Anda di halaman 1dari 413

PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP

KABUPATEN SERANG DALAM PENGENDALIAN


DAMPAK PENCEMARAN KAWASAN INDUSTRI
MODERN
DI KECAMATAN KIBIN KABUPATEN SERANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Kosentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh

Dyah Pratiwi

NIM.6661131230

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2017
ABSTRAK

Dyah Pratiwi. 6661131230. Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten


Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri
Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang. Program Studi Ilmu
Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I : Dr. Agus Sjafari, M.Si. Dosen
Pembimbing II : Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si.
Pembangunan sektor industri di Indonesia tidak hanya menghasilkan manfaat
tetapi juga membawa resiko. Pencemaran udara yang mengganggu kesehatan
masyarakat sekitar, penurunan kualitas sungai yang mengganggu ekosistem
makhluk hidup dan aktivitas masyarakat, dan sulitnya masyarakat dalam
memperoleh air bersih merupakan dampak negatif yang ditimbulkan dari
keberadaan kawasan industri, sehingga dibutuhkan peran Pemerintah Daerah
dalam melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui peran & hambatan yang dihadapi Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang dalam pengendalian dampak pencemaran Kawasan
Industri Modern. Teori yang digunakan konsep peran organisasi sektor publik
Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) dan konsep upaya pengendalian dampak
lingkungan menurut UU No 32 Tahun 2009. Penelitian ini merupakan kualitatif
deskriptif. Teknik analisis data yang digunakan model Miles & Huberman. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa peran Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang dalam pengendalian dampak pencemaran kawasan industri
modern dapat dikatakan belum optimal karena masih ditemuinya beberapa
kendala yang menghambat pelaksanaan kegiatan di bidang pengendalian dampak
lingkungan. Oleh karena itu diperlukan peningkatan pola komunikasi dan
koordinasi dengan instansi kewilayahan, pembuatan aplikasi “QLUE” agar
masyarakat berpartisipasi dalam melaporkan keluhan dan peduli akan
permasalahan lingkungan, membentuk kelompok pengawasan yang melibatkan
langsung masyarakat dan perlunya peningkatan pendanaan demi kepentingan
upaya pengelolaan lingkungan hidup.

Kata Kunci : Lingkungan, Pengendalian, Peran


ABSTRACK

Dyah Pratiwi. 6661131230. The Role of Serang Government Environmental


Agency in Controlling The Pollution Impact Of Modern Industrial Area at
Kibin Subdistrict, Serang Regency. Departemen Of Public Administration.
Faculty Of Social and Political Science. The 1st Advisor: Dr. Agus Sjafari, M.Si.
2nd Advisor: Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si.

Industrial sector development in Indonesia not only produces benefits but also
carries risks. Air pollution that disturbs the health of the surrounding community,
the decline of river quality that disrupts the ecosystem of living creatures and
community activities, and the difficulty of the community in obtaining clean water
is a negative impact caused by the existence of industrial area, so it is necessary
the role of Local Government in the effort to control the environmental impact.
This research was conducted to determine the role and obstacles faced by Serang
Government Environmental Agency in controlling the pollution impact of the
modern industrial area. The theory used the concept of the role of public sector
organization by Jones (1993) in Mahsun (2006:8) and the concept of
environmental impact control efforts according to Law No. 32 The year 2009.
This research is qualitative descriptive. Data analysis techniques used Miles &
Huberman model. The results of this study indicate that the role of Serang
Government Environmental Agency in controlling the pollution impact of a
Modern Industrial area can be said not yet optimal because still encountered
some obstacles which hinder the implementation of activity in the field of
environmental impact control. Therefore, it is necessary to improve the
communication pattern and coordination with regional institutions, making of
"QLUE" application so that the public will participate in reporting complaints
and care about environmental issues, forming a community-direct monitoring
group and need for increased funding for the sake of environmental management
efforts.

Keywords: Environmental, Controlling, Role


Motto:

“Barang Siapa Bersungguh-


sungguh pasti ia mendapat,
yakinlah setelah kesulitan
pasti datang kemudahan”

Persembahan:

“Skripsi ini aku persembahkan untuk “:

Kedua Orang Tuaku Bapak Sunyoto


dan Ibu Sumiyati dan Adikku Desti
Dwi Cahyani
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan Rahmat dan Karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya,

dan para sahabatnya yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman

terang benderang seperti sekarang. Syukur Alhamdulilah dengan izin Allah SWT

penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi yang berjudul “Peran Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran

Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang”.

Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penulis menyadari

bahwa penyusunan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai

pihak yang selalu membimbing serta mendukung penulis secara moril dan materil.

Maka dengan ketulusan hati, peneliti ini mengucapkan rasa terimakasih kepada

pihak-pihak sebagai berikut:

1. Prof. Dr.H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus selaku Dosen

Pembimbing I serta Dosen Pembimbing Akademik yang telah menyetujui

i
atas penelitian skripsi ini serta membantu dan membimbing peneliti

selama proses penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Rahmawati, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan II Bidang Keuangan

dan Umum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang

Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

6. Listyaningsih, S.Sos, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

7. Riswanda, Ph.D selaku Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

8. Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si selaku pembimbing II yang telah menyetujui

atas penelitian skripsi ini dan telah membimbing, memberikan ilmunya,

serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua Dosen dan Staf Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang

membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

10. Segenap Staff dan Pegawai Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

yang telah membantu peneliti dalam memperoleh data yang peneliti

butuhkan untuk penyusunan skripsi ini.

ii
11. Untuk kedua orang tuaku tercinta Bapak Sunyoto dan Ibu Sumiyati yang

telah memberikan motivasi baik moril maupun materil, dan dukungan,

serta semangat yang tak pernah habis mendo’akan kesuksesan anaknya.

12. Untuk adikku Desti Dwi Cahyani terimakasih atas do’a, bantuan dan

dukungannya.

13. Para pimpinan industri yang menjadi informan dalam penelitian ini yang

telah membantu peneliti dalam memperoleh data dan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti.

14. “My Best Patner” Ferdy Ardiansyah selaku teman dan sahabat sekaligus

guru dalam berbagi keluh kesah dan telah sabar membantu dan menolong

peneliti dalam memperoleh data serta turut memberikan masukan dan

motivasi dalam penyusunan penelitian ini hingga dapat terselesaikan.

15. Sahabat seperjuangan “Geng Alimun” Sierfi, Murni, Ranita, Firda, Ika,

Fadliyah, Linah, Anggit, Aan, dan Haikal yang sejak awal perkuliahan

telah memberikan warna dalam dunia perkuliahan serta membantu dan

memotivasi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kelak suatu

saat dapat sukses bersama.

16. Sahabat “Skripsweet” Nadia, Nindy, Fita, dan Rima yang telah

memberikan semangat, motivasi, dan dukungan kepada peneliti.

17. Teman-temanku “Anak Jalanan” Galuh, Maria, Rahmi, Ria, Irwan, Saka,

Jaka Permana, Jaka Maulana dan Asep dengan kalian bertambah lagi

cerita perjalanan kehidupan kampus yang saya alami.

iii
18. Senior Ilmu Administrasi Negara Ka Mega, Ka Wungu, Ka Mursi, Ka

Fahmi, Ka Ulfah dan Ka Sella yang telah membantu peneliti dalam

memberikan arahan, dukungan, acuan dan motivasi kepada peneliti.

19. Keluarga Pengurus HIMANE 2014, HIMANE 2015, BEM FISIP 2016,

KOKESMA 2014, dan SEMUT 2014 yang telah memberikan kesempatan

untuk belajar berorganisasi dan mengembangkan diri.

20. Seluruh pegawai Foto Copy “Zahra” Bapak Nur Yanto , Mas Adi, dan

Mas Doni yang telah membantu peneliti untuk pencetakan skripsi ini.

21. Segala pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah

membantu menyelesaikan pembuatan skripsi ini.

Akhirnya peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan

selesainya penyusunan penelitian ini. Peneliti menyadari bahwa dalam

penyusunan penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan maka, kritik dan

saran yang membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penulisan

penelitian ini. Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat,

khususnya bagi peneliti sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.

Alhamdulillahirrabbil’alamiin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Serang, 31 Mei 2017

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................v
DAFTAR TABEL............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah............................................................................12
1.3 Batasan Masalah..................................................................................12
1.4 Rumusan Masalah................................................................................13
1.5 Tujuan Penelitian.................................................................................13
1.6 Manfaat Penelitian...............................................................................14
1.7 Sistematika Penulisan..........................................................................16

BAB II LANDASAN TEORI, DAN ASUMSI DASAR


2.1 Landasan Teori....................................................................................22
2.1.1 Konsep Pengandalian Manajemen...............................................22
2.1.2 Konsep Peran Organisasi Sektor Publik......................................25
2.1.3 Konsep Lingkungan Hidup..........................................................26
2.1.4 Peran Dinas Lingkungan Hidup...................................................29

v
2.1.5 Konsep Pengendalian Lingkungan Hidup...................................33
2.1.6 Definisi Pencemaran Lingkungan Hidup.....................................35
2.1.7 Definisi Kawasan Industri............................................................36
2.2 Penelitian Terdahulu............................................................................38
2.3 Kerangka Berfikir................................................................................41
2.4 Asumsi Dasar.......................................................................................46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian......................................................47

3.2 Ruang Lingkup Penelitian...................................................................48

3.3 Lokasi Penelitian.................................................................................48

3.4 Variabel Penelitian..............................................................................49

3.4.1 Definisi Konseptual.....................................................................49


3.4.2 Definisi Operasional....................................................................50

3.5 Instrumen Penelitian............................................................................52

3.5.1 Teknik Pengumpulan Data...........................................................53

3.6 Informan Penelitian.............................................................................55

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data.................................................58

3.8 Uji Kredibilitas Data............................................................................60

3.9 Jadwal Penelitian.................................................................................62

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskrpsi Objek Penelitian...................................................................64

4.1.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Serang.........................................64


4.1.1.1 Visi dan Misi Kabupaten Serang.....................................66
4.1.1.2 Keadaan Penduduk Kabupaten Serang............................67

vi
4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Kibin............................................69
4.1.2.1 Keadaan Penduduk Kecamatan Kibin.............................70
4.1.3 Gambaran Umum Dinas Lingkungan Hidup Kab Serang...........71
4.1.3.1 Visi dan Misi DLH Kab Serang......................................72
4.1.3.2 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi DLH.................73
4.1.4 Gambaran Umum Kawasan Industri Modern..............................78
4.1.4.1 Visi dan Misi Kawasan Industri Modern.........................81

4.2 Deskripsi Data.....................................................................................82

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian.............................................................82


4.2.2 Data Informan..............................................................................87

4.3 Temuan Lapangan...............................................................................90

4.3.1 Bentuk Pengendalian DLH Kab Serang......................................91


4.3.2 Hambatan dan Upaya yang ditempuh DLH Kab Serang.............187

4.4 Pembahasan.........................................................................................209

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan..........................................................................................243

5.2 Saran....................................................................................................244

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................245

LAMPIRAN.............................................................................................249

vii
DAFTAR

Tabel 1.1 Pengaduan Pencemaran Udara Kec Kibin.................................5

Tabel 1.2 Jenis Penyakit yang Menyerang Penduduk Kibin.....................7

Tabel 3.1 Kisi-kisi Pedoman Wawancara..................................................51

Tabel 3.2 Informan Penelitian...................................................................57

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian.......................................................................63

Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan...........................................66

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk................68

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin..............................69

Tabel 4.4 Luas Wilayah Desa se Kecamatan Kibin..................................70

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin................................71

Tabel 4.6 Informan Penelitian...................................................................89

Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Pembahasan....................................................237

v
DAFTAR

Gambar 1.1 Kondisi Sungai Cikambuy.....................................................9

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir..................................................................45

Gambar 3.1 Proses Analisis Data..............................................................58

Gambar 4.1 Struktur Organisasi DLH Kab Serang...................................77

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Bidang Pengendalian.............................78

Gambar 4.3 Peta Lokasi Kawasan Industri Modern..................................82

Gambar 4.4 Jadwal Pengawasan Terhadap Kegiatan Usaha.....................95

Gambar 4.5 Jadwal Pemantauan Kualitas Lingkungan.............................97

Gambar 4.6 IPAL milik PT. Bahari Makmur Sejati..................................112

Gambar 4.7 Saluran Akhir IPAL PT. Bahari Makmur Sejati....................114

Gambar 4.8 Surat Pemberitahuan Kegiatan Pengawasan..........................132

Gambar 4.9 Pengumuman Permohonan Izin Lingkungan.........................150

Gambar 4.10 Kondisi RTH PT. Bahari Makmur Sejati............................186

Gambar 4.14 Tahap Penyusunan Kebijakan dan Program........................212

i
DAFTAR

LAMPIRAN I Surat Ijin Penelitian


LAMPIRAN II Daftar Pedoman Wawancara
LAMPIRAN III Jumlah Kegiatan Usaha Per Kecamatan
Di Kabupaten Serang
LAMPIRAN IV Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
LAMPIRAN V Dokumentasi Penelitian
LAMPIRAN VI Data Pendukung Lainnya

LAMPIRAN VII Daftar Riwayat Hidup

x
BAB I

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan pada hakekatnya merupakan salah satu upaya yang

dilakukan menuju suatu keadaan yang lebih baik. Dewasa ini, Indonesia

merupakan Negara berkembang yang sedang mengupayakan pembangunan

ekonomi melalui industrialisasi, karena sektor industri sering disebut juga sebagai

sektor pemimpin (leading sector) yang akan memicu dan mengangkat

pembangunan sektor-sektor lainnya. Dalam rangka menyelenggarakan

pembangunan ekonomi nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan

berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 diartikan sebagai upaya sadar dan

terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke

dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta

keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan

generasi masa depan.

Mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2009

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2009-2029 pada

pasal 11 ayat 2 menjelaskan bahwa strategi pengembangan sentra kawasan Serang

Timur salah satunya adalah mengembangkan kawasan industri. Kecamatan Kibin

1
merupakan salah satu bagian wilayah Serang Timur yang berdasarkan data jumlah

1
2

kegiatan usaha menurut jenis dokumen yang dimiliki pada wilayah Kabupaten

Serang yang peneliti dapatkan dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang, Kecamatan Kibin merupakan kecamatan yang memiliki jumlah kegiatan

usaha khusunya kegiatan industri terbanyak dibanding dengan kecamatan lain

yang berada pada Kabupaten Serang.

Kawasan Industri Modern merupakan salah satu bagian kawasan industri

yang berada di Kecamatan Kibin yang menjadi salah satu objek kajian

pengelolaan lingkungan hidup dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

sekaligus menjadi objek kajian pada penelitian ini. Kawasan Industri Modern

mempunyai luas 3.175 Ha dengan keseluruhan jumlah kegiatan industri sebanyak

256 industri yang terdiri dari 127 kegiatan industri yang telah beroperasi, 23

industri yang bergerak di bidang kontruksi, 85 industri yang belum terbangun

(tanah kosong) dan 21 industri yang belum beroperasi dan bangkrut (Sumber: PT.

Modern Industrial Estate selaku Pengelola Kawasan Modern).

Pembangunan sektor industri di Indonesia tidak hanya menghasilkan

manfaat sebagai dampak positif tetapi juga membawa resiko yang menjadi

dampak negatif dimana kedua dampak tersebut tentu akan berpengaruh pada

keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar.

Manfaat yang diperoleh sebagai dampak positif adalah dengan

memberikan kontribusi dalam peningkatan ekonomi daerah dan taraf

kesejahteraan bagi masyarakat baik masyarakat lokal maupun luar daerah. Sama

halnya dengan keberadaan Kawasan Industri Modern yang juga memberikan

dampak positif bagi masyarakat daerah maupun luar daerah sebagaimana yang
3

disampaikan oleh Laelah Susilawati selaku Kepala Desa Barengkok yang

merupakan salah satu desa yang berdekatan dengan wilayah Kawasan Industri

Modern yang menyebutkan bahwa setalah dibangunnya Kawasan Industri Modern

memang jelas berpengaruh pada tingkat perekonomian masyarakat Desa

Barengkok yang lebih baik dan berkurangnya tingkat pengangguran di Desa

Barengkok karena banyak masyarakat yang memperoleh pekerjaan pada industri-

industri di wilayah Kawasan Industri Modern sehingga dapat memperoleh

penghasilan setiap bulannya dan mampu memperbaiki kehidupannya menjadi

lebih layak serta dapat menyekolahkan anak-anak mereka hingga pada tingkat

pendidikan yang lebih tinggi.

Disamping itu, beliau juga memaparkan bahwa keberadaan Kawasan

Industri Modern juga menimbulkan aktivitas-aktivitas baru yang dapat menunjang

perekonomian masyarakat sekitar karena semenjak Kawasan Industri Modern

berdiri terdapat pertambahan jumlah penduduk yang signifikant dimana banyak

masyarakat dari luar daerah yang menetap di sekitar wilayah Desa Barengkok

untuk waktu yang cukup lama karena mencari tempat tinggal yang berdekatan

dengan lokasi tempat pekerjaan. Kondisi tersebut akhirnya dimanfaatkan oleh

beberapa masyarakat lokal maupun non lokal untuk membangun kegiatan usaha

baru yang dapat meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat sehingga tak

heran saat ini banyak bermuculan aktivitas usaha ekonomi baik yang menawarkan

produk maupun jasa seperti banyaknya rumah-rumah kontrakan yang terbangun

untuk disewakan, banyaknya toko-toko yang menjual berbagai macam kebutuhan

sehari-hari mulai dari menjual makanan-makanan ringan, alat peralatan rumah


4

tangga, menjual lauk-pauk, pulsa dan lain sebagainya serta tak ketinggalan juga

banyaknya usaha jasa yang bermuculan seperti jasa mencuci dan setrika pakaian

(laundry), jasa potong rambut dan perawatan kecantikan (salon) hingga pada jasa

antar jemput (ojeg).

Namun tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan sektor industri nyatanya

juga telah membawa resiko yang menjadi salah satu penyebab terbesar terjadinya

pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akibat adanya penyimpangan dalam

proses kegiatan produksi yang dilakukan setiap harinya oleh pelaku usaha

sehingga telah menyebabkan kemerosotan mutu lingkungan hidup. Sama halnya

dengan Kawasan Industri Modern yang juga memberikan dampak negatif bagi

lingkungan hidup dan kelangsungan kehidupan masyarakat sekitar yang bertempat

tinggal dekat dengan industri-industri di wilayah Kawasan Industri Modern,

karena dari 256 kegiatan industri yang telah terbangun di Kawasan Industri

Modern nyatanya hal tersebut telah meresahkan masyarakat sekitar akibat adanya

pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang menjadi masalah dalam

penelitian ini:

Pertama, terjadinya pencemaran udara yang telah mengganggu kesehatan

masyarakat sekitar. Salah satu penyebabnya adalah debu yang berasal dari

kegiatan transportasi dimana banyak kendaraan besar yang keluar masuk kawasan

untuk kegiatan produksi sehingga menimbukan debu-debu dengan ukuran yang

cukup tebal dan berdasarkan hasil pengujian terhadap parameter partikulat (debu)

di area Kawasan Industri Modern walaupun pengambilan sampelnya dilakukan

hanya selama 1 jam namun menunjukkan nilai yang tinggi. Selanjutnya bentuk
5

pencemaran udara lainnya yakni berupa asap (emisi) yang berasal dari beberapa

industri peleburan besi dan baja di kawasan Industri Modern yang masih

mengeluarkan asap berwarna abu-abu hingga kehitaman, antara lain PT. Shunfa

Langgeng Jaya Steel, PT. Citra Baru Steel, PT. Shin An Steel, dan PT. Century

Metalindo. Selain kegiatan peleburan besi dan baja, kegiatan yang juga

mengeluarkan asap antara lain industri bata ringan, industri kertas, dan industri

furnitur. (Sumber: Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

Tahun 2016). Berdasarkan data pengaduan lingkungan di kecamatan Kibin Tahun

2014-2016 juga menunjukkan bahwa setiap tahunnya telah terjadi pengaduan

kasus lingkungan berkenaan dengan pencemaran udara seperti yang terlihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 1.1
Pengaduan Pencemaran Udara di Kecamatan Kibin Tahun 2014-2016

No Waktu Sumber Pokok Aduan Hasil Verifikasi Lapangan Tindak Lanjut Setelah Verifikasi
diterimanya Pencemar
pengaduan
1. 13 Oktober PT. Ducon Pemberitahuan 1. Polusi udara dan debu Perusahaan diarahkan untuk segera
2014 Tetrablock kejadian unjuk dari aktivitas produksi menyediakan sarana pengendalian
Indonesia rasa masyarakat pembuatan bata ringan polusi udara dan bau paling lambat
(Industri Desa Nambo karena cerobong khusus 10 hari, mengurangi kapasitas
Pembuatan Ilir kepada asap dan kelengkapannya produksi selama perbaikan,
Bata Ringan) PT.Ducon belum tersedia melaporkan progress perbaikan dan
Kecamatan karena debu, 2. Belum terlengkapinya menjaga kondusivitas lingkungan
Kibin bising, dan bau. ijin pembuangan limbah sosial.
dan TPSL B3
2. 3 Agustus PT. Central 1. Pencemaran 1. Saat dilakukan kunjungan PT. CSI dipanggil ke BLH untuk
2015 Steel udara akibat terlihat asap yang keluar diberi arahan memperbaiki
Indonesia asap dari PT. Central Steel pengelolaan asap pembakaran dan
(Industri pembakaran Indonesia tetapi asapnya agar memberikan bantuan CSR
Peleburan besi 2. Pemberian sedang mengarah ke arah (dana/makanan suplemen) kepada
dan baja) dana CSR yang berlawanan dari masyarakat sekitar.
Kecamatan yang tidak lokasi pengaduan
Kibin merata masyarakat.
2. Udara ambient di lokasi
pemukiman pengadu
terlihat normal dan tidak
tercium bau.
3. Berdasarkan informasi
dari masyarakat, asap
masuk ke rumah
penduduk pada malam
dan dini hari.
6

3. 4 Februari PT. Tiga Adanya bau 1. Kegiatan sedang Kepada perusahaan diberikan
2016 Muara Emas yang menyengat beroperasi normal. arahan:
Makmur dan kebisingan 2. Sesekali tercium bau 1. Segera membersihan ceceran
(Industri dari kegiatan. bahan kimi khas pestisida bahan/produk.
Pestisida) di ruang produksi gudang 2. Pemberian penutup di saluran
Kecamatan bahan dan di bagian dan bak penampung limbah agar
Kibin belakang perusahaan bau dapat terkurangi.
(dekat dengan ruang 3. Agar tidak melakukan
produksi dan IPAL). pembakaran sampah, sampah
3. Adanya ceceran bahan domestik dikerjasamakan dengan
kimia yang bersifat bau. pihak ketiga.
4. Saluran dan bak 4. Agar melakukan penataan ruang
penampung bahan kimia (housekeeping) yang lebih rapih.
dalam keadaan terbuka
sehingga menambah
intensitas bau.
5. Tidak terdengar suara
bising
6. Adanya pembakaran
sampah dan penataan
ruang yang belum rapih.
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

Menurut data di atas yang diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang menggambarkan bahwa dari tahun 2014 sampai dengan tahun

2016 terdapat pengaduan lingkungan akan adanya pencemaran udara berupa debu,

asap, dan bau yang menyengat dari kegiatan produksi industri yang melibatkan 3

industri di Kecamatan Kibin yaitu PT. Ducon Tetrablock Indonesia (Industri

Pembuatan Bata Ringan), PT. Central Steel Indonesia (Industri Peleburan besi dan

baja), dan PT. Tiga Muara Emas Makmur (Industri Pestisida), dimana ketiganya

berlokasi di Kawasan Industri Modern. Kondisi tersebut juga nyatanya telah

mengganggu sisi kesehatan masyarakat dimana jenis penyakit yang sering

ditimbulkan dari pencemaran lingkungan masih ditempati oleh penyakit Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Hal tersebut juga diperkuat dengan keterangan

dari pihak Unit Pelaksana Teknis Daerah Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan

Kibin yang menyebutkan bahwa penyakit tersebut memang sering menyerang

penduduk yang berada di kawasan Industri, termasuk Kecamatan Kibin yang


7

merupakan Kecamatan di Kabupaten Serang yang memiliki kegiatan industri

terbanyak.

Berikut data yang diperoleh peneliti dari pihak Unit Pelaksana Teknis

Daerah Pusat Kesehatan Masyarakat Kibin mengenai 20 Besar Penyakit yang

sering menyerang penduduk Kecamatan Kibin pada Tahun 2016:

Tabel 1.2
Jenis Penyakit yang Menyerang Masyarakat Kecamatan Kibin Tahun 2016

No Kode Penyakit Nama Penyakit Jumlah


1. J06 Infeksi Saluran Pernafasan Akut YTT 3.932
2. Z00 Sehat (Hanya Kontrol Saja) 1.761
3. K29.7 Gastritis, unspecified 1.346
4. A09.1 Diare and Gastroenteritis non Spesifik 1.115
5. R50 Febris tanpa sebab yang jelas 1.103
6. I10 Hipertensi Esensial 932
7. R05 Batuk 827
8. M79.1 Myalgia 772
9. R51 Chepalgia/ Headache/ Sakit Kepala 692
10. L30.0 Dermatitis Nummular 605
11. J00 Nasofaringitis Akut (common cold) 592
12. A15.0 TBC Paru BTA (+) Tanpa Biakan 533
13. R68 Penyakit Lain-lain 478
14. M06 Rhematoid Artritis 380
15. K04 Penyakit Pulpa dan Jaringan 362
16. E14 Diabetes Mellitus YTT 317
17. H10 Conjunctivitis 274
18. D50.8 Anemia Defisiensi Besi (Fe) 267
19. O21.1 Hyperemesis Gravidarum dg ggg metabolic 259
20. A09.2 Diare Disentri Basiler 253
Sumber: UPTD Puskesman Kibin, 2016
8

Berdasarkan data di atas yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis

Daerah Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Kibin peneliti dapat menganalisis

bahwa dari 20 besar jenis penyakit yang sering menyerang masyarakat Kibin,

penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan jenis penyakit yang

menempati posisi urutan pertama dan terbanyak menyerang masyarakat

Kecamatan Kibin yang berjumlah 3.932 jiwa yang salah satunya diakibatkan

karena adanya pencemaran udara yang berasal dari beberapa Kawasan Industri di

Kecamatan Kibin.

Kedua, penurunan kualitas terhadap sungai yang telah mengganggu

ekosistem makhluk hidup didalamnya dan aktivitas masyarakat. Penurunan

kualitas sungai tersebut dibuktikan dengan terjadinya pencemaran terhadap sungai

Cikambuy di wilayah Desa Cijeruk yang kurang lebih telah terjadi selama 10

tahun lamanya dimana sungai tersebut letaknya mengelilingi perkampungan

warga dan kondisinya yang semakin memperhatikan karena telah mengganggu

kehidupan ekosistem makhluk hidup lain di dalamnya dengan banyaknya ikan

yang mati karena kondisi airnya yang telah terkontaminasi oleh bahan zat kimia

dari kegiatan produksi. Kondisi tadi juga mengakibatkan sungai tersebut tidak

dapat dipergunakan kembali sebagaimana dahulu masyarakat dapat

menggunakannya untuk keperluan sehari-hari. Kondisinya saat ini bisa dilihat

pada gambar di bawah ini:


9

Gambar 1.1
Kondisi Sungai Cikambuy

Sumber: Peneliti, 2016

Berdasarkan gambar di atas peneliti dapat menggambarkan bahwa kondisi

sungai Cikambuy saat ini memang telah tercemar keadaannya menjadi kotor,

warnanya pun berubah menjadi hitam pekat, berbusa, dan telah menimbulkan bau

yang amat tidak sedap setiap harinya yang telah mengganggu kehidupan

masyarakat sekitar yang diakibatkan karena penggunaan bahan kimia pada

kegiatan produksi, dan pengelolaan limbah cair yang tidak dilakukan secara baik

dan benar hingga akhirnya ikut terbuang ke saluran limbah milik masing-masing

industri yang selanjutnya bermuaran ke Sungai Cikambuy dan akan berujung

hingga bermuara ke Sungai Ciujung sehingga keberadaan Kawasan Industri

Modern juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Sungai Ciujung

mengalami pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Disamping itu menurut

pengakuan salah seorang tokoh masyarakat dari Desa Cijeruk bernama Rosihin

sampai saat ini pencemaran sungai Cikambuy masih terus terjadi dan belum ada

tindak lanjut yang serius dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang selaku
1

unsur pelaksana otonomi daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup maupun

dari pihak Kawasan Industri Modern selaku pengelola kawasan dan induk industri

dari industri-industri yang berada pada area Kawasan Industri Modern.

Ketiga, berkurangnya sumber mata air yang menyebabkan masyarakat

kesulitan dalam memperoleh air bersih. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak

berfungsinya mesin jet pump milik sebagian besar masyarakat yang bertempat

tinggal dekat dengan lokasi Kawasan Industri Modern karena air lebih terserap

oleh industri-industri yang menggunakan teknologi yang lebih canggih dibanding

yang dimiliki masyarakat. Sehingga saat ini sebagian besar masyarakat yang

bertempat tinggal dekat dengan Kawasan Industri Modern dapat memperoleh air

bersih untuk keperluan sehari-hari didapat dari penggunaan satelit dimana sumber

atau titik utama air bertumpu pada salah satu tempat dan dikelola orang seorang

warga yang mencari dan menggali titik sumber mata air yang baru dengan

penggunaan teknologi yang maju yang kemudian air akan disalurkan kepada

rumah-rumah warga dengan menggunakan teknik pemasangan beberapa paralon

dan alat meteran pada setiap rumah warga sehingga jumlah banyaknya air yang

digunakan oleh setiap warga nantinya dapat dilihat dan dipantau dari besarnya

angka yang termuat dalam alat meteran tersebut yang juga menjadi tanda berapa

besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap warga setiap bulannya

didasarkan pada angka yang termuat dalam alat meteran tersebut untuk kemudian

dikalikan dengan harga air per meter kubiknya. Sehingga biaya yang akan

dikeluarkan oleh setiap warga akan berbeda-beda disesuaikan dengan

penggunaanya masing-masing.
1

Hal di atas juga didukung oleh pernyataan yang disampaikan oleh Lia

Purnamasari salah seorang warga Kampung Sadang Desa Barengkok yang

bertempat tinggal dekat dengan Kawasan Industri Modern yang menyatakan

bahwa setelah terbangunnya Kawasan Industri Modern banyak masyarakat yang

mengalami kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan mandi, cuci, dan

kakus (MCK) karena saat ini mesin jet pump yang ada di setiap rumah warga

sudah sangat sulit untuk berfungsi kembali karena memang airnya yang sulit

untuk keluar sehingga saat ini masyarakat banyak yang menggunakan satelit yang

tumpuan utamanya berada pada rumah salah seorang warga yang sifatnya

berbayar sesuai dengan penggunaannya.

Kondisi diatas tentunya mendorong peran Pemerintah Daerah khusunya

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang selaku unsur pelaksana otonomi

daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup seyogyanya harus menggiatkan

prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup yang

mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan

cara menserasikan aktifitas manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk

menopangnya, selain itu dibutuhkan peran aktif dari Pemerintah Daerah dan

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam menyelenggarakan upaya

pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sehingga

resiko terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dapat ditekan

sekecil mungkin agar tidak menimbulkan resiko pencemaran dan kerusakan

lingkungan yang lebih besar lagi.


1

Berdasarkan uraian permasalahan-permasalahan di atas, maka peneliti

tertarik mengambil tema penelitian mengenai “Peran Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan

Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang.”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan yang telah peneliti uraikan dalam latar belakang

masalah diatas, maka peneliti melakukan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Terjadinya pencemaran udara yang telah mengganggu kesehatan

masyarakat sekitar.

2. Penurunan kualitas terhadap sungai yang telah mengganggu

ekosistem makhluk hidup didalamnya dan aktivitas masyarakat.

3. Berkurangnya sumber mata air yang menyebabkan masyarakat

kesulitan dalam memperoleh air bersih.

1.3 Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, maka peneliti membatasi

penelitian ini hanya pada Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern di

Kecamatan Kibin Kabupaten Serang.


1

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah dijelaskan di

atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk pengendalian dampak lingkungan yang

dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

terhadap dampak pencemaran kawasan industri di wilayah

Modern?

2. Hambatan dan upaya apa saja yang ditempuh oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan

dalam melakukan pengendalian terhadap dampak pencemaran

kawasan industri di wilayah Modern?

1.5 Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian apapun tentu memiliki suatu tujuan yang dijadikan

sebagai tolak ukur dan menjadi target dari kegiatan penelitian tersebut. Dari

masalah penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk pengendalian dampak lingkungan yang

dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

terhadap dampak pencemaran kawasan industri di wilayah Modern.

2. Untuk mengetahui hambatan dan upaya yang ditempuh oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan


1

dalam melakukan pengendalian terhadap dampak pencemaran

kawasan industri di wilayah Modern.

1.6 Manfaat Penelitian

Suatu penelitian akan lebih bermakna apabila bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, maupun bagi kehidupan masyarakat. Maka dari

itu, peneliti memiliki kegunaan secara teoritis maupun praktis:

1. Manfaat Teoritis

a. Pengembangan Ilmu Administrasi Negara

Dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat

mengaplikasikan dan menambah wawasan mengenai materi-

materi dan teori-teori yang telah didapat dari proses pengajaran

dan bermanfaat untuk digunakan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan Ilmu Administrasi Negara.

b. Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan semoga dapat dijadikan

referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian

lebih lanjut dengan topik yang sama.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis, semoga semakin memperluas wawasan berfikir

mengenai peran dari sebuah Organisasi Perangkat Daerah yang

memiliki kewenangan melaksanakan urusan pemerintah daerah

di bidang tertentu dalam menjalankan tugas pokok dan


1

fungsinya sehingga memenuhi harapan masyarakat dari

keberadaan unsur pelaksana pemerintah daerah tersebut.

b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan informasi mengenai peran Dinas lingkungan hidup

Kabupaten Serang dalam pengendalian dampak pencemaran

dari adanya kawasan industri di suatu daerah.

c. Bagi industri atau perusahaan, penelitian ini diharapkan

mampu menjadi bahan informasi yang dapat dijadikan bahan

pertimbangan dalam pengambilan kebijakan perusahaan.

d. Bagi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, penelitian

ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai program

dan kebijakan pengendalian dampak lingkungan yang akan

disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

selanjutnya.

e. Bagi intansi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu

menjadi data dan informasi mengenai Peran Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak

Pencemaran Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin

Kabupaten Serang, serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi dinas-dinas

tekait dalam bidang ini.


1

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini dibagi kedalam lima bagian masing-masing terdiri

dari sub bagian, sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Latar Belakang Masalah menerangkan atau menjelaskan ruang

lingkup dan kedudukan masalah yang diteliti. Bentuk penerangan

dan penjelasan dalam penelitian ini akan diuraikan secara dedukatif,

artinya dimulai dari penjelasan yang berbentuk umum hingga

menjelaskan ke masalah yang lebih spesifik dan relevan dengan tema

yang diambil.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang

akan diteliti, kemudian dikaitkan dengan tema/topik/judul penelitian.

1.3 Batasan Masalah

Untuk mempermudah penelitian dan untuk menghemat waktu dan

biaya maka peneliti membatasi penelitian ini.

1.4 Rumusan Masalah

Perumusan masalah bertujuan untuk memilih dan menetapkan

masalah yang paling urgen yang berkaitan dengan judul penelitian.

Dalam bagian ini juga akan didefinisikan permasalahan yang telah

diterapkan dalam kalimat tanya.


1

1.5 Tujuan Penelitian

Mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan

dilaksanakannya penelitian terhadap masalah yang telah dirumuskan.

Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan

masalah penelitian.

1.6 Manfaat Penelitian

Menjelaskan tentang manfaat teoritis dan praktis terkait dengan

temuan penelitian.

1.7 Sistematika Penulisan

Yaitu menjelaskan isi bab per babnya dan menjelaskan urutan

penulisan skripsi ini secara keseluruhan.

BAB II : LANDASAN TEORI, DAN ASUMSI DASAR

2.1 Landasan Teori

Landasan Teori mengkaji teori dan konsep yang relevan dengan

permasalahan penelitian, sehingga akan memperoleh konsep

penelitian yang sangat jelas.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan kajian penelitian yang pernah

dilakukan oleh penulis sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai

sumber ilmiah.
1

2.3 Kerangka Berfikir

Kerangka Berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai

kelanjutan dari perbincangan kajian teori untuk memberikan

penjelasan kepada pembaca mengenai asumsi dasarnya.

2.4 Asumsi Dasar Penelitian

Asumsi dasar merupakan jawaban sementara dan akan diuji

kebenarannya.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Bagian ini menguraikan tentang tipe/pendekatan dan metode apa

yang akan digunakan dalam penelitian ini.

2.2 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi

kajian penelitian yang akan dilakukan.

2.3 Lokasi Penelitian

Menjelaskan tempat (locus) penelitian yang akan dilakukan.

2.4 Variabel Penelitian

2.4.1 Definisi Konsep

Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang

akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka

teori yang digunakan.


1

2.4.2 Definisi Operasional

Merupakan penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam

rincian yang terukur (indikator penelitian). Variabel penelitian

dilengkapi dengan tabel matriks yang berisi dimensi, sub

dimensi dan nomor pertanyaan sebagai lampiran.

2.5 Instrumen Penelitian

Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul

data yang digunakan, dalam hal ini instrumennya adalah peneliti

sendiri dan akan disampaikan pedoman wawancara yang akan

digunakan dalam pengumpulan data dan observasi.

3.6 Informan Penelitian

Informan penelitian yaitu pihak yang memberikan informasi baik

secara lisan maupun tulisan kepada peneliti. Pemberian informasi

biasanya didapatkan dengan cara wawancara dengan peneliti.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Menjelaskan teknik analisis dan rasionalisasinya, yaitu memaparkan

teknik pengolahan dan analisis data yang akan digunakan dalam

penelitian ini.

3.8 Jadwal Penelitian

Menjelaskan jadwal penelitian, beserta tahapan penelitian yang akan

dilakukan serta dilengkapi dengan tabel jadwal penelitian.


2

BAB IV : HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian

Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian

secara jelas, struktur organisasi serta hal lain yang berhubungan

dengan objek penelitian.

4.2 Deskripsi Data

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah

dengan memggunakan teknik analisis data yang relevan.

4.3 Temuan Lapangan

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah

dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif.

4.4 Pembahasan

Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.

BAB V : PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat,

jelas, dan mudah dipahami.

5.2 Saran

Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang

diteliti baik secara teoritis maupun praktis.


2

DAFTAR PUSTAKA

Pada bagian ini berisi daftar referensi yang digunakan dalam penysunan

skripsi ini.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Memuat lampiran-lampiran yang dianggap perlu dan relevan, tersusun

secara berurutan yang dianggap perlu oleh peneliti karena berkaitan dengan data

penelitian dan sebagai bukti kuat dalam penyusunan penelitian.


BAB II

LANDASAN TEORI DAN ASUMSI DASAR

2.1 Landasan Teori

Teori merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah penelitian,

karena sifatnya ilmiah, maka seorang peneliti haruslah berbekal teori untuk

mendukung penyelesaian masalah yang ada. Landasan teori dalam suatu

penelitian merupakan uraian yang sistematis tentang teori yang bukan hanya

terdiri dari pendapat beberapa pakar atau penulis buku saja, melainkan juga

merupakan hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Pada bab

ini, peneliti akan menggunakan beberapa teori yang relevan dengan tema

penelitian yang dijadikan sebagai pedoman dan acuan dalam penyusunan

penelitian ini.

2.1.1. Konsep Pengendalian Manajemen

Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.

Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari

fungsi-fungsi manajemen. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk

mewujudkan tujuan yang diinginkan.

Menurut Hasibuan (2011:2), manajemen adalah ilmu dan seni

mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber

lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Definisi yang paling sederhana dari istilah manajemen adalah

proses pengambilan keputusan. Stoner dalam Yuwono (2005:2)

menyatakan bahwa:

22
2

“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,


pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya
agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”

Sedangkan Draft dalam Yuwono (2005:2) berpendapat bahwa

manajemen mempunyai empat fungsi dasar sebagai berikut:

1. Perencanaan (planning) berhubungan dengan penentuan


tujuan yang ingin diraih oleh organisasi, penetapan tugas-
tugas, dan alokasi sumber daya untuk mencapai tujuan
tersebut. Perencanaan adalah aspek terpenting dalam
organisasi karena fungsi pengendalian dan
pertanggungjawaban merujuk pada dokumen perencanaan,
baik aspek kegiatan maupun keuangan.
2. Pengorganisasian (organizing) berkaitan dengan penetapan
dan pengelompokkan tugas peran serta tanggungjawab ke
dalam unit hingga individu dan pengalokasian sumber daya
terkait. Sebagai catatan penting, dalam lingkungan
persaingan yang turbulen, organisasi harus fleksibel, tidak
kaku, dan mengikuti kebutuhan dari perencanaan strategis
organisasi.
3. Kepemimpinan (leading) melibatkan pengguna
kewenangan dalam menggerakan dan mengalokasikan
sumber daya ke arah organisasi serta untuk memotivasi
karyawan dalam meraih sukses bersama. Dalam sebuah
organisasi yang besar, kepemimpinan tim (team
leadership), terutama tim manajemen puncak sangat
menentukan roda organisasi dalam menggapai sukses
dalam persaingan.
4. Pengendalian (controlling) merupakan fungsi manajemen
yang berhubungan dengan pemantauan berbagai program
dan aktivitas, menjaga organisasi agar tetap berjalan ke
arah pencapaian sasaran dalam membuat berbagai koreksi
yang diperlukan. Disini, sistem pengendalian manajemen,
baik aspek strategis dan operasional menjadi kata kunci.

Sistem pengendalian manajemen merupakan salah satu aspek

manajemen yang berperan dalam pengendalian seluruh aktivitas organisasi

agar sesuai dengan perencanaan yang dilakukan secara sistematis.

Menurut Anthony dan Vijay dalam Yuwono (2005:4) “management


2

control is the process by which managers influence other members of the

oragnization to implement the organization’s strategis”. Kurang lebih

mempunyai makna bahwa pengendalian manajemen adalah proses ketika

manajer mempengaruhi anggota lain dari dalam organisasi untuk

menerapkan strategi organisasi.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian

manajemen adalah suatu proses menggerakkan seluruh orang dalam

organisasi untuk memastikan bahwa mereka memahami dan bertindak

sesuai dengan strategi perusahaan dan penjabarannya. Ini berarti bahwa

sistem pengendalian manajemen dan prosedur yang dikhususkan bagi

pengendalian tujuan-tujuan strategis harus terhubung dengan pengendalian

manajemen (operasional/nonstrategis). Dengan demikian, keberhasilan

tujuan-tujuan strategis merupakan hasil akhir dari rangkaian berbagai

keberhasilan operasional.

Karakteristik pengendalian yang baik (good control) adalah suatu

sistem pengendalian yang berorientasi ke depan, objective driven, dan

tidak selalu ekonomis Vijay G dalam Yuwono (2005:4). Merchant dengan

menyitir pendapat Ouchi dalam Yuwono (2004:4) membagi objek

pengendalian dalam tiga jenis sebagai berikut:

1. Action Control adalah bentuk pengendalian untuk


menjamin bahwa setiap pegawai melakukan (tidak
melakukan) aktivitas-aktivitas tertentu yang dianggap
bermanfaat (tidak bermanfaat) bagi organisasi.
2. Result Control adalah pengendalian yang lebih menekankan
pada hasil akhir, dengan mengesampingkan melalui
tindakan apa sesuatu itu diperoleh.
2

3. Personnel/culture control adalah bentuk pengendalian yang


mengandalkan pada kendali-perilaku pegawai atau
pengendalian sesama pegawai sesuai nilai-nilai, norma,
atau budaya yang telah ada yang ingin diciptakan dalam
organisasi.

2.1.2 Konsep Peran Organisasi Sektor Publik

Menurut Mahsun (2006) sektor publik dapat dipahami sebagai

segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan umum dan

penyediaan barang dan jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau

pendapatan negara lainnya yang diatur dengan hukum. Jadi, munculnya

sektor publik berawal dari adanya kebutuhan masyarakat secara bersamaan

terhadap barang atau layanan tertentu. Agar tercapai prinsip keadilan

dalam hal pengalokasian dan pendistribusian barang dan layanan umum,

maka dipilih sekelompok masyarakat sebagai pengelola, yang salah

satunya kini dikenal dengan sebutan pemerintah. Sebagai penyelenggara

pelayanan publik, pemerintah baik pusat maupun daerah

bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada

masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Organisasi yang tergolong sebagai organisasi sektor publik di indonesia

mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, sejumlah perusahaan

yang bersahamkan pemerintah (BUMN, BUMD), organisasi bidang

pendidikan, organisasi bidang kesehatan, dan organisasi-organisasi massa.

Sebagai lembaga pengelola barang publik dan penyedia pelayanan,

menurut Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) organisasi sektor publik

memiliki tiga peran utama yaitu:


2

1. Regulatory role, regulasi-regulasi sangat dibutuhkan masyarakat


agar mereka secara bersama-sama bisa mengonsumsi dan
menggunakan public goods. Sektor publik sangat berperan dalam
menetapkan segala aturan yang berkaitan dengan kepentingan
umum. Tanpa ada aturan oleh organisasi-organisasi di lingkungan
sektor publik maka ketimpangan akan terjadi di masyarakat.
Sebagian masyarakat pasti akan dirugikan karena tidak mampu
memperoleh barang atau layanan yang sebetulnya untuk umum.
2. Enabling role, tujuan akhir dari sebagian besar regulasi adalah
memungkinkannya segala aktivitas masyarakat berjalan secara
aman, tertib dan lancar. Sektor publik mempunyai peran yang
cukup besar dalam memperlancar aktivitas masyarakat yang
beraneka ragam tersebut. Wujud peran ini antara lain; Dinas
Ketertiban mengatur pedagang kaki lima agar memungkinkan jalan
raya tidak macet. Kantor Pemadam Kebakaran menanggulangi
musibah kebakaran agar tidak menimbulkan banyak kerugian.
3. Direct provision of goods and service, semakin kompleks dan
meluasnya area sektor publik maka sebagian sektor publik mulai
dilakukan privatisasi. Privatisasi mengharusnya sektor publik
masuk dala mekanisme pasar. Sektor Publik berperan dalam
mengatur berbagai kegiatan produksi dan penjualan barang atau
jasa, public good dan quasi public goods. Peran sektor publik
dalam hal ini adalah ikut serta mengendalikan dan mengawasi
dengan sejumlah regulasi yang tidak merugikan publik.

Jika dilihat dari definisi dan peran sektor publik tersebut diatas,

maka dengan kata lain sektor publik adalah government (pemerintah) yang

berfungsi untuk mensejahterakan masyarakat, dimana pemerintah diberi

‘kekuasaan’ oleh masyarakat untuk mengatur dan menjamin pemenuhan

kebutuhan barang dan jasa yang berlandaskan hukum.

2.1.3 Konsep Lingkungan Hidup

Penggunaan istilah “lingkungan” sering kali digunakan secara

bergantian dengan istilah “lingkungan hidup”. Kedua istilah tersebut

meskipun secara harfiah dapat dibedakan, tetapi pada umumnya digunakan

dengan makna yang sama, yaitu lingkungan dalam pengertian yang luas,
2

yang meliputi lingkungan fisik, kimia, maupun biologi (lingkungan hidup

manusia, lingkungan hidup hewan, dan lingkungan hidup tumbuhan).

Menurut Munadjat Danusaputro (1985:67) lingkungan atau

lingkungan hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi, termasuk di

dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang

dimana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta

kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup lainnya. Sementara itu,

menurut Otto Soemarwoto (1991:48) lingkungan hidup diartikan sebagai

ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup

dan tak hidup di dalamnya. Manusia bersama tumbuhan, hewan, dan jasad

renik menempati suatu ruang tertentu. Kecuali makhluk hidup, dalam

ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti udara yang terdiri atas

bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair, padat, tanah, dan batu. Ruang

yang ditempati makhluk hidup bersama benda hidup dan tak hidup inilah

dinamakan lingkungan hidup. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2009 Pasal 1 menjelaskan lingkungan hidup adalah kesatuan

ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk

manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk

hidup lain.

Secara yuridis pengertian lingkungan hidup pertama kali

dirumuskan dalam UU No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat UULH-1982), yang


2

kemudian dirumuskan kembali dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat UUPLH-1997) dan terakhir

dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (disingkat UUPLH-2009). Perbedaan mendasar

pengertian lingkungan hidup menurut UUPLH-2009 dengan kedua

undang-undang sebelumnya yaitu tidak hanya untuk menjaga

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk

hidup lain, tetapi juga kelangsungan alam itu sendiri.

Berdasarkan pengertian dalam ketiga undang-undang tersebut,

jelas bahwa lingkungan hidup terdiri atas dua unsur atau komponen, yaitu

unsur atau komponen makhluk hidup (biotic) dan unsur atau komponen

makhluk tak hidup (abiotic). Diantara unsur-unsur tersebut terjalin suatu

hubungan timbal balik, saling mempengaruhi, dan ada ketergantungan satu

sama lain. Makhluk hidup yang satu berhubungan secara timbal balik

dengan makhluk hidup lainnya dan dengan benda mati (tak hidup) di

lingkungannya. Adanya hubungan timbal balik antara makhluk hidup

dengan lingkungannya menunjukkan bahwa makhluk hidup dalam

kehidupannya selalu berinteraksi dengan lingkungan dimana ia hidup.

Makhluk hidup akan mempengaruhi lingkungannya, dan sebaliknya

perubahan lingkungan akan mempengaruhi pula kehidupan makhluk

hidup.
2

Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor.

Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan

hidup tersebut. Kedua, hubungan atau interaksi antara unsur dalam

lingkungan hidup itu. Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan

hidup. Keempat, faktor non-materiil suhu, cahaya, dan kebisingan.

2.1.4 Peran Dinas Lingkungan Hidup

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang merupakan unsur

pelaksana otonomi daerah di bidang lingkungan hidup, yang dipimpin oleh

seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan

bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dibentuk berdasarkan Peraturan

Daerah Kabupaten Serang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Serang yang ditindak

lanjuti dengan Peraturan Bupati Serang Nomor 69 Tahun 2016 tentang

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang.

Berbicara mengenai peran maka akan berhubungan erat dengan

tugas pokok dan fungsi yang harus dijalankan oleh organisasi perangkat

daerah sebagai suatu organisasi publik. Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang berfungsi sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di

bidang lingkungan hidup yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai

berikut:
3

a. Tugas

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang mempunyai tugas pokok

melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang Lingkungan Hidup

berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan.

b. Fungsi

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang mempunyai fungsi:

1. Perencanaan program kegiatan pencegahan dampak


lingkungan, pengendalian dampak lingkungan,
konservasi sumber daya alam dan persampahan serta
pertamanan.
2. Pengkoordinasian dengan pemangku kepentingan
(stakeholder) dalam kegiatan pencegahan dampak
lingkungan, pengendalian dampak lingkungan,
konservasi sumber daya alam dan persampahan serta
pertamanan.
3. Pelaksanaan administrasi dan teknis operasional
pencegahan dampak lingkungan, pengendalian
dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam
dan persampahan serta pertamanan.
4. Pengelolaan data dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
pencegahan dampak lingkungan, pengendalian
dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam
dan persampahan serta pertamanan.
Berdasarkan Peraturan Bupati Serang Nomor 69 Tahun 2016

tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang terdiri atas :

1. Kepala Dinas
2. Sekretaraiat, membawahi:
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
b. Sub Bagian Keuangan
c. Sub Program dan Evaluasi
3

3. Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan, membawahi:


a. Seksi Kajian Lingkungan
b. Seksi Bina Lingkungan dan Kegiatan Usaha
c. Seksi Bina Lingkungan Masyarakat
4. Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan, membawahi:
a. Seksi Pengawasan Lingkungan
b. Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan
c. Seksi Penanganan Kasus Lingkungan
5. Bidang Konservasi Sumber Daya Alam, membawahi:
a. Seksi Pengelolaan Sistem Informasi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan
b. Seksi Pengendalian Sumber Daya Alam dan
Lingkungan
c. Seksi Pemulihan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan
6. Bidang Persampahan dan Pertamanan, membawahi:
a. Seksi Pengelolaan Sampah
b. Seksi Sarana dan Prasarana Persampahan
c. Seksi Pengelolaan Pertanaman
7. Kelompok Jabatan Fungsional
8. Unit Pelaksana Teknis membawahi;
a. Pelayanan Laboratorium Lingkungan
b. Pelayanan Persampahan Wilayah Timur
c. Pelayanan Persampahan Wilayah Tengah
d. Pelayanan Persampahan Wilayah Barat

Mengacu pada tugas pokok dan fungsi Dinas Lingkungan Hidup

sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, sebagai salah satu bagian dari

organisasi publik sekaligus sebagai lembaga teknis daerah Dinas

Lingkungan Hidup diharapkan mampu menjalankan perannya dengan

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya di bidang lingkungan hidup

sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan

sehingga dapat memenuhi harapan masyarakat akan peran Dinas

Lingkungan Hidup dalam mencegah dan mengatasi permasalahan

lingkungan hidup.
3

Berkenaan dengan kewenangan yang dimiliki Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Serang dalam perencanaan, pengaturan, pelaksanaan,

dan pengawasan kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup

untuk mengendalikan permasalahan lingkungan yang kemudian

dihubungkan dengan permasalahan yang peneliti kaji berkaitan dengan

peran Dinas Lingkungan Hidup dalam upaya pengendalian pencemaran

dan kerusakan lingkungan hidup, jika dikaitkan dengan konsep Jones

(1993) dalam Mahsun (2006:8) yang telah dijelaskan diatas, maka peran

dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang adalah sebagai berikut:

1. Regulatory role, yang merupakan penerapan dari fungsi


manajemen yaitu fungsi perencanaan (Planning) dimana Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berperan dalam
merencanakan program dan kebijakan daerah di bidang
pengelolaan lingkungan hidup berkenaan dengan pengendalian
dampak pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan
hidup yang bertujuan menciptakan ketaatan bagi pelaku industri
dan seluruh lapisan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
2. Enabling role, yang merupakan penerapan fungsi manajemen
yaitu fungsi pelaksanaan (Actuating) dimana Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang berperan dalam menyelenggarakan
program kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan
hidup terutama penegakkan peraturan yang berkenaan dengan
pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup agar setiap pelaku industri dalam melaksanakan
kegiatannya tetap berpedoman pada prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
3. Directing Role,yang merupakan penerapan dari fungsi
manajemen yaitu fungsi pengawasan (Controlling) dimana
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berperan dalam
mengawasi proses pengelolaan lingkungan hidup yang
dilakukan oleh setiap pelaku industri serta regulasi di bidang
pengelolaan hidup yang telah ditetapkan dalam undang-undang
dengan tujuan agar kegiatan produksi yang dijalankan tidak
berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup yang dapat merugikan masyarakat.
3

2.1.5 Konsep Pengendalian Lingkungan Hidup

Mengacu pada Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menjadi dasar

payung hukum di bidang lingkungaan hidup menjelaskan bahwa ruang

lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:

a. Perencanaan
b. Pemanfaatan
c. Pengendalian
d. Pemeliharaan
e. Pengawasan
f. Penegakan hukum

Berkenaan dengan fokus penelitian yang peneliti lakukan berkaitan

dengan Peran Dinas Lingkungan Hidup dalam hal upaya pengendalian

dampak pencemaran dari keberadaan kawasan industri, dengan demikian

peneliti akan lebih berfokus pada upaya pengendalian yang diatur dalam

Undang-undang No 32 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa

pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggungjawab

usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan peran, dan

tanggungjawab masing-masing yang meliputi beberapa upaya diantaranya:

1. Pencegahan
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup terdiri atas:

a. Kajian Lingkungan Hidup Strategis


b. Tata Ruang
c. Baku Mutu Lingkungan
d. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
e. AMDAL
3

f. UKL-UPL
g. Perizinan
h. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
i. Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup
j. Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
k. Analisis Risiko Lingkungan Hidup
l. Audit Lingkungan Hidup
m. Instrument lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Penanggulangan

Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

hidup dilakukan dengan:

a. Pemberian Informasi peringatan pencemaran dan/atau


kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat.
b. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
c. Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungam hidup.
d. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

3. Pemulihan

Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:

a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur


pencemar.
b. Remediasi.
c. Rehabilitasi.
d. Restorasi
e. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan hal diatas, maka peneliti dapat memahami bahwa

pengendalian dampak lingkungan merupakan sebuah proses

mengendalikan, pengekangan agar tidak terjadi sesuatu yang menyimpang

berupa pencemaran/kerusakan lingkungan yang dapat dilakukan dengan

cara pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan yang merupakan tugas


3

dan tanggungjawab dari pemerintah, pemerintah daerah, dan pelaku dunia

usaha.

