Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

“Intranatal”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Reproduksi

Dosen Pembimbing:

Triana Dewi Safariah, M.Kep

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Ajeng Oktarani Nabila NIM. 032015001
Ananda Herdanta Sobandi NIM. 032015002
Asrie Alifah NIM. 032015004
Aulia Rizkyah NIM. 032015005
Dina Inayati NIM. 032015011
Efi Suryani NIM. 032015012
Leni Anggraeni NIM. 032015024
Nia Fitnurilah NIM. 032015031
Oktaviani Putri Fatimah NIM. 032015037
Willie Wijaya NIM. 032015048

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberi kesempatan


kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di
harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini
membahas tentang“Intranatal”dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan
pengetahuan kami.
Dengan dibuatnya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu
meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu, kami juga berharap
untuk para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena
akan meningkatkan mutu individu kita. Kami sangat menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih terbatas, sehingga saran dari dosen pengajar serta
kritikan dari semua pihak masih kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
khalayak masyarakat maupun bagi kami pribadi.

Wassalamu’alaikum.wr.wb.

Bandung, 20 Maret 2017

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Definisi Intranatal......................................................................................... 3

B. Bentuk Intranatal .......................................................................................... 3

C. Tanda-tanda Intranatal ................................................................................. 4

D. Proses Intranatal ........................................................................................... 6

E. Efek Intranatal pada Fisiologi Ibu .............................................................. 30

F. Pencegahan Intranatal ................................................................................ 33

G. Penatalaksanaan Intranatal ......................................................................... 34

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 35

A. Simpulan .................................................................................................... 35

B. Saran ........................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan adalah suatu proses alamiah yang ditandai dengan
terjadinya kontraksi uterus yang menyebabkan pendataran dan dilatasi
serviks yang nyata serta diikuti dengan pengeluaran janin dan plasenta
dari tubuh ibu (Sarwono, 2010). Proses persalinan terdiri dari empat kala
yaitu kala I sampai kala IV. Kala I persalinan dimulai sejak
adanya kontraksi uterus yang teratur hingga serviks membuka lengkap.
Kala I terdiri dari dua fase yaitu fase laten dan fase aktif. Ada tiga faktor
utama yang mempengaruhi proses persalinan yaitu power, passage,
pasanger, psikologis dan penolong. (Sarwono,2010).
Di negara berkembang, saat melahirkan dan minggu pertama setelah
melahirkan merupakan periode kritis bagi ibu dan bayinya. Sekitar
seperempat hingga separuh kematian bayi berumur kurang dari satu tahun
terjadi dalam minggu pertama.
Seorang ibu harus memasuki proses persalinan dan melahirkan dengan
pengetahuan cukup mengenai tahap-tahap persalinan, cara mengatasi rasa
sakit tanpa obat-obatan, dan efek samping yang mungkin timbul karena
pemakaian obat-obatan untuk persalinan.
Berdasarkan data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 228/100.000
kelahiran hidup (KH). Tingginya angka kematian ini terjadi pada masa
intra natal dan post natal dengan penyebab utama perdarahan dimana salah
satu faktor penyebab perdarahan adalah pengelolaan persalinan pada kala
satu yang tidak adekuat. MDGs 2015 merupakan upaya global dengan
salah satu tujuannya meningkatkan kesehatan ibu dan anak dengan cara
mengurangi AKI. Program Indonesia sehat 2015 bertujuan menurunkan
AKI menjadi 102/100.000 KH (Depkes RI,2008).

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan definisi Intranatal!
2. Sebutkan bentuk-bentuk Intranatal!
3. Sebutkan tanda Inranatal!
4. Jelaskan proses Intranatal!
5. Jelaskan efek Intranatal!
6. Bagaimana cara pencegahan pada Intranatal?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada Intranatal?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Intranatal.
2. Mengetahui bentuk-bentuk Intranatal.
3. Mengetahui tanda Inranatal.
4. Mengetahui proses Intranatal.
5. Mengetahui efek Intranatal.
6. Mengetahui cara pencegahan pada Intranatal.
7. Mengetahui penatalaksanaan pada Intranatal.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Intranatal
Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya konraksi
uterus scara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks
secara progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin
dan produk konsepsi lain dari uterus melalui jalan lahir, yang berujung
pada pelahiran.
Proses persalinan melibatkan empat komponen yang harus di
koordinasi dengan baik agar terjadi kemajuan persalinan normal dan
kelahiran. Keempat komponen disebut “empat P” yang meliputi : Power
yaitu kontraksi uterus involunter yang dibantu oleh daya dorong ibu
selama kala 2. Harus memiliki kekuatan yang adekuat dengan koordinasi
aktivitas otot. Aktivitas ini akan mengeluarkan janin atau passenger
melalui jalan lahir atau passageway. Janin harus memiliki bentuk dan
ukuran yang sesuai agar dapat melakukan manuver penting pada saat
melalui beragam dimensi jalan lahir. Jalan lahir harus memiliki ukuran dan
konfigurasi yang sesuai, tidak memberikan rintangan yang tidak
semestinya pada penurunan, rotasi, dan pengeluaran bayi baru lahir. Psike
atau respond psikologi ibu dapat mempengaruhi kemajuan persalinan dan
mungkin memperlemah tenaga. Misalnya, katekolamin maternal
disekresikan jika wanita yang tengah bersalin mengalami cemas.
Pelepasan hormon stres ini menghambat kontraksi uterus dan mengganggu
aliran darah plasenta.

B. Bentuk Intranatal
1. Bentuk Persalinan Berdasaran Teknik
a. Persalinan Spontan, yaitu persalinan berlangsung dengan
kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.

3
4

b. Persalinan Buatan, yaitu dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi


forceps, ekstraksi vacum dan sectio cessaria
c. Persalinan Anjuran, yaitu bila kekuatan yang diperlukan untuk
persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian
rangsang. (Ruqiyah;Ai yeyeh; dkk, 2009)
2. Bentuk Persalinan Berdasarkan Umur Kehamilan
a. Abortus adalah terhentinya proses kehamilan sebelum janin dapat
hidup (viiable), berat janin dibawah 1000 gram atau usia
kehamilan dibawah 28 minggu.
b. Partus Prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada
umur kehamilan 28 – 36 minggu. Janin dapat hidup, tetapi
prematur; berat janin antara 1000 – 2500 gram.
c. Partus Matures/ Aterm (cukup bulan) adalah partus pada umur
kehamilan 37 – 40 minggu, janin matur, berat badan diatas 2500
gram.
d. Partus Postmaturus (Serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2
minggu atu lebih dari waktu partus yang ditaksir, janin disebut
postmatur.
e. Partus Presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat,
mungkin di kamar mandi, diatas kendaraan, dan sebagainya.
f. Partus Percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan
untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya Cephalo pelvic
disproportion (CPD). (Rohani; dkk, 2011).

C. Tanda-tanda Intranatal
1. Kontraksi Uterus
a. Kontraksi uterus terjadi diluar kehendahk (involunter) tetapi
spesfik dalam melaksanakan fungsinya untuk menimbulkan
effaacement dan dilatasi serviks.
5

b. Pada akhirnya kontraksi uterus bertanggung jawab untuk


mendorong janin agar bergerak turun di sepanjang jalan lahir.
c. Pada awalnya kontraksi tersebut terjadi secara tidak teratur tetapi
kemudian menjadi teratur dengan pola yang dapat diramalkan
ketika persalinan terus berlanjut.
d. Peningkatan frekuensi, durasi dan intensitas kontraksi; selama
fase transisi pada kala I persalinan ketika kontraksi mencapai
frekuensi, durasi dan intensitas yang maksimal, maka setiap
kontraksi akan berlangsung selama 60-90 detik dan kemudian
muncul kembali setiap 2-3 menit sekali.
e. Kontraksi terasa nyeri dan bergelombang dengan sifat kontraksi
yang membangun dan mereda.
f. Kontraksi uterus pada persalinan tidak dipengaruhi oleh aktivitas,
makan, minum atau berganti posisi.
g. Menyebabkan effaacement dan dilatasi serviks yang progresif.
h. Ketika persalinan berlanjut dapat terlihat penonjolan ketuban
(selaput amion) yang masih utuh.
2. Bloody Show
a. Kadang-kadang bloody show disebut show tanda perdaraha yang
menunjukkan dimulainya persalinan, tanda ini terjadi ketika
serviks menipis dan mulai terbuka (dilatasi).
b. Sumbat mukus yang menyumbat kanalis serviks selama
kehamilan akan diekspulsikan keluar.
c. Mukus dari sumbat tersebut bercampur dengan darah dari kapiler
serviks karena tekanan janin pada kanalis serviks dan perubahan
lainnya yang terjadi dalam serviks.
d. Sebagai akibatnya akan terlihat cairan yang berwarna kemerahan
karena mengandung noda darah atau berwarna kecokelatan.
e. Pada sebagian primipara dapat terjadi pelepasan sumbat mukus
dalam waktu 2 minggu sebelum persalinan dimulai.
6

3. Ruptur Selaput Janin (Ketuban Pecah)


a. Selaput janin tersusun dari membran amnion dan korion
menyeimuti permukaan fetal plasenta dan membentuk sebuah
kantung yang berisi janin serta menyangga janin tersebut dan
cairan amnion.
b. Selaput ketuban dapat pecah spontan pada awal persalinan atau
tetap utuh di sepanjang proses persalinan yang aktif sampai
dokter atau bidan memutuskan untuk memecah ketuban atau
sampai bayi dilahirkan
c. Ruptur dapat terjadi sebagai limpahan cairan yang mendadak atau
perembesan cairan yang berlangsung lambat secara terus menerus
atau intermitten.
d. Cairan amnion yang mengalir keluar sesudah ketuban pecah harus
terlihat jernih dan tidak berbau, setiap perubahan pada cairan
amnion harus segera dilaporkan dan dievaluasi lebih lanjut
e. Ruptur selaput ketuban dapat membuat kepala janin masuk ke
dalam pintu atas panggul dan mungkin akan memperpendek lama
persalinan.
f. Persalinan akan dimulai dalam waktu 24 jam pada sebagian besar
pasien.

