yang digambarkan

bahwa gerakan antisawit bekerja dalam merebut makna dan reproduksi nilai di

17
tingkat makro atau berhadapan dengan negara dan social movement organization

seperti Sawit Watch dan jaringannya seperti AMAN, JKPP menghubungkan

proses-proses makro tersebut dengan mikro. (2010: 113-116)

Penelitian selanjutnya adalah Tesis dari Suryani Amin, pada tahun 2008

yang berjudul ―Gerakan Sosial Petani: Studi Mobilisasi dan Perubahan

Sosial. Kasus Paseduluran Petani Penggarap Perkebunan Tratak (P4T)

Kabupaten Batang‖ jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia. Masalah yang

diteliti dalam tesis ini adalah tentang gerakan sosial petani dari sisi perubahan

sosial yang ditimbulkan dan dinamika mobilisasi organisasi yang berlangsung

secara bersamaaan. Pendekatan yang digunakan peneliti adalah kualitatif

deskriptif dengan teori Resources Mobilization (mobilisasi sumberdaya).

Hasil temuan dari tesis Suryani Amin adalah 1) Ada berbagai bentuk

perubahan sosial yang ditimbulkan dengan kehadiran P4T. Dari sisi struktur

agraria, sebelumnya banyak masyarakat tidak bertanah (tunakisma). Setelah

kehadiran P4T muncul indikator penguasaan tanah sebelum direklaim,

didistribusikan, dan dikelola oleh keluarga petani. 2) keanggotaan P4T dalam

FPPB memungkinkan P4T memiliki akses terhadap konstituen. Pada awalnya

mobilisasi berjalan spontan dan cenderung tidak terencana. Setelah itu mobilisasi

diarahkan pada pihak-pihak yang mendukung strategi organisasi untuk perubahan

struktural. Tipe sumber daya yang digalang bersumber dari konstituen yang

memiliki sumber daya untuk fasilitasi dan mediasi penyelesaian konflik.

Wujudnya berupa materil maupun non materil. 3) mobilisasi dilakukan untuk

mempercepat pencapaian tujuan perubahan yang diharapkan. Model mobilisasi

18
yang dikembangkan saat ini telah memampukan gerakan untuk mengambil

tindakan inovatif dan mengembangkan kesadaran baru tentang organisasi.

Kesimpulan ini diambil dengan menyandingkan antara panjangnya upaya yang

telah ditempuh untuk perubahan sttruktural dengan dinamika mobilisasi yang

berlangsung marak.

Berdasarkan review literatur yang dilakukan banyak studi penelitian

tentang gerakan sosial, juga tidak sedikit yang menggunakan pendekatan

resources mobilization theory. Namun penelitian terkhusus pada Aksi Kamisan

sendiri hanya sedikit sehingga hal tersebut yang menjadi salah satu alasan peneliti

melakukan riset terhadap Aksi Kamisan. Dalam penelitian ini pun peneliti

memfokuskan mobilisasi sumberdaya pada mobilisasi partisipan Aksi Kamisan.

Karena dalam kurun waktu 12 tahun Aksi Kamisan bisa menjada konsistensi

gerakan ini untuk selalu hadir guna mencapai tujuan Aksi Kamisan dapat

terpenuhi.

F. Kerangka Teori Mobilisasi Sumberdaya (Resources Mobilization

Theory)

Teori mobilisasi sumberdaya dan gerakan sosial baru merupakan dua

perspektif teori yang mendominasi studi-studi gerakan sosial kontemporer. Tidak

hanya itu, kedua teori itu pun memberikan pengaruh yang besar terhadap

perkembangan gerakan sosial di Negara-negara dunia ketiga. Terdapat pandangan

yang berusaha menilai hadirnya gerkan sosial ataupun kelompok aksi di dunia

ketiga. Ada yang melihat gerakan sosial itu sebagai leluhur dari transisi ke

sosialisme, dan yang lain melihat sebagai pendukung munculnya masyarakat sipil.

19
Dalam memandang gerakan sosial, perspektif teori tersebut tidak

melihatnya sebagai artikulasi dari aliran pemikiran atau ideology tertentu,

melainkan sebagai tanggapan terhadap persoalan-persoalan secara luas. Hal ini

dipengaruhi oleh munculnya gerakan-gerakan sosial yang tidak mendasar

gerakannya pada kesadaran kelas dan ideology tertentu, melainkan pada identitas

dan kesadaran/perhatian terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh

masyarakat secara luas. Secara empiris, gerakan sosial yang muncul pada periode

ini dicirikan oleh kaburnya batas-batas ideology, asal usul dan latar belakang

sosial, serta hal-hal sempit seperti lainnya yang menekan pada seseorangm yang

dapat merintangi upaya penyatuan kehendak untuk melakukan gerakan sosial.

Gerakan sosial yang dimaksud adalah gerakan lingkungan, gerakan perempuan,

gerakan anti-nuklir, gerakan homo seks (gay),dan gerakan-gerakan lintas-batas

kelas lainnya (Haynes, 2000; 27)

Teori mobilisasi sumber daya adalah teori yang berakar dari tradisi

ilmuilmu sosial di Amerika (Singh, 2010; 134). Teori mobilisasi sumber daya

bersama perspektif kesempatan politik oleh beberapa teoritisi gerakan sosial

dikelompokkan ke dalam satu kategori yaitu berpolitik dengan cara yang lain

(Klandermans, 2005). Teori mobilisasi sumber daya muncul sebagai antitesa dari

pandangan yang mengatakan bahwa gerakan sosial muncul akibat tindakan-

tindakan yang dianggap irasional (Singh, 2010; 135). Teori mobilisasi

sumberdaya memulai tesisnya dengan menolak penekanan pada peran „perasaan‟

dan „penderitaan‟, pemanfaatan kategori-kategori psikologisasi, dan fokus

karateristik perpecahan yang ada pada pendekatan perilaku kolektif (Strategy or

20
Identity: New Paradigm and Contemporary Social Movements, 1985). Dalam

pandangan lama tentang teori mobilisasi sumber daya Cohen mengatakan bahwa

gerakan sosial muncul akibat adanya dukungan dari pihak-pihak yang mengalami

penindasan, teralienasi dan terisolasi dalam masyarakat dan menjelaskan kategori-

kategori psikologisasi dalam menjelaskan gerakan sosial baru.

Oberschall (1973) memiliki pemikiran yang mirip dengan Cohen

mempertanyakan asumsi konvensional bahwa secara umum para aktor mobilisasi

kolektif adalah orang-orang yang mengalami alienasi dan ketegangan sosial.

Asumsi dasar paradigma mobilisasi sumberdaya adalah bahwa gerakan

kontemporer mensyaratkan sebentuk komunikasi dan organisasi yang canggih,

ketimbang gaya konvensional gerakan lama. Gerakan sosial baru adalah sebuah

sistem mobillisasi yang terorganisir secara rasional. (Singh, 2010; 135)

Dengan kata lain, teori ini menyatakan bahwa gerakan sosial muncul

karena tersedianya factor pendukungnya, seperti adanya sumber-sumber

pendukung, tersedianya kelompok koalisi dan adanya dukungan dana, adanya

tekanan dan upaya pengorganisasian yang efektif serta sumber daya yang penting

berupa ideology. Teori ini lebih menekankan pada permasalahan teknis, bukan

pada sebab mengapa gerakan sosial muncul. Pada penganut teori mobilisasi

sumber daya ini memandang bahwa kepemimpinan, organisasi dan teknik sebagai

factor yang menentukan sukses atau tidaknya sebuah gerakan sosial. Lahirnya

pandangan positif merupakan implikasi dari perkembangan gerakan sosial dewasa

ini, yang dinilai tekah berhasil mendiring proses demokratisasi. Gerakan sosial

21
yang dimaksud adalah gerakan perjuangan hak-hak sipil, gerakan anti-kolonial,

feminism, gerakan hak asasi manusia, dan gerakan anti-rasial. (Singh, 2006)

Varian yang berbeda di dalam perspektif mobilisasi sumberdaya memiliki

logika yang sama, para ahli berpendapat bahwa gerakan sosial menggunakan

penalaran yang instrumental-strategis, kalkulasi biaya, manfaat dan mengejar

tujuan dan kepentingan secara rasional (Cohen, 1996). Mereka juga sepakat dalam

poin penting lainnyam bahwa gerakan sosial bukan sebuah kejadian yang

abnormal. Tetapi bagian dari kehidupan sosial yang normal, yang dianggap penuh

potensi konflik. Karena tekanan tersebut, mereka menolak ide bahwa tekanan atau

kekecewaan dapat menjelaskan kemunculan dari gerakan sosial, tetapi sebaliknya

gerakan sosial-lah yang memfokuskan ketegangan dan ketidakpuasan.

Teori mobilisasi sumberdaya berkonsentrasi pada “sarana atau ruang

kolektif, baik informal maupun formal, yang dipergunakan seseorang untuk

memobilisasi dan melibatkan diri kedalam aksi kolektif” (McAdam, McCarthy,

dan Zald, 1996:3). Karena, menurut pendekatan RMT, dengan melalui mobilisasi

sumberdaya yang efektif sebuah gerakan sosial juga bisa berhasil mencapai

tujuannya (Salim Press, 2011:113).

Penelitian ini sendiri cenderung melihat bahwa gerakan sosial dapat

dipahami berdasarkan empat perspektif yang ada karena pada dasarnya kehadiran

sebuah gerakan sosial itu sendiri dapat dipicu oleh ketidakpuasan, sumber daya

yang tersedia, peluang politik yang berubah, atau oleh rekonstruksi sosial

mengenai makna, yang merupakan argumen dasar dari masing-masing perspektif

(Klandermans, 2005; 364). Namun untuk keperluan lebih khusus dalam penelitian

22
ini teori mobilisasi sumber daya akan dipakai sebagai acuan utama menganalisis

masalah yang dikaji. Terutama untuk mengkaji mobilisasi/rekrutmen partisipan.

F.1 Jaringan Sosial dalam Mobilisasi Partisipan

Keluarga dan persahabatan merupakan struktur kehidupan sehari-hari yang

paling fundamental. Kedua unit tersebut telah menunjukan keutamaanya dalam

memahami struktur perekrutan ke dalam gerakan. Kedua struktur jaringan tersebut

sangatlah penting karena di sana lah sering terjadi mobilisasi dan seringkali

memunculkan kelompok lokal. Oleh karenanya, sangat penting pula memahami

demografi jaringan-jaringan dalam keseharian masyarakat. Inilah yang disebut

sebagai jaringan informal. Dalam hal inilah teori jaringan sosial informal sangat

penting untuk memahami jalur utama gerakan sosial dan sirkulasi perluasan

gerakan sosial dalam melakukan mobilisasi. Struktur mobilisasi informal seperti

kehidupan sehari-hari, keluarga, pertemanan, dan lingkungan tetangga ialah hal

yang patut diberikan perhatian untuk membaca saluran-saluran partisipasi dan

rekrutmen (McAdam, Mc.Carthy, dan Zald 1996:142-145).

Jaringan sosial formal maupun informal selain dapat mempengaruhi

partisipasi dalam tindakan kolektif, jaringan sosial pada gilirannya juga

membentuk jaringan partisipasi. Kemudian jaringan sosial memperkuat partisipan

yang sudah ada sebelumnya atau menciptakan jaringan yang baru untuk merekrut

partisipan yang baru. Jaringan sosial juga meningkatkan peluang individu untuk

terlibat dengan rasa persahabatan, solidaritas, saling percaya dan pemahaman

bersama terhadap dunia. Lalu kemudian, jaringan sosial memfasilitasi

pengembangan bentuk-bentuk jaringan yang baru (Porta & Diani 2006:115).

23
F.2 Pendekatan Mobilitas Sumber Daya (Rekrutmen), NGO, dan

Organisasi Sukarela

Dalam upaya menganalisis dan memahami gerakan sosial pada masyarakat

kontemporer, selain dengan mengembangkan pendekatan new social movement

(gerakan sosial baru) terdapat pula pendekatan teori mobilisasi sumber daya

(Resource Mobilization Theory/ RMT). Pendekatan RMT memfokuskan

analisisnya pada seperangkat proses kontekstual mengenai pengelolaan sumber

daya, dinamika organisasi dan perubahan politik, yang membuat gerakan sosial

untuk mengoptimalkan potensi-potensi struktural yang dimiliki guna mencapai

tujuannya.

Pendekatan ini berusaha menganalisis bagaimana para aktor gerakan sosial

mengembangkan strategi dan berinteraksi dengan lingkungannya untuk

memperjuangkan kepentingan kepentingan mereka. Pendekatan teori mobilisasi

sumber daya (RMT) memiliki dua model pendekatan, yang pertama adalah

pendekatan political interactive model yang dikembangkan oleh Tilly, Gamson,

Oberschall dan MC Adam (Canel dalam Sujatmiko, 2002). Pendekatan ini

menekankan pentingnya perubahan stuktur kesempatan bagi aksi kolektif,

keberadaan jejaring, serta kaitan horizontal yang telah terbangun dengan

aggrieved groups (kelompok tertindas) sebagai penentu keberhasilan gerakan

sosial. Pendekatan ini juga menempatkan relasi gerakan sosial dengan negara dan

sistem politik sebagai salah satu faktor kuat penentu keberhasilan gerakan sosial,

misalnya jika suatu negara sistemnya sangat kuat dan represif, maka gerakan

24
sosial akan sangat sulit untuk mencapai tujuannya (Phongpaichit dalam

Sujatmiko, 2002).

Model yang kedua yaitu organizational-entrepreneurial yang

dikembangkan oleh McCarthy dan Zald. Menurut Zald (1997) Model ini

memandang bahwa dinamika organisasional, kepemimpinan dan pengelolaan

sumberdaya merupakan faktor yang lebih signifikan dalam menentukan

keberhasilan gerakan sosial (dikutip dari Triwibowo 2002: 12). Model ini

mengaplikasikan teori pengembangan organisasi untuk menganalisis gerakan

sosial serta menjelaskan bahwasanya organisasi formal merupakan carriers of

social movement. Menurut McCarthy dan Zald, organisasi gerakan sosial adalah

suatu organisasi yang kompleks, atau formal, yang mengidentikkan tujuannya

dengan preferensi dari gerakan sosial dan berusaha mewujudkan pencapaian

tujuan-ujuan tersebut.

Model pendekatan yang dikembangkan McCarthy dan Zald memberikan

ruang bagi NGO (Non Governmental Organization) atau ORNOP (Organisasi

Non Pemerintah) untuk menjadi bagian dari organisasi gerakan sosial. Dalam

banyak kasus terdapat suatu fenomena menarik yang menunjukkan bahwa lambat

laun gerakan sosial akan bertransormasi menjadi bentuk-bentuk aksi yang lebih

terlembaga dan dengan tingkat risiko yang lebih rendah untuk menjamin

ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dalam rangka proses pencapaiaan

tujuan yang diinginkan. Dalam konteks ini NGO bukan dipandang sebagai sebuah

„subtitusi‟ melainkan sebagai sebuah bentuk kematangan maupun inovasi baru

bagi keberlanjutan gerakan sosial (Hochstetler dalam Sujatmiko 2012).

25
Sehingga dalam penelitian ini penulis mengambil pemahaman Teori

Mobilisasi Sumberdaya berdasarkan pemaparan dan pendekatan yang

disampaikan oleh Doug McAdam, John D. McCarthy, dan Mayer N. Zald.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif. Penelitian kualitatif berupaya untuk menginterpretasikan data dengan

cara memberi arti juga analisis terhadap hasil data yang telah diperoleh selama

penelitian berlangsung (Neuman, 2003).

Menggunakan metode analisis deskriptif, yang merupakan sebuah desain guna

menghadirkan kemudahan bagi peneliti untuk memantau, merekam, serta

mengikuti proses sebuah peristiwa maupun kegiatan suatu organisasi sebagaimana

adanya dalam sebuah kurun waktu tertentu dan setelahnya di-interpretasikan guna

menjawab masalah yang ada dalam penelitian. Penggunaan studi kasus dalam

penelitian kualitatif berupaya untuk memahami fenomena yang terjadi dalam

objek penelitian yang diangkat. Sebagaimana dijelaskan oleh Locke, Spriduso dan

Silferman dalam Creswell (1994:147): “Qualitative research is interpretative

research. As such the blases, values and judgement of the researches become

stated explicity in the research report. Such openness is considered to be useful

and posetive”

Sedangkan, metode analisis deskriptif yang dikemukakan oleh Sugiono (2011:

79) “adalah metode yang digunakan untuk mengambarkan atau menganalisis

26
suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang

lebih luas”.

Dalam penelitian ini, penulis berusaha memberikan gambaran tentang gerakan

sosial yang terjadi di dalam masyarakat, dengan strategi studi kasus, penulis

memilih Aksi Kamisan, karena dirasa gerakan sosial tersebut memenuhi aspek-

aspek terjadi gerakan sosial yang cenderung bertahan lama/konsisten. Penelitian

ini bertujuan untuk menggambarkan sebuah gerakan sosial yang terjadi, apa saja

orientasi tujuan serta strategi yang digunakan dari tahun ke tahun. Untuk

memahami tentang pengalaman masyarakat tersebut, penulis lebih memilih untuk

menggunakan pendekatan penelitian berbasis kualitatif, karena dirasa dapat lebih

menjelaskan pengalaman dan kejadian-kejadian yang terjadi selama gerakan

sosial itu berlangsung.

2. Teknik Pengumpulan Data

Sumbe data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh.

Dalam penelitian ini penulis menentukan subjek penelitiannya adalah narasumber-

narasumber kunci maupun tokoh-toko yang masih aktif dalam menjalankan

gerakan sosial Aksi Kamisan. Sumber data primer penelitian ini didapatkan dari

inisiator, lembaga penyintas hingga pegiat Aksi Kamisan, juga ada beberapa pihak

yang secara tidak langsung maupun langsung dalam menjalankan roda gerakan

sosial Aksi Kamisan. Selanjutnya sumber data sekunder diperoleh dari referensi-

referensi terkait Aksi Kamisan yang didapat dari internal gerakan ini maupun

sumber terpercaya lainnya. Selain itu dokumentasi yang berupa pamflet, poster

27
makalah, buku sera foto-foto yang dianggap relevan untuk selanjutnya dapat

dianalisis secara mendalam guna memperkaya temuan dalam penelitian ini.

