Anda di halaman 1dari 93

Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat

Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur Darat

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Administrasi Publik

Oleh

Shella Shandy Thasia Isma


140903092

Program Studi Ilmu Politik Administrasi Publik


Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sumatera Utara
Medan
2018

Universitas Sumatera Utara


PRAKATA

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi
ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh Gelar Sarjana
Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera
Utara. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sejak
masa perkuliahan sampai dengan penyusunan skripsi ini sangatlah sulit dalam
melewati dan menyelesaikannya. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta Bapak Wakil Dekan I Bapak
Husni Thamrin, S.Sos., M.S.P , Wakil Dekan II Bapak Muhammad Arifin
Nasution, S.Sos., M.S.P , dan Bapak Wakil Dekan III Ibu Dra. Rosmiani,
M.A.
2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A. selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara dan sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membantu mengarahkan
saya dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Asima Yanti Siahaan, Ma, Ph.D. selaku Sekretaris Departemen
Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh Staf Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah
membekali penulis dengan berbagai ilmu selama mengikuti perkuliahan
sampai akhir penulisan skripsi ini.
5. Staf Tata Usaha Departemen Ilmu Administrasi Publik yang telah banyak
membantu peneliti selama mengikuti perkuliahan sampai akhir penulisan
skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


6. Seluruh pimpinan dan staf pada Puskesmas Glugur Darat, yang telah
membantu saya dalam memperoleh hasil wawancara dan data yang saya
perlukan.
7. Kedua orang tua peneliti, Ayahanda Drs. Isma Tantawi, M.A. dan Ibunda
Muji Prihatin, serta saudara peneliti Ayu Suci Amalia Isma, Indah Kesuma
Putri Isma, Joko Haryono, dan Hendra Jayusman. Kata-kata tidak akan
dapat melukiskan kasih sayang, pengorbanan, serta jasa kalian yang tidak
terhingga kepada saya. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal
kesuksesan saya agar dapat membahagiakan kalian.
8. Kepada sahabat Bella Syafira yang selalu mendukung dan selalu ada
dalam setiap permasalahan yang saya hadapi dan selalu senantiasa saling
memotivasi dalam penyelesaian skripsi masing-masing.
9. Kepada teman-teman dari FISIP USU: Umi Fatiah Alfani, Julianna
Chaterinna Simamora, Cindy Priscilla Hutagaol, yang senantiasa setia
menemani dari masa awal perkuliahan kini sampai di penghujung akhir
perkuliahan. Teman-teman seperjuangan satu kelompok pelajaran: Faisal,
Oliv, Felix, Ori, dan Syahputra yang telah senantiasa menerima saya
menjadi anggota kelompoknya di mata perkuliahan yang ada. Teman-
teman susah senang Aisyah dan Joel Claudia yang selalu setia menemani
di kampus menunggu mata kuliah di jam sore dan selalu memberikan
motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Kepada teman-teman seperjuangan PKL: Tia, Dea, Reza, Wira, Dewi,
Delfi, Salsa, Fadlan, Bosti, dan bang Zainal terimakasih atas kebersamaan
dan kerjasama yang telah kalian berikan di Simalungun Bosar Maligas
yang tidak akan pernah terlupakan.
11. Para sahabat dan rekan-rekan seluruh keluarga besar Ilmu Administrasi
Publik FISIP USU yang telah bersama-sama saling mendukung dan
menyertai saya menyelesaikan studi ini.
12. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi
ini.

ii

Universitas Sumatera Utara


Akhirnya, saya berharap Allah SWT berkenaan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat buat
pengembangan keilmuan.

Medan, Juli 2018

Penulis

Shella BAB I

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) sebagai salah satu sarana kesehatan


yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, yang memiliki peran
sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesehatan, meluncurkan
kebijakan BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, untuk melihat keberhasilan program
tersebut sangat perlu diadakan penelitian dengan judul ”Implementasi Kebijakan
Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur
Darat”. Tujuan penelitian untuk mengetahui standar dan sasaran kebijakan,
mendeskripsikan sumber daya, hungbungan antarorganisasi, dan untuk
mengetahui karakteristik agen pelaksana yang mempengaruhi proses
Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di
Puskesmas Glugur Darat. Penelitian menggunakn landasan teori yang
dikemukakan Van Meter dan Van Horn. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Metode yang digunakan adalah
wawancara dengan kepala, dokter, bidan, pegawai serta peserta BPJS Kesehatan
yang berobat ke Puskesmas Glugur Darat, Medan. Hasil yang ditemukan,
pertama, sumber daya sarana dan prasarana yang masih belum memadai, seperti
alat ukur tensi yang kurang berfungsi selanjutnya alat USG yang masih
berdimensi rendah, sehingga penyakit yang diderita pasien tidak terdiagnosa.
Obat-obatan yang didapat dan diterima pasien tidak cukup seperti yang dianjurkan
dokter (seharusnya 10 butir tablet, tetapi diberikan hanya 8 tablet saja). Kendala
lainnya yaitu terlalu lama proses pengurusan surat rujukan, karena kurangnya
koneksi internet di Puskesmas Glugur Darat.Pasien yang datang berobat ditangani
terlebih dahulu di Puskesmas Glugur Darat. Setelah ditanganni dan tidak ada
perubahan, baru dirujuk ke rumah sakit tertentu. Hal ini menurut pasien, perlu
dirujuk langsung untuk penyakit tertentu. Ketiga, hubungan antarorganisasi sudah
berjalan dengan baik hanya saja sosialisasi terhadap masyarakat masih dianggap
kurang.

KataKunci: Puskesmas, BPJS, dan Implementasi.

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

PRAKATA .......................................................................................................... i

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

DAFTAR ISI........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5

1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8

2.1 Kebijakan Publik ................................................................................ 8

2.1.1 Implementasi Kebijakan .......................................................... 9

2.1.2 Model Implementasi Kebijakan ............................................... 12

2.2 Pelayanan Publik ................................................................................ 15

2.3 Pelayanan Kesehatan .......................................................................... 18

2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ................... 22

2.5 Kemiskinan ........................................................................................ 24

2.6 Hipotesis Kerja................................................................................... 31

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 32

3.1 Bentuk Penelitian ................................................................................ 32

3.2 Lokasi Penelitian ................................................................................. 33

3.3 Informan Kunci ................................................................................... 33

3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 36


v

Universitas Sumatera Utara


3.5 Teknik Analisis Data........................................................................... 37

3.6 Teknik Keabsahan Data ..................................................................... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 41

4.1 Informan Penelitian ............................................................................. 41

4.2 Gambaran Umum Puskesmas Glugur Darat ....................................... 41

4.2.1 Profil Puskesmas Glugur Darat .................................................. 41

4.2.2 Visi dan Misi Puskesmas Glugur Darat ..................................... 42

4.2.3 Lokasi Puskesmas Glugur Darat ................................................ 43

4.2.4 Fungsi dan Tujuan Puskesmas Glugur Darat ............................. 43

4.2.5 Data Geogrfis dan Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ..... 44
4.3 Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat
Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur Darat ..................................... 45
4.3.1 Standart dan Sasaran Kebijakan................................................. 45
4.3.2 Sumber daya .............................................................................. 52
4.3.3 Hubungan antar Organisasi ........................................................ 63
4.3.4 Karakteristik Agen Pelaksana .................................................... 66
4.3.5 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik ................................. 70
4.3.6 Disposisi Implementor ............................................................... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 76
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 76
5.1.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ................................................... 76
5.1.2 Sumber daya ................................................................................ 77
5.1.3 Hubungan antarorganisasi ........................................................... 77
5.1.4 Karakteristik Agen Pelaksana ..................................................... 78
5.1.5 Lingkungan Sosial, Politik dan Ekonomi ................................... 79
5.1.6 Disposisi Implementor ................................................................ 79
5.2 Saran .................................................................................................... 80
5.2.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ...................................................... 80
5.2.2 Sumber daya ................................................................................... 80
vi

Universitas Sumatera Utara


5.2.3 Hubungan antarorganisasi .............................................................. 81
5.2.4 Karakteristik Agen Pelaksana ........................................................ 81
5.2.5 Lingkungan Sosial, Politik dan Ekonomi ...................................... 81
5.2.6 Disposisi Implementor ................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 83

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 1

Lampiran 1: Pedoman Wawancara ......................................................... 1

Lampiran 2: Pedoman Observasi ............................................................. 7

Lampiran 3: Pedoman Dokumentasi ........................................................ 8

Lampiran 4: Transkip Wawancara ........................................................... 9

Lampiran 5: Transkip Observasi .............................................................. 57

Lampiran 6: Transkip Dokumentasi ........................................................ 61

vii

Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara dengan sistem yang demokrasi untuk

memakmurkan dan mensejahterakan rakyatnya. Pemerintah dan badan legislatif

sebagai pengemban amanah rakyat melalui pemilihan umum bertanggung jawab

penuh atas kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan

kesejahteraan pemerintah menetapkan berbagai macam kebijakan dengan

berbagai programnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu perencanaan secara

sistematis, terarah, terpadu, dan menyeluruh, serta dibutuhkan keterlibatan

berbagai sektor dan seluruh komponen masyarakat dalam pelaksanaannya. Dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan diperlukan fasilitas kesehatan, yaitu alat

dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik

peningkatan, pencegahan, pengobatan, maupun pemulihan yang dilakukan oleh

pemerintah dan masyarakat.

Pemerintah memberikan tanggungjawab kepada Kementrian Kesehatan

dalam proses pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, antara

lain seperti penyedian dan peningkatan pembangunan infrastruktur sarana dan

prasarana yaitu, gedung untuk rumah sakit, puskesmas, dan laboratorium.

Pengadaan peralatan teknologi kesehatan modern dan tepat guna (canggih). Di

samping hal di atas, juga diperlukan sistem administrasi operasional yang efisien,

lugas, tuntas, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor: 40 tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor: 24 tahun 2011


1

Universitas Sumatera Utara


tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sejak berdirinya BPJS pada

tanggal 1 Januari 2014 setiap rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta,

puskesmas yang bekerjasama dengan BPJS wajib melayani pasien peserta

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang pembiayaannya menjadi tanggungan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sesuai dengan yang tercantum

dalam Peraturan Presiden Nomor: 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan,

yang dimaksud dengan pasien BPJS yakni Peserta Jaminan Kesehatan yang

menerima bantuan iuran dari pemerintah bukan penerima bantuan iuran (non PBI)

yang terdiri dari PNS, TNI, POLRI dan penerima bantuan iuran (PBI) yang terdiri

dari masyarakat tidak mampu atau masyarakat ekonomi lemah.

BPJS kesehatan telah membagi kelas perawatan pada peserta BPJS non

PBI dan masing-masing kelas memiliki iuran yang berbeda-beda yaitu terdiri dari

kelas 1 dengan iuran RP 80.000, iuran kelas 2 Rp 51.000, dan kelas 3 dengan

iuran Rp. 25.500. Sedangkan kelas perawatan dari peserta BPJS penerima bantuan

Iuran (PBI) yaitu kelas rawat 3 tidak dipungut biaya (gratis) karena peserta BPJS

pada kelas 3 ini ditanggung oleh Pemerintah yang diperuntukan kepada

masyarakat tidak mampu atau masyarakat ekonomi lemah. Penerima bantuan

Iuran (PBI) ini mempunyai hak yang sama dengan pasien umum lainnya untuk

menerima pelayanan yang memuaskan. Pengertian lain dari BPJS Kesehatan

adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, yaitu sebuah Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) yang berperan untuk menyelenggarakan Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh warga Negara Indonesia.

Selain itu, di dalam Undang-Undang Nomor: 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam

Universitas Sumatera Utara


memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Untuk mewujudkan

komitmen tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas kesehatan

masyarakat dengan menggunakan jaminan sosial. Jaminan sosial ini merupakan

salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah yang

berguna menjamin warga negara atau masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan

hidup dasar yang layak.

Kebijakan terkait pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin masih

menjadi salah satu persoalan mendasar di Indonesia. Sebagian besar masyarakat

di Indonesia merupakan kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang

tentu saja sangat rentan terhadap masalah kesehatan. Berbagai kalangan

masyarakat terutama masyarakat miskin menghadapi berbagai masalah kesehatan

seperti keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya status kesehatan.

Penyebab utama dari rendahnya derajat kesehatan masyarakat terutama

masyarakat miskin karena kurangnya kecukupan pangan, keterbatasan akses

terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar,

kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, rendahnya pendapatan, dan

mahalnya biaya jasa kesehatan. Dalam hal ini pemerintah yang berperan sebagai

pelaku dari penyelenggaraan kesehatan masyarakat, harus saling bahu membahu

secara sinergis dalam melaksanakan pelayanan yang terencana, terpadu dan

berkesinambungan dalam upaya bersama-sama mewujudkan pelayanan publik

bagi seluruh lapisan masyarakat.

Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) sebagai salah satu sarana

kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, yang


3

Universitas Sumatera Utara


memiliki peran sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat

kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, puskesmas dituntut untuk memberikan

pelayanan yang bermutu yang memuaskan bagi pasiennya sesuai dengan standar

yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakatnya. Dan untuk

mengatur mekanisme penyelenggaraannya kementrian kesehatan kemudian

mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang

Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, seluruh faskes mulai dari

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) hingga Fasilitas Kesehatan Rujukan

Tingkat Lanjutan (FKRTL), memiliki acuan atau pedoman yang jelas dalam

menyelenggarakan pelayanan BPJS Kesehatan dan salah satu faskes yang menjadi

penyelenggara dari kebijakan tersebut adalah puskesmas.

Berdasarkan latar belakang di atas dan hasil pra penelitian yang telah

dilakukan pada tanggal 21 Januari di Puskesmas Glugur Darat permasalahan

yang ada yaitu kinerja BPJS dinilai kurang maksimal, masih ditemukan sistem

pelayanan yang kurang memuaskan bagi para peserta BPJS masyarakat ekonomi

lemah. Yaitu seperti lambatnya proses penyelesaian berkas rujukan. Masalah

rujukan pada peserta BPJS tersebut juga dialami peserta yaitu mengenai

pengurusan surat rujukan, dimana pasien harus berobat dulu di puskesmas setelah

berobat pasien baru bisa dirujuk ke rumah sakit. Hal itu menimbulkan kesan

pelayanan terhadap peserta BPJS diperlambat atau dipersulit. Bahkan hal tersebut

bisa menyebabkan kondisi penyakit yang diderita pasien ataupun peserta dari

BPJS lebih parah. Konteks dari pelayanan harus dilihat dari hulu ke hilir, kalau

hulunya belum mulus tentu saja hilirnya akan berdampak.

Universitas Sumatera Utara


Implementasi kebijakan publik sebagai suatu sistem bagi masyarakat

diharapkan dapat memberikan pemenuhan atas hak-hak mendapatkan pelayanan

bagi seluruh lapisan masyarakat baik dalam pelayanan publik terutama pelayanan

Kesehatan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk

mengkaji lebih mendalam dan melakukan penelitian dengan judul

“Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi

Lemah di Puskesmas Glugur Darat”.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang

penting karena diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam

membatasi permasalahan yang ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan

sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah Implementasi

Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi Lemah di

Puskesmas Glugur Darat”.

1.3 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka adapun

yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Standar dan sasaran kebijakan terkait dengan proses

Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi

lemah di Puskesmas Glugur Darat.


5

Universitas Sumatera Utara


2. Untuk mendeskripsikan Sumber daya dalam proses pelaksanaan Kebijakan

Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas

Glugur Darat.

3. Untuk mengetahui Hubungan antar Organisasi dalam mencapai tujuan

terkait dengan Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi

lemah di Puskesmas Glugur Darat.

4. Untuk mengetahui Karakteristik agen pelaksana yang mempengaruhi

proses Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat

ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat.

5. Untuk mendeskripsikan Kondisi sosial, politik dan ekonomi yang

mendukung keberhasilan dalam proses pelaksanaan Kebijakan Pelayanan

Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat.

6. Untuk mendeskripsikan Disposisi implementor terkait dengan pelaksanaan

Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di

Puskesmas Glugur Darat.