D. Proses Intranatal
Pendahuluan. Keberhasilan setiap kehamilan dan kelangsungan
hidup spesies pada akhirnya bergantung kepada lahirnya bayi yang sehat
dan cukup matang untuk dapat bertahan hidup. Pada saat kehamilan dan
persalinan, uterus harus melakukan dua fungsi yang sangat berbeda.
Selama kehamilan, uterus harus tumbuh, namun tetap dalam keadaan
tenang agar janin dapat berkembang dan kemudian pada saat yang tepat
melakukan aktifitas yang kuat dan terkoordinasi yang menyebabkan
lahirnya bayi yang matang.
7

Sebagian besar bayi manusia dapat melewati persalinan dan lahir


cukup bulan ( didefinisikan antara akhir minggu ke -37 sampai minggu ke
-42 kehamilah) 5% bayi lahir premature dan merupakan 85% dari semua
kematian neonates dini yang tidak berkaitan dengan deformitas letal.
Semakin singkat usia gestasi, semakin buruk prognosisnya.
Penentuan awitan persalinan pada manusia sampai sekarang masih
merupakan misteri. Masih belum jelas mengapa kejadian yang menuju ke
persalinan pada manusia harus sedemikian rumit. Manusia memiliki angka
opersalinan premature yang sangat tinggi yaitu sekitar 5-10%
dibandingkan dengan spesies lainnya.
Tahapan persalinan. Dilihat dari sudut pandang klinis, persalinan
sering dibagi menjadi 3 tahap atau kala. Namun, secara fisiologis tidak
terdapat transisi yang nyata antara tahap tersebut. Kejadian yang menuju
awitan persalinan bersifat gradual dan secara tidak nyata sudah dimulai
lebih awal pada kehamilan dan ketiga kala tersebut kadang tumpang
tindih.
Kala 1 sering disebut juga sebagai kala pembukaan merupakan tahap
dilatasi serviks progresif yang dimulai dari awitan permulaan kontraksi
teratur terpadu (his) disertai pendataran (penipisan) dan dilatasi
(pembukaa) progresif serviks. Akhir kala ini ditandai dengan dilatasi
penuh ( pembukaan lengkap) serviks Karena kopntraksi uterus menarik
keseluruh jaringan serviks ke atas sehingga serviks menyatu dengan
segmen bawah uterus, kontinu dengan dinding uterus. Kala ini rata-rata
berlangsung 12-14 jam pada primigravida, tetapi cenderung lebih singkat
pada multigravida.
Kala dua sering juga disebut kala pengeluaran yaitu tahap dimana
terjadi pengeluaran bayi. Kontraksi kuat dn di bantu oleh otot pernafasan.
Kala dua mungkin menghabiskan waktu satu jam pada primigravida dan
mungkin hanya beberapa menit pada multigravida.
Kala tiga persalinan sering disebut sebagai kala uri yaitu tahap
pengeluaran plasenta. Pada kala ini terjadi pemisahan dan pengeluaran
8

plasenta serta selaput ketuban (membrane amnion), dan pengendalian


perdarahan dari sirkulasi uteroplasenta.
Uterus aterm. Menjelang aterm, uterus mulai aktif dan mampu
melakukan usaha mekanis untuk mengeluarkan bayi dan plasenta
didalamnya, berikut membrane dari cairan amnion, melalui jalan lahir.
Struktur anatomis uterus terutama adalah berkas-berkas yang terdiri dari
10-50 sel myometrium (otot polos) yang dipisahkan oleh jaringan ikat
yang terdiri dari kolagen dan elastin. Kerapatan otot polos paling tinggi
terdapat di fundus uterus ( perbandingan otot polos dan jaringan ikat
sekitar 90:10) dan secara bertahap berkurang sampai serviks dengan
perbandingan 20:80. Istmus uteri yang kini membentuk segmen bawah
uterus memiliki kandungan otot polos lebih sedikit. Segmen bawah uterus
terbentuk sekitar minggu ke -28 sampai 30 kehamilan. Kekuatan kontraksi
berkaitan dengan proporsi otot polos. Dengan demikian bagian atas uterus
berkontraksi secara kuat dan segmen bawah dengan proporsi otot polosnya
yang semakin berkurang, berkontraksi secara lemah dan pasif.
Otot uterus membentuk 3 lapisan anatomis yang berbeda, yang lebih
jelas tampak pada saat uterus mengalami hipertrofi sewaktu hamil.
Lapisan yang paling dalam memiliki otot yang terutama berorientasi
longitudinal. Lapisan paling luar memiliki serat longitudinal dan sirkular.
Lapisan tengah otot uterus memiliki serat spiral dan kaya vaskularisasi.,
aliran darah uterus meningkat pada kehamilan Karena garis tengah
pembuluh meningkat dan resistensi terhadap aliran menurun.
Otot uterus mengalami pertumbuhan pesat sepanjang kehamilan untuk
mengakomodasi janin yang tumbuh. Berat uterus prahamil 50gr pada
nullipara dan 60 – 70gr pada multipara. Selama kehamilan, berat uterus
meningkat 20 kali menjadi sekitar 1kg. pada awalnya, uterus tumbuh
malalui hyperplasia (peningkatan jumlah sel) dibawah bpengaruh hormone
estrogen. Pada bulan keempat, pertumbuhan ini menyebabkan ketebalan
dinding uterus meningkat dari 10 menjadi 25mm. pertumbuhan
selanjutnya disebabkan Karena hipertrofi (pembesaran ukuran sel dari
9

50um menjadi 500um) yang dirangsang oleh peregangan uterus. Dinding


uterus menipis dan panjang sel otot polos meningkat pesat. Seiring dengan
akumulasi protein kontraktil. Peningkatan ukuran disertai oleh perubahan
bentuk uterus dari bulan menjadi silinder. Pada aterm, organisasi sel
myometrium memungkinkan terjadi kontraksi yang terkoordinasi, kuat,
dan efektif. Otot uterus (myometrium) dipersarafi oleh serabut saraf
adrenergic, kolinergik, dan peptidergik, yang lebih banyak di serviks dan
tuba fallopi. Uterus juga memiliki banyak saraf sensorik.
Kontraksi Miometrium. Uterus memperlihatkan kontraktilitas spontan.
Aktifitas ritmik ini dihambat oleh progesterone. Namun demikian, uterus
tidak pernah sama sekali berhenti. Sejak pertengahan gestasi, kontraksi
meningkat secara bertahap dalam intensitas dan frekuensi sampai sekitar 6
minggu sebelum aterm saat intensitas kontraksi meningkat tajam.
Kontraksi awal Braxton-Hicks dapat dirasakan, tetapi walaupun kuat
biasanya tidak menimbulkan nyeri Karena serviks tetap tertutup. Pada
persalinan, kontraksi menjadi tersinkronisasi teratur, dan lebih kuat dan
durasi lebih lama.
Serviks. Posisi berdiri dapat menambah tekanan pada serviks orang
yamng hamil. Manusia memiliki konsentrasi kolagen yang sangat tinggi di
serviksnya dibandingkan dengan spesies lain. Serviks tetap tertutup rapat
sampai tepat sebelum pengeluaran janin, pada manusia biasanya kurang
lebih terjadi pelunakan serviks yang relative sudah dini pada kehamilan.
Dilatasi parsial os eksternal sudah tampak pada usia gestasi sekitar 24
minggu. Karena itu diantara wanita hamil, perubahan serviks sangat
bervariasi. Penilaian serviks tanpa disertai tanda lain bukan merupakan
indikator yang dapat diandalakan untuk menilai pesalinan yang akan
terjadi. Menjelang akhir kala 1 persalinan, perubahan bentuk serviks
memiliki arti jaringan serviks menjadi terintegrasi dengan bagian uterus
lainnya.
1. Persalinan Kala I
a. Pematangan serviks
10

