Anda di halaman 1dari 16

Genggam Aku

Takdir memang sangat kejam, jika dulu aku dan


Samudra tidak pernah saling bertemu mungkin kita tidak akan
pernah saling jatuh cinta yang pada akhirnya kitapun saling
menyakiti satu sama lain. Hari ini tepat dua tahun semenjak
aku dan Samudra memilih untuk mengakhiri hubungan kita.
Ah tidak, sebenarnya adalah keputusan Samudra. Aku
meremas seragam kantorku dengan erat mencoba menguatkan
diri untuk menemui lelaki pujaanku sedari dulu. Ya, aku
memang sama sekali belum bisa muve on darinya. Bahkan
alasanku bekerja di perusahaannya adalah niat hanya ingin
bertemu dengannya. Entah nanti dia akan menerimaku dengan
senang hati ataupun tidak, akan kuserahkan semua pada Tuhan.

“Selamat pagi” Ucap seorang wanita padaku

“Pagi”

“Kamu karyawan baru kan? Kenalin aku Salsa. Kita sama-


sama di Tim Perencanaan” Sapanya ramah sambil
mengulurkan tangan.

“Naya” jawabku sekaligus menerima jabatan tangannya.


“Aku udah tau. Nah ini pasti kamu belum tau kan kalau CEO
di perusahaan kita orangnya masih muda loh. Beliau masih ting
ting pokoknya alias belum nikah” Celoteh Salsa sembari
merangkulku mengajak berjalan bersama dan aku hanya
membalasnya dengan senyuman ringan.

“Nah dah sampai, ini meja kerjamu kalo meja kerjaku tepat
disebelahmu. Kalo butuh bantuan jangan sungkan ya,
Semangat bekerja” ucap Salsa yang kemudian pergi menuju
meja kerjanya.

Aku merasa sangat senang, seseorang menyambutku


dengan baik. Ah tunggu, apa yang barusan dia bicarakan?
Samudra belum menikah ?. Rasanya aneh ketika baru bekerja
sudah mendengar cerita seperti itu. Aku menatap sekeliling
ruangan kerjaku, semua orang terlihat sibuk. Namun begitu
sesekali mereka saling melempar candaan. Sebelumnya satu
persatu dari mereka menghampiriku, menyapaku dan
mengenalkan diri, aku merasa berada diantara orang-orang
yang hangat. Sungguh lingkungan kerja yang menyenangkan.
Ini kali pertamaku bekerja diperusahaan besar. Selain itu
tujuanku ingin bertemu dengan Samudra menjadi alasan untuk
bisa bekerja ditempat ini.
“Nay, dipanggil CEO ke ruangannya” kata Nia salah satu
teman kerjaku. Dengan gugup akupun memberanikan diri
menuju ruangan CEO. Selain bahwa aku sebagai karyawan
baru juga sebagai seorang mantan pacar yang telah lama
merindukan mantannya.

“Selamat pagi pak, saya Naya karyawan baru di Tim


Perencanaan” jantungku berdegup begitu kencang, menerka-
nerka kalimat apa yang akan dilontarkan dari mulutnya. Sesaat
dia masih acuh dan sibuk dengan dokumen dimejanya yang
kemudian mengatakan kalimat yang begitu dingin tanpa
melihatku.

“ Ya, silahkan kembali bekerja”

Aku tersenyum, setelah sekian lama akhirnya aku bisa


mendengarkan suaranya yang begitu menenangkan. Ingin
sekali rasanya menjelaskan kesalahpahaman waktu itu, tapi apa
masih penting. Bahkan mungkin jika aku menjelaskannya
sekarang, kupikir dia sudah tidak peduli lagi. Pasti kala itu
menjadi dirinya sangat menderita, aku memang egois.

Hari-hari semakin cepat berlalu namun begitu kini


hatiku merasa tidak kosong lagi, hanya dengan melihat
Samudra aku merasa mendapatkan energi yang tidak terduga
entah darimana. Begitu kuatnya jatuh cinta, seberapapun orang
yang kamu cinta acuh padamu tapi kamu masih saja mencoba
mencari perhatiannya.

“Haha lucunya, bahkan mereka membuat group dengan label


PERENCANAAN ANTI CEO” Gumamku dalam hati.
Memang, baru pertama bekerja saja aku sudah mendengar
desas- desus dan berbagai macam gossip tentang Samudra.
Orang yang super galak, berhati dingin, tiada ampun dan hal-
hal buruk lainnya. Aku tidak mengerti, selama ini yang
kukenal, Samudra adalah sosok yang baik hati dan hangat.
Bahkan ia rela memberikan apapun kepada oranglain tanpa
memikirkan dirinya. Entahlah.

*** Samudra POV

Aku merasa kaget melihat CV yang sekarang tengah


berada ditanganku. Seseorang yang telah lama aku benci
sekaligus rindukan melamar pekerjaan di perusahanku. Tanpa
berfikir panjang akupun menyuruh HRD untuk segera
menerima orang tersebut tanpa melihat lebih jauh bagaimana
raiwayat hidup yang ia cantumkan di surat lamaran kerjanya.
Aku merasa gugup ketika mendengar suaranya untuk pertama
kali setelah dua tahun.
“Selamat pagi pak, saya Naya karyawan baru di Tim
Perencanaan”

Aku masih belum berani untuk menatap matanya, mata


yang dua tahun lalu selalu terlihat tulus tetapi
mengecewakanku. Ada rasa sakit yang kembali terbuka setelah
mendengar suaranya. Tetapi ada rasa lega atas kerinduan yang
selama ini menyeruak. Naya, mantanku yang dulu menolak
menikah denganku dan berselingkuh dengan dokter Andi.
Sudah berhari-hari diam-diam aku menatapnya dari ruangan
kerjaku. Memperhatikan sedetail mungkin seluruh perubahan
pada dirinya. Rupanya sekarang dia terlihat kurus, pipinya
yang cubby sekarang sudah tidak terlihat lagi. Badannya yang
sedikit gempal kini terlihat sudah ramping. Aku tersenyum
ringan, dia sudah bahagia sekarang hal yang diinginkannya
dulu kini telah tercapai. Dulu dia selalu protes mengapa berat
badannya tidak turun-turun dan sekarang dia sudah memiliki
tubuh yang diinginkannya.

“Selamat pagi pak, saya ingin memberikan laporan saya” ucap


Naya dengan sopan. Kuterima laporan itu tanpa berbicara
apapun, mengecek lembar demi lembar dengan teliti laporan
yang ia berikan.
“Apa kamu tidak pernah belajar membuat laporan? Semuanya
berantakan. Ulangi” ucapku dengan keras dan melemparnya
dengan kasar

“Baik pak akan saya ulangi”

Berkali-kali Naya menemuiku menyerahkan laporannya dan


berkali-kali pula aku memarahinya atas laporan yang
sebenarnya tidak ada kesalahan apapun. Aku hanya ingin
melihatnya berkali-kali, tapi aku tidak tahu mengapa hanya
dengan cara ini aku bisa percaya diri. Bahkan aku merasa
marah ketika melihatnya berbincang-bincang asik dengan
rekan kerja lelaki. Ada perasaan sedikit cemburu, dan aku tidak
tahu lagi bahwa hal ini bisa menjadi pelampiasan paling ampuh
untuk perasaanku yang campur aduk.

***Naya POV

Sudah hampir sebulan lebih aku bekerja diperusahaan


ini, Samudra masih menunjukkan sikap yang sama,acuh dan
hampir tiap hari aku kena omelannya. Bahkan ketika aku tidak
melakukan kesalahan apapun. Hari ini aku bertugas
menemaninya bertemu klien, mencatat segala keperluan dan
hasil yang disepakati. Sayangnya badanku berasa tidak enak,
tetapi demi bertemu dengannya aku memaksakan diri untuk
beranjak dan beregegas ke kantor. Seperti biasanya, dia selalu
memarahiku atas kesalahan kecil yang aku lakukan. Berjalan
hampir seharian mengikutinya berasa sangat melelahkan,
perutku bahkan serasa sudah tidak bisa ditahan lagi. Keringat
dingin sudah hampir membanjiri tubuhku, ini sudah menjadi
hal biasa ketika tamu datang untuk pertama kalinya.

“Kamu boleh ke ruangan saya dulu, nanti saya menyusul


setelah mengantar klien kedepan” ucap Samudra

“Baik pak” jawabku kemudian berjalan menuju ruangan


kerjanya. Rasanya ingin sekali menjatuhkan tubuhku, bahkan
kakiku berasa berat untuk berjalan sekarang untungnya ada
Indra teman kerjaku yang tengah menghampiriku.
Kusandarkan tubuhku ke dadanya, seperti orang yang tidak
tahu malu dengan tiba-tiba tanpa permisi tapi Indra
menerimanya.

“Maafkan aku, sebentar saja kumohon” ucapku padanya

“Kamu sakit Nay? Mau aku bawa ke dokter?” tanya Indra


dengan cemas

“Tidak, aku masih ada urusan” setelah tubuhku merasa


baikkan, akupun beranjak menuju ruangan Samudra. Ternyata
Samudra sudah lebih dulu berada disana dengan memasang
muka marah. Benar saja, tanpa ampun dia membentakku
dengan nada tinggi dan sarkas.

“Jadi ini yang dilakukan oleh karyawan baru yang tidak


professional!”

“Maaf pak tadi saya ada urusan sebentar” ucapku

“Urusan? Oh urusanmu bermesraan, berpelukan dengan


karyawan lain? Selingkuh dengan lelaki ini lelaki itu begitu?
Jadi seperti ini sifatmu” ucapnya menghina

“Maksud bapak? Apa tadi bapak melihat saya dengan Indra?


Maaf pak saya tadi memang sedang minta tolong Indra untuk
…”

“Saya tidak mau tahu, selesaikan ini hari ini juga” ucapnya
sembari melempar dokumen dengan kasar tanpa ingin
mendengar kelanjutan dari bicaraku. Ya sudahlah, terpaksa lagi
aku harus lembur malam ini.

Waktu telah berlalu, hari semakin cepat usai. Tidak


berasa sekarang sudah menuju pukul 12 malam. Sedikit lagi
pekerjaanku selesai, tapi perutku benar-benar sudah tidak bisa
diajak kompromi lagi. Badanku sudah sangat lemah, tapi aku
harus mengirim tugasku ke email CEO malam ini juga.
Kupaksakan diriku untuk tetap fokus dan segera
menyelesaikannya, tampaknya CEO juga masih ada
diruangannya sedari tadi.

Setelah selesai, segera aku mengirimkan tugasku dan


bergegas pulang. Dengan langkah terseok aku mencoba
menghampiri pos satpam meminta bantuan, akan tetapi disana
kosong tidak ada orang. Akupun melangkah menuju halte
depan kantor berharap ada bus datang dengan cepat, sayangnya
tidak. Sakitnya sudah tidak tahan lagi dan akupun mulai
menangis. Dari kejauhan aku melihat mobil Samudra tengah
melaju, dengan terpaksa dan ingin meminta bantuan akupun
melangkah sedikit demi sedikit menuju kepinggir jalan.
Sayangnya Samudra melajukan mobilnya melewatiku.

*** Samudra POV

Aku merasa sangat marah pada Naya, setelah hampir


seharian menemaniku bertemu dengan klien kupersilahkan dia
beristirahat di ruanganku terlebih dahulu. Kulihat ia sudah
sangat lelah dan berkeringat banyak bahkan wajahnya sekarang
sudah terlihat tanpa riasan menampakkan wajah aslinya yang
memang cantik natural. Belum lama setelah aku mengantar
klien kedepan, aku melihatnya tengah berpelukan dengan
Indra. Padahal tadi pagi dia kekantor dengan dokter Andi
selingkuhannya dulu. Aku merasa bodoh menyalahkan diri
sendiri atas kandasnya hubunganku dengannya.

