TESIS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
2
TESIS
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i
3
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
4
Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS. Prof. Dr. Wayan Windia, SU.
NIP. 195905191986011001 NIP. 194912151975031001
Mengetahui
Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K).
NIP. 196703031994031002 NIP. 195902151985102001
iii
5
Anggota :
iv
6
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang berlaku.
v
7
menyatakan rasa syukur dan sujud kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
hanya berkat rahmatNYA, tesis ini dapat terwujud. Tidak ada yang terjadi atau
tidak terjadi di alam ini, tanpa perkenan Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh
karenanya, bagi orang percaya kepada Tuhan, maka selalu harus menyatakan
Melalui media ini, ijinkan Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
2. Bapak Prof. Dr. Wayan Windia selaku Pembimbing II, yang telah banyak
4. Direktur Pascasarjana Unversitas Udayana (Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,
vi
8
5. Bapak Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS selaku ketua Program Studi
6. Bapak-Bapak tim penguji yakni Prof.Dr.I Wayan Suarna, MS; Prof.Dr. Wayan
Windia; Prof.Dr. I Wayan Budiasa Suyasa, MS; dan Dr. Ir. I Made Adhika,
MSP, yang telah memberikan banyak masukan, sehingga tesis ini menjadi
lebih sempurna.
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing Penulis dalam mengikuti
9. Ayahnda tercinta (alm. Wayan Astika) dan Ibu tersayang (Gusti Ayu Metri),
suami (I Made Mahariadi), anak-anak (Angga, Prisma, dan Tara) dan segenap
selama ini. Atas doa restunya sehingga tercapai cita-cita dalam meraih harapan
10. Kepala Dinas Kebudayaan Prov. Bali dan Kepala UPT Monumen Perjuangan
Rakyat Bali (MPRB) serta semua staf yang telah memberikan dukungannya.
vii
9
11. Semua keluarga dan sahabat yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu,
yang dengan tekun membantu proses studi yang telah dilakukan selama ini.
Tanpa ijin dan dukungannya, studi ini tidak mungkin dapat Penulis selesaikan
pada waktunya.
Diharapkan agar tesis ini bermanfaat bagi dunia akademik dan masyarakat,
dalam rangka mengetahui penerapan filsafat Tri Hita Karana pada bisnis
saran, serta mohon maaf bila ada kekurangan dalam tesis ini.
Penulis
viii
10
ABSTRACT
ENVIRONMENTAL MANAGEMENT OF HOTEL
BASED OF TRI HITA KARANA WITHIN THE SANUR TOURISM RESORT
ix
11
ABSTRAK
x
12
RINGKASAN
xi
13
xii
14
suatu konsep yang sebetulnya ingin diukur. Dalam penelitian ini digunakan
validitas berdasarkan pendapat para ahli yang memahami konsep yang akan
diukur. Bila ahli yang bersangkutan sudah menyatakan bahwa alat ukur ini sudah
dapat mengukur apa yang akan diukur, maka dapat dikatakan bahwa alat ukur itu
sudah valid. Dalam hal ini alat ukur yang digunakan dalam penelitian,
dikonsultasikan dulu kepada pembimbing. Adapun jenis pengukuran validitas
yang lain adalah, validitas logik, dan validitas isi.
Setelah alat ukur itu dinyatakan sahih (valid), maka alat ukur itu diuji
kehandalannya (reliabilitasnya). Suatu alat ukur (daftar pertanyaan) dinyatakan
handal, kalau pengertian responden terhadap alat ukur tersebut adalah sama. Alat
yang digunakan untuk menguji, yakni dengan uji belah dua (split half test).
Namun dapat juga dianalisis dengan software SPSS Vesi 17.0. Alat ukur/daftar
pertanyaan dinyatakan reliable (handal), kalau hasil analisisnya signifikan. Dalam
proses analisis reliabilitas, dengan menggunakan tujuh sampel, ternyata hasilnya
adalah signifikan. Dengan demikian daftar pertanyaannya sudah handal (reliabel).
Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahsan penelitian, dan juga dengan
mengacu pada tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan berbagai hal sebagai
berikut. Bahwa, kriteria atau indikator hotel yang berbasis THK dapat dilihat dari
tiga elemen, yakni parhyangan, pawongan, dan palemahan. Indikator elemen
parhyangan adalah : adanya pura di hotel; pengelolaan pura; pelaksanaan odalan
di pura; pemeliharaan pura; pelaksanaan ceramah agama; dan bantuan kepada
pura di sekitar hotel. Indikator elemen pawongan adalah : ada harmoni antara
pihak managemen dan pihak karyawan; ada-tidaknya surat Perjanjian Kerja
Bersama (PKB); harmoni antara pihak hotel dengan masyarakat sekitarnya; dan
jumlah karyawan sebagai pendukung budaya lokal (Bali). Indikator elemen
palemahan adalah : Ruang Terbuka Hijau (RTH); taman di kawasan hotel;
pengelolaan air limbah; pengelolaan sampah; pengelolaan emisi; pengelolaan
lingkungan; pengelolaan Bahan Berhaya Beracun (B3); bangunan dengan ciri
khas Bali; dan pemanfaatan CSR untuk kegiatan penghijauan.
Tingkat penerapan THK pada hotel-hotel di Kawasan Pariwisata Sanur
adalah sebesar 86,97% (sangat baik). Sementara itu penerapan per-elemen THK
dapat dilihat bahwa tingkat penerapan elemen parhyangan adalah 86,81% (sangat
baik), elemen pawongan adalah 90,15% (sangat baik), dan elemen palemahan
adalah 83,96% (baik).
Berdasarkan uraian pada simpulan, dapat disarankan sebagai berikut.
Bahwa kriteria atau indikator hotel yang berbasis THK kiranya dapat terus
dikembangkan lebih lanjut, dan terus diuji pada kawasan pariwisata yang lebih
luas, sehingga dengan demikian akan didapatkan suatu kriteria yang baku di masa
yang akan datang. Dengan demikian akan dapat dijadikan sebagai pegangan
pokok dalam menilai penerapan THK pada hotel di Bali, dan mungkin juga di
Indonesia.
Penerapan THK dengan skor yang sangat baik pada seluruh komponen
pengukuran, hanya ditemukan pada elemen pawongan. Untuk itu perlu terus
dikembangkan agar pihak hotel di Kawasan Pariwisata Sanur dapat terus
diperbaiki, sehingga semua elemen, termasuk pada elemen parhyangan dan
palemahan, bisa mencapai skor yang juga sangat baik.
xiii
15
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ....................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.............................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................. ix
ABSTRAK ................................................................................................... x
RINGKASAN ............................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix
xiv
16
xv
17
xvi
18
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Jumlah Hotel dan Kamar Hotel Berbintang di Bali,
Tahun 2007-2012 ........................................................................... 22
2.2 Distribusi Persentase PDRB Propinsi Bali, Tahun 2009-2012 ..... 22
4.1 Kategori Pencapaian Skor Penerapan THK, pada Hotel
di Kawasan Wisata Sanur, Tahun 2014 ......................................... 33
xvii
19
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xviii
20
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xix
1
BAB I
PENDAHULUAN
proses pembangunan yang berjalan pesat. Lingkungan alam, sangat penting bagi
manusia yang menjadi subyek pembangunan. Protes, friksi, dan konflik yang kini
terjadi dalam proses pembangunan, karena manusia merasa telah terdesak secara
kehidupan manusia menjadi tidak sehat, terdesak, dan tidak mendapatkan manfaat
yang wajar dari proses pembangunan di kawasannya. Hal itu disebabkan karena
umat manusia saat ini bersifat sangat teknologis. Manusia yang teknologis adalah
manusia yang eksploratif dan eksploitatif, yakni manusia yang selalu berusaha
untuk menggali, menikmati, dan kemudian membuang (Windia, 2002). Hal itulah
menyebabkan, dalam Kode Etik Pariwisata Dunia, yang diterbitkan oleh UN-
masyarakat lokal.
berkembang dengan sangat pesat. Meski sudah ada wacana untuk mengadakan
Bappeda Bali (2013) mencatat bahwa pembangunan kamar hotel berbintang telah
berkembang dari 19.968 kamar pada tahun 2007 menjadi 39.016 kamar, pada
1
2
tahun 2012. Perkembangannya rata-rata mencapai 9,8 persen per tahun. Angka itu
dan konflik sosial dengan masyarakat sekitarnya yang merasa tidak mendapatkan
tercermin pada Visi Pembangunan Provinsi Bali tahun 2006-2026 yakni : Menuju
Bali Dwipa Jaya yang Berlandaskan Tri Hita Karana. Esensinya adalah bahwa
dilandaskan pada prinsip harmoni dan kebersamaan, sesuai hakekat konsep Tri
Hita Karana.
Selama ini, lembaga yang telah menerapkan konsep Tri Hita Karana
(THK) di Bali adalah lembaga subak dan desa adat. Kedua lembaga sosial ini
Tuhan YME. Hal itu dilaksanakan dengan berbagai kegiatan upacara keagamaan.
apa-apa yang boleh dan tak boleh dilakukannya. Dengan demikian diharapkan
akan terjadi harmoni antar manusia dalam masyarakat tersebut. (3) Menerapkan
konsep Palemahan (harmoni antara manusia dengan alam), dengan tidak merusak
alam dalam pembangunan sawah di kawasan subak. Sementara itu, di desa adat,
tersebut, maka kedua lembaga adat ini dikenal sebagai penopang dari proses
Seiring dengan penerapan THK pada lembaga tradisional subak dan desa
adat di Bali, maka hotel yang kini banyak dibangun di Bali, diharapkan juga
Bappeda Bali (2013) mencatat bahwa sumbangan bisnis hotel, pada PDRB Bali
terus meningkat. Tahun 2009 tercatat 29,64 % dan tahun 2012 tercatat 30,66 %.
Artinya, rata-rata meningkat 0,34 % per tahun. Peningkatan itu, tercatat paling
tahun 2009 sumbangan sektor tersier pada PDRB Bali adalah 64,27%, dan pada
tahun 2012 agak menurun menjadi 64,14%. Sementara itu sektor primer pada
tahun 2009 sebesar 19,43%, turun menjadi 17,95%. Sektor sekunder yang
harmoni dan kebersamaan (internal dan eksternal), maka akan bisa menimbulkan
4
friksi dan konflik. Bila hal itu terjadi, maka citra Bali sebagai daerah tujuan wisata
dunia akan rusak. Hal itu tidak saja merugikan kalangan komponen pariwisata,
beragam, baik dari internal masyarakat Bali, maupun tantangan eksternal yang
berasal Bali dari luar alam pulau Bali. Tantangan internal adalah bahwa
alam, karena mereka sibuk mengejar keuntungan, efesiensi, dan produktivitas. Hal
ini tercermin dari tidak diperhatikannya berbagai peraturan yang berkait dengan
pelestarian lingkungan (misalnya, tentang sempadan pantai dan jurang, dan jalur
hijau). Untuk tantangan eksternal, tercermin dari adanya migrant dan wisatawan
yang membanjiri Pulau Bali. Kalau mereka sulit melakukan adaptasi dengan
Sanur. Sebagaimana diketahui bahwa kawasan Sanur adalah kawasan wisata yang
tertua di Bali, sebelum akhirnya berkembang kawasan wisata Kuta, Nusa Dua,
dan lain-lain. Dengan demikian diharapkan akan dapat dinilai hotel-hotel dengan
hotel yang mengelola lingkungan berbasis THK, dan akan diketahui daftar kondisi
Pariwisata Sanur?
Pariwisata Sanur.
Bali.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tri Hita Karana terdiri atas tiga kata yaitu tri, artinya, tiga, hita artinya,
kebahagiaan atau kesejahteraan dan karana artinya, sebab. Jadi Tri Hita Karana
(THK) berarti tiga komponen atau unsur yang menyebabkan kesejahtraan atau
kebahagiaan. Ketiga komponen THK itu berkaitan erat antara yang satu dengan
yang lainnya. Ketiga komponen THK itu meliputi hubungan yang harmonis antara
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (Parhyangan), hubungan yang harmonis
antara manusia dengan manusia (Pawongan), dan hubungan yang harmonis antara
Istilah Tri Hita Karana muncul pada tahun 1969, dalam seminar tentang
desa adat. Pada kesempatan itu (Kaler, 1969 dalam Wiana, 2004 : 265)
mengimplentasikan Tri Hita Karana dalam wujud tata ruang, dan tata aktivitas
yang harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa), Pawongan
konsep THK pada dasarnya adalah sebuah landasan yang bersumber dari agama
Hindu, sejatinya THK adalah konsep universal yang ada pada semua ajaran agama
6
7
THK adalah bagian dari budaya Bali. Oleh karenanya, ada analogi yang
(i) pola pikir/konsep/nilai, (ii) sosial, dan (iii) artefak. Sementara itu, THK
Sementara itu, elemen sosial adalah sama dengan Pawongan. Elemen artefak
Selama ini sudah cukup banyak ada bahasan yang mengkaitkan THK
dalam masyarakat akan dapat mempengaruhi tujuan akhir yang akan dicapai oleh
filsafat THK tersebut. (Windia dan Dewi, 2011). Oleh karenanya, dalam
dengan diterapkannya THK dalam pengelolaan hotel, maka harmoni dan juga
kebersamaan dalam lingkungan hotel akan dapat dicapai, disamping harmoni dan
harmonisnya di internal hotel dan antara hotel dengan pihak eksternalnya, maka
8
hotel itu akan menjadi tenang dan damai, serta penuh dengan keharmonisan dan
juga kebersamaan. Kalau hal itu terjadi, maka kunjungan tamu, produktivitas dan
2.2. Lingkungan
lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang
mengatakan pula bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda dan keadaan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya
hidup lainnya. Menurut Undang- Undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhuk hidup, termasuk manusia, dan
lingkungan hidup pada dasarnya adalah hubungan timbal balik antara manusia
bukan saja merupakan lingkungan fisik, namun dapat juga berupa lingkungan
spiritual, tampaknya hal ini bisa terjadi, karena manusia akan memiliki juga
karakter dan aktivitas spiritual. Oleh karenanya, lingkungan itu bisa termasuk
lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan spiritual. Hal ini sesuai
dengan tiga komponen yang ada pada filsafat Tri Hita Karana (THK), yakni
Lingkungan hidup sangat penting bagi umat manusia. Umat manusia tidak
akan dapat tetap eksis kalau mereka tidak didukung oleh lingkungan hidup yang
kendala, kalau mereka tidak didukung oleh lingkungan yang baik. Oleh
hidup, dan daya tampung lingkungan hidup. Pelestarian fungsi lingkungan hidup
adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya
lain, dan daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
10
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan
ke dalamnya.
dengan prinsip yang dianut dalam hukum administrasi. Dalam hal ini hukum
2004:9). Dalam hal ini, Hukum Tata Lingkungan (HTL), mengatur penataan
hidup, baik lingkungan hidup fisik maupun lingkungan hidup sosial budaya.
