Anda di halaman 1dari 115

SKRIPSI

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN

ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAPASA

SUPRIADI

K11113314

DEPARTEMEN BIOSTATISTIK / KKB

FAKULTAS KESEHATAN

MASYARAKAT UNIVERSITAS

HASANUDDIN MAKASSAR

2017
ii
iii
RINGKASAN

Universitas Hasanuddin Makassar


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Skripsi, November 2017

SUPRIADI
“ FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT
KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KAPASA”
xi + VI BAB + 69 Halaman + 12 Tabel + VI Lampiran

Salah satu upaya yang dilaksanakan dalam program KB adalah melalui


penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan data World Health Organization
(WHO) jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya, penggunaan alat
kontrasepsi di Indonesia sebesar 61% sudah melebihi rata-rata ASEAN (58,1%).
Akan tetapi masih lebih rendah dibandingkan Vietnam (78%), Kamboja (79%)
dan Thailand (80%). Padahal jumlah Wanita Usia Subur (WUS) tertinggi di
ASEAN adalah Indonesia yaitu 65 juta orang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, pendidikan,
pengetahuan, pekerjaan, dukungan suami, dan peran PLKB pada akseptor KB.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional study dengan
rancangan cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini adalah pasangan usia
subur sebanyak 88 responden di wilayah kerja Puskesmas Kapasa, metode
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random
sampling, Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara langsung kepada
responden PUS (Pasangan Usia Subur) dan pengolahan data menggunakan
program SPSS (statistical package for social science). Analisis data pada
penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi-
Square.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan (p=0,006), pendidikan
(p=0,020), dan peran PLKB (p=0,015) memiliki hubungan dengan akseptor KB.
Dan umur (p=0,366), pekerjaan (p=0,823) serta dukungan suami (p=0,068) tidak
memiliki hubungan dengan akseptor KB.
Dari hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar pihak puskesmas
meningkatkan kinerja Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam
melakukan edukasi KB demi peningkatan pengetahuan alat kontrasepsi di
masyarakat.

Daftar Pustaka : 42 (1980-2016)


Kata Kunci : Penggunaan alat kontrasepsi, pasangan usia subur.

iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi

rahmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAPASA TAHUN 2017”. Sholawat

serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW kepada

keluarga, para sahabatnya dan umatnya hingga akhir zaman amin.

Penulis sadar dengan kekurangan dalam penulisan ini serta berbagai

kendala yang dihadapi dalam merampung skripsi ini. Alhamdulillah saya ucapkan

terima kasih kepada semua orang yang terlibat membantu baik moril maupun

materil dalam penyususnan skripsi ini.

Penghargaan dan terima kasih yang tak terkira kepada Ibu saya

Hj.Panynyiwi dan Ayah saya H. Marsuki yang telah mencurahkan cinta dan kasih

sayangnya yang selalu memberikan dukungan baik doa dan materi kepada penulis

semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat ,kesehatan dan keberkahan atas

semua kebaikan yang diberikan kepada penulis.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang membantu penulis dalam

berbagai hal. Oleh karena itu dengan rasa hormat dan terima kasih sedalam

dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. drg. H. A. Zulkifli A., M.Kes. selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

v
2. Ibu Dr. Masni, Apt, MSPH selaku ketua Departemen Biostatistik, selama

penulis menempuh studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin.

3. Bapak Muhammad dr. Muhammad Ikhsan,MS,PKK selaku pembimbing I

dan Bapak Dr. Stang M.kes selaku pembimbing II, yang selalu

memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dr. Mukhsen Sarake,MS, Bapak Indra Dwinata SKM,MPH. dan Ibu

Indra Fajarwati SKM, MA selaku penguji selama proposal, hasil dan pada

ujian skripsi yang telah memberikan kritikan membangun serta masukan-

yang sangat bermanfaat.

5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang

sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

6. Seluruh staf pegawai FKM Unhas atas segala arahan, dan bantuan yang

diberikan selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Petugas Puskesmas Kapasa yang telah meluangkan waktunya untuk

membantu penelitian ini

8. Kepada Para akseptor KB diwilayah kerja puskesmas kapasayang telah

bersedia menjadi responden dan meluangkan waktunya.

9. Teman-teman seperjuangan 2013 REMPONG Fakultas Kesehatan

Masyarakat yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

vi
10. Teman-teman dan adik-adik pengurus HIMASTIK periode 2016/2017 dan

kakak-kakak jurusan Biostatistik/KKB yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu.

11. Sahabat-sahabat saya ria, iqbal, zafwan, ade, dinda, wati, sahrul, khalis

yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta bantuan dalam

penyusunan skripsi ini.

12. Teman-teman MASOLANG yang selalu nmenemai dan memberikan

semangat

13. Teman-teman PBL Desa Rumbia dan teman-teman KKN Profesi

Kesehatan desa Gattareng terima kasih atas pengalaman yang menarik dan

tak terlupakan.

14. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan namun

demikian, penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat, semoga Allah SWT

senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin

Makassar, November 2017

Supriadi

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

RINGKASAN....................................................................................................ii

KATA PENGANTAR......................................................................................iii

DAFTAR ISI.....................................................................................................vi

DAFTAR TABEL...........................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................5

C. Tujuan Penelitian............................................................................6

D. Manfaat Penelitian.........................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Keluarga Berencana..............................8

B. Tinjauan Umum Tentang Kontrasepsi.........................................10

C. Tinjauan Umum Tentang Akseptor KB.......................................14

D. Tinjauan Umum Tentang Konsep Perilaku Kesehatan................15

E. Tinjauan Umum Tentang Pasangan Usia Subur..........................17

F. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas..........................................18

G. Tinjauanm Umum Tentang Petugas Lapangan KB.....................22

H. Kerangka Teori.............................................................................27

viii
BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti .................................. 28

B. Kerangka Konsep .................................................................... 32

C. Definisi Operasional .............................................................. 33

D. Hipotesis ................................................................................. 36

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penilitian .............................................................. 38

B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 38

C. Populasi Penelitian .................................................................. 38

D. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 40

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 40

F. Penyajian Data.......................................................................... 42

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................43

B. Hasil Penelitian............................................................................43

C. Pembahasan..................................................................................54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.................................................................................66

B. Saran...........................................................................................67

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................69

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja

Puskesmas Kapasa............................................................................44

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah

Kerja Puskesmas Kapasa..................................................................45

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah

Kerja Puskesmas Kapasa..................................................................45

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah

Kerja Puskesmas Kapasa..................................................................46

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami di

Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa....................................................46

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran PLKB di Wilayah

Kerja Puskesmas Kapasa..................................................................47

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur dengan Akseptor

KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa.........................................48

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan dengan

Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa.........................49

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan dengan

Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa.........................50

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan dengan

Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa.........................51

x
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami dengan

Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa.........................52

Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran PLKB dengan

Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa.........................53

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Kuesioner

Lampiran II : Foto Dokumentasi

Lampiran III : Hasil Analisis SPSS

Lampiran IV : Surat Izin Penelitian

Lampiran V : Biodata Penulis

xii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Kependudukan yang dihadapi oleh negara-negara yang

sedang berkembang termasuk indonesia pada umumnya yakni jumlah

penduduk yang besar, besar pertumbuhan tinggi, persebaran yang tidak

merata, dan kualitas rendah. Untuk mengatasi masalah perkembangan di

bidang kependudukan, perlu adanya suatu peraturan dan kebijakan

pemerintah. Agar pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan

rakyat dapat terlaksana dengan baik harus diimbangi dengan peraturan

pertumbuhan jumlah penduduk melalui keberhasilanm program keluarga

berencana yang harus dilaksanakan, karena jika program tersebut tidak

terlakasana dengan baik akan mengakibatkan laju penduduk tidak seimbang

dan berimbas pada berbagai aspek penting pembangunan sumber daya

manusia dan pembangunan nasional.

Indonesia merupakan salah satu negara dari berbagai negara di dunia

yang memiliki jumlah penduduk sangat tinggi. Setiap tahun jumlah penduduk

Indonesia semakin bertambah. Penduduk menurut UU Republik Indonesia

No. 10 tahun 1992 yaitu orang dalam matranya sebagai pribadi, anggota

keluarga, anggota masyarakat, warga negara dan himpunan kuantitas yang

bertempat tinggal disuatu tempat dalam batas wilayah negara pada waktu

tertentu (UUD, 1992).


2

Penduduk adalah salah satu komponen penting dalam proses

perubahan sosial. Perubahan sosial tersebut dapat disebabkan oleh faktor-

faktor sosial demografi, seperti kelahiran, kematian, dan migrasi. Namun, di

sisi lain perubahan yang terjadi dapat pula disebabkan kebijakan dalam

pembangunan, terutama yang berkaitan dengan sektor-sektor kehidupan

orang banyak. Besarnya jumlah penduduk yang tidak diikuti dengan

pelayanan memadai, misalnya dalam kesehatan dan pendidikan, sangat

berpengaruh pada kesejahteraan hidup mereka. Selain itu, kurangnya

ketersediaan lapangan pekerjaan dan orientasi pembangunan yang terpusat di

daerah perkotaan telah mengakibatkan terjadinya migrasi penduduk. Namun,

penyebaran itu pun tidak merata sehingga menimbulkan berbagai perubahan

yang menyertainya (Syukur, 2010).

Permasalahan sangat kompleks dan berkaitan satu sama lain sehingga

mengakibatkan pertumbuhan penduduk menjadi tidak seimbang,

permasalahan tersebut terurai seperti disuatu daerah kota-kota besar,

umumnya masih banyak masyarakat yang kurang memahami pentingnya

program keluarga berancana nasional. Jika kita telah secara lebih mendalam

permasalahan kependudukan di suatu daerah dapat diurai seperti, ketika

penduduknya semakin banyak karena tingkat pendudukan yang semakin

tinggi dan rendahnya kesadaran masyarakat akan program KB, daerah

tersebut akan mengalami sebuah kondisi dimana penduduk yang sangat padat,

ketika penduduk sangat padat dan tidak diimbangi dengan aspek mobilitas

yang baik, misalnya seperti aspek kesehata, aspek ekonomi, dan bahkan
3

lapangan kerja yang terbatas tentunya akan mengakibatkan kemiskinan dan

bahkan lebih dari itu masyarakat akan hidup dengan kondisi yang tidak

kondusif kedepannya. Hal tersebut menjadi menjadi sebuah evaluasi penting

dan tugas yang berat bagi pemerintah, maka dari itu pemerintah sangat

mengharapkan sebuah kontribusi masyarakat mengenai program keluarga

berencana nasional demi tereleasisasi dengan baik.

Dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga

berkualitas, pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui

penyelenggaraan program keluarga berencana. Menurut Undang-Undang

Nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga, yang dimaksud dengan Keluarga Berencana (KB)

adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,

mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai

dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (UUD,

2009).

Keluarga merupakan unit atau persekutuan terkecil dari masyarakat,

dari unit ini kemudian berkembang menjadi unit lebih besar yang disebut

suku, kabilah, marga, dan komunitas masyarakat lainnya. Apabila sebuah

keluarga atau rumah tangga itu tertib dan teratur, maka bentuk suatu

masyarakat itupun akan tertib dan teratur pula dan demikian pula sebaliknya.

Setiap keluarga mempunyai tujuan dan cita-cita yang agung dalam

keberlangsungan keluarga. Hal itu untuk menjamin kemaslahatan setiap unsur

dan kesejahteraan hidup sebuah keluarga, sehingga memudahkan


4

pembentukan keluarga mencapai sasaran yang dituju yakni keluarga sakinah

(Nuraini, 2013).

Program Keluarga Berencana adalah bagian yang terpadu (integral)

dalam program pembangunan Nasional dan bertujuan untuk turut serta dalam

menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya penduduk

Indonesia, agar dapat mencapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan

produksi nasional (Budisuari, 2011).

Salah satu upaya yang dilaksanakan dalam program KB adalah

melalui penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan data World Health

Organization (WHO) jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya,

penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia sebesar 61% sudah melebihi rata-

rata ASEAN (58,1%). Akan tetapi masih lebih rendah dibandingkan Vietnam

(78%), Kamboja (79%) dan Thailand (80%). Padahal jumlah Wanita Usia

Subur (WUS) tertinggi di ASEAN adalah Indonesia yaitu 65 juta orang

(Kemenkes, 2013).

