Anda di halaman 1dari 100

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT TAMBAK UDANG DALAM

BUDIDAYA Caulerpa lentillifera

TESIS

Oleh:

NYOMAN ROBBY MANIK SAPUTRA


NIM. 146080100111009

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


MINAT LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PEMANFAATAN LIMBAH PADAT TAMBAK UDANG DALAM
BUDIDAYA Caulerpa lentillifera

TESIS

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Magister

Oleh :

NYOMAN ROBBY MANIK SAPUTRA


NIM. 146080100111009

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


MINAT LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
TESIS

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT TAMBAK UDANG DALAM


BUDIDAYA Caulerpa lentillifera

Oleh
NYOMAN ROBBY MANIK SAPUTRA
NIM. 146080100111009

Telah dipertahankan di depan Penguji


Pada tanggal 18 Juli 2017
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Prof. Ir. Sukoso, M. Sc, Ph. D Dr.Ir. Hartati Kartikaningsih, M. Si


NIP. 19640919 198903 1 002 NIP. 19640726 198903 2 004

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Happy Nursyam, MS


NIP. 19600322 198601 1 001
IDENTITAS DOSEN PENGUJI TESIS

Judul Proposal Tesis : Pemanfaatan Limbah Padat Tambak Udang dalam


Budidaya (Caulerpa lentillifera)
Nama Mahasiswa : Nyoman Robby Manik Saputra

NIM : 146080100111009

Minat Ilmu Studi : Lingkungan

Jurusan : Budidaya Perairan

Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas : Brawijaya

TIM DOSEN PEMBIMBING


1. Ketua : Prof. Ir. Sukoso, M. Sc, Ph. D
2. Anggota : Dr. Ir. Hartati Kartikaningsih, M. Si

TIM DOSEN PENGUJI


1. Penguji I : Dr. Uun Yanuhar, S. Pi, M. Si
2. Penguji II : Dr. Ir. Yahya, MP

Tanggal Pengujian Thesis : 18 Juli 2017


SK Penguji : 089/UN10.F06.14.21/PP/2017
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang

pengetahuan saya, di dalam Naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang

pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu

Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini

dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-

unsur PLAGIASI, saya bersedia Tesis ini digugurkan, dan diproses sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Malang, Juli 2017

Mahasiswa,

Nyoman Robby Manik Saputra


NIM.146080100111009
“Om Swastiastu”

“OM, BHUUR BHUVAH SVAH TAT SAVITUR VARENYAM BHARGO


DEVASYA DHIIMAHI DHIYO YO NAH PRACODAYAAT”

“Ya Tuhan Pencipta tiga loka ini, Engkaulah sumber segala cahaya, Engkau
sumber kehidupan, Pancarkanlah pada budhi nurani ini sinar-Mu yang
maha suci”

~ Gayatri, Rg Veda III.62.10.

Karya Ilmiah ini penulis persembahkan untuk


Keluarga tercinta, serta almamater tercinta.

“OM, Santi, Santi, Santi, OM”


RIWAYAT HIDUP

Nyoman Robby Manik Saputra, bertempat tinggal di


Desa dan Lingkungan Bantangbanua, Kecamatan
Sukasada, Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng,
Provinsi Bali. Lahir pada tanggal 23 Maret 1990. Anak
ketiga dari empat bersaudara pasangan dari I Gede
Sujana, S.H., M.H. dan Ni Luh Wandri.

Penulis menempuh pendidikan dimulai dari TK


Kumara Buana yang berada di Kecamatan Sukasada
pada tahun 1995. Kemudian dilanjutkan dengan
menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri no 1 Sukasada yang
bertempat di Desa Lingkungan Bantang Banua pada tahun 1996. Setelah lulus
dari SD Penulis juga melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 1 Sukasada yang berada di Desa Sukasada. Pada tahun 2005
Penulis juga melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1
Sukasada yang masih bertempat di Desa Sukasada.

Setelah lulus SMA, Penulis melanjutkan pendidikan ke Diploma III dengan memilih
Jurusan Budidaya Kelautan di Universitas Pendidikan Ganesha yang bertempat di
Kota Singaraja Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali pada tahun 2008. Pada tahun
2011 penulis melanjutkan kembali pendidikanya ke jenjang Sarjana (S1) dengan
memilih Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan dengan Program Studi
Budidaya Perairan di Universitas Pendidikan Brawijaya Malang, Jawa Timur.
Penulis juga melanjutkan pendidikan ke jenjang Pascasarjana (S2) pada tahun
2014 dengan memilih jurusan Budidaya Perairan di Universitas Brawijaya, Malang,
Jawa Timur.
UCAPAN TERIMAKASIH

Tesis ini disusun atas bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh

karena ini penulis menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Sang Penerang Kehidupan, yang sangat

menyayangi hamba-Nya serta memberikan banyak kemudahan pada penulis

selama ini, khususnya dalam penyelesaian laporan tesis ini.

2. Keluarga besar Bapak I Gede Sujana, S.H, M.H, Ibu Ni Luh Wandri, Kakakku

Bli Dr. Putu Harry Gunawan, M. Si., M. Sc, Bli Made Krisna Harryadi, S.Tr,

adikku Ketut Tomy Suhari, S.T yang tak hentinya memberi sumbangan materi

dan moril kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan.

3. Prof. Ir. Sukoso, M.Sc, Ph. D. dan Dr. Ir. Hartati Kartikaningsih, M.Si. selaku

komisi pembimbing, atas segala bantuan dan bimbingan selama penyusunan

rancangan proposal sampai penyusunan laporan tesis ini.

4. Dr. Uun Yanuhar, S.Pi, M.Si. dan Dr. Ir. Yahya, MP. selaku dosen penguji atas

masukan dan arahannya.

5. Pak Kadek Lila Antara yang telah memberikan bibit Anggur Laut (Caulerpa

lentillifera) sebagai bahan penelitian penulis.

6. Pak Zainudin, dan Mbak Reni yang telah mengizinkan penulis untuk

melakukan analisis sampel di laboratorium dan banyak membantu penulis

selama penelitian.

7. Teman-teman Magister 2014, Maskar Jayadi, Farhan Ramli, Master Yudho,

Arif Setiawan, AA Sudarmono, Bang Afandi, Mas Damang, Achong alias

Ikhwan, Sulaiman (DION), Om Benny, Kapten Melky, Mbah Radar, Pace

Yewen, Fitrah, Asro, Yusach, Wahyu, Mas Agung Rahayu, Mami Dyah,

Andina, Rani, Lusi, Tholibah, Mba Lilik terimakasih banyak atas kebersamaan,
semangat dan sumbangsih dalam bentuk apapun yang telah diberikan selama

masa-masa pendidikan.

8. Teman-teman Magister Joni Johanda, Hanisya Putri, M. Triaji, Eric Armando,

Bli Gede Agastya, Danny_Kuli, Atul, Ria Manik, Indah, Rona, Fidel, Gandri,

Layli, Vindi, Nandya, Mba Yuni, Nesia, Ayik, Agung Setia dan Teman-teman

yang lain yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu, terimakasih banyak atas

kebersamaan, semangat dan sumbangsih dalam bentuk apapun yang telah

diberikan selama masa-masa pendidikan.

9. Tim Suporter Made Ari Widayani, Kadek Mahayuni, Ngurah Arya Adnyana,

Kadek Ernawan, Adi Wibawa, Dodea, , Yogi Nikotin, Rusmana, Rusdana,

Upadana, Jajaran Depot Ape Aden (Apon, Deny, Yogik Homs, Pande, Sunnu).
RINGKASAN

Nyoman Robby Manik Saputra. Pemanfaatan Limbah Padat Tambak Udang


dalam Budidaya Caulerpa lentillifera. Di bawah bimbingan Prof. Ir. Sukoso, M.Sc,
Ph. D dan Dr.Ir. Hartati Kartikaningsih, M. Si

Limbah budidaya merupakan limbah yang dihasilkan dari sebuah budidaya


ikan atau udang yang dapat menyebabkan penceramaran pada lingkungan
perairan bila tidak dengan segera ditangani. Solusi untuk memecahan masalah ini
adalah dengan memanfaatkan limbah padat tambak udang sebagai pupuk
organik. Karena limbah padat tambak udang mengandung 1,92% C organik;
0,54% N total; dan 1,70% P dan beberapa senyawa logam. Limbah padat dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh sebagai pupuk organik karena
tumbuhan membutuhkan NH4+ dan NH3- dalam pembentukan asam aminonya.
Dalam perannya sebagai pupuk, limbah padat tambak udang akan di berikan untuk
menumbuhkan Caulerpa lentillifera. Budidaya Caulerpa lentillifera sudah mulai
berkembang di indonesia, karena selain dapat dimakan segar juga mengandung
gizi yang baik bagi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis limbah padat tambak udang sebagai nutrien dalam budidaya
Caulerpa lentillifera. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
eksperimen. Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan penelitian: 1). Analisis unsur hara
limbah padat tambak udang, makro (C, N, dan P) dan mikro (Fe, Cu, Zn, Mn, dan
B); penggunan dosis limbah tambak udang (0, 2, 4 dan 6 g/L); kandungan
nitrifikasi, mineralisasi dan pelarut phospor dalam bak terkontrol. 2). pengamata
laju pertumbuhan, kadar protein, kandungan klorofil dan kualitas air dalam
budidaya Caulerpa lentillifera. Penelitian ini dilakukan dengan 4 perlakuan dan 3
kali ulangan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Caulerpa lentillifera
mampu memanfaatkan kandungan unsur hara pada limbah padat tambak udang
sebagai pupuk untuk tumbuh. Perlakuan C memberikan pengaruh paling tinggi
dengan nilai amonium (10,01 ppm), nitrat (13,74 ppm) dan fospat (6,10 ppm).
Pemberian limbah padat tambak udang dengan dosis 6g/l (perlakuan C)
memberikan pengaruh paling tinggi terhadap laju pertumbuhan (7,29 g/hari), kadar
protein (8,27 %) serta kandungan klorofil-a (3,46 mg/l); klorofil-b (7,41 mg/l); total
klorofil (16,08mg/l) pada Caulerpa lentillifera. Berdasarkan data tersebut dapat
diketahui bahwa limbah padat tambak udang dapat digunakan sebagai pupuk
dalam budidaya Caulerpa lentillifera
Kata kunci: limbah padat, pupuk, Caulerpa lentillifera.
SUMMARY

Nyoman Robby Manik Saputra. Utilization of Shrimp Pond Solid Waste in


Cultivation of Caulerpa lentillifera. Supervised by Prof. Ir. Sukoso, M.Sc, Ph. D
and Dr.Ir. Hartati Kartikaningsih, M. Si

Aquaculture waste is waste from a fish farming or shrimp that can cause
pollution to the marine environment if not immediately addressed. The solution to
solving this problem is to utilize solid waste shrimp farms as organic fertilizer.
Because solid waste shrimp ponds containing 1.92% organic C; 0.54% N total; and
1.70% P and some metal compounds. Solid waste can be used by plants to grow
as an organic fertilizer for plants in need of NH4+ and NH3- in the formation of amino
acids. In his role as a fertilizer, solid waste shrimp farms will be given to growing
Caulerpa lentillifera. Caulerpa lentillifera cultivation has begun to develop in
Indonesia, because in addition to eating fresh also contain nutrients that are good
for the body. The purpose of this study was to determine and analyze the solid
waste shrimp farms as a nutrient in the cultivation of Caulerpa lentillifera. The
method used is an experimental method. This study consisted of two phases of the
study: 1). Solid waste nutrient analysis shrimp, macro (C, N, and P) and micro (Fe,
Cu, Zn, Mn, and B); the use of waste shrimp farms doses (0, 2, 4 and 6 g/l); content
of nitrification, mineralization and phosphorus in the tub controlled solvent. 2).
observation of the growth rate, protein content, chlorophyll and water quality in the
cultivation of Caulerpa lentillifera. This research was conducted with 4 treatments
and 3 repetitions. The results obtained from this study is Caulerpa lentillifera able
to utilize the content of nutrient in the solid waste shrimp farms as fertilizer to grow.
C treatment effect ammonium highest value (10.01 ppm), nitrate (13.74 ppm) and
fospat (6.10 ppm). The provision of solid waste shrimp farm with a dose of 6g / l
(treatment C) gives the highest impact on the rate of growth (7.29 g / day), protein
content (8.27%) and the amount of chlorophyll-a (3.46 mg/l ); chlorophyll-b (7.41
mg/l); total chlorophyll (16,08 mg/l) on Caulerpa lentillifera. Based on these data it
can be seen that the solid waste shrimp farms can be used as fertilizer in the
cultivation of Caulerpa lentillifera.

Key word : Solid waste, fertilizer, Caulerpa lentillifera


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga proposal tesis

dengan judul ”Pemanfaatan Limbah Padat Tambak Udang dalam Budidaya

Caulerpa lentillifera” dapat terselesaikan. Di dalam tulisan ini disajikan pokok-

pokok bahasan yang meliputi limbah tambak udang, Caulerpa lentillifera, siklus

nitrogen, dan pertumbuhan Caulerpa lentillifera.

Penulis menyadari bahwa proposal tesis ini masih jauh dari sempurna dan

banyak kekurangan karena keterbatasan penulis sebagai manusia, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga proposal tesis ini dapat

bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Malang, 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN .......................................................................................... i
SUMMARY ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. viii
1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 6


2.1 Penelitian Terdahulu tentang Budidaya Caulerpa lentillifera ........ 6
2.2 Limbah Budidaya Ikan/Udang ..................................................... 7
2.2.1 Amonia Terlarut ............................................................... 8
2.2.2 Mineralisasi ...................................................................... 10
2.2.3 Mekanisme Penyerapan Nutrien ...................................... 11
2.2.4 Aplikasi Limbah dalam Budidaya Caulerpa lentillifera ...... 12
2.3 Biologi ......................................................................................... 14
2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Caulerpa lentillifera ................... 14
2.3.2 Habitat dan Sebaran Caulerpa lentillifera ......................... 17
2.4 Pertumbuhan Caulerpa lentillifera ............................................... 18
2.5 Kualitas Air .................................................................................. 19

3. KERANGKA KONSEP DAN OPERASIONAL PENELITIAN ............. 22


3.1 Landasan Teori ........................................................................... 22
3.2 Kerangka Konseptual .................................................................. 24
3.3 Kerangka Operasional ................................................................. 26
3.4 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 27
3.5 Keterbaruan Penelitian ................................................................ 28
3.6 Strategi Publikasi ........................................................................ 28

4. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 29


4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 29
4.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 29
4.2.1 Alat dan Bahan Analisis Unsur Hara Limbah Padat
Tambak Udang ................................................................ 29
4.2.2 Alat dan Bahan Penaburan Limbah Padat
Tambak Udang ................................................................ 30
4.2.3 Alat dan Analisis Bahan Anorganik .................................. 30
4.2.4 Alat Analisis Kualitas Air .................................................. 31
4.3 Metode Penelitian ....................................................................... 31
4.3.1 Metode Penelitian ............................................................ 31
4.3.2 Tahapan Penelitian .......................................................... 32
4.3.3 Rancangan Percobaan .................................................... 32
4.4 Persiapan Penelitian ................................................................... 33
4.4.1 Persiapan Penelitian ........................................................ 33
4.4.2 Pelaksanaan Penelitian Tahap I ....................................... 35
4.4.3 Pelaksanaan Penelitian Tahap II ...................................... 35
4.4.4 Parameter Penelitian ........................................................ 36
4.5 Analisis Data ............................................................................... 38

5. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39


5.1 Kandungan Unsur Hara Limbah Padat Tambak Udang ............... 39
5.2 Perendaman Limbah Padat Tambak Udang ................................ 40
5.2.1 Kadar Amonium (NH4+) Selama Perendaman .................... 40
5.2.2 Kadar Nitrat (NO3-) Selama Perendaman ........................... 42
5.2.3 Kadar Fospat (PO43-) Selama Perendaman ........................ 45
5.3 Laju Pertumbuhan Caulerpa lentillifera ........................................ 47
5.4 Kualitas Klorofil pada Caulerpa lentillifera ................................... 49
5.5 Kadar Protein pada Caulerpa lentillifera ...................................... 51
5.6 Kualitas Air Selama Penelitian .................................................... 54

6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 57


6.1 Kesimpulan .................................................................................. 57
6.2 Saran ........................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 58
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. 64
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Budidaya
Caulerpa lentillifera ............................................................................ 7
2. Kandungan C. Lentillifera dan Kandungan
Asam Amino Esensial ........................................................................ 15
3. Hasil Analisis Kandungan Unsur Hara Limbah Padat
Tambak Udang ................................................................................... 39
4. Kadar Amonium ................................................................................. 40
5. Tabel Sidik Ragam Kadar Amonium (ppm) Selama Perendaman ...... 41
6. Tabel Beda Nyata Terkecil (BNT) Kadar Amonium (ppm)
Selama Perendaman .......................................................................... 41
7. Kadar Nitrat ........................................................................................ 43
8. Tabel Sidik Ragam Kadar Nitrat (ppm) Selama Perendaman ............. 43
9. Tabel Beda Nyata Terkecil (BNT) Kadar Nitrat (ppm)
Selama Perendaman ....................................................................... 44
10. Kadar Fospat ................................................................................... 45
11. Tabel Sidik Ragam Kadar Fospat (ppm) Selama Perendaman ........ 46
12. Laju Pertumbuhan Caulerpa lentillifera ............................................ 47
13. Tabel Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Selama Penelitian ............... 48
14. Kadar Protein pada Caulerpa lentillifera ........................................... 51
15. Tabel Sidik Ragam Kadar Protein .................................................... 52
16. Tabel Beda Nyata Terkecil (BNT) Kadar Protein .............................. 53
17. Kisaran Nilai Kualitas Air Selama Penelitian .................................... 54
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Penyerapan Ammonium (NH4+) pada Tumbuhan ............................... 10
2. Caulerpa lentillifera ............................................................................ 15
3. Bagian-bagian Anggur Laut ................................................................ 16
4. Aneka Olahan Caulerpa lentillifera ..................................................... 16
5. Kerangka Konseptual Penelitian ........................................................ 25
6. Kerangka Operasional Penelitian ....................................................... 27
7. Denah Penelitian ................................................................................ 33
8. Bak Penampungan Limbah yang dilengkapi
dengan Multi cyclone 16 ..................................................................... 34
9. Contoh Media Tanam ...................................................................... 36
10. Grafik Kadar Amonium (ppm) Pada Dosis Limbah Yang Berbeda ... 42
11. Grafik Kadar Nitrat (ppm) Pada Dosis Limbah Yang Berbeda .......... 44
12. Grafik Kadar Fospat (ppm) Pada Dosis Limbah Yang Berbeda ........ 47
13. Grafik Laju Pertumbuhan (gr/hari) Pada
Masing-masing Perlakuan ................................................................ 49
14. Hasil Kualitas Klorofil Caulerpa lentillifera
pada Masing-Masing Wadah Pemeliharaan ..................................... 50
15. Grafik Nilai Kadar Protein Pada Wadah Pemeliharaan .................... 53
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Gambar Kegiatan Selama Penelitian .................................................. 64
2. Hasil Analisis Limbah Padat Tambak Udang ...................................... 66
3. Hasil Analisis Protein pada Caulerpa lentillifera .................................. 67
4. Data Hasil Pengamatan Amonium (NH4+) ........................................... 68
5. Data Hasil Pengamatan Nitrat (NO3-) ................................................. 70
6. Data Hasil Pengamatan Fospat (PO43-) .............................................. 72
7. Data Hasil Laju Pertumbuhan Caulerpa lentillifera ............................. 73
8. Data Hasil Klorofil ............................................................................... 74
9. Data Hasil Perhitungan Protein pada Caulerpa lentillifera .................. 77
10. Data Hasil Kualitas Air ..................................................................... 79
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah budidaya merupakan limbah yang dihasilkan dari proses budidaya

ikan atau udang yang dapat menyebabkan penceramaran pada lingkungan

perairan bila tidak dengan segera ditangani. Limbah hasil budidaya dapat berupa

sisa-sisa dari pencernaan ikan atau udang maupun sisa-sisa pakan yang

mengendap didasar. Semakin besar produksi yang dihasilkan, maka jumlah

limbah yang terbuang ke perairan juga semakin besar. Limbah tersebut akan

menyebabkan masalah lingkungan yang baru, berhubungan dengan jumlah

besarnya nitrogen (N) dan fosfor (P) yang dibuang ke perairan. Hasil penelitian

dari tambak udang di Australia memperkirakan jumlah N dan P yang dihasilkan

adalah 290 dan 16 kg/ha/tahun. Sedangkan tambak udang di California

memperkirakan jumlah N dan P yang dihasilkan sebesar 112 dan 32 kg/ha/tahun

(Lacerda et al., 2006).