Bidang garapannya meliputi : tata ruang, tata guna tanah, tata cara peran serta
yang terjadi sekarang, bila paradigma atas pembangunan itu dilihat sebagai
justru pembangunan ditafsirkan sebagai tujuan dari segalanya. Hal itu terjadi,
karena ada banyak pendapat bahwa ada kecenderungan bahwa pembangunan itu
ekonomi lainnya. Dalam hal ini peranan penerapan THK adalah sangat penting
lingkungan hidup dalam gerak maju pembangunan nasional makin menguat dan
mengkristal dimata para pengambil keputusan Hal ini adalah hal yang sangat
based economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support
lingkungan.
pembangunan.
6. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan
tentang bencana.
hidup ini, secara teoritis-idealistis adalah sebauah tuntutan yang sulit terhindarkan
hidup di Indonesia.
14
adalah filsafat Tri Hita Karana (THK). Hal itu bermakna bahwa semua aktivitas
Demikian pula dalam hal pengelolaan lingkungan. Salah satu prinsip dalam
pengelolaan lingkungan di Bali adalah Tri Mandala. Tri mandala adalah salah
satu elemen dari penerapan THK, di mana untuk dapat terjadi harmoni, maka
lingkungan palemahan dalam suatu kawasan tertentu (pekarangan, pura, dan lain-
lain) harus ditata berlandaskan konsep hulu, tengah, dan teben (hilir). Kawasan
hulu, dalam konsep Tri Mandala, disebut dengan Utama Mandala, di mana di
kawasan itu dibangun kawasan suci, seperti halnya untuk bangunan suci untuk
para Ide Betara (pura, dan merajan). Kawasan tengah, dalam konsep Tri
(hilir) dalam konsep Tri Mandala, disebut dengan Niste Mandala, di mana di
kawasan itu, digunakan untuk kepentingan tebe yakni untuk binatang (sapi dan
Karena areal kawasan saat ini semakin sempit, maka diterapkan pula
konsep Tri Angga. Konsep ini diterapkan dalam bangunan yang vertikal
(bertingkat). Maka pada bagian yang paling atas dimanfaatkan untuk kawasan
suci, di bagian tengah untuk manusia, dan di bagian bawah dimanfaatkan untuk
hal-hal yang sifatnya tidak suci (gudang, garase, kandang binatang, dan lain-lain).
15
masuknya air pada persawahan dianggap sebagai kawasan hulu. Di sini dibangun
pertaniannya. Sementara itu, kawasan hilir adalah tempat pembuangan air irigasi
itu pada kawasan subak, maka pada kawasan persawahan yang paling hulu
dibangun pura subak, kawasan tengah sebagai tempat aktivitas pertanian anggota
subak, dan kawasan hilir adalah tempat pembuangan air dari subak yang
yang berkait dengan lingkungan. Windia, dkk (2007) memanfatkan prinsip THK
kebun salak di Desa Sebetan adalah cukup baik, yakni 41%. Sementara itu,
16
Djelantik (2011) dan Sudarta (2012) menunjukan bahwa penerapan THK yang
dilakukan oleh petani di suatu kawasan subak, cendrung lebih baik dibandingkan
dasar dari pengelolaan lingkungan yang ber-kearifan lokal. Patut dicatat bahwa
kearifan lokal adalah sesuatu yang telah dilakukan secara turun-temurun dalam
suatu kawasan tertentu, dan hal itu telah dianggap baik dan telah teruji oleh waktu,
ketentuan tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan oleh seseorang dalam
Dengan demikian, memang ada hubungan yang terkait antara etika lingkungan
dan kearifan lokal dalam suatu kawasan lingkungan yang bersangkutan. Adapun
keterkaitan itu, dijelaskan dalam Gambar 2.1. Pada Gambar 2.1. dijelaskan
tentang keterkaitan antara lingkungan unsur abiotik (A), biotik (B), dan
budaya/cultur (C). Ketiga unsur ini saling berkaitan, yang berlandaskan pada etika
lingkungan (E). Hal inilah yang disebutkan sebagai etika lingkungan sebagai
B C
Gambar 2.1.
Etika Lingkungan Sebagai Dasar Pengelolaan Lingkungan Berkearifan Lokal
(Suarna 2007).
halnya dengan hotel. Sebagai komunitas bisnis, hotel memiliki lingkungan, yang
kawasan tersebut.
Masyarakat Bali memiliki filsafat hidup yang disebut dengan Tri Hita
Karana (THK), yang tercermin dalam Visi Provinsi Bali. Maka filsafat THK
18
inilah yang harus diterapkan dalam pengelolaan lingkungan hotel. Dalam hal ini
harmoni antara manusia dengan Tuhan, melalui berbagai kegiatan yang bersifat
spiritualitas. Dalam hal ini pihak hotel harus mendorong karyawannya melakukan
konsep Parhyangan. Sementara itu pihak hotel juga harus menjaga keharmonisan
antar sesama karyawan, antara karyawan dengan pihak pengelola hotel, dan juga
dalam hotel, dan juga membantu kelestarian lingkungan alam di luar hotel. Hal ini
hotel dalam penelitian ini adalah bagaimana hotel dikelola sehari-hari, dengan
Disamping itu, pengelolaan hotel juga bertujuan agar terjadi harmoni di kalangan
intern hotel dan juga harmoni dengan lingkungan sekitarnya. Hanya dengan
adanya harmoni itulah hotel akan dapat dikelola dengan maksimal, agar tujuan
2.3. Hotel
minuman, serta jasa lainnya untuk umum, yang dikelola secara komersial serta
Electronis Publising. Inc (1995) mengatakan hotel adalah usaha komersial yang
untuk umum. Stedmon dan Kasavana (2004 ) mengatakan pula bahwa hotel dapat
berikut : (1) pelayanan makan dan minum, (2) pelayanan kamar, (3) pelayanan
barang bawaan, pencuci pakaian dan dapat mengunakan fasilitas perabotan dan
Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya hotel adalah
sebuah tempat penginapan bagi umum yang bersifat komersial, dan disamping itu
hotel juga menyediakan berbagai fasilitas lainnya untuk kepentingan tamu yang
menginap di sana.
Kriteria dan klasifikasi hotel dikeluarkan oleh Deparpostel, di mana hal itu
1978. Disamping itu, kriteria klasifikasi hotel berdasarkan bintang, dicatat pula
Persyaratan : (1) jumlah kamar standar, minimum 15 kamar (2) kamar mandi
Persyaratan : (1) jumlal kamar standar minimum 20 kamar (2) kamar suite
minimum 1 kamar. (3) kamar mandi di dalam (4) luas kamar standar
kamar suite, minimum 2 kamar (3) kamar mandi di dalam (4) luas kamar
kamar suite minimum 2 kamar (3) kamar mandi di dalam (4) luas kamar
Persyaratan : (1) jumlah kamar standar, minium 100 kamar, (2) jumlah
kamar suite, minmum 4 kamar, (3) kamar mandi di dalam, (4) luas kamar
berwisata di Bali dan menginap pada beberapa tempat penginapan di Bali. Para
kearifan lokal di Bali. Kearifan lokal juga diterapkan dalam bangunan hotel di
Bali, sejak dahulu, hingga saat sekarang. Pada setiap kawasan hotel di Bali selalu
ada kawasan hulu tempat bangunan suci (pura untuk hotel yang bersangkutan), di
mana dilakukan berbagai aktivitas ritual yang justru menjadi daya tarik bagi
wisatawan.
Yayasan Tri Hita Karana, juga secara rutin melakukan penilaian terhadap
hotel-hotel di Bali yang didasarkan pada prinsip sukarela. Dalam hal ini, hanya
hotel-hotel yang mendaftarkan diri saja (secara sukarela) yang dinilai penerapan
THK-nya. Sedangkan dalam dalam penelitian ini, semua hotel di Kawasan Sanur
(sensus) akan dinilai penerapan THK-nya. Mungkin karena Bali secara konsisten
Tabel 2.1.
Jumlah Hotel dan Kamar Hotel Berbintang di Bali, Tahun 2007-2012
di Bali terus menerus terjadi peningkatan. Peningkatan yang paling nyata terlihat
pada tahun 2012. Sementara itu, sumbangan sektor pariwisata di Bali, khususnya
dari bisnis hotel, juga terus meningkat. Sumbangan antar sektor ekonomi di Bali
Tabel 2.2.
Distribusi persentase PDRB Propinsi Bali, Tahun 2009-2012
Tahun
No. Lapangan Usaha
2009
2010 2011 2012
%
1. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan 18,79 18,14 17,34 17,21
perikanan
2. Pertambangan dan penggalian 0,64 0,70 0,73 0,74
3. Industri pengolahan 9,27 9,18 8,95 8,92
4. Listrik, gas, dan air bersih 1,93 1,89 8,95 8,92
5. Bangunan 4,58 4,55 4,68 4,65
6. Perdagangan, hotel, dan restoran 29,64 30,01 30,62 30,68
7. Pengangkutan dan komunikasi 13,59 14,44 14,46 12,44
8. Keuangan,persewaan, dan jasa perusahan 7,02 6,82 14,53 4,50
9. Jasa-jasa 19,54 14,27 14,53 11,87
Sumber : Bappeda Prop. Bali (2013).
23
BAB III
hotel di kawasan perkotaan (city hotel) berkembang sangat pesat (Tabel 2.1).
menjadi kanibal bagi sektor pertanian, yang dapat merusak lingkungan alam Bali
tersebut belum memahami filsafat Tri Hita Karana (THK), Tri Mandala, Tri
lokal tersebut, khususnya THK semestinya menjadi keharusan, sesuai dengan visi
terjadi harmoni di kalangan internal hotel dan juga harmoni antara hotel dengan
masyarakat sekitarnya. .
filsafat hidup, yakni THK. Hakekat dari filsafat THK adalah membangun harmoni
23
24
dalam kehidupannya, agar tidak terjadi konflik dan friksi dalam masyarakat.
Harmoni adalah filsafat hidup yang universal, yang ada pada setiap suku dan
menerapkannya yakni subak dan desa adat/pakraman (Arif, 1999). Filsafat THK
Masyarakat Bali Dwipa Jaya, yang berlandaskan Tri Hita Karana. Hal ini
Dengan demikian tidak ada kesan bahwa hotel itu berada di Pulau Bali. Padahal
kesan seperti itu sangat penting, agar Bali tampak spesifik. Kedatangan wisatawan
Tanpa adanya kekhasan, maka Bali mungkin akan ditinggalkan oleh para
wisatawan.
menerapkan konsep THK, agar terjadi harmoni di internal hotel dan antar hotel
pengembangan pariwisata yang tertua di Bali, dan bahkan berkembang sejak awal
25
Abad ke-20. Oleh karenanya, hotel di kawasan ini perlu menjadi teladan dalam
Gejala umum yang muncul dalam bisnis, termasuk hotel, adalah bahwa
itu saja yang diutamakan untuk dikejar oleh pihak hotel, maka hotel itu tidak akan
memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat. Baik masyarakat yang bekerja
sebagai pekerja di internal hotel, dan masyarakat yang berada di eksternal hotel.
Selanjutnya pasti akan terjadi friksi dan konflik, karena ada ketidak-puasan sosial.
Dalam jangka pendek, mungkin saja hotel itu akan berlimpah keuntungan. Namun
dalam jangka panjang, kalau ada konflik sosial, maka hotel itu akan kehilangan
citra, dan tamu tidak akan datang lagi ke hotel itu. Tamu itu ingin ketenangan dan
kenyamanan. Kalau ada konflik di sebuah hotel, maka mereka tidak akan datang
lagi ke sana.
Diutamakan untuk diketahui penerapan THK di hotel, karena pihak hotel-lah yang
paling besar mengambil manfaat, kalau di Bali terjadi harmoni dan kebersamaan,
Hotel tidak saja harus mementingkan efesiensi, namun juga harus memperhatikan
produksi. (Windia, 2011). Sementara itu Suarna (2007) juga berpendapat bahwa
kearifan lokal sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan. Dalam hal
ini termasuk lingkungan bisnis. Kearifan lokal yang perlu diterapkan adalah THK.
Dikatakan bahwa kearifan lokal sangat perlu di revitalisasi. Hal itulah yang
THK, sehingga dapat terjadi kehidupan yang harmonis. Dalam hubungan itulah
Tri Hita Karana. Berdasarkan visi tersebut, secara eksplisit semua sektor
disekitarnya. Untuk bisa terjadi harmoni tersebut, maka pihak hotel harus
masyarakat, khususnya di hotel. Yang sudah ada adalah berbagai indikator dari
tersebut. Tentu saja kriteria penerapan THK tidak terlepas dari penerapan elemen-
elemennya. Sesuai kerangka konsep penlitian ini, bahwa kriteria hotel yang
dianggap telah menerapkan THK, kalau hotel tersebut telah menerapkan elemen
(Gambar 3.1).
28
Harmoni antara
managemen dgn
karyawan
Ada tidaknya perjanjian
Tri Hita kerjasama ( PKB ) Tingkat Rekomen-
Karana Pawongan Indikator
HOTEL Harmoni antara hotel Impelem- dasi
dengan masyarakat tasi
sekitar
Jumlah karyawan
sebagai pendukung
budaya lokal
Lingkungan
Eksternal
Pengelolaan sampah
Pengolahan limbah cair Skala
Pengelolaan gas emisi Ukur
Palemahan
Penghijauan dgn
tanaman langka
Penghijaun di luar hotel
Dan lain - lain
Gambar 3.1.
