Anda di halaman 1dari 93

SKRIPSI

GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN PENGGUNAAN


ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA DI PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA PANAS BUMI DI KABUPATEN NGADA
TAHUN 2016

OLEH:
OLIVIA MARIA FRANSISKA MENGE FOLO
1207017167

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2017
SKRIPSI

GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN PENGGUNAAN


ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA DI PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA PANAS BUMI DI KABUPATEN NGADA
TAHUN 2016

OLEH:
OLIVIA MARIA FRANSISKA MENGE FOLO
1207017167

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan

bimbingan-Nya yang senantiasa berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan Skripsi ini dengan judul “Gambaran Pengetahuan, Sikap dan

Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga

Panas Bumi di Kabupaten Ngada Tahun 2016”.

Ucapan terima kasih kepada Ibu Sintha L. Purimahua, S.KM., M.Kes

selaku pembimbing I, Bapak Soni Doke, S.Pt., M.Kes selaku pembimbing II dan

Bapak Agus Setyobudi., S.KM., M.Kes selaku penguji yang memberikan arahan

dan petunjuk serta saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Engelina Nabuasa, MS selaku Dekan dan seluruh civitas akademik

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana.

2. Ibu Dr. Luh Putu Ruliati, S.KM., M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa

Cendana.

3. Bapak Agus Setyobudi, S.KM., M.Kes selaku Ketua Bagian Kesehatan

Lingkungan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Nusa Cendana.
4. Bapak Drs. Johny A. R. Salmun, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan

di FKM.

5. Bapak Wutu Suu Aloysius selaku Kepala Desa Ulubelu Mataloko beserta

jajarannya yang telah mengijinkan dan membantu peneliti selama penelitian.

6. Bapak Dominicus da Silva selaku Penanggung Jawab PLTPB Mataloko beserta

jajarannya yang telah mengijinkan dan membantu peneliti selama penelitian.

7. Keluarga tercinta, khususnya Bapak Antonius Folo dan Mama Katarina Siena

Nur Talam Nai yang dengan penuh kasih sayang telah membantu baik moril

maupun material. Kakak Maria Dolorosa Albertha Orpa Folo, S.P dan Adik

Hendrika Yoseva Nai Folo yang selalu setia memberikan dukungan dan doa

kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat terkasih Kakak Elisabeth Jendo, Charly Matutina, Dedy

Maku, Ferdy Angi, S.KM, Huldenevon Utan, Lina Parera, S.KM, Niko Rato,

Ricky Pasagi, Riko Darjan, S.KM, Sandy Manafe, Wenzel Fernandez,

Xaverius Benolon dan Yermia Moeda,S.KM yang selalu memberikan

dukungan, doa serta bantuan kepada penulis.

9. Teman-teman angkatan Milenium Development Goal’s 2012 dan DGFC yang

selalu memberikan kritik saran dan motivasi bagi penulis selama studi.

10. Keluarga Besar Mahasiswa Katolik St. Thomas Aquinas yang selalu

memberikan kritik, saran dan motivasi bagi penulis selama studi.

Akhirnya sebagai manusia, penulis menyadari bahwa skripsi ini belum

sempurna. Oleh karena itu, segala usul, kritik dan saran yang bersifat
membangun penulis sangat harapkan demi kesempurnaan Skripsi ini. Kiranya

Skripsi ini berguna bagi kita semua. Tuhan Memberkati kita.

Kupang, Juli 2017


Penulis

ABSTRAK

STUDI PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENGGUNAAN ALAT


PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA DI PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA PANAS BUMI DI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016. Olivia
Maria Fransiska Menge Folo, Sintha Lisa Purimahua, Soni Doke. xi + 86
halaman+5lampiran.

Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Mataloko merupakan


program kerja sama antara Perusahaan Listrik Negara dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Ngada untuk menghasilkan energi listrik dengan bantuan energi panas
bumi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Ngada dan sekitarnya.
Pengetahuan dan sikap pekerja berpengaruh terhadap penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) untuk melindungi pekerja dari kecelakaan kerja. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengetahuan, sikap pekerja, ketersediaan dan
penggunaan APD terhadap pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Mataloko. Jenis penelitiannya adalah deskriptif. Penelitian dilakukan di
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Mataloko Ngada pada bulan Agustus
sampai dengan bulan September 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Mataloko. Sampel 28 orang
dipilih dengan metode total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mayoritas pekerja memiliki tingkat pengetahuan yang baik (92,86%), sikap positif
(96,43%) dan penggunaan APD pada saat orang bekerja (53,57%). Disimpulkan
bahwa pekerja memiliki pengetahuan yang baik tentang APD, sikap positif dan
juga menggunakan APD saat bekerja.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, dan Penggunaan APD


Daftar Pustaka : 43 (1997-2016)
ABSTRACT

A STUDY OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND THE USE OF PERSONAL


PROTECTIVE EQUIPMENT IN WORKERS AT THE GEOTHERMAL
POWER PLANT IN NGADA REGENCY 2016. Olivia Maria Fransiska
Menge Folo, Sintha Lisa Purimahua, Soni Doke. xi + 86 page + 5 enclosure.

Development of Geothermal power plant Mataloko is a partnership program


between the State Electricity Company and local government of Ngada Regency.
The program aims to generate electrical energy with the help of geothermal
energy which can be utilized by people of Ngada Regency and surrounding areas.
Knowledge and attitude of are associated with workers influential the use of
Personal Protective Equipment (PPE) to protect workers from workplace
accidents. This research aimed to analyze knowledge, attitude the availability and
use of the PPE on workers in Geothermal Power Plant Mataloko. The type of the
research was descriptive. The research was conducted in Geothermal Power Plant
Mataloko Ngada in August to September 2016. The population in this research
were all Geothermal Power Plant Mataloko workers. The sample of 28 people was
chosen with total sampling method. The results showed that the majority of
workers had a good level of knowledge (92,86%), positive attitude (96,43%) and
used PPE when working (53,57%). It is concluded that workers have good
knowledge about PPE, positive attitude and also use PPE while working.

Keywords : Knowledge, Attitude, and Personal Protective Equipment


Bibliography : 43 (1997-2016)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ...................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................v

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

ABSTRACT ........................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................5

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................5

D. Manfaat Penelitian .................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan ...........................................................................................8

B. Sikap.....................................................................................................12

C. Alat Pelindung Diri ..............................................................................18


D. Kesehatan dan Keselamatan Kerja .......................................................28

E. Energi Panas Bumi (Geothermal Energy)............................................31

F. Gas Belerang ........................................................................................37

G. Kerangka Konsep .................................................................................41

a. Dasar Pemikiran Variabel………………………………………..41

b. Kerangka Hubungan Antar Variabel……………………………..42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................43

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................43

C. Populasi dan Sampel .........................................................................43

D. Defenisi Operasional.........................................................................44

E. Jenis, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data..............................45

F. Teknik Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data ............................46

BAB IV HASIL DAN BAHASAN

A. Hasil ..................................................................................................48

B. Bahasan .............................................................................................54

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ...........................................................................................63

B. Saran .................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................65

LAMPIRAN...................................................................................................69
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

III.1 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif……………... 44

IV.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di PLTPB 50


Mataloko Tahun 2016 ………………………………….
IV.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 51
di PLTPB Mataloko Tahun 2016………………………..
IV.3 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di 51
PLTPB Mataloko Tahun 2016…………………………..
IV.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan 52
Tentang Alat Pelindung Diri di PLTPB Mataloko Tahun
2016………………………………………………………
IV.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap 53
Tentang Alat Pelindung Diri di PLTPB Mataloko Tahun
2016………..
IV.6 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat 53
Pelindung Diri di PLTPB Mataloko Tahun 2016………
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ……………. 68

2. Master Tabel ……………………. 75

3. Dokumentasi…………………… 71

4. Surat-surat Penelitian …………… 85

5. Daftar Riwayat Hidup ………… 86


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan

yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor

potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerjanya (Harwasih, 2008).

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses

produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah

Indonesia merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja

yang mengakibatkan pula meningkatnya risiko kecelakaan di lingkungan

kerja (Ramli, 2010). Kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tidak

diharapkan terjadi, yang dapat mengganggu atau merusak kelangsungan yang

wajar dari suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan suatu luka bagi pekerja

atau kerusakan pada benda atau peralatan (Kusuma, 2004).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia No. 8 Tahun 2010 Tentang Alat Pelindung Diri, salah satu faktor

penyebab terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja karena pekerja sering

mengabaikan penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja. Alat pelindung

diri (APD) merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi

seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi
bahaya yang dapat terjadi di tempat kerja. Sumber-sumber bahaya perlu

dikendalikan untuk mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk

menemukan dan menentukan lokasi bahaya potensi yang dapat mengakibatkan

kecelakaan dan penyakit akibat kerja, maka perlu diadakan identifikasi sumber

bahaya potensial yang ada di termpat kerja. Pengendalian faktor-faktor bahaya di

lingkungan kerja dilakukan untuk meminimalkan bahkan menghilangkan penyakit

akibat kerja dan kecelakaan kerja. Bahaya-bahaya lingkungan kerja baik fisik,

biologis maupun kimia perlu dikendalikan sedemikian rupa sehingga tercipta

suatu lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman. Berbagai cara pengendalian

dapat dilakukan untuk menanggulangi bahaya-bahaya di lingkungan kerja.

Namun, pengendalian secara teknis pada sumber bahaya itu sendiri dinilai paling

efektif dan merupakan alternative pertama yang dianjurkan, sedangkan pemakaian

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan pilihan terakhir (Sahab, 1997).

Pertambangan merupakan suatu kegiatan pengambilan endapan bahan

galian berharga dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis

maupun manual, pada permukaan bumi, di bawah permukaan bumi dan di bawah

permukaan air. Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batu bara,

pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas, perak

dan bijih mangan (BPS, 2010). Usaha pertambangan merupakan kegiatan dengan

risiko tinggi terjadinya suatu kecelakaan. Industri pertambangan yang pesat tanpa

disertai upaya penanganan efek samping penerapan teknologi akan menimbulkan

berbagai masalah terutama masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Masalah

kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang muncul di area pertambangan adalah
potensi bahaya keselamatan kerja seperti tertimpa, kebakaran dan ledakan serta

potensi bahaya kesehatan kerja seperti paparan debu mineral yang dapat

menyebabkan silikosis atau paparan kebisingan yang bersumber dari

pengoperasian alat kerja yang mengakibatkan pekerja dapat mengalami penurunan

daya dengar (Suyono, 2001).

Salah satu pertambangan di Nusa Tenggara Timur yaitu Lapangan Panas

Bumi Mataloko yang termasuk dalam lapangan panas bumi berentalpi (energi

kalor yang dikandung oleh suatu zat yang disebabkan oleh getaran) tinggi dan

telah dibuktikan dengan data sumur. Pertambangan tersebut mempunyai reservoir

uap kering dengan kualitas uap yang sangat baik, sehingga lapangan panas bumi

Mataloko merupakan satu diantara lapangan panas bumi di Indonesia yang layak

untuk dikembangkan terkhususnya untuk pembangkit tenaga listrik.

Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Todabelu yang

merupakan program kerjasama Perusahaan Listrik Negara Persero dan Pemerintah

Daerah Kabupaten Ngada ini bertujuan untuk menghasilkan energi listrik tenaga

panas bumi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Ngada dan

sekitarnya. Namun, pengembangan PLTPB Todabelu sempat tidak beroperasi

sejak akhir tahun 2013, karena dua unit turbin mengalami kerusakan yang

membuat PLTPB Mataloko berhenti beroperasi (Sitorus, 2003). Kenyataan bahwa

adanya kebutuhan kelistrikan di daerah ini tidak mungkin dapat dipenuhi dengan

sumber energi non fosil lain dan juga telah terbukti tersedianya sumber energi

panas bumi yang besar sebagai sumber daya alternatif pembangkit listrik. Proyek

pengembangan PLTPB ini sekaligus merupakan tantangan untuk mewujudkan


program pemenuhan kebutuhan listrik di daerah terpencil (rural area) (Sitorus,

2004).

