Anda di halaman 1dari 86

1

SKRIPSI

PENGARUH EDUKASI GIZI TERHADAP PERUBAHAN


PENGETAHUAN DAN GAYA HIDUP SEDENTARY PADA
ANAK GIZI LEBIH DI SDN SUDIRMAN I MAKASSAR
TAHUN 2013

MARISA ROSTANIA
K21109281

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
2

RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Ilmu Gizi
Skripsi, Mei 2013
Marisarostania
“Pengaruh Edukasi Gizi Terhadap Perubahan Pengetahuan dan Gaya Hidup
Sedentary Pada Anak Gizi Lebih di SDN Sudirman I Makassar Tahun 2013”
(xii + 75 Halaman + 14 Tabel + 3 Gambar + 9 Lampiran)
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia. Bahkan
WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah menyatakan bahwa obesitas
merupakan masalah epidemi global. Di Indonesia, terutama di kota-kota besar,
dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan
sedentary berakibat pada perubahan pola makan atau konsumsi masyarakat yang
berdampak meningkatkan risiko obesitas (WHO, 2000). Melihat tingginya
prevalensi obesitas dan dampak buruk dari obesitas itu sendiri, maka perlu
dilakukan pencegahan sejak dini untuk mengurangi tingkat prevalensi dan dalam
rangka menciptakan sumber daya manusia yang lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap
pengetahuan dan gaya hidup sedentary pada anak gizi lebih . Jenis penelitian yang
digunakan adalah pra eksperimental. Jumlah sampel yaitu 55 responden. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan analisis Univariat dan Bivariat.
Hasil penelitian ini menunjukkan, ada pengaruh signifikan antara edukasi
gizi dengan perubahan pengetahuan anak gizi lebih di Sekolah Dasar Sudirman I
Makassar Tahun 2013 dengan nilai p 0,000 (p<0,05). Dan Tidak ada hubungan
yang bermakna antara edukasi yang diberikan dengan perubahan gaya hidup
sedentary pada anak gizi lebih di Sekolah Dasar Sudirman I Makassar Tahun
2013 dengan nilai p 0,108 (p>0,05).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh edukasi terhadap
pengetahuan dan edukasi tidak berpengaruh terhadap gaya hidup sedentary.
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih
spesifik mengenai gaya hidup sedentary.

Daftar Pustaka : 62 (1991-2012)


Kata Kunci : Edukasi, Pengetahuan, Gaya Hidup Sedentary, Gizi
Lebih.
3

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah serta ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Sebuah kesyukuran yang besar atas segala kenikmatan

dan kemudahan yang Allah berikan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa

diselesaikan dengan baik meskipun begitu banyak tantangan. Namun penulis

yakin bahwa tantangan tersebut akan menjadi cerita tersendiri yang mengiringi

perjuangan tutup strata ini.

Berhasilnya penyusunan skripsi ini menandai berakhirnya suatu dimensi

perjuangan yang penuh dengan makna dan kenangan dalam menimba ilmu di

Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan

selanjutnya akan menjadi titik awal bagi penulis untuk dapat berbuat yang terbaik

bagi masyarakat, bangsa dan agama.

Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua penulis

bapak H. Tani Abdul Azis dan Ibu Hj. Ipati . yang senantiasa mengalirkan doa

dan kasih sayang dalam setiap doanya. Terima kasih atas segala dukungan,

pengertian, motivasi, semangat serta pengorbanan yang telah kalian berikan,

semoga segala kebaikan senantiasa tercurah kepada kalian. Mudah-mudahan saya

dapat membuat kalian bangga, Amin.

Demikian pula ucapan terima kasih yang tulus, rasa hormat dan

penghargaan yang tak terhingga, kepada:


4

1. Bapak Aminuddin Syam, SKM, M.Kes selaku pembimbing I yang dengan

penuh kesabaran telah mengarahkan penulis dari awal perkuliahan dan dari

awal penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini, dan Ibu Ulfah

Najamuddin, S.Si, M.Kes selaku pembimbing II penulis yang selalu

memberikan motivasi dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis .

2. Bapak M. Arsyad Rahman. SKM M.Kes, Ibu Dr. Dra. Nurhaedar Jafar,

Apt, M.Kes dan ibu dr. Devintha Virani, S.ked sebagai penguji yang telah

memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Nurhaedar Jafar Apt., M.Kes selaku ketua Program Studi Ilmu

Gizi dan dosen pengajar mata kuliah yang telah memberikan ilmu yang

bermanfaat selama penulis menempuh bangku kuliah di Prodi Ilmu Gizi FKM

Unhas serta seluruh staf Prodi Gizi yang telah banyak membantu dalam

proses administrasi dalam rangka penyusunan skripisi ini.

4. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil

Dekan, seluruh staf termasuk staf akademik yang mengatur pengurusan surat

dan pengumpulan berkas serta memberikan bantuan yang berarti kepada

penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanuddin.

5. Untuk keluarga tersayang Fatria Rostania, M Yusuf Sulaiman, Nayla Syifa

Azzahra, Razqa. Terima kasih semangat dan doanya semoga bisa menjadi

kebanggaan.

6. Untuk kk tersabar saya Elys Dariatmo Herik, S.Ked , terima kasih atas

bantuannya selama ini, dan untuk motivasinya.


5

7. Rekan tim penulis Sukhmawati Thasim dan ka Barre Allo yang selalu

senantiasa berjuang bersama-sama dan sabar menghadapi saya.

8. Teman - teman angkatanku tercinta Galeter 2009, Ilmu Gizi 2009, AGOGO

kalian adalah teman terbaik yang pernah saya kenal.

9. Kepala sekolah beserta staf, guru, siswa siswi, dan orangtua siswa SDN 1

Sudirman Makassar yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian

ini.

Manusia tak pernah luput dari kekhilafan, karena itu penulis sangat

menghargai bila ada kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan dapat memberikan manfaat

kepada kita semua. Amin

Makassar, Mei 2013

Penulis
6

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................. ii

RINGKASAN ............................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ............................................................................ iv

DAFTAR ISI .......................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ . xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................. 7

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 8

D. Manfaat Penelitian ............................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Obesitas Anak ......................................... 9

B. Tinjauan Tentang Pengetahuan ............................................ 23

C. Tinjauan Tentang Gaya Hidup Sedentary ............................ 27

D. Tinjauan Tentang Anak Usia Sekolah ................................... 35

E. Tinjauan Tentang Gizi Seimbang ........................................... 36

F. Kerangka Teori ................................................................... 37

G. Kerangka Konsep ............................................................... 39


7

H. Alur Penelitian........................................................................ 40

I. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .......................... 41

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian .................................................................. 43

B. Lokasi Penelitian.................................................................... 44

C. Populasi dan Sampel .......................................................... 44

D. Pengumpulan Data ............................................................ 45

E. Pengolahan dan Penyajian Data ......................................... 47

F. Analisa Data ...................................................................... 47

G. Instrumen Penelitian .............................................................. 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ................................................................... 49

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................... 49

2. Analisi Univariat ........................................................ 52

3. Analisis Bivariat ............................................................ 55

B. Pembahasan ...................................................................... 60

1. Karakteritik Umum Responden .................................. 60

2. Karakteristik Orangtua ............................................... 63

3. Perubahan Berat Badan Responden ............................ 65

4. Pengetahuan Responden ............................................. 65

5. Gaya Hidup Responden .............................................. 66

C. Keterbatasan Penelitian ....................................................... 69


8

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ......................................................................... 70

B. Saran ................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 71

LAMPIRAN LAMPIRAN
9

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1
2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Dewasa 20

2.2 Kategori Status Gizi IMT/U Anak Umur 5-8 tahun 21

4.1 Distribusi Jumlah Siswa SD Negeri Sudirman I Makassar TA 50


2012/201 Berdasarkan Kelas (Rombel)

4.2 Distribusi Jumlah Personil SD Negeri Sudirman I Makassar 51


TA. 2012/2013

4.3 Distribusi Status Gizi Siswa Kelas 4, 5 dan 6 di SDB Sudirman


I Makassar Thun 2013 52

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di SDN 53


Sudirman 1 Makassar Tahun 2013

4.5 Distribusi Responden berdasarkan Orang Tua di SDN 54


Sudirman I Makassar Tahun 2013

4.6 Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di 55


SDN Sudirman I Makassar Tahun 2013

4.7 Perbedaan Rata Rata Berat Badan Sebelum dan Sesudah


Edukasi Gizi di SDN Sudirman I Makassar Tahun 2013 56

4.8 Distribusi Kriteria Pengetahuan Responden Sebelum dan 56


Sesudah Edukasi Gizi di SDN Sudirman I Makassar Tahun
2013

4.9 Perbedaan Rata Rata Pengetahuan Responden Sebelum dan 57


Sesudah Edukasi di SDN Sudirman I Makassar Tahun 2013

4.10 Distribusi Gaya Hidup Responden Sebelum dan Sesudah 58


Edukasi Gizi di SDN Sudirman I Makassar Tahun 2013

4.11 Perbedaan Rata Rata Gaya Hidup Responden Sebelum dan


Sesudah Edukasi di SDN Sudirman I Makassar Tahun 2013 58

4.12 Distribusi Rata Rata perkegiatan Sedentary (jam/hari) 59


Responden Sebelum dan Sesudah Edukasi Gizi di SDN
Sudirman I Makassar Tahun 2013
10

DAFTAR GAMBAR

Tabel Judul Halaman

2.1 Kerangka Teori 38

2.2 Kerangka Konsep 39

2.3 Alur Penelitian 40


11

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Sintesa Penelitian Terkait

Lampiran 2 Kuesioner Pengetahuan

Lampiran 3 Kuesioner Gaya Hidup Sedentary

Lampiran 4 Materi Edukasi

Lampiran 5 Master Tabel Penelitian

Lampiran 6 Hasil Analisis Penelitian

Lampiran 7 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 8 Surat Izin Penelitian

Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup


12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia.

Bahkan WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah menyatakan bahwa

obesitas merupakan masalah epidemi global, sehingga obesitas sudah

merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera ditangani. Di

Indonesia, terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup

yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan pola

makan atau konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi

kalori, tinggi lemak dan kolesterol, terutama terhadap penawaran makanan

siap saji ( fast food ) yang berdampak meningkatkan risiko obesitas (WHO,

2000).

Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan dan gizi

masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang.

Review atas epidemi obesitas yang dilakukan Low, Chin dan Deurenberg-Yap

(2009) memperlihatkan bahwa prevalensi kelebihan berat (overweight) di

negara maju berkisar dari 23,2 % di Jepang hingga 66,3 % di Amerika

Serikat, sedangkan di negara berkembang berkisar dari 13,4 % di Indonesia,

sampai 72,5 % di Saudi Arabia. Adapun prevalensi kegemukan (obesity) di

negara maju berkisar dari 2,4 % di Korea Selatan hingga 32,2 % di Amerika

Serikat, sedangkan di negara berkembang berkisar dari 2,4 % di Indonesia

sampai 35,6 % di Saudi Arabia (Sugiyanti, 2009).


13

Kejadian obesitas saat ini mulai melanda kelompok umur balita dan

anak sekolah. Obesitas pada anak akan menyebabkan aktivitas dan kreativitas

anak akan menurun, dengan kelebihan berat badan, anak menjadi malas yang

pada akhirnya akan menurunkan tingkat kecerdasaan anak. Obesitas yang

tidak dapat dicegah pada masa anak anak merupakan pemicu munculnya

berbagai penyakit degeneratif. Obesitas berdampak negatif terhadap tumbuh

kembang anak terutama aspek perkembangan psikososial seperti gangguan

psikososial seperti rendah diri, depresi dan menarik diri dari lingkungan.

Selain itu, obesitas pada anak beresiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa

dan berpotensi mengalami berbagai penyebab kesakitan dan kematian (Nurul,

2009).

Obesitas permanen, cenderung akan terjadi bila kemunculannya pada

saat anak berusia 5 – 7 tahun dan anak berusia 4 – 11 tahun, maka perlu

upaya pencegahan terhadap gizi lebih dan obesitas sejak dini (usia sekolah)

(Simatupang, 2008). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gizi lebih

pada anak usia sekolah, antara lain sosial ekonomi yang mempengaruhi pola

konsumsi, dimana anak yang berasal dari keluarga ekonomi tinggi, cenderung

mengkonsumsi makanan yang berkadar lemak tinggi. Secara singkat, gizi

lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi dengan energi

yang digunakan. Selain itu faktor yang mempengaruhi gizi lebih, adalah

umur, jenis kelamin, tingkat sosial ekonomi, faktor lingkungan, aktivitas

fisik, kebiasaan makan dan faktor neuropsikologik serta faktor genetika

(Suhendro, 2003).
14

Di Indonesia sendiri saat ini memiliki masalah gizi ganda. Artinya,

masalah gizi kurang belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul

masalah gizi lebih. Pada data RISKESDAS tahun 2010, terjadi peningkatan

dari 6,4% pada tahun 2007 menjadi 9,2% pada tahun 2010 pada anak umur 6-

12 tahun. Prevalensi obesitas pada anak laki laki umur 6-12 tahun lebih

tinggi dari prevalensi pada anak perempuan berturut turut sebesar 9,5% dan

6,4%.

Sedangkan menurut Laporan Provinsi Sulawesi Selatan (Riskesdas

2007) pada kelompok umur yang sama, prevalensi berat badan lebih pada

laki-laki 7,4% dan pada perempuan 4,8%. Meskipun prevalensi berat badan

lebih untuk kedua jenis kelamin lebih rendah dibanding angka nasional,

namun prevalensi berat badan lebih ini jika ditinjau berdasarkan

kabupaten/kota, kota Makassar menunjukkan prevalensi berat badan lebih

tertinggi dibandingkan 23 kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Selatan sebesar

20,2% pada laki-laki dan 10,1% pada perempuan. Nilai ini berada diatas

prevalensi Sulawesi Selatan.

Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination

Survey (NHANES) tahun 1967-1980 dan 2003-2006 dalam (Center of

Disease Control) CDC menunjukan bahwa prevalensi terjadinya obesitas

meningkat untuk anak usia 2-5 tahun prevalensinya meningkat dari 5%

sampai 12,4%. untuk usia 6-11 tahun prevalensinya meningkat dari 6,5%

sampai 17% dan pada usia 12-19 tahun prevalensi meningkat dari 5% sampai

17,6%. (Rahmawati, 2009).


15

Menurut Ensminger (1995) obesitas disebabkan oleh kombinasi dari

kelebihan makanan dengan kurangnya aktifitas fisik. Sedangkan menurut

labuza (1991), 95% obesitas disebabkan adanya konsumsi makanan berlebih

(overconsumtion) yang banyak dipengaruhi faktor lingkungan. Perubahan

gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan pola hidup kurang gerak

(sedentary life styles) sering ditemukan di kota kota besar di Indonesia. Hal

ini mengakibatkan terjadinya perubahan pola makan masyarakat yang

merujuk pada pola makan tinggi kalori, lemak dan kolesterol, terutama

makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan obesitas

(Manurung, 2009).

Pola makan berlebihan cenderung dimiliki oleh orang yang

kegemukan. Orang yang kegemukan biasanya lebih responsif dibanding

dengan orang memiliki berat badan normal terhadap isyarat lapar eksternal

seperti rasa dan bau makanan atau saatnya waktu makan. Mereka cenderung

makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola

makan yang berlebihan inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar

dari kegemukan apabila tidak memiliki kontrol diri dan motivasi kuat untuk

mengurangi berat badan (Indika, 2010).

Aktivitas fisik juga merupakan salah satu variabel yang menjadi faktor

pemicu obesitas. Anak yang jarang bergerak akan lebih mudah mengalami

kenaikan berat badan karena mereka tidak membakar kalori melalui aktifitas

fisik. Aktivitas fisik yang dilakukan setiap hari bermanfaat bukan hanya
16

untuk mendapatkan kondisi tubuh yang sehat tetapi juga bermanfaat untuk

kesehatan mental, hiburan dalam mencegah stres (WHO, 2000).

Data umum tentang aktivitas fisik di Sulawesi Selatan menyatakan

bahwa hampir separuh penduduk (49,1%) di sulawesi selatan kurang

melakukan aktivitas fisik. Kurang aktivitas fisik paling tinggi terdapat di kota

makassar (72,9%), Pangkajene Kepulauan (62,5%) (depkes, 2008 dalam

Suryati, 2011).

Ada beberapa penelitian yang terkait dalam penelitian ini, seperti

penelitian yang dilakukan oleh Demy Faheem Dasril yang dilakukan pada

anak taman kanak kanak di DKI Jakarta, dimana hasilnya menunjukkan

bahwa secara proporsi, angka obesitas pada subyek yang menjalani sedentary

life sebesar 30% lebih besar daripada anak yang obesitas tetapi tidak

menjalani sedentary life yaitu sebesar 22.7%. obesitas ditemukan 1,462 kali

lebih banyak pada anak yang sedentary life dibandingkan dengan anak yang

non sedentary life (Dasril, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Mustelin menunjukkan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan obesitas pada anak. Hasil

analisis bivariat menunjukkan bahwa responden yang tidak rutin berolahraga

memiliki risiko obesitas sebesar 1,35 kali dibandingkan dengan responden

yang rutin berolahraga. Selain itu ternyata anak yang tidak rutin berolah raga

justru cenderung memiliki asupan energi yang lebih tinggi dibandingkan anak

yang rutin berolah raga. Makanan dan aktivitas fisik dapat mempengaruhi
17

timbulnya obesitas baik secara bersama maupun masing-masing (Sartika,

2011)

Hasil penelitian Adiwinanto(2008) di SMP Domenico Savoi

Semarang diperoleh bahwa olahraga dengan intensitas sedang sampai

virgorous dengan frekuensi 3 kali seminggu dan durasi 40 menit/sesi selama

12 minggu menurunkan IMT remaja obesitas di SMP PL Domenico Savio

Semarang secara bermakna (Suryati, 2011).

Hasil Penelitian Widhayati (2009) tentang efek pendidikan gizi

terhadap perubahan konsumsi energi di SMP Domenico Savio Semarang

tahun 2009 diperoleh bahwa ada penurunan tingkat asupan energi sesudah

pendidikan gizi pada group penyuluhan kelompok (Suryati, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sucy Rustiaty tentang

Pola Jajanan dan Pola Konsumsi Buah dan Sayur pada Anak 9-11 Tahun di

SDN Sudirman 1 Kota Makassar menunjukkan bahwa dari semua sampel

yang diteliti yang berjumlah 113 orang diketahui distribusi responden

berdasarkan status gizi (z-score IMT/U) yaitu 1 responden berstatus sangat

kurus (0,9%), 7 responden berstatus kurus (6,2%), 80 responden berstatus

normal (70,8%), dan 25 responden berstatus gemuk (22,1%).

Melihat tingginya prevalensi obesitas dan dampak buruk dari obesitas

itu sendiri, maka perlu dilakukan pencegahan sejak dini untuk mengurangi

tingkat prevalensi dan dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang

lebih baik. Pendidikan khususnya tentang kesehatan merupakan upaya yang

sangat penting sebagai tahap awal dalam mengubah perilaku seseorang atau
18

masyarakat untuk menuju perilaku hidup sehat. Pendidikan kesehatan yang

dilakukan pada usia dini merupakan upaya strategis dari sisi manfaat jangka

pendek maupun jangka panjang. Pencegahan gizi lebih sebaiknya dimulai

sejak anak atau remaja. Untuk membatasi penambahan berat badan,

dianjurkan penderita gizi lebih mengontrol kebiasaan makan dan melakukan

aktifitas fisik yang cukup, keduanya mempunyai pengaruh terhadap

keseimbangan energi. Hal ini yang mendorong peneliti untuk melakukan

penelitian mengenai pengaruh edukasi gizi terhadap perubahan pengetahuan

dan gaya hidup sedentary pada anak gizi lebih di SDN Sudirman 1 Makassar

tahun 2013.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan pemberiaan

edukasi dini pada anak sekolah agar dapat menekan terjadinya gizi lebih, agar

kejadian gizi lebih pada anak tidak berlanjut menjadi obesitas remaja dan

dewasa. Maka dengan itu peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh

edukasi gizi terhadap perubahan pengetahuan dan gaya hidup sedentary pada

anak yang gizi lebih di SDN Sudirman 1 Makassar tahun 2013.


19

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh edukasi gizi terhadap perubahan

pengetahuan dan gaya hidup sedentary pada anak gizi lebih di SDN

Sudirman I Makassar tahun 2013

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap perubahan pengetahuan

pada anak gizi lebih.

b. Untuk mengetahui pengaruh edukasi terhadap gaya hidup sedentary

pada anak gizi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Bagi peneliti sebagai pengalaman berharga dalam memperluas

pengetahuan dan menerapkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan

2. Bagi siswa/i untuk menambah pengetahuannya tentang gizi agar dapat

mengatasi kejadian obesitas.

3. Sebagai sumber referensi bagi penelitian selanjutnya

4. Sebagai bahan pertimbangan bagi institusi khususnya dinas pendidikan

dan Dinas Kesehatan dalam penanggulan obesitas pada anak.


20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Obesitas Anak

1. Pengertian Obesitas

Menurut Kamus Gizi, obesitas adalah suatu penyakit kronis dengan

ciri-ciri timbunan lemak yang berlebihan (eksesif) (Sandjaja, dkk, 2009).

Kata obesitas berasal dari bahasa Latin: obesus, obedere, yang artinya

gemuk atau kegemukan. Obesitas atau gemuk merupakan suatu kelainan

atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh

secara berlebihan. Pendapat lain mengatakan bahwa obesitas merupakan

gangguan medik kronik yang tidak dapat disembuhkan dan hanya diobati

(Nurcahyani, 2011).

Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui yaitu obesitas,

overweight dan obesitas sentral. Obesitas adalah peningkatan lemak

tubuh (body fat). Overweight adalah peningkatan berat badan relative

apabila dibandingkan terhadap standar. Overweight kemudian menjadi

istilah yang mewakili “obesitas” baik secara klinis ataupun

epidemiologis, sedangkan obesitas sentral adalah peningkatan lemak

tubuh yang lokasinya lebih banyak didaerah abdominal daripada didaerah

pinggul, paha atau lengan. Penentuan adanya obesitas sentral ini penting

karena berhubungan dengan adanya resistensi insulin yang merupakan

dasar terjadinya sindroma metabolik (Anas, 2011).


21

Menurut Sunita Almatsier (2009), obesitas merupakan kelebihan

energi yang terjadi bila konsumsi energi melalui makanan yang melebihi

energi yang dikeluarkan, kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak

tubuh.

Penderita obesitas yaitu orang yang mempunyai berat badan sangat

berlebihan, secara umum dapat didiagnosa hanya dengan melihat secara

fisik. Namun perlu diwaspadai bahwa masalah obesitas tidak hanya

sekedar mempengaruhi penampilan seseorang. Masalah obesitas biasanya

juga disertai masalah kesehatan lain seperti diabetes mellitus, penyakit

jantung koroner dan hipertensi, kanker, penyakit ginjal, dan penyakit hati

yang dapat menyebabkan kematian (Hadi,2005).

2. Klasifikasi Obesitas

Klasifikasi Obesitas dapat dilihat berdasarkan derajat/tingkat berat-

ringannya obesitas dan atau penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya,

obesitas dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu (Sopacua, 2007):

1) Obesitas Primer

Suatu keadaan kegemukan pada seseorang yang terjadi tanpa

terdeteksi penyakit secara jelas, tetapi semata-mata disebabkan oleh

faktor genetik dan lingkungan. Bentuk obesitas seperti ini paling

sering didapatkan pada anak dan secara klinis maupun epidemiologis

lebih memerlukan perhatian. Obesitas primer dapat terjadi diseluruh

umur, tetapi timbul paling banyak pada tahun-tahun pertama

kehidupan, yaitu 5-6 tahun dan pada masa remaja.


22

2) Obesitas Sekunder

Merupakan suatu bentuk obesiats yang jelas kaitannya atau timbulnya

bersamaan sebagai bagian dari penyakit atau sindrom yang dapat

dideteksi secara klinis. Lebih jarang terjadi pada anak dan hanya

merupakan < 1% obesitas pada anak.

Obesitas dilihat dari bentuk fisik yang dibedakan menurut distribusi

lemak, yaitu (Sopacua, 2007):

1) Apple Shape Body (android), bila lebih banyak lemak di bagian atas

tubuh (dada dan pinggang). Cenderung beresiko lebih besar

mengalami penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes.

2) Pear Shape Body (gynoid), bila lebih banyak lemak di bagian bawah

tubuh (pinggul dan paha).

3) Ovid, besar di seluruh bagian tubuh. Umumnya terdapat pada orang-

orang yang gemuk karena genetik.

Tipe obesitas menurut tingkatan usia, yaitu (Barry Sears dalam

Nurcahyani, 2011):

a. Obesitas Saat Bayi

Umumnya terjadi saat bayi berumur kurang dari 2 tahun, keadaan

seperti ini 33% membuat terjadinya obesitas pada saat dewasa.

b. Obesitas Saat Anak

Umumnya terjadi pada usia 5-7 tahun, timbulnya kebiasaan menurut

beberapa penelitian tentang psikologi anak, karena kebiasaan


23

menonton acara televisi sambil ngemil makanan ringan yang tidak

dikontrol oleh orang tua.

c. Obesitas Saat Dewasa

Umumnya saat berusia 30 tahun, karena faktor kemapanan dari segi

ekonomi dan kemapanannya tersebut membuat gaya hidup yang

cenderung ke arah pop, dengan mengkonsumsi makanan cepat saji.

3. Faktor-Faktor Penyebab Obesitas

Secara garis besar faktor yang berperan terhadap terjadinya

obesitas dikelompokkan menjadi faktor genetik dan faktor lingkungan.

Mengelompokkan faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab

terjadinya obesitas menjadi lima yaitu perilaku makan, aktivitas fisik,

psikologis, pengetahuan dan sosial ekonomi (Simatupang, 2008).

Ada beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi

terjadinya kegemukan (obesitas) antara lain: jenis kelamin, umur, tingkat

sosial ekonomi, faktor lingkungan, aktivitas fisik, kebiasaan makan,

faktor psikologis dan faktor genetik (Manurung, 2009).

a. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan

kebutuhan gizi sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan

status gizi. Menurut Worthington anak perempuan biasanya lebih

memperhatikan penampilan sehingga seringkali membatasi

makanannya, selain itu anak perempuan juga mempunyai


24

kemampuan makan dan aktivitas fisik yang lebih rendah dari anak

laki-laki (Kurniasih, dkk, 2010).

Menurut Riskesdas tahun 2010, pada anak umur 6-12 tahun.

Prevalensi obesitas pada anak laki laki lebih tinggi dari prevalensi

pada anak perempuan berturut turut sebesar 9,5% dan 6,4%.

Sedangkan menurut Laporan Provinsi Sulawesi Selatan (Riskesdas

2007) pada kelompok umur yang sama, prevalensi berat badan lebih

pada laki-laki 7,4% dan pada perempuan 4,8%.

b. Umur

Meskipun dapat terjadi pada semua umur, obesitas sering

dianggap sebagai kelainan pada umur pertengahan. Obesitas yang

muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai

perkembangan rangka yang cepat dan anak yang menjadi besar

untuk umurnya. Anak-anak yang mengalami obesitas cenderung

menjadi orang dewasa yang juga obesitas (Misnadiarly, 2007).

Pada anak dalam masa pubertas terjadi perubahan kebiasaan

makan. Mereka menjadi lebih banyak makan, dan sering jajan bila

berada di luar rumah, biasa berbagi makanan dengan teman sebaya,

dan suka mencoba makanan baru (Kurniasih, dkk, 2010).

c. Sosial ekonomi

Di Indonesia, masalah kesehatan yang diakibatkan oleh gizi

lebih ini mulai muncul pada awal tahun 1990-an. Peningkatan

pendapatan masyarakat pada kelompok sosial ekonomi tertentu,


25

terutama di perkotaan, menyebabkan adanya perubahan pola makan

dan pola aktivitas yang mendukung terjadinya peningkatan jumlah

penderita kegemukan dan obesitas (Almatsier, 2009).

Obesitas pada anak-anak sering dijumpai dalam keluarga

mampu, tetapi akan sulit dijumpai pada keluarga miskin. Keadaan

semacam ini misalnya terlihat pada keluarga pedagang maupun

pegawai atau karyawan menengah ke atas (Anas 2011).

d. Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan

Peran ibu dalam hal ini sangat penting karena sebelum

memutuskan suatu jenis makanan untuk dikonsumsi, makanan

tersebut harus melewati ibu terlebih dahulu. Agar keputusan tersebut

tidak merugikan keluarganya terutama anakanya. Selain pendidikan

yang diambil oleh ibu, pengetahuan juga berperan dalam

menentukan gizi dan kesehatan untuk keluarga. Pengetahuan

berpengaruh positif pada intake makanan. Rendahnya pengetahuan

tentang gizi dan kesehatan terutama tentang masalah obesitas

merupakan faktor yang paling menonjol dalam mempengaruhi pola

konsumsi makanan (Sediaoetama, 1991).

Kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan pangan dan nilai

pangan umum ditemukan di setiap negara di dunia. Salah satu

penyebab munculnya gangguan gizi dikarenakan pengatahuan

tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tentang

gizi dalam kehidupan sehari-hari masih kurang. Pengetahuan tentang


26

kandungan zat gizi dalam berbagai bahan makanan dan kegunaan

makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu dalam

memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan

tetapi nilai gizinya tinggi (Moehji, 2002).

e. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik berkaitan erat dengan pengunaan energi pada

tubuh. Penggunaan energi dapat mencegah penimbunan lemak

karena energi yang dihasilkan langsung terpakai untuk berkativitas.

Penelitian menunjukkan ada hubungan yang bertolak belakang

antara IMT dan aktivitas fisik. Menurun dan rendahnya tingkat

aktivitas fisik dipercaya sebagai salah satu hal yang menyebabkan

obesitas. Tren kesehatan terkini juga menunjukkan prevalensi

obesitas meningkat bersamaan dengan meningkatnya perilaku

sedentary dan berkurangnya aktivitas fisik (WHO, 2000).

Suatu data menunjukkan bahwa aktivitas anak-anak cenderung

menurun. Anak-anak lebih banyak bermain di dalam rumah

dibandingkan di luar rumah, misalnya bermain games komputer

maupun media elektronik lain dan menonton televisi (Damayanti,

2002)

Menonton televisi akan menurunkan aktivitas dan keluaran

energi, karena mereka menjadi jarang atau kurang berjalan,

bersepeda, naik turun tangga. Suatu penelitian kohort mengatakan

bahwa menonton televisi lebih dari 5 jam meningkatkan prevalensi


27

dan angka kejadian obesitas pada anak 6-12 tahun (18%)

(Damayanti, 2002).

f. Pola makan

Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan dan

pengeluaran energi. Kelebihan asupan ini bisa terjadi karena

frekuensi makan yang berlebih, jumlah makanan yang berlebih

ataupun jenis makanan yang dikonsumsi.

Penyakit obesitas memberikan gejala kelebihan jaringan lemak

di dalam tubuh, tetapi sebab yang sebenarnya adalah kelebihan

konsumsi enersi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh

(Sediaoetama, 1991).

Kebiasaan makan adalah faktor penting yang mempengaruhi

status gizi dan kesehatan. Variasi makanan diperkirakan dapat

mengurangi risiko terhadap penyakit dan pada beberapa kasus dapat

mencegah penyakit. Kebiasaan makan mencerminkan terjadinya

kelebihan asupan dan penyakit akibat gizi (Mandang, 2009).

g. Gangguan emosi

Emosi seseorang dapat menyebabkan perubahan perilaku,

bahkan mungkin perilaku salah. Seseorang yang sedang mengalami

keadaan yang tidak menyenangkan akan nampak lebih emosi baik

sikap maupun perilakunya. Jika keadaan tersebut berlangsung dalam

waktu reatif lama maka dapat menyebabkan suatu keadaan yang

disebut stres, bahkan depresi. Menurut para ahli, faktor tersebut erat
28

dengan rasa lapar dan nafsu makan (Juwaeriah, 2012). Misalnya, jika

sedang stres orang cenderung melampiaskan perasaannya dengan

melahap makanan-makanan manis atau makan terus-menerus

(Gunawan, 2009).

Gangguan emosi berkaitan dengan pengaturan hormon.

Disinyalir bahwa perubahan hormon pada orang yang marah ataupun

stres menyebabkan peningkatan nafsu makan dan penimbunan

lemak. Hal ini dibuktikan oleh Sugianti dalam penelitiannya di DKI

Jakarta dimana prevalensi obesitas sentral lebih tinggi pada sampel

yang kondisi mental emosionalnya terganggu. Hasil analisis

menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata positif antara

gangguan mental emosional dan kejadian obesitas sentral (Sugianti,

2009).

h. Faktor Genetika

Faktor genetik yang diturunkan oleh orang tua merupakan salah

satu penyebab obesitas. Akan tetapi bukan hanya genetik tetapi pola

hidup yang menjadi kebiasaan orangtua bisa juga menjadi faktor

resiko. Jadi riwayat keluarga yang obesitas bisa diturunkan melalui

gen namun juga bisa melalui pola hidup keluarga. biasanya anak

cenderung meniru kebiasaan makan dan gerak yang salah dari orang

tuanya (Utami, 2009).

Faktor genetika yang diketahui mempunyai peranan kuat adalah

parental fatness. Anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga


29

yang obesitas. Bila kedua orang tua obesitas sekitar 80% anak akan

menjadi obesitas. Bila salah satu orangtua obesitas kejadiannya

menjadi 40% dan bila kedua orangtua tidak obesitas maka prevalensi

obesitas akan turun menjadi 14%. Peningkatan obesitas tersebut

kemungkinan disebabkan oleh pengaruh gen atau faktor lingkungan

dalam keluarga (Damayanti, 2002).

4. Akibat Obesitas

Obesitas menimbulkan beberapa masalah bagi penderitanya. Pada

penderita obesitas, tempat-tempat penimbunan cadangan zat gizi sudah

penuh sehingga tidak dapat lagi menampung simpanan. Akibatnya,

kelebihan zat gizi yang masih tersisa, disimpan di tempat-tempat lain

yang tidak biasa, seperti jantung, ginjal, dan hati sehingga menghambat

fungsi dari organ-organ penting tersebut (Lisdiana, 1998).

Endapan lemak pada lapisan dinding dalam pembuluh nadi

menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sehingga aliran darah

menjadi lambat. Jika yang mengalami proses aterosklerisis ini pembuluh

darah jantung maka aliran darah ke jantung akan berkurang dan timbul

penyakit jantung koroner. Timbunan lemak di sekitaran otot jantung akan

menambah gejala sesak napas pada penderita penyakit jantung (Lisdiana,

1998).

Dari berbagai penelitian dapat dibuktikan bahwa obesitas dapat

meningkatkan risiko timbulnya berbagai macam penyakit, seperti

kencing manis, gout, penyakit kantung empedu, aterosklerosis, dan


30

tekanan darah tinggi. Di samping itu, obesitas jug menjadi faktor penyulit

pada saluran napas seperti emfisema, bronchitis kronis dan asma,

meningkatkan risiko pembedahan, mempersulit kehamilan dan akhirnya,

meskipun tidak selalu, dapat memperpendek harapan hidup seseorang

(Misnadiarly, 2007).

Pada orang yang menderita obesitas (kegemukan), akan beresiko

meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler termasuk hipertensi,

diabetes mellitus, dan penyakit jantung. Morbiditas dan mortalitas karena

penyakit lainnya pada penderita obesitas akan meningkat dan umur

harapan hidup menjadi pendek (Achadi, 2007).

Ditinjau dari segi psikososial kegemukan merupakan beban bagi

yang bersangkutan karena dapat menghambat kegiatan jasmani, sosial,

dan psikologis. Selain itu akibat bentuk yang kurang menarik, sering

menimbulkan problem dalam pergaulan dan seseorang dapat menjadi

rendah diri dan yang terburuk adalah keputusasaan (Soegih & Kunkun,

2009).

5. Pengukuran Obesitas

Untuk memastikan diagnosis obesitas, perlu dilakukan pengukuran

yang lebih objektif, selain itu juga penting untuk pemantauan hasil terapi.

Pengukuran yang digunakan ialah pengukuran antropometri dan

laboratorik. Berdasarkan antropometris, umumnya ditentukan

berdasarkan pengukuran sebagai berikut (Sopacua, 2007):


31

a. Pengukuran yang paling sering digunakan dan paling sederhana

adalah pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat

badan dan tinggi badan yang akurat merupakan langkah awal dalam

pemeriksaan klinis, karena kedua pengukuran tersebut dibutuhkan

untuk menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh) (Soegih & Kunkun,

2009).

b. Status tubuh dinyatakan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau

Body Mass Index (BMI) dalam (kg/m2) yang didapatkan dengan cara

membagi BB dalam kg dengan TB dalam meter dikuadratkan. IMT

berkolerasi bermakna dengan lemak tubuh, dan relatif tidak

dipengaruhi oleh TB (Soegih & Kunkun, 2009). Kategori IMT yang

digunakan, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

IMT Kategori Keterangan


< 17,0 Kekurangan BB tingkat berat Kurus
17,0 – 18,5 Kekurangan BB tingkat ringan
18,5 – 22,9 Normal
≥ 23,0 – 24,9 Overweight Gemuk
25 – 29,9 Obesitas I
≥ 30 Obesitas II
Sumber: Asia Pacific Journal of Clin Nutr, 2002

Mengacu pada standar WHO (2005), standar antropometri untuk

menilai status gizi anak umur 5 – 18 tahun berdasarkan Indeks

Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) adalah:


32

Tabel 2.2 Kategori Status Gizi IMT/U

Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)


Sangat kurus < -3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD
Sumber: Kemenkes RI, 2011

c. Pengukuran lingkar perut paling tepat untuk menentukan obesitas

sentral. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita plastik atau

logam yang tidak elastic, di daerah setinggi umbilicus atau pada titik

tengah antara tulang iga paling bawah dengan puncak tulang iliaka.

Lemak pada daerah abdominal (viseral) berhubungan dengan faktor

risiko kardiovaskuler sindrom metabolik, meliputi diabetes tipe 2,

gangguan toleransi glukosa, hipertensi, dan disipidemia. Pengukuran

lingkar perut juga penting dilakukan pada saat pasien sedang

menjalankan program penurunan BB, karena lingkar perut yang

mengecil secara bermakna akan menurunkan risiko di atas walaupun

BB tidak berubah (Soegih & Kunkun, 2009).

d. Waist Hip Ratio (WHR) digunakan untuk menentukan adanya lemak

di daerah abdomen, akan tetapi saat ini pemeriksaan ini jarang

dilakukan karena pada saat terjadi penurunan lingkar perut diikuti

juga dengan penurunan lingkar pinggul, sehingga WHR tidak

berubah (Soegih & Kunkun, 2009).


33

6. Penatalaksanaan Obesitas

Upaya mengurangi berat badan yang paling penting adalah

mengurangi konsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.

Sebaiknya, pengurangan ini dilakukan secara bertahap agar tubuh dapat

mengadakan penyesuaian. Diet yang ketat dapat menimbulan kerugian.

Oleh karena itu, diet sebaiknya dilakukan di bawah pengawasan ahli gizi

atau dokter (Lisdiana, 1998).

Kebiasaan “ngemil” makanan ringan berupa kue-kue atau kacang

dapat diganti dengan buah, seperti jeruk, apel, dan rambutan yang banyak

mengandung serat bermanfaat. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk

mengurangi kegemukan adalah dengan meningkatkan aktivitas, misalnya

olah raga yang cukup (Lisdiana, 1998). Berolahraga secara teratur

meningkatkan pembakaran lemak dan kolesterol. Berolahraga keras bisa

meningkatkan jumlah HDL kolesterol dalam darah sampai 20-30%

(Heslet, 2003).

Penurunan berat badan mempunyai efek yang menguntungkan

terhadap penderita obesitas. Bahkan, penurunan berat badan sebesar 5

sampai 10 persen dari berat awal dapat mengakibatkan perbaikan

kesehatan secara signifikan (Sugondo, 2008).

Bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada individu obesitas

dan overweight mengurangi faktor risiko diabetes dan penyakit

kardiovaskuler. Penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah

pada individu overweight, mengurangi serum trigliserida dan


34

meningkatkan kolesterol HDL, dan secara umum mengakibatkan

beberapa pengurangan pada kolesterol serum total dan kolesterol LDL.

Penurunan berat badan juga dapat mengurangi kadar glukosa darah

individu overweight dan obesitas tanpa diabetes. Namun masalah

cenderung muncul setelah berat badan turun, harapan penurunan berat

badan seringkali melebihi kemampuan dari program yang ada sehingga

untuk mencapai keberhasilan semakin sulit. Ada empat pilar terapi

penurunan berat badan yang dinilai sukses, yaitu diet rendah kalori,

aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/bedah (Sugondo,

2008).

Penyuluhan gizi seimbang diikuti dengan aktivitas fisik diperlukan

untuk mengatasi masalah obesitas, agar dapat dicegah penyakit kronis

seperti darah tinggi, kolesterol, diabetes, dan lain-lain (Riskesdas, 2010).

B. Tinjauan Tentang Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

seseorang (Notoatmodjo, 2010).


35

Terbentuknya perilaku yang baru dari pengetahuan terhadap

stimulasi berupa materi atau objek tentang sesuatu sehingga

menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya

menimbulkan respon yang lebih jauh yaitu berupa tindakan

(Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut (Notoatmodjo, 2010), Ada 6 tingkat pengetahuan yang

dicakup dalam domain kognitif, yakni :

a. Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari

keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mengindentifikasi, menyatakan, dsb.

b. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.


36

c. Menerapkan (Application)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah di pelajari pada kondisi yng sebenrnya. Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi

yang nyata.

d. Analisis (Analysis)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

obyek kedalam komponen – komponen tetapi masi didalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja

seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesa (Synthesis)

Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk

menyusun formulasi formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian

penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.


37

3. Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan sesorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang

lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas

pengetahuan seseorang.

b. Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengalaman seseorang.

Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan

seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

c. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa

adanya pembuktin terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa

mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya

positif maupun negatif

d. Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan

buku.
38

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka

dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas fasilitas

sumber informasi.

f. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

4. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian atau responden. Pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita

ukur dapat disesuaikan dengan tingkat domain diatas (Notoatmodjo,

2010).

C. Tinjauan Tentang Gaya Hidup Sedentary

1. Pengertian Gaya Hidup Sedentary

Gaya hidup yang beresiko terhadap kejadian obesitas adalah gaya

hidup sedentary (sedentary life style). Karakteristik utama gaya hidup

sedentary ini adalah rendahnya aktivitas fisik dan asupan energi yang

berlebihan. Pada orang dengan aktivitas fisik kurang diketahui 25-30 %

energi yang digunakan untuk aktivitas otot sedangkan pada pekerja kasar
39

atau aktif sebesar 60-70%. Persentase penggunaan energi untuk aktivitas

otot inilah yang akan membedakan jumlah jaringan adiposa individu.

Individu dengan aktivitas fisik kurang proporsi energi yang akan

disimpan selalu lebih banyak dibanding energi yang digunakan untuk

aktivitas fisik. Sebaliknya pada orang yang aktif hampir tidak ada energi

yang dipersiapkan untuk cadangan karena semua terpakai untuk aktivitas

fisik ( Azizah, 2009).

Sedentariness terdiri dari berbagai kegiatan yang mana pengeluaran

energi adalah kurang dari 1,5 metabolik setara (METs) (Ainsworth et al.,

2000 dikutip dalam Hardy et al, 2007).

Gaya hidup tidak banyak bergerak (sedentary, low physical activity)

ditambah dengan pola makan buruk yang tinggi lemak dan karbohidrat

(fast food) yang tidak diimbangi serat (sayuran dan buah) dalam jumlah

yang cukup, membuat menumpuknya lemak dengan gejala kelebihan

berat badan (obesitas), terutama di bagian perut (buncit) Selain itu,

gangguan metabolisme lemak menyebabkan kolesterol “jahat” (low

density lipoprotein/LDL) dan trigliserida meningkat dan sebaliknya

kolesterol “baik” (high density lipoprotein/HDL) justru menurun. Jika hal

itu terjadi, dalam jangka panjang dilapisan pembuluh darah secara

bertahap sejak usia muda, akan terjadi tumpukan lemak yang semakin

banyak dan membuat darah sulit mengalir sehingga menyebabkan

tekanan tinggi pada pembuluh darah jantung (kardiovaskuler) (Alam,

2007).
40

2. Etiologi

Sebagian besar “orang-orang dulu” atau yang kini menjadi orang-

orang tua kita memiliki gaya hidup “tradisional” yang dilakukannya dari

dulu hingga sekarang. Karena gaya hidup seperti itulah banyak diantara

mereka terlihat tidak gemuk atau kurus sama sekali. Berdasarkan

penelitian Brown (1991), tidak adanya kasus obes pada populasi tipe

pemburu-pengumpul karena pada masa itu keluaran energi sangat tinggi

dan ketersediaan makanan masih jarang, tidak seperti sekarang. Namun

seiring dengan perjalanan waktu, di sebagian besar populasi-terutama di

negara maju-telah terjadi “modernisasi” besar-besaran dan memberikan

dampak awal pada lingkungan dan pada gaya hidup dalam 50-60 tahun

terakhir. Aspek-aspek tersebut adalah (WHO, 2000):

a. Transportasi – terjadi peningkatan pemilikan kendaraan bermotor

secara dramatis, hal ini berarti bahwa semakin banyak orang yang

memiliki kendaraan pribadi, meski berpergian dengan jarak dekat

lebih memilih untuk menggunakan kendaraan tersebut

dibandingkan bersepeda atau jalan kaki.

b. Di rumah – Saat ini banyak peralatan rumah tangga yang sangat

memudahkan pekerjaan rumah tangga. Misalnya alat memasak

rumah tangga, membuat proses memasak lebih hemat waktu dan

tenaga. Begitu pula dengan alat membersihkan rumah, tidak lagi

menggunakan sapu atau lap untuk membersihkan debu dan kotoran

rumah, tetapi vacuum cleaner membuat rumah bersih lebih cepat


41

dan mudah. Jika orang dulu mencuci pakaian dengan menyikat,

menggosok, memeras pakaian kini dipermudah dengan bantuan

mesin cuci otomatis, mulai dari cuci hingga mengeringkan pakaian.

c. Tempat umum – Penyediaan fasilitas umum yang membuat orang

lebih sedikit gerak, misalnya tersedianya lift, escalator di berbagai

sarana umum. Bahkan membuka pintu pun saat ini sudah otomatis.

Semuanya di desain untuk mempermudah manusia sehingga efektif

dalam waktu akan tetapi membuat lebih banyak energi yang

tersimpan.

d. Gaya hidup sedentary – Pola hidup sedentary meliputi kebiasaan

menonton televisi, bermain video games, menggunakan computer,

kebiasaan duduk yang lama, bahkan menggunakan media

komunikasi telepon genggam seperti mengirim pesan dan

menelpon termasuk perilaku sedentary. Tidak sama dengan 10-15

tahun yang lalu, saat ini semua device tersebut sangat mudah dan

murah untuk didapatkan. Gaya hidup sedentary juga dikaitkan

dengan kebiasaan mengemil, karena cenderung orang-orang yang

memiliki waktu nonton televisi lebih lama akan disertai dengan

mengonsumsi makanan ringan yang mengandung energi dan

lemak.

e. Tinggal di daerah urban (kota) – Di daerah perkotaan negara-

negara yang makmur, anak-anak, wanita, dan orang tua akan

enggan untuk keluar malam hari karena alasan ketakutan akan


42

keamanan mereka. Anak-anak juga cenderung takut untuk bermain

diluar bagi yang tinggal di daerah kota karena risiko bahaya di

jalanan. Sehingga bagi sebagian besar masyarakat diperkotaan

untuk mengisi waktu luang, mereka pergi menggunakan kendaraan

untuk jalan-jalan dibandingkan melakukan kegiatan fisik seperti

olahraga rutin.

f. Tinggal di daerah suburban (pinggiran kota) – didaerah suburban

telah terjadi transisi lingkungan, dimana yang awalnya masih di

dominasi dengan kendaraan yang menggunakan tenaga fisik seperti

sepeda kini mengalami pertumbuhan jumlah kendaraan yang cukup

dramatis. Perubahan pola makan juga terjadi dengan

berkembangnya minimarket, restoran fast food, dan jajanan tidak

sehat.

g. Tinggal di daerah rural (desa) – Peningkatan obesitas di perkotaan

memang terjadi secara signifikan, dan prevalensi obesitas di

perkotaan masih lebih banyak dibandingkan di pedesaan. Namun

bukan berarti tidak terjadi peningkatan obesitas di pedesaan, justru

kenaikan obesitas di daerah pedesaan sangat ekstrim dibandingkan

di perkotaan. Hanya karena pada awalnya kasus obesitas di

pedesaan hampir tidak ada, sehingga peningkatan ekstrim tersebut

masih terlihat kecil. Menurut penelitian Hodge et al., (1994) bahwa

terjadi kenaikan prevalensi obesitas sekitar 297% pada laki-laki


43

dan 115% pada perempuan pada masyarakat pedesaan di daerah

Samoa barat.

Kini makanan berlebih dan pengeluaran energi secara

keseluruhan pada kehidupan modern menjadi lebih sedikit karena

modernisasi tersebut. Proses modernisasi dari beberapa aspek tersebut

nyata terjadi di negara-negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia.

Saat ini kasus gizi buruk telah berkurang dengan signifikan tetapi masih

tetap banyak, sedangkan kasus gizi lebih yang ditandai dengan berat

badan berlebih bertambah dengan signifikan dan diprediksi akan menjadi

banyak seiring waktu berjalan. Pada tahun 2010 peningkatan obesitas

terjadi secara ekstrim, dan kita ketahui bahwa obesitas menjadi

gelombang awal untuk masuk dalam ranah klasifikasi non communicable

disease atau penyakit tidak menular, inilah yang disebut “New world

syndrome” yang menjadi perhatian secara global baik di negara maju

maupun negara berkembang (WHO, 2000).

Faktor-faktor diet dan pola aktivitas fisik mempunyai pengaruh yang

kuat terhadap keseimbangan energi dan dapat dikatakan sebagai faktor-

faktor utama yang dapat diubah (modifiable factors) yang melalui faktor-

faktor tersebut banyak kekuatan luar yang memicu pertambahan berat

badan itu bekerja. Diet tinggi lemak dan tinggi kalori dan pola hidup

kurang gerak (sedentary lifestyles) adalah dua karakteristik yang sangat

berkaitan dengan peningkatan prevalensi obesitas di seluruh dunia

(WHO, 2000).
44

Menurut Swinburn B dan Shelly A (2008), Kelebihan berat badan

memiliki kaitan dengan menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi (ICT), tetapi hanya dengan bentuk-bentuk tertentu dari ICT.

Peningkatan penggunaan ICT mungkin salah satu faktor yang

menjelaskan peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas di tingkat

populasi, setidaknya pada anak perempuan. Bermain digital (games

dalam komputer) tidak memiliki kaitan dengan kelebihan berat badan.

Dalam penelitian Guedes DP dkk (2012), mengurangi jam menonton

TV adalah prospek yang sulit karena potensi prilaku, seperti pemasaran

sosial dan pendidikan, meskipun bukti-bukti yang menyarankan bahwa,

jika dapat mengurangi menonton TV, hal ini bisa berdampak pada

penurunan prevalensi obesitas. Peraturan untuk mengurangi berat

pemasaran makanan padat energi dan minuman di TV mungkin bisa

menjadi sarana yang paling efektif untuk meminimalkan dampak dari

menonton TV pada kenaikan berat badan yang tidak sehat.

Prevalensi pola hidup sedentarian adalah 28.2% untuk anak

perempuan dan 19,1% untuk anak laki-laki. Perilaku sedentarian

bervariasi oleh sociodemographic dan faktor penentu lingkungan belajar.

Pendidikan Orang tua, status sosial ekonomi, karakteristik sekolah,

transportasi ke sekolah, pekerjaan yang dibayar, Rokok, penggunaan

alkohol, dan nilai BMI secara signifikan terkait dengan perilaku

sedentarian untuk anak laki-laki dan perempuan. Prevalensi yang tinggi

pada perilaku sedentarian, fisik tidak aktif dan tidak sehat merupakan
45

kebiasaan di kalangan remaja Saudi hal ini menjadi perhatian utama

kesehatan masyarakat. Terdapat kebijakan nasional yang

mempromosikan hidup aktif dan sehat dan mengurangi perilaku

sedentarian di antara anak-anak dan remaja di Arab Saudi (Hazzaa M,

2011).

Steffen LM dkk (2009), menyatakan bahwa orangtua yang

menderita kegemukan dan status sosial ekonomi rendah dan perilaku

sedentarian pada remaja adalah faktor risiko kuat untuk remaja menderita

kegemukan dan obesitas, dan orang tua dengan gaya hidup aktif juga

sangat terkait dengan rendahnya risiko kelebihan berat badan pada anak

remaja mereka.

Gregory J (2005), dalam penelitiannya mengatakan bahwa perilaku

sedentarian cenderung terus meluas dalam masyarakat berteknologi

maju. Serupa dengan temuan dari penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa aktivitas fisik menurun dengan bertambahnya usia pada masa

remaja, remaja 16 tahun melaporkan memiliki waktu lebih santai

daripada remaja yang lebih muda. Remaja memiliki lebih banyak waktu

yang tidak diawasi oleh orang tua atau pengasuh, yang menciptakan

peluang untuk meningkatkan waktu menonton TV dan perilaku lainnya

yang lebih santai.

3. Faktor Resiko

Menganut pola hidup aktif dapat mengurangi resiko terkena

berbagai jenis penyakit terutama yang berkaitan dengan metabolisme


46

Seseorang dengan aktifitas fisik yang kurang akan rentan terkena

penyakit jantung, diabetes, kanker kolon, tekanan darah tinggi,

kegemukan (obesitas), depresi dan batu ginjal. Sebuah fakta

mengejutkan yang dilansir dari naturalnews.com 2011, 20% penyebab

kematian seseorang yang berusia 35 tahun keatas adalah karena

kurangnya aktifitas fisik. Ini juga berlaku bagi orang yang berat

badannya normal sekalipun. Apalagi terhadap orang yang memiliki

kelebihan berat badan atau orang yang obesitas. Jadi apapun status

berat badan, maka perlu meninggalkan pola hidup sedentary menuju

pola hidup yang lebih sehat dengan lebih aktif bergerak.

D. Tinjauan Tentang Anak Usia Sekolah

Hurlock (1980) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan

perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah

dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan

kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Usia sekolah

merupakan awal seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan

perilakunya (Rustiaty, 2012).

Kelompok anak usia sekolah mempunyai laju pertumbuhan fisik

yang lambat tetapi konsisten. Mereka secara terus menerus memperoleh

pendewasaan dalam keterampilan motorik serta menunjukkan peningkatan

yang berarti dalam keterampilan kognitif, sosial, dan emosional. Kebiasaan

makan yang terbentuk pada usia ini, serta jenis makanan yang disukai dan
47

tidak disukai, merupakan dasar bagi pola konsumsi makanan dan asupan gizi

anak usia selanjutnya. Pilihan makanan sangat dipengaruhi oleh teman

sebaya, dan orang-orang lain selain keluarga (Soetardjo, 2011).

Masa sekolah memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk

lebih banyak bergaul dengan teman sebanyanya. Selain itu, pada usia sekolah

terjadi perkembangan intelegensi, minat, emosi dan kepribadian.

Perkembangan pada aspek-aspek itulah yang membentuk karakteristik khas

pada anak usia sekolah (Hurlock dalam Rustiaty, 2012).

E. Tinjauan Umum Tentang Gizi Seimbang

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang

mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan

kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan 4 pilar gizi seimbang yaitu

keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan dan berat

badan (BB) ideal. Di Amerika Serikat dan beberapa negara lain prinsip gizi

seimbang divisualisasi berupa “piramida” gizi seimbang. Tidak semua negara

menggunakan piramida tetapi disesuaikan dengan budaya dan pola makan

setempat sebagai contoh di negara Thailand betuk piramida terbalik sebagai

“bendera” dan di China sebagai “pagoda” dengan tumpukan rantang.

Kecepatan pertumbuhan anak di rentang usia ini merupakan

kecepatan genetis masing masing anak, yang dipengaruhi oleh faktor

lingkungan terutama makanan. Hasil dari perbedaan proses pertumbuhan

mengakibatkan ada anak yang berbadan pendek dan ada yang tinggi.
48

Disisi lain sebagian besar waktu anak usia ini banyak dimanfaatkan

dengan aktivitas diluar rumah yakni sekitar 3-6 jam disekolah, beberapa jam

untuk bermain, berolahraga dan sebagainya. Sehingga anak memerlukan

energi lebih banyak, waktu yang lebih banyak digunakan bersama teman ini

dapat mempengaruhi jadwal makan anak, bahkan terhadap pola makannya.

Serta pola makan yang salah pada umur sebelumnya yang masih terbawa di

usia ini, seperti contoh anak lebih suka jajan, makanan kurang serat, suka

makan dan minum yang manis dan sebagainya. Akibatnya anak kurang

mendapatkan pola makanan bergizi seimbang dan aman sehingga berdampak

pada berat badannya (Kurniasih, Dedeh, dkk, 2010).


49

F. Kerangka Teori

Genetika

Jenis
Kelamin Pelayanan
Kesehatan
Umur

Pola Konsumsi:
Fisiologi
- Frekuensi Makan
- Jumlah Makanan
- Jenis Makanan

Faktor Gaya Hidup:


Lingkungan - Aktivitas Fisik
- Pengetahuan Gizi OBESITAS
Sosial - Sikap
Ekonomi

Tingkat Obesitas yg
Pendidikan terjadi pada
umur
sebelumnya
Pekerjaan

Kemudahan
Hidup
Psikologi/
Hormon
Kemajuan
Teknologi

Gambar.2.1 kerangka teori (suhendro, 2003).


50

G. Kerangka Konsep

Asupan Zat
Gizi
E
D
U
K Pengetahuan
STATUS GIZI
A - Kurang
S - Normal
I Gaya Hidup - Lebih
Sedentary

Konsumsi Fast
Food

Gambar. 2.2 kerangka konsep

Keterangan :

: Variabel Independent

: Variabel Dependent

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


51

H. Alur Penelitian

Berikut adalah alur penelitian yang akan dilakukan :

Skrining Antropometri

Gizi Lebih

Pre-test

- Pengetahuan
- Gaya Hidup
Sedentary

-Slide
Edukasi -Buku saku

2 MINGGU

Post-test

- Pengetahuan
- Gaya hidup
Sedentary

Gambar. 2.3 Alur Penelitian


52

I. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Gizi Lebih

Yang dimaksud gizi lebih dalam penelitian ini adalah siswa yang

memiliki status gizi gemuk dan obesitas berdasarkan standar antropometri

WHO (2005), yaitu:

Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)


Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD

2. Pengetahuan Gizi

Definisi Operasional

Pengetahuan gizi adalah kemampuan responden untuk menjawab

dengan benar pertanyaan tentang gizi dan obesitas sebelum dan sesudah

edukasi diberikan.

Kriteria Objektif (komsan, 2002).

Cukup : apabila responden mendapatkan skor ≥ 60

Kurang : apabila responden mendapatkan skor < 60

3. Gaya Hidup Sedentary

Definisi Operasional

Sedentarian adalah peningkatan perilaku hidup kurang gerak. Pola hidup

sedentarian terdiri dari berbagai kegiatan yang mana pengeluaran energi

adalah kurang dari 1,5 metabolik setara (METs) (Ainsworth et al., 2000

dikutip dalam Hardy et al, 2007).


53

Kriteria Objektif (Dogra et al, 2012 ).

Sedentary : jika aktivitas sedentari dilakukan > 4 jam/hari

Tidak Sedentary : jika aktivitas sedentary dilakukan < 4 jam/hari

Berikut merupakan aktifitas-aktifitas sedentari yang menjadi fokus dalam

penelitian ini (Ainsworth et al., 2000 dikutip dalam Hardy et al, 2007):

Aktifitas METs

Duduk Santai (Mengobrol 1,0


bersama teman dan
keluarga)
Menonton TV 1,0
Memakai elektronik/hp 1,5
untuk bersenang-senang
(socialmedia)
Bimbel 1,5
Istirahat Siang (Tidur) 0,9
Mengerjakan Pr/belajar 1,5
Bepergian menggunakan 1,0
kendaraan (mobil/bus)
Berkumpul bersama 1,5
keluarga
54

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian pra eksperimental untuk

melihat pengaruh edukasi yang diberikan terhadap pengetahuan dan gaya

hidup sedentary pada anak gizi lebih.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian pra eksperimen one group pre-

posttest dimana siswa dengan status gizi lebih diberi edukasi Gizi

seimbang, dan obesitas. Edukasi ini diharapkan memberi efek positif

terhadap perubahan pengetahuan dan gaya hidup sedentary pada anak gizi

lebih.

Desain penelitian ini adalah:

Pre Post

O1 X1 O2

Keterangan:

O1 = Pengetahuan dan gaya hidup sedentary sebelum edukasi

X1 = Edukasi

O2 = Pengetahuan dan gaya hidup sedentary setelah edukasi


55

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sudirman 1 Kelurahan Pisang Utara,

Kecamatan Ujung Pandang, Kotamadya Makassar, Propinsi Sulawaesi

Selatan. Yang berada di Jl. Sudirman Makassar. Pemilihan lokasi

didasarkan pada letak sekolah yang di tengah kota dan hasil penelitian

sebelumnya yang menyatakan bahwa 22,1% siswa SD Sudirman I usia 9-

11 tahun berstatus gizi lebih.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari tanggal 9 sampai 26 April 2013.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SD Sudirman

Makassar Kelas 4A (38 siswa), 4B (34 siswa) , 5A (35 siswa), 5B (35

siswa), 6A (45 siswa), dan 6B (40 siswa). Dengan jumlah populasi 227

siswa.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah anggota populasi yang

memenuhi kriteria dan bersedia mengikuti penelitian.

Kriterianya adalah sebagai berikut:

a. Merupakan siswa kelas 4, 5 dan 6

b. Memiliki IMT/U >1 SD s/d >2 SD,


56

c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

d. Berada ditempat saat penelitian berlangsung.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan cara non random sampling dengan teknik

purposive sampling yang didasarkan pada pertimbangan kriteria:

a. Responden diukur tinggi badan dan berat badannya,

b. Menentukan status gizi responden berdasarkan data antropometrinya,

c. Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah responden yang

memiliki IMT/U >1 SD s/d >2 SD,

d. Sampel bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

D. Pengumpulan Data

Data penelitian yang dikumpulkan ada 2 yaitu :

1. Data Primer

Data primer adalah karakteristik responden (usia, jenis kelamin, BB dan

TB), pengetahuan dan gaya hidup sedentary yang diperoleh dari

kuisioner dan hasil wawancara recall gaya hidup sedentary sebelum dan

setelah edukasi gizi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari SDN Sudirman 1 berupa

gambaran umum sekolah dan jumlah siswa serta berdasarkan studi

kepustakaan yang mendukung dalam penelitian ini. Data diperoleh


57

dengan cara observasi langsung dan wawancara dengan guru-guru serta

kepala sekolah.

3. Cara Pengambilan Data

a. Data Primer

1) Dilakukan skrining antropometri untuk mendapatkan siswa yang

memiliki berat badan lebih.

2) Data identitas dan gaya hidup sedentary responden diperoleh dari

hasil wawancara langsung dengan responden. Sedangkan untuk

pengetahuan diperoleh dari pra dan post test yang dilakukan

dengan menggunakan instrumen kuesioner.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kerjasama dengan pihak sekolah yang

meliputi sebagai berikut:

1) Gambaran umum sekolah

2) Keadaan geografis

3) Jumlah siswa – siswi SDN Sudirman 1 Makassar.

4. Proses Intervensi

Siswa kelas 4, 5, dan 6 diukur berat badannya menggunakan

timbangan seca dan tinggi badan menggunakan microtoice untuk

mendapatkan sampel yang berstatus gizi lebih, yaitu gemuk dan obesitas.

Sebelum dilakukan intervensi, terlebih dahulu dilakukan recall gaya

hidup sedentary.
58

Sampel yang telah ada kemudian dikumpulkan di suatu ruangan

berdasarkan kesepakatan dengan pihak sekolah untuk kemudian dilakukan

intervensi berupa pemberian edukasi dengan menggunakan slide edukasi

dan buku saku. Sebelum pemberian edukasi dimulai, terlebih dahulu

dilakukan pretest untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan

responden. Setelah itu, dilakukan pemaparan materi edukasi dan

pembagian buku saku. Isi materi dapat dilihat pada lampiran.

Jarak antara pretest dan posttest adalah dua minggu. Setelah dua

minggu, kembali dilakukan posttest dengan kuisioner yang sama untuk

mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan siswa dua minggu setelah

intervensi. Sedangkan untuk mengetahui perubahan gaya hidup sedentary,

kembali dilakukan recall.

E. Pengolahan dan Penyajian Data

Data diolah dengan menggunakan komputer dan disajikan dalam bentuk

table maupun narasi disertakan pembahasan dengan membandingkan teori-

teori yang relevan. Data diolah dengan menggunakan bantuan alat elektronik

berupa computer pada program SPSS, lalu disajikan dalam bentuk tabel dan

narasi.

F. Analisis Data

Dilakukan uji statistik menggunakan program SPSS. Analisis data

menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan tabel


59

distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti. Meliputi pengetahuan dan

gaya hidup sedentary.

G. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan instrument penelitian, yaitu:

1. Kuesioner Pengetahuan

2. Kuesioner Gaya Hidup Sedentary

3. Timbangan Seca

4. Microtoise

5. Alat tulis menulis

6. Alat dokumentasi

7. Materi edukasi dalam bentuk slide dan buku saku.


60

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sudirman 1 Kelurahan Pisang

Utara, Kecamatan Ujung Pandang, Kotamadya Makassar, Propinsi

Sulawaesi Selatan. SDN Sudirman 1 berada di Jl. Sudirman Makassar

dan didirikan pada tanggal 12 September 1974. SDN Sudirman I

Makassar merupakan salah satu dari 4 (empat) sekolah yang berada di

Komplek SDN Sudirman, yakni, SDN Sudirman I, SDN Sudirman II,

SDN Sudirman III, dan SDN Sudirman IV. Kompleks SDN Sudirman

berdiri di atas lahan seluas 5.615 meter persegi dan menjadi aset

Pemerintah Kota Makassar.

Khusus aset tanah saja, nilai asetnya berdasarkan taksiran sebesar

Rp. 33.690.000.000,-. Sementara nilai aset untuk gedung sekolah juga

ditaksir sekitar Rp. 1,3 miliar yang saat ini digunakan oleh empat

sekolah. Taksiran nilai aset gedung SDN Sudirman I dan II sekitar Rp.

781.200.000,- sedangkan SDN Sudirman III dan IV sekitar Rp.

545.160.000.-

Lokasi Kompleks SDN Sudirman Makassar berada pada lokasi

yang strategis di Jalan Sudirman Makassar. Kompleks sekolah ini

berbatasan langsung dengan Menara Bosowa di sisi kanan, kantor


61

Jiwasraya di sisi kiri. Komplkes SDN Sudirman juga berhadapan

langsung dengan Lapangan Karebosi, serta berada di dekat kawasan

perkantoran dan bisnis (mall dan pasar sentral).

Pada tahun ajaran 2012/2013, SDN Sudirman I Makassar memiliki

siswa sebanyak 454 siswa yang terbagi dalam 12 rombongan belajar

(rombel) dan jumlah personil guru dan pegawai sebanyak 23 orang. Data

keadaan jumlah siswa dan personil disajikan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Jumlah Siswa SDN Sudirman I Makassar


TA. 2012/201 berdasakan Kelas (Rombel)

Jenis Kelamin Jumlah


No. Kelas Total
L P L P
1 1A 16 23
36 41 77
2 1B 20 18
3 2A 17 19
33 35 68
4 2B 16 16
5 3A 20 23
41 41 82
6 3B 21 18
7 4A 20 18
44 28 72
8 4B 24 10
9 5A 20 15
37 33 70
10 5B 17 18
11 6A 22 23
45 40 85
12 6B 23 17
Jumlah 236 218 454
Sumber : Data Sekunder, 2013
62

Tabel 4.2 Jumlah Personil SDN Sudirman I Makassar


TA. 2012/2013

No. Jabatan Jumlah


1 Kepala Sekolah 1
2 Guru Kelas 10
3 Guru Mata Pelajaran 9
4 Bujang 1
5 Satpam 1
6 Staf / Administrasi 1
Jumlah 23
Sumber : Data Sekunder, 2013

SDN Sudirman 1 mempunyai beberapa kantin yang berada di

dalam kompleks sekolah. Jenis makanan jajanan yang disediakan di

kantin tersebut kebanyakan adalah makanan dan minuman kemasan.

Selain makanan jajanan yang dijual di kantin, siswa SDN Sudirman 1

dapat membeli maknan jajanan di luar pagar sekolah. Murid-murid

sekolah tersebut bebas keluar masuk area sekolah karena pintu gerbang

sekolah terbuka baik pada waktu jam pelajaran maupun waktu istirahat.

Penjual makanan keliling banyak yang mangkal di sekitar

lingkungan sekolah, baik pada waktu istirahat maupun waktu pulang

sekolah. Makanan jajanan yang dijual bermacam-macam antara lain es

krim, es sirup, susu, makanan dan minuman kemasan, permen, kue-kue

basah, burger, siomay, batagor, bakso, bakwan, pisang molen, dan lain-

lain.
63

Penelitian ini dilakukan dari tanggal 9 sampai 26 April 2013. Total

populasi adalah 227, namun yang hadir pada saat pengukuran

antropometri adalah 219 siswa yang kemudian diukur tinggi badan dan

berat badannya. Hasil skrining dapat ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Status Gizi Siswa Kelas 4, 5, dan 6


di SDN Sudirman I Makassar Tahun 2013
Jumlah
Status Gizi
n %
Sangat Kurus 7 3,2
Kurus 26 11,9
Normal 131 59,8
Gemuk 35 16,0
Obesitas 20 9,1
Total 219 100
Sumber: Data primer, 2013

Sampel yang diperoleh berjumlah 55 orang, dengan pengambilan

sampel adalah semua siswa yang berstatus gizi lebih, dalam hal ini adalah

siswa yang berstatus gemuk dan obesitas. Setelah proses skrining tersebut

maka diperoleh data sebagai berikut:

2. Analisis Univariat

Adapun hasil pengolahan dan analisis data variabel penelitian ini

disajikan dalam bentuk 63able serta dijelaskan dalam bentuk narasi

sebagai berikut :

a. Karakteristik Umum Responden

1) Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Anak


64

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan


Karakteristik di SDN Sudirman 1 Makassar Tahun 2013
Karakteristik Anak N = 55 %
Jenis Kelamin
Laki-laki 31 56,4
Perempuan 24 43,6
Umur
7 – 9 tahun 11 20,0
10 – 12 tahun 44 80,0
Kelas
IV 18 32,7
V 21 38,2
VI 16 29,1
Uang Saku
Rp 5.000,- s/d Rp 10.000 21 38,2
Rp 10.000.- s/d Rp 15.000 32 58,2
>Rp 15.000 2 3,6
Status Gizi
Gemuk 35 63,6%
Obesitas 20 36,4%
Sumber : Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin sebagian besar berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 56,4%, sedangkan perempuan sebanyak 43,6%. Karakteristik

umur responden menunjukkan responden umur 7 – 9 tahun sebanyak

20% responden , dan umur 10 – 12 tahun sebanyak 80%. Kemudian

berdasarkan kelas responden, paling banyak siswa gizi lebih ditemukan

di kelas V sebanyak 38,2%, kemudian kelas IV 32,7%, dan kelas VI

sebanyak 29,1%. Untuk uang saku sebagian besar responden memiliki


65

uang saku sebesar Rp 10.000 – Rp 15.000 sebanyak 58,2%. Dan untuk

status gizi responden terdapat 63,6% yang berstatus gizi gemuk dan

36,4% berstatus gizi obesitas.

2) Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Orang Tua

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan


Karakteristik Orang Tua di SDN Sudirman 1 Makassar
Tahun 2013
Karakteristik Orang Tua N = 55 %
Pendidikan Orang Tua
Pendidikan Ayah
SD/SMP 3 5,5
SMA 14 25,4
Diploma 3 5,5
Sarjana 35 63,6
Pendidikan Ibu
SD/SMP 3 5,5
SMA 23 41,8
Diploma 5 9,1
Sarjana 24 43,6
Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan Ayah
PNS 11 20,0
TNI/Polri 2 3,6
Pegawai Swasta 22 40,0
Wiraswasta 20 36,4
Pekerjaan Ibu
PNS 8 14,6
Pegawai Swasta 12 21,8
Wiraswasta 13 23,6
IRT 22 40,0
Sumber : Data Primer, 2013

Berdasarkan pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa karakteristik orang

tua responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah yaitu sebagian besar

pendidikan terakhir ayah responden adalah S1 sebesar 63,6%, SMA


66

25,4%, Diploma 5,5% dan SD/SMP 5,5%. Sedangkan untuk pendidikan

ibu responden sebagian besar S1 sebesar 43,6%, SMA 41,8%, Diploma

9,1 % dan SD/SMP 5,5%.

Adapun berdasarkan pekerjaan orangtua, ayah bekerja sebagian

besar sebagai pegawai swasta yaitu sebesar 40%, wiraswasta 36,4%, PNS

20%, dan TNI/Polri 3,6%. Sedangkan untuk pekerjaan ibu sebagian besar

sebagai IRT yaitu sebesar 40%, Wiraswasta 23,6, pegawai swasta 21,8%

dan PNS 14,6%.

3. Analisis Bivariat

Tabel tabel berikut merupakan hasil tabulasi silang antara variabel-

variabel yang diteliti dan dilakukan pula analisis paired samples T – test

untuk mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah edukasi.

a. Distribusi Status Gizi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.6 Distribusi Status Gizi Responden


Berdasarkan Jenis Kelamin di SDN Sudirman 1 Makassar Tahun
2013
Status Gizi Total
Jenis
Gemuk Obesitas
Kelamin n %
n % n %
Laki laki 19 54,3 12 60 31 56,4
Perempuan 16 45,7 8 40 24 43,6
Jumlah 35 63,6 20 36,4 55 100
Sumber: Data primer, 2013

Pada tabel 4.6 menggambarkan distribusi status gizi berdasarkan

jenis kelamin responden, dimana untuk status gizi gemuk terbanyak


67

terdapat pada jenis kelamin laki-laki 54,3% dan perempuan 45,7 %.

Demikian pula dengan responden yang berstatus gizi obesitas terbanyak

pada jenis kelamin laki-laki 60% dan perempuan 40%.

b. Perbedaan Berat Badan Sebelum dan Sesudah Edukasi

Tabel 4.7 Perbedaan Rata – Rata Berat Badan


Sebelum dan Sesudah Edukasi di SDN Sudirman 1 Makassar
Tahun 2013
BB Min Max Mean SD Ket. p
Sebelum 32,50 81,00 48,20 10,01 ∆
0,345
Sesudah 32,10 80,30 48,02 9,51 0,18 kg
Sumber: Data primer, 2013

Pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa terjadi penurunan rata rata

berat badan sebelum dan sesudah edukasi, yaitu 0,18 kg. Namun setelah

dilakukan diuji beda menggunakan analisis paired samples T-test tidak

ada pengaruh yang bermakna antara edukasi yang diberikan terhadap

perubahan berat badan responden, hal tersebut ditunjukkan pada nilai p

0,345 (p>0,05).

c. Pengetahuan Responden

1) Distribusi Kriteria Pengetahuan Responden

Tabel 4.8 Distribusi Kriteria Pengetahuan Responden


Sebelum dan Sesudah Edukasi Gizi di SDN Sudirman 1 Makassar
Tahun 2013
Pre Test Post Test
Nilai
n % n %
Cukup 44 80 54 98,2
Kurang 11 20 1 1,8
Total 55 100 55 100
Sumber: Data primer, 2013
68

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebelum pemberian edukasi gizi

80% responden memiliki pengetahuan yang cukup dan 20% responden

yang memiliki pengetahuan kurang. Sedangkan setelah pemberian

edukasi gizi 98,2% responden memiliki pengetahuan yang cukup dan

1,8% responden yang memiliki pengetahuan kurang.

2) Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Edukasi

Tabel 4.9 Perbedaan Rata rata Pengetahuan Responden


Sebelum dan Sesudah Edukasi di SDN Sudirman 1 Makassar
Tahun 2013
Pengetahuan Min Max Mean SD Ket. p
Pre test 5,00 7,00 6,38 0,80
∆ 0,8 0,000
Post test 5,00 9,00 7,18 0,88
Sumber: Data primer, 2013

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai rata rata sebelum dan sesudah

edukasi pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar

responden memiliki pengetahuan yang cukup. Dan terjadi peningkatan

pengetahuan dimana terlihat dari nilai rata rata pre-post responden

meningkat sebesar 0,8. Setelah dilakukan uji beda menggunakan analisis

paired samples T-test, dimana hasilnya menunjukkan bahwa ada

hubungan bermakna antara edukasi yang diberikan terhadap perubahan

pengetahuan yang ditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,000 (p<0,005).


69

d. Gaya Hidup Sedentary Responden

1) Distribusi Gaya Hidup Responden

Tabel 4.10 Distribusi Gaya Hidup Responden


Sebelum dan Sesudah Edukasi Gizi di SDN Sudirman 1 Makassar
Tahun 2013
Pre Test Post Test
Gaya Hidup
n % n %
Sedentary 37 67,3 35 63,6
Tidak
18 32,7 20 36,4
Sedentary
Total 55 100 55 100
Sumber: Data primer, 2013

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa sebelum pemberian edukasi gizi

sebanyak 67,3% responden memiliki gaya hidup sedentary dan 32,7%

yang tidak memiliki gaya hidup sedentary. Sedangkan setelah pemberian

edukasi gizi 63,6% responden memiliki gaya hidup sedentary dan 36,4%

yang tidak memiliki gaya hidup sedentary.

2) Perbedaan Gaya Hidup Sebelum dan Sesudah Edukasi

Tabel 4.11 Perbedaan Rata - Rata Gaya Hidup Responden


Sebelum dan Sesudah Edukasi di SDN Sudirman 1 Makassar
Tahun 2013
Gaya Hidup Min Max Mean SD Ket. p
Pre 3,00 7,40 4,6 1,07 ∆
0,000
Post 3,00 9,00 4,7 0,93 0,108
Sumber: Data primer, 2013

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa nilai rata rata sebelum dan sesudah

edukasi pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar

responden memiliki Gaya Hidup Sedentary, hal tersebut dapat dilihat


70

pada nilai rata – ratanya yang lebih dari 4,0 yang merupakan indikator

dikatakan seseorang memiliki gaya hidup Sedentary. Kemudian

dilakukan uji beda menggunakan analisis paired samples T-test, dimana

hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara

edukasi yang diberikan terhadap perubahan gaya hidup sedentary yang

ditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,108 (p>0,005).

