OLEH:
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2018
SKRIPSI
OLEH:
LUTFIANA OKTADILA NURJANAH
NIM. 201403025
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
TAHUN 2018
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing dan telah dinyatakan layak
mengikuti Ujian Sidang.
SKRIPSI
Menyetujui, Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat
SKRIPSI
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS KELCOREJO
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2018
Dewan Penguji
Mengesahkan,
Ketua STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, saya persembahkan skripsi
ini kepada:
1. Allah SWT, karena hanya atas ridho dan karunia-Nya maka skrispi ini dapat
2. Kedua orang tua (Bapak Sunardi dan Ibu Pudjiati) yang sangat saya hormati
dan cintai, selama ini telah memberikan semangat, dukungan, dan doa tiada
3. Kakak – kakak ku Mujianto, Muhammad Ashari dan Siti Nur Cholifah dengan
doa, semnagat, dan dukungan luar biasanya saya bisa menyelesaikan skripsi
Widodo yang selalu memberikan dukungan, doa dan menjadi partner yang
6. Sahabat dan teman terbaik Elfira, Desi, Kresnawati atas kesabaran dan
7. Sahabat kecilku Hemas, Isabella, Vita yang selama ini memberikan semangat,
tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidik
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
namun hal itu tidak mengurangi semangat penulis dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sebagai mahasiswa semester akhir. Skripsi ini disusun sebagai
1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti
2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1
5. Ibu Ana Susilowati, Amd. Gizi selaku Pemegang Program Gizi di Wilayah
8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan dan kritik yang bersifat
Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis serta orang-orang yang peduli dengan dunia kesehatan
masyarakat khususnya.
Stunting was situation that describes the lack of nutritional status that was
chronic in growth and development from the beginning of life. The incidence of
stunting in the Klecorejo primary health center working Areas in Madiun district
in 2017 was 100 cases. The purpose of this study was to determine the most
influential factors stunting incidence in the Klecorejo primary health center
working Areas in Madiun district.
The type of this research is analytic observational with cross sectional
approach with total sample 275 from 966 of toddlers taken by simple random
sampling technique. The data analysis used univariate, bivariate analysis using
Chi Square test and multivariate using logistic regression test.
Risk factors that had relationship with stunting incidence in the Klecorejo
primary health center working Areas, work (p = 0.001 and aPOR = 2.89), family
income (p = 0.000 and aPOR = 6.26), history Exclusive breastfeeding (p = 0,000
and aPOR = 3.36), LBW history (p = 0.002 and aPOR = 2.62). While variables
that were not related stunting incidence were education (p = 0.752 and aPOR =
1.13) and feeding patterns (p = 0.773 and aPOR = 0.912).
Conclusion variables that had related to the incidence of stunting was
work, family income, history of exclusive breasfeeding and LBW (Low Brith
Weight) history. Based on the results of the study, suggestions that can be given to
increase routine monitoring to the implementation of pregnant women PMT
given, as well as education when pregnant women visit in the health center.
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
LEMBAR PERSEMBAHAN...............................................................................iv
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................vii
KATA PENGANTAR.........................................................................................viii
ABSTRAK..............................................................................................................x
ABSTRACT...........................................................................................................xi
DAFTAR ISI.........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xviii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH.........................................................xix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................8
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................8
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................9
1.4.1 Manafaat Bagi Puskesmas Klecorejo...................................9
1.4.2 Manfaat Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.........9
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat.....................................................9
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti...........................................................9
1.5 Keaslian Penelitian...........................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................125
LAMPIRAN........................................................................................................128
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak). Pengertian pendek dan sangat pendek
adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur
(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah
stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting)
dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya,
menahun pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan yaitu
dari mulai gizi ibu hamil yang kurang (KEK) dan pada masa kehamilan sampai
anak dilahirkan. Keadaan stunting ini dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi
badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD), severely stunted
atau sangat pendek dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut
umur kurang dari -3 standar deviasi (SD) dan dikatakan normal jika nilai z-score
tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan
1
Sekitar 1 dari 4 balita mengalami stunting (UNICEF, 2013), prevalensi
balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau
lebih karena persentase balita pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan
tetangga, prevalensi balita pendek (16%) dan Singapura (4%) (UNSD, 2014).
negara, di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting,
wasting dan overweight pada balita. Penurunan angka stunting atau postur tubuh
pendek menjadi target internasional 2025 dan menjadi salah satu output bidang
37,2%, kemudian jika dibandingkan dengan persentase tahun 2010 (35,6%) dan
jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18% sangat pendek. Pada
yang merupakan hasil studi potong lintang dengan sampel rumah tangga yang
2016 sebesar 26,1% dan tahun 2017 sebesar 26,7% (Dinkes Kabupaten Madiun,
2
Prevalensi stunting di 26 Puskesmas Kabupaten Madiun tahun 2017 yaitu
kenaikan 3%, kenaikan ini tertinggi dibandingkan dengan puskesmas yang ada di
Kabupaten Madiun.
Kabupaten Madiun masih terdapat masalah stunting, pada tahun 2016 terdapat 77
(7,8%) kasus stunting dengan 77 (7,3%) kasus stunted (pendek); 5 (0,5%) kasus
severely stunted (sangat pendek) yang terdiri dari 984 bayi dan balita. Pada tahun
2017 terdapat 100 (10,3%) kasus stunting dengan 92 (9,5%) kasus stunted
(pendek); 8 (0,8%) kasus severely stunted (sangat pendek) yang terdiri dari 966
pelaksanaan kegiatan PSG, pada 25 balita masih banyak orang tua yang bekerja
sehingga balita diasuh oleh nenek atau saudara yang lain dan diberikan makanan
Sodium Glutamat) sehingga balita tidak mau makan nasi lengkap dengan sayur
dan lauk, dan orang tua yang kurang mengetahui cara mengolah makanan dengan
rolade atau menu lainnya bila anak tidak mau makan daging. Serta masih terdapat
balita dengan riwayat BBLR yang dilihat dari KMS balita pada waktu
pelaksanaan PSG (Pemantauan Status Gizi) yang disebabkan oleh KEK pada saat
Faktor yang menyebabkan terjadinya stunting yaitu dimulai pada saat masa
kehamilan dimana gizi ibu yang kurang baik karena pendapatan keluarga yang
rendah sehingga ibu hamil tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan yang di
anjurkan yang menyebabkan ibu hamil mengalami KEK (Kurang Energi Kronis)
dapat dilihat dari buku KIA yaitu ibu hamil dengan LILA < 23,5 cm yang
mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) serta pola asuh yang
kurang baik yaitu masih kurangnya pemberian ASI Eksklusif, MPASI yang terlalu
cepat yaitu umur bayi sebelum 6 bulan yang sudah diberikan makanan atau
minuman selain ASI, pola pemberian makanan yang kurang serta intake makanan
yang kurang baik bisa disebabkan karena pendapatan keluarga yang rendah serta
pengetahuan ibu balita/pengasuh balita yang kurang baik dan dari faktor yang
diare, ISPA dan lain-lain, kemampuan motorik dan pertumbuhan linier yang
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, beban negara terhadap biaya anggaran
kesehatan bertambah karena penyakit tidak menular yang akan berdampak jangka
panjang pada stunting dan mengakibatkan kerugian negara (UNICEF, 2012; dan
WHO, 2010). Stunting juga berhubungan dengan kapasitas mental dan performa
ini dapat terjadi karena pada bayi yang lahir dengan riwayat BBLR, sejak dalam
perkembangan yang lebih lambat dari bayi yang dilahirkan normal dan sering
setelah lahir (Darwin Nasution, Detty Siti Nurdiati, Emy Huriyati, 2014).
konstipasi kronis dan lain sebagainya (Henningham dan McGregor, 2009 dalam
Khoirun Ni’mah, Siti Rahayu Nadhiroh, 2015). Kurangnya pemberian ASI dan
dapat dilakukan pencegahan. Maka dari itu mendorong penulis untuk memberikan
saran solusi kepada petugas kesehatan untuk mencegah secara langsung kejadian
stunting yaitu dengan cara intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu hamil adalah
intervensi ini meliputi kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu
menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu hamil dari
malaria. Intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6
bulan adalah intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong
serta mendorong pemberian ASI eksklusif. Intervensi gizi spesifik dengan sasaran
ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan adalah ntervensi ini meliputi kegiatan
kemudian setelah bayi berusia diatas 6 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI,
diare.
kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, fortifikasi pangan, pendidikan dan KIE
Gizi, pendidikan dan KIE Kesehatan, kesetaraan gender, dan lain-lain yang
bekerjasama dengan lintas sektor. Dampak kombinasi dari kegiatan spesifik dan
kenyataannya masih banyak terdapat balita stunting dan belum pernah ada
Madiun.
Madiun.
Madiun.
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
1. Faktor Khoirun Wilayah Case Control Variabel Panjang
Yang Ni’mah, Kerja terikat badan(OR=4,
Berhubun Siti Puskesmas adalah 091;
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
gan Rahayu Tanah Kali kejadian CI=1,162-
Dengan Nadhiroh Kedinding, stunting, 14,397),
Kejadian Surabaya sedangkan balita yang
Stunting Tahun 2015 variabel tidak
Pada bebas mendapatkan
Balita adalah ASI Eksklusif
berat (OR=4,643;
badan CI=1,328-
lahir, 16,233),
panjang pendapatan
badan keluarga yang
lahir, rendah
riwayat (OR=3,250;
pemberian CI=1,150-
ASI 9,187),
Eksklusif, pendidikan
pendapata ibu yang
n rendah
keluarga, (OR=3,378;
pendidika CI=1,246-
n orang 9,157), dan
tua balita, pengetahuan
pengetahu gizi ibu yang
an gizi ibu kurang
dan (OR=3,877;
jumlah CI=1,410-
anggota 10,658)
keluarga.
2. Faktor Zilda Provinsi Cross Variabel Hasil
Risiko Oktarina Aceh, Sectional terikat penelitian
Stunting dan Trini Sumatera adalah menunjukkan
Pada Sudiarti Utara, kejadian prevalensi
Balita Sumatera stunting balita stunting
(24—59 Selatan, dan Variabel 44.1%. Faktor
Bulan) Di Lampung, bebas risiko stunting
Sumatera meliputi adalah pada balita
seluruh berat (p<0.05) yaitu
kabupaten/k lahir, tinggi badan
ota yang tinggi ibu
ada Tahun badan ibu, (OR=1.36),
2013 tingkat tingkat
asupan asupan lemak
energi, (OR=1.30),
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
tingkat jumlah
asupan anggota
protein, rumah tangga
tingkat (OR=1.38)
asupan dan sumber
lemak, air minum
status (OR=1.36).
ekonomi
keluarga,
jumlah
anggota
rumah
tangga,
dan
sumber air
minum.
3. Faktor Wanda Kecamatan Case Control Varibel Faktor risiko
Risiko Lestari, Penanggala terikat stunting pada
Stunting Ani n Kota adalah keluarga
Pada Margawa Subulussala kejadian berpenghasila
Anak ti, M. m Tahun stunting n rendah (OR
Umur 6- Zen 2014 Variabel = 8,5, 95%
24 Bulan Rahfiludi bebas CI: 2,68-
Di n adalah 26,89), yang
Kecamata pekerjaan menderita
n orang tua, diare (OR =
Penanggal pendapata 5,04, 95% CI:
an Kota n 1,84-13, 81)
Subulussa keluarga, dan ISPA
lam menderita (OR = 5,71,
Provinsi diare dan 95% CI: 1,95-
Aceh ISPA, 16,67),
tinggi asupan energi
badan tidak adekuat
orang tua, (OR = 3,09,
berat bayi 95% CI: 1,02-
lahir, ASI 9,39) dan
eksklusif, asupan
umur protein tidak
pemberian adekuat (OR
MP-ASI = 5,54, 95%
pertama CI: 2,43-
kali, 12,63),
LanjutanTabel
Lanjutan Tabel1.5
1.5.1 Keaslian
Keaslian Penelitian
Penelitian
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
praktek perawakan
pemberian pendek dari
makan, orang tua (OR
praktek = 11,13, 95%
kebersiha CI: 4,37-
n anak, 28,3), berat
praktek badan lahir
pengobata rendah (OR =
n anak, 3,26, 95% CI:
dan 1,46-7,31),
ketersedia tidak
an sumber menyusui ASI
air bersih eksklusif (OR
= 6,54, 95%
CI: 2,84-
15,06),
memberikan
makanan
pendamping
ASI terlalu
cepat (OR =
6, 54, 95%
CI: 2,84-
15,06), dan
pola asuh
kurang (OR =
4,59, 95% CI:
2,05-10,25),
praktik-
praktik
kebersihan
anak (OR = 3,
26, 95% CI:
1,46-7,31)
dan
penanganan
pengobatan
anak (OR =
2,46, 95% CI:
1,13-5,34).
Analisis
regresi
menunjukkan
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
bahwa faktor
risiko yang
dominan
untuk stunting
adalah
perawakan
pendek dari
orang tua (OR
= 13,16, 95%
CI: 3,72-
46,52).
4. Faktor- Amalia Wilayah Cross- Varibel Variabel
Faktor Miftakhu kerja Sectiona terikat terikat
yang l Puskesmas l kejadian kejadian
Berhubun Rochma Wonosari I stunting stunting
gan h Tahun 2017 Variabel Variabel
dengan bebas bebas adalah
Stunting adalah status
pada status ekonomi nilai
Balita ekonomi, p
Usia 24- usia ibu, (0,002<0,05),
59 Bulan tinggi tinggi badan
di badan ibu, ibu nilai
Wilayah ASI (p<0,05), dan
Kerja esklusif, BBLR nilai p
Puskesma BBLR (0,045<0,05).
s Hasil analisis
Wonosari multivariat
I status
ekonomi
(OR:4,8),
tinggi badan
ibu
(OR:10,1),
BBLR
(OR:5,8).
5. Faktor Siti Wilayah Cross Variabel Variabel
risiko Wahdah, pedalaman Sectiona terikat terikat adlah
kejadian M. Kecamatan l adalah kejadian
stunting Juffrie, Silat Hulu kejadian stunting
pada anak Emy Kabupaten stunting Variabel
umur 6-36 Huriyati Kapuas Variabel bebas tinggi
bulan di Hulu bebas badan ayah
Lanjutan Tabel 1.5 Keaslian Penelitian
Judul Tempat
Nama Rancangan Variabel Hasil
No. Jurnal dan Tahun
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Penelitian Penelitian
Wilayah Provinsi adalah p=0,001<0,00
Pedalama Kalimantan umur, 5(OR=8,33;
n Barat Tahun jenis CI:3,133-
Kecamata 2015 kelamin, 22,167)
n Silat riwayat Tinggi badan
Hulu, penyakit ibu
Kapuas infeksi, p=0,001<0,00
Hulu, pendidika 5 (OR=5,56;
Kalimanta n CI: 2,340-
n Barat orang tua, 13,208)
pekerjaan Pekerjaan ibu
orang tua, p=0,032
jumlah (OR= 2,32;
anggota CI:1,139-
rumah 4,959)
tangga, Pendapatan
pendapata keluarga
n, pola p=0,001
asuh, pola (OR=24,42;
makan, CI: 9,068 –
pemberian 65,807)
ASI, dan Jumlah
tinggi anggota
badan rumah tangga
orang tua. p=0,002<0,05
(OR=3,51;
CI; 1,626 –
7,594)
Pola asuh p=
0,001<0,05
(OR= 5,26;
CI: 2,306 –
11,697)
Pemberian
ASI eksklusif
p=
0,042<0,005
(OR= 2,02;
CI:1,329 –
3,689)
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang
Madiun.
Logistik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
Status gizi adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat
kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan
berdasarkan standar baku WHO dengan BB/U, TB/U dan BB/TB. Stunting
adalah bentuk dari proses pertumbuhan anak yang terhambat. Sampai saat ini
stunting merupakan salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian
(Picauly dan Toy, 2013). Masalah gizi pada anak secara garis besar merupakan
2009).
Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely
stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang
balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan
16
Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada
dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang
(WHO, 2010). Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut (TB/U)
kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) atau dibawah rata-rata standar yang
ada dan serve stunting didefinisikan kurang dari -3 SD (ACC/SCN, 2000). Salah
satu indikator gizi bayi lahir adalah panjang badan waktu lahir disamping berat
badan adalah panjang badan waktu lahir. Panjang bayi lahir dianggap normal
antara 48-52 cm. Jadi, panjang lahir <48 cm tergolong bayi pendek. Namun bila
ingin mengaitkan panjang badan lahir dengan risiko mendapatkan penyakit tidak
menular waktu dewasa nanti, WHO (2005) menganjurkan nilai batas <50 cm.
Berat dan panjang badan lahir di catat atau disalin berdasarkan dokumen/catatan
yang dimilki dari sampel balita, seperti buku KIA, KMS, atau buku catatan
kesehatan anak lainnya. Tinggi badan merupakan parameter yang penting untuk
keadaan sekarang maupun keadaan yang lalu, apabila umur tidak diketahui
dengan tepat. Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting,
sebab dengan menghubungkan berat badan menurut tinggi bada, faktor umur
dapat ditiadakan. Pengukuran tinggi badan untuk balita sudah bisa berdiri tegak
(Supariasa, 2002). Tinggi badan diukur dengan subjek berdiri tegak pada lantai
yang rata, tidak menggunakan alas kaki, kepala sejajar dataran Frankurt (mata
melihat lurus ke depan), kaki menyatu, lutut lurus, tumit, bokong dan bahu
17
menyentuh dinding yang lurus, tangan menggantung di sisi badan,subjek
menyentuh puncak kepala (vertex) dan angka yang paling mendekatu skala
dan gangguan sistem pembakaran. Pada jangka panjang yaitu pada masa dewasa,
hipertensi, dan obesitas. Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait
1. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam
bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted
yang parah pada anak-anak akan terjadi defisit jangka panjang dalam
perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara
2. Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih
sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik.
3. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat
stunted pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan
pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian
pendek:
bahasa
unachieved potensial
berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang
bisa diukur dengan berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),
umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematang (Cintya, Dewi Rizki, 2015).
dan besarnya sel seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur,
dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
pekembangan adalah lebih menitik beratkan aspek perubahan bentu atau fungsi
pematangan organ atau individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional
tubuh dan metros artinta ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh
antomi tubuh. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Indeks antropometri terdiri dari berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB). Indeks mengetahui status balita stunting atau tidak, indeks yang
digunakan adalah tinggi badan menurut umur (TB/U). Tinggi badan merupakan
Tinggi badan menurut umur adalah ukuran dari pertumbuhan linier yang dicapai,
dapay digunakan sebagai indeks status gizi atau kesehatan masa lampau.
kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan linier. Hasil dari proses yang
terakhir ini disebut stunting atau mendapatkan insufisiensi dari tinggi badan
akan terus meningkat, meskipun laju tumbuh berubah dari pesat pada masa bayi,
mudu kemudian melambat dan menjadi pesat lagi (growth spurt) pada masa
remaja, selanjutnya terus melambat dengan cepatnya kemudian berhenti pada usia
18-20 tahun dengan nilai tinggi badan maksimal. Pada keadaan normal, sama
halnya dengan berat badan, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan
umur. Pertambahan nilai rata-rata tinggi badan dewasa dalam satu bangsa dapat
dijadikan indikator peningkatan kesejahteraan, bila belum tercapainya potensi
2. Aman.
terlatih.
6. Mudah dibawa.
7. Dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat (kecualu Skin Fold Calipter).
10. Dapat mengavaluasi perubahan status gizi pada waktu tertentu atau antar
generasi.
12. Dapat mengidentifikasikan status gizi berdasarkan cut off point yang telah
ada.
1. Tidak sensitif maksudnya antropometri tidak melihat status gizi dalam waktu
energi.
3. Dapat terjadi kesalahan yang mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas
4. Sumber kesalahan bisa berasal dari tenaga yang kurang terlatih, kesalahan
Tabel 2.2 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Laki-Laki 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
Bln ˗ 3 ˗ 2 ˗ 1 Median 1 SD 2 SD 3 SD
Th : Bln SD SD SD
0:0 0 44,2 46,1 48,0 49,9 51,8 53,7 55,6
0:1 1 48,9 50,8 52,8 54,7 56,7 58,6 60,6
0:2 2 52,4 54,4 56,4 58,4 60,4 62,4 64,4
0:3 3 55,3 57,3 59,4 61,4 63,5 65,5 67,6
0:4 4 57,6 59,7 61,8 63,9 66,0 68,0 70,1
0:5 5 58,6 61,7 63,8 65,9 68,0 70,1 72,2
0:6 6 61,2 63,3 65,5 67,6 69,9 71,9 74,0
0:7 7 62,7 64,8 67,0 69,2 71,3 73,5 75,7
0:8 8 64,0 65,2 68,4 70,5 72,8 75,0 77,2
0:9 9 65,2 67,5 69,7 72, 0 74,2 76,5 78,7
0 : 10 10 66,4 68,7 71,0 73,3 75,6 77,9 80,1
0 : 11 11 67,6 69,9 72,2 74,5 76,9 79,2 81,5
1:0 12 68,6 71,0 73,4 75,7 78,1 80,5 82,9
1:1 13 69,6 72,1 74,5 76,9 79,3 81,8 84,2
1:2 14 70,6 73,1 75,6 78,0 80,5 83,0 85,5
1:3 15 71,6 74,1 76,8 79,1 81,7 84,2 86,7
1:4 16 72,5 75,0 77,6 80,2 82,8 85,4 88,0
1:5 17 73,3 76,0 78,6 81,2 83,9 86,5 89,2
1:6 18 74,2 76,9 79,6 82,3 85,0 87,7 90,4
1:7 19 75,0 77,7 80,5 83,2 86,0 88,8 91,5
1:8 20 75,8 78,6 81,4 84,2 87,0 89,8 92,6
1:9 21 76,5 79,4 82,3 85,1 88,0 90,5 93,8
1 : 10 22 77,2 80,2 83,1 86,0 89,0 91,9 94,9
1 : 11 23 78,0 81,0 83,9 86,9 89,9 92,9 95,9
2:0 24 78,0 81,7 84,1 87,1 90,2 93,2 96,3
2:1 25 78,6 81,7 84,9 88,0 91,1 94,2 97,3
2:2 26 79,3 82,5 85,6 88,8 92,0 95,2 98,3
2:3 27 79,9 83,1 86,4 89,6 92,9 96,1 99,3
2:4 28 80,5 83,8 87,1 90,4 93,7 97,0 100,3
2:5 29 81,1 84,5 87,8 91,2 94,5 97,9 101,2
2:6 30 81,7 85,1 88,5 91,9 95,3 98,7 102,1
2:7 31 82,3 85,7 89,2 92,7 96,1 99,6 103,0
2:8 32 82,8 86,4 89,9 93,4 96,9 100,4 103,9
2:9 33 83,4 86,9 90,5 94,1 97,6 101,2 104,8
Lanjutan Tabel 2.2 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Laki-Laki 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
Bln ˗ 3 ˗ 2 ˗ 1 Median 1 SD 2 SD 3 SD
Th : Bln SD SD SD
2 : 10 34 83,9 87,5 91,1 94,8 98,4 102,0 105,6
2 : 11 35 84,4 88,1 91,8 95,4 99,1 102,7 106,4
3:0 36 85,0 88,7 92,4 96,1 99,8 103,5 107,2
3:1 37 85,5 89,2 93,0 96,7 100,5 104,2 108,0
3:2 38 86,0 89,8 93,6 97,4 101,2 105,0 108,8
3:3 39 86,5 90,3 94,2 98,0 101,8 105,7 109,5
3:4 40 87,0 90,8 94,7 98,6 102,5 106,4 110,3
3:5 41 87,5 91,4 95,3 99,2 103,2 107,1 111,0
3:6 42 88,0 91,9 95,9 99,9 103,8 107,8 111,7
3:7 43 88,4 92,4 96,4 100,4 104,5 108,5 112,5
3:8 44 88,9 93,0 97,0 101,0 105,1 109,1 113,2
3:9 45 89,4 93,5 97,5 101,6 105,7 109,8 113,9
3 : 10 46 89,9 94,0 98,1 102,2 106,3 110,4 114,6
3 : 11 47 90,3 94,4 98,6 102,8 106,9 111,1 115,2
4:0 48 90,7 94,9 99,1 103,3 107,5 111,7 115,9
4:1 49 91,2 95,4 99,7 103,9 108,1 112,4 116,6
4:2 50 91,6 95,9 100,2 104,4 108,7 113,0 117,3
4:3 51 92,1 96,4 100,7 105,0 109,3 113,6 117,9
4:4 52 92,5 96,9 101,2 105,6 109,9 114,2 118,6
4:5 53 93,0 97,4 101,7 106,1 110,5 114,9 119,2
4:6 54 93,4 97,8 102,3 106,7 111,1 115,5 119,9
4:7 55 93,9 98,3 102,8 107,2 111,7 116,1 120,6
4:8 56 94,3 98,8 103,3 107,8 112,3 116,7 121,2
4:9 57 94,7 99,3 103,8 108,3 112,8 117,4 121,9
4 : 10 58 95,2 99,7 104,3 108,9 113,4 118,0 122,6
4 : 11 59 95,4 100,2 104,8 109,4 114,0 118,6 123,2
5:0 60 96,1 100,7 105,3 110,0 114,6 119,2 123,9
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011
Tabel 2.3 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Perempuan 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
˗ 3 ˗ 2 ˗ 1
Th : Bln Bln Median 1 SD 2 SD 3 SD
SD SD SD
0:0 0 45,4 45,4 47,3 49,1 51,0 52,9 54,7
0:1 1 47,8 49,8 51,7 53,7 55,6 57,6 59,5
0:2 2 51,0 53,0 55,0 57,1 59,1 61,1 63,2
0:3 3 53,5 55,6 57,7 59,8 61,9 64,0 66,1
0:4 4 55,6 57,8 59,9 62,1 64,3 66,4 68,6
0:5 5 57,4 59,6 61,8 64,0 66,2 68,5 70,7
0:6 6 58,9 61,2 63,5 65,7 68,0 70,3 72,5
0:7 7 60,3 62,7 65,0 67,3 69,6 71,9 74,2
0:8 8 61,7 64,6 66,4 68,7 71,1 73,5 75,8
0:9 9 62,9 65,3 67,7 70,1 72,6 75,0 77,4
0 : 10 10 64,1 66,3 69,0 71,5 73,9 76,4 78,9
0 : 11 11 65,2 67,7 70,3 72,8 75,3 77,8 80,3
1:0 12 66,3 68,9 71,4 74,0 76,6 79,2 81,7
1:1 13 67,3 70,0 72,6 75,2 77,8 80,5 83,1
1:2 14 68,3 71,0 73,7 76,4 79,1 81,7 84,4
1:3 15 69,3 72,0 74,8 77,5 80,2 83,0 85,7
1:4 16 70,2 73,0 75,8 78,6 81,4 84,2 87,0
1:5 17 71,1 74,0 76,8 79,7 82,5 85,4 88,2
1:6 18 72,0 74,9 77,8 80,7 83,6 86,5 89,4
1:7 19 72,8 75,8 78,8 81,7 84,7 87,6 90,6
1:8 20 73,7 76,7 79,7 82,7 85,7 88,7 91,7
1:9 21 74,5 77,3 80,6 83,7 86,7 88,8 92,9
1 : 10 22 75,2 78,4 81,5 84,6 87,7 90,8 94,0
1 : 11 23 76,0 79,2 82,3 85,5 88,7 91,9 95,0
2:0 24 76,7 80,0 83,2 86,4 89,6 92,9 96,1
2:1 25 76,8 80,0 83,3 86,6 89,9 93,1 96,4
2:2 26 77,5 80,8 84,1 87,4 90,8 94,1 97,4
2:3 27 78,1 81,5 84,9 88,3 91,7 95,0 98,4
2:4 28 78,8 82,2 85,7 89,1 92,5 96,0 99,4
2:5 29 79,5 82,9 86,4 89,9 93,4 96,9 100,3
2:6 30 80,1 83,6 87,1 90,7 94,2 97,7 101,3
2:7 31 80,7 84,3 87,9 91,4 95,0 98,6 102,2
2:8 32 81,3 84,9 88,6 92,2 95,8 99,4 103,1
2:9 33 81,9 85,6 89,3 92,9 96,6 100,3 103,9
2 : 10 34 82,5 86,2 89,9 93,6 97,4 101,1 104,8
2 : 11 35 83,1 86,8 90,6 94,4 98,1 101,9 105,6
3:0 36 83,6 87,4 91,2 95,1 98,9 102,7 106,5
3:1 37 84,2 88,0 91,9 95,7 99,6 103,4 107,3
3:2 38 84,7 88,6 92,5 96,4 100,3 104,2 108,1
3:3 39 85,3 89,2 93,1 97,1 101,0 105,0 108,9
3:4 40 85,8 89,8 93,8 97,7 101,7 105,7 109,7
Lanjutan Tabel 2.3 Standar Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Anak Perempuan 0
Bulan – 60 Bulan/1-5 Tahun
˗ 3 ˗ 2 ˗ 1
Th : Bln Bln Median 1 SD 2 SD 3 SD
SD SD SD
3:5 41 86,3 90,4 94,4 98,4 102,4 106,4 110,5
3:6 42 86,8 90,9 95,0 99,0 103,1 107,2 111,2
3:7 43 87,4 91,5 95,6 99,7 103,8 107,9 112,0
3:8 44 87,9 92,0 96,2 100,3 104,5 108,6 112,7
3:9 45 88,4 92,5 96,7 100,9 105,1 109,3 113,5
3 : 10 46 88,9 93,1 97,3 101,5 105,8 110,0 114,2
3 : 11 47 89,3 93,6 97,9 102,1 106,4 110,7 114,9
4:0 48 89,8 94,1 98,4 102,7 107,0 111,3 115,7
4:1 49 90,3 94,6 99,0 103,3 107,7 112,0 116,4
4:2 50 90,7 95,1 99,5 103,9 108,3 112,7 117,1
4:3 51 91,2 95,6 100,1 104,5 108,9 113,3 117,7
4:4 52 91,7 96,1 100,6 105,0 109,5 114,0 118,4
4:5 53 92,1 96,6 101,1 105,6 110,1 114,6 119,1
4:6 54 92,6 97,1 101,6 106,2 110,7 115,2 119,8
4:7 55 93,0 97,6 102,2 106,7 111,3 115,9 120,4
4:8 56 93,4 98,1 102,7 107,3 111,9 116,3 121,1
4:9 57 93,9 98,5 103,2 107,8 112,5 117,1 121,8
4 : 10 58 94,5 99,0 103,7 108,4 113,0 117,7 122,4
4 : 11 59 94,7 99,5 104,2 108,9 113,6 118,3 123,1
5:0 60 95,2 99,9 104,7 109,4 114,2 118,9 123,7
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2011
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang
status gizi di masa lalu. Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks
TB/U disamping memberikan gambaran status gizi di masa lampau, juga lebih
kelamin balita, gizi ibu hamil yang dapat dilihat dari KMS ibu hamil yang
memiliki risiko dua kali lipat menjadi stunting dibandingkan bayi perempuan
pada usia 6-12 bulan (Medhin, 2010). Anak laki-laki lebih berisiko mengalami
lebih berisiko stunting daripada anak perempuan. Dalam hal ini tidak diketahui
apa alasan dan penyebabnya (Lesiapeto, et al., 2010). Dalam sua penelitian yang
stunting lebih besar pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.
cairan tubuh dan lainnya. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang
umur. Selain itu, berat badan digunakan sebagai indikator tunggal yang terbaik
pada saat ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh kembang (Narendra &
Berat lahir pada khususnya sangat terkait dengan kematian janin, neonatal
dan postnatal; morbiditas bayi dan anak; dan pertumbuhan dan pengembangan
jangka panjang. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) didefiniskan oleh WHO
yaitu berat lahir <2500 gr. BBLR dapat disebabkan oleh durasi kehamilan dan laju
pertumbuhan janin. Maka, dari itu, bayi dengan berat lahir <2500 gr dikarenakan
dia lahir secara premature atau karena terjadi retardasi pertumbuhan (Semba dan
mengalami kejadian stunting pada anak dengan riwayat BBLR dibandingkan anak
yang lahir dengan berat badan normal. Kondisi ini dapat terjadi karena pada bayi
yang lahir dengan BBLR, sejak dalam kandungan telah mengalami retardasi
dari bayi yang dilahirkan normal dan sering gagal menyusul tingkat pertumbuhan
yang seharusnya dicapai pada usianya setelah lahir. Hambatan pertumbuhan yang
terjadi berkaitan dengan maturitas otak yaitu sebelum usia kehamilan 20 minggu
95%CI:2,27-15,70).
di masa dewasa, bagi perempuan yang lahir dengan BBLR memiliki risiko besar
untuk menjadi ibu yang stunted sehingga akan cenderung melahirkan bayi dengan
beray lahir rendah seperti dirinya. Bayi dilahirkan oleh ibu yang stunted tersebut
akan menjadi perempuan dewasa yang stunted pula, dan akan membentuk siklus
sama seperti sebelumnya atau bisa dikatakan genetik (Semba dan Bloem, 2001).
Semua kelompok lahir berisiko terhadap stunting hingga usia 12 bulan, dengan
risiko terbesar pada kelompok anak IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
dan risiko terkecil pada kelompok anak normal. Pada kelompok IUGR
rendah, penyakitm dan defisiensi zat gizi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu
dnegan gizi kurang sejak awal sampai dengan akhir kehamilan akan melahirkan
BBLR, yang kedepannya akan menjadi anak stunting (Kusharisupeni, 2004).
menjadi tiga kategori yaitu BBLR prematur, bayi kecil untuk masa kehamilan
(KMK), dan Kombinasi prematur dan bayi kecil masa kehamilan (Departemen
1. BBLR Prematur
BBLR prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang
dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Bila bayi yang
lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badannya
kurang dari seharusnya desebut dengan dismatur kurang bulan kecil untuk
masa kehamilan. Karakteristik Universitas Sumatera Utara bayi BBLR
prematur adalah berat lahir kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau
sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang
dari 33 cm. Semakin awal bayi lahir, semakin belum sempurna perkembangan
organorgan tubuhnya, dan semakin rendah berat badanya saat lahir dan
Bayi kecil untuk masa kehamilan merupakan bayi BBLR yang diakibatkan
bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari 10th. Bayi kecil
masa kehamilan bisa terjadi tanpa penyebab patologis atau penyebab sekunder
persentil untuk berat sebenarnya dengan umur kehamilan. Istilah bayi kecil
untuk masa kehamilan dapat didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram dengan usia kehamilan lebih atau sama
dengan 37 minggu. Istilah yang banyak digunakan dengan bayi kecil untuk
Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang
kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat di istilahkan dengan
kelompok risiko tinggi karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan angka
kematian dan kesakitan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup.
Menurut Manuaba 1998 ada tiga faktor penyebab KMK, yaitu faktor ibu,
faktor uterus dan plasenta, dan faktor janin. Faktor ibu yang berperan dalam
plasenta dapat berupa gangguan pembuluh darah, gangguan insersi tali pusat,
prematur dan bayi kecil masa hamil dipastiakan akan menyebabkan bayi lahir
ayah pada anak stunting lebih rendah dibandingkan dengan anak normal, hal ini
karena dengan pendidikan yang tinggi pada orang tua akan memahami pentingnya
pernanan orang tua dalam pertumbuhan anak. Selain itu dengan pendidikan yang
baik diperkirakan memiliki pengetahuan gizi yang baik pula, ibu dengan
pengetahuan gizi yang baik akan tahu bagaimana mengolah makanan, mengatur
menu makanan serta menjaga mutu dan kebersihan makanan dnegan baik.
Pendidikan tinggi dapat mencerminkan pendapatan yang lebih tinggi dan ayah
akan lebih mendapat perhatian gizi anak. Ibu yang berpendiidkan diketahui lebih
luas pengetahuannya tentang praktik perawatan anak sesuai dengan penelitian Siti
meningkat maka bukan tidak mungkin kesehatan dan masalah keluarga yang
berkaitan dengan gizi mengalami perbaikan. Faktor ibu yang bekerja di luar
ada jaminan untuk hal tersebut. Sedangkan ibu yang bekerja di rumah tidak
dalam pemberian makanan untuk anak kurang diperhatikan juga, karena ibu
merasa sudah merawat anaknya, misalnya dalam pemberian ASI eksklusif (on
demand). Menurut survey awal pada penilitian ini banyak ibu yang berkerja di
luar rumah yang membuat pengasuhan anak dialihkan oleh nenek namun dengan
masalah apabila anak tidak mau makan nasi beserta lauk nenek akan memberi
makanan ringan bahkan permen atau apapun yang diinginkan anak tanpa
memperhatikan asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak sehingga masih banyak
anak stunting dengan berat badan yang rendah, sesuai dengan penelitian Siti
pendapatan yang diperoleh dari seluruh anggota yang bekerja baik dari pertanian
maupun dari luar pertanian (Subandi, 2001 dalam Geti Wulandari, 2015).
penghasilan yang berkaitan dengan kejadianm stunting, maka perbaikan gizi akan
anak daripada faktor genetik dan etnik (Habicht, 1974) . Status ekonomi rumah
gizi pendek atau stunting sebagai alat ukur atas tingkat sosio-ekonomi yang
rendah dan sebagai salah satu indicator untuk memantau ekuitas dalam kesehatan
dan normal, ternyata kelompok anak normal yang miskin memiliki pengasuhan
yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok anak stunting dari keluarga
kurang mampu adalah strategi untuk membatasi tingginya kejaidan stunting dalam
dalam koteks yang lebih luas dan tidak hanya dalam ranah biomedis (Zere &
McIntyle, 2003). Proporsi anak yang stunting lebih banyak terjadi pada rumah
65,807).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi yang berupa ASI saja tanpa
diberi cairan lain baik dalam bentuk apapun kecuali sirup obat. ASI eksklusif
diberikan minimal dalam jangka waktu enam bulan (Depkes, 1997). ASI saja
dapat mencukupi kebutuhan bayi pada enam bulan pertama kehidupannya.
hanya dirasakan oleh bayi, tetapi juga oleh ibu, lingkungan bahkan negara.
1. Sumber gizi terbaik dan paling ideal dengan komposisi yang seimbang sesuai
2. ASI mengandung berbagai zat kekebalan sehingga bayi akan jarang sakit,
sehingga bayi yang mendapatkan ASI eksklusif potensial akan lebih unggul
penyakit infeksi pada bayi yang secara langsung berpengaruh terhadap status
gizi bayi (Subhardjo, 1996). Guna menjamin anak akan protein yang bermutu
2. Anak diberi campuran protein nabati dari biji-bijian (serelia) dan kacang-
kacangan (leguminosa).
3. Berikan bahan makanan sumber protein hewani setempat yang mudah
Cara ini dikenal dengan nama “Tiga Lapisan Jembatan Protein” yang
berfungsi sebagai jembatan dalam peralihan makanan anak dari ASI ke makanan
biasa. Hendaknya para orang tua memperhatikan kebutuhan gizi yang seimbang
pada setiap asupan makanan yang diberikan kepada anak usia 24 bulan.
Antara usia 6-24 bulan, anak tumbuh dengan cepat kebutuhan energi,
vitamin dan mineralnya meningkat. Saat yang dipakai adalah konsep makanan
sehat seimbang seperti yang dituangkan dalam piramida makanan. Porsi terbesar
makanan adalah yang tertera di paling bawah piramida makanan, yaitu beras dan
puncak piramida yaitu lemak dan gula. Prinsip pengaturan makanan bagi anak di
Bayi sebaiknya diberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan karena bagi
bayi usia tersebut tidak ada makanan lain sebaik ASI namun jika kondisi tertentu,
seperti produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayi atau alasan medis
yang lain, maka pada usia 4 bulan bayi sudah bisa diberikan MPASI (Makanan
Pendamping ASI). Menginjak 6 bulan ke atas, ASI sebagai sumber nutrisi sudah
tidak mencukupi lagi kebutuhan gizi yang terus berkembang, sehingga anak perlu
makanan bertekstur cair, kental, semi padat hingga akhirnya makanan padat.
hal-hal berikut:
2. Bayi merespon dan membuka mulutnya saat disuapi makanan serta hilangnya
5. Bayi sudah bisa duduk sambil disangga dan sudah mampu menegakkan
kepalanya.
Risiko menjadi stunting 3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidak diberi
ASI eksklusif (ASI <6 bulan) dibandingkan dengan balita yang diberi ASI
eksklusif (>6bulan) (Hien dan Kam, 2008). Hal ini mungkin disebabkan karena
kolostrum memberikan efek perlindungan pada bayi baru lahir dan bayi yang
penyakit yang lebih tinggi seperti diare yang berkontribusi terhadap kekurangan
berhubungan dengan kejadian stunting (Kumar, et al., 2006). Hal ini sesuai
dengan penelitian iti Wahdah (2015) dengan nilai p 0,042 OR 2,02 (1,329-3,689).
1. Ibu meninggal saat melahirkan atau saat masih masa menyusui bayinya.
2. ASI yang menyusui mengalami sakit berat tang secara medis tidak
menimbulkan rasa tidak percaya diri saat menyusui yang menyebabkan ASI
tidak keluar.
pertumbuhan pada balita, karena dalam makanan banyak mengandung gizi. Gizi
kecerdasan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada balita maka
pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan bisa terjadi gizi
buruk pada balita. Stunting sangat erat kaitannya dengan pola pemberian makanan
status gizi balita. Pemberian ASI yang kurang dari 6 bulan dan MP-ASI terlalu
dini dapat meningkatkan risiko stunting karena saluran pencernaan bayi belum
sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi seperti diare dan ISPA.
Pola pemberian makanan anak balita terdiri dari tingkat asupan makanan dan
frekuensi pemberian makanan, hal ini sesuai dengan penelitian Wanda Lestari
Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam
kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat pada
pola pemberian makanan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang mengkonsumsi
pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi pola pemberian
makanan yang ideal menurut Suryansyah (2012) adalah 3 kali sehari dengan jam
makan yang teratur seperti pola jam 8, jam 12 dan jam 18.
Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi salah satu cara untuk mengetahui
tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka
pola pemberian makanan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan
pemberian makanan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan
lingkungan.
1. Faktor Ekonomi
untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik,
santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger dan lain-lain, telah
dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi
dan penyajiannya serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan
tersebut dikonsumsi.
Tidak sedikit makanan yang dianggap tabu adalah baik jika ditinjau dari
kesehatan, salah satu contohnya adalah anak balita tabu mengkonsumsi ikan
memiki pantangan terhadap makanan tertentu yaitu balita, ibu hamil, dan ibu
menyusui.
3. Pendidikan
4. Lingkungan
keluarga serta adanya promosi melalui media cetak, kebiasaan makan dalam
menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan wasting. Wasting adalah
berat badan anak tidak sebanding dnegan tinggi badannya. Jika kekurangan ini
bersifat menahun (kronis) artinya sedikit demi sedikit tetapi dalam jangka waktu
yang lama akan terjadi keadaan stunting. Stunting adalah anak menjadi pendek
dan tinggi badan tidak sesuai dengan usianya walaupun secara sekilas anak tidak
kurus.
Gizi yang baik dan kesehatan adaah bagian penting dari kualitas hidup
yang baik (Aora, 2009). Menurut Ramli, et al (2009) gizi yang cukup diperlukan
normal tubuh dapat dilakukan dengan memilih dan mengasup amakanan yang
baik (kualitas dan kuantitasnya) (Almatsier, 2001). Kebutuhan energi yang harus
dipenuhi asupannya oleh balita di Indonesia telah di tetapkan pada tabel berikut
ini:
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang
mengasilkan energi pada tubuh manusia, maka dari itu manusia tercukupi
zat gizi mikro, berhubungan dengan defisit pertumbuhan fisik di anak pra sekolah
pertumbuhan fisik yang normal, karena kejadian penyakit lain, seperti infeksi akut
atau kronis, dapat mempengaruhi proses yang kompleks terhadap terjadinya atau
pertumbuhan, hal ini karena sebagian nutrisi dapat didistribusikan secara luas di
berbagai jenis makanan. Makanan yang memadai dari segi kuantitas sangat
penting akrena energy (Kkal) yang disediakan didalamnya dan berbagai jenis
makanan dapat menajdi subtitusi satu sama lain untuk menghasilkan energi.
2.3.2.2 Protein
Protein merupakan zat pengatur dalam tubuh manusia. Pada balita protein
sintesis jaringan baru. Selain itu protein juga dapat membentuk antibodu untuk
menjaga daya tahan tubuh terhadap infeksi dan bahan-bahan asing yang masuk ke
1. Tingkat pertumbuhan
dikonsumsi bersamaan
4. Asupan vitamin, mineral dan energi yang adekuat
kebutuhan energi total (Almatsier, 2005). Asupan protein yang adekuat telah
terakhir tahun. Protein sering dikonsumsi dalam hubungannya dengan energi dan
zink. Zat gizi tersebut untuk fungsi normal dari hampir semua sel dan proses
metabolism, dnegan demikian difisit dalam zat gizi tersebut memiliki banyak efek
klinis. Di sub-Sahara 38% anak stunting dan 9% wasting, walaupun penyebab dari
tersebut hidup dengan diet asupan protein yang tidak memadai (Asiss, 2004).
Menurut penelitian Ida Ayu Kade Chandra Dewi (2016), Kadek Tresna
Adhi berbeda halnya dengan konsumsi energi, konsumsi zat makro lainnya seperti
protein memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kejadian stunting. Anak balita
yang kekurangan konsumsi protein memiliki odds 10,26 kali untuk mengalami
stunting dibandingkan anak balita yang konsumsi proteinnya mencukupi. Hasil ini
Surakarta, bahwa anak batita yang kekurangan asupan protein mempunyai risiko
3,46 kali menjadi anak stunting dibandingkan dengan anak yang asupan
proteinnya cukup. Lebih banyaknya asupan protein dan lebih beragamnya
makanan yang dikonsumsi perharinya pada kelompok anak balita normal dalam
penelitian ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anak memiliki laju
pertumbuhan yang baik sesuai dengan umurnya. Protein merupakan zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, membangun struktur tubuh (otot, kulit
dan tulang) serta sebagai pengganti jaringan yang sudah usang (Almatsier, 2002).
daripada anak dengan jumlah asupan protein yang cukup (Bender, 2002) dan pada
keadaan yang lebih buruk kekurangan protein dalam jangka waktu yang lama
kompleksitas untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar
energi dalam bentuk glukosa. Beberapa karbohidrat tidak dapat dicerna disebut
non glikemik, dan terdiri dari atas polisakarida nonpati (non starch
polysaccharide, NSP) yang merupakan bagian dari serat makanan dan berperan
dalam fungsi usus. Fungsi karbohidrat yaitu sebagai sumber energi, sebagai
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar
fosfolipid atau sterol (yang paling terkenal adalah kolestrol) juga termasuk dalam
kelompok ini. TAG dipecah untuk menghasilkan energi dan menyusun cadangan
energi utama bagi tubuh, dalam jaringan adipose. Asam lemak spesisfik yang
terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi membran sel, dan harus
2.3.2.5 Zink
Sumber utama zink adalah daging, unggas, telur, ikan, susu, keju, hati,
Bukan hanya untuk orang dewasa namun juga bagi pertumbuhan anak-anak.
Mereka semua membutuhkan tersedianya gizi seimbang dan memadai baik itu
makanan berharga mahal, yang penting adalah gizi seimbang untuk hidup sehat
gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Jika seseorang mengalami kekurangan
gizi, yang terjadi akibat asupan gizi di bawah kebutuhan, maka ia akan lebih
rentan terkena penyakit dan kurang produktif. Sebaliknya, jika memiliki kelebihan
gizi akibat asupan gizi yang melebihi kebutuhan, serta pola makan yang padat
energi (kalori) maka ia akan beresiko terkena berbagai penyakit seperti diabetes,
tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan sebagainya. Kegiatan yang bertujuan
untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang
tepat telah lama dilakukan oleh pemerintah melalui salah satu program yaitu
potongan menunjukkan porsi yang harus dikonsumsi setiap hari. TGS dialasi air
putih, artinya air putih merupakan bagian terbesar dari zat gizi esensial bagi
Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya
merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar
dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat
protein dan lemak di Amerika Serikat (IOM, 2005) dan menyelaraskan dengan
lemak dalam konteks AMDR bagi penduduk Indonesia dibagi ke dalam tiga (3)
kelompok penduduk. Kontribusi energi dari lemak sebaiknya sekitar 35% pada
anak usia 1-3 tahun, 30% pada usia 4-18 tahun dan 25% pada orang dewasa.
Perbaikan menu dengan komposisi energi asam lemak ini sangat penting agar
terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang
sudah dilemahkan atau dimatikan dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit
tersebut diharapkan tubuh dapat mengahsilkan Eat Anti yang pada akhirnya nanti
digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyarang
tubuh (BKKBN, 1998). Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada
bayi dan anak terhadap penyakit tertentu (Depkes RI, 1998). Imunisasi adalah
suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap antigen
sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit
(imunisasi pasif). Dalam hal ini, imunisasi aktif menstimulasi sistem imun untuk
membentuk antibodi dan respom imun seluler yang dapat melawan agen
umur 0-12 bulan, yang terdiri dari imunisasi BCG (1, 2, 3); Polio (1, 2, 3, 4);
tersebut antara lain: TBC, difteri, tetanus, pertusis, polio, campak, hepatitis B, dan
sebagainya. Status imunisasi pada anak adalah salah satu indikator kontak dengan
pelayanan kesehatan akan membantu memperbaiki masalah gizi baru jadi, status
imunisasi juga diharapkan akan memberikan efek positif terhadap status gizi
jangka panjang.
Tabel 2.9 Jadwal Pemberian Lima Imunisasi Dasar
No. Jenis Imunisasi Umur Bayi
1. Hepatitis B (HB) 0 ≤ 7 hari
2. BCG, Polio 1 1 bulan
3. DPT/HB 1, Polio 2 2 bulan
4. DPT/HB 2, Polio 3 3 bulan
5. DPT/HB 3, Polio 4 4 bulan
6. Campak 9 bulan
Sumber: Depkes, 2009
Manfaat imunisasi yaitu:
1. Imunisasi aktif
(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan
suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat
yaitu:
yang didetoksifikasi saja atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa
seperi polisakarida dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-
c. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan
imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen
dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan
2. Imunisasi pasif
proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang
didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang
Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah
yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima
berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa
anak balita dengan status imunisasi tidak lengkap dengan kejadian stunting
KEK merupakan gambaran status gizi ibu hamil di masa lalu, kekurangan
gizi kronis pada masa anak-anak baik disertai sakit yang berulang, akan
menyebabkan bentuk tubuh yang pendek (stunting) dan kurus (wasting) pada saat
dewasa. Ibu yang memiliki postur tubuh seperti ini berisiko mengalami gangguan
pada masa kehamilan dan melahirkan bayi BBLR (Soetjiningsih, 2009 dalam
politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan
tersebut telah memicu munculnya kasus masalah gizi akibat kemiskinan dan
ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai. Masalah gizi terbagi menjadi
masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi mikro adalah masalah yang
protein. Manifestasi dari masalah gizi mikro bila terjadi pada wanita usia subur
dan ibu hamil yang kurang energi kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir
yang rendah (BBLR). Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran
LILA, adapun ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di
Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LIA kurang dari 23,5 cm atau di bagian
merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan
diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR). BBLR mempunyai
hubungan bermakna antara KEK pada ibu hamil dengan kejadian stunting usia 6-
Penyebab utama terjadinya KEK pada ibu hamil yaitu sejak sebelum hamil
ibu sudah mengalami kekurangan energi, karena kebutuhan orang hamil lebih
tinggi dari ibu yang tidak dalam keadaan hamil. Kehamilan menyebabkan
meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi
lainnya meningkat selama hamil. Penyebab dari KEK dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Penyebab Langsung
Peyebab langsung terdiri dari asupan makanan atau pola konsumsi dan infeksi.
Penyebab tidak langsung dari KEK banyak, maka penyakit ini disebut penyakit
penggunaan zat-zat gizi karena susunan asam amino didalam tubuh tidak
konsumsi makan.
8) Penghasilan rendah.
1) Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani
(daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayur berwarna hijau
(seperti daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas)
b. Menambah pemasukan zat besi dalam tubuh dengan meminum tablet penambah
darah.
c. Guna mencegah terjadinya resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan
(WUS) sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak
kurang dari 23.5 cm. Beberapa kriteria ibu KEK adalah berat badan ibu sebelum
hamil <42 kg, tinggi badan ibu <145 cm, berat badan ibu pada kehamilan
trimester III <45 kg, Indeks Masa Tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00 dan ibu
penyakit. Manifestasi malnutrisi disebabkan oleh perbedaan antara jumlah zat gizi
yang diserap dari makanan dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hal
ini terjadi sebagai kosenkuensi, yang meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat
gizi, atau mengalami infeksi yang meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi,
Malnutrisi dan infeksi sering terjadi pada saat bersamaan dan malnutrisi dapat
yang mengarahakan ke lingkaran setan. Anak gizi yang daya tahan terhadap
penyakitnta rendah akan sakit dan akan menjadi samakin kurang gizi, sehingga
Penyakit infeksi yang disertai diare dan muntah dapat menyebabkan anak
kehilangan cairan serta sejumlah zat gizi. Seorang anak yang mengalami diare
akan terjadi malabsorbsi zat gizi dan hilangnya zat gizi dan bila tidak segera
ditindaklanjuti dan diimbangi dengan asupan yang sesuai makan terjadi gagal
kejadian diare yang sering yaitu lebih dari dua kali dalam tiga bulan terakhir,
sedangkan pada kelompok tidak stunting sebagian besar jarang mengalami diare.
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh bakteri yang biasa disebut dengan
dapat terjadi karena konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi,
dari satu orang ke orang lainnya, ataupun dari perilaku higiene yang buruk
(OR=3,619;CI;1,290-10,150).
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yaitu organ
tubuh yang di mulai dari hidung ke alveoli beserta adneksa (Romelan, 2006).
pada bayi yang konsumsi ASI tidak cukup, maka daya tahan tubuh akan melemah
(Ardian Candra M1, Hertanto W. Subagio, Ani Margawati, 2016). Pada keadaan
tersebut bayi mudah terserang penyakit infeksi yang dapat mengurangi nafsu
makan dan akhirnya akan menderita kurang gizi. Infeksi yang sering atau kronis
kecil yang mengurangi penyerapan zat gizi dimana terjadi pengalihan energi, yang
melawan infeksi dalam tubuh baik infeksi akibat kecacingan ataupun penyakit
infeksi (ISPA dan diare). Penelitian Chamilia Desyanti, Triska Susila Nindya2
(2016) pada kelompok balita stunting lebih banyak balita yang diasuh dengan
hygiene yang buruk yaitu dengan persentase 75,8%, sedangkan pada kelompok
balita tidak stunting sebagian besar balita diasuh dengan hygiene yang baik yaitu
dengan persentase 60,6%. Secara umum, lingkungan tempat tinggal balita pada
kedua kelompok (stunting dan tidak stunting) adalah sama, yang membedakan
terutama pada kelompok anak stunting yang memiliki kesadaran yang rendah
;CI=1,667-13,862).
Asupan Protein
Asupan Makanan Defisit Asupan
Penyebab Langsung Asupan Lemak
Asupan Zink
ISPA
Penyakit Infeksi
Diare
yang telah diuraikan dan kerangka teori yang telah disajikan di bab sebelumnya,
dapat diketahui bahwa masalah malnutrisi kronis pada balita merupakan masalah
stunting pada balita sehingga ada beberapa faktor risiko yang terdapat pada
kerangka teori dihilangkan, maka untuk penelitian ini dibuat kerangka konseptual
penelitian yaitu:
faktor yaitu faktor penyebab langsung dan faktor penyebab tidak langsung. Faktor
asupan lemak, asupan zink), riwayat BBLR, penyakit infeksi (ISPA dan diare),
dan pola pemberian makanan. Faktor tidak langsung adalah riwayat ASI eksklusif,
64
keluarga), pelayanan kesehatan (status imunisasi dan KEK pada ibu hamil),
Pekerjaan
Riwayat BBLR
Keterangan:
: Diteliti
: Berhubungan
65
3.2 Hipotesis Penelitian
2012).
Ha :
2. Hipotesis Nol
dirumuskan untuk ditolak sesudah pengujian. Dengan kata lain hipotesis nol
perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok atau lebih mengenai suatu
METODE PENELITIAN
satu kali atau pada saat itu (Dr. Hasmi, 2016). Dalam penelitian ini untuk
Populasi/Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang berkunjung pada posyandu di
68
Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kab. Madiun yaitu sejumlah 966 balita
4.2.2 Sampel
populasi yang digunakan untuk penelitian (Wiratna, 2012). Besar sampel yang
Keterangan:
n = Besar Sampel
Zα² = 1,96
69
Jadi, besar sampel dari penelitian ini sebesar 275 balita. Namun, dalam
1. Kriteria Inklusi
2. Kriteria Eksklusi
1) Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah responden yang sedang tidak
teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi sampel. Jenis probability sampling
yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple
cara acak tanpa memperhatian strata yang ada dalam anggota populasi. Cara ini
atau kaleng) yang dapat digunakan untuk mengaduk sehingga tersusun secara
acak.
Teknik Sampling
Simple Random Sampling
Sampel
Balita Usia 12 – 60 Bulan Sejumlah 275 balita di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo.
Variabel Independen
Riwayat ASI eksklusif, Pola Pemberian
Makan, Pendidikan, Pekerjaan,
Pendapatan Keluarga.
Variabel Dependen
Kejadian Stunting pada Balita,
Riwayat BBLR.
Pengolahan Data
Editing, Coding, Entry Data, Tabulating
Analisis Data
Univariat, Bivariat dan Multivariat
Kesimpulan
Hasil
Pelaporan
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
Secara teoritis variabel adalah atribut seseorang atau objek yang mempunyai
variasi satu orang dengan yang lain atau suatu objek dengan objek lain. Variabel
adalah sifat yang akan diukur dan diamati yang nilainya berbeda antara satu objek
kelamin, riwayat BBLR), pola asuh (pola pemberian makan, riwayat ASI
keluarga).
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
74
No. Lanjutan
Variabel Tabel 4.3Definisi
DefinisiOperasional
Operasional Variabel Faktor-Faktor
Cara Ukur yang Berhubungan
Alat Ukur dengan Kejadian Stunting
Skala Data Hasil Ukur
menyusui parsial.
2. ASI eksklusif, jika
bayi yang baru
lahir diberikan
hanya ASI tanpa
tambahan
makanan/minuman
pengganti ASI
lainnya sampai usia
6 bulan.
(Kemenkes No.
450/MENKES/SK/VI/
2004 tentang
Pemberian ASI
Eksklusif)
3. Pola Pola makan berdasarkan frekuensi 1. Kurang bila Kuesioner Nominal 1= Kurang, jika
Pemberian makan dan waktu pemberian frekuensi makan < 3 frekuensi makan
Makan makan kali sehari dengan <3 kali sehari dan
jam atau waktu jam atau waktu
makan yang tidak makan tidak
teratur dan tidak ada teratur
variasi buah dan 2= Baik, jika
sayur. frekuensi makan
2. Baik bila frekuensi ≥3 kali sehari dan
makan 3 kali sehari jam atau waktu
dengan jam atau makan
waktu makan yang teraturseperti jam
Lanjutan Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur
teratur seperti jam 8, 8, jam 12, dan
jam 12, jam 18, jam 18. Serta
variasi makan buah variasi makanan
dan sayur. buah dan sayuran.
(Suryansyah,
2012)
4. Pendidikan 1. Pendidikan dasar Kueioner
Jenjang pendidikan formal terakhir Nominal 1=Rendah (tamat
yang dicapai oleh ibu balita dan (tamat SD SD, tamat SMP
responden pada saat penelitian. sederajat, tamat sederajat)
SMP sederajat) 2=Tinggi (tamat
2. Pendidikan SMA dan
menengah (SMA Perguruan Tinggi)
sederajat)
3. Pendidikan tinggi
(tamat PT atau
Perguruan Tinggi)
(UU RI tentang Sistem
Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003)
5. Pekerjaan Pekerjaan yang menggunakan Pekerjaan yang Kuesioner Nominal 1= Tidak Bekerja
waktu terbanyak responden atau memberikan 2= Bekerja
pekerjaan yang memberikan penghasilan. (Kemenkes, 2010
penghasilan terbesar 1. Tidak bekerja, jika dalam Paramitha
tidak mendapatkan Anisa, FKM UI,
penghasilan. 2012)
2. Bekerja, jika
mendapatkan
Lanjutan Tabel 4.3 Definisi Operasional Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur
pengasilan
6. Pendapatan Pendapatan keluarga adalah Pendapatan keluarga Kuesioner Nominal 1= < UMK
Keluarga jumlah penghasilan riil dari adalah jumlah Kabupaten
seluruh anggota rumah tangga penghasilan riil dari Madiun 2018
yang digunakan untuk memenuhi seluruh anggota rumah 2= ≥ UMK
kebutuhan bersama maupun tangga yang digunakan Kabupaten
perseorangan dalam rumah tangga. untuk memenuhi Madiun 2018
Berdasarkan UMK Kabupaten kebutuhan bersama (Peraturan
Madiun 2018 maupun perseorangan Gubernur Jawa
dalam rumah tangga Timur No. 75,
berdasarkan UMK 2017)
Kabupaten Madiun
2018.
1. Rendah, jika <
UMK 1.576.892,91
2. Tinggi, jika ≥ UMK
1.576.892,91
(Peraturan Gubernur
Jawa Timur No. 75,
2017).
4.6 Instrumen Penelitian
data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuisioner
tertutup.
1. Kuesioner
pengumpul data terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengetahui ketepatan
78
kuesioner dalam mengukur suatu data. Uji yang dilakukan untuk mengetahui
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukut (instrument) itu
Hasi r hitung kita bandingkan dengan r tabel dimana df=n-2 dengan sig
5%. Jika r tabel < r hitung mak valid (Wiratna Sujarweni, 2012). Teknik
hasil uji validitas pada penelitian ini bahwa pada 8 butir pertanyaan pada
dengan r hitung > r tabel 0,312 dan nilai signifikan < 0,05 dinyatakan valid.
Berdasarkan dari hasil uji validitas pada penelitian ini bahwa pada 11 butir
30 dan df=30-2=28 dengan r hitung > r tabel 0,312 dan nilai signifikan < 0,05
dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner (Wiratna Sujarweni,
2012). Uji reabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik koefisien Alpha
Cronbach’s, jika nilai cronbach’s alpha > 0,60 maka kontruk pertanyaan yang
menggunakan pengolah data SPSS 16.0. Berdasarkan dari hasil uji reliabilitas
bahwa pada 8 butir pertanyaan pada variabel ASI eksklusif dengan responden
berjumlah 30 dan nilai cronbach’s alpha > r tabel 0,60 dinyatakan reliable.
Berdasarkan dari hasil uji reliabilitas bahwa pada 11 butir pertanyaan pada
Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun, meliputi 7 desa yang terdiri dari Desa
Blabakan, Desa Darmo, Desa Kebonagung, Desa Klecorejo, Desa Kuncen, Desa
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan 5 Juni sampai dengan bulan 9
Juli 2018.
4.9 Prosedur Pengumpulan Data
data yang telah dikumpulkan. Tanpa adanya kata, maka hasil penelitian tidak akan
terwujud dan penelitian tidak akan berjalan. Menurut sumbernya, data dibedakan
1. Data Primer
2. Data Sekunder
sekunder dalam penelitian ini yaitu identitas balita stunting serta jenis kelamin
balita.
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
dalam kuesioner. Editing dilakukan pada saat pengumpulan data atau setelah
2. Pengkodean (Coding)
4. Pentabulasian (Tabulating)
skor atau kodenya. Dalam penelitian ini peneliti melakukan tabulasi data
menggunakan program aplikasi pengolah data statistik 16.0. analisis data pada
1. Analisis Univariat
tendensi sentral atau grafik. Variabel independen atau variabel bebas dalam
2. Analisis Bivariat
Hasil uji chi square hanya dapat menyimpulkan ada atau tidaknya
perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat
menyimpulkan ada/tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik. Dengan
uji chi square tidak dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uj chi
square tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih
1. Apabila nilai p > α = Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan.
2. Apabila nilai p < α = Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan.
jika nilai RP < 1, apabila RP > 1 merupakan faktor risiko, dan = 1 yaitu tidak
ada hubungan. Terdapat uji parametrik dan non parametrik pada analisis
Uji altrernatif dari uji chi-square adalah uji fisher exact untuk tabel 2x2
dengan ketentuan sampel kurang atau sama dengan 40 dan terdapat sel yang
3. Analisis Multivariat
sederhana.
d. Variabel nilai p > 0,05 ditandai dan dikeluarkan satu persatu dari model,
e. Pada langkah terakhir akan tampak nilai exp(B), yang menunjukkan bahwa
sebagai berikut :
responden yang akan diteliti agar subyek mengerti maksut dan tujuan dari
hak-hak responden.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada pihak
Wilayah kerja seluas 1826,714 km2 mencakup 7 (tujuh) desa yaitu Blabakan,
yang berbukit dan terletak di daerah perdesaan. Batas Wilayah Kerja UPT
87
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Klecorejo
16.726 jiwa Tahun 2017. Sesuai Permenkes No. 75 Tahun 2014, Dalam rangka
88
5.2 Hasil Penelitian
berdasarkan jenis kelamin balita, umur balita, pekerjaan, pendidikan, riwayat ASI
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar balita
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 138 orang (50,2%) sedangkan balita
responden tidak bekerja yaitu sebanyak 164 balita (59,6%). Sedangkan responden
yang paling sedikit bekerja sebagai PNS/TNI/Polri yaitu sebanyak 14 orang
(2,9%).
pemberian makan, riwayat ASI eksklusif,dan riwayat BBLR) dan variabel terikat
(kejadian stunting).
responden memiliki kategori pendidikan tinggi yaitu sebanyak 197 orang (71,6%).
Berdasarkan tabel 5.6 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
(orang tua balita) tidak bekerja yaitu sebesar 164 orang (59,6%).
responden memiliki pendapatan keluarga yang rendah yaitu sebanyak 154 orang
(56%).
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Pola Pemberian Makan
responden balita dengan pola pemberian makan < 3 kali sehari sebanyak 160
balita (58,2%).
responden balita tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 153 balita (55,6%).
Berdasarkan tabel 5.11 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar balita
Eksklusif, dan riwayat BBLR dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT
statistik Chi-Square dan penentuan Odds Ratio (OR) atau Ratio Prevalens
mengalami stunting lebih banyak pada orang tua yang berpendidikan tinggi yaitu
orang tua yang berpendidikan rendah yaitu sebanyak 70 orang (35,5%). Hasil
menunjukkan bahwa nilai signifikansi yaitu 0,752 lebih dari α = 0,05. Maka,
dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik tidak ada hubungan antara
Berdasarkan tabel 5.12 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada balita dengan orang tua yang tidak bekerja
yaitu sebanyak 72 orang (43,9%) dibandingkan balita yang mengalami stunting
dengan orang tua yang bekerja yaitu sebanyak 28 orang (25,2%). Hasil analisis uji
bahwa nilai signifikansi yaitu 0,002 kurang dari α = 0,05. Maka, dapat diambil
kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara pekerjaan
Berdasarkan tabel 5.13 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada pendapatan keluarga yang <UMK yaitu 81
keluarga yang ≥UMK yaitu 19 orang (15,7%). Hasil analisis uji Chi-Square
bahwa nilai signifikansi yaitu 0,000 kurang dari α = 0,05. Maka, dapat diambil
kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara pendapatan
Tabel 5.14 Tabulasi Silang Hubungan antara Pola Pemberian Makan dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun
Pola Kejadian Stunting
Stunting Normal Total P-value RP
Pemberian
F % F % F % 95% CI
Makan
Kurang 68 42,5 92 57,5 160 100,0 1,527
0,018 (1,082 –
Baik 32 27,8 83 72,2 115 100,0
2,157)
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.14 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada pola pemberian makan yang kurang yaitu
pemberian makan yang baik yaitu 32 balita (27,8%). Hasil analisis uji Chi-Square
bahwa nilai signifikansi yaitu 0,018 kurang dari α = 0,05. Maka, dapat diambil
kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara pola pemberian
Tabel 5.15 Tabulasi Silang Hubungan antara Riwayat ASI Eksklusif dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Klecorejo
Kabupaten Madiun
Riwayat Kejadian Stunting
Stunting Normal Total P-value RP
ASI
F % F % F % 95% CI
Eksklusif
Tidak ASI
72 47,1 81 52,9 153 100,0 2,050
Eksklusif
0,000 (1,422 –
ASI
Eksklusif 28 23,0 94 77,0 122 100,0 2,957)
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.15 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada balita yang memiliki riwayat ASI tidak
eksklusif yaitu sebanyak 72 balita (47,1%) dibandingkan balita yang mengalami
stunting dengan riwayat ASI yang eksklusif yaitu 28 balita (23,0%). Hasil analisis
uji Chi-Square hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting
menunjukkan bahwa nilai signifikansi yaitu 0,000 kurang dari α = 0,05. Maka,
dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara
Berdasarkan tabel 5.16 diatas, dapat diketahui bahwa proporsi balita yang
mengalami stunting lebih banyak pada balita yang memiliki riwayat BBLR yaitu
ASI yang eksklusif yaitu sebanyak 24 balita (19,8%). Hasil analisis uji Chi-
menunjukkan bahwa nilai signifikansi yaitu 0,000 kurang dari α = 0,05. Maka,
dapat diambil kesimpulan bahwa secara uji statistik ada hubungan antara antara
Analisis multivariat adalah yang digunakan adalah regresi logistik untuk melihat
variabel dengan nilai p <0,05 yang masuk ke dalam kandidat multivariat yaitu
kemaknaan statistik tertentu. Hasil regresi logistik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.19 Hasil Analisis Multivariat Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Kelcorejo
dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik
No. Variabel Nilai B aPOR 95% CI P
1. Pekerjaan 1,064 2,89 1,550 – 5,414 0,001
2. Pendapatan Keluarga 1,835 6,26 3,296 – 11,901 0,000
3. Riwayat ASI Eksklusif 1,212 3,36 1,798 – 6,283 0,000
4. Riwayat BBLR 0,965 2,62 1,421 – 4,848 0,002
Konstanta -3,701
Sumber: data primer hasil penelitian tahun 2018
1) Balita dengan pengasuh atau keluarga yang tidak bekerja memiliki resiko
2,89 kali lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibanding dengan
balita dengan pengasuh atau keluarga yang bekerja dengan nilai p value
0,001 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian
6,26 kali lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingan dengan
0,000 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan
balita yang memiliki riwayat ASI eksklusif ≥6 bulan dimana p value 0,000 <
α 0,05 yang berarti ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan
4) Balita yang memiliki riwayat BBLR yaitu berat lahir yang <2.500 gram
dengan balita yang memiliki riwayat tidak BBLR atau berat lahir normal
yaitu ≥2.500 gram dimana p value 0,002 < α 0,05 yang berarti ada hubungan
antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting dengan nilai (95% CI 1,421 –
4,848).
Keterangan:
e = exponen (2,718)
a = konstanta
= - (-3,701+(1,064×1+1,835×1+1,212×1+0,965×1)
= - (-3,701+5,076)
= -1,375
p = 0,798×100%
p = 79,8%
Jadi, seorang balita dengan orang tua yang tidak bekerja, pendapatan
keluarga yang rendah (<UMK), riwayat ASI tidak eksklusif, dan memiliki
riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki risiko untuk mengalami
5.3 Pembahasan
Stunting
1. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari
hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan orang tua yang
tidak bekerja yaitu sebanyak 72 orang (43,9%), dengan p value 0,002 < 0,05
yang berarti ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting dengan
nilai RP sebesar 1,74 sehingga balita dengan orang tua yang tidak bekerja
memiliki risiko 1,74 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan
balita dengan orang tua yang bekerja. Sedangkan dari analisis multivariat
kejadian sunting dengan nilai p value 0,001 < α 0,05 yang berarti ada
hubungan antara pekerjaan dengan kejadian stunting pada balita dengan nilai
RP sebesar 2,89 sehingga balita dengan orang tua yang tidak bekerja memiliki
risiko 2,89 kali lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingkan
balita dengan orang tua yang bekerja dengan (95% CI 1,550 – 5,414).
2008). Keluarga yang tidak bekerja akan memiliki masalah dalam pola asuh
untuk balita sehingga asupan makanan untuk pertumbuhan juga akan kurang
dan keluarga yang bekerja terutama ibu balita sehingga pengasuhan anak oleh
pihak lain juga dapat mempengaruhi gizi anak apabila pengetahuan pengasuh
kurang baik. Pekerjaan orang tua berkaitan dengan status ekonomi keluarga
dan pola asuh anak. Orang tua yang tidak bekerja akan menyababkan status
ekonomi yang rendah yang berakibat kurangnya daya beli terhadap bahan
stunting lebih banyak pada orang tua yang tidak bekerja karena pekerjaan erat
serta benda – benda lain yang berguna bagi kesehatan anak (Aerts, Drachler &
Klecorejo Kabupaten Madiun hal ini dikarenakan balita dengan orang tua
yang tidak bekerja sebagian besar mengalami stunting. Dalam penelitian ini
sebagian besar kejadian stunting pada balita secara tidak langsung disebabkan
karena orang tua yang tidak bekerja, keluarga yang tidak bekerja akan
mengalami kesulitan dalam pola asuh balita karena kurangnya daya beli yang
sebesar 154 orang (56%) sehingga asupan makanan untuk pertumbuhan juga
sehari – hari terutama pemenuhan gizi keluarga dan gizi pada waktu hamil
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari
hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan pendapatan
(52,6%) dengan p value 0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara
2018 memiliki risiko 3,35 kali lebih besar untuk mengalami stunting
dengan nilai p value 0,000 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara
Madiun Tahun 2018 memiliki risiko 6,26 kali lebih besar untuk mengalami
rumah tangga adalah mereka yang hidup dalam satu atap dan menjadi
atau jasa atau imbalan yang diperoleh karena sumbangan yang diberikan
ekonomi baik bisa mendapatan pelayanan umum yang lebih baik juga, yaitu
menentukkan jenis pangan yang akan dibeli tergantung pada tinggi rendahnya
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Anisa (2012) dan Rizky
lebih banyak terdapat pada keluarga dengan pendapatan rendah yaitu sebesar
yang memiliki p value < 0,05 artinya ada hubungan antara pendapatan
daya beli makanan. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Khoirun Ni’mah
dengan kejadian stunting pada balita dengan p value 0,04 < 0,05 dengan nilai
dampak yang signifikan terhadap anak menjadi kurus (wasting) dan pendek
anak ikut terhambat. Hasil penelitian Dewi (2015) menyatakan bahwa terdapat
value 0,036 < 0,05 dengan nilai OR 2,42 karena meningkatnya pendapatan
kuantitas.
bahwa faktor yang paling dominan risiko stunting pada balita yaitu
pendapatan keluarga yang rendah <UMK. Dalam penelitian ini, stunting pada
baiknya pola asuh pada balita, dari hasil penelitian didapatkan pendapatan
tinggal dalam satu rumah, jadi setiap individu didalam rumah mendapatkan
dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari terutama gizi keluarga dan gizi pada
Madiun tahun 2018 karena sebagaian besar bekerja sebagai buruh tani sebesar
89 orang (32,4%) dan tidak bekerja sebesar 164 orang (59,6%) yang
pangan kurang yang dilihat dari proporsi balita yang lebih banyak dengan pola
pemberian makan <3 kali sehari sebanyak 160 balita (58,2%) sehingga asupan
makanan untuk pertumbuhan juga akan kurang yang berakibat juga pada gizi
ibu hamil yang kurang, dari hasil wawancara didapatkan ibu balita dengan
riwayat ibu hamil KEK (Kurang Energi Kronis) yang menandakan kurangnya
gizi sewaktu hamil sebanyak 150 orang dari keseluruhan responden yang
berakibat pada kelahiran bayi lahir rendah (BBLR) yaitu sebanyak 154 orang
(56%).
(Pemberian Makanan Tambahan) pada ibu hamil secara rutin namun ibu balita
sewaktu hamil tidak mau mengkonsumsi dengan alasan rasa yang tidak enak.
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari
hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan riwayat ASI tidak
eksklusif yaitu sebanyak 72 balita (47,1%) dengan p value 0,000 < 0,05 yang
berarti ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting
dengan nilai RP sebesar 2,05 sehingga balita dengan riwayat ASI tidak
eksklusif memiliki risiko 2,05 kali lebih besar untuk mengalami stunting
yang paling berhubungan dengan kejadian sunting dengan nilai p value 0,000
< α 0,05 yang berarti ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan
kejadian stunting pada balita dengan nilai RP sebesar 3,36 sehingga balita
dengan riwayat ASI tidak eksklusif memiliki risiko 3,36 kali lebih besar untuk
mengalami kejadian stunting dibandingkan balita yang memiliki riwayat ASI
ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja bagi bayi sejak lahir
menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis
makanan buatan selain ASI, baik susu formula, bubur atau makanan lainnya
sebelum bayi berumur enam bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun
Manfaat ASI sebagai sumber gizi terbaik dan paling ideal dengan
jarang sakit, mengurangi diare, sakit telinga, dan infeksi saluran pernafasan
dan ASI mengandung asam lemak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak
sehingga bayi yang mendapatkan ASI eksklusif potensial akan lebih unggul
yang diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan penyakit infeksi pada
bayi yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi bayi (Subhardjo,
2008).
bahwa riwayat ASI eksklusif ada hubungan dengan kejadian stunting, yang
memiliki risiko 3,7 kali lebih tinggi pada balita yang tidakdiberi ASI eksklusif
(ASI <6 bulan) dibandingkan dengan balita yang diberi ASI eksklusif (≥6
bulan) karena balita yang tidak mendapatkan kolostrum lebih berisiko tinggi
perlindungan pada bayi baru lahir dan bayi yang tidak menerima kolostrum
memiliki insiden, durasi dan keprahan penyakit yang lebih tinggi seperti diare
balita akan lambat. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Khoirun Ni’mah
balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif pada usia 0-6 bulan memiliki
risiki 4,64 lebih besar untuk mengalami stunting karena ASI memiliki banyak
ASI dan pemberian MP – ASI yang teralu dini dapat meningkatkan risiko
stunting terutama pada awal kehidupan (Adair dalam Khoirun Ni’mah, 2015).
antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT
(55,6%). Dari hasil wawancara dengan ibu balita menunjukkan bahwa alasan
ibu balita tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya karena ASI tidak
keluar pada saat anak lahir sehingga pada bayi diberikan susu formula yang
terlalu awal yaitu sebelum bayi berusia 6 bulan. Selain itu alasan lain karena
pemberian MPASI yang diberikan lebih awal agar bayi tidak menangis atau
rewel dan dukungan dari keluarga untuk melakuan ASI eksklusif juga kurang
karena banyak ibu balita yang mengaku keluarga panik bila bayi menangis dan
menganggap bayi menangis karena lapar. ASI yang tidak lancar dikarenakan
ASI tidak eksklusif sehingga menyebabkan lemahnya imunitas pada anak dan
mudah terserang penyakit apabila balita mudah terserang penyakit akan terjadi
akhirnya digunakan untuk melawan infeksi atau penyakit yang ada didalam
yang diberikan oleh petugas kesehatan untuk memberikan bayinya ASI secara
eksklusif dari mulai lahir sampai dengan usia 6 bulan dan memberikan
4. Riwayat BBLR
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari
hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan riwayat BBLR
yaitu sebanyak 76 balita (49,4%) dengan p value 0,000 < 0,05 yang berarti ada
sebesar 2,48 sehingga balita dengan riwayat BBLR memiliki risiko 2,48 kali
dengan nilai p value 0,002 < α 0,05 yang berarti ada hubungan antara riwayat
BBLR dengan kejadian stunting pada balita umur 12-60 bulan dengan nilai RP
sebesar 2,62 sehingga balita dengan riwayat BBLR memiliki risiko 2,62 kali
Berat lahir pada khususnya sangat terkait dengan kematian janin, neonatal
dan postnatal; morbiditas bayi dan anak; dan pertumbuhan dan pengembangan
jangka panjang. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) didefiniskan oleh
WHO yaitu berat lahir <2500 gr. BBLR dapat disebabkan oleh durasi
kehamilan dan laju pertumbuhan janin. Maka dari itu, bayi dengan berat lahir
<2500 gr dikarenakan dia lahir secara prematur atau karena terjadi retardasi
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Khoirun Anisa (2012) dalam
balita dengan riwayat BBLR memiliki risiko 12,78 kali lebih besar mengalami
terhambat. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Zilda (2013) menyatakan
nilai p value 0,03 dan OR sebesar 1,31 yang berarti anak dengan riwayat
BBLR memiliki risiko 1,31 lebih besar mengalami stunting, berat lahir
hasil wawancara dengan ibu balita didapatkan riwayat ibu hamil KEK
(Kurang Energi Kronis) pada ibu balita yang menandakan kurangnya gizi
selama kehamilan yang dilihat menggunakan buku KIA sebesar 150 orang
karena adanya riwayat ibu hamil KEK pada ibu balita sewaktu hamil sebesar
150 orang dari keseluruhan responden dan adanya kelahiran premature <40
minggu, adanya riwayat ibu hamil KEK disebabkan kurangnya gizi ibu
sewaktu hamil karena kurangnya daya beli makanan yang digunakan untuk
keluarga <UMK sebesar 56% sehingga pertumbuhan balita pun juga ikut
terhambat dibandingkan bayi dengan berat badan lahir normal dan pendapatan
terjadinya stunting.
Sehingga ibu hamil KEK dan kelahiran prematur <40 minggu berisiko
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah yang akan menghambat
bayi dengan BBLR akan jauh lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang
lahir dengan berat badan normal, sehingga perlu mendapat perawatan dan pola
asuh yang khusus, bayi BBLR dapat diperbaiki dengan pola asuh yang baik
serta harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi guna mencegah untuk
lainnya namun data yang didapat dari lapangan sebagaian besar responden
yang berpendapatan <UMK sebesar 56% dan sebagian besar pola asuh yang
meliputi balita tidak mendapat ASI secara eksklusif sebesar 55,6% dan
sebagaian besar pola pemberian makan yang kurang sebesar 58,2% dari
selama kehamilan kepada masyarakat terutama ibu hamil dan WUS yang
secara rutin diberikan oleh petugas kesehatan dan masyarakat khususnya ibu
hamil mau memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dari mulai lahir sampai
Stunting
1. Pendidikan
dari hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan pendidikan
orang tua yang tinggi sebanyak 70 orang (35,5%) dan pada balita yang
normal dengan pendidikan orang tua yang tinggi sebesar 175 orang (63,6%)
dengan p value 0,752 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara
pendidikan.
dengan pendidikan yang tinggi pada orang tua akan memahami pentingnya
peranan orang tua dalam pertumbuhan anak. Selain itu, dengan pendidikan
yang baik, diperkirakan memiliki pengetahuan gizi yang baik pula. Ibu
dengan pengetahuan gizi yang baik akan tahu bagaimana mengolah makanan,
mengatur menu makanan, serta menjaga mutu dan kebersihan makanan
kejadian stunting dengan nilai p value 0,32 > 0,05 hal ini disebabkan peran
pengasuhan lebih besar dilakukan oleh nenek dan keluarga yang lain, karena
membuat status gizi anak akan lebih baik. Hasil penelitian lain yang
dilakukan oleh Irvani (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
banyak yang diserahkan kepada nenek dan saudara yang lain, balita yang
mengalami stunting dengan pendidikan orang tua yang tinggi terjadi karena
pola asuh yang kurang baik seperti pola pemberian makan yang kurang yaitu
sebesar 58,2%, pemberian ASI yang tidak eksklusif sebesar 55,6% dan
juga akan terhambat dan dapat terjadi stunting dibandingkan dengan pola
eksklusif kepada bayi dari mulai lahir sampai usia 6 bulan, lebih
Berdasarkan hasil penelitian ini proporsi kejadian stunting pada balita dari
hasil uji Chi Square lebih banyak terjadi pada balita dengan pola pemberian
makan yang kurang (<3 kali dalam sehari) yaitu sebanyak 68 balita (42,5%)
dengan p value 0,0018 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara pola
sehingga balita dengan pola pemberian makan <3 kali sehari memiliki risiko
1,52 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan balita dengan
pola pemberian makan ≥3 kali sehari dengan (95% CI 1,146 – 3,207), namun
pola pemberian makan secara bersama – sama bukan merupakan faktor utama
dalam terjadinya stunting, pada hasil analisis multivariat dengan uji regresi
logistik dengan nilai p value 0,773 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan
kesehatan dan kecerdasan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik pada
balita maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan
bisa terjadi gizi buruk pada balita. Stunting sangat erat kaitannya dengan pola
Pola pemberian makanan ini meliputi frekuensi makan minimal tiga kali
sehari termasuk kategori baik, akan tetapi terdapat juga dalam kategori
kurang. Untuk angka kecukupan energi (AKE) dan angka kecukupan protein
(AKP) sebagian besar dalam kategori baik, akan tetapi belum seluruhnya.
Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam
kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat
pada pola pemberian makanan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang
mengkonsumsi pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi
pola pemberian makanan yang ideal menurut Suryansyah (2012) adalah 3 kali
sehari dengan jam makan yang teratur seperti pola jam 8, jam 12 dan jam 18.
Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi salah satu cara untuk mengetahui
gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Jika seseorang mengalami kekurangan
gizi, yang terjadi akibat asupan gizi di bawah kebutuhan, maka ia akan lebih
kelebihan gizi akibat asupan gizi yang melebihi kebutuhan, serta pola makan
yang padat energi (kalori) maka ia akan beresiko terkena berbagai penyakit
Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya
keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur.
2010).
stunting dengan p value 0,001 < 0,05 karena dalam pengeolahan makanan
untuk balita sebagian besar responden masih kurang dan sebagaian responden
yang belum mengerti bagaimana cara pengolahan makanan yang baik untuk
adalah suatu hal yang sangat penting. Hasil penelitian lain yang dilakukan
oleh Rita (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan pola pemberian makan
antara pola pemberian makan dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja UPT
dominan dalam terjadinya stunting. Dari hasil wawancara dengan ibu balita
bahwa pola pemberian makan yang kurang disebabkan anak tidak mau makan
karena bosan dengan olahan makanan yang dibuat oleh ibu balita, sebagian
balita alergi dengan protein hewani seperti ayam potong, telur ayam negeri
serta ibu balita akan memberikan snak ringan yang banyak mengandung MSG
(Monosidium Glutamat) seperti chiki, mie instan, es krim, dan kerupuk yang
mengandung banyak minyak sehingga balita pun banyak yang batuk selain itu
daya beli untuk pemenuhan gizi keluarga juga kurang dibandingkan balita
dengan pola makan yang baik, pendapatan keluarga ≥UMK akan dapat
Menurut peneliti alasan lain mengapa pola pemberian makan pada balita
kurang adalah orang tua selalu memberikan makanan cepat saji seperti mie
namun dengan harga bahan makanan yang murah dan teteap terpenuhi
gizinya. Sehingga asupan protein untuk balita masih kurang karena banyak
balita yang tidak mengkonsumsi dengan benar seharusnya protein pada balita
tahun pada zat gizi makro yaitu protein dibutihkan sebesar 15% - 20%, pada
anak 4 – 8 tahun pada zat gizi makro yaitu protein dibutuhkan sebesar 15% -
keluarga <UMK yaitu sebesar 56% yang berakibat kurangnya daya beli
makanan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga
serta ibu hamil yang dapat mengakibatkan pertumbuhan anak akan terhambat
karena mengalami defisit asupan zat gizi terutama protein yang berdampak
terjadinya stunting.
pada balita dan masyarakat terutama pada ibu balita agar lebih kreatif dalam
mengolah bahan makanan seperti protein hewani apabila anak alergi pada
ayam potong dan telur ayam negeri bisa diganti menggunakan ayam kampung
dan telur ayam kampung serta makanan yang bergizi tidak selalu yang mahal
namun dengan harga murah masih dapat memenuhi gizi keluarga terutama
gizi ibu hamil dan balita, serta petugas kesehatan perlu meningkatkan edukasi
yang baik untuk balita, ibu hamil bahkan WUS yang mempersiapkan gizi
sebelum kehamilan.
BAB 6
6.1 Kesimpulan
3. Tidak ada hubungan antara pola pemberian makan dengan kejadian stunting di
value= 0,000 < 0,05 serta nilai RP= 3,35 (95% CI 2,159 – 5,197).
value= 0,000 < 0,05 serta nilai RP= 2,05 (95% CI 1,422 – 2,957).
122
7. Ada hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting di Wilayah
8. Variabel yang paling berhubungan dan memiliki risiko paling besar dengan
6.2 Saran
pada WUS tentang gizi agar dapat mempersiapkan gizi selama kehamilan
dengan baik agar tidak terjadi KEK selama kehamilan serta pelatihan kader
posyandu balita tentang dampak stunting agar kader lebih terampil dan dapat
dapat berperan dalam masyarakat atau pada balita yang mengalami stunting
123
3. Bagi Masyarakat
Makanan Tambahan) ibu hamil dengan baik yang telah diberikan secara rutin
4. Peneliti Selanjutnya
melakukan penelitian dengan variabel lain yang lebih komplek yang belum
Ambarwati, Fitri Respati, dkk. 2015. Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi dan
Balita. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.
Arifin, D. Z., Irdasari, S. Y., & Handayana, S. (2012). Analisis Sebaran dan Faktor
Risiko Stunting pada Balita di Kabupaten Purwakarta. Dipetik melalui
https://e-journal.unair.ac.id. Diakses pada hari Sabtu, 10 Maret 2018 pukul
19.23 WIB.
Candra Ardian, dkk. 2016. Determinan kejadian stunting pada bayi usia 6 bulan.
Semarang. Dipetik melalui https://ejournal.undip.ac.id. Diakses pada hari
Senin, 19 Maret 2018 pukul 01.09 WIB.
Cintya, Dewi Rizki, dkk. 2015. Teori&Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Toodler;
Anak dan Usia Remaja.Yogyakarta: Nuha Medika.
Desyanti Chamilia, dkk. 2017. Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan Praktik
Higiene dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Simolawang, Surabaya. Surabya. Dipetik melalui https://e-
journal.unair.ac.id. Diakses pada hari Senin, 19 Maret 2018 pukul 00.58 WIB.
Erni Purwani &Mariyam. 2013. Pola Pemberian Makan Dengan Status Gizi Anak
Usia 1 Sampai 5 Tahun Di Kabunan Taman Pemalang. Fakultas Ilmu
Keperawatan Dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang,
Jl.Kedung Mundu Raya No. 8a, 50174, Semarang. jurnal keperawatan anak.
Vol.1 No.1 mei 2013. Halaman 30-36.
125
Hayati, Aslis Wirda.2009. Buku Saku Gizi Bayi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2016. Dipetik melalui
www.depkes.go.id. Diakses pada hari Minggu, 11 Maret 2018 pada pukul
07.21 WIB.
Jauhari, Ahmad. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Karbohidrat Protein Lemak Vitamin.
Yogyakarta: Jaya Ilmu.
Kade Ayu Ida, dkk. 2016. Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng Serta Riwayat
Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Balita Umur 24-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida II. Bali: Fakultas Kedokteran.
Dipetik melalui. Diakses pada hari Minggu, 18 Maret 2018 pukul 23.34 WIB.
Mardalena, Ida. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan Konsep dan
Penerapan Pola Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Marimbi, Hanum. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Nasution Darwin, dkk. 2014. Berat badan lahir rendah (BBLR) dengan kejadian
stunting pada anak usia 6-24 bulan Low birth weight to the incidence of
stunting in children aged 6-24 months. Sumatera Utara: Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. Dipetik melakui https://jurnal.ugm.ac.id. Diakses pada hari Minggu,
18 Maret 2018, pukul 22.00 WIB.
Ngaisyah, Dewi RR. 2015. Hubungan Sosial Ekonomi dengan Kejadian Stunting
pada Balita di Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul. Jurnal Medika Respati
10 (4): 1907 – 3887
126
Masyarakat Universitas Airlangga. Dipetik melalui https;//e-journal.unair.ac.id.
Diakses pada hari Selasa 13 Maret 2018, pukul 09.47 WIB.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
Proverawati, Atikah, dkk. 2010. Imunisasi dan Vaksin. Yogyakarta: Nuha Offset
Proverawati, Atikah, dkk. 2014. Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Rr Ngasisyah Dewi, dkk 2016. Hubungan Tinggi Badan Orang Tua dengan Kejadian
Stunting. Yogyakarta: Universitas Respasti. Dipetik melalui
http//jurnal.akbiduk.ac.id. Diakses pada hari Senin 19 Maret 2018 pukul 06.41
WIB.
Sari, Rita dan Sulistiningsig, Apri. 2017. Faktor Determinan Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Kabupaten Pesawaran Lampung.
Journal Wacana Kesehatan. 2. (2): 2541-6251.
Sartono.2013. Hubungan Kurang Energi Kronis Ibu Hamil dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kota Yogyakarta. Dipetik melalui
http://etd.repository.ugm.ac.id. Diakses pada hari Selasa, 27 Maret 2018, pukul
10.53 WIB.
Sharlin, Judhith,dkk.2014. Buku Ajar Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Soenarwo, Briliantono M. 2012. 360 Pekan Masa Keemasan Anak; Sekali Seumur
Hidup. Jakarta: Halimun Medical Centre & Al-Mawardi Prima.
Trihono, dkk. 2015. Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Jakarta:
Lembaga Penerbit Balitbangkes. Dipetik melalui http://pdgmi.org. Diakses
pada hari Minggu, 18 Maret 2018, pukul 10.51 WIB.
Assalamualaikum wr.wb
Yang terhormat Ibu, perkenalkan saya Lutfiana Oktadila Nurjanah. Pada
kesempatan kali ini saya mohon kesediaan Ibu untuk berkenan menjadi responden
pada penelitian dengan judul diatas, guna untuk memenuhi penyusunan skripsi studi
S1 Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun. Maka saya akan
mewawancarai Ibu untuk beberapa hal yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan.
Jawaban yang ibu berikan akan bermanfaat bagi program kesehatan Kabupaten
Madiun dan terjamin kerahasiaannya. Apakah ibu bersedia menjadi responden pada
penelitian ini?
1. Ya [ ] 2. Tidak []
Setelah mengetahui penjelasan tentang tujuan penelitian, prosedur penelitian,
manfaat dan inti dari kuesioner ini. Saya mengerti bahwa “Pada diri saya akan
dilakukan wawancara dengan pertanyaan pada kuesioner”
Maka dengan ini saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur : Tahun
Alamat Lengkap :
Nama Balita :
No. Telpon :
Menyatakan setuju untuk berpartisipas menjadi subjek penelitian ini secara
sukarela tanpa ada paksaan.
Madiun, 2018
Pembuat Peryataan
( )
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian No. Responden [ ][ ][ ]
KUESIONER PENELITIAN
A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Umur Responden : Tahun
3. Pekerjaan KK :
4. Pekerjaan Ibu :
B. IDENTITAS BALITA
129
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS
KLECOREJO KABUPATEN MADIUN
2. Berapa lama balita Ibu pernah diberikan susu formula saat ASI tidak lancar?
a. 1 bulan pertama c. 4 bulan
b. 2 bulan d. Kurang lebih 6 bulan
3. Apa yang pertama kali Ibu berikan kepada bayi setelah melahirkan?
a. ASI
b. Susu formula, tajin, air putih
4. Bila dalam beberapa jam setelah Ibu melahirkan, ASI tidak keluar, apa yang
ibu lakukan?
a. Melakukan perangsangan yaitu dengan mendekatkan bayi ke putting
untuk menghisap
b. Bertanya ke dokter/petugas kesehatan lainnya agar ASI bisa keluar
c. Mengganti sementara dengan susu formula
d. Diberi madu, air putih, tajin
7. Apa yang diberikan kepada bayi Ibu ketika berumur 0-6 bulan?
a. ASI saja
b. ASI dan lainnya (susu formula, tajin, madu, air putih, pisang kerok)
8. Bagaimana cara Ibu memberikan ASI kepada bayi, bila kondisi Ibu
tidak berdampingan dengan bayi?
a. ASI diperah, lalu di simpan kedalam botol untuk diberikan kepada
bayi
b. ASI diganti dengan susu formula, agar bayi tetap merasa kenyang
c. Diberi air putih, madu, tajin, agar bayi tetap merasa kenyang
B. PENDAPATAN KELUARGA
1. Berapa jumlah anggota keluarga dalam rumah Saudara?
Anggota Keluarga Jumlah Penghasilan Per Bulan
Kepala Keluarga
Ibu
Anak/Saudara Serumah (jika ada)
Total
Ibu? Chiki
Buah-buahan
Gorengan
Lainnya,
6. Apabila balita Ibu tidak suka mengkonsumsi sayur, apakah Ibu akan
menyuapi balita Ibu dengan tambahan lauk pauk?
Ya, disuapi
Tidak, disuapi
7. Apakah Ibu suka membujuk balita yang Ibu yang tidak mau makan dengan
membelikannya makanan ringan seperti coklat, es krim, dll ketika sebelum
mengkonsumsi makanan utama, sehingga anak tidak menghabiskan
makanan utama?
133
9. Apakah yang Ibu lakukan bila balita tidak mau makan sayur?
Menyuapi dan membuat variasi olahan masakan agar anak mau
mengkonsumsi sayur
10. Apakah balita Ibu tidak suka makan lauk pauk (tempe, tahu, daging ayam,
daging sapi, telur atau protein lainnya)?
11. Apa yang Ibu lakukan bila balita Ibu tidak mau makan lauk pauk
tempe, tahu, daging ayam, daging sapi, telur, atau protein lainnya?
134
Lampiran 3 Output SPSS Validitas dan Reliabilitas
VALIDITAS PER ITEM VARIABEL ASI EKSKLUSIF (A)
Correlations
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 TOTAL
** ** ** ** ** ** **
A1 Pearson Correlation 1 .926 .853 .772 .772 .772 .850 .772 .895**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A2 Pearson Correlation .926** 1 .757** .683** .683** .683** .772** .683** .824**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** ** ** **
A3 Pearson Correlation .853 .757 1 .921 .921 .921 .853 .921 .951**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A4 Pearson Correlation .772** .683** .921** 1 1.000** 1.000** .926** 1.000** .972**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** ** ** **
A5 Pearson Correlation .772 .683 .921 1.000 1 1.000 .926 1.000 .972**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** ** ** **
A6 Pearson Correlation .772 .683 .921 1.000 1.000 1 .926 1.000 .972**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
A7 Pearson Correlation .850** .772** .853** .926** .926** .926** 1 .926** .956**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
** ** ** ** ** ** **
A8 Pearson Correlation .772 .683 .921 1.000 1.000 1.000 .926 1 .972**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
TOTAL Pearson Correlation .895** .824** .951** .972** .972** .972** .956** .972** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
135
UJI RELIABILITAS VARIABEL ASI EKSKLUSIF (A)
Reliability Statistics
Item-Total Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Alpha if
.804 9
Item Deleted if Item Deleted Total Item
Correlation Deleted
A1 19.5333 43.499 .880 .779
A2 19.5667 44.116 .801 .784
A3 19.6000 43.490 .944 .778
A4 19.5667 43.151 .967 .776
A5 19.5667 43.151 .967 .776
A6 19.5667 43.151 .967 .776
A7 19.5333 43.085 .950 .776
A8 19.5667 43.151 .967 .776
TOTAL 10.4333 12.323 1.000 .981
Keterangan:
136
Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Reliabel Variabel ASI Eksklusif (A)
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
N
C4 Pearson
.713** .480** .860** 1 .636** .591** .508** .793** .311 .398* .515** .803**
Correlatio
n
Sig. (2-tailed) .000 .007 .000 .000 .001 .004 .000 .094 .029 .004 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C5 Pearson
.636** .853** .617** .636** 1 .523** .722** .373* .707** .613** .555** .845**
Correlatio
n
.000 .000 .000 .000 .003 .000 .042 .000 .000 .001 .000
Sig. (2-tailed)
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C6 Pearson
Correlatio .731** .537** .455* .591** .523** 1 .659** .690** .572** .313 .449* .771**
n
Sig. (2-tailed) .000 .002 .012 .001 .003 .000 .000 .001 .092 .013 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
138
C7 Pearson
.649** .585** .505** .508** .722** .659** 1 .431* .612** .515** .480** .785**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .001 .004 .004 .000 .000 .017 .000 .004 .007 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C8 Pearson
.636** .318 .592** .793** .373* .690** .431* 1 .452* .380* .650** .736**
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .087 .001 .000 .042 .000 .017 .012 .038 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C9 Pearson
.484** .829** .400* .311 .707** .572** .612** .452* 1 .709** .784** .784**
Correlation
Sig. (2-tailed) .007 .000 .028 .094 .000 .001 .000 .012 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C10 Pearson
.398* .558** .499** .398* .613** .313 .515** .380* .709** 1 .711** .694**
Correlation
Sig. (2-tailed) .029 .001 .005 .029 .000 .092 .004 .038 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C11 Pearson
.515** .650** .599** .515** .555** .449* .480** .650** .784** .711** 1 .785**
Correlation
Sig. (2-tailed) .004 .000 .000 .004 .001 .013 .007 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
TOTAL Pearson ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
.803 .795 .781 .803 .845 .771 .785 .736 .784 .694 .785 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
UJI RELIABILITAS VARIABEL POLA PEMBERIAN MAKAN (C)
Reliability Statistics
Item-Total Statistics
Cronbach's N of
Cronbach's
Alpha Items
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Alpha if
.777 12 Item Deleted if Item Deleted Total Item
Correlation Deleted
C1 27.2333 55.357 .779 .755
C2 27.3333 55.885 .773 .757
C3 27.3000 55.803 .756 .757
C4 27.2333 55.357 .779 .755
C5 27.2667 55.168 .826 .753
C6 27.1667 55.454 .743 .755
C7 27.2000 55.407 .759 .755
C8 27.3333 56.299 .708 .760
C9 27.4000 56.455 .763 .760
C10 27.3667 56.792 .664 .762
C11 27.4667 57.154 .767 .763
TOTAL 14.3000 15.321 1.000 .935
Keterangan:
Tabel 1. Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Pola Pemberian Makan (C)
140
2. Hasil Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dapat dilihat pada nilai Cronbach Alpha
Jika nilai Cronbach Alpha > 0,60 maka dikatakan reliable.
Dari hasil analisis didapatkan nilai Alpha sebesar 0,777
Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Reliabel Pola Pemberian Makan (C)
152
Lampiran 9 Lembar Revisi Skripsi
Lampiran 10 Output SPSS
KAT_JENIS_KELAMIN_BALITA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid LAKI-LAKI 138 50.2 50.2 50.2
PEREMPUAN 137 49.8 49.8 100.0
Total 275 100.0 100.0
156
A. ANALISIS UNIVARIAT
1. Distribusi Frekuensi Kategori Pendidikan
KAT_PENDIDIKAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid PENDIDIKAN RENDAH 78 28.4 28.4 28.4
PENDIDIKAN TINGGI 197 71.6 71.6 100.0
Total 275 100.0 100.0
KAT_STUNTING
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .207 a
1 .649
Continuity Correctionb .100 1 .752
Likelihood Ratio .206 1 .650
Fisher's Exact Test
.678 .374
Linear-by-Linear
.206 1 .650
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.36.
b. Computed only for a 2x2 table
KAT_STUNTING
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.979 a
1 .002
Continuity Correctionb 9.188 1 .002
Likelihood Ratio 10.223 1 .001
Fisher's Exact Test
.002 .001
Linear-by-Linear
9.943 1 .002
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 40.36.
b. Computed only for a 2x2 table
KAT_STUNTING
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-
39.860a 1 .000
Square
Continuity
38.281 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 42.243 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
39.715 1 .000
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
KAT_STUNTING
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-
6.226a 1 .013
Square
Continuity
5.608 1 .018
Correctionb
Likelihood Ratio 6.322 1 .012
Fisher's Exact Test .016 .009
Linear-by-Linear
6.203 1 .013
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 41.82.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
KAT_STUNTING
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi- a
17.048 1 .000
Square
Continuity
16.022 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 17.503 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
16.986 1 .000
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.36.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
KAT_STUNTING
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-
25.510a 1 .000
Square
Continuity
24.251 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 26.511 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
25.417 1 .000
Association
N of Valid Casesb 275
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44.00.
b. Computed only for a 2x2 table
166
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
24 1 2400 3 2 3 1 1600000 -3,59 48 37-48 BULAN
25 2 2700 6 4 2 2 667000 -6,05 48 37-48 BULAN
26 2 2900 7 2 2 2 478000 -2,68 29 25-36 BULAN
27 1 2300 5 2 2 1 375000 -5,42 13 12-24 BULAN
28 2 2200 5 2 3 2 2200000 -5,69 13 12-24 BULAN
29 1 2000 5 2 1 1 750000 -3,87 53 49-60 BULAN
30 1 2200 5 2 3 2 625000 -2,03 60 49-60 BULAN
31 1 1500 5 2 3 2 750000 -2,36 38 37-48 BULAN
32 2 2450 7 2 2 1 250000 -2,45 19 12-24 BULAN
33 2 2300 4 2 3 2 375000 -2,68 30 25-36 BULAN
34 1 2100 3 2 2 1 1000000 -3,67 30 25-36 BULAN
35 2 2200 5 2 2 2 666000 -2,9 48 49-60 BULAN
36 2 2400 6 2 3 1 1000000 -2,15 52 49-60 BULAN
37 2 2470 3 2 3 2 2000000 -4,74 43 37-48 BULAN
38 1 2400 3 2 2 1 700000 -3,17 12 12-24 BULAN
39 2 1200 5 2 2 2 286000 -2,96 60 49-60 BULAN
40 2 2300 5 2 3 1 1116000 -2,48 27 25-36 BULAN
41 1 2300 5 2 2 1 416000 -3,29 50 49-60 BULAN
42 1 2400 5 2 3 2 900000 -3,95 31 25-36 BULAN
43 2 2900 6 4 3 1 2544000 -2,49 53 49-60 BULAN
44 2 2300 5 2 2 1 410000 -2,04 28 25-36 BULAN
45 2 2200 5 2 1 1 310000 -2,33 41 37-48 BULAN
46 2 1400 3 2 1 1 375000 -2,95 48 37-48 BULAN
47 1 2250 3 2 1 2 800000 -3,33 45 37-48 BULAN
48 1 2400 6 2 1 1 1200000 -3,32 12 12-24 BULAN
49 1 3100 7 2 3 2 625000 -3,94 50 49-60 BULAN
50 1 2200 5 2 2 1 500000 -2,58 47 49-60 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
51 2 2100 5 2 3 2 840000 -3,01 14 12-24 BULAN
52 2 3200 7 4 1 1 1000000 -4,44 30 25-36 BULAN
53 1 2300 3 2 1 1 500000 -2,83 49 49-60 BULAN
54 1 2100 5 2 3 2 1600000 -2,61 45 37-48 BULAN
55 2 2400 6 4 1 1 550000 -2,21 25 25-36 BULAN
56 2 2400 4 3 1 3 1000000 -2,21 18 12-24 BULAN
57 1 2900 6 3 1 1 375000 -2,73 18 12-24 BULAN
58 1 3100 7 3 1 1 300000 -2,33 12 12-24 BULAN
59 2 2400 5 2 1 2 600000 -2,98 41 37-48 BULAN
60 1 2700 7 4 1 1 625000 -4,91 30 25-36 BULAN
61 1 2750 6 2 1 3 1000000 -2,11 58 49-60 BULAN
62 1 2800 6 4 3 1 1100000 -2,59 30 25-36 BULAN
63 1 2400 4 2 1 2 514000 -2,31 42 37-48 BULAN
64 2 2000 5 2 3 1 516000 -2,49 16 12-24 BULAN
65 1 2300 4 3 1 1 534000 -2,31 14 12-24 BULAN
66 1 2400 5 3 3 1 700000 -2,52 32 25-36 BULAN
67 2 2600 3 2 1 4 1200000 -2,41 27 25-36 BULAN
68 1 2300 5 4 2 1 433000 -3,38 21 12-24 BULAN
69 1 3200 4 2 1 1 600000 -2,39 14 12-24 BULAN
70 2 2400 3 2 3 1 733000 -3,81 19 12-24 BULAN
71 2 2300 5 3 1 1 380000 -2,17 42 37-48 BULAN
72 2 2100 3 3 3 3 1166000 -2,41 38 37-48 BULAN
73 1 2200 4 2 1 1 600000 -2,19 44 37-48 BULAN
74 2 2500 5 2 1 1 633000 -2,77 33 25-36 BULAN
75 1 2300 6 2 1 1 700000 -2,77 43 37-48 BULAN
76 2 2600 7 2 1 1 650000 -2,18 19 12-24 BULAN
77 1 2700 6 3 3 1 541000 -2,36 37 37-48 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
78 1 2100 6 3 1 1 400000 -2,09 49 49-60 BULAN
79 1 2200 7 4 3 1 500000 -2,02 12 12-24 BULAN
80 1 2400 6 2 3 1 500000 -2,03 57 49-60 BULAN
81 2 2100 4 3 2 1 500000 -3,24 22 12-24 BULAN
82 1 2300 5 2 3 1 5000000 -2,33 16 12-24 BULAN
83 2 2700 6 2 3 1 416000 -3,45 31 37-48 BULAN
84 2 2900 5 2 2 1 416000 -2,84 31 37-48 BULAN
85 1 3000 4 3 3 1 1587000 -2,33 21 12-24 BULAN
86 1 2100 6 3 1 1 400000 -2,58 40 37-48 BULAN
87 2 2200 7 3 1 2 500000 -5,51 12 12-24 BULAN
88 1 2500 4 2 3 2 1600000 -3,59 48 37-48 BULAN
89 2 2100 5 2 3 1 667000 -6,05 48 37-48 BULAN
90 1 2300 3 2 3 2 478000 -2,68 29 25-36 BULAN
91 1 3100 5 2 3 1 375000 -5,42 13 12-24 BULAN
92 1 2800 4 3 4 1 2200000 -5,69 13 12-24 BULAN
93 2 2700 6 2 3 1 750000 -3,87 53 49-60 BULAN
94 2 2100 7 4 3 2 625000 -2,03 60 49-60 BULAN
95 1 2200 4 2 3 1 750000 -2,36 38 37-48 BULAN
96 2 2300 3 2 2 1 250000 -2,45 19 12-24 BULAN
97 1 2900 5 2 3 1 375000 -2,68 30 25-36 BULAN
98 2 2100 4 2 2 1 1000000 -3,67 30 25-36 BULAN
99 2 2200 6 2 1 1 666000 -2,9 48 49-60 BULAN
100 1 2300 7 3 3 2 1000000 -2,15 52 49-60 BULAN
101 2 2500 7 4 1 2 1600000 1,34 14 12-24 BULAN
102 1 3000 4 2 2 1 1579000 1,39 30 25-36 BULAN
103 1 3200 6 4 3 2 2333000 2,34 16 12-24 BULAN
104 2 2300 6 3 1 1 2000000 2,51 37 37-48 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
105 1 3200 5 2 3 2 1600000 1,44 43 37-48 BULAN
106 1 3250 7 3 2 1 2200000 1,83 47 37-48 BULAN
107 1 2400 6 3 3 2 1580000 0,16 14 12-24 BULAN
108 2 2700 5 2 3 1 1600000 1,66 34 25-36 BULAN
109 1 3000 6 4 1 2 1580000 1,8 20 12-24 BULAN
110 1 2400 6 2 2 1 1600000 1,92 13 12-24 BULAN
111 2 3100 5 3 1 1 1578000 2,44 12 12-24 BULAN
112 1 2500 6 2 1 2 1600000 0,31 21 12-24 BULAN
113 1 3000 5 4 3 2 1600000 1,79 33 25-36 BULAN
114 2 2800 6 2 4 1 2200000 1,34 44 37-48 BULAN
115 2 2900 5 4 4 3 1650000 0,24 13 12-24 BULAN
116 2 2700 7 2 2 3 1590000 1,19 35 25-36 BULAN
117 2 3100 5 4 1 1 1760000 0,12 35 25-36 BULAN
118 2 2500 5 3 2 2 2300000 1,32 34 25-36 BULAN
119 1 3300 7 2 3 2 1578000 1,12 55 49-60 BULAN
120 1 3000 5 4 2 1 1579000 1,15 22 12-24 BULAN
121 1 3100 6 3 1 1 2000000 1,44 48 49-60 BULAN
122 1 3400 6 2 3 1 1579000 1,23 41 37-48 BULAN
123 1 2900 6 3 3 2 1674000 1,78 18 12-24 BULAN
124 1 2800 6 2 2 2 1650000 2,01 34 25-36 BULAN
125 2 3200 7 4 2 1 2000000 1,19 59 49-60 BULAN
126 2 3900 6 5 1 2 1578000 1,44 59 49-60 BULAN
127 2 2900 6 4 3 1 1584000 2,45 38 37-48 BULAN
128 1 2900 7 4 1 2 1600000 2,38 48 37-48 BULAN
129 1 3500 6 4 3 1 1000000 2,38 33 25-36 BULAN
130 1 3700 6 4 1 2 840000 0,83 25 25-36 BULAN
131 1 2900 7 3 3 1 500000 2,69 12 12-24 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
132 2 3800 5 4 3 2 1640000 -0,11 28 25-36 BULAN
133 2 2800 7 4 2 1 1580000 -1,36 24 12-24 BULAN
134 1 3000 5 3 2 4 2300000 -1,45 58 49-60 BULAN
135 1 2800 6 3 2 1 2200000 -0,41 48 37-48 BULAN
136 1 2900 6 3 3 2 1685000 -1,67 38 37-48 BULAN
137 1 2300 6 2 2 1 1600000 1,34 14 12-24 BULAN
138 2 3100 7 2 2 1 534000 1,39 32 25-36 BULAN
139 2 3000 6 4 2 2 1579000 2,34 27 25-36 BULAN
140 1 3000 4 2 2 1 2333000 2,51 21 12-24 BULAN
141 1 3400 5 3 2 1 2000000 1,44 14 12-24 BULAN
142 1 3000 4 3 3 4 1600000 1,83 19 12-24 BULAN
143 2 2700 3 3 2 4 2200000 0,16 42 37-48 BULAN
144 1 2100 7 2 3 1 700000 1,66 38 37-48 BULAN
145 1 3000 6 2 3 1 1580000 1,8 44 37-48 BULAN
146 2 3000 5 2 3 1 1600000 1,92 33 25-36 BULAN
147 2 2500 4 4 2 1 1580000 2,44 43 37-48 BULAN
148 1 2800 3 2 3 1 1200000 0,31 19 12-24 BULAN
149 1 2600 6 2 2 1 433000 1,79 37 37-48 BULAN
150 2 3000 7 2 2 1 600000 1,34 49 49-60 BULAN
151 2 2300 5 3 2 4 1600000 0,24 12 12-24 BULAN
152 2 3100 4 3 2 2 1578000 1,19 57 49-60 BULAN
153 1 3100 5 2 2 1 1600000 0,12 22 12-24 BULAN
154 2 2600 3 2 2 2 733000 1,32 16 12-24 BULAN
155 2 3200 6 2 3 1 380000 1,12 31 25-36 BULAN
156 1 3500 7 2 3 2 1166000 1,15 31 25-36 BULAN
157 1 3000 6 2 2 1 600000 1,44 21 12-24 BULAN
158 2 2900 5 2 2 2 633000 1,23 40 37-48 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
159 1 2900 4 2 2 1 700000 1,78 12 12-24 BULAN
160 1 3300 5 2 2 2 650000 2,01 48 37-48 BULAN
161 1 3000 6 4 3 1 1600000 1,19 48 37-48 BULAN
162 2 2300 7 2 4 2 541000 1,44 29 25-36 BULAN
163 2 3100 3 4 3 1 2200000 2,45 13 12-24 BULAN
164 1 2300 4 4 3 2 1650000 2,38 13 12-24 BULAN
165 1 2100 3 3 2 2 1590000 2,38 53 49-60 BULAN
166 2 3000 5 4 2 1 1760000 0,83 60 49-60 BULAN
167 2 2500 4 2 2 2 400000 2,69 38 37-48 BULAN
168 2 2700 6 4 3 1 1640000 -0,11 19 12-24 BULAN
169 1 2800 7 2 3 2 500000 -1,36 30 25-36 BULAN
170 1 2100 6 4 2 1 1580000 -1,45 30 25-36 BULAN
171 2 2300 8 2 1 1 500000 -0,41 48 37-48 BULAN
172 1 2400 4 3 2 1 2300000 -1,67 52 49-60 BULAN
173 1 2700 5 4 3 2 1578000 2,45 43 37-48 BULAN
174 2 2200 4 4 1 1 1579000 2,38 12 12-24 BULAN
175 2 2500 3 3 1 1 2300000 2,38 60 49-60 BULAN
176 2 2600 5 3 1 2 2000000 0,83 27 25-36 BULAN
177 1 2800 6 3 1 1 2200000 2,69 50 49-60 BULAN
178 1 3100 7 2 3 2 500000 -0,11 31 25-36 BULAN
179 2 3000 6 3 3 2 1579000 -1,36 53 49-60 BULAN
180 1 2100 7 3 3 1 1674000 -1,45 28 25-36 BULAN
181 1 2400 6 4 2 1 1650000 -0,41 41 37-48 BULAN
182 2 2300 8 2 3 1 5000000 -1,67 48 37-48 BULAN
183 2 3100 6 3 3 1 1685000 1,34 45 37-48 BULAN
184 1 2300 5 4 2 1 2000000 1,39 12 12-24 BULAN
185 2 2100 4 3 3 2 416000 2,34 50 49-60 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
186 1 1900 3 3 3 2 416000 2,51 47 37-48 BULAN
187 2 2300 5 5 2 1 1578000 1,44 14 12-24 BULAN
188 2 2100 4 5 3 2 1587000 1,83 30 25-36 BULAN
189 1 2300 6 2 3 1 400000 0,16 49 49-60 BULAN
190 2 2400 7 4 4 2 1584000 1,66 45 37-48 BULAN
191 1 2200 6 2 2 1 500000 1,8 25 25-36 BULAN
192 2 3100 7 2 3 1 1600000 1,92 18 12-24 BULAN
193 2 3200 8 4 3 1 667000 2,44 18 12-24 BULAN
194 2 2300 6 4 4 1 478000 0,31 12 12-24 BULAN
195 1 2100 7 2 4 1 375000 1,79 41 37-48 BULAN
196 2 2200 5 2 3 1 2200000 1,34 30 25-36 BULAN
197 1 2300 4 4 2 2 1600000 0,24 58 49-60 BULAN
198 2 3200 5 2 3 2 750000 1,19 30 25-36 BULAN
199 2 2100 4 2 3 1 625000 0,12 42 37-48 BULAN
200 2 2000 5 2 3 1 750000 1,32 16 12-24 BULAN
201 1 2200 4 2 2 2 250000 1,12 14 12-24 BULAN
202 1 2300 6 2 3 1 375000 1,15 32 25-36 BULAN
203 2 2500 7 2 2 2 1000000 1,44 27 25-36 BULAN
204 1 2100 6 2 1 1 666000 1,23 21 12-24 BULAN
205 2 2200 6 2 3 1 1000000 1,78 14 12-24 BULAN
206 1 2300 6 2 3 4 2000000 2,01 19 12-24 BULAN
207 1 1900 7 2 1 1 700000 1,19 42 37-48 BULAN
208 1 1850 8 2 2 2 286000 2,38 38 37-48 BULAN
209 2 3200 6 2 3 1 1116000 0,83 44 37-48 BULAN
210 2 2100 5 2 1 2 416000 2,69 33 25-36 BULAN
211 1 2200 4 2 4 2 900000 -0,11 43 37-48 BULAN
212 2 2400 3 4 3 4 2544000 -1,36 19 12-24 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
213 1 3100 5 2 2 2 410000 -1,45 37 37-48 BULAN
214 2 2300 4 2 2 2 310000 -0,41 49 49-60 BULAN
215 2 2100 5 2 2 2 375000 -1,67 12 12-24 BULAN
216 1 2400 3 2 1 2 800000 2,45 57 49-60 BULAN
217 2 2500 5 2 1 3 1200000 2,38 22 12-24 BULAN
218 1 2700 6 4 3 1 625000 2,38 16 12-24 BULAN
219 2 2100 7 2 4 2 500000 0,83 31 25-36 BULAN
220 1 2200 6 2 3 2 840000 2,69 31 25-36 BULAN
221 1 2300 7 4 3 2 1000000 -0,11 48 37-48 BULAN
222 2 2600 6 2 2 3 500000 -1,36 33 25-36 BULAN
223 2 2100 5 4 3 2 1000000 -1,45 25 25-36 BULAN
224 1 2200 4 4 1 1 840000 -0,41 12 12-24 BULAN
225 1 3100 4 2 3 2 1600000 -1,67 28 25-36 BULAN
226 2 3200 5 4 1 2 550000 1,34 24 12-24 BULAN
227 1 3000 6 3 1 1 1000000 1,39 58 49-60 BULAN
228 2 3100 3 3 1 2 375000 2,34 48 37-48 BULAN
229 1 3200 4 3 1 1 300000 -0,11 38 37-48 BULAN
230 2 2800 3 2 3 1 500000 -1,36 14 12-24 BULAN
231 1 2100 5 2 1 2 600000 -1,45 32 25-36 BULAN
232 1 2900 4 4 2 2 625000 -0,41 27 25-36 BULAN
233 2 2800 5 4 1 1 1000000 -1,67 21 12-24 BULAN
234 2 2600 4 4 3 1 1100000 1,34 14 12-24 BULAN
235 2 2500 6 2 1 2 514000 1,19 19 12-24 BULAN
236 1 2100 7 2 3 1 516000 2,38 42 37-48 BULAN
237 1 2700 8 4 3 2 500000 0,83 38 37-48 BULAN
238 1 3000 6 2 3 2 1640000 2,69 44 37-48 BULAN
239 1 3100 7 4 4 1 1580000 -0,11 33 25-36 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
240 2 3300 6 4 4 1 2300000 -1,36 43 37-48 BULAN
241 2 2300 7 3 1 1 2200000 -1,45 19 12-24 BULAN
242 1 2100 6 3 3 1 1685000 -0,41 37 37-48 BULAN
243 1 3100 7 3 1 1 1600000 -1,67 49 49-60 BULAN
244 2 2100 5 2 3 2 534000 2,45 12 12-24 BULAN
245 2 2400 4 2 1 2 1579000 2,38 57 49-60 BULAN
246 1 2100 5 4 2 3 2333000 2,38 22 12-24 BULAN
247 2 2100 6 2 1 3 2000000 0,83 16 12-24 BULAN
248 2 2300 7 3 1 1 1600000 2,69 31 25-36 BULAN
249 2 3400 8 3 3 3 2200000 -0,11 31 25-36 BULAN
250 1 2100 7 3 1 1 700000 -1,36 21 12-24 BULAN
251 2 2100 5 2 1 1 1580000 -1,45 40 37-48 BULAN
252 2 2300 4 2 1 1 1600000 -0,41 12 12-24 BULAN
253 2 3100 6 2 3 1 1580000 -1,67 48 37-48 BULAN
254 2 2000 7 4 1 1 1200000 1,34 48 37-48 BULAN
255 1 2400 6 2 3 1 433000 1,39 29 25-36 BULAN
256 2 2100 5 2 2 1 600000 2,34 13 12-24 BULAN
257 2 2300 5 2 3 3 2000000 -0,11 13 12-24 BULAN
258 2 3100 3 3 1 1 1578000 -1,36 53 49-60 BULAN
259 1 2300 4 2 1 3 1584000 -1,45 60 49-60 BULAN
260 2 2300 3 2 1 1 1600000 -0,41 38 37-48 BULAN
261 2 1800 5 2 1 3 1000000 -1,67 19 12-24 BULAN
262 1 2100 6 2 3 3 840000 1,34 30 25-36 BULAN
263 2 2200 6 2 1 1 500000 -0,41 30 25-36 BULAN
264 1 2300 7 2 1 1 1640000 -1,67 48 37-48 BULAN
265 2 1900 5 2 2 2 1580000 2,45 52 49-60 BULAN
266 2 2100 4 2 2 4 2300000 2,38 43 37-48 BULAN
JENIS RIWAYAT POLA UMUR
NO. RIWAYAT PENDAPATAN KELOMPOK
KELAMIN ASI PEMBERIAN PENDIDIKAN PEKERJAAN STUNTING BALITA
RESPONDEN BBLR KELUARGA UMUR BALITA
BALITA EKSKLUSIF MAKAN (BULAN)
267 2 2200 7 2 1 2 2200000 2,38 12 12-24 BULAN
268 1 2000 6 2 3 1 1685000 0,83 60 49-60 BULAN
269 1 2100 3 2 1 1 1600000 2,69 27 25-36 BULAN
270 2 2200 4 2 1 1 534000 -0,11 50 49-60 BULAN
271 2 2300 5 2 2 1 1579000 -1,36 31 25-36 BULAN
272 2 3200 6 2 1 2 2333000 -1,45 53 49-60 BULAN
273 2 1900 7 2 2 1 2000000 -0,41 28 25-36 BULAN
274 1 3500 7 2 1 2 1600000 -1,67 41 37-48 BULAN
275 2 3200 6 2 4 2 2200000 1,34 48 37-48 BULAN
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian
177
177