Diperkirakan sebesar 77% nitrogen dan 85% fosfor dalam pakan udang yang

terbuang (larut dalam air tambak). Limbah organik yang terbuang ini dapat

menyebabkan ledakan plankton (blooming fitoplankton) dan masalah kekurangan

oksigen pada perairan. Pada saat digenangi air, bahan organik tersebut akan

terurai pada kondisi anaerob sehingga dapat menghasilkan gas beracun, seperti

H2S dan NH3 yang membahayakan kehidupan udang yang dibudidayakan. Amonia

merupakan salah satu hasil dari dekomposisi bahan organik yang paling

berbahaya bagi air tambak dan kolam budidaya karena amonia yang melebihi

ambang batas akan menyebabkan kualitas air menurun dan dapat menyebabkan

kematian (Siti el al., 2008).


Solusi untuk memecahan masalah ini adalah dengan memanfaatkan limbah

padat tambak udang sebagai pupuk. Limbah padat tambak udang mengandung

1,92% C organik; 0,54% N total; dan 1,70% P (Tangguda et al., 2014). Limbah

padat dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh sebagai pupuk organik

karena tumbuhan membutuhkan NH4+ dan NH3- dalam pembentukan asam

aminonya. Pupuk organik merupakan hasil perombakan bahan organik oleh

mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang

rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30,

sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang

memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang

lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N

karena menguap selama proses perombakan berlangsung (Yuwono, 2007).

Dalam perannya sebagai pupuk, limbah padat tambak udang akan di berikan

untuk menumbuhkan Caulerpa lentillifera. Budidaya Caulerpa lentillifera sudah

mulai berkembang di indonesia, karena selain dapat dimakan segar juga

mengandung gizi yang baik bagi tubuh. Anggur laut ini juga bisa digunakan

sebagai bahan-bahan kosmetik dan obat-obatan. Anggur laut jenis Caulerpa

lentillifera ini sangat digemari oleh penduduk di Jepang, Fillipina, dan Australia

(Hanafi, 2007).

Caulerpa lentiilifera atau yang sering disebut anggur laut ini merupakan jenis

dari rumput laut hijau (Chlorophyta) yang dapat bertahan hidup dalam lingkungan

yang memiliki tingkat pencemaran yang tinggi (Paul, 2008). Anggur laut memiliki

nilai gizi yang bagus untuk konsumsi manusia. Kandungan Caulerpa lentillifera tiap

100 g sampel, yaitu 12.49 g protein, 0.86 g lemak, 3.17 g serat, 24.21 g abu, 59.27

g karbohidrat dan 25.31 g kadar air. Selain itu Caulerpa sp. mengandung asam-

asam amino, khususnya asam-asam amino esensial yang dibutuhkan bagi


manusia, diantaranya treonin 0.79 g, valin 0.87 g, lisin 0.82, isoleusin 0.62, leusin

0.99 g dan fenilanin 0.61 g. Pada Caulerpa lentillifera juga terdapat mineral,

vitamin, asam-asam lemak dan senyawa aktif caulerpenyne (Ratana dan

Chirapart, 2006).

Paul et al., (2013) telah mencoba membudidayakan anggur laut di air dengan

kisaran nitrogen total 1.4-2.2 mg/l. Anggur laut yang dibudidayakan pada kondisi

tersebut dapat dipanen dalam waktu 6 minggu dengan peningkatan bobot

sebanyak 150 %. Pemanfaatan limbah padat ini diharapkan dapat meningkatkan

kandungan klorofil pada anggur laut. Peningkatan kandungan klorofil berkorelasi

positif dengan pertumbuhan yang lebih baik. Selain itu, kandungan klorofil yang

tinggi juga berpengaruh pada warna anggur laut. Warna merupakan salah satu

indikator kualitas produk anggur laut. Konsumen cenderung lebih menyukai produk

anggur laut dengan warna hijau cerah dibandingkan dengan produk dengan warna

hijau pudar ataupun putih.

Sejauh ini penelitian tentang limbah tambak udang sudah ada tetapi hanya

sebatas analisis dan dimanfaatkan dalam kultur pakan alami seperti penelitian

Tangguda et al., (2014) yaitu memanfaatkan limbah padat tambak udang dalam

kultur murni Chlorella sp dan Nisa et al., (2016) memanfaatkan limbah untuk

kuantitas dan kualitas Tetraselmis sp. jadi penelitian ini diharapkan dapat

menghasilkan produk anggur laut yang memliki nilai ekonomi dan meminimalkan

penggunaan pupuk kimia.

1.2 Rumusan Masalah

Limbah merupakan hasil sisa buangan dari suatu kegiatan baik industri,

aktivitas pertambangan, aktivitas pertanian maupun rumah tangga yang dapat

menimbulkan pencemaran di suatu perairan ataupun daratan. Salah satu limbah


di dunia perikanan adalah limbah hasil budidaya, biasanya limbah ini akan

langsung dibuang di perairan umum yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Akan

tetapi limbah yang dibuang bisa dimanfaatkan dalam beberapa penelitian seperti

pemanfaat yang dilakukan untuk menumbuhkan anggur laut (Cauerpa lentillifera).

Angggur laut merupakan tumbuhan yang bersifat autotrof yaitu bisa menghasilkan

makanan sendiri dengan bantuan sinar matahari dan kimia. Energi kimia dapat

berupa senyawa nitrogen, amonium, nitrat, fosfat dan beberapa logam berat

seperti besi, zink, tembaga dan lain-lain. Energi kimia ini akan menjadi nutrien bagi

pertumbuhan anggur laut. Limbah ini diharapkan mampu untuk menjadi pupuk

organik yang dapat menumbuhkan anggur laut dari jenis Caulerpa lentillifera dan

juga dapat mengurangi jumlah limbah yang terbuang ke perairan umum.

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah sebagai berikut :

 Apakah limbah padat tambak udang dapat dimanfaatkan sebagai nutrien

dalam budidaya Caulerpa lentillifera?

 Apakah ada perbedaan kandungan protein dan kandungan klorofil pada

Caulerpa lentillifera setelah dipelihara?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

 Untuk mengetahui dan menganalisis limbah padat tambak udang dapat

dimanfaatkan sebagai nutrien dalam budidaya Caulerpa lentillifera.

 Untuk mengetahui dan menganalisis adanya perbedaan kandungan

protein dan kandungan klorofil pada Caulerpa lentillifera setelah

pemeliharaan.
1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan

limbah padat tambak udang sebagai nutrien dalam budidaya Caulerpa lentillifera

untuk meningkatkan hasil produksi dan meminimalkan pembuangan limbah yang

berlebih di suatu perairan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu tentang Budidaya Caulerpa lentilifera


Penelitian tentang budidaya Cauerpa lentillifera sudah banyak dilakukan

sebelumnya baik oleh peneliti dalam negeri maupun luar negeri (Tabel 1) dengan

berbagai macam metode yang berbeda. Penelitian yang dilakukan meliputi

pertumbuhan Caulerpa lentillifera dalam budidaya Caulerpa lentillifera; metode

budidaya Caulerpa lentillifera; serta kandungan gizi Caulerpa lentillifera. Terdapat

juga penggunaan limbah yang digunakan meliputi limbah tambak.

Pertumbuhan anggur laut dapat dipercepat dengan penambahan pupuk

dalam air pemeliharaan anggur laut. Pertumbuhan dapat dipacu dengan

penambahan unsur nitrogen (N) dan posphate (P), karena kedua unsur tersebut

merupakan nutrien esensial bagi algae (Carpenter & Capone, 1983). Berbagai

hasil penelitian menunjukkan penambahan pupuk N dan P dengan dosis tertentu

di media budidaya anggur laut akan meningkatkan pertumbuhan dan

mempercepat waktu panen (Deraxbudsarakom et al, 2003; Hiroyuki & Kadowaki,

2009; Huang, 2012). Penelitian tersebut menunjukkan penggunaan pupuk dengan

Rasio N : P dan dosis yang berbeda, yang disesuaikan dengan kondisi perairan

daerah penelitian.

Pengkayaan media budidaya dengan unsur N dan P berpengaruh pada

kandungan klorofil pada rumput laut. Nitrogen merupakan unsur yang dibutuhkan

dalam pembentukan klorofil (Riyono, 2006) dan bersama Phosphate menjadi

bagian penting dalam porses fotosintesis (Lakitan, 2011). Kekurangan unsur N

dan P terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan konsentrasi

klorofil pada rumput laut (Yin et al. 2007), sehingga warna hijau pada algae akan

cenderung memudar (Iglesias-Prieto et al., 1992).


Tabel 1. Penelitian Terdahulu
No Judul Tahun peneliti
1 Mixed culture system of shrimp and 1985 Chang, C.
seaweeds X.,Wang, N. C.
2 Effects of salinity and nutrients on the 2014 Guo. H., J. Yao., Z.
growth and chlorophyll fluorescence of Sun., D. Duan
Caulerpa lentillifera
3 Teknik Produksi Anggur Laut, (Caulerpa 2007 Hanafi, A.
lentillifera)
4 Polikultur Rumput Laut Lawi-lawi 2012 Hasbullah, D., S.
(Caulerpa, sp) dengan Rajungan (Portunus Raharjo.,
pelagicus. Linn) di Tambak Jumriadi., H.
Agusanty., M.
Rimmer
5 Algae Intensive Cultivation Apparatus and 2009 Hiroyuki, K., S.
Cultivation method Kadowaki
6 Effects of concentrations of nitrogen and 2012 Huang, J. H
phosphorus and different culture methods
on the growth of Caulerpa lentillifera
7 Proximate Composition, Total Phenolic 2011 Nguyen, V. T., J. P.
Content, and Antioxidant Activity of Ueng., G. J. Tsai.
Seagrape (Caulerpa lentillifera) 2011
8 Comparative production and nutritional 2013 Paul, N., A. N.
value of “sea grapes” — the tropical green Neveux., M.
seaweeds Caulerpa lentillifera and C. Magnusson., R. D.
racemosa Nys

9 Budidaya lawi-lawi (Caulerpa sp.) di 2012 Putra, N. S. S.,


tambak sebagai upaya diversifikasi Jumriadi, M. A.
budidaya perikanan Rimmer., S.
Raharjo
10 Nutritional Evaluation of Tropical Green 2006 Ratana, P., A.
Seaweeds Caulerpa lentillifera and Ulva Chirapart
reticulate
11 Pengaruh metode tanam yang berbeda 2014 Suputra, N. R. M.
terhadap pertumbuhan anggur laut 2014
(Caulerpa lentillifera)
12 Effects of Salinity and Light Intensity on the 2011 Wang, P. Y.
Growth of Caulerpa lentillifera

2.2 Limbah Budidaya Ikan/Udang


Air limbah memuat pakan yang tidak termakan dan feses ikan yang

berkontribusi pada pencemaran nutrien pada daerah yang dekat dengan tambak

dan karamba. Masalah pencemaran ini menyebabkan pendangkalan badan air.

Selain itu, limbah nitrogen (misalnya amonia dan nitrit) dapat menurunkan kualitas

air karena menyebabkan racun bagi organisme. Para pembudidaya memiliki


kewajiban untuk mengatur pencemaran nutrien karena kualitas air yang rendah

dan padat tebar yang tinggi dapat menyebabkan berjangkitnya penyakit dan

menurunkan produktivitas tambak (Naylor et al., 2000).

Limbah ini, di satu sisi, dapat berdampak negatif terhadap lingkungan yang

berdekatan karena pelepasan limbah ke daerah sekitarnya. Di sisi lain, limbah

budidaya dapat digunakan untuk irigasi dan pupuk tanaman darat dan mengurangi

penggunaan pupuk dalam lahan pertanian. Limbah budidaya juga digunakan untuk

menumbuhkan mikroalga, yaitu Chlorella sp., Scenedesmus sp., Monoraphidium

sp., Spirulina sp. (Cabrera et al., 2014; Utomo et al., 2005).

Mikroba mendekomposisi bahan organik dalam sistem sehingga

menyebabkan peningkatan nilai TAN (Total Ammonia Nitrogen) dan nitrit,

keduanya berbahaya bagi ikan bahkan pada konsentrasi rendah. Kehadiran TAN

dalam sistem dapat berubah menjadi nitrit, nitrat dan gas nitrogen. Pembentukan

gas nitrogen dianggap diabaikan di kolam budidaya perikanan. Bakteri hadir dalam

air dan sedimen melakukan transformasi nitrogen melalui nitrifikasi dan

denitrifikasi. Baik TAN dan nitrat dapat diasimilasi oleh fitoplankton yang hadir

dalam kolom air. Fitoplankton ini dapat dikonsumsi oleh organisme budidaya. Di

kolam air tenang TAN cenderung terakumulasi dalam sistem karena tidak

cukupnya aktivitas nitrifikasi (Crab et al., 2007).

2.2.1 Ammonia Terlarut

Ammonia merupakan senyawa dalam bentuk gas, pada tanah kering akan

mudah menguap. Sebaliknya pada tanah yang lembab dan basah ammonia akan

terlarut dalam air dan membentuk ion ammonium (NH4+). Selanjutnya ion

ammonium digunakan oleh bakteri dan tumbuhan untuk sintesa asam amino.
Proses terbentuknya ammonia di perairan disebabkan oleh menumpuknya

sisa-sisa pencernaan, organisme mati dan sisa-sisa pakan yang mengendap

didasar perairan kemudian didekomposisi oleh mikroorganisme dan jamur.

Kemudian ammonia akan di ubah menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan

nitrifikasi oleh bakteri dan akan mengikat nitrogen selama siklus nitrogen

berlangsung (Susilowati, 2003).

Bentuk Nitrogen yang dapat digunakan oleh tanaman adalah ion nitrat (NO3)

dan ion amonium (NH4+). Ion-ion ini kemudian membentuk material kompleks

seperti asam-asam amino dan asam-asam nukleat yang dapat langsung diserap

dan digunakan oleh tanaman tingkat tinggi. Menurut Rosmarkam dan Yuwono

(2002) pada pH tanah yang rendah ion nitrat lebih cepat diserap oleh tanaman

dibandingkan ion amonium, pada pH tanah yang tinggi ion amonium diserap oleh

tanaman lebih cepat dibandingkan ion nitrat dan pada pH netral kemungkinan

penyerapan keduanya berlangsung seimbang. Fungsi nitrogen bagi pertumbuhan

tanaman adalah memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang

tumbuh pada tanah yang cukup N, berwarna lebih hijau. Selain itu Nitrogen

berfungsi dalam pembentukan protein.

Ion ammoium yang tidak berbahaya adalah dalam bentuk nitrogen. Kondisi

pada pH tinggi (suasana basa) akan menyebabkan ion ammonium menjadi

ammonium hidroksida yang tidak berdisosiasi dan bersifat racun. Seperti pada

Gambar 2, ion ammonium yang terserap oleh tumbuhan akan digunakan untuk

sintesa asam amino dengan proses pembentukan protein pada tumbuhan untuk

proses tumbuh.
Gambar 1. Penyerapan ammonium (NH4+) pada tumbuhan (Wijoyo, 2007).
2.2.2 Mineralisasi

Mineralisasi adalah proses perombakan N-organik menjadi N-anorganik

yang terdiri dari proses aminisasi dan amonifikasi dalam kondisi anaerob. Nitrifikasi

adalah proses perombakan amonia menjadi nitrit kemudian nitrat dengan bantuan

bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter dalam kondisi aerob. Menurut Badjoeri dan

Lukman (2010), proses perombakan bahan organik oleh bakteri heterotrofik di

laboratorium telah terjadi dalam waktu 1-2 hari, serta proses nitrifikasi dan

denitrifikasi berlangsung selama 2-6 hari.

Penebaran udang yang tinggi menyebabkan tingginya kebutuhan pakan

buatan yang pada akhirnya dapat menyebabkan tingginya konsentrasi nitrogen

dan fosfat dalam air tambak. Pakan udang yang tidak dikonsumsi oleh udang,

feses dan sisa metabolisme udang merupakan sumber nitrogen di tambak udang

intensif (Burford and Williams, 2001). Selain itu, proses mineralisasi bahan organik

dalam sedimen tambak juga berperan sebagai sumber nutrien terlarut di tambak

udang intensif. Karena budidaya udang vaname sistem super intensif masih

tergolong baru, maka informasi mengenai kualitas air selama masa pemeliharaan

udang masih kurang tersedia (Fahrur et al., 2014). Sedimen bukan hanya berperan

sebagai nutrient di tambak dimana input nutrien yang tidak dimanfaatkan oleh

udang terakumulasi, namun sedimen tambak juga berperan dalam transport


nutrient sedimen ke masa air tambak melalui proses mineralisasi bahan organik

oleh aktifitas mikrobiologi melalui siklus nutrien. Proses mineralisasi bahan organik

sedimen menghasilkan nutrien yang dimanfaatkan oleh phytoplankton serta dapat

mempengaruhi kualitas air tambak (Undu et al., 2014).

2.2.3 Mekanisme Penyerapan Nutrien

Ukuran dasar ketersediaan suatu zat hara bagi pengambilan oleh panjang

akar tertentu adalah kadar zat hara tersebut dalam larutan tanah pada permukaan

akar. Pada gilirannya kadar ini tergantung pada tingkat awal zat hara dalam tanah

dan perubahan-perubahan dalam kadar pada permukaan akar yang dapat terjadi

sebagai suatu akibat pengambilan air dan zat-zat hara.

Tumbuhan memerlukan air dan mineral. Air dan mineral ini diserap dari

dalam tanah menggunakan akar. Pengambilan zat-zat ini dilakukan secara difusi

dan osmosis. Difusi merupakan perpindahan molekul atau ion dari daerah

berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah. Sedangkan osmosis

adalah perpindahan air dari larutan berkonsentrasi rendah ke larutan

berkonsentrasi tinggi melalui selaput semi permeabel. Osmosis berkaitan dengan

beberapa keadaan sel tumbuhan. Berdasarkan jalur yang ditempuh air dan garam

mineral yang masuk ke akar, pengangkutan air dan garam mineral dibedakan

menjadi simplas dan apoplas. Simplasa dalah bergeraknya air dan mineral lewat

jalur dalam sel, yaitu sitoplasma sel dengan jalan menembus membran plasma.

Sedangkan apoplas adalah bergeraknya air lewat jalur luar sel atau lewat dinding-

dinding sel (Garno, 2004).

Pengangkutan air dan hasil fotosintesis dalam tubuh tumbuhan melibatkan

osmosis, transport aktif dan difusi fasilitasi. Transpor aktif merupakan

pengangkutan zat-zat menembus membran impermeabel dan melawan gradien

konsentrasi, dengan bantuan energi dari ATP dan protein kotranspor. Difusi
fasilitasi adalah pengangkutan molekul atau ion-ion menembus membrane

sepanjang gradien konsentrasi oleh sistem pembawa tanpa bantuan ATP.

Unsur hara makro lainnya yaitu adalah kalium (K) yang berfungsi sebagai

katalisator dalam pembentukan protein, pembelahan sel dan karbohidrat serta

mengaktifkan enzim (Hadisuwito, 2007). Apabila tanaman mengalami defisiensi

unsur K, maka proses fotosintesis menurun, sedangkan proses respirasi tanaman

akan meningkat. Fungsi unsur hara mikro antara lain sebagai mempengaruhi

proses oksidasi dan reduksi, membantu mengatur kadar asam, sebagai katalisator

(stimulan), mempengaruhi nilai osmotik, membantu pertumbuhan dan

mempengaruhi penyerapan unsur hara (Sudarmi, 2013).

Menurut Wijoseno (2011), salah satu unsur yang berperan penting dalam

proses fotosintesis adalah Mn (mangan). Unsur ini berfungsi sebagai aktivator

enzim dalam proses terang fotosintesis. Semakin banyak jumlah Mn dalam media

kultur, maka akan semakin meningkatkan laju fotosintesis sehingga kualitas

produk yang dihasilkan akan semakin baik.

2.2.4 Aplikasi Limbah dalam Budidaya Caulerpa lentilifera

Limbah adalah bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses atau

kegiatan manusia, tidak digunakan lagi dalam proses atau kegiatan tersebut, dan

tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya. Limbah dapat dimanfaatkan

sebagai pupuk untuk menstimulasi pertumbuhan fitoplankton. Limbah yang

berasal dari kegiatan budidaya udang berasal dari sisa pakan, feses, organisme

yang mati, dan padatan terlarut yang terbawa bersamaan dengan proses

masuknya air ke tambak (Garno, 2004).

Hanya 25% dari total pakan yang diberikan pada udang yang menghasilkan

biomassa (daging) udang yang dipanen. Diperkirakan sebesar 77% nitrogen dan

85% fosfor dalam pakan udang yang terbuang (larut dalam air tambak). Limbah
organik yang terbuang ini dapat menyebabkan ledakan plankton (blooming

fitoplankton) dan masalah kekurangan oksigen pada perairan. Pada saat

digenangi air, bahan organik tersebut akan terurai pada kondisi anaerob sehingga

dapat menghasilkan gas beracun, seperti H2S dan NH3 yang membahayakan

kehidupan udang yang dibudidayakan (Libriyanto, 2008).

Limbah padat dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh sebagai

pupuk organik karena tumbuhan membutuhkan NH4+ dan NH3- dalam

pembentukan asam aminonya. Limbah padat tambak udang merupakan limbah

organik yang tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh mikroalga. Mikroalga

membutuhkan NH4+, NO3-, dan PO43- (Amini dan Syamdidi, 2006) dalam media

untuk pertumbuhannya sehingga bahan organik yang terdapat dalam limbah harus

diubah terlebih dahulu menjadi bahan anorganik. Dekomposisi bahan organik

pada limbah dapat dilakukan melalui proses perendaman (Utomo et al., 2005;

Chalid et al., 2010; Alamsjah et al., 2011) dan fermentasi limbah dengan bakteri.

Pupuk organik yang berasal dari tanah harus didiamkan semalaman sampai

mengendap, kemudian diambil lapisan bagian atas untuk digunakan sebagai

pupuk (Chalid et al., 2010). Pupuk organik yang berasal dari kotoran ayam harus

diendapkan selama seminggu, kemudian disaring menggunakan plankton net

untuk digunakan sebagai pupuk (Utomo et al., 2005). Sedangkan pada penelitian

Hadisuito (2007), pupuk kandang menghasil kan C organik (4,36), N total (0,81),

Kalium (2,18 ppm) Mangan (119 ppm) yang dapat memberikan nutrien untuk

pertumbuhan rumput laut. Cairan rumput laut Gracilaria sp. akan difermentasi

dengan bakteri Bacillus subtilis. Fermentasi adalah pengubahan bahan organik

menjadi bentuk lain dengan memanfaatkan bantuan mikroba. Mikroba melakukan

proses fermentasi dengan cara mengubah bahan organik komplek menjadi

molekul yang lebih sederhana (Alamsjah et al., 2011).


Bahan organik yang terdapat dalam limbah padat tambak udang akan

mengalami proses mineralisasi, nitrifikasi, dan pelarutan fosfat untuk berubah

menjadi bahan anorganik. Mineralisasi adalah proses perombakan N-organik

menjadi N-anorganik yang terdiri dari proses aminisasi dan amonifikasi dalam

kondisi anaerob. Nitrifikasi adalah proses perombakan amonia menjadi nitrit

kemudian nitrat dengan bantuan bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter dalam

kondisi aerob. Menurut Badjoeri dan Lukman (2010), proses perombakan bahan

organik oleh bakteri heterotrofik di laboratorium telah terjadi dalam waktu 1-2 hari,

serta proses nitrifikasi dan denitrifikasi berlangsung selama 2-6 hari.

Pelarutan fosfat adalah proses mineralisasi senyawa P-organik menjadi P-

anorganik dan meningkatkan fosfat tersedia. Mikroba pelarut fosfat dapat

menghasilkan enzim fosfatase dan asam-asam organik. Bakteri yang dapat

melarutkan fosfat adalah Bacillus mycoides, Pseudomonas cepaceae, dan P.

maleii (Setiawati et al., 2014).

2.3 Biologi
2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Anggur Laut Caulerpa lentillifera

Caulerpa lentillifera (Gambar 2) umumnya dikenal sebagai anggur Laut,

Green Caviar, Lelato, Ararusip, Lato dan Umi-budo. Caulerpa lentillifera adalah

jenis dari rumput laut, tanaman ini merupakan organisme multiseluler, dimana

berasal dari genus Caulerpa dan family Caulerpaceae. Anggur laut ini biasanya

digunakan sebagai sayuran, dan sangat popular di pasar internasional karena nilai

gizinya yang tinggi (Hanafi, 2007). Caulerpa lentillifera memiliki kandungan gizi

yang baik serta memiliki kandungan asam-asam amino, khususnya asam-asam

amino esensial yang dibutuhkan bagi manusia yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Caulerpa lentillifera memiliki mineral, vitamin, asam-asam lemak dan senyawa

aktif caulerpenyne (Ratana dan Chirapart, 2006).


Klasifikasi anggur laut adalah sebagai berikut (Agardh, 1878).

Kingdom : Plantae
Division : Chlorophyta
Class : Bryopsidophyceae
Order : Bryopsidales
Family : Caulerpaceae
Genus : Caulerpa
Species : C. lentillifera

Tabel 2. Kandungan C.lentillifera dan Kandungan Asam Amino Esensial


Kandungan Asam-Asam Amino
Kandungan tiap 100 g
Esensial
Protein 12,49 g Treonin 0,79 g
Lemak 0,86 g Valin 0,87 g
Serat 3,17 g Lisin 0,82 g
Abu 24,21 g Isoleusin 0,62 g
Karbohidrat 59,27 g Leusin 0,99 g
Kadar Air 25,31 g fenilanin 0,61 g
Sumber : Ratana dan Chirapart, 2006.

Gambar 2. Caulerpa lentillifera (Ratana dan Chirapart, 2006)

Ciri khas dari rumput laut jenis Caulerpa lentillifera adalah thallus

membentuk stolon, dan ramili. Ramili membentuk bulatan-bulatan kecil merapat

teratur menutupi setiap percabangan sepanjang ± 5 cm. Stolon tidak begitu besar,

sekitar diameter 1-2 mm berwarna hijau tua (Atmadja et al., 1996). Bagian-bagian

dari anggur laut dapat dilihat pada Gambar 3.


Stolon

Ramili

Gambar 3. Bagian-Bagian Anggur Laut (Maulida, 2007)

Caulerpa lentillifera tumbuh dengan akar menancap pada substrat pasir atau

menempel pada batu. Jenis ini dikonsumsi secara lokal di sebagian pesisir pantai

wilayah Indonesia, namun belum dimanfaatkan secara ekonomis dan meluas

seperti halnya di Filipina dan hasil budidaya di tambak (Wang, 2011). Caulerpa

lentillifera memiliki nilai gizi yang baik bagi tubuh. Anggur laut ini biasanya di pakai

untuk makanan tambahan seperti salad dan campuran bahan makanan lainya

seperti Gambar 4.

Gambar 4. Aneka Olahan Caulerpa lentillifera Segar (Jean, 2010)

Caulerpa lentillifera mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, yaitu protein,

karbohidrat, serat kasar, vitamin dan mineral . Zat-zat tersebut sangat baik untuk

dikonsumsi sehari-hari karena mempunyai fungsi dan peran penting untuk

menjaga dan mengatur metabolisme tubuh manusia.


Dinding sel tumbuhan dipisahkan oleh dinding sel yang transparan. Dinding

sel adalah struktur di luar membran plasma yang membatasi ruang bagi sel untuk

membesar. Dinding sel merupakan ciri khas yang dimiliki tumbuhan, bakteri, fungi

(jamur), dan alga, meskipun struktur penyusun dan kelengkapannya berbeda.

Menurut Yin (2007), dinding sel menyebabkan sel tidak dapat bergerak dan

berkembang bebas, layaknya sel hewan. Namun demikian, hal ini berakibat positif

karena dinding-dinding sel dapat memberikan dukungan, perlindungan dan

penyaring (filter) bagi struktur dan fungsi sel sendiri. Dinding sel mencegah

kelebihan air yang masuk ke dalam sel. Dinding sel terbuat dari berbagai macam

komponen, tergantung golongan organisme. Pada tumbuhan, dinding-dinding sel

sebagian besar terbentuk oleh polimer karbohidrat (pektin, selulosa, hemiselulosa,

dan lignin sebagai penyusun penting) (Paul et al., 2013).

2.3.2 Habitat dan Sebaran Caulerpa lentillifera

Caulerpa lentillifera tumbuh dalam suhu yang hangat yaitu sekitar 250C,

terdapat pada laguna dangkal di seluruh dunia. Tumbuhan ini tumbuh di

reruntuhan karang dan batu dan juga tumbuh di dasar laut berpasir atau

berlumpur. Anggur laut ini tidak dapat bertahan hidup di air tawar. Penanaman

biasanya dilakukan dengan tangan.

Caulerpa lentillifera banyak ditemukan di zona pasang surut, tumbuh didasar

berpasir yang berlumpur, tetapi juga sering tumbuh epifitik pada sela-sela padang

Halimeda opunitia. Kadang alga ini ditemukan juga di zona subtidal dan tumbuh

menempel pada sela-sela karang (Winarno, 1997). Pemanenan dimulai sekitar

dua bulan setelah tanam pertama dan kemudian anggur laut ditarik keluar dari

dasar berlumpur (FAO, 2012). Suhu optimal berkisar antara 250C sampai 300C.

Panen dilakukan setiap dua minggu setelah mencapai ukuran minimal 8 cm.
Setelah dipanen tanaman ini dicuci secara menyeluruh dalam air laut, untuk

menyingkirkan pasir dan lumpur. Kemudian dipilah-pilah dan dikemas.

Kesuburan lokasi tanaman sangat ditentukan oleh adanya gerakan air yang

berupa arus dan ombak. Karena gerakan air merupakan alat pengangkut zat

makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Arus dan ombak

merupakan alat yang baik bagi massa air sehingga menjadi homogen. Massa air

yang homogen akan menghindari perbedaan yang tajam pada kelarutan oksigen,

suhu, salinitas dan lain-lain. Di samping itu gerakan air juga merupakan alat

pembersih terhadap sedimen dan epiphyt yang menumpuk pada tanaman

(Anggadiredja, 2006).

2.4 Pertumbuhan Caulerpa lentillifera

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran panjang atau berat dalam waktu

tertentu. Menurut Kurniasih (2008), pertumbuhan mutlak adalah ukuran rata-rata

hewan dan tumbuhan pada umur tertentu yaitu panjang atau berat yang dicapai

dalam suatu periode waktu tertentu dihubungkan dengan panjang atau berat pada

awal periode tersebut.

Pertumbuhan merupakan suatu ciri fundamental dari seluruh makhluk hidup.

Pertumbuhan sering diartikan secara sederhana sebagai suatu pertambahan

ukuran, tetapi harus hati-hati dalam menggunakan definisi yang kurang lengkap

ini. Sebagai contoh, ukuran sel tumbuhan mungkin menjadi lebih besar pada saat

menyerap air melalui osmosis, tetapi proses ini kemungkinan akan kembali ke

ukuran asal dan oleh karenanya tidak bisa diartikan sebagai pertumbuhan yang

sebenarnya (Wisman, 2009).

Pertumbuhan Caulerpa lentillifera dimulai dari penyerapan nutrisi pada

stolon yang kemudian akan memanjang dan membentuk ramili yaitu bulatan-
bulatan kecil yang menyerupai buah anggur. Menurut Hanafi (2007), Caulerpa

lentillifera atau anggur laut tidak memiliki akar karena berbentuk thallus sehingga

stolon berfungsi sebagai penempel atau penancap di substrat berpasir atau

berbatu dimana akan lebih mudah untuk membersihkan lumpur yang menempel

pada ramillinya dengan bantuan arus atau aliran air. Pertumbuhan anggur Laut

dapat dipercepat dengan penambahan pupuk dalam air pemeliharaan anggur laut.

Pertumbuhan dapat dipacu dengan penambahan unsur Nitrogen (N) dan Posphate

(P), karena kedua unsur tersebut merupakan nutrien esensial bagi algae

(Carpenter & Capone, 1983). Berbagai hasil penelitian menunjukkan penambahan

pupuk N dan P dengan dosis tertentu di media budidaya anggur laut akan

meningkatkan pertumbuhan dan mempercepat waktu panen (Deraxbudsarakom

et al, 2003; Hiroyuki & Kadowaki, 2009; Huang, 2012). Setiap penelitian

menunjukkan penggunaan pupuk dengan Rasio N : P dan dosis yang berbeda,

yang disesuaikan dengan kondisi perairan daerah penelitian. Hasil pengamatan

menunjukkan penambahan nitrat 0,05-4,0 mmol/l dan fosfat sebesar 0,01-0,4

mmol/l. Anggur Laut yang dibudidayakan pada kondisi tersebut dapat dipanen

dalam waktu 6 minggu dengan peningkatan bobot sebanyak 150 %. Kondisi

tersebut menunjukkan jumlah nutrien yang terkandung cukup untuk memenuhi

kebutuhan anggur Laut.

2.5 Kualitas Air

Kualitas air diperlukan dalam proses budidaya, dimana kualitas air

menentukan hasil produksi kedepannya. Suhu air merupakan salah satu

parameter kualitas perairan yang memegang peranan penting di dalam kehidupan

dan pertumbuhan biota perairan. Suhu berpengaruh langsung pada organisme

perairan terutama di alam proses fotosintesis tumbuhan akuatik, proses


metabolisme, dan siklus produksi. Suhu air yang baik dan layak untuk usaha

budidaya laut (ikan) berkisar antara 270C-320C (Mayunar et al., 1995).

Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar dari sungai dapat

menyebabkan pertumbuhan rumput laut menurun. Menurut Hui (2014), kisaran

salinitas yang baik bagi pertumbuhan rumput laut adalah 30-35 ppt. Menurut

Dawes (1981) salinitas perairan untuk budidaya rumput laut berkisar antar 28-34

ppt, sedangkan menurut Soegiarto et al, (1978) kisaran salinitas yang baik untuk

rumput laut adalah 32-35 ppt. Apabila salinitas berada di bawah 30 ppt maka akan

merusak rumput laut yang ditandai dengan timbulnya warna putih di ujung-ujung

tanaman.

Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus

lapisan air pada kedalaman tertentu. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kecerahan adalah kandungan lumpur, padatan tersuspensi, plankton dan bahan-

bahan terlarut lainnya. Perairan yang memiliki kecerahan yang rendah pada cuaca

normal memberikan suatu indikasi banyaknya partikel yang terlarut dan

tersuspensi ke dalam perairan. Keadaan tersebut dapat mengurangi laju

fotosintesis sehingga dapat mengganggu laju pernapasan hewan akuatik. Menurut

Mayunar dan Imanto (1995) mensyaratkan budidaya perikanan dan konservasi

biota laut, kecerahan sebaiknya >3m, kecerahan yang ideal untuk lokasi budidaya

laut dengan system keramba jaring apung >3m.

Derajat keasaman (pH) adalah tingkat keasaman perairan, sanagat penting

bagi kegiatan budidaya ikan karena nilai yang ekstrim dapat merusak permukaan

insang akhirnya dapat menyebabkan kematian. Nilai pH dapat dipengaruhi oleh

aktivitas fotosintesis, suhu serta buangan industri dan rumah tangga. Nilai pH laut

biasanya berkisar antara 7,5-8,5. Nilai pH yang optimal untuk budidaya ikan adalah
6,5-8,5 (Beveridge, 1996). Perairan yang bersifat asam (pH<5) atau bersifat alkali

(pH>11) dapat menyebabkan kematian dan tidak terjadinya reproduksi pada ikan.

Nitrogen dalam air laut terdiri atas bermacam-macam senyawa, namun yang

bersifat racun terhadap ikan dan organisme lainnya hanya ada 3, yaitu amonia

(NH3-N), nitrit NO2-N, dan nitrat (NO3-N). Senyawa nitrogen biasanya berasal dari

atmosfer, sisa makanan, organisme mati, dan hasil metabolisme hewan akutik

lainnya. Dari ketiga senyawa tersebut yang paling bersifat toksik pada ikan adalah

amonia dan nitrit sedangkan nitrat hanya bersifat toksik pada konsentrasi tinggi.
III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Landasan Teori

Kegiatan budidaya udang, ikan maupun komoditas lainnya dapat

menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar. Limbah budidaya dapat berupa

feses, sisa pakan dan organime mati yang terakumulasi dalam wadah budidaya.

Limbah tersebut umumnya akan langsung dibuang ke perairan tanpa melalui

filtrasi. Masalah yang sering dihadapi para pembudidaya adalah penurunan

kualitas air, dikarenakan limbah dengan kadar nutrien yang tinggi dan padatan

tersuspensi yang mencemari perairan yang berdekatan menyebabkan eutrofikasi,

penurunan oksigen, dan pengendapan (Herbeck et al., 2013).

Limbah hasil kegiatan budidaya terdiri dari bentuk padatan terendap, koloid,

tersuspensi, dan terlarut. Pada umumnya, limbah organik dalam bentuk padatan

akan langsung mengendap menuju dasar perairan. Limbah yang terakumulasi

pada dasar wadah budidaya akan menjadi racun (dalam kondisi anaerob) apabila

tidak segera dibuang dari wadah budidaya (Garno, 2004). Hal ini tentunya

menyebabkan kondisi yang tidak sesuai bagi kehidupan organisme yang

dibudidayakan. Di sisi lain, limbah organik tambak udang intensif mengandung

nutrien yang jumlahnya cukup besar.

Budidaya udang vaname dengan padat penebaran 90 ekor/m2, SR = 75%,

ADG = 0,15 g/hari, berat 18 g (size 55), umur budidaya = 120 hari, dapat mencapai

produksi sebesar 12 ton/ha (Hudi dan Shahab, 2005). Hasil penelitian dari tambak

udang di Australia memperkirakan jumlah N dan P yang dihasilkan adalah 290 dan

16 kg/ha/tahun. Sedangkan tambak udang di California memperkirakan jumlah N

dan P yang dihasilkan sebesar 112 dan 32 kg/ha/tahun (Lacerda et al., 2006).
Solusi untuk memecahan masalah ini adalah dengan memanfaatkan limbah

padat tambak udang sebagai pupuk. Karena limbah padat tambak udang

mengandung 1,92% C organik; 0,54% N total; dan 1,70% P (Tangguda et al.,

2014). Limbah padat dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh sebagai

pupuk organik karena bahan organik merupakan sumber nitrogen (protein) yang

pertama-tama akan mengalami penguraian menjadi asam-asam amino yang

dikenal dengan proses aminisasi, yang selanjutnya oleh sejumlah besar mikroba

heterotrofik mengurai menjadi amonium yang dikenal dengan proses amonifikasi.

Amonifikasi dapat berlangsung hampir pada setiap keadaan sehingga amonium

merupakan bentuk nitrogen anorganik (mineral) yang utama dalam tanah.

Amonium ini dapat secara langsung diserap oleh tanaman atau akan dioksidasi

oleh mikroorganisme menjadi nitrat yang disebut dengan proses nitrifikasi (Atmojo,

2003).

Dalam perannya sebagai pupuk, limbah padat tambak udang akan di berikan

untuk menumbuhkan Caulerpa lentillifera. Budidaya Caulerpa lentillifera sudah

mulai berkembang di Indonesia, karena selain dapat dimakan segar juga

mengandung gizi yang baik bagi tubuh. Anggur laut ini juga bisa digunakan

sebagai bahan-bahan kosmetik dan obat-obatan. Anggur laut jenis Caulerpa

lentillifera ini sangat digemari oleh penduduk negara-negara besar seperti Jepang,

Fillipina, dan Australia (Hanafi, 2007).

Caulerpa lentillifera akan memanfaatkan atau menyerap ion ammonium

(NH4+) yang dihasilkan dari ammonia terlarut dalam air. Ion ammonium akan

digunakan oleh Caulerpa lentillifera dalam mensintesa asam amino untuk tumbuh.

Penyerapan ion ammonium dibantu oleh enzim nitrat dan nitrit reduktase untuk

mengatur kecepatan pembentukan protein yang menggunakan NO3- sebagai

sumber nitrogennya (Alnopri, 2004). Budidaya anggur laut dibilang cukup mudah
karena hanya akan menunggu tumbuh sekitar 1 bulan dan dapat dipanen terus

menerus sepanjang tahun. Tetapi anggur laut ini masih cukup rentan pada kadar

salinitas yang rendah, karena pada musim hujan akan menyebabkan menurunnya

kandungan salinitas air laut sehingga juga dapat menurunkan produksi. Pada

tahun 2012 produksi anggur laut mencapai 58 ton, dari jumlah lahan yang berkisar

antara 0,5–2 ha yang berpusat pada kegiatan budidaya (Putra et al, 2012).

Pengkayaan media budidaya dengan unsur N dan P berpengaruh pada

kandungan klorofil pada rumput laut. Nitrogen merupakan unsur yang dibutuhkan

dalam pembentukan klorofil (Riyono, 2006) dan bersama Phosphate menjadi

bagian penting dalam porses fotosintesis (Lakitan, 2011). Kekurangan unsur N

dan P terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan konsentrasi

klorofil pada rumput laut (Yin et al. 2007), sehingga warna hijau pada algae akan

cenderung memudar (Iglesias-Prieto et al., 1992). Pemupukan diharapkan dapat

meningkatkan kandungan klorofil pada Anggur Laut. Peningkatan kandungan

klorofil berkorelasi positif dengan pertumbuhan yang lebih baik. Selain itu,

kandungan klorofil yang tinggi juga berpengaruh pada warna Anggur Laut. Warna

merupakan salah satu indikator kualitas produk Anggur Laut. Konsumen

cenderung lebih menyukai produk Anggur Laut dengan warna hijau cerah.

3.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa limbah padat tambak

udang mengandung nutrien yang dapat dijadikan sebagai pupuk untuk

menumbuhkan Caulerpa lentillifera. Nutrien yang dihasilkan dari limbah padat

tambak udang akan dimanfaatkan untuk proses tumbuh. Parameter yang

digunakan untuk melihat pengaruh limbah padat tambak udang antara lain laju

pertumbuhan dan perubahan kandungan klorofil pada Caulerpa lentillifera.

Kerangka konseptual dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.


Kegiatan Budidaya

Sisa pencernaan, organisme mati dan


sisa pakan

Limbah Perairan Eutrofikasi


Umum

Pupuk Nitrifikasi dan


Mineralisasi

Budidaya Ammonium, Nitrit


Caulerpa lentillifera dan Nitrat

Nutrien

Digunakan Untuk Tumbuh

 Laju Pertumbuhan
 Kadar Protein
 Kadar klorofil

Gambar 5. Kerangka Konseptual Penelitian


3.3 Kerangka Oprasional

Kerangka oprasional memuat semua kegiatan penelitian, dimulai dari

persiapan penelitian sampai penelitian inti. Kerangka oprasional bisa dilihat pada

Gambar 6.

Tahap I

Analisis Limbah Padat Unsur


makro C, N, P
Tambak Udang

Unsur Fe, Cu, Zn, Mn, B


mikro

Ditabur di Bak Diisi Air Laut


Terkontrol

0 g/L 2 g/L 4 g/L 6 g/L

Dibiarkan
selama 48
jam

Mineralisasi Nitrifikasi Pelarutan fosfat

NH4+ NO3- PO43-

Pupuk

Tahap II
Tahap II

Bak Terkontrol
(Akuarium) Tahap I

Budidaya Anggur Laut  Berat awal


(Caulerpa lentillifera)

1 Bulan Pemeliharaan
Pengamatan Kualitas air :
 Suhu, DO, salinitas, pH,

Pengamatan akhir :
 Laju pertumbuhan (berat awal-berat akhir)
 Kadar Protein
 Klorofil

Gambar 6. Kerangka Oprasional Penelitian

3.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

 Diduga Caulerpa lentillifera mampu memanfaatkan kandungan unsur hara

pada limbah padat tambak udang sebagai pupuk untuk tumbuh.

 Diduga pemberian limbah padat tambak udang sebagai nutrien dapat

berpengaruh terhadap laju pertumbuhan Caulerpa lentillifera.

 Diduga pertumbuhan Caulerpa lentillifera memberikan pengaruh terhadap

perbedaan kadar protein serta kandungan klorofil pada Caulerpa

lentillifera.
3.5 Keterbaruan Penelitian

Keterbaruan penelitian ini adalah penggunaan limbah padat tambak udang

sebagai nutrien untuk pertumbuhan, dan mengetahui perbedaan kadar protein

serta kandungan klorofil pada Caulerpa lentillifera selama tumbuh dan dipelihara.

3.6 Strategi Publikasi

Hasil penelitian ini sudah dipublikasikan pada bulan Juni 2017 di Journal of

Experimental Life Science (JELS) dengan judul A Solid Waste Pond Tiger Shrimp

(Peneaus monodon) as Fertilizer for Caulerpa lentillifera Vol 7. No. 1, 2017.


IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 – November 2016 di

Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Reproduksi

ikan (FPIK), Laboratorium Perekayasa Hasil Perikanan (FPIK), Laboratorium

Biosains (LSIH), Laboratorium Kimia Organik (FMIPA) dan Laboratorium Kimia

Tanah (FP) Universitas Brawijaya Malang.

4.2 Alat dan Bahan penelitian

4.2.1 Alat dan Bahan Analisis Unsur Hara Limbah Padat Tambak Udang

 Analisis C Organik

Alat-alat yang digunakan dalam analisis C organik adalah Erlenmeyer 500

ml, gelas ukur, buret, pengaduk magnetis, dan timbangan digital. Bahan-

bahan yang digunakan dalam analisis C organik adalah limbah padat tambak

udang, larutan H3PO4, H2SO4, K2Cr2O7, indikator difenilamina, FeSO4, dan

aquades.

 Analisis N Total

Alat-alat yang digunakan dalam analisis N total adalah tabung Kjeldahl, alat

destruksi, Erlenmeyer 500 ml, buret mikro, pengaduk (stirer), dan timbangan

digital. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis N total adalah limbah

padat tambak udang, larutan H2SO4, garam selen, asam borat, NaOH, dan

aquades.

 Analisis P Total

Alat-alat yang digunakan dalam analisis P total adalah botol film, mesin

pengocok, kertas saring Whatman 42, spectronic 21, pipet, dan timbangan
digital. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis P total adalah limbah

padat tambak udang, larutan OLSEN, BRAY 1, BRAY 2, reagen P, dan

aquades

4.2.2 Alat dan Bahan Perendaman Limbah Padat Tambak Udang

Alat-alat yang digunakan dalam penaburan limbah padat tambak udang

adalah akuarium, timbangan digital, aerator, selang aerasi, batu aerasi, plastik,

dan karet gelang. Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah limbah

padat tambak udang dan air laut.

4.2.3 Alat dan Bahan Analisis Bahan Organik

 Analisis Nitrat (NO3-)

Alat-alat yang digunakan dalam analisis nitrat (NO3-) adalah gelas ukur,

cawan porselen, hot plate, spatula, pipet volume, bola hisap, spatula, dan

spektrofotometer. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis nitrat (NO3-)

adalah larutan sampel (hasil perendaman limbah padat tambak udang),

larutan standar nitrat, asam fenoldisulfonik, NH4OH, aquades, dan kertas

saring.

 Analisis Amonium (NH4+)

Alat-alat yang digunakan dalam analisis amonium (NH4+) adalah gelas

ukur, Erlenmeyer, pipet volume, bola hisap, dan spektrofotometer. Bahan-

bahan yang digunakan dalam analisis amonium (NH4+) adalah larutan sampel

(hasil perendaman limbah padat tambak udang), larutan standar amonium,

nessler, aquades, dan kertas saring.

 Analisis Fosfat (PO43-)

Alat-alat yang digunakan dalam analisis fosfat (PO43-) adalah beaker glass,

corong, pipet volume, bola hisap, gelas ukur, cuvet, dan spektrofotometer.
Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah larutan sampel (hasil

perendaman limbah padat tambak udang), indikator phenolftalin, H2SO4,

NaOH, K2S2O8, KH2PO4, pereaksi kombinasi (15 ml amonium molibdat, 50 ml

H2SO4, 5 ml kalium antimonil tartarat, dan 30 ml asam askorbat), aquades,

dan kertas saring.

4.2.4 Alat Analisis Kualitas Air

Analisis kualitas air meliputi suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut. Pengukuran

suhu menggunakan termometer, pH menggunakan pH pen, salinitas

menggunakan refraktometer, oksigen terlarut menggunakan DO meter,

ammonium, nitrat dan fosfat diukur menggunakan spektrofotometer.

4.3 Metode Penelitian

4.3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yaitu penelitian yang

menguji hipotesis berbentuk sebab akibat melalui manipulasi variabel dan menguji

perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh perlakuan tersebut. Penelitian

eksperimental lebih mudah dilakukan di laboratorium karena alat-alat yang khusus

dan lengkap dapat tersedia, dimana pengaruh luar dapat dengan mudah dicegah

selama eksperimen (Singarimbun dan Effendi, 1983).

Variabel penelitian terbagi menjadi dua yaitu variabel bebas yang

merupakan varibel yang diselidiki pengaruhnya dan variabel terikat yang

merupakan variabel yang diperkirakan akan timbul sebagai pengaruh dari variabel

bebas. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan meliputi :

- Variabel bebas : budidaya Caulerpa lentillifera pada konsentrasi masing-

masing limbah padat tambak udang sebnyak 0 g/l, 2 g/l, 4 g/l, 6 g/l.
- Variabel terikat : laju pertumbuhan Caulerpa lentillifera, dan adanya

perbedaan kandungan protein dan kandungan klorofil pada Caulerpa

lentillifera selama penelitian.

4.3.2 Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu

 Tahap I : analisis unsur hara limbah padat tambak udang, terdiri dari unsur

makro (C, N, dan P) dan mikro (Fe, Cu, Zn, Mn, dan B); penggunan dosis

limbah tambak udang (0, 2, 4 dan 6 g/L); kandungan nitrifikasi, mineralisasi

dan pelarut phospor dalam bak terkontrol.

 Tahap II :Budidaya Caulerpa lentillifera dengan berbagai dosis limbah

padat tambak udang pada bak terkontrol (Tahap I), diamati laju

pertumbuhan, dan perbedaan kandungan protein serta kandungan klorofil

dan kualitas air.

4.3.3 Rancangan Percobaan

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap (RAL). Menurut Sastrosupadi (2000), beberapa

keuntungan dari penggunaan RAL adalah :

 Analisis statistiknya masih mudah karena komponen perhitungan sesuai

dengan sumber keragaman meliputi perlakuan, galat dan total.

 Dengan derajat bebas galat maksimal memungkinkan memperoleh KT

galat yang kecil sehingga peluang mendapatkan Fhit dengan nilai yang

besar.

 Karena tempat percobaan tidak memperngaruhi nilai pengamatan, maka

memungkinkan setiap perlakuan diberi ulangan yang tidak sama.

Sebaiknya ulangan dibuat sama agar memudahkan perhitungan.


Perlakuan pada penelitian ini adalah perbedaan dosis dengan kisaran

berbeda yang diulang sebanyak 3 kali. Adapun perlakuan yang diberikan adalah

sebagai berikut :

Perlakuan K = Tanpa pemberian limbah padat tambak udang ( Kontrol)

Perlakuan A = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 2 g/l)

Perlakuan B = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 4 g/l)

Perlakuan C = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 6 g/l)

Berikut ini adalah denah penelitian setelah pengacakan yang dapat dilihat

pada Gambar 8.

C2 B1 K1 A1 B3 C3

A2 C1 A3 K3 B2 K1

Gambar 7. Denah Penelitian.

4.4 Persiapan Penelitian

4.4.1 Persiapan Penelitian

 Sterilisasi Alat dan Media Budidaya

Sebelum dilakukan penelitian, semua alat dan bahan penelitian disterilisasi

terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya kontaminasi dengan lingkungan luar.

Sterilisasi alat-alat penelitian dilakukan dengan mencuci bersih semua peralatan

dengan sabun, kemudian peralatan dikeringanginkan pada tempat yang bersih.

 Penyiapan Limbah Padat Tambak Udang

Limbah padat tambak udang diperoleh dari lokasi pertambakan udang windu

di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Limbah


padat diperoleh dengan cara membuka central drain pada bak pembesaran udang

windu selama 15 menit sebelum pemberian pakan. Dengan adanya central drain

maka limbah pada bak pembesaran udang windu dapat terkumpul pada satu

tempat (pada bagian tengah) sehingga tidak perlu dilakukan penyiponan. Limbah

yang terkumpul pada dasar wadah budidaya akan tersalur melalui pipa menuju

tempat penampungan limbah. Pada tempat penampungan limbah akan dibedakan

antara limbah padat dengan limbah cair menggunakan Multi Cyclone 16 (Gambar

8). Dengan menggunakan alat tersebut, limbah padat akan terkumpul ketika

dibuka tuas pada bagian samping alat tersebut. Limbah cair akan disalurkan

menuju bak resirkulasi yang terdapat ikan dan rumput laut, kemudian air hasil

resirkulasi akan digunakan kembali untuk kegiatan pembesaran udang vaname.

Limbah padat yang telah terkumpul akan dioven pada suhu 105oC selama 48 jam.

Limbah padat yang telah kering dapat digunakan sebagai bahan utama dalam

penelitian ini.

Gambar 8. Bak Penampungan Limbah yang Dilengkapi Dengan Multi Cyclone 16

 Penyiapan Air Laut sebagai Media Tanam

Air laut disiapkan dengan mengisi air laut pada akuarium dengan konsentrasi

kualitas air yang optimal.


 Penyiapan Caulerpa lentillifera.

Caulerpa lentillifera. yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

Petani Laut di Desa Musi, Kecamatan Gerokgak, Bali. Caulerpa lentillifera

diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui jenis yang digunakan. Caulerpa

lentillifera harus aklimatisasi terlebih dahulu sebelum digunakan dalam penelitian.

aklimatisasi dilakukan dengan menanam sesuai dengan jumlah yang diperlukan.

4.4.2 Pelaksanaan Penelitian Tahap I

- Analisis Unsur Hara Limbah Padat Tambak Udang

Analisis unsur hara limbah padat tambak udang meliputi uji analisis kadar

C organik menggunakan Metode Walkley dan Black (1934), kadar N total

menggunakan Metode Kjeldahl (1883), kadar P total menggunakan Metode

Bray dan Kurtz (1945) dan Olsen et al. (1954), kadar Fe (besi) menggunakan

Metode Fenantrolin (SNI 19-1127-1989), kadar Cu (tembaga) menggunakan

metode (SNI 19-1129-1989), dan Kadar B (boron) dengan menggunakan

metode (SNI 19-1128-1989).

- Perendaman Limbah Padat Tambak Udang

Limbah padat tambak udang yang telah kering akan direndam selama 48

jam kemudian akan diiukur kadar amonium, nitrat dan fosfat pada masing-

masing perlakuan yaitu 0 g/l, 2 g/l, 4 g/l, 6 g/l.

4.4.3 Pelaksanaan Peneltian Tahap II

- Budidaya Caulerpa lentillifera

Pelaksanaan yang dilakukan dalam budidaya Caulerpa lentillifera, yaitu

menyiapkan bibit Caulerpa lentillifera. Caulerpa lentillifera di aklimatisasi.

Ditimbang berat awal sebelum di tanam. Caulerpa lentillifera yang telah

diaklimatisasi dimasukkan kedalam akuarium yang sudah berisi limbah tambak


udang masing-masing sebanyak 300 gr. Ditanam dengan lama waktu yang

ditentukan yaitu selama 1 bulan dan di aerasi.

- Penanaman Caulerpa lentillifera dengan Metode Tanam

Penggunaan metode tanam dengan menggunakan anyaman bambu

dilakukan dengan menyiapkan 2 lembar anyaman bambu yang telah disediakan

dengan ukuran 20 cm x 20 cm. Selanjutnya bibit Caulerpa lentillifera seberat

300 gram disebar diantara lembaran, lalu disimpan di dalam bak pemeliharaan

yang sudah diisi air laut dengan salinitas 32 ppt selama 1 bulan pemeliharaan.

Sumber bibit berasal dari habitat aslinya di pantai atau hasil panen budidaya

yang khusus digunakan sebagai bibit. Kebutuhan cahaya yang bisa diterima

oleh Caulerpa lentillifera berkisar antara 5400 – 6720 lux dengan menggunakan

alat lux meter yang dipapar oleh sinar matahari langsung (Hiroyuki dan

Kadowaki, 2009). Sedangkan menurut Masyahoro dan Mappiratu (2010),

kelayakan intensitas cahaya antara 6500 – 7500 lux selama 12 jam pemaparan

matahari langsung. Contoh media tanam seperti Gambar 9.

Anyaman
Bambu
C. lentillifera di
sisipkan diantara
anyaman bambu
Pipa Pembatas

Gambar 9. Contoh Media Tanam

4.4.4 Parameter Penelitian

- Laju pertumbuhan

Menurut Effendie (1997) pertumbuhan selama penelitian dihitung

berdasarkan selisih antara rataan berat pada awal penelitian dengan rataan berat
pada akhir penelitian adalah sebagai berikut pertumbuhan harian anggur laut

selama 1 bulan pemeliharaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

𝑊𝑡−𝑊0
g=
𝑡

Keterangan :
G = Pertumbuhan Mutlak Rata-Rata g = pertumbuhan harian (gr/hari).
Wt = Berat (gr) Bibit pada akhir penelitian t = jumlah hari percobaan (h)
Wo = Berat (gr) Bibit penelitian.

- Kadar Protein

Kadar protein dapat dihitung menggunakan Metode Kjeldahl (1883). Metode

ini terdiri dari 3 langkah, yaitu digesti, netralisasi, dan titrasi. Prinsipnya adalah

sampel didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat

ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada

kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel.

- Klorofil

Klorofil dapat dihitung dengan Metode Arnon (1949), menggunakan pelarut

aseton 80% dan mengukur nilai absorbansi larutan klorofil pada panjang

gelombang (𝜆) 630, 645, 647, 663 dan 664 nm. Sebelum dilakukan pengukuran

sample akan didiamkan ditempat gelap salama 15 menit. Sampel C. Lentillifera

segar di hancurkan dengan menggunakan mortal dan pestle dan dicampurkan

aseton dengan perbandingan 1:1 dalam tabung 2 ml. Sampel di-sentrifuge selama

± 15 menit dengan kecepatan 4000xg. Supernatan di pindahkan kedalam tabung

dan di campurkan aseton mencapai total volume 10 ml. Diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 630, 645, 647, 663 dan 664 nm (dengan larutan

standarnya adalah aseton). Pengambilan dengan panjang gelombang tersebut

nantinya akan di gunakan untuk menentukan kandungan antara klorofil a, b dan

total klorofil seperti rumus dibawah ini :

Klorofil-a (mg/g) = 11,85 (A663) – 1,54 (A647) – 0,08 (A630)


Klorofil-b (mg/g) = 4,68 (A663) – 22,9 (A645)

Total klorofil (mg/g) = 20,21 (A645) + 8,02 (A663)

- Kualitas Air

Pengukuran kualitas air selama penelitian meliputi suhu, pH, oksigen

terlarut, dan salinitas yang dilakukan setiap hari, sedangkan amonium, nitrat dan

fosfat diukur pada awal penelitian.

4.5 Analisis Data

Analisis data penelitian menggunakan analisis kuantitatif meliputi amonium

dan nitrat. Data dianalisis menggunakan program SPSS versi 21.0 dengan uji one

way ANOVA. Analisis dimulai dengan uji sidik ragam, kemudian dilanjutkan

dengan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan metode uji Duncan apabila hasil

berbeda nyata atau berbeda sangat nyata. Dari uji ini dilanjutkan dengan analisis

polinomial orthogonal untuk mendapatkan nilai perlakuan terbaik.


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kandungan Unsur Hara Limbah Padat Tambak Udang

Hasil analisis limbah padat tambak udang menunjukkan limbah organik

mengandung unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Caulerpa lentillifera.

Unsur hara tersebut meliputi unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro terdiri

atas C (karbon), N (nitrogen), Bahan Organik, dan K (kalium). Unsur hara mikro

terdiri atas Fe (besi), Cu (tembaga), Zn (seng), Mn (mangan), B (boron).

Kandungan unsur hara tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Kandungan Unsur Hara Limbah Padat Tambak Udang dan
Pembanding

Parameter Unit/Satuan Limbah Organik Pupuk Kandang


Tambak Udang Windu (Hadisuwito, 2007)
C organik % 4,24 4,36
N total % 0,70 0,81
Bahan Organik % 7,34 7,52
K mg kg-1 14,32 2,18
Fe ppm 2,30 76,1
Cu ppm 3,00 41
Zn ppm tu 128
Mn ppm 190,50 119
B ppm 59,50 77,8
Keterangan : tu = tidak terukur

Dari data pembanding diatas, didapatkan bahwa unsur hara yang terdapat

pada limbah padat tambak udang bisa dijadikan pupuk untuk Caulerpa lentillifera.

Kalium merupakan salah satu unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman dalam

proses fotosintesis diamana didapatkan nilai kalium lebih besar dari pupuk

kandang yang sebesar 14,32 mg kg-1 dari 2,18 mg kg-1. Unsur hara makro lainnya

yaitu adalah kalium (K) yang berfungsi sebagai katalisator dalam pembentukan

protein, pembelahan sel dan karbohidrat serta mengaktifkan enzim (Hadisuwito,

2007). Apabila tanaman mengalami defisiensi unsur K, maka proses fotosintesis

menurun, sedangkan proses respirasi tanaman akan meningkat. Fungsi unsur


hara mikro antara lain sebagai mempengaruhi proses oksidasi dan reduksi,

membantu mengatur kadar asam, sebagai katalisator (stimulan), mempengaruhi

nilai osmotik, membantu pertumbuhan dan mempengaruhi penyerapan unsur hara

(Sudarmi, 2013). Sedangkan nilai mangan (Mn) juga lebih besar yaitu 190,50 ppm

dari pupuk kandang yang hanya sebesar 119 ppm. Menurut Wijoseno (2011),

salah satu unsur yang berperan penting dalam proses fotosintesis adalah Mn

(mangan). Unsur ini berfungsi sebagai aktivator enzim dalam proses terang

fotosintesis. Semakin banyak jumlah Mn dalam media kultur, maka akan semakin

meningkatkan laju fotosintesis sehingga kualitas produk yang dihasilkan akan

semakin baik.

5.2 Perendaman Limbah Padat Tambak Udang

5.2.1 Kadar Amonium (NH4+) Selama Perendaman


Hasil penelitian kadar amonium (NH4+) selama perendaman limbah organik

tambak udang dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 4. Kadar Amonium

Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata STD
I II III
K 1,55 1,65 1,7 4,90 1,63 0,08
A 2,93 3,04 2,7 8,67 2,89 0,17
B 3,25 3,01 3,41 9,67 3,22 0,20
C 3,15 3,36 3,5 10,01 3,34 0,18
Jumlah 33,25
Keteran :

K = Tanpa pemberian limbah padat tambak udang ( Kontrol)


A = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 2 g/l)
B = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 4 g/l)
C = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 6 g/l)

Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar amonium pada perlakuan C dengan

menggunakan dosis 6g/l mempunyai nilai terbesar yaitu 10,01 ppm. Menurut

Howitt dan Udvardi (2000), amonium merupakan bentuk dari nitrogen. Penyerapan

nitrogen oleh tanaman hampir seluruhnya dapat dalam bentuk amonium atau
nitrat. Amonium dipercaya sebagai sumber utama untuk pertumbuhan pada

agrikultur dan kebanyakan lingkungan alam. Amonium langsung dapat

dimanfaatkan oleh plankton dalam sistesis asam-asam amino (Pirzan dan Pong-

Masak, 2008).

Berdasarkan hasil analisis ragam dilakukan uji F untuk mencari pengaruh

perlakuan perendamanan terhadap kadar amonium sebagaimana ditunjukkan

pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Tabel Sidik Ragam Kadar Amonium (ppm) selama perendaman


F
Sumber Keragaman db JK KT Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 5,50 1,83 8,53** 4,07 7,59
Acak 8 0,21 0,03
Total 11 5,71

Hasil perhitungan berdasarkan tabel dengan menggunakan uji F diperoleh

nilai F hitung yaitu sebesar 8,53. Nilai F hitung tersebut lebih besar dari F tabel 5%

dan 1% jadi dapat diasumsikan terdapat perbedaan sangat nyata antara

perendaman terhadap kadar amonium (ppm). Adanya perbedaan nyata pada

perlakuan perendaman terhadap kadar amonium (ppm) oleh sebab itu dilakukan

uji BNT untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan terhadap kadar

amonium (ppm). Hasil perhitungan BNT dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tabel Beda Nyata Terkecil (BNT) Kadar Amonium (ppm) Selama
Perendaman

Perlakuan K A B C
Notasi
Rata-rata 1,63 2,89 3,22 3,34
K 1,63 - - - - a
A 2,89 1,26ns - - - b
B 3,22 1,59* 0,33 ns - - c
C 3,34 1,70* 0,45 ns 0,11 ns - c
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata
4,00
3,50

Kadar Amonium (ppm)


3,00
2,50
2,00 y = 0,5443x + 1,41
1,50 R² = 0,9538
1,00
0,50
0,00
0 2 4 6
Dosis Limbah Padat Tambak Udang (g/L)

Gambar 10. Grafik Kadar Amonium (ppm) Pada Dosis Limbah Yang Berbeda

Berdasarkan hasil polinomial ortogononal kurva regresi pada Gambar 10

didapatkan persamaan: y = 0,5443x + 1,141 dengan nilai R2=0,9538 yang

menyatakan bahwa perlakuan dosis limbah padat tambak udang berpengaruh

sebesar 95% terhadap kadar amonium.

Perbedaan hasil dai nilai ammonium dengan nilai terbesar yaitu 3,34 ppm

merupakan nilai yang sangat bagus untuk pertumbuhan Caulerpa lentillifera.

Karena amonium diperlukan untuk proses terbentuknya protein pada tanaman.

Amonium berfungsi sebagai pendukung bila tanaman kekurangan unsur N pada

perairan. Bentuk Nitrogen yang dapat digunakan oleh tanaman adalah ion nitrat

(NO3) dan ion amonium (NH4+). Ion-ion ini kemudian membentuk material

kompleks seperti asam-asam amino dan asam-asam nukleat yang dapat langsung

diserap dan digunakan oleh tanaman tingkat tinggi (Howitt dan Udvardi, 2000).

5.2.2 Kadar Nitrat (NO3-) Selama Perendaman


Hasil penelitian kadar amonium (NO3-) selama perendaman limbah organik

tambak udang dapat dilihat di Tabel 7.


Tabel 7. Kadar Nitrat

Ulangan Rata-
Perlakuan Total STD
Rata
I II III
K 2,5 2,65 2,76 7,91 2,64 0,13
A 4,45 4,3 4,23 12,98 4,33 0,11
B 4,5 4,26 4,73 13,49 4,50 0,24
C 4,8 4,35 4,59 13,74 4,58 0,23
Jumlah 48,12
Keteran :

K = Tanpa pemberian limbah padat tambak udang ( Kontrol)


A = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 2 g/l)
B = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 4 g/l)
C = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 6 g/l)

Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar amonium pada perlakuan C dengan

menggunakan dosis 6g/l mempunyai nilai terbesar yaitu 13,74 ppm. Nitrat

merupakan bentuk utama nitrogen di perairan dan penting untuk pertumbuhan

tanaman dan alga. Nitrat mudah terlarut dalam air. Nitrat adalah proses

penguraian dari amonium yang dilakukan oleh mikroorganisme yaitu bakteri

Nitrosomonas. Bakteri Nitrosomonas akan mengoksidasi amonium menjadi nitrit

dan akhirnya menjadi nitrat (Mustofa, 2015). Proses perubahan amonium ini

berperan penting dalam mengendalikan transformasi mineral N dari NH4+ yang

kurang larut menjadi NO3- yang mudah larut dan diserap oleh tanaman (Ginovart

et al., 2005).

Berdasarkan hasil analisis ragam dilakukan uji F untuk mencari pengaruh

perlakuan perendamanan terhadap kadar nitrat sebagaimana ditunjukkan pada

Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8. Tabel Sidik Ragam Kadar Nitrat (ppm) Selama Perendaman


F
Sumber Keragaman db JK KT Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 7,64 2,55 9,40** 4,07 7,59
Acak 8 0,27 0,03
Total 11 7,92
Hasil perhitungan berdasarkan tabel dengan menggunakan uji F diperoleh

nilai F hitung yaitu sebesar 9,40. Nilai F hitung tersebut lebih besar dari F tabel 5%

dan 1% jadi dapat diasumsikan terdapat perbedaan sangat nyata antara

perendaman terhadap kadar nitrat (ppm). Adanya perbedaan yang sangat nyata

pada perlakuan perendaman terhadap kadar nitrat (ppm) oleh sebab itu dilakukan

uji BNT untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan terhadap kadar

nitrat (ppm). Hasil perhitungan BNT dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Tabel Beda Nyata Terkecil (BNT) Kadar Nitrat (ppm) Selama Perendaman
Perlakuan K A B C
Notasi
Rata-rata 2,64 4,33 4,50 4,58
K 2,64 - - - - a
A 4,33 1,69ns - - - b
B 4,50 1,86* 0,17 ns - - b
C 4,58 1,94* 0,25 ns 0,08 ns - b
Keterangan : ns = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata
6,00
Kadar Nitrat (ppm)

5,00
4,00
3,00
y = 0,6x + 2,51
2,00 R² = 0,9521
1,00
0,00
0 2 4 6
Dosis Limbah Padat Tambak Udang (g/L)

Gambar 11. Grafik Kadar Nitrat (ppm) Pada Dosis Limbah Yang Berbeda

Berdasarkan hasil polinomial ortogononal kurva regresi pada Gambar 11

didapatkan persamaan: y = 0,6x + 2,51 dengan nilai R2=0,95 yang menyatakan

bahwa perlakuan dosis limbah padat tambak udang berpengaruh sebesar 95%

terhadap kadar nitrat.

Perbedaan kandungan Nitrat pada hasil penelitian menunjukkan nilai yang

sangat berbeda, dimana nilai nitrat tertinggi mencapai 4,58 ppm bila dibandingkan

dengan standar baku mutu kualitas air memang tergolong tercemar, karena batas

toleransi nilai nitrat pada tambak tidak lebih dari 0,5 ppm. Besarnya kadar nitrat di
dalam tambak yang masih bisa ditoleransi berada dibawah 0,1 – 0,5 ppm, apabila

kadar nitrat di dalam air tambak yang melebihi ambang batas tersebut akan

berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup hewan yang

dipelihara (Fahrur et al., 2014). Akan tetapi untuk kebutuhan tanaman nilai tersebut

dapat menjadi nutrien yang bagus untuk pertumbuhan Caulerpa lentillifera, karena

nitrat merupakan unsur dasar dalam proses pertumbuhan tanaman.

5.2.3 Kadar Fospat (PO43-) Selama Perendaman


Hasil penelitian kadar fospat (PO43-) selama perendaman limbah organik

tambak udang dapat dilihat di Tabel 10.

