Anda di halaman 1dari 15

PRE EKLAMSI DAN EKLAMSI

PREEKLAMSI DAN EKLAMSI

1. Pengertian
a. Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibatkehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklampsia yang disertai kejang dan/atau koma yang timbul bukan akibat kelainan
neurologi. (6)
b. Pre ekalmpsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuri dan edema
akibatkehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklamsi yang disertai kejang dan/koma yang timbul bukan akibat kelainan
neurology (7)
c. Menurut kamus saku kedokteran Dorland, preeclampsia adalah toksemia
pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi,edema, dan proteinuria. Eklampsia
adalah konvulsi dan koma, jarang koma saja, yang terjadi pada wanita hamil atau dalam
masa nifas dengan disertai hipertensi, edema dan atau proteinuria.

Pengertian eklamsi

Eklampsi dalam bahasa yunani ialah “halilintar” karena serangan kejang-kejang timbul
tiba-tiba seperti petir.
Eklampsi merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsi yang tidak teratasi dengan baik.
Selain mengalami gejala preeklampsi eklampsi merupakan penyakit akut dengan kejang dan
demam dalam wanita hamil dan wanita nifas, disertai dengan hipertensi, odem, protein urine
positif, eklampsi juga dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau
setelah melahirkan.

2. Etiologi
Penyebab eklampsi dan pre eklampsi sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori yang
dapat menjelaskan tentang penyebab eklampsi dan pre eklampsi yaitu :
1) Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola
hidatidosa.
2) Sebab bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan
3) Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
4) Sebab jarangnya terjadi eklampsi pada kehamilan – kehamilan berikutnya
5) Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma
Etiologi eklamsi
Tidak ada kehamilan tanpa risiko. Pembagiannya, risiko rendah dan risiko tinggi. Eklampsia
merupakan komplikasi yang berat dan mengancam nyawa seseorang. Tanda-tanda serangan
eklampsia ada tapi perubahannya sangat cepat dan ditandai dengan adanya kejang. “Sebelum
kejang, ada tanda. Misalnya, ketegangan di daerah otot muka. Tetapi, itu terjadi sekian detik
sebelum kejang yang sifatnya kaku dan lemas.
Sebagian besar eklampsia adalah lanjutan perburukan, ada yang berat, ada juga yang
ringan. Eklampsia merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan darah tinggi dan adanya
protein dalam urin. Pada eklampsia ringan, tekanan darah 140/90 s.d. < 160/110 dan kadar
protein semikuantitatif positif 2; eklampsia berat, tekanan darah > 160/110 dan kadar protein
semikuantitatif lebih dari positif 2. “Lebih dari positif dua berarti kebocoran protein lebih banyak
dan itu menunjukkan tingkat kebocoran ginjal lebih parah dibandingkan eklampsia ringan,”
Eklampsia selalu terjadi pada ibu hamil. Kalau terjadi darah tinggi di luar kehamilan, bukan
disebut eklampsia tapi hipertensi atau penyakit lain seperti nefrotik syndrom. “Karena, penyebab
eklampsia adalah kehamilan itu sendiri,” Jika ibu hamil mengalami darah tinggi sebelum umur
kehamilan 20 minggu disebut hipertensi dan kemungkinan ia menderita hipertensi sebelum
hamil. Tetapi, kalau mengalami darah tinggi pada usia kehamilan minimal 20 minggu atau lebih,
kemungkinan eklampsia,”
Ada teori yang mengatakan, eklampsia disebabkan karena kekurangan nutrisi. Pada
kelompok ibu-ibu yang mengalami kekurangan nutrisi, kasus meningkat lebih tinggi. Tetapi lagi-
lagi, tidak semua ibu yang kekurangan nutrisi mengalami eklampsia. Bahkan, ada juga ibu-ibu
dengan asupan nutrisi memadai, namun mengalami eklampsia.
Kasus eklampsia juga banyak terjadi pada ibu-ibu dengan kehamilan pertama dibandingkan
ibu pada kehamilan kedua atau ketiga. Hal itu diduga karena pengaruh sperma. “Masalahnya,
sperma dianggap benda asing. Sistem imun ibu bekerja untuk melawannya,” Karena itu,
dianjurkan pada pasangan yang baru menikah menunda kehamilan enam bulan atau satu tahun
agar tubuh ibu mengenal sperma ayah. “Selain itu kan ada manfaat lain, bisa saling mengenal
kepribadian, membangun kebersamaan, dan mempersiapkan finansial keluarga yang baik lebih
dulu,”
Selain itu, banyak kasus preeklampsia terjadi pada wanita berusia muda dan hamil pada usia
terlalu tua. Misalnya, hamil di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun. Pada usai muda, sistem
imun tubuh belum bagus, sedangkan pada usia terlalu tua, penyakit mulai muncul seperti
pembuluh darah mulai menyempit, kelainan metabolik, diabetes, gangguan ginjal, hipertensi.
“Ini menyebabkan risiko pada ibu dan janin. Eklampsia sangat membahayakan’’
Eklampsia bisa dicegah. Peluang terjadinya eklampsia meningkat pada orang yang
memunyai kelainan pembuluh darah menetap, punya penyakit hipertensi kronis, penyakit
diabetes, kelainan pada ginjal, penyakit trombopili, atau pada kehamilan kembar dan kehamilan
anggur. “Karena ari-ari pada bayi kembar akan lebih besar daripada kehamilan tunggal. Makin
besar plasenta, makin besar peluang akar-akar plasenta rusak,”
Meski demikian, pasien yang tidak memunyai riwayat ini juga bisa mengalami eklampsia.
“Kita tak pernah tahu seseorang mengalami suatu kelainan atau tidak jika mereka tidak pernah
memeriksakan diri sebelumnya. Yang penting, siapkan kondisi ibu baik fisik, mental, sosial dan
ekonomi, edukasi yang baik, pengetahuan yang cukup sehingga melalui kehamilan dengan baik,”
katanya menganjurkan. Jika mengalami eklampsia, segera ditangani dengan benar agar dapat
memberikan proses penyembuhan yang lebih baik.

