Anda di halaman 1dari 168

IMPLEMENTASI PROGRAM KARTU LEBAK SEHAT

DI KABUPATEN LEBAK
SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh :
TOMMY ADI PUTRA
NIM. 6661112166

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG Februari 2017
ABSTRAK
Tommy Adi putra, 6661112166. 2016 skripsi. Implementasi Prograrm kartu
Lebak Sehat di Kabupaten Lebak. Program Studi. Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen
Pembimbing I: Leo Agustini, PhD. Dosen Pembimbing II: Ipah Ema J, M.Si.

Kata Kunci: kartu Lebak Sehat


Ditetapkannya kartu Lebak Sehat ialah karena adanya tuntutan masyarakat
Kabupaten Lebak yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Kartu Lebak Sehat
bertujuan bagi masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan, agar
memiliki jaminan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah Kabupaten Lebak.
Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui penerapan program tersebut dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya.Penelitian ini meneliti tentang implementasi maka
peneliti menggunakan teori implementasi model Meter dan Horn (Agustino,
2008). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Instrumen
Penelitian ini yaitu peneliti sendiri sedangkan sumber penelitiannya adalah Dinas
Sosial Kabupaten Lebak, Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak dan Masyarakat
penerima kartu lebak sehat. Data diperoleh melalui wawancara, observasi,
dokumentasi dan studi kepustakaan dengan menggunakan teknik analisis data
menurut Irawan. Uji keabsahan data triangulasi dan member check.). Berdasarkan
hasil penelitian Implementasi Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak belum
berjalan baik karena masih kurangnya dukungan dana, serta sosialisasi terhadap
Masyarakat. Rekomendasi yang diberikan yaitu ditingkatkanya anggaran, dan
Kompetesi para pegawai Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan maupun tenaga medis
di Puskesmas dan Rumah Sakit.

iii
ABSTRACT

Tommy Adi putra, 6661112166. 2016 thesis, Implementation Prograrm Healthy


Lebak card in Lebak. Study program. Public Administration, Faculty of Social
and Political Sciences, University of Sultan Ageng Tirtayasa. Supervising
Lecturer I: Leo Agustini, PhD Supervising Lecturer II: Ipah Ema J, M.Si
`

Keywords: Healthy Lebak card

Healthy Lebak card stipulation is that because of the demands of society Lebak
District who do not have health insurance. Healthy Lebak card intended for
people who do not have health insurance, in order to have health insurance that is
financed by the government of Lebak. The purpose of this study was to determine
the application of the program and the factors that influence. This study examines
the implementation of the researchers used theoretical model implementation
Meter and Horn (Agustino, 2008). The method used is a qualitative method. The
instrument of this study is the researchers themselves while the source of the study
was the Social Service Lebak, Lebak District Health Office and Community lebak
card recipient healthy. Data was obtained through interviews, observation,
documentation and literature study using data analysis techniques according to
Irawan. Test data validity triangulation and check. Based on the research results
Implementation Cards Healthy in Lebak Lebak not working well because of lack
of financial support, and socialization for the Community. Recommendations are
given that increased budget, and Competition An employee of the Department of
Social Welfare and Department of Health and medical personnel in health centers
and hospitals

iV
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis panjatkan


kehadirat ALLAH SWT, serta shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Nabi
Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya, karena dengan ridho, rahmat,
karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisi Implementasi Program Kartu Lebak
Sehat di Kabupaten Lebak
Dengan selesainya Skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa selalu mendukung penulis. Maka
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada .
1. Prof. Drs.H. Sholeh Hidayat., M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. DR. Agus Sjafari, S.Sos.,M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Mia Dwianna M., S.Sos, M.I.Kom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Ismanto, S.Sos.,MM., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih.S,Sos, M.Si., Ketua Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
7. Leo Agustino ,PhD., Pembimbing I yang membantu dan memberikan
masukan yang berarti bagi peneliti dalam menyusun Skripsi ini dari awal
hingga akhir dan juga memotivasi dalam kehidupan sehari-hari .
8. Ipah Ema Jumiati ,M.Si., pembimbing II yang membantu dan memberikan
masukan bagi peneliti dalam menyusun skripsi dan juga memberikan pelajaran
dalam bersikap di dalam pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari.
9. Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak yang telah membantu serta memberikan
data untuk pengerjaan dan kelengkapan skripsi ini

v
10. Dinas Sosial Kabupaten Lebak yang telah membantu serta memberikan data
untuk pengerjaan dan kelengkapan skripsi ini
11. Dwi Saptono dan Ade Mulyani, Ayah Mamah saya memanggilnya. Mohon
maaf apabila selama ini belum bisa memberikan yang terbaik dan belum bisa
membalas segala kebaikan kalian selama ini.
12. Bobby dan Dinno adik-adik saya yang menjadi motivasi tersendiri dalam
penyusunan proposal skripsi.
13. Teman-teman senasib dan seperjuangan Ubay, Dodi, Nendi, Agit, Randi,
Novega, Yenita, Erin, Ririn, Kikoy, Uca, dan teman-teman lainnya yang tidak
bisa ditulis satu persatu terima kasih untuk setiap kebaikan yang kalian berikan
selama ini dan diskusi-diskusi yang bermanfaat tentunya.
14. Kawan-kawan Jurusan Administrasi Negara FISIP UNTIRTA Reguler dan non
Reguler angkatan 2011

Akhirnya penulis mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan


selesainya Skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan
dalam penyusunannya sehingga penulis dengan rendah hati menerima masukan
dari semua pihak agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Serang, Februari 2017


Penulis

Tommy Adi Putra


NIM:6661112166

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ ii

ABSTRAK ................................................................................................ iii

ABSTRACT ............................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .............................................................................. v

DAFTAR ISI ........................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix

DAFTAR TABEL .................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

1.2 Identifikasi Masalah .................................................................. 13

1.3 Batasan Masalah ........................................................................ 14

1.4 Rumusan Masalah ..................................................................... 14

1.5 Maksud dan Tujuan Penelitian ................................................... 15

1.6 Manfaat Penelitian .................................................................... 15

1.7 Sistematika Penulisan ............................................................... 16

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA BERFIKIR

2.1 Deskripsi Teori .......................................................................... 19

2.1.1 Pengertian Teori .............................................................. 19

2.1.2 Pengertian Implementasi Kebijakan .............................. 20

vii
2.1.3 Kebijakan Publik ............................................................. 35

2.1.3.1 Ungensi kebijakan Publik .............................................. 41

2.1.3.2 Tahap-tahap Kebijakan Publik ....................................... 43

2.1.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan45

2.1.3.4 Kerangka Kerja kebijakan Publik. ................................. 47

2.1.3.5 Ciri-ciri kebijakan Publik............................................... 48

2.1.3.6 Jenis kebijakan Publik.................................................... 49

2.1.4 Konsep Pembangunan ............................................................ 54

2.1.5 Definisi Sosial Ekonomi ........................................................ 55

2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................... 57

2.3 Kerangka Berfikir ........................................................................ 60

2.4 Asumsi Dasar .............................................................................. 69

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ...................................................................... 73

3.2 Ruang Lingkup Fokus Penelitian ............................................. 76

3.3 Lokasi Penelitan......................................................................... 76

3.4 Fenomena yang Diamati ............................................................ 76

3.4.1 Definisi Konseptual ....................................................... 77

3.4.2 Definisi Operasional ...................................................... 75

3.5 Informan Penelitian ................................................................. 78

3.6 Instrumen Penelitian ............................................................... 80

viii
3.7 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 82

3.7.1 Sumber Data Primer .......................................................... 82

3.7.2 Sumber Data Sekunder ...................................................... 88

3.8 Teknik Analisis Data ............................................................... 90

3.9 Pengujian Keabsahan Data ...................................................... 93

3.10 Jadwal Penelitian................................................................... 95

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi objek penelitian ....................................................... 97

4.1.1 Gambaran umum dinas sosial kabupaten lebak ............. 95

4.1.2. Struktur organisasi ...................................................... 105

4.2 Deskripsi data ......................................................................... 107

4.2.1 Deskripsi data penelitian .................................................. 104

4.2.2 Daftar nama informan ...................................................... 109

4.3 Deskripsi hasil penelitian ....................................................... 111

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan .............................................. 111

2. Sumber Daya ......................................................................... 116

3. Karakteristik Agen Pelaksana ............................................... 124

4. Sikap dan Kecenderungan Para Pelaksana ............................ 128

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana........ 133

6. Lingkungan eksternal ............................................................ 136

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................. 136

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan .............................................. 137

2. Sumber Daya ......................................................................... 139

ix
3. Karakteristik Agen Pelaksana ............................................... 142

4. Sikap dan Kecenderungan Para Pelaksana ............................ 144

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana........ 146

6. Lingkungan eksternal ............................................................ 147

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ............................................................................. 150

5.2 Saran ........................................................................................ 151

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Hal
1.1 Masyarakat Jaminan Pelayanan Kesehatan .......................................... 8

3.1 Kategori Informan ............................................................................. 79

3.2 Pedoman Wawancara ........................................................................ 86

3.3 Jadwal Penelitian ............................................................................... 96

4.1 Komposisi Berdasarkan Tingkat Pendidikan PNS ...........................106

4.2 Komposisi Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................106

4.3 Kodefikasi Informan Penelitian ........................................................110

4.4 Hasil Penilaian Atas Dimensi Ukuran dan Tujuan Kebijakan..........138

4.5 Hasil Penilaian Atas Dimensi Sumber Daya.................................... 142

4.6 Hasil Penilaian Atas Dimensi Karakteristik Agen Pelaksana ......... .144

4.7 Hasil Penilaian Atas Dimensi Sikap Para Pelaksana ...................... .145

4.8 Hasil Penilaian Atas Dimensi Komunikasi Antar Organisasi dan

Aktivitas Pelaksana .................................................................147

4.9 Hasil Penilaian Atas Dimensi Lingkungan Eksternal ......................148

x
DAFTAR GAMBAR

Hal

2.1 model dalam Mengimplementasikan Kebijakan Publik ........................... 21

2.2 Tahap-Tahap Kebijakan ............................................................................ 45

2.3 Kerangka Berfikir....................................................................................... 71

3.1 Proses Analisis data Menurut Irawan ........................................................ 92

4.1 Alat Keseshatan di Puskesmas ................................................................... 123

ix
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi dalam

penyelengaraan kehidupan bernegara. Sistem demokrasi ini telah dianut oleh

Indonesia sejak terbentuknya Republik ini, di mana nafas-nafas demokrasi telah

tertuang dalam dasar negara yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Sebagai sebuah negara yang menganut sistem demokrasi tersebut,

Indonesia menjalankan kehidupan bernegara dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

demokrasi di dalamnya.

Wujud dari demokrasi adalah otonomi daerah, di mana otonomi daerah menurut

undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah wewenang, hak, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan perundang-undangan yang

berlaku. Salah satu pelaksanaan demokrasi dalam wujud otonomi daerah adalah

pemilihan umum di daerah-daerah di Indonesia. Salah satunya Kabupaten Lebak

sebagai lokus penelitian. (Sumber:www.miung.com.14 Agustus 2015).

Dalam tataran teknis Pemilihan umum kepala daerah di atur dalam pasal 24

ayat (5) UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemilihan daerah dijelaskan

bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

1
2

dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang

bersangkutan.

Sejak dilantiknya Kepala daerah di Kabupaten Lebak, maka Bupati Lebak

memiliki kewenangan penuh untuk mengelola daerahnya, keleluasaan atas

kewenangan yang dimiliki oleh Bupati dibarengi dengan mekanisme kontrol (checks

and balances) yang memadai antara eksekutif dan legislatif, Kabupaten Lebak

mempunyai catatan tersendiri dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Kabupaten

Lebak, dengan luas wilayah 304.472 Ha merupakan salah satu daerah otonom di

Provinsi Banten, memiliki berbagai potensi sumber daya yang cukup memadai untuk

melaksanakan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Sejak

berdirinya pada tanggal 2 Desember 1828, Kabupaten Lebak telah dipimpin oleh 25

Kepala Daerah, dan hingga saat ini telah memasuki kepemimpinan Bupati Lebak

yang ke-26 yaitu Hj.Iti Octavia Jayabaya.

(Sumber:http://www.biropemerintahan.bantenprov.go.id/read/page-

detail/profil-kabupaten-leb/5/profil-kabupaten-lebak.html/ 14 Agustus 2015).

Wilayah kabupaten pada hakekatnya adalah pusat kegiatan ekonomi yang

berfungsi mewujudkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang sebagai tempat

berlangsungnya kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial budaya. Dengan demikian

wilayah Kabupaten perlu dikelola secara optimal melalui suatu proses penataan

ruang, Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah

Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap,

proporsional dan berkelanjutan. Berbagai keterbatasan kapasitas dan ketertinggalan

2
3

kondisi wilayah yang terdapat di perdesaan, senantiasa dihadapkan pada isu

disparitas regional yang bersifat makro bahwa Kabupaten Lebak adalah salah satu

dari 183 Daerah Tertinggal di Indonesia, yang sekaligus merupakan daerah terluas

dalam wilayah Propinsi Banten. Hal ini tentu berimplikasi terhadap kebutuhan

mendasar atas ketersediaan infrastruktur dalam kesehatan, pendidikan dan juga

peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat lebak pada umumnya.

(Sumber:http://www.biropemerintahan.bantenprov.go.id/read/page-detail/profil-

kabupaten-leb/5/profil-kabupaten-lebak.html/ 14 Agustus 2015).

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Daerah

merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang

penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Kabupaten Lebak Tahun 2005–2025 dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat

arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan

program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan

program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan

kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

(Sumber: http://bappeda.lebakkab.go.id/web/?page_id=30/24 Maret 2015).

Dalam pelaporan dari Kepala Daerah sebagai wujud pelaksanaan pertanggung

jawaban Kepala Daerah pada setiap akhir tahun anggaran, berupa visi, misi yang

dilaksanakan dalam setiap program dan kegiatan sebagaimana tercantum dalam

RPJMD Kabupaten Lebak Tahun 2014-2019 sebagaimana telah ditetapkan dengan

Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor: Tahun 2014 tentang Rencana

3
4

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2014-2019 serta

amanat Pasal 5 ayat (20) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional dan dilaksanakan sebagai perwujudan

pelaksanaan program dan kegiatan Bupati dan Wakil Bupati Lebak terpilih.

Kebijakan Pemerintah Kabupaten Lebak melahirkan program-program guna

mempercepat pembangunan di Kabupaten Lebak dengan melahirkan Kartu Lebak

Sehat, Kartu Lebak Pintar dan Kartu Lebak Sejahtera.

(Sumber:https://otdalebak.files.wordpress.com/14 Agustus 2015).

Program Kartu Lebak Sehat, Kartu Lebak Pintar dan Kartu Lebak Sejahtera

yang dicanangkan dalam visi misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih saat berkampanye

tertuang dalam RPJMD Kabupaten Lebak yang diharapkan dengan adanya program

ini mampu untuk memajukan pembangunan di Kabupaten Lebak menjadi lebih baik.

Dana yang digelontorkan untuk Kartu Lebak Sehat yaitu 4,4 Miliar dengan kuota

18.720 Orang.

Program-program tersebut mampu untuk membantu masyarakat dalam

bidang kesehatan, pendidikan dan juga kesejahteraan agar wujud dari pembangunan

Kabupaten Lebak yang berintegritas mampu terwujud. Jika dilihat ke ranah nasional,

sebelum lahir program Kartu Lebak Sehat, Pintar dan Sejahtera, sebelumnya

pemerintah pusat telah membuat program Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia

Pintar dan Kartu Keluarga Sejahtera. Hal ini dapat menimbulkan data tumpang tindih

penerima bantuan kartu tersebut dengan Kartu Lebak Sehat – Kartu Indnesia Sehat,

Kartu Lebak Pintar – Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Lebak Sejahtera – Kartu

4
5

Keluarga Sejahtera. Hal ini pun diperjelas menurut Bapak Andi sebagai Staf

Kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, mengungkapkan kepada peneliti

pada maret 2015 bahwa Kartu Lebak Sehat diperuntukan bagi yang belum menerima

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) ataupun Jaminan Kesehatan Daerah

(JAMKESDA). Tetapi, di beberapa daerah ada masyarakat yang memiliki Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Kartu Lebak Sehat. Ini membuktikan

bahwa data Penerima Kartu Lebak Sehat belum akurat, dengan demikian dapat

menimbulkan tumpang tindih penerima program Kartu Lebak Sehat yang seharusnya

dimiliki oeh masyarakat miskin yang belum memiliki JAMKESMAS, JAMKESDA

ataupun BPJS.

Program Kartu Lebak Pintar dan Kartu Lebak Sejahtera tidak menjadi fokus

dalam penelitian ini karena Kartu Lebak Pintar masih menjadi pembahasan di Dinas

Pendidikan tentang data siapakah yang berhak menerima program bantuan Kartu

Lebak Pintar. Pemerintah daerah mencatat 2.889 siswa SMA dan SMK, akan tetapi

banyak yang mendesak siswa Aliyah pun berhak mendapatkan Kartu Lebak Pintar.

Sedangkan Kartu Lebak Sejahtera tidak menjadi fokus penelitian karena baru

berjalan beberapa bulan sejak pertama dikeluarkan dan data yang berhak menerima

Kartu Lebak Sejahtera belumlah konsisten jumlah angkanya. Menurut Bapak

Supriyadi sebagai staf pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak, mengungkapkan

kepada peneliti pada maret 2015 bahwa Sekolah berbasis Agama seperti Tsanawiyah

dan Aliyah tidak diikut sertakan dalam program Kartu Lebak Pintar. Hal ini menjadi

pertentangan dan polemik, karena pihak sekolah tersebut merasa di bedakan.

5
6

Dari hasil observasi peneliti di lapangan, peneliti menemukan permasalahan

dalam tahap pengimplementasian program tersebut, di antaranya adalah masih

banyak masyarakat Kabupaten Lebak yang belum mengetahui program ini. Salah

satunya peneliti melakukan wawancara kepada ibu Sutiah warga Desa Parungsari,

sebagai petani mengungkapkan kepada peneliti pada maret 2015 bahwa Sosialisasi

langsung kepada masyarakat masih kurang, sehingga pengetahuan masyarakat

terhadap program kartu lebak sehat, kartu lebak pintar, dan kartu lebak sejahtera

masih sangat minim.

Pernyataan ibu Sutiah tersebut menjelaskan bahwa proses sosialisasi sebagai

tahap awal implementasi program ini belum merata, mengingat RPJMD ini baru

ditetapkan pada tanggal 22 Agustus 2014.

Dari permasalahan pemerataan tahap sosialisasi, menyebabkan keterpaduan

dan sinkronisasi program ini belum mampu dijalankan dengan baik oleh SKPD

(Satuan Kerja Perangkat Daerah), karena masih membutuhkan koordinasi dari

stakeholder lain yang berkaitan dengan program Kartu Lebak Sehat, Kartu Lebak

Pintar dan Kartu Lebak Sejahtera.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, menjelaskan untuk peserta juga bisa

leluasa memilih fasilitas kesehatan yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

tercatata 42 puskesmas, 71 Puskesmas Pembantu (Pustu) dan 14 klinik swasta,

sementara untuk rujukan, bisa di RSUD Malingping maupun RSUD Dr. Adjidarmo.

Semua fasilitas kesehatan yaitu Puskesmas, dapat melayani pengobatan dan

pelayanan kesehatan dasar juga pencegahan penyakit menular di masyarakat, dan

6
7

juga Kabupaten Lebak terus meluas sejalan dengan pelaksanaan JKN (Jaminan

Kesehatan Nasional) yang dilaksanakan Pemerintah Pusat dan Kartu Lebak Sehat

yang menjadi salah satu program unggulan daerah. (Sumber: setkab.go.id. perpaduan

JKN dan Kartu Lebak Sehat).

Kehadiran program JKN di Kabupaten Lebak mendapat sambutan positif dari

masyarakat. Hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang mendaftarkan diri

menjadi peserta JKN ke BPJS Kesehatan Kabupaten Lebak. Hingga Agustus 2014,

sebanyak 17.405 orang telah mendaftar secara mandiri. Mereka bisa memilih tiga tipe

kelas yakni kelas III dengan membayar iuran Rp 25.500 per bulan, kelas II membayar

Rp 42.500 per bulan dan kelas I membayar Rp 59.500 per bulan.

Proses pendaftaran di BPJS Kesehatan juga relatif mudah dan cepat.

Masyarakat cukup membawa KTP, KK dan foto. Prosedur pendaftarannya adalah

mulai dengan mengisi formulir pendaftaran, kemudian mendaftar dan akan mendapat

nomor virtual account dilanjutkan membayar iuran sesuai dengan kelas yang

diinginkan dan bukti pembayaran dijadikan untuk mencetak kartu. Berdasarkan

observasi di lapangan, proses pendafataran hingga cetak kartu sekitar 1 jam, dan

begitu kartu sudah tercetak, maka pada saat itu juga kartu tersebut sudah bisa

digunakan untuk berobat.

Hingga saat ini, sebanyak 768.668 jiwa atau 61,5% dari total penduduk Lebak

yang berjumlah 1.247.906 jiwa, telah memiliki jaminan pelayanan kesehatan.

Pemerintahan Kabupaten Lebak mengalokasikan dana sebesar Rp 4,4 miliar untuk

kuota Kartu Lebak Sehat sebanyak 18.720 jiwa. Perinciannya sebanyak 16.436 jiwa

7
8

untuk kurang mamapu dan 2.284 untuk pimpinan pondok pesantren (1.853 jiwa),

kepala desa (340 jiwa) dan sekretaris desa (94 jiwa) yang belum memiliki jaminan

kesehatan. (Sumber: setkab.go.id. perpaduan JKN dan Kartu Lebak Sehat).

Adapun perinciannya masyarakat lebak yang telah memiliki jaminan

kesehatan adalah sebanyak 675.221 jiwa merupakan peserta eks Jamkesmas,

sebanyak 66.956 jiwa merupakan eks asuransi Askes PNS, TNI dan Polri serta eks

Jamsostek, sebanyak 17.405 jiwa merupakan peserta mandiri dan 9.086 jiwa

merupakan peserta Kartu Lebak Sehat yang terintegrasi dengan JKN. (Sumber:

http://bantenpos.co/ arsip/2014/07/ honorer-pemkab-lebak-didaftarkan-masuk-bpjs/

09 Agustus 2015). Dapat dilihat rinciannya pada tabel 1.1 berikut:

1.1.Tabel Masyarakat Jaminan Pelayanan Kesehatan

No. Keterangan Jumlah Jiwa

1. Eks Jamkesmas 675.221


2. Eks Asuransi Askes PNS, TNI, Polri dan Eks 66.956
Jamsostek
3. Peserta Mandiri 17.405
4. Kartu Lebak Sehat 9.086
Total 768.668

(Sumber: Bantenpos.com).

8
9

Daerah Kabupaten Lebak memiliki wilayah tertinggal dari aspek kesehatan.

Sebanyak 3.220 penyandang cacat permanen yang tersebar di 28 kecamatan di

Kabupaten Lebak. Menerima asuransi pelayanan kesehatan gratis melalui Kartu

Lebak Sehat yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Mereka berhak mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis, baik Rumas Sakit

Umum Daerah (RSUD) Adjidarmo Rangkasbitung maupun puskesmas.

Dari 28 Kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak, yang memiliki

permasalahan kesehatan adalah Kecamatan Sobang, Cibeber, Bayah, Cibadak dan

Rangkasbitung. Permasalahan yang utama adalah gizi buruk. Maka sosialisasi di

utamakan adalah di Kecamatan tersebut. Kecamatan tersebut memiliki permasalahan

kesehatan yang signifikan diantara Kecamatan lain yang terdapat di Kabupaten

Lebak. Selain permasalahan kesehatan, Kecamatan tersebut memerlukan sosialisasi

dan bentuk penerapan dari sosialisasi tersebut seperti pelaksanaan Kartu Lebak Sehat.

Selain Kartu Lebak Sehat, diperlukan juga Puskesmas, Tenaga Medis, obat-obatan

kesehatan, dan Bantuan Pangan. (Sumber: Dinkes Kab.Lebak, 2015).

Dengan demikian dalam pelaksanaan program Kartu Lebak Sehat terjadi

permasalahan-permasalahan yang timbul dan ini menjadi fokus bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Lebak untuk mengimplementasikannya, agar pembangunan di Kabupaten

Lebak dapat tercapai.

9
10

Berdasarkan observasi awal dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti,

bahwa dalam pelaksanaanya masih ditemukan permasalahan-permasalahan yang

terkait dengan implementasi progran Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak.

Pertama, Program Kartu Lebak Sehat yang dicanangkan oleh pemerintah

Kabupaten Lebak dalam upaya mempermudah masyarakat dalam mendapat

pelayanan kesehatan di Kabupaten Lebak ternyata masih dirasa kurang efektif oleh

masyarakat Kabupaten Lebak karena masih banyaknya masyarakat Kabupaten Lebak

yang membutuhkan pelayanan kesehatan akan tetapi belum menikmati Program

Kartu Lebak Sehat.

