Anda di halaman 1dari 114

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.

A DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL NEGLECTED FRAKTUR OF RIGHT
FEMUR DIRUANG KANA A RSUP DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi ujian Ahli Madya Keperawatan

Hilma Muldyana

NIM 012015027

PROGRAM STUDI VOKASI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH BANDUNG

2018
ABSTRAK
HILMA MULDYANA : 012015027
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A DENGAN NEGLECTED FRAKTUR
OF RIGHT FEMUR RUANG KANA A RSUP dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
(IV Bab, 92 halaman, 5 tabel, 1 bagan, 3 gambar, 3 lampiran)

Karya tulis ini dilatarbelakangi dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah
kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau
kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%).
Tujuan dari pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah mampu melaksankan asuhan
keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa medis Neglected Fraktur Of Right Femur
dengan metode penelitian deskriptif berupa studi kasus dengan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan dan
pelaksanaan, evaluasi. Hasil pengkajian yang didapatkan adalah klien mengeluh
nyeri kaki disebelah kanan pada area pemasangan traksi.
Masalah keperawatan yang muncul pada Tn.A adalah Nyeri akut, kerusakan
integritas jaringan, defisit perawatan diri, dan resiko hambatan religiolitas. Diantara
perencanaan tersebut adalah mengajarkan tehnik non farmakologi dengan cara
menarik nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri, melakukan perawatan rutin
dengan tehnik steril untuk mencegah terjadiya infeksi, dan membantu dalam
perawatan diri klien. Adapun pelaksanaannya dilakukan selama 3 hari sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun. Saran yang bisa penulis berikan untuk
membantu proses penyembuhan tulang Tn.A adalah dengan asupan nutrisi yang
baik, berupa diet tinggi kalsium yang dapat meningkatkan pertumbuhan kallus pada
penderita fraktur femur.

Daftar Pustaka : 12 buku, 2 jurnal (Tahun 2002 – 2017)


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir. Yang diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir untuk meraih ahli

madya keperawatan dengan judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

TN. A DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL AKIBAT

NEGLECTED FRAKTUR OF RIGHT FEMUR DIRUANG KANA A RSUP

DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Terselesaikannya karya tulis ini bukan karena usaha sendiri, semua tidak terlepas

dari uluran tangan yang diberikan dari berbagai pihak dalam proses penyelesaian

karya tulis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan dengan rendah hati penulis

menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT, kedua orang tua tercinta ayahanda

Ayat dan ibunda Aminah yang tidak ada hentinya mendo’akan dan memberikan

dukungan serta kasih sayang dan mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Tia SetiawatiS,Kep., M.Kep., Ns.Sp., Kep.An selaku Ketua STIKes ‘Aisyiyah

Bandung yang telah memberikan saran, dan motivasi dalam penyusunan Karya

Tulis Ilmiah ini.

2. Angga Wilandika, S.Kep., Ners. M.Kep. selaku Ketua Program Studi D-III

i
Keperawatan STIKes ‘Aisyiyah Bandung yang luar biasa banyak memberikan

masukan dan motivasi bagi penulis.

3. Popy Siti A, S.Kep., Ners., M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dukungan, saran dan motivasi dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah

ini.

4. Inggriane P Dewi S.Kep., Ners., M.Kep selaku dosen yang telah memberikan

bimbingan dengan pengetahuannya dalam penyusuna Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Sepupu-sepuputercinta Erma S.F, Ernis S.N, Yunia Hapsari, Lidya Nurfadilah.

6. Sahabat-sahabat tercinta Dwi Nurul Afina, Widi Farida, Puji Maudya Rachma,

dan Ade Irma Cuniawati.

7. Teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini Ceni

Santika Dewi, Novianti Rahayu, Nurhanifah Fauziyah.

8. Teman-teman selama PBL di RSUP Hasan Sadikin Bandung Alan Firmansyah

, Beby Ayu, Ceni Santika Dewi, fery Eka A, Kartika.

9. Teman-teman Kost Penyu Tri Handayani, Mustika Ulayanti, Widi Farida, Tuti

Nurhayati, Ade Irma, Elsa Chintya Mei Yusuf, Rena Haurisena Zein Al Robbany.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2015 yang telah memberikan banyak

kenangan, suka dan duka dalam perkuliahan selama 3 tahun ini di STIKes ‘Aisyiyah

Bandung.

11. Seluruh staf, dosen, pengelola perpustakaan, dan seluruh karyawan/karyawati

STIKes ‘Aisyiyah Bandung yang telah memberikan motivasi dan tempatnya dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

ii
Semoga ilmu yang selama ini penulis dapatkan selama menjalani studi

bermanfaat dan menjadi amal ibadah sebagai penghapus dosa dan berbuah pahala

dari Allohh SWT. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan

menjadi ladang ilmu bagi rekan lainnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Bandung, Juni 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR BAGAN ................................................................................................. v
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
C. Metoda Telaahan dan Tehnik Pengambilan Data ........................................ 4
D. Metode Penulisan ......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................................................................. 7
A. Definisi ......................................................................................................... 7
B. Anatomi Fisiologi ........................................................................................ 9
C. Etiologi Dan Faktor Predisposisi ............................................................... 15
D. Patofisiologi ............................................................................................... 15
E. Tanda dan Gejala.......................................................................................... 8
F. Penatalaksanaan Medis .............................................................................. 11
G. Prosedur Diagnostik ................................................................................... 12
H. Diet ............................................................................................................. 12
I. Data Fokus Pengkajian Sesuai Teori.......................................................... 13
J. Rencana Keperawatan Sesuai Teori ........................................................... 27
BAB III ................................................................................................................. 43
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN ....................................................... 43
A. Tinjauan Kasus ........................................................................................... 43

v
B. Pembahasan ................................................................................................ 76
BAB IV ................................................................................................................. 88
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 88
A. Kesimpulan ................................................................................................ 88
B. Saran ........................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 90
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi keperawatan .................................................................. 27


Tabel 3.1 aktivitas sehari-hari....................................................................... 51
Tabel 3.2 jenis terapi yang diberikan ............................................................. 54
Tabel 3.3 analisa data..................................................................................... 54
Tabel 3.4 Perencanaan Keperawatan ............................................................. 57

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Fraktur Tulang ............................................................................. 9


Gambar 2.2 Tulang Femur ............................................................................. 10
Gambar 3.1Foto Rontgen Femur ................................................................... 53

v
DAFTAR BAGAN

Bagan Patofisiologi ........................................................................................ 17

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar

tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.

Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap

tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A, 2014). Fraktur femur adalah

hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa

fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit,

jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat

disebabkan oleh benturan atau trauma langsung pada paha (Sjamsuhidajat, Noor Z,

2014:2017).

Menurut Desiartama & Aryana (2017) di Indonesia kasus fraktur femur

merupakan yang paling sering yaitu sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%),

fraktur tibia dan fibula (11%), dimana penyebab terbesar fraktur femur adalah

kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau

kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%).

4,5% Puncak distribusi usia pada fraktur femur adalah pada usia dewasa (15 -34

tahun) dan orang tua (diatas 70 tahun).

1
2

Fraktur femur dapat menyebabkan fraktur arteri femoralis yang berdampak pada

banyaknya darah yang keluar dan pasien fraktur femur mempunyai risiko tinggi

terhadap syok hipovolemik (Helmi, 2014). Kecacatan akibat fraktur juga

menyebabkan kerusakan fragmen tulang femur yang akan diikuti oleh adanya spasme

otot paha yang memberikan manifestasi deformitas khas pada paha yaitu

pemendekan tungkai bawah, apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi

yang optimal maka akan memberikan risiko terjadinya malunion pada tulang femur.

Malunion yaitu dimana tulang yang patah menyatu dalam waktu yang tepat (3-

6 bulan) tetapi tulangnya menjadi bengkok (Muttaqin & Sari, 2009).Penyebabnya

adalah tidak terreduksifraktur secara baik, kegagalan mempertahankan reduksi ketika

terjadi penyembuhan, atau kolaps yang berangsur-angsur pada tulang yang

osteoporotik atau komunikatif (Appley & Solomon, 2013). Faktor ini diperkuat

dengan persepsi masyarakat bahwa pengobatan alternatif membutuhkan sedikit

tenaga, biaya, dan waktu (Notoadmodjo,2010). Hal ini menjadi alasan klasik pasien

fraktur yang terlambat berobat ke Rumah Sakit.Setelah pembedahan fraktur dengan

terpasang traksi mencegah kerusakan jaringan lunak melalui imobilisasi. Pada

pembedahan fraktur femur ini dapat menyebabkan ulkus akibat tekanan pada pasien

yang tetap berbaring ditempat tidur. Dengan demikian pasien rentan mengalami

dekubitus terutama jika kulit pasien tipis, kering, dan turgor kulitnya buruk sehingga

diperlukan pemantauan kulit dan peletakan posisi yang baik (Muttaqin & Sari, 2009).

Peran perawat pada fraktur femur mengurangi rasa sakit daerah fraktur

dilakukan imobilisasi dan hindari pemakaian verban yang cukup ketat,


3

meempertahankan posisi fragmen tulang dengan baik, mengusahakan tercapainya

bony union untuk penyambungan tulang (Lukman,Ningsih 2012). Pada kasus fraktur

meliputi sebagai posisi yang baik pada fraktur ini tidak boleh digerakkan pada daerah

tungkai yang patah karena akan memberikan respon trauma pada jaringan lunak

disekitar ujung fragmen tulang yang patah (Muttaqin, 2011). Tulang yang patah

biasanya terjadi perbedaan panjang tungkai. Kesegarisan tungkai yang terjadi fraktur

harus dibandingkan dengan tungkai pada sisi yang sehat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat masalah

“Asuhan Keperawatan pada klien Tn.A dengan diagnosa medis Neglected

Fraktur of right femur di ruang Kana A RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung”.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif

meliputi aspek biopsikososial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mengaplikasikan proses keperawatan diantaranya, yaitu :

1. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diagnosa medis Neglected

Fraktur of right femur pada pasien Tn. A

2. Mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada klien dengan diagnosa medis

Neglected Fraktur of right femur pada pasien Tn. A

3. Mampu membuat perencanaan pada klien dengan diagnosa medis Neglected

Fraktur of right femur pada pasien Tn. A


4

4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah

dibuat, pada pasien Tn.A

5. Mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada

pasien Tn.A

b. Mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan,

pada pasien Tn.A

C. Metoda Telaahan dan Tehnik Pengambilan Data

Metoda telaahan yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah metode

deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat

gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif melalui pendekatan

proses keperawatan. Di mulai dengan melaksanakan proses pengkajian, perumusan

diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi. Adapun teknik pengumpulan data

yang digunakan adalah :

1. Observasi

Observasi adalah mengamati secara langsung keadaan pasien untuk memperoleh

data tentang masalah kesehatan.

2. Pemeriksaan fisik

Mendapatkan data objektif dengan melakukan pengkajian fisik dengan cara

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultsasi secara head to toe atau dari mulai atas kepala

sampai dengan ujung kaki.


5

3. Wawancara

Pengumpulan data dengan melakukan komunikasi terapeutik yang didapat dari

pasien, keluarga dan tim kesehatan lain untuk mendapatkan data subjektif.

4. Studi dokumentasi

Pengumpulan data yang didapatkan dari buku status kesehatan pasien meliputi

catatan medik yang berhubungan dengan pasien.

5. Partisipasi Aktif

Dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan keluarga secara langsung dalam

perencanaan dan pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan.

6. Studi Kepustakaan

Dilakukan dengan cara penggunaan buku-buku sumber untuk mendapatkan

landasan teori yang berkaitan dengan kasus yang dihadapi sehingga dapat

membandingkan teori dengan fakta yang ada dilahan praktik.

D. Metode Penulisan

Metode penulisan karya tulis ini terdiri dari empat BAB dengan metode penulisan

sebagai berikut :

1. BAB I Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

2. BAB II Tinjauan Teoritis

Terdiri dari sub bab yaitu konsep dasar yang meliputi definisi fraktur, anatomi dan

fisiologi sistem muskuloskeletal, etiologidan faktor predisposisi, patofisiologi, tanda

dan gejala, penatalaksanaan medis, penatalaksanaan diet, dan pendekatan proses


6

keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi

dan evaluasi.

3. BAB III Tinjauan Kasus dan Pembahasan

Terdiri dari dokumentasi laporan kasus mulai dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan

perkembangan serta pembahasan yang memuat perbandingan antara teori dan kasus

yang ditangani.

4. BAB IV Simpulan dan Saran

Meliputi simpulan dan saran hasil dari pendokumentasian asuhan keperawatan.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi

fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga sering terganggu (Black & Hawks,

2014). Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur

secara klinis bisaberupa fraktur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak

(otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat

disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Zairin, 2016).

Menurut (Zairin, 2016), Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi klinis,

radiologis, komplit dan ketidak komplitan, jumlah garis patah, dan posisi. Berbagai

jenis fraktur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan klasifikasi klinis

a. Fraktur terbuka (open fracture), Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia

luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam (from

within) atau dari luar (from without).

b. Fraktur tertutup (close fracture), Fraktur dimana kulit tidak di tembus oleh fragmen

tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak

mempunyai hubungan dengan dunia luar.

c. Fraktur komplikasi (complicated fracture), Fraktur yang disertai dengan komplikasi

misalnya malunion, delayed union, nonunion serta infeksi tulang.

7
8

2. Berdasarkan klasifikasi Radiologis

a. Fraktur oblik, fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.

b. Fraktur segmental, dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan

terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini, biasanya

satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin

memerlukan pengobatan secara bedah.

c. Fraktur transversal, Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu

panjang tulang.

d. Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa ligamen), Serpihan-serpihan

atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.

e. Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke dalam tulang lainnya), terjadi

ketika dua tulang menumbuk tulang yang berada diantaranya seperti satu vertebra

dengan dua vertebra lainnya (sering disebut dengan brust fracture).

f. Fraktur spiral, timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur ini khas pada cedera

terputar sampai tulang patah.

3. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.

a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui

kedua korteks tulang terpotong total.

b. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.

4. Berdasarkan jumlah garis patah

a. Fraktur simple, fraktur dimana terdapat satu garis patah fraktur.

b. Fraktur multiple, fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

yang sama.
9

c. Fraktur Segmental, fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

5. Berdasarkan posisi fraktur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

a. 1/3 proksimal

b. 1/3 medial

c. 1/3 distal

Gambar 2.1
Fraktur Tulang
Sumber : Zairin, 2012

B. Anatomi Fisiologi

Tulang dan kerangka merupakan bagian yang sangat penting di dalam bidang

ortopedi dengan penyakit berkaitan kelainan bentuk atau salah gerak yang disebabkan

adanya kelainan-kelainan tulang. Tulang juga mempunyai fungsi sebagai tempat

mengatur dan menyimpan kalsium, fosfat, magnesium dan garam. Bagian ruang di

tengah tulang-tulang tertentu memiliki jaringan hematopoiesis yang memengaruhi

pembentukan sel-sel darah: sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah.
10

Sementara itu, pertumbuhan tulang dipengaruhi oleh vitamin D dan hormon-hormon,

seperti hormon tiroid dan pituitari. Sinar ultraviolet juga memiliki pengaruh dalam

proses biokimia pertumbuhan tulang.

Gambar 2.2
Tulang Femur
Sumber: Martini, 2012

1. Klasifikasi Bentuk Tulang

Berdasarkan anatomis dan fisiologisnya, klasifikasi dari bentuk tulang meliputi :

tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih, tulang tak beraturan, tulang sesamoid, dan

tulang sutura.

Bentuk tulang panjang biasanya relatif panjang dan silinder. Tulang panjang bisa

ditemukan di lengan, paha, kaki, jari tangan. Bentuk tulang pendek menyerupai bentuk

kotak yang terdapat seperti pada tulang-tulang karpal dan tarsal. Bentuk tulang pipih

tipis dan permukaannya paralel contohnya, pada atap tengkorak, sternum, iga, dan

skapula. Bentuk tulang tak beraturan memiliki kompleksitas pendek dan permukaan

tidak beraturan contoh, tulang belakang. Tulang sesamoid, berbentuk kecil, tipis, dan
11

seperti biji-bijian contohnya patela. Sementara tulang sutura berbentuk kecil, tipis,

tidak beraturan, dan tersebar diantara tulang tengkorak.

2. Tendon dan Ligamen

Tendon merupakan suatu berkas (bundel) serat kolagen yang meletakkan otot ke

tulang. Tendon menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh konstraksi otot ke tulang. Serat

kolagen dianggap sebagai jaringan ikat dan dihasilkan oleh sel-sel fibroblas. Ligamen

adalah taut fibrosa kuat yang menghubungkan tulang ke tulang, biasanya di sendi.

Ligamen memungkinkan dan membatasi gerakkan sendi. Tendon dan ligamen tidak

memiliki kemampuan untuk berkontraksi seperti jaringan otot, tetapi dapat

memanjang. Kedua jaringan ini bersifat elastis dan akan kembali ke posisi panjang

awalnya setelah di renggangkan, kecuali bila direnggangkan melampaui batas

elastisitasnya.

Suatu tendon atau ligamen yang mengalami peregangan (stretch) melampaui batas

elastisnya selama injury akan tetap dalam posisi teregang dan dapat dikembalikan ke

posisi panjang awalnya hanya melalui pembedahan. Tendon akan mengalami

penyembuhan untuk memperbaiki kerusakan kecil yang bersifat internal sepanjang

daur kehidupan agar jaringan tetap utuh. Tendon dan ligamen tidak dapat hanya

mengalami penyembuhan setelah ruptur, tetapi pada beberapa kasus/kondisi akan

mengalami regenerasi secara keseluruhan, seperti terjadi regenerasi sempurna pada

tendon semitendinosus setelah tindakan pelepasan secara bedah untuk memperbaiki

ruptur ligamen.
12

3. Otot rangka

Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia

menjadi energi mekanik atau gerak sehingga dapat berkontrasi untuk menggerakan

rangka. Otot rangka bekerja secara volunter (secara sadar atas perintah dari otak),

bergaris melintang, bercorak, dan berinti banyak di bagian perifer. Secara anatomis,

otot rangka terdiri atas jaringan konektif dan sel kontraktil.

4. Struktur otot rangka

Secara makroskopis setiap otot dilapisi jaringan konektif yang disebut epimesium.

Otot rangka disusun oleh fasikel yang merupakan berkas otot yang terdiri atas

beberapal sel otot. Secara makroskopis sel otot rangka terdiri atas sarkolema (membran

sel serabut otot), yang terdiri atas membran sel yang disebut membran plasma dan

sebuah lapisan luar yang terdiri atas satu lapisan tipis mengandung kolagen.

a. Miofibril ini mengandung filamen aktin dan miosin.

b. Sarkoplasma mengandung cairan intra sel berisi kalsium, magnesium, fosfat

protein, dan enzim.

c. Retikulum sarkoplasma, mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan kalsium.

Tubulus T (sistem tubulus pada serabut otot).

5. Fisiologis otot rangka

Fungsi utama pada otot rangka yaitu, melakukan kontraksi yang menjadi dasar

terjadinya gerakan tubuh. Aktivitas otot rangka dikoordinasi oleh susunan sarap

sehingga membentuk gerakan yang harmonis dari posisi tubuh yang tepat. Fungsi lain

yaitu menyokong jaringan lunak, menunjukkan pintu masuk dan keluar saluran dalam
13

sistem tubuh, serta mempertahankan suhu tubuh dengan pembentukan skalor saat

kontraksi.

6. Penyembuhan Tulang

Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang.

Fase 1 : inflamasi

Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila ada cedera

dibagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan pembentukan

hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena

terputusnya vasokan darah. Tempat cedera kemudian akan di invasi oleh makrofag (sel

darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat

ini trejadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa

hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.

Fase 2 : proliferasi Sel

Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-

benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi

fibroblas dan osteoblas. Fibroblas dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel

endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai

matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibros dan tulang rawan

(osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawa tersebut

dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan

yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh

menunjukkan potensial elektronegatif.

Fase 3: pembentukan kalus


14

Pertumubuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi

lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patah tulang digabungkan denngan jaringan

fibrosa, tulang rawan, dan serta tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang

dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah

kerusakan dan pergeseran tualng. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang

tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibros. Secara klinis, fragmen tulang tak

bisa lagi digerakkan.

Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang

melaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-menerus ditimbun sampai

tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat

elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan

memerlukan waktu 3-4 bulan.

Fase 4 : Remodeling

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengmbilan jaringan mati dan

reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memrlukan

waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada beratnya modifikasi

tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan strees fungsional pada tulang (pada kasus

yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus mengalami

penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak,

khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan

permukaan patah tulang tidak lagi negatif.


15

C. Etiologi Dan Faktor Predisposisi

Fraktur dapat terjadi akibat hal-hal berikut:

1. Fraktur traumatik

Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang

besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur.

2. Fraktur patologis

Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam

tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah

karena tumor atau patologis lainnya.

3. Fraktur stress

Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu saat

melakukan kegiatan.

D. Patofisiologi

Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika

ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak

saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrim, seperti tabrakan mobil, maka tulang

dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung

tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur

keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat dan

bahkan mampu menggeser tulang besar seperti femur. Walaupun bagian proksimal

dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena

gaya penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat
16

bergeser kesamping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen

tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.

Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang

yang patah juga terganggu. Sering terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi

karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum

(medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah

periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan

respons peradangan yang hebat. Akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan

fungsi, eksudasi plasma dan leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Respons

patofisiologis ini juga merupakan tahap awal dari penyembuhan tulang.


17

Trauma langsung, trauma tidak langsung, trauma patologis

Tekanan pada tulang

Tidak mampu menahan beban yang terlalu besar Pre op

Fraktur femur

Pergeseran fragmen tulang Fraktur terbuka Fraktur tertutup

Prosedur pembedahan
Pelepasan mediator nyeri (Histamin, Deformitas
prostaglandin, bradikinin, serotonin)
Keterbatasan gerakan fisik
Merusak jaringan sekitar
Ditangkap reseptor nyeri perifer
Dilakukan pemasangan Hambatan Mobilitas Tidak mampu melakukan
Terdapat luka insisi
Impuls ke otak traksi Fisik aktivitas sehari-hari

Persepsi nyeri Terpapar kuman Defisit Perawatan Diri


Kerusakan Integritas Jaringan
Nyeri Akut Resiko Infeksi
Adaptif Maladaptif Trauma artei/vena Kerusakan jalur saraf
Pelepasan mediator
inflamasi
Kesiapan meningkatkan Resiko hambatan
religiolitas religiolitas Aktifitas simpatis
Peningkatan aliran Perdarahan
darah terhambat

Kesiapan meningkatkan Kepedihan kronis


kesejahteraan spiritual Peningkatan permebilitas Tidak terkontrol Gangguan termogulasi
kapiler dihipotalamus
Distress spiritual

Kehilangan volume Memicu kerja thermostat


Kebocoran cairan ke
cairan berlebihan di hipotalamus
intertisiel

Peningkatan suhu
Edema Resiko syok
tubuh
hipovolemik

Menekan pembuluh Hipertermi


darah perifer

Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer

(Sumber : Corwin, 2009, Brunner & Sudarth, 2002, Noor,2016)


E. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :

1. Deformitas

Pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi

fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas

rotasional, atau angulasi.

2. Memar (ekimosis)

Memara terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

3. Spasme otot

Sering mengiring fraktur, spasme otot infoluntar sebenarnya berfungsi sebagai

bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.

4. Nyeri

Nyeri biasanya terus-menerus meningkat jika fraktur tidak di imobilasasi. Hal ini

terjadi karena sapasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera pada

struktur skitarnya.

5. Ketegangan

Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.

6. Kehilangan sensasi

Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena

hilangnya fungsi pengungkit/lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan dapat

terjadi dari cedera saraf.


7. Gerakan abnormal dan krepitasi

Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar

fragmen fraktur yang menciptakan sensai dan suara deritan.

8. Perubahan neurovaskular

Cedera neurovaskular terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular

yang terkait. Dapat mengeluhkan kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah

distal dari fraktur.

9. Syok

Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah, perdarahan besar atau tersembunyi

dapat menyebabkan syok.

Setelah melihat dari tanda dan gejala diatas jika tidak ditangani dengan baik dan

tidak dilakukan tindakan medis atau asuhan keperawatan maka akan terjadi

komplikasi. Menurut Black and Hawks, (2014) komplikasi yang umum dijumpai pada

fraktur yaitu :

a. Cedera saraf

Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat

menyebabkan jari jari tangan atau tungkai, parestesia, atau adanya keluhuan nyeri

yang meningkat.

b. Sindroma kompartemen

Edema yang terjadi sebagai respons terhadap fraktur dapat menyebabkan

peningkatan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler.


c. Kontraktur volkman

Suatu defornitas tungkai akibat sindroma kompartemen yang tak tertanangi setelah

fraktur dapat menyebabkan kaki yang nyeri atau kebas, disfungsional, dan

mengalami deformasi.

d. Sindroma Emboli Lemak

Terjadi setelah fraktur dari tulang panjang, seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula,

dan panggul.

e. Trombosis vena dalam dan embolia paru

Peningkatan risiko ini terjadi statis daria aliran darah vena, peningkatan

koagulabilitas dan cedera pada pembuluh darah. Statis darah meningkatkan waktu

kontak antara darah dengan ketidakaturan dinding vena.

Komplikasi jangka panjang dari fraktur juga dapat disebabkan :

1) Delayed Union

Kondisi ketika fraktur gagal menyatu sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang

untuk menyambung. Umumnya disebabkan oleh penurunan suplai darah ke tulang.

2) Non Union

Kondisi ketika fraktur gagal menyatu dan memproduksi sambungan yang lengkap,

kuat, stabil setelah enam bulan.


3) Mal Union

Kondisi penyambungan tulang yang terlihat dari meningkatnya kekuatan tulang dan

perubahan bentuk (deformitas). Kondisi ini dicapai melalui pembedahan dan

reimobilisasi yang baik.

Setelah cedera atau imobilisasi dalam jangka panjang, kekakuan sendi dapat terjadi

dan dapat menyebabkan kontraktur sendi, pengerasan ligamen, atau atrofi otot.

F. Penatalaksanaan Medis

1. Sasaran tindakan terhadap fraktur adalah sebagai berikut :

Mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal dengan reduksi tertutup

dan reduksi terbuka.

a. Reduksi tertutup (ORIF)

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya

(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat

imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk

penyembuhan tulang.

b. Reduksi terbuka (OREF)

Reduksi terbuka digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam

posisinya sampai penyembuhan tulang terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi

tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung ke sumsum tulang

tulang.

2. Traksi
Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Berat traksi

disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi, untuk mengurangi deformitas, dan

unutuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patah tulang. Beban pada

traksi ini dapat dua atau tiga kali lipat (1/5 dari berat badan).

G. Prosedur Diagnostik

1. CT Scan

Computed Tomography Scan menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang

terkena pada jaringan lunak atau cedera ligamen atau tendon dan digunakan untuk

mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit

dievaluasi.

2. Sinar X

Sinar X pada tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan

perubahan hubungan tulang.

H. Diet

Pertumbuhan tulang memerlukan diet yang berimbang dengan baiak dan berisi

semua unsur makanan yang penting, seperti kalsium dan fosfor. Memerlukan 1 kg

kalsium setiap hari. Kalsium dapat diperoleh dari susu, kuning telur, dan sayur

hijau. Makanan yang mengandung vitamin D untuk memperlancar absorpsi kalsium

penting untuk klasifikasi tulang. Kekurangan vitamin D dalam makanan akan

menghambat klasifikasi tulang dan tulang menjadi lunak dan menimbulkan

osteomalasia. Diperkirakan bahwa lebih dari 90 % kalsium dalam tubuh berada

dalam tulang dan gigi.


I. Data Fokus Pengkajian Sesuai Teori

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk

itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga

dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses

keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :

2. Pengumpulan Data

a. Anamnesa

Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, nomor medrek, tanggal

masuk Rumah Sakit, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut atau kronis tregantung dan lamanya serangan. Untuk

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.

Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

Region : radiation, rekief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar

atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.


Severity (scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya.

Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam

hari atau siang hari.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk memerlukan sebab dari fraktur, yang

nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini biasa

berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan

kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan

mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan biasa diketahui luka kecelakaan yang

lain.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab frakturdan memberi

petunujk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit

tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur

patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan

luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronis dan juga

diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu

faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik.

3. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan stempat (lokalis). Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.

Gambaran umum perlu menyebutkan :

Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:

Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada

keadaan klien.

Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus

fraktur biasanya akut.

Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk

Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.

a. Kepala

Tidak gangguan yaitu, tidak ada nyeri kepala, simetris, tidak ada penonjolan. Muka

wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi amupun bentuk.

Tak ada lesi, simetris, tak edema. Mata tidak ada gangguan seperti konjungtiva

tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan) telinga tes bisik atau weber masih

dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. Hidung tidak ada
deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. Mulut dan faring tak ada pembesaran

tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. Leher tidak ada

gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

b. Leher

Leher tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ad penonjolan, reflek menelan.

c. Dada

Inspeksi pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat

penyakit klien yang berhubungan dengan paru. Palpasi pergerakan sama atau

simetris, fermitus raba sama. Perkusi suara ketok sonor, tak ada redup atau suara

tambahan lainnya. Auskultasi suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara

tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. Inspeksi tidak tampak ikterus jantung.

Palpasi nadi meningkat. Auskultasi suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

d. Abdomen

Inspeksi bentuk datar, simetris, tidak da hernia. Palpasi turgor baik, hepar tidak

teraba. Perkusi suara tympani. Auskultasi peristaltik usus normal 8-12 kali/menit,

tak ada pembesaran limfa, ada kesulitan BAB.

e. Ekstremitas

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskular untuk status neurovaskular 5 P yaitu Pain, Pallor, Parestesia,

Pulse, Perfusion. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah :

Look (inspeksi) perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi)

Warna kemerahan atau kebiruan atau hyperpigmentasi.


Benjolan, pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal).

Posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas)

Feel (palpasi), Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki

mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan

yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu

dicatat adalah :

Perubahan suhu disekitar ruam (hangat) dan kelembaban kulit.

Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama

disekitar persendian.

Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan 1/3 proksimal, tengah atau

distal. Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat

dipermukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status

neurovaskular. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan

permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,

nyeri atau tidak, dan ukurannya.

Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerkan

ekstremitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan

lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, daritiap arah pergerakan mulai dari

titik (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah
ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan

aktif dan pasif.

Berdasarkan data fokus pengkajian diatas, diagnosa keperawatan yang mungkin

muncul ialah (hedman, 2012).

1. Nyeri Akut

Domain 12 : Kenyamanan

Kelas 1 : Kenyamanan Fisik

Definisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul

akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai

kerusakan (International Association for the Study of Pain), awitan yang tiba-tiba

atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi

atau diprediksi.

Batasan Karakteristik : bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa

nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya, diaforesis, dilatasi pupil,

ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit (mis, persepsi waktu, proses berpikir,

interaksi dengan orang dan lingkungan), fokus pada diri sendiri, keluhan tentang

intensitas menggunakan standar skala nyeri, keluhan tentang karakteristik nyeri

dengan menggunakan standar instrumen nyeri, laporan tentang perilaku

nyeri/perubahan aktivitas, mengekspresikan perilaku, perilaku distraksi, perubahan

pada parameter fisiologis, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, perubahan

selera makan, putus asa, sikap melindungi area nyeri, sikap tubuh melindungi.

Faktor yang berhubungan : agens cedera biologis(mis, infeksi, iskemia, neoplasma),

agens cedera fisik (mis, abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan), agens cedera kimiawi (mis, luka

bakar, kapsaisin, metilen klorida, agens mustard).

2. Kerusakan Integritas Jaringan

Domain 11 : Keamanan/Perlindungan

Kelas 2 : Cedera Fisik

Definisi : cedera pada membran mukosa, kornea, sistem integumen, fascia

muskular, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan atau ligamen, yang

mengganggu kesehatan.

Batasan karakteristik : cedera jaringan, jaringan rusak.

Faktor yamg berhubungan : agens cedera kimiawi (mis, luka bakar, kapsaisin,

metilien klorida, agens mustard), agens farmaseutikal, faktor mekanik, gangguan

metabolisme, gangguan sensasi, gangguan sirkulasi, hambatan mobilitas fisik,

kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan status nutrisi (mis, obesitas,

malnutrisi), kurang pengetahuan tentang perlindungan integritas jaringan, kurang

pemeliharan tentang perlindungan integritas jaringan, kurang volume cairan,

neuropati perifer, prosedur bedah, suhu lingkungan eksterm, suplai daya voltase

tinggi, terapi radiasi, usa ekstrem.

3. Resiko Infeksi

Domain 11 : keamanan/perlindungan

Kelas 1 : infeksi
Definisi : rentam mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang

dapat mengganggu kesehatan.

Faktor risiko : kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen,

malnutrisi, obesitas, penyakit kronis (mis, diabetes melitus), prosedur invasif.

Pertahanan tubuh primer tidak adekuat : gangguan integritas kulit, gangguan

peristalsis, merokok, pecah ketuban dini, pecah ketuban lambat, penurunan kerja

siliaris, perubahan pH sekresi, stasis cairan tubuh.

Pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat : imunosupresi, leukopenia, penurunan

hemoglobin, supresi respons inflamasi, vaksinasi tidak adekuat.

Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat : terpajan pada wabah.

4. Hambatan Mobilitas Fisik

Domain 4 : aktivitas/istirahat

Kelas 2 : aktivitas/olahraga

Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara

mandiri dan terarah.

Batasan karakteristik : dispnea setelah beraktivitas, gangguan sikap berjalan,

gerakan lambat, gerakan spastik, gerakan tidak terkoordinasi, instabilitas postur,

kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan rentang gerak, ketidaknyamanan,

melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis, meningktkan

perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada aktivitas

sebelum sakit), penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus,

penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar, penurunan waktu

reaksi, tremor akibat bergerak


Faktor yang berhubungan ; agens farmaseutikal, ansietas, depresi, disuse, fisik tidak

bugar, gangguan fungsi kognitif, gangguan metabolisme, gangguan

muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, gangguan sensoriperseptual, gaya

hidup kurang gerak, indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia,

intoleransi aktivitas, kaku sendi, keenganan memulai pergerakan, kepercayaan

budaya tentng aktivitas yang tepat, kerusakan integritas struktur tulang,

keterlambatan perkembangan, kontraktur, kurang dukungan lingkungan (mis, fisik

atau sosial), kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik, malnutrisi, nyeri,

penurunan kekuatan otot, penurunan kendali otot, penurunan ketahanan tubuh,

penurunan massa otot, program pembatasan gerak.

5. Defisit Perawatan Diri

Domain 4 : Aktivitas/Istirahat

Kelas 5 : Perawatan Diri

Definisi : hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas

eliminasi dan mandi secara mandiri.

Batasan karakteristik : ketidakmampuan membasuh tubuh, ketidakmampuan

mengakses kamar mandi, ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi,

ketidakmampuan melakukan higiene eliminasi secara komplet, ketidakmampuan

memanipulasi pakaian untuk eliminasi, ketidakmampuan mencapai toilet.

Faktor yang berhubungan : ansietas, gangguan fungsi kognitif, gangguan

muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, hambatan kemampuan berpindah.

6. Resiko hambatan religiolitas

Domain 10 : Prinsip Hidup


Kelas 3 : Keselarasan Nilai/Keyakinan/Tindakan

Definisi : Rentan mengalami gangguan kemampuan untuk melatih kebergantungan

pada keyakinan dan atau berpartisipasi dalam ritual tradisi kepercayaan tertentu.

Faktor Risiko

Perkembangan : 1) Transisi hidup

Lingkungan : 1) Kendala untuk mempraktikkan agama 2) Kurang fasilitas

transportasi

Fisik : 1) Nyeri 2) Rawat inap 3) Sakit

Psikologis : 1) Depresi 2) Dukungan sosial tidak efektif 3) Pemberian asuhan tidak

efektif 4) Strategi koping tidak efektif 5) Tidak aman

Sosiokultural : 1) Kendala kultural untuk mempraktikkan agama 2) Kurang

interaksi sosial

Spiritual : 1) Penderitaan

7. Kesiapan meningkatkan kesejahteraan spiritual

Domain 10. Prinsip Hidup

Kelas 2. Keyakinan

Definisi : suatu pola mengalami dan mengintegrasikan makna dan tujuan hidup

melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik, literatur, alam,

dan/atau kekuatan yang lebih besar daripada diri sendiri yang dapat diperkuat.

Batasan Karakteristik

Hubungan dengan diri sendiri : 1) menyatakan keinginan meningkatkan cinta 2)

menyatakan keinginan meningkatkan filosofi hidup yang memuaskan 3)

menyatakan keinginan meningkatkan harapan 4) menyatakan keinginan


meningkatkan kemampuan memaafkan diri sendiri 5) menyatakan keinginan

meningkatkan kepasrahan 6) menyatakan keinginan meningkatkan kesenangan 7)

menyatakan keinginan meningkatkan ketentraman/ketegangan (mis, kedamaian) 8)

menyatakan keinginan meningkatkan koping 9) menyatakan keinginan

meningkatkan makna hidup 10) menyatakan keinginan meningkatkan

motivasi/dorongan 11) menyatakan keinginan meningkatkan penerimaan 12)

menyatakan keinginan meningkatkan praktik mediasi 13) menyatakan keinginan

meningkatkan tujuan hidup

Hubungan dengan orang lain : 1) menyatakan keinginan meningkatkan interaksi

dengan orang terdekat 2) menyatakan keinginan meningkatkan interaksi dengan

pimpinan spiritual 3) menyatakan keinginan meningkatkan memaafkan orang lain

4) menyatakan keinginan meningkatkan pelayanan kepada orang lain

Hubungan dengan Seni, Musik, Literatur, dan Alam : 1) menyatakan keinginan

meningkatkan bacaan spiritual 2) menyatakan keinginan meningkatkan energi

kreatif (mis, menulis, membuat puisi, menyanyi) 3) menyatakan keinginan

meningkatkan waktu di luar ruang

Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar daripada diri sendiri : 1) menyatakan

keinginan meningkatkan doa 2) menyatakan keinginan meningkatkan partisipasi

dalam aktivitas religius 3) menyatakan keinginan meningkatkan pengalaman mistis

4) menyatakan keinginan meningkatkan penghormatan pada rohaniwan

8. Kesiapan meningkatkan religiositas

Domain 10. Prinsip Hidup

Kelas 3. Keselarasan Nilai/Keyakinan/Tindakan


Definisi : suatu pola kesadaran terhadap keyakinan agama dan/atau partisipasi

dalam ritual tradisi keyakinan tertentu, yang dapat ditingkatkan.

Batasan karakteristik : 1) menyatakan keinginan meningkatkan hubungan dengan

seorang pemimpin agama 2) menyatakan keinginan meningkatkan kebiasaan

religius yang dahulu dijalankan 3) menyatakan keinginan meningkatkan

memaafkan 4) menyatakan keinginan meningkatkan partisipasi dalam pengalaman

religius 5) menyatakan keinginan meningkatkan partisipasi dalam praktik religius

(mis, perayaan, peraturan, pakaian, doa, pelayanan, hari keagamaan) 6) menyatakan

keinginan meningkatkan penggunaan benda-benda rohani 7) menyatakan keinginan

meningkatkan pilihan religius 8) menyatakan keinginan meningkatkan pola

keyakinan agama yang dahulu dianut

9. Kepedihan Kronis

Domain: 9 koping/toleransi

Kelas: 2 respons koping

Definisi: pola kesedihan mendalam yang rekuren, berulang, dan berpotensi

progresif yang dialami (oleh orang tua, pemberi asuhan, individu, yang sakit kronis

atau disabilitas) dalam berespons terhadap kehilangan yang kontinu, melalui

oerjalanan penyakit atau disabilitas.

Batasan karakteristik: 1) kesedihan (misal, periodik, berulang) 2) perasaan negatif

yang berlebihan 3) perasaan yang mempengaruhi kesejahteraan (misal, personal,

sosial).

Faktor yang berhubungan: 1) disabilitas kronis (misal, fisik atau mental) 2)

kehilangan kesempatan 3) kehilangan tempat bersandar 4) kematian orang terdekat


5) krisis dalam manajemen disabilitas 6) krisis dalam manajemen penyakit 7) krisis

yang berhubungan dengan tahap perekembangan 8) menjadi pemberi asuhan dalam

waktu lama 9) penyakit kronis.

10. Distres Spiritual

Domain: 10 pinsip hidup

Kelas: 3 keselarasan nilaia/keyakinan/tindakan

Definisi: suatu keadaan menderita yang berhubungan dengan gangguan

kemampuan untuk mengalami makna hidup melalui hubungan dengan diri sendiri

dunia atau kekuatan yang tinggi.

Batasan karakteristik: 1) ansietas 2) insomnia 3) letih 4) menangis 5) menanyakan

identitas 6) menanyakan makna hidup 7) menanyakan makna penderitaan 8) takut.

Hubungan diri sendiri: 1) kurang diterima 2) kurang dorongan 3) kurang pasrah 4)

marah 5) merasa hidup kurang bermakna 6) perasaan tidak dicintai 7) rasa bersalah

8) strategi koping tidak efektif.

Hubungan dengan orang lain: 1) menolak interaksi dengan orang terdekat 2)

menolak interaksi dengan pemimpin spiritual 3) merasa asing 4) perpisahan dari

pendukung.

Hubungan dengan seni, musik, literatur, alam: 1) penurunan ekspresi tentang pola

kreativitas sebelumnya 2) tidak berminat membaca literatur spiritual 3) tidak

berminat pada alam.

Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada didi sediri: 1)

ketidakmampuan berdoa 2) ketidakmampuan berintrospeksi3) ketidakmampuan

berpartisipasi dalma aktivitas keagamaan 4) ketidakmampuan mengalami


pengalaman religiositas 5) marah terhadap kekuatan yang lebih besar dari dirinya

6) meminta menemui pemimpin keagamaan 7) mengungkapkan penderitaan 8)

perasaan diabaikan 9) perubahan yang tiba – tiba dalam praktik spiritual 10) tidak

berdaya.

Faktor yang berhubungan: 1) ancaman kematian 2) asing tentang didi sendiri 3)

asing tentang soasial 4) gangguan sosiokultural 5) kehilangan bagian tubuh 6)

kehilangan fungsi bagian tubuh 7) kejadian hidup tidak terduga 8) kelahiran bayi 9)

kematian orang terdekat 10) kesepian 11) menerima kabar buruk 12) mengalami

kejadian kematian 13) menjelang ajal 14) nyeri 15) peningkatan ketergantungan

pada orang lain 16) penuaan 17) persepsi tentang tugas yang tidak selesai 18)

program pengobatan 19) sakit 20) transisi hidup.


27

J. Rencana Keperawatan Sesuai Teori

TABEL 2.1

INTERVENSI KEPERAWATAN
DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1) Evaluasi keluhan nyeri, lokasi, 1) Mempengaruhi pilihan atau
3x24 jam dengan kriteria hasil karakteristik, dan intensitas pengawasan keefektifan
: 2) Memberikan posisi senyaman intervensi. Tingkat ansieta dapat
a. Kebutuhan rasa nyaman mungkin: meninggikan lokasi yang mempengaruhi persepsi/reaksi
terpenuhi terasa nyari 2) Fraktur memberi posisi semi
b. Nyeri hilang atau 3) Mengajarkan teknik relaksasi nafas fowler. Menurunkan tegangan
berkurang dalam otot, meningkatkan relaksasi
c. Klien tampak rileks 4) Bimbing doa menghadapi rasa nyeri dan dapat meningkatkan
5) Pemberian analgetik kemampuan koping
3) Meningkatkan relaksasi,
memfokuskan kembali
perhatian
4) Doa dapat mengurangi rasa
nyeri
5) Mempertahankan kadar
analgesik dalam darah adekuat
2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji kulit untuk luka terbuka 1) Memberikan informasi tentang
integritas jaringan 3x24 jam dengan kriteria hasil 2) Melakukan masase sirkulasi jaringan dan masalah
: 3) Ubah posisi dengan sering yang mungkin disebabkan oleh
pemasangan traksi. Edema yang
28

a. Keutuhan integritas 4) Berikan pendidikan kesehatan membutuhkan intervensi lebih


kulit tentang nutrisi lanjut.
b. Mencegah tanda-tanda 5) Ganti balutan sesuai indikasi 2) Menurunkan tekanan pada area
infeksi timbul 6) Kolaborasi pemberian obat luka dan resiko kerusakan kulit
c. Mampu memahami antibiotik atau jaringan
perawatan luka yang 3) Mengurangi tekanan pada area
baik yang sama dan meminimalkan
d. Perfusi jaringan resiko kerusakan jaringan
normal 4) Nutrisi dapat membantu dalam
e. Tidak ada tanda-tanda penyembuhan luka
REEDA(redness, 5) Balutan basah meningkatkan
edema, echimosis, resiko kerusakan
drainage, jaringan/infeksi
approximatly) 6) Memberikan pencegahan
terjadinya infeksi
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1) Pantau tanda-tanda vital dan tanda- 1) Mengetahui keadaan umum
3x24 jam dengan kriteria hasil tanda infeksi klien
: 2) Memberi perawatan luka dengan 2) Dapat mencegah kontaminasi
a. Resiko tinggi infeksi teknik aseptic silang dan kemungkinan infeksi
berhubungan dengan 3) Batasi pengunjung sesuai indikasi 3) Menurunkan pemajanan
pertahanan primer yang 4) Kolaborasi pemberian antibiotik terhadap patogen infeksi lain.
tidak adekuat, sekunder 4) Antibiotik spektrum luas dapat
terhadap pembedahan digunakan secara profilaksis
b. Tidak ada tanda-tanda atau dapat ditujukan pada
infeksi microorganisme khusus
c. Luka sembuh tepat waktu
29

4. Hambatan Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji tingkat mobilisasi 1) Pasien mungkin dibatasi oleh
mobilitas fisik 3x24 jam dengan kriteria hasil 2) Membantu/instruksikan klien untuk pandangan diri/persepsi diri
: latihan gerak aktif pasif pada 2) Melatih agar tidak terjadi
Pasien dan keluarga akan: ekstremitas yang sakit dan tidak komplikasi berlanjut
a. Klien dapat melakukan sakit 3) Memudahkan dalam
gerakan dan ambulasi 3) Mendekatkan alat-alat yang pengambilan alat yang
b. Meningkatkan/memperta dibutuhkan pasien dibutuhkan pasien
hankan mobilisasi pada 4) Membantu memenuhi kebutuhan 4) Pasien mungkin mengalami
tingkat paling tinggi pasien agitasi dan perawatan mungkin
c. Keluarga mampu 5) Kolaborasi dengan ahli fisoterapi perlu ditunda sampai
membantu pasien dalam kemampuan mengontrol diri
ADL ditingkatkan.
5) Berguna dalam membuat
aktifitas indvidual/program
latihan
5. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 1) Dorong klien dalam 1) Fraktur dapat mempengaruhi
diri 3x24 jam dengan kriteria hasil mengekspresikan dan kemampuan seseorang untuk
: mendiskusikan masalah yang melakukan aktivitas sehari-hari
a. Mampu melakukan berhubungan dengan cedera 2) Dapat membantu pasien dalam
aktifitas fisik mandiri 2) Libatkan orang terdekat dalam ADL
atau dengan alat bantu perawatan diri 3) Pasien memperoleh kembali
3) Dorong klien berpartisipasi dalam kemandirian
program terapi 4) Merawat kebutuhan dasar dan
4) Berikan bantuan ADL sesuai mempertahankan harga diri
kebutuhan
6. Resiko hambatan Setelah dilakukan tindakan 1) Fasilitasi klien dalam 1) Memudahkan klien dalam
religiolitas 2x24 jam dengan kriteria hasil pengembangan spiritual melakukan kegiatan
: keagamaannya saat sakit
30

a. Adanya dukungan sosial 2) Beri dukungan dalam melakukan 2) Memotivasi Klien dalam
dari keluarga kegiatan keagamaan/spiritual meningkatkan keagamaannya
b. Kesejahteraan psikologis 3) Ajarkan doa untuk mengurangi 3) Mengajarkan klien dalam berdoa
dan biologis kecemasan membuat klien tenang dan sabar
c. Mampu melakukan 4) Tingkatkan keterlibatan keluarga 4) Keluarga mampu memenuhi
kegiatan keagamaannya untuk membantu klien dalam dalam melakukan kegiatan klien
dalam kehidupan sehari- spiritual
hari
7. Kesiapan Setelah dilakukan tindakan 1) Berikan privasi dan waktu yang 1) Privasi dan waktu yang
meningkatkan keperawatan 3x24 jam tenang untuk melakukan tenang diperlukan saat
kesejahteraan kesiapan peningkatan kegiatan ibadah melakukan kegiatan ibadah
spiritual kesejahateraan spiritual klien 2) Anjurkan klien untuk 2) Murottal Al-Qur’an dan
dapat teratasi, dengan kriteria mendengarkan murotal Al- ceramah membuat tenang
hasil: Qur’an atau ceramah keagamaan dan efektif menambah
3) Bimbing klien dengan doa pegetahuan
a. Peningkatan spiritual: tenang dan sabar dalam 1x 3) Doa membuat klien
beribadah pertemuan rileks/tenang,efektif
b. Peningkatan harapan 4) Anjurkan klien untuk membaca menambah kedekatan klien
c. Peningkatan motivasi doa tenang dan sabar saat gelisah dengan Allah
5) Anjurkan keluarga untuk terus 4) Doa membuat klien
memberikan dukungan dan rileks/tenang,efektif
motivasi menambah kedekatan klien
6) Ajurkan keluarga untuk ikut serta dengan Allah
dalam kegiatan ibadah klien 5) Dukungan dan motivasi
orang terdekat menjadi salah
satu faktor untuk
kesembuhan klien
31

6) Ikut sertanya orang terdekat


menambah semangat untuk
klien.
8. Kesiapan Setelah tindakan keperawatan 1) Berikan video atau audio tentang 1) Membantu pasien dalam
meningkatkan 3x24 jam religiositas keagamaan peningkatan keagamaan
religiositas meningkat, dengan kriteria 2) Dukung penggunaan dan dan 2) Megikutsertakan pasien
hasil : partisipasi dalam kegiatan dalam kegiatan keagamaan
a. Kualitas keyakinan keagamaan yang biasa dilakukan yang biasa dilakukan pasien
meningkat yang tidak mengganggu dapat meningkatkan
b. Kemampuan berdoa kesehatan keagamaan psien
meningkat 3) Temukan alternatif untuk 3) Alternatif untuk beribadah
c. Kemampuan beribadah efektif untuk pemenuhan
beribadah meningkat 4) Bantu dengan modifikasi untuk keagamaan pasien
seperti: shalat, kegiatan ibadah dalam rangka 4) Terpenuhinya kegiatan
membaca al-quran, memenuhi kebutuhan karena ibadah menambah
berdoa ketidamampuan atau sakit keyakinan keagamaan psien
d. Dapat berinteraksi 5) Anjurkan pasien bertemu 5) Berkonsultasi dengan
dengan pimpinan pimpinan sp iritual pimpinan spiritual
spiritual 6) Anjurkan pasein untuk berdoa, memperkuat keyakinan
membaca al-quran keagamaan
6) Berdoa dan membaca al-
quran menambah
keagamaan pasien.
9. Kepedihan Setelah dilakukan tindakan 1) Bantu klien berfokus secara realistis 1) Untuk merencanakan masa
Kronis keperawatan selama 2x24 jam terhadap perubahan status depannya.
kepedihan berukurang dengan kesehatan karena kehilangan. 2) Untuk meningkatkan kekuatan
kriteria hasil: 2) Dorong pasien untuk menghubungi emosional.
orang yang dapat memberikan
32

a. Klien mampu dukungan seperti keluarga dan 3) Ketidakmampuan


mengungkapkan teman. mengidentifikasi marahsebagai
perasaan tenang 3) Sampaikan kepada pasien bahwa suatu respon normal terhadap
perubahan setatus perasaan marah dapat di terima, kehilangan dapat
kesehatan. asalkan tidak merusak. mengakibatkan pasien
b. Klien mulai 4) Luangkan waktu bersama pasien. mengungkapakn agresi secara
mengembangkan 5) Ajarkan doa tenang dan sabar. tidak tepat.
mekanisme koping yang 4) Untuk memfokuskan
sehat. pengungkapan perasaan.
5) Memberikan kenyamanan hati.
10. Distres spiritual Setelah dilakukan tindakan 1) Gunakan komunikasi terapeutik. 1) Menjalin hubungan saling
keperawatan selama 2x24 jam 2) Berbagi mengenai keyakinan percaya dan caring.
distres spiritual klien teratasi sendiri mengenai arti dan tujuan 2) Sebagai koreksi dari diri klien.
dengan kriteria hasil: hidup. 3) Dapat berorientasi pada
3) Bantu pasien dalam kehidupan yang nyata.
a. Mengerti arti dan tujuan mengidentifikasi tujuan jangka 4) Memberikan penambahan
hidup. pendek dan jangka panjang yang pengetahuan kesehatan dan
b. Perasaan kedamaian. tepat. mengurangi rasa khawatir
c. Klien mampu beribadah 4) Fasilitasi klien terkait dengan klien.
dan berdoa. penggunaan meditasi, sembahyang 5) Membantu klien dalam
1. Berinteraksi dengan dan ritual agama lainnya. memberikan ketenangan secara
orang lain untuk berbagi 5) Berikan penilaian mengenai rohani.
ide, perasaan dan pemahaman klien terhadap 6) Doa kesembuhan berguna
keyakinan. penyakit. dalam meningkatkan
6) Ajarkan doa kesembuhan bersama keyakinan klien, juga
klien. mempercepat penyembuhan
penyakit klien.
BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Klien

Nama Pasien : Tn. A

Tanggal Lahir : 23 Oktober 1992 (26 tahun)

Jenis Kelamin : Laki- laki

Alamat : Kp. Pasir meong 04/04 Desa. Cililin Kec.

Cililin Kab. Bandung Barat

Pekerjaan : wiraswasta

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Status : Menikah

Nomor RM : 0001681209

Diagnosa Medis : Neglected fraktur of right femur

Tanggal Masuk RS : 02 Mei 2018

Tanggal Pengkajian : 23 ei 2018

43
2) Identitas Penanggung Jawab Pasien

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMP

Hubungan dengan Pasien : Kakak

Alamat : Kp. Pasir meong 04/04 Desa. Cililin Kec.

Cililin Kab. Bandung barat

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Klien mengeluh nyeri kaki disebelah kanan

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Satu tahun sebelum masuk rumah sakit klien mengalami kecelakaan, mendapat

pengobatan alternatif namun pengobatannya tidak berhasil. Tanggal 02 Mei 2018

pasien mendapat ruangan, masuk ke ruangan rawat inap Kana A pasien terpasang

infus dan kateter karena akan dilakukan pembedahan skeletal traksi. Setelah berada

di ruangan pasien dilakukan perawatan luka dengan kompres NaCl 0,9% luas luka

sekitar 35 cm.

Tanggal 22 Mei 2018 dilakukan pengkajian, pasien mengeluh nyeri, nyeri terasa

seperti ditusuk-tusuk, nyeri semakin berat apabila pasien bergerak, nyerinya hilang

timbul, skala nyeri 4 (1-10).


45

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Satu tahun yang lalu, pasien memanjat pohon kelapa di dekat rumahnya. Setelah

berada diatas pohon, kaki pasien terpeleset dan terjatuh dengan kaki kanan

mendarat terlebih dahulu. Setelah itu pasien sulit menggerakan kaki kanannya dan

terasa nyeri, kemudian pasien diobati dengan diurut didekat rumahnya, tetapi

pengobatan itu tidak ada kemajuan, semenjak saat itu pasien menggunakan tongkat

untuk berjalan, pasien tidak dibawa ke RS ataupun klinik hanya di urut di rumah.

Setelah hampir 1 tahun pasien dan keluarga meyadari kaki kanan pasien menjadi

pendek. Pada bulan April 2018 pasien dibawa ke RS Dustira, kemudian di RS

Dustira pasien hanya dilakukan rontgen, setelah itu pasien di rujuk ke RSHS.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang memiliki

penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, maupun asma.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Status Kesehatan Umum

a) Penampilan umum : Klien tampak lemas

b) Kesadaran : Composmentis - GCS 15 (E4 M6 V5)

c) Tanda-tanda vital : TD = 110/80 mmHg

HR = frekuensi 87 x/menit, amplitudo 3 (penuh),

irama reguler.

RR = pola pernapasan normal, frekuensi 20

x/menit, irama reguler

S = 36,8OC
46

d) Status Antopometri : BB = 51 kg

TB = 160 cm

IMT = 51 : (1,6)2=19,9 (Normal )

2) Pemeriksaan Fisik

a) Sistem Pernapasan

Bentuk hidung simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada lesi, tidak ada

pembengkakan, suara napas vesikuler, RR: 20 x/menit, PCH (-), tidak ada

penggunaan otot bantu pernafasan, pengembangan dada simetris, pada saat

diperkusi terdengar suara resonan.

b) Sistem Kardiovaskular

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, tidak ada bunyi jantung tambahan,

tidak ada peningkata JVP, akral teraba hangat, tidak ada sianosis, bunyi jantung

lupdup, tidak ada suara tambahan, bunyi S1 lebih halus dari S2, tidak ada murmur,

CRT <3 detik

c) Sistem Pencernaan

Perut datar, asites (-), tidak ada mual, mukosa bibir kering, berwarna merah muda,

tidak ada kesulitan saat menelan, bising usus 8 x/menit.

d) Sistem Endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan getah bening, tidak ada pembengkakan

pada hepar, tidak ada pembengkakan kelenjar limfe.

e) Sistem Perkemihan

Kandung kemih tidak distensi, tidak ada pembesaran ginjal, tidak ada nyeri tekan.

f) Sistem Persarafan
47

(1) Nervus I (Olfaktorius)

Pasien dapat membedakan bau minyak kayu putih

(2) Nervus II (Optikus)

Pasien mampu membaca tanpa menggunakan alat bantu.

(3) Nervus III, IV,VI (Okulomotoris, Trokhealis, Abdusen)

Pasien berespon terhadap cahaya dengan penlight pada pupilnya bola mata klien

dapat digerakan kesegala arah dengan normal, respon miosis (mengecilnya pupil)

normal saat diberi cahaya sedangkan respon midriasis (membesarnya pupil) normal

saat tidak diberi cahaya.

(4) Nervus V (Trigeminus)

Mata pasien berkedip saat diberi pilinan kapas yang diusapkan pada kelopak mata,

klien juga merasakan kapas yang diusapkan pada kelopak mata dengan mata

tertutup.

(5) Nervus VII (Fasialis)

Pasien tidak memiliki tremor/kelumpuhan dimuka

(6) Nervus VIII (Auditorius)

Pasien dapat menjawab pertanyaan dari perawat, yaitu perawat berbicara dengan

suara dan intonasi yang jelas dan agak keras agar dapat mendengar dengan baik.

(7) Nervus IX, X (Glosofaringeus, Vagus)

Klien dapat merasakan makanan dengan baik, refleks menelan (+), refleks muntah

(+).

(8) Nervus XI (asesorius)


48

Klien dapat menggerakkan leher kekanan dan kekiri.

(9) Nervus XII (Hipoglossus)

Posisi lidah simetris dan dapat bergerak kesegala arah.

g) Sistem Muskuloskeletal

Ekstremitas atas : ekstremitas simetris, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan,

terpasang infus RL 0,9%, kekuatan ekstremitas atas 5/5 , tidak ada deformitas, tidak

ada kekakuan, tidak ada tremor, ROM aktif kesegala arah, refleks bisep(+), refleks

trisep (+), klien dapat membedakan sensasi kasar, halus dan tajam, tidak terdapat

nyeri tekan pada area ekstremitas atas.

Ekstremitas bawah : ekstremitas tidak simetris, tidak terdapat edema, terdapat nyeri

tekan pada ekstremitas kanan bawah,tidak terdapat pucat pada ekstremias bawah,

ROM pasif pada ektremitas kanan bawah, dan ROM aktif pada ekstremitas kiri

bawah, kekuatan otot ekstremitas bawah 1/5.

Pada saat pengkajian 5p (pain, pallor, pulselessness, parestesia, paralysis), terdapat

nyeri lokal di bagian pembedahan femur, tidak terdapat pucat dibagian distal, teraba

denyut nadi dan CRT <3 detik pada bagian distal, terasa kesemutan, tidak terdapat

kelumpuhan pada tungkai dan dapat digerakkan.

h) Sistem Integumen

Warna kulit pasien sawo matang dan merata, turgor kulit baik, suhu 36,8oc, kulit

elastis terdapat luka pada ekstremitas bawah dikaki kanan, kulit rambut sedikit

kotor. Tanda-tanda REEDA (redness, edema, echimosis, drainage, approximatly)

tidak terdapat kemerahan, tidak terdapat edema, tidak terdapat memar atau
49

kehitaman, terdapat sedikit cairan ditabung traksi berwarna kemerahan, dan tidak

terdapat penyatuan jaringan.

d. Riwayat Psikososial

1) Status Emosi

Emosi klien tampak stabil, ditandai dengan respons pasien sangat tenang dan sesuai

dengan keadaan.

2) Konsep diri

(1) Gambaran diri

Klien mengatakan dirinya tidak berdaya ketika melihat keadaan kakinya yang

sekarang, klien takut kakinya tidak bisa disembuhkan.

(2) Harga diri

Klien tidak merasa malu dengan keadaan penyakitnya.

(3) Ideal diri

Klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya.

(4) Peran

Klien merupakan seorang ayah dari 2 anak, klien juga merupakan seorang suami

untuk istrinya. Dikeluarganya klien adalah seorang kepala keluarga.

3) Gaya komunikasi

Dalam berkomunikasi sehari-hari klien menggunakan bahasa sunda.

4) Pola interaksi

Hubungan klien dengan lingkungan sekitar baik, hubungan klien dengan dokter,

perawat, dan petugas, kesehatan lainnya baik, klien tampak kooperatif.


50

5) Pola koping

Klien terlihat sabar dan tabah dengan penyakitnya, menurut klien apabila ada

masalah, klien selalu membicarakan dengan keluarganya.

e. Riwayat Sosial

Hubungan klien dengan keluarga dan tetangga baik.

f. Pengetahuan Kesehatan

Pada saat dilakukan pengkajian keluarga klien menanyakan penyakit klien.

Menurut penuturan keluarga, jika keluarga tidak mengetahui tindakan apa yang

akan selanjutnya dilakukan pada klien.

g. Riwayat Spiritual

(1) Konsep ibadah dirumah

Saat dirumah, pasien mengatakan selalu beribadah sholat 5 waktu, mengaji dan

berdoa kepada Allah SWT

(2) Konsep ibadah di RS

Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan belum melaksanakan praktik ibadah

seperti sholat, karena keadaan pasien sedang sakit.

(3) Hubungan antara keyakinan spiritual dengan status kesehatan

Pasien mengatakan bahwa sakitnya merupakan ujian dari Allah SWT dan sakitnya

merupakan bentuk pelajaran agar selalu berhati-hati dalam melakukan pekerjaan.

(4) Konsep pasien tentang tuhan

Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan bahwa Allah SWT Maha adil dan

Maha pemberi kasih sayang kepada dirinya.


51

(5) Makna hidup

Pasien mengatakan makna hidupnya adalah untuk beribadah kepada Allah SWT

dan selalu berdoa kepadanya

(6) Support system dan dukungan

Pasien mengatakan yang menjadi sumber dukungan bagi dirinya adalah keluarga

ayah, Ibu, Nenek, Saudara, makna dukungan bagi pasien sangat penting karena

mampu memotivasi pasien untuk sembuh.

(7) Sumber kekuatan atau harapan

Pasien mengatakan sumber kekuatan dan harapan pasien saat ini adalah keluarga

dan juga doa dari semu keluarga dan kerabatnya.

(8) Dukungan komunitas

Pasien perlu dibimbing dalam berdoa dan beribadah selama di rawat di RS.

h. Pola Aktivitas sehari-hari

Tabel 3.1 aktivitas sehari-hari

No Aktivitas sehari- Sebelum sakit Saat sakit


hari
1) Nutrisi
a) Makan 3 x /hari 3 x /hari
Nasi, sayur-sayuran, Nasi, sayur-sayuran, lauk
lauk pauk pauk
1 porsi habis 1 porsi habis
b) Keluhan Tidak terdapat keluhan Tidak terdapat keluhan
c) Minum Air putih, teh, kopi, Air putih, teh, kopi, susu
susu 5-6 gelas
6-7 gelas Tidak terdapat keluhan
52

d) Keluhan
Tidak terdapat keluhan
2) Eliminasi
a) BAB 1 x /hari 1 x /hari

b) BAK 3-4 x /hari 3-4 x/hari


Kuning jernih Kuning jernih

c) Keluhan Tidak terdapat keluhan Tidak terdapat keluhan


3) Istirahat dan tidur
a) Malam 21.00-05.00 22.00 – 05.00
7 – 8 jam /hari 6 – 7 jam /hari
b) Siang Jarang tidur siang Jarang tidur siang

c) Keluhan Tidak terdapat keluhan Tidak terdapat keluhan


4) Kebiasaan diri
a) Mandi 2 x /hari 1x /hari
b) Perawatan kuku 1 minggu sekali Dipotong bila panjang
c) Perawatan gigi 2x sehari 1x sehari
d) Perawatan 3 hari sekali Belum dikeramas
rambut
e) Ketergantungan Mandiri Dibantu dengan keluarga dan
perawat
5) Aktivitas pasien dapat Pasien mengatakan tidak
beraktivitas sehari-hari dapat melakukan aktivitas
karena nyeri dan terpasang
alat pada ekstremitas
bawahnya, aktivitasnya harus
dibantu. Pasien tampak
terbaring di tempat tidur.
53

i. Data Penunjang

1) Pemeriksaan X-RAY (tanggal 03 Mei 2018)

Kesan :

Femur Kanan AP/Lateral :

- Displacement fraktur dengan pemendekan 1/3 tengah femur kanan. Belum terlihat

pembentukan kallus (mal-union)

- Tidak tampak osteomyelitis

Gambar 3.1
Foto Rontgen Femur
54

j. Terapi

Tabel 3.2 jenis terapi yang diberikan

Waktu pemberian
Nama obat Rute
Pagi Siang Malam
Ceftriaxon 2 x 1 gr/IV 08.00 - 20.00
Ranitidine 2 x 50 mg/ IV 08.00 - 20.00
Keterolac 3 x 30 mg/IV 08.00 14.00 20.00
Nacl 0,9 % 1500cc/24 jam 20 gtt/menit

k. Analisa Data

Tabel 3.3 analisa data


No. Data Subjektif Etiologi Masalah
1. DS: Trauma langsung karena terjatuh Nyeri Akut
- Pasien mengeluh ↓
nyeri, nyeri terasa Tekanan pada tulang
seperti ditusuk-tusuk, ↓
nyeri semakin berat Tidak mampu menahan beban
apabila pasien yang terlalu besar
bergerak, nyeri datang ↓
hilang timbul Fraktur dibagian femur dextra
- Pasien mengeluh ↓
nyeri dikaki sebelah Pergeseran fragmen tulang
kanan ↓
DO: Ekstremitas kanan bawah menjadi
- Skala nyeri 4 (0-10) lebih pendek
- Tanda-tanda vital TD: ↓
110/80 mmHg HR: 87 Pembedahan
x/menit ↓
RR: 20 x/menit Merusak jaringan sekitar
S: 36,80c ↓
- Terpasang bidai traksi Pelepasan mediator nyeri
disebelah kaki kanan (histamine,prostaglandin,serotoni
- Pada saat pengkajian n)
5p (pain, pallor, ↓
pulselessness, Reseptor nyeri perifer
parestesia, paralysis), ↓
terdapat nyeri lokal di Impuls keotak
bagian pembedahan ↓
femur Persepsi nyeri

Nyeri akut
55

2 DS: Trauma langsung karena terjatuh Kerusakan


- Pasien mengatakan ↓ integritas
nyeri pada area luka Tekanan pada tulang jaringan
yang dipasang tusukan ↓
besi Tidak mampu menahan beban
- Pasien juga yang terlalu besar
mengatakan kaki ↓
kanan yang terpasang Fraktur dibagian femur dextra
traksi terasa ↓
kesemutan Pergeseran fragmen tulang
DO: ↓
- Terdapat luka post Upaya dilakukan perbaikan
operasi dikaki sebelah ↓
kanan bagian atas Dilakukan operasi pemasangan
- Tidak terdapat tanda- traksi
tanda REEDA ↓
- Panjang luka kurang Terdapat luka insisi
lebih 40 cm ↓
Kerusakan integritas jaringan

3 DS: Trauma langsung karena terjatuh Defisit


- Pasien mengatakan ↓ Perawatan
belum pernah keramas Tekanan pada tulang Diri
sejak dirumah sakit ↓
DO: Tidak mampu menahan beban
- Pasien tampak yang terlalu besar
terbaring di tempat ↓
tidur Fraktur dibagian femur dextra
- Kebutuhan aktivitas ↓
sehari-hari pasien Pergeseran fragmen tulang
dibantu keluarga ↓
Merusak jaringan sekitar

Fungsi pergerakan terganggu

Defisit perawatan diri

4 DS : Individu Resiko
- Pasien mengatakan ↓ hambatan
jarang sholat sejak Koping kedekatan pada religiolitas
dirumah sakit karena keagamaan
keadaanya yang sakit ↓
DO : Resiko hambatan religiolitas
- Pasien perlu
dibimbing dalam
memenuhi Ibadahnya
56

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang


b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur bedah
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kondisi kesehatan ditandai dengan
kelemahan
d. Hambatan religiolitas berhubungan dengan krisis spiritual
57

3. Perencanaan Keperawatan

Nama Pasien : Tn. A Ruangan : Kana A

No. Medrek : 0001681209 Diagnosa Medis : Neglected fraktur of right femur

Tabel 3.4 Perencanaan Keperawatan

Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Monitor tanda- tanda vital tiap 8 jam 1) Perubahan TTV dapat
terputusnya 3x24 jam nyari dapat berkurang, dengan 2) Kaji lokasi nyeri, kualitas nyeri, skala menunjukan adanya
kontinuitas kriteria hasil : nyeri, penyebab nyeri, durasi nyeri, dan inflamasi
jaringan a. Tanda- tanda vital dalam batas karakteristik nyeri 2) Nyeri merupakan
normal: 3) Anjurkan mempraktekkan tehnik pengalaman yang hanya
TD : 120/80 mmHg relaksasi napas dalam bila terjadi nyeri dapat digambarkan oleh
N: 60-100 X/menit 4) Bimbing pasien dengan doa menghadapi klien sendiri
RR: 16-24 X/menit rasa nyeri 3) Pendekatan dengan
o
S: 36,5-37,5 C Collaborative menggunakan relaksasi
b. Mampu mengontrol nyeri 5) Kolaborasikan pemberian obat : efektif mengurangi nyeri
menggunakan tehnik relaksasi untuk Keterolac 2x1 50 mg IV pada jam 08.00 4) Doa membuat klien
mengurangi nyeri dan 20.00 rileks/tenang sehingga
c. pasien mengatakan nyeri berkurang Ranitidine 2x1 30 mg IV pada jam 08.00 efektif mengurangi nyeri
dengan skala 2 (1-10) dan 20.00 5) Pemberian obat efektif
d. Menyatakan rasa nyaman setelah Terpasang infus NaCl 0.9% 1500cc/24 memperbaiki keadaan
nyeri berkurang jam klien
58

2 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Monitor tanda-tanda infeksi 1) Menurunkan risiko
integritas selama 3 x 24 jam luka pada klien dapat 2) Lakukan perawatan luka rutin dengan kerusakan/abrasi kulit
jaringan teratasi, dengan kriteria: tehnik steril yang lebih luas.
a. Keutuhan integritas kulit 3) Pertahankan tempat tidur yang nyaman 2) Mencegah gangguan
b. Mampu memahami perawatan luka dan aman (kering, bersih, alat tenun integritas kulit menjadi
yang baik kencang, bantalan bawah siku, tumit). luas
c. Perfusi jaringan normal(temperatur 4) Berikan pendidikan kesehatan tentang 3) Meningkatkan sirkulasi
kulit normal, kulit elastis, hidrasi nutrisi untuk penyembuhan luka dan perifer dan meningkatkan
kulit kuat, warna kulit normal, tidak tulang kelemasan kulit dan otot
terdapat lesi jaringan) 5) Ganti linen setiap 1 hari 1x terhadap tekanan yang
d. Tidak ada tanda-tanda 6) Kolaborasi pemberian obat antibiotik relatif konstan pada
REEDA(redness, edema, echimosis, Ceftriaxone 2x1 1gr IV pada jam 08.00 imobilisasi.
drainage, approximatly) dan 20.00 4) Memberikan
kenyamanan dan
kebersihan pada klien
5) Nutrisi yang baik dapat
mempercepat
penyembuhan luka dan
pembentukan tulang
terutama kalsium, protein
dan vitamin D.
6) Pemberian obat efektif
memperbaiki keadaan
kulit klien

3 Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Kaji kebersihan tubuh, rambut, dan kuku 1) Jika pasien tidak mampu
perawatan diri selama 3 x 24 jam, Defisit perawatan klien dalam perawatan diri
diri teratasi dengan kriteria hasil : maka perawat dan
59

a. Klien terbebas dari bau dan lengket 2) Monitor kemampuan klien untuk keluarga membantu
rambut perawatan diri yang mandiri dalam perawatan diri
b. Badan pasien bersih dan tidak 3) Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat pasien
lengket bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, 2) Meninjau perkembangan
c. Kuku pasien bersih dan tidak lengket berhias, toileting dan makan pasien dalam memenuhi
d. Menyatakan kenyamanan terhadap 4) Sediakan bantuan sampai klien mampu perawatannya
kemampuan untuk melakukan secara utuh untuk melakukan self care 3) Memudahkan klien
aktivitas sehari-hari 5) Dorong klien untuk melakukan aktivitas dalam melakukan
sehari-hari yang normal sesuai pemenuhan kebutuhan
kemampuan yang dimiliki sehari-hari
4) Mempermudah pasien
dalam perawatan diri
secara tepat
5) Pasien dan keluarga
memahami kemandirian
dalam berpakaian secara
baik
60

4 Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Bantu klien untuk mengikuti kegiatan 1) Kegiatan keagamaan
hambatan selama 3 x 24 jam, religiolitas klien keagamaannya merupakan upaya
religiolitas dapat teratasi dengan kriteria hasil : 2) Motivasi keluarga untuk membantu klien meningkatkan
a. Klien mampu mematuhi keyakinan mengikuti ritual keagamaannya religiolitas
dalam memenuhi ibadahnya 3) Bimbing pasien dalam berdoa mohon 2) Ritual keagamaan
b. Klien mampu mengikuti dan tenang dan sabar dapat menambah
mematuhi tata cara sholat selama 4) Kolaborasi dengan ahli keagamaan keyakinan dalam
sakit beragama seseorang
3) Doa membuat klien
rileks/tenang
sehingga efektif agar
selalu sabar dan tabah
4) Ahli keagamaan
adalah seseorang yang
mendalami dan
mengamalkan agama
yang dianutnya
B. Pembahasan

Pada bagian ini penulis akan memaparkan pembahasan dari tinjauan kasus yang

telah dilakukan penulis. Penulis mencoba mengaplikasikan proses keperawatan

mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan asuhan

keperawatan, pelaksanaan implementasi dan membuat evaluasi dari implementasi

yang telah dilakukan. Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan antara teori

dengan praktik selama melakukan asuhan keperawatan pada Tn.A 26 tahun dengan

gangguan sistem muskuloskeletal e.c fraktur femur di ruang asal Rumah Sakit

Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Provinsi Jawa Barat sejak tanggal 22 Mei

2018.

Hal ini sesuai dengan teori Black & Hawks(2014) fraktur adalah terputusnya

nagian dari kontinuitas tulang yang normal, dimana jika terjadi fraktur maka

jaringan lunak disekitarnya juga pasti akan terganggu. Fraktur yang dialami Tn.A

merupakan fraktur tertutup. Fraktur tertutup terjadi karena tidak terdapat hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar (Chairudin, 2003).

1. Tahap Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk

mengumpulkan data tentang klien agar dapat mengidentifikasi masalah-masalah

kebutuhan kesehatan yang meliputi biologi, psikologi, sosial, dan spiritual.

Adapun data yang didapat dari klien adalah klien Tn.A, usia 26 tahun, klien

merupakan seorang buruh harian lepas. Pada saat tahap pengkajian dan melakukan

pemeriksaan fisik penulis menemukan data, klien mengeluh nyeri pada kaki sebelah

kanan, nyeri bila digerakkan, berkurang dengan tidak digerakkan, nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 3 (1-10) nyeri dirasakan setelah post

operasi dikaki kanan, dengan terpasang traksi, pada pengkajian 5P (pain, pallor,

pulseness, parestesia, paralysis) klien nadi masih teraba dibagian distal fraktur,

tidak terdapat sianosis, tidak terdapat kelumpuhan pada tungkai.

Tanda dan gejala yang muncul pada Tn.A sejalan dengan teori menurut Huda

dan Kusuma(2016) bahwa gejala fraktur diantaranya tidak dapat menggunakan

anggota gerak, nyeri, deformitas, kehilangan sensasi, kelumpuhan dan sianosis.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium klien, menunjukkan terjadi peningkatan pada

leukosit dan neutrofil segmen. Hal tersebut merupakan respons fisiologis akibat

fraktur, yaitu peradangan. Fraktur femur adalah fraktur pada bagian tulang panjang

dan besar sehingga respons peradangan yang terjadi bisa berdampak terhadap status

nyeri, kesulitan beraktifitas, terdapat luka pada area femur bagian kanan.

Data lain yang ditemukan pada saat pengkajian ialah klien terpasang traksi 8

kg dengan jenis traksi kulit dan bidai kurang lebih 30 cm di kaki sebelah kanan,

klien nampak membutuhkan bantuan dalam pemenuhan ADL, kesulitan bergerak

klien di akibatkan oleh karena adanya pergeseran fragmen tulang yang di akibatkan

oleh terjadinya fraktur dan merusak jaringan sekitar yang menyebabkan pasien

harus dipasang bidai dan traksi sebelum dilakukan operasi pemasangan ORIF,

fungsi pergerakan menjadi terganggu hal ini sejalan dengan teori (M. Black &

Howkanson, 2014). Dalam aktifitas sehari-hari klien selama dirumah sakit dibantu

oleh keluarga dari perawatan diri sampai eliminasi. Kekuatan otot ekstremitas atas

5/5, ekstremitas bawah 1/5.

2. Tahap perumusan Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan hasil pengkajian maka dengan ini penulis merumuskan diagnosa

pada klien Tn.A usia 26 tahun dengan neglected fraktur of right femur dan

didapatkan diagnosa yaitu :

a. Nyeri Akut

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang

muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan

sebagai kerusakan (International Association For the Study of Pain); awitan yang

tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di

antisipasi atau diprediksi (Nanda, 2017).

Penulis menegakan diagnosa nyeri akut dikarenakan data yang didapatkan sesuai

dengan definisi dan batasan karakteristik yang telah ditetapkan oleh Nanda (2017)

serta didapatkan data sebagai berikut : klien mengeluh nyeri kaki kanan, nyeri

dirasakan bila digerakkan, dengan skala 3 (1-10), Pada saat pengkajian 5p (pain,

pallor, pulselessness, parestesia, paralysis), terdapat nyeri lokal di bagian

pembedahan femur, tidak terdapat pucat dibagian distal, teraba denyut nadi dan

CRT <3 detik pada bagian distal, terasa kesemutan, tidak terdapat kelumpuhan pada

tungkai dan dapat digerakkan.

b. Kerusakan integritas jaringan

Kerusakan integritas jaringan adalah cedera pada membran mukosa, kornea, sistem

integumen, fascia muskular, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan atau

ligamen (Nanda, 2017).