Di Indonesia, jumlah kepala keluarga sebanyak 60.349.706 dan

jumlah pasangan usia subur 36.993.725 sebanyak 61.29% dari jumlah kepala

keluarga. Peserta KB secara nasional sebanyak 23.361.189 sebanyak 63.14%

dari jumlah pasangan usia subur di Indonesia (BKKBN, 2016).

Pada tahun 2016 di Sulawesi Selatan jumlah PUS sebanyak 1.236.047

dari jumlah ini dengan proporsi 71.71% (886.446 peserta) merupakan

pasangan usia subur yang ikut KB. Berdasarkan peserta KB, kontrasepsi yang

banyak digunakan adalah suntik (503.246 peserta), pil (189781 peserta),


5

implant (78.715 peserta), MOW (51.444 peserta), IUD (27.582 peserta),

kondom (20.792 peserta) dan MOP (14.886 peserta) (BKKBN Provinsi,

2016).

Pada tahun 2016 di kota Makassar tercatat sebanyak 185.740 PUS,

dengan proporsi peserta KB aktif 69,54% (129.165 peserta). Berdasarkan

peserta KB aktif, kontrasepsi yang banyak digunakan adalah suntik (53.404

peserta), pil (31.209 peserta), implant (18.225 peserta), IUD (15.224 peserta),

kondom (6.123 peserta), MOW (4.542 peserta) dan MOP (598 peserta)

(BKKBN Kota, 2016).

Jumlah pasangan usia subur di kelurahan kapasa berjumlah 2396

orang dengan jumlah peserta KB sebanyak 1574 orang dan bukan peserta KB

822 orang, di wilayah kerja Puskesmas Kapasa masih sering dijumpai

keluarga yang memiliki anak lebih dari 2, ini sangat bertolak belakang

dengan visi yang diusung oleh pemerintah dalam program keluarga nasional

yaitu “2 anak cukup”. Penyuluh keluarga berencana harus memiliki wawasan

yang luas agar dipercaya masyarakat ketika melakukan sebuah penyuluhan

dan konseling, berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat

kontrasepsi pada pasangan usia subur di wilayah kerja puskesmas kapasa

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah, faktor apa

saja yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi pada pasangan

usia subur di wilayah kerja Puskesmas Kapasa?


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan penggunaan

alat kontrasepsi pada psangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas

Kapasa?

2. Tujuan khusus

a) Untuk mengetahui hubungan umur pada pasangan usia subur dengan

penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Kapasa?

b) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pada pasangan usia subur

dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas

Kapasa?

c) Untuk mengetahui hubungan pendidikan pada pasangan usia subur

dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas

Kapasa?

d) Untuk mengetahui hubungan pekerjaan pada pasangan usia subur

dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas

Kapasa?

e) Untuk mengetahui hubungan dukungan suami pada pasangan usia

subur dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja

Puskesmas Kapasa?

f) Untuk mengetahui hubungan peran PLKB pada pasangan usia subur

dengan penggunaan alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas

Kapasa?
7

D. Manfaat
Penelitian

1. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan sumber

informasi bagi instansi kesehatan khususnya masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Kapasa.

2. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau referensi

untuk penelitian selanjutnya.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti

dalam memperluas wawasan mengenai keluarga berencana serta

mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Keluarga Berencana (KB)

1. Pengertian Keluarga Berencana

Menurut WHO (World Health Organisation) (1970) keluarga

berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri

untuk mendapatkan objek tertentu, yaitu : menghindarkan kelahiran yang

tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur

interval diantara kehamilan, menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Keluarga berencana adalah suatu usaha menjarangkan atau merencanakan

jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Zainuddin,

2012).

Berdasarkan Undang-Undang No 52 tahun 2009 tentang

perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan

bahwa keluarga berencana adalah upaya mengatur kehamilan anak, jarak, dan

usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan

bantuan sesuai hak reproduksinya untuk mewujudkan keluarga berkualitas

(Rizkitama, 2015).

Menurut Depkes RI 1996 keluarga berencana adalah suatu usaha untuk

mencapai kesejahteraan dengan jalan memberikan nasihat perkawinan,

pengobatan kemandulan, dan penjarangan kelahiran. Secara umum keluarga

berencana (KB) dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya

kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, ayah serta
9

keluarganya yang bersangkutan tidak menimbulkan kerugian sebagai akibat

langsung dari kehamilan tersebut (Suratun, 2008).

2. Tujuan Program Keluarga Berencana

Dalam ICPD (Internationale Conference on Population and

development) Kairo 1994, disebutkan bahwa salah satu tujuan program

keluarga berencana yaitu membantu pasangan dan individu untuk menentukan

secara bebas dan bertanggung jawab tentang jumlah dan jarak antara satu anak

dengan anak lainnya dan untuk mendapatkan informasi dan sarana dalam

melakukannya, juga untuk memberi kebebasan serta ketersediaan berbagai

macam alat kontrasepsi yang aman dan sehat (Handayani, 2010).

Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional), tujuan kelurga berencana adalah :

a) Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta

keluarga dan bangsa pada umumnya.

b) Meningkatkan martabat kehidupan rakyat dengan cara menurunkan angka

kelahiran sehingga pertambahan penduduk tidak melebihi kemampuan

untuk meningkatkan reproduksi.

Adapun Visi dari BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional) tahun 2016 yaitu “Menjadi lembaga yang handal dan

dipercaya dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga

berkualitas”. Sedangkan Misi BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional) tahun 2016 adalah :


10

a) Mengarus-utamakan pembangunan berwawasan Kependudukan.

b) Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi.

c) Memfasilitasi Pembangunan Keluarga.

d) Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan Kependudukan,

Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga..

e) Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten

(BKKBN, 2016).

B. Tinjauan Umum Tentang Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” berarti mencegah atau melawan,

dan konsepsi berarti pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan

sel sperma (sel pria) yang menyebabkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah

metode yang digunakan untuk mencegah kehamilan (Amalia and Afriany,

2015).

Kontrasepsi terbagi atas dua yaitu secara alami dan bantuan alat.

Kontrasepsi alami merupakan metode kontrasepsi tanpa menggunakan

bantuan alat apapun, caranya adalah dengan tidak melakukan hubungan

seksual pada masa subur, cara ini lebih dikenal dengan metode kalender.

Kelebihannya adalah memperkecil kemungkinan terjadinya efek samping

karena tidak menggunakan alat sedangkan kelemahannya adalah kurang

efektif karena kadar perhitungan masa subur bisa meleset dan tidak akurat

(Wikojoastro, 2013).

Secara umum syarat metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut

(Saifuddin, 2006) :
11

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.

2. Berdaya guna, dalam arti bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat

mencegah terjadinya kehamilan.

3. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus.

4. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan

budaya di masyarakat.

5. Terjangkau harganya oleh masyarakat

6. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera

kembali kesuburannya, kecuali kontrasepsi mantap.

Berbagai jenis metode atau alat kontrasepsi dibagi menjadi (Hartanto,

2004).

1. Kontrasepsi Sterilisasi

Yaitu pencegahan kehamilan dengan mengikat sel indung telur pada

wanita (tubektomi) atau testis pada pria (vasektomi). Proses Sterilisasi ini

harus dilakukan oleh ginekolog (dokter kandungan). Efektif bila memang

ingin melakukan pencegahan kehamilan secara permanen.

a) Kontrasepsi Teknik, dibagi menjadi :

(1) Coitus Interuptus (senggama terputus) : ejakulasi dilakukan di luar

vagina. Faktor kegagalan biasanya terjadi karena ada sperma yang

sudah keluar sebelum ejakulasi, orgasme berulang atau terlambat

menarik penis keluar.


12

(2) Sistem Kalender (pantang berkala) : tidak melakukan senggama

pada masa subur, perlu kedisiplinan dan pengertian antara suami

istri karena sperma maupun sel telur (ovum) mampu bertahan hidup

sampai dengan 48 jam setelah ejakulasi. Faktor kegagalan karena

salah menghitung masa subur (saat ovulasi) atau siklus haid tidak

teratur sehingga perhitungan tidak akurat.

(3) Prolonged lactation atau menyusui, selama tiga bulan setelah

melahirkan saat bayi hanya minum ASI (Air Susu Ibu) dan

menstruasi belum terjadi, otomatis tidak akan terjadi kehamilan.

Tapi jika ibu hanya menyusui kurang dari enam jam per hari,

kemungkinan terjadi kehamilan cukup besar.

b) Kontrasepsi Mekanik, terdiri dari :

(1) Kondom : terbuat dari latex. Terdapat kondom untuk pria maupun

wanita serta berfungsi sebagai pemblokir sperma. Kegagalan pada

umumnya karena kondom tidak dipasang sejak permulaan senggama

atau terlambat menarik penis setelah ejakulasi sehingga kondom

terlepas dan cairan sperma tumpah di dalam vagina.

(2) Spermatisida : bahan kimia aktif untuk membunuh sperma, berbentuk

cairan, krim atau tisu vagina yang harus dimasukkan ke dalam vagina

lima menit sebelum senggama. Kegagalan sering terjadi karena waktu

larut yang belum cukup, jumlah spermatisida yang digunakan terlalu

sedikit atau vagina sudah dibilas dalam waktu kurang dari enam jam

setelah senggama.
13

(3) Vaginal diafragma : lingkaran cincin dilapisi karet fleksibel ini akan

menutup mulut rahim bila dipasang dalam liang vagina enam jam

sebelum senggama. Efektifitasnya sangat kecil, karena itu harus

digunakan bersama Spermatisida untuk mencapai efektivitas 80%.

(4) IUD (Intra Uterina Device) atau spiral : terbuat dari bahan

polyethylene yang diberi lilitan logam, umumnya tembaga (Cu) dan

dipasang di mulut rahim. Kelemahan alat ini yaitu bisa menimbulkan

rasa nyeri di perut, infeksi panggul, pendarahan di luar masa

menstruasi atau darah menstruasi lebih banyak dari biasanya.

c) Kontrrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal bisa berupa pil KB yang diminum sesuai

petunjuk hitungan hari yang ada pada setiap blisternya, suntikan, susuk,

(Implant) yang ditanam untuk periode tertentu, koyo KB atau spiral

berhormon.

Kontrasepsi hormonal terdiri dari :

(1) Pil Kombinasi Oral Contraception (OC) : Pil kombinasi merupakan

kombinasi dosis rendah estrogen dan progesteron. Penggunaan

kontrasepsi pil kombinasi estrogen dan progesteron atau yang hanya

terdiri dari progesteron saja merupakan penggunaan kontrasepsi

terbanyak.

(2) Suntik KB : Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Cara

pemakaiannya dengan menyuntikan zat hormonal ke dalam tubuh. Zat

hormonal yang terkandung dalam cairan suntikan dapat mencegah


14

kehamilan dalam waktu tertentu. Biasanya penyuntikan ini dilakukan

2-3 kali dalam sebulan.

(3) Susuk KB (Implant) : Implant terdiri dari 6 kapsul silastik, setiap

kapsulnya berisi levomorgestrel sebanyak 36 miligram dengan

panjang 3,4 cm dan diameter 2,4 cm. Kemasan Implant dirancang

agar isinya tetap steril selama masa yang ditetapkan asalkan

kemasannya tidak rusak atau terbuka. Kapsul yang dipasang harus

dicabut menjelang akhir masa 5 tahun. Pemasangan implant hanya

dilakukan petugas klinik yang terlatih secara khusus (dokter, bidan

dan paramedik) yang dapat melakukan pemasangan dan pencabutan

Implant. Terdapat dua jenis implant yaitu Norplant dan Implanon.

Koyo KB digunakan dengan ditempelkan di kulit setiap minggu.

Kekurangannya adalah dapat menimbulkan reaksi alergi bagi yang

memiliki kulit sensitive dan kurang cocok untuk digunakan pada

daerah beriklim tropis.

C. Tinjauan Umum Tentang Akseptor KB (Keluarga Berencana)

1. Pengertian

Akseptor KB (Keluarga Berencana) adalah peserta keluarga

berencana (Family Planning Participant) yaitu pasangan usia subur

dimana salah seorang menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi

untuk tujuan pencegahan kehamilan, baik melalui program maupun non

program (BKKBN, 2011).


15

2. Jenis – jenis akseptor KB

a) Akseptor aktif, yaitu akseptor yang ada pada saat ini menggunakan

cara atau alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau

mengakhiri kesuburan.

b) Akseptor aktif Kembali yaitu: Pasangan Usia subur yang telah

menggunakan kontrasepsi selama 3 bulan atau lebih yang tidak

diselingi suatu kehamilan, dan kembali menggunakan cara / alat

kontrasepsi baik dengan cara yang sama atau berganti cara setelah

berhenti 3 bulan berturut – turut bukan karena hamil. Akseptor KB

baru, yaitu: Akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat /

obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat

kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.

c) Akseptor KB (Keluarga Berencana) dini, yaitu: Para ibu yang

menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu

setelah melahirkan atau abortus.

d) Akseptor langsung, yaitu: Para istri yang memakai salah satu cara

kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.

e) Akseptor drop out, yaitu: Akseptor yang menghentikan kontrasepsi

lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007).

D. Tinjauan Umum Tentang Konsep Perilaku Kesehatan

Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,

yakni perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior

causes). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni
16

faktor predisposisi (predisposing factor), faktor-faktor yang mendukung

(enabling factor) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong

(reinforcing factor) (Green and Kreute, 2005).

1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor-faktor predisposisi mencakup pengetahuandan sikap

masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya

perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

2. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor-faktor pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih,

tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan

makanan yang bergizi, dan sebagainya termasuk juga fasilitas pelayanan

kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes,

pot obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk

berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana

pendukung. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan

terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut sebagai

faktor pendukung atau faktor pemungkin.


17

3. Faktor-faktor Pendorong (Reinforcing Factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh

masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas

kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik

dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu

pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan

diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para

petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-

undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

Berdasarkan Teori (Green and Kreute, 2005), bahwa pemakaian

alat kontrasepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni umur, pendidikan,

pengetahuan, jumlah anak, ketersediaan alat kontrasepsi, ketersediaan

pelayanan alat kontrasepsi, dukungan keluarga dan dukungan suami.

E. Tinjauan Umum Tentang Pasangan Usia Subur

Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang terikat

dalam perkawinan yang sah yang umur istrinya antara 15-49 tahun (Pinem,

2009). Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami-istri yang istrinya berumur

15-49 tahun dan masih haid, atau pasangan suami-istri yang istrinya berusia

kurang dari 15 tahun dan sudah haid, atau istri sudah berumur lebih dari 50

tahun, tetapi masih haid. PUS merupakan sasaran utama program KB sehingga

perlu diketahui bahwa:


18

1. Hubungan urutan persalinan dengan risiko ibu-anak paling aman pada

persalinan kedua atau antara anak kedua dan ketiga.

2. Jarak kehamilan 2–4 tahun, adalah jarak yang paling aman bagi kesehatan

ibu-anak.

3. Umur melahirkan antara 20–30 tahun, adalah umur yang paling aman bagi

kesehatan ibu-anak.

Masa reproduksi (kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu: masa menunda

kehamilan/kesuburan(sampai usia 20 tahun), masa mengatur kesuburan atau

menjarangkan (usia 20-30 tahun), masa mengakhiri kesuburan/tidak hamil lagi

(di atas usia 30 tahun). Masa reproduksi (kesuburan) ini merupakan dasar

dalam pola penggunaan kontrasepsi rasional.

F. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas

1. Definisi Puskesmas

Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas

adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,

dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk

mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah

kerjanya. Penyelenggaraan pusat kesehatan masyarakat perlu ditata ulang

untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan

dalam rangka meningkatkan derajat masyarakat serta menyukseskan

program jaminan sosial nasional (Permenkes, 2014).


19

Dalam Kepmenkes No 128 Tahun 2004 tentang kebijakan dasar

puskesmas, puskesmas didefinisikan sebagai Unit Pelaksana Teknis

(UPT) dari dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian

wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan ujung tombak dari dinas

kesehatan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam

pelaksanaannya, puskesmas memiliki tujuan yaitu mendukung

tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan

kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang

bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas. Sehingga untuk mencapai

tujuan, maka puskesmas memiliki tiga fungsi yaitu sebagai pusat

penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan

masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Sedangkan pendapat lain mengatakan puskesmas merupakan

organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang

bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau

oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan

menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan

menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna

mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu

pelayanan kepada perorangan (Budiarto, 2015).


20

2. Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh

puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan

kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah

kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

(Trihono, 2005).

3. Fungsi Puskesmas

Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan

atau sebagian dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah,

keadaan geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan

pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Untuk

perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang

dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut

puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. (Jabbar, 2014)

Tiga fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak pembangunan

berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu berupaya

menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor

termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga

berwawasan serta menduku ng pembangunan kesehatan. Disamping itu

puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari

penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya.

Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas


21

adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit

tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

(Trihono, 2005)

Pusat pemberdayaan masyarakat berarti puskesmas selalu berupaya

agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat

termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan

melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif

dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber

pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau

pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan

masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan

situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. Pusat pelayanan

kesehatan strata pertama berarti puskesmas bertanggung jawab

menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat

pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi :Pelayanan

kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (privat

goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan

kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharan kesehatan dan

pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan

dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap (Jabbar, 2014).
22

4. Peran Puskesmas

Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi

pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan

jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran

tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan

kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis,

tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan

pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut

berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya

peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu

(Effendi, 2009).

G. Tinjauan Umum Tentang PLKB (Petugas Lapangan

Keluarga Berencana) / PKB (Penyuluh Keluarga Berencana)

PLKB/PKB merupakan ujung tombak pengelola KB di lapangan.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 52 tahun 2009 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Peraturan

Presiden No. 62 tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional menyatakan bahwa BKKBN mempunyai tugas

melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengendalian penduduk dan

penyelenggaraan keluarga berencana, agar amanat tersebut dapat

terimplementasikan perlu ditetapkan Norma, Standar Prosedur dan Kriteria

(NSPK) di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga

berencana (UUD, 2009).


23

Salah satu NSPK sesuai UU 52/2009 adalah Pedoman Penyediaan dan

Pemberdayaan Tenaga Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana di

Lingkungan Pemerintah Daerah, hal ini telah sesuai dengan pasal 38, yakni di

BKKBN ditetapkan Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana

Nasional sesuai dengan kebutuhan.

Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah

Daerah Kabupaten dan Kota pada lampiran Peraturan Pemerintah tersebut

pada Sub Bidang Penguatan Pelembagaan Keluarga kecil berkualitas.

Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota diamanatkan menetapkan formasi

dan Sosialisasi Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana, dan

dilanjutkan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi

Pemerintah Daerah dimana dalam program keluarga berencana merupakan

urusan wajib dan masuk dalam rumpun Pemberdayaan Perempuan dan

Keluarga Berencana.

Rasio PLKB/PKB dengan jumlah kelurahan/desa adalah 1 idealnya

membina 1-2 desa atau kelurahan. Hasil evaluassi dan capaian secara nasional

Program KB Nasional tahun 2004-2009 cenderung stagnan, keberhasilan

pelaksanaan Program KB Nasional telah memberikan sumbangan yang

berarti terhadap pembangunan nasional, khususnya dalam pengendalian laju

pertumbuhan penduduk. Salah satu aspek yang menunjang keberhasilan

tersebut adalah sumber daya manusia yang potensial terutama ada tingkat lini
24

lapangan yang selama ini telah melaksanakan tugas dengan baik yaitu Tenaga

Fungsional PLKB/PKB.

Dilihat dari tugas pokok dan fungsi PLKB/PKB adalah agent of change

pada keluarga dan masyarakat luas menuju perubahan dari tidak mendukung

menjadi pendukung menjadi mendukung program KB, dari tidak peduli

menjadi peduli, dari tidak mau berparttisipai menjadi berperan serta.

PLKB/PKB juga merupakan salah satu komponen penting dalam upaya

peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga sebagai

indikator kemajuan yang telah dicapai oleh suatu daerah. PLKB/PKB

bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam memberikan berbagai

penyluhan program.

1. Tujuan

Adapun tujuannya, sebagai berikut ;

a) Memahami visi dan misi Program keluarga berencana nasional

b) Peningkatan pengetahuan dan wawasan nasional

c) Dapat mengembangkan berbagai kegiatan operasional di wilayah

kerjanya

2. Keududukan dan Peran

a) Kedudukan

PLKB/PKB adalah aparat pemerintah (PNS/Non PNS) yang

berkedudukan di Desa atau Kelurahan dengan tugas, wewenang dan

tanggung jawab melakukan kegiatan berupa Penyuluhan,

Penggerakan, Pelayanan, Evaluasi dan Pengembangan Program


25

keluarga berencana Nasional serta kegiatan program pembangunan

lainnya yang ditugaskan oleh pemerintah daerah di wilayah kerjanya.

b) Peran

PLKB/PKB memiliki beberapa peran dalam program kerjanya

hal ini perlu dilakukan agar target program KB (Keluarga

Berencana) setiap tahunnya tercapai, peran PLKB/PKB sbb :

(1) Pengelola pelaksanaan kegiatan Program KB Nasioanal di desa

atau kelurahan.

(2) Penggerak partisipasi masyarakat dalam program KB Nasional di

desa atau kelurahan.

(3) Pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam pelaksanasan

program KB Nasional di desa/kelurahan.

(4) Menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan berbagai

pihak dalam pelaksanaan program KB Nasional di

desa/kelurahan.

3. Fungsi

PLKB/PKB mempunyai fungsi merencanakan, mengorganisasikan,

melaksanakan, mengembangkan, melaporkan dan mengevaluasi program

KB Nasional dan program pembangunan lainnya di wilyah kerja Desa atau

Kelurahan.
26

4. Tugas

a) Perencanaan

Dalam perencanaan, tugas PLKB/PKB meliputi pengusaan potensi

wilayah kerja yang di awali dengan pengumpulan data, analisa, serta

penentuan prioritas sasaran sampai pada penyusunan rencana dan

jadwal kegiatan.

b) Pengorganisasian

Dalam pengorganisasian, tugas PLKB/PKB adalah mengajak

tenaga kader memberikan pelatihan dan orientasi untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan kader, memfasilitasi dan memberikan

kesempatan yang lebih besar kepada kader untuk berperan sampai

dengan perkembangan kemitraan dan jaringan kerja dengan berbagai

instansi dan lembaga sosial organisasi masyarakat LSOM yang ada.

c) Pelaksanaan

Tugas PLKB/PKB meliputi pelaksanaan berbagai kegiatan program

baik yang bersifat pemberian informasi maupun pemberian pelayanan

Program Keluarga Berencana-Kesehatan Reproduksi, Program

Keluarga Sejahtera.

d) Pelaporan dan Evaluasi

Dalam hal pelaporan dan evaluasi, Tugas PLKB/PKB meliputi

Mencatat berbagai kegiatan sesuai dengan yang diharapkan dan

penyelenggaran evaluasi secara berkala.


27

H. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi

Pendidikan

Pengetahuan

Pekerjaan

Efek samping

Agama

Tingkat sosial Ekonomi

Faktor Pendorong :

Dukungan suami Perilaku Individu, kelompok, masyarakat

Peran PLKB

Peraturan/Hukum

Faktor Pemungkin :

Ketersediaan Alat kontrasepsi

Sumber : Green and Kreuter (dalam notoadmodjo : 2005)

Gambar 1. Kerangka Teori Determinan Perilaku Individu

Keterangan

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak ditelit.


28

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Menurut Muhajirah (2004) mengemukakan hasil penelitian bahwa

pasangan suami istri termotivasi untuk memakai alat kontrasepsi

diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain umur, pendidikan,

pengetahuan, dukungan suami, pekerjaan, dan peran PLKB.

Dalam penelitian ini, beberapa faktor yang dianggap berhubungan

terhadap pemilihan kontrasepsi oleh pasangan usia subur.

Variabel yang diteliti dalam penelitian sebagai berikut :

1. Akseptor KB

Akseptor KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang salah

seorang dari padanya menggunakan salah satu cara atau alat

kontrasepsi dengan tujuan untuk pencegahan kehamilan baik melalui

program maupun non program. Akseptor adalah orang yang menerima

serta mengikuti dan melaksanakan program keluarga berencana

(Setiawan dan Saryono, 2010).

2. Umur

Umur atau usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang

dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal

yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik

yang sama. Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan

atau diadakan) (Hoetomo, 2005).


29

Pasangan suami istri yang pada saat ini hidup bersama, baik

bertempat tinggal resmi dalam satu rumah ataupun tidak, dimana umur

istrinya antara 15-44 tahun. Batasan umur yang digunakan disini

adalah 15-44 tahun dan bukan 45-49 tahun. Hal ini tidak berarti

berbeda dengan perhitungan fertilitas yang menggunakan batasan 45-

49, tetapi dalam kegiatan keluarga berencana mereka yang berada pada

kelompok 45-49 bukan merupakan sasaran keluarga berencana lagi.

Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa mereka yang berada

pada kelompok umur 45-49 tahun, kemungkinan untuk melahirkan lagi

sudah sangat kecil sekali (Wirosuhardjo, 2004).

3. Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang

untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya.

Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih

rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah

menerima gagasan baru (Zainuddin, 2012).

Wanita yang memiliki pendidikan yang tinggi cenderung lebih

mudah untuk menerima ide atau gagasan baru, Wanita yang

berpendidikan lebih tinggi cenderung membatasi jumlah kelahiran

dibandingkan dengan wanita yang tidak berpendidikan atau

berpendidikan rendah.
30

4. Pengetahuan

pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

pasangan suami istri tentang kontrasepsi akan mempengaruhi pasangan

suami istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Semakin banyak

pengetahuan yang dimiliki oleh pasangan suami istri tentang

kontrasepsi maka semakin besar pula kecenderungan akseptor untuk

menggunakan alat kontrasepsi (Notoadmodjo, 2007).

5. Pekerjaan

Pekerjaan adalah apa yang dikerjakan seseorang yang bertujuan

untuk menghasilkan uang yang akan dipergunakan untuk

mempertahankan hidupnya sehari-hari. Adapun yang dimaksud status

pekerjaan adalah ada tidaknya pekerjaan yang dimiliki seseorang.

Kaitan antara pekerjaan dengan keikutsertaan berkontrasepsi.

Sebagaimana pendapat (Leman, 2002), bahwa bagi kebanyakan

pasangan yang sibuk bekerja dan berkarir, banyak faktor seperti

kesiapan mental dan financial serta karir yang sedang menanjak akan

turut mendasari keputusan kapan akan merencanakan waktu lahir anak

dan jumlah anak.

Menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional), umur peserta KB (Keluarga Berencana) yang berhubungan

dengan penggunaan alat kontrasepsi dibagi atas tiga kategori yaitu

umur dibawah 20 tahun merupakan masa menunda kehamilan, umur


31

20-30 tahun merupakan masa mengatur kesuburan dan menjarangkan

kehamilan, umur di atas 30 tahun merupakan masa mengakhiri

kesuburan. Masing-masing fase tersebut memiliki jenis kontrasepsi

yang sesuai.

6. Dukungan Suami

Suami yang mengerti tentang pentingnya dan manfaat

keluarga berencana pastinya akan mendukung pasangannya untuk

menggunakan alat kontrasepsi. Pasangan usia suburr dapat dikatakan

aktif dalam program keluarga berencana apabila masing-masing

saling mendukung dalam mengikuti program keluarga berencana

(Junaedy, 2002). Beberapa Negara perempuan tidak memiliki

kekuasaan untuk membuat keputusan salah satunya adalah sumber

daya untuk menentukan dan mencari sendiri jasa pelayanan keluarga

berencana, sehingga dukungan suami dalam pemilihan metode

kontrasepsi untuk sebagian wanita sangat penting (Antonim, 2009).

7. Peran PLKB

Dilihat dari tugas pokok dan fungsi PLKB/PKB adalah agent

of change pada keluarga dan masyarakat luas menuju perubahan dari

tidak mendukung menjadi pendukung menjadi mendukung program

KB, dari tidak peduli menjadi peduli, dari tidak mau berparttisipai

menjadi berperan serta. PLKB/PKB juga merupakan salah satu

komponen penting dalam upaya peningkatan perekonomian dan

kesejahteraan masyarakat, juga sebagai indikator kemajuan yang telah


32

dicapai oleh suatu daerah. PLKB/PKB bersentuhan langsung dengan

masyarakat dalam memberikan berbagai penyuluhan program.

B. Kerangka Konsep

UMUR

PENDIDIKAN

AKSEPTOR
PENGETAHUAN KB

PEKERJAAN

DUKUNGAN SUAMI

PERAN PLKB

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen
33

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Akseptor KB

Akseptor KB adalah tindakan partisipan dalam menggunakan alat

kontrasepsi berdasarkan umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan,

dukungan suami, dan peran PLKB (Peran Petugas Keluarga Berencana)

Kriteria Objektif :

Ya : Jika masih menggunakan kontrasepsi

Tidak : Jika responden tidak lagi menggunakan kontrasepsi

2. Umur

Yang dimaksud dengan umur dalam penelitian ini adalah umur

responden pada saat penelitian berdasarkan ulang tahun terkahir.

Pembagian kelompok umur berdasarkan resiko kehamilan.

Kriteria Objektif :

Tidak berisiko : Bila responden berumur 20-35 tahun

Berisiko : Bila responden berumur < 20 tahun atau > 35 tahun

3. Pendidikan

Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat

sekolah yang telah dilulusi oleh responden.

Kriteria Objektif :

Tinggi : Bila tingkat pendidikan terakhir responden ≥ SMA

Rendah : Bila tingkat pendidikan terakhir responden < SMA


34

4. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden

tentang alat kontrasepsi, sehingga ia mau memilih dan menggunakan alat

kontrasepsi tersebut sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya

kehamilan yang tidak diinginkan. Pengukuran variabel ini menggunakan

skala Guttman dimana jawaban yang benar, responden diberi skor 1 dan

jawaban salah diberi skor 0 (Ridwan, 2007) adapun kriteria objektif

pengetahuan adalah :

Kriteria Objektif :

Cukup : Jika responden memperoleh skor jawaban > nilai median

dari 10 pertanyaan yang diajukan

Kurang : Jika responden memperoleh skor jawaban ≤ nilai median

dari 10 pertanyaan yang diajukan

5. Pekerjaan

Pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan

yang dilakukan oleh responden diluar/dalam rumah yang menghasilkan

uang.

Kriteria Objektif :

ya : Bila bekerja

tidak : Bila tidak bekerja

6. Dukungan Suami

Yang dimaksud dengan dukungan suami adalah ketika

suami mengetahui istrinya ber-KB, setuju istrinya ikut program keluarga


35

berencana, mendukung istrinya ber-KB, melakukan monitoring terhadap

aturan penggunaan alat kontrasepsi serta mengawasi efek samping

yang terjadi akibat penggunaan alat kontrasepsi.

Kriteria Objektif :

Mendukung : Bila istri atau responden menjawab sekurang-

kurangnya 3 bentuk pertanyaan dukungan suami

untuk menggunakan alat kontrasepsi

Tidak mendukung : Bila istri atau responden menjawab kurang dari 3

bentuk pertanyaan dukungan suami untuk

menggunakan alat kontrasepsi.

7. Peran PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana)

Yang dimaksud peran PLKB (Petugas Keluarga Berencana

Nasional) yaitu Pengelola pelaksanaan kegiatan program keluarga

berencana nasioanal sebagai Penggerak, Pemberdayaan keluarga dan

masyarakat serta Menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan

berbagai pihak dalam pelaksanaan program keluarga beencana nasional di

desa/kelurahan.

Kriteria Objektif :

Berperan : Bila responden menjawab sekurang-

kurangnya 3 bentuk pertanyaan peran PLKB untuk

melaksanakan program KB Nasional didesa/

kelurahan
36

Tidak berperan : Bila responden menjawab sekurang-

kurangnya 3 bentuk pertanyaan peran PLKB untuk

melaksanakan program KB Nasional didesa/

kelurahan

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Null (Ho)

a) Tidak ada hubungan umur pada pasangan usia subur dengan

penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.

b) Tidak ada hubungan pendidikan pada pasangan usia subur dengan

penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.

c) Tidak ada hubungan pengetahuan pada pasangan usia subur dengan

penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.

d) Tidak ada hubungan pekerjaan pada pasangan usia subur dengan

penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.

e) Tidak ada hubungan dukungan suami pada pasangan usia subur

dengan penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.

f) Tidak ada hubungan peran PLKB pada pasangan usia subur dengan

penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.

2. Hipotesis Aternatif (Ha)

a) Ada hubungan umur pada pasangan usia subur dengan penggunaan

akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.

b) Ada hubungan pendidikan pada pasangan usia subur dengan


penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.
37

c) Ada hubungan pengetahuan pada pasangan usia subur dengan

penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.

d) Ada hubungan pekerjaan pada pasangan usia subur dengan

penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.

e) Ada hubungan dukungan suami pada pasangan usia subur dengan

penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.

f) Ada hubungan peran PLKB pada pasangan usia subur dengan

penggunaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.


38

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional study

dengan rancangan cross sectional study atau studi potong lintang untuk

melihat dinamika hubungan variabel independen (umur, pendidikan,

pengetahuan, pekerjaan, dukungan suami) dan variabel dependen (akseptor

KB) pada saat yang bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2017 di

wilayah kerja Puskesmas Kapasa dengan alasan akseptor KB di Puskesmas

Kapasa memiliki persentase akseptor KB terendah Dari 14 kecamatan

berdasarkan data dari BKKBN dan UPT KB yang ada di Kota Makassar.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah semua Pasangan Usia Subur

(PUS) di wilayah kerja Puskesmas Kapasa sebanyak 2396 orang.

2. Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah Pasangan Usia Subur

di wilayah kerja puskesmas Kapasa. Untuk menentukan besar sampel

enelitian,
p maka digunakan rumus Lameshow, yaitu :
39

𝑵.𝒁𝟐.𝑷.𝑸
n=
𝒅𝟐(𝑵−𝟏)+𝒁𝟐.𝑷.𝑸

Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar populasi(2396)

Z = Tingkat kemaknaan (1,96)

P = Perkiraan proporsi sampel (0,65)

Q = 1 ; P = 1 – 0,65 = 0,35

d = Tingkat kesalahan 10% = 0,1

Dimana:

n= 2 2396.(1,96
2).0,65.0,35
2
(0,1 ).(2396−1)+1.96 .0,65.0,35

2396 × 3,84 × 0,23


n=
0.01 × 2395 + 0,23

2116,1427
n=
24,18

n = 87,51

n = 88 sampel

Jadi besar sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 101 sampel.

Metode pengambilan sampel dilakukan dalam penelitian adalah

dengan teknik simple random sampling. Teknik ini untuk mendapatkan

sampel yang dilakukan pada unit sampling (Abdullah, 2014).

Adapun prosedur penarikan sampel dari cara simple random sampling ini

adalah :
40

1. Membuat daftar sampel (sampling frame) sesuai dengan besarnya

populasi sampel.

2. Sampel yang terpilih dicatat nama dan alamatnya

Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

kuesioner.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner yang

diberikan. Pengambilan data dilakukan dengan teknik kuesioner yaitu

pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan terkait dengan

penelitian yang telah disiapkan sebelumnya dan diberikan langsung kepada

responden untuk diisi sesuai dengan petunjuk kuesioner atau arahan

penelitian.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari kantor BKKBN Kota Makassar berupa

jumlah akseptor KB dan puskesmas akseptor KB terendah. Petugas

kesehatan puskesmas antara berupa data penggunaan alat kontrasepsi.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dengan menggunakan

kuesioner, dibuat dalam master tabel, kemudian diolah dengan

menggunakan program SPSS dan dianalisis. Adapun prosedurnya sebagai

berikut:
41

a) Editing / Pengeditan

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah

terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang

terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.

b) Coding / Pemberian kode

Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang

termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat

dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau

identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.

c) Entry Data / Pemberian Skor

Setelah melakukan koding di SPSS, selanjutnya menginput data

pada masing-masing variabel. Urutan data yang diinput berdasarkan

nomor responden pada kuesioner.

d) Cleaning Data

Setelah proses penginputan data, maka dilakukan cleaning data

dengan cara melakukan analisis frekuensi pada semua variabel untuk

melihat ada tidaknya missing data. Data yang missing dibersihkan

sehingga dapat dilakukan proses analisis.


42

2. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri

dari:

a. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran atas deskripsi

distribusi besarnya dari setiap variabel.

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat dengan menghitung Rasio

Prevalens. Untuk mengetahui kemaknaannya dilakukan analisis

bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05).

F. Penyajian Data

Data yang telah diolah dan di analisis lebih lanjut akan disajikan dalam

bentuk table frekuensi, crosstabulation dan disertai dengan narasi.


43

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Kapasa terletak di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar

dengan luas wilayah kerja kira-kira 4,18 km 2. Wilayah kerjanya meliputi 1

kelurahan, yaitu Kelurahan Kapasa, yang terdiri dari 63 RT dan 13 RW.

Pemanfaatan potensi lahan dan alih fungsi lahan terjadi sedemikian rupa,

yang akan membawa pengaruh terhadap kondisi dan perkembangan sosial

ekonomi dan keamanan masyarakat. Keadaan wilayah di beberapa bagian

beralih fungsi menjadi pemukiman penduduk. Alih fungsi lahan banyak

terjadi pada sektor pemukiman dan perumahan yang menjamur beberapa

tahun terakhir. Hal demikian akan membawa pengaruh pada urbanisasi, status

gizi, pola, dan jenis penyakit di wilayah kerja Puskesmas Kapasa. Adapun

letak atau batas-batas wilayah kerja Puskesmas Kapasa sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kelurahan Daya Kecamatan Biringkanaya

2. Sebelah Barat : Kelurahan Bira & Kel. Parang Loe Kec. Tamalanrea

3. Sebelah Selatan : Kelurahan Tamalanrea Indah Kecamatan Tamalanrea

4. Sebelah Timur : Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Tamalanrea

B. Hasil Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 2017 di Puskesmas Kapasa

kecamatan Tamalanrea kota Makassar. Metode Pengumpulan data dengan

menggunakan alat bantu kuesioner kepada 88 responden yang menggunakan


44

kontrasepsi. Analisis data secara univariat dengan tabel distribusi frekuensi

dan analisis bivariat disertai narasi.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dalam hal ini dilakukan untuk melihat distribusi

dari karakteristik responden, umur responden, pendidikan responden , dan

pekerjaan responden.

a. Karakteristik Responden

1) Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa

Umur (thn) n %
< 25 14 15,9
25-29 19 21,6
30-34 21 23,9
> 34 34 38,6
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 88 (100%) jumlah

responden, persentase kelompok umur terbesar adalah kelompok

umur >34 tahun sebanyak 34 responden (38,6%) dan terendah adalah

kelompok umur <25 tahun sebanyak 14 responden (15,9%).


45

2) Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa

Pendidikan n %
SD 10 11,4
SLTP 19 21,6
SLTA 41 46,6
Perguruan Tinggi 18 20,5
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa pendidikan responden

terbanyak adalah SLTA sebanyak 41 responden (46,6%) dan

terendah adalah SD sebanyak 10 responden (11,4).

3) Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa

Pekerjaan n %
Wiraswasta 20 22,7
Pegawai
7 8,0
Negeri/swasta
Karyawan/Buruh 8 9,1
IRT 53 60,2
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dominan pekerjaan

responden yaitu Tidak Bekerja sebanyak 53 responden (60,2%) dan

terendah Pegawai Negeri/Swasta sebanyak 7 responden (8,0%).


46

b. Variabel penelitian

1) Variabel pengetahuan

Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Pengetahuan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa

Pengetahuan n %
Cukup 63 71,6
Kurang 25 28,4
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017

Pengetahuan dikatakan cukup jika responden memperoleh skor

jawaban > nilai median dari 10 pertanyaan yang diajukan.

Sedangkan pengetahuan dikatakan kurang jika responden

memperoleh skor jawaban ≤ nilai median dari 10 pertanyaan yang

diajukan Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 88 responden,

terdapat 63 responden (71,6%) yang memiliki pengetahuan cukup

dengan akseptor KB sedangkan 25 responden (28,4%) yang

memiliki pengetahuan kurang dengan akseptor KB.

2) Variabel dukungan suami

Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel
Dukungan Suami Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kapasa

Dukungan suami n %
Mendukung 77 87,5
Tidak Mendukung 11 12,5
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017

Dukungan suami dikategorikan dengan mendukung (istri atau

responden menjawab sekurang-kurangnya 3 bentuk pertanyaan


47

dukungan suami untuk menggunakan alat kontrasepsi) dan tidak

mendukung (istri atau reponden menjawab kurang dari 3 bentuk

pertanyaan dukungan suami untuk menggunakan alat kontrasepsi).

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 88 responden, terdapat

77 responden (87,5%) suami mendukung akseptor KB sedangkan 11

responden (12,5%) mengatakan tidak mendukung akseptor KB.

3) Variabel peran PLKB

Tabel 5.6
Distribusi responden Berdasarkan Variabel Peran PLKB
di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa

Peran PLKB n %
Berperan 73 83,0
Tidak Berperan 15 17,0
Total 88 100,0
Sumber : Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 88 responden,

terdapat 73 responden (83,0%) berperan pada akseptor KB

sedangkan 15 responden (17,0%) tidak berperan pada akseptor KB.


48

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan antar variabel

1) Variabel umur dengan akseptor KB

Tabel 5.7
Hubungan Antara Umur Dengan Akseptor KB
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa

Akseptor KB
Total Uji
Umur Ya Tidak
Statistik
n % n % n %
Berisiko 22 64,7 12 35,3 34 100,0
Tidak Berisiko 28 51,9 26 48,1 54 100,0 p=0,236
Total 50 56,8 38 43,2 88 100,0
Sumber : Data Primer, 2017

Umur responden dikategorikan menjadi dua, yaitu umur

responden tidak berisiko dan berisiko. Tidak berisiko yaitu umur

responden yang berumur 20-35 tahun. Berisiko yaitu umur

responden berumur <20 tahun atau >35 tahun. Berdasarkan tabel 5.7

diketahui bahwa jumlah responden yang memiliki umur beresiko

sebanyak 34 responden dan yang tidak berisiko sebanyak 54

responden. Dari hasil tersebut, dapat dilihat responden yang

memiliki umur berisiko dan merupakan akseptor KB sebanyak 22

(64,7%) dan sebanyak 28 (51,9%) yang tidak berisiko. Sedangkan

responden yang memiliki umur berisiko dan tidak menggunakan

akseptor KB sebanyak 12 (35,3%) dan sebanyak 26 (48,1%) yang

tidak berisiko.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,236 atau nilai p>0,05.

Dengan demikian, makan H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa


49

tidak ada hubungan umur dengan akseptor KB di wilayah kerja

Puskesmas Kapasa.

2) Variabel pendidikan terhadap akseptor KB

Tabel 5.8
Hubungan Antara Pendidikan Dengan Akseptor KB di
Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa

Akseptor KB
Total Uji
Pendidikan Ya Tidak
Statistik
n % n % n %
Tinggi 29 49,2 30 50,8 59 100,0
Rendah 21 72,4 8 27,6 29 100,0 p=0,038
Total 50 56,8 38 43,2 88 100,0
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa jumlah responden yang

pendidikannya tinggi sebanyak 59 responden dan yang

pendidikannya rendah sebanyak 29 responden. Dari hasil tersebut,

dapat dilihat responden yang pendidikannya tinggi dan merupakan

akseptor KB sebanyak 29 (49,2%) dan sebanyak 21 (72,4%) yang

rendah. Sedangkan responden yang tidak menggunakan akseptor KB

dan pendidikannya tinggi sebanyak 30 (50,8%), rendah sebanyak 8

(27,6%)

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,038 atau nilai p<0,05.

Dengan demikian, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan pendidikan dengan akseptor KB

di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.


50

3) Variabel pengetahuan terhadap akseptor KB

Tabel 5.9
Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Akseptor KB di
Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa

Akseptor KB
Total Uji
Pengetahuan Ya Tidak
Statistik
n % n % n %
Cukup 41 65,1 22 34,9 63 100,0
Kurang 9 36,0 16 64,0 25 100,0 p=0,013
Total 50 56,8 38 43,2 88 100,0
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa jumlah responden yang

memiliki pengetahuan cukup sebanyak 63 responden dan yang

memiliki pengetahuan kurang sebanyak 25 responden. Dari hasil

tersebut, dapat dilihat responden yang memiliki pengetahuan cukup

dan merupakan akseptor KB sebanyak 41 (65,1%) dan sebanyak 9

(36,0%) yang kurang. Sedangkan responden yang memiliki

pengetahuan cukup dan tidak menggunakan akseptor KB sebanyak

22 (34,9%) dan sebanyak 16 (64,0%) yang kurang.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,013 atau nilai p<0,05.

Dengan demikian, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan akseptor

KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.


51

4) Variabel pekerjaan terhadap akseptor KB

Tabel 5.10
Hubungan antara Pekerjaan Dengan Akseptor KB di Wilayah
Kerja Puskesmas Kapasa
Akseptor KB
Total Uji
Pekerjaan Ya Tidak
Statistik
n % n % n %
Bekerja 20 57,1 15 42,9 35 100,0
Tidak Bekerja 30 56,6 23 43,4 53 100,0 p=0,960
Total 50 56,8 38 43,2 88 100,0
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa jumlah responden yang

bekerja sebanyak 35 responden dan yang tidak bekerja sebanyak 53

responden. Dari hasil tersebut, dapat dilihat responden yang bekerja

dan merupakan akseptor KB sebanyak 20 (57,1%) dan sebanyak 30

(56,6%) yang tidak bekerja. Sedangkan responden yang bekerja dan

tidak menggunakan akseptor KB sebanyak 15 (42,9%) dan sebanyak

23 (43,4%) yang tidak bekerja.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,960 atau nilai p>0,05.

Dengan demikian, maka H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan pekerjaan dengan akseptor KB di wilayah kerja

Puskesmas Kapasa.
52

5) Variabel dukungan suami terhadap akseptor KB

Tabel 5.11
Hubungan Antara Dukungan Suami Dengan Akseptor KB di
Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa

Akseptor KB
Total Uji
Dukungan Suami Ya Tidak
Statistik
n % n % n %
Mendukung 46 59,7 31 40,3 77 100,0
Tidak Mendukung 4 36,4 7 63,6 11 100,0 p=0,143
Total 50 56,8 38 43,2 88 100,0
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa jumlah responden yang

mengatakan mendukung sebanyak 77 responden dan yang

mengatakan tidak mendukung sebanyak 11 responden. Dari hasil

tersebut, dapat dilihat responden yang mengatakan mendukung dan

merupakan akseptor KB sebanyak 46 (59,7%) dan sebanyak 4

(36,4%) yang tidak mendukung. Sedangkan responden yang

mengatakan mendukung dan tidak menggunakan akseptor KB

sebanyak 31 (40,3%) dan sebanyak 7 (63,6%) yang tidak

mendukung.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,143 atau nilai p>0,05.

Dengan demikian, maka H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan dukungan suami dengan akseptor KB di wilayah

kerja Puskesmas Kapasa.


53

6) Variabel peran PLKB terhadap akseptor KB

Tabel 5.12
Hubungan Antara Peran PLKB Dengan Akseptor KB Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kapasa

Akseptor KB
Total Uji
Peran PLKB Ya Tidak
Statistik
n % n % n %
Berperan 46 63,0 27 37,0 73 100,0
Tidak Berperan 4 26,7 11 73,3 15 100,0 p=0,010
Total 50 56,8 38 43,2 88 100,0
Sumber : Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa jumlah responden yang

berperan dengan PLKB sebanyak 73 responden dan yang tidak

berperan sebanyak 15 responden. Dari hasil tersebut, dapat dilihat

responden yang berperan dan merupakan akseptor KB sebanyak 46

(63,0%) dan sebanyak 4 (26,7%) yang tidak berperan. Sedangkan

responden yang mengatakan berperan dan tidak menggunakan

akseptor KB sebanyak 27 (37,0%) dan sebanyak 11 (73,3%) yang

tidak berperan.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,010 atau nilai p<0,05.

Dengan demikian, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan peran PLKB dengan akseptor

KB di wilayah kerja Puskesmas Kapasa.


54

C. Pembahasan

1. Hubungan antara Umur dengan Akseptor KB

Umur merupakan hal yang sangat berperan dalam penentuan untuk

menggunakan alat kontrasepsi karena pada fase-fase tertentu dari umur

menentukan tingkat reproduksi seseorang. Umur yang terbaik bagi

seorang wanita adalah antara 20-30 tahun karena pada masa inilah alat-

alat reproduksi wanita sudah siap dan cukup matang untuk mengandung

dan melahirkan anak. Bila ditinjau pola dasar penggunaan alat kontrasepsi

yang rasional maka masa mencegah kehamilan (< 20 tahun) dianjurkan

untuk menggunakan kontrasepsi dengan urutan yang disarankan Pil KB,

AKDR/IUD dan Kondom. Sedangkan pada masa menjarangkan

kehamilan (20-30 tahun) dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi

dengan urutan AKDR/IUD, pil KB, Suntikan, Implant/susuk, Kondom

dan kontap. Pada masa mengakhiri kehamilan ( > 30 tahun) dianjurkan

untuk menggunakan kontrasepsi dengan urutan kontap, AKDR/IUD,

Implant, Suntik, pil KB, dan kondom (Notoatmodjo, 1993 dalam Rizali,

2013).

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa jumlah responden yang

memiliki umur beresiko sebanyak 38 responden dan yang mengatakan

tidak beresiko sebanyak 63 responden. Dari hasil tersebut, dapat dilihat

responden yang memiliki umur beresiko dan merupakan akseptor

KB

Sedangkan responden yang memiliki umur tidak beresiko dan merupakan


55

sebanyak 24 (63,2%) dan sebanyak 14 (36,8%) yang bukan akseptor KB.

Sedangkan responden yang memiliki umur tidak beresiko dan merupakan


55

akseptor KB sebanyak 34 (54,0%) dan sebanyak 29 (46,0%) yang bukan

akseptor KB.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umur seseorang akan

mempengaruhi pemilihan dan pemakaian alat kontrasepsi yang

merupakan alat yang baik digunakan untuk menjarangkan kehamilan.

Mereka yang umur tidak berisiko mampu mengetahui urutan-urutan

pemilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan fase-fase

yang ditentukan.

Pada tabel 5.7, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

umur dengan akseptor KB di Puskesmas Kapasa. Hal ini didasarkan pada

hasil uji statistik Chi Square yang diperoleh nilai p=0,366 atau p>0,05.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junita yang

mengatakan tidak ada pengaruh umur terhadap pemakaian alat

kontrasepsi (Junita, 2009). Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Anita yang mengatakan adanya hubungan atau pengaruh

antara umur tehadap pemilihan kontrasepsi (Anita, 2014).

Hal tersebut juga tidak sejalan dengan Jurnal Ilmiah Bidan dengan

judul Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi

Pasangan Usia Subur Di Puskesmas Damau Kabupaten Talaud, dimana

dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan pemilihan jenis

kontrasepsi. Penelitian yang sama dilakukan oleh Pramono dan Ulfa

(2012) di Semarang dimana pada penelitiannya disebutkan bahwa ada

hubungan antara umur dengan pemilihan kontrasepsi. Umur


56

hubungannya dengan pemakaian kontrasepsi berperan sebagai faktor

intrinsik. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi faaliah,

komposisi biokimiawi termasuk sistem hormonal seorang wanita.

Perbedaan fungsi faaliah, komposisi biokimiawi, dan sistem hormonal

pada suatu periode umur menyebabkan perbedaan pada kontrasepsi yang

dibutuhkan (Lontaan, dkk., 2014).

2. Hubungan antara Pengetahuan dengan Akseptor KB

Pengetahuan tentang pengendalian keahiran dan keluarga

berencana merupakan prasyarat dari penggunaan metode kontrasepsi yang

tepat dengan cara yang efektif dan efisien (BPS, etc, 2012). Melalui

pengetahuan yang baik tentang kontrasepsi, tentu dapat memberikan

peluang untuk dapat memilih kontrasepsi dengan baik dan benar sesuai

dengan tujuan ber KB (Asih dan Hadriah, 2009).

Pengetahuan peserta KB yang baik tentang KB akan

mempengaruhi mereka dalam memilih metode/alat kontrasepsi yang

akan digunakan termasuk kebebasan dalam memilih, kecocokan,

kenyamanan juga dalam memilih tempat pelayanan yang lebih sesuai dan

lengkap karena wawasan sudah lebih baik, sehingga dengan kesadaran

mereka yang tinggi dapat terus memanfaatkan alat kontrasepsi.

Pengetahuan sebagai domain dari perilaku merupakan awal seseorang

untuk melakukan tindakan.

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa jumlah responden yang

mengatakan cukup sebanyak 71 responden dan yang mengatakan kurang


57

sebanyak 30 responden. Dari hasil tersebut, dapat dilihat responden yang

mengatakan cukup dan ya sebanyak 47 (66,2%) dan yang mengatakan

cukup dan tidak sebanyak 24 (33,8%). Sedangkan responden yang

mengatakan kurang dan ya sebanyak 11 (36,7%) dan yang mengatakan

kurang dan tidak sebanyak 19 (63,3%). Hal ini menunjukkan bahwa

pengetahuan ibu berhubungan dengan alat kontrasepsi yang akan

digunakan.

Pada tabel 5.8, menunjukkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan terhadap akseptor KB di Puskesmas Kapasa. Hal ini

didasarkan pada hasil uji statistik Chi Square yang diperoleh nilai

p=0,006 atau nilai p<0,05.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukajn oleh Rizali yang

mengatakan bahwa adanya hubungan pengetahuan responden terhadap

penggunaan metode kontrasepsi (Rizali, 2013). Namun penelitian ini

tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardiansyah yang

mengatakan tidak ada hubungan pengetahuan responden dengan

penggunaan alat kontrasepsi (Mardiansyah, 2014).

Hal tersebut juga sejalan dengan Jurnal Ilmiah Bidan dengan judul

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi

Dalam Rahim Di Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara, dimana

pada analisa data pengetahuan dengan penggunaan Alat Kontrasepsi di

Puskesmas Tatelu Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara

menunjukkan paling banyak yaitu 61,5% atau 59 responden yang


58

mempunyai pengetahuan kurang tidak menggunakan Alat Kontrasepsi.

Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan terdapat hubungan antara

kedua variabel, dengan nilai (p) = 0,000 ( <0,05). Penelitian Rochma

(2012) juga mendapatkan hasil yang sama pada analisis bivariabel dengan

uji stastistik uji chi-square pada tingkat kemaknaan p value < 0,05

menunjukkan ada hubungan bermakna pengetahuan ibu dengan

pemakaian Alat Kontrasepsi Wilayah Kerja Puskesmas Gandus

Palembang (Pinontoan, dkk., 2014).

3. Hubungan antara Pendidikan dengan Akseptor KB

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada

masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik)

untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan

kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan

kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran.

Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian

kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan

kebutuhan untuk menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita yang

berpendidikan tinggi kecenderungan lebih sadar untuk menerima

program KB (Notoatmodjo, 2005).

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa jumlah responden yang

pendidikannya tinggi sebanyak 67 responden dan yang pendidikannya

kurang sebanyak 34 responden. Dari hasil tersebut, dapat dilihat


59

responden yang pendidikannya tinggi dan merupakan akseptor KB

sebanyak 33 (49,3%) dan yang pendidikannya tinggi dan sebanyak 34

(50,7%) yang bukan akseptor KB. Sedangkan responden yang

pendidikannya rendah dan merupakan akseptor KB sebanyak 25 (73,5%)

dan tsebanyak 9 (26,5%) yang bukan akseptor KB.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata pendidikan yang

tinggi pemakaian kontrasepsinya lebih rendah dibandingkan dengan

pengguna kontrasepsi yang pendidikannya rendah. Ada beberapa

responden yang memiliki pendidikan tinggi namun belum menggunakan

akseptor. Hal ini disebakan karena beberapa faktor, seperti kurangnya

dukungan suami dalam hal penggunaan akseptor dan keinginan responden

yang masih ingin memiliki anak lagi. Seharusnya pendidikan seseorang

akan mempengaruhi pemilihan dan pemakaian alat kontasepsi yang

merupakan alat yang baik digunakan untuk menjarangkan kehamilan.

Dengan pendidikan yang tinggi, maka ibu mampu memahami keuntungan

dan kerugian dalam pemakaian alat kontrasepsi. Sejalan dengan program

pemerintah untuk mempunyai keluarga yang terencana, maka pada masa

pendidikannya program keluarga berencana selau dipelajari terutama pada

pendidikan menengah dan tinggi lebih detil dibandingkan pada

pendidikan rendah (dasar).

Pada tabel 5.9, menunjukkan bahwa ada hubungan antara

pendidikan terhadap akseptor KB di Puskesmas Kapasa. Hal ini


60

didasarkan pada hasil uji statistik Chi Square yang diperoleh nilai

p=0,020 atau nilai p<0,05.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indah yang

pada penelitiannya mengatakan bahwa ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi (Indah, 2012). Namun hal ini

tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pramono dan Ulfa yang

mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan

dengan pemilihan kontrasepsi (Pramono dan Ulfa, 2011).

Hal tersebut tidak sejalan dengan Jurnal Ilmiah Bidan dengan judul

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi

Dalam Rahim Di Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara.

Penggunaan Alat Kontrasepsi menunjukkan paling banyak yang tidak

menggunakan Alat Kontrasepsi adalah pendidikan tinggi yaitu 60,4% atau

58 responden. Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan tidak terdapat

hubungan antara kedua variabeldengan nilai (p) = 0,745 ( > 0,05).

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal,

termasuk pentingnya keikutsetaan dalam KB.

4. Hubungan antara Pekerjaan dengan Akseptor KB

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Bekerja umumnya

merupakan kegiatan yang menyita waktu serta dapat memberikan

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak


61

langsung. Lingkungan pekerjaan dapat membentuk suatu pengetahuan

karena adanya saling bertukar informasi antara satu sama lainnya (Wawan

dan Dewi, 2010). Didalam mendapatkan informasi khususnya

mengetahuan tentang KB akan berpengaruh karena biasanya akan

didapatkan dilingkungan kerja.

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa jumlah responden yang

bekerja sebanyak 41 responden dan yang tidak bekerja sebanyak 60

responden. Dari hasil tersebut, dapat dilihat responden yang bekerja dan

merupakan akseptor KB sebanyak 23 (56,1%) dan sebanyak 18 (43,9%)

yang bukan akseptor KB. Sedangkan responden yang tidak bekerja dan

merupakan akseptor KB sebanyak 35 (58%,3) dan sebanyak 25 (41,7%)

yang bukan akseptor KB.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,823 atau nilai p>0,05. Dengan

demikian, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan antara pekerjaan terhadap akseptor KB di Puskesmas

Kapasa. Hal ini disebabkan karena responden tidak merasa terganggu

dengan penggunaan akseptor saat bekerja maupun tidak bekerja, sehingga

responden tetap menggunakan akseptor.

Hal ini sejalan dengan penelitian Ilyas (2009) di Yokyakarta

dengan desain cross sectional didapatkan tidak ada hubungan antara

pekerjaan ibu dengan penggunaan alat kontrasepsi.

Hal tersebut tidak sejalan dengan Jurnal Ilmiah Bidan dengan judul

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi


62

Pasangan Usia Subur Di Puskesmas Damau Kabupaten Talaud. Hubungan

pekerjaan dengan pemilihan jenis kontrasepsi menunjukkan ada hubungan

antara sosial ekonomi dengan pemilihan jenis kontrasepsi (Lontaan, dkk.,

2014).

5. Hubungan antara Dukungan Suami dengan Akseptor KB

Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama pria

dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang

dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami dan istri. Suami

dan istri harus saling mendukung dalam penggunaan kontrasepsi karena

keluarga berencana dan kesehatan reproduksi bukan hanya tanggung

jawab pria atau wanita saja. Dalam keluarga suami mempunyai peranan

penting yakni sebagai kepala keluarga. Suami mempunyai hak untuk

setuju ataupun tidak setuju dengan apa yang dilakukan istri. Kecuali jika

sang istri memberikan penjelasan atau alasan yang tepat mengenai apa

yang dilakukannya sehingga suami mengerti.

Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa jumlah responden yang

mengatakan mendukung sebanyak 88 responden dan yang mengatakan

tidak mendukung sebanyak 13 responden. Dari hasil tersebut, dapat

dilihat responden yang mengatakan mendukung dan merupakan akseptor

KB sebanyak 54 (61,4%) dan sebanyak 34 (38,6%) yang bukan akseptor

KB. Sedangkan responden yang mengatakan tidak mendukung dan

merupakan akseptor KB sebanyak 4 (30,8%) dan sebanyak 9 (69,2%)

yang bukan akseptor KB.


63

Hal ini menunjukkan alasan ibu yang tidak menggunakan alat

kontrasepsi dan mendapatkan dukungan dari suami menganggap bahwa

mereka masih ingin memiliki dengan jenis kelamin yang berbeda dengan

anak yang dimilikinya. Walaupun jumlah anak yang dimiliki sudah cukup

besar, jika belum memperoleh anak dengan jenis kelamin yang

diinginkan, maka mereka masih akan tetap menunda pemakaian

untuk memperoleh keturunan.

Pada tabel 5.11, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

dukungan suami terhadap akseptor KB di Puskesmas Kapasa. Hal ini

didasarkan pada hasil uji statistik Chi Square namun karena syarat uji Chi

Square tidak terpenuhi maka nilai yang dilihat yaitu Fisher’s Exact yang

diperoleh nilai p=0,068 atau nilai p>0,05.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiarti dan

Siti yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara partisipasi

suami/istri dengan pemilihan kontrasepsi (Sugiarti dan Siti, 2012). Namun

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anita

yang mengatakan ada hubungan antara partisipasi suami/isteri dengan

pemilihan kontrasepsi (Anita, 2014).

Hal tersebut tidak sejalan dengan Jurnal Ilmiah Bidan dengan judul

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi

Pasangan Usia Subur Di Puskesmas Damau Kabupaten Talaud. Hubungan

partisipasi suami/isteri dalam pemilihan alat kontrasepsi yang

menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan


64

kontrasepsi. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian

sebelumnya oleh Sugiarti dan Siti (2012) di Tasikmalaya yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara partisipasi suami/isteri

dengan pemilihan kontrasepsi, dari penelitian tersebut tampak bahwa

tidak selalu ada hubungan antara partisipasi suami/isteri dengan pemilihan

kontrasepsi.ini dapat dipengaruhi oleh karakteristik dan jumlah responden

dari tiap penelitian (Loantan, dkk., 2014).

6. Hubungan antara Peran PLKB dengan Akseptor KB

PLKB/PKB merupakan ujung tombak pengelola KB di lapangan.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 52 tahun 2009 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Peraturan

Presiden No. 62 tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional menyatakan bahwa BKKBN mempunyai tugas

melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengendalian penduduk dan

penyelenggaraan keluarga berencana, agar amanat tersebut dapat

terimplementasikan perlu ditetapkan Norma, Standar Prosedur dan

Kriteria (NSPK) di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan

keluarga berencana (UUD, 2009).

Petugas kesehatan menjadi salah satu pihak yang paling

bertanggung jawab dalam mengkampanyekan program keluarga

berencana kepada masyarakat. Tetapi dalam perkembangannya tugas

tersebut tidak dapat terlaksana dengan baik. Petugas kesehatan juga tidak

memiliki dana yang cukup untuk program tersebut sehingga mereka


65

hanya dapat melayani para calon akseptor yang datang ke puskesmas.

Saat di puskesmas inilah petugas kesehatan memegang peranan penting

karena mereka dapat meyakinkan para calon akseptor untuk memakai

alat kontrasepsi.

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa jumlah responden yang

mengatakan mendukung sebanyak 84 responden dan yang mengatakan

tidak mendukung sebanyak 17 responden. Dari hasil tersebut, dapat

dilihat responden yang mengatakan mendukung dan merupakan akseptor

KB sebanyak 53 (63,1%) dan yang mengatakan mendukung sebanyak 31

(36,9%) bukan akseptor KB. Sedangkan responden yang mengatakan

tidak mendukung dan merupakan akseptor KB sebanyak 5 (29,4%) dan

sebanyak 12 (70,6%) yang bukan akseptor KB.

Pada tabel 5.12, menunjukkan bahwa ada hubungan antara peran

PLKB terhadap akseptor KB di Puskesmas Kapasa. Hal ini didasarkan

pada hasil uji statistik Chi Square namun karena syarat uji Chi Square

tidak terpenuhi maka nilai yang diliat yaitu Fisher’s Exact yang diperoleh

nilai p=0,015 atau p<0,05.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junita yang

mengatakan bahwa dukungan petugas kesehatan berpengaruh terhadap

pemakaian alat kontrasepsi. Petugas kesehatan berperan dalam

memberikan informasi, penyuluhan dan menjelaskan alat kontrasepsi

(Junita, 2009).
66

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kapasa Kota

Makassar tentang faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi

pada pasangan usia subur di wilayah kerja puskesmas kapasa tahun 2017, dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Tidak ada hubungan antara umur dengan akseptor KB di wilayah kerja

Puskesmas Kapasa. Hal ini didasarkan pada hasil uji statistik Chi Square

yang diperoleh nilai p=0,366 atau p>0,05. Dengan demikian, makan H0

diterima dan Ha ditolak.

2. Ada hubungan antara pengetahuan dengan akseptor KB di wilayah kerja

Puskesmas Kapasa. Hal ini didasarkan pada hasil uji statistik Chi Square

yang diperoleh nilai p=0,006 atau nilai p<0,05. Dengan demikian, maka

H0 ditolak dan Ha diterima.

3. Ada hubungan antara pendidikan dengan akseptor KB di wilayah kerja

Puskesmas Kapasa. Hal ini didasarkan pada hasil uji statistik Chi Square

yang diperoleh nilai p=0,020 atau nilai p<0,05. Dengan demikian, maka

H0 ditolak dan Ha diterima.

4. Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan akseptor KB di wilayah

kerja Puskesmas Kapasa. Hal ini didasarkan pada uji statistik Chi square

yang diperoleh nilai p=0,823 atau nilai p>0,05. Dengan demikian, maka

H0 diterima dan Ha ditolak


67

5. Tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan akseptor KB di

wilayah kerja Puskesmas Kapasa. Hal ini didasarkan pada hasil uji statistik

Chi Square namun karena syarat uji Chi Square tidak terpenuhi maka nilai

yang dilihat yaitu Fisher’s Exact yang diperoleh nilai p=0,068 atau nilai

p>0,05. Dengan demikian, makan H0 diterima dan Ha ditolak.

6. Ada hubungan antara peran PLKB dengan akseptor KB di wilayah kerja

Puskesmas Kapasa. Hal ini didasarkan pada hasil uji statistik Chi Square

namun karena syarat uji Chi Square tidak terpenuhi maka nilai yang diliat

yaitu Fisher’s Exact yang diperoleh nilai p=0,015 atau p<0,05. Dengan

demikian, maka H0 tolak dan Ha diterima

B. Saran

1. Tenaga kesehatan di puskesmas

Diharapkan kepada puskesmas meningkatkan kinerja Petugas

Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) untuk melakukan penyuluhan KB

demi peningkatan pengetahuan alat kontrasepsi dimasyarakat.

2. Bagi akseptor KB di wilayah kerja puskesmas

` Masyarakat hendaknya lebih sering konsultasi ke tenaga kesehatan

di puskesmas untuk mengetahui penggunaan alat kontrasepsi yang efektif

dan memperhatikan indikasi dari jenis kontrasepsi yg digunakan selain itu

dukungan suami berpengaruh terhadap keberhasilan program keluar

berencana.

3. Peneliti selanjutnya
68

Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu

sumber data untuk penelitian selanjutnya dan dilakukan penelitian lebih

lanjut berdasarkan faktor lain, variabel yang berbeda jumlah sampel yang

lebih banyak dan tempat yang berbeda desain yang lebih tepat yang

berhubungan dengan alat kontrasepsi keluarga berencana.


69

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. T. 2014. Metode Peneitian dalam Bidang Kesehatan, Makassar,


Massagena Press.
Amalia, S. & Afriany, R. 2015. Pengaruh Konseling Kontrasepsi Hormonal
terhadap Tingkat Pengetahuan Akseptor Keluarga Berencana Pasca
Persalinan di Wilayah Kerja Bidan Praktik Mandiri Lismarini
Palembang. Vol VII. No. 2, hal. 26 6-270.
Anita, Lontaan. 2014. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Pemilihan
Kontrasepsi Pasangan Usia Subur di Puskesmas Damau Kabupaten
Talaud. Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes, Manado.
Jurnal Ilmiah Bidan. Volume 2, Nomor 1, ISSN : 2339-1731

Asih, Leli., Hadriah Oesman. 2009. Analisa Lanjut SDKI 2007: Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).
Jakarta: BKKBN.

Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana


Nasional (BKKBN), Kementrian Kesehatan, MEASURE DHS ICF
International. 2012. Laporan Pendahuluan SDKI 2012. Jakarta: BPS,
BKKBN, Kemenkes, ICF International.

BKKBN. 2007. Akseptor yang menghentikan kontrasepsi lebih dari 3 bulan.


Jakarta: BKKBN.
BKKBN. 2011. Akseptor KB dan Pencegahan Kehamilan. Jakarta: BKKBN.
BKKBN. 2016. Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara
konsisten. Jakarta: BKKBN
Budiarto. 2015. Kualitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas di Kecamatan
Enrekang Kabupaten Enrekang. Universitas Hasanuddin.
Budisuari, M. A. D. T. R. 2011. Analisis Pengembangan kebijakan keluarga
berencana. Jurnal Kesehatan, Vol 14 No. 1
Effendi, F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Jakarta, Salemba Medika.
70

Fishbein, A. 1980. Understanding Attitudes and Predicting, Jakarta, Kedokteran


EGC.
Green, L. W. & Kreute, M. W. 2005. Health program planning: An educational
and ecological approach. , Boston McGraw-Hill.
Handayani, S. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga, Yogyakarta, Pustaka
Rihama.
Hartanto, H. 2004. KB dan Kontrasepsi, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
Hutanto 2014. Analisis kinerja petugas penyuluh lapangan keluarga berencana
(PLKB) pada badan keluarga berencana dan keluarga sejahtera,
Samarinda. Ejurnal administrative 2(3) : 1941-1953. ISSN 2338-7637.
Hoetomo. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta : Mitra Pelajar.
Indah. 2012. Hubungan Sosial Ekonomi dan Karakteristik Akseptor dengan
Tingkat Kemandirian Peserta Baru. Skripsi. Medan: USU.
Jabbar, K. 2014. Hubungan Kualitas Pelayanan Dengan Minat Pemanfaatan
Kembali Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Jongaya Kota Makassar.
Skripsi sarjana, Universitas Hasanuddin.
Junita, T.P. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan jenis
Kontrasepsi Yang Digunakan Pada Pasangan Usia Subur (Karya
Tulis Ilmiah). Semarang: FKM UNDIP

Kemenkes 2013. Situasi keluarga berencana di Indonesia. Jakarta.


Leman, M. 2002. Menelusuri Kontrasepsi yang pas, Jakarta, Pustaka Sarwono.
Lontaaan, dkk., 2014. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan
Kontrasepsi Pasangan Usia Subur Di Puskesmas Damau Kabupaten
Talaud. Jurnal Ilmiah Bidan. Volume 2 Nomor 1. Januari – Juni 2014.

Mardiansyah. 2014. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat


Kontrasepsi Pada Pasutri di Kelurahan Tamalanrea Indah Kecamatan
Tamalanrea Kota Makassar. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoadmodjo, S. 2007. Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.


71

Nuraini, I. 2013. Keluarga Berencana berkeadilan gender sebagai upaya


pembentukan keluarga sakinah. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga.
Permenkes 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.
Pinem, S. 2009. Kesehatan reproduksi dan kontrasepsi, Jakarta, Trans Info
Media.
Pinontoan, dkk., 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Puskesmas Tatelu Kabupaten
Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah Bidan. Volume 2 Nomor 2. Juli –
Desember 2014.

Pramono, dan Ulfa. 2011. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan


AKDR. Skripsi. Semarang: Stikes Telogorejo.

Rizali, M.I. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Metode


Kontrasepsi Suntik Di Kelurahan Mattoangin Kecamatan Mariso Kota
Makassar Tahun 2013. Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.

Rizkitama, A. A. 2015. Hubungan Pengetahuan, Persepsi, Sosial Budaya Dengan


Peran Aktif Pria Dalam Vasektomi Di Kecamatan Paguyangan
Kabupaten Brebes Journal of Public Health, vol 1, hal. 48-54.
Saifuddin 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta, Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Setiawan, A. dan Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan. Nuha
Medika. Jakarta.
Sugiarti, dan Siti. 2012. Faktor Pasangan yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis
Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur. Skripsi. Tasikmalaya: FIK
Tasikmalaya.

Suratun 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi,


Jakarta, Trans Info Media.
72

Syukur, A., Dkk 2010. Indonesia dalam arus sejarah, Jakarta, PT. Ikhtiar baru
Van Hoeve.
Trihono 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat, Jakarta,
Sagung Seto.
Uud 1992. Undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang kependudukan. Jakarta.
Uud 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Wikojoastro, H. 2013. Ilmu Kandungan, Jakarta, PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Wirosuhardjo, K. 2004. Dasar-dasar Demografi. FEUI, Jakarta.
Zainuddin, E. 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Metode
Kontrasepsi Efektif Terpilih (MKET) Pada Akseptor KB Di Kelurahan
Tonasa Kecamatan Balocci Kab. Pangkep Tahun 2012. . Skripsi Sarjana,
Universitas Hasanuddin.
73

LAMPIRAN
74

LAMPIRAN I
75

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT


KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KAPASA TAHUN 2017

Identitas Responden

Nama :

Umur :

Pendidikan : 1. Tidak sekolah/tidak tamat SD 4. SLTA

2. SD 5. Akademi/PT

3. SLTP

Pekerjaan : 1. Bertani 4. Karyawan/Buruh

2. Wiraswasta 5. Tidak Bekerja

3. Pegawai negeri/swasta

Pengetahuan

1. Pengertian dari alat kontrasepsi adalah...


a. Menambah jumlah angka kelahiran
b. Usaha untuk menjarangkan atau merencanakan kelahiran
c. Memperbanyak anak
2. Di bawah ini contoh dari metode sederhana yang tidak menggunakan
alat atau obat yaitu...
a. Kondom
b.
Diafragma
c.
Senggaama terputus
76

3. Di bawah ini yang termasuk kontrasepsi alamiah adalah...


a. Pil
b. Sistem kalender
c. Suntik

4. Alat kontrasepsi untuk pria adalah...


a. Kondom dan suntik
b. Pil dan kondom
c. MOP dan kondom
5. Yang termasuk alat kontrasepsi efektif adalah...
a. Sistem kalenderr dan susuk
b. Suntik dan pil
c. Pil dan pantang berkala
6. Alat kontrasepsi suntik yang baik untuk ibu menyusui adalah...
a. Suntik 3 bulan
b. Suntik 2 bulan
c. Suntik 1 bulan
7. Metode kontrasepsi yang digunakan untuk mengakhiri kehamilan...
a. IUD
b. Susuk
c. Kontap
8. Bila mengalami mual, pusing, dan timbul jerawat maka sebaiknya ibu...
a. Dibiarkan saja akan hilang sendiri
b. Ganti alat kontrasepsi dahulu
c. Konsultasi ke petugas kesehatan
9. Kapan ibu mernggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan, yaitu...
a. 2 minggu setelah melahirkan
b. 1 minggu setelah melahirkan
c. 1 bulan setelah melahirkan
77

10. Tujuan dari KB adalah...


a. Membentuk keluarga kecil bahagia sejahtera
b. Menambah jumlah anak dengan jarak kehamilan satu tahun
c. Dengan banyak anak banyak rejeki
=

Peran PLKB
Jawaban
No Soal
Ya Tidak
Apakah ibu pernah mengikuti penyuluhan KB?
1
Alasan : ...............................................................
Apakah Ibu mengerti tentang penjelasan
2 PLKB/PKB?
Alasan : ...............................................................
Apakah PLKB memberikan penjelasan tentang
3 kegunaan alat kontrasepsi?
Alasan : .................................................................
Apakah sikap PLKB/PKB ramah dan sopan dalam
4 pemberian penyuluhan?
Alasan : ...................................................................
Apakah PLKB/PKB memfasilitasi ibu dalam hal
5 pelatihan dan penyuluhan KB?
Alasan : ...................................................................
Apakah kontrasepsi yang ibu gunakan aman dan
6 efisien?
Alasan : ....................................................................
Apakah kontrasepsi ibu lebih praktis dari alat
7 kontrasepsi lainnya?
Alasan : .....................................................................
8 Ibu merasa nyaman dengan kontrasepsi yang ibu
78

gunakan?
Alasan :
.......................................................................

Dukungan Suami
Jawaban
No Soal
Ya Tidak
Apakah suami ibu mengetahui ibu menggunakan alat
1 kontrasepsi ?

Apakah suami ibu menyetujui ibu menggunakan alat


2
kontrasepsi ?
Apakah suami ibu menganjurkan untuk menggunakan
3
alat kontrasepsi ?
Apakah suami ibu turut mengantar pada saat
4
konsultasi mengenai KB ?
Apakah suami ibu turut mengawasi ada efek
5 samping yang dirasakan pada saat menggunakan
alat kontrasepsi ?
79

LAMPIRAN II
80
81

LAMPIRAN III
82

Frequency Table

Kategori_umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
<25 tahun 14 15.9 15.9 15.9
25-29 tahun 19 21.6 21.6 37.5

Valid 30-34 tahun 21 23.9 23.9 61.4

> 34 tahun 34 38.6 38.6 100.0


Total 88 100.0 100.0

pdd

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
SD 10 11.4 11.4 11.4
SLTP 19 21.6 21.6 33.0

Valid SLTA 41 46.6 46.6 79.5

Perguruan Tinggi 18 20.5 20.5 100.0


Total 88 100.0 100.0

pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Wiraswasta 20 22.7 22.7 22.7
Pegawai Negeri/swasta 7 8.0 8.0 30.7

Valid Karyawan/Buruh 8 9.1 9.1 39.8

Tidak bekerja 53 60.2 60.2 100.0


Total 88 100.0 100.0

Pengetahuan ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Cukup 63 71.6 71.6 71.6
Valid Kurang 25 28.4 28.4 100.0
Total 88 100.0 100.0
83
84

Peran PLKB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Mendukung 73 83.0 83.0 83.0
Valid Tidak Mendukung 15 17.0 17.0 100.0
Total 88 100.0 100.0

Dukungan suami

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Mendukung 77 87.5 87.5 87.5
Valid Tidak Mendukung 11 12.5 12.5 100.0
Total 88 100.0 100.0

Risiko_Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Beresiko 34 38.6 38.6 38.6
Valid Tidak Beresiko 54 61.4 61.4 100.0
Total 88 100.0 100.0

Kategori_pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tinggi 59 67.0 67.0 67.0


Valid Rendah 29 33.0 33.0 100.0
Total 88 100.0 100.0

Kategori_Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Bekerja 35 39.8 39.8 39.8
Valid Tidak Bekerja 53 60.2 60.2 100.0
Total 88 100.0 100.0
85

Akseptor KB

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Ya 50 56.8 56.8 56.8
Valid Tidak 38 43.2 43.2 100.0
Total 88 100.0 100.0

Crosstabs

pdd * Akseptor KB Crosstabulation


PUS Total
Ya Tidak
Count 9 1 10
SD
% within pdd 90.0% 10.0% 100.0%
Count 12 7 19
SLTP
% within pdd 63.2% 36.8% 100.0%
pdd
Count 21 20 41
SLTA
% within pdd 51.2% 48.8% 100.0%
Count 8 10 18
Perguruan Tinggi
% within pdd 44.4% 55.6% 100.0%
Count 50 38 88
Total
% within pdd 56.8% 43.2% 100.0%
86

pekerjaan * Akseptor KB Crosstabulation


PUS Total
Ya Tidak
Count 11 9 20
Wiraswasta
% within pekerjaan 55.0% 45.0% 100.0%
Count 2 5 7
Pegawai Negeri/swasta
% within pekerjaan 28.6% 71.4% 100.0%
pekerjaan
Count 7 1 8
Karyawan/Buruh
% within pekerjaan 87.5% 12.5% 100.0%
Count 30 23 53
Tidak bekerja
% within pekerjaan 56.6% 43.4% 100.0%
Count 50 38 88
Total
% within pekerjaan 56.8% 43.2% 100.0%

Kategori_umur * Akseptor KB Crosstabulation


PUS Total
Ya Tidak
Count 6 8 14
21-25 tahun
% within Kategori_umur 42.9% 57.1% 100.0%
Count 13 6 19
26-30 tahun
% within Kategori_umur 68.4% 31.6% 100.0%
Kategori_umur
Count 9 12 21
31-35 tahun
% within Kategori_umur 42.9% 57.1% 100.0%
Count 22 12 34
> 35 tahun
% within Kategori_umur 64.7% 35.3% 100.0%
Count 50 38 88
Total
% within Kategori_umur 56.8% 43.2% 100.0%
87

Crosstabs

Pengetahuan ibu * Akseptor KB


Crosstab
PUS Total
Ya Tidak
Count 41 22 63
Cukup
% within Pengetahuan ibu 65.1% 34.9% 100.0%
Pengetahuan ibu
Count 9 16 25
Kurang
% within Pengetahuan ibu 36.0% 64.0% 100.0%
Count 50 38 88
Total
% within Pengetahuan ibu 56.8% 43.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact


(2- sided) (2- sided) Sig. (1-
sided)

Pearson Chi-Square 6.168a 1 .013


b
Continuity Correction 5.040 1 .025
Likelihood Ratio 6.165 1 .013
Fisher's Exact Test .017 .012
Linear-by-Linear Association 6.098 1 .014
N of Valid Cases 88

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.80.
b. Computed only for a 2x2 table
88

Peran PLKB * Akseptor KB

Crosstab
PUS Total
Ya Tidak
Count 46 27 73
Mendukung
% within Peran PLKB 63.0% 37.0% 100.0%
Peran PLKB
Count 4 11 15
Tidak Mendukung
% within Peran PLKB 26.7% 73.3% 100.0%
Count 50 38 88
Total
% within Peran PLKB 56.8% 43.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact


(2- sided) (2- sided) Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.700a 1 .010
b
Continuity Correction 5.301 1 .021
Likelihood Ratio 6.758 1 .009
Fisher's Exact Test .020 .011
Linear-by-Linear Association 6.624 1 .010
N of Valid Cases 88

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.48.
b. Computed only for a 2x2 table

Dukungan suami * Akseptor KB

Crosstab
PUS Total
Ya Tidak
Count 46 31 77
Mendukung
% within Dukungan suami 59.7% 40.3% 100.0%
Dukungan suami
Count 4 7 11
Tidak Mendukung
% within Dukungan suami 36.4% 63.6% 100.0%
Count 50 38 88
Total
% within Dukungan suami 56.8% 43.2% 100.0%
88

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


(2- sided) (2- sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.144 1 .143
b
Continuity Correction 1.297 1 .255
Likelihood Ratio 2.128 1 .145
Fisher's Exact Test
.196 .128
Linear-by-Linear Association 2.119 1 .145
N of Valid Cases 88

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.75.
b. Computed only for a 2x2 table

Risiko_Umur * Akseptor KB

Crosstab
PUS Total
Ya Tidak
Count 22 12 34
Beresiko
% within Risiko_Umur 64.7% 35.3% 100.0%
Risiko_Umur
Count 28 26 54
Tidak Beresiko
% within Risiko_Umur 51.9% 48.1% 100.0%
Count 50 38 88
Total
% within Risiko_Umur 56.8% 43.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Exact Sig. Exact Sig. (1-


Sig. (2- (2- sided) sided)
sided)

Pearson Chi-Square 1.405a 1 .236


b
Continuity Correction .930 1 .335
Likelihood Ratio 1.418 1 .234
Fisher's Exact Test
.274 .168
Linear-by-Linear Association 1.389 1 .239
N of Valid Cases 88

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.68.
b. Computed only for a 2x2 table
89

Kategori_pendidikan * Akseptor KB
Crosstab
PUS Total
Ya Tidak
Count 29 30 59
Tinggi
% within Kategori_pendidikan 49.2% 50.8% 100.0%
Kategori_pendidikan
Count 21 8 29
Rendah
% within Kategori_pendidikan 72.4% 27.6% 100.0%
Count 50 38 88
Total
% within Kategori_pendidikan 56.8% 43.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact


(2- sided) (2- sided) Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square a 1 .038
4.288
b 3.392 1 .066
Continuity Correction
Likelihood Ratio 4.416 1 .036
Fisher's Exact Test .043 .032
Linear-by-Linear Association 4.239 1 .040
N of Valid Cases 88

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.52.
b. Computed only for a 2x2 table

Kategori_Pekerjaan * Akseptor KB
Crosstab
PUS Total
Ya Tidak
Count 20 15 35
Bekerja
% within Kategori_Pekerjaan 57.1% 42.9% 100.0%
Kategori_Pekerjaan
Count 30 23 53
Tidak Bekerja
% within Kategori_Pekerjaan 56.6% 43.4% 100.0%
Count 50 38 88
Total
% within Kategori_Pekerjaan 56.8% 43.2% 100.0%
90

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact


(2- sided) (2- sided) Sig. (1-
sided)
a
Pearson Chi-Square .002 1 .960
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .002 1 .960
Fisher's Exact Test
1.000 .568
Linear-by-Linear Association .002 1 .960
N of Valid Cases 88

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.11.
b. Computed only for a 2x2 table
91

LAMPIRAN IV
92
93
94
95
96
97
98

LAMPIRAN V
99

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : SUPRIADI. M

Alamat : Nusa Harapan Permai Blok D8 No. 18

Tempat/Tgl Lahir : Alausalo, 14 Juli 1995

Agama : Islam

Suku : Bugis

Bangsa : Indonesia

Pendidikaan Terakhir :

1. SDN 49 Alausalo Kab. Wajo

2. SMPN 1 Gilireng Kab. Wajo

3. SMAN 3 Sengkang Kab. Wajo

4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Tahun 2013


100
101

Anda mungkin juga menyukai