Anda di halaman 1dari 41

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI

DI RUANG ANGGREK RSUD SUMEDANG


KABUPATEN SUMEDANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai


Gelar Sarjana Keperawatan

TRISNA VERENITA SELEKY


NPM. AK.216.042

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2018
3
4
ABSTRAK

Kecemasan dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun


psikologis yang akhirnya mengaktifkan saraf otonom simpatis, sehingga
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, frekuensi napas, dan secara umum
mengurangi tingkat energi pada pasien itu sendiri. Berbagai permasalahan akibat
kecemasan bisa menyebabkan penundaan atau pembatalan proses operasi.
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui gambaran tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi di ruang Anggrek RSUD Sumedang
Kabupaten Sumedang
Jenis penelitian ini berupa deskriptif yaitu menggambarkan. Populasi
sebanyak 423 orang dengan pengambilan sampel berupa purposive sampling
sehingga didapatkan sampel sebanyak 81 responden sebelum operasi.
Pengumpulan data dengan cara penyebaran kuesioner.
Hasil penelitian didapatkan bahwa gambaran tingkat kecemasan pada
pasien pre operasi di ruang Anggrek RSUD Sumedang lebih dari setengahnya
dengan kecemasan sedang sebanyak 48 orang (59,3%) dan sebagian kecil dengan
kecemasan normal sebanyak 2 orang (2,5%).

Kata Kunci : Kecemasan, Pasien Pre Operasi, Rumah Sakit


Daftar Pustaka : 16 buku (2010-2017)
4 Jurnal (2013-2016)
2 Website (2012-2016)

iv
ABSTRACT

Anxiety can lead to physical and psychological changes that eventually


activate sympathetic autonomic nerves, thereby increasing heart rate, blood
pressure, breathing frequency, and generally reducing energy levels in the patient
itself. Various problems due to anxiety can cause delays or cancellations of the
operation process.
The purpose of this study was to find out the level of anxiety in patients
preoperatively in the Orchid room at Sumedang District Hospital, Sumedang
Regency This type of research is descriptive, which describes. The population as
many as 423 people with sampling in the form of purposive sampling so that
obtained a sample of 81 respondents before the operation. Data collection by
distributing questionnaires.
The results showed that the description of the level of anxiety in patients
preoperative in the Orchid room RSUD Sumedang was more than half with
moderate anxiety as many as 48 people (59.3%) and a small portion with normal
anxiety as much as 2 people (2.5%).

Keywords : Anxiety, Preoperative Patients, Hospitals.


Bibliography : 16 books (2010-2017)
4 Journal (2013-2016)
2 Website (2012-2016)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha

Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berbentuk Skripsi ini sesuai dengan

waktu yang telah direncanakan.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi

Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu

eksis membantu perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi,

sehingga Skripsi yang berjudul: “Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre

Operasi di Ruang Anggrek RSUD Sumedang Kabupaten Sumedang” dapat

diselesaikan. Skripsi ini merupakan syarat terakhir yang harus ditempuh untuk

menyelesaikan Program Studi Sarjana keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Bhakti Kencana Bandung.

Dalam penulisan Skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah

memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin

menyampaikan ucapan terimakasih yang tiada hingganya kepada:

1. H. Mulyana, SH., M.Pd., MH.Kes., selaku Ketua Yayasan Adhiguna

Kencana Bandung.

2. R. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep., selaku Ketua STIKes Bhakti Kencana

Bandung.

3. Yuyun Sarinengsih, S.Kep., Ners., M.Kep., selaku Ketua Program Studi

Sarjana Keperawatan STIKes Bhakti Kencana Bandung.

vi
4. Agus Mi’raj Darajat, S.Pd., S.Kep., Ners., M.Kes. selaku Dosen

Pembimbing I, terima kasih atas saran, motivasi dan bimbingan yang

diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Sri Wulan Megawati, S.Kep.,Ners., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing II

terima kasih atas bimbingan yang diberikan kepada penulis dalam

menyelesaikan Skripsi ini.

6. Pengelola dan Seluruh Staf Dosen Program Studi Ners yang telah

mendidik, membimbing dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan

selama kuliah.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi

ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih banyak.

Tentunya sebagai manusia tidak pernah luput dari kesalahan, penulis

menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran

dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi

penyempurnaan selanjutnya.