Konsistensi serviks berubah pada kehamilan, yaitu menjadi


lebih lunak sebagai persiapan untuk persalinan. Kontraksi uterus
yang mengenai serviks yang sudah melunak (softening)
menyebabkan serviks berubah. Selama kehamilan, peran serviks
sebagai penutup uterus yang melindungi isi uterus dari infeksi
ascendens. Sebelum pengeluaran bayi, serviks kehilangan
kekakuan strukturalnya dan tertarik oleh kontraksi uterus
sehingga berubah dari sumbat tubular menjadi saluran lebar
dengan tepi yang sangat tipis yang menyatu dengan struktur
uterus lainnya. Pada wanita primigravida, perubahan bentuk ini
terjadi dalam dua tahap yang berbeda.
Tahap pertama adalah pendataran (effacemen). Bentuk
silindris serviks berubah menjadi corong, namun sfingter atau os
internus masih paten dan tertutup. Serat otot longitudinal serviks
memendek. Sewaktu pemeriksaan vagina, bidan mungkin meraba
tepi jaringan serviks yang mengalami pendataran.
Tahap kedua adalah dilatasi (pembukaan os internus). Uterus
dan vagina membentuk satu saluran yang kontinyu untuk
keluarnya jani. Pada wanita multipara, transisi dari tahap satu ke
tahap lain tidak mencolok, sehingga pendataran dan pembukaan
bisa terjadi bersamaan. Dilatasi lebih disebabkan oleh retraksi
atau pemendekan bagian atas uterus, apabila tidak ada bagian
presentasi yang efektif seperti pada letak lintang, dilatasi atau
pembukaan serviks tetap terjadi. Dengan demikian perubahan
drastis pada serviks terjadi akibat perubahan structural di jaringan
dan daya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus. Serviks
terutama terdiri atas jaringan ikat fibrosa ditambah otot polos dan
fibroblast bersama dengan pembuluh darah, epitel, dan kelenjar
penghasil mucus. Terdapat dua elemen yang menyebabkan
pelunakan serviks yaitu peningkatan vaskularitas dan kandungan
air serta perubahan structural di jaringan ikat. Pada aterm, 90%
11

berat serviks adalah air. Jaringan ikat dibentuk oleh serat kolagen
dan elastin yang disatukan oleh matriks ekstrasel, atau bahkan
dasar (grown substance). Bahan dasar terdiri atas proteoglikan,
yang melapisi serat kolagen dan memodifikasi serat fisiknya yaitu
menentukan kandungan air jaringan. Hormone yang
menyebabkan pelunakan serviks mempengaruhi komposisi bahan
dasar ini. Sebelum awitan persalinan, komposisi preteoglikan
berubah sehingga dermatan sulfat menurun dan asam hialuronad
meningkat. Sekalipun merupakan konstituen minor di serviks,
proteoglikan memiliki kemampuan luarbiasa untuk mengikat air
(1gr asam hialuronad dapat meningkat satu liter air). Peningkatan
asam hialuronad juga mungkin berfungsi sebagai sinyal untuk
mengaktifkan makrofag dan neutrophil residen untuk
mengeluarkan interleukin. Interleukin dsapat menigkatkan
aktifitas prostaglandin serta migrasi dan degranulasi neutrophil
(pembebasan kolagenase dan elastase).
b. Penilaian Pendataran Serviks
Pada praktik, serviks dapat dinilai dengan menggunakan
sistem skor sederhana, yaitu skor Bishop. Hal ini terutama
bermanfaat sebelum induksi persalinan dan untuk memantau
perubahan diserviks seiring dengan kemajuan induksi. Apabila
serviks telah melunak, mendatar, dan mulai membuka
(berdilatasi), dapat dilakukan induksi dengan tindakan pemecahan
ketuban secara sengaja (artificial rupture of membrane) atau
amniotomi yang dapat meningkatkan produksi prostaglandin
endogen. Namun apabila keadaan serviks belum siap, dapat
diberikan prostaglandin E2 ke dalam fornix posterior vagina
untuk mempercepat pendataran, namun penggunaannya harus
hati-hati pada wanita multipara, yang lebih sensitif terhadap obat
ini.
Tabel Bishop’s score
12

Skor Bishop
Station Bagian 0 1 2
Presentasi -3 -2 -1
Posisi Serviks Posterior Tengah Anterior
Konsistensi Padat Lunak Sangat Lunak
Panjang 3-4 cm 1-2 cm < 1cm
Dilatasi Serviks 0 1-2 >2 cm
Total = Skor
Bishop

Penyebab perubahan struktural di serviks ini masih belum


diketahui. Ada satu teori dimana perubahan tesebut diperkirakan
disebabkan oleh hormon. Relaksin terbukti penting dalam
pematangan serviks dan secara klinis telah digunakan untuk
mempercepat pematangan serviks pada manusia. Prostaglandin
menyebabkan pelunakan serviks dan dihasilkan secara alamiah
oleh serviks dan selaput ketuban. Prostaglandin tampaknya
bekerja lebih dengan meningkatkan aktifitas kolagenolitik
daripada mengubah komposisi bahan dasar. Kerusakan pada
serviks mungkin dapat menimbulkan efek jangka panjang.

c. Kontraktilitas Miometrium
Miometrium terbentuk dari sel miometrium yang terbenam
dalam matriks kolagen. Sitoplasma sel miometrium ini
mengandung berkas panjang aktin dan miosin. Dibandingkan
dengan otot rangka, konsentrasi aktin lebih tinggi dan miosinnya
memiliki serat yang lebih panjang sehingga pemendekan
maksimum sel kontraktil meningkat. Miosin adalah protein yang
struktural yang sekaligus suatu Mg-ATPase, yang dapat
menghidrolisis APT dan menggunakan energi untuk melkukan
gerakan. Saat ATP dihidrolisis, terbentuk jembatan-silang aktin
13

dan miosin sehingga ktin dan miosinbergeser melewati satu sama


lain, memendekkan sel dan menyebabkan sel menyebabkan otot
berkontraksi. Miosin terdiri atas dua rantai berat yang membentuk
ATPase dan dua rantai ringan, yang mengikat kalsium dan
mengalami fosforilasi. Fosforilasi adalah pengikatan satu gugus
fosfat, yang secara efektif mengaktifkan protein.
d. Kontraksi Uterus
Jika sudah terjadi pelunakan serviks, kontraksi uterus yang
terkoordinasi akan menimbulkan tarikan tetap sehingga serviks
akan teregang. Pendataran serviks ini sering berlangsung sebelum
kontraksi benar-benr teratur sehingga mungkin terjadi sekitar
seminggu sebelum perslinan. Seiring dengan pendataran serviks,
bagian presentasi janin, biasanya kepala turun ke dalam rongga
panggul. Posisi janin berubah sedemikian sehingga pas ; ini
disebut engagement.
Kontraksi bersifat infolunter dan dengan demikian terjadi ada
wanita yang tidak sadar. Namun, kontraksi dapat temorer
dihilangkan oleh gangguan emosi. Frekuensi dan kekuatan
kontraksi dapat ditingkatkan oleh enema, prostaglandin, dan
prearat oksitosin dan oleh peregangan serviks atau dasar panggul
oleh bagian presentasi janin. Kontraksi bersifat reguler dan
intermitten. Sifat intermitten ini penting karena memungkinkan
pemulihan uterus dan ibu serta mengebalikan penyaluran oksigen
terjadi.
Kontraksi mulai menimbulkan nyeri setelah serviks mulai
berdilatasi. Nyeri punggung sering mendahului dilatasi serviks.
Nyeri disebabkan oleh iskemia di otot sewaktu kontraksi karena
embuluh darah uterus tertekan/terjeit. Nyeri serupa terjadi oleh
sebab yang sama pada dismenore spasmodik. Nyeri uterus analog
dengan nyeri miokardium (otot jantung). Pada angina pertoris saat
aliran darah di arterikoroner yang memfaskularisasi otot jantung
14

berkurang. peningkatan tekanan intrauterin sekirar 20 mmhg


dapat dirasakan dengan meletakkan tangan di abdomen ibu
bersalin. Nyeri sering terasa saat tekanan meningkat diatas 25
mmhg.
Tekanan dapat meningkat sehingga 50 mmhg pada kala 1
hingga 75 mmhg pada kala 2. Kontraksi lemak memiliki kontraksi
yang semakin singkat dengan interval antara kontraksi yang lama.
Rasa nyeri berkaitan tidak saja dengan kekuatan kontraksi dan
interval antara kontraksi, tetapi juga oleh kesejerahteraan ibu
yang bersangkutan, wanita yang cemas atau lelah merasa nyeri
pada intensitas tekanan uterus yang lebih rendah.
e. Gelombang kontraksi (his)
Uterus juga analog dengan jantung dalam segi lain, yaitu
organ ini mempersiapkan aktivitas pacemaker atau pemacu
kontraksi. Daerah spesifik yang mengalami depolarisasi lebih
cepat diperkirakan di kedua sisi fundus, dekat dengan taut
uterotoba atau kornuuteri. Semua sel miometrium memiliki
aktifitas memacu spontan. Kontraksi cenderung berasal dari sel di
dekat fundus dan menyebar sebagai gelombang karena aktifitas
listrik bergerak melalui taut celah sela otot. Gelombang paling
kuat difundus ukterik, yang memiliki keadatan otot, dan
memerlukan waktu sekitaar 30 detik untuk menjalar kebawah
sepanjang uterus. Terdapat polaritas gelombang kontraksi dengan
koordinasi antara segmen (yang berkontraksi lebih lama dan
mengalami retraksi) dan segmen bawah yang berkontraksi ringan
dan mengalami dilatasi. Hal ini dinamakan dominasi fundus
(undel dominant). Jika bagian bawah berkontraksi pertama kali
atau lebih kuat dari segmen atas maka persalinan tida akan
mencapai ke majuan yang disebut aktivitas ukterus yang tidak
terkoordinasi. Ukterus mengalami relaksasi diantara dua kontraksi
(his), yang penting bagi oksigenasi, janin dan miometrium.
15

Bagian atas ukterus tidak benar-benar melemas antara kontraksi,


namun mengalami retraksi. Hal ini berarti serat otot tidak kembali
keanjangnya semula tetapi secara progresif dan bertahap
memendek dan menebal setiap kali berkontraksi hal ini berarti
segmen bawah yang kurang aktif akan tertarik ke atas menuju
bagian atas uterus yang bertambah pendek. Titik terlemah adalah
oz dan serviks yang telah mengalami pendataran dan dilatasi
sehingga lubang keluar uterus tambah besar.
f. Pembentukan Hindwater and Forewater
Seiring dengan peregangan segmen bawah dan serviks mulai
mendatar dan mengubah posisinya, korion menjadi terlepas dari
dinding uterus. Overkulum cenderung terlepas dari kanalis
servikalis yang menyusut. Hilanggnya sumbat mukus ini yang
mungkin berisi sedikit darah disebut sebagia the show, atau
bloody show dan menunjukan terjadi dilatasi progresif selaput
ketuban menonjol melalui lubang serviks akibat tekanan cairan
amnion. Kepala janin cenderung berfungsi sebagia katup bola
yang memisahkan cairan amnion yang mendorong melalui serviks
(forewater) dari sisa cairan (Hindwater) forewater menyalurkan
tekanan yang dihasilkan oleh his, menyebabkan gaya secara
merata pada serviks yang membantu pendataran dan dilatasi
serviks. Hindwater membantu membentuk bantalan bagi janin
dari tekanan kontraksi saat fundus menekan bagian atas janin
(biasanya bokong) selama kontraksi, tekanan disalurkan melalui
tubuh janin ke segmen bawah uterus dan serviks (hal ini dikenal
dengan tekanan sumbu janin). Seiring dengan bertambahnya kuat
his, tekanan cairan diforewaters meningkat dan selaput ketuban
cenderung pecah.
g. Pecah ketuban
Pada 5-10% kehamilan, ketuban pecah dini (prematur,
rupture of the membrane) terjadi secara spontan sebagai tanda
16

awal persalinan. Sekitar 60% dari jumlah ini diklasifikasikan


sebagia gestasi mature. Ketuban pecah spontan sebelum usia
gestasi 37 minggu sering berakhir dengan persalinan prematur.
Ketuban pecah dini sebagai proses pertama persalinan merupakan
sumber kekhawatiran karena hal ini mengisyaratkan kelainan
presentasi atau kepala letak tinggi pada primigravida aterm.
Polihidramnion, atau infeksi lokal misalnya klamidiasis atau
streptococcus.
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan degradasi
kolagen diselaput ketuban. Pecahnya selaput ketuban biasanya
diikuti oleh his yang teratur dan pembukaan serviks tetapi apabila
terjadi kelambatan, janin berisiko terjangkit infeksi asendense
sehingga mungkin diperlukan intervensi klinis apabila tidak
terjadi persalinan dalam 24 jam terdapat kontrofersi mengenai
amniotomi atau pemecahan selaput ketuban secara artifisial dan
efeknya terhadap percepatan persalinan diperkirakan persalinan
akan berlangsung lebih cepat dan akan menimbulkan nyeri.
h. Perubahan ukuran uterus dan serviks
Seiring dengan mengecilnya ukuran segmen atas uterus
secara bertahap karena siklus hsi dan retraksi yang berulang, janin
terdorong ke segmen bawah uterus sehingga bagian presentasinya
menimbulkan tekanan pada jaringan ibu yang menahannya. Hal
ini menyebabkan peningkatan pelepasan oksitosin dari hipofisis
posterior yang meningkatkan aktivitas uterus (his) melalui umpan
balik positif. Pada tahap lanjut persalinan, saat bayi dan plasenta
sudah keluar, retraksi membantu dinding uterus menyatu sehingga
rongga uterus lenyap karena dinding uterus menempel. Terbentuk
cincin retraksi fisiologis di taut antara segmen atas yang tebal dan
mengalami retraksi dan dinding segmen bawah uterus yang tipis
dan teregang. Pada keadaan normal, cincin ini tidak tampak atau
tidak dapat diraba melalui pemeriksaan abdomen.
17

Sebaliknyacincin Bandl yang patologis merupakan akibat


kegagalan mengenali dan mengatasi kemacetan persalinan dan
merupakan tanda akan terjadinya ruptur uterus. Kecepatan
pembukaan serviks tidak konstan; pada awalnya serviks
membuka secara perlahan, namun perubahan awal ini diperkuat
oleh mekanisme umpan balik positif sehingga kecepatan
meningkat. Fase laten pada kala 1 lebih lambat dan mungkin
memerlukan waktu sampai 12 jam . Pada kala ini, saat tercapai
pembukaan 3-4 cm, serviks secara positif berkontraksi sebagai
respon terhadap oksitosin, dan hal ini mungkin akan mempercepat
pendataran. Setelah tahap transisi sekitar 15 menit, saat serviks
tak lagi berkontraksi, serviks mulai berdilatasi sebagai respons
terhadap his selama fase aktif yang lebih cepat.
i. Pelepasan Hormon Kortikotoprin dan Waktu Persalinan
Kehamilan manusia berlangsung sekitar 38 minggu setelah
konsepsi. Hal ini tidak banyak berbeda di antara sekian banyak
etnis yang ada. Waktu kelahiran pada tikus sangat berkaitan
dengan kematangan paru-paru janin. Sementara ini pada manusia
justru waktu kelahiran sangat berkaitan dengan perkembangan
plasenta- khususnya adanya pelepasan gen hormon kortikotropin
oleh plasenta.
j. Corticotropin Releasing Hormon (CRH) Maternal
Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa terdapat
keterkaitan antara tingkat CRH dalam plasma ibu yang berasal
dari plasenta dengan waktu kelahiran. Kadar CRH plasma
maternal akan ikut meningkat seiring dengan berkembangnya
kehamilan dan akan mencapai kadar puncak pada saat
melahirkan. Pada perempuan yang melahirkan sebelum waktunya
(prematur), jumlah peningkatannya sangat cepat, sementara pada
perempuan yang waktu kelahirannya sesuai dengan waktu yang
diharapkan, jumlah peningkatannya sangat lambat. Penemuan ini
18

sekaligus menyimpulkan bahwa ‘jam’ plasenta akan sangat


menentukan waktu kelahiran pada seorang ibu hamil. Produksi
CRH oleh plasenta hanya dialami oleh golongan primata. Pada
monyet misalnya terjadi midgestasi pada produksi CRH plasenta,
namun hanya pada monyet yang jenisnya besar dimana
peningkatan jumlahnya serupa dengan yang terjadi pada manusia.
Baik manusia maupun pada jenis monyet besar sama-sama
memproduksi protein yang mengikat (CRH binding-protein).
Pada akhir kehamilan, terjadi penurunan kadar CRH-BP seiring
dengan meningkatnya bioavailibitas CRH. Hormon
glukokortikoid ternyata dapat merangsang pelepasan gen CRH
dan kemudian diproduksinya CRH oleh plasenta. Sebaliknya
CRH yang dihasilkan plasenta tersebut kemudian akan
merangsang kelenjar hipofisis untuk memproduksi dan
mensekresikan hormon kortikotropin yang akhirnya dapat
merangsang korteks adrenal di ginjal melepaskan hormon
kortisol. Pengaturan seperti ini memungkinkan terjadi sistem
feed-forward yang telah ditunjukan oleh model matematis untuk
dapat menyerupai perubahan yang terjadi dalam kehamilan
manusia. Produksi CRH plasenta ternyata dapat dimodifikasi oleh
estrogen, progesteron, dan nitroksida yang menjadi penghambat
dan juga oleh serangkaian neuropeptida yg bersifat merangsang.
Pada perempuan, meningkatnya kadar CRH plasenta dalam
plasma maternal sebagai fungsi eksposional tersebut dapat
menyebabkan perbedaan produksi CRH pada setiap perempuan
yang sedang hamil tua. Namun demikian tidak setiap kasus
persalinan prematur selalu berhubungan dengan perubahan pada
produksi CRH plasenta, misalnya karena sebab lain seperti infeksi
intrauterin. Rendahnya kadar CRH dianggap kurang akurat untuk
dapat memprediksikan terjadinya persalinan prematur, walaupun
bila pada perempuan tersebut terjadi peningkatan kadar CRH, ia
19