Dalam upaya pengumpulan data tedapat instrumen, dan isntrumen utama

pengumpulan data pada sebuah penelitian kualitatif adalah diri peneliti itu sendiri,

seperti yang disebutkan oleh Garna (1999:33), ia menyatakan “instrumen

penelitian adalah manusia itu sendiri, artinya peneliti perlu sepenuhnya

memahami dan adaptif terhadap situasi sosial dalam kegiatan penelitian itu”

Sehubungan dengan penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini,

hal tersebut menjadikan diri peneliti sendirilah yang menjadi instrument dalam

penelitian. Sehingga peneliti turun ke lapangan sendiri dengan upaya untuk

menghimpun data sebanyak mungkin, serta membawa alat bantu yang bisa

digunakan untuk memperkaya daya yang ada dilapangan, seperti pedoman

wawancara, catatan, kamera, hingga perekam suara.

Metode dalam sebuah pengumpulan data merupakan teknik yang

digunakan dalam pengumpulan data-data yang dibutuhkan guna menjawab

masalah penelitian ini. Karena penelitian ini merupakan penelitian lapangan

maka, untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis

menerapkan metode pengumpul data sebagai berikut:

a. Wawancara atau Interview

Wawancara adalah sebuah teknik pengumpulan data yang berbasis tanya

jawab. Wawancara atau interview ini dilakukan sebagai bentuk sebuah metode

guna mendapatkan informasi langsung di lapangan dari beberapa pihak yang

dianggap relevan dengan pokok penelitian, hal ini dilakukan agar mendapatkan

28
data yang terjamin serta valid. Metode pengumpulan data dengan wawancara ini

adalah dimana terjadinya hubungan tanya jawab dikerjakan secara sistematik dan

berdasarkan tujuan penyelidikan, pada umumnya dua orang atau lebih hadir

secara fisik dalam proses tanya jawab tersebut. (Hadi, 1983)

Dalam pelaksanaanya penulis sebagai pencari data di lapangan akan

berhadapan langsung dengan nara sumber yakni Pengurus Aksi Kamisan, pihak

KontraS, LBH Jakarta, dan beberapa informan lain yang dianggap mengetahui

tentang Aksi Kamisan, proses komunikasinya secara verbal sehingga keorisinilan

dapat dipertanggung jawabkan.

b. Observasi

Observasi adalah sebuah pengamatan ataupun pencatatan secara sistematis

terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 1983). Dalam metode ini

adalah dimana seorang peneliti sendiri hadir ditengah kegiatan secara langsung

mengamati dengan baik seluruh aspek yang ada dalam kegiatan Aksi Kamisan

khususnya kegiatan yang berkaitan dengan fokus kajian. Teknik observasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi partisipan, melainkan juga

mengambil peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-

peristiwa yang akan diteliti. Dengan demikian akan terbangun kepercayaan dan

kedekatan emosional antara peneliti dan objek yang ditelitinya (Yin, 2013). Hal

tersebut akan sangat membantu peneliti untuk mendapatkan data-data dan fakta

yang tidak hanya dipermukaan saja, bahkan sampai fakta-fakta yang menjadi

rahasia dibalik fenomena yang ditelitinya. Tapi dengan catatan ketika

29
terbangunnya ikatan emosional tersebut, peneliti harus tetap bisa objektif dalam

laporannya.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah dimana peneliti mencari data mengenail hal-

hal maupun literatur yang berupa transkrip, buku, surat kabar, catatan, majalah,

notulen rapat, agenda dan lain sebagainya (Arikunto, 1993). Adapun perlunya dari

metode ini adalah guna untuk mendapatkandata tentang dokumen-dokumen yang

ada, melalui sumber-sumber yang berkaitan dengan kajian yang diteliti. Metode

ini digunakan untuk memperoleh data yang sifatnya tertulis, seperti struktur

organisasi dan lain-lain.

3. Teknik Penentuan Informan

Informan dalam sebuah penelitian adalah orang atau pelaku yang benar-

benar mengetahui dan menguasai masalah, serta terlibat lansung dengan masalah

maupun kajian penelitian. Dengan mengunakan metode penelitian kualitatif, maka

peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual, jadi dalam hal ini

sampling dijaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber. Maksud

kedua dari informan adalah untuk menggali informasi yang menjadi dasar dan

rancangan teori yang dibangun. (Neuman: 2003)

Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah

berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data, dan

bersedia memberikan imformasi lengkap dan akurat. Informan yang bertindak

sebagai sumber data dan informasi harus memenuhi syarat (purposive sampling).

30
Penentuan narasumber pun disesuaika dengan pihak Aksi Kamisan yang bisa

membantu memberkan data yang orisinil serta akurat, juga pihak yang

mendampingi maupun bertanggung jawab dalam aksi tersebut. Pencarian

informan akan dihentikan setelah informasi penelitian dianggap sudah memadai.

Tabel I.1

Daftar Informan

No Nama Keterangan Tempat Tanggal

1 Maria Sumarsih Inisiator Aksi Kediaman 17 Juli 2018

Kamisan informan

(Presidium JSKK)

2 Mesy Octavia Pendamping Aksi Kantor 25 Juli 2018

Kamisan dari KontraS

KontraS

3 Citra Referandum Pendamping Aksi Lokasi Aksi 2 Agustus

Kamisan dari LBH Kamisan 2018

Jakarta (depan Istana

Negara)

4 Sulaiman Akademisi Kediaman 9 Agustus

informan 2018

Ciputat

5 Vebrina Pegiat muda Aksi Lokasi Aksi 6 September

31
Kamisan Kamisan 2018

(depan Istana

Negara)

6 Aldo Marchiano Aktivis Amnesty Via e-mail 13 September

Internasional 2018

7 Rivani Pegiat muda Aksi Via e-mail 20 September

Kamisan 2018

8 Ahmad Sujali Aktivis Youth Via e-mail 21 September

Proactive 2018

9 Suciwati Inisiator Aksi Kantor 24 September

Kamisan KontraS 2018

(Presidium JSKK)

d. Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat

uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh

akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut

Patton (Moleong, 2001:103), analisis data adalah “proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”. Definisi

tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis

data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah

menemukan teori dari data.

32
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin yaitu sebagai

berikut (Bungin, 2003):

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data yang dilakukan adalah ketika peneliti melakukan

wawancara langsung dengan para narasumber juga mengumpulkan dokumentasi

terkait guna menunjang data dalam penelitian ini.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan

tertulis di lapangan. Reduksi yang penulis lakukan adalah pertama tama

melakukan transkrip wawancara seluruh naasumber, lalu memilah milah data

yang memiliki tema atau kata kunci yang penting, seperti kata kunci mobilisasi,

organisasi pendamping, media sosial dan lain sebagainya. Lalu memisahkan tema

yang tidak relevan dengan penelitian ini. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih

antara data yang berisi informasi yang relevan dengan data yang tidak sesuai

dalam penelitian ini.

3. Display Data

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Display data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah setelah

melakukan reduksi dan klasifikasi tema tema dalam data yang ada, peneliti mulai

menarik kesimpulan dari berbagai data tersebut. Penarikan kesimpulan disajikan

33
peneliti melalui teks naratif, juga bisa didukung dengan penggunaan tabel, bagan,

dan lainnya.

4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and

Verification)

Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa

kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan. Antara

display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang ada.

Dalam analisis data yang peneliti lakukan adalah, hasil dari display data dibuat

secara runut berdasarkan tema terkait yang dianalisis. Hasil tersebut dinarasikan

sebaik mungkin, dengan mendeskripsikan fakta dilapangan yang sesuai dengan

pertanyaan penelitian. Data tersebut kemudian dilengkapi dengan data

pendamping, foto resmi, dokumen, juga dokumentasi pribadi selama melakukan

pengambilan atau pengumpulan data tersebut.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusun pembahasan menjadi

beberapa bagian dari sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I PENDAHULUAN. Pada bab ini, penulis meguraikan masalah yang

melatarbelakangi penulisan skripsi ini, pertanyaan masalah, serta tujuan dari

penelitian gerakan sosial Aksi Kamisan dalam fokus mobilisasi partisipan. Pada

bab ini juga penulis menguraikan teori gerakan sosial yang digunakan yaitu teori

mobilisasi sumberdaya yang digunakan sebagai landasan utama dalam penelitian

34
ini. Dan poin terakhir dalam bab ini adalah penguraian tentang metode penelitian

dan sistematika penulisan skripsi ini.

Bab II SEJARAH, TOKOH, TUNTUTAN AKSI KAMISAN. Pada bab

dua ini, penulis memaparkan sejarah awal mulanya Aksi Kamisan hadir di

masyarakat, siapa saja para inisiator utama aksi ini juga tuntutatan sebagai narasi

awal menuntut kepada Negara. Dalam bab ini juga penulis juga memaparkan

bagaimana Aksi Kamisan semakin lama semakin terlembaga dengan baik dan

matang seiring waktu berjalan.

Bab III STRATEGI MOBILISASI PARTISIPAN DAN FAKTOR-

FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDORONG. Dalam bab ini, memaparkan

poin terpenting dalam skripsi yang penulis sampaikan. Berisi tentang bagaimana

strategi yang dilakukan Aksi Kamisan dalam memobilisasi partisipan. Dan juga

faktor-faktor penghambar serta pendorong dalam upaya memobilisasi partisipan

Aksi Kamisan.

Bab IV KESIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini berisi kesimpulan

dari hasil pertanyaan penelitian dan hasil temuan skripsi secara ringkas. Juga

berisi saran dan masukan dari penulis bagi penelitian Aksi Kamisan secara khusus

kedepannya.

35
BAB II

SEJARAH, TOKOH, TUNTUTAN AKSI KAMISAN

A. Sejarah Aksi Kamisan

Beberapa tahun sebelum adanya Aksi Kamisan, para korban pelanggaran

HAM berat masa lalu sudah memiliki komunitas atau paguyuban sendiri. Namun

terkadang namanya berubah-ubah pada masa itu. Korban Talang Sari, Penculikan

97/98, Tragedi Mei 98, Tragedi Semanggi I dan II, juga Pembunuhan Munir

sering kali melakukan pertemuan bersama. Pertemuan itu adalah sebagai sebuah

sarana bercerita sesame keluarga korban pelangaran HAM berat yang menimpa

mereka. Lalu pada masa itu sempat ada beberapa paguyuban korban yang

akhirnya beralih menjadi Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK).

Pada penghujung tahun 2006 (JSKK), membuat acara sharing bersama JRK

(Jaringan Relawan Kemanusiaan) dan KontraS untuk mencari alternatif kegiatan

dalam perjuangannya untuk menyampaikan tuntutan keadilan.

Sebelum tercetus ide Aksi Kamisan, 3 inisiator ulung aksi ini, yaitu :

Maria Sumarsih, Suciwati, dan Bedjo Untung (ketiganya merupakan Presidium

JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan) mereka sudah melewati

pasang surut berbagai jenis aksi. Karena sebelum hadir aksi kamisan telah banyak

aksi yang digagas namun tidak bertahan dengan lama. Dengan keteguhan 3

inisiator, mereka mencanangkan aksi yang bersifat long-term dan tak hanya dalam

sebuah momentum. Menyadari pentingnya struktur serta upaya mengorganisir

yang baik, mereka menyusun beberapa hal penting dalam aksi kamisan ini.

36
Seperti penentuan hari, jam, simbol, serta atribut yang akan digunakan dalam

kegiatan aksi nantinya.

Karena dalam pengalaman para inisiator mereka telah mencoba berbagai

macam Aksi, apalagi semenjak kasus Munir tahun 2004. Seperti yang

disampaikan narasumber, Ibu Sumarsih (Ibunda korban Semanggi I). sebelumnya

yaitu Aksi Damai yang dilakukan oleh aktivis perempuan pada tahun 1999, juga

Konvoi Sepeda Motor untuk Munir pada tahun 2006. Namun tidak pernah

berjalan dengan lama dan konsisten. Ketika ada pertemuan dengan keluarga-

keluarga korban pelanggaran HAM, secara spontan tercetuslah sebuah ide aksi

yang lebih rutin dan terstruktur. Dipilihnya hari kamis untuk aksi tersebut

merupakan suatu ketidaksengajaan, keluarga korban yang hadir pada pertemuan

tersebut merasa bahwa hari kamis merupakan hari yang tepat bagi semua pihak,

ada yang ibu rumah tangga, pekerja, dan lain sebagainya.

Pada pertemuan hari Selasa, tanggal 9 Januari 2007, bersama KontraS dan

JRK, telah menyepakati untuk mengadakan suatu kegiatan untuk berjuang dalam

mengungkap fakta kebenaran, mencari keadilan dan melawan lupa. Kegiatan

tersebut berupa “Aksi Diam” sekali dalam seminggu menjadi pilihan bersama.

Bahkan disepakati pula mengenai hari, tempat, waktu, pakaian, warna dan mascot

sebagai simbol gerakan.

Perencanaan teknis dan lapangan dilakukan saat pertemuan dengan

keluarga korban di tempat JSKK. Aksi kamisan ini pada awalnya memang

ditujukan bagi para keluarga korban, pun juga para 3 inisiator merupakan keluarga

37
korban. Maria Sumarsih merupakan ibunda dari Wawan mahasiswa Atmajaya

yang tewas saat Tragedi Semanggi 1, Suciwati merupakan istri dari aktivis HAM

Munir Said Thalib yang diracun, dan Bedjo Untung yang merupakan korban

langsung Tragedi 1965.

Dinamakan aksi diam karena kegiatan yang dilakukan mereka adalah

sebuah aksi dengan diam didepan Istana Negara. Jauh sebelum dikenal sebagai

Aksi Kamisan seperti sekarang ini. Kesepakatan bersama yang dipilih jatuh pada

hari “Kamis”, adalah hari di mana peserta rapat bisa meluangkan waktu. Depan

Istana Presiden menjadi lokasi aksi karena Istana merupakan simbol pusat

kekuasaan. Waktu ditentukan pukul 16.00-17.00 (tepat) adalah saat lalu lintas di

depan Istana Presiden ramai oleh kendaraan pulang bekerja.

Payung hitam dipilih sebagai simbol perjuangannya, merupakan simbol

perlindungan dan keteguhan iman. Payung dianggap sebagai pelindung fisik atas

hujan dan terik matahari, dan warna hitam melambangkan keteguhan iman dalam

mendambakan kekuatan dan perlindungan illahi.

Pada Kamis, 18 Januari 2007 adalah hari pertama berlangsungnya Aksi

Diam. Aksi ini didasari atas persamaan rasa bahwa negara sengaja mengabaikan

persoalan-persoalan kasus pelanggaran HAM, maka “Aksi Kamisan” atau yang

dikenal juga dengan sebutan “Aksi Payung Hitam” merupakan sebuah bentuk

upaya untuk bertahan dalam memperjuangkan mengungkap kebenaran, mencari

keadilan, dan melawan lupa kasus HAM. Pemerintah tidak boleh mengelak, diam

apalagi melupakan bahwa ada peristiwa-peristiwa penting yang belum terungkap

di Negara ini. Selain itu para korban juga selalu melayangkan surat terbuka

38
kepada Presiden RI,guna mengingatkan kepada penguasa Negara ini untuk

mengusut HAM sampai tuntas.

Diam dan berdiri sebagai pilihan paling efektif dalam melakukan aksi,

karena “diam” tidaklah berarti telah kehilangan hak-hak sebagai warganegara, dan

“berdiri” melambangkan bahwa korban/keluarga korban pelanggaran HAM

adalah warganegara yang tetap mampu berdiri untuk menunjukkan kepada

Pemerintah bahwa mereka mempunyai hak sebagai warga di bumi pertiwi

Indonesia dan sadar bahwa hak itu tidak gratis bisa didapat, terlebih ketika

pemerintah tidak mau peduli. Diam, juga untuk menunjukkan diri sebagai bukan

perusuh atau aksi anarki, bukan warganegara yang susah diatur, juga bukan

warganegara yang membuat bising telinga, tetapi tetap menuntut pemerintah

untuk tidak diam. (Website Aksi Kamisan, “Ini Penjelasan Sejarah Singkat Aksi

Kamisan”; tersedia di https://www.aksikamisan.net/tentang/ : Internet diunduh

pada tanggal 5 April 2018).

Dalam perjalanannya aksi ini bernama aksi diam, karena dalam

pelaksanaannya tidak menimbulakn riuh suara teriakan selama aksi. Karena aksi

diam dilambangkan para peserta aksi sebagai bentuk bungkamnya pemerintah

terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu. Lalu pemilihan atribut berwarna

hitam khususnya paying hitam menjadikan warga sekitar Istana Negara maupun

orang yang biasa lalu lalang di tempat kegiatan menyebutnya sebagai Aksi

Payung Hitam. Seirig tahun berganti barulah disebut sebagai Aksi Kamisan

karena untuk mempermudah masyarakat mengetahui nama dan hari kegiatan,

dihai Kamis setiap minggu.

39
Aksi kamisan di depan Istana oleh para keluarga korban adalah upaya

untuk mengingat dan terus berjuang untuk menolak kebisuan dan pembungkaman

suatu kejahatan yang telah dilakukan rezim orde baru (Soeharto) maupun

pemerintahan pasca kejatuhan Soeharto. Milan Kundera sudah berpesan,

perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa. – selanjutnya

aksi ini dikenal dengan nama “Aksi Kamisan”.

Aksi ini dimulai perdana pada 18 Januari 2007, dengan melakukan aksi

berdiri diam di depan Istana Negara atau berjalan kaki mengelililingi Istana

Negara, menggunakan pakaian hitam dan payung hitam, sesekali sambil

membunyikan kentongan, menggunakan celemek kasus maupun poster dll.

sampai dengan 5 April 2018 aksi ini telah berjalan selama 533 kali, terlibat

didalamnya; korban peristiwa 1965/1966, Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989,

Penculikan dan Penghilangan Paksa 1997/1998, Trisakti 1998 , Mei 1998,

Semanggi 1998/1999 dan para korban pelanggaran HAM lainnya.