Bandung, September 2018

Trisna Verenita Seleky

vii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................. iv

ABSTRACT ................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ............................................................................... vi

DAFTAR ISI ............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL .................................................................................... xi

DAFTAR BAGAN...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 5

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka ..................................................................... 7

2.1.1 Operasi .................................................................... 7

2.1.2 Kecemasan .............................................................. 13

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ..... 14

viii
2.1.4 Tingkat Kecemasan ................................................. 19

2.1.5 Respon Fisiologis, Perilaku, Kognitif, dan Afektif

Terhadap Kecemasan .............................................. 21

2.1.6 Penatalaksanaan Kecemasan ................................... 25

2.1.7 Pengukuran Kecemasan .......................................... 26

2.2 Kerangka Konsep ................................................................ 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ........................................................ 29

3.2 Paradigma Penelitian ........................................................... 29

3.3 Kerangka Penelitian ............................................................ 31

3.4 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ................... 31

3.5 Populasi dan Sampel .......................................................... 32

3.6 Pengumpulan Data .............................................................. 34

3.7 Langkah-Langkah Penelitian .............................................. 35

3.8 Pengolahan Data dan Analisa Data ..................................... 37

3.9 Etika Penelitian ................................................................... 41

3.10 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................. 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian .................................................................. 43

4.2 Pembahasan ........................................................................ 44

ix
BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ............................................................................ 47

5.2 Saran ................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 32

4.1 Distribusi Frekuensi Gambaran Tingkat Kecemasan pada Pasien

Pre Operasi di Ruang Anggrek RSUD Sumedang Kabupaten

Sumedang ....................................................................................... 43

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 31

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kisi-kisi Uji Validitas

Lampiran 2 : Kuesioner Uji Validitas

Lampiran 3 : Hasil Perhitungan Uji Validitas

Lampiran 4 : Kisi-kisi Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 : Hasil Perhitungan Kuesioner Penelitian

Lampiran 7 : Lembar Konsultasi

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Operasi adalah suatu intervensi medis yang dilakukan pada jaringan

tubuh manusia dengan menggunakan seperangkat manual dan teknik untuk

mendiagnosis atau mengobati patologi (penyakit), bertujuan untuk

memperbaiki fungsi tubuh atau mengangkat bagian tubuh yang tidak penting.

Berdasarkan sumber dari World Health Organization (WHO) jumlah orang

yang mendapatkan tindakan medis operasi mengalami tren yang meningkat.

Jika pada tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di seluruh dunia, pada tahun

2012 meningkat menjadi 148 juta pasien, maka pada tahun 2016 meningkat

lagi secara signifikan menjadi 13% dari total populasi di seluruh dunia.

Pada dasarnya, operasi mempunyai tujuan untuk menyelamatkan

nyawa, namun operasi juga terkadang dapat menimbulkan komplikasi, infeksi,

kecatatan, bahkan kematian dan peluangnya akan meningkat jika tidak

dilakukan dengan benar. Dampak dari dilakukannya pembedahan secara tidak

aman menurut (WHO, 2016) yaitu kematian setelah tindakan operasi adalah

sekitar 0,5-5%. Komplikasi pada pasien yang sedang dirawat sekitar 25%.

Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan

kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggangap bahwa

semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Pembedahan

adalah suatu stressor yang menimbulkan stress fisiologis dan stress psikologis

(cemas dan takut) (Baradero et al, 2010).

1
2

Pembedahan merupakan cara dokter untuk mengobati kondisi yang

sulit atau tidak mungkun disembukan hanya dengan onat-obatan sederhana

(Potter & perry 2013) menurut (Potter & perry, 2013), prosedur pembedahan

dapat diklasifikasikan sesuai tujuan pembedahan diantaranya adalah bedah

diagnostic yang dilakukuan untuk mengetahui penyebab dari gejala atau asal

masalah, bedah kuratif, yang bertujuan untuk mengatassi masalah dengan

mengangkat jaringan atau organ yang terkena, bedah restorative atau

rekonstruktif yang dilaksanakan untuk memperbaiki status fungional pasien,

dan masih banyak lagi. Secara umum, pembedahan diklasifikasikan menjadi

dua yaitu bedah minor dan bedah mayor yang mempunyai tingkat resiki

sendiri-sendiri. Bedah minor merupkan pembedahan yang melibatkan

rekonstruksi kecil dan bedah mayor merupakan pembedahan yang melibatkan

rekonstruksi atau pembedahan yang luas pada bagian tubuh, hal ini

menimbukan resiko yang tinggi bagi kesehatan, Potter & Perry (2013).

Kecemassan atau atau ansietas adalah rasa khawatir, takut, yang tidak

jelas penyebabnya (Gunarsa, 2011), ada juga yang mengatakan kecemasasn

merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti

dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan

merasa terancam (Stuart & Sundeen, 2015). Dalam pengamatan yang di

lakukan ada beberapa pasien pre operasi di ruang bedah yang mengatakan

bahwa mereka takut dengan proses pembedahan. Salah satu bentuk nyata rasa

cemas itu adalah pasien sering bertanya berulang-ulang tentang proses yang

akan dijalani. Prosedur pembedahan sering di pandang sebagai suatu stressor


3

bagi pasien dan keluarga, yang dapat membuat pasien pre oprasi menjadi

cemas.

Angka kejadian dari kecemasasn perioperative telah dilaporkan antara

dari 11%-80% diantara pasien dewasa (Erawan, Opod, Pali, 2013).

Kecamasan dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun

psikologis yang akhirnya mengaktifkan saraf otonom simpatis, sehingga

meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, frekuensi napas, dan secara

umum mengurangi tingkat energi pada pasien itu sendiri (Rothock 2011).

Kecemasan menyebabkan gangguan fisik maupun emosi meningkatkan suhu

tubuh melalui stimulus hormonal dan persyarafan (Potter & Perry 2013).

Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas tubuh pasien, sedangkan

kecemasan, takut, nyeri, dan stress emosi meningkatkan frekuensi tekanan

darah, curah jantung, dan tahanan vaskuler perifer. (Menurut Ibrahim, 2015),

ini terjadi karena adanya amigdala, yang berperan dalam sistem otonom

simpatis, amigdala akan berespon dengan mengaktifkan hormone epinerfin,

norepinerfin dan dopamin. Hormon-hormon ini bertanggungjawab terhadap

terhadap respon yang dikeluarkan berupa peningkatan denyut jantung, napas

yang cepat, peningkatan nadi, penurunan aktifitas gastrointestinal. Amigldala

juga akan menstimulasi respon hormonal dari hipotalamus yang akan

melepaskan hormone CRF (corticotropin-relasing factor), dan menstimulus

hipofisis untuk melepaskan hormone lain yaitu ACTH (adrenocorticotropic

hormone) ACTH akan menstimulus kelenjar adrenal untuk menghasilkan

kortisol. Semakin berat stress, kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol


4

semakin banyak dan menekan sistem imun dan menyebabkan kelemahan

(Ibrahim, 2015). Hal-hal tersebut akan mempengaruhi, bahkan akan

menyebabkan penundaan atau pembatalan proses operasi.

Penelitian ini dilakukan di RSUD Sumedang untuk melihat gambaran

tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang anggrek. RSUD Sumedang.

Rumah Sakit Umum milik Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, Jawa

Barat, Indonesia yang terletak di ibukota kabupaten Sumedang. Status hukum

RSUD Sumedang ini berdasarkan SK Menteri Kesehatan Nomor

150/Menkes/SK/X/2003 tanggal 27 Oktober 2003, dan ditetapkan oleh SK

Bupati Sumedang Nomor 445/Kep.270- RSUD/2003 pada tanggal 3

Desember 2003. Sepanjang tahun 2017, terdapat 1216 pasien bedah, data 3

bulan terakhir ada 423 pasien melakukan tindakan operasi, dan 25 melakukan

penundaan operasi karena tidak adanya kesiapan pasien dari faktor biaya

sebanyak 7 orang, pulang paksa karena cemas menghadapi operasi dan

menjalani penyembuhannya sebanyak 4 orang, dan faktor psikologis lainnya

yakni peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu tubuh beberapa saat

menjelang operasi sebanyak 14 orang. Kecemasasn yang dialami pasien

bermacam-macam alasan diantaranya Beberapa pasien mengalami napas

cepat, perasaan tidak enak dan susah tidur, nadi dan tekanan darah naik,

gelisah, berkeringat, sering berkemih dan buang air besar. Di hal lain pasien

cemas menghadapi ruangan operasi dan peralatan operasi, cemas menghadapi

body image yang berupa cacat anggota tubuh, cemas dan takut mati saat

dibius, cemas bila operasi gagal, cemas masalah biaya yang membengkak.
5

Sedangkan tindakan operasi mensyaratkan pasien harus dalam kondisi tenang

agar operasi dapat berjalan dengan lancar. Pasien mengalami kecemasan berat

terpaksa menunda jadwal operasi karena pasien belum siap mental

menghadapi operasi. Jika operasi tetap dilakukan maka akan menyebabkan

kematian dan syok karena ketakutan (Carbonel, 2012).

Berdasarkan masalah yang dijelaskan, peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul “Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre

Operasi di Ruang Anggrek RSUD Sumedang Kabupaten Sumedang”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah

“Bagaimana gambaran tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di ruang

Anggrek RSUD Sumedang Kabupaten Sumedang?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat

kecemasan pada pasien pre operasi di ruang Anggrek RSUD Sumedang

Kabupaten Sumedang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan terhadap

ilmu keperawatan tentang gambaran tingkat kecemasan pada pasien

pre operasi.
6

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Rumah sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi

tenaga kesehatan, khususnya pada perawat di ruang anggrek dan

ruangan lainnya di RSUD Sumedang. Dalam meningkatkan mutu

pelayanan di bidang kesehatan.

2. Bagi perawat

Membantu perawat agar mengetahui gambaran tingkat kecemasan

pasien pre operasi, agar mendapatkan pelayanan yang lebih

maksimal

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

pengalaman, serta penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

pengembangan penelitian tentang kecemasan pasien pre operasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Operasi

Semua ilmu kedokteran, terutama ilmu bedah atau operasi berhutang budi

kepada ahli anatomi ilmiah, Andreas Vesalius yang hidup dari tahun 1514

hingga 1564, karena kemampuannya dalam mengupas lebih mendalam

mengenai anatomi tubuh manusia dibandingkan pendahulunya Galen pada

abad ke-2. Hal tersebut memberi informasi kepada ahli bedah mengenai

susunan tubuh manusia. Tindakan medis berupa pembedahan atau operasi

sangat berguna untuk memperbaiki fungsi tubuh atau membuang bagian

yang tidak penting. Menurut Hasri, Hatriyanti, dan Haryanti (2012)

operasi adalah tindakan medis yang penting dalam pelayanan kesehatan

dan salah satu tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa,

mencegah kecacatan dan komplikasi.

Menurut International Journal of Surgery and Surgical Procedures (2017)

operasi adalah “branch of medicine that concerned with manual and in

instrumental techniques on a patient to investigate and/or treat a

pathological condition such as disease or injury, to help improve bodily

function or appearance or to repair unwanted ruptured areas. The act of

performing surgery is called a surgical procedure, operation, or simply

surgery”, yang diterjemahkan menjadi cabang dari ilmu medis yang

memberikan perhatikan kepada langkah manual dan instrumen (alat)

7
8

kepada pasien untuk mengivestigasi atau menyembuhkan kondisi

patologis seperti penyakit atau cedera, untuk meningkatkan fungsi tubuh

atau mengangkat bagian tubuh yang tidak penting.

Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa operasi

adalah sebuah tindakan medis yang dapat berguna untuk menyelamatkan

nyawa seseorang yang disebabkan oleh faktor patologis ataupun untuk

tujuan lain dengan cara membuang bagian tubuh yang tidak penting.

Menurut sumber yang dikumpulkan oleh Debas, dkk tahun 2015, pada

negara dengan pendapatan menengah ke bawah, setidaknya tindakan

operasi dilakukan pada kondisi yang genting (emergencies) dan tidak

jarang kasus kematian akibat operasi di negara dengan pendapatan

menengah ke bawah. Beberapa yang menjadi penyebabnya adalah:

a. Kurangnya jumlah tenaga medis dalam bidang operasi yang terlatih

b. Kurangnya pelatihan keberlanjutan dan pengawasan dan

pengawasan terhadap unit operasi peripheral (semacam hardware)

untuk membantu tindakan pengoperasian, dan peningkatan

keterampilan

c. Kurang baiknya sistem untuk memastikan ketersediaan obat-obatan

dan material lainnya

d. Kurangnya pemeliharaan terhadap sistem dan tenaga medis untuk

diagnosis dan peralatan terapetik

e. Kurangnya peralatan yang dapat diandalkan untuk pasien dalam hal

penanganan medis dalam waktu yang cepat.


9

1. Persiapan Operasi

Jenis-jenis persiapan yang dibutuhkan tergantung dari hal-hal

terkait operasi itu sendiri, seperti tingkat kesehatan dan umur pasien.

Ketika mempersiapkan operasi besar, maka akan banyak dilakukan

pengujian dan eksaminasi sebelumnya. Hal-hal yang perlu diketahui

ahli bedah sebelum mengoperasi pasien adalah medical history, alergi,

kemungkinan masalah blood clotting, dan tindakan medis apapun yang

dilakukan oleh pasien sebelumnya. Persiapan sebelum tindakan operasi

ini dinamakan pre-surgery consultation atau konsultasi sebelum

dilakukan operasi dengan rincian (Institute for Quality and Efficiency

in Health Care, 2018):

a. Dokter akan menggambarkan tindakan apa saja yang akan

dilakukan selama operasi dan apa saja yang akan terlibat.

b. Penjelasan mengenai tingkat kesuksesan dan risiko yang akan

didapatkan.

c. Seberapa lama waktu agar pasien untuk beristirahat agar tidak

melakukan pekerjaan

d. Pekerjaan yang dilarang dan boleh dilakukan dengan timeline

waktu tertentu

e. Kebutuhan akan anestesi atau tidak berikut jenis anestesi

f. Kapan waktu yang tepat untuk berhenti makan dan minum sebelum

menerima anestesi
10

g. Pertanyaan mengenai alergi dan tindakan medis yang dilakukan

sebelumnya

Setelah hal ini dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah meminta

persetujuan dari pasien. Hal inilah yang dinamakan informed consent.

Informed consent adalah suatu persetujuan yang diberikan pada pasien

setelah mendapatkan informasi dari dokter terhadapnya (Pertiwiwati,

Subekti, & Setiawan, 2014). Menurut Berg, dkk (2001) informed

consent adalah “autonomy and concern for individual well being”,

artinya merupakan kewenangan dan perhatian seseorang terhadap

dirinya sendiri untuk merasa nyaman, sehat dan bahagia. Menurut

Simon (1995) dalam Kilpi (2000) informed consent adalah sebuah

proses, hubungan antara tenaga medis dan pasien (user), berupa

pertemuan dan perbincangan pada periode tertentu sampai pasien

benar-benar dapat lepas dari perhatian medis (medical care). Pada

Arofiati dan Rumila (2015) informed consent disebut juga sebagai hak

legal pasien.

2. Prosedur Operasi

Setelah pasien telah menyatakan kesiapannya dengan

menandatangani informed consent maka dokter akan memberitahukan

waktu untuk pengoperasian pasien dan prosedur utama sebelum

dilakukan operasi adalah pemberian anestesi atau pembiusan. Hal ini

bertujuan untuk mencegah pasien mengalami sakit saat dilakukannya


11

operasi. Terdapat tiga jenis anestesi yaitu (Institute for Quality and

Efficiency in Health Care, 2018):

a. Anestesi lokal: digunakan pada area yang kecil karena operasinya

bersifat minor

b. Anestesi regional: digunakan pada area yang lebih besar seperti

tangan, kaki, atau bagian bawah tubuh

c. Anestesi general: digunakan untuk operasi besar, jika pasien tidak

dapat atau tidak menginginkan anestesi lokal ataupun regional.

Ketika seseorang mendapatkan jenis anestesi ini, maka pasien

tersebut akan menjadi tidak sadar, tidak merasakan hal apapun, dan

tidak akan mengingat apapun hal yang dialami sewaktu operasi.

Ketika operasi dilakukan, maka ahli bedah akan dibantu oleh perawat

dan tenaga medis profesional lainnya. Seorang anestesiologis akan

memantau pasien seperti fungsi hati dan pernapasan selama operasi

tersebut berlangsung. Pasien yang dioperasi akan dipasang alat-alat

medis tertentu seperti oksigen ketika memilih untuk menggunakan

anestesi general.

Selanjutnya adalah tahap follow up care. Pada tahapan ini, ketika

pasien sudah selesai dioperasi, maka pasien tersebut akan dipindahkan

ke ruangan recovery. Pasien tersebut akan dipantau detak jantungnya

dan tekanan darahnya dengan seperangkat peralatan oleh perawat dan

dokter “perianesthesia”. Setelah operasi setelesai dilakukan umumnya

pasien akan mendapatkan efek samping berupa keletihan, mual, dan


12

juga rasa sakit. Jika rasa sakit tersebut terlalu besar untuk dapat ditahan

oleh pasien, maka hal tersebut dapat memperlambat proses

penyembuhan sehingga hal tersebut penting untuk disampaikan kepada

tenaga medis agar diberikan obat tertentu untuk mengurangi rasa sakit.

Beberapa jenis operasi tertentu memerlukan rehabilitasi kepada pasien

yang rentang waktunya dapat beberapa minggu dan diharuskan untuk

ditempatkan di rumah sakit atau di luar rumah sakit namun dengan

pantauan. Tujuan dari rehabilitasi ini adalah memulihkan keadaan fisik

dan psikis pasien sehingga dapat melakukan kegiatan hari-harinya

seperti biasa.

2.1.2 Kecemasan

Kecemasan atau dalam bahasa inggrisnya “Anxiety” berasal dari bahasa

Latin “Angustus” yang berarti kaku, dan “Anci” yang berarti mencekik.

Anxietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami

secara objektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.

Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual

terhadap sesuatu yang berbahaya. Anxietas adalah respon emosional

terhadap penilaian tersebut, kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan

untuk bertahan hidup, tetapi tingkat anxietas yang parah tidak sejalan

dengan kehidupan (Stuart dan Sundeen, 2010).


13

Kecemasan merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-

hari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah yang tidak menentu,

takut, tidak tentram kadang-kadang disertai berbagai keluhan fisik

(Kemenkes RI, 2015). Menurut Freud dalam Semium (2015

mendefinisikan kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak

menyenangkan yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti

perubahan detak jantung dan pernafasan. Kecemasan melibatkan persepsi

tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis dengan

kata lain kecemasan adalah situasi yang dianggap berbahaya. Kecemasan

merupakan reaktivitas emosional berlebihan, deperesi yang tumpul, atau

konteks sensitif, respon emosional (Clift, 2011).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart dan Sundeen

(2010) adalah sebagai berikut:

1. Umur

Ada yang berpendapat bahwa faktor umur muda lebih mudah

mengalami stress daripada yang berumur lebih tua, tetapi ada juga

yang berpendapat sebaliknya, usia muda biasanya mudah mengalami

cemas atau stress dikarenakan bertumpukanya masalah yang mungkin

sering dialami oleh seseorang pada usia muda. Walau umur sukar

ditentukan karena sebagian besar pasien melaporkan bahwa mereka


14

mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat. Tapi sering

kali kecemasan terjadi pada usia 20-40 tahun.

2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari mengetahui yang terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu,

penginderaan terjadi melaluui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau

kognitif merupakan suatu domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012)

3. Status Pendidikan

Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan tentang prosedur pra operasi

yang mereka peroleh.adapun pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperolah seseorang

di rumah, di lingkungan sekolah dan di dalam kelas.

2) Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk

atau organisasi tertentu. Status pendidikan yang kurang pada

seseorang akan menyebabkan orang tersebut lebih mudah

mengalami stress dibanding dengan mereka yang status

pendidikannya tinggi atau lebih baik.


15

4. Status Ekonomi (pendapatan)

Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi daya beli

seseorang untuk membeli suesuatu. Pendapatan merupakan factor yang

paling menentukan kuantitas maupun kualitas kesehatan sehingga ada

hubungan antara pendapatan dengan keadaan kesehatan seseorang.

Pendapatan yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang

bagi keadaan kesehatan seseorang menjadi memadai. Tingkat

pendapatan akan mempengaruhi pola kebiasaan dalam menjaga

kesehatan dan penanganan selanjutnya berperan dalam prioritas

pemanfaatan kesehatan berdasarkan kemampuan ekonomi atau

pendapatan pada suatu keluarga. Bagi mereka yang berpendapatan

rendah hanya mampu memenuhi kebutuhan kesehatan apa adanya,

apabila tingkat pendapatan baik, maka pemanfaatan kesehatan mereka

akan lebih baik.

5. Potensi stressor

Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang

menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehngga orang

itu perlu mengadakan adaptasi atau menanggulangi stressor yang

timbul sesuai dengan berat ringannya stress.

6. Maturasi/kematangan

Individu yang matang yaitu yang memiliki kematangan kepribadian

sehingga akan sukar mengalami gangguan terhadap stres, sebab

individu yang matang mempunyai daya adaptasi yang besar terhadap


16

stressor yang timbul, sebaliknya individu yang berkepribadian tidak

matang yaitu yang tergantung pada peka terhadap rangsangan sehingga

sangat mudah mengalami gangguan akibat stress.

7. Sosial Budaya

Cara hidup bermasyarakat juga sangat mempengaruhi pada timbulnya

stress, individu yang mempunyai cara hidup yangsangat teratur dan

mempunyai falsafah hidup yang jelas maka pada umumnya lebih sukar

mengalami stress. Demikian juga keyakinan agama yang kuat akan

jauh lebih sukar mengalami stress dibanding mereka yang

berkeyakinan agamanya lemah.

8. Tipe Kepribadian

Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi, dan

perilaku yang berdeba serta mempunyai karakteristik yang menentukan

gaya potensi individu dan mempengaruhi interaksinya dengan

lingkungan. Klasifikasi tipe kepribadian:

1) Tipe Introvert

Sikap introvert mengarahkan pribadi ke pengalaman subyektif,

memusatkan diri pada dunia dalam, cenderung menyendiri,

pendiam atau tidak ramah, bahkan antisocial. Seseorang juga

mengamati dunia luar, tetapi mereka melakukannya secara selektif

dan menggunakan pandangan subyektif mereka sendiri.

2) Tipe Ekstrovert
17

Sikap ekstovert mengarahkan pribadi ke pengalaman objektif,

memusatkan perhatiannya ke dunia luar, cendeerung berinteraksi

dengan orang disekitarnya, aktif dan ramah.

9. Keadaan Fisik

Individu yang mengalami gangguan fisik seperti cedera, penyakit

badan, operasi, aborsi. Disamping itu orang yang mengalami

kelemahan fisik yang lebih mudah mengalami stress yang

mengakibatkan kecemasan.

10. Lingkungan/Situasi

Orang yang berada ditempat yang dirasakan asing lebih mudah

mengalami stress, sehingga fasilitas lingkungan dengan stimulus yang

minimal, tenang, dan membatasi interaksi dengan orang lain atau

kurang kontak dengan penyebab kecemasan.

Sedangkan menurut Widyastuti (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan adalah umur, keadaan fisik, sosial budaya, tingkat pendidikan,

dan tingkat pengetahuan daripada pasien. Menurut Kaplan dan Sadock

dalam Lutfa dan Maliya (2015), faktor yang mempengaruhi kecemasan

pasien dibagi menjadi dua dimensi besar yaitu faktor intrinsik dan

ekstrinsik dengan penjelasan:

1. Faktor Intrinsik

a. Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua lapisan usia,

dengan prevelensi paling tinggi adalah pada kelompok dewasa dan


18

jenis kelamin perempuan. Sebagian kecemasan terjadi pada usia

21-45 tahun.

b. Pengalaman pasien dalam menjalani pengobatan

c. Konsep diri dan peran: pasien yang mempunyai peran ganda dalam

keluarga atau masyarakat cenderung memiliki kecemasan yang

lebih tinggi.

2. Faktor ekstrinsik

a. Diagnosis penyakit: semakin kompleks diagnosis sehingga

membutuhkan operasi akan memberikan kecemasan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan diagnosis yang ringan.

b. Tingkat pendidikan: tingkat pendidikan akan mempengaruhi

kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus.

c. Akses informasi: terkadang informasi yang terlalu lengkap dapat

memberikan kecemasan, namun terkadang informasi yang tidak

lengkap juga dapat memberikan kecemasan yang lebih tinggi.

d. Proses adaptasi: proses adaptasi dipengaruhi oleh stimulus internal

dan eksternal dan individu akan berusaha mendapatkan bantuan

dari sumber-sumber lingkungan dimana pasien tersebut berada.

e. Tingkat sosial ekonomi: keadaan ekonomi yang rendah dapat

meningkatkan prevelensi akan kecemasan.

f. Komunikasi: komunikasi yang menyenangkan antara tenaga medis

dengan pasien dapat mengurangi kecemasan.


19

2.1.4 Tingkat Kecemasan

Menurut Hamilton dalam Azis (2015), tingkat kecemasan adalah sebagai

berikut:

a. Kecemasan Ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada

dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Respon fisik

itu sendiri sering buang air kecil, sukar tidur dan gigi menggerutuk.

Sedangkan dari respon psikologis adalah gelisah, cemas dan sukar

berkonsentrasi.

b. Kecemasan Sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan

pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan

sesuatu yang lebih terarah. Respon fisik misalnya badan tampak lesu,

gemetar, tidak bisa istirahat dengan tenang, mudah berkeringat.

Sedangkan respon psikologisnya adalah merasa tegang, mudah

terkejut dan mudah menangis.

c. Kecemasan Berat, sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan

spesifik dan tidak dapat berfikir tentang yang lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi ketegangan orang tersebut memerlukan

banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

Adapun respon fisik itu sendiri, misalnya: takikardia (denyut cepat


20

dan berdebar-debar), nyeri dada, sakit dan nyeri otot-otot. Sedangkan

respon psikologisnya: daya ingat memburuk, rasa tercekik, dan rasa

tertekan di dada.

Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (2010) tingkat respon kecemasan

seseorang bervariasi dari level antisipasi, ringan, sedang, berat, dan panik

dengan konsep bipolar dimana semakin ke kiri menunjukkan respon yang

adaptif, sedangkan semakin ke kanan menunjukkan respon yang

maladaptive. Beriktu ini adalah rentang kecemasan dari Stuart dan

Sundeen (2010):

Respon adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan

Sumber: (Stuart dan Sundeen, 2010)

2.1.5 Respon Fisiologis, Perilaku, Kognitif, dan Afektif Terhadap

Kecemasan

Respon fisiologis terhadap stressor merupakan mekanisme protektif dan

adaptif untuk memelihara keseimbangan homeostatis dalam tubuh. Karena

mengakibatkan peningatan fungsi sistem organ vital secara umum. Seperti

pada sistem di bawah ini (Stuart dan Sundeen, 2010):


21

Tabel 2.1

Respon Fisologis Terhadap Kecemasan

Sistem Tubuh Respon

Kardiovaskuler - Palpitasi

- Jantung berdebar

- Tekanan darah meninggi

- Rasa mau pingsan

- Pingsan

- Tekanan darah menurun

- Denyut nadi menurun

Pernafasan - Napas cepat

- Napas pendek

- Tekanan pada dada

- Napas dangkal

- Pembengkakan pada tenggorokan

- Sensasi tercekik

- Terengah-engah

Neuromuscular - Reflex meningkat

- Reaksi kejutan

- Mata berkedip-kedip

- Insomnia

- Tremor
22

Sistem Tubuh Respon

- Rigiditas

- Gelisah

- Wajah tegang

- Kelemahan umum

- Kaki goyah

- Gerakan yang janggal

Gastrointestinal - Kehilangan nafsu makan

- Menolak makanan

- Rasa tidak nyaman pada abdomen

- Mual

- Rasa terbakar pada jantung

- Diare

Traktus Urinarius - Tidak dapat menahan kencing

- Sering berkemih

Kulit - Wajah kemerahan

- Berkeringat setempat (telapak tangan)