Diagram Kerangka Penelitian.
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
kawasan wisata ini adalah merupakan kawasan wisata tertua di Bali. Kawasan
Bali. Disamping itu, di Kawasan Pariwisata Sanur, telah dibangun berbagai jenis
standar hotel, mulai dari hotel melati hingga hotel berbintang lima. Sementara
bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki populasi. Dalam penelitian ini,
yang dimaksudkan dengan populasi adalah semua hotel berbintang yang ada di
subjek studi atau responden, karena jumlahnya adalah 23 buah, dan dapat
cara sensus adalah yang terbaik, karena semua anggota populasi di ambil datanya.
29
30
Hotel yang diambil sebagai responden adalah hotel yang sudah memiliki ijin.
Selanjutnya, sebagai responden dalam penelitian ini adalah manajemen hotel yang
Berdasarkan sumber data, maka data yang digunakan dalam penelitian ini
1. Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data,
dalam hal ini adalah dari manajemen hotel. Data itu mencakup
2. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari
sumber data. Data itu, diantaranya bersumber dari Bappeda Provinsi Bali,
Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, dan
Desa Sanur.
Berdasarkan jenis data, maka data yang digunakan dalam penelitian ini
1. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, gambar, atau data
berupa deskripsi yang tidak berbentuk angka-angka, dan tidak dapat diukur
berkait dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini, data kualitatif bisa
2. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka yang dapat dihitung dan
dinyatakan dalam satuan hitung. Dalam penelitian ini, data kuantitatif adalah
data yang diperoleh dari hasil kuesioner (dalam bentuk skor), dari berbagai
SKPD terkait (Bappeda Provinsi Bali, dan Dinas Pariwisata Provinsi Bali),
yang diteliti.
2. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara melihat dan mencatat
sampel.
Dalam penelitian ini, ruang lingkup yang diteliti adalah tentang sejauh
mana hotel menerapkan konsep Tri Hita Karana (THK). Dengan demikian akan
diketahui sejauh mana, suatu lingkungan hotel yang berbasis THK tersebut.
Variabel dan cara pengukurannya dalam bentuk indikator, dan skala ukur, dapat
oleh responden, berdasarkan pilihan yang disediakan. Skala skor yang digunakan
adalah mulai dari skala 1 hingga skala 5, dengan penentuan interval kelas sebagai
berikut.
Berdasarkan pada praktek skala berjenjang atau Likert (Purbaya dan Saputra,
2009), maka penentuan selang kelas (I), skor maksimal yang dapat dicapai adalah
X1 – X2
I=
n
I = Selang kelas
X1 = Nilai pengamatan tertinggi/skor maksimum (%).
X2 = Nilai pengamatan terendah/skor minimum (%).
n = Jumlah kelas.
100% - 20%
I=
5
I = 80%/5 = 16%.
33
dari hotel tersebut, dalam konteks penerapan THK, seperti terlihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Kategori Pencapaian Skor Penerapan THK, pada Hotel di Kawasan Wisata Sanur,
Tahun 2014.
dari fakta yang ada di lapangan, di tata dalam bentuk daftar, tabel, dan data verbal,
alat yang digunakan dalam penelitian itu, yakni berupa daftar pertanyaan, harus
Suyatna (1982), dalam Windia (2002), serta Azwar (1997) menyatakan bahwa
suatu alat ukur dinyatakan valid bila alat ukur itu mengukur suatu konsep yang
sebetulnya ingin diukur. Seperti halnya Windia (2002), maka dalam penelitian ini
digunakan validitas berdasarkan pendapat para ahli yang memahami konsep yang
akan diukur. Bila ahli yang bersangkutan sudah menyatakan bahwa alat ukur ini
34
sudah dapat mengukur apa yang akan diukur, maka dapat dikatakan bahwa alat
ukur itu sudah valid. Dalam hal ini alat ukur yang digunakan dalam penelitian,
Setelah alat ukur itu dinyatakan sahih (valid), maka alat ukur itu diuji
handal, kalau pengertian responden terhadap alat ukur tersebut adalah sama. Alat
yang digunakan untuk menguji, sesuai dengan apa yang dinyatakan Azwar (1997),
yakni dengan uji belah dua (split half test). Namun dalam penelitian ini test
BAB V
Pada awalnya Kawasan Paiwista Sanur tergabung dalam satu desa. Tetapi
sejak tahun 1980 mengalami pemekaran menjadi tiga desa yaitu Desa Sanur
Kauh, Desa Sanur Kaja dan Kelurahan Sanur. Hal ini sesuai SK Walikota
menjadi sampel penelitian terletak pada tiga desa tersebut. Keadaan umum lokasi
Tabe 5.1
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
3 Jumlah Penduduk
Laki-laki (orang) 3.101 4.168 9.714
Perempuan (orang) 3.623 3.842 8.972
Jumlah keseluruhan (orang) 6.724 8.010 18.686
4 Tingkat Pendidikan
Tamat SD (orang) 789 226 779
Tamat SMP (orang) 258 374 836
Tamat SMA (orang) 2.279 5.563 5.136
Tamat D1, D2, D3(orang) 2.350 1.548 373
Sarjana (S1, S2, S3) (orang). 782 44 810
5 Pekerjaan
Petani (orang) 175 66 13
PNS (orang) 112 93 80
Pensiunan Polri/PNS/ TNI (orang) 93 28 70
TNI (orang) 3 1 1
Polri (orang) 5 131 3
Karyawan Swasta (orang) 5.132 4.660 5.537
Karyawan Perusahaan Pemerintah 242 237 10
(orang)
35
36
adalah kawasan yang paling luas di antara ke tiga wilayah sampel, yakni 402 ha.
Sementara itu jumlah penduduk yang tertinggi juga terdapat di Kelurahan Sanur.
Pada seluruh daerah sampel pendidikan yang tertinggi adalah SMA. Jumlah
penduduk yang berpendidikan SMA Di Desa Sanur Kauh adalah sebanyak 2.279
orang, di Desa Sanur Kaja 5.563 orang, dan di Kelurahan Sanur 5.163 orang.
Mata pencaharian untuk semua wilayah sampel yang kebanyakan bekerja sebagai
sebanyak 5. 132 orang, di Desa Sanur Kaja 4.660 orang, dan di Kelurahan Sanur
5.537 orang.
yang maju. Hal ini terlihat dari pendidikannya sebagian besar tamat SMA.
kawasan itu, sejak beberapa tahun yang lalu. Termasuk banyak migran yang
datang untuk mencari nafkah di kawasan itu. Lajunya pertumbuhan tercermin dari
dimekarkannya Desa Sanur menjadi dua desa dan satu kelurahan, pada tahun
1980.
berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dengan tidak pernah terjadi konflik dan friksi
di kalangan masyarakat setempat dan juga tidak pernah ada konflik antara
37
masyarakat dengan pihak hotel. Hal ini terjadi, mungkin karena taraf pendidikan
masyarakat.
pelaksanaan elemen pawongan, terlihat pula terjadi harmoni. Hal ini terbukti
dengan tidak adanya konflik antar masyarakat setempat. Semua itu mungkin
terjadi karena pendidikan masyarakat yang cukup tinggi, yakni sebagian besar
SMA, bahkan banyak yang sudah sarjana (Tabel 5.1.). Di samping itu, masyarakat
di kawasan tsb, sebagian besar sudah bekerja, dan dapat mengambil manfaat dari
itu dikelola oleh Yayasan Desa Sanur, di mana dananya bersumber dari
sumbangan pihak hotel yang ada di Kawasan Pariwisata Sanur. Dana CSR dari
buah depo sampah. Lahan untuk depo tsb, meminjam dari pihak warga yang
yang sangat besar dalam bidang kebersihan. Setiap 100 KK diberikan dua tong
38
sampah yang besar. Kemudian dari tong sampah di bawa ke depo. Sebelum
dibawa ke depo, maka sampah itu dipilah terlebih dahulu, dengan membedakan
mana sampah yang tidak berguna akan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA). Hal ini merupakan pengelolaan sampah alternatif, agar sampah dapat
Pariwisata Sanur diminta untuk menyalurkan air limbah ke saluran yang dibuat
oleh DSDP. Sementara itu DSDP juga menampung limbah cair dari penduduk
akan baik.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah hotel yang bersangkutan. Namun
adalah : luas hotel, jumlah karyawan, dan tahun operasional hotel. Diharapkan
dengan mengetahui data tersebut, akan dapat diketahui data internal dari hotel
tsb. Pengetahuan tentang data internal adalah penting untuk mengetahui kondisi
faktor internal hotel, dalam menunjang kinerja hotel, berkait dengan pengelolaan
Tabel 5.2.
Karakteristik Sampel.
Tabel 5.2 terlihat bahwa rata-rata luas hotel di Kawasan Pariwisata Sanur
(KPS) adalah 3,67 ha. Kawasan hotel yang terluas adalah 41,7 ha, dan tersempit
adalah 0,05 ha. Hal itu berarti bahwa kesenjangan luas areal dari hotel-hotel di
KPS ternyata sangat tinggi. Tampaknya, hotel yang dibangun pada saat sektor
1970-an, umumnya mendapat areal yang sangat luas. Misalnya hotel Grand Bali
Beach, dan Hotel Segara Village. Selanjutnya, karena sektor pariwisata terus
berkembang di Bali, termasuk di KPS, maka harga lahan terus semakin mahal.
Dengan demikian pihak investor tidak lagi mampu membeli lahan yang luas.
40
Bahkan ada hotel di KPS yang luasnya hanya 0,05-0,06 ha. Misalnya, Hotel
Jumlah karyawan laki-laki rata-rata 111 orang (75%) dan jumlah karyawan
umumnya adalah pekerjaan yang berat dan banyak membutuhkan tenaga. Dengan
demikian kaum lelaki harus mengambil porsi yang lebih besar dalam pelaksanaan
pekerjaan di hotel. Hotel yang terlama beroperasi adalah Hotel Sindhu Beach dan
Hotel Segara Village, masing-masing tahun 1956 dan tahun 1957. Sementara itu
hotel yang terbaru beroperasi adalah Hotel The Graha Cakra Bali, yakni tahun
2004.
tidak hanya untuk memahami lingkungan fisik (palemahan) saja. Perlu juga
dan yang berkait dengan lingkungan spiritual (parhyangan). Hal itu disebabkan
karena hotel menampung para tamu (manusia) yang memiliki karakter yang
kehidupannya. Kalau hotel telah menerapkan THK dengan baik, maka outputnya
harmoni, maka keberlanjutan eksistensi hotel di kawasan itu akan lebih terjamin.
41
Sebab tidak mungkin wisatawan akan mau menginap di sebuah kawasan yang
penuh dengan konflik, dan tidak harmoni di internal dan dengan kalangan
eksternalnya.
merasa nyaman di kawasan tertentu. Tidak ada konflik di kalangan internal hotel
(antar karyawan, atau antar karyawan dengan pihak managemen), dan juga tidak
ada konflik antara pihak hotel dengan masyarakat sekitarnya. Adapun kasusnya
adalah pada hotel yang dibangun di kawasan Tanah Lot, Tabanan. Karena karena
hotel di kawasan tersebut, selalu terjadi konflik antara pihak hotel dengan
masyarakat sekitar, yang merasa tidak puas dengan ganti rugi lahannya.
kawasan pariwisata lainnya di Bali, misalnya Kuta, dan Nusa Dua. Oleh
dalam pengelolaan lingkungan hotel di KPS, terlihat lebih rinci pada Tabel 5.3.
Semua data yang ditampilkan dalam Tabel 5.3 tersebut bersumber dari data yang
Tabel 5.3.
Nilai Skor Rata-rata Implementasi Tri Hita Karana
Baik, dengan skor 86,97%. Hal ini mungkin disebabkan karena kawasan Sanur
semakin kritis memilih tempat penginapan. Mereka sering memilih hotel yang
telah memiliki sertifikat yang berkait dengan ligkungan. Misalnya sertifikat Green
Globe, THK Awards, dan lain-lain. Oleh karenanya, pihak hotel tentu saja harus
43
Sanur, dana CSR pihak hotel dikelola pemanfaatannya oleh Yayasan Desa Sanur.
Berkait dengan eksistensi elemen THK tersebut, maka berikut ini akan
adanya pura di hotel; (ii) pengelolaan pura; (iii) pelaksanaan odalan di pura; (iv)
pemeliharaan pura; (v) pelaksanaan ceramah agama; dan (vi) bantuan kepada pura
di sekitar hotel.
termasuk kategori : Sangat Baik. nilai skor tertinggi untuk elemen parhyangan
adalah untuk indikator : pelaksanaan odalan di pura di hotel, dengan skor 96,52%
(sangat baik). Skor terendah adalah untuk indikator : pelaksanaan ceramah agama,
dengan skor 60% (cukup). Berdasarkan skor-skor di atas, tampaknya pihak hotel
sangat disiplin dalam melaksanakan odalan pada pura di hotel. Pihak hotel tidak
mau ambil resiko untuk tidak melaksanakan odalan di hotel, karena melaksanakan
odalan di pura bagi masyarakat Bali adalah sebuah keharusan. Kalau tidak, akan
merasa berdosa dan bisa juga jatuh sakit. Hal ini adalah tindakan yang rasional.
Karena pura adalah salah satu lambang kebudayaan Bali. Eksistensi pura juga
didukung dengan sangat fanatik oleh masyarakat. Artinya, kalau sampai ada pihak
44
hotel yang tidak mau mengadakan odalan di pura, maka karyawan yang beragama
Hindu akan protes dan bisa terjadi konflik. Kalau hal itu sampai terjadi, maka
kategori Cukup (60%). Hal ini bermakna bahwa tampaknya hotel tidak begitu
hirau dengan kegiatan ceramah agama di hotel. Dalam hal ini tampaknya pihak
managemen tidak mau repot dengan aktivitas ceramah agama tersebut. Hal ini
eksistensi pura adalah hal yang sangat penting. Karena menjadi lambang dari
kebudayaan Bali. Tanpa ada pura, maka tidak akan ada kegiatan upacara.
eksistensi pura tersebut. Itulah sebabnya, masalah parhyangan menjadi hal yang
sangat penting untuk di perhatikan oleh pihak hotel yang ada di Bali. Dalam hal
ini ceramah agama sangat perlu untuk mengisi pemahaman agama bagi karyawan.
meningkat.
Berbagai indikator yang diukur dalam elemen pawongan adalah : (i) ada
perjanjian kerja (PKB); (iii) harmoni antara pihak hotel dengan masyarakat
sekitarnya; dan (iv) jumlah karyawan sebagai pendukung budaya lokal (Bali).
45
Sangat Baik). Skor tertinggi dicapai oleh indikator : harmoni di kalangan internal
hotel dan harmoni antara pihak hotel dengan masyarakat di sekitarnya, yakni
dengan skor : 100% (Sangat Baik). Sedangkan skor terendah dicapai oleh
indikator : jumlah karyawan pendukung budaya lokal (Bali), yakni dengan skor :
Pihak hotel tidak mau mengambil resiko untuk konflik dengan masyarakat
sekitarnya. Bila hal itu terjadi, maka resiko yang akan diperoleh oleh pihak hotel
akan sangat besar. Pihak hotel beresiko akan selalu diganggu oleh pihak
masyarakat sekitarnya. Kalau hal itu terjadi, maka para wisatawan yang menginap
di hotel tersebut akan terganggu. Selanjutnya pendapatan pihak hotel juga akan
sangat terganggu. Untuk tujuan itu, pihak hotel setiap tahun selalu menyediakan
yang diajukan. Beberapa hotel yang besar, pihak manajemen bahkan ada yang
pemuka masyarakat untuk hadir dalam kegiatan di hotel. Tujuannya adalah agar
selalu terjadi komunikasi sosial yang kondusif antara pihak hotel dengan pihak
masyarakat sekitarnya.
kategori : cukup. Hal ini menunjukkan bahwa pihak hotel tidak bisa dihindari
46
untuk harus merekrut tenaga dari pihak luar Bali, karena hotel memerlukan tenaga
tenaga lokal, untuk menghindari friksi di masa depan. Tampaknya sudah cukup
banyak ada kasus di mana terjadi konflik antara pihak hotel dengan masyarakat
sekitar, karena berbagai sebab. Misalnya pernah terjadi di kawasan Tanah lot, di
kawasan Kedewatan, Gianyar, di kawasan Jimbaran, dan lain-lain. Hal ini tentu
saja merugikan semua pihak. Oleh karenanya pihak hotel harus terus manjaga
keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH); (ii) taman di kawasan hotel; (iii)
pengelolaan air limbah; (iv) pengelolaan sampah; (v) pengelolaan emisi; (vi)
bangunan dengan ciri khas Bali; dan (ix) pemanfaatan CSR untuk kegiatan
penghijauan.
(Baik). Skor tertinggi dicapai oleh indikator : keadaan taman di kawasan hotel,
dengan skor : 93,91% (Sangat Baik). Skor terjelek dicapai oleh indikator :
Dengan melihat data tersebut dapat dikatakan bahwa, adalah logis kalau pihak
47
hotel mengutamakan penataan taman di hotel sebagai hal yang penting dan
pendampingan yang intensif pada pihak hotel yang ada di Kawasan Pariwisata
berkait dengan pembuangan limbah (B3). Hal ini penting, agar tidak
berikut.
Indikator ruang terbuka hijau (RTH) adalah hal yang sangat penting bagi
pihak hotel. Kenyamanan wisatawan tergantung dari luasnya ruang terbuka hijau
Ruang Terbuka Hijau tersebut harus ditanami dengan pohon kecil (dengan tinggi
sampai dengan 7 m), pohon sedang (dengan tinggi 7-12 m), dan pohon besar
(dengan tinggi lebih dari 12 m). Skor yang diperoleh dalam indikator ini adalah
sebesar 91,30 % (sangat baik). Hal ini menandakan bahwa kesadaran pihak hotel
tentang keberadaan RTH sudah sangat baik. Tentu saja hal ini harus dilakukan
oleh pihak hotel, karena mungkin berkait dengan kepuasan wisatawan yang
umumnya, taman yang baik adalah taman, yang memiliki komponen berupa :
pepohonan bunga-bungaan, dan juga ada pohon jenis langka. Jadi, pada dasarnya
dalam sebuah taman, harus ada elemen air, udara, dan pohon. Dalam penelitian
ini, skor untuk indikator ini adalah 93,91% (sangat baik). Hal ini menandakan
bahwa pihak hotel sudah sangat paham dengan perannya untuk memuaskan
Dalam penelitian ini parameter yang digunakan untuk mengukur adalah : ada
berlaku; ada pelatihan pada staf; ada program lingkungan; ada pengelolaan
(sangat baik). Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pihak hotel terhadap sistem
dokumen pengelolaan lingkungan sudah baik. Hal ini penting untuk terus
eksistensi bangunan hotel yang bersangkutan. Dilihat secara fisik, apakah 100%
bangunan hotel bercirikan khas Bali (ada atap, badan bangunan dan dasar
bangunan), dan bangunannya berukir khas Bali. Dalam indikator ini, skor yang
49
diperoleh adalah 87,83% (sangat baik). Hal ini bermakna bahwa kesadaran pihak
hotel untuk mengembangkan arsitektur bangunan hotel agar tetap bercirikan Bali,
ternyata sudah baik. Karena para wisatawan tentu saja sangat ingin menikmati
suasana khas Bali, agar merasa berbeda dengan keadaan di kampung halamannya.
adalah tentang adanya dana CSR untuk penghijauan; ada kegiatan program
belum baik. Mungkin pihak hotel menggunakan dana CSR-nya untuk kepentingan
lainnya, misalnya untuk bedah rumah, sesuai dengan program dari Pemda Bali.
Sementara itu untuk pengelolaan CSR di setiap hotel diwajibkan menyetor CSR
80,87% (baik), dan 63,48% (cukup). Hal ini menandakan bahwa perhatian pihak
tidak ada skornya dalam kategori : sangat baik. Padahal masalah limbah adalah
masalah yang sangat penting, agar lingkungan alam tetap lestari dan eksistensi
hotel akan tetap berlanjut. Kalau pada suatu saat para wisatawan mengetahui
bahwa limbah hotel di Kawasan Pariwisata Sanur (KPS) adalah tidak baik dan
merusak lingkungan, bisa saja para wisatawan akan melakukan aksi boikot. Hal
Bahwa limbah cair atau air limbah adalah air yang tidak terpakai lagi, yang
sumber asalnya, air limbah mempunyai komposisi yang bervariasi dari setiap
sampah hotel adalah sampah sejenis sampah rumah tangga, yaitu terdiri dari
sampah organik (sisa makanan), plastik, kertas, logam, kaca, kayu, karet, kain dan
sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi, dan dapat di manfaatkan, misalnya
Limbah gas dan partikel, adalah gas atau uap yang dihasilkan dari zat
padat atau zat cair karena dipanaskan atau menguap sendiri. Contohnya: CO2, CO,
SOx, NOx. Partikel adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zat-
zat kecil yang tersebar ke udara berupa padatan, cairan, maupun padatan dan
cairan secara bersama-sama. seperti: debu, asap, kabut dan lain-lain (Fardiaz,
1992).
2009, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Di mana
karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak
serta kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya. Adapun yang
termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun
yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan
oli bekas yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini
termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karateristik berikut:
tidak ditanggulangi dengan cara yang tepat, dapat menimbulkan pencemaran pada
badan air penerima, yang akan berdampak pula pada manusia dan mahkluk hidup
lainnya. Begitu pula dengan limbah lainnya. Sementara itu, Badan Lingkungan
Hidup (BLH) Provinsi Bali (2014) mencatat bahwa khusus di Kabupaten Badung
yang merupakan pusat terbesar populasi hotel internasional di Bali limbah yang
52
dihasilkan ternyata cukup besar. Hotel bintang 5 rata-rata menghasilkan air limbah
sebesar 364,4 m3/hari dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sebesar 2,3
kg/hari.
yang tidak melakukan pengelolaan limbah dengan baik dan benar. Menurut Perda
Perusakan Lingkungan Hidup, pada pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa, setiap
untuk mengolah air limbah dan memliki Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC).
Sedangkan untuk limbah B3, dengan cara menyimpan sementara, dan untuk
pengelolaan lebih lanjut dapat bekerja sama dengan pihak ketiga yang telah
memiliki izin. Pengajuan IPLC dan surat izin pengelolaan limbah B3 ini semata-
mata karena memang harus mentaati peraturan yang ada. Selanjutnya, demi
sangat penting artinya didalam menangani masalah atau buangan yang berasal
dari industri, sehingga lingkungan bersih dan nyaman akan dapat terwujud.
(Subhi, 2011).
Karakteristik limbah dari perhotelan relatif sama seperti limbah domestik dari
kegiatan hotel lainnya yang tidak ada di permukiman. Sementara itu, jumlah
limbah yang dihasilkan dari perhotelan tergantung dari jumlah kamar yang ada
dan tingkat huniannya. Di samping itu juga dipengaruhi oleh fasilitas tambahan
5.4. Kriteria dan Implementasi Tri Hita Karana pada Masing-Masing Hotel
adalah sistem subak dan juga desa pakraman (Windia dan Dewi, 2011). Pihak
hotel yang bergerak di sektor jasa, khususnya di Kawasan Pariwisata Sanur, juga
sangat perlu diketahui implementasi THK tsb. (Tabel 5.4.). Tentang kriteria
penerapan THK, dilihat dari nilai skor penerapan THK secara keseluruhan dan
Palemahan). Kriteria penerapan THK yang Baik adalah kalau penerapan THK
Baik.
Tabel 5.4.
Implenentasai Tri Hita Karana pada Masing-Masing Hotel.
Tabel 5.4. menunjukkan bahwa dari 23 hotel yang diteliti, satu hotel
kategori Baik, dan 16 hotel (69,56%) kategori Sangat Baik. Secara umum,
Melalui penelitian ini, kiranya dapat dibuatkan kriteria bahwa hotel dapat
dan juga penerapan THK secara keseluruhan, juga Baik. Mungkin saja terjadi,
bahwa penerapan pada salah elemen THK adalah Tidak Baik atau Sangat Tidak
Baik, namun penerapan THK secara keseluruhan adalah Baik. Dalam kasus ini,
penerapan THK pada hotel yang bersangkutan, tidak bisa disebut Baik. Pada
dasarnya THK adalah sebuah sistem yang holistik. Oleh karenanya, tidak bisa
salah satu elemen THK penerapannya tidak baik. Harus semua elemen THK
tinggi adalah Sanur Paradise Plaza Hotel and Suites (98,9%), dengan kategori
Sangat Baik. Sedangkan hotel yang skor penerapan THK-nya paling rendah
adalah Hotel Gazebo (65,6%), dengan kategori Cukup. Umumnya skor yang
penerapannya paling rendah adalah pada penerapan elemen palemahan. Data skor
Sementara itu, hotel yang penerapan elemen parhyangan sangat baik, pada
Tabel 5.5.
Deskripsi Penerapan Elemen Tri Hita Karana (THK)
di Kawasan Pariwisata Sanur
masih perlu menerapkan THK dengan lebih optimal, agar wisatawan lebih senang
ke kawasan ini. Hal ini perlu karena sekarang tercatat ada penurunan tingkat
hunian hotel di Bali sebesar 14,7% menjadi hanya 55,8% (Kompas, 30 Mei 2015).
58
BAB VI
6.1. Simpulan
berikut.
penerapan semua elemen THK, juga harus minimal dalam kategori Baik.
tertinggi adalah Sanur Paradise Plaza Hotel and Suites, dengan skor
58
59
6.2. Saran
1. Hotel yang penerapan THK, dengan kriteria belum baik, perlu melakukan
Palemahan tsb.
2. Penerapan THK dalam kategori skor belum Baik, masih ditemukan pada
elemen THK pada beberapa hotel sampel. Untuk itu perlu terus
lebih lanjut, dan terus diuji pada kawasan pariwisata yang lebih luas,
masa yang akan datang. Dengan demikian akan dapat dijadikan sebagai
pegangan pokok dalam menilai penerapan THK pada hotel di Bali, dan
DAFTAR PUSTAKA
Antara, I.M. 2010. Bahan Ajar Metodelogi Penelitian Sosek, Program Studi
Agribisnis, Universitas Udayana, Denpasar.
Arif, S.S. 1999. Applying philosophy of tri hita karana in design and
management of subak irrigation system, dalam a study of subak as
indigenous cultural, social, and technological system to establish a
culturally based integrated water resources management vol.III (ed :
S.Susanto), Fac.of agricultural technology, Gadjah Mada University,
Yogya.
Bali Travel Newspaper. 2014. Buku panduan Tri Hita Karana Awards and
Accreditations 2014, Denpasar.
Bappeda Prov. Bali. 2013. Bali dalam angka tahun 2012, Denpasar.
Groiler Electronis Publising. Inc. 1995. Pengertian Hotel dan Definisi Hotel.
http://jenishotel.info/pengertian-hotel. diunduh tanggal 24 Agustus 2014.
Pujaastawa, I.B. 2005. Pariwisata berwawasan THK, dalam Tri Hita Karana
Tourism Awards and Accreditation, Green Paradise, Denpasar.
Wiana, K. 2005. Manusia unsure sentral dalam THK, dalam Tri Hita Karana
tourism awards and accreditation, Green Paradise, Denpasar.
Windia, W. 2002. Transformasi sistem irigasi subak yang berlandaskan Tri Hita
Karana, disertasi (tidak dipublikasikan), UGM, Yogyakarta.
Windia, W. dan R.K. Dewi. 2011. Analisis bisnis yang berlandaskan Tri Hita
Karana, Udayana University Press, Denpasar.
63
Sumber : Adaptasi dari Buku Panduan Tri Hita Karana Awards dan Accreditation
tahun 2014; serta Windia dan Dewi (2011).
71
Lampiran 3
Case Processing Summary
N %
Total 19 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.770 .799 7
Item Statistics
x1 4.68 .820 19
x2 4.63 .597 19
x3 4.74 .452 19
x4 3.11 1.595 19
x5 4.11 1.197 19
x6 4.95 .229 19
x7 4.37 1.116 19
x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7
x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7
Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items
Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted
Scale Statistics
Kesimpulan :
Keterangan :