Penulis menegakan diagnosa kerusakan integritas jaringan dikarenakan data yang

didapatkan sesuai dengan definisi dan batasan karakteristik yang ditegakan oleh
Nanda (2017), dengan didapatkan data : Kerusakan integritas jaringan ditemukan

pada kasus kelolaan ditandai adanya luka post op pemasangan traksi akibat fraktur

femur (foto rontgen terlampir), yang mengakibatkan robekan pada integumen,

fascia muskular, otot, tendon, tulang, kartilago.

c. Defisit Perawatan Diri

Defisit perawatan diri adalah hambatan kemampuan untuk melakukan atau

menyelesaikan aktivitas sehari-hari (Nanda,2017).

Penulis menegakkan diagnosa defisit perawatan diri dikarenakan data sesuai

dengan definisi dan batasan karakteristik yang ditegakan oleh NANDA (2017)

dengan didapatkan data sebagai berikut : Pasien mengatakan belum pernah keramas

sejak dirumah sakit, Pasien tampak terbaring di tempat tidur, Kebutuhan aktivitas

sehari-hari pasien dibantu.

Kondisi fraktur femur yang tidak mendapatkan sesegera mungkin, menyebabkan

memendekan atau malunion tulang, sehingga mobillisasi klien terganggu serta

menimbulkan nyeri, akibatnya kebutuhan untuk memenuhi perawatan diri menjadi

terganggu. Defisit perawat diri terjadi pada pasien ini, dilihat dari aktivitas sehari-

hari yang memerlukan bantuan orang lain. Serta kekuatan otot ekstremitas bawah

kanan dibawah normal (1), selain itu sebagai upaya remodelling tulang yang

optimal dengan pemasangan traksi maka untuk sementara waktu ekstremitas kanan

bawah harus imobilisasi, sehingga perawatan diri pasien harus dibantu sebagian.

d. Resiko Hambatan Religiolitas


Resiko hambatan religiolitas adalah rentan mengalami gangguan kemampuan untuk

melatih kebergantungan pada keyakinan keagamaan dan atau berpatisipasi dalam

ritual tradisi kepercayaan tertentu (Nanda, 2017).

Penulis menegakkan diagnosa defisit perawatan diri dikarenakan data sesuai

dengan definisi dan batasan karakteristik yang ditegakan oleh NANDA (2017)

dengan didapatkan data sebagai berikut : Pasien mengatakan jarang sholat sejak

dirumah sakit karena keadaanya yang sakit.

Kondisi sakit bagi seorang mukmin adalah kenikmatan untuk semakin dekat dengan

pencipta-Nya. Jika sakit masih memiliki kesadaran, akan tetapi tidak dapat

melaksanakan kewajiban ibadah karena hambatan akibat sakit, maka kondisi ini

mengharuskan bagaimana orang yang sehat disekitarnya memberikan bantuan.

3. Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan

Berdasarkan analisis kondisi klien dalam membuat rencana asuhan

keperawatan berdasarkan tujuan, maupun dasar pemikiran dari setiap intervensi

penulis berpedoman pada NANDA (2015) yang telah disesuaikan dengan sarana

dan prasarana yang telah ada.

a. Nyeri Akut

Perencanaan yang harus dilakukan kepada klien dengan nyeri akut adalah 1)

Monitor tanda- tanda vital tiap 8 jam 2) Kaji lokasi nyeri, kualitas nyeri, skala nyeri,

penyebab nyeri, durasi nyeri, dan karakteristik nyeri 3) Anjurkan mempraktekkan

tehnik relaksasi napas dalam bila terjadi nyeri 4) bimbing pasien dengan doa

menghadapi rasa nyeri 5) Kolaborasikan pemberian obat analgetik. Obat analgetik

yang diberikan adalah ranitidine 2x50 mg/IV jam 08.00 dan 20.00, ketorolac 3x30
mg/IV jam 08.00 dan 20.00, infus NaCl 0,9% 1500/24 jam sama dengan 20

gtt/menit.

Adapun yang diberikan pada klien mengobservasi TTV klien sebelum dan

sesudah tindakan, tanda-tanda vital mempunyai nilai yang sangat penting, saat

terdapat perubahan tanda vital mempunyai arti adanya gangguan sistem dalam

tubuh (Indriono A, 2011). Mengkaji lokasi, kualitas, skala, penyebab, durasi, dan

karakteristik nyeri dengan dilakukanTeknik distraksi adalah memfokuskan

perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri. Keefektifan distraksi tergantung

pada kemampuan pasien untuk menerima danmembangkitkan input sensori selain

nyeri. Pereda nyeri secara umum meningkat dalam hubungan langsung dengan

partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai, dan minat

individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli penglihatan, pendengaran, dan sentuhan

mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimuli satu indera

saja (Brunner & Suddarth, 2013).

Untuk mengatasi nyeri akut pada pasien ini dilakukan teknik relaksasi nafas

dalam secara berulang dapat menimbulkan rasa nyaman bagi pasien. Adanya rasa

nyaman ini yang menyebabkan timbulnya toleransi terhadap yang dirasakan,

menarik nafas dalam dapat merelaksasikan otot-otot skeletal yang mengalami

spasme disebabkan oleh insisi (trauma) jaringan pada saat pembedahan (Lukman,

2012). Adapun ibadah berdoa yang kuat langsung dapat berpengaruh terhadap pusat

otak terutama terhadap amygdala dan hypocampus. Amygdala sebagai pusat emosi

di otak, menstimulasi hypotalamus agar mensekresi CRF (corticotropic releasing

factor). CRF dapat mengaktifkan pituitari anterior untuk mensekresi endorfin


(betaendorfin) dan eckepalin (metenkhefalin) sebagai obat alamiah dalam tubuh

dan berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri.

Menurut ISO (2013) dalam farmakologi diberikan obat ketorolac golongan

analgetik indikasi: untuk penatalaksanaan jangka pendek (maksimal 2 hari)

terhadap nyeri aku derajat sedang sampai berat setelah operasi , dosis 10 mg/ml

samapi 30 mg/ml diberikan efektif terendah yang sesuai dengan tingkat nyeri dan

respon pasien, kontra indikasi: alergi terhadap ketorolac, ulkus peptikum aktif.

Obat ranitidine golongan antasida untuk obat tukak lambung dan duodenum akut

refluks esofagitis, keadaan hipersekresi patologis hipersekresi paska bedah dosis

yang diberikan 150 mg/tab sama dengan 25 mg/ml. Infus NaCl 0,9%

mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi, dengan kontra indikasi:

hipertermia, asidosis, hipokalemia.

b. Kerusakan Integritas Jaringan

Perencanaan yang harus dilakukan kepada klien dengan kerusakan integritas

jaringan adalah 1) Monitor tanda-tanda infeksi 2) Lakukan perawatan luka rutin

dengan tehnik steril 3) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering,

bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit) 4) Berikan pendidikan

kesehatan tentang nutrisi pasien 5) Ganti linen setiap 1 hari 1x 6) kolaborasi

pemberian obat dengan ceftriaxon 2x1 gr/IV jam 08.00 dan 20.00.

Kerusakan integritas jaringan dapat mengalami kerusakan integumen,

membran mukosa, jaringan subkutan. Batasan minor mungkin terdapat pemasukan

kulit, eritema, lesi, pruritus (Doenges, 2014). Adapun dalam memonitor tanda-

tanda infeksi pada pasien trauma pada jaringan dapat menurunkan fungsi sistem
pertahanan tubuh. Pada trauma ortopedik, infeksi dimulai pada kulit dan masuk

kedalam tubuh, kondisi ini biasanya terjadi pada kasus fraktur dan penggunaan

bahan asing dalam pembedahan seperti plin dan plat (Istianah, 2017).

Dalam melakukan perawatan luka pada tempat penusukan perlu perhatian

khusus, dengan mengganti balutan luka dibersihkan dengan NaCl 0,9% dan

supratul pada permulaan ditutup dengan kassa steril. Daerah tersebut harus dijaga

tetap bersih. Adanya rembesan serosa yang sedikit mungkin terjadi. Tempat

penusukan harus dikaji adanya tanda infeksi REEDA, pasien mungkin mengalami

rasa tidak nyaman pada tempat penusukan pin karena traksi pada kulit akibat otot

yang tak terlindung. Mempertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman pada

pasien dapat mengurangi luka dan cedera pada jaringan siku pada saat melakukan

perpindahan posisi dan tumit terhadap adanya daerah penekanan dan bantalan kasur

khusus untuk meminimalkan terjadinya ulkus akibat tekanan (Smeltzer, Suzanne

2002).

Memberikan pendidikan kesehatan nutrisi pasien dalam perubahan ini,

dikombinasikan dengan tirah baring yang lama serta nutrisi yang dapat

meminimalkan efek katabolik, membantu melawan infeksi, dan meningkatkan

penyembuhan luka dan proses penyembuhan tulang seperti kebutuhan kalori 25-30

kal/kg/hari, kebutuhan protein 1,5-2 g/kg/hari, juga vitamin dan mineral untuk

memaksimalkan penyembuhan yang munkin perlu mendapat tambahan seng,

vitamin C dan beta karoten (Brenna H, 2011). Dalam pemberian farmakologi obat

ceftriaxone golongan antibakteri, infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada tulang,
sendi, dan jaringan lunak infeksi pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh

(ISO, 2013).

c. Defisit Perawatan Diri

Perencanaan yang harus dilakukan kepada klien dengan defisit perawatan diri

adalah 1) Kaji kebersihan tubuh, rambut, dan kuku klien 2) Monitor kemampuan

klien untuk perawatan diri yang mandiri 3) Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat

bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan 4) Sediakan

bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self care 5) Dorong

klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan.

Perawat harus membantu pasien belajar memnuhi kebutuhannya seperti

makan, mandi, berpakaian, dan toileting selama diimobilisasi dalam alat traksi

untuk memudahkan perawatan diri. Dengan mampu menjalankan aktivitas

perawatan diri pasien akan merasa lebih mandiri dan mengurangi frustasi dan akan

mengalami peningkatan citra diri. Namun, bantuan tertentu masih diperlukan

selama waktu imobilisasi, perawat dan pasien dapat mengembangkan secara kreatif

rutinitas yang akan memaksimalkan kemandirian pasien (Smeltzer, Suzanne 2002).

Kebersihan diri merupakan mewujudkan kesehatan diri, karena tubuh yang

bersih meminimalkan resiko seseorang terjangkit suatu penyakit. Maupun status

kesehatan serta kondisi dan mental mempengaruhi dalam proses perawatan diri.

Orang yang sedang sakit atau mengalami cacat fisik dan gangguan mental akan

terhambat kemampuannya untuk merawat diri secara mandiri (Saputra, 2013).

d. Resiko Hambatan Religiolitas


Perencanaan yang harus dilakukan kepada klien dengan resiko hambatan

religiolitas adalah : 1) Bantu klien untuk mengikuti kegiatan keagamaannya 2)

Motivasi keluarga untuk membantu klien mengikuti ritual keagamaannya 3)

Bimbing pasien dalam berdoa mohon tenang dan sabar 4) Kolaborasi dengan ahli

keagamaan.

Adapun yang diberikan pada klien adalah dalam membantu klien untuk

mengikuti keagamaannya bertujuan ketika sedang sakit tidak meninggalkan

kewajibannya untuk melaksanakan Ibadah terutama Ibadah pokok seperti shalat.

Memotivasi keluarga dalam membantu klien mengikuti ritual keagamaannya, maka

kondisi ini mengharuskan bagaimana orang yang sehat disekitarnya memberikan

bantuan. Seperti keluarga jika yang sakit berada dirumah, atau pihak rumah sakit

khususnya perawat jika pasien dirawat dirumah sakit memberikan bantuan agar

pasien tetap dapat melaksanakan kewajiban ibadahnya, dan jika hal ini tidak

dilakukan oleh orang sehat disekitarnya, maka hal ini mengakibatkan dosa dan

kesalahan bagi yang mengabaikannya.

Dalam membimbing dan mengkolaborasi pasien bertujuan untuk dengan

banyaknya pesan-pesan spiritual dalam hypocampus maka jika ada rangsangan

emosional akan dimaknai positif. Hypocampus yang berfungsi menyimpan pesan-

pesan spiritual seperti tentang iman, sabar, tawakkal.Dimensi spiritual menjadi

selaras dengan alam semesta, dan berusaha untuk jawaban tentang yang tak

terbatas, dan datang ke dalam fokus ketika seseorang menghadapi stres emosional,

penyakit fisik, atau kematian.

4. Evaluasi
Berdasarkan pelaksanaan yang dilakukan sesuai perencanaan maka muncul

kriteria hasil yang diharapkan berpedoman pada NOC (2013).

a. Nyeri Akut

Kriteria hasil yang diharapkan adalah 1) tanda-tanda vital dalam batas normal: TD:

120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, RR: 16-24 x/menit, S: 36,5-37,50C 2) Mampu

mengontrol nyeri menggunakan tehnik relaksasi untuk mengurangi nyeri 3) pasien

mengatakan nyeri berkurang dengan skala 2 (1-10) 4) Menyatakan rasa nyaman

setelah nyeri berkurang.

Setelah memberikan intervensi masalah nyeri akut klien teratasi sebagian dengan

kriteria hasil klien tanda-tanda vital dalam batas normal, klien mampu mengontrol

nyeri dengan melakukan tehnik relaksasi nafas dalam. Adapun kriteria hasil yang

belum teratasi klien nyeri dengan skala 3 (1-10), klien mengatakan masih tidak

nyaman saat bergerak yang menimbulkan nyeri.

b. Kerusakan Integritas Jaringan

Kriteria hasil yang diharapkan adalah 1) keutuhan integritas kulit 2) mencegah

tanda-tanda infeksi timbul 3) mampu memahami perawatan luka yang baik 4)

perfusi jaringan normal 5) tidak ada tanda-tanda REEDA (redness, edema,

echimosis, drainage, approximatly).

Setelah memberikan intervensi masalah kerusakan integritas jaringan klien teratasi

sebagian dengan kriteria hasil klien mampu menjaga dan memahami perawatan

luka yang baik, tidak terdapat tanda-tanda infeksi yang muncul dan tidak terdapat

tanda REEDA dengan pembengkakan, kemerahan, dan ekimosis.

c. Defisit Perawatan Diri


Kriteria hasil yang diharapkan adalah 1) klien terbebas dari bau dan lengket rambut

2) badan pasien bersih dan tidak lengket 3) kuku pasien pendek dan bersih 4)

menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-

hari.

Setelah memberikan intervensi masalah defisit perawatan diri klien teratasi dengan

kriteria hasil klien menjaga kebersihan dirinya dengan mandi 1x/hari,

membersihkan rambut 3x/hari dan menjaga kuku agar bersih dan pendek seminggu

1x.

d. Resiko Hambatan Religiolitas

Kriteria hasil yang diharapkan adalah 1) klien mampu mematuhi keyakinan

agamanya 2) klien mampu mengikuti dan mematuhi ritual agamanya.

Setelah memberikan intervensi masalah resiko hambatan religiolitas klien teratasi

dengan kriteria hasil klien mampu melaksanakan kewajiban ibadahnya dengan

kesadaran mandiri yang dilakukan dengan kemampuannya.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakn asuhan keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa

medis Neglected Fraktur of right Femur di ruang Kana A RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung tanggal 22 Mei 2018 sampai dengan 25 Mei 2018 penulis dapat

mengambil kesimpulan diantaranya :

Dalam tahap pengkajian untuk mendapatkan data yang akurat dilakukan

pemeriksaan fisik secara head to toe, wawancara, observasi dan studi dokumentasi.

Adapun hasil pengkajian yang penulis dapatkan dari Tn.A adalah keadaan umum

nampak baik, kesadaran composmentis klien mengeluh nyeri diarea kaki sebelah

kanan femur, terdapat luka post op dan terpasang traksi 8 kg.

Masalah keperawatan yang penulis dapatkan dari hasil pengkajian pada tanggal

22 Mei 2018 adalah : nyeri akut, kerusakan integritas jaringan, defisit perawatan

diri, dan resiko hambatan religiolitas.

Melakukan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan masalah keperawatan nyeri akut

dengan cara menghilangkan/mengurangi rasa nyeri pada daerah yang mengalami

fraktur, mencegah agar tidak mengalami komplikasi yang berat dengan

dilakukannya imobilasasi pada ekstremitas yang terjadi fraktur, membantu dalam

perawatan diri klien oleh keluarga dan perawat. Pelaksanaan asuhan keperawatan

tersebut selain bekerja sama dengan perawat diruangan, penulis juga bekerja sama

dengan keluarga.

88
89

Pada tahap evaluasi penulis melakukan evaluasi tentang keadaan klien secara

langsung, setelah diberikan tindakan keperawatan, ada beberapa diagnosa

keperawatan yang teratasi yaitu : defisit perawatan diri ditandai dengan badan klien

bersih dan rambut bersih tidak terdapat ketombe, dengan menjaga kuku tetap bersih

dan pendek, resiko hambatan religiolitas ditandai dengan klien mampu

melaksanakan dan mematuhi ibadah atau keyakinan agamnaya dengan baik.

Adapun masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi namun sedikit demi sedikit

skala nyeri berkurang dan kerusakan integritas jaringan sedikit demi sedikit

berangsur membaik ditandai dengan tidak ada tanda-tanda REEDA, nadi masih

teraba di daerah distal.

B. Saran

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa

medis Neglected Fraktur of right Femur di ruang Kana A RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung selama 3 hari dari tanggal 22 Mei 2018 sampai dengan 24 Mei 2018,

penulis berusaha mengembangkan beberapa fikiran dalam upaya pemberian asuhan

keperawatan yang lebih baik yaitu: Keluarga dianjurkan mengenai teknik

membersihkan luka secara steril di rumah, meningkatkan asupan nutrisi yang baik

bagi tulang dengan mengonsumsi daging sapi meningkatkan pertumbuhan kalus

pada fraktur femur. Nutrisi pada daging sapi mengandung kalori, protein, lemak,

kalsium, posfor, zat besi, dan vitamin A, B1, C dan mineral. Terutama pada kalsium

memerlukan 1 kg/hari, selain terdapat pada daging sapi juga dapat diperoleh dari

susu, kuning telur, dan sayuran hijau. Dimana zat tersebut sangat dibutuhkan oleh

tubuh untuk proses penyembuhan sel dan tulang pada manusia


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. I. (2017). Bimbingan & Perawatan Rohani Islam di RS. Bandung:


Fokusmedia.

Black, J. d. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil


yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika.

Brenna H. Mayer, L. T. (2011). Ilmu Gizi Menjadi Sangat Mudah. Jakarta: EGC.

Elizabeth, J. C. (2002). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kusuma., Nurarif. A. H. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.

Lukman, N. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A. (2009). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada Praktik


Klinik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Sirait, M. (2012-2013). Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta Barat: Isfi


Penerbitan.

Slyva., M. L. (2014). Patofisiologi Edisi 6 Vol 2 Konsep Klinis Proses proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

Suddarth, B. &. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2 .
Jakarta: EGC.

Umi, I. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru.

90
Martini, e. a. (2012). Fundamentals of Anatomy & Physiology. San
Francisco:Benjamin Cummings.

Lemone, P. B. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 5 Vol. 2.


Jakarta: EGC .

International, N. (2017). Diagnosa Keperawatan: Definisi Klasifikasi. Jakarta:


EGC.

Sjamsuhidajat. (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah : Sistem Organ dan Tindak
Bedahnya. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.

Penterjemah: Ermita I, Ibrahim I. Singapura:Elsevier

Desiartama, A., & Aryana. I. W. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur

Femur Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika

Udayana, 6(5).

91
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Fraktur

Sub PokokBahasan : Sistem Muskuloskeletal

Topik : Nutrisi Yang Dibutuhkan Bagi Pasien Fraktur

Sasaran : Pasien Dengan Diagnosa Fraktur

Hari/Tanggal : Kamis, 23 juni 2018

Waktu : 11.00 Wib S.d Selesai

Tempat : Ruang Kana A RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

I. Tujuan Instruksional
A. Tujuan Instruksional Umum (TIU):
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan klien dapat
memahami tentang nutrisi yang dibutuhkan untuk mempercepat penyembuhan
bagi pasien fraktur.
B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK):
Setelah diberikan penyuluhan keluarga diharapkan dapat :
1. Menjelaskan kembali pengertian fraktur.
2. Menjelaskan penyebab frakttur.
3. Menyebutkan tanda dan gejala fraktur
4. Menyebutkansumber nutrisi yang dibutuhkan bagi penderita fraktur

II. Materi
Terlampir

III. Metoda
Metode yang digunakanadalahceramahdan Tanya jawab/diskusi

IV. Media
Leaflet
V. Strategi
a. Persiapan
- Pembuatan satuan penyuluhan
- Persiapan penyuluh dengan menggunakan referensi yang ada
b. Pelaksanaan
- Dimulai dengan memperkenalkan diri, maksud dan tujuan penyuluhan
- Menjelaskan poin-poin penting isi penyuluhan
- Menyampaikan materi
c. Penutup

VI. Kegiatan
No Kegiatan Kegiatan audiens Waktu
1 Pendahuluan 3 menit
a. Mengucapkan salam a. Menjawab salam
b. Perkenalan b. Menyetujui tujuan
c. Menjelaskan topik demonstrasi
penyuluhan c. Mengikuti
d. Menjelaskan waktu apersepsi
penyuluhan
2 Penyampaian materi 15 menit
a. Menjelaskan materi d. Menyimak
penyuluhan mengenai penjelasan materi
pengertian, fungsi tulang, e. Bertanya
penyebab patah tulang, f. Memperhatikan
tanda dan gejala patah jawaban dan
tulang dan nutrisi yang penyuluhan
dibutuhkan bagi penderita
patah tulang.
b. Memberikan kesempatan
kepada keluarga untuk
bertanya tentang materi
yang telah disampaikan
3 Penutupan a. Menjawab 2 menit
g. Menyimpulkan hasil pertanyaan
penyuluhan b. Menyimak
h. Mengakhiri dengan salam kesimpulan
c. Menjawab salam

VII. Evaluasi

Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman keluarga setelah diberikan


penyuluhan 20 menit diberikan pertanyaan:

1. Menjelaskan kembali pengertian fraktur


2. Menjelaskan penyebab fraktur
3. Menyebutkan tanda dan gejala fraktur
4. Menyebutkan sumber nutrisi yang dibutuhkan bagi penderita fraktur
VIII. Referensi
Sahni S, Cupples LA, Mclean RR, Tucker KL, Broe KE, Kiel DP, et al.
Protective Effect of High Protein and Calcium Intake on the Risk of Hip Fracture
in the Framingham Offspring Cohort. Journal of Bone and Mineral Research.
2010; vol.25 (12): 2770 - 2776.

Bandung,

Penulis

Hilma Muldyana
Pembahasan Materi fraktur

1. Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga sering terganggu.
2. Penyebab
a. Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan
yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga
terjadi fraktur.
b. Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis
di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang
telah menjadi lemah karena tumor atau patologis lainnya.
c. Fraktur stress
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu
saat melakukan kegiatan.

3. Tanda dan gejala


a. Deformitas
Pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur.
b. Memar (ekimosis)
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
c. Spasme otot
Sering mengiring fraktur, spasme otot infoluntar sebenarnya berfungsi
sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen
fraktur.
d. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1
sampai 2 inci).
e. Nyeri
Nyeri biasanya terus-menerus meningkat jika fraktur tidak di
imobilasasi. Hal ini terjadi karena sapasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan, atau cedera pada struktur sekitarnya.

4. Nutrisi yang di butuhkan untuk penyembuhan


a. Makanan sumber Kalsium (susu, kedelai, gandum dan sayuran hijau)
satu nutrisi yang berperan menjaga kesehatan tulang.
b. Makanan sumber Protein (telur, ikan, susu, daging, kelapa muda, alpukat,
dan kedelai). Selain Kalsium, protein juga menjadi unsur penting dalam
pembentukan tulang sekitar 50% tulang terbentuk dari protein.
c. Makanan sumber Antioksidan dan teh hijau, buah delima, antioksidan
akan membantu pemulihan patah tulang dan mampu menghambat
rusaknya sel tulang menjadi lebih parah. 3-5 cangkir teh hijau dapat
membantu pemulihan sel tubuh yang rusak karena kandungan
antioksidannya sangat tinggi.
d. Sumber Vitamin D (seperti kuning telur, ikan, daging. Berjemur di
bawah matahari pagi) Vitamin D penting dalam proses penyerapan
kalsium kedalam darah tulang, maka dari itu untuk mempercepat
penyembuhan patah tulang perlu mengonsumsi kalsium yang di
sempurnakan dengan asupan vitamin D.
e. Sumber Vitamin K (brokoli, kol, ikan, hati, daging merah, telur) Vitamin
K bertugas memperkuat osteocalcin yaitu komponen protein pada tulang.
Dengan terpenuhinya kebutuhan Vitamin K risiko retak tulang akan
menurun dan proses pemulihan patah tulang jadi lebih cepat. Fungsi
utama Vitamin K adalah membantu proses pembekuan darah saatu tubuh
mengalami luka.
LEAFLET NUTRISI PADA A. Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari
PENDERITA FRAKTUR kontinuitas yang normal dari suatu
tulang. Jika terjadi fraktur, maka
jaringan lunak disekitarnya juga
sering terganggu.

Deformitas (kelainan bentuk


tulang)

B. Penyebab Kehilangan fungsi pergerakan


DISUSUN OLEH 1. Trauma langsung (terjadi akibat
HILMA MULDYANA kecelakaan).
2. Trauma tidak langsung ( terjadi
012015027
akibat tulang terdapat kelainan).
3. Faktor stress (terjadi akibat
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN cedera saat olahraga dengan
‘AISYIYAH BANDUNG beban berat).

2018
Nyeri
C. Tanda & gejala
D. Pemenuhan Nutrisi

Terjadi pembengkakan

Makanan sumber Kalsium (susu, kedelai,


gandum dan sayuran hijau, telur, ikan,
daging, kelapa muda, alpukat,) berperan
menjaga kesehatan tulang. Selain Kalsium,
protein juga penting dalam pembentukan
tulang sekitar 50% terbentuk dari protein.
Terjadi pemendekan Sumber Vitamin D (seperti Berjemur di
bawah matahari pagi) Vitamin D penting
dalam proses penyerapan kalsium kedalam
darah tulang, mempercepat penyembuhan
patah tulang, risiko retak tulang lebih cepat
dalam membantu proses pembekuan darah
saatu tubuh mengalami luka.

Perubahan warna
RIWAYAT HIDUP

Identitas

Nama : Hilma Muldyana


NIM : 012015027
Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 31 Agustus 1997
Agama : Islam
Alamat : Kp. Ebah RT 04/02 Ds. Cipaku Kec.Paseh
Kab. Bandung Prov. Jawa Barat
Nama Orang Tua Ayat (Ayah) Aminah (Ibu)

Riwayat Pendidikan

2003-2009 : SDN Sindangsari IV


2010-2012 : SMPN 1 Paseh
2013-2015 : SMAN 1 Majalaya
2015-2018 : Diploma III Keperawatan STIKes ‘Aisyiyah
Bandung

Anda mungkin juga menyukai