Kedua, Program yang dijalankan oleh pemerintah Kabupaten Lebak yang

dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Lebak, belum bisa berjalan dengan baik karena

sosialisasi yang dilakukan dari program tersebut belum dilakukan dengan maksimal,

sosialisasi yang selama ini berjalan adalah di mana Dinas Sosial Kabupaten Lebak

merekomendasikan kepada seluruh puskesmas yang berjumlah 42 puskesmas di

kabupaten lebak untuk mensosialisasikan program Kartu Lebak Sehat. Sosialisasi

yang dilakuakan oleh puskesmas adalah meminta kader-kader posyandu dapat

bekerjasama dengan PSM, PKK, DKM, Karang Taruna untuk mendata masyarakat

miskin sekaligus mensosialisasikan di desa-desa mereka tinggal untuk menjadi

penerima Kartu Lebak Sehat, sosialisasi juga dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten

Lebak dengan melibatkan para perangkat desa dalam pensosialisasiannya dan setiap

puskesmas dan perangkat desa membuat forum untuk membahas evaluasi dari data

10
11

dan sosialisasi dilingkungan kerja puskesmas tersebut yang biasanya dilakukan

sebulan sekali, data yang didapat bukan hanya dilaporkan dan dipertanggung

jawabkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, akan tetapi juga kepada Dinas

Sosial Kabupaten Lebak.

Ketiga, Melaksanakan tugas dalam hal ini tentang Implementasi Program

Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial

Kabupaten Lebak haruslah dengan penuh tanggung jawab, agar tujuan dan sasaran

dari adanya program ini yang tentunya bertujuan memberikan pelayanan dalam

bidang kesehatan benar-benar dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Lebak, akan

tetapi hal-hal seperti ini belumlah dipahami betul oleh para pegawai Dinas Sosial

Kabupaten Lebak, sehingga tujuan dari adanya program Kartu Lebak Sehat ini

belumlah dirasakan optimal oleh masyarakat Kabupaten Lebak.

Keempat, Perbandingan data masyarakat miskin di Kabupaten Lebak yang

dimiliki Dinas Sosial yang berjumlah 118.036 rumah tangga sasaran dari 737.130

kepala keluarga, akan tetapi data masyarakat miskin yang dimiliki Pemerintah

Kabupaten lebak memiliki perbedaan dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak

yaitu 185.123 rumah tangga sasara dari 737.130 kepala keluarga, disinyalir perbedaan

data inilah yang menjadi turut memicu ketidak akuratan data yang harusnya

menerima program Kartu Lebak Sehat, sehingga sasaran dari progam ini belum pada

target yang diinginkan. Belum berjalan maksimal ini dibuktikan masih banyaknya

masyarakat yang belum terdata yang disebabkan ketidak tahuanya masyarakat

11
12

bagaimana cara menjadi anggota dari Kartu Lebak Sehat dan bagaimana manfaat

yang didapatkan oleh masyarakat apabila terdaftar didalam program Kartu Lebak

Sehat tersebut.

Kelima, Sebagaimana wewenang yang diberikan Kepada Dinas Sosial

Kabupaten Lebak yang didalamnya terdapat Program Kartu Lebak Sehat maka sudah

menjadi keharusan dari pegawai Dinas Sosial dituntut untuk paham dan menjalankan

progrram ini dengan sebagaimana tujuannya, namun didalam berjalannya dari

Program Kartu Lebak Sehat ini yang dijalankan oleh Dinas Sosial semula dijalankan

oleh Dinas Kesehatan inilah yang membuat ketidaknyaman pegawai Dinas Sosial

dalam menjalankan program ini dikarenakan adanya rasa tidak nyaman karerena ada

rasa dianggap merebut program yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak.

Keenam, Untuk menunjang dari berjalannya Program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak ini dari segi Lingkungan sosial, ekonomi dan politik haruslah

dalam keadaan kondusif, namun dari segi politik kebijakan program ini sudah mulai

tidak konsisten, ini dibuktikan dengan adanya pemindahan penanggung jawab atas

kebijakan ini yang semula dipegang oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak lalu

dialihkan ke Dinas Sosial Kabupaten Lebak. Dari ketidak konsistenan tersebut

berpengaruh terhadap lingkungan sosial masyarakat Kabupaten Lebak, yang

dimana adanya kebingungan terhadap pemahaman Program Kartu Lebak Sehat

ini bila mengalami hambatan harus mengadukannya ke Dinas mana yang sebenarnya

bertanggung jawab penuh akan Program Kartu Lebak Sehat ini. Dalam bidang

ekonomi tingkat kesejahteraan dari para pegawai pelaksana dari program ini haruslah

12
13

sejahtera sehingga akan adanya kesesuai antara kewajiban yang diemban dan hak

yang diterima sesuai dengan beban kinerja dan ini dapat meminimalisir

penyimpangan anggaran dari program ini.

Dengan ini peneliti tertarik terhadap permasalahan-permasalahan yang

berkaitan dengan implementasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lebak

dalam upayanya mewujudkan pembangunan di Kabupaten Lebak. Oleh karena itu,

peneliti mencoba melakukan penelitian mengenai IMPLEMENTASI PROGRAM

KARTU LEBAK SEHAT DI KABUPATEN LEBAK. (Studi Kasus di Kecamatan

Sobang, Cibeber, Bayah, Cibadak dan Rangkasbitung).

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah tersebut,

maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Masih banyaknya masyarakat Kabupaten Lebak yang membutuhkan pelayanan

kesehatan akan tetapi belum menikmati Program Kartu Lebak Sehat.

2. Program Kartu Lebak Sehat belum diketahui dan dipahami oleh masyarakat

Kabupaten Lebak, karena masih rendahnya sosialisasi program oleh pemerintah

daerah Kabupaten Lebak.

3. Kurangnya pemahaman pegawai Dinas Sosial Kabupaten Lebak terhadap tujuan

dan sasaran dari adanya Program Kartu Lebak Sehat, sehingga tujuan dari adanya

program Kartu Lebak Sehat ini belumlah dirasakan optimal oleh masyarakat

Kabupaten Lebak

13
14

4. Adanya perbedaan jumlah data masyarakat miskin yang dimiliki BPS Kabupaten

Lebak dengan Dinsos Kabupaten Lebak yang menyebabkan penerimaan Kartu

Lebak Sehat untuk masyarakat miskin di Kabupaten Lebak, tidak akurat

5. Adanya rasa tidak nyaman dari Dinas Sosial Kabupaten Lebak dalam

menjalankan tugas karena ada rasa dianggap merebut program yang ada di Dinas

Kesehatan Kabupaten Lebak.

6. Kurang kondusifnya lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang menghambat

berjalannya Program Kartu Lebak Sehat.

1.2. Batasan Masalah

Dari uraian-uraian yang ada dalam latar belakang masalah dan identifikasi

masalah, maka dengan itu peneliti membatasi masalah penelitiannya. Pembatasan

masalah dalam penelitian ini yaitu peneliti mencoba mencari tahu Implementasi

Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Implementasi program kartu lebak sehat di Kabupaten Lebak ?

2. Faktor apa sajakah yang mendukung dan menghambat implementasi program

kartu lebak sehat di Kabupaten Lebak ?

14
15

1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian

Setiap penelitian tentu akan memiliki suatu tujuan dari apa yang teliti tersebut.

Hal ini sangat perlu untuk bisa jadi acuan bagi setiap kegiatan penelitian yang akan

dilakukan. Karena tujuan penelitian merupakan tolak ukur dan menjadi target dari

kegiatan penelitian tersebut. Tanpa itu semua maka apa yang akan dilakukan akan

menjadi sia-sia. Maksud dan tujuan dari peneliti antara lain yaitu untuk mencari tahu

implementasi program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak.

1.5. Manfaat Penelitian

1) Secara Teoritis

a. Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang dilaksanakan sehingga


memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan Ilmu Administrasi Negara
khusunya.
b. Sebagai bahan pemahaman dan pembelajaran bagi peneliti maupun mahasiswa
lain untuk melakukan penelitian-penelitian secara lebih mendalam mengenai
implementasi program dalam pembangunan.

2) Secara Praktis

a. Bagi pemerintah daerah atau instansi, diharapkan nantinya dapat dijadikan sebuah
penilaian yang logis bagi pemerintahan daerah untuk lebih serius dalam
perencanaan program yang baik terhadap pembangunan di kabupaten lebak.
b. Bagi masyarakat, diharapkan nantinya bisa mendapatkan dampak yang lebih baik
dari program pemerintah dalam upaya mewujudkan pembangunan di Kabupaten
Lebak yang optimal.
c. Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat untuk menyandang gelar strata satu (S1)
dan bertambahnya ilmu pengetahuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
implementasi program.

15
16

1.6. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang yang menerangkan ruang lingkup dan kedudukan

masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif, dari lingkup yang paling umum

yang selanjutnya mengarah kepada masalah yang paling spesifik. Kemudian yang

selanjutnya yaitu Identifikasi Masalah, dalam hal ini indentifikasi masalah

mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari tema/topik/judul

penelitian atau dengan masalah. Pembatasan masalah dan perumusan masalah dari

hasil identifikasi masalah tersebut ditetapkan masalah yang paling urgen yang

berkaitan dengan judul penelitian. Maksud tujuan penelitian, dalam hal ini

mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan dilaksanakan penelitian.

Kemudian terdapat juga kegunaan penelitian yang menjelaskan manfaat teoritis dan

praktis dari penelitian yang akan diteliti dan yang terakhir yaitu Sistemiatika

Penulisan yang menjelaskan isi dari BAB per BAB yang ada dalam penelitian.

BAB II DESKRIPSI TEORI

Terdapat deskripsi teori dan kerangka berfikir. Deskripsi teori mengkaji

tentang berbagai teori yang relevan dengan permasalahan dan variabel berfikir

sedangkan kerangka berfikir menceritakan alur pikiran peneliti dalam penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Terdiri dari metode penelitian menjelaskan tentang penggunaan metode yang

digunakan. Instrumen penelitian menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis

alat pengumpulan data. Informan penelitian menjelaskan tentang penentuan informan

16
17

yang berdasarkan data yang diperlukan menyangkut masalah yang di angkat. Teknik

pengolahan dan analisa data menjelaskan tentang teknik analisa beserta

rasionalisasinya. Terakhir tentang tempat dan waktu penelitian, menjelaskan tentang

tempat dan waktu penelitian tersebut.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Terdiri dari deskripsi obyek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara

jelas. Struktur organisasi dari populasi dan sampel yang telah ditentukan. Kemudian

terdapat deskripsi data yang menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah diolah

dari data mentah dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan. Kemudian

melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap persoalan dan pada akhir pembahasan

peneliti dapat mengemukakan berbagai keterbatasan yang mungkin tedapat dalam

pelaksanaan penelitian. Terutama sekali untuk penelitian eksperimen dan

keterbatasan ini dapat dijadikan rekomendasi terhadap penelitian lebih lanjut dalam

bidang yang menjadi objek penelitian.

BAB V PENUTUP

Dalam bagian penutup ini memuat penjelasan mengenai simpulan yaitu

menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas, dan muah

dipahami dan Saran yaitu berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap

bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun secara praktis.

17
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA BERPIKIR

2.1. Deskripsi Teori

2.1.1. Pengertian Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang

mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang

membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa

suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur

pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa

tindakan. Tiga hal yang perlu diperhatikan jika kita ingin mengenal lebih

lanjut tentang teori adalah:

1. Teori merupakan suatu proporsi yang terdiri dari kontrak yang sudah

didefinisikan secara luas sesuai dengan hubungan unsur-unsur dalam

proporsi tersebut secara jelas.

2. Teori menjelaskan hubungan antar variable sehingga pandangan yang

sistematik dari fenomena yang diterangkan variabel-variabel tersebut

dapat jelas.

3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasikan variable

yang saling berhubungan.

Wiliam Wiersma (1986) dalam Sugiyono (2008:41) menyatakan bahwa: A

theory is a generalization or series of generalization by which we attempt to

explain some phenomena in a systematic manner. Teori adalah generalisasi atau

18
19

kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai

fenomena.

Dalam bidang administrasi Hoy dan Miskey (2001) dalam Sugiyono

(2009:54) mengemukakan teori sebagai berikut: “Theory in administration,

however has the same role as theory in physics, chemistry, or biology; that is

providing general axplanations and guiding research”. Selanjutnya didefinisikan

bahwa teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat

digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai

organisasi. “theory is a set of interrelated concepts, assumptions, and

generalizations that systematically describes and explaints regularities in

behavior in organizations”.

Berdasarkan yang dikemukakan Hoy dan Miskel (2001) dalam Sugiyono

(2009:54) dapat dikemukakan bahwa teori itu berkenaan dengan konsep, asumsi

dan generalisasi yang logis, yang berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan

dan memprediksi perilaku yang memiliki keteraturan, dan teori juga sebagai

stimulan dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan. Konsep merupakan

istilah yang bersifat abstrak dan bermakna generalisasi. Contoh konsep dalam

administrasi adalah leadership (kepemimpinan), satisfaction (kepuasan) dan

informal organization (organisasi informal). Sedangkan asumsi merupakan

pernyataan diterima kebenarannya tanpa pembuktian.

Dalam penelitian mengenai implementasi program kartu lebak sehat di

Kabupaten lebak, peneliti menggunakan beberapa istilah yang berkaitan dengan

masalah penelitian dengan mengklasifikasikan kedalam teori. Adapun penjelasan


20

mengenai teori-teori yang berkaitan dengan masalah penelitian, yaitu sebagai

berikut :

2.1.2 Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang

mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktek

implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan

tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan

(Leo Agustino, 2006:138) . implementasi kebijakan merupakan tahap diantara

diputuskannya suatau kebijakan dengan munculnya konsekuensi-konsekuensi

diantara orang-orang yang terkena kebijakan tersebut. Implementasi merupakan

tahap yang krusial dalam proses kebijakan, dalam proses kebijakan ada beberapa

tahapan yaitu perumusan kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi

kebijakan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini difokuskan

pada tahap implementasi. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar

mempunyai dampak tujuan yang diinginkan.

Implementasi kebijakan publik merupakan suatu kajian mengenai

pelaksanaan dari suatu kebijakan pemerintah setelah sebuah kebijakan

dirumuskan dan disetujui, langkah berikutnya adalah bagaimana agar kebijakan

tersebut dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang. Untuk

mengimplementasikan kebijakan publik maka ada dua plihan langkah yang ada

yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau

melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Secara umum dapat di gambarkan sebagai berikut:


21

Gambar 2.1. Model dalam mengimplementasikan kebijakan publik

Kebijakan Publik

kebijakan Publik Penjelas Program Intevensi

Proyek Intevensi

Kebijakan
Intervensi

Publik/
Masyarakat/
beneficiares

Sumber: Nugroho, Rian D (2003:159)

Definisi implementasi menurut Jenkins dalam Parsons menjelaskan

mengenai studi implementasi yaitu:

“studi implementasi adalah studi perubahan bagaimana perubahan terjadi,


bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan juga merupakan
studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik bagaimana organisasi di
luar dan di dalam sistem politik menjalankan urusan mereka dan
berinteraksi satu sama lain, apa motivasi-motivasi mereka bertindak
seperti itu, dan apa motivasi lain yang membuat mereka bertindak secara
berbeda”

Implementasi kebijakan merupakan suatu studi kebijakan yang mencirikan

proses pelaksanaan kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya. Tidak sedikit

kerumitan yang ditemukan dalam proses implementasi, di lapangan masih

terdapat intervensi dari berbagai kepentingan. Bardach seorang ahli studi

kebijakan dalam Agustino menggambarkan tentang kerumitan dalam proses

implementasi tersebut, yaitu:


22

“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang
kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam
kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga
para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit
lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan
semua orang termasuk mereka yang dianggap sebagai klien”.

Dalam derajat lain Metter dan Horn dalam Wahab mendefinisikan


implementasi kebijakan sebagai berikut.

“Merumuskan proses implementasi ialah tindakan-tindakan yang


dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-
kelompok pemeritah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-
tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”

Sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino

implementasi kebijakan adalah

“Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk


undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin
diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin
dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses
implementasinya”

Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan

menyangkut (minimal) tiga hal yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan, (2)

adanya aktifitas atau kegiatan pencapaian tujuan dan (3) adanya hasil kegiatan.

Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan

merupakan suatu proses yang dinamis dimana pelaksana kegiatan melakukan

suatu kegiatan. Sehingga pada akhirnya akan mendaptkan suatu hasil yang sesuai

dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan

oleh Udoji dalam Widodo dalam mendefinisikan implementasi kebijakan, yaitu:


23

“Pelaksana kebijakan adalah suatu yang penting bahkan mungkin jauh


lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan
hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan
rapi dalam arsip kalau tidak di implementasikan”

Pressman dan Wildavsky dalam Parson yaitu menjadikan orang melakukan

apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahap dalam sebuah sistem dan

implementasi adalah soal pengembangan sebuah program kontrol yang

meminimalkan konflik dan deviasi dari tujuan yang ditetapkan oleh hipotesis

kebijakan.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang diutarakan oleh Grindle dalam
Agustino, yaitu:

“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya,


dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa
yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual
projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.”
Dalam perkembangannya, studi implementasi kebijakan memiliki dua

pendekatan dalam memahaminya (Ibid, 140-156) yaitu:

1. Pendekatan top down. Dalam pendekatan top down, implementasi


kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan mulai dari aktor tingkat
pusat, dan keputusannyapun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top
down bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik
(kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus
dilaksanakan oleh administrator-administrator atau birokrat-birokrat
pada level bawahnya. Jadi inti pendekatan top down adalah sejauhmana
tindakan para pelaksana (administrator dan birokrat) sesuai dengan
prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat
kebijakan di tingkat pusat.
2. Pendekatan bottom up. Dalam pendekatan buttom up, memandang
bahwa implementasi kebijakan tidak dirumuskan oleh lembaga yang
tersentralisir dari pusat, akan tetapi berpangkal dari keputusan-
keputusan yang ditetapkan pada level warga atau masyarakat tersebut.
Jadi intinya pendekatan bottom up adalah implementasi kebijakan
dimana formulasi kebijakan berada ditingkat warga, sehingga mereka
dapat lebih memahami dan mampu menganalisis kebijakan-kebjakan
apa yang cocok dengan sumber daya yang tersedia di daerahnya, sistem
sosio-kultur yang mengada agar kebijakan tersebut tidak
24

kontroproduktif, yang dapat menunjang keberhasilan kebijakan itu


sendiri.

Dari kedua pendekatan tersebut diatas, masing-masing memiliki model-

model kerangka kerja dalam membentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasil.

1. Model pendekatan top down

1) Implementasi kebijakan publik model Donald Van Metter dan Carl

Van Horn (1975) disebut juga dengan A model of the policy. Model

pendekatan ini menjelaskan bahwa proses implementasi merupakan

abstraki suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara

sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik

yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel.

Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan

secara linier dari keputusan politik/kebijakan publik, implementor dan

kinerja kebijakan publik. ada enam variabel yang mempengaruhi

kinerja kebijakan publik tersebut, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan


2. Sumberdaya
3. Karakteristik agen pelaksana
4. Komunikasi anatar organisasi dan aktivitas pelaksana
5. Sikap atau kecenderungan (disposition) para pelaksana
6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

2) Implementasi kebijakan publik model Mazmanian dan Sabatier (1983:

5-8) disebut juga dengan A frame for policy implementation. Kedua

ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan

publik adalah kemampuan dalam mengidentifikasikan variabel-


25

variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada

keseluruhan proses implementasi, variabel-variabel tersebut adalah:

1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi:

kesukaran-kesukaran teknis, keberagaman perilaku yang diatur,

presentase totalitas produk yang tercakup dalam kelompok sasaran,

serta tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang

dikehendaki

2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara

cepat, meliputi: kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-

tujuan resmi yang akan dicapai, kehandalan teori kausalitas yang

diperlukan, ketetapan alokasi sumber dana, keterpaduan hirarki di

dalam lingkungan dan di antara lembaga-lembaga atau instansi-

instansi pelaksana, aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-

badan pelaksana, kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang

termasuk dalam undang-undang, serta akses formal pihak-pihak

luar.

3. Variabel-variabel diluar undang-undang yang mempengaruhi

implementasi, meliputi: kondisi sosial-ekonomi dan teknologi,

dukungan publik, sikap dan sumber-sumber yang dimiliki

kelompok masyarakat serta kesepakatan dan kemampuan

kepemimpinan para pejabat pelaksana.


26

3) Implementasi kebijakan publik model Edward III dalam Agustino

(2006: 156) disebut juga dengan Direct dan Impact on Implementation.

Dalam pendekatan yang diterbitkan oleh Edward III, terdapat empat

variabel yang menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan,

yaitu:

1. Komunikasi, terdapat tiga indikator yang dipakai yaitu tranmisi,


kejelasan dan konsistensi.
2. Sumberdaya, terdapat empat indikator yang dipakai, yaitu: staf,
informasi, wewenang dan fasilitas
3. Disposisi, terdapat dua indikator yang dipakai, yaitu: pengangkatan
birokrat.
4. Struktur birokrasi, terdapat dua indikator yang dipakai, yaitu:
standar operating prosedurs (SOP) dan fragmentasi.

4) Implementasi kebijakan model Merille S Grindle dalam Agustino

(2006: 167). Pendekatan dikenal dengan Implementation as a politocal

and administrative proces. Menurut Grindle, ada dua variable yang

mempengaruhi implementasi kebijakan publik, dapat diukur dari

proses pencapaian hasil akhir (outcome) yaitu tercapai atau tidaknya

tujuan yang ingin dicapai dengan melihat pada proses serta pencapaian

tujuan kebijakan yaitu pada dampak atau efek pada masyarakat secara

individu dan kelompok serta tingkat perubahan yang terjadi dan

penerima kelompok sasaran. Keberhasilan suatu implementasi

kebijakan juga di tentukan oleh tingkat implementabilty kebijakan itu

sendiri, yang terdiri atas isi kebijakan (Content of Policy) dan konteks

implementasinya (Context of Policy).

1. Isi kebijakan (Content of Policy) terdiri dari: kepentingan yang

mempengaruhi, tipe manfaat, derajat perubahan yang ingin dicapai,


27

letak pengambilan keputusan, pelaksana program, dan sumberdaya

yang digunakan.

2. Konteks implementasi kebijakan (Context of Policy), terdiri dari:

kekuasaan, kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat,

karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa, serta tingkat

kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana.

5) Implementasi kebijakan publik model Hoogwood dan Gun (1978: 20).

Menurut kedua pakar ini, untuk melakukan implementasi kebijakan

diperlukan beberapa syarat:

1. Jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga/


badan tidak akan menimbulkan masalah yang besar.
2. Apakah untuk melaksanakannya tersedia sumberdaya yang
memadai, termasuk sumberdaya waktu.
3. Apakah keterpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar
ada.
4. Apakah kebijakan yang diimplementasikan didasari hubungan
kausal yang andal.
5. Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi
6. Apakah hubungan saling ketergantungan kecil.
7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
8. Bahwa tugas-tugas telah dirinci dan diurutkan dalam urutan yang
benar.

6) Model pendekatan bottom up ini disusun oleh Elmore (1979), Lipsky

(1971), Hjren dan O’Porter (1981). Model ini dimulai dari identifikasi

jaringan aktor yang terlibat di dalam proses pelayanan dan

menanyakan kepada mereka: tujuan, strategi, aktivitas, dan kontak-

kontak yang mereka miliki. Model implementasi kebijakan ini di

dasarkan kepada jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat

untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya atau masih


28

melibatkan pejabat pemerintah, namun hanya tataran bawah. Oleh

karena itu, kebijakan yang dibuat harus sesuai dengan harapan,

keiingian publik yang menjadi target atau kliennya dan sesuai pula

dengan pejabat eselon rendah yang menjadi pelaksananya. Kebijakan

model ini diprakarsai oleh masyarakat baik secara langsung ataupun

melalui lembaga-lembaga nirlaba kemasyaratan (LSM) (Ibid, 140-

156).

Berdasarkan beberapa teori dan model pendekatan implementasi kebijakan

publik yang telah dipaparkan oleh beberapa tokoh di atas, maka peneliti

menggunakan teori dan model pendekatan kebijakan publik yang diungkapkan

oleh Van Metter dan Van Horn. Peneliti memilih model Van Metter dan Van

Horn berdasarkan sub variable yang terdapat dalam model pendekatan ini yang

mampu menjawab permasalahan yang terjadi dalam implementasi program Kartu

Lebak Sehat di Kabupaten Lebak..

Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan publik model Van

Meter dan Van Horn dijelaskan sebagai berikut:

1. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari

ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang

ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan

terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006). Van

Meter dan Van Horn (dalam Sulaeman, 1998) mengemukakan untuk mengukur

kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran


29

tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan

pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan

sasaran tersebut.

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan

kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi

gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari

terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki

hubungan erat dengan disposisi para pelaksana (implementors). Arah disposisi

para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga

merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam

melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa

yang menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).

2. Sumber daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya

yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan.

Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang

berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang

telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya

finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan

implementasi kebijakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Derthicks

(dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa: ”New town study suggest that
30

the limited supply of federal incentives was a major contributor to the failure

of the program”.

Van Mater dan Van Horn (dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa:

”Sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan


komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka
untuk memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber
daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang dapat memperlancar
pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya
dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan
sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan.”

3. Karakteristik organisasi pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi

informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini

penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh

ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan

dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan

dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain

diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan

atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen

pelaksana kebijakan.