2.1.6 Definisi Pencemaran Lingkungan Hidup

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud dengan

Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan

hidup yang telah ditetapkan.

Menurut Silalahi (2001:154) Pencemaran merupakan bentuk

environmental impairment, adanya gangguan, perubahan, atau perusakan,

bahkan adanya benda asing di dalamnya yang menyebabkan unsur

lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (reasonanble

function).

Definisi Pencemaran menurut Raihan (2006:11) adalah berkaitan

erat dengan teknologi dan industrialisasi serta gaya hidup, pencemaran

dapat terjadi pada 3 dimensi bumi yaitu tanah, air, dan udara. Pencemaran

baru akan terjadi apabila suatu zat dengan tingkat konsentrasi yang

melampaui ambang batas yang ditetapkan atau dengan tingkat konsentrasi

tertentu sehingga dapat mengubah kualitas lingkungan dan kondisi

lingkungan baik langsung atau tidak langsung yang berakibat lingkungan

tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Menurutnya pencemaran dapat

diakibatkan karena:
3

1. Kegiatan pertanian, yang dikarenakan pemakaian pestisida


kimia serta pupuk organik.
2. Kegiatan industri, seperti logam, air, buangan panas, asap.
3. Kegiatan pertambangan yang berupa terjadinya pencemaran
udara, rusaknya lahan akibat penggalian dan buangan-
buanga penambangan.
4. Alat transportasi yang berupa asap, naiknya suhu.
Untuk mencegah pencemaran lingkungan oleh berbagai aktivitas

tersebut maka peru dilakukan pengendalian terhadap pencemaran

lingkungan, termasuk baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah

cair, baku mutu udara ambient, baku mutu udara emisi, dan sebagainya.

2.1.7 Definisi Kawasan Industri

Menurut Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2009 Tentang

Kawasan Industri yang dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi

yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau

barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan

industri. Sedangkan yang dimaksud dengan kawasan industri adalah

kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan

sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh

Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan

Industri. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang

diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang

Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.
3

Dalam hal ini peneliti mengambil objek kajian yang akan diteliti

berupa Kawasan Industri Modern yang merupakan salah satu kawasan

industri yang terletak di zona Serang Timur yang menurut Peraturan

Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2009-2029 Pasal 11 ayat 2

menjelaskan bahwa Strategi Sentra Kawasan Pengembangan Serang

Timur, antara lain:

1. Mengembangkan kawasan industri, agro-industri, industri


perternakan dan industri kecil/kerajinan rakyat.
2. Mengembangkan pertanian yang dilakukan secara terpadu, tidak
saja dalam usaha budi daya tetapi juga meliputi usaha penyediaan
sarana-prasarana produksi pertanian, pengolahan hasil pertanian,
pemasaran hasil pertanian, dan usaha seperti bank, penyuluhan,
penelitian atau pengkajian.
3. Perdagangan dan jasa.
4. Pengembangan permukiman.

Pada pasal 12 ayat 3 dipertegas kembali bahwa Kecamatan

Cikande, Kibin, Kragilan dan Jawilan ditetapkan sebagai pusat

pengembangan industri sekaligus sebagai pusat kegiatan wilayah yang

skala pelayanannya mencakup beberapa wilayah kabupaten/kota, guna

menciptakan suatu interaksi yang mendorong terwujudnya keseimbangan

dalam perkembangan wilayahnya.

Berdasarkan pada pengertian tentang Kawasan Industri diatas dapat

disimpulkan bahwa suatu kawasan disebut kawasan industri apabila

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Adanya area/bentengah lahan yang cukup luas dan telah


dimatangkan.
2. Dilengkapi dengan sarana dan prasarana.
3. Ada suatu badan (manajemen) pengelola.
3

4. Memiliki Izin Usaha Kawasan Indsutri.


5. Biasanya diisi oleh industri manufaktur (pengolahan beragam
jenis).

Berdasarkan batasan di atas ada beberapa hal yang dapat

dimanfaatkan dari kawasan industri, yaitu:

1. Berkaitan dengan besaran dan lokasi Kawasan Industri bisa


menghasilkan dampak-dampak tertentu bagi wilayah
sekitarnya, yang bila diinginkan bisa diarahkan.
2. Bisa menjadi bidang usaha pengadaan dan pemasaran “lahan
industri: menurut kaidah-kaidah ekonomi pertanahan kota.
3. Bisa menjadi sarana kemudahan usaha yang secara nyata dapat
diberikan berbagai bentuk intensif atau subsidi.

2.2 Penelitian Terdahulu


Temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan

hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan sebagai data pendukung dalam sebuah

penelitian. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan

bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan

yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini, fokus penelitian

terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait dengan Peran Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Serang dalam pengendalian dampak pencemaran lingkungan

sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, maka akan dicantumkan

beberapa hasil penelitian terdahulu berupa skripsi dan jurnal yang pernah peneliti

baca diantaranya adalah:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nurpiandi Program Studi Ilmu

Pemerintahan Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang yang dilakukan

pada tahun 2015 dengan judul penelitian “Peran Badan Lingkungan Hidup Kota

Tanjungpinang dalam Memberikan Informasi Tentang Lingkungan Hidup kepada


3

Masyarakat di Kota Tanjungpinang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui peran dan hambatan-hambatan yang dihadapi Badan Lingkungan

Hidup Kota Tanjungpinang dalam rangka pemberian Informasi tentang

Lingkungan Hidup kepada masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu

wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Dari hasil analisa dapat

disimpulkan bahwa peran BLH Kota Tanjungpinang dalam memberikan informasi

tentang lingkungan hidup berjalan kurang optimal ini dilihat dari jawaban

Informan, dominan menjawab kurang baik terutama pada indikator sistem

pemberian informasi dan ketersediaan sarana dan prasarana.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Dian Arival Aryadana Program

Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Riau yang dilakukan pada tahun 2015

dengan judul penelitian “Peran Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah

dalam Pengendalian Pencemaran terhadap Kegiatan Industri Di Kota Batam

Tahun 2011-2014”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan dari kota Batam terhadap masalah lingkungan

yang terjadi di wilayah industri kota Batam. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang

digunakan yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Peran Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah

Kota Batam adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan

pembangunan di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup yang meliputi

pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup


4

serta pemulihan kualitas lingkungan hidup dalam penyusunan kebijakan dan

program pengendalian dampak lingkungan. Dalam melaksanakan perannya,

Bapedalda masih mengalami hambatan antara lain masalah komitmen antara

Bapedalda Kota Batam dengan pengusaha industri yaitu tidak adanya penyerahan

laporan dokumen pengelolaan lingkungan oleh pengusaha industri kepada

Bapedada Kota Batam.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Cendra Eska Kuriananda Program

Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Negeri Surabaya yang dilakukan

pada tahun 2012 dengan judul penelitian “Peranan Badan Lingkungan Hidup

Provinsi Jawa Timur Dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan

(Proper)”. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan peran BLH Provinsi Jawa

Timur dalam PROPER untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik

pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, snowball

sampling, dan dokumentasi. Simpulan dari penelitian ini menjelaskan bahwa hasil

penelitian yang diperoleh adalah BLH Provinsi Jawa Timur sampai sekarang ini

masih melaksanakan PROPER. Tetapi BLH Jawa Timur menilai perusahaan atau

industri hanya sebatas hitam, merah, dan biru. Untuk penilaian hijau dan emas

BLH Jawa Timur tidak memiliki wewenang, yang berwenang menilainya adalah

Dewan PROPER dan Kementerian LH. Hambatan yang ada ialah jarak lokasi

yang jauh, kondisi industri, dan juga tidak ada pembinaan bagi pegawai BLH

kabupaten sehingga pada saat pelaksanaan PROPER, mereka hanya mendampingi

saja.
4

Berdasarkan tiga penelitian terdahulu tersebut, maka dapat digambarkan

persamaan serta perbedaan dalam penelitian yang akan peneliti lakukan.

Persamaan penelitian dalam hal ini adalah variabel yang digunakan adalah peran

dari unsur pelaksana otonomi daerah di bidang lingkungan hidup. Metode

penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dan teknik pengumpulan

data yang digunakan pun sama yakni berupa wawancara, observasi, dan studi

dokumentasi. Persamaan lainnya juga terletak pada fokus kajian yang peneliti

lakukan dengan peneliti kedua yang membahas mengenai peran unsur pelaksana

otonomi daerah di bidang lingkungan hidup dalam pengendalian pencemaran

terhadap keberadaan kegiatan industri. Sedangkan yang menjadi perbedaan yang

mendasar antara ketiga penelitian sebelumnya dengan penelitian yang peneliti

lakukan terletak pada penelitian pertama dan ketiga dimana fokus kajian yang

diteliti berbeda, pada penelitian pertama membahas mengenai peran BLH dalam

pemberian informasi Lingkungan Hidup, pada penelitian ketiga membahas peran

BLH dalam program penilaian peringkat kinerja perusahaan. Sedangkan dalam

hal ini peneliti akan membahas mengenai peran Dinas Lingkungan Hidup dalam

pengendalian dampak pencemaran lingkungan dari keberadaan kawasan industri.

2.3 Kerangka Berfikir


Kerangka berfikir adalah pemahaman yang paling mendasar yang

mendukung pemahaman selanjutnya. Suatu tolak ukur yang mudah adalah apakah

kita telah memahami pemahaman yang paling mendasar tersebut, atau pertanyaan

sebelum itu apakah kita mengetahui pemahaman yang mendasari pemahaman-

pemahaman selanjutnya. Kerangka Berfikir dalam (Sugiyono, 2004:65)


4

mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang

bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi

sebagai masalah yang penting. Adapun identifikasi masalah yang peneliti temukan

berkaitan dengan Peran Dinas Lingkungan Hidup dalam Upaya Pengendalian

Pencemaran dari Keberadaan Kawasan Industri Modern yaitu:

1. Terjadinya pencemaran udara yang telah mengganggu kesehatan


masyarakat sekitar.
2. Penurunan kualitas terhadap sungai yang telah mengganggu
ekosistem makhluk hidup didalamnya dan aktivitas masyarakat.
3. Berkurangnya sumber mata air yang menyebabkan masyarakat
kesulitan dalam memperoleh air bersih.

Berdasarkan dari masalah-masalah diatas, peneliti mencoba mengkaji

permasalahan-permasalahan tersebut untuk lebih mengetahui peran Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang selaku bagian dari organisasi publik secara

lebih lanjut dengan menggunakan konsep peran organisasi sektor publik menurut

Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) yang kemudian peneliti hubungkan dengan

fokus kajian dalam penelitian ini berkenaan dengan peran Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Serang dalam upaya pengendalian, sehingga peran Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang adalah sebagai berikut:

1. Regulatory role, yang merupakan penerapan dari fungsi


manajemen yaitu fungsi perencanaan (Planning) dimana Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berperan dalam
merencanakan program dan kebijakan daerah di bidang
pengelolaan lingkungan hidup berkenaan dengan pengendalian
dampak pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan hidup
yang bertujuan menciptakan ketaatan bagi pelaku industri dan
seluruh lapisan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
2. Enabling role, yang merupakan penerapan fungsi manajemen yaitu
fungsi pelaksanaan (Actuating) dimana Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang berperan dalam menyelenggarakan program
kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup terutama
penegakkan peraturan yang berkenaan dengan pengendalian
4

dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup agar setiap


pelaku industri dalam melaksanakan kegiatannya tetap berpedoman
pada prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
3. Directing Role,yang merupakan penerapan dari fungsi manajemen
yaitu fungsi pengawasan (Controlling) dimana Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang berperan dalam mengawasi proses
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh setiap pelaku
industri serta regulasi di bidang pengelolaan hidup yang telah
ditetapkan dalam undang-undang dengan tujuan agar kegiatan
produksi yang dijalankan tidak berpotensi menimbulkan
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang dapat
merugikan masyarakat.

Mengacu pada peran Dinas Lingkungan Hidup sebagai bagian dari

organisasi publik, kemudian peneliti mengkaji lebih mendalam pada upaya

pengendalian yang dihubungkan pada upaya pengendalian pencemaran dan

kerusakan lingkungan hidup yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun

2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungaan Hidup bahwa

Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan

oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggungjawab usaha dan/atau

kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggungjawab masing-masing

yang dilakukan melalui:

a. Pencegahan
b. Penanggulangan
c. Pemulihan

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijelaskan diatas, maka

peneliti menggunakan 6 indikator yang merupakan gabungan dari konsep peran

menurut Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) dan konsep pengendalian

pencemaran dan/kerusakan lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009, dengan penggunaan kedua konsep tersebut diharapkan mampu


4

menjawab rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya yakni

berkenaan dengan bentuk upaya pengendalian, hambatan dan upaya yang

ditempuh untuk mengatasi hambatan yang selama ini ditemukan oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran

Kawasan Industri Modern yang berada pada Kecamatan Kibin Kabupaten Serang,

sehingga akan didapatkan hasil apakah selama ini Peran Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang dalam melakukan upaya pengendalian pencemaran terhadap

keberadaan kawasan industri sudah berjalan secara optimal atau malah perannya

justru dirasakan masih kurang atau dapat dikatakan belum optimal serta diketahu

hambatan dan upaya-upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan tersebut.

Adapun kerangka berfikir penulis dalam penelitian ini yang dibuat dalam sebuah

bentuk bagan untuk memudahkan para pembaca dapat digambarkan sebagai

berikut:
4

Gambar 2.1.
Kerangka Berfikir

Input
Identifikasi Masalah:

1. Terjadinya pencemaran udara yang telah mengganggu kesehatan


masyarakat sekitar.
2. Penurunan kualitas terhadap sungai yang telah mengganggu ekosistem
makhluk hidup didalamnya dan aktivitas masyarakat.
3. Berkurangnya sumber mata air yang menyebabkan masyarakat kesulitan
dalam memperoleh air bersih.

Proses
Peran Dinas Lingkungan Hidup dalam Pengendalian Dampak Pencemaran

1. Regulatory Role (Perencana Kebijakan)


2. Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)
3. Directing Role (Pengawas Kebijakan)
4. Pencegahan
5. Penanggulangan
6. Pemulihan
(Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) & Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009)

Output
Mengetahui bentuk pengendalian dampak lingkungan, hambatan dan upaya-upaya yang
diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi
hambatan dalam melakukan pengendalian terhadap dampak pencemaran kawasan industri di
wilayah Modern.

Outcome
Terselenggaranya Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian
Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern dengan efektif dan optimal.

Sumber: Peneliti, 2017


4

2.4 Asumsi Dasar


Asumsi dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan kajian

pustaka dan kajian teori yang digunakan sebagai dasar argument. Berdasarkan

pada kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas serta observasi awal yang

peneliti lakukan terhadap objek penelitian. Maka peneliti berasumsi bahwa Peran

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak

Pencemaran Lingkungan pada Kawasan Industri Modern dalam pelaksanaannya

masih belum berjalan dengan baik atau dapat dikatakan masih kurang optimal, hal

ini dapat dilihat berdasarkan dari permasalahan-permasalahan yang timbul dalam

pelaksanaan peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk melakukan

pengendalian terhadap dampak pencemaran pada kawasan industri Modern.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini berupaya memahami peran dari organisasi perangkat daerah

sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang lingkungan hidup yang

diharapkan oleh masyarakat mampu menjalankan perannya dalam mengatasi dan

melakukan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dari

keberadaan sebuah kawasan industri di suatu daerah. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Denzim dan Lincoln

dalam Moleong (2006:5) menyatakan bahwa Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan

fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode

yang ada.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk

menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.

Deskriptif juga merupakan penelitian dimana pengumpulan data untuk mengetes

pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan kondisi yang sekarang. Metode

penelitian deskriptif juga menjelaskan keadaan suatu objek yang akan diteliti

sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

47
4

Penelitian kualitatif digunakan sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata tulisan atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati dan kemudian dianalisa serta dikalaborasikan dengan

bersandar kepada dimensi-dimensi yang menjadi acuan penelitian.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus berdasarkan pada hasil studi

pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing atau orang

yang dipandang ahli Sugiyono (2012:141). Pada penelitian ini, peneliti berfokus

pada lingkup penelitian mengenai Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern di

Kecamatan Kibin Kabupaten Serang. Karena keterbatasan waktu,biaya dan tenaga

penulis memberikan batasan lingkup penelitian terhadap industri yang akan

diteliti pada penelitian ini hanya pada beberapa Industri yang bermasalah dengan

lingkungan hidup yang berada pada kawasan industri Modern.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kawasan Industri Modern khususnya terhadap

industri-industri yang bermasalah dengan lingkungan hidup. Kawasan Industri

Modern terletak pada Kecamatan Kibin Kabupaten Serang yang merupakan salah

satu objek kajian kegiatan industri yang diawasi oleh Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang, sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang

pengelolaan lingkungan hidup yang berlokasi di di Jl. Delima Blok F23 No 3,

Lopang Kecamatan Serang Kota Serang.


4

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan proses pemberian definisi konseptis

atau definisi konseptual pada sebuah konsep. Definisi konseptual menurut

Prasetyo dan Jannah (2005:90) merupakan sebuah definisi dalam bentuk

yang abstrak yang mengacu pada ide-ide lain atau konsep-konsep lain

yang abstrak untuk menjelaskan konsep pertama tersebut.

Secara umum peran diartikan sebagai serangkaian perilaku yang

diharapkan dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu jabatan

tertentu atau kelompok-kelompok yang tergabung dalam suatu unit

tertentu. Peran seringkali dikaitkan dengan tugas dan fungsi, maka apabila

seseorang dan kelompok-kelompok tertentu telah melaksanakan tugas dan

fungsinya berarti orang dan kelompok tersebut telah menjalankan

perannya. Dalam penelitian ini peran yang dimaksudkan bukan sebagai

peran yang dilakukan oleh seorang individu melainkan peran yang

dilakukan oleh organisasi publik yang dapat diartikan sebagai pemerintah

(government) yang berfungsi untuk mensejahterakan masyarakat, dimana

pemerintah diberi ‘kekuasaan’ oleh masyarakat untuk mengatur dan

menjamin kebutuhan masyarakat yang berlandaskan hukum.

Pada penelitian ini, peran yang dimaksud lebih merujuk pada

peran organisasi perangkat daerah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah

di bidang lingkungan hidup untuk mengetahui sejauh mana Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam merencanakan,


5

melaksanakan, dan mengawasi aturan di bidang pengelolaan lingkungan

hidup yang telah ditetapkan yang kemudian dihubungkan pada objek

kajian yang diteliti berkaitan dengan upaya pengendalian pencemaran dan

kerusakan lingkungan hidup yang diatur dalam Undang-undang No 32

Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

serta menganalisis kendala atau hambatan serta upaya apa saja yang

ditempuh oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk

mengatasi hambatan dalam upaya pengendalian dampak pencemaran dan

kerusakan lingkungan hidup dari keberadaan kawasan industri Modern.

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel

penelitian dalam rincian berdasarkan dimensi penelitian. Variabel

penelitian dilengkapi dengan tabel matriks, dimensi, dan sub dimensi.

Dalam penelitian ini, tema penelitian yang diangkat berkenaan dengan

Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian

Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin

Kabupaten Serang, maka untuk menjawab rumusan masalah yang telah

dipaparkan sebelumnya dan untuk mengetahui lebih jauh berkenaan

dengan Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam upaya

pengendalian, dalam hal ini penulis menggunakan konsep Peran menurut

Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) yang terdiri dari Regulatory Role,

Enabling Role, dan Directing Role yang kemudian untuk memperkuat

perannya di bidang pengendalian maka peneliti menggunakan Undang-


5

undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang menjelaskan upaya pengendalian dilakukan

melalui upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Berikut

adalah definisi operasional penelitian mengenai Peran Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran

Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang yang

dibuat dalam tabel matriks sebagai berikut:

Tabel 3.1
Kisi-kisi Pedoman Wawancara Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri
Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang

Dimensi Sub Dimensi


Perencanaan kebijakan dan program
Regulatory Role
pengendalian dampak pencemaran dan
(Perencana Kebijakan)
kerusakan lingkungan hidup.
Enabling Role Pelaksanaan kebijakan pengendalian
(Pelaksana Kebijakan) pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup.
Koordinasi penyusunan dokumen dan izin
lingkungan.
Directing Role Pengawasan pelaksanaan kebijakan dan
(Pengawas Kebijakan) program pengendalian dampak pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup.
Pengawasan terhadap kualitas lingkungan
hidup.
Penanganan intensif usaha bermasalah
lingkungan.
Pencegahan Penerapan instrumen-instrumen:
 Kajian Lingkungan Hidup Strategis
 Baku Mutu Lingkungan Hidup
 Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup
5

 AMDAL
 UKL-UPL
 Perizinan
 Instrumen Ekonomi Lingkungan
Hidup
 Peraturan Perundang-undangan
Berbasis Lingkungan
 Anggaran Berbasis Lingkungan
Hidup
 Analisis Risiko Lingkungan Hidup
 Audit Lingkungan Hidup
Penanggulangan Pemberian Informasi peringatan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup kepada masyarakat.
Pengisolasian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Penghentian sumber pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Pemulihan Pembersihan Sumber Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan Hidup
Perbaikan Lingkungan
Sumber: Peneliti, 2017

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian

kualitatif yang menjadi instrument kunci yaitu peneliti itu sendiri. Menurut

Moleong (2006: 163) ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari

pengamatan berperan serta, namun peran penelitilah yang menentukan

keseluruhan skenarionya. Menurut Nasution dalam Sugiyono (2012:223)

menyatakan bahwa instrument penelitian kualitatif yaitu:

“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan


manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa
segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus
penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil
yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas
5

sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang


penelitian itu. Dalam keadaan yang tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada
pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang
dapat mencapainya”.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dipahami bahwa dalam penelitian

kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang

terjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Tetapi setelah masalah yang akan

dipelajari itu jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen. Peneliti kualitatif

sebagai human instrument berfungsi menerapkan fokus penelitian, memilih

informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas

data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya

(Sugiyono, (2012:59-60)).

3.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data dan hasil

penelitian, yaitu kualitas instrument penelitian dan kualitas pengumpulan

data. Maka teknik pengumpulan data merupakan langkah yang sangat

penting dalam penelitian, tanpa menggunakan teknik pengumpulan data

maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data

yang telah ditetapkan. Adapun teknik pemgumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah

observasi atau dengan melakukan pengamatan, yang dapat

diklasifikasikan atas pengamatan melalui cera berperanserta dan yang


5

tidak berperanserta. Pada pengamatan tanpa peranserta peneliti hanya

melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan. Sedangkan

pengamat berperanserta melalukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagai

pengamat sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang

diamatinya (Moleong, 2006:176). Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan observasi tak berperanserta, karena dalam penelitian ini

peneliti tidak terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dampak

pencemaran dari keberadaan kawasan industri Modern.

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat mendalam (indepth

interview). Wawancara mendalam adalah teknik pengolahan data yang

pengumpulan data didasarkan pada percakapan secara intensif dengan

suatu tujuan tertentu untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya.

Wawancara dilakukan dengan cara mendapat berbagai informasi

menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian. Wawancara

dilakukan pada informan yang dianggap menguasai materi penelitian.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara

semiterstruktur, dimana wawancara dilakukan secara bebas untuk

menggali informasi lebih dan bersifat dinamis, namun tetap terkait

dengan pokok-pokok wawancara yang telah peneliti buat terlebih

dahulu dan tidak menyimpang dari konteks yang akan dibahas dalam

fokus penelitian.
5

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data sekunder

yang diperlukan dalam sebuah penelitian. Studi dokumentasi adalah

setiap bahan tertulis ataupun film, gambar dan foto-foto yang

dipersiapkan karena adanya permintaan seorang peneliti. Selanjutnya

studi dokumentasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data

melalui bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga

yang menjadi bahan objek penelitian, baik berupa prosedur, peraturan-

peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta berupa foto ataupun

dokumen elektronik (rekaman) (Fuad dan Nugroho (2012: 89))

3.6 Informan Penelitian

Menurut Moleong (2006:132) informan adalah orang yang dimanfaatkan

untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi, ia

harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian dan ia berkewajiban

secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal.

Sugiyono (2008:215) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif yang

menjadi informan merupakan salah satu yang menjadi narasumber atau yang

menjadi sumber data, dimana dalam penelitian kualitatif juga tidak menggunakan

istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “social situation” atau situasi

sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors) dan

aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat
5

dinyatakan sebagi obyek penelitian yang diketahui “apa yang terjadi”

didalamnya”.

Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi menjadi dua yaitu key

informan dan secondary informan. Key informan sebagai informan utama yang

lebih mengetahui situasi fokus penelitian sehingga perannya tidak dapat

digantikan oleh orang lain, sedangkan secondary informan sebagai informan

penunjang dalam memberikan penambahan informasi. Dalam penelitian kualitatif

penentuan informan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik purposive atau

snowball. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan informan dengan cara

menggunakan teknik purposive. Menurut Sugiyono (2012:218-219) purposive

adalah teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu.

Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu

tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga

memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti. Maka yang

menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


5

Tabel 3.2
Informan Penelitian

No Jenis Informan Informan (I) Kode


Informan
1. Key Informan Instansi Pemerintahan
a. Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (Mantan I1-1
Kepala Bidang Pengendalian Dampak
Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang Periode 2008-2016 )
b. Kepala Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas I1-2
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
c. Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran I1-3
Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang.
d. Kepala Seksi Penanganan Kasus Lingkungan I1-4
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.

e. Kepala Bidang Pencegahan Dampak I1-5


Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang.
Industri (Swasta)
a. Penanggungjawab Pengelola Lingkungan PT. I2-1
Modern Industrial Estate (Pengelola Kawasan)

b. Penanggungjawab Pengelola Lingkungan PT. I2-2


Bahari Makmur Sejati
c. Penanggungjawab Pengelola Lingkungan PT. I2-3
Boo Young Indonesia
d. Penanggungjawab Pengelola Lingkungan PT. I2-4
Sunjin HJ
2. Secondary a. Tokoh Masyarakat I3-n
Informan I4-n
b. Masyarakat
Sumber: Peneliti, 2017

Penentuan informan di atas didasarkan pada pertimbangan peneliti bahwa orang-

orang diatas dapat mewakili pendapat dari beberapa kelompok atau dapat dikatakan

sebagai representative dari berbagai pihak yang terlibat dalam pembangunan daerah yang

dianggap peneliti paling mengetahui mengenai permasalahan yang terjadi dalam

penelitian ini dan mampu membantu peneliti dalam memberikan informasi sebanyak-

banyaknya kepada peneliti sehingga data yang diperoleh nantinya bersifat jenuh dan

kesimpulan yang dihasilkan dapat bersifat kredibel.


5

3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen dalam Sugiyono (2012:88), analisis data

diartikan sebagai

“Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja data, mengorganisasikan


data, memilih-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.”

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitian

dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian

dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai dari wawancara, observasi,

mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, selanjutnya aktivitas penyajian data serta

menyimpulkan data. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan

model analisis interaktif Miles dan Huberman (2009) yang selama proses

pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan penting diantaranya reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Seperti pada gambar

dibawah ini:

Gambar 3.1 Proses Analisis Data

Pengumpulan
Data

Reduksi Data

Penyajian
Data

Penarikan
Kesimpulan
Sumber: Sugiyono (2012:247)
5

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa proses penelitian ini dilakukan

secara berulang terus menerus dan saling berkaitan satu sama lain, baik dari

sebelum saat dilapangan hingga selesainya penelitian.

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yaitu proses memasuki lingkungan penelitian

dan melakukan pengumpulan data penelitian. Ini merupakan tahap

awal yang harus dilakukan oleh peneliti agar peneliti dapat

memperoleh informasi mengenai masalah-masalah yang terjadi di

lapangan.

2. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,

sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti

di lapangan maka jumlah data yang akan didapat juga semakin

banyak, kompleks dan rumit, untuk itu perlu direduksi data.

Reduksi data memiliki makna merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, lalu dicari tema

dan polanya. Reduksi data berlangsung selama proses pengambilan

data itu berlangsung, pada tahap ini juga akan berlangsung kegiatan

pengkodean, meringkas, dan membuat partisi (bagian-bagian)

proses transformasi ini berlanjut terus sampai laporan akhir

penelitian tersusun lengkap.


6

3. Penyajian Data

Setelah mereduksi data, langkah yang dilakukan peneliti adalah

melakukan penyajian data. Penyajian data dapat diartikan sebagai

sekumpulan informasi yang tersusun, yang kemungkinan memberi

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian

data ini dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan

hubungan antar kategori. Penyajian data juga bertujuan agar

peneliti dapat memahami apa yang terjadi dalam merencanakan

tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.

4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Langkah terakhir dalam pengumpulan data adalah verifikasi. Dari

awal pendataan peneliti mencari hubungan-hubungan yang

berkaitan dengan permasalahan yang ada, melakukan pencatatan

hingga menarik kesimpulan. Kesimpulan masih bersifat sementara

dan akan selalu mengalami perubahan selama proses pengumpulan

data masih berlangsung, akan tetapi bila kesimpulan yang dibuat

didukung dengan data yang valid dan konsisten yang ditemukan

kembali oleh peneliti di lapangan, maka kesimpulan tersebut

merupakan kesimpulan yang kredibel.

3.8 Uji Kredibilitas Data

Uji kredibilitas data atau yang biasa disebut uji keabsahan dan reabilitas

data memiliki keterkaitan antara deskripsi dan ekplanasi. Prastowo (2011:226)

menjelaskan uji kredibilitas data memiliki dua fungsi, yaitu melaksanakan


6

pemeriksaan sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan kita dapat

dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan kita

dengan jalan pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang diteliti. Menurut

Prastowo (2011:265) untuk menguji kredibilitas data, dapat dilakukan dengan

tujuh teknik, yaitu dengan cara perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan

dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif,

member check dan menggunakan bahan referensi. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan uji kredibilitas dengan teknik Triangulasi dan Member Check.

a. Triangulasi

Dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data

dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan

demikian, triangulasi terdiri dari atas triangulasi sumber, triangulasi

teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber

dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa

sumber data yang diperoleh dari beberapa sumber tersebut

dideskripsikan, dikategorikan, dan akhirnya diminta kesepakatan

(member check) untuk mendapatkan kesimpulan. Triangulasi teknik

dilakukan dengan cara mengecek data pada sumber yang sama dengan

teknik yang berbeda. Triangulasi waktu berkaitan dengan keefektifan

waktu. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari

pada saat narasumber masih segar dan belum banyak masalah akan

memberikan data yang valid sehingga lebih kredibel.


6

b. Member Check

Member check adalah proses pengecekan data yang berasal dari

pemberi data yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila

data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data, berarti data tersebut

valid sehingga semakin kredibel. Namun, jika data yang diperoleh

peneliti tidak disepakati oleh pemberi data, peneliti perlu melakukan

diskusi dengan pemberi data dan apabila terdapat perbedaan tajam

setelah dilakukan diskusi, peneliti harus mengubah temuannya dan

menyesuaikannya dengan data yang diberikan oleh pemberi data.

Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah satu periode

pengumpulan data selesai atau setelah mendapat suatu temuan atau

kesimpulan.

3.9 Jadwal Penelitian

Penelitian tentang Peran Dinas Lingkungan Hidup dalam Pengendalian

Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten

Serang dilakukan dari mulai bulan September Tahun 2016 hingga bulan Juni

Tahun 2017 seperti tabel di bawah ini:


6

Tabel 3.3
Jadwal Penelitian

No Kegiatan Waktu Pelaksanaan

2016 2017
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. Pengajuan Judul
2. Perijinan dan
Observasi Awal
3. Pengumpulan Data
4. Pembuatan Proposal
5. Seminar Proposal
6. Observasi Lapangan
7. Pengambilan Data
8. Pengolahan Data
9. Penyusunan Laporan
10. Sidang Akhir

11. Revisi Skripsi


Sumber: Peneliti, 2017
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian

Deskripsi obyek penelitian ini akan menjelaskan tentang obyek penelitian

yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan deskripsi wilayah

Kabupaten Serang, Kecamatan Kibin, gambaran umum Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang dan gambaran umum Kawasan Industri Modern. Hal tersebut

akan dipaparkan sebagai berikut:

4.1.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Serang

Kabupaten Serang merupakan salah satu dari delapan

kabupaten/kota di Provinsi Banten. Secara geografis wilayah Kabupaten

Serang sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, Kota Cilegon dan Kota

Serang. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tangerang. Sebelah

selatan berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang,

sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat

Sunda. Letak Geografis yang demikian merupakan keuntungan bagi

Kabupaten Serang. Kabupaten Serang merupakan pintu gerbang atau transit

perhubungan perhubungan darat antar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Selain itu dengan posisinya yang hanya berjarak ± 70 km dari Kota Jakarta,

Kabupaten Serang merupakan salah satu daerah penyangga ibukota Negara.

64
65

Secara Topografi, Kabupaten Serang merupakan dataran rendah

dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai 1.778 m diatas

permukaan laut. Sebagian besar dataran rendah memiliki ketinggian kurang

dari 500 menter, sementara dataran tinggi berupa rangkaian pegunungan

yang terdapat di perbatasan dengan Kabupaten Pandeglang. Wilayah

Kabupaten Serang beriklim tropis dengan curah hujan dan hari hujan cukup

tinggi di sepaanjang tahun 2015. Curah hujan dalam sebulan rata-rata 8 mm

dan lama hujan 12 hari. Suhu berkisar antara 23,4’C – 31,8’C, dan

kelembaban relatif sebesar 81%. Sekitar 75 persen dari luas wilayah

keseluruhan Kabupaten Serang digunakan untuk lahan di sektor pertanian,

hortikultura, perkebunan, dan perikanan.

Kabupaten Serang memiliki 29 Kecamatan yang terbagi menjadi

321 Desa dengan total luas keseluruhan Kabupaten Serang adalah 1467,35

km2. Data luas wilayah Kabupaten Serang per Kecamatan dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:


6

Tabel 4.1
Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Serang

No Kecamatan Luas (km2) Persentase


1. Cinangka 111,47 7,60
2. Padarincang 99,12 6,76
3. Ciomas 48,53 3,31
4. Pabuaran 79,14 5,39
5. Gunungsari 48,60 3,31
6. Baros 44,07 3,00
7. Petir 46,94 3,20
8. Tunjung Teja 39,52 2,69
9. Cikeusal 88,25 6,01
10. Pamarayan 41,92 2,86
11. Bandung 25,18 1,72
12. Jawilan 38,95 2,65
13. Kopo 44,69 3,05
14. Cikande 50,53 3,44
15. Kibin 33,51 2,28
16. Kragilan 36,33 2,97
17. Waringinkurung 51,29 3,50
18. Mancak 74,03 5,05
19. Anyar 56,81 3,87
20. Bojonegara 30,30 2,06
21. Pulo Ampel 32,56 2,22
22. Kramatwatu 48,59 3,31
23. Ciruas 34,49 2,34
24. Pontang 58,09 3,74
25. Lebak Wangi 31,71 2,16
26. Carenang 32,80 2,10
27. Binuang 26,17 1,78
28. Tirtayasa 64,46 4,39
29. Tanara 49,30 3,36
Total Luas 1467,35 100,00
Sumber: Kabupaten Serang Dalam Angka 2016

4.1.1.1 Visi dan Misi Kabupaten

Serang Visi Kabupaten Serang

“Terwujudnya Kabupaten Serang yang Maju, Sejahtera, dan

Agamis”

Misi Kabupaten Serang

1. Meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan dan


kesejahteraan sosial demi terwujudnya masyarakat
yang sehat, cerdas, berahlak mulia dan berbudaya.
6

2. Meningkatkan pembangunan sarana prasarana


wilayah, penataan ruang dan permukiman yang
memadai, berkualitas dan berwawasan lingkungan.
3. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbasis
potensi lokal dalam memperkuat struktur
perekonomian daerah.
4. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik
serta pelayanan publik yang prima didukung
kapasitas birokrasi yang berintegritas, kompeten dan
professional.
5. Memantapkan fungsi dan peran agama sebagai
landasan moral dan spritiual dalam kehidupan
individu, bermasyarakat dan bernegara.

4.1.1.2 Keadaan Penduduk Kabupaten Serang

Kondisi demografi Kabupaten Serang ditunjukkan dari

jumlah penduduk Kabupaten Serang yang setiap tahun mengalami

peningkatan. Jumlah penduduk Kabupaten Serang Tahun 2010

berjumlah 1.402.818 jiwa, pada Tahun 2014 penduduk Kabupaten

Serang berjumlah 1.463.094 jiwa, dan pada Tahun 2015 jumlah

penduduk Kabupaten Serang sebanyak 1.474.301 jiwa dengan laju

pertumbuhan pada Tahun 2010-2015 sebesar 0,33% dan pada Tahun

2014-2015 sebesar 0,77%. Sementara itu, sebaran penduduk

Kabupaten Serang per kecamatan dapat terlihat pada tabel dibawah

ini:
6

Tabel 4.2
Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten
Serang Tahun 2010, 2014, dan 2015

No Kecamatan Jumlah Penduduk (ribu) Laju Pertumbuhan


Penduduk per Tahun
2010 2014 2015 2010-2015 2014-
2015
1. Cinangka 53.323 55.605 56.036 0,33 0,78
2. Padarincang 61.357 63.988 64.481 0,33 0,77
3. Ciomas 37.101 38.692 38.990 0,33 0,77
4. Pabuaran 38.005 39.632 39.940 0,33 0,78
5. Gunung Sari 19.359 20.188 20.343 0,33 0,77
6. Baros 51.293 53.488 53.902 0,33 0,77
7. Petir 50.134 52.287 52.691 0,33 0,77
8. Tunjung Teja 38.933 40.604 40.917 0,33 0,77
9. Cikeusal 64.872 67.658 68.180 0,33 0,77
10. Pamarayan 48.820 50.914 51.308 0,33 0,77
11. Bandung 30.540 31.850 32.096 0,33 0,77
12. Jawilan 52.448 54.696 55.118 0,33 0,77
13. Kopo 48.183 50.248 50.637 0,33 0,77
14. Cikande 91.834 95.773 96.511 0,33 0,77
15. Kibin 67.194 70.115 70.660 0,33 0,78
16. Kragilan 73.154 76.290 76.881 0,33 0,77
17. Waringinkurung 41.290 43.061 43.392 0,33 0,77
18. Mancak 43.275 45.129 45.477 0,33 0,77
19. Anyar 51.124 53.315 53.727 0,33 0,77
20. Bojonegara 41.526 43.304 43.642 0,33 0,78
21. Puloampel 34.098 35.559 35.834 0,33 0,77
22. Kramatwatu 87.326 91.069 91.772 0,33 0,77
23. Ciruas 71.199 74.252 74.827 0,33 0,77
24. Pontang 38.590 40.243 40.554 0,33 0,77
25. Lebak Wangi 32.630 38.479 38.775 0,33 0,47
26. Carenang 33.139 34.128 34.288 0,33 0,78
27. Binuang 27.359 34.561 34.829 0,33 0,77
28. Tirtayasa 37.815 28.533 28.754 0,33 0,78
29. Tanara 36.897 39.433 39.739 0,33 0,77
Total 1.402.818 1.463.094 1.474.301 0,33 0,77
Sumber: Kabupaten Serang Dalam Angka 2016

Dilihat dari komposisinya, proporsi penduduk Kabupaten Serang

lebih banyak berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan.

Komposisi jenis kelamin penduduk Kabupaten Serang pada Tahun

2015 dapat dilihat pada tabel berikut:


6

Tabel 4.3
Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan di
Kabupaten Serang Tahun 2015

No Kecamatan Jenis Kelamin (ribu) Rasio Jenis


Laki-Laki Perempuan Jumlah Kelamin
1. Cinangka 29.110 26.926 56.036 108
2. Padarincang 33.111 31.370 64.481 106
3. Ciomas 20.087 18.903 38.990 106
4. Pabuaran 20.661 19.279 39.940 107
5. Gunung Sari 10.552 9.791 20.343 108
6. Baros 28.170 25.732 53.902 109
7. Petir 26.495 26.196 52.691 101
8. Tunjung Teja 20.730 20.187 40.917 103
9. Cikeusal 34.164 34.016 68.180 100
10. Pamarayan 25.988 25.320 51.308 103
11. Bandung 16.345 15.751 32.096 104
12. Jawilan 28.311 26.807 55.118 106
13. Kopo 25.953 24.684 50.637 105
14. Cikande 49.183 47.328 96.511 104
15. Kibin 28.957 41.703 70.660 69
16. Kragilan 39.237 37.644 76.881 104
17 Waringin Kurung 22.237 21.155 43.392 105
18. Mancak 23.565 21.912 45.477 108
19. Anyar 27.745 26.252 53.727 105
20 Bojonegara 22.309 21.333 43.642 105
21. Puloampel 18.388 17.446 35.834 105
22. Kramatwatu 47.053 44.719 91.772 105
23. Ciruas 38.015 36.812 74.827 103
24. Pontang 21.169 19.385 40.554 109
25. Lebak Wangi 19.927 18.484 38.775 106
26. Carenang 17.885 16.403 34.288 109
27. Binuang 17.677 17.152 34.829 103
28. Tirtayasa 14.431 14.323 28.754 101
29. Tanara 20.623 19.116 39.739 108
Total 747.808 726.493 1.474.301 103
Sumber: Kabupaten Serang Dalam Angka 2016

4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Kibin

Kecamatan Kibin terletak di sebelah timur Kabupaten Serang

Provinsi Banten dengan luas wilayah 28,32 Ha, letak ketinggian dari

permukaan laut sekitar dibawah 500 meter, jarak dari ibukota Kecamatan

ke Kabupaten ±18 Km yang dihubungkan dengan jalan

Negara/Propinsi/Kabupaten.
7

Dengan batas – batas sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Carenang


dan Binuang
 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Cikande
 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Bandung
 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kragilan

Kecamatan Kibin terdiri dari 9 desa yaitu: Desa Nagara, Cijeruk,

Barengkok, Nambo Ilir, Kibin, Tambak, Ciagel, Ketos dan Sukamaju dan

terdiri dari 181 Kampung, 31 Rukun Warga dan 150 Rukun Tetangga.

Tabel 4.4
Luas Wilayah Desa se Kecamatan Kibin

Prosentase Terhadap
No. Desa Luas Wilayah (Km2) Luas Kecamatan Ket.
1 Nagara 3,14 11,09
2 Cijeruk 3,73 13,17
3 Barengkok 3,32 11,72
4 Nambo Ilir 4,24 14,97
5 Kibin 4,44 15,68 Terluas
6 Tambak 2,04 7,20
7 Ciagel 2,13 7,52
8 Ketos 2,88 10,18
9 Sukamaju 2,40 8,47
Jumlah 28,32 100,0
Sumber : Profil Kecamatan Kibin Tahun 2016

4.1.2.1 Keadaan Penduduk Kecamatan Kibin

Jumlah penduduk Kecamatan Kibin tahun 2016 menurut

Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten

Serang Tahun 2016 tercatat sebanyak 55.832 jiwa terdiri dari laki-

laki 27.780 jiwa (48,29%) dan perempuan 28.052 (51,71%).


7

Tabel 4.5
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Desa Laki – laki Perempuan Jumlah


No.
1 Nagara 2.326 2.367 4.693
2 Cijeruk 4.917 4.967 9.884
3 Barengkok 2.431 2.489 4.920
4 Nambo Ilir 4.135 4.080 8.215
5 Kibin 2.880 2.917 5.797
6 Tambak 3.725 3.765 7.490
7 Ciagel 2.792 2.843 5.635
8 Ketos 2.046 2.079 4.125
9 Sukamaju 2.528 2.545 5.073
Jumlah 27.780 28.052 55.832
Sumber: Profil Kecamatan Kibin Tahun 2016

4.1.3 Gambaran Umum Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

Berdasarkan Peraturan Bupati Serang Nomor 69 Tahun 2016 tentang

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang merupakan unsur

pelaksana otonomi daerah di bidang Lingkungan Hidup dipimpin oleh

seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang berlokasi di Jl. Delima Blok F23 No 3, Lopang

Kecamatan Serang Kota Serang.

Indikator Kinerja Utama :

1. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.

2. Cakupan Pelayanan Pengelolaan Sampah 3 R.

3. Tingkat Pengelolaan RTH.


7

Isu-isu Strategis :

1. Terjadinya penurunan kualitas air sungai


2. Terjadinya kerusakan DAS
3. Terjadinya kerusakan ekosistem laut
4. Terjadinya peningkatan pencemaran udara
5. Terjadinya penurunan kualitas tanah
6. Masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha dan/atau
masyarakat untuk memahami dan mamtuhi ketentuan upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
7. Meningkatnya cakupan penanganan sampah dan pencemaran
lingkungannya.

4.1.3.1 Visi dan Misi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang

Visi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang:

“Kabupaten Serang Yang Ramah Lingkungan Menuju Terwujudnya

Kualitas Lingkungan Hidup Yang Baik “.

Misi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang:

Makna yang terkandung dalam VISI tersebut dapat kami sampaikan:

1. Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan upaya


terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup
2. Terciptanya keseimbangan mengandung pengertian
bahwa setiap pemanfaatan lahan yang ditetapkan
fungsinya dalam tata ruang harus memperhatikan
daya tampung dan daya dukung dengan proporsi
yang sama
7

3. Daya Tampung mengandung pengertian sebagai


kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya
4. Daya Dukung Lingkungan mengandung pengertian
bahwa :
Setiap perubahan dan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh suatu kegiatan usaha harus tetap
mampu mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya.
5. Berkelanjutan diartikan tidak terputus atau
berkesinambungan sejalan dengan perkembangan
kehidupan manusia.

4.1.3.2 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

a. Tugas Pokok dan Fungsi

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang mempunyai

tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di

bidang Lingkungan Hidup berdasarkan asas otonomi daerah dan

tugas pembantuan. Untuk melaksanakan tugas pokok

sebagaimana tersebut di atas, Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang mempunyai fungsi :

1. Perencanaan program kegiatan pencegahan dampak


lingkungan, pengendalian dampak lingkungan,
konservasi sumber daya alam dan persampahan serta
pertamanan.
2. Pengkoordinasian dengan pemangku kepentingan
(stakeholder) dalam kegiatan pencegahan dampak
lingkungan, pengendalian dampak lingkungan,
konservasi sumber daya alam dan persampahan serta
pertamanan.
3. Pelaksanaan administrasi dan teknis operasional
pencegahan dampak lingkungan, pengendalian
dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam
dan persampahan serta pertamanan.
7

4. Pengelolaan data dan pelaporan pelaksanaan


kegiatam pencegahan dampak lingkungan,
pengendalian dampak lingkungan, konservasi sumber
daya alam dan persampahan serta pertamanan.

Adapun dalam penyelenggaran pengendalian

lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

memberikan tugas nya kepada Bidang Pengendalian Dampak

Lingkungan dibantu juga dengan Bidang Pencegahan Dampak

Lingkungan yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai

berikut:

Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan

Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan dipimpin

oleh seorang Kepala Bidang berkedudukan di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas, yang mempunyai

tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur,

melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan tugas

pengendalian dampak lingkungan. Untuk melaksanakan tugas

pokok tersebut, Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan

mempunyai fungsi :

1. Perumusan rencana kebijakan penyelenggaraan tugas


pengawasan lingkungan, penanggulangan pencemaran
lingkungan dan penanganan kasus lingkungan.
2. Pengaturan penyelenggaraan tugas pengawasan
lingkungan, penanggulangan pencemaran lingkungan
dan penanganan kasus lingkungan.
3. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas pengawasan
lingkungan, penanggulangan pencemaran lingkungan
dan penanganan kasus lingkungan.
7

4. Pengawasan penyelenggaraan tugas tugas pengawasan


lingkungan, penanggulangan pencemaran lingkungan
dan penanganan kasus lingkungan.
5. Pelaksanaan tugas tambahan.

Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan

Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan mempunyai

tugas pokok memimpin, merencanakan, melaksanakan dan

mengawasi penyelenggaraan tugas pencegahan dampak

lingkungan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Bidang

Pencegahan Dampak Lingkungan mempunyai fungsi:

1. Perumusan rencana kebijakan penyelenggaraan tugas


pengkajian lingkungan, pembinaan lingkungan dan
kegiatan usaha lingkungan.
2. Pengaturan penyelenggaraan tugas pengkajian
lingkungan, pembinaan lingkungan dan kegiatan usaha
lingkungan.
3. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas pengkajian
lingkungan, pembinaan lingkungan dan kegiatan usaha
lingkungan.
4. Pengawasan penyelenggaraan tugas pengkajian
lingkungan, pembinaan lingkungan dan kegiatan usaha
lingkungan.
5. Pelaksanaan tugas tambahan.

b. Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor

69 Tahun 2016 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, Susunan

Organisasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terdiri

atas :
7

1. Kepala Dinas ;
2. Sekretariat membawahi;
a. Sub Bagian Umum dan kepegawaian ;
b. Sub Bagian Keuangan ;
c. Sub Bagian Program dan Evaluasi.
3. Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan membawahi;
a. Seksi Kajian Lingkungan ;
b. Seksi Bina Lingkungan dan Kegiatan Usaha ;
c. Seksi Bina Lingkungan Masyarakat.
4. Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan
membawahi;
a. Seksi Pengawasan Lingkungan ;
b. Seksi Penaggulangan Pencemaran Lingkungan ;
c. Seksi Penanganan Kasus Lingkungan.
5. Bidang Konservasi Sumber Daya Alam membawahi;
a. Seksi Pengelolaan Sistem Informasi Sumber
Daya Alam dan Lingkungan ;
b. Seksi Pengendalian Sumber Daya Alam dan
Lingkungan ;
c. Seksi Pemulihan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan.
6. Bidang Persampahan dan Pertamanan membawahi;
a. Seksi Pengelolaan Sampah ;
b. Seksi Sarana dan Prasarana Persampahan ;
c. Seksi Pengelolaan Pertamanan.
7. Kelompok Jabatan Fungsional.
8. Unit Pelaksana Teknis yang terdiri atas;
a. Pelayanan Laboratorium Lingkungan
b. Pelayanan Persampahan Wilayah Timur
c. Pelayanan Persampahan Wilayah Tengah
d. Pelayanan Persampahan Wilayah Barat
7

Gambar 4.1
Struktur Organisasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

KEPALA DINAS

SEKRETARIAT

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL


KASUB BAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN
KASUB BAG KASUB BAG PROGRAM DAN EVALUASI
KEUANGAN

KABID PENCEGAHAN DAMPAK LINGKUNGAN


KABID PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN
KABID KONSERVASI SUMBER DAYAKABID
ALAM PERSAMPAHAN DAN PERT

SEKSI KAJIAN LINGKUNGAN SEKSI PENGAWASAN LINGKUNGAN SEKSI PENGELOLAAN SAMPAH


SEKSI PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

SEKSI
SEKSI BINA LINGKUNGAN DAN KEGIATAN PENANGGULANGAN PENCEMARAN
USAHA LINGKUNGAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
SEKSI PENGENDALIAN SEKSI SARANA PRASARANA PERSAMPA

SEKSI PEMULIHAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGANSEKSI PENGELOLAAN PERTAMA


SEKSI BINA LINGKUNGAN MASYARAKATSEKSI PENANGANAN KASUS LINGKUNGAN

UPTD

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, 2017


7

Gambar 4.2
Struktur Organisasi Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

Kepala Bidang

Neni Nuraeni, SH, MH

Kasie Pengawasan Kasie Penanggulangan Kasie Penanganan Kasus


Lingkungan Pencemaran Lingkungan Lingkungan
Ayi Syamsul Hidayat Wahyu Hidayat. YP, ST Lili Amaliawati, ST

Anggota:
Anggota:
1. Rosi Liandani, ST Anggota:
1. Tri Purbawahyuningsih,
2. Adi Budianto,
S.Si 1. Ida Fitarosani, ST
ST, MM
2. Buang
3. Cahyo Harsanto,
ST

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, 2017

4.1.4 Gambaran Umum Kawasan Industri Modern

Dalam rangka mendukung program pemerintah untuk menjaring

investor lokal dan asing, Modern Group memutuskan untuk

mengaplikasikan pengalamannya selama puluhan tahun dalam bidang

pengembangan properti dan industri dengan mendirikan kawasan industri

Modern Cikande (MCIE) di awal tahun 1991.