3) Distribusi Rata - Rata Perkegiatan Sedentary

Tabel 4.12 Distribusi Rata-rata perkegiatan Sedentary (jam/hari)


Responden Sebelum dan Sesudah Edukasi Gizi
di SDN Sudirman 1 Makassar Tahun 2013
Gaya Hidup
Sebelum Setelah
Sedentary Ket.
Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD
(jam/hari)
Menonton TV 9,42 ± 2,08 9,57 ± 2,2 Naik 0,15
Mengikuti Bimbel 5,92 ± 2,40 5,63 ± 2,31 Turun 0,29
Tidur siang 5,29 ± 1,78 5,00 ± 2,14 Turun 0,29
Facebook, twitter 4,63 ± 3,94 4,20 ± 3,55 Turun 0,43
dengan hp
Menggunakan 3,15 ± 1,26 2,84± 1,12 Turun 0,31
kendaraan
Duduk santai 3,15 ± 1,43 2,99 ± 1,37 Turun 0,16
Mengerjakan PR 2,58 ± 1,14 2,67 ± 1,17 Naik 0,09
Bermain Games 1,94 ± 2,09 2,03 ± 2,08 Naik 0,09
Sumber: Data primer, 2013

Tabel 4.12 diatas merupakan jenis kegiatan sedentary dalam

penelitian ini. Kemudian diurutkan berdasarkan rata rata kegiatan

(jam/hari) yang paling lama dilakukan responden. Dimana menonton TV


71

merupakan kegiatan sedentary yang paling lama dilakukan responden baik

sebelum dan sesudah edukasi.

B. Pembahasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN Sudirman I Kelurahan Pisang Utara,

Kecamatan Ujung Pandang, Kotamadya Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Penelitian ini berlangsung dari tanggal 9 April s/d 26 April 2013. yang

menjadi responden pada penelitian ini adalah siswa siswi kelas 4, 5 dan 6

yang berstatus gizi lebih. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh edukasi terhadap perubahan pengetahuan dan gaya

hidup sedentary pada anak gizi lebih. Adapun pembahasan hasil analisis data

yang telah dilakukan selengkapnya sebagai berikut :

1. Karakteristik Umum Responden

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 55 anak yang memiliki

status gizi lebih yang kemudian dijadikan sampel pada penelitian ini.

a. Jenis Kelamin

Berdasarkan data distribusi responden pada penelitian ini yang

sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31 responden

(56,4%), sedangkan perempuan sebanyak 24 responden (43,6%).

Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan

kebutuhan gizi sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan status

gizi. Menurut Worthington, anak perempuan biasanya lebih

memperhatikan penampilan sehingga seringkali membatasi makanannya,


72

selain itu anak perempuan juga mempunyai kemampuan makan dan

aktifitas fisik yang lebih rendah dari anak laki laki (hayati,2009).

Hal tersebut sesuai pula dengan analisis bivariat antara status gizi

dan jenis kelamin pada penelitian ini, yang digambarkan pada tabel 4.6,

dimana untuk status gizi gemuk terbanyak terdapat pada jenis kelamin

laki-laki 54,3% dan perempuan 45,7 %. Demikian pula dengan

responden yang berstatus gizi obesitas terbanyak pada jenis kelamin laki-

laki 60% dan perempuan 40%.

Hal ini sejalan dengan Laporan Nasional Riskesdas 2007 yang

menunjukkan bahwa prevalensi nasional gizi lebih pada penduduk umur

6-14 tahun berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 9,5%, dan

perempuan 6,4%. Sedangkan menurut Laporan Provinsi Sulawesi Selatan

(Riskesdas 2007) pada kelompok umur yang sama, prevalensi berat

badan lebih pada laki-laki 7,4% dan pada perempuan 4,8%. Riskesdas

2010 juga menunjukkan hasil yang sama dimana masalah kegemukan

pada anak usia 6 -12 tahun untuk jenis kelamin laki-laki sebesar 10,7%

dan perempuan 7,7%.

Disamping itu berdasarkan pada penelitian Ariefiyanti (2004)

didapatkan hasil dari 68 anak yang obesitas, terdapat 40 anak (29,4%)

laki-laki, dan 28 anak (20,5%) perempuan. Dan penelitian Sartika (2011)

mengenai faktor risiko obesitas pada anak usia 5 – 15 tahun. Didapatkan

bahwa anak laki-laki memiliki risiko mengalami obesitas sebesar 1,4 kali
73

dibandingkan anak perempuan. Hal itu dimungkingkan karena anak

perempuan lebih sering membatasi makan karena alasan penampilan.

Survey awal yang dilakukan pada september 2007 di 7 SD negeri

dan 12 SD swasta yang berlokasi di kecamatan medan baru kota medan.

Diketahui prevalensi overweight anak laki-laki 25,65% dan anak

perempuan 19,5% (Simatupang, 2008).

b. Umur

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 55 responden dengan

status gizi lebih. Terdapat 80% responden berumur 10 – 12 tahun dan

20% berumur 7 – 9 tahun. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian

Rahmawati (2009) di SD Islam Al-Azhar I Jakarta Selatan dimana

kejadian obesitas lebih tinggi ditemukan pada siswa yang usia ≥ 10

tahun. Pada penelitian Sartika (2011) berdasarkan hasil analisis bivariat

menunjukkan bahwa anak yang berusia < 10 tahun memiliki risiko

sebesar 3,8 kali mengalami obesitas dibandingkan anak usia ≥ 10.

Menurut Brown (2005) anak yang berusia 6-12 tahun mengalami

masa perkembangan dan bertumbuhan yang lebih stabil dibandingkan

bayi dan balita. Pertumbuhan fisiknya terlihat lebih lambat, tetapi

perkembangan motorik, kognitif dan emosi sosial mulai matang. Pada

periode ini ditandai dengan masa puber, dimana anak perempuan lebih

dulu mengalaminya dibanding anak laki-laki.

Obesitas permanen cenderung akan terjadi bila kemunculannya

pada saat anak berusia 4-11 tahun maka perlu upaya pencegahan
74

terhadap gizi lebih dan obesitas sejak dini (usia sekolah) (Simatupang,

2008).

2. Karakteristik Orangtua

a. Pendidikan Orangtua

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa karakteristik orang tua responden

berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu responden sebagian besar

pendidikan terakhirnya adalah sarjana dengan persentase masing-masing

63,6% dan 43,6%.

Tingkat pendidikan orang tua juga akan mempengaruhi konsumsi

pangan melalui cara pemilihan bahan pangan. Perubahan pengetahuan,

sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan

pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang

dikonsumsi (Misnadiarly, 2007).

b. Pekerjaan Orangtua

Obesitas pada anak-anak sering dijumpai dalam keluarga mampu,

tetapi akan sulit dijumpai pada keluarga miskin. Keadaan semacam ini

misalnya terlihat pada keluarga pedagang maupun pegawai atau

karyawan menengah ke atas (Misnadiarly, 2007).

Pada tabel 4.5 pekerjaan orang tua responden sebagian besar ayah

responden adalah pegawai swasta sebesar 40% dan sebagian besar ibu

responden berprofesi sebagai ibu rumah tangga 40%..

Pekerjaan orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi daya

beli anak, karena mencakup taraf ekonomi orang tua. Kebiasaan pola
75

makan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain kebiasaan, taraf

ekonomi, lingkungan, ketersediaan bahan pangan dan sebagainya, dan

yang menjadi alasan terakhir adalah nilai gizinya (Hadju, 2005).

Tabel 4.4 menunjukkan distribusi uang jajan responden yaitu tidak

ada responden yang membawa uang jajan di bawah Rp 5.000 dan 58,2%

responden membawa uang jajan berkisar Rp 10.000 – Rp 15.000. Jika

pekerjaan orang tua bergengsi, artinya tingkat pendapatan nya juga

tinggi dan berpengaruh pada uang saku anak. Hal ini di dukung oleh teori

di negara berkembang seperti Asia dan Afrika, angka kejadian obesitas

lebih sering terdapat di daerah perkotaan di banding daerah pedesaan,

yang artinya kejadian obesitas lebih sering ditemukan pada golongan

sosial tinggi (Jafar, 2009).

Peningkatan pendapatan masyarakat pada kelompok sosial tertentu

terutama di perkotaan, menyebabkan adanya perubahan pola makan dan

pola aktivitas yang mendukung terjadinya peningkatan jumlah penderita

obesitas. Pola makan masyarakat di lingkungan perkotaan yang tinggi

kalori dan lemak serta rendah serat, telah memicu peningkatan jumlah

penderita obesitas. Masyarakat di perkotaan yang cenderung sibuk,

biasanya lebih menyukai mengkonsumsi makanan cepat saji dengan

alasan lebih praktis. Meskipun mereka mengetahui bahwa nilai kalori

yang terkandung dalam makanan cepat saji sangat tinggi dan di dalam

tubuh kelebihan ini akan diubah dan disimpan menjadi lemak tubuh

(Moehji, 2003).
76

3. Perubahan Berat Badan Responden

Jumlah responden yang mengalami penurunan berat badan

sebanyak 31 orang dan 24 responden mengalami kenaikan berat badan.

Melihat rata-rata berat badan responden sebelum dan sesudah edukasi,

pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa terjadi penurunan rata rata berat

badan sebelum dan sesudah edukasi, yaitu 0,18 kg. Namun setelah

dilakukan diuji beda menggunakan analisis paired samples T-test tidak

ada pengaruh yang bermakna antara edukasi yang diberikan terhadap

perubahan berat badan responden, hal tersebut ditunjukkan pada nilai p

0,345 (p>0,05). Mengingat masa pertumbuhan yang masih berlangsung

di usia tersebut, kemungkinan berat badan juga mudah mengalami

peningkatan secara signifikan.

4. Pengetahuan Responden

Sering masalah gizi timbul dikarenakan ketidaktahuan responden

dan kurangnya informasi mengenai gizi (Kamaliah, 2004). Kodyat

(1996) mengatakan bahwa masalah gizi lebih jelas merupakan masalah

perilaku konsumsi yang keliru, yang disebabkan rendahnya pengetahuan

dan kesadaran gizi masyarakat. Namun, walaupun pengetahuan

merupakan bagian dari kawasan perilaku, tapi belum menjamin bahwa

seseorang dengan pengetahuan yang cukup memiliki perilaku yang sama.

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai rata rata sebelum dan sesudah

edukasi pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar

responden memiliki pengetahuan yang cukup. Terjadi peningkatan


77

pengetahuan dimana terlihat dari nilai rata-rata pre dan post responden

meningkat sebesar 0,8. Setelah dilakukan uji beda menggunakan analisis

paired samples T-test, dimana hasilnya menunjukkan bahwa ada

hubungan bermakna antara edukasi yang diberikan terhadap perubahan

pengetahuan yang ditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,000 (p<0,005).

Pengetahuan anak dapat diperoleh baik secara internal maupun

eksternal. Pengetahuan secara internal yaitu pengetahuan yang berasal

dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup. Pengetahuan secara

eksternal yaitu pengetahuan yang diperoleh dari orang lain termasuk

keluarga dan guru. Pengetahuan baik yang diperoleh secara internal

maupun eksternal akan menambah pengetahuan anak tentang gizi

(Solihin, 2005).

5. Gaya Hidup Sedentary

Gaya hidup yang beresiko terhadap kejadian obesitas adalah gaya

hidup sedentary (sedentary life style). Karakteristik utama gaya hidup

sedentary ini adalah rendahnya aktivitas fisik dan asupan energi yang

berlebihan. Sedentariness terdiri dari berbagai kegiatan yang mana

pengeluaran energi adalah kurang dari 1,5 metabolik setara (METs)

(Ainsworth et al., 2000 dikutip dalam Hardy et al, 2007).

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa sebelum pemberian edukasi gizi

sebanyak 67,3% responden memiliki gaya hidup sedentary dan 32,7%

yang tidak memiliki gaya hidup sedentary. Sedangkan setelah pemberian


78

edukasi gizi 63,6% responden memiliki gaya hidup sedentary dan 36,4%

yang tidak memiliki gaya hidup sedentary.

Menurun dan rendahnya tingkat aktivitas fisik dipercaya sebagai

salah satu hal yang menyebabkan obesitas. Tren kesehatan terkini juga

menunjukkan prevalensi obesitas meningkat bersamaan dengan

meningkatnya perilaku sedentary dan berkurangnya aktivitas fisik

(WHO, 2000).

Suatu data menunjukkan bahwa aktivitas anak-anak cenderung

menurun. Anak-anak lebih banyak bermain di dalam rumah

dibandingkan di luar rumah, misalnya bermain games komputer maupun

media elektronik lain dan menonton televisi (Damayanti, 2002)

Menonton televisi akan menurunkan aktivitas dan keluaran energi,

karena mereka menjadi jarang atau kurang berjalan, bersepeda, naik

turun tangga. Suatu penelitian kohort mengatakan bahwa menonton

televisi lebih dari 5 jam meningkatkan prevalensi dan angka kejadian

obesitas pada anak 6-12 tahun (18%) (Damayanti, 2002).

Menurut Swinburn B dan Shelly A (2008), Kelebihan berat badan

memiliki kaitan dengan menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi (ICT). Peningkatan penggunaan ICT mungkin salah satu

faktor yang menjelaskan peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas

di tingkat populasi, setidaknya pada anak perempuan. Gregory J (2005),

dalam penelitiannya mengatakan bahwa perilaku sedentarian cenderung

terus meluas dalam masyarakat berteknologi maju.


79

Dalam penelitian ini ada 8 jenis kegiatan sedentary. Dimana pada

tabel 4.12 disusun berdasarkan rata rata perkegiatan yang paling lama

dilakukan oleh responden. Menonton TV merupakan kegiatan yang

paling lama yang dilakukan baik sebelum dan sesudah edukasi. Dengan

nilai rata rata sebelum 9,42 jam/hari dan setelah 9,57 jam/hari, dimana

terjadi kenaikkan sebesar 0,15 jam. Bimbel dengan nilai rata rata

sebelum 5,92 jam/hari dan setelah 5,63 jam/hari, mengalami penurunan

0,29 jam. Tidur siang sebelum 5,29 jam/hari setelah 5 jam/hari,

mengalami penurunan 0,29 jam. Penggunaan HP sebelum 4,63 jam/hari

setelah 4,20 jam/hari, penurunan 0,43 jam. Kendaraan sebelum 3,15

jam/hari setelah 2,84 jam/hari, penurunan 0,31 jam. Duduk santai

sebelum 3,15 jam/hariu setelah 2,99 jam/hari, penurunan sebanyak 0,16

jam. PR sebelum 2,58 jam/hari setelah 2,67 jam/hari, mengalami

kenaikkan sebanyak 0,09 jam. Games sebelum 1,94 jam/hari setelah 2,03

jam/hari, kenaikkan sebanyka 0,09 jam.

Dalam penelitian Guedes DP dkk (2012), mengurangi jam menonton

TV adalah prospek yang sulit karena potensi perilaku, seperti pemasaran

sosial dan pendidikan, meskipun bukti-bukti yang menyarankan bahwa,

jika dapat mengurangi menonton TV, hal ini bisa berdampak pada

penurunan prevalensi obesitas. Peraturan untuk mengurangi berat

pemasaran makanan padat energi dan minuman di TV mungkin bisa

menjadi sarana yang paling efektif untuk meminimalkan dampak dari

menonton TV pada kenaikan berat badan yang tidak sehat.


80

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa nilai rata rata sebelum dan sesudah

edukasi pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar

responden memiliki Gaya Hidup Sedentary, hal tersebut dapat dilihat

pada nilai rata – ratanya yang lebih dari 4,0 yang merupakan indikator

dikatakan seseorang memiliki gaya hidup Sedentary. Kemudian

dilakukan uji beda menggunakan analisis paired samples T-test, dimana

hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara

edukasi yang diberikan terhadap perubahan gaya hidup sedentary yang

ditunjukkan dengan nilai p sebesar 0,108 (p<0,005), meskipun terjadi

perubahan pada nilai rata rata sebelum dan sesudah edukasi. Hal tersebut

kemungkinan terjadi dikarena pada waktu yang digunakan setelah

edukasi merupakan hari libur. Sehingga waktu yang digunakan lebih

banyak dirumah sehingga sebagian besar dari responden lebih banyak

melakukan kegiatan sedentary.

C. Kelemahan Penelitian

Pada penelitian ini tidak dilakukan kontrol terhadap faktor-faktor yang

mungkin mempengaruhi perubahan tingkat pengetahuan responden diluar faktor

intervensi, sehingga dikhawatirkan hasil penelitian bias karena kemungkinan ada

faktor lain yang mempengaruhi peningkatan pengetahuan responden di luar

intervensi.
81

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, mengenai Pengaruh Edukasi Terhadap

Perubahan Pengetahuan dan Gaya Hidup Sedentary Pada Anak Gizi Lebih di

SDN Sudirman I Makassar, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian Besar Responden memiliki pengetahuan yang cukup. Ada

pengaruh signifikan antara edukasi gizi dengan perubahan pengetahuan

anak gizi lebih di Sekolah Dasar Sudirman I Makassar Tahun 2013 dengan

nilai p 0,000 (p<0,05).

2. Sebagian besar responden memiliki Gaya Hidup Sedentary, meskipun

terjadi perubahan pada nilai rata rata sebelum dan sesudah edukasi.

Namun Tidak ada hubungan yang bermakna antara edukasi yang diberikan

dengan perubahan gaya hidup sedentary pada anak gizi lebih di Sekolah

Dasar Sudirman I Makassar Tahun 2013 dengan nilai p 0,108 (p>0,05).

B. Saran

1. Untuk siswa agar menerapkan pengetahuan tentang gizi serta

memperbanyak aktifitas fisik yang melibatkan gerak tubuh yang optimal.

2. Untuk instansi terkait agar melakukan upaya sosialisasi kerugian dari

obesitas dan gaya hidup sedentary, serta pentingnya pengetahuan tentang

gizi seimbang.

3. Untuk penlitian selanjutnya agar melakukan penelitian yang lebih spesifik

tentang gaya hidup sedentary.


82

DAFTAR PUSTAKA

Achadi, Endang L. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT.


Rajagrafindo Persada.

Almatsier, S. 2009. Prinsip Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ainsworth, B.E. et al., 2000. Compendium of physical activities: an update of


activity codes and MET intensities. Medicine and Science in Sports and
Exercise, 32, hal. 498–504.

Alam, Syamsir, dkk., 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anas, Nurul R. 2011. Gambaran Pola Makan dan Aktifitas Fisik Remaja Obesitas
Setelah Edukasi di SMA Pondok Pesantren Ummul Mukminin Makassar.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Ariefiyanto, Emil. 2004. Beberapa Faktor Risiko Kejadian Obesitas pada Anak
(Studi pada Siswa SD H. Isriati Baiturrahman Semarang). Skripsi.
Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang.

Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Azizah, A. Sitti Nurul. 2009. Hubungan Pola Asuh dan Aktivitas Fisik dengan
Kejadian Obesitas pada Anak di TK Pertiwi Makassar. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Depkes. 2008.


Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Balitbangkes Depkes.

Brown, Judith E., 2005. Nutrition Through The Life Cycle. United States of
America : Thompson Wadsworth.

Brown, PJ., 1991. Culture and the evolution of obesity. Human nature, 2, hal. 31-
57.

Dasril, Demy Fahem. 2009. Prevalensi Obesitas pada Anak Taman Kanak-kanak
di Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, DKI Jakarta dan Hubungannya
dengan Sedentary Life Anak. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia, Jakarta.
83

Dedi S. 2004. Obesitas Primer Pada Anak. Bandung: PT. Kiblat Buku Utama.

Dogra, et al., 2012. Sedentary Behavior and Physical Activity Are Independent
Predictors of Successful Aging in Middle-Aged and Older Adults. Journal
of Aging Research, 2012, hal. 1.

Ensminger, AH, dkk. 1995. The Concise Encyclopedia of Foods ad Nutrition.


Florida: CRC Press.

Gibson, RS. 2005. Principle of Nutritional Assesment 2nd Edition. New York:
Oxford University Press.

Gregory, J. Norman, PhD. et al., 2005. Psychosocial and Environmental


Correlates of Adolescent Sedentary Behaviors. Pediatrics, 116, hal. 4.

Guedes, DP. Souza, MV. Ferreirinha, JE. Silva, AJ., 2012. Physical Activity and
Determinants of Sedentary Behavior in Brazilian Adolescents from an
Underdeveloped Region. Departemen Pendidikan Jasmani dan olahraga,
Parana Utara University, 114, hal. 542-52.

Gunawan, Andang. 2009. Food Combining. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Utama.

Hadi, Hamam. 2005. Bebab Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap
Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.

Hadju, 2005. Diktat Gizi Dasar edisi II. Makassar: Jurusan Gizi FKM - UNHAS.

Hardy, Louise, L. et al., 2007. The reliability of the Adolescent Sedentary Activity
Questionnaire (ASAQ). Preventive Medicine, 45, hal. 71–74.

Hazzaa, M Al-Hazzaa, et al., 2011. Physical Activity, Sedentary Behaviors And


Dietary Habits Among Saudi Adolescents Relative To Age, Gender And
Region. International Journal of Behavior Nutrition and Physical Activity,
8, hal. 140.

Heslet, Lars. 2003. Kolesterol. Jakarta: Kesaint Blanc.

Hodge, AM. et al., 1994. Dramatic Increase in The Prevalence of Obesity in


Western Samoa Over 13 Year Period 1978-1991. International Journal of
Obesity and Related Metabolic Disorders, 18, hal. 419-428.

Indika, Kinanti. 2010. Gambaran Citra Tubuh pada Remaja yang Obesitas.
84

Juwaeriah. 2012. Gambaran Pola Konsumsi Sayur Dan Buah Terhadap Kejadian
Obesitas Pada Siswa Smp Islam Athirah 1 Kajaolalido Makassar Tahun
2012. Skripsi sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Kemenkes RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Direktorat
Bina Gizi. Kementerian Kesehatan, Jakarta.

Kodyat, dkk. 1996. Kegemukan, Obesitas dan Degeneratif :Epidemologi dan


Strategi Penanggulangan. Dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
VI. Jakarta: LIPI.

Komsan, 2002. Panga dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Raya Grafindo
Persada(Kompas,1992).

Kurniasih, Dedeh, dkk. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta;
Kompas Gramedia.

Labuza, T.P. 1991. Obesity, Weight Control and Dieting Food and Your Well
Being. Chapman and Hall. New York.

Lisdiana. 1998. Waspada Terhadap Kelebihan Dan Kekurangan Gizi. Bandar


Lampung: Tribus Agriwidya.

Low, S. Chin, MC. 2009. Deurenberg-yap m. Review on epidemic of obesity.


Annual Academic Medical Singapore, 38, hal. 57-65.

Mandang, Martini Shintya, 2009. Faktor Risiko Obesitas Anak Usia Dini Pada
Kelompok Bermain Di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Skripsi
sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Manurung, Nelly Katharina. 2009. Pengaruh Karakteristik Remaja, Genetik,


Pendapatan Keluarga, Pendidikan Ibu, Pola Makan dan Aktivitas Fisik
terhadap Kejadian Obesitas di SMU RK Tri Sakti Medan 2008. Tesis.
Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara, Medan

Misnadiarly. 2007. Obesitas sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit. Jakarta:


Pustaka Obor Popular.

Moehji, Syahmin. 2003. Ilmu Gizi II: Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas
Sinar Sinanti.

Notoatmodjo, S. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.
85

Nurcahyani, Icha Dian. 2011. Pengaruh Edukasi terhadap Gaya Hidup (Pola
Makan dan Aktifitas Fisik) Remaja Gizi Lebih di SMA Islam Athirah
Makassar. Skripsi sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Hasanuddin, Makassar

Nurul, A Sitti. 2009. Hubungan Pola Asuh dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian
Obesitas pada Anak di TK Pertiwi Makassar. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Rahmawati, Nuri. 2009. Aktivitas Fisik, Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast
Food) DAN Keterpaparan Media Serta Faktor-faktor Lain yang
Berhubungan dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Islam AL-Azhar 1
Jakarta Selatan. Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehtan Masyarakat.
Universitas Indonesia.

Riskesdas. 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Riskesdas. 2007. Laporan Provinsi Sulawesi Selatan. Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Riskesdas. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Rustiaty, Sucy. 2012. Pola Jajanan dan Pola Konsumsi Buah dan Sayur pada
Anak Usia 9 – 11 Tahun di SDN Sudirman 1 Kota Makassar Sulawesi
Selatan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Sandjaja, dkk. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta:


Penerbit Buku Kompos.

Sartika, R Ayu Dewi. 2011. Faktor Risiko Obesitas pada Anak 5 – 15 Tahun di
Indonesia. Makara, Kesehatan, Vol 15, No.1, Juni 2011: 37,43

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1991. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.

Simatupang, M. Romauli. 2008. Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik Dan


Keturunan Terhadap Kejadian Obesitas Pada Siswa Sekolah Dasar Swasta
Di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Tesis. Sekolah Pascasarjana.
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soegih, R. dan Kunkun K. W. Obesitas: Permasalahan dan Terapi Praktis. Jakarta:


Sagung Seto; 2009.
86

Soetardjo, Susirah, Sunita Almatsier, & Moesijanti Soekarti. 2011. Gisi Seimbang
Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia.

Sugianti, Elya. 2009. Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Orang Dewasa di DKI
Jakarta. Jurnal Gizi Indonesia, 32(2):105-116.

Suhendro, 2003. Fast Food Sebagai Faktor Resiko Terjadinya Obesitas Pada
Remaja Siswa-Siswi SMU di Kota Tangerang Provinsi Banten. Tesis
Magister Ilmu-ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Utama Gizi dan
Kesehatan, Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Suryati, Nur. 2011. Gambaran Pola Makan dan Aktivitas Fisik Setelah Edukasi
Gizi pada Remaja Obesitas di SLTP 6 Makassar tahun 2011. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Soegondo. 2008. Penatalaksanaan Dibetes Milletus. Jakarta: Persedia.

Sopacua, Emma Ariane. 2007. Analisis Body Image, Perilaku Makan, dan
Aktifitas Fisik dengan Kejadian Obesitas Remaja Putri di SLTP Kota
Tomohon, 2007. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Steffen, LM. Dai, S. Fulton, JE. Labarthe, DR., 2009. Overweight in Children and
Adolescents Associated with TV Viewing and Parental Weight: Project
Heartbeat!. Am J Prev Med, 37, hal. 50-5.

Swinburn, B. Shelly, A., 2008. Effects of TV Time and Other Sedentary Pursuits.
International Journal of Obesity, 32, hal. 6.

Utami, Wisarani Sevita. 2009. Hubungan Antara Aktivitas Fisik, Kebiasaan


Konsumsi Serat dan Faktor Lain dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD
Islam Annajah di Jakarta Selatan, Tahun 2009. Skripsi sarjana. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Depok.

WHO., 2010. In Guide to Community Preventive Services Web site. Physical


Activity. Geneva, Switzerland.

WHO. 2000. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic. Geneva

Anda mungkin juga menyukai