1.4 Manfaat Penelitiaan

Adapun manfaat penelitian yang akan dicapai adalah sebagai berikut:

a. Secara Subjektif, Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan

kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan kemampuan untuk

menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah. Hal ini diperoleh berdasarkan

kajian-kajian teori dan aplikasi Departemen Ilmu Administrasi Publik,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


b. Secara Praktis, Penelitian ini menjadi sumbangan pemikiran bagi instansi

terkait di Puskesmas Glugur Darat mengenai implementasi kebijakan

pelayanan kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah. Penelitian ini juga

diharapakan dapat dijadikan referensi untuk mengambil kebijakan yang

mengarahkan kepada kemajuan institusi.

c. Secara Akademis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa

di Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

Kebijakan merupakan kumpulan keputusan yang ditetapkan, yang

bertujuan dalam melindungi serta membatasi perilaku atau tindakan masyarakat

sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Karena para

pembuat kebijakan perlu mencari tahu dan meninjau terlebih dahulu terkait isu-isu

masalah apa yang terjadi di masyarakat. Pengertian kebijakan publik sangat begitu

beragam, namun demikian tetap saja pengertian kebijakan publik berada dalam

wilayah tentang apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah selaku

pembuat kebijakan.

Carl J Federick (dalam Leo Agustino 2008:7) mendefinisikan kebijakan


sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan
(kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan
kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku

yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi

kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang

sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan

pada suatu masalah.

Richard Rose (dalam Budi Winarno 2007:17) juga menyarankan bahwa


kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak
berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan
daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pressman dan Widavsky (dalam
Budi Winarno 2002: 17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang
mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bias diramalkan.
Kebijakan publik itu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain
8

Universitas Sumatera Utara


misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor
bukan pemerintah.

Robert Eyestone (dalam Leo Agustino 2008:6) mendefinisikan kebijakan


publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak
pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami,
karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.
Menurut Nugroho (2004:48) ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu:
1. Kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami,
karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai
tujuan nasional.
2. Kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur, karena
ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita
sudah ditempuh.

Menurut Woll (dalam Tangkilisan 2003:2) menyebutkan bahwa kebijakan


publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di
masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Begitupun dengan Chandler dan Plano
(dalam Tangkilisan 2003: 1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdayasumberdaya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan
bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara
terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang
beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi
dalam pembangunan secara luas.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan

oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan

masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk

melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuanketentuan atau peraturan

perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang

mengikat dan memaksa.

2.1.1 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam

keseluruhan struktur kebijakan. Tahap ini menentukan apakah kebijakan yang

Universitas Sumatera Utara


ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil

menghasilkan output dan outcomes seperti yang telah direncanakan. Untuk dapat

mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan, maka kebijakan publik perlu

untuk diimplementasikan. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial

dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus

diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas yaitu merupakan alat

administrasi publik di mana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya

diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih

dampak atau tujuan yang diinginkan.

Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah adanya

pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input

untuk menghasilkan implementasi baru yang akan dimulai. Apabila tujuan dan

sasaran telah ditetapkan, kemudian program kegiatan telah tersusun dan dana

telah siap untuk proses pelaksanaanya dan telah disalurkan untuk mencapai

sasaran atau tujuan kebijakan yang diinginkan. Van Meter dan Van Horn (dalam

Agustino 2006:139) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai:

“Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan


untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan
sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah
keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai
perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan
kebijakan”

Tindakan tindakan yang dimaksud mencakup usaha usaha untuk

mengubah keputusan keputusan menjadi tindakan tindakan operasional dalam

kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha usaha untuk

10

Universitas Sumatera Utara


mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan

keputusan.

Menurut Daniel Maxmanian dan paul Sabatier (dalam Leo Agustino

2006:139) bahwa:

“Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijkasanaan


dasar, biasanya dalam bentuk undang undang, namun dapat pula berbentuk
perintah perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang ingin di
atasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan
berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.”

Syukur (dalam Sumaryadi 2005:79) bahwa pengertian dan unsur unsur

pokok dalam proses implementasi sebagai berikut:

1. Proses implementasi kebijakan ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang


terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah yang strategis
maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau
kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran yang ditetapkan
semula.
2. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesunguhnya dapat berhasil,
kurang berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau dari hasil yang dicapai
“outcomes” unsur yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung atau
menghambat sasaran program.
3. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang
penting dan mutlak yaitu:
a) Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin
dilaksanakan dalam ruang hampa. Oleh karena itu, faktor
lingkungan (fisik, sosial budaya, dan politik) akan mempengaruhi
proses implementasi program program pembangunan pada
umumnya.
b) Target groups yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan diharapkan
akan menerima manfaat program tersebut.
c) Adanya program kebijaksanaan yang dilaksanakan.
d) Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau
perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan,
pelaksanaan dan pengawaasan.

Dari penjelasan mengenai implementasi diatas, peneliti menarik

kesimpulan bahwa implementasi merupakan proses pelaksanaan dari suatu

program, baik itu di lingkungan pemerintah, masyarakat, organisasi atau

11

Universitas Sumatera Utara


sekolah yang hasilnya dapat di lihat dari perbandingan pencapaian target

dengan tujuan awal, sehingga dalam implementasi ini sangat dimungkinkan

banyak hal yang sifatnya teknis sebagai upaya dari pencapaian tujuan

tersebut.

2.1.2 Model Implementasi Kebijakan

Berkaitan dengan beberapa konsep implementasi kebijakan yang telah

dijelaskan diatas, maka model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van

Horn yang akan digunakan sebagai pengukur atau indikator dalam penelitian ini.

Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino 2008:142) model ini

mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari

kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. Model proses

implementasi yang diperkenalkan Van Meter dan Van Horn pada dasarnya tidak

dimaksudkan untuk mengukur dan menjelaskan hasil akhir dari kebijakan

pemerintah, namun lebih tepatnya untuk mengukur dan menjelaskan apa yang

dinamakan pencapaian program karena menurutnya suatu kebijakan mungkin

diimplementasikan secara efektif, tetapi gagal memperoleh dampak substansial

yang sesuai karena kebijakan tidak disusun dengan baik atau karena keadaan

lainnya.

Menurut teori implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn (dalam

Agustino 2006:141-144), terdapat enam variabel yang mempengaruhi kinerja

kebijakan publik, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan


Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika-
dan- hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan
sosio- kulturyang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran

12

Universitas Sumatera Utara


kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk
dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan
kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakanberhasil.
2. Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan
sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses
implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi
menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan
pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara
politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya
itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi
diluar sumber daya manusia, sumber daya lain yang perlu diperhitungkan
juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena itu sumber
daya yang diminta dan dimaksud oleh Van Meter dan Van Horn adalah
ketiga bentuk sumber dayatersebut.
3. Karakteristik AgenPelaksana. Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi
organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat
pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja
implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-
ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu,
cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan
manakala hendak menentukan agen pelaksana.Semakin luas cakupan
implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang
dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan
publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul
persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang
akan implementor laksanakan adalah kebijakan dari atas (top down) yang
sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui
(bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan
yang warga ingin selesaikan.
5. Komunikasi Antar Organisasi dan AktivitasPelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-
kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi
publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn
adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik yang telah ditetapkan.Lingkungan sosial, ekonomi, dan
politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja
implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan
kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan
13

Universitas Sumatera Utara


eksternal.

Sementara itu model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn

(dalam Subarsono 2005:95) menetapkan beberapa variabel yang diyakini dapat

mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan. Beberapa variabel tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan
terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standard an sasaran kebijakan kabur,
maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara
para agen implementasi.
2. Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik
sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non manusia
(non-human resources). Sumber daya dapat menunjuk kepada seberapa besar
dukungan financial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program
atau kebijakan.
3. Hubungan antar Organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah
program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lainnya. Untuk itu,
diperlukan koordinasi dan kerjasama antara instansi bagi keberhasilan suatu
program dalam mencapai sasaran dan tujuan program.
4. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana
adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan
yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi
implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya
ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi
kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan
dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik partisipan, yakni
mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada
dilingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.Ini
dapat juga menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat
mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.
6. Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang
penting, yakni: respons implementor terhadap kebijakan, yang akan
memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi, yakni
pemahamannya terhadap kebijakan dan intensitas disposisi implementor, yakni
preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. Ini menunjuk bahwa sikap
pelaksana menjadi variabel penting dalam proses implementasi kebijakan.

Keunggulan model Van Meter dan Van Horn ini lah yang dapat menawarkan

kerangka berpikir untuk menjelaskan dan menganalisis proses implementasi

kebijakan. Selain itu model ini juga memberikan penjelasan-penjelasan bagi

14

Universitas Sumatera Utara


pencapaian- pencapaian dan kegagalan program.Karena model ini

menitikberatkan pada sikap, perilaku dan kinerja para perilaku di dalam

implementasi kebijakan.

2.2. Pelayanan Publik

Pelayanan Publik adalah segala kegiatan yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima

pelayanan, dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peningkatan pelayanan publik yang efisien dan efektif akan mendukung

tercapainya tercapainya efisiensi pembiayaan. Artinya ketika pelayanan umum

yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan kepada pihak yang dilayani berjalan

sesuai dengan kondisi yang sebenarnya atau mekanisme atau prosedurnya tidak

berbelit-belit, akan mengurangi biaya atau beban bagi pihak pemberi pelayanan

dan juga penerima pelayanan.

Pelayanan Publik menurut Ridwan dan Sudrajat (2009:19) pelayanan


publik merupakan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai
penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi kebutuhan dari
masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Menurut Agung Kurniawan (dalam Pasolong 2011:128) mengatakan
bahwa pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang
lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Selanjutnya A.S. Moenir A(2002: 16) menyatakan bahwa proses


pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung inilah yang
dinamakan pelayanan. Jadi dapat dikatakan pelayanan adalah kegiatan yang
bertujuan untuk membantu menyiapkan atau mengurus apa yang diperlukan orang
lain. Menurut Poerwadarminta (dalam Hardiyansyah 2011:10-11) berpendapat
bahwa secara etimologis pelayanan berasal dari kata layan yang berarti membantu
menyiapkan atau mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang, kemudian
pelayanan dapat diartikan sebagai: Perihal atau cara melayani.

15

Universitas Sumatera Utara


Dari uraian tersebut, maka pelayanan dapat diartikan sebagai aktivitas

yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan mengurus baik itu berupa

barang atau jasa dari satu pihak kepada pihak lain.

Ivancevich dkk (dalam Ratminto dan Winarsih 2005:2) mendefinisikan


pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang
melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan. Sedangkan definisi
yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos dalam (Ratminto dan Winarsih (2005:2)
yaitu pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat
tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi
antara konsumen dan karyawan atau hal lain-lain yang disediakan oleh perusahaan
pemberi layanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen
atau pelanggan.
Mengikuti definisi tersebut menurut Ratminto & Winarsih (2005:5),
pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk
jasa layanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada
prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di
Pusat, di Daerah dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun
dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pelayanan publik adalah kegiatan pemberian layanan oleh penyelenggara

pelayanan publik yaitu pemerintah, BUMN, atau BUMD yang dilaksanakan

sesuai dengan prinsip-prinsip, asas-asas dalam pelayanan publik dan ketentuan

perundang-undangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik dalam bentuk

barang publik maupun jasa publik dengan tujuan agar dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

a. Asas-Asas Pelayanan Publik

Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada

masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai

abdi masyarakat. Asas Pelayanan Publik (dalam Dadang Juliantara 2005:11)

berikut ini:
16

Universitas Sumatera Utara


1) Transparan, artinya bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengeti.
2) Akuntabilitas, artinya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Kondisional, artinya sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi
dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi
dan efektivitas.
4) Partisipatif, artinya mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
5) Kesamaan Hak, artinya tidak diskriminatif alam artinya tidak
membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
6) Keseimbangan Hak dan Kewajiban, artinya pemberi dan penerima
pelayanan harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Dari penjelasan diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa asas

pelayanan publik harus bersifat transparan sehingga dapat diakses oleh

semua pihak yang membutuhkan serta dapat dipertanggung jawabkan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Serta sebagai prinsip-prinsip dasar

yang menjadi acuan dalam pemberian pelayanan pada setiap lembaga

penyelenggara pelayanan publik.

b. Kualitas Pelayanan Publik

Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas

pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Adapun dalam definisi strategis

dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi

keinginan atau kebutuhan pelanggan. Tujuan dari pelayanan publik adalah

memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan masyarakat/pelanggan pada

umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai

dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh

17

Universitas Sumatera Utara


Parasuraman (dalam Paimin Napitupulu 2007:172) ada lima dimensi ukuran

kualitas pelayanan publik, yaitu:

1) Bukti langsung (tangibels), yaitu kualitas pelayanan berupa sarana


fisik perkantoran, komputerisasi administrasi, ruang tunggu, dan
tempat informasi;
2) Keandalan (reability), yaitu kemampuan dan keandalan
menyediakan pelayanan yang terpercaya;
3) Daya tanggap (responsiveness), yaitu kesanggupan membantu dan
menyediakan pelayanan secara cepat, tepat serta tanggap terhadap
keinginan konsumen;
4) Jaminan (assurance), yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan
santun aparat dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.
5) Empati (emphaty), yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian dari
aparat terhadap konsumen.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut peneliti menarik

kesimpulan bahwa kualitas pelayanan merupakan pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat sesuai dengan standar pelayanan

yang telah dilakukan sebagai pedoman dalam memberikan

pelayanan. Kualitas pelayanan yang ditinjau dari dua dimensi yaitu

customer atau masyarakat yang menerima pelayanan dan provider

yang memberikan pelayanan, dalam hal ini yang memberikan

pelayanan yaitu aparatur pemerintah. Aparatur dalam memberikan

pelayanan harus berorientasi kepada masyarakat sehingga

menciptakan pelayanan yang berkualitas.

2.3 Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam

Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan derajat

kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara

keseluruhan.
18

Universitas Sumatera Utara


Pelayanan Kesehatan masyarakat mencakup seluruh upaya kesehatan yang
bersifat promotif preventif, baik untuk sasaran bayi, anak, remaja, ibu hamil, ibu
menyusui, bapak maupun yang sudah lanjut usia. Lokasinya pun menyeluruh, ada
di tingkat rumah tangga, tempat kerja (pabrik, industri, kerajinan rumah tangga,
sawah, peternakan, perikanan), tempat-tempat umum (rumah makan, rumah iadah,
pasar, mal) maupun tatanan sekolah (SD, SLTP, SMU, PT atau institusi
pendidikan lainnya) Trihono (2005:78-79).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan
bahwa “pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus)
apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005:5) upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah
pelayanan kesehatan, yang bisa disebut saranana atau pelayanan kesehatan. Jadi,
pelayanan kesehatan adalah tempat atau sarana yang digunakan untuk
menyelenggarakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pelayanan kesehatan
merupakan salah satu bagian dari pelayanan publik.
Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap
upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan atupun masyarakat.
Dalam pengertian ini, pelayanan kesehatan di samping sebagai suatu usaha

untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat, sekaligus juga dalam rangka usaha

pembinaan, pengembangan pemanfaatan sumber daya manusia. Maka Pelayanan

kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.

Berdasarkan rumusan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa bentuk dan

jenis pelayanan kesehatan tergantung dari beberapa faktor yaitu:

1. Pengorganisasian pelayanan; pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan

secara sendiri atau bersama-sama sebagai anggota dalam suatu

organisasi.

19

Universitas Sumatera Utara


2. Tujuan atau ruang lingkup kegiatan; pencegahan penyakit, memelihara,

dan meningkatkan derajat kesehatan, penyembuhan/ pengobatan dan

pemulihan kesehatan.

3. Sasaran pelayanan; perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan memiliki tiga fungsi yang saling berkaitan, saling

berpengaruh dan saling bergantungan, yakni fungsi sosial (fungsi untuk

memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan kesehatan),

fungsi teknis kesehatan (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan

masyarakat pemberi pelayanan kesehatan), dan fungsi ekonomi (fungsi untuk

memenuhi harapan dan kebutuhan institusi pelayanan kesehatan). Ketiga fungsi

tersebut ditentukan oleh tiga pilar utama pelayanan kesehatan yaitu, masyarakat

(yang dalam prakteknya dilaksanakan bersama antara pemerintah dan

masyarakat), tenaga teknis kesehatan (yang dilaksanakan oleh tenaga professional

kesehatan), dan tenaga administrasi/manajemen kesehatan (manajemen atau

administrator kesehatan).

Pelayanan kesehatan memiliki paradigma yang terus berkembang dari masa

ke masa:

a. Paradigma pelayanan yang komprehensif dan menyeluruh (holistic)

Pelayanan kesehatan yang dulunya bersifat segmentasi dan terkotak-kotak

yang hanya berfokus pada satu atau dua jenis upaya kesehatan menjadi upaya

kesehatan yang bersifat menyeluruh (holistic) dan komprehensif.

Pelayanan kesehatan yang menyeluruh artinya bahwa health provider tidak hanya

berfokus pada pelayanan kesehatan penyembuhan penyakit dan pemulihan

20

Universitas Sumatera Utara


kesehatan tetapi secara bersamaan turut menyelenggarakan pelayanan kesehatan

lainnya seperti promosi kesehatan dan pencegahan penyakit dan kecacatan.

Pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif dikembangkan sesuai

dengan jenjang atau tingkatan kemampuan rumah sakit (health provider) dalam

penyelenggaraa pelayanan kesehatan dan sesuai dengan kebutuhan yang

diperlukan oleh pasien. Hal tersebut sering disebut dengan istilah indikasi

pelayanan atau indikasi medis.

b. Paradigma pembangunan memenuhi hak- hak asasi pasien

Paradigma pelayanan kesehatan yang hanya menekankan hubungan medis

kini mulai bergeser kearah pemenuhan hak-hak asasi pasien di bidang kesehatan.

Pelayanan kesehatan terhadap pasien kini bukan lagi hanya sekedar bagaimana

cara untuk memberikan pertolongan medis untuk mengobati dan menyembuhkan

penyakit pasien, tetapi bagaimana pelayanan kesehatan yang diselenggarakan

tersebut memenuhi hak-hak asasi pasien di bidang pelayanan kesehatan. Hak atas

pelayanan kesehatan disebut juga sebagai hak dasar sosial yaitu hak pasien

sebagai anggota sosial masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang

bermutu, sedangkan hak dasar menentukan diri sendiri disebut juga sebagai hak

dasar individual yaitu hak yang dilindungi oleh hukum untuk menyetujui atau

tidak menyetujui apa yang boleh dilakukan atau tidak dilakukan terhadap diri

pasien dalam upaya kesehatan.

c. Paradigma pelayanan kesehatan partnership

Paradigma pelayanan kesehatan partnership adalah pelayanan kesehatan

yang menempatkan health provider dan health receiver dalam suatu pola

21

Universitas Sumatera Utara


kemitraan (partnership). Pola kemitraan ini akan menempakan health provider

dan health receiver dalam suatu hubungan kontraktual (kontrak terapeutik) yang

masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban untuk saling dihargai dan di

hormati. Hubungan kontraktual ini tidak lain adalah sebuah hubungan hukum

yang dampak hukum.

Paradigma pelayanan partnership ini akan menempatkan masing-masing

pihak berada dalam kesetaraan dalam pengambilan keputusan terhadap suatu

tindakan medik atau pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan oleh health

provider terhadap health receiver. Pengingkaran terhadap pola pelayanan

partnership ini akan merusak keharmonisan hubungan kontrak terapeutik yang

tentunya dapat berimplikasi hukum. Pengembangan pola partnership ini adalah

dalam bentuk pelaksanaan informed consent yang merupakan penghargaan akan

hak-hak asasi pasien. Health provider berkewajiban untuk mendapatkan

persetujuan (izin) dari pasien terhadap apa saja yang akan dilakukannya dalam

memberkan pelayanan medik. Tindakan tanpa ijin adalah perbuatan melanggar

hukum yang dapat di gugat atau di tuntut secara perdata atau pidana akibat

kerugian yang dialami pasien.

2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) BPJS

kesehatan merupakan badan hukum publik yang dibentuk oleh pemerintah

untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang

ditujukan bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Jaminan Kesehatan adalah

jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat

22

Universitas Sumatera Utara


pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh pemerintah.

a. Manfaat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Dilakukan untuk menjamin kesehatan seluruh masyarakat Indonesia dan

memberikan kemudahan dalam akses kesehatan bagi seluruh aspek kesehatan

masyarakat. Yang memiliki dua manfaat pelayanan, yakni:

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non


spesialistik mencakup:
a. Mendapat pemeriksaan kesehatan; Pengobatan dan melakukan konsultasi
medis.
b. Mendapat tindakan medis yang tidak masuk dalam bidang kompetensi
dokter spesialis.
c. Mendapat transfusi darah sesuai kebutuhan medis.
d. Mendapat pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat
pertama.
e. Mendapat pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
medis. Jika kondisi pasien membutuhkan penanganan kesehatan tingkat
lanjut maka fasilitas kesehatan tingkat pertama akan merujuk pasien ke
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, yakni rumah sakit yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan.

2. Adapun manfaat layanan kesehatan ditingkat kedua yang didapat di rumah


sakit setelah dirujuk dari puskesmas adalah sebagai berikut:
a. Mendapat pemeriksaan diri; Pengobatan, dan; Melakukan konsultasi medis
dengan dokter spesialis.
b. Mendapat tindakan medis dari dokter spesialis sesuai dengan indikasi
medis.
c. Mendapat rehabilitasi medis serta transfusi darah.
d. Mendapat pelayanan rawat inap di ruang non intensif maupun di ruang
intensif.

b. Fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan


yakni meliputi :
a. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja.
23

Universitas Sumatera Utara


b. Praktik dokter umum
Praktik dokter umum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
dokter umum terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
c. Praktik dokter gigi adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter
gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
d. Klinik Umum
Klinik umum adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan
pelayanan medis dasar, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga
kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.
e. Rumah Sakit Pratama
Rumah Sakit Pratama adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan kesehatan dasar dalam upaya menjamin
peningkatan akses bagi masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan upaya kesehatan perorangan yang memberikan pelayanan gawat
darurat selama 24 jam, pelayanan rawat jalan, dan rawat inap.

2.5 Kemiskinan

a. Kemiskinan

Kemiskinan adalah salah satu masalah sosial yang sangat erat kaitannya

dengan kebijakan sosial. Sejarah munculnya kebijakan social tidak bisa

dipisahkan dari hadirnya kemiskinan dimasyarakat.

Edi Suharto (2007:72) mendefinisikan kemiskinan sebagai masalah sosial


yang paling dikenal orang bahkan banyak yang mengatakan bahwa kemiskinan
adalah akar dari masalah sosial. Soerjono Soekanto (2001:406) mengartikan
kemiskinan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup untuk
memelihara dirinya sendiri yang sesuai dengan taraf kehidupan kelompoknya dan
tidak mampu untuk memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam
kelompok tersebut.
Konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif. David Harry Penny (dalam Tri Wahyu 2011:11)
mendefinisikan kemiskinan absolut dalam kaitannya dengan suatu sumber-sumber
materi, yang dibawahnya tidak ada kemungkinan kehidupan berlanjut; dengan
kata lain hal ini adalah tingkat kelaparan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah
perhitungan kemiskinan yang didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan
dalam suatu negara.

24

Universitas Sumatera Utara


Dampak kemiskinan dapat dikaitkan dengan bermacam-macam hal, salah

satunya adalah kesehatan dan penyakit. Kesehatan dan penyakit adalah hal yang

tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kemiskinan, kecuali dilakukan

intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau

penyakitnya. Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin

menjadi rentan terhadap berbagai penyakit, karena mereka mengalami gangguan

seperti gizi buruk, pengetahuan kesehatan berkurang, perilaku kesehatan kurang,

lingkungan pemukiman yang buruk, biaya kesehatan tidak tersedia. Sebaliknya

kesehatan juga mempengaruhi kemiskinan, masyarakat yang sehat menekan

kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi tingkat pendidikan yang

maju, stabilitas ekonomi mantap, investasi dan tabungan memadai sehingga orang

yang sehat dapat menekan pengeluaran untuk berobat.

a. Bentuk dan Jenis Kemiskinan

Dimensi kemiskinan memberikan penjelasan mengenai bentuk persoalan

dalam kemiskinan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi yang

disebut memiskinkan. Konsep kemiskinan tersebut memperluas pandangan ilmu

sosial terhadap kemiskinan yang tidak hanya sekedar kondisi ketidakmampuan

pendapatan dalam memenuhi kebutuhankebutuhan pokok, akan tetapi juga

kondisi ketidakberdayaan sebagai akibat rendahnya kualitas kesehatan dan

pendidikan, rendahnya perlakuan hukum, kerentanan terhadap tindak kejahatan

(kriminal), resiko mendapatkan perlakuan negatif secara politik, dan terutama

ketidakberdayaan dalam meningkatkan kualitas kesejahteraannya sendiri.

25

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk

permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun keempat

bentuk kemiskinan tersebut adalah Suryawati (2004:89):

1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana pendapatan
seseorang atau sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan
sehingga kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan standar untuk
pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Garis kemiskinan
diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau konsumsi rata-rata untuk
kebutuhan pokok berkaitan dengan pemenuhan standar kesejahteraan.
Bentuk kemiskinan absolut ini paling banyak dipakai sebagai konsep
untuk menentukan atau mendefinisikan kriteria seseorang atau
sekelompok orang yang disebut miskin.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang
terjadi karena adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum
menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan
adanya ketimpangan pendapatan atau ketimpangan standar
kesejahteraan. Daerahdaerah yang belum terjangkau oleh program-
program pembangunan seperti ini umumnya dikenal dengan istilah
daerah tertinggal.
3. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi
sebagai akibat adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat
yang umumnya berasal dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak
mau untuk memperbaiki taraf hidup dengan tata cara moderen.
Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap malas, pemboros atau tidak
pernah hemat, kurang kreatif, dan relatif pula bergantung pada pihak
lain.
4. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan
karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya
terjadi pada suatu tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang
kurang mendukung adanya pembebasan kemiskinan.

b. Indikator Kemiskinan

Pengukuran mengenai kemiskinan yang selama ini banyak dipergunakan

didasarkan pada ukuran atas rata-rata pendapatan dan rata-rata pengeluaran

masyarakat dalam suatu daerah. Perluasan pengukuran dengan menyertakan


26

Universitas Sumatera Utara


pandangan mengenai dimensi permasalahan dalam kemiskinan mengukur

banyaknya individu dalam sekelompok masyarakat yang mendapatkan pelayanan

atau fasilitas untuk kesehatan dan pendidikan. Beberapa perluasan pengukuran

lainnya adalah menyertakan dimensi sosial politik sebagai referensi untuk

menerangkan terbentuknya kemiskinan. Keseluruhan hasil pengukuran ini

selanjutnya dikatakan sebagai indikator-indikator kemiskinan yang digolongkan

sebagai indikator-indikator sosial dalam pembangunan. Adapun mengenai

beberapa indikator-indikator kemiskinan akan diuraikan pada sub sub bab berikut

ini:

1. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Ekonomi

Berdasarkan sudut pandang ekonomi, kemiskinan adalah bentuk

ketidakmampuan dari pendapatan seseorang maupun sekelompok orang

untuk mencukupi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar. Dimensi

ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang

dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf

kesejahteraan seseorang baik secara finansial maupun jenis kekayaan

lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat (Suryawati, 2004: 123). Dari pengertian ini, dimensi ekonomi

untuk kemiskinan memiliki dua aspek, yaitu aspek pendapatan dan aspek

konsumsi atau pengeluaran. Aspek pendapatan yang dapat dijadikan

sebagai indikator kemiskinan adalah pendapatan per kapita, sedangkan

untuk aspek konsumsi yang dapat digunakan sebagai indikator kemiskinan

adalah garis kemiskinan.

27

Universitas Sumatera Utara


 Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita menyatakan besarnya rata-rata pendapatan

masyarakat di suatu daerah selama kurun waktu 1 tahun. Besarnya

pendapatan per kapita (income per capita) dihitung dari besarnya output

dibagi oleh jumlah penduduk di suatu daerah untuk kurun waktu 1 tahun (

Indikator pendapatan per kapita menerangkan terbentuknya pemerataan

pendapatan yang merupakan salah satu indikasi terbentuknya kondisi

yang disebut miskin.

 Garis Kemiskinan

Garis Kemiskinan merupakan salah satu indikator kemiskinan yang

menyatakan rata-rata pengeluaran makanan dan non-makanan per kapita

pada kelompok referensi (reference population) yang telah ditetapkan

(BPS, 2004). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas

marjinal, yaitu mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas

garis kemiskinan. Berdasarkan definisi dari BPS, garis kemiskinan dapat

diartikan sebagai batas konsumsi minimum dari kelompok masyarakat

marjinal yang berada pada referensi pendapatan sedikit lebih besar

daripada pendapatan terendah. Pada prinsipnya, indikator garis kemiskinan

mengukur kemampuan pendapatan dalam memenuhi 36 kebutuhan

pokok/dasar atau mengukur daya beli minimum masyarakat di suatu

daerah. Konsumsi yang dimaksudkan dalam garis kemiskinan ini meliputi

konsumsi untuk sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan pendidikan

(Suryawati, 2004: 123).

28

Universitas Sumatera Utara


2. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Peran Pemerintah

Pemerintah sebagai regulator sekaligus dinamisator dalam suatu

perekonomian merupakan salah satu pihak yang memiliki peran sentral dalam

upaya untuk menanggulangi permasalahan kemiskinan. Di Indonesia, pelaksanaan

penanggulangan permasalahan kemiskinan dikoordinasikan oleh Kementrian

Koordinator Bidang Kesejahteraan yang bekerja sama dengan Departemen

Kesehatan dan Departemen Sosial. Program penanggulangan masalah kemiskinan

ini dibiayai melalui Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional (APBN)

melalui pos pengeluaran untuk Program Pembangunan. Prinsip yang digunakan

untuk program ini bahwa penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui upaya

untuk meningkatkan pembangunan di bidang sumber daya manusia dan

pemenuhan sarana maupun pra sarana fisik. Kedua bentuk pelaksanaan dalam

APBN ini disebut juga investasi pemerintah untuk sumber daya manusia dan

investasi pemerintah di bidang fisik.

3. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Kesehatan

Dari berbagai data kemiskinan yang dihimpun menyebutkan adanya

keterkaitan antara kemiskinan dan kualitas kesehatan masyarakat. Rendahnya

kemampuan pendapatan dalam mencukupi/memenuhi kebutuhan pokok

menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk menjangkau atau memperoleh

standar kesehatan yang ideal/layak baik dalam bentuk gizi maupun pelayanan

kesehatan yang memadai. Dampak dari kondisi seperti ini adalah tingginya resiko

terhadap kondisi kekurangan gizi dan kerentanan atau resiko terserang penyakit

menular. Kelompok masyarakat yang disebut miskin juga memiliki keterbatasan

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan/pengobatan yang memadai sehingga

29

Universitas Sumatera Utara


akan menyebabkan resiko kematian yang tinggi. Indikator pelayanan air bersih

atau air minum merupakan salah satu persyaratan terpenuhinya standar hidup

yang ideal di suatu daerah. Ketersediaan air bersih akan mendukung masyarakat

untuk mewujudkan standar hidup sehat yang layak. Dalam hal ini, ketersediaan air

bersih akan mengurangi resiko terserang penyakit yang diakibatkan kondisi

sanitasi air yang buruk.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka terdapat keterkaitan/hubungan

antara ketersediaan pelayanan air bersih dan jumlah penduduk miskin di suatu

daerah. Pada sisi permasalahan lain, ketersediaan air bersih sangat ditentukan oleh

kemampuan pembangunan pra sarana air bersih dalam menjangkau lingkungan

atau pemukiman masyarakat. Masyarakat yang kurang terjangkau oleh pelayanan

air bersih/minum relatif lebih rendah kualitas kesehatannya dibandingkan

masyarakat yang telah mendapatkan pelayanan air bersih.

c. Penyebab Kemiskinan

Menurut Paul Spicker (dalam Andika Azizi 2011:10) penyebab kemiskinan

dapat dibagi dalam empat bagian:

1. Individual explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh karakteristik


orang miskin itu sendiri: malas, pilihn yang salah, gagal dalam bekerja,
cacat bawaan, belum siap memiliki anak dan sebgainya.
2. Familial explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor keturunan,
di mana antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama
akibat pendidikan.
3. Subcultural explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh karakteristik
perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.
4. Structural explanation, menganggap kemiskinan sebagai produk dari
masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan
status atau hak.

30

Universitas Sumatera Utara


Dari pendapat para ahli diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa

garis kemiskinan dibedakan menurut tempat dan waktu, jadi setiap daerah

baik di desa maupun di kota memiliki nilai yang berbeda-beda dan

biasanya nilai ini bertambah pada norma tertentu, pilihan norma tersebut

sangat penting terutama dalam hal pengukuran kemiskinan. Batas garis

kemiskinan dibedakan antara desa dan kota. Perbedaan ini sangat

signifikan antara di desa dan di kota, hal ini disebabkan pada perbedaan

dan kompleksitas di desa dan di kota.

2.6 Hipotesis Kerja

Hipotesis merupakan jawaban sementara peneliti terhadap masalah

penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, hipotesis tidak diuji, tetapi

diusulkan (suggested, recommended) sebagai satu panduan dalam proses analisis

data. Hipotesis kerja adalah hipotesis yang bersumber dari kesimpulan teoritik,

sebagai pedoman untuk melakukan penelitian. Adapun hipotesis penelitian ini,

yaitu “Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi

lemah di Puskesmas Glugur Darat meliputi standar dan sasaran kebijakan, sumber

daya, hubungan antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial,

ekonomi dan politik dan disposisi implementor.

31

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITAN

3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini untuk memusatkan perhatian pada

masalah-masalah atau fenomena fenomena yang ada serta mampu

menggambarkan secara baik mengenai fakta dilapangan yang ada sehingga

peneliti memberikan informasi apa adanya.

Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Lexy Moleong 2007:3)


penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial
yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia
dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
Menurut Zuriah (2006:47) penelitian dengan menggunakan metode
penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan
gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan
akurat/mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Dalam penelitian deskriptif tidak terbatas dalam pengumpulan data saja

tapi juga analisa dan interpretasidari data itu serta cenderung tidak perlu

mencari atau menerangkan salingberhubungan dan menguji hipotesis. Untuk

itu dalam penelitian, peneliti akan mengumpulkan informasi atau data terkait

dengan teori Van Meter dan Van Horn yang terdiri dari enam variabel

meliputi standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar

organisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana, kondisi

sosial, ekonomi dan politik, dan disposisi implementor.

32

Universitas Sumatera Utara


3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Glugur Darat yang terletak di

Jalan Pendidikan Nomor 8 Kelurahan Glugur Darat I, Kecamatan Medan Timur.

Untuk mendapatankan informasi yang dibutuhkan dalam pemecahan rumusan

masalah dan mendapatkan solusi yang tepat dengan menggunakan teori yang

sudah ditentukan oleh peneliti yaitu teori Van Meter dan Van Horn yang meliputi

enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni: standar dan

sasaran kebijakan, sumber daya, hubungan antar organisasi, karakteristik agen

pelaksana, kondisi sosial, ekonomi dan politik, dan disposisi implementor.

3.3 Informan Kunci

Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah

penelitian yang dibahas maka penulis menggunakan tekhnik informan. Subjek

penelitian menjadi informan yang akan memberikan informasi yang diperlukan

selama proses penelitian.

Adapun informan penelitian yang menjadi obyek penelitian ini yakni:

1. Informan kunci yakni mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang

mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti.

2. Informan utama yakni mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi

sosial yang sedang diteliti.

33

Universitas Sumatera Utara


3. Informan tambahan yakni mereka yang dapat memberikan informasi walaupun

tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menentukan informan sebagai

berikut:

1. Informan kunci berjumlah satu orang, yaitu: Kepala Puskesmas Glugur Darat
2. Informan utama berjumlah tiga orang, yaitu:
Masyarakat pengguna BPJS yang merasakan pelayanan kesehatan di
Puskesmas Glugur Darat.
3. Informan Tambahan:
Bidan koordinator Puskesmas Glugur Darat, Dokter puskesmas dan pengawas
kegiatan pemeberian pelayanan Kesehatan di Puskesmas Glugur Darat

Tabel 3.1 : Matriks Informan


No Status Informan Informasi yang dibutuhkan Jumlah

1 Kepala Puskesmas 1. Standar dan sasaran 1


Glugur Darat kebijakan
2. Sumberdaya
3. Komunikasi antar
organisasi dan penguatan
aktivitas
4. Karakteristik agen
pelaksana
5. Kondisi sosial, ekonomi
dan politik.
6. Disposisi implementor

2 Bidan Kordinator 1. Standar dan sasaran 1


Puskesmas Glugur kebijakan
Darat
2. Sumberdaya
3. Komunikasi antar
organisasi dan penguatan

34

Universitas Sumatera Utara


aktivitas
4. Karakteristik agen
pelaksana
5. Kondisi sosial, ekonomi
dan politik.
6. Disposisi implementor

3 Dokter Puskesmas 1. Standar dan sasaran 2


Glugur Darat kebijakan
2. Sumberdaya
3. Komunikasi antar
organisasi dan penguatan
aktivitas
4. Karakteristik agen
pelaksana
5. Kondisi sosial, ekonomi
dan politik.
6. Disposisi implementor

4 Masyarakat 1. Standar dan sasaran 11


pengguna BPJS kebijakan
kelas 3 di
Puskesmas Glugur 2. Sumberdaya
Darat
3. Komunikasi antar
organisasi dan penguatan
aktivitas
4. Karakteristik agen
pelaksana
5. Kondisi sosial, ekonomi
dan politik.
6. Disposisi implementor

Total 15

35

Universitas Sumatera Utara


3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data dan informasi, keterangan-

keterangan yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik Pengumpulan data

yang dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang

lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Adapun teknik pengumpulan

data yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

a. Wawancara

Wawancara adalah proses pengumpulan data yang dilakukan secara

langsung dengan pihak terkait untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan

dengan cara melakukan tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara

dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa

menggunakan pedoman wawancara. Sebelum turun kelapangan peneliti

terlebih dahulu membuat pedoman wawancara.

b. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan pengamatan secara

langsung terhadap objek atau fenomena-fenomena yang berkaitan dengan

fokus permasalahan yang diteliti dengan mencatat gejala-gelaja yang

ditemukan di lapangan untuk mempelajari data-data yang diperlukan sebagai

acuan yang berkenaan dengan topik penelitian. Sebelum turun ke lapangan

peneliti terlebih dahulu menyusun pedoman observasi.

36

Universitas Sumatera Utara


c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data diperoleh dari pengkajian

terhadap berbagai macam dokumentasi, antara lain buku, majalah, Koran,

notulen rapat, peraturan-peraturan, dan sumber informasi lainnya yang

berkaitan dengan penelitian. Untuk melakukan penelurusan ini digunakan suatu

pedoman tentang apa yang hendak ditelusuri, baik subjek maupun tanda-tanda.

Sebelum turun ke lapangan peneliti terlebih dahulu menyusun pedoman

dokumentasi.

3.5 Teknis Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif

yang memiliki tujuan utama mengumpulkan data deskriptif yang mendeskripsikan

objek penelitian secara rinci dan mendalam untuk mengembangkan konsep atau

pemahaman dari suatu fenomena sosial. Hal ini dilaksanakan karena banyak hal

yang tidak mungkin diungkap hanya melalui observasi dan pengukuran-

pengukuran saja.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian secara mendalam dengan cara

menggali keterangan terus-menerus sedalam mungkin tentang apa yang menjadi

pemikiran, perasaan dan keinginan yang mendasari timbulnya keinginan tertentu.

Jenis penelitian kualitatif ini tidak ada desain khusus, melainkan desain penelitian

yang ikut berkembang sesuai dengan suasana dan kondisi saat peneliti

dilaksanakan atau bias juga disebut dengan fleksibel. Untuk mengumpulkan data

penelitian kualitatif, dibantu dengan alat-alat elektronik.

37

Universitas Sumatera Utara


Dalam melakukan analisis data menurut Miles dan Huberman (dalam

sugiyono, 2007:243) terdapat beberapa aktivitas dalam analisis data yaitu :

1. Tahap Reduksi Data

Pada tahap ini peneliti memusatkan perhatian pada data lapangan yang

telah dikumpulkan. Data lapangan tersebut selanjutnya dipilih untuk

menentukan derajat relevansinya dengan maksud penelitian. Selanjutnya, data

yang terpilih disederhanakan dengan mengklasifikasikan data atas dasar tema-

tema, yaitu madukan data yang tersebar, menelusuri tema untuk

merekomendasikan data tambahan. Kemudian peneliti melakukan abstrasi data

kasar tersebut menjadi uraian singkat atau ringkasan.

2. Tahap Penyajian data

Pada tahap ini peneliti melakukan penyajian informasi melalui bentuk teks

naratif terlebih dahulu. Kemudian, hasil teks naratif tersebut diringkas ke dalam

bentuk bagan yang menggambarkan alur proses. Kemudian, peneliti menyajikan

informasi hasil penelitian dalam bentuk bagan yang disusun secara abstrak.

3. Tahap Kesimpulan (Verifikasi)

Pada tahap ini, peneliti selalu melakukan uji kebenaran dari setiap makna yang

muncul dari data yang dilihat dari klarifikasi data. Di samping menyandarkan

pada klarifikasi data, peneliti juga memfokuskan pada abstraksi data yang

tertuang dalam bagan. Setiap data yang menunjang kompenen bagan,

diklarifikasikan kembali, baik dengan informan di lapangan maupun melalui


38

Universitas Sumatera Utara


berbagai diskusi dengan sejawat. Apabila hasil klarifikasi memperkuat simpulan

berdasarkan atas data yang ada, maka pengumpulan data untuk kompenen tersebut

siap dihentikan.

3.6 Teknik Keabsahan Data

Untuk memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,

perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan data. Untuk menganalisis dan

memeriksa keabsahan data, teknik yang digunakan adalah teknik triangulasi

data. Beberapa macam triangulasi data menurut Denzin (dalam Moleong

2005:330) yaitu:

1) Triangulasi Kejujuran Peneliti

Triangulasi ini dilakukan dengan memanfaatkan peneliti atau pengamat

lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data, yaitu

dengan membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan analisis

lainnya.

2) Triangulasi Sumber Data

Dilakukan dengan membandingkan dan mengecek baik kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda dalam metode

kualitatif yang dilakukan. Hal ini dapat dicapai dengan membandingkan data

hasil wawancara dengan data hasil observasi, membandingkan data hasil

wawancara dengan data hasil observasi, membandingkan hasil wawancara

dengan isi suatu dokumen dan sebagainya.

39

Universitas Sumatera Utara


3) Triangulasi Metode

Triangulasi ini didasarkan pada anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat

diperiksa kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Triangulasi teori

membandingkan hasil data yang diperoleh dengan teori yang ada. Dalam

membahas suatu permasalahan, hendaknya peneliti tidak menggunakan satu

perspektif teori. Perlu dilakukan adanya upaya pencairan teori sebagai

pembanding teori untuk mengorganisasi data yang mungkin mengarahkan

pada upaya penemuan penelitian yang lebih relevan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis triangulasi sumber data

dan triangulasi metode. Teknik triangulasi sumber data dilakukan dengan

membandingkan data yang diperoleh melalui wawancara antara subjek

penelitian yang satu dengan yang lain. Data dapat dikatakan abash apabila

terdapat konsistensi atau kesesuaian antara informasi yang diberikan oleh

informan satu dengan informan lainnya. Teknik triangulasi metode digunakan

dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara

terhadap informan dengan hasil pengamatan peneliti terkait kebijakan

pelayanan kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur

Darat.

40

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Informan Penelitian

Informan yang diwawancarai pada penelitian ini terdiri dari Kepala

Puskesmas, Dokter, Bidan, dan Pasien peserta BPJS Kesehatan Puskesmas Glugur

Darat, Medan. Untuk mendapatkan data yang diteliti sesuai dengan permasalahan

dan tujuan penelitian, adapun sebagaimana dapat di lihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 Informan Penelitian

Nomor: Jenis Informan Jabatan Jumlah

1. Informan Kunci (Key Kepala Puskesmas 1 Orang


Informan)

2. Informan Utama Dokter 2 Orang

Bidan 1 Orang

3. Informan Tambahan Masyarakat 11 Orang

(Peserta BPJS)

Jumlah 15 Orang

Sumber: Penelitian, 2018

4.2 Gambaran Umum Puskesmas Glugur Darat

4.2.1 Profil Puskesmas Glugur Darat

Puskesmas Glugur Darat Medan telah berdiri pada tahun 1968.

Perencanaan atau peletakan batu pertama bangunan dilakukan oleh Jaksa Tinggi

Sumatera Utara, bernama M. Juang, S.H. Pembangunan Puskesmas Glugur Darat

41

Universitas Sumatera Utara


dilakukan pada tanggal 16 April 1968 oleh CV Batubara dan sekitar 3 (tiga) bulan

kemudian bangunan selesai, tepatnya pada tanggal 24 Juli 1968.

Kemudian pada dibangun kembali Klinik Bersalin pada tanggal 14 Januari

1972. Setelah selesai, bagunan ini diresmi bersamaan dengan perayaan ulang

tahun Kota Medan yang ke-63 pada bulan tanggal 1April 1972 dan diresmikan

oleh Wali Kota Medan, Drs. Sjoerkarni.

4.2.2 Visi dan Misi Puskesmas Glugur Darat

Dalam menjalankan sebuah organisasi, maka setiap organisasi harus

memilki visi dan misi yang telah dirumuskan dan ditetapkan untuk selanjutnya

dilaksanakan demi tercapainya tujuan organisasi tersebut. Sebagai sebuah

organisasi Puskesmas Glugur Darat telah merumuskan visi dan misi sebagai

berikut:

a. Visi Puskesmas Glugur Darat

”Menjadi pusat pelayanan kesehatan dasar yang bermutu dan berorientasi

kepada keluarga dan masyarakat dalam rangka mewujudkan Indonesia

sehat”.

b. Misi Puskesmas Glugur Darat

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu, manusiawi,

serta terjangkau oleh seluruh masyarakat.

2. Meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusia, dalam melaksanakan

pelayanan kesehatan.

42

Universitas Sumatera Utara


3. Meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan

sehingga masyarakat mandiri.

4. Menjadikan puskesmas sebagai pusat pengembangan pembangunan

kesehatan masyarakat.

5. Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam pelayanan

kesehatan dan pengembangan kesehatan masyarakat.

4.2.3 Lokasi Puskesmas Glugur Darat

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Glugur Darat Jalan Pendidikan

Nomor: 8, Kelurahan Glugur Darat I, Kecamatan Medan Timur, Kota Madia

Medan, Provinsi Sumatera Utara.

4.2.4 Fungsi dan Tujuan Puskesmas Glugur Darat

Puskesmas adalah suatu unit organisasi fungsional yang merupakan pusat

pengembangan kesehatan masyarakat. Puskesmas Glugur Darat merupakan UPT

di bawah Dinas Kesehatan Kota Medan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang tinggi di wilayah kerjanya. Oleh karena itu, puskesmas Glugur

Darat memiliki fungsi dan tujuan, yaitu:

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.


b. Pusat pemberdayaan masyarakat.
c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Sumber: Puskesmas Glugur Darat

43

Universitas Sumatera Utara


4.2.5 Data Geografis dan Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat

Puskesmas Glugur Darat terletak di Jalan Pendidikan No 8, Kelurahan

Glugur Darat I, Kecamatan Medan Timur dengan batas wilayahnya sebagai

berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Timur.


Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat.
Sebelah Timur berbatasan Kecamatan Medan Perjuangan.

Puskesmas Glugur Darat memiliki luas wilayah kerja 776 Ha. Puskesmas

Glugur Darat melakukan pelayanan kesehatan terhadap 11 kelurahan yang ada di

wilayah kerja Kecamatan Medan Timur, yaitu:

1. Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Baru


2. Kelurahan Pulo Brayan Bengkel
3. Kelurahan Pulo Brayan Darat I
4. Kelurahan Pulo Brayan Darat II
5. Kelurahan Glugur Darat I
6. Kelurahan Glugur Darat II
7. Kelurahan Sidodadi
8. Kelurahan Gang Buntu
9. Kelurahan Perintis
10. Kelurahan Gaharu
11. Kelurahan Durian
Sumber: Puskesmas Glugur Darat

Pada wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat terdapat 1 buah Puskesmas

Pembantu (Pustu) yaitu Pustu Pulo Brayan Bengkel yang terletak di Kelurahan

Pulo Brayan Bengkel.

44

Universitas Sumatera Utara


4.3 Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat

Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur Darat

Kebijakan BPJS Kesehatan merupakan kebijakan dari pemerintah dalam

rangka menjamin pelayanan kesehatan setiap Warga Negara Indonesia dengan

sistem penjaminan kesehatan secara nasional. Berikut pemaparan tentang

penyelenggaraan kebijakan BPJS kesehatan di Puskesmas Glugur Darat

berdasarkan kerangka konsep yang peneliti adopsi dari teori Van Meter dan Van

Horn.

4.3.1 Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan sangat menentukan keberhasilan pencapaian

tujuan dari Implementasi kebijakan BPJS Kesehatan khususnya pada Puskesmas

Glugur Darat. Implementasi akan menjadi efektif apabila ukuran dan tujuan dari

kebijakan memang sesuai dengan kondisi soiso-kultur yang ada. Pemahaman

tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting.

Implementasi kebijakan yang berhasil sangat ditentukan oleh para pelaksana. Oleh

karena itu, setiap pelaksana harus memahami standar dan tujuan kebijakan.

a. Standar Kebijakan

Standar kebijakan sangat menentukan keberhasilan pencapaian

tujuan dari implementasi kebijakan BPJS Kesehatan, khususnya pada

Puskesmas Glugur Darat. Implementasi akan terlaksana apabila ukuran

dan tujuan dari kebijakan yang sesuai dengan kondisi sosio-kultur yang

ada. Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan

kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi

45

Universitas Sumatera Utara


gagal ketika para pelaksana, tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar

dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan

erat dengan disposisi para pelaksana (implementors).

Namun demikian, ada beberapa hal yang terkesan sulit dalam

mengidentifikasi dan mengukur standar dan sasaran kebijakan. Ada dua

penyebab yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn, yaitu

pertama, mungkin disebabkan oleh bidang kebijakan terlalu luas dan sifat

tujuan yang kompleks. Kedua, akibat dari kekaburan dan kontradiksi

dalam pernyataan ukuran dasar dan tujuan. Kekaburan dalam ukuran oleh

pembuat keputusan akan dapat menjamin tangapan positif dari orang-

orang yang diberikan tanggung jawab implementasi pada tingkat

oraganisasi yang lain atau sistem penyampaian kebijakan. Arah disposisi

para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga

merupakan hal yang ”crucial”. Implementors mungkin bisa menjadi gagal

dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak atau tidak

mengerti apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan dan sebagaimana tujuan

sesungguhnya dari kebijakan BPJS.

Implementasi kebijakan dapat berjalan dengan lancar jika

kebijakan ini dipahami oleh setiap pelaksana di lapangan, baik para

pegawai Puskesmas maupun BPJS Kesehatan. Hasil wawancara peneliti

dengan informan menyatakan bahwa :

”Sesuai dengan permenkes standarnya. Jadi, kriteria yang ingin dicapai

kita sesuaikan dari permenkes tersebut.”(Wawancara: 19 April 2018,

Transkrip wawancara: hal 9).

46

Universitas Sumatera Utara


Kemudian Informan lainnya menyatakan bahwa : ”Kriteria yang

ingin dicapai dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan tentu berpedoman

kepada permenkes dan sesuai dengan permenkes.” (Wawancara: 16 April

2018, Transkrip wawancara: hal 13).

Adapun informan lainnya menyatakan bahwa :

”Untuk standar dari Kebijakan BPJS Kesehatan berasal dari permenkes.

Jadi bagaimana kriteria yang ingin dicapai harus sesuai pada permenkes.”

(Wawancara: 16 April 2018, Transkrip wawancara hal 17).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, para informan telah

memahami apa yang menjadi standar dari kebijakan BPJS Kesehatan,

yaitu yang berasal dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan

Nasional ditambah lagi seluruh informan menyatakan standar yang dibuat

pemerintah sudah mampu menjadi pegangan dalam menjalankan

kebijakan BPJS Kesehatan. Adapun standar Kebijakan BPJS Kesehatan,

yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat telah diselenggarakan

Program Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan, sebagai upaya memberikan perlindungan kesehatan

kepada peserta untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Kemudian, berdasarkan hasil observasi, yaitu peneliti melakukan

pengamatan secara langsung proses menjadi peserta BPJS Kesehatan PBI

yaitu, dimana calon peserta BPJS Kesehatan menyiapkan Kartu Keluarga

dan KTP, kemudian membuat pernyataan surat keterangan tidak mampu

47

Universitas Sumatera Utara


(SKTM) yang pengurusannya dilakukan di RT dan RW Kelurahan

setempat. Setelah itu calon peserta BPJS Kesehatan pergi ke dinas sosial,

dengan membawa berkas tersebut, dari dinas sosial pendaftaran BPJS

Kesehatan akan diurus sampai peserta akan mendapatkan kartu BPJS PBI

dan terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan PBI. (Observasi: 19 April

2018, Transkrip observasi: hal 57). Selanjutnya, berdasarkan hasil

dokumentasi, peneliti mengumpulkan dokumen yang menjadi standar dari

kebijakan BPJS Kesehatan berasal dari Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan

Jaminan Kesehatan Nasioanl.

(Dokumentasi: 19 April 2018, Transkrip dokumentasi: hal 61).

Sumber: Penelitian 2018

Berdasarkan uraian di atas, sejalan dengan informasi-informasi dari

metode wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa

para informan telah memahami apa yang menjadi standar dari kebijakan

BPJS Kesehatan ditambah lagi seluruh informan menyatakan standar yang

dibuat pemerintah sudah mampu menjadi pegangan dalam menjalankan

kebijakan BPJS Kesehatan, yaitu yang berasal dari Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman

48

Universitas Sumatera Utara


Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasioanl. Adapun standar Kebijakan

BPJS Kesehatan, yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat telah

diselenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, sebagai upaya memberikan

perlindungan kesehatan kepada peserta untuk memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan

dasar kesehatan.

b. Sasaran Kebijakan BPJS

Kepahaman para pelaksana terhadap tujuan/sasaran dari kebijakan

BPJS Kesehatan menjadi salah satu penentu berjalannya kebijakan dengan

baik dengan tepat sasaran. Berikut hasil wawancara peneliti dengan

informan menyatakan bahwa:

”Semua masyarakat berhak menjadi peserta BPJS Kesehatan, baik


yang mampu maupun yang tidak mampu. Yang mampu masuk
peserta BPJS Non PBI sedangkan yang tidak mampu masuk
peserta PBI.” (Wawancara: 19 April 2018, Transkrip wawancara
hal: 9)

Kemudian informan lainnya menyatakan bahwa:

“Semua masyarakat berhak menjadi peserta BPJS, masyarakat

yang tidak mampu juga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan

yang baik.” (Wawancara: 16 April 2018, Transkrip wawancara hal:

13).

Selanjutnya hasil wawancara dengan informan lainnya : ”Semua

masyarakat berhak menerima pelayanan kesehatan. Yang mampu dan

49

Universitas Sumatera Utara


yang tidak mampu berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.”

(Wawancara: 16 April 2018, Transkrip wawancara hal: 17).

Sesuai dengan hasil wawancara dengan informan yang menyatakan

bahwa:

”Sasaran Puskemas adalah seluruh masyarakat baik peserta PBI dan


Non PBI supaya masyarakat sehat. Berobat diawali dari Puskesmas,
diharapkan penyakit yang diderita masyarakat dapat diobati. Namun,
jika penyakit tidak sembuh, pihak Puskesmas akan merujuk ke
rumah sakit yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Yang
penting pasien dapat hidup sehat.” (Wawancara: 16 April 2018,
Transkrip wawancara: hal 13).

Kemudian sesuai yang diungkapkan informan yaitu salah satu

pasien yang sedang berobat, beliau mengatakan : ”Menurut saya kalau dari

pelayanan bagi peserta BPJS Kesehatan sudah bagus, namun masih perlu

perbaikan pada bagian-bagian tertentu.” (Wawancara: 2 April 2018,

Transkrip wawancara: hal 21).

Adapun yang diungkapkan oleh informan lainnya: ”Pelayanan BPJS

Kesehatan sudah bagus. Kalau ditingkatkan lagi pelayanan, tentu lebih

bagus.” (Wawancara: 3 April 2018, Transkrip Wawancara: hal 27).

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa para implementor menyatakan sasaran dari kebijakan

BPJS Kesehatan adalah seluruh masyarakat baik peserta PBI dan Non PBI.

Kemudian masyarakat sudah merasa terbantu dengan kebijakan BPJS

Kesehatan ini. Melihat tujuan dari kebijakan BPJS Kesehatan dan

dibandingkan dengan hasil penelitian di lapangan, tujuan BPJS Kesehatan

50

Universitas Sumatera Utara


sudah sesuai dengan sasaran yang ada pada Kebijakan BPJS Kesehatan yaitu

seluruh masyarakat baik peserta PBI dan Non PBI.

Kemudian berdasarkan hasil observasi mengenai sasaran kebijakan BPJS

Kesehatan yaitu, peneliti mengamati proses pembayaran iuran BPJS

Kesehatan yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada BPJS Kesehatan. Iuran

peserta PBI dibayarkan setiap bulan oleh Menteri Kesehatan dimana dalam

menagih iuran tersebut, BPJS Kesehatan menyampaikan surat tagihan dana

iuran PBI kepada Kementerian Kesehatan dengan melampiri daftar

perhitungan dana iuran PBI, kuintansi/tanda terima dan surat tanggung jawab

mutlak yang ditandatangani oleh Pejabat BPJS Kesehatan. (Observasi: 19

April 2018, Transkrip observasi: hal 57).

Berdasarkan hasil dokumentasi yang peneliti dapat di lapangan

yaitu banyak peneliti temui pasien yang menggunakan kartu BPJS

Kesehatan terutama peserta PBI, yaitu yang iurannya dibayar oleh

pemerintah dan jumlah peserta BPJS Kesehatan. (Dokumentasi: 2 April

2018, Transkrip dokumentasi: hal 61).

Sumber: Penelitian 2018

Berdasarkan uraian di atas, sejalan dengan informasi-informasi dari

metode wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa


51

Universitas Sumatera Utara


para implementor telah memahi sasaran dari Kebijakan BPJS Kesehatan

yang diluncurkan oleh Pemerintah Pusat, yaitu seluruh masyarakat baik

peserta PBI dan Non PBI. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa

pelaksanaan BPJS Kesehatan di Puskesmas Glugur Darat sudah berjalan

efektif dan efisien, yaitu tepat sasaran pada peserta BPJS Kesehatan baik

peserta PBI dan non PBI.

4.3.2 Sumber Daya

Dalam suatu kebijakan mungkin saja tujuan yang ditetapkan sudah

jelas dan logis, tetapi bukan hanya indikator tersebut yang terkait dengan

pengimplementasian suatu kebijakan. Indikator sumber daya juga

mempunyai keterkaitan yang sangat penting. Ketersediaan sumber daya

dalam melaksanakan sebuah kebijakan merupakan salah satu faktor yang

harus selalu diperhatikan. Dalam hal ini, sumber daya yang dimaksud

adalah sumber daya manusia, sumber daya finansial, dan sumber daya

sarana dan prasarana untuk mendukung jalannya implementasi kebijakan

BPJS Kesehatan di Puskesmas Glugur Darat. Indikator sumberdaya terdiri

dari beberapa elemen, yaitu:

a. Sumber Daya Manusia

Sumber daya yang utama dalam implementasi kebijakan adalah

sumber daya manusianya (staf). Kegagalan yang sering terjadi dalam

implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh sumber daya

manusia yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten di

bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak


52

Universitas Sumatera Utara


mencukupi, tetapi diperlukan staf yang cukup serta memiliki kemampuan

yang sesuai untuk menjalankan kebijakan tersebut.

Berkenaan dengan sumber daya manusia, hasil wawancara dengan

Informan yang menyatakan bahwa:

”Jumlah pegawai yang ada di Puskesmas Glugur Darat ada 43 orang.


Semua pegawai terlibat dalam pelaksanaan pelayanan BPJS Kesehatan
di Puskesmas Glugur Darat. Kalau kendalanya memang kadang ada,
yaitu untuk sift dokter jaga.” (Wawancara: 19 April 2018, Trasnkrip
wawancara: hal 10).

Kemudian informan lainnya menyatakan bahwa:

”Jenjang pendidikan pegawai Puskesmas Glugur Darat sudah sesuai dan

ditempatkan sesuai dengan keahlian yang dimiliki tapi sebaiknya jumlah

dokternya lebih ditingkatkan lagi.” (Wawancara: 19 April 2018,

Transkrip wawancara hal: 10).

Selanjutnya, berkenaan dengan mutu pegawai yang bertugas

mengimplementasikan kebijakan BPJS Kesehatan pada masyarakat

ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat. Hasil wawancara dengan

informan yang menyatakan bahwa:

”Untuk sumber daya manusianya saya rasa sudah cukup, tapi alangkah

baiknya lagi lebih ditingkatkan jumlah dokter yang ada disini, agar

hasilnya lebih memuaskan.” (Wawancara: 16 April 2018, Transkrip

wawancara: hal 13).

Berdasarkan hasil wawancara, bahwa 2-3 informan masih merasa

perlu peningkatan jumlah dari dokter yang ada di Puskesmas Glugur

Darat, namun satu informan yang posisi dan jabatannya lebih tinggi
53

Universitas Sumatera Utara


menyatakan SDM yang ada sudah cukup memadai, kalaupun terdapat

masalah kekurangan SDM hanya bermasalah pada shift dokter jaga.

Selanjutnya, ketika peneliti melakukan proses observasi peneliti

melihat proses pelayanan yang diberikan dokter dan bidan kepada pasien

peserta BPJS Kesehatan dimana peneliti melihat jumlah pegawai tenaga

medik yang ada di Puskesmas Glugur Darat hanya terdapat 6 dokter

umum. Hal tersebut tidak sesuai dengan PMK No 340 tahun 2010

menyatakan pada Pelayanan Medik minimal harus ada 9 (sembilan)

orang dokter umum dan 2 (dua) orang dokter gigi (Observasi: 3 April

2018, Transkip observasi: hal 57).

Selanjutnya berdasarkan hasil dokumentasi yang peneliti temukan

di lapangan yaitu peneliti mengumpulkan dokumen berupa jumlah data

Pegawai Puskesmas Glugur Darat pegawai yang ada di Puskesmas

Glugur Darat berjumlah 43 dan masing-masing pegawai tersebut

ditempatkan sesuai dengan bidang masing-masing dalam implementasi

kebijakan BPJS Kesehatan. (Dokumentasi: 19 April 2018, Transkip

dokumentasi: hal 62).

Tabel : Data Pegawai Tenaga Kesehatan di Puskesmas Glugur Darat


No. Nama Nip Gol/ Pendidkan Tugas Utama
Pang
kat

1. dr. Rosita 19611207199 III/D Dokter Ka. Puskesma


Nurjanah S. 6032001 Umum

2. dr. Ella Rina 19791020200 III/D Dokter KTU


Sari 5022004 Umum

3. dr. Hari 19560707198 IV/C Dokter Dokter Spesialis


Trisma 3021001 Spesialis

54

Universitas Sumatera Utara


4. drg.Sri 19580614198 IV/D Dokter Gigi Dokter Gigi
Yuniarti 7032001

5. Lasma M 19631028198 IV/A SKM Pet. Gizi


Ruthia, S.K.M 4022001

6. dr. Nurlela 19701105200 III/D Dokter Dokter Umum


Hutahuruk 5012012 Umum

7. dr. Herlina 19800229200 III/D Dokter Dokter Umum


Purba 60 Umum
42012

8. dr.Sri Wirya 19780213200 III/D Dokter Dokter Umum


Ningsih 7012002 Umum

9. dr. Tejo 19801020201 III/C Dokter Dokter Umum


Purwono 0011034 Umum

10. drg.Hj. Irlia 19611201200 III/C Dokter Gigi Dokter Gigi


Triyarti 0032001

11. drg.Ahmad 19701222200 III/C Dokter Gigi Dokter Gigi


D.H.,Sp. Pros 6041004

12. drg. Hikmah 19830325200 III/C Dokter Gigi Dokter Gigi


Nurmashita 9042007

13. Asniar 19651231198 III/D Akademi Bidan


8932039 Kebidanan

14. Annawati 19580919198 III/D SAA Ass Apoteker


Ginting 2082001

15. Meliana Lubis 19591226198 III/D SAA Ass Apoteker


2082001

16. Warni Purba 19600927198 III/D SPRA Perawat


1032001

17. Hartini 19630667198 III/D Sekolah Pet. Lab


402001 Menengah
Analisis
Kesehatan

18. Hj. Norinah 19661111989 III/D Akedemi Gizi


Ridwan 032005 Gizi

19. Yuliarnis 19681025198 III/D Akademi Bidan


903200 Kebidanan

55

Universitas Sumatera Utara


20. Sinur Dameria 19699120199 III/D Akademi Bidan
1032004 Kebidanan

21. Durmiah 19650710198 III/D SPK Petugas


Simamora 8032004 Konseling

22. Annasari 19970729198 III/D SKM Perawat


Harahap 9032002

23. Hotmian 19711215199 III/D Akademi Perawat


Simbolon 1012002 Keperawatan

24. Marince 19691027199 III/D SPK Perawat


Sianipar 2032005

25. Mangara 19601211198 III/D Sarjana Petugas Loket


Hamonangan 311001 Ekonomi

26. Marintan 19632032719 III/D Perawat Perawat


98032003

27. Marintan 19730117199 III/D S.Kep Jurim


P.S.Kep., Ns 2032003

28. Hotmelia 19730927199 III/D S.2 Kepro Bidan


Damanik 3032007

29. Sapinah 19720508199 III/C Akademi Perawat


7022001 Keperawatan

30. Ara 19621004198 III/D SPAG Petugas Gizi


Parlinggoman 4022002

31. Nurmaidah 19591112199 III/D Sekolah Bidan


Sitorus 1032002 Kebidanan

32. M. Yuzar 19691103199 III/B Akademi Petugas


6031001 Analis Laboratorium
laboratorium

33. Sinur Hanna 19801119200 III/A DIII Bidan


Putri 5022001 Kebidanan

34. Krismalasari, 19830525200 III/A DIII Analisis Petugas


A mak 8042004 Kesehatan Laboratorium

35. Novi 19871116201 III/A S1 Perawat


Suarniatti 0012024 Keperawatan
Z,S.Kep

36. Reni Mutiara 19740201200 III/D Sekolah Petugas Kartu


Menengah
56

Universitas Sumatera Utara


Simanjuntak 6042001 Farmasi

37. Febriany Sri 19830228201 III/D DIII Perawat Perwat Gigi


Handayani 1012007 Gigi

38. Esti Wulandari 19860211201 III/D Akademi Perawat


1012005 Keperawatan

39. Rona Elisi 19760307011 III/D Akedemi Bidan


Marsia S 012014 Kebidanan

40. Fiska Indiati 19841009200 III/D Akademi Asisten


712015 Analis Apoteker
Farmasi dan
Makanan

41. Delima 19671209200 III/D Akademi Perawat


Sinaga,Amk 70112015 Keperawatan

42. Dini 19810603200 III/D D3 Farmasi Petugas Kartu


5022002

43. Ulina Ginting 19810216201 III/D Akademi Petugas Kartu


1012002 Gizi

Sumber : Puskesmas Glugur Darat Tahun 2018

Berdasarkan uraian di atas, sejalan dengan informasi-informasi dari

metode wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan

bahwa 2-3 informan masih merasa perlu peningkatan jumlah dari dokter

yang ada di Puskesmas Glugur Darat, namun satu informan yang posisi

dan jabatannya lebih tinggi menyatakan SDM yang ada sudah cukup

memadai, kalaupun terdapat masalah kekurangan SDM hanya

bermasalah pada shift dokter jaga saja. Kemudian berdasarkan PMK No.

340 Tahun 2010 yaitu minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter

umum dan 2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap, dan saat ini

Puskesmas Glugur Darat sudah memiliki 6 dokter (seharusnya 9 orang

dokter umum).

57

Universitas Sumatera Utara


b. Sumber Daya Finansial

Sumber daya finansial menjadi penting dalam menentukan berhasil atau

tidaknya sebuah kebijakan. Bahkan terkadang untuk menjalankan kebijakan

memerlukan budget yang banyak untuk menghasilkan kebijakan yang berkualitas

pula terkait dengan kebijakan BPJS Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah.

Hasil wawancara peneliti dengan informan menyatakan bahwa:

”Dana pelayanan kesehatan dari BPJS. Setiap bulannya pihak BPJS


mengkapitasikan dana ke Puskesmas Glugur Darat Medan untuk keperluan dana
operasional, pelayanan BPJS Kesehatan dan biaya untuk obat pasien dan kapitasi
dana tersebut sebesar 6jt.” (Wawancara: 19 April 2018, Transkrip wawancara: hal
10).

Kemudian informan lainnya menyatakan bahwa :

”Dana dari BPJS Kesehatan dan melakukan pembayaran dana kapitasi kepada
FKTP milik Pemerintah Daerah setiap bulannya, didasarkan pada jumlah
peserta BPJS Kesehatan yang terdaftar di Puskesmas dan dana tersebut sebesar
6jt.”(Wawancara: 16 April 2018, Transkrip wawancara: hal 14)

Adapun informan lainnya menyatakan bahwa :

”Dananya dari BPJS Kesehatan dan melakukan pembayaran ke FKTP milik


PEMDA setiap bulannya, setelah itu barulah dana diluncurkan sesuai dengan
jumlah peserta BPJS Kesehatan yang terdaftar di Puskesmas ini dana tersebut
sebesar 6jt.” (Wawancara: 16 April 2018, Transkrip wawancara hal: 17)

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dana BPJS Kesehatan berasal

dari BPJS Kesehatan yang melakukan pembayaran dana kapitasi kepada FKTP

milik Pemerintah Daerah setiap bulannya, didasarkan pada jumlah peserta BPJS

yang terdaftar di Puskesmas, setelah itu adapun dana tersebut langsung dikirim

ke Puskesmas sejumlah 6jt.

Kemudian berdasarkan hasil observasi di lapangan peneliti mengamati

secara langsung proses peluncuran dana operasional BPJS Kesehatan dan

berasal dari manakah dana tersebut dan berdasarkan pengamatan secara

58

Universitas Sumatera Utara


langsung dimana dana operasioanal BPJS Kesehatan tersebut berasal dari BPJS

Kesehatan yang melakukan pembayaran dana kapitasi kepada FKTP milik

Pemerintah Daerah yaitu sebesar 6jt didasarkan pada jumlah peserta BPJS yang

terdaftar di Puskesmas. (Observasi: 19 April 2018, Transkrip observasi: hal 57).

Selanjutnya untuk hasil dokumentasi peneliti mengumpulkan dokumen

berupa gambar dana kapitasi untuk puskesmas yang berasal dari BPJS

Kesehatan. (Dokumetasi: 19 April 2018, Transkrip dokumentasi: hal 65).

Sumber: BPJS Kesehatan

Berdasarkan uraian di atas, sejalan dengan informasi-informasi dari metode

wawancara dan observasi dapat disimpulkan bahwa dana operasional BPJS

Kesehatan berasal dari BPJS Kesehatan yang melakukan pembayaran dana

kapitasi kepada FKTP milik Pemerintah Daerah dengan sejumlah 6jt di

dasarkan pada jumlah peserta BPJS yang terdaftar di Puskesmas. Setelah itu

dana tersebut langsung diluncurkan ke Puskesmas dengan besaran untuk satu

periode disamaratakan, dengan demikian Puskesmas harus mampu membuat

manajemen pemanfaatan dana secara efisien dan efektif.

59

Universitas Sumatera Utara


c. Sumber Daya Sarana dan Prasarana

Pelayanan yang diberikan Puskesmas dalam hal ini adalah pelayanan

kesehatan yang wajib dilaksanakan karena mempunyai daya yang kuat terhadap

peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sarana dan

prasarana yang sangat menunjang dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Berikut hasil wawancara peneliti dengan informan :

”Untuk fasilitas dan alat-alat yang ada di sini sudah sesuai, tapi jika
penyakit tidak bisa diatasi kami rujuk pasien ke rumah sakit. Tujuannya
adalah supaya penyakit dapat diatasi dan paisen dapat sembuh dengan
baik.” (Wawancara: 19 April 2018, Transkrip wawancara: hal 9).

Kemudian informan lainnya menyatakan bahwa :

”Untuk medisnya masih ada yang kurang dan juga dari pelayanan polinya
masih banyak yang perlu peningkatan. Jadi, masih banyak pasien yang
dirujuk ke Rumah Sakit dan juga kendalanya kadang pengadaan obat yang
telah habis dan harus kita order dulu. Di samping itu keterbatasan alat-alat
laboratoruim, karena masyarakat ini banyak yang mengeluhkan tentang
kesehatannya, harus kita diperiksa di laboratorium. Jadi, kendalanya obat
dan alat medis.” (Wawancara: 16 April 2018, Transkrip wawancara: hal
14).

Dari pandangan pasien, ada beberapa hambatan yang mereka rasakan,

seperti yang dikemukakan informan yang menyatakan bahwa :

”Untuk masalah obat yang tidak sesuai, belum pernah saya alami, tapi
saya pernah alami masalah di fasiltas. Jadi, waktu itu saya di-USG. Alat
USG yang ada di puskesmas ini masih dimensi rendah, tidak sesuai
dengan kebutuhan dan kurang akurasi, penyakit tidak terdeteksi.”
(Wawancara: 2 April 2018, Transkrip wawancara hal: 22).

Kemudian menurut salah satu informan lainnya:

”Kalau selama saya berobat di sini. Pernah saya alami obat yang
seharusnya memang dapat jatah 10 tablet, saya hanya dapat 8 tablet.

60

Universitas Sumatera Utara


Tidak sesuai dengan petunjuk dokter.” (Wawancara: 3 April 2018,
Transkrip wawancara hal: 31).

Selanjutnya adapun yang diungkapkan salah satu pasien peserta BPJS


menyatakan bahwa:

”Selama saya berobat di sini sudah baik, tapi ada kendala yang saya
rasakan itu seperti surat rujukan yang lama siapnya. Katanya ada
ganggunan jaringan dari koneksi internet.” (Wawancara: 3 April 2018,
Transkrip wawancara: hal 34).

Adapun informan lainnya: “Jaringan internet yang lamban. Itulah


sebabnya lambat untuk menyelesaikan rujukan.” (Wawancara: 4 April 2018,
Transkrip wawanacara: hal 36).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti di lapangan bahwa

untuk penanganan kasus yang tidak dapat diselesaikan di Puskesmas Glugur

Darat, pihak puskesmas akan melakukan rujukan ke rumah sakit yang telah

bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Kemudian adapun hasil wawancara dengan

pasien peserta BPJS Kesehatan bahwa masih ditemukannya kendala pada sarana

dan prasarana yaitu alat USG yang masih berdimensi rendah dan obat-obattan

yang didapatkan tidak sesuai dengan telah yang ditetapkan dimana hal tersebut

menghambat pelaksanaan pelayanan kesehatan peserta BPJS Kesehatan pada

masyarakat ekonomi lemah.

Kemudian berdasarkan hasil observasi di lapangan peneliti mengamati

proses penyelesaian surat rujukan yang lamban dalam penyelesaiannya dimana

hal tersebut diakibatkan kerena kurangnya koneksi dari internet yang ada di

Puskesmas Glugur Darat. (Observasi: 4 April 2018, Transkip observasi: hal 57).

Selanjutnya berdasarkan hasil dokumentasi, peneliti mengumpulkan dokumen

61

Universitas Sumatera Utara


berupa gambar dari ruangan dan juga gambar dari alat-alat kesehatan yaitu berupa

gambar, alat ukur tensi, oksigen, alat suntik yang ada di Puskesmas Glugur Darat.

(Dokumentasi: 4 April 2018, Transkip dokumentasi: hal 65).

Sumber: Penelitian 2018

Berdasarkan uraian di atas, sejalan dengan informasi-informasi dari

metode wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa untuk

penanganan kasus yang tidak dapat diselesaikan di Puskesmas Glugur Darat,

pihak puskesmas akan melakukan rujukan ke rumah sakit yang telah bekerja sama

dengan BPJS Kesehatan. kemudian sarana dan prasarana di Puskesmas Glugur

Darat sudah dikatakan lengkap hanya saja masih terdapat beberapa kendala pada

saat pasien sedang melakukan pelayanan kesehatan yang dimana kendala tersebut

berasal dari alat USG yang masih berdimensi rendah, obat-obatan yang didapat

dan diterima tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan (seharusnya 10

butir tablet, tetapi diberikan hanya 8 tablet saja) dan kendala lainnya yaitu terlalu

lama proses pengurusan surat rujukan yang diakibat dari kurangnya koneksi

internet yang ada di Puskesmas Glugur Darat.

62

Universitas Sumatera Utara


4.3.3 Hubungan Antarorganisasi

Komunikasi sangat menetukan keberhasilan pencapaian tujuan dari

Implementasi kebijakan BPJS kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di

Puskesmas Glugur Darat. Implementasi yang efektif terjadi apabila pelaksana

sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan yang akan

mereka kerjakan dapat berjalan dengan maksimal bila komunikasi berjalan

dengan maksimal. Sehingga implementasi Kebijakan BPJS Kesehatan harus

dikomunikasikan dengan maksimal kepada pihak pihak yang terkait. Selain itu,

kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten.

Komunikasi diperlukan agar para pembuat kebijakan dan para implementor

kebijakan tersebut akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan

yang akan diterapkan kepada sasaran dari kebijakan tersebut.

Komunikasi di dalam dan antarorganisasi merupakan suatu program yang

sangat kompleks dan sulit. Dalam meneruskan pesan ke bawah dalam suatu

organisasi atau dari atu oragnisasi ke organoisasi lainnya. Para komunikator dapat

menyebarluaskan, baik secara sengaja atau tidak sengaja. Lebih dari itu, jika

sumber informasi yang berbeda memberikan interpretasi yang bertentangan. Para

pelaksana akan menghadapi kesulitan yang lebih besar untuk melaksanakan

maksud kebijakan.

Sebagaimana yang diungkapkan informan yang menyatakan bahwa :

”Kita setiap bulan tetap ada komunikasi. Mereka juga mengevaluasi.


Kita juga mengadakan pertemuan, kalau ada pemberitaan-pemberitaan
yang baru minimal disampaikan melalui surat atau WA. Begitu juga
kalau ada permasalahan di Puskesmas kita langsung telfon mereka
untuk mengadakan pertemuan dan mengatur waktu sesuai dengan
petunjuk dari mereka.” (Wawancara: 19 April 2018, Transkrip
wawancara: hal 11).

63

Universitas Sumatera Utara


Kemudian Informan lainnya menyatakan bahwa :

“Kalau Dinas kesehatan selalu memantau kita dan setiap bulan kita
memberikan laporan. Jadi, koordinasi melalui laporan ke Dinas
Kesehatan. Untuk verifikasi berkas setiap sebulan sekali kita melaporkan
kunjungan pasien kita melaporkan ke BPJS.” (Wawancara: 16 April
2018, Transkrip wawancara: hal 15).

Adapun Informan lainnya menyatakan bahwa :

”Hubungan berjalan dengan baik, karna sebulan sekali kita mengadakan


miniloka karya dan menjadi kesempatan unuk berkordinasi. Begitu juga,
sebulan sekali diadakan minilok di puskesmas untuk berkoordinasi
antarbagian.” (Wawancara: 16 April 2018, Transkrip wawancara: hal 18).

Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan, yaitu salah seorang pasien

menyatakan bahwa:

”Kalau soal BPJS dari puskesmas ini memang belum ada dikomunikasikan

secara mendalam. Jadi, saya hanya tahu seadanya saja pada saat berobat

ke Puskesmas Glugur darat.” (Wawancara: 2 April 2018, Transkrip

wawancara: hal 22).

Kemudian informan lainnya menyatakan bahwa:

”Belum ada dikomunikasikan secara lengkap. Saya hanya tahu pada saat

berobat saja.” (Wawancara: 3 April 2018, Transkrip wawancara: hal 20).

Berdasarkan hasil wawancara komunikasi yang dibentuk antara pelaksana

kebijakan, yaitu para pegawai di Puskesmas Glugur Darat, Dinas Kesehatan dan

BPJS Kesehatan jika ditarik dari kutipan pernyataan wawancara diatas

membuktikan bahwa koordinasi yang terjadi cukup terbangun, serta ketaatan

ketiga pelaksana terhadap peraturan juga sangat terlihat. Seperti, saling

berkoordinasinya puskesmas dengan dinas kesehatan apabila terdapat kendala

ataupun hambatan begitu juga dengan BPJS Kesehatan yang mencairkan dana

64

Universitas Sumatera Utara


untuk operasional pelayanan BPJS Kesehatan. Komunikasi serta koordinasi yang

ketat ini sangat membantu proses implementasi berjalan baik. Kemudian adapun

hasil wawancara melalui informan terkait yaitu pasien yang sedang menerima

pelayanan kesehatan semua informan menyatakan bahwa belum ada

dikomunikasikan secara mendalam tentang Kebijakan BPJS Kesehatan kepada

pasien peserta BPJS Kesehatan. Untuk info yang didapatkan hanya sekedar

pernyataan-pernyataan saat melakukan pelayanan kesehatan tanpa ada komunikasi

yang terperinci dengan jelas dan mendalam.

Berdasrkan hasil observasi di lapangan dimana peneliti mengamati secara

langsung proses kerja sama antarorganisasi yaitu dimana puskesmas berada di

bawah naungan dinas kesehatan dimana saling bekerjasama dalam melaksanakan

tugasnya terlebih jika ada masalah ataupun kendala yang dihadapi dalam

Implementasi Kebijakan BPJS Kesehatan. Pihak Dinas selalu siap membantu

menghadapi masalah dan memberikan solusi dari masalah tersebut. Kemudian

puskesmas merupakan fasilitas kesehatan milik Pemerintah dengan demikian,

Puskesmas Glugur Darat wajib menjadi penyediaan pelayanan kesehatan yang

bekerja sama dengan BPJS Kesehatan hal tersebut dikuatkan kembali dengan

adanya Peraturan Presiden No 12 tahun 2013 pasal 36 ayat 2 sehingga, Puskesmas

dan BPJS Kesehatan tidak memiliki surat MOU. (Observasi: 19 April 2018,

Transkrip observasi hal: 58).

Selanjutnya adapun hasil dokumentasi yang didapatkan di lapangan, yaitu

peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kerja sama

antara puskesmas dan BPJS yang, peneliti mengumpulkan data seperti daftar

puskesmas wajib menjadi penyediaan pelayanan kesehatan yang bekerja sama

65

Universitas Sumatera Utara


dengan BPJS Kesehatan, gambar bidan dan dokter yang saling berkoordinasi dan

dokter dan dokter yang saling berkoordinasi. (Dokumentasi: 19 April 2018,

Transkrip dokumentasi hal: 69).

Sumber: Penelitian 2018

Berdasarkan uraian di atas, sejalan dengan informasi-informasi dari

metode wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa

koordinasi yang terjadi cukup terbangun, serta ketaatan ketiga pelaksana terhadap

peraturan juga sangat terlihat. Seperti, saling berkoordinasinya puskesmas dengan

dinas kesehatan apabila terdapat kendala ataupun hambatan begitu juga dengan

Puskemas yang memberikan laporan terkait verifikasi berkas dan BPJS

Kesehatan yang mencairkan dana untuk operasional pelayanan BPJS Kesehatan,

komunikasi serta koordinasi yang ketat ini sangat membantu proses implementasi

kebijakan BPJS Kesehatan berjalan dengan maksimal.

4.3.4 Karakteristik Agen Pelaksana

Karakteristik atau ciri dari badan pelaksana dalam suatu program atau

kebijakan harus berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta taat pada sanksi

66

Universitas Sumatera Utara


hukum yang berlaku. Untuk faktor karakteristik badan pelaksana dapat dilihat dari

keseriusan para implementor di lapangan dalam melakukan serangkaian

penguatan sistem hingga pembuatan peraturan pendukung untuk pelaksana

kebijakan agar berjalan dengan baik. Peneliti melihat keseriusan akan

terlaksananya kebijakan BPJS Kesehatan dengan baik dari ada tidaknya peraturan

Puskesmas yang dibuat semenjak kebijakan ini diluncurkan sebagaimana yang

diungkapkan salah satu informan yang menyatakan bahwa:

“Kalau mau berobat tentu pasien harus membawa kartu BPJS dan

mengikuti alur pelayanan yang ada di sini, apabila pasien tidak membawa

kartu tersebut tentunya kami tidak akan bisa melayani.” (Wawancara: 19

April 2018, Transkrip wawancara: hal 11).

Kemudian informan lainnya menyatakan bahwa :

”Peraturannya ya kalau mau berobat harus membawa kartu BPJS, pernah


juga ada yang saat berobat tapi malah lupa membawa kartunya ya kami
dari pihak puskesmas memang tidak bisa melayani pasien tersebut
walaupun kami sendiri tau dia adalah peserta BPJS Kesehatan dan
tentunya pasien yang membawa kartu bpjs harus mengikuti alur pelayanan
yang ada di sini.” (Wawancara: 16 April 2018, Transkrip wawancara: hal
15).

Adapun informan lainnya menyatakan bahwa:

“Sesuai dengan peraturan jadi yang tidak membawa kartu BPJS,


dipersilahkan pulang kembali untuk mengambil kartu dan yang tidak
memiliki kartu BPJS Kesehatan tidak dilayani untuk berobat di
Puskesmas Glugur Darat dan bagi yang membawa kartunya juga harus
mengikuti alur pelayanan yang ada.” (Wawancara: 16 April 2018,
Transkrip wawancara: hal 19).

Selanjutnya informan lainnya pasien peserta BPJS menyatakan bahwa:

”kendalanya itu ketika mau ngurus surat rujukan ke rumah sakit tapi harus
berobat dulu di sini. Jadi di sini tidak memperbolehkan untuk langsung
dirujuk ke rumah sakit.” (Wawancara: 3 April 2018, Transkrip
wawancara hal: 32).
67

Universitas Sumatera Utara


Kemudian informan lainnya menyatakan bahwa:

”Penyelesaian surat rujukan itu lama siapnya bertele-tele. Misalnya mau


berobat ke rumah sakit, harus berobat dulu di sini setelah itu baru
besoknya boleh merujuk ke rumah sakit tersebut. Kalau langsung boleh di
rumah sakit besarkan bisa langsung cepat teratasi penyakitnya.”
(Wawancara: 4 April 2018, Transkrip wawancara: hal 40).

Berdasarkan hasil wawancara mengenai karakter dari badan pelaksana,

Puskesmas Glugur Darat memiliki komitmen untuk memberikan pelayanan yang

maksimal kepada pasien peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas Glugur Darat.

Dimana semua informan menyatakan pasien harus membawa kartu BPJS

Kesehatan dan mengikuti alur pelayanan yang ada di Puskesmas Glugur Darat.

Selanjtnya adapun salah satu bentuk keluhan pasien tentang pelayanan yang ada

di Puskesmas Glugur Darat adalah mengenai pengrusan surat rujukan, dimana

pasien harus berobat dulu di puskesmas setelah berobat pasien baru bisa dirujuk

ke rumah sakit.

Selanjutnya adapun hasil observasi peneliti melakukan pengamatan secara

langsung yaitu peneliti melihat secara langsung proses alur pelayanan yang ada di

Puskesmas Glugur Darat yaitu, pasien yang datang menuju ruang loket

pendaftaran dengan membawa kartu tanda peserta BPJS Kesehatan. Selanjutnya

pasien mengantri kemudian pasien akan diarahkan menuju ruang poli ataupun

ruang pelayanan medis yang dibutuhkan oleh pasien. Jika pasien ternyata harus

dirawat maka akan dilanjutkan proses administrasi rawat inap. Namun, kalau ada

penderita sakit yang harus dirujuk ke rumah sakit, harus mendapatkan pelayanan

untuk pembuatan rujukan ke rumah sakit lainnya. (Observasi: 19 April 2018,

Transkip observasi: hal 59).

68

Universitas Sumatera Utara


Kemudian adapun hasil dokumentasi di lapangan peneliti mengumpulkan

dokumen berupa alur pelayanan pasien peserta BPJS. (Dokumentasi: 19 April

2018, Transkip dokumentasi: hal 70).

Bagan Alur Pelayanan pesera BPJS Kesehatan di Puskesmas Glugur


Darat
RUANG RUANG
LOKET
TUNGGU POLI
PENDAFTARAN

RUANG

RAWAT INAP/DI
RUJUK KE RUMAH
SAKIT
Sumber: Puskesmas Glugur Darat

Berdasarkan uraian di atas, sejalan dengan informasi-informasi dari metode

wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa Karakteristik

badan pelaksana para pegawai di Puskesmas Glugur Darat sudah berjalan dengan

maksimal, karena sesuai dengan tupoksinya masing-masing dan sesuai dengan

komitmen berupa peraturan pelaksanaan yang dibentuk puskesmas untuk

mendukung penyelenggaraan kebijakan. Dimana pasien harus membawa kartu

BPJS Kesehatan dan mengikuti alur pelayanan yang ada di Puskesmas Glugur

Darat. Selanjtnya adapun salah satu bentuk keluhan pasien tentang pelayanan

yang ada di Puskesmas Glugur Darat adalah mengenai pengrusan surat rujukan,

dimana pasien harus berobat dulu di puskesmas setelah berobat pasien baru bisa

dirujuk ke rumah sakit.

69

Universitas Sumatera Utara


4.3.5 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Kondisi kondisi lingkungan mempunyai keterkaitan yang penting pada

keinginan dan organisasi pelaksana. Lingkungan external dalam hal ini

lingkungan ekonomi sosial dan politik turut mendorong keberhasilan kebijakan

publik. Kebijakan BPJS Kesehatan merupakan amanat undang-undang yang

bersifat mandatory, sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan Pancasila yang

menyatakan bahwa ”Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.” Namun

bertepatan pada peluncurannya yang jatuh pada tahun politik, yaitu pada tahun

2014 juga merupakan pesta demokrasi rakyat Indonesia, yaitu Pemlihan Umum.

Berdasarkan kutipan hasil wawancara dengan informan menyatakan

bahwa:

”Statement ini memang banyak ditemukan, apa lagi di media massa. Tapi
itu hanya bertepatan waktu peluncuran BPJS Kesehatan dengan tahun
pemilu. Menurut saya masyarakat sendiri memang antusias mendaftarkan
diri untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.” (Wawancara: 19 April
2018, Transkrip wawancara: hal 12).
Kemudian informan lainnya menyatakan bahwa :

”Pemilu tidak berpengaruh kepada pendaftaran BPJS Kesehatan. Karena


BPJS Kesehatan sangat dibutuhkan masyarakat yang kurang mampu.
Masa pendaftaran hanya secara kebetulan dekat waktunya dengan
pemilu.” (Wawancara: 16 April 2018, Transkrip wawancara: hal 16).

Adapun informan lainnya menyatakan bahwa :

”Tidak ada hubungannya dengan pemilu. Masyarakat cepat-cepat


mendaftar karena takut kehabisan kuota dan tidak bisa mendaftar. Hanya
saja waktunya dekat dengan proses pelaksanaan pemilu. Jadi, pendaftaran
BPJS Kesehatan tidak ada hubungannya dengan pemilu.”
(Wawancara: 3 April 2018, Transkrip wawancara: hal 29).

Kemudian informan lainya yaitu salah satu pasien yang menyatakan

bahwa: ”Tidak ada seperti itu. Itu semua hanya tanggapan orang tertentu.

70

Universitas Sumatera Utara


Menghubung-hubungkan persoalan yang tidak ada hubungannya.” (Wawancara:

2 April 2018 , Transkip wawancara: hal 23).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, seluruh informan menyatakan bahwa

berita yang beredar mengenai BPJS Kesehatan yang berkaitan dengan pemilu

tidaklah benar. Dimana seluruh informan menyatakan banyaknya dukungan dari

masyarakat terhadap BPJS Kesehatan, yang mendaftarkan dirinya menjadi peserta

BPJS Kesehatan serta berobat di Puskesmas Glugur Darat.

Selanjutnya adapun hasil observasi mengenai kondisi sosial, ekonomi dan

politik yaitu, peneliti mengamati proses pembayaran iuran BPJS Kesehatan yang

dibayarkan oleh Pemerintah kepada BPJS Kesehatan. Iuran peserta PBI

dibayarkan setiap bulan oleh Menteri Kesehatan dimana dalam menagih iuran

tersebut, BPJS Kesehatan menyampaikan surat tagihan dana iuran PBI kepada

Kementerian Kesehatan dengan melampiri daftar perhitungan dana iuran PBI,

kuintansi/tanda terima dan surat tanggung jawab mutlak yang ditandatangani oleh

Pejabat BPJS Kesehatan. (Observasi: 4 April 2018, Transkrip observasi: hal 59).

Kemudian adapun hasil dokumentasi peneliti mengumpulkan dokumen

yang berkaitan seperti kondisi lingkungan dan kondisi sosial di Puskesmas Glugur

Darat serta dokumen berupa gambar antusias dari masyarakat terhadap BPJS

Kesehatan. (Dokumentasi: 4 April 2018, Transkrip dokumentasi: hal 72).

71

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Penelitian 2018

Berdasarkan uraian di atas, sejalan dengan informasi-informasi dari

metode wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa

Lingkungan sosial, politik dan ekonomi yang juga mendukung terselenggaranya

kebijakan BPJS Kesehatan. Dimana seluruh informan menyatakan bahwa berita

yang beredar mengenai BPJS Kesehatan yang berkaitan dengan pemilu tidaklah

benar. Hal tersebut dapat dibuktikan dan dilihat dari banyaknya dukungan dari

masyarakat yang mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan. Selain itu, terlihat

dari dukungan pemerintah pada peserta BPJS Kesehatan PBI yang melakukan

pembayaran iuran ke BPJS Kesehatan. Hal ini membuktikan pemerintah juga

menganggap kebijakan ini merupakan kebijakan yang penting dan harus

terselenggara dengan baik.

4.3.6 Disposisi Implementor

Salah satu faktor yang terkait dengan implementasi kebijakan adalah sikap

imlementor. Jika implementor setuju dengan bagian isi dari kebijakan, maka

mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka

berbeda dengan pembuat kebijakan, sehingga proses implementasi akan


72

Universitas Sumatera Utara


mengalami banyak masalah dalam disposisi. Disposisi atau sikap pelaksana akan

menimbulkan hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan yang

diinginkan oleh pejabatat yang lebih tinggi. Berkenaan dengan pengangkatan

birokrasi sebagai aparat pelaksana, berdasarkan hasil wawancara dengan informan

yang menyatakan bahawa:

”Dengan adanya BPJS Kesehatan sangat membantu. Karena pihak BPJS


Kesehatan menanggulangi dana operasional dan harga obat-obatan yang
dibutuhkan oleh peserta BPJS Kesehatan, sehingga penerima BPJS
Kesehatan PBI dapat dilayani dengan baik dan hidup sehat.”
(Wawancara: 19 April 2018, Transkrip wawancara: hal 12).

Kemudian informan lainnya menyatakan bahwa :

”Kalau menurut saya sudah ada standarnya, sudah ada targetnya, dan

sudah bagus.” (Wawancara: 16 April 2018, Transkrip wawancara: hal

16).

Adapun informan lainnya menyatakan bahwa :

”Sangat mendukung dan memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh


masyarakat baik yang mampu dan yang tidak mampu. Jadi, masyarakat
yang tidak mampu pun juga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
yang lebih bermutu dan lebih baik lagi.” (Wawancara: 16 April 2018,
Transkrip wawancara: hal 20).

Selanjutnya adapun hasil wawancara dengan salah satu pasien peserta BPJS

Kesehatan yang sedang melakukan pelayanan kesehatan di Puskesmas Glugur

Darat yaitu beliau mengatakan:

”Manusia selalu berbeda-beda, ada yang ramah ada juga yang kurang

perhatian. Namun, semua dapat melayani dengan baik.” (Wawancara: 2

April 2018, Transkip wawancara: hal 23).

73

Universitas Sumatera Utara


Kemudian hasil wawancara dengan salah satu pasien lainnya beliau
mengatakan bahwa:

”Sikap bidan dan dokter baik ramah, hanya saja pasien sangat banyak,
sehingga harus bersabar.” (Wawancara: 4 April 2018, Transkip wawancara:
hal 38).

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan bahwa para implementor memiliki

pandangan yang sama terhadap kebijakan BPJS Kesehatan, dimana semua

informan memberikan respon positif terhadap kebijakan BPJS Kesehatan dan

menganggap kebijakan ini sangat membantu masyarakat terutama masyarakat

yang tidak mampu atau peserta PBI. Kemudian adapun hasil wawancara dengan

pasien BPJS Kesehatan, dimana sikap dari para pelaksana BPJS Kesehatan pada

saat melayani pasien peserta BPJS Kesehatan sudah bertanggung jawab atas tugas

yang dijalankannya.

Selanjutnya adapun hasil observasi di lapangan pada hari tersebut peneliti

melihat langsung bagaimana proses pelayanan yang diberikan kepada pasien

peserta BPJS Kesehatan. Peneliti juga mengamati keadaan dan kondisi sosial

antara dokter/bidan dan pasien peserta BPJS Kesehatan pada saat memberikan

pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan. (Observasi: 9 April 2018, Transkrip

observasi: hal 60).

Selanjutnya hasil dokumentasi yang di temui peneliti di lapangan yaitu

peneliti mengumpulkan dokumen berupa gambar ketika dokter/ bidan sedang

melayani pasien peserta BPJS Kesehatan, gambar pasien peserta BPJS Kesehatan

yang sedang melakukan konsultasi pada dokter dan bidan dan gambar dari kartu

BPJS Kesehatan. (Dokumentasi: 9 April 2018, Transkrip dokumentasi: hal 73).

74

Universitas Sumatera Utara


Sumber: Penelitian 2018

Berdasarkan uraian di atas, sejalan dengan informasi-informasi dari metode

wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa

Disposisi Implementor dalam penelitian ini memberikan respon yang positif

terhadap kebijakan BPJS Kesehatan dan menganggap kebijakan ini sangat

membantu masyarakat terutama masyarakat yang tidak mampu atau peserta PBI.

Kemudian adapun hasil wawancara dengan pasien BPJS Kesehatan, dimana sikap

dari para pelaksana BPJS Kesehatan pada saat melayani pasien peserta BPJS

Kesehatan sudah bertanggung jawab atas tugas yang dijalankannya, karena para

pelaksana sangat bersifat responsif dan mendukung Implementasi Kebijakan

BPJS Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi Lemah.

75

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

BPJS merupakan badan hukum dengan tujuan yaitu mewujudkan

terselenggaranya pemberian jaminan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup

yang layak bagi setiap peserta dan/ anggota keluarganya. Pelayanan kesehatan

BPJS mempunyai sasaran di dalam pelaksanaannya dengan memberi manfaat

kepada semua yang terlibat dalam BPJS. Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Kebijakan BPJS

Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat sudah

berjalan dengan maksimal walaupun masih ditemukan beberapa hambatan dalam

pelaksanaannya. Berikut akan diuraikan kesimpulan mengenai Implementasi

Kebijakan BPJS Kesehatan pada masyarkat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur

Darat berdasarkan indikator berikut:

5.1.1 Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dari kebijakan BPJS Kesehatan berasal dari Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan

Kesehatan Nasional. Dimana seluruh informan telah memahami apa yang

menjadi standar dan sasaran dari Kebijakan terlebih lagi informan

menyatakan pedoman tersebut mampu menjadi pegangan untuk

menyelenggarakan Kebijakan BPJS Kesehatan pada masyarakat ekonomi

lemah. Kebijakan yang diluncurkan oleh Pemerintah Pusat serentak dan

76

Universitas Sumatera Utara


hingga saat ini penyelenggaraan BPJS Kesehatan di Puskesmas Glugur

Darat sudah berjalan sesuai dengan standar dan sasarannya yaitu pada

seluruh masyarakat baik peserta PBI dan non PBI walaupun belum

maksimal.

5.1.2 Sumber daya

Sumber daya yang ada di puskesmas glugur darat yaitu pada sumber

daya manusia bahwa 2-3 informan masih merasa perlu peningkatan jumlah

dari dokter yang ada di Puskesmas Glugur Darat, namun satu informan yang

posisi dan jabatannya lebih tinggi menyatakan SDM yang ada sudah cukup

memadai, kalaupun terdapat masalah kekurangan SDM hanya bermasalah

pada shift dokter jaga saja. Kemudian pada sumber daya financial, yaitu

dana operasional BPJS Kesehatan berasal dari BPJS Kesehatan yang

melakukan pembayaran dana kapitasi kepada FKTP milik Pemerintah

Daerah dengan sejumlah 6jt di dasarkan pada jumlah peserta BPJS yang

terdaftar di Puskesmas. Selanjutnya berdasarkan PMK No 340 tahun 2010

menyatakan pada Pelayanan Medik minimal harus ada 9 (sembilan) orang

dokter umum dan 2 (dua) orang dokter gigi dan untuk saat ini Puskesmas

Glugur Darat hanya memiliki 6 dokter umum. Selanjutnya untuk sarana dan

prasarana dimana masih terdapat kekurangan-kekurangan dari mutu dan

fungsinya yang perlu untuk ditingkatkan lagi.

5.1.3 Hubungan antarorganisasi

Bahwa koordinasi yang terjadi cukup terbangun, serta ketaatan ketiga

pelaksana terhadap peraturan juga sangat terlihat. Seperti saling

77

Universitas Sumatera Utara


berkoordinasinya puskesmas dengan dinas kesehatan, apabila terdapat

kendala ataupun hambatan begitu juga dengan Puskemas yang memberikan

laporan terkait verifikasi berkas dan BPJS Kesehatan yang mencairkan dana

untuk operasional pelayanan BPJS Kesehatan. Komunikasi serta koordinasi

yang ketat ini sangat membantu proses implementasi Kebijakan BPJS

Kesehatan berjalan baik. Akan tetapi berdasarkan pasien BPJS Kesehatan,

semua informan menyatakan bahwa belum ada dikomunikasikan secara

mendalam tentang Kebijakan BPJS Kesehatan kepada pasien peserta BPJS

Kesehatan. Untuk info yang didapatkan hanya sekedar pernyataan-

pernyataan saat melakukan pelayanan kesehatan tanpa ada komunikasi yang

terperinci dengan jelas dan mendalam.

5.1.4 Karakteristik Agen Pelaksana

Karakteristik badan pelaksana para pegawai di Puskesmas Glugur

Darat sudah berjalan dengan maksimal, karena sesuai dengan tupoksinya

masing-masing dan sesuai dengan komitmen berupa peraturan pelaksanaan

yang dibentuk puskesmas untuk mendukung penyelenggaraan kebijakan.

Dimana pasien harus membawa kartu BPJS Kesehatan dan mengikuti alur

pelayanan yang ada di Puskesmas Glugur Darat. Selanjutnya adapun salah

satu bentuk keluhan pasien tentang pelayanan yang ada di Puskesmas

Glugur Darat adalah mengenai pengurusan surat rujukan, dimana pasien

harus berobat dulu di puskesmas setelah berobat pasien baru bisa dirujuk ke

rumah sakit

78

Universitas Sumatera Utara


5.1.5 Lingkungan Sosial, Politik dan Ekonomi

Lingkungan sosial, politik dan ekonomi yang juga mendukung

terselenggaranya kebijakan BPJS Kesehatan. Lingkungan sosial, politik dan

ekonomi yang juga mendukung terselenggaranya kebijakan BPJS

Kesehatan. Dimana seluruh informan menyatakan bahwa berita yang

beredar mengenai BPJS Kesehatan yang berkaitan dengan pemilu tidaklah

benar. Hal tersebut dapat dibuktikan dan dilihat dari banyaknya dukungan

dari masyarakat yang mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan. Selain itu,

terlihat dari dukungan pemerintah pada peserta BPJS Kesehatan PBI yang

melakukan pembayaran iuran ke BPJS Kesehatan. Hal ini membuktikan

pemerintah juga menganggap kebijakan ini merupakan kebijakan yang

penting dan harus terselenggara dengan baik.

5.1.6 Disposisi Implementor

Disposisi Implementor dalam penelitian ini memberikan respon

yang positif terhadap kebijakan BPJS Kesehatan dan menganggap kebijakan

ini sangat membantu masyarakat terutama masyarakat yang tidak mampu

atau peserta PBI. Kemudian adapun hasil wawancara dengan pasien BPJS

Kesehatan, dimana sikap dari para pelaksana BPJS Kesehatan pada saat

melayani pasien peserta BPJS Kesehatan sudah bertanggung jawab atas

tugas yang dijalankannya, karena para pelaksana sangat bersifat responsif

dan mendukung Implementasi Kebijakan BPJS Kesehatan pada Masyarakat

Ekonomi Lemah.

79

Universitas Sumatera Utara


5.2 Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sehubungan

dengan Implementasi Kebijakan BPJS Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi

Lemah peneliti akan memberikan beberapa masukan dan saran sesuai variabel

yang digunakan oleh peneliti, yaitu:

5.2.1 Standar dan Sasaran Kebijakan

Berkaitan dengan standar dan sasaran kebijakan diharapkan kepada

pelaksana dan sasaran kebijakan untuk senantiasa mengikuti standar yang

telah ditetapkan oleh pemerintah.

5.2.2 Sumber daya

Berkaitan dengan Sumber daya manusia, untuk pegawai yang ada di

Puskesmas Glugur Darat agar terus mempertahankan kinerja yang telah

dicapai dan terus meningkatkan kinerja yang sudah ada dan untuk pelayanan

medik dasar harus sesuai dengan PMK No 340 Tahun 2010. Kemudian

adapun pada sumber daya sarana dan prasarana yang masih belum memadai,

sebaiknya lebih ditingkatkan lagi mutu dan fungsinya serta obat-obattan yang

diterima oleh pasien harus disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan.

Selanjutnya untuk surat rujukan yang lamban dalam penyelesaiannya,

sebaiknya puskesmas lebih meningkatkan sarana dari internet yang terdapat

di Puskesmas.

80

Universitas Sumatera Utara


5.2.3 Hubungan antarorganisasi

Berkaitan dengan Hubungan antar organisasi, hendaknya sosialisasi

terhadap pasien BPJS Kesehatan dapat ditingkatkan lagi yaitu dengan

melakukan pertemuan dan penyeluhuan langsung terhadap masyarakat

(peserta BPJS) dengan memberikan penjelasan terkait tentang BPJS

Kesehatan.

5.2.4 Karakteristik agen Pelaksana

Dilihat dari karakteristik badan pelaksana, sudah berjalan dengan baik

karena sesuai dengan tupoksinya masing-masing dan sesuai dengan

komitmen, namun perlunya diadakan sosialisasi kembali untuk para

pegawai agar lebih memahami tujuan kebijakan BPJS Kesehatan yang

sesungguhnya.

5.2.5 Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Berkaitan dengan Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik. Hendaknya

pemerintah, mulai dari pemerintah pusat maupun daerah mempunyai

komitmen yang tinggi dalam penyaluran dana operasional BPJS

Kesehatan. Serta diharapkan kepada implementor yang ada di Puskemas

Glugur Darat menggunakan dana tersebut dengan sebaik-baiknya agar

implementasi kebijakan BPJS Kesehatan berjalan sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan.

81

Universitas Sumatera Utara


5.2.6 Disposisi Implementor

Berkaitan dengan Disposisi Implementor, sebaiknya para implementor

yaitu dokter dan bidan yang ada di Puskesmas Glugur Darat diharapkan

untuk lebih tanggap pada saat memberikan pelayanan kepada peserta

BPJS Kesehatan agar implementasi kebijakan BPJS Kesehatan berjalan

secara maksimal dan sesuai dengan standar dan sasarannya.

82

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Buku:

A. G Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep. Teori dan Aplikasi.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung –
Puslit KP2W Lemlit Unpad.

_______, 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta.

Dwijowijoto, Riant, Nugroho. 2004. Kebijakan Publik, Formulasi Implementasi


dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia.

Hardiansyah .2011. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava Media.

Juliantara, Dadang, dkk. 2005. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam


Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan.

Moenir, A.S. 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : Bumi


Aksara.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

_______, 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Penerbit. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya Offset.

Napitupulu, Paimin. 2007. Pelayanan Publik dan Customer Statisfiction.


Bandung: Alumni.

Notoatmodjo,s. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Pasolong, Harbani. 2011. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

Ridwan, Juniarso. dan Sudrajat, Achmad Sodik. 2009. Hukum Administrasi


Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa.
Septi Winarsih, Atik & Ratminto. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
83

Universitas Sumatera Utara


Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.
Bandung: PT Refika Pratama.

______, Edi. 2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif Kuantitatifdan


R&D. Bandung: Alfabeta
Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Efektivitas Implementasi Kebijkan Otonomi Daerah.
Jakarta : Citra Utama.

Suryawati. 2004. Teori Ekonomi Mikro. UPP. AMP YKPN. Yogyakarta: Jarnasy.

Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta:


Lukman Offset YPAPI.

Trihono. 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta: CV


Sagung Seto

Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta : Penerbit
Media Pressindo.

_______, 2007. Kebijakan Publik :Teori dan Proses. Yogyakarta : Med Press
(Anggota IKAPI).

Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.

Jurnal, Skripsi :

Djannata, Andika Azzi dan Atmanti, Hastarini Dwi. 2011. Analisis Program-
Program Penanggulangan Kemiskinan Menurut SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah) Di Kota Semarang Dengan Metode AHP (Analisis
Hierarki Proses) (Studi Kasus: Kota Semarang Tahun 2011). Semarang.

Riyandi, Hendrik. 2013. Kualitas Pelayanan Kesehatan. (Studi Deskriptif Tentang


Pelayanan Publik Bagi Penerima Jamkesmas di RSUD Sidoarjo)Volume 1 No.
1 Tahun 2013.

Wahyu Rejekningsih, Tri. 2011. Peran Serta Warga Miskin dalam Program
Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan di Kota Semarang. Jurnal
Dinamika Ekonomi Pembangunan. Volume 1 No.1 Tahun 2011.

84

Universitas Sumatera Utara


Undang- Undang :

Departemen Kesehatan RI Tahun 2009.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman


Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan


Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011tentang Badang Penyelenggara Jaminan


Sosial.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Undang-Undang Pasal 54 ayat (1) tentang Kesehatan.

85

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai