Anda di halaman 1dari 181

EVALUASI PROGRAM TERAPI INDIVIDUAL EDUCATION PROGRAM

(IEP) UNTUK ANAK TUNAGRAHITA


DI SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI MANDIRI

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi
persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:
RAMDANI MUSTOFA TOHA
NIM :1112054100052

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
EVALUASI PROGRAM TERAPI INDIVIDUAL EDUCATION PROGRAM
(IEP) UNTUK ANAK TUNAGRAHITA
DI SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI MANDIRI

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas IImu Daku,ah dan llmu Korirunikasi
LJnttrk melnenuhi persyaratan mempet'oleh
Gelar SaUana Sosial (S Sos)

Oleh:
RAMDAI\I KIUSTOF'A TOHA
NIh{ : 1112054100052

Dibawah Birnbingan

nrad ZalcI N'I.Si


NIP: 1977 112720071010

PROGII.\NT STU D I IiE,S EJ.\I TTERAAN SOS[.\L


F.\ KULTAS II-N'[L] D;\ {i\\/:\ FI DAN ILN{U IiO i\rtllt{ t ti.\S t
LTN[\TtrRS[TAS [SL,A\{ NtrGERI .

S \"\ R I II LI t D A\,-,\'I'[J L L.\ I{


.l;\ li;\R-l-.\
l-{38 11,120 l 7 t\ l
PENGESAIIAN PANMiA UilAN

skripsi berjudul *EVALUASI PROGRAM TERAPI INDIWDUAL


EDACATION PROGRAM OEP) UNTUK ANAK TT'NAGRAIITTA DI
SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI MAh{DIRII't€lah diujikan dalam sidang
Munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakata pada 18 Mrei 2A17. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh getar Sarjana Sosiat (S.Sos) pada Program Studi
Kesejahteraan Sosial.

Jakata 18 Mei Z0l7

Sidang Munaqasyah

Ketua hrlerangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Hi. I{unung Kho


67090 61994C31(}02 l{tP: 19730725 00701201 I

Penguji I Pengriii [I

!
;, ftl
r.ft lt
j-] ? '18 \

Lil$et lrirdaus. M.Sl ALgra{ I}ar4p. M.Pd


iTIP : 197 51227 2007 10 1 00 I IYIP : 1984051 52015031$$1

Pembimbing

1977 11272007I {}1{}B

ii
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Srata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah J akarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karta ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, rnaka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakata.

Ial<arta, 10 Aprll 20\7

Ramdani Mustofa Toha

iii
ABSTRAK
Ramdani Mustofa Toha

1112054100052

EVALUASI HASIL PROGRAM TERAPI INDIVIDUAL


EDUCATION PROGRAM (IEP) UNTUK ANAK TUNAGRAHITA
DI SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI MANDIRI

Penelitian yang dilakukan ini merupakan bentuk inisiatif yang


merupakan sebuah perkumpulan ibu-ibu yang memiliki anak keterbatasan
fisik, motorik dan juga hambatan dalam belajar, tentunya lembaga ini
bukanlah berasal dari kalangan orang-orang yang berkelebihan nilai
ekonomi, tapi memiliki tekad bergotong royong, sehingga anak tidak perlu
dirumahkan. Selain itu, yang ditawarkan dari lembaga swadaya ini yaitu
terapi memiliki tujuan untuk memperbaiki fungsi motorik anak, agar dapat
berbaur didalam masyarakat. Program terapi ini memerlukan waktu yang
tidak sebentar & anak diharapkan dapat sembuh.Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui apakah evaluasi program yang meliputi 3
tipe evaluasi, Inputs, Process, Outcomes, yang berada di Sekolah Khusus
Putra Putri Mandiri Desa Sasak Tinggi ini memiliki program yang
mengacu pada Individual Education Program (IEP).

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan kepada anak


Tunagrahita yang ada dalam kategori di Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri, dalam hal ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif dengan melakukan beberapa studi dokumentasi, observasi dan
wawancara. Informan yang akan dipilih secara Nonprobabilty Sampling
yang berjumlah 10 orang. Hasil dari penelitian Evaluasi Hasil Pogram
Terapi untuk Anak Tunagrahita yang berada di Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri.

Konteks Evaluasi berdasarkan pada Indikator Relevansi, dalam


upaya & keterjangkauan yang dinilai baik dan tepat bagi anak penyandang
tunagrahita. Hasil Evaluasi Input berdasarkan pada indikator cakupan hasil
sasaran dan ketersediaan dinilai efektif, namun aspek mitra kerjasama dan
donator pelayanan dinilai masih kurang. Evaluasi Proses menunjukan
bahwa pemberian layanan dinilai cukup baik, namun terdapat temuan
dimana 2 dari 6 subjek penelitian yang mengikuti terapi jarang sekali
mengikuti terapi, sehingga tidak memenuhi target pencapaian tujuan.
Evaluasi Output menggunakan indikator dampak yang dinilai baik karena
dapat melihat hasil dampak perubahan kondisi dan perilaku klien yang
mengikuti terapi, agar menjadi lebih positif dan baik di dalam masyarakat.

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Sudah tidak terhingga kelalaian yang dilakukan penulis terhadap perintah


dan larangan-Nya bahkan seringkali mempertanyakan tentang eksistensi-Nya.
Namun penulis sangat mensyukuri karena ternyata Allah SWT masih sudi
melimpahi penulis dengan keajaiban-keajaiban kecil-Nya sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
Skripsi ini merupakan persyaratan memperoleh gelar sarjana (S.Sos).
penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan
membimbing penyusunan skripsi ini, diantaranya:
1. Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.

2. Lisma Dyawati Fuaida, M.SI, selaku ketua program studi kesejahteraan


sosial, Nunung Khoiriyah, MA, selaku Sekretaris Program Studi, dan
dosen-dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah banyak
memberikan ilmu-ilmu dan pengalamannya kepada penulis. Semoga ilmu
dan pengalaman yang telah diberikan selama masa perkuliahan dapat
bermanfaat untuk masa yang akan datang.

3. Ahmad Zaky, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah tulus
ikhlas meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan dengan sabar membimbing
dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Kepala Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri Tangerang Selatan, Ibu Hj.
Sumiyati, M.Pd yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan
penelitian.

5. Ibu Isma Endah, S.Pd selaku kordinator penanggung jawab terapi Skh
Putra Putri Mandiri yang senantiasa membantu penulis dalam pelaksanaan
penelitian, beserta Rika Yunita Hanistantri, selaku Staff kantor.

6. Kedua Orangtuaku tercinta Drs. Mustofa, S.Pd dan Sri Windiarsih serta
kakakku Eko Pradipta, S. Kom dan adikku Rahmat Afifi yang tersayang,
atas doanya kepada Allah SWT, kasih sayang dan pengorbanan materi
yang telah tercurah selama ini.

7. Keluarga besar dari Ibu dan Bapak yang selalu memberikan semangat dan
dukungan, baik moral maupun materill selama ini.

v
8. Sahabat dekat tercinta Septi Deri Aditias, Nikmal Perdana Harahap,
Mahmud Yunus dan Yoga Febri Ramdani yang berjuang besama dalam
suka dan duka, serta saling memotivasi untuk segera menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.

9. Ayu Adriani, orang yang spesial yang selalu mendukung dan


menyemangati penulis.

10. Teman-teman Kessos angkatan 2012 yang penulis banggakan dan terakhir,

11. Kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang
telah mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penulisan skipsi ini.

Semoga Allah SWT, memberikan dan melimpahkan rahmat dan karunia-


Nya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap
semoga penulisan skipsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Jakarta, 10 April 2017,


Penulis

Ramdani Mustofa

vi
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN BIMBINGAN DOSEN…………………. i


SURAT PERNYATAAN SIDANG MUNAQASAH........................ ii
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................. iii
ABSTRAK……………………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR………………………………………………... v
DAFTAR ISI………………………………………………………….. vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. x
DAFTAR TABEL…………………………………………………….. xi
DAFTAR ISTILAH…………………………………………………... xii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang masalah…………………………… 1
B. Pembatasan masalah dan perumusan masalah…….. 8
C. Tujuan dan manfaat penelitian…………………….. 8
D. Metodologi penelitian…………………………….. 10
E. Sistematika penulisan……………………………... 20

BAB II LANDASAN TEORI


A. Evaluasi Program…………………………………. 22
1. Pengertian Evaluasi…………………………….. 22
2. Pengertian Evaluasi Program………………….. 23
3. Model Evaluasi Program………………………. 23
4. Indikator dalam Evaluasi……………………… 28
5. Manfaat dan kegunaan Evaluasi………………. 29
B. Terapi……………………………………………. 31
1. Pengertian Terapi……………………………… 31
2. Fungsi dan tujuan Terapi……………………… 33
3. Jenis Terapi………………………………………. 34

vii
C. Anak Berkebutuhan Khusus……………………... 41
1. Pengertian anak berkebutuhan khusus…………. 41
2. Jenis anak berkebutuhan khusus dalam program. 42

BAB III PROFIL LEMBAGA


A. Gambaran Umum Sekolah………………………. 52
1. Sejarah berdiri……………………………………. 52
2. Visi……………………………………………….. 54
3. Misi……………………………………………….. 54
4. Kurikulum………………………………………… 54
5. Tujuan…………………………………………….. 55
6. Identitas Sekolah………………………………….. 56
7. Daftar Guru Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.... 57
8. Data Kelas (Rombel) SKh Putra Putri Mandiri……. 58
9. Data Siswa Terapi SKh Putra Putri Mandiri……..… 59
10. Struktur Organisasi………………………………… 60
B. Jenis Bimbingan dan Keterampilan……………….... 61
C. Sarana dan Prasarana Sekolah…………………….... 62
D. Pelaksanaan Terapi SKh Putra Putri Mandiri………. 63
E. Mitra Kerja…………………………………………. 64
F. Program Pelayanan Keunggulan……………………. 65
1. Kelas Mandiri……………………………………. 65
2. Kelas Cerdas……………………………………... 66
G. Kriteria Penerimaan Klien Terapi IEP…………....... 66
H. Kriteria Terapis dalam Pelaksanaan Terapi IEP…… 67
I. Alur Pelayanan……………………………………… 69

viii
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A.Evaluasi Input……………………………………… 71
1. Variabel Klien…………………………………… 71
2. Variabel Staff/Terapis…………………………… 76
3. Variabel Program………………………………... 79
B.Evaluasi Proses…………………………………...... 92
1. Tahap Pelaksanaan Terapi Wicara……………........ 97
2. Tahap pelaksanaan Terapi Okupasi……………....... 103
C. Evaluasi Hasil……………………………………... 107
1. Dampak perubahan Klien yang mengikuti Terapi.. 108
2. Keberlanjutan Program…………………………. 110

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………….. 114
B. Saran-saran……………………………………… .. 116

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 118

ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur Organisasi……………………………………… 60
Gambar 3.2 Alur Pelayanan………………………………………….. 69
Gambar 4.1 Bagian luar ruangan Terapi ABK………………………. 84
Gambar 4.2 Bagian dalam ruangan Terapi Klasikal ABK………........ 85
Gambar 4.3 Bagian dalam ruangan terapi belakang kanan klien pecah. 86
Gambar 4.4 Wire game/alat peraga untuk melatik motorik…………… 87
Gambar 4.5 Beberapa alat-alat BPOT lainnya dalam terapi…………... 87
Gambar 4.6 Klien RA belajar mengelem dan menempelkan………….. 94
Gambar 4.7 Ibu Isma sedang membaca doa sebelum memulai terapi… 98
Gambar 4.8 Ibu Isma leher Klien untuk Memperbaiki pengucapan…… 100
Gambar 4.9 Terapis Membantu klien melatih mewarnai gambar……… 102
Gambar 4.10 Pak Sona Melakukan pemanasan sebelum memulai terapi. 104
Gambar 4.11 Terapis mengajarkan Rizky memasukan bola kedalam ring. 105
Gambar 4.12 Terapis membantu Rizky dalam permainan Balance……… 106
Gambar 4.13 Terapis membantu Rizky melatih otot tangan dalam climbing. 107

x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel Informan…………………………………………... 13
Tabel 2.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita……………………………. 45
Tabel 2.2 Jumlah Anak kelas Tunagrahita yang mengikuti terapi…. 47
Tabel 2.3 Design Evaluasi Program Terapi ABK………………….. 51
Tabel 3.1 Identitas Sekolah………………………………………… 56
Tabel 3.2 Daftar Guru SKh Putra Putri Mandiri…………………… 57
Tabel 3.3 Data Kelas Rombel SKh Putra Putri Mandiri……………. 58
Tabel 3.4 Data Siswa Terapi SKh Putra Putri Mandiri…………….. 59
Tabel 4.1 Data Klien Tunagrahita ABK…………………………… 73
Tabel 4.2 Demografi Keluarga Klien………………………………. 75
Tabel 4.3 Terapis SKh Putra Putri Mandiri……………………….... 76
Tabel 4.4 Biaya yang dikenakan dalam terapi……………………… 91
Tabel 4.5 Data Klien Anak Tunagrahita……………………………. 93

xi
DAFTAR ISTILAH

AAMD :American Association on mental Deficiencyadalah


Keterbelakangan mental yang menunjukkan fungsi
intelektual dibawah rata-rata disertai dengan
ketidakmampuan dalam menyesuaikan perilaku dan
terjadi pada masa perkembangan, yang dikutip oleh
Grosman (Krik & Gallagher 1986:116).
ABA :Applied Behavioral analysis adalah teknik terapi
yang digunakan untuk mengurangi perilaku yang
tidak diinginkan dan meningkatkan perilaku yang
diharapkan.
ABK : Anak Berkebutuhan Khusus
ALB : Anak Luar biasa
Anamnesa :Tenaga para ahli seperti Dokter/Psikologi,
bertujuan membantu menganalisa gangguan mental
dan fisik yang diderita oleh anak.
BPOT : Bantuan Penunjang Operasional Terapi
Diagnosis :Belum diketahui penyakit yang diderita (dugaan
sementara)
Diagnosa : Sudah ditetapkan dan diketahui penyakit yang
diderita (Sudah pasti)
Enabling : Mampu beraktivitas
Fisioterapi : Proses merehabilitasi seseorang agar terhindar dari
kecacatan fisik melalui serangkaian penilaian,
diagnosis, aktivitas pencegahan
GTY : Guru Tetap Yayasan
IEP :Individual Education Program
IQ : Intelligence Quentient
KKG : Kegiatan Kerja Guru
Kuratif : Menolong/Penyembuhan
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
Mild Mentally Retarded : Tunagrahita Ringan
Moderate Mentally Retarded : Tunagrahita Sedang

xii
Profound Mentally Retarded : Tunagrahita Berat
OT :Occupational Therapy, adalah usaha untuk
menyembuhkan dan memulihkan melalui kegiatan
bermain dan belajar dilingkungannya guna
mengembalikan fungsi motorik
Patologis : Perilaku Menyimpang
PK : Pendidikan Khusus
PK-LK : Pendidikan Khusus Layanan Khusus
PPM : Putra Putri Mandiri
Preventif : Mencegah
Prognasis :Langkah bantuan yang diberikan berupa terapi
untuk mengukur kesulitan/masalah klien
Promotif : Penyuluhan
Purposeful activity : Aktivitas yang bermakna dan bertujuan
Rehabilitatif : Rehabilitas,
Retardasi Mental : Keterbelakangan/Gangguan kejiwaan Mental
SKh : Sekolah Khusus

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Anak merupakan buah hati yang sangat diinginkan oleh semua orang tua,

hak atas hidup dan merdeka serta mendapatkan perlindungan yang baik dari orang

tua, keluarga, masyarakat dan Negara.Kehadiran anak juga mempererat tali cinta

suami istri, tetapi juga sebagai penerus generasi yang sangat diharapkan dalam

sebuah keluarga. Namun tidak semua anak normal pada umumnya, sebab

kenyataan beberapa pasangan suami istri yang memiliki anak berkebutuhan

khusus, membuat mereka memberikan perawatan ekstra agar anak mereka bisa

melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri.

Menurut Suran dan Rizzo, 1979 dikutip oleh Frieda Mangunsong, Anak

Berkebutuhan Khusus ABK atau Anak Luar Biasa ALB adalah anak yang secara

signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi

kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial

terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara

maksimal, meliputi mereka yang tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat,

mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional.

Juga anak-anak yang berbakat dengan intelegensi tinggi, dapat dikategorikan

1
sebagai anak khusus/luar biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari

tenaga professional.1

Dalam Al-Qura‟n Allah AWT telah berfirman bahwa manusia diciptakan dalam

bentuk sebaik-baiknya yang tertulis dalam surah at-Tiin ayat 4 yang berbunyi :

Artinya :“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk

yang sebaik-baiknya.”

Ayat yang terkandung diatas dalam surah at-Tiin menjelaskan bahwa

Allah SWT telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya,

sesungguhnya kesempurnaan manusia bukan hanya pada fisik dan psikisnya saja

namun juga pada keimanannya.Meskipun pada kenyataannya anak berkebutuhan

khusus memang terlahir dalam kondisi yang sempurna dan baik dari fisik maupun

mental, tetapi Allah SWT tetap memuliakan mereka. Mengingat begitu mulianya

seseorang anak di mata Allah SWT, maka di Indonesia pun anak berkebutuhan

khusus dimuliakan dengan cara disediakan pendidikan khusus bagi mereka.2

Dalam landasan yuridis taitu UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi “Tiap-tiap

warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.”3 Arti dari pasal tersebut

1
Frieda, Mangusong. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus jilid kesatu. LPSP3
UI. Depok. 2014.
2
Quraish, M.Shibab , Tafsir Al Mishbah, jilid 5, Jakarta: Lentera Hati, Cet. IX, 2002.
3
Endang, “Undang -undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003,
”https://endang965.wordpress.com/peraturan-diknas/uu-sisdiknas/artikel diakses pada tanggal 19
juli 2016.

2
menjelaskan bahwa pengajaran (pendidikan) berhak didapatkan oleh seluruh

warga negara bagaimanapun kondisi dari setiap warga negara tersebut termasuk

anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.

Selain itu juga dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional pada bab IV pasal 5 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara

mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Dan

dalam pasal 5 ayat 2 berbunyi warga negara yang mempunyai kelainan fisik,

emosional, mental, interlektual dan/atau sosial berhak memproleh pendidikan

khusus. Serta dalam pasal 32 ayat 1 yang berbunyi pendidikan khusus merupakan

pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti

proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau

memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.4

Dalam Undang-Undang diatas jelas bahwa setiap anak yang berkebutuhan

khusus memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan khusus baik formal maupun

informal.Pendidikan formal bagi anak berkebutuhan khusus berupa sekolah

seperti halnya anak normal lainnya, sedangkan informal anak yang berkebutuhan

khusus seperti terapi yang dimaksudkan untuk memaksimalkan fungsi dalam diri

anak tersebut.

Indonesia belum memiliki angka pasti jumlah anak berkebutuhan

khusus.Namun diperkirakan jumlahnya cukup besar. Diperkirakan ada kurang

4
Ibid., Undang -undang republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003.

3
lebih 4,2 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Angka itu jika

menggunakan asumsi PBB, bahwa paling sedikit 10 persen anak usia sekolah

(5-14 tahun) menyandang kebutuhan khusus. Jumlah anak usia sekolah di

Indonesia menurut data BPS 2005 mencapai 42 juta orang. Sementara, Badan

Kesehatan Dunia WHO memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di

Indonesia sekitar 7-10 persen dari total jumlah anak. Menurut data Sensus

Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2003, di Indonesia terdapat 679.048 anak usia

sekolah berkebutuhan khusus atau 21,42% dari seluruh jumlah anak berkebutuhan

khusus.5

Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki keunikan sendiri dibandingkan

pada anak pada umumnya, baik secara karakteristik dan jenisnya. Keadaan inilah

yang menuntut pemahaman terhadap anak berkebutuhan. Permasalahan anak

berkebutuhan khusus banyak menarik minat perhatian Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) untuk memberikan penanganan terkait masalah anak

berkebutuhan khusus. Setiap LSM cara tersendiri dalam melakukan terapi, ada

yang dikenakan biaya dan ada juga yang tidak tergantung kebijakan, tergantung

dari kemampuan orang tua dari anak berkebutuhan khusus dalam kasus ini.

Salah satu lembaga yang menyediakan program untuk anak berkebutuhan

khusus yaitu Sekolah Khusus Putra-putri Mandiri yang berletak di Desa Sasak

Tinggi, Ciputat. Program terapi anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu

wujud pelayanan sosial dari sekolah khusus putra-putri cerdas mandiri. Dalam

5
Rafikmaeilana,”http://kbr.id/rafik_maeilana_/082015/_jangan_malu_punya_anak_berkebutuhan_
khusus_/75113.html diakses pada tanggal 19 juli 2016.

4
program ini Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri ini melakukan terapi kepada

anak-anak tersebut yakni, Terapi Wicara, Terapi Okupasi, Terapi Sensorik

Integrasi, dan Terapi Behavior tergantung dari kebutuhan pada anak. Sekolah

Khusus Putra Putri Mandiri ini lebih banyak menggunakan Terapi Wicara dan

Terapi Okupasi. Terapi Wicara tidak hanya digunakan kepada anak-anak tuna

rungu tetapi juga bisa digunakan untuk anak-anak yang mengalami keterlambatan

bicara. Terapi Okupasi yang dilakukan bertujuan untuk memulihkan kembali

keberfungsian fisik sehingga anak dapat mandiri secara maksimal dalam

aktifivitas kegiatan kesehariannya. Kedua terapi ini dirangkum dalam suatu

program yang disebut “IEP (Individual Education Program)” atau terapi anak

berkebutuhan khusus.

Program terapi anak berkebutuhan khusus di Sekolah Khusus Putra Putri

Mandiri telah memasuki tahun kelima pogram ini berjalan, terapi yang dilakukan

dari Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri sendiri sudah membantu anak-anak

berkebutuhan khusus dalam meningkatkan kemampuan dirinya. Namun demikian

pada sekolah khusus putra putri mandiri ini mengajarkan dan melatih kepada

murid-muridnya terutama daerah pamulang dan sekitarnya, Sekolah Khusus Putra

Putri Mandiri sendiri, biasanya lebih banyak anak yang bertipe C (maksud dari

anak bertipe C disini adalah anak yang biasanya daya berpikirnya kurang atau IQ

nya dibawah rata-rata anak normal pada umumnya), lalu ada yang bertipe F (F

bisa dikatakan kategori anak autis), rata-ratanya maka dari itu Sekolah Khusus

Putra Putri Mandiri ini memiliki tujuan untuk melatih anak-anak tersebut agar

setiap muridnya dengan bimbingan seorang guru yang biasanya memegang 5

5
sampai 6 orang muridnya, hal ini bertujuan agar bisa mengembangkan potensi

bakat mereka dengan takaran pengajaran yang sedikit berbeda dengan anak

sekolah umum pada dasarnya.6 Dalam hal terapi yang ditawarkan kepada anak

berkebutuhan khusus di sekolah khusus putra putri cerdas mandiri, peneliti akan

memfokuskan kepada permasalahan Tunagrahita yang mana karakteristik

pendidikannya sesuai tingkatan anak terbagi menjadi 3 hal yaitu, ringan, sedang

dan berat. Tujuannya sendiri dari anak tunagrahita ringan diharapkan mereka

menjadi warga Negara yang baik dan dapat bekerja sebagai bekal hidupnya, anak

tunagrahita sedang diharapkan dapat melakukan pekerjaan yang sifatnya

sederhana dan anak tunagrahita berat dan sangat berat diharapkan mereka dapat

melatih motorik dan fungsi-fungsi fisiknya melalui latihan gerak, keterampilan

sederhana, kemampuan melakukan kegiatan merawat diri makan-minum,

kebersihan badan, mereaksi bila ada keinginan, (dll).7

Strategi pembelajaran yang dapat digunakan pada pembelajaran anak

tunagrahita adalah strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dimana mereka

belajar bersama-sama dalam satu kelas tetapi kedalaman dan keluasan materi,

pendekatan/metode maupun teknik berbeda-beda disesuaikan dengan kemampuan

dan kebutuhan setiap peserta didik.Namun demikian dapat pula menggunakan

strategi lainnya seperti kooperatif dan strategi modifikasi tingkah laku. Metode

mengajar hendaknya harus dipilih agar anak belajar dengan melakukan karena

praktek rangsangan yang diperoleh melalui motorik akan cepat dipusat berpikir

6
Hasil Observasi Penelitian selama berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember 2016.
7
Euis Nani M,Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: CV. Catur Karya Mandiri,
2000), h. 85.

6
dan tidak mudah dilupakan. Alat/media yang digunakan dalam pembelajaran anak

tunagrahita harus diperhatikan beberapa dalam kriteria, seperti: anak memiliki

tanggapan tentang yang dipelajarinya, tidak mudah rusak, tidak berbahaya, tidak

abstrak, dapat digunakan anak dan mudah diperoleh.

Evaluasi belejar dalam pembelajaran anak tunagrahita harus dilakukan

setelah mempelajari salah satu bagian kecil dalam materi pembelajarannya dan

setelah itu barulah kita pindah materi berikutnya. Alat evaluasi sebaiknya

berbentuk kinerja dan hasilnya pun diolah secara kualitatif, sedangkan penilaian

kuantitatif dibuat apabila dibutuhkan namun didampingi dengan uraian singkat

(bersifat deskriptif). Untuk itu peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam tentang

program terapi anak berkebutuhan khusus yang memfokuskan pada evaluasi

program tersebut.

Pada evaluasi program terapi anak berkebutuhan khusus yang difokuskan

pada anak tunagrahita, peneliti akan lakukan adalah mengetahui sejauh mana

tingkat keberhasilan Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dalam memberikan

pelayanan sosial bagi anak berkebutuhan khusus tunagrahita yang merupakan

anak dampingan dari Sekolah Khusus Putra Putri mandiri. Dari hasil evaluasi

tersebut, akan menjadi referensi untuk Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dalam

meningkatkan kualitas pogram terapi anak berkebutuhan khusus, oleh karena itu

Berdasarkan latar belakang diatas penulis menyusun kajian skripsi dengan judul

“Evaluasi Program Terapi Individual Education Program (IEP) Untuk Anak

Tunagrahita Di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri”

7
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan masalah

Berdasarkan judul serta latar belakang masalah diatas dan untuk

mempermudah peneliti agar lebih fokus dalam melakukan penelitian, maka

peneliti membatasi masalah yang akan dibahas yaitu Evalusi Program Terapi

Anak Tunagrahita disekolah Khusus Putra Putri Mandiri, yang dilaksanakan pada

bulan Oktober sampai Desember 2016.

2. Perumusan masalah

Agar penelitian skripsi ini menjadi terstruktur dan tidak melebar

pembahasan lainnya, peneliti merumuskan masalah ini sebagai berikut :

a. Bagaimana Gambaran program terapi anak tunagrahita disekolah khusus

putra putri Mandiri?

b. Bagaimana Hasil Evaluasi Program terapi anak tunagrahita disekolah

khusus putra putri mandiri?

C. Tujuan dan manfaat penelitian

1.Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan peneliti dalam penelitian skripsi ini adalah:

a. Mengambarkan program terapi individual education program (IEP) untuk

anak tunagrahita di sekolah khusus putra putri mandiri.

8
b. Mengambarkan hasil evalusi program terapi individual education program

(IEP) untuk anak tunagrahita di sekolah khusus putra putri mandiri.

2.Manfaat penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Segi Akademis

1) Menambah wawasan pengetahuan ilmu kesejahteraan sosial khususnya

mengenai terapi anak berkebutuhan khusus dan penelitian ini dapat

memberikan bahan masukan bagi pengembangan penelitian dimasa

yang akan datang.

2) Hasil sumbangan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya program studi Kesejahteraan sosial yang berguna untuk

menjadi bahan rujukan bagi masyarakat maupun pekerja sosial

mengenai terapi anak berkebutuhan khusus.

b. Segi praktis

1) Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengurus sekolah khusus

putra putri mandiri dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan

program-programnya dalam membantu meningkatkan kesejahteraan

para anak dampingan sekolah khusus putra putri mandiri.

9
2) Dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut dimasa

mendatang khususnya penelitian yang berkaitan dengan program terapi

anak berkebutuhan khusus (tunagrahita).

D. Metodologi Penelitian

Metode penelitian merupakan strategi umum yang digunakan dalam

pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab permasalahan

yang akan diselidiki. Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk menentukan

data valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan, sehingga dapat digunakan

untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti.

1. Pendekatan Penelitian.

Menurut bogdan dan taylor metode penelitian kualitatif adalah prosedur,

penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis dari orang-

orang atau pelaku, yang diamati.8 Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif, untuk menggambarkan setting sosial secara lengkap mengenai proses

terapi anak berkebutuhan khusus dalam aspek input, proses dan hasil yang

dilakukan sekolah khusus putra-putri mandiri. Penelitian ini berupaya

menggambarkan secara sistem mengenai berbagai komponen atau faktor-faktor

yang terkait dalam pelaksanaan terapi anak berkebutuhan khusus (tunagrahita)

8
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3.

10
2. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif. Data

tersebut bisa berasal dari wawancara, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan

lapangan dan dokumen resmi lainnya. Penelitian deskriptif ditujukan untuk

mengumpulkan data aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada,

mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi, juga menentukan apa yang

dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari

pengalaman mereka untuk menetapkan rencana yang akan datang.9

3. Tempat dan waktu penelitian.

a. Tempat penelitian.

Penelitian ini dilakukan oleh penulis yang dilaksanakan di sekolah

khusus putra putri mandiri, di jalan aneka warga No.51 Ciputat, Desa

Sasak Tinggi, Tangerang Selatan.

b. Waktu penelitian.

Penelitian ini dilakukan oleh penulis yang dilaksanakan dari bulan

September 2016 hingga Desember 2016.

9
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), cet 12, h.
25.

