Anda di halaman 1dari 42

NILAI TUMOR BLOOD FLOW PADA ARTERIAL SPIN

LABELLING MAGNETIC RESONANCE IMAGING SEBAGAI


PREDIKTOR KEGANASAN PADA MENINGIOMA

PROPOSAL TESIS

David Gerry Simatupang

NIM : 22040918310007

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Dokter

Spesialis Radiologi

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

NILAI TUMOR BLOOD FLOW PADA ARTERIAL


SPIN LABELLING MAGNETIC RESONANCE
IMAGING SEBAGAI PREDIKTOR KEGANASAN
PADA MENINGIOMA

Disusun oleh :
David Gerry Simatupang
NIM : 22040918310007

Telah disetujui pada 10 November 2020

Pembimbing I

dr.Sukma Imawati, Sp.Rad (K)


NIP. 19820912 201012 2 002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Radiologi PPDS I FK UNDIP

dr.Sukma Imawati, Sp.Rad (K)


NIP. 19820912 201012 2 002

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Orisinalitas Penelitian 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Definisi meningioma 6


2.2 Epidemiologi meningioma 7
2.3 Etiologi meningioma 7
2.4 Patofisiologi meningioma 8
2.5 Klasifikasi meningioma 10
2.6 Manifestasi klinis meningioma 12
2.7 Magnetic Resonance Imaging dan arterial sign labelling magnetic
resonance 13
III. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 22

3.1 Kerangka Teori 22


3.2 Kerangka Konsep 22
3.3 Hipotesis 23
IV. METODE PENELITIAN 24

4.1 Ruang Lingkup 24


4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 24
4.3 Desain Penelitian 24

iii
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian 24
4.5 Definisi Operasional, Skala Pengukuran Dan Variabel Penelitian 27
4.6 Variabel Penelitian 27
4.7 Metode Pengumpulan Data 27
4.8 Alur Penelitian 29
4.9 Pengolahan dan Analisis Data 30
4.10 Etika Penelitian 30
4.11 Jadwal Penelitian 31
V. DAFTAR PUSTAKA 32

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian terdahulu 5


Tabel 2. Varian meningioma menurut WHO 11
Tabel 3. Lesi pada temporal bone, jugular foramen dan CPA 20
Tabel 4. Jenis variabel, definisi operasional dan skala 27
Tabel 5. Hasil uji diagnostik 30
Tabel 6. Jadwal penelitian 31

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambaran meningioma pada pemeriksaan CT scan dan MRI 16


Gambar 2. Gambaran cleft CSF dan dural tail 16
Gambar 3. Axial T1WI post contrast MRI 21
Gambar 4. Kerangka teori 22
Gambar 5. Kerangka konsep 22
Gambar 6. Alur penelitian 29

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningioma merupakan tumor primer sistem nervus sentral tersering,

terhitung sekitar 37,6% dari jenisnya dan diperkirakan 50% dari semua tumor

jinak otak. Meningioma berasal dari lapisan meningeal pada otak maupun

spinal cord. Faktor lingkungan seperti obesitas, alkoholisme, paparan radiasi

pengion, radioterapi, faktor hormonal seperti paparan terhadap hormon eksogen,

terapi pengganti hormon, penggunaan pil kontrasepsi oral dan tumor payudara

dapat meningkatkan resiko insiden dari meningioma.1

Tumor ini diklasifikasikan menjadi tiga grade, berdasarkan World Health

Organization (WHO) yaitu grade I (typical), grade II (atipikal) dan grade III

(anaplactic/malignant). Mayoritas meningioma jinak dan termasuk grade 1.

Sekitar 1- 3% dari meningioma bertransformasi menjadi ganas dengan 5-year

survival rate yaitu 32-64%. Meningioma yang asimptomatis dan

pertumbuhannya lambat biasanya diobservasi dengan pemeriksaan radiologi

rutin. Sedangkan untuk tumor dengan pertumbuhan cepat, ukuran tumor yang

besar atau pasien dengan gejala, pembedahan merupakan pilihan terbaik.1,2,3

1
Baku emas pemeriksaan radiologis untuk mendiagnosis meningioma

adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI). MRI konvensional berperan

penting dalam penegakan diagnosis serta penilaian pra-operasi meningioma.

Namun, teknik konvensional ini memiliki keterbatasan untuk memprediksi

grade tumor sehingga diperlukan teknik MRI yang lebih canggih yang dapat

membedakan meningioma ganas dan jinak. MRI memiliki teknik canggih yang

beragam dalam mengevaluasi tumor intracranial seperti diffusion weighted

imaging (DWI), magnetic resonance spectroscopy (MRS), perfusion weighted

imaging (PWI) dengan arterial sign labelling (ASL) maupun dynamic

susceptibility contrast (DSC). Pada beberapa kasus, penggunaan kontras

menjadi kontraindikasi dalam menilai karakteristik tumor, sehingga perlu

pemeriksaan yang non invasif tanpa menggunakan kontras, salah satu nya

adalah arterial sign labelling (ASL).1,4

Salah satu parameter ASL yang digunakan untuk kasus meningioma

adalah Nilai Tumor Blood Flow (TBF). TBF adalah salah satu parameter untuk

membedakan antara high-grade tumor dan low-grade tumor. Beberapa

penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi hal ini. Yu-Fang Wang, dkk,

mendapatkan relative tumor blood flow (rTBF) dan relative cerebral blood flow

(rCBF) lebih tinggi pada kasus tumor otak high-grade dibandingkan low-grade.

Weber, dkk, pada penelitian metastasis pasca pembedahan stereotactic

menggunakan PASL dan DSC mendapatkan peningkatan TBF sebagai progresi

2
tumor sementara penurunan TBF sebagai respon tumor.5,6

1.2 Perumusan Masalah

Apakah nilai TBF dapat digunakan sebagai prediktor keganasan pada

meningioma?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai TBF

sebagai prediktor keganasan pada meningioma

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini diantaranya adalah :

1. Menentukan nilai cut-off TBF sebagai prediktor keganasan pada

meningioma

2. Menghitung sensitivitas nilai TBF sebagai prediktor keganasan

pada meningioma

3. Menghitung spesifisitas nilai TBF sebagai prediktor keganasan

pada meningioma

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bidang Pengembangan Ilmu

a. Mengembangkan pemeriksaan nilai TBF sebagai modalitas unggul

dalam memprediksi keganasan pada meningioma

3
b. Sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut dalam

membedakan meningioma jinak dan ganas

1.4.2 Bidang Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)

a. Pengukuran nilai TBF dapat menentukan meningioma jinak dan

ganas sehingga dapat membantu klinisi untuk memberikan edukasi

kepada penderita serta dapat merencanakan terapi sebelum

diagnosis histopatologi ditegakkan pada pasien di RSUP Dr.

Kariadi Semarang

b. Menjadikan pemeriksaan nilai TBF sebagai modalitas pilihan dalam

memprediksi keganasan meningioma pada pasien di RSUP Dr.

Kariadi Semarang

1.4.3 Bagi Masyarakat

Membantu menentukan keganasan meningioma pada pasien secara

cepat dengan metode non invasif sehingga dapat dilakukan

penatalaksaan yang tepat

1.5 Orisinalitas Penelitian

Berikut adalah beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

berkaitan dengan nilai TBF untuk menentukan tipe low dan high grade

meningioma.

4
Tabel 1. Penelitian terdahulu

No Peneliti / TahunJudul Metode Hasil


. Penelitian
1 Yu‑Fang Wang, Diagnostic Studi meta Nilai rTBF and
Bo Hou, Su‑Jun significance of analisis rCBF lebih tinggi
Yang, Xiao‑Rui arterial spin pasien pada pasien
Zhang, Xiaolei labeling in the dengan dengan high‑grade
Dong, Min assessment of tumor otak brain tumor
Zhang, Gen‑Dong tumor grade in dilakukan
Yao brain pemeriksaan
** ASL

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi meningioma

Meningioma merupakan tumor primer sistem nervus sentral tersering,

terhitung sekitar 37,6% dari jenisnya dan diperkirakan 50% dari semua tumor

jinak otak, berasal dari lapisan meningeal pada otak maupun spinal cord. Tumor

ini terdiri atas sel neoplastik meningothelial dari lapisan arachnoid.

Meningioma merupakan tumor primer intracranial ekstraaksial pada dewasa

yang paling sering.1

Kebanyakan meningioma berkembang dengan tidak merata, yang

berhubungan dengan beberapa kondisi dan faktor resiko. Faktor lingkungan

seperti obesitas, alkoholisme, paparan radiasi pengion, radioterapi, faktor

hormonal seperti paparan terhadap hormon eksogen, terapi pengganti hormon,

penggunaan pil kontrasepsi oral dan tumor payudara dapat meningkatkan resiko

insiden dari meningioma. Progesteron reseptor dapat ditemukan pada 72%

kasus tumor. Beberapa penelitian menunjukkan perubahan ukuran selama

kehamilan dan fase luteal dari siklus menstruasi. Peningkatan insiden pada

wanita berhubungan dengan faktor hormonal.1,3,7

6
2.2 Epidemiologi meningioma

Insiden diseluruh dunia mengenai tumor primer otak pada tahun 2015

diperkirakan mencapai 10,82 per 100.000 orang per tahun. Antara tahun 2010

dan 2014, insiden sekitar 8,3 per 100.000 orang, yang mana telah terjadi

peningkatan. Rata-rata usia yaitu 66 tahun, dengan rasio wanita terhadap pria

2,3 : 1. Peningkatan terjadi pada orang afrika amerika dengan rasio wanita

terhadap pria 2,27 : 1.1

Secara histologis terkonfirmasi meningioma sekitar 37,6% dari seluruh

tumor primer system nervus sentral dan 50% dari semua tumor primer jinak

system nervus sentral. Meningioma diperkirakan mencapai 1,8 hingga 13 per

100.000 orang per tahun. Prevalensi di amerika adalah 97,5 dari 100.000 orang

dengan lebih dari 170.000 orang terdiagnosis dengan meningioma. Meningioma

paling sering muncul pada dewasa dibandingkan dengan anak-anak dengan

insiden 37,75 per 100.000 orang pada kelompok usia 75 hingga 84 tahun.

Sedangkan pada anak-anak, 0,14 per 100.000 orang dari usia 0 hingga 19 tahun.

Neurofibromatosis type 2 berhubungan dengan perkiraan 1% dari meningioma.

Berdasarkan sistem grade dari WHO untuk meningioma, 80-81% termasuk

typical atau grade 1. Sedangkan, 17-18% dari meningioma termasuk atypical

atau grade 2 dan 1,7% nya adalah anaplastic atau grade 3 meningioma. Tingkat

rekurensi meningioma selama 10 tahun mencapai 20%. Tingginya tingkat

rekurensi dilaporkan pada meningioma dengan grade yang lebih tinggi. Pada

7
grade 3, tingkat rekurensinya sekitar 50-94%. Sedangkan grade 1 dan 2, tingkat

rekurensinya sekitar 7-25% dan 29-52%.1,3,8,9

2.3 Etiologi meningioma


Mayoritas meningioma muncul secara spontan tanpa etiologi yang jelas,

meskipun beberapa literatur menyebutkan faktor risiko seperti paparan radiasi,

hormon, kelainan genetik dan riwayat keluarga. Orang-orang dengan mutasi gen

neurofibromatosis (NF2) memiliki risiko meningioma yang lebih tinggi.

Paparan radiasi dosis tinggi merupakan faktor risiko meningioma, namun jenis

dan kisaran dosis radiasinya masih merupakan kontroversi karena belum banyak

diteliti. Tumor ini lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria,

sehingga hipotesis reseptor hormon (estrogen, progesteron, dan androgen)

terhadap kejadian meningioma mulai diteliti namun hasilnya masih

kontroversi.9,10

2.4 Patofisiologi meningioma


Patofisiologi meningioma belum sepenuhnya dipahami. Abnormalitas

genetik, growth factor, dan hormon dipercaya sebagai penyebab terjadinya

kasus ini. Monosomi 22 merupakan abnormalitas genetik yang paling sering

ditemukan pada meningioma. Hubungan antara lengan panjang kromosom 22

(22q) dan meningioma pertama kali diteliti pada pasien dengan

neurofibromatosis 2 (NF2). Sekitar 50% meningioma kehilangan alel pada

22q12.2 yang merupakan tempat untuk mengkode gen NF 2.1,10,11,12

8
Gen NF 2 mengkode tumor suppresor merlin. Analisis asam amino

menunjukkan kemiripan merlin dengan kelompok protein 4.1 terutama protein

ERM yaitu exrin, radixin dan moesin yang menghubungkan integritas membran

protein dengan korteks sitoskeleton. Beberapa studi menyatakan bahwa merlin

memiliki peran penting dalam mengontrol pertumbuhan dan motilitas sel. Oleh

karena adanya kemiripan antara merlin dan protein ERM, merlin terlibat dalam

proses pengaturan berbagai proses seluler berbasis membran dan sitoskeleton

termasuk migrasi sel, kontak sel, dan proliferasi sel.11,12,13

Meningioma kemungkinan distimulus oleh beberapa jenis growth

factors seperti epidermal growth factor (EGF), platelet derived growth factor

(PDGF), dan vascular endothelial growth factor (VEGF), hormon androgen,

progesteron dan estrogen. EGF dan PDGF telah terbukti merangsang proliferasi

sel dan sintesis DNA pada meningioma. Vascular endothelial growth factor

(VEGF) merupakan suatu vascular permeability factor (VPF) yang bertanggung

jawab dalam proses angiogenesis di bawah kondisi fisiologis dan patologis.

VEGF meningkatkan permeabilitas pembuluh darah normal terhadap protein

plasma tanpa menyebabkan cedera sel endotel, degranulasi sel mast, atau respon

inflamasi yang signifikan. Neovaskularisasi merupakan karakter dari banyak

neoplasma pada sistem saraf. Kebanyakan morbiditas dan mortalitas dari

neoplasma sistem saraf ganas atau jinak berhubungan dengan derajat vaskular

tumor dan luas edema vasogenik peritumoral. Bentuk ekspresi dari VEGF dan

9
reseptornya pada tumor otak mengindikasikan bahwa VEGF memiliki peran

besar dalam angiogenesis tumor dan pembentukan edema peritumoral yang

berhubungan dengan tumor otak. 11,12,13

Insidens meningioma lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan

pria. Banyak studi yang dilakukan untuk mengetahui peran hormon seks dalam

pertumbuhan meningioma namun hingga saat ini belum ada mekanisme pasti.

Tumor ini dilaporkan mengalami peningkatan pertumbuhan selama kehamilan,

fase luteal siklus menstruasi dan pada pasien dengan kanker payudara.

Meskipun reseptor estrogen dan androgen ditemukan pada meningioma, namun

reseptor progesteron paling sering diteliti. Reseptor progesteron ditemukan pada

81% wanita, 40% pria dengan meningioma serta pada sebagian kecil sel

arachnoid normal.11,12,13,14

2.5 Klasifikasi meningioma

Meningioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi tumor dan

karakteristik histopatologi. Berdasarkan lokasi tumor dan urutan paling sering

adalah konveksitas, parasagital, tuberkulum sella, falks, sphenoid rigde,

cerebellopontine angle, frontal base, petroclival, fossa posterior, tentorium,

middle fossa, intraventricular, dan foramen magnum. Meningioma juga dapat

muncul pada ekstrakranial seperti pada medula spinalis, orbita, cavum nasi,

glandula parotis, mediastinum dan paru-paru.14

10
Secara umum WHO membagi meningioma menjadi 3 kelompok mayor

yaitu WHO grade I (typical), II (atypical) dan III (anaplastic/malignant).

Hingga saat ini klasifikasi diagnosis WHO bergantung pada kriteria

histomorfologi dan sitomorfologi. Oleh karena karakteristik morfologi tumor ini

yang heterogen, WHO membagi meningioma menjadi 15 varian yaitu 9 varian

grade I, 3 varian grade II, dan 3 varian grade III.1,15

Tabel 2. Varian meningioma menurut WHO15

Meningioma grade 1 menguasai lebih dari 80%, termasuk 9 variasi

histologis dan jarang dengan gambaran anaplastic yang dapat terlihat pada

grade lainnya. Variasi ini termasuk meningothelial, fibroblastik, transisional

maupun campuran, psammomatous, angiomatous, microcystic, sekretori dan

subtype metaplastic. Lebih dari 70% meningioma positif terhadap reseptor

progesterone. Salah satu dari karakteristik histopatologi meningioma adalah

pertumbuhan dari sel meningothelial yang termineralisasi membentuk

11
psammoma bodies. Hiperostosis tulang yang berdekatan dengan tumor kadang-

kadang dapat teridentifikasi.1

Meningioma grade 2 adalah lesi atipikal dengan tiga atau lebih

karakteristik yaitu: nekrosis, sheet-like growth, nuclei prominen, peningkatan

sellularitas, rasio nucleus/sitoplasma yang tinggi. Peningkatan aktifitas mitosis

yang mengindikasikan sebuah tumor atipikal. Variasi histologi yang termasuk

subtype pada grade ini yaitu sel atypical, clear cell dan sel choroid. Meningioma

dengan invasi ke parenkim otak sudah termasuk tumor grade 2.1

Meningioma grade 3 adalah tipe anaplastik, lesi ganas yang mirip

dengan high-grade sarcoma, karsinoma atau melanoma dengan tingkat

metastasis jauh yang tinggi. Aktifitas mitosis yang tinggi yang mengindikasikan

lesi grade 3. Variasi histologi subtype ini termasuk papillary dan rhabdoid.1

2.6 Manifestasi klinis meningioma

Beberapa pasien dengan meningioma tidak menunjukkan gejala klinis

apapun atau terdeteksi pada saat pasien melakukan scan kepala untuk keluhan

yang tidak terkait dengan kasus ini. Gejala klinis muncul tergantung dengan

ukuran dan lokasi tumor. Beberapa gejala klinis meningioma adalah nyeri

kepala, kejang, perubahan perilaku, defisit neurologis progresif, konfusio, mual,

muntah, dan gangguan penglihatan. Gejala klinis dapat berhubungan secara

lebih spesifik dengan lokasi meningioma seperti :1,16

12
• Falx dan parasagittal : penurunan fungsi otak seperti pertimbangan dan

memori. Jika lokasi tumor berada pada bagian tengah, gejala kelemahan

atau baal tungkai bawah, dan kejang dapat muncul.