- Gatal

- Rasa panas dan dingin pada kulit

- Wajah pucat

- Berkeringat seluruh tubuh


23

Tabel 2.2

Respon Perilaku, Kognitif dan Afektif Terhadap Kecemasan

Sistem Tubuh Respon

Perilaku - Gelisah

- Ketegangan fisik

- Tremor

- Gugup

- Bicara cepat

- Kurang koordinasi

- Cenderung menarik diri dari

lingkungan

- Interpersonal

- Menghalangi

- Melarikan diri dari masalah

- Menghindar

- Hyperventilasi

Kognitif - Perhatian terganggu

- Konsentrasi buruk

- Pelupa

- Salah dalam memberikan

penilaian

- Preokupasi
24

- Hambatan berfikir

- Bidang persefsi menurun

- Bingung sangat waspada

- Kesadaran diri meningkat

- Kehilangan objektifitas

- Takut kehilangan control

- Takut pada gambaran visual

- Takut cedera atau kematian

Afektif - Mudah terganggu

- Tidak sabar

- Gelisah

- Tegang

- Alarm

- Teror

- Gugup

- Gelisah

2.1.6 Penatalaksanaan Kecemasan

Penatalaksaan kecemasaan dapat dilakukan secara farmakologi dan non

farmakologi (Potter dan Perry, 2013) dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Penatalaksanaan farmakologi: berupa pemberian pengobatan untuk

mengurangi tingkat kecemasn seperti benzodiazepine. Obat ini dapat


25

digunakan untuk jangka pendek dan tidak dianjurkan untuk jangka

panjang karena pengobatan ini dapat menyebabkan ketergantungan.

b. Penatalaksanaan non farmakologi: dilakukan dengan dua langkah

1) Distraksi: metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara

mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien lupa

terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang

menyenangkan membuat pelepasan endorphin yang dapat

menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit

stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak.

2) Relaksasi: metode terapi dengan teknik meditasi, imajinasi,

visualisasi, serta progresif.

2.1.7 Pengukuran Kecemasan

Parameter pengukuran untuk menilai tingkat kecemasan pada

penelitian ini menggunakan Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS) dengan

20 item pernyataan:

1. Kegelisahan yang dirasakan dari biasanya

2. Ketakutan tanpa alasan yang jelas

3. Tubuh terasa tidak nyaman

4. Mudah marah dan tersinggung

5. Kesulitan dalam mengerjakan sesuatu

6. Gemetar pada tangan dan kaki

7. Sakit kepala, nyeri leher dan nyeri otot

8. Badan lemah dan mudah lelah


26

9. Tidak dapat istirahat dengan tenang

10. Jantung sering terasa berdebar-debar

11. Sering mengalami pusing

12. Pingsan atau pernah merasa seperti pingsan

13. Sesak nafas

14. Kesemutan pada bagian badan

15. Adanya gangguan pencernaan

16. Sering kencing dari biasanya

17. Tangan dingin dan sering basah oleh keringat

18. Wajah terasa panas dan kemerahan

19. Sulit tidur

20. Mimpi buruk

Penilaian kecemasan berdasarkan Zung Self Rating Scale yaitu sebagai

berikut:

1 : Tidak pernah mengalami sama sekali

2 : Kadang-kadang mengalami;

3 : Sering mengalami

4 : Selalu mengalami setiap hari.

Selanjutnya skor yang diperoleh dari semua item pertanyaan dijumlahkan,

kemudian skor dikategorikan sebagai berikut:

1. Kecemasan normal : Skor 20-44

2. Kecemasan ringan : Skor 45-59

3. Kecemasan sedang : Skor 60-74


27

4. Kecemasan berat : Skor 75-80

2.2 Kerangka Konseptual

Berikut ini adalah kerangka konseptual penelitian yang dapat dilihat sebagai

berikut:

Gambaran Tingkat
Kecemasan
Pasien Pre Operasi

1. Kecemasan normal
2. Kecemasan ringan
3. Kecemasan sedang
4. Kecemasan berat

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Sumber : Azis (2015), Zung Self Rating Scale

Anda mungkin juga menyukai