CHRISPINIANUS MESIMA
NIM 1191061008
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
i
PENGELOLAAN SAIL INDONESIA
DI DESTINASI WISATA LAYAR
KECAMATAN MAUROLE, KABUPATEN ENDE,
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
CHRISPINIANUS MESIMA
NIM 1191061008
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
ii
Lembar Pengesahan
Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, SU. Ir. A.A. Gde Raka Dalem, M.Sc (Hons).
NIP. 194409231976021002 NIP. 196507081992031004
Mengetahui:
Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS Prof. Dr. dr. A. A, Raka Sudewi, Sp,S(K)
NIP. 194409291973021001 NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada
Anggota :
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya memanjatkan puji dan syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa,
dengan limpahan Roh Kudus-Nya saya telah menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang tiada terhingga saya sampaikan kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, SU., selaku pembimbing satu yang
2. Ir. A.A. Gde Raka Dalem, M.Sc (Hons)., selaku pembimbing dua yang
4. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS (K)., Direktur Program Pascasarjana
6. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH, MS., selaku dosen penguji yang telah
v
7. Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc., selaku dosen penguji yang telah banyak
8. Dr. Ir. I Made Adhika, MSP., selaku dosen penguji yang telah memberikan
10. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende yang telah
11. Camat Maurole dan Para Kepala Desa di delapan desa yang menjadi lokasi
penelitian ini yang selalu siap membantu saya dalam penelitian ini.
Bahari Antar Nusa dan Tenaga Ahli Wisata Layar Nasional di Dirjen
dan Ibu Sofia Gene yang memfasilitasi saya selama penelitian di Maurole.
15. Seluruh informan lainnya yang tidak saya sebutkan satu per satu, yang
Fori, Ayahanda Mertua H. Moh. Soegeng Prastowo dan Ibu Mertua Hj.
vi
Soliqah Istiqomah yang telah memberi restu bagi perjalanan saya dalam
17. Istriku tercinta Dwi Ratna Prastiwi, SST. Par., yang telah menjadi inspirasi
18. Semua kakak dan adik saya, semua kakak dan adik ipar saya, semua
19. Kepada mereka yang telah memberikan dorongan dan dukungan moral dan
material, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya menyampaikan
Saya menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun saya berharap
bermanfaat bagi para pembaca khususnya karyasiswa Program Studi Magister
Kajian Pariwisata, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana.
vii
ABSTRAK
PENGELOLAAN SAIL INDONESIA DI DESTINASI WISATA LAYAR
KECAMATAN MAUROLE, KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA
TENGGARA TIMUR
viii
ABSTRACT
MANAGEMENT OF SAIL INDONESIA IN SAIL DESTINATION OF
MAUROLE, ENDE REGENCY, EAST NUSA TENGGARA PROVINCE
ix
RINGKASAN
Aktivitas wisata layar di Indonesia oleh kapal jenis yacht sudah ada sejak
tahun 1973 ditandai dengan pelayaran yang dilakukan dari Darwin menuju ke
Indonesia melalui kegiatan lomba layar (yacht race) yaitu Darwin – Ambon Race.
Pada tahun 2003 dikembangkan Darwin – Kupang Rally, yang sejak Tahun 2005
Ende sejak Tahun 2007 setelah Kecamatan Maurole ditetapkan menjadi destinasi
Dengan tujuan itu, maka penelitian ini hanya mengkaji aspek penawaran (supply)
Oleh karenanya, metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif. Data primer diperoleh dari informan dari kalangan pemerintah, industri
x
pariwisata, dan masyarakat yang terkait dengan aktivitas destinasi singgah
Maurole. Salah satu sumber data sekunder adalah informan dari peserta reli Sail
dan kekuatan sebagai sebuah destinasi wisata layar karena ditunjang oleh
maka Maurole berada pada tahap involvement dalam siklus hidup destinasi
kepada wisatawan.
xi
ditunjukkan melalui penanganan perjalanan wisata, penyediaan transportasi, dan
budaya yang memengaruhi adanya partisipasi masyarakat adalah nilai budaya ata
mai (orang yang datang/tamu) adalah ata ji’e (orang baik). Tamu dianggap
banyak rejeki yang akan diterima. Karena itu, tuan rumah mau menunjukkan
kepada tamu bahwa mereka juga adalah orang baik yang bisa menerima tamu
dengan baik. ‘Kita simo tamu naja ma’e re’e’ (kita terima tamu dengan baik agar
nama kita tidak jelek). Menerima tamu dengan baik juga untuk menjaga waka atau
menjaga waka nga’a (waka/waka nga’a dapat dipahami sebagai taksu dalam
tradisi Bali).
wisata layar menemukan adanya dua faktor pendukung yaitu faktor internal dan
xii
destinasi’. Faktor internal terdiri dari potensi, pengelolaan, partisipasi pemangku
kepentingan, dan posisi geografis Maurole dalam rute pelayaran kapal wisata.
Presiden Nomor 79 Tahun 2011 tentang kunjungan kapal wisata (yacht) asing ke
aktivitas wisata layar. Kedua, pelitian ini menemukan bahwa komponen sistem
wisatawan merupakan salah satu referensi yang dipakai oleh wisatawan lain untuk
bahwa wisata layar yang terwujud melalui kegiatan Sail Indonesia memicu
Maurole sebagai destinasi wisata layar, yaitu: penetapan lokasi yang menjadi
areal titik labuh dan destinasi wisata layar secara keseluruhan dirancang agar
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ………………………………………………………………. ix
RINGKASAN ……………………………………………………………... x
xiv
1.4.1 Manfaat Teoretis …………………………………………… 9
xv
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data …………………………. 44
xvi
5.1.4 Desa Watukamba ………………………………………….. 66
xvii
7.3 Rencana Pengembangan Wisata Layar ………………………….. 133
xviii
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Banyaknya Dusun, RW dan RT di Kecamatan Maurole
Tahun 2011……………………………………………………………. 46
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
6.6 Peserta Sail Indonesia dan Tomat yang Dipetiknya di Waturaka ……... 106
6.7 Tetua Adat di Desa Nualise dan Peserta Sail Indonesia ……………… 108
7.2 Wisata Layar yang Dilukiskan sebagai Sistem Pariwisata ……………. 124
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xxi
BAB I
PENDAHULUAN
wilayah laut seluas 5,8 juta km². Wilayah laut itu terdiri dari wilayah teritorial
seluas 3,2 juta km² dan wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia 2,7 juta
km². Selain itu, terdapat 17.840 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km.
(Lukita, 2012). Fakta fisik ini menunjukkan “wilayah laut mencakup dua per tiga
Terkait dengan fakta mengenai wilayah negara kepulauan itu, Dahuri (2009:
ideal bagi aktivitas pariwisata bahari, yaitu: berjemur di pantai, berenang di laut
yang jernih, olah raga air (selancar angin, selancar, paralayang di air, kayak,
katamaran), wisata dengan kapal (pleasure boating), wisata dengan kapal jenis
yacht (ocean yachting), wisata dengan kapal jenis cruise (cruising), memancing,
menyelam, snorkeling, fotografi bawah laut, taman laut, rekreasi bermain kano
Menurutnya, jika potensi wisata bahari yang tersebar di kepulauan nusantara ini
2003, negara bagian Queensland, Australia dengan panjang garis pantai 2100 km
dapat meraup devisa dari pariwisata bahari sebesar US$ 2,1 milyar, sedangkan
1
2
devisa dari sektor pariwisata bahari di Indonesia baru mencapai sekitar US$ 1
potensi wisata bahari. Hal ini berakibat pada aspek-aspek terkait lainnya yaitu
Dalam ranah wisata layar yang merupakan salah satu bentuk aktivitas wisata
terdapat 10 juta aktivitas wisata layar di dunia setiap tahunnya. Jumlah itu
mencakup 2,5 juta aktivitas wisata layar yang dilakukan oleh penduduk Amerika
dan 1 juta aktivitas wisata layar yang dijalankan oleh penduduk Inggris.
mengembangkan destinasi wisata layar oleh para pelaku aktivitas wisata ini.
dilakukan oleh kapal jenis yacht, (istilah “yacht” digunakan secara bergantian
dengan istilah “kapal layar”, atau “kapal wisata” dengan pengertian yang sama),
sudah berlangsung sejak tahun 1973 melalui kegiatan lomba kapal layar (yacht
race) yaitu Darwin-Ambon Race. Lomba kapal layar dengan rute Darwin-Ambon
3
ini berlangsung hingga tahun 1998. Aktivitas layar berikutnya adalah Darwin-Bali
Terkait kegiatan reli kapal layar, Lesmana (2012) juga menjelaskan bahwa
reli kapal layar (yacht rally) di Indonesia dimulai dengan adanya kegiatan
mulai digunakan sejak tahun 2005 hingga saat ini untuk mengganti nama Darwin-
Kupang Rally, dengan memanfaatkan rute reli yang disebut Indonesian Passage
kegiatan wisata layar seperti fun sailing dengan rute Darwin-Saumlaki (2005),
lomba layar Darwin-Ambon Race (2006), Singapore Straight Regata (dengan rute
2012). Aktivitas reli kapal layar berikutnya adalah Back to Down Under Rally
yang mulai diadakan sejak tahun 2012 hingga saat ini dengan rute Tarakan sampai
Papua.
Dalam kegiatan reli kapal layar Sail Indonesia, kapal-kapal layar masuk ke
(entry port) yang digunakan adalah Kupang di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan
barat wilayah Indonesia. Destinasi di Pulau Flores yang secara nyata telah
tahun berikutnya, destinasi ini juga mulai disinggahi oleh kapal-kapal wisata yang
melalui Pelabuhan Ende dan Pelabuhan Ipi yang berlokasi di pesisir selatan Pulau
Flores. Wisatawan datang atau meninggalkan Ende melalui kedua pelabuhan itu,
menggunakan kapal feri atau kapal motor penumpang yang dikelola oleh PT.
Pelni. Pelabuhan asal atau pelabuhan tujuan wisatawan antara lain Kupang, Sabu,
Sumba, Bima, dan Benoa, Bali. Kenyataan ini menunjukkan bahwa destinasi
Maurole menjadi salah satu akses bagi wisatawan ke Kabupaten Ende melalui
Kabupaten Ende tidak hanya terbatas melalui kedua pelabuhan yang ada, namun
dapat juga melalui Maurole. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa kegiatan
potensi wisata bahari, tetapi sulit diakses karena keterbatasan infrastruktur dan
sebagai destinasi wisata layar, namun di sisi lainnya peluang ini melahirkan
akan enggan ikut teribat dalam memanfaatkan peluang, jika pemerintah daerah
maupun pemerintah telah berupaya untuk memastikan bahwa potensi wisata layar
6
bagi wisatawan kapal layar yang singgah di destinasi tertentu. Demikian pun
dengan masyarakat di titik singgah kapal layar, mereka ikut terlibat dalam
yaitu Perpres No. 79 Tahun 2011. Peraturan presiden ini dikeluarkan setelah
Indonesia.
kedua kiranya perlu diapresiasi bahwa pemerintah kian menyadari potensi wisata
bahari, khususnya potensi wisata layar dengan kehadiran kapal wisata, sebagai
salah satu alternatif yang dapat menunjang upaya pengembangan industri wisata
bahari. Bagi daerah, seperti Pulau Flores, yang secara geografis berada dalam
7
jalur pelayaran kapal wisata, kebijakan pemerintah ini merupakan peluang untuk
Maurole telah menjadi sebuah destinasi yang disinggahi kapal wisata dalam
enam tahun terakhir, namun belum ada perencanaan yang komprehensif dalam
kalimat ain, dalam rangka mengelola kegiatan pariwisata yang lebih profesional,
2008: 6).
Hal ini, menurut Yoeti (2008: 18), disebabkan karena sebagai suatu industri,
dasar destinasi terdiri dari “4A”, yaitu attraction, accessibility, amenity, dan
163) bahwa yang termasuk dalam pengertian penawaran dalam industri pariwisata
adalah semua bentuk daya tarik wisata (tourist attractions), semua bentuk
fasilitas dan pelayanan (facilities and services) yang tersedia pada suatu destinasi
8
kerja yang bermanfaat. Walaupun demikian, penelitian ini hanya mencakup aspek
penawaran (supply) dari sebuah destinasi wisata. Dengan kalimat lain, kajian
penelitian ini dibatasi pada beberapa komponen aspek penawaran dari destinasi
Maurole. Dalam konteks destinasi wisata yang baru mulai berkembang seperti
menarik.
Indonesia.
pihak yang terkait dengan penelitian ini. Bagi pemerintah daerah di Kabupaten
10
Ende khususnya dan Flores pada umumnya, hasil penelitian ini diharapkan
destinasi wisata layar. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagi
Untuk memperoleh perspektif yang jelas sebagai titik tolak dalam mencapai
ilmiah yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Karena itu, penelusuran
penelitian dan referensi ilmiah mencakup tema wisata bahari, wisata layar, dan
Penelitian ini mengacu pada lima penelitian yang membahas topik potensi
destinasi wisata layar ataupun destinasi singgah Sail Indonesia, namun dianggap
relevan dengan penelitian ini. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Derksen
dalam rencana strategisnya. Selain itu, mencermati dampak dari keputusan itu
bagi pengembangan wisata bahari. Lebih jauh penelitian itu mengkaji apa yang
lebih lanjut. Kajian mengenai wisata bahari dan konsep wisata bahari termasuk
11
12
konsep wisata layar dalam penelitian ini digunakan sebagai acuan dalam
Klungkung. Penelitian ini berfokus pada tiga hal yaitu bentuk pengembangan daya
Hasil penelitian dalam bentuk tesis ini menunjukkan bahwa pengembagan daya
aktivitas dan paket wisata dijadikan acuan oleh penelitian ini untuk memahami
teori yang diaplikasikannya mencakup teori perencanaan, teori siklus hidup area
wisata, dan teori adaptasi. Penelitian ini digunakan sebagai acuan untuk mengkaji
bahari yang dilakukan oleh Gautama (2011). Dalam bentuk tesis, secara khusus, ia
penelitian ini dijadikan acuan untuk memahami karakteristik titik labuh di sebuah
dengan siklus hidup destinasi wisata dilakukan oleh Tallo (2011). Ia melakukan
kajian tentang strategi pengembangan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur sebagai
destinasi pariwisata berkelanjutan. Penelitian dalam bentuk tesis ini antara lain
hubungannya dengan siklus hidup pariwisata. Salah satu temuannya adalah Pulau
Flores berada pada tahap siklus hidup destinasi pariwisata yaitu tahap exploration
dan tahap involvement. Temuan dalam penelitian ini dipakai sebagai acuan untuk
Tema pokok penelitian ini sama dengan empat penelitian terdahulu. Namun,
penelitian ini secara khusus mengkaji wisata kapal layar (wisata layar) yang
merupakan salah satu bagian dari wisata bahari sebagai objek penelitian.