akan berisiko mengalami persalinan prematur. Dengan demikian


adanya keragaman pada ibu hamil menyebabkan kenaikan CRH
dianggap menjadi prediktor yang akurat untuk memperkirakan
terjadinya persalinan sehingga keberadaannya merupakan variabel
penting.
k. Reseptor CRH
Sebagian besar CRH di sekresikan dari plasenta dari darah
ibu, namun juga ia akan masuk ke sirkulasi janin. secara khusus
CRH akan berikatan dengan reseptor CRH tipe 1, yaitu suatu
anggota ketujuh dari transmembran protein G sehingga menjadi
satu ikatan hormon reseptor. Pada ibu, reseptor CRH terdapat
pada kelenjar hipofisis, miometrium, dan mungkin dalam kelenjar
adrenal. Sedangkan pada janin, reseptor CRH terdapat pada
kelenjar hipofisis, kelenjar adrenal, dan mungkin dalam paru-
paru. Meningkatnya CRH akan dapat memperbanyak tempatnya
dalam tubuh ibu dan janin. Kondisi tersebut berkaitan juga
dengan proses persalinan. Meningkatnya kadar CRH plasenta
akan menyebabkan peningkatan pada hormon kortisol dan
kortikotropin seiring dengan pertambahan usia kehamilan.
l. CRH dalam janin
CRH plasenta juga dilepaskan ke dalam janin. Walaupun
dibandingkan dengan sirkulasi ibu, sirkulasi pada janin jauh lebih
rendah, namun CRH tetap akan mengalami peningkatan seiring
dengan membesarnya kehamlan, dalam janin, reseptor CRH
terdapat dalam kelenjar hiposfisis dan didalam sel yang
membentuk zona janin pada kelenjar adrenal. Stimulasi pada
kelnjar hipofifis janin oleh CRH akan meningkatkan janin dan
peningkatan kematangan paru-paru janin. Sebaliknya
meningkatnya konsentrasi kortisol dalam janin dapat
meningkatkan CRH plasenta. Pematangan paru-paru janin adalah
akibat peningkatan kortisol yang dikaitkan dengan meningkatnya
20

produksi protein A surfaktan dan fosfolipid, diman keduannya


melakukkan tindakan proinframatori dan dapat menstimulasi
miometrium secara kontraktil melalui peningkatan produksi
prostlagandin oleh membran janin amnion dan miometrium itu
sendiri.
Perangsang CRH pada sel adrenal janin yang kekurangan
dehidrogenase hidroksissteroid 3a akan menyebabkan
terbentuknya DHEA plasenta, esterogen dan hormon penting
lainnya dalam kehamilan. Daerah janin pada kelenjar adrenal
akan berubah secara cepat setelah plasenta keluar. Hal ini
mengindikasikan bahwa faktor plasenta seperti CRH ikut
memelihara daerah janin tersebut. Dengan demikian CRH juga
mungkin dapat menstimulasi steroidogenesis adrenal dengan
memberi asupan agar plasenta dapat memproduksi esterogen yang
mempengaruhi proses persalinan dan cara menimbulkan
kontraksi.
Singkatnya tampak bahwa sistem umpan nalik yang positif
antar ibu dan janin memicu peningkatan CRH seiring
bertambahnya usia kehamilan. Sebaliknya meningkatnya produksi
CRH plasenta juga akan menyebabkan perubahan pada kadar
kortisol janin semakin matangnya paru-paru janin, meningkatnya
sintesis prostlagandin, fosfolipid, dan ekspresi reseptor
mimetrium yang terkombinasi melalui satu jalur aktifasi
independent dengan proses persalinan. Jalur inilah yang pada
akhirnya akan merangsang prioses kelahiran dan menyebabkan
mekanisme persalinan.
m. Aktivasi Miometrium
Salah satu peristiwa penting dalam persalinan adalah
lepasnya sekelompok protein yang bernama protein kontraksi
protein ini bekerja dalam uterus yang merupakan tempat paling
rileks pada sebagian besar masa kehamilan, untuk menimbulkan
21

irama kontraksi yang kuat yang dapat memaksa janin keluar


melalui serviks. Ada tiga tipe protein kontraksi dalam uterus,
yaitu:
1) Protein yang dapat meningkatkan interaksi antara protein
aktin dan myosin, yang dapat menyebabkan kontraksi otot.
2) Protein yang dapat meningktkan kemampuan sel
myometrium individual; dan
3) Protein yang dapat meningkatan konektivitas intraseluler
yang dapat memungkinkan adanya perkembangan kontraksi
secara singkron.
n. Protein yang Dapat Meningkatkan Kontraktilitas
Interaksi antar janin antara aktin dan myosin akan dapat
meningkatkan kontraktilitas miosit (sel-sel otot miometrium).
Agar interaksi ini dapat terjadi, aktin harus dirubah dalam bentuk
globular menjadi bentuk filamentosa aktin juga harus terhubung
dengan sitoskeleton di titik fokus yang ada dalam membran sel
yang dapat memungkinkan terjadinya perkembangan tekanan.
Titik fokus ini menghubungkan sel ke matriks sel di sekitarnya.
Partner aktin yaitu miosin baru akan teraktivasi saat ia
terfosporilasi oleh rantai terang kinase miosin. Kalmodulin dan
peningkatkan kalsium interseluler akan mengaktifkan enzim ini.
Fosporilasi rantai terang miosin dapat juga ditingkatkan dengan
memblok aksi fopatase. Setelah miosit terdepolarisasi, sebuah
gelombang kalsium ekstraseluler yang datang melalui saluran
kalsium (Ca-channel) dan lepasnya kalsium dari tempat
penyimpanan intraseluler akan menghasilkan peningkatan
kalsium intraseluler, yaitu melalui adanya peningkatan intraksi
antara miosin dan aktin. Kondisi ini akan mengakibatkan
timbulnya kontraksi.
Nifedipin merupakan salah satu obat yang dapat menghambat
persalinan dimana ia bekerja dengan cara memblok saluran
22

kalsium. Saluran ini akan terbuka ketika ligand yang telah


teraktivasi mislanya prostaglandin mengurangi perbedaan
elektrokimia yang terdapat pada membran miosit. Saluran yang
diatur oleh ligand ini melepaskan kalsium dari penyimpanan
intraseluler, akan diaktifkan oleh prostaglandin melalui reseptor
prostaglandin E dan F dan oleh oksitosin, yang kemudian
mengaktifkan protein G ᾳ q yang terhubung dengan fosfolipase.
Fosfolipase C yang teraktivasi sebaliknya akan mengaktivasi
protein kinase C dan melepaskan insoitol trifospat. Protein kinase
C mungkin akan mengaktivasi rantai kinase protein dan inositol
trifospat akan melepaskan kalsium dari tempat penyimpanan
intraseluler. Meregangnya miometrium adalah akibat dari
pertumbuhan janin yangs emakin besar dan akan mengakibatkan
kontraksi pada miosit melalui adanya aksi mitogen yang
diaktivasi oleh protein kinase. Sistem yang meningktkan relaksasi
melalui jalur Ga2 akan bertolak belakang dengan jalur ini dengan
cara menngkatkan cAMP intraseluler dan mengaktifkan protein
kinase A. Enzim ini kemudian akan menonaktifkan rantai kinase
miosin terang. Pada saat persalinana, adanya pergantian seimbang
antara sistem yang saling berlawanan ini akan menyebabkan
terjadinya kontraksi myosin.
o. Mekanisme Terjadinya Aktivasi Miometrium
Kontribusi fetus terhadap Persalinan. Selama kehamilan,
pertumbuhan uterus berada dalam pengaruh hormon estrogen
yang memberi kesempatan fetus untuk tumbuh, tetapi
pertumbuhan uterus terus berlangsung hingga periode akhir
kehamilan dan semakin memperkuat tekanan pada dinding-
dinding uterus hingga menimbulkan tanda-tanda awal persalinan.
Biasanya, persalinan prematur lebih banyak terjadi pada
kehamilan kembar dua daripada kehamilan tunggal, dan pada
kehamilan multipel lebih banyak terjadi pada kehamilan kembar
23

tiga daripada kembar dua, atau juga lebih banyak terjadi pada
kondisi dimana fertus mengalami makrosomia dan
polihidramnion. Sudah barang tentu, kecenderungan ini berkaitan
erat dengan terjadinya peregangan (stretching) yang berlebihan
yang bisa terjadi pada kehamilan multipel atau bayi dengan
ukuran besar abnormal atau produksi amnion yang berlebihan
(polihidramnion). Pada sebagian besar organ-organ yang dilapisi
otot polos, peradangan akan merangsang terjadinya kontraksi.
Perubahan pada proses perkembangan yang terjadi dalam uterus
selama masa kehamilan yang kemudian meregang dicetuskan
dengan penghentian pertumbuhan uterus pada persalinan yang
dikendalikan oleh hormon progesteron. Telah diketahui bahwa
penurunan progesteron secara tiba-tiba (progesterone withdrawal)
dapat meningkatkan penempelan miosit terhadap matriks
intraseluler, melalui protein intregrin, dan proses ini mencetuskan
aktifasi protein kinase yang berhubungan dengan mitogen dan
menyebabkan kontraktilitas.
Dengan terjadinya hal seperti ini dapat meningkatkan
konsentrasi CRH (corticotrophinreleasing hormon) plasenta yang
mendorong sintesis hormon kortikotropin yang dihasilkan
kelenjar hipofisis fetus dan meningkatkan pembentukan hormon-
hormon steroid (steroidogenesis) dalam kelenjar adrenal fetus.
DHEA yang terbentuk dalam jumlah besar pada fetus mengalami
metabolisme yang cepat di dalam plasenta yang mengubahnya
menjadi estrogen. Pada waktu yang bersamaan, produksi hormon
kortisol juga semakin banyak pada permukaan permukaan
tertentu pada kelenjara adrenal fetus. Peningkatan kortisol dapat
merangsang proses pematangan beberapa jaringan pada fetus,
khususnya paru-paru. Pematangan paru-paru fetus dapat
meningkatkan produksi protein surfaktan dan fosfolipid yang
sangat menentukan fungsi paru-paru. Protein surfaktan ini juga
24

kemudian masuk kedalam cairan amnion, dimana didalamnya


terdapat zat-zat yang dapat mengaktifkan makrogfag. Pada
manusia protein surfaktan yang terdapat dalam cairan amnion
dapat merangsang terjadinya inflamasi pada membran amnion
(selaput ketuban) serviks uteri dan miometrium yang melapisi
uterus saat berllangsungnya proses persalinan karena itu ini
sekaligus menjadi suatu bukti bahwa proses inflamasi merupakan
satu elemen yang mendorong dimulainya proses persalinan.
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar CRH juga
meningkatkan dalam cairan amnion, yang sudah tentu kontak
secara langsung dengan membran amnion.
p. Aktivasi Selaput Pelindung (Membran Amnion) Fetus
Membran amnion merupakan sekaput tipis yang kontak
secara langsung dengan cairan amnion yang ada di dalamnya.
Produksi protein surfaktan, fosfolipid, dan sitokin- sitokin
inflamatori dalam cairan amnion dapat meningkatkan aktivitas
enzim siklooksigenase-2 dan produksi prostaglandin E2 dalam
cairan amnion. Pada waktu yang bersamaan, kadar kortisol dan
CRH, keduanya dapat merangsang produksi enzim
siklooksigenase-2 dalam cairan amnion. Aksi dari kedua hormon
ini dapat meningkatkan kadar hormon prostaglandin E2 dan
mediator –mediator inflamasi lainnya dalam cairan amnion.
Korion yang mengelilingi amnion juga memproduksi enzim
prostaglandin dehidrogenase (PGDH), suatu zat yang sangat
memiliki potensi untuk menghambat prostaglandin
(prostaglandin inacivator). Pada kasus kehamilan serotinus,
aktivitas PGDH korionik menurun dan mempengaruhi desidua
yang mengelilinginya serviks uteri, dan miometrium melalui aksi-
aksi proinflamatori prostaglandin E2 . prostaglandin ini kemudin
mendorong pelepasan enzim enzim metalloprotease yang dapat
melemahkan membran placenta dan dapat mempermudah terjadi
25

robekan (ruktur) pada membran placenta. CRH juga merangsang


sekresi matriks membran metalloprotease-9.
q. Pelunakan Serviks
Salah satu tahapan penting dalam proses persalinan adalah
pelunakan serviks. Persalinan berkaitan dengan perpindahan
infiltrat inflamatori ke dalam serviks daan pelepasan enzim-enzim
metalloprotease yang dapaat menguraikan jaringan kolagen
sehingga menimbulkan perubahan pada struktur serviks. Selama
proses ini, junction ntara membran fetus dan desidua terputus dan
suatu protein adhesif pada fetus yaitu fibronektin kemudian
memsuki ke vagina dan bercampur dengan carian vagina.
Kehadiran protein fibronektin fetus dalam cairan serviks secara
klinis bermanfaan untuk memprediksi tanda-tanda persalinan.
r. Progesterone withdrawal SE
Progesterone memainkan peran penting dalam perkembangan
endometrium melalui persiapan implantasi dan mempertahankan
relaksasi miometrium. Pada sebagian besar mammalia, penurunan
kadar progesteron dalam sirkulasi mencetuskan persalinan; pada
manusia, antagonis progesteron RU486 dapat menginisiasi
terjadinya persalinan kapan saja. Suatu ciri khas dalam kehamilan
manusia adalah kadar progesteron darah tidak menurun sampai
dengan awal mula terjadinya persalinan. Suatu penelitian untuk
mengetahui mekanisme ini dapat menghitung penurunan
progesteron fungsional yang dapat diidentifikasi melalui beberapa
bentuk dari reseptor progesteron. Varian- varian tersebut berasal
dari transkripsi gen tunggal reseptor progesteron pada sisi awal
alternatif. Reseptor progesteron B, yang sering di transkrip,
disinyalir dihasilkan berbagai aksi progesteron, yang merupakan
transkrip lebih pendek, termasuk reseptor progesteron A dan C.
Varian reseptor-reseptor tersebuk kekurangan daerah yang
mengktivasi N-terminal dan dalam beberapa hal mereka berfungsi
26

sebagai penekan(depressor) dominan bagi fungsi reseptor


progesteron.
Saat dimulainya persalinan, proporsi reseptor progesteron A,
B, dan C berubah dalam suatu alur yang dapat mendorong
terjadinya mekanisme penurunan progesteron secara tib-tiba.
Dalam hal ini, fungsi reseptor progesteron membutuhkan
koaktivator spesifik, termasuk koaktivator reseptor progesteron,
yaitu protein yang mengkat elmen C-AMP-Response dan
koaktivator 2 dan 3 reseptor steroid yang menurun pada awal
pesalinan. Progesteron kemudian mengalami metabolisme dan
diubah menjadi produk-produk dengan pengaruh biologis Yang
berbeda-beda.
s. Inflamasi dan Awal Mula Terjadinya Persalinan
Pada resus monyet dan babon, proses persalinan memakan
waktu beberapa hari. Kontraksi uterus yang singkron atau teratur
hampir terjadi pada setiap malam dan hilang pada siang tiba
sampai terjadinya kelahiran. Manusia juga memiliki potensi yang
sama dalam hal timbul dan berhentinya kontraksi uterus, yang
berdampak pada timbulnya suatu derajat refersibilitas dari proses
tersebut, terutama pada tahap-tahap awal persalinan. Pengaruh
stres dapat menyebabkan meningkatnya hormon kortisol maternal
atau kompartemen-kompartemen fetal lainnya jelas dapat
meningkatkan kadar CRH di plasenta. Terjadinya infeksi dapat
mengaktifasi proses inflamasi dan dapat merangsang sintesis
prostaglandin dalam membran amnion fetus.
2. Kala II
Pada akhir persalinan kala I, segmen bawah uterus, serviks, dasar
panggul, dan pintu keluar vulva membentuk satu jalan lahir yang
berlanjut. Gaya yang diperlukan untuk mengeluarkan janin berasal
dari aktivitas otot uterus (his) dan dari otot sekunder abdomen dan
diafragma yang memperkuat his. Gaya yang dihasilkan oleh uterus
27

dapat disebut sebagai kekuatan primer dan gaya komplementer dari


gerakan volunter otot pernafasan sebagai kekuatan sekunder. Pada
tahap ini, uterus sangat teretraksi dan mengalami pola kontraksi yang
kuat, teratur, dan berulang. Ibu dipaksa secara involunter mengejan.
Sewaktu ia menarik nafas sebelum mengejan, diafragma turun dan
otot abdomen berkontraksi untuk memperkuat daya kontraksi uterus.
Pengejanan oleh ibu membantu mengatasi resistensi jaringan lunak
vagina dan dasar panggul. Sikap janin adalah ekstensi sewaktu janin
diarahkan melalui jalan lahir, yang membantu efisiensi his. Nyeri
yang dirasakan pada kala II persalinan sering berkurang karena
pembukaan serviks telah lengkap dan ibu menyadari kemajuan
persalinan berlangsung lebih cepat.
Sewaktu kepala janin melewati panggul, tekanan pada saraf
sakrum mungkin menyebabkan keram ditungkai bawah dan nyeri
akibat trauma pada jaringan. Janin meregangkan vagina dan
mendorong dasar panggul. Bagian anterior dasar panggul tertarik ke
atas sehingga uretra memanjang dan tertekan. Dengan demikian,
vesika urinaria mengalami reposisi di dalam lingkungan protektif
abdomen. Disebelah posterior, dasar panggul teregang kedepan dalam
kaitannya dengan bagian persentasi dan rektum tertekan, yang dapat
menyebabkan defekasi. Perineum mendatar dan memanjang karena
janin.
Selama kontraksi, bagian persentasi (biasanya kepala janin)
terdorong kedepan. Pada interval antara kontraksi, bagian persentasi
sedikit mundur tetapi karena otot uterus mengalami retraksi setiap kali
berkontraksi, tetap menjadi kemajuan ke arah depan. Kemajuan ini
diibaratkan oleh “mundur satu langkah untuk maju dua langkah”. Saat
bagian terlebar kepala janin (garis tengah biparietal) meregangkan
vulva, peregangan menjadi maksimum sehingga nyeri dapat sangat
hebat apabila tidak ditangani secara efektif. Keparahan nyeri dapat
menyebabkan ibu megap megap dan menarik nafas secara cepat.
28

Penghentian sesaat gerakan mengejan memiliki peran penting dalam


melindungi perineum dari trauma berlebihan, yang menyebabkan
robeknya jaringan. Keluarnya janin biasanya diselesaikan oleh
kontraksi berikutnya setelah crowning (menonjolnya kepala janin di
vulva). Cairan amnion memancar keluar. Janin mengalami pola
gerakan tutup botol pasif karena mengikuti bentuk dan kelengkungan
panggul (kelengkungan carus). Bentuk dasar pinggul yang seperti
selokan mempermudah rotasi bagian presentasi sehingga garis tengah
terbesar panggul dapat mengakomodasi ukuran terbesar kepala dan
bahu janin
3. Kala III
Pada kala III, plasenta terpisah dari dinding uterus dan
dikeluarkan. Uterus mengalami retraksi mencolok dan pendarahan
dari tempat perlekatan plasenta dibatasi. Setelah pengeluaran bayi
secara normal, kala III persalinan masih berpotensi menimbulkan
bahaya. Seandainya sebagian dari plasenta tertinggal, pengendalian
pendarahan akan terganggu dan dapat terjadi pendarahan post partum
yang mengancam jiwa. Segera setelah persalinan, uterus menciut
secara drastis. Pola kontraksi mengalami interupsi selama sekitar satu
menit, sampai his datang lagi. Sewaktu uterus mengalami retraksi,
tempat perlengketan plasenta cepat menghilang. Plasenta tidak elastik
sehingga cenderung berkerut dan terpotong dari dinding uterus yang
elastis. Pada tahap inilah sebagian darah janin dari sirkulasi plasenta
dapat masuk ke dalam sirkulasi ibu, dan dapat menimbulkan masalah
bila terdapat ketidakcocokan rhesus.
Retraksi mencolok uterus menggangu drainase vena ruang antara
villus ibu. Darah yang keluar membentuk suatu bekuan dibawah
plasenta (hematoma retoplasentair) yang terlepas dan hal ini
membantu pelepasan plasenta. Seiring dengan retraksi uterus, serat
ototnya secara progresif memendek dan mengencang di sekitar
pembuluh ibu, membentuk ikatan hidup sehingga aliran darah
29

terganggu. Hal ini membatasi aliran darah ibu ke uterus dan bekas
perlekatan plasenta sehingga mpengeluaran darah berlebih dapat
dicegah.
Penyebab terpisahnya plasenta dari dinding uterus adalah his
(kontraksi uterus) baik spontan maupun dengan stimulasi setalah kala
II selesai. Berat plasenta mempermudah terlepasnya selaput ketuban,
yang terkelupas dan dikeluarkan. Tempat perlekatan plasenta
menentukan kecepatan pemisah dan metode ekspulsi plasenta. Selaput
ketuban dikeluarkan dengan penonjolan bagian ibu atau bagian janin.
Metode ekspulsi scultze lebih besar kemungkinannya terjadi pada
plasenta yang melekat di fundus, dan ekspulsi model Matthew-
Duncan lebih besar kemungkinannya pada implantansi lateral.
Kala III persalinan dapat selesai secara fisiologis dengan
memakan waktu sekitar 20 – 30 menit. Namun saat ini bidan biasanya
melakukan manajemen aktiv, mempersingkat waktu pengeluaran
plasenta menjadi beberapa menit. Penanganan aktif tersebut meliputi
penyuntikan zat tokotilik misalnya sintometrin adalah kombinasi
sintosinon (oksitosin) dan ergometrin. Sintosinon bekerja 2 – 3 menit
pasca injeksi intramuskuler dengan menyebabkan kontraksi
intermitten (his). Dengan demikian dapat melanjutkan proses retraksi
di belakang perlekatan plasenta sehingga mempermudah pemisahan
dan pengeluaran plasenta. Sedangkan ergometrin efektif bekerja
dalam 5 – 7 menit pasca pemberian. Pada saat ini, dibantu dengan
traksi tali pusat terkontrol, plasenta dikeluarkan. Ergometrin
menimbulkan kontraksi uterus yang menetap, yang meningkatkan efek
hemostasis, dengan demikian plasenta perlu dikeluarkan sebelum
ergometrin merangsang penutupan serviks.
4. Kala IV
Kala IV persalinan dimulai dengan pelahiran plasenta dan
berlangsung sekitar 2 jam. Kala IV persalinan disebut juga dengan
“Periode pemulihan”. Selama periode pemulihan, prioritas selama 1
30

jam pertama adalah jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi. Jika tanda-
tanda vital ibu dan neonatus stabil dan neoatus tidak mengalami
hipotermia, ibu dapat mulai menyusui jika menyusui merupakan
bagian dari rencana pasien. Ibu lebih cenderung berhasil dalam
menyusui bayi mereka jika melakukan kontak kulit ke kulit
dibandingkan menyelimuti bayi dengan selimut. Kontak kulit ke kulit
juga meningkatkan perilaku perlekatan ibu. Tidak ada efek merugikan
dari kontak kulit ke kulit (Caruna, 2008).

E. Efek Intranatal pada Fisiologi Ibu


1. Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular dipengaruhi oleh nyeri, rasa cemas, posisi,
penggunaan anestesia, aktivitas otot uterus sendiri, serta peningkatan
drastis produksi katekolamin selama persalinan. His secara progresif
dapat meningkatkan curah jantung karena aliran balik vena dan
volume sirkulasi meningkat. Pada posisi terlentang, volume sekuncup
dan curah janung cenderung lebih rendah dan kecepatan denyut
jantung menngkat.
Sementara itu katekolamin dapat mempengaruhi tonus vaskular
dan meningkatkan tekanan darah. Nyeri dan rasa cemas dapat memacu
takikardi (peningkatan kecepatan denyut jantung) dan tentu akan
mempengaruhi tekanan darah. Peningkatan tekanan darah juga
mendahului setiap his dan turun ke basal dantara dua his. Perubahan
hemodinamik paling besar terjadi pada wanita yang melahirkan
perspasi vagina sehingga perlu dipertimbangkan pada wanita yang
menderita gangguan/penyakit jantung.
2. Sistem Respirasi
Persalinan dapat mempengaruhi sistem respirasi karena kerja otot
meningkatkan laju metabolisme dan konsumsi oksigen. Kecepatan dan
kedalaman pernapasan meningkat. Terdapat kecenderungan bahwa
31

pada wanita yang sedang melahirkan untuk melakukan hiperventilasi.


Hiperventilasi merupakn respon alamiah terhadap nyeri. His yang
terjadi dengan frekuensi tinggi dapat mempengaruhi oksigen dan
menyebabkan hipoksia otot dan asidosis. Hipoksia sendiri dapat
meningktkan sensasi nyeri yang dirasakan.
Pada awal persalinan, hiperventilasi dapat menyebabkan alkalosis
respiratori dan peningkatan pH darah. Hal ini dapat mengakibatkan
ibu merasa pusing dan kesemutan di jari atau kaki, dan mungkin
mengalami spasme otot. Pada akhir kala I, kemungkinan besar terjadi
asidosis ibu akibat kontraksi otot isometric dan dikompensasi sampai
tahap tertentu. His dapat mengurangi aliran darah ke otot uterus yang
menjadi hipoksik dan mengalami metabolisme anaerobik. Aliran
darah ke ruang antarvillus juga menurun sehingga kadar CO2 janin
meningkat dan cenderung mengalami asidosis. Saat mengejan, saat
otot tambahan respirasi ibu ikut serta, kemungkinan besar terjadi
asidosis respiratorik ringan. Pada kala II persalinan, kadar asam laktat
meningkat sehingga pH turun. Asidosis metabolik ini tidak
dikompensasi.
3. Sistem Renin-Angiotensin
Persalinan mempengaruhi sistem renin-angiotensin pada janin dan
ibu. Kadar renin-angiotensin meningkat, yang penting untuk
mempertahankan aliran darah, namun juga dapat mempengaruhi
penanganan dan eksresi obat. Laju filtrasi glomelurus, aliran darah
ginjal, dan ekskresi natrium juga dipengaruhi peningkatan kadar
katekolamin. Ibu bersalin dapat berisiko mengalami intoksikasi air
iatrogenik akibat hilangnya elekterolit, pemakainan oksitosin, dan
pemberian cairan intravena.
4. Laju Metabolisme
Konsumsi glukosa ibu meningkat tajam pada persalinan untuk
menghasilkan energi yang dibutuhkan otot uterus dan otot rangka
lainnya. Glukosa dan trigliserida digunakan sebagai sumber energi.
32

Peningkatan suhu tubuh selama persalinan mungkin berkaitan dengan


terjadinya infeksi dan dehidrasi. Demikian juga pada wanita pasca
persalinan mengalami sedikit peningkatan suhu akibat dehidrasi.
5. Efek persalinan pada janin
Persalinan dapat menimbulkan dampak yang besar pada fetus
setelah 36 minggu kehamilan fetus memeperlihatkan sejumlah
keadaan perilaku yang jelas. kondisi ini memiliki pola khas dalam hal
kecepatan denyut jangtung janin, gerakkan bernafas janin, berkemih,
dan gerakkan menelan. aktifitas fetus berubah seiring dengan usia
gestasi dan menggambarkan perubahan dalam perkembangan
sarafnya. yaitu :
a. Stress persalinan secara refleks menyebabkan peningkatan kadar
katekolamin ibu jauh diatas kadar yang ditemukan pada wanita
tidak hamil atau wanita hamil sebelum persalinan. stress fisiologis
dan hipoksia yang berkaitan dengan nyeri dan rasa cemas
meningkatan sekresi adrenalin. kerja fisiologis pada persalinan,
yang paling tinggi pada kala II meningkatkan pengeluaran non-
adrenalin. katekolamin ibu dapat mempengatuhi aliran darah
plasenta dan mempengaruhi janin dalam persalinan. adrenalin
menyebabkan fase kontriksi dan penurunan aliran darah ke utrus.
b. Persalinan normal dapat menyebabkan peningkatan kadar
katekolamin dalam tali pusat sebagai respon terhadap penekanan
janin, asidosis ringan, dan rangsangan lain yang dialami selama
persalinan. peningkatan katekolamin dapat merangsang
pernapasan, meningkatkan penyerapan cairan dari paru,
merangsang pengeluaran surfaktan, meningkatkan iritabilitas, dan
mungkin berperan dalam metabolisme dengan mobilisasi glukosa
dan asam lemak.
c. Hiperventilasi ibu dalam persalinn dapat meningkatkan difusi
CO2 melalui plasenta sehingga terjadi peningkatan alkalosisi
respiratorik. dengan berkurangnya pasokan oksigen, metabolisme
33

anaerob akan menyebabkan asidosis metabolik. difusi laktat


menembus plasenta berlangsung lambat dan janin dan ginjal
janin efisien dalam membersihkan asam organik.
d. Aliran darah uterus terutama ditentukan oleh tekanan darah, curah
jantung, dan tonus otot uterus ibu. persalinan akan menganggu
aliran darah uterus. his dapat menimbulkan efek bermakna pada
hipoksia, bradikardia, dan asidosis janin.
e. Persalinan juga dapat mendorong pembersihan cairan paru janin.
penekanan dada secara mekanis akan menyebakan keluarnya
sejumlah kecil cairan.
f. Selama persalinan ditemukan bukti bahwa bayi semakin sering
menelan hipoksia memicu vasokontriksi usus janin,
hiperperistaltis, relaksasi sfingter ani sehingga merangsang
pengeluaran mekonium dan di kaitkan dengan distress pada janin.

F. Pencegahan Intranatal
1. Persetujuan tindakan (infom konsen)
Tujuan proses persetujuan tindakan adalah membantu pasien
untuk memahami diagnosis mereka dan terapi yang
direkomendasikan, komplikasi potensial dan pilihan terapi.
Persetujuan tindakan yang di tanda tangani tidak diperlukan untuk
melakukan pemeriksaan, tetapi diperlukan untuk melakukan prosedur
invasif, seperti seksiosesaria. Perawat perlu memastikan bahwa proses
mendapatkan persetujuan tindakan ini dilakukan. Perawat perlu
mengetahui keinginan, kekhawatiran, dan ketakutan pasien. Perawat
adalah membantu pasien untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi terkait asuhan keperawatannya.
2. Penyebab kematian ibu yang paling sering terjaadi di dunia adalah
infeksi, hemoragi, hipertensi yang diinduksi kehamilan, persalinan
yang macet, dan aborsi yang tidak aman (callister,2005). Perawat
34

harus mengetahui tinggi badan, BB, atau indeks masa tubuh pasien,
dan perkiraan BB janin untuk mengantisipasi masalah yang berkaitan
dengan kemajuan persalinan. Selain itu, penting untuk mengetahui
apakah pinggul adekuat untuk kelahiran pervagina. Temukan catatan
pada rekam medis prenatal untuk melihat pelvimetrik klinis

G. Penatalaksanaan Intranatal
1. Berikan pedoman antisipasi dan edukasi pada wanita hamil dan
keluarganya tentang proses persalinan dan pelahiran.
2. Jelaskan cara membedakan tanda persalinan sejati dan semu.
3. Lakukan pengkajian berkelanjutan selama periode intrapartum untuk
mengetahui perubahan penipisan serviks, dilatasi serviks, dan station
janin.
4. Lakukan pengkajian berkelanjutan dan intervensi yang tepat untuk
memastikan keamanan ibu dan bayi baru lahir.
5. Jelaskan tentang perubahan fisiologis yang terjadi selama persalinan
untuk mengurangi kecemasan dan membantu wanita dan orang
pendukungnya untuk memperoleh kontrol terhadap pengalam
persalinan.
6. Berikan intervensi farmakologis dan non farmakologis yang tepat
untuk meredakan nyeri.
7. Ajarkan dan beri dukungan untuk memperbaiki pola nafas yang tidak
tepat yang menghasilkan hiperventilasi atau menahan nafas selama
mengejan.
8. Berikan informasi pada wanita bersalin dan orang pendukungnya
mengenai kemajuan persalinan, prosedur, dan medikasi.
9. Berikan perawatan yang nyaman dan bantuan untuk melakukan
personal hygiene.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Persalinan adalah suatu proses alamiah yang ditandai dengan
terjadinya kontraksi uterus yang menyebabkan pendataran dan dilatasi
serviks yang nyata serta diikuti dengan pengeluaran janin dan plasenta
dari tubuh ibu (Sarwono, 2010). Proses persalinan terdiri dari empat kala
yaitu kala I sampai kala IV. Kala I persalinan dimulai sejak
adanya kontraksi uterus yang teratur hingga serviks membuka lengkap.
Kala I terdiri dari dua fase yaitu fase laten dan fase aktif. Ada tiga faktor
utama yang mempengaruhi proses persalinan yaitu power, passage,
pasanger, psikologis dan penolong.

B. Saran
Kepada ibu yang akan melalui proses intranatal sebaiknya melakukan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan pelayanan persalinan
yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kompeten, yaitu dokter
spesialis kebidanan, dokter umum dan bidan. Proses suatu persalinan
dikatakan berhasil apabila selain ibunya, bayi yang dilahirkan juga berada
dalam kondisi yang optimal. Memberikan pertolongan dengan segera,
aman dan bersih adalah bagian asensial untuk bayi baru lahir. Sebagian
besar kesakitan dan kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia,
hipotermi dan atau infeksi. Kesakitan dan kematian bayi baru lahir dapat
dicegah bila asfiksia segera dikenali dan ditatalaksana secara adekuat,
dibarengi pula dengan pencegahan hipotermi dan infeksi.

35
DAFTAR PUSTAKA

Reeder, Martin. 2012. Keperawtan Maternitas. Jakarta. EGC


Ramadhy, Asep Sufyan. 2011. Biologi Reproduksi. Bandung. Refika
Aditama.
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Keperawatan Maternal/Bayi.
Jakarta. EGC.
Thomson, Fiona. 2008. Panduan Lengkap Kebidanan. Jogjakarta. Palmall.
Murray, Michelle L. 2013. Persalinan dan Melahirkan. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai