Anda di halaman 1dari 40

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN KELUARGA

DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI IBU BALITA USIA


6-23 BULAN DI DESA BONTO MARANNU KECAMATAN MONCONGLOE
KABUPATEN MAROS TAHUN 2017

DIAH NADIATUL IZZAH


K211 15 707

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Gizi

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
ii
iii
RINGKASAN

Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Ilmu Gizi

Diah Nadiatul Izzah


“ Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Keluarga dengan Praktik
Pemberian ASI dan MP – ASI Ibu Balita Usia 6 – 23 bulan di Desa Bonto
Marannu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros Tahun 2017 ”
(xii + 73 Halaman + 16 Tabel + 7 lampiran)

ASI merupakan makanan yang sangat ideal untuk bayi yang bergantung pada
air susu untuk mempertahankan kehidupannya. Tetapi di zaman era modern sangat
gencar promosi dan iklan susu botol memberi pengaruh negatif pada praktik
pemberian ASI. Hal ini disebabkan oleh faktor pengetahuan, sikap, dan pendidikan
yang rendah serta faktor eksternal seperti dukungan keluarga dan budaya masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan
dukungan keluarga dengan praktik pemberian ASI dan MP-ASI di Desa Bonto
Marannu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros. Jenis penelitian ini analitik
dengan desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel adalah
sampling jenuh dengan jumlah sampel 57 orang. data primer dikumpulkan melalui
wawancara dan data sekunder yaitu gambaran lokasi penelitian didapatkan melalui
kantor desa.
Hasil penelitian yaitu ibu balita usia 6-23 bulan pada umumnya memilik
tingkat pengetahuan kurang (59.6%), memiliki sikap positif (56.1%), dukungan
keluarga yang baik (68.4%), dan praktik yang cukup (52.6%) pada pemberian ASI
dan MP-ASI. Tidak ada hubungan pengetahuan ibu dengan praktik pemberian ASI
dan MP-ASI (p=0.629). Ada hubungan sikap ibu dengan praktik pemberian ASI dan
MP-ASI (p=0.026) dan ada hubungan dukungan keluarga ibu dengan praktik
pemberian ASI dan MP-ASI (p=0.047).
Disarankan agar ibu balita mempertahankan sikap positif dan dukungan
keluarga tentang pemberian ASI dan MP-ASI. Selain itu, tenaga kesehatan ketika
melakukan penyuluhan di posyandu lebih memfokuskan materi IMD dan menajemen
penyimpanan ASI serta memberikan selemberan tentang materi penyuluhan kepada
ibu untuk dibawa pulang.

Daftar Pustaka : 38 (1996 – 2015)


Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga, Praktik,

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya, akhirnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan, Sikap,

dan Dukungan Keluarga dengan Praktik Pemberian ASI dan MP-ASI Ibu Balita

Usia 6-23 bulan di Desa Bonto Marannu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten

Maros”. Serta shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan

tercinta Rasulullah Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam.

Keterbatasan dalam segala hal terutama dalam kemampuan menyebabkan

penulis membutuhkan banyak bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak.

Karena itu, dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Ibu Prof. Dr. dr. A. Razak Thaha, M.Sc., selaku pembimbing I dan Ibu Dr. dr.

Citrakesumasari, M.Kes, Sp.GK, selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan dukungan, bimbingan dan masukan

selama penyusunan skripsi.

2. Ibu Dr. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes. selaku penguji I, ibu Dr. Healthy

Hidayanti, SKM, M.Kes selaku penguji II dan dr. Devintha Virani, M.Kes,

Sp.GK. selaku Penguji III, yang telah memberikan saran dan kritik demi

perbaikan skripsi ini.

v
3. Bapak Prof. drg. Andi Zulkifli, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin.

4. Ibu Dr. dr. Citrakesumasari, M.Kes, Sp.GK, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

5. Seluruh dosen pengajar dan staf Program Studi Ilmu Gizi, serta staf

akademik Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Hasanuddin yang telah

melayani penulis selama menempuh pendidikan.

6. Bapak Darman Middi selaku Kepala Desa Bonto Marannu yang telah

memberikan izin sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

7. Sahabat Semangat Hijrah, Kakak Reskawati, Amd.Gz, Kakak Azizah

Sudirman, Amd.Gz dan Marini Mansyur, Amd.Gz, yang selalu bersama dan

senantiasa saling memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan

skripsi ini.

8. Seluruh teman-teman/kakak TUBEL (Tugas Belajar) angkatan 2015


Program Studi Ilmu Gizi FKM UNHAS serta adek-adek Reguler angkatan

2013 dan 2014 yang telah bersama saling membantu dan saling mendukung.

9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis mendedikasikan skripsi ini

kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Zainuddin Muddin dan Ibunda Hj.

Rasyidah Fatma yang senantiasa memberikan dukungan moril, materil, dan

vi
semangat serta tidak pernah berhenti mendoakan di dalam setiap sujudnya.

Mudah-mudahan dengan adanya skripsi ini, bisa memberikan kebanggan dan

kebahagiaan bagi orang tua tercinta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan dan saran untuk perbaikan

selanjutnya. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan bernilai ibadah di

sisi Allah SWT. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.

Makassar, Agustus 2017

Diah Nadiatul Izzah

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

RINGKASAN ............................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pengetahuan ................................................. 9

B. Tinjauan Tentang Sikap ........................................................... 12

C. Tinjauan Tentang Dukungan Keluarga ..................................... 14

D. Tinjauan Tentang Praktik .......................................................... 15

E. Tinjauan Tentang Air Susu Ibu (ASI) ...................................... 17

F. Tinjauan Tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ......... 19

viii
G. Tinjauan Tentang Balita Umur 6-23 Bulan .............................. 24

H. Kerangka Teori ......................................................................... 27

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel .......................................................... 28

B. Kerangka Konsep ...................................................................... 30

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ............................... 31

D. Hipotesis ................................................................................... 34

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ......................................................................... 35

B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 35

C. Populasi dan Sampel ................................................................. 35

D. Pengumpulan Data .................................................................... 36

E. Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 37

F. Penyajian Data ........................................................................... 39

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil .......................................................................................... 40

B. Pembahasan .............................................................................. 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................ 68

B. Saran ......................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 70

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Frekuensi dan Jumlah MP – ASI yang diberikan pada Anak
Menurut Kelompok Umur ............................................................... 23

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden di Desa Bonto Marannu


Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros Tahun 2017 ................ 41

Tabel 5.2 Distribusi Identitas Anak Responden di Desa Bonto Marannu


Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros Tahun 2017................. 43

Tabel 5.3 Distribusi Riwayat Persalinan Responden di Desa Bonto Marannu


Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros Tahun 2017................. 44

Tabel 5.4 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang ASI dan MP – ASI


Di Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Tahun 2017 ..................................................................................... 46

Tabel 5.5 Distribusi Kategoti Pengetahuan Responden Tentang ASI dan


MP – ASI Di Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe Kabupaten
Maros Tahun 2017 .......................................................................... 47

Tabel 5.6 Distribusi Sikap Responden Tentang ASI dan MP – ASI


Di Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Tahun 2017 ..................................................................................... 47

Tabel 5.7 Distribusi Kategori Sikap Responden Tentang ASI dan MP – ASI
Di Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Tahun 2017 ..................................................................................... 49

Tabel 5.8 Distribusi Dukungan Keluarga Responden Tentang ASI dan


MP – ASI Di Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe Kabupaten
Maros Tahun 2017 ........................................................................... 50

Tabel 5.9 Distribusi Kategori Dukungan Keluarga Responden Tentang ASI dan
MP – ASI Di Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe Kabupaten
Maros Tahun 2017 ........................................................................... 51

x
Tabel 5.10 Distribusi Praktik Responden pada Pemberian ASI dan MP – ASI
Di Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Tahun 2017 ..................................................................................... 52

Tabel 5.11 Distribusi Kategori Praktik Responden pada Pemberian ASI dan
MP – ASI Di Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe Kabupaten
Maros Tahun 2017 ........................................................................... 53

Tabel 5.12 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Praktik Pemberian ASI


dan MP – ASI di Desa Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe
Kabupaten Msros Tahun 2017 ......................................................... 54

Tabel 5.13 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Sikap Tentang ASI


dan MP – ASI di Desa Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe
Kabupaten Msros Tahun 2017 ......................................................... 55

Tabel 5.14 Hubungan Sikap Responden dengan Praktik Pemberian ASI dan
MP – ASI di Desa Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe
Kabupaten Msros Tahun 2017 ......................................................... 56

Tabel 5.15 Hubungan Dukungan Kelaurga Responden dengan Praktik


Pemberian ASI dan MP – ASI di Desa Bonto Marannu Kecamatan
Moncongloe Kabupaten Msros Tahun 2017 .................................... 58

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori Penenlitiaan ................................................... 27


Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian .................................................... 30

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Output SPSS
Lampiran 3. Matriks Hasil Wawancara Pengetahuan
Lampiran 4. Matriks Hasil Wawancara Sikap
Lampiran 5. Matriks Hasil Wawancara Dukungan Keluarga
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian
Lampiran 7. Biodata Penulis

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) di Indonesia perlu ditingkatkan dan

dilestarikan. Dalam upaya pelestarian penggunaan ASI, yang perlu ditingkatkan

adalah pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI segera (kurang lebih satu

jam setelah setelah lahir) sampai bayi berumur enam bulan dan memberikan

kolostrum atau cairan ASI berwarna kekuningan yang pertama keluar dimana

mengandung semua bahan gizi yang dibutuhkan oleh bayi baru lahir dan

melindungi bayi dari penyakit (Burns, 2000). Menyusui bayi sejak dini selain

memberikan asupan zat gizi terabaik bagi anak, juga meningkatkan kualitas

kesehatan ibu. Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) juga merupakan awal

keberhasilan dalam pemberian ASI eksklusif, dapat mencegah atau menurunkan

angka kematian bayi dan juga dipercaya meningkatkan daya tahan tubuh terhadap

penyakit-penyakit yang berisiko kematian tinggi seperti kanker saraf, leukemia

dan berdampak psikologis pada ibu dan bayi (Roesli, 2008).

Air Susu Ibu (ASI) sangat ideal untuk bayi yang masih tergantung pada air

susu untuk mempertahankan kehidupannya. Pemberian ASI akan berjalan dengan

baik bila bayi diberikan ASI sesering mungkin dan ibu mau menyusuinya serta

mempunyai kepercayaan diri bahwa ibu mampu melakukan hal tersebut (Depkes

RI, 2005).

1
2

Tahun pertama, khususnya enam bulan pertama, adalah masa yang sangat

kritis dalam kehidupan bayi. ASI harus merupakan makanan utama pada masa ini

(Muchtadi, 1996). Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan

tambahan selain ASI sampai usia enam bulan.

Akan tetapi, di zaman era modern dan canggihnya teknologi serta

mudahnya akses informasi, membuat gencarnya promosi dan iklan susu botol

memberi pengaruh pada ibu-ibu untuk tertarik membelinya, terutama para ibu

dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan yang rendah. Pengetahuan ibu

tentang manfaat pemberian ASI eksklusif bagi bayi sangat penting dalam

menentukan keberhasilan pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2002).

Air susu ibu (ASI) mengandung nutrisi yang sangat baik untuk bayi serta

dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai umur enam bulan tanpa pemberian

makanan atau minuman tambahan lain. Selain itu, ASI mengandung zat yang

dapat memberikan fungsi kekebalan sehingga bayi terlindung dari penyakit

infeksi. Kematian bayi dapat dicegah sekitar 16% dengan pemberian ASI

eksklusif sejak hari pertama kelahiran dan kematian bayi dapat dicegah sebesar

22% jika inisiasi menyusui dilakukan satu jam pertama setelah kelahiran

(Edmond, 2006).

Salah satu faktor penyebab rendahnya partisipasi ASI eksklusif menurut

Roesli (2009) adalah pengetahuan dan sikap ibu yang kurang memadai tentang

ASI eksklusif. Pengetahuan mengenai manfaat dan pentingnya ASI eksklusif bagi

bayi merupakan hal yang mendasari sikap dan perilaku ibu untuk melakukan ASI
3

eksklusif, sehingga diharapkan dengan tingginya pengetahuan, maka ibu akan

berusaha memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Menurut Notoatmodjo (2007),

pengetahuan kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang.

Selain itu, Pemberian Air susu ibu (ASI) oleh ibu menyusui memerlukan

dukungan dari orang terdekat, seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan

kerja. Keluarga dalam hal ini suami atau orang tua dianggap sebagai pihak yang

paling mampu memberikan pengaruh kepada ibu untuk memaksimalkan

pemberian ASI eksklusif. Dukungan atau support dari orang lain atau orang

terdekat, sangatlah berperan dalam sukses tidaknya menyusui. Semakin besar

dukungan yang didapatkan untuk terus menyusui maka akan semakin besar pula

kemampuan untuk dapat bertahan terus untuk menyusui (Proverawati, 2010).

Secara nasional dari hasil Riskesdas 2013, ibu yang melakukan IMD <1

jam pertama kelahiran masih sebesar 34,5% dan cakupan ASI eksklusif 38%.

Presentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir semakin menurun seiring

meningkatnya umur bayi dengan presenase terendah umur 6 bulan 30,2%.

Menurut hasil final Pemantauan Status Gizi 2015 secara nasional

menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan tidak mempraktikkan IMD sebesar

50,3% dan cakupan ASI eksklusif masih sebesar 65%. Sedangkan hasil profil

kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014 menunjukkan bahwa cakupan

ASI eksklusif sebanyak 62,7%. Untuk Cakupan Pemberian ASI Eksklusif


4

Kabupaten Maros adalah 70.49% sedangkan targetnya adalah 80% pada tahun

2014.

Setelah anak melewati masa pemberian ASI eksklusif, anak akan

memasuki masa pemberian MP-ASI atau makanan pendamping ASI. MP-ASI

merupakan makanan tambahan yang diberikan pada bayi mulai usia 6-24 bulan

yang diperlukan untuk menunjang tumbuh kembangnya. Pada usia ini, ASI

hanya akan memenuhi sekitar 60%-70% kebutuhan bayi sehingga bayi

memerlukan makanan tambahan atau makanan pendamping ASI yang diteruskan

hingga anak berusia 24 bulan atau 2 tahun lebih (Indiarti, 2008). Pada masa ini

masih banyak teridentifikasi sebagai masalah, seperti bentuk pemberian makanan

yang kurang tepat, waktu pemberian yang terlalu cepat maupun lambat, susunan

hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak

mencukupi kebutuhan badan.

Pemberian MP-ASI yang terlalu dini pada anak dapat menyebabkan

gangguan pencernaan pada bayi seperti diare, konstipasi, muntah, dan alergi.

Disamping itu akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak setelah usia dewasa

seperti memicu terjadinya penyakit obesitas, hipertensi, dan penyakit jantung

coroner (Nadesul, 2005).

Selama kurun waktu 1989 sampai 2004 terdapat sekitar 40 juta balita

mengalami kurang gizi dari keseluruhan 211 juta balita yang ada di Indonesia.

Meningkatnya jumlah anak balita yang mengalami kurang gizi tersebut karena

tidak terpenuhinya makanan seimbang (Depkes RI, 2006).


5

Keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan karena kebiasaan

pemberian MP-ASI yang tidak tepat dan ketidaktahuan ibu tentang manfaat dan

cara pemberian MP-ASI yang benar sehingga berpengaruh terhadap perilaku ibu

dalam pemberian MP-ASI (Depkes RI, 2006). Niger (2010) menyatakan bahwa

pengetahuan ibu tentang MP-ASI mempengaruhi perilaku pemberian MP-ASI,

yang apabila ibu memberikan MP-ASI tidak sesuai dengan kebutuhan balita

maka akan mempengaruhi status gizi balita tersebut atau akan mengakibatkan

malnutrisi.

Penelitian kualitatif Rahayoe 2015 mengenai Pola Asuh dan Pemberian

MP-ASI di Pulau Barang Lompo Kota Makassar menunjukkan bahwa ibu pada

umumnya mengetahui bahwa umur pertama kali pemberian MP-ASI adalah 6

bulan tetapi masih ada yang memberikan MP-ASI di usia 3-4 bulan disebabkan

ASI yang dianggap tidak bagus lagi bagi anak dan jenis makanan yang diberikan

baduta belum bervariasi. Selain itu, adanya tradisi pemberian makanan prelaktal

seperti madu, kopi, gula, garam yang disesuaikan dengan filosofi harapan

masing-masing.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai hubungan pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga

dengan praktik pemberian ASI dan MP-ASI balita usia 6-23 bulan di Desa Bonto

Marannu Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros, dikarenakan di wilayah

tersebut nilai sosial susu formula lebih baik dibanding ASI. Selain itu, di wilayah
6

tersebut belum pernah dilakukan penelitian tentang pengetahuan, sikap,

dukungan keluarga,pada praktik pemberian ASI dan MP-ASI.

B. Rumusan Masalah

Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Maros belum mencapai target, dan

masih adanya pemberian MP-ASI yang kurang tepat. Beberapa faktor yang

berperan dalam praktik pemberian ASI dan MP-ASI adalah pengetahuan, sikap,

dan dukungan keluarga. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah apakah

ada hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Keluarga dengan Praktik

Pemberian ASI dan MP-ASI Ibu Balita Usia 6-23 bulan.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan dukungan

keluarga dengan praktik pemberian ASI dan MP-ASI balita usia 6-23 bulan

di Desa Bonto Marannu Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu balita tentang pemberian

ASI dan MP-ASI

b. Untuk mengetahui gambaran sikap ibu balita tentang pemberian ASI dan

MP-ASI
7

c. Untuk mengetahui gambaran dukungan keluarga pada pemberian ASI dan

MP-ASI

d. Untuk mengetahui gambaran praktik pemberian ASI dan MP - ASI

e. Untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan dengan praktik

pemberian ASI dan MP-ASI

f. Untuk mengetahui apakah ada hubungan sikap dengan praktik pemberian

ASI dan MP-ASI

g. Untuk mengetahui apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan

praktik pemberian ASI dan MP-ASI

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh beberapa manfaat,

sbagai berikut.

1. Bagi ibu Balita

Agar ibu mengetahui praktik pemberian ASI dan MP-ASI yang tepat bagi

anak baduta

2. Bagi Posyandu

Sebagai bahan informasi di bidang gizi khususnya praktik pemberian ASI

dan MP-ASI
8

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian dapat digunakan untuk memberi wawasan terhadap

masyarakat khususnya ibu yang memiliki anak baduta.

4. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu selama di bangku kuliah di lapangan

serta menambah wawasan khususnya tentang pemberian ASI dan MP-ASI.


9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah

seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu, pengindraan terjadi

melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu,

perasa, dan peraba. Tetapi sebgaian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Efendi

dan Mkhfudli, 2009).

Tingkatan Pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan

yaitu :

1. Tahu, merupakan tingkat pengetahuan paling rendah, tahu artinyadapat

mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

2. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan

dengan benar tentang objek yang diketahui. Sesorang yang telah paham

tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan

menyimpulkan.

9
10

3. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dalam kondisi nyata atau dapat menggunakan hokum-

hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

4. Analisis artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam

bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut

dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat

menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membeuat

bagan proses adopsiperilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi

dan fisiologi.

5. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan

adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan

menyesuaikansuatu teori atau rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu

objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun

sendiri (Sunaryo, 2002)


11

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Wawan dan Dewi

(2011) dibedakan menjadi faktor internaldan faktor eksternal :

1. Faktor internal

a. Pendidikan, dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola hidup

terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan seseorang

makan semakin mudah untuk menerima informasi.

b. Pekerjaan, merupakan suatu cara mencari nafkah yang membosankan,

berulang, dan banyak tantangan. Pekerjaan dilakukan untuk menunjang

kehidupan pribadimaupun keluarga. Bekerja dianggap kegiatan menyita

waktu.

c. Umur, adalah usia yang terhitung mulai dilahirkan sampai berulang

tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berfikir.

2. Faktor eksternal

a. Faktor lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan

perilaku individu maupun kelompok. Jika lingkungan mendukung kea

rah positif, maka individu maupun kelompok tersebut akan berprilaku

kurang baik.

b. Social budaya yang ada dalam masyarakat juga mempengaruhi sikap

dalam penerimaan informasi.


12

B. Tinjauan Tentang Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social. Sikap

belum merupakan suatu tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2003)

Proses pembentukan sikap itu berlangsung secara bertahap dan

mealalui proses belajar, proeses belajar tersebut dapat terjadi karena

pengalaman-pengalaman pribadi dengan objek tertentu dengan cara

menghubungkan obyek tersebut dengan pengalaman-pengalaman lain atau

melalui proses belajar social. Sebagian besar sikap itu dibentuk melalui

kombinasi dari beberapa cara tersebut. Proses pembentukan sikap adalah

adanya pengaruh orang lain terutama orang tua, guru, dan rekan-rekannya.

Kemampuan berfikir, kemampuan memilih dan faktor-faktor intrinsik lainnya

mempengaruhi sikap seseorang terhadap obyek, terhadap orang lain dan

terhadap peristiwa tertentu (Siagan, 1992).


13

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap terdiri dari berbagai tingkatan,

yaitu:

1. Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat

dilihat dari kesedihan dan perhatian terhadap ceramah-ceramah.

2. Merespons, diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai, diartikan mengajak orang lain untuk mendiskusikan

terhadap suatu masalah adalah suatu indikasisikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab, diartikan bertanggung jawb, diartikan bertanggung

jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko

adalah merupakan sikap yang paing tinggi.

Perubahan sikap diperoleh melalui proses balajar. Perubahan dapat

berupa penambahan, pengalihan ataupun modifikasi dari satu atau lebih dari

komponen afektif, kognitif, dan perilaku. Sekali sebuah perubahan sikap telah

terbentuk maka akan menjadi bagian intergral dari individu itu sendiri.

Merubah sikap seseorang sedikit banyak juga ikut merubah manusianya.

Sikap dapat berubah dari positif ke negative begitupun sebaliknya, tidak ada

seorang pun yang selalu tetap konsisten benar secara terus menerus, atau tidak

mustahil terdapat inkonsistensi dalam sikap seseorang terhadap obyek dan

peristiwa (Siagan, 1992).


14

C. Tinjauan Tentang Dukungan Keluarga

Dukungan adalah suatu pola interaksi yang positif atau perilaku

menolong yang diberikan pada individu dalam menghadapi suatu peristiwa

atau kejadian yang menekan. Dukungan yang dirasakan oleh individu dalam

kehidupanya membuat dia merasakan akan dicintai, dihargai, dan diakui serta

membuat dirinya menjadi lebih berarti dan dapat mengoptimalkan potensi

yang ada dalam dirinya.. Orang yang mendapat dukungan akan merasa

menjadi bagian dari pemberi dukungan (Bobak, 2005).

Klasifikasi dukungan terbagi atas menjadi dukungan informasi,

emosional, instrumental, dan penilaian

1. Dukungan Informasi

Dukungan informasi adalah memberikan penjelasan tentang

situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang

sedang dihadapi oleh individu. Dukungan ini meliputi memberikan

nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan bagaimana seseorang

bertindak dalam menghadapi situasi yang dianggap beban.

2. Dukungan Emosional

Dukungan emosional meliputi ekspresi empati, misalnya

mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukan, sikap percaya terhadap

apa yang dikeluhkan, memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian.

Dukungan emosional akan membuat individu merasa nyaman.


15

3. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental adalah dukungan yang diberikan

langsung, bersifat fasilitas atau materi, misalnya menyediakan fasilitas

yang diperlukan, meminjamkan uang, memberi makanan atau bantuan

yang lain.

4. Dukungan Appraisal atau Penilaian

Dukungan ini bisa berbentuk penilaian yang positif, penguatan

(pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukan

perbandingan sosial yang membuka wawasan individu dalam keadaan

stres serta dukungan untuk maju persetujuan terhadap gagasan dan

perasaan individu lain.(Setiadi, 2008).

D. Tinjauan Tentang Praktik

Praktik merupakan tindakan nyata dari adanya suatu respon (Notoatmodjo,

2012). Sikap dapat terwujud dalam tindakan nyata apabila tersedia fasilitas atau

sarana dan prasarana. Tanpa adanya fasilitas, suatu sikap tidak dapat terwujud

dalam tindakan nyata (Notoatmodjo, 2005). Tindakan (Practice) adalah suatu

sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap

menjadi suatu perbuatan nyata diperlalukan faktor pendukung suatu kondisi yang

memungkinkan (Priyono, 2015).


16

1. Tingkatan tindakan (Practice) terdiri dari empat tingakatn yaitu :

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan

yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon Terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat dua.

c. Mekanisme (mechanism)

Seseorang yang dapat melakukan tindakan secara benar urutannya

secara otomatis, maka akan menjadi kebiasaan baginya untuk

melakukan tindakan yang sama, maka ia sudah mencaapai praktik

tingkat tiga.

d. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik. Artinya itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut (Priyono, 2015).

2. Cara menilai praktik

Cara menilai praktik dapat dilakukan melalui check list dan

kuesioner. Check list berisi daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya.

Peneliti dapat memberikan tanda ya atau tidak sesuai dengan tindakan yang

dilakukan sesuai dengan prosedur. Selain menggunakan check list, penilaian

praktik juga dapat dilakukan dengan kuesioner. Kuesioner berisi beberapa


17

pertanyaan mengenai praktik yang terkait dan responden diberikan pilihan

“ya” atau “tidak” untuk menjawabnya (Arikunto, 2010).

E. Tinjauan Tentang Air Susu Ibu (ASI)

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi. Tiada satu

pun makanan lain yang dapat menggantikan ASI.karena ASI memiliki kelebihan

yang memiliki tiga aspek, yakni aspek gizi, aspek kekebalan, dan aspek

kejiwaan, aspek terakhir ini berupa jalinan kasih saying yang penting untuk

perkembangan mental dan kecerdasan anak. Untuk memperoleh manfaat

ASIyang maksimum, ASI harus diberikan segera sesudah bayi dilahirkan (30

menit setelah lahir). Karena daya isap bayi saat itu paling kuat untuk merangsang

produksi ASI selanjutnya (Adiningsih, 2010).

ASi yang keluar pertama kali sampai beberapa hari pasca persalinan

disebut kolostrum. Dibandingkan dengan ASI, kolostrum lebih kental dan

berwarna kekuning-kuningan, mengandung zat kekebalan dan vitamin A yang

tinggi. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan kepada bayi. Meskipun

produksi ASI pada hari-hari pertama baru sedikit, kebutuhan bayi tercukupi.

Hindari pemberian air gula, air tajin, dan makanan pralaktal lain, sebelum ASI

lancar dihasilkan (Adiningsih, 2010).

Banyak keuntungan yang diperoleh ketika dilakukan pemberian ASI

secara eksklusif namun sangat sedikit ibu yang melakukan pemberian ASI

eksklusif, dengan berbagai sebab diantaranya sebagai berikut.


18

1. ASI dianggap tidak mencukupi

Banyak ibu yang beranggapan bahwa ASI tidak mencukupi sehingga

memutuskan untuk menambahkan atau mengganti dengan susu formula.

Sebetulnya hampir semua ibu yang melahirkan akan berhasil menyusui

bayinya dengan jumlah ASI yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan

bayinya. Hal yang harus diperhatikan agar ASI dapat diproduksi dengan

jumlah dan kualitas yang baik adalah teknik menyusui yang benar, asupan

zat gizi ibu, serta frekuensi menyusui. Semakin sering bayi

menghisap/menyusu kepada ibunya maka produksi ASI akan semakin

lancar.

2. Ibu bekerja diluar rumah

Ibu bekerja harus meninggalkan bayinya seharian penuh sehingga ini

menjadi alasan ibu menggantikannya dengan susu formula. Sebenarnya,

seorang ibu yang bekerja masih dapat memberikan ASI eksklusif dengan

dukungan pengetahuan yang cukup benar dari ibu, perlengkapan memerah

ASI, serta dukungan lingkungan keluarga dan juga lingkungan tempat kerja.

3. Beranggapan bahwa susu formula lebih baik dan lebih praktis dari ASI

Gencarnya promosi tentang susu formula serta kurangnya pengetahuan ibu

tentang ASI menyebabkan tidak sedikit ibu yang beranggapan bahwa susu

formula sama baiknya atau bahkan lebih baik daripada ASI. Padahal tidak

ada satu alasan bagi ibu untuk lebih memilih susu formula dibandingkan

ASI karena begitu banyak manfaat dan kelebihan ASI dibandingkan susu
19

formula yang telah dipaparkan pada penjelasan sebelumnya, baik dari sisi

kesehatn bayi, kesehatan ibu, ataupun dari sisi ekonomi.

4. Kekhawatiran tubuh ibu menjadi gemuk.

Ibu biasanya beranggapan bahwa nafsu makan ibu menyusui lebih besar

dibandingkan ibu yang tidak menyusui sehingga timbul kekhawatiran berat

adannya akan meningkat. Namun faktanya, produksi ASI tidak hanya terjadi

pada pasca persalinan tetapi telah dipersiapkan selama kehamilan. Selama

hamil telah dipersiapkan timbunan lemak yang akan dipergunakan selama

proses menyusui, dengan demikian perempuan yang tidak menyusui malah

akan lebih sulit untuk menghilangkan timbunan lemak ini (Sulistyoningsih,

2012).

ASI adalah satunya satunya makanan bergizi seimbang bagi bayi 0-6

bulan, dan memperoleh ASI adalah hak fundamental bayi. Untuk itu tidak ada

alasan bagi ibu untuk tidak memberikan ASI kepada bayinya. Cara Pemberian

ASI kepada bayi ini ada dua macam yakni :

1. Dengan menyusui langsung pada payudara ibu

Cara ini adalah yang terbaik karena dapat membantu meningkatkan

dan menjaga produksi ASI. Hubungan batin yang kuat terjalin pada saat

menyusui secara langsung karena kulit bayi dan ibu bersentuhan, mata bayi

menatap mata ibu sehingga dapat terjalin hubungan batin yang kuat. Agar

pemberian ASI eksklusif dapat berhasil, perlu diperhatikan cara ibu menyusui

yang baik dan benar. Pemberian ASI sebaiknya tidak dijadwal, melainkan
20

sesuai dengan keinginan bayi. Setiap kali menyusui, gunakan payudara kiri

dan kanan ibu secara bergantian. Posisi ibu menyusui bisa duduk dan tidur

santai. Posisi mulut bayi dalam mengisap puting susu ibu harus benar. Bagian

areola (bagian hitam) pada payudara harus masuk ke mulut bayi. Jika posisi

menyusui salah, ASI yang diisap bayi menjadi tidak maksimal. Produksi ASI

pun akan menyesuaikan dengan jumlah isapan bayi. Jadi, kalau bayi hanya

mengisap 50 ml susu, payudara akan memproduksi lagi sejumlah itu. Jika

posisi ibu menyusui tepat, ASI akan keluar dengan lancar sehingga

produksinyapun makin banyak.

a. Frekuensi Pemberian ASI

1) Beberapa minggu pertama ibu dianjurkan memberikan ASI 8 sampai

12 kali setiap 24 jam

2) Sodorkan payudara kapan saja bayi menunjukkan tanda-tanda awal

bahwa ia lapar.

3) Menangis merupakan tanda lapar yang sudah terlambat

4) Frekuensi menyusui dapat turun menjadi sekitar 8 kali per 24 jam

5) Frekuensi dapat ditingkatkan lagi pada saat bayi mengalami periode

pertumbuhan yang cepat, atau jika bayi menginginkan ASI dalam

jumlah yang lebih banyak.


21

b. Dengan Memberikan ASI perah

1) Sebelum memerah ASI terlebih dahulu disiapkan wadah untuk ASI

perah dengan cara :

a) Pilih cangkir, gelas atau kendi bermulut lebar

b) Cuci cangkir tersebut dengan sabun dan air

c) Tuangkan air mendidih ke dalam cangkir tesebut, dan biarkan

beberapa menit. Air mendidih akan membunuh sebagian besar

bakteri

d) Bila telah siap memerah ASI, tuangkan air dari cangkir tersebut

2) Letakkan jari dan ibu jari di tiap sisi aerola dan tekan ke dalam

kearah dinding dada.

3) Tekan di belakang puting dan aerola di antara ibu jari dan telunjuk.

4) Tekan dari samping untuk mengosongkan semua bagian.

F. Tinjauan Tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi,

diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi

selain dari ASI. MP-ASI berupa makanan padat atau cair yang diberikan secara

bertahap sesuai dengan usia dan kemampuan pencernaan bayi atau anak.

Mulai usia 6 bulan sampai dengan 24 bulan adalah waktu pemberian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Sebagian besar bayi usia 6 bulan, berdasarkan

perkembangannya sudah siap untuk menerima makanan atau minuman lain selain
22

ASI. Memperkenalkan MP-ASI sebelum enam bulan cenderung akan menggantikan

ASI, dan pertumbuhan umumnya tidak dapat diperbaiki dengan pemberian makanan

pendamping ASI sebelum enam bulan walaupun di bawah kondisi yang optimal.

Pengenalan makanan padat sebelum usia 4 bulan dikaitkan dengan peningkatan

risiko kelebihan berat badan pada usia tiga tahun.

Pada usia 6-12 bulan, ASI hanya menyediakan ½ atau lebih kebutuhan gizi

bayi, dan pada usia 12-24 bulan ASI menyediakan 1/3 dari kebutuhan gizinya

sehingga MP-ASI harus segera diberikan mulai bayi berusia 6 bulan. MP-ASI harus

mengandung zat gizi mikro yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang tidak

dapat dipenuhi oleh ASI saja. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian

MP-ASI adalah usia bayi/anak, frekuensi pemerian, jumlah /porsi, variasi,

pemberian makanan aktif/rensponsif, dan selalu menjaga kebersihan.

Macam MP-ASI berupa bahan makanan lokal dan makanan pabrikan yang

difortifikasi dalam bentuk bungkusan, kaleng atau botol. Bentuk MP-ASI ada tiga

yaitu :

1. Makanan lumat yaitu sayuran, daging/ikan/telur, tahu/tempe dan buah yang

dilumatkan/disaring, seperti tomat saring, pisang lumat halus, pepaya lumat, air

jeruk manis, bubur susu dan bubur ASI. Makanan lumat diperuntukkan untuk

anak usia 6-8 bulan.

2. Makanan lembik atau dicincang yang mudah ditelan anak, seperti bubur nasi

campur, nasi tim halus, bubur kacang hijau. Makanan lumat diperuntukkan untuk

anak usia 9-11 bulan.


23

3. Makanan keluarga seperti nasi dengan lauk pauk, sayur dan buah untuk anak

usia diatas satu tahun.

Tabel 2.1
Frekuensi dan Jumlah MP-ASI yang diberikan pada Anak Menurut
Kelompok Umur

Umur Jumlah
Frekuensi Rata-rata/Kali makan
(Bulan)

2-3 sendok makan penuh setiap kali


2-3 x makanan lumat +
makan dan tingkatkan secara
6–8 1-2 x makanan selingan +
perlahan sampai setengah 1/2 dari
ASI
cangkir mangkuk ukuran 250 ml tiap
kali makan
3-4 x makanan lembik +
9 - 11
1-2 x makanan selingan + ASI ½ mangkuk ukuran 250 ml

¾ Mangkuk ukuran 250 ml


12 - 24 3-4 x makanan keluarga + 1-2x
makanan selingan + ASI
Sumber : World Health Organization (WHO), 2012

Makanan pendamping yang baik adalah (1) kaya energy, protein, dan

mikronutrien (terutama besi, seng, kalium, vitamin A, vitamin C, dan folat), (2)

bersih dan aman, tidak ada pathogen yaitu tidak ada bakteri penyebab penyakit

atau lainnya organisme berbahaya, tidak ada bahan kimia berbahaya atau racun,

tidak ada tulang atau bahan keras yang mungkin membuat anak tersedak, tidak

panas, (3) tidak terlalu pedas atau asin, (4) mudah dimakan anak-anak, (5)

disukai oleh anak, (6) tersedia secara local dan terjangkau, (7) mudah untuk

disiapkan.
24

Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah 650 Kalori dan 16 gram

protein. Kandungan gizi Air Susu Ibu (ASI) adalah 400 Kalori dan 10 gram

protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 Kalori dan 6

gram protein. Kebutuhan gizi bayi usia 12 – 24 bulan adalah sekitar 850 Kalori

dan 20 gram protein. Kandungan gizi ASI adalah sekitar 350 Kalori dan 8 gram

protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah sekitar 500 Kalori

dan 12 gram protein (Depkes, 2013).

Hal-hal yang perlu diperhatikan bila anak mulai makan MP-ASI yaitu :

1. MP-ASI yang diberikan pertama sebaiknya adalah makanan lumat berbahan

dasar makanan pokok tertutama beras/tepung beras, karena beras bebas gluten

yang dapat menyebabkan alergi.

2. Bila bayi sudah mulai makan MP-ASI, bayi memerlukan waktu untuk

membiasakan diri pada rasa maupun bentuk makanan baru tersebut.

3. Perkenalkan aneka jenis buah sayur lauk sumber protein dalam MP-ASI,

bertahap sambil mengamati reaksi bayi terhadap makanan yang diperkenalkan.

4. Ketika anak bertambah besar, jumlah yang diberikan juga bertambah. Pada usia

12 bulan, anak dapat menghabiskan 1 mangkuk kecil penuh makanan yang

bervariasi setiap kali makan.

5. Berikan makanan selingan terjadwal dengan porsi kecil seperti roti atau biskuit

yang dioles dengan mentega/selai kacang/mesyes, buah dan kue kering.

6. Beri anak makan 3x sehari dan 2x makanan selingan diantaranya secara

terjadwal.
25

7. Makanan selingan yang tidak baik adalah yang banyak mengandung gula tetapi

kurang zat gizi lainnya seperti minuman bersoda, jus buah yang manis, permen,

es lilin dan kue-kue yang terlalu manis.

G. Tinjauan Tentang Balita Umur 6-23 bulan

Periode anak usia 6-23 bulan merupakan masa pertumbuhan cepat

(growth spurt) dibanding usia sesudahnya (anak usia 24-59 bulan, remaja, dan

dewasa) sehingga antara asupan energi dan kebutuhan harus seimbang. Kondisi

yang berpotensi mengganggu pemenuhan zat gizi terutama energy dan protein

pada usia ini menyebabkan masalah gangguan pertumbuhan. Gangguan

pertumbuhan pada bayi bersifat permanen dan tidak dapat dipulihkan

(irreversible), walaupun kebutuhan gii selanjutnya terpenuhi (Irawati, 2010).

Pada usia bawah dua tahun, anak masih rawan dengan berbagaai

gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Ada beberapa hal yang sering

merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Salah satu faktor yang menentukan daya tahan tubuh seorang

anak adalah keadaan gizinya. Di sisi lain, alat pencernaan usia ini belum

berkembang sempurna. Selain itu, anak baduta sangat rentan terhadap penyakit

gigi sehingga menyulitkan makannya. Gigi susu telah lengkap pada umur 2 – 2,5

tahun, tetapi belum dapat digunakan untuk mengerat dan mengunyah

makananyang keras. Menurunnya nafsu makan juga menjadi alibi utama para ibu

sebagai penyebab terjadinya kurang gizi pada anak-anak. Sebagai penyebab


26

langsung gangguan gizi, khususnya gangguan gizi pada bayi dan balita adalah

tidak sesuainya jumlah gizi yang mereka peroleh dari makanan dengan

kebutuhan tubuh mereka. Pendapat lain menyatakan bahwa penyebab utama pada

balita adalah kemiskinan sehingga akses pangan anak terganggu, penyakit infeksi

(diare), pengetahuan orang tua yang rendah, atau faktor tabu makanan (Weisz,

2011)

Secara harfiah, baduta atau anak dibawah dua tahun adalah anak usia

kurang dari dua tahun sehingga bayi usia di bawah satu tahun juga termasuk

dalam golongan ini, namun karena faal (kerja alat tubuh) bayi usia dibawah satu

tahun berbeda dengan anak usia lebih dari satu tahun mulai menerima makanan

padat seperti orang dewasa (Indari, 2012).

Anak usia 1 sampai 2 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau

selepas menyusu sampai dengan pra sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan

dan perkembangan kecerdasannya, faak tubuhnya juga mengalami

perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus sesuai

dengan keadaannya. Laju pertumbuhan masa baduta lebih besar dari masa usia

prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relative lebih besar.

Namun, perut yang masih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu

diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari pada anak yang usianya lebih

besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan

frekuensi sering (Indari, 2012).


27

H. Kerangka Teori

Berikut ini kerangka teori yang memuat tentang teori dasar penelitian

yang dikumpulkan dari berbagai sumber ilmiah yang relavan.

Gambar 1.
Kerangka Teori Penelitian

Faktor Predisposisi
- Pengetahuan ibu tentang pemberian ASI
dan MP-ASI
- Sikap ibu pada pemberian ASI dan MP-
ASI
- kepercayaan ibu tentang pentingnya
pemberian ASI dan MP-ASI yang tepat
- Tradisi pemberian ASI dan MP-ASI pada
anak keluarga/masyarakat
- Nilai ASI menurut ibu dibandingkan
dengan susu formula/makanan lain

Faktor Pendukung Pemberian


- Lingkungan fisik ibu di rumah maupun ASI dan MP-ASI
ditempat kerja
- Ketersediaan Sarana Prasarana/Fasilitas
kesehatan

Faktor Penguat
- Dukungan keluarga pada ibu balita
- Dukungan atasan di tempat kerja ibu
mengenai kebjikan pemberian ASI
- Perilaku petugas kesehatan dalam
dukungan keberhasilan ASI eksklusif

Sumber : Modifikasi green Lawrence and Marshall W. Kreuter (1980) dalam


Notoatmodjo (2005)

Anda mungkin juga menyukai