Potensi dan bahaya yang sering terjadi pada pekerja di PLTPB yaitu

paparan debu dan gas beracun (belerang) hasil pengeboran, cedera akibat

mengangkat pearalatan berat seperti pipa yang digunakan untuk menyalurkan gas

belerang, luka akibat terpotong atau tergores pada saat melakukan pengelasan

pipa, kebakaran, ledakan dan longsor pada bagian lorong-lorong di bawah

permukaan tanah yang digunakan untuk menanam dan menimbun pipa yang

digunakan untuk menyalurkan lumpur belerang hasil galian dari pipa yang satu ke

pipa yang lainnya. Jenis-jenis APD yang disediakan oleh perusahaan PLTPB bagi

para pekerja berupa alat pelindung kepala, alat pelindung mata, alat pelindung

telinga, alat pelindung pernapasan, alat pelindung tangan, alat pelindung kaki,

pakaian pelindung dan alat pelindung jatuh berupa sabuk pengaman yang dapat

melindungi para pekerja dari bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

pada saat melakukan pekerjaan.

Berdasarkan survei awal, jumlah pekerja di PLTPB Mataloko berjumlah

28 orang dengan rata-rata pendidikan terakhir adalah SMA dan pada saat

melakukan pekerjaan terlihat hanya sekitar 15 orang yang menggunakan APD

pada saat bekerja tetapi tidak lengkap. Ketersediaan Alat Pelindung Diri di

PLTPB Mataloko bagi para pekerja yakni alat pelindung kepala (helm), alat

pelindung mata (kacamata), alat pelindung telinga (ear plug), alat pelindung

pernapasan (masker), alat pelindung tangan (sarung tangan), alat pelindung kaki

(sepatu), pakaian pelindung dan alat pelindung jatuh berupa sabuk pengaman.
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan penggunaan alat

pelindung diri pada pekerja di pembangkit listrik tenaga panas bumi di Kabupaten

Ngada Tahun 2016.

B. Rumusan Masalah

Jumlah pekerja di PLTPB Mataloko berjumlah 28 orang dengan rata-rata

pendidikan terakhir adalah SMA dan pada saat melakukan pekerjaan terlihat

hanya sekitar 15 orang yang menggunakan APD pada saat bekerja tetapi tidak

lengkap. Ketersediaan Alat Pelindung Diri di PLTPB Mataloko bagi para

pekerja yakni alat pelindung kepala (helm), alat pelindung mata (kacamata),

alat pelindung telinga (ear plug), alat pelindung pernapasan (masker), alat

pelindung tangan (sarung tangan), alat pelindung kaki (sepatu), pakaian

pelindung dan alat pelindung jatuh berupa sabuk pengaman.

Berdasarkan Latar Belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

adalah “Bagaimanakah gambaran pengetahuan, sikap dan penggunaan alat

pelindung diri pada pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di

Kabupaten Ngada Tahun 2016”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

gambaran pengetahuan, sikap dan penggunaan Alat Pelindung Diri pada

pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kabupaten Ngada.


2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui tingkat pengetahuan pekerja tentang penggunaan alat

pelindung diri di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kabupaten

Ngada.

b. Mengetahui tingkat sikap pekerja tentang penggunaan alat pelindung diri

di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kabupaten Ngada.

c. Mengetahui tingkat penggunaan Alat Pelindung Diri oleh pekerja di

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Kabupaten Ngada.

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi PLTPB

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi tentang pentingnya

pencegahan kecelakaan dan bagaimana cara penggunaan APD yang benar

dan tepat.

b. Bagi Pemerintah Daerah

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi dan

rekomendasi dalam rangka pengawasan pembangunan pada tambang

PLTPB.

c. Bagi Peneliti

Memperdalam wawasan dan pengetahuan tentang tipe dan fungsi APD

serta meningkatkan keterampilan dalam melakukan identifikasi bahaya


sehingga mampu menentukan jenis APD yang sesuai dengan potensi

bahaya.

d. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan

wawasan mengenai pemakaian APD sebagai upaya dalam pencegahan

kerja di suatu industri.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

Menurut Lerik (2008), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang.

1.) Proses Adopsi Perilaku

Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku didasari oleh

pengetahuan akan lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,yakni :

1. Awareness, yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

stimulus terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation, yakni menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.


2.) Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2007), ada enam tingkatan pengetahuan atau aspek

kognitif yang merupakan domain penting dalam membentuk perilaku

seseorang, yakni :

1. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan ini adalah mengingat

kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami, diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar

obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus

dapat memberikan alasan, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap obyek yang dipelajari.

3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata. Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.


4. Analisis, merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis, menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan

dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi, ini berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian

atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita

ukur dapat kita sesuaikan dengan singkatan-singkatan di atas.

3.) Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), berpendapat bahwa ada beberapa faktor

yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :


a. Umur, merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian-

penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang

mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup seseorang

dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur

seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang

dimiliki karena pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman

sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain.

b. Pendidikan, merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh

kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan, sehingga

dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses perkembangan

klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang

atau lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan

meliputi peranan penting dalam menentukan kualitas manusia.

Dengan pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan

implikasinya. Semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan

semakin berkualitas karena pendidikan yang tinggi akan membuahkan

pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup yang berkualitas.

c. Media Massa, melalui berbagai media massa baik cetak maupun

elektronik maka berbagai ini berbagai informasi dapat diterima oleh

masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media

massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dan dapat

mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki.


d. Sosial ekonomi (pendapatan), dalam memenuhi kebutuhan primer,

maupun sekunder keluarga, status ekonomi yang baik akan lebih

mudah tercukupi dibanding orang dengan status ekonomi rendah,

semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang semakin mudah dalam

mendapatkan pengetahuan sehingga menjadikan hidup lebih

berkualitas.

e. Hubungan sosial, faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan

individu sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model

komunikasi media. Apabila hubungan sosial seseorang dengan

individu baik maka pengetahuan yang dimiliki juga akan bertambah.

f. Pengalaman, merupakan suatu sumber pengetahuan atau suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan

cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal biasanya

diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses pengembangan

misalnya sering mengikuti organisasi.

B. Sikap

Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus/ obyek, manifestasi sikap itu tidak dapat

langsung dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari perilaku

yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian


reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan

reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Lerik (2008), manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap

secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan

bertindak dan merupakan pelaksaan tertentu. Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi suatu perilaku.

Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka

atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap

suatu penghayatan suatu obyek.

a) Komponen Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa

sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu obyek artinya,

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

obyek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, artinya

bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang

terhadap obyek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan

komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah

ancang-ancang untuk berperilaku terbuka.

b) Tingkatan sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) seperti halnya dengan pengetahuan, sikap

terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :

1) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan obyek.

2) Merespon (responding), merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan

atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar

atau salah.

3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap menghargai.

4) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala

risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan

responden terhadap suatu obyek (Notoatmodjo, 2005).

c) Faktor-faktor yang mempengaruhi Sikap

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003)

mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, yaitu:

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor), merupakan faktor internal yang


ada pada diri individu, kelompok dan masyarakat yang mempermudah

individu berperilaku seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai

dan budaya. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap salah satunya

adalah pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang atau over behavior.

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi melalui panca indera

manusia yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia, diperoleh melalui mata dan

telinga. Perilaku seseorang apabila didasari oleh penglihatan, kesadaran

dan sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng, akan

tetapi sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan

kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor), merupakan faktor yang

memungkinkan individu berperilaku seperti yang terwujud dalam

lingkungan, fisik, tersedia atau tidak tersedia fasilitas-fasilitas atau sarana-

sarana kesehatan yang ada seperti:

a) Ketersediaan Alat pelindung Diri

Dalam UU No.8 Tahun 2010 pasal 2 menyatakan bahwa pengusaha wajib

menyediakan alat pelindung diri bagi pekerja/ buruh di tempat kerja bagi

pekerja yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesi (SNI) atau standar

yang berlaku dan diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma, semua alat

perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah

pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki


tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan

menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja.

APD yang dianggap sebagai garis pertahanan terakhir harus disediakan

sesuai kebutuhan dan cocok untuk setiap pekerja yang menggunakannya

agar tidak timbul adanya kecelakaan yang disebabkan karena

ketidaknyamanan pekerja dalam menggunakan APD tersebut (Wibowo,

2010).

b) Pelatihan

Pelatihan merupakan bagian dari pembinaan sumber daya manusia. Setiap

individu memerlukan latihan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu untuk

mencapai sasaran tertentu. Pelatihan juga berkaitan dengan perubahan

tingkah laku. Fungsi dari suatu sistem pelatihan adalah memproses

individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang

telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan. Dalam

Kesehatan dan Keselamatan Kerja, pelatihan berpengaruh besar terhadap

suatu alat pemotivasi yang kuat dalam keselamatan. Pekerja membutuhkan

pelatihan tentang APD terkait dengan karakteristik bahaya yang terdapat di

tempat kerja dan bagaimana cara menggunakan serta merawatnya dengan

baik dan benar. Pekerja juga harus diberitahu tentang kemampuan dan

keterbatasan dari APD yang digunakan. Selain itu juga, pekerja perlu

diberitahukan tentang kebijakan, peraturan dan pelaksanaan APD

(Dekresano, 2015).

c) Kenyamanan
Kenyamanan dalam bekerja sangat dibutuhkan oleh seluruh karyawan

dalam setiap perusahaan. APD mempunyai kemampuan untuk melindungi

seseorang dalam melakukan pekerjaanya, yakni berfungsi mengisolasi

pekerja dari bahaya di tempat kerja. Oleh karena itu, APD yang digunakan

pekerja harus nyaman dan tidak menimbulkan bahaya baru (Dekresano,

2015).

Banyak pekerja yang enggan menggunakan APD karena faktor

kenyamanan. Jika pekerja merasa tidak nyaman dalam menggunakan

APD, maka aktivitas bekerja akan terganggu dan tidak menutup

kemungkinan kecelakaan kerja bisa terjadi.

3. Faktor Penguat atau Faktor Pendorong (Reinforsing Factor), merupakan

konsekuensi dari determinan perilaku dengan adanya umpan balik (feed

back) dan dukungan sosial. Hal itu dapat terwujud dalam sikap dan

perilaku tokoh yang menjadi referensi atau panutan. Faktor pendorong ini

dapat positif atau negatif tergantung dari sikap dan perilaku orang dalam

lingkungannya. Selain itu juga aturan atau kebijakan juga menjadi faktor

pendorong perilaku manusia (Notoatmodjo, 2007).

a) Aturan/ Kebijakan tentang APD

Upaya perlindungan terhadap pekerja akan bahaya khususnya pada saat

melaksanakan kegiatan/ proses di tempat kerja perlu dilakukan oleh pihak

manajemen perusahaan. Salah satu upaya perlindungan terhadap tenaga

kerja tersebut adalah dengan penggunaan APD. Untuk itu setiap

perusahaan perlu membuat peraturan khusus berkaitan dengan penggunaan


APD oleh para pekerja sehingga para pekerja akan merasa memiliki

kewajiban dan kesadaran untuk mengikuti peraturan yang ada dan mau

menggunakan APD pada saat bekerja. Pihak perusahaan juga harus

mensosialisasikan peraturan tersebut kepada seluruh karyawan perusahaan

agar mereka dapat mengetahui dan peraturan yang dibuat dapat berjalan

dengan baik (Dekresano, 2015).

b) Lingkungan Sosial/ Sikap dan Perilaku tokoh yang menjadi Referensi

Dalam kehidupan masyarakat, biasanya ada tokoh yang dijadikan sebagai

panutan dalam melakukan suatu tindakan. Contohnya petugas kesehatan

merupakan tokoh panutan di bidang kesehatan. Untuk itu, petugas

kesehatan sudah seharusnya memiliki sikap dan perilaku yang sesuai

dengan nilai-nilai kesehatan. Dalam perusahaan, petugas supervisor juga

merupakan panutan bagi karyawan dalam menciptakan dan menjalakan K3

di perusahaan.

C. Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan yang dirancang untuk

melindungi pekerja dari kecelakaan atau penyakit yang serius di tempat kerja

akibat kontak dengan potensi bahaya kimia, radiologik, fisik, elektrik,

mekanik atau potensi bahaya lainnya di tempat kerja. Selain penutup muka,

kacamata pengaman, topi keras dan sepatu keselamatan, APD mencakup

berbagai peralatan dan pakaian seperti kacamata, baju pelindung, sarung

tangan, rompi, tutup telinga dan respirator (Depnakertrans, 2007).


Menurut Tarwaka (2008) APD merupakan seperangkat alat keselamatan

yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian

tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan

kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Penggunaan APD oleh

pekerja merupakan suatu upaya untuk menghindari paparan risiko bahaya di

tempat kerja. Walaupun upaya ini berada pada tingkat pencegahan paling

terakhir, namun penerapan APD ini sangat perlu untuk diterapkan.

a. Langkah-langkah Pemilihan APD

Menurut Suhardi (2008), langkah-langkah penting yang perlu diperhatikan

sebelum menentukan APD yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

1. Inventarisasi potensi bahaya yang dapat terjadi

Langkah ini sebagai langkah awal agar APD yang digunakan sesuai untuk

tiap-tiap pekerjaan.

2. Menentukan jumlah APD yang akan disediakan

Jumlah APD yang disediakan sebaiknya sesuai dengan tenaga kerja yang

ada. Jika tidak, dapat pula menentukkan jumlah APD bergantung pada

jenis APD yang digunakan sendiri-sendiri atau APD yang dapat dipakai

bergiliran.

3. Memilih kualitas/ mutu dari APD yang akan digunakan

Mutu APD yang dipilih akan menentukan tingkat keparahan kecelakaan/

penyakit akibat kerja yang dapat terjadi dalam artian bahwa APD yang

memiliki mutu baik akan lebih mengurangi tingkat keparahan kecelakaan

akibat kerja dibandingkan dengan APD yang memiliki mutu rendah.


b. Syarat-syarat Alat Pelindung Diri

Menurut Budiono (2005) APD yang disediakan oleh setiap perusahaan

hendaknya memiliki kualitas yang baik dan harus dipilih secara cermat.

Hal ini dikarenakan, apabila APD yang digunakan pekerja memiliki

kualitas yang buruk dan tidak sesuai standar dapat mencelakai tenaga kerja

karena APD tersebut tidak melindungi tenaga kerja dari potensi bahaya

yang ada di tempat kerja. Oleh karena itu, pihak perusahaan perlu

mengidentifikasi potensi bahaya yang ada sehingga dapat menyediakan

APD yang memenuhi syarat untuk melindungi pekerja dari potensi bahaya

yang ada.

Menurut Suhardi (2008), APD yang telah dipilih hendaknya memenuhi

syarat-syarat/ ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Dapat memberikan perlindungan yang efektif bagi pekerja terhadap

potensi yang ada di tempat kerja

2. Berbobot ringan sehingga nyaman dipakai dan tidak menjadi beban

tambahan bagi pekerja saat menggunakan APD tersebut

3. Dapat dipakai secara fleksibel (tidak membedakan jenis kelamin)

4. Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pekerja

5. Memiliki kualitas yang baik sehingga tidak mudah rusak

6. Memenuhi ketentuan dari standar yang ada

7. Pemeliharaannya mudah

8. Penggantian suku cadang mudah karena banyak tersedia di pasaran


9. Tidak membatasi gerak, seperti tidak mengganggu pengelihatan,

pendengaran, dan pernapasan apabila dipakai dalam waktu yang cukup

lama

10. Tidak menimbulkan rasa tidak nyaman yang berlebihan sehingga pekerja

cukup betah untuk menggunakannya

11. Memiliki bentuk yang cukup menarik sehingga pekerja tertarik dan tidak

malu untuk menggunakannya.

c. Jenis-jenis APD

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 8 Tahun

2010 pada pasal 3 menyebutkan beberapa jenis APD antara lain: pelindung

kepala, pelindung mata dan muka, pelindung telinga, pelindung

pernapasan beserta perlengkapannya, pelindung tangan, pelindung kaki,

pakaian pelindung, alat pelindung jatuh dan pelampung.

Selanjutnya, dijelaskan secara detail jenis-jenis APD yang dimaksud

sebagai berikut:

1. Alat Pelindung Kepala (Headwear)

Alat pelindung kepala ini digunakan untuk melindungi rambut yang bisa

saja terjerat oleh mesin yang berputar, serta juga dapat melindungi kepala

dari bahaya benturan benda keras atau tajam, percikkan bahan kimia

korosif, panas sinar matahari (Tarwaka, 2008).

Menurut Suhardi (2008), terdapat beberapa jenis alat pelindung kepala

antara lain:
a. Topi Pelindung (Safety Helmet), berguna untuk melindungi kepala dari

benda-benda keras yang terjatuh, pukulan, benturan kepala dan terkena

arus listrik.

b. Topi (Hats/ Cap), berguna untuk melindungi kepala/ rambut dari kotoran

dan debu serta terik matahari.

2. Alat Pelindung Mata dan Muka

Alat pelindung jenis ini digunakan untuk melindungi bagian mata dan

muka dari gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, percikan

bahan-bahan kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang

di udara, lemparan benda-benda kecil, radiasi gelombang elektromagnetik,

panas dari radiasi sinar matahari (Tarwaka, 2008).

Menurut jenisnya, alat pelindung mata dan muka terdiri dari:

a. Kacamata, berguna untuk melindungi mata dari partikel-partikel kecil,

debu dan radiasi gelombang elektromagnetik, kilatan cahaya atau sinar

yang menyilaukan. Digunakan pada tingkat bahaya yang rendah

(Harwasih, 2008).

b. Goggles, untuk melindungi mata dari gas, uap, debu dan percikan larutan

kimia. Terbuat dari plastik yang transparan dengan lensa yang dilapisi

kobalt untuk melindungi bahaya radiasi dan kesilauan atau lensa yang

terbuat dari kaca yang dilapisi timah hitam (Suhardi, 2008).

c. Tameng Muka (Face Sheild), digunakan untuk melindungi mata atau

muka. Ada yang dipasang pada helm atau langsung pada kepala, namun

ada pula yang dipegang dengan tangan (Suhardi, 2008).


3. Alat Pelindung Telinga

Menurut Suhardi (2008), alat pelindung telinga berfungsi untuk

mengurangi intensitas suara sekitar 10 sampai dengan 15 dB. Alat

pelindung telinga terdiri dari beberapa jenis, antara lain:

a. Ear plug sekali pakai (disposable plug), terbuat dari kaca halus (glass

down), plastik yang dilapisi glass down, lilin yang berisi katun wool, busa

plyurethane. Ear plug jenis ini biasanya disediakan beberapa buah untuk

satu periode bagi seorang pekerja.

b. Reusable Plug, terbuat dari plastik yang dibentuk permanen atau karet.

Untuk ear plug jenis ini dicuci setiap selesai digunakan dan disimpan

dalam tempat yang steril. Kelebihan ear plug dibandingkan ear muff

adalah mudah untuk dibawa dan disimpan karena kepraktisannya. Ear plug

tidak mengganggu apabila digunakan bersama-sama dengan kacamata dan

helm.

c. Tutup Telinga (Ear Muff), dapat melindungi mulai dari bagian luar telinga

yakni daun telinga alat ini lebih efektif dibandingkan dengan sumbat

telinga karena dapat mengurangi intensitas suara hingga 20 sampai dengan

30 dB. Terbuat dari cup menutupi daun telinga. Agar tertutup rapat, pada

tepi cup dilapisi dengan bantalan dari busa.

4. Alat Pelindung Pernapasan beserta Perlengkapannya

Alat pelindung pernapasan berfungsi memberikan perlindungan terhadap

organ pernapasan dari pencemaran oleh faktor kimia di tempat kerja

seperti debu, uap, gas, fume, asap, kabut, kekurangan oksigen. Alat
pernapasan ini terdiri dari tiga jenis jenis, yaitu masker, Self Rescuer, dan

respirator (Tarwaka, 2008).

a. Masker, umumnya terbuat dari kain kasa atau busa yang didesinfektan

terlebih dahulu. Penggunaan masker umumnya digunakan untuk

mengurangi paparan debu atau partikel-partikel yang lebih besar masuk ke

dalam saluran pernapasan.

b. Self Rescuer, dalam kondisi darurat akibat kebakaran atau ditemukannya

gas beracun, alat inilah yang dapat menjadi penyelamat bagi para pekerja.

Alat ini dirancang dapat memasok oksigen secara mandiri kepada pekerja.

Waktunya memang tidak lama, tetapi alat ini dapat memberikan cukup

waktu bagi pekerja untuk mencari jalan keluar.

c. Respirator, digunakan untuk melindungi pernapasan dari paparan debu,

kabut, uap logam, asap dan gas-gas berbahaya. Ada dua jenis respirator

yakni Chemical Respirator dan Mechanical Filter Respirator. Chemical

respirator digunakan untuk kontaminan bentuk gas dan uap dengan

toksisitas rendah sedangkan Mechanical filter respirator digunakan untuk

menangkap partikel-partikel zat padat, debu, kabut, uap logam dan asap.

Respirator ini biasanya dilengkapi dengan filter yang berfungsi untuk

menangkap debu dan kabut dengan kadar kontaminasi udara tidak terlalu

tinggi atau partikel tidak terlalu kecil.

5. Alat Pelindung Tangan

Alat ini berguna untuk melindungi tangan dan bagian lainnya dari bahaya

benda tajam yang dapat mengakibatkan goresan, bahaya bahan kimia baik
padatan maupun larutan, benda-benda panas/ dingin dan juga kontak arus

listrik. Sarung tangan yang terbuat dari karet berfungsi melindungi tangan

dari paparan bahan kimia dan arus listrik. Sarung tangan yang terbuat dari

kain/ katun berfungsi melindungi tangan dari benda panas/ dingin atau

goresan. Sarung tangan untuk mengurangi dari paparan getar yang tinggi

adalah sarung tangan kulit yang dilengkapi dengan bahan peredam getar

(busa) (Suhardi, 2008).

Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sarung

tangan yang tepat antara lain:

a. Bahaya yang terpapar berbentuk bahan-bahan kimia, korosif, benda-benda

panas/ dingin, tajam/ kasar.

b. Daya tahannya terhadap bahan-bahan kimia misalnya sarung tangan dari

karet alami dan tidak tepat bila digunakan untuk pemaparan pelarut-pelarut

organik (solvents) karena karet alami larut dalam solvents.

c. Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan untuk

melakukan pekerjaan dimana pemakainya harus membedakan benda-

benda yang halus. Pemakaian sarung tangan yang tipis akan memberikan

kepekaan yang lebih besar dari sarung tangan yang berukuran tebal dan

bagian tangan yang harus dilindungi yaitu bagian tangan saja atau bagian

lengan bawah.

6. Alat Pelindung Kaki


Berguna untuk melindungi kaki dan bagian lainnya dari benda-benda yang

terjatuh, benda-benda tajam/ potongan kaca, larutan kimia, benda panas

dan kontak listrik (Suhardi, 2008).

Menurut jenis pekerjaan yang dilakukan, jenis alat pelindung kaki (PK3

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 2006) antara lain:

a. Sepatu steril, sepatu yang digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang

bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang otopsi.

b. Sepatu yang digunakan pada pekerjaan pengecoran baja (foundry

leggings), dibuat dari bahan kulit dilapisi krom atau asbes dan tinggi

sepatu kurang lebih dari 35cm, tetapi bagian sampingnya terbuka untuk

memudahkan pipa celana dimasukkan ke dalam sepatu kemudian ditutup

dengan gasper/ tali pengikat.

c. Sepatu khusus keselamatan kerja di tempat-tempat yang mengandung

bahaya peledak. Sepatu ini tidak boleh memakai paku-paku yang dapat

menimbulkan percikan bunga api.

d. Sepatu karet anti elektrostatik digunakan untuk melindungi pekerja-

pekerja dari bahaya listrik dengan hubungan arus pendek dan sepatu ini

harus tahan terhadap arus listrik 10.000 volt selama 3 menit. Sepatu bagi

pekerja bangunan dengan risiko menginjak benda-benda tajam, kejatuhan

benda-benda berat atau terbentur benda-benda keras dibuat dari kulit yang

dilengkapi dengan baja pada ujungnya untuk melindungi jari-jari kaki.

7. Pakaian Pelindung
Alat pelindung jenis ini berfungsi melindungi sebagian atau seluruh tubuh

dari percikan api, suhu panas/ dingin, bahan-bahan kimia berbahaya.

Bentuknya dapat berupa apron (menutupi sebagian tubuh yaitu mulai dari

dada sampai lutut), celemek atau pakaian terusan dengan celana panjang

dan lengan panjang. Apron tidak boleh digunakan di tempat kerja yang

terdapat mesin-mesin yang berputar (Tarwaka, 2008).

Pakaian pelindung juga dapat berupa rompi reflektor. Rompi reflektor ini

dilengkapi dengan illuminator, yaitu sebuah alat yang dapat menyala jika

terkena cahaya. Alat ini dapat menyala sehingga memudahkan dalam

mengenali posisi pekerja ketika berada di dalam kegelapan. Umumnya di

operasional dunia pertambangan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja

berlangsung selama 24 jam di mana kecenderungan kecelakaan kerja

terjadi di malam hari. Hal ini biasa disebabkan penerangan di area

tambang tidak begitu baik, sehingga seringkali pekerja yang berada di

dalam area pertambangan tidak terlihat. Rompi reflektor ini menjadi sangat

penting untuk mencegah hal yang tidak diinginkan pada saat bekerja

seperti tertabrak/ terlindas oleh kendaraan alat berat (Tarwaka, 2008).

8. Alat Pelindung Jatuh

Alat pelindung jatuh berfungsi membatasi gerak pekerja agar tidak terjatuh

atau menjaga pekerja berada pada posisi kerja yang diinginkan dalam

keadaan miring maupun tergantung dan menahan serta membatasi pekerja

jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar. Salah satu jenis alat

pelindung jatuh adalah sabuk pengaman. Alat ini terdiri dari tali pengaman
dan harus dapat menahan beban seberat 80 kg. Selain itu, alat pengaman

ini juga digunakan pada pekerja mendaki, memanjat dan konstruksi

bangunan (Suhardi, 2008).

d. Pemeliharaan APD

Secara umum menurut Suhardi (2008), ada tiga cara pemeliharaan APD

yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Mencuci APD dengan menggunakan air sabun, kemudian dibilas dengan

air bersih secukupnya terutama untuk helm, kacamata, ear plug, sarung

tangan/ kulit/ karet.

2. Menjemur peralatan yang sudah dicuci maupun yang tidak bisa dicuci di

bawah panas matahari untuk menghilangkan bau, terutama pada helm.

3. Mengganti filter/ cartridge untuk respirator setelah dipakai beberapa kali.

D. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Menurut Suma’mur (1993) dalam Sari (2010), Keselamatan kerja adalah

keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses

pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara

melakukan pekerjaan.

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu upaya menjamin

kualitas barang dan jasa serta dapat memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan

hidup dan masyarakat sekitarnya dari bahaya penyakit dan kecelakaan akibat

kerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja dari ancaman kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja merupakan hak asasi pekerja yang wajib dipenuhi oleh

perusahaan yang mempekerjakan (Joedoatmodjo, 2000). Masalah K3 sering


diabaikan oleh manajemen perusahaan dan tidak mengintegrasikan program K3

dalam manajemen perusahaan, tidak menyediakan alat keselamatan dan

pengamanan untuk pekerjanya karena enggan mengeluarkan biaya tambahan. K3

tidak banyak diketahui oleh para pekerja sendiri padahal manajemen perusahaan

dan pekerja merupakan obyek dan subyek dalam masalah-masalah K3 (Tiarsa,

2007).

Menurut Prasetyo (2009) Kesehatan dan keselamatan kerja mencegah,

mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).

Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan

kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya perusahaan,

melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi

keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang. Menurut Undang-

Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai

kesehatan kerja dalam pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja

dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang

baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat agar mereka dapat

mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program perlindungan

tenaga kerja.

Manajemen Risiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang

digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi

dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi risiko bahaya seperti

kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,

dll. Jadi, manajemen risiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara
benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman

bahaya di tempat kerja (BDTBT, 2004).

Menurut OPI (2008) adapun faktor risiko yang sering dijumpai di perusahaan

pertambangan adalah sebagai berikut :

a. Ledakan

Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai

dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang

berwarna hitam. Ledakan merambat pada lubang turbulensi udara akan

semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal.

b. Longsor

Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang

terjadi di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami

longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan

pembuatan terowongan untuk tambang.

c. Kebakaran

Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah

tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal,

seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan

sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan

kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive

limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang

diiringi oleh kebakaran.


Manajemen risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan

yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian

akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di

seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan

penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern. Pengendalian risiko

diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat kerja

sesuai dengan persyaratan kerja. Peran penilaian risiko dalam kegiatan

pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri (Mansur, 2007).

E. Energi Panas Bumi (Geothermal Energy)

Menurut Kamus Bahasa Indonesia geothermal terdiri dari dua kata, yaitu geo dan

thermal. Geo adalah bumi sedangkan thermal adalah panas, jadi jika digabungkan

berarti panas bumi. Secara istilah, geothermal dapat diartikan sebagai energi panas

yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi dan fluida yang

terkandung didalamnya yang dapat ditemukan di kawasan jalur vulkanis

(Suhartono, 2012). Energi panas bumi ini berasal dari aktivitas tektonik di dalam

bumi yang terjadi sejak planet ini diciptakan. Panas ini juga berasal dari panas

matahari yang diserap oleh permukaan bumi. Energi ini telah dipergunakan untuk

memanaskan (ruangan ketika musim dingin atau air) sejak peradaban Romawi.

Namun, sekarang lebih populer untuk menghasilkan energi listrik. Energi panas

bumi cukup ekonomis dan ramah lingkungan, namun terbatas hanya pada dekat

area perbatasan lapisan tektonik. Pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya
dapat dibangun di sekitar lempeng tektonik dimana temperatur tinggi dari sumber

panas bumu tersedia di dekat permukaan. Pengembangan dan penyempurnaan

dalam teknologi pengeboran dan ekstrasi telah memperluas jangkauan

pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi dari lempeng tektonik

terdekat.

Ada enam syarat sumber panas bisa dikategorikan kedalam energi

geothermal, diantaranya :

1. Ada batuan panas bumi berupa magma

2. Ada persediaan air tanah secukupnya yang sirkulasinya dekat dengan

sumber magma agar dapat terbentuk uap air panas

3. Adanya batuan reservoir yang mampu menyimpan uap dan air panas

4. Adanya batuan keras yang menahan hilangnya uap dan air panas (cap

rock)

5. Adanya gejala-gejala tekonik, di mana dapat terbentuk retakan-retakan

di kulit bumi yang memberikan jalan kepada uap dan air panas bergerak

ke permukaan bumi

6. Panasnya harus mencapai suhu minimum tertentu sekitar 180o-250oC.

Menurut (BSN, 1998), panas bumi terbentuk dari hasil perpindahan panas

dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara

konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan

perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan

suatu sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi

karena gaya apung (bouyancy) air karena gaya gravitasi selalu mempunyai
kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak

dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga

temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini

menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin

bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi. Ada

tiga lempengan yang berinteraksi di Indonesia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng

India-Australia dan lempeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga

lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi

terbentuknya sumber energi panas bumi di Indonesia. Tumbukan antara lempeng

India-Australia di sebelah selatan dan lempeng Eurasia di sebelah utara

mengasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160 - 210 km di bawah

Pulau Jawa-NusaTtenggara dan di kedalaman sekitar 100 km di bawah Pulau

Sumatera. Hal ini menyebabkan proses magmatisasi di bawah Pulau Sumatera

lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau Jawa atau Nusa Tenggara

karena perbedaan kedalaman jenis magma yang dihasilkannya berbeda. Pada

kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa

dan lebih cair dengan kandungan gas magmatik yang lebih tinggi sehingga

menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan

menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena

itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati

batuan vulkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam

batuan sedimen dan ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal.


Energi geothermal diklasifikasikan kedalam lima kategori diantaranya :

energi bumi (earth energy), energi batuan panas kering (hot dry rock energy),

energyi magma (energy magma), energi tekanan bumi (geopressured energy) dan

energi air panas (hydrothermal energy). Namun, dari semua energi tersebut energi

dari sistem hidrotermal (hydrothermal system) yang paling banyak dimanfaatkan.

Hal ini dikarenakan pada sistem hidrotermal, pori-pori batuan mengandung air

atau uap, atau keduanya, dan reservoir umumnya letaknya tidak terlalu dalam

sehingga masih ekonomis untuk diusahakan. Sistem panas bumi di Indonesia

umumnya merupakan sistem hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi

yaitu >225oC dan hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur

sedang yaitu 150o 225oC. Adanya suatu sistem hidrothermal di bawah

permukaan sering kali ditunjukkan oleh adanya manifestasi panas bumi di

permukaan (geothermal surface manifestation) seperti mata air panas, kubangan

lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi panas bumi lainnya, dimana

beberapa diantaranya, yaitu mata air panas, kolam air panas yang sering

dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak

dll.

Manifestasi panas bumi di permukaan diperkirakan terjadi karena adanya

perambatan panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahan-rekahan

yang memungkinkan fluida panas bumi (uap dan air panas) mengalir ke

permukaan. Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida

utamanya, sistem hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistem satu fase dan

sistem dua fase. Pada sistem satu fase, sistem umumnya berisi air yang
mempunyai temperatur 90o-180oC dan tidak terjadi pendidihan bahkan selama

eksploitasi. Ada dua jenis sistem dua fase, yaitu:

a. Sistem Dominasi Uap (Vapour Dominated System)

Yaitu, sistem panas bumi di mana sumur-sumurnya memproduksikan uap

kering atau uap basah karena rongga-rongga batuan reservoirnya sebagian

besar berisi uap panas. Dalam sistem dominasi uap, diperkirakan uap

mengisi rongga-rongga, saluran terbuka atau rekahan-rekahan, sedangkan

air mengisi pori-pori batuan. Karena jumlah air yang terkandung di dalam

pori-pori relatif sedikit, maka saturasi air mungkin sama atau hanya sedikit

lebih besar dari saturasi air konat (Swc) sehingga air terperangkap dalam

pori-pori batuan dan tidak bergerak.

b. Sistem Dominasi Air (Water Dominated System)

Yaitu, sistem panas bumi di mana sumur-sumurnya menghasilkan fluida

dua fase yang berupa campuran uap air. Dalam sistem dominasi air,

diperkirakan air mengisi rongga-rongga, saluran terbuka atau rekahan-

rekahan. Pada sistem dominasi air, baik tekanan maupun temperatur tidak

konstant terhadap kedalaman.

Sistem panas bumi seringkali juga diklasifikasikan berdasarkan entalpi

fluida yaitu sistem entalpi rendah, sedang dan tinggi. Kriteria yang digunakan

sebagai dasar klasifikasi pada kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalpi,

akan tetapi berdasarkan pada temperatur mengingat entalpi adalah fungsi dari

temperatur. Hasil penyelidikan Sub Dit Panas Bumi, Direktorat Inventarisasi


Sumber Daya Mineral, sampai tahun 2002 terdapat 18 lokasi manifestasi panas

bumi di daerah Nusa Tenggara Timur yang tersebar dalam enam kabupaten yaitu

Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende, Flores Timur, Lembata dan Kabupaten Alor.

Dari 18 lokasi tersebut, enam lokasi masih dalam tahap penyelidikan pendahuluan

sedangkan sepuluh lokasi sudah memasuki tahap penyelidikan detail dan dua

lokasi sudah dalam tahap pemboran.

Dari hasil inventarisasi dan eksplorasi tersebut diperkirakan potensi panas

bumi daerah Nusa Tenggara Timur mencapai 1055 MWe yang terdiri dari 125

MWe Sumber Daya Spekulatif, 374 MWe Sumber Daya Hipotetis, 542 MWe

Cadangan Terduga dan 14 MWe Cadangan. Perioda anggaran tahun 2003 -2004,

Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral (DJGSM) melalui Subdit

Panas Bumi – Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral merencanakan

pemboran dua sumur eksploitasi di lapangan panas bumi Mataloko, Kabupaten

Ngada – NTT. Dua sumur ini diharapkan memproduksi uap yang setara 3 MWe.

Dalam kaitan ini, maka dilakukan evaluasi rinci terhadap potensi reservoir

panas bumi daerah ini, lokasi dan konstruksi sumur, strategi pemboran, serta

4 gambaran umum teknik dan estimasi biaya dalam penyediaan fasilitas

produksi (setelah pemboran) hingga pembangunan pembangkit.

Sebagai tambahan, di lapangan panas bumi Mataloko telah ada satu sumur

eksplorasi MT-2 (TD = 180.02 m) yang mampu mengalirkan uap kering (dry

steam) sebesar 14.48 – 14.71 ton/jam. (TKS = 5.79 – 5.88 barg) yang setara

dengan ± 1 MWe. Uap kering sumur MT-2 (superheated by 0.12 – 21.28°C)

tergolong entalpi tinggi (2713.5 – 2727.3 kJ/kg) pada kisaran temperatur 151.9 –
176.8°C. Tidak kurang dari 1055 MWe energi panas bumi terdapat didaerah Nusa

Tenggara Timur, yang masih perlu ditingkatkan keyakinan geologinya melalui

penyelidikan yang lebih rinci (pemboran).

Lapangan panas bumi Mataloko tergolong reservoir dominasi uap (steam

dominated reservoir) bertemperatur tinggi. Berdasarkan metode geokimia uap

sumur MT-2 maka temperatur reservoir panas bumi Mataloko adalah antara 270 –

306°C. Zona reservoir dengan ketebalan sekitar 1 km merupakan lapisan resistif

yang ditindih langsung oleh sekitar 500 – 600 m lapisan penudung (clay cap).

Berarti, lapangan panas bumi ini cukup prospek untuk dikembangkan dengan

puncak reservoir (top of reservoir) terletak sekitar 600 m di bawah permukaan.

Potensi terduga sebesar 63.5 MWe dihitung berdasarkan sebaran zona konduktip
2
seluas ± 5 km (Data Base Sub Direktotat Panas Bumi, Status 2002). Rencana

pengeboran dua sumur panas bumi di daerah ini pada tahun 2003, lokasi A

terletak antara 50 sampai 75 m dari MT-2 ke arah utara sedangkan lokasi B

terletak disebelah timur MT-2. Lokasi ini diperkirakan merupakan lokasi yang

tepat sasaran dan sangat berpeluang untuk memenuhi target produksi uap. Dengan

demikian, sumur direkonstruksi agar memotong zona reservoir berentalpi tinggi

(zona produktif).

F. Gas Belerang (SO2)

Udara adalah suatu kesatuan ruangan, dimana makhluk hidup berada

di dalamnya. Udara atmosfer merupakan campuran gas yang terdiri dari

sekitar 78% Nitrogen, 20% oksigen, 0,93% Argon, 0,03% Karbon monoksida

dan sisanya terdiri dari Neon, Helium, Metan dan Hidrogen. Udara
dikatakan normal dan dapat mendukung kehidupan manusia apabila

komposisinya. Sedangkan apabila terjadi penambahan gas lain, apalagi yang

menimbulkan gangguan serta perubahan dari komposisi, maka dikatakan

udara sudah tercemar.

Pencemaran udara adalah adanya atau masuknya salah satu atau lebih

zat pencemar di udara, dalam jumlah dan waktu tertentu, yang dapat

menimbulkan gangguan pada manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda

lainnya. Sumber pencemaran udara dapat dibagi menjadi tiga katrgori besar,

yaitu sumber perkotaan dan industri, sumber pedesaan/ pertanian dan emisi

alami.

Umumnya, sumber pencemaran udara utama dari industri merupakan

sumber titik, walaupun di dalam kawasan industri besar akan ditemui pula

sumber garis, misalnya jalan penghubung di dalam kawasan tersebut maupun

sumber area. Sumber titik di industri dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Emisi Normal, yaitu emisi yang berasal dari sumber-sumber yang

terkontrol dan disalurkan melalui cerobong sehingga dapat diukur atau

dipantau besarannya;

2. Emisi Abnormal, yaitu emisi yang berasal dari sumber-sumber titik

kecil. Sumber ini lebih sulit dikontrol dan diukur;

3. Emisi Sementara/ Aksidental, yaitu emisi yang berasal dari kebocoran

dan tumpahan kecil, ledakan dan kebakaran.

Emisi normal dan abnormal masih dapat dikelola walaupun pada

emisi abnormal tindakannya lebih sulit sedangkan emisi aksidental diatasi


dengan tindakan tanggap darurat. Emisi abnormal berasal dari sumber kecil

sebuah proses berupa kebocoran gas atau uap dari sambungan pipa. Emisi ini

sulit untuk diperhitungkan satu per satu tetapi dapat menjadi beban emisi

yang cukup besar di dalam suatu kompleks industri. Emisi dapat diestimasi

berdasarkan pengukuran pada titik-titik yang mereprentasikan jenis, sumber

dan pelaporan dilakukan dengan cara digabungan sebagai sumber area (KLH,

2010).

Secara umum terdapat 8 parameter pencemar udara yaitu, debu, NH3,

Pb, CO, SO2, hidrokarbon, NOX, dan H2S, yang secara bersamaan maupun

sendiri-sendiri memiliki potensi bahaya bagi lingkungan, yang meliputi

dampak bagi kesehatan masyarakat, hewan, tanaman maupun bagi material

(benda) seperti bangunan, logam dll. Gas SO2 (sulfur dioksida), merupakan

gas polutan yang banyak dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang

mengandung unsur belerang seperti minyak, gas, batubara, maupun kokas.

Disamping SO2, pembakaran ini juga menghasilkan gas SO3, yang secara

bersama-sama dengan gas SO2 lebih dikenal sebagai gas SOx (sulfur oksida).

SO2 adalah pencemar dari sumber industri yang berperan sebagai

prekusor asam sulfat (H2SO4) komponen partikel aerosol yang mempengaruhi

deposisi asam, iklim global dan lapisan ozon global. Sumber utama dari SO2

adalah pembangkit listrik tenaga batu bara, pembakaran bahan bakar fosil dan

gunung berapi. Pembakaran bahan bakar merupakan sumber utama

pencemaran SOx misalnya pembakaran arang, gas, kayu dan sebagainya.

Sumber SOx yang kedua adalah dari proses-proses industry seperti pemurnian
minyak bumi (petroleum), industry asam sulfat, industri peleburan baja, dan

sebagainya. Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang

menghasilkan SOx. Hal ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam

bentuk garam sufida misalnya Tembaga (CuFeS2 dan Cu2S), Zink (ZnS),

Merkuri (HgS), dan Timbal (PbS). Kebanyakan senyawa logam sulfida

dipekatkan dan dipanggang diudara untuk mengubah sulfida menjadi oksida

yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak

dikehendaki didalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan

sulfur dari logam. Oleh karena itu, SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk

samping logam dan sebagian terdapat di udara.

Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas tak berwarna yang menimbulkan

rasa jika konsentrasinya 0,3 ppm (part per million atau perbandingan

konsentrasi zat terlarut dan pelarutnya) dan menghasilkan bau yang kuat

pada tingkat konsentrasi yang lebih besar dari 0,5 ppm. SO2 adalah gas yang

dapat diserap oleh selaput lendir hidung dan saluran pernapasan. Gas SO2 dan

H2SO4 dengan konsentrasi tinggi dapat merusak paru-paru dan iritasi sistem

pernapasan kardiovaskular.

Menurut Depkes (2007), konsentrasi SO2 dan efek/ dampak terhadap

kesehtan manusia terbagi menjadi:

a. 3-5 ppm: sudah berbau

b. 8-12 ppm: menimbulkan iritasi pernapasan dan kulit

c. 20 ppm: menimbulkan iritasi pada mata

d. 20 ppm: menyebabkan batuk


e. 20 ppm: maksimum konsentrasi untuk pemaparan yang lama

f. 50-100 ppm: maksimum konsentrasi untuk pemaparan selama 30

menit

g. – 500 ppm: berbahaya walaupun untuk pemaparan yang singkat.

Dalam kadar rendah, SO2 dapat menimbulkan kekejangan (spasme)

temporer otot-otot polos dan peradangan pada cabang-cabang kecil

pernapasan paru-paru (bronchiolitis) serta terpapar dalam kadar yang

berulangkali dapat menimbulkan iritasi selaput lendir. Sulfur dioksida (SO2)

adalah unsur penting atmosfer di daerah tercemar. Gas ini dipancarkan ke

troposfer sebagai akibat dari fenomena antropogenik (pencemar udara yang

berbentuk gas) seperti konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM), peleburan biji

sulfida logam untuk mendapatkan logam murni, pembakaran batu bara dan

alami yaitu gunung berapi yang merupakan sumber alami yang penting dari

gas SO2 di atmosfer. SO2 ketika dibebaskan ke atmosfer bereaksi cepat dengan

OH untuk membentuk H2SO3 yang kemudian berekasi dengan O2 untuk

membentuk SO3 kemudian larut dalam awan dan aerosol kemudian bereaksi

dengan H2O. Sebagai hasil dari proses-proses tersebut SO2 dikonversi

menjadi H2SO4 yang menyebabkan hujan asam (Cahyono, 2011).

G. Kerangka Konsep

a. Dasar Pemikiran Variabel

Perlindungan terhadap tenaga kerja dari ancaman kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja merupakan hak asasi pekerja yang wajib dipenuhi oleh

perusahaan yang mempekerjakan (Joedoatmodjo,S, 2000). Pengetahuan seorang


pekerja sangat berpengaruh terhadap penggunaan APD pada saat bekerja demi

menjaga kesehatan dan keselamatan kerja pada saat bekerja sehingga dapat

terhindar dari Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan kecelakaan yang dapat

mengancam keselamatan mereka. Menurut Lawrence Green (1980) dalam

Notoadmodjo (2010) faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja

terbagi atas tiga yaitu : 1) faktor predisposisi antara lain pengetahuan dan sikap. 2)

faktor pemungkin Ketersediaan Alat Pelindung Diri. 3) faktor penguat antara lain

dukungan dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.

Sikap seorang pekerja pada saat bekerja dalam menjaga dirinya sangat

penting karena dapat mempengaruhi perilakunya. Sikap dalam berkerja adalah

bagaimana pekerja dalam bereaksi atau merespon sesuatu yang masih tertutup

dari seseorang terhadap suatu stimulus/ obyek , manifestasi sikap itu tidak dapat

langsung dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Sikap yang kurang baik seperti acuh tak acuh dari pekerja dalam

penggunaan APD pada saat melakukan pekerjaan dapat mengakibatkan

kecelakaan kerja yang merugikan dirinya sendiri.

Alat pelindung diri merupakan seperangkat alat keselamatan yang

digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari

kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap

kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pengetahuan, sikap dan penggunaan alat

pelindung diri bagi para pekerja sangat mempengaruhi tingkat keselamatan

mereka pada saat melakukan pekerjaan. Apabila pekerja mengabaikan alat

pelindung diri pada saat bekerja maka dapat meningkatkan risiko terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja kepada para pekerja yang dapat mengancam

keselamatan mereka.

b. Kerangka Hubungan Antar Variabel

Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap

Faktor Pemungkin :
Penggunaan KESEHATAN DAN
Ketersediaan Alat Alat Pelindung KESELAMATAN
Pelindung Diri Diri KERJA

Faktor Penguat :
Dukungan dari PLTPB

Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel tidak diteliti
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan

survei yaitu suatu cara yang dilakukan terhadap sekumpulan obyek yang

biasanya cukup banyak dalam jangka waktu tertentu (Notoatmodjo, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PLTPB Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara

Timur.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan bulan September

2016.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian adalah seluruh pekerja di PLTPB Kabupaten Ngada

yang berjumlah 28 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua populasi dijadikan sampel (total

sampling) dengan alasan jumlah populasi yang kurang dari 100, sehingga

populasi dijadikan sampel penelitian (Sugiyono, 2007).


D. Definisi Operasional

Tabel III.1.Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Kriteria Objektif Alat Ukur Skala


1 Pengetahuan Pemahaman pekerja dalam 1. Baik : jika skor Kuesioner Ordinal
menjawab pertanyaan yang jawaban benar ≥
berkaitan dengan 80% ( 10
keselamatan pada saat jawaban benar
bekerja dan penggunaan dari 12
APD pertanyaan)
2. Cukup : jika skor
jawaban benar
60-<80% (8
jawaban benar
dari 12
pertanyaan)
3. Kurang: jika
skor jawaban
<60% ( <8
pertanyaan benar
dari 12)
(Baliwati, 2004
dalam Agvernus,
2016)
2 Sikap Penilaian (bisa berupa 1. Positif : jika nilai Kuesioner Nominal
pendapat) seseorang total jawaban
terhadap stimulus atau responden atas
obyek (faktor manusia dan pernyataan ≥ 60%
penggunaan APD) dalam (dari 12
bentuk pernyataan. pernyataan)
2. Negatif : jika nilai
total jawaban
responden atas
pernyataan ≤ 60%
(dari 12
pernyataan)
(Riwidikdo, 2007)
3 Penggunaan Wujud perbuatan dari para 1.Menggunakan: Lembar Nominal
Alat pekerja untuk jika pekerja Observasi
Pelindung menggunakan alat menggunakan
Diri pelindung diri pada saat APD pada saat
bekerja. bekerja
2. Tidak
menggunakan:
jika pekerja tidak
menggunakan
APD pada saat
bekerja.

E. Jenis Data, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan

data sekunder.

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh

langsung dari responden melalui kuesioner dan lembar observasi

yang dilakukan oleh peneliti. Data yang dikumpulkan berhubungan

dengan pengetahuan, sikap dan penggunaan Alat Pelindung Diri bagi

pekerja di PLTPB Kabupaten Ngada.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data pendukung yang relevan dengan

penelitian yang diperoleh dari tempat penelitian yang berupa data

umum tentang PLTPB Kabupaten Ngada, jumlah pekerja dan jumlah

ketersediaan Alat Pelindung Diri yang disediakan bagi para pekerja.


1. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan

wawancara dan pengisian kuesioner. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner ini

berisikan pertanyaan untuk mengumpulkan data-data mengenai seluruh

variabel yang diteliti yang meliputi pengetahuan dan sikap. Sedangkan

lembar observasi berisi daftar kegiatan yang mungkin timbul dan akan

diamati oleh peneliti yang berupa penggunaan Alat Pelindung Diri yang

digunakan oleh para pekerja. Data yang sudah dikumpulkan kemudian

diolah secara komputerisasi.

F. Teknik Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

1. Teknik Pengolahan

Adapun langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Editing

Data yang didapat kemudian dicek kembali untuk meneliti kembali

setiap daftar pertanyaan yang telah dijawab oleh responden. Editing

meliputi pemeriksaan kelengkapan dan kesalahan isian kuesioner yang diisi

oleh responden.

b. Coding

Setelah melakukan penyuntingan, kemudian data diberi kode

(coding). Data yang diberi kode adalah kuesioner mengenai pengetahuan,

dan penggunaan alat pelindung diri bagi pekerja.


c. Scoring

Pemberian nilai (scoring) data disesuaikan dengan skor yang telah

ditentukan. Cara pengukuran scoring sesuai dengan defenisi

operasional,yaitu:

a) Pengetahuan:

Baik : jika skor jawaban benar ≥ 80% (10 jawaban benar dari 12

pertanyaan)

Cukup: jika skor jawaban benar 60-<80% (8 jawaban benar dari 12

pertanyaan)

Kurang: jika skor jawaban <60% (<8 pertanyaan benar dari 12).

b) Sikap

Positif : jika nilai total jawaban responden atas pernyataan ≥ 60% (dari

12 pernyataan)

Negatif : jika nilai total jawaban responden atas pernyataan ≤ 60% (dari

12 pernyataan).

d. Entry

Entry data yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

komputer sesuai dengan variabel yang ditetapkan.

2. Penyajian Data

Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi

berdasarkan variabel yang diteliti.


BAB IV

HASIL DAN BAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Mataloko merupakan

salah satu perusahaan yang menggunakan tenaga panas bumi sebagai sumber

energi alternatif yang murah dan bersih yang diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan listrik karena mengingat melimpahnya sumber energi tersebut di

daerah ini. PLTPB Mataloko merupakan program hasil kerjasama Direktorat

Geologi dan Sumber Daya Mineral (DJGSM), Perusahaan Listrik Negara

Persero dan Pemerintah daerah Kabupaten Ngada yang bertujuan untuk

menghasilkan energi listrik tenaga panas bumi guna mencukupi kebutuhan

listrik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Ngada dan

sekitarnya. PLTPB Mataloko didirikan pada tahun 2003. Sebelum didirikan,

dilakukan penelitian terlebih dahulu oleh peneliti Indonesia (Direktorat

Inventarisasi Sumber Daya Mineral) dan peneliti Jepang (GSJ, West JEC,

MRC dan NEDO) selama lima tahun (1997-2002) yang melakukan penelitian

rinci meliputi penginderaan jauh, geologi, geokimia, geofisika, dan studi

mengenai reservoir.

PLTPB Mataloko terletak di Jalan Negara Bajawa-Ende Desa Ulubelu,

Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur yang

memiliki luas daerah sebesar 10.0000 m2 dan terbagi atas beberapa bangunan

utama yaitu ruang mesin, ruang kontrol, ruang turbin, dan Kantor PLTPB.
Selain bangunan-bangunan utama tersebut juga terdapat bangunan pendukung

lainnya seperti bengkel, laboratorium, gudang, dan pos satpam.

Jumlah pekerja di PLTPB Mataloko sebanyak 28 orang dengan komposisi

kepengurusan dipimpin oleh Bapak Dominicus Da Silva sebagai penanggung

jawab dengan kepengurusan lainnya pada bagian operasi listrik 4 orang, bagian

lingkungan hidup keselamatan kelistrikan dan administrasi 2 orang, bagian

pemeliharaan pusat listrik 4 orang, regu harian dan operator 4 orang, cleaning

service 2 orang dan satpam 3 orang. Aktivitas di PLTPB Mataloko dibagi

dalam enam hari kerja dengan waktu kerja dimulai pukul 08.00-17.00 WITA

dengan spesifikasi karyawannya tiga orang pada bagian kontrol dan satu orang

pada bagian pengamanan (satpam).

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan yang dirancang untuk

melindungi pekerja dari kecelakaan atau penyakit yang serius di tempat kerja

akibat kontak dengan potensi bahaya kimia, radiologik, fisik, elektrik, mekanik

atau potensi bahaya lainnya di tempat kerja. Secara umum APD yang

digunakan pekerja di PLTPB Mataloko pada saat bekerja adalah helm, baju

pelindung, masker dan sepatu.


2. Karakteristik Responden

a. Umur

Distribusi responden berdasarkan umur dalam penelitian ini dapat dilihat

pada tabel IV.1 berikut:

Tabel IV.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di PLTPB


Mataloko Tahun 2016
Umur (tahun) Jumlah (orang) %
20 – 25 7 25
26 – 30 10 35,71
31 – 35 4 14,28
36 – 40 2 7,14
41 – 45 3 10,71
46 – 50 0 0
51 – 55 2 7,14
Jumlah 28 100

Berdasarkan tabel IV.1 dapat diketahui bahwa distribusi responden

tertinggi berada pada kelompok umur 25 – 30 tahun sebanyak 10 orang

(35,71%) dan terendah berada pada kelompok umur 51 – 55 tahun dengan

jumlah dua orang (7,14%).


b. Tingkat Pendidikan

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel IV.2 berikut:

Tabel IV.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di


PLTPB Mataloko Tahun 2016
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) %
SD 0 0
SMP 2 7,14
SMA 16 57,14
D3 3 10,72
S1 7 25
Total 28 100

Berdasarkan Tabel IV.2 dapat diketahui bahwa distribusi responden

berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi pada kelompok tingkat pendidikan SMA

sebanyak 16 orang (57,14%) dan terendah pada kelompok tingkat pendidikan

SMP sebanyak 2 orang (7,14%).

c. Masa Kerja

Distribusi responden berdasarkan masa kerja dalam penelitian ini dapat

dilihat pada tabel IV.3 berikut:

Tabel IV.3 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di PLTPB


Mataloko Tahun 2016

Masa Kerja (tahun) Jumlah (orang) %


1 – 5 tahun 12 42,85
6 – 10 tahun 13 46,42
11 – 15 tahun 3 10,71
16 – 20 tahun 0 0
21 – 25 tahun 0 0
26 – 30 tahun 0 0
31 – 35 tahun 0 0
Jumlah 28 100
Berdasarkan tabel IV.3 dapat diketahui bahwa distribusi responden

berdasarkan masa kerja tertinggi pada kelompok masa kerja 6 – 10 tahun


sebanyak 13 orang (46,42%) dan terendah pada kelompok masa kerja 11 – 15

tahun dengan jumlah responden 3 orang (10,71%).

3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Alat

Pelindung Diri di PLTPB Mataloko Tahun 2016

Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel IV.4 berikut:

Tabel IV.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan


Tentang Alat Pelindung Diri di PLTPB Mataloko Tahun 2016
Pengetahuan Jumlah (orang) %
Baik 26 92,86
Cukup 2 7,14
Kurang 0 0
Jumlah 28 100

Berdasarkan Tabel IV.4 dapat diketahui bahwa distribusi responden

berdasarkan tingkat pengetahuan tentang pengunaan APD yaitu tertinggi berada

pada tingkat pengetahuan baik sebanyak 26 orang (92,86%) dan pengetahuan

yang cukup tentang Alat Pelindung Diri yaitu sebanyak 2 orang (7,14%).
4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Tentang Alat Pelindung

Diri di PLTPB Mataloko Tahun 2016

Distribusi responden berdasarkan tingkat sikap dalam penelitian ini dapat

dilihat pada tabel IV.5 berikut:

Tabel IV.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap


Tentang Alat Pelindung Diri di PLTPB Mataloko Tahun
2016

Sikap Jumlah (orang) %


Positif 27 96,43
Negatif 1 3,57
Jumlah 28 100

Berdasarkan tabel IV.5 dapat diketahui bahwa distribusi responden

berdasarkan tingkat sikap positif sebanyak 27 orang (96,43%) dan yang memiliki

sifat negatif sebanyak 1 orang (3,57%).

5. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri di

PLTPB Mataloko Tahun 2016

Distribusi responden berdasarkan penggunaan APD dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel IV.6 berikut:

Tabel IV.6 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat


Pelindung Diri di PLTPB Mataloko Tahun 2016

Penggunaan APD Jumlah (orang) %


Menggunakan 15 53,57
Tidak Menggunakan 13 46,43
Jumlah 28 100

Berdasarkan tabel IV.6 dapat diketahui bahwa responden yang memakai

Alat Pelindung Diri pada saat bekerja sebanyak 15 orang (53,57%) dan responden
yang tidak memakai Alat Pelindung Diri pada saat bekerja sebanyak 13 orang

(46,43%).

B. Bahasan

1. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Alat Pelindung Diri

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan yang

dimaksudkan dalam penelitian ini adalah semua informasi yang telah diketahui

dan dipahami oleh para pekerja mengenai istilah, manfaat dan akibat apabila tidak

menggunakan APD pada saat melakukan pekerjaan. Pengetahuan terhadap

seseorang obyek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Lawrence

Green menganalisis bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi

(predisposing factors) dari sebuah perilaku (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan merupakan hal dasar yang berperan penting dalam

pembentukan sikap. Responden yang memiliki pengetahuan baik tentang APD

serta mengetahui bahaya atau akibat pada kesehatan dan keselamatan saat bekerja

tentu akan membentuk sikapnya tentang penggunaan APD. Adapun pengetahuan

responden yang baik akan membentuk sikap yang baik. Sebaliknya pengetahuan

responden yang buruk akan membentuk sikap yang buruk (Erawatyningsih dalam

Kota, 2015). Pengetahuan tentang alat pelindung diri bagi responden bisa didapat
melalui penyuluhan dari dinas atau instansi terkait. Diharapkan setelah diadakan

penyuluhan, pengetahuan responden akan bertambah sehingga sikap dan

kepatuhan untuk menggunakan alat pelindung diri responden menjadi baik.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui tingkat pengetahuan responden

tentang APD mayoritas memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 26 orang

(92,86%), hal ini didukung oleh kegiatan penyuluhan tentang APD yang

dilaksanakan oleh perusahaan PLTPB Mataloko dengan kurun waktu 3 bulan

sekali sehingga menambah pengetahuan bagi responden, sedangkan yang

berpengetahuan cukup sebanyak 2 orang (7,14%). Bloom dalam Notoatmodjo

(2010) menjelaskan bahwa tingkatan pengetahuan seseorang terdiri dari 6 domain

yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Setiap tingkatan

memperlihatkan kemampuan individu. Pembuktian seberapa tinggi domain

pengetahuan responden dengan nilai rata-rata pengetahuan yang tinggi tersebut

perlu dilihat seberapa tinggi sikap serta faktor pemungkin responden terhadap

APD serta penggunaannya.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wulandari dengan

judul Pemakaian Alat pelindung diri Pekerja di Pabrik Tahu ECO Kota Semarang

Tahun 2010 yang menggambarkan bahwa pengetahuan responden terhadap APD

belum baik. Kemungkinan bias pada variabel ini terjadi karena perbedaan

karateristik responden pada tingkat pendidikan, umur, serta kurangnya

penyuluhan tentang APD kepada responden. Pengetahuan responden yang baik

disebabkan karena mayoritas responden mengerti dan memahami tentang APD

termasuk manfaat serta tujuan penggunaan APD dalam melakukan pekerjaan.


Pemahaman yang baik tentang APD diperlukan demi terciptanya kesehatan dan

keselamatan kerja pada saat bekerja serta menghindari dan meminimalisir

kecelakaan pada saat bekerja. Tingkat pengetahuan yang baik bukanlah jaminan

responden memiliki kemampuan sesuai dengan tingkat pengetahuannya sehingga

perlu dilakukan pembuktian terhadap kemampuannya.

2. Sikap Responden Tentang Alat Pelindung Diri

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya)

(Notoatmodjo, 2010). Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya bisa ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara

nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial (Lerik, 2008).

Setiap individu memiliki sikap yang berbeda-beda satu sama lain. Individu

memiliki sikap yang positif ketika individu merasa senang dan mampu

menempatkan dirinya pada tingkatan sikap yang ada (Sarlito dalam Putra,

2012). Begitupun sebaliknya, individu akan memiliki sikap yang negatif ketika

individu tersebut tidak merasa senang dan menerima stimulus yang ada.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang

memiliki sikap positif sebanyak 27 orang (96,43%) dan responden yang

memiliki sikap negatif 1 orang (3,57%). Hal ini didasari oleh pengetahuan
responden yang mayoritas baik sehingga menghasilkan suatu tingkatan afeksi

yang bersifat positif tentang obyek tertentu (APD).

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurnia dengan

judul Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pekerja terhadap

Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Mahasiswa di Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia Tahun 2012 yang menggambarkan bahwa

sikap responden menunjukkan jumlah yang hampir seimbang antara responden

dengan sikap positif dan negatif terhadap APD. Kemungkinan bias pada

variabel ini adalah sikap responden dalam penggunaan APD tidak hanya

dipengaruhi dari internal individu berupa kesadaran diri melainkan eksternal

individu berupa lingkungan sekitar individu.

Newcomb dalam Lerik (2008) menyatakan bahwa sikap itu merupakan

suatu kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, bahwa sikap itu merupakan

pelaksanaan tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi merupakan predisposisi suatu perilaku. Sikap itu merupakan reaksi

tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu penghayatan obyek

(Lerik, 2008). Dari pengetahuan yang baik tentang APD, responden berpikir

dan berusaha agar menggunakan APD dengan baik dan benar sehingga dalam

berpikir, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja yang menghasilkan

reaksi tertutup yang positif tentang APD itu sendiri.

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk

mewujudkan suatu sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor


pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas

(Notoatmodjo, 2012). Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak

selalu mencerminkan sikap seseorang. Individu memperlihatkan tindakan yang

bertentanbgan dengan sikapnya. Akan tetapi, sikap dapat menimbulkan pola-

pola cara berpikir tertentu dalam masyarakat dan sebaliknya pola-pola cara

berpikir ini mempengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat baik dalam

kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan yang penting

dalam hidup (Maulana, 2009).

3. Penggunaan Alat Pelindung Diri Oleh Responden

Alat Pelindung Diri harus disediakan oleh perusahaan tempat pekerja

bekerja dan sesuai dengan risiko bahaya yang ada di tempat kerja. Contohnya

di PLTPB Mataloko saat bekerja APD yang digunakan oleh para pekerja

berupa helm, masker, kacamata, sarung tangan, baju pelindung dan sepatu.

Ketersediaan APD yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketersediaan alat

pelindung kepala (safety helm) 50 buah bagi pekerja dan tamu yang datang ke

PLTPB, alat pelindung mata 30 buah, alat pelindung pernapasan (masker) 30

buah dan 1 dus masker sekali pakai bagi tamu yang datang, alat pelindung

telinga 10 buah, alat pelindung tangan 30 buah, pakaian pelindung 28, alat

pelindung kaki (safety shoes) 35 pasang dan alat pelindung jatuh berupa tali

dan sabuk pengaman sebanyak 5 buah yang disediakan oleh perusahaan tempat

para pekerja bekerja dan akan segera diganti dengan yang baru bila APD yang

tersedia mengalami kerusakan dan tidak dapat digunakan lagi.


Salah satu faktor yang menentukan atau yang membentuk (determinan)

perilaku adalah faktor pemungkin (enabling factors). Faktor pemungkin

merupakan faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau

tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan

prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan yakni penggunaan

APD (Notoatmodjo, 2010).

Pada perusahaan-perusahaan, tersedianya APD yang layak dan sesuai

dengan standarad potensi bahaya yang ada merupakan tanggung jawab

perusahaan sebagai pencegahan terhadap resiko kecelakaan kerja. Hal ini

tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970

pasal 14 butir c tentang keselamatan kerja yang menyatakan bahwa pengurus

(pengusaha) diwajibkan untuk mengadakan secara cuma-cuma semua alat

pelindung diri yang wajib digunakan oleh tenaga kerja yang berada di bawah

pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat

kerja tersebut disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut

petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, APD yang tersedia di PLTPB Mataloko terdiri

dari masker, helm, sepatu, kacamata, pakaian pelindung, pelindung telinga dan

pelindung jatuh sebanyak 100% sehingga kondisi ini memungkinkan untuk

mewujudkan sikap dari pekerja menjadi perbuatan nyata seperti menggunakan

APD pada saat bekerja. Perhatian perusahaan terhadap ketersediaan APD

sangat baik ditandai dengan pengawasan yang serius terhadap keadaan APD

apabila mengalami kerusakan maka langsung diganti dengan yang baru.


Seseorang yang telah mengetahui stimulus atau obyek kesehatan kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat apa yang telah diketahui dan proses

selanjutnya adalah melaksanakan dan mempraktekkan apa yang diketahui atau

disikapinya (dinilai baik) atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan

(Notoatmodjo, 2010).

Penelitian Rongers tahun 1974 dalam Notoatmodjo (2010)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku

baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu:

a) Awareness (kesadaran) di mana orang tersebut menyadari dalam artian

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek);

b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Di sini

sikap terhadap obyek sudah mulai timbul;

c) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi;

d) Trial, di mana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus;

e) Adaption, di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Berdasarkan hasil penelitian penggunaan APD pada responden di PLTPB

Mataloko diketahui sebanyak 15 (53,57%) menggunakan APD dan sebanyak 13

(46,43%) tidak menggunakan APD. Berdasarkan data, responden memiliki sikap

yang tinggi terhadap penggunaan alat pelindung diri serta ketersediaan APD di

PLTPB Mataloko mencukupi. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Asrini dengan judul penelitian Gambaran Penggunaan Alat

Pelindung Diri dan Gangguan Kesehatan Pekerja Industri Meubel di Kecamatan

Tolanghula Kabupaten Gorontalo Tahun 2013 yang menggambarkan responden

yang tidak menggunakan APD lebih banyak dibanding responden yang

menggunakan APD pada saat bekerja.

Berdasarkan data yang diperoleh dari peneliti, responden menjawab/

mengisi kuesioner dengan baik dan dari data tersebut responden memiliki

pengetahuan dan sikap yang tinggi serta ketersediaan APD di PLTPB Mataloko

mencukupi, akan tetapi hasil observasi langsung peneliti melihat bahwa sebagian

responden tidak patuh dalam menggunakan APD seperti penutup kepala (helm)

dan masker. Seperti yang responden ketahui bahwa apabila tidak menggunakan

APD pada saat bekerja dapat membahayakan kesehatan responden terutama

gangguan pada pernapasan yang bisa menyebabkan Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) karena tingkat keterpaparan terhadap uap belerang secara terus-

menerus. Penggunaan APD sangat penting karena dapat mencegah timbulnya

penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat suatu pekerjaan.

Penggunaan APD pada responden yang kurang dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Faktor internal (berupa respon) yaitu pengetahuan dan sikap

responden serta faktor eksternal (berupa stimulus) yaitu ketersediaan APD

sangat berpengaruh terhadap penggunaan APD. Faktor internal merupakan

faktor dari dalam diri seseorang dalam merespon stimulus dari lingkungannya.

Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan baik fisik maupun

nonfisik dalam bentuk sosial yang meliputi, budaya (misalnya kebiasaan


merokok membuat beberapa para pekerja tidak mau menggunakan alat

pelindung diri khususnya masker) dan ekonomi (misalkan hubungan

penggunaan APD oleh pekerja dengan statusnya dalam keluarga yaitu sebagai

yang utama dalam menafkahi keluarga sehingga berusaha menjaga kesehatan

dan keselamatan kerja dengan selalu menggunakan APD).


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Pengetahuan pekerja tentang penggunaan APD pada saat bekerja di

PLTPB Mataloko yakni 26 orang berpengetahuan Baik 26 orang (92,86%)

dan 2 orang berpengetahuan Cukup (7,14%).

2. Sikap Positif pekerja tentang penggunaan APD pada saat bekerja di

PLTPB Mataloko sebanyak 27 orang (96,43%) dan yang memiliki sikap

Negatif 1 orang (3,57%).

3. Penggunaan APD oleh pekerja pada saat bekerja 15 orang (53,57%) dan

pekerja yang tidak menggunakan APD pada saat bekerja sebanyak 13

orang (46,43%).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta mengacu pada saat

penelitian maka saran yang dapat penulis berikan antara lain:

1. Bagi PLTPB Mataloko:

Diharapkan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran tingkat

pengetahuan pekerja tentang APD sehingga bisa dijadikan sebagai bahan

evaluasi demi terwujudnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja di tempat

kerja dan dapat meningkatkan pengawasan terhadap pekerja dalam hal

penggunaan ADP pada saat bekerja.


2. Bagi Pekerja di PLTPB Mataloko:

Untuk Penggunaan APD sebaiknya setiap pekerja memiliki loker untuk

menyimpan Alat Pelindung Diri masing-masing agar setiap pekerja dapat

bertanggungjawab untuk merawatnya.

3. Bagi peneliti lain:

Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang APD seperti Studi korelasi

antara determinan perilaku terhadap Penggunaan APD.


DAFTAR PUSTAKA

Agvernus, A. 2016. Hubungan Pengetahuan Sikap, dan Tindakan Siswa SMA


Pengendara Motor Terhadap Keselamatan Berkendara Di Kabupaten Sikka
Tahun 2015. Skripsi. FKM Universitas Nusa Cendana Kupang.

Asrini. 2013. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Gangguan


Kesehatan Pekerja Industri Meubel di Kecamatan Tolanghula Kabupaten
Gorontalo. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan: Gorontalo.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2010. Konsep Pertambangan.

Balai Diklat Tambang Bawah Tanah (BDTBT). 2004. Bogor: Pusdiklat Teknologi
Mineral dan Batubara.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. Klasifikasi Potensi Energi panas Bumi di


Indonesia. SM 13-5012-1998 ICS. 73.020.

Baliwati, Y.F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Swadaya.

Budiono. 2005. Higiene Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan Kerja dan


Keselamatan Kerja. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro.

Cahyono, W. E. 2011. Kajian Tingkat Pencemaran Sulfur Dioksida Dari Industry


Di Beberapa Daerah Di Indonesia. Jakarta: Berita Dirgantara Vol. 12, No 4.

Dekresano, I. E. M. 2015. Analisis Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan


Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Siswa Kelas XII Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri 1 Aesesa Kabupaten Nagekeo. Skripsi. FKM Universitas
Nusa Cendana Kupang.

Depkes. 2007. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap


Kesehatan. Jakarta.

Depnakertrans. 2007. Himpunan Peraturan Perundang-undangan


Ketenagakerjaan. Jakarta.
. 2010. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor Per.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung
Diri. Jakarta.

DISDM.. 2002. Potensi Energi Panas Bumi Propinsis Nusa Tenggara Timur Dan
Evaluasi Lapangan Panas Bumi Mataloko.

Harwasih, S., Indriani, S. R., Kurniawati dan Uhud, A. 2008. Pedoman


Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Untuk Praktek dan
Praktikum. Surabaya: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.

Joedatmodjo, S. 2000. Pembinaan K3 Terhadap Pekerja Dalam Satu Abad.


Jakarta: Dewan Keselamatan Kerja Nasional.

Kota, H. R. 2015. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pekerja


Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri di PLTD Tenau Kupang Tahun
2015. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat: Kupang.

Kurnia, P. M. Udin. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Dengan


Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Mahasiswa. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia: Depok.

Kusuma. 2004. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan


Alat Pelindung Pendengaran Pada Pekerja Bagian Die Casting PT. X
Tahun 2004. Tesis Program Magister Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.

Lerik, M. 2008. Dasar Psikologi. Kupang : Undana Press.

Mansur, M. 2007. Manajemen Risiko Kesehatan di Tempat Kerja. Majalah


Kedokteran Indonesia Volume 57 (9).

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka


Cipta.
. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.

. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Organisasi Perburuhan Internasional (OPI). 2008. Hidup Saya, Pekerjaan Saya,


Pekerjaan Yang Aman. Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional.

Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PK3). 2006. Ketentuan Peralatan


Pelindung Diri. Yogyakarta: PK3 RSUP Dr. Sardjito.

Prasetyo, A. 2009. Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Diakses pada


tanggal 12 Desember 2016.

Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, OHSAS


18001. Jakarta: Dian Rakyat.

Riwidikdo, H. 2007. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.


Sahab, S. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
PT. Bina Sumber daya Manusia.

Sari, Y. N. 2010. Gambaran Alat Pelindung Diri, Penggunaan Dan


Pemeliharaannya Di Bidang Operasi Dan Pemeliharaan PT. PLN
(PERSERO) P3B JB Region Jakarta dan Banten UPT Jakarta Selatan
Tahun 2010. Laporan Magang. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sitorus, K. 2003. Potensi Energi Panas Bumi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan
Evaluasi Lapangan Panas Bumi Mataloko.

. 2004. Laporan Sementara Pemboran Sumur MT-3. Direktorat


Inventarisasi Sumber Daya Mineral.

Suhardi, B. 2008. Perencanaan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri. Direktorat


Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Suhartono, N. 2012. Pola Sistim Panas Bumi Dan Jenis Geothermal Dalam
Estimasi Cadangan Daerah Kamojang. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No 2.
Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran Yogya.

Sugiyono, S. 2007. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suyono, J. 2001. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Tiarsa, S. Us. 2007. Subdirektorat Pengawasan Lingkungan Kerja. Jakarta:


Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan


Kerja.

Wibowo. 2010. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan


Alat Pelindung Diri di Areal Pertambangan PT. ATMAN Tbk Unit Bisnis
Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor. Skripsi FKM Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Wulandari, D. R. 2010. Pemakaian Alat Pelindung Diri Pekerja di Pabrik Tahu


ECO Kota Semarang. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat: Semarang.
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
(Untuk Responden)
“GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENGGUNAAL ALAT
PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA DI PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA PANAS BUMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016”

A. DATA RESPONDEN
Nomor Responden :
Nama responden :
Umur :
Masa Kerja :
Pendidikan Terakhir :
a. Tidak sekolah/ tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SLTP
d. Tamat SLTA
e. Perguruan Tinggi

B. PENGETAHUAN
1. Apa yang saudara ketahui tentang Alat Pelindung Diri?
a. Alat yang melindungi saudara dalam melakukan pekerjaan
b. Alat untuk menghindarkan saudara dari bahaya di tempat kerja
c. Tidak tahu
2. Apa tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri menurut saudara?
a. Meningkatkan pengendalian bahaya
b. Meningkatkan perlindungan keselamatan saudara
c. Tidak tahu
3. Apa manfaat penggunaan Alat Pelindung Diri menurut saudara?
a. Melindungi saudara dari bahaya lingkungan kerja
b. Mengurangi cidera pada tubuh jika terjadi kecelakaan kerja
c. Tidak tahu
4. Apa alasan saudara menggunakan Alat Pelindung Diri?
a. Diwajibkan oleh perusahaan untuk menggunakan Alat Pelindung
Diri
b. Kesadaran untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja
c. Tidak tahu
5. Menurut saudara, Alat Pelindung Diri adalah alat yang bagaimana?
a. Mengganggu saat bekerja dan tidak nyaman digunakan
b. Merepotkan
c. Menjamin keselamatan saat bekerja
6. Apakah di tempat kerja saudara diwajibkan untuk menggunakan Alat
Pelindung Diri?
a. Iya
b. Tidak
7. Apa akibat apabila tidak menggunakan Alat Pelindung Diri?
a. Terjadi kecelakaan kerja
b. Terjadi penyakit akibat kerja
c. Tidak terjadi apa-apa
8. Apa kerugian apabila terjadi kecelakaan kerja?
a. Tidak tahu
b. Tidak bisa bekerja
c. Tidak mendapatkan gaji kerja
9. Menurut saudara, Alat Pelindung Diri yang bagaimana yang ingin
saudara gunakan?
a. Nyaman/enak digunakan
b. Modelnya bagus
c. Warnanya menarik
10. Siapa yang bertanggungjawab terhadap pemeliharaan Alat Pelindung
Diri?
a. Saudara sendiri
b. Rekan kerja
c. Pihak PLTPB/ perusahaan
11. Menurut saudara, apa kerugian yang ditimbulkan apabila terjadi
kecelakaan kerja?
a. Tidak tahu
b. Tidak bisa bekerja
c. Tidak mendapatkan gaji kerja
12. Menurut saudara, Alat Pelindung Diri seperti apa yang ingin saudara
gunakan?
a. Nyaman/ enak digunakan
b. Modelnya bagus
c. Warnanya menarik
C. SIKAP
Beri tanda centang (√) sesuai yang saudara rasakan
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
RR = Ragu-ragu
TS = Tidak setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No PERNYATAAN SS S RR TS STS
1. Saat bekerja tidak menggunakan APD (tameng wajah,
ear plug, sepatu, penutup kepala) tidak apa-apa.
2. APD (tameng wajah, ear plug, sepatu, penutup
kepala) hanya digunakan jika mengerjakan pekerjaan
dalam waktu yang lama.
3. APD (tameng wajah, ear plug, sepatu, penutup
kepala) sangat mengganggu saudara saat bekerja.
4. Pekerja wajib menggunakan APD (tameng wajah, ear
plug, sepatu, penutup kepala) saat bekerja.
5. Meskipun bekerja hanya sebentar saja, tetap harus
menggunakan APD (tameng wajah, ear plug, sepatu,
penutup kepala).
6. APD (tameng wajah, ear plug, sepatu, penutup
kepala) nyaman untuk digunakan.
7. APD (masker kain, ear plug, sepatu, penutup kepala)
nyaman untuk digunakan.
8. Berhati-hati dan waspada selama bekerja mempunyai
efek yang baik terhadap kesehatan dan mencegah
risiko pekerjaan.
9. Selama melaksanakan pekerjaan tidak dibenarkan
sama sekali merokok, makan, atau minum.
10. Setiap pekerja harus memelihara dan merawat semua
perlengkapan kerja yang menjadi tanggung jawabnya.
11. Selalu memakai APD selama bekerja adalah cermin
tenaga kerja yang disiplin.
12. Bagaimana menurut saudara jika Kepala Perusahaan
menegur saudara bekerja tidak menggunakan APD?
LEMBAR OBSERVASI

Penggunaan Alat Pelindung Diri

Nama H1 H2 H3 H4 H5 H6
No.
Pekerja S1 K S2 S1 K S2 S1 K S2 S1 K S2 S1 K S2 S1 K S2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Keterangan:
H : Hari
S1 : Sebelum Kerja
K : Pada saat bekerja
S2 : Sesudah Kerja
LAMPIRAN 2

MASTER TABEL HASIL PENELITIAN

No Nama Umur JK Pengetahuan Sikap Penggunaan


Pekerja APD

1 PBS 53 L 2 2 TP
2 RRJ 24 L 1 1 TP
3 R 32 L 1 1 TP
4 M.D 28 L 1 1 P
5 M.F 29 L 1 1 P
6 KA 22 L 1 1 TP
7 PTAE 24 L 1 1 P
8 ED 43 L 1 1 TP
9 H 30 L 1 1 TP
10 APK 27 L 1 1 TP
11 FH 25 L 1 1 TP
12 PMT 27 L 1 1 TP
13 DPBS 29 L 1 1 P
14 YGM 27 L 1 1 P
15 DFA 28 L 1 1 P
16 RYZ 22 L 1 1 P
17 B 27 L 1 1 P
18 F 28 L 1 1 P
19 LES 38 L 1 1 P
20 IW 32 L 1 1 TP
21 ES 44 L 1 1 TP
22 RG 38 L 1 1 TP
23 JS 34 L 1 1 TP
24 EB 45 L 1 1 P
25 FXW 21 L 1 1 P
26 FD 35 L 1 1 P
27 STK 24 L 1 1 P
28 DDS 52 L 1 1 P
Keterangan:

Pengetahuan : 1. Baik: 26 responden

2. Cukup: 2 responden

3. Kurang: 0 responden

Sikap : 1. Positif: 27 responden

2. Negatif: 1 responden

Penggunaan APD : 1. Menggunakan : 15 responden

2. Tidak Menggunakan : 13 responden


LAMPIRAN 3

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Peneliti Bertemu dengan Asisten Opkit PLTPB Mataloko

Gambar 2. Ruangan Kontrol Mesin PLTPB Mataloko

Gambar 3. Pipa Untuk Menyalurkan Gas Belerang


Gambar 4. Alat Pelindung Diri yang Tersedia di PLTPB Mataloko berupa
Penutup Telinga, Pelindung Kepala dan Sepatu

Gambar 5. Pekerja di PLTPB Mataloko Sedang Mengisi Kuesioner


Gambar 6. Pekerja Di PLTPB Mataloko Yang Bekerja Tidak Menggunakan Alat
Pelindung Diri

Gambar 7. Panas Bumi yang Berupa Lumpur Panas dan Gas Belerang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Olivia Maria Fransiska Menge Folo, lahir di Kupang, pada tanggal 1 Juli 1994.
Anak Ke-2 dari 3 bersaudari, putri pasangan Bapak Antonius Folo dan Ibu
Katarina Siena Nur Talam Nai. Penulis saat ini tinggal di Jalan Ade Irma II No.
20 Rt.020/ Rw. 007 Kompleks Perumahan Dosen Undana IV, Kelurahan Kelapa
Lima, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Penulis menganut agama Katolik.
Pada tahun 1999 penulis memulai pendidikan di TKK Katolik Naikoten II
Kupang dan tamat pada tahun 2000, pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Dasar Katolik St. Yoseph II dan tamat pada tahun 2006,
pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 2 Bajawa dan
tamat pada tahun 2009. Setelah itu penulis melanjutkan ke SMAN 5 Kupang pada
tahun 2009 dan tamat pada tahun 2012. Pada tahun 2012 melalui jalur Mandiri
penulis diterima dan tercatat sebagai mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat
pada bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja Universitas Nusa
Cendana Kupang. Selama kuliah penulis pernah mengikuti kegiatan organisasi
KMK St. Thomas Aquinas.

Anda mungkin juga menyukai