Kukira aku tidak cukup baik dan melakukan kesalahan


sehingga dia lebih memilih berhubungan dengan lelaki lain dan
menolak lamaranku. Ternyata memang tabiatnya yang seperti
itu, tidak setia. Setelah kuberikan tugas yang menumpuk dan
dia harus lembur semalaman dikantor, akupun masih tidak tega
meninggalkannya seorang diri disana. Setelah dia bergegas
pulang, akupun turut serta pulang. Aku melihatnya berjalan ke
pinggir jalan setelah aku mengendarai mobilku keluar kantor,
kuacuhkan dia dan memilih melaju kencang mengabaikannya.
Tapi niat hati pupus ketika melihatnya dari kaca spion tengah
terduduk dipinggir jalan seperti ada sesuatu. Akupun melaju
mundurkan mobilku dan menghampirinya. Dia masih
menunduk dan ketika aku memanggilnya dia tengah menangis
tersedu-sedu kesakitan. Akupun membantunya berdiri sesaat
sebelum dia pingsan tidak sadarkan diri.

Aku merasa sangat khawatir dan melaju kencangkan


mobilku menuju rumah sakit. Dengan tergesa aku
menggendongnya menuju IGD, sambil menunggu penanganan
dokter akupun beranjak mencari minuman untuk merefreshkan
pikiranku. Tanpa disangka aku menyaksikan Dokter Andi,
selingkuhan Naya tengah berciuman dengan Perawat disana.
Akupun menghampirinya dengan segara memukulinya
membabi buta. Tentu saja dia tidak menerima begitu saja, dia
balik menyerang dan memukuliku.

Ketika kami berhasil dipisahkan, dia menanyakan


kenapa aku melakukan itu padanya. Dengan emosi aku
mengatakan dengan nada keras

“Meski aku bukan lagi pacar Naya, tidak seharusnya kamu


sebagai pacar selingkuh dibelakangnya” diapun hanya tertawa
dan menepuk pundakku ringan.

“Aku bukan pacarnya” ucapnya tersenyum ringan sambil


mengusap darah yang mengalir diujung bibirnya.

“Apa maksudmu?” tanyaku

“Bukannya kamu pacarnya? Aku hanya seorang dokter yang


menjaganya bukan siapa-siapa” jawabnya

“Lalu peristiwa dua tahun lalu ?” tanyaku kembali


“Kamu hanya salah paham” ucapnya sembari menceritakan
peristiwa dua tahun lalu ketika aku melihatnya tengah
berpelukan mesra dengan Naya.

Aku merasa begitu terpukul ketika mendengar semua


penjelasannya, kupikir selama ini dalam hubunganku dengan
Naya akulah yang menjadi pihak yang paling tersakiti nyatanya
akulah yang telah menyakitinya. Aku tidak pernah benar-benar
mengerti bagaimana Naya menjalani hidupnya selama ini,
bahkan ketika aku berpacaran dengannya aku tidak tahu
menahu mengenai kabar kecelakaan yang menimpa
keluarganya. Kecelakaan yang ternyata disebabkan oleh kak
Bima, kakak kandungku yang membuat orangtua Naya
keduanya meninggal dan membuat Naya harus merasakan sakit
sampai sekarang ini. Dia selalu diam, bahkan ketika dia
menolak lamaranku saat itu akupun tidak menanyakan kenapa
alasannya dan justru menyumpahinya karna melihatnya
berpelukan dengan oranglain. Aku menghampirinya dikamar
rumah sakit yang masih teridur lemah, mengenggam tangannya
dan meminta maaf berkali-kali. Sesaat setelah ia bangun justru
ia yang menanyakan bagaimana keadaanku sambil mengusap
air mataku. Bagaimana aku bisa sejahat ini, setelah mengetahui
alasan lain ia ingin bekerja diperusahaanku hanya ingin
melihatku membuatku merasa menjadi lelaki paling buruk di
dunia.

“Pak aku tidak apa-apa jangan menangis” Ucapnya

“Naya, ayo menikah denganku dan jangan menolak lagi”


ajakku dan dia hanya tersenyum.

“Aku tidak ingin merasakan kedua kalinya lamaranku ditolak


oleh orang yang aku cintai” ucapku kembali

“Sam, kamu masih mencintaiku?” kali ini dia bertanya padaku


dengan menyebut namaku

“Aku tidak pernah tidak mencintaimu. Selama ini aku slalu


mencintaimu” kami berduapun menangis terharu. Perasaan
rindu, cinta yang sempat melemah setelah dua tahun kini
kembali penuh seutuhnya. Kamipun bercerita kembali
mengenai masa-masa yang pernah kita alami dan saling
memaafkansatu sama lain.

“Bagaimana kabar kak Bima?” tanya Naya dan aku terdiam


sesaat

“Kak Bima sudah tiada, ia meninggal setelah koma sebulan.


Setelah peristiwa kecelakaan itu kak Bima sempat sadar dan
menyampaikan permintamaafan kepada korban tetapi akhirnya
ia juga menyusul” ucapku

“Aku tahu bagimana perasaanmu, kamu harus sabar. Memang


berat harus kehilangan orang yang kita cintai”

“Aku juga minta maaf padamu Nay atas meninggalnya


orangtuamu yang disebabkan oleh kakakku, dan aku sungguh
minta maaf atas kesalahpahamanku padamu dan segala
ketidaktahuanku selama ini”

“Sudahlah Sam, itu sudah menjadi masa lalu dan akupun sudah
ikhlas. Sekarang aku sudah bahagia bisa melihatmu lagi”

Akupun memeluknya dengan erat, menggenggam tangannya


yang sekian lama aku rindukan. Mengelus lembut kepalanya
dan mencium keningnya. Aku bersyukur selalu menemukan
wanita yang tepat untuk aku cintai, seseorang yang selama ini
slalu memikirkanku dan rela memafkanku atas semua yang aku
lakukan. Aku berjanji akan membuatnya selalu bahagia.

“Sam aku minta maaf dulu pernah mengecewakanmu,aku tidak


tahu apa yang harus aku lakukan. Setelah orangtuaku
meninggal aku benar-benar tidak tahu haru melakukan apa, jadi
aku perlu waktu untuk beradaptasi dengan hidupku yang baru.
Lalu alasanku berpelukan dengan dokter Andi itu…”

“Cukup Nay, aku sudah tahu semuanya. Seharusnya aku yang


harus minta maaf padamu. Aku sangat egois menyimpulkan
begitu saja waktu itu tanpa bertanya mengapa padamu dan
tanpa memikirkan perasaanmu. Aku tidak pernah tahu bahwa
kamu begitu tertekan waktu itu sampai-sampai dokter Andi
harus merawatmu secara intens. Aku seperti anak kecil yang
justru merasa cemburu melihatmu dengannya. Tolong maafkan
aku”

Malam semakin dingin, angin musim penghujan semilir


masuk melewati celah-celah fentilasi di ruangan rumah sakit
tempat Naya dirawat. Aku dan Naya saling bertatapan begitu
lama, tanpa kata tanpa ucapan hanya terdengar nafas kami yang
sama-sama terdengar begitu hangat. Kerinduan yang telah lama
aku nantikan temunya, kubenamkan bibirku pada bibir manis
milik Naya dan berjanji akan menjadikannya milikku
seutuhnya.
Saya Khusnul Khotimah lahir pada tanggal 18 Juli 1999 di
Pekalongan, Jawa Tengah. Saya tengah menempuh pendidikan
S1 fisika di Universitas Jenderal Soedirman. Bisa dibilang saya
sangat mentah dalam hal menulis,sering terlintas dalam benak
saya untuk menjadi seorang penulis meskipun belum pernah
mempelajari teknik yang benar untuk menulis.Terinspirasi dari
beberapa teman yang menunjukkan sapa hatinya melalui
tulisan yang indah membuat saya tertarik untuk ikut serta
didalamnya. Saya mulai mencoba menulis dari hal yang ada
disekitar dan berkali-kali gagal dan berhenti ketika ingin
mencoba menulis. Tetapi saya harap cerpen saya kali ini dapat
menjadi langkah awal untuk mengasah kemampuan saya dalam
bidang menulis. Terimakasih.
Email : khusnulkhotimah.cunul@gmail.com
No.hp : 082325705171

Anda mungkin juga menyukai