Kegiatan aksi ini dibagi menjadi beberapa bagian, dimulai pada pukul 4

sore atau terkadang 30 menit lebih lama. Dimulai melalui pembukaan dari pegiat,

selanjutnya adalah penyampaian materi atau pemaparan isi dan tema pada

kamisan hari itu, setelahnya bisa diiringi dengan Tanya jawab singkat. Di sesi

akhir adalah refleksi serta melakukan doa guna menutup kamisan pada hari itu.

Tak lupa selalu diselipi jargon hingga seruan khas Aksi Kamisan, sembari berfoto

di akhir aksi. Setelah foto biasanya beberapa peserta berkumpul dan diskusi santai

sebelum semua bubar dari tempat aksi. Aksi ini selesai di jam 17:30 WIB

biasanya.

40
Gerakan aksi ini menyerupai dari gerakan serupa yang dilakukan oleh para

ibu di Argentina yang menuntut pengusutan atas hilangnya anak-anak mereka

semasa junta militer berkuasa dinegara itu tahun 1970-1983. setiap kamis mereka

berunjuk rasa di depan Plasa De Mayo, Buenos Aires, didepan tugu kemerdekaan.

Komunitas korban pelanggaran HAM (Jaringan Solidaritas Korban untuk

Keadilan/JSKK) melakukan aksi diam di Lapangan Monas (Monumen Nasional)

di depan Istana Merdeka. Aksi ini diakui oleh para korban mengacu oleh apa yang

telah dilakukan Ibu-Ibu Plaza de Mayo tersebut, sebagai upaya melawan lupa dan

menuntut pemenuhan hak-hak mereka sebagai korban. Pilihan tempat Lapangan

Monas yang setara mirip dengan Plaza de Mayo juga karena tempat tersebut

strategis bagi komunitas korban untuk melakukan pendidikan politik terhadap

publik Jakarta, yang pada jam- jam tersebut lalu lalang pulang dari tempat kerja

mereka.

Gambar II. 1 Kegiatan Aksi Kamisan

Sumber Portal Berita Tempo

41
Dalam 12 tahun tentu kegiatan Aksi Kamisan mengalami perkembangan,

dimulai dari hanya sekitar 20-an, peserta saat Januari 2007 tentu waktu kegiatan

cenderung singkat hanya kurang lebih 40-1 jam saat aksi. Namun dengan

bertambahnya partisipan juga menjadikan kamisan membagi beberapa pihak yang

bertanggung jawab dalam sesi kamisan. Misalnya yang menjadi pembuka

jalannya aksi, pemaparan materi hingga pengisi refleksi dan doa. Saat awal

kamisan, para inisiator yakni Maria Sumarsih, Suciwati, hingga Bedjo Untung

menjadi pihak yang melakukan pemaparan materi pada aksi kamisan namun

seiring berjalan mereka cukup menjadi pihak yang hadir dan mengamati. Karena

pemaparan mater serta refleksi diisi oleh pegiat maupun organisasi terkait HAM.

Sejak awal yang ikut dalam perumusan aksi ini adalah Kontras dan JRKI

atau Jaringan Relawan Kemanusiaan Indonesia. Mereka sebagai lembaga non

pemerintah yang mendampingi kegiatan aksi kamisan. Namun seiring waktu

perlahan pun muncul beberapa lembaga lainnya yang turut terlibat dalam

mendampingi serta mengorganisir dengan baik aksi ini. Yaitu, LBH Jakarta,

Imparsial, Youth Pro Active, Amnesty Internasional, seluruh lembaga

pendamping ini hingga 12 tahun selalu hadir tiap kamis, mendata juga

mengembangkan strategi mobilisasi aksi ini kedepannya.

Aksi Kamisan pun menunjukan kiprahnya sebagai sebuah gerakan aksi

yang semakin terlembaga dengan baik. Yang sejak awal hanya dihadiri beberapa

keluarga korban, serta didampingi KontraS dan JSKK, lambat laun pun semakin

berkembang. Lembaga yang hadir mendampingi Aksi Kamisan pun bertambah

seiring waktu. Seperti penuturan Mesy Oktavia dari Kontras dalam wawancara

42
berikut: “….Sebenarnya yang aktif adalah Kontras, dan LBH. Namun ada

beberapa lembaga seperti setara institute, dan Imparsial juga Amnesti

Internasional. Memang kalau Kontras dan LBH yang in charge hadir setiap

Kamis. Kalau dari sejak Aksi Kamisan awal ya memang KontraS ikut terlibat

mendampingi, lalu mengikuti ada LBH Jakarta. Dan beberapa lembaga lain yang

tidak se-aktif Kontras dan LBH Jakarta. Ada pembagian pekerjaan juga, seperti

halnya Amnesti Internasional mengurus surat, dan KontraS mengurus peralatan

dan lain-lain. Dan sekarang Amnesti Internasional sudah mulai terlibat rutin

karena memang masih baru lembaganya.” (Oktavia, wawancara, 25 Juli 2018)

Pada awalnya memang kamisan merupakan sarana bagi kasus-kasus

pelanggaran HAM masa lalu, khususnya pada masa rezim Orde Baru Soeharto.

Namun hal itu tidak menjadikan aksi ini bersifat eksklusif dan tertutup terhadap

peristiwa maupun fonemone sosial yang terjadi di masyarakat sekarang. Aksi ini

bersifat terbuka dan memberikan ruang bagi siapa saja yang merasa diperlakukan

tidak adil oleh Negara. Isu yang terkini diangkat pun bermacam-macam memang

ada isu HAM seperti Salim Kancil, lalu tema isu lainnya. Ada penggusuran

Kulonprogo, pemutusan sepihak karyawan lokal PT. Freeport, maupun

kriminalisasi tokoh akademisi karena menyuarakan kritik. Hal ini menjadikan

jangakauan aksi kamisan lebih luas dan tidak terbatas dalam satu ruang saja,

namun secara tegas disampaikan inisator bahwa mereka tidak memberikan ruang

sedikitpun bagi tindakan politis atau demi kepentingan pribadi.

43
Gambar II.2 Korban PHK PT. Freeport

Sumber Laman Berita CNN Indonesia

Aksi ini menegaskan akan sebuah gerakan melawan impunitas dan

pelupaan atas nasib korban dan keluarganya. Sebuah gerakan untuk terus memberi

tekanan pada pemerintah agar mau mengusut, menguak kebenaran dan keadilan

bagi korban. (Website KontraS, “Ini Penjelasan Sejarah Singkat Aksi Kamisan”;

tersedia di http://www.kontras.org/pers/teks/Lampiran-Aksi-Kamisan.pdf : Internet

diunduh pada tanggal 5 April 2018).

B. Tokoh yang ada dalam Aksi kamisan

Sejarah mencatat, setidaknya ada tiga keluarga korban pelanggaran HAM

berat yang menjadi pelaku atau inisiator aksi Kamisan, mereka juga tergabung

dalam posisi sebagai presidium JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk

Keadilan) :

44
Gambar II.3 Maria Sumarsih

Sumber Website Kontan

(1.) Maria Catarina Sumarsih (lahir di Rogomulyo, Susukan, Semarang, 5

Mei 1952; umur 66 tahun) adalah ibu dari Benardinus Realino Norma

Irawan(Wawan) mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat peristiwa

Semanggi I.

Pada tahun 1977 ia pindah ke Jakarta. Hingga tahun 1983 ia mengajar

di SMP Budi Murni Jakarta Barat, sampai akhirnya ia diterima bekerja

di Sekretariat Jendral DPR RI.

Selama bertahun-tahun Sumarsih berjuang bersama suami, Arief Priadi,

dan para orang tua korban lainnya, menuntut keadilan atas kematian putranya.

Selain melakukan advokasi untuk kasus-kasus pelanggaran HAM, Sumarsih juga

pernah melemparkan telur busuk kepada pimpinan Rapat pleno di DPR RI ,

karena mereka mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan kasus Semanggi I

dan II, dan kasus Trisakti bukan pelanggaran HAM berat.

45
Masih banyak kegiatan yang diikuti oleh Sumarsih. Sudah banyak audiensi

yang dia lakukan, antara lain ke Presiden, DPR, Komnas HAM, mendatangi

Puspom TNI hingga demonstrasi di jalanan. Sudah banyak orasi yang dia lakukan

untuk menyuarakan tegaknya HAM. Berbagai diskusi dan kesaksian tentang

pelanggaran dia ikuti. Bersama Tim Relawan untuk Kemanusiaan, Sumarsih

mendata kondisi korban pelanggaran HAM di Jakarta. Dengan lancar dia bisa

bercerita panjang lebar mengenai kondisi-kondisi korban yang lain. Ibu Sumarsih

juga mendampingi para keluarga korban yang lain, agar mereka lebih kuat dan

tetap mau memperjuangkan keadilan yang menjadi hak mereka. Perjuangan Ibu

Sumarsih ternyata mendapat dukungan dari banyak pihak. Kenyataan itulah yang

semakin menguatkan langkahnya untuk membela korban pelanggaran HAM di

Indonesia.

Dia mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien Award Tahun 2004,

pada hari Jumat tanggal 10 Desember 2004 (Wikipedia, “Biografi Maria Catarina

Sumarsih” tersedia di https://id.wikipedia.org/wiki/Maria_Catarina_Sumarsih :

Internet diunduh pada tanggal 5 April 2018).

46
Gambar II.4. Suciwati (Istri Aktivis Munir)

Sumber : Website Kontan

(2.) Suciwati Munir, istri mendiang pegiat HAM, Munir Said Thalib, Suciwati,

perempuan yang pernah mendapatkan gelar Asia‟s Hero 2005 versi majalah Time,

tidak pernah berhenti memperjuangkan keadilan dan penegakan Hak Asasi

Manusia (HAM) di Indonesia. Di usianya kini yang menginjak 51 tahun ia tinggal

di Malang dan membuka sebuah toko suvenir dan oleh-oleh, ia mampu membagi

waktu untuk mengurus berbagai aktivitasnya yang lain. Di antaranya Komite Aksi

Solidaritas untuk Munir (KASUM), Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan

(JSKK), Kontras (komisi yang menangani kasus orang hilang dan tindak

kekerasan, dibentuk almarhum Munir), dan Imparsial (LSM yang bergerak dalam

pengawasan dan penyelidikan pelanggaran HAM di Indonesia). (Rustika

Herlambang, “Biografi Suciwati Munir” tersedia di

https://rustikaherlambang.com/2012/05/06/suciwati/ : Internet diunduh pada

tanggal 5 April 2018) .

47
Gambar Bedjo Untung (Korban Tragedi ‟65)

Sumber: Website Pantau

(3). Bedjo Untung, seorang lelaki yang saat ini sudah tidak muda lagi. Ia

merupakan korban langsung Tragedi 65. Walau sudah lama berlalu ia tetap giat

menyemarakan perjuangan dan menuntut keadilan atas tragedi yang terjadi 50-

tahunan silam.

Tokoh-Tokoh diataslah yang dapat menggerakan aksi kamisan hingga hari

ini, melalui kesamaan rasa kecewa terhadap pemerintah yang membuat mereka

tetap yakin bahwa keadilan dan kejahatan kasus HAM harus diusut sampai tuntas.

Kesamaan latar belakang tersebut yang menggugah para inisiator untuk

menghadirkan Aksi Kamisan, yaitu aksi secara rutin guna menuntut keseriusan

pemerintah dalam penanganan pelanggaran HAM.

C. Tuntutan Aksi Kamisan

Negara bertanggungjawab menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM

dan berbagai permasalahan rakyat melalui proses hukum dengan jujur, dan kepada

yang bersalah harus diberi hukuman agar jera dan tak berulang lagi oleh siapa

pun. Efek jera adalah pelajaran bagi aparat untuk menghormati nilai-nilai

48
kemanusiaan, sehingga tidak terjadi lagi orang ditangkap, disiksa, ditahan secara

sewenang-wenang, dan dibunuh. Harapan korban/keluarga korban adalah tidak

ada lagi korban pelanggaran HAM yang baru di negeri ini.

Tabel II.1

Berikut daftar kasus yang dituntut untuk diselesaikan (Website Aksi Kamisan,

“Ini Penjelasan Tuntutan Aksi Kamisan”; tersedia di

https://www.aksikamisan.net/kasus/ Internet diunduh pada tanggal 5 April 2018)

No. Kasus Pelanggaran HAM Berat

1 Tragedi 1965

2 Tragedi Tanjung Priok 1984

3 Tragedi Talangsari Lampung 1989

4 Penembakan Misterius (Orde Baru)

5 Pembunuhan Aktivis Buruh Marsinah 1993

6 Tragedi 27 Juli 1996

7 Penculikan Aktivis 1997/1998

8 Tragedi Trisakti 12 Mei 1998

9 Tragedi 13-15 Mei 1998

10 Tragedi Semanggi I – 13 November 1998

11 Tragedi Semanggi II – 24 September 1999

12 Pembunuhan Munir 2004,

13 Wasior-Wamena,

49
14 Lumpur Lapindo

15 Penggusuran di Alas Tlogo,

17 Kasus salah tembak oleh polisi di berbagai kota,

18 Kasus GKI Yasmin

19 Kasus Ahmadiyah

Sumber Website KontraS

50
BAB III
STRATEGI MOBILISASI PARTISIPAN DALAM AKSI KAMISAN
DAN FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDORONG

Aksi kamisan merupakan sebuah aksi perjuangan yang selama hampir 12

tahun ini terus hadir guna memperjuangkan tujuan yang dicanangkan sejak awal.

Kehadiran aksi kamisan hingga kini merupakan suatu bentuk konsistensi yang

baik dalam upaya me-mobilisasi partisipan aksi tersebut. Mobilisasi partisipan

merupakan salah satu aspek dalam Teori Mobilisasi Sumberdaya. Dalam setiap

gerakan sosial dibutuhkan para partisipan yang hadir sebagai tonggak berjalannya

sebuah gerakan sosial. Teori ini berkosentrasi pada sarana atau ruang kolektif,

baik informal maupun formal, yang dipergunakan seseorang untuk memobilisasi

dan melibatkan diri kedalam aksi kolektif” (McAdam, McCarthy, dan Zald,

1996:3)

Menurut McCarthy, keterlibatan seseorang dalam sebuah gerakan sosial

dapat dilihat dalam tingkat kehidupan sehari-hari di lokasi sosialnya, seperti :

keluarga, tetangga, teman kerja, jaringan kekerabatan, asosiasi sukarela dan

elemen struktur-struktur sosial di daerah tersebut (McAdam, McCarthy, Zald,

1996:141).

A. Strategi Mobilisasi Partisipan Aksi Kamisan

Strategi mobilisasi partisipan Aksi Kamisan dalam penelitian ini dilihat

melalui upaya para inisiator, serta pegiat Aksi Kamisan dalam melakukan

rekrutmen simpatisan maupun partisipan untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan

yang dihadirkan. Dalam upaya tersebut para pegiat dan inisiator menempuh

51
bermacam cara yang akhirnya membentuk pola dalam berkembangnya mobilisasi

partisipan. Dalam perjalanannya selama 12 tahun Aksi Kamisan melewati banyak

titik perubahan cara serta startegi mobilisasi partisipan. Sehingga sejak proses

tersebut berawal dari lingkungan terdekat, hingga organisasi atau pihak-pihak

terkait. Dan dalam perkembangnnya terus berusaha menemukan startegi terbaik

guna menunjang Aksi Kamisan yang sudah berjalan lebih dari satu dekade ini.

Upaya-upaya mobilisasi/rekrutmen pun memiliki berbagai jenis sesuai

dengan kadar kebutuhan serta sasaran. Tak pelak pun ubah-ganti penyesuaian

strategi dibuat untuk keadaan dan juga menarik di masa sekarang. Dalam 12 tahun

berjalan tentu media informasi, serta sarana mobilisasi pun bergerak mengikuti

perkembangan yang hadir.

Pada kali pertama Aksi Kamisan pun, sudah ada pembagian tugas untuk

mengajak teman untuk ikut hadir dan terlibat seperti yang diungkapkan Sumarsih.

“….Kalau saya menggunakan fax, jadi saya meminta nomer-nomer LSM di

Jakarta, setiap Selasa saya pemberitahuan ke Polda, Rabu saya fax memberi info

ke pihak LSM. Info nomer-nomer LSM Jakarta dari JRKI. Nanti diumumkan

untuk kamis depan untuk membawa teman lain sehingga lebih ramai. Mula-mula

namanya Aksi Diam, namun orang sekitar Istana mereka mengenal sebagai Aksi

Payung Hitam”. (Wawancara Sumarsih, 17 Juli 2018)

52
Gambar III.1 Sumarsih dalam Aksi Kamisan

Sumber Blog Dian Paramita

Inisiator atau penggiat lain dari Aksi Kamisan adalah Suciwati, yaitu istri

dari Aktivis HAM Munir Said Thalib yang tewas diracun di pesawat ketinggian

puluhan ribu kaki saat akan bertolak ke Belanda untuk menuntut ilmu. Ia

menyatakan bahwa pada tahun 2007, awal mula belum seperti sekarang

penyebaran informasi tentang Aksi Kamisan, belum massive dan mudah. Namun

bisa efektif dengan berbagai cara juga pihak. Seperti yang dituturkan olehnya:

“Awalnya dulu masih SMS, banyak teman-teman yang kita kenal. Ya


aktivis, teman dekat, atau siapapun ya kita ajak kesana , nah nanti kalau
ada teman yang baru kita minta untuk ajak ya teman lainnya. Jadi seperti
tutur tinular saja dari mulut ke mulut, dan kemudian ternyata sangat
efektif.” (Wawancara dengan Suciwati, Inisiator Aksi Kamisan /
Presidium JSKK, Kantor KontraS, 24 September 2018)

Berdasarkan penuturan Sumarsih dan Suciwati selaku inisiator Aksi

Kamisan, strategi awal yang dipergunakan adalah melalui jaringan-jaringan

53
informal mereka. Seperti yang diungkapkan oleh McAdam, Mc.Carthy, dan Zald

dalam bukunya keluarga dan persahabatan merupakan struktur kehidupan harian

yang paling mendasar. Kedua hal tersebut menunjukan keutamaanya dalam

memahami struktur perekrutan dalam gerakan. Sebagai seorang perempuan yang

bekerja di SekJen DPR pada masa itu, Maria Sumarsih menggunakan jejaringnya

untuk mendapatkan nomor fax LSM-LSM sehingga diteruskan ke pihak terkait.