3. Manifestasi klinik
Diagnosis preeklampsia ditegakan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu
pemambahan berat badan yang berlebihan,edema, hipertensi, dan proteinuri.Penambahan berat
badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai
peningkatan berat badan,pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka.Tekanan darah > 140/90
mmHg atau tekenen sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang di
ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang
lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklampsia. Proteinuria apabila terdapat
protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1
atau 2 ;atau kadar protein> 1g /l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau porsi tengah,
diambil minimal 2 x dengan jarak waktu 6 jam.
Disebut preeklampsia berat bila ditemukan gejaka berikut

1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg
2. Proteinuria +> 5 g/24 jam atau > 3 pada tes celup
3. sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
4. Nyeri epigastrium dan ikterus
5. Edema paru atau sianosis
6. Trombositopenia
7. Pertumbuhan janin terhambat
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gajala preeklampsia disertai kejang atau
koma. Sedangkan, bila terdapat gejala preeklampsia berat dusertai salah satu atau beberapa
gejala dari nyeri kepala hebat , gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan keneikan
tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending preeklampsia.
Impending preeklampsia ditangani dengan kasus eklampsia.

Manifestasi klinik eklamsi


Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut:
1. Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
2. Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala yang berat,
penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi)
3. Kejang-kejang atau koma
Kejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi:
aTingkat awal atau aura (invasi). Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa
melihat (pandangan kosong) kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar kekanan dan
kekiri.
b. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki membengkok
kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung
kira-kira 20-30 detik.
c. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan
menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti
dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak
sadar, menarik mafas seperti mendengkur.
d. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran
timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.
e. Kadang kadang disertai dengan gangguan fungsi organ.

Klasifikasi Pre eklampsia


Pre eklampsia digolongkan ke dalam Pre eklampsia ringan dan Pre eklampsia berat dengan
gejala dan tanda sebagai berikut:
a. Pre eklampsia Ringan
1) Tekanan darah sistole 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pmeriksaan 6 jam
2) Tekanan darah diastole 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pmeriksaan 6 jam
3) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu. Edema umum, kaki, jari tangan dan
muka.
4) Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin
aliran pertengahan.
b. Pre eklampsia Berat
Diagnosa PEB ditegakkan apabila pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/lebih
gejala/tanda di bawah ini:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg
a. Ibu hamil dalam keadaan relaksasi (pengukuran tekanan darah minimal setelah istirahat 10
menit)
b. Ibu hamil tidak dalam keadaan his.
 Oigouria, urin kurang dari 500 cc/24 jam.
 Poteinuria 5 gr/liter atau lebih atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
 Terdapat edema paru dan sianosis.
 Gangguan visus dan serebral.
 Keluhan subjektif
c. Nyeri epigastrium
d. Gangguan penglihatan
e. Nyeri kepala
f. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.
g. Pemeriksaan trombosit (Manuaba, 1998)

Klasifikasi dan Macam-macam Eklampsi

KlasifikasiMenurut saat terjadinya eklampsia kita mengenal istilah:


1.Eklampsia ante partum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan (paling sering setelah
20 minggu kehamilan)
2.Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan.
3.Eklampsia postpartum, eklampsia setelah persalinan.

4. Patofisiologi
Patofisiologi preeklampsia-eklampsia setidaknya berkaitan dengan perubahan
fisiologi kehamilan. Adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume
plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik systemic vascular resistance
(SVR), peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid Pada preeklampsia,
volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan
hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi
ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan
menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Vasopasme
merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai preeklampsia.
Vasopasme merupakan akibat peningkatan sensitivitas terhadap tekanan darah, seperti
angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidakseimbangan antara prostasiklin prostagladin dan
tromboksan A2. Peneliti telah menguji kemampuan aspirin (suatu inhibitor prostagladin) untuk
mengubah patofisiologi preeklampsia dengan mengganggu produksi tromboksan. Investigasi
pemakaian aspirin sebagai suatu pengobatan profilaksis dalam mencegah preeklampsia dan rasio
untung-rugi pada ibu dan janin.
Selain kerusakan endotelil, vasospsme arterial turut menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume intravaskular,
mempredisposisi pasien yang mengalami preeklampsia mudah menderita edema paru.
Preeklampsia ialah suatu keadaan hiperdinamik dimana temuan khas hipertensi dan proteinurea
merupakan akibat hiperfungsi ginjal. Untuk mengendalikan sejumlah besar darah yang berfungsi
di ginjal, timbul reaksi vasospasme ginjal sebagai suatu mekanisme protektif, tetapi hal ini
akhirnya akan mengakibatkan proteinuria dan hipertensi yang khas untuk preeklampsia.
Hubungan sistem imun dengan preeklampsia menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi
memainkan peran penting dalam perkembangan preeklampsia. keberadaan protein asing,
plasenta atau janin bisa membangkitkan respons imunologis lanjut.

Patofisiologi
Penyebab eklamsia tidak diketahui, dan masih banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang
patogenesis dari manifestasi serebralnya. Diagnosis eklamsia tidak tergantung pada temuan atau
diagnosis neurologis klinis tunggal. Tanda-tanda neurologis fokal seperti hemiparesis atau
penurunan kesadaran jarang terjadi seperti yang dilaporkan dari penelitian di negara-negara
berkembang. Walaupun pasien eklamsia biasanya menunjukkan manifestasi berbagai kelainan
neurologis, termasuk kebutaan kortikal, defisit motor fokal, dan koma. Sebagian besar dari
mereka tidak menunjukkan defisit neurologis permanen. Kelainan Universitas Sumatera Utara
neurologis yang dijumpai biasanya hanya sementara hipoksia, iskemia, atau edema.19 Secara
umum, EEG (electroencephalography) dijumpai abnormal dalam mayoritas pasien eklamsia,
tetapi kelainan ini tidak patognomonis untuk eklamsia. Atas dasar temuan pencitraan otak,
perhatian telah diarahkan untuk hipertensi ensefalopati sebagai model untuk kelainan sistem
saraf pusat pada eklamsia. Ada kegagalan autoregulasi aliran darah serebral normal pada pasien
dengan hipertensi ensefalopati dan pada pasien dengan eklamsia. Dua teori telah diusulkan untuk
menjelaskan kelainan otak : dilatasi paksa dan vasospasme. Teori dilatasi paksa menunjukkan
bahwa lesi pada eklamsia disebabkan oleh hilangnya autoregulasi serebrovaskular. Pada
peningkatan tekanan arteri, vasokonstriksi serebral yang normal pada awalnya terjadi. Namun,
ketika batas atas autoregulasi tercapai, vasodilatasi serebral mulai terjadi, memungkinkan
hiperperfusi lokal dengan edema interstitial atau vasogenik. Menurut teori vasospasme,
overregulasi otak terjadi sebagai respons terhadap hipertensi berat akut dengan iskemia yang
dihasilkan, edema sitotoksik, dan infark. Singkatnya, sebagian besar wanita dengan eklamsia
akan memiliki bukti edema vasogenik pada pencitraan otak. Hal ini menunjukkan bahwa
hipertensi ensefalopati memainkan peran sentral dalam patogenesis kejang pada eklamsia.
Patogenesis kejang pada eklamsia terus menjadi subyek penyelidikan dan spekulasi yang
ekstensif. Beberapa teori dan mekanisme telah diimplikasikan sebagai faktor etiologi yang
mungkin, namun tidak satupun yang terbukti secara meyakinkan. Beberapa mekanisme etiologi
yang terlibat dalam patogenesis kejang pada eklamsia telah menyertakan vasokonstriksi serebral
atau vasospasme ensefalopati hipertensi, edema serebral atau infark, pendarahan otak, dan
ensefalopati metabolik. Namun, tidak jelas apakah temuan ini adalah penyebab atau efek dari
kejang

Komplikasi.
Pada Ibu:
1. CVA ( Cerebro Vascular Accident )
2. Edema paru
3. Gagal ginjal
4. Gagal hepar
5. Gangguan fungsi adrenal
6. DIC ( Dissemined Intrevasculer Coagulopaathy )
7. Payah jantung.
8. Lidah tergigit (kejang)
9. Merangsang persalinan
10. Gangguan pernafasan
Pada Anak :
1. Prematuritas
2. Gawat janin
3. IUGR (Intra.Uterine Growth Retardation)
4. Kematianjanin dalam rahim.

6. Pencegahan kejadian Pre eklampsia dan eklampsia


Pre eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan ynag berkelanjutan dengan
penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi
kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk mencegah kejadian Pre
eklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang dan berkaitan dengan:
Diet-makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Kurangi garam
apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima
sempurna. Untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari.
Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya disesuaikan
dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring kearah kiri sehingga aliran darah
menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
Pengawasan antenatal (hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat
pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:
1) Uji kemungkinan Pre eklampsia:
a) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
b) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
c) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
d) Pemeriksaan protein dalam urin
e) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum dan
pemeriksaan retina mata.
2) Penilaian kondisi janin dalam rahim.
a) Pemantauan tinggi fundus uteri
b) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin, pemantauan air ketuban