Menurut Edward III, 2 (buah) karakteristik utama dari struktur birokrasi

adalah prosedur-prosedur kerja standar (SOP = Standard Operating

Procedures) dan fragmentasi. Standart Operating Procedures (SOP). SOP

dikembangkan sebagai respon internal terhadap keterbatasan waktu dan sumber

daya dari pelaksana dan keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya

organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas. SOP yang bersifat rutin
31

didesain untuk situasi tipikal di masa lalu mungkin mengambat perubahan

dalam kebijakan karena tidak sesuai dengan situasi atau program baru. SOP

sangat mungkin menghalangi implementasi kebijakan-kebijakan baru yang

membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk

mengimplementasikan kebijakan. Semakin besar kebijakan membutuhkan

perubahan dalam cara-cara yang rutin dari suatu organisasi, semakin besar

probabilitas SOP menghambat implementasi (Edward III, 1980).

Fragmentasi berasal terutama dari tekanan-tekanan di luar unit-unit

birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok kepentingan,

pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan yang

mempengaruhi organisasi birokrasi publik. Fragmentasi adalah penyebaran

tanggung jawab terhadap suatu wilayah kebijakan di antara beberapa unit

organisasi. “fragmentation is the dispersion of responsibility for a policy area

among several organizational units.” (Edward III, 1980). Semakin banyak

aktor-aktor dan badan-badan yang terlibat dalam suatu kebijakan tertentu dan

semakin saling berkaitan keputusan-keputusan mereka, semakin kecil

kemungkinan keberhasilan implementasi. Edward menyatakan bahwa secara

umum, semakin koordinasi dibutuhkan untuk mengimplementasikan suatu

kebijakan, semakin kecil peluang untuk berhasil (Edward III, 1980).

4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van Horn

dan Van Mater (Widodo 1974) apa yang menjadi standar tujuan harus

dipahami oleh para individu (implementors). Yang bertanggung jawab atas


32

pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus

dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka

penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi

standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity)

dari berbagai sumber informasi.

Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu

standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan

sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat

mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya, komunikasi sering

merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses pentransferan berita

kebawah di dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lain, dan

ke komunikator lain, sering mengalami ganguan (distortion) baik yang

disengaja maupun tidak. Jika sumber komunikasi berbeda memberikan

interprestasi yang tidak sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan,

atau sumber informasi sama memberikan interprestasi yang penuh dengan

pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan

menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu

kebijakan secara intensif.

Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat

ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan

konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn Horn, dalam

Widodo 1974). Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh


33

dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara

pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan akan

semakin kecil, demikian sebaliknya.

5. Disposisi atau sikap para pelaksana

Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus (2006): ”sikap

penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat

mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik.

Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah

hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan

persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top

down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui

bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang

harus diselesaikan”.

Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pandangannya terhadap suatu kebijakan

dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan

organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van Mater dan Van

Horn (1974) menjelaskan disposisi bahwa implementasi kebijakan diawali

penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana

(implementors) dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terdapat tiga

macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan dan

kemauannya untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari

pertama, pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman

(comprehension and understanding) terhadap kebijakan, kedua, arah respon


34

mereka apakah menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and

rejection), dan ketiga, intensitas terhadap kebijakan.

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan

kebijakan adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi kebijakan

yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak

sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi

para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah

disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan

juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal

dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang

menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).

Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar

dan tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang besar

terhadap keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Van Mater dan

Van Horn, 1974). Pada akhirnya, intesitas disposisi para pelaksana

(implementors) dapat mempengaruhi pelaksana (performance) kebijakan.

Kurangnya atau terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan

gagalnya implementasi kebijakan.

6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi

kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong

keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang


35

tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja

implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan

mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

2.1.3 Kebijakan Publik

Sebelum dibahas lebih jauh mengenai konsep kebijakan publik, kita perlu

mengakaji terlebih dahulu mengenai konsep kebijakan atau dalam bahasa inggris

sering kita dengar dengan istilah policy. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar

dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara

bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb) pernyataan cita-cita, tujuan,

prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Carl J. Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008:7) mendefinisikan


kebijakan sebagai:

“serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau


pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-
hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap
pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan
perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting
dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan
apa yang sesungguhnya dikerjakan dari pada apa yang diusulkan dalam
beberapa kegiatan pada suatu masalah.”

Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri

masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka

untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2005: 40-50)

memberikan beberapa pedoman sebagai berikut:

1. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan.


2. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi.
3. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan.
36

4. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan.


5. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai.
6. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun
implisit.
7. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu.
8. Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan
yang bersifat intra organisasi.
9. Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-
lembaga pemerintah.
10. Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

Menurut Budi Winarno (2007:15), istilah kebijakan (policy term) mungkin

digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia”, “kebijakan

ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang

lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang

debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi

Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan

dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang,

ketentuan-ketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno,2009:11).

Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010:12) kebijakan harus

dibedakan dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang

berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian

kebijaksanaan memerlukan pertimbangan pertimbangan lebih jauh lagi,

sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada di dalamnya. James E

Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009:17) mengungkapkan bahwa

kebijakan adalah “a purposive course of action followed by an actor or set of

actors in dealing with a problem or matter of concern” (Serangkaian tindakan

yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang

pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).


37

Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi

Winarno (2007:18) dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa

yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau

dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara

kebijakan (policy) dengan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan

diantara berbagai alternatif yang ada.

Richard Rose sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007:17) juga

menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan

yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensi bagi mereka

yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pendapat

kedua ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah

kebijakan dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan

dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan

untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan

bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan

atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di

dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai

alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai

bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan

sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya kebijakan publik dapat bersifat

nasional, regional maupun lokal seperti undang-undang, peraturan pemerintah,


38

peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi,

keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan

bupati/walikota. Secara terminologi pengertian kebijakan publik (public policy)

itu ternyata banyak sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya.

Kebijakan publik merupakan keputusan atau pilihan tindakan secara

langsung yang mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya baik alam,

finansial, maupun sumberdaya manusia demi kepentingan publik. Beberapa

definisi kebijakan publik.

Menurut Robert Eyestone (1971) dalam Suharto (2007:3) menyatakan

kebijakan publik sebagai hubungan antar unit pemerintah dengan lingkungannya,

sedangkan James Anderson (1984:3) dalam Agustino (2006:7) menjelaskan

bahwa kebijakan publik ialah

“Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu yang


diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok faktor yang
berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperlukan”

Berdasarkan kutipan pernyataan dari Carl Fredich (1963) dalam Agustino

(2006:41) meyatakan bahwa serangkaian kegiatan atau tindakan atau kegiatan

yang diusulkan oleh seorang kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu dimana terdapat hambatan dan kemungkinan dimana kebijakan tersebut

diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang

dimaksud.
39

Sedangkan menurut William N Dunn (1994):

“Kebijakan publik ialah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-


pilihan kolektif yang saling tergantung termasuk keputusan-keputusan untuk
bertindak yang tidak dibuat oleh badan atau kantor pemerintah”

Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative

allocation of values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai-nilai

secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga

mengartikan kebijakan publik sebagai a projected program of goal, value, and

practice atau sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktek-

praktek yang terarah.

Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002:17)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-

kondisi awal dan akibat-akibat yang bias diramalkan. Kebijakan publik itu harus

dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta.

Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor bukan pemerintah. Robert

Eyestone sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008:6) mendefinisikan kebijakan

publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak

pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami,

karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.

Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu: 1)

kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena

maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional; 2)

kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur, karena ukurannya jelas

yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh. Menurut Woll
40

sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan bahwa kebijakan publik

ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat,

baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi

kehidupan masyarakat.

Thomas R. Dye sebagaimana dikutip Islamy (2009:19) mendefinisikan

kebijakan publik sebagai “is whatever government choose to do or not to do”

(apapapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan).

Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan

“tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat

publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu

juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh atau dampak yang

sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu. Terdapat beberapa ahli

yang mendefiniskan kebijakan publik sebagai tindakan yang diambil oleh

pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah publik.

Begitupun dengan Chandler dan Plano sebagaimana dikutip Tangkilisan

(2003:1) yang menyatakan bahwa:

“Kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya


sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan
suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh
pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan secara luas.”

David Easton sebagaimana dikutip Leo Agustino (2009:19) memberikan

definisi kebijakan publik sebagai “the autorative allocation of values for the

whole society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik otoritas dalam
41

sistem politik (pemerintah) yang secara syah dapat berbuat sesuatu pada

masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini

disebabkan karena pemerintah termasuk ke dalam “authorities in a political

system” yaitu para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan

sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah

tertentu dimana pada suatu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di

kemudian hari kelak diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat

selama waktu tertentu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan

oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan

masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk

melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuanketentuan atau peraturan

perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang

mengikat dan memaksa.

2.1.3.1 Urgensi Kebijakan Publik

Untuk melakukan studi kebijakan publik merupakan studi yang bermaksud

untuk menggambarkan, menganalisis, dan menjelaskan secara cermat berbagai

sebab dan akibat dari tindakan-tindakan pemerintah.

Studi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye, sebagaimana dikutip

Sholichin Abdul Wahab ( Suharno: 2010:14) sebagai berikut:

“Studi kebijakan publik mencakup menggambarkan upaya kebijakan


publik, penilaian mengenai dampak dari kekuatan-kekuatan yang berasal
42

dari lingkungan terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat


berbagai pernyataan kelembagaan dan proses-proses politik terhadap
kebijakan publik; penelitian mendalam mengenai akibat-akibat dari
berbagai kebijakan politik pada masyarakat, baik berupa dampak
kebijakan publik pada masyarakat, baik berupa dampak yang diharapkan
(direncanakan) maupun dampak yang tidak diharapkan.”

Sholichin Abdul Wahab sebagaimana dikutip Suharno (2010: 16-19)

dengan mengikuti pendapat dari Anderson (1978) dan Dye (1978) menyebutkan

beberapa alasan mengapa kebijakan publik penting atau urgen untuk dipelajari,

yaitu:

1. Alasan Ilmiah

Kebijakan publik dipelajari dengan maksud untuk memperoleh

pengetahuan yang luas tentang asal-muasalnya, proses perkembangannya, dan

konsekuensi-konsekuensinya bagi masyarakat. Dalam hal ini kebijakan dapat

dipandang sebagai variabel terikat (dependent variable) maupun sebagai variabel

independen (independent variable). Kebijakan dipandang sebagai variabel terikat,

maka perhatian akan tertuju pada faktor-faktor politik dan lingkungan yang

membantu menentukan substansi kebijakan atau diduga mempengaruhi isi

kebijakan piblik. Kebijakan dipandang sebagai variabel independen jika focus

perhatian tertuju pada dampak kebijakan tertuju pada sistem politik dan

lingkungan yang berpengaruh terhadapo kebijakan publik.

2. Alasan professional

Studi kebijakan publik dimaksudkan sebagai upaya untuk menetapkan

pengetahuan ilmiah dibidang kebijakan publik guna memecahkan masalah-

masalah sosial sehari-hari.


43

3. Alasan Politik

Mempelajari kebijakan publik pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah

dapat menempuh kebijakan yang tepat guna mencapai tujuan yang tepat pula.

2.1.3.2 Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena

melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu

beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik

membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.

Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji

kebijakan publik. Namun demikian beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap

ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut William

Dunn sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007: 32-34) adalah sebagai berikut:

1. Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda

publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk

dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda

kebijakan para perumus kabijakan. Pada tahap ini mungkin suatu masalah tidak

disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus

pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk

waktu yang lama.

2. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari


44

pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai

alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada.

Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat

dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam tahap

ini masing-masing actor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan

pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus

kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi

dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga

atau putusan peradilan.

4. Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika

program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan

administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang

telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang memobilisasikan

sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai

kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat

dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain mungkin

akan ditentang oleh para pelaksana.

5. Tahap evaluasi kebijakan

Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi,

unuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang
45

diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena

itu ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yamh menjadi dasar untuk

menilai apakah kebijakan publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai dampak

atau tujuan yang diinginkan atau belum. Secara singkat, tahap – tahap kebijakan

adalah seperti gambar dibawah ini;

Gambar 2.2. Tahap-Tahap Kebijakan:

Penyusunan kebijakan

Formulasi kebijakan

Adopsi kebijakan

Implemantasi kebijakan

Evaluasi kebijakan

Sumber: William Dunn sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007:32-34).

2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Kebijakan

Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan

pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan.

Walaupun demikian, para adsministrator sebuah organisasi institusi atau lembaga

dituntut memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian,
46

sehingga dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended

risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended risks). Pembuatan kebijakan

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal penting yang turut diwaspadai dan

selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan kebijakan sering terjadi

kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:

1. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar

Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau

membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.

2. Adanya pengaruh kebiasaan lama

Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana dikutip oleh Nigro

disebutkan dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi modal

yang hingga saat ini belum profesional dan terkadang amat birokratik,

cenderung akan diikuti kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun

keputusan/kebijakan yang berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena

sebagai suatu yang salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering

secara terus-menerus pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan

yang telah ada tersebut dipandang memuaskan.

3. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi

Berbagai keputusan/kabijakan yang dibuat oleh para pembuat

keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat

pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan

keputusan/kebijakan.
47

4. Adanya pengaruh dari kelompok luar

Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga

berperan besar.

5. Adanya pengaruh keadaan masa lalu

Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan

pengalaman sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada

pembuatan kebijakan/keputusan. Misalnya, orang mengkhawatirkan

pelimpahan wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena

khawatir disalahgunakan (Suharno: 2010: 52-53).

2.1.3.4 Kerangka Kerja Kebijakan Publik

Menurut Suharno (2010: 31) kerangka kebijakan publik akan ditentukan

oleh beberapa variabel dibawah ini, yaitu:

1. Tujuan yang akan dicapai, hal ini mencakup kompleksitas tujuan yang

akan dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin

sulit mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan

semakin sederhana, maka untuk mencapainya juga semakin mudah.

2. Prefensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan. Suatu kebijakan

yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh lebih sulit untuk dicapai

dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai.

3. Sumber daya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan

ditentukan oleh sumber daya finansial, material, dan infrastruktur lainnya.

4. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas dari

suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas aktor kebijakan yang


48

terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut ditentukan

oleh tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja

dan integritas moralnya.

5. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan

sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks

sosial, ekonomi, maupun politik tempat kebijakan tersebut

diimplementasikan.

6. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan

untuk mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja

suatu kebijakan. Stretegi yang digunakan dapat bersifat top/down

approach atau bottom approach, otoriter atau demokratis (Suharno:

2010:31).

2.1.3.5. Ciri-Ciri Kebijakan Publik

Menurut Suharno (2010: 22-24), ciri-ciri khusus yang melekat pada

kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan.

Ciri-ciri kebijakan publik antara lain:

1. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada

tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan

kebetulan. Kebijakan-kebijakan publik dalam system politik modern

merupakan suatu tindakan yang direncanakan.

2. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling

berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang

dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan


49

keputusan yang berdiri sendiri. Kebijakan tidak cukup mencakup

keputusan untuk membuat undang-undang dalam bidang tertentu,

melainkan diikuti pula dengan keputusan-keputusan yang bersangkut

paut dengan implementasi dan pemaksaan pemberlakuan.

3. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan

pemerintah dalam bidang tertentu.

4. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, munkin pula negatif,

kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk

tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-

masalah dimana justru campur tangan pemerintah diperlukan.

2.1.3.6 Jenis Kebijakan Publik

Banyak pakar yang mengajukan jenis kebijakan publik berdasarkan sudut

pandang masing-masing. James Anderson sebagaimana dikutip Suharno

(2010:24-25) menyampaikan kategori kebijakan publik sebagai berikut:

1. Kebijakan substantif versus kebijakan prosedural

Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang menyangkut apa yang akan

dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural adalah

bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.

2. Kebijakan distributif versus kebijakan regulatori versus kebijakan

redistributif.

3. Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan

pada masyarakat atau individu. Kebijakan regulatori merupakan kebijakan

yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau


50

kelompok masyarakat. Sedangkan, kebijakan redistributif merupakan

kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau

hak-hak diantara berbagai kelompok dalam masyarakat.

4. Kebijakan materal versus kebijakan simbolik.

5. Kebijakan materal adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber

daya komplet pada kelompok sasaran. Sedangkan, kebijakan simbolis

adalah kebijakan yang memberikan manfaatsimbolis pada kelompok

sasaran.

6. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum (public goods) dan

barang privat (privat goods).

7. Kebijakan public goods adalah kebijakan yang mengatur pemberian

barang atau pelayanan publik. Sedangkan, kebijakan privat goods adalah

kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar

bebas.

Wahab sebagaimana dikutip Suharno (2010:25-27) mengisyaratkan bahwa

pemahaman yang lebih baik terhadap hakikat kebijakan publik sebagai tindakan

yang mengarah pada tujuan, ketika kita dapat memerinci kebijakan tersebut

kedalam beberapa kategori, yaitu:

1. Tuntutan kebijakan (policy demands)

Yaitu tuntutan atau desakan yang diajukan pada pejabat-pejabat

pemerintah yang dilakukan oleh actor-aktor lain, baik swasta maupun kalangan

pemerintah sendiri dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau

sebaliknya untuk tidak melakukan tindakan pada suatu masalah tertentu. Tuntutan
51

ini dapat bervariasi, mulai dari desakan umum, agar pemerintah berbuat sesuatu

hingga usulan untuk mengambil tindakan konkret tertentu terhadap suatu masalah

yang terjadi di dalam masyarakat.

2. Keputusan kebijakan (policy decisions)

Adalah keputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang

dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam hal ini, termasuk didalamnya keputusan-keputusan untuk menciptakan

statuta (ketentuan-ketentuan dasar), ketetapan-ketetapan, ataupun membuat

penafsiran terhadap undang-undang.

a. Pernyataan kebijakan (policy statements)

Ialah pernyataan resmi atau penjelasan mengenai kebijakan publik

tertentu. Misalnya; ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit

Presiden, keputusan peradialn, pernyataan ataupun pidato pejabat

pemerintah yang menunjukkan hasrat, tujuan pemerintah, dan apa yang

dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

b. Keluaran kebijakan (policy outputs)

Merupakan wujud dari kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan

dirasakan, karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna

merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusan dan pernyataan

kebijakan. Secara singkat keluaran kebijakan ini menyangkut apa yang

ingin dikerjakan oleh pemerintah.


52

c. Hasil akhir kebijakan (policy outcomes)

Adalah akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh

masyarakat, baik yang diharapkan atau yang tidak diharapkan sebagai

konsekuensi dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah

dalam bidang-bidang atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam

masyarakat.

Dunn (2000: 21) membedakan tipe-tipe kebijakan menjadi lima


bagian, yaitu:

1. Masalah kebijakan (policy public)

Adalah nilai, kebutuhan dan kesempatan yang belum terpuaskan, tetapi

dapat diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan public. Pengetahuan apa

yang hendak dipecahkan membutuhkan informasi mengenai kondisi-kondisi

yang mendahului adanya problem maupun informasi mengenai nilai yang

pencapaiannya menuntut pemecahan masalah.

2. Alternative kebijakan (policy alternatives)

Yaitu arah tindakan yang secara potensial tersedia yang dapat sumbangan

kepada pencapaian nilai dan pemecahan masalah kebijakan. Informasi

mengenai kondisi yang menimbulkan masalah pada dasarnya juga

mengandung identifikasi terhadap kemungkinan pemecahannya.

3. Tindakan kebijakan (policy actions)

Adalah suatu gerakan atau serangkaian gerakan sesuai dengan alternatif

kebijakan yang dipilih, yang dilakukan untuk mencapai tujuan bernilai.


53

4. Hasil kebijakan (policy outcomes)

Adalah akibat-akibat yang terjadi dari serangkaian tindakan kebijakan yang

telah dilaksanakan. Hasil dari setiap tindakan tidak sepenuhnya stabil atau

diketahui sebelum tindakan dilakukan, juga tidak semua dari hasil tersebut

terjadi seperti yang diharapkan atau dapat diduga sebelumnya.

5. Hasil guna kebijakan

Adalah tingkat seberapa jauh hasil kebijakan memberiakn sumbangan pada

pencapaian nilai. Pada kenyataanya jarang ada problem yang dapat

dipecahkan secara tuntas, umumnya pemecahan terhadap suatu masalah

dapat menumbuhkan masalah sehingga perlu pemecahan kembali atau

perumusan kembali.

Jika dilihat secara tradisional para ilmuwan politik umumnya membagi: 1)

kebijakan substantif (misalnya kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-

hak sipil, masalah luar negeri); 2) kelembagaan (misalnya: kebijakan legislatif,

kebijakan eksekutif, kebijakan yudikatif, kebijakan departemen); 3) kebijakan

menurut kurun waktu tertentu (misalnya kebijakan masa reformasi, kebijakan

masa orde baru).

Proses kebijakan baru dimulai sadar bahwa situasi permasalahan, yaitu

situasi yang dirasakan adanya kesulitan atau kekecewaan dalam perumusan

kebutuhan, nilai dan kesempatan (Ackoff dalam Dunn, 2000:121). Dunn (2000-

21) berpendapat bahwa metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima

prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia: definisi,

prediksi, preskripsi, deskripsi dan evaluasi.


54

2.1.4 Kajian Kartu Lebak Sehat

Kartu Lebak Sehat merupakan Perhatian Pemerintah Daerah dalam

peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Di tahun 2014, Pemkab Lebak

menyediakan anggaran sebesar Rp 3.412.975.800 yang diambil dari APBD.

Anggaran tersebut untuk menunjang program unggulan Bupati dan Wakil Bupati

Lebak berupa Kartu Lebak Sehat (KLS) dengan sasaran 14.974 dengan target

sasaran 15.699. Melalui KLS yang saat ini terus dilakukan secara bertahap,

Pemerintah Kabupaten Lebak optimis kedepan program tersebut akan terus

meningkat, sehingga pada lima tahun kedepan masyarakat Kabupaten Lebak

memiliki jaminan kesehatan yang memadai.

Para penerima Kartu Lebak Sehat ini nantinya akan mendapatkan jaminan

sejumlah fasilitas kesehatan yang meliputi pelayanan kesejatan tingkat pertama

(RJTP dan RITP), pelayanan kesehatan tingkat lanjutan (RJTL dan RITL), dan

pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Kementerian.

Secara terperinci untuk Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (PKTP)

meliputi pelayanan kesehatan non medis spesialistik yang mencakup; administrasi

pelayanan, pelayanan promotif dan preventif, pemeriksaan pengobatan dan

konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik baik operatif maupun non

operatif, pelayanan obat dan medis habis pakai, transfusi darah sesuai dengan

kebutuhan medis, pemeriksaan penunjang diagnostic laboratorium tingkat pertama

dan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.


55

Sementara pada Pelayanan Rujukan Tingkat Lanjutan (PKRTL), penerima

Kartu Lebak Sehat akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang mencakup;

Rawat jalan yang meliputi Administrasi pelayanan, Pemeriksaan, pengobatan dan

konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis, Tindakan medis

spesialistik sesuai dengan indikasi medis, Pelayanan alat kesehatan implant,

Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis,

Rehabilitasi medis, Pelayanan darah, Pelayanan kedokteran forensic dan

Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan selain itu penerima KLS juga

mendapatkan pelanan Rawat inap yang meliputi. Perawatan inap non intensif

dan Perawatan inap di ruang intensif.

Tujuan dari hadir Kartu Lebak Sehat adalah agar di Kabupaten Lebak

dapat melaksanakan pelayanan kesehatan yang paripurna, merata dan bermutu,

dan juga agar bisa terselenggaranya upaya kesehatan secara menyeluruh,

terpadu, berkelanjutan, terjangkau dan bermutu bagi seluruh masyarakat

Kabupaten Lebak untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.di

Kabupaten Lebak

Adapun manfaat dari Kartu Lebak Sehat adalah Kabupaten Lebak,

mengoptimalkan pelayanan kesehatan dasar guna mendukung program "Lebak

Sehat" melalui peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial.

"Kami berharap petugas Puskesmas dapat melayani kesehatan dasar sebanyak 144
jenis penyakit dengan optimal," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak
Maman Sukirman di Lebak. (Selasa 10 mei 2016, pukul 11.00 WIB, di Dinas
Kesehatan Kabupaten Lebak)
56

Pemerintah daerah telah memberikan jaminan kesehatan gratis bagi warga

miskin, termasuk penyandang disabilitas, pimpinan pondok pesantren serta kepala

desa. Mereka mendapat bantuan penerima biaya iuran (PBI) peserta Badan

Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS).

Pemberian bantuan tersebut diperkirakan 18.000 ribu lebih dalam upaya

mendukung program "Lebak Sehat" melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Semua warga yang memiliki kartu BPJS yang dibantu PBI itu gratis untuk

mendapat pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas maupun rujukan perawatan

inap Rumah Sakit kelas III,

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dasar pemerintah Kabupaten

Lebak telah meningkatkan status Puskesmas dari 42 unit naik menjadi 43 unit.

Begitu pula Puskesmas berstatus Dengan Tempat Perawatan (DTP) yang

sebelumnya 14 unit kini menjadi 18 unit.

Selain itu juga jumlah Pembantu Puskesmas (Pustu) yang berada di daerah

terpencil sebanyak 71 unit. Diharapkan dengan pembangunan infrastruktur

kesehatan dapat memberikan pelayanan yang optimal dalam mendukung program

Kartu Lebak Sehat

Kriteria penerima program Kartu Lebak Sehat adalah masyarakat yang

dikategorikan miskin atau tidak mampu di Kabupaten Lebak yang dimana sebagai

peserta jaminan pemeliharaan kesehatan yang dibiayai anggaran pendapatan dan

belanja daerah, dimana segala biaya yang timbul dibebankan kepada Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lebak.