Memiliki latar belakang yang tak sama, Maria Sumarsih dan Suciwai tentu

menggunakan strategi serta metode rekrutmen dan mobilisasi yang berbeda. Tak

seperti Maria Sumarsih seorang perempuan pekerja di lingkungan pemerintahan,

Suciwati merupakan ibu rumah tangga sekaligus seorang yang selalu mendukung

kegiatan aktivis-aktivis terlebih lagi buruh serta HAM pada saat bersama sang

suami, Munir. Ia memanfaatkan teman-temannya tersebut dari yang dirasa

memiliki kekecewaan yang sama untuk menghadiri Aksi Diam yang sekarang

dikenal sebagai Aksi Kamisaan.

Gambar III.2 Suciwati dalam Aksi Kamisan

Sumber Website Tribunnews

54
1. Strategi Pemanfaatan Public Figure

Aksi Kamisan lahir Januari 2007, saat itu sudah ada Facebook dan Twitter

tentunya. Namun pada masa itu belum marak di Indonesia, apalagi untuk

golongan komunitas karena di Indonesia penggunaan Facebook untuk personal

baru mulai di tahun 2008 hingga 2010, begitupula dengan Twitter yang hadir

mulai di Indonesia masyarakat mulai 2009-2010.

Kegiatan Aksi Kamisan berlangsung pada pukul 16:00 – 17:00 WIB di

depan istana, acara tersebut terdiri dari pembukaan, isi refleksi materi / orasi

ilmiah, hingga terakhir adalah doa serta foto untuk dokumentasi. Dalam kegiatan

ini hanya memakan waktu kurang lebih 1 jam dari awal hingga doa dan foto.

Sebelum media social marak untuk menyebarluaskan informasi Aksi Kamisan,

gerakan ini awalnya dilakukan oleh keluarga korban dan juga organisasi penyintas

saja. Bahkan untuk saat itu transport menuju depan Istana Negaa dari titik kumpul

pun tidak ada. Sumarsih, “….Lalu berbicara keuangan yang memang tidak ada

saat itu. Jadi transport tidak ada peserta langsung ke tempat yaitu depan Istana.

Tapi akhirnya kita memutuskan berangkat dari Tugu Proklamasi, karena tidak ada

uang pun makan dan minum membawa sendiri juga payung yang masih

menggunakan data Pribadi. Lalu dari Kontras Indriani Fernida membiayai pulang-

pergi dari Tugu Proklamasi sampai depan Istana” (Wawancara Sumarsih, 17 Juli

2018)

Mesy Oktavia, awal mula hadirnya Aksi Kamisan, “…Karena ada rapat

kecil antara korban, apa nih yang mau dilakukan, karena tidak mungkin aksi

55
maupun audiensi setiap hari. Dan mereka ingin kejadian ini tak boleh dilupakan

dan semoga generasi selanjutnya tetap tahu perihal pelanggaran-pelanggaran ini.

Kenapa Kamis karena peserta rapat saat itu hari yang lowong adalah Kamis,

kenapa sore ya karena jam pulang kantor, kenapa depan Istana karena lambang

kekuasaan. Kenapa hitam-hitam bukan karena lambang duka namun keteguhan

hati. Namanya awal memang Aksi Diam karena ingin berbeda dari pada aksi

lainnya” (Wawancara, Oktavia, 25 Juli 2018)

Kuat dan tebalnya jaringan sosial yang berkembang pada lingkungan

privat (seperti keluarga, pertemanan personal, dan kolega-kolega) akan lebih

mungkin berperan dalam melakukan perekrutan melalui kontak personal (Diani &

Lodi dikutip Porta & Diani 2006:117). Pada awal mobilisasi partisipan Aksi

Kamisan memang terlihat jelas bagaimana jaringan informal, yaitu pertemanan,

keluarga, sesama korban, menjadi tonggak awal. Namun juga pada saat itu ada

public figure yang peduli terhadap HAM hadir turut serta. Oktavia, menuturkan:

“Kalau sejak 2007 kalau dari awal aku dengar cerita, lumayan
banyak yang ikut seperti Diah Pitaloka (public figure) dan salah satu korban
penghilangan adalah suami artis Dedy Hamdun suami dari Eva Arnaz. Mereka
hilang ga kembali, ada juga yang kembali hidup. Namun 9 orang tak kembali. Dan
ada 1 orang yang ditemukan tewas.” (Wawancara dengan Mesy Oktavia, 25 Juli
2018)

Dalam perjalanan awalnya, Aksi Kamisan tidak pernah sendiri. Mereka

bersama lembaga-lembaga terkait yang memang focus dalam gerakan penegakan

hukum HAM. Seperti yang dikembangkan oleh oleh Tilly, Gamson, Oberschall

dan MC Adam yaitu pendekatan political interactive (Canel dalam Sujatmiko,

56
2002). Pendekatan ini menekankan pentingnya perubahan stuktur kesempatan

bagi aksi kolektif, keberadaan jejaring, serta kaitan horizontal yang telah

terbangun dengan aggrieved groups (kelompok tertindas) sebagai penentu

keberhasilan gerakan sosial. Dalam penelitian ini disampaikan oleh Sumarsih,

adanya Aksi Kamisan karena sudah terbangun sebuah hubungan dengan

aggrieved groups (kelompok tertindas) tersebut, yaitu JSKK, JRKI, serta KontraS.

3 lembaga tersebut yang sedari awal hadir merintis bersama berupa aksi kolektif

gerakan sosial Aksi Kamisan. Selain para korban, 3 kelompok utama inilah yang

sejak awal berdiri disamping Aksi Kamisan tiap minggunya. Dari wawancara

dengan inisiator utama pun, yaitu Maria Sumarsih dan Suciwati, penggunan

jejaring personal sangatlah penting dalam upaya melakukan mobilisasi partisipan

Aksi Kamisan.

Jejaring personal inilah yang menjadi jalan utama terbukanya partisipan.

Maria Sumarsih sebagai seorang pensiunan pekerja pemerintahan memanfaatkan

relasi teman serta pekerjaan. Suciwati, sebagai seorang istri dari Aktivis sangat

berdekatan dengan lingkungan LSM buruh dan kelompok pejuang keadilan

lainnya.

Selanjutnya jaringan sosial merupakan hal yang cukup penting dalam

proses rekrutmen ke dalam gerakan. Menurut Snow, Zurcher, and Ekland-Olson

(1980) bahwa jaringan sosial dapat mempunyai porsi besar (60 sampai 90 persen)

dari berbagai macam keanggotaan (Snow, Zurcher, and Ekland-Olson, 1980:787-

801). Pemahaman yang disampaikan Snow, Zurcher, and Ekland-Olson sangat

57
relevan dengan Aksi Kamisan, yang diawal masa gerakan sosial ini dimulai

dengan jarinagn personal serta informal dari para inisiator dan LSM terkait.

Pada awal Aksi Kamisan ada beberapa teman-teman public figure yang

hadir. Kehadiran mereka tentu sangat membantu proses sosialisasi Aksi Kamisan.

kehadiran teman. Oleh Sumarsih, :

“Tahun 2008 ada mahasiswa dari Loyola University tentang


disertasi ruang aksi. Walau Aksi Kamisan kan hanya 1 jam dipakai 10 menit
sebelum usai diisi dengan refleksi, dan mengundang orang-orang tokoh tertentu.
Pada masa itu tokoh awal adalah Rieke Diah Pitaloka dan Effendi Gazali. Pertama
Rieke Diah datang bersama Sony Tulung dan ia memberi bantuan fisik seperti
payung yang memang sebagai simbol Aksi Kamisan. Korban biasanya terbatas
dari ekonomi, pendidikan, pengetahuan, hingga akhirnya kenal dengan orang dan
kemampuan dan berkompeten. Seperti mas Fadjroel, berkesempatan untuk datang
dan mengisi refleksi. Kedepannya Rieke dan yang lainnya, lama-lama mereka
datang dengan sendirinya, yang tidak bisa datang pun memberi sumbangan.
Ketika saya diundang ke Metro TV ada seorang pengusaha yang mau membantu
perjuangan di Aksi Kamisan akhirnya mereka memberikan 100 payung karena di
depan Istana bukan hanya angin yang besar namun juga sering dorong-dorongan
dengan polisi karena supaya steril semisal Jokowi datang dan pergi, dan kadang
beberapa perayaan seperti Sumpah Pemuda sebagai tema utama Aksi Kamisan.
Lalu ada yang membuat skripsi serta disertasi tentang JSKK maupun Aksi
Kamisan akhirnya menjadi penyebaran informasi dan pengenalan concern Aksi
Kamisan dan tujuan-tujuannya ke masyarakat. Dan kami pun terbuka dan
membantu ketika ada anak muda atau mahasiswa melakukan publikasi melalui
karya tulis.” (Wawancara Sumarsih, 17 Juli 2018)

Berdasarkan wawancara dengannya disampaikan bahwa dalam

perjalanannya menghadirkan beberapa sosok ternama atau akademisi bisa

meningkatkan daya penyebaran informasi tentang gerakan ini. Bahkan bisa

menjadi peluang munculnya donatur yang ingin memberi dukungan berupa materi

atau non-materi dalam Aksi Kamisan. Hal inipun terlihat jelas saat penulis

58
melakukan observasi, sebelum peringatan kematian 14 tahun Munir pada kamis 6

September 2018, media sosial Aksi Kamisan sudah menginformasikan bahwa

esok akan ada penampilan musisi serta pembacaan puisi. Dan saat di aksi

keesokan harinya, suasana ramai memenuhi halaman depan seberang Istana

Negara, tatkala setelah beberapa penampilan, munculah salah satu public figure,

Melanie Subono. Ia merupakan aktivis, tokoh publik merangkap musisi hadir dan

memberikan kata sambutan. Ia pun turut aktif dalam menyebarkan informasi

kegiatan aksi melalui lama Twitter dan Instagram miliknya. (Observasi, 6

September 2018)

Dengan kehadiran tokoh public maupun akademisi tersebut mereka turut

menjadi agen dalam mobilisasi partisipan Aksi Kamisan. Seperti informasi yang

disampaikan Sumarsih “….Banyak sekali, semisal mas Fadjroel bilang nanti ada

mahasiswa dari salah satu kampus yang akan hadir ke Aksi Kamisan, ternyata

teman mas Fadjroel dosen sehingga mewajibkan datang ke Aksi Kamisan. Lalu

kenal Pak Herlambang dari tulisanya di Kompas, lalu kita saling berbagi cerita

melewati tulisan. Lalu saya meminta beliau memberikan orasi alamiah di Aksi

Kamisan selanjutnya. Akhirnya rasa simpatik itu muncul secara alamiah dari diri

orang-orang yang concern terhadap HAM.” Inilah salah satu upaya untuk

mendorong sikap peduli masyarakat terhadap kasus HAM sehingga mereka mau

melibatkan diri ke dalam Aksi Kamisan. “ (Wawancara Sumarsih, 17 Juli 2018)

Seperti pada Aksi Kamisan ke-564 pada tanggal 29 November 2018,

dimana pada saat itu aksi ini kedatangan teman-teman muda dari mahasisw FISIP

59
UPN Jakarta. Mereka datang ke Aksi Kamisan sebagai mata kuliah pengantar

Ilmu Politik dari Sri Lestari Wahyuningroem, PhD, Dosen Prodi Ilmu Politik

UPN Jakarta. Dosen ilmu politik tersebut mengajak mahasiswanya untuk hadir ke

Aksi Kamisan guna melakukan pengamatan terlibat (participatory observation)

dan mewawancarai sejumlah narasumber yang terlibat dalam inisiatif dan

aktivitas aksi mingguan ini. Dengan adanya keterlibatan akademisi dosen seperti

ini, mereka turut menjadi penyambung mobilisasi partisipan dalam Aksi Kamisan.

(Observasi di Aksi Kamisan ke-564, 29 November 2018)

Gambar III.3 Mahasiswa FISIP UPN Veteran

Sumber FISIP UPN Jakarta

Menurut Oktavia, ia menyampaikan bahwa kehadiran public figure atau

tokoh akademik dilihat dari background serta kegiatannya. Sehingga ketika tokoh

tersebut memiliki keberpihakan politik, pihak Aksi Kamisan tidak akan

mengundangnya.

60
“….Mereka semua selalu datang inisiatif sendiri tapi kita lihat dari
pribadinya, tulisannya, sosmed-nya, bahwa ketika ada inisiatif lebih dulu
berarti memang peduli. Ya lalu setelah itu ada peningkatan teman-teman
yang ingin tahu akhirnya kami kadang mengundang pada momen tertentu.
Tapi memang yang hadir adalah tokoh-tokoh yang peduli dengan HAM.
Dari peneliti ya kita lihat tulisan mereka. Karena setiap peringatan tahunan
Aksi Kamisan atau angka-angka genap Aksi Kamisan akan yang diundang
namun sesuai tema. Dalam mengundang juga yang menentukan dan harus
hadir dalam pertemuan adalah presidium JSKK. Semisal bu Sumarsih,
Suciwati, dan Bedjo Untung, dalam wadah tersebut kita semua berdiskusi
tentang teman-teman publik yang bisa diundang. Jikalau tokoh-tokoh yang
sudah ada keberpihakan politik tidak akan kami undang.” (Wawancara
Oktavia, 25 Juli 2018)
Hal tersebut pun tak jauh berbeda dengan prinsip yang dipegang oleh Maria

Sumarsih dalam wawancara, “….Pun beberapa kali ada politisi/pejabat yang

datang ke Aksi Kamisan saya tidak pernah beri ruang karena mereka adalah

pihak-pihak yang mendukung impunitas (kejahatan tanpa hukuman).”

(Wawancara dengan Maria Sumarsih, Presidium JSKK, kediaman informan, 17

Juli 2018)

Gambar III.4 Dr. Robertus Robert (Akademisi dan Aktivis)

Sumber Website Tribun Jabar

61
Dalam pemaparannya Suciwati juga memberikan pandangan terhadap

hadirnya public figure dalam Aksi Kamisan, bagaimana mereka para pegiat Aksi

Kamisan menyadari bagaimana pengaruh public figure ini untuk menyebarluaskan

mobilisasi partisipan yang hadir. “…Menurutku kenapa kita ajak, waktu itu kita

diskusi bagaimana kalo kita ajak sekali-kali Iwan Fals. Tapi tidak di aksi

kamisannya, tapi di KontraS saat itu. Dan bahkan dia berjanji hadir ke Aksi

Kamisan tapi sampai saat ini belum ditepati. Yang pertama dulu itu Rieke Diah

Pitaloka sama Sony tulung saat mereka masih belum terjun dunia politik ya masih

di bajaj bajuri. Kemudian ada orang-orang baru ada Glenn Fredly, Melanie

Subono, bahkan Happy Salma mebuat film Kamis 300. Jadi menurut ku memang

kemudian kita harus membangun kedekatan dengan public figure karena penting

untuk diajak dan kadang kadang juga kita minta berbicara. Seperti Pandji

Pragiwaksono, Arie Kriting ya mereka belum lama baru-baru ini ajasih kita mulai

ajak karena mereka juga care perihal hak asasi. Penting buat kita dan mereka

adalah untuk melihat Indonesia lebih baik.” (Wawancara Suciwati, 24 September

2018)

Hal ini juga dituturkan oleh Sulaiman, Akademisi dalam wawancara, :

“Tokoh publik sebenarnya juga memiliki pengaruh, misal


kehadiran sosok sperti JJ Rizal atau artis itu punya daya tarik apalagi selain
mereka berbicara di lokasi, di sosmed mereka juga menyampaikan. Ya selain
karena mereka memiliki popularitas kenal mereka, mereka juga menyampaikan
tentang Aksi Kamisan melalui medium-medium lain atau sosmed, video Youtube
jadi saya kira mereka punya pengaruh. Tapi sejauh ini mengukur itu bisa dilihat
dari Instagram atau Twitter komentar retweet-nya ada berapa seperti itu”
(Wawancara Sulaiman, 9 Agustus 2018).

62
Gambar III.5 Pandji Pragiwaksono di Aksi Kamisan

Sumber Youtube JTV KPI

2. Strategi Penggunaan Media Sosial

Kehadiran Aksi Kamisan sudah berjalan selama 12 tahun, sudah melewati

banyak masa. Sejak Presiden SBY hingga kini Jokowi, dari sebelum marak dan

massive media sosial sampai bagaimana sekarang semua bergantung dengan

media sosial. Hal ini pun dialami oleh Aksi Kamisan, yang pada awalnya berpusat

pada keluarga korban serta lembaga penyintas saja, gerakan ini pun

bertransformasi dalam penyebaran serta cara rekrutmen partisipan.

Dalam perkembangannya media sosial yang digunakan di Indonesia cukup

beragam. Dimulai dari Facebook, Twitter, Instagram, hingga YouTube.

Penggunaan media sosial sangat menjanjikan di kehidupan saat ini. Kita bisa

mengetahui suatu keadaan atau berita secara real-time dari belahan dunia

manapun. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh para pegiat Aksi Kamisan, sebagai

salah satu upaya menjadikan gerakan ini semakin terlembaga dengan baik,

63
tentunya dengan adanya eksistensi Aksi Kamisan di beberapa platform media

sosial.

Hingga saat ini (Maret 2019) terhitung Aksi Kamisan memiliki beberapa

platform media sosial resmi diantaranya adalah, Facebook, Twitter, Instagram,

YouTube, dan Website (saat ini sedang tidak bisa di akses). Berikut terlampir

merupakan laman-laman resmi media sosial Aksi Kamisan.

Gambar III.6 Laman Facebook Aksi Kamisan

Sumber FB Aksi Kamisan diambil 28 Maret 2019

64
Gambar III.7 Laman Twitter Aksi Kamisan

Sumber Twitter Aksi Kamisan diambil 28 Maret 2019

Gambar III.8 Channel Youtube Aksi Kamisan

Sumber Youtube Aksi Kamisan diambil 28 Maret 2019

65
Gambar III.9 Laman Instagram Aksi Kamisan

Sumber Instagram Aksi Kamisan diambil 28 Maret 2019

Aksi Kamisan memulai penggunaan media sosial sudah berjalan 5-6 tahun

belakangan. Pemanfaatan media sosial Aksi Kamisan guna mobilisasi partisipan

sangatlah aktif. Untuk sekarang ini pengelola media sosial Aksi Kamisan sangat

update dalam memperbaharui informasi di laman Twitter dan Instagram.

Sedangkan untuk laman Facebook digunakan sebagai wadah komunitas serta

channel YouTube yang hanya di update beberapa video dalam waktu berkala.

Dari segi jumlah pengikut dalam media sosial Aksi Kamisan, tentu bisa

memberikan gambaran betapa massive dan berkembang proses mobilisasi

partisipan ini. Di dalam laman Komunitas Facebook, Aksi Kamisan memiliki

pengikut 2.366 akun. Lalu di Twitter dan Instagram sebagai platform media sosial

yang paling aktif diikuti oleh 18.600 dan 34.300 akun ( per 28 Maret 2019 ).

Sedangkan di channel YouTube terdapat 385 akun yang men-subscribe. Dari segi

66
jumlah pengikut di media sosial, Aksi Kamisan memiliki cukup banyak pengikut.

Walaupun bukan menjadi tolak ukur yang hadir berpartisipasi dalam gerakan tiap

kamis. Namun dengan adanya angka pengikut yang tinggi menandakan tersebar

dengan massive seluruh informasi Aksi Kamisan yang di update dalam lama resmi

media sosial gerakan ini.

Dengan penggunaan media sosial di ponsel pintar, Maria Sumarsih pun

lebih mudah dalam mengajak teman-teman ber-partisipasi di Aksi Kamisan.

“….sejak pakai handphone bisa SMS, WA, Twitter, Facebook, dan Instagram

untuk mengundang teman-teman datang ke aksi. Bagi yang tidak bisa hadir saya

pun menggunakan bahasa “Minta doa untuk teman-teman yang Aksi Kamisan” itu

di Facebook. Kalau media lain mengajak mengundang”. Hal ini pun dimanfaatkan

dengan baik oleh beliau dengan penyebaran yang lebih mudah dan massive, ia

pun membangun hubungan baik dengan kawan-kawan public figure yang

memiliki perhatian khusus terhadap HAM serta Aksi Kamisan. Seperti

penuturannya ini:

“Kadang kita mengundang yang memang concern namun tidak


semua kadang juga inisiatif seperti Iwan Fals dan sang istri bahkan memberi
sumbangan materil. Juga bahkan jikalau tidak sedang sibuk mereka hadir sendiri
Arie Kriting, Melani Subono, Efek Rumah Kaca (band), juga Bimbim Slank.
Karena pernah ada anak Youth Pro Active yang sedang aktif di KPK, lalu saya
diundang acara KPK beberapa kali bertemu dengan band Slank. Ketika berjumpa
pun saya memanfaatkan kesempatan bahwa akan sangat terhormat jikalau Slank
bisa hadir ke depan Istana (Aksi Kamisan). Walau belum pernah hadir tapi selalu
ikut retweet di Instagram dan Twitter sehingga ikut menyebarluaskan Aksi
Kamisan ke followers-nya”. (Wawancara Sumarsih, 17 Juli 2018).

67
Dengan adanya website hingga media sosial yang digunakan, tentunya

para pegiat muda Aksi Kamisan berupaya membuat tampilan yang menarik di

laman media sosial tersebut. Setiap Aksi Kamisan ada tema yang diangkat, atau

peringatan atas suatu tragedi masa lalu, juga pengisi refleksi entah dari pihak

akademisi maupun public figure. Guna menyebarkan informasi tentang Aksi

Kamisan sebelum kegiatan, akhirnya dibuatlah poster yang dibuat setiap

minggunya dan disebarluaskan diseluruh platform media sosial Aksi Kamisan.

Secara aktif media sosial Aksi Kamisan meng-informasikan tentan kegiatan aksi

diminggu selanjutnya. Dengan narasi juga poster yang menarik.

Gambar III.10 Poster Mingguan Aksi Kamisan

Sumber Instagram Aksi Kamisan diambil 28 Maret 2019

68
Dengan dihadirkannya poster mingguan ini dengan rata-rata likes 5000-an

akun, bisa menyebarkan tentang Aksi Kamisan ke banyak masyarakat walaupun

tidak semua sudah mengetahui tentang aksi ini. Dan dalam pembuatan poster

hingga jadwal untuk upload sudah ada pembagian kerjanya, seperti yang

disampaikan oleh Citra Referandum, “…Misal ada Aksi Kamisan untuk

peringatan/momentum atau kondisi yang perlu melakukan strategi lebih dari pada

biasanya. Setiap Kamisan ada peran sudah ada, pemuda, LSM, dan lain-lain. Ada

tim untuk kampanye, poster untuk media sosial tiap minggu sudah di-upload.

Untuk info tema dan lain-lain. Ada pengelolaan pengetahuan, sebagai kaderisasi

Aksi Kamisan. Ada yang untuk memobilisasi perlengkapan aksinya. Kadang ada

situasi yang tidak diuntungkan, seluruh lapisan berunding apa yang harus

dilakukan misal untuk negosiasi dengan kepolisian.” (Wawancara, Referandum, 2

Agustus 2018)

Penyebaran poster dan informasi di media sosial sangat cepat sehingga

secara langsung memberikan dampak besar dalam jumlah partisipan Aksi

Kamisan. Referandum, “….Sosmed sangat membantu dan sangat cepat. Semua

serba cepat melalui sosmed untuk koneksi ke seniman, public figure, dan lain-lain.

Sehingga kemudahan itu yang kita alami, seperti Filkop yang hadir untuk ikut

membantu berjuang.” (Wawancara Referandum, 2 Agustus 2018).

Diperkuat juga dengan penuturan Vebrina, pegiat muda Aksi Kamisan,

“Kalau untuk public figure hadir justru bersyukur bahwa ternyata bukan kita saja

masyarakat biasa yang peduli dengan pelanggaran HAM. Masa kita kalah sama

69
mereka. Dan mereka juga penyumbang terbesar Mob Par Aksi Kamisan, ketika

mereka sekali update bisa banyak mendatangkan masa baru di Aksi Kamisan.

Walau mereka teman-teman awalnya masih belum tahu dan mengenal Aksi

Kamisan” (Wawancara Vebrina, 6 September 2018)

Untuk sekarang ini banyak partisipan yang hadir di Aksi Kamisan selalui

memberikan update di laman media sosialnya. Hal inilah yang akhirnya semakin

menyebarluaskan tentang gerakan Aksi Kamisan, misalnya saja ketika para tokoh

public hadir. Seperti yang disampaikan oleh Sulaiman, “…: Tokoh publik

sebenarnya juga memiliki pengaruh, misal kehadiran sosok sperti JJ Rizal atau

artis itu punya daya tarik apalagi selain mereka berbicara di lokasi, di sosmed

mereka juga menyampaikan. Ya selain karena mereka memiliki popularitas kenal

mereka, mereka juga menyampaikan tentang Aksi Kamisan melalui medium-

medium lain atau sosmed, video Youtube jadi saya kira mereka punya pengaruh.

Tapi sejauh ini mengukur itu bisa dilihat dari Instagram atau Twitter komentar

retweet-nya ada berapa seperti itu. (Wawancara Sulaiman, 9 Agustus 2018)

Suciwati, menuturkan “…Apalagi begitu ada medsos, semakin berjalan.

Belum lg anak-anak yang jago membuat design jadi semua full terlibat. Jadi

mereka dibangun oleh kesadaran untuk terlibat pure volunteery. Juga fax dan

teman-teman media. Kalau sekarang signifikan memang lebih ke media sosial ya

sangat membantu, jadi anak yang sangat tidak tahu akhirnya tahu datang dan

belajar berbicara juga dan membawa teman. Juga kita melakukan beberapa

70
campaign. Jadi kita memang melakukan beberapa kampanye di beberapa tempat

juga.” (Wawancara, Suciwati, 24 September 2018)

3. Strategi Pelibatan Anak-Anak Muda

Aksi kamisan sebagai sebuah gerakan sosial berbasis HAM sejak awal

diikuti oleh para keluarga korban, dan lembaga penyintas saja. Seperti yang

disampaikan sebelumnya, 3 inisiator Aksi Kamisan merupakan korban

pelanggaran HAM masa lalu. Maria Sumarsih, ibunda korban Tragedi Semanggi

I, Suciwati, istri Aktivis Munir yang diracun, dan Bedjo Untung korban tragedi

‟65. Dalam 12 tahun aksi ini perjalanan mobilisasi partisipan pun mengalami

transformasi, penyesuaian konteks, serta penggunaan media yang berubah-ubah.

Di awal nya, Aksi Kamisan memanfaatkan kehadiran keluarga korban serta

penyintas yang biasanya tidak pernah lebih dari 20-30 orang per aksi. Octavia dari

Kontras, “…Awalnya dulu memang banyak korban dan lain-lain namun tidak

stabil pada masa aku mulai 2016-an itu biasanya hanya sekitar 20-an, mulai naik

jumlah peserta aksi itu sekitar 2017 sejak peringatan 2017, karena menurut aku

kurang komunikasi banyak pemuda yang hadir tapi tidak ada pendekatan pada

akhirnya mereka ya tidak hadir lagi”. (Wawancara, Octavia 25 Juli 2018)

Menyadari akan hal itu pihak inisiator serta lembaga penyintas kembali

menambahkan strategi mobilisasi partisipan untuk menyasar para anak muda. Dari

tingkatan sekolah menengah hingga mahasiswa. Pendekatan yang dilakukan tentu

berbeda ketika me-mobilisasi keluarga korban yang memang memiliki keterkaitan

emosional dengan tujuan dari Aksi Kamisan. Hal ini pun yang dilakukan oleh

pihak Kontras sebagai lemabaga yang sedari awal mendampingi Aksi Kamisan.

71
“Akhirnya aku (sebagai mewakili Kontras) membuat

strategi pendekatan dengan pemuda-pemuda yang baru/jarang hadir ke aksi

kamisan, kita ajak ngobrol, bicara, tanya-tanya, kasih kesempatan refleksi dan

lain-lain. Sehingga membangun ikatan emosional baik jadi cara mengajak ya

lewat komunikasi tersebut dan ada grup bagi teman-teman yang intens hadir di

Aksi Kamisan. Nanti mereka kita minta cari temannya setiap minggu 5 orang

misalnya, semacam MLM gitu.” (Wawancara, Octavia, 25 Juli 2018).

Tak berbeda jauh dengan ungkapan Referandum, dari LBH Jakarta,

“…Saya berharap ketika mereka hadir mereka mendapat pendidikan politik yang

baik sharing ilmu yang layak sehingga bisa diserbarkan ke teman-teman lain yang

concern dengan HAM. Karena memang biasanya mereka akan kembali lagi ke

Aksi Kamisan membawa teman-temannya setelah mereka hadir pada pertama

kali”

Suciwati juga mengungkapkan pentingnya peran anak-anak muda dalam

mobilisasi partisipan Aksi Kamisan, :

“Kalau saya lihat sekarang anak-anak muda ya sejak transformasi


dari keluarga korban, hingga ke pegiat muda dan mahasiswa-mahasiswa, Lalu ada
anak yg mengerti web design akhirnya dibuatkan web aksi kamisan dan mereka
semua tidak ada uang. Mereka pro bono semua. Secara sukarela membantu sesuai
dengan kemampuannya. Ketika 2011 aku pindah ke malang mulai lah aku
membuat 2014 mulai membuat aksi kamisan di malang, yang merupakan bagian
dari komitmen dari permasalahan yang blm diselesaikan. Ya mengggunakan
komunikasi dengan anak-anak muda yang sekarang di dunia aktivisme yaa kita
tau ya lebih medsos dan ruang-ruang yang kita lihat anak-anak muda gamau
hedon, akhirnya mereka memilih ruang-ruang aktivisme dan kemanusiaan, karena
itu akhirnya kita kasih wadah karena aku inget di UMM saat diundang disitu ada
maba (mahasiswa baru) dan panitianya sampai dipanggil Korem dll karena
mengundang aku. Kemudian anak maba tidak tahu kasus-kasus pelanggaran
HAM, aku tanya pernah tau gak kasus 98, ketika ditanya kasus HAM yg mereka

72
tau malah ya tentang buruh yang semisal tidak dibayar dengan layak jadi mereka
sendiri ndak tahu. Jadi inikan soal pendidikan dan informasi sehingga tidak engeh
soal itu, lalu aku coba bicara itu dan panitianya aku ajak diskusi. Karena kita tahu
mereka mempunyai massa (maba) jadi kita selalu melihat org-orang yang
memiliki massa/ tmn-teman yang bisa diajak. Itu yg membuat aksi kamisan hadir
di daerah-daerah. (Wawancara, Suciwati, Presidium JSKK, dikantor KontraS, 24
September 2018).

Vebrina, pegiat muda Aksi Kamisan juga menyampaikan bagaimana

membangun concern yang sama kepada muda-muda lainnya, “Justru yang seperti

itu yang harus dijangkau, misalnya ke teman-teman Universitas Sahid yuk

kamisan pasti mereka akan bertanya kenapa perlu ke kamisan? Dan juga

bagaimana kita jelasin dari dasar tapi tidak terkesan minta dikasihani, namun kita

gak memaksa, kita lebih supaya tergerak. Membangun kesadaran memang sulit,

kadang kita memancing dan mencari teman-teman misal dengan “Eh lo tau gak

sih kapan Munir dibunuh gitu-gitu?” Itu sebenarnya menurut gue lebih kayak

gimana taktis kita menyampaikan dan berbicara sih ya.” (Wawancara Vebrina, 9

September 2018).

Selain dengan strategi komunikasi dan melaui media sosial untuk menarik

partisipan muda Kontras juga melakukan diskusi, seperti “…Kita lebih ke sosmed

dan mengadakan diskusi publik, biasanya mahasiswa-mahasiswa. Dan kami juga

beri ruang bagi siswa SMA datang ke KontraS untuk perkenalan, dan lain-lain.

Dengan sosmed yang kuat kami terus gencarkan. Kita lebih sering berdiskusi

dengan publik dalam artian ranah yang dijamah langsung dengan pihak publik.”

(Wawancara Octavia, 25 Juli 2018)

73
Gambar III.11 Diskusi Publik di KontraS

Sumber Laman Instagram @Kontras_update

Dengan kolaborasi penggunaan media sosial yang tepat guna serta strategi

pendekatan lain yang dibangun, pegiat muda di Aksi Kamisan pun hadir

melibatkan eksistensi mereka sebagai bentuk upaya keberlangsungan sumber daya

aksi ini. Dengan pegiat muda yang memiliki semangat serta rasa simpati tinggi,

lama kelamaan jumlah yang hadir tiap Aksi Kamisan pun meningkat dengan baik

dan cenderung stabil hingga kini. Sumarsih, “…Kalau dari tren peserta grafik

kehadiran memang stagnan pada jaman SBY 35-40 orang, kalau Jokowi 50-70

orang setiap Aksi Kamisan, namun jikalau sedang banyak atau peringatan-

peringatan memang banyak. Lalu dahulu kan masih banyak korban yang hidup.

Lalu kan banyak yang meninggal, akhirnya anak muda pada simpatik. Seperti

SMA Kanisius sering mengirim siswanya ke Aksi Kamisan sebagai tugas sekolah

biasanya. Ada tren awal-awal kamisan yang hadir korban akhirnya meregenerasi

sekarang-sekrang seperti anak muda, mahasiswa, dan lain-lain. Namun

74
dipemerintah tidak ada regenerisasi.” (Wawancara Sumarsih, 17 Juli 2018).

Diperkuat oleh Octavia, “….Setau saya memang biasanya tidak stabil dan

fluktuatif sejak awal, namun sejak peringatan 10 tahun Aksi Kamisan sekarang

meningkat rata-rata minimal 50-an orang per-Aksi Kamisan.” (Wawancara

Octavia , 25 Juli 2018).

Dalam peringatan tema tertentu di Aksi Kamisan, partisipan yang hadir

pun akan meningkat dari angka biasanya yang bisa menyentuh angka 50-70

partisipan. Dalam wawancara yang disampaikan oleh Sulaiman, :

“Saya sih melihatnya, karena yang saya lihat hanya dalam skala
setahun. Dalam selama 2017 dari awal hingga Desember saya coba
kuantifikasikan melalui grafik. Ada polanya memang, kadang rendah, tinggi, jika
dilihat dari pola. Justru angka meninggi ketika ada momen tertentu atau dari
kedatangan tokoh tertentu. Bisa dilihat dari grafik tersebut kan ketika minat
tinggi.
Per-aksi kan kelihatan ada momen apa. Digrafik terlihat wah ini tinggi karena ada
momen Pilkada. Karena Aksi Kamisan kreatif, ada teater, orasi-orasi, kadang juga
biasa saja. Kadang bisa 100-an namun bisa juga kadang 10-20-an. Kalau hitungan
saya sederhana berdasarkan data kemarin, saya lihat berdasarkan grafik itu kapan
saat tinggi ada momen tersebut. Saya pernah membaca pengaruh tingkat
partisipasi dengan metode aksi. Dan berdasarkan yang saya baca itu bahwa aksi
yang diam/duduk/ justru lebih banyak partisipan dan lebih bisa bersifat long term.
Namun jika dengan metode aksi boikot justru lebih mudah possibility terjadi
kekerasan dari pihak keamanan ke teman-teman melakukan aksi” (Wawancara
Sulaiman, 9 Agustus 2018).

Tabel III.1. Jumlah Partisipan dalam 40 minggu terakhir

Tanggal Jumlah Kehadiran


540 - 31/05/2018 +-100 orang
541 – 07/06/2018 62 orang
542 – 28/06/2018 62 orang
543 – 05/07/2018 47 orang
544 – 12/07/2018 91 orang
545 – 19/07/2018 97 orang

75
546 – 19/07/2018 117 orang
547 – 02/08/2018 233 orang
548 – 09/08/2018 74 orang
549 – 16/08/2018 87 orang
550 – 23/08/2018 73 orang
551 – 30/08/2018 81 orang
552 – 06/09/2018 253 orang
553 – 13/09/2018 86 orang
554 – 20/09/2018 131 orang
555 – 27/09/2018 70 orang
556 – 04/10/2018 66 orang
557 – 11/10/2018 62 orang
558 – 18/10/2018 110 orang
559 – 25/10/2018 -
560 – 01/11/2018 -
561 – 08/11/2018 153 orang
562 – 15/11/2018 90 orang
563 – 22/11/2018 54 orang
564 – 29/11/2018 96 orang
565 – 06/12/2018 139 orang
566 – 13/12/2018 104 orang
567 – 20/12/2018 63 orang
568 – 03/01/2019 47 orang
569 – 10/01/2019 106 orang
570 – 17/01/2019 460 orang
571 – 24/01/2019 104 orang
572 – 31/01/2019 72 orang
573 – 07/02/2019 64 orang
574 – 14/02/2019 83 orang
575 – 21/02/2019 122 orang
576 – 28/02/2019 400 orang
577 – 14/3/2019 96 orang
578 – 21/3/2019 172 orang
579 – 28/3/2019 215 orang

Sumber : Maria Sumarsih berdasarkan data yang dihimpun Vebrina Monica


(Pegiat muda Aksi Kamisan)

76
Perhitungan kehadiran dilakukan pada saat kegiatan Aksi Kamisan, cara

penghitungan kehadiran dilakukan oleh pegiat muda, yaitu Vebrina dan Rivani.

Saat kegiatan aksi sudah dimulai dengan posisi melingkar dengan ada space

dibagian tengah. Rivani dan Vebrina akan berkeliling searah jarum jam untuk

menghitung serta mendata kehadiran. Selain dihitung mereka juga akan bertanya

asal partisipan, apakah keluarga korban, mahasiswa, atau bahkan media.

(Observasi pada Aksi Kamisan ke-562 [Tema: Kasus Semanggi dan Trisakti], 15

November 2018).

Tabel diatas merupakan cakupan jumlah partisipan yang hadir dalam Aksi

Kamisan selama 40 minggu terakhir. Seperti data yang bisa dilihat bahwa batas

paling sedikit adalah 47 orang itupun tidak banyak. Rata-rata dikisaran 90-an

orang hadir dalam Aksi Kamisan. Dalam data diatas bisa terlihat ada tanggal

tertentu Aksi Kamisan berhasil mencapai partisipan diangka 400 orang, yaitu di

Aksi Kamisan ke 570 dan 576. Di aksi ke-570 merupakan peringatan 12 tahun

Aksi Kamisan, dengan mengusung tema 12 Tahun Kamisan Pemilu Hampa. Dan

di aksi ke 576 tema yang diangkat pada aksi Kamisan adalah Menolak

Kembalinya Dwifungsi TNI. Bisa dilihat ketika sedang ada peringatan tertentu

maupun isu nasional yang sedang hangat, angka partisipan akan melonjak tajam

terlebih lagi informasi di media sosial dibuat sangat menarik.

77
Gambar III.12 Peringatan 12 Tahun Kamisan

Sumber Marhaen Press

Salah satu contoh lainnya adalah dalam peringatan kematian Munir, ada refleksi

dari Suciwati (Istri Munir, Presidium JSKK), penampilan musisi idealis, hingga

pembacaan puisi dari pegiat muda Aksi Kamisan.

Gambar III.13 Peringatan Kematian Munir di Aksi Kamisan

Sumber Portal Berita BeritaSatu

78
Gambar III.14 Suciwati dalam Peringatan Kematian Munir

Sumber Portal Berita CNN Indonesia

Mesy Octavia mewakili KontraS pun menyampaikan upaya meyakinkan

teman-teman muda dalam kepedulian terhadap kasus HAM dan ikut ber-

partisipasi dalam Aksi Kamisan,:

“Cara kita meyakinkan anak muda, salah satunya mewadahi


mempertemukan teman-teman pegiat muda dengan para korban untuk berbicara
berbagi sejarah dan berdiskusi. Karena beberapa korban masih memiliki bukti
fisik hasil kekerasan HAM masa lampau. Setelah bertemu, kita di Aksi Kamisan
sering undang pakar sejarah untuk memuaskan rasa penasaran dan ingin tahu
teman-teman muda. Dan ada banyak lembaga seperti LBH, Setara, Imparsial.
Saya katakan bahwa kalau hanya saya yang cerita kamu kurang “kena” akhirnya
kami wadahi teman-teman sejarawan dan menganjurkan website-website terkait
kasus yang pernah terjadi. Bukti fisik dan korban sangat membantu teman-teman
aware dengan Aksi Kamisan dan mengajak teman-teman yang lain.” (Wawancara
Octavia, 25 Juli 2018)

Upaya yang dilakukan ini merupakan bentuk keyakinan bahwa aksi ini

tidak hanya melibatkan korban maupun lembaga penyintas, namun masyarakat

79
dalam hal ini muda-muda bisa menjadi indikator bahwa persoalan HAM adalah

masalah bagi semua masyarakat, bukan hanya beberapa golongan yang terlibat.

Citra Referandum, “…Kesetiaan untuk berjuang akhirnya banyak mengetuk pintu

hati masyarakat banyak akhirnya Kamisan tetap ada dan bahkan berlipat ganda di

beberapa kota/daerah. Dan mereka mengangkat tema di daerahnya tersendiri.

Karena awalnya Aksi Kamisan menuntut pelanggaran HAM masa lalu, makanya

berkembang tiap minggu tema yang kita angkat berbeda. Banyak teman-teman

masyarakat yang hadir ke Kamisan untuk speak up di Kamisan. Kami pun

membuka diri untuk semua teman-teman terkait di Aksi Kamisan. Karena

haikatnya Aksi Kamisan bisa berjalan rodanya karena pegiat muda. Selain itu juga

ada lapisan keluarga korban penyintas, organisasi yang mendampingi (bukan

hanya saat aksi) mereka juga melakuan peng-organisasian terhadap teman-teman

Aksi Kamisan. Simpel kita lihat wah dia rajin hadir ya kita ajak ngobrol

nongkrong akhirnya kita libatkan dalam meng-organize Aksi Kamisan.”

(Wawancara Referandum, 2 Agustus 2018).

Jangkauan anak-anak muda pun menjadi tujuan para pegiat untuk

meningkatkan kepedulian serta partisipasi dalam Aksi Kamisan. Salah satunya

melalui kampus sebagai lumbung anak-anak muda yang seharusnya memahami

kasus-kasus pelanggaran HAM dengan baik. “…..Banyak yang hadir saja bisa

selanjutnya hadir membawa teman-teman lain untuk refleksi. Roadshow kampus-

kampus penting sering dilakukan Ibu Sumarsih. Malah beberapa kampus

mengundang kita, walau kita tidak secara explisit membawa tema Aksi Kamisan.

Namun memang hak berkait HAM yg diangkat di roadshow kampus seperti kasus

80
Munir,1998, juga pemutaran dokumenter misalnya” (Wawancara Referandum, 2

Agustus 2018).

Gambar III.15 Diskusi Kasus Munir di Universitas

Sumber Google diakses pada 29 Maret 2018

Sulaiman, merupakan seorang Akademisi yang sekitar 2 tahun lalu juga

melakukan penelitian tentang Strategi Framing dari JSKK (Jaringan Solidaritas

Korban untuk Keadilan). Ia juga menuturkan bagaimana mobilisasi mahasiswa

dari mulai ikut hadir, ber-partisipasi hingga terlibat Aksi Kamisan, :

“Berdasarkan wawancara dengan Sumarsih ada diskusi-diskusi,


cetak buku kan itu juga bagian dari menyampaikan pesan dan selebihnya
merekrut. Ada mahasiswa STF yang saya wawancara yang bercerita bahwa
mereka di kampusnya ada acara yang berkaitan dengan isu HAM sehingga BEM-
nya mengundang teman-teman Aksi Kamisan/lembaga terkait. Disamping itu
memang organisasi kampus namun tidak terlibat secara langsung. Biasanya
mereka membuat acara kampus seminar. Jadi selain sosmed yang efektif adalah
gerakan yang dilakukan organisasi pendamping. Ada mbak dari UI yang kenal

81
Aksi Kamisan dari acara sekolah HAM inikan menjadi medium memungkinkan
mahasiswa untuk terlibat dan mengenal Aksi Kamisan tersebut. Dari Universitas
Bakrie juga cerita bahwa mereka memiliki grup Line yang bergabung banyak
mahasiswa lintas kota, yang dibahas isu HAM dan Aksi Kamisan jadi saling
sharing pengetahuan. Tapi saya tidak tahu tentang keterlibaran Aksi Kamisan di
kota-kota yaitu di Bandung, Jogja, Malang, Surabaya, dan lain-lain/ yang dialami
apakah muncul sendiri atau ada pengaruh dari yang di Jakarta/ diorganize atau
seperti apa pola-polanya serta penggerak dari di Jakarta karena hal tersebut pun
menjadi medium yang kuat” (Wawancara Sulaiman, 9 Agustus 2018).

Guna memaksimalkan upaya mobilisasi partisipan, terlebih lagi teman-

teman muda, berdasarkan pantauan di media sosial Aksi Kamisan pun membuat

wadah baru untuk diskusi selain dari diskusi yang diselenggarakan oleh lembaga

terkait. Diskusi dinamakan “Ngaso Malam Kamis” dan ini bukan hanya seperti

diskusi biasa, kegiatannya selain membahas tema tertentu, namun juga melakukan

nonton serta bedah film yang terkait dengan sosial politik, HAM maupun Aksi

Kamisan secara langsung. Dalam kegiatan Ngaso Malam Kamis ini selalu

diadakan pada rabu malam atau sebelum keesokan hari nya menjelang Aksi

Kamisan di Kios Ojo Keos ( Lebak Bulus ). Kegiatan tersebut diisi oleh

narasumber terkait, akademisi, hingga pegiat Aksi Kamisan. Diskusi ini terbuka

untuk umum, dan terbatas karena tempat yang relative sedang. Dengan hadirnya

“Ngaso Malam Kamis” para pegiat Aksi Kamisan menghadirkan wadah strategi

baru untuk memobilisasi partisipan aksi. Para anak muda yang tertarik dengan

dunia diskusi juga film panjang maupun pendek sarat makna bisa ikut hadir dalam

kegiatan tersebut. Sehingga nantinya diharpakan kepedulian terhadap HAM bisa

tumbuh dan memahami pentignya Aksi Kamisan.

82
Gambar III.16 Poster Kegiatan Ngaso Malam Kamis

Sumber Laman Instagram Aksi Kamisan

Dengan adanya diskusi rutin Ngaso Malam Kamis, merupakan tindak

lanjut strategi mobilisasi yang dijalankan teman-teman pegiat Aksi Kamisan,

supaya aksi ini tetap ada. Hadirnya diskusi mingguan, nonton bersama lalu bedah

film, hingga media sosial yang aktif merupakan sebuah bentuk komitmen

transformasi para pegiat guna keberlangsungan sumberdaya partisipan Aksi

Kamisan. Usia 12 tahun berjalan menjadikan aksi ini semakin matang dan ter-

organisir dengan baik, guna mencapai tujuan yang dituntut kepada pemerintah.

83
4. Strategi Pengembangan Isu

Hadirnya Aksi Kamisan memang di inisiasi oleh para korban pelanggaran

HAM berat masa lalu. Namun bisa berjalan konsisten seperti sekarang selama 12

tahun bukan hanya upaya dari kasus para inisiator saja. Aksi kamisan menjadi

sebuah wadah terbuka dan bebas bagi siapapun yang ingin menyuarakan keadilan.

Karena aksi ini bukan dimiliki oleh individu maupun perseorangan.

“Dengan upaya ini seiring berjalan waktu semakin menjadikan


Aksi Kamisan sebuah gerakan yang kokoh dan mumpuni dalam
menjalankan gerakan sosial. Semakin besar pula pengaruh sosialisasi serta
rekrutmen dari gerakan sosial Aksi Kamisan ini. Aksi Kamisan juga
menegaskan bahwa gerakan ini tidak dimiliki hanya sebuah lembaga atau
secara pribadi berdasarkan wawancara dengan Citra Referandum dari LBH
Jakarta. “…menurut saya akan gagal gerakan Aksi Kamisan ini jika
masyarakat dan kita mengira bahwa aksi ini dimiliki oleh perseorangan
ataupun suatu lembaga.” (Wawancara, Referandum, 2 Agustus 2018)

Asas keterbukaan terlihat jelas dalam Aksi Kamisan. Gerakan ini tidak

bersifat eksklusif hanya berpihak pada pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu

saja, atau hanya memberi ruang bagi lembaga terkait. Karena semakin terbukanya

kelompok, maka akan semakin mungkin mempunyai jaringan yang lebih banyak

(Anheier 2003:64-70). Aksi Kamisan semakin hari semakin menjadi wadah bagi

beberapa pihak atau kelompok yang dirugikan Negara untuk menyampaikan

concern-nya masing-masing. “…Aksi Kamisan bisa menjadi wadah bagi LSM-

LSM seperti ICW, Migrant Care mereka bisa menggunakan ruang tersebut”

(Wawancara Sumarsih, 17 Juli 2018). Lalu Sulaiman, “Bahkan Kamisan ini

menjadi medium bagi orang-orang yang merasa hak-hak dilanggar. Misal rumah

di gusur, isu LGBT, Salim Kancil, akhirnya disuarakan mereka mediumnya lewat

84
Aksi Kamisan. Karena Kamisan juga tetap relevan dengan isu-isu sekarang.”

(Wawancara, Sulaiman, 9 Agustus 2018)

Diperkuat juga dengan pernyataan Referandum, “. Sekarang Aksi Kamisan

masih diangap perlu, karena pelanggaran HAM masih ada, negara belum

menuntaskan, sebagai wadah masyarakat, sebagai gerakan sosial, sebagai

penddikan politik. Seperti buruh PT. Freeport yang hadir tadi. Karena awalnya

Aksi Kamisan menuntut pelanggaran HAM masa lalu, makanya berkembang tiap

minggu tema yang kita angkat berbeda. Banyak teman-teman masyarakat yang

hadir ke Kamisan untuk speak up di Kamisan. Kami pun membuka diri untuk

semua teman-teman terkait di Aksi Kamisan” (Wawancara Referandum, 2

Agustus 2018).

Terlebih lagi lembaga-lembaga tersebut yang menjadikan Aksi Kamisan

sebagai wadah merupakan kumpulan masyarakat yang dikecewakan pihak

superior. Seperti yang disampaikan, Hadiwinata (2003) menyatakan bahwa NGO

merupakan suatu organisasi yang melayani kepentingan kaum yang

termarginalisasi (dikutip dari Sujatmiko, 2012).

Suciwati menyampaikan terkait pengembagan isu dalam Aksi Kamisan

ini,

“…seperti misal saya diundang di universitas atau suatu tempat di


mana saya selalu cerita tentang aksi ini baik di nasional maunpun
internasional. Tiba-tiba banyak yang tertarik awalnya ada yang sms saya
dari Palangkalaraya, “Bu saya mau buat aksi seperti ini di daerah kami”,
akhirnya lalu menular. Kita juga sangat merasa gembira karena banyak
sekali anak muda yang tertarik. Mereka mulai membawa dan mendengar
kasus-kasus lainnya. Bahkan di beberapa universitas saya beritahu tentang
Aksi Kamisan ini jadi mereka ber inisiatif untuk menghadirkan di

85
daerahnya sendiri, namun juga memang yang sangat berperan itu media
sosial. Dan juga soal kedekatan personal tapi maksudnya komunikasi
sangat membantu. Bagaimana yang tidak tahu ya kita beritahu, lalu
mereka datang, lalu mulai rutin. Awalnya mereka juga hadir dari daerah ke
acara-acara KontraS atau LBH Jakarta misalnya, mereka kemudian ikut
membuka aksi ini di daerahnya. Meskipun ada yang langsung hubungin
saya” (Wawancara, Suciwati, 24 September 2018).

Sebagaimana Aksi Kamisan tidak membatasi hal tersebut dan kemudian

menjadi wadah serta inspirasi bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan

penyuaraan keadilan.

B. Faktor-Faktor Penghambat dan Pendorong dalam Mobilisasi

Partisipan Aksi Kamisan

1. Faktor Penghambat Mobilisasi Partisipan

Perjalanan Aksi Kamisan, bukan waktu yang singkat namun juga bukan

waktu yang lama. Jikalau berbicara angka 12 tahun dalam sejarah aksi ini, tentu

sebuah pencapaian panjang, namun jika dilihat secara luas perjalanan masih

sedikit bahkan aksi ibu-ibu di Argentina, Mother of Plaza de Mayo menempuh

waktu 30 tahun hingga akhirnya apa yang dituju tercapai. Begitu juga dengan aksi

ini yang masih terus berjuang dan berusaha mencapai yang dicita-citakan. Selama

tahun berjalan para partisipan yang hadir silih berganti dating juga pergi. Untuk

terus menjaga eksistensi Aksi Kamisan yaitu dengan adanya partisipan yang hadir

juga terlibat. Setiap usaha, juga strategi yang dilakukan dalam mobilisasi

86
partisipan tentu mengalami banyak situasi, baik faktor pendorong maupun faktor

penghambatnya.

Hakikat hadirnya Aksi Kamisan pada mulanya merupakan bentuk kolektif

para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM berat terhadap

pemerintah. Saat ada paguyuban JSKK pun mereka sebelumnya sudah memiliki

komunitas yang berisi para korban tersebut. Sehingga Aksi Kamisan diikuti oleh

para keluarga korban yang pantang menyerah menuntut keadilan atas tindakan

pihak maupun oknum pemerintah. Seperti yang diungkapkan Sumarsih, Presidium

JSKK, “…dahulu kan msh banyak korban yang hidup. Lalu kan banyak yang

meninggal, akhirnya anak muda pada simpatik. Ada tren awal-awal kamisan yang

hadir korban akhirnya meregenerasi sekarang-sekrang seperti anak muda,

mahasiswa, dan lain-lain” (Wawancara dengan Sumarsih, Presidium JSKK, 17

Juli 2018).