7. Penanganan Pre eklampsia


a. Penanganan Pre eklampsia Ringan
Penanganan Pre eklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklampsia dan
pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan
dengan trauma minimal. Jika pre-eklamsinya bersifat ringan, penderita cukup menjalani tirah
baring di rumah, tetapi harus memeriksakan diri ke dokter setiap 2 hari. Jika perbaikan tidak
segera terjadi, biasanya penderita harus dirawat dan jika kelainan ini terus berlanjut,
maka persalinan dilakukan sesegera mungkin.
Pada Pre eklampsia ringan penanganan simptomatis dan berobat jalan dengan memberikan
1. Sedativa ringan
2. Obat penunjang
3. Nasehat
i. Lebih banyak istirahat baring penderita juga dianjurkan untuk berbaring miring ke kiri
sehingga tekanan terhadap vena besar di dalam perut yang membawa darah ke jantung berkurang
dan aliran darah menjadi lebih lancar.
ii. Segera datang memeriksakan diri, bila tedapat gejala sakit kepala, mata kabur, edema
mendadak atau berat badan naik. Pernafasan emakin sesak, nyeri ulu hati, kesadaran makin
berkurang, gerak janin berkurang, pengeluaran urin berkurang.
4. Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat.
Petunjuk untuk segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau merujuk penderita
a. Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
b. Protein dalam urin 1 plus atau lebih
c. Kenaikan berat badan ½ kg atau lebih dalam seminggu
d. Edema bertambah dengan mendadak
e. Terdapat gejala dan keluhan subjektif.
Bila keadaan ibu membaik dan tekanan darah dapat dipertahankan 140-150/90-100 mmHg,
tunggu persalinan sampai aterm sehingga ibu dapat berobat jalan dan anjurkan memeriksakan
diri tiap minggu. Kurangi dosis obat hingga tercapai dosis optimal. Bila tekanan darah sukar
dikendalikan, berikan kombinasi obat. Tekanan darah tidak boleh lebih dari 120/80 mmHg.
Tunggu pengakhiran kehamilan sampai 40 minggu, kecuali terdapat pertumbuhan terhambat,
kelainan fungsi hepar/ginjal, dan peningkatan proteinuria. Pada kehamilan >37 minggu dengan
serviks matang, lakukan induksi persalinan. Persalinan dapat dilakukan spontan atau dipercepat
dengan ekstraksi.
b. Penanganan Pre eklampsia Berat
Penderita diusahakan agar:
1) Terisolasi sehingga tidak mendapat rangsangan suara ataupun sinar.
2) Dipasang infus glukosa 5%
3) Dilakukan pemeriksaan:
 Pemeriksaan umum: pemeriksaan TTV tiap jam
 Pemeriksaan kebidanan: pemeriksaan denyut jantung janin tiap 30 menit, pemeriksaan dalam
(evaluasi pembukaan dan keadaan janin dalam rahim).
 Pemasangan dower kateter
 Evaluasi keseimbangan cairan
 Pemberian MgsO4 dosis awal 4 gr IV selama 4 menit
4) Setelah keadaan Pre eklampsia berat dapat diatasi, pertimbangan
mengakhiri kehamilan berdasarkan:
a. Kehamilan cukup bulan
b. Mempertahankan kehamilan sampai mendekati cukup bulan
c. Kegagalan pengobatan, kehamilan diakhiri tanpa memandang umur.
d. Merujuk penderita ke rumah sakit untuk pengobatan yang adekuat.
Mengakhiri kehamilan merupakan pengobatan utama untuk memutuskan kelanjutan Pre
eklampsia menjadi eklampsia.
8. Diet Komplikasi Kehamilan Pre Eklampsia dan Eklamsia
a. Tujuan Diet
1) Mencapai dan mempertahankan status gizi normal
2) Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal
3) Mencapai keseimbangan nitrogen
4) Menjaga agar penambahan berat badan tidak melebihi normal
5) Mengurangi/mencegah timbulnya penyulit baru saat khamilan /setelah melahirkan
b. Syarat Diet
1) Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat, makanan diberikan secara berangsur-
angsur, sesuai dengan kemampuan pasien menerima makanan. Penambahan energi tidak lebih
dari 300 kkal dari makanan atau diet sebelum hamil.
2) Garam diberikan rendah sesuai dengan berat-ringannya retensi garam atau air. Penambahan
berat badan diusahakan < 3 kg/bulan atau di bawah 1 kg/minggu.
3) Protein tinggi (1 ½ g/kg berat badan)
4) Lemak sedang, sebagian berupa lemak tak jenuh tunggal dan lemak tak jenuh ganda
5) Vitamin cukup; vitamin C dan B6 diberikan sedikit lebih tinggi
6) Mineral cukup terutama kalsium dan kalium
7) Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan pasien
8) Cairan diberikan 2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi dan disesuaikan dengan
cara yang keluar melalui urin, muntah, keringat, dan pernafasan.

