Anda di halaman 1dari 71

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN TINGKAT


KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING PASIEN
PASCA STROKE DI POLIKLINIK SARAF
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
SANGLAH DENPASAR

Oleh:
NI KOMANG SUWANDEWI
NIM. 18.322.2986

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
20
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa karena
berkat Asung Kerta Wara Nugraha peneliti dapat menyelesaikan proposal
penelitian dengan judul ‘Hubungan Self Efficacy dengan Activity Daily Living
Pasien Pasca Stroke di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar Tahun 2019’ dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Proposal penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana Keperawatan pada Program Studi Keperawatan,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali.
Proposal penelitian ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha
sendiri, melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak untuk itu
melalui kesempatan ini dengan segala hormat dan kerendahan hati peneliti
menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Dewa Agung Ketut Sudarsana, MM selaku ketua STIKes Wira Medika
PPNI Bali Denpasar yang telah memberikan kesempatan mengikuti
pendidikan Program Ilmu Keperawatan di STIKes Wira Medika Bali
Denpasar.
2. Dr. I Wayan Sudana, M.Kes selaku Direktur Utama Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar atas ijin dan kesempatan yang diberikan untuk
mengikuti pendidikan dan ijin lokasi penelitian
3. Ns. Ni Luh Putu Dewi Puspawati, S.Kep., M.Kep. selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika Bali yang telah banyak memberikan
semangat dan dorongan dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
4. Ns. Ni Luh Putu Thrisna Dewi, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing I yang telah
banyak memberikan masukan, pengetahuan dan bimbingan dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini.
5. I Gusti Ngurah Ketut Sukadarma, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing II yang
telah banyak memberikan masukan, pengetahuan dan bimbingan dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal penelitian ini
yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.
Akhirnya peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif
untuk dapat menyempurnakan proposal penelitian ini dan dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Denpasar, Agustus 2019


Peneliti

Ni Komang Suwandewi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian .................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.4.1 Manfaat Teoritis ..................................................................................... 7
1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 8
1.5 Keaslian Penelitian.................................................................................... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP


2.1 Tinjauan Teori ........................................................................................... 11
2.1.1 Stroke ...................................................................................................... 11
2.1.2 Activity Daily Living ............................................................................... 20
2.1.3 Self efficacy ............................................................................................. 27
2.2 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................................... 33
2.3 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 34

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 35
3.2 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................................ 36
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 37
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................ 37
3.4.1 Populasi Penelitian ................................................................................. 37
3.4.2 Teknik Pengambilan Sampel .................................................................. 39
3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel ............................................. 39
3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 40
3.6.1 Jenis Data Yang Dikumpulkan ............................................................... 40
3.6.2 Cara Pengumpulan Data ......................................................................... 41
3.6.3 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................ 43
3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data .......................................................... 45
3.7.1 Pengolahan Data ..................................................................................... 45
3.7.2 Analisis Data........................................................................................... 47
3.8 Etika Penelitian .......................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Self Efficacy dengan Activity


Daily Living Pasien Pasca Stroke di Poliklinik Saraf Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ........................................... 38
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 32


Gambar 3.1. Desain Rancangan Penelitian ...................................................... 34
Gambar 3.2 Kerangka Kerja Penelitian .......................................................... 35
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Lampiran 2. Rencana Anggaran Penelitian
Lampiran 3. Lembar Permintaan Menjadi Responden
Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5. Instrumen Pengumpulan Data
Lampiran 6. Surat Studi Pendahuluan
Lampiran 7. Lembaran Bimbingan Proposal
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern

saat ini. Stroke adalah suatu keadaan akibat gangguan fungsi sistem saraf pusat

fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit) dengan

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan

kecacatan fisik, mental serta kematian baik pada usia produktif maupun usia lanjut

tanpa adanya penyebab lain yang jelas (Dourman & Karel, 2013). Stroke menjadi

penyakit penyebab kematian nomor dua di dunia, serta penyebab utama kecacatan

pada orang dewasa di seluruh negara (Dewi, 2018).

World Health Organization (WHO) menunjukan secara epidemiologi

bahwa terdapat 6,7 juta orang diantaranya meninggal akibat stroke dan

diperkirakan angka kematian stroke semakin meningkat sebesar 10% dari jumlah

penduduk dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 7,6 juta pada tahun 2020

(WHO, 2014). Prevalensi stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya

umur berhubungan dengan proses penuaan dimana semua organ tubuh mengalami

kemunduran fungsi. Prevalensi pasien stroke di Indonesia mencapai lebih dari 36

juta orang meninggal dunia dengan persentasi 63% dari seluruh penyebab

kematian karena Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut (Kemenkes RI, 2014).

Data Riset Kesehatan Dasar (2018), menunjukkan jumlah penderita stroke

berdasarkan diagnosis pada penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 10,5%. Data dari
Dinas Kesehatan Provinsi Bali tentang Penyakit Tidak Menular (PTM), mencatat

jumlah kasus stroke di Provinsi Bali selama tahun 2016, sebanyak 9.349 kasus.

Stroke merupakan diagnosa terbanyak yang menjalani rawat jalan di Poliklinik

Saraf RSUP Sanglah Denpasar tahun 2018 dengan jumlah kasus sebanyak 2000

pasien dan yang menjalani rawat inap sebanyak 389 orang pasien.

Pasien pasca stroke yang pulang dari rawat inap di rumah sakit sebanyak

80% dengan gejala sisa yang bervariasi beratnya, seperti hemiparesis, afasia,

disartria, disfagia, depresi, dan lainnya sehingga pasien tidak dapat melakukan

aktivitas sehari-hari secara mandiri (Wirawan, 2011). Keluhan yang dialami

pasien pasca stroke seperti keluhan secara fisik dapat berupa kelumpuhan,

melemahnya respon pada syaraf, sulit untuk berbicara, gangguan mata,

melemahnya kemampuan otot, rambut rontok dan tubuh mengalami lemas,

keluhan secara mental atau psikososial dapat berupa depresi, stres, perubahan

peran dan merasa terasingkan. Semua keluhan tersebut mengakibatkan

ketidakmampuan pasien pasca stroke untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

(Iskandar, 2012).

Dampak yang paling sering dialami pasien pasca stroke sekitar 80% terjadi

penurunan parsial/total gerakan lengan dan tungkai, 80-90% bermasalah dalam

berpikir dan mengingat, 70% menderita depresi, 30% mengalami kesulitan bicara,

menelan, membedakan kanan dan kiri. Hal ini akan berdampak terhadap

menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial

ekonomi keluarga (Juniastira, 2018). Pasca stroke bisa dikatakan sebagai masa

yang paling sulit bagi penderita stroke, mereka akan mengalami kecacatan dan
ketidakmampuan dalam beraktivitas seperti sedia kala. Dampak terbesar yang

dirasakan pasien pasca strok adalah kelemahan pada motoriknya menyebabkan

mereka mengalami keterbatasan fisik, kecacatan, stress, depresi, penurunan

kemampuan untuk melakukan perawatan diri (self care) dan penurunan

kemampuan melakukan pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari (Activity Daily

Living (ADL)), sehingga mereka akan memerlukan bantuan dari keluarga ataupun

orang lain untuk memenuhi kebutuhannya secara berkesinambungan (Longmore,

2013).

Activity Daily Living merupakan kemampuan aktivitas dasar sehari-hari

pada pasien pasca stroke yang meliputi kemampuan dalam mengendalikan

rangsang buang air besar, mengendalikan rangsang berkemih (buang air kecil),

membersihkan diri (gosok gigi, sisir rambut, bercukur, cuci muka), penggunaan

jamban/toilet, masuk dan keluar kamar mandi (melepas, memakai celana,

membersihkan/menyeka, menyiram), makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke

kursi dan sebaliknya, mobilitas/ berjalan, memakai baju (berpakaian), naik turun

tangga dan mandi (Kozier, 2012). Pasien pasca stroke mengalami penurunan

fungsi tubuh sehingga tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti

mandi, makan, berjalan yang memerlukan bantuan orang lain dan juga penurunan

kemampuan untuk kontrol BAB dan BAK (Iskandar, 2012).

Penelitian Fadlulloh (2014), menunjukkan beberapa aktivitas pada pasien

pasca stroke yang memerlukan bantuan orang lain meliputi kebersihan diri,

mandi, toilet, menaiki tangga, memakai pakaian, mengontrol BAK, berpindah

tempat, dan berpindah dari kursi ke tempat tidur. Penelitian Qomariah (2015)
menunjukkan bahwa activity daily living pada pasien post stroke iskemik berada

pada kategori ketergantungan sedang (74%), tingkat kemandirian dalam

melakukan aktivitas makan sebanyak (60%) mengalami ketergantungan sebagian,

sebanyak (84%) ketergantungan total dalam aktivitas mandi , sebanyak (74%)

ketergantungan sebagian dalam aktivitas toileting, sebanyak (84%)

ketergantungan sebagian dalam aktivitas berpakaian, sebanyak (58%)

ketergantungan sebagian dibantu orang dalam aktivitas berjalan, sebanyak (68%)

ketergantungan sebagian dibantu orang dalam aktivitas berpindah, sebanyak

(94%) mandiri dalam aktivitas mengontrol BAB, sebanyak (94%) mandiri dalam

aktivitas mengontrol BAK, sebanyak (64%) ketergantungan sebagian dalam

aktivitas naik turun tangga, sebanyak (54%) mengalami ketergantungan total

dalam aktivitas membersihkan diri.

Kemandirian pasien pasca stroke dalam melakukan aktivitas sehari-hari

dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, status perkembangan, kesehatan

fisiologis, fungsi kognitif, fungsi psikososial, tingkat stres, ritme biologis, status

mental dan pelayanan kesehatan (Pertamita, 2017). Faktor lain yang

mempengaruhi kemamdirian pasien dapat dikelompokkan menjadi faktor

eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi dukungan keluarga,

ketersediaan sarana atau fasilitas kesehatan dan kemampuan sosioekonomi,

sedangkan faktor internal meliputi usia, tingkat keparahan stroke dan status

mental salah satunya adalah efikasi diri (self efficacy) (Ismatika, 2017). Menurut

Riegel (2012), mengembangkan sebuah model terkait karakteristik individu yang

dikategorikan sebagai faktor prediktor self care atau tingkat ketergantungan pada
pasien penyakit kronis dalam memenuhi kebutuhan dan aktivitas sehari-hari

antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pegetahuan, motivasi,

penghasilan, dukungan keluarga dan keyakinan diri (self efficacy).

Self efficacy merupakan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya

melakukan suatu dengan sukses dan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang

berpikir, memotivasi diri sendiri untuk berperilaku dan tetap melakukan sebuah

perilaku walaupun terdapat rintangan (Riegel, 2012). Keyakinan diri yang kuat

dapat meningkatkan keberhasilan dan kesejahtraan seseorang dalam banyak cara,

karena seseorang dengan keyakinan diri tinggi menimbulkan mkinat dasar dan

penyesuaian dalam menghadapi masalah (Alwisol, 2015). Pasien dengan self

efficacy yang tinggi lebih cenderung dapat memilih perilaku sehat yang dapat

meningkatkan kemandirian pemenuhan aktivitas sehari-harinya sehingga dapat

menurunkan depresi, menurunkan kekhawatiran akan terjatuh, meningkatkan

harga diri, dan meningkatkan kualitas hidup, kebalikannya seseorang dengan self

efficacy yang rendah cenderung tidak memiliki kepercayaan diri dan cenderung

menyangsikan kemampuannya sendiri. Self efficacy disertai peran motivasi dan

kepercayaan diri merupakan bagian penting dari perilaku pencarian pengobatan

(Endang, 2012).

Pasien pasca stroke memiliki keyakinan yang besar dan kuat dalam

melakukan aktivitas sehari-hari serta perawatan diri, maka akan membantu

meningkatkan keyakinan dan kepercayaan diri pasien dalam menjalani kehidupan

sehari-hari (Ramawati, et al, 2012). Penelitian Ismatika (2017) menunjukkan

bahwa ada hubungan antara self efficacy dengan perilaku self care pasien pasca
stroke. Semakin baik self efficacy pasien pasca stroke maka perilaku self care

semakin baik. Hasil penelitian ini juga memaparkan bahwa pasien pasca stroke

dengan self efficacy tinggi dapat mengontrol aspek-aspek penting dari kondisi

kesehatan mereka, dimana keadaan ini memungkinkan pasien untuk dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 15 Juli 2019 di

Poliklinik Saraf RSUP Sanglah Denpasar didapatkan jumlah pasien stroke yang

menjalani kontrol selama semester pertama tahun 2019 sebanyak 562 pasien

dengan rata-rata jumlah kunjungan setiap bulan sebanyak 92 orang pasien.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap 10 orang pasien pasca stroke yang sedang

kontrol di poliklinik saraf tentang pemenuhan aktivitas sehari-hari didapatkan

semua pasien mengaku mengalami kesulitan dalam melakukan pemenuhan

aktivitas sehari-hari karena kelemahan yang dialaminya dengan tingkat

kemandirian yang berbeda-beda. Seluruh pasien memerlukan bantuan untuk

berjalan dan naik turun tangga, sebanyak enam pasien memerlukan bantuan untuk

mandi, ketoilet dan berpakaian dan sebanyak empat pasien memerlukan bantuan

saat makan.

Berdasarkan pemaparan masalah dalam latar belakang diatas peneliti

sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan self efficacy dengan

kemampuan activity daily living pasien pasca stroke di Poliklinik Saraf Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, sehingga peneliti membuat

masalah yaitu “Apakah ada hubungan self efficacy dengan tingkat kemandirian

activity daily living pasien pasca stroke di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum

Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2019”?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan self efficacy dengan tingkat kemandirian activity

daily living pasien pasca stroke di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah Denpasar.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi self efficacy pada pasien pasca stroke di Poliklinik Saraf

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

2. Mengidentifikasi tingkat kemandirian activity daily living pasien pasca stroke

di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

3. Menganalisis hubungan self efficacy dengan tingkat kemandirian activity daily

living pasien pasca stroke di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan

ilmu pengetahuan di bidang keperawatan medikal bedah dan keperawatan


komunitas khususnya yang berkaitan dengan perawatan pasien stroke dalam

dalam peningkatan kemandirian activity daily living.

1.4.2 Praktis

1. Bagi petugas kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam upaya memberikan

pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang cara perawatan dan

pengtingnya kemandirian activity daily living pasien pasca stroke.

2. Bagi pasien dan keluarga

Hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang pentingnya dukungan dan

keyakinan diri pasien untuk melakukan activity daily living.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan atau refrensi untuk

mengembangkan penelitian yang terkait dengan perawatan pasien stroke.

1.5 Keaslian Penelitian

Hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini antara lain:

1. Penelitian Ismatika (2017), tentang hubungan self efficacy dengan perilaku self

care pasien pasca stroke di Rumah Sakit Islam A Yani Surabaya. Desain

penelitian ini adalah analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional.

Populasi sebesar 36 orang dengan teknik purposive sampling. Analisis data

menggunakan uji chi square dengan, nilai kemaknaan α = 0,05. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dari 36 responden sebagian besar atau 26

responden (72.2%) memiliki self efficacy baik dan sebagian besar atau 27

responden (75%) memiliki perilaku self care baik. Hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan antara self efficacy dengan perilaku self care

pasien pasca stroke. Semakin baik self efficacy pasien pasca stroke maka

perilaku self care semakin baik. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada

variabel terikat dan jumlah sampel yang digunakan. Persamaan dengan

penelitian ini yaitu variabel self efficacy dan populasi.

2. Penelitian Tatali (2018), tentang hubungan dukungan keluarga dengan tingkat

kemandirian Activity Daily Living (ADL) pada pasien pasca stroke di poliklinik

Neurologi RSU GMIM Pancaran Kasih Manado. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini menggunakan purposive

sampling dengan jumlah responden 65 orang. Analisis data menggunakan Chi

Square dengan α=0,05. Hasil uji statistik Chi Square diperoleh P value=0,021

yakni lebih kecil dibanding α=0,05. Simpulan terdapat hubungan dukungan

keluarga dengan tingkat kemandirian Activity Daily Living pada pasien pasca

stroke. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada jumlah variabel yang

digunakan dan lokasi penelitian. Persamaan dengan penelitian ini yaitu

populasi dan variabel kemandirian Activity Daily Living.

3. Penelitian Hendiarto (2014) tentang hubungan antara self efficacy dengan

perilaku sehat pada penderita jantung koroner. Penelitian kuantitatif yang

bersifat eksplanatif (Eksplanatory research). Penelitian dilakukan pada 51

dewasa madya usia 40-65 tahun dengan penyakit jantung koroner. Analisis

data dilakukan dengan teknik statistik korelasi Spearman rho dengan bantuan

program SPSS 16.0 for windows. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh
nilai korelasi antara self-efficay dengan perilaku sehat sebesar 0,748 dengan

taraf signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa adanya hubungan yang positif antara self-efficacy dengan perilaku sehat

pada penderita jantung koroner. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada

variabel terikat, populasi dan lokasi penelitian. Persamaan dengan penelitian

ini yaitu variabel self efficacy.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Stroke

2.1.1.1 Pengertian

Penyakit serebrovaskular atau stroke adalah awitan tiba-tiba defisit

neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi

suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis,

terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap

perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Corwin, 2009). Stroke adalah suatu

keadaan yang mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau kematian

karena terjadinya gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan kematian

jaringan otak (Batticaca, 2009). Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang

membawa darah dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur,

kekurangan oksigen menyebabkan fungsi kontrol gerakan tubuh yang

dikendalikan oleh otak tidak berfungsi (Junaidi, 2011).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan stroke adalah

suatu keadaan gangguan perdarahan pada otak baik itu perdarahan langsung

dalam otak atau sumbatan aliran darah dalam otak yang mengakibatkan seseorang

mengalami kelumpuhan atau kematian.


2.1.1.2 Jenis stroke

Menurut Junaidi (2011) stroke di bagi menjadi dua berdasarkan

penyebabnya, yaitu:

1. Stroke hemoragi

Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau

perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada area

tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak. Perdarahan yang terjadi dapat

menimbulkan gejala neurologik dengan cepat karena tekanan pada saraf di dalam

tengkorang yang ditandai dengan penurunan kesadaran, nadi cepat, pernapasan

cepat, pupil mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia.

2. Stroke iskemik

Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah

otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan

tidak terjadi perdarahan. Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh trombus

(bekuan) yang terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh organ selain

otak. Stroke ini ditandai dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual

muntah, pendangan kabur, dan disfagia

2.1.1.3 Penyebab stroke

Menurut Smeltzer dan Bare (2012), stroke biasanya diakibatkan oleh salah

satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu:

1. Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang adalah

penyebab paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi
secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia

pada setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau

hari.

2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak

dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral

tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.

3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama karena

konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan

ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien dengan perdarahan dan

hemoragi mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran dan dapat

menjadi stupor atau tidak responsif.

Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi penghentian suplai darah

ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen fungsi otak

dalam gerakan, berfikir, memori, bicara, atau sensasi.

2.1.1.4 Tanda dan gejala stroke

Pasien yang mengalami serangan stroke ditandai dengan tekanan darah

tinggi, gangguan motorik yang berupa hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegia

(kelumpuhan salah satu sisi tubuh), gangguan sensorik, gangguan visual,

gangguan keseimbangan, nyeri kepala (migran atau vertigo), mual muntah,

disatria (kesulitan berbicara), perubahan mendadak status mental, dan hilangnya

pengendalian terhadap kandung kemih (Smeltzer dan Bare, 2012).


2.1.1.5 Komplikasi stroke

Komplikasi atau masalah yang sering terjadi pada pasien pasca stroke yaitu

(Junaidi, 2011):

1. Dekubitus akibat tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat

mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring,

seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan

akan menyebabkan infeksi.

2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang

lumpuh dan penumpukan cairan.

3. Kekuatan otot melemah akibat terbaring lama akan menimbulkan kekauan

pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot.

Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.

4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas

mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan

kurangnya paparan terhadap sinar matahari.

5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena

umur sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31%

menderita depresi pada 3 bulan paska stroke dan keadaan ini lebih sering pada

hemiparesis kiri.

6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,

kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.


7. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu

pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand

syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke.

Stroke tidak hanya menyerang orang yang sakit saja tetapi juga dapat

menyerang orang secara fisik yang sehat juga. Stroke datangnya secara tiba-tiba

dalam waktu sejenak, beberapa menit, jam atau setengah hari. Hal ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya stress yang tinggi (Junaidi, 2011).

Stres dan depresi merupakan gangguan emosi yang paling sering dikaitan dengan

stroke dan mengalami kehilangan kontrol pada diri sendiri, mengalami gangguan

daya fikir, penurunan memori dan penampilan sangat turun sehingga

menyebabkan timbul rasa sedih, marah dan tak berdaya terhadap hidupnya.

Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe dan Stroke

National clinical guideline for diagnosis and initial management of acute stroke

and transite ischemic attack, dalam daerah-daerah (domain) neurologis yang

mengalami gangguan akibat stroke dapat dikelompokkan yaitu (Baticaca, 2009):

1. Motorik

Gangguan motorik adalah yang paling sering terjadi dari semua kelainan

yang disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan, dan kaki

maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh. Biasanya manifestasi stroke

seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh), hilang atau

menurunnya refleks tendon. Hemiparesis adalah kekuatan otot yang berkurang

pada sebagian tubuh dimana lengan dan tungkai sisi lumpuh sama beratnya
ataupun dimana lengan sisi lebih lumpuh dari tungkai atau sebaliknya sedangkan

hemiplegia adalah kekuatan otot yang hilang.

2. Sensori

Defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer sampai

kehilangan persepsi yang sifatnya lebih kompleks. Penderita mungkin

menyatakannya sebagai perasaan kesemutan, rasa baal, atau gangguan sensitivitas.

3. Penglihatan

Stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara monokuler, hemianopsia

homonim atau kebutaan kortikal.

4. Bicara dan Bahasa

Disfasia mungkin tampak sebagai gangguan komprehensi, lupa akan nama-

nama, adanya repetisi dan gangguan membaca dan menulis. Kira-kira 30%

penderita stroke menunjukkan gangguan bicara. Kelainan bicara dan bahasa dapat

mengganggu kemampuan penderita untuk kembali ke kehidupan mandiri seperti

sebelum sakit.

5. Kognitif

Kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi, orientasi, dan

hilangnya kemampuan menghitung. Sekitar 15-25% penderita stroke

menunjukkan gangguaun kognitif yang nyata setelah mengalami serangan akut

iskemik.
6. Afek

Gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai stroke.

Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah serangan dan jarang pada saat

akut.

2.1.1.6 Tingkat keparahan/kecacatan pasien pasca stroke

Menilai tingkat kecacatan stroke pada penderita atau pasien dengan

menggunakan sistem The Modified Rankin Scale, sebagai berikut (Iskandar,

2012):

1. Kecacatan derajat 0

Kecacatan pada skala ini tidak terdapat gangguan fungsi pada tubuh.

2. Kecacatan derajat 1

Hampir tidak ada gangguan fungsi pada aktifitas sehari-hari atau gangguan

minimal. Pasien pada tahap ini mampu melakukan tugas dan kewajiban sehari-

hari.

3. Kecacatan derajat 2 (ringan)

Pasien tidak mampu melakukan beberapa aktifitas seperti sebelumnya,

tetapi tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

4. Kecacatan derajat 3 (sedang)

Pasien memerlukan bantuan orang lain, tetapi tetap masih mampu berjalan

sendiri tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin menggunakan tongkat.


5. Kecacatan derajat 4 (sedang-berat)

Pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan orang lain. Perlu bantuan orang

lain untuk menyelesaikan sebagian aktifitas sendiri seperti mandi, pergi ke toilet,

merias diri, dan lain-lain.

6. Kecacatan derajat 5 (berat)

Pasien terpaksa berbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air besar dan

kecil tidak terasa (inkontinensia), selalu memerlukan perawatan dan perhatian.

2.1.1.7 Keluhan atau dampak yang sering dialami pasien pasca stroke

Pasca stroke adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara instan dan

cepat sehingga perlu ditangani dengan beberapa terapi secara maksimal. Keluhan

pasca stroke pada penderita yang mengalaminya dibedakan menjadi beberapa

keluhan yaitu (Iskandar, 2012):

1. Keluhan pasca stroke secara fisik

Keluhan ini dapat diperbaiki dengan melakukan latihan latihan yang sesuai

dengan keluhan yang ada. Keluhan secara fisik dapat berupa kelumpuhan,

melemahnya respon pada syaraf, sulit untuk berbicara, gangguan mata,

melemahnya kemampuan otot, rambut rontok, tubuh mengalami lemas, dan

sebagainya.

2. Keluhan pasca stroke secara mental

Seseorang setelah terkena stroke pasti tidak bisa langsung pulih seperti

keadaan semula, diperlukan penguatan mental agar penderita yang merasa tidak

mampu, tersisihkan, dan merasa minder terhadap orang lain. Pasien stroke pada

umumnya akan mengalami perubahan hubungan dan peran dikarenakan gangguan


komunikasi yang terjadi. Pasien stroke juga cenderung merasa tidak berdaya,

tidak ada harapan, mudah marah, serta tidak kooperatif. Disamping itu pasien

stroke merasa akan lebih kesulitan dalam pmecahan masalah karena gangguan

proses pikir dan gangguan berkomunikasi yang dialami. Pasien stroke biasanya

tidak melaksanakan ibadah spiritual karena kelemahan yang dialaminya. Oleh

karena itu, diperlukan partner yang selalu mengajak bicara dan motivasi untuk

mencegah timbulnya serangan stroke kembali.

3. Keluhan pasca stroke secara sosial ekonomi

Stroke merupakan penyakit yang memerlukan biaya perawatan dan biaya

pengobatan yang tidak sedikit. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan

perawatan dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi keluarga dan dapat

mempengaruhi stabilitas emosi baik pasien maupun keluarga. Lingkungan bagi

penderita pasca-stroke sangat berperan penting dalam pemulihan keluhan pasca-

stroke ini. Sangat diperlukan kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi bagi

penderitanya untuk menanggulangi serangan stroke kembali.

2.1.1.8 Penatalaksanaan stroke

Penatalaksanan stroke dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu (Smeltzer &

Bare, 2012):

1. Fase akut

Fase akut stroke berakhir 48 sampai 72 jam. Pasien yng koma pada saat

masuk dipertimbangkan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar penuh

mempunyai prognosis yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini

adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang baik.


2. Fase rehabiliasi

Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi setelah stroke.

Program pada fase ini bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fungsional

pasien stroke, sehingga mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari

adekuat. Program rehabilitasi pasien pasca stroke sangat memerlukan dukungan

dari semua aspek, baik itu keluarga, masyarakat, pemerintah dan pihak swasta.

Dampak yang diakibatkan serangan stroke akan membuat pasien mengalami

keterbatasan dalam semua bidang kehidupan, kadang ada pasien yang mengalami

ketergantungan sebagian ada pula pasien yang mengalami ketergantungan total

dengan orang lain.

2.1.2 Activity Daily Living

2.1.2.1 Pengertian Activity Daily Living

Dewi (2014) mengemukakan ADL atau Activity Daily Living adalah

aktivitas perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi

kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.

ADL adalah aktivitas yang biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal;

aktivitas tersebut mencakup, ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi

dan berhias dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya

sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat. Kondisi yang mengakibatkan

kebutuhan untuk bantuan dalam ADL dapat bersifat akut, kronis, temporer,

permanen atau rehabilitative (Potter dan Perry, 2011).

Kemampuan aktivitas dasar seharihari pada pasien stroke meliputi

kemampuan aktivitas dasar dalam transfer/pindah (tidur dan mobilisasi;


penggunaan toilet (ke atau dari wc, menyiram, menyeka, melepas/memakai

celana); membersihkan diri (lap muka, menyisir rambut, gosok gigi); mengontrol

buang air besar: mengontrol buang air kecil; mandi; berpakaian; makan: naik dan

turun tangga (Kozier, 2012).

2.1.2.2 Jenis activity daily living

Aktivitas sehari-hari dibagi dalam tiga kategori yaitu (Dewi, 2014):

1. Aktivitas dasar sehari-hari (Basic Activity of Daily Living)

ADL merupakan ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk

merawat dirinya sendiri. Aktivitas sehari-hari terdiri dari enam kegiatan, yaitu:

1) Mandi

Mandi meliputi kemampuan untuk menggosok atau membersihkan sendiri

seluruh bagian tubuhnya baik mandi dengan pancuran (shower) atau masuk dan

keluar bath tub.

2) Berpakaian

Berpakaian meliputi kemampuan klien untuk mengambil pakaian sendiri dari

dalam lemari atau laci, mengenakan baju sendiri, dan memasang kancing atau

resleting.

3) Toileting

Toileting meliputi keluar masuk toilet, beranjak dari kloset, merapikan pakaian

sendiri, dan membersihkan organ ekskresi.

4) Berpindah

Berpindah meliputi naik turun sendiri baik dari maupun menuju tempat tidur

atau kursi/kursi roda.


5) Kontinensia

Kontinensia meliputi kemampuan membuang hajat sendiri baik urinasi maupun

defekasi.

6) Makan

Makan meliputi menyuap makanan, dan mengambil makanan dari piring.

Kegiatan mengiris daging, dan menyiapkan hidangan tidak termasuk dalam

kemampuan makan ini.

2. Aktivitas instrumental (IADL/Instrumental Activity of Daily Living)

IADL merupakan aktivitas yang lebih kompleks namun mendasar bagi

situasi kehidupan dalam bersosialisasi, seperti belanja, memasak, pekerjaan rumah

tangga, mencuci, telepon, menggunakan transportasi, mampu menggunakan obat

dengan benar, serta manajemen keuangan.

3. Aktivitas tingkat tinggi (AADL/Advanced Activity of Daily Living)

AADL terdiri dari aktivitas yang menggambarkan peran seseorang dalam

kehidupan sosial, keluarga, dan masyarakat termasuk kegiatan okupasional dan

rekreasional.

2.1.2.3 Activity Daily Living pada pasien pasca stroke

Pada umumnya pasien pasca stroke memiliki kemampuan motorik yang

rendah terutama pada pasien dengan usia yang lebih tua (Harris, 2016). Sebagian

besar pasien stroke mengalami hemiparesis. Pasien pasca stroke juga memerlukan

alat bantu agar dapat berjalan. Keterbatasan inilah yang menyebabkan pasien

pasca stroke lebih cenderung bergantung pada keluarga atau orang lain untuk

memenuhi aktivitas sehari-harinya (Wirawan, 2011). Ketergantungan terhadap


anggota keluarga atau orang lain didorong juga oleh usia yang semakin menua

dan terjadinya paresis. Pada umumnya kemandirian aktivitas dasar sehari-hari

yang dapat pulih dengan segera setelah serangan stroke adalah adalah kemampuan

untuk buang air besar dan kecil, sedangkan kemampuan yang paling rendah angka

pemulihannya adalah mandi, berpakaian, berdandan, dan menaiki tangga

2.1.2.4 Faktor yang mempengaruhi kemampuan ADL

Riegel (2012), mengembangkan sebuah model terkait karakteristik

individu yang dikategorikan sebagai faktor prediktor self care dan tingkat

ketergantungan pada pasien penyakit kronis, yaitu:

1. Usia

Usia merupakan faktor prediktor penting pada kemampuan seseorang

dalam melakukan aktivitras. Bertambahnaya usia sering dihubungkan dengan

berbagai keterbatasan maupun kerusakan fungsi sensori. Kondisi seperti ini

ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Pertamita (2017) yaitu terjadi

penurunan kemampuan belajar dan mendemonstrasikan aktivitas self care pada

pasien yang mengalami gangguan kronik sebagai akibat penurunan fungsi sensori.

Selain itu bertambahnya usia berpengaruh terhadap perkembangan disfungsi

organ sebagai akibat upaya tubuh untuk mempertahankan homeostasis.

Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas, yang

berarti bahwa semakin meningkat umur seseorang, akan semakin meningkat pula

kedewasaannya atau kematangannya baik secara teknis, psikologis maupun

spiritual, serta akan semakin mampu melaksanakan tugasnya. Umur yang semakin

meningkat akan meningkatkan pula kemampuan seseorang dalam mengambil


keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi, toleran dan semakin terbuka

terhadap pandangan orang lain termasuk pula keputusannya untuk mengikuti

program-program terapi yang berdampak pada kesehatannya (Notoadmodjo,

2014).

2. Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan memperlihatkan budaya sosial yang berbeda satu

sama lain. Perempuan cenderung mampu untuk menjadi pendengar yang baik dan

dapat langsung menangkap fokus permasalahan dalam diskusi dan tidak terfokus

pada diri sendiri. Mereka cenderung lebih banyak menjawab, dan lebih peka

terhadap orang lain. Sementara laki-laki disisi lain lebih pandai memimpin

diskusi. Sikap inipun baik untuk digunakan dalam mengambil keputusan terhadap

dirinya termasuk permasalah kesehatan untuk dirinya.

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk mengembangkan

kemampuan dan kualitas pribadi seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan

akan semakin besar kemampuannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan

keterampilannya. Beberapa bukti menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pasien

berperan dalam kepatuhan, tetapi memahami instruksi pengobatan dan pentingnya

perawatan mungkin lebih penting daripada tingkat pendidikan pasien.

4. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang sebab dari hasil dan penelitian ternyata perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk

mengatasi kebutuhan kelangsungan hidupnya. Penelitian telah menunjukkan

bahwa peningkatan pengetahuan tidak berarti meningkatkan kepatuhan pasien

terhadap pengobatan yang diresepkan, yang paling penting, seseorang harus

memiliki sumber daya dan motivasi untuk mematuhi protokol pengobatan.

5. Motivasi

Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga

tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut

merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-

laku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan tertentu.

6. Keyakinan diri (self efficacy)

Menurut Bandura (1984) dalam Alwisol (2015), self efficacy adalah

evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan

sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan. Self efficacy sebagai

keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk melakukan serangkaian tindakan

atau aktifitas yang akan berpengaruh dalam kehidupannya. Hasil penelitian

sebelumnya menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara self care agency

dengan self efficacy dimana peningkatan dari self care agency diberengi dengan

peningkatan self efficacy begitu pula sebaliknya.

7. Penghasilan

Penghasilan sering dikaitkan dengan status sosial ekonomi seseorang. Bagi

banyak pasien dewasa yang hidup dalam kondisi sosial ekonomi rendah serta

tidak memiliki pendapatan tambahan selain gaji, akan mengalami kesulitan dalam
beberapa aspek self care. Self care yang kurang akan menyebabkan pasien

menjalani hospitalisasi dan ini akan berefek terhadap pembiayaan selama pasien

dirawat di rumah sakit.

8. Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan faktor eksternal yang memiliki hubungan paling kuat

dengan pasien. Keberadaan keluarga mampu memberikan motivasi yang sangat

bermakna pada pasien disaat pasien memiliki berbagai permasalahan perubahan

pola kehidupan yang demikian rumit, menjenuhkan dengan segala macam

program kesehatan.

2.1.2.5 Penilaian kemampuan Activity Daily Living

Salah satu alat ukur tingkat ketergantungan pasien pasca stroke untuk

menilai kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari adalah Barthel Index

(BI). Barthel index merupakan alat ukur yang telah digunakan secara luas pada

kasus kecacatan fungsional yang kemudian dikembangkan pada pasien rehabilitasi

stroke dan penyakit neuromuskular atau muskuloskeletal lainnya, bahkan pada

pasien onkologi. BI digunakan untuk mengukur sejauh mana seseorang dapat

berfungsi secara independen dan memiliki mobilitas dalam aktivitas sehari-hari

seperti makan, mandi, berdandan, berganti pakaian, kontrol buang air besar

maupun buang air kecil, berpindah, berjalan, dan menaiki tangga. Setiap item

dinilai sesuai dengan kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan tersebut

dengan skor 0, 5, 10 atau 15 (Marvin, 2015).


2.1.3 Self Efficacy

2.1.3.1 Pengertian

Self efficacy merupakan teori kognitif sosial yang dikemukakan oleh

Bandura. Self efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menjalankan

perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu Bandura (1984) dalam Merry

(2016). Menurut Bandura dalam Alwisol (2015), self efficacy adalah evaluasi

seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah

tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan. Self efficacy sebagai keyakinan

seseorang akan kemampuannya untuk melakukan serangkaian tindakan atau

aktifitas yang akan berpengaruh dalam kehidupannya. Self efficacy akan

memberikan dasar motivasi, kesejahteraan dan prestasi seseorang. Self efficacy

akan menentukan bagaimana seseorang merasa, berfikir, memotivasi dirinya dan

berperilaku (Permatasari, 2014).

Passer dan Smith, (2009) dalam Alwisol, (2015) berpendapat bahwa self

efficacy Bandura merupakan kunci penting dimana individu yakin terhadap

kemampuannya dalam melakukan suatu perilaku untuk mencapai suatu tujuan

yang diinginkan. Individu yang memiliki self efficacy tinggi akan cenderung

memiliki keyakinan dan kemampuan dalam mencapai suatu tujuan.

2.1.3.2 Sumber self efficacy

Perubahan perilaku didasari oleh adanya perubahan self efficacy. Oleh

karena itu, self efficacy dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan maupun diturunkan,

tergantung pada sumbernya. Apabila sumber self efficacy berubah maka


perubahan perilaku akan terjadi. Berikut ini adalah sumber - sumber self efficacy

(Alwisol, 2015), antara lain:

1. Pengalaman performansi (Performance Accomplishment)

Keberhasilan dan prestasi yang pernah dicapai dimasa lalu dapat

meningkatkan self efficacy seseorang, sebaliknya kegagalan menghadapi sesuatu

mengakibatkan keraguan pada diri sendiri (self doubt). Sumber ini merupakan

sumber self efficacy yang paling kuat pengaruhnya untuk mengubah perilaku.

Pencapaian keberhasilan akan memberikan dampak efikasi yang berbeda - beda,

tergantung proses pencapaiannya seperti:

1) Keberhasilan mengatasi tugas yang sulit bahkan sangat sulit, akan meningkat

self efficacy individu.

2) Bekerja sendiri, lebih meningkatkan self efficacy dibandingkan bekerja

kelompok atau dibantu orang lain.

3) Kegagalan menurunkan self efficacy, meskipun seorang individu merasa sudah

bekerja sebaik mungkin.

4) Kegagalan yang terjadi ketika kondisi emosi sedang tertekan dapat lebih

banyak pengaruhnya menurunkan self efficacy, dibandingkan bila kegagalan

terjadi ketika individu sedang dalam kondisi optimal.

5) Kegagalan sesudah individu memiliki self efficacy yang kuat, dampaknya tidak

akan seburuk ketika kegagalan tersebut terjadi pada individu yang self efficacy-

nya belum kuat.

6) Individu yang biasanya berhasil, sesekali mengalami kegagalan, belum tentu

akan mempengaruhi self efficacy-nya.


2. Pengalaman vikarius (Vicarious Experiences)

Self efficacy dapat terbentuk melalui pengamatan individu terhadap

kesuksesan yang dialami orang lain sebagai model sosial yang mewakili dirinya.

Pengalaman tidak langsung meningkatkan kepercayaan individu bahwa mereka

juga memiliki kemampuan yang sama seperti model yang diamati saat dihadapkan

pada persoalan yang setara. Intensitas self efficacy dalam diri individu ditentukan

oleh tingkat kesamaan dan kesesuaian kompetensi yang ada dalam model terhadap

diri sendiri. Semakin setara kompetensi yang dimaksud maka individu akan

semakin mudah merefleksikan pengalaman model sosial sebagai takaran

kemampuan yang ia miliki. Dalam proses atensi individu melakukan pengamatan

terhadap model sosial yang dianggap merepresentasikan dirinya. Kegagalan dan

kesuksesan yang dialami model sosial kemudian diterima individu sebagai dasar

pembentukan self efficacy.

3. Persuasi Sosial (Social Persuasion)

Akan lebih mudah untuk yakin dengan kemampuan diri sendiri, ketika

seseorang didukung, dihibur oleh orang - orang terdekat yang ada disekitarnya.

Akibatnya tidak ada atau kurangnya dukungan dari lingkungan sosial juga dapat

melemahkan self efficacy. Bentuk persuasi sosial bisa bersifat verbal maupun non

verbal yaitu berupa pujian, dorongan dan sejenisnya. Efek dari sumber ini sifatnya

terbatas, namun pada kondisi yang tepat persuasi dari orang sekitar akan

memperkuat self efficacy. Kondisi ini adalah rasa percaya kepada pemberi

persuasi dan dukungan realistis dari apa yang dipersuasikan.


4. Keadaan Emosi (Emotional and Psychological)

Keadaan emosi yang mengikuti suatu perilaku atau tindakan akan

mempengaruhi self efficacy pada situasi saat itu. Emosi takut, cemas dan stress

yang kuat dapat mempengaruhi self efficacy, namun bisa juga terjadi peningkatan

emosi (yang tidak berlebihan). Begitu juga dengan kondisi fisiologis, ketika

terlibat dalam aktivitas yang membutuhkan stamina yang kuat, namun tubuh

merasa mudah lelah, nyeri atau pegal dapat melemahkan self efficacy karena

merasa fisik tidak mendukung lagi. Sehingga peningkatan self efficacy dapat

dilakukan dengan menjaga dan meningkatkan status kesehatan fisik.

2.1.3.3 Faktor yang mepengaruhi self efficacy

Menurut Bandura (1984) dalam Merry (2016), tinggi rendahnya self

efficacy seseorang dalam setiap tugas sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh

adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan

diri individu, antara lain:

1. Jenis kelamin

Orang tua sering kali memiliki pandangan yang berbeda terhadap

kemampuan laki-laki dan perempuan. Ketika laki-laki berusaha untuk sangat

membanggakan dirinya, perempuan sering kali meremehkan kemampuan mereka.

Hal ini berasal dari pandangan orang tua terhadap anaknya. Orang tua

menganggap bahwa wanita lebih sulit untuk mengikuti pelajaran dibanding laki-

laki, walaupun prestasi akademi mereka tidak selalu berbeda. Pada beberapa

bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki self efficacy yang lebih tinggi
dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya wanita unggul dalam beberapa

pekerjaan dibandingkan pria (Merry, 2016).

2. Umur

Self efficacy terbentuk melalui proses belajar sosial yang dapat berlangsung

selama kehidupan. Individu yang lebih tua memiliki rentang waktu dan

pengalaman yang lebih banyak dalam mengatasi suatu hal jika dibandingkan

dengan individu yang lebih muda yang mungkin masih memiliki sedikit

pengalaman dalam hidupnya. Individu yang lebih tua akan lebih mampu

mengatasi rintangan dalam hidupnya dibandingkan dengan individu yang lebih

muda, hal ini berkaitan dengan pengalaman yang individu miliki sepanjang

hidupnya (Permatasari, 2017).

3. Tingkat pendidikan

Self efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat diterima individu

pada tingkat pendidikan formal. Individu yang memiliki jenjang pendidikan tinggi

biasanya memiliki self efficacy yang lebih tinggi, karena pada dasarnya mereka

lebih banyak belajar dan menerima pendidikan formal dan lebih banyak

mendapatkan kesempatan belajar dan mengatasi persoalan yang ada dalam

hidupnya (Merry, 2016).

4. Pengalaman

Self efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat terjadi pada suatu

organisasi maupun perusahaan dimana seorang individu tersebut bekerja. Self

efficacy terbentuk sebagai suatu proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam

situasi kerja tersebut. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi self
efficacy yang dimilikinya dalam bidang pekerjaan tertentu. Akan tetapi tidak

menutup kemungkinan self efficacy orang tersebut cenderung menetap atau

menurun. Hal ini tergantung bagaimana individu menghadapi kegagalan yang

dialami selama melakukan pekerjaan (Merry, 2016)

2.1.3.4 Pengukuran self efficacy

Salah satu alat ukur yang digunakan untuk menilai self efficacy pada pasien

pasca stroke adalah The Stroke Self-Efficacy Questionnaire dikembangkan untuk

mengukur efikasi diri dalam penampilan status fungsional dan aspek manajemen

diri yang berhubungan dengan proses penyembuhan pada pasien pasca serangan

stroke. Pengembangan kuesioner ini dilakukan selama tahun 2004-2006 dan

dibagi menjadi tiga kali studi. Kuesioner ini telah diujicobakan kepada 112

penderita stroke. The stroke Self-Efficacy Questionnaire terdiri dari 13 item

pertanyaan dengan empat pilihan jawaban rentang skor 0-3. Hasil uji cronbach’s α

0,90 dan nilai uji validitas r = 0,803 dan p < 0,001 (Pertamita, 2017).

.
2.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan sesuatu yang abstraksi dari suatu realitas

agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan

keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak

diteliti) (Nursalam, 2017).

Pasien pasca stroke

Faktor yang
mempengaruhi self
Dampak yang dialami pasien
efficacy: pasca stroke meliputi:
1. Jenis kelamin
1. Keluhan secara fisik
2. Umur 2. Keluhan secara mental
3. Tingkat pendidikan
3. Keluhan secara sosial ekonomi
4. Pengalaman

Faktor Yang
Penurunan kemampuan mempengaruhi
Keyakinan diri (self
dalam melakukan activity kemandirian:
efficacy)
daily living 1. Pengetahuan
2. Motivasi
3. Penghasilan
4. Dukungan keluarga
Kemandirian melakukan
activity daily living

Keterangan :

Variabel yang diteliti :


Variabel yang tidak diteliti :
Alur pikir :

Gambar 2.1
Kerangka Konsep Hubungan Self Efficacy dengan Tingkat Kemandirian Activity
Daily Living Pasien Pasca Stroke Tahun 2019
2.3 Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara atas rumusan penelitian

yang akan dicari jawabannya dalam penelitian (Nursalam, 2017). Hipotesis dalam

penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) yaitu ada hubungan self efficacy

dengan tingkat kemandirian activity daily living pasien pasca stroke di Poliklinik

Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2019.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian

rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian desain analitik yang bertujuan

untuk melihat ada atau tidaknya hubungan dan sejauh mana hubungan antara dua

variabel dalam penelitian. Pendekatan yang digunakan yaitu cross sectional

dimana peneliti hanya sekali melakukan pengukuran terhadap subyek penelitian

(Nursalam, 2017).

Desain penelitian analitik korelasional dapat dilihat pada gambar 3.2

Independent variable
Self Efficacy

Interpretasi
Uji Hubungan makna/arti

Dependent variable
Kemandirian ADL

Gambar 3.2
Desain Rancangan Penelitian Analitik Korelasional
3.2 Kerangka Kerja Penelitian

Populasi
Semua pasien pasca stroke di Poliklinik Saraf Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar sebanyak 92 orang
Sampel

Teknik sampling
Nonprobability Sampling dengan teknik Purposive Sampling

Besarnya sampel penelitian


75 orang

Teknik Pengumpulan Data

Penilaian self efficacy Penilaian Tingkat Kemandirian ADL


The Stroke Self-Efficacy Questionnaire Barthel Index

Deskripsi hasil Deskripsi hasil

Analisis data
Menggunakan uji statistik Spearman
Rank (r) dengan tingkat kesalahan
(α) sebesar 0,05

Penyajian hasil penelitian

Gambar 3.3
Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Self Efficacy dengan Tingkat Kemandirian
Activity Daily Living Pasien Pasca Stroke di Poliklinik Saraf
RSUP Sanglah Denpasar
Tahun 2019
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum

Pusat Sanglah Denpasar. Pengumpulan data akan dilaksanakan mulai bulan

September sampai dengan bulan Oktober tahun 2019.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Nursalam, 2017). Populasi terdiri dari populasi target yaitu populasi yang

memenuhi kreteria sampling dan menjadi sasaran akhir penelitian yaitu semua

pasien pasca stroke yang dirawat inap dan rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah Denpasar. Populasi terjangkau yaitu populasi yang memenuhi kriteria

penelitian dan biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya yaitu

semua pasien pasca stroke yang rawat jalan di Poliklinik Saraf Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Denpasar tahun 2019 dengan rata-rata jumlah kunjungan

per bulan sebanyak 92 orang. Kriteria sampel dapat dijabarkan sebagai berikut:

3.4.1.1 Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target dan terjangkau yang akan diteliti meliputi:

1. Pasien pasca stroke dengan kondisi sadar baik (orientasi waktu, orang dan

tempat)

2. Pasien pasca stroke dengan serangan berulang (>1 kali)

3. Pasien pasca stroke umur 40-60 tahun

4. Pasien pasca stroke dengan tingkat pendidikan minimal SMP

5. Bersedia dijadikan responden


3.4.1.2 Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan sampel yang tidak memenuhi

kriteria inklusi/tidak layak diteliti untuk menjadi sampel yaitu:

1. Pasien pasca stroke dengan riwayat gangguan jiwa

2. Pasien pasca stroke yang kurang kooperatif

3. Pasien pasca stroke yang tidak bisa membaca atau menulis

4. Pasien pasca stroke dengan hemiparesis

Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus sampel.

Menurut Notoatmodjo (2012), jika populasi kecil atau lebih kecil dari 1.000, besar

sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

N
n=
1  N (d ) 2

Keterangan :

n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
Maka dari total populasi yaitu sebanyak 92 orang, jadi besarnya sampel adalah:
92
n=
1  92(0,05) 2

92
n=
1  0,23

92
n=
1,23

n = 74,8

Jadi, jumlah sampel yang akan diteliti adalah 75 orang.


3.4.2 Teknik pengambilan sampel

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk

mewakili populasi. Teknik sampling suatu cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan

keseluruhan objek penelitian. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Non probability sampling dengan teknik purposive sampling. Purposive

sampling disebut juga Judgement sampling adalah suatu teknik penetapan sampel

dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2017).

3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian adalah atribut seseorang atau objek, yang mempunyai

variasi antara satu orang atau objek dengan orang atau objek yang lain (Sugiyono,

2017). Variabel dalam penelitian ini adalah bersifat bivariat (dua variabel) yaitu:

3.5.1 Variabel bebas (Independent variabel)

Merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya

atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2017). Variabel bebas pada penelitian

ini yaitu self efficacy.

3.5.2 Variabel terikat (Dependent variabel)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena

adanya variabel bebas (Sugiyono, 2017). Variabel terikat pada penelitian ini yaitu

tingkat kemandirian activity daily living.


Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2017). Definisi operasional

dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1
Definisi Operasional Hubungan Self Efficacy dengan Tingkat Kemandirian
Activity Daily Living Pasien Pasca Stroke di Poliklinik Saraf
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Tahun 2019
Skala
Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skoring
Ukur
Self Efficacy Keyakinan diri dalam The Stroke Ordinal 1. Tinggi
penampilan status Self- Skor 27-39
fungsional dan aspek Efficacy 2. Sedang
manajemen diri yang Questionn
Skor 13-26
berhubungan dengan aire
proses penyembuhan pada 3. Rendah
pasien pasca serangan Skor 0-12
stroke.
Tingkat Kemampuan pasien pasca Barthel Ordinal 1. Mandiri
kemandirian stroke dalam melakukan Index Skor 80-100
activity daily aktivitas sehari-hari yang 2. Memerlukan bantuan
meliputi makan, mandi,
living minimal
berdandan, berganti
pakaian, kontrol buang air Skor 60-79
besar maupun buang air 3. Ketergantungan
kecil, berpindah, berjalan, sebagian
dan menaiki tangga Skor 40-59
4. Sangat tergantung
Skor 20-39
5. Ketergantungan total
Skor 0-19

3.6 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

3.6.1 Jenis data yang dikumpulkan

Data adalah hasil pencatatan penelitian, baik yang berupa fakta maupun

angka-angka (Nursalam, 2017). Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan

adalah data primer yaitu data yang didapat langsung dari responden yaitu tentang

self efficacy dan kemampuan ADL pasien pasca stroke. Data sekunder yaitu data
yang bersumber dari laporan tertulis, buku atau dokumen yang lainnya yaitu

laporan tentang jumlah penderita stroke.

3.6.2 Cara pengumpulan data

Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini dapat di bagi

menjadi dua yaitu:

3.6.2.1 Prosedur administrasi

1. Peneliti mengurus ijin penelitian di bagian Pusat Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat (PP2M) Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Wira Medika

Bali yang ditujukan kepada Diklat RSUP Sanglah Denpasar.

2. Peneliti mengurus uji etik di Komisi Etik Universitas Udayana.

3. Setelah surat ijin keluar atau setelah lulus uji etik selanjutnya tembusan akan

dibawa kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar.

4. Peneliti membawa surat ijin penelitian kepada Kepala Poliklinik Saraf RSUP

Sanglah Denpasar.

3.6.2.2 Prosedur teknis

1. Menyamakan persepsi dengan enumerator

Peneliti dalam melakukan pengumpulan data akan dibantu oleh peneliti

pembantu (enumerator) sebanyak dua orang. Peneliti pembantu yang dimaksud

adalah perawat jaga di Poliklinik Saraf RSUP Sanglah Denpasar. Peneliti

utama dan enumerator sebelumnya akan menyamakan persepsi melalui duduk

bersama untuk membahas tentang maksud dan tujuan penelitian, cara

menyeleksi calon responden, karakteristik sampel yang akan dicari dan tentang

cara penyebaran dan cara pengisian kuesioner.


2. Menyeleksi calon responden

Setelah mendapatkan ijin untuk melaksanakan penelitian, langkah selanjutnya

adalah mencari responden dengan cara stanby di Poliklinik Saraf RSUP

Sanglah Denpasar. Setiap pasien yang ditemui di diseleksi sesuai dengan

kriteria sampel, kemudian untuk sampel yang sudah memenuhi kriteria

selanjutnya peneliti utama atau pembantu akan melakukan pendekatan secara

informal kepada sampel yang diteliti dengan menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian. Memberikan lembar persetujuan, jika subjek bersedia untuk diteliti

maka harus menandatangani lembar persetujuan (informed consent) namun jika

subjek menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan

menghormati haknya.

3. Pengumpulan data

Setelah mendapat persetujuan bersedia menjadi sampel, selanjutnya peneliti

utama atau peneliti pembantu akan membagikan kuesioner self efficacy dan

kuesioner tentang mengukur kemampuan ADL kepada setiap responden,

namun terlebih dahulu responden diberikan penjelasan tentang cara pengisian

kuesioner dan cara menjawab kuesioner. Selama pengisian kuesioner peneliti

mendampingi responden. Peneliti akan melakukan pengecekan secara langsung

ketika responden sudah selesai mengisi kuesioner, jika ada kekurangan data

atau kesalahan mengisi kuesioner maka responden akan diminta ulang untuk

menjawab kuesioner.

6. Reinforcement positif berupa ucapan terima kasih kepada responden atas

kerjasamanya selama pengumpulan data.


7. Melakukan pengolahan data

3.6.3 Instrumen pengumpulan data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa

lembar kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Kuesioner untuk menilai karakteristik responden yang meliputi pertanyaan

tentang umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, jenis stroke, lama

menderita stroke dan serangan stroke.

2. Kuesioner self efficacy

Kuesioner yang digunakan untuk menilai self efficacy pasien pasca

stroke adalah The Stroke Self Efficacy Questionnaire yang terdiri dari 13 item

pertanyaan yang dikembangkan untuk mengukur keyakinan diri dalam

penampilan status fungsional dan aspek manajemen diri yang berhubungan

dengan proses penyembuhan pada pasien pasca serangan stroke. 13 item

pertanyaan dikelompokkan menjadi dua yakni kelompok item pertanyaan

aktivitas (pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8) dan kelompok item

manajemen diri (pertanyaan nomor 9, 10,11, 12, dan 13). Setiap item

pertanyaan terdiri dari empat pilihan jawaban dengan rentang 0-3. Total skor

yang didapatkan 0-39 dan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Self efficacy tinggi jika skor 27-39

2) Self efficacy sedang jika skor 13-26

3) Self efficacy rendah jika skor 0-12


3. Kuesioner activity daily living

Kuesioner yang digunakan untuk mengukur kemampuan activity daily

living adalah Barthel Index (BI). Item pertanyaan Barthel Index terdiri dari

makan, mandi, berdandan, berpakaian, mengontrol buang air besar, mengontrol

buang air kecil, penggunaan toilet, berpindah (dari tempat tidur ke kursi dan

sebaliknya), berjalan di permukaan datar, dan naik turun tangga. Skor untuk

setiap item pertanyan berbeda-beda. Skor 0-5 untuk mandi dan berdandan.

Skor 0-10 untuk makan, berpakaian, mengontrol buang air besar, mengontrol

buang air kecil, penggunaan toilet, dan naik turun tangga. Skor 0-15 untuk

berpindah dan berjalan di permukaan datar. Total skor yang didapatkan 0-100

dan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Ketergantungan total jila skor 0-19

2) Sangat tergantung jika skor 20-39

3) Tergantung sebagian jika skor 40-59

4) Memerlukan bantuan minimal jika skor 60-79

5) Mandiri jika skor 80-100

4. Uji Validitas dan Reliabilitas

1) Uji validitas

Uji validitas sebuah uji terhadap alat ukur penelitian untuk mengukur

apakah alat ukur tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. The Stroke

Self Efficacy Questionnaire merupakan kuesioner yang sudah dilakukan uji

validitas pada penelitian sebelumnya dengan hasil r = 0,803 dan p < 0,001
(Pertamita, 2017). Barthel Index juga merupakan alat ukur yang sudah dilakukan

uji validitas dengan hasil uji validitas r = 0,712-0,892 (Iskandar, 2012).

2) Uji releabilitas

Selain mempertimbangkan aspek validitas, alat ukur penelitian juga

seharusnya mempertimbangkan aspek reliabilitas. Reliabilitas merupakan sejauh

mana alat ukur mampu menghasilkan nilai yang sama atau konsisten walaupun

dilakukan pengukuran berulang atau beberapa kali pengukuran pada subjek dan

aspek yang sama. Hasil uji reliabilitas The Stroke Self Efficacy Questionnaire

dengan uji cronbach’s α sebesar 0,90 dan dan hasil uji reliabilitas Barthel Index

dengan cronbach’s α sebesar 0,938 > 0,7 yang menandakan bahwa kuesioner The

Stroke Self Efficacy Questionnaire dan Barthel Index sangat reliabel untuk

digunakan (Iskandar, 2012).

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1 Pengolahan data

Langkah-langkah pengolahan data (Notoatmodjo, 2012) :

1. Editing

Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Peneliti memeriksa kembali kuesioner yang sudah

diisi berupa data umum seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan

memeriksa setiap pertanyaan yang sudah diisi dengan jelas dan benar. Peneliti

langsung melakukan proses editing dihadapan responden. Apabila ditemukan

kesalahan pengisian maka kuesioner dikembalikan dan responden diminta untuk

mengerjakan ulang saat itu juga.


2. Coding

Data yang sudah terkumpul diperiksa kelengkapannya, kemudian hasil

pengukuran dan penilaian diberi kode sesuai ketentuan yaitu karakteristik

responden yang terdiri dari umur yang dibagi menjadi 21-25 tahun kode 1, 26-35

tahun kode 2, 36-45 tahun kode 3, 46-55 tahun kode 4, 56-65 tahun kode 5 dan

umur > 65 tahun kode 6. Jenis kelamin dibagi menjadi laki-laki kode 1 dan

perempuan kode 2. Pendidikan dibagi menjadi tidak sekolah kode 1, SD kode 2,

SMP kode 3, SMA kode 4 dan pendidikan tinggi (PT) kode 5. Pekerjaan terdiri

atas tidak bekerja kode 1 dan bekerja kode 2. Jenis stroke dibagi menjadi stroke

hemoragik kode 1 dan stroke non hemoragik kode 2. Lama stroke dibagi menjadi

kurang dari 6 bulan kode 1 dan lebih dari 6 bulan kode 2. Serangan stroke dibagi

menjadi serangan pertama kode 1, serangan kedua kode 2 dan serangan ≥ 3 kode

3. Self efficacy di kelompokkan menjadi tinggi kode 1, sedang kode 2 dan rendah

kode 3. Kemampuan ADL dikatagorikan menjadi mandiri kode 1, memerlukan

bantuan minimal kode 2, ketergantungan sebagian kode 3, sangat tergantung kode

4 dan ketergantungan total kode 5.

3. Entry atau transfering

Setelah dilakukan editing dan coding selanjutnya peneliti melakukan data

entry. Data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master table atau database komputer dengan bantuan Microsoft Excel,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana agar data dapat dianalisis

dengan bantuan SPSS 21.


4. Cleaning atau tabulasi

Data yang telah dientri kemudian dilakukan pembersihan terlebih dahulu,

agar seluruh data yang diperoleh terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan

analisis. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel, distribusi frekuensi dan

narasi.

3.7.2 Analisis data

Penelitian ini menggunakan dua analisis, yaitu:

3.7.2.1 Analisis univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karateristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Setelah data dianalisis

kemudian dimasukkan ke dalam dummy tabel (master tabel) dan dihitung

persentasenya. Data yang sudah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi dan dalam bentuk narasi.Variabel yang dideskripsikan pada

penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi.

3.7.2.2 Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berpengaruh (Notoatmodjo, 2012). Hal ini berguna untuk membuktikan atau

menguji hipotesis yang telah dibuat. Mengetahui hubungan self efficacy dengan

kemampuan activity daily living pasien pasca stroke di Poliklinik Saraf Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2019 dianalisis dengan uji statistik

Spearmans Ranks. Uji Spearman Ranks ini merupakan metode untuk mengetahui

hubungan variabel dependent dan variabel independent dengan skala ordinal

dengan tingkat signifikan yang peneliti tetapkan adalah α 0,05, yang artinya
hipotesis diterima apabila harga p hitung lebih kecil dari tingkat signifikan yang

telah ditentukan (Riwidikdo, 2012). Data yang sudah terkumpul kemudian

dianalisis dengan bantuan komputerisasi.

Pedoman dalam melakukan penafsiran untuk menjawab hipotesa penelitian

adalah sebagai berikut (Riwidikdo, 2012):

1. Signifikansi hubungan dua variabel dapat dianalisis dengan ketentuan sebagai

berikut:

1) Jika probabilitas/signifikansi < 0,05 hubungan kedua variabel signifikan.

2) Jika probabilitas/signifikansi ≥ 0,05 hubungan kedua variabel tidak

signifikan.

2. Koefisien korelasi untuk menentukan kuat lemahnya hubungan kedua

variabel yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

1) 0,00 – 0,199: Korelasi sangat lemah

2) 0,20 – 0,399: Korelasi lemah

3) 0,40 – 0,599: Korelasi sedang

4) 0,60 – 0,799: Korelasi kuat

5) 0.80 – 1,00: Korelasi sangat kuat

3. Sifat korelasi

1) Korelasi positif: menunjukkan arah yang sama antar variabel, artinya jika

variabel 1 besar, maka variabel 2 semakin besar pula.

2) Korelasi negatif: menunjukkan arah yang berlawanan antar variabel,

artinya jika variabel 1 besar, maka variabel 2 kecil.


3.8 Etika Penelitian

Menurut Polit (2011), semua riset yang melibatkan manusia sebagai subyek,

harus berdasarkan empat prinsip dasar etika penelitian yaitu menghormati orang

(resfek for person), manfaat (beneficence), tidak membahayakan subjek penelitian

(non-maleficence) dan keadilan (justice).

3.8.1 Menghormati orang (resfek for person)

Menghormati atau menghargai orang dalam penelitian ini adalah setelah

sampel diperoleh, dilakukan penyampaian maksud dan tujuan peneliti kepada para

responden untuk kesediannya secara sukarela menjadi responden tanpa ada unsur

paksaan dengan menandatangani informed consent. Menjaga kerahasian

responden, dimana peneliti tidak akan mencantumkan nama responden

(Anonymity) pada lembar pengumpulan data, namun cukup dengan memberi

nomor kode responden serta menjamin kerahasian informasi yang dikumpulkan

dari responden (Confidentiality).

3.8.2 Manfaat (beneficence)

Manfaat yang di berikan oleh hasil penelitian ini untuk meningkatkan

keyakinan dan kemampuan pasien pasca stroke dalam melakukan aktivitas sehari-

hari.

3.8.3 Tidak membahayakan subyek penelitian (non-maleficence)

Prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini tidak membahayakan

responden baik secara fisik maupun secara psikologis, karena dalam penelitian ini

tidak memberikan perlakuan.


3.8.4 Keadilan (justice)

Semua subyek diperlakukan dengan baik. Semua responden mendapatkan

kuesioner dengan jumlah pertanyaan yang sama.


DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2015. Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi. Malang: UMM Press

Batticaca., Fransisca, B. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Dewi, M, C. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Depresi Pada Pasien


Pasca Stroke di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh. Idea Nursing Journal. Vol. VIII No. 3 2018. ISSN :
2087-2879, e-ISSN : 2580 - 2445

Dewi, S,R. 2014. Buku Ajar Kperawatan Gerontik. 1st ed. Yogyakarta: Penerbit
Deepublish

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2016. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi
Bali. Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali.

Dourman & Karel. (2013). Waspada Stroke Usia Muda. Jakarta, Cerdas Sehat

Endang S. 2012. Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Perilaku Mencari


Pengobatan pada Penderita Kanker Payudara di RSUD Ibnu Sina Gresik.
Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental 2012; 1: 138–144

Fadlulloh S., Upoyo A.S., Hartanto Y. 2014. Hubungan Tingkat ketergantungan


dalam Pemenuhan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (AKS) dengan harga
diri Penderita Stroke di Poliklinik Syaraf RSUD Prof.Dr.Margono
Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman.

Hendiarto, Y., & Hamidah. 2014. Hubungan Self-Efficacy dengan Perilaku Sehat
Pada Penderita Jantung Koroner. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan
Mental. 3 (2), 85-89.

Ismatika, U. 2017. Hubungan Self Efficacy dengan Perilaku Self Care Pasien
Pasca Stroke di Rumah Sakit Islam A Yani Surabaya. Skripsi. Fakultas
Keperawatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.

Iskandar A. 2012. Uji Keandalan dan Kesahihan Indeks Activity of Daily Living
Barthel untuk Mengukur Status Fungsional Dasar pada Usia Lanjut di
RSCM. Universitas Indonesia.

Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: Penerbit ANDI


Juniastira, S. 2018. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Kualitas Hidup Pada
Pasien Stroke Di Rumah Sakit Kabupaten Tangerang. Skripsi. Program
Studi Psikologi Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. 8 dari 1000 Orang di


Indonesia Terkena Stroke. Jakarta: Pusat Komunikasi Publik Sekretariat
Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

Kozier. & Erb’s, Berman, A., and Snyder, S. J. 2012. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep, Proses & Praktik. Jakarta, EGC.

Longmore, M. 2013. Buku Saku Oxford Kedokteran Klinis. Ed.8.- Jakarta : EGC.

Marvin K, Zelter L. 2015. Barthel Index (BI). Heart and Stoke Foundation
Canadian Partnership for Stroke
Recoveryhttp://www.strokengine.ca/assess/bi/, accessed 1 Juli 2019).

Merry, C. 2016. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kontrol Tekanan Darah


Lansia Penderita Hipertensi di UPT Puskesmas Abiansemal II. Skripsi.
Stikes Wira Medika Bali.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

.2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nursalam. 2017. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperwatan;


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Permatasari, L. I., Mamat, L., & Supriadi. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga
Dan Self Efficacy dengan Perawatan Diri Lansia Hipertensi. Jurnal
Kesehatan Komunitas Indonesia, 10(2), 993–1003.

Pertamita, D. 2017. Hubungan Efikasi Diri dengan Kemandirian Aktivitas Sehari-


hari Pasien Stroke di RSUD Tugurejo Semarang dan RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro. Skripsi. Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Potter dan Perry. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
Dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC

Ramawati, D., Allenidekania., Besral. 2012. Kemampuan Perawatan Diri Anak


Tuna Grahita Berdasarkan Faktor Eksternal dan Internal Anak. Jurnal
Keperawatan Indonesia Vol 15, No 2
Riegel, B. (2012). A Middle- Range Theory of Self Care of Chronic Illness.
Nursing Science. (35), 3, 194-204

Riskesdas. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Riwidikdo, H. 2012. Statistik Kesehatan. Yogjakarta: Nuha Medika

Saryono, A. 2012. Metodologi Penelitian DIII, D IV, S1 dan S2. Yogyakarta:


Nuvia Medika.

Setiadi. 2013. Konsep Penulisan Riset Keperawatan, Jogyakarta: Graha Ilmu.

Smeltzer dan Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi x Vol 5.
Jakarta: EGC

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Tatali, J, A. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kemandirian


Activity Daily Living (ADL) pada pasien pasca stroke di Poliklinik
Neurologi RSU GMIM Pancaran Kasih Manado. e-journal Keperawatan
(e-Kep) Volume 6 Nomor 1, Mei 2018

WHO. 2014. Stroke Cerebrovasculer Accident. Vailable From:


http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/.

Wirawan, R. 2011. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer.


Jakarta: Manajemen Kedokteran Indonesia
Lampiran 2

RENCANA ANGGARAN PENELITIAN

No Rincian Biaya
1 Persiapan
1. Penelusuran referensi, literatur Rp. 100.000,00
2. Penyusunan proposal Rp. 200.000,00
3. Seminar proposal Rp. 200.000,00
4. Revisi proposal Rp. 100.000,00

2 Pelaksanaan
1. Pengurusan ijin Rp. 150.000,00
2. Penggandaan alat ukur Rp. 100.000,00
3. Honor Enumerator Rp. 100.000,00
4. Pengolahan data Rp. 150.000,00
3 Tahap Akhir
1. Penyusunan Skripsi Rp. 200.000,00
2. Seminar Skripsi Rp. 300.000,00
3. Revisi Skripsi Rp. 200.000,00
4. Penggandaan Skripsi Rp. 500.000,00

Jumlah Rp. 2.600.000,00


Lampiran 3

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN


Kepada

Yth : Bapak/Ibu calon responden

Dengan hormat,

Saya Ni Komang Suwandewi mahasiswa Sarjana Keperawatan STIKes

Wira Medika Bali bermaksud akan melakukan penelitian mengenai ‘Hubungan

self efficacy dengan kemampuan activity daily living pasien pasca stroke di

Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun 2019’.

Dimana hal ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program studi Sarjana

Keperawatan. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi

responden. Kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya

digunakan untuk kepentingan penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut di atas,

saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden yang merupakan

sumber informasi bagi peneliti.

Demikianlah permohonan ini kami sampaikan dan atas partisipasinya saya

ucapkan terima kasih.

Denpasar, Oktober 2019


Peneliti

Ni Komang Suwandewi
Lampiran 4

PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama (Inisial) : --------------------------------------------------------

Usia : --------------------------------------------------------

Jenis kelamin : --------------------------------------------------------

Pendidikan :---------------------------------------------------------

Pekerjaan : --------------------------------------------------------

Dengan ini saya menyatakan bersedia menjadi responden pada penelitian

yang dilakukan oleh Ni Komang Suwandewi, Mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan STIKes Wira Medika Bali dengan judul Hubungan self efficacy

dengan kemampuan activity daily living pasien pasca stroke di Poliklinik Saraf

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Denpasar, Oktober 2019


Responden

…………………………………
Lampiran 5

Kode responden

KUESIONER PENELITIAN

Petunjuk :
1. Responden telah membaca dan mengisi lembar persetujuan menjadi responden.
2. Pilihlah jawaban yang benar dengan memberikan tanda (√) pada kolom
jawaban yang telah disediakan.
3. Peneliti menjamin kerahasiaan jawaban yang diberikan responden.

Tanggal Penelitian : (diisi oleh petugas)

A. Karakteristik Responden
1. Nama (Inisial) :

2. Umur : Tahun

3. Jenis Kelamin : Laki-Laki


Perempuan

4. Pendidikan terakhir : SMP


SMA
Perguruan Tinggi

5. Pekerjaan : Tidak bekerja


Buruh/ petani
Wiraswasta
Swasta
PNS

6. Jenis stroke : Stroke Hemoragik


Stroke Non Hemoragik
B. Self Efficacy (The Stroke Self Efficacy Questionnaire)
Petunjuk pengisian :
1. Bacalah baik baik setiap pernyataan di bawah ini!
2. Beri tanda cek (√) pada salah satu pilihan jawaban yang menunjukkan
seberapa yakin anda dengan kemampuan anda saat ini
3. Bila ingin mengganti jawaban berilah tanda silang dan berilah tanda cek (√)
pada jawaban yang menurut anda benar
4. Keterangan jawaban:
1) Tidak Yakin Sama Sekali (TYS)
2) Kurang Yakin (KY)
3) Yakin (Y)
4) Sangat Yakin (SY)

N JAWABAN SKOR
PERNYATAAN
O TYS KY Y SY
1. Membuat diri Anda merasa nyaman di tempat
tidur setiap malam

2. Bangun sendiri dari tempat tidur meskipun saat


Anda merasa lelah

3 Berjalan sendiri beberapa langkah di dalam


rumah Anda

4 Berjalan di sekitar rumah untuk melakukan


berbagai aktivitas yang Anda inginkan

5 Berjalan sendiri dengan hati-hati di luar rumah

6 Menggunakan kedua tangan untuk makan

7 Memakai dan melepas baju secara mandiri


bahkan ketika Anda merasa lelah

8 Menyiapkan sendiri makanan yang Anda


inginkan

9 Tekun dalam mencari kemajuan untuk


penyembuhan dari kondisi stroke setelah Anda
menyelesaikan terapi
10 Menjalankan program olahraga Anda setiap
hari

11 Mengatasi rasa frustasi karena tidak mampu


melakukan beberapa aktivitas yang disebabkan
oleh stroke yang Anda alami

12 Tetap melakukan berbagai aktivitas yang


paling Anda sukai sebelum Anda mengalami
stroke

13 Tetap berusaha lebih cepat dalam melakukan


berbagai aktivitas yang sudah mulai melambat
sejak Anda mengalami stroke

JUMLAH SKOR
D. Barthel Index (mengukur tingkat ketergantungan ADL)

Aktivitas Skor

Makan _____
0 = Tidak mampu
5 = Memerlukan bantuan
10 = terkendali teratur

Mandi _____
0 = Tergantung pada orang lain
5 = Mandiri

Berdandan _____
0 = Membutuhkan bantuan orang lain
5 = Mandiri (mampu sisir rambut, sikat gigi dan mencukur)

Berpakaian _____
0 = Tergantung pada pertolongan orang lain
5 = Perlu bantuan pada beberapa aktivitas, tetapi bisa melakukan sendiri beberapa
aktivitas yang lain
10 = Mandiri

Mengontrol buang besar _____


0 = Inkontinensia atau memerlukan enema
5 = Sesekali mengalami tidak mampu mengontrol BAB
10 = Mandiri

Mengontrol buang air kecil _____


0 = Inkontinensia atau menggunakan kateter dan tidak dapat mengontrol
5 = Sesekali mengalami tidak mampu mengontrol BAK
10 = Mandiri

Penggunaan toilet _____


0 = Tergantung pada orang lain
5 =Memerlukan beberapa bantuan, namun bisa melakukan sebagian secara mandiri
10 = Mandiri (melepas dan memakai kembali pakaian dan menyeka)

Berpindah _____
0 = Tidak dapat melakukan, tidak ada keseimbangan
5 = Memerlukan bantuan satu atau dua orang untuk duduk
10 = Memerlukan sedikit bantuan dan pengawasan
15 = Mandiri

Berjalan pada permukaan datar _____


0 = Tidak mampu berjalan
5 = Menggunakan kursi roda
10 = Berjalan dengan bantuan orang lain
15 = Mandiri atau menggunakan alat bantu

Naik turun tangga _____


0 = Tidak dapat melakukan
5 = Memerlukan bantuan
10 = Mandiri

TOTAL SKOR =

Anda mungkin juga menyukai