Perihal korban yang menjadi hambatan pun diutarakan oleh Mesy Oktavia,

KontraS:

“Akhir-akhir ini sekarang korban banyak yang sudah meninggal,


sakit, atau yang kesulitan secara ekonomi. Kamipun sudah tidak bisa memaksakan
keadaan yang sudah tidak memungkinkan. Korban-korban yang sudah tua bilang
bahwa kalian masih muda harus semangat terus memperjuangkan penyelesaikan
keadilan ini. Karena semakin hari semakin terlihat akar-akar keburukan yang
harus diungkap. Seperti Bu Sumarsih sempat katakan harusnya saya tidak ada lagi
disini bukan saya yang bersuara tapi kalian semua.” (Wawancara Oktavia , 25 Juli
2018)

Citra Referandum, sebagai perwakilan dari lembaga penyintas LBH

Jakarta menyampaikan bahwa hambatan perihal mobilisasi partisipan pasti ada,

87
namun kehadiran banyak maupun sedikit dalam Aksi Kamisan tidak bisa menjadi

tolak ukur dalam keberhasilan suatu gerakan sosial. “…Sulit ya aku jelaskan kalau

dari eksternal, mesti fluktuatif Aksi Kamisan selalu dihadiri oleh teman-teman

baru. Jadi mereka biasanya dari luar kota terus terinspirasi untuk membuat Aksi

Kamisan di kotanya. Biasanya mereka tau info dari sosmed, karena kita tau bahwa

Aksi Kamisan dilakukan secara mandiri mobilisasinya. Kita tidak melakukan

mobilisasi rekayasa yang kami biayai. Karena butuh ongkos dan lain sebagainya.

Belum lagi tentang waktu yang terbatas, tidak selalu semua teman-teman

penyintas bisa hadir setiap Kamis. Dan banyak sedikitnya yang hadir di Aksi

Kamisan tidak menjadi tolak ukur keberhasilan suatu gersos (gerakan sosial).

Percuma banyak hadir namun tidak tau apa yang sebenarnya dilakukan”.

(Wawancara Citra Referandum dari, 2 Agustus 2018)

Sulaiman, Akademisi dalam wawancara juga mengatakan bahwa

bagaimana pihak korban yang sudah cukup sulit untuk hadir dalam Aksi Kamisan.

Persoalan usia, jarak, serta keuangan yang tidak bisa dipaksakan. “…Jadi poin

kendala menurut saya adalah kesibukan masing-masing, kendala korban yang

sudah tua, dan karena (sukarela) kerelaan ini yang terkadang tidak dimiliki semua

teman-teman yang hadir. Kalau dari paguyuban JSKK-nya ya tergerak, namun

teman-teman yang hadir memang punya concern dengan kasus pelanggaran

HAM”. (Wawancara dengan Sulaiman, Akademisi, di kediaman informan

Ciputat, 9 Agustus 2018).

88
Maria Sumarsih, seorang ibu korban Tragedi Semanggi I, Presidium

JSKK, juga inisiator dari hadirnya Aksi Kamisan. Ia pernah menyampaikan, “…..

Ada tren awal-awal kamisan yang hadir korban akhirnya meregenerasi sekarang-

sekrang seperti anak muda, mahasiswa, dan lain-lain”. Namun hingga 12 tahun

berjalan pun ia tetep tegar dan teguh setiap kamis hadir didepan Istana Negara

bersama pegiat aksi lainnya demi menuntut keadilan atas berbagai pelanggaran

HAM. Usianya sudah senja, memasuki usia 67 pada bulan Mei tahun ini, namun

ia menjadi satu-satunya keuarga korban yang selalu hadir tiap kamis, tubuhnya

mungil namun semangatnya besar. 2 insiator lainnya tidak bisa setiap kamis hadir,

Suciwati berdomisili di Malang, namun dalam setiap beberapa minggu ia tetap

hadir ke Jakarta. Sedangkan Bedjo Untung (Presidium JSKK), inisiator sekaligus

korban Tragedi ‟65 sudah tidak memungkinkan untuk hadir setiap mingu

dikarenakan faktor umur dan kesehatan yang mulai menyesuaikan usianya.

Ungkapan Suciwati dalam hambatan mobilisasi partisipan Aksi Kamisan,

selain tentang korban yang sudah tua dan tak memungkin ia menyampaikan

betapa pentingnya memberi dukungan semangat untuk terus meyakini bahwa akan

banyak partisipan baru yang hadir, juga untuk berbesar hati dengan aksi ini ,:

“Pasti ada ya posisi dimana kita yang teman-teman diajak namun


tidak hadir. Sempat dikeadaan yang biasanya selalu hadir malah mendadak gak
hadir semua. Kita selalu menyemangati yg lain bahwa gapapa yang lama tadi
hadir yang penting ada teman-teman yang baru yang justru penting sebagai tulang
punggung. Sejak itulah ibu-ibu korban itu semakin semangat, ada juga ibu-ibu tua
dan lain sebagainya yang jauh dari Tangerang mungkin sekarang sudah
meninggal,beberapa sudah meninggal ya karena faktor usia saya pikir itu
merupakan cermin betapa mereka luar biasa ya, apalagi kasus 65 sudah berapa
lama yakan? Dan luar biasa pula penolakan pemerintah terhadap kasus itu, dan

89
saya selalu semangati untuk harus terus semangat karena ini adalah perjuangan
untuk cinta bagaimana kita mencintai anak ikita, suami kita (suami saya misal),
lalu orang- orang yang dibunuh belum mendaptkan keadilan juga teman-teman
keluarga korban yg dibakar, ditembak, itu merupakan bagian dari rasa cinta
terhadap mereka sehingga kita berada disitu. Dan cinta kita kepada saudara-
saudara kita sebangsa dan setanah air, supaya ini jangaa terjadi lagi cukup kita
saja, makanya kita selalu mendorong pemerintah ntuk menyelesaikan hal ini. Itu
yang selalu membuat kita bersemangat bahwa ada sesuatu yang kita perjuangkan ,
hidup tidak hanya makan dan tidur.” (Wawancara Suciwati, 24 September 2018).

Kehadiran korban maupun keluarganya memang seharusnya menjadi

jantung dari Aksi Kamisan. Namun seperti yang disampaikan narasumber, bahwa

waktu bergulir tahun menahun, kasus pelanggaram HAM masa lalu sudah

puluhan tahun, sehingga para keluarga dan korban sudah termakan usia. Hal inilah

yang menyebabkan tren kehadiran korban pun menurun dan berstransformasi ke

para pegiat muda. Sehingga dalam perjalananya berdasarkan wawancara

mendalam, para narasumber menyatakan bahwa korban yang menjadi tantangan

terbesar dalam mobilisasi partisipan ini.

2. Faktor Pendorong Mobilisasi Partisipan dalam Aksi Kamisan

18 Januari 2007 merupakan tanggal kelahiran Aksi Kamisan, pada era

Kepresidenan SBY atau Susilo Bambang Yudhoyono. Selama perjalanan 12 tahun

tentu bukan usia yang pendek dan mudah dalam memastikan kegiatan Aksi

Kamisan berjalan dengan baik. Eksistensi hadirnya aksi ini sebagai pengingat

besar bahwa Negara masih memiliki banyak hutang terhadap warganya sendiri,

yaitu penegakan keadilan atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu hingga

berjalan. Terutama perihal mobilisasi partisipan, sebagai moda terpenting dalam

aksi ini, para inisiator pun menempuh berbagai upaya dan strategi dalam me-

90
mobilisasi partisipan untuk Aksi Kamisan. Seperti yang penulis sebutkan diatas,

yaitu jaringan personal, jaringan sosial, ORNOP (Organisasi Non Pemerintah),

hingga kaum muda-muda yang kreatif. Namun tentu dalam upaya tersebut

memiliki faktor penghambat dan pendorong, dalam hal ini penulis akan mengurai

faktor pendorong mobilisasi partisipan berdasarkan wawancara serta observasi

yang dilakukan.

Dalam mewawancarai beberapa narasumber tentu memberikan pandangan

serta perspektif masing-masing, dan 2 poin penting faktor pendorong dalam

mobilisasi Aksi Kamisan yang disampaikan Mesy Octavia,KontraS adalah:

“Selain sosmed, pasti anak-anak muda. Karena mereka sangat


mendorong dan membantu kita menciptakan masa yang lebih banyak, memang
sosmed itu berkembang sekali. Selama 10 tahun Aksi Kamisan, memang sosmed
kita belum gencar dan teman-teman yang hadir hanya 20-an, hingga akhirnya ada
satu orang yang membantu sosmed Aksi Kamisan untuk digencarkan. Orang-
orang ini sekarang di Youth Proactive. Instagram ketika sudah mulai update
langsung booming dan teman-teman responnya tinggi. Karena sosmed aktif tiap
minggu ada info terkait di Instagram. Juga guru/dosen sangat membantu mereka
sebagai akademisi yang concern dengan Aksi Kamisan sehingga menularkan hal
tersebut ke mahasiswanya. Karena beberapa mahasiswa/siswa nya diarahkan
untuk hadir ke Aksi Kamisan, semisal diberikan tugas atau mengisi Aksi Kamisan
supaya lebih concern. Seperti kemarin dosen Gunadarma, dan UNAIR mereka
yang concern akhirnya datang ke Aksi Kamisan lalu kami berikan wadah untuk
orasi ilmiah dalam Aksi Kamisan. Karena beberapa kasus pelanggaran HAM di
kota-kota lain hadir ke Aksi Kamisan seperti Tumpang Pitu, Kulonprogo, hingga
akhirnya teman-teman daerah tersebut hadir ke Aksi Kamisan, kami share ke
sosmed dan akhirnya tersebar luas dengan mengangkat tema tertentu. Karena
kami tidak pernah membatasi teman-teman yang butuh wadah menyampaikan
kasus permasalahan yang dihadapi. Karena tiap Kamis juga kami mengirim surat
ke Presiden melalui Mensesneg terkait kasus yang sedang hadir sekarang. Bukan
hanya kasus masa dahulu sekarang kita sudah terbuka dengan kasus-kasus
terkini.” (Wawancara dengan Mesy Octavia dari KontraS, di kantor KontraS, 25
Juli 2018).

91
Sebagai perwakilan dari KontraS, sebagai lembaga pendamping utama di

Aksi Kamisan, Mesy Octavia mengatakan bahwa ada keharusan untuk selalu

mendampingi, hadir serta me-mobilisasi partisipan. Karena awal mula hadir

korban memang dari lembaga KontraS sebagai wadah yang menaungi para korban

pelanggaran ham. Baru kemudian seiring berjalan tahun Aksi Kamisan

didampingi lembaga lain seperti LBH Jakarta.

Citra Referandum dari LBH Jakarta juga mengungkapkan bagaimana

pengaruh media sosial dan teman-teman muda dalam proses mobilisasi partisipan,

“…Sosmed sangat membantu dan sangat cepat. Semua serba cepat melalui

sosmed untuk koneksi ke seniman, public figure, dan lain-lain. Sehingga

kemudahan itu yang kita alami, seperti dari gerai Filosofi Kopi yang hadir (Rio

Dewanto) untuk ikut membantu berjuang. Melalui banyak diskusi, teman-teman

muda dikembangkan kapasitasnya terus menerus. Juga diskusi dari kampus-

kampus sehingga teman-teman semakin banyak tahu tentang Aksi Kamisan. Dan

banyak hadir kesini. Semisal tugas sekolah seperti mbak (penulis). Banyak yang

hadir saja bisa selanjutnya hadir membawa teman-teman lain untuk refleksi”

(Wawancara dengan Citra Referandum dari LBH Jakarta, dilokasi Aksi Kamisan

2 Agustus 2018).

Sejalan dengan penuturan Mesy Octavia dan Citra Referandum yang

merupakan perwakilan dari KontraS dan LBH Jakarta, Aldo Marchiano Kaligis

dari Amnesty Internasional menyatakan, “Dalam melakukan mobilisasi publik,

Aksi Kamisan bersama dengan koalisi LSM menyatu atas landasan menjadi

92
pengingat pemerintah atas banyaknya kasus pelanggaran HAM masa lalu yang

tidak kunjung diselesaikan.” (Wawancara dengan Aldo M. Kaligis, Amnesty

Internasional, 13 September 2018).

Dalam perspektif Sulaiman, Akademisi ia memiliki pandangan lain

tentang faktor pendorong mobilisasi partisipan dalam Aksi Kamisan. Menurut

pandangan Sulaiman setelah melakukan penelitian juga, bahwa kehadiran kasus-

kasus itulah yang menjadi faktor pendorong terkuat. “…Kalau faktor pendorong

menurut saya adalah ya persoalan HAM itu sendiri. Menurut Pak Bedjo sampai

mati, sampai langit runtuh pun saya akan tetap berdiri menuntut keadilan. Dia jadi

korban kasus 65, begitu pula dengan Ibu Sumarsih yang anaknya ditembak oleh

oknum negara. Kalau menurut saya yang membuat mereka bertahan adalah

mereka terrs menentut. Selain itu adalah adanya kepentingan untuk

memperjuangkan kemanusiaan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok atau

organisasi/lembaga yang memperjuangkan persoalan HAM. Seperti Kontras,

LBHI, jadi saya kita itulah yang membuat menjadi poin mereka tetap bertahan.

Karena saya lihat organisasi pendamping ini semacam KontraS, LBH. Mereka

punya kepentingan untuk memperjuangkan kasus HAM ini. Karena sebetulnya

banyak kasus HAM ini sudah dilaporkan, ada persoalan yang berhenti di tahap

kejaksaan, ada yang sudah tahap lanjutan namun kekecewaan mereka bahwa

bukan aktor sesungguhnya yang tidak tersentuh seperti kasus Munir. Kalau ini

dari pihak korban dan lembaga pendamping itu.” (Wawancara dengan Sulaiman,

Akademisi, 9 Agustus, 2018).

93
Menurut pandangan Sulaiman, selama masih ada terus kasus pelanggaram

HAM baik masa lalu yang belum terselesaikan maupun yang terkini hal tersebut

akan selalu menjadi pendorong dalam mobilisasi partisipan. Karena dengan

adanya juga dukungan dari lembaga yang mempunyai tujuan perlindungan HAM,

akan menjadi sebuah alasan serta ujung tombak untuk terus memobilisasi

partisipan guna keberlangsungan Aksi Kamisan. Sulaiman menuturkan,

“,,,Menurut saya poinnya adalah dari sisi korban mereka masih menuntut

keadilan. Kalau dari perspektif idealisme mungkin organisasi sayap pendamping

ini memperjuangkan idealismenya masing-masing, yaitu kemanuisaan, HAM, dan

tetap mempertahankan concern ini sehingga bisa berpengaruh hingga masa

selanjutnya jikalau sekarang saja sudah dianggap sepele terhadap pelanggaran

HAM. Bagaimana pula dengan kedepannya?” (Wawancara Sulaiman, 9 Agustus,

2018).

Vebrina dan Rivani merupakan pegiat muda Aksi Kamisan, keduanya

masih menjadi mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta dan Ciputat. Keduanya

setiap hari hadir di aksi tersebut, kecuali dalam halangan tertentu. Menurut

Vebrina, faktor pendorong dalam mobilisasi partisipan adalah peringatan atau

tema khusus dalam Aksi Kamisan, “…Yang memudahkan mendorong ya

sebenarnya mengajak itu sulit tergantung orangnya. Sekarang sih karena ada

event-event peringatan tertentu kaya sekarang soal Munir, atau angka bulat Aksi

Kamisan, atau ada yang mau tampil. Jadi bisa menarik teman-teman deh.”

Wancara dengan Vebrina Monica, pegiat muda Aksi Kamisan, 6 September

2018).

94
Setelah perjalanan 12 tahun berjalan pun massa Aksi Kamisan memang

pernah bertemu dengan Jokowi akhir tahun lalu saat peringatan reformasi di Aksi

Kamisan. Momen itu sangat dinanti, sebab hal tersebut menjadi tujuan awal massa

menggelar aksi di depan Istana Negara setiap pekan. Tetapi, bagi Komisi Untuk

Orang Hilang dan Kekerasan (KontraS), pertemuan dengan mantan Gubernur DKI

itu pada Kamis kemarin bukan suatu hal yang istimewa. Sebab, Jokowi sudah

sejak awal menjanjikan penuntasan kasus-kasus HAM berat di masa lalu akan

menjadi bagian dari program kerjanya. Namun sebagai bukti, hingga saat ini

hanya bisa dihitung menggunakan jari berapa kasus pelanggaran HAM yang

diusut oleh pemerintahan Jokowi-JK. Aktivis HAM yang juga pernah menjadi

Ketua KontraS, Haris Azhar, bahkan tegas mengatakan pertemuan yang dilakukan

Jokowi dengan perwakilan massa Aksi Kamisan sekedar gimmick demi

kepentingan pemilu 2019. (Sumber

https://www.idntimes.com/news/indonesia/margith-juita-damanik/massa-aksi-

kamisan-ragukan-niat-jokowi-tuntaskan-kasus-ham ).

Aksi Kamisan merupakan hasil kolaborasi dari keluarga korban, lembaga

pendamping, pegiat muda, hingga masyarakat luas bahwa keadilan harus hadir.

Negara bertanggung jawab atas seluruh peristiwa yang terjadi, Negara seharusnya

menjadi tonggak keadilan yang diidamkan seluruh elemen penguat Aksi Kamisan.

Selama keadilan belum tumbuh, selama itu pula aksi ini dan bahkan aksi-aksi

lainnya akan bermunculan di kancah masyarakat Indonesia.

95
Maria Sumarsih dan Suciwati, merupakan bagian dari keluarga langsung

korban pelanggaran HAM berat, mereka menuturkan apa yang paling mendorong

upaya mereka untuk terus memobilisasi partisipan Aksi Kamisan. Cinta, cinta

kasih mereka seperti bara api yang menyala terhadap sang anak serta suami

bertransformasi menjadi sebuah keinginan kuat untuk memperjuangkan keadilan.

96
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Aksi Kamisan merupakan wadah penyuaraan ketidak-adilan bagi keluarga

korban pelanggaran HAM dimasa lalu, walau dalam perjalanannya mereka

semakin membuka diri terhadap kasus-kasus terkini yang dialami oleh masyarakat

tanpa ikatan politis.

Dalam upaya mobilisasi partisipan dalam Aksi Kamisan, telah melewati

berbagai jenis hingga transformasi strategi mobilisasi partisipan. Diawal

kehadiran Aksi Kamisan ini jaringan informal seperti pertemanan diantara

keluarga, persahabatan, rekan kerja, lingkungan tetangga, kelompok sukarela dan

sebagainya, mengambil perannya masing-masing yang penulis bagi dalam 2

periode, yaitu saat sebelum penggunaan media sosial dan setelah penggunaan

media sosial. Karena dalam hasil penelitian yang didapat terlihat jelas bagaimana

kedua poin tersebut bisa menghasilkan angka yang terpaut cukup jauh dalam

jumlah partisipan.

Pendekatan teori mobilisasi sumber daya (RMT) memiliki dua model

pendekatan, yang pertama adalah pendekatan political interactive model yang

dikembangkan oleh Tilly, Gamson, Oberschall dan MC Adam. Pendekatan ini

menekankan pentingnya perubahan stuktur kesempatan bagi aksi kolektif,

keberadaan jejaring, serta kaitan horizontal yang telah terbangun dengan

97
aggrieved groups (kelompok tertindas) sebagai penentu keberhasilan gerakan

sosial. Dalam pendekatan ini termasuk dalam strategi pemanfaatan public figure,

dan strategi penggunaan media sosial. Dalam jejaring public figure menurut

pemahaman Tilly, Gamson, Oberschall dan MC Adam menjadi dasar hadirnya

poin kedua strategi tersebut.

Sedangkan pendekatan kedua yaitu organizational-entrepreneurial yang

dikembangkan oleh McCarthy dan Zald. Menurut Zald (1997) Model ini

memandang bahwa dinamika organisasional, kepemimpinan dan pengelolaan

sumberdaya merupakan faktor yang lebih signifikan dalam menentukan

keberhasilan gerakan sosial. Atas dasar pemahaman inilah serta didukung oleh

data yang didapat dilapangan menghadirkan poin strategi pelibatan anak-anak

muda, juga strategi pengembangan isu. Dalam penelitian ini teman teman muda

yang tergabung dalam lembaga non pemerintah menjadi tonggak mobilisasi

partisipan dalam aksi kamisan. LSM-LSM inipun menjadi pendamping dalam

menjalankan upaya mobilisas secara kolektif. Untuk melakukan pengelolaan

sumber daya, pegiat aksi ini menyadari bahwa Kamisan tidak hanya berhenti pada

kasus dimasa lalu, namun terbuka untuk kasus baru yang merasa membutuhkan

wadah penyuaraan ketidak-adilan.

Pertama, strategi pemanfaatan public figure, sebelum penggunaan

media sosial jaringan informal yang disebutkan seperti tetangga, rekan kerja,

keluarga, hingga kelompok sukarela memberikan porsi terbaik di awal hadirnya

Aksi Kamisan. Sejak hadir ditahun 2007 para inisiator mengandalkan kekerabatan

98
masing-masing guna strategi awal dalam mobilisasi partisipan Aksi Kamisan.

Melalui teman dekat, teman kerja, relasi kerja, dan rela organisasi sukarela (

sesama keluarga korban pelanggaran HAM) yang dikenal. Pada masa itu pula

teman-teman seperti Sony Tulung dan Rieke Dyah Pitaloka menjadi public figure

utama yang hadir dan memberi dukungan dalam Aksi Kamisan, termasuk

mobilisasi dan penyebaran informasi. Lalu ada juga akademisi, maupun dosen

yang memberi wawasan tentang aksi ini ke mahasiswa-mahasiswa juga memberi

kesempatan untuk hadir ditengah-tengah Aksi Kamisan.

Kedua, strategi penggunaan media sosial. Penggunaan media sosial baru

dibuat dengan nama Aksi Kamisan sejak tahun 2013-an. Namun sejak pembuatan

akun media sosial Facebook, Twitter, Instagram, hingga Website resmi ( yang saat

ini sedang tidak bisa diakses ) di tahun 2013 tersebut belum aktif dalam

penggunaan, hanya sesekali melakukan update dalam laman media sosial Aksi

Kamisan. Setelah peringatan ke 500 Aksi Kamisan, barulah mereka meningkatkan

kinerja akun media sosial Aksi Kamisan. Ada pembuatan poster tiap minggu,

peringatan-peringatan penting di Aksi Kamisan, info kehadiran public figure yang

sejalan, hingga diskusi rutin yang semua diinfokan melalui laman media sosial

dibuat dengan menarik. Hingga akhirnya pun kehadiran partisipan di Aksi

Kamisan meningkat tajam. Dalam hasil wawancara dan observasi disampaikan

bahwa sebelum penggunaan media sosial grafik kehadiran stagnan di angka 20-30

an orang. Sedangkan setelah penggunaan media sosial dengan maksimal

menyentuh angka grafik 50-70 an orang minimal. Hingga sekarang tidak pernah

dibawah 50, bahkan tren akan meningkat di peringatan tertentu, semisal kematian

99
Munir, Mei 98, Tragedi Semanggi I dan II mencapai lebih dari 200an partisipan

yang hadir.

Ketiga, strategi pelibatan anak-anak muda. Tren kehadiran didalam

Aksi Kamisan pun berubah dalam 12 tahun berjalan ini. Seperti kita tahu bahwa

hakikat Aksi Kamisan merupakan upaya para keluarga korban mencari keadilan

atas pelanggaran HAM yang terjadi. Kehadiran korban di masa awal aksi ini bisa

mencapai 20-30 an orang, namun semakin lama menurun hingga menyisakan

beberapa orang saja. Akhirnya bertransformasi ke para teman-teman muda yang

sudah terbangun kepedulian terhadap pelanggaran HAM, hingga menyentuh

angka ratusan partisipan setiap kamisnya.

Keempat, Strategi Pengembangan Isu. Aksi Kamisan bersifat terbuka

dan tidak ekslusif, para pegiat meyakini bahwa dengan sikap terbuka ini

menjadikan Aksi Kamisan bisa berjalan panjang dan berkembang lebih baik. Aksi

ini bukan hanya sekedar untuk pelanggaran HAM masa lalu, tapi sebagai wadah

bagi siapapun yang butuh penyuaraan atas keadilan di Indonesia.

Faktor penghambat maupun pendorong dalam setiap mobilisasi partisipan

pasti selau ada, tak terkecuali dalam Aksi Kamisan ini. Dalam hasil penjabaran di

BAB III, bisa ditarik kesimpulan beberapa poinnya. Dalam faktor penghambat

terdapat poin utama, yaitu korban. Korban merupakan fondasi kunci hadirnya

Aksi Kamisan, mereka merupakan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu,

tentu kehadiran mereka di aksi ini sungguh penting. Namun kita ketahui bahwa

pelanggaran HAM masa lalu terjadi sekitar 20, 30 bahkan 50 tahun yang lalu.

100
Sehingga keluarga korban pun sudah berada diumur yang tidak memungkinkan

untuk hadir kedepan istana. Juga perihal jarak serta faktor ekonomi menjadi

hambatan utama dalam kehadiran korban di Aksi Kamisan. Hingga kini keluarga

korban yang masih hadir setiap kamis didepan Istana Negara adalah Maria

Catarina Sumarsih, diusia yang hampir 67 tahun dengan tubuh mungil serta

langkah tegap ia berdiri bersama teman-teman lain memperjuangkan keadilan

melalui Aksi Kamisan.

Faktor pendorong dalam mobilisasi aksi Kamisan terdapat 3 poin, (a)

lembaga pendamping, (b) media sosial, (c) pegiat muda. Dalam memobilisasi

partisipan mereka telah mengalami pasang surut dalam upaya nya, namun dengan

adanya ketiga poin tersebut sangat membantu dan menghasilkan strategi yang

baik. Lembaga pendamping setiap minggu hadir, mendampingi serta ikut

memobilisasi atas nama lembaganya. Sehingga kehadiran lembaga ini menjadi

penyambung lidah bagi informasi dalam Aksi Kamisan. Dan media sosial sebagai

laman kemudahan dalam menyebar segala bentuk informasi, Aksi Kamisan sangat

dipermudah dengan hadirnya laman media sosial. Bagaimana media sosial ini

menjadi tonggak utama saat ini bagi para pegiat guna terus melajutkan strategi

mobilisasi partisipan. Dengan informasi yang disebarluaskan melalui laman media

sosial banyak orang bisa melihat, membaca hingga menyebarluaskan nya

sehingga semakin banyak partisipan yang tertarik untuk hadir di Aksi Kamisan.

Pegiat muda, sekarang mereka sebagai jantung nya aksi ini, bagaimana

transformasi tren keluarga korban mengalami perpindahan ke titik pegiat muda.

Para pegiat muda dengan semangatnya, dengan sikap kritis serta informatifnya

101
menjadi garda terdepan dalam setiap aksi ini. Kehadiran para pegiat muda akan

menjadikan aksi Kamisan berteguh tetap selalu hadir hingga tuntutan dipenuhi

oleh pemerintah. Pegiat muda ini menjadikan mobilisasi partisipan Aksi Kamisan

lebih mudah, dengan menyebarkan informasi dan pemikiran baik tentang HAM

kepada mereka bisa menghadirkan partisipan partisipan lainnya diminggu

selanjutnya.

Dari analisis tersebutlah yang akhirnya menjadikan seluruh hasil penelitian

ini berhubungan serta menjawab pertanyaan penelitian. Yaitu tentang apa strategi

mobilisasi partisipan hingga faktor penghambat dan pendorong dalam upaya

memobilisasi partisipan Aksi Kamisan.

B. Saran

Temuan temuan dalam penelitian ini cukup mendalam bagaimana

menghadirkan transformasi startegi mobilisasi partisipan Aksi Kamisan. Walau

penelitian ini bukanlah sebuah cakupan habis perjalanan Aksi Kamisan, karena

hanya berfokus pada mobilisasi partisipan aksi ini dengan beberapa pendekatan

saja. Yang artinya memang belum mengupas secara menyeluruh dalam hadirnya

aksi ini ditengah masyarakat.

Seperti dipemaparan atas bahwa setelah 12 tahun berjalan aksi ini makin

menunjukan kehadiran serta menjadi perhatian ditengah masyarakat, yang tadinya

hanya dihadiri 20-30an keluarga korban bertransformasi hingga ratusan per

kamisnya. Hal ini dikarenakan media sosial, pegiat muda, hinga lembaga

102
pendamping yang giat melakukan upaya mobilisasi. Penulis harapkan adalah

bagaimana para pegiat ini bisa terus mempertahankan eksistensi dengan aktif di

media sosial, diskusi, safari Universitas maupun sekolah hingga semakin luas

pengenalan aksi ini ke dalam lapisan masyarakat. Dengan mempertahankan

strategi baik yang sudah berjalan akan menghadirkan kestabilan partisipan yang

hadir.

Dari segi pengorganisasian, hingga kini keluarga korban yang rutin hadir

setiap minggu adalah Maria Catarina Sumarish, ibunda korban Semanggi I.

Usianya sudah senja, penulis mengharapkan kedepannya adalah Sumarsih tidak

perlu lagi ikut andil dalam pengorganisasian aksi ini. Jadi seharusnya sudah ada

regenerasi yang mengatur dan mempertanggung jawabkan kegiatan Aksi Kamisan

ini hingga waktu kedepan, karena belum bisa dipastikan akan membutuhkan

berapa tahun lagi agar pemerintah memenuhi keadilan bagi korban. Dengan

adanya regenerasi dengan yang muda-muda aksi ini akan dikemas lebih matang

dan stabil, karena perjuangan bukan hanya sampai diangka 12 tahun.

Aksi Kamisan dengan segala proses dan strateginya berhasil dalam 12 tahun

menggerakkan roda aksi ini. Menurut penulis hal ini merupakan contoh terbaik

saat ini bagi aksi aksi lainnya bagaimana menjaga konsistensi aksi, juga

partisipan. Sehingga tujuan dari Aksi tersebut bisa terwujud sesuai harapan.

Penulis berharap kedepannya akan ada kajian lebih mendalam tentang

kehadiran dan perkembangan Aksi Kamisan ini. Karena Aksi Kamisan ini adalah

wadah terbaik sejauh ini untuk menyuarakan keadilan atas pelanggaran HAM

103
masa lalu. Bahkan bagi masyarakat yang membutuhkan wadah penyuaraan

ketidakadilan aksi ini sangatlah membuka diri.

104
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1993.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2003.
Creswell, J.W. 1994. Research Design Qualitative and Quantitative. London :
Sage Publications, 1994.
Diani, Della Porta & Mario. 2006. Social Movement: An Introduction. Second
Edition. Victoria : Blackwell Publishing, 2006.
Eangle, Karen. 2016. Anti-Impunity and The Human Rights Agenda. Cambridge :
Cambridge University Press, 2016.
Garna, Judistira K. 1999. Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif. Bandung :
Primco Akademika, 1999.
Hadi, Sutrisno. 1983. Metodologi Research II. Yogyakarta : Badan Penerbit
Fakultas Psikologi UGM, 1983.
Klandermans, Bert. 2005. Protes dalam Kajian Psikologi Sosial (Terj. Helly P.
Soetjipto). Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2005.
Korten, David C. Menuju Abad ke-21 : Tindakan Sukarela dan Agenda
Global. 2002. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, Menuju Abad ke-21 : Tindakan
Sukarela dan Agenda Global.
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : Rajawali Press,
2011.
McAdam, Doug, John D. McCarthy and Mayer N. Zald. 1996. Comparative
Perspectives on Social Movements: Political Opportunities, Mobilizing
Structures, and Cultural Pembingkaians. USA : Cambridge University Press,
1996.
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2001.
Neuman, W.L. 2003. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approach. Boston : Allyn and Bacon, 2003.
Oberschall, Anthony. 1973. Social Conflict and Social Movement. Englewood
Cliff : Prentice Hall, 1973.

105
Pandawangi, Rita. 2011. Reform, Resistance, and Empowerment: The
Transformation of Urban Activist Groups in Jakarta, Indonesia, 1998-2010.
Singapore : National University of Singapore, 2011.
Singh, Rajendra. 2010. Gerakan Sosial Baru. Yogyakarta : Resist Book, 2010.
—. 2001. Social Movement Old and New: A post Modernist Critique . New Delhi
London : Sage Publications, 2001.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Afabeta, 2011.
Sujatmiko, Agung Tri Haryanta & Eko. 2012. Kamus Sosiologi. Surakarta :
Aksara Sinergi Media, 2012.
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : Prenada Media,
2004.
Tarrow, SG. 1994. Power in Movement: Social Movements, Collective Action,
and Politics. Cambridge : Cambridge University, 1994.
Yin, Robert K. 2013. Studi Kasus "Desain dan Metode". Jakarta : Raja Grafindo,
2013.
Yuanjaya, Pandu. 2015. Modal Sosial Dalam Gerakan Lingkungan: Studi Kasus
Di Kampung Gambiran dan Gondolayu Lor, Kota Yogyakarta. Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada, 2015.

JURNAL
Aksi Kamisan: Sebuah Tinjauan Praktis dan Teoritis Atas Transformasi Gerakan
Simbolik. Putra, Leonardo Julius. 2016. 1, Jakarta : Universitas 17 Agustus '45,
2016, Vol. II.
Demokrasi dan Gerakan Sosial (Bagaimana Gerakan Mahasiswa Terhadap
Dinamika Perubahan Sosial). Akbar, Idil. 2016. 2, Bandung : FISIP UNPAD,
2016, Vol. 1.
Environmental Movements in Iran: Application of The New Social. Fadaee,
Simin. 2011. 1, California : Sage Publications, 2011, Vol. 41.
Further Thoughts on Social Networks and Movement Recruitment. Snow,
Zurcher, and Ekland-Olson. 1980. 1, California : Sage Publications, 1980, Vol.
17.
Gerakan Muncar Rumahku dan Strategi Mobilisasi Sumberdaya pada Gerakan
Sosial Penyelamatan Lingkungan. Suwarno, Joko. 2016. 2, Jember : Universitas
Jember, 2016, Vol. 3.

106
Reform, Resistance, and Empowerment: The Transfromation of Urban Activist
Groups in Jakarta, Indonesia, 1998-2010. Pandawangi, Rita. 2011. Singapore :
Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore , 2011.
Resource Mobilization and Social Movements: A Partial Theory. Zald, John D.
Mc Carthy and Mayer N. 1977. 6, Chicago : The University of Chicago Press,
1977, Vol. 82.
Strategy or Identity: New Paradigm and Contemporary Social Movements.
Cohen, Jean L. 1985. 4, Maryland : The Johns Hopkins University Press, 1985,
Vol. 52.

INTERNET
Portal Berita Jakarta Globe : http//www.thejakartaglobe.com/editorschoice/for-
indonesias-kamisan-the-demand-and-wait-for-justiceonly-grows/518500 diakses
pada tanggal 7 Juni 2018.
Website Aksi Kamisan, “Ini Penjelasan Sejarah Singkat Aksi Kamisan”; tersedia
di https://www.aksikamisan.net/tentang/ : Internet diunduh pada tanggal 5 April
2018
Website KontraS, “Ini Penjelasan Sejarah Singkat Aksi Kamisan”; tersedia di
http://www.kontras.org/pers/teks/Lampiran-Aksi-Kamisan.pdf : Internet diunduh
pada tanggal 5 April 2018
Wikipedia, “Biografi Maria Catarina Sumarsih” tersedia di
https://id.wikipedia.org/wiki/Maria_Catarina_Sumarsih : Internet diunduh pada
tanggal 5 April 2018
Rustika Herlambang, “Biografi Suciwati Munir” tersedia di
https://rustikaherlambang.com/2012/05/06/suciwati/ : Internet diunduh pada
tanggal 5 April 2018
Website Aksi Kamisan, “Ini Penjelasan Tuntutan Aksi Kamisan”; tersedia di
https://www.aksikamisan.net/kasus/ Internet diunduh pada tanggal 5 April 2018)

107

Anda mungkin juga menyukai