Pencegahan eklamsi
Mencegah timbulnya eklampsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekai ibu
mendapat serangan, maka prognosis akan jauh lebih buruk. Pada umumnya eklampsi dapat
dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Upaya-upaya untuk menurunkannya adalah dengan
;
1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsi bukanlah suatu
penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka oleh masyarakat awam.
2. Meningkatkan jumlah poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta mengusahakan agar
semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil muda.
3. Pelayanan kebidanan bermutu, yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan kehamilan diamati tanda-
tansa preeklampsi dan mengobatinya sedini mungkin.

2.8 Penatalaksaan eklamsi


Tujuan utama pengobatan eklampsi adalah menghentikan berulangnya serangan kejang
dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengijinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsi,
sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat
penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejang, penderita dalam ha ini dapat
diberi diazepam 20 mg 1 M. selain itu, penderita harus disertai oleh seorang tenaga yang
terampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan
kejang.
Tujuan pertama pengobatan eklampsi adalah menghentikan kejangan, mengurangi vasovasmus,
dan meningkatkan dieresis. Pertolongan yang perlu diperhatikan jika timbul kejang ialah
mempertahankan jalan pernafasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen,
dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi
kejangan lagi yang selanjutnya.
Prinsip penatalaksanaan :
1. Penderita eklampsi harus dirawat inap di rumah sakit.
2. Pengangkutan ke rumah sakit.
Sebelum dikirim, berikan obat penenang untuk mencegah serangan kejang-kejang selama dalam
perjalanan, yaitu pethidin 100 mg atau luminal 200 mg atau morfin 10 mg.
3. Tujuan perawatan di rumah sakit ialah menghentikan konvulsi, mengurangi vasospasme,
meningkatkan dieresis, mencegah infeksi, memberikan pengobatan yang cepat dan tepat, serta
melakukan terminasi kehamilan setelah 4 jam serangan kejang yang terakhir, dengan tidak
memperhitungkan tuanya kehamilan.
4. Sesampainya di rumah sakit, pertolongan pertama adalah :
a) Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan.
b) Menghindarkan lidah tergigit dengan mennberikan tough spatel.
c) Pemberian oksigen
d) Pemasangan infuse dektrosa atauglukosa 10%,20%,40%.
e) Menjaga agar jangan sampai terjadi trauma, serta dipasang kateter tetap(dauer catheter).
5. Observasi penderita
Observasi penderita dilakukan di dalam kamar isolasi yang tenag, dengan lampu redup(tidak
terang), jauh dari kebisingan dan rangsangan . kemudian dibuat catatan setiap 30 menit berisi
tensi, nadi, respirasi, suhu badan. Reflex, dan dieresis. Bila memungkinkan dilakukan
funduskopi sekalli sehari. Juga dicatat tingkat kesadaran danjumlah kejang yang terjadi.
Pemberiaan cairan disesuaikan dengan jumlah dieresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam.
Kadar protein urin diperiksa dalam 24 jam kuantatif.
6. Regim-regim pengobatan :
a) Regim sufas magnesikus.
Kegunaan MgSO4 adalah untuk mengurangi kepekaan syaraf pust agar dapat mencegah
konvulsi, menurunkan tekanan darah, menambah deuresis, kecuali bila ada anuria, dan untuk
menurunkan pernafasan yang cepat.
Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan 40 % secara IM ; selanjutnya tiap 6
jam 4 g, dengan syarat, refleks patella masih (+), pernafasan 16 / lebih per menit, diuresis harus
melebihi 600 ml / hari ; selain IM, sulfas magnesicus dapat diberikan secara intravena; dosis
inisial yang diberikan adalah 4 g 40% MgSO4 dalam larutan 10 ml intravena secara perlahan-
lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 g dalam 10 ml sebagai antidotum.

b) Regim sodium pentotal.


Kerja pentotal sodium adalah untuk menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya
diberikan di rumah sakit, karena cukup berbahaya, dapat menghentikan nafas (apnea). Dosis
inisial suntikan intravena perlahan-lahan sodium pentotal 2,5% adalah sebanyak 0,2-0,3 gr.
Dengan infus secara tetes (drips) .

c) Regim valium (diazepam).


Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes per menit. Seterusnya
diberikan setiap 2 jam 10 mg dalam infuse atau suntikan i.m, sampai tidak ada kejang. Obat ini
cukup aman.
d) Regim litik koktil (lytic cocktail)
Pethidin (100 mg) + chlorpromazine(50 mg) + promezathin (50 mg),
dilarutkan dalam glukosa 5 % 500 ml dan diberikan secara infus IV. Jumlah tetesan disesuaikan
dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam
waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan
menurut keadaan penderita.

e) Regim stroganoff
 Pertama kali morfin 20 mg subkutan.
 ½ jam setelah langkah 1 MgSO4 15% 40 cc subcutan.
 2 jam setelah langkah 1 morfin 20 mg subcutan.
 5 ½ jam setelah langkah 1 MgSO4 15% 20-40cc subcutan.
 11 ½ jam setelah langkah 1 MgSO4 15% 10 cc subcutan.
 19 jam setelah langkah 1 MgSO4 15% 10 cc subcutan.
Lama pengobatan ini adalah 19 jam, cara ini sekarang sudah jarang dipakai.
7. Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin prokain 1.2-
2,4 juta satuan.
8. Penanganan obtetrik
Setelah pengobatan terdahulu, dilakukan penilaian tentang status obstetrikuspenderita :
keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya. Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum
penderita diperbaiki, kemudian direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat
jalannya persalinan dengan cara yang aman. Langkah-langkah yang dapat diambil adalah :
a) Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi
maka dilakukan persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.
b) Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan amniotomi selanjutnya
diikuti sesuai dengan kurva dari Friedman, bila ada kemacetan dilakukan seksio sesar.
c) Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vacuum atau forceps. Bila janin mati dilakukan
embriotomi.
d) Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi),serta kepala janin masih tinggi atau ada
kesan terdapat disproporsi sefalovelvik, atau ada indikasi obstetric lainnya, sebaiknya dilakukan
seksio sesarea(bila janin hidup). Anastesi yang dipakai local atau umum dikonsultasikan dengan
ahli anestesi.
e) Selain itu tindakan seksio sesar dikerjakan pada keadaan-keadaan:
o Penderita belum inpartu
 Fase laten dan gawat janin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brudenell, Michael. 1996. Diabetes pada Kehamilan. Jakarta : EGC

2. Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

3. Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga

4. Harrison . 1999. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

5. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP

6. Mansjoer A,et al. 2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI

7. Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta :

YBP-SP

8. Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri & Ginekologi. Jakarta :

Penerbit Erlangga.

9. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum.

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.

10. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R

Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi

20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.

11. Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan

Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279

12. Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 1997;

109-26.

13. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-

20.

14. Suryani E. Solusio Plasenta di RSUP. Dr.M.Djamil padang selama 2 tahun (1 Januari

2002-31 Desember 2004). Skipsi. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas,

2004; 1-40.
15. Blumenfelt M, Gabbe S. Placental Abruption. In: Sciarra Gynecology and Obstetrics;

Revised Ed, 1997. Philadelphia: Lippincott Raven Publ, 1997; 1-17.

16. K. Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika PT. Gramedia, Jakarta : 2003
23) Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai