Anda di halaman 1dari 198

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018

OLEH:

LUTFIANA OKTADILA NURJANAH


NIM. 201403025

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2018
SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

OLEH:
LUTFIANA OKTADILA NURJANAH
NIM. 201403025

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2018

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing dan telah dinyatakan layak
mengikuti Ujian Sidang.

SKRIPSI

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KELCOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018

Menyetujui, Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes Suhadi Prayitno, S.KM., MM


NIS. 20160130 NIS. 20050008

Mengetahui,
Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat

Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes


NIS. 20150114
LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KELCOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi dan dinyatakan telah


memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar S.KM

Madiun, 16 Agustus 2018

Dewan Penguji

1. Ketua Dewan Penguji: Riska Ratnawati, S.KM., M.Kes (...................)

2. Penguji 1 : Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (....................)

3. Penguji 2 : Suhadi Prayitno, S.KM., MM (....................)

Mengesahkan,
Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes


NIS. 20160130
LEMBAR PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, saya persembahkan skripsi

ini kepada:

1. Allah SWT, karena hanya atas ridho dan karunia-Nya maka skrispi ini dapat

dibuat dan selesai tepat waktu.

2. Kedua orang tua (Bapak Sunardi dan Ibu Pudjiati) yang sangat saya hormati

dan cintai, selama ini telah memberikan semangat, dukungan, dan doa tiada

henti untuk kesuksesan dan kelancaran untuk mengerjakan skripsi ini.

3. Kakak – kakak ku Mujianto, Muhammad Ashari dan Siti Nur Cholifah dengan

doa, semnagat, dan dukungan luar biasanya saya bisa menyelesaikan skripsi

ini tepat pada waktunya.

4. Teman baik, teman spesial, sahabat, sekaligus teman bertengkar Syamsuddin

Widodo yang selalu memberikan dukungan, doa dan menjadi partner yang

baik dalam proses penyusunan skripsi ini.

5. Sahabat – sahabatku (Windy, Nikma, Nurul, Eka, Hery S, Guruh, Gatot,

Guntur) dengan semangat kalian, saya mampu menyelesaikan skripsi ini.

6. Sahabat dan teman terbaik Elfira, Desi, Kresnawati atas kesabaran dan

bantuannya saya mampu menyelesaikan skripsi ini

7. Sahabat kecilku Hemas, Isabella, Vita yang selama ini memberikan semangat,

dukungan dan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Ana Malika yang selama ini mengerti dan memberi semangat.


9. Bapak dan Ibu Dosen STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun yang senantiasa

memberikan ilmu yang bermanfaat dan membimbing saya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh kawan S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2014 yang memberikan

bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.


LEMBAR PERNYATAAN

tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidik

Madiun, 16 Agustus 2018

Lutfaiana Oktadila Nurjanah NIM. 201403025


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lutfiana Oktadila Nurjanah


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 6 Oktober 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Hayam Wuruk RT 015/RW 003, Kel.
Manguharjo, Kec. Manguharjo Kota Madiun
Email : lutfianaoktadila@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan : 1. RA Masyitoh Kota Madiun (2001 – 2002)
2. Madrasah Ibtidaiyah 03 Kota Madiun (2002
– 2005)
3. SD Negeri 01 Manguharjo Kota Madiun
(2005 – 2008)
4. SMP Negeri 13 Kota Madiun (2008 – 2011)
5. SMK Negeri 2 Kota Madiun (2011 – 2014)
6. STIKES Bhakti Husada (2014 – 2018)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun Tahun 2018”. Dalam

penyusunan skripsi ini penulis menghadapi banyak hambatan dan tantangan

namun hal itu tidak mengurangi semangat penulis dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawab sebagai mahasiswa semester akhir. Skripsi ini disusun sebagai

salah satu syarat menyelesaikan pendidikan jenjang Sarjana di Prodi Kesehatan

Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada semua pihak yang membantu proses penulisan ini:

1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1

Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.

3. Ibu Riska Ratnawati, S.KM., M.Kes, selaku Dewan Penguji.

4. Bapak Suhadi Prayitno, S.KM., MM selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Ana Susilowati, Amd. Gizi selaku Pemegang Program Gizi di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun yang telah memberikan

petunjuk dalam melakukan penelitian di lapangan.


6. Seluruh pihak UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun yang telah

membantu dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.

7. Seluruh teman S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2014 yang memberikan

bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan

banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan dan kritik yang bersifat

membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan bagi penulis serta orang-orang yang peduli dengan dunia kesehatan

masyarakat khususnya.

Madiun, 16 Agustus 2018


Penyusun

Lutfiana Oktadila Nurjanah


NIM. 201403025
ABSTRAK

Lutfiana Oktadila Nurjanah

xix + 124 halaman + 33 tabel + 8 gambar + 12 lampiran

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING DI WILYAH KERJA UPT PUSKESMAS KLECOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018

Stunting merupakan suatu keadaan yang menggambarkan status gizi kurang


yang bersifat kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal
kehidupan. Kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun pada Tahun 2017 sebanyak 100 kasus. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh dengan kejadian
stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional dengan jumlah sampel sebanyak 275 dari 966 balita yang diambil
dengan cara teknik simple random sampling. Analisa data yang digunakan adalah
analisa univariat, bivariat menggunakan uji Chi Square dan multivariat
menggunakan uji regresi logistik.
Faktor risiko yang secara bersama-sama terbukti mempunyai hubungan
dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun yaitu pekerjaan (p=0,001 dan aPOR=2,89), pendapatan keluarga (p=0,000
dan aPOR=6,26), riwayat ASI eksklusif (p=0,000 dan aPOR=3,36), riwayat
BBLR (p=0,002 dan aPOR=2,62). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan
dengan kejadian stunting yaitu pendidikan (p=0,752 dan aPOR=1,13) dan pola
pemberian makan (p=0,773 dan aPOR=0,912).
Kesimpulan variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah
pekerjan, pendapatan keluarga, riwayat ASI eksklusif dan riwayat BBLR.
Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan yaitu lebih
meningkatkan pemantauan secara rutin terhadap pelaksanaan pemberian PMT ibu
hamil yang sudah diberikan, serta edukasi saat ibu hamil berkunjung ke
puskesmas.

Kata kunci pekerjaan, pendapatan keluarga, riwayat ASI eksklusif, riwayat


:
BBLR, stunting.
Kepustakaan : 34 (2004 – 2018)
ABSTRACT

Lutfiana Oktadila Nurjanah

xix + 124 page + 33 tables + 8 pictures + 12 enclosures

RELATING FACTORS OF STUNTING INSIDENCE IN THE KLECOREJO


PRIMARY HEALTH CENTER WORKING AREAS IN MADIUN DISTRICT
IN 2018

Stunting was situation that describes the lack of nutritional status that was
chronic in growth and development from the beginning of life. The incidence of
stunting in the Klecorejo primary health center working Areas in Madiun district
in 2017 was 100 cases. The purpose of this study was to determine the most
influential factors stunting incidence in the Klecorejo primary health center
working Areas in Madiun district.
The type of this research is analytic observational with cross sectional
approach with total sample 275 from 966 of toddlers taken by simple random
sampling technique. The data analysis used univariate, bivariate analysis using
Chi Square test and multivariate using logistic regression test.
Risk factors that had relationship with stunting incidence in the Klecorejo
primary health center working Areas, work (p = 0.001 and aPOR = 2.89), family
income (p = 0.000 and aPOR = 6.26), history Exclusive breastfeeding (p = 0,000
and aPOR = 3.36), LBW history (p = 0.002 and aPOR = 2.62). While variables
that were not related stunting incidence were education (p = 0.752 and aPOR =
1.13) and feeding patterns (p = 0.773 and aPOR = 0.912).
Conclusion variables that had related to the incidence of stunting was
work, family income, history of exclusive breasfeeding and LBW (Low Brith
Weight) history. Based on the results of the study, suggestions that can be given to
increase routine monitoring to the implementation of pregnant women PMT
given, as well as education when pregnant women visit in the health center.

Keywords : Work, family income, history Exclusive breastfeeding, LBW


(Low Brith Weight) history, stunting
Litterature : 34 (2004 – 2018)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
LEMBAR PERSEMBAHAN...............................................................................iv
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................vii
KATA PENGANTAR.........................................................................................viii
ABSTRAK..............................................................................................................x
ABSTRACT...........................................................................................................xi
DAFTAR ISI.........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xviii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH.........................................................xix

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................8
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................8
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................9
1.4.1 Manafaat Bagi Puskesmas Klecorejo...................................9
1.4.2 Manfaat Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.........9
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat.....................................................9
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti...........................................................9
1.5 Keaslian Penelitian...........................................................................9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Stunting...........................................................................................16
2.1.1 Definisi Stunting.................................................................16
2.1.2 Dampak Stunting................................................................18
2.1.3 Tumbuh Kembang..............................................................20
2.1.4 Indeks Antropometri...........................................................20
2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stunting........................28
2.2.1 Karakteristik Balita.............................................................28
2.2.1.1 Jenis Kelamin Balita...............................................28
2.2.1.2 Riwayat Berat Badan Lahir Rendah.......................29
2.2.2 Karakteristik Keluarga........................................................33
2.2.2.1 Pendidikan Orang Tua/Pengasuh............................33
2.2.2.2 Pekerjaan Orang Tua..............................................34
2.2.2.3 Pendapatan Keluarga..............................................35
2.2.3 Pola Asuh............................................................................36
2.2.3.1 ASI Eksklusif..........................................................36
2.2.3.2 Pola Pemberian Makan...........................................41
2.2.4 Asupan Makanan................................................................44
2.2.4.1 Asupan Energi........................................................45
2.2.4.2 Protein.....................................................................46
2.2.4.3 Karbohidrat atau Hidrat Arang...............................48
2.2.4.4 Lemak.....................................................................49
2.2.4.5 Zink.........................................................................49
2.2.5 Pelayanan Kesehatan..........................................................52
2.2.5.1 Status Imunisasi......................................................52
2.2.5.2 Riwayat KEK Selama Kehamilan pada Ibu
Balita.......................................................................56
2.2.6 Penyakit Infeksi..................................................................59
2.2.6.1 Diare.......................................................................60
2.2.6.2 Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).................61
2.2.7 Sanitasi Lingkungan...........................................................61
2.2.7.1 Personal Hygiene....................................................61
2.2.8 Kerangka Teori...................................................................62

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS


3.1 Kerangka Konsep...........................................................................64
3.2 Hipotesis Penelitian........................................................................66

BAB 4 METODE PENELITIAN


4.1 Desain Penelitian ........................................................................ 68
4.2 Populasi dan Sampel .................................................................. 68
4.2.1 Populasi .......................................................................... 68
4.2.2 Sampel ............................................................................ 69
4.3 Teknik Sampling ........................................................................ 70
4.4 Kerangka Kerja Penelitian .......................................................... 71
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................ 73
4.5.1 Identifikasi Variabel ....................................................... 73
4.5.2 Variabel Penelitian .......................................................... 73
4.5.3 Definisi Operasional Variabel ........................................ 73
4.6 Instrumen Penelitian ................................................................... 78
4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................................... 78
4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 80
4.8.1 Lokasi Penelitian ............................................................ 80
4.8.2 Waktu Penelitian ............................................................. 80
4.9 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 81
4.9.1 Sumber Data ................................................................... 81
4.10 Teknik Pengolahan dan Teknik Analisis Data ............................. 82
4.10.1 Pengolahan Data ............................................................. 82
4.10.2 Teknik Analisis Data ...................................................... 83
4.11 Etika Penelitian ............................................................................ 86
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
8.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian....................................................87
8.2 Hasil Penelitian....................................................................................89
8.2.1 Data Umum..............................................................................89
8.2.2 Data Khusus.............................................................................90
8.2.3 Analisis Bivariat.......................................................................93
8.2.4 Analisis Multivariat.................................................................98
8.3 Pembahasan........................................................................................101
8.3.1 Faktor – Faktor yang Terbukti Berhubungan dengan Kejadian
Stunting..................................................................................101
8.3.2 Faktor – Faktor yang Tidak Terbukti Berhubungan dengan
Kejadian Stunting...................................................................114

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan........................................................................................122
6.2 Saran..................................................................................................123

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................125
LAMPIRAN........................................................................................................128
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


Tabel 1.5 Keaslian Penelitian ....................................................... 9
Tabel 2.1 Indeks Antropometri ..................................................... 22
Tabel 2.2 Standar Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Anak
Laki-Laki 0 Bulan-60 Bulan/1-5 Tahun ....................... 24
Tabel 2.3 Standar Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Anak
Perempuan 0 Bulan-60 Bulan/1-5 Tahun ..................... 26
Tabel 2.4 Keuntungan dan Kelemahan Indeks Antorpometri
(TB/U)........................................................................... 28
Tabel 2.5 Kecukupan Gizi Rata-Rata untuk Bayi dan Balita ....... 38
Tabel 2.6 Kebutuhan Energi Balita Bedarkan Angka Kecukupan
Gizi (AKG) 2004 Rata-Rata Per Hari........................... 45
Tabel 2.7 Kebutuhan Protein Balita Berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) 2004 Rata-Rata Per Hari ....... 47
Tabel 2.8 Anjuran Proporsi Energi dari Protein Menurut
Kelompok Umur ........................................................... 52
Tabel 2.9 Jadwal Pemberian Lima Imunisasi Dasar ..................... 54
Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang
Berhbungan dengan Kejadian Stunting......................... 74
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Klecorejo Tahun 2018................................ 89
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas
Klecorejo Tahun 2018 .................................................. 90
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Klecorejo Tahun 2018................................ 90
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Klecorejo Tahun 2018................................ 90
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Pekerjaan di Wilayah Kerja
Puskesmas Klecorejo Tahun 2018................................ 91
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Pendapatan Keluarga di
Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ....... 91
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Pola Pemberian Makan di
Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ....... 92
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Riwayat ASI Eksklusif di
Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ....... 92
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Riwayat BBLR di Wilayah
Kerja Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ...................... 92
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan Kategori Stunting di Wilayah Kerja
Puskesmas Klecorejo Tahun 2018................................ 93
Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan antara Pendidikan dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Tahun 2018 .................................................. 94
Tabel 5.12 Tabulasi Silang Hubungan antara Pekerjaan dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Tahun 2018 .................................................. 94
Tabel 5.13 Tabulasi Silang Hubungan antara Pendapatan
Keluarga dengan Kejadian Stunting di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ....................... 95
Tabel 5.14 Tabulasi Silang Hubungan antara Pola Pemberian
Makan dengan Kejadian Stunting di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas Klecorejo Tahun 2018 ....................... 96
Tabel 5.15 Tabulasi Silang Hubungan antara Riwayat ASI
Eksklusif Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Tahun 2018 .................................................. 96
Tabel 5.16 Tabulasi Silang Hubungan antara Riwayat BBLR
Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Tahun 2018 ................................................................... 97
Tabel 5.17 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Faktor – Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Tahun 2018...................................................... 98
Tabel 5.18 Variabel – Variabel Kandidat Model Multivariat......... 98
Tabel 5.19 Hasil Analisis Multivariat Faktor – Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Klecorejo dengan
Menggunakan Analisis Regresi Logistik...................... 99
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman


Gambar 2.1 Gangguan Pertumbuhan Antar-Generasi ................ 31
Gambar 2.2 Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) Panduan Sehari-
hari ........................................................................... 51
Gambar 2.3 Siklus Infeksi Malnutrisi ......................................... 60
Gambar 2.4 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting ....................................... 63
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting ................. 65
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional ........ 68
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting ................. 72
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo .............. 88
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian dan Inform Consent........................128


Lampiran 2 Kuesioner Penelitian.......................................................................129
Lampiran 3 Output SPPS Validitas dan Reliabilitas..........................................135
Lampiran 4 Surat Ijin Pencarian Data Awal......................................................142
Lampiran 5 Surat Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas..........................................146
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian........................................................................147
Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Penelitian...............................................151
Lampiran 8 Kartu Bimbingan Skripsi................................................................152
Lampiran 9 Lembar Revisi Skripsi......................................................................154
Lampiran 10 Output SPSS...................................................................................156
Lampiran 11 Input Data Responden....................................................................166
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian..................................................................177
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

PB/U : Panjang Badan Menurut Umur


TB/U : Tinggi Badan Menurut Umur
BB/U : Berat Badan Menurut Umur
BB/TB : Berat Badan Menurut Umur
Stunting/Stunted : Pendek
Severely Stunted : Sangat Pendek
Wasting : Kurus
Overweight : Berat Badan Seseorang Melebihi Berat Badan Normal
SD : Standar Deviasi
WHO : World Health Organization
UNICEF : United Nations Children’s Fund
UNSD : United Nations Statistic Division
NHAES : National Health and Nutrion Examination Survey
Microtoice : Alat Ukur Tinggi Badan
SDGs : Sustainable Development Goals
MDGs : Millenium Development Goals
MSD : Mono Sodium Glutamat2
PSG : Pemantauan Status Gizi
MPASI : Makanan Pendamping ASI
AKG : Angka Kecukupan Gizi
FFQ : Food Frequency Questionaire
BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berenana Nasional
KEK : Kurang Energi Kronis
LILA : Lingkar Lengan Atas
WUS : Wanita Usia Subur
PMT : Pemberian Makanan Tambahan
UMK : Upah Minimum Kabupaten
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks

Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat

pendek) (Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar

Antropometri Penilaian Status Gizi Anak). Pengertian pendek dan sangat pendek

adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur

(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah

stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting)

dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya,

lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal.

Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik atau

menahun pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan yaitu

dari mulai gizi ibu hamil yang kurang (KEK) dan pada masa kehamilan sampai

anak dilahirkan. Keadaan stunting ini dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi

badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD), severely stunted

atau sangat pendek dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut

umur kurang dari -3 standar deviasi (SD) dan dikatakan normal jika nilai z-score

tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan

standar pertumbuhan menurut WHO (WHO, 2010).

1
Sekitar 1 dari 4 balita mengalami stunting (UNICEF, 2013), prevalensi

balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau

lebih karena persentase balita pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan

masalah kesehatan yang harus ditanggulangi dibandingkan beberapa negara

tetangga, prevalensi balita pendek (16%) dan Singapura (4%) (UNSD, 2014).

Global Nutrition Report Tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17

negara, di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting,

wasting dan overweight pada balita. Penurunan angka stunting atau postur tubuh

pendek menjadi target internasional 2025 dan menjadi salah satu output bidang

kesehatan dari Sustainable Developmet Goals (SDGs), yang merupakan program

kelanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs).

Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013 adalah sebesar

37,2%, kemudian jika dibandingkan dengan persentase tahun 2010 (35,6%) dan

2007 (36,8%), prevalensi tersebut mengalami peningkatan dan diketahui dari

jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18% sangat pendek. Pada

Tahun 2016 Kementrian Kesehatan melaksanakan Pemantauan Status Gizi (PSG)

yang merupakan hasil studi potong lintang dengan sampel rumah tangga yang

mempunyai balita di Indonesia, hasil mengenai persentase balita pendek atau

stunting tinggi di Jawa Timur dengan prevalensi mengalami peningkatan di tahun

2016 sebesar 26,1% dan tahun 2017 sebesar 26,7% (Dinkes Kabupaten Madiun,

2017), di Jawa Timur daerah yang bervalensi sedang sebanyak 8 kabupaten/kota

salah satunya di Kabupaten Madiun (20.7%) di tahun 2017.

2
Prevalensi stunting di 26 Puskesmas Kabupaten Madiun tahun 2017 yaitu

Puskesmas Pilangkenceng sebesar 31,07%; Puskesmas Jetis sebesar 22,55%;

Puskesmas Krebet 20,73%; Puskesmas Gemarang 20,37; Puskesmas Mojopurno

20,35%; Puskesmas Balerejo 17,92%; Puskesmas Wonosari 16,16%; Puskesmas

Gantrung 15,16%; Puskesmas Geger 14,78%; Puskesmas Kebonsari 14,64%;

Puskesmas Mlilir 14%; Puskesmas Wungu 13,70%; Puskesmas Jiwan 13,02%;

Puskesmas Dimong 12,98%; Puskesmas Mejayan 12,87%; Puskesmas Kare

12,77; Puskesmas Sumbersari 12,45%; Puskesmas Klecorejo 10,35%; Puskesmas

Simo 10,30%; Puskesmas Klagenserut 9,48%; Puskesmas Madiun 5,64%;

Puskesmas Kaibon 5,01%; Puskesmas Bangunsari 2,93%. Meskipun Puskesmas

Klecorejo bukan urutan 5 besar stunting tertinggi namun tren/kecenderungan

stunting berdasar hasil PSG 2016-2017, Puskesmas Klecorejo mengalami

kenaikan 3%, kenaikan ini tertinggi dibandingkan dengan puskesmas yang ada di

Kabupaten Madiun.

Pada Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kecamatan Mejayan

Kabupaten Madiun masih terdapat masalah stunting, pada tahun 2016 terdapat 77

(7,8%) kasus stunting dengan 77 (7,3%) kasus stunted (pendek); 5 (0,5%) kasus

severely stunted (sangat pendek) yang terdiri dari 984 bayi dan balita. Pada tahun

2017 terdapat 100 (10,3%) kasus stunting dengan 92 (9,5%) kasus stunted

(pendek); 8 (0,8%) kasus severely stunted (sangat pendek) yang terdiri dari 966

bayi dan balita (Puskesmas Klecorejo, 2017).

Dari survei pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada saat

pelaksanaan kegiatan PSG, pada 25 balita masih banyak orang tua yang bekerja
sehingga balita diasuh oleh nenek atau saudara yang lain dan diberikan makanan

seperti permen, makanan ringan/camilan yang banyak mengandung MSG (Mono

Sodium Glutamat) sehingga balita tidak mau makan nasi lengkap dengan sayur

dan lauk, dan orang tua yang kurang mengetahui cara mengolah makanan dengan

tampilan yang menarik misal daging ayam/ikan/daging dapat diolah menjadi

rolade atau menu lainnya bila anak tidak mau makan daging. Serta masih terdapat

balita dengan riwayat BBLR yang dilihat dari KMS balita pada waktu

pelaksanaan PSG (Pemantauan Status Gizi) yang disebabkan oleh KEK pada saat

ibu balita hamil.

Faktor yang menyebabkan terjadinya stunting yaitu dimulai pada saat masa

kehamilan dimana gizi ibu yang kurang baik karena pendapatan keluarga yang

rendah sehingga ibu hamil tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan yang di

anjurkan yang menyebabkan ibu hamil mengalami KEK (Kurang Energi Kronis)

dapat dilihat dari buku KIA yaitu ibu hamil dengan LILA < 23,5 cm yang

mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) serta pola asuh yang

kurang baik yaitu masih kurangnya pemberian ASI Eksklusif, MPASI yang terlalu

cepat yaitu umur bayi sebelum 6 bulan yang sudah diberikan makanan atau

minuman selain ASI, pola pemberian makanan yang kurang serta intake makanan

yang kurang baik bisa disebabkan karena pendapatan keluarga yang rendah serta

pengetahuan ibu balita/pengasuh balita yang kurang baik dan dari faktor yang

tidak langsung dari segi kebersihan lingkungan yang masih buruk.

Masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat

perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam


kehidupan selanjutnya seperti dampak jangka pendek rentan terhadap penyakit

diare, ISPA dan lain-lain, kemampuan motorik dan pertumbuhan linier yang

lambat. Dampak jangka panjang seperti penurunan intelektual, penurunan

produktivitas yang berdampak harapan menjadi pekerja yang produktif sangat

kecil yang mengakibatkan kerugian pada negara, kemiskinan dan risiko

melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, beban negara terhadap biaya anggaran

kesehatan bertambah karena penyakit tidak menular yang akan berdampak jangka

panjang pada stunting dan mengakibatkan kerugian negara (UNICEF, 2012; dan

WHO, 2010). Stunting juga berhubungan dengan kapasitas mental dan performa

di sekolah, baik dalam kasus sedang sampai parah seringkali menyebabkan

penurunan kapasitas kerja dalam masa dewasa (Milman, et al., 2015).

Terdapat hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting. Kondisi

ini dapat terjadi karena pada bayi yang lahir dengan riwayat BBLR, sejak dalam

kandungan telah mengalami retardasi pertumbuhan interauterin dan akan berlanjut

sampai usia selanjutnya setelah dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang lebih lambat dari bayi yang dilahirkan normal dan sering

gagal menyusul tingkat pertumbuhan yang seharusnya dicapai pada usianya

setelah lahir (Darwin Nasution, Detty Siti Nurdiati, Emy Huriyati, 2014).

Hambatan pertumbuhan yang terjadi berkaitan dengan maturitas otak yaitu

sebelum usia kehamilan 20 minggu terjadi hambatan pertumbuhan otak seperti

pertumbuhan somatik (OR=5,60; 95%CI:2,27-15,70).

Balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif berhubungan dengan kejadian

stunting pada balita, ASI memiliki banyak manfaat, misalnya meningkatkan


imunitas anak terhadap penyakit, infeksi telinga, menurunkan frekuensi diare,

konstipasi kronis dan lain sebagainya (Henningham dan McGregor, 2009 dalam

Khoirun Ni’mah, Siti Rahayu Nadhiroh, 2015). Kurangnya pemberian ASI dan

pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat meningkatkan risiko terjadinya

stunting terutama pada awal kehidupan. (OR=4,643;CI=1,328-16,233).

Dengan mengetahui faktor penyebab terjadinya kejadian stunting, maka

dapat dilakukan pencegahan. Maka dari itu mendorong penulis untuk memberikan

saran solusi kepada petugas kesehatan untuk mencegah secara langsung kejadian

stunting yaitu dengan cara intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu hamil adalah

intervensi ini meliputi kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu

hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi

kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi kekurangan iodium,

menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu hamil dari

malaria. Intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6

bulan adalah intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong

inisiasi menyusui dini/IMD terutama melalui pemberian ASI jolong/colostrum

serta mendorong pemberian ASI eksklusif. Intervensi gizi spesifik dengan sasaran

ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan adalah ntervensi ini meliputi kegiatan

untuk mendorong penerusan pemberian ASI hingga anak/bayi berusia 23 bulan

kemudian setelah bayi berusia diatas 6 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI,

menyediakan obat cacing, menyediakan suplementasi zink, melakukan fortifikasi

zat besi ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadap malaria,


memberikan imunisasi lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan

diare.

Upaya untuk mencegah secara tidak langsung kejadian stunting yaitu

dengan upaya intervensi sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar

sektor kesehatan dengan sasaran masyarakat umum, kegiatannya meliputi

penyediaan penyediaan air bersih, sarana sanitasi, berbagai penanggulangan

kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi pangan, pendidikan dan KIE

Gizi, pendidikan dan KIE Kesehatan, kesetaraan gender, dan lain-lain yang

bekerjasama dengan lintas sektor. Dampak kombinasi dari kegiatan spesifik dan

sensitif bersifat langgeng “sustainable” dan jangka panjang, namun pada

kenyataannya masih banyak terdapat balita stunting dan belum pernah ada

penelitian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten

Madiun.

Berdasarkan gambaran permasalahan diatas peneliti ingin meneliti faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, terdapat rumusan

masalah yaitu faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian

stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun?


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting

di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran kejadian stunting, karaktristik responden berdasarkan

pendidikan, pekerjaan, riwayat ASI ekslusif, riwayat BBLR, pendapatan

keluarga dan pola pemberian makan.

2. Mengetahui hubungan antara pendidikan dengan kejadian Stunting di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.

3. Mengetahui hubungan antara pekerjaan dengan kejadian Stunting di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.

4. Mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian Stunting

di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.

5. Mengetahui hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian

Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.

6. Mengetahui hubungan antara riwayat ASI Eksklusif dengan kejadian Stunting

di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.

7. Mengetahui hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian Stunting di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.

8. Mengetahui faktor yang paling berhubungan dengan kejadian Stunting di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kabupaten Madiun.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas Klecorejo

Sebagai bahan evaluasi dan informasi bagi UPT Puskesmas Klecorejo

Kabupaten Madiun terhadap program-program yang telah dilaksanakan maupun

yang masih direncanakan oleh UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.

1.4.2 Manfaat Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Mengatahui program-program yang dilaksanakan pada unit gizi yang

bergerak di bidang kesehatan khususnya di UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten

Madiun.

1.4.3 Manfaat Masyarakat

Penelitian ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai bahan informasi

upaya pencegahan stunting pada balita.

1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan keterampilan serta mengaplikasikan ilmu yang

didapatkan selama perkuliahan dan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten

Madiun.

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.5 Keaslian Penelitian

Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
1. Faktor Khoirun Wilayah Case Control Variabel Panjang
Yang Ni’mah, Kerja terikat badan(OR=4,
Berhubun Siti Puskesmas adalah 091;
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
gan Rahayu Tanah Kali kejadian CI=1,162-
Dengan Nadhiroh Kedinding, stunting, 14,397),
Kejadian Surabaya sedangkan balita yang
Stunting Tahun 2015 variabel tidak
Pada bebas mendapatkan
Balita adalah ASI Eksklusif
berat (OR=4,643;
badan CI=1,328-
lahir, 16,233),
panjang pendapatan
badan keluarga yang
lahir, rendah
riwayat (OR=3,250;
pemberian CI=1,150-
ASI 9,187),
Eksklusif, pendidikan
pendapata ibu yang
n rendah
keluarga, (OR=3,378;
pendidika CI=1,246-
n orang 9,157), dan
tua balita, pengetahuan
pengetahu gizi ibu yang
an gizi ibu kurang
dan (OR=3,877;
jumlah CI=1,410-
anggota 10,658)
keluarga.
2. Faktor Zilda Provinsi Cross Variabel Hasil
Risiko Oktarina Aceh, Sectional terikat penelitian
Stunting dan Trini Sumatera adalah menunjukkan
Pada Sudiarti Utara, kejadian prevalensi
Balita Sumatera stunting balita stunting
(24—59 Selatan, dan Variabel 44.1%. Faktor
Bulan) Di Lampung, bebas risiko stunting
Sumatera meliputi adalah pada balita
seluruh berat (p<0.05) yaitu
kabupaten/k lahir, tinggi badan
ota yang tinggi ibu
ada Tahun badan ibu, (OR=1.36),
2013 tingkat tingkat
asupan asupan lemak
energi, (OR=1.30),
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
tingkat jumlah
asupan anggota
protein, rumah tangga
tingkat (OR=1.38)
asupan dan sumber
lemak, air minum
status (OR=1.36).
ekonomi
keluarga,
jumlah
anggota
rumah
tangga,
dan
sumber air
minum.
3. Faktor Wanda Kecamatan Case Control Varibel Faktor risiko
Risiko Lestari, Penanggala terikat stunting pada
Stunting Ani n Kota adalah keluarga
Pada Margawa Subulussala kejadian berpenghasila
Anak ti, M. m Tahun stunting n rendah (OR
Umur 6- Zen 2014 Variabel = 8,5, 95%
24 Bulan Rahfiludi bebas CI: 2,68-
Di n adalah 26,89), yang
Kecamata pekerjaan menderita
n orang tua, diare (OR =
Penanggal pendapata 5,04, 95% CI:
an Kota n 1,84-13, 81)
Subulussa keluarga, dan ISPA
lam menderita (OR = 5,71,
Provinsi diare dan 95% CI: 1,95-
Aceh ISPA, 16,67),
tinggi asupan energi
badan tidak adekuat
orang tua, (OR = 3,09,
berat bayi 95% CI: 1,02-
lahir, ASI 9,39) dan
eksklusif, asupan
umur protein tidak
pemberian adekuat (OR
MP-ASI = 5,54, 95%
pertama CI: 2,43-
kali, 12,63),
LanjutanTabel
Lanjutan Tabel1.5
1.5.1 Keaslian
Keaslian Penelitian
Penelitian
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
praktek perawakan
pemberian pendek dari
makan, orang tua (OR
praktek = 11,13, 95%
kebersiha CI: 4,37-
n anak, 28,3), berat
praktek badan lahir
pengobata rendah (OR =
n anak, 3,26, 95% CI:
dan 1,46-7,31),
ketersedia tidak
an sumber menyusui ASI
air bersih eksklusif (OR
= 6,54, 95%
CI: 2,84-
15,06),
memberikan
makanan
pendamping
ASI terlalu
cepat (OR =
6, 54, 95%
CI: 2,84-
15,06), dan
pola asuh
kurang (OR =
4,59, 95% CI:
2,05-10,25),
praktik-
praktik
kebersihan
anak (OR = 3,
26, 95% CI:
1,46-7,31)
dan
penanganan
pengobatan
anak (OR =
2,46, 95% CI:
1,13-5,34).
Analisis
regresi
menunjukkan
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
bahwa faktor
risiko yang
dominan
untuk stunting
adalah
perawakan
pendek dari
orang tua (OR
= 13,16, 95%
CI: 3,72-
46,52).
4. Faktor- Amalia Wilayah Cross- Varibel Variabel
Faktor Miftakhu kerja Sectiona terikat terikat
yang l Puskesmas l kejadian kejadian
Berhubun Rochma Wonosari I stunting stunting
gan h Tahun 2017 Variabel Variabel
dengan bebas bebas adalah
Stunting adalah status
pada status ekonomi nilai
Balita ekonomi, p
Usia 24- usia ibu, (0,002<0,05),
59 Bulan tinggi tinggi badan
di badan ibu, ibu nilai
Wilayah ASI (p<0,05), dan
Kerja esklusif, BBLR nilai p
Puskesma BBLR (0,045<0,05).
s Hasil analisis
Wonosari multivariat
I status
ekonomi
(OR:4,8),
tinggi badan
ibu
(OR:10,1),
BBLR
(OR:5,8).
5. Faktor Siti Wilayah Cross Variabel Variabel
risiko Wahdah, pedalaman Sectiona terikat terikat adlah
kejadian M. Kecamatan l adalah kejadian
stunting Juffrie, Silat Hulu kejadian stunting
pada anak Emy Kabupaten stunting Variabel
umur 6-36 Huriyati Kapuas Variabel bebas tinggi
bulan di Hulu bebas badan ayah
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
Wilayah Provinsi adalah p=0,001<0,00
Pedalama Kalimantan umur, 5(OR=8,33;
n Barat Tahun jenis CI:3,133-
Kecamata 2015 kelamin, 22,167)
n Silat riwayat Tinggi badan
Hulu, penyakit ibu
Kapuas infeksi, p=0,001<0,00
Hulu, pendidika 5 (OR=5,56;
Kalimanta n CI: 2,340-
n Barat orang tua, 13,208)
pekerjaan Pekerjaan ibu
orang tua, p=0,032
jumlah (OR= 2,32;
anggota CI:1,139-
rumah 4,959)
tangga, Pendapatan
pendapata keluarga
n, pola p=0,001
asuh, pola (OR=24,42;
makan, CI: 9,068 –
pemberian 65,807)
ASI, dan Jumlah
tinggi anggota
badan rumah tangga
orang tua. p=0,002<0,05
(OR=3,51;
CI; 1,626 –
7,594)
Pola asuh p=
0,001<0,05
(OR= 5,26;
CI: 2,306 –
11,697)
Pemberian
ASI eksklusif
p=
0,042<0,005
(OR= 2,02;
CI:1,329 –
3,689)
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Lokasi : Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten

Madiun.

2. Variabel Terikat : Kejadian stunting.

3. Variabel Bebas : Pola pemberian makan

4. Subyek Penelitian : Subyek penelitian adalah balita dengan stunting.

5. Metode Penelitian : Metode penelitian observasional analitik

menggunakan desain cross sectional, dengan

analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dan

analisis multivariat dengan menggunakan Regresi

Logistik.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting

2.1.1 Definisi Stunting

Status gizi adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat

kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan

makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri dan dikategorikan

berdasarkan standar baku WHO dengan BB/U, TB/U dan BB/TB. Stunting

adalah bentuk dari proses pertumbuhan anak yang terhambat. Sampai saat ini

stunting merupakan salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian

(Picauly dan Toy, 2013). Masalah gizi pada anak secara garis besar merupakan

dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran atau sebaliknya, di

samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk dikonsumsi (Arisman,

2009).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi

Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan

pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut

Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely

stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang

balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan

standar, dan hasilnya berada di bawah normal.

16
Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada

masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Keadaan ini

dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang

dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan standar pertumbuhan menurut WHO

(WHO, 2010). Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut (TB/U)

kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) atau dibawah rata-rata standar yang

ada dan serve stunting didefinisikan kurang dari -3 SD (ACC/SCN, 2000). Salah

satu indikator gizi bayi lahir adalah panjang badan waktu lahir disamping berat

badan adalah panjang badan waktu lahir. Panjang bayi lahir dianggap normal

antara 48-52 cm. Jadi, panjang lahir <48 cm tergolong bayi pendek. Namun bila

ingin mengaitkan panjang badan lahir dengan risiko mendapatkan penyakit tidak

menular waktu dewasa nanti, WHO (2005) menganjurkan nilai batas <50 cm.

Berat dan panjang badan lahir di catat atau disalin berdasarkan dokumen/catatan

yang dimilki dari sampel balita, seperti buku KIA, KMS, atau buku catatan

kesehatan anak lainnya. Tinggi badan merupakan parameter yang penting untuk

keadaan sekarang maupun keadaan yang lalu, apabila umur tidak diketahui

dengan tepat. Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting,

sebab dengan menghubungkan berat badan menurut tinggi bada, faktor umur

dapat ditiadakan. Pengukuran tinggi badan untuk balita sudah bisa berdiri tegak

menggunakan alat pengukur mikrotoa (microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm

(Supariasa, 2002). Tinggi badan diukur dengan subjek berdiri tegak pada lantai

yang rata, tidak menggunakan alas kaki, kepala sejajar dataran Frankurt (mata

melihat lurus ke depan), kaki menyatu, lutut lurus, tumit, bokong dan bahu

17
menyentuh dinding yang lurus, tangan menggantung di sisi badan,subjek

diinstrusikan untuk menarik nafas kemudian bar pengukur diturunkan hingga

menyentuh puncak kepala (vertex) dan angka yang paling mendekatu skala

millimeter dicatat (Gibson, 2005).

2.1.2 Dampak Stunting

Dampak jangka pendek yaitu pada masa kanak-kanak, perkembangan

menjadi terhambat, penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi kekebalan tubuh,

dan gangguan sistem pembakaran. Pada jangka panjang yaitu pada masa dewasa,

timbul risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner,

hipertensi, dan obesitas. Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait

stunted dan dampaknya antara lain sebagai berikut:

1. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam

bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted

yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit jangka panjang dalam

perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara

optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal.

2. Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih

sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik.

Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam

kehidupannya dimasa yang akan datang.

3. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak

stunted pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan
pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian

tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara

langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang

melahirkan anak dengan BBLR. Stunted terutama berbahaya pada

perempuan, karena lebih cenderung menghambat dalam proses pertumbuhan

dan berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan.

Stunting memiliki dampak pada kehidupan balita, WHO

mengklasifikasikan menjadi dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang:

1. Concurrent problems & short-term consequences atau dampak jangka

pendek:

a. Sisi kesehatan: angka kesakitan dan angka kematian meningkat

b. Sisi perkembangan: penurunan fungsi kognitif, motorik, dan perkembangan

bahasa

c. Sisi ekonomi: peningkatan health expenditure, peningkatan pembiayaan

perawatan anak yang sakit

2. Long-term consequences atau dampak jangka panjang:

a. Sisi kesehatan: perawakan dewasa yang pendek, peningkatan obesitas dan

komorbid yang berhubungan, penurunan kesehatan reproduksi

b. Sisi perkembangan: penurunan prestasi belajar, penurunan learning capacity

unachieved potensial

c. Sisi ekonomi: penurunan kapasitas kerja dan produktifitas kerja


2.1.3 Tumbuh Kembang

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya

berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan

perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan

dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang

bisa diukur dengan berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),

umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).

Pekermbangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematang (Cintya, Dewi Rizki, 2015).

Menurut Depkes RI (1997), pertumbuhan adalah bertambah banyaknya

dan besarnya sel seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur,

sedangkan perkembangan adalah bertambahnya sempurnanya fungsi dari alat

tubuh. Markum, dkk (2001), pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan

dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,

pekembangan adalah lebih menitik beratkan aspek perubahan bentu atau fungsi

pematangan organ atau individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional

akibat pengaruh lingkungan.

2.1.4 Indeks Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthoropos artinya

tubuh dan metros artinta ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh

(Supariasa, 2002). Menurut NHAES (National Health and Nutrition Examination

Survey, antropometri adalah studi tentang pengukuran tubuh manusia dalam


dimensi tulang otot dan jaringan adipose atau lemak. Karena tubuh dapat

mengasumsikan berbagai postur, antropometri selalu berkaitan dengan posisi

antomi tubuh. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.

Indeks antropometri merupakan kombinasi dari parameter-parameter yang ada.

Indeks antropometri terdiri dari berat badan menurut umur (BB/U), tinggi

badan menurut umur umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB). Indeks mengetahui status balita stunting atau tidak, indeks yang

digunakan adalah tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan merupakan

parameter antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan tulang.

Tinggi badan menurut umur adalah ukuran dari pertumbuhan linier yang dicapai,

dapay digunakan sebagai indeks status gizi atau kesehatan masa lampau.

Rendahnya tinggi badan menurut umur didefinisikan sebagai “kependekan” dan

mencerminkan baik variasi normal atau proses patologis yang mempengaruhi

kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan linier. Hasil dari proses yang

terakhir ini disebut stunting atau mendapatkan insufisiensi dari tinggi badan

menurut umur (WHO, 1995).

Indeks tinggi badan memiliki keistimewaan tersendiri, yaitu tinggi badan

akan terus meningkat, meskipun laju tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi,

mudu kemudian melambat dan menjadi pesat lagi (growth spurt) pada masa

remaja, selanjutnya terus melambat dengan cepatnya kemudian berhenti pada usia

18-20 tahun dengan nilai tinggi badan maksimal. Pada keadaan normal, sama

halnya dengan berat badan, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan

umur. Pertambahan nilai rata-rata tinggi badan dewasa dalam satu bangsa dapat
dijadikan indikator peningkatan kesejahteraan, bila belum tercapainya potensi

genetik secara optimal. (Supariasa, 2002).

Tabel 2.1 Indeks Antropometri

Kategori Ambang Batas (Z-


Indeks
Status Gizi score)
Berat Badan menurut Umur Gizi Buruk < -3 SD
(BB/U) Gizi Kurang - 3 SD sampai dengan -2
Anak Umur 0-60 bulan SD
Gizi Baik - 2 SD sampai dengan 2
SD
Gizi Lebih > 2 SD
Panjang Badan menurut Umur Sangat < - 3 SD
(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Pendek
Umur (TB/U) Pendek - 3SD sampai dengan - 2
Anak Umur 0-60 Bulan SD
Normal - 2 SD sampai dengan 2
SD
Tinggi > 2 SD
Berat Badan menurut Panjang Sangat Kurus < - 3 SD
Badan (BB/PB) atau Berat Badan Kurus - 3SD sampai dengan - 2
menurut Tinggi Badan (BB/TB) SD
Anak umur 0-60 Bulan Normal - 2 SD sampai dengan 2
SD
Gemuk > 2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut Sangat Kurus < - 3 SD
Umur (IMT/U) Kurus - 3SD sampai dengan - 2
Anak Umur 0-60 Bulan SD
Normal - 2 SD sampai dengan 2
SD
Gemuk > 2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut Sangat Kurus < - 3 SD
Umur (IMT/U) Kurus - 3SD sampai dengan - 2
Anak Umur 5-18 Tahun SD
Normal - 2 SD sampai dengan 1
SD
Gemuk > 1 SD sampai dengan 2
SD
Obesitas > 2 SD
Sumber: Kemenkes, 2011
Pengukuran antropometri memilki beberapa kelebihan dan kekurangan.

Kelebihannya antara lain, yaitu :

1. Cara kerjanya sederhana.

2. Aman.

3. Dapat dilakukan dalam jumlah sampel besar.

4. Dalam pengukurannya relatif tidak membutuhkan tenaga khusus tetapi cukup

terlatih.

5. Alat-alat antropometri yang digunakan harganya terjangkau.

6. Mudah dibawa.

7. Dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat (kecualu Skin Fold Calipter).

8. Antropometri dapat dibakukan.

9. Dapat menggambarkan status gizi masa lalu.

10. Dapat mengavaluasi perubahan status gizi pada waktu tertentu atau antar

generasi.

11. Dapat digunakan pada suatu golongan yang berisiko malnutrisi.

12. Dapat mengidentifikasikan status gizi berdasarkan cut off point yang telah

ada.

Kekurangan antropometri antara lain:

1. Tidak sensitif maksudnya antropometri tidak melihat status gizi dalam waktu

singkat dan tidak dapat membedakan kekurangan gizi mikro.

2. Penurunan spesifikasi dan sensitivitas metode ini dapat dipengaruhi oleh

faktor selain gizi seperti penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan

energi.
3. Dapat terjadi kesalahan yang mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas

pengukuran pada saat pengukuran antropometri.

4. Sumber kesalahan bisa berasal dari tenaga yang kurang terlatih, kesalahan

pada alat dan tingkat kesulitan pada pengukuran.

Tabel 2.2 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Laki-Laki 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
Bln ˗ 3 ˗ 2 ˗ 1 Median 1 SD 2 SD 3 SD
Th : Bln SD SD SD
0:0 0 44,2 46,1 48,0 49,9 51,8 53,7 55,6
0:1 1 48,9 50,8 52,8 54,7 56,7 58,6 60,6
0:2 2 52,4 54,4 56,4 58,4 60,4 62,4 64,4
0:3 3 55,3 57,3 59,4 61,4 63,5 65,5 67,6
0:4 4 57,6 59,7 61,8 63,9 66,0 68,0 70,1
0:5 5 58,6 61,7 63,8 65,9 68,0 70,1 72,2
0:6 6 61,2 63,3 65,5 67,6 69,9 71,9 74,0
0:7 7 62,7 64,8 67,0 69,2 71,3 73,5 75,7
0:8 8 64,0 65,2 68,4 70,5 72,8 75,0 77,2
0:9 9 65,2 67,5 69,7 72, 0 74,2 76,5 78,7
0 : 10 10 66,4 68,7 71,0 73,3 75,6 77,9 80,1
0 : 11 11 67,6 69,9 72,2 74,5 76,9 79,2 81,5
1:0 12 68,6 71,0 73,4 75,7 78,1 80,5 82,9
1:1 13 69,6 72,1 74,5 76,9 79,3 81,8 84,2
1:2 14 70,6 73,1 75,6 78,0 80,5 83,0 85,5
1:3 15 71,6 74,1 76,8 79,1 81,7 84,2 86,7
1:4 16 72,5 75,0 77,6 80,2 82,8 85,4 88,0
1:5 17 73,3 76,0 78,6 81,2 83,9 86,5 89,2
1:6 18 74,2 76,9 79,6 82,3 85,0 87,7 90,4
1:7 19 75,0 77,7 80,5 83,2 86,0 88,8 91,5
1:8 20 75,8 78,6 81,4 84,2 87,0 89,8 92,6
1:9 21 76,5 79,4 82,3 85,1 88,0 90,5 93,8
1 : 10 22 77,2 80,2 83,1 86,0 89,0 91,9 94,9
1 : 11 23 78,0 81,0 83,9 86,9 89,9 92,9 95,9
2:0 24 78,0 81,7 84,1 87,1 90,2 93,2 96,3
2:1 25 78,6 81,7 84,9 88,0 91,1 94,2 97,3
2:2 26 79,3 82,5 85,6 88,8 92,0 95,2 98,3
2:3 27 79,9 83,1 86,4 89,6 92,9 96,1 99,3
2:4 28 80,5 83,8 87,1 90,4 93,7 97,0 100,3
2:5 29 81,1 84,5 87,8 91,2 94,5 97,9 101,2
2:6 30 81,7 85,1 88,5 91,9 95,3 98,7 102,1
2:7 31 82,3 85,7 89,2 92,7 96,1 99,6 103,0
2:8 32 82,8 86,4 89,9 93,4 96,9 100,4 103,9
2:9 33 83,4 86,9 90,5 94,1 97,6 101,2 104,8
Lanjutan Tabel 2.2 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Laki-Laki 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
Bln ˗ 3 ˗ 2 ˗ 1 Median 1 SD 2 SD 3 SD
Th : Bln SD SD SD
2 : 10 34 83,9 87,5 91,1 94,8 98,4 102,0 105,6
2 : 11 35 84,4 88,1 91,8 95,4 99,1 102,7 106,4
3:0 36 85,0 88,7 92,4 96,1 99,8 103,5 107,2
3:1 37 85,5 89,2 93,0 96,7 100,5 104,2 108,0
3:2 38 86,0 89,8 93,6 97,4 101,2 105,0 108,8
3:3 39 86,5 90,3 94,2 98,0 101,8 105,7 109,5
3:4 40 87,0 90,8 94,7 98,6 102,5 106,4 110,3
3:5 41 87,5 91,4 95,3 99,2 103,2 107,1 111,0
3:6 42 88,0 91,9 95,9 99,9 103,8 107,8 111,7
3:7 43 88,4 92,4 96,4 100,4 104,5 108,5 112,5
3:8 44 88,9 93,0 97,0 101,0 105,1 109,1 113,2
3:9 45 89,4 93,5 97,5 101,6 105,7 109,8 113,9
3 : 10 46 89,9 94,0 98,1 102,2 106,3 110,4 114,6
3 : 11 47 90,3 94,4 98,6 102,8 106,9 111,1 115,2
4:0 48 90,7 94,9 99,1 103,3 107,5 111,7 115,9
4:1 49 91,2 95,4 99,7 103,9 108,1 112,4 116,6
4:2 50 91,6 95,9 100,2 104,4 108,7 113,0 117,3
4:3 51 92,1 96,4 100,7 105,0 109,3 113,6 117,9
4:4 52 92,5 96,9 101,2 105,6 109,9 114,2 118,6
4:5 53 93,0 97,4 101,7 106,1 110,5 114,9 119,2
4:6 54 93,4 97,8 102,3 106,7 111,1 115,5 119,9
4:7 55 93,9 98,3 102,8 107,2 111,7 116,1 120,6
4:8 56 94,3 98,8 103,3 107,8 112,3 116,7 121,2
4:9 57 94,7 99,3 103,8 108,3 112,8 117,4 121,9
4 : 10 58 95,2 99,7 104,3 108,9 113,4 118,0 122,6
4 : 11 59 95,4 100,2 104,8 109,4 114,0 118,6 123,2
5:0 60 96,1 100,7 105,3 110,0 114,6 119,2 123,9
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011
Tabel 2.3 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Perempuan 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun

˗ 3 ˗ 2 ˗ 1
Th : Bln Bln Median 1 SD 2 SD 3 SD
SD SD SD
0:0 0 45,4 45,4 47,3 49,1 51,0 52,9 54,7
0:1 1 47,8 49,8 51,7 53,7 55,6 57,6 59,5
0:2 2 51,0 53,0 55,0 57,1 59,1 61,1 63,2
0:3 3 53,5 55,6 57,7 59,8 61,9 64,0 66,1
0:4 4 55,6 57,8 59,9 62,1 64,3 66,4 68,6
0:5 5 57,4 59,6 61,8 64,0 66,2 68,5 70,7
0:6 6 58,9 61,2 63,5 65,7 68,0 70,3 72,5
0:7 7 60,3 62,7 65,0 67,3 69,6 71,9 74,2
0:8 8 61,7 64,6 66,4 68,7 71,1 73,5 75,8
0:9 9 62,9 65,3 67,7 70,1 72,6 75,0 77,4
0 : 10 10 64,1 66,3 69,0 71,5 73,9 76,4 78,9
0 : 11 11 65,2 67,7 70,3 72,8 75,3 77,8 80,3
1:0 12 66,3 68,9 71,4 74,0 76,6 79,2 81,7
1:1 13 67,3 70,0 72,6 75,2 77,8 80,5 83,1
1:2 14 68,3 71,0 73,7 76,4 79,1 81,7 84,4
1:3 15 69,3 72,0 74,8 77,5 80,2 83,0 85,7
1:4 16 70,2 73,0 75,8 78,6 81,4 84,2 87,0
1:5 17 71,1 74,0 76,8 79,7 82,5 85,4 88,2
1:6 18 72,0 74,9 77,8 80,7 83,6 86,5 89,4
1:7 19 72,8 75,8 78,8 81,7 84,7 87,6 90,6
1:8 20 73,7 76,7 79,7 82,7 85,7 88,7 91,7
1:9 21 74,5 77,3 80,6 83,7 86,7 88,8 92,9
1 : 10 22 75,2 78,4 81,5 84,6 87,7 90,8 94,0
1 : 11 23 76,0 79,2 82,3 85,5 88,7 91,9 95,0
2:0 24 76,7 80,0 83,2 86,4 89,6 92,9 96,1
2:1 25 76,8 80,0 83,3 86,6 89,9 93,1 96,4
2:2 26 77,5 80,8 84,1 87,4 90,8 94,1 97,4
2:3 27 78,1 81,5 84,9 88,3 91,7 95,0 98,4
2:4 28 78,8 82,2 85,7 89,1 92,5 96,0 99,4
2:5 29 79,5 82,9 86,4 89,9 93,4 96,9 100,3
2:6 30 80,1 83,6 87,1 90,7 94,2 97,7 101,3
2:7 31 80,7 84,3 87,9 91,4 95,0 98,6 102,2
2:8 32 81,3 84,9 88,6 92,2 95,8 99,4 103,1
2:9 33 81,9 85,6 89,3 92,9 96,6 100,3 103,9
2 : 10 34 82,5 86,2 89,9 93,6 97,4 101,1 104,8
2 : 11 35 83,1 86,8 90,6 94,4 98,1 101,9 105,6
3:0 36 83,6 87,4 91,2 95,1 98,9 102,7 106,5
3:1 37 84,2 88,0 91,9 95,7 99,6 103,4 107,3
3:2 38 84,7 88,6 92,5 96,4 100,3 104,2 108,1
3:3 39 85,3 89,2 93,1 97,1 101,0 105,0 108,9
3:4 40 85,8 89,8 93,8 97,7 101,7 105,7 109,7
Lanjutan Tabel 2.3 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Perempuan 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
˗ 3 ˗ 2 ˗ 1
Th : Bln Bln Median 1 SD 2 SD 3 SD
SD SD SD
3:5 41 86,3 90,4 94,4 98,4 102,4 106,4 110,5
3:6 42 86,8 90,9 95,0 99,0 103,1 107,2 111,2
3:7 43 87,4 91,5 95,6 99,7 103,8 107,9 112,0
3:8 44 87,9 92,0 96,2 100,3 104,5 108,6 112,7
3:9 45 88,4 92,5 96,7 100,9 105,1 109,3 113,5
3 : 10 46 88,9 93,1 97,3 101,5 105,8 110,0 114,2
3 : 11 47 89,3 93,6 97,9 102,1 106,4 110,7 114,9
4:0 48 89,8 94,1 98,4 102,7 107,0 111,3 115,7
4:1 49 90,3 94,6 99,0 103,3 107,7 112,0 116,4
4:2 50 90,7 95,1 99,5 103,9 108,3 112,7 117,1
4:3 51 91,2 95,6 100,1 104,5 108,9 113,3 117,7
4:4 52 91,7 96,1 100,6 105,0 109,5 114,0 118,4
4:5 53 92,1 96,6 101,1 105,6 110,1 114,6 119,1
4:6 54 92,6 97,1 101,6 106,2 110,7 115,2 119,8
4:7 55 93,0 97,6 102,2 106,7 111,3 115,9 120,4
4:8 56 93,4 98,1 102,7 107,3 111,9 116,3 121,1
4:9 57 93,9 98,5 103,2 107,8 112,5 117,1 121,8
4 : 10 58 94,5 99,0 103,7 108,4 113,0 117,7 122,4
4 : 11 59 94,7 99,5 104,2 108,9 113,6 118,3 123,1
5:0 60 95,2 99,9 104,7 109,4 114,2 118,9 123,7
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan

pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif

kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang

relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks ini menggambarkan

status gizi di masa lalu. Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks

TB/U disamping memberikan gambaran status gizi di masa lampau, juga lebih

erat kaitannya dengan status sosial – ekonomi (Supariasa, 2008).


Tabel 2.4 Keuntungan dan Kelemahan Indeks Antropometri TB/U

Keuntungan Indeks Antropometri Kelemahan Indeks Antropometri


TB/U TB/U
1. Baik untuk menilai status gizi masa 1. Tinggi badan tidak cepat naik
lalu bahkan tidak mungkin turun
2. Ukuran panjang murah dan mudah 2. Pengukuran relatif sulit dilakukan
dibawa. karena anak harus berdiri tegak,
sehingga diperlukan dua orang
untuk melakukan pengukuran
tinggi badan
Sumber: Supariasa, 2008

2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stunting

Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah jenis

kelamin balita, gizi ibu hamil yang dapat dilihat dari KMS ibu hamil yang

mengalami KEK (Kurang Energi Kronis), riwayat BBLR, karakteristik

keluarga mulai dari pendidikan orang tua/pengasuh, pekerjaan orang tua,

pendapatan keluarga, pola asuh yang meliputi ASI Eksklusif, pola

pemberian makanan, inteks makanan/asupan makanan, pelayanan kesehatan

yang meliputi status imunisasi, penyakit infeksi (diare dan ISPA),

kebersihan lingkungan meliputi sanitasi lingkungan (personal hygiene).

2.2.1 Karakteristik Balita

2.2.1.1 Jenis Kelamin Balita

Studi kohort di Ethiopia menunjukkan bayi dengan jenis kelamin laki-laki

memiliki risiko dua kali lipat menjadi stunting dibandingkan bayi perempuan

pada usia 6-12 bulan (Medhin, 2010). Anak laki-laki lebih berisiko mengalami

stunting dan atau underweight dibandingkan anak perempuan. Beberapa

penelitian di sub-Sahara Afrika menunjukkan bahwa anak laki-laki prasekolah

lebih berisiko stunting daripada anak perempuan. Dalam hal ini tidak diketahui
apa alasan dan penyebabnya (Lesiapeto, et al., 2010). Dalam sua penelitian yang

dilakukan di tiga negara berbeda, yaitu Libya (Taguru et al 2008), serta

Bangladesh dan Indonesia (Semba et al, 2008), menunjukkan bahwa prevalensi

stunting lebih besar pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

2.2.1.2 Riwayat Berat Badan Lahir Rendah

Berat badan adalah hasil keseluruhan jaringan-jaringan tulang, otot, lemak,

cairan tubuh dan lainnya. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang

terpenting dipakai pada setia pemeriksaan kesehatan anak padasetiap kelompok

umur. Selain itu, berat badan digunakan sebagai indikator tunggal yang terbaik

pada saat ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang (Narendra &

Suyitno, 2002). Di Indonesia, alat yang digunakan memenuhi syarat untuk

melakukan penimbangan pada balita adalah dacin (Supariasa, 2002).

Berat lahir pada khususnya sangat terkait dengan kematian janin, neonatal

dan postnatal; morbiditas bayi dan anak; dan pertumbuhan dan pengembangan

jangka panjang. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) didefiniskan oleh WHO

yaitu berat lahir <2500 gr. BBLR dapat disebabkan oleh durasi kehamilan dan laju

pertumbuhan janin. Maka, dari itu, bayi dengan berat lahir <2500 gr dikarenakan

dia lahir secara premature atau karena terjadi retardasi pertumbuhan (Semba dan

Bloem, 2001). Bukti epidemiologis menunjukkan bahwa berat badan lahir

berbanding terbalik dengan risiko terjadinya penyakit hipertensi, penyakit

kardiovaskuler dan diabetes tipe 2 pada masa dewasa.

Penelitian Darwin Nasution1, Detty Siti Nurdiati2, Emy Huriyati3 (2014)

hasil analisis menunjukkan bahwa terdapathubungan antara BBLR dengan


kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan yaitu 5,6 kali lebih berisiko untuk

mengalami kejadian stunting pada anak dengan riwayat BBLR dibandingkan anak

yang lahir dengan berat badan normal. Kondisi ini dapat terjadi karena pada bayi

yang lahir dengan BBLR, sejak dalam kandungan telah mengalami retardasi

pertumbuhan interauterin dan akan berlanjut sampai usia selanjutnya setelah

dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lambat

dari bayi yang dilahirkan normal dan sering gagal menyusul tingkat pertumbuhan

yang seharusnya dicapai pada usianya setelah lahir. Hambatan pertumbuhan yang

terjadi berkaitan dengan maturitas otak yaitu sebelum usia kehamilan 20 minggu

terjadi hambatan pertumbuhan otak seperti pertumbuhan somatik (OR=5,60;

95%CI:2,27-15,70).

Anak BBLR kedepannya akan memiliki ukuran antropometri yang kurang

di masa dewasa, bagi perempuan yang lahir dengan BBLR memiliki risiko besar

untuk menjadi ibu yang stunted sehingga akan cenderung melahirkan bayi dengan

beray lahir rendah seperti dirinya. Bayi dilahirkan oleh ibu yang stunted tersebut

akan menjadi perempuan dewasa yang stunted pula, dan akan membentuk siklus

sama seperti sebelumnya atau bisa dikatakan genetik (Semba dan Bloem, 2001).

Semua kelompok lahir berisiko terhadap stunting hingga usia 12 bulan, dengan

risiko terbesar pada kelompok anak IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)

dan risiko terkecil pada kelompok anak normal. Pada kelompok IUGR

berkontribusi terhadap siklus intergenerasi yang disebabkan oleh tingkat ekonomi

rendah, penyakitm dan defisiensi zat gizi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu

dnegan gizi kurang sejak awal sampai dengan akhir kehamilan akan melahirkan
BBLR, yang kedepannya akan menjadi anak stunting (Kusharisupeni, 2004).

Gangguan pertumbuhan antar generasi dapat digambarkan seperti berikut:

Kegagalan pertumbuhan pada anak

Remaja dengan berat


BBLR Kehamilan dan tinggi
usia muda

Perempuan dewasa stunted

Gambar 2.1 Gangguan Pertumbuhan Antar-Generasi


Berdasarkan klasifikasi masa kehamilan maka bayi BBLR dapat dibagi

menjadi tiga kategori yaitu BBLR prematur, bayi kecil untuk masa kehamilan

(KMK), dan Kombinasi prematur dan bayi kecil masa kehamilan (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

1. BBLR Prematur

BBLR prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang

dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Bila bayi yang

lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badannya

kurang dari seharusnya desebut dengan dismatur kurang bulan kecil untuk
masa kehamilan. Karakteristik Universitas Sumatera Utara bayi BBLR

prematur adalah berat lahir kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau

sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang

dari 33 cm. Semakin awal bayi lahir, semakin belum sempurna perkembangan

organorgan tubuhnya, dan semakin rendah berat badanya saat lahir dan

semakin tinggi risikonya mengalami berbagai komplikasi berbahaya.

2. Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

Bayi kecil untuk masa kehamilan merupakan bayi BBLR yang diakibatkan

karena gangguan pertumbuhan intranutrien. Bayi kecil masa kehamilan adalah

bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari 10th. Bayi kecil

masa kehamilan bisa terjadi tanpa penyebab patologis atau penyebab sekunder

persentil untuk berat sebenarnya dengan umur kehamilan. Istilah bayi kecil

untuk masa kehamilan dapat didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan

berat badan kurang dari 2500 gram dengan usia kehamilan lebih atau sama

dengan 37 minggu. Istilah yang banyak digunakan dengan bayi kecil untuk

masa kehamilan diantaranya pseudoprematuritas, dismaturitas, fetal

malnutrisi, chronic fetal distress.

Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya

karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi,

kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia.

Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang

komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikemia yang dapat menyebabkan

kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat di istilahkan dengan
kelompok risiko tinggi karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan angka

kematian dan kesakitan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup.

Menurut Manuaba 1998 ada tiga faktor penyebab KMK, yaitu faktor ibu,

faktor uterus dan plasenta, dan faktor janin. Faktor ibu yang berperan dalam

menyebabkan terjadinya bayi KMK seperti malnutrisi, penyakit ibu

(hipertensi, paru, penyakit gula), komplikasi hamil (preeklamsia, eklamsia,

perdarahan), dan kebiasaan ibu (perokok, peminum). Faktor uterus dan

plasenta dapat berupa gangguan pembuluh darah, gangguan insersi tali pusat,

kelainan bentuk plasenta, dan perkapuran plasenta. Faktor janin berupa

kelainan kromosom, hamil ganda, infeksi dalam rahim, cacat bawaan.

3. Kombinasi Prematur dan Bayi Kecil Masa Kehamilan Kombinasi bayi

prematur dan bayi kecil masa hamil dipastiakan akan menyebabkan bayi lahir

dengan berat badan rendah.

2.2.2 Karakteristik Keluarga

2.2.2.1 Pendidikan Orang Tua/Pengasuh

Pada penelitian Astari, Nasoetion dan Dwiriani (2005) tingkat pendidikan

ayah pada anak stunting lebih rendah dibandingkan dengan anak normal, hal ini

menunjukkan pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pengasuhan anak

karena dengan pendidikan yang tinggi pada orang tua akan memahami pentingnya

pernanan orang tua dalam pertumbuhan anak. Selain itu dengan pendidikan yang

baik diperkirakan memiliki pengetahuan gizi yang baik pula, ibu dengan

pengetahuan gizi yang baik akan tahu bagaimana mengolah makanan, mengatur
menu makanan serta menjaga mutu dan kebersihan makanan dnegan baik.

Pendidikan tinggi dapat mencerminkan pendapatan yang lebih tinggi dan ayah

akan lebih mendapat perhatian gizi anak. Ibu yang berpendiidkan diketahui lebih

luas pengetahuannya tentang praktik perawatan anak sesuai dengan penelitian Siti

Wahdah (2015) dengan nilai p 0,057 OR 2,55 (1,054 - 6,171).

2.2.2.2 Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas dan

kuantitas pangan, karena pekerjaan berhubungan dengan pendapatan dengan

demikian terdapat asosiasi antara pendapatan dengan gizi, apabila pendapatan

meningkat maka bukan tidak mungkin kesehatan dan masalah keluarga yang

berkaitan dengan gizi mengalami perbaikan. Faktor ibu yang bekerja di luar

rumah biasanya sudah mempertimbangkan untuk perawatan anaknya, namun tidak

ada jaminan untuk hal tersebut. Sedangkan ibu yang bekerja di rumah tidak

memilki alternative untuk merawat anaknya. Terkadang ibu memilki masalah

dalam pemberian makanan untuk anak kurang diperhatikan juga, karena ibu

merasa sudah merawat anaknya, misalnya dalam pemberian ASI eksklusif (on

demand). Menurut survey awal pada penilitian ini banyak ibu yang berkerja di

luar rumah yang membuat pengasuhan anak dialihkan oleh nenek namun dengan

masalah apabila anak tidak mau makan nasi beserta lauk nenek akan memberi

makanan ringan bahkan permen atau apapun yang diinginkan anak tanpa

memperhatikan asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak sehingga masih banyak

anak stunting dengan berat badan yang rendah, sesuai dengan penelitian Siti

Wahdah (2015) dengan nilai p 0,032 OR 2,38 (1,139 – 4,959).


2.2.2.3 Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota

rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun

perseorangan dalam rumah tangga. Pendapatan keluarga adalah sebagai

pendapatan yang diperoleh dari seluruh anggota yang bekerja baik dari pertanian

maupun dari luar pertanian (Subandi, 2001 dalam Geti Wulandari, 2015).

Dengan adanya pertumbuhan ekonomi dan adanya peningkatan

penghasilan yang berkaitan dengan kejadianm stunting, maka perbaikan gizi akan

tercapai dengan sendirinya. Penghasilan merupakan faktor penting dalam

penentuan kualitas dan kuantitas makanan dalam suatu keluarga. Terdapat

hubungan pendapatan dan gizi menguntungkan yaitu pengaruh peningkatan

pendapatan dapat menimbulkan perbaikan gizi yang menguntungkan, yaitu

peningkatan pendapatan dapat menimbulkan perbaikan kesehatan dan kondisi

keluarga yang menimbulkan interaksi status gizi. Di negara berkembang, baisanya

masyarakat yang berpenghasilan rnedah, membelanjakan sebagian besar dari

pendapatannya untuk membeli makanan. Tingkat pengahasilan juga menentukan

jenis pangan yang akan dikonsumsi. Biasanya di negara yang berpendapatan

rendah mayoritas pengeluaran pangannya untuk membeli serelia, sedangkan di

negara yang memiliki pendapatan per-kapita tinggi, pengeluaran bahan pangan

protein akan meningkat (Berg&Muscat, 1985).

Faktor ekonomi dan lingkungan lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan

anak daripada faktor genetik dan etnik (Habicht, 1974) . Status ekonomi rumah

tangga dipandang memilki dampak yang signifikan terhadap probabilitas seorang


anak menjadi pendek dan kurus. Dalam hal ini WHO merekomendasikan status

gizi pendek atau stunting sebagai alat ukur atas tingkat sosio-ekonomi yang

rendah dan sebagai salah satu indicator untuk memantau ekuitas dalam kesehatan

(Zere & McIntyre, 2003).

Dengan karakteristik ekonomi yang rendah pada kelompok anak stunting

dan normal, ternyata kelompok anak normal yang miskin memiliki pengasuhan

yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok anak stunting dari keluarga

kurang mampu (Astari, dkk, 2005). Peningkatan pendapatan rumah tangga

berhubungan dengan penurunan drmatis terhadap probabilitas stunting pada anak.

Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan pada penduduk

kurang mampu adalah strategi untuk membatasi tingginya kejaidan stunting dalam

sosio-ekonomi rendah pada segmen populasi. Malnutrisi terutama stunting lebih

dipengaruhi oleh dimensi sosio-ekonomi sehingga harus dilihat harus dilihat

dalam koteks yang lebih luas dan tidak hanya dalam ranah biomedis (Zere &

McIntyle, 2003). Proporsi anak yang stunting lebih banyak terjadi pada rumah

tangga dengan pendapatan keluarga yang tergolong rendah sesuai dengan

penelitian Siti Wahdah (2015) dengan nilain p <0,001 OR 24,42 (9,068 –

65,807).

2.3 Pola Asuh

2.3.1.1 ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi yang berupa ASI saja tanpa

diberi cairan lain baik dalam bentuk apapun kecuali sirup obat. ASI eksklusif

diberikan minimal dalam jangka waktu enam bulan (Depkes, 1997). ASI saja
dapat mencukupi kebutuhan bayi pada enam bulan pertama kehidupannya.

Makanan dan minuman lain justru dapat membahayakan kesehatannya (Roesli,

2001 dalam Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia, 2011). Manfaat pemberian ASI eksklusif tidak

hanya dirasakan oleh bayi, tetapi juga oleh ibu, lingkungan bahkan negara.

Manfaat ASI, sebagai berikut:

1. Sumber gizi terbaik dan paling ideal dengan komposisi yang seimbang sesuai

dengan kebutuhan bayi pada masa pertumbuhan

2. ASI mengandung berbagai zat kekebalan sehingga bayi akan jarang sakit,

mengurangi diare, sakit telinga, dan infeksi saluran pernafasan.

3. ASI mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak

sehingga bayi yang mendapatkan ASI eksklusif potensial akan lebih unggul

pada prestasi/meningkatkan kecerdasan.

4. ASI sebagai makanan tunggal untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan

sampai usia enam bulan.

Makanan lain yang diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan

penyakit infeksi pada bayi yang secara langsung berpengaruh terhadap status

gizi bayi (Subhardjo, 1996). Guna menjamin anak akan protein yang bermutu

tinggi, sehingga terhindardari baya kwahiokor, Jelliefe (7) menganjurkan

penggunaan 3 sumber protein secara maksimal yaitu:

1. Anak diberi ASI selama mungkin sepanjang ASI masih keluar.

2. Anak diberi campuran protein nabati dari biji-bijian (serelia) dan kacang-

kacangan (leguminosa).
3. Berikan bahan makanan sumber protein hewani setempat yang mudah

didapat dan murah harganya (dapat dijangkau masyarakat).

Cara ini dikenal dengan nama “Tiga Lapisan Jembatan Protein” yang

berfungsi sebagai jembatan dalam peralihan makanan anak dari ASI ke makanan

biasa. Hendaknya para orang tua memperhatikan kebutuhan gizi yang seimbang

pada setiap asupan makanan yang diberikan kepada anak usia 24 bulan.

Tabel 2.5 Kecukupan Gizi Rata-Rata untuk Bayi dan Balita


Golongan Umur
Uraian 0-6 6-12 bulan 12-36 bulan
bulan
Energi (Kcal) 560 800 1.250
Protein (Gram) 12 15 23
Vitamin A (RE, ug) 250 350 350
Thiamin (mg) 0,3 0,4 0,5
Ribolflavin (mg) 0,3 0,4 0,6
Niasin (mg) 2,5 3,8 5,4
Asam Folat (mg) 22 32 40
Vitamin C (mg) 30 335 40
Kalsium (mg) 300 400 500
Fosfor (mg) 200 50 250
Seng (mg) 3 5 8
Besi (mg) 3 5 10
Yodium (mg) 50 70 70
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011

Antara usia 6-24 bulan, anak tumbuh dengan cepat kebutuhan energi,

vitamin dan mineralnya meningkat. Saat yang dipakai adalah konsep makanan

sehat seimbang seperti yang dituangkan dalam piramida makanan. Porsi terbesar

makanan adalah yang tertera di paling bawah piramida makanan, yaitu beras dan

sereal sedangkan makanan yang kebutuhannya sangat sedikit adalah yang di

puncak piramida yaitu lemak dan gula. Prinsip pengaturan makanan bagi anak di

bawah lima tahun (balita), termasuk didalamnya usia 24 bulan adalah

pemanfaatan ASI secara tepat, pemberian makanan pendamping ASI sebagai


makanan sapihan serta makanan setelah uasia 1 tahun. Langkah-langkah dalam

pengaturan makanan dan pemeliharaan gizi anak usia 24 bulan adalah:

1. Cukupilah kebutuhan akan bahan makanan pemberi kalori.

2. Susui anak selama mungkin sepanjang ASI masih keluar.

3. Gunakan gabungan bahan makanan sumber protein nabati terutama kacang-

kacangan atau hasilnya (tahu, tempe, dsb).

4. Gunakan sumber protein hewani setempat yang mudah didapat.

Bayi sebaiknya diberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan karena bagi

bayi usia tersebut tidak ada makanan lain sebaik ASI namun jika kondisi tertentu,

seperti produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayi atau alasan medis

yang lain, maka pada usia 4 bulan bayi sudah bisa diberikan MPASI (Makanan

Pendamping ASI). Menginjak 6 bulan ke atas, ASI sebagai sumber nutrisi sudah

tidak mencukupi lagi kebutuhan gizi yang terus berkembang, sehingga anak perlu

diberikan MPASI. Bayi dilahirkan dengan kemampuan refleks makan, seperti

menghisap, menelan dan akhirnya mengunyah. Pemberian MPASI harus

disesuaikan dengan perkembangan system alat pencernaan bayi, mulai dari

makanan bertekstur cair, kental, semi padat hingga akhirnya makanan padat.

Secara umum kesiapan bayi menerima makanan pendampingnya ditandai dengan

hal-hal berikut:

1. Bayi mulai memasukkan tangan ke mulut dan mengunyahnya.

2. Bayi merespon dan membuka mulutnya saat disuapi makanan serta hilangnya

refleks menjulurkan lidah.

3. Bayi lebih tertarik atau ketika disodorkan puting susu.


4. Bayi rewel atau gelisah padahal sudah diberi ASI atau susu formula sebnayak

4-5 kali sehari.

5. Bayi sudah bisa duduk sambil disangga dan sudah mampu menegakkan

kepalanya.

Risiko menjadi stunting 3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidak diberi

ASI eksklusif (ASI <6 bulan) dibandingkan dengan balita yang diberi ASI

eksklusif (>6bulan) (Hien dan Kam, 2008). Hal ini mungkin disebabkan karena

kolostrum memberikan efek perlindungan pada bayi baru lahir dan bayi yang

tidak menerima kolostrum mungkin memiliki insiden, durasi dan keparahan

penyakit yang lebih tinggi seperti diare yang berkontribusi terhadap kekurangan

gizi. Penelitian lain juga menyebutkan pemberian kolustrum pada bayi

berhubungan dengan kejadian stunting (Kumar, et al., 2006). Hal ini sesuai

dengan penelitian iti Wahdah (2015) dengan nilai p 0,042 OR 2,02 (1,329-3,689).

Penyebab tidak diberikannya ASI esksklusif:

1. Ibu meninggal saat melahirkan atau saat masih masa menyusui bayinya.

2. ASI yang menyusui mengalami sakit berat tang secara medis tidak

diperbolehkan menyusui bayinya.

3. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif yang masih rendah sehingga

menimbulkan rasa tidak percaya diri saat menyusui yang menyebabkan ASI

tidak keluar.

4. Dukungan keluarga tentang ASI eksklusif yang masih rendah.


2.3.1.2 Pola Pemberian Makan

Pola makan pada balita sangat berperan penting dalam proses

pertumbuhan pada balita, karena dalam makanan banyak mengandung gizi. Gizi

menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan. Gizi didalamnya

memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan kesehatan dan

kecerdasan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada balita maka

pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan bisa terjadi gizi

buruk pada balita. Stunting sangat erat kaitannya dengan pola pemberian makanan

terutama pada 2 tahun pertama kehidupan, pola pemberian makanan dapat

mempengaruhi kualitas konsumsi makanan balita, sehingga dapat mempengaruhi

status gizi balita. Pemberian ASI yang kurang dari 6 bulan dan MP-ASI terlalu

dini dapat meningkatkan risiko stunting karena saluran pencernaan bayi belum

sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi seperti diare dan ISPA.

Pola pemberian makanan anak balita terdiri dari tingkat asupan makanan dan

frekuensi pemberian makanan, hal ini sesuai dengan penelitian Wanda Lestari

(2014) pola pemberian makan (OR=4,59, 95% CI: 2,05-10,25).

Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam

kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat pada

pola pemberian makanan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang mengkonsumsi

pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi pola pemberian

makanan yang ideal menurut Suryansyah (2012) adalah 3 kali sehari dengan jam

makan yang teratur seperti pola jam 8, jam 12 dan jam 18.
Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi salah satu cara untuk mengetahui

tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka

peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Faktor yang mempengaruhi

pola pemberian makanan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan

makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola

pemberian makanan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan

lingkungan.

1. Faktor Ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam meningkatkan peluang

untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik,

sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli

pangan yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Meningkatnya taraf

hidup (kesejahteraan) masyarakat, pengaruh promosi melalui iklan serta

kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahaan gaya hidup dan

timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi

menengah ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan

gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif

dalam pola makannya sehari-hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan

lebih didasarkan kepada pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi.

Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap

santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger dan lain-lain, telah

meningkat tajam terutama dikalangan generasi muda dan kelompok

masyarakat ekonomi menengah ke atas. (Purwani & Mariyam, 2013).


2. Faktor Sosio Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh

kepercayaan pada umumnya mengandung perlambangan atau nasihat yang

dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi

kebaisaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang

cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah

pangan yang akan dikonsumsi. Budaya mempengaruhi seseorang dalam

menentukkan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahannya, persiapan

dan penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan

tersebut dikonsumsi.

Tidak sedikit makanan yang dianggap tabu adalah baik jika ditinjau dari

kesehatan, salah satu contohnya adalah anak balita tabu mengkonsumsi ikan

laut karena dikhawatirkan akan menyebabkan cacingan. Padahal dari segi

kesehatan berlaku sebaliknya mengkonsumsi ikan sangat baik bagi balita

karena memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan untuk

pertumbuhan bila kekurangan protein akan berdampak pada kejadian anak

pendek atau stunting. Terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang sering

memiki pantangan terhadap makanan tertentu yaitu balita, ibu hamil, dan ibu

menyusui.

3. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan

berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan


gizi. Salah satu contih, prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan

rendah biasanya adalah yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan

makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok

dengan orang pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan

makanan sumber protein dan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan

zat gizi lain.

4. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan pola

pemberian makanan. Lingkungan yang di maksud dapat berupa lingkungan

keluarga serta adanya promosi melalui media cetak, kebiasaan makan dalam

keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola pemberian makan

seseorang, kesuakaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan

yan terdapat dalam keluarga. Lingkungan sekolah, termasuk didalamnya para

guru, teman sebaya dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruh

terbentuknya pola makan.

2.3.2 Asupan Makanan

Kekurangan energi dan protein mengakibatkan pertumbuhan dan

perkembangan balita terganggu. Gangguan asupan gizi yang bersifat akut

menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan wasting. Wasting adalah

berat badan anak tidak sebanding dnegan tinggi badannya. Jika kekurangan ini

bersifat menahun (kronis) artinya sedikit demi sedikit tetapi dalam jangka waktu

yang lama akan terjadi keadaan stunting. Stunting adalah anak menjadi pendek
dan tinggi badan tidak sesuai dengan usianya walaupun secara sekilas anak tidak

kurus.

2.3.2.1 Asupan Energi

Gizi yang baik dan kesehatan adaah bagian penting dari kualitas hidup

yang baik (Aora, 2009). Menurut Ramli, et al (2009) gizi yang cukup diperlukan

untuk menjamin pertumbuhan optimal dan pengembangan bayi dan anak.

Kebutuhan gizi sehari-hari digunakan untuk menjalankan dan menjaga fungsi

normal tubuh dapat dilakukan dengan memilih dan mengasup amakanan yang

baik (kualitas dan kuantitasnya) (Almatsier, 2001). Kebutuhan energi yang harus

dipenuhi asupannya oleh balita di Indonesia telah di tetapkan pada tabel berikut

ini:

Tabel 2.6 Kebutuhan Energi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan


Gizi (AKG) 2004 Rata-Rata Per Hari

No. Kelompok Umur Energi (Kkal)


1. 0-6 bulan 550
2. 7-12 bulan 650
3. 1-3 tahun 1000
4. 4-6 tahun 1550
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011

Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang

dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat.

Kecukupannya semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Menurut

Suharjo (2003), makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua

aktivitas manusia. Adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak

mengasilkan energi pada tubuh manusia, maka dari itu manusia tercukupi

energinya dibutuhkan makanan yang masuk kedalam tubuh secara adekuat.


Asupan zat gizi yang tidak adekuat, terutama dari total energi, protein, lemak, dan

zat gizi mikro, berhubungan dengan defisit pertumbuhan fisik di anak pra sekolah

(ACC/SCN, 2000) namun konsumsi diet yang cukup tidak menjamin

pertumbuhan fisik yang normal, karena kejadian penyakit lain, seperti infeksi akut

atau kronis, dapat mempengaruhi proses yang kompleks terhadap terjadinya atau

pemeliharaan deficit pertumbuhan pada anak.

Kecukupan total makanan yang dikonsumsi merupakan penentu utama

pertumbuhan, hal ini karena sebagian nutrisi dapat didistribusikan secara luas di

berbagai jenis makanan. Makanan yang memadai dari segi kuantitas sangat

penting akrena energy (Kkal) yang disediakan didalamnya dan berbagai jenis

makanan dapat menajdi subtitusi satu sama lain untuk menghasilkan energi.

2.3.2.2 Protein

Protein merupakan zat pengatur dalam tubuh manusia. Pada balita protein

dibutuhkan untuk pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh dan untuk

sintesis jaringan baru. Selain itu protein juga dapat membentuk antibodu untuk

menjaga daya tahan tubuh terhadap infeksi dan bahan-bahan asing yang masuk ke

dalam tubuh (Almatsier, 2001). Perkiraan kebutuhan protein dalam pertumbuhan

berskisar 1 sampai dengan 4 gr/kg pertambahan jaringan. Evaluasi asupan protein

anak harus berdasarkan:

1. Tingkat pertumbuhan

2. Kualitas protein dari makanan yang diasup

3. Kombinasi makanan yang menyediakan adam amno komplementer ketika

dikonsumsi bersamaan
4. Asupan vitamin, mineral dan energi yang adekuat

Semua komponen tersebut penting dalam sintesis protein (Trahms&Pipes, 2000).

Tabel 2.7 Kebutuhan Protein Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi


(AKG) 2004 Rata-Rata Per Hari

No. Kelompok Umur Protein (gr)


1. 0-6 bulan 10
2. 7-12 bulan 16
3. 1-3 tahun 25
4. 4-6 tahun 39
Sumber: http//gizi.depkes.go.id
Menurut WHO, kebutuhan protein adalah sebesar 10%-15% dari

kebutuhan energi total (Almatsier, 2005). Asupan protein yang adekuat telah

menjadi perhatian dan kontroversi di komunitas gizi internasional untuk 50

terakhir tahun. Protein sering dikonsumsi dalam hubungannya dengan energi dan

zink. Zat gizi tersebut untuk fungsi normal dari hampir semua sel dan proses

metabolism, dnegan demikian difisit dalam zat gizi tersebut memiliki banyak efek

klinis. Di sub-Sahara 38% anak stunting dan 9% wasting, walaupun penyebab dari

kelainan antropometri adalah multifaktorial, namun beberapa anak-anak di daerah

tersebut hidup dengan diet asupan protein yang tidak memadai (Asiss, 2004).

Menurut penelitian Ida Ayu Kade Chandra Dewi (2016), Kadek Tresna

Adhi berbeda halnya dengan konsumsi energi, konsumsi zat makro lainnya seperti

protein memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kejadian stunting. Anak balita

yang kekurangan konsumsi protein memiliki odds 10,26 kali untuk mengalami

stunting dibandingkan anak balita yang konsumsi proteinnya mencukupi. Hasil ini

sesuai dengan penelitian Hidayati et al., (2010) di wilayah kumuh perkotaan

Surakarta, bahwa anak batita yang kekurangan asupan protein mempunyai risiko

3,46 kali menjadi anak stunting dibandingkan dengan anak yang asupan
proteinnya cukup. Lebih banyaknya asupan protein dan lebih beragamnya

makanan yang dikonsumsi perharinya pada kelompok anak balita normal dalam

penelitian ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anak memiliki laju

pertumbuhan yang baik sesuai dengan umurnya. Protein merupakan zat gizi yang

diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, membangun struktur tubuh (otot, kulit

dan tulang) serta sebagai pengganti jaringan yang sudah usang (Almatsier, 2002).

Eratnya hubungan protein dengan pertumbuhan menyebabkan seorang anak yang

kurang asupan proteinnya akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat

daripada anak dengan jumlah asupan protein yang cukup (Bender, 2002) dan pada

keadaan yang lebih buruk kekurangan protein dalam jangka waktu yang lama

dapat mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan (Andarini, Ventiyaningsih,

& Samosir, 2013) (OR=.10,26; 95%CI; 1,922-100,062).

2.3.2.3 Karbohidrat atau Hidrat Arang

Karbohidrat adalah sakarida, yang tergabung dalam berbagai tingkat

kompleksitas untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar

seperti olisakarida dan polisakarida. Fungsi utamanya adalah sebagai sumber

energi dalam bentuk glukosa. Beberapa karbohidrat tidak dapat dicerna disebut

non glikemik, dan terdiri dari atas polisakarida nonpati (non starch

polysaccharide, NSP) yang merupakan bagian dari serat makanan dan berperan

dalam fungsi usus. Fungsi karbohidrat yaitu sebagai sumber energi, sebagai

sparing acion dari protein, untuk membentuk volume makanan.


2.3.2.4 Lemak

Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar

merupakan trigliserida atau triasilhliserol (TAG). Produk turunannya, seperti

fosfolipid atau sterol (yang paling terkenal adalah kolestrol) juga termasuk dalam

kelompok ini. TAG dipecah untuk menghasilkan energi dan menyusun cadangan

energi utama bagi tubuh, dalam jaringan adipose. Asam lemak spesisfik yang

terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi membran sel, dan harus

diperoleh dari diet, asam lemak in disebut asam lemak esensial.

2.3.2.5 Zink

Sumber utama zink adalah daging, unggas, telur, ikan, susu, keju, hati,

gandum, ragi, selada, roti, dan kacang-kacangan. Sedangkan fungsi zink di

antaranya adalah untuk meningkatkan keaktifan enzim dan meningkatkan laju

pertumbuhan. Zink berperan dalam sintesis protein dan merupakan komponen

enzim tertentu sehingga defisiensi zink dapat menyebabkan kekerdilan (stunted)

dan mempengaruhi perkemabngan seksual serta gangguan kesembuhan luka.

Gizi seimbang menjadi kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia.

Bukan hanya untuk orang dewasa namun juga bagi pertumbuhan anak-anak.

Mereka semua membutuhkan tersedianya gizi seimbang dan memadai baik itu

protein, karbohidrat, maupun lemak. Untuk memenuhi tidak harus mengkonsumsi

makanan berharga mahal, yang penting adalah gizi seimbang untuk hidup sehat

(newsletter Andalas. novella, 2012).

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat

gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,

kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Jika seseorang mengalami kekurangan

gizi, yang terjadi akibat asupan gizi di bawah kebutuhan, maka ia akan lebih

rentan terkena penyakit dan kurang produktif. Sebaliknya, jika memiliki kelebihan

gizi akibat asupan gizi yang melebihi kebutuhan, serta pola makan yang padat

energi (kalori) maka ia akan beresiko terkena berbagai penyakit seperti diabetes,

tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan sebagainya. Kegiatan yang bertujuan

untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang

tepat telah lama dilakukan oleh pemerintah melalui salah satu program yaitu

Posyandu, kebutuhan asupan gizi divisualisasikan dalam bentuk Tumpeng Gizi

Seimbang (TGS), yang terdiri atas potongan-potongan tumpeng. Luasnya

potongan menunjukkan porsi yang harus dikonsumsi setiap hari. TGS dialasi air

putih, artinya air putih merupakan bagian terbesar dari zat gizi esensial bagi

kehidupan untuk hidup sehat dan aktif.


Gambar 2.2 Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) Panduan Sehari – Hari
Sumber: Kemenkes RI

Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya

merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar

dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat

Pilar tesebut adalah sebagai berikut:

1) Mengonsumsi makanan beragam. Mengonsumsi makanan beragam juga harus

memperhatikan porsi dan proporsinya.

2) Membiasakan perilaku hidup bersih.

3) Melakukan aktivitas fisik.

4) Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal.

Merujuk pada anjuran perbandingan komposisi energi dari karbohidrat,

protein dan lemak di Amerika Serikat (IOM, 2005) dan menyelaraskan dengan

Pedoman Gizi Seimbang Indonesia (Kemenkes 2005) serta perhitungan hasil

konsumsi pangan Riskesdas 2010 (Hardinsyah 2012), maka anjuran kecukupan

lemak dalam konteks AMDR bagi penduduk Indonesia dibagi ke dalam tiga (3)
kelompok penduduk. Kontribusi energi dari lemak sebaiknya sekitar 35% pada

anak usia 1-3 tahun, 30% pada usia 4-18 tahun dan 25% pada orang dewasa.

Perbaikan menu dengan komposisi energi asam lemak ini sangat penting agar

upaya pencegahan penyakit kronik degeneratif sedini mungkin dapat tercapai

(Bredbenner et al. 2009 dan WHO 2010).

Tabel 2.8 Anjuran Proporsi Energi dari Lemak, Karbohidrat dan


Protein Menurut Kelompok Umur
Zat Gizi Persen Terhadap Total Energi (%)
Makro
Bayi, 0 – 11 Anak 1 – 3 Anak, 4 – 8 Dewasa
Bulan Tahun Tahun
Protein 5 15 (5 – 20) 15 (10 – 30) 15 (10 – 30)
Lemak 55 35 (30 – 40) 30 (25 – 35) 25 (20 – 30)
Karbohidrat 40 50 (45 – 65) 55 (45 – 65) 60 (45 – 65)
Sumber:Kemenkes, 2005

2.3.3 Pelayanan Kesehatan

2.3.3.1 Status Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh

terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang

sudah dilemahkan atau dimatikan dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit

tersebut diharapkan tubuh dapat mengahsilkan Eat Anti yang pada akhirnya nanti

digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyarang

tubuh (BKKBN, 1998). Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada

bayi dan anak terhadap penyakit tertentu (Depkes RI, 1998). Imunisasi adalah

suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap antigen

sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit

(Ranuh, 2005). Imunisasi merupakan proses menginduksi imunitas secara buatan


bai dengan vaksinasi (imunitas aktif) maupun dengan pemberian antibodi

(imunisasi pasif). Dalam hal ini, imunisasi aktif menstimulasi sistem imun untuk

membentuk antibodi dan respom imun seluler yang dapat melawan agen

penginfeksi. Ian halnya dengan imunisasi pasif, imunisasi ini menyediakan

proteksi sementara melalui pemberian antibodi yang diproduksi secara eksogen

maupun tranmisi transplasenta dari ibu ke janin (Peter 2003).

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar

kekebalan diatas amabang perlindungan. Imunisasi diberikan pada bayi antara

umur 0-12 bulan, yang terdiri dari imunisasi BCG (1, 2, 3); Polio (1, 2, 3, 4);

Hepatitis B (1, 2, 3) dan campak (Pedoman Penyelanggaraan Imunisasi, 2005).

Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat

kekebalan diatas ambang perlindungan untuk memperpanjang masa perlindungan

(Pedoman Penyelanggaraan Imunisasi, 2005).

Pemberian imunisasi pada anak memiliki tujuan penting yaitu untuk

mengurangi risiko morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) anak akibat

penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit-penyakit

tersebut antara lain: TBC, difteri, tetanus, pertusis, polio, campak, hepatitis B, dan

sebagainya. Status imunisasi pada anak adalah salah satu indikator kontak dengan

pelayanan kesehatan akan membantu memperbaiki masalah gizi baru jadi, status

imunisasi juga diharapkan akan memberikan efek positif terhadap status gizi

jangka panjang.
Tabel 2.9 Jadwal Pemberian Lima Imunisasi Dasar
No. Jenis Imunisasi Umur Bayi
1. Hepatitis B (HB) 0 ≤ 7 hari
2. BCG, Polio 1 1 bulan
3. DPT/HB 1, Polio 2 2 bulan
4. DPT/HB 2, Polio 3 3 bulan
5. DPT/HB 3, Polio 4 4 bulan
6. Campak 9 bulan
Sumber: Depkes, 2009
Manfaat imunisasi yaitu:

1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan

kemungkinan cacat atau kematian.

2. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila

anak sakit. Mendorong pembentukkan keluarga apabila orang tua yakin

bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman,

3. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang

kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

Jenis-jenis imunisasi adalah sebagai berikut:

1. Imunisasi aktif

Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan

(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan

suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat

mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio

atau campak. Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin,

yaitu:

a. Vaksin dapat berupa organism yang secara keseleruhan dimatikan, eksotoksin

yang didetoksifikasi saja atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa
seperi polisakarida dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-

komponen organism dari suatu antigen. Dasrnya adalah antigen harus

merupakan bagian dari organism yang dijadikan vaksin.

b. Pengawet, stabilisator atau antibiotic. Merupakan zat yang digunakan agar

vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan

mencegahtumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa

atau antibiotik yang baisa digunakan.

c. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan

yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur,

protein serum, bahan kultur sel.

d. Adjuvan terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem

imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen

dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan

maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.

2. Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara

pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu

proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang

didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang

digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang

terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus

Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah

yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima
berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa

kandungan, misalnya antibodi terhadap campak. Menurut penelitian Agus

Hendra AL-Rahmad, Ampera Miko, Abdul Hadi (2013) terdapat hubungan

anak balita dengan status imunisasi tidak lengkap dengan kejadian stunting

(OR= 3,5; CI 95%= 1,2-10,8).

2.3.3.2 Riwayat KEK Selama Kehamilan pada Ibu Balita

KEK merupakan gambaran status gizi ibu hamil di masa lalu, kekurangan

gizi kronis pada masa anak-anak baik disertai sakit yang berulang, akan

menyebabkan bentuk tubuh yang pendek (stunting) dan kurus (wasting) pada saat

dewasa. Ibu yang memiliki postur tubuh seperti ini berisiko mengalami gangguan

pada masa kehamilan dan melahirkan bayi BBLR (Soetjiningsih, 2009 dalam

Nursari Abdul Syukur, 2016)

Kurangnya pemberdayaan keluarga dan pemanfaatan sumber daya

masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.

Akar masalahnya adalah kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta

kurangnya pemanfaataan sumber daya masyarakat dengan meningkatnya

pengangguran, inflasi, dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi,

politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan

tersebut telah memicu munculnya kasus masalah gizi akibat kemiskinan dan

ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai. Masalah gizi terbagi menjadi

masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi mikro adalah masalah yang

utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan

protein. Manifestasi dari masalah gizi mikro bila terjadi pada wanita usia subur
dan ibu hamil yang kurang energi kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir

yang rendah (BBLR). Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran

LILA, adapun ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di

Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LIA kurang dari 23,5 cm atau di bagian

merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan

diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR). BBLR mempunyai

resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan (stunting) dan

perkembangan anak. Sejalan dengan penelitian Sartono (2013) bahwa terdapat

hubungan bermakna antara KEK pada ibu hamil dengan kejadian stunting usia 6-

24 bulan dengan p=0,042 dan OR=1,74 (95%CI ;1,01-2,977).

1. Penyebab KEK (Kurang Energi Kronis)

Penyebab utama terjadinya KEK pada ibu hamil yaitu sejak sebelum hamil

ibu sudah mengalami kekurangan energi, karena kebutuhan orang hamil lebih

tinggi dari ibu yang tidak dalam keadaan hamil. Kehamilan menyebabkan

meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi

lainnya meningkat selama hamil. Penyebab dari KEK dapat dibagi menjadi dua,

yaitu :

a. Penyebab Langsung

Peyebab langsung terdiri dari asupan makanan atau pola konsumsi dan infeksi.

b. Penyebab Tidak Langsung

Penyebab tidak langsung dari KEK banyak, maka penyakit ini disebut penyakit

dengan causa multi factorial dan antara hubungan menggambarkan interaksi

antara faktor dan menuju titik pusat kekurangan energi kronis.


1) Hambatan utilitas zat-zat gizi. Hambatan utilitas zat-zat gizi ialah hambatan

penggunaan zat-zat gizi karena susunan asam amino didalam tubuh tidak

seimbang yang dapat menyababkan penurunan nafsu makan dan penurunan

konsumsi makan.

2) Hambatan absorbsi karena penyakit infeksi atau infeksi cacing.

3) Ekonomi yang kurang.

4) Pendidikan umum dan pendidikan gizi kurang.

5) Produksi pangan yang kurang mencukupi kubutuhan.

6) Kondisi hygiene yang kurang baik.

7) Jumlah anak yang terlalu banyak.

8) Penghasilan rendah.

9) Perdagangan dan distribusi yang tidak lancar dan tidak merata.

2. Pencegahan KEK (Kurang Energi Kronis)

Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya KEK, antara lain :

a. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi, yaitu :

1) Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani

(daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayur berwarna hijau

tua, kacang-kacangan, tempe).

2) Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C

(seperti daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas)

sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

b. Menambah pemasukan zat besi dalam tubuh dengan meminum tablet penambah

darah.
c. Guna mencegah terjadinya resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan

(WUS) sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak

kurang dari 23.5 cm. Beberapa kriteria ibu KEK adalah berat badan ibu sebelum

hamil <42 kg, tinggi badan ibu <145 cm, berat badan ibu pada kehamilan

trimester III <45 kg, Indeks Masa Tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00 dan ibu

menderita anemia (Hb <11 gr%).

2.3.4 Penyakit Infeksi

Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang tidak adekuat dan

penyakit. Manifestasi malnutrisi disebabkan oleh perbedaan antara jumlah zat gizi

yang diserap dari makanan dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal

ini terjadi sebagai kosenkuensi, yang meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat

gizi, atau mengalami infeksi yang meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi,

mengurangi nafsu makan atau mempengaruhi penyerapan zat gizi di usus.

Malnutrisi dan infeksi sering terjadi pada saat bersamaan dan malnutrisi dapat

meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi dapat menyebabkan malnutrisi

yang mengarahakan ke lingkaran setan. Anak gizi yang daya tahan terhadap

penyakitnta rendah akan sakit dan akan menjadi samakin kurang gizi, sehingga

mengurangi kapasitasnya untuk melawan penyakit dan sebagainya, ini disebut

juga dengan infectionmalnutrition (Maxwell, 2011).


Diet yang
tidak
adekuat
Penurunan makan,
Penurunan BB, gagal
malabsorbsi,
peningkatan kebutuhan tumbuh, penurunan
tubuh energi dan zat
kekebalan tubuh,
gizi
penimgkatan
Peningkatan
keparahan dan
durasi
penyakit

Gambar 2.3 Siklus Infeksi-Malnutrisi


Sumber: Tomkins&Watson 1989
2.3.4.1 Diare

Penyakit infeksi yang disertai diare dan muntah dapat menyebabkan anak

kehilangan cairan serta sejumlah zat gizi. Seorang anak yang mengalami diare

akan terjadi malabsorbsi zat gizi dan hilangnya zat gizi dan bila tidak segera

ditindaklanjuti dan diimbangi dengan asupan yang sesuai makan terjadi gagal

tumbuh. Penelitian Chamilia Desyanti1, Triska Susila Nindya2 (2017)

menunjukkan bahwa sebagian besar balita pada kelompok stunting mengalami

kejadian diare yang sering yaitu lebih dari dua kali dalam tiga bulan terakhir,

sedangkan pada kelompok tidak stunting sebagian besar jarang mengalami diare.

Penyakit ini biasanya disebabkan oleh bakteri yang biasa disebut dengan

Enteropathogenic Escherichia coli yang juga menjadi penyebab dari terjadinya


kematian ribuan anak di negara-negara berkembang tiap tahunnya. Diare juga

dapat terjadi karena konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi,

dari satu orang ke orang lainnya, ataupun dari perilaku higiene yang buruk

(OR=3,619;CI;1,290-10,150).

2.3.4.2 Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)

ISPA adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yaitu organ

tubuh yang di mulai dari hidung ke alveoli beserta adneksa (Romelan, 2006).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab

kematian tersering pada anak di negara berkembang.

Penyakit infeksi merupakan penyebab dari kekurangan energi protein,

pada bayi yang konsumsi ASI tidak cukup, maka daya tahan tubuh akan melemah

(Ardian Candra M1, Hertanto W. Subagio, Ani Margawati, 2016). Pada keadaan

tersebut bayi mudah terserang penyakit infeksi yang dapat mengurangi nafsu

makan dan akhirnya akan menderita kurang gizi. Infeksi yang sering atau kronis

akan mengganggu pertumbuhan bayi (OR = 2,29 ,95% CI = 1,16;4,51, p=0,016).

2.3.5 Sanitasi Lingkungan

2.2.7.1 Personal Hygiene

Hygiene dan sanitasi yang buruk menyebabkan gangguan inflamasi usus

kecil yang mengurangi penyerapan zat gizi dimana terjadi pengalihan energi, yang

seharusnya digunakan untuk pertumbuhan tetapi akhirnya digunakan untuk

melawan infeksi dalam tubuh baik infeksi akibat kecacingan ataupun penyakit

infeksi (ISPA dan diare). Penelitian Chamilia Desyanti, Triska Susila Nindya2

(2016) pada kelompok balita stunting lebih banyak balita yang diasuh dengan
hygiene yang buruk yaitu dengan persentase 75,8%, sedangkan pada kelompok

balita tidak stunting sebagian besar balita diasuh dengan hygiene yang baik yaitu

dengan persentase 60,6%. Secara umum, lingkungan tempat tinggal balita pada

kedua kelompok (stunting dan tidak stunting) adalah sama, yang membedakan

adalah praktik hygiene dari masing-masing keluarga, masih banyak keluarga

terutama pada kelompok anak stunting yang memiliki kesadaran yang rendah

akan pentingnya kebersihan diri tertutama CTPS sebelum makan (OR=4,808

;CI=1,667-13,862).

2.3.6 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan berikut faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap kejadian stunting. Kerangka teori kejadian stunting

dapat dilihat pada gambar 2.2.8.1 berikut ini:


Riwayat BBLR
Asupan Energi

Asupan Protein
Asupan Makanan Defisit Asupan
Penyebab Langsung Asupan Lemak

Asupan Zink

ISPA
Penyakit Infeksi
Diare

Pola Pemberian Makan Intake Kurang Pertumbuhan Kejadian


Terhambat Stunting
Riwayat Asi Eksklusif Berat badan Naik turun
Pendidikan
Karakteristik
Kleuarga Pekerjaan

Penyebab Pendapatan Keluarga


Tidak Langsung
Status Imuninsasi
Pelayanan
Kesehatan KEK pada ibu hamil

Sanitasi Lingkungan Personal Hygiene Cacingan


63
Gambar 2.4 Kerangka Teori Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
Sumber: Modifikasi UNICEF. 1990 dalam BAPPENAS, 2011; Paramitha Anisa (2012)
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui

penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan tinjauan pustaka

yang telah diuraikan dan kerangka teori yang telah disajikan di bab sebelumnya,

dapat diketahui bahwa masalah malnutrisi kronis pada balita merupakan masalah

yang rumit dan disebabkan oleh multifaktor penyebab. Adanya

ketidakterjangkauan peneliti untuk mengetahui semua faktor penyebab terjadinya

stunting pada balita sehingga ada beberapa faktor risiko yang terdapat pada

kerangka teori dihilangkan, maka untuk penelitian ini dibuat kerangka konseptual

penelitian yaitu:

1. Variabel bebas (independen): riwayat BBLR, pola pemberian makan, riwayat

ASI eksklusif, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga.

2. Variabel terikat (dependen): kejadian stunting.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting terdiri dari dua

faktor yaitu faktor penyebab langsung dan faktor penyebab tidak langsung. Faktor

penyebab langsung adalah asupan makanan (asupan energi, asupan protein,

asupan lemak, asupan zink), riwayat BBLR, penyakit infeksi (ISPA dan diare),

dan pola pemberian makanan. Faktor tidak langsung adalah riwayat ASI eksklusif,

jenis kelamin balita, karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan

64
keluarga), pelayanan kesehatan (status imunisasi dan KEK pada ibu hamil),

santitasi lingkungan (personal hygiene).

Dibawah ini dijelaskan kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun, sehingga kerangka

konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen (Bebas) Variabel Dependen (Terikat)


Pendidikan

Pekerjaan

Pola Pemberian Makan


Kejadian
Stunting
Pendapatan Keluarga

Riwayat ASI Eksklusif

Riwayat BBLR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Stunting

Keterangan:

: Diteliti

: Berhubungan

65
3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah

dirumuskan dalam perencanaan penelitian, untuk mengarahkan pada hasil

penelitian maka dalam perencanaan penelitian perlu dirumuskan jawaban

sementara dari penelitian (Notoatmodjo, 2012). Jenis-jenis rumusan hipotesis

adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis Kerja atau Hipotesis Alternatif

Hipotesis kerja adalah suatu rumusan dengan tujuan untuk membuat

ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul.

Hipotesisi ini sering juga disebut dengan hipotesis alternative, karena

mempunyai rumusan dengan implikasi alternatif didalamnya (Notoatmodjo,

2012).

Adapun hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha :

1) Ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja

UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.

2) Ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja

UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.

3) Ada hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian stunting di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.

4) Ada hubungan antara ppla pemberian makan dengan kejadian stunting di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.


5) Ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.

6) Ada hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.

2. Hipotesis Nol

Hipotesis nol yang bermula diperkenalkan oleh bapak statistika Fisher,

dirumuskan untuk ditolak sesudah pengujian. Dengan kata lain hipotesis nol

dibuat untuk menyatakan sesuatu kesamaan atau tidak adanya suatu

perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok atau lebih mengenai suatu

hal yang dipermasalahkan (Notoatmodjo, 2012).


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan desain cross

sectional. Desain peneliti cross sectional (potong lintang) adalah mencakup

semua jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya

satu kali atau pada saat itu (Dr. Hasmi, 2016). Dalam penelitian ini untuk

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun.

Populasi/Sampel

Faktor Risiko (+) Faktor Risiko (-)

Efek (+) Efek (-) Efek (+) Efek (-)


Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Cross Sectional

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Wiratna, 2012). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang berkunjung pada posyandu di

68
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kab. Madiun yaitu sejumlah 966 balita

(Puskesmas Klecorejo, 2017).

4.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian (Wiratna, 2012). Besar sampel yang

akan diambil berdasarkan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

n = Besar Sampel

P = Estimator Proporsi Populasi (0,5)

Q = 1-p (100% ˗ p) atau 0,5

Zα² = 1,96

D = Toleransi kesalahan yang dipilih (d=0,05) (Lemeshow (1990)

Dimasukkan kedalam rumus:

69
Jadi, besar sampel dari penelitian ini sebesar 275 balita. Namun, dalam

penelitian ini terdapat beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Balita usia 12 bulan sampai 60 bulan atau 1 tahun sampai 5 tahun.

2) Bertempat tinggal di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo

Kabupaten Madiun yang telah di diagnosis stunting melalui rekap PSG

(Pemantauan Status Gizi) petugas serta KMS.

3) Orang tua/keluarga bersedia menjadi subyek penelitian dengan

menandatangani lembar persetujuan.

2. Kriteria Eksklusi

1) Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah responden yang sedang tidak

ada ditempat pada saat penelitian berlangsung.

4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling yaitu

teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap

unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi sampel. Jenis probability sampling

yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple

random sampling. Simple random sampling adalah pengambilan sampel dengan

cara acak tanpa memperhatian strata yang ada dalam anggota populasi. Cara ini

dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen, sebagai contoh bila


populasinya homogen kemudian diambil secara acak, maka akan didapatkan

sampel yang representatif.

Langkah-langkah simple random sampling yang dilakukan dengan cara

undian, adalah sebagai berikut:

1. Mendaftar semua anggota populasi.

2. Kemudian masing-masing anggota populasi diberi nomor, masing-masing

dalam satu kertas kecil-kecil.

3. Kertas-kertas kecil yang masing-masing telah diberi nomor tersebut kemudian

digulung atau dilinting.

4. Kemudian lintingan kertas tersebut dimasukkan kedalam suatu tempat (kotak

atau kaleng) yang dapat digunakan untuk mengaduk sehingga tersusun secara

acak.

5. Kemudian peneliti mengambil lintingan kertas satu persatu sampai diperoleh

sejumlah sampel yang diperlukan.

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja penelitian merupakan kerangka pelaksanaan penelitian

mulai dari pengambilan data sampai menganalisa hasil penelitian, kerangka

kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


Populasi
Seluruh Balita yang Berkunjung di Posyandu Balita Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Sejumlah 966 Balita Tahun 2017.

Teknik Sampling
Simple Random Sampling

Sampel
Balita Usia 12 – 60 Bulan Sejumlah 275 balita di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo.

Variabel Independen
Riwayat ASI eksklusif, Pola Pemberian
Makan, Pendidikan, Pekerjaan,
Pendapatan Keluarga.

Variabel Dependen
Kejadian Stunting pada Balita,
Riwayat BBLR.

Pengumpulan Data Primer Pengumpulan Data Sekunder


Berdasarkan kuesioner dan wawancara Buku KIA dan KMS balita, dan rekap petugas gizi.

Pengolahan Data
Editing, Coding, Entry Data, Tabulating

Analisis Data
Univariat, Bivariat dan Multivariat

Kesimpulan

Hasil
Pelaporan

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.5.1 Identifikasi Variabel

Menurut Sugiyono (2017) variabel penenlitian adalah sesuatu hal yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang hal tersebut, dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Secara teoritis variabel adalah atribut seseorang atau objek yang mempunyai

variasi satu orang dengan yang lain atau suatu objek dengan objek lain. Variabel

adalah sifat yang akan diukur dan diamati yang nilainya berbeda antara satu objek

dengan objek lainnya (V. Wiratna Sujarweni, 2012).

4.5.2 Variabel Penelitian

1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik balita (jenis

kelamin, riwayat BBLR), pola asuh (pola pemberian makan, riwayat ASI

eksklusif), karakteristik orang tua (pendidikan, pekerjaan, pendapatan

keluarga).

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian stunting.

4.5.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena. Definisi operasional ditentukkan berdasarkan ditentukkan parameter

yang dijadikan ukuran dalam penelitian.


Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur
No.
1 2 3 4 5 6
Variabel Terikat
1. Stunting Tinggi badan balita menurut umur Diukur dengan indeks KMS balita Nominal 1=Stunting, jika
(TB/U) kurang dari -2 standar antropometri TB/U rentang (< -2 SD).
deviasi (SD) sehingga lebih yang dilihat 2= Normal (≥ -2
pendek daripada tinggi yang menggunakan KMS SD)
seharusnya. balita (WHO, 2005)
Variabel Bebas
1. Riwayat Berat balita pada saat dilahirkan Dilihat menggunakan KMS balita Nominal 1=BBLR (BBLR
BBLR yang dilihat menggunakan KMS KMS balita. <2500 gram)
balita. 1= BBLR, jika berat 2=Normal (BBL
lahir <2500 gram ≥ 2500 gram)
2= Normal, jika berat (Depkes RI,
lahir ≥ 2500 gram 2005)
2. Riwayat ASI Eksklusif adalah memberikan 1. Tidak ASI Kuesioner Nominal 1=Tidak ASI
ASI hanya ASI saja untuk bayi yang eksklusif, jika bayi Eksklusif
Eksklusif baru lahir sampai usia 6 bulan. yang diberi selain 2=ASI Eksklusif
ASI (air putih, (Kemenkes, 2010)
pisang kerok, air
tajin, susu formula,
madu, dll) pada
usia sebelum 6
bulan atau
menyusui
predominan dan

74
No. Lanjutan
Variabel Tabel 4.3Definisi
DefinisiOperasional
Operasional Variabel Faktor-Faktor
Cara Ukur yang Berhubungan
Alat Ukur dengan Kejadian Stunting
Skala Data Hasil Ukur
menyusui parsial.
2. ASI eksklusif, jika
bayi yang baru
lahir diberikan
hanya ASI tanpa
tambahan
makanan/minuman
pengganti ASI
lainnya sampai usia
6 bulan.
(Kemenkes No.
450/MENKES/SK/VI/
2004 tentang
Pemberian ASI
Eksklusif)
3. Pola Pola makan berdasarkan frekuensi 1. Kurang bila Kuesioner Nominal 1= Kurang, jika
Pemberian makan dan waktu pemberian frekuensi makan < 3 frekuensi makan
Makan makan kali sehari dengan <3 kali sehari dan
jam atau waktu jam atau waktu
makan yang tidak makan tidak
teratur dan tidak ada teratur
variasi buah dan 2= Baik, jika
sayur. frekuensi makan
2. Baik bila frekuensi ≥3 kali sehari dan
makan 3 kali sehari jam atau waktu
dengan jam atau makan
waktu makan yang teraturseperti jam
Lanjutan Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur
teratur seperti jam 8, 8, jam 12, dan
jam 12, jam 18, jam 18. Serta
variasi makan buah variasi makanan
dan sayur. buah dan sayuran.
(Suryansyah,
2012)
4. Pendidikan 1. Pendidikan dasar Kueioner
Jenjang pendidikan formal terakhir Nominal 1=Rendah (tamat
yang dicapai oleh ibu balita dan (tamat SD SD, tamat SMP
responden pada saat penelitian. sederajat, tamat sederajat)
SMP sederajat) 2=Tinggi (tamat
2. Pendidikan SMA dan
menengah (SMA Perguruan Tinggi)
sederajat)
3. Pendidikan tinggi
(tamat PT atau
Perguruan Tinggi)
(UU RI tentang Sistem
Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003)
5. Pekerjaan Pekerjaan yang menggunakan Pekerjaan yang Kuesioner Nominal 1= Tidak Bekerja
waktu terbanyak responden atau memberikan 2= Bekerja
pekerjaan yang memberikan penghasilan. (Kemenkes, 2010
penghasilan terbesar 1. Tidak bekerja, jika dalam Paramitha
tidak mendapatkan Anisa, FKM UI,
penghasilan. 2012)
2. Bekerja, jika
mendapatkan
Lanjutan Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur
pengasilan
6. Pendapatan Pendapatan keluarga adalah Pendapatan keluarga Kuesioner Nominal 1= < UMK
Keluarga jumlah penghasilan riil dari adalah jumlah Kabupaten
seluruh anggota rumah tangga penghasilan riil dari Madiun 2018
yang digunakan untuk memenuhi seluruh anggota rumah 2= ≥ UMK
kebutuhan bersama maupun tangga yang digunakan Kabupaten
perseorangan dalam rumah tangga. untuk memenuhi Madiun 2018
Berdasarkan UMK Kabupaten kebutuhan bersama (Peraturan
Madiun 2018 maupun perseorangan Gubernur Jawa
dalam rumah tangga Timur No. 75,
berdasarkan UMK 2017)
Kabupaten Madiun
2018.
1. Rendah, jika <
UMK 1.576.892,91
2. Tinggi, jika ≥ UMK
1.576.892,91
(Peraturan Gubernur
Jawa Timur No. 75,
2017).
4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuisioner

merupakan suatu daftar tertulis yang memuat pertanyaan-pertanyaan peneliti

mengenai suatu hal tertentu untuk mengumpulkan data-data melalui proses

wawancara. (Sugiyono, 2008). Jenis kuisioner dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Kuisioner terbuka yaitu merupakan daftar pertanyaan yang memberi

kesempatan kepada responden untuk menuliskan pendapat mengenal

pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.

2. Kuisioner tertutup yaitu merupakan daftar pertanyaan yang alternatif

jawabannya sudah disiapkan oleh peneliti.

3. Kuisioner campuran adalah perpaduan antara bentuk kuisioner terbuka dan

tertutup.

Sedangkan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan

ditanyakan kepada ibu balita. Pertanyaan kuesioner meliputi data tentang

jenis kelamin balita, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif, pendidikan,

pekerjaan orang tua, pendapatam keluarga dan pola pemberian makanan.

4.7 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum instrument (kuesioner) penelitian ini digunakan sebagai alat

pengumpul data terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengetahui ketepatan

78
kuesioner dalam mengukur suatu data. Uji yang dilakukan untuk mengetahui

validitas dan reliabilitas kuesioner adalah sebagai berikut:

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukut (instrument) itu

benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Notoatmodjo, 2012

dalam Sugiyono 2017). Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan

butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam mengidentifikasi suatu

variabel, daftar variabel ini pada umumnya mendukung suatu kelompok

variabel tertentu. Validitas kuesioner dapat diketahui dengan cara melakukan

korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya.

Hasi r hitung kita bandingkan dengan r tabel dimana df=n-2 dengan sig

5%. Jika r tabel < r hitung mak valid (Wiratna Sujarweni, 2012). Teknik

korelasi yang digunakan adalah korelasi pearson product moment

menggunakan program aplikasi data statistik SPSS 16.0. Berdasarkan dari

hasil uji validitas pada penelitian ini bahwa pada 8 butir pertanyaan pada

variabel ASI eksklusif dengan responden berjumlah 30 dan df=30-2=28

dengan r hitung > r tabel 0,312 dan nilai signifikan < 0,05 dinyatakan valid.

Berdasarkan dari hasil uji validitas pada penelitian ini bahwa pada 11 butir

pertanyaan pada variabel pola pemberian makan dengan responden berjumlah

30 dan df=30-2=28 dengan r hitung > r tabel 0,312 dan nilai signifikan < 0,05

dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan

konsistensi responden dalam menjawab pertanyaan yang merupakan dimensi

suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner (Wiratna Sujarweni,

2012). Uji reabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik koefisien Alpha

Cronbach’s, jika nilai cronbach’s alpha > 0,60 maka kontruk pertanyaan yang

merupakan dimensi variabel adalah reliabel (Wiratna Sujarweni, 2012) dengan

menggunakan pengolah data SPSS 16.0. Berdasarkan dari hasil uji reliabilitas

bahwa pada 8 butir pertanyaan pada variabel ASI eksklusif dengan responden

berjumlah 30 dan nilai cronbach’s alpha > r tabel 0,60 dinyatakan reliable.

Berdasarkan dari hasil uji reliabilitas bahwa pada 11 butir pertanyaan pada

variabel pola pemberian makan dengan responden berjumlah 30 dan nilai

cronbach’s alpha > r tabel 0,60 dinyatakan reliable.

4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.8.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di 23 posyandu balita Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun, meliputi 7 desa yang terdiri dari Desa

Blabakan, Desa Darmo, Desa Kebonagung, Desa Klecorejo, Desa Kuncen, Desa

Sidodadi, Desa Wonorejo.

4.8.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan 5 Juni sampai dengan bulan 9

Juli 2018.
4.9 Prosedur Pengumpulan Data

4.9.1 Sumber Data

Pada dasarnya, penelitian merupakan proses penarikan kesimpulan dari

data yang telah dikumpulkan. Tanpa adanya kata, maka hasil penelitian tidak akan

terwujud dan penelitian tidak akan berjalan. Menurut sumbernya, data dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu:

1. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari responden yang berkaitan

dengan sampel penelitian dengan menggunakan instrumen/alat ukur

kuesioner. Data primer dalam penelitian ini yaitu pendidikan, pekerjaan,

riwayat BBLR, ASI Eksklusif, dan pola pemberian makan.

2. Data Sekunder

Data ini merupakan data penunjang kelengkapan data primer. Data

sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, Puskesmas

Gantrung Kabupaten Madiun, KMS, dan berbagai sumber lainnya. Data

sekunder dalam penelitian ini yaitu identitas balita stunting serta jenis kelamin

balita.

3. Teknik Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara secara

langsung kepada responden menggunakan alat ukur kuesioner. Pengumpulan

data sekunder diperoleh dari laporan rekapitulasi Puskesmas Klecorejo

Kabupaten Madiun unit upaya kesehatan masyarakat esensial bagian Gizi.


4.10 Teknik Pengolahan dan Teknik Analisis Data

4.10.1 Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut:

1. Penyuntingan Data (Editing)

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap semua item pertanyaan

dalam kuesioner. Editing dilakukan pada saat pengumpulan data atau setelah

data terkumpul dengan memeriksa jumlah kuesioner, kelengkapan identitas,

lembar kuesioner, kelengkapan isian kuesioner, serta kejelasan jawaban.

2. Pengkodean (Coding)

Pengkodean merupakan pemberian kode atau angka pada variabel yang

diteliti untuk memudahkan pengolahan data. Dalam penelitian ini

menggunakan coding sebagai berikut:

3. Memasukkan Data (Entry Data)

Memasukkan data yang telah diperoleh menggunakan fasilitas computer.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program SPSS 16.0.

4. Pentabulasian (Tabulating)

Kegiatan pentabulasian dalam penelitian ini meliputi, pengelompokkan

data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dimasukkan kedalam tabel-

tabel yang telah ditentukkan, berdasarkan kueisoner yang telah ditentukan

skor atau kodenya. Dalam penelitian ini peneliti melakukan tabulasi data

menggunakan program aplikasi data statistik SPSS 16.0.


4.10.2 Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari penelitian ini kemudian dianalisisdengan

menggunakan program aplikasi pengolah data statistik 16.0. analisis data pada

penelitian ini adalah:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi,

baik variabel bebas, variabel terikat, maupun deskripsi karakteristik

responden. Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil

pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran

tendensi sentral atau grafik. Variabel independen atau variabel bebas dalam

penelitian ini adalah karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin balita,

riwayat BBLR, pola pemberian makan, riwayat ASI eksklusif, pendidikan,

pekerjaan, pendapatan keluarga.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua

variabel, baik berupa komparatif, asosiatif maupun korelatif (Suryono, 2010).

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

dan untuk mengetahui kemaknaan hubungan nilai p yaitu menggunakan

analisis chi-square dan besarnya risiko menggunakan RP (Ratio Prevalens).

Semua hipotesis untuk kategori nominal dan ordinal tidak berpasangan

menggunakan analisa data uji chi square (Sopiyudin, 2014).

Hasil uji chi square hanya dapat menyimpulkan ada atau tidaknya

perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat
menyimpulkan ada/tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik. Dengan

uji chi square tidak dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uj chi

square tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih

besar dibanding kelompok yang lain. Untuk mengetahui ukuran RP (Ratio

Prevalens) dan OR (Odds Ratio). Keputusan dari uji chi square:

1. Apabila nilai p > α = Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada

hubungan.

2. Apabila nilai p < α = Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan.

Variabel independen yang diteliti merupakan faktor protektif/pencegah risiko

jika nilai RP < 1, apabila RP > 1 merupakan faktor risiko, dan = 1 yaitu tidak

ada hubungan. Terdapat uji parametrik dan non parametrik pada analisis

bivariat (Saryono, 2013). Syarat uji chi square adalah :

a) Sampel dipilih secara acak

b)Semua pengamatan dilakukan dengan independen

c) Setiap sel berisi frekuensi harapan sebesar 0. Sel-sel dengan frekuensi

harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total sel.

d)Besar sampel sebaiknya > 40.

Uji altrernatif dari uji chi-square adalah uji fisher exact untuk tabel 2x2

dengan ketentuan sampel kurang atau sama dengan 40 dan terdapat sel yang

nilai harapan (E) kurang dari 5.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan secara

bersama-sama antara variabel bebas terhadap variabel terikat, dan variabel


bebas mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel terikat dengan

menggunakan uji regresi logistik. Dengan menggunakan teknik analisis ini

maka dapat menganalisis pengaruh beberapa variabel terhadap variabel-

variabel lainnya dalam waktu yang bersamaan (Wiratna, 2012). Analisis

multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik.

Langkah yang dilakukan dalam analisis regresi logistik adalah sebagai

berikut (Sopiyudin Dahlan, 2012):

a. Melakukan seleksi variabel yang layak dilakukan dalam model multivariat

dengan cara terlebih dahulu melakukan seleksi bivariat antara masing-masing

variabel independen dengan variabel dependen dengan uji regresi logistik

sederhana.

b. Variabel yang memenuhi syarat lalu dimasukkan ke dalam analisis

multivariate yaitu nilai p < 0,25.

c. Dari hasil analisis dengan multivariat dengan regresi logistik menghasilkan

nilai p masing-masing variabel.

d. Variabel nilai p > 0,05 ditandai dan dikeluarkan satu persatu dari model,

hingga seluruh variabel dengan nilai p > 0,05 hilang.

e. Pada langkah terakhir akan tampak nilai exp(B), yang menunjukkan bahwa

semakin besar nilai exp(B)/RP maka semakin besar pengaruh variabel

tersebut terhadap variabel dependen.


4.11 Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2007) etika penelitian sangat penting karena penelitian

berhubungan langsung dengan manusia, sehingga perlu memperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informed consent merupakan lembar persetujuan yang diberikan kepada

responden yang akan diteliti agar subyek mengerti maksut dan tujuan dari

penelitian. Bila responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati

hak-hak responden.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama

responden dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada pihak

yang terkait dengan peneliti.


BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Klecorejo berlokasi di Jalan Raya Wates Desa Klecorejo

Kecamatan Mejayan, berdiri berdasarkan Keputusan Bupati Madiun Nomor :

188.45 / 331 / KPTS / 402.031/ 2010 Tanggal : 17 Juni 2010 tentang

Pembentukan Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun, dan mulai Beroperasi 18

Oktober 2010. Puskesmas Klecorejo berdiri diatas tanah milik pemerintah

Kabupaten Madiun dengan luas lahan 2801 m2 merupakan puskesmas perawatan.

Wilayah kerja seluas 1826,714 km2 mencakup 7 (tujuh) desa yaitu Blabakan,

Darmorejo, Kebonagung, Klecorejo, Kuncen, Sidodadi, dan Wonorejo. Dilihat

dari letak Geografisnya wilayah puskesmas Klecorejo merupakan daratan rendah

yang berbukit dan terletak di daerah perdesaan. Batas Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun:

1. Sebelah Utara berbatasan Desa Kaligunting, Desa Mejayan

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kaliabu, Desa Pandean

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Kare, Kec. Gemarang

4. Sebelah Timur berbatasan Desa Kaligunting, Kec. Gemarang

87
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo

Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo berjumlah

16.726 jiwa Tahun 2017. Sesuai Permenkes No. 75 Tahun 2014, Dalam rangka

meningkatkan aksesibilitas pelayanan, Puskesmas Klecorejo didukung oleh

jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan, antara

lain Puskesmas Pembantu, Bidan Desa (Polindes/Ponkesdes), Puskesmas keliling,

Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (desa Siaga, Posyandu). Sarana kesehatan

yang ada di Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun yaitu puskesmas pembantu

berjumlah 2 unit, bidan desa di ponkesdes berjumlah 2 desa, bidan desa di

polindes berjumlah 2 desa, puskesmas keliling berjumlah 1 unit, desa siaga

berjumlah 7 desa, posyandu berjumlah 23 posyandu yang terserbar di 7 desa.

88
5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Data Umum

Data umum akan menyakikan karakteristik responden penelitian

berdasarkan jenis kelamin balita, umur balita, pekerjaan, pendidikan, riwayat ASI

ekslusif, riwayat BBLR, pendapatan keluarga dan pola pemberian makan,

gambaran kejadian stunting.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis


Kelamin Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Tahun 2018
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1. Laki-laki 138 50,2
2. Perempuan 137 49,8
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar balita

berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 138 orang (50,2%) sedangkan balita

dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 137 balita (49,8%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Bulan Tahun 2018
No. Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1. Tidak Bekerja 164 59,6
2. Buruh Tani 89 32,4
3. Swasta 14 5,1
4. PNS/TNI/Polri 8 2,9
Total 275
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.3 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden tidak bekerja yaitu sebanyak 164 balita (59,6%). Sedangkan responden
yang paling sedikit bekerja sebagai PNS/TNI/Polri yaitu sebanyak 14 orang

(2,9%).

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat


Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Bulan Tahun 2018
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. Tamat SD 78 28,4
2. Tamat SMP/MTs/Sederajat 78 28,4
3. Tamat SMA/SMK/MA/Sederajat 106 38,5
4. Tamat PT 13 4,7
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besarn

responden memiliki tingkat pendidikan tamat SMA/SMK/MA/sederajat yaitu

sebanyak 106 orang (38,5%). Sedangkan sebagaian kecil responden memiliki

tingkat pendidikan tamat PT (perguruan tunggi) yaitu sebanyak 13 orang (4,7%).

5.2.2 Data Khusus

Data khusus akan menyajikan data karakteristik responden yang terkait

dengan variabel bebas (pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, pola

pemberian makan, riwayat ASI eksklusif,dan riwayat BBLR) dan variabel terikat

(kejadian stunting).

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pendidikan

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori


Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Bulan Tahun 2018
No. Kategori Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. Pendidikan Rendah 78 28,4
2. Pendidikan Tinggi 197 71,6
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.5 diatas, dapat diketahui bahwa sebagaian besar

responden memiliki kategori pendidikan tinggi yaitu sebanyak 197 orang (71,6%).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pekerjaan

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori


Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Bulan Tahun 2018
No. Kategori Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1. Tidak Bekerja 164 59,6
2. Bekerja 111 40,4
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.6 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

(orang tua balita) tidak bekerja yaitu sebesar 164 orang (59,6%).

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pendapatan Keluarga

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori


Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun Bulan Tahun 2018
No. Pendapatan Keluarga Jumlah Persentase (%)
1. < UMK 154 56,0
2. ≥ UMK 121 40,0
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat diketahui bahwa sebagaian besar

responden memiliki pendapatan keluarga yang rendah yaitu sebanyak 154 orang

(56%).
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pola Pemberian Makan

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Kategori Riwayat ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Klecorejo Kabupaten Madiun Bulan Tahun 2018

No Pola Pemberian Makan Jumlah Persentase(%)


1 Kurang 160 58,2
2 Baik 115 41,8
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.8 diatas, dapat diketahui bahwa sebagaian besar

responden balita dengan pola pemberian makan < 3 kali sehari sebanyak 160

balita (58,2%).

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Riwayat ASI Eksklusif

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori


Riwayat ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun Bulan Tahun 2018
No Riwayat ASI Eksklusif Jumlah Persentase(%)
1 Tidak ASI Eksklusif 153 55,6
2 ASI Eksklusif 122 44,4
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.9 diatas, dapat diketahui bahwa sebagaian besar

responden balita tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 153 balita (55,6%).

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Riwayat BBLR

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori


Riwayat BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun Bulan Tahun 2018
No Riwayat BBLR Jumlah Persentase (%)
1 BBLR 154 56,0
2 Normal 121 44,0
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.10 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar balita

dengan riwayat BBLR sebanyak 154 balita (56%).

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Kejadian Stunting

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Kategori Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Klecorejo Kabupaten Madiun Tahun 2018
No Stunting Jumlah Persentase (%)
1 Stunting 100 36,4
2 Normal 175 63,6
Total 275 100,0
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.11 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar balita

tidak mengalami stunting yaitu sebanyak 175 balita (63,6%).

5.2.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara

pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, pola pemberian makan, riwayat ASI

Eksklusif, dan riwayat BBLR dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun. Penelitian ini menggunakan uji

statistik Chi-Square dan penentuan Odds Ratio (OR) atau Ratio Prevalens

dengan taraf kepercayaan (CI) 95 % dan tingkat kemaknaan 0,05.

Berikut adalah hasil analisa bivariat penelitian menggunakan aplikasi

pengolah data statistik SPSS 16.0.


1. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Stunting

Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan antara Pendidikan dengan Kejadian


Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun
Kejadian Stunting
Pendidi Stunting Normal Total P-value RP
kan 95% CI
F % F % F %
Rendah 30 38,5 48 61,5 78 100,0 1,082
0,752 (0,772–
Tinggi 70 35,5 127 64,5 197 100,0
1,518)
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.11 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang

mengalami stunting lebih banyak pada orang tua yang berpendidikan tinggi yaitu

sebanyak 30 orang (38,5%) dibandingkan balita yang mengalami stunting dengan

orang tua yang berpendidikan rendah yaitu sebanyak 70 orang (35,5%). Hasil

analisis uji Chi-Square hubungan antara pendidikan dengan kejadian stunting

menunjukkan bahwa nilai signifikansi yaitu 0,752 lebih dari α = 0,05. Maka,

dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik tidak ada hubungan antara

antara pendidikan dengan kejadian stunting.

2. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Stunting

Tabel 5.12 Tabulasi Silang Hubungan antara Pekerjaan dengan Kejadian


Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten
Madiun
Kejadian Stunting
Pekerjaan Stunting Normal Total P-value RP
F % F % F % 95% CI
Tidak 1,740
72 43,9 92 56,1 164 100,0
Bekerja 0,002 (1,209-
Bekerja 28 25,2 83 74,8 111 100,0 2,505)
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.12 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang

mengalami stunting lebih banyak pada balita dengan orang tua yang tidak bekerja
yaitu sebanyak 72 orang (43,9%) dibandingkan balita yang mengalami stunting

dengan orang tua yang bekerja yaitu sebanyak 28 orang (25,2%). Hasil analisis uji

Chi-Square hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting menunjukkan

bahwa nilai signifikansi yaitu 0,002 kurang dari α = 0,05. Maka, dapat diambil

kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara pekerjaan

dengan kejadian stunting.

3. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting

Tabel 5.13 Tabulasi Silang Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan


Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun
Kejadian Stunting
Pendapatan Stunting Normal Total P-value RP
Keluarga F % F % F % 95% CI
< UMK 81 52,6 73 47,4 154 100,0 3,350
0,000 (2,159-
≥ UMK 19 15,7 102 77,0 121 100,0
5,197)
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.13 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang

mengalami stunting lebih banyak pada pendapatan keluarga yang <UMK yaitu 81

orang (52,6%) dibandingkan balita yang mengalami stunting dengan pendapatan

keluarga yang ≥UMK yaitu 19 orang (15,7%). Hasil analisis uji Chi-Square

hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting menunjukkan

bahwa nilai signifikansi yaitu 0,000 kurang dari α = 0,05. Maka, dapat diambil

kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara pendapatan

keluarga dengan kejadian stunting.


4. Hubungan Pola Pemberian Makan dengan Kejadian Stunting

Tabel 5.14 Tabulasi Silang Hubungan antara Pola Pemberian Makan dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun
Pola Kejadian Stunting
Stunting Normal Total P-value RP
Pemberian
F % F % F % 95% CI
Makan
Kurang 68 42,5 92 57,5 160 100,0 1,527
0,018 (1,082 –
Baik 32 27,8 83 72,2 115 100,0
2,157)
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.14 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang

mengalami stunting lebih banyak pada pola pemberian makan yang kurang yaitu

68 balita (42,5%) dibandingkan balita yang mengalami stunting dengan pola

pemberian makan yang baik yaitu 32 balita (27,8%). Hasil analisis uji Chi-Square

hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting menunjukkan

bahwa nilai signifikansi yaitu 0,018 kurang dari α = 0,05. Maka, dapat diambil

kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara pola pemberian

makan dengan kejadian stunting.

5. Hubungan Riwayat ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting

Tabel 5.15 Tabulasi Silang Hubungan antara Riwayat ASI Eksklusif dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun
Riwayat Kejadian Stunting
Stunting Normal Total P-value RP
ASI
F % F % F % 95% CI
Eksklusif
Tidak ASI
72 47,1 81 52,9 153 100,0 2,050
Eksklusif
0,000 (1,422 –
ASI
Eksklusif 28 23,0 94 77,0 122 100,0 2,957)
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.15 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang

mengalami stunting lebih banyak pada balita yang memiliki riwayat ASI tidak
eksklusif yaitu sebanyak 72 balita (47,1%) dibandingkan balita yang mengalami

stunting dengan riwayat ASI yang eksklusif yaitu 28 balita (23,0%). Hasil analisis

uji Chi-Square hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting

menunjukkan bahwa nilai signifikansi yaitu 0,000 kurang dari α = 0,05. Maka,

dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara

riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting.

6. Hubungan Riwayat BBLR dengan Kejadian Stunting

Tabel 5.16 Tabulasi Silang Hubungan antara Riwayat BBLR dengan


Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun
Kejadian Stunting
Riwayat Stunting Normal Total P-value RP
BBLR 95% CI
F % F % F %
BBLR 76 49,4 78 50,6 154 100,0 2,488
0,000 (1,681 –
Normal 24 19,8 97 80,2 121 100,0
3,683)
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.16 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang

mengalami stunting lebih banyak pada balita yang memiliki riwayat BBLR yaitu

76 balita (49,4%) dibandingkan balita yang mengalami stunting dengan riwayat

ASI yang eksklusif yaitu sebanyak 24 balita (19,8%). Hasil analisis uji Chi-

Square hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting

menunjukkan bahwa nilai signifikansi yaitu 0,000 kurang dari α = 0,05. Maka,

dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara

riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting.

Rangkuman hasil dari analisis bivariat faktor – faktor yang berhubungan

dengan kejadian stunting, ditampilkan pada tabel berikut ini:


Tabel 5.17 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Faktor – Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun
No. Variabel POR 95% CI P
1. Pendidikan 1,08 0,772 – 1,518 0,752
2. Pekerjaan 1,74 1,209 – 2,505 0,002*
3. Pendapatan Keluarga 3,35 2,159 – 5,197 0,000*
4. Pola Pemberian Makan 1,52 1,082– 2,157 0,018*
5. Riwayat ASI Eksklusif 2,05 1,422 – 2,957 0,000*
6. Riwayat BBLR 2,48 1,681 – 3,683 0,000*
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Keterangan * = Variabel yang berhubungan dengan variabel dependen (p <0,05)
sekaligus menjadi kandidat dalam uji regresi logistik

5.2.4 Analisis Multivariat

Analisis multivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan beberapa

variabel independen terhadap satu variabel dependen secara bersama-sama.

Analisis multivariat adalah yang digunakan adalah regresi logistik untuk melihat

variabel independen yang paling berpengaruh dalam variabel dependen.

Variabel yang menjadi kandidat model multivariate dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 5.18 Variabel – Variabel Kandidat Model Multivariat


No. Variabel POR 95% CI P
1. Pekerjaan 1,74 0,772 – 1,518 0,002*
2. Pendapatan Keluarga 3,35 1,209 – 2,505 0,000*
3. Pola Pemberian Makan 1,52 2,159 – 5,197 0,018*
4. Riwayat ASI Eksklusif 2,05 1,082– 2,157 0,000*
5. Riwayat BBLR 2,48 1,422 – 2,957 0,000*
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.19 bahwa dari hasil tabel analisis bivariat maka

variabel dengan nilai p <0,05 yang masuk ke dalam kandidat multivariat yaitu

pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, pola pemberian makan, riwayat ASI

eksklusif, riwayat BBLR. Kemudian dilakukan analisis regresi logistik ganda

dengan metode Backward LR (Likehood Ratio) yaitu memasukkan semua variabel


independen yang menjadi kandidat ke dalam model regresi logistik kemudian satu

per satu variabel independen dikeluarkan dari model berdasarkan kriteria

kemaknaan statistik tertentu. Hasil regresi logistik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.19 Hasil Analisis Multivariat Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kelcorejo
dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik
No. Variabel Nilai B aPOR 95% CI P
1. Pekerjaan 1,064 2,89 1,550 – 5,414 0,001
2. Pendapatan Keluarga 1,835 6,26 3,296 – 11,901 0,000
3. Riwayat ASI Eksklusif 1,212 3,36 1,798 – 6,283 0,000
4. Riwayat BBLR 0,965 2,62 1,421 – 4,848 0,002
Konstanta -3,701
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.20 dapat dilihat hasil analisis multivariat

menggunakan regresi logistik ganda dengan metode Backward LR (Likehood

Ratio) didapatkan hasil bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian

stunting pada balita adalah sebagai berikut:

1) Balita dengan pengasuh atau keluarga yang tidak bekerja memiliki resiko

2,89 kali lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibanding dengan

balita dengan pengasuh atau keluarga yang bekerja dengan nilai p value

0,001 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian

stunting dengan nilai (95% CI 1,550 – 5,414).

2) Balita yang keluarganya berpendapatan rendah yaitu <UMK memiliki risiko

6,26 kali lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingan dengan

balita yang keluarganya berpendapatan tinggi yaitu ≥UMK dimana p value

0,000 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan

kejadian stunting dengan nilai (95% CI 3,296 – 11,901).


3) Balita yang memiliki riwayat ASI tidak eksklusif <6 bulan memiliki risiko

3,36 lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingkan dengan

balita yang memiliki riwayat ASI eksklusif ≥6 bulan dimana p value 0,000 <

α 0,05 yang berarti ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan

kejadian stunting dengan nilai (95% CI 1,798 – 6,283).

4) Balita yang memiliki riwayat BBLR yaitu berat lahir yang <2.500 gram

memiliki risiko 2,62 lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan

dengan balita yang memiliki riwayat tidak BBLR atau berat lahir normal

yaitu ≥2.500 gram dimana p value 0,002 < α 0,05 yang berarti ada hubungan

antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting dengan nilai (95% CI 1,421 –

4,848).

5) Penaksiran probabilitas individu (balita) untuk mengalami stunting

berdasarkan nilai – nilai dari variabel pekerjan, pendapatan keluarga, riwayat

ASI eksklusif, riwayat BBLR, dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

e = exponen (2,718)

a = konstanta

b = nilai B (yang terdapat pada regresi logistik)

Jadi, penaksiran probabilitas individu (balita) dapat diperoleh sebagai berikut:

= - (-3,701+(1,064×1+1,835×1+1,212×1+0,965×1)

= - (-3,701+5,076)
= -1,375

Dimasukkan kedalam rumus:

p = 0,798×100%
p = 79,8%
Jadi, seorang balita dengan orang tua yang tidak bekerja, pendapatan

keluarga yang rendah (<UMK), riwayat ASI tidak eksklusif, dan memiliki

riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko untuk mengalami

stunting sebesar 79,8%.

5.3 Pembahasan

5.3.1 Faktor - Faktor yang Terbukti Berhubungan dengan Kejadian

Stunting

Berdasarkan analisis multivariat, variabel yang terbukti merupakan faktor

risiko terjadinya stunting adalah pekerjaan, pendapatan keluarga, riwayat ASI

eksklusif, dan riwayat BBLR.

1. Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari

hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan orang tua yang

tidak bekerja yaitu sebanyak 72 orang (43,9%), dengan p value 0,002 < 0,05
yang berarti ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting dengan

nilai RP sebesar 1,74 sehingga balita dengan orang tua yang tidak bekerja

memiliki risiko 1,74 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan

balita dengan orang tua yang bekerja. Sedangkan dari analisis multivariat

dapat diketahui pekerjaan merupakan faktor yang paling berhubungan dengan

kejadian sunting dengan nilai p value 0,001 < α 0,05 yang berarti ada

hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting pada balita dengan nilai

RP sebesar 2,89 sehingga balita dengan orang tua yang tidak bekerja memiliki

risiko 2,89 kali lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingkan

balita dengan orang tua yang bekerja dengan (95% CI 1,550 – 5,414).

Pekerjaan merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas dan

kuantitas pangan serta pola asuh, karena pekerjaan berhubungan dengan

pendapatan dengan demikian terdapat asosiasi antara pendapatan dengan gizi,

apabila pendapatan meningkat maka bukan tidak mungkin kesehatan dan

masalah keluarga yang berkaitan dengan gizi mengalami perbaikan (Dian,

2008). Keluarga yang tidak bekerja akan memiliki masalah dalam pola asuh

untuk balita sehingga asupan makanan untuk pertumbuhan juga akan kurang

dan keluarga yang bekerja terutama ibu balita sehingga pengasuhan anak oleh

pihak lain juga dapat mempengaruhi gizi anak apabila pengetahuan pengasuh

kurang baik. Pekerjaan orang tua berkaitan dengan status ekonomi keluarga

dan pola asuh anak. Orang tua yang tidak bekerja akan menyababkan status

ekonomi yang rendah yang berakibat kurangnya daya beli terhadap bahan

makanan (Dian, 2008).


Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Paramitha (2012) dan

Novoita (2013), hasil penelitian menyatakan bahwa kecenderungan balita

stunting lebih banyak pada orang tua yang tidak bekerja karena pekerjaan erat

hubungannya dengan status ekonomi keluarga yang berkaitan dengan

pemenuhan gizi. Pengaruh pendapatan per kapita pada defisit pertumbuhan

dapat dihubungkan dengan kepentingannya untuk pembelian makanan dan

serta benda – benda lain yang berguna bagi kesehatan anak (Aerts, Drachler &

Giugliani, 2004 dalam Paramitha, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara pekerjaan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas

Klecorejo Kabupaten Madiun hal ini dikarenakan balita dengan orang tua

yang tidak bekerja sebagian besar mengalami stunting. Dalam penelitian ini

sebagian besar kejadian stunting pada balita secara tidak langsung disebabkan

karena orang tua yang tidak bekerja, keluarga yang tidak bekerja akan

mengalami kesulitan dalam pola asuh balita karena kurangnya daya beli yang

kurang dengan proporsi pendapatan keluarga <UMK 1.576.892,91 yaitu

sebesar 154 orang (56%) sehingga asupan makanan untuk pertumbuhan juga

akan kurang dibandingkan dengan keluarga yang bekerja. Keluarga yang

bekerja akan mendapatkan uang yang digunakan untuk pemenuhan kehidupan

sehari – hari terutama pemenuhan gizi keluarga dan gizi pada waktu hamil

terpenuhi sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya stunting.


2. Pendapatan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari

hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan pendapatan

kluarga <UMK Kabupaten Madiun tahun 2018 yaitu sebanyak 81 orang

(52,6%) dengan p value 0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara

pendapatan keluarga dengan kejadian stunting dengan nilai RP sebesar 3,35

sehingga balita dengan pendapatan keluarga <UMK Kabupaten Madiun tahun

2018 memiliki risiko 3,35 kali lebih besar untuk mengalami stunting

dibandingkan balita dengan pendapatan keluarga ≥UMK Kabupaten Madiun

Tahun 2018. Sedangkan dari analisis multivariat dapat diketahui penadapatan

keluarga merupakan faktor yang paling berhubungan dengan kejadian sunting

dengan nilai p value 0,000 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara

pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada balita dengan nilai RP

sebesar 6,26 sehingga balita dengan pendapatan keluarga <UMK Kabupaten

Madiun Tahun 2018 memiliki risiko 6,26 kali lebih besar untuk mengalami

kejadian stunting dibandingkan balita dengan pendapatan keluarga ≥UMK

Kabupaten Madiun Tahun 2018 dengan (95% CI 3,296 – 11,901).

Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota

rumah tangga adalah mereka yang hidup dalam satu atap dan menjadi

tanggungan kepala rumah tangga. Pendapatan keluarga merupakan balas karya

atau jasa atau imbalan yang diperoleh karena sumbangan yang diberikan

dalam kegiatan produksi (Deti Wulandari, 2015). Pendapatan keluarga dapat

menentukan status ekonomi, status ekonomi secara tidak langsung dapat


mempengaruhi status gizi anak. Sebagai contoh, keluarga dengan status

ekonomi baik bisa mendapatan pelayanan umum yang lebih baik juga, yaitu

pendidikan, pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Daya beli keluarga untuk

makanan bergizi dipengaruhi oleh pendapatan keluarga karena dalam

menentukkan jenis pangan yang akan dibeli tergantung pada tinggi rendahnya

pendapatan (Rizki, 2017).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Anisa (2012) dan Rizky

(2017), hasil penelitiannya menyatakan bahwa kecenderungan balita stunting

lebih banyak terdapat pada keluarga dengan pendapatan rendah yaitu sebesar

38,2%, sedangkan pada keluarga dengan pendapatan tinggi terdapat 17,9%

yang memiliki p value < 0,05 artinya ada hubungan antara pendapatan

keluarga dengan kejadian stunting karena pendapatan keluarga menentukkan

daya beli makanan. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Khoirun Ni’mah

(2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pendapatan keluarga

dengan kejadian stunting pada balita dengan p value 0,04 < 0,05 dengan nilai

OR sebesar 3,25 karena status ekonomi yang rendah dianggap memiliki

dampak yang signifikan terhadap anak menjadi kurus (wasting) dan pendek

(stunting) karena pemenuhan gizi kurang akan menyebabkan pertumbuhan

anak ikut terhambat. Hasil penelitian Dewi (2015) menyatakan bahwa terdapat

hubungan pendapatan keluarga <UMR dengan kejadian stunting dengan p

value 0,036 < 0,05 dengan nilai OR 2,42 karena meningkatnya pendapatan

akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan

kuantitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan keluarga akan


menyebabkan menurunnya daya beli pangan yang baik secara kualitas maupun

kuantitas.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dan dari hasil multivariat, diperoleh

bahwa faktor yang paling dominan risiko stunting pada balita yaitu

pendapatan keluarga yang rendah <UMK. Dalam penelitian ini, stunting pada

balita yang disebabkan secara tidak langsung karena pendapatan keluarga

<UMK sehingga menyebabkan kurangnya daya beli makanan serta kurang

baiknya pola asuh pada balita, dari hasil penelitian didapatkan pendapatan

keluarga terendah yaitu total pendapatan seluruh anggota keluarga yang

bekerja didalam rumah sebesar 2.000.000 yang menanggung 7 orang yang

tinggal dalam satu rumah, jadi setiap individu didalam rumah mendapatkan

porsi 280.000 dibandingkan dengan keluarga yang berpendapatan ≥UMK akan

dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari terutama gizi keluarga dan gizi pada

waktu hamil terpenuhi sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya stunting.

Sehingga banyaknya keluarga yang berpenghasilan <UMK Kabupaten

Madiun tahun 2018 karena sebagaian besar bekerja sebagai buruh tani sebesar

89 orang (32,4%) dan tidak bekerja sebesar 164 orang (59,6%) yang

menyebabkan mengalami kesulitan dalam pola asuh balita dan ketersediaan

pangan kurang yang dilihat dari proporsi balita yang lebih banyak dengan pola

pemberian makan <3 kali sehari sebanyak 160 balita (58,2%) sehingga asupan

makanan untuk pertumbuhan juga akan kurang yang berakibat juga pada gizi
ibu hamil yang kurang, dari hasil wawancara didapatkan ibu balita dengan

riwayat ibu hamil KEK (Kurang Energi Kronis) yang menandakan kurangnya

gizi sewaktu hamil sebanyak 150 orang dari keseluruhan responden yang

berakibat pada kelahiran bayi lahir rendah (BBLR) yaitu sebanyak 154 orang

(56%).

Menurut peneliti dari petugas kesehatan sudah memberikan PMT

(Pemberian Makanan Tambahan) pada ibu hamil secara rutin namun ibu balita

sewaktu hamil tidak mau mengkonsumsi dengan alasan rasa yang tidak enak.

Sebaiknya perlu meningkatkan edukasi tentang gizi pada WUS guna

mengetahui dan mempersiapkan gizi sebelum kehamilan.

3. Riwayat ASI Eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari

hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan riwayat ASI tidak

eksklusif yaitu sebanyak 72 balita (47,1%) dengan p value 0,000 < 0,05 yang

berarti ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting

dengan nilai RP sebesar 2,05 sehingga balita dengan riwayat ASI tidak

eksklusif memiliki risiko 2,05 kali lebih besar untuk mengalami stunting

dibandingkan balita dengan riwayat ASI yang eksklusif. Sedangkan dari

analisis multivariat dapat diketahui riwayat ASI eksklusif merupakan faktor

yang paling berhubungan dengan kejadian sunting dengan nilai p value 0,000

< α 0,05 yang berarti ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan

kejadian stunting pada balita dengan nilai RP sebesar 3,36 sehingga balita

dengan riwayat ASI tidak eksklusif memiliki risiko 3,36 kali lebih besar untuk
mengalami kejadian stunting dibandingkan balita yang memiliki riwayat ASI

eksklusif dengan (95% CI 1,798 – 6,283).

ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja bagi bayi sejak lahir

sampai usia 6 bulan. Namun ada pengecualian, bayi diperbolehkan

mengkonsumsi obat – obatan,vitamin, dan mineral tetes atas saran dokter.

Selama 6 bulan pertama pemberian ASI eksklusif, bayi tidak diberikan

makanan dan minuman lain (Kemenkes, 2010). Menyusui predominan adalah

menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis

air, misalnya teh sebagai makanan/minuman prelakteal sebelum ASI keluar

(Kemenkes 2010). Menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan

makanan buatan selain ASI, baik susu formula, bubur atau makanan lainnya

sebelum bayi berumur enam bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun

diberikan sebagai makanan prelakteal (Kemenkes 2010).

Manfaat ASI sebagai sumber gizi terbaik dan paling ideal dengan

komposisi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan bayi pada masa

pertumbuhan, ASI mengandung berbagai zat kekebalan sehingga bayi akan

jarang sakit, mengurangi diare, sakit telinga, dan infeksi saluran pernafasan

dan ASI mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak

sehingga bayi yang mendapatkan ASI eksklusif potensial akan lebih unggul

pada prestasi/meningkatkan kecerdasan, ASI sebagai makanan tunggal untuk

memenuhi kebutuhan pertumbuhan sampai usia enam bulan. Makanan lain

yang diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan penyakit infeksi pada
bayi yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi bayi (Subhardjo,

2008).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Anisa (2012) menyatakan

bahwa riwayat ASI eksklusif ada hubungan dengan kejadian stunting, yang

memiliki risiko 3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidakdiberi ASI eksklusif

(ASI <6 bulan) dibandingkan dengan balita yang diberi ASI eksklusif (≥6

bulan) karena balita yang tidak mendapatkan kolostrum lebih berisiko tinggi

terhadap stuting. Hal ini disebabkan karena kolostrum memberikan efek

perlindungan pada bayi baru lahir dan bayi yang tidak menerima kolostrum

memiliki insiden, durasi dan keprahan penyakit yang lebih tinggi seperti diare

yang berkontribusi terhadap kurangnya gizi balita sehingga pertumbuhan

balita akan lambat. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Khoirun Ni’mah

(2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI

eksklusif dengan dengan kejadian stunting dengan OR sebesar 4,64 yaitu

balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif pada usia 0-6 bulan memiliki

risiki 4,64 lebih besar untuk mengalami stunting karena ASI memiliki banyak

manfaat untuk meningkatkan imunitas anak terhadap penyakit infeksi telina,

mencegah diare, konstipasi kroni dan penyakit ISPA. Kurangnya pemberian

ASI dan pemberian MP – ASI yang teralu dini dapat meningkatkan risiko

stunting terutama pada awal kehidupan (Adair dalam Khoirun Ni’mah, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dan menjadi penyebab terjadinya


stunting dengan proporsi riwayat ASI tidak eksklusif sebesar 153 balita

(55,6%). Dari hasil wawancara dengan ibu balita menunjukkan bahwa alasan

ibu balita tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya karena ASI tidak

keluar pada saat anak lahir sehingga pada bayi diberikan susu formula yang

didapatkan dari RS karena pada saat melahirkan di RS secara operasi sectio

caesaria yang digunakan sebagai pengganti ASI serta pemberian MPASI

terlalu awal yaitu sebelum bayi berusia 6 bulan. Selain itu alasan lain karena

pemberian MPASI yang diberikan lebih awal agar bayi tidak menangis atau

rewel dan dukungan dari keluarga untuk melakuan ASI eksklusif juga kurang

karena banyak ibu balita yang mengaku keluarga panik bila bayi menangis dan

menganggap bayi menangis karena lapar. ASI yang tidak lancar dikarenakan

asupan makanan sewaktu ibu menyusui kurang disebabkan karena pendapatan

keluarga <UMK sebesar 56%.

Menurut peneliti, stunting yang dialami balita disebabkan karena riwayat

ASI tidak eksklusif sehingga menyebabkan lemahnya imunitas pada anak dan

mudah terserang penyakit apabila balita mudah terserang penyakit akan terjadi

pengalihan energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan tetapi

akhirnya digunakan untuk melawan infeksi atau penyakit yang ada didalam

tubuh balita sehingga pertumbuhan balita juga akan terhambat dibandingkan

balita dengan riwayat ASI eksklusif akan mendapatkan kekebalan tubuh

secara alami sehingga tidak mudah terserang penyakit.

Sebaiknya masyarakat terutama ibu hamil agar mau melaksanakan saran

yang diberikan oleh petugas kesehatan untuk memberikan bayinya ASI secara
eksklusif dari mulai lahir sampai dengan usia 6 bulan dan memberikan

MPASI sesuai yang dianjurkan oleh petugas kesehatan yang berguna

mencegah balita untuk terserang penyakit dan pertumbuhan tidak terhambat

dan dapat mengurangi risiko terjadinya stunting.

4. Riwayat BBLR

Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari

hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan riwayat BBLR

yaitu sebanyak 76 balita (49,4%) dengan p value 0,000 < 0,05 yang berarti ada

hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting dengan nilai RP

sebesar 2,48 sehingga balita dengan riwayat BBLR memiliki risiko 2,48 kali

lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan balita dengan riwayat

BBL normal. Sedangkan dari analisis multivariat dapat diketahui riwayat

BBLR merupakan faktor yang paling berhubungan dengan kejadian sunting

dengan nilai p value 0,002 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara riwayat

BBLR dengan kejadian stunting pada balita umur 12-60 bulan dengan nilai RP

sebesar 2,62 sehingga balita dengan riwayat BBLR memiliki risiko 2,62 kali

lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingkan balita yang

memiliki riwayat BBL normal dengan (95% CI 1,421 – 4,848).

Berat lahir pada khususnya sangat terkait dengan kematian janin, neonatal

dan postnatal; morbiditas bayi dan anak; dan pertumbuhan dan pengembangan

jangka panjang. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) didefiniskan oleh

WHO yaitu berat lahir <2500 gr. BBLR dapat disebabkan oleh durasi

kehamilan dan laju pertumbuhan janin. Maka dari itu, bayi dengan berat lahir
<2500 gr dikarenakan dia lahir secara prematur atau karena terjadi retardasi

pertumbuhan (Semba dan Bloem, 2001).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Khoirun Anisa (2012) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan antara riwayat BBLR

dengan kejadian stunting pada balita dengan OR sebesar 12,78 sehingga

balita dengan riwayat BBLR memiliki risiko 12,78 kali lebih besar mengalami

stunting dibandingkan dengan balita dengan keadaan BBL normal. Hal

tersebut dikarenakan pertumbuhan bayi sejak dalam kadnungan sudah mulai

bermasalah dan berakibat pada masa mendatang pertumbuhannya juga akan

terhambat. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Zilda (2013) menyatakan

bahwa terdapat hubungan riwayat BBLR dengan kajadian stunting dengan

nilai p value 0,03 dan OR sebesar 1,31 yang berarti anak dengan riwayat

BBLR memiliki risiko 1,31 lebih besar mengalami stunting, berat lahir

merupakan prediktor kuat terhadap penentuan ukuran tubuh di kemudian hari.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara BBLR dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas

Klecorejo Kabupaten Madiun dan menjadi penyebab terjadinya stunting. Dari

hasil wawancara dengan ibu balita didapatkan riwayat ibu hamil KEK

(Kurang Energi Kronis) pada ibu balita yang menandakan kurangnya gizi

selama kehamilan yang dilihat menggunakan buku KIA sebesar 150 orang

dari keseluruhan responden.

Menurut peneliti, alasan lain mengapa BBLR dapat menyebabkan stunting

karena adanya riwayat ibu hamil KEK pada ibu balita sewaktu hamil sebesar
150 orang dari keseluruhan responden dan adanya kelahiran premature <40

minggu, adanya riwayat ibu hamil KEK disebabkan kurangnya gizi ibu

sewaktu hamil karena kurangnya daya beli makanan yang digunakan untuk

pemenuhan gizi sewaktu hamil yang didukung oleh proporsi pendapatan

keluarga <UMK sebesar 56% sehingga pertumbuhan balita pun juga ikut

terhambat dibandingkan bayi dengan berat badan lahir normal dan pendapatan

keluarga ≥UMK dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari terutama

pemenuhan gizi keluarga terutama ibu hamil sehingga mengurangi risiko

terjadinya stunting.

Sehingga ibu hamil KEK dan kelahiran prematur <40 minggu berisiko

melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah yang akan menghambat

pertumbuhan balita sehingga menyebabkan terjadinya stunting. Pertumbuhan

bayi dengan BBLR akan jauh lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang

lahir dengan berat badan normal, sehingga perlu mendapat perawatan dan pola

asuh yang khusus, bayi BBLR dapat diperbaiki dengan pola asuh yang baik

serta harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi guna mencegah untuk

terserang penytakit baik penyakit pencernaan, ISPA ataupun penyakit yang

lainnya namun data yang didapat dari lapangan sebagaian besar responden

yang berpendapatan <UMK sebesar 56% dan sebagian besar pola asuh yang

meliputi balita tidak mendapat ASI secara eksklusif sebesar 55,6% dan

sebagaian besar pola pemberian makan yang kurang sebesar 58,2% dari

keseluruhan responden sehingga pertumbuhan balita juga akan terhambat yang

dapat menyebabkan terjadinya stunting.


Sebaiknya petugas kesehatan lebih meningkatkan edukasi tentang gizi

selama kehamilan kepada masyarakat terutama ibu hamil dan WUS yang

berkunjung ke Puskesmas Gantrung agar untuk dapat mengetahui dan

mempersiapkan gizi sebelum kehamilan untuk mencegah ibu hamil KEK

(Kurang Energi Kronis) dan lebih meningkatkan pemantauan PMT yang

secara rutin diberikan oleh petugas kesehatan dan masyarakat khususnya ibu

hamil mau memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dari mulai lahir sampai

dengan bayi berumur 6 bulan.

5.3.2 Faktor-Faktor yang Terbukti Tidak Berhubungan dengan Kejadian

Stunting

1. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita

dari hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan pendidikan

orang tua yang tinggi sebanyak 70 orang (35,5%) dan pada balita yang

normal dengan pendidikan orang tua yang tinggi sebesar 175 orang (63,6%)

dengan p value 0,752 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara

pendidikan.

Pendidikan orang tua berpengaru terhadap pengasuhan anak, karena

dengan pendidikan yang tinggi pada orang tua akan memahami pentingnya

peranan orang tua dalam pertumbuhan anak. Selain itu, dengan pendidikan

yang baik, diperkirakan memiliki pengetahuan gizi yang baik pula. Ibu

dengan pengetahuan gizi yang baik akan tahu bagaimana mengolah makanan,
mengatur menu makanan, serta menjaga mutu dan kebersihan makanan

dengan baik (Soekiman, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khoirun Ni’mah (2015)

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan

kejadian stunting dengan nilai p value 0,32 > 0,05 hal ini disebabkan peran

pengasuhan lebih besar dilakukan oleh nenek dan keluarga yang lain, karena

pengetahuan dan tingkat pendidikan pengasuh balita yang tinggi akan

membuat status gizi anak akan lebih baik. Hasil penelitian lain yang

dilakukan oleh Irvani (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

pendidikan orang tua dengan kejadian stunting hal tersebut di karenakan

sama dengan penelitian Khoirun Ni’mah (2015) yang disebabkan peran

pengasuh sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan antara pendidkan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun. Dari hasil wawancara pengasuhan

banyak yang diserahkan kepada nenek dan saudara yang lain, balita yang

mengalami stunting dengan pendidikan orang tua yang tinggi terjadi karena

pola asuh yang kurang baik seperti pola pemberian makan yang kurang yaitu

sebesar 58,2%, pemberian ASI yang tidak eksklusif sebesar 55,6% dan

pendapatan keluarga <UMK sebesar 56% yang mengakibatkan kurangnya

pemenuhan gizi keluarga terutama ibu hamil sehingga pertumbuhan balita

juga akan terhambat dan dapat terjadi stunting dibandingkan dengan pola

asuh balita yang baik akan mencegah terjadinya stunting.


Sebaiknya masyarakat terutama ibu hamil agar melaksanakan saran

yang dianjurkan oleh petugas kesehatan seperti memperhatikan gizi selama

kahamilan, mau mengkonsumsi PMT yang sudah diberikan oleh petugas

kesehatan, memperhatikan pola asuh balita dengan baik meberikan ASI

eksklusif kepada bayi dari mulai lahir sampai usia 6 bulan, lebih

memperhatikan asupan makanan yang diberikan kepada balita. Selain itu

perlu meningkatkan edukasi kepada WUS untuk mempersiapkan gizi

sebelum kehamilan untuk mencegah terjadinya stunting.

2. Pola Pemberian Makan

Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari

hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan pola pemberian

makan yang kurang (<3 kali dalam sehari) yaitu sebanyak 68 balita (42,5%)

dengan p value 0,0018 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara pola

pemberian makan dengan kejadian stunting dengan nilai RP sebesar 1,52

sehingga balita dengan pola pemberian makan <3 kali sehari memiliki risiko

1,52 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan balita dengan

pola pemberian makan ≥3 kali sehari dengan (95% CI 1,146 – 3,207), namun

pola pemberian makan secara bersama – sama bukan merupakan faktor utama

terjadinya stunting karena pendapatan keluarga memiliki faktor yang dominan

dalam terjadinya stunting, pada hasil analisis multivariat dengan uji regresi

logistik dengan nilai p value 0,773 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan

antara pola pemberian makan dengan kejadian stunting.


Pola makan pada balita sangat berperan penting dalam proses

pertumbuhan pada balita, karena dalam makanan banyak mengandung gizi.

Gizi menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan. Gizi

didalamnya memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan

kesehatan dan kecerdasan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada

balita maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan

bisa terjadi gizi buruk pada balita. Stunting sangat erat kaitannya dengan pola

pemberian makanan terutama pada 2 tahun pertama kehidupan, pola

pemberian makanan dapat mempengaruhi kualitas konsumsi makanan balita,

sehingga dapat mempengaruhi status gizi balita (Cintya, 2015).

Pola pemberian makanan ini meliputi frekuensi makan minimal tiga kali

sehari termasuk kategori baik, akan tetapi terdapat juga dalam kategori

kurang. Untuk angka kecukupan energi (AKE) dan angka kecukupan protein

(AKP) sebagian besar dalam kategori baik, akan tetapi belum seluruhnya.

Frekuensi konsumsi makan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi,

sedangkan kecukupan energi digunakan untuk mempertahankan fungsi tubuh,

aktivitas otot dan pertumbuhan, serta kecukupan protein digunakan sebagai

pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, pengatur dan sebagai bahan

bakar. (Kusumaningtyas, 2017).

Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam

kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat

pada pola pemberian makanan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang

mengkonsumsi pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi
pola pemberian makanan yang ideal menurut Suryansyah (2012) adalah 3 kali

sehari dengan jam makan yang teratur seperti pola jam 8, jam 12 dan jam 18.

Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi salah satu cara untuk mengetahui

tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan,

maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Faktor yang

mempengaruhi pola pemberian makanan yang terbentuk sangat erat kaitannya

dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi

terbentuknya pola pemberian makanan adalah faktor ekonomi, sosial budaya,

agama, pendidikan dan lingkungan (Suryansyah, 2012).

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat

gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan

memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,

kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Jika seseorang mengalami kekurangan

gizi, yang terjadi akibat asupan gizi di bawah kebutuhan, maka ia akan lebih

rentan terkena penyakit dan kurang produktif. Sebaliknya, jika memiliki

kelebihan gizi akibat asupan gizi yang melebihi kebutuhan, serta pola makan

yang padat energi (kalori) maka ia akan beresiko terkena berbagai penyakit

seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan sebagainya

(Kemenkes R1, 2010).

Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya

merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang

keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur.

Empat Pilar tesebut adalah mengonsumsi makanan beragam, mengonsumsi


makanan beragam juga harus memperhatikan porsi dan proporsinya,

membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik,

mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal (Kemenkes R1,

2010).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Dewi (2018) menyatakan

bahwa terdapat hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian

stunting dengan p value 0,001 < 0,05 karena dalam pengeolahan makanan

untuk balita sebagian besar responden masih kurang dan sebagaian responden

yang belum mengerti bagaimana cara pengolahan makanan yang baik untuk

balita. Pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk balita

adalah suatu hal yang sangat penting. Hasil penelitian lain yang dilakukan

oleh Rita (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan pola pemberian makan

dengan kejadian stunting hal tersebut disebabkan makanan yang mengandung

protein berguna untuk pertumbuhan anak sehingga apabila terjadi difisiensi

yang kronis dapat menghambat pertumbuhan bagi anak.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara pola pemberian makan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT

Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun. Namun pola pemberian makan

secara bersama – sama bukan merupakan faktor utama terjadinya stunting

karena pendapatan keluarga secara tidak langsung memiliki faktor yang

dominan dalam terjadinya stunting. Dari hasil wawancara dengan ibu balita

bahwa pola pemberian makan yang kurang disebabkan anak tidak mau makan

karena bosan dengan olahan makanan yang dibuat oleh ibu balita, sebagian
balita alergi dengan protein hewani seperti ayam potong, telur ayam negeri

serta ibu balita akan memberikan snak ringan yang banyak mengandung MSG

(Monosidium Glutamat) seperti chiki, mie instan, es krim, dan kerupuk yang

mengandung banyak minyak sehingga balita pun banyak yang batuk selain itu

sebagaian besar responden memiliki pendapatan <UMK sebesar 56% sehingga

daya beli untuk pemenuhan gizi keluarga juga kurang dibandingkan balita

dengan pola makan yang baik, pendapatan keluarga ≥UMK akan dapat

memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan dapat mencegah terjadinya stunting.

Menurut peneliti alasan lain mengapa pola pemberian makan pada balita

kurang adalah orang tua selalu memberikan makanan cepat saji seperti mie

instan, pemberian makanan selingan seperti berupa chiki yang banyak

mengandung MSG, kerupuk yang banyak mengandung minyak serta

kurangnya kreatifitas untuk mengolah makanan dengan bentuk yang menarik

namun dengan harga bahan makanan yang murah dan teteap terpenuhi

gizinya. Sehingga asupan protein untuk balita masih kurang karena banyak

balita yang tidak mengkonsumsi dengan benar seharusnya protein pada balita

sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Gizi seimbang sesuai umur anak 1 – 3

tahun pada zat gizi makro yaitu protein dibutihkan sebesar 15% - 20%, pada

anak 4 – 8 tahun pada zat gizi makro yaitu protein dibutuhkan sebesar 15% -

30%. Pola pemberian makan yang kurang disebabkan karena pendapatan

keluarga <UMK yaitu sebesar 56% yang berakibat kurangnya daya beli

makanan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga

serta ibu hamil yang dapat mengakibatkan pertumbuhan anak akan terhambat
karena mengalami defisit asupan zat gizi terutama protein yang berdampak

terjadinya stunting.

Sebaiknya untuk masyarakat agar lebih memperhatikan asupan makanan

pada balita dan masyarakat terutama pada ibu balita agar lebih kreatif dalam

mengolah bahan makanan seperti protein hewani apabila anak alergi pada

ayam potong dan telur ayam negeri bisa diganti menggunakan ayam kampung

dan telur ayam kampung serta makanan yang bergizi tidak selalu yang mahal

namun dengan harga murah masih dapat memenuhi gizi keluarga terutama

gizi ibu hamil dan balita, serta petugas kesehatan perlu meningkatkan edukasi

tentang variasi makanan dan pelatihan kader posyandu tentang pentingnya

memperhatikan variasi makanan yang murah namun tetap mengandung gizi

yang baik untuk balita, ibu hamil bahkan WUS yang mempersiapkan gizi

sebelum kehamilan.
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

beberapa hal yaitu sebagai berikut:

1. Kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo

Kabupaten Madiun sebesar 100 balita (36,4%).

2. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian stunting di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p

value=0,752 > 0,05 serta nilai RP=1,08 (95% CI 0,772 – 1,518).

3. Tidak ada hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian stunting di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p

value=0,773 > 0,05 serta nilai RP=0,912 (95% CI 0,485 – 1,713).

4. Ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja

UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p value=0,002 <

0,05 serta nilai RP=1,74 (95% CI 1,209 – 2,505).

5. Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p

value= 0,000 < 0,05 serta nilai RP= 3,35 (95% CI 2,159 – 5,197).

6. Ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting di

Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p

value= 0,000 < 0,05 serta nilai RP= 2,05 (95% CI 1,422 – 2,957).

122
7. Ada hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting di Wilayah

Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun dengan nilai p

value=0,000 < 0,05 serta nilai RP=2,48 (95% CI 1,681 – 3,683).

8. Variabel yang paling berhubungan dan memiliki risiko paling besar dengan

kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo

Kabupaten Madiun adalah pendapatan keluarga, sedangkan variabel yang

memiliki risiko paling kecil adalah riwayat BBLR.

6.2 Saran

1. Bagi Instansi Kesehatan

Petugas diharapkan lebih meningkatkan pemanatauan secara rutin terhadap

pelaksanaan pemberian bantuan PMT yang sudah diberikan kepada

masyarakat serta pemberian edukasi terhadap ibu hamil saat berkunjung ke

Puskesmas agar mau mengkonsumsi PMT yang sudah diberikan, edukasi

pada WUS tentang gizi agar dapat mempersiapkan gizi selama kehamilan

dengan baik agar tidak terjadi KEK selama kehamilan serta pelatihan kader

posyandu balita tentang dampak stunting agar kader lebih terampil dan dapat

menyebar luaskan informasi tentang stunting.

2. Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Informasi dari penelitian ini diharapkan mendorong pihak institusi untuk

dapat berperan dalam masyarakat atau pada balita yang mengalami stunting

dengan melakukan edukasi atau penyuluhan tentang stunting.

123
3. Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat terutama WUS mengetahui dan mempersiapkan gizi

sebelum kehamilan dan ibu hamil agar mengkonsumsi PMT (Pemberian

Makanan Tambahan) ibu hamil dengan baik yang telah diberikan secara rutin

oleh petugas keesehatan.

4. Peneliti Selanjutnya

Peneliti berharap untuk melakukan penelitian selanjutnya agar dapat

melakukan penelitian dengan variabel lain yang lebih komplek yang belum

diteliti oleh peneliti guna untuk lebih menyempurnakan peneliian ini

sehingga hasil yang diperoleh lebih mendalam dan maksimal.


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Fitri Respati, dkk. 2015. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi dan
Balita. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.

Arifin, D. Z., Irdasari, S. Y., & Handayana, S. (2012). Analisis Sebaran dan Faktor
Risiko Stunting pada Balita di Kabupaten Purwakarta. Dipetik melalui
https://e-journal.unair.ac.id. Diakses pada hari Sabtu, 10 Maret 2018 pukul
19.23 WIB.

Barasi, Mary E. 2009. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.

Candra Ardian, dkk. 2016. Determinan kejadian stunting pada bayi usia 6 bulan.
Semarang. Dipetik melalui https://ejournal.undip.ac.id. Diakses pada hari
Senin, 19 Maret 2018 pukul 01.09 WIB.

Cintya, Dewi Rizki, dkk. 2015. Teori&Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Toodler;
Anak dan Usia Remaja.Yogyakarta: Nuha Medika.

Dekkers, dkk, 2012. Relatif Validity of a Short Qualitative Food Frequency


Questionnaire for Use in Food Consumption Serveys. European Journal of
Public Health. Dipetik melalui http://www.academia.edu. Diakses pada hari
Minggu, 24 Maret 2018 pada pukul 13.21 WIB.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011.

Desyanti Chamilia, dkk. 2017. Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik
Higiene dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Simolawang, Surabaya. Surabya. Dipetik melalui https://e-
journal.unair.ac.id. Diakses pada hari Senin, 19 Maret 2018 pukul 00.58 WIB.

Erni Purwani &Mariyam. 2013. Pola Pemberian Makan Dengan Status Gizi Anak
Usia 1 Sampai 5 Tahun Di Kabunan Taman Pemalang. Fakultas Ilmu
Keperawatan Dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang,
Jl.Kedung Mundu Raya No. 8a, 50174, Semarang. jurnal keperawatan anak.
Vol.1 No.1 mei 2013. Halaman 30-36.

Hasmi.2016. Metode Penelitian Epidemiologi, Jakarta: Trans Info Media.

125
Hayati, Aslis Wirda.2009. Buku Saku Gizi Bayi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2016. Dipetik melalui
www.depkes.go.id. Diakses pada hari Minggu, 11 Maret 2018 pada pukul
07.21 WIB.

Jauhari, Ahmad. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Karbohidrat Protein Lemak Vitamin.
Yogyakarta: Jaya Ilmu.

Kade Ayu Ida, dkk. 2016. Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng Serta Riwayat
Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Balita Umur 24-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida II. Bali: Fakultas Kedokteran.
Dipetik melalui. Diakses pada hari Minggu, 18 Maret 2018 pukul 23.34 WIB.

Kemenkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


1995/Menkes/Skxii/2010 Tentang Standart Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak. Diakses Pada 23 April 2018.

Kementerian RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta : Kementerian Kesehatan


RI.

Mardalena, Ida. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan Konsep dan
Penerapan Pola Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Marimbi, Hanum. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Moehji, Sjahmien. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Gizi 2. Jakarta: Pustaka Kemang,


Kelompok Penerbit Papas, Anggota Ikapi.

Nasution Darwin, dkk. 2014. Berat badan lahir rendah (BBLR) dengan kejadian
stunting pada anak usia 6-24 bulan Low birth weight to the incidence of
stunting in children aged 6-24 months. Sumatera Utara: Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. Dipetik melakui https://jurnal.ugm.ac.id. Diakses pada hari Minggu,
18 Maret 2018, pukul 22.00 WIB.

Ngaisyah, Dewi RR. 2015. Hubungan Sosial Ekonomi dengan Kejadian Stunting
pada Balita di Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul. Jurnal Medika Respati
10 (4): 1907 – 3887

Ni’mah Khoirun, dkk.2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting


Pada Balita. Surabaya. Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kesehatan

126
Masyarakat Universitas Airlangga. Dipetik melalui https;//e-journal.unair.ac.id.
Diakses pada hari Selasa 13 Maret 2018, pukul 09.47 WIB.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Proverawati, Atikah, dkk. 2010. Imunisasi dan Vaksin. Yogyakarta: Nuha Offset

Proverawati, Atikah, dkk. 2014. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Ranuh, I.G.N, dkk.2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi-


Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Rr Ngasisyah Dewi, dkk 2016. Hubungan Tinggi Badan Orang Tua dengan Kejadian
Stunting. Yogyakarta: Universitas Respasti. Dipetik melalui
http//jurnal.akbiduk.ac.id. Diakses pada hari Senin 19 Maret 2018 pukul 06.41
WIB.

Sari, Rita dan Sulistiningsig, Apri. 2017. Faktor Determinan Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Kabupaten Pesawaran Lampung.
Journal Wacana Kesehatan. 2. (2): 2541-6251.

Sartono.2013. Hubungan Kurang Energi Kronis Ibu Hamil dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kota Yogyakarta. Dipetik melalui
http://etd.repository.ugm.ac.id. Diakses pada hari Selasa, 27 Maret 2018, pukul
10.53 WIB.

Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula,


Yogyakarta: Mitra Cendikia.

Sharlin, Judhith,dkk.2014. Buku Ajar Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Soenarwo, Briliantono M. 2012. 360 Pekan Masa Keemasan Anak; Sekali Seumur
Hidup. Jakarta: Halimun Medical Centre & Al-Mawardi Prima.

Trihono, dkk. 2015. Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Jakarta:
Lembaga Penerbit Balitbangkes. Dipetik melalui http://pdgmi.org. Diakses
pada hari Minggu, 18 Maret 2018, pukul 10.51 WIB.

Waryana.2010. Gizi Reproduksi. Bantul, Yogyakarta: Pustaka Rihama.


Lampiran 1 Lembar Penjelasan No. Responden [ ][ ][ ]
Penelitian dan Inform Consent

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN DAN INFORM CONSENT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS
KLECOREJO KABUPATEN MADIUN

Assalamualaikum wr.wb
Yang terhormat Ibu, perkenalkan saya Lutfiana Oktadila Nurjanah. Pada
kesempatan kali ini saya mohon kesediaan Ibu untuk berkenan menjadi responden
pada penelitian dengan judul diatas, guna untuk memenuhi penyusunan skripsi studi
S1 Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun. Maka saya akan
mewawancarai Ibu untuk beberapa hal yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan.
Jawaban yang ibu berikan akan bermanfaat bagi program kesehatan Kabupaten
Madiun dan terjamin kerahasiaannya. Apakah ibu bersedia menjadi responden pada
penelitian ini?
1. Ya [ ] 2. Tidak []
Setelah mengetahui penjelasan tentang tujuan penelitian, prosedur penelitian,
manfaat dan inti dari kuesioner ini. Saya mengerti bahwa “Pada diri saya akan
dilakukan wawancara dengan pertanyaan pada kuesioner”
Maka dengan ini saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur : Tahun
Alamat Lengkap :
Nama Balita :
No. Telpon :
Menyatakan setuju untuk berpartisipas menjadi subjek penelitian ini secara
sukarela tanpa ada paksaan.

Madiun, 2018
Pembuat Peryataan

( )
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian No. Responden [ ][ ][ ]

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS
KLECOREJO KABUPATEN MADIUN

A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Umur Responden : Tahun

Tamat Tamat Tamat


2. Pendidikan :
SD/sederajat SMP/sederaj SMA/SMK
at /sederajat

Tamat PT (Perguruan Tinggi)

3. Pekerjaan KK :

4. Pekerjaan Ibu :

B. IDENTITAS BALITA

1. Umur Balita : Bulan

2. Jenis Kelamin Balita : Laki-laki Perempuan

3. Tinggi Badan Balita : cm

4. Berat Lahir Balita : gram

129
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS
KLECOREJO KABUPATEN MADIUN

A. RIWAYAT BBLR DAN RIWAYAT ASI EKSKLUSIF


1. Berapakah usia balita Ibu mulai diberikan MPASI? ……. Bulan

2. Berapa lama balita Ibu pernah diberikan susu formula saat ASI tidak lancar?
a. 1 bulan pertama c. 4 bulan
b. 2 bulan d. Kurang lebih 6 bulan

3. Apa yang pertama kali Ibu berikan kepada bayi setelah melahirkan?
a. ASI
b. Susu formula, tajin, air putih

4. Bila dalam beberapa jam setelah Ibu melahirkan, ASI tidak keluar, apa yang
ibu lakukan?
a. Melakukan perangsangan yaitu dengan mendekatkan bayi ke putting
untuk menghisap
b. Bertanya ke dokter/petugas kesehatan lainnya agar ASI bisa keluar
c. Mengganti sementara dengan susu formula
d. Diberi madu, air putih, tajin

5. Mulai usia berapakah balita Ibu diberikan ASI?


a. 1 bulan c. 3 bulan
b. 2 bulan d. 4 bulan
6. Sampai usia berapakah balita Saudara mendapatkan ASI eksklusif (hanya ASI
saja)?.............Bulan

7. Apa yang diberikan kepada bayi Ibu ketika berumur 0-6 bulan?
a. ASI saja
b. ASI dan lainnya (susu formula, tajin, madu, air putih, pisang kerok)

8. Bagaimana cara Ibu memberikan ASI kepada bayi, bila kondisi Ibu
tidak berdampingan dengan bayi?
a. ASI diperah, lalu di simpan kedalam botol untuk diberikan kepada
bayi
b. ASI diganti dengan susu formula, agar bayi tetap merasa kenyang
c. Diberi air putih, madu, tajin, agar bayi tetap merasa kenyang
B. PENDAPATAN KELUARGA
1. Berapa jumlah anggota keluarga dalam rumah Saudara?
Anggota Keluarga Jumlah Penghasilan Per Bulan
Kepala Keluarga
Ibu
Anak/Saudara Serumah (jika ada)
Total

C. Pola Pemeberian Makan


1. Apakah balita Ibu diberikan makan?
Ya, di berikan makan
Tidak diberikan makan

2. Jika diberikan makan, kapan diberikan?


Pagi
Sesuai keinginan anak
Siang
Lainnya,
Sore
3. Apakah balita ibu diberikan makanan selingan?
Ya, di berikan makanan selingan
Tidak diberikan makanan selingan

4. Jika diberikan makan selingan, berapa kali Ibu memberikannya?


1 kali sehari 3 kali sehari
2 kali sehari ≥ 4 kali sehari
5. Apa saja makanan selingan yang dikonsumsi balita

Ibu? Chiki

Buah-buahan

Gorengan

Lainnya,

6. Apabila balita Ibu tidak suka mengkonsumsi sayur, apakah Ibu akan
menyuapi balita Ibu dengan tambahan lauk pauk?
Ya, disuapi
Tidak, disuapi

7. Apakah Ibu suka membujuk balita yang Ibu yang tidak mau makan dengan
membelikannya makanan ringan seperti coklat, es krim, dll ketika sebelum
mengkonsumsi makanan utama, sehingga anak tidak menghabiskan
makanan utama?

Ya, membelikkan makanan ringan agar yang penting anak

Tidak, membelikkan makanan ringan ketika anak tidak mau makan

8. Apakah balita Ibu tidak suka makan


sayur? Ya, suka makan sayur
Tidak, suka makan sayur

133
9. Apakah yang Ibu lakukan bila balita tidak mau makan sayur?
Menyuapi dan membuat variasi olahan masakan agar anak mau
mengkonsumsi sayur

Sesuai keinginan anak

Memberikan anak makan tanpa menggunakan sayur

10. Apakah balita Ibu tidak suka makan lauk pauk (tempe, tahu, daging ayam,
daging sapi, telur atau protein lainnya)?

Ya, suka makan lauk pauk

Tidak suka makan lauk pauk

11. Apa yang Ibu lakukan bila balita Ibu tidak mau makan lauk pauk
tempe, tahu, daging ayam, daging sapi, telur, atau protein lainnya?

Menyuapi dan membuat variasi olahan masakan agar anak mau


mengkonsumsi lauk

Sesuai keinginan anak

Membeiarkan anak makan dengan tanpa lauk pauk

134
Lampiran 3 Output SPSS Validitas dan Reliabilitas
VALIDITAS PER ITEM VARIABEL ASI EKSKLUSIF (A)
Correlations
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 TOTAL
** ** ** ** ** ** **
A1 Pearson Correlation 1 .926 .853 .772 .772 .772 .850 .772 .895**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A2 Pearson Correlation .926** 1 .757** .683** .683** .683** .772** .683** .824**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** ** ** **
A3 Pearson Correlation .853 .757 1 .921 .921 .921 .853 .921 .951**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A4 Pearson Correlation .772** .683** .921** 1 1.000** 1.000** .926** 1.000** .972**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** ** ** **
A5 Pearson Correlation .772 .683 .921 1.000 1 1.000 .926 1.000 .972**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** ** ** **
A6 Pearson Correlation .772 .683 .921 1.000 1.000 1 .926 1.000 .972**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A7 Pearson Correlation .850** .772** .853** .926** .926** .926** 1 .926** .956**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** ** ** **
A8 Pearson Correlation .772 .683 .921 1.000 1.000 1.000 .926 1 .972**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
TOTAL Pearson Correlation .895** .824** .951** .972** .972** .972** .956** .972** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

135
UJI RELIABILITAS VARIABEL ASI EKSKLUSIF (A)

Reliability Statistics
Item-Total Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Alpha if
.804 9
Item Deleted if Item Deleted Total Item
Correlation Deleted
A1 19.5333 43.499 .880 .779
A2 19.5667 44.116 .801 .784
A3 19.6000 43.490 .944 .778
A4 19.5667 43.151 .967 .776
A5 19.5667 43.151 .967 .776
A6 19.5667 43.151 .967 .776
A7 19.5333 43.085 .950 .776
A8 19.5667 43.151 .967 .776
TOTAL 10.4333 12.323 1.000 .981

Keterangan:

1. Hasil Uji Validitas


Dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 30 maka r tabel dapat diperoleh
melalui tabel r product moment person dengan df (degree of freedom) = n-2, jadi df= 30-
2= 28, maka r tabel=0,312
Butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel

Tabel 1. Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel ASI Eksklusif (A)

No. Butir r Hitung r Tabel Interpretasi


A1 0,880 0,312 Valid
A2 0,801 0,312 Valid
A3 0,944 0,312 Valid
A4 0,967 0,312 Valid
A5 0,967 0,312 Valid
A6 0,967 0,312 Valid
A7 0,950 0,312 Valid
A8 0,967 0,312 Valid

2. Hasil Uji Reliabilitas


Uji reliabilitas dapat dilihat pada nilai Cronbach Alpha
Jika nilai Cronbach Alpha > 0,60 maka dikatakan reliable.
Dari hasil analisis didapatkan nilai Alpha sebesar 0,804.

136
Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Reliabel Variabel ASI Eksklusif (A)

No. Butir Cronbach Alpha r Tabel Interpretasi


A1 0,779 0,6 Realibel
A2 0,784 0,6 Realibel
A3 0,778 0,6 Realibel
A4 0,776 0,6 Realibel
A5 0,776 0,6 Realibel
A6 0,776 0,6 Realibel
A7 0,776 0,6 Realibel
A8 0,776 0,6 Realibel
VALIDITAS PER ITEM VARIABEL POLA PEMBERIAN MAKAN (C)
Correlations
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 TOTAL
C1 Pearson
1 .480** .558** .713** .636** .731** .649** .636** .484** .398* .515** .803**
Correlatio
n
Sig. (2-tailed) .007 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .007 .029 .004 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C2 Pearson
.480** 1 .592** .480** .853** .537** .585** .318 .829** .558** .650** .795**
Correlatio
n
Sig. (2-tailed) .007 .001 .007 .000 .002 .001 .087 .000 .001 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C3 Pearson
.558** .592** 1 .860** .617** .455* .505** .592** .400* .499** .599** .781**
Correlatio
n
.001 .001 .000 .000 .012 .004 .001 .028 .005 .000 .000
Sig. (2-tailed)

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
N
C4 Pearson
.713** .480** .860** 1 .636** .591** .508** .793** .311 .398* .515** .803**
Correlatio
n
Sig. (2-tailed) .000 .007 .000 .000 .001 .004 .000 .094 .029 .004 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C5 Pearson
.636** .853** .617** .636** 1 .523** .722** .373* .707** .613** .555** .845**
Correlatio
n

.000 .000 .000 .000 .003 .000 .042 .000 .000 .001 .000
Sig. (2-tailed)

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C6 Pearson
Correlatio .731** .537** .455* .591** .523** 1 .659** .690** .572** .313 .449* .771**
n

Sig. (2-tailed) .000 .002 .012 .001 .003 .000 .000 .001 .092 .013 .000

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

138
C7 Pearson
.649** .585** .505** .508** .722** .659** 1 .431* .612** .515** .480** .785**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .001 .004 .004 .000 .000 .017 .000 .004 .007 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C8 Pearson
.636** .318 .592** .793** .373* .690** .431* 1 .452* .380* .650** .736**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .087 .001 .000 .042 .000 .017 .012 .038 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C9 Pearson
.484** .829** .400* .311 .707** .572** .612** .452* 1 .709** .784** .784**
Correlation
Sig. (2-tailed) .007 .000 .028 .094 .000 .001 .000 .012 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C10 Pearson
.398* .558** .499** .398* .613** .313 .515** .380* .709** 1 .711** .694**
Correlation
Sig. (2-tailed) .029 .001 .005 .029 .000 .092 .004 .038 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C11 Pearson
.515** .650** .599** .515** .555** .449* .480** .650** .784** .711** 1 .785**
Correlation
Sig. (2-tailed) .004 .000 .000 .004 .001 .013 .007 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
TOTAL Pearson ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
.803 .795 .781 .803 .845 .771 .785 .736 .784 .694 .785 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
UJI RELIABILITAS VARIABEL POLA PEMBERIAN MAKAN (C)

Reliability Statistics
Item-Total Statistics
Cronbach's N of
Cronbach's
Alpha Items
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Alpha if
.777 12 Item Deleted if Item Deleted Total Item
Correlation Deleted
C1 27.2333 55.357 .779 .755
C2 27.3333 55.885 .773 .757
C3 27.3000 55.803 .756 .757
C4 27.2333 55.357 .779 .755
C5 27.2667 55.168 .826 .753
C6 27.1667 55.454 .743 .755
C7 27.2000 55.407 .759 .755
C8 27.3333 56.299 .708 .760
C9 27.4000 56.455 .763 .760
C10 27.3667 56.792 .664 .762
C11 27.4667 57.154 .767 .763
TOTAL 14.3000 15.321 1.000 .935

Keterangan:

1. Hasil Uji Validitas


Dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 30 maka r tabel dapat diperoleh
melalui tabel r product moment person dengan df (degree of freedom) = n-2, jadi df= 30-
2= 28, maka r tabel=0,312
Butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel

Tabel 1. Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Pola Pemberian Makan (C)

No. Butir r Hitung r Tabel Interpretasi


C1 0,779 0,312 Valid
C2 0,773 0,312 Valid
C3 0,756 0,312 Valid
C4 0,779 0,312 Valid
C5 0,826 0,312 Valid
C6 0,743 0,312 Valid
C7 0,759 0,312 Valid
C8 0,708 0,312 Valid
C9 0,763 0,312 Valid
C10 0,664 0,312 Valid
C11 0,767 0,312 Valid

140
2. Hasil Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dapat dilihat pada nilai Cronbach Alpha
Jika nilai Cronbach Alpha > 0,60 maka dikatakan reliable.
Dari hasil analisis didapatkan nilai Alpha sebesar 0,777
Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Reliabel Pola Pemberian Makan (C)

No. Butir Cronbach r Tabel Interpretasi


Alpha
C1 0,755 0,6 Realibel
C2 0,757 0,6 Realibel
C3 0,757 0,6 Realibel
C4 0,755 0,6 Realibel
C5 0,753 0,6 Realibel
C6 0,755 0,6 Realibel
C7 0,755 0,6 Realibel
C8 0,760 0,6 Realibel
C9 0,760 0,6 Realibel
C10 0,762 0,6 Realibel
C11 0,763 0,6 Realibel
Lampiran 4 Surat Ijin Pencarian Data Awal
143
Lampiran 5 Surat Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 8 Kartu Bimbingan Skripsi

152
Lampiran 9 Lembar Revisi Skripsi
Lampiran 10 Output SPSS

1. Karakteristik Resaponden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


PENDIDIKAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TAMAT SD 78 28.4 28.4 28.4
TAMAT
78 28.4 28.4 56.7
SMPMTS/SEDERAJA
T
TAMAT
106 38.5 38.5 95.3
SMA/SMK/MA/SEDERAJA
T
TAMAT
13 4.7 4.7 100.0
PERGURUAN
TINGGI
Total 275 100.0 100.0

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Balita


PEKERJAAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TIDAK BEKERJA 164 59.6 59.6 59.6
BURUH TANI 89 32.4 32.4 92.0
SWASTA 14 5.1 5.1 97.1
PNS/TNI/POLRI 8 2.9 2.9 100.0
Total 275 100.0 100.0

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Balita

KAT_JENIS_KELAMIN_BALITA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid LAKI-LAKI 138 50.2 50.2 50.2
PEREMPUAN 137 49.8 49.8 100.0
Total 275 100.0 100.0

156
A. ANALISIS UNIVARIAT
1. Distribusi Frekuensi Kategori Pendidikan
KAT_PENDIDIKAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid PENDIDIKAN RENDAH 78 28.4 28.4 28.4
PENDIDIKAN TINGGI 197 71.6 71.6 100.0
Total 275 100.0 100.0

2. Distribusi Frekuensi Kategori Pekerjaan


KAT_PEKERJAAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TIDAK BEKERJA 164 59.6 59.6 59.6
BEKERJA 111 40.4 40.4 100.0
Total 275 100.0 100.0

3. Distribusi Frekuensi Kategori Pendapatan Keluarga


KAT_PENDAPATAN_KELUARGA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < UMK 154 56.0 56.0 56.0
>= UMK 121 44.0 44.0 100.0
Total 275 100.0 100.0

4. Distribusi Frekuensi Kategori Riwayat ASI Eksklusif


KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TIDAK ASI EKSKLUSIF 153 55.6 55.6 55.6
ASI EKSKLUSIF 122 44.4 44.4 100.0
Total 275 100.0 100.0

5. Distribusi Frekuensi Kategori Riwayat BBLR


KAT_RIWAYAT_BBLR
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BBLR 154 56.0 56.0 56.0
NORMAL 121 44.0 44.0 100.0
Total 275 100.0 100.0
6. Distribusi Frekuensi Kategori Pola Pemberian Makan
KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid KURANG 160 58.2 58.2 58.2
BAIK 115 41.8 41.8 100.0
Total 275 100.0 100.0

7. Distribusi Frekuensi Kategori Stunting


KAT_STUNTING
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid STUNTING 100 36.4 36.4 36.4
NORMAL 175 63.6 63.6 100.0
Total 275 100.0 100.0
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan Antara Pendidian dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Pendidikan dengan Kejadian Stunting

KAT_PENDIDIKAN * KAT_STUNTING Crosstabulation

KAT_STUNTING

STUNTING NORMAL Total


KAT_PE PENDIDIKAN RENDAH Count 30 48 78
N Expected Count 28.4 49.6 78.0
DIDIKAN
% within KAT_PENDIDIKAN 38.5% 61.5% 100.0%
PENDIDIKAN TINGGI Count 70 127 197
Expected Count 71.6 125.4 197.0
% within KAT_PENDIDIKAN 35.5% 64.5% 100.0%
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within KAT_PENDIDIKAN 36.4% 63.6% 100.0%

b. Nilai Signifikansi Pendidikan

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .207 a
1 .649
Continuity Correctionb .100 1 .752
Likelihood Ratio .206 1 .650
Fisher's Exact Test
.678 .374
Linear-by-Linear
.206 1 .650
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.36.
b. Computed only for a 2x2 table

c. Nilai POR Pendidikan


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for KAT_PENDIDIKAN
(PENDIDIKAN RENDAH / PENDIDIKAN 1.134 .660 1.949
TINGGI)
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 1.082 .772 1.518
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .955 .779 1.170
N of Valid Cases 275
2. Hubungan Antara Pekerjaan dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Pendidikan dengan Kejadian Stunting

KAT_PEKERJAAN * KAT_STUNTING Crosstabulation

KAT_STUNTING

STUNTING NORMAL Total


KAT_PEK TIDAK BEKERJA Count 72 92 164
E RJAAN Expected Count 59.6 104.4 164.0
% within KAT_PEKERJAAN 43.9% 56.1% 100.0%
BEKERJA Count 28 83 111
Expected Count 40.4 70.6 111.0
% within KAT_PEKERJAAN 25.2% 74.8% 100.0%
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within KAT_PEKERJAAN 36.4% 63.6% 100.0%

b. Nilai Signifikansi Pekerjaan

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.979 a
1 .002
Continuity Correctionb 9.188 1 .002
Likelihood Ratio 10.223 1 .001
Fisher's Exact Test
.002 .001
Linear-by-Linear
9.943 1 .002
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 40.36.
b. Computed only for a 2x2 table

c. Nilai POR Pekerjaan


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for KAT_PEKERJAAN (TIDAK BEKERJA /
2.320 1.368 3.933
BEKERJA)
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 1.740 1.209 2.505
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .750 .631 .892
N of Valid Cases 275
3. Hubungan Antara Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting

KAT_PENDAPATAN_KELUARGA * KAT_STUNTING Crosstabulation

KAT_STUNTING

STUNTING NORMAL Total


KAT_PENDAPATAN < Count 81 73 154
_KELUARGA UMK
Expected Count 56.0 98.0 154.0
% within
52.6% 47.4% 100.0%
KAT_PENDAPATAN_KELUARG
A
>= Count 19 102 121
UMK
Expected Count 44.0 77.0 121.0
% within
15.7% 84.3% 100.0%
KAT_PENDAPATAN_KELUARG
A
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within
36.4% 63.6% 100.0%
KAT_PENDAPATAN_KELUARG
A

b. Nilai Signifikansi Pendapatan Keluarga

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-
39.860a 1 .000
Square
Continuity
38.281 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 42.243 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
39.715 1 .000
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.00.
b. Computed only for a 2x2 table

c. Nilai POR Pendapatan Keluarga

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for KAT_PENDAPATAN_KELUARGA (< UMK /
5.957 3.325 10.671
>= UMK)
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 3.350 2.159 5.197
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .562 .468 .675
N of Valid Cases 275
4. Hubungan Antara Pola Pemberian Makan dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Pola Pemberian Makan dengan Kejadian Stunting

KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN * KAT_STUNTING Crosstabulation

KAT_STUNTING

STUNTING NORMAL Total


KAT_POLA_PEMB KURAN Count 68 92 160
E RIAN_MAKAN G
Expected Count 58.2 101.8 160.0
% within
42.5% 57.5% 100.0%
KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKA
N
BAIK Count 32 83 115
Expected Count 41.8 73.2 115.0
% within
27.8% 72.2% 100.0%
KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKA
N
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within
36.4% 63.6% 100.0%
KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKA
N

b. Nilai Signifikansi Pola Pemberian Makan


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-
6.226a 1 .013
Square
Continuity
5.608 1 .018
Correctionb
Likelihood Ratio 6.322 1 .012
Fisher's Exact Test .016 .009
Linear-by-Linear
6.203 1 .013
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 41.82.
b. Computed only for a 2x2 table

c. Nilai POR Pola Pemberian Makan

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN
1.917 1.146 3.207
(KURANG / BAIK)
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 1.527 1.082 2.157
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .797 .669 .949
N of Valid Cases 275
5. Hubungan Antara Riwayat ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Riwayat ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting

KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF * KAT_STUNTING Crosstabulation

KAT_STUNTING

STUNTING NORMAL Total


KAT_RIWAY TIDAK ASI Count 72 81 153
AT_ASI_EK EKSKLUSIF
S KLUSIF Expected Count 55.6 97.4 153.0
% within
47.1% 52.9% 100.0%
KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSI
F
ASI EKSKLUSIF Count 28 94 122
Expected Count 44.4 77.6 122.0
% within
23.0% 77.0% 100.0%
KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSI
F
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within
36.4% 63.6% 100.0%
KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSI
F

b. Nilai Signifikansi Riwayat ASI Eksklusif

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi- a
17.048 1 .000
Square
Continuity
16.022 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 17.503 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
16.986 1 .000
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.36.
b. Computed only for a 2x2 table

c. Nilai POR Riwayat ASI Eksklusif

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF
2.984 1.760 5.060
(TIDAK ASI EKSKLUSIF / ASI EKSKLUSIF)
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 2.050 1.422 2.957
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .687 .575 .821
N of Valid Cases 275
6. Hubungan Antara Riwayat BBLR dengan Kejadian Stunting
a. Tabulasi Silang Antara Riwayat BBLR dengan Stunting

KAT_RIWAYAT_BBLR * KAT_STUNTING Crosstabulation

KAT_STUNTING

STUNTING NORMAL Total


KAT_RIWAY BBLR Count 76 78 154
A T_BBLR Expected Count 56.0 98.0 154.0
% within KAT_RIWAYAT_BBLR 49.4% 50.6% 100.0%
NORMA Count 24 97 121
L
Expected Count 44.0 77.0 121.0
% within KAT_RIWAYAT_BBLR 19.8% 80.2% 100.0%
Total Count 100 175 275
Expected Count 100.0 175.0 275.0
% within KAT_RIWAYAT_BBLR 36.4% 63.6% 100.0%

b. Nilai Signifikansi Riwayat BBLR

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-
25.510a 1 .000
Square
Continuity
24.251 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 26.511 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
25.417 1 .000
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.00.
b. Computed only for a 2x2 table

c. Nilai POR Riwayat BBLR


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for KAT_RIWAYAT_BBLR (BBLR /
3.938 2.278 6.807
NORMAL)
For cohort KAT_STUNTING = STUNTING 2.488 1.681 3.683
For cohort KAT_STUNTING = NORMAL .632 .528 .756
N of Valid Cases 275
C. Analisis Multivariat

Variables in the Equation

95.0% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


a
Step 1 KAT_PEKERJAAN(1) 1.064 .319 11.115 1 .001 2.899 1.551 5.421
KAT_PENDAPATAN_KELUARGA(1) 1.858 .339 30.138 1 .000 6.414 3.303 12.454
KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN(1) -.093 .322 .083 1 .773 .912 .485 1.713
KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF(1) 1.224 .322 14.441 1 .000 3.399 1.809 6.390
KAT_RIWAYAT_BBLR(1) .980 .317 9.532 1 .002 2.664 1.430 4.963
Constant -3.676 .491 56.008 1 .000 .025
Step 2a KAT_PEKERJAAN(1) 1.064 .319 11.111 1 .001 2.897 1.550 5.414
KAT_PENDAPATAN_KELUARGA(1) 1.835 .328 31.367 1 .000 6.263 3.296 11.901
KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF(1) 1.212 .319 14.423 1 .000 3.361 1.798 6.283
KAT_RIWAYAT_BBLR(1) .965 .313 9.505 1 .002 2.625 1.421 4.848
Constant -3.701 .484 58.440 1 .000 .025
a. Variable(s) entered on step 1: KAT_PEKERJAAN, KAT_PENDAPATAN_KELUARGA,
KAT_POLA_PEMBERIAN_MAKAN, KAT_RIWAYAT_ASI_EKSKLUSIF, KAT_RIWAYAT_BBLR.
Lampiran 11 Input Data Responden

JENIS RIWAYAT POLA UMUR


NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
1 1 2300 5 2 1 1 534000 -2,31 14 12-24 BULAN
2 1 2300 4 2 2 1 700000 -2,52 32 25-36 BULAN
3 2 2400 3 2 3 2 1200000 -2,41 27 25-36 BULAN
4 1 2400 4 2 2 1 433000 -3,38 21 12-24 BULAN
5 2 2400 5 2 2 1 600000 -2,39 14 12-24 BULAN
6 2 2450 4 3 3 1 1600000 -3,81 19 12-24 BULAN
7 2 2400 5 3 1 1 1600000 -2,17 42 37-48 BULAN
8 1 2400 4 4 3 2 1166000 -2,41 38 37-48 BULAN
9 2 2400 5 2 2 1 1600000 -2,19 44 37-48 BULAN
10 1 2400 4 4 2 1 1600000 -2,77 33 25-36 BULAN
11 2 2300 4 2 3 1 700000 -2,77 43 37-48 BULAN
12 2 2300 4 3 2 1 650000 -2,18 19 12-24 BULAN
13 1 2400 5 2 3 1 541000 -2,36 37 37-48 BULAN
14 2 2400 5 2 2 1 400000 -2,09 49 49-60 BULAN
15 1 2000 5 3 3 1 500000 -2,02 12 12-24 BULAN
16 1 2000 5 2 1 1 500000 -2,03 57 49-60 BULAN
17 2 2200 5 2 3 1 500000 -3,24 22 12-24 BULAN
18 1 2300 5 2 3 1 5000000 -2,33 16 12-24 BULAN
19 1 1200 4 3 2 1 1600000 -3,45 31 25-36 BULAN
20 1 1300 5 2 2 1 1600000 -2,84 31 25-36 BULAN
21 2 3000 6 5 4 2 1587000 -2,33 21 12-24 BULAN
22 2 2100 5 2 3 1 1600000 -2,58 40 37-48 BULAN
23 1 2100 5 2 2 1 1600000 -5,51 12 12-24 BULAN

166
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
24 1 2400 3 2 3 1 1600000 -3,59 48 37-48 BULAN
25 2 2700 6 4 2 2 667000 -6,05 48 37-48 BULAN
26 2 2900 7 2 2 2 478000 -2,68 29 25-36 BULAN
27 1 2300 5 2 2 1 375000 -5,42 13 12-24 BULAN
28 2 2200 5 2 3 2 2200000 -5,69 13 12-24 BULAN
29 1 2000 5 2 1 1 750000 -3,87 53 49-60 BULAN
30 1 2200 5 2 3 2 625000 -2,03 60 49-60 BULAN
31 1 1500 5 2 3 2 750000 -2,36 38 37-48 BULAN
32 2 2450 7 2 2 1 250000 -2,45 19 12-24 BULAN
33 2 2300 4 2 3 2 375000 -2,68 30 25-36 BULAN
34 1 2100 3 2 2 1 1000000 -3,67 30 25-36 BULAN
35 2 2200 5 2 2 2 666000 -2,9 48 49-60 BULAN
36 2 2400 6 2 3 1 1000000 -2,15 52 49-60 BULAN
37 2 2470 3 2 3 2 2000000 -4,74 43 37-48 BULAN
38 1 2400 3 2 2 1 700000 -3,17 12 12-24 BULAN
39 2 1200 5 2 2 2 286000 -2,96 60 49-60 BULAN
40 2 2300 5 2 3 1 1116000 -2,48 27 25-36 BULAN
41 1 2300 5 2 2 1 416000 -3,29 50 49-60 BULAN
42 1 2400 5 2 3 2 900000 -3,95 31 25-36 BULAN
43 2 2900 6 4 3 1 2544000 -2,49 53 49-60 BULAN
44 2 2300 5 2 2 1 410000 -2,04 28 25-36 BULAN
45 2 2200 5 2 1 1 310000 -2,33 41 37-48 BULAN
46 2 1400 3 2 1 1 375000 -2,95 48 37-48 BULAN
47 1 2250 3 2 1 2 800000 -3,33 45 37-48 BULAN
48 1 2400 6 2 1 1 1200000 -3,32 12 12-24 BULAN
49 1 3100 7 2 3 2 625000 -3,94 50 49-60 BULAN
50 1 2200 5 2 2 1 500000 -2,58 47 49-60 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
51 2 2100 5 2 3 2 840000 -3,01 14 12-24 BULAN
52 2 3200 7 4 1 1 1000000 -4,44 30 25-36 BULAN
53 1 2300 3 2 1 1 500000 -2,83 49 49-60 BULAN
54 1 2100 5 2 3 2 1600000 -2,61 45 37-48 BULAN
55 2 2400 6 4 1 1 550000 -2,21 25 25-36 BULAN
56 2 2400 4 3 1 3 1000000 -2,21 18 12-24 BULAN
57 1 2900 6 3 1 1 375000 -2,73 18 12-24 BULAN
58 1 3100 7 3 1 1 300000 -2,33 12 12-24 BULAN
59 2 2400 5 2 1 2 600000 -2,98 41 37-48 BULAN
60 1 2700 7 4 1 1 625000 -4,91 30 25-36 BULAN
61 1 2750 6 2 1 3 1000000 -2,11 58 49-60 BULAN
62 1 2800 6 4 3 1 1100000 -2,59 30 25-36 BULAN
63 1 2400 4 2 1 2 514000 -2,31 42 37-48 BULAN
64 2 2000 5 2 3 1 516000 -2,49 16 12-24 BULAN
65 1 2300 4 3 1 1 534000 -2,31 14 12-24 BULAN
66 1 2400 5 3 3 1 700000 -2,52 32 25-36 BULAN
67 2 2600 3 2 1 4 1200000 -2,41 27 25-36 BULAN
68 1 2300 5 4 2 1 433000 -3,38 21 12-24 BULAN
69 1 3200 4 2 1 1 600000 -2,39 14 12-24 BULAN
70 2 2400 3 2 3 1 733000 -3,81 19 12-24 BULAN
71 2 2300 5 3 1 1 380000 -2,17 42 37-48 BULAN
72 2 2100 3 3 3 3 1166000 -2,41 38 37-48 BULAN
73 1 2200 4 2 1 1 600000 -2,19 44 37-48 BULAN
74 2 2500 5 2 1 1 633000 -2,77 33 25-36 BULAN
75 1 2300 6 2 1 1 700000 -2,77 43 37-48 BULAN
76 2 2600 7 2 1 1 650000 -2,18 19 12-24 BULAN
77 1 2700 6 3 3 1 541000 -2,36 37 37-48 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
78 1 2100 6 3 1 1 400000 -2,09 49 49-60 BULAN
79 1 2200 7 4 3 1 500000 -2,02 12 12-24 BULAN
80 1 2400 6 2 3 1 500000 -2,03 57 49-60 BULAN
81 2 2100 4 3 2 1 500000 -3,24 22 12-24 BULAN
82 1 2300 5 2 3 1 5000000 -2,33 16 12-24 BULAN
83 2 2700 6 2 3 1 416000 -3,45 31 37-48 BULAN
84 2 2900 5 2 2 1 416000 -2,84 31 37-48 BULAN
85 1 3000 4 3 3 1 1587000 -2,33 21 12-24 BULAN
86 1 2100 6 3 1 1 400000 -2,58 40 37-48 BULAN
87 2 2200 7 3 1 2 500000 -5,51 12 12-24 BULAN
88 1 2500 4 2 3 2 1600000 -3,59 48 37-48 BULAN
89 2 2100 5 2 3 1 667000 -6,05 48 37-48 BULAN
90 1 2300 3 2 3 2 478000 -2,68 29 25-36 BULAN
91 1 3100 5 2 3 1 375000 -5,42 13 12-24 BULAN
92 1 2800 4 3 4 1 2200000 -5,69 13 12-24 BULAN
93 2 2700 6 2 3 1 750000 -3,87 53 49-60 BULAN
94 2 2100 7 4 3 2 625000 -2,03 60 49-60 BULAN
95 1 2200 4 2 3 1 750000 -2,36 38 37-48 BULAN
96 2 2300 3 2 2 1 250000 -2,45 19 12-24 BULAN
97 1 2900 5 2 3 1 375000 -2,68 30 25-36 BULAN
98 2 2100 4 2 2 1 1000000 -3,67 30 25-36 BULAN
99 2 2200 6 2 1 1 666000 -2,9 48 49-60 BULAN
100 1 2300 7 3 3 2 1000000 -2,15 52 49-60 BULAN
101 2 2500 7 4 1 2 1600000 1,34 14 12-24 BULAN
102 1 3000 4 2 2 1 1579000 1,39 30 25-36 BULAN
103 1 3200 6 4 3 2 2333000 2,34 16 12-24 BULAN
104 2 2300 6 3 1 1 2000000 2,51 37 37-48 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
105 1 3200 5 2 3 2 1600000 1,44 43 37-48 BULAN
106 1 3250 7 3 2 1 2200000 1,83 47 37-48 BULAN
107 1 2400 6 3 3 2 1580000 0,16 14 12-24 BULAN
108 2 2700 5 2 3 1 1600000 1,66 34 25-36 BULAN
109 1 3000 6 4 1 2 1580000 1,8 20 12-24 BULAN
110 1 2400 6 2 2 1 1600000 1,92 13 12-24 BULAN
111 2 3100 5 3 1 1 1578000 2,44 12 12-24 BULAN
112 1 2500 6 2 1 2 1600000 0,31 21 12-24 BULAN
113 1 3000 5 4 3 2 1600000 1,79 33 25-36 BULAN
114 2 2800 6 2 4 1 2200000 1,34 44 37-48 BULAN
115 2 2900 5 4 4 3 1650000 0,24 13 12-24 BULAN
116 2 2700 7 2 2 3 1590000 1,19 35 25-36 BULAN
117 2 3100 5 4 1 1 1760000 0,12 35 25-36 BULAN
118 2 2500 5 3 2 2 2300000 1,32 34 25-36 BULAN
119 1 3300 7 2 3 2 1578000 1,12 55 49-60 BULAN
120 1 3000 5 4 2 1 1579000 1,15 22 12-24 BULAN
121 1 3100 6 3 1 1 2000000 1,44 48 49-60 BULAN
122 1 3400 6 2 3 1 1579000 1,23 41 37-48 BULAN
123 1 2900 6 3 3 2 1674000 1,78 18 12-24 BULAN
124 1 2800 6 2 2 2 1650000 2,01 34 25-36 BULAN
125 2 3200 7 4 2 1 2000000 1,19 59 49-60 BULAN
126 2 3900 6 5 1 2 1578000 1,44 59 49-60 BULAN
127 2 2900 6 4 3 1 1584000 2,45 38 37-48 BULAN
128 1 2900 7 4 1 2 1600000 2,38 48 37-48 BULAN
129 1 3500 6 4 3 1 1000000 2,38 33 25-36 BULAN
130 1 3700 6 4 1 2 840000 0,83 25 25-36 BULAN
131 1 2900 7 3 3 1 500000 2,69 12 12-24 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
132 2 3800 5 4 3 2 1640000 -0,11 28 25-36 BULAN
133 2 2800 7 4 2 1 1580000 -1,36 24 12-24 BULAN
134 1 3000 5 3 2 4 2300000 -1,45 58 49-60 BULAN
135 1 2800 6 3 2 1 2200000 -0,41 48 37-48 BULAN
136 1 2900 6 3 3 2 1685000 -1,67 38 37-48 BULAN
137 1 2300 6 2 2 1 1600000 1,34 14 12-24 BULAN
138 2 3100 7 2 2 1 534000 1,39 32 25-36 BULAN
139 2 3000 6 4 2 2 1579000 2,34 27 25-36 BULAN
140 1 3000 4 2 2 1 2333000 2,51 21 12-24 BULAN
141 1 3400 5 3 2 1 2000000 1,44 14 12-24 BULAN
142 1 3000 4 3 3 4 1600000 1,83 19 12-24 BULAN
143 2 2700 3 3 2 4 2200000 0,16 42 37-48 BULAN
144 1 2100 7 2 3 1 700000 1,66 38 37-48 BULAN
145 1 3000 6 2 3 1 1580000 1,8 44 37-48 BULAN
146 2 3000 5 2 3 1 1600000 1,92 33 25-36 BULAN
147 2 2500 4 4 2 1 1580000 2,44 43 37-48 BULAN
148 1 2800 3 2 3 1 1200000 0,31 19 12-24 BULAN
149 1 2600 6 2 2 1 433000 1,79 37 37-48 BULAN
150 2 3000 7 2 2 1 600000 1,34 49 49-60 BULAN
151 2 2300 5 3 2 4 1600000 0,24 12 12-24 BULAN
152 2 3100 4 3 2 2 1578000 1,19 57 49-60 BULAN
153 1 3100 5 2 2 1 1600000 0,12 22 12-24 BULAN
154 2 2600 3 2 2 2 733000 1,32 16 12-24 BULAN
155 2 3200 6 2 3 1 380000 1,12 31 25-36 BULAN
156 1 3500 7 2 3 2 1166000 1,15 31 25-36 BULAN
157 1 3000 6 2 2 1 600000 1,44 21 12-24 BULAN
158 2 2900 5 2 2 2 633000 1,23 40 37-48 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
159 1 2900 4 2 2 1 700000 1,78 12 12-24 BULAN
160 1 3300 5 2 2 2 650000 2,01 48 37-48 BULAN
161 1 3000 6 4 3 1 1600000 1,19 48 37-48 BULAN
162 2 2300 7 2 4 2 541000 1,44 29 25-36 BULAN
163 2 3100 3 4 3 1 2200000 2,45 13 12-24 BULAN
164 1 2300 4 4 3 2 1650000 2,38 13 12-24 BULAN
165 1 2100 3 3 2 2 1590000 2,38 53 49-60 BULAN
166 2 3000 5 4 2 1 1760000 0,83 60 49-60 BULAN
167 2 2500 4 2 2 2 400000 2,69 38 37-48 BULAN
168 2 2700 6 4 3 1 1640000 -0,11 19 12-24 BULAN
169 1 2800 7 2 3 2 500000 -1,36 30 25-36 BULAN
170 1 2100 6 4 2 1 1580000 -1,45 30 25-36 BULAN
171 2 2300 8 2 1 1 500000 -0,41 48 37-48 BULAN
172 1 2400 4 3 2 1 2300000 -1,67 52 49-60 BULAN
173 1 2700 5 4 3 2 1578000 2,45 43 37-48 BULAN
174 2 2200 4 4 1 1 1579000 2,38 12 12-24 BULAN
175 2 2500 3 3 1 1 2300000 2,38 60 49-60 BULAN
176 2 2600 5 3 1 2 2000000 0,83 27 25-36 BULAN
177 1 2800 6 3 1 1 2200000 2,69 50 49-60 BULAN
178 1 3100 7 2 3 2 500000 -0,11 31 25-36 BULAN
179 2 3000 6 3 3 2 1579000 -1,36 53 49-60 BULAN
180 1 2100 7 3 3 1 1674000 -1,45 28 25-36 BULAN
181 1 2400 6 4 2 1 1650000 -0,41 41 37-48 BULAN
182 2 2300 8 2 3 1 5000000 -1,67 48 37-48 BULAN
183 2 3100 6 3 3 1 1685000 1,34 45 37-48 BULAN
184 1 2300 5 4 2 1 2000000 1,39 12 12-24 BULAN
185 2 2100 4 3 3 2 416000 2,34 50 49-60 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
186 1 1900 3 3 3 2 416000 2,51 47 37-48 BULAN
187 2 2300 5 5 2 1 1578000 1,44 14 12-24 BULAN
188 2 2100 4 5 3 2 1587000 1,83 30 25-36 BULAN
189 1 2300 6 2 3 1 400000 0,16 49 49-60 BULAN
190 2 2400 7 4 4 2 1584000 1,66 45 37-48 BULAN
191 1 2200 6 2 2 1 500000 1,8 25 25-36 BULAN
192 2 3100 7 2 3 1 1600000 1,92 18 12-24 BULAN
193 2 3200 8 4 3 1 667000 2,44 18 12-24 BULAN
194 2 2300 6 4 4 1 478000 0,31 12 12-24 BULAN
195 1 2100 7 2 4 1 375000 1,79 41 37-48 BULAN
196 2 2200 5 2 3 1 2200000 1,34 30 25-36 BULAN
197 1 2300 4 4 2 2 1600000 0,24 58 49-60 BULAN
198 2 3200 5 2 3 2 750000 1,19 30 25-36 BULAN
199 2 2100 4 2 3 1 625000 0,12 42 37-48 BULAN
200 2 2000 5 2 3 1 750000 1,32 16 12-24 BULAN
201 1 2200 4 2 2 2 250000 1,12 14 12-24 BULAN
202 1 2300 6 2 3 1 375000 1,15 32 25-36 BULAN
203 2 2500 7 2 2 2 1000000 1,44 27 25-36 BULAN
204 1 2100 6 2 1 1 666000 1,23 21 12-24 BULAN
205 2 2200 6 2 3 1 1000000 1,78 14 12-24 BULAN
206 1 2300 6 2 3 4 2000000 2,01 19 12-24 BULAN
207 1 1900 7 2 1 1 700000 1,19 42 37-48 BULAN
208 1 1850 8 2 2 2 286000 2,38 38 37-48 BULAN
209 2 3200 6 2 3 1 1116000 0,83 44 37-48 BULAN
210 2 2100 5 2 1 2 416000 2,69 33 25-36 BULAN
211 1 2200 4 2 4 2 900000 -0,11 43 37-48 BULAN
212 2 2400 3 4 3 4 2544000 -1,36 19 12-24 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
213 1 3100 5 2 2 2 410000 -1,45 37 37-48 BULAN
214 2 2300 4 2 2 2 310000 -0,41 49 49-60 BULAN
215 2 2100 5 2 2 2 375000 -1,67 12 12-24 BULAN
216 1 2400 3 2 1 2 800000 2,45 57 49-60 BULAN
217 2 2500 5 2 1 3 1200000 2,38 22 12-24 BULAN
218 1 2700 6 4 3 1 625000 2,38 16 12-24 BULAN
219 2 2100 7 2 4 2 500000 0,83 31 25-36 BULAN
220 1 2200 6 2 3 2 840000 2,69 31 25-36 BULAN
221 1 2300 7 4 3 2 1000000 -0,11 48 37-48 BULAN
222 2 2600 6 2 2 3 500000 -1,36 33 25-36 BULAN
223 2 2100 5 4 3 2 1000000 -1,45 25 25-36 BULAN
224 1 2200 4 4 1 1 840000 -0,41 12 12-24 BULAN
225 1 3100 4 2 3 2 1600000 -1,67 28 25-36 BULAN
226 2 3200 5 4 1 2 550000 1,34 24 12-24 BULAN
227 1 3000 6 3 1 1 1000000 1,39 58 49-60 BULAN
228 2 3100 3 3 1 2 375000 2,34 48 37-48 BULAN
229 1 3200 4 3 1 1 300000 -0,11 38 37-48 BULAN
230 2 2800 3 2 3 1 500000 -1,36 14 12-24 BULAN
231 1 2100 5 2 1 2 600000 -1,45 32 25-36 BULAN
232 1 2900 4 4 2 2 625000 -0,41 27 25-36 BULAN
233 2 2800 5 4 1 1 1000000 -1,67 21 12-24 BULAN
234 2 2600 4 4 3 1 1100000 1,34 14 12-24 BULAN
235 2 2500 6 2 1 2 514000 1,19 19 12-24 BULAN
236 1 2100 7 2 3 1 516000 2,38 42 37-48 BULAN
237 1 2700 8 4 3 2 500000 0,83 38 37-48 BULAN
238 1 3000 6 2 3 2 1640000 2,69 44 37-48 BULAN
239 1 3100 7 4 4 1 1580000 -0,11 33 25-36 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
240 2 3300 6 4 4 1 2300000 -1,36 43 37-48 BULAN
241 2 2300 7 3 1 1 2200000 -1,45 19 12-24 BULAN
242 1 2100 6 3 3 1 1685000 -0,41 37 37-48 BULAN
243 1 3100 7 3 1 1 1600000 -1,67 49 49-60 BULAN
244 2 2100 5 2 3 2 534000 2,45 12 12-24 BULAN
245 2 2400 4 2 1 2 1579000 2,38 57 49-60 BULAN
246 1 2100 5 4 2 3 2333000 2,38 22 12-24 BULAN
247 2 2100 6 2 1 3 2000000 0,83 16 12-24 BULAN
248 2 2300 7 3 1 1 1600000 2,69 31 25-36 BULAN
249 2 3400 8 3 3 3 2200000 -0,11 31 25-36 BULAN
250 1 2100 7 3 1 1 700000 -1,36 21 12-24 BULAN
251 2 2100 5 2 1 1 1580000 -1,45 40 37-48 BULAN
252 2 2300 4 2 1 1 1600000 -0,41 12 12-24 BULAN
253 2 3100 6 2 3 1 1580000 -1,67 48 37-48 BULAN
254 2 2000 7 4 1 1 1200000 1,34 48 37-48 BULAN
255 1 2400 6 2 3 1 433000 1,39 29 25-36 BULAN
256 2 2100 5 2 2 1 600000 2,34 13 12-24 BULAN
257 2 2300 5 2 3 3 2000000 -0,11 13 12-24 BULAN
258 2 3100 3 3 1 1 1578000 -1,36 53 49-60 BULAN
259 1 2300 4 2 1 3 1584000 -1,45 60 49-60 BULAN
260 2 2300 3 2 1 1 1600000 -0,41 38 37-48 BULAN
261 2 1800 5 2 1 3 1000000 -1,67 19 12-24 BULAN
262 1 2100 6 2 3 3 840000 1,34 30 25-36 BULAN
263 2 2200 6 2 1 1 500000 -0,41 30 25-36 BULAN
264 1 2300 7 2 1 1 1640000 -1,67 48 37-48 BULAN
265 2 1900 5 2 2 2 1580000 2,45 52 49-60 BULAN
266 2 2100 4 2 2 4 2300000 2,38 43 37-48 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
267 2 2200 7 2 1 2 2200000 2,38 12 12-24 BULAN
268 1 2000 6 2 3 1 1685000 0,83 60 49-60 BULAN
269 1 2100 3 2 1 1 1600000 2,69 27 25-36 BULAN
270 2 2200 4 2 1 1 534000 -0,11 50 49-60 BULAN
271 2 2300 5 2 2 1 1579000 -1,36 31 25-36 BULAN
272 2 3200 6 2 1 2 2333000 -1,45 53 49-60 BULAN
273 2 1900 7 2 2 1 2000000 -0,41 28 25-36 BULAN
274 1 3500 7 2 1 2 1600000 -1,67 41 37-48 BULAN
275 2 3200 6 2 4 2 2200000 1,34 48 37-48 BULAN
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian

177

177

Anda mungkin juga menyukai