57

Adapun kriteria miskin menurut standard BPS sebagai berikut :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga
lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air
hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak
tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan
500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat
SD.Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.
500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor,
atau barang modal lainnya

Yang dimana Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka bisa dikategorikan suatu

rumah tangga miskin .

2.1.5 Definisi Sosial Ekonomi

Sejarah sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan-keadaan dimana

manusia-manusia itu hidup, kemungkinan-kemungkinan perkembangan materi

dan batas-batasnya yang tidak bisa diikuti manusia. Penduduk dan kepadatan

penduduk, konsumsi dan produksi pangan, perumahan, sandang, kesehatan dan

penyakit, sumber-sumber kekuatan dan pada tingkat dasarnya faktor-faktor ini


58

berkembang tidak menentu dan sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi

dimana manusia itu harus hidup (Ahmad, 1992: 19).

Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang

sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah,

manusia terus mencari jawaban bagaimana sumber daya bumi ini dapat

dipergunakan dan dibagikan dengan baik. Kata sosial berasal dari kata “socious”

yang artinya kawan, teman. Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai

teman sepermainan, teman kerja, teman sekampung dan sebagainya. Dalam hal ini

kawan adalah mereka (orang-orang) yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal

dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi

satu sama lain (Mahadi, 1993: 54).

Kata sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat

(Suharso,2005:78). Sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia sering disebut

makhluk sosial yang artinya bahwa manusia itu tidak dapat hidup dengan wajar

tanpa orang lain disekitarnya. Istilah Ekonomi secara etimologi berasal dari

bahasa yunani yaitu “Oikos” yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya

mengatur. Jadi secara harafiah, ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini

adalah pengertian yang paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan

dan perubahan masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas.

Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya seharihari.(http://www.wikipedia.com/24 Maret 2016)

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur

secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur
59

sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan

kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status (Koentjaraningrat,

1990:42).

Menurut Melly G. Tan bahwa bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi

tiga faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas

didukung oleh Mahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant

dari Overseas Development Council mengatakan bahwa kedudukan sosial

ekonomi dititikberatkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan

air yang sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak

(http://www.detikfinance.com/24 Maret 2015).

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah

kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya

sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan

kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan berhasil mencukupi

kebutuhan hidupnya.

Melly G. Tan mengatakan untuk melihat kondisi sosial ekonomi keluarga

atau masyarakat itu dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu pekerjaan, pendidikan,

dan penghasilan. Berdasarkan hal ini maka keluarga atau kelompok masyarakat

itu dapat digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Tan

dalam Koentjaraningrat, 1981: 63).

1. Golongan berpenghasilan rendah

Yaitu keluarga yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk

memenuhi tingkat hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup yang
60

minimal, mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain karena tuntutan

kehidupan yang keras, perkembangan anak dari keluarga itupun menjadi agresif.

Sementara itu orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap perilaku

anaknya.

2. Golongan berpenghasilan sedang

Yaitu pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.

3. Golongan berpenghasilan tinggi

Yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, sebagian dari pendapatan

yang diterima dapat ditabung dan digunakan untuk kebutuhan lain ataupun

kebutuhan di masa mendatang.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan hasil

penelitian terdahulu yang pernah peneliti baca sebelumnya yang tentunya sejenis

dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu ini bermanfaat dalam mengolah atau

memecahkan masalah yang timbul dalam implementasi program Kartu Lebak

Sehat di Kabupaten Lebak. Walaupun lokusnya dan masalahnya tidak sama persis

tapi sangat membantu peneliti menemukan sumber-sumber pemecahan masalah

penelitian ini. Berikut ini adalah hasil penelitian yang peneliti baca.

Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Novayanti Sopia Rukmana S.,

Universitas Hasanuddin, tahun 2013, dengan judul Implementasi program jaminan


61

kesehatan gratis daerah (di puskesmas sumbang Kecamatan Curio Enrekang)

temuan dalam penelitian ini adalah Pemerintah provinsi Sulawesi selatan

berupaya dengan jalan memberikan keringanan kepada penduduk di Sulawesi

Selatan dalam hal biaya mengatasi masalah kesehatannya dengan melakukan

pembebasan biaya pelayanan kesehatan dasar sampai rawat inap kelas III di

semua unit pelayanan kesehatan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Teori

yang digunakan pada penelitian ini adalah Metter dan Horn.

Melalui 5 kebijakan ini maka di harapkan tidak ada lagi masyarakat di

Sulawesi Selatan yang tidak dapat mengatasi masalah kesehatannya karena alasan

ekonomi atau tidak memiliki biaya. Pemberian pelayanan kesehatan dasar yang

diberikan pada masyarakat itu, diberlakukan pada 13 puskesmas dan rumah sakit

pemerintah kabupaten Enrekang. Sementara untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan gratis khususnya masyarakat miskin persyaratan yang harus dibawa

yaitu kartu Jamkesmas atau kartu Akses, dan apabila tidak memiliki kedua kartu

itu,maka akan terdaftar dengan program Jamkesda dengan persyaratan foto copy

KTP dan Kartu Keluarga. Kecamatan Curio adalah salah satu Kecamatan di

Kabupaten Enrekang yang berada pada 740 – 1.098 m diatas permukaan laut.

Luas Kecamatan Curio adalah 178,51 km2, yang terdiri dari 11 Desa. Jumlah

penduduk Kecamatan Curio 14.533 Jiwa yang terbagi dalam jumlah laki-laki

7.335 jiwa dan jumlah perempuan 7.198 jiwa. Sebagian besar penduduk 46

kecamatan Curio bermata pencaharian Pertanian, perkebunan terutama padi

sawah.sayur-sayuran, cengkeh, coklat, Sedangkan pada peternakan sebagian besar

pada ayam buras dan sapi potog. Kecamatan Curio juga memiliki potensi di
62

bidang kehutanan seperti kayu pinus, damar, lebah hutan, dan tanam-tanaman

kayu lainnya Rujukan penelitian.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Novayanti Sopia Rukmana S.,

Universitas Hasanuddin (2013) dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh peneliti memfokuskan pada Implementasi kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak, yang dimana mengingat luas nya wilayahdi Kabupaten Lebak

dimana ada 28 Kecamatan di dalamnya dan dengan jumlah kecamatan yang

demikian banyak memiliki 42 Puskesmas guna melayani kesehatan masyarakat di

Kabupaten Lebak, sedangkan yang dilakukan oleh Novayanti Sopia Rukmana S

memfokuskan tentang Implementasi program jaminan kesehatan gratis daerah (di

puskesmas sumbang Kecamatan Curio Enrekang)

Penelitian selanjutnya adalah, Penelitian yang dilakukan oleh Norman

Andika Universitas Pembangunan Nasional Veteran tahun 2010 dalam skripsinya

yang berjudul “Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat

(JAMKESMAS) di Puskesmas Jagir Surabaya. Dalam penelitian tersebut

menunjukan sasaran JAMKESMAS diseluruh indonesia sebesar 76,4 juta jiwa

keluarga miskin sedangkan kuota Provinsi Jawa Timur 10.710.051 jiwa dan Kota

Surabaya sebesar 458.622 jiwa, Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)

ini diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang diberikan

pemerintah Provinsi Jawa Timur.Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah

Metter dan Horn, hasil dari penelitian yang dilakukan adalah bisa diketahui

bagaimana perjalanan dari implementasi program JAMKESMAS di daerah Jagir

Surabaya.
63

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Norman Andika Universitas

Pembangunan Nasional Veteran (2010) dengan penelitian ini adalah penelitian

yang di dilakukan oleh peneliti adalah implementasi Kartu Lebak Sehat yang

anggaran nya diambil dari APBD Kabupaten Lebak, sedangkan penelitian yang

dilakukan oleh Norman Andika memfokuskan tentang implementasi Jaminan

Kesehatan Masyarakat di Kota Surabaya yang diambil dari APBN.

2.3 Kerangka Berfikir

Menurut Muhamad (2009:75) Kerangka berfikir adalah gambaran mengenai

hubungan antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan oleh jalan pikiran

menurut kerangka logis. Menurut Riduwan (2004:25) Kerangka berfikir adalah

dasar pemikiran dari penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan

telaah penelitian. Kerangka pikir memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang

akan dijadikan dasar dalam penelitian.

Menurut Sugiyono (Sugiyono,2007:60), kerangka berfikir adalah sintesa

tentang hubungan antar-variable yang disusun dari berbagai teori yang telah

dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan, selanjutnya

dianalisis secara kritis dan sistematis sehingga menghasilkan sintesa tentang

hubungan antar-variable yang diteliti.

Uma Sekaran dalam bukunya business research (1992) dalam (Sugiyono,

2005:65) mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model konseptual

tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah

diidentifikasikan sebagai masalah yang penting.


64

Implementasi kebijakan publik model Metter dan Horn (1975) disebut juga

dengan A model of the policy. Model pendekatan ini menjelaskan bahwa proses

implementasi merupakan abstraki suatu implementasi kebijakan yang pada

dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan

publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model

ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari

keputusan politik/kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. ada

enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut. Secara rinci

variabel-variabel implementasi kebijakan publik model Meter dan Horn dijelaskan

sebagai berikut:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari

ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang

ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan

terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006). Van

Meter dan Van Horn (dalam Sulaeman, 1998) mengemukakan untuk mengukur

kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran

tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan

pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan

sasaran tersebut.

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan

kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi

gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari


65

terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki

hubungan erat dengan disposisi para pelaksana (implementors). Arah disposisi

para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga

merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam

melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa

yang menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan Van Horn, 1974).

2. Sumber daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya

yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan.

Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang

berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang

telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya

finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan

implementasi kebijakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Derthicks

(dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa: ”New town study suggest that

the limited supply of federal incentives was a major contributor to the failure

of the program”.

Mater dan Horn (dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa:

”Sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan

komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk

memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini

terdiri atas dana atau insentif lain yang dapat memperlancar pelaksanaan
66

(implementasi) suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif

lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar

terhadap gagalnya implementasi kebijakan.”

3. Karakteristik organisasi pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi

informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini

penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh

ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan

dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan

dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain

diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan

atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen

pelaksana kebijakan.

Menurut Edward III, 2 (buah) karakteristik utama dari struktur birokrasi adalah

prosedur-prosedur kerja standar (SOP = Standard Operating Procedures) dan

fragmentasi. Standart Operating Procedures (SOP). SOP dikembangkan

sebagai respon internal terhadap keterbatasan waktu dan sumber daya dari

pelaksana dan keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-

organisasi yang kompleks dan tersebar luas. SOP yang bersifat rutin didesain

untuk situasi tipikal di masa lalu mungkin mengambat perubahan dalam

kebijakan karena tidak sesuai dengan situasi atau program baru. SOP sangat

mungkin menghalangi implementasi kebijakan-kebijakan baru yang

membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk


67

mengimplementasikan kebijakan. Semakin besar kebijakan membutuhkan

perubahan dalam cara-cara yang rutin dari suatu organisasi, semakin besar

probabilitas SOP menghambat implementasi (Edward III, 1980).

Fragmentasi. Fragmentasi berasal terutama dari tekanan-tekanan di luar unit-

unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok

kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan

yang mempengaruhi organisasi birokrasi publik. Fragmentasi adalah

penyebaran tanggung jawab terhadap suatu wilayah kebijakan di antara

beberapa unit organisasi. “fragmentation is the dispersion of responsibility for

a policy area among several organizational units.” (Edward III, 1980).

Semakin banyak aktor-aktor dan badan-badan yang terlibat dalam suatu

kebijakan tertentu dan semakin saling berkaitan keputusan-keputusan mereka,

semakin kecil kemungkinan keberhasilan implementasi. Edward menyatakan

bahwa secara umum, semakin koordinasi dibutuhkan untuk

mengimplementasikan suatu kebijakan, semakin kecil peluang untuk berhasil

(Edward III, 1980).

4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Horn dan

Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami

oleh para individu (implementors). Yang bertanggung jawab atas pencapaian

standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus

dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka

penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi


68

standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity)

dari berbagai sumber informasi.

Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu

standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan

sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat

mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya, komunikasi sering

merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses pentransferan berita

kebawah di dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lain, dan

ke komunikator lain, sering mengalami ganguan (distortion) baik yang

disengaja maupun tidak. Jika sumber komunikasi berbeda memberikan

interprestasi yang tidak sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan,

atau sumber informasi sama memberikan interprestasi yang penuh dengan

pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan

menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu

kebijakan secara intensif.

Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat

ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan

konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn Horn, dalam

Widodo 1974). Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh

dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara

pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan akan

semakin kecil, demikian sebaliknya.


69

5. Disposisi atau sikap para pelaksana

Menurut pendapt Metter dan Horn dalam Agustinus (2006): ”sikap penerimaan

atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi

keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat

mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi

warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka

rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat

mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu

menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.

Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pendangannya terhadap suatu kebijakan dan

cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan

organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Mater dan Horn (1974)

menjelaskan disposisi bahwa implementasi kebijakan diawali penyaringan

(befiltered) lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana (implementors) dalam

batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terdapat tiga macam elemen respon

yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan

suatu kebijakan, antara lain terdiri dari pertama, pengetahuan (cognition),

pemahaman dan pendalaman (comprehension and understanding) terhadap

kebijakan, kedua, arah respon mereka apakah menerima, netral atau menolak

(acceptance, neutrality, and rejection), dan ketiga, intensitas terhadap

kebijakan.

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan

adalah penting. Karena, bagaimanapun juga implementasi kebijakan yang


70

berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak

sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah disposisi

para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan. Arah

disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan

juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal

dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak apa yang

menjadi tujuan suatu kebijakan ( Mater dan Horn, 1974).

Sebaliknya, penerimaan yang menyebar dan mendalam terhadap standar dan

tujuan kebijakan diantara mereka yang bertanggung jawab untuk melaksanakan

kebijakan tersebut, adalah merupakan suatu potensi yang besar terhadap

keberhasilan implementasi kebijakan (Kaufman dalam Mater dan Horn, 1974).

Pada akhirnya, intesitas disposisi para pelaksana (implementors) dapat

mempengaruhi pelaksana (performance) kebijakan. Kurangnya atau

terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya

implementasi kebijakan.

6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi

kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong

keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang

tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja

implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan.


71

Gambar 2.3
Kerangka Berpikir
mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal
Identifikasi yang kondusif.
Masalah:
1. Masih banyaknya masyarakat Kabupaten Lebak yang membutuhkan pelayanan
kesehatan akan tetapi belum menikmati Program Kartu Lebak Sehat.
2. Program Kartu Lebak Sehat belum diketahui dan dipahami oleh masyarakat
Kabupaten Lebak, karena masih rendahnya sosialisasi program oleh pemerintah
daerah Kabupaten Lebak.
3. Kurangnya pemahaman pegawai Dinas Sosial Kabupaten Lebak terhadap tujuan dan
sasaran dari adanya Program Kartu Lebak Sehat, sehingga tujuan dari adanya
program Kartu Lebak Sehat ini belumlah dirasakan optimal oleh masyarakat
Kabupaten Lebak
4. Adanya perbedaan jumlah data masyarakat miskin yang dimiliki BPS Kabupaten
Lebak dengan Dinsos Kabupaten Lebak yang menyebabkan penerimaan Kartu Lebak
Sehat untuk masyarakat miskin di Kabupaten Lebak, tidak akurat
5. Adanya rasa tidak nyaman dari Dinas Sosial Kabupaten Lebak dalam menjalankan
tugas karena ada rasa dianggap merebut program yang ada di Dinas Kesehatan
Kabupaten Lebak.
6. Kurang kondusifnya lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang menghambat
berjalannya Program Kartu Lebak Sehat.

(sumber: Peneliti 2015)

Teori

Implementasi kebijakan model Van Metter dan Van Horn


1. Ukuran dan tujuan kebijkan
2. Sumber daya
3. Karateristik agen pelaksana
4. Sikap/ kecenderungan (disposition) para pelaksana
5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana
6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik
(sumber:Agustino, 2006:141-144)

Metode Penelitian
Metode Penelitian kualitatif Deskriptif

Output
”Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak ”

Outcome

Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengetahuiprogram-program


diKabupaten Lebak dalam meningkatkan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Lebak demi terwujudnya pembangunan di Kabupaten Lebak.

(Sumber: Peneliti 2015)


72

2.4 Asumsi Dasar

Berdasarkan pada kerangka berfikir yang telah dipaparkan peneliti di atas,

peneliti telah melakukan observasi awal terhadap objek penelitian. Maka peneliti

berasumsi bahwa Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak

belum dapat dikatakan berhasil dalam meningkatkan kesehatan, di Kabupaten

Lebak.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi berhubungan dengan cara (metode). Metodologi adalah

pengetahuan tentang cara-cara (science of methods). Dalam arti umum dan

awam, metodologi bisa digunakan dalam konteks apa saja, misalnya: berpikir,

metodologi penelitian atau metodologi pengajaran. Menurut Irawan (2005:42)

metodologi adalah:

“totalitas cara untuk meneliti dan menemukan kebenaran. Disebut


totalitas cara sebab metodologi tidak hanya mengacu pada metode
penelitian tetapi juga paradigma, pola pikir, metode pengumpulan dan
analisis data sampai dengan metode penafsiran temuan penelitian itu
sendiri”.

Dalam penelitian sosial masalah penelitian, tema, topik dan judul

penelitian berbeda secara kuantitatif maupun kualitatif. Baik substansial

maupun materil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan

metodologis. Masalah kuantitatif lebih umum memiliki wilayah yang luas,

tingkat variasi yang kompleks namun berlokasi di permukaan. Akan tetapi,

masalah-masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang sempit dengan tingkat

variasi yang rendah namun memiliki kedalaman bahasan yang tidak terbatas.

73
74

Dalam penelitian mengenai implementasi program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak, berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka

penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor

dalam Moleong (2006:3) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan

pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).

Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller dalam Moleong

(2006:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu

dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari

pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam

peristilahannya.

Selanjutnya menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2006:5)

menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar

alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan

dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, Moleong dalam bukunya

“Metodologi Penelitian Kualitatif” (2006:6) mensintesiskan bahwa penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
75

motivasi dan tindakan yang secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Marshall dalam Sugiyono (2009:63) mendefinisikan kualitatif sebagai

suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik

mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Selanjutnya,

Sugiyono (2009:8) mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai metode

penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,

(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai

instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi

(gabungan), analisis data bersifat induktif dan penelitian kualitatif lebih

menekankan makna dari pada generalisasi. Obyek dalam penelitian kualitatif

adalah objek yang alamiah atau natural setting sehingga metode penelitian ini

sering disebut sebagai metode naturalistik.

Obyek yang alamiah adalah obyek yang apa adanya tidak dimanipulasi

oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif, data yang dihasilkan berbentuk kata,

kalimat untuk mengeksplorasi bagaimana kenyataan sosial yang terjadi dengan

mendeskripsikan hal-hal yang sesuai dengan masalah dan unit yang diteliti

dalam hal ini adalah implementasi program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak.
76

3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif ini, penentuan fokus berdasarkan hasil studi

pendahuluan, pengalaman, dan referensi (Sugiyono, 2012:141). Peneliti akan

membatasi ruang lingkup materi kajian penelitian yang akan dilakukan yakni

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat di Kabupaten Lebak. Yakni

di beberapa dinas dan daerah yang terkait dengan program Kartu Lebak Sehat ,

BAPPEDA Kabupaten Lebak, Dinas Kesehatan kabupaten lebak, Dinas Sosial

Kabupaten Lebak, RSUD Adjidarmo, dan beberapa puskesmas yang terdapat di

Kabupaten Lebak.

3.4 Fenomena yang Diamati

3.4.1 Definisi Konseptual

Definisi konseptual digunaan untuk menegaskan konsep-konsep yang jelas,

yang digunakan supaya tidak menjadi perbedaan penafsiran antara penulis dan

pembaca. Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan adalah suatu tindakan atau usaha untuk

melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan pada perumusan


77

kebijakan dan kebijakan tersebut dilaksanakan oleh individu, pejabat

atau kelompok tertentu seperti pemerintah atau swasta.

2) Pembangunan Daerah

Pembangunan adalah jenis perubahan sosial dengan ide-ide baru untuk

kehidupan sosial dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan yang

lebih tinggi dan memberikan tingkat kehidupan yang lebih tinggi pula

melalui organisasi sosial yang baik dan produksi modern. Jadi manusia

bisa melakukan perubahan sosial atau pembangunan apabila tingkat

pendapatannya tinggi dan memenuhi kebutuhan hidupnya

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah Implementasi Program

Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak. Karena peneliti menggunakan metode

penelitian kualitiatif, maka dalam penjelasan definisi operasional ini akan

dikemukakan fenomena-fenomena penelitian yang dikaitkan dengan konsep

yang digunakan yaitu enam variabel menurut Van Metter dan Van Horn yang

mempengaruhi implementasi kebijakan publik, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan, yakni mengamati fenomena mengenai ukuran


dan tujuan Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak.
2. Sumberdaya, yakni mengamati fenomena terkait sumberdaya dalam
implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak, baik
sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, maupun sumberdaya waktu.
78

3. Karakteristik agen pelaksana, yakni meliputi organisasi formal dan


organisasi informal yang akan terlibat dalam implementasi Program Kartu
Lebak Sehat di Kabupaten Lebak.
4. Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana, yakni meliputi respon,
pemahaman, dan preferensi nilai yang dimiliki implementor program Kartu
Lebak Sehat di Kabupaten Lebak.
5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana, yakni koordinasi
antarorganisasi dan stakeholder yang terlibat dalam Program Kartu Lebak
Sehat di Kabupaten Lebak.
6. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik, yakni mengamati fenomena
kondisi ekonomi lingkungan, dukungan kelompok-kelompok kepentingan
dan elite politik, karakteristik para partisipan, serta opini publik mengenai
pelaksanaan Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak.

3.5 Informan Penelitian

Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi yang

diperlukan selama proses penelitian. Teknik yang digunakan untuk menentukan

informan dalam penelitian kualitatif ini yaitu dengan jalan peneliti memasuki

situasi sosial tertentu, melakukan observasi, dan wawancara kepada orang-

orang yang dipandang mengetahui tentang situasi sosial tertentu (Prastowo,

2011:197). Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik Purposive, yaitu informan yang secara sengaja dipilih

oleh peneliti, karena dianggap memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat

memperkaya data penelitian (Irawan, 2006:17).

Menurut Patton dalam Denzin (2009: 290), alasan logis di balik teknik

Purposive dalam penelitian kualitatif merupakan prasyarat bahwa sampel yang

dipilih sebaiknya memiliki informasi yang kaya (rich information). Walaupun


79

demikian dalam pelaksanaan penelitian di lapangan nanti, tidak menutup

kemungkinan peneliti juga akan menggunakan teknik Snowball, yaitu jumlah

informan akan bertambah sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian.

penggunaan teknik tersebut disesuaikan dengan kondisi atau situasi yang ada di

lapangan dalam penelitian mengenai Implementasi program Kartu Lebak Sehat

di Kabupaten Lebak.

Untuk memudahkan dalam pembacaan hasil penelitian, maka berikut ini

akan diuraikan daftar informan yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:

Tabel 3.1
Kategori Informan

Kode Informan Keterangan


Informan
Kepala Bidang Biro Hukum SEKDA Key Informan
I1 Kabupaten Lebak.
Kepala Bidang Program BAPPEDA Key Informan
I2 Kabupaten Lebak.

I3 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Key Informan


Lebak
I4 Kepala Dinas Sosial Kabupaten Key Informan
Lebak.
I5 Kepala RSUD Adjidarmo Kabupaten Key Informan
Lebak.
I6 Kepala BPJS Kabupaten Lebak
Key Informan
80

I7 Key Informan
Kepala Puskesmas Rangkasbitung
I8 Kepala Puskesmas Bayah Key Informan

I9 Kepala Puskesmas Sobang Key Informan

I10 Kepala Puskesmas Cibeber Key Informan

I11 Kepala Puskesmas Cibadak Key Informan

I12 Penerima Program Kartu Lebak Secondary informan


Sehat di Kec.Rangkasbitung

I13 Penerima Program Kartu Lebak Secondary Informan


Sehat di Kec. Bayah

Sumber: Peneliti, 2015

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Menurut Nasution dalam

Sugiyono (2009: 224), peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk

penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri antara lain:

1. Peneliti sebagai alat yang peka dan dapat berkreasi terhadap segala
stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau
tidak bagi peneliti.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa
tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali
manusia.
81

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami


dengan pengetahuan semata. Jadi, untuk memahaminya kita perlu sering
merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang
diperoleh dan ia dapat menafsirkannya.
6. Hanya manusia sebagai instrumen, responden yang aneh dan
menyimpang diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain,
bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat
kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

Hal ini sejalan dengan pendapat Irawan, bahwa dalam sebuah penelitian

kualitatif yang menjadi instrumen terpenting adalah peneliti itu sendiri (Irawan,

2005:17). Pendapat yang sama juga dikatakan Moleong (2006:19), bahwa

pencari tahu alamiah (peneliti) dalam pengumpulan data lebih banyak

bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul data. Oleh karena itu,

instrumen dalam penelitian adalah peneliti itu sendiri dengan membuat

pedoman wawancara dan pedoman observasi dalam rangka mempermudah

proses pengumpulan dan analaisis data. Sehingga peneliti dapat mengumpulkan

data secara lebih utuh dan alamiah dalam rangka memperoleh hasil penelitian

yang lebih mendalam.

Jadi, berdasarkan pendapat para ahli mengenai instrumen penelitian

dalam penelitian kualitatif dapat disimpulkan bahwa yang menjadi instrumen

penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri karena peneliti

yang mengetahui fokus permasalahan yang terjadi pada lokus penelitian yang

diteliti oleh peneliti.


82

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang merupakan

kombinasi dari beberapa teknik yaitu:

3.7.1 Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan

masih bersifat mentah karena belum diolah. Data ini diperoleh melalui:

1. Pengamatan/Observasi

Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan

sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini

peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian dan melakukan pengamatan

langsung terhadap objek-objek yang diteliti, kemudian dari pengamatan

tersebut melakukan pencatatan data-data yang diperoleh yang berkaitan dengan

aktivitas penelitian.

Selain itu observasi merupakan kegiatan yang meliputi pencatatan

secara sistematik kejadian-kejadian perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-


83

hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan.

Konsep yang dikemukakan oleh Faisal dalam Sugiyono (2009:226) yang

mengklasifikasikan observasi sebagai berikut:

a. Observasi berpartisipasi (participant observation)


b. Observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt
observation and convert observation), dan
c. Observasi yang tidak terstuktur (unstructured observation)

Jadi berdasarkan pengklasifikasian observasi di atas, observasi yang

dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi terang-terangan,

dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang

kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Sehingga

pihak-pihak yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas

peneliti. Dan juga peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari yang menjadi

sumber data penelitian. Sehingga diperlukan data yang akurat, lengkap, tajam

dan terpercaya.

2. Wawancara

Menurut Bugin dalam Satori dan Komariah (2001:88) wawancara dalam

suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan

manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian itu merupakan suatu

pembantu utama dari metode utama (pengamatan).


84

Selain itu pengertian lain dari wawancara adalah percakapan dengan

maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu. Maksud dari kegiatan wawancara dalam penelitian seperti yang

ditegaskan Lincoln dan Guba dalam Moleong (2006:186) antara lain:

“Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan,


motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan, merekonstruksi
kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu,
memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk
dialami pada masa yang akan datang, memverifikasi, mengubah dan
memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia
maupun bukan manusia (triangulasi) dan memverifikasi, mengubah dan
memperluas konstruksi yang akan dikembangkan oleh si peneliti
sebagai pengecekan anggota.”

Wawancara mendalam adalah teknik pengolahan data yang

pengumpulan data didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu

tujuan tertentu untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya. Wawancara

dilakukan dengan cara mendapat berbagai informasi menyangkut masalah yang

diajukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan pada informan yang dianggap

menguasai penelitian. Adapun wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara terstruktur yang pewawancaranya menetapkan sendiri

masalah dan pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti.

Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu

berbagai keperluan yang dibutuhkan yaitu sampel informan, kriteria informan,


85

dan pedoman wawancara yang disusun dengan rapih dan terlebih dahulu

dipahami peneliti, sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu

melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian


b. Menjelaskan alasan mengapa informan terpilih untuk
diwawancarai
c. Menentukan strategi dan taktik wawancara
d. Mempersiapkan pencatat data wawancara

Hal-hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi kepada informan

untuk melakukan wawancara dengan menghindari keasingan serta rasa curiga

informan untuk memberikan keterangan dengan jujur. Selanjutnya, peneliti

mencatat keterangan-keterangan yang diperoleh dengan cara pendekatan kata-

kata dan merangkainya kembali dalam bentuk kalimat.

Wawancara perlu dilakukan lebih dari dua kali karena dua alasan utama.

Pertama adalah pendekatan pengetahuan temporal. Istilah temporal maksudnya

adalah istilah filosofis yang mendefinisikan bagaimana situasi dan pengetahuan

orang saat itu dipengaruhi oleh pengalamannya dan bagaimana situasi saat itu

akan menentukan masa depannya. Alasan kedua melakukan wawancara lebih

dari satu kali adalah untuk memenuhi criteria rigor (ketepatan/ketelitian).

Selain itu juga memungkinkan peneliti mengkonfirmasi atau mengklasifikasi

informasi yang ditentukan pada wawancara pertama. Melalui pertemuan ini

hubungan saling percaya dengan informan semakin meningkat sehingga


86

memungkinkan peneliti menyingkap pengalaman atau perasaan informan yang

lebih pribadi.

Jadi, dapat disimpulkan wawancara terdiri dari tiga tahap. Tahap

pertama meliputi perkenalan, memberikan gambaran singkat proses wawancara

dan membangun hubungan saling percaya. Tahap kedua merupakan tahap

terpenting dengan diperolehnya data yang berguna. Tahap terakhir adalah

ikhtisar dari respon informan dan memungkinkan konfirmasi atau adanya

informasi tambahan.

a. Pedoman Wawancara

Dalam penelitian mengenai Implementasi program Kartu Lebak

Sehat di Kabupaten Lebak menggunakan Pengertian Implementasi

Kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn 1975.

Tabel 3.2.
Pedoman Wawancara

No Dimensi Uraian Pernyataan Informan


1 1. Apa tujuan dari program
Kartu Lebak Sehat,Kartu
I1,I2,I3
Lebak Pintar dan Kartu
Ukuran Dan Lebak Sejahtera ?
Tujuan Kebijakan
2. Apa standar dari
keberhasilan program Kartu I1I2,I3
Lebak Sehat ?
87

2 3. Bagaimana kesiapan
stakeholder dari program I2,I3,I4, I5, I6. I7
Kartu Lebak Sehat?
4. Bagaimna sarana dan
prasaran yang ada dalam I2,I3,I4, I5, I6.
menunjang dari program I7,I11,I12
Sumber Daya Kartu Lebak Sehat ?
5. Bagaimana dana dan
anggaran dalam menunjang
dari program Kartu Lebak I2,I3,I4,I5,I6, I7, I8,
Sehat ? I9,I10

3 6. Apasaja Peran dari para


Stake holder dalam I1, I2,I3,I4,I5, I6, I7, I8,
program Kartu Lebak I9,I10
Sehat?
Karakteristik
7. Sejauh ini bagaimana
Agen Pelaksana I1, I2,I3,I4,I5, I6, I7, I8,
Pelaksanaan dari program
I9,I10,I11,I12
Kartu Lebak Sehat ?
8. Bagaimana mekanisme
sistem pedaftaran kartu I3,I4,I5 ,I11,I12
Lebak Sehat ?
4 9. Bagaimana pemahaman
masyarakat terhadap Kartu I3,I4,I5, I6, I7, I8,
Lebak ? I9,I10,I11,I12
Sikap/Kecendrun 10. Bagaimana pemahaman
gan (Disposisi) Dinas yang bertanggung
Para Implementor I3,I4,I5
jawab terkait dengan Kartu
Pelaksana Lebak Sehat ?
11. Bentuk dukungan dan
persetujuan dari implementor I2,I3,I4,I5, I6, I7, I8, I9,
terhadap program Kartu I10,
Lebak Sehat ?
5 Komunikasi 12. Bagaimana koordinasi yang
Antar Organisasi dilakukan terhadap I1, I2,I3,I4,I5, I6, I7, I8,
Dan Aktivitas Implementasi Kartu Lebak I9, I10
Pelaksana Sehat ?
13. Bagaimana Sosialisasi yang I1, I2,I3,I4,I5, I6, I7, I8,
88

dilakukan dalam I9. I10,I11,I12


memberikan pemahaman
tentang Kartu Lebak Sehat?
6 14. Bagaimana Kondisi
Ekonomi dari Masyarakat I1, I2,I3,I4,I5, I6, I7, I8,
yang mendapatkan bantuan I9, I10,I11,I12
Kartu Lebak Sehat ?
Lingkungan
15. Bagaimana kondisi sosial
Ekonomi, Sosial
dari Masyarakat yang I1, I2,I3,I4,I5, I6, I7, I8,
Dan Politik
mendapatkan Kartu Lebak I9, I10,I11,I12
Sehat ?
16. Bagaimana kondisi politik
I1, I2,I3,I4,I5, I6, I7, I8,
di daerah Kabupaten
I9, I10,I11,I12
Lebak?
Sumber : Peneliti 2017

3.7.2 Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder ini merupakan sumber data yang diperoleh

melalui kegiatan studi literatur atau studi kepustakaan dan dokumentasi

mengenai data yang diteliti.

1. Studi kepustakaan

Pengumpulan data ini diperoleh dari berbagai referensi yang relevan

dengan penelitian yang dijalankan dan teknik ini berdasarkan text

books maupun jurnal ilmiah.


89

2. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi, yakni pengumpulan data yang bersumber dari

dokumen yang resmi dan relevan dengan permasalahan yang akan

diteliti.

Adapun alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,


khususnya dalam melakukan wawancara adalah:

1. Buku catatan: untuk mencatat pencatatan dengan sumber data


2. Handphone recorder: untuk merekam semua percakapan karena jika
hanya menggunakan buku catatan, peneliti sulit untuk mendapatkan
informasi yang telah diberikan oleh informan.
3. Handphone camera: untuk memotret/mengambil gambar semua
kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan keabsahan dari suatu penelitian.

Selanjutnya sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi

atas data primer dan data sekunder. Data primer diambil langsung dari informan

penelitian. Dalam hal ini data primer diambil melalui wawancara (interview).

Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak langsung berasal dari

informan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini data sekunder diperoleh melalui

data-data dan dokomen-dokumen yang relevan mengenai masalah yang diteliti.

Data-data tersebut merupakan data yang diperlukan dalam menyelesaikan

masalah yang dibahas dalam penelitian ini.


90

3.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

mengikuti teknik analisis data kualitatif mengikuti konsep yang dikemukakan

Irawan dalam bukunya Metodelogi Penelitian Administrasi (2005:27) yang

terdiri dari langkah-langkah yang sistematis dimulai dari pengumpulan data

mentah, transkip data, pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan

sementara, triangulasi dan yang terakhir yaitu penyimpulan akhir.

Jadi, dalam analisis data pada penelitian kualitatif bersifat induktif

(grounded) dapat diartikan bahwa kesimpulannya penelitian adalah dengan cara

mangabstaraksikan data-data empiris yang dikumpulkan dari lapangan dan

mencari pola-pola yang terdapat di dalam data-data tersebut. Karena itu analisis

data dalam penelitian kualitatif tidak perlu menunggu sampai seluruh proses

pengumpulan data selesai dilaksanakan. Analisis itu dilaksanakan secara paralel

pada saat pengumpulan data dan dianggap selesai manakala peneliti merasa

telah memiliki data sampai tingkat “titik jenuh” atau reliable (data yang didapat

telah seragam dan telah menemukan pola aturan yang peneliti cari). Maka, tidak

heran bila dalam penelitian kualitatif dapat berlangsung berbulan-bulan.

Maksud dari analisis data adalah untuk penyederhanaan data ke dalam

formula yang sederhana dan mudah dibaca serta mudah diinterpretasikan.

Maksudnya analisis data di sisni tidak saja memberikan kemudahan interpretasi


91

tetapi mampu memberikan kejelasan makna dari setiap fenomena yang diamati

sehingga implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan sebagai

bahan simpulan akhir penelitian.

Adapun langkah dalam melakukan teknik analisis data yang digunakan

menurut Irawan adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data Mentah


Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan mengumpulkan data
dengan teknik pengumpulan data seperti wawancara terhadap
informan yang telah ditetapkan (purposive) dan informan sekunder,
melakukan observasi di lokasi penelitian serta studi dokumentasi
guna memperkuat data yang didapat. Yang peneliti catat hanya data
apa adanya (verbatim). Jangan dicampurkan dengan pemikiran
peneliti, komentar peneliti maupun sikap peneliti.
2. Transkrip data
Pada tahap ini, peneliti mencoba catatan ke dalam bentuk tertulis
dengan kata-kata apa adanya.
3. Pembuatan Koding
Pada tahap ini, peneliti membaca ulang seluruh data yang sudah di
transkrip. Perlu ketelitian dalam membaca transkrip, pada bagian-
bagian tertentu dari transkrip itu peneliti akan menemukan hal-hal
penting yang perlu peneliti catat untuk proses berikutnya. Dari hal-
hal penting ini dapat diambil kata kuncinya dan diberikan kode.
4. Kategorisasi Data
Pada tahap ini, peneliti mulai menyederhanakan data dengan cara
mengikat kata-kata kunci dalam suatu kategorisasi.
5. Penyimpulan Sementara
Pada tahap ini, peneliti mengambil kesimpulan yang bersifat
sementara dan harus berdasarkan data sehingga kesimpulan ini
tidak dapat dicampur adukan dengan pemikiran dan penafsiran
peneliti. Adapun jika peneliti ingin memberikan penafsiran dari
pemikiran peneliti sendiri (observers comment), maka peneliti dapat
Menuliskannya pada bagian akhir kesimpulan sementara.
92

6. Triangulasi
Pada tahap ini, peneliti melakukan proses check and recheck antara
satu sumber data dengan sumber data lainnya.
7. Penyimpulan Akhir
Pada tahap ini, setelah data dianggap cukup dan dianggap telah
sampai pada titik jenuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka
kegiatan selanjutnya adalah peneliti membuat kesimpulan akhir dan
mengakhiri penelitian.

Langkah-langkah teknik analisis data menurut Prasetya Irawan tersebut

dapat ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 3.1.
Proses Analisis Data Menurut Irawan

Pengumpulan Transkrip Pembuatan Kategorisasi


Data mentah Data Koding Data

Penyimpulan Triangulasi Penyimpulan


Akhir Sementara

Sumber: Irawan (2005:5)

Analisis data dimulai sejak pengumpulan data dan dilakukan lebih

intensif lagi setelah kembali dari lapangan. Seluruh data yang tersedia, ditelaah

dan direduksi sehingga terbentuk suatu informasi. Satuan informasi inilah yang
93

ditafsirkan dan diolah dalam bentuk hasil penelitian sampai pada tahap

kesimpulan akhir.

3.9. Pengujian Keabsahan Data

1. Validitas

Menurut Sugiyono (2009: 267), validitas adalah derajat ketepatan antara

data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat

dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data

yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan

yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Terdapat dua macam

validitas penelitian, yaitu validitas internal yang berkenaan dengan

derajat akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai, dan validitas

eksternal yang berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian

dapat digeneralisasikan pada populasi di mana sampel tersebut diambil.

2. Reliabilitas

Reliabilitas menurut Sugiyono (2009: 269) dalam penelitian kualitatif

sangat berbeda dengan yang terdapat pada penelitian kuantitatif. Bila

dalam penelitian kuantitatif reliabilitas berkenaan dengan konsistensi

data, di mana bila terdapat peneliti yang melakukan penelitian pada

objek yang sama, maka akan mendapatkan data yang sama. Maka dalam

penelitian kualitatif tidak demikian, suatu realitas (social situation)


94

bersifat majemuk dan dinamis, sehingga tidak ada data yang bersifat

konsisten dan berulang seperti semula. Adapun untuk pengujian,

keabsahan datanya pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1) Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan

berbagai waktu (Sugiyono, 2009: 273). Terdapat tiga jenis triangulasi,

yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu.

Namun dalam penelitian ini hanya menggunakan triangulasi sumber dan

triangulasi teknik. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek

data yang telah diperoleh dari lapangan melalui beberapa sumber.

Sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data

kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Pengecekan

dilakukan dengan mengunakan teknik wawancara, observasi dan

dokumentasi.

2) Member check

Proses pengecekan data yang berasal dari pemberi data menurut

Sugiyono (2009: 276) Bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data

yang berasal dari pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati

oleh pemberi data, berarti data tersebut valid sehingga semakin kredibel.
95

Namun, jika data yang diperoleh peneliti tidak disepakati oleh pemberi

data, peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemeberi data dan apabila

terdapat perbedaan tajam setelah dilakukan diskusi, peneliti harus

mengubah temuannya dan menyesuaikannya dengan data yang

diberikan oleh peneliti. Pelaksanaan member check dapat dilakukan

setelah satu periode pengumpulan data selesai atau setelah mendapatkan

suatu temuan atau kesimpulan.

3.10 Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan kapan akan

dilakukan proses penelitian (Sugiyono, 2009:286). Berikut ini merupakan

jadwal penelitian implementasi program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak.
96

Tabel 3.3.
Jadwal Penelitian

Tahun
No. Kegiatan 2014 2015
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt
1. Observasi
Awal
2. Pengurusan
Perizinan
3. Tahap
Penyusunan
Proposal
4. Seminar
Proposal
5. Revisi
Proposal
6. Reduksi
Data
7. Penyusunan
laporan
akhir
8. Sidang
Skripsi
9. Revisi
Skripsi
Sumber : Peneliti, 2017
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Obyek penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Dinas Sosial Kabupaten Lebak

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Tenaga Kerja dan

Sosial adalah unsur pelaksana Otonomi Daerah di bidang ketenagakerjaan

dan kesejahteraan sosial, yang dimana mempunyai tugas melaksanakan

urusan pemerintahan daerah di bidang ketenagakerjaan dan kesejahteraan

sosial berdasarkan azas otonomi serta melaksanakan tugas pembantuan yang

diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

Peningkatan serapan tenaga kerja yang tinggi, terkendalinya

pelayanan izin dalam bidang Ketenagakerjan, pembinaan di bidang

ketenagakerjaan, serta kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lebak dalam

menerima program-program yang memang diperuntukan guna kesejahteran

masyarakat Kabupaten Lebak (pertambangan, kehutanan) dan lingkungan.

Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Lebak merupakan unit

kerja di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lebak yang mempunyai tugas

membantu Bupati Lebak dalam melaksanakan kewenangan desentralisasi,

dekosentransi, dan tugas pembantuan di bidang Tenaga Kerja dan Sosial

dalam penyelenggaraan tugas tersebut.

97
98

1. Struktur Organisasi

Dinas Tenaga Kerja dan Sosial dibentuk berdasarkan Peraturan

Daerah Kabupaten Lebak Nomor 10 Tahun 2007,tentang pembentukan,

organisasi, dan tata kerja dinas daerah kabupaten lebak. Adapun yang

terkait dengan uraian tugas dari Dinas Tenaga Kerja dan Sosial adalah:

a. Kepala Dinas

1) Pelaksanaan pembinaan kewenangan di bidang kesejahteraan


sosial dan ketenagakerjaan ;
2) Pengkajian, perencanaan dan perumusan kebijakan di bidang
kesejahteraan sosial dan ketenagakerjaan ;
3) Pembuatan program kerja dalam rangka pelaksanaan kegiatan
tugasnya ;
4) Pelaksanaan hubungan kerjasama dengan semua instansi baik
pemerintah maupun swasta untuk kepentingan pelaksanaan tugas
di bawah koordinasi Bupati ;
5) Pengkoordinasian dan pengendalian semua kegiatan Dinas ;
6) Pembinaan dan peningkatan terus menerus kemampuan berprestasi
para pegawai dalam lingkungan Dinas ;
7) Pemberian informasi, saran dan pertimbangan mengenai
perhubungan kepada Bupati sebagai bahan untuk menentukan
kebijakan atau membuat keputusan ;
8) Membangun dan mengerjakan serta memelihara sarana dan
prasarana sesuai dengan bidang tugasnya ;
9) Pertanggungjawaban tugas Kepala Dinas secara teknis
administratif kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

b. Sekretariat

1) Penyelenggaraan administrasi umum di lingkungan Dinas ;


2) Pelaksanaan proses administrasi dan koordinasi dalam rangka
penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan
sosial, ketenagakerjaan dan transmigrasi ;
99

3) Pelaksanaan administrasi keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan


kerumahtanggaan ;
4) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

c. Sub Bagian Umum dan kepegawaian

Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan


ketatalaksanaan, administrasi umum, kearsipan, surat menyurat, rumah
tangga dinas, perlengkapan dan pengadaan, pendistribusian dan
inventaris kantor serta pengelolaan administrasi kepegawaian,

d.Sub Bagian Keuangan

Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan


bahan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Dinas serta
pengelolaan administrasi keuangan

e.Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan

Sub Bagian Program mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan,


pengelolaan data, penyusunan rencana dan program kerja serta
melaksanakan evaluasi dan pelaporan Dinas.

f. Bidang Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial

1) Pelaksanaan penyusunan petunjuk teknis pelayanan


kesejahteraan sosial, lanjut usia/jompo terlantar, anak balita,
anak terlantar, anak cacat, penyandang HIV/AIDS, korban
tindak kekerasan (KTK) dan perlindungan kesejahteraan social
anak ;
2) Pelaksanaan penyusunan petunjuk teknis rehabilitasi
kesejahteraan sosial penyandanag cacat, Wanita Tuna Susila
(WTS), anak nakal, anak jalanan, gelandangan dan pengemis,
korban narkotika (Napza), eks. Narapidana dan eks.
Kusta/penyakit kronis.
3) Penyusunan petunjuk teknis Sistem Informasi Kesejahteraan
Sosial (SIKS) dan penyuluhan sosial.
100

b. Seksi Pelayanan Kesejahteraan Sosial Masyarakat

Mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan dan petunjuk


teknis pelaksanaan pelayanan sosial lanjut usia/jompo terlantar,
anak balita, anak terlantar, penyandang HIV/AIDS, anak cacat,
Korban Tindak Kekerasan (KTK) dan Pelayanan perlindungan
kesejahteraan social anak.

c. Seksi Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial


Mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan petunjuk teknis
pelaksanaan rehabilitasi sosial penyandang cacat, Wanita Tuna
Susila (WTS), anak nakal, anak jalanan, gelandang dan pengemis,
korban narkotika (Napza), bekas narapidana (eks. Napi) waria dan
eks. Kusta/penyakit kronis.

d. Seksi Sistem Informasi Kesejahteraan dan Penyuluhan Sosial

Mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan petunjuk teknis


pelaksanaan pendataan dan informasi serta masalah kesejahteraan
sosial, penyuluhan sosial, pemeliharaan makam pahlawan, perintis
kemerdekaan/kepahlawanan dan Pengumpulan Uang/Barang (PUB)
dan Undian Gratis Berhadiah (UGB).

e. Bidang Bimbingan Dan Bantuan Sosial

:
1) Pelaksanaan penyusunan petunjuk teknis bimbingan sosialkeluarga
miskin/fakir miskin, Komoditas Adat Terpencil (KAT) dan Baduy,
Wanita Rawan Sosial Ekonomi, Pelatihan/pendidikan SDM
Kesejahteraan Sosial, Ketahanan Sosial Masyarakat, Keluaraga
Rumah Kurang Layaj Huni, Waria dan Keluarga Muda Mandiri
(KMM) ;
2) Pelaksanaan penyusunan petunjuk teknis bantuan sosial korban
bencana alam, korban bencana sosial, Keluarga Rentan, pekerja
migran terlantar, orang terlantar dan masyarakat yang tinggal di
daerah rawan bencana serta jaminan sosial.
3) Pelaksanaan penyusunan petunjuk teknis pemberdayaan sosial,
Karang Taruna, TKSM/PSM/WPKS. Organisasi Sosial/Panti
Sosial, LSM, Lintas Sektoral dan Dunia Usaha, WKBSM,
101

Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan Taruna Siaga Bencana


(TAGANA).

f. Seksi Bimbingan Sosial


Mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan teknis
pelaksanaan bimbingan keluarga miskin/fakir miskin, Komoditas
Adat Terpencil (KAT) dan Baduy, wanita rawan sosial ekonomi,
pelatihan/pendidikan SDM Kesejahteraan Sosial, Ketahanan Sosial
Masyarakat, keluarga rumah kurang layak huni, waria dan
Keluarga Muda Mandiri (KMM).

g. Seksi Bantuan Sosial


Mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan dan petunjuk
teknis pelaksanaan bantuan social korban bencana alam, korban
bencana sosial, keluarga rentan, pekerja migran terlantar, orang
terlantar, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana serta
jaminan sosial.

h. Seksi Pemberdayaan Sosial Masyarakat


Mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan dan petunjuk
teknis pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna, TKSM/PSM,
WPKS, Organisasi Sosial/Panti Sosial, LSM, lintas sektoral dan
dunia usaha, WKBSM, Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan
Taruna Siaga Bencana (TAGANA).

i. Bidang Pelatihan Dan Penempatan Tenaga Kerja

1) Penyusunan rencana dan program kerja di bidang pelatihan dan


penempatan tenaga kerja serta transmigrasi;
2) Pelaksanaan program pelatihan dan penempatan tenaga kerja serta
transmigrasi ;
3) Pelaksanaan pembinaan terhadap penempatan tenaga kerja dan
perluasan kesempatan kerja ;
4) Pelaksanaan bimbingan terhadap tenaga kerja mandiri dan
teknologi padat karya dalam rangka perluasan kesempatan kerja ;
5) Pemberian ijin serta pembatasan penggunaan tenaga kerja asing
yang bekerja di wilayah kerjanya ;
6) Pelaksanaan bimbingan terhadap pelaksanaan Antar Kerja Antar
Lokal (AKAP), Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar
Kerja Antar Negara (AKAN) ;
7) Pelaksanaan bimbingan terhadap pelatihan/kursus yang
dilaksanakan oleh Lembaga Pelatihan Kerja Swasta, Pemerintah
dan Perusahaan ;
102

8) Pelaksanaan bimbingan dan pengawasan terhadap kegiatan


PPTKIS, Bursa Kerja Swasta (BKS) dan Bursa Kerja Khusus
(BKK) ;
9) Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan sertifikasi tenaga kerja ;
10) Penyiapan standarisasi dan melaksanakan test kualifikasi dan
perijinan lembaga pelatihan kerja Pemerintah, Swasta dan
Perusahaan ;
11) Pelaksanaan pembinaan dan penyuluhan trasmigrasi serta
pendaftaran dan seleksi calon trasmigrasi ;
12) Pelaksanaan pengurusan pendaftaran dan penyuluhan terhadap
calon transmigran.

f. Seksi Pelatihan Kerja

Mempunyai tugas menyelenggarakan latihan kerja dan ketrampilan


kepada tenaga kerja.

g. Seksi Penempatan dan Perluasan Tenaga Kerja

Kerja mempunyai tugas melaksanakan bimbingan dan pembinaan


terhadap tenaga kerja.

h. Transmigrasi mempunyai tugas

Melaksanakan penyuluhan, pendaftaran dan seleksi calon


transmigran serta pengurus pemindahan dan penempatan
transmigran.