Penelitian kelima yang berlokasi di Pulau Flores memiliki kesamaan dalam hal
pada cakupan destinasi yang digarap. Penelitian ini membatasi diri pada siklus
Kecamatan Maurole dengan pertimbangan daerah ini telah menjadi salah satu
destinasi singgah reli perahu layar internasional Sail Indonesia. Pertimbangan ini
wisata layar. Dengan demikian, objek kajian penelitan ini mencakup potensi
destinasi singgah terkait Sail Indonesia, dan berdasarkan kedua aspek itu
2.2 Konsep
Pemahaman konsep wisata layar tidak bisa dipisahkan dari pemahaman akan
konsep wisata bahari. Istilah wisata layar dalam penelitian ini digunakan sebagai
padanan istilah sailing tourism atau yachting tourism (Derksen, 2007: 13).
Sedangkan istilah wisata bahari digunakan sebagai padanan istilah marine tourism
waktu luang dimana orang bepergian ke sebuah destinasi wisata baik melalui darat
bahari adalah wilayah yang mempunyai kedua tempat aktivitas baik di perairan
sebagai aktivitas wisata yang multi fungsi dengan penekanan khusus pada
perairan lainnya.
sesuatu yang berhubungan dengan laut – mendapatkan posisi yang lebih tegas.
bahari (Pendit, 1986: 40 dan Dahuri, 2009). Selain menggunakan istilah wisata
bahari, Pendit juga memakai istilah wisata maritim (marina) atau wisata tirta.
Menurutnya, wisata bahari adalah jenis wisata yang banyak dikaitkan dengan
aktivitas olahraga di air. Aktivitas itu antara lain memancing, berlayar, fotografi
pemandangan indah di bawah permukaan air, dan aktivitas rekreasi air lainnya
baik di danau, sungai, pantai, teluk, atau laut. Secara lebih jelas, Dahuri
memasukkan jenis wisata dengan kapal (pleasure boating), wisata dengan kapal
jenis yacht (ocean yachting), dan wisata dengan kapal jenis cruise (cruising)
Jennings (2007) secara khusus membahas wisata layar dalam kaitan dengan
wisata tirta (water-based tourism). Menurutnya wisata tirta adalah kegiatan wisata
yang dilakukan di atau dalam kaitannya dengan sumber daya air, seperti danau,
waduk, kanal, sungai, wilayah pesisir laut, laut, samudra, dan di daerah yang
secara tersirat wisata bahari masuk dalam usaha wisata tirta. Wisata tirta
merupakan salah satu dari tiga belas jenis usaha pariwisata yang diatur oleh
undang-undang. Pengertian tentang wisata tirta dan wisata bahari tidak terdapat
baru muncul dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.
peraturan menteri itu tercantum usaha wisata tirta yang selanjutnya disebut
dengan usaha pariwisata adalah usaha penyelenggaraan wisata dan olahraga air,
termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara
komersil di perairan laut, pantai, sungai, danau, dan waduk. Selanjutnya yang
air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola
secara komersil di perairan laut. Mengacu pada peraturan ini, wisata bahari
Peraturan menteri itu juga merinci jenis usaha wisata bahari yang meliputi
sub-jenis usaha: (a) wisata selam; (b) wisata perahu layar; (c) wisata memancing;
(d) wisata selancar; (e) dermaga bahari; dan (f) sub jenis usaha lainnya dari jenis
usaha bahari yang ditetapkan oleh bupati, walikota dan/atau gubernur. Dengan
demikian wisata perahu layar merupakan salah satu jenis wisata bahari. Dalam
penelitian ini istilah wisata perahu layar disamakan dengan istilah wisata layar.
layar sebagai sebuah aktivitas wisata yang meliputi pemanfaatan waktu tertentu
18
dalam kapal wisata. Biasanya jenis kapal yacht, powerboats, dinghies dan
motorbats (ocean cruise – kapal pesiar tidak termasuk). Wisata layar mengacu
pada kegiatan wisata yang tujuan utamanya adalah berlayar atau belajar
bagaimana berlayar. Wisata layar mempunyai dua kategori yang ditunjukkan oleh
jenis kapal yang digunakan: yacht yang juga digunakan sebagai tempat menginap
atau dinghy (sebuah kapal kecil tanpa fasilitas untuk menginap sehingga
penelitian ini hanya mencakup kunjungan kapal wisata asing (yacht) ke suatu
atraksi wisata yang dilakukan di darat. Dalam kasus Maurole, aktivitas wisata di
darat menjadi salah satu atraksi utama yang dilakukan oleh wisatawan yang
mengunjungi Maurole.
Sehubungan dengan konsep wisata bahari dan kenyataan bahwa wisata layar
bahwa konsep wisata layar dalam penelitian ini mencakup beberapa hal. Pertama,
wisata layar dikategorikan sebagai salah satu bagian atau jenis dari wisata bahari.
yang menggunakan kapal wisata (yacht) dan mengunjungi destinasi wisata layar
untuk melakukan aktivitas wisata baik di laut dan di darat, maupun yang singgah
ini adalah destinasi yang secara nyata dikunjungi kapal wisata (yacht) dan ada
perairan Indonesia dan menyinggahi sejumlah destinasi wisata layar yang berada
di sepanjang rute reli. Pesertanya berasal dari sejumlah negara dan dimulai dengan
Darwin – Kupang Rally pada tahun 2003. Acara ini menjadi reli layar pertama
yang berkaitan erat dengan acara Lomba Layar Darwin – Dili dan Darwin –
Ambon. Sejak tahun 2005, nama Darwin – Kupang Rally diganti dengan nama
Sail Indonesia hingga kini. Nama tersebut telah dipatenkan atas nama Yayasan
Cinta Bahari Indonesia yang saat ini bernama Yayasan Cinta Bahari Antar Nusa
berfokus pada misi membentuk suatu jalur layar (yacht) yang kelak menjadi jalur
layar yang dikenal oleh para pelayar dunia. Karena itu, dicetuskan gagasan tema
Sail Indonesia dalam kurun waktu itu, yakni “Sail Indonesia for the Regions”.
Dalam pelaksanaan misi ini, Sail Indonesia meniti untaian destinasi dari Kupang
sampai ke Batam yang bermuara pada terbentuknya jalur layar yang aman dan
nyaman untuk dilewati atau disinggahi para pelayar dunia. Karya nyata misi itu
setelah lima tahun adalah terbentuknya jalur layar yang dikenal dengan nama
menyinggahi 3 kota. Para peserta reli layar international masuk wilayah Indonesia
20
melalui pelabuhan pintu masuk (entry port) di Kupang. Khusus Provinsi Nusa
Tengah Selatan, Alor, Lembata, Sikka, Ende, Ngada, dan Manggarai Barat) dan
satu kota yaitu Kota Kupang. Selanjutnya Kabupaten Bima menjadi titik singgah
di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Buleleng menjadi titik singgah di
disinggahi adalah Kota Batam di Provinsi Riau Kepulauan. Jalur layar itu menjadi
akses bagi para peserta untuk menjalankan beragam aktivitas wisata di daratan
Sail Indonesia pada tahun 2008 membentuk dua rute reli internasional yaitu
Indonesian Passage Route dan Eastern Pass Route (Saumlaki, Tual, Banda,
Kumai, Belitung, Batam). Sejak tahun 2009, rute layar Indonesian Passage
menggalang misi berbeda yakni Sail Indonesia – for the People (Lesmana, 2012).
Mulai Tahun 2012, menurut Lesmana (2012), dibuka jalur pelayaran perahu
layar melalui kegiatan Back to Down Under Rally (BTDUR) untuk mengantisipasi
peluang bergeraknya kapal layar dari Asia ke Australia dan New Zealand di
Setelah Ambon rute reli bisa dilanjutkan ke Raja Ampat lalu ke Biak, atau menuju
21
ke Banda – Tual – Saumlaki. Gambar 2.1 menyajikan secara garis besar rute
Keterangan gambar:
: Rute Indonesian Pass
: Rute Eastern Pass Route
: Rute Back to Down Under
meningkat secara signifikan. Misalnya, tahun 2003 tercatat 24 kapal layar. Tahun
2005 peserta bertambah menjadi 70 kapal, kemudian 127 kapal di tahun 2007 dan
130 kapal di tahun 2009. Tahun 2012 - data sampai dengan tanggal 23 Mei 2012 -
jumah peserta yang terdaftar mencapai 100 kapal (Sail Indonesia, 2012).
22
pesisir utara Pulau Flores bagian tengah. Sejak Tahun 2007 Maurole mulai
menjadi destinasi yang dikunjungi oleh kapal-kapal wisata peserta reli perahu
Maurole termasuk dalam rute wisata layar yang disinggahi oleh para peserta Sail
Indonesia (Sail Indonesia, 2012). Adanya kunjungan wisata layar ini menjadikan
Maurole sebagai salah satu destinasi singgah Sail Indonesia. Dalam penelitian ini,
sesuai dengan konsep wisata layar seperti telah dikemukakan pada bagian
sebelumnya dan kenyataan bahwa Maurole disinggahi oleh kapal-kapal layar yang
melakukan aktivitas wisata, maka Maurole dianggap sebagai salah satu destinasi
wisata layar.
maka penelitian ini juga mengadaptasi kerangka atribut destinasi 6A dari Buhalis
(2000: 98). Buhalis menunjukkan bahwa destinasi wisata terdiri dari beberapa
6A. Pertama, atraksi (attractions) yang meliputi alam, buatan, bangunan artifisial,
dan event khusus. Dalam penelitian ini atraksi mencakup alam, budaya, dan
dari akomodasi, catering, ritel dan jasa wisata lainnya. Keempat, paket wisata
yang tersedia (available packages) yaitu paket-paket wisata yang telah disiapkan
23
oleh tour operator atau biro perjalan. Kelima, aktivitas (activities) yakni semua
rumah sakit, dan lain-lain. Dengan demikian, dalam penelitian ini kerangka 6A
panduan tertentu. Panduan itu dibuat oleh pengelola Sail Indonesia berdasarkan
kebutuhan dasar para peserta reli dan aktivitas wisata yang dapat dilakukan sesuai
dalam bentuk paket wisata, baik yang disiapkan oleh tour operator mapun yang
adalah memberikan kenyamanan bagi para tamu yang datang dengan melibatkan
menjadi berbeda. Perbedaan itu merupakan karakter yang menjadi ciri khas
perlu dicermati. Untuk maksud itu, maka konsep pengelolaan yang mendasari
24
kajian dalam penelitian ini mencakup: (a) penataan titik labuh (anchorage area);
(b) aksesibilitas ke darat; (c) penataan areal titik labuh di darat; (d)
pagelaran atraksi seni dan budaya daerah; dan (f) partisipasi pemangku
dalam pengelolaan itu dapat dipandang sebagai sebuah bentuk aktivitas pariwisata
alternatif. Secara umum pariwisata alternatif merupakan pilihan lain dari konsep
mass tourism. Menurut Smith & Eadington (1992:3) pariwisata alternatif adalah
bentuk pariwisata yang konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan nilai-nilai
secara bersama-sama. Penghargaan terhadap nilai alam, sosial, dan kearifan lokal
bentuk perjalanan yang yang berbeda dan yang berupaya menciptakan adanya
25
saling pemahaman, solidaritas, dan persamaan di antara para peserta yang ikut
pengembangan atraksi bagi wisatawan yang berskala kecil yang dilakukan dan
Istilah alternatif juga mengandung makna sesuatu yang beda, sebagai pilihan
lain dari sesuatu yang telah ada. Fandeli (2002: 104) menyebutkan bahwa
atraksi yang sama dari waktu ke waktu. Mereka ingin memperoleh sesuatu yang
lain.
Dalam penelitian ini, wisata layar dipahami sebagai salah satu bentuk
wisata tidak hanya di laut tetapi dan terutama di darat. Pemanfaatan aktivitas ini
alternatif. Dengan kalimat lain, wisata layar sebagai salah satu bentuk pariwisata
belum jelasnya arah pengembangan potensi wisata layar. Karena itu, dalam
peluang itu. Antara lain melalui perencanaan pengembangan yang holistik dan
26
terpadu. Bertolak dari kondisi ini, dan formulasi permasalahan yang telah
dikemukakan di bagian awal, maka dibutuhkan kerangka teori yang sesuai untuk
penelitian ini adalah teori siklus hidup destinasi pariwisata (tourism area life
2.3.1 Teori Siklus Hidup Destinasi Wisata (Tourism Area Life Cycle)
suatu destinasi pariwisata adalah konsep tentang siklus hidup pariwisata (tourism
area life cycle) yang dibuat oleh Butler (1996). Dalam siklus hidup pariwisata
terdapat tujuh tahapan. Pertama, tahap exploration: dicirikan oleh destinasi wisata
lokal. Sudah mulai timbul inisiatif dari masyarakat untuk menyediakan keperluan
masuknya investor dari luar daerah yang menyediakan sarana dan prasarana
seperti hotel dan restoran. Perkembangan ini mulai berdampak pada lingkungan
lingkungan alam, sosial, dan budaya. Akibatnya destinasi hanya berharap dari
Destinasi ini hanya dikunjungi pada akhir pekan atau dalam waktu sehari saja
sehingga berakibat pada banyaknya fasilitas wisata yang berpindah tangan atau
saluran distribusi lain dan mencari pasar baru dengan tujuan untuk mereposisi
produk wisata.
Dengan merujuk pada pentahapan yang dibuat Butler dan berdasarkan data
hasil penelitian, maka akan dapat ditentukan posisi destinasi wisata layar Maurole
pada siklus hidup sebuah destinasi. Namun, mengacu pada ciri-ciri itu dan
berpijak pada data dan pengamatan awal, maka dapat diasumsikan bahwa
destinasi wisata layar Maurole berada pada tahap involment. Masuknya kapal
28
konteks Maurole, peran para pelayar yang pernah singgah di tempat ini sangat
Menurut Tosun (dalam Madiun, 2008: 36) partisipasi dilakukan dengan cara
lain yang mempunyai kepentingan seperti kekuatan yang berasal dari pemerintah,
di destinasi pariwisata.
pemimpin desa, baik formal maupun informal ataupun dari anggota masyarakat
ini dilandasi oleh motivasi kesadaran. Partisipasi ini timbul dari kehendak anggota
30
masyarakat dan timbul dari dorongan hati nurani. Melalui partisipasi ini
wilayahnya.
Teori yang terkait dengan partisipasi ini membantu analisis dalam kaitannya
dengan bentuk kegiatan dalam pengelolaan Maurole sebagai destinasi singgah Sail
di areal titik labuh maupun di beberapa desa yang memiliki atraksi wisata dan
keselarasan dengan lingkungan fisik dan sosial budaya. Kajian daya dukung
tahapan kegiatan dalam proses perencanaan itu berdasarkan atas dimensi waktu,
umum (Paturusi, 2008). Kedua bentuk motivasi perencanaan itu mencakup: (a)
pada pertimbangan pengalaman dan tata laku yang ada dan berkembang saat ini.
32
Kecenderungan yang ada saat ini akan dipertimbangkan untuk menentukan arah
dan sasaran ideal yang hendak dicapai pada masa yang akan datang merupakan
pencapaian tujuan selalu diarahkan pada target utama. Dengan kalimat lain,
Paturusi (2008: 16) bagi negara berkembangan seperti Indonesia, lebih cocok
yaitu: (1) banyak masalah yang sulit atau tidak dapat diperhitungkan secara
masyarkat; (4) stabilitas perekonomian yang belum mantap; (5) keadaan sosial
destinasi wisata layar dalam penelitian ini dilandasi oleh motivasi perencanaan
akan datang (Paturusi, 2008: 29); (b) dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah
kawasan perairan di utara Pulau Flores (Lesmana, 2012); (c) kecenderungan ini
merupakan sub sistem dari sistem kepariwisataan global. Karena itu, elemen
sisi, sistem pariwisata yang melingkupi pariwisata bahari dapat dipandang sebagai
satunya adalah wisata layar. Dewasa ini, wisata layar dunia sangat berkembang
perairan di dunia ini. Sail Indonesia merupakan salah satu wujud dari aktivitas
dikemas menjadi sebuah reli wisata kapal wisata yang melibatkan para palayar
dunia dengan memanfaatkan jalur layar di perairan laut Indonesia selama kurun
waktu tertentu.
Secara umum Sail Indonesia dimungkinkan oleh adanya pelaku layar dunia
yang menggunakan kapal wisata jenis yacht dan destinasi singgah yang didukung
pariwisata Leiper (1990), Sail Indonesia menyangkut tiga elemen, yaitu: (1)
traveller-generating region merupakan asal dan pasar wisata para pelayar dunia,
(2) tourist destination region merupakan tujuan perjalanan wisata yang dalam
kerangka ini mencakup berbagai destinasi singgah dalam rute pelayaran Sail
Indonesia, (3) transit route region yaitu daerah tujuan wisata yang dikunjungi
sebelum mencapai perairan Indonesia. Dalam kerangka Sail Indonesia, daerah ini
untuk diuraikan dan dipahami. Daya tariknya terutama pada masalah yang muncul
destinasi singgah atau destinasi wisata layar, masalah utamanya adalah bagaimana
alternatif.
Karena itu, penelitian ini diarahkan pada tiga tujuan khusus. Pertama,
dengan memanfaatkan teori tourism area life cycle (TALC). Kedua, mengkaji
35
Pemangku
Kapal Wisata dan Sail Indonesia di Kepentingan
Yachters Maurole Pariwisata
METODE PENELITIAN
ini bertolak dari beberapa patokan dasar yaitu bagaimana realitas sosial dipahami
(basis ontologis), relasi antara peneliti dengan subjek atau objek yang diteliti
(basis metodologis). Jennings lebih jauh menguraikan dari aspek ontologi, realitas
penelitian ini adalah realitas sosial yang terkait dengan keberadaan destinasi
singgah Maurole dalam kegiatan Sail Indonesia yang memiliki faktor-faktor untuk
terkait pengumpulan data di lokasi destinasi singgah Maurole dan di lokasi terkait
informan. Sesuai dengan pendekatan penelitan ini, maka basis metologis yang
36
37
kualitatif, yaitu: seting alamiah, peneliti adalah instrumen kunci, sumber data yang
digunakan beragam, data dianalisa secara induktif, makna berasal dari partisipan,
kunci yang berhadapan dengan sumber data yang beragam. Keragaman sumber
bawah atau dari data lapangan untuk melakukan analisa secara induktif. Sehingga
dalam prosesnya, tema-tema yang baru dapat saja bermunculan dari partisipan.
makna yang dipegang oleh partisipan, bukan makna yang dibawa oleh peneliti ke
partisipan.
berkembang. Karena itu, perencanaan penelitian tidak bisa kaku. Artinya seluruh
itu tidak dapat dipisahkan dari latar belakang, sejarah, konteks dan pemahaman
kajiannya itu, peneliti sering menggunakan lensa teori, namun dapat juga bertolak
Creswell, maka keseluruhan tahap penelitian ini sejauh mungkin didasarkan dan
disesuaikan dengan karakteristik itu. Dengan kalimat lain, rancangan penelitian ini
alternatif.
Nusa Tenggara Timur. Desa yang tercakup dalam ruang lingkup penelitian ini
adalah empat desa di Kecamatan Maurole yang dalam aktivitas Sail Indonesia
menjadi desa yang dikunjungi wisatawan. Ke empat desa itu adalah Mausambi,
Kecamatan Maurole yang dikunjungi juga oleh wisatawan saat Sail Indonesia
yaitu Desa Nualise, Waturaka, Wologai Tengah, dan Wolotopo Timur. Data dari
pertimbangan:
di Maurole seperti penentuan lokasi titik labuh, penataan areal titik labuh,
ajang apresiasi seni dan pelestarian budaya daerah, serta interaksi antara
tourism) yang beragam. Aktivitas itu memberikan sesuatu yang unik, yang
berbeda, yang memiliki kearifan lokal baik ditinjau dari sisi budaya maupun
Nusa Tenggara Timur seperti terlihat pada Gambar 3.1 dan 3.2 berikut.
40
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu data
yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata, kalimat narasi, uraian dan berbagai
bentuk pemahaman lainnya (Ratna, 2010: 509). Data ini didapatkan dari hasil
relevan. Data kualitatif terdiri dari data potensi Maurole sebagai destinasi singgah
dalam kegiatan Sail Indonesia di Maurole, dan data faktor-faktor yang mendukung
diagram dan berbagai bentuk pengukuran lainnya yang terkait dengan keberadaan
Sumber data ada dua macam yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer adalah informan yang yang diwawancarai dalam
penelitian ini. Informan dimaksud terdiri dari informan dari kalangan pemerintah,
dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende dan dari sejumlah desa
yang terkait dengan aktivitas Sail Indonesia. Informan dari industri berasal dari
sejumlah institusi pariwisata seperti operator wisata layar, HPI, dan Tourist
masyarakat berasal dari tokoh masyarakat dan anggota masyarakat yang terlibat
Seluruh informan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) informan dari
pemerintah daerah; (2) informan dari masyarakat yang terlibat langsung dalam
kegiatan Sail Indonesia; dan (3) informan dari kalangan industri, pengusaha, dan
informan kunci terdiri dari 7 informan kunci di tingkat kabupaten dan kecamatan,
dan 8 informan kunci di tingkat desa, sesuai dengan jumlah desa yang pernah
Kelompok informan dari kalangan pelaku pariwisata sebanyak 3 orang, dan ahli
sebanyak 2 orang.
sebelumnya, termasuk buku-buku teks yang berkaitan dengan wisata layar pada
umumnya dan destinasi singgah Sail Indonesia pada khususnya. Salah satu
sumber data sekunder adalah informan dari kalangan peserta reli wisata layar yang
Maurole melalui media internet (websites atau weblogs) dan dokumen tertulis
selama penelitian (Gulö, 2007: 123). Karena itu, untuk memperoleh data sesuai
Otogedu, Wolotopo, Wologai Tengah, Waturaka, dan Nualise yang menjadi lokasi
kunjungan wisata dalam reli kapal wisata Sail Indonesia. Observasi dilakukan
mencakup tiga objek, yaitu (1) lokasi tempat penelitian berlangsung, (2) para
pelaku dengan peran-peran tertentu, dan (3) aktivitas para pelaku yang dijadikan
waktu yang terkait dengan keberadaan destinasi singgah Maurole dan kegiatan
oleh anggota masyarakat tertentu. Ciri khas dokumen adalah menunjuk pada masa
lampau, dengan fungsi utama sebagai catatan atau bukti suatu peristiwa, aktivitas,
dan kejadian tertentu (Ratna, 2010: 235). Sejalan dengan penelitian ini, dokumen
45
yang dimanfaatkan adalah catatan yang terkait aktivitas Sail Indonesia di destinasi
singgah Maurole.
kualitatif, maka metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif
hubungan di antara unsur-unsur yang ada atau suatu fenomena tertentu (Kaelan.
2005: 58). Sejalan dengan itu, Bungin (2010: 153) mengungkapkan dua hal yang
ingin dilakukan oleh analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses
dari proses tersebut; dan (2) menganalisis makna di balik informasi, data, dan
proses suatu fenomena sosial. Untuk itu, analisis dilakukan sejak pengumpulan
data di lapangan sampai pada analisis yang dilakukan setelah datanya terkumpul.
Penyajian hasil analisis data dilakukan secara informal atau deskriptif sesuai
dengan topik bahasan melalui kata-kata, kalimat dan bentuk-bentuk narasi lain.
Karena itu, untuk memperjelas dan membantu pemahaman sesuai dengan tujuan
(BPS, 2012: 1). Luas wilayah Kecamatan Maurole adalah 155,94 km² atau 7,6%
dari total luas Kabupaten Ende (2046,60 km²). Secara administrasi wilayah
Tabel 4.1
Banyaknya Dusun, RW dan RT di Kecamatan Maurole Tahun 2011
No Desa Dusun RW RT
1 Ranakolo Selatan 4 4 1
2 Ranakolo 2 2 8
3 Keliwumbu 3 3 9
4 Mausambi 4 7 15
5 Maurole 8 9 18
6 Watukamba 4 8 18
7 Aewora 4 8 21
8 Detuwulu 3 3 6
9 Otogedu 3 4 17
Jumlah 35 48 113
10 Woloau *) - - -
11 Uludala *) - - -
12 Niranusa *) - - -
13 Ngalukoja *) - - -
Sumber: BPS, 2010 (data diolah)
Keterangan: *) merupakan desa pemekaran baru dalam tahun 2013 dan data
dusun, RW dan RT di masing-masing desa pemekaran tersebut tidak tersedia.
Sumber: Maurole dalam Angka 2012 (dimodifikasi).
46
47
5.566 jiwa atau 48,02% dan perempuan sebanyak 6.026 jiwa atau 51,98% (BPS,
2012: 3).
yaitu sebanyak 10.548 orang atau sebesar 91% dari total jumlah penduduk.
Kemudian disusul penduduk beragama Islam sebanyak 1.044 orang atau sebesar
antara 2 m sampai 800 m (BPS, 2012: 5). Desa Detuwulu dan Desa Otogedu
permukaan laut. Tiga desa yang berbatasan langsung dengan Laut Flores yakni
Tabel 4.2
Tingkat Kemiringan Lahan di Kecamatan Maurole
No Tingkat Kemiringan Luas (km²) Prosentase
1 >40% 221, 68 58,33
2 3-12% 76,96 20,25
3 12-40% 62,60 16,47
4 0-3% 18, 82 4,95
Jumlah 380,06 100
Sumber: BPS, 2010 (data diolah)
48
di wilayah Kecamatan Maurole yaitu 58,33% dari total luas Kecamatan Maurole.
Tingkat kemiringan 0-3% merupakan yang paling kecil di wilayah itu yaitu hanya
wilayah yang beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim kemarau/kering
yang berlangsung selama lima bulan antara bulan Mei sampai dengan bulan
September, dan musim hujan/basah antara bulan Oktober sampai bulan April yang
mendukung perkembangan aktivitas wisata. Salah satu potensi itu adalah potensi
peternakan, dan perikanan. Tanaman pangan yang cukup menonjol yaitu padi
sawah yang meliputi luas panen pada tahun 2011 sebesar 584 ha dengan tingkat
produksi 3.596 ton. Di samping itu, luas panen padi ladang meliputi 452 ha
dengan produksi 904 ton (BPS, 2012: 64). Tanaman pangan lainnya adalah jagung
dengan luas panen 203 ha dan total prosuksi 464 ton, ubi kayu mencakup luas
panen 64 ha dengan total produksi 589 ton, ubi jalar meliputi luas panen 9 ha
dengan produksi 62,50 ton, kacang tanah dengan luas panen 8 ha dan produksi 12
ton, kacang hijau mencakup luas panen 12 ha dan produksi 15,20 ton, tanaman
Kecamatan Maurole. Jenis sayur-sayuran yang ada yaitu: petsay, kacang panjang,
cabai, tomat, terung, dan cabai rawit. Total produksi jenis sayur-sayuran ini
mencapai 105 ton di tahun 2011. Jenis sayur-sayuran dengan produksi terbesar
yaitu 70 ton adalah cabai disusul dengan rata-rata produksi 8 ton yakni tomat,
terung dan cabai rawit. Jenis buah-buahan yang diproduksi meliputi: avokat,
mangga, rambutan, jeruk, jambu biji, sirsak, pepaya, pisang, nenas, dan salak
dengan total produksi sebesar 41,69 ton. Pisang merupakan jenis buah-buahan
yang paling banyak diproduksi di Kecamatan Maurole dalam tahun 2011 yakni
arabika, cengkeh, kakao, jambu mete, kemiri, kapuk, pinang, dan vanili. Pada
tahun 2011 (BPS, 74) produksi tanaman perkebunan terbesar adalah kelapa yaitu
mencapai 804,65 ton, disusul oleh jambu mete 411,5 ton, kemiri 244,2 ton, kakao
147,5 ton, kopi arabika 11,14 ton, cengkeh 3,06 ton, tanaman perkebunan pinang
2,95 ton, panili 1,10 ton, dan terakhir kapuk 0,84 ton.
Ternak di Kecamatan Maurole meliputi ternak besar, yaitu: sapi, kerbau, dan
kuda. Ternak kecil mencakup kambing, babi, ayam kampung, dan itik (Anonim,
2012: 84). Pada tahun 2011, populasi unggas jenis ayam kampungnya mencapai
5.949 ekor, jenis itik 496 ekor. Populasi ternak besarnya adalah 2.471 ekor dengan
populasi terbesar sapi yaitu 2.113 ekor dan populasi ternak kecil sebanyak 6.781
Sarana yang digunakan oleh rumah tangga perikanan laut adalah perahu tanpa
motor (jangkung dan perahu papan), motor tempel, dan kapal motor. Pada tahun
2011 (BPS, 2012: 85) terdapat 82 unit jangkung dan 25 unit perahu papan. Motor
tempel ada sebanyak 10 unit. Kapal motor ukuran 0-5 GT ada sebanyak 24 unit
dan > 5 GT ada sebanyak 4 unit. Alat penangkapan ikan yang paling banyak
digunakan yaitu: pancing, disusul jaring insang, pukat buang/bagan, jala lompo,
kelompok nelayan dengan jumlah total anggota sebanyak 162 orang dan 8
Jenis ikan yang diproduksi oleh perikanan laut di Kecamatan Maurole, yaitu:
paperek, kakap, ekor kuning, cucut, terbang, julung, selar, tembang, kembung,
cakalang, tenggiri, tongkol, tuna, layaran, pari, laying, dan jenis lainnya. Ikan ekor
kuning merupakan jenis yang paling banyak diproduksi (BPS, 2012: 90).