11
4. Teknik pengumpulan data.

a.Studi literature :

Melakukan studi kepustakaan melalui membaca buku-buku maupun

artikel-artikel yang dapat mendukung penulisan tugas ini.10

b.Observasi :

Mengumpulkan bahan dan data yang berguna dalam penelitian langsung

dari tempat penelitian dalam hal ini Sekolah Putra-Putri mandiri.11

c. Wawancara :

Wawancara dilakukan untuk pengumpulan data melalui tanya jawab

dengan salah satu guru pendidikan luar biasa sebagai kebutuhan dalam

membangun mutu pelayanan anak yang baik dan benar.12

5. Teknik pemilihan informan

Berkenaan dengan tujuan penelitian ini maka pemilihan informan teknik

nonprobabilty sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak member

peluang/kesempatan sama bagi setiap unsure atau anggota populasi untuk dipilih

menjadi sampel. Dengan maksud (pengambilan sampel diambil secara tertentu

atau dibatasi) dengan maksud ke fokus penelitian.

Kemudian Untuk memilih sample (dalam hal ini informan adalah kunci)

lebih tepat dilakukan secara sengaja. Teknik pengambilan sampel sumber data

10
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 137.
11
Ibid., h. 145.
12
Ibid., h. 138.

12
dilakukan dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut yang dianggap

paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa

sehingga akan memudahkan peneliti dalam menjelajahi objek atau situasi sosial

yang diteliti. Selanjutnya, apabila dalam proses pengumpulan data sudah tidak

lagi ditemukan variasi informasi maka peneliti tidak perlu lagi untuk mencari

informan baru, proses pengumpulan informasi sudah selesai.13

Tabel 1.1
Tabel Informan
No Informan Informasi yang ingin diperoleh Jumlah
1 Kepala sekolah Gambaran umum profil sekolah khusus putra putri 1 orang
mandiri?
2 Penanggung jawab Gambaran proses pelaksanaan program terapi sekolah 1 orang
program Terapi khusus putra putri?
3 Terapis Gambaran pelaksanaan terapi yang dilakukan oleh 1 orang
terapis kepada klien di sekolah khusus putra putri
mandiri?
4 Orang tua klien Gambaran tanggapan respon dan manfaat orang 4 orang
tua terhadap program terapi sekolah khusus putra
putri mandiri?
5 Klien Gambaran hasil terhadap klien yang mengikuti 3 orang
program terapi di sekolah khusus putra putri
mandiri?
Jumlah Total 10 orang

13
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 219.

13
6. Sumber data (primer dan sekunder)

Teknik pengumpulan data terbagi menjadi dua bagian, yakni:

a. Data Primer

Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan pada

waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui pengamatan dan

wawancara dengan informan. Dalam penelitian ini data primernya adalah

kepala sekolah, guru-guru dan siswa sekolah khusus putra putri mandiri.

Siswa sekolah khusus yang menjadi subjek penelitian dipilih berdasarkan

saran dari guru yang melakukan terapi, 3 siswa dipilih berdasarkan bakat

dan kecerdasan paling baik.14

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber

informasi tidak langsung seperti perpustakaan. Dalam penelitian ini

peneliti mencantumkan data temuan dilapangan yang dilakukan secara

tidak langsung seperti jurnal, perpustakaan yang dimiliki tempat

penelitian, maksudnya untuk sebagai keabsahan dan keaslian terkait dari

narasumber yang peneliti akan kutip.15

14
M. Djunaidi Ghony dan fauzan almansyur, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta :PT Pustaka
Bina Presindo. 1995), h. 306.
15
Ibid. Metode Penelitian Kualitatif, h. 307.

14
7. Analisa Data

Menurut Bogdan, analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-

bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan

kepada orang lain. Ada beberapa cara untuk menganalisa data, yakni sebagai

berikut:

a. Reduksi Data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.16

b. Penyajian data, setelah data mengenai peran sekolah dalam menerapkan

terapi kepada anak berkebutuhan khusus maka data tersebut disusun dan

disajikan dalam bentuk narasi, visual, gambar, matrik, bagan dan lain

sebagainya.

c. Penyimpulan, merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian

berdasarkan hasil analisis data. Simpulan disajikan dalam bentuk

deskriptif objek penelitian. Dengan berpedoman pada kajian penelitian.17

Dalam hal ini penulis mengamati praktik yang dilakukan sekolah khusus putra

putri mandiri dalam pelaksanaan melakukan penerimaan klien, yakni :

1. Bagi anak-anak yang ingin diterapi di sekolah khusus putra putri mandiri,

sekolah akan mengadakan pertemuan dengan orang tua murid sebagai

bentuk memberikan saran dan usulan, tujuannya adalah memberikan

16
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung, alfabeta, 2010), h. 92.
17
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik (Jakarta, Intermedia, 1989), h.
212.

15
pengarahan yang baik kepada orang tua dalam melakukan terapi nantinya,

tentu dengan surat pengantar dari tenaga ahli, seperti dokter dan psikologi.

Untuk memudahkan dalam mendiagnosis anak.

2. Kemudian sekolah akan mensurvei terlebih dahulu kondisi keluarga anak

berkebutuhan khusus, tujuannya yaitu mengetahui kondisi lingkungan

yang mempengaruhi anak, faktor eksternal dan faktor internal.

3. Setelah data didapatkan sekolah PPM akan melakukan diskusi bersama

dalam melakukan rencana selanjutnya, apa saja yang dibutuhkan dalam

terapi yang akan digunakan kepada anak, siapa yang akan memegang

tanggung jawab dalam menerapi anak yang akan mengikuti program

tersebut.

4. Pelaksanaan terapi akan dilakukan selama kurang lebih 3-4 bulan dengan

pertemuan sebanyak 24 sampai 32 kali selama masa pertemuan, namun

tidak menutup kemungkinan bahwa ada beberapa orang tua klien juga

yang tidak bisa mengikuti terapi hingga maksimal sebanyak 24 sampai 32

kali pertemuan, sehingga terapi yang dilakukan tidak bisa berjalan

maksimal. Jika dirasa klien sudah mengalami perubahan, maka sekolah

bisa mengakhiri terapi tentunya dengan konsultasi dari sekolah.18

18
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiati selaku kepala sekolah khusus putra putri mandiri
pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.00 WIB

16
8. Keabsahan Data

Untuk memeriksa keabsahan data, penulis menggunakan teknik

triangulasi. Teknik ini merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau

pembanding terhadap data tersebut.19

Tringulasi data digunakan sebagai proses menetapkan derajat kepercayaan

(kredibilitas/validitas) dan konsistensi (realibilitas) data, serta bermanfaat juga

sebagai alat bantu analisis data dilapangan.20Dalam penelitian ini untuk keabsahan

data yang digunakan peneliti adalah triangulasi sumber, teknik dan waktu.

Trigulansi sumber yakni menggali kebenaran infromasi tertentu melalui berbagai

sumber dalam memperoleh data. Peneliti menggunakan observasi dan membaca

arsip-arsip sekolah untuk membandingkan data yang sudah diperoleh dari

wawancara. Sumber data tersebut yaitu kepala sekolah, penanggung jawab,

terapis, orang tua anak tunagrahita dan klien.

Tringulasi teknik yakni peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama (Sugiyono,

2010: 330). Peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil

wawancara juga membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang berkaitan.

Trigulansi waktu biasa digunakan untuk validitas data yang berkaitan

dengan perubahan suatu proses dan perilaku manusia, karena perilaku manusia
19
Ibid., h. 219.
20
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung, Alfabeta, 2010), h. 241.

17
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Untuk mendapatkan data yang sahih

melalui observasi peneliti perlu mengadakan pengamatan tidak hanya satu kali

pengamatan saja. Dalam hal ini trigulansi waktu dilakukan guna untuk

melakukan pengecekkan kembali akan kredibilitas data. Data yang dikumpulkan

pada pagi hari pada saat nara sumber masih segar, belum banyak masalah, akan

memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam

rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan

pengecekan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang

berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara

berulang-ulang sehingga dapat sampai ditemukan kepastian datanya.

9. Pedoman penelitian Skripsi.

Penelitian dalam skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman penelitian

karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA (center

of Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta 2014.

10. Tinjauan pustaka

Penelitian ini disusun dan dianalisa berdasarkan beberapa buku dan

internet yang menjelaskan teori-teori tentang judul yang penulis ingin bahas, serta

data-data yang ditemukan dilapangan. Sebelum mengadakan penelitian lebih

lanjut, penulis kemukakan suatu tinjauan pustaka sebagai langkah awal dari

18
penyusunan skripsi yang peneliti buat agar terhindar dari kesamaan judul dan lain-

lainnya dari skripsi-skripsi sebelumnya. Setelah mengadakan suatu kajian

kepustakaan, maka penulis menemukan skirpsi yang hampir sama dengan penulis

buat, tetapi dari berbagai segi berbeda, oleh sebab itu untuk menghindari hal-hal

yang tidak diinginkan seperti mempertegas perbedaan antara masing-masing judul

dengan masalah yang dibahas sebagai berikut:

1. Skripsi mahasiswa uin syarif hidayatullah, fakultas ilmu dakwah dan ilmu

komunikasi, prodi kesejahteraan sosial. Lusi Melani dengan judul Evaluasi

Program Terapi Okupasi (Occupational Therapy) bagi penyandang

Tunadaksa di yayasan Pembinaan Anak cacat (YPAC) Jakarta. Didalam

Skripsi, penulis melihat bahwa metode yang digunakan dalam mengobati

anak penyandang tunadaksa dengan menggunakan pendekatan yang lebih

berfokus pada terapi Okupasi untuk tunadaksa. Berbeda dengan penulis

yang berfokus pada pendekatan anak tunagrahita, teknik terapi, sasaran

dan tempat penelitiannya.

2. Skripsi mahasiswa uin syarif hidayatullah, fakultas ilmu dakwah dan ilmu

komunikasi, prodi kesejahteraan sosial. Ulfa Adriyani dengan judul

Evaluasi Program Terapi Anak Berkebutuhan Khusus di Yayasan Panti

Nugraha Jakarta Selatan. Didalam skripsi penulis melihat yang digunakan

untuk terapi anak berkebutuhan khusus dan pendekatan penelitian hampir

sama dengan penulis, hanya berbeda pada titik fokus penelitian jika dalam

judul ini semua sampel dan penyandang pada anak yang diobservasi, maka

19
penulis lebih memfokuskan kepada anak tunagrahita, teknik terapi, sasaran

dan tempat penelitiannya.

E. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan: menjelaskan Latar Belakang Masalah,

Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Tinjauan teoritis: membahas landasan teoritis dengan uraian

sebagai berikut : Pengertian evaluasi, Pengertian dan tujuan program,

Pengertian evaluasi program, Model evaluasi program, Indikator evaluasi,

tujuan dan pentingnya evaluasi, pengertian terapi, jenis terapi dalam

program terapi anak berkebutuhan khusus, pengertian anak berkebutuhan

khusus dan jenis anak berkebutuhan khusus dalam pogram terapi anak

berkebutuhan khusus.

Bab III : Gambaran umum lokasi penelitian: membahas profil Sekolah

khusus putra putri mandiri dari sejarah berdirinya sekolah khusus putra

putri mandiri, Visi dan Misi sekolah khusus putra-putri mandiri, Wilayah

dampingan, Struktur organisasi, Sumber dana dan Kerjasama, Program

pelayanan yang dilaksanakan oleh Sekolah khusus putra putri mandiri.

Membahas program terapi anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari

Latar belakang berdirinya program terapi anak berkebutuhan khusus,

Kegiatan dan Materi program terapi anak berkebutuhan khusus, Sasaran

20
dan materi program terapi anak berkebutuhan khusus serta kriteria klien

dan terapis dalam program terapi anak berkebutuhan khusus.

Bab IV : Temuan dan Analisa data: Membahas analisa sesuai dengan

perumusan masalah yang telah dibuat dalam bentuk deskriptif mengenai

evaluasi program terapi anak berkebutuhan khusus yang disesuaikan

dengan tinjauan teoritis pada bab dua meliputi evaluasi input, evaluasi

proses dan evaluasi akhir.

Bab V : Penutup: Membahas kesimpulan yang berisikan penilaian dari

evaluasi input, proses dan hasil sesuai dengan perumusan masalah serta

dikemukakan beberapa saran yang terkait dengan permasalahan yang

ditemukan.

21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Evaluasi Program

1. Pengertian Evaluasi

Menurut bahasa kata evaluasi secara etimologi dalam kamus ilmiah

popular adalah penaksiran, penilaian, perkiraan keadaan dan penentuan

nilai.21 Sedangkan secara terminologi pengertian evaluasi adalah menilai

sesuatu produk sehingga dapat digambarkan sebagai pengembangan suatu

proses dan dalam hal ini putusan nilai mengambil peranan penting

sehingga evaluasi dalam arti luas menyangkut segala proses yang diteliti.22

Menurut Suharshimi Arikunto, evaluasi adalah penelitian yang

bertujuan untuk mengukur keefektivitas program yang ditinjau dari hasil

program tersebut. Dengan demikian, penelitian evaluasi dilakukan untuk

mengetahui efektivitas suatu program dengan cara mengukur hal-hal yang

berkaitan dengan keterlaksanaan program tersebut.23

Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif dan

fungsi sumatif, formatif dan evaluasi sumatif sebagai fungsi evaluasi yang

utama. Fungsi formatif yaitu evaluasi yang dipakai untuk perbaikan dan

pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk

dan sebagainya).

21
Pius A. Partono dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya; Arkola, 1994), h.
163.
22
Suryatna Rafi‟I, Teknik Evaluasi, (Bandung; Angkasa, 1988), Cet, Ke-10, h. 10.
23
Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Yogyakarta: Bina Aksara, 1998), h. 8.

22
Fungsi sumatif yaitu evaluasi yang digunakan untuk

pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi

hendaknya membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu

program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi,

menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.24

2. Pengertian Evaluasi Program

Program adalah metode sistematik untuk mengumpulkan,

menganalisis dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar

mengenai program.25Program sendiri merupakan kegiatan atau aktivitas

yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk

waktu yang tidak terbatas.

Dengan demikian, evaluasi program merupakan kegiatan yang

teratur dan berkelanjutan dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk

memperoleh data yang berguna bagi pengambilan keputusan.

3. Model Evaluasi Program

“Model evaluasi ialah model desain evaluasi yang dibuat oleh para

ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan

24
Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program
Pendidikan dan Penelitian (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), h. 4.
25
Fredy S. Nggao, Evaluasi Program, (Jakarta:Nuansa Madani, 2003), h. 15.

23
pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model-model ini dianggap model

standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatannya.”26

Menurut Pieterzk, Ramler, Ford dan Gilbert (1990:12)

mengemukakan bahwa ada tiga tipe evaluasi; yaitu evaluasi input (inputs),

evaluasi proses (process), dan evaluasi hasil (outcomes) ini dilakukan atas

dasar kronologis perjalanan sebuah kegiatan. Ketiga jenis penelitian

tersebut dijelaskan sebagai berikut.27

a. Evaluasi Input

Evaluasi ini memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam

pelaksanaan suatu program. Tiga unsur utama yang terkait dengan evaluasi

input adalah, klien, staff, program. Pietrzak dkk, menejelaskan bahwa

variable klien meliputi karakteristik demografi klien, seperti susunan

keluarga dan beberapa anggota keluarga yang ditanggung.

Variable staff meliputi aspek demografi dari staff seperti: latar

belakang pendidikan staff dan pengalaman staff. Sedangkan variable

program meliputi aspek tertentu, seperti layanan yang diberikan dan

sumber rujukan yang tersedia. Dalam kaitan evaluasi input program

Pietrzak mengemukakan empat kriteria tersebut adalah:

26
Ibid., Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program
Pendidikan dan Penelitian, h. 13
27
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, pengembangan dan Intervensi Komunitas (Jakarta:
FEUI, 2001), h. 128.

24
1) Tujuan dan objektif, 2) Penilaian terhadap kebutuhan komunitas, 3)

Standar dari suatu praktek yang terbaik; 4) Biaya perunit layanan.28

Pertanyaan kunci yang ingin dijawab melalui evaluasi input:

1. Sejauhmana karakteristik penerima layanan benar-benar sesuai dengan

tujuan pelayanan yang ditetapkan lembaga?

2. Sampai tingkat mana para staff memiliki kualifikasi yang sesuai untuk

memberikan layanan?

3. Apakah lembaga bisa dengan mudah, nyaman dan murah memberikan

layanan?

4. Apakah sarana fasilitas memadai sesuai dengan yang dibutuhkan? 29

b. Evaluasi Proses

Dalam evaluasi ini menurut Pietrzak dkk, memfokuskan diri pada

aktivitas program antara klien dengan staff terdepan yang merupakan pusat

dari pencapaian tujuan program.Tipe evaluasi ini diawali dengan analisis

dari sistem pemberian layanan dari suatu program.

Dalam upaya mengkaji nilai komponen pemberian layanan, hasil

analisis harus dikaji berdasarkan kriteria yang relevan seperti standar

praktik terbaik, kebijakan lembaga, tujuan proses dan kepuasan klien.

Pertanyaan kunci yang ingin dijawab evaluasi ini adalah:

28
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan masyarakat dan Intervensi Komunitas
(Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta: LPFEUI), h. 128-129.
29
Nurul Hidayati, S. Ag, M. pd, “Evaluasi Program”, (Fidkom: 2008), h. 60.

25
1. Apa yang akan dilakukan?

2. Seberapa baik itu dilakukan?

3. Apakah yang dilakukan itu adalah yang ingin dilakukan?

4. Siapa penanggungjawab program?

5. Kapan kegiatan akan selesai?30

c. Evaluasi Hasil

Evaluasi hasil menurut Pietrzak diarahkan kepada evaluasi

keseluruhan dampak dari suatu program terhadap penerima layanan.

Pertanyaan yang muncul dalam evaluasi ini adalah bila suatu program

telah berhasil mencapai tujuannya, bagaimana penerima layanan akan

menjadi berbeda setelah ia menerima layanan tersebut? Kriteria

keberhasilan ini akan dikembangkan sesuai dengan kemajuan suatu

program atau terjadi perubahan perilaku dari klien. Pertanyaan kunci yang

ingin dijawab dalam evaluasi ini adalah:

1) Seberapa baik program berjalan?

2) Apakah tujuan pelayanan pada klien tercapai pada tingkat yang sesuai

dengan yang diterapkan?

3) Apakah program menghasilkan perubahan pada penerima layanan

4) Apakah ada layanan tertentu yang diberikan lebih banyak

dibandingkan dengan layanan lainnya?31

30
Ibid., Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), h. 129.

26
Pada evaluasi hasil ini terbagi menjadi lima bagian:

1) Evaluasi efisiensi yaitu analisis hubungan antara pencapaian output

dengan input atau rasio pencapaian output dengan populasi sasaran

yang membutuhkan pelayanan.

2) Evaluasi dampak dan keberlanjutan program adalah analisis hubungan

antara dampak pelayanan yang positif dan negatif dibandingkan

dengan outcomes.

3) Evaluasi efektivitas yaitu analisis hubungan antara outputs dengan

outcomes.

4) Evaluasi tujuan adalah meliputi pengujian hubungan tingkat efisiensi

dan efektivitas program.

5) Evaluasi kebijakan yaitu mereview konsep kebijakan program dan

strategi merumuskan exit strategy dari perubahan kebijakan dan

merumuskan elternatif model pelayanan32

Dengan demikian, evaluasi ini diarahkan pada suatu pelayanan

terhadap anak-anak yang menjadi penerima layanan ketika suatu program

layanan telah selesai. Dalam hal ini teknik prosedur yang digunakan

mengikuti alur pelayanan di Skh Putra Putri Mandiri dimana mengevaluasi

hasil fisik yang dicapai, seperti :

a. Pelaksanaan sosialisasi program, tahap mulai yang diberikan surat

rujukan pengantar dari tenaga ahli seperti dokter atau psikologi.

31
Ibid., h. 129.
32
Ibid., Nurul Hidayati, evaluasi program, h. 60-64.

27
b. Terlaksananya pendampingan anak dalam melakukan terapi, meliputi

identifikasi, seleksi dan pengalian permasalahan anak dalam

mengategorikan dalam program IEP (Individual Education Program).

c. Terlaksana resosialisasi, penyaluran materi apa saja yang disampaikan

dan terapis.

Dengan demikian evaluator dapat menilai sejauh mana suatu

program itu berjalan dengan baik atau tidak.Jenis evaluasi yang peneliti

gunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi hasil. Peneliti akan

menjelaskan hasil dari evaluasi program terapi anak tunagrahita di SKh

putra putri mandiri.

4. Indikator dalam Evaluasi

Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk

suatu proses evaluasi, peneliti menggunakan lima indikator dari sembilan

indikator yang dikemukakan oleh Feurstein.33 Indikator dibawah ini

indikator yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini untuk

mengevaluasi kegiatan:

1. Indikator ketersediaan, dalam indikator ini menunjukan apakah

unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu benar-benar ada.

33
Ibid., Isbandi Rukminto, “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas”, h. 130-132.

28
2. Indikator keterjangkauan. Indikator ini melihat layanan yang

ditawarkan masih berada dalam keterjangkauan pihak yang

membutuhkan.

3. Indikator efisiensi. Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya

dan aktivitas yang dilaksanankan guna mencapai tujuan

dimanfaatkan secara tepat guna atau tidak memboroskan sumber

daya ada dalam mencapai tujuan.

4. Indikator pemanfaatan. Indikator ini melihat seberapa banyak suatu

layanan yang sudah disediakan oleh pemberi layanan dipergunakan

oleh kelompok sasaran.

5. Indikator relevansi. Indikator ini menunjukkan seberapa relevan

atau tepatnya sesuatu layanan yang ditawarkan.

5. Manfaat dan Kegunaan Evaluasi

Menurut Toseland and Rivas, 1984 (dalam Ashman, 1993)

menyebutkan pentingnya evaluasi dalam praktek pekerjaan sosial:

a. Dapat memberikan pemahaman kepada pekerja sosial tentang dampak

dari praktek pertolongan yang telah dilakukannya.

b. Dapat memberikan umpan balik kepada pekerja sosial dalam

meningkatkan keterampilannya dalam bekerja sama dengan klien.

c. Dapat menunjukkan kemanfaatan program-program yang dilaksanakan

yang berguna untuk perbaikan program di masa yang akan datang.

29
d. Menjadi media untuk memahami kemajuan-kemajuan yang telah

dicapai klien.

e. Dapat menjadi media bagi klien untuk mengekspresikan sikap,

harapan, serta pandangan-pandangannya.

f. Dapat menjadi media untuk mengembangkan pengetahuan yang

bemanfaat bagi praktek orang lain.34

Sedangkan menurut Feurstein, beliau menyatakan ada 10 alasan

mengapa evaluasi perlu dilakukan, yaitu:

a. Pencapaian, guna apa yang sudah dicapai.

b. Mengukur kemajuan yakni melihat kemajuan dikaitkan dengan objek

program.

c. Meningkatkan pemantauan agar tercapai manajemen yang lebih baik.

d. Mengindektifikasi kekurangan dan kelebihan agar dapat memperkuat

program itu sendiri.

e. Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif guna melihat

perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapkan suatu program.

f. Biaya dan manfaat melihat apakah biaya yang dikeluarkan cukup

masuk akal.

g. Mengumpulkan informasi, guna merencanakan dan mengelola

kegiatan program secara lebih baik.

h. Berbagi pengalaman, guna melindungi pihak lain terjebak dalam

kesalahan yang sama atau untuk mengajak seseorang untuk ikut

34
Ibid., h. 17.

30
melaksanakan metode yang serupa bila metode yang dijalankan telah

berhasil dengan baik.

i. Meningkatkan keefektifan, agar dapat memberikan dampak yang lebih

luas.

j. Memungkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik. Karena

memberikan kesempatan untuk mendapatkan masukan dari

masyarakat, komunitas fungsional dan komunitas lokal.35

B. Terapi

1. Pengertian Terapi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) terapi adalah

“usaha untuk memulihkan kesehatan.” Dalam kamus kedokteran terapi

diartikan “sebagai pemberian pertolongan kepada orang sakit, usaha

menyembuhkan orang sakit atau biasa diartikan sebagai cara

pengobatan”.36

Sedangkan dalam kamus lengkap psikologi dikatakan bahwa terapi

yang dalam bahasa inggrisnya therapy merupakan suatu bentuk perlakuan

dan pengobatan, yang ditujukan kepada penyembuhan suatu kondisi yang

menyimpang (patologis) pada diri sendiri.37Salah satu definisi yang

diterima secara luas dan menjadi rujukan utama definisi yang dirumuskan

35
Ibid., Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), h. 127.
36
Ahmad Ramli. Kamus Kedokteran (Jakarta: Djambatan, 1999), cet ke 23 h. 354.
37
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, penerjemah: Kartini Kartono (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), Ed.1, h. 507.

31
Grossman (1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American

association on mental Deficiency) sebagai berikut.

“Mental retardation refers to significantly subaverage general

intellectual functioning resulting in or adaptive behavior and manifested

during the developmental period”. (Hallahan & Kauffman, 1988: 47)

Artinya, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi interlektual umum

yang secara nyata (signifikan) berada dibawah rata-rata (normal)

bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan

semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya.

Sejalan dengan definisi tersebut, AFMR (Vivian Navaratnam, 1987:403)

menggariskan bahwa seseorang dikategorikan tunagrahita harus melebihi

komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas dibawah rata-rata,

adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan

tuntutan yang berlaku dimasyarakat.

Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita diperhatikan

adalah berikut ini.

a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada dibawah rata-rata,

maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar meyakinkan

sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus.

Sebagai contoh , anak normal rata-rata mempunyai IQ (Intelligence

Quotient) 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi

70.

32
b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif),

maksudnya bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memiliki

kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai

dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti yang

dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.

c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan,

maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan,

yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.38

Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa untuk dikategorikan sebagai

penyandang tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut.

apabila seseorang hanya memiliki salah satu dari ciri-ciri tersebut maka

yang bersangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang

tunagrahita.

2. Fungsi dan Tujuan Terapi

Terapi sendiri mempunyai fungsi dan tujuan sebagai berikut:

1. Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar.

2. Mengurangi tekanan emosional.

3. Mengembangkan potensi klien.

4. Mengubah kebiasaan.

5. Memodifikasi struktur kognisi.

6. Memperoleh pengetahuan tentang diri.


38
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=terapi+anak+tunagrahita&btnG=&oq=tera diakses
pada tanggal 9 januari 2017

33
7. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan hubungan

interpersonal.

8. Meningkatkan kemampuan mengambil keputusan.

9. Mengubah kondisi fisik.

10. Mengubah kesadaran diri.

11. Mengubah lingkungan sosial.39

3. Jenis Terapi

Ada banyak kategori terapi yang diberikan untuk memaksimalkan

keberfungsian anak berkebutuhan khusus, dianataranya ABA (Applied

Behavioral Analysis), terapi wicara, terapi bermain, terapi sosial, terapi

okupasi, terapi musik, terapi fisik, terapi perilaku, terapi perkembangan

dan terapi visual, namun dalam penulisan ini peneliti hanya akan

membahas dua jenis terapi yang digunakan di dalam terapi anak

berkebutuhan khusus di sekolah Putra Putri Mandiri yaitu terapi wicara

dan terapi okupasi:

a. Terapi wicara

Terapi wicara secara etimologis merupakan gabungan dari kata

terapi yang berarti cara mengobati suatu penyakit atau kondisi

patologis dan kata wicara yang berarti media komunikasi secara oral

yang menggunakan simbol-simbol linguistik, dimana dengan media ini

39
Purwandi, Buku Pegangan kuliah Psikoterapi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2003, h 39.
Artikel didapat download http://staff.uny.ac.id/sites/default/file/scan0003_6.pdf

34
seseorang dapat mengekspresikan ide, pikiran dan perasaan. Dengan

demikian istilah terapi wicara memiliki pengertian yaitu cara atau

teknik pengobatan terhadap suatu kondisi patologis di dalam

memformulasikan secara oral. Sedangkan secara terminologis bahwa

terapi wicara diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang

gangguan bahasa, wicara dan suara yang bertujuan untuk digunakan

sebagai landasan membuat diagnosis dan penanganan. Dalam

perkembangannya terapi wicara memiliki cakupan pengertian yang

lebih luas dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan proses

berbicara, termasuk di dalamnya adalah proses menelan, gangguan

irama atau kelancaran dan gangguan neuromotorik organ artikulasi

(articuration) lainnya.40

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik No.

547/MENKES/SKVI/2008 , terapi wicara adalah bentuk pelayanan

kesehatan professional berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi dalam

bidang bahasa, wicara, suara, irama dan menelan yang ditujukan

kepada individu, keluarga dan atau kelompok untuk meningkatkan

upaya kesehatan yang diakibatkan oleh adanya gangguan/kelainan

anatomis, fisiologis, psikologis dan sosiologis. Lulusan pendidikan

40
Mus TW, “Terapi Wicara,”http://mustwkupang.com/2012/01/terapi-wicara.html artikel diakses
tanggal 02 Oktober 2016.

35
DIII Terapi wicara disebut terapis wicara, gelar lulusan pendidikan

DIII terapi wicara adalah ahli Madya Terapi Wicara (A.Md.TW).41

Prosedur kerja terapi wicara secara lebih terperinci diuraikan

sebagai berikut: 1) Asesmen, bertujuan untuk mendapatkan data awal

sebagai bahan yang harus dikaji dan dianalisa untuk membuat program

selanjutnya. Asesmen ini meliputi tiga cara, yaitu melalui anamnesa,

observasi, dan melakukan tes. Dalam praktik yang dilakukan terapi

wicara yaitu anamnesa atau lebih tepatnya dari tenaga ahli

dokter/psikologi yang berkomunikasi langsung dengan pasien atau

keluarga yang mengetahui kondisi klien untuk memperoleh data pasien

beserta permasalahan medisnya, tujuannya membantu dan

menyimpulkan apa yang diderita pasien atau klien. Kemudian

observasi dilakukan guna melihat secara langsung gejala anak secara

akurat untuk mengamati kondisi pasien dan mencatatnya sebagai

bahan tambahan bantuan dalam mendiagnosa. Dan test dilakukan

dalam praktik yang dilakukan oleh terapis untuk mengetahui kondisi

klien yang sebenarnya dan data yang didapat dari tenaga ahli sebagai

referensi yang berguna membantu terapis dalam mendiagnosa apa

yang diderita klien membutuhkan terapi wicara atau tidak. Sehingga

hasil dari penggalian masalah dapat disimpulkan diakhir bisa

dikatergorikan baik/bagus, sedang atau tidak lulus. Di samping itu

peran tenaga ahli juga diperlukan sebagai data penunjang dan

41
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 547/MENKESSKVI/2008 Tentang
Standar terapis Wicara.

36
pemeriksaan, maka dari itu terapis dan tenaga kerja lain seperti

dokter/psikologi memiliki peran yang sangat penting dalam bekerja

sama.

2) Diagnosis dan prognosis, setelah terkumpul data,

selanjutnya data tersebut digunakan sebagai bahan untuk menetapkan

diagnosis dan jenis gangguan/gangguan untuk membuat prognosis

tentang sejauh mana kemajuan optimal yang bisa dicapai oleh

penderita.

3) Perencanaan terapi wicara, perencanaan terapi wicara ini

secara umum terdiri dari: (a) Tujuan dan program (jangka panjang,

jangka pendek dan harian), (b) Perencanaan metode, teknik, frekuensi

dan durasi, (c) Perencanaan penggunaan alat, (d) Perencanaan rujukan

(jika diperlukan), (e) Perencanaan evaluasi.

4) Pelaksanaan terapi wicara, pelaksanaan terapi harus

mengacu pada tujuan, teknik/metode yang digunakan serta alat dan

fasilitas yang digunakan.

5) Evaluasi, kegiatan ini terapi wicara menilai kembali kondisi

pasien dengan membandingkan kondisi, setelah diberikan terapi

dengan data sebelum diberikan terapi. Hasilnya kemudian digunakan

untuk membuat42

42
Ikatwi, Kode Etik Terapi Wicara, http://ikatwipusat.tripod.com/kode-etik.html, diakses pada
tanggal 02 Oktober 2016.

37
Untuk menunjang keberhasilan terapi wicara yang dilakukan oleh terapis,

dibutuhkan berbagai alat media yang diperlukan dalam melakukan terapi wicara

menurut Itasari Atitungga “ media yang digunakan dapat berupa permainan sesuai

dengan usia dan kondisi anak, tujuannya untuk melatih kemampuan artikulasi, alat

yang dapat digunakan antara lain: balon tiup, bola pingpong, kertas, tisu, sedotan

dan sebagainya.43

b. Terapi okupasi

Terapi okupasi atau occupational theraphy berasal dari kata

occupational dan theraphy, occupational sendiri berarti aktivitas dan

theraphy adalah penyembuhan dan pemulihan. Eleonor Clark Slagle

adalah salah satu pioneer dalam pengembangan ilmu OT atau terapi

okupasi, bersama dengan Adolf Meyer, William Rush Dutton. Terapi

okupasi pada anak memfasilitasi sensori dan fungsi motorik yang

sesuai pada pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menunjang

kemampuan anak dalam bermain, belajar dan berinteraksi di

lingkungannya. Terapi okupasi adalah terapi yang dilakukan melalui

kegiatan atau pekerjaan terhadap anak yang mengalami gangguan

kondisi sensori motorik (E. Kosasih, 2012;13).44

Menurut Kusnanto (dalam Sujarwanto, 2005) terapi okupasi

adalah usaha penyembuhan terhadap seseorang yang mengalami

43
Itasari Arirtungga, Makalah Didslogia, (Jakarta:AtWYBW, 2007), h. 31
44
E.Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus.(Bandung: Yrama Widya, 2012),
h. 22.

38
kelainan mental, dan fisik dengan jalan memberikan suatu keaktifan

kerja dimana keaktifan tersebut untuk mengurangi rasa penderitaan

yang dialami oleh penderita. Keaktifan kerja yang dimaksud adalah

anak mengikuti program terapi. Dengan mengikuti kegiatan aktifitas

diharapkan dapat memulihkan kembali gangguan-gangguan yang ada

baik dimental maupun fisik anak. Kegiatan-kegiatan terapi okupasi

tentunya juga menggunakan alat-alat atau permainan yang disesuaikan

dengan umur anak. Sehingga dalam penyampainnya dan penerapannya

terapi okupasi sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, seperti yang

diungkapkan oleh Soebadi (1990:640) terapi okupasi adalah terapi

yang melatih gerakan halus dari tangan dan integrasi dari gerakan

dasar yang sudah dikuasai melalui permainan dan alat-alat yang

sesuai”Setelah gerakan-gerakan motorik kasar maupun motorik halus

anak mampu berkembang dengan baik, dengan begitu anak mampu

untuk mengembangkan apa yang dimiliki oleh anak. Ketika anak

mampu untuk berkembang dan berkarya diharapkan anak mampu

diterima ditengah-tengah masyarakat.45

Sedangkan pengertian terapi okupasi menurut Keputusan

Menteri Kesehatan No. 571 tahun 2008 adalah profesi kesehatan yang

menangani pasien/klien dengan gangguan fisik dan atau mental yang

bersifat sementara atau menetap. Dalam praktiknya okupasi terapi

45
Sujarwanto, Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. (Jakarta: Depdikbud, 2005), h.
12.

39
menggunakan okupasi atau aktivitas terapeutik dengan tujuan

mempertahankan atau meningkatkan komponen kinerja okupasional

(senso-motorik, pesepsi, kognitif, sosial dan spiritual) dan area kinerja

okupasional (perawatan diri, produktivitas dan pemanfaatan waktu

luang) sehingga pasien/klien mampu meningkatkan kemandirian

fungsional, meningkatkan derajat kesehatan dan partisipasi di

masyarakat sesuai perannya.46

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.571 tahun 2008

terdapat 4 (empat) tahapan terapi yakni:

a. Terapi komplementer (adjunct theraphy).

Peraturan menteri kesehatan mendefinisi pengobatan

komplementer tradisional-alternatif adalah pengobatan non

konvensional yang ditunjukan untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotif (penyuluhan),

preventif (mencegah), kuratif (menolong/menyembuhkan) dan

rehabilitatif (rehabilitas) yang diperoleh melalui pendidikan

terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang

tinggi berandaskan ilmu pengetahuan biomedik, tapi belum

diterima dalam kedokteran konvensional.

b. Terapi yang membuat klien mampu beraktivitas (enabling).

46
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 571/MENKES/SKVI/2008 Tentang
Standar Profesi Okupasi Terapis.

40
c. Terapi yang membuat klien mampu beraktivitas secara

bermakna dan bertujuan (purposeful activity).

d. Terapi yang membuat klien mampu beraktivitas dan

berpartisipasi pada area kinerja okupasional (occupation).

Berdasarkan uraian diatas,dapat disimpulkan bahwa terapi terdapat

empat tahapan terapi komplementer atau pengobatan alternatif atau

tradisional, terapi yang membuat klien mampu beraktivitas, kemudian

terapi yang membuat klien mampu beraktivitas namun memiliki makna

dan tujuan dalam beraktivitas tersebut dan yang terakhir terapi yang

mampu membuat klien beraktivitas dan beraktivitas pada area kinerja

okupasional.

C. Anak Berkebutuhan Khusus

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Suran dan Rizzo, 1979 dikutip oleh Frieda Mangunsong,

Anak Berkebutuhan Khusus ABK atau Anak Luar Biasa ALB adalah anak

yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari

fungsi kemanusiaannya.

Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial

terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara

maksimal, meliputi mereka yang tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat,

mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan

41
emosional. Juga anak-anak yang berbakat dengan intelegensi tinggi, dapat

dikategorikan sebagai anak khusus/luar biasa, karena memerlukan

penanganan yang terlatih dari tenaga professional.47

2. Jenis Anak Berkebutuhan Khusus dalam Program.

Beragamnya kondisi anak kebutuhan khusus yang sangat banyak,

maka pengelompokkan yang dikenal selama ini diantaranya yaitu: anak

yang mengalami gangguan penglihatan (tunanetra) terdiri dari anak buta

(blind) dan kurang lihat (low vision; anak yang mengalami gangguan

pendengaran (tunarungu) terdiri atas tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of

hearing); anak yang mengalami hambatan kecerdasan, kesulitan dalam

perilaku adiktif, dan termanifestasi pada periode perkembangan

(tunagrahita) terdiri: tunagrahita ringan (mild mentally retarded),

tunagrahita sedang (moderate mentally retarded) dan tunagrahita sangat

berat (profound mentally retarded); anak yang mengalami hambatan gerak

(tunadaksa) meliputi anak yang mengalami kelayuan/kelumpuhan akibat

virus polio (poliomyelitis), dan cerebal palsy; anak yang mengalami

gangguan perilaku dikelompokkan terdiri anak yang sulit menyesuaikan

diri dan mengalami gangguan emosi; anak autis, tunaganda, kesulitan

belajar, konsentrasi (ADD/ADHD), kesulitan bicara (dyslexia), kesulitan

menulis (dysgraphia), kesulitan berhitung (dyscalculia), kesulitan

47
Frieda, Mangusong. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus jilid kesatu. ( LPSP3
UI. Depok. 2014), h. 3.

42
berbahasa (dysphasia); dan mereka yang termasuk kelompok cerdas

istimewa dan bakat istimewa (gifted dan tallented).48

Dari banyaknya jenis anak berkebutuhan diatas, peneliti akan

membahas anak berkebutuhan khusus yang mengikuti program terapi di

Sekolah Khusus Putra-Putri Cerdas Mandiri. Berikut jenis anak

berkebutuhan khusus beserta penjelasannya:

a. Anak Tunagrahita (Anak dengan gangguan fungsi intelektual).

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut

anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata.

Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental

retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective dan

lain-lain. Dikutip dari www.medicastore.com bahwa tunagrahita atau

retardasi (keterbelangkangan) mental adalah suatu keadaan yang

ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-

rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan

diri (berperilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun.49

Definisi tunagrahita yang dikembangkan AAMD (American

Association of Mental Deficiency) adalah keterbelakangan mental yang

menunjukkan fungsi intelektual dibawah rata-rata dengan disertai

48
Euis Nani M,Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: CV. Catur Karya Mandiri,
2000) h. 11
49
Agustyawati, dkk., Psikologi Pendidikan anak berkebutuhan khusus (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2009) Cet 1, hal 136.

43
ketidak mampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa

perkembangan (Kauffman dan Hallahan, 1986).

Menurut Brookland Mc. Cauley, 1984), Anak Sindroma down

pada umumnya mengalami hambatan untuk menetapkan proses

simantik dalam melakukan proses kognitif, sehingga kesan objek tidak

terukir kuat dalam ingatan. Kalaupun misalnya berhasil menggunakan

strategi tertentu, kemampuan mengingat suatu objek atau peristiwa

tidak akan tahan lama.50

50
Ibid., h.137

44
Tabel 2.1
Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan skor IQ
Tingkat Kisaran Kemampuan Usia Kemampuan Usia Kemampuan Masa Dewasa
IQ Prasekolah(sejak Sekolah (6-20 tahun) (21 tahun keatas)
lahir 5 tahun)
Ringan 52-68 1.Bisa membangun 1.Bisa mempelajari 1.Biasanya bisa mencapai
kemampuan sosial pelajaran kelas 6 pada kemampuan kerja &
& komunikasi. akhir usia belasan bersosialisasi yang cukup,
2.Koordinasi otot tahun. tetapi ketika mengalami stress
sedikit terganggu. 2.Bisa dibimbing sosial ataupun ekonomi
3.Seringkali tidak kearah pergaulan memerlukan bantuan
terdiagnosis sosial.
3.Bisa di didik.

Moderat 36-51 1.Bisa berbicara & 1.Bisa mempelajari 1.Bisa memenuhi


e belajar. beberapa kemampuan kebutuhannya sendiri dengan
2.Kesadaran sosial sosial & pekerjaan. melakukan pekerjaan yang
kurang. 2.Bisa belajar tidak terlatih/semi terlatih
3.Koordinasi otot berpegian sendiri di dibawah pengawasan.
cukup. tempat-tempat yang 2.Memerlukan pengawasan &
dikenalnya dengan baik bimbingan ketika mengalami
stress sosial maupun ekonomi
yang ringan.
Berat 20-35 1.Bisa 1.Bisa berbicara atau 1.bisa memelihara diri sendiri
mengucapkan belajar berkomunikasi. dibawah pengawasan.
beberapa kata. 2.Bisa mempelajari 2.Dapat melakukan beberapa
2.Mampu kebiasaan hidup sehat kemampuan perlindungan diri
mempelajari yang sederhana. dalam lingkungan yang
kemampuan untuk terkendali.
menolong diri
sendiri
3.Tidak memiliki
kemampuan
ekspresif atau
hanya sedikit.
4.Koordinasi otot
jelek
Sangat 19 atau 1.Sangat 1.Memiliki beberapa 1.Memiliki beberapa
berat kurang terbelakang. koodinasi otot. koodinasi otot & berbicara.
2.Koordinasi 2.Kemungkinan tidak 2.Bisa merawat diri tetapi
ototnya sedikit dapat berjalan atau sangat terbatas.
sekali. berbicara. 3.Memerlukan perawatan
3.Mungkin khusus.
memerlukan
perawatan khusus.

45
Golongan anak Tunagrahita

Pengklasifikasian/penggolongan anak Tunagrahita menurut

kriteria perlaku adaptif secara klinis, Tunagrahita dapat digolongkan

atas dasar tipe atau ciri-ciri jasmaniah secara berikut:

1. Sindroma Down/mongoloid: dengan ciri-ciri wajah khas mongol, mata

sipit dan miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki

melebar, kaki dan tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar dari keriput

dan susunan geligi kurang baik.

2. Hydrochepalus (kepala besar berisi cairan): dengan ciri kepala besar,

raut muka kecil, tengkorak sering menjadi besar.

3. Microchepalus dan Macrochepalus: dengan ciri-ciri ukuran kepala

tidal proposional (terlalu kecil atau terlalu besar).51

51
Ibid., h. 144.

46
Beragammnya kondisi pada klasifikasi pada anak tunagrahita,

peneliti menguraikan jumlah anak tunagrahita yang mengikuti di sekolah

khusus putra putri mandiri, sebagai berikut :

Tabel 2.2

Jumlah Anak kelas tunagrahita Skh putra putri mandiri

Berdasarkan yang mengikuti terapi.

Jenjang Jumlah murid Anak yang mengikuti terapi dari kelas

tunagrahita umum (Klasikal/classical)

SDLB 14 -

SMPLB 8 3

SMALB 4 -

Jumlah 26 3

Dengan demikian, evaluator menjelaskan jumlah total klien anak

tunagrahita yang berada di sekolah khusus. Peneliti memfokuskan pada

pengambilan sampel klien berjumlah 3 anak, sampel 2 anak yang mengikuti kelas

terapi sebelum masuk kelas umum dan 1 anak yang sudah diterima dikelas

klasikal umum pelaksanaan terapi yang dilakukan pada bulan Januari-April, Mei-

Agustus dan September-Desember, setiap dalam pertemuan 1 bulan pertemuan

dilakukan sebanyak 8 kali. Sehingga total yang dimaksimalkan dalam terapi IEP

selama 3-4 bulan, sebanyak 32 kali pertemuan.

47
b. Autisme.

Autisme (autism), atau gangguan autistic adalah salah satu

gangguan terparah dimasa kanak-kanakan. Autisme bersifat kronis dan

berlangsung sepanjang hidup. Autisme berasal dari bahasa yunani, yaitu

autos yang berarti “self”, autisme adalah gangguan perkembangan berat

yang meliputi berbagai aspek yang mempengaruhi cara seseorang untuk

berkomunikasi dengan relasi (berhubungan) dengan orang lain secara

berarti serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang

lain terganggu karena ketidakmampuannya berkomunikasi dan untuk

mengerti perasaan orang lain. Menurut Kamus Lengkap Psikologi J.P

Chaplin (2001), ada tiga pengertian autisme:

1. Cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau

diri sendiri.

2. Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri

dari menolak realitas.

3. Keasyikkan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri.52

Adapun Gangguan Perkembangan Pada Anak Autisme, menurut

Tjhin Wiguna (2004) anak autisme mengalami gangguan yang menetap

pada gejala-gejala sebagai berikut, yakni:

52
Ibid., h. 236.

48
1. Pola interaksi sosial:

a. Kontak mata kurang, anak autism bila diajak bicara tidak

mau menatap muka lawan bicara.

b. Tidak selalu menegok bila dipanggil lebih suka sendiri,

anak autisme sulit berinteraksi dengan teman sebayanya

dalam bermain.

c. Ekspresi wajahnya kurang hidup.

d. Sering menolak bila ditepuk.

e. Tidak tertarik pada mainan.

f. Bermain dengan benda-benda yang bukan mainan anak-

anak.

g. Kadang-kadang anak ini suka melakukan ekspresi:

menangis, tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab.

2. Komunikasi yang menyimpang:

a. Kemampuan berbicaranya terlihat lambat dibanding anak

seusianya.

b. Bicara dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain.

c. Bila anak bias berbicara sering tidak mengerti arti kata yang

diucapkannya.

d. Sulit biasa diajak berdialog.

e. Echolalia(meniru perkataan orang lain) atau membeo.

49
f. Bila anak ingin sesuatu dia akan menarik tangan orang lain

yang ada didekatnya dan diarahkan pada apa yang

diinginkan.

g. Kemampuan bahasa isyaratnya tidak berkembang.

h. Tata bahasanya kacau.

3. Pola tingkah laku yang terbatas dan berulang (stereotipik)

4. Banyak perilaku autisme yang berbeda dari pelaku normal,

disatu sisi ada perilaku yang berlebihan, disisi lain ada perilaku

yang kurang, bahkan pada tahap yang hampir tidak ada.53

53
Ibid., Agustyawati, dkk, Psikologi Pendidikan anak berkebutuhan khusus, h. 252.

50
Berdasarkan teori diatas, maka penulis membuat alur kerangka
berpikir dalam penelitian evaluasi program terapi anak berkebutuhan
khusus, sebagai berikut:

Tabel 2.3
Design evaluasi hasil program terapi anak berkebutuhan khusus

INPUT PROSES HASIL


a. Variabel klien: a. Jadwal terapi a. Perubahan
1. Aspek usia b. Data klien dan perilaku klien
2. Jenis ketunaan jenis terapinya yang rutin dan
3. Wilayah tinggal c. Materi terapi tidak rutin
4. Status dampingan d. Tahap terapi
5. Demografi pelaksanaan b. Keberlanjutan
keluarga klien terapi wicara program
dan terapi
b. Variebel staff: okupasi
1. Pendidikan e. Penanggung
staff/terapis jawab program
2. Pengalaman f. Kapan program
staff/terapis selesai

c. Variable program:
1. Layanan yang
diberikan
2. Tujuan program
3. Mitra kerjasama
4. Donator
5. Keterjangkauan
lokasi
6. Sarana fasilitas

51
BAB III

PROFIL LEMBAGA

A. Gambaran Umum Sekolah

1. Sejarah berdirinya

Sejarah awal SKh PPM atau yang biasa disebut Putra Putri Mandiri

dulunya adalah sebuah komunitas ibu-ibu yang mempunyai anak dengan

keterbatasan fisik, motorik dan juga hambatan dalam belajar, merasa

prihatin dengan kondisi pelayanan pendidikan anak ABK. Tanpa ada

maksud mengecilkan arti pemerintah yang telah berupaya mengakomodir

dengan mendirikan sekolah SLB A, B, C dan sekolah inklusi yaitu sekolah

reguler yang telah di tunjuk dan dapat menerima anak-anak berkebutuhan

khusus (ABK), dan juga sudah adanya Lembaga sekolah swasta dan klinik

terapi.

Kami merasa masih adanya keberpihakan dari pada praktisi di

lapangan (Guru, namun kami amat sangat memahami mengingat

keterbatasan SDM dan juga tenaga profesional) maupun dari lingkungan

masyarakat sekitar (saudara, teman dan tetangga). Di luar masih

terbatasnya ketersediaan lembaga pendidikan yang ada, sudah menjadi

rahasia umum, besar biaya pendidikan (baik formal maupun terapi)

menjadi kendala bagi para orang tua untuk mengantarkan anak-anaknya

kesekolah maupun terapi.

52
Dari rasa keprihatinan dan latar belakang yang sama, dan juga

kebersamaan yang kami rasakan, maka kami mendirikan sebuah lembaga

nir laba dalam bentuk YAYASAN PUTRA PUTRI CERDAS MANDIRI,

yang berletak ditempat Tangerang kabupaten. umumnya bergerak dalam

bidang pendidikan, yatim piatu, pelayanan masyarakat dan khususnya

pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus. Yang mana yayasan ini

bukanlah yayasan dengan latar belakang orang-orang yang berkelebihan,

tapi punya tekat bergotong royong bersama-sama sehingga anak kami

tidak perlu di rumahkan.

Pada tahun 2009 sekolah berubah menjadi SKh Tandur yang

bertempat dipamulang permata sampai pada tahun 2011, namun sejak

otonomi dari Dinas Provinsi Banten, sekolah ini direlokasikan ke ciputat

dan berubah nama menjadi Skh Putra Putri mandiri yang telah di

daftarkan dan diterbitkan dengan akte No. 03, Notaris Rinawati

Mahmudah, SH.

Sekolah ini berlokasi di Asrama Brimob Jalan. Aneka Warga

No.51 RT05/011 Desa Sasak Tinggi Ciputat 15411, Kota Tangerang

selatan. SKh Putra Putri Mandiri Kota Tangerang Selatan ini menempati

area tanah milik sendiri dengan luas tanah 500 m 2 dan luas bangunan 247

m2.Peruntukan tanah tersebut adalah digunakan sebagai bangunan ruang

kepala sekolah, guru, kelas dan sisanya dimanfaatkan untuk halaman

sekolah.

53
2. Visi

Dengan iman dan taqwa kita wujudkan layanan pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus yang bermutu, kreatif dan penuh dengan

dedikasi, sehingga anak mencapai kemandirian dalam hidup.

3. Misi

1. Melaksanaka kbm secara aktif, kreatif, menyenangkan dan penuh

tanggung jawab.

2. Menumbuh kembangkan semangat kemandirian.

3. Meningkatkan minat dan bakat anak melalui pengetahuan dan

teknologi.

4. Menyelenggarakan pendidikan dengan biaya terjangkau dan

seluas-luasnya.

4. Kurikulum

Kurikulum mengacu sesuai dengan KTSP DepDiknas, serta di

sesuaikan dengan pengembangan diri anak :

1. Sistem paket, yang di wajibkan para peserta didik mengikuti

dengan tatap muka, penegasan terstruktur dan kegiatan mandiri.

2. Pembelajaran efektif, setiap minggu denan jumlah jam

pembelajaran dari seluruh mata pelajaran dan jumlah pembelajaran

pelajaran pengembangan diri.

54
3. Pengembangan potensi diri anak dengan kegiatan ekstrakulikuler.

5. Tujuan

1. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berinteraksi di

lingkungan masyarakat.

2. Mengembangkan kemampuan peserta didik dengan bekal

keterampilan.

3. Mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi.

4. Menyiapkan peserta didik agar memiliki keterampilan (skill) yang

mampu bersaing di masyarakat.

5. Menyiapkan peserta didik agar memiliki suatu keterampilan kerja

sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya.

6. Meningkatkan pemahaman terhadap kemampuan diri sehingga

mampu tampil mandiri dalam berpartisipasi di masyarakat.

55
6. Tabel 3.1

Identitas Sekolah

No Profil Umum Sekolah

1 Nama Sekolah SKh PUTRA PUTRI MANDIRI

2 N. I. S./N. P. S. N 69734142

3 N. S. S. -

4 Provinsi BANTEN

5 Otonomi -

6 Kecamatan CIPUTAT

7 Desa / Keluarahan CIPUTAT

8 Alamat Lengkap ASRAMA BRIMOB JL. ANEKA WARGA


NO.51 RT05/01

9 Kode Pos 15411

10 Telepon 083892055988

11 Faxilime -

12 Daerah Perkotaan

13 Status Sekolah Swasta

14 Kelompok Sekolah Inti

15 Akreditasi -

16 Ijin Operasi ./ SK 421.5/112-DISPEND/2012

17 Penerbit SK (Ditandatangani oleh) Drs. Hudaya

18 Tahun Berdiri Tahun 2011

19 Tahun Perubahan -

20 Kegiatan Belajar Mengajar Pagi

21 Status Tanah Milik Sendiri

22 Status Gedung Sekolah Milik Sendiri.

23 Luas Tanah 500 m2

24 Luas bangunan 247 m2

56
25 Jarak ke Pusat Kecamatan 15 Km

26 Jarak ke Pusat Otonomi Daerah 20 km

27 Terletak pada lintasan Kab/Kota

28 Jumlah Keanggotaan Rayon 4

29 Organisasi penyelenggaraan Organisasi / Yayasan

30 Perjalanan / Perubahan Sekolah -

7. Tabel 3.2

Daftar Guru Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri

Tahun pelajaran 2016-2017

No Nama / NIP Mapel yang diampu STAT.Guru/Golongan

1 Hj. Sumiyati, M.Pd Kepala sekolah PNS , III/B

NIP :19700316 2007012 0


007

2 Dwi Riyanti Rumiyati , S.Pd G. Kelas PNS. IV/A

NIP : 19621003 198702 2 004

3 Eni Sunarwiyati, M. Pd G. Kelas PNS. III/A

NIP : 19690429 200701 2 001

4 Isma Endah, S.Pd G. Kelas PNS. III/A

NIP : 19750114 200801 2 004

5 Zahra Puti K, S.Psi G. Kelas GTY/Guru tetap yayasan

6 Juliatul Azizah, S. Sos I G. Kelas GTY/Guru tetap yayasan

7 Gheatasya Wahita Linggar T.U GTY/Guru tetap yayasan

8 Ahmad Sona, S.Pd G. Kelas GTY/Guru tetap yayasan

9 Luthfi Zulfahmi OB GTY/Guru tetap yayasan

10 Nur Hidayati G. Kelas GTY/Guru tetap yayasan

11 Umammah G. Kelas GTY/Guru tetap yayasan

57
12 Rika Yunita Hanistantri Ast. Guru GTY/Guru tetap yayasan

13 Adji Pritoyo Ast. Guru Honorer

8. Tabel 3.3

DATA KELAS (ROMBEL)


SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI MANDIRI
Jenjang Jenis Kelamin Jumlah Siswa Jumlah Rombel

SDLB C 14 2

Autis 17 3

SMPLB C 8 1

Autis 3 1

SMALB C 4 1

Autis 1

Jumlah 47 8

58
9. Tabel 3.4
DATA SISWA TERAPI
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri54
No Nama Siswa/i Tempat Tgl Bulan Thn L/P Agama Jenis Nama Orang Pekerjaan
Ketunaan tua orangtua

1 Damar Bahir Tangerang 11 Mei 2011 L Islam Autis Iwan Swasta


Lastwandi setiawan

2 Fazila Rajni Jakarta 15 Jun 2011 P Islam DS Dwi TNI AL


Imtinan Kurniawan

3 M. Rabani Bogor `10 Mei 2007 L Islam Autis Aditya Swasta


Ergian Pripambudi

4 Bimasakti Cimahi 30 Sept 2001 L Islam Autis Daman Swasta


Surya Sudarma

5 Kristian Tangerang 7 Sept 2007 L Kristen Autis Rusdi Swasta


Nathanael Sepnath

6 Rizky Akbar Tangerang 22 Jun 2007 L Islam Tunagrahita Muhammad Swasta


Syarif

54
Hasil studi dokumentasi profil umum sekolah khusus putra putri mandiri, pada tanggal 18 Oktober 2016

59
10. STRUKTUR ORGANISASI

Kepala Sekolah

Hj. Sumiyati

Penanggung jawab
program

Isma Endah

Kelompok jabatan
fungsional

Dwi Riyanti Rumiyati Eni Surnawiyati

Hj. Sumiyati

GTY

(Guru Tetap Yayasan)

Zahra Puti Juliatul Azizah Gheatasya Wahita L Ahmad Sona

Hj. Hj. Sumiyati Hj. Sumiyati Hj. Sumiyati


Nur Hidayati Umammah Luthfi Zulfahmi
Sumiyati
Hj. Sumiyati Hj.
GP Hj. Sumiyati
Sumiyati
(Guru Pembantu)

Rika Yunita. H Adji Pritoyo

Hj. Sumiyati
Gambar 3.1 Struktur Hj. Sumiyati
Organisasi Sekolah khusus Putra Putri Mandiri

60
B. JENIS BIMBINGAN DAN KETERAMPILAN

1. Jenis Bimbingan :

Bimbingan mental, fisik dan sosial meliputi kegiatan :

a. Pemenuhan kebutuhan dasar

b. Bimbingan agama dan spiritual

c. Pelatihan etika sosial, kepatuhan, dan pembiasaan

d. Pemeliharaan kebersihan

e. Pendampingan terapi okupasi maupun wicara secara individu

f. Outbond

g. Olahraga

2. Jenis Keterampilan

Ada 4 (empat) jenis keterampilan, yaitu :

a. Keterampilan menjahit

b. Keterampilan olahan pangan

c. Keterampilan bengkel

d. Keterampilan kuliner

61
C. SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH

1. RUANG KANTOR

a. Ruang Kepala Sekolah dan Sub Bagian Tata Usaha

b. Ruang Terapi Anak

2. RUANG PENDIDIKAN

a. Ruang Kelas SDLB 4 kelas

b. Ruang Kelas SMPLB 4 kelas

c. Ruang Kelas SMALB 2 kelas

3. BANGUNAN LAINNYA

a. Ruang tunggu orang tua / wali

b. Gudang

c. Lapangan olahraga

d. Mushollah dan toilet

e. Parkir kendaraan

62
D. PELAKSANAAN TERAPI SEKOLAH KHUSUS PUTRA PUTRI

MANDIRI

1. JANGKA WAKTU

Jangka waktu selama pelaksanaan terapi yang dilakukan oleh sekolah

khusus putra putri mandiri selama 3-4 bulan persemesternya.

2. SASARAN

a. Sasaran Utama :

Adalah anak tunagrahita dan anak autitsme yang merupakan target pencapain

program dari sekolah khusus putra putri mandiri.

b. Sasaran Penunjang :

- Keluarga penerima manfaat/siswa

- Rujukan tenaga ahli dari dokter ataupun psikologi

3. PERSYARATAN

1. Penyandang Tunagrahita dan Autisme.

2. Usia 4 s/d 15 tahun.

3. Wajib memiliki surat pengantar dari tenaga ahli guna mengklarifikasi

ketunaan apa yang dimiliki anak.

63
4. Wajib mematuhi tata tertib yang berlaku.

5. Wajib mengikuti terapi selama proses berlangsung selama 3-4 (bulan),

terkecuali izin atau sakit.

E. MITRA KERJA

Mitra kerja Sekolah khusus putra putri mandiri antara lain :

Sekolah khusus putra putri mandiri ini masih dalam pembentukan mitra

kelembagaan yang hanya bersifat sementara (tidak permanen) dengan kata lain

hanya saat tertentu saja, Sekolah khusus putra putri mandiri ini akan bekerja sama

dengan lembaga lain, alasan sekolah khusus putra putri mandiri tidak bekerja

sama dengan lembaga lain adalah karena waktu yang dibutuhkan dalam

kurikulum mengajar tidak berjalan dengan baik atau sangat sedikit, setidaknya

disekolah swasta ini butuh waktu lima tahun untuk mendapatkan bantuan atau

kerja sama terutama yang bersifat resmi seperti bantuan dari pemerintah.

Perjalanan dari sekolah ini Alhamdulillah mendapatkan sebuah respon

yang cukup baik walaupun masih dalam tahap pelaksanaan program yang selalu di

evaluasi setiap bulannya, seperti donatur perorangan yang peduli terhadap anak-

anak tersebut, KKG (kegiatan kerja guru) dengan SKh setangerang selatan-banten

lainnya sebagai kerja sama untuk membentuk wadah tenaga pengajar yang lebih

luas dan untuk saling membantu satu sama lain, Orang tua murid/wali (pada awal

ajaran baru semester).

64
Biasanya wali juga sering menjadi mitra disini yang saling terhubung

untuk saling memberikan saran dan kritik dari orang tua kepada pihak sekolah,

sehingga program yang diberikan sekolah khusus putra putri mandiri bisa

mendapatkan tanggapan yang cukup baik dan orang-orang yang terlibat

diantaranya Ibu Zahra, Ibu Lia, Ibu Uum, Pak Sona dan Ibu Isma sebagai

penanggung jawab program dalam kegiatan ini.55

F. PROGRAM PELAYANAN UNGGULAN

Sekolah putra-putri mandiri memiliki program unggulan yang dimiliki

dalam dalam mengajari anak-anak disini, untuk bersaing tentunya dengan sekolah

luar biasa lainnya. Di antaranya di sekolah ini menggunakan sistem IEP

(Individual Education Program) yaitu :

1. kelas mandiri :

Anak-anak di kelas mandiri biasanya diajarkan pada anak-anak

yang belum mandiri atau belum bisa melakukan sesuatu seorang diri

dengan benar contohnya salah satunya. Cara makan anak yang belum bisa

atau masih manja terhadap orang tua, maka program ini dibuat agar anak

bisa diajarkan dengan agar makan sendiri, biasanya anak akan dibimbing

oleh sang guru untuk mengawasi dan memberikan pengarahan kepada

murid-muridnya supaya anaknya mandiri dan tidak membebankan orang

55
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiati selaku kepala sekolah khusus putra putri mandiri,
pada tanggal 17 Oktober 2016, pukul11.00 WIB

65
tua nya selalu, dalam hal ini Sekolah khusus putra putri mandiri

menggunakan sistem penilaian 80% praktek dan 20% teori.

Praktik lebih diajarkan secara berulang-ulang supaya anak lebih

mandiri biasanya seperti diajarkan belajar menghitung dengan metode

benda ada berapa jumlahnya, cara makan yang biasanya anak yang

berantakkan, kita ajarkan dengan cara membimbingnya agar sianak bisa

lebih baik lagi dalam melakukan suatu aktivitas sekaligus melatih motorik

halus dan kasar anak.

2. kelas cerdas :

Anak-anak disini memiliki potensi yang bisa dikatakan cukup berbakat

dalam hal yang disukai nya. Contohnya anak suka menari, menyanyi,

mengambar, menghitung dan membaca. Dengan diterapkan hal ini

diharapkan bahwa anak-anak yang lain akan terbawa dalam dampak yang

positif. Biasanya kami lebih mengarahkan ke akademiknya sesuai minat

yang ingin anak-anak jalani.

G. Kriteria penerimaan klien terapi anak berkebutuhan khusus

Sekolah khusus putra putri mandiri mempunyai kriteria dalam penerimaan

klien yang akan mengikuti kegiatan program terapi anak berkebutuhan khusus

diantaranya sebagai berikut:

66
a) Usia anak yang diajukan dalam terapi dampingan berusia antara 4-15

tahun.

b) Anak dampingan memiliki surat keterangan pengantar dari tenaga ahli

dokter atau psikologi. Tes IQ, guna membantu konsultasi dalam

menklarifikasikan anak dalam ketunaan apa yang diderita.

H. Kriteria Terapis dalam Pelaksanaan Program Terapi Anak

Berkebutuhan Khusus

Sekolah khusus putra putri mandiri mempunyai kriteria dalam menerima

seorang terapis yang akan melakukan pendampingan program terapi anak

berkebutuhan khusus, diantaranya sebagai berikut:

a) Memiliki pengalaman, setidaknya mengikuti pelatihan KKG selama 1

bulan sebagai pengetahuan umum yang harus dimiliki setiap terapis

dalam melakukan terapi.

b) Memiliki prinsip penerimaan dan mawas diri.

Pemilihan terapis anak berkebutuhan khusus lebih diutamakan bagi

lulusan PLB (pendidikan luar biasa) atau PK (pendidikan khusus) dibawah

pengawasan PK-LK (pendidikan khusus layanan khusus), namun tidak menutup

kemungkinan lulusan diluar PLB/PK bisa menjadi terapis dengan syarat sudah

67
mengikuti pelatihan anak berkebutuhan khusus yang biasanya diselenggarakan

oleh dinas pendidikan setempat.56

56
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiati selaku kepala sekolah khusus putra putri mandiri,
pada tanggal 17 Oktober 2016, pukul11.00 WIB.

68
I. ALUR PELAYANAN57

Sosialisasi program

Surat pengantar / Kelas Mandiri


konsultasi dengan
Mulai
tenaga ahli
Kelas Cerdas

Penerimaan
T. Okupasi

*Registrasi Assesmen
T. Wicara
*Identifikasi

*seleksi Penempatan dalam *Keterampilan


program IEP olahan pangan
*Penentuan klien
terapi *Keterampilan
menjahit
Resosialisasi *Keterampilan
Bengkel

*Keterampilan
Penyaluran Terapis Kuliner

*Bimbingan tambahan
dari keluarga/masyarakat
Kembali kepihak Assesmen
keluarga *Bantuan/pengembangan
diri sekolah dan KKG

Terminasi
Gambar 3.2 Alur pelayanan Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri

57
Hasil studi dokumentasi profil umum sekolah khusus putra putri mandiri, pada tanggal 18
Oktober 2016.

69
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Berdasarkan hasil temuan lapangan yang diperoleh peneliti, baik data

berupa data berupa wawancara, observasi dan studi dokumen. mengenai

pelaksanaan evaluasi hasil program terapi anak berkebutuhan khusus (tunagrahita)

yang dilakukan Sekolah Khusus putra putri mandiri (PPM) Tangerang selatan.

Dalam bab ini metode analisis evaluasi program menurut Pietrzak, Ramler, Ford

dan Gillbert, mengemukakan ada tiga tipe evaluasi yaitu evaluasi input, evaluasi

proses, evaluasi hasil. Selain itu juga peneliti akan memasukan indikator dalam

mengevaluasi program ini yakni indikator ketersediaan, indikator keterjangkauan,

indikator efisiensi, indikator pemanfaatan, indikator relevansi yang bertujuan

sebagai alat ukur untuk menilai dalam pelaksanaan evaluasi program tersebut,

Akan tetapi dalam hal ini peneliti akan memfokuskan penjelasan mengenai

evaluasi hasil anak tunagrahita.

Evaluasi input meliputi 3 variabel yaitu; 1) variable klien terdiri dari aspek

usia, jenis ketunaan, wilayah tinggal, status dampingan, demografi keluarga klien,

2) variable staff terdiri dari pendidikan dan pengalaman yang dimiliki staff dan 3)

variable program terdiri dari layanan yang diberikan, tujuan program, mitra

kerjasama, donator, keterjangkauan lokasi, sarana fasilitas. Evaluasi proses

meliputi jadwal terapi, data klien dan jenis terapinya, materi terapi, tahap

pelaksanaan terapi wicara dan terapi okupasi, penanggungjawab program, dan

70
kapan program terapi selesai. Evaluasi hasil meliputi perubahan klien yang rutin

dan tidak rutin terapi serta keberlanjutan dari program.

A. Evaluasi Input

1. Variabel klien

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri memiliki beberapa program yang

memiliki sasaran klien yang berbeda untuk masing-masing program. Dalam

program terapi anak berkebutuhan khusus, klien yang menjadi fokus peneliti

adalah para anak dampingan yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

oleh Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri pada bab tiga halaman 64.

Dalam penelitian ini, peneliti fokus pada variable klien program terapi

anak berkebutuhan khusus pada anak dampingan ketunaan tunagrahita. Total anak

berkebutuhan khusus yang terdaftar di Sekolah Khusus Putra Putri mandiri yaitu

berjumlah 26 anak. Namun dari jumlah 26 anak hanya sekitar 6 anak yang

mengikuti kegiatan program terapi anak berkebutuhan khusus. Pada halaman 59,

target yang ingin dicapai oleh Sekolah Khusus Putra Putri mandiri pada periode

oktober sampai desember tahun 2015-2016 yang berjumlah 4 anak dari 6

keseluruhan anak penyandang tunagrahita, 3 anak klasikal terapi dan 1 anak kelas

terapi, artinya orang tua yang mengikut sertakan anaknya untuk mengikuti terapi

yang harusnya berjumlah 6 orang hanya 4 orang saja yang aktif hadir dan belum

memenuhi tingkat kehadiran maksimal sehingga belum memenuhi target.

Sebagian anak yang tidak mengikuti program terapi ini dikarenakan anak sudah

mandiri.

71
Pada variable klien program terapi pada anak berkebutuhan khusus,

peneliti akan menjelaskan mengenai latar belakang anak. Pada latar belakang anak

ini peneliti memfokuskan pada anak tunagrahita dalam aspek usia, jenis ketunaan,

wilayah tinggal dan status. Pada aspek jenis ketunaan, maka akan menentukan

jenis terapi yang mana cocok untuk klien yang mengikuti program terapi di

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri. Pada aspek usia untuk mengikuti terapi ini

adalah usia 4 sampai 15 tahun sesuai dengan yang ditetapkan Sekolah Khusus

Putra Putri Mandiri pada halaman 65. Pada aspek wilayah tinggal tidak menutup

kemungkinan bagi diluar tempat tinggal Desa Sasak Tinggi Ciputat, bisa

mendaftarkan untuk mengikutsertakan anaknya dalam kegiatan program terapi.

Pada aspek status klien, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri anak dampingan

yang mana akan diutamakan dalam program ini, namun tidak menutup

kemungkinan jika memang ada anak yang merupakan orang tua guru, kakak atau

adik dari dampingan, bahkan non dampingan seperti dari panti asuhan pun

terlibat, dengan memiliki syarat, tempat tinggal, memiliki kebutuhan khusus pada

anak dan berasal dari keluarga yang kurang mampu dalam hal ini dapat dilihat

dari upah pendapatan orang tua calon klien. Serta kondisi demografi keluarga dan

tanggungan.

Pada bulan Oktober 2016 terdapat 4 klien yang terdaftar dalam program

terapi anak berkebutuhan khusus di sekolah khusus putra putri mandiri yang aktif.

Ke 4 klien tersebut memiliki latar belakang usia, wilayah tinggal, status dan jenis

ketunaan yang di diagnosis, berikut akan peneliti jelaskan dalam tabel dibawah:

72
Tabel 4.1
Klien Tunagrahita yang mengikuti program terapi anak berkebutuhan khusus

No. Nama Klien Usia (Tahun) Jenis Ketunaan L/ Agama Status Wilayah
P Dampingan Tinggal

1 Fazila Rajni Imtinan 5 tahun Tunagrahita sedang P Islam Terapi Desa Cipayung

2 Rizky Akbar 10 tahun Tunagrahita ringan L Islam Klasikal Villa Permata


Pamulang,
Tangsel

3 Ocha Funabella 13 tahun Tunagrahita sedang P Islam Klasikal Perumahan


Reni Jaya,
Tangsel

4 Febynda Putri 14 tahun Tunagrahita ringan P Islam Klasikal Desa Sarua,


Tangsel

Sumber: Hasil wawancara pribadi dengan staff dan studi dokumentasi.58

58
Hasil studi dokumentasi profil umum sekolah khusus putra putrid mandiri.

73
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa klien penyandang tunagrahita yang

sudah memenuhi syarat untuk mengikuti program terapi anak berkebutuhan

khusus yang dilaksanakan oleh Sekolah Putra Putri Mandiri. Pada segi jenis

ketunaan dari 4 memiliki ketunaan yang sama hanya berbeda tipe atau ciri-cirinya

secara fisik yakni Tunagrahita ringan 2 anak dan Tunagrahita sedang 2 anak

(Sindroma Down/Mongoloid). Pada aspek usia, keempat klien memiliki usia yang

rata-rata 5 hingga 15 tahun. Pada segi wilayah tinggal, keempat klien tinggal di

wilayah non sekolah, rata-rata berasal dari luar wilayah Desa Sasak Tinggi

Ciputat.

Pada aspek status klien, terdapat 1 status klien terdiri dari 3 klien

merupakan klien baru yang mengikuti program ini dan masih dimasukan kelas

(terapi) dan 3 klien merupakan anak dampingan Sekolah Khusus Putra Putri

Mandiri yang sudah dimasukan kedalam kelas tetap (klasikal). Klien yang baru

masuk mengikuti kegiatan terapi bernama Fazila Rajni Imtinan.

Selain pada aspek tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan

keluarga klien yaitu peneliti mencari data mengenai pekerjaan orang tua dari klien

dan jumlah tanggungan dari keluarga anak. Dalam pengumpulan data demografi

keluarga klien, peneliti melakukan wawancara kepada orang tua anak mengenai

pekerjaan dan jumlah anggota keluarga klien.

74
Tabel 4.2
Demografi Keluarga Klien

No Nama Klien Pekerjaan Pekerjaan Ibu Jumlah Anggota


Ayah keluarga

1 Rizky Akbar Ojek Ibu rumah 5 orang


tangga

2 Fazilla Rajni TNI Wirausaha 4 orang


Intinam

3 Febynda Putri Wiraswasta Ibu rumah 4orang


tangga

4 Ocha Wiraswasta Ibu rumah 5 orang


Funabella tangga

Sumber: Hasil studi dokumentasi staff sekolah khusus putra putri mandiri

Dari seluruh aspek berdasarkan data demografi klien, keempat klien ini sudah
memenuhi kriteria penerima layanan program terapi yang ditetapkan oleh Sekolah
Khusus Putra Putri Mandiri. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang
disampaikan oleh kepala Sekolah Khusus Putra Putri Mandri mengenai kriteria
penerima program, sebagai berikut:

“Alasannya karena belum mendapatkan pendidikan secara klasikal


yang sama pada sekolah pada umumnya dan juga banyaknya orang tua
yang memiliki anak difabel sehingga kami berinisiatif sepakat untuk
membuat lembaga swadaya swasta yaitu sekolah putra putri mandiri ini.
biaya juga menjadi hambatan bagi orang tua juga yang ekonominya pas-
pasan. kalau ada yang ingin masuk sekolah kita, kita tak membatasinya,
tapi kita tampung terlebih dahulu untuk dilakukannya terapi, untuk
persiapan tahun depan masuk kelasnya, tapi tetap jika pun anak itu belum
siap masuk, harus dilakukan terapi dahulu. Sebelum dia bisa kita terima
di sekolah khusus putra putri mandiri disini.”59
Para staff sekolah putra putri mandiri sudah melakukan seleksi dengan
baik dan sasaran dari program terapi anak berkebutuhan khusus, agar dapat
membantu orang tua klien dengan memberikan pelayanan terapi dengan

59
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.

75
keringanan biaya atau pembebasan biaya. Hingga bulan November 2016 jumlah
klien tunagrahita yang mengikuti program terapi anak berkebutuhan khusus
berjumlah 4 anak. Secara target yang ingin dicapai oleh Sekolah khusus putra
putri mandiri adalah 6 anak penyandang tunagrahita, sehingga dalam aspek target
jumlah persetiap angkatan periode tahun 2015-2016 belum terpenuhi oleh Sekolah
Khusus Putra Putra Mandiri.

2. Variabel staff.

Penulis menjelaskan pada variable staff yang sesuai dengan bab 2 pada
halaman 24 mengenai variable staff, yaitu aspek yang akan dievaluasi adalah dari
aspek latar belakang pendidikan staff dan pengalaman staff yang terlibat dalam
kegiatan evaluasi program terapi. Latar belakang pendidikan dan pengalaman
yang dimiliki oleh staff merupakan hal yang penting antara kesesuaian terapis
dalam kemampuan dan pendidikan yang dimiliki dengan program yang sedang
dijalankan.

Tabel 4.3
Terapis Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri

No Nama jabatan Pendidikan Status guru


terakhir
1 Isma Endah Terapis Wicara Sarjana pendidikan luar PNS
biasa (PLB)/Pendidikan
khusus (PK)

2 Nur hidayati Terapis Okupasi Sarjana Fisioterapi Guru Tetap Yayasan


(GTY)

3 Umammah Terapis Wicara Sarjana PGTKA Guru Tetap Yayasan


(GTY)

4 Ahmad Sona Terapis Okupasi Sarjana Pendidikan Guru Tetap Yayasan


(GTY)

5 Zahra puti Terapis Okupasi Sarjana Psikolog Guru Tetap Yayasan


(GTY)

6 Juliatul Azizah Terapis Okupasi Sarjana Sosial Islam Guru Tetap Yayasan
(GTY)

Sumber : Hasil studi dokumentasi staff sekolah putra putri mandiri

76
Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dalam pemilihan terapis anak
berkebutuhan khusus mengutamakan bagi lulusan tidak menutup kemungkinan
lulusan diluar PLB/PK bisa menjadi terapis dengan syarat sudah mengikuti
program pelatihan KKG (Kegitan Kerja Guru) yang diselenggarakan oleh dinas
pendidikan setempat, sesuai dengan bab 3 pada halaman 61. Pengetahuan dan
keahlian dalam melakukan terapis akan diperoleh oleh staff yang terlibat dalam
pengaplikasian pada program terapi ini.

Pada aspek pendidikan terakhir, kedua terapis sudah memenuhi syarat


dalam kriteria yang ditetapkan oleh Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri mengenai
keterlibatannya staff yang akan melakukan terapis dalam pendampingan program
terapi anak berkebutuhan khusus. Dalam pelaksanaannya meskipun lulusan S1
pendidikan lebih spesifik jurusan tunarungu atau tunagrahita. Lalu seorang terapis
pendidikan minimal D3 lulusan Fisioterapi yang merupakan masuk dalam
kategori terapi okupasi memiliki peran penting dalam pelaksanaan program terapi.
Berhubung ini masih memiliki keterkaitan saling bersinggungan dengan jurusan
terapi wicara dan terapi okupasi maka, tidak memungkinan bagi lulusan diluar
PLB bisa menjadi terapis dengan mempelajari ilmu terapi wicara maupun terapi
okupasi.

Sedangkan pada aspek pengalaman sesuai dengan bab 3 pada halaman 61.
Mengenai pengalaman untuk menjadi terapis. Ibu Isma Endah yang memiliki
pengalaman dalam bidang terapi wicara yang didapatkan dalam perkuliahannya
pada waktu masih kuliah, browsing di internet, melakukan pelatihan ketika
praktik tugas dan seminar yang diikuti oleh terapis. Pernyataan tersebut
disampaikan oleh Ibu Isma mengenai pengalaman mendapatkan terapi wicara,
sebagai berikut:

77
“Diperkuliahan saya (Prodi-Pendidikan luar biasa, Fakultas Ilmu
Pendidikan)mendapatkan mata kuliah terapi anak, nah pengaplikasiannya
saya belajar dari senior dan dosen saya waktu itu. Praktik dengan terjun
kelapangan dan browsing dari internet sebagai bahan diskusi juga dari
dosen.”60
Berbeda dengan terapi okupasi yang dilakukan oleh Ibu Nur Hidayati yang
berluluskan D3 Fisioterapi, pengalaman dan keahlian yang didapatkan dalam
mengikuti KKG (kegiatan kerja guru) sebagai guru tetap yayasan pada tahun 2009
kurang lebih selama 7 tahun, sekarang beliau bekerja menjadi guru inklusi
menangani anak berkebutuhan khusus, selain pengalaman mengenai terapi yang
didapatkan oleh Ibu Nur Hidayati, beliau pun mengikuti KKG yang didalamnya
ada pelatihan, seminar, diskusi antar guru dari sekolah khusus lainnya yang
diadakan oleh dinas pendidikan setempat. Pernyataan tersebut disampaikan oleh
mengenai pengalaman dalam melakukan terapi okupasi, sebagai berikut:

“Saya mendapatkan keahlian ini dari kuliah yang teorinya sama


dan berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus, kemudian
bimbingan konseling saya dapatkan juga dalam penunjang pembelajaran
pada saat saya masih kuliah (Prodi Fisioterapi-Universitas Indonesia,
Fakultas Vokasi), serta praktik berbagi pengalaman dengan kakak kelas
dan lebih banyak melakukan praktik intinya dijurusan yang saya jalani.
Saya menekuni kalau tidak salah dari tahun 2009, kira-kira 7 tahunan
menjadi terapis okupasi, bersama pak sona, dan bu uum pada saat itu
KKG diselenggarakan di Serang-Banten, yang didalamnya ada pelatihan,
seminar dan praktiknya.”61
Dilihat dari indikator efisiensi pada bab dua halaman 27, sumber daya

yang dimiliki Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dalam pelaksanaan program

terapi, sudah dikatakan memenuhi indikator efisien. Seperti yang sebelumnya

pada bab tiga halaman 61. Semua staff atau guru tetap yayasan (GTY) bisa ikut

terlibat dalam program terapi dengan mengikuti KKG dan setiap terapis sudah

menjalankan tugas sesuai keahlian yang ingin didalami. Jumlah terapis yang

60
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Isma sebagai terapis wicara, pada rabu, 19 Oktober 2016,
pukul 10.45 WIB.
61
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu, 19
Oktober 2016, Pukul 10.30 WIB.

78
berada di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri berjumlah 6 orang. Dua terapis

wicara dan 4 terapis okupasi, tapi tidak menutup kemungkinan banyaknnya anak

yang datang terlambat pada saat terapi ketika diantarkan oleh orang tuanya.

Sehingga tidak maksimal dalam melakukan terapi sehingga terbuang waktu 60

menit yang difungsikan untuk melakukan full, ketika terapi dilaksanakan.

3. Variabel Program

Dalam variabel program, peneliti melihat kondisi observasi secara

langsung dan memfokuskan pada aspek layanan yang diberikan, tujuan program,

sumber rujukan yang tersedia, donator, keterjangkauan lokasi terapi dan sarana

fasilitas yang disediakan oleh Sekolah Khusus Putra Putri mandiri. Pada aspek

layanan yang diberikan dan tujuan program. Peneliti memfokuskan pada

pelayananan program terapi anak berkebutuhan khusus pada anak tunagrahita.

Pada aspek sumber rujukan Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri memberikan

sumber rujukan pada orang tua yang mengikutsertakan anaknya dalam terapi.

Pada aspek donator lebih bersifat universal yang mana dalam pembiayaan

program terapi ini siapapun bisa terlibat. Pada aspek keterjangkauan lokasi terapi,

menjelaskan lokasi terapi mudah dijangkau oleh seluruh klien atau belum baik

dengan kendaraan umum maupun berjalan kaki. Pada aspek sarana fasilitas,

peneliti mencoba mengevaluasi yang mana sarana yang diberikan oleh Sekolah

Khusus Putra Putri Mandiri sebagai penyelenggara terapi anak berkebutuhan

khusus dan pada aspek pendanaan menjelaskan jumlah biaya yang dikenakan

dalam program terapi.

79
Pada aspek layanan yang diberikan oleh Sekolah Khusus Putra Putri

Mandiri untuk anak berkebutuhan khusus yakni program terapi anak berkebutuhan

khusus dalam program ini mengikuti program yang ada dilembaga menjadi dua

jenis terapi yaitu terapi okupasi dan terapi wicara. Terapi okupasi dilakukan untuk

klien yang mengalami keterlambatan dalam pekembangan motorik halus dan

kasar, seperti kesulitan meremas, menulis, memegang dan menyobek dalam

melakukannya kurang baik dan benar dan sebagainya.

Dalam terapi okupasi sangat penting untuk melatih motorik otot-otot

kekuatan halus pada klien dengan benar sehingga dapat berfungsi kembali dengan

baik dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari yang bersifat sederhana.

Sedangkan pada terapi wicara dilakukan untuk anak berkebutuhan khusus yang

mempunyai kesulitan bicara, pengucapan kalimat dan bahasa yang kurang jelas

dan salah. Terapi wicara juga dapat digunakan kepada anak-anak yang kurang

mampu dalam berbicara untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain.

Dalam terapi wicara tentu akan membantu kelancaran berbicara dan bahasa klien.

Tujuan dibentuknya terapi anak berkebutuhan khusus oleh Sekolah khusus

Putra Putri Mandiri adalah untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus yang

membutuhkan terapi, namun untuk orang tua klien yang kurang mampu untuk

membiayai terapi, dalam hal ini Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri membentuk

program dengan tujuan anak berkebutuhan khusus yang memiliki anak dari

keluarga yang kurang mampu untuk mengikuti terapi. Tujuan dari program terapi

anak berkebutuhan khusus disampaikan oleh kepala Sekolah Khusus Putra Putri

Mandiri, sebagai berikut:

80
“Tujuan kami yaitu membantu anak untuk mandiri dan
mengembangkan potensi minat anak. persiapan masuk kelas klasikal
dengan tujuan membantu kekurangan yang ada pada anak dan disini kita
ada dua tipe anak. Bagi anak yang belum masuk sekolah kita maupun
anak yang sudah diterima di sekolah kita. Kalau anak itu memiliki
kekurangan, nah nanti kita tambah dengan terapi, tetapi jika anak itu
berada diluar sekolah kita dan baru ingin masuk. Kita akan lakukan terapi
terlebih dahulu seperti yang sebelumnya untuk mengetahui kekurangan
anak yang diperlukan bagi anak.”62
Dilihat dari tujuan diatas sesuai dengan bab dua pada halaman 27, dimana

layanan yang diberikan oleh Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri sudah tepat

untuk klien anak berkebutuhan khusus dalam mengikuti program terapi. Dari hal

tersebut, program ini telah memenuhi indikator relevansi.

Sebelum Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri memberikan program terapi

kepada klien, Sekolah Khusus Putra Putri akan melakukan Interview dan

Assesment kepada orang tua klien sebagai ketetapan yang diberikan sekolah.

Tujuannya yaitu memudahkan dalam proses menentukan ketunaan klien dan

tingkat penyandang yang diderita klien. Penentuan ini sangat penting sebelum

memulai terapi dengan melibatkan tenaga ahli seperti Dokter dan Psikolog,

pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Sekolah Khusus Putra Putri

Mandiri, sebagai berikut:

“Tergantung kebutuhan anak, kan kita nanti meminta surat


pengantar dari tenaga ahli seperti dokter atau psikolog jadi anak itu bisa
dilihat kekurangannya. Tujuannya untuk tes IQ dan mendiagnosis masuk
klasifikasi anak, kebutuhan dampingan apa yang diperlukannya. Jadi kita
tidak asal menerima terapi, dasarnya apa ingin melakukan terapi pada

62
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.

81
anak? Sehingga kita bisa mudah dalam membantu mengklarifikasi pada
anak dengan rujukan dari dokter atau psikologi itu.”63
Dari penjelasan diatas sesuai dengan tahapan terapi pada bab dua halaman

33 yaitu sebelum klien mengikuti program terapi anak berkebutuhan khusus

dilakukan prosedur dalam tahap persiapan untuk menentukan apa yang

dibutuhkan klien dalam melakukan terapi meliputi 3 cara assessment yaitu :

Anamnesa (Tenaga ahli seperti Dokter atau Psikolog), observasi dan melakukan

tes, jika sudah terlaksana baru klien dapat mengikuti terapi. Kemudian untuk

mitra kerjasama, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri untuk program terapi anak

berkebutuhan khusus tidak bermitra dengan lembaga lainnya. Pernyataan tersebut

disampaikan oleh Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:

“Tidak ada, seperti yang saya sebutkan sebelumnya karena kita


bukan tim sukses terapi tumbuh kembang anak, kecuali kalau tumbuh
kembang terapi yang bermitra dengan rumah sakit atau yang tenaga ahli
lainnya. Paling kita hanya bekerja sama dengan orang tua setiap
minggunya selama terapi berlangsung seperti konsultasi konsumsi
makanan yang harus dijauhi pada anak seperti makanan cepat saji, snack-
snack ringan gitu.”64
Dilihat dari indikator ketersediaan yang sudah dijelaskan dalam bab dua

halaman 27, mitra kerja dalam program terapi anak berkebutuhan khusus di

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, belum memenuhi indikator ketersediaan,

hubungan kerjasama hanya bersifat sementara (tidak permanen), sehingga dalam

mitra kerjasama harus mengeluarkan biaya sendiri bagi orang tua klien yang ingin

melakukan terapi di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dengan meminta surat

keterangan dari tenaga ahli seperti Dokter atau Psikolog. Hal ini mengakibatkan
63
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.
64
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.16 WIB.

82
kurangnya layanan dari lembaga dengan mudah, nyaman dan murah bagi orang

tua klien yang kurang mampu dalam proses awal tes IQ dengan tenaga ahli medis

diluar Sekolah Putra Putri Mandiri, ditambah donator dalam program terapi anak

berkebutuhan khusus, sehingga cukup menyulitkan bagi orang tua klien yang

berpenghasilan rendah. Pernyataan tersebut disampaikan oleh kepala Sekolah

Khusus Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:

“Kalau donator kita tidak ada, itu kembali ke individu.


Pembayaran yang mengikuti terapi kembali pada orang tua yang
mengikutkan anaknya saja. Per pricenya berapa ya itulah yang
dibayarkan oleh orang tua murid gitu. Karena kita bukan sukses terapi
tumbuh kembang anak, kecuali kalau tumbuh kembang terapi yang
bermitra dengan rumah sakit atau yang tenaga ahli lainnya. Biasanya
mereka terapi biayanya diambilkan atau dibayarkan oleh perusahaan.
Karena kita bentuknya sekolah yah.”65
Lokasi pelaksanaan program terapi anak berkebutuhan khusus yang berada

di Jl. Aneka Warga No 51 RT 005/011 Desa. Sasak Tinggi Ciputat - Tangerang

Selatan. Dilhat dari lokasi tempat terapi lokasinya cukup mudah dijangkau oleh

sebagian besar klien. Namun lokasinya masuk ke dalam gang masih bisa

terjangkau oleh angkutan umum maupun kendaraan pribadi, namun lokasi

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri yang cukup dalam dan berada paling pinggir

membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk berjalan kaki menuju lokasi. Dinilai

dari indikator keterjangkauan yang sudah ada pada bab dua halaman 27, lokasi

tempat terapi sudah memenuhi indikator keterjangkauan aksesbilitas lokasi yang

mudah dicapai.

65
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.

83
Pada variable program yang disebutkan tentang sarana fasilitas, menurut

Pietrzak, Ramler, Ford dan Gillbert bab dua pada halaman 24, dijelaskan bahwa

sarana fasilitas program yang memadai harus sesuai dengan yang dibutuhkan.

Sarana fasilitas yang dibutuhkan tentunya harus sesuai dengan program terapi

anak berkebutuhan khusus sesuai yang dibutuhkan klien dalam penanganannya.

Peneliti mencoba mengamati dan melakukan observasi selama berada

dilembaga, ruangan terapi berukuran 4 x 4 meter yang digunakan untuk terapi

wicara dan 8 x 6 meter untuk terapi okupasi, didalam ruangan tersebut terdapat

beberapa rak buku, 1 papan tulis, 7 kursi dan 2 meja, 1 meja besar. 1 box yang

berisikan alat-alat BPOT terapi untuk anak terapi okupasi, namun isinya sedikit

karena banyak puzzle yang rusak dan hilang. wire game 2 buah dan 2 buah flannel

bergambar hewan dan benda-benda, hewan.66

Gambar 4.1
Bagian luar ruangan terapi anak berkebutuhan khusus Terapi

66
Hasil observasi di ruangan terapi anak berkebutuhan khusus pada rabu, 19 oktober 2016.

84
Murid SMALB Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, peneliti mencoba

mengobservasi selama berada dilembaga, terdapat tiga buah kran air yang biasa

digunakan untuk kegiatan seperti sholat berjama‟ah ketika masuk jam sholat

dzuhur.

Kemudian disana peneliti mengamati terdapat kaca disebelah kiri pintu

yang digunakan sebagai penerangan cahaya dimana kondisi dalam ruangan terapi

yang sangat cukup gelap sehingga horden dalam ruangan yang terpasang harus

dibuka untuk penerangan dalam ruang terapi wicara ketika berlangsungnya terapi

yang dilaksanakan.

Gambar 4.2
Bagian dalam ruangan terapi klasikal anak berkebutuhan khusus

Bagian ruang kelas terapi klasikal, peneliti mencoba mengamati yang

dimana ruangan terapi klasikal menggunakan kelas murid-murid kelas SD yang

sudah selesai belajar dan didalamnya cukup rapih dengan beberapa benda-benda

penunjang penting, seperti 5 buah kursi dan 5 meja, 1 buah meja dan 1 buah

85
bangku, 1 papan tulis white board, 1 papan daftar nama siswa dan guru, sangat

berbeda dengan kelas terapi yang difokuskan pada one by one, 1 terapis 1 murid

face to face.

Gambar 4.3
Kondisi ruangan terapi kelas terapi kaca dibagian belakang pecah

.
Dinilai dari kondisi Ruangan terapi untuk kelas terapi sangat berbeda jauh

dengan ruangan terapi klasikal, peneliti menemukan keadaan kaca belakang yang

digunakan oleh orang tua untuk melihat kondisi anak mereka ketika sedang

mengikuti terapi pecah dan belum diganti dengan yang baru.

Dalam hal ini, beberapa dikeluhkan oleh orang tua yang ingin mengetahui

kondisi klien ketika terapi, sehingga bagian ruangan melihat dinonaktifkan

sementara agar tidak membahayakan orang yang menunggu klien maupun untuk

terapis sampai sudah diperbaiki dan dibuka kembali. fasilitas yang diberikan

lembaga selama melakukan observasi di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri

masih perlu diperbaiki lagi dalam mutu kualitasnya.

86
Gambar 4.4
Wire game/alat peraga untuk melatih motorik

Gambar 4.5
Beberapa alat-alat BPOT lainnya dalam terapi

87
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti menemukan beberapa

permainan BPOT untuk terapi yang jumlahnya tidak sesuai, bahkan ada beberapa

yang patah dan hilang. Peneliti mencoba menanyakan kepada Ibu Nur Hidayati

sebagai berikut :

“Belum, karena untuk biaya terapi menggunakan penunjang alat


dari yang disarankan ABA itu sangat mahal bisa puluhan juta, belum
banyaknya barang yang rusak dan hilang sedikit menyulitkan saya dalam
melakukan terapi, Jadi kami menggunakan media alternatif dengan alat
bantu terapi anak berkebutuhan khusus dengan fungsi yang sama, tetapi
lebih murah dan aman.”67

Dalam hal ini, sarana fasilitas untuk mengetahui kesesuaian dilembaga,

peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah Khusus Putra Putri

Mandiri mengenai sarana fasilitas yang berada di sekolah yang disampaikan,

sebagai berikut:

“Banyak, kita BPOT alat-alat untuk pusat perhatian , alat-alat


gambar, alat-alat angka, alat-alat huruf untuk anak tunagrahita gitu.
Kemudian untuk autisme kaya alat SI, jadi setiap ruangan sudah tersedia
pada ruangan setiap terapi. Tergantung dari kebutuhan anak, memang
ada beberapa alat yang rusak bahkan hilang entah kemana. Untuk
membeli alat terapi itu mahal, makanya kami kreasikan mencari barang-
barang yang mirip dengan alat terapi dan mudah didapatkan, tentu
dengan kualitas yang cukup baik dan tidak mudah rusak.”68
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan dilapangan mengenai alat-alat

fasilitas seperti meja, bangku, papan tulis disetiap ruangan kelas maupun terapi

sudah memenuhi sesuai dengan hasil lapangan pada wawancara. Namun untuk

fasilitas seperti kaca dalam ruangan terapi wicara beberapa retak dan bahkan

67
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu, 19
Oktober 2016, Pukul 10.30 WIB.
68
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.

88
pernah diganti karena pecah, namun kembali lagi rusak setelah diberikan oleh

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri yang disebabkan anak tidak bisa mengontrol

emosinya dan untuk alat-alat BPOT yang rusak dan hilang beberapa didalam

ruangan terapi, serta tercampur keruangan lainnya. Hal ini dikeluhkan terapis

karena sering beberapa anak yang membawa mainan dan orang lain yang

menggunakan ruangan terapi dan dibiarkan tidak terkunci. Bulan Oktober 2015,

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri telah menambah kelengkapan fasilitas yang

diutamakan terlebih dahulu seperti alat penunjang BPOT untuk terapi motorik

halus seperti 6 Lilin bentuk, 2 Flannel dan 2 puzzle game untuk terapi okupasi.69

Terapi wicara dan okupasi memiliki kebutuhan media terapi yang berbeda

sesuai dengan kebutuhan anak. Untuk terapi wicara dibutuhkan berbagai media

terapi seperti pada bab dua halaman 37. “Menurut Itasari Aritungga media yang

digunakan dapat berupa permainan sesuai dengan usia dan kondisi anak,

tujuannya untuk melatih kemampuan artikulasi, alat yang dapat digunakan antara

lain: balon tiup, bola pingpong, kertas, tisu, sedotan dan sebagainya.”70

Media yang digunakan dalam terapi harus disesuaikan dengan penyandang

apa dideritanya. tetapi dalam hal ini media untuk terapi wicara dalam program

terapi anak berkebutuhan khusus kurang memadai. Pernyataan tersebut

disampaikan oleh terapis wicara, sebagai berikut:

69
Hasil Observasi diruangan terapi anak berkebutuhan khusus pada rabu, 19 Oktober 2016.
70
Itasari Aritungga, makalah Didslogia, (Jakarta: ATWYBW, 2007), h. 31.

89
“Kalau menurut saya sangat kurang. Untuk melakukan terapi
ruangan yang hanya berukuran 4 x 4 meter. Dan kurang tertutupnya
ruangan membuat suara-suara yang cukup berisik, karena kelas sd yang
dekat dengan ruangan terapi. Membuat anak tidak fokus pada kita tak
menarik perhatiannya dan alat-alat menarik perhatian untuk anak pun
banyak rusak dan hilang. Sehingga menyulitkan saya juga.”71
Media terapis yang kurang memadai pada pelaksanaan terapis okupasi

kepada klien. Dirasakan cukup menyulitkan yang disampaikan oleh terapis

okupasi Ibu Nur Hidayati, sebagai berikut:

“Kalau untuk terapi okupasi menurut saya sudah cukup. Cuma


saja beberapa alat yang rusak dan hilang itu yang cukup merepotkan
sekali. Tapi sekarang sudah mau ditambahkan lagi dari Sekolah misalnya
seperti Lilin bentuk untuk melatih motorik halus meremas, membulatkan
dan sebagainya lalu Flannel papan tempel dan puzzle game baru yang
sebelumnya pada hilang”72
Dinilai dari pelaksanaan terapi okupasi dan terapi wicara yang dilakukan

terapis, mengakibatkan kurang maksimal yang disebabkan kekurangan sarana

fasiilitas yang ada pada Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, ditambah

pelaksanaan terapi yang dilakukan bersama dengan anak kelas SMP dan SMA

membuat pelaksanaan terapi tidak fokus yang menyebabkan klien yang sedang

terapi terganggu ketika melihat klien lainnya sedang terapi. Dapat dilihat dari

aspek sarana fasilitas yang ada di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, peneliti

mencoba menghubungkan dengan indikator ketersediaan yang ada dilapangan

pada bab dua halaman 27 dan melihat unsur yang seharusnya menjadi peran

penting dalam membantu proses pelaksanaan program terapi itu benar-benar ada.

71
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Isma sebagai terapis wicara, pada rabu, 19 Oktober 2016,
pukul 10.45 WIB.
72
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu, 19
Oktober 2016, Pukul 10.30 WIB.

90
Program ini belum memenuhi indikator ketersediaan karena sarana

fasilitas yang seharusnya tersedia, tidak ada dalam program terapi anak

berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri harus

melakukan pengkajian ulang terhadap sarana fasilitas dalam program terapi ini

dengan sarana fasilitas yang lebih memadai untuk menunjang keberhasilan

program ini.

Dalam setiap program, tentu ada biaya yang harus dikeluarkan untuk

menjalankan suatu program. Begitu halnya dengan program terapi anak

berkebutuhan khusus, namun tidak semua program diberikan dana setiap bulannya

oleh pemerintah sebagai bentuk bantuan.

Tabel 4.4
Biaya yang dikenakan dalam terapi anak berkebutuhan khusus
No Program terapi IEP Biaya satu pertemuan (1 minggu)

(Individual education program)

1 Tunagrahita RP 65.000 s.d RP 100.000

2 Autisme Rp 65.000 s.d RP 100.000

Sumber : Hasil wawancara dengan kepala sekolah putra putri mandiri.

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri sendiri tidak memiliki hubungan

mitra dengan program lainnya. Sehingga dalam program IEP (Individual

education program) yang dilaksanakan cukup membebankan bagi keluarga yang

kurang mampu seperti yang disampaikan oleh Kepala Sekolah Khusus Putra Putri

Mandiri, sebagai berikut:

91
“Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa ada beberapa orang tua
lain juga yang sangat kurang ekonominya, dengan menyertakan surat
keterangan tidak mampu (SKTM) dengan melakukan survei kerumah
orang tua klien dan menindak lanjuti akan diberikan keringanan biaya
atau pembebasan biaya.”73
Dinilai pada bab dua pada halaman 27, tentang indikator relevansi yang
mana. Oleh karena itu, pelayanan yang diberikan Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri perlu dilakukannya evaluasi untuk lebih mengutamakan keberpihakan
penerima manfaat untuk lebih selektif dalam menunjang keberhasilan program
IEP ini.

B.Evaluasi Proses

Dalam evaluasi proses sesuai dengan bab dua pada halaman 24 menurut

pietrzak, Ramler, Ford dan Gillbert. Yang memfokuskan pada aktivitas program

antara klien dengan staff sebagai pemberi layanan yang terlibat dalam suatu

program yang sedang berlangsung. Dalam hal ini peneliti memfokuskan pada

klien penyandang tunagrahita dengan terapis saat program berjalan.

Program terapi anak berkebutuhan khusus memiliki dua jenis terapi yang

mengikuti program yang ada di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, yaitu terapi

okupasi dan terapi wicara. Kedua terapi ini dilakukan secara bersamaan dengan

menggunakan ruangan yang berbeda. Untuk terapi wicara menggunakan kelas

murid SD yang sudah selesai belajar dalam pelaksanaannya sedangkan untuk yang

terapi okupasi berada diruangan sekitar 8 x 6 meter2 dibelakang kelas.

73
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.00 WIB.

92
“Pelaksanaan program ini sudah terjadwal sesuai dengan yang diberikan

oleh pihak Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, yaitu pada hari Senin sampai

dengan Jumat, pukul 11.00 hingga 13.00 WIB”74

Pada pelaksanaan program terapi anak berkebutuhan khusus ini sudah

terlaksana dengan baik, waktu yang dilakukan terapis kepada klien yaitu 60 menit.

Setiap terapis sudah mengetahui karakteristik klien sesuai jadwal yang diberikan

oleh pihak Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, sehingga dalam proses

pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik. Berikut data klien tunagrahita beserta

terapinya:

Tabel 4.5
Data klien anak tunagrahita

NO Nama Klien Penyandang ketunaan Jenis terapi

1 Ocha Funabella Tunagrahita sedang Terapi wicara

2 Febynda Putri Tunagrahita ringan Terapi Okupasi

3 Rizky Akbar Tunagrahita ringan Terapi Okupasi

4 Fazila Rajni I Tunagrahita sedang Terapi wicara

Sumber: Hasil studi dokumentasi

Dalam evaluasi proses yang dilaksanakan yang dijelaskan pada bab dua

halaman 25, “menilai apakah layanan yang dibuat dalam program terapi anak

berkebutuhan khusus sudah tercapai dalam proses atau belum.” Tujuan dari

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri dalam pelaksanaan program terapi anak

berkebutuhan khusus adalah agar anak mandiri dan mengembangkan potensi

74
Hasil observasi penelitian selama berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember 2016.

93
minat sesuai kebutuhan mereka. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:

“Tujuan kami yaitu membantu anak untuk mandiri dan


mengembangkan potensi minat anak dengan melakukan kegiatan yang
bersifat sederhana dan mampu dilakukan anak.”75
Kepala Sekolah Putra Putri Mandiri juga menjelaskan tujuan yang ingin

dicapai dalam kemandirian anak, yakni sebagai berikut:

“Yah tujuannya yaitu untuk mencapai kemandirian pada anak,


seperti bisa menulis, memegang pensil dan sebagainya gitu. Kontak mata
dan perilaku pada anak sekolah umumnya. Tujuan kita yang ingin dicapai.
Jadi tidak perlu membutuhkan bantuan orang lain dan tidak menggangu
kegiatan anak yang lain ketika berada dalam kelas.”76
Tujuan yang dilakukan dalam proses pelaksanaan terapi telah tercapai.

Peneliti ketahui dalam hasil observasi yang melihat anak ketika sedang melakukan

terapi. Berikut dokumentasi yang didapatkan oleh peneliti, klien sedang berlatih

motorik halus.

Gambar 4.6
Klien RA belajar mengelem & menempelkan

75
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.09 WIB.
76
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.18 WIB.

94
Keberhasilan dari tujuan program terapi anak berkebutuhan khusus tidak

hanya pada terapis, namun juga penanggungjawab program Sekolah Khusus Putra

Putri Mandiri. Pada bab dua halaman 25, pernyataan tersebut disampaikan oleh

Kepala Sekolah Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:

“Untuk penanggung jawab program terapi itu Ibu Isma dan


kordinator wakil dipegang oleh Ibu Zahra.”77
Setiap program yang berlangsung tentu memiliki batas waktu tersendiri

kapan program akan selesai, hal ini juga berlaku dalam program terapi anak

bekebutuhan khusus yang memeliki batas waktu. Namun Kepala Sekolah Putra

Putri Mandiri tidak dapat memastikan kapan program ini akan selesai.

Hal ini tidak bisa ditentukan disebabkan ketanggapan cepat atau lambat

Klien yang mengikuti terapi di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri. Hal tersebut

dijelaskan oleh Kepala sekolah Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:

“Kita melakukan terapi selama 3-4 bulan, tergantung dari kondisi


anak dan tingkat kehadirannya, yang akan mempengaruhi maksimalnya
terapi. Kalau anak itu 3 sampai 6 bulan selesai dan sudah mampu untuk
berbicara kita cukupkan, tapi ada juga yang sampai 1-3 tahun. Jadi
kembali lagi peran orang tua juga sangat diperlukan dalam hal ini gitu.”78
Pada pelaksanaan sebuah program tentunya materi sangat penting,

pemberian materi yang diberikan terapis kepada anak berkebutuhan khusus

tentunya berbeda dengan anak di sekolah umum. Materi terapi juga sudah

disesuaikan oleh dengan standar dari kurikulum nasional. Dalam terapi okupasi

yang dilakukan oleh terapis, materi yang diberikan bertujuan untuk melatih

77
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.08 WIB.
78
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai kepala sekolah pada rabu, 19 Oktober
2016, pukul 09.12 WIB.

95
motorik halus anak dan melatih kemampuan belajarnya. Pernyataan mengenai

materi terapi okupasi disampaikan oleh Ibu Nur Hidayati, sebagai berikut:

“Kalau untuk materi sendiri sudah ditetapkan oleh diknas, tapi


untuk praktiknya kita tidak ada batasan atau dibebaskan, sesuai dengan
kondisi anak saja, biasanya kita memakai BPOT alat-alat untuk pusat
perhatian, alat-alat gambar, alat-alat angka, alat-alat huruf gitu. Untuk
praktiknya saya melakukan hal yang sederhana seperti mengajarkan
menempelkan puzzle, bermain wire game dan sebagainya. intinya saya
melihat mood anak lebih dahulu, jika tidak ada kendala saya akan masuk
kemateri berikutnya, jika anak masih belum menguasai materi, kita ulang
kembali sampai anak mampu mandiri, ada salah satu orang tua yang
meminta anaknya supaya bisa menulis, maka saya mengajarkan anak cara
memegang pensil yang baik dan benar dengan dibantu. Melakukan
pengulangan secara terus menerus agar anak tidak lupa kembali, nantinya
anak akan terbiasa dengan kegiatan tersebut”79
Kemudian lain dengan materi terapis yang diberikan kepada anak terapi

okupasi, materi terapi wicara yang dilakukan kepada anak tidak hanya untuk anak

tunarunggu saja, anak tunagrahita juga bisa diterapkan dengan tujuan

mengembalikan oral suara anak yang bermasalah. Pernyataan mengenai terapi

wicara disampaikan oleh Ibu Isma Endah selaku terapis wicara, sebagai berikut:

“Kebetulan saya mendapatkan tugas menjadi terapis wicara disini,


jadi saya yang mengkhususkan pada bagian ini. biasanya saya sendiri
memegang wajah anak ketika melakukan terapi, terus mengurutnya secara
perlahan dibagian tengkuk leher dan samping lehernya. Pada bagian ini
suara oral dalam pengucapannya. Seperti anak yang saya terapi
sebelumnya fazila. Saya harus membuat anak itu memperhatikan saya
dulu, fokus kemudian pengucapan yang dilakukan anak sangat pelan
seperti menyebut kata “Cicak” anak malah berkata “Titak”, pengucapan
huruf vokal A-I-U-E-O sangat penting dalam hal ini. lalu media biar anak
itu tertarik sama kita seperti bernyanyi atau permainan dan sebagainya,
jika si anak sedang tidak mood atau tidak fokus pada saya. Pada aspek ini

79
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu, 19
Oktober 2016, Pukul 10.30 WIB.

96
yang terpenting bisa berucap kata sederhana dahulu yang saya targetkan
dalam terapi ini.”80
Materi yang disampaikan oleh kedua terapis kepada peneliti dalam

wawancara sudah sesuai dengan pemberian materi ketika proses terapi dilakukan.

Hal ini diketahui peneliti ketika mengamati program terapi dilakukan. Masing-

masing terapi okupasi dan terapi wicara memiliki tahapan pelaksanaan yang

berbeda sesuai dengan apa yang dibutuhkan anak.

1. Tahap pelaksanaan terapi wicara

Tahapan pelaksanaan terapi wicara memiliki tahap yang sama pada setiap anak

untuk melatih kemampuan berkomunikasi dan artikulasi pengucapan. Dalam hal

ini peneliti mengamati tahap pelaksanaan terapi wicara yang dilakukan oleh Ibu

Isma dengan salah satu anak terapi yaitu Fazila.

a. Klien FRI
Nama : Fazila Rajni Imtinan
Umur : 5 tahun
Alamat : Desa Cipayung, Tangerang selatan
Ketunaan : Down sindroma/ DS
Ayah : Dwi Kurniawan
Ibu : Diah Wulandari
Anak : ke 2 dari 4 bersaudara
Status : Kelas Terapi

80
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Isma sebagai terapis wicara, pada rabu, 19 Oktober 2016,
pukul 10.45 WIB.

97
Klien F (perempuan) umur 5 tahun, anak ke 2 dari 4 bersaudara pasangan

Bapak Kurniawan dan Ibu Dwi. Klien FR tinggal didaerah desa cipayung,

kecamatan ciputat. Klien F memiliki ketunaan tunagrahita sedang/Down

Sindroma. F mengikuti terapi di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, status klien

masih masuk kedalam kelas terapi belum masuk kelas klasikal di Sekolah Khusus

Putra Putri Mandiri.81

Gambar 4.7
Ibu Isma membaca doa belajar Klien sebelum memulai terapi

Peneliti mengamati pelaksanaan terapi wicara kepada Klien anak Fazila

Rajni Imtinan atau sering dipanggil Fafa. Ibu Isma memulai dengan mendudukan

Fazila disebuah kursi yang setiap sisi sampingnya ada penahan kayu dengan

tujuan agar anak tidak bisa pergi dari tempat duduknya. Kemudian posisi duduk

saling berhadapan one by one bertujuan agar klien fokus pada terapis, dinding

putih yang berada di belakang klien digunakan untuk menahan klien agar tidak

memundurkan kursinya, bangku coklat yang berada disebelah kiri terapis

81
Hasil Observasi penelitian selama berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember 2016.

98
beberapa alat bantu penarik perhatian agar klien fokus pada terapis yang

dilakukan Ibu Isma, posisi pengambilan foto yang dilakukan peneliti

membelakangi Terapis, bertujuan agar tidak menganggu Klien selama mengikuti

terapi sehingga pengambilan dokumentasi dilakukan dibelakang.82

Kemudian Ibu Isma mengangkat kedua tangan Fazila sebelum memulai

terapi membaca doa belajar, sebagai berikut:

Ibu Isma : “Ya Allah tambahkan ilmu kepadaku amiin”.

Kemudian Ibu Isma mulai memegang leher Fazila dan mengurutnya secara

berulang-ulang selama 2 menit dan mulai melanjukan dengan berkata sebagai

berikut:

Ibu Isma: “Fazila ini ada gambar, hewannya kecil suka muncul pada malam hari

dan suka makan nyamuk. Tahu tidak namanya? (mengambar cical dalam sebuah

buku gambar Fazila)”

Fazila : (tidak merespon dan asik dengan dirinya sendiri yang melihat kesana

kemari ketika terapi).

Ibu Isma : Fazila sayang, lihat ibu “Cii…”

Fazila : “Tiii…”

Ibu Isma : Bukan Fazila “ Ciii…”

Fazila : “Hehe…”

Ibu Isma : Kok Ketawa, Ih… ayo “Ciii…”

Fazila :… “Tiii..”

82
Hasil observasi dokumentasi pelaksanaan klien terapi wicara pada rabu, 19 Oktober 2016.

99
Ibu Isma : Bukan Fazila “Ciii… Ciii…”

Fazila : Cii.. (ucapnya pelan).

Ibu Isma : “Cak..”

“Fazila : Taaa…”

Ibu Isma : “Bukan Fazila, tapi cii… cak, ayo Ciii..”

Fazila “Ciicaaat….hehe” (tertawa sendiri).

Ibu Isma : Bukan Fazila, tapi c-i-c-a-k, Cicak”

Fazila : Ciicak” (ucapnya dengan nada pelan).

Ibu Isma pun memegang kembali wajah Fazila agar melihat kewajahnya

dengan tujuan meniru ucapan Ibu Isma. Hal ini bertujuan merupakan tahap terapi

wicara untuk melatih motorik otot mulut dengan maksud melatih pengucapan

yang dikatakan oleh Ibu Isma.

Gambar 4.8
Ibu Isma memegang leher Klien untuk memperbaiki pengucapan

Ibu Isma : “Fazila … lihat Ibu sayang, Ci…” (seperti mendesih)

Fazila : „Ciiih…”

Ibu Isma : “Bukan fazila, Ci”

100
Fazila : “Ci”

Ibu isma : “Cak, Cicak”

Fazila : Cicak, hehehe… (ucap fazila pelan yang dibarengi tertawa).

“Ibu Isma : “Gak dengar ah… ibu mah. Ulangi ya, Ci-Cak” (Bu isma berucap

dengan mendesih)

Fazila : “Cicak” (dengan nada yang cukup jelas).

Setelah mengajarkan kata “Cicak” kemudian dilanjutkan dengan kata lain

seperti mata, hidung, telinga dan bibir dengan metode pengajaran yang sama

seperti sebelumnya dengan gerak tubuh lalu ke materi selanjutnya yaitu berhitung,

seperti sebagai berikut:

Ibu Isma : “Sa-tu”

Fazila : “Saaa…u”

Ibu Isma : “Bukan Fazila, tapi Saa… tuu…” (memegang wajah fazila dan

memperagakan ucapan mulut bu isma).

Fazila : “Saa…u…”

Ibu Isma : “Saaa… Saaa… Saaa…tu”

Fazila : “Saaatuu”

Dan seterusnya hingga angka sepuluh yang dilakukan ibu isma selama

melakukan terapi berulang-ulang dalam melatih Fazila. Fazila juga melakukan

terapi okupasi, peneliti mengamati Ibu Isma yang mengajarkan Fazila meniup

balon, seperti berikut ini:

101
Ibu Isma : “Fazila pegang ini dengan kedua tangannya ya, lalu tiup, fuuuh….”

(belajar meniup dan memperagakannya dengan memanyungkan bibir Ibu Isma

didepan Faliza).

Fazila : furrt… ( Klien masih belum lancar dalam meniup)

Ibu Isma pun memberikan sebuah peluit kedua peluit yang ada dimeja satu

dipegang Ibu Isma dan satu lagi dipegang Fazila.

Ibu Isma : “Fazila lihat ibu nak, fuuuh.. (memperagakan gerak mulutnya agar

Fazila mau mengikuti).

Fazila : “fuuth…” (sudah bisa meniup walaupun hembusannya terputus-putus).

Gambar 4.9
Terapis membantu klien melatih mewarnai gambar

Kemudian hal yang dilakukan Ibu Isma selanjutnya adalah mengajarkan

cara memegang crayon warna yang baik dan benar, karena kemampuan motorik

halus Fazila masih kurang baik, sehingga dilatih dengan kegiatan mewarnai

102
gambar dengan dibantu oleh Ibu Isma dalam penerapannya, lalu memainkan wire

game melatih otot jari tangan untuk membiasakan bergerak agar tidak kaku yang

diakukan satu persatu dalam setiap buahnya. Terapi yang dilakukan oleh terapis

berlangsung selama 60 menit, 45 menit untuk pengajaran materi terapi dan 15

menit untuk menulis laporan tentang anak yang diterapi. Setelah selesai Ibu isma

merentangkan tangan fazila untuk berdoa, karena terapi sudah selesai.

Ibu Isma : “Ya Allah terima kasih atas pelajaran yang kudapatkan hari ini dan

sembuhkanlah aku. Amiin”83

2. Tahap pelaksanaan terapi okupasi

Dalam melakukan terapi okupasi. Setiap anak memiliki permasalahan

ketunaan yang dibutuhkan masing-masing. Dalam hal ini peneliti mencoba

mengamati klien Rizky Akbar dengan terapis Pak Ahmad Sona.

b. Klien RA
Nama : Rizky Akbar
Umur : 10 tahun
Alamat : Perum Villa Permata Pamulang, Tangerang selatan
Ketunaan : Tunagrahita ringan
Ayah : Muhammad syarif
Ibu : Siti Aisyah
Anak : 3 dari 5 bersaudara
Status : Kelas Klasikal

83
Hasil observasi pada rabu, 19 oktober 2016. Pukul 11.00 WIB.

103
Terapi okupasi yang diterapkan oleh Pak Ahmad Sona terhadap klien

Rizky penyandang tunagrahita ringan lebih memilih melakukan pengulangan

materi yang diajarkan dikelas sebelumnya, alasannya tunagrahita ringan tidak

begitu sulit dalam melakukan terapinya, jika klien menolak. Maka Pak Ahmad

akan melakukan terapi behavior dengan tujuan melatih kepatuhan agar Rizky mau

mengikuti intruksi dari terapis.

Gambar 4.10
Pak Sona melakukan pemanasan sebelum memulai terapi

Peneliti mengamati terapis Pak Sona terhadap klien Rizky, dimana

ruangan yang digunakan adalah ruangan okupasi dengan ukuran 8 x 6 m2, terdapat

beberapa alat-alat terapi seperti ring basket sederhana yang dibawahnya terdapat

trampoline melompat, sebuah balon karet berwarna hitam, beberapa pijakan

climbing untuk dinaiki, 1 buah sepeda statis dan terdapat beberapa karpet

berwarna merah, kuning, hijau dan biru. Pengambilan dokumentasi dilakukan

berada dibelakang terapis bertujuan untuk memfokuskan klien yang sedang terapi,

namun tidak menutup kemungkinan Peneliti juga mengambil foto dokumentasi

104
dari arah samping, yang diijinkan oleh terapis dengan beberapa kondisi permainan

tertentu, sehingga menutup titik buta klien untuk melihat Peneliti. Hal itu Peneliti

tidak dilewatkan.

Kemudian hal yang dilakukan adalah membaca doa mirip seperti yang

dilakukan dengan Ibu Isma sebelum mulai melakukan kegiatan terapis yaitu

berdoa terlebih dahulu agar diberikan kesembuhan bagi klien dan bermanfaat bagi

dirinya.

Pengamatan yang peneliti lihat tentang Rizky dalam melakukan terapi

okupasi adalah mengerakkan tubuh Rizky untuk merelaksasikan gerak otot

kepala, tangan, jari, dan kaki. Hal yang dilakukan pertama adalah melatih motorik

kasar klien dengan memberikan bola basket kepada Rizky dan memasukan

kedalam ring basket yang pendek. Ternyata Rizky sudah cukup baik dan

memasukan bola kedalam gawang ring basket.84

Gambar 4.11
Pak Sona mengajarkan Rizky memasukan bola kedalam ring

84
Hasil observasi penelitian selama berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember. Kamis, 20
oktober 2016. pukul 11.00 WIB.

105
Kemudian Pak Sona memberikan pengarahan dengan memainkan game

Balance sebuah papan balok plastik berwarna kuning yang disusun oleh Rizky

untuk membentuk jalan lurus kedepan, Pak Sona berada ditengah dan menahan

tangan Rizky yang berjalan diatas jalur balok plastik untuk menjaga

keseimbangan klien. Dalam hal ini Rizky sedikit kesulitan dalam bergerak dan

menjaga keseimbangan ketika berjalan.

Gambar 4.12
Terapis membantu Rizky dalam permainan Balance/keseimbangan

Pak Sona kemudian melakukan terapi berikutnya melatih otot genggaman

tangan dengan melakukan climbing pada tembok yang setiap dindingnya terdapat

pegangan untuk dinaiki. Dalam hal ini Rizky masih kesulitan untuk memegang

pijakan climbing sehingga tidak bisa lama dalam memanjat.

106
Gambar 4.13
Terapis membantu Rizky melatih otot tangan dalam game climbing

Setelah selesai Pak Sona melakukan pemanasan kembali kepada Rizky

dengan tujuan mengurangi tegangan otot dan melenturkan sendi-sendi gerak yang

dilakukan sebelumnya lalu membaca doa penutup surat Al-„asr sebagai tanda

selesainya terapi yang dilakukan oleh Pak Sona kepada Rizky.85

C Evaluasi Hasil

Dalam hal ini peneliti mengaitkan evaluasi hasil dengan bab dua pada

halaman 25 adalah untuk mengukur suatu program dalam tingkat keberhasilan

yang telah dilakukan. Evaluasi hasil hasil terbagi kedalam 5 bagian, namun dalam

hal ini peneliti akan menggunakan salah satu evaluasi tersebut, yaitu evaluasi

dampak dari perubahan anak yang mengikuti terapi dan keberlanjutan program

seperti yang telah dijelaskan pada bab dua halaman 27.

85
Hasil observasi pada kamis, 20 oktober 2016. pukul 12.10 WIB.

107
1. Dampak perubahan klien yang mengikuti terapi.

Dampak perubahan perilaku klien anak berkebutuhan khusus yang

mengikuti terapi tidak terlihat begitu signifikan seperti halnya anak normal

lainnya. Umumnya perubahan yang terjadi pada klien yang mengikuti terapi anak

berkebutuhan khusus membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan tentunya klien

harus melakukan terapi secara rutin selama 3 hingga 4 bulan dengan pertemuan 24

sampai 32 kali.

Dampak perubahan klien yang ingin dicapai Sekolah Khusus Putra Putri

Mandiri, seperti melatih motorik halus dan melatih kelancaran berbicara. Setiap

klien memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam penanganannya. Untuk klien

yang rutin datang dalam mengikuti terapi tentunya memiliki perubahahan yang

cukup cepat. Salah satu klien yang mengikuti terapi wicara bernama Fazila Rajni

Imtinan penderita Tunagrahita sedang/Sindorma Down yang cukup lama oleh

terapis dalam melakukan terapi satu sampai dua bulan yang dibutuhkan, “Dari

hasil laporan perkembangan anak yang dibuat oleh terapis terlihat jelas antara

anak yang rutin datang terapi dengan yang jarang datang mengikuti terapi”86 hal

tersebut dibenarkan oleh salah satu orang tua dari klien Fazila, sebagai berikut :

“Perubahannya ya. Kalau saya lihat anak menjadi lebih aktif dan
lebih mau mendengar perintah, dari sebelumnya suka gak mau dan gak
ngerti.”87

86
Hasil studi dokumentasi laporan perkembangan terapi anak berkebutuhan khusus pada jumat, 23
desember 2016.
87
Hasil wawancara dengan Ibu Diah Wulandari orang tua klien Fazila pada senin, 24 oktober
2016, pukul 10.52 WIB.

108
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan klien Fazila, sebagai berikut:

“Suka gambar dan mewarnai, soalnya suka (ucapan sederhana


masih perlu dibantu oleh Ibu Isma)”88
Selain Fazila Rajni Imtinan, ada juga klien yang mengikuti terapi wicara yang

masih tidak rutin dalam kehadirannya yaitu Ocha Funabella. Ocha Funabella

mengikuti terapi pada Senin dan Kamis, dikarenakan Ibunya menjaga warung

dirumahnya sehingga tidak bisa mengantar klien ketempat terapi. “Namun

perubahannya sedikit lebih lama dibandingkan klien fazila yang sudah mampu

melakukan kegiatan motorik kasar dan halus, berbeda dengan Ocha Funabella

yang masih perlu dibantu dalam oleh terapis dalam melakukan kegiatan motorik

kasar maupun halus”89 pernyataan tersebut diucapkan oleh klien Ocha Funabella,

sebagai berikut:

“Cuma dikit paling kaya suka menghitung, suka baca. suka main
jepretan sama suka masak ayam (ucapan sederhana masih perlu dibantu
oleh Ibu Isma)”90
Berbeda hal dengan Terapi okupasi yang lebih menunjang kegiatan kemampuan

anak seperti bermain, belajar dan berinteraksi dengan lingkunganya, peneliti

mengamati perubahan salah satu klien yang mengikuti terapi okupasi salah

satunya bernama Rizky Akbar penderita Tunagrahita ringan, perubahan yang

terjadi kepada klien cukup terlihat setelah mengikuti program terapi. Pernyataan

tersebut diungkapkan oleh orang tua dari Rizky Akbar, sebagai berikut:

88
Hasil wawancara dengan Fazila Rajni Imtinan sebagai klien, pada senin, 24 oktober 2016,
pukul 11.35 WIB.
89
Hasil studi dokumentasi laporan perkembangan terapi anak berkebutuhan khusus pada jumat,
23 desember 2016.
90
Hasil wawancara dengan Ocha Funabella sebagai klien, pada senin, 24 oktober 2016, pukul
11.25 WIB.

109
“Perubahan dari Rizky, dia sudah mengerti beberapa perintah
mudah yang sudah dapat diikuti sih kalau saya lihat. cuma untuk
menghitung dan membaca tetap kesulitan.”91
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan klien, sebagai berikut:

“Uhm… (bingung dan berucap) bisa nulis, gak suka berhitung.


bisa main musik, gak bisa begitu gambar.”92
Dari hasil diatas, perubahan yang dialami masing-masing klien relatif

berbeda-beda sesuai dengan rutin kehadiran klien yang mengikuti terapi sesuai

dengan jenis ketunaan yang dimiliki setiap klien. Perubahan yang dialami klien

tidak begitu signifikan, mengingat klien yang mengikuti program terapi ini adalah

anak-anak berkebutuhan khusus sesuai dengan ketunaan yang diderita dalam

penanganannya.

b. Keberlanjutan Program

Program terapi anak berkebutuhan khusus ini sudah memiliki evaluasi

secara berkala yang dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Evaluasi ini bertujuan

berdasarkan pada hasil perkembangan klien selama mengikuti terapi di sekolah

Khusus Putra Putri Mandiri. Setiap terapis yang melakukan terapi, tentunya harus

membuat laporan kehadiran klien setiap pertemuannya. Dari kedua laporan

tersebut akan diberikan kepada Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri yang

kemudian akan dirapatkan dengan staff yang terlibat. Hasil laporan tersebut

nantinya akan menjadi masukan bagi program kegiatan terapi, dimana letak

91
Hasil wawancara dengan Ibu Siti sebagai orang tua klien, pada senin, 24 oktober 2016. pukul
10.30 WIB.
92
Hasil wawancara dengan Rizky Akbar sebagai klien, pada senin, 24 oktober 2016. pukul 10.00
WIB.

110
kekurangan dan kesalahan yang perlu dievaluasi nantinya, hal tersebut

diungkapkan oleh salah satu terapis sebagai berikut:

“Kalau keorang tua kita laporannya terapi itu 45 menit kemudian


15 menit untuk laporan motorik dan konsultasi, jadi 15 menit apa yang
sudah diajarkan kepada anak. Terus bagaimana respon anak, kemudian
hambatan pada anak atau pr nya gitu. Nah nanti kita kasih masukan
keorang tua ini nih yang harus dikerjakan oleh anak ketika di rumah.
Contohnya seperti melatih meniup anak sudah merespon mau meniup tapi
udaranya tidak mau keluar. Dirumah kan lebih banyak waktu jadi lebih
banyak dilatih lagi dirumah saran dari kita ke orang tua anak. Untuk
laporan ke sekolah hampir sama sih, Cuma kan kalau disekolah ada
formnya dan juga saling sharing dengan terapis lainnya”93
Sedangkan untuk laporan kehadiran klien, peneliti melihat kehadiran klien

yang datang mengikuti terapi sudah cukup baik, meskipun ada beberapa yang

kurang akan kehadiran anak yang tidak bisa mengikuti terapi, dimana rata-ratanya

selama 1 bulan rata-rata hanya relatif 6-8 setiap pertemuan. Namun kebijakan dari

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, bagi klien yang tidak bisa hadir bisa diganti

hari. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu terapis, sebagai berikut:

“Biasanya jika berhalangan yang anaknya sakit tidak bisa terapi,


kita akan ganti hari jumat. kan 1 bulan kita melakukan terapi sebanyak 8
kali. Itu kita ganti hari, jadi kita tetap harus melakukan full selama 1
bulan 8 kali pertemuan. Tapi biasanya kita pun juga komunikasi dengan
orang tuanya kalau ada kendala tidak bisa melakukan bagi pihak kami.
Untuk waktu kita fleksibel yang terpenting kehadirannya.”94
Jika dinilai dari pernyataan diatas, peneliti menyetujui akan program ini,

biaya yang dikeluarkan cukup mahal, terutama bagi keluarga yang kurang

mampu. Program terapi anak berkebutuhan khusus yang diberikan oleh Sekolah

Khusus Putra Putri Mandiri sehingga membantu meringankan beban orang tua

93
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur Hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu 19
oktober 2016, pukul 10.30 WIB.
94
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur Hidayati sebagai terapis okupasi, pada rabu 19
oktober 2016, pukul 10.30 WIB.

111
klien. Namun beberapa orang tua klien tidak memanfaatkan program yang sudah

disediakan dengan baik, seperti tidak mengantarkan anaknya untuk mengikuti

program terapi. Dalam hal ini, Peneliti mengaitkan dengan indikator pemanfaatan

pada bab dua halaman 27 yaitu melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah

disediakan oleh pemberi layanan dipergunakan oleh kelompok sasaran. Peneliti

menilai dalam indikator pemanfaatan belum terpenuhi, dikarenakan beberapa

orang tua tidak memanfaatkan program terapi yang disediakan Sekolah Khusus

Putra Putri Mandiri dengan baik seperti mengantarkan anaknya untuk terapi.

Dalam keberlanjutan program yang ada di Sekolah Khusus Putra Putri

Mandiri, setiap program memiliki batas waktu dalam pelaksanaanya, begitu

halnya dengan program terapi anak berkebutuhan khusus, akan tetapi pihak

Sekolah Putra Putri Mandiri tetap menjalankan program selama 3-4 bulan dalam

melakukan pendampingan terapi terhadap klien yang mengikuti terapi anak

berkebutuhan khusus. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Sekolah

Khsuus Putra Putri Mandiri, sebagai berikut:

“Akan tetap berlanjut pastinya, tapi mungkin kita akan mengubah


dari segi metode pendekatannya saja yang dilakukan kepada anak. Tapi
materi tetap sama sesuai dari kurikulum diknas.”95

Kepala Sekolah Putra Putri Mandiri juga menjelaskan tujuan diadakannya

monitorng dalam program terapi anak berkebutuhan khusus yang disediakan,

yakni sebagai berikut:

95
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai Kepala Sekolah, pada rabu 19 oktober
2016, pukul 09.00 WIB.

112
“Monitoring untuk evalusi pastinya ada, kita lihat nih, apakah
anak yang mengikuti guru selama terapi ada perubahan tidak selama 3-4
bulan, jika tidak ada kita akan berkonsultasi dengan orang tuanya.
Menanyakan apa yang dilakukan dirumah, apa yang dikonsumsinya itu
juga sangat penting untuk kebaikan si anak.”96

96
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati sebagai Kepala Sekolah, pada rabu 19 oktober
2016, pukul 09.20 WIB.

113
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Evaluasi Hasil Program Terapi

Anak Tunagrahita di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri, Ciputat, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut.

Terapi Individual Education Program (IEP) yang ditawarkan oleh

lembaga, merupakan bentuk upaya dari Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri yang

bertujuan membantu dan mengurangi beban para orang tua untuk mengantarkan

anak-anaknya kesekolah maupun terapi dengan mendapatkan pendidikan formal

maupun terapi, yang mana PPM bukanlah lembaga dengan latar belakang orang-

orang yang berkelebihan, tapi memiliki tekad gotong royong dari beberapa

komunitas Ibu-Ibu dengan mendirikan lembaga sekolah swasta sekaligus klinik

terapi, sehingga diharapkan mampu menghasilkan anak yang bermutu, kreatif dan

dedikasi, sehingga anak dapat mencapai kemandirian dalam hidup.

Hasil evasluasi input yang dilakukan pada fokus tunagrahita menunjukan

bahwa PPM di Ciputat, memiliki sejarah yang cukup panjang dari tahun 2009

hingga 2011 dan mengalami relokasi tempat sebanyak 3 kali. Jumlah klien anak

ketunaan tunagrahita relatif cukup banyak yang berjumlah 26 anak. PPM sangat

selektif ketika menerima klien yang ingin melakukan terapi, seperti sosialisasi

program seperti melengkapi administrasi yang ada. Sumber daya manusia (SDM)

tenaga professional yang berada di PPM dinilai cukup baik dimana para terapis

114
mendapatkan pelatihan khusus dari kegiatan kerja guru (KKG) yang

diselenggarakan setiap 4 bulan sekali. Para staff yang terlibat dalam kegiatan

terapi yang professional dan rapih serta ramah terhadap orang tua klien, namun

terdapat beberapa aspek yang perlu dilakukan perbaikan, yaitu donator, mitra

kerjasama, dan sarana-prasarana yang sangat kurang dan harus ditingkatkan untuk

menunjang keberlangsungan program, seperti donator bantuan bersifat individu

dimana orang tua klien yang ingin mengikuti terapi harus mengikuti prosedur

yang ditetapkan lembaga, selain itu mitra kerjasama antara profesi dalam

menunjang membantu sekolah hanya bersifat tidak tetap (sementara) membuat

orang tua harus ekstra mengeluarkan biaya lebih banyak untuk meminta surat

rujukan pengantar hasil tes dari dokter/psikologi dengan rujukan konsultasi antara

sekolah dan orang tua. Kemudian sarana dan prasarana seperti ruang kelas terapi

untuk terapi wicara yang berukuran 4 x 4 m2 dan hanya terdapat sekat triplek kayu

serta tak kedap udara sehingga suara berisik sering menganggu konsentrasi anak

yang sedang terapi.

Peneliti menilai bahwa hasil evaluasi proses yang berlangsung pada

kegiatan program terapi sudah sesuai dengan indikator efisiensi dan relevansi,

pelayanan dinilai relevan terhadap kepada klien yang mengikuti terapi di PPM.

pendekatan lembaga kepada orang tua melalui konsultasi membantu anak mereka

dalam proses pemulihan klien. Namun masalah keterlambatan beberapa orang tua

yang mengikut sertakan anak mereka yang harusnya sesuai jadwal pukul 11.00-

12.00 menjadi tidak sesuai pada jadwal sehingga terapis tidak dapat

memaksimalkan terapi yang dilaksanakan.

115
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa PPM memberikan dampak yang lebih

baik, yakni merubah kondisi dan perilaku anak tunagrahita menjadi lebih positif,

seperti mampu mengurus kebersihan tubuh diri sendiri, mampu melakukan

kegiatan seperti menulis dan membaca sederhana (tunagrahita ringan) dan

mengerti instruksi yang dikatakan orang lain (tunagrahita sedang), bermain dan

berinteraksi dengan teman sebaya mereka maupun lingkungan sekitar.

B. Saran-saran

Penulis menyarankan beberapa hal untuk kemajuan agar terapi Individual

Education Program (IEP) menjadi lebih baik:

1. Sekolah:

a. Meningkatkan kualitas pelayanan IEP, terutama fasilitas, seperti

Donatur, Sarana dan Prasarana.

b. Melakukan mitra kerjasama dengan tenaga profesi profesional lainnya

seperti Dokter/Psikologi, agar memudahkan koneksi hubungan yang

baik bagi orang tua klien yang ingin ikut menyertakan anak mereka.

c. Disediakan layanan fasilitas seperti ruang pantau/CCTV bagi orang tua

klien, agar orangtua dapat memantau dengan lebih jelas lagi anak

mereka.

2. Orang Tua Klien:

a. Guna meningkatkan perkembangan terapi anak, sebaiknya orangtua

dapat memberangkatkan anak untuk terapi secara konsisten.

116
b. Guna meningkatkan pengetahuan orangtua tentang terapi, ada baiknya

diadakan sosialisasi atau pertemuan dengan orangtua murid secara

berkala, agar pengetahuan tentang terapi yang dijalankan disekolah

bisa dilakukan kembali dirumah.

117
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Adi, Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, pengembangan dan Intervensi
Komunitas, Jakarta: FEUI, 2001.
Agustyawati. dkk. Psikologi Pendidikan anak berkebutuhan khusus, Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
A Pius. M. Al-Barry, Dahlan dan Partono, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya;
Arkola, 1994.
Arikunto, Suharsimi. Penilaian Program Pendidikan, Yogyakarta: Bina Aksara,
1998.
Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi, penerjemah: Kartini Kartono Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006.
Ghony, M. Djunaidi dan Almansyur Fauzan. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta
:PT Pustaka Bina Presindo. 1995.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta,
Intermedia, 1989.
Hidayati, Nurul. S. Ag, M. pd, Evaluasi Program. Tangerang Selatan, Fidkom:
2008.
Itasari Arirtungga, Itasari, Makalah Didslogia, Jakarta:AtWYBW, 2007.
Kosasih, E. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama
Widya, 2012.
Mangusong, Frieda. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus jilid
kesatu. LPSP3 UI. Depok. 2014.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000.
Nani M Euis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: CV. Catur Karya
Mandiri, 2000.
Nggao, Fredy S. Evaluasi Program. Jakarta: Nuansa Madani, 2003.
Rafi‟I, Suryatna. Teknik Evaluasi, Bandung; Angkasa, 1988.
Ramli, Ahmad. Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan, 1999.
Shibab, M Quraish. Tafsir Al Mishbah, jilid 5, Jakarta: Lentera Hati, Cet. IX,
2002.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010.

118
Sujarwanto, Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Depdikbud, 2005.
Tayibnapis, Farida Yusuf. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk
Program Pendidikan dan Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008.

Artikel :
Ikatwi, Kode Etik Terapi Wicara, http://ikatwipusat.tripod.com/kode-etik.html.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 571/MENKES/SKVI/2008
Tentang Standar Profesi Okupasi Terapis.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 547/MENKESSKVI/2008
Tentang Standar terapis Wicara.

Internet :
Endang,“Undang -undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003,
”https://endang965. wordpress. com/peraturan-diknas/uu-sisdiknas.
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=terapi+anak+tunagrahita&btnG=&o
q=tera.
Mus TW, “Terapi Wicara, ”http://mustwkupang.com/2012/01/terapi-wicara.html.
Purwandi, Buku Pegangan kuliah Psikoterapi, Universitas Negeri Yogyakarta,
2003. Artikel didapat download http ://staff. uny.ac.id /sites/ default/ file/
scan0003_6.pdf.
Rafikmaeilana,”http://kbr.id/rafik_maeilana_/082015/_jangan_malu_punya_anak
_berkebutuhan_khusus_/75113. html.

Dokumentasi :
Hasil observasi dokumentasi pelaksanaan klien terapi wicara, pada rabu 19
Oktober 2016.
Hasil observasi penelitian selama berlangsung dari bulan Oktober hingga
Desember 2016.
Hasil observasi ruangan terapi anak berkebutuhan khusus pada rabu, 19 oktober
2016.
Hasil studi dokumentasi laporan perkembangan terapi anak berkebutuhan khusus
pada jumat, 23 desember 2016.
Hasil studi dokumentasi profil umum sekolah khusus putra putri mandiri pada
tanggal 18 Oktober 2016.

119
Hasil studi dokumentasi staff sekolah khusus putra putri mandiri.

Wawancara :
Hasil wawancara dengan Ibu Diah Wulandari orang tua klien Fazila, pada senin,
24 oktober 2016.
Hasil wawancara dengan Ibu Siti Aisiah sebagai orang tua klien, pada senin, 24
oktober 2016.
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Isma Endah sebagai terapis wicara, pada
rabu, 19 Oktober 2016.
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nur hidayati sebagai terapis okupasi, pada
rabu, 19 Oktober 2016.
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sumiyati selaku kepala sekolah khusus putra
putri mandiri pada tanggal 17 Oktober 2016.
Hasil wawancara dengan Fazila Rajni Imtinan sebagai klien, pada senin, 24
oktober 2016.
Hasil wawancara dengan Febynda Putri sebagai klien, pada senin, 24 oktober
2016.
Hasil wawancara dengan Ocha Funabella sebagai klien, pada senin, 24 oktober
2016.
Hasil wawancara dengan Rizky Akbar sebagai klien, pada senin, 24 oktober 2016.

120
Laporan Deskripsi Perkembangan Terapi Anak Tunagrahita

Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri

1. Ocha Funabella (ketunaan tunagrahita sedang) Umur 13 tahun.


1. Pengembangan diri
a. Motorik kasar & halus :
- Ananda Ocha masih dibantu sesekali dengan titik untuk menulis angka ataupun
huruf. Untuk mewarnai gambar ananda Ocha sudah cukup baik walaupun masih
ada beberapa yang keluar garis.

b. Akhlak dan Bersosialisasi :


- Untuk sikap Ananda Ocha selama mengikuti kegiatan. Sudah cukup baik, akan
tetapi ketika diajak bicara, Ananda Ocha masih bisa merespon dengan baik
walaupun cukup kesulitan untuk diajak berbicara pada umumnya.

c. Akademik :
- Untuk kehadiran, Ocha sangat kurang dalam mengikuti kegiatan terapi, sehingga
perubahan yang dialami klien cukup lama pada Ananda Ocha.
- Mengikuti kegiatan sekolah : menulis, mengambar sudah cukup baik.

d. Kebersihan :
- Ocha sudah sangat baik dalam menjaga kebersihan dikelas maupun dirinya sendiri
dalam merawat diri.

2. Terapi wicara
- Untuk pengucapan seperti vokal a, i, u, e, o. cukup baik dan bisa meniru ucapan
dari terapis bu isma, akan tetapi untuk sebuah pengucapan kalimat Ocha sangat
kurang begitu baik dalam melakukannya dan kurangnya konsentrasi anak yang
belum maksimal, di karena kan mudah lupa bagi anak tunagrahita. Karena dari
pihak sekolah tidak memiliki alat bantu yang standar dianjurkan internasional

Page | 1
dalam penerapannya, akan tetapi dalam hal ini. Terapis mengekreasikan dengan
alternatif alat lain yang fungsinya sama.

Page | 2
2. Rizky Akbar (ketunaan tunagrahita ringan) Umur 10 tahun.
1. Pengembangan diri
a. Motorik kasar & halus :
- Ananda Rizky sudah sangat baik dalam melakukan motorik kasar dan halus, terus
belajar dan ditingkatkan lebih baik lagi.

b. Akhlak dan Bersosialisasi :


- Ananda Rizky sangat baik dalam bersosialisasi dengan teman sekelasnya dan
bersikap rapih dan sopan. terus tingkatkan kembali.

c. Akademik :
- Untuk kehadiran : Rizky sudah cukup baik dalam kehadirannya selama mengikuti
terapi, Rizky sakit 3 kali, namun Ananda Rizky mengikutinya dihari yang lain
sesuai kebijakan fleksibel terapi yang ada di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.
- Mengikuti kegiatan : Ananda Rizky sangat baik dan aktif didalam kelas.

d. Kebersihan :
- Ananda Rizky kurang begitu baik dalam menjaga kebersihan di lingkungan
kelasnya, sering merobek kertas untuk bermain dan mengisengi teman sebayanya,
sedangkan untuk Rizky sendiri yang begitu aktif dalam bermain terutama
dibidang olahraga, debu dan kotoran kurang bisa merawat dirinya sendiri, Perlu
ditingkatkan kembali kebersihan dan pengawasan dari orang tua.

2. Terapi okupasi
- Ananda Rizky, sudah cukup baik dalam mengikuti beberapa kegiatan terapi yang
dilakukan para terapis, namun untuk berpikir dan membaca kalimat yang panjang
dan cepat menjadi kendala bagi Ananda Rizky, karena belum mampu mengikuti,
sehingga latihan-latihan dan belajar dirumah perlu ditingkatkan kembali dari
orang tua.

Page | 3
3. Febynda Putri (ketunaan tunagrahita ringan) Umur 14 tahun.
1. Pengembangan diri
a. Motorik kasar & halus :
- Ananda Febynda sudah sangat cukup dalam melakukan kegiatan motorik kasar
dan halus, latihan dirumah perlu ditingkatkan kembali.

b. Akhlak dan Bersosialisasi :


- Ananda Febynda memiliki sikap yang mudah berbaur dan cenderung mudah
tanggap jika dikelas, lalu Febynda pun memiliki sikap pasif yang lebih banyak
berdiam diri, namun tidak bersifat distrac/menggangu antara teman sebayanya.

c. Akademik :
- Untuk kehadiran : Ananda Febynda sangat bagus dalam kehadiran hampir full
dalam absensinya,1 atau 2 Febynda pernah tidak hadir dikarenakan sakit
- Mengikuti kegiatan : Febynda cukup baik dalam mengikuti intruksi yang
diberikan oleh para guru-guru dalam mengajarinya.

d. Kebersihan :
- Ananda Febynda sudah cukup baik dalam merawat diri sendiri untuk terlihat rapih
dan bersih, kemudian untuk ketanggapan dalam lingkungan sekitanya Febynda
sangat memahami untuk menjaga kebersihan dikelas salah satunya.

2. Terapi okupasi
- Ananda Febynda, melakukan terapi okupasi yang lebih diinginkan orang tua,
terutama dalam bidang akademiknya, untuk keaktifan Febynda dalam melakukan
kegiatan bisa diikuti, namun ketanggapan dan kepekaan yang bersifat spontan,
seperti menghitung dan membaca kalimat sederhana cukup menyulitkan klien,
sehingga dirumah masih harus sering latihan dengan giat.

Page | 4
Tangerang

(Isma Endah)

Page | 5
TRANSKRIP WAWANCARA

Transkrip Wawancara dengan Kepala Sekolah di Sekolah Khusus Putra Putri


Mandiri
Informan : Ibu Hj. Sumiyati, M.pd
Jabatan : Kepala Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri.
Hari/Tanggal wawancara : Rabu, 19 Oktober 2016.
Waktu Wawancara : 09.00 s.d 09.25 WIB
Situasi informan saat wawancara : ketika jam istirahat yang berada didalam
kantor

No Pertanyaan Jawaban

A Evaluasi input

1 Apa latar belakang tujuan Sejarah awal SKh PPM atau yang biasa
berdirinya program terapi di disebut Putra Putri Mandiri dulunya adalah
sekolah khusus putra putri sebuah komunitas ibu-ibu yang
mandiri(PPM)? mempunyai anak dengan keterbatasan
fisik, motorik dan juga hambatan dalam
belajar, merasa prihatin dengan kondisi
pelayanan pendidikan anak ABK.
Alasannya karena belum mendapatkan
pendidikan secara klasikal yang sama pada
sekolah pada umumnya dan juga
banyaknya orang tua yang memiliki anak
difabel sehingga kami berinisiatif sepakat
untuk membuat lembaga swadaya swasta
yaitu sekolah PPM ini. biaya juga menjadi
hambatan bagi orang tua juga yang
ekonominya pas-pasan. kalau ada yang
ingin masuk sekolah kita, kita tak
membatasinya, tapi kita tampung terlebih
dahulu untuk dilakukannya terapi, untuk
persiapan tahun depan masuk kelasnya,
tapi tetap jika pun anak itu belum siap
masuk, harus dilakukan terapi dahulu.
Sebelum dia bisa kita terima di sekolah
khusus PPM disini. tapi tidak menutup
kemungkinan bahwa ada beberapa orang
tua lain juga yang sangat kurang
ekonominya, dengan menyertakan surat
keterangan tidak mampu (SKTM) dengan
melakukan survei kerumah orang tua klien
1
dan menindak lanjuti akan diberikan
keringanan biaya atau pembebasan biaya.

2 Apa tujuan dari program terapi Tujuan kami yaitu membantu anak untuk
ini? mandiri dan mengembangkan potensi
minat anak dengan melakukan kegiatan
yang bersifat sederhana dan mampu
dilakukan anak. persiapan masuk kelas
klasikal dengan tujuan membantu
kekurangan yang ada pada anak dan disini
kita ada dua tipe anak. Bagi anak yang
belum masuk sekolah kita maupun anak
yang sudah diterima disekolah kita. Kalau
anak itu memiliki kekurangan, nah nanti
kita tambah dengan terapi, tetapi jika anak
itu berada diluar sekolah kita dan baru
ingin masuk. Kita akan lakukan terapi
terlebih dahulu seperti yang sebelumnya
untuk mengetahui kekurangan anak yang
diperlukan bagi anak.

3 Siapa saja yang menjadi sasaran Yah tujuannya yaitu untuk mencapai
program terapi di sekolah PPM? kemandirian pada anak, seperti bisa
menulis, memegang pensil dan sebagainya
gitu. Kontak mata dan perilaku pada anak
sekolah umumnya. Tujuan kita yang ingin
dicapai. Jadi tidak perlu membutuhkan
bantuan orang lain dan tidak menggangu
kegiatan anak yang lain ketika berada
dalam kelas.

4 Kriteria anak dalam program Tergantung kebutuhan anak, kan kita nanti
terapi seperti apa saja? meminta surat pengantar dari tenaga ahli
seperti dokter atau psikolog jadi anak itu
bisa dilihat kekurangannya. Tujuannya
untuk tes IQ dan mendiagnosis masuk
klasifikasi anak, kebutuhan dampingan apa
yang diperlukannya. Jadi kita tidak asal
menerima terapi, dasarnya apa ingin
melakukan terapi pada anak? Sehingga kita
bisa mudah dalam membantu
mengklarifikasi pada anak dengan rujukan
dari dokter atau psikologi itu.

5 Ada berapa jumlah sasaran anak Untuk sasaran anak sebenarnya umumnya
yang mengikuti kegiatan ada 47 murid yang mengikuti disekolah
program terapi di sekolah PPM? sini. Tapi saya lupa untuk jumlah
penyandang autisme dan tunagrahita ada
berapa saja. Nanti minta ke TU saja pada
2
mbak rika. Kalau jumlah anak yang
mengikuti dampingan terapi ada 7 anak. 4
anak yang baru masuk kelas klasikal dan 3
anak yang lainnya masih tahap kelas terapi
sebelum masuk kelas klasikal. Sebenarnya
banyak yang ingin terapi, karena
keterbatasan tenaga pendidik dari kita dan
juga waktunya, maka kita batasi anak-anak
yang benar-benar membutuhkan terapi
sekali.

6 Siapa saja yang terlibat dalam Untuk yang terlibat sebenarnya banyak
kegiatan program terapi ini? kaya Ibu Uum, Ibu Zahra, Ibu Lia, Ibu
Nur, Pak Sona kemudian Ibu Isma. Untuk
mitra lain dengan tenaga ahli seperti dokter
ataupun psikologi hanya berupa surat
pengantar untuk mendiagnosis kebutuhan
apa yang menjadi masalah pada anak gitu.

7 Apakah ada mitra yang terlibat Tidak ada, seperti yang saya sebutkan
dalam program terapi di PPM? sebelumnya karena kita bukan tim sukses
terapi tumbuh kembang anak, kecuali
kalau tumbuh kembang terapi yang
bermitra dengan rumah sakit atau yang
tenaga ahli lainnya. Paling kita hanya
bekerja sama dengan orang tua setiap
minggunya selama terapi berlangsung
seperti konsultasi konsumsi makanan yang
harus dijauhi pada anak seperti makanan
cepat saji, snack-snack ringan gitu.

8 Berapa biaya yang dikeluarkan Kita untuk biaya 65-100 ribu per jam,
oleh sekolah, bagi orang tua persekali bertemu. Systemnya One on One.
yang ingin diikutkan dalam satu anak satu guru satu ruangan.
program terapi di PPM?

9 Selain guru yang melakukan Kalau staff hanya bersifat membantu guru.
terapis disini, apakah staff juga Asisten guru gitu dan biasanya hanya
ikut serta dalam program terapi? menggantikan guru yang tidak bisa
melakukan terapis, karena sakit atau izin
ada tugas dari sekolah.

10 Bagaimana proses memilih Untuk terapis kita tak begitu


terapis dalam kegiatan program membatasinya. Bagi guru yang ingin
terapi? melakukan terapis, tidak diwajibkan untuk
lulusan PLB saja. Hanya saja mereka yang
ingin melakukan terapis disekolah ini
setidaknya memiliki pengalaman KKG
(kegiatan kerja guru) yang diadakan setiap
3
tahunnya dibanten. SLB N 1 balaraja.

11 Apakah ada donator yang Kalau donator kita tidak ada, itu kembali
terlibat dalam program kegiatan ke individu. Pembayaran yang mengikuti
terapi ini? terapi kembali pada orang tua yang
mengikutkan anaknya saja. Per pricenya
berapa ya itulah yang dibayarkan oleh
orang tua murid gitu. Karena kita bukan
sukses terapi tumbuh kembang anak,
kecuali kalau tumbuh kembang terapi yang
bermitra dengan rumah sakit atau yang
tenaga ahli lainnya. Biasanya mereka
terapi biayanya diambilkan atau
dibayarkan oleh perusahaan. Karena kita
bentuknya sekolah yah.

12 Bagaimana sarana dan prasarana Banyak, kita BPOT alat-alat untuk pusat
yang diberikan sekolah khusus perhatian , alat-alat gambar, alat-alat
putra putri mandiri untuk angka, alat-alat huruf untuk anak
program terapi? tunagrahita. Kemudian untuk autism kaya
alat SI, jadi setiap ruangan sudah tersedia
pada ruangan setiap terapi. Tergantung dari
kebutuhan anak, memang ada beberapa
alat yang rusak bahkan hilang entah
kemana. Untuk membeli alat terapi itu
mahal, makanya kami kreasikan mencari
barang-barang yang mirip dengan alat
terapi dan mudah didapatkan, tentu dengan
kualitas yang cukup baik dan tidak mudah
rusak.

B Evaluasi proses

1 Siapa penanggung jawab dari Untuk penanggung jawab program terapi


kegiatan program terapi di itu Ibu Isma dan kordinator wakil dipegang
sekolah khusus PPM? oleh Ibu Zahra.

2 Apakah sekolah khsusus PPM Kalau untuk terapi kita ada standarnya, kita
menyediakan materi kegiatan ada kurikulumnya, jadi kita memakai ABA
terapi? (applied behavioral analysis) yang sudah
sesuai prosedur internasional jadi
standarnya memang begitu untuk
autismenya tapi untuk Tunagrahita kita
memang menggunakan dari direktorat
kurikulumnya, tapi untuk terapi yang
dasarnya dalam praktiknya kita
menggunakan ABA jadi ada sesuai
kurikulumnya sendiri.

4
3 Biasanya berapa lama program Kita melakukan terapi selama 3-4 bulan,
kegaiatan terapi ini berlangsung? tergantung dari kondisi anak dan tingkat
kehadirannya, yang akan mempengaruhi
maksimalnya terapi. Kalau anak itu 3
sampai 6 bulan selesai dan sudah mampu
untuk berbicara kita cukupkan, tapi ada
juga yang sampai 1-3 tahun. Jadi kembali
lagi peran orang tua juga sangat diperlukan
dalam hal ini gitu.

4 Pada hari apa saja biasanya Kita dari senin sampai jumat. sesudah
program kegiatan terapi ini pulang sekolah anak-anak pada jam 11 dan
dilakukan? pada saat itu kita mulai melakukan terapi.

C Evaluasi hasil
1 Apakah program kegiatan terapi Akan tetap berlanjut pastinya, tapi
di sekolah khusus PPM akan mungkin kita akan mengubah dari segi
dilanjutkan atau tidak? metode pendekatannya saja yang dilakukan
kepada anak. Tapi materi tetap sama sesuai
dari kurikulum diknas.

2 Apakah ada monitoring yang Monitoring untuk evalusi pastinya ada, kita
dilakukan oleh pihak sekolah lihat nih, apakah anak yang mengikuti guru
terhadap program kegiatan terapi selama terapi ada perubahan tidak selama
di sekolah khusus PPM ? 3-4 bulan, jika tidak ada kita akan
berkonsultasi dengan orang tuanya.
Menanyakan apa yang dilakukan dirumah,
apa yang dikonsumsinya itu juga sangat
penting untuk kebaikan si anak.

5
Transkrip Wawancara dengan Penanggung Jawab Program Terapi di Sekolah
Khusus Putra Putri Mandiri

Informan : Ibu Isma Endah, S.pd


Jabatan : Penanggung Jawab program terapi di
sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.
Hari/Tanggal wawancara : Rabu, 19 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 10.00 s.d 10.15 WIB
Situasi informan saat wawancara : Ketika selesai terapi diruang kelas terapi.

No Pertanyaan Jawaban

A Evaluasi input
1 Apakah murid-murid yang sudah Masih ada banyak, kira-kira ada sekitar 10
tidak bersekolah di PPM, masih anak yang masih mengikuti terapi disini.
mengikuti program kegiatan Biasanya anak yang belum mandiri, masih
terapi/tidak? suka gak patuh, konsentrasi masih kurang.
Sehingga masih ada yang melakukan terapi
kembali dengan tujuan mengulang dengan
tujuan pembiasaan diri. Kadang kan anak
ada yang sudah tenang dan patuh , kalau
belum bisa ya diterapi lagi. Intinya anak-
anak harus lebih sering diberikan kegiatan
agar tidak mudah lupa.

2 Bagaimana proses dalam Jadi ini kita lihat kebutuhan anak itu apa,
menyeleksi anak, apakah butuh yang kurang dalam melengkapi proses
terapi/tidak? belajar itu apa. Jadi kita assessmen dahulu.
Kita cek perkembangan kognitifnya
bagaimana, motorik halus dan kasarnya
bagaimana, perkembangan sosialnya
bagaimana, kalau masih ada yang miss
dalam perkembangan anak tersebut.
barulah kita masukan kedalam terapi, tapi
jika anaknya tinggal akademisnya saja itu
bisa langsung masuk kelas. Jadi dia sudah
memiliki kepatuhan, kedisplinannya sudah
ada, kosentrasi tidak terganggu itu sudah
bisa masuk kelas.

3 Bagaimana pendekatan yang Kita pertama membei pemahaman dulu ya,


dilakukan dari sekolah kepada seperti ini loh kebutuhan anaknya seperti
orang tua murid, sehingga dapat ini yang harus dikembangan dari anak ini,
mengikut sertakan anaknya jadi anak ini konsentrasinya masih kurang
dalam kegiatan program terapi? bu dan masih perlu behaviornya dahulu,

6
misalnya motoriknya belum bagus itukan
berpengaruh kepada kemampuan
kemandirian anak dan pada saat itu kita
harus kasih terapi okupasi dulu, setelah itu
baru kita jelaskan kepada orang tua ,
kebutuhan anak itu seperti apa dan target
yang ingin kita kejar dari si anak ini apa,
lalu dengan sendirinya orang tua akan
memutuskan, tapi kadang orang tua anak
itu sendiri yang minta. Sebenarnya sangat
diwajibkan bagi orang tua ingin mengikut
sertakan anaknya, tapi ada beberapa orang
tua, bu saya kebentur waktunya jadi tidak
bisa. Kita masih mewajibkan jika si anak
ini belum bisa mandiri sehingga bisa
distrac/ mengganggu yang lain. Tapi jika
orang tua dirasa sudah melihat
perkembangan bagi si anak sudah terlihat
selama 3 bulan. Kami pun menghentikan
terapi kepada anak tersebut karena target
yang dicapai sudah selesai.

B Evaluasi proses

1 Apakah materi kegiatan terapi Materi tetap dari kurikulum nasional


yang dilakukan, berasal dari diknas, mungkin metodenya yang dirubah
pihak sekolah/tidak? Alasannya karenakan anak seperti ini mudah bosan
apa? jika sekreatif terapi saja dalam melakukan
terapi, materi tetap intinya adalah
merangsang untuk berbahasa,
berkomunikasi dan sebagainya. Metodenya
sendiri bisa dengan bernyanyi, bisa dengan
permainan. Intinya supaya anak tidak
merasa bosan.

2 Apa tugas dari ibu dalam Tugas saya melakukan monitoring atau
program kegiatan terapi ini? pengawas dan juga mengevaluasi anak-
anak yang melakukan terapi selama
mengikuti kegiatan. Aspek motorik kasar
dan halus, perubahan tingkah laku agar
tidak distrac (mengganggu) anak yang lain
dan melakukan KKG dengan sekolah
khusus lainnya sebagai bentuk partisipasi
sharing dalam berbagi ilmu dan mencari
solusi penyelesaian yang dihadapi anak
dalam mencapai target.

7
Transkrip Wawancara dengan Terapis di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri

Informan : Ibu Nur Hidayati


Jabatan : Terapis okupasi di sekolah Khusus Putra
Putri Mandiri.
Hari/Tanggal wawancara : Rabu, 19 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 10.30 s.d 10 40
Situasi informan saat wawancara : Ketika selesai terapi yang berada diruangan
terapi klasikal

No Pertanyaan Jawaban

A Evaluasi input
1 Mengapa Ibu tertarik untuk Karena pada dasarnya anak-anak
menjadi terapis dalam kegiatan berkebutuhan khusus, memiliki peranan
program terapi ini? khusus yang kita fokuskan 20%
akademik dan 80% praktiknya.
Sehingga selain mengajar untuk
kemampuan anak, kita pun bisa melihat
kekurangan apa yang dimiliki anak dan
apa yang ingin kita capai pada anak
yang mengikuti terapi gitu.

2 Apa pendidikan terakhir yang Pendidikan terakhir saya D3 Fisioterapi


Ibu? di Universitas Indonesia (UI) depok.
Fakultas Vokasi.

3 Menurut Ibu, apakah sarana dan Belum, karena untuk biaya terapi
prasarana yang diberikan oleh menggunakan penunjang alat dari yang
pihak sekolah khusus PPM disarankan ABA itu sangat mahal bisa
sudah memadai dalam puluhan juta, belum banyaknya barang
melaksanakan kegiatan terapi? yang rusak dan hilang sedikit
menyulitkan saya dalam melakukan
terapi, Jadi kami menggunakan media
alternatif dengan alat bantu terapi anak
berkebutuhan khusus dengan fungsi
yang sama, tetapi lebih murah dan
aman. Kalau untuk terapi okupasi
menurut saya sudah cukup. Cuma saja
beberapa alat yang rusak dan hilang itu
yang cukup merepotkan sekali. Tapi
sekarang sudah mau ditambahkan lagi
dari Sekolah misalnya seperti Lilin
bentuk untuk melatih motorik halus
meremas, membulatkan dan sebagainya

8
lalu Flannel papan tempel dan puzzle
game baru yang sebelumnya pada
hilang

4 Darimanakah keahlian terapis ini Saya mendapatkan keahlian ini dari


didapatkan oleh ibu kuliah yang teorinya sama dan
sebelumnya? berhubungan dengan anak
berkebutuhan khusus, kemudian
bimbingan konseling saya dapatkan
juga dalam penunjang pembelajaran
pada saat saya masih kuliah, serta
praktik berbagi pengalaman dengan
kakak kelas dan lebih banyak
melakukan praktik intinya dijurusan
yang saya jalani. Saya menekuni kalau
tidak salah dari tahun 2009, kira-kira 7
tahunan menjadi terapis okupasi,
bersama pak sona, dan bu uum pada
saat itu KKG diselenggarakan diserang,
yang didalamnya ada pelatihan, seminar
dan praktiknya.

5 Apakah ada pelatihan yang Pelatihan khusus kita ada. tetapi harus
diberikan oleh pihak sekolah mengikuti proses KKG dalam
khusus PPM kepada Ibu terkait mengikuti pelatihan keterampilan
program kegiatan terapi ini? sebagai bekal dan syarat yang
disesuaikan dengan standar sekolah
kita. Jadi tidak asal melakukan terapi
saja, tapi di seleksi dulu.

B Evaluasi proses

1 Apa saja materi yang Ibu Kalau untuk materi sendiri sudah
berikan dalam kegiatan terapi ini ditetapkan oleh diknas, tapi untuk
serta alasannya? Mengapa harus praktiknya kita tidak ada batasan atau
mengambil materi tersebut? dibebaskan, sesuai dengan kondisi anak
saja, biasanya kita memakai BPOT alat-
alat untuk pusat perhatian, alat-alat
gambar, alat-alat angka, alat-alat huruf
gitu. Untuk praktiknya saya melakukan
hal yang sederhana seperti mengajarkan
menempelkan puzzle, bermain wire
game dan sebagainya. intinya saya
melihat mood anak lebih dahulu, jika
tidak ada kendala saya akan masuk
kemateri berikutnya, jika anak masih
belum menguasai materi, kita ulang
kembali sampai anak mampu mandiri,
ada salah satu orang tua yang meminta
9
anaknya supaya bisa menulis, maka
saya mengajarkan anak cara memegang
pensil yang baik dan benar dengan
dibantu. Melakukan pengulangan
secara terus menerus agar anak tidak
lupa kembali, nantinya anak akan
terbiasa dengan kegiatan tersebut.

2 Bagaimana Ibu membuat Kalau keorang tua kita laporannya


laporan tentang program terapi terapi itu 45 menit kemudian 15 menit
ini kepada sekolah? Berdasarkan untuk laporan motorik dan konsultasi,
aspek apa dalam membuat jadi 15 menit apa yang sudah diajarkan
laporan tersebut? kepada anak. Terus bagaimana respon
anak, terus hambatan pada anak atau
prnya gitu. Nah nanti kita kasih
masukan keorang tua ini nih yang harus
dikerjakan oleh anak ketika di rumah.
Contohnya seperti melatih meniup anak
sudah merespon mau meniup tapi
udaranya tidak mau keluar. Dirumah
kan lebih banyak waktu jadi lebih
banyak dilatih lagi dirumah saran dari
kita ke orang tua anak. Untuk laporan
ke sekolah hampir sama sih, Cuma kan
kalau disekolah ada formnya dan juga
saling sharing dengan terapis lainnya.

3 Biasanya pada hari apa saja Jadwal kita dari hari senin sampai
kegiatan program terapi ini jumat. saya sendiri pun melakukan
dilakukan? terapi di hari senin, selasa dan kamis
gitu.

4 Menurut pendapat Ibu, kendala Kalau kendalanya biasanya anaknya


apa saja sih yang dialami selama moodnya ya. Kalau konsentrasinya lagi
program terapi ini berlangsung? bagus materi yang kita ajarkan masuk
ketika belajar, tapi kalau dari rumah
saja sudah bete, waktu 1 jam sudah
habis begitu saja untuk merayu mereka
dulu gitu, bikin dia semangat dulu dan
kadang materi yang kita sampaikan
tidak tersampaikan sesuai harapan dan
waktu yang habis selama satu jam itu
kita ulang lagi di hari yang lain. Materi
terapi itukan tidak banyak jadi setiap 3
bulan kita ada evaluasi. Misalnya saya
materi meniup tercapai gak nih materi
meniup ini. kadang untuk satu materi
saja bisa lama, tapi ketika anaknya
tidak mood banyak nyanyinya, banyak
10
bermain permainannya. Agar anak mau
perhatikan kita.

5 Bagaimana tingkat kehadiran Biasanya berhalangan yang anaknya


anak yang hadir selama sakit tidak bisa terapi, kita ganti hari
mengikuti terapi? Apakah sudah jumat. kan 1 bulan kita melakukan
sesuai dengan harapan terapi sebanyak 8 kali. Itu kita ganti
Ibu/tidak? hari, jadi kita tetap harus melakukan
full selama 1 bulan 8 kali pertemuan.
Tapi biasanya kita pun juga komunikasi
dengan orang tuanya kalau ada kendala
tidak bisa melakukan bagi pihak kami.
Untuk waktu kita fleksibel yang
terpenting kehadirannya.

C Evaluasi hasil
1 Menurut pendapat Ibu, Awalnya ada beberapa anak yang takut,
bagaimana perubahan anak-anak karena pikir mereka asing kali melihat
yang mengikuti kegiatan terapi kita. Terus suruh salim gak mau,
ini? tersenyum tidak mau. Kita buat mereka
suka dulu dengan bernyanyi dan
bermain permainan yang disukainya.
Nah pada saat itu anak sudah mulai PD
(percaya diri), kemudian perubahannya
kita dilihat dari sebelumnya tidak mau
jadi mau, mulai mengerti intruksi, jadi
ada perubahan yang sedikitpun itu
sangat berarti untuk kita, jadi ada
perubahan atau tidaknya itu dari orang
tua mamahnya. Intinya saya mencari
cara dulu biar anak nyaman sama saya
dulu gitu.

11
Transkrip Wawancara dengan Terapis di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri

Informan : Ibu Isma Endah, S.Pd


Jabatan : Terapis wicara di sekolah Khusus Putra
Putri Mandiri.
Hari/Tanggal wawancara : Rabu, 19 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 10.45 s.d 11.00 WIB
Situasi informan saat wawancara : ketika selesai terapi yang berada diruangan
terapi

No Pertanyaan Jawaban

A Evaluasi input
1 Mengapa Ibu tertarik untuk Saya sih tertarik saja karena anak-anak
menjadi terapis dalam kegiatan berkebutuhan khusus kaya gini, kurang
program terapi ini? mendapatkan respon yang baik pada
masyarakat dan alasan lainnya karena
saya juga punya keponakan seperti ini,
jadi secara tidak langsung cukup
membantu juga ketika saya jadi terapis

2 Apa pendidikan terakhir yang Pendidikan terakhir saya, Sarjana


Ibu? pendidikan luar biasa (PLB).
Universitas Pendidikan Indonesia, FIP
(Fakultas Ilmu Pendidikan), bandung.

3 Menurut Ibu, apakah sarana dan Kalau menurut saya sangat kurang.
prasarana yang diberikan oleh Untuk melakukan terapi ruangan yang
pihak sekolah khusus PPM hanya berukuran 4 x 4 meter. Dan
sudah memadai dalam kurang tertutupnya ruangan membuat
melaksanakan kegiatan terapi? suara-suara yang cukup berisik, karena
kelas sd yang dekat dengan ruangan
terapi. Membuat anak tidak fokus pada
kita tak menarik perhatiannya dan alat-
alat menarik perhatian untuk anak pun
banyak rusak dan hilang. Sehingga
menyulitkan saya juga.

4 Darimanakah keahlian terapis ini Diperkuliahan saya mendapatkan mata


didapatkan oleh ibu kuliah terapi anak, nah
sebelumnya? pengaplikasiannya saya belajar dari
senior dan dosen saya waktu itu.
Praktik dengan terjun kelapangan dan
browsing dari internet sebagai bahan
diskusi juga dari dosen.

12
5 Apakah ada pelatihan yang Tidak pernah ikut saya, soalnya tidak
diberikan oleh pihak sekolah ada waktunya. Paling ketika KKG saja
khusus PPM kepada Ibu terkait saya baru ikut serta.
program kegiatan terapi ini?

B Evaluasi proses

1 Apa saja materi yang Ibu Kebetulan saya mendapatkan tugas


berikan dalam kegiatan terapi ini menjadi terapis wicara disini, jadi saya
serta alasannya? Mengapa harus yang mengkhususkan pada bagian ini.
mengambil materi tersebut? biasanya saya sendiri memegang wajah
anak ketika melakukan terapi, terus
mengurutnya secara perlahan dibagian
tengkuk leher dan samping lehernya.
Pada bagian ini suara oral dalam
pengucapannya. Seperti anak yang
saya terapi sebelumnya fazila. Saya
harus membuat anak itu memperhatikan
saya dulu, fokus kemudian pengucapan
yang dilakukan anak sangat pelan
seperti menyebut kata “Cicak” anak
malah berkata “Titak”, pengucapan
huruf vokal A-I-U-E-O sangat penting
dalam hal ini. lalu media biar anak itu
tertarik sama kita seperti bernyanyi atau
permainan dan sebagainya, jika si anak
sedang tidak mood atau tidak fokus
pada saya. Pada aspek ini yang
terpenting bisa berucap kata sederhana
dahulu yang saya targetkan dalam
terapi ini.

2 Bagaimana Ibu membuat Untuk laporan kita sama saja semuanya


laporan tentang program terapi dengan guru-guru yang terapis kita
ini kepada sekolah? Berdasarkan konsultasikan dulu kepada orangtua
aspek apa dalam membuat anaknya membutuhkan ini loh, ini yang
laporan tersebut? harus dihindari dalam makanan dan
sebagainya. Intinya kerjasama terapis
dengan orang tua anak sangat penting.
Masa saya udah capek-capek terapi
dirumah. Tapi orang tuanya ngasih
makanan cepat saji yang kurang sehat.

3 Biasanya pada hari apa saja Saya terapi di hari Senin, Selasa dan
kegiatan program terapi ini Jumat. setelah pulang sekolah sama
dilakukan? seperti guru-guru yang lain.

4 Menurut pendapat Ibu, kendala Kalau dari saya moodnya si anak dulu,
apa saja sih yang dialami selama biasanya anak kalau gak mood. Harus
13
program terapi ini berlangsung? diajak bermain permainan atau
bernyanyi. Biasanya saya memakai
terapi behavior biar anak mau
memperhatikan kita kembali dengan
media mainan seperti puzzle hewan
atau angka.

5 Bagaimana tingkat kehadiran Menurut saya sih sangat kurang. Kita


anak yang hadir selama yang terapis kadang sudah standy by
mengikuti terapi? Apakah sudah sesudah anak-anak kelas 1 s.d kelas 4
sesuai dengan harapan sudah pulang. Tapi anaknya tidak hadir
Ibu/tidak? tanpa memberikan kabar. Jadi saya rasa
kurang baiklah untuk maksimalkan
terapi.

C Evaluasi hasil
1 Menurut pendapat Ibu, Kembali lagi rutin atau tidaknya orang
bagaimana perubahan anak-anak tua yang mengawasi anaknya. Ada
yang mengikuti kegiatan terapi beberapa yang terlihat karena
ini? mengikuti saran kita karena rajinnya
dan menjauhi makananan cepat saji dan
snack-snack gitu. Ada juga yang
begitu-begitu aja malah lebih buruk.
Saya harap sih kalau bisa lebih baik lagi
kedepannya buat kerjasama orangtua
dengan kita juga. kan waktu terbanyak
menghabiskan waktu dirumah. Jadi
orangtua anak juga sangat penting
dalam hal ini.

14
Transkrip Wawancara dengan Orang Tua Klien di Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri.

Informan : Ibu Dia Wulandari


Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Nama anak : Fazila Rajni Imtinan
Hari/Tanggal wawancara : Selasa, 25 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 11.40 s.d 1155 WIB
Situasi informan saat wawancara : Ibu Diah Wulandari sedang menunggu
anaknya selesai terapi.

No Pertanyaan Jawaban

A Evaluasi input

1 Menurut Bapak/Ibu, ketika Saya cukup senang dan cukup


mengetahui adanya program membantu menyelesaikan masalah
terapi anak berkebutuhan yang dihadapi anak saya. Jadi saya coba
khusus, bagaimana respon saja menerapi anak saya disini.
kalian?

2 Menurut Bapak/Ibu, apakah Belum memadai, soalnya saya pernah


sarana & Prasarana ditempat mengobrol dengan guru-guru disini
terapi sudah memadai untuk ketika konsultasi dengan saya. Jadi
anak Bapak/Ibu terapi? menurut saya sih kurang baik, ditambah
ada beberapa jendela yang retak pengen
pecah, lalu bangku dan kursi yang
beberapa rusak.

3 Apakah Menurut Bapak/Ibu Menurut saya masih kejangkau dengan


lokasi tempat terapi ini mudah menggunakan motor sekitar 10-15
dijangkau? Apa alasannya? menitan, jalannya juga tidak terlalu
macet dari rumah saya.

B Evaluasi proses

1 Apa saja kendala yang Kalau saya sih tidak ada kendala
Bapak/Ibu dalam mengikuti apapun.
kegiatan terapi ini?
C Evaluasi hasil
1 Perubahan apa saja yang Perubahannya ya. Kalau saya lihat anak
Bapak/Ibu rasakan setelah anak menjadi lebih aktif dan lebih mau
Bapak/Ibu mengikuti terapi ini? mendengar perintah, dari sebelumnya

15
suka gak mau dan gak ngerti.

2 Apa saja Bapak/Ibu harapkan Kalau harapan saya biar fazila jadi anak
dengan diadakannya program yang lebih mandiri saja. Saya kasian
terapi ini? kalau dia belum bisa mandiri ketika
dewasa nantinya.

3 Apa saja manfaat yang Manfaatnya sih buat fazila anak


Bapak/Ibu rasakan dengan menjadi lebih aktif dan mau mendengar
adanya program terapi ini? intruksi bukan dari saya saja tapi dari
orang lain juga.

16
Transkrip Wawancara dengan Orang Tua Klien di Sekolah Khusus Putra Putri
Mandiri
Informan : Ibu Siti Aisyah
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama anak : Rizky Akbar
Hari/Tanggal wawancara : Selasa, 25 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 12.00 s.d 12.15 WIB
Situasi informan saat wawancara : Ibu Siti Aisyah sedang menjemput anaknya
selesai terapi.

No Pertanyaan Jawaban

A Evaluasi input
1 Menurut Bapak/Ibu, ketika Saya sangat setuju, soalnya Rizky jadi
mengetahui adanya program banyak aktivitas selain dirumahnya dan
terapi anak berkebutuhan membantu risky biar sembuh.
khusus, bagaimana respon
kalian?

2 Menurut Bapak/Ibu, apakah Kalau menurut saya sih lokasinya sudah


sarana & Prasarana ditempat OK hanya saja, suasananya mungkin
terapi sudah memadai untuk harus ditambah beberapa item kaya (
anak Bapak/Ibu terapi? ruang tunggu orang tua, lahan parkirnya
cukup jauh dari sekolah, jadi harus
jalan dulu 5 menitan.

3 Apakah Menurut Bapak/Ibu Iya cukup deket, soalnya adiknya


lokasi tempat terapi ini mudah sekolah di sd, jadi sekalian jemput risky
dijangkau? Apa alasannya? sekolah sesudah adiknya selesai belajar.
Jadi memudahkan bagi saya juga.

B Evaluasi proses
1 Apa saja kendala yang Kalau menurut saya, karena tidak lihat
Bapak/Ibu dalam mengikuti secara langsung proses terapi risky jadi
kegiatan terapi ini? belum tau apa bagus atau tidak. Kadang
saya jadi orang tua risky suka khawatir.

C Evaluasi hasil
1 Perubahan apa saja yang Perubahan dari risky, dia sudah
Bapak/Ibu rasakan setelah anak mengerti beberapa perintah mudah
Bapak/Ibu mengikuti terapi ini? yang sudah dapat diikuti sih kalau saya
17
lihat. cuma untuk menghitung dan
membaca tetap kesulitan.

2 Apa saja Bapak/Ibu harapkan Harapan saya, agar anak saya lebih
dengan diadakannya program mandiri dan terkendali dari sifat marah-
terapi ini? marahnya, yang kadang suka
menganggu orang disekitarnya.

3 Apa saja manfaat yang Manfaat dari risky yang saya lihat yah.
Bapak/Ibu rasakan dengan Sudah cukup mengendalikan marah,
adanya program terapi ini? tidak suka atau senangnya, kadang
kalau sedang kesal risky suka nendang-
nendang dan lempar-lempar barang
disekitarnya.

18
Transkrip Wawancara dengan Klien di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.

Informan : Rizky Akbar


ketunaan : Tunagrahita ringan
Umur : 10 tahun
Hari/Tanggal wawancara : Senin, 24 Oktober 2016
Waktu Wawancara :10.00 s.d 10.10 WiB
Wawancara dibantu dengan : dibantu oleh Pak Ahmad Sona dalam
mengajak berbicara klien.
Situasi informan saat wawancara : ketika jam istirahat kelas dan anak
ditemani oleh Pak Sona

No Pertanyaan Jawaban

A Evaluasi input

1 Bagaimana perasaan adik selama Uhm.... (berpikir klien) sedikit suka,


mengikuti kegiatan terapi ini? karena pelajarannya. Dua-duanya gak
suka sama teman-teman dan gurunya
soalnya jahil dan marah.

2 Mengapa adik mengikuti Ibu yang ngajak aku kesini, jadi aku
kegiatan terapi disini? ikut disini.

B Evaluasi proses
1 Materi pelajaran apa saja sih Kompter, musik suka vokal dan bass
yang sudah diajari oleh Ibu guru bisa dikit karena diajarin pak ma’ruf.
disini?
C Evaluasi hasil

1 Perubahan apa yang dirasakan Uhm… (bingung dan berucap) bisa


adik setelah mengikuti terapi nulis, gak suka berhitung. bisa main
disini? musik, gak bisa begitu gambar.

19
Transkrip Wawancara dengan Klien di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.

Informan : Febynda putri.


ketunaan : Tunagrahita ringan.
Umur : 14 tahun .
Hari/Tanggal wawancara : Senin, 24 Oktober 2016.
Waktu Wawancara : 10.15 s.d 10.25 WIB.
Wawancara dibantu dengan : dibantu oleh Ibu Zahra Puti dalam
mengajak berbicara klien
Situasi informan saat wawancara : ketika jam istirahat kelas dan anak
ditemani oleh Ibu Zahra.

No Pertanyaan Jawaban

A Evaluasi input

1 Bagaimana perasaan adik selama Seneng karena diajar oleh bu isma, tapi
mengikuti kegiatan terapi ini? teman-teman gak soalnya nakal.

2 Mengapa adik mengikuti Karena seneng main kesini. Jadi kata


kegiatan terapi disini? mamah gak apa-apa ikut.

B Evaluasi proses
1 Materi pelajaran apa saja sih Ips, matematika, Pkn
yang sudah diajari oleh Ibu guru
disini?
C Evaluasi hasil

1 Perubahan apa yang dirasakan Suka baca buku, gak begitu suka
adik setelah mengikuti terapi berhitung, soalnya susah.
disini?

20
Transkrip Wawancara dengan Klien di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.

Informan : Ocha Funabella


Ketunaan : Tunagrahita sedang
Umur : 13 tahun
Hari/Tanggal wawancara : Senin, 24 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 10 25 s.d 10.35 WIB
Wawancara dibantu dengan : dibantu oleh Ibu Isma Endah dalam
menggunakan bahasa isyarat yang
divisualisasikan dengan intruksi kepada
informan
Situasi informan saat wawancara : ketika jam istirahat kelas dan anak
ditemani oleh Ibu Isma Endah

No Pertanyaan Jawaban

A Evaluasi input

1 Bagaimana perasaan adik selama Suka kak, suka sama bu isma, terus gak
mengikuti kegiatan terapi ini? suka sama teman-teman soalnya suka
iseng pukul kak.

2 Mengapa adik mengikuti Seneng kak, karena bisa main sama


kegiatan terapi disini? teman-teman.

B Evaluasi proses
1 Materi pelajaran apa saja sih Pancasila, matematika, Ips (ucapan
yang sudah diajari oleh Ibu guru sederhana masih perlu dibantu oleh Ibu
disini? Isma)

C Evaluasi hasil
1 Perubahan apa yang dirasakan Cuma dikit paling kaya suka
adik setelah mengikuti terapi menghitung, suka baca. suka main
disini? jepretan sama suka masak ayam
(ucapan sederhana masih perlu dibantu
oleh Ibu Isma)

21
Transkrip Wawancara dengan Klien di Sekolah Khusus Putra Putri Mandiri.

Informan : Fazila Rajni Imtinan


Ketunaan : Tunagrahita sedang/ Sindroma down
Umur : 5 tahun
Hari/Tanggal wawancara : Senin, 24 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 11.00 s.d 12.05 WIB
Wawancara dibantu dengan : dibantu oleh Ibu Isma Endah dalam
menggunakan bahasa isyarat yang
divisualisasikan dengan intruksi kepada
informan
Situasi informan saat wawancara : ketika selesai terapi dan anak ditemani oleh
Ibu Isma Endah

No Pertanyaan Jawaban

A Evaluasi input
1 Bagaimana perasaan adik selama Suka saja kak, suka sama bu ismanya
mengikuti kegiatan terapi ini?

2 Mengapa adik mengikuti Suka, karena bisa main.


kegiatan terapi disini?

B Evaluasi proses

1 Materi pelajaran apa saja sih gambar dan mengenal warna (ucapan
yang sudah diajari oleh Ibu guru sederhana masih perlu dibantu oleh Ibu
disini? Isma)

C Evaluasi hasil
1 Perubahan apa yang dirasakan Suka gambar dan mewarnai, soalnya
adik setelah mengikuti terapi suka (ucapan sederhana masih perlu
disini? dibantu oleh Ibu Isma)

22
PEDOMAN OBSERVASI

No Subjek Observasi Tanggal Alasannya


Observasi
Evaluasi Input
1 Fasilitas sarana dan Rabu, 19 Peneliti melakukan observasi yang
prasarana sekolah oktober 2016. sudah disepakati oleh pihak sekolah
khusus putra-putri khusus putra-putri mandiri untuk
mandiri dalam meminta izin melakukan observasi
melaksanakan kegiatan terapi anak berkebutuhan
program terapi anak khusus. Dalam hal ini peneliti
berkebutuhan melihat.peneliti melihat ruangan
khusus yang berukuran 4 x 4 meter, didalam
ruangan tersebut terdapat bangku 2
dan satu meja (one by one) dan
ruangan sekitar 8 x 6 meter untuk
terapi okupasi yang terapi lakukan
ketika semua murid sesudah pulang
sekolah, tujuannya adalah agar dalam
melakukan terapi anak akan lebih
fokus pada terapis. Rak buku dan
beberapa game terapis seperti puzzle
yang patah dan hilang yang
disebabkan karena anak suka
menolak dalam melakukan terapi
yang akan dijadwalkan pada hari
anak terapi, wire game 2 buah dan
sebuah flannel bergambar hewan dan
benda-benda seperti kursi atau
rumah. Peneliti mendapatkan sebuah
informasi dari wawancara yang
dilakukan kepada Ibu Isma sebagai
tambahan informasi penting dalam
mengobservasi kegiatan terapi anak
di sekolah khusus putra-putri
mandiri.

2 Keterjangkauan Kamis, 20 Lokasi tempat terapi anak


lokasi oktober 2016. berkebutuhan khusus yang berada di
Jl.Aneka warga No.51 RT005/011
Ds.Sasak Tinggi Ciputat . kemudian
melanjutkan perjalanan dengan
berjalan kaki sekitar 15 menit untuk
sampai lokasi tempat terapi,jika
menggunakan kendaraan seperti
mobil/motor membutuhkan waktu
1
sekitar 5 menit. lokasi tempat terapi
cukup strategis dekat dengan jalan
umum

Evaluasi Proses
1 Tahap pelaksanaan Rabu, 19 Peneliti mengamati pelaksanaan
terapi wicara pada oktober 2016. terapi wicara kepada klien anak
klien Faliza. Fazila Rajni Imtinan atau sering
dipanggil Fazila. Ibu Isma memulai
Ketunaan : dengan mendudukan fazila disebuah
Tunagrahita sedang kursi yang setiap sisi sampingnya
(Down sindroma) penahan kayu dengan tujuan agar
anak tidak bisa pergi dari tempat
duduknya. Kemudian Ibu isma
mengangkat kedua tangan fazila
sebelum memulai terapi membaca
doa belajar, sebagai berikut :
Ibu Isma : Ya Allah tambahkan ilmu
kepadaku amiin. Kemudian ibu isma
mulai memegang leher fazila dan
mengurutnya secara berulang-ulang
selama 2 menit dan mulai
melanjukan dengan berkata sebagai
berikut:
Ibu Isma: “Fazila ini ada gambar,
hewannya kecil suka muncul pada
malam hari dan suka makan nyamuk.
Tahu tidak namanya? (mengambar
cical dalam sebuah buku tulis
fazila)”
Fazila : (tidak merespon dan asik
dengan dirinya sendiri yang melihat
kesana kemari ketika terapi).
Ibu isma : Fazila sayang lihat ibu
“Cii…”
Fazila : “Tiii…”
Ibu Isma : Bukan Fazila “ Ciii…”
Fazila : “Hehe…”
Ibu Isma : Kok Ketawa, Ih… ayo
“Ciii…”
Fazila :… “Tiii..”
Ibu Isma : Bukan Fazila “Ciii…
Ciii…”
Fazila : Cii.. (ucapnya pelan).
Ibu isma : “Cak..”
“Fazila : Taaa…”
Ibu isma : “Bukan fazila, tapi cii…
cak, ayo Ciii..”
2
Fazila “Ciicaaat….hehe” (tertawa
sendiri).
Ibu Isma : Bukan Fazila, tapi c-i-c-
a-k, Cicak”
Fazila : Ciicak” (ucapnya dengan
nada pelan).
Ibu isma pun memegang wajah fazila
agar melihat kewajahnya dengan
tujuan meniru ucapan Ibu isma. Hal
ini bertujuan merupakan tahap terapi
wicara untuk melatih motorik otot
mulut dengan maksud melatih
pengucapan yang dikatakan oleh Ibu
isma.
Ibu isma : “Fazila … lihat ibu
sayang, Cii…” (seperti mendesih)
Fazila : ‘Ciiih…”
Ibu isma : “Bukan fazila, Ci”
Fazila : “Ci”
Ibu isma : “Cak, Cicak”
Fazila : cicak, hehehe (ucap fazila
pelan yang dibarengi tertawa).
“Ibu isma : “Gak dengar ah… ibu
mah. Ulangi ya, Ci-Cak” (Bu isma
berucap dengan mendesih)
Fazila : “Cicak” (dengan nada yang
cukup jelas).
Setelah mengajarkan kata “Cicak”
kemudian dilanjutkan dengan kata
lain seperti mata, hidung , telinga
dan bibir dengan metode pengajaran
yang sama seperti sebelumnya
dengan gerak tubuh lalu kemateri
selanjutnya yaitu berhitung, seperti
sebagai berikut:
Ibu isma : “Sa-tu”
Fazila : “Saaa…u”
Ibu isma : “Bukan Fazila, tapi Saa…
tuu…” (memegang wajah fazila dan
memperagakan ucapan mulut bu
isma).
Fazil : “Saa…u…”
Ibu isma : “Saaa… Saaa…
Saaa…tu”
Fazila : “Saaatuuu”
Dan seterusnya hingga angka
sepuluh yang dilakukan ibu isma
selama melakukan terapi berulang-
3
ulang dalam melatih fazila. Faliza
juga melakukan terapi okupasi,
peneliti mengamati Ibu Isma yang
mengajarkan Faliza meniup balon,
seperti berikut ini:
Ibu isma : “faliza pegang ini dengan
kedua tangannya ya, lalu tiup,
fuuuh….” (belajar meniup dan
memperagakannya dengan
memanyungkan bibir Ibu isma
didepan faliza).
Faliza : furrt (masih belum lancar
dalam meniup)
Ibu isma pun memberikan sebuah
peluit kedua peluit yang ada dimeja
satu dipegang Ibu isma dan satu lagi
dipegang Fafa.
Ibu isma : “Faliza lihat ibu
nak,fuuuh.. (memperagakan gerak
mulutnya agar faliza mau
mengikuti).
Faliza : “fuuth…” (sudah bisa
meniup walaupun suaranya terputus-
putus).
Kemudian hal yang dilakukan ibu
isma adalah mengajarkan cara
memegang crayon warna yang baik
dan benar, karena kemampuan
motorik halus faliza masih kurang
baik, sehingga dilatih dengan
kegiatan mewarnai gambar dengan
dibantu oleh Ibu isma dalam
penerapannya, lalu memainkan wire
game melatih otot jari tangan untuk
membiasakan bergerak agar tidak
kaku yang diakukan satu persatu
dalam setiap buahnya. Terapi yang
dilakukan oleh terapis berlangsung
selama 60 menit, 45 menit untuk
pengajaran materi terapi dan 15
menit untuk menulis laporan tentang
anak yang diterapi. Setelah selesai
Ibu isma merentangkan tangan fazila
untuk berdoa, karena terapi sudah
selesai.
Ibu isma : “Ya allah terima kasih atas
pelajaran yang kudapatkan hari ini
dan sembuhkanlah aku. Amiin”
4
2 Tahap pelaksanaan Kamis, 20 Terapi okupasi yang diterapkan oleh
terapi okupasi pada Oktober 2016 Pak ahmad terhadap klien Risky
klien Rizky Akbar penyandang tunagrahita lebih
memilih melakukan pengulangan
Ketunaan materi yang diajarkan dikelas
Tunagrahita sebelumnya, alasannya tunagrahita
(ringan) ringan tidak begitu sulit dalam
melakukan terapinya, jika klien
menolak. Maka Pak ahmad akan
melakukan terapi behavior dengan
tujuan melatih kepatuhan agar Risky
mau mengikuti intruksi dari terapis.
Hal yang dilakukan adalah membaca
doa. sama yang dilakukan dengan
Ibu isma sebelum melakukan
kegiatan terapis yaitu berdoa terlebih
dahulu agar diberikan kesembuhan
bagi klien dan bermanfaat bagi
dirinya. Pengamatan yang peneliti
lihat tentang Rizky dalam melakukan
terapi okupasi adalah mengerakkan
tubuh risky untuk merelaksasikan
gerak otot kepala, tangan, jari, dan
kaki. Hal yang dilakukan pertama
adalah melatih motorik kasar klien
dengan memberikan bola basket
kepada Rizky dan memasukan
kedalam ring basket yang pendek.
Ternyata Rizky sudah cukup baik
dan memasukan bola kedalam
gawang ring basket. Kemudian Pak
sona memberikan pengarahan
dengan memainkan game Balance
sebuah papan balok plastik berwarna
kuning yang disusun oleh Rizky
untuk membentuk jalan lurus
kedepan, Pak sona berada ditengah
dan menahan tangan risky yang
berjalan diatas jalur balok plastik
untuk menjaga keseimbangan klien.
Dalam hal ini Rizky sedikit kesulitan
dalam bergerak dan menjaga
keseimbangan ketika berjalan. Pak
sona kemudian melakukan terapi
berikutnya melatih otot genggaman
tangan dengan melakukan climbing
pada tembok yang setiap dindingnya
terdapat pegangan untuk dinaiki.
5
Dalam hal ini Rizky masih kesulitan
untuk memegang pijakan climbing
sehingga tidak bisa lama dalam
memanjat. Setelah selesai Pak sona
melakukan pemanasan kembali
kepada Rizky dengan tujuan
mengurangi tegangan otot dan
melenturkan sendi-sendi gerak yang
dilakukan sebelumnya lalu membaca
doa penutup surat Al-‘asr sebagai
tanda selesainya terapi yang
dilakukan oleh Pak sona kepada
Rizky.

3 Tahap pelaksanaan Jumat, 21 Dalam hal melakukan terapi okupasi


terapi okupasi pada Oktober 2016 umumnya disesuaikan dengan
klien Noval. kebutuhan klien dan harapan orang
tua ingin mengarahkan anaknya
Ketunaan : kearah akademik atau kearah
Tunagrahita sedang mandiri. Dalam hal ini yang
(Down Shydroma) dilakukan oleh Ibu Zahra, yaitu
mengarahkan klien Noval
keakademik, materi sesuai kurikulum
diknas . Ibu Zahra dalam hal ini
sebelum memulai kegiatan terapi
melakukan doa terlebih dahulu untuk
kelancaran, kemanfaatan dan
kesembuhan bagi klien hal pertama
yang dilakukan oleh Noval yaitu
memberikan sebuah kertas origami
dan Ibu Zahra memvisualisasikan
didepan Noval, seperti sebagai
berikut :
Ibu Zahra : “Noval lipat seperti ini”
(melipat menjadi bagian satu)
Noval : masih sedikit kesulitan untuk
mengikuti arahan dari Ibu Zahra dan
melakukan pengulangan kembali
dengan melakukan intruksi yang
sama. Peneliti mengamati bahwa
noval bisa mengikuti arahan dari Ibu
Zahra hanya saja kemampuan
sensorik halusnya untuk melipat
membuat noval sedikit kesulitan.
Kemudian Ibu Zahra melanjutkan
materi berikutnya yaitu melatih
sensorik halusnya dengan
6
menggunakan media play doh lilin.
Terapis menggulum lilin membentuk
seperti bola tenis dan
memberikannya kepada Noval.
Noval lalu mengerti cara meratakan
lilin secara lebar. Kemudian Ibu
Zahra memperlihatkan cara
melintingkan lilin menjadi panjang
dengan cara menggosokkan tangan.
Noval sedikit kesulitan dalam
melakukan melinting lilin. Dalam hal
ini terapis melakukan hal yang sama
yaitu dengan melakukan pengarahan
cara melinting lilin menjadi panjang
secara perlahan, agar Noval mampu
mengikuti. Setelah dirasa cukup.
Setelah itu Ibu Zahra mengajarkan
kepada Noval tentang materi PKN
seperti arti kepanjangan apa itu Dpd,
Mpr, Ma. Ky, Dpr, Mk dalam materi
yang diajarkan oleh Ibu Isma
sebelumnya Seperti sebagai berikut :
Ibu Zahra : “Nah, Noval materi yang
diberikan Ibu isma tentang inikan
Pkn. Noval masih ingat tidak tentang
apa itu Dpd,Dpr,Ma?”
Noval : “gak tau (tersenyum malu).
Ibu Zahra : kok gak tau, ibu bantu
deh. Dpr dulu ya, Dewan….”
Noval “ Dewaaan…”
Ibu Zahra : “Perwakilan…”
Noval : “Perwaakilan…”
Ibu Zahra : “Rak…”
Noval : “Raaayat”
Ibu Zahra : “bukan raayat noval, tapi
rak-…! (ucap ibu Zahra sedikit
ditekankan)”
Noval : “rak…”
Ibu Zahra : “Rakyat”
Noval : “rakyat (ucapnya dengan
malu-malu tersenyum)”
Ibu Zahra : “Kok ketawa. Mulai lagi
ya. Dewan…”
Noval : “Dewaan…”
Ibu Zahra : Perwakilan”
Noval : “Perwakilan”
Ibu Zahra “ rakyat, nah ayo noval
dewan”
7
Noval : “Dewaan… perwakilan…
rayat (uzap noval dengan panjang)”
Ibu Zahra : “Bukan Noval, ulangi
lagi Dewan… perwakilan… rakyat”
Noval : “Dewan… perwaiklan…
rakyat (Ucap ibu zahra membimbing
dengan ucapan pertama dalam
membantu pengucapan noval)”
Dan seterusnya dalam memberikan
materi program terapi terhadap klien.

4 Jadwal program Kegiatan Kegiatan program terapi anak


terapi anak program berkebutuhan khusus yang dilakukan
berkebutuhan berlangsung pada anak tunagrahita dan autisme
khusus di sekolah dari bulan ini sudah berjalan dengan baik sesuai
khusus putra putri september dengan jadwal. Selama peneliti
sampai melakukan penelitian pada hari senin
oktober sampai jumat. program kegiatan
terapi ini sudah berjalan cukup baik.
Terapisnya sudah stand by di sekolah
sesudah mengajar kelas classical
sampai jam 11 siang sesuai jadwal
yang ada. Dimulai terapi dari jam 11
WIB siang sampai jam 12.00 WIB.
Evaluasi Hasil
1 Perubahan perilaku Berlangsung Dilihat dari kegiatan program terapi
klien terapi bulan yang berfokus pada klien tunagrahita
September yang berada di sekolah khusus putra
sampai putri mandiri. Tidak banyak
oktober perubahan yang signifikan pada klien
selama mengikuti terapi selama
peneliti melakukan observasi
penelitian dilembaga. Waktu yang
dibutuhkan bagi terapis dalam
melakukan terapis cukup lama dan
tidak begitu terlihat perubahannya.
Salah satu klien yang dikatakan
cukup lama bagi peneliti
mengobservasi adalah Fazila, klien
yang berusia 5 tahun ini memiliki
ketunaan Tunagrahita sedang (Down
shydroma) belum mengetahui
banyak tentang intruksi dan belum
mengerti tentang kepatuhan. Klien
mengikuti terapi selama kurang lebih
3 bulan dari bulan September hingga
November. Konsultasi kerja sama
8
peran orang tua dengan terapis
sangat penting dan memberikan
masukan kepada orang tua klien
yang sebaiknya berfokus pada
kemandirian anak agar mampu
mengurus dirinya sendiri.
Sebelumnya fazila belum mengerti
dan membedakan mana kotor dan
bersih sampah-sampah disekitarnya
yang sebelumnya dijadikan mainan
dan sering kesulitan dalam
berkomunikasi dengan lingkungan
sekitarnya. Selama mengikuti rutin
selama 3 bulan melihat
perkembangan klien. Kini fazila
mengerti intruksi dan kepatuhan
serta sudah paham kebersihan dan
klien cukup baik dalam berteman
dengan teman sebayanya yang
lainnya. Walaupun sedikit kesulitan
dalam berbicara dan hanya bisa
mengucapkan kata sederhana saja
seperti misalnya (ya sudah, saya tahu
bu dsb).

9
TRANSKRIP STUDI DOKUMENTASI

No Dokumen Dokumen Dokumen Kesimpulan terhadap


terlampir hanya dapat dokumen
dilihat (tidak
dilampiraka)
Evaluasi Input
1 Kriteria anak - Tidak ada Dalam hal ini peneliti
dalam pelaksanaan mendapatkan informasi
program terapi melalui wawancara
sekolah khusus dengan kepala sekolah
putra putri mandiri
Kriteria anak yang
mengikuti program
terapi di sekolah khusus
putra putri mandiri
bersifat umum, orang
tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus C
dan F boleh mengikuti
terapi, walaupun tidak
bertempat tinggal
didaerah ciputat.
Syarat dalam kriteria
yang ditetapkan oleh
sekolah khusus putra
putri mandiri bagi yang
ingin mengikuti terapi.
Harus berusia dari 4-15
tahun dan anak
dampingan memiliki
surat pengantar dari
tenaga ahli dokter atau
psikologi serta tes IQ,
yang bertujuan
membantu
menklarifikasikan
ketunaan apa yang
diderita klien.

2 Identitas anak Terlampir - Semua informasi


yang mengikuti tentang identitas klien
program terapi yang mengikuti
sekolah khusus program terapi sudah
putra putri mandiri sesuai dengan kriteria
(usia, jenis yang ditetapkan oleh
ketunaan, wilayah sekolah khusus putra-
10
tinggal dan status putri mandiri. Anak
dampingan orang berusia 4-15 tahun,
tua) yang memiliki
kebutuhan khusus C
dan F, wilayah yang
tinggal diluar desa
sasak tinggi ciputat pun
boleh mengikuti terapi
dan anak dampingan,
dari orang tua ataupun
non dampingan seperti
dari panti asuhan.
3. Proposal - Tidak Dalam hal ini kebijakan
pelaksanaan terlampir dari sekolah putra-putri
program terapi mandiri bersifat
sekolah khusus tertutup. tidak
putra putri mandiri semuanya dapat
diinfromasikan
kepublik karena bersifat
privasi.
4 Profil sekolah Terlampir - Porfil sekolah khusus
khusus putra putri putra putri mandiri jelas
mandiri dan rinci yang
didalamnya
menjelaskan tentang
visi, misi dan motto,
profil, staff, program
unggulan yang
dilaksanakan, lokasi
sekolah putra putri
mandiri, struktur
organisasi sekolah
khusus putra putri
mandiri.
Evaluasi Proses
1 Daftar hadir klien Terlampir - Tingkat kehadiran anak
dalam mengikuti yang datang mengikuti
program terapi di kegiatan program terapi
sekolah khusus cukup baik, tingkat
putra putri mandiri kehadiran rutin anak
hanya beberapa karena
alasan terntu dan izin.
Selebihnya dalam satu
bulan yang lainnya
sudah cukup baik.

11
2 Nama klien, jenis Terlampir - Nama klien dan jenis
ketunaan dan jenis ketunaan yang diderita
terapi yang diikuti mewakili dalam profil
lembaga, akan tetapi
untuk fokus jenis terapi
yang terdapat pada
sekolah khusus putra
putri mandiri.
Dalam hal ini
penanggung jawab
program Ibu Isma
endah hanya
mengizinkan peneliti
untuk menyalin dalam
catatan observasi yang
dilakukan oleh terapis.
Klien yang mengikuti
terapi okupasi pada
anak tunagrahita lebih
banyak dibandingkan
yang mengikuti terapi
wicara.
Evaluasi Hasil
1 Laporan hasil Terlampir - Laporan hasil
perkembangan pekembangan klien
klien ketunaan C
(tunagrahita) yang
mengikuti terapi hanya
3 orang. Dari hasil
laporan perkembangan
anak yang dibuat oleh
terapis terlihat jelas
antara anak yang rutin
datang terapi dengan
yang jarang datang
mengikuti terapi.

12

Anda mungkin juga menyukai