Tabel 10. Kadar Fospat


Ulangan Rata-
Perlakuan Total STD
I II III Rata
K 0,85 0,7 0,65 2,20 0,73 0,10
A 1,7 1,67 1,5 4,87 1,62 0,11
B 1,86 2,01 1,69 5,56 1,85 0,16
C 2,25 1,7 2,15 6,10 2,03 0,29
Jumlah 18,73
Keteran :

K = Tanpa pemberian limbah padat tambak udang ( Kontrol)


A = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 2 g/l)
B = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 4 g/l)
C = Pemberian limbah padat tambak udang ( Dosis 6 g/l)

Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar amonium pada perlakuan C dengan

menggunakan dosis 6g/l mempunyai nilai terbesar yaitu 13,74 ppm. Fosfat yang

terdapat dalam perairan (tersuspensi maupun terlarut) umumnya berasal dari

dekomposisi organisme yang sudah mati dan terdapat dalam bentuk anorganik

(ortofosfat dan polifosfat), maupun organik (senyawa gula fosfat dan hasil

oksidasinya, nukleoprotein dan fosfoprotein). Senyawa fosfat anorganik yang

terkandung umumnya berada dalam bentuk ion asam fosfat, H3PO4. Kira-kira 10%

dari fosfat anorganik terdapat sebagai ion PO43- dan sebagian besar (90%) dalam

bentuk HPO42- (Nybakken, 1988). Menurut Rumhayati (2010), fosfat terdapat

dalam berbagai bentuk, hanya polifosfat dan fosfat lain yang mudah berubah
menjadi ortofosfat, baik melalui proses fisika (desorpsi), kimia (pelarutan) maupun

biologis (proses enzimatis) yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh alga di

badan air.

Jasad renik seperti Bacillus sp, Pseudomonas sp, Bacterium sp dan

Escherichia sp mempunyai kemampuan untuk melarutkan P yang tidak larut

menjadi tersedia untuk alga. Jasad renik ini menghasilkan asam-asam organik

seperti asam sitrat, fumarat, tartarat dan keto butarat. Mikroorganisme ini juga

memproduksi asam amino, vitamin dan growth promoting substance seperti asam

giberelin yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Ponmugaran dan

Gopi, 2006). Aktivitas penguraian fosfat dapat dipengaruhi oleh pH, kelembaban,

suhu dan faktor lainnya (Havlin et al., 1999).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dilakukan uji F untuk mencari

pengaruh perlakuan perendamanan terhadap kadar amonium sebagaimana

ditunjukkan pada Tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11. Tabel Sidik Ragam Kadar Fospat (ppm) Selama Perendaman
Sumber F
Keragaman db JK KT Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 2,99 1,00 3,72 4,07 7,59
Acak 8 0,27 0,03
Total 11 3,26

Hasil perhitungan berdasarkan tabel dengan menggunakan uji F diperoleh

nilai F hitung yaitu sebesar 3,72. Nilai F hitung tersebut lebih kecil dari F tabel 5%

dan 1% jadi diasumsikan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan

perendaman terhadap kadar fospat. Tidak adanya perbedaan nyata antara

perlakuan perendaman terhadap kadar fospat maka cukup sampai uji F saja.
2,50

Kadar Fospat (ppm)


2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
0 2 4 6
Perlakuan (g/L)

Gambar 12. Grafik Kadar Fospat (ppm) Pada Dosis Limbah Yang Berbeda

Perbedaan nilai phosphat dengan nilai tertinggi sebesar 2,03 ppm

merupakan perlakuan yang memiliki tingkat kesuburan yang sangat tinggi,

dikarenakan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi memiliki kadar phospat

0,51-1 ppm, tingkat kesuburan sedang memiliki kadar phospat 0,2-0,5 ppm dan

tingkat kesuburan rendah 0-0,2 ppm. Fungsi utama dari unsur phospat adalah

mempercepat pertumbuhan akar semia, mempercepat dan memperkuat

pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa, mempercepat pembungaan dan

pemasakan biji serta meningkatkan produksi biji (Effendi, 2000).

5.3 Laju Pertumbuhan Caulerpa lentillifera


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data pertumbuhan berat anggur

laut seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Laju Pertumbuhan Caulerpa lentillifera


Ulangan Rata-
Perlakuan Total STD
I II III Rata
K 0,07 0,29 0,18 0,54 0,18 0,11
A 0,54 0,61 0,75 1,89 0,63 0,11
B 2,14 2,14 1,32 5,61 1,87 1,91
C 2,25 2,89 2,14 7,29 3,64 2,45
Jumlah 15,32

Tabel 12 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan pada perlakuan C dengan

menggunakan dosis 6g/l mempunyai nilai terbesar yaitu 7,29 gr/hari. Perbedaan

pertumbuhan harian terlihat berbeda di tiap perlakuan, ini membuktikan bahwa


perbedaan dosis limbah padat tambak udang yang digunakan mempengaruhi

pertumbuhan bibit anggur laut.

Pertumbuhan Caulerpa lentillifera dimulai dari penyerapan nutrisi pada

stolon yang kemudian akan memanjang dan membentuk ramili yaitu bulatan-

bulatan kecil yang menyerupai buah anggur. Menurut Hanafi (2007), Caulerpa

lentillifera atau anggur laut tidak memiliki akar karena berbentuk thallus sehingga

stolon berfungsi sebagai penempel atau penancap di substrat berpasir atau

berbatu dimana akan lebih mudah untuk membersihkan lumpur yang menempel

pada ramillinya dengan bantuan arus atau aliran air.

Berdasarkan hasil analisis ragam dilakukan uji F untuk mencari pengaruh

perlakuan perendamanan terhadap kadar nitrat sebagaimana ditunjukkan pada

Tabel 13 di bawah ini.

Tabel 13. Tabel Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Selama Penelitian


Sumber
Keragaman db JK KT F Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 9,90 3,30 4,00 4,07 7,59
Acak 8 0,83 0,10
Total 11 10,73

Hasil perhitungan berdasarkan tabel dengan menggunakan uji F diperoleh

nilai F hitung yaitu sebesar 4,00. Nilai F hitung tersebut lebih kecil dari F tabel 5%

dan 1% jadi dapat diasumsikan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara

perlakuan terhadap laju pertumbuhan. Tidak adanya perbedaan nyata antara dosis

limbah terhadap laju pertumbuhan dari Caulerpa lentillifera maka cukup sampai uji

F saja.
4,00

Laju Pertumbuhan
3,00

(gr/hari)
2,00

1,00

0,00
K A B C
Perlakuan

Gambar 13. Grafik Laju Pertumbuhan (gr/hari) Pada Masing-masing Perlakuan

Pertumbuhan ini menandakan bahwa penggunaan limbah padat mampu di

gunakan sebagai pupuk, karena terdapat perbedaan pada masing-masing

perlakuan. Perbedaan pertumbuhan dikarenakan pada penyerapan nutrien di tiap

perlakuan berbeda-beda, misalkan pada perakuan C dimana nutrien (monium,

nitrat dan fospat) yang dihasilkan lebih besar dari perlakuan lainnya sehingga

menghasilkan rata-rata pertumbuhan harian sebesar 3,64 g/hari, sedangkan pada

perlakuan K hanya sebesar 0,18 g/hari. Oleh karena itu pertumbuhan terbesar

didapat pada perlakuan C. Pertumbuhan Anggur Laut dapat dipercepat dengan

penambahan pupuk dalam air pemeliharaan anggur laut. Pertumbuhan dapat

dipacu dengan penambahan unsur Nitrogen (N) dan Posphate (P), karena kedua

unsur tersebut merupakan nutrien esensial bagi algae (Carpenter & Capone,

1983). Berbagai hasil penelitian menunjukkan penambahan pupuk N dan P

dengan dosis tertentu di media budidaya anggur laut akan meningkatkan

pertumbuhan dan mempercepat waktu panen (Deraxbudsarakom et al, 2003;

Hiroyuki & Kadowaki, 2009; Huang, 2012).

5.4 Kualitas Klorofil pada Caulerpa lentillifera


Klorofil merupakan jenis pigmen fotosintesis yang dimiliki oleh tumbuhan,

yang mampu menyerap warna merah, hijau, dan biru, serta merefleksikan warna

hijau yang menyebabkan tumbuhan mempunyai warna khasnya. Klorofil a adalah

jenis pigmen yang terdapat pada semua organisme autotrof. Klorofil b adalah
pigmen yang terdapat pada Chlorophyta dan tanaman darat. Klorofil c adalah

pigmen yang terdapat pada Phaeophyta dan diatom Bacillariophyta. Klorofil d

adalah pigmen yang terdapat pada Rhodophyta.. Jadi karena Caulerpa lentillifera

merupakan tumbuhan yang bersifat autotrof dan termasuk Chlorophyta maka

pengamatan di fokuskan pada klorofil a, b dan total klorofil. Pada dasarnya klorofil

yang banyak terdaat pada Caulerpa lentillifera adalah dari klorofil a, karena klorofil

a sangat berperan penting dalam fotosintesis pada saat terjadi proses fotosistem

yaitu menangkap cahaya dan memindahakan energi yang dihasilkan ke pusat

reaksi (Hui et al., 2014). Hasil dari penelitian klorofil ini bisa di lihat pada Gambar

14.

18
Kadar Klorofil (mg/g)

16
14
12
10
8
6 klorofil-a
4
2 Klorofil-b
0
K A B C Total Klorofil
klorofil-a 1,85125 2,36246 2,561516667 3,457096667
Klorofil-b 1,403573333 1,686686667 1,707526667 7,4098
Total Klorofil 3,024786667 3,748503333 3,831696667 16,07734
Wadah Pemeliharaan

Gambar 14. Hasil Kualitas Klorofil Caulerpa lentillifera pada pada Masing-Masing
Wadah Pemeliharaan

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa C. lentillifera yang di

tanam pada perlakuan C memiliki kualitas klorofil paling tinggi dari pada perlakuan

yang lainnya dengan kualitas total klorofil sebesar 16,07 mg/g. Perbedaan kualitas

klorofil terlihat berbeda antara tiap perlakuan, seperti penelitian Antara (2015),

Caulerpa lentillifera yang dibudidayakan dengan menggunakan air buangan atau

air limbah abalone yang ditambah dengan pupuk N dan P dengan dosis 20 ppm

mendapatkan rata-rata kualitas total klorofil sebesar 9,4 mg/g.


Sedangkan menurut Paul et al., (2013) menunjukkan bahwa kandungan

klorofil angur laut yang dibudidayakan tanpa tambahan pupuk mencapai 2,58 mg/g

(klorofil a), 1,47 mg/g (klorofil b) dengan total klorofil sebesar 4,1 mg/g. Kemudian

pada penelitian Hui et al., (2014) menyebutkan kandungan total klorofil anggur laut

mencapai 10,97 mg/g dengan menggunakan pupuk tambahan dan klorofil a

sebesar 2,25 mg/g. Jadi kualitas klorofil anggur laut yang dibudidayakan dengan

menggunakan limbah padat tambak udang mendapatkan hasil yang lebih bagus

dari penggunaan pupuk lainnya. Perbedaan yang dihasilkan sesuai dengan

pengamatan Lapointe (1981) yang menyatakan perubahan kandungan pigmen

dipengaruhi oleh interaksi dua facto, yaitu intensitas cahaya dan nutrien.

Fotosintesis juga dapat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Menurut

Masyahoro dan Mappiratu (2010), intensitas cahaya 400 lux dapat merangsang

perkembangan spora dengan baik, sedangkan pada intesnsitas cahaya 6500 –

7500 lux pertumbuhan alga dapat berlangsung dengan baik. Sedangkan menurut

Yuliana dan Lestari (2015), Adanya cahaya matahari yang berlebihan dapat

mengakibatkan tanaman menjadi putih dan layu akibat kekurangan protein pada

batang yang sering disebut dengan bleaching jadi intensitas cahaya optimal

berkisar antara 800 – 3000 lux.

5.5 Kadar Protein pada Caulerpa lentillifera


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data kadar protein pada Caulerpa

lentillifera seperti pada Tabel 14.

Tabel 14. Kadar Protein Caulerpa lentillifera dengan berat 100 gr


Ulangan Rata-
Perlakuan Total STD
I II III Rata
K 5,85 5,50 5,15 16,50 5,50 0,35
A 6,95 6,53 6,22 19,70 6,57 0,37
B 7,47 7,39 7,30 22,16 7,39 0,09
C 8,61 8,01 8,20 24,82 8,27 0,31
Jumlah 83,18
Tabel 14 menunjukkan bahwa kadar protein pada anggur laut yang ditanam

pada akuarium C mempunyai nilai terbesar yaitu 8,27 %. Perbedaan kadar protein

terlihat berbeda di tiap perlakuan, perbedaan di tiap perlakuan berkaitan dengan

kadar mineral yang diserap oleh obyek penelitian, dimana ion-ion amonium, nitrat

dan fospat ini akan digunakan dalam mensitesa asam-asam amino menjadi

protein.

Nitrogen berperan dalam pembentukan sel, jaringan, dan organ tanaman. Ia

berfungsi sebagai sebagai bahan sintetis klorofil, protein, dan asam amino karena

itu kehadirannya dibutuhkan dalam jumlah besar, terutama saat pertumbuhan

vegetatif. Dalam unsur-unsur tersebut mengandung unsur nitrogen yang

merupakan unsure pembentuk pada protein. Unsur nitrogen yang terdapat pada

protein adalah 16% dari protein tersebut. Yang banyak tersimpan pada pucuk dan

daun muda. Dan masih banyak lagi unsur-unsur yang merupakan pembentuk dari

protein yang tersedia pada tumbuhan (Wijoyo, 2007).

Berdasarkan hasil analisis ragam dilakukan uji F untuk mencari pengaruh

perlakuan perendamanan terhadap kadar protein sebagaimana ditunjukkan pada

Tabel 15 di bawah ini.

Tabel 15. Tabel Sidik Ragam Kadar Protein


F
Sumber Keragaman db JK KT Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 12,57 4,19 5,85* 4,07 7,59
Acak 8 0,72 0,09
Total 11 13,29

Hasil perhitungan berdasarkan tabel dengan menggunakan uji F diperoleh

nilai F hitung yaitu sebesar 5,85. Nilai F hitung tersebut lebih besar dari F tabel 5%

dan lebih kecil 1% jadi dapat diasumsikan terdapat perbedaan nyata antara dosis

limbah padat terhadap kadar protein. Adanya perbedaan yang nyata pada
perlakuan dosis limbah padat terhadap kadar protein oleh sebab itu dilakukan uji

BNT untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan terhadap kadar

protein. Hasil perhitungan BNT dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16. Tabel Beda Nyata Terkecil (BNT) Kadar Protein


Perlakuan K A B C
5,50 6,57 7,39 8,27 Notasi
Rata-rata

K 5,50 ns - - - a

A 6,57 1,07ns - - - a

B 7,39 1,89 ns 0,82 ns - - b

C 8,27 2,77* 1,71 ns 0,89 ns - c


Keterangan : ns = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata

9,00
8,00
7,00
Kadar Protein (%)

6,00
5,00
4,00
y = 0,914x + 4,6467
3,00
R² = 0,946
2,00
1,00
0,00
K A B C
Wadah Pemeliharaan

Gambar 15. Grafik Nilai Kadar Protein Pada Wadah Pemeliharaan

Berdasarkan hasil polinomial ortogononal kurva regresi pada Gambar 15

didapatkan persamaan: y = 0,914x + 4,6467 dengan nilai R2=0,9459 yang

menyatakan bahwa perlakuan dosis limbah padat tambak udang berpengaruh

sebesar 95% terhadap kadar protein.

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa kandungan protein pada

Caulerpa lentillifera yang di tanam pada perlakuan C memiliki nilai paling tinggi

dari pada perlakuan yang lainnya dengan kandungan protein sebesar 8,27 %.

Perbedaan kandungan protein tersebut dapat dipengaruhi oleh serapan nutrien


yang dilakukan oleh Caulerpa lentillifera, karena bentuk nitrogen yang dapat

digunakan oleh tanaman adalah ion nitrat (NO3-) dan ion amonium (NH4+). Ion-ion

ini kemudian membentuk material kompleks seperti asam-asam amino dan asam-

asam nukleat yang dapat langsung diserap dan digunakan oleh tanaman. Seperti

penelitian Paul (2008), mendapatkan hasil kandungan protein sebesar 6,8 % pada

budidaya yang dilakukan tanpa menggunakan tambahan pupuk pada bak

terkontrol. Sementara pada penelitian Ratana dan Chirapart (2006), mendapatkan

kandungan protein sebesar 12,49 % pada habitat asli atau yang didapatkan dari

perairan langsung. Jika dilihat dari perbandingan literatur didapatkan bahwa

penggunaan limbah padat tambak udang pada kondisi bak terkontrol lebih bagus

dari pada menggunakan pupuk komersial. Tetapi bila dilihat dari pengambilan di

habitat asli tentu lebih bagus kandungan proteinnya dari pada yang dibudidayakan

di bak terkontrol karena nutrien yang diserap sesuai dengan kebutuhan Caulerpa

lentillifera dan bersifat alami.

5.6 Kualitas Air Selama Penelitian

Parameter penunjang yang dapat mempengaruhi kehdupan fitoplankton

adalah kualitas air. Parameter yang dapat diamati meliputi suhu, pH, oksigen

terlarut (DO) dan salinitas. Setiap parameter kualitas air memiliki kisaran yang

baik untuk menunjang kehidupan Caulerpa lentillifera. Kisaran nilai kualitas air

bisa dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Kisaran Nilai Kualitas Air selama Penelitan

Parameter Kisaran Nilai Standar Kelayakan


Suhu 27 C – 28 C
0 0
250C - 300C
pH 6,4 - 8 7,7 – 8,3
Salinitas 32 30 – 35
DO 5,60 – 5, 91 5,7 – 7,5
 Suhu

Kisaran suhu total dari awal pengamatan hingga akhir pengamatan adalah

berkisar antara 270C-280C. Menurut Glen dan Doty (1981) dalam Luning (1990),

suhu yang optimal untuk pertumbuhan anggur laut adalah pada kisaran suhu 200C-

300C dimana pada suhu 300C fotosintesis dapat bekerja dengan baik. Pada suhu

di atas 300C dengan waktu yang lama akan mempengaruhi kondisi anggur laut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kisaran suhu untuk pemeliharaan anggur laut

masih dalam kisaran normal. Menurut Mubarak et al., (2009), suhu air berkaitan

erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan konsumsi oksigen hewan

air. Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air.

 pH

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan selama penelitian, kisaran

nilai pH adalah 6,4–8. Perbedaan nilai pH yang mencapai 2 dikarenakan oleh

lamanya perendaman yang tergantung dari proses amonifikasi dan nitrifikasi

seperti pernyataan Nainggolan et al., (2009) bahwa Semakin lama waktu

perendaman nitrat akan semakin menurun yang juga disertai dengan penurunan

pH. Perubahan pH tergantung dari proses amonifikasi dan nitrifikasi dari nitrogen

menjadi amonium dan nitrat. Reaksi pembentukan nitrat akan membebaskan H+

yang mengakibatkan pH menjadi menurun.

Menurut Syahputra (2005) yang mengatakan derajat keasaman yang baik

untuk pertumbuhan alga adalah antara 6-9 dengan kisaran optimal 6,3-8,2. Kondisi

ini menggambarkan bahwa setiap alga mempunyai torelansi yang berbeda-beda

terhadap pH. Menurut Luning (1990), menyebutkan bahwa peningkatan nilai pH

akan mempengaruhi kehidupan alga dan kecenderungan perairan memiliki tingkat

keasaman yang tinggi disebakan masuknya limbah orhanik dalam jumlah besar.
 Salinitas

Kisaran salinitas dari awal penelitian hingga akhir penelitian berkisar antara

32 ppt. Menurut Putra, et al. (2012), kisaran salinitas optimum dalam bak terkontrol

untuk anggur laut berkisar antara 25-30 ppt. Menurut Hanafi (2007), anggur laut

adalah alga yang hanya mampu mentolerir perubahan kisaran salinitas yang

sempit, sehingga salinitas dibawah 30 ppt dapat mengakibatkan pertumbuhan

yang kurang baik.

Menurut Dawes (1981) salinitas perairan untuk budidaya rumput laut

berkisar antar 28-34 ppt, sedangkan menurut Soegiarto et al, (1978) kisaran

salinitas yang baik untuk rumput laut adalah 32-35 ppt. Apabila salinitas berada di

bawah 30 ppt maka akan merusak rumput laut yang ditandai dengan timbulnya

warna putih di ujung-ujung tanaman.

 DO

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan nilai DO pemeliharaan

berkisar antara 5,60 – 5,91 ppm. Sumber oksigen diperoleh dari difusi langsung,

hasil fotosintesis alga dan fitoplankton, sirkulasi air, dan aerator. Menurut Doty dan

Noritis dalam Yusuf (2005), kondisi oksigen terlarut yang optimal dibutuhkan oleh

anggur laut berkisar antara 5,0-8,0 ppm. Menurut Kordi (2009), oksigen dalam air

dihasilkan melalui proses difusi. Sumber oksigen lainnya adalah hasil fotosintesis

dari fitoplankton. Jasad hidup ini melalui proses fotosintesis dapat menghasilkan

oksigen. Aliran air baru yang masuk ke dalam kolam juga dapat menambah suplai

oksigen.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat

diambil sebagai berikut.

 Limbah padat tambak udang mempunyai kandungan unsur hara yang bisa

dijadikan nutrien untuk pertumbuhan Caulerpa lentillifera, karena bisa

dilhat dari hasil laju pertumbuhan yang didapat setelah penelitian.

 Adanya perbedaan kandungan dan kualitas klorofil dengan hasil dari

kandungan protein berkisar antara 8,27 % dan kualitas klorofil-a (1,8-3,46

mg/g); klorofil-b (1,4-7,41 mg/g); total klorofil (3,0-16,08 mg/g) pada

Caulerpa lentillifera.

6.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan dalam laporan penelitian ini adalah

bahwa dalam penelitian ini untuk pengaplikasian dalam budidaya sebaiknya tetap

memperhatikan kualitas air dan melakukan resirkulasi air, dikarenakan untuk tetap

menjaga kualitas air yang akan digunakan sebagai media untuk tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA

Agardh, J.G. 1837. Novae species algarum, quas in itinere ad oras maris rubri
collegit Eduardus Rüppell; cum observationibus nonnullis in species
rariores antea cognitas. Museum Senckenbergianum 2: 169-174
Alamsjah, M.A., Christiana, R.F., dan Subekti, S. 2011. Pengaruh fermentasi
limbah rumput laut Gracilaria sp. dengan Bacillus subtilis terhadap populasi
plankton Chlorophyceae. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3 (2): 203-
213.
Alnopri. 2004. Optimasi prosedur assay aktivitas nitrat reduktase daun manggis.
Bengkulu. Jurnal Akta Agrosia 7 (2):62-66.
Anggadiredja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2006. Rumput Laut. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Atmojo, S.W. 2003. Peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan upaya
pengelolaannya. Surakarta: Sebelas Maret University Press. 36 hal.
Atmadja W.S., A. Kadi, Sulistijo, R. Satari. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput
Laut Indonesia. Jakarta : Puslitbang Oseanografi LIPI. 130 hal.
Badjoeri, M. dan Lukman. 2010. Distribusi dan Kelimpahan Populasi Bakteri
Hetrotrofik di Danau Toba. Limnologi 41: 88−97
Beveridge MCM. 1996. Cage Aquaculture, 2nd ed. Fishing News Books, Oxford.
346 pp.

Bray, R.H. and Kurtz, L.T. 1945. Determination of total organic and available forms
of phosphorus in soils. Soil Science. 59: 39−45.
Boyd, C.E. 1986. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Amsterdam:
Elselvier Scientific Publishing Company. 30 pp.
Cabrera, L.G., Rueda, J.A., Lozano, H.G., and Navarro, A.K. 2014. Cultivation of
Monoraphidium sp., Chlorella sp. and Scenedesmus sp. algae in batch
culture using Nile tilapia effluent. Bioresource Technology. 161: 455−460.

Carpenter, Edward J. ; Capone, Douglas G. 1983. Nitrogen In The Marine


Environment. Academic Press. 574.52636 900 p
Chalid, S.Y., Amini, S., dan Lestari, S.D. 2010. Kultivasi Chlorella sp. pada media
tumbuh yang diperkaya dengan pupuk anorganik dan soil extract. Jurnal
Akuakultur Indonesia 11 (2): 34−40.
Crab, R., Avnimelech, Y., Defoirdt, T., Bossier, P., and Verstraete, W. 2007.
Nitrogen removal techniques in aquaculture for a sustainable production.
Aquaculture. 270: 1–14
Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons University Of South
Florida. New York. 268 pp
Deraxbudsarakom, S., P. Songsangjinda., S. Chiayvareesajja., P. Tuntichodok., S.
Pariyawathee. 2003. Optimum condition of environmental factors for growth
of sea grape (Caulerpa lentillifera: J. Agardh), Warasan Kanpramong (Thai
Fisheries Gazette). AGRIS Records.
Fahrur M., Makmur, dan Muhammad C. U. 2014. Konsentrasi Nitrogen Terlarut
Dan Fosfat Dalam Tambak Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Sistem Super Intensif. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
FAO. 2012. Budidaya Rumput Laut. Terdapat pada
http://www.fao.org/docrep/006/y4765e/y4765e0b.htm. Diakses pada
tanggal 29 Januari 2016.
Garno, Y.S. 2004. Pengembangan budidaya udang dan potensi pencemarannya
pada perairan pesisir. Jurnal Teknologi Lingkungan. 5 (3): 187−192.

Guo. H., J. Yao., Z. Sun., D. Duan. 2014. Effects of salinity and nutrients on the
growth and chlorophyll fluorescence of Caulerpa lentillifera. Chinese journal
of Oceanology and Limnology. 12-1-4-8-(2)-jch.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.

Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. 258 hal.

Hanafi, A. 2007. Teknik Produksi Anggur Laut Caulerpa lentillifera. Prosiding


Simposium Nasional Hasil Riset Kelautan dan Perikanan. LIPI. Jakarta,
2007; 12-15.

Havlin, J.L., J.D Beaton, S.L. Tisdale and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and
Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management.Sixth Ed. Prentice Hall,
New Jersey.

Herbeck, L.S., Unger, D., Wu, Y., and Jennerjahn, T.C. 2013. Effluent, nutrient,
and organic matter export from shrimp and fish ponds causing
eutrophication in coastal and back-reef waters of NE Hainan, Tropical
China. Continental Shelf Research. 57: 92−104.
Hiroyuki, K., S. Kadowaki. 2009. Algae Intensive Cultivation Apparatus and
Cultivation method, Patent US 20090151240 A1
Howitt, S.M and M.K. Udvardi. 2000. Structure, function and regulation of
ammonium transporters in plants. Biochimica et Biophysica Acta (BBA)-
Biomembranes. Vol. 1465. Issues 1-2. Pages 152-170
Huang, J. H. 2012. Effects of concentrations of nitrogen and phosphorus and
different culture methods on the growth of Caulerpa lentillifera, Journal of
Fujian Fisheries. 34 (5): 416–419.

Hui. G., Yao J., Sun Z., and Duan D. 2014. Effects of Salinity and Nutrients on the
growth and Chlorophyll Fluorescence of Caulerpa lentillifera. Chinese
Journal of Oceanology and Limnology. 12-1-4-8-(2)-jch
Iglesias-Prieto, R., J. Matta., W. Robins., R. Trench. (1992). Photosynthetic
Response to Elevated Temperature in the Symbiotic Dinoflagellate
Symbiodinium microadriaticum in Culture, Journal of Phycological
Research 20:154–159
Irawan, A., Y. Jufri dan Zuraida. 2016. Pengaruh pemberian bahan organik
terhadap perubahan sifat kimia andisol, pertumbuhan dan produksi
gandum (Triticum eastivum L.). Jurnal Kawista 1(1): 1-9

Jean-François Fortier. 2010. Caulerpa lentillifera : fiche algue pour culture ou


contrôle en aquarium. Terdapat pada https://www.aquaportail.com/fiche-
algue-1601-caulerpa-lentillifera.html. Diakses pada tanggal 20 Juli 2016.
Kjeldahl, J. 1883. A new method for the estimation of nitrogen in organic
compounds. Z. Anal. Chem. 22: 366−372.

Kordi, G. 2009. Budidaya Perairan Jilid 2. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Kurniasih, T. 2008. Peranan pengapuran dan faktor fisika kimia air terhadap
pertumbuhan dan sintasan lobster air tawar (Cherax sp.). Media
Akuakultur. 3(2): 126-132.

Lacerda, L.D., Vaisman, A.G., Maia L.P., e Silva, C.A.R., and Cunha, E.M.S. 2006.
Relative importance of nitrogen and phosphorus emmisions from shrimp
farming and other anthropogenic sources of six estuaries along the NE
Brazilian coast. Aquaculture. 253: 433−446.
Lakitan, B, 2011, Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, Rajawali Pers. Jakarta
Libriyanto, O. 2008. Pengaruh Penggunaan Lahan Tambak terhadap Kualitas Air
Saluran Irigasi Tambak di Muara Daerah Aliran Ci Manceuri (Kabupaten
Tangerang). Skripsi. Tidak dipublikasikan
Luning K. 1990. SEAWEED Their Environment, Biogeography and Ecophysiology.
Jhon Wiley & Sons, Inc.
Maulida, R. 2007. Aktivitas Antioksidan Rumput Laut Caulerpa lentillifera. IPB.
Bogor. (skripsi). 115 hal.
Masyahoro dan Mappiratu. 2010. Respon Pertumbuhan pada Berbagai
Kedalaman Bibit dan Umur Panen Rumput Laut Eucheuma cottonii di
Perairan Teluk Palu. Media Litbang Sulteng. III (2) : 104 – 111.
Mayunar, R.P dan Imanto P.I. 1995. Pemilihan Lokasi untuk Budidaya Ikan Laut.
Prosiding Temu Usaha Permasyarakatan Teknologi Keramba Jaring
Apung bagi Budi Daya Laut, Jakarta 12-13 April 1995, p. 179-189.
Nainggolan, G.D., Suwardi dan Darmawan. 2009. Pola pelepasan nitrogen dari
pupuk tersedia lambat (slow release fertilizer) urea-zeolit-asam humat.
Jurnal Zeolit Indonesia. 8(2). ISSN: 1411-6723
Naylor, R.L., Goldburg, R.J., Primavera, J.H., Kautsky, N., Beveridge, M.C.M.,
Clay, J., Folke, C., Lubchenco, J., Mooney, H., and Troell, M. 2000. Effect
of aquaculture on world fish supplies. Nature. 405: 1017−1024.
Nora F. Y. Tam, Yuk-Shan Wong and Craig G. Simpson. 1998. Removal of Copper
by Free and Immobilized Microalgae, Chlorella vulgaris, In: Water
Treatment with Algae, Yuk-Shan and Nora F. Y. Tam (eds.), Springer-
Verlag and Landes Bioscience. p. 17
Paul, N. A., Rocky dN. 2008. Promise and pitfalls of locally abundant seaweeds as
biofilters for integrated aquaculture. Jurnal Aquaculture 281 (2008) 49–55.
Paul, N., A. N. Neveux., M. Magnusson., R. D. Nys. 2013. Comparative production
and nutritional value of “sea grapes” — the tropical green seaweeds
Caulerpa lentillifera and C. racemosa, J Appl Phycol DOI 10.1007/s10811-
013-0227-9
Pirzan, A.M. dan P.R. Pong-Masak. Hubungan keragaman fitoplankton dengan
kualitas air di Pulau Bauluang Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
Biodiversitas.9(3). ISSN: 1412-033X
Putra, N. S. S., Jumriadi, M. A. Rimmer., S. Raharjo. 2012. Budidaya lawi-lawi
(Caulerpa sp.) di tambak sebagai upaya diversifikasi budidaya perikanan,
Prosiding Innovasi Teknologi Aquaculture (FITA) 2012: 112-119
Rattanakit N., Abhinya P., Shigekazu Y., Mamoru W., And Takashi T. 2002.
Utilization of Shrimp Shellfish Waste as a Substrate for Solid-State
Cultivation of Aspergillus sp. S 1 - 13 : Evaluation of a Culture Based on
Chitinase Formation Which Is Necessary for Chitin-Assimilation. JOURNAL
OF BIOSCIENCE AND BIOENGINEERING Vol. 93, No. 6, 550-556.2002.
Ratana, P. and A. Chirapart. 2006. Nutritional Evaluation of Tropical Green
Seaweeds Caulerpa lentillifera and Ulva reticulate. Kasetsart J. (Nat. Sci.)
40 (Suppl.) : 75 – 83.
Riyono, S. H, 2006. Beberapa Metode Pengukuran Klorofil Fitoplankton di Laut,
Oseana. XXXI (3): 33-44
Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,
Yogyakarta.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Edisi
Revisi. Kanisius, Yogyakarta.
Setiawati, M.R., Suryatmana, P., Hindersah, R., Fitriatin, B.R., dan Herdiantoro, D.
2014. Karakterisasi isolat bakteri pelarut fosfat untuk meningkatkan
ketersediaan P pada media kultur cair tanaman jagung (Zea mays L.).
Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. 16 (1): 38−42. ISSN 1411−0903
Siti D., Nancy dan Budiastuti H. 2008. Absorpsi Polutan Amoniak di dalam Air
Tanah Dengan Memanfaatkan Tanaman Eceng Gondok (Eichornia
Crassi). Jurnal Spekrtum Teknologi Vol. 15, No 2.
Singarimbun, M dan S. Effendi. 1983. Metodologi Penelitian Survey. Jakarta: Edisi
Kedua. LP3S.
Soegiarto A, Sulistijo, Atmadja WS, Mubarak H. 1978. Rumput Laut (Algae):
Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Jakarta: Lembaga Oseanografi
Nasional-LIPI.
Sudarmi, 2014. Pentingnya unsur hara mikro bagi pertumbuhan tanaman.
Widyatama. 22 (2)
Susilowati, 2003, Analisa Perbandingan Kadar Nitrogen (N), Phospor (P), Kalium
(K), dan sulfur (S) pada Pupuk Urea, TSP, KCl, dan ZA yang Beredar di
Pasaran, Skripsi tidak diterbitkan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Syahputra, Y. 2005. Pertumbuhan dan kandungan karaginan Budidaya Rumput
Laut Eucheuma cattonii pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda dan
Perlakuan Jarak Tanam di Teluk Lhok Seudu. (Tesis) Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tangguda, S., Diana A., Arning W. E. 2015. Utiliation of Solid Waste from White
Shrimp (Litopenaeus vannamei) Farm on the Growth and Chlorophyll
Conten in Chlorella sp. J. Life Sci. Biomed. 5(3): 81-85, May 30, 2015
Undu M. C., Makmur, dan Rachman S. 2014. Studi Pendahuluan Laju Efflux
Nutrien Sedimen Di Tambak Udang Litopenaeus vannamei Super Intensif.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Utomo, N.B.P., Winarti, dan Erlina, A.. 2005. Pertumbuhan Spirulina platensis
yang dikultur dengan pupuk inorganik (Urea, TSP, dan ZA) dan kotoran
ayam. Jurnal Akuakultur Indonesia. 4 (1): 41−48.
Wang, P. Y. 2011. Effects of Salinity and Light Intensity on the Growth of Caulerpa
lentillifera, Journal of Modern Agricultural Science and Technology. 2011
(24): 45-53
Wainwright, M. 1992. An Introduction to Fungal Biotechnology, John Willey and
Sony and Sons pp. 81-101
Walkley, A. and Black, I.A. 1934. An examination of degtjareff method for
determining soil organic matter and a proposed modification of the chromic
acid titration method. Soil Science. 37: 29−37.

Wijiyono. 2007. Keanekaragaman Bakteri Serasah Daun Avicennia marina Yang


Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas Di Teluk Tapian
Nauli. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Winarno, F.G. 1997. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Wisman I. Angkasa, H. Purwoto, Jana Anggadiredja. 2009. Teknik Budidaya
Rumput Laut. Jakarta: Direktorat Pengkajian Ilmu Kehidupan –BPPT.
Yuningsih, H.D., P. Soedarsono, S. Anggoro. 2014. Hubungan bahan organik
dengan produktivitas perairan pada kawasan tutupan eceng gondok,
perairan terbuka dan keramba jaring apung di Rawa Pening Kabupaten
Semarang Jawa Tengah. Diponegoro Journal of Maquares. 3(1): 37-43
Yuliana, A. S. R dan Lestari L. W. 2015. Pengaruh Salinitas Yang Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Latoh (Caulerpa Lentillifera) Di
Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai (Lpwp) Jepara. Journal of
Aquaculture Management and Technology Volume 4, Nomor 4, Tahun
2015, Halaman 61-66.
Yuwono, T. 2007. Kecepatan Dekomposisi dan Kualitas Kompos Sampah Organik.
Jurnal Inovasi Pertanian. 4(2):116-123
Yin, C. L., Y. Liang., L. X. Feng., C. H. Cao. 2007. Effects of different nitrogen
concentrations on the chlorophyll fluorescence and growth of Dunaliella
salina and Chaetoceros gracilis, Transactions of Oceanology and
Limnology. 2007(1): 101–110
Lampiran 1. Gambar Kegiatan Selama Penelitian

Penaburan dan Penimbangan


Penimbangan
Limbah Padat Perendaman Bibit C.
Limbah Padat
Limbah Padat lentillifera

Berat Awal Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C

Perlakuan C akhir Alat Pengukuran Penampakan


Perlakuan K
penelitian Kualitas Air Under Water

Pembuatan
Penimbangan Berat Ekstrak C. Supernatan
Panen
akhir lentillifera dengan
Sentrifus

Pengukuran
klorofil dengan
spektrofotometer
-uv
Lanjutan Lampiran 1...

Hari ke-0 (A) Hari ke-0 (B) Hari ke-0 (C) Hari ke-0 (K)

Minggu ke-1 (A) Minggu ke-1 (B) Minggu ke-1 (C) Minggu ke-1 (K)

Minggu ke-2 (A) Minggu ke-2 (B) Minggu ke-2 (C) Minggu ke-2 (K)

Minggu ke-3 (A) Minggu ke-3 (B) Minggu ke-3 (C) Minggu ke-3 (K)

Minggu ke-4 (A) Minggu ke-4 (B) Minggu ke-4 (C) Minggu ke-4 (K)
Lampiran 2. Hasil Analisis Limbah Padat Tambak Udang
Lampiran 3. Data Hasil Analisis Protein
Lampiran 4. Data Hasil Pengamatan Amonium (NH4+)

Ulangan Rata-
Perlakuan Total STD
I II III Rata
K 1,55 1,65 1,7 4,90 1,63 0,08
A 2,93 3,04 2,7 8,67 2,89 0,17
B 3,25 3,01 3,41 9,67 3,22 0,20
C 3,15 3,36 3,5 10,01 3,34 0,18
Jumlah 33,25
Perhitungan
FK 92,13
JK Total 5,71
JK Perlakuan 5,50
JK Acak 0,21

Analisa
Keragaman
Sumber F
Keragaman db JK KT Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 5,50 1,83 8,53 4,07 7,59
Acak 8 0,21 0,03
Total 11 5,71

Uji BNT
SED 0,13
BNT 5% 0,31 BNT 5% = t tabel 5% (db acak) x SED

Tabel BNT
Perlakuan K A B C
Notasi
Rata-rata 1,63 2,89 3,22 3,34
K 1,63 ns a
A 2,89 1,26 ns b
B 3,22 1,59 0,33 ns c
C 3,34 1,70 0,45 0,11 c
Lanjutan Lampiran 4...

Perlakuan
Pembanding K A B C Q ∑ci² Kr Jk
4,90 8,67 9,67 10,01
Linier -3 -1 1 3 16,33 20 60 4,444482
Kuadratik 1 -1 -1 1 -3,43 4 12 0,980408
Kubik -1 3 -3 1 2,11 20 60 0,074202
Total JK Regresi 5,499092

Tabel sidik ragam


Sumber
Keragaman db JK KT F hitung F 5% F 1% Notasi
Perlakuan 3 5,50 1,83
Linier 1 4,444482 4,444482 165,3761 5,32 11,26 **
Kuadratik 1 0,980408 0,980408 36,48031 5,32 11,26 **
Kubik 1 0,074202 0,074202 2,760992 5,32 11,26 ns
Acak 8 0,21 0,026875
Total 11 5,71 0,519463

Menghitung R Square (R²)


R² Linier 0,953858
R² Kuadratik 0,820145
R² Kubik 0,256574

Chart Title
4,00
Kadar Amonium (ppm)

3,50
3,00
2,50
2,00
1,50 y = 0,5443x + 1,41
R² = 0,9538
1,00
0,50
0,00
0 2 4 6
Dosis Limbah Padat Tambak Udang (g/L)
Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan Nitrat (NO3-)

Ulangan Rata-
Perlakuan Total STD
I II III Rata
K 2,5 2,65 2,76 7,91 2,64 0,13
A 4,45 4,3 4,23 12,98 4,33 0,11
B 4,5 4,26 4,73 13,49 4,50 0,24
C 4,8 4,35 4,59 13,74 4,58 0,23
Jumlah 48,12
Perhitungan
FK 192,96
JK Total 7,92
JK Perlakuan 7,64
JK Acak 0,27

Analisa Keragaman
Sumber F
Keragaman db JK KT Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 7,64 2,55 9,40** 4,07 7,59
Acak 8 0,27 0,03
Total 11 7,92

Uji BNT
SED 0,15
BNT 5% 0,35 BNT 5% = t tabel 5% (db acak) x SED

Tabel BNT
Perlakuan K A B C
Notasi
Rata-rata 2,64 4,33 4,50 4,58
K 2,64 ns a
A 4,33 1,69 ns b
B 4,50 1,86 0,17 ns b
C 4,58 1,94 0,25 0,08 ns b
Lanjutan Lampiran 5...

Perlakuan
Pembanding K A B C Q ∑ci² Kr Jk
7,91 12,98 13,49 13,74
Linier -3 -1 1 3 18 20 60 5,4
Kuadratik 1 -1 -1 1 -4,82 4 12 1,936033
Kubik -1 3 -3 1 4,3 20 60 0,308167
Total JK Regresi 7,6442

Tabel sidik ragam


Sumber
Keragaman db JK KT F hitung F 5% F 1% Notasi
Perlakuan 3 7,64 2,55
Linier 1 5,4 5,4 159,292 5,32 11,26 **
Kuadratik 1 1,936033 1,936033 57,11013 5,32 11,26 **
Kubik 1 0,308167 0,308167 9,090462 5,32 11,26 *
Acak 8 0,27 0,0339
Total 11 7,92 0,719582

Menghitung R Square (R²)


R² Linier 0,952179
R² Kuadratik 0,877131
R² Kubik 0,531903

6,00

5,00
Kadar Nitrat (ppm)

4,00

3,00
y = 0,6x + 2,51
2,00 R² = 0,9521

1,00

0,00
0 2 4 6
Dosis Limbah Padat Tambak Udang (g/L)
Lampiran 6. Data Hasil Pengamatan Fospat (PO43-)

Ulangan Rata-
Perlakuan Total STD
I II III Rata
K 0,85 0,7 0,65 2,20 0,73 0,10
A 1,7 1,67 1,5 4,87 1,62 0,11
B 1,86 2,01 1,69 5,56 1,85 0,16
C 2,25 1,7 2,15 6,10 2,03 0,29
Jumlah 18,73

Perhitungan
FK 29,23
JK Total 3,26
JK Perlakuan 2,99
JK Acak 0,27

Analisa Keragaman
Sumber F
Keragaman db JK KT Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 2,99 1,00 3,72 4,07 7,59
Acak 8 0,27 0,03
Total 11 3,26

Karena F hitung tidak berbeda nyata (dibawah 5%) maka hanya dilanjutkan
sampai UJI F.
Lampiran 7. Data Hasil Laju Pertumbuhan Caulerpa lentillifera

pertumbuhan
Perlakuan Ulangan W0 Wt Wt-W0 harian
(gr/hari)
I 300 302 2 0,07
K II 300 308 8 0,29
III 300 305 5 0,18
I 300 315 15 0,54
A II 300 317 17 0,61
III 300 321 21 0,75
I 300 360 60 2,14
B II 300 360 60 2,14
III 300 337 37 1,32
I 300 363 63 2,25
C II 300 381 81 2,89
III 300 360 60 2,14

Ulangan Rata-
Perlakuan Total STD
I II III Rata
K 0,07 0,29 0,18 0,54 0,18 0,11
A 0,54 0,61 0,75 1,89 0,63 0,11
B 2,14 2,14 1,32 5,61 1,87 1,91
C 2,25 2,89 2,14 7,29 3,64 2,45
Jumlah 15,32
Perhitungan
FK 19,56
JK Total 10,73
JK Perlakuan 9,90
JK Acak 0,83

Analisa
Keragaman
Sumber
Keragaman db JK KT F Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 9,90 3,30 4,00 4,07 7,59
Acak 8 0,83 0,10
Total 11 10,73

Karena F hitung tidak berbeda nyata (dibawah 5%) maka hanya dilanjutkan
sampai UJI F.
Lampiran 8. Data Hasil Klorofil

panjang gelombang (λ)


Sample 630 645 647 663 664
K1 0,043 0,05 0,062 0,08 0,094
K2 0,096 0,132 0,163 0,208 0,237
K3 0,063 0,092 0,121 0,153 0,184
A1 0,059 0,066 0,07 0,081 0,096
A2 0,063 0,13 0,163 0,231 0,267
A3 0,067 0,139 0,172 0,246 0,289
B1 0,062 0,07 0,083 0,12 0,167
B2 0,103 0,136 0,168 0,231 0,272
B3 0,071 0,135 0,187 0,223 0,268
C1 0,091 0,203 0,28 0,332 0,389
C2 0,101 0,116 0,142 0,219 0,287
C3 0,98 0,165 0,208 0,234 0,289

Perhitungan klorofil a didapat dari rumus :

Klorofil a (mg/g) = 11,85 λ664 – 1,54 λ647 – 0,08 λ630

Klorofil b (mg/g) = 4,68 λ663 – 22,9 λ645

Total Klorofil mg/g) = 8,02 λ663 + 20,21 λ645

Contoh :

Klorofil a = 11,85 λ664 – 1,54 λ647 – 0,08 λ630

= 11,85 (0,094) – 1,54 (0,062) – 0,08 (0,043)

= 1,1139 - 0,09548 - 0,00344

= 1,01498 mg/g

Klorofil b = 22,9 λ645 – 4,68 λ663

= 22,9 (0,05) - 4,68 (0,08)

= 1,145 - 0,3744

= 0,7706 mg/g

Total Klorofil = 20,21 λ645 + 8,02 λ663

= 20,21 (0,05) + 8,02 (0,08)

= 1,0105 + 0,6416

= 1,6521 mg/g
Lanjutan Lampiran 8...

absorbansi (λ)
sample ulangan 630 647 664 klorofil a
K I 0,00344 0,09548 1,1139 1,01498
II 0,00768 0,25102 2,80845 2,54975
III 0,00504 0,18634 2,1804 1,98902
Rerata 0,005387 0,177613 2,03425 1,85125

A I 0,00472 0,1078 1,1376 1,02508


II 0,00504 0,25102 3,16395 2,90789
III 0,00536 0,26488 3,42465 3,15441
Rerata 0,00504 0,2079 2,5754 2,36246

B I 0,00496 0,12782 1,97895 1,84617


II 0,00824 0,25872 3,2232 2,95624
III 0,00568 0,28798 3,1758 2,88214
Rerata 0,006293 0,22484 2,79265 2,561517

C I 0,00728 0,4312 4,60965 4,17117


II 0,00808 0,21868 3,40095 3,17419
III 0,0784 0,32032 3,42465 3,02593
Rerata 0,031253 0,3234 3,81175 3,457097

absorbansi (λ)
sample ulangan 645 663 klorofil b
K I 1,145 0,3744 0,7706
II 3,0228 0,97344 2,04936
III 2,1068 0,71604 1,39076
Rerata 2,091533 0,68796 1,403573

A I 1,5114 0,37908 1,13232


II 2,977 1,08108 1,89592
III 3,1831 1,15128 2,03182
Rerata 2,557167 0,87048 1,686687

B I 1,603 0,5616 1,0414


II 3,1144 1,08108 2,03332
III 3,0915 1,04364 2,04786
Rerata 2,602967 0,89544 1,707527

C I 4,6487 1,55376 3,09494


II 2,6564 1,02492 1,63148
III 3,7785 1,09512 2,68338
Rerata 3,694533 1,2246 7,4098
Lanjutan Lampiran 8...

absorbansi (λ)
sample ulangan 645 663 Total Klorofil
K I 1,0105 0,6416 1,6521
II 2,66772 1,66816 4,33588
III 1,85932 1,22706 3,08638
Rerata 1,845847 1,17894 3,024787

A I 1,33386 0,64962 1,98348


II 2,6273 1,85262 4,47992
III 2,80919 1,97292 4,78211
Rerata 2,256783 1,49172 3,748503

B I 1,4147 0,9624 2,3771


II 2,74856 1,85262 4,60118
III 2,72835 1,78846 4,51681
Rerata 2,297203 1,534493 3,831697

C I 4,10263 2,66264 6,76527


II 2,34436 1,75638 4,10074
III 3,33465 1,87668 5,21133
Rerata 3,260547 2,098567 16,07734
Lampiran 9. Data Hasil Perhitungan Protein pada Caulerpa lentillifera

Ulangan Rata-
Perlakuan Total STD
I II III Rata
K 5,85 5,50 5,15 16,50 5,50 0,35
A 6,95 6,53 6,22 19,70 6,57 0,37
B 7,47 7,39 7,30 22,16 7,39 0,09
C 8,61 8,01 8,20 24,82 8,27 0,31
Jumlah 83,18
Perhitungan
FK 576,58
JK Total 13,29
JK Perlakuan 12,57
JK Acak 0,72

Analisa Keragaman
Sumber F
Keragaman db JK KT Hitung F 5% F 1%
Perlakuan 3 12,57 4,19 5,85 4,07 7,59
Acak 8 0,72 0,09
Total 11 13,29

Uji BNT
SED 0,24
BNT 5% 0,56 BNT 5% = t tabel 5% (db acak) x SED

Tabel BNT
Perlakuan K A B C
Notasi
Rata-rata 5,50 6,57 7,39 8,27
K 5,50 ns a
A 6,57 1,07 ns a
B 7,39 1,89 0,82 ns b
C 8,27 2,77 1,71 0,89 c
Lanjutan Lampiran 9...

Perlakuan
Pembanding K A B C Q ∑ci² Kr Jk
16,50 19,70 22,16 24,82
Linier -3 -1 1 3 27,42 20 60 12,53094
Kuadratik 1 -1 -1 1 -0,54 4 12 0,0243
Kubik -1 3 -3 1 0,94 20 60 0,014727
Total JK Regresi 12,56997

Tabel sidik ragam


Sumber
db JK KT F hitung F 5% F 1% Notasi
Keragaman
Perlakuan 3 12,57 4,19
Linier 1 12,53094 12,53094 140,0105 5,32 11,26 **
Kuadratik 1 0,0243 0,0243 0,271508 5,32 11,26 ns
Kubik 1 0,014727 0,014727 0,164544 5,32 11,26 ns
Acak 8 0,72 0,0895
Total 11 13,29 1,207815

Menghitung R Square (R²)


R² Linier 0,94594978
R² Kuadratik 0,03282453
R² Kubik 0,02015345

9,00
8,00
7,00
KADAR PROTEIN (%)

6,00
5,00
4,00
y = 0,914x + 4,6467
3,00 R² = 0,946
2,00
1,00
0,00
K A B C
WADAH PEMELIHARAAN
Lampiran 10. Data Hasil Kualitas Air
Perlakuan K (Kontrol)

Rerata
Hari Ke- Rerata pH Rerata Suhu Rerata DO
Salinitas
1 8 28 5,90 32
2 8 27 5,70 32
3 8 27 5,70 32
4 8 28 5,80 32
5 8 28 5,75 32
6 8 28 5,66 32
7 8 28 5,91 32
8 8 28 5,66 32
9 8 28 5,75 32
10 8 28 5,75 32
11 8 28 5,60 32
12 8 27 5,67 32
13 8 28 5,66 32
14 8 27 5,66 32
15 7,9 28 5,71 32
16 7,9 28 5,60 32
17 7,9 28 5,66 32
18 7,8 28 5,71 32
19 7,8 28 5,71 32
20 7,8 28 5,80 32
21 7,9 28 5,71 32
22 7,9 28 5,80 32
23 7,9 27 5,71 32
24 7,9 28 5,66 32
25 7,8 28 5,85 32
26 7,8 28 5,77 32
27 7,8 28 5,66 32
28 7,8 28 5,91 32
29 7,8 28 5,65 32
30 7,8 28 5,71 32
Lanjutan Lampiran 10...
Perlakuan A

Rerata
Hari Ke- Rerata pH Rerata Suhu Rerata DO
Salinitas
1 8 28 5,55 32
2 8 27 6,71 32
3 8 27 5,70 32
4 8 28 5,80 32
5 8 28 5,75 32
6 8 28 5,66 32
7 8 28 5,91 32
8 7,9 28 5,66 32
9 7,9 28 5,75 32
10 7,9 28 5,75 32
11 7,6 28 5,60 32
12 7,6 27 5,67 32
13 7,6 28 5,66 32
14 7,6 27 5,66 32
15 7,6 28 5,71 32
16 7,6 28 5,60 32
17 7,6 28 5,66 32
18 7,6 28 5,71 32
19 6,5 28 5,71 32
20 6,5 28 5,80 32
21 7,6 28 5,71 32
22 7,6 28 5,80 32
23 7,6 27 5,71 32
24 7,3 28 5,66 32
25 6,8 28 5,85 32
26 6,8 28 5,77 32
27 6,6 28 5,66 32
28 6,6 28 5,91 32
29 6,6 28 5,60 32
30 6,6 28 5,80 32
Lanjutan Lampiran 10...
Perlakuan B

Rerata
Hari Ke- Rerata pH Rerata Suhu Rerata DO
Salinitas
1 8 28 5,85 32
2 8 27 6,50 32
3 8 27 5,70 32
4 8 28 5,80 32
5 8 28 5,75 32
6 8 28 5,66 32
7 8 28 5,91 32
8 7,9 28 5,66 32
9 7,6 28 5,75 32
10 7,6 28 5,75 32
11 7,6 28 5,60 32
12 7,6 27 5,67 32
13 7,6 28 5,66 32
14 6,9 27 5,66 32
15 6,9 28 5,71 32
16 6,9 28 5,60 32
17 6,9 28 5,66 32
18 6,8 28 5,71 32
19 6,8 28 5,71 32
20 6,8 28 5,80 32
21 7,6 28 5,71 32
22 7,6 28 5,80 32
23 7,6 27 5,71 32
24 7,5 28 5,66 32
25 6,9 28 5,85 32
26 6,6 28 5,77 32
27 6,6 28 5,66 32
28 6,8 28 5,91 32
29 6,6 28 5,60 32
30 6,6 28 5,95 32
Lanjutan Lampiran 10...
Perlakuan C

Rerata
Hari Ke- Rerata pH Rerata Suhu Rerata DO
Salinitas
1 8 28 5,70 32
2 8 27 5,70 32
3 8 27 5,70 32
4 8 28 5,80 32
5 8 28 5,75 32
6 7,9 28 5,66 32
7 7,9 28 5,91 32
8 7,9 28 5,66 32
9 7,6 28 5,75 32
10 7,6 28 5,75 32
11 7,6 28 5,60 32
12 6,9 27 5,67 32
13 6,5 28 5,66 32
14 6,5 27 5,66 32
15 6,5 28 5,71 32
16 6,5 28 5,60 32
17 6,5 28 5,66 32
18 6,5 28 5,71 32
19 6,5 28 5,71 32
20 6,5 28 5,80 32
21 7,6 28 5,71 32
22 7,6 28 5,80 32
23 7,6 27 5,71 32
24 7,3 28 5,66 32
25 6,8 28 5,85 32
26 6,6 28 5,77 32
27 6,6 28 5,66 32
28 6,5 28 5,91 32
29 6,4 28 5,60 32
30 6,4 28 5,66 32

Anda mungkin juga menyukai