Salah satu potensi di Kecamatan Maurole adalah potensi pariwisata. Hal ini
terlihat dari sumber daya pariwisatanya. Pitana dan Diarta (2009: 68)
maupun tidak langsung. Mereka menguraikan lebih lanjut bahwa sumber daya
yang terkait dengan pariwisata umumnya berupa sumber daya alam, sumber daya
budaya, sumber daya minat khusus, disamping sumber daya manusia. Dalam
(yacht), maka destinasi ini memiliki sumber daya seperti diuraikan berikut ini.
Maurole memiliki sumber daya alam air yang salah satunya mencakup
keberadaan pantai seperti dikemukakan oleh Fennel (1999: 68). Menurutnya, air
memegang peran sangat penting dalam menentukan jenis dan tingkat partisipasi
dari rekreasi outdoor di laut dan lingkungan laut (sea environments). Pitana dan
Diarta (2009: 71) menegaskan sumber daya air bisa dikembangkan, misalnya,
Wisata pantai (bahari) di Maurole yaitu pantai Mausambi, pantai Nanganio, pantai
pasir putih Enabara, dan pantai pasir putih di Aewora. Pantai Mausambi dan
pantai Nanganio merupakan dua lokasi yang menjadi titik labuh kapal wisata
(yacht) yang berkunjung ke Maurole melalui aktivitas Sail Indonesia sejak tahun
2007. Pantai Enabara dan Pantai pasir putih di Aewora adalah dua lokasi yang
menjadi tempat rekreasi masyarakat khususnya pada hari libur dan akhir pekan.
menutupi suatu area tertentu. Potensi sumber daya vegetasi di maurole mencakup
potensi tanaman pangan (padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah
dan kedelai) dan perkebunan (kelapa, kopi arabika, cengkeh, kakao, jambu mete,
kemiri, kapuk, pinang, dan vanili. Keberadaan komponen sumber daya ini
wisata yang dibuat bagi wisatawan yang mengunjungi Maurole juga mencakup
tumbuhan tertentu dengan melihat langsung tumbuhannya menjadi salah satu daya
lebih lanjut sebagai bentuk produk wisata yang unik. Potensi atraksi wisata alam
di Kecamatan Maurole yang terkait aktivitas Sail Indonesia akan diuraikan pada
bab berikutnya.
53
kegiatan Sail Indonesia, maka eksistensi sumber daya manusianya dapat dilihat
dari keberadaan masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan Sail Indonesia baik
Maurole ikut berpartisipasi dalam beragam bentuk aktivitas sesuai dengan acara
labuh, pengelolaan desa – desa yang dikunjungi dalam perjalanan wisata, dan
destinasi singgah Sail Indonesia sangat ditentukan oleh sumber daya manusianya.
wisatawan di destinasi singgah. Hal ini sejalan dengan hal yang disampaikan oleh
Pitana dan Diarta (2009: 72) bahwa sumber daya manusia sangat menentukan
eksistensi pariwisata.
masyarakat, melihat rumah adat dengan gaya arsitekturnya, menyaksikan seni dan
demikian, Maurole memiliki sejumlah sumber daya budaya yaitu (1) tradisi,
misalnya upacara penobatan tetua adat (mosalaki); (2) sejarah dari suatu
misalnya bentuk rumah adat; (4) makanan lokal/tradisional, misalnya kue cucur
(filu); (4) seni dan musik, misalnya feko genda (musik suling dan perkusi); (6)
(sarung dan baju untuk perempuan); dan (8) kerajinan pane (peralatan makan
yang terbuat dari tanah liat). Sumber daya budaya ini merujuk pada ‘sepuluh
elemen budaya yang menjadi daya tarik wisatatawan dalam kegiatan pariwisata’
(Ardika, 2003: 50). Berdasarkan data dari penelitian, kedelapan elemen budaya
inilah yang antara lain menjadi atraksi wisata budaya di destinasi singgah
Konsep destinasi singgah atau destinasi wisata layar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah destinasi pariwisata yang secara nyata dikunjungi kapal
yang dipicu oleh kehadiran kapal wisata itu. Sejalan dengan konsep itu, maka
dilakukan kajian terhadap potensi Maurole sebagai salah satu destinasi yang
disinggahi oleh kapal wisata melalui aktivitas Sail Indonesia. Untuk itu, potensi
Maurole dilihat dari atraksi wisata, aksesibilitas, amenitas dan ancillary services.
atraksi wisata alam, budaya, dan buatan di desa-desa yang dikunjungi oleh
wisatawan peserta Sail Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
keragaman atraksi wisata. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan berbagai
Ende, dan wilayahnya secara administratif terbagi menjadi tiga dusun yaitu Dusun
sebagai berikut:
55
56
desa ini dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda
Otogedu. Jalur lain adalah jalur darat dari barat yaitu Marapokot (Nagekeo) –
dari kota kecamatan ke desa Otogedu sebagian berupa jalan beraspal, sebagian
700 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Desa Otogedu adalah 16 km² atau
346 jiwa yang terdiri atas 181 laki-laki dan 165 perempuan. Sebagian besar petani
menggarap usaha pertanian tanaman palawija yaitu ubi kayu, ubi jalar, dan
mete. Salah satu tanaman yang dimanfaatkan hasilnya adalah pohon enau sebagai
Atraksi wisata yang menjadi daya tarik utama di Desa Otogedu adalah atraksi
pembuatan moke (minuman arak dari pohon enau). Tercatat ada empat lika
terdiri dari tungku api tempat memasak, periuk tanah sebagai wadah yang dipakai
untuk memasak air nira/aren, dan peralatan untuk proses penyulingan yang terbuat
dari bambu.
sama. Namun, yang membedakannya adalah ramuan yang dipakai pada saat
memasak moke. Jenis ramuan tidak hanya dipakai saat memasak air nira, namun
sudah mulai digunakan sejak menampung air di pohon aren/enau. Ramuan itu
pelepah daun nira. Efek ramuan yang dipakai oleh masing-masing lika diyakini
menentukan kualitas rasa moke, sehingga ramuan yang dipakai dalam pembuatan
moke menjadi rahasia dapur para pemilik lika. Hal ini ditegaskan salah seorang
pembuat moke dan sekaligus tokoh masyarakat Desa Otogedu yaitu Frans Watu:
“Ramuan yang saya pakai di lika ini berbeda dengan yang dipakai di
lika yang lain. Saya tidak tahu ramuan yang mereka pakai, mereka pun
tidak mengetahui ramuan yang saya pakai. Ramuan yang saya pakai di
sini, saya peroleh dari orang tua saya. Ramuan ini diberitahu kepada
kami secara turun temurun. Yang saya ingat ramuan ini telah dipakai
oleh empat generasi keturunan keluarga kami” (Wawancara 12 Juni
2013).
Daya tarik atraksi pembuatan moke ini terletak pada keunikan lika dengan
peralatan tradisional yang digunakan serta ritual adat dan legenda yang
58
mendukung aktivitas ini. Legenda setempat menyebutkan bahwa pohon enau yang
menghasilkan air nira dianggap sebagai seorang “perempuan”. Tentang hal ini,
Potensi lain yang terdapat di Desa Otogedu adalah potensi ekologis seperti
kebun kemiri, kakao, jambu mete, dan keberdaan pohon nira yang merupakan
setempat juga merupakan salah satu atraksi wisata. Atraksi pengambilan air nira
dari pohon enau di Desa Otogedu bisa dijumpai setiap hari di waktu pagi dan
petang, sesuai dengan kebiasaan dan tuntutan cara pembuatan moke. Potensi ini
Pujaastawa (2005: 132) kombinasi yang harmonis antara potensi sumber daya
alam, sumber daya budaya, dan sumber daya manusia dapat melahirkan beraneka
tarik wisata yang disuguhkan kepada wisatawan asing dalam kegiatan Sail
berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam dan budaya di sebuah desa
dapat menjadi atraksi wisata. Atraksi wisata yang didasarkan pada kebiasaan
hidup masyarakat serupa itu, oleh Yoeti (2008: 168) disebut sebagai social
attractions yaitu atraksi wisata yang didasarkan pada tata cara hidup masyarakat.
60
Sejalan dengan itu, dari aspek budaya, Ardika (2003: 50) memasukkan cara hidup
suatu masyarakat sebagai salah satu elemen budaya yang menjadi daya tarik
wisata.
yaitu Dusun Detuara, Dusun Detuwane, Dusun Mausambi, dan Dusun Niranusa.
Luasnya adalah 31,22 km² atau 20,41% luas dari luas wilayah Kecamatan
Maurole (152,94 km²). Sebagian merupakan tanah tegalan atau perkebunan dan
sebagian lagi digunakan sebagai sawah, tanah pemukiman dan pekarangan (BPS,
2012).
Penduduk Desa Mausambi berjumlah 1.458 orang yang terdiri atas 787
pencaharian pokok mereka adalah sebagai petani, dan sebagian kecil lainnya
menekuni pekerjaan sebagai nelayan, pegawai negeri sipil, pedagang, dan tukang
61
dari pariwisata terbatas pada kegiatan yang muncul dengan hadirnya peserta reli
kapal wisata sail Indonesia di titik labuh Mausambi sejak tahun 2007 hingga saat
ini.
Mausambi khususnya areal titik labuh di depan perairan pantai Mausambi dan
areal perairan yang dibatasi oleh Tanjung Watulaja. Lokasi ini sejak tahun 2007
telah menjadi titik labuh bagi kapal wisata (Disbudpar, 2007). Kehadiran kapal-
Sejalan dengan siklus hidup destinasi pariwisata dari, maka dapat dikatakan
bahwa tahun 2007 Maurole sudah memasuki tahap exploration dalam siklus hidup
destinasi wisata. Menurut Butler (1980), dalam tahap ini destinasi wisata baru
labuh di Maurole pada tahun 2006 yang melibatkan pemerintah daerah dan
Potensi lainnya adalah atraksi pembuatan pane (peralatan makan dari tanah
liat) di Dusun Detuara, kawasan persawahan, dan jalur trekking melewati kebun
62
jambu mete dan kakao menuju kampung adat Pu’u Pau. Sebagai sebuah atraksi
wisata, kampung adat Pu’u Pau dikunjungi oleh wisatawan dari kapal wisata yang
singgah di Teluk Mausambi pada tahun 2012. Hal ini terungkap dalam wawancara
Perjalanan menuju desa ini dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor, baik
roda dua maupun roda empat melalui jalur wisata Ende – Detusoko – Wewaria –
Ropa – Mausambi. Jalur lain adalah jalur darat dari barat yaitu Marapokot
Mausambi ke Detuara dan Kampung adat Pu’u Pau berupa jalan tanah, sebagian
berbatu, dan sebagiannya lagi berupa rabat beton dapat ditempuh dengan
kendaraan roda dua dan roda empat serta berjalan kaki (trekking).
Kunjungan ke kampung adat, yang terletak di sekitar lokasi titik labuh kapal
wisata, menunjukkan bahwa daerah ini memiliki sumber daya yang potensial
untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata. Masyarakat atau pelaku usaha dapat
memperoleh manfaat ekonomi dan sosial dengan mengatur paket wisata berupa
Desa Mausambi merupakan salah satu lokasi bagi “wisatawan yang bermasuksud
Ende. Secara administratif, wilayah Desa Maurole terbagi menjadi empat dusun,
yaitu: Dusun Maurole 1, Maurole 2, Maurole 3, dan Maurole 4. Desa yang terletak
di pusat kecamatan ini, berada sekitar 84 km di sebelah utara Ende (BPS, 2012).
Kecamatan Detukeli;
Desa Maurole mempunyai 491 kepala keluarga dengan total jumlah penduduk
sebanyak 2.501 jiwa yang terdiri atas 1.124 laki-laki dan 1.337 perempuan.
Dengan jumlah itu, desa ini merupakan desa dengan penduduk terpadat di
Kecamatan Maurole. Hal ini dapat dipahami karena ia merupakan pusat aktivitas
pemerintahan kecamatan, dan dilalui oleh jaringan jalan trans utara Flores, dan
matapencahariannya, penduduk desa ini dapat dirinci seperti pada Tabel 5.1.
Mengacu pada tabel ini, terlihat bahwa 32% penduduk bermatapecaharaian petani,
dan 1,2% adalah nelayan. Kendatipun sebagian wilayah desa ini berada di pesisir
Tabel 5.1
Komposisi Warga Desa Maurole Menurut Mata Pencaharian
Atraksi wisata yang menjadi daya tarik di Maurole adalah kunjungan ke pasar
jalan juga di pusat kota kecamatan ini untuk menyaksikan kehidupan masyarakat
roda dua maupun roda empat melalui jalur wisata Ende – Detusoko – Wewaria –
Ropa – Maurole. Jalur lain adalah jalur darat dari barat yaitu Marapokot
salah satu keuntungan bagi para wisatawan dalam aktivitas wisata layar ketika
kebudayaannya.
Ende, dan wilayahnya secara administratif terbagi menjadi empat dusun yaitu
Luas wilayah Desa Watukamba adalah 16,98 km² atau sekitar 10,10% dari
berjumlah 1.093 jiwa, terdiri atas 524 laki-laki dan 569 perempuan (BPS, 2012: 5-
21).
usaha pertanian tanaman palawija yaitu ubi kayu, ubi jalar, dan jagung. Tanaman
perkebunan yang dibudidayakan adalah kemiri dan kakao. Salah satu tanaman
67
yang dimanfaatkan hasilnya adalah pohon enau dan kemiri sebagai bahan pokok
Atraksi wisata yang menjadi daya tarik utama di Desa Watukamba adalah
merupakan pembuat gula aren. Tempat pembuatan gula aren umumnya terdiri
dari tungku api tempat memasak, kuali dari bahan aluminium sebagai wadah
untuk memasak air nira, dan peralatan untuk mencetak gula aren yang terbuat dari
bambu.
prinsipnya sama. Satu-satunya bahan yang dicampurkan ke dalam air nira yang
dimasak adalah bubuk kemiri. Hal ini dijelaskan oleh Hironimus Nira salah
seorang pemuat gula aren dan kini menjabat sebagai kaur Desa Watukamba:
“Air nira dimasak sampai kental lalu diaduk dan ditambahkan bubuk
kemiri yang sudah diparut halus. Fungsi bubuk kemiri ini adalah untuk
memadatkan adonan agar tidak mudah hancur ketika sudah jadi gula
dan tahan lama” (Wawancara 13 Juni 2013).
Dalam kegiatan Sail Indonesia, pembuatan gula aren juga menjadi atraksi
produk gula aren juga dibeli oleh wisatawan. Sama seperti beberapa aktivitas
masyarakat di desa – desa lainnya, aktivitas pembuatan gula aren juga berpotensi
menjadi atraksi wisata yang dapat dikembangkan. Penjualan produk gula aren
ini sejalan dengan pendapat Jennings (2007: 36) bahwa salah satu dampak
adat Nuabela dengan rumah-rumah adat dan seremoni adatnya. Pada tahun 2007,
Sail Indonesia yang datang ke kampung ini sebagai tetua adat (mosalaki) dengan
sebutan mosalaki ulu beu eko bewa (tamu yang dinobatkan sebagai bagian dari
Jennings (2007: 36) bahwa salah satu dampak sosial dari wisata layar adalah
berperan saat penyambutan tamu dan berbagai acara seni budaya lainnya. Sanggar
seni budaya dari desa ini menjadi entertainer dalam kegiatan Sail Indonesia
dengan atraksi seni feko genda (suling dan perkusi yang mengiringi tarian)
(Disbudpar, 2007).
sekitar 88 km di utara kota Ende. Perjalanan menuju desa ini dapat ditempuh
dengan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat melalui jalur
jalur darat dari barat yaitu Marapokot (Nagekeo) – Maukaro – Ropa – Maurole
teman dan keluarga, serta melakukan kunjungan ulang. Konsep kekhasan yang
dari Tourism insight ini membuka ruang bagi pemahaman yang beragam. Salah
relatif bagi setiap orang atau wisatawan yang berkunjung, dengan kalimat lain
bagi pemilik pengalaman itu. Dalam konteks kehadiran wisatawan dari kapal
lokal dapat menjadi atraksi utama untuk wisatawan. Dengan demikian, perpaduan
kekhasan tersendiri.
laut yang memiliki kekhasan sebagai titik labuh bagi kapal layar (Pantai
sedang sampai daratan tinggi yang berpotensi sebagai panorama alam dan
wisata dan bahan baku yang mendukung aktivitas masyarakat yang juga
2) buatan manusia (man made feautures): gaya arsitek rumah-rumah adat dan
bangunan adat lainnya yang khas dari etnik lio yang berbasis pada nilai-
Indonesia);
5.2 Aksesibilitas
ke empat Desa yang dikunjungi oleh wisatawan asing peserta reli wisata layar
Mausambi – Maurole.
Maurole.
Bertolak dari jalur aksesibilitas ke Kecamatan Maurole itu, diperoleh data moda
Maurole.
Tabel 5.2
Rute, Jadwal, Jenis dan Jumlah Moda Transportasi
Antarkota dari dan ke Kecamatan Maurole
Salah satu jalur perjalanan wisata menuju ke Maurole adalah melalui jalur
laut. Akses ini menjadi semakin nyata ditandai dengan adanya kapal wisata
(yacht) peserta reli perahu layar internasional Sail Indonesia yang menyinggahi
Maurole sejak Tahun 2007. Jalur laut menuju ke Maurole adalah sesuai dengan
(exit port).
menunjukkan bahwa destinasi singgah Maurole telah menjadi salah satu pintu
74
masuk wisatawan ke Kabupaten Ende. Hal ini diungkapkan oleh Nyo Cosmas,
lanjut. “Destinasi menjadi alasan bagi adanya perjalanan dan atraksi di destinasi
wisatawan dan menjadi pintu masuk bagi wisatawan, diperlukan campur tangan
5.3 Amenitas
Konsep amenitas yang menjadi landasan kajian ini adalah segala fasilitas
untuk menginap serta restoran untuk makan dan minum. Amenitas juga
berhubungan dengan ritel dan jasa-jasa lain seperti jasa keamanan, jasa penukaran
diadakan untuk memenuhi kebutuhan peserta Sail Indonesia. Fasilitas –fasilitas itu
ada yang bersifat permanen dan ada yang tidak permanen (Disbudpar, 2007).
75
seperti di Pantai Mausambi, Desa Otogedu, dan Dusun Detuara. Fasilitas yang
tidak permanen adalah dermaga apung (jetty), tempat relax, berbagai jenis tenda
dan panggung hiburan di lokasi pantai titik labuh yang dibangun menggunakan
bahan-bahan lokal dari bambu, kayu, dan daun kelapa. Hal ini ditegaskan oleh
Martinus Lagho SST. Par., Kasubag Program, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Ende:
merupakan alat promosi yang baik bagi destinasi singgah Maurole. Menurut
Cooper et al., (1996: 80) sangat penting bagi sebuah destinasi untuk memberikan
penginapan dan rumah makan yang melayani kebutuhan masyarakat setempat dan
lokal itu memiliki fasilitas yang minim. Demikian juga fasilitas dan jenis
mereka sebagai tempat untuk menginap. Hal ini sesuai dengan karakteristik
wisatawan yang menggunakan kapal layar. Jenings (2007: 33), dalam uraiannya
bahwa mereka yang berlayar dalam jangka waktu panjang ke luar negeri atau ke
tempat yang jauh dari pelabuhan keberangkatannya, tinggal di kapal mereka (live
aboard in their own yachts). Berdasarkan uraian Jennings, maka dapat dikatakan
Tabel. 5.3
Penginapan dan Rumah Makan di Kecamatan Maurole
No Lokasi Penginapan Rumah Makan
Jumlah Kamar Jumlah Kursi
1 Desa Maurole 2 16 4 85
2 Desa Watukamba 1 7 - -
3 Desa Mausambi - - 2 40
Jumlah 3 23 6 125
Sumber: Penelitian, 2013.
Sarana penunjang lainnya adalah sarana perdagangan seperti pasar desa, kios,
Maurole adalah pasar desa yang beraktivitas seminggu sekali. Di samping untuk
memang menarik perhatian para wisatawan, karena mereka dapat melihat secara
77
langsung aktivitas para penjual dan pembeli, dan melihat berbagai jenis barang
dagangan yang dijual. Hal ini terungkap dalam wawancara dengan Vinsen
“Pasar desa yang dikunjungi dalam aktivitas Sail Indonesia adalah pasar
di Desa Maurole, Uludala (Pasar Ropa), dan Aewora. Barang yang
dibeli antara lain: sayur-sayuran, buah-buahan, dan baju” (Wawancara 9
Juni 2013).
untuk akses internet), jaringan air minum, agen penjualan BBM, bank, jasa pos,
Tabel. 5.4
Fasilitas Pendukung (Amenitas) di Kecamatan Maurole
Sail Indonesia. Hal ini terungkap dalam wawancara dengan Gregorius Gadi,
5.5.
Tabel. 5.5
Unsur Ancillary Services dalam Kegiatan Sail Indonesia di
Destinasi Singgah Maurole
destinasi singgah Maurole mulai dikenal oleh dunia internasional, khususnya oleh
para pelayar sejak dijadikan titik singgah kapal-kapal wisata (yacht) di Tahun
2007. Sejak itulah Maurole menjadi pintu masuk bagi wisatawan ke Kabupaten
wisatawan.
promosi dari berbagai pihak. Pemerintah melakukan promosi melalui bahan cetak
mempromosikan Maurole dari mulut ke mulut dan melalui situs internet milik
mereka.
yang nyata bahwa destinasi singgah Maurole berada pada tahap involvement
sesuai teori siklus hidup destinasi wisata. Butler (1980), dalam teorinya Tourism
Area life Cycle, menguraikan tahap involvement ditandai oleh munculnya kontrol
oleh masyarakat lokal. Sudah mulai timbul inisiatif dari masyarakat untuk
promosi, khususnya promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) atau WOM
untuk mengunjungi destinasi tersebut. WOM ini terutama dilakukan oleh para
promosi yang dilakukan oleh berbagai pihak (pemerintah, swasta, dan yachters)
Salah satu tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengelolaan Maurole sebagai
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, pelaku wisata, dan pemerintah dalam
mengantisipasi kehadiran kapal – kapal wisata. Karena itu, hal – hal yang dikaji
kepentingan.
Dalam kajian ini, istilah “titik labuh” dipahami sebagai tempat kapal layar
berlabuh, dan “areal titik labuh” adalah kawasan pantai di dekat (sekitar) titik
labuh yang digunakan oleh wisatawan untuk akses ke darat, dan juga
kehadiran kapal – kapal layar itu. Bertolak dari pemahaman itu, maka kajian
Kecamatan Maurole memiliki dua titik labuh kapal wisata (yacht) yaitu
Pantai Mausambi atau juga dikenal dengan nama Teluk Mausambi di Desa
labuh kapal wisata, lokasi ini biasa digunakan oleh nelayan lokal maupun nelayan
81
82
antar pulau sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal mereka karena terlindung dari
angin kencang dan terpaaan gelombang pada musim-musim tertentu. Pada musim
angin barat, antara Desember dan Maret, Teluk Mausambi sangat aman sebagai
titik labuh, sedangkan ketika musim angin timur antara April dan Oktober, Pantai
Nanganio sangat nyaman sebagai titik labuh. Pada musim angin timur, areal laut
Mausambi merupakan titik labuh yang nyaman. Kondisi ini menyebabkan titik
oleh Martinus Lagho, SST. Par., Kasubag Program Dinas Pariwisata Kabupaten
Ende.
“Pada saat terjadi bencana gempa bumi dan tsunami di Pulau Flores
dalam tahun 1992, kapal-kapal barang yang mengangkut pasokan
material bantuan dari luar pulau menggunakan titik labuh Teluk
Mausambi” (Wawancara 9 Juni 2013).
Penuturan itu mau menegaskan bahwa titik labuh ini secara alamiah aman
sebagai tempat labuhnya kapal-kapal layar. Kondisi ini menjadi salah satu
pertimbangan dipilihnya Teluk Mausambi sebagai titik labuh bagi kapal wisata
peserta Sail Indonesia di destinasi singgah Maurole. Rosalia J.E. Rae, SST.Par.,
Dalam kegiatan Sail Indonesia, areal titik labuh menjadi lokasi berbagai
aktivitas dan pelayanan kepada wisatawan. Dalam dua tahun pertama (2007 dan
2008) pelayanan bagi para peserta Sail Indonesia dipusatkan di Pantai Mausambi,
Aktivitas yang dikelola antara lain meliputi penataan tempat relax wisatawan,
Pengelolaan areal titik labuh ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan jadwal singgah kapal-kapal wisata yang diatur oleh operator Sail
Indonesia, disesuaikan dengan jangka waktu visa kunjungan yang diberikan yaitu
tiga bulan. Dalam jangka waktu ini, para pelayar mengarungi perairan Indoneisa
dari wilayah timur hingga ke bagian barat dengan kecepatan rata-rata 8 knot per
mil laut. Kondisi inilah yang menyebabkan, rata-rata lama tinggal di tiap destinasi
Dengan kalimat lain, fasilitas dan pelayanan yang diberikan dirancang sesuai
dengan jangka waktu dan kondisi itu. Berikut Tabel 6.1 memperlihatkan fasilitas
Tabel 6.1
Fasilitas, Pengeloaan, dan Pemanfaatan Bahan dan Tenaga Lokal di Titik Labuh –
Destinasi Singgah Kecamatan Maurole
No Fasilitas Pengelolaan dan pemanfaatan bahan dan tenaga
lokal
1 Floating Jetty Pembuatannya ditangani oleh Dinas Pekerjaan
(Dermaga Apung) Umum dengan memanfaatkan tukang dan
buruh lokal. Dibangun dengan teknik bongkar
pasang.
2 Berbagai fasilitas Seluruhnya dikerjakan oleh Masyarakat lokal
pelayanan, yaitu: dikoordinasikan Camat Maurole dan Kepala
tempat relax Desa. Ada tenaga yang dibiayai dan ada yang
Wisatawan, tempat merupakan tenaga sukarela (swadaya
penjualan dan promosi masyarakat).
kerajinan daerah Material yang digunakan adalah bahan lokal
(souvenir), tempat dari kayu, daun kelapa, daun gebang dan
penjualan sayur dan bambu. Seluruhnya dibeli dari masyarakat
buah, pos keamanan, setempat.
pos kesehatan, pusat Pusat informasi dikelola oleh tenaga lokal
informasi pariwisata, dan pramuwisata lokal dibawa koordinasi
dan panggung pentas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
seni budaya Kabupaten Ende.
Tempat Penjualan sayur dan buah
dimanfaatkan oleh pedagang dari Desa
Nduaria, sebuah desa yang memiliki pasar
tradisional yang biasanya menjadi tempat
persinggahan wisatawan.
Tempat penjualan dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk menjual makanan dan
minuman, bahan bakar minyak, dan jasa
laundry.
Tempat promosi kerajinan daerah
dikoordinasi oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Ende. Dimanfaatkan
oleh beberapa pedagang souvenir (tenun ikat
daerah).
Tenaga lokal juga dimanfaatkan sebagai
petugas jetty, petugas kebersihan, petugas
keamanan, petugas penyambutan, dan
seniman lokal.
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende, 2013 (data diolah)
Terlihat bahwa tenaga lokal ikut berpartisipasi dalam pengelolaan areal titik
labuh. Hal ini sejalan dengan upaya untuk menghindari, sejak dini, marginalisasi
85
dari kehadiran para wisatawan di titik labuh Mausambi diungkapkan oleh Yan
“Jasa yang saya tawarkan kepada para peserta Sail Indonesia adalah
jasa laundry. Ternyata banyak juga yang memanfaatkan pelayanan ini.
Saya tidak menggunakan mesin cuci. Semua dilakukan secara
konvensional. Lumayanlah pendapatan yang saya terima” (Wawancara
13 Juni 2013).
Mausambi. Hal ini terjadi karena sebagian besar kapal lego jangkar di Pantai
Mausambi. Pada saat itu, tidak ada pengelolaan khusus yang disiapkan oleh
wisatawan yang singgah tetap berjalan. Hal ini disampaikan oleh Vinsen Atabala,
dilakukan setelah mendapat izin dari mosalaki atau tetua adat setempat karena
bahwa pengelolaan titik labuh sudah dapat dilakukan oleh masyarakat setempat
dalam sebuah destinasi” (Hermantoro, 2011: 80). Dengan cara berbeda, Murphy
bahwa mereka mampu mengelola sebuah bentuk pelayanan bagi wisatawan asing
yang datang. Keyakinan itu terungkap dalam pendapat yang disampaikan Desi
“Kami akan berusaha sedapat mungkin melayani setiap tamu dari kapal
wisata yang berkunjung ke daerah kami. Kami belajar dari pengelolaan
sail sebelumnya terutama belajar dari kunjungan mereka ke kampung
kami Pu’u Pau. Karena itu, dalam Sail Indonesia tahun ini (2013), kami
berencana membangun tenda relax bagi wisatawan di pantai Mausambi
sekaligus sebagai pusat pelayanan kami kepada para wisatawan yang
singgah.”
keberadaan Maurole sebagai salah satu destinasi singgah dalam rute pelayaran
kapal-kapal wisata yang melayari perairan Indonesia. Sejak tahun 2007 informasi
mengenai titik labuh Mausambi dapat diperoleh melalui beberapa websites yang
secara khusus memberikan informasi mengenai Sail Indonesia, baik yang berbasis
Bidang Wisata Layar di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang juga
destinasi singgah:
kehadiran kapal-kapal wisata. Manfaat ekonomi bisa didapat dari antara lain
pengelolaan perjalanan wisata, jasa guide, penjualan makan dan minum, jasa
pengalaman. Dalam hal ini, dibutuhkan adanya upaya untuk pengelolaan areal
titik labuh dan destinasi wisata secara menyeluruh melalui pendekatan pariwisata
cara untuk melestarikan dan mempromosikan seni budaya daerah. Shaw dan
Williams (dalam Ardika, 2003: 50) menyebutkan seni dan musik merupakan salah
satu elemen budaya yang menjadi daya arik wisata. Elemen terkait lainnya yang
sebab itu, berbagai atraksi seni budaya daerah ditampilkan, bukan hanya untuk
Kabupaten Ende dan se-daratan Flores. Tabel 6.2 menjelaskan berbagai atraksi
Tabel 6.2
Atraksi Seni Budaya di Destinasi Singgah Maurole
Tahun 2011 tidak ada acara pagelaran seni budaya, karena Sail Indonesia
wisata diatur oleh pihak desa. Tahun 2012 tidak ada acara pagelaran seni budaya
karena pada tahun itu acara Sail Indonesia tidak ditangani secara khusus oleh
bentuk kongkrit dari pengelolaan seni budaya daerah sekaligus sebagai upaya
Gee dan Fayos (dalam Ardika, 2003: 55) menyebut bahwa salah satu prinsip
bentuk keterlibatan ini “bottom up, atas inisiatif komponen masyarakat” (Dalem,
paket wisata dengan kelompok sasaran para wisatawan. Pengelolaan paket wisata
ini dilakukan oleh pemandu wisata lokal yang dikoordinir oleh Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata. Ada pula yang dikelola oleh biro perjalanan wisata (Disbudpar,
dan di luar Kecamatan Maurole. Masing-masing tempat itu memiliki daya tarik
tersendiri. Paket wisata ke berbagai tempat itu, khususnya ke desa – desa, dibuat
dengan koordinasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar desa yang dikunjungi
dapat mempersiapkan atraksi seni budaya dan hal lainnya seperti kuliner lokal
Tabel 6.3
Tempat Kunjungan Wisatawan dalam Sail Indonesia
No Tempat yang dikunjungi Daya tarik
1 Desa Wologai Tengah Kampung adat, rumah-rumah adat, dan
atraksi seni budaya.
2 Desa Otogedu Pembuatan arak lokal (moke)
3 Nuabela (Desa Watukamba) Pembuatan Gula Aren
4 Detuara (Desa Mausambi) Pembuatan peralatan makan dari tanah liat
(pane)
5 Pu’u Pau Kampung adat, rumah-rumah adat, dan
atraksi seni budaya.
6 Desa Tanali Rumah adat dan permainan tradisional.
7 Air Panas Detusoko Kolam pemandian.
8 Danau Kelimutu Danau kawah berbeda warna.
9 Wolotopo Landscape perkampungan adat dan rumah
adat.
10 Kota Ende Situs Rumah Pengasingan Bung Karno,
Tempat permenungan Bung Karno, Museum
Bahari, dan suasana Kota Ende.
11 Desa Waturaka Agrowisata, landscape persawahan dan
pemandian air panas Liasembe.
12 Wolofeo (Desa Nualise) Kampung adat, rumah adat, atraksi seni
budaya, kuliner lokal.
13 Desa Rewarangga Pembuatan parang (pandai besi)
14 Sekolah-sekolah Komunikasi dan berbagi pengalaman dengan
siswa-siswa SD, SMP, dan SMA
Sumber: Disbudpar Ende, 2010 dan Penelitian, 2013 (data diolah)
Pada Tahun 2011 pengelolaan Sail Indonesia di lokasi titik labuh Pantai
dengan travel agent/ tour oprator dalam penanganan perjalanan wisata. Stronza
dengan kemampuan manajerial lembaga lain seperti tour operator. Melalui pola
Pada tahun 2012 penanganan para wisatawan dari kapal-kapal wisata yang
aktivitas masyarakat di sawah. Setelah itu menuju Moni untuk makan siang di
terakhir sebelum Maurole adalah di Ropa, dan di lokasi ini para wisatawan
kampung adat selalu hadir dan suasananya ramai. Para mosalaki (tetua adat)
lambu (baju). Pria mengenakan luka (kain) dan ragi (selendang). Dengan
mengenakan pakaian adat, para tamu ikut dalam tarian Gawi, sebuah tarian yang
mosalaki. Usai makan malam bersama, para tamu mengumpulkan donasi untuk
kampung adat dan kembali ke Mausambi berjalan kaki diantar oleh para pemuda
pengalaman wisata yang berbeda. Kenyataan ini selaras dengan konsep pariwisata
dan bermanfaat di antara wisatawan dan masyarakat (Smith dan Eadington, 1992).
Bertolak dari fakta pengelolaan titik labuh, pengelolaan atraksi seni budaya,
terjadi pemberdayaan bukan marginalisasi. Hal ini selaras dengan pendapat Smith
bersama-sama.
pihak yang terlibat, seperti yang diuraikan oleh Pujaastawa, et.al. (2005). Pertama,
kerjasama perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan di areal titik labuh dan
jenis paket wisata bagi wisatawan Sail Indonesia. Ketiga, hubungan antar
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende dan satuan kerja perangkat daerah
kepentingan itu.
dalam kegiatan Sail Indonesia di Destinasi singgah Maurole. Dasarnya adalah tipe
partisipasi yang dibuat oleh Tosun (dalam Madiun, 2009). Salah satu tipe
singgah Maurole dan desa-desa terkait lainnya seperti terlihat dalam berbagai
kegiatan.
konsep terdapat insan pariwisata yang dikelompok dalam tiga pilar utama (Pitana
dan Gayatri, 2005: 96 – 97), yaitu: (1) masyarakat. (2) swasta, dan (3) pemerintah.
pemangku kepentingan terdiri dari berbagai pihak dan berperan sesuai dengan
Maurole.
98
Tabel 6.4
Pemangku Kepentingan dalam Sail Indonesia di Destinasi Singgah Maurole
Kecamatan Maurole sebagai destinasi singgah Sail Indonesia. Upaya ini dimulai
pada Tahun 2006. Ketika itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mengundang
Yayasan Cinta Bahari Indonesia sebagai operator Sail Indonesia untuk melakukan
survei titik labuh di pesisir utara Kabupaten Ende. Lebih jauh dijelaskan oleh
Rosalia J.E. Rae, SST. Par, Tim Teknis dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Ende.
titik labuh bagi kapal-kapal wisata membawa berbagai konsekuensi. Salah satunya
dikemukakan oleh Yuliana Ruka, S.Sos, Kepala Bidang Pemasaran dan Promosi,
budaya. Penegasan ini disampaikan oleh Maria W.P. Wangge, SST. Par, salah
sebagai berikut.
peserta Sail Indonesia di tahun 2010 (Disbudpar, 2010). Pelaku usaha pariwisata
yang juga terlibat adalah para pemilik sarana transportasi yang digunakan untuk
angkutan milik masyarakat seperti bus, mini bus, dan bemo serta angkutan lainnya
lainnya. Lebih jauh digambarkan oleh Ferdinandus E.K. Radawara, SST. Par.,
destinasi singgah Maurole. Hal tersebut tercermin dari tulisan yang termuat dalam
“During the day there were tours to the 3 coloured lakes at Mt.
Kelimutu as well as nearby villages that specialise in such products as
Arak/Moke (liquor distilled in bamboo pipes from palm sap), palm
sugar, cocoa, coffee and other products. The scenery during these tours
varied from paddy fields to lush jungle and spectacular mountain
ranges. Excellent English speaking guides provided the commentary and
information on village life and customs; they continued to look after our
every need. (http://sailindonesia.net/history/history2008.php diakes 30
Mei 2013).
Terjemahan:
Selama hari itu, ada kunjungan ke danau 3 warna di Gunung Kelimutu,
dan juga kampung yang memproduksi arak/moke (minuman keras dari
air nira yang disaring dalam bambu), gula aren, coklat, kopi, dan produk
lainnya. Pemandangan dalam perjalanan ini bervariasi mulai dari lahan
persawahan, hutan lebat, dan barisan pegunungan yang mengagumkan.
Pramuwisata dengan bahasa Inggris yang sangat baik memberikan
komentar dan informasi tentang kehidupan dan adat di kampung; mereka
terus memperhatikan setiap kebutuhan kami.
Keterlibatan masyarakat sejak awal juga terjadi pada desa-desa lainnya yang
melalui pertemuan di desa. Peserta yang hadir pun berasal dari lembaga
kemasyarakatan di desa. Hal ini dituturkan oleh Ignasius Siga, Kepala Desa
Otogedu:
“Di sini (di Desa Otogedu), dua kali pertemuan diadakan sebelum kerja
di lapangan dilakukan. Seluruh perwakilan dari lembaga
kemasayarakatan di desa, tokoh masyarakat, mosalaki (tetua adat) dan
lain-lain perwakilan hadir. Masyarakat desa perlu tahu apa yang akan
terjadi di desa, sehingga mereka dengan senang hati ikut berpartisipasi.
Melalui pertemuan itu, kami ingin memastikan jadwal kerja, pengisi
acara, kebutuhan material, dan fasilitas dibicarakan secara matang,
sehingga pelaksanaannya menjadi efektif dan berhasil” (Wawancara 12
Juni 2011).
dari saat tamu menginjakkan kakinya di desa atau kampung, sampai mereka
meninggalkan desa. Masyarakat berusaha agar para tamu Sail Indonesia merasa
nyaman dan senang mengunjungi desa atau kampung. Mosalaki (tetua adat)
dan mengusulkan suatu rencana. Partisipasi ini timbul dari kehendak anggota
masyarakat dan dorongan hati nurani. Melalui partisipasi ini, masyarakat ikut
dengan cara berbeda. Pada tahun 2007, kunjungan para wisatawan ke desa ini
bertepatan dengan upacara mengatap keda (salah satu rumah adat). Wisatawan
pola kerjasama ini merupakan salah satu perhatian dari beberapa bentuk
pariwisata alternatif dan minat khusus, sosial budaya, dan lingkungan, dan kerena
sehari-hari.
pengembangannya.
Waturaka di Kecamatan Kelimutu. Letak desa ini sangat strategis karena berada di
jalur utama menuju Danau Kelimutu. Hal utama yang menarik di desa waturaka
adalah panorama persawahannya. Disamping itu, desa ini juga memiliki lahan
atraksi wisata. Potensi atraksi wisata alam lainnya, yaitu air terjun dan pemandian
air panas yang sangat mudah dijangkau. Tokoh masyarakat Waturaka, Alexander
“Salah satu produk andalan di desa kami adalah tomat. Karena itu, kami
mengajak wisatawan ikut memetik tomat. Kami sediakan keranjang
untuk menaruh tomat yang dibuat dari anyaman daun enau dan daun
kelapa. Kuliner yang kami sediakan pun bahannya kami ambil dari
kebun di desa ini. Kami menghibur mereka dengan tarian dan nyanyian
yang diiringi dengan alat musik sato yang dibuat oleh masyaratkat di
desa ini” (Wawancara 9 Juni 2013).
penanaman pohon gaharu di salah satu lokasi. Wisatawan dari setiap kapal wisata
pohon dan kegiatan memetik tomat yang dilakukan oleh wisatawan menunjukkan
106
setempat dengan memanfaatkan potensi produk dan lahan yang dimiliki desa.
134) merupakan pariwisata berbasis potensi ekologi dan budaya pertanian yang
konservasi lingkungan.
Gambar 6.6 Peserta Sail Indonesia dan Tomat yang Dipetiknya di Waturaka
Sumber: Dokumen Disbudpar, 2009
manajemen semata, namun aspek lain turut memengaruhinya, yaitu aspek budaya.
seperti yang dimaksudkan oleh Koentjaraningrat dalam Mbete et al., (2006: 21)
yaitu konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat tentang hal-hal yang harus mereka anggap sebagai amat bernilai dan
dianggap sebagai manusia yang bernilai bagi kehidupan karena itu harus diterima
dengan baik. Itulah yang menyebabkan semua desa yang dikunjungi mengemas
beragam acara penyambutan bagi wisatawan peserta Sail Indonesia. Hal ini
“Ata mai (orang yang datang/tamu) itu adalah ata ji’e (orang baik).
Tamu dianggap membawa keselamatan. Sehingga semakin banyak tamu
yang datang, diyakini semakin banyak rejeki yang akan diterima. Karena
itu, tuan rumah mau menunjukkan kepada tamu bahwa mereka juga
adalah orang baik yang bisa menerima tamu dengan baik. ‘Kita simo
tamu naja ma’e re’e’ (kita terima tamu dengan baik agar nama kita tidak
jelek). Menerima tamu dengan baik juga untuk jaga waka atau jaga
waka nga’a (waka nga’a dapat dipahami sebagai taksu dalam tradisi
Bali)” (Wawancara 21 Juni 2013).
108
Lebih jauh dijelaskan bahwa ada nilai saling membantu dalam menerima
tamu. Tuan rumah akan didukung oleh tetangganya atau orang di kampungnya.
Dengan kalimat lain, ada semangat menolong sesama untuk menerima ata ji’e.
Tuan rumah mau mengatakan bahwa: “Saya di sini tidak sendiri. Kami banyak!”
kebisaannya. Namun diakuinya, dewasa ini, nilai budaya seperti ini mulai luntur.
Gambar 6.7 Tetua Adat (Mosalaki) di Desa Nualise dan Peserta Sail Indonesia
Sumber: Dokumen Disbudpar, 2009
untuk memahami derajat keterlibatan masyarakat. Steck et al. dalam Weber dan
partisipasi. Mereka membagi tiga sifat partisipasi yaitu: (1) partisipasi lansung, (2)
partisipasi tidak langsung, dan (3) nol/tidak ada partisipasi. Pengelompokkan itu
Tabel. 6.5
Sifat Partisipasi Stakeholder Pariwisata dalam Sail Indonesia di Destinasi Singgah
Maurole dan Parameternya.
dari masyarakat yang secara nyata terlibat dalam kegiatan Sail Indonesia. Artinya
dikunjungi ikut dalam kegiatan Sail Indonesia. Masyarakat yang terlibat adalah
pemasok kebutuhan bagi kegiatan Sail Indonesia, atau berperan sebagai petugas
berbagai bidang di areal titik labuh atau dalam berbagai aktivitas terkait lainnya.
pengelolaan destinasi singgah baik langsung maupun tidak langsung. Fakta ini
selaras dengan penegasan Ardika (2005: 36) bahwa konsep community based
pembangunan.
BAB VII
internal dan (2) faktor eksternal. Selanjutnya, dikaji hal-hal penting dalam
Faktor internal mencakup empat hal, yaitu: (1) potensi Maurole sebagai
singgah, dan (4) posisi geografisnya dalam rute kapal-kapal wisata. Faktor
internal ini dianggap sebagai ‘kekuatan sebuah destinasi’ (Hermantoro, 2011: 77),
‘any feature or characteristic of a place they (tourists) might visit’ (Leiper, 1995).
111
112
analisa 6A yang dibuat oleh Buhalis (2000: 98), yaitu attractions (atraksi),
atau jasa yang digunakan). Dalam kerangka analisa ini terdapat empat unsur yang
bisa disejajarkan dengan elemen 4A dari Cooper et al., (1996). Di samping itu,
ada dua unsur dari kerangka analisa ini yang juga dapat mengungkapkan kekuatan
destinasi Maurole. Pertama, unsur available package. Unsur ini terlihat dari
Bertolak dari fakta kunjungan wisata seperti yang telah dipaparkan sebelumnya,
warna khas pada interaksi dengan wisatawan selama kunjungan. Interaksi yang
masyarakat. Hal ini diungkapkan Fransiskus Dafro, seorang guide Sail Indonesia
dan saat ini juga menjadi pengurus Tourist Management Organization (TMO)
Kabupaten Ende.
113
kunjungan yang memperkaya pengalaman. Hal ini, menurut Jenings (2007: 34,
wisatawan maupun bagi masyarakat sendiri. Model ini sejalan dengan konsep
Pelayanan itu mencakup pelayanan akses dari laut ke darat yaitu di dermaga
apung (floating dock/ jetty), pelayanan makan dan minum di areal titik labuh, jasa
pelayanan penjualan bensin dan solar, jasa binatu, jasa kebersihan areal titik labuh
wisatawan. Seluruh desa yang dikunjungi dikelola secara mandiri oleh masyarakat
desa. Seluruh acara dirancang dan dilakukan langsung oleh masyarakat mulai dari
desa. Pemerintah dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata hanya
memfasilitasi saja.
menjadi pilihan bagi kapal – kapal wisata untuk disinggahi, dalam pelayaran dari
bagian timur menuju ke bagian barat Pulau Flores. Sebagai destinasi singgah,
tentu saja Maurole memiliki titik labuh (anchorage). Titik labuh merupakan salah
satu faktor yang mendukung destinasi wisata layar, bahkan merupakan syarat
utama bagi destinasi singgah kapal-kapal wisata. Tentang hal ini, Raymond T.
Lesmana, Ketua Dewan Pengurus Yayasan Cinta Bahari Antar Nusa sekaligus
Kreatif menjelaskan:
“Hanya lokasi yang memenuhi syarat sebagai titik labuh-lah yang layak
dijadikan destinasi wisata layar. Syaratnya mencakup beberapa hal,
yaitu: (1) kedalaman air antara 5 – 20 meter pada saat surut terendah; (2)
dasar laut bukan karang/terumbu karang; (3) tidak menghalangi aktivitas
pelabuhan atau aktivitas masyarakat nelayan; (4) lokasi labuh tidak lebih
dari 200 meter dari garis pantai; (5) tidak pada lokasi arus kuat; (6) tidak
terkena hempasan angin dan gelombang; (7) adanya penerimaan dari
masyarakat setempat; (8) tersedianya supply kebutuhan antara lain bahan
bakar, air bersih dan air minum; (9) adanya sarana humaniter – WC dan
kamar mandi; (10) aksesibilitas; (11) bank/ ATM; (12) telekomunikasi
dan akses internet; dan (13) keamanan, kenyamanan dan keakraban dari
masyarakat setempat” (Wawancara 19 Juni 2013).
Hasil survei yang dilakukannya bersama tim teknis dari Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Ende pada tahun 2006, menetapkan titik labuh di Pantai
kapal wisata jenis yacht. Mulai tahun 2007, Pantai Mausambi, yang berada pada
koordinat 8° 30' 36'' S, 121° 48' 56'' E, menjadi titik labuh bagi para peserta reli
kapal layar internasional Sail Indonesia. Karena itu, Maurole menjadi salah satu
akses bagi kapal wisata di Kabupaten Ende, dan dalam rute pelayaran, posisi
Dalam konteks Sail Indonesia yacht merupakan alat trasportasi utama yang
(dalam Yoeti, 2008: 173) salah satu jenis transportasi yang termasuk dalam
hal berikut. Pertama, seluruh elemen dalam faktor internal secara nyata telah
dikunjungi oleh kapal-kapal wisata. Dalam kaitannya dengan dengan siklus hidup
destinasi pariwisata (Butler, 1996), dan kenyataan bahwa Maurole berada dalam
destinasi.
karena peserta reli wisata layar diberikan kebebasan untuk singgah atau tidak
singgah di sebuah destinasi. Kebebasan ini merupakan ciri dari reli wisata layar,
“You are welcome to participate in all events and stopovers after your
first port of entry in Kupang or Saumlaki, as the Indonesia Organising
Committee at each port will provide you with hospitality, reception and
festivities. You do not have to participate in all the events and the
stopovers on our rally as there will simply not be enough time, you can
just join the events that suit your schedule” (diakses 12 Maret 2013).
117
Terjemahan:
Anda boleh saja berpartisipasi dalam semua acara di titik singgah setelah
pelabuhan pintu masuk Kupang atau Saumlaki, karena panitia
penyelenggara di Indonesia, di setiap pelabuhan, akan memberikan
hospitality, penerimaan, dan berbagai perayaan. Anda tidak harus
berpatisipasi di semua acara di titik singgah dalam reli ini, karena tidak
cukup waktu. Anda bisa ikut acara yang sesuai dengan jadwal anda.
sebuah destinasi, salah satunya ditentukan oleh daya tarik atau kekuatan faktor
partisipasi masyarakat, dan posisi geografis sebuah titik singgah Sail Indonesia
dipromosikan baik oleh operator reli kapal wisata melalui media internet, dan
promosi oleh wisatawan yang telah mengunjungi Maurole secara word of mouth.
Keyakinan itu menjadi modal mental yang besar dalam upaya pengembangan
seluruh sumber daya pariwisata yang ada di destinasi. Hal ini terungkap dari apa
Hal tersebut sejalan dengan penegasan Timothy dan Tosun (2003: 3) bahwa
partisipasi aktif dan langsung dari masyarakat setempat dalam kegiatan yang
destinasi wisata layar. Hal ini dengan sangat gamblang diungkapkan oleh
layar tidak bisa berdiri sendiri. Destinasi itu berada dalam rangkaian rute
pelayaran dan sangat bergantung pada keberadaan rute pelayaran itu. Ditelusuri
lebih jauh, rute pelayaran sangat bergantung pada pintu masuk dan pintu keluar
(entry dan exit port). Pintu masuk bagi kapal wisata juga sangat tergantung dari
mana kapal itu masuk (transit route dan traveller generating region).
119
Menurut Paturusi (2008: 46) “pariwisata dilihat sebagai suatu sistem yang saling
penelitian ini dapat dipandang sebagai juga sebagai suatu sistem yang berkaitan
yakni: (1) kebijakan pemerintah, (2) sistem wisata layar, (3) persepsi wisatawan,
(4) wisata layar sebagai pemicu pengembangan destinasi. Masing – masing faktor
regulasi itu bahwa dalam rangka mengembangkan industri wisata bahari dan
pedalaman, perlu diberikan kemudahan bagi kapal wisata (yacht) asing yang
kebijakan di bidang regulasi ini akan memberikan pengaruh yang positif bagi
destinasi wisata layar seperti Maurole pun akan mengalami dampak dari
pengaturan itu khususnya dalam rangka pengembangannya. Hal ini sejalan dengan
yang disampaikan oleh Raymond T. Lesmana, Tenaga Ahli Bidang Wisata Layar
Keputusan yang dibuat sebuah kapal untuk singgah di Maurole misalnya, sangat
tergantung pada pengalaman yang didapatnya mulai dari entry port (pintu masuk)
singgah telah diatur dalam jadwal acara Sail Indonesia mulai dari pintu masuk
sampai pintu keluar. Kenyataan ini memberikan gambaran bahwa wisata layar
yang berkembang di Indonesia hingga saat ini mempunyai sistem tersendiri. Oleh
karena itu, untuk memahami sistem itu digunakan model sistem pariwisata (whole
tourism system) dari Leiper (2004) dan hirarki geografis destinasi (geographic
11).
Leiper (2004) menyebutkan ada tiga elemen pokok dalam sistem pariwisata
yaitu: (1) wisatawan; (2) tiga elemen geografis yakni: traveller – generating
region (TGR), transit route (TR), dan tourist – destination region (TDR); dan (3)
elemen industri pariwisata. Dalam konteks Sail Indonesia dengan mengacu pada
nya adalah negara-negara asal peserta Sail Indonesia. Tercatat ada 21 negara asal
peserta reli di tahun 2007 dengan total 123 kapal (Disbudpar, 2007). TR-nya
adalah Darwin – Australia sebagai titik start reli wisata layar internasional.
Darwin tidak saja menjadi TR, namun juga menjadi ‘enroute tourism destination
atau tujuan wisata antara’ (Pitana dan Diarta, 2009: 59), karena kapal-kapal itu
berada di Darwin untuk waktu tertentu dan melakukan berbagai acara terkait
rute pelayaran.
122
Pemahaman lebih jauh mengenai tourist destination region dalam reli wisata
geografis destinasi. Lamont (2008: 11) melakukan penelitian dengan objek kajian
tentang bicycle tourism. Objek kajiannya memang jauh berbeda dengan penelitian
sesuai untuk kajian dalam penelitian ini. Lamont menyebutkan hirarki geografis
destinasi terdiri dari: destination area, tourist destinasion region, dan node
Indonesia, terdapat 18 entry dan exit port sesuai dengan Perpres No. 79 Tahun
2011. Salah satunya adalah Kupang yang menjadi entry port bagi kapal wisata
yang sebelumnya berada di transit route Darwin. Sebagian besar kapal yang
singgah di Maurole melalui jalur entry port ini sejak tahun 2007.
wisatawan karena memiliki karakter yang sesuai dengan aktivitas wisatawan itu.
Misalnya, untuk bicycle tourism sebuah destinasi dipilih karena memiliki jalur
bersepeda. Demikian juga dengan destinasi bagi kapal-kapal layar; dipilih karena
jalur pelayaran, bahkan dikenal sebagai negara dengan arena wisata layar terbesar
di dunia.
secara alamiah sama dengan konsep TDR dari Leiper yaitu merupakan tujuan
tersendiri yang berbeda dengan daerah lain dalam hal budaya, sejarah alam dan
123
sebagainya (Pitana dan Diarta, 2009: 59). Dalam kerangka wisata layar, TDR
adalah destinasi – destinasi singgah yang merangkai untaian jalur wisata layar di
perairan laut Indonesia. Keunikan sebagai daya tarik wisata di berbagai destinasi
Hal inilah yang menjadi energi utama yang mengakibatkan permintaan akan
perjalanan wisata bagi traveller generating region (Pitana dan Diarta, 2009:59).
itu hanya untuk tujuan kunjungan wisata, bukan sebagai tempat menginap.
Wisatawan dalam reli wisata Sail Indonesia menginap di kapal mereka yang
berlabuh di titik labuh destinasi singgah. Oleh karena itu, fungsi node destination
dalam penelitian ini berbeda dengan fungsi node destinations dalam pemahaman
Lamont.
geografis yang lebih luas yaitu destination area, disejajarkan dengan destinasi
ini, Maurole merupakan salah satu dari berbagai destinasi singgah di Indonesia.
124
singgah (misalnya Desa Otogedu, Desa Wologai tengah, dan Desa Wolotopo).
Tourist Destination
Region Destinasi Singgah
Node
Destination
Desa-desa yang dikunjungi
Departing travellers
Traveller
Generating Transit Route Region
Region
Returning Travellers
Destination area
elemen pokok dalam sistem pariwisata. Bila dirujuk ke sistem wisata layar, maka
sosiologis dalam kajian tentang wisatawan (Gayatri dan Pitana, 2005: 77).
fasilitas angkutan umum, hal yang bisa dilihat dan dilakukan, keamanan,
Penelitian ini tidak melakukan kajian aspek sosiologis itu secara mendalam,
yang pernah berkunjung ke Maurole, atau pun yang pernah mengarungi rute
pelayaran Sail Indonesia. Sumbernya adalah tulisan di internet (website dan blog),
dan kesan-kesan yang dituliskan oleh wisatawan dalam buku tamu yang disiapkan
dinilai. Tabel 7.1 menampilkan unsur yang dinilai dan subtansi penilaian terhadap
unsur itu.
126
Tabel 7.1
Penilaian terhadap Destinasi Singgah Maurole berdasarkan Unsur yang Dinilai
No Unsur Substansi Penilaian
1 Titik Labuh “This is an open anchorage and the east wind of up to 20
knots which assisted most yachts in reaching this area then
produced a rolly anchorage for the next few days, these
conditions are infrequent but when they occur the anchorage
is uncomfortable….”
2 Pemerintah “The Regent (local Governor) went to great lengths to ensure
we were welcome.”
3 Fasilitas “Considerable facilities had been specially built for this
event, a substantial dinghy dock, large circular dining area,
entertainment stage, first aid centre, stalls for fruit and
vegetables, cafe and craft.”
4 Acara “The program was extensive and well organised including
the non usual welcome ceremony, gala dinner, entertainment,
dancing and singing. Yachties were always encouraged to
join in or sing….”
5 Pengisi “A very good backing group of male musicians kept the
acara guests fully entertained.”
6 Perjalanan “During the day there were tours to the 3 coloured lakes at
wisata Mt. Kelimutu as well as nearby villages that specialise in
such products as Arak/Moke (liquor distilled in bamboo
pipes from palm sap), palm sugar, cocoa, coffee and other
products. The scenery during these tours varied from paddy
fields to lush jungle and spectacular mountain ranges.”
7 Pemandu “Excellent English speaking guides provided the commentary
wisata and information on village life and customs; they continued
to look after our every need.”
8 Pelayanan “A crew member became quite ill and despite being put on a
Kesehatan drip did require hospitalisation for two days. The care
provided was excellent and visitors included the Regent
complete with entourage and a string of doctors, nurses and
members of the organising committee.”
9 Penjualan “The fruit and vegetables available in the stalls were high
sayur dan quality.”
buah
10 Keramahta “The thoughtfulness, generosity and extent to which villages
mahan go to look after us are overwhelming.”
bersifat penilaian umum, namun seperti terlihat, ada 10 unsur yang dinilai atau
kesan tentang apa yang terjadi di Maurole. Sebagai sebuah fakta yang tertulis dan
dapat diakses oleh siapa saja dan di mana saja, maka tulisan itu tentu memberikan
kesan tersendiri bagi pembacanya. Apa pun kesan yang muncul di benak pembaca
untuk singgah atau tidak di Maurole. Karena itulah maka persepsi wisatawan
wisata layar.
Terjemahan:
"Kami mengunjungi desa tradisional Otogedu, Nuabela dan Detuara
yang menghasilkan produk lokal seperti gula aren, kacang mete, moke
(minuman keras lokal yang disuling dari sari gula aren), tembikar dan
kemiri. Banyak dari kami merasa mual karena memakan kemiri mentah
padahal seharusnya dimasak terlebih dahulu. Di setiap desa kami dihibur
oleh penari dan musik dan berkesempatan untuk mencicipi beberapa
kuliner mereka"
dikemukakan oleh Fennel dan Dowling (2003: 2) yaitu suatu bentuk pariwisata
yang dirancang untuk selaras dengan alam, sosial, dan nilai-nilai masyarakat yang
dalam Tahun 2011. Komentar ini dimuat dalam buku tamu yang disiapkan oleh
pemandu wisata lokal di Mausambi. Salah satunya ditulis oleh wisatawan dari
“We have been very very well welcomed by Vincent (speaking good
English) and his family even at home. The visit of the Saturday pasar
and the two villages – OTOGEDU and NUABELA was very interesting.
The call in Maurole/Mausambi is made for knowing/discovering
129
authentic life in the traditional villages. Thanks a lot to Vincent and his
family for this very very kind welcoming. We will recommend to others
sailing boats to stop in this bay” (Atabala, 2011).
Terjemahan:
"Kami diterima dengan sangat sangat baik oleh Vincent (berbicara
bahasa Inggris dengan baik) dan keluarganya di rumah mereka.
Kunjungan ke pasar di hari Sabtu dan dua desa - OTOGEDU dan
NUABELA sangat menarik. Kunjungan di Maurole/Mausambi
dilakukan untuk mengetahui/menemukan kehidupan sejati di desa-desa
tradisional. Terima kasih banyak untuk Vincent dan keluarganya atas
penyambutan yang sangat sangat baik. Kami akan merekomendasikan
kepada orang lain untuk singgah di teluk ini"
Penelitian ini juga menemukan bahwa wisata layar yang terwujud melalui
bahwa pesisir utara wilayah kabupaten Ende telah menjadi pintu masuk atau akses
untuk mengembangkan berbagai atraksi wisata yang dapat diakses dari Maurole.
yang singgah di Maurole sangat beragam dan bervariasi sesuai kondisi dan
kekayaan wisata tiap desa yang dikunjungi. Dalam tujuh tahun penyelenggaraan
wisata. Atraksi wisata utama yang dikunjungi adalah Danau Tiga Warna
130
Kelimutu. Hal ini menggambarkan bahwa akses ke Kelimutu secara nyata bisa
dicapai melalui Maurole di pantai utara, tidak hanya secara konvensional dicapai
peluang bagi masyarakat, jasa tour operator atau biro perjalanan untuk
Sebelum Sail Indonesia masuk Maurole, keempat tempat itu sama sekali tidak
pernah terpikirkan bisa menjadi lokasi yang dikunjungi wisatawan asing. Apalagi
oleh kelompok wisatawan asing yang masuk melalui laut di pantai utara. Dengan
sadar wisata tidak hanya berhenti pada tataran penyuluhuan tetapi langsung
bagi mereka, merupakan keunikan yang ingin dilihat, diamati, dipelajari dan
131
dinikmati. Tentang hal ini, Raymond T. Lesmana, Tenaga Ahli Bidang Wisata
“Yang perlu disiapkan dan yang paling penting adalah menjadi diri
sendiri karena para pelayar dunia datang ke Maurole untuk melihat
budaya, manusia dan kehidupannya, alam Maurole dan bukan lainnya”
(Wawancara 19 Juni 2013).
masyarakat setempat dengan tidak merubah kondisi apapun yang ada, bahkan
diharapkan akan mendongkrak potensi yang ada di semua sektor seperti potensi
Fakta dari penelitian ini menunjukkan bahwa peran faktor internal dan faktor
Seluruh elemen dari faktor yang mendukung – internal maupun eksternal – saling
dan berlaku sebaliknya. Elemen dalam faktor internal pun saling memengaruhi,
sebagai destinasi wisata layar berada dalam kondisi yang saling memengaruhi.
wisata. Hal ini dapat dilihat pada penyesuaian paket wisata dengan jenis atraksi di
layar dapat merangsang lahirnya kebijakan tertentu dari pemerintah. Gambar 7.4
Wisata layar
Kebijakan sebagai pemicu
pemerintah pengembangan
destinasi
Posisi Potensi
geografis Destinasi
Pengelolaan Partisipasi
destinasi stakeholder
s
Persepsi Sistem
wisatawan wisata layar
Keterangan tanda:
: Faktor eksternal
: Destinasi Wisata Layar
: Faktor internal
: Hubungan langsung dua arah
: Hubungan langsung dua arah
Gambar 7.4 Model Faktor Internal dan Faktor Eksternal yang Mendukung
Pengembangan Maurole sebagai Destinasi Wisata Layar
133
penelitian ini dilandasi oleh motivasi perencanaan dalam bentuk trend oriented
berkembang saat ini. Kecenderungan yang terjadi saat ini akan dipertimbangkan
untuk menentukan arah dan tujuan perkembangan di masa datang (Paturusi, 2008:
perencanaan itu fokus pada beberapa hal (Paturusi, 2008: 61). Dalam penelitian
ini, fokus yang dimaksud disesuaikan dengan kondisi destinasi wisata layar,
Di Maurole terdapat titik labuh di Pantai Mausambi dan titik labuh di Pantai
kerangka ini, dipikirkan juga pengembangan kenyaman titik labuh dari terpaan
layar. Khususnya arahan lokasi untuk fasilitas yang mendukung keberadaan titik
labuh seperti fasilitas makan dan minum, fasilitas pelayanan informasi pariwisata
untuk melayani kapal-kapal wisata. Penting untuk disadari bahwa arahan lokasi
berbagai fasilitas harus dilakukan untuk pengembangan secara holistik dan bervisi
jangka panjang.
Ketiga, sistem jaringan traportasi dan kawasan pejalan kaki (pedestrian). Hal
ini menyangkut aksesibilitas yang efektif dan pola arus wisatawan dalam
pemanfaatan fasilitas di areal titik labuh dan destinasi wisata layar secara
135
masyarakat setempat.
yang perlu dimasukkan dalam perencanaan adalah supply air bersih, listrik,
aplikasi arsitektur lokal, landscape, dan massa bangunan. Hal ini sangat penting
atau partisipatif.
inkremental, dan fleksibel, (2) pendekatan sistem, (3) pendekatan menyeluruh, (4)
layar Maurole. Namun, berdasarkan fakta yang diperoleh dari penelitian ini,
136
masyarakat. Penerapan pendekatan ini tentu saja harus digarap dengan baik agar
daya dukung lingkungan alam yang berakibat kurang baik bagi kualitas
kehidupan masyarakat.
wisata layar tidak merusak lingkungan atau harus selaras dengan lingkungan dan
solidaritas, dan persamaan di antara para peserta yang ikut dalam perjalanan
pengembangan atraksi bagi wisatawan yang berskala kecil yang dilakukan dan
singgah Maurole dalam rangka reli kapal wisata layar selama enam tahun terakhir
landasan pengembangannya.
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan
Pertama, atraksi wisata, yaitu: kampung adat Nuabela, Puu Pau, dan
pembuatan gula aren di Nuabela. Atraksi lainnya yang dapat dijangkau dari
Maurole yaitu Kelimutu (danau tiga warna), kampung adat Wologai, Nualise,
Kedua, akses ke Maurole dapat melaui darat maupun laut. Sail Indonesia
membuka Maurole sebagai salah satu pintu masuk wisatawan melalui laut di
aktivitas wisata layar, yaitu tersedianya rumah makan dan supply kebutuhan
bahan bakar, air bersih dan air minum, listrik; bank dan kantor pos; sarana
berbagai jenis tenda dan panggung hiburan di areal titik labuh dan sejumlah
toilet yang dibangun dalam rangka Sail Indonesia. Keempat, unsur ancillaries
Pariwisata Kabupaten Ende, serta satuan kerja perangkat daerah yang terkait);
Operator wisata layar (Yayasan Cinta Bahari Antar Nusa); DPC HPI
138
139
Kabupaten Ende, komunitas adat dan kelompok seni budaya di tiap desa.
wisata, maka Maurole berada pada tahap involvement dalam siklus hidup
yakni adanya beberapa kampung adat dan atraksi wisata yang terletak dekat
seni budaya di areal titik labuh, dan atraksi seni budaya di desa-desa yang
kepentingan dilakukan dalam pengelolaan areal titik labuh, atraksi seni dan
titik labuh Maurole dan di desa-desa yang dikunjungi oleh wisatawan. Tipe
(orang yang datang/tamu) ata ji’e (orang baik). Tamu dianggap membawa
mereka juga adalah orang baik yang bisa menerima tamu dengan baik.
Menerima tamu dengan baik berfungsi untuk menjaga waka atau menjaga
waka nga’a (waka nga’a dapat dipahami sebagai taksu dalam tradisi Bali).
3. Ada dua faktor yang mendukung Maurole sebagai destinasi wisata layar.
kemudahan bagi kapal wisata asing yang masuk ke perairan laut Indonesia.
Kemudian komponen sistem wisata layar dalam Sail Indonesia terdiri dari:
start Sail Indonesia sebagai transit route (TR), negara kepulauan Indonesia
141
website atau weblogs merupakan salah satu referensi yang dipakai oleh
wisatawan lain untuk singgah atau tidak di destinasi Maurole. Hal lainnya
8.2. Saran
Berdasarkan simpulan yang diperoleh dari penelitian ini, maka diajukan saran
sebagai berikut:
1. Untuk penyusunan perencanaan pariwisata kawasan Maurole sebagai
berbagai fasilitas harus dilakukan untuk kajian secara holistik dan bervisi
jangka panjang. Ketiga, aksesibilitas yang efektif dan pola arus wisatawan
dalam pemanfaatan fasilitas di areal titik labuh dan destinasi wisata layar
2. Penelitian ini hanya menyentuh beberapa hal umum dari sebuah destinasi
wisata layar. Karena itu disarankan agar ada penelitian lanjutan dan
143
144
Mina Bahari. 2013. “Membangun Secara Lestari dan Berkelanjutan” (dalam Mina
Bahari Edisi I Januari).
Munt, I dan Monforth, M., 2003. Tourism and Sustainability – New Tourism in
The Third World. London: Taylor and Francis e-Library.
148
149
14. Apakah tersedianya berbagai fasilitas yang terkait aspek amenitas itu
memberikan manfaat bagi kecamatan/desa?
15. Apa masalah yang ada terkait berbagai fasilitas itu? Bagaimana solusi
mengatasi masalah tersebut?
Letak dan posisi Maurole dalam rute pelayaran kapal wisata di kegiatan Sail
Indonesia:
1. Apa saja syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah tempat untuk menjadi
destinasi singgah Sail Indonesia?
2. Bagaimana karakteristik umum para peserta reli wisata layar dan apa
motivasi kunjungan mereka?
3. Apa saja kebutuhan dasar para pelayar dunia di suatu destinasi singgah?
4. Berapa lama peserta reli tinggal atau berlabuh di sebuah destinasi singgah?
5. Mengapa Maurole ditetapkan sebagai salah satu destinasi singgah Sail
Indonesia, dan bagaimana gambaran posisi Maurole dalam rangkaian rute
pelayaran kapal wisata di Indonesia?
6. Dalam kaitan dengan aktivitas wisata di daratan, apa saja yang perlu
disiapkan oleh sebuah destinasi singgah? Dan siapa yang idealnya
menyiapkan kebutuhan itu?
7. Siapa saja yang perlu terlibat pengelolaan titik labuh dalam kaitannya
dengan upaya pemenuhan kebutuhan para pelayar dunia dan manfaat
ekonomi bagi masyarakat?
8. Siapa saja dan bagaimana peran masing-masing pemangku kepentingan di
destinasi singgah?
9. Apa saja dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang terjadi di sebuah
destinasi singgah?
10. Bagaimana prospek dan peluang pengembangan destinasi singgah?
11. Siapa saja target pasar wisata layar dan bagaimana prospeknya bagi
Indonesia secara umum dan destinasi singgah secara khusus?
12. Apa saja masalah atau kendala yang timbul dalam pengelolaan destinasi
singgah dan apa solusi untuk mengatasi masalah itu?
Lampiran 2:
PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk: mencapai tujuan tujuan khusus dua)
Informan: masyarakat
A. Bentuk dan Tingkat Partisipasi
1. Apakah Bapak/Ibu terlibat dalam kegiatan Sail Indonesia? Bagaimana
bentuk keterlibatannya?
2. Apakah yang mendorong Bapak/Ibu terlibat dalam kegiatan Sail Indonesia
ini?
3. Apakah ada pertemuan/musyawarah warga dalam membicarakan kegiatan
Sail Indonesia? Jika ada, berapa kali diadakan?
4. Selain pertemuan, seringkah Bapak/Ibu mengikuti kegiatan yang
menunjang kegiatan Sail Indonesia (seperti kerja bakti, dll)?
5. Menurut Bapak/Ibu, apa bentuk partisipasi yang tepat dari masyarakat
dalam kegiatan Sail Indonesia?
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
1. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam melibatkan masyarakat dalam
kegiatan Sail Indonesia?
2. Bagaimana peran pengurus desa/dusun dalam melibatkan masyarakat
dalam kegiatan Sail Indonesia?
3. Bagaimana peran tenaga teknis dari pemerintah daerah dalam memberikan
pendampingan teknis terkait dengan kegiatan Sail Indonesia?
4. Bagaimana peran tokoh masyarakat/adat untuk mengajak masyarakat
berpartisipasi dalam kegiatan Sail Indonesia?
C. Manfaat, masalah, dan solusi:
1. Apa saja manfaat yang diperoleh dari keterlibatan Bapak/Ibu dalam
kegiatan dan pengelolaan Sail Indonesia?
2. Apa saja masalah yang timbul terkait keterlibatan dalam kegiatan Sail
Indonesia?
3. Apa solusi untuk mengatasi masalah tersebut?
152
Lampiran 3:
PEDOMAN WAWANCARA
(Untuk: mencapai tujuan khusus dua)
153
154
155
156
158
159
14. Strategi perencanaan seperti apa yang perlu dibuat dalam rangka
mengembangkan destinasi wisata layar?
15. Apa saja kendala dan masalah yang timbul dalam upaya pengembangan
distinasi wisata layar secara umum? Dan bagaimana dengan destinasi singgah
Maurole?
16. Bagaimana solusi untuk mengatasi masalah dan kendala yang timbul dalam
pengembangan destinasi wisata layar?
Lampiran 6:
DAFTAR INFORMAN
160
161
164
165
166
167