2.) Bidang Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan

:
1) Penyusunan rencana dan program kerja di bidang pembinan dan
pengawasan ketenagakerjaan, hubungan industrial, syarat-syarat
kerja, pengupahan dan jaminan sosial serta pembinaan kepada
lembaga pelatihan kerja swasta ;
2) Pelaksanaan pembinaan terhadap organisasi pekerja dan
pengusaha ;
3) Pelaksanaan pembentukan dan pembinaan koperasi karyawan ;
4) Pelaksanaan pembinaan dan pembentukan lembaga kerjasama
Bipartit dan Tripartit ;
5) Pelaksanaan penelitian terhadap pembuatan Peraturan Perusahaan
(PP) dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) ;
103

6) Pelaksanaan penelitian terhadap persyaratan pemberian ijin


penyimpangan waktu kerja dan untuk istirahat serta ijin kerja
malam bagi wanita ;
7) Pelaksanaan penelitian terhadap permohonan ijin perusahaan dan
pengesahan pemakaian peawat uap bejana tekan, pesawat angkat
dan angkut, mesin produksi, instalasi listrik, instalasi penyalur
petir dan lain-lain ;
8) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan Jaminan Sosial Tenaga
Kerja ;
9) Pelaksanaan pengawasan norma kerja dan norma keselamatan dan
kesehatan kerja (K3).

(2) Seksi Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenaga kerjaan

Mempunyai tugas menciptakan hubungan industrial yang


harmonis dan demokratis di lingkungan perusahaan melalui komunikasi
yang konstruktif antara pekerja, serikat pekerja dengan
Pengusaha/Asosiasi Pengusaha dan Pemerintah serta melaksanakan
sistem pengawasan ketenagakerjaan agar seluruh peraturan perundang-
undangan di bidang ketenagakerjaan dilaksanakan oleh setiap
Perusahaan.

(3) Seksi Pengupahan dan Jaminan Sosial

Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pengkajian


skala upah bersama-sama instansi terkait serta memberikan serta
memberikan perlindungan jaminan sosial bagi pekerja, baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja.

(4) Seksi Pembinaan Lembaga Pelatihan Kerja Swasta

Mempunyai tugas melaksanakan petunjuk teknis pembinaan


terhadap lembaga pelatihan kerja swasta.

2. Susunan Kepegawaian Dan Perlengkapan

Dalam menjalankan tugas dan fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Sosial,

perlu didukung oleh keberadaaan sarana dan prasarana, baik itu berupa
104

sumber daya manusia (kepegawaian), maupun sarana dan prasarana

(perlengkapan operasional).

Pegawai adalah orang-orang yang dikerjakan dalam suatu badan

tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintah maupun dalam badan-badan

usaha. sementara pengertian dari Pegawai negeri adalah unsur aparatur

negara, abdi negara, dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan

ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, negara dan

pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.

Pegawai tentunya merupakan modal pokok dalam suatu organisasi

karena berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya

tergantung pada pegawai yang memimpin dalam melaksanakan tugas-

tugas yang ada dalam organisasi tersebut. Ketersediaan aparatur yang

berkualitas dalam pengelolaan suatu organisasi atau lembaga merupakan

hal yang sangat diperlukan. Baik buruknya organisasi ditentukan oleh

Sumber Daya Aparatur yang ada didalam menjalankan tugas dan

fungsinya. Dinas Tenaga Kerja dan Sosial sebagai salah satu perangkat

kerja pemerintah Kabupaten Lebak didukung oleh sejumlah personil atau

pegawai yang mengemban tugas dan fungsi sebagaimana tertuang dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.10 Tahun 2007 tentang

Pembentukan ,Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja dan

Sosial Kabupaten Lebak.


105

Tabel 4.1
STRUKTUR ORGANISASI

KEPALA DINAS

KELOMPOK JABATAN SEKRETARIS


FUNGSIONAL

KASUBAG KEUANGAN DAN KASUBAG PROGRAM KASUBAG UMUM DAN


KEPEGAWAIAN PERLENGKAPAN

KABID PEMBINAAN KABID PEMBINAAN KABID KESEJAHTERAAN


KABID PEMBINAAN
PELATIHAN DAN PENEMPATAN TENAGA SOSIAL
KETENAGA KERJAAN DAN
PRODUKTIVITAS KERJA DAN TRANS
HUBUNGAN INDUSTRIAL

KASI PELATIHAN KASI PENEMPATAN KASI BIMBINGAN


TENAGA KERJA TENAGA KERJA DALAM KESEJHTERAAN SOSIAL
NEGERI KASI PENGAWASAN DAN
NORMA
KASI PEMBINAAN
KETENAGAKERJAAN
KASI PENINGKATAN SOSIAL MASYARAKAT
KASI PENEMPATAN KERJA
PRODUKTIVITAS
LUAR NEGRI
KERJA
KASI HUBINSYAKER
KASI REHABILITASI
KESEJAHTERAAN SOSIAL
KASI PEMBINAAN
LEMBAGA PELATIHAN KASI TRANSMIGRASI KASI JAMSOS
KERJA SWASTA KETENAGAKERJAAN DAN
PENGUPAHAN

UNIT PELAKSANAAN TEKNIS


DINAS (uptd)
106

Tentang Pembentukan ,Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas

Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Lebak Peraturan Daerah Kabupaten

Lebak No.10 Tahun 2007.

Komposisi Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Tingkat Pendidikan PNS

pada Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Lebak sebagai berikut :

Tabel 4.1
Tingkat Pendidikan PNS Dinas Tenaga Kerja dan Sosial

NO PENDIDIKAN JUMLAH

1 Pasca Sarjana (S2) 5 Orang


2 Sarjana (S1) 11 Orang
3 Sarjana Muda/ Diploma IV 0 Orang
4 Sarjana Muda/ Diploma IV 1 Orang
5 SLTA 8 Orang
6 SLTP 3 Orang
7 SD 0 Orang
JUMLAH 28 Orang

Komposisi Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Jenis Kelamin Pada


Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Lebak sebagai berikut :

Tabel 4.2
Jumlah laki-laki dan perempuan pegawai Dinas Tenaga Kerja
dan Sosial

NO Jenis Kelamin Jumlah


1 Laki-laki 21 Orang
2 Perempuan 7 Orang
Jumlah 28 Orang
107

4.2 Deskripsi Data


4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai hasil penelitian

yang telah diolah dari data mentah, dengan menggunakan teknik analisis data

yang relevan. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif yang menghasilkan data baik berupa kata kata maupun

tindakan. Data kualitatif diperoleh melalui observai partisipasi posif, wawancara

mendalam, kajian pustaka, serta studi dokumentasi yang sesuai dengan fokus

penelitian. Data-data kualitatif tersebut perlu dianalisis saat sebelum memasuki

lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.

Berikutnya untuk mempertajam analisis data, peneliti menggunakan

dimensi penilaian yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Donald Van

Metter dan Van Horn (Ali, Alam, 2012:110) diantaranya yaitu: Ukuran dan tujuan

kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap/kecendrungan para

pelaksana, komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana, serta lingkungan

ekonomi, sosial, dan politik.

Dalam menganalisis data kualitatif, peneliti menggunakan teknik analisis

yang dikemukakan oleh Irawan (2005:5). Tujuannya untuk meningkatkan

pemahaman peneliti serta membantu mempresentasikannya kepada orang lain.

Sepertiyang dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu pada bab 3 (metodologi

penelitian), Irawan menjelaskan ada beberapa langkah penting yang perlu


108

dilakukan dalam menganalisis data, di antaranya Pengumpulan data mentah,

transkrip data, pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara,

triangulasi, penyimpulan akhir.

Langkah pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data mentah baik

melalui wawancara, observasi lapangan, kajian pustaka, serta studi dokumentasi,

tanpa adanya intervensi dari pikiran peneliti atau dengan kata lain data yang

bersifat apa adanya (verbatim). Langkah ke dua yaitu transkip data dengan cara

merubah catatan penelitian ke bentuk tertulis. Kemudian pembuatan koding yaitu

membaca ulang seluruh data yang sudah ditranskip, yang bertujuan untuk

menemukan hal-hal penting atau kata kunci dan selanjutnya diberikan kode.

Adapun dalam menyusun jawaban penelitian, peneliti memberikan

beberapa kode sebagai berikut:

1. Kode Q menunjukan item pertanyaan


2. Kode A menunjukan item jawaban
3. Kode I1-I2 menunjukan informan Penanggung Jawab
4. Kode I3- I10 menunjukan informan pendamping
5. Kode I11-12 menunjukan informan dari pihak masyarakat

Setelah itu adalah pembuatan koding, peneliti membaca ulang seluruh data

yang sudah di transkrip. Perlu ketelitian dalam membaca transkrip, pada bagian-

bagian tertentu dari transkrip itu peneliti akan menemukan hal-hal penting yang

perlu peneliti catat untuk proses berikutnya. Dari hal-hal penting ini dapat diambil

kata kuncinya dan diberikan kode, lalu Kategorisasi data, peneliti mulai

menyederhanakan data dengan cara mengikat kata-kata kunci dalam suatu

kategorisasi.
109

Selanjutnya adalah Penyimpulan sementara peneliti mengambil

kesimpulan yang bersifat sementara dan harus berdasarkan data sehingga

kesimpulan ini tidak dapat dicampur adukan dengan pemikiran dan penafsiran

peneliti. Adapun jika peneliti ingin memberikan penafsiran dari pemikiran peneliti

sendiri (observers comment), maka peneliti dapat. Triangulasi, peneliti melakukan

proses check and recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya.

Terakhir adalah Penyimpulan akhir, setelah data dianggap cukup dan dianggap

telah sampai pada titik jenuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka kegiatan

selanjutnya adalah peneliti membuat kesimpulan akhir dan mengakhiri penelitian.

4.2.2 Daftar Nama Informan

Dalam penelitian yang berjudul Implementasi Program Kartu Lebak Sehat

di Kabupaten Lebak. Seperti yang sudah peneliti kemukakan pada BAB III, dalam

pemilihan informannya peneliti menggunakan teknik porposive sampling (sampel

bertujuan). Informan dalam penelitian ini adalah para stakholder dalam

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak baik dari pihak

pemerintah, maupun masyarakat .

Mengenai informan penelitian, peneliti membagi informan menjadi dua

yaitu key informan yang merupakan pihak yang memiliki kewenangan secara

langsung dalam Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak,

sedangkan secondary informan adalah informan yang tidak terlibat secara

langsung namun memiliki pengetahuan atau informasi terkait Implementasi


110

Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak. Adapun lebih jelasnya dapat

dilihat dari Tabel 4.2 dibawah ini:

Tabel 4.3

Kodefikasi Informan Penelitian

No Kode Nama Jabatan/status sosial Peran/fungsi


1 I1 Ari Rahardi, SH Kabid Biro Hukum Narasumber
SETDA Kabupaten Lebak
2 I2 Paryono S.Si, Map Kabid Program Narasumber
BAPPEDA Kabupaten
Lebak
3 I3 Tubagus Sonip Kabid Pembangunan Narasumber
sarana prasarana DINKES
Kabupaten Lebak
4 I4 Agus Setiawan. Sip,Msi Kasi PARSOSMAS Narasumber
DINSOS Kabupaten
Lebak
5 I5 Dr.Hj.Anik Sakinah Kasi Mutu Pelayanan dan Narasumber
Rujukan RSUD
Adjidarmo
6 I6 Diana Maria Kepala BPJS Kabupaten Narasumber
Lebak
7 I7 Drg Ika Sari Mustikawati Kepala Puskesmas Narasumber
Rangkasbitung
8 I8 Dedi Saptari SKm,Mkes Kepala Puskesmas Bayah Narasumber
9 I9 H.Yosep,M.kes Kepala Puskesmas Narasumber
Sobang
10 I10 Dr.Hj.Anik Sakinah Kepala Puskesmas Narasumber
Cibeber
11 I11 Dr.Riris Delita Siahaan Kepala Puskesmas Narasumber
Cibadak
12 I12 Yulisda Rahardi Pratiwi Penerima Program Kartu Narasumber
Lebak Sehat
13 I13 Sagita Wahyu Pratama Penerima Program Kartu Narasumber
Lebak Sehat
14 I14 Subhan Mukmin Penerima Program Kartu Narasumber
Lebak Sehat
Sumber: Peneliti 2016
111

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam penelitian kali ini peneliti akan menguraikan pembahasan hasil

penelitian dengan didasari data yang peneliti proleh melalui hasil observasi,

wawancara, dokumentasi, serta studi kepustakaan mengenai Implementasi

Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak yang meliputi beberapa variabel,

diantaranya adalah sebagai berikut:

1.Ukuran dan tujuan Kebijakan

Suatu tolak ukur dari suksesnya sebuah kebijakan di implementasikan

adalah dari tujuan dan bagaimana kebijakan itu dilahirkan, dengan itu kinerja

dari implementasi kebijakan dapat diukur melalui tujuan dari kebijakan yang

telah ada, sebuah kebijakan dapat dikatakan berjalan dengan baik ialah

apabila antara tujuan dan implementasi kebijakan telah sesuai .

Dari dimensi ukuran dan tujuan kebijakan ini, peneliti menilai

beberapa aspek yang terkandung di dalamnya, yaitu: Apa tujuan dari

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak ini peneliti

pertanyaan kepada I1 yang mengatakan bahwa tujuan dari Implementasi

Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak sebagaimana dalam

wawancara yang dikatakan oleh I1:

“Tujuan dari program kartu Lebak Sehat adalah untuk memberikan


pelayanan kesehatan bagi masyarakat kebupaten lebak yang diniial
kurang mampu dan belum menerima jaminan kesehatan sebelumnya,
dan hadir nya program ini tertuang dalam Peraturan Daerah NO 5
Tahun 2014 tentang RPJMD” (Senin 18 April 2016 Pukul 10.00,
SETDA Kabupaaten Lebak)
112

Dari kutipan wawancara diatas bisa dilihat bahwa hadirnya program

Kartu Lebak Sehat diperuntukan untuk masyarakat yang termasuk kategori

miskin dan belum memiliki jaminan kesehatan sebelumnya

Kemudian I1 mengatakan bahwa standar keberhasilan dari

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak adalah

sebagaimana yang dikatakan oleh I1 :

“ Standarisasi dan ukuran dari berhasilnya Implementasi Program


Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak adalah dimana masyarakat yg
dikategorikan kurang mampu dan belum menerima jaminan kesehatan
sebelumnya telah menerima kartu Lebak Sehat dan bisa menikmati
fasilitas kesehatan di Kabupaten Lebak secara gratis di puskesmas
dan di RS Adjidarmo ”(Senin 18 April 2016 Pukul 10.00, SETDA
Kabupaten Lebak )

Senada dengan apa yang disampaikan oleh I1, I2 menjelaskan bahwa

tujuan dari Program Katu Lebak Sehat , yang nantinya akan berdampak

terhadap kualitas kesehatan masyarakat Kabupaten Lebak, berikut pernyataan

yang disampaikan oleh I2:

“Tujuan dari Program Kartu Lebak Sehat ialah agar masyarakat


Kabupaten Lebak yang belum memiliki jaminan kesehatan bisa
menikmati fasilitas kesehatan di puskesmas dan RS Adjidarmo secara
gratis”. (Selasa 26 April 2016, pukul 10.00, di Kantor BAPPEDA
Kabupaten Lebak)
Berdasarkan wawancara diatas, PUSKESMAS yang berada di daerah-

daerah Kabupaten Lebak dan Rs Adjidarmo menjadi fasilitator bagi

masyarakat yang menggunakan Kartu Lebak Sehat dalam menikmati fasilitas

kesehatan secara gratis di Kabupaten Lebak


113

Kemudian I2 mengatakan bahwa standar keberhasilan dari

implementasi Program Kartu Lebak Sehat adalah sebagaimana yang

dikatakan oleh I2 :

“ Standarisasi atau tolak ukur dari keberhasilan Program Kartu


Lebak Sehat ialah tentunya masyarakat yang bisa menikmati fasilitas
kesehatan tanpa terbebani oleh biaya dan peningkatan kesehatan di
Kabupaten Lebak ”( Selasa 26 April 2016, pukul 10.00, di Kantor
BAPPEDA Kabupaten Lebak)
Berdasarkan wawancara diatas keberhasilan dari program Kartu

Lebak Sehat di Kabupaten Lebak tidak terlepas dari tujuan hadirnya

program Kartu Lebak Sehat dimana peningkatan kesehatan juga menjadi

indikator keberhasilan dari program Kartu Lebak Sehat

Sementara itu I3 menjelaskan bawa tujuan dari Program Kartu Lebak

Sehat ialah untuk sebagai langah dalam meningkatkan kesehatan di

Kabupaten Lebak yg dinilai masih kurang , berikut pernyataan dari I3:

“Kartu Lebak Sehat ini hadir untuk mengakomodir masyarakat yang


belum memiliki jaminan kesehatan, walaupun sudah ada program
BPJS dari pemerintah pusat Program Kartu Lebak Sehat ini tidak
berbenturan dengan Program dari pemerintah pusat .” (Selasa 10
Mei 2016, pukul 11.00 WIB, di Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak)

Dari wawancara di atas dijelaskan bahwa hadirnya program Kartu

Lebak Sehat di Kabupaten Lebak untuk mengakomodir masyarakat yang

belum memiliki jaminan kesehatan dan dikategorikan miskin, akan tetapi

tidak berbenturan dengan program pemerintah sebelumnya.


114

Kemudian I3 mengetakan bahwa standar keberhasilan dari

implementasi Program Kartu Lebak Sehat) adalah sebagaimana yang

dikatakan oleh I3 :

“ Kalau standar keberhasilan dari Program Kartu Lebak Sehat ini


ialah adanya peningkatan kualitas kesehatan yang dimiliki
masyarakat Kabupaten Lebak, dan untuk mencapai tujuan tersebut
program ini haruslah berjalan baik dan juga ditunjang dengan sarana
dan prasarana kesehatan yang baik , baik di PUSKESMAS maupun di
RS Adjidarmo ”( Selasa 10 Mei 2016, pukul 10.00, di Dinas
Kesehatan Kabupaten Lebak)

Sementara itu I4 menjelaskan bahwa tujuan Program Kartu Lebak

Sehat adalah agar tingkat kesehatan masyarakat Kabupaten Lebak bisa

membaik, karena permasalahan mendasar adalah masyarakat Kabupaten

Lebak yang dikategorikan maasyarakat miskin tidak mampu untuk membayar

biaya pengobatan ke PUSKESMAS maupun Rumah Sakit, hal ini berakibat

tingkat kesehatan masyarakat di Kabupaten Lebak rendah, berikut pemaparan

dari I4:

“Tujuan dari Program Kartu Lebak Sehat adalah agar dimana


masyarakat miskin yang berada di Kabupaten Lebak dapat menikmati
fasilitas kesehatan yang berada di daerah-daerah secara gratis”
(Rabu 18 Mei 2016, pukul 14.00, di Dinas Sosial Kabupaten Lebak)

Dari wawancara diatas dijelaskan target dari Program Kartu Lebak

Sehat ini adalah masyarakat miskin, dan dengan hadirnya program Kartu

Lebak Sehat ini diharapkan tingkat kesehatan masyarakat di Kabupaten

Lebak bisa meningkat.


115

Kemudian I4 mengetakan bahwa standar keberhasilan dari

implementasi Program Kartu Lebak Sehat adalah sebagaimana yang

dikatakan oleh I4 :

“ Tingkat keberhasian dari Program Kartu Lebak Sehat ini biasa


diliat dari ketepatan masyarakat yang menerima program tersebut,
yang dimana adalah masyarakat yang belum memiliki jaminan
kesehatan apapun dan juga masyarakat yang dikategorikan
masyarakat miskin ”( Rabu 18 Mei 2016, pukul 14.00, di Dinas
Sosial Kabupaten Lebak)

Sementara itu I5 menjelaskan bawa tujuan dari Program Kartu

Lebak Sehat ialah untuk sebagai langah dalam meningkatkan kesehatan di

Kabupaten Lebak yg dinilai masih kurang , berikut pernyataan dari I5:

“ Tingkat Keberhasilan Program Kartu Lebak Sehat ini bisa diliat


dari jumlah masyarakat Kabupaten Lebak yang terdaftar pada
Program tersebut dan memanfaatkan Kartu Lebak Sehat tersebut
untuk menerima fasilitas kesehatan di Puskesmas-puskesmas dan RS
Adjidarmo, RS Adjidarmo sendiri menyiapkan fasilitas rawat inap
kelas 3 untuk para penerima Program Kartu Lebak Sehat ini” (Senin
23 Mei 2016, pukul 10.00 di RS Adjidarmo)
Berdasarkan analisis terhadap keseluruhan hasil wawancara maka

hasil peneliti atas dimensi Ukuran dan Tujuan Kebijakan pada Program

Kartu Lebak Sehat oleh narasumber sebagai berikut :

Pertama, Tujuan dari Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak ialah agar tingkat kesehatan masyarakat di Kabupaten Lebak ini

bisa meningkat ini sesuai dengan visi dan Misi Bupati Kabupaten Lebak

terpilih Iti Oktavia Jaya Baya saat berkampanye dimana peningkatan

kesehatan di Kabupaten Lebak menjadi prioritas dalam menjalankan


116

pemerintahannya. Program Kartu Lebak Sehat ini juga di atur dalam

Peraturan Derah No 5 Tahun 2014 Tentng Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD)

Kedua, Standar keberhasilan dari Program Kartu Lebak Sehat bisa

diliat dari ketepatan penerima Program tersebut dimana yang berhak

menerima adalah masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan

dan juga masyarakat yang dikategorikan masyarakat miskin yang bisa

mendapatkan fasilitas kesehatan gratis di Puskesmas-puskesmas dan

RS Adjidarmo.

2 Sumber Daya

Keberhasilan proses Implementassi kebijakan sangat tergantung

dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia

merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu

keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan

proses implementasi menurut adanya sumber daya manusia yang

berkualitas sesuai pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah

ditetapkan. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber daya–

sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk

dijalankan.

Tetapi di luar sumberdaya manusia, sumberdaya-sumberdaya lain

yang perlu diperhitungkan juga, ialah: sumberdaya financial dan sumber

daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumberdaya manusia yang

kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui


117

anggaran tidak tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk

merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik.

Demikian pula halnya dengan sumberdaya waktu. Saat sumberdaya

manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi

terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun

dapat menjadi penyebab ketidak berhasilan implementasi kebijakan.

Karena itu sumberdaya yang diminta dan dimaksudkan oleh Van meter

Van Horn adalah ketiga bentuk sumberdaya tersebut.

Pertama, Sumber daya Manusia, dalam hal ini menjadi pelaksana

dari Program Kartu Lebak Sehat adalah Dinas Kesehatan Kabupaten

Lebak dan Dinas Sosial Kabupaten Lebak Namun di dalam pelaksanan

Program Kartu Lebak Sehat ini Satuan Kerja Perangkat Daerah perlu

adanya koordinasi dengan BPS Kabupaten Lebak dimana menentukan

jumlah penerima program dan perangkat desa dalam mensosialisasikan

program tersebut.

Mengenai sumber daya dalam Implementasi Program Kartu Lebak


Sehat di Kabupaten Lebak , berikut wawancara pada I1:

“Pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak dan Dinas Sosial


Kabupaten Lebak tentunya merupakan sumber daya mengenai
Program Kartu Lebak Sehat ini, mengenai kesiapan pegawai perlu di
tigkatkan lagi dan juga fasilitas kesehatan di puskesmas-puskesmas
dan Rumah Sakit karena sarana dan prasarana yang baik juga
menentukan berhasil tidak nya program ini (senin, 18 April 2016
Pukul 10.00, SEKDA Kabupaten Lebak)

Dari kutipan wawancara diatas dapat dilihat bahwa kesiapan

Pegawai Negeri Sipil di dalam mengamalkan Program Kartu Lebak Sehat


118

ini masih cukup baik namun perlu di tingkatkan kembali supaya di dalam

implementasinya dapat berjalan dengan optimal.

Selanjutnya I1 juga menjelaskan bahwa terdapat sarana dan

prasarana guna menunjang pegawai dari Program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak, berikut pernyataan dari I1 :

“Guna mendukung pelaksanaan Program Kartu Lebak Sehat sarana


dan prasarana di puskesmas-puskesmas dan Rs Adjidarmo perlu
ditingkatkan terutama bagi sarana dan prasarana rawat inap” (Rabu
18 Mei 2016 Pukul 10.00, Dinas Sosial Kabupaten Lebak)

Dari kutipan wawancara diatas dapat dilihat bahwa di Puskesmas-

puskesmas dan Rs Adjidarmo sarana dan prasarana bagi pasien haruslah

ditingkatkan dengan ini diharapkan berpengaruh terhadap kualitas

kesehatan di masyarakat karena dengan sarana dan prasarana yang baik

maka masyarakat dapat mendapat pelayanan kesehatan yang baik.

Dalam Implementasi Program Kartu Lebak Sehat ini yang

menangani masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten ialah Dinas Sosial

Kabupaten Lebak, berikut pernyataan dari I4 mengenai kesiapan dari

pegawai Dinas Sosial Kabupaten Lebak dalam menjalankan Program

Kartu Lebak Sehat:

“Pegawai Negeri Sipil Dinas Sosial Kabupaten Lebak sudah cukup


baik namun belum menjalankan sepenuhnya dari Peraturan
Pemerinah tersebut, apabila dikatakan dalam bentuk persen yaitu
belum mencapai 90% pegawai di dalam menjalankan Program Kartu
Lebak Sehat, maka perlu upaya kedepan untuk meningkatkanya
supaya pegawai betul betul siap dan mengamalkan Program Kartu
119

Lebak Sehat ini karena selain Dinas Sosial yang mendata penerima
dan melakukan sosialisasi ada juga koordinasi yang dilakukan
dengan Puskesmas-puskesmas dan Rs Adjidarmo dalam menjalan kan
Program tersebut” (Rabu 18 Mei 2016 Pukul 10.00, di Dinas Sosial)

Senada dengan apa yang disampaikan oleh I4, I3 juga

menyampaikan bahwa kesiapan Puskesmas-puskesmas dan Rs Adjidarmo

perlu adanya peningkatan guna kedepanya, berikut pernyataan yang

dikemukan oleh I3:

“ Mengenai sarana dan prasarana di puskesmas-puskesmas sudah


ditingkatkan dimana terdapat fasilitas rawat inap di puskesmas-
puskesmas dan Rs Adjidarmo juga sudah meningkatkan fasilitas rawat
inap di kelas 3 yang memang diperuntukan untuk pasien yang
menggunakan Program Kartu Lebak Sehat” (Selasa, 10 Mei 2016
Pukul 10.00, Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak)

Mengenai aspek sumber daya manusia ini peneliti pertanyakan

kepada I4 yang merupakan Kepala Dinas Sosial, pada Dinas Sosial

terdapat tiga Bidang yang dipimpin oleh eselon 3 (tiga) dan memiliki

jabatan Kepala Bidang yang membawahi eselon 4 (empat) atau Kasi

dibawahnya, yang menjelaskan bahwa kesiapan Pegawai yang

menjalankan pendataan terhadap masyarakat miskin masih menuai kendala

yaitu kurangnya petugas lapangan. Berikut pernyataan menurut I4:

“Sebetulnya petugas lapangan kami sudah cukup baik dalam


menjalankan tugas, namun dalam mendata kriteria masyarakat miskin
terdapat kendala karena mengingat luasnya wilayah Kabupaten
Lebak ” (Rabu 18 Mei 2016 Pukul 10.00, Dinas Sosial Kabupaten
Lebak)
120

Dari kutipan wawancara di atas, bahwa ada upaya yang dilakukan

mengenai kinerja pegawai ini, terdapat kendala dalam mendata masyarakat

miskin yang ada di Kabupaten Lebak, dimana kurangnya jumlah pegawai

dalam menjalankan tugas tersebut dan juga lingkungan kondisi akses

dalam menjangkau wilayah-wilayah di Kabupaten Lebak.

Sebagaimana yang disampaikan oleh I3, I4 pun menuturkan

bagaimana kondisi masyarakat Kabupaten Lebak dan Kondisi akses ke

wilyah-wilayah di Kabupaten Lebak yang sulit di jangkau ini menjadikan

data yang seharusnya diperoleh tidak sesuai dengan jangka waktu yang di

targetkan, sebagai mana yang disampaikan oleh I4 .

“Memang di Kabupaten Lebak akses jalan antar wilayah masih bisa


dibilang kurang baik, dimana infrastruktur jalan dan jembatan masih
menjadi kendala, sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam proses
pelaksanaan tugas yang di emban oleh para pegawai ” (Rabu 18 Mei
2016 Pukul 10.00, Dinas Sosial Kabupaten Lebak)

Berangkat dari hasil wawancara di atas peneliti menganalisis

bahwa indikator dari aspek sumber daya manusia mengenai implementasi

program Kartu Lebak Sehat masih terdapat kekurangan dimana dalam

menunjang program Kartu Lebak Sehat ini masih kekurangan SDM, dan

lagi selain SDM yang kurang pembangunan infrastruktur jalan dan

jembatan juga menjadi penghambat tersendiri dari implementasi program

ini.
121

Kedua sumber daya financial untuk biaya dalam bagaimana untuk


Implementasi Program Kartu Lebak Sehat:
“Untuk biaya mengenai Implementasi Program Kartu Lebak Sehat
Pemerintah Kabupaten Lebak menganggarkan anggaran sebesar
Rp11.367.047.900, dimana jumlah ini sudah termasuk pembayaran
premi BPJS ” (Selasa 10 Mei 2016 Pukul 10 .00, Dinas Kesehatan
Kabupaten Lebak)

Senada dengan apa yang disampaikan oleh I4, I3 menjelakan

bahwa biaya dari Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak, berikut yang disampaikan oleh I3:

“ Dalam menunjang program Kartu Lebak Sehat Dinas Kesehatan


Kabupaten Lebak membangun sarana dan prasarana dari Puskesmas
dimana pada tahun 2015 sebesar Rp 5.250.000.000 dan Rp
7.500.000.000 di 2016” (Selasa 10 Mei 2016 Pukul 10 .00, Dinas
Kesehatan Kabupaten Lebak)

Berdasarkan wawancara di atas mengenai sumber daya financial

implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak ialah

bersumber dari APBD Kabupaaten Lebak, kegiatan ini dilakukan dalam

bentuk pembayaran premi BPJS dan juga pembangunan sarana dan

prasarana di PUSKESMAS untuk menunjang keberhasilan dari program

Kartu Lebak Sehat .

Ketiga, sarana dan prasaran dalam Implementasi Program Kartu

Lebak Sehat di Kabupaten Lebak sudah ada upaya untuk itu, dimana

PUSKESMAS di bangun agar memiliki rawat inap, walopun belum secara


122

keseluruhan puskesmas yang ada di Kabupaten Lebak, berikut merupakan

pernyataan I3:

“Sebenarnya sarana dan prasarana sudah dalam tahap pembangunan


sejak 2015 dimana pada tahun itu dibangun PUSKESMAS
mandala,rangkasbitung,binuangeun,dan warung gunung dan menelan
anggaran sebesar 5,25 M” (Selasa 10 Mei 2016 Pukul 10.00, Dinas
Kesehatan Kabupaten Lebak)
Berdasarkan pernyataan diatas dijelaskan bagaimana dalam

implementasi program Kartu Lebak Sehat pemerintah Kabupaten Lebak

melakukan pembangunan terhadap puskesmas-puskesmas yang ada di

daerah secara bertahap.

I3 juga menjelaskan bawa sarana dan prasarana yang telah ada

dalam hal Alat-alat kesehatan yang ada di PUSKESMAS sudah cukup

baik dan modern dimana ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan di PUSKESMAS, berikut merupakan penjelasan dari

I3:

“ Alat-alat penunjang kinerja dalam memberikan pelayanan kesehatan di


PUSKESMAS sudah cukup bagus dan modern,ruangan-ruangan bagi
pasien yang berobat pun sudah cukup nyaman , ini tidak terlepas dari
standar pelayanan di PUSKESMAS dan juga upaya PEMDA Lebak dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kabupaten
Lebak ”( Selasa 10 Mei 2015 Pukul 09.00, Dinas Kesehatan Kabupaten
Lebak)
123

Gambar 4.1
Alat Kesehatan test darah di Puskesmas

Senada dengan apa yang disampaikan oleh I3, I5 menjelaskan bahwa

sarana dan prasarana guna menunjang pelayanan kesehatan di Rs Adjidarmo

pun sudah cukup bagus, dimana ketersediaan alat kesehatan dan Dokter

spesialispun sudah selalu siap, jadi bilamana ada pasien di daerah yang tidak

mampu ditangani oleh PUSKESMAS dan di rujuk ke Rs Adjidarmo kami

siap, berikut pernyataan dari I5:

“Alat-alat kesehatan, dokter-dokter yang ada sudah cukup baik,


dimana ini sejalan denga standar mutu pelayanan di Rs Adjidarmo
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, walaupun ada
keterbatasan dimana ruangan rawat inap untuk kelas 3, maka dari itu
bila ada pasien yang masih mampu dilayani oleh PUSKESMAS maka
dilayani dan di rawat inap disana dulu, bila PUSKESMAS sudah
tidak bisa menangani barulah dilakukan rujukan ke Rs Adjidarmo,.
(Senin 23 Mei Pukul 10.00, Rs Adjidarmo Kabupaten Lebak)

Sebagaimana wawancara di atas, I5 yang merupakan Kepala Rs

Adjidarmo Kabupaten Lebak selalu berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan


124

dan Dokter-dokter dimana kebanyakan Dokter ini adalah Kepala

PUSKESMAS di masing-masing daerah, berikut pernyataan yang

disampaikan oleh I5 :

“Pelayanan di PUSKESMAS dan pelaksanaan program-program


kesehatan di PUSKESMAS selalu kami evaluasi dengan pihak-pihak
lain semisal para perangkat desa agar kami tahu pelayanan-
pelayanan seperti apa yang terbaik dilakukan di daerah tersebut.
(Senin, 23 Mei Pukul 09.00, Rs Adjidarmo Kabupaten Lebak)

Dari wawancara diatas I5 menegaskan bahwa demi keberhasilan

program Kartu Lebak Sehat dilakukan kordinasi juga dengan perangkat desa

guna mengetahui kebutuhan kesehatan seperti apa yang diutuhkan oleh

masyarakat di daerah-daerah Kabupate Lebak.

3 Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana dalam Implementasi Program

Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak ini meliputi Satuan Kerja

Perangkat daerah yang dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan

Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak yang akan terlibat implementasian

kebijkan publik .

Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan

(public) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta

cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan

publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindakan manusia


125

secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik

keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum.

Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku

dasar manusia, maka dapat-dapat saja agen pelaksana yang diturunkan

tidak sekeras dan tidak setegas pada gambar yang pertama.Selain itu

cakupan atau luas wilayah Implementasi kebijakan perlu juga diperhatikan

manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan

Implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang

dilibatkan.

Dalam dimensi karakteristik peneliti menilai bebrapa aspek yang

terkandung di dalamnya, yaitu karakteristik agen pelaksana, standar

operasional.

Pertama, karakteristik agen pelaksana Implementasi Program

Kartu Lebak Sehat Dalam hal ini pihak-pihak yang terlibat yaitu antara

lain Pegawai Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Pegawai Dinas Kesehatan

Kabupaten Lebak. SKPD di Kabupaten Lebak yang terkait dalam

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak: Dinas

Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak dalam hal

ini kaitannya yaitu yang menjalankan Implementasi Program Kartu Lebak

Sehat di Kabupaten Lebak .

Peran atau karekteristk dari para agen pelaksana Implementasi

Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak yaitu melibatkan


126

berbagai pihak baik itu dari dinas terkait, berikut pernyataan dari I2 terkait

peran dinas terkait Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak:

“Dalam pelaksanaan progam Kartu Lebak Sehat dijalankan oleh


Dinas Sosial dimana Dinas Sosial mendata masyarakat yang
dikategorikan masyarakat miskin untuk mendapatkan program
Kartu Lebak Sehat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak
bertanggung jawab untuk menyediakan sarana dan prasarana
guna menunjang kesehatan di Kabupaten Lebak ”.(Selasa 26 April
2016 Pukul 11.00 BAPPEDA Kabupaten Lebak)

Menurut I4 mengenai bagaimana Pelaksanaan dari Implementasi

Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak sebagai berikut

wawancaranya:

“Masyarakat miskin itu dinamis dimana mungkin saja pada tahun


lalu orang itu dikategorikan miskin,tapi beberapa bulan kemudian
memiliki ruah bagus dan kendaraan maka orang itu tidak lagi bisa
di kategorikan masyarakat miskin, juga sebaliknya pada bulan
sebelumnya orang itu mampu, tapi mungkin ada musibah yang
menimpanya dan menjadi serba kekurangan maka orang itu berhak
di kategorikan masyarakat miskin ”. (Rabu 18 Mei 2016 Pukul
10.00 Dinas Sosial Kabupaten Lebak)

Dari kutipan wawancara di atas dapat peneliti simpulkan, bahwa

Pelaksanaan Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak sudah sesuai dengan sebagaimana peraturan yang berlaku, dan

pelaksanaan tugas yang di emban pun sudah cukup dilaksanakan dengan

baik.

Sementara I3 menjelaskan bahwa perannya dalam Program Kartu

Lebak Sehat sebagai pelaksana pembangunan sarana dan prasarana dari


127

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak, berikut

pernyataan dari I3:

“Peran dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak di Implementasi


Program Kartu Lebak Sehat ini adalah membangun sarana dan
prasarana untuk menunjang pelayanan yang baik bagi masyarakat
Kabupaten Lebak baik itu yang mendapat program Kartu Lebak
Sehat maupun tidak, karena secara keseluruhan yang menjalankan
program Kartu Lebak Sehat adalah Dinas Sosial dan kami hanya
membantu dalam sosialisasi dan kesiapan sarana dan prasarana”
”.(Selasa 10 Mei 2016 Pukul 11.00 Dinas Kesehatan Kabupaten
Lebak)

Mengenai bagaimana pelaksanaan dari Implementasi Program

Kartu Lebak Sehat telah dilakukan sebagaimana mestinya, dan telah

melalui prosedur sebagaimana mestinya untuk mengimplementasikan

Program Kartu Lebak Sehat, berikut wawancara yang dilakukan oleh I6:

“Pembayaran premi BPJS untuk Kartu Lebak Sehat adalah untuk


golongan kelas 3, dimana pasien penerima program ini nantinya
bila melakukan perobatan rawat inap akan ditempatkan di rawat
inap kelas3 di Rs Adjidarmo. ”.(Kamis 12 Mei 2016 Pukul 11.00
BPJS Kabupaten Lebak)

Sebagaimana yang dijelaskan dalam wawancara di atas, bahwa

penerima program Kartu Lebak Sehat akan menerima fasilitas di

Puskesmas-puskesmas secara gratis dan fasilitas rawat inap kelas 3 di Rs

Adjidarmo secara gratis.


128

4 Sikap dan kecenderungan (disposition) para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan

sangat banyak mempengaruhi keberhasian atau tidaknya kinerja

Implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena

kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi Pegawai Negeri

Sipil yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka

rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor pelaksanaan kebijakan

adalah kabijakan “dari atas” (top-down) yang sangat mungkin para

pengambil keputusan tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu

menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang pegawai ingin

selesaikan.

Dalam dimensi penilaian mengenai disposisi para pelaksana

terdapat dua elemen penting yang perlu diperhatikan karena sangat

berpengaruh terhadap kinerja implementaii kebijakan, yakni kognisi

(pemahaman) serta respon (dukungan/persetujuan) agen pelaksana.

Pertama, kognisi (pemahaman) masih banyak yang belum

memahami mengenai apa itu Program Kartu Lebak Sehat seutuhnya.

Berikut pernyataan yang disampaikan oleh I4:

“Kalau melihat kenyataanya memang ada sebagian yang sudah


melakukan kedisiplinan dan ada sebagian juga yang masih perlu
meningkatan kedisiplinan maka ujungnya mungkin berpulang
kepada diri masing masing, bagaimana mendefinisikan definisi
kerja itu sendiri, dan Dinas Sosial yang banyak melakukan
pekerjaan dilapangan dinilai sudah cukup baik dalam
melaksanakan tugas yang harus dilaksanakan dalam mendukung
pelaksanan program Kartu Lebak Sehat ”.(Rabu 18 Mei 2016Pukul
10.00 Dinas Sosial Kabupaten Lebak)
129

Senada dengan yang diutarakan oleh I4, I3 menjelaskan bahwa

Pemahaman dari pegawai sudah cukup baik dalam melaksanakan tugas

yang di emban, berikut pernyataan yang disampaikan oleh I3:

“Menurut saya para pegawai Dinas Kesehatan khususnya di


bagian pengembangan sarana dan prasarana cakap dalam
melaksanakan tugas, dimana target-target pembangunan
PUSKESMAS di wilayah-wilayah yang ditargetkan berjalan baik”
”.(Selasa 10 Mei 2016 Pukul 14.00 Dinas Kesehatan Kabupaten
Lebak)

Tidak jauh berbeda dengan yang dikemukan oleh I4, I3 yang

merupakan Kabid Program Dinas sosial dan Kabid pengembangan sarana

dan prasarana Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak walaupun para pegawai

dinilai cukup baik dalam pemahaman tugas yang harus dilaksanakan, tapi

masih perlu adanya upanya guna memberikan pemahaman seutuhnya dari

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak, berikut

pemparan yang disampaikan oleh I2 :

“Pemahaman yang dimiliki oleh pegawai Dinas Sosial dan Dinas


Kesehatan Kabupaten Lebak dirasa cukup baik apabila di
presentasikan dalam persen hampir mencapai 90 %, walaupun
demikian dengan ini masih dirasa perlu adanya upaya guna
memberikan pemahaman khususnya mengenai Implementasi Kartu
Lebak Sehat kedepannya ”.(Selasa 26 April 2016 Pukul 10.00
BAPPEDA Kabupaten Lebak)

Berdasaran hasil wawancara dengan narasumber mengenai

pemahaman dari Pegawai Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Lebak mengenai Implementasi Program Kartu


130

Lebak Sehat di Kabupaten Lebak ini sudah cukup dipahami oleh para

pegawai,walaupun bisa dikatakan belum sepenuhnya, dikarenakan

kekurang pedulianya pegawai untuk membaca dan memahami hak dan

kewajibanya sebagai Pegawai Negri Sipil, maka diperlukanya kegiatan

khusus mengenai hal ini.

Kedua, respon para pelaksana Implementasi Program Kartu Lebak

Sehat di Kabupaten Lebak yang dalam hal ini Pegawai di Dinas Sosial

Kabupaten Lebak itu sendiri, berikut pernyataan dari I4 sebagai Kasubag

Program Dinas Sosial Kabupaten Lebak:

“Apabila pegawai itu ditempatkan disuatu instansi dan mendapat


mandat tugas yang memang seharusnya dijalan kan dengan baik
maka tidak ada kata tidak siap, harus siap, jadi adaptasi dan
mengerti akan tugas dalam bidang pekerjaannya sangan penting
”.(Rabu 18 Mei 2016 Pukul 10.00 Dinas Sosial Kabupaten Lebak)

Senada dengan yang diutarakan oleh I4, I3 pun menuturkan bahwa

seharusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil mau tidak mau harus merespon

baik mengenai disiplin ini, karena sebagai Pegawai Negeri Sipil itu

merupakan pengabdian, berikut pemaparan yang disampaikan oleh I3

mengenai bagaimana respon Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan

Kabupaten Lebak mengenai Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak ini :

“Sebagai Pegawai Negri Sipil itu siap tidak siap harus


melaksanakan kita sebagai Pegawai Negeri Sipil, karena kita
131

sebagai Pegawai Negeri Sipil itukan bekerja untuk bagaimana


kenyamanan bagi masyarakat sesuai tupoksinya, dan
melaksanakan beban tugas yang di amanatkan pada instansi”
(Selasa 10 Mei 2016 Pukul 10.00 Dinas Kesehatan Kabupaten
Lebak)

Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber mengenai respon

dari Pegawai Negeri Sipil di Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Lebak mengenai Implementasi Program Kartu

Lebak Sehat di Kabupaten Lebak ini sebetulnya Pegawai di Dinas Sosial

Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak telah menyadari

mereka sebagai Pegawai Negri Sipil haruslah mentaati aturan yang ada .

Selanjutnya I3 juga menjelaskan bagaimana fasilitas dan yang

diberikan guna menunjang Implementasi Program Kartu Lebak Sehat,

sebagai berikut:

“ sarana dan prasarana terus ditingkatkan diaman pada 2015


dikucurkan dana 5,25 M untuk membangun PUSKESMAS di
,Mandala,Rangkasbitung,Binuangeun,Warunggunung dan pada
tahun 2016 dikucurkan dana 7,5 M untuk membangun
PUSKESMAS Bojongmanik,sajira,Cijaku ” (Selasa 10 Mei 2016
Pukul 11.00 Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak)

Dari kutipan di atas dijelaskan bahwa dalam pembangunan sarana

dan prasarana dilakukan secara bertahap, dimana nantinya setelah

pembangunan selesai pelayanan Puskesmas-puskesmas di daerah bisa

semakin baik kedepannya


132

I7 pun menuturkan bagaimana upaya fasiitas yang diberikan guna

memberikan kenyamanan terhadap masyarakat Kabupaten Lebak dalam

mendapatkan pelayanan kesehatan, berikut hasil wawancara dengan I7

sebagai Kepala Puskesmas Rangkasbitung :

“ Pembangunan yang dilaksanakan pada tahun lalu awalnya


dikeluhkan oleh para masyarakat yang ingin berobat di
PUSKESMAS karena kurang merasa nyaman, akan tetapi sekarang
setelah semua proses pembangunan rampung masyarakat merasa
nyaman dimana ruang tunggu pasien yang sejuk dan nyaman, dan
kebersihan yang terjaga membuat masyarakat puas dalam
menerima pelayanan ” (Rabu 25 Mei 2016 Pukul 10.00
PUSKESMAS Rangkasbitung)

Berikutnya mengenai fasilitas yang diberikan kepada masyarakat

Kabupaten Lebak, peneliti mewancarai I8 yang merupakan Kepala

Puskesmas Bayah, berikut hasil wawancara dengan I8 :

“Di Bayah ini letaknya cukup jauh dengan pusat kota


Rangkasbitung dimana Rs Adjidarmo berada, sehingga terkadang
masyarakat disini bila berobat enggan untuk dirujuk ke Rs
Adjidarmo, dan memilih untuk berobat ke wilayah Pelabuhan Ratu
yang letaknya lebih dekat, tetapi fasilitas di PUSKESMAS Bayah
ini sebenarnya sudah cukup baik dimana ambulans selalu tersedia
dan siap dan ruangan rawat inap selalu siap untuk ditempati”
(Selasa 10 Maret 2016 Pukul 09.00 PUSKESMAS BAYAH)

Berdasarkan wawancara dengan narasumber mengenai bagaimana

fasilitas yang diberikan dan digunakan guna menunjang Implementasi

Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak sudah terbilang cukup,

karena di PUSKESMAS wilayah-wilayah di Kabupaten Lebak ada

fasilitas kendaraan ambulans yang selalu siap, serta alat-alat medis yang

terbilang modern guna menunjang dookter dan perawat dalam


133

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat walaupun ada

beberapa hal yang perlu ditingkatkan lagi kedepannya.

5 Komunikasi Antar Organisasi Dan Aktivitas Pelaksana

Merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan

publik. Semakin baik koordinasi komunikasi antara pihak-pihak yang

terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-

kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Begitu pula sebaliknya. Dari

dimensi ini, peneliti membaginya ke dalam aspek penilaian, yaitu

koordinasi dan sosialisasi.

Pertama koordinasi, sejauh ini koordinasi yang dilakukan oleh

pihak terkait dari Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak, hal ini dikemukakan oleh I2, beliau menjelaskan:

“Koordinasi yang dilakukan mengenai Implementasi Program


Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak koordinnasi di Dinas
Sosial Kabupaten Lebak dimana Dinas Sosial bertanggung jawab
atas data jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Lebak yang
berhak menerima program Kartu Lebak Sehat ini dan juga Dinas
Kesehatan Kabapaten Lebak yang bertanggung jawab atas
kesiapan sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Lebak
khususnya di RSUD Adjidarmo dan PUSKESMAS yang berada di
wilayah-wilayah Kabupaten Lebak” (Selasa 26 2016 Pukul 10.00
BAPPEDA Kabupaten Lebak)

Senada dengan apa yang dipaparkan oleh I2, I4 yang merupakan

dari Dinas Sosial Kabupaten Lebak menjelaskan , berikut hasil wawancara

dengan I 4 :
134

“Dinas Sosial Kabupaten Lebak dalam menjalankan tugasnya


selalu melakukan koordinasi dengan beberapa instansi lain
dalam menjalankan tugasnya, dan dalam Program Kartu Lebak
Sehat ini Dinas Sosial Kabupaten Lebak melakukan koordinasi
dalam menjalan kan program dengan Dinas-dinas lain terutama
Dinas Kesehatan yang berhubungan erat dengan jalannya
program ini. (Rabu 18 Mei 2016 Pukul 10.00 Dinas Sosial
Kabupaten Lebak)

Kedua, sosilisasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten

Lebak dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak mengenai Implementasi

Program Kartu Lebak Sehat, berikut pemaparan I3 :

“sering kami lakukan sosialisasi mengenai program Kartu Lebak


Sehat dengan Bidan-bidan Desa, pegawai PUSKESMAS dan
dengan program-program PUSKESMAS juga, selain itu Dinas
Sosial juga melakukan sosialisasi sambil melakukan tugasnya
mendata masyarakat miskin di Kabupaten Lebak“(Selasa 10 Mei
2016 Pukul 10.00 Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak)

Berdasarkan hasil wawancara diatas mengenai bagaimana

koordinasi Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak

ialah kepada Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan

Kabupaten Lebak.

Begitu halnya sosialisasi yang dilakun oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten Lebak, Dinas Sosial Kabupaten Lebak pun melakukan sosilisi

kepada masyarakat di Kabupaten Lebak, berikut hasil wawancara kepada

narasumber I4 :

“Sosialisasi yang kami lakukan kepada masyarakat Kabupaten


Lebak adalah dimana sering kami temui permasalahan masyarakat
miskin adalah tidak mempunyai biaya dalam pengobatan apabila
sedang sakit, maka sebari mendata masyarakat miskin kami juga
melakukan sosialisasi adanya program Kartu Lebak Sehat di
135

Kabupaten Lebak ini yang diperuntukan untuk masyarakat miskin


(Rabu, 18 Mei 2016 Pukul 10.00 Dinas Sosial Kabupaten Lebak)

Berdarkan hasil wawancara diatas mengenai sosialiasai dari

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak, peneliti

menilai bahwa sosialisasi yang dilakukan sudah cukup baik, walaupun

memang masih dirasa kurang karena belum menyeluruhnya dilakukan

sosialisasi.

6 Lingkungan Eksternal

Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks sosial,

ekonomi serta politik dari tempat kebijakan tersebut dijalankan. Berdasarkan

hasil penelitian yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat diketahi bahwa

lingkungan eksternal yang menjadi faktor determinan dalam keberhasilan

Program Kartu Lebak Sehat. Karena dengan lingkungan eksternal yang baik,

kondusif serta mendukung akan hadirnya program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak maka diharapkan program itu akan berjalan dengan baik

dan mendapat hasil yang optimal akan tetapi bila lingkungan eksternal itu

tidak baik, kondusif serta mendukung akan hadirnya program tersebut maka

akan menjadi hambatan tersendiri dalam implementasi program yang di

jalankan.

Untuk mengetahui bagaimana kondisi ekonomi, sosial dan politik di

Kabupaten Lebak dan pengaruhnya terhadap Implementasi Program Kartu


136

Lebak Sehat di Kabupaten Lebak, peneliti melakukan wawancara dengan I3

Sebagai berikut :

“Sejauh ini faktor-faktor tersebut bisa di bilang kondusif dan baik,


sehingga kebijakan yang di ambil dirasa berjalan dengan baik”
(Selasa 10 Mei Pukul Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak)

I4 pun menuturkan bagaimana kondisi ekonomi, sosial, dan politik

terhadap Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak,

berikut wawancara dengan I4 :

“Kondisi dari para implementator sudah cukup baik agar program


dan kebijakan yang dijalankan dapat mendapatkan hasil yang baik,
dan juga kondisi di masyarakat, kondisi Kabupaten Lebak yang masih
dikatakan tertinggal menjadikan program-program bantuan dari
pemerintah memang sangat dinanti oleh masyarakat
” (Rabu 18 Mei 2016 Pukul 09.00 Dinas Sosial Kabupaten Lebak)

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

Kebijakan mengenai Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak, dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2014

Tentang Rencana Pembangunann Jangka menengah Daerah (RPJMD)

Kabupaten Lebak Tahun 2014-2019 ini di bertujuan agar masyarakat yang

di kategorikan miskin di Kabupaten Lebak dan tidak tercover program

kesehatan sebelumnya dapat menikmati fasilitas kesehatan di Kabupaten

Lebak ini secara gratis. Program Kartu Lebak Sehat ini dijalankan oleh

SKPD terkait yaitu Dinas Sosial Kabupaten Lebak yang dimana bertugas

mendata masyarakat yang dikategorikan miskin di Kabupaten Lebak agar

berhak mendapat bantuan pemerintah dan juga Dinas Kesehatan


137

Kabupaten Lebak yang dimana bertugas untuk menyiapkan sarana dan

prasarana dalam menunjang pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di

Kabupaten Lebak.

Pembahasan penelitian merupkan isi dari hasil analisis data dan

fakta yang peneliti dapatkan dilpangan serta disesuaikan dengan teori

yang digunakan, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori

implementasi kebijakan publik menurut Donald Van Metter dan Carl Van

Horn (1975) dalam Agustino (2008) mengenai dasar-dasar kebijakan

publik. Teori tersebut digunakan untuk mengukur sejauh mana

keberhasilan implementasi kebijakan publik melalui beberapa dimensi

penilaian, diantaranya ukuran dan tujuan kebijakan, sumberdaya,

karakteristik agen pelaksana, disposisi agen pelaksana, komunikasi antar

organisassi serta lingkungan eksternal.

1. Ukuran Dan Tujuan Kebijakan

Adapun pembahasan yang telah peneliti paparkan mengenai

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten , yakni sebagai

berikut :

Berdasarkan analisis terhadap keseluruhan data yang diperoleh

maka hasil peneliti atas dimensi Ukuran dan Tujuan Kebijakan pada

oleh narasumber sebagai berikut :

Pertama, Tujuan dari Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak ialah agar agar masyarakat yang di kategorikan


138

miskin di Kabupaten Lebak dan tidak tercover program kesehatan

sebelumnya dapat menikmati fasilitas kesehatan di Kabupaten Lebak

ini secara gratis.

Kedua, Standar keberhasilan dari Implementasi Program Kartu

Lebak Sehat di Kabupaten Lebak adalah seluruh pegawai yang terlibat

dalam Program Kartu Lebak Sehat ini dapat menjalankan tugasnya

dengan baik dan juga dimana data terhadap masyarakat miskin yang

memang seharusnya mendapatkan program bantuan pemerintah yaitu

program Kartu Lebak Sehat tepat sasaran, jadi diharapkan tingkat

kesehatan masyarakat Kabupaten Lebak dapat meningkat .

Adapun atas dimensi pada dimensi Ukuran dan Tujuan

Kebijakan Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak ini dapat dilihat dalam bentuk tabel di bawah ini :

Tabel 4.4
Hasil Obsevasi Atas Dimensi Ukuran Dan Tujuan Kebijakan

Kriteria penilaian Hasil Observasi

Kejelasan 1. Tujuan dari Implementasi Program Kartu Lebak


Sehat di Kabupaten Lebak sudah jelas dipahami
oleh para Implementator
2. Standar dari Implementasi Program Kartu Lebak
Sehat di Kabupaten Lebak sudah jelas dipahami
oleh para implementator

Sumber: peneliti 2016


139

Berdasarkan dari hasil wawancara di atas, peneliti menganalisis

bahwa tujuan dari Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak ialah agar seluruh masyarakat Kabupaten Lebak yang dikategorikan

miskin dapat menikmati fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Lebak

secara gratis sehingga tingkat kesehatan masyarakat di Kabupaten Lebak

dapat meningkat.

Selanjutnya standar dari Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak ialah kesadaran dan tanggung jawab para implementator

yang mempunya kewajiban menjalankan tugas dengan baik, dan dengan

kesadaran yang baik yang dimiliki oleh Pegawai Negri Sipil akan berdampak

terhadap kinerja yang maksimal dan didalam melaksanakan tugasnya sesuai

denggan apa yang telah di rencanakan sebelumnya karena dengan begitu

maka apa yang menjadi target dalam pelaksanaan tugas di harapkan dapat

berjalan dengan maksimal dan mencapai target..

2. Sumber Daya

Sumber daya manusia adalah faktor pertama dan utama dalam

mendukung keberhasilan kebijakan, karena manusia adalah faktor

penggerak laju implementasi suatu kebijakan. Sebagimana yang

diungkapkan oleh Agustino (2008:142) bahwa tahap-tahap tertentu dari

keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia

yang berkaulitas sesuai dengan pekerjaan yang disyaratkan oleh kebijakan

yang ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas


140

dari sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik akan sulit untuk

diharapkan

Mengacu pada data yang diperoleh mengenai sumber daya waktu,

peneliti menyimpulkan bahwa implementasi program Kartu Lebak Sehat

di Kabupaten Lebak sudah cukup bagus terlihat dari adanya kesadaran dari

pegawai dan adanya upaya untuk mencapai tujuan dengan hasil yang

optimal.

Berdasarkan analisis terhadap keseluruhan hasil wawancara maupun

data yang didapati maka hasil penilaian atas dimensi Sumberdaya adalah

sebagai berikut :

Pertama, Apabila dilihat dari kesiapan Pegawai Negeri Sipil di Dinas

Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak terhadap

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak ialah sudah

baik, Pegawai negeri Sipil di Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Lebak sudah menjalankanya sebagaimana yang sesuai

dengan Tupoksi, ini tidak terlepas dari peran pimpinan Kepala Dinas Tenaga

Kerja dan Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak

yang menjadikan pertemuan rutin rapat per 3 bulan sebagai tempat untuk

mengevaluasi kinerja Pegawainya, termasuk kedalam disiplin Pegawai Negeri

Sipil di Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehtan Kabupaten

Lebak, agar kedepanya ada peningkatan kearah yang lebih baik.


141

Kedua, Dukungan dana guna menunjang dari Implementasi Program

Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak adalah bersumber dari Anggaran

Pemerintah Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lebak, melalui Dinas Sosial

Kabupaten Lebak, dengan mengundang pejabat yang menangani

kepegawaian pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten

Lebak, dengan demikian dukungan dana terhadap Impelentasi Program Kartu

Lebak Sehat di Kabupaten Lebak masih kurang, karena masih banyak nya

masyarakat miskin di Kabupaten Lebak yang belum terdata dalam program

Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak, dana yang ada sekarang digunakan

untuk membayar premi BPJS untuk masyarakat yang sudah terdata

sebelumnya di program Kartu Lebak Sehat ini.

Ketiga, Sarana dan Prasarana yang ada di Rs Adjidarmo dan

Puskesmas-puskesmas ialah telah ada dana yang di kucurkan khusus untuk

membangun Rs Adjidarmo dan Puskesmas-puskesmas, dengan ini diharapkan

dengan fasilitas yang semakin baik maka pelayanan kesehatan terhadap

masyarakat di Kabupaten Lebak ini semakin baik dengan begitu

permasalahan-permasalahan kesehatan yang selama ini menjadi kendala dapat

tertangani dengan baik..

Adapun atas dimensi pada dimensi Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak ini dapat

dilihat dalam bentuk tabel di bawah ini :


142

Tabel 4.5
Hasil Penilaian Atas Dimensi Sumberdaya

Karakteristik penilaian Hasil Observasi


Dukungan sumber daya kesiapan PNS di Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan
manusia Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak masih dirasa
kurang
Dukungan dana Dana dan anggaran dalam menunjang dari
Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di
Kabupaten Lebak sudah cukup akan tetapi harus
lebih diperioritaskan untuk wilayah yang benar-
benar membutuhkannya
Dukungan sarana dan sarana dan prasaran yang ada dalam menunjang dari
prasarana Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di
Kabupaten Lebak sedang dalam pembangunan guna
memberikan pelayanan yang optimal kepada
masyarakat

Sumber: peneliti 2016

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana dalam Implementasi Program

Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak meliputi Satuan Kerja Perangkat

daerah yang dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Lebak yang akan terlibat implementasian kebijkan

publik .

Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan

(public) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta

cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan

publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindakan manusia


143

secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik

keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum.

Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku

dasar manusia, maka dapat-dapat saja agen pelaksana yang diturunkan

tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama. Selain itu

cakupan atau luas wilayah Implementasi kebijakan perlu juga diperhatikan

manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan

Implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang

dilibatkan.

Dalam dimensi karakteristik peneliti menilai beberapa aspek yang

terkandung di dalamnya, yaitu karakteristik agen pelaksana, standar

oprasional.

Berdasarkan analisis terhadap keseluruhan hasil wawancara maka

hasil penilaian atas dimensi Karakteristik Agen Pelaksana adalah sebagai

berikut :

Pertama, Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak sudah sesuai dengan sebagaimana ketentuan peraturan yang berlaku,

dan didalam menjalankan tugas Dinas Sosial Kabupaten Lebak melakukan

tahapan-tahapan guna mencapai tujuan agar bisa optimal, yaitu tahapan dan

tugasnya sesuai dengan bidang-bidang yang ada di Dinas Sosial Kabupaten

Lebak, demikian juga dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak dimana

yang bertanggung jawab atas sarana dan prasarana kesehatan adalah bagian

bidang pembangunan sarana dan prasarana.


144

Kedua, Bentuk dan mekanisme perjalanan implementasi program

Kartu Lebak Sehat dapat dilihat dalam bentuk tabel 4.6 di bawah ini :

Tabel 4.6
Hasil Observasi Atas Dimensi Karakteristik Agen Pelaksana

Dimensi penilia Hasil Obsevasi


Karakteristik agen 1. Peran dari Stake holder dalam
pelaksana Implementasi Program Kartu Lebak Sehat
sudah berjalan baik karena sesuai dengan
tupoksi tugas dalam pelaksanaan program
Kartu Lebak Sehat
2. Pelaksanaan dari Implementasi Program
Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak
perlu kordinasi yang lebih baik karena
melihat wilayah Kabupaten Lebak yang luas
Standar oprating 1. Bentuk dan mekanisme pelaksanaan tugas
system pegawai dalam Implementasi Program
Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak
sesuai dengan tupoksi tugas di Dinas terkait
dalam pelaksanaan program Kartu Lebak
Sehat

4. Sikap dan kecenderungan (disposition) para pelaksana

Berdasarkan analisis terhadap keseluruhan hasil wawancara maka

hasil penilaian atas dimensi Sikap (Disposition) Para Pelaksana adalah

sebagai berikut :

Pertama, Pemahaman Pegawai Negeri Sipil di Dinas Sosial

Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak terhadap

Implementasi Program Kartu Lebak Sehat masih kurang dipahami secara

mendalam, ini bias terjadi karena kurang pedulianya pegawai untuk membaca

dan memahami bagaimana hak dan kewajiban serta peranan pegawai dalam

implementasi program Kartu Lebak Sehat ini.


145

Kedua, Respon Pegawai Negeri Sipil di Dins Sosial Kabupaten Lebak

dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak terhadap Implementasi Program

Kartu Lebak Sehat sudah cukup baik, karena pegawai telah menyadari

sebagai Pegawai Negeri Sipil merupakan tanggung jawab dan harus mentaati

aturan yang ada serta menjalankan tugas yang di emban sebagaimana

mestinya.

Ketiga, Fasilitas yang diberikan guna menunjang dari Implementasi

Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak bisa di bilang belum cukup,

fasilitas kendaraan dinas yang diberikan berdasarkan beban kerja masih dirasa

kurang karena mengingat dengan luas nya wilayah di Kabupaten Lebak , dan

ini juga seringkali menjadi hambatan para pegawai dalam menjalankan tugas

yang berhubungan dengan Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak.

Adapun atas dimensi pada dimensi Sikap (Disposition) Para

Pelaksana dapat dilihat dalam bentuk tabel di bawah ini :

Tabel 4.7
Hasil Observasi Atas Dimensi Sikap (Disposition) Para Pelaksana

Dimensi penilia Hasil Observasi


Pemahaman pemahaman para Pegawai terkait
Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di
Kabupaten Lebak sudah bisa dipahami dan
dijalankan dengan baik oleh pegawai Dinas
terkait

Respon respon peawai Dinas Sosial Kabupaten Lebak


terhadap Implementasi Program Kartu Lebak
Sehat di Kabupaten Lebak tanggap dan sigap
146

walaupun sampai sekarang masalah verifikasi


data warga miskin di Kabupaten Lebak masih
jadi kendala tersendiri

Fasilitas fasilitas dan yang diberikan guna menunjang


Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di
Kabupaten Lebak sedang dalam pembangunan,
dibeberapa daerah dalam pembangunan
PUSKESMAS guna bisa menampung rawat inap
dan modernisasi alat kesehatan
Sumber: Peneliti 2016

5. Komunikasi Antar Organisasi

Berdasarkan analisis terhadap keseluruhan hasil wawancara maka

hasil penilaian atas dimensi komunikasi antar organisasi adalah sebagai

berikut :

Pertama, koordinasi yang dilakukan Dinas Sosial Kabupaten

Lebak dalam Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak telah melakukan sebagaimana yang terdapat aturan disiplin yang

ada yaitu adanya koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak

mengenai bagaimana Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak

Kedua, Sosialiasai yang dilakukan Dinas Sosial Kabupaten Lebak

dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak sebagai relasi dalam Implementasi

Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak peneliti menilai

sosialisasi sudah dilakukan masih dirasa kurang, karena belum

menyuluruhnya sosialiasi yang dilakukan kepada masyarakat Kabupaten

Lebak.
147

Adapun atas dimensi Komunikasi Antar Organisasi dan AKtifitas

dapat dilihat dalam bentuk tabel di bawah ini :

Tabel 4.8
Hasil Observasi Atas Dimensi Komunikasi Antar Organiasi Dan
Aktivitas Pelaksana

Karakteristik Penilaian Hasil Observasi


Koordinasi 1. Koordinasi antar SKPD yaitu Dinas
Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Lebak sejauh ini
berjalan dengan baik dimana Dinas
Kesehatan bertanggung jawab atas sarana
dan prasarana dan Dinas Sosial
bertanggung jawab atas data orang
miskin yang berhak mendapatkan
bantuan program Kartu Lebak Sehat

Sosialisasi 1. Sosialisasi Implementasi Program Kartu


Lebak Sehat di Kabupaten Lebak bisa
dirasakan masih kurang efektif dimana
kurangnya baliho atau pengumuman
tentang adanya program dan di desa-desa
pun hanya pegawai Puskesmas yang
aktif mensosialisasikan terhadap pasien
puskesmas
2. Tidak ada tindak lanjut setelah
sosialisasi selesai dilakukan, tidak ada
data yang menjelaskan setelah sosialisasi
dilakukan apakah ada peningkatan
pmahaman kepada masyarakat akan
hadirnya program Kartu Lebak Sehat
Sumber: Peneliti 2017

6. Lingkungan Eksternal

Berdasarkan analisis terhadap keseluruhan hasil wawancara maka hasil

penilaian atas dimensi lingkungan eksternal adalah sebagai berikut :


148

Lingkungan Ekonomi, Sosial maupun Politik dari pegawai dan

masyarakat di Kabupaten Lebak berpengaruh terhadap Implementasi Program

Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak, karena kenyamanan dalam bekerja

sangata diperlukan sehingga dalam bekerja dapat optimal di Dinas Sosial

Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak

Adapun atas dimensi Lingkungan Eksternal dapat dilihat dalam

bentuk tabel di bawah ini :

Tabel 4.9
Hasil Observasi Atas Dimensi Lingkungan Eksternal

Karateristik penilaian Hasil Observasi


Lingungan social 1. Mempengaruhi disiplin Pegawai Dinas
Sosial Kabpaten Lebak dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Lebak karena
lingkungan sosial yang kodusif dapat
mempengaruhi pegawai dalam
melaksanakan tugas terkait program
Kartu Lebak Sehat

Lingkungan ekonomi 2. Mempengaruhi disiplin Pegawai Dinas


Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Lebak,
lingkungan ekonomi dinilai fital
karena setiap daerah memiliki keadaan
ekonomi yang berbeda-beda dimana
daerah yang keadaan ekonomi nya
rendah biasanya memiliki keadaan
lingkungan kesehatan yang kurang
baik pula dan pemahaman terhadap
program pemerintah yang rendah
Lingkungan politik 3. Mempengaruhi disiplin Pegawai
Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak,
149

dimana SKPD terkait di program


Kartu Lebak Sehat tidak terlepas dari
politik, dan keadaan politik daerah-
daerah di Kabupaten Lebak juga
mempengaruhi bagaimana
implementasi program Kartu Lebak
Sehat ini berjalan di daerah tersebut.
Sumber: Peneliti 2017

Dari uraian pembahasan dan tabel 4.9 maka dapat diambil kesimpulan

bahwa Lingkungan Ekonomi, Sosial maupun politik dari pegwai dan masyarakat

di Kabupaten Lebak berpengaruh terhadap Implementasi Program Kartu Lebak

Sehat di Kabupaten Lebakl, karena kenyamanan dalam bekerja sangatlah

diperlukan sehingga dalam melaksanakan tugas dapat berjalan dengan baik dan

optimal terutama terkait dengan Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak.
BAB V

PENUTUP

5.1 kesimpulan

Berdasrkan analisis dan temuan-temuan di lapangan yang diperoleh, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa Implementasi Program Kartu Lebak Sehat di

Kabupaten Lebak belum optimal, hal ini dikarnakan beberapa faktor sebagai berikut

Pertama, Implementasi Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak Belum

berjalan dengan optimal, karena apabila dilihat dari tujuan Kartu Lebak Sehat belum

terlihat, ini dibuktukan dengan masih banyaknya masyarakat Kabupaten Lebak yang

belum memiliki Kartu Lebak Sehat, dan masih minimnya anggaran untuk

mensosialisasikan Kartu Lebak Sehat.

Kedua, Faktor yang mendukung dari Implementasi Kartu Lebak Sehat ini

adalah kordinasi antar instansi terkait dalam hal ini adalah Dinas Sosial dan Dinas

sejauh ini telah berjalan dengan baik, dengan demikian setiap permasalahan dari

berjalannya program ini setidaknya dapat teratasi dengan koorinasi yang baik.

Faktor yang menghambat dari Implementasi Kartu Lebak Sehat di Kabupaten

Lebak ini ialah masih kurangnya sosialisasi langusung kepada masyarakat, sehingga

masih didapati masyarakat yang belum terdata penerima Kartu Lebak Sehat.

150
151

5.2 Saran

Dari kesimpulan yang diperoleh, peneliti mengajukan saran-saran yang dapat

membantu pihak Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan Kabupaten

Lebak dalam hal menerapkan kebijakan tentang Implementasi Program Kartu Lebak

Sehat di Kabupaten Lebak, saran yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Kesadaran dan tanggung jawab Sebagai Pegawai harus ditanamkan

kepada seluruh Pegawai di Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Lebak agar tujuan dari Implementasi Program Kartu

Lebak Sehat di Kabupaten Lebak dapat berjalan dengan baik .

2. Kesiapan dari sumber daya manusia, yaitu pegawai di Dinas Sosial

Kabupaten Lebak khususnya harus terus di tingkatkan karena barisan

terdepan dari baik atau tidaknya Implementasi Program Kartu Lebak Sehat

itu tergantung dari Pegwainya. Keisapan Finansial/ dana pun harus

diprioritaskan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) itu sendiri

yang dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan

Kabupaten Lebak, karena seluruh Pegawai di Dinas Sosial Kabupaten

Lebak berhak mendapatkan pendalaman bagaimana Implementasi

Program Kartu Lebak Sehat di Kabupaten Lebak ini bisa berjalan baik

dengan di dukung sarana dan prasarana yang baik juga bagi pegawai

dalam melakukan tugasnya


152

3. Sosialisasi yang dilakukan tidaklah hanya melalui para implementator

tetapi bisa memanfaatkan kemajuan teknologi diantaranya media sosial,

siaran radio dan televisi agar msyarakat di Kabupaten Lebak semakin

banyak yang mengerti akan kehadiran kebijakan program Kartu Lebak

Sehat.

4. Kepedulain dari Pegawai terhadap Implementasi Program Kartu Lebak

Sehat di Kabupaten Lebak Harus di tingkatkan dengan cara diberikan

acara khusus untuk mengetahui bagaimana kandungan yang terdapat

didalamnya, dan juga paham akan pelaksanaan tugas dalam

mengimplementasikan program Kartu Lebak Sehat.

5. Koordinasi antar Dinas Sosial Kabupaten Lebak dan Dinas Kesehatan

Kabupaten Lebak harus berjalan dengan baik, agar pelaksanaan program

Kartu Lebak Sehat dapat Berjalan dengan baik.

6. Masyarakat yang dikategorikan miskin itu bersifat Dinamis, dapat berubah

sewaktu-waktu, maka agar data yang di dapat dapat akurat perlu dilakukan

pendataan secara periode guna mengetahui perkembangan tingkat

kemiskinan di masyarakat Kabupaten Lebak.


DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2006. Analisis Kebijakan Publik, Jakarta: Rineka Cipta

___________. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung. Alfabeta

____________. 2006. Politik & Kebijakan Publik. Bandung : AIPI – Puslit KP2W
Lemlit Unpad

Dunn. N. William. 2003. Analisis Kebijaksanaan Publik : Kerangka Analisis dan


Prosedur Perumusan masalah. Hanindita. Yogyakarta

Fakih, Mansuur. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:


Pustaka Belajar

Irawan, Prasetya. 2005. Materi Pokok Penelitian Adminstrasi. Jakarta: Universitas


Terbuka

Moleong, Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya

Naqiyah, Najlah. 2005. Otonomi Perempuan. Malang: Bayumedia Publishing

Nazir, Mohammad.1999. Metode Penelitiaan. Jakarta: Erlangga

Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

_____________. 2008. Gender dan Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Sandra, Harding. 1987. Feminism and Metodology. Bloomington : Indiana


University Press

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

------------ .2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

------------ .2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.
Sumber Lain:

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lebak


Tahun 2014 -2019

Web:

2015.frofilkabupatenlebak.http://www.biropemerintahan.bantenprov.go.id/read/pag
e-detail/profil-kabupaten-leb/5/profil-kabupaten-lebak.html______ 14 Agustus
2015

www.miung.com.( diakses pada 14 Agustus 2015)

2015.RPJMD.http://bappeda.lebakkab.go.id/web/?page_id=30/____pada 24
Maret 2015

2015.Pembangunan Lebak https://otdalebak.files.wordpress.com/______diakses


pada14 Agustus 2015

BantenPos.com

Anda mungkin juga menyukai