Kawasan Industri Modern Cikande berlokasi strategis di Cikande,

Serang, Banten; kira-kira 68 km dari Jakarta, 75 km dari Pelabuhan Tanjung

Priok dan 50 km dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. MCIE dapat

diakses melalui tol Jakarta-Merak kemudian keluar melalui pintu tol


7

Ciujung. Pelabuhan Bojonegara yang berjarak dekat dengan kawasan dan

akan menjadi sentra pengangkutan barang untuk keperluan ekspor-impor

terbesar di Indonesia sedang dalam proses perencanaan.

MCIE dengan pelayanannya yang lengkap, memiliki area seluas 3.175

hektar, yang dilengkapi dengan infrastruktur berkualitas dan fasilitas-

fasilitas pendukung serta pengaturan kawasan yang terencana dengan sangat

baik. MCIE dihuni oleh lebih dari 200 perusahaan baik lokal maupun asing.

MCIE merupakan hunian bagi berbagai jenis industri meliputi industri

kimia, pengolahan makanan, komponen otomotif, komponen sepatu dan

masih banyak lagi.

Selain menyediakan infrastruktur yang tertata dengan baik, kawasan

Modern Cikande juga menyediakan pelayanan terpadu satu pintu untuk

membantu para investor dalam proses pendirian bisnisnya di Indonesia.

Pelayanan ini meliputi proses pengajuan perijinan ke Badan Koordinasi

Penanaman Modal Indonesia (BKPM).

Kualitas infrastruktur yang dikolaborasikan dengan fasilitas

pendukung terbaik serta area terbuka hijau yang luas dan pengaturan

kawasan yang terencana merupakan tujuan MCIE untuk menjadikannya

sebagai salah satu kawasan industri terbaik di bagian barat Jakarta.

Adapun fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh pihak kawasan industri

Modern Cikande, antara lain:


8

1. Infrastruktur, antara lain berupa:


a. Jalanan, beton cor yang memiliki ketebalan 25 Cm,
dengan rincian, jalan utama 32-56 m ROW (Right Of
Way), dan jalan sekunder 15-24 m ROW (Right Of
Way).
b. Drainase, beton dengan sistem terbuka.
c. Listrik, disuplai oleh PT.PLN dengan kapasitas >
500MVA, terpakai 196 MVA, dan jaringan kabel
dibawah tanah.
d. Air Bersih, disuplai oleh PT. Mult Tirta Mandiri,
perusahaan yang dimiliki oleh PT. Modernland Realty,
Tbk dengan kapasitas 1.296,00 m3/bulan dan terpakai
259,200 m3/bulan.
e. Gas alam, disuplai oleh PT. BBG (Bayu Buana
Gemilang).
f. Telekomunikasi, disuplai oleh PT.Telkom Indonesia,
Tbk dengan kapasitas 5,000 SST dan terpakai 4,000
SST.
g. Internet, disuplai oleh PT. Telkom Indonesia, Tbk dan
PT. Indosat, Tbk

2. Fasilitas Pendukung, antara lain berupa ;


a. Perumahan untuk pekerja pabrik, berjarak kira-kira 4,5
km diluar Kawasan Modern Cikande dimana 6.000 unit
rumah telah dibangun.
b. Pemadam Kebakaran, merupakan fasilitas sangat
penting dalam sebuah kawasan industri untuk
memberikan rasa aman dari ancaman bahaya
kebakaran.
c. Poliklinik 24 Jam, fasilitas kesehatan di kawasan
industri ini beroperasi 24 jam sehingga bisa
memberikan layanan cepat tanggap jika ada karyawan
pabrik atau pengunjung yang membutuhkan layanan
kesehatan.
d. Kantor Pos
e. Telepon Umum
f. Kantor Polisi, lingkungan yang aman merupakan salah
satu faktor dalam memilih sebuah kawasan industri.
Oleh sebab itu, kawasan industri Modern Cikande
dilengkapi dengan fasilitas kantor polisi sehingga
mengurangi risiko tindak kejahatan.

3. Fasilitas Komersial antara lain berupa ;


a. Bank, Kawasan Industri Modern Cikande menawarkan
banyak kemudahan kepada para penghuni dan
pengunjungnya seperti fasilitas perbankan.
8

b. Restoran, Pengunjung dan pekerja dapat menikmati


berbagai pilihan rumah makan yang sesuai dengan
selera makan mereka.
c. Ruko, Kawasa Modern Cikande menyediakan fasilitas
komersial yang lengkap bagi para penghuninya seperti
kawasan ruko yang berjarak dekat dari pintu gerbang.
d. Minimarket, tanpa perlu keluar kawasan penghuni dan
pengunjung dapat menemukan kebutuhan sehari-hari
mereka yang letaknya dekat dengan pintu gerbang
Modern Cikande.

4.1.4.1 Visi dan Misi Kawasan Industri Modern

Cikande Visi Kawasan Industri Modern

Cikande:

“Menjadi salah satu kawasan lahan industri terbaik di

kawasan barat Jakarta yang dilengkapi dengan infrastruktur

berkualitas dan fasilitas-fasilitas pendukung serta pengaturan

kawasan yang terencana dengan sangat baik.”

Misi Kawasan Industri Modern Cikande:


1. Untuk mendukung program pemerintah dalam

menciptakan industri ramah lingkungan dengan

mendirikan dan mengelola sebuah kawasan dengan

lahan industri sebagai lokasinya.

2. Untuk mendukung rencana pemerintah dalam

mengundang investor lokal dan asing dengan

mendirikan sebuah infrastruktur industri yang

terintegrasi dengan baik. Tidak hanya membangun

kawasan industri yang berkualitas baik di kawasan

Serang Timur, namun juga menciptakan lapangan

pekerjaan bagi warga sekitar.


8

Gambar 4.3
Peta Lokasi Kawasan Industri Modern Cikande

Sumber : www.modern-cikande.co.id

4.2 Deskripsi Data

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data

yang telah dipaparkan dari hasil penelitian. Data ini didapat dari hasil

penelitian dengan menggunakan teknik data kualitatif. Dalam penelitian

ini, penelitian mengenai Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri

Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang, peneliti menggunakan

konsep peran organisasi sektor publik menurut Jones (1993) dalam

Mahsun (2006:8) dan konsep pengendalian lingkungan hidup yang

mengacu pada Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua konsep tersebut memberikan


8

gambaran yang berguna atas komponen-komponen penting yang harus

diperhatikan dan dipertimbangkan oleh seluruh pemangku kepentingan

yang terlibat dalam sebuah pembangunan ekonomi nasional agar dalam

pelaksanaannya tetap berpedoman pada prinsip pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pada dasarnya organisasi sektor publik dapat diartikan sebagai

segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan umum, sebagai

penyelenggara pelayanan publik baik pemerintah pusat maupun daerah

bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada

masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Sebagai

sebuah lembaga organisasi publik yang dalam hal ini peneliti lebih

menfokuskan lembaga organisasi sektor publik di sektor lingkungan hidup

tentunya memegang peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan

pembangunan ekonomi nasional yang tentunya juga harus menitikberatkan

pada upaya pengelolaan, perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup,

jadi tidak hanya berfokus bagaimana membangun sebuah kegiatan usaha

yang nantinya akan menghasilkan manfaat (keuntungan) akan tetapi juga

berfokus bagaimana mengantisipasi dan mengendalikan dampak

lingkungan yang akan ditimbulkan dari kegiatan usaha dengan cara

mencegah terjadinya dampak pencemaran lingkungan akibat limbah

industri yang dihasilkan dari kegiatan produksi serta memulihkan kembali

kondisi kualitas lingkungan yang telah tercemar seperti pada keadaan

semula. Oleh sebab itu, menurut peneliti hal tersebut dapat dilakukan
8

dengan mengoptimalkan peran Dinas Lingkungan Hidup dalam 3 hal

utama yaitu pertama berkenaan dengan Regulatory Role (perencana

kebijakan) yang dalam hal ini erat kaitannya dengan penerapan fungsi

manajemen yaitu Perencanaan (Planning), kedua Enabling Role

(pelaksana kebijakan) yang dalam hal ini erat kaitannya dengan penerapan

fungsi manajemen yaitu Pelaksanaan (Actuating) dan ketiga Directing

Role (Pengawas Kebijakan ) yang dalam hal ini erat kaitannya dengan

penerapan fungsi manajemen yaitu Pengawasan (Controlling). Disamping

menitikberatkan pada 3 hal utama tersebut yang merupakan penerapan dari

beberapa fungsi manajemen tadi, upaya lainnya juga dapat ditempuh

menurut peneliti dengan menggunakaan konsep pengendalian lingkungan

hidup menurut Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana didalamnya disebutkan

bahwa upaya pengendalian lingkungan hidup daapat dilakukan dengan 3

upaya yang terdiri dari upaya pencegahan, penanggulangan, dan

pemulihan.

Jenis dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ni adalah

pendekatan kualitatif, maka data yang diperoleh peneliti bersifat

dekskriptif yang berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara, hasil

observasi lapangan serta data atau hasil dokumentasi lainnya. Kata-kata

dan tindakan infroman merupakan sumber utama dalam penelitian

kualitatif. Sumber data dari informan dicatat dengan menggunakan alat

tulis dan direkam melalui handphone sebagai sarana pendukung yang


8

peneliti gunakan dalam penelitian ini. Sumber data sekunder yang

diperoleh peneliti berupa dokumentasi seperti dokumen-dokumen Rencana

Strategis Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2017,

Rencana Kerja Seksi Pengawasan Tahun 2016, Rencana Kerja Seksi

Penaggulangan Tahun 2017, Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2014-2016, Daftar

Pengaduan Lingkungan Tahun 2014-2016, Profil Kabupaten Serang dalam

Angka 2016, Profil Kecamatan Kibin, Jumlah perusahaan di Kabupaten

Serang per Oktober 2016, Jadwal Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan

Tahun 2017, dan dokumen-dokumen lainnya yang mendukung sebagai

data sekunder dalam penelitian ini. Selain itu bentuk data lainnya berupa

foto-foto lapangan dimana foto-foto tersebut merupakan foto kegiatan

yang berhubungan dengan bentuk pencemaran lingkungan yang terjadi

dari keberadaan Kawasan Industri Modern dan upaya perbaikan

lingkungan yang selama ini telah diupayakan oleh para pelaku usaha

berkat arahan dan petunjuk dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui

wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian dilakukan reduksi data

untuk mendapatkan tema dan polanya serta diberi kode-kode pada aspek

tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan dengan

pembahasan permasalahan penelitian serta dilakukan kategorisasi data.

Dalam menyusun jawaban penelitian, untuk mempermudah peneliti dalam


8

melakukan reduksi data maka peneliti memberikan kode pada aspek-aspek

tertentu yaitu:

a. Kode Q menunjukkan daftar pertanyaan

b. Kode Q1, Q2, Q3, Q4 dan seterusnya menunjukkan daftar urutan

pertanyaan

c. Kode I menunjukkan informan

d. Kode I1-1, I1-2, I1-3, I1-4, I1-5 menunjukkan daftar urutan informan

dari kategori instansi pemerintah.

e. Kode I2-1, I2-2, I2-3, I2-4 menunjukkan daftar urutan informan dari

kategori pihak industri (swasta).

f. Kode I3-n menunjukkan daftar urutan informan dari kategori

tokoh masyarakat .

g. Kode I4-n menunjukkan daftar urutan informan dari kategori

masyarakat.

Setelah pembuatan koding pada tahap reduksi data, langkah

selanjutnya adalah penyajian data yang dimaksudkan agar lebih

mempermudah peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau

bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Data-data tersebut tersebut

kemudian dipilih-pilih dan disisikan untuk disortir menurut kelompoknya

dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk ditampilkan agar

selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-

kesimpulan sementara yang diperoleh pada saat data direduksi. Selanjutnya

untuk memperoleh data yang kredibel kemudian dilakukan pengujian


8

dengan teknik triangulasi dan member check yaitu proses check and recheck

antara sumber data yang satu dengan sumber data lainnya. Setelah semua

proses analisis data telah selesai dilakukan oleh peneliti maka langkah

selanjutnya dapat dilakukan penyimpulan akhir. Kesimpulan akhir dapat

diambil ketika peneliti telah merasa bahwa data yang diperoleh peneliti

telah bersifat kredibel dan sudah jenuh.

4.2.2 Data Informan

Pada penelitian mengenai Peran Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan

Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang adapun yang

menjadi informan-informan yang peneliti tentukan dalam penelitian ini

merupakan orang-orang yang menurut peneliti paling mengetahui informasi

dan data yang dibutuhkan dalam penyusunan penelitian ini.

Informan dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah yang

dalam hal ini diwakili oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

sebagai Organisasi Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan pemerintah

daerah di bidang lingkungan hidup yang juga sebagai perencana kebijakan,

penyelenggara kebijakan, dan pengawas kebijakan di bidang pengelolaan

lingkungan hidup, serta pihak lainnya yang memahami terhadap

permasalahan mengenai Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

dalam Upaya Pengendalian Dampak Pencemaran dari keberadaan Kawasan

Industri Modern yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah

Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang (Mantan Kepala


8

Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang Periode 2008-2016), Kepala Bidang Pencegahan

Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, Kepala

Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang, Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, Kepala Seksi Penanganan Kasus

Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang. Pihak lainnya

yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah para penanggungjawab

pengelola lingkungan beberapa industri yang bermasalah yang menjadi

objek kegiatan pengawasan yang diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Serang pada kawasan industri Modern diantaranya

penanggungjawab pengelola lingkungan PT. Bahari Makmur Sejati,

penanggungjawab pengelola lingkungan PT. Boo Young Indonesia, dan

penanggungjawab pengelola lingkungan PT. Sunjin HJ termasuk

penanggungjawab pengelola lingkungan pihak kawasan modern yaitu

penanggungjawab pengelola lingkungan PT. Modern Industrial Estate.

Kemudian informan lainnya juga berasal dari Tokoh masyarakat dan

masyarakat Desa Barengkok dan Desa Cijeruk sebagai Desa yang letaknya

bedekatan dengan kawasan industri Modern dan terkena dampak dari

adanya pembangunan kawasan industri Modern. Adapun informan-informan

pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:


8

Tabel 4.6
Informan Penelitian

No Informan Status Informan Jenis Usia Kode


Kelamin Informan
Instansi Pemerintahan
1. H.E Kustaman, ST Sekretaris Dinas Lingkungan Laki-Laki 55 Tahun I1-1
Hidup Kabupaten Serang
(Mantan Kepala Bidang
Pengendalian Dampak
Lingkungan Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang
Periode 2008-2016)
2. Ayi Syamsul Hidayat Kepala Seksi Pengawasan Laki-Laki 48 Tahun I1-2
Lingkungan Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang.
3. Wahyu Hidayat. YP, Kepala Seksi Penanggulangan Laki-Laki 38 Tahun I1-3
ST Pencemaran Lingkungan Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang.
4. Lili Amaliawati, ST Kepala Seksi Penanganan Kasus Perempuan 50 Tahun I1-4
Lingkungan Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang.
5. Ir.Yani Setyamaulida Kepala Bidang Pencegahan Laki-Laki 49 Tahun I1-5
Dampak Lingkungan Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang.

Industri (Swasta)
6. Fauzi Adi Wirotomo Estate Unit Head PT. Modern Laki-Laki 26 Tahun I2-1
Industrial Estate (Pengelola
Kawasan)
7. R.N Abdu Manajer Umum PT. Bahari Laki-Laki 49 Tahun I2-2
Makmur Sejati
8. Atik Rohayati Manajer HRD & General Affair Perempuan 36 Tahun I2-3
PT. Boo Young Indonesia
9. Apip Suparan Manajer HRD & General Affair Laki-Laki 50 Tahun I2-4
PT. Sunjin HJ
Tokoh Masyarakat
10. H. Jainuddin Tokoh Masyarakat Desa Laki-Laki 50 Tahun I3-1
Barengkok
11. Rosihin Tokoh Masyarakat Desa Cijeruk Laki-Laki 38 Tahun I3-2
Masyarakat
14. Lia Purnamasari Masyarakat Kampung Sadang Perempuan 27 Tahun I4-1
15. Ati Wardani Masyarakat Kampung Ciajeng Perempuan 35 Tahun I4-2
Sumber: Peneliti, 2017
9

Berdasarkan tabel diatas peneliti mencukupkan yang menjadi informan

dalam penelitian ini hanya pada orang-orang atau kelompok-kelompok yang telah

tercantum di atas dengan pertimbangan karena berdasarkan proses pengumpulan

data berlangsung baik melalui kegiatan observasi, wawancara, dan studi

dokumentasi data yang diperoleh oleh peneliti telah bersifat jenuh dan telah

menghasilkan kesimpulan yang kredibel dengan didukung oleh data yang valid

dan konsisten yang ditemukan kembali oleh peneliti sehingga peneliti tidak lagi

menambah daftar informan dalam penelitian ini.

4.3 Temuan Lapangan

Data lapangan dalam penelitian ini merupakan data dan fakta yang peneliti

dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti

gunakan yaitu Konsep Peran Organisasi Sektor Publik menurut Jones (1993)

dalam Mahsun (2006:8) dan Konsep Pengendalian Menurut Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup. Pada dasarnya upaya pengendalian dampak lingkungan yang selama ini

telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berfokus pada

upaya pengawasan lingkungan, upaya penanggulangan pencemaran lingkungan,

dan upaya penanganan kasus lingkungan, meskipun dalam pelaksanaannya

memang tidak terlepas dari kendala yang menghambat pelaksanaan tugas di

bidang pengendalian dampak lingkungan baik hambatan yang berasal dari sisi

internal maupun hambatan dari sisi eksternal, namun selama ini Dinas

Lingkungan Hidup selalu berupaya dengan melakukan pelaksanaan tugas dengan

sebaik-baiknya agar dapat mengatasi hambatan tersebut.


9

Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan pembahasan yang

didasarkan pada temuan lapangan, maka peneliti akan menjelaskan data lapangan

berdasarkan pada rumusan masalah yang telah tercantum pada bab sebelumnya

yang kemudian digabungkan dengan indikator-indikator teori yang peneliti

gunakan sebagai berikut:

4.3.1 Bentuk Pengendalian Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten


Serang terhadap Dampak Pencemaran Kawasan Industri
Modern

Dalam melaksanakan tindakan pengendalian terhadap dampak

pencemaran dari keberadaan suatu kawasan industri dapat dilihat dari

mulai tahap perencanaan yang berkaitan dengan perencanaan program dan

kegiatan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan,

tahap pelaksanaan yang erat kaitannya dengan upaya pencegahan,

penanggulangan, dan pemulihan, hingga pada tahap pengawasan terhadap

pelaksanaan program dan kegiatan pengendalian yang telah disusun baik

secara strategis maupun secara teknis di lapangan. Oleh karena itu bentuk

pengendalian yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang terhadap dampak pencemaran dari keberadaan kawasan industri

Modern dapat dilihat berdasarkan 6 indikator yang akan dipaparkan oleh

peneliti sebagai berikut:

1. Regulatoy Role (Perencana Kebijakan)

Pada Indikator ini merupakan penerapan salah satu fungsi

manajemen yaitu fungsi perencanaan (Planning) dimana pada tahap

ini merupakan suatu tahapan yang sangat penting bagi


9

keberlangsungan organisasi karena berkaitan erat dengan penetapan

tujuan yang ingin dicapai oleh setiap organisasi.

Fungsi perencanaan meliputi serangkaian keputusan-keputusan

termasuk penentuan-penentuan tujuan, kebijaksanaan, membuat

program-program, menentukan metode dan prosedur serta

menetapkan jadwal waktu pelaksanaan. Dalam melakukan

perencanaan dan menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan

pengendalian dampak lingkungan Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang mengacu pada Rencana Strategis Kabupaten

Serang yang menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis

bagi setiap Organisasi Perangkat Daerah disesuaikan dengan tugas dan

kewenangannya masing-masing yang nantinya akan dijabarkan

kedalam Program dan Kegiatan di masing-masing bidang yang

kemudian akan dirancang Rencana Kerja pada tiap-tiap seksi. Seperti

yang dipaparkan oleh I1-1 sebagai berikut:

“Penyusunan program dan kebijakan pengendalian dampak


lingkungan itu didasarkan pada Rencana Strategis Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dimana Rencana Strategis
Satuan Kerja Perangkat Daerah tersebut merupakan
penjabaran dari Rencana Strategis Kabupaten yang menjadi
pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menegah Daerah (RPJMD) untuk kurun waktu 5 tahun
kedepan, dari situlah muncul target-target pencapaian kinerja
kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang disusun oleh
Dinas Lingkungan Hidup. Titik berat pencapaian kinerja
pengelolaan lingkungan hidup disimpulkan dalam bentuk
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Daerah (IKLHD) yang
merupakan perpaduan antara indeks tutupan lahan, indeks
pencemaran air, dan indeks pencemaran udara dengan ukuran
pencapaian angka dalam IKLHD tersebut yang kemudian
dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan, diantaranya
9

program pengendalian dampak lingkungan”. (Wawancara di


Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
29 Maret 2017pukul 08.38 WIB.

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1 dapat

diketahui bahwa dalam menyusun program dan kebijakan di bidang

pengendalian dampak lingkungan awalnya bersumber dari Rencana

Strategis Kabupaten Serang yang kemudian barulah dijabarkan

kedalam Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah, dari

situlah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang membuat target-

target pencapaian kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang

didasarkan pada Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Daerah (IKLHD)

yang merupakan perpaduan antara indeks tutupan lahan, indeks

pencemaran air, dan indeks pencemaran udara.

Selain berpedoman pada Rencana Strategis Kabupaten Serang

dan Rencana Strategis Dinas, penyusunan program dan kebijakan juga

bersumber dari Dokumen Pelaksanaan Anggara (DPA) seperti yang

dipaparkan oleh I1-2 sebagai berikut:

“Pada prinsipnya kebijakan dan kegiatan pengawasan itu


salah satunya bersumber dari Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) yang kemudian dijabarkan menjadi Rencana
Kerja Seksi, dari situlah nantinya akan dijabarkan maksud dan
tujuan yang ingin dicapai dan upaya apa saja yang harus
dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut,
termasuk didalamnya membuat rencana operasional kegiatan
pengawasan pelaksanaan kebijakan yang berisikan indikator
sasaran kegiatan usaha yang harus dapat terawasi setiap
tahunnya, indikator kegiatan dengan rincian perjalanan dinas,
pencapaian target kegiatan yang dijabarkan dalam bentuk
persentase, membuat teknis pelaksanaan di lapangan seperti
pembuatan format surat tugas, format berita acara hasil
pengawasan, format tindak lanjut monitoring, termasuk format
9

penyampaian reward dan punishment kepada pelaku usaha


melalui surat dan tindak lapangan yang berasal dari hasil
pelaksanaan monitoring dan pengawasan di lapangan,
termasuk didalamnya disusun rencana kegiatan evaluasi yang
dilakukan secara internal dan menyusun laporan yang terdiri
dari laporan bulanan, triwulan, semesteran dalam tahun
anggaran berjalan serta laporan akhir setelah selesai
kegiatan”. (Wawancara di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 08.19 WIB).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-2 dapat

diketahui bahwa penyusunan kebijakan dan kegiatan pada seksi

pengawasan bersumber dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)

yang kemudian dijabarkan kedalam Rencana Kerja Seksi yang

didalamnya antara lain memuat maksud dan tujuan yang ingin dicapai

melalui pembuatan rencana operasional kegiatan pengawasan teknis di

lapangan, pencapaian target kegiatan pengawasan yang dijabarkan

dalam bentuk persentase, target kegiatan usaha yang dapat terawasi

untuk setiap tahunnya, hingga pada pembuatan rencana kegiatan

evaluasi secara internal dan penyampaian laporan hasil pengawasan

yang dijadikan sebagai bahan koreksi terhadap pelaksanaan kegiatan

pengawasan di lapangan untuk mengetahui kelemahan dan

kekurangan dalam pelaksanaan tugas pengawasan untuk selanjutnya

dilakukan peningkatan terhadap kualitas kegiatan pengawasan, serta

tak lupa juga dibuat jadwal pelaksanaan kegiatan pengawasan untuk

setiap satu tahun yang dijadikan sebagai acuan dasar dalam

melaksanakan kegiatan pengawasan yang dapat terlihat pada gambar

dibawah ini:
9

Gambar 4.4 Jadwal Pengawasan Terhadap Kegiatan Usaha di Kabupaten


Serang pada Tahun 2014

Sumber : Rencana Kerja Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas


Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2014
9

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa jadwal

pelaksanaan kegiatan pengawasan telah dibuat untuk selama satu

tahun kedepan yang kemudian dibagi per setiap bulan disesuaikan

dengan radius atau jarak lokasi dari keberadaan kegiatan usaha yang

dibagi kedalam 3 kategori yaitu 5-20 km, 20-30 km, dan diatas 30 km.

Dari gambar ditas juga dapat diketahui bahwa tidak hanya kegiatan

industri saja yang menjadi objek dari pengawasan tetapi juga kegiatan

perhotelan, perternakan, penambangan, dan rumah sakit juga tak luput

dari kegiatan pengawasan.

Hal senada juga disampaikan oleh I1-3 yang menyatakan bahwa :

“Untuk perencanaan kebijakan dan program yang kami susun


didasarkan pada Rencana Strategis Dinas Lingkungan Hidup
dan mengacu pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
yang kemudian dijabarkan kedalam Rencana Kerja Seksi, dan
dari situlah kami menyusun program dan kebijakan dengan
rencana kegiatan yang berkenaan dengan upaya menurunkan
tingkat pencemaran lingkungan rata-rata per tahun sebesar
5% dan menurunkan target kerusakan lingkungan rata-rata
per tahun sebesar 7% serta berkurangnya tingkat pelanggaran
pelaku usaha yang mencemari lingkungan menjadi 20%”.
(Wawancara di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-3 dapat

diketahui bahwa dalam menyusun Rencana Kerja Seksi

Penanggulangan Dampak Lingkungan juga bersumber pada Rencana

Strategis Dinas Lingkungan Hidup dan Dokumen Pelaksanaan

Anggaran (DPA) yang didalamnya memuat rencana kegiatan yang

berkenaan dengan upaya menurunkan tingkat pencemaran dan

kerusakan lingkungan serta berkurangnya tingkat pelanggaran yang


9

dilakukan oleh para pelaku usaha, selain itu juga didalamnya memuat

jadwal kegiatan pemantauan terhadap kualitas lingkungan seperti yang

terlihat pada gambar berikut:

Gambar 4.5
Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Pemantauan Kualitas Lingkungan Pada
Tahun 2017

Sumber : Rencana Kerja Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan


Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2017
9

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa jadwal

pemantauan terhadap kualitas lingkungan ditunjukkan untuk ketujuh

titik sungai yang berada di Kabupaten Serang serta udara (ambient)

untuk wilayah Serang Timur dan Serang Barat yang pelaksanaannya

dibuat untuk selama satu tahun kedepan yang memuat tanggal-tanggal

pemantauan untuk setiap bulannya dan terbagi atas 4 triwulan untuk

memudahkan dalam pembuatan laporan.

Dalam menyusun program dan kebijakan di bidang

pengendalian dampak lingkungan dibutuhkan beberapa masukan serta

saran dari berbagai pihak yang terlibat sebagai pelaku pembangunan

daerah diantaranya masukan dari beberapa kegiatan usaha dan

masyarakat. Penyampaian saran dan masukan dapat dilakukan

masyarakat melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan

Daerah yang dilakukan melalui tahapan Musyawarah Perencanaan

Pembangunan tingkat Desa, lalu Musyawarah Perencanaan

Pembangunan tingkat Kecamatan hingga Musrembang Tingkat

Daerah yang dikoordinir oleh Badan Perencana Pembangunan Daerah

(BAPPEDA). Sedangkan untuk penyampaian masukan dan saran dari

kegiatan usaha dapat disampaikan langsung kepada Dinas Lingkungan

Hidup, dengan adanya masukan serta saran yang disampaikan oleh

kegiatan usaha dan masyarakat diharapkan dapat menjadi acuan bagi

Dinas Lingkungan Hidup dalam menyusun program dan kebijakan di

bidang pengendalian dampak lingkungan agar program dan kebijakan


9

yang disusun dapat tepat sasaran dan mampu mengakomodir

keinginan berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pembangunan

namun tetap disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia

dan skala prioritas Dinas Lingkungan Hidup. Hal tersebut juga

disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut:

“Penyusunan program tadi dilakukan melalui tahapan


perencanaan sebagaimana yang dikoordinir oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) yang
dilakukan melalui tahapan Musrembang Desa, kemudian
Musrembang Kecamatan dan Musrembang Daerah yang juga
dihadiri oleh Forum Organisasi Perangkat Daerah dalam
meyusun Rencana Kerja Tahunan sehingga dengan demikian
semua sasaran dan masukan serta keinginan semua pihak
telah terakomodir didalam program dan kegiatan yang
disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia serta
dikualifikasikan berdasarkan skala proritas”. (Wawancara di
Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Berdasarkan wawancara dengan I1-1 dapat diketahui bahwa

penyusunan program dan kebijakan pengendalian lingkungan

dilakukan melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan

Daerah yang dikoordinir oleh Badan Perencaanaan Pembangunan

Daerah (BAPPEDA) dengan harapan kegiatan tersebut dapat

mengakomodir masukan dan keinginan dari berbagai pihak. Tetapi

selain menerima masukan dan saran dari kegiatan Musyawarah

Perencanaan Pembangunan, Dinas Lingkungan Hidup juga sangat

terbuka apabila memperoleh saran dan masukan secara langsung baik

dari masyarakat maupun dari kegiatan usaha sebagaimana yang

disampaikan oleh I1-2 sebagai berikut:


10

“Untuk masukan sendiri dalam penyusunan kebijakan dann


kegiatan pengawasan selama ini kami sangat terbuka baik dari
pihak industri atau masyarakat, namun sampai saat ini
masukan dari masyarakat memang belum pernah kami terima,
kemudian untuk masukan dari pelaku usaha utamanya
berkenaan dengan penyusunan Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan (PROPER)”.(Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017
pukul 08.19 WIB).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-2 dapat

diketahui bahwa selama ini seksi pengawasan lingkungan selalu

terbuka untuk menerima masukan langsung baik masukan dari

kegiatan industri maupun masyarakat yang nantinya dapat dijadikan

sebagai bahan koreksi pelaksanaan tugas sebelumnya dan dapat

meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas kedepannya serta dapat

menjadi bahan dalam melakukan kegiatan pengawasan di lapangan.

Hal senada juga disampaikan oleh I1-3 sebagai berikut:

“Untuk keterlibatan pihak lain paling terdapat masukan dari


masyarakat yang kami terima pada saat Musrembang Desa
dan Musrembang Kecamatan, salah satunya masukan yang
kami terima berkenaan dengan target-target atau titik-titik
pengambilan sampel sungai dan udara”. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-3 diketahui bahwa

Seksi Penanggulangan Dampak Lingkungan pernah menerima

masukan dari masyarakat berkenaan dengan titik-titik pengambilan

sampel terhadap kualitas sungai dan udara yang disampaikan melalui

kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa.


10

Selain menerima masukan berkenaan dengan titik-titik

pengambilan sampel sungai yang disampaikan masyarakat, Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang juga menerima aduan mengenai

kasus lingkungan yang terjadi dan biasanya masyarakat

menyampaikannya dibantu dengan kelompok Lembaga Swadaya

Mayarakat (LSM) seperti yang disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut :

“Untuk masukan-masukan ada yang berasal dari Musrembang


Desa dimana masyarakat mengeluhkan akan adanya kasus
lingkungan yang terjadi di sekitar tempat tinggal mereka yang
kemudian disampaikan ke pihak Desa untuk kemudian
penyampaian informasi tersebut sampai pada kami dibantu
dengan pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk
menyampaikannya”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan
Hidup, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-4 dapat

diketahui bahwa selama ini seksi penanganan kasus memperoleh

pengaduan kasus lingkungan lebih banyak disampaikan oleh

kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat baik secara tertulis berupa

surat maupun media cetak atau bahkan langsung datang ke kantor

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.

Sebagai pelaku usaha yang juga terlibat dalam kegiatan

pembangunan, para industri yang berada pada lingkup kawasan

Modern pun tak lepas memberikan masukan dan saran kepada pihak

Dinas Lingkungan Hidup terutama berkaitan dengan urusan

pengelolaan dan penanganan limbah dari kegiatan industri dan

meminta pengarahan terutama bagi industri-industri yang belum


10

memiliki dokumen lingkungan, hal tersebut disampaikan oleh I2-1

sebagai berikut :

“Untuk masukan, pernah waktu itu dari pihak kawasan


memberikan masukan kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup
(DLH) dengan mengundang pihak Dinas Lingkungan Hidup
(DLH) agar mengarahkan kami dalam penanganan limbah
dan meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) agar
memberikan arahan kepada industri-industri yang berada
pada kawasan Modern yang belum memiliki dokumen
lingkungan”. (Wawancara di kantor PT. Modern Industrial
Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).

Namun memang lebih banyak industri memberikan masukan

dengan menaruh harapan kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup agar

dapat memberikan pengarahan dan penegasan kepada pihak pengelola

kawasan Modern untuk segera menyediakan dan membangun Instalasi

Pengelolaan Limbah sehingga nantinya pihak pengelola kawasan

Modern tidak hanya berfokus pada perluasan lokasi kawasan dengan

hanya menyediakan kavling saja tetapi juga berfokus pada upaya

pengelolan dan perlindungan lingkungan hidup dengan penyediaan

Instalasi Pengelololaan Limbah Khusus Kawasan terutama diharapkan

untuk segera dibangunnya Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).

Hal tersebut disampaikan oleh I2-2 sebagai berikut :

“Untuk masukan pernah waktu itu kami memberikan masukan


kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) agar mengarahkan
pihak kawasan Modern agar membangun Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Terpadu khusus kawasan
Modern. Jadi nantinya seluruh kegiatan industri terutama
industri penghasil limbah yang berada pada kawasan Modern
bisa saling berkoordinasi dalam pengelolaan limbah cair,
agar nantinya air limbah yang terbuang ke sungai kondisinya
lebih bersih, tidak menimbulkan pencemaran dan tidak
mengganggu kehidupan ekosistem makhluk hidup lainnya”.
10

(Wawancara di kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31


Maret 2017 pukul 13.50 WIB).

Hal serupa juga disampaikan oleh I2-3 sebagai berikut :

“Pernah memberikan masukan kepada Dinas Lingkungan


Hidup (DLH) terutama berkenaan dengan pengelolaan
lingkungan hidup seperti pengelolaan limbah karena memang
kawasan Modern sendiri belum menyediakan dan belum
memiliki Instalasi Pengelolaan Limbah. Oleh karena itu, kami
mengusulkan melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) agar
pihak kawasan membangun Instalasi Pengelolaan Limbah
Khusus Kawasan, meskipun saat ini memang industri-industri
penghasil limbah cair khususnya yang berada pada kawasan
Modern sudah memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah
masing-masing, namun alangkah lebih baiknya jika pihak
kawasan memiliki hal tersebut agar nantinya air limbah yang
dihasilkan dari industri-industri penghasil limbah cair lebih
tersaring lagi pembuangannya”. (Wawancara di kantor PT.
Boo Young, tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-2 dan I2-3,

dapat diketahui bahwa selama ini pihak industri menaruh harapan

akan peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang agar dapat

memberikan pengarahan kepada pihak pengelola kawasan untuk dapat

mewujudkan keinginan pihak industri yaitu agar pihak kawasan

Modern dapat membangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah Terpadu

Khusus Kawasan, meskipun saat ini memang setiap industri penghasil

limbah telah memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah masing-

masing disetiap industri, akan tetapi akan jauh lebih baik jika kawasan

sendiri juga memiliki hal tersebut dengan harapan jika hal tersebut

telah terbangun keluaran limbah cair yang dihasilkan kondisnya akan

jauh lebih baik, lebih jernih, dan tidak terkontaminasi oleh zat-zat
10

bahan kimia yang berbahaya sehingga tidak ada lagi pengaduan-

pengaduan dari masyarakat karena adanya pencemaran kualitas air.

Setelah mendengarkan segala aspirasi, saran, dan masukan

yang diberikan oleh seluruh pelaku pembangunan daerah maka

langkah selanjutnya adalah menentukan kebijakan, program dan

kegiatan pengendalian dampak lingkungan yang disesuaikan dengan

ketersediaan anggaran dan skala prioritas pembangunan daerah.

Kebijakan dan program yang disusun tersebut berlaku bagi seluruh

pelaku pembangunan daerah tanpa terkecuali sehingga pada

hakikatnya upaya pengelolaan lingkungan hidup harus

diselenggarakan oleh seluruh pihak. Hal tersebut disampaikan oleh I1-1

sebagai berikut :

“Program pengendalian pencemaran terdiri dari beberapa


kegiatan yang meliputi; pengawasan penaatan pengelolaan
lingkungan, sertifikasi pengelolaan lingkungan (bimbingan
teknis), kegiatan pengawasan intensif, kegiatan penanganan
industri bermasalah lingkungan, monitoring kualitas udara
dan kualitas air serta kegiatan penanganan kasus (penegakkan
hukum). Program dan kebijakan yang telah terususun tadi
juga tidak hanyak berlaku bagi industri tetapi juga berlaku
bagi seluruh pelaku pembangunan yang ada di Kabupaten
Serang jadi berlaku juga bagi masyarakat, kegiatan industri
termasuk juga pemerintah contoh seperti Rumah Sakit baik
milik Pemerintah Daerah maupun milik Swasta tetap menjadi
objek pengawasan dari kami, sehingga pada dasarnya
pengelolaan lingkungan itu memang harus diselenggarakan
oleh seluruh pihak”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017).

Berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan oleh I1-1, dapat

disimpulkan bahwa pada dasarnya pengelolaan lingkungan hidup

harus diselenggarakan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam upaya


10

pembangunan daerah, sehingga kebijakan dan program pengendalian

dampak lingkungan yang telah disusun tersebut tidak hanya dipatuhi

oleh kegiatan industri semata tetapi juga dipatuhi oleh seluruh

kegiatan usaha, masyarakat dan juga pemerintah. Program dan

kebijakan pengendalian dampak lingkungan yang disusun utamanya

berkenaan dengan pengawasan penaatan pengelolaan lingkungan,

sertifikasi pengelolaan lingkungan (bimbingan teknis), kegiatan

pengawasan intensif, kegiatan penanganan industri bermasalah

lingkungan, monitoring kualitas udara dan kualitas air serta kegiatan

penanganan kasus (penegakkan hukum).

Selanjutnya masing-masing seksi akan merincikan kembali

kegiatan yang akan disusun sesuai dengan kewenangan dan tugas

masing-masing yang disesuaikan dengan kebijakan dan program

utama pengendalian dampak lingkungan. Hal tersebut disampaikan

oleh I1-2 sebagai berikut :

“Program yang ada pada ruang lingkup pengawasan


berkenaan dengan pengawasan pelaksanaan kebijakan bidang
lingkungan hidup yang kami sesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku misalnya tentang
pengendalian air limbah, pengendalian udara, pengelolaan
limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun (B3) maupun
limbah Tidak Berbahan Berbahaya dan Beracun dan
kebijakan lainnya yang berada pada lingkup lingkungan hidup
pelaksanaannya kami awasi terutama bagi seluruh pelaku
pembangunan yang berada pada Kabupaten Serang.
Kebijakan dan program yang tadi telah disusun tidak hanya
berlaku kegiatan industri tetapi berlaku bagi semua pelaku
usaha di Kabupaten Serang termasuk peternakan,
pertambangan, pariwasata. Pelayanan kesehatan baik milik
Pemerintah Daerah maupun milik swasta, termasuk juga
pemerintah. Sehingga pengelolaan lingkungan harus
10

diselenggarakan oleh seluruh unsur pembangunan daerah”.


(Wawancara di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 08.18 WIB)
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-2 dapat

disimpulkan bahwa program dan kebijakan yang disusun oleh seksi

pengawasan utamanya bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan

pengelolaan limbah yang dilakukan oleh seluruh kegiatan usaha baik

limbah cair, gas, dan padat yang bersifat Berbahan Berbahaya dan

Beracun maupun yang bersifat Tidak Berbahan Berbahaya dan

Beracun yang pelaksaannya diawasi oleh Dinas Lingkungan Hidup

dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Selain itu pernyataan lain juga disampaikan oleh I 1-3 sebagai

berikut:

“Program dan kebijakan yang kami susun terutama yang


bertujuan untuk mendeteksi parameter media lingkungan,
menetapkan trend kondisi media lingkungan terutama sungai
dan udara ambient, mengendalikan kualitas lingkungan
terutama sungai dan udara ambient, dan mendeteksi parameter
pencemar pada lingkungan. Untuk kegiatannya meliputi;
pemantau sungai yang terdiri dari : Sungai Ciujung (Bendung
Pamarayan), Sungai Ciujung (Tirtayasa), Sungai Cidurian,
Sungai Cibereum, Sungai Cibanten, Sungai Cidanau, Sungai
Cikambuy, kemudian juga dilakukan pemantauan terhadap
udara ambient yang terdiri dari : udara ambient wilayah
Serang Barat, udara ambient wilayah Serang Timur serta
dilakukan pemantauan udara ambient (debu) 24 jam di wilayah
Serang Barat dan Serang Timur. Dan terakhir kegiatan kami
juga meliputi kegiatan monitoring yang dilakukan rutin setiap
tahunnya”. (Wawancara di Kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).
10

Berdasarkan pernyataan diatas yang disampaikan oleh I1-3

dapat disimpulkan bahwa program dan kebijakan yang disusun oleh

seksi penanggulangan pencemaran lingkungan utamanya bertujuan

untuk mendeteksi parameter media dan pencemar lingkungan serta

menetapkan trend kualitas media lingkungan dari waktu kewaktu

terutama terhadap ke tujuh titik sungai yang berada pada Kabupaten

Serang dan udara ambient wilayah Serang Timur dan Serang Barat

dengan melakukan pemantaun dan pengawasan serta kegiatan

monitoring setiap bulannnya sehingga dapat terkendalikan.

Pemaparan yang berbeda disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut:

“Program yang ada di seksi penanganan kasus berfokus pada


program dan kegiatan dalam penanganan permasalahan
lingkungan seperti pengaduan-pengaduan dari masyarakat
contoh: bau yang berasal dari kegiatan perusahaan, limbah
yang keluar yang tidak dikelola dengan baik oleh kegiatan
usaha, dan penanganan limbah Berbahan Berbahaya dan
Beracun yang belum sesuai dengan aturan. Selain program
yang kami susun tadi kami juga menangani kegiatan
penanganan intensif kegiatan usaha bermasalah lingkungan
yang didasarkan pada hasil pengawasan seksi pengawasan di
lapangan terhadap kegiatan usaha yang masih belum taat
kepada aturan yang berlaku”. (Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017
pukul 09.17 WIB).

Dari hasil wawancara diatas yang dikemukakan oleh I 1-4 dapat

diketahui bahwa program dan kebijakan yang disusun oleh seksi

penanganan kasus lingkungan utamanya bertujuan untuk menangani

aduan-aduan kasus lingkungan dari masyarakat dan penanganan

intensif usaha bermasalah lingkungan yang berasal dari pengaduan

masyarakat dan hasil pengawasan petugas di lapangan.


10

Selain program dan kebijakan pengendalian dampak

lingkungan yang telah disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup, sebagai

dukungan dalam mewujudkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan mayoritas industri pun menyusun program

pengendalian dampak lingkungan yang direncanakan sendiri dengan

tujuan dapat meminimalisir dampak lingkungan yang mungkin terjadi

dari keberadaan industri dan kegiatan produksi. Hal tersebut

disampaikan oleh disampaikan oleh I2-2 sebagai berikut:

“Program pengendalian yang kami susun antara lain berupa


pemantauan terhadap keluran limbah cair yang dilakukan
setiap bulan melalui pengujian sampel air limbah bekerjasama
dengan pihak ketiga yakni PT.Unilab Perdana, kemudian juga
dilakukan monitoring secara keseluruhan mulai dari
pemantauan udara, mesin-mesin yang mendatangkan polusi
kita lakukan pengecekan setiap per 6 bulan, serta membuat
laporan periodik per 3 bulan mengenai pengelolaan
lingkungan yang dilakukan perusahaan untuk kemudian kami
laporkan kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH)”.
(Wawancara di kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31
Maret 2017 pukul 13.50 WIB).

Hal yang senada juga disampaikan oleh I 2-4 yang menyatakan

sebagai berikut :

“Program pengendalian yang kami susun berkenaan dengan


upaya perbaikan sistem pengelolaan limbah terutama
pengelolaan limbah cair agar tetap sesuai dengan standar
baku mutu lingkungan yang ditetapkan malalui upaya
pengujian sampel air limbah yang dikeluarkan yang dilakukan
rutin setiap bulannya dan rutin kami laporkan kepada pihak
Dinas Lingkungan Hidup (DLH)”. (Wawancara di kantor PT.
Sunjin HJ, tanggal 31 Maret 2017 pukul 10.58 WIB).
10

Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 dan I2-4 dapat

disimpulkan bahwa program dan kebijakan pengendalian dampak

lingkungan yang telah disusun oleh kegiatan industri utamanya

berkenaan dengan upaya pada penaatan aturan-aturan yang berlaku di

bidang lingkungan hidup dengan cara memantau dan mengawasi

keluaran limbah yang dihasilkan agar tetap sesuai dengan standar

baku mutu lingkungan hidup yang ditetapkan sambil terus melakukan

upaya perbaikan sistem pada Instalasi Pengelolaan Limbah yang

dimiliki setiap industri, lalu dilakukan juga upaya pengujian terhadap

sampel limbah yang dikeluarkan baik limbah cair maupun udara setiap

bulannya bekerjasama dengan pihak ketiga yang kemudian hasilnya

dimasukkan pada laporan periodik per 3 bulan mengenai laporan

pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan pihak industri kepada

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.

2. Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)

Indikator Enabling Role (Pelaksana Kebijakan) dapat

dikatakan sebagai penerapan fungsi manajemen yaitu fungsi

pelaksanaan (actuating). Pada fungsi pelaksanaan ini lebih

menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan

orang-orang yang terlibat dalam sebuah organisasi, dengan adanya

fungsi ini diupayakan agar apa yang telah dibuat dalam sebuah proses

perencanaan dapat menjadi kenyataan melalui berbagai upaya yang

dilaksanakan secara optimal sehingga dapat terwujudnya tujuan dari


11

sebuah organisasi yang ingin dicapai. Fungsi ini juga dapat

memberikan pemahaman kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang mengenai pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian

dampak lingkungan yang telah disusun sebelumnya untuk mengetahui

sejauh mana pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian

dampak lingkungan di lapangan apakah telah berjalan dengan optimal

sesuai rencana dan harapan atau tidak. Sehingga dirasa perlu

disusunlah upaya-upaya tertentu agar pelaksanaan kebijakan dan

program pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan

perencanaan. Hal tersebut disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :

“Pelaksanaan program dan kebijakan tersebut selama ini


selalu diupayakan agar sesuai dengan perencanaan awal,
salah satu upaya yang ditempuh dengan membuat jadwal
pengawasan dan pemantauan terhadap objek yang diawasi
untuk setiap tahunnya meskipun didalam pelaksanaannya tidak
terlepas dari kendala dan hambatan yang yang berasal dari
segi internal maupun segi eksternal. Untuk memastikan bahwa
program dan kebijakan yang telah disusun tadi telah berjalan
dengan baik kami berupaya dengan upaya perencanaan
sebelum kegiatan dilakukan seperti kegiatan pengawasan dan
pemantauan terhadap kegiatan usaha sudah terjadwalkan
setiap tahunnya dan hal tersebut menjadi pedoman bagi kami
dalam melaksanakan kegiatan pengawasan untuk satu tahun
kedapan dan itu harus dapat terselesaikan sampai akhir
tahun”.(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh I1-3 yang menyatakan bahwa :

“Menurut saya sudah dapat dikatakan telah berjalan sesuai


dengan rencana dan harapan karena kami pun telah membuat
jadwal pemantauan untuk setiap bulannya yang kemudian
kami bagi menjadi 4 triwulan untuk memudahkan kami dalam
membuat laporan triwulan untuk satu tahunnya dan selama ini
kami melaksanakan pemantauan terhadap media lingkungan
mengacu pada jadwal yang telah dibuat dan sampai saat ini
11

masih tetap berjalan hingga akhir tahun”. (Wawancara di


kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I1-1 dan I1-3

diketahui bahwa selama ini pelaksanaan program dan kebijakan

pengendalian dampak lingkungan selalu diupayakan agar berjalan

sesuai dengan perencanaan awal salah satunya dengan membuat

jadwal pelaksanaan kegiatan untuk satu tahun yang nantinya hal

tersebut menjadi pedoman dalam melakukan kegiatan di lapangan.

Selain dilakukan pengawasan oleh Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang, untuk mengetahui sejauh mana dampak yang

ditimbulkan dari kegiatan produksi pihak industri juga melakukan

pemantauan terhadap kualitas lingkungan dan keluaran limbah yang

dihasilkan seperti yang dipaparkan oleh I2-1 sebagai berikut :

“Berdasarkan hasil pengujian terhadap kualitas udara


ambient dan kebisingan menunjukkan pada hasil yang sesuai
dengan Standar Baku Mutu Lingkungan Hidup, namun untuk
pengelolaan limbah cair sendiri karena memang kami belum
memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) kawasan
maka upaya kami dengan penekanan pada industri-industri
penghasil limbah cair yang berada pada kawasan Modern
agar berupaya hasil limbah cair yang dikeluarkan tetap
terjaga sesuai dengan Baku Mutu Lingkungan Hidup yang
berlaku”.(Wawancara di kantor PT. Modern Industrial Estate,
tanggal 14 April 2017 pukul 09.21 WIB).

Pernyataan yang senada juga diutarakan oleh I2-3 sebagai berikut :

“Setiap harinya kami rutin melakukan pengontrolan dan setiap


bulannya juga dilakukan pengujian dan dilaporkan kepada
Dinas Lingkungan Hidup (DLH), berdasarkan hasil pengujian
juga sesuai dengan standar Baku Mutu Lingkungan Hidup”.
(Wawancara di kantor PT. Boo Young Indonesia, tanggal 4
April 2017 pukul 08.16 WIB).
11

Berdasarkan pada pernyataan yang disampaikan oleh I2-1 dan I2-

3 dapat diketahui bahwa selama ini pihak industri melakukan

pengujian terhadap kualitas limbah yang dikeluarkan dan berdasarkan

hasil menunjukkan pada angka yang memenuhi standar baku mutu

lingkungan hidup dan hal tersebut menjadi patokan untuk pelaksanaan

pengelolaan lingkungan kedepannya yang dilaporkan kepada Dinas

Lingkungan Hidup. Sedangkan untuk mengendalikan kualitas limbah

cair yang dikeluarkan karena belum tersedianya Instalasi Pengelolaan

Air Limbah khusus kawasan maka pengelola kawasan Modern

mewajibkan bagi seluruh industri penghasil limbah cair agar

membangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah di masing-masing

industri seperti Instalasi Pengelolaan Air Limbah milik PT. Bahari

Makmur Sejati yang baru saja dibuat pada akhir tahun 2015 yang

terlihat pada gambar berikut :

Gambar 4.6
Instalasi Pengelolaan Air Limbah milik PT. Bahari Makmur Sejati
11

Sumber : Peneliti, 2017

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa Instalasi

Pengelolaan Limbah Cair terdiri dari beberapa bak penampung

dimana proses pengolahan limbah diawali dengan memompa air dari

baik penampungan kemudian diinjeksi dengan bahan kimia

ferrosulfat dan Poly Allumunium Chloride), kemudian dicampur

melalui static mixer supaya bercampur dengan baik kemudian air

baku yang teroksidasi dialirkan ke bak koagulasiflokulasi dengan

waktu tinggal sekitar 2 jam. Setelah itu air dari bak dipompa ke

saringan multimedia, saringan karbon aktif dan saringan penukar ion.

Hasil air olahan dimasukakan ke bak penampung untuk digunakan

kembali sebagai air pencucian.

(Sumber:http://ptwlk.blogspot.co.id/2015/05/manfaat-dan-instalasi-

pengolahan-air.html/diakses pada 27 Maret pukul 15.40 WIB).


11

Proses pengelolaan air limbah yang membutuhkan beberapa

tahapan tadi dimaksudkan agar dapat menyaring dan membersihkan

air yang sudah tercemar bahan kimia industri sehingga nantinya air

yang terbuang ke saluran air perusahaan kondisinya jernih, tidak

berbau dan tidak bercampur dengan zat-zat kimiawi seperti yang

peneliti lihat pada saluran akhir Instalasi Pengelolaan Air Limbah

milik PT. Bahari Makmur Sejati yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 4.7 Saluran Akhir Instalasi Pengelolaan Air Limbah milik


PT. Bahari Makmur Sejati

Sumber : Peneliti, 2017

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa setelah

melalui beberapa tahap penyaringan yang dijalankan oleh sistem pada

Instalasi Pengelolaan Air Limbah sehingga air limbah yang tadinya

kondisinya keruh setelah melalui tahapan penyaringan dapat berubah

menjadi jernih dengan harapan dilakukannya hal tersebut dapat

meminimalisir terjadinya pencemaran pada sungai-sungai yang

berdekatan dengan kawasan industri Modern.


11

Pada dasarnya untuk meningkatkan pemahaman kegiatan

industri akan pengelolaan lingkungan hidup maka setidaknya dalam

setahun Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang memberikan

beberapa program dan kegiatan bagi pihak industri terutama berkaitan

dengan upaya penanganan limbah dan sempat terdapat beberapa

perusahaan di kawasan Modern yang memperoleh kebijakan dari

Dinas Lingkungan Hidup serta Pemerintah Daerah Kabupaten Serang

dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Serang tentang

penutupan paksa Instalasi Pengelolaan Air Limbah seperti apa yang

disampaikan oleh I2-2 sebagai berikut :

“Untuk program yang diberikan Dinas Lingkungan Hidup


(DLH) untuk setiap tahunnya memang selalu ada, baik berupa
program pendidikan dan pelatihan untuk para operator
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) misalnya, kemudian
juga pernah diberikan penyuluhan teknis mengenai
penanganan lingkungan yang harus diselenggarakan oleh
pihak perusahaan, seperti kegiatan peenghijauan yang baru
saja dilakukan di pulau panjang dan kegiatan lainnya yang
setiap 3 bulan memang selalu diselenggarakan oleh pihak
Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Kalau untuk kebijakan dari
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) waktu itu sempat kami
memperoleh surat teguran yang merupakan Surat Keputusan
Bupati Serang untuk menutup saluran Instalasi Pengelolaan
Air Limbah (IPAL) perusahaan kami sampai kami bisa
memperbaiki kondisi Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
kami sesuai dengan aturan yang ditetapkan”. (Wawancara di
kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31 Maret 2017
pukul 13.50 WIB).

Hal yang serupa juga disampaikan oleh I2-4 sebagai berikut :

“Kalau untuk program yang sering kami terima yaitu


bentuknya berupa pembinaan yang didasarkan pada laporan
per triwulan mengenai hasil pengelolaan limbah yang kami
lakukan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga sering
memberikan masukan mengenai standar bahan kimia yang
11

dapat dilepas ke media lingkungan, kami pun sering


diikutsertakan dalam Bimbingan Teknis mengenai pengelolaan
lingkungan. Kalau untuk kebijakan yang pernah kami terima
perusahaan kami termasuk dari beberapa industri yang
memperoleh Surat Keputusan Bupati agar saluran Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL) milik perusahaan kami
ditutup sementara sampai ada pada upaya perbaikan”.
(Wawancara di kantor PT. Sunjin HJ, tanggal 31 Maret 2017
pukul 10.58 WIB).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-2 dan I2-4

dapat ditarik kesimpulan bahwa selama ini pihak industri dalam

setahunnya memperoleh program dan kegiatan yang diselenggarakan

oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang. Program dan

kegiatan tersebut antara lain berupa pendidikan dan pelatihan bagi

para operator Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), bimbingan

teknis mengenai pengelolaan lingkungan diantaranya bimbingan

teknis mengenai penanganan limbah industri dan penyediaan sumur

tadah hujan, dan kegiatan pembinaan yang didasarkan pada hasil

laporan pengelolaan lingkungan yang dilaporkan per 3 bulan serta

dilibatkan pula pada kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan seperti

kegiatan penghijauan di luar daerah.

Mayoritas industri yang menjadi informan dalam penelitian ini

pun semuanya pernah menerima kebijakan dari Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Serang dan Pemerintah Kabupaten Serang dengan

dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Serang tentang penutupan

paksa saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah milik beberapa

industri penghasil limbah cair di kawasan Modern secara sementara


11

sampai ada upaya perbaikan dan pengelolaan limbahnya benar dan

sesuai dengan aturan yang tertera pada Baku Mutu Lingkungan Hidup

yang telah ditetapkan.

Sedangkan program dan kegiatan pengendalian dampak

lingkungan yang ditunjukkan bagi masyarakat dirasa masih sangat

kurang dan minim, dimana selama ini masyarakat tidak pernah

merasakan akan adanya program dan kegiatan yang diberikan

langsung kepada masyarakat baik yang dilakukan oleh Dinas

Lingkungan Hidup maupun dari pihak industri. Hal tersebut

disampaikan oleh I3-1 sebagai berikut :

“Memang untuk program yang diberikan Dinas Lingkungan


Hidup saya sendiri belum pernah merasakan akan adanya
kegiatan sosialisasi bahayanya limbah Berbahan Berbahaya
dan Beracun misalnya saja itu belum pernah.kalau dari pihak
perusahaan paling bentuknya hanya berupa kompensasi saja
dalam bentuk sumbangan seperti menyumbang untuk
peringatan hari-hari besar islam dan pembangunan masjid”.
(Wawancara di kediaman informan di kampung Sadang Baru
Desa Barengkok, tanggal 31 Maret 2017 pukul 09.35 WIB).

Hal yang serupa juga disampaikan oleh I4-1 yang menyatakan bahwa :

“Selama menjadi warga disini, saya sendiri belum pernah


merasakan adanya program yang diberikan oleh Dinas
Lingkungan Hidup mengenai sosialisasi akan bahayanya
limbah atau bagaimana harus menyikapi keberadaan industri-
industri yang berdekatan dengan permukiman saja tidak
pernah, kalau untuk dari perusahaan paling bentuknya hanya
kompensasi saja seperti waktu itu pernah diberikan
kompensasi dari dampak kebisingan berbentuk uang yang
diberikan pihak desa tetapi pembagiannya kurang merata”.
(Wawancara di kediaman informan di kampung Sadang Desa
Barengkok, tanggal 31 Maret 2017 pukul 14.40 WIB).
11

Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 dan I4-1 diketahui

bahwa masyarakat yang bertempat tinggal dekat dengan kawasan

Modern selama ini belum pernah merasakan program atau kegiatan

yang diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan Hidup padahal

masyarakat sangat berharap akan adanya kegiatan terutama berkenaan

dengan kegiatan sosialiasi akan bahayanya limbah dan bagaimana

harus menyikapi keberadaan industri-industri yang lokasinya

berdekatan dengan permukiman warga. Sedangkan program atau

kegiatan yang selama ini diterima masyarakat yang diberikan oleh

pihak industri bentuknya hanya berupa kompensasi dalam bentuk

sumbangan uang yang ditunjukkan untuk peringatan hari-hari besar

islam dan ada juga yang diberikan kepada pihak desa namun

pembagiannya dirasa kurang merata.

Sebelum kegiatan usaha dapat beroperasi terdapat beberapa

kewajiban dan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi

dan dipatuhi oleh kegiatan usaha. Dalam konteks peraturan

lingkungan hidup, terdapat beberapa jenis dokumen dan izin

lingkungan yang harus dibuat oleh kegiatan usaha. Hal tersebut

disampaikan oleh I1-5 yang menyatakan sebagai berikut :

“Untuk dokumen dan izin lingkungan pada dasarnya


disesuaikan dengan jenis dan skala kegiatannya. Pada intinya
terdapat 3 jenis dokumen lingkungan yang disesuaikan dengan
skala kegiatannya yaitu dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan
Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup (SPPL). Jadi nantinya setiap kegiatan
11

usaha akan memiliki satu dokumen lingkungan saja diantara


ketiga dokumen tersebut, untuk legalitas aspek lingkungan
yang harus dimiliki oleh kegiatan usaha yaitu berupa dokumen
lingkungan, izin lingkungan, dan izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Untuk membedakan kegiatan
usaha yang wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup (SPPL) disesuaikan dengan jenis dan skala
kegiatan usahanya, dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) diperuntukkan bagi kegiatan usaha
yang skalanya besar, dan dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UKL-UPL) diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang
kegiatannya tidak terlalu menimbulkan dampak yang sangat
penting biasanya untuk kegiatan usaha yang skalanya sedang,
sedangkan untuk dokumen Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL)
diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang sederhana seperti
bengkel. Sedangkan untuk izin lingkungan diperuntukkan bagi
kegiatan usaha yang wajib Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-
UPL), sedangkan untuk kegiatan usaha yang wajib Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup (SPPL) tidak harus memiliki izin
lingkungan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I1-5 dapat

diketahui bahwa pada dasarnya untuk legalitas aspek lingkungan yang

harus dimiliki oleh setiap kegiatan usaha utamanya terdiri dari

dokumen lingkungan, izin lingkungan, dan izin perlindungan dan

pengelolaan lingkungan. Dokumen dan izin lingkungan yang harus

dimiliki bagi setiap kegiatan usaha itu disesuaikan dengan skala dan

jenis kegiatannya. Dokumen lingkungan terdiri atas 3 jenis yang

meliputi; Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan


12

(AMDAL) diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang skalanya besar

dan sangat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, dokumen

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan

Lingkungan Hidup (UKL-UPL) diperuntukkan bagi kegiatan usaha

skalanya sedang dan kegiatannya tidak terlalu menimbulkan dampak

yang amat penting, dan dokumen Surat Pernyataan Kesanggupan

Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) yang

diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang sederhana dan sifatnya pun

hanya sebatas pemberitahuan semata. Sedangkan untuk izin

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terdiri dari 3 jenis

izin yang meliputi; izin pembuangan limbah, izin pengelolaan limbah

Berbahan Berbahaya dan Beracun, dan izin dumping.

Dalam penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) lebih banyak ketentuan yang harus dipenuhi

dibanding dengan penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-

UPL), sedangkan untuk penyusunan dokumen Surat Pernyataan

Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup

(SPPL) sifatnya sangat sederhana karena hanya berupa surat

pernyataan seperti yang dipaparkan oleh I1-1 sebagai berikut :

“Pada dasarnya dokumen lingkungan diprosesnya di instansi


lingkungan hidup, untuk dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) memang lebih banyak memiliki
ketentuan dalam penyusunanya, dimana untuk menyusunnya
melibatkan komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) yang terdiri dari 3 unsur yaitu: sekretariat, tim
12

teknis dan anggota komisi. Penyusunan Analisis Mengenai


Dampak Lingkungan (AMDAL) dilakukan dalam 2 x penilaian
yang meliputi; rapat pertama yang membahas mengenai
kerangka acuan, dan rapat kedua akan dinilai mengenai
kedalaman isi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL). Dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL), bagi kegiatan usaha yang
bersangkutan wajib memiliki tim penyusun yang memiliki
sertifikat kompetensi penyusun Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) dan hal tersebut merupakan syarat
pokok dalam penyusunan AMDAL. Untuk mekanisme
penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan mekanisme penyusunan
dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
yang juga melibatkan 3 unsur komisi, namun yang
membedakannya hanya pada tidak adanya ketentuan
sertifikasi bagi tim penyusun dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UKL-UPL) untuk kegiatan usaha yang bersangkutan.
Penilaian terhadap dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
hanya dilakukan satu kali melalui rapat koordinasi untuk
menilai kedalaman isi dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UKL-UPL) yang nantinya akan dilakukan oleh petugas
pemeriksa dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang
disesuaikan dengan bobot dokumennya, sedangkan untuk
mekanisme penyusunan dokumen Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup (SPPL) tidak terlalu banyak ketentuan karena sifatnya
hanya berupa bentuk surat pernyataan yang diberikan untuk
kegiatan usaha kecil (mikro) dan tidak memerlukan izin
lingkungan hanya cukup dengan surat pernyataan dan
informasi kegiatan dan tidak dilakukan penilaian”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I1-5 dapat

ditarik kesimpulan bahwa penyusunan Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup

dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) keduanya


12

melibatkan 3 unsur utama yang meliputi sekretariat yang berfungsi

memfasilitasi jalannya rapat, tim teknis yang berfungsi mengkaji dan

menilai kedalaman isi, dan anggota komisi yang terdiri dari unsur

masyarakat, kecamatan dan instansi lainnya yang berfungsi

memberikan masukan mengenai ketentuan dan kewenangan.

Perbedaan keduanya terletak pada pada ketentuan Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang lebih banyak dimana

dalam penyusunannya dilakukan sebanyak 2 kali penilaian berbeda

dengan penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya

Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yang dilakukan sebanyak

1 kali, perbedaan lainnya terletak pada kewajiban bagi tim penyusun

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang harus

memiliki sertifikat kompetensi penyusun Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) sedangkan bagi tim penyusun Upaya

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan

Hidup (UKL-UPL) tidak harus memiliki sertifikat kompetensi

penyusun, dan untuk Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) proses penyusunannya sangat

sederhana karena hanya berupa penginformasian kegiatan saja.

Namun kebanyakan industri-industri yang berada kawasan

Modern memang mayoritas telah memiliki dokumen Upaya

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan

Hidup (UKL-UPL). Tetapi Kementerian Lingkungan Hidup


12

memberikan tolerasi bagi kegiatan usaha yang belum memiliki

dokumen lingkungan tetapi kegiatan operasionalnya telah berjalan

masih dapat menyusunnya dengan batas waktu yang telah ditentukan

seperti yang disampaikan oleh I1-5 sebagai berikut:

“Kementerian lingkungan hidup memberikan toleransi bagi


industri yang telah menjalankan kegiatan usahanya tetapi
belum memiliki dokumen dan izin lingkungan maka diberikan
kesempatan untuk menyusunnya dengan kurun waktu tertentu
namun jika melebihi batas waktu yang telah ditentukan maka
dapat terkena sanksi pidana. Jika setelah diidentifikasi
kegiatan usaha tersebut merupakan kegiatan usaha yang wajib
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maka
dokumen tersebut disebut dengan Dokumen Evaluasi
Lingkungan Hidup (DELH), namun jika setelah diidentifikasi
kegiatan usaha tersebut merupaka kegiatan usaha yang wajib
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) maka dokumen
tersebut disebut dengan Dokumen Pengelolaan Lingkungan
Hidup (DPLH), kedua dokumen tersebut sifatnya teguran dan
bukan termasuk kedalam ketentuan umum karena dasarnya
ketentuan umum mengenai dokumen lingkungan hanya terdiri
dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dan Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup (SPPL). Kedua dokumen tersebut juga
nantinya akan menjadi identitas bagi kegiatan usaha yang
bersangkutan dan nantinya juga akan menjadi objek perhatian
bagi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam melakukan
pengawasan”.(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 dapat diketahui

bahwa bagi kegiatan usaha yang kegiatan operasionalnya telah

berjalan tetapi belum memiliki dokumen lingkungan dapat

menyusunnya dengan batas waktu tertentu yang diberikan oleh

Kementerian Lingkungan Hidup, terutama ditunjukkan bagi kegiatan


12

usaha yang telah berdiri sebelum tahun 2009 karena pasalnya

kewajiban bagi kegiatan usaha untuk memiliki dokumen lingkungan

baru muncul pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sehingga nantinya

dokumen yang dihasilkan bernama Dokumen Evaluasi Lingkungan

Hidup (DELH) yang setara dengan Dokumen Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Dokumen Pengelolaan

Lingkungan Hidup (DPLH) yang setara dengan Dokumen Upaya

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan

Hidup (UKL-UPL), kedua dokumen tersebut nantinya akan menjadi

identitas bagi setiap kegiatan usaha tetapi tidak termasuk kedalam

ketentuan umum karena pada dasarnya ketentuan umum hanya terdiri

dari 3 jenis dokumen yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya

Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan

Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup

(SPPL).

Dalam penyusunan dokumen lingkungan karena dirasa harus

melewati beberapa proses yang cukup rumit sehingga kebanyakan

industri menyerahkan urusan penyusunan dokumen Upaya

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan

Hidup (UKL-UPL) kepada pihak jasa konsultan di bidang lingkungan

hidup seperti yang disampaikan oleh I2-2 sebagai berikut:


12

“Untuk dokumen lingkungan kami mempunyai dokumen


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan untuk izin
lingkungan kami memiliki izin pengelolaan limbah Berbahan
Berbahaya dan Beracun, izin pengolahan limbah, dan lainnya.
Untuk penyusunannya, untuk dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UKL-UPL) kami dibantu dengan jasa konsultan karena untuk
menyusunnya sifatnya dapat dibilang lebih rumit, sedangkan
untuk izin lingkungan kami urus sendiri”. (Wawancara di
kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31 Maret 2017
pukul 13.50 WIB).
Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh I2-4 yang

menyatakan sebagai berikut :

“Untuk dokumen lingkungan yang kami miliki berupa


dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dan untuk izin
lingkungan kami memiliki izin pengelolaan limbah cair, dan
izin penampungan limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun,
dan untuk penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UKL-UPL) kami menggunakan jasa konsultan untuk
menyusunnya, sedangkan untuk izin lingkungan kami urus
sendiri”. (Wawancara di kantor PT.Boo Young Indonesia,
tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB).
Sehingga dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa

kegiatan usaha menyerahkan urusan penyusunan dokumen Upaya

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan

Hidup (UKL-UPL) kepada pihak konsultan di bidang lingkungan

hidup sedangkan penyusunan izin lingkungan dapat diurus sendiri

oleh internal dari kegiatan usaha yang bersangkutan.


12

3. Directing Role (Pengawas Kebijakan)

Pada indikator Directing Role (Pengawas Kebijakan)

merupakan penerapan dari salah satu fungsi manajemen yaitu fungsi

pengawasan (controlling) yang dimaksudkan untuk mengetahui bahwa

hasil pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian dampak

lingkungan sedapat mungkin dapat berjalan sesuai dengan rencana.

Hal ini juga menyangkut tentang penentuan standar dengan

membandingkan antara kenyataan dengan standar yang sebelumnya

telah dibuat, bahkan bila perlu mengadakan koreksi atau pembetulan

apabila pelaksanaannya menyimpang dari pada rencana. Fungsi

pengawasan juga dimaksudkan untuk menilai apakah laporan-laporan

yang disampaikan oleh kegiatan usaha per 3 bulan telah

menggambarkan kegiatan yang sebenarnya secara cermat dan tepat,

kemudian untuk mengetahui apakah kegiatan pengendalian dampak

lingkungan telah dilaksanakan secara efisien dan untuk menganalisis

apakah kegiatan pengendalian dampak lingkungan telah dilaksanakan

secara efektif yaitu dapat tercapainya tujuan organisasi yang telah

ditetapkan.

Dengan demikian fungsi pengawasan dapat membantu setiap

seksi pada lingkup bidang pengendalian dampak lingkungan dalam

menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan

kewenangannya masing-masing tak terkecuali bagi seksi pengawasan

lingkungan dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan industri


12

yang didasarkan pada masalah administratif dan masalah teknis seperti

yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :

“Adapun yang menjadi materi pengawasan yang digunakan


dalam melakukan pengawasan terhadap industri di lapangan
kami bedakan kedalam masalah administratif dan masalah
teknis”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Hal yang senada juga disampaikan oleh I1-2 yang menyatakan

bahwa :

“Pada dasarnya hal-hal yang kami awasi berkenaan dengan


dokumen lingkungan baik izin lingkungannya, izin
pembuangan limbah, izin tempat penyimpanan sementara
limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun, apakah hal
tersebut telah dilakukan dengan baik sesuai dengan izin yang
berlaku atau tidak. Selain itu kami juga mengawasi bagaimana
pengelolaan limbah baik limbah cair, udara, dan padat baik
yang B3 maupun Tidak Berbahan Berbahaya dan Beracun,
kemudian juga kami mengawasi bagaimana mengendalikan
kebisingan dari mesin-mesin produksi, laporan periodik yang
industri laporkan per triwulan, lalu bagaimana saluran
drainase nya, bagaimana penyediaan ruang terbuka hijau
dengan komposisi 30% untuk penyediaan ruang terbuka hijau
dan 70% untuk yang terbangun seluruhnya kami awasi di
lapangan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 08.19 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 dan I1-2 dapat

disimpulkan bahwa utamanya bentuk pengawasan dan pemantauan

yang dilakukan terhadap kegiatan industri didasarkan pada masalah

administratif dan masalah teknis. Masalah administratif konteksnya

berkenaan dengan dokumen lingkungan dan izin-izin yang

dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup seperti izin lingkungan,

izin pembuangan limbah, izin tempat penyimpanan sementara limbah

Berbahan Berbahaya dan Beracun, batas waktu berlakunya izin, data


12

laporan triwulan, sertifikasi bimbingan teknis penanggungjawab

lingkungan, data apresiasi (ucapan rasa terimakasih) yang bisa dalam

bentuk surat, dan sertifikat penghargaan, data pelanggaran (panggilan

dan teguran) dan lain sebagainya berkenaan dengan kelengkapan

administrasi.

Sedangkan masalah teknis konteksnya berkenaan dengan

bagaimana pelaksanaan pengelolaan limbah contoh pengelolaan

limbah cair berarti harus memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah

dan kapasitas limbah yang dikeluarkan sesuai dengan kemampuan

atau tidak, pengelolaan limbah Berbahan Bahaya dan Beracun harus

ada tempat penyimpanan sementara limbah Berbahan Bahaya dan

Beracun dan harus dikelola dengan pihak ketiga yang memiliki

sertifikasi dari kementerian lingkungan hidup, limbah padat domestik

Tidak Berbahan Bahaya dan Beracun harus ada tempat pembuangan

sampah dan harus jelas dibuang kemana atau harus bekerjasama

dengan petugas kebersihan, limbah udara (ambient) akan dipantau

cerobong asapnya.

Selain itu juga diawasi bagaimana mengatasi kebisingan

dengan alat peredam misalnya mesin ganset yang gemuruh harus

diredam kebisingannya, upaya mengatasi udara berarti harus ada

blower, skyber, filter, dan cerobong untuk mengatasi emisi dari

produksi, kemudian juga mengukur seberapa jauh ambang batas yang

harus diperhatikan apakah emisi tersebut mengganggu karyawan yang


12

ada di dalam atau bahkan mengganggu sampai pada permukiman

warga, lalu penyediaan ruang terbuka hijau dengan komposisi 70%

luas yang terbangun dan 30% yang tidak terbangun telah

dimanfaatkan untuk dijadikan ruang terbuka hijau atau belum,

kemudian penyediaan drainase untuk penampung air hujan,

penyediaan sumur resapan, lalu apakah unsur-unsur yang tertera pada

dokumen lingkungan telah dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai

aturan yang telah ditetapkan atau tidak, lalu juga apakah terdapat

penambahan atau perubahan terhadap unsur-unsur yang tertera pada

dokumen lingkungan atau tidak, karena jika memang ada maka harus

segera direvisi (adendum) dan lain sebagainya yang berkenaan dengan

teknis apakah telah dilaksanakan atau tidak seperti apa yang sudah

tercantum pada dokumen lingkungan yang dimiliki oleh masing-

masing industri.

Pihak pengelola kawasan Modern (I2-1) juga membenarkan hal

diatas yang menyebutkan bahwa :

“Untuk segi pengawasan biasanya berkenaan dengan


pengelolaan limbah misalnya industri penghasil limbah cair
akan diawasi bagaimana pengelolaan Instalasi Pengelolaan
Air Limbah (IPAL) nya kemudian industri peleburan besi/baja
akan diawasi cerobong asapnya dan bagaimana pengelolaan
limbah udaranya. Untuk pengawasan kepada pihak kawasan
biasanya dari segi dokumen, untuk dokumen Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) memang tidak perlu
diperpanjang karena masih tetap berlaku selam industri yang
bersangkutan masih beroperasi, paling yang diawasi apakah
terdapat unsur-unsur perubahan yang belum termuat dalam
dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
jika memang ada perubahan maka harus segera direvisi
(adendum) kemudian juga point-point yang tertera pada
13

dokumen semuanya telah dilaksanakan atau belum termasuk


laporan periodik per triwulan juga diawasi bagaimana
pengelolaan kualitas lingkungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang lingkup nya lebih luas dibanding dengan apa yang
dilaporkan oleh setiap industri yang berada pada kawasan
Modern”. (Wawancara di kantor PT. Modern Industrial
Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB)
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh I2-2 sebagai

berikut:

“Setelah laporan periodik per triwulan kami berikan kepada


pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) biasanya setelah itu
pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan datang ke
perusahaan ini untuk mengecek apakah laporan periodik yang
kami berikan sudah benar dan sesuai dengan apa yang terjadi
di lapangan atau tidak, kemudian juga dilakukan pengecekan
terhadap izin-izin yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) beserta pelaksanaannya di lapangan misalnya
seperti izin lingkungan apakah telah memiliki tempat
pengelolaan limbahnya atau belum seperti sudah memiliki
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) atau belum,
kemudian untuk izin pengelolaan limbah Berbahan Berbahaya
dan Beracun apakah sudah tersedia tempat penyimpanan
sementara limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun nya atau
belum kemudian juga mereka mengecek apakah unsur-unsur
yang tertera dalam dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
telah dijalankan dengan baik atau tidak, lalu uga dicek apakah
ruang terbuka hijau telah tersedia atau belum”.(Wawancara
di kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31 Maret pukul
13.50).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-1 dan I2-2

dapat disimpulkan bahwa memang benar telah dilakukan pengawasan

oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap kegiatan

industri terutama berkenaan dengan upaya penanganan limbah,

pelaksanaan teknis upaya pengelolaan lingkungan hidup yang termuat

dalam dokumen lingkungan, serta laporan periodik per 3 bulan yang


13

disampaikan oleh masing-masing industri berkenaan dengan upaya

pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh pelaku

industri untuk mengetahi sejauh mana kebenaran pelaksanaan laporan

periodik yang disampaikan oleh para pelaku usaha.

Sebelum melakukan pengawasan terhadap kegiatan industri,

Dinas Lingkungan Hidup memberitahukan informasi secara tertulis

melalui surat yang disampaikan kepada kegiatan usaha yang ingin

diawasi seperti apa yang disampaikan oleh I2-1 sebagai berikut :

“Untuk waktu pengawasan biasanya pihak Dinas Lingkungan


Hidup (DLH) rutin dalam setahun bisa tiga sampai empat kali
datang kesini untuk melakukan pengawasan dengan
pemberitahuan terlebih dahulu secara tertulis melalui surat
termasuk untuk menyiapkan dokumen-dokumen apa saja yang
nantinya akan diawasi juga sudah tertuang dalam surat
pemberitahuan”. (Wawancara di kantor PT.Modern Industrial
Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).
Hal yang senada juga disampaikan oleh I2-4 sebagai berikut :
“Untuk pengawasan yang rutin dilakukan per 2 bulan sekali
dan biasanya ada pemberitahuan terlebih dahulu ke kami
melalui surat termasuk dokumen apa saja yang harus
dipersiapkan untuk diawasi juga sudah tercantum dalam
surat”. (Wawancara di kantor PT. Sunjin HJ, tanggal 31
Maret 2017 pukul 10.58 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan I 2-1 dan

I2-4 diketahui bahwa Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

sebelum melakukan pengawasan terhadap kegiatan industri di

lapangan selalu menginformasikan terlebih dahulu kepada industri

yang bersangkutan secara tertulis melalui surat termasuk materi-

materi pengawasan yang akan diawasi juga sudah termuat dalam surat

pemberitahuan tersebut seperti pada gambar dibawah ini yang peneliti


13

dapatkan pada Rencana Kerja Seksi Pengawasan Tahun 2014 sebagai

berikut :

Gambar 4.8
Surat Pemberitahuan Kegiatan Pengawasan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Terhadap Kegiatan Usaha

Sumber : Rencana Kerja Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas


Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2014

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa sebelum

melakukan kegiatan pengawasan di lapangan para petugas

pengawasan selalu memberitahukan kegiatan usaha yang akan diawasi

secara tertulis melalui pemberian surat yang memuat materi-materi

pengawasan yang nantinya akan diawasi.


13

Selain melakukan pengawasan terhadap pengelolaan

lingkungan hidup yang diselenggarakan kegiatan usaha, Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang juga melakukan pengawasan

terhadap kualitas media lingkungan seperti yang disampaikan oleh I 1-3

sebagai berikut:

“Objek media lingkungan yang kami pantau utamanya berupa


sungai Ciujung (bendung pamarayan, sungai Ciujung
(Tirtayasa), sungai Cidurian dan sungai Cibereum yang
dilakukan sebanyak 12 kali pemantuan dalam setahun.
Kemudian sungai Cibanten, sungai Cidanau, dan sungai
Cikambuy yang dilakukan sebanyak 10 kali pemantuan dalam
setahun. Kemudian pemantauan terhadap udara ambient yang
meliputi; Udara ambient wilayah Serang Barat dan Serang
Timur yang dilakukan sebanyak 8 kali pemantauan dalam
setahun. Lalu pemantauan terhadap udara ambient 24 jam
yang meliputi; Wilayah Serang Barat yang dilakukan sebanyak
2 kali pemantuan dalam setahun”. (Wawancara di kantor
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret
2017 pukul 09.20 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-3 dapat

diketahui bahwa objek media lingkungan yang diawasi oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang antara lain berupa sungai

Ciujung, sungai Cidurian, sungai Cibereum, sungai Cibanten, sungai

Cidanau, dan sungai Cikambuy. Sedangnya untuk kualitas udara yang

dipantau berupa udara (ambient) untuk wilayah Serang Timur dan

Serang Barat.

Namun sebelum melakukan pengawasan terhadap sungai dan

udara perlu dipersiapkan terlebih dahulu titik-titik frekuensi yang

nantinya akan dijadikan sebagai lokasi dalam pengambilan sampel


13

unuk kemudian dilakukan pengujian, seperti yang disampaikan oleh I1-

1 sebagai berikut :

“Langkah awal untuk melakukan pemantauan yaitu


menentukan terlebih dahulu titik frekuensi per tahunnya dan
titik-titik itulah yang nantinya akan dipantau untuk satu tahun
kedepan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1 dapat

disimpulkan bahwa sebelum melakukan pengawasan dan pemantauan

terhadap kualitas sungai dan udara perlu ditentukan titik-titik

frekuensi pengambilan sampel untuk satu tahun kedepan yang

kemudian dijabarkan kedalam jadwal pemantauan untuk setiap

bulannya.

Apabila setelah dilakukan kegiatan pengawasan kemudian

ternyata ditemukan masalah pada kualitas sungai dan udara seperti

kondisinya yang diatas baku mutu lingkungan maka selanjutnya Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang akan menginformasikan

terlebih dahulu kepada industri yang berdekatan dengan lokasi media

lingkungan yang tercemar, seperti yang disampaikan oleh I1-1 sebagai

berikut:

“Untuk kondisi mengenai media lingkungan yang kualitasnya


diatas baku mutu lingkungan hidup maka biasanya akan kami
informasikan kepada industri yang paling terdekat dengan
media lingkungan yang tercemar kemudian kami berikan
teguran untuk segera memperbaiki pengelolaan limbahnya
agar sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan, kalau untuk menginformasikan kepada masyarakat
kami tidak memberitahukan jadi hanya penekanan pada
industri yang bersangkutan saja yaang telah menyebabkan
pencemaran”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan
13

Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38


WIB).
Berdasarkan pernyataan diatas yang disampaikan oleh I1-1

dapat diketahui bahwa pemberitahuan mengenai kondisi media

lingkungan yang bermasalah hanya kepada pihak industri saja sambil

terus dilakukan penekanan agar industri yang bersangkutan segera

memperbaiki sistem pengelohan limbahnya.

Namun karena selama ini yang menerima informasi mengenai

kondisi kualitas lingkungan hanya sebatas pada industri yang

bersangkutan saja, sehingga pengawasan yang selama ini dilakukan

oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap kualitas

lingkungan dinilai kurang positif oleh masyarakat, terlebih masyarakat

merasa bahwa pengawasan terhadap kualitas lingkungan hanya

dilakukan pada sekitar area kawasan Modern saja seperti yang

disampaikan oleh I3-1 sebagai berikut :

“Untuk hal itu mungkin hanya terjadi pada lingkup kawasan


saja, untuk pemantauan kualitas media lingkungan yang ada
di desa ini saya sendiri belum pernah melihat ada petugas dari
dinas datang kesini”. (Wawancara di kediaman informan di
kampung Sadang Baru Desa Barengkok, tanggal 31 Maret
2017 pukul 09.35 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 dapat disimpulkan

bahwa pemantauan dan pengawasan terhadap media lingkungan

selama ini hanya berjalan pada sekitar wilayah area kawasan Modern

saja belum sampai pada area permukiman warga dan belum pernah

diberitahukan kepada pihak masyarakat baru hanya menginformasikan

kepada pihak industri yang kemudian diberikan penekanan pada


13

industri yang bersangkutan telah menyebabkan pencemaran sehingga

nantinya masyarakat tidak merasa dirugikan.

Setelah melakukan pengawasan pengelolaan lingkungan

hidup yang diselenggarakan oleh kegiatan usaha dan pengawasan

terhadap kualitas media lingkungan dan ternyata di lapangan

ditemukan bahwa terjadi pencemaran lingkungan yang diakibatkan

karena pengelolaan limbah industri yang tidak sesuai dengan aturan

sehingga berdampak pada kondisi media lingkungan yang buruk,

maka langkah selanjutnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang akan menetapkan sanksi kepada industri yang bersangkutan

sesuai dengan aturan perundang-undangan Nomor 32 Tahun 2009

sebagaimana yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :

“Jika berbicara mengenai industri yang melanggar maka


kaitannya industri tersebut tidak memenuhi persyaratan teknis
maupun administratif sehingga dapat dikenakan sanksi. Untuk
penentuan sanksi sendiri disesuaikan dengan bobot jenis
pelanggarannya apakah masih bisa diatasi dengan sanksi
ringan berupa sanksi administratif yaitu dalam bentuk
teguran/panggilan. Namun jika bobot pelanggarannya berat
bahkan berpotensi membahayakan maka dapat dikenakan
sanksi administratif bahkan pidana yang sudah diatur dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yang kemudian
diperjelas melalui Peraturan Daerah Nomor Kabupaten
Serang Nomor 8 Tahun 2011, contoh yang termasuk ke dalam
bobot pelanggaran berat seperti pengelolaan limbah Berbahan
Berbahaya dan Beracun yang tidak sesuai dengan aturan yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014
yang mengakibatkan limbah tersebut tidak dikelola dengan
baik dan berpotensi menimbulkan korban jiwa maka dapat
dikenakan sanksi pidana”. (Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017
pukul 08.38 WIB).
13

Berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan oleh I1-1 dapat

diketahui bahwa untuk mengetahui kegiatan usaha yang melanggar

dapat dilihat dari ketidakpatuhannya terhadap pemenuhan persyaratan

teknis maupun administratif sedangkan untuk penentuan sanksi

disesuaikan dengan bobot jenis pelanggaran yang telah dilakukan

apakah masih dapat ditoleransi atau tidak, sehingga apabila terjadi

pelanggaran yang tidak dapat ditoleransi maka bisa sampai pemberian

sanksi berupa pidana kepada yang bersangkutan.

Hal yang senada juga disampaikan oleh I 1-2 yang menyatakan

bahwa :

“Untuk mengetahui apakah sebuah industri melakukan


pelanggaran atau tidak kita bisa melihat dari hasil berita
acara yang dibuat berdasarkan hasil pengawasan di lapangan,
jika terdapat unsur-unsur yang tidak sesuai dengan apa yang
tertera pada materi pengawasan maka kami diskusikan
terlebih dahulu dengan anggota pengawasan untuk kemudian
kami klasifikasikan apakah termasuk kedalam pelanggaran
berat atau sewaktu-waktu atau pelanggaran yang memang
dilakukan secara terus menerus. Jika memang terbukti
melakukan pelanggaran secara terus menerus dan tidak
mengindahkan teguran dari kami serta tidak ada upaya
perbaikan maka kami dapat memberikan sanksi berupa sanksi
pidana”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang tanggal14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).
Berdasarkan pemaparan diatas yang disampaikan oleh I1-2

dapat disimpulkan bahwa sebuah industri yang dikategorikan

melakukan pelanggaran dapat dilihat dari hasil berita acara yang

didasarkan pada hasil pengawasan di lapangan untuk kemudian

diklasifikasikan sesuai bobot jenis pelanggarannya untuk selanjutnya

diberikan sanksi, terlebih jika pelanggaran yang dilakukan diulangi


13

secara terus menerus maka sanksi yang diberikan bisa sampai pada

sanksi pidana.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh I2-3 yang menerangkan bahwa :


“Pernah waktu itu kami mendapat teguran dari pihak Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) karena pengelolaan limbah cair
yang kami lakukan tidak sesuai dengan aturan, karena
memang sebelumnya sejak awal berdiri kami telah memiliki
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) namun
pengelolaannya yang kurang sesuai dengan aturan maka kami
mendapat teguran dan menerima sanksi dimana saluran
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) perusahaan kami
ditutup sehingga kami tidak boleh membuang limbah dan
harus mengurangi kegiatan produksi kurang lebih saat itu
selama 6 bulan dan kami pun termasuk dari beberapa
perusahaan yang mendapat Surat Keputusan Bupati Serang
untuk menutup saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah
(IPAL) kami, namun pada saat itu kondisi kami sedang low
order sehingga tidak terlalu berpengaruh pada kegiatan
produksi kami”. (Wawancara di kantor PT. Boo Young
Indonesia, tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB).
Pemaparan yang serupa juga disampaikan oleh I2-4 sebagai berikut :
“Pernah kami mendapatkan sanksi bahkan sampai menerima
Surat Keputusan dari Bupati Serang yang disebabkan karena
pengelolaan limbah cair yang kami lakukan hasilnya diatas
baku mutu lingkungan hidup, kita pun sempat beberapa kali
sampai ditegur langsung oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup
(DLH) namun tidak diindahkan oleh kami dan akhirnya kami
menerima sanksi Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
milik perusahaan kami ditutup sementara sampai
pengelolaannyan sesuai dengan aturan sehingga kami pun
merasa kesulitan karena tidak bisa membuang air limbah ke
saluran dan akhirnya menyebabkan banjir didalam area
perusahaan”. (Wawancara di kantor PT. Sunjin HJ, tanggal
31 Maret 2017 pukul 10.58 WIB).
Berdasarkan wawancara dengan I2-1 dan I2-4 dapat disimpulkan

bahwa beberapa perusahaan yang mendapat sanksi dan teguran secara

tertulis sampai pada pemberian Surat Keputusan Bupati Serang seperti

yang disampaikan di atas itu juga merupakan bagian dari proses


13

penanganan intensif bagi kegiatan usaha yang bermasalah sama

halnya bagi beberapa usaha yang mendapatkan Surat Keputusan

Bupati Serang yang menerangkan bahwa saluran Instalasi Pengelolaan

Air Limbah perusahaan yang bersangkutan harus ditutup sementara

sampai pengelolaannya sesuai dengan aturan sehingga menyebabkan

kegiatan usaha yang bersangkutan tidak boleh membuang limbahnya

ke saluran dan harus mengurangi kegiatan produksinya, terlebih jika

setelah dilakukan pembinaan dan pengarahan bagi kegiatan usaha

yang bersangkutan namun tidak juga ada upaya perbaikan dan tidak

melaporkan hasil pengelolaan lingkungan per 3 bulan maka sanksinya

bisa pada penutupan kegiatan usaha dan izin lingkungannya secara

otomatis akan dicabut.

Selanjutnya untuk mengetahui lebih dalam mengenai Peran

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam menyelenggerakan

upaya pengendalian dampak pencemaran lingkungan dari keberadaan

kawasan industri Modern dapat dilakukan dan dikaji dengan upaya

pencegahan, upaya penanggulangan dan upaya pemulihan seperti yang

diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:

4. Pencegahan

Penerapan indikator ini dimaksudkan untuk mencegah

terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan yaitu terjadinya

pencemaran dan lingkungan yang diakibatkan karena keberadaan


14

kawasan industri. Oleh sebab itu untuk mencegah agar hal tersebut

tidak terjadi sehingga berdampak pada kualitas lingkungan serta

berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar, maka menurut

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat beberapa instrumen upaya

pencegahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah yang diharapkan dengan penerapan

beberapa instrumen tersebut mampu mencegah terjadinya pencemaran

dan kerusakan pada lingkungan hidup.

a. Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Penerapan instrumen ini dimaksudkan untuk

memberikan pengarahan dan pemahaman kepada

pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar sebelum

menyusun rencana pembangunan daerah dan rencana tata

ruang suatu wilayah agar dalam penyusunannya juga

menitikberatkan pada aspek pengelolaan lingkungan hidup.

Hal tersebut di sampaikan oleh I1-5 sebagai berikut :

“Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)


diwajibkan bagi 2 jenis kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, kebijakan tersebut antara lain;
kebijakan rencana pembangunan baik rencana
pembangunan jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang. Sebelum menyusun kebijakan
tersebut maka wajib menyusun Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) yang disusun oleh instansi
yang bertugas merencanakan pembangunan yaitu
BAPPEDA dengan tujuan agar rencana
pembangunan tersebut sudah terintegrasikan dengan
14

aspek lingkungan dalam proses pengambilan


kebijakan maupun keputusan. Kebijakan lainnya yaitu
kebijakan penyusunan rencana tata ruang baik
rencana pembangunan rencana tata ruang wilayah
maupun rencana teknik tata ruang. Sebelum
menyusun dokumen tata ruang dan teknik tata ruang
maka wajib menyusun Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) terlebih dahulu oleh instansi yang
bertugas merencanakan tata ruang yaitu Dinas Tata
Ruang. Peran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) disini
hanya merapatkan dokumen Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) nya bukan menyusunnya dan
nanti pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan
mengkaji kedalaman isi dokumen Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) tersebut”. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang,
tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).

Dalam penyusunannya dibutuhkan beberapa tim ahli

untuk mencari data primer dan data sekunder untuk

mendukung penyusunannya seperti yang dipaparkan oleh

I1-1 sebagai berikut:

“Mekanisme penyusunannya melalui jasa konsultan


dan terdiri dari beberapa ahli untuk kemudian dicari
data primer, data sekunder, pemetaan lokasi yang
berpotensi menimbulkan kerusakan atau pencemaran
maka semuanya akan masuk kedalam sebuah bahan
dalam menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS). Untuk Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) sendiri saat ini masih pada tahap
perencaanaan untuk disusun pada tahun 2017”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul
08.38 WIB).

Berdasarkan wawancara dengan I5-1 dan I1-1 dapat

disimpulkan bahwa sebenarnya kedudukan Kajian

Lingkungan Hidup Strategis tidak jauh berbeda dengan

kedudukan dokumen Analisis Mengenai Dampak


14

Lingkungan (AMDAL), hanya saja jika Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) disusun untuk suatu

rencana kegiatan.

Sedangkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS) disusun untuk suatu rencana kebijakan yang

ditunjukkan untuk 2 jenis kebijakan yang harus dilakukan

oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah,

kebijakan yang dimaksud yaitu kebijakan rencana

pembangunan baik jangka pendek, menengah, dan panjang

yang harus di selenggarakan oleh Badan Perencanaan

Pembangunan Deerah (BAPPEDA) dengan maksud agar

rencana pembangunan tersebut sudah terintegrasikan

dengan aspek lingkungan dalam proses pengambilan

kebijakan maupun keputusan, kebijakan lainnya yaitu

kebijakan penyusunan rencana tata ruang baik rencana

pembangunan rencana tata ruang wilayah maupun rencana

teknik tata ruang sehingga Kajian Lingkungan Hidup

Strategis (KLHS) ini menjadi pedoman dalam menata ruang

suatu wilayah bagi Dinas Tata Ruang.

Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS) juga melibatkan beberapa tim ahli untuk mencari

data primer, sekunder, dan pemetaan lokasi yang berpotensi

menimbulkan kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup


14

yang kemudian nantinya akan dikaji seberapa jauh kedalam

isi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) oleh Dinas

Lingkungan Hidup. Sehingga sebelum menyusun kedua

kebijakan tersebut maka diwajibkan untuk menyusun

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dengan

mempertimbangkan potensi yang ada untuk mengurangi

dampak yang ada sehingga dapat tetap melanjutkan

pembangunan dan terselenggaranya prinsip pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Namun sampai

saat ini penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS) pada Kabupaten Serang masih pada tahap

perencaanaan untuk disusun pada tahun 2017.

b. Baku Mutu Lingkungan Hidup

Penerapan instrumen ini dimaksudkan untuk menjaga

kualitas lingkungan hidup agar tidak melebihi standar yang

ditetapkan yaitu Baku Mutu Lingkungan Hidup yang

berlaku bagi media lingkungan maupun limbah dan telah

diatur dalam Peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

disampaikan oleh I1-5 sebagai berikut :

“Pada dasarnya Baku Mutu Lingkungan Hidup itu


merupakan sutu nilai maksimal baik untuk
lingkungan, limbah atau media lingkungan. Baku
Mutu Lingkungan Hidup itu juga diperlukan oleh
petugas pengawas di lapangan sebagai alat ukur
untuk melihat ketaatan kegiatan usaha dalam
pengelolaan lingkungan hidup, jika ditemukan di
lapangan terjadi pelampauan atau kelebihan dari
14

nilai baku mutu lingkungan hidup yang telah diatur


maka pihak pengawas biasanya akan menegur untuk
kemudian dibina dan diarahkan agar memperbaiki
kesalahannya dan sesuai dengan batas nilai maksimal
dalam Baku Mutu Lingkungan Hidup yang telah
diatur dalam Undang-undang”. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang,
tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).

Sebagai penjelasan tambahan juga disampaikan oleh

I1-1 sebagai berikut:

“Untuk menjaga media lingkungan agar tidak


melampaui baku mutu lingkungan hidup caranya
dengan menekankan pada seluruh pelaku
pembangunan agar tetap melakukan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan menjaga
kondisi media lingkungan agar sesuai dengan baku
mutu lingkungn hidup yang ditetapkan”. (Wawancara
di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I5-1 dan I1-1

dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya Baku Mutu

Lingkungan Hidup disusun oleh pemerintah pusat yang

nantinya pemerintah daerah baik tingkat Provinsi,

Kabupaten/Kota dapat menyusunnya jikamana diperlukan

tetapi syaratnya harus lebih ketat. Baku mutu lingkungan

hidup itu merupakan sutu nilai maksimal baik untuk

lingkungan, limbah atau media lingkungan dan untuk

menjaga media lingkungan agar tidak melampaui baku

mutu lingkungan hidup caranya dengan berupaya

menekankan bagi seluruh pelaku pembangunan agar tetap


14

melakukan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjaga

kondisi media lingkungan agar sesuai dengan baku mutu

lingkungn hidup yang ditetapkan. Baku Mutu Lingkungan

Hidup ini juga diperlukan bagi petugas pengawasan di

lapangan sebagai tolak ukur sekaligus sebagai pedoman

untuk melihat ketaatan kegiatan usaha dalam pengelolaan

lingkungan.

c. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup

Penerapan instrument ini dimaksudkan agar dalam

menyelenggarakan upaya pencegahan juga diperlukan untuk

menyusun kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, agar

apabila terjadi kerusakan pada lingkungan hidup masih pada

batas yang wajar dan masih dapat ditoleransi sehingga

masih dapat diperbaiki dengan upaya-upaya tertentu

sebagaimana yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :

“Perlu disusunya baku kerusakan lingkungan hidup


itu agar kerusakan yang terjadi tidak bebas dan tidak
serusak-rusaknya tetapi ada batas minimal dan
maksimal batas kerusakannya contoh terdapat baku
kerusakan terumbu karang artinya jika terjadi
kerusakan pada terumbu karang tidak boleh melibihi
batas baku kerusakan yang telah ditetapkan”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul
08.38 WIB).
14

Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh I1-5

yang menyatakan bahwa :

“Baku kerusakan lingkungan hidup itu lebih berfokus


kepada kondisi fisik, artinya ada nilai maksimal yang
berlaku sama halnya untuk media lingkungan hidup
tetapi biasanya baku kerusakan lingkungan hidup itu
berlaku bagi komponen-komponen yang dilindungi
seperti terumbu karang dan tanah. Tujuan disusunnya
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup itu untuk
melindungi komponen-komponen lingkungan artinya
boleh kegiatan kita bersentuhan dengan lingkungan
akan tetapi ada batas toleransi yang diatur dlam baku
kerusakan lingkungan hidup, boleh dimanfaatkan
tetapi ada batasnya dimana hal tersebut sudah
tertuang pada kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup”.

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1

dan I1-5 dapat diketahui bahwa Kriteria Baku Kerusakan

Lingkungan hidup itu pada dasarnya merupakan ambang

batas minimal dan maksimal kerusakan terutama bagi

komponen-komponen lingkungan yang dilindungi yang

lebih difokuskan pada kondisi fisiknya. Sehingga nanti

kerusakan yang terjadi diharapkan masih pada batas yang

dapat ditoleransi dan masih dengan mudah untuk

memperbaikinya. Artinya kegiatan pembangunan boleh saja

bersentuhan dengan lingkungan tetapi harus tetap dijaga

kondisinya agar jika terjadi kerusakan pada lingkungan

kerusakannya tidak bebas dan tidak serusak-rusaknya.


14

d. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Penerapan instrumen ini dimaksudkan agar menjadi

pedoman bagi setiap usaha yang berdampak penting

sehingga dapat mengantisipasi dan mencegah dampak

pencemaran lingkungan yang mungkin ditimbulkan dari

kegiatan industri seperti yang disampaikan oleh I1-1 sebagai

berikut :

“Pada dasarnya Analisis Mengenai Dampak


Lingkungan (AMDAL) merupakan acuan atau
pedoman bagi setiap pelaku pembangunan (pelaku
usaha) dalam mengendalikan dampak lingkungan
dari akibat kegiatan usahanya, kemudian Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) ditekankan
lagi dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
bahwa setiap usaha wajib memiliki dokumen
lingkungan (AMDAL, UKL-UPL dan SPPL) bahkan
diancam bagi yang tidak memiliki dokumen
lingkungan tetapi telah menjalankan kegiatan
operasionalnya dapat dikenakan sanksi”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul
08.38 WIB).
Sebelum menyusun hal tersebut diwajibkan untuk

menginformasikan terlebih dahulu kepada masyarakat

sehingga dalam penyusunannya terdapat bentuk keterlibatan

dari masyarakat seperti yang disampaikan oleh I1-5 yang

menyatakan bahwa :

“Dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak


Lingkungan (AMDAL) terdapat unsur keterlibatan
masyarakat yang dapat dilihat pada Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012
yang oleh kementerian lingkungan hidup telah
dirumuskan tentang keterlibatan masyarakat dalam
14

bentuk. Sebelum menyusun Analisis Mengenai


Dampak Lingkungan (AMDAL) agar diinformasikan
kegiatan hal tersebut termasuk kedalam keterbukaan
informasi, biasanya kegiatan usaha yang ingin
menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) wajib mengumumkan atau
menginformasikan terlebih dahulu di koran (media
cetak) dan mengumumkan pada papan pengumuman
(spanduk). Keterlibatan masyarakat dapat berupa;
sosialisasi dengan konsultan publik, sebelum Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) disusun
langkah awal yang dilakukan yaitu konsultasi publik
terlebih dahulu agar masyarakat mengetahui akan
adanya kegiatan usaha yang akan berdiri dan
masyarakat dapat memberikan pendapat dan
masukan yang dapat menjadi keterbukaan secara
tertulis dan keterbukaan secara tatap muka,
selanjutnya setelah konsultasi publik disepakati wakil
masyarakat yang akan ikut serta membahas dokumen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul
08.37 WIB).
Sehingga dari pemaparan I1-1 dan I1-5 dapat

disimpulkan bahwa pada hakikatnya penyusunan Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) menjadi

pedoman atau acuan yang ditunjukkan bagi seluruh pelaku

usaha pembangunan daerah untuk mengendalikan dampak

pencemaran yang mungkin terjadi dari keberadaan kegiatan

usahanya, bahkan pemerintah memberikan ancaman bagi

kegiatan usaha yang tidak memiliki dokumen lingkungan

tetapi kegiatan operasional nya telah berjalan dapat

dikenakan sanksi berupa pidana. Dalam proses penyusunan


14

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

terdapat unsur keterlibatan masyarakat yang diperjelas pada

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun

2012, sehingga sebelum menyusun Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi kegiatan usaha yang

bersangkutan agar menginformasikan terlebih dahulu

kepada masyarakat sekitar yang dapat dilakukan melalui

media cetak atau mengumumkannya pada papan

pengumuman atau spanduk.

Sehingga nantinya diharapkan masyarakat mengetahui

bahwa akan ada kegiatan usaha yang berdiri dan dapat ikut

serta memberikan masukan dan tanggapan pada saat

penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL). Bahkan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang juga menyampaikan hal tersebut melalui internet

agar masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat, dan

tanggapan seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:


15

Gambar 4.9
Pengumuman Permohonan Izin Lingkungan

Sumber : bplhserang.blogspot.co.id

Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang menginformasikan

pengumuman permohonan izin lingkungan dari sebuah

kegiatan usaha dan memberikan kesempatan seluas-luasnya

bagi masyarakat untuk menyampaikan saran, aspirasi dan

masukan terhadap penyelenggaraan kegiatan kedepannya.

e. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya


Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)

Selain diwajibkan bagi kegiatan usaha yang

berdampak penting, kegiatan usaha yang tidak

menimbulkan dampak yang amat penting juga diwajibkan

untuk menyusun dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan

Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-


15

UPL) sebagai upaya pencegahan terhadap dampak

lingkungan yang mungkin muncul dari adanya kegiatan

industri. Karena pada dasarnya baik dokumen Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maupun

dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya

Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) menjadi

pedoman bagi setiap kegiatan usaha dalam pengelolaan

lingkungan hidup.

Untuk membedakan kegiatan usaha yang wajib

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan

wajib Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya

Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) diatur dalam

perturan perundang-undangan seperti yang disampaikan

oleh I1-1 sebagai berikut :

“Pihak yang wajib menyusun dokumen Upaya


Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) itu pada
dasarnya bagi pihak (kegiatan usaha) yang tidak
menimbulkan dampak yang penting dari kegiatannya.
Untuk kegiatan usaha yang berdampak penting dan
wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) bisa lihat di Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 5 Tahun 2012 Tentang jenis usaha yang
wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), jadi jika tidak termasuk kedalam kategori
wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) maka dokumen yang disusun berupa
dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul
08.38 WIB).
15

Hal yang senada juga disampaikan oleh I1-5 yang

menyatakan bahwa:

“Yang tidak termasuk kegiatan yang wajib Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) diatur
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5
Tahun 2012 yang terpenting pihak yang menyusun
paham akan dampak yang akan ditimbulkan dari
kegiatan yang akan dibuat dan dapat membuat
antisipasi dari dampak tersebut”. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang,
tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).

Berdasarkan hasil pemaparan yang disampaikan oleh

I1-1 dan I1-5 dapat disimpulkan bahwa untuk penentuan

kriteria pihak yang diwajibkan menyusun Upaya

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan

Lingkungan Hidup (UKL-UPL) atau Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) sebenarnya dapat dilihat

pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun

2012 tentang jenis usaha yang wajib Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL), maka jika tidak termasuk

dalam kategori yang tertera dalam Undang-undang tersebut

maka dokumen yang disusun berupa Upaya Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan

Hidup (UKL-UPL) tetapi tetap memperhatikan dan

disesuaikan dengan skala dan jenis kegiatannya.


15

Dalam penyusunannya pun diperbolehkan bagi

kegiatan usaha yang bersangkutan untuk mencari tim

penyusunnya dan tidak diwajibkan untuk memiliki

sertifikasi tim penyusun, bahkan diperbolehkan dari internal

kegiatan usaha yang bersangkutan yang terpenting kegiatan

usaha yang bersangkutan memahami dan mengetahui akan

dampak yang ditimbulkan dari kegiatan yang akan dibuat

dan dapat merencanakan upaya-upaya antisipasi dari

dampak tersebut.

f. Perizinan

Pada hakikatnya penerapan instrumen ini memiliki

peranan yang amat penting bagi setiap kegiatan usaha

sebelum menjalankan kegiatan operasionalnya, karena

dasarnya izin lingkungan merupakan proses awal dan

persyaratan yang paling awal yang harus diselenggarakan

oleh kegiatan usaha sehingga usahanya dapat berjalan dan

sifatnya pun lebih mengikat sebagi sebuah kewajiban yang

harus dilakukan oleh setiap pemegang dokumen lingkungan

seperti yang disampaikan oleh I1-1 sebagai beikut :

“Izin lingkungan sifatnya lebih mengikat sebagai


sebuah kewajiban dan didalamnya terdapat butir-
butir yang harus dilakukan bagi setiap pemegang
dokumen lingkungan dalam pengendalian dampak
lingkungan karena izin tersebut sifatnya lebih tajam,
lebih jelas dan lebih terarah”. (Wawancara di kantor
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
15

Hal yang sama juga disampaikan I1-5 yang

menyatakan bahwa izin lingkungan memiliki peranan yang

amat penting dalam pelaksanannya dengan pernyataan

sebagai berikut :

“Sangat penting, karena izin lingkungan merupakan


salah satu syarat terbitnya izin usaha, jadi izin usaha
tidak akan terbit jika izin lingkungan tidak ada.
Namun kewajiban mengenai izin lingkungan baru
terbit dan diwajibkan berdasarkan pada Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 dan kami tidak bisa
memberikan sanksi hukum kepada kegiatan usaha
yang telah berjalan sebelum adanya Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009, kemudian ketika izin
lingkungan dicabut maka izin usaha akan batal
dengan sendirinya selain itu dari sisi pemberi izin
akan lebih behati-hati. Pemberi izin usaha dapat
terkena sanksi pidana jika dalam memberikan izin
usaha namun usaha yang bersangkutan belum
memiliki izin lingkungan. Pemberi izin lingkungan
juga dapat terkena sanksi pidana jika dalam
menerbitkan izin lingkungan namun usaha yang
bersangkutan belum memiliki dokumen Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau UKL-
UPL sehingga hal tersebut merupakan mata rantai
perizinan yang berjalan”. (Wawancara di kantor
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
16 Maret pukul 08.37 WIB).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1

dan I1-5 dapat simpulkan bahwa perizinan lingkungan

memiliki peran yang sangat penting karena merupakan

sebuah mata rantai perizinan yang berjalan dan sifatnya

yang lebih tajam, lebih jelas dan lebih terarah karena izin

lingkungan merupakan salah satu syarat terbitnya izin

usaha, jadi izin usaha tidak akan terbit jika izin lingkungan
15

tidak ada, kemudian ketika izin lingkungan dicabut maka

izin usaha akan batal dengan sendirinya selain itu dari sisi

pemberi izin akan lebih behati-hati.

Pemberi izin usaha dapat terkena sanksi pidana jika

dalam memberikan izin usaha namun usaha yang

bersangkutan belum memiliki izin lingkungan. Pemberi izin

lingkungan juga dapat terkena sanksi pidana jika dalam

menerbitkan izin lingkungan namun usaha yang

bersangkutan belum memiliki dokumen Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan

Hidup (UKL-UPL).

g. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup

Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah

seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pihak

pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi

lingkungan hidup salah satunya dengan penerapan

instrument insentif dan disinsentif. Namun sampai saat ini

belum semuanya sisi instrumen insentif dan disinsentif yang

tertera dalam Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup sudah

dapat diterapkan oleh pemerintah Kabupaten Serang seperti

yang dipaparkan oleh I1-5 sebagai berikut :


15

“Kabupaten Serang sendiri belum menerapkan hal


tersebut karena aturan pelaksanaannya masih belum
ada. Hal tersebut lebih banyak sudah diterapkan pada
negara maju, untuk di Indonesia sebenarnya sudah
tetapi secara aturan yang terbaca belum terlaksana
tetapi dalam pelaksanaannya kemungkinan sudah
banyak diterapkan. Disinsentif dan Insentif itu
sifatnya nasional, dalam skala nasional upaya insentif
sudah bermunculan yang diberikan kepada kegiatan
usaha yang dianggap memenuhi kaidah aspek
lingkungan hidup dan akan diberikan tax holiday
kemudian juga bagi kegiatan usaha yang bergerak di
penjualan karbon ada suatu kebijakan yang disebut
dengn CDM (Clean Development Manajemen) yang
artinya jika suatu kegiatan menggunakan bahan
alami dalam kegiatan produksinya seperti
menggunakan kayu maka diwajibkan untuk menanam
pohon atau bagi kegiatan usaha yang menghasilkan
emisi udara maka diwajibkan untuk memproduksi
karbonnya dengan penanaman pohon, dari karbon
yang akan dibentuk nantinya akan menghasilkan nilai
ekonomis berupa kemudahan pasar/ uang/ harga
barang yang akan dijual. Sedangkan untuk insentif di
daerah yaitu berupa Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan (PROPER) yang terdiri dari
beberapa tingkatan mulai emas, biru, hijau, merah,
dan hitam dimana tingkatan tersebut dapat
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup kegiatan
usaha contoh jika statusnya hitam sudah dapat
dipastikan produknya tidak akan laku karena
biasanya akan langsung diumumkan melalui website
secara internasional”. (Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16
Maret 2017 pukul 08.37 WIB).

Sehingga dari pernyataan diatas dapat disimpulkan

bahwa sebenarnya penerapan aspek insentif dan disinsentif

pada Kabupaten Serang sendiri belum semuanya dapat

diterapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Serang

karena aturan pelaksanaannya yang sampai saat ini masih

belum ada, dan biasanya keseluruhan aspek yang ada pada


15

sisi insentif dan disinsentif lebih banyak sudah diterapkan

pada negara-negara maju. Selama ini yang baru diterapkan

oleh Pemerintah Kabupaten Serang baru hanya pada sisi

pemberian penghargaan kinerja yaitu berupa Program

Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) yang

terdiri dari beberapa tingkatan mulai emas, biru, hijau,

merah, dan hitam dimana tingkatan tersebut dapat

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup kegiatan usaha

bahkan di negara maju jika statusnya hitam sudah dapat

dipastikan produknya tidak akan laku karena biasanya akan

langsung diumumkan melalui website secara internasional,

berbeda dengan negara berkembang yang terkadang lebih

mementingkan harga yang murah dibandingkan dengan

kualitas yang diterima apakah didapat dengan merusak

lingkungan atau tidak dan hal tersebut dapat menjadi

ancaman atau tantangan bagi lingkungan.

Selain itu di negara maju juga sudah menerapkan

aspek insentif dan disinsentif dari sisi penerapan pajak,

retribusi dan subsidi lingkungan hidup seperti pada negara

maju, kegiatan usaha yang dianggap memenuhi kaidah

aspek lingkungan hidup dan akan diberikan tax holiday

kemudian juga bagi kegiatan usaha yang bergerak di

penjualan karbon akan terkena kebijakan yang disebut


15

dengan CDM (Clean Development Manajemen) yang

artinya jika suatu kegiatan menggunakan bahan alami dalam

kegiatan produksinya seperti menggunakan kayu maka

diwajibkan untuk menanam pohon atau bagi kegiatan usaha

yang menghasilkan emisi udara maka diwajibkan untuk

memproduksi karbonnya dengan penanaman pohon, dari

karbon yang akan dibentuk nantinya akan menghasilkan

nilai ekonomis berupa kemudahan pasar/ uang/ harga

barang yang akan dijual.

h. Peraturan Perundang-undangan Berbasis


Lingkungan Hidup

Penerapan instrumen ini erat kaitannya dengan

penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dan

berawawasan lingkungan yang harus diselenggarakan baik

dai sisi pemerintah maupun dari sisi pelaku usaha. Dari sisi

pemerintah penerapannya lebih didasarkan pada

penyusunan program dan kegiatan yang ditunjukkan bagi

seluruh pelaku pembangunan daerah dan selalu diupayakan

untuk terus ditingkatkan kualitasnya. Hal tersebut

disampaikan oleh I1-1 yang menyatakan bahwa :

“Justru mengapa kami menciptakan dan


melaksanakan program-program yang disesuaikan
dengan visi dan misi Kabupaten Serang yang kurang
lebih terdiri dari 16 program dan 27 kegiatan itu
tidak lain untuk sama-sama mendukung program
nasional yaitu melaksanakan pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sehingga
15

tidak henti-hentinya program yang sudah ada harus


dipertahankan dan ditingkatkan dan program yang
belum ada untuk dapat diciptakan seperti dahulu
yang hanya ada pengawasan normal kemudian
bergeser menjadi pengawasan intensif, hal tersebut
merupakan salah satu bentuk inovasi karena jika
hanya dengan pengawasan normal saja tidak selesai
maka diciptakan pengawasan intensif untuk industri-
industri yang berpotensi menyebabkan pencemaran
lingkungan”. (Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29
Maret 2017 pukul 08.38 WIB)

Pernyataan yang sama juga dilontarkan oleh I1-5

sebagai berikut:

“Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan dan


berwawasan lingkungan telah diterapkan dalam
melakukan sebuah kebijakan investasi dimana
aktivitas pembangunan selalu didasarkan pada
kaidah-kaidah lingkungan mulai dari mewajibkan
penyusunan kajian lingkungan hidup strategis, limbah
yang memiliki aturan baku mutunya, menghitung
aspek lingkungan sesuai standar-standar ekonomi,
audit lingkungan atau evaluasi Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER), kegiatan
perusahaan peduli dengan sungai dengan Program
Kali Bersih (PROKASIH) dan Surat Pernyataan Kali
Bersih (SUPERKASIH)”. (Wawancara di kantor
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).

Dari pemaparan yang disampaikan oleh I1-1 dan I1-5

dapat diketahui bahwa penerapan prinsip pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang

diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang itu dapat dibuktikan dengan telah tersusunnya

program-program pengendalian yang disesuaikan dengan

visi dan misi Kabupaten Serang dan tidak henti-hentinya


16

program yang sudah ada untuk dapat dipertahankan dan

ditingkatkan dan program yang belum ada untuk dapat

diciptakan. Penerapan kedua prinsip tersebut bertujuan agar

aktivitas pembangunan selalu didasarkan pada kaidah-

kaidah lingkungan.

Selain kedua prinsip tersebut wajib diselenggarakan

oleh Dinas Lingkungan Hidup, pasalnya penerapan hal

tersebut juga diwajibkan bagi setiap pelaku usaha seperti

pihak pengelola kawasan industri Modern yang menerapkan

hal tersebut dengan upaya penerapan zonasi industri dan

merencanakan pembangunan Instalasi Pengelolaan Air

Limbah (IPAL) khusus kawasan seperti yang disampaikan

oleh I2-1 sebagai berikut :

“Untuk penerapan pembangunan berkelanjutan kami


lebih kepada pemenuhan standar-standar yang telah
ditetapkan oleh pemerintah salah satunya dengan
menerapkan zonasi industri artinya peletakkan
industri-industri yang berada pada kawasan Modern
yang disesuaikan dengan jenis kegiatan produksinya
misalnya industri makanan ditempatkan dekat dengan
industri yang juga menghasilkan makanan, tidak
mungkin kami letakkan dekat dengan industri
peleburan baja karena khawatir nantinya
pengelolaan lingkungannya akan tidak beres.
Sedangkan untuk penerapan prinsip pembangunan
berwawasan lingkungan setelah penerapan zonasi
industri rencananya kami akan membangun Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Terpadu Khusus
Kawasan dan akan membangun Ruang Terbuka Hijau
sesuai dengan aturan pemerintah dengan komposisi
70% lahan yang terbangun dan 30% untuk lahan
terbuka hijau”. (Wawancara di kantor PT. Modern
16

Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21


WIB).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-1

dapat diketahui bahwa pihak pengelola kawasan pun saat ini

telah berupaya untuk menerapkan kedua prinsip tersebut

dengan cara pemenuhan standar-standar, penerapan ruang

terbuka hijau sesuai dengan komposisi yang telah

ditetapkan dan penetapan zonasi industri, dimana

menentukan lokasi-lokasi letak keberadaan industri

disesuaikan dengan jenis kegiatan produksinya.

Hal yang serupa juga dipaparkan oleh I2-4 sebagai

berikut :

“Penerapannya dengan upaya tidak membuang


limbah sembarangan dan bebas ke media lingkungan
dan disesuaikan dengan baku mutu lingkungan hidup
yang telah diatur dalam undang-undang, kemudian
berupaya untuk tidak menyalahi aturan yang ada,
mulai melengkapi izin-izin yang belum ada dan
memang diperlukan kemudian perpanjang izin-izin
lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku”.
(Wawancara di kantor PT. Sunjin HJ, tanggal 31
Maret 2017 pukul 10.58 WIB).

Sehingga berdasarkan hasil wawancara diatas

dengan I2-4 dapat disimpulkan bahwa selama ini para pelaku

usaha pun telah berupaya untuk menerapkan kedua prinsip

tersebut dengan cara berupaya untuk tidak menyalahi

aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti

dengan melengkapi izin-izin yang belum ada dan memang


16

dibutuhkan, mengecek batas waktu berlakunya izin untuk

kemudian diperpanjang, dan berupaya mencegah terjadinya

pencemaran dengan cara tidak membuang limbah

sembarangan dan bebas ke media lingkungan.

i. Anggaran Berbasis Lingkungan

Penerapan instrumen ini ditunjukkan bagi pemerintah

pusat agar wajib mengalokasikan anggaran dana alokasi

khusus lingkungan hidup yang memadai untuk diberikan

kepada pemerintah daerah untuk kegiatan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Pengalokasian

anggaran ini dimaksudkan untuk kegiatan yang benar-benar

mengutamakan kepentingan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup seperti yang disampaikan oleh I 1-1 sebagai

berikut :

“Anggaran Berbasis Lingkungan itu berarti anggaran


yang benar-benar lebih difokuskan dan lebih berpihak
kepada kepentingan pengelolaan lingkungan hidup
contoh: lebih memprioritaskan kendaraan
operasional dibanding dengan kendaraan dinas”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul
08.38 WIB).

Namun dalam pelaksanaan pengalokasian anggaran

ini tidak ditetapkan dalam bentuk persentase seperti yang

dipaparkan oleh I1-5 yang menyatakan bahwa :


16

“Sebenarnya itu hanya istilah saja dimana


pemerintah daerah harus menganggarkan atau wajib
mengalokasikan anggaran untuk upaya pengelolaan
lingkungan hidup sama halnya dengan pendidikan
yang dengan anggaran minimal sebesar 20% tetapi
untuk lingkungan hidup tidak ada kejelasan
presentasenya hanya berbunyi dalam bentuk kualitatif
karena pada dasarnya ada 3 hal yang menjadi
primadona dalam anggaran yaitu kesehatan,
pendidikan dan infrastruktur, namun sebenarnya
memang perlu dilakukan penganggaran untuk upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang memadai akan
tetapi hal tersebut dikembalikan lagi pada
pendapatan daerah masing-masing. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang,
tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB)

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1

dan I1-5 dapat diketahui bahwa pada hakikatnya Anggaran

Berbasis Lingkungan itu dimaksudkan agar tidak keluar dari

koridor utamanya, sebenarnya hal tersebut hanya istilah saja

dimana pemerintah daerah itu harus menganggarkan dan

mengalokasikan sebagian anggaran dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disesuaikan

dengan kemampuan pendapatan daerah masing-masing

tetapi memang presentasenya hanya berbentuk kualitatif

berbeda dengan aspek pendidikan yang besaran

presentasenya disebutkan dalam bentuk angka yang sebesar

20%. Anggaran berbasis lingkungan itu dimaksudkan agar

anggaran yang dialokasikan tersebut dapat dipergunakan

dengan sebenar-benarnya dan lebih difokuskan serta lebih


16

berpihak pada kepentingan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

j. Analisis Risiko Lingkungan Hidup

Penerapan instrumen ini ditunjukkan bagi setiap usaha

dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak

penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap

ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan

keselamatan manusia sehingga wajib melakukan analisis

risiko lingkungan hidup. Tetapi hal ini belum diterapkan

pada Kabupaten Serang, karena biasanya analisis risiko

lingkungan hidup diterapkan untuk kondisi yang khusus.

Hal tersebut disampaikan oleh I1-5 sebagai berikut :

“Belum diterapkan karena pedoman lebih lanjutnya


belum ada atau petunjuk pelaksanaannya belum ada
dan biasanya dilakukan untuk kondisi khusus
biasanya untuk kegiatan usaha yang sangat
berdampak penting (tinggi) seperti kegiatan usaha
nuklir sehingga disarankan untuk melakukan analisis
resiko lingkungan hidup, untuk di Kabupaten Serang
sendiri cukup dengan hanya penyusunan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Sebenarnya di indonesia juga memiliki potensi nuklir
namun belum dapat terealisasi karena banyak pihak
yang merasa khawatir dengan dampak yang akan
ditimbulkan”.(Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16
Maret 2017 pukul 09.35 WIB).

Berdasakan pernyataan diatas yang disampaikan oleh

I1-5 dapat disimpulkan bahwa penerapan analisis risiko

lingkungan hidup itu untuk sampai saat ini Kabupaten


16

Serang belum menerapkan hal tersebut karena pedoman

lebih lanjutnya belum ada atau petunjuk pelaksanaannya

belum ada dan biasanya dilakukan untuk kondisi khusus

biasanya untuk kegiatan usaha yang sangat berdampak

penting (tinggi) seperti kegiatan usaha nuklir sehingga

disarankan untuk melakukan analisis resiko lingkungan

hidup, untuk di Kabupaten Serang sendiri cukup dengan

hanya penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL).

Namun sebenarnya penerapan analisis risiko

lingkungan hidup ini ada keterkaitan dengan Indek Kualitas

Lingkungan Hidup yang menjadi dasar dalam menyusun

program kerja di bidang pengendalian lingkungan hidup

seperti yang dipaparkan oleh I1-1 yang menyatakan bahwa :

“Sebenarnya memang ada korelasi antara pengkajian


resiko, penanganan resiko yang dikaitkan dengan
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, jika Indeks
Kualitas Lingkungan Hidup nya berada pada angka
yang cukup berarti sudah melakukan dan memikirkan
tentang resiko yang mungkin terjadi artinya jika
program dan kegiatan telah dilaksanakan tetapi yang
justru terjadi bukan peningkatan penaatan tetapi
malah yang terjadi justru pelanggaran berarti itu
merupakan sebuah resiko artinya program dan
kegiatan tersebut harus dikaji ulang. Menurut saya
seharusnya jangan sampai terjadi pengkajian resiko
tetapi seharusnya yang ada pengkajian terhadap
program dan kegiatan agar tepat sasaran sehingga
tidak beresiko, berbeda jika Indeks Kualitas
Lingkungan Hidup nya masuk kedalam angka baik
berarti program dan kegiatan yang telah diterapkan
sudah memenuhi apa yang diinginkan akan tetapi
16

Kabupaten Serang sendiri Indeks Kualitas


Lingkungan Hidup nya masih dalam angka waspada
belum sampai pada angka cukup”. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang,
tanggal 31 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Sehingga berdasarkan pernyataan yang disampaikan

oleh I1-1 dapat diketahui bahwa sebenarnya memang ada

korelasi antara pengkajian resiko, penanganan resiko yang

dikaitkan dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, jika

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup nya berada pada angka

yang cukup berarti sudah melakukan dan memikirkan

tentang resiko yang mungkin terjadi tetapi Kabupaten

Serang sendiri Indeks Kualitas Lingkungan Hidup nya

masih dalam angka waspada belum sampai pada angka

cukup.

k. Audit Lingkungan Hidup

Dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan

lingkungan hidup, maka pemerintah wajib mendorong

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk

melakukan audit lingkungan hidup. Tetapi pada

pelaksanaan audit lingkungan hidup ini sifatnya ada yang

wajib dan sukarela seperti yang disampaikan oleh I1-5 yang

menyatakan bahwa:

“Pada dasarnya audit lingkungan itu sifatnya evalusi


untuk mengetahui kinerja perusahaan, sehingga audit
sifatnya ada yang wajib dan sukarela, untuk audit
secara sukarela biasanya dilakukan dengan inisiatif
16

sendiri untuk mengetahui sejauh mana kinerja


perusahaan sendiri yang diperjelas pada Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 42 Tahun 1994.
Sedangkan untuk audit yang bersifat wajib ditetapkan
oleh pemerintah terhadap perusahaan yang
memenuhi 4 aturan yang telah diatur dalam
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30
Tahun 2001 yaitu; ketidakpatuhan terhadap baku
mutu lingkungan hidup, ketidakpatuhan terhadap
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,
ketidakpatuhan terhadap persyaratan yang diatur
dalam Perundang-undangan, dan ketidakpatuhan
yang mengindentifikasikan bahwa kegiatan usaha
tidak memiliki dokumen pengelolaan lingkungaan
hidup atau tidak melaksanakan sistem pengelolaan
lingkungan secara efektif, maka dari ke empat kriteria
tersebut diwajibkan untuk melakukan audit contohnya
ketika ada pencemaran sungai yang diakibatkan dari
suatu perusahaan maka untuk memperbaikinya kami
wajibkan untuk melakukan audit lingkungan hidup
agar diketahui kesalahannya dimana. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang,
tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).

Pernyataan senada juga disampaikan oleh I1-1 yang

menyatakan bahwa :

“Yang termasuk kedalam kategori perusahaan-


perusahaan yang wajib melakukan audit antara lain;
perusahaan yang sudah beroperasional tetapi belum
memiliki dokumen lingkungan, perusahaan yang
sudah memiliki dokumen lingkungan tetapi tidak
pernah mencapai pada kondisi taat, perusahaan yang
sudah masuk kedalam kategori melanggar secara
terus menerus, dan perusahaan yang ingin meraih
sertifikat internasional. Dengan demikian keempat
kategori tersebut harus melakukan audit lingkungan
karena mungkin tidak hanya bisa dilihat dari satu
aspek saja seperti hanya melihat aspek teknis saja,
maka nantinya kami akan mengarahkan ke empat
kategori tersebut untuk melakukan audit lingkungan
hidup caranya bisa melalui pemberian surat tetapi
juga sebenarnya pengawasan termasuk kedalam
upaya audit dan upaya mendorong perusahaan untuk
melakukan audit lingkungaan hidup”. (Wawancara di
16

kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang,


tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Dari pernyataan yang disampaikan oleh I1-5 dan I1-1

dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya audit lingkungan

itu sifatnya evaluasi untuk mengetahui sejauh mana kinerja

perusahaan berdampak pada lingkungan, sehingga audit

sifatnya ada yang wajib dan sukarela, untuk audit secara

sukarela biasanya dilakukan dengan inisiatif sendiri untuk

mengetahui sejauh mana kinerja perusahaan sendiri yang

diperjelas pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor 42 Tahun 1994.

Sedangkan untuk audit yang bersifat wajib ditetapkan

oleh pemerintah terhadap perusahaan yang memenuhi 4

aturan yang telah diatur dalam Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2001 yaitu;

ketidakpatuhan terhadap baku mutu lingkungan hidup,

ketidakpatuhan terhadap kriteria baku kerusakan lingkungan

hidup, ketidakpatuhan terhadap persyaratan yang diatur

dalam Perundang-undangan, dan ketidakpatuhan yang

mengindentifikasikan bahwa kegiatan usaha tidak memiliki

dokumen pengelolaan lingkungaan hidup atau tidak

melaksanakan sistem pengelolaan lingkungan secara efektif,

maka dari ke empat kriteria tersebut diwajibkan untuk

melakukan audit caranya bisa melalui pemberian surat


16

tetapi juga sebenarnya pengawasan termasuk kedalam

upaya audit sebagai upaya mendorong perusahaan untuk

melakukan audit lingkungaan hidup contohnya ketika ada

pencemaran sungai yang diakibatkan dari suatu perusahaan

maka untuk memperbaikinya diwajibkan untuk melakukan

audit lingkungan hidup agar diketahui kesalahannya

dimana.

Akan tetapi memang upaya audit lingkungan hidup ini

telah diterapkan oleh beberapa perusahaan namun

cakupannya masih skala yang sederhana seperti yang

disampaikan oleh I2-1 yang menyatakan bahwa:

“Memang kemarin sempat kami memanggil konsultan


perusahaan kami di bidang lingkungan hidup untuk
memonitoring secara keseluruhan untuk melakukan
analisa-analisa tertentu dan menurut kami hal
tersebut dapat dikatakan audit tetapi memang
mungkin audit lingkungan hidup sifatnya lebih
general dan detail, sedangkan yang dilakukan oleh
konsultan sifatnya hanya bersifat umum”.
(Wawancara di kantor PT. Modern Industrial Estate,
tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).

Namun ada juga industri yang nyatanya dipantau

kegiatan produksinya dari pihak brand yang bekerjasama

dengan industri yang bersangkutan untuk mengetahui ada

tidaknya dampak yang ditimbulkan dari kegiatan produksi

terhadap kualitas lingkungan hidup seperti yang dipaparkan

oleh I2-3 sebagai berikut :


17

“Belum pernah kami lakukan, kalau audit lingkungan


secara general seperti audit ke desa, audit ke sungai
itu belum hanya ada pengarahan dari Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) saja agar limbah yang
nantinya dikeluarkan tidak berbau dan berbahaya
selain itu kami juga dilakukan pengontrolan yang
dilakukan oleh brand produk kami yaitu brand Nike
dan Adidas yang setiap satu tahun sekali dilakukann
berkenaan dengan bagaimana pengelolaan dan
pembuangan limbah yang kami kelola”. (Wawancara
di kanor PT. Boo Young Indonesia, tanggal 4 April
pukul 08.16 WIB).

Dari pemaparan yang disampaikan oleh I2-1 dan I2-3

dapat disimpulkan bahwa upaya audit lingkungan hidup

yang telah dijalankan oleh kegiatan industri sifatnya masih

sederhana dan belum terlalu terperinci dan general tetapi

ada juga perusahaan yang proses kegiatan produksinya

dipantau oleh brand yang bekerjasama dengan perusahaan

yang bersangkutan untuk mengetahui kejelasan apakah

kegiatan produksi yang dijalankan berdampak pada

lingkungan atau tidak dan itupun merupakan salah satu

bagian dari proses audit lingkungan hidup.

5. Penanggulangan

Penerapan indikator ini dimaksudkan untuk menangani

permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang telah

terjadi akibat dari keberadaan kawasan industri dengan beberapa

tindakan tertentu yang telah termuat dalam Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2009.
17

Sebelum terjadinya dampak pencemaran yang dapat

berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat maka perlu

diberitahukan informasi terlebih dahulu sebagai peringatan

pencemaran melalui pemberian informasi tentang kondisi lingkungan,

tetapi memang Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang baru

menerapkan hal tersebut pada pihak industri yang bersangkutan. Hal

tersebut disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut:

“Untuk menginformasikan biasanya per 3 bulan kami akan


menginformasikan hasil pemantauan terutama kepada industri
yang bersangkutan yang telah menyebabkan pencemaran,
untuk masyarakat sendiri memang belum akan tetapi harapan
kami dengan kami menginformasikan hal tersebut kepada
pihak kecamatan dapat disampaikan kepada masyarakat”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
Hal yang serupa juga dipaparkan oleh I1-1 yang menyatakan bahwa :
“Jika untuk memberikan informasi mengenai kondisi air
sungai misalnya sebenarnya memang belum karena
masyarakat sendiri pun juga dapat mengetahui dan bisa
melihat langsung dari kondisi fisiknya”. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Hal yang senada juga disampaikan oleh I3-1 yang memaparkan bahwa :
“Untuk pemberitahuan mengenai kondisi lingkungan dari
pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sendiri saya rasa
memang belum pernah karena untuk kegiatan sosialisasi atau
penyuluhan saja juga tidak pernah dirasakan”. (Wawancara
di kediaman informan di kampung Sadang Baru Desa
Barengkok, tanggal 31Maret 2017 pukul09.35 WIB).
Sehingga dari pemaparan dan pernyataan diatas dapat

disimpulkan bahwa pemberian informasi peringatan pencemaran

biasanya diberitahukan kepada pihak industri yang telah terbukti

menyebabkan pencemaran didasarkan pada hasil pengawasan di


17

lapangan, tetapi memang untuk menyampaikannya langsung kepada

pihak masyarakat belum pernah dilakukan karena seperti kualitas air

sungai masyarakat dapat melihat sendiri secara kasat mata melalui

kondisi fisiknya masih layak dan dapat digunakan atau tidak, tetapi

memang sebelum menginformasikan peringatan pencemaran pihak

Dinas Lingkungan Hidup selalu berupaya untuk menegur dan

memberikan pengarahan agar melakukan upaya perbaikan kepada

industri yang bersangkutan agar nantinya tidak berdampak ke

masyarakat.

Sebagai upaya penanggulangan, setelah diketahui sumber

pencemar selanjutnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

melakukan tindakan pengisolasian terhadap sumber pencemar dengan

memberhentikan sementara kegiatan produksi sampai ada upaya

perbaikan seperti yang dipaparkan oleh I1-1 sebagai berikut:

“Pernah kami melakukan hal tersebut contohnya seperti


PT.Gizindo pernah sampai kami berhentikan kegiatannya
sampai kurang lebih 45 hari dan mensosialisasikan kepada
masyarakat untuk sama-sama memantau aktivitas dari
perusahaan tersebut agar tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan oleh masyarakat, hal tersebut juga merupakan
bentuk pengisolasian yang pernah kami lakukan. Bentuk
lainnya pernah kami lakukan pemasangan garis police line
yang bekerjasama dengan pihak yang berwenang sehingga
tidak ada satu orang pun yang dapat memasuki perusahaan
tersebut sampai persoalannya telah selesai barulah garis
tersebut dilepas dan dapat beroperasi kembali setelah
mendapat persetujuan dari pihak Dinas Lingkungan Hidup”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
17

Tetapi tindakan pengisolasian terhadap sumber pencemar yang

dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tidak

dilakukan secara sembarangan namun selalu didasarkan pada hasil

pengawasan oleh petugas di lapangan. Hal tersebut disampaikan oleh

I1-4 yang menyatakan bahwa :

“Jika sudah menerima hasil pemantauan terhadap media


lingkungan dan ternyata hasilnya tidak baik, kemudian juga
telah diketahui industri yang menjadi sumber pencemar
terhadap media lingkungan langkah awal yang kami lakukan
dengan menegur terlebih dahulu perusahaan atau industri
yang bersangkutan untuk menyampaikan dan
menginformasikan bahwa limbah dari industri yang
bersangkutan telah melebihi aturan baku mutu lingkungan
hidup kemudian kami panggil yang bersangkutan untuk
mengetahui penyebab terjadinya hal tersebut mengapa bisa
melebihi baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan padahal
hal tersebut juga sudah termuat dalam aturan dokumen
lingkungan yang dimiliki, setelah industri yang bersangkutan
menyampaikan alasan mengapa bisa terjadinya hal tersebut
setelah itu kami berikan waktu untuk memperbaiki dan
menyelesaikan permasalahan tersebut dalam jangka waktu
tertentu, pada kurun waktu tersebut kami juga tetap melakukan
pemantauan dan pengawasan untuk mengetahui sejauhmana
upaya perbaikan yang dilakukan oleh industri yang
bersangkutan, jika dalam kurun waktu yang telah kami berikan
industri yang bersangkutan tidak juga melakukan upaya
perbaikan maka akan kami panggil kembali untuk kemudian
kami berikan sanksi yang didasarkan pada Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 melalui tahapan teguran, jika teguran
sampai 3x tidak juga diindahkan maka akan kami berikan
paksaan pemerintah sampai pada penghentian kegiatan
sementara, penutupan saluran dan pemindahan peralatan”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1 dan I1-4

dapat disimpulkan bahwa setelah diketahuinya industri yang menjadi

sumber pencemar berdasarkan hasil pengawasan dan pemantauan di


17

lapangan maka langkah awal yang dilakukan oleh Dinas Lingkugan

Hidup adalah menegur terlebih dahulu yang bersangkutan melalui

surat dan dipanggil untuk datang ke kantor menjelaskan penyebab

terjadinya masalah untuk kemudian diberikan batas waktu untuk

memperbaiki dan menyelesaikan permasalahan yang ada sambil terus

dipantau sejauhmana bentuk upaya perbaikan yang dilakukan, tetapi

jika setelah diberikan waktu untuk memperbaiki namun melebihi batas

waktu yang telah ditentukan tetapi permasalahan juga belum selesai

langkah selanjutnya yang bersangkutan akan dipanggil kembali untuk

diberikan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2009.

Bentuk pengisolasiaan yang pernah dilakukan oleh Dinas

Lingkungan Hidup terhadap industri yang menjadi sumber pencemar

mulai dari pemasangan garis polisi sehingga tidak ada satu orang pun

yang dapat masuk ke lokasi dan akhirnya menyebabkan kegiatan

dihentikan sementara, dan hal tersebut pernah diberlakukan pada salah

satu kegiatan industri di wilayah Cikande yaitu PT.Gizindo yang

diberhentikan kegiatannya kurang lebih selama 45 hari kerja,

kemudian juga pernah diberlakukan penutupan saluran pembuangan

limbah terutama pada beberapa industri penghasil limbah cair yang

berada pada kawasan Modern yang tidak bisa mengelola limbahnya

dengan baik. Akan tetapi hal berbeda justru disampaikan oleh I3-1 yang

meneraangkan bahwa:
17

“Untuk tindakan pengisolasian seperti pemberhentian


sementara kegiatan perusahaan saya sendiri belum pernah
dengar dan melihat karena menurut sepengetahuan dan
sepenglihatan saya kegiatan produksi perusahaan-perusahaan
yang berada dekat dengan desa ini masih terus berjalan”.
(Wawancara di kediaman informan di kampung Sadang Baru
Desa Barengkok, tanggal 31 Maret 2017 pukul
09.35 WIB).

Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa tindakan

pengisolasian yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang ini kurang diketahui oleh masyarakat sehingga perannya

dipandang kurang positif dan efektif oleh masyarakat sekitar.

Selain dilakukan pengisolasian terhadap sumber pencemar

upaya lainnya yang dapat dilakukan sebagai upaya penanggulangan

dengan menghentikan kegiatan secara total dan itu pun pernah

dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang seperti

yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :

“Pernah kami lakukan penghentian sampai ditutup secara


izinnya sudah kami cabut seperti kasus pertambangan di
daerah Ciomas, selain itu di Modern juga pernah beberapa
perusahaan kami tutup saluran Instalasi Pengelolaan Air
Limbah (IPAL) nya yang didasarkan pada Surat Keputusan
Bupati Serang sampai persoalannya selesai”.(Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Namun untuk upaya penghentian total terhadap kegiatan usaha

perlu difikirkan secara seksama karena akan berdampak juga pada

tingkat kesejahteraan masyarakat seperti yang disampaikan oleh I3-2

yang menyatakan bahwa :


17

“Untuk penghentian terhadap sumber pencemar berarti


melakukan penutupan pada industri yang bersangkutan, untuk
itu menurut saya belum pernah dilakukan karena akan
berpengaruh juga pada kondisi ekonomi masyarakat yang
menggantungkan kehidupannya pada industri yang
bersangkutan sehingga untuk pemberhentian memang dirasa
perlu difikirkan kembali dengan usaha lainnya yang membuat
industri yang bersangkutan merasa jera”. (Wawancara di Pos
Ronda Kampung Kemuning Desa Cijeruk, tanggal 3 April
2017 pukul 10.30 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara diatas yang disampaikan oleh I1-

1 dan I3-2 dapat diketahui bahwa untuk pemberhentian terhadap sumber

pencemar yang pernah diberlakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup

sifatnya hanya sementara tidak sampai pada penutupan total kegiatan

karena khawatir akan berdampak juga pada tingkat ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat yang bekerja pada industri yang

bersangkutan dan tidak dapat dipungkiri memang banyak masyarakat

yang tinggalnya berdekatan dengan kawasan Modern yang

menggantungkan kehidupannya dari keberlangsungan kegiatan

industri di wilayah Modern.

Sehingga jika untuk melakukan pemberhentian total memang

dirasa harus difikirkan dengan seksama dan sebisa mungkin untuk

digantikan dengan usaha lain yang dapat membuat industri yang

bersangkutan merasa jera dan tidak mengulangi kesalahannya

kembali. Tetapi memang pernah dilakukan pencabutan izin yang

terjadi pada kegiatan pertambangan di daerah Ciomas yang secara

izinnya telah dicabut meskipun saat ini kegiatannya dapat beroperasi


17

kembali berkat adanya perubahan pihak pengelola dan mengajukan

proses perizinan yang baru.

Selain itu hal lainnya yang pernah dilakukan oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang kepada industri yang

bermasalah dengan cara mengurangi kapasitas produksi seperti yang

dipaparkan oleh I1-4 yang menyatakan bahwa :

“Upaya penghentian yang dilakukan yaitu berupa


pengurangan produksi misal kapasitas Instalasi Pengelolaan
Air Limbah (IPAL) nya hanya dapat menampung limbah
sebanyak 5 Ton kemudian ternyata yang dikeluarkan sebanyak
10 Ton maka kegiatan produksimya harus dikurangi sampai
limbah yang dikeluarkan sesuai dengan kapasitas Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL) nya. Akan tetapi jika untuk
pemberhentian total kegiatan produksinya tidak pernah hanya
berupa pengurangan terhadap kegiatan produksi sampai
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) nya sesuai dengan
baku mutu lingkungan, apabila telah selesai barulah kami
perbolehkan untuk beroperasi kembali dengan syarat harus
tetap memenuhi baku mutu yang ditetapkan tetapi jika setelah
diperbaiki justru memang melebihi dari kegiatan produksinya
maka harus izin kembali dan menyesuaikannya dengan
dokumen lingkungan yang dimiliki”. (Wawancara di kantor
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret
2017 pukul 09.17 WIB).

Dari pemaparan yang disampaikan oleh I1-4 dapat diketahui

bahwa bentuk penghentian terhadap sumber pencemar lainnya yang

pernah dilakukan berupa pada pengurangan kapasitas produksi karena

kegiatannya yang telah melebihi ambang batas dari kemampuan

instalasi pengelolaan limbahnya sehingga disarankan untuk

mengurangi kapasitas produksinya terlebih dahulu sampai instalasi

pengelolaan limbahnya mampu atau sanggup menampung keluaran

limbah yang dihasilkan.


17

6. Pemulihan

Penerapan indikator ini dimaksudkan untuk mengembalikan

kondisi lingkungan yang telah mengalami pencemaran dan kerusakan

sehingga dapat kembali pada kondisi yang semula yang dapat

dilakukan dengan tindakan-tindakan tertentu salah satunya dengan

tindakan pembersihan yang menjadi tanggungjawab dan kewajiban

dari industri yang telah menyebabkan pencemaran, sedangkan peran

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang disini hanya

mengarahkan industri yang bersangkutan saja. Hal tersebut dipaparkan

oleh I1-1 yang menyatakan bahwa :

“Sebenarnya untuk melakukan tindakan pembersihan


merupakan kewajiban bagi perusahaan yang melakukan
pencemaran jadi kita kembalikan kepada perusahaan yang
bersangkutan tugas kami hanya mengarahkan saja contoh nya
untuk melakukan clean up kemudian setelah itu kami lakukan
pengujian kembali apakah hasilnya sudah streril atau belum”
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Hal yang senada juga disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut :

“Jika kami sudah mengetahui perusahaan yang menyebabkan


pencemaran maka perusahaan yang bersangkutan yang
melakukan tindakan pembersihan kecuali ketika tidak
diketahui sumber pencemarnya biasanya kami bantu dengan
clean up namun sampai saat ini selalu diketahui sumber
pencemarnya”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17
WIB).

Sehingga berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1

dan I1-4 dapat disimpulkan bahwa Dinas Lingkungan Hidup tidak

pernah melakukan tindakan pembersihan terhadap pencemaran dan


17

kerusakan lingkungan karena memang hal tersebut merupakan

kewajiban dari industri yang telah menyebabkan pencemaran, peran

Dinas Lingkungan Hidup disini hanya berupa mengarahkan industri

yang bersangkutan saja untuk melakukan tindakan clean up setelah itu

akan diuji kembali untuk mengetahui kondisinya kecuali ketika

sumber pencemarnya tidak diketahui maka nantinya akan diupayakan

untuk ada tindakan clean up tetapi sampai saat ini selalu diketahui

sumber pencemarnya.

Namun berhubung selama ini pengelola kawasan Modern belum

menyediakan Instalasi Pengelolaan Limbah secara terpadu khusus

kawasan, maka upaya pembersihan ini menjadi tugas dan

tanggungjawab bersama antara pihak kawasan dan industri yang ada

di dalamnya, tetapi memang upaya pembersihan yang dilakukan oleh

pengelola kawasan baru hanya sebatas pada sekitar area kawasan saja

seperti yang disampaikan oleh I2-1 sebagai berikut :

“Untuk pembersihan di sekitar area kawasan dilakukan setiap


hari oleh petugas kami tetapi untuk pembersihan terhadap
media lingkungan seperti normalisasi sungai Cikambuy
pernah kami lakukan meskipun belum kami lakukan kembali
karena normalisasi itu kami sesuaikan dengan kondisinya
kotor atau tidaknya dan tidak dapat dilakukan secara manual
melainkan harus menggunakan alat berat tetapi kalau yang
untuk upaya manual paling hanya dibersihkan dari sampah-
sampah dan dedaunan di sekitarnya”. (Wawancara di kantor
PT.Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21
WIB).
18

Sedangkan upaya pembersihan yang dilakukan oleh industri

lebih berfokus pada area sekitar perusahaan dan pembersihan

padasaluran instalasi pengelolaan limbah. Hal tersebut dipaparkan

oleh I2-4 yang menyatakan bahwa :

“Untuk pembersihan sebenarnya kewajiban dari pihak


kawasan karena belum ada Instalasi Pengelolaan Air Limbah
(IPAL) Terpadu kawasan paling yang kami lakukan dengan
membersihkan sekitar area perusahaan dan pembersihan pada
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) saja bentuknya
dengan dikuras kolam Instalasi Pengelolaan Air Limbah
(IPAL) yang kami miliki kemudian dikeruk endapan lumpurnya
agar tidak ikut terbuang ke saluran air”. (Wawancara di
kantor PT. Sunjin HJ, tanggal 31 Maret 2017 pukul 10.58
WIB).

Dari pemaparan yang diberikan I2-1 dan I2-4 dapat diketahui

bahwa upaya pembersihan terhadap pencemaran dan kerusakan

lingkungan ini menjadi tugas yang berat bagi pengelola kawasan

Modern dan tanggungjawab bersama dengan industri-industri

lainnya yang berada pada lingkup kawasan karena memang belum

terbangunnya instalasi pengelolaan limbah khusus kawasan sehingga

setiap industri berkewajiban untuk sama-sama menjaga agar kegiatan

produksinya tidak berdampak pada lingkungan, meskipun memang

sampai saat ini pihak pengelola kawasan telah berupaya melakukan

tindakan pembersihan secara sederhana seperti pembersihan area

kawasan yang setiap harinya dilakukan oleh petugas kebersihan

kawasan, dan sempat dilakukan normalisasi terhadap sungai

Cikambuy di bagian hulu yang disesuaikan dengan situasi dan


18

kondisinya karena untuk melakukan hal tersebut diperlukan alat

berat untuk menanganinya.

Sedangkan dari pihak industri pernah dilakukan pemberian

cairan atitoksin pada cairan air limbah yang nantinya dikeluarkan

melalui saluran air perusahaan dan nantinya akan bermuara ke

sungai Cikambuy, dan pembersihan pada saluran Instalasi

Pengelolaan Air Limbahnya dengan cara menguras dan

mengeruknya agar endapan lumpurnya tidak ikut terbawa dan

terbuang ke saluran air perusahaan.

Selain masyarakat mengadukan kasus lingkungan pada pihak

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, nyatanya pihak

pengelola kawasan Modern juga pernah menerima pengaduan

masyarakat seperti yang disampaikan oleh I2-1 sebagai berikut :

“Pernah waktu itu masyarakat mengadukan keluaran limbah


yang mengarah ke sungai Cikambuy karena dulu memang ada
salah satu perusahaan di kawasan Modern yang belum
memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dan
langsung membuang limbahnya ke saluran air dan akan
bermuara ke sumgai Cikambuy sehingga masyarakat kampung
Kemuning yang berdekatan dengan sungai Cikambuy
mengeluhkan bau yang menyengat dan tidak sedap kemudian
tindakan kami langsung kami panggil industri yang
bersangkutan dan berkomunikasi dengan pihak Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) untuk mengarahkan industri yang
bersangkutan untuk segera memiliki Instalasi Pengelolaan Air
Limbah (IPAL), dan untuk kompensasi yang berikan paling
hanya berupa uang atau sembako yang kami berikan kepada
pihak Desa untuk kemudian dibagikan secara merata kepada
masyarakat yang terkena dampak”. (Wawancara di kantor PT.
Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21
WIB).
18

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-1 dapat

diketahui bahwa pihak pengelola kawasan Modern sempat menerima

pengaduan akan adanya keluaran limbah yang mengarah ke sungai

Cikambuy yang menyebabkan pencemaran pada sungai tersebut, dan

bentuk kompensasi yang diberikan sebagai rasa tanggungjawab akan

adanya pencemaran yang diberikan pihak pengelola kawasan Modern

kepada masyarakat yaitu berupa uang dan sembako yang diberikan

kepada pihak desa untuk dibagikan secara merata kepada masyarakat

yang terkena dampak.

Selain berbentuk uang dan sembako, ada juga industri yang

memberikan kompensasi berupa kemudahan dalam memperoleh

pekerjaan bagi masyarakat sekitar seperti yang disampaikan oleh I 2-3

yang menyatakan bahwa :

“Jika memang ada pengaduan dari masyarakat kami dengar


dahulu keluhannya jika memang terbukti pengaduannya benar
akibat kesalahan dari perusahaan kami kemudian misalnya
hingga berdampak pada kesehatan kami pun akan
bertanggungjawab untuk membawa yang bersangkutan ke
klinik atau rumah sakit. Kompensasi bentuk lainnya hanya
sebatas pada sumbangan rutin saja misalnya untuk jalan atau
peringatan hari-hari besar islam dan jika ada lowongan
pekerjaan di perusahaan, kami akan melibatkan masyarakat
terdekat untuk bekerja pada perusahaan kami namun tetap
disesuaikan dengan prosedur yang berlaku pada perusahaan
kami”. (Wawancara di kantor PT. Boo Young Indonesia,
tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB)

Dari pemaparan dan hasil wawancara dengan I 2-3 diatas dapat

disimpulkan bahwa beberapa industri yang juga pernah mendapat

pengaduan dari masyarakat memberikan kompensasi berupa


18

sumbangan rutin untuk pembangunan masjid atau peringatan hari-hari

besar, ada juga yang memberikan limbah domestik Tidak Berbahan

Bahaya dan Beracun kepada masyarakat untuk dimanfaatkan menjadi

barang yang lebih bernilai ekonomis, dan ada juga memberikan

kesempatan kerja pada masyarakat yang berdekatan dengan

perusahaan yang tentunya disesuaikan dengan ketentuan dan prosedur

perusahaan yang berlaku.

Selain upaya pembersihan yang menjadi kewajiban dan

tanggungjawab dari industri yang menyebabkan pencemaran dan

kerusakan lingkungan upaya perbaikan lingkungan yang telah

bermasalah juga dilimpahkan pada industri yang bersangkutan, peran

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang disini hanya sebatas

memberikan petunjuk dan arahan semata. Hal tersebut dipaparkan

oleh I1-1 sebagai berikut :

“Sama halnya dengan upaya pembersihan, upaya perbaikan


lingkungan juga merupakan kewajiban dari industri yang
menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan
kewajiban kami hanya menegur untuk kemudian kami berikan
petunjuk dan arahan contohnya ketika telah terjadi kerusakan
pada tanah maka kami anjurkan untuk digali terlebih dahulu
untuk kemudian diberikan cairan seperti toksolin sehingga
dapat menghasilkan lapisan-lapisan yang kembali normal”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh I1-4 yang

menyatakan bahwa:

“Yang memperbaiki juga industri yang bersangkutan kami


hanya mengarahkan saja dengan upaya clean up kemudian
ditutup lagi dengan cairan yang bagus, jika industri yang
18

bersangkutan tidak memperbaiki lingkungan dapat dikenakan


sanksi”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).

Berdasarkan pemaparan yang dipaparkan oleh I1-1 dan I1-4 dapat

diketahui bahwa sama halnya dengan tindakan pembersihan terhadap

pencemaran dan kerusakan lingkungan upaya perbaikan lingkungan

pun juga menjadi tugas dan kewajiban dari industri yang telah

menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan dan hal tersebut

juga menjadi tanggungjawab bersama antara pihak pengelola kawasan

dengan industri-industri lain didalamnya, peran Dinas Lingkungan

Hidup disini hanya sebatas memberikan arahan dan petunjuk semata.

Sedangkan upaya perbaikan lingkungan yang telah

diselenggarakan oleh pihak pengelola kawasan lebih berfokus pada

penyelenggaraan program Corporate Social Responsibility (CSR)

seperti yang disampaikan oleh I2-1 sebagai berikut :

“Untuk upaya tindakan perbaikan lingkungan kami


menerapkannya pada program Corporate Social
Responsibility (CSR) perusahaan seperti kami pernah ikut
serta dalam program penghijauan di daerah Padarincang dan
program pembuatan sumur resapan, dan untuk program
Corporate Social Responsibility (CSR) sendiri memang
biasanya dilakukan di luar daerah yang membawa dampak
yang lebih besar kalau untuk upaya perbaikan lingkungan di
sekitar permukiman masyarakat terdekat memang belum
pernah paling hanya sebatas penanaman pohon di sekitar area
kawasan Modern saja kalau untuk masyarakat paling
bentuknya hanya kompensasi semata”. (Wawancara di kantor
PT. Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul
09.21 WIB).
18

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-1 dapat

diketahui bahwa upaya perbaikan lingkungan yang telah dilakukan

selama ini oleh pengelola kawasan berupa program Corporate Social

Responsibility (CSR) salah satunya yaitu kegiatan penghijauan yang

dilakukan di luar daerah yang lebih membawa dampak yang lebih

besar, dan upaya penanaman pepohonan yang hanya dilakukan baru

sekitar area kawasan saja belum sampai pada permukiman warga

sekitar.

Berbeda dengan pihak industri yang menyelenggarakan upaya

perbaikan lingkungan melalui upaya pengontrolan pada sistem

Instalasi Pengelolaan Limbah dan penanaman pepohonan di sekitar

area perusahaan seperti yang disampaikan oleh I2-2 sebagai berikut :

“Upaya yang kami lakukan seperti yang tadi sudah dijelaskan


seperti pembuatan bipori (air tadah hujan), menanam tanaman
secara sederhana pada lingkup sekitar perusahaan demi
terselenggaranya ruang terbuka hijau dan tetap mengontrol
terhadap sistem-sistem pengelolaan limbah yang dimiliki
perusahaan”. (Wawancara di kantor PT. Bahari Makmur
Sejati, tanggal 31 Maret 2017 pukul 13.50 WIB).

Hal senada juga diutarakan oleh I2-3 yang menyatakan bahwa :

“Upaya kami paling hanya sebatas mengoptimalkan pada


upaya pengontrolan terhadap Instalasi Pengelolaan Air
Limbah kami saja agar nantinya tidak mencemari
lingkungan”. (Wawancara di kantor PT. Boo Young Indonesia,
tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB).

Dari pernyataan di atas yang disampaikan oleh I2-2 dan I2-3

dapat disimpulkan bahwa upaya perbaikan lingkungan yang dilakukan

oleh industri-industri di kawasan Modern lebih berfokus pada upaya


18

mengoptimalkan terhadap pengontrolan sistem-sistem pengelolaan

limbah yang dimiliki oleh masing-masing industri dan upaya

penyediaan ruang terbuka hijau sesuai dengan kemampuan industri

masing-masing yaag didasarkan pada aturan yang berlaku, seperti

gambar yang dapat dilihat dibawah ini yang merupakan kondisi Ruang

Terbuka Hijau yang diselenggarakan oleh PT. Bahari Makmur Sejati

yang peneliti dapatkan dilapangan saat melakukan observasi sebagai

berikut:

Gambar 4.10
Kondisi Ruang Terbuka Hijau milik PT. Bahari Makmur Sejati

Sumber : Peneliti, 2017

Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa salah

satu timdakan yang diselenggarakan oleh industri sebagai upaya

pemulihan lingkungan dengan cara penyediaan Ruang Terbuka Hijau

dengan harapan dapat memberikan suhu kesejukan serta mengurangi

suhu udara yang meningkat akibat pembangunan-pembangunan

gedung industri yang sudah banyak mengurangi komposisi pepohonan

yang sebelumnya telah tumbuh.


18

4.3.2 Hambatan dan Upaya yang ditempuh Dinas Lingkungan Hidup


Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam
pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern

Dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pengendalian

dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diselenggarakan oleh

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tidak selamanya berjalan

mulus dan sesuai dengan harapan karena kenyataannya di lapangan

ditemukan berbagai hambatan dan kendala baik berasal dari segi internal

maupun eksternal.

Namun adanya hambatan dan kendala tersebut tidak serta merta

membuat Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang menerima keadaan

tersebut begitu saja tetapi diusahakan untuk mengatasi hambatan dan

kendala tersebut dengan tindakan dan strategi tertentu sehingga

pelaksanaan tugas di bidang pengendalian dampak pencemaran dan

kerusakan lingkungan hidup daapat tetap berjalan sesuai harapan dan

rencana. Adapun hambatan dan upaya yang ditempuh oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam

pengendalian dampak pencemaran kawasan industri Modern dapat dilihat

mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pada pengawasan

yang akan peneliti paparkan sebagai berikut:

1. Regulatory Role (Perencana Kebijakan)

Pada dasarnya tidak dapat dipungkiri bahwa dalam melakukan

sebuah perencanaan tentunya tidak selalu akan berjalan mulus ada

kalanya ditemui berbagai macam hambatan dan kendala, salah satunya


18

berkenaan dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang dikoordinir

oleh Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dimana

masukan dan saran yang disampaikan oleh masyarakat berkaitan

dengan rencana pembangunan daerah termasuk kebijakan dan

program pengendalian dampak lingkungan tidak semua aspirasi

masyarakat dapat tertampung dan dapat terealisasikan oleh Dinas

Lingkungan Hidup karena keterbatasan anggaran yang memadai dan

skala prioritas kegiatan yang harus lebih diutamakan seperti yang

dipaparkan oleh I1-1 sebagai berikut:

“Kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tingkat


Daerah dan Tingkat Kecamatan juga dihadiri oleh Forum
Organisasi Perangkat Daerah untuk meyusun Rencana Kerja
Tahunan sehingga dengan demikian semua sasaran dan
masukan serta keinginan semua pihak telah terakomodir
didalam program dan kegiatan yang disesuaikan dengan
kemampuan anggaran yang tersedia serta dikualifikasikan
berdasarkan skala proritas”. (Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017
pukul 08.38 WIB).

Berdasarkan pemaparan diatas yang disampaikan oleh I1-1

dapat diketahui bahwa masukan dan keinginan yang disampaikan oleh

berbagai macam pihak yang terlibat dalam kegiatan Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Tingkat Daerah dan Tingkat Kecamatan

nantinya akan disesuaikan dengan ketersediaan anggaran dan

dikualifikasikan sesuai dengan skala prioritas pembangunan sehingga

tidak semua keinginan dan masukan dapat direalisasikan.


18

Selain itu hambatan lainnya juga terletak pada tingkat

kesadaran dan kepekaan dari masyarakat terhadap aspek lingkungan

hidup terutama mengenai masalah lingkungan yang terjadi yang

seharusnya disampaikan kedalam kegiatan Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Desa, seperti apa yang dipaparkan oleh I3-1 sebagai

berikut :

“Menurut sepengetahuan saya sebagai masyarakat disini,


memang pada saat Musrembang Desa sebenarnya masyarakat
dilibatkan untuk ikut bermusyawarah terkait masalah apapun
yang terjadi di desa ini, tetapi karena di desa ini pernah
terjadi konflik pada saat pemilihan Kepala Desa, maka
masyarakat yang sering dilibatkan dalam kegiatan desa
merupakan pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengan pihak
desa saja, sehingga masyarakat banyak yang merasa tidak
pernah dilibatkan akan tetapi pada dasarnya masyarakat juga
dilibatkan meskipun hanya perwakilan dari setiap kampung
saja”. (Wawancara di kediaman informan di Kampung Sadang
Baru Desa Barengkok, tanggal 31 Maret 2017 pukul 09.35
WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3- 1 diketahui bahwa

pada dasarnya kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan

Tingkat Desa itu sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat untuk

terlibat dalam kegiatan tersebut untuk menyampaikan apa pun

masalah yang terjadi di sekitar tempat tinggal masyarakat akan tetapi

karena sempat terjadi konflik antar masyarakat ketika pemilihan

Kepada Desa berlangsung menyebabkan terjadi perpecahan antar

beberapa pihak masyarakat sehingga banyak yang merasa bahwa yang

dilibatkan dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan


19

Desa hanyalah orang-orang yang memiliki kedekatan dengan Kepala

Desa saja.

Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan yang

disampaikan oleh I4-1 yang menyatakan bahwa :

“Sebagai warga yang tinggal lama disini tidak pernah


dilibatkan untuk memberikan masukan, pernah waktu saya
ingin mengusulkan ke pihak Desa namun kurang adanya
dukungan dari masyarakat lain, karena masyarakat disini
kurang memiliki kepekaan”. (Wawancara di kediaman
informan di Kampung Sadang Desa Barengkok, tanggal 31
Maret 2017 pukul 14.45 WIB).

Dari pemaparan diatas yang disampaikan oleh I4-1 dapat

diketahui bahwa sebab lainnya masyarakat merasa kurang dilibatkan

dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa karena

kurangnya kesadaran dari masyarakat akan kondisi sosial dan aspek

lingkungan hidup sehingga peneliti menemukan di lapangan ketika

salah seorang masyarakat ingin mengusulkan sesuatu hal berkaitan

dengan permasalahan lingkungan yang diakibatkan dari keberadaan

kawasan industri Modern namun kurang mendapat dukungan dari

pihak masyarakat yang lain sehingga menyebabkan aspirasi tersebut

hanya sebatas pada rasa keinginan untuk menyampaikan saja tidak

sampai pada tahap merealisasikannya.

Selain itu peneliti juga menemukan akibat masyarakat merasa

kurang dilibatkan dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Desa sehingga keinginannya tidak dapat tersampaikan


19

dan tidak dapat terwujud sehinnga akhirnya berujung pada aksi unjuk

rasa seperti apa yang disampaikan oleh I3-2 sebagai berikut:

“Untuk keterlibatan masyarakat dalam memberikan masukan


mengenai program dan kebijakan tidak pernah, paling hanya
ketika waktu itu masyarakat desa ini melakukan unjuk rasa di
depan Kantor Bupati menuntut agar segera menuntaskan
pencemaran yang ada di desa ini untuk segera
ditindaklanjuti dan segera diselesaikan”. (Wawancara di Pos
Ronda Kampung Kemuning Desa Cijeruk, tanggal 3 April
2017 pukul 10.30 WIB).
Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh I4-2 yang

menyatakan sebagai berikut:

“Selama saya tinggal disini tidak pernah masyarakat


dilibatkan paling waktu kemarin saja masyarakat sini pernah
melakukan unjuk rasa”. (Wawancara di kediaman informan
di kampung Ciajeng Desa Cijeruk, tanggal 3 April 2017
pukul 09.17 WIB).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I3-2 dan I4-2

diketahui bahwa akibat dari keinginan masyarakat yang tidak kunjung

terwujud sehingga pernah dilakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor

Bupati Serang dimana masyarakat Desa Cijeruk menuntut agar

permasalahan pencemaran sungai Cikambuy yang berdekatan dengan

permukiman warga dapat segera terselesaikan dan ada tindak lanjut

serta tindakan tegas dari Pemerintah Daerah dan Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Serang terhadap industri-industri di kawasan

Modern yang telah menyebabkan pencemaran pada sungai Cikambuy.

Namun sebenarnya selama ini pihak Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang selalu berupaya memberikan penegasan khusunya

kepada pihak pengelola kawasan selaku induk dari industri-industri


19

didalamnya agar mewajibkan industri yang berada pada area kawasan

Modern baik penghasil limbah cair, padat, dan udara untuk

membangun Instalasi Pengelolaan Limbah di masing-masing industri.

Hal tersebut dipaparkan oleh I2-1 sebagai berikut:

“Kami juga pernah menerima arahan dari Dinas Lingkungan


Hidup Kabupaten Serang agar mewajibkan bagi industri-
industri yang berada pada kawasan Modern baik yang
menghasilkan limbah padat, cair maupun udara diwajibkan
untuk memiliki Instalasi Pengelolaam Limbah di masing-
masing industri”.(Wawancara di kantor PT. Modern Industrial
Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).

Berdasarkan pernyataan diatas yang disampaikan oleh I2-1

dapat diketahui bahwa pihak pengelola kawasan Modern sempat

menerima arahan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

agar mewajibkan seluruh industri yang berada pada lingkup kawasan

Modern baik penghasil limbah cair, padat, dan udara untuk

membangun sistem pengelolaan limbah di masing-masing industri

dengan harapan dapat meminimalisir dampak yang mungkin

ditimbulkan yang dapat berpengaruh pada kehidupan masyarakat

sekitar.

2. Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)

Dalam menyelenggarakan kebijakan, program dan kegiatan

pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di

lapangan juga tidak terlepas dari segala kendala dan hambatan baik

yang muncul dari segi internal maupun eksternal sehingga memang

perlu disusunlah strategi-strategi khusus agar dapat meminimalisir


19

hambatan dan kendala yang terjadi. Hal tersebut disampaikan oleh I1-1

sebagai berikut :

“Untuk hambatannya terdiri dari segi internal dan eksternal,


untuk dari segi internal sendiri berupa adanya keterbatasan
Sumber Daya Manusia, dan sarana prasarana yang dapat
dilihat dari konteks kualitas dan kuantitas, namun kami tetap
berupaya dengan melakukan apa yang menjadi tugas kami
untuk kami tetap lakukan, namun saat ini juga sudah dilakukan
penambahan jumah SDM meskipun status kerjanya masih
dalam sistem kontrak (Non PNS). Dari segi eksternal berasal
dari kepentingan masyarakat yang awalnya sudah tertampung
dalam musrembang namun ketika pelaksanaannya memiliki
keinginan-keinginan yang berbeda, akan tetapi kita selalu
berupaya untuk mengatasi kendala tersebut agar pelaksanaan
program dan kegiatan dapat tetap terlaksana sesuai dengan
rencana”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Berdasarkan pemaparan diatas yang disampaikan oleh I1-1

menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan kebijakan, program dan

kegiatan pengendalian dampak lingkungan Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang menemukan hambatan yang berasal dari segi

internal dan eksternal. Hambatan dari sisi internal yaitu berkaitan

dengan terbatasnya jumlah sumber daya manusia dan sarana prasarana

yang dimiliki oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang baik

dari segi kuantitas aupun kualitas, tetapi selama ini untuk mengatasi

hambatan tersebut selalu diupayakan dengan melaksanakan tugas dan

apa yang menjadi tanggungjawab Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang sebaik mungkin dan sampai saat ini juga sudah

mulai dilakukan penambahan jumlah pegawai meskipun masih

bersifat kontrak.
19

Sedangkan hambatan dari sisi eksternal yaitu adanya

ketidaksesuaian keinginan masyarakat yang awalnya sudah

tertampung pada kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan

namun ternyata ketika pelaksanaannya justru ditemukan perbedaan

keinginan sehingga upaya yang ditempuh untuk mengatasi hal tersebut

dengan memperbaiki komunikasi dan mensinkronisasikan kembali

antara keinginan masyarakat di lapangan dengan pelaksanaan tugas

yang seharusnya diselenggarakan.

Pernyataan yang senada juga diutarakan oleh I1-2 yang

menyatakan bahwa :

“Hambatan kami memang terletak pada keterbatasan jumlah


Sumber Daya Manusia yang kami miliki dan pengetahuan
yang harus terus ditingkatkan melalui program pendidikan
dan pelatihan namun karena terbentur dengan masalah waktu
dan biaya kami tidak bisa mencatumkan program tersebut
pada kegiatan kerja kami, maka upaya yang kami tempuh yaitu
dengan berinovasi untuk terus mengupdate aturan-aturan
terbaru di bidang pengelolaan lingkungan hidup, hambatan
lainnya yang dirasakan yaitu belum adanya jaminan
keselamatan kerja bagi kami karena kami pun belum
menerima aturan teknisnya”. (Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017
pukul 08.19 WIB).

Dari pemaparan diatas yang disampaikan oleh I1-2 dapat

diketahui bahwa hambatan yang ditemukan dalam melakukan

kegiatan pengawasan di lapangan utamanya terletak pada keterbatasan

jumlah petugas dan anggaran yang memadai untuk memberikan

program pendidikan maupun pelatihan bagi para petugas lapangan

dengan tujuan dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan para


19

petugas dalam menyelenggarakan pengawasan kebijakan

pengendalian dampak lingkungan, tetapi upaya yang telah ditempuh

untuk mengatasi hal tersebut dengan mengoptimalkan pendayagunaan

sumber daya secara efektif dan efisien sambil terus melakukan upaya

pembaharuan terhadap aturan-aturan terbaru di bidang lingkungan

hidup agar dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan para

petugas lapangan dalam menyelenggarakan pengawasan kebijakan

pengendalian dampak lingkungan.

Selain itu hambatan lainnya juga terletak pada belum adanya

jaminan keselamatan kerja bagi para petugas lapangan yang sampai

saat ini aturan secara teknisnya belum ada yang menyebabkan

pelaksanaan tugas pengawasan di lapangan terkadang dirasa kurang

optimal, sehingga selama ini selalu diupayakan pelaksanaan tugas

pengawasan agar selalu berpedoman pada prinsip waspada dan

berhati-hati terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi.

Pemaparan yang berbeda juga disampaikan oleh I1-4 yang

menyatakan bahwa :

“Saat ini hambatannya karena masih seksi ini masih baru


sehingga kami pun masih meraba arahnya kemana, dan masih
ada program yang seharusnya diselenggarakan tetapi saat ini
belum ada, akan tetap kami tetap berupaya apa yang menjadi
hambatan terutama karena sistem yang berubah dengan terus
berupaya memperbaiki sistem yang telah ada agar lebih baik
lagi, hambatan lainnya yang amat menjadi kendala saat ini
berkenaan dengan minimnya Sumber Daya Manusia yang
dimiliki, jika dibandingkan dengan jumlah kecamatan yang
berada pada Kabupaten Serang yang berjumlah 29
Kecamatan kemudian staff seksi penanganan kasus yang
hanya berjumlah 1 orang”. (Wawancara di kantor Dinas
19

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017


pukul 09.17 WIB).

Dari pernyataan yang disampaikan oleh I1-4 dapat disimpulkan

bahwa sebagai seksi yang baru saja dihadirkan pada bidang

pengendalian dampak lingkungan dan baru dibentuk pada tahun 2017

ini hambatan yang dihadapi berkenaan dengan masih sangat meraba

dan menata sistem untuk dijalankan kedepannya akan tetapi dalam

pelaksanaannya diupayakan agar tetap berpedoman pada Rencana

Kerja Seksi sehingga program yang sudah ada diupayakan untuk dapat

ditingkatkan kualitasnya dan program yang belum ada untuk dapat

direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

Hambatan lainnya juga terletak pada minimnya Sumber Daya

Manusia yang dimiliki oleh seksi penanganan kasus yang hanya terdiri

dari satu orang staff saja sedangkan jika dibandingkan dengan jumlah

kecamatan di Kabupaten Serang yang berjumlah 29 kecamatan dan

beban kerja yang harus dilaksanakan dapat dikatakan cukup berat

sehingga tak jarang pelaksanaan tugas dilapangan justru melebihi

waktu jam kerja dan menyita waktu libur, namun selama ini selalu

diupayakan agar pelaksanaan tugas penanganan kasus lingkungan

dapat terus berjalan dengan baik yang disesuaikan dengan kemampuan

para petugas dan menganggap bahwa hal tersebut memang sebagai

sebuah konsekuensi yang harus diterima dan dijalankan.


19

3. Directing Role (Pengawas Kebijakan)

Dalam melakukan kegiatan pengawasan terhadap pengelolaan

lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh kegiatan usaha

dilapangan, ternyata Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

menemui kendala yang berasal dari segi internal dan eksternal seperti

apa yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :

“Untuk hambatan seperti yang tadi sudah dijelaskan


berkenaan dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia dan
sarana prasarana yang menjadi hambatan internal, dan untuk
hambatan eksternal berkenaan dengan keterbukaan dan
kesediaan perusahaaan untuk dapat diawasi, sebagai contoh
ketika sebuah perusahaan akan diawasi namun yang menjadi
penanggungjawab lingkungan tidak berada di tempat
sedangkan ia sangat memegang peranan yang sangat penting
dan tidak dapat digantikan dengan orang lain, maka hal
tersebut dapat menjadi hambatan bagi kami untuk melakukan
pengawasan terhadap kegiatan industri yang bersangkutan.
Untuk upaya kami melakukan penegasan kepada yang
bersangkutan jika terus diulangi maka nantinya akan kami
berikan sanksi”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38
WIB).

Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh I1-2 yang

menyatakan bahwa :

“Untuk hambatan memang sampai saat ini seluruh kegiatan


usaha yang berada pada Kabupaten Serang belum semuanya
dapat terawasi, saat ini dari jumlah kegiatan usaha di
Kabupaten Serang yang berjumlah sekitar 802 kegiatan usaha
baru hanya sekitar kurang lebih mendekati angka 300 yang
baru dapat kami awasi, sehingga pengawasan memang dirasa
kurang merata, tidak setiap tahun kegiatan usaha dapat
terawasi oleh kami karena keterbatasan jumlah petugas maka
kami buatlah skala prioritas untuk kegiatan usaha yang
berpotensi menimbulkan dampak yang signifikant meskipun
terdapat beberapa kegiatan usaha yang tidak menjadi skala
prioritas kami artinya ada beberapa kegiatan usaha yang
dapat terawasi untuk setiap dua/tiga tahun sekali tetapi selain
19

melakukan pengawasan langsung kami juga melakukan


pengawasan tidak langsung dengan harapan upaya
pengawasan dapat tetap berjalan sehingga kegiatan usaha
yang tidak dapat terawasi setiap tahun dapat menjaga
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
pengelolaan lingkungan hidup yang berlaku”. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
14 Maret 2017 pukul 08.19 WIB).

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 dan I1-2 dapat

disimpulkan bahwa hambatan dari sisi internal yang dihadapi Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam melakukan pengawasan

dan pemantauan terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang

diselenggarakan oleh kegiatan industri terletak pada keterbatasan

jumlah sumber daya manusia untuk mengawasi karena memang

petugas pengawas yang dimiliki hanya berjumlah 5 orang dengan 1

orang sebagai kepala bidang.

Hal tersebut menyebabkan sampai saat ini dari keseluruhan

jumlah industri di Kabupaten Serang menurut jenis dokumen

lingkungan yang dimiliki yang berjumlah 802 industri hanya baru

sekitar mendekati angka 300 industri yang dapat terawasi secara

langsung sehingga menyebabkan pengawasan yang selama ini

berjalan dirasa kurang merata dan kurang efektif karena tidak

semuanya dapat terawasi secara langsung untuk setiap satu tahun

sekali bahkan terdapat beberapa kegiatan usaha yang dapat terawasi

untuk setiap dua/tiga tahun sekali.


19

Oleh sebab itu untuk mengatasi hambatan tersebut dibuatlah

skala prioritas pengawasan terutama bagi industri-industri yang

berpotensi menimbulkan dampak yang sangat penting, seperti industri

peleburan besi/baja dan industri penghasil limbah cair akan menjadi

prioritas dalam pengawasan langsung tetapi meski ada beberapa

industri yang tidak menjadi skala prioritas kegiatan pengawasan

langsung namun tetap akan diawasi memalui kegiatan pengawasan

tidak langsung.

Hambatan lainnya yang dihadapi dari segi eksternal terletak

pada keterbukaan atau kesiapan dari para pimpinan industri untuk

dapat diawasi disesuaikan dengan jadwal pemantauan dan

pengawasan yang telah disusun karena terkadang ditemukan pimpinan

perusahaan yang tidak berada di tempat pada saat jadwal pengawasan

berlangsung padahal sebelumnya telah diinformasikan terlebih dahulu

secara tertulis melalui surat pemberitahuan terlebih jika perannya

memang tidak dapat digantikan oleh orang lain maka hal tersebut

dapat menjadi penghambat dalam kegiatan pengawasan. Oleh sebab

itu upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut dengan

upaya penegasan kepada yang bersangkutan jika mengulanginya

secara terus-menerus maka dapat dikenakan sanksi.

Selain ditemukan hambatan dalam kegiatan engawasan

terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh

para pelaku usaha, namun nyatanya dalam pelaksanaan kegiatan


20

pengawasan terhadap kualitas lingkungan juga ditemui hambatan

seperti yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :

“Untuk hambatan memang sampai saat ini laboratorium yang


kami miliki saat ini belum mendapat akreditasi dan
rencananya target pada tahun 2017 ini laboratorium yang
kami miliki harus terakreditasi, sebab belum terakreditasi
karena memang tahapannya yang cukup membutuhkan waktu
lama dan kami terbentur dengan pesyaratan personil dan
peralatan, tetapi kami berupaya dengan memberikan pelatihan
dan pengetahuan kepada tenaga (sumber daya manusia) agar
dapat tersertifikasi secara nasional”. (Wawancara di kantor
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret
2017 pukul 08.38 WIB).
Pernyataan yang senada juga dipaparkan oleh I1-3 yang

menyatakan bahwa :

“Untuk hambatan di lapangan sebenarnya tidak terlalu


menjadi masalah yang kompleks karena selama ini kami tetap
melakukan pemantauan sesuai dengan jadwal pemantauan
yang telah kami buat meskipun terkadang kami terkendala
pada keterbatasan sumber daya manusia sehingga terkadang
kami pun meminta bantuan dari seksi lain untuk melakukan
pemantauan, selain itu kami pun terbentur dengan status
laboratorium yang kami miliki yang belum terakreditasi
karena memang mekanisme penyusunan nya yang cukup
panjang dan kami pun terhalang pada persyaratan personil
dan prasarana (kelengkapan peralatan laboratorium). Namun
upaya yang kami tempuh saat ini dengan terus mengupayakan
dan melengkapi persyaratan yang diminta agar pada tahun
2017 ini laboratorium milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
bisa mendapat akreditasi”. (Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017
pukul 09.20 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1 dan I1-3

dapat ditarik kesimpulan bahwa hambatan yang dihadapi dalam

melakukan pengawasan terhadap kualitas lingkungan saat ini terletak

pada status laboratorium milik Dinas Lingkungan Hidup yang sejak

awal berdiri hingga kini belum terakreditasi oleh Komite Akreditasi


20

Nasional karena memang proses tahapannya yang cukup panjang dan

rumit terlebih juga terkendala pada persyaratan personil atau sumber

daya manusia yang dimiliki yang masih kurang baik secara kualitas

maupun kuantitas serta kelengkapan peralatan laboratorium yang

masih kurang lengkap tetapi sampai saat ini masih diupayakan untuk

melengkapi persyaratan yang diminta agar pada tahun 2017 ini dapat

segera terkareditasi sambil terus meningkatkan pengetahuan dan

wawasan bagi tenaga laboratorium melalui pendidikan dan pelatihan.

Selain itu hambatan yang dihadapi juga terletak pada

keterbatasan jumlah petugas pemantauan di lapangan namun

hambatan tersebut tidak terlalu menjadi masalah yang kompleks

karena selama ini masih dapat diatasi dengan bantuan dari anggota

seksi lain untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap

kualitas lingkungan.

Selain menemui hambatan dalam kegiatan pengawasan

terhadap kegiatan usaha dan kualitas lingkungan, pelaksanaan

penanganan intensif terhadap kegiatan usaha yang bermasalah juga

ditemukan berbagai hambatan. Hal tersebut disampaikan oleh I1-1 yang

menyatakan bahwa:

“Relatif, namun pada umumnya industri yang ada di


Kabupaten Serang yang melanggar aturan semuanya jika kami
lakukan teguran kepada industri yang melanggar tersebut
mereka sebenarnya memiliki keinginan/ berkemauan untuk
memperbaiki kesalahannya dan kembali taat pada aturan yang
berlaku, hanya saja yang menjadi permasalahan adalah cepat
atau lambatnya perusahaan untuk memperbaiki kesalahannya,
jika manajemen perusahaan yang bersangkutan lamban dalam
20

menangani permasalahan yang ada, maka upaya yang kami


lakukan dengan mendesak perusahaan yang bersangkutan
untuk segera menyelesaikan permasalahan yang ada sambil
terus kami pantau dan kami beri arahan”. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Hal yang serupa juga disampaikan oleh I1-4 yang menyatakan

sebagai berikut :

“Hambatannya berasal dari kuranngnya komitmen pimpinan


perusahaan yang mengarah pada penanganan intensif, hal
tersebut menyebabkan kami harus terus menekan pimpinan
yang bersangkutan agar segera sadar akan kesalahan yang
diperbuat namun pada dasarnya industri yang bermasalah
dapat menyelesaikan permasalahannya meskipun proses
penyelesaiannya memakan waktu yang cukup lama”.
(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
Sehingga dari pernyataan diatas yang disampaikan oleh I1-1 dan

I1-4 dapat disimpulkan bahwa hambatan yang ditemukan Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam melakukan tindakan

penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan terletak pada

kurangnya komitmen dari para pimpinan perusahaan untuk

menindaklanjuti teguran yang disampaikan serta melakukan upaya

perbaikan namun pada intinya kegiatan industri yang melanggar di

Kabupaten Serang pada dasarnya memiliki keinginan dan kemauan

untuk memperbaiki kesalahannya dan kembali taat pada aturan yang

berlaku meskipun memang ada yang dapat menyelesaikan

permasalahan dengan waktu yang cepat dan ada juga yang proses

penyelesaian masalahnya memakan waktu yang lama.


20

Akan tetapi selama ini untuk mengatasi hambatan tersebut

pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang melakukan

tindakan pengarahan dan pemantauan untuk mengetahui sejauh mana

progress dari tindakan upaya perbaikan yang dilakukan oleh yang

bersangkutan, bahkan jika yang bersangkutan tidak merespon positif

teguran yang disampaikan dan tidak juga melakukan upaya perbaikan

maka selanjutnya dilakukan tindakan penekanan terhadap pimpinan

perusahaan yang bersangkutan agar dapat menyelesaikan

permasalahannya dengan cepat.

4. Pencegahan

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaan upaya

pencegahan terhadap dampak lingkungan Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang juga menemukan kendala yang berasal dari 4

masalah utama. Hal tersebut disampaikan oleh I1-5 sebagai berikut :

“Untuk hambatannya berkenaan dengan tingkat pemahaman


dari para pihak yang terlibat pada pengelolaan lingkungan
yang masih belum optimal, aspek lingkungan yang saat ini
masih belum menjadi prioritas utama karena memang
biasanya masih terdapat unsur-unsur lain yang lebih utama
dan diprioritaskan seperti contohnya lapangan pekerjaan,
kemudian anggaran yang belum optimal untuk upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan pola
pikir Sumber Daya Manusia yang berada pada lingkup
pemerintah yang masih berfikiran “tempat mana yang basah
dan kering” selain itu ilmu-ilmu lingkungan juga yang masih
kurang diminati pada lembaga-lembaga pendidikan dibanding
dengan ilmu-ilmu yang dapat dikatakan lebih trend pada
zaman sekarang seperti ilmu ekonomi, manajemen dan lain
sebagainya dan terakhir hambatannya terletak pada jumlah
20

orang yang ingin memperbaiki lingkungan hidup dan orang


yang paham lingkungan masih lebih sedikit jumlahnya
dibanding dengan orang yang merusak lingkungan yang
jumlahnya lebih banyak”. (Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017
pukul 08.37 WIB).

Sehingga dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa

hambatan yang dihadapi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang dalam upaya pencegahan dampak lingkungan antara lain

meliputi 4 aspek yaitu; kurang optimalnya tingkat pemahaman dari

para pihak yang terlibat dalam pengelolaan lingkungan hidup, aspek

lingkungan hidup yang sampai saat ini belum menjadi prioritas utama

dalam pembangunan daerah karena memang hakikatnya masih

terdapat aspek-aspek yang jauh lebih penting dibanding dengan aspek

lingkungan hidup yaitu 3 aspek yang menjadi primadona utama yang

meliputi aspek pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, masih kurang

diminatinya ilmu-ilmu lingkungan sehingga masih sedikit jumlah

sumber daya manusia yang ingin menjadi bagian dari agent pengelola

lingkungan hidup, dan jumlah manusia yang ingin memperbaiki dan

paham akan lingkungan hidup yang jumlahnya masih lebih sedikit

dibanding dengan manusia yang ingin merusak lingkungan yang

jumlahnya cenderung lebih banyak.

Tetapi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang mencoba

mengatasi hambatan tersebut dengan cara berikut seperti yang

disampaikan oleh I1-5 yang menyatakan bahwa:


20

“Namun selama ini sebisa mungkin kami selalu melaksanakan


apa yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab kami
dilakukan dengan sebaik mungkin dan dijalankan dengan
sepenuh hati karena pada dasarnya upaya pencegahan
dampak lingkungan bukan hanya menjadi tugas kami namun
juga merupakan tanggungjawab bersama dari seluruh pelaku
pembangunan daerah dan seluruh lapisan masyarakat untuk
sama-sama mendukung terwujudnya visi misi Kabupaten yang
ramah lingkungan dan terselenggaranya prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan”. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).

Dari pemaparan diatas yang disampaikan oleh I1-5 dapat

diketahui bahwa untuk mengatasi hambatan dalam melakukan

tindakan pencegahan terhadap dampak lingkungan upaya yang

dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dengan

melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan aturan yang

berlaku serta menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan

tanggungjawab dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang diselenggarakan dengan sepenuh hati dan sebaik mungkin.

Tetapi pada dasarnya upaya pencegahan dampak lingkungan

bukanlah menjadi tanggungjawab dan kewajiban utama bagi Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tetapi juga diperlukan

dukungan dari seluruh pelaku pembangunan daerah serta seluruh

lapisan masyarakat untuk sama-sama menjaga kelestarian lingkungan

hidup dan sama-sama mendukung terwujudnya visi misi Kabupaten

Serang yang ramah lingkungan serta terselenggaranya prinsip

pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.


20

5. Penanggulangan

Pada hakikatnya dalam menyelenggarakan upaya

penanggulanagan terhadap dampak pencemaran dan kerusakan

lingkungan di lapangan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

juga menemui hambatan. Hal tersebut disampaikan oleh I1-1 yang

menyatakan bahwa:

“Sebenarnya kami disini tidak berkewajiban untuk melakukan


tindakan penanggulangan, karena yang bertugas melakukan
hal tersebut industri yang menyebabkan pencemaran, kami
disini hanya mengarahkan dan memantau saja sejauh mana
upaya penanggulangan yang dilakukan. Tetapi memang jika
berbicara hambatan, memang tidak jauh seperti yang sudah
dikatakan sebelumya yaitu berkenaan dengan proses
perbaikan sebagai upaya penanggulangan yang berbeda ada
yang cepat ada juga yang lama”. (Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017
pukul 08.38 WIB).

Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut:

“Untuk hambatan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan


hambatan dalam melakukaan kegiatan penanganan intensif
usaha bermasalah lingkungan, karena sebenarnya upaya
penanggulangan juga berkaitan dengan hal tersebut.
Hambatannya bisa dilihat dari tinggi atau rendahnya ketaatan
dari yang bersangkutan, jika ketaatannya tinggi maka upaya
penanggulangan juga akan dilakukan dengan cepat tetapi
kalau tingkat ketaatannya rendah juga akan berakibat pada
upaya penanggulangan nya yang lama. Tetapi memang selama
ini selalu diusahakan dengan tindakan pendekatan,
pengarahan hingga apabila tidak taat juga maka setelah itu
kita beri penekanan bahkan bisa sampai pada pemberian
sanksi”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang,tanggal tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17
WIB).
20

Dari pernyataan diatas yang disampaikan oleh I1-1 dan I1-4 dapat

disimpulkan bahwa pada dasarnya upaya penanggulangan bukanlah

menjadi kewajiban dari Dinas Ligkungan Hidup untuk melakukan hal

tersebut, karena yang bertugas menyelesaikan hal tersebut ialah

kegiatan usaha yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan

lingkungan. Tetapi berbicara mengenai hambatan dalam upaya

penanggulangan sebenarnya terdapat keterkaitan dengan hambatan

dalam melakukan penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan

yang bisa dilihat dari tingkat ketaatannya, jika tingkat ketaatannya

tinggi maka tindakan untuk mengarahkan industri yang bersangkutan

akan lebih mudah dan upaya penanggulangan akan lebih cepat untuk

diselesaikan.

Berbeda dengan industri yang tingkat ketaatannya rendah

maka upaya untuk mengarahkan industri yang bersangkutan akan

lebih sulit dan penyelesaian upaya penanggulangan juga akan lebih

lama. Namun selama ini agar hambatan tersebut dapat terpecahkan

jalannya dengan tindakan pendekatan, pengarahan hingga apabila

tidak ingin mengikuti aturan dan tidak taat setelah itu akan diberi

penekanan dan ancaman hingga pada pemberian sanksi.

6. Pemulihan

Dalam melakukan upaya pemulihan lingkungan, Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang juga menghadapi hambatan dan

kendala yang berasal dari komitmen para pimpinan industri untuk


20

melakukan perbaikan lingkungan seperti yang disampaikan oleh I1-1

sebagai berikut :

“Hambatannya berasal dari tinggi atau rendahnya dari


ketaatan dan keinginan industri yang bersangkutan untuk
melakukan tindakan pemulihan, upaya yang kami lakukan
untuk mengatasi hambatan tersebut dengan upaya pendekatan
internal untuk terus diarahkan, dan melakukan intimidasi
dalam bentuk ancaman untuk segera dan mau memperbaiki
lingkungan yang bermasalah akibat dari kegiatan dan
keberadaan industri yang bersangkutan”. (Wawancara di
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal
29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).

Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh I1-4 yang

menyatakan bahwa :

“Hambatannya itu berupa dari tinggi atau rendahnya ketaatan


dari pimpinan industri yang bersangkutan tetapi kami terus
berupaya untuk mengarahkan terutama dengan pendekatan
internal tetapi jika tidak diindahkan juga maka nantinya akan
diberikan ancaman untuk segera melakukan upaya perbaikan
lingkungan yang bermasalah”. (Wawancara di kantor Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017
pukul 09.17 WIB).

Berdasarkan pernyataan yang dipaparkan oleh I1-1 dan I1-4 dapat

disimpulkan bahwa hambatan yang dihadapi Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang dalam melakukan upaya pemulihan memang tidaak

jauh berbeda dengan hambatan yang ditemukan dalam kegiatan

penanganan intensif usaha bermasalah dan hambatan dalam

melakukan upaya penanggulangan, karena hakikatnya hambataan

yang ditemukan memang berasal dari tinggi atau rendahnya ketaatan

dan keinginan dari pimpinan industri yang telah menyebabkan

pencemaran untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan, tetapi


20

untuk mengatasi hal tersebut selalu diupayakan melalui pendekatan

secara internal terlebih dahulu dengan upaya pengarahan tetapi jika

tidak diindahkan dan tidak ditanggapi dengan baik selanjutnya akan

diberikan ancaman agar segera melakukan tindakan perbaikan dan

pemulihan kembali kondisi lingkungan yang telah bermasalah.

4.4 Pembahasan

Dari pemaparan di atas mengenai gambaran umum Peran Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran

Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang diketahui

bahwa dalam melakukan pengendalian dampak pencemaran dari keberadaan

kawasan industri Modern Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang masih

mengalami permasalahan yang menghambat pelaksanaan tugas di bidang

pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang berasal

dari segi internal maupun eksternal. Sehingga pada dasarnya memang diperlukan

upaya pengelolaan lingkungan hidup yang lebih mendalam lagi yang wajib

diselenggarakan oleh seluruh pelaku pembangunan daerah dan seluruh lapisan

masyarakat.

Pada bagian ini peneliti akan mencoba memaparkan lebih lanjut

berdasarkan data-data yang peneliti dapatkan di lapangan mengenai Peran Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam pengendalian dampak pencemaran

kawasan industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang untuk menjawab

rumusan masalah yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya yeng terdiri 2 point

rumusan masalah. Pertama berkaitan dengan bentuk pengendalian Dinas


21

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap dampak pencemaran kawasan

industri Modern. Kedua berkenaan dengan hambatan dan upaya yang ditempuh

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam

pengendalian dampak pencemaran kawasan industri Modern, keduanya akan

dipaparkan oleh peneliti secara lebih mendalam sebagai berikut:

1. Bentuk Pengendalian Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten


Serang terhadap Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern

Pada bagian ini peneliti akan mencoba menjawab rumusan

masalah pada point pertama yang berkenaan dengan bentuk

pengendalian yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang terhadap dampak pencemaran yang ditimbulkan

dari keberadaan kawasan industri Modern yang dapat dilihat mulai

dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan yang akan

dipaparkan dibawah ini:

Regulatory Role (Perencana Kebijakan)

Dalam melakukan perencanaan kebijakan, program, dan

kegiatan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan

hidup, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang awalnya

berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) yang merupakan hasil lanjutan dari kegiatan Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Daerah yang diikuti oleh berbagai pihak

dalam memberikan masukan dan saran untuk rencana pembangunan

daerah kedepannya.
21

Setelah itu barulah akan dijabarkan ke dalam Rencana

Strategis Kabupaten Serang yang didalamnya memuat Visi dan Misi

Kabupaten Serang untuk 5 tahun kedepan, salah satu misi Kabupaten

Serang yang berkaitan dengan aspek lingkungan hidup yaitu terletak

pada point kedua yang berbunyi “Meningkatkan pembangunan sarana

prasarana wilayah, penataan ruang dan permukiman yang memadai,

berkualitas, dan berwawasan lingkungan.”. Dari situlah selanjutnya

akan disusun Rencana Strategis Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang untuk mendukung terwujudnya visi tersebut yang didalamnya

memuat target-target pencapaian kinerja pengelolaan lingkungan

hidup yang didasarkan pada Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

Daerah (IKLHD) yang merupakan perpaduan antara indeks tutupan

lahan, indeks pencemaran air, dan indeks pencemaran udara, setelah

itu barulah dijabarkan kedalam Rencana Kerja Bidang yang kemudian

diperjelas dan diperinci kembali kedalam Rencana Kerja Seksi yang

didasarkan pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

Sebagai upaya memudahkan pembaca untuk mengetahui lebih

jelas mengenai beberapa tahapan diatas maka peneliti membuat

sebuah bagan yang akan menggambarkan proses penyusunan

kebijakan dan program di bidang pengendalian dampak lingkungan

seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:


21

Gambar 4.11
Tahapan Penyusunan Kebijakan dan Program Pengendalian Dampak
Lingkungan

SELURUH LAPISAN MASYARAKAT

RPJMD MUSREMBANG DAERAH

PELAKU PEMBANGUNAN DAERAH

RENSTRA

RENJA DLH RKA

RENJA BID.
PENGENDALIAN DPA

RENJA SEKSI

Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2017

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa dalam

penyusunan kebijakan dan program pengendalian dampak lingkungan

dilakukan melalui beberapa tahapan yang awalnya berpedoman pada

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang didasarkan

pada hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang

melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan para pelaku pembangunan

daerah, yang selanjutnya akan dijabarkan ke dalam Rencana Strategis

Kabupaten Serang yang memuat visi dan misi yang kemudian untuk

mewujudkan visi misi tersebut dibuatlah Rencana Kerja Dinas


21

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang yang didasarkan pada Rencana

Kerja Anggaran, barulah setelah itu dijabarkan kembali kedalam

Rencana Kerja Bidang Pengendalian dengan menyesuaikannya pada

Dokumen Pelaksanaan Anggaran dan setelah itu baru dari situ akan

diperinci kembali kedalam Rencana Kerja Seksi yang memuat

program dan kegiatan di bidang pengendalian dampak lingkungan

yang nantinya akan diselenggarakan.

Akan tetapi sebelum menetapkan kebijakan dan program

pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup

diselenggarakan kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan

(Musrembang) Daerah yang dikoordir oleh Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) melalui tahapan Musyawarah

Perencanaan Pembangunan tingkat Desa dan Musyawarah

Perencanaan Pembangunan tingkat Kecamatan dengan harapan

seluruh pelaku pembangunan dan seluruh lapisan masyarakat dapat

menyampaikan saran, masukan, dan pendapat untuk penyelenggaran

pembangunan daerah di masa mendatang termasuk untuk kebijakan

dan program pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup. Sehingga penyampaian saran, masukan, dan

pendapat tersebut dapat menjadi acuan bagi Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang dalam menyusun dan menetapkan program dan

kebijakan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup sekaligus sebagai bahan koreksi dalam pelaksanaan


21

tugas sebelumnya untuk dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan

tugas kedepannya.

Selain dari pihak masyarakat yang menyampaikan saran,

masukan dan pendapat yang ditunjukkan untuk Dinas Lingkungan

Hidup Kabupaten Serang, para pelaku industri pun menyampaikan

saran, masukan dan pendapat kepada Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang terutama berkenaan dengan urusan pengelolaan

lingkungan dan penanganan limbah, karena pasalnya di lapangan

banyak industri di kawasan Modern yang meminta agar Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang memberikan penegasan dan

pengarahan kepada pihak pengelola kawasan untuk tidak hanya

berfokus pada penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan saja

dengan perluasan area kawasan dan penyediaan kavling saja tetapi

juga berfokus pada penerapan prinsip berwawasan lingkungan melalui

penyediaan fasilitas pengelolaan limbah industri dengan jalan

membangun Instalasi Pengelolaan Limbah Khusus Kawasan.

Setelah mendengarkan segala masukan, pendapat dan saran

dari berbagai pihak pelaku pembangunan daerah, maka langkah

selanjutnya adalah menentukan kebijakan, program, dan kegiatan

pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup

yang disesuaikan dengan ketersediaan anggaran yang memadai dan

skala prioritas pembangunan daerah. Adapun yang menjadi program

dan kegiatan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan


21

lingkungan hidup yang telah disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang utamanya berkenaan dengan kegiatan pengawasan

penaatan pengelolaan lingkungan hidup, kegiatan pemantauan dan

pengawasan terhadap kualitas lingkungan baik udara maupun air,

kegiatan penanganan permasalahan lingkungan dan penanganan

intensif usaha bermasalah lingkungan.

Dalam rangka mewujudkan upaya perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup yang baik selain mengandalkan

program dan kebijakan pengendalian dampak pencemaran dan

kerusakan lingkungan hidup yang telah disusun oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, nyatanya para pelaku industri

pun menyusun program dan kebijakan pengendalian dampak

pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang utamanya meliputi

kegiatan penaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan pengelolaan limbah agar sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan, melakukan pemantauan, pengecekan, dan pengujian

terhadap kualitas keluaran limbah yang dihasilkan setiap bulannya dan

melaporkan hasilnya kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup. Dengan

demikian, pada hakikatnya pengelolaan lingkungan hidup itu harus

diselenggarakan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam pembangunan

daerah.
21

Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)

Dalam pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian

dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup selama ini

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang selalu mengupayakan

agar pelaksanaannya sesuai dengan perencaan awal salah satu upaya

yang ditempuh oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

dengan membuat jadwal pelaksanaan kegiatan untuk satu tahun

kedepan yang termuat dalam Rencana Kerja Seksi dan menjadi

pedoman dalam pelaksanaan tugas di lapangan, selain itu juga

dilakukan kegiatan evaluasi yang dilakukan secara internal untuk

mengetahui kelemahan dan kekurangan pelaksanaan tugas di lapangan

dan hasilnya dapat menjadi acuan untuk memperbaiki dan

peningkatan pelaksanaan tugas selanjutnya.

Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan pengetahuan

bagi para pelaku usaha dalam hal pengelolaan lingkungan hidup,

Dinas Lingkungan Hidup pun rutin memberikan kegiatan bagi pelaku

usaha baik berupa pendidikan, pelatihan, bimbingan teknis, dan

pembinaan dalam aspek pengelolaan lingkungan hidup dan

penanganan limbah industri. Sedangkan untuk kegiatan yang

ditunjukkan untuk masyarakat memang dirasa masih sangat minim

dan kurang, padahal peneliti menemukan di lapangan bahwa

masyarakat sangat berharap adanya kegiatan yang di selenggarakan

oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang yang utamanya


21

berkenaan dengan kegiatan sosialisasi mengenai bahayanya limbah

dan bagaimana harus bersikap terhadap keberadaan industri-industri

yang berdekatan dengan permukiman masyarakat. Sehingga nantinya

dapat memberikan pemahaman dan wawasan bagi masyarakat dan

ikut terlibat dalam program pengendalian dampak pencemaran dan

kerusakan lingkungan.

Directing Role (Pengawas Kebijakan)

Pada dasarnya pengawasan kebijakan dan program

pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan erat

kaitannya dengan 2 aspek pengawasan yaitu kegiatan pengawasan

terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang diselenggarakan

oleh pelaku usaha dan pengawasan terhadap kualitas lingkungan baik

udara maupun air. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan

lingkungan yang diselenggarakan oleh pelaku usaha didasarkan pada

masalah administratif dan masalah teknis. Masalah administratif

konteksnya berkenaan dengan dokumen lingkungan dan izin-izin yang

dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup, batas waktu berlakunya

izin, data laporan triwulan, data apresiasi dan pelanggaran dan lain

sebagainya berkenaan dengan kelengkapan administrasi.

Sedangkan masalah teknis konteksnya berkenaan dengan

bagaimana pelaksanaan pengelolaan lingkungan di lapangan yang

termuat dalam dokumen dan izin lingkungan, apakah unsur-unsur

yang tertera pada dokumen dan izin lingkungan telah dilaksanakan


21

dengan baik dan benar sesuai dengan aturan, apakah terdapat

penambahan atau perubahan terhadap unsur-unsur yang tertera pada

dokumen lingkungan atau tidak, jika memang ada maka harus segera

direvisi (adendum) dan lain sebagainya yang berkenaan dengan teknis.

Namun agar kegiatan industri yang bersangkutan dapat

mempersiapkan materi-materi pengawasan yang akan diawasi,

sebelumnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang selalu

menginformasikan terlebih dahulu kepada industri yang bersangkutan

secara tertulis melalui surat termasuk materi-materi pengawasan yang

akan diawasi juga sudah termuat dalam surat pemberitahuan.

Selanjutnya kegiatan pengawasan juga dilakukan terhadap

kualitas lingkungan yang objek pengawasannya berkenaan dengan

ketujuh titik sungai yang berada pada Kabupaten Serang, udara

(ambient) dan udara (ambient) 24 jam untuk wilayah Serang Timur

dan Serang Barat, dengan langkah awal menentukan titik-titik

frekuensi pengambilan sampel untuk satu tahun kedepan yang dibagi

kedalam empat triwulan yang kemudian dijabarkan kembali untuk

setiap bulannya yang memuat tanggal-tanggal jadwal pemantauan.

Pemantauan terhadap kualitas lingkungan yang kondisinya tidak

sesuai dengan aturan maka selanjutnya Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang akan memberikan teguran terlebih dahulu kepada

industri yang berdekatan dengan media lingkungan yang tercemar dan

disarankan untuk segera melakukan upaya perbaikan terhadap


21

pengelolaan limbahnya sehingga nantinya tidak akan berdampak pada

masyarakat.

Kegiatan pengawasan terhadap kegiatan industri dan kualitas

lingkungan yang bermasalah dimana terdapat industri yang belum taat

pada aturan sehingga menyebabkan pencemaran terhadap kualitas

lingkungan maka selanjutnya industri yang bersangkutan akan

menjadi objek penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan yang

nantinya akan mendapat perhatian yang lebih dalam kegiatan

pengawasan selanjutnya. Sehingga untuk membuat dan

mengembalikan kembali kegiatan usaha bermasalah lingkungan perlu

dilakukan tindakan pemberian sanksi baik sanksi secara administratif

hingga pada sanksi pidana yang semuanya telah diatur dalam Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2009 yang kemudian diperjelas kembali

pada Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 8 Tahun 2011.

Pencegahan

Upaya pencegahan dampak pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang belum semua instrumen yang diatur dalam

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai upaya pencegahan

sudah dapat diterapkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang karena memang ada aturan dan petunjuk pelaksanaan yang

sampai saat ini belum ada di Kabupaten Serang.


22

Instrumen-instrumen yang belum dapat diterapkan oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang antara lain berupa; pertama,

instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang menjadi pedoman

bagi pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunan daerah

dan tata ruang wilayah karena sampai pada tahun 2017 ini

penyusunannya masih pada tahap perencanaan, kedua Instrumen

Ekonomi Lingkungan Hidup yang lebih banyak sudah diterapkan pada

negara-negara maju, terakhir Instrumen Analisis Resiko Lingkungan

Hidup yang ditunjukkan untuk kegiatan yang sangat berdampak tinggi

bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia, sedangkan pada

Kabupaten Serang cukup dengan penyusunan Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL).

Sedangkan instrumen-instrumen yang sudah dapat diterapkan

oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, meskipun belum

semuanya berjalan optimal antara lain berupa: Instrumen Baku Mutu

Lingkungan Hidup dan Instrumen Kriteria Kerusakan Lingkungan

Hidup yang keduanya memuat nilai maksimal untuk lingkungan,

limbah dan media lingkungan yang dijadikan pedoman bagi para

petugas pengawas di lapangan dalam melakukan kegiatan pengawasan

terhadap kegiatan industri dan kualitas lingkungan hidup. Instrumen

selanjutnya yang sudah diterapkan adalah Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup

dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yang


22

keduanya menjadi pedoman, acuan serta identitas dari setiap kegiatan

usaha dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup dan

penanganan limbah industri, hal tersebut juga menjadi pedoman bagi

petugas pengawas di lapangan untuk mengetahui tingkat ketaatan dari

pelaku usaha.

Selanjutnya instrumen yang sudah diterapkan oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang adalah perizinan yang

kedudukannya amat penting karena merupakan mata rantai perizinan

yang berjalan dan merupakan syarat utama diterbitkannya izin usaha.

Kemudian instrumen lainnya adalah Peraturan Perundang-undangan

Berbasis Lingkungan Hidup dimana Kabupaten Serang sendiri juga

memiliki dasar dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten

Serang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup di Kabupaten Serang. Instrumen lainnya yang

sudah diterapkan berupa Instrumen Anggaran Berbasis Lingkungan

dimana telah tersedianya anggaran untuk kepentingan perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup meski tidak digambarkan dalam

bentuk presentase yang jelas, dan instrumen terakhir yang sudah

diterapkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berupa

audit lingkungan hidup melalui kegiatan pengawasan di lapangan

meskipun sifatnya masih umum dan sederhana belum bersifat general

dan terperinci
22

Penanggulangan

Dalam melakukan kegiatan penanggulangan pencemaran

sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun

2009 selama ini yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang berupa pemberian informasi peringatan

pencemaran mengenai kondisi lingkungan yang baru diberitahukan

kepada pihak industri yang telah menyebabkan pencemaran dan

kerusakan lingkungan saja untuk kemudian diberikan teguran, tetapi

untuk menginformasikan mengenai kondisi lingkungan kepada

masyarakat langsung sampai saat ini belum pernah dilakukan oleh

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.

Hal tersebut dilakukan dengan harapan ketika industri yang

bersangkutan telah menerima informasi mengenai kondisi lingkungan

yang buruk akibat pengelolaan limbahnya yang tidak benar sekaligus

menerima teguran dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

agar segera melakukan upaya perbaikan yang dilakukan oleh industri

yang bersangkutan sehingga nantinya diharapkan tidak berdampak

langsung ke masyarakat dan tidak ada masyarakat yang merasa

dirugikan.

Namun apabila teguran yang telah diberikan oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tidak diindahkan dan tidak

ditanggapi secara positif oleh industri yang bersangkutan maka

langkah selanjutnya adalah pemberian sanksi, dimana pemberian


22

sanksi ini tidak diberikan secara sembarangan namun sanksi yang

diberikan didasarkan pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dimulai

dari pemberian teguran, sanksi administratif, sampai pada penutupan

kegiatan dan pencabutan izin lingkungan.

Upaya penanggulangan lainnya yang telah dilakukan oleh

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap kegiatan

industri yang bermasalah lingkungan berupa upaya pengisolasian

terhadap industri yang bermasalah lingkungan melalui pemasangan

garis polisi sehingga tidak ada satu pun orang yang dapat memasuki

area industri yang bersangkutan sampai ada upaya perbaikan dari

industri yang bermasalah sehingga diperbolehkan untuk beroperasi

kembali, dan penutupan paksa saluran instalasi pengelolaan limbah

sampai kapasitas limbah yang dikeluarkan sesuai dengan kemampuan

instalasi pengelolaan limbahnya dah hal tersebut pernah dilakukan

oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Serang dan Dinas Kabupaten

Serang terhadap 8 kegiatan industri di kawasan Modern pada tahun

2015.

Selanjutnya upaya penanggulangan yang telah dilakukan oleh

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap kegiatan

industri yang bermasalah lingkungan berupa upaya penghentian

terhadap industri yang bermasalah lingkungan melalui penghentian

sementara kegiatan sampai batas waktu yang ditentukan dan sampai


22

pengelolaan limbahnya baik dan benar, serta pengurangan kapasitas

produksi sampai pengelolaan limbahnya sesuai dengan aturan dan

baku mutu lingkungan hidup yang berlaku.

Pemulihan

Dalam melakukan upaya pemulihan lingkungan salah satunya

dapat dilakukan dengan upaya pembersihan terhadap pencemaran dan

kerusakan lingkungan. Namun selama ini Dinas Lingkungan Hidup

tidak pernah melakukan tindakan pembersihan terhadap pencemaran

dan kerusakan lingkungan karena memang hal tersebut merupakan

kewajiban dari industri yang telah menyebabkan pencemaran dan

kerusakan lingkungan, peran Dinas Lingkungan Hidup disini hanya

berupa mengarahkan industri yang bersangkutan saja untuk

melakukan tindakan pembersihan seperti clean up setelah itu akan

diuji kembali untuk mengetahui kondisinya kecuali ketika sumber

pencemarnya tidak diketahui maka nantinya akan diupayakan dari

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk ada tindakan clean

up tetapi sampai saat ini selalu diketahui sumber pencemarnya.

Namun, berhubung sampai saat pada belum tersedianya

Instalasi Pengelolaan Limbah Khusus Kawasan yang merupakan

tanggungjawab dari pihak pengelola kawasan Modern untuk

membangunnya, dengan demikian sebenarnya upaya pembersihan

pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan tugas dan


22

tanggungjawab bersama antara pihak kawasan dengan industri-

industri yang ada di dalamnya.

Selama ini upaya pembersihan yang dilakukan oleh pihak

kawasan baru sebatas pembersihan pada area sekitar kawasan Modern

saja yang dilakukan oleh petugas kebersihan kawasan, dan sempat

dilakukan normalisasi terhadap sungai Cikambuy di bagian hulu yang

letaknya berdekatan dengan PT. Nippon Seiki Indonesia, sedangkan

upaya pembersihan yang dilakukan oleh para industri utamanya

berfokus pada pembersihan saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah

melalui pemberian cairan antitoksin pada air limbah dan menguras

kolam Instalasi Pengelolaan Air Limbah agar endapan lumpur tidak

ikut terbawa pada saluran air limbah perusahaan yang nantinya

bermuara ke sungai Cikambuy.

Sebagai upaya pemulihan lingkungan juga dapat dilakukan

dengan upaya-upaya perbaikan lingkungan dimana hal tersebut juga

merupakan kewajiban dari industri yang telah menyebabkan

pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dengan demikian hal ini pun

menjadi tugas dan tanggungjawab bersama antara pihak pengelola

kawasan dan industri-industri yang berada didalamnya.

Adapun usaha perbaikan lingkungan yang pernah dilakukan

oleh pihak pengelola kawasan Modern berupa program Corporate

Social Responsibility (CSR) salah satunya yaitu kegiatan penghijauan

yang dilakukan di luar daerah yang lebih membawa dampak yang


22

lebih besar, dan upaya penanaman pepohonan yang hanya baru

dilakukan sekitar area kawasan saja belum sampai pada permukiman

warga sekitar.

Sedangkan upaya perbaikan lingkungan yang telah dilakukan

oleh industri-industri di dalamnya lebih berfokus pada upaya

mengoptimalkan terhadap pengontrolan sistem-sistem pengelolaan

limbah yang dimiliki oleh masing-masing industri dan upaya

penyediaan ruang terbuka hijau sesuai dengan kemampuan industri

masing-masing yang didasarkan pada aturan yang berlaku.

2. Hambatan dan Upaya yang ditempuh Dinas Lingkungan Hidup


Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam
pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern

Pada bagian ini peneliti akan mencoba memaparkan jawaban

rumusan masalah pada point kedua yang berkaitan dengan hambatan

dan upaya yang selama ini telah diselenggarakan oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan

dalam pengendalian dampak pencemaran kawasan industri Modern

dimana peneliti akan menjelaskan hambatan dan upaya yang telah

dilaksanakan mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan, hingga pada

pengawasan yang akan peneliti paparkan sebagai berikut:

Regulatory Role (Perencana Kebijakan)

Hambatan yang dihadapi oleh Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang pada aspek perencanaan antara lain berupa belum

dapat terealisasinya semua aspirasi dan masukan yang telah


22

tertampung dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan

Daerah karena pasalnya keterbatasan anggaran yang memadai dan

skala prioritas terhadap kegiatan yang harus lebih diutamakan menjadi

salah satu penyebab hal tersebut tidak dapat direalisasikan untuk itu

agar hambatan tersebut dapat terpecahkan selama ini diupayakan agar

benar-benar kegiatan yang diselenggarakan dapat seefektif dan

seefisien mungkin sesuai dengan anggaran yang tersedia dan

disesuakan dengan skala prioritas pembangunan.

Hambatan lainnya yang dihadapi pada aspek perencanaan

berupa kurangnya partisipasi masyarakat untuk terlibat pada kegiatan

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa untuk ikut

menyampaikan segala masukan, aspirasi mengenai permasalahan

lingkungan yang terjadi yang sebenarnya sangat diperlukan bagi

Pemerintah Daerah. Hal tersebut diakibatkan karena banyak

masyarakat yang merasa kurang dilibatkan dalam kegiatan

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa yang disebabkan

karena adanya konflik antar beberapa kelompok masyarakat,

kurangnya kesadaran dan kepekaan masyarakat akan kondisi sosial

dan aspek lingkungan hidup serta kurangnya dukungan dari kelompok

masyarakat lain untuk menyampaikan segala aspirasi dan keluhan

permasalahan lingkungan yang terjadi dari keberadaan kawasan

industri Modern kepada Pemerintah Desa.


22

Sehingga hal tersebut juga menyebabkan terdapat beberapa

keinginan dari masyarakat yang tidak tersampaikan dan dapat

terwujud dan akhirnya berujung pada aksi unjuk rasa dari beberapa

masyarakat yang menuntut agar permasalahan pencemaran khusunya

pencemaran terhadap sungai Cikambuy dapat terselesaikan dan

diperolehnya tindak lanjut dan tindakan tegas dari Pemerintah Daerah

dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap industri-

industri di kawasan Modern yang telah menyebabkan pencemaran

pada sungai Cikambuy.

Namun sebenarnya selama ini pihak Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang sempat memberikan penegasan khusunya kepada

pihak pengelola kawasan Modern selaku induk dari industri-industri

didalamnya agar mewajibkan industri yang berada pada area kawasan

Modern baik penghasil limbah cair, padat, dan udara untuk

membangun Instalasi Pengelolaan Limbah di masing-masing industri.

Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)

Adapun yang menjadi hambatan dari segi internal dalam

pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian dampak lingkungan

yaitu berupa keterbatasan sumber daya manusia dimana keseluruhan

jumlah sumber daya manusia yang dimiliki oleh bidang pengendalian

dampak lingkungan hanya berjumlah 10 orang yang dibagi ke dalam 3

urusan sedangkan beban pekerjaan dalam pelaksanaan tugas di

lapangan dapat dikatakan cukup berat dan membutuhkan sumber daya


22

manusia yang cukup banyak sehingga terkadang tak jarang

pelaksanaan tugas dilapangan justru melebihi waktu jam kerja dan

menyita waktu libur, kemudian minimnya anggaran yang tersedia

untuk memberikan pendidikan dan pelatihan bagi petugas pelaksana

teknis di lapangan yang dapat dijadikan sebagai sarana dalam

meningkatkan kualitas kompetensi para petugas pelaksana di

lapangan.

Dalam mengatasi hambatan diatas upaya yang telah dilakukan

oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang antara lain dengan

upaya penambahan jumlah sumber daya manusia meskipun masih

dalam sistem kontrak dan dirasa masih kurang untuk mendukung

pelaksanaan tugas di bidang pengendalian dampak lingkungan,

mengoptimalkan pendayagunaan Sumber Daya Manusia secara efektif

dan efisien, melakukan pembaharuan terhadap aturan-aturan di bidang

lingkungan hidup yang terbaru sebagai sarana meningkatkan

pengetahuan, wawasan, serta kemampuan bagi para petugas dalam

melaksanakan tugas di lapangan.

Selain hambatan dari segi internal, hambatan lainnya juga

berasal dari segi eksternal yaitu berupa perubahan sistem yang baru

dimana terdapat satu seksi yang baru saja dihadirkan pada bidang

pengendalian dampak lingkungan dan dibentuk pada tahun 2017 ini

sehingga dirasa harus meraba arah pencapaian tujuan yang ingin

dicapai dan harus menyesuaikan kembali dengan situasi dan kondisi


23

yang terjadi, selain itu juga belum adanya jaminan keselamatan kerja

bagi para petugas lapangan yang sampai saat ini aturan secara

teknisnya belum ada yang menyebabkan pelaksanaan tugas

pengawasan di lapangan terkadang dirasa kurang optimal.

Oleh karena iu untuk mengatasi hambatan diatas pihak Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berupaya dengan

meningkatkan kualitas kegiatan yang telah ada yang didasarkan pada

Rencana Kerja Seksi dan berupaya untuk meyelenggarakan kegiatan

yang dibutuhkan sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan, serta

berupaya menyelenggarakan tugas pengawasan di lapangan dengan

selalu berpedoman pada prinsip waspada dan berhati-hati terhadap

segala kemungkinan yang dapat terjadi.

Directing Role (Pengawas Kebijakan)

Hambatan dari segi internal dalam pelaksanaan kegiatan

pengawasan terhadap kegiatan industri terletak pada pada keterbatasan

jumlah sumber daya manusia untuk mengawasi karena memang

petugas pengawas yang dimiliki hanya berjumlah 5 orang dengan 1

orang sebagai kepala bidang. Hal tersebut menyebabkan sampai saat

ini dari keseluruhan jumlah industri di Kabupaten Serang menurut

jenis dokumen lingkungan yang dimiliki yang berjumlah 802 industri

hanya baru sekitar mendekati angka 300 industri yang dapat terawasi

secara langsung sehingga menyebabkan pengawasan yang selama ini

berjalan dirasa kurang merata dan kurang efektif karena tidak


23

semuanya dapat terawasi secara langsung untuk setiap satu tahun

sekali bahkan terdapat beberapa kegiatan usaha yang dapat terawasi

untuk setiap dua/tiga tahun sekali.

Oleh sebab itu untuk mengatasi hambatan tersebut dibuatlah

skala prioritas pengawasan terutama bagi industri-industri yang

berpotensi menimbulkan dampak yang sangat penting, seperti industri

peleburan besi/baja dan industri penghasil limbah cair akan menjadi

prioritas dalam pengawasan langsung tetapi meski ada beberapa

industri yang tidak menjadi skala prioritas kegiatan pengawasan

langsung namun tetap akan diawasi melalui kegiatan pengawasan

tidak langsung.

Selain itu, hambatan lainnya yang dihadapi dari segi eksternal

terletak pada pada keterbukaan atau kesiapan dari para pimpinan

industri untuk dapat diawasi disesuaikan dengan jadwal pemantauan

dan pengawasan yang telah disusun karena terkadang ditemukan

pimpinan perusahaan yang tidak berada di tempat pada saat jadwal

pengawasan berlangsung padahal sebelumnya telah diinformasikan

terlebih dahulu secara tertulis melalui surat pemberitahuan terlebih

jika perannya memang tidak dapat digantikan oleh orang lain maka

hal tersebut dapat menjadi penghambat dalam kegiatan pengawasan.

Oleh sebab itu upaya yang dilakukan untuk mengatasi

hambatan tersebut dengan upaya penegasan kepada yang


23

bersangkutan jika mengulanginya secara terus-menerus maka dapat

dikenakan sanksi.

Dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan terhadap kualitas

lingkungan juga ditemukan kendala yang terletak pada pada status

laboratorium milik Dinas Lingkungan Hidup yang sejak awal berdiri

hingga kini belum terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional

karena memang proses tahapannya yang cukup panjang dan rumit

terlebih juga terkendala pada persyaratan personil atau sumber daya

manusia yang dimiliki yang masih kurang baik secara kualitas

maupun kuantitas serta kelengkapan peralatan laboratorium yang

masih kurang lengkap tetapi sampai saat ini masih diupayakan untuk

melengkapi persyaratan yang diminta agar pada tahun 2017 ini dapat

segera terkareditasi sambil terus meningkatkan pengetahuan dan

wawasan bagi tenaga laboratorium melalui pendidikan dan pelatihan.

Selain itu hambatan yang dihadapi dalam kegiatan pengawasan

terhadap kualitas lingkungan juga terletak pada keterbatasan jumlah

petugas pemantauan di lapangan namun hambatan tersebut tidak

terlalu menjadi masalah yang kompleks karena selama ini masih dapat

diatasi dengan bantuan dari anggota seksi lain untuk melakukan

pemantauan dan pengawasan terhadap kualitas lingkungan.

Selanjutnya dalam pelaksanaan penanganan intensif usaha

bermasalah lingkungan juga ditemukan hambatan yang terletak pada

kurangnya komitmen dari para pimpinan perusahaan untuk


23

menindaklanjuti teguran yang disampaikan serta melakukan upaya

perbaikan namun pada intinya kegiatan industri yang melanggar di

Kabupaten Serang pada dasarnya memiliki keinginan dan kemauan

untuk memperbaiki kesalahannya dan kembali taat pada aturan yang

berlaku meskipun memang ada yang dapat menyelesaikan

permasalahan dengan waktu yang cepat dan ada juga yang proses

penyelesaian masalahnya memakan waktu yang lama.

Akan tetapi selama ini untuk mengatasi hambatan tersebut

pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang melakukan

tindakan pengarahan dan pemantauan untuk mengetahui sejauh mana

progress dari tindakan upaya perbaikan yang dilakukan oleh yang

bersangkutan, bahkan jika yang bersangkutan tidak merespon positif

teguran yang disampaikan dan tidak juga melakukan upaya perbaikan

maka selanjutnya dilakukan tindakan penekanan terhadap pimpinan

perusahaan yang bersangkutan agar dapat menyelesaikan

permasalahannya dengan cepat.

Pencegahan

Hambatan yang dihadapi oleh Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang dalam upaya pencegahan dampak lingkungan

antara lain meliputi 4 aspek yaitu; kurang optimalnya tingkat

pemahaman dari para pihak yang terlibat dalam pengelolaan

lingkungan hidup, aspek lingkungan hidup yang sampai saat ini belum

menjadi prioritas utama dalam pembangunan daerah karena memang


23

hakikatnya masih terdapat aspek-aspek yang jauh lebih penting

dibanding dengan aspek lingkungan hidup yaitu 3 aspek yang menjadi

primadona utama yang meliputi aspek pendidikan, kesehatan dan

infrastruktur, masih kurang diminatinya ilmu-ilmu lingkungan

sehingga masih sedikit jumlah sumber daya manusia yang ingin

menjadi bagian dari agent pengelola lingkungan hidup, dan jumlah

manusia yang ingin memperbaiki dan paham akan lingkungan hidup

yang jumlahnya masih lebih sedikit dibanding dengan manusia yang

ingin merusak lingkungan yang jumlahnya cenderung lebih banyak.

Oleh karena itu, untuk mengatasi hambatan dalam melakukan

tindakan pencegahan terhadap dampak lingkungan upaya yang

dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dengan

melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan aturan yang

berlaku serta menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan

tanggungjawab dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang diselenggarakan dengan sepenuh hati dan sebaik mungkin.

Tetapi pada dasarnya upaya pencegahan dampak lingkungan

bukanlah menjadi tanggungjawab dan kewajiban utama bagi Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang saja tetapi juga diperlukan

dukungan dari seluruh pelaku pembangunan daerah serta seluruh

lapisan masyarakat untuk sama-sama menjaga kelestarian lingkungan

hidup dan sama-sama mendukung terwujudnya visi misi Kabupaten


23

Serang yang ramah lingkungan serta terselenggaranya prinsip

pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Penanggulangan

Pada dasarnya upaya penanggulangan bukanlah menjadi

kewajiban dari Dinas Ligkungan Hidup untuk melakukan hal tersebut,

karena yang bertugas menyelesaikan hal tersebut ialah kegiatan usaha

yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Tetapi

berbicara mengenai hambatan dalam upaya penanggulangan

sebenarnya terdapat keterkaitan dengan hambatan dalam melakukan

penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan yang bisa dilihat

dari tingkat ketaatannya, jika tingkat ketaatannya tinggi maka

tindakan untuk mengarahkan industri yang bersangkutan akan lebih

mudah dan upaya penanggulangan akan lebih cepat untuk

diselesaikan.

Berbeda dengan industri yang tingkat ketaatannya rendah

maka upaya untuk mengarahkan industri yang bersangkutan akan

lebih sulit dan penyelesaian upaya penanggulangan juga akan lebih

lama. Namun selama ini agar hambatan tersebut dapat terpecahkan

jalannya dengan tindakan pendekatan, pengarahan hingga apabila

tidak ingin mengikuti aturan dan masih tidak taat setelah itu akan

diberi penekanan dan ancaman hingga pada pemberian sanksi pidana.


23

Pemulihan

Hambatan yang dihadapi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Serang dalam melakukan upaya pemulihan memang tidak jauh

berbeda dengan hambatan yang ditemukan dalam kegiatan

penanganan intensif usaha bermasalah dan hambatan dalam

melakukan upaya penanggulangan, karena hakikatnya hambataan

yang ditemukan memang berasal dari tinggi atau rendahnya ketaatan

dan keinginan dari pimpinan industri yang telah menyebabkan

pencemaran untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan, tetapi

untuk mengatasi hal tersebut selalu diupayakan melalui pendekatan

secara internal terlebih dahulu dengan upaya pengarahan tetapi jika

tidak diindahkan dan tidak ditanggapi dengan baik selanjutnya akan

diberikan ancaman agar segera melakukan tindakan perbaikan dan

pemulihan kembali kondisi lingkungan yang telah bermasalah.


23

Tabel 4.7
Ringkasan Hasil Pembahasan

PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SERANG DALAM


PENGENDALIAN DAMPAK PENCEMARAN KAWASAN INDUSTRI
MODERN DI KECAMATAN KIBIN KABUPATEN SERANG
 Bentuk Pengendalian Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
terhadap Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern
Indikator Hasil Penelitian
Regulatory Role 1. Perencanaan kebijakan dan program pengendalian dampak
( Perencana pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang disusun
Kebijakan) oleh Dinas Lingkunga Hidup Kabupaten Serang awalnya
didasarkan pada:
- Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (hasil
kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah
- Rencana Strategis Kabupaten Serang yang memuat visi dan
misi
- Rencana Kerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
yang mengacu pada Rencana Kegiatan Anggaran
- Rencana Kerja Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan
yang disesuaikan dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran
- Rencana Kerja Seksi yang memuat program dan kegiatan
pengendalian dampak lingkungan yang akan
diselenggarakan
2. Baik masyarakat maupun kegiatan industri turut terlibat dalam
memberikan masukan, saran, dan pendapat kepada Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam penyusunan
kebijakan dan program pengendalian dampak pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup.
3. Adapun yang menjadi program dan kegiatan pengendalian
dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang
telah disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
utamanya berkenaan dengan kegiatan pengawasan penaatan
pengelolaan lingkungan hidup, kegiatan pemantauan dan
pengawasan terhadap kualitas lingkungan baik udara maupun
air dan kegiatan penanganan permasalahan lingkungan dan
penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan.
4. Para pelaku industri pun menyusun program dan kebijakan
pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup yang utamanya meliputi kegiatan penaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pengelolaan
limbah agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dan
pengujian terhadap kualitas keluaran limbah yang dihasilkan
setiap bulannya dan melaporkan hasilnya kepada pihak Dinas
Lingkungan Hidup.
23

Enabling Role 1. Pembuatan jadwal pelaksanaan kegiatan untuk satu tahun


(Pelaksana kedepan dan kegiatan evaluasi secara internal merupakan
Kebijakan) upaya yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang agar pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian
dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat berjalan
sesuai dengan perencanaan.
2. Dinas Lingkungan Hidup pun rutin memberikan kegiatan bagi
pelaku usaha baik berupa pendidikan, pelatihan, bimbingan
teknis, dan pembinaan dalam aspek pengelolaan lingkungan
hidup dan penanganan limbah industri dengan tujuan dapat
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan para pelaku usaha
dalam hal pengelolaan lingkungan hidup.
3. Kegiatan yang ditunjukkan untuk masyarakat memang dirasa
masih sangat minim dan kurang, padahal masyarakat berharap
diberikan kegiatan sosialisasi yang utamanya berkenaan
dengan bahaya nya limbah dan bagaimana harus menyikapi
keberadan industri-industri yang berdekatan dengan
permukiman warga.
Directing Role 1. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan
(Pengawas yang diselenggarakan oleh pelaku usaha didasarkan pada
Kebijakan) masalah administratif dan masalah teknis.
2. Objek pengawasan terhadap kualitas lingkungan didasarkan
pada ketujuh titik sungai di Kabupaten Serang dan udara
(ambient) untuk wilayah Serang Barat dan Serang Timur.
3. Kegiatan pengawasan intensif usaha bermasalah lingkungan
ditunjukkan bagi industri yang telah terbukti menyebabkan
pencemaran dan belum taat dalam usaha pengelolaan
lingkungan hidup yang didasarkan pada hasil pegawasan di
lapangan dan pengujian terhadap kualitas lingkungan.
Pencegahan 1. Belum semua instrumen yang termuat dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 sebagai upaya pencegahan dapat
diterapkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
karena aturan dan petunjuk pelaksanaannya yang belum ada.
Instrumen tersebut antara lain; Instrumen Kajian Lingkungan
Hidup Strategis, Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, dan
Instrumen Analisis Resiko Lingkungan Hidup.
2. Sedangkan beberapa instrumen lainnya sudah dapat diterapkan
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang meskipun
pelaksanaannya masih belum optimal. Instrumen-instrumen
tersebut antara lain; Instrumen Baku Mutu Lingkungan Hidup,
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UKL-UPL), Perizinan, Peraturan
Perundang-Undangan Berbasis Lingkungan, Anggaran
Berbasis Lingkungan, dan Audit Lingkungan.
23

Penanggulangan 1. Pemberian informasi mengenai kondisi lingkungan yang buruk


sebagai peringatan pencemaran baru diberitahukan hanya
sebatas pada industri yang menyebabkan pencemaran belum
diberitahukan kepada masyarakat secara luas.
2. Tindakan pengisolasian terhadap industri yang bermasalah
lingkungan dilakukan melalui pemasangan garis polisi dan
penutupan paksa saluran instalasi pengelolaan limbah.
3. Tindakan penghentian terhadap industri yang bermasalah
lingkungan dilakukan melalui penghentian sementara kegiatan
dan pengurangan kapasitas produksi.
Pemulihan 1. Tindakan pembersihan terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan merupakan kewajiban dari industri yang telah
terbukti menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang disini hanya
mengarahkan industri yang bersangkutan saja.
2. Upaya pembersihan yang dilakukan oleh pihak kawasan baru
sebatas pembersihan pada area sekitar kawasan Modern saja.
Sedangkan upaya pembersihan yang dilakukan oleh para
industri utamanya berfokus pada pembersihan saluran Instalasi
Pengelolaan Air Limbah.
3. Upaya perbaikan lingkungan juga menjadi kewajiban dari
industri yang telah menyebabkan pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
disini hanya memantau pelaksanaan upaya perbaikan yang
diselengggrakan oleh industri yang bersangkutan.
4. Usaha perbaikan lingkungan yang pernah dilakukan oleh pihak
pengelola kawasan Modern berupa program Corporate Social
Responsibility (CSR), dan upaya penanaman pepohonan yang
hanya baru dilakukan sekitar area kawasan saja. Sedangkan
upaya perbaikan lingkungan yang dilakukan oleh industri-
industri di dalamnya lebih berfokus pada upaya
mengoptimalkan terhadap pengontrolan sistem-sistem
pengelolaan limbah dan penyediaan ruang terbuka hijau.
 Hambatan dan Upaya yang ditempuh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam pengendalian
Dampak
Pencemaran Kawasan Industri Modern
Indikator Hasil Penelitian
Regulatory Role 1. Hambatan pada aspek perencanaan terletak pada:
(Perencana - Terbatasnya anggaran untuk merealisasikan segala aspirasi
Kebijakan) dan masukan yang telah tertampung pada kegiatan
Musrembang Daerah.
- Banyaknya masyarakat yang merasa kurang dilibatkan
dalam kegiatan Musrembang Desa hingga berujung pada
aksi unjuk rasa.
24

2. Upaya untuk mengatasi hambatan tersebut dengan cara:


- Menyelenggarakan kegiatan seefektif dan seefisien
mungkin yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia
dan skala prioritas pembangunan.
- Memberikan penegasan khusunya kepada pihak pengelola
kawasan Modern agar mewajibkan industri yang berada
pada area kawasan Modern untuk membangun Instalasi
Pengelolaan Limbah di masing-masing industri.
Enabling Role 1. Hambatan dari sisi internal pada aspek pelaksanaan terdiri dari:
(Pelaksana - Keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki bidang
Kebijakan) pengendalian dampak lingkungan sedangkan beban
pekerjaan dalam pelaksanaan tugas di lapangan dapat
dikatakan cukup berat dan membutuhkan sumber daya
manusia yang cukup banyak.
- Minimnya anggaran yang tersedia untuk memberikan
pendidikan dan pelatihan bagi petugas pelaksana teknis di
lapangan sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas
kompetensi para petugas pelaksana di lapangan.
2. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan sisi internal
antara lain dengan cara:
- Penambahan jumlah sumber daya manusia meskipun masih
dalam sistem kontrak dan mengoptimalkan pendayagunaan
Sumber Daya Manusia secara efektif dan efisien.
- Melakukan pembaharuan terhadap aturan-aturan di bidang
lingkungan hidup yang terbaru sebagai sarana
meningkatkan pengetahuan, wawasan, serta kemampuan
bagi para petugas dalam melaksanakan tugas di lapangan.
3. Hambatan dari sisi eksternal pada aspek pelaksanaan terdiri
dari:
- Perubahan sistem yang baru dimana terdapat satu seksi
yang baru saja dihadirkan pada bidang pengendalian
dampak lingkungan dan dibentuk pada tahun 2017 ini.
- Belum adanya jaminan keselamatan kerja bagi para petugas
lapangan yang sampai saat ini aturan secara teknisnya
belum ada yang menyebabkan pelaksanaan tugas
pengawasan di lapangan terkadang dirasa kurang optimal.
4. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan sisi eksternal
antara lain dengan cara:
- Meningkatkan kualitas kegiatan yang telah ada yang
didasarkan pada Rencana Kerja Seksi dan berupaya untuk
meyelenggarakan kegiatan yang dibutuhkan sesuai dengan
situasi dan kondisi di lapangan.
- Menyelenggarakan tugas pengawasan di lapangan dengan
selalu berpedoman pada prinsip waspada dan berhati-hati
terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi.
24

Directing Role 1. Hambatan dari sisi internal pada aspek pengawasan terdiri dari:
(Pengawas - Terbatasnya jumlah petugas pengawas sehingga dari 802
Kebijakan) industri di Kabupaten Serang baru sekitar 300 industri yang
dapat terawasi secara langsung.
- Belum terakreditasinya laboratorium milik Dinas
Lingkungan Hidup sampai saat ini, karena terkendala pada
persyaratan personil dan kelengkapan peralatan
laboratorium baik secara kualitas maupun kuantitas.
2. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan sisi internal
antara lain dengan cara:
- Membuat skala prioritas pengawasan langsung bagi industri
yang berpotensi menimbulkan dampak penting dan tetap
melakukan pengawasan tidak langsung bagi industri yang
termasuk dalam kategori prioritas pengawasan.
- Masih diupayakan untuk melengkapi persyaratan yang
diminta agar pada tahun 2017 ini dapat segera terkareditasi
sambil terus meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi
tenaga laboratorium melalui pendidikan dan pelatihan.
3. Hambatan dari sisi eksternal pada aspek pengawasan terdiri
dari:
- Keterbukaan atau kesiapan dari para pimpinan industri
untuk dapat diawasi karena ditemukan pimpinan
perusahaan yang tidak berada di tempat pada saat jadwal
pengawasan berlangsung.
- Kurangnya komitmen dari para pimpinan perusahaan untuk
menindaklanjuti teguran yang disampaikan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang serta melakukan
upaya perbaikan yang diminta.
4. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan sisi internal
antara lain dengan cara:
- Penegasan kepada yang bersangkutan jika mengulanginya
secara terus-menerus maka dapat dikenakan sanksi.
- Melakukan tindakan pengarahan dan pemantauan hingga
pada tindakan penekana secara paksa agar mau melakukan
upaya perbaikan lingkungan.
Pencegahan 1. Hambatan dalam upaya pencegahan terdiri dari 4 aspek antara
lain meliputi:
- Kurang optimalnya tingkat pemahaman dari berbagai pihak
- Aspek lingkungan hidup yang belum menjadi prioritas
utama dalam pembangunan daerah.
- Masih kurang diminatinya ilmu-ilmu lingkungan
- Jumlah manusia yang ingin memperbaiki dan paham akan
lingkungan hidup yang jumlahnya masih lebih sedikit
dibanding dengan manusia yang ingin merusak lingkungan
yang jumlahnya cenderung lebih banyak.
24

2. Upaya untuk mengatasi hambatan tersebut dengan cara :


- Melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan aturan
yang berlaku serta menjalankan apa yang menjadi
kewajiban dan tanggungjawab dari pihak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Seran diselenggarakan
dengan sepenuh hati dan sebaik mungkin serta perlunya
dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan pelaku
pembangunan daerah untuk menjaga kelestarian lingkungan
hidup demi terwujudnya prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Penanggulangan 1. Hambatan yang dihadapi dalam upaya penanggulangan terletak
pada :
- Penanganan cepat atau lambatnya dari industri yang
bermasalah dalam menyelanggarakan upaya
penanggulangan dampak pencemaran dan kerusakan
lingkungan.
2. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan tersebut
dengan cara:
- Melakukan tindakan pendekatan, pengarahan hingga
apabila tidak ingin mengikuti aturan dan masih tidak taat
setelah itu akan diberi penekanan dan ancaman hingga pada
pemberian sanksi pidana.
Pemulihan 1. Hambatan yang dihadapi dalam upaya pemulihan terletak pada:
- Tinggi atau rendahnya ketaatan dan keinginan dari
pimpinan industri yang telah menyebabkan pencemaran
untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan.
2. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan tersebut
dengan cara:
- Pendekatan secara internal terlebih dahulu dengan upaya
pengarahan tetapi jika tidak diindahkan dan tidak
ditanggapi dengan baik selanjutnya akan diberikan
ancaman agar segera melakukan tindakan perbaikan dan
pemulihan kembali kondisi lingkungan yang telah
bermasalah.
Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2017
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan mengenai Peran Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri

Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang dapat disimpulkan bahwa:

1. Bentuk pengendalian yang selama ini dilakukan oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kabupaten Serang memang lebih ditekankan

kepada para pelaku usaha agar dapat meningkatkan pemahaman dan

pengetahuan para pelaku usahamelalui pemberian program dan

kegiatan pengendalian dampak lingkungansehingga dapat

meminimalisir dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari

keberadaan kawasan industri. Sedangkan kegiatan yang ditunjukkan

untuk melibatkan masyarakat langsung dalam upaya pengendalian

dampak lingkungan dirasa masih sangat minim dan kurang.

2. Hambatan utama dalam upaya pengendalian dampak lingkungan

terletak pada keterbatasan jumlah sumber daya manusia yang dimiliki

oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk melakukan

kegiatan pengawasan secara berkala karena aspek lingkungan hidup

yang belum menjadi prioritas utama dalam pembangunan daerah

sehingga pembagian pegawai pada aspek lingkungan hidup dirasa

kurang proporsionaldan menyebabkan anggaran yang tersedia untuk

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dirasa masih

243
244

kurang.Adapun upaya yang ditempuh oleh Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan tersebut dengan

membuat skala prioritas pengawasan bagi kegiatan usaha yang

berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan pendayagunaan

sumber daya manusia secara efektif dan efisien serta memaksimalkan

penggunaan sarana prasarana yang tersedia dengan sebaik mungkin .

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka peneliti mencoba memberikan

saran atau masukan sebagai berikut:

1. Pemerintah Kabupaten Serang dan Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang perlu meningkatkan pola komunikasi dan

koordinasi dengan instansi kewilayahan secara intensif dan

continuemelalui pemberian kegiatan pengarahan dan pembinaan

kepada masyarakat serta hendaknya membuat aplikasi “QLUE” untuk

mengajak masyarakat agar turut berpartisipasi dalam melaporkan

keluhan dan peduli terhadap permasalahan lingkungan sekitarnya.

2. Pemerintah Kabupaten Serang dan Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Serang perlu memberikan perhatian khusus untuk

meningkatkan kualitas kegiatan pengawasan dengan membentuk

kelompok pengawasan yang melibatkan langsung masyarakat dan

organisasi kemasyarakatan serta perlunya peningkatan pendanaan

demi kepentingan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Danusaputro, M. (1985). Hukum Lingkungan, Buku 1 Umum. Jakarta: Binacipta

Hasibuan, M.S. (2011). Manajemen : Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta:


PT. Bumi Aksara.

Mahsun, M. (2009). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta:

BPFE. Miles dan Huberman. (2009). Analisis Data Kuantitatif. Jakarta: UI

Press.

Moleong, L. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.
Nugroho, A. F. (2012). Panduan Praktis Peneliti Kualitatif. Serang: FISIP Untirta
Press.

Prasetya, I. (2006). Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial.


Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia.
Prasetyo, B dan Miftahul, J. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan
Aplikasi. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Prastowo, A. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Perpesktif
Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Aruzz Media.
Raihan. (2006). Lingkungan dan Hukum Lingkungan. Jakarta: Universitas Islam
Jakarta.
Silalahi, D. (2001). Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia. Bandung: PT.Alumni.
Soemarwoto, O. (1991). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
........................... (2004). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung:
Alfabeta.
................ (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung:
Alfabeta.
245
24

................ (2009). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


dan R&D). Bandung: Alfabeta.
................ (2012). Memahami Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
Yuwono (2005). Penganggaran Sektor Publik. Malang: Bayumedia Publishing.

Dokumen:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Pokok-Pokok Pengelolaan


Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang


Kawasan Industri.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Baku Mutu
Air Limbah.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 42 Tahun 1994 Tentang Pedoman


Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup (OBSOLETE).

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Pedoman


Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan.

Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2009-2029.

Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Kabupaten


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Serang.

Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang


Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Serang.
24

Peraturan Bupati Serang Nomor 69 Tahun 2016 tentang Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Rencana Strategis
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2011-2015.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang


Tahun 2014-2016.

Rencana Kerja Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup


Kabupaten Serang Tahun 2014.

Rencana Kerja Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas


Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2017.

Pengaduan Lingkungan di Kecamatan Kibin Tahun 2014-2016 Dinas Lingkungan


Hidup Kabupaten Serang.

Data 20 Jenis Penyakit yang Menyerang Masyarakat Kecamatan Kibin Tahun 2016.

Sumber Lainnya:

Aryadana, D. A. (2015). Peran Badan Pengendalian Dampak Lingkungan


Daerah dalam Pengendalian Pencemaran terhadap Kegiatan Industri Di
Kota Batam Tahun 2011-2014. JOM FISIP. Program Studi Ilmu
Pemerintahan: Universitas Riau.

Choiriah. (2015). Pengawasan Badan Lingkungan Hidup dalam Mengatasi


Pencemaran Lingkungan pada Kawasan Industri di Kecamatan Ciwandan
Kota Cilegon. Skripsi Sarjana. Program Studi Imu Administrasi Negara:
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Kuriananda, C. E. (2012). Peranan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa


Timur Dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper).
Jurnal. Program Studi Ilmu Administrasi Negara: Universitas Negeri
Surabaya.

Nurpiandi. (2015). Peran Badan Lingkungan Hidup Kota Tanjungpinang dalam


Memberikan Informasi Tentang Lingkungan Hidup kepada Masyarakat di
Kota Tanjungpinang. E-Jurnal. Program Studi Imu Pemerintahan:
Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.
24

Wirasata, P. (2010). Analisis Pengukuran Kinerja RSUD TG. Tuban Provinsi


Kepulauan Riau dengan Metode Balanced Scorecard. Tesis. Program
Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik: Univerisitas Indonesia.

Sumber Website:

http://www.modern-cikande.co.id/lang_id/aboutus.html / diakses pada tanggal 28


Januari 2017 pukul 08.18 WIB.

http://bplhserang.blogspot.co.id/2016/02/pengumuman-permohonan-izin-lingkungan.html
/ diakses pada tanggal 9 Maret pukul 13.50 WIB.

http://ptwlk.blogspot.co.id/2015/05/manfaat-dan-instalasi-pengolahan-air.html / diakses
pada 27 Maret pukul 15.40 WIB.

http://www.beritasatu.com/nasional/307063-pemkab-serang-tutup-paksa-ipal-delapan-
industri-di-kawasan-modern-cikande.html / diakses pada 22 April 2017 pukul 21.36
WIB.
LAMPIRAN
DAFTAR PEDOMAN WAWANCARA

No Indikator Sub Indikator Pertanyaan Informan


1. Perencanaan 1. Bagaimanakah tahap I1-1,I1-2,I1-3, I1-4
Regulatory Role Kebijakan dan penyusunan perencanaan
(Perencana Program kebijakan dan program
Kebijakan) Pengendalian pengendalian dampak
Pencemaran dan lingkungan?
Kerusakan 2. Bagaimanakah keterlibatan I1-1,I1-2,I1-3,I1-4,I2-1,I2-2,
Lingkungan pihak industri dan masyarakat
I2-3,I2-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
Hidup dalam perencanaan kebijakan
dan program pengendalian
dampak lingkungan?
3. Apa saja kebijakan dan program I1-1,I1-2,I1-3,I1-4,I2-1,I2-2,
pengendalian dampak
I2-3,I2-4
lingkungan?
2. Enabling Role Pelaksanaan 4. Apakah kebijakan dan program I1-1,I1-2,I1-3,I1-4,I2-1,I2-2,
Kebijakan pengendalian dampak
Pengendalian lingkungan telah berjalan dengan I2-3,I2-4
(Pelaksana
Pencemaran dan optimal.
Kebijakan) Kerusakan 5. Kebijakan dan Program I2-1,I2-2,I2-3,I2-4,I3,I3-1,
Lingkungan pengendalian dampak
Hidup lingkungan apa saja yang pernah I3-2,I4-1,I4-2
dirasakan?
6. Hambatan apa saja yang I1-1,I1-2,I1-3, I1-4
ditemukan dalam pelaksanaan
kebijakan dan program
pengendalian dampak
lingkungan? Bagaimana upaya
untuk mengatasi hal tersebut?
Koordinasi 7. Dokumen dan Izin lingkungan I1-5,I2-1,I2-2, I2-3,I2-4
Penyusunan apa saja yang harus dimiliki
Dokumen dan setip kegiatan usaha? Bagaimana
Izin Lingkungan tahap penyusunannya?
3. Directing Role Pengawasan 8. Bagaimana bentuk pengawasan I1-1,I1-2,I1-5,I2-1,I2-2,I2-3,
Pelaksanaan dan pemantauan terhadap
(Pengawas I2-4
Kebijakan di kegiatan industri ?
Kebijakan) Bidang 9. Hambatan apa saja yang I1-1,I1-2
Pengendalian dihadapi dalam pengawasan dan
Pencemaran dan pemantuan terhadap kegiatan
Kerusakan industri? Bagaimana upaya
Lingkungan untuk mengatasi hal tersebut?
Hidup
Pengawasan 10. Bagaimana bentuk pengawasan I1-1,I1-3,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
Terhadap Media dan pemantauan terhadap
Lingkungan kualitas lingkungan?
Hidup 11. Hambatan apa saja yang I1-1,I1-3
dihadapi dalam pengawasan dan
pemantuan terhadap kualitas
lingkungan? Bagaimana upaya
untuk mengatasi hal tersebut?
Penanganan 12. Bagaimanakah penanganan I1-1,I1-2,I2-1,I2-2, I2-3,I2-4
Intensif Usaha intensif usaha bermasalah
Bermasalah lingkungan?
Lingkungan 13. Hambatan apa yang dihadapi I1-1,I1-4
dalam penanganan intensif
usaha bermasalah lingkungan?
Bagaimana upaya untuk
mengatasi hal tersebut?
4. Pencegahan Kajian 14. Bagaimanakah penerapan I1-1,I1-5
Lingkungan Kajian Lingkungan Hidup
Hidup Strategis Strategis?
Baku Mutu 15. Bagaimanakah cara menjaga I1-1,I1-5
Lingkungan media lingkungan agar tetap
Hidup pada standar Baku Mutu
Lingkungan Hidup?
Kriteria Baku 16. Mengapa perlu disusun Kriteria I1-1,I1-5
Kerusakan Baku Kerusakan Lingkungan
Lingkungan Hidup?
Hidup
AMDAL 17. Mengapa AMDAL perlu I1-1,I1-5
disusun bagi industri yang
berdampak penting?
UKL-UPL 18. Bagaimana penentuan kriteria I1-1,I1-5
industri yang wajib menyusun
UKL-UPL?
Perizinan 19. Seberapa pentingkah izin I1-1,I1-5
lingkungan bagi pelaku usaha?
Instrumen 20. Bagaimanakah penerapan aspek I1-1,I1-5
Ekonomi insentif dan disinsentif yang
Lingkungan tertera dalam Instrumen
Hidup Ekonomi Lingkungan Hidup ?
Peraturan 21. Sejauhmana selama ini I1-1,I1-5,I2-1,I2-2, I2-3,I2-4
Perundang- penerapan prinsip pembangunan
undangan berkelanjutan dan berwawasan
Berbasis lingkungan ?
Lingkungan
Anggaran 22. Apakah yang dimaksud dengan I1-1,I1-5
Berbasis Anggaran Berbasis Lingkungan
Lingkungan dalam UU No 32 Tahun 2009?
Hidup
Analisis Risiko 23. Bagaimana bentuk penerapan I1-1,I1-5
Lingkungan Analisis Risiko Lingkungan
Hidup Hidup?
Audit Lingkungan 24. Bagaimana penerapan audit I1-1,I1-5,I2-1,I2-2, I2-3,I2-4
Hidup lingkungan hidup yang selama
ini dilakukan?
Hambatan 25. Hambatan apa saja yang I1-5
Pencegahan dihadapi dalam upaya
pencegahan dampak
lingkungan?
5. Penanggulangan Pemberian 26. Bagaimana masyarakat I1-1,I1-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
Informasi mengadukan kasus lingkungan?
peringatan 27. Apakah pernah dilakukan I1-1,I1-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
pencemaran pemberian informasi peringatan
dan/atau pencemaran?
kerusakan 28. Bagaimana bentuk I1-1,I1-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
lingkungan hidup pengisolasian terhadap sumber
kepada pencemar?
masyarakat.
Pengisolasian 29. Bagaimana bentuk I1-1,I1-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
pencemaran pemberhentian terhadap sumber
dan/atau pencemar?
kerusakan
lingkungan hidup.
Penghentian 30. Hambatan apa yang dihadapi I1-1,I1-4
sumber dalam melakukan upaya
pencemaran penanggulangan terhadap
dan/atau dampak pencemaran dan
kerusakan kerusakan lingkungan hidup?
lingkungan hidup Dan bagaimana upaya untuk
mengatasi hambatan tersebut?
Hambatan dalam 31. Bagaimana tindakan I1-1,I1-4,I2-1,I2-2,I2-3,
upaya pembersihan terhadap
penanggulangan pencemaran dan kerusakan I2-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
lingkungan?
6. Pemulihan Pembersihan 32. Apakah pihak perusahaan I2-1,I2-2, I2-3,I2-4
Sumber pernah mendapat pengaduan
Pencemaran dan dari masyarakat? Bagaimana
Kerusakan bentuk kompensasi yang
Lingkungan diberikan kepada masyarakat?
Hidup
33. Upaya-upaya apa saja yang I1-1,I1-4,I2-1,I2-2,I2-3,
dilakukan untuk perbaikan
I2-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
lingkungan?
Perbaikan 34. Hambatan apa yang ditemukan I1-1,I1-4
Lingkungan dalam melakukan upaya
pemulihan? Bagaimana
mengatasi hal tersebut?
Jumlah Kegiatan Usaha Per Kecamatan di Kabupaten Serang

No Nama Kecamatan Jumlah Kegiatan Usaha


1. Kecamatan Anyar/Anyer 30
2. Kecamatan Bandung 9
3. Kecamatan Baros 16
4. Kecamatan Binuang 2
5. Kecamatan Bojonegara 74
6. Kecamatan Carenang 2
7. Kecamatan Cikande 144
8. Kecamatan Cikeusal 5
9. Kecamatan Cinangka 19
10. Kecamatan Ciomas 3
11. Kecamatan Ciruas 35
12. Kecamatan Gunung Sari 11
13. Kecamatan Jawilan 88
14. Kecamatan Kibin 149
15. Kecamatan Kopo 24
16. Kecamatan Kragilan 30
17. Kecamatan Kramatwatu 56
18. Kecamatan Lebak Wangi -
19. Kecamatan Mancak 6
20. Kecamatan Pabuaran 21
21. Kecamatan Padarincang 3
22. Kecamatan Pamarayan 13
23. Kecamatan Petir 10
24. Kecamatan Pontang 4
25. Kecamatan Pulo Ampel 67
26. Kecamatan Tanara 4
27. Kecamatan Tirtayasa 3
28. Kecamatan Tanjung Teja 2
29. Kecamatan Waringin Kurung 11
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, 2017
PRESIDEN
REPUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 32 TAHUN 2009

TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat


merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan
berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan;
c. bahwa semangat otonomi daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia telah membawa perubahan
hubungan dan kewenangan antara Pemerintah dan
pemerintah daerah, termasuk di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
d. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin
menurun telah mengancam kelangsungan
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya
sehingga perlu dilakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-
sungguh dan konsisten oleh semua pemangku
kepentingan;
e. bahwa pemanasan global yang semakin meningkat
mengakibatkan perubahan iklim sehingga
memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup
karena itu perlu dilakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;

f. bahwa . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

f. bahwa agar lebih menjamin kepastian hukum


dan memberikan perlindungan terhadap hak
setiap orang untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari
perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem,
perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), serta Pasal 33
ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.

2. perlindungan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

2. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup


adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
3. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar
dan terencana yang memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini
dan generasi masa depan.
4. Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah
perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah
lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan
pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
5. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup
yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan
saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup.
6. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah
rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
7. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan
antarkeduanya.
8. Daya tampung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan ke dalamnya.
9. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup
yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati
yang secara keseluruhan membentuk kesatuan
ekosistem.

10. Kajian .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

10. Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya


disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang
selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya
disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan
pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.

13. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas


atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup.
14. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah


ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh
lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan
fungsinya.

16. Perusakan .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang


yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup sehingga melampaui
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
17. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan
langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.

18. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan


sumber daya alam untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana serta
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya.
19. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang
diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh
aktivitas manusia sehingga menyebabkan
perubahan komposisi atmosfir secara global dan
selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim
alamiah yang teramati pada kurun waktu yang
dapat dibandingkan.
20. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
21. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya
disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lain.

22. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang


selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.

23. Pengelolaan
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

23. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang


meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan, dan/atau penimbunan.
24. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan
membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan
limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi,
waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan
tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
25. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan
antara dua pihak atau lebih yang timbul dari
kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak
pada lingkungan hidup.
26. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh
perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan
oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
27. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok
orang yang terorganisasi dan terbentuk atas
kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya
berkaitan dengan lingkungan hidup.
28. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang
dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan
oleh pemerintah.
29. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki
kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli,
serta pola interaksi manusia dengan alam yang
menggambarkan integritas sistem alam dan
lingkungan hidup.
30. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku
dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain
melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara
lestari.
31. Masyarakat hukum adat adalah kelompok
masyarakat yang secara turun temurun bermukim
di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan
pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat
dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai
yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,
dan hukum.

32. Setiap . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

32. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan


usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang
tidak berbadan hukum.

33. Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah


seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong
Pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang
ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.

34. Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak


luas terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan
keresahan masyarakat.

35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada


setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan.

36. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang


diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan
usaha dan/atau kegiatan.

37. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut


Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

38. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau


walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintah daerah.

39. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan


urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

BAB II . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup


dilaksanakan berdasarkan asas:
a. tanggung jawab negara;
b. kelestarian dan keberlanjutan;
c. keserasian dan keseimbangan;
d. keterpaduan;
e. manfaat;
f. kehati-hatian;
g. keadilan;
h. ekoregion;
i. keanekaragaman hayati;
j. pencemar membayar;
k. partisipatif;
l. kearifan lokal;
m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n. otonomi daerah.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup


bertujuan:
a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;

b. menjamin . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan


manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup
dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini
dan generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi
manusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana;
i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup

Pasal 4

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup


meliputi:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan; dan
f. penegakan hukum.

BAB III
PERENCANAAN

Pasal 5
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilaksanakan melalui tahapan:

a.inventarisasi .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

a. inventarisasi lingkungan hidup;


b. penetapan wilayah ekoregion; dan
c. penyusunan RPPLH.

Bagian Kesatu
Inventarisasi Lingkungan Hidup

Pasal 6

(1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atas
inventarisasi lingkungan hidup:
a. tingkat nasional;
b. tingkat pulau/kepulauan; dan
c. tingkat wilayah ekoregion.

(2) Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk


memperoleh data dan informasi mengenai sumber
daya alam yang meliputi:
a. potensi dan ketersediaan;
b. jenis yang dimanfaatkan;
c. bentuk penguasaan;
d. pengetahuan pengelolaan;
e. bentuk kerusakan; dan
f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat
pengelolaan.

Bagian Kedua
Penetapan Wilayah Ekoregion

Pasal 7
(1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b
menjadi dasar dalam penetapan wilayah ekoregion
dan dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi
dengan instansi terkait.

(2) Penetapan .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kesamaan:
a. karakteristik bentang alam;
b. daerah aliran sungai;
c. iklim;
d. flora dan fauna;
e. sosial budaya;
f. ekonomi;
g. kelembagaan masyarakat; dan
h. hasil inventarisasi lingkungan hidup.

Pasal 8

Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah


ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf c dilakukan untuk menentukan daya dukung dan
daya tampung serta cadangan sumber daya alam.

Bagian Ketiga
Penyusunan Rencana Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 9
(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf c terdiri atas:
a. RPPLH nasional;
b. RPPLH provinsi; dan
c. RPPLH kabupaten/kota.

(2) RPPLH nasional sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a disusun berdasarkan
inventarisasi nasional.
(3) RPPLH provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b disusun berdasarkan:
a. RPPLH nasional;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.

(4) RPPLH . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(4) RPPLH kabupaten/kota sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf c disusun berdasarkan:
a. RPPLH provinsi;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.

Pasal 10
(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
disusun oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memperhatikan:
a. keragaman karakter dan fungsi ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat; dan
f. perubahan iklim.

(3) RPPLH diatur dengan:


a. peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional;
b. peraturan daerah provinsi untuk RPPLH
provinsi; dan
c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk
RPPLH kabupaten/kota.

(4) RPPLH memuat rencana tentang:


a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber
daya alam;
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas
dan/atau fungsi lingkungan hidup;
c. pengendalian, pemantauan, serta
pendayagunaan dan pelestarian sumber daya
alam; dan
d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim.

(5) RPPLH . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(5) RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat


dalam rencana pembangunan jangka panjang
dan rencana pembangunan jangka menengah.

Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, penetapan ekoregion sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8, serta RPPLH
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PEMANFAATAN

Pasal 12
(1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan
berdasarkan RPPLH.
(2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber
daya alam dilaksanakan berdasarkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup
dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan
hidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan
hidup; dan
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan
masyarakat.

(3) Daya dukung dan daya tampung lingkungan


hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup nasional dan
pulau/kepulauan;

b. gubernur . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

b. gubernur untuk daya dukung dan daya tampung


lingkungan hidup provinsi dan ekoregion lintas
kabupaten/kota; atau

c. bupati/walikota untuk daya dukung dan daya


tampung lingkungan hidup kabupaten/kota dan
ekoregion di wilayah kabupaten/kota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penetapan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dalam peraturan
pemerintah.

BAB V
PENGENDALIAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 13
(1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:

a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. pemulihan.

(3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan


lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan,
peran, dan tanggung jawab masing-masing.

Bagian Kedua . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Bagian Kedua
Pencegahan

Pasal 14
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a. KLHS;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. amdal;
f. UKL-UPL;
g. perizinan;
h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. peraturan perundang-undangan berbasis
lingkungan hidup;
j. anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l. audit lingkungan hidup; dan
m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan
dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.

Paragraf 1
Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Pasal 15
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membuat KLHS untuk memastikan bahwa
prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ke dalam penyusunan atau
evaluasi:

a. rencana . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

a. rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta


rencana rincinya, rencana pembangunan
jangka panjang (RPJP), dan rencana
pembangunan jangka menengah (RPJM)
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan
b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
risiko lingkungan hidup.
(3) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:
a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana,
dan/atau program terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah;

b. perumusan alternatif penyempurnaan


kebijakan, rencana, dan/atau program; dan

c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan


keputusan kebijakan, rencana, dan/atau
program yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.

Pasal 16
KLHS memuat kajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko
lingkungan hidup;
c. kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi
terhadap perubahan iklim; dan
f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati.

Pasal 17
(1) Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (3) menjadi dasar bagi kebijakan,
rencana, dan/atau program pembangunan dalam
suatu wilayah.

(2) Apabila . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Apabila hasil KLHS sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) menyatakan bahwa daya dukung dan
daya tampung sudah terlampaui,
a. kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai
dengan rekomendasi KLHS; dan
b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah
melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.

Pasal 18
(1) KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) dilaksanakan dengan melibatkan
masyarakat dan pemangku kepentingan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara


penyelenggaraan KLHS diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Paragraf 2
Tata Ruang

Pasal 19
(1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan keselamatan masyarakat, setiap
perencanaan tata ruang wilayah wajib
didasarkan pada KLHS.
(2) Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.

Paragraf 3
Baku Mutu Lingkungan Hidup

Pasal 20
(1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan
hidup diukur melalui baku mutu lingkungan
hidup.

(2) Baku mutu . . .


PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi:


a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. baku mutu gangguan; dan
g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

(3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang


limbah ke media lingkungan hidup dengan
persyaratan:
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup;
dan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, huruf c, huruf d, dan
huruf g diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, huruf e, dan huruf f
diatur dalam peraturan menteri.

Paragraf 4
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup

Pasal 21
(1) Untuk menentukan terjadinya kerusakan
lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.

(2) Kriteria .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup


meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan
kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.
(3) Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi:
a. kriteria baku kerusakan tanah untuk
produksi biomassa;
b. kriteria baku kerusakan terumbu karang;
c. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
yang berkaitan dengan kebakaran hutan
dan/atau lahan;
d. kriteria baku kerusakan mangrove;
e. kriteria baku kerusakan padang lamun;
f. kriteria baku kerusakan gambut;
g. kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
h. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya
sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

(4) Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim


didasarkan pada paramater antara lain:
a. kenaikan temperatur;
b. kenaikan muka air laut;
c. badai; dan/atau
d. kekeringan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria baku


kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

Paragraf 5 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Paragraf 5
Amdal

Pasal 22
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal.
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkan
kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan
terkena dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak
berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup
lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 23
(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting yang wajib dilengkapi
dengan amdal terdiri atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang
alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang
terbarukan maupun yang tidak
terbarukan;

c. proses . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

c. proses dan kegiatan yang secara


potensial dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan
sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan
hayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi
dan/atau mempengaruhi pertahanan
negara; dan/atau
i. penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis


usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan Menteri.

Pasal 24
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 merupakan dasar penetapan
keputusan kelayakan lingkungan hidup.

Pasal 25 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 25
Dokumen amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana
usaha dan/atau kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta
sifat penting dampak yang terjadi jika
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut
dilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak
yang terjadi untuk menentukan kelayakan
atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f. rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.

Pasal 26
(1) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa
dengan melibatkan masyarakat.
(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan
berdasarkan prinsip pemberian informasi
yang transparan dan lengkap serta
diberitahukan sebelum kegiatan
dilaksanakan.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses amdal.
(4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mengajukan keberatan
terhadap dokumen amdal.

Pasal 27 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 27

Dalam menyusun dokumen amdal,


pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) dapat meminta bantuan
kepada pihak lain.

Pasal 28
(1) Penyusun amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib
memiliki sertifikat kompetensi penyusun
amdal.
(2) Kriteria untuk memperoleh sertifikat
kompetensi penyusun amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penguasaan metodologi penyusunan
amdal;
b. kemampuan melakukan pelingkupan,
prakiraan, dan evaluasi dampak serta
pengambilan keputusan; dan
c. kemampuan menyusun rencana
pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
(3) Sertifikat kompetensi penyusun amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh lembaga sertifikasi
kompetensi penyusun amdal yang
ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi
dan kriteria kompetensi penyusun amdal
diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 29
(1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai
Amdal yang dibentuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.

(2) Komisi .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi


dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Persyaratan dan tatacara lisensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 30
(1) Keanggotaan Komisi Penilai Amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
terdiri atas wakil dari unsur:
a. instansi lingkungan hidup;
b. instansi teknis terkait;
c. pakar di bidang pengetahuan yang
terkait dengan jenis usaha dan/atau
kegiatan yang sedang dikaji;
d. pakar di bidang pengetahuan yang
terkait dengan dampak yang timbul dari
suatu usaha dan/atau kegiatan yang
sedang dikaji;
e. wakil dari masyarakat yang berpotensi
terkena dampak; dan
f. organisasi lingkungan hidup.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi
Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang
terdiri atas pakar independen yang
melakukan kajian teknis dan sekretariat
yang dibentuk untuk itu.
(3) Pakar independen dan sekretariat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.

Pasal 31
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai
Amdal, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan keputusan
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
hidup sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 32 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 32
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah
membantu penyusunan amdal bagi usaha
dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah
yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup.
(2) Bantuan penyusunan amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi,
biaya, dan/atau penyusunan amdal.
(3) Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan
golongan ekonomi lemah diatur dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai
dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Paragraf 6
UKL-UPL

Pasal 34
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
termasuk dalam kriteria wajib amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL.
(2) Gubernur atau bupati/walikota
menetapkan jenis usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-
UPL.

Pasal 35
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib
dilengkapi UKL-UPL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib
membuat surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup.

(2) Penetapan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan kriteria:
a. tidak termasuk dalam kategori
berdampak penting sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1); dan
b. kegiatan usaha mikro dan kecil.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL
dan surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 7
Perizinan

Pasal 36
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki amdal atau UKL-UPL wajib
memiliki izin lingkungan.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
atau rekomendasi UKL-UPL.
(3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib mencantumkan
persyaratan yang dimuat dalam keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL.
(4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.

Pasal 37
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya wajib menolak
permohonan izin lingkungan apabila
permohonan izin tidak dilengkapi dengan
amdal atau UKL-UPL.

(2) Izin . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan
apabila:
a. persyaratan yang diajukan dalam
permohonan izin mengandung cacat
hukum, kekeliruan, penyalahgunaan,
serta ketidakbenaran dan/atau
pemalsuan data, dokumen, dan/atau
informasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat
sebagaimana tercantum dalam
keputusan komisi tentang kelayakan
lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-
UPL; atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalam
dokumen amdal atau UKL-UPL tidak
dilaksanakan oleh penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 38
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat
dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata
usaha negara.

Pasal 39
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya wajib
mengumumkan setiap permohonan dan
keputusan izin lingkungan.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan cara yang
mudah diketahui oleh masyarakat.

Pasal 40
(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan
untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.

(2) Dalam . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin


usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.
(3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan
mengalami perubahan, penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan wajib
memperbarui izin lingkungan.

Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
sampai dengan Pasal 40 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Paragraf 8
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup

Pasal 42
(1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan
hidup, Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib mengembangkan dan menerapkan
instrumen ekonomi lingkungan hidup.
(2) Instrumen ekonomi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan kegiatan
ekonomi;
b. pendanaan lingkungan hidup; dan
c. insentif dan/atau disinsentif.

Pasal 43
(1) Instrumen perencanaan pembangunan dan
kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
a. neraca sumber daya alam dan lingkungan
hidup;

b. penyusunan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

b. penyusunan produk domestik bruto dan


produk domestik regional bruto yang
mencakup penyusutan sumber daya alam
dan kerusakan lingkungan hidup;
c. mekanisme kompensasi/imbal jasa
lingkungan hidup antardaerah; dan
d. internalisasi biaya lingkungan hidup.

(2) Instrumen pendanaan lingkungan hidup


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat
(2) huruf b meliputi:
a. dana jaminan pemulihan lingkungan
hidup;
b. dana penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan dan pemulihan
lingkungan hidup; dan
c. dana amanah/bantuan untuk konservasi.

(3) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c
antara lain diterapkan dalam bentuk:
a. pengadaan barang dan jasa yang ramah
lingkungan hidup;
b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi
lingkungan hidup;
c. pengembangan sistem lembaga keuangan
dan pasar modal yang ramah lingkungan
hidup;
d. pengembangan sistem perdagangan izin
pembuangan limbah dan/atau emisi;
e. pengembangan sistem pembayaran jasa
lingkungan hidup;
f. pengembangan asuransi lingkungan hidup;
g. pengembangan sistem label ramah
lingkungan hidup; dan
h. sistem penghargaan kinerja di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.

(4) Ketentuan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai instrumen


ekonomi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 ayat (1)
sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Paragraf 9
Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup

Pasal 44
Setiap penyusunan peraturan perundang-
undangan pada tingkat nasional dan daerah wajib
memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan
hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang ini.

Paragraf 10
Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup

Pasal 45
(1) Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia serta pemerintah daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib
mengalokasikan anggaran yang memadai
untuk membiayai:
a. kegiatan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup; dan
b. program pembangunan yang berwawasan
lingkungan hidup.

(2) Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran


dana alokasi khusus lingkungan hidup yang
memadai untuk diberikan kepada daerah yang
memiliki kinerja perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang baik.

Pasal 46 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 46
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45, dalam rangka pemulihan kondisi
lingkungan hidup yang kualitasnya telah
mengalami pencemaran dan/atau kerusakan pada
saat undang-undang ini ditetapkan, Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan
anggaran untuk pemulihan lingkungan hidup.

Paragraf 11
Analisis Risiko Lingkungan Hidup

Pasal 47
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan hidup, ancaman
terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau
kesehatan dan keselamatan manusia wajib
melakukan analisis risiko lingkungan hidup.
(2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengkajian risiko;
b. pengelolaan risiko; dan/atau
c. komunikasi risiko.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko
lingkungan hidup diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Paragraf 12
Audit Lingkungan Hidup

Pasal 48
Pemerintah mendorong penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan
audit lingkungan hidup dalam rangka
meningkatkan kinerja lingkungan hidup.

Pasal 49 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 49

(1) Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup


kepada:
a. usaha dan/atau kegiatan tertentu yang
berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup;
dan/atau
b. penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang menunjukkan ketidaktaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
wajib melaksanakan audit lingkungan hidup.
(3) Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap
kegiatan tertentu yang berisiko tinggi
dilakukan secara berkala.

Pasal 50

(1) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau


kegiatan tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(1), Menteri dapat melaksanakan atau
menugasi pihak ketiga yang independen untuk
melaksanakan audit lingkungan hidup atas
beban biaya penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
(2) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan
hidup.

Pasal 51

(1) Audit lingkungan hidup sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49
dilaksanakan oleh auditor lingkungan hidup.
(2) Auditor lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki
sertifikat kompetensi auditor lingkungan
hidup.

(3) Kriteria .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(3) Kriteria untuk memperoleh sertifikat


kompetensi auditor lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi kemampuan:
a. memahami prinsip, metodologi, dan tata
laksana audit lingkungan hidup;
b. melakukan audit lingkungan hidup yang
meliputi tahapan perencanaan,
pelaksanaan, pengambilan kesimpulan,
dan pelaporan; dan
c. merumuskan rekomendasi langkah
perbaikan sebagai tindak lanjut audit
lingkungan hidup.
(4) Sertifikat kompetensi auditor lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diterbitkan oleh lembaga sertifikasi
kompetensi auditor lingkungan hidup
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai audit lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
sampai dengan Pasal 51 diatur dengan Peraturan
Menteri.

Bagian Ketiga
Penanggulangan

Pasal 53
(1) Setiap orang yang melakukan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib
melakukan penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan
pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;

b. pengisolasian . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

b. pengisolasian pencemaran dan/atau


kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Pemulihan

Pasal 54
(1) Setiap orang yang melakukan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup
wajib melakukan pemulihan fungsi
lingkungan hidup.
(2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan
pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemulihan fungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 55 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 55
(1) Pemegang izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) wajib
menyediakan dana penjaminan untuk
pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(2) Dana penjaminan disimpan di bank
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya dapat
menetapkan pihak ketiga untuk melakukan
pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan
menggunakan dana penjaminan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana
penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
sampai dengan Pasal 55 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

BAB VI
PEMELIHARAAN

Pasal 57
(1) Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan
melalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam;
dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfer.

(2) Konservasi .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Konservasi sumber daya alam sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
kegiatan:
a. perlindungan sumber daya alam;
b. pengawetan sumber daya alam; dan
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam.
(3) Pencadangan sumber daya alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
sumber daya alam yang tidak dapat dikelola
dalam jangka waktu tertentu.
(4) Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim;
b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan
c. upaya perlindungan terhadap hujan asam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasi
dan pencadangan sumber daya alam serta
pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB VII
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
SERTA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Bagian Kesatu
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Pasal 58
(1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang,
mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib
melakukan pengelolaan B3.

(2) Ketentuan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan


B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Pasal 59
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3
wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya.
(2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan
pengelolaan limbah B3.
(3) Dalam hal setiap orang tidak mampu
melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
(4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin
dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib
mencantumkan persyaratan lingkungan hidup
yang harus dipenuhi dan kewajiban yang
harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam
izin.
(6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan
limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Bagian Ketiga
Dumping

Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumping
limbah dan/atau bahan ke media lingkungan
hidup tanpa izin.

Pasal 61
(1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal
60 hanya dapat dilakukan dengan izin dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat dilakukan di lokasi yang
telah ditentukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
dan persyaratan dumping limbah atau
bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
SISTEM INFORMASI

Pasal 62
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah
mengembangkan sistem informasi lingkungan
hidup untuk mendukung pelaksanaan dan
pengembangan kebijakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan
secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib
dipublikasikan kepada masyarakat.

(3) Sistem .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(3) Sistem informasi lingkungan hidup paling


sedikit memuat informasi mengenai status
lingkungan hidup, peta rawan lingkungan
hidup, dan informasi lingkungan hidup lain.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem
informasi lingkungan hidup diatur dengan
Peraturan Menteri.

BAB IX
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH

Pasal 63
(1) Dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, Pemerintah bertugas dan
berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional;
b. menetapkan norma, standar, prosedur,
dan kriteria;
c. menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai RPPLH nasional;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai KLHS;
e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai amdal dan UKL-UPL;
f. menyelenggarakan inventarisasi sumber
daya alam nasional dan emisi gas rumah
kaca;
g. mengembangkan standar kerja sama;
h. mengoordinasikan dan melaksanakan
pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
i. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai sumber daya alam hayati dan
nonhayati, keanekaragaman hayati,
sumber daya genetik, dan keamanan
hayati produk rekayasa genetik;

j. menetapkan .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

j. menetapkan dan melaksanakan kebijakan


mengenai pengendalian dampak
perubahan iklim dan perlindungan lapisan
ozon;
k. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai B3, limbah, serta limbah B3;
l. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai perlindungan lingkungan laut;
m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup lintas batas
negara;
n. melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijakan
nasional, peraturan daerah, dan
peraturan kepala daerah;
o. melakukan pembinaan dan pengawasan
ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap ketentuan
perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan;
p. mengembangkan dan menerapkan
instrumen lingkungan hidup;
q. mengoordinasikan dan memfasilitasi
kerja sama dan penyelesaian
perselisihan antardaerah serta
penyelesaian sengketa;
r. mengembangkan dan melaksanakan
kebijakan pengelolaan pengaduan
masyarakat;
s. menetapkan standar pelayanan minimal;
t. menetapkan kebijakan mengenai tata
cara pengakuan keberadaan masyarakat
hukum adat, kearifan lokal, dan hak
masyarakat hukum adat yang terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
u. mengelola informasi lingkungan hidup
nasional;

u. mengelola .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

v. mengoordinasikan, mengembangkan,
dan menyosialisasikan pemanfaatan
teknologi ramah lingkungan hidup;
w. memberikan pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan penghargaan;
x. mengembangkan sarana dan standar
laboratorium lingkungan hidup;
y. menerbitkan izin lingkungan;
z. menetapkan wilayah ekoregion; dan
aa.melakukan penegakan hukum
lingkungan hidup.
(2) Dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, pemerintah provinsi
bertugas dan berwenang:
a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi;
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS
tingkat provinsi;
c. menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai RPPLH provinsi;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai amdal dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber
daya alam dan emisi gas rumah kaca pada
tingkat provinsi;
f. mengembangkan dan melaksanakan
kerja sama dan kemitraan;
g. mengoordinasikan dan melaksanakan
pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup lintas
kabupaten/kota;
h. melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala
daerah kabupaten/kota;

i. melakukan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

i. melakukan pembinaan dan pengawasan


ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap ketentuan
perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
j. mengembangkan dan menerapkan
instrumen lingkungan hidup;
k. mengoordinasikan dan memfasilitasi
kerja sama dan penyelesaian
perselisihan antarkabupaten/antarkota
serta penyelesaian sengketa;
l. melakukan pembinaan, bantuan teknis,
dan pengawasan kepada kabupaten/kota
di bidang program dan kegiatan;
m. melaksanakan standar pelayanan
minimal;
n. menetapkan kebijakan mengenai tata
cara pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat, kearifan
lokal, dan hak masyarakat hukum adat
yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup pada
tingkat provinsi;
o. mengelola informasi lingkungan hidup
tingkat provinsi;
p. mengembangkan dan
menyosialisasikan pemanfaatan
teknologi ramah lingkungan hidup;
q. memberikan pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan penghargaan;
r. menerbitkan izin lingkungan pada
tingkat provinsi; dan
s. melakukan penegakan hukum
lingkungan hidup pada tingkat
provinsi.

(3) Dalam . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(3) Dalam perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup, pemerintah kabupaten/kota
bertugas dan berwenang:
a. menetapkan kebijakan tingkat
kabupaten/kota;
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS
tingkat kabupaten/kota;
c. menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai RPPLH
kabupaten/kota;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai amdal dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber
daya alam dan emisi gas rumah kaca pada
tingkat kabupaten/kota;
f. mengembangkan dan melaksanakan
kerja sama dan kemitraan;
g. mengembangkan dan menerapkan
instrumen lingkungan hidup;
h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan
ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap ketentuan
perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan;
j. melaksanakan standar pelayanan
minimal;
k. melaksanakan kebijakan mengenai tata
cara pengakuan keberadaan masyarakat
hukum adat, kearifan lokal, dan hak
masyarakat hukum adat yang terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota;
l. mengelola informasi lingkungan hidup
tingkat kabupaten/kota;
m. mengembangkan dan melaksanakan
kebijakan sistem informasi lingkungan
hidup tingkat kabupaten/kota;

n. memberikan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

n. memberikan pendidikan, pelatihan,


pembinaan, dan penghargaan;
o. menerbitkan izin lingkungan pada
tingkat kabupaten/kota; dan
p. melakukan penegakan hukum
lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota.

Pasal 64
Tugas dan wewenang Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dilaksanakan
dan/atau dikoordinasikan oleh Menteri.

BAB X
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN

Bagian Kesatu
Hak

Pasal 65
(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak
asasi manusia.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan
lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan dalam
memenuhi hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
(3) Setiap orang berhak mengajukan usul
dan/atau keberatan terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan
hidup.
(4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Setiap . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan


akibat dugaan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 66
Setiap orang yang memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
dituntut secara pidana maupun digugat secara
perdata.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.

Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup secara benar, akurat, terbuka, dan
tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan
hidup; dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu
lingkungan hidup dan/atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.

Bagian Ketiga .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Bagian Ketiga
Larangan

Pasal 69
(1) Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut
peraturan perundang-undangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari
luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia ke media lingkungan hidup
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan
hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media
lingkungan hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke
media lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan atau izin
lingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara
membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu,
menyesatkan, menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan
keterangan yang tidak benar.

(2) Ketentuan .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-
sungguh kearifan lokal di daerah masing-
masing.

BAB XI
PERAN MASYARAKAT

Pasal 70
(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan
yang sama dan seluas-luasnya untuk
berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Peran masyarakat dapat berupa:
a. pengawasan sosial;
b. pemberian saran, pendapat, usul,
keberatan, pengaduan; dan/atau
c. penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3) Peran masyarakat dilakukan untuk:
a. meningkatkan kepedulian dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan
masyarakat, dan kemitraan;
c. menumbuhkembangkan kemampuan dan
kepeloporan masyarakat;
d. menumbuhkembangkan
ketanggapsegeraan masyarakat untuk
melakukan pengawasan sosial; dan
e. mengembangkan dan menjaga budaya dan
kearifan lokal dalam rangka pelestarian
fungsi lingkungan hidup.

BAB XII .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

BAB XII
PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF

Bagian Kesatu
Pengawasan

Pasal 71
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya wajib
melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
atas ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
dapat mendelegasikan kewenangannya
dalam melakukan pengawasan kepada
pejabat/instansi teknis yang bertanggung
jawab di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota menetapkan
pejabat pengawas lingkungan hidup yang
merupakan pejabat fungsional.

Pasal 72
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya wajib melakukan
pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan.

Pasal 73
Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh
pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap
terjadi pelanggaran yang serius di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

PASAL 74 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 74
(1) Pejabat pengawas lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat
(3) berwenang:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau
membuat catatan yang diperlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;
f. membuat rekaman audio visual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i. memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi; dan/atau
j. menghentikan pelanggaran tertentu.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat


pengawas lingkungan hidup dapat melakukan
koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai
negeri sipil.
(3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dilarang menghalangi pelaksanaan tugas
pejabat pengawas lingkungan hidup.

Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengangkatan pejabat pengawas lingkungan hidup
dan tata cara pelaksanaan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3),
Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Bagian Kedua . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Bagian Kedua
Sanksi Administratif

Pasal 76
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
(2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.

Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif
terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah
daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi
administratif terhadap pelanggaran yang serius di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.

Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 tidak membebaskan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab
pemulihan dan pidana.

Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan
atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf
d dilakukan apabila penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan
pemerintah.

Pasal 80 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
a. penghentian sementara kegiatan
produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air
limbah atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alat
yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan;
atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk
menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi
lingkungan hidup.
(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapat
dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila
pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi
manusia dan lingkungan hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas
jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagi
lingkungan hidup jika tidak segera
dihentikan pencemaran dan/atau
perusakannya.

Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan
pemerintah dapat dikenai denda atas setiap
keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan
pemerintah.

Pasal 82 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 82
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
berwenang untuk memaksa penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
melakukan pemulihan lingkungan hidup
akibat pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang dilakukannya.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga
untuk melakukan pemulihan lingkungan
hidup akibat pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang
dilakukannya atas beban biaya penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi
administratif diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 84
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat
ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan.
(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan
hidup dilakukan secara suka rela oleh para
pihak yang bersengketa.
(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dipilih
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa.

Bagian Kedua . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan

Pasal 85
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di
luar pengadilan dilakukan untuk mencapai
kesepakatan mengenai:
a. bentuk dan besarnya ganti rugi;
b. tindakan pemulihan akibat pencemaran
dan/atau perusakan;
c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak
akan terulangnya pencemaran dan/atau
perusakan; dan/atau
d. tindakan untuk mencegah timbulnya
dampak negatif terhadap lingkungan
hidup.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak
berlaku terhadap tindak pidana lingkungan
hidup sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
(3) Dalam penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan dapat digunakan
jasa mediator dan/atau arbiter untuk
membantu menyelesaikan sengketa
lingkungan hidup.

Pasal 86
(1) Masyarakat dapat membentuk lembaga
penyedia jasa penyelesaian sengketa
lingkungan hidup yang bersifat bebas dan
tidak berpihak.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat
memfasilitasi pembentukan lembaga penyedia
jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup
yang bersifat bebas dan tidak berpihak.

(3) Ketentuan .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga


penyedia jasa penyelesaian sengketa
lingkungan hidup diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan

Paragraf 1
Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan

Pasal 87
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang melakukan perbuatan
melanggar hukum berupa pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
menimbulkan kerugian pada orang lain
atau lingkungan hidup wajib membayar
ganti rugi dan/atau melakukan tindakan
tertentu.
(2) Setiap orang yang melakukan
pemindahtanganan, pengubahan sifat dan
bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari
suatu badan usaha yang melanggar hukum
tidak melepaskan tanggung jawab hukum
dan/atau kewajiban badan usaha tersebut.
(3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran
uang paksa terhadap setiap hari
keterlambatan atas pelaksanaan putusan
pengadilan.
(4) Besarnya uang paksa diputuskan
berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 2 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak

Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya,
dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3,
dan/atau yang menimbulkan ancaman serius
terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab
mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan.

Paragraf 3
Tenggat Kedaluwarsa untuk Pengajuan Gugatan

Pasal 89
(1) Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan
gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang
waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan
dihitung sejak diketahui adanya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsa
tidak berlaku terhadap pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan
yang menggunakan dan/atau mengelola B3
serta menghasilkan dan/atau mengelola
limbah B3.

Paragraf 4
Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Pasal 90
(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah
yang bertanggung jawab di bidang
lingkungan hidup berwenang mengajukan
gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
menyebabkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang
mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.

(2) Ketentuan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian


lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 5
Hak Gugat Masyarakat

Pasal 91
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan kelompok untuk kepentingan
dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan
masyarakat apabila mengalami kerugian
akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
(2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat
kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum,
serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok
dan anggota kelompoknya.
(3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat
dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Paragraf 6
Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup

Pasal 92
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, organisasi lingkungan hidup berhak
mengajukan gugatan untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada
tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu
tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya
atau pengeluaran riil.
(3) Organisasi lingkungan hidup dapat
mengajukan gugatan apabila memenuhi
persyaratan:

a. berbentuk . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

a. berbentuk badan hukum;


b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya
bahwa organisasi tersebut didirikan untuk
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan
hidup; dan
c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai
dengan anggaran dasarnya paling singkat
2 (dua) tahun.

Paragraf 7
Gugatan Administratif

Pasal 93
(1) Setiap orang dapat mengajukan gugatan
terhadap keputusan tata usaha negara
apabila:
a. badan atau pejabat tata usaha negara
menerbitkan izin lingkungan kepada usaha
dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi
tidak dilengkapi dengan dokumen amdal;
b. badan atau pejabat tata usaha negara
menerbitkan izin lingkungan kepada
kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak
dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL;
dan/atau
c. badan atau pejabat tata usaha negara
yang menerbitkan izin usaha dan/atau
kegiatan yang tidak dilengkapi dengan
izin lingkungan.
(2) Tata cara pengajuan gugatan terhadap
keputusan tata usaha negara mengacu
pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara.

BAB XIV . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

BAB XIV
PENYIDIKAN DAN PEMBUKTIAN

Bagian Kesatu
Penyidikan

Pasal 94
(1) Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik
Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan instansi pemerintah
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup diberi wewenang sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.
(2) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap
orang yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari
setiap orang berkenaan dengan peristiwa
tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan,
catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;

e. melakukan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu


yang diduga terdapat bahan bukti,
pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan
barang hasil pelanggaran yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak
pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
g. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
h. menghentikan penyidikan;
i. memasuki tempat tertentu, memotret,
dan/atau membuat rekaman audio visual;
j. melakukan penggeledahan terhadap
badan, pakaian, ruangan, dan/atau
tempat lain yang diduga merupakan
tempat dilakukannya tindak pidana;
dan/atau
k. menangkap dan menahan pelaku tindak
pidana.
(3) Dalam melakukan penangkapan dan
penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf k, penyidik pejabat pegawai negeri
sipil berkoordinasi dengan penyidik pejabat
polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Dalam hal penyidik pejabat pegawai negeri
sipil melakukan penyidikan, penyidik pejabat
pegawai negeri sipil memberitahukan kepada
penyidik pejabat polisi Negara Republik
Indonesia dan penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia memberikan bantuan guna
kelancaran penyidikan.
(5) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil
memberitahukan dimulainya penyidikan
kepada penuntut umum dengan tembusan
kepada penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia.

(6) Hasil .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(6) Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh


penyidik pegawai negeri sipil disampaikan
kepada penuntut umum.

Pasal 95
(1) Dalam rangka penegakan hukum terhadap
pelaku tindak pidana lingkungan hidup, dapat
dilakukan penegakan hukum terpadu antara
penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan
kejaksaan di bawah koordinasi Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
penegakan hukum terpadu diatur dengan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Pembuktian

Pasal 96
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak
pidana lingkungan hidup terdiri atas:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa; dan/atau
f. alat bukti lain, termasuk alat bukti yang
diatur dalam peraturan perundang-
undangan.

BAB XV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 97
Tindak pidana dalam undang-undang ini
merupakan kejahatan.

Pasal 98 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 98
(1) Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien,
baku mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan orang luka
dan/atau bahaya kesehatan manusia,
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)
dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan orang luka
berat atau mati, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).

Pasal 99
(1) Setiap orang yang karena kelalaiannya
mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu
air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Apabila .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) mengakibatkan orang luka
dan/atau bahaya kesehatan manusia,
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam
miliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan orang luka
berat atau mati, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda
paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) dan paling banyak
Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).

Pasal 100
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air
limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan dipidana, dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila
sanksi administratif yang telah dijatuhkan
tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan
lebih dari satu kali.
Pasal 101
Setiap orang yang melepaskan dan/atau
mengedarkan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan hidup yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
69 ayat (1) huruf g, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).

Pasal 102 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 102
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah
B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 103
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan
tidak melakukan pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 104
Setiap orang yang melakukan dumping limbah
dan/atau bahan ke media lingkungan hidup
tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
60, dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 105
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf c dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas
miliar rupiah).

Pasal 106 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 106
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah).

Pasal 107
Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang
menurut peraturan perundang–undangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah).

Pasal 108
Setiap orang yang melakukan pembakaran
lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).

Pasal 649 . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 109
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 110
Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki
sertifikat kompetensi penyusun amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 111
(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang
menerbitkan izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
(2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau
kegiatan yang menerbitkan izin usaha
dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan
izin lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 652 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja
tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap peraturan perundang-undangan dan
izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan yang mengakibatkan hilangnya
nyawa manusia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).

Pasal 113
Setiap orang yang memberikan informasi palsu,
menyesatkan, menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan
keterangan yang tidak benar yang diperlukan
dalam kaitannya dengan pengawasan dan
penegakan hukum yang berkaitan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf j dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 114
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 115
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi, atau menggagalkan
pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan
hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri
sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 116 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 116
(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup
dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan
usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana
dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b. orang yang memberi perintah untuk
melakukan tindak pidana tersebut atau
orang yang bertindak sebagai pemimpin
kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup


sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh orang, yang berdasarkan
hubungan kerja atau berdasarkan hubungan
lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan
usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap
pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak
pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak
pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau
bersama-sama.

Pasal 117
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi
perintah atau pemimpin tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1)
huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa
pidana penjara dan denda diperberat dengan
sepertiga.

Pasal 118
Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana
dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili
oleh pengurus yang berwenang mewakili di
dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan selaku pelaku
fungsional.

Pasal 119 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 119
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat
dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata
tertib berupa:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari
tindak pidana;
b. penutupan seluruh atau sebagian tempat
usaha dan/atau kegiatan;
c. perbaikan akibat tindak pidana;
d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan
tanpa hak; dan/atau
e. penempatan perusahaan di bawah
pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 120
(1) Dalam melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
jaksa berkoordinasi dengan instansi yang
bertanggung jawab di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melaksanakan eksekusi.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 119 huruf e,
Pemerintah berwenang untuk mengelola
badan usaha yang dijatuhi sanksi
penempatan di bawah pengampuan untuk
melaksanakan putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap.

BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 121
(1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini,
dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap
usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki
izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum
memiliki dokumen amdal wajib menyelesaikan
audit lingkungan hidup.

(2) Pada . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

(2) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini,


dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap
usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki
izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum
memiliki UKL-UPL wajib membuat dokumen
pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 122
(1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini,
dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiap
penyusun amdal wajib memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal.
(2) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini,
dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiap
auditor lingkungan hidup wajib memiliki
sertifikat kompetensi auditor lingkungan
hidup.

Pasal 123
Segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup
yang telah dikeluarkan oleh Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin
lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak
Undang-Undang ini ditetapkan.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 124
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3699) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan atau belum diganti dengan
peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang
ini.
Pasal 125 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 125
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3699) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

Pasal 126
Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam
Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 1
(satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
diberlakukan.

Pasal 127
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar . . .
PRESIDEN
REPUBLIK

- 71 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 140

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,

SETIO SAPTO NUGROHO


PRESIDEN
REPUBLIK

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

I. UMUM

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga
negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan
seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup
Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi
rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.

2. Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada posisi silang


antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan
cuaca serta musim yang menghasilkan kondisi alam yang tinggi
nilainya. Di samping itu Indonesia mempunyai garis pantai
terpanjang kedua di dunia dengan jumlah penduduk yang besar.
Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati dan
sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan itu perlu dilindungi
dan dikelola dalam suatu sistem perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang terpadu dan terintegrasi antara
lingkungan laut, darat, dan udara berdasarkan wawasan
Nusantara.
Indonesia juga berada pada posisi yang sangat rentan terhadap
dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi turunnya
produksi pangan, terganggunya ketersediaan air, tersebarnya
hama dan penyakit tanaman serta penyakit manusia, naiknya
permukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan punahnya
keanekaragaman hayati.

Ketersedian . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupun


kualitas tidak merata, sedangkan kegiatan pembangunan
membutuhkan sumber daya alam yang semakin meningkat.
Kegiatan pembangunan juga mengandung risiko terjadinya
pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini dapat
mengakibatkan daya dukung, daya tampung, dan produktivitas
lingkungan hidup menurun yang pada akhirnya menjadi beban
sosial.
Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan
dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara,
asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan
lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan
ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip
kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta
pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan
lingkungan.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut
dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu
kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen
dari pusat sampai ke daerah.

3. Penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan


seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai
konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan
pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan
pembangunan berkelanjutan.

Undang-Undang ini mewajibkan Pemerintah dan pemerintah


daerah untuk membuat kajian lingkungan hidup strategis (KLHS)
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Dengan
perkataan lain, hasil KLHS harus dijadikan dasar bagi kebijakan,
rencana dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.
Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya
tampung sudah terlampaui, kebijakan, rencana, dan/atau
program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan
rekomendasi KLHS dan segala usaha dan/atau kegiatan yang
telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup tidak diperbolehkan lagi.

4. Ilmu . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

4. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas


hidup dan mengubah gaya hidup manusia. Pemakaian produk
berbasis kimia telah meningkatkan produksi limbah bahan
berbahaya dan beracun. Hal itu menuntut dikembangkannya
sistem pembuangan yang aman dengan risiko yang kecil bagi
lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lain.

Di samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi


masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan dampak, antara
lain, dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun, yang
apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat
mengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lain.

Dengan menyadari hal tersebut, bahan berbahaya dan beracun


beserta limbahnya perlu dilindungi dan dikelola dengan baik.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bebas dari
buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayah
Indonesia.

Menyadari potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagai


konsekuensi dari pembangunan, terus dikembangkan upaya
pengendalian dampak secara dini. Analisis mengenai dampak
lingkungan (amdal) adalah salah satu perangkat preemtif
pengelolaan lingkungan hidup yang terus diperkuat melalui
peningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaan penyusunan
amdal dengan mempersyaratkan lisensi bagi penilai amdal dan
diterapkannya sertifikasi bagi penyusun dokumen amdal, serta
dengan memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar di bidang
amdal.

Amdal juga menjadi salah satu persyaratan utama dalam


memperoleh izin lingkungan yang mutlak dimiliki sebelum
diperoleh izin usaha.

5. Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan


hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara
maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi,
perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang
efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi.

Sehubungan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan satu


sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian
hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan
sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain.

Undang-Undang ini juga mendayagunakan berbagai ketentuan


hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata, maupun
hukum pidana. Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dan di dalam
pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di dalam
pengadilan meliputi gugatan perwakilan kelompok, hak gugat
organisasi lingkungan, ataupun hak gugat pemerintah. Melalui
cara tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga
akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan
tentang betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan masa
depan.

6. Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang ini


memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping
maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran
baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan
pengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum pidana
lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang
mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya
terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi
dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini
hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu
pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi,
dan gangguan.

7. Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun


1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-
Undang ini adalah adanya penguatan yang terdapat dalam
Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola
pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan
dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan
penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek
transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.

8. Selain . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

8. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur:


a. keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
b. kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
c. penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
d. penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian
lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu
lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen
ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan
berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan
hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain
yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
e. pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
f. pendayagunaan pendekatan ekosistem;
g. kepastian dalam merespons dan mengantisipasi
perkembangan lingkungan global;
h. penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi,
akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-
hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
i. penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara
lebih jelas;
j. penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan
k. penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup
dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.

9. Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada


Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta
melakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui Undang-
Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat
luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang
tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Oleh . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Oleh karena itu, lembaga yang mempunyai beban kerja


berdasarkan Undang-Undang ini tidak cukup hanya suatu
organisasi yang menetapkan dan melakukan koordinasi
pelaksanaan kebijakan, tetapi dibutuhkan suatu organisasi
dengan portofolio menetapkan, melaksanakan, dan mengawasi
kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain
itu, lembaga ini diharapkan juga mempunyai ruang lingkup
wewenang untuk mengawasi sumber daya alam untuk
kepentingan konservasi. Untuk menjamin terlaksananya tugas
pokok dan fungsi lembaga tersebut dibutuhkan dukungan
pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang
memadai untuk Pemerintah dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah yang memadai untuk pemerintah daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab negara” adalah:
a. negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan
dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun
generasi masa depan.
b. negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
c. negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber
daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalah
bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap
generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi
dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan
memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

Huruf c .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan” adalah
bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai
aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan
serta pelestarian ekosistem.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan
berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa segala usaha
dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan
dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa
ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan
karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas
generasi, maupun lintas gender.

Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas ekoregion” adalah bahwa perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik
sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat
setempat, dan kearifan lokal.

Huruf i .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas keanekaragaman hayati” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan
upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan
keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya
alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur
nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas pencemar membayar” adalah bahwa
setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib
menanggung biaya pemulihan lingkungan.

Huruf k
Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa setiap anggota
masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan
keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Huruf l
Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah bahwa
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam
tata kehidupan masyarakat.

Huruf m
Yang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan yang
baik” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi,
transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.

Huruf n
Yang dimaksud dengan “asas otonomi daerah” adalah
bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 3 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Kearifan lokal dalam ayat ini termasuk hak ulayat
yang diakui oleh DPRD.

Huruf e . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Ayat (1)
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang dimaksud dalam ketentuan ini, antara lain pengendalian:
a. pencemaran air, udara, dan laut; dan
b. kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan
iklim.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “wilayah” adalah ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administrasi dan/atau aspek fungsional.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Dampak dan/atau risiko lingkungan hidup yang
dimaksud meliputi:
a. perubahan iklim;
b. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati;
c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah
bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau
kebakaran hutan dan lahan;
d. penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya
alam;
e. peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau
lahan;
f. peningkatan jumlah penduduk miskin atau
terancamnya keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat; dan/atau
g. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Pelibatan masyarakat dilakukan melalui dialog, diskusi, dan
konsultasi publik.

Ayat (2) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “baku mutu air” adalah
ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada,
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “baku mutu air limbah”
adalah ukuran batas atau kadar polutan yang
ditenggang untuk dimasukkan ke media air .

Huruf c
Yang dimaksud dengan “baku mutu air laut” adalah ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen
yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air laut.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “baku mutu udara ambien”
adalah ukuran batas atau kadar zat, energi,
dan/atau komponen yang seharusnya ada,
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “baku mutu emisi” adalah
ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang
untuk dimasukkan ke media udara.

Huruf f . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf f
Yang dimaksud dengan “baku mutu gangguan”
adalah ukuran batas unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya yang meliputi unsur
getaran, kebisingan, dan kebauan.

Huruf g
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “produksi biomassa” adalah
bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya tanah
untuk menghasilkan biomassa.

Yang dimaksud dengan “kriteria baku kerusakan


tanah untuk produksi biomassa” adalah ukuran
batas perubahan sifat dasar tanah yang dapat
ditenggang berkaitan dengan kegiatan produksi
biomassa.

Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi


biomassa mencakup lahan pertanian atau lahan
budi daya dan hutan.

Huruf b . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf b
Yang dimaksud dengan “kriteria baku kerusakan
terumbu karang” adalah ukuran batas perubahan
fisik dan/atau hayati terumbu karang yang dapat
ditenggang.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “kerusakan lingkungan
hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan
dan/atau lahan” adalah pengaruh perubahan pada
lingkungan hidup yang berupa kerusakan dan/atau
pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan
dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yang
diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Jasad renik dalam huruf ini termasuk produk
rekayasa genetik.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup dimaksudkan untuk menghindari, meminimalkan,
memitigasi, dan/atau mengompensasikan dampak suatu
usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 26
Ayat (1)
Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam proses
pengumuman dan konsultasi publik dalam rangka
menjaring saran dan tanggapan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 27
Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain lembaga
penyusun amdal atau konsultan.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Rekomendasi UKL-UPL dinilai oleh tim teknis instansi
lingkungan hidup.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 39
Ayat (1)
Pengumuman dalam Pasal ini merupakan pelaksanaan atas
keterbukaan informasi. Pengumuman tersebut
memungkinkan peran serta masyarakat, khususnya yang
belum menggunakan kesempatan dalam prosedur keberatan,
dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan
keputusan izin.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan izin usaha dan/atau kegiatan dalam
ayat ini termasuk izin yang disebut dengan nama lain seperti
izin operasi dan izin konstruksi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Perubahan yang dimaksud dalam ayat ini, antara lain,
karena kepemilikan beralih, perubahan teknologi,
penambahan atau pengurangan kapasitas produksi,
dan/atau lokasi usaha dan/atau kegiatan yang berpindah
tempat.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “instrumen ekonomi dalam
perencanaan pembangunan” adalah upaya internalisasi
aspek lingkungan hidup ke dalam perencanaan dan
penyelenggaraan pembangunan dan kegiatan ekonomi.

Huruf b .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf b
Yang dimaksud dengan “pendanaan lingkungan”
adalah suatu sistem dan mekanisme penghimpunan
dan pengelolaan dana yang digunakan bagi
pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Pendanaan lingkungan berasal dari
berbagai sumber, misalnya pungutan, hibah, dan
lainnya.

Huruf c
Insentif merupakan upaya memberikan dorongan atau
daya tarik secara moneter dan/atau nonmoneter
kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan
pemerintah daerah agar melakukan kegiatan yang
berdampak positif pada cadangan sumber daya alam
dan kualitas fungsi lingkungan hidup.

Disinsentif merupakan pengenaan beban atau


ancaman secara moneter dan/atau nonmoneter
kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan
pemerintah daerah agar mengurangi kegiatan yang
berdampak negatif pada cadangan sumber daya alam
dan kualitas fungsi lingkungan hidup.

Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “neraca sumber daya alam”
adalah gambaran mengenai cadangan sumber daya
alam dan perubahannya, baik dalam satuan fisik
maupun dalam nilai moneter.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “produk domestik bruto”
adalah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi
oleh suatu negara pada periode tertentu.
Yang dimaksud dengan “produk domestik regional
bruto” adalah nilai semua barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu daerah pada periode tertentu.

Huruf c . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf c
Yang dimaksud dengan “mekanisme kompensasi/imbal
jasa lingkungan hidup antardaerah” adalah cara-cara
kompensasi/imbal yang dilakukan oleh orang,
masyarakat, dan/atau pemerintah daerah sebagai
pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa
lingkungan hidup.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “internalisasi biaya lingkungan
hidup” adalah memasukkan biaya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup dalam
perhitungan biaya produksi atau biaya suatu usaha
dan/atau kegiatan.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dana jaminan pemulihan
lingkungan hidup” adalah dana yang disiapkan oleh
suatu usaha dan/atau kegiatan untuk pemulihan
kualitas lingkungan hidup yang rusak karena
kegiatannya.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “dana penanggulangan” adalah
dana yang digunakan untuk menanggulangi
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang timbul akibat suatu usaha dan/atau kegiatan.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “dana amanah/bantuan”
adalah dana yang berasal dari sumber hibah dan
donasi untuk kepentingan konservasi lingkungan
hidup.

Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pengadaan barang dan jasa
ramah lingkungan hidup” adalah pengadaaan yang
memprioritaskan barang dan jasa yang berlabel ramah
lingkungan hidup.

Huruf b .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf b
Yang dimaksud dengan “pajak lingkungan hidup”
adalah pungutan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah terhadap setiap orang yang memanfaatkan
sumber daya alam, seperti pajak pengambilan air
bawah tanah, pajak bahan bakar minyak, dan pajak
sarang burung walet.
Yang dimaksud dengan “retribusi lingkungan hidup”
adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah terhadap setiap orang yang memanfaatkan
sarana yang disiapkan pemerintah daerah seperti
retribusi pengolahan air limbah.
Yang dimaksud dengan “subsidi lingkungan hidup”
adalah kemudahan atau pengurangan beban yang
diberikan kepada setiap orang yang kegiatannya
berdampak memperbaiki fungsi lingkungan hidup.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “sistem lembaga keuangan
ramah lingkungan hidup” adalah sistem lembaga
keuangan yang menerapkan persyaratan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dalam kebijakan
pembiayaan dan praktik sistem lembaga keuangan
bank dan lembaga keuangan nonbank.
Yang dimaksud dengan “pasar modal ramah
lingkungan hidup” adalah pasar modal yang
menerapkan persyaratan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup bagi perusahaan yang masuk pasar
modal atau perusahaan terbuka, seperti penerapan
persyaratan audit lingkungan hidup bagi perusahaan
yang akan menjual saham di pasar modal.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “perdagangan izin pembuangan
limbah dan/atau emisi” adalah jual beli kuota limbah
dan/atau emisi yang diizinkan untuk dibuang ke
media lingkungan hidup antarpenanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan.

Huruf e .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf e
Yang dimaksud dengan “pembayaran jasa lingkungan
hidup” adalah pembayaran/imbal yang diberikan oleh
pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa
lingkungan hidup.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “asuransi lingkungan hidup”
adalah asuransi yang memberikan perlindungan pada
saat terjadi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.

Huruf g
Yang dimaksud dengan “sistem label ramah lingkungan
hidup” adalah pemberian tanda atau label kepada
produk-produk yang ramah lingkungan hidup.

Huruf h
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Kriteria kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup meliputi, antara lain, kinerja mempertahankan
kawasan koservasi dan penurunan tingkat pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47 . . .
Pasal 47
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “analisis risiko lingkungan” adalah
prosedur yang antara lain digunakan untuk mengkaji
pelepasan dan peredaran produk rekayasa genetik dan
pembersihan (clean up) limbah B3.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam ketentuan ini “pengkajian risiko” meliputi
seluruh proses mulai dari identifikasi bahaya,
penaksiran besarnya konsekuensi atau akibat, dan
penaksiran kemungkinan munculnya dampak yang
tidak diinginkan, baik terhadap keamanan dan
kesehatan manusia maupun lingkungan hidup.
Huruf b
Dalam ketentuan ini “pengelolaan risiko” meliputi
evaluasi risiko atau seleksi risiko yang memerlukan
pengelolaan, identifikasi pilihan pengelolaan risiko,
pemilihan tindakan untuk pengelolaan, dan
pengimplementasian tindakan yang dipilih.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “komunikasi risiko” adalah
proses interaktif dari pertukaran informasi dan
pendapat di antara individu, kelompok, dan institusi
yang berkenaan dengan risiko.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “usaha dan/atau kegiatan
tertentu yang berisiko tinggi” adalah usaha dan/atau
kegiatan yang jika terjadi kecelakaan dan/atau
keadaan darurat menimbulkan dampak yang besar dan
luas terhadap kesehatan manusia dan lingkungan
hidup seperti petrokimia, kilang minyak dan gas bumi,
serta pembangkit listrik tenaga nuklir.

Dokumen . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Dokumen audit lingkungan hidup memuat:


a. informasi yang meliputi tujuan dan proses
pelaksanaan audit;
b. temuan audit;
c. kesimpulan audit; dan
d. data dan informasi pendukung.

Huruf b
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf b
Yang dimaksud dengan ”remediasi” adalah upaya
pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk
memperbaiki mutu lingkungan hidup.

Huruf c
Yang dimaksud dengan ”rehabilitasi” adalah upaya
pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan
manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan
kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan
memperbaiki ekosistem.

Huruf d
Yang dimaksud dengan ”restorasi” adalah upaya
pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau
bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana
semula.

Huruf e
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemeliharaan lingkungan hidup”
adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga pelestarian
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya penurunan
atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh
perbuatan manusia.

Huruf a
Konservasi sumber daya alam meliputi, antara lain,
konservasi sumber daya air, ekosistem hutan,
ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem lahan
gambut, dan ekosistem karst.

Huruf b . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf b
Pencadangan sumber daya alam meliputi sumber daya
alam yang dapat dikelola dalam jangka panjang dan
waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Untuk melaksanakan pencadangan sumber daya alam,
Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah
kabupaten/kota dan perseorangan dapat membangun:
a. taman keanekaragaman hayati di luar kawasan
hutan;
b. ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30% dari
luasan pulau/kepulauan; dan/atau
c. menanam dan memelihara pohon di luar kawasan
hutan, khususnya tanaman langka.

Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Yang dimaksud dengan ”pengawetan sumber daya
alam” adalah upaya untuk menjaga keutuhan dan
keaslian sumber daya alam beserta ekosistemnya.

Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”mitigasi perubahan iklim”
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam
upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca
sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak
perubahan iklim.

Yang . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Yang dimaksud dengan ”adaptasi perubahan iklim”


adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap
perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan
kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan
akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang
ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan,
dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim
dapat diatasi.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 58
Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan B3 merupakan upaya untuk
mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup
yang berupa terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup, mengingat B3 mempunyai potensi yang cukup besar untuk
menimbulkan dampak negatif.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 59
Ayat (1)
Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang
mencakup pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, dan/atau pengolahan,
termasuk penimbunan limbah B3.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan usaha yang
melakukan pengelolaan limbah B3 dan telah mendapatkan
izin.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Ayat (1)
Sistem informasi lingkungan hidup memuat, antara lain,
keragaman karakter ekologis, sebaran penduduk, sebaran
potensi sumber daya alam, dan kearifan lokal.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Ayat (2)
Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis
dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang
berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan
hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam
pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang bagi
masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat. Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat ini dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang
berkenaan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui
masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan
hidup, laporan, dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik
pemantauan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas
lingkungan hidup dan rencana tata ruang.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 66
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi korban dan/atau
pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Perlindungan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan


pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan dan/atau gugatan
perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan.

Pasal 67 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
B3 yang dilarang dalam ketentuan ini, antara lain,
DDT, PCBs, dan dieldrin.

Huruf c
Larangan dalam ketentuan ini dikecualikan bagi yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Huruf d
Yang dilarang dalam huruf ini termasuk impor.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i
Cukup jelas.

Huruf j
Cukup jelas.

Ayat (2) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Ayat (2)
Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah
melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal
2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman
jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai
pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Pemberian saran dan pendapat dalam ketentuan ini
termasuk dalam penyusunan KLHS dan amdal.

Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Yang dimaksud dengan “pelanggaran yang serius” adalah tindakan
melanggar hukum yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang relatif besar dan menimbulkan
keresahan masyarakat.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “ancaman yang sangat serius”
adalah suatu keadaan yang berpotensi sangat
membahayakan keselamatan dan kesehatan banyak
orang sehingga penanganannya tidak dapat ditunda.

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 83
Cukup Jelas.

Pasal 84
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak keperdataan
para pihak yang bersengketa.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
putusan yang berbeda mengenai satu sengketa lingkungan hidup untuk
menjamin kepastian hukum.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini merupakan realisasi asas yang ada dalam
hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain
diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak
lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan
tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk:
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga
limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Ayat (3)
Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan
pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu
adalah demi pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 88
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict
liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh
pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi.
Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan
tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya
nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau
perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan
sampai batas tertentu.

Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu” adalah


jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan
ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan
yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kerugian lingkungan hidup” adalah
kerugian yang timbul akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang bukan merupakan hak
milik privat.
Tindakan tertentu merupakan tindakan pencegahan dan
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta
pemulihan fungsi lingkungan hidup guna menjamin tidak
akan terjadi atau terulangnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 91 .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 91
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal 94
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan koordinasi adalah tindakan
berkonsultasi guna mendapatkan bantuan personil, sarana,
dan prasarana yang dibutuhkan dalam penyidikan.

Ayat (4)
Pemberitahuan dalam Pasal ini bukan merupakan
pemberitahuan dimulainya penyidikan, melainkan untuk
mempertegas wujud koordinasi antara pejabat penyidik
pegawai negeri sipil dan penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasal 96
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Yang dimaksud dengan alat bukti lain, meliputi,
informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau
yang serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data,
rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat, dan
didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas,
benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam
secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara atau
gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, simbol, atau perporasi yang memiliki
makna atau yang dapat dipahami atau dibaca.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Cukup jelas.

Pasal 101
Yang dimaksud dengan “melepaskan produk rekayasa genetik”
adalah pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan produk
rekayasa genetik menjadi varietas unggul dan dapat disebarluaskan
setelah memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

Yang . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Yang dimaksud dengan “mengedarkan produk rekayasa genetik”


adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka
penyaluran komoditas produk rekayasa genetik kepada
masyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak.

Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103
Cukup jelas.

Pasal 104
Cukup jelas.

Pasal 105
Cukup jelas.

Pasal 106
Cukup jelas.

Pasal 107
Cukup jelas.

Pasal 108
Cukup jelas.

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110
Cukup jelas.

Pasal 111
Cukup jelas.

Pasal 112
Cukup jelas.

Pasal 113 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 113
Informasi palsu yang dimaksud dalam Pasal ini dapat berbentuk
dokumen atau keterangan lisan yang tidak sesuai dengan fakta-
fakta yang senyatanya atau informasi yang tidak benar.

Pasal 114
Cukup jelas.

Pasal 115
Cukup jelas.

Pasal 116
Cukup jelas.

Pasal 117
Cukup jelas.

Pasal 118
Yang dimaksud dengan pelaku fungsional dalam Pasal ini adalah
badan usaha dan badan hukum.
Tuntutan pidana dikenakan terhadap pemimpin badan usaha
dan badan hukum karena tindak pidana badan usaha dan badan
hukum adalah tindak pidana fungsional sehingga pidana
dikenakan dan sanksi dijatuhkan kepada mereka yang
memiliki kewenangan terhadap pelaku fisik dan menerima
tindakan pelaku fisik tersebut.
Yang dimaksud dengan menerima tindakan dalam Pasal ini
termasuk menyetujui, membiarkan, atau tidak cukup
melakukan pengawasan terhadap tindakan pelaku fisik,
dan/atau memiliki kebijakan yang memungkinkan terjadinya
tindak pidana tersebut.

Pasal 119
Cukup jelas.

Pasal 120
Cukup jelas.

Pasal 121 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA

Pasal 121
Cukup jelas.

Pasal 122
Cukup jelas.

Pasal 123
Izin dalam ketentuan ini, misalnya, izin pengelolaan limbah B3, izin
pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air limbah ke
sumber air.

Pasal 124
Cukup jelas.

Pasal 125
Cukup jelas.

Pasal 126
Cukup jelas.

Pasal 127
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5059


DOKUMENTASI

Informan : H.E Kustaman, ST


Jabatan : Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang (Mantan Kepala Bidang Pengendalian Dampak
Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Periode
2008-2016)

Informan : Ayi Syamsul Hidayat


Jabatan : Kepala Seksi Pengawasan Lingkungan
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.

Informan : Lili Amaliawati, ST


Jabatan : Kepala Seksi Penanganan Kasus Lingkungan
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Informan : Wahyu Hidayat. YP, ST
Jabatan : Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran
Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.

Informan : Ir.Yani Setyamaulida


Jabatan : Kepala Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang.

Informan : Fauzi Adi Wirotomo


Jabatan : Estate Unit Head PT. Modern
Industrial Estate (Pengelola Kawasan)
Informan : R.N Abdu
Jabatan : Manajer Umum PT. Bahari Makmur Sejati

Informan : Atik Rohayati


Jabatan : Manajer HRD & General Affair PT. Boo
Young Indonesia

Informan : Apip Suparan


Jabatan : Manajer HRD & General Affair PT. Sunjin HJ
Informan : Rosihin
Jabatan : Tokoh Masyarakat Desa Cijeruk

Informan : Lia Purnamasari


Jabatan : Masyarakat Kampung Sadang DesaBarengkok

Informan : H. Jainuddin
Jabatan : Tokoh Masyarakat Desa Barengkok
Kawasan Industri Modern tampak dari depan pintu gerbang masuk kawasan

Kantor Pemasaran Kawasan Industri Modern selaku pengelola kawasan

Asap yang keluar dari salah satu inddustri di kawasan Modern


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Dyah Pratiwi


JenisKelamin : Perempuan
Tempat, tanggallahir : Tangerang, 28 Maret 1995
Kewarganegaraan : WNI
Status Perkawinan : BelumMenikah
Agama : Islam
AlamatLengkap : Jalan Mawar 1 Perumahan Cikande Permai
Blok H3 No 2 RT 006 RW 001 Kelurahan
Cikande Permai Kecamatan Cikande
Kabupaten Serang Provinsi Banten

Email : dyah.pratiwi9528@gmail.com

RiwayatPendidikan Formal:

2001 – 2007 : SD NEGERI CIKANDE PERMAI

2007 – 2010 : PONPES DAAR EL-QOLAM PROGRAM EXCELLENT CLASS

2010 – 2013 : PONPES DAAR EL-QOLAM PROGRAM EXCELLENT CLASS

RiwayatOrganisasi

2008 – 2011 : Anggota Marching Band Nada Syiar Daar El-Qolam

2014 : Anggota Sub Bidang Seni Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara

2014 : Anggota Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa (KOKESMA)

2015 : Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara

2016 : Koordinator Departemen Kesekretariatan Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP

Anda mungkin juga menyukai