• Konveksitas : kejang, nyeri kepala dan defisit neurologis

• Sphenoid : gangguan penglihatan, baal pada wajah, dan kejang

• Olfactory groove : anosmia

• Suprasellar : gangguan penglihatan

• Fossa posterior : gangguan koordinasi

• Intraventrikular : nyeri kepala dan perubahan perilaku

• Intraorbital : proptosis, gangguan hingga hilangnya penglihatan

• Spinal : nyeri punggung

2.7 Magnetic resonance imaging (MRI) dan arterial sign labelling magnetic
resonance

Pemeriksaan radiologi terbaik untuk mendiagnosis meningioma adalah

MRI kepala dengan pemberian kontras, yang dapat menyingkirkan lesi

ekstraaksial dari lesi intraaksial dimana terdapat penyengatan homogen dengan

gambaran berupa dural tail. MRI kepala dapat membantu mengevaluasi

keterlibatan sinus venosus dan juga dapat menemukan lesi kistik pada

meningioma, yang menampilkan gambaran mushroom-like. Gambaran ini

menunjukkan invaginasi tumor pada parenkim otak. Pada MRI kepala tanpa

kontras, meningioma biasanya terlihat sebagai lesi hipointens pada T1WI dan

13
hiperintens pada T2WI. Beberapa meningioma dapat terlihat sebagai lesi

isointens pada MRI kepala tanpa kontras. Tanda lain yang dapat terlihat yaitu

celah pada vaskular dari cairan cerebro spinal. Celah ini adalah sebuah

kurungan dari cairan cerebrospinal atau vascular korteks cerebri yang

ditemukan antara meningioma dan korteks yang mendasarinya dan digunakan

untuk menyingkirkan meningioma ekstraaksial dari lesi intraaksial.1,17,18

Kalsifikasi dan edema peritumoral yang biasanya berasal dari tipe

vasogenik dapat juga terlihat. Edema cerebri biasanya muncul karena disrupsi

dari blood-brain barrier (BBB). Hal itu dapat menyebabkan cairan

ekstracerebral kaya protein terakumulasi pada parenkim otak sehingga

menyebabkan edema vasogenik. MRI kepala menunjukkan edema yang jelas

dengan hiperintesitas pada T2WI, namun belum ada penyebab pasti edema

peritumoral secara literatur. Bagaimanapun, beberapa gambaran maupun faktor

prediktif dapat mempengaruhi formasi dari edema peritumoral. Hal-hal ini

termasuk hilangnya lapisan arachnoid pada MRI kepala, peningkatan level dari

antigen labeling index Ki-67 maupun tepi tumor yang ireguler. Faktor lain

termasuk pelepasan vascular endothelial growth factor oleh sel tumor, yang

akhirnya mempengaruhi tumor-brain barrier dan menyebabkan efek

edema.1,17,18

White matter buckling sign adalah satu dari gambaran yang berguna

untuk menyingkirkan lesi ekstraaksial dari lesi intraaksial. Gambaran ini dapat

terlihat pada CT scan kepala maupun MRI kepala dan ditunjukkan dengan

14
kompresi ke dalam atau tekukan dari white matter, preservasi dari grey-white

matter junction bahkan dengan kemunculan edema. White matter buckling sign

biasanya berhubungan dengan penumpukan cairan pada lesi ekstraaksial seperti

meningioma. 1,17,18

Tanda yang dapat membedakan spinal meningioma dari shwannoma

adalah ginkgo leaf sign. Tanda ini lebih baik terlihat pada MRI otak dengan

kontras pada T1WI. Gambaran daun tersebut yang mewakili spinal cord

terdistorsi dan terdesak menuju satu sisi dari meningioma dengan sebuah garis

yang mewakili peregangan dari ligamentum denticulate.1

Meningioma akan menunjukkan strong enhancement pada hampir

seluruh area tumor di pemeriksaan MRI. Adanya kista intratumor, perdarahan,

dan nekrosis akan menyebabkan enhancement yang heterogen dan biasanya

berhubungan dengan tumor yang bersifat lebih agresif.1,19

15
Gambar 1. Gambaran meningioma pada pemeriksaan CT scan dan MRI. (A,B) CT scan
tanpa kontras dan MRI sekuens T1WI dengan kontras memperlihatkan meningioma grade 1
dengan hiperostosis. (C,D) Meningioma grade 3 dengan erosi litik yang merupakan invasi
tumor pada tulang15

Gambar 2. Gambaran cleft CSF dan dural tail. (A) CT scan kepala tanpa kontras
menunjukkan massa hipodens ekstra aksial dengan CSF cleft diantara massa dan lobus frontal
kanan (panah). (B) MRI T2WI menunjukkan massa dengan sinyal hiperintens dengan CSF
cleft (panah). (C) potongan axial dan (D) coronal T1WI dengan kontras menunjukkan adanya
enhancement pada masa dan dural tail (panah)15

16
Penegakan diagnosis meningioma dilakukan dengan melihat

karakteristik tumor yang ditemukan pada pemeriksaan MRI konvensional.

Namun untuk membedakan meningioma jinak dari meningioma atipikal atau

maligna tidak bisa dilakukan hanya dari sekuens MRI konvensional. MRI

memiliki teknik yang beragam dalam mengevaluasi tumor intracranial seperti

diffusion weighted imaging (DWI), magnetic resonance spectroscopy (MRS),

perfusion weighted imaging (PWI).1,4

Bagaimanapun, pada praktek klinis “perfusion imaging” mengarah pada

cakupan luas dari perhitungan kuantitatif dan kualitatif dari aliran darah dan

hemodinamik termasuk volume darah, blood velocities dan waktu transit darah.4

Dynamic Susceptibility Contract (DSC) MRI telah menjadi metode

primer untuk menilai perfusi cerebral pada opsi klinis. DSC bergantung pada

perhitungan dari penurunan sinyal T2WI maupun T2*WI pada bagian pertama

dari kontras eksogen endovascular yang melalui pembuluh darah otak.4,6

Arterial spin labeling (ASL) adalah tehnik MRI non-ionisasi dan non-

invasif untuk menilai perfusi jaringan, yang menggunakan proton air pada darah

arteri yang terlabel secara magnetis sebagai pelacak endogen. Keuntungan ini

yang membuat ASL sangat cocok untuk studi perfusi untuk individu yang sehat,

pasien dengan insufiensi renal dan yang membutuhkan follow up berulang. Hal

ini juga metode yang baik untuk studi perfusi pada populasi pediatrik yang

terbatas dalam menggunakan pelacak radioaktif maupun agen kontras eksogen.

Keuntungan lain dari ASL dibandingkan dengan tehnik bolus konvensional

17
yaitu ASL dapat dihitung. Kuantitas perfusi mutlak dapat menilai adanya

keadaan hipo atau hiperperfusi global.4,5,17,18,19

ASL merupakan metode untuk menghitung cerebral blood flow (CBF)

yang non invasif dan non-pengion. Istilah perfusi adalah transportasi darah

menuju kapiler dan ruang interstisial pada otak, yang dapat dihitung dengan

kuantitas darah per unit waktu, per unit volume atau massa jaringan yang di

transportasikan ke dalam jaringan. Volume dari darah yang mengalir pada

jaringan per unit waktu sebagai cerebral blood flow (CBF) dan dihitung sebagai

mililiter dari darah per 100 g jaringan per menit (ml/100g/min). Nilai normal

rata-rata orang dewasa sekitar 50ml/100gram/min, dengan nilai yang lebih

rendah pada white matter ± 20 ml/100gram/min dan nilai yang lebih tinggi pada

gray matter ± 80ml/100g/min.4,19,20

Tumor yang hipoperfusi pada ASL sering kali kistik atau tumor yang

low-grade. Bagaimanapun, terdapat beberapa faktor selain gambaran histologi

yang dapat mempengaruhi sinyal ASL sebelum mengambil keputusan bahwa

tumor termasuk yang hipoperfusi dan low-grade. Pertama kali harus dipastikan

bahwa tumor tersebut memiliki perdarahan, jika itu kistik atau mengandung

kalsifikasi, jika terdapat hal tersebut, sinyal ASL dapat terlihat rendah. Jika

pasien sudah dioperasi dan menggunakan clip metalik craniotomi dapat

menyebabkan defek perfusi yang besar yang menutupi massa rekurens maupun

neoplasma primer. Tumor high-grade lebih sering heterogen dan memiliki

sentral nekrosis. Cerebral blood flow (CBF) pada area nekrosis ini secara

18
karakteristik rendah sinyal, tetapi tipikal lingkar disekitar nekrosis hiperperfusi

atau mirip dengan gray matter. Oleh karena itu, saat menghitung rata-rata

perfusi dari tumor dengan ASL, sangat penting untuk mengetahui komposis dari

tumor yang dievaluasi.19

Beberapa studi sudah menunjukkan kebanyakan pencitraan

menggunakan Pulsed Arterial Sign Labelling (PASL) pada neoplasma maligna,

menunjukkan peningkatan perfusi terjadi pada tumor yang high-grade. Tidak

semua massa yang hiperperfusi adalah tumor yang high-grade, meningioma

adalah salah satunya diantara tumor yang hiperperfusi. Nodul dengan

penyangatan mural dari neoplasma seperti hemangioblastoma, beberapa lesi

memiliki perfusi yang tinggi. Lesi metastasis yang solid cenderung hiperperfusi,

neoplasma yang kistik cenderung hipoperfusi. Hiperperfusi memiliki positive

predictive value yang relatif tinggi dalam mendiagnosis neoplasma dan non

hiperperfusi memilki negative predictive value yang signifikan untuk

mengekslusi keberadaan neoplasma. Saat mencoba menyingkirkan malignansi

tumor yang high-grade dari infeksi atau abses, karakteristik perfusi dari lesi

seringkali saling melengkapi dengan sekuen konvensional. Jika lesi tampak

sangat ganas, tetapi perfusi tampak rendah, lesi mungkin mengandung beberapa

komponen intrinsik, seperti darah atau kalsium, yang menyebabkan hipoperfusi

artifaktual, atau jika tidak ada faktor teknis perancu yang diidentifikasi, sifat lesi

mungkin perlu dipertimbangkan kembali.4,5,6,19,21,22

19
Tabel 3. Temporal bone, jugular foramen and cerebellopontine angle lesions21

20
Gambar 3.Axial T1WI post-contrast MRI (a) Menunjukkan lesi dengan kontras
enhance yang homogen pada CPA kiri, sesuai dengan lesi yang berwarna merah pada
peta CBF (b) CBF juga dihitung dengan ukuran ROI yang sama pada cerebellar
hemisfer. Peta CBF menunjukkan lesi hipervascular yang tinggi (paragangglioma)
dengan nilai TBF yaitu 750,2 ml/100 g/min21

21
BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Teori

• Usia
• Jenis kelamin
• Mutasi
kromosom 22q12
• Kadar epidermal Meningioma
growth factor
(EGF)
• Kadar platelet
derived growth
factor (PDGF)
• Kadar vascular Magnetic Resonance Imaging
endothelial
growth factor
(VEGF)

Magnetic Resonance Imaging Magnetic Resonance Imaging


Arterial Sign Labelling Arterial Sign Labelling
(ASL): (ASL):
- Nilai maksimum tumor - Nilai minimum tumor
blood flow blood flow menurun

Meningioma Meningioma
Grade I/Benign Grade II/Atypical
Grade III/Malignant

Gambar 4.Kerangka teori

3.2 Kerangka konsep


MR ASL : MR ASL :
- Nilai maksimum tumor - Nilai minimum tumor
blood flow blood flow

Meningioma Meningioma
Grade I/Benign Grade II/Atypical
Grade III/Malignant
Gambar 5. Kerangka konsep

22
3.3 Hipotesis Mayor

Nilai TBF dapat digunakan sebagai prediktor keganasan pada pasien

meningioma dewasa di RSUP Dr. Kariadi Semarang

3.3.1 Hipotesis Minor

• Nilai maksimum TBF dapat memprediksi meningioma

tipe jinak pada pasien dewasa di RSUP Dr. Kariadi

Semarang

• Nilai minimum TBF dapat memprediksi meningioma tipe

ganas pada pasien dewasa di RSUP Dr. Kariadi Semarang

23
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Radiologi

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Bagian Radiologi Dr. Kariadi Semarang pada

bulan Desember 2020 sampai bulan Desember 2021

4.3 Desain Penelitian

Penelitian akan dilakukan secara prospektif dengan desain penelitian belah


lintang (cross sectional)

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian

4.4.1 Populasi penelitian

4.4.1.1 Populasi target

Populasi target adalah pasien meningioma intracranial yang

dilakukan pemeriksaan ASL MR dan histopatologi

24
4.4.1.2 Populasi terjangkau

Populasi terjangkau adalah pasien meningioma intracranial yang

dilakukan pemeriksaan ASL MR dan histopatologi di RSUP Dr.

Kariadi Semarang

4.4.2 Sampel penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka besar sampel dihitung dengan

rumus besar sampel untuk uji diagnostik terhadap rerata dua populasi

independen sebagai berikut :

Besar sampel penelitian :

2
n1=n2 =2 (Zα+ Zβ)*S

(X1−X2)

n = jumlah sampel untuk nilai TBF

Zα = deviat baku alfa. Kesalahan tipe I sebesar 5%, maka Zα = 1,96

Zβ = deviat baku beta. Kesalahan tipe II sebesar 20%, maka Zβ = 0,842

S = simpang baku kedua kelompok, maka s = 0.115 (berdasarkan literatur)

X1-X2 = perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgement) = 0.11


2
n1=n2 =2 (1.96 + 0.842) x 0.115

0.11

n = 17,16 → 18

25
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah : 18

Berdasarkan perhitungan diatas maka jumlah besar sampel minimal

yang dibutuhkan untuk satu kelompok adalah 9 orang.

4.4.2.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien usia 20-60 tahun

2. Pasien tumor kepala dengan diagnosis imaging (MRI) meningioma

dan hasil histopatologi meningioma

4.4.2.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien tumor kepala yang dilakukan pemeriksaan MRI dengan

diagnosis bukan meningioma

2. Pasien tumor kepala dengan diagnosis imaging MRI meningioma

namun tidak dilakukan tindakan operasi

3. Pasien tumor kepala dengan diagnosis imaging MRI meningioma

namun hasil pemeriksaan histopatologi bukan meningioma

4. Pasien meningioma yang telah dilakukan tindakan operasi, kemoterapi

atau radioterapi sebelum dilakukan pemeriksaan ASL MR

26
4.5 Definisi Operasional, Skala Pengukuran dan Variabel Penelitian

Tabel 4. Jenis variable, definisi operasional dan skala

4.6 Variabel penelitian

4.6.1 Variabel bebas

1. Nilai TBF

4.6.2 Variabel terikat


1. Meningioma dengan diagnosis hasil biopsi ganas atau tidak ganas

4.7 Metode Pengumpulan Data

4.7.1 Alat

MRI General Electric (GE) Signa Voyager 1.5T

4.7.2 Cara Kerja

1. Melakukan informed consent pada pasien dengan

kecurigaan meningioma kepala.

2. Melakukan pemeriksaan MRI kepala pada pasien setelah pasien

menandatangani informed consent.

3. Apabila diagnosis histopatologi atau imaging MRI adalah

meningioma, akan dilakukan pemeriksaan ASL MR dan dibuat

27
parameter nilai TBF

4. Data ASL MR ditransfer ke workstation postprocessing dan

dianalisis menggunakan software. Region of interest (ROI)

ditempatkan pada area tumor secara manual pada T1WI pasca

kontras secara hati-hati agar tidak mengenai area kistik, nekrosis,

edema peritumoral maupun struktur yang dekat dengan tumor, lalu

dilakukan clone pada semua serial. Satu buah ROI lainnya dibuat

dengan ukuran yang sama pada mid cerebellum sebagai batas nilai

blood flow normal

5. Mencatat nilai rerata, minimum, maksimum TBF

6. Melakukan analisis statistik berdasarkan nilai rerata, minimum,

dan maksimum TBF

7. Semua data disimpan secara digital untuk dianalisis.

28
4.8 Alur Penelitian
Pasien tumor intracranial usia
20-60 di RSUP Dr.Kariadi

Pemeriksaan magnetic
resonance imaging (MRI)

Kriteria ekslusi
Pemeriksaan arterial sign Nilai tumor blood
labelling magnetic resonance flow (TBF)
(ASL MR)

Pemeriksaan histologi

Kriteria ekslusi Kriteria inklusi

Analisis dan pengolahan data

Penyusunan laporan

Gambar 6. Alur penelitian

29
4.9 Pengolahan dan Analisis Data
Data penelitian dicatat pada formulir penelitian yang telah dipersiapkan.

Dilakukan analisis dan pengolahan data setelah data terkumpul. Nilai TBF yang

didapatkan dibandingkan dengan hasil histopatologi penderita meningioma.

Selanjutnya dilakukan analisis menggunakan tabel 2x2 dan kurva receiver

operating characteristic (ROC) yang dapat menentukan sensitivitas dan

spesifisitas pemeriksaan. Dari analisis kurva ROC didapatkan nilai area under

the curve (AUC) yang menunjukkan akurasi rerata pemeriksaan.

Tabel 5. Tabel 2x2 hasil uji diagnostik

4.10 Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan informasi

mengenai maksud penelitian. Persetujuan untuk diikutsertakan dalam penelitian

30
dimintakan dari peserta tertulis. Pasien sebelumnya telah diberi penjelasan

mengenai tujuan dan prosedur penelitian, peserta tidak dibebani biaya

penelitian. Hasil dari penelitian ini akan dijaga kerahasiannya.

Kajian Etik (Ethical clearance) diajukan untuk mendapatkan persetujuan

dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro Semarang.

4.11 Jadwal Penelitian

Tabel 6. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan


1 2 3-12 13 14
1 Pengajuan proposal √
2 Ethical clearance √ √
3 Pengumpulan data √
4 Analisis data √ √
5 Penyusunan √
laporan
6 Seminar hasil √

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Alruwaili AA, De Jesus O. Meningioma. 2020 Aug 14. In: StatPearls

[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan–. PMID:

32809373.

2. Corell A, Thurin E, Skoglund T, Farahmand D, Henriksson R, Rydenhag

B, Gulati S, Bartek J Jr, Jakola AS. Neurosurgical treatment and outcome

patterns of meningioma in Sweden: a nationwide registry-based study.

Acta Neurochir (Wien). 2019 Feb;161(2):333-341. doi: 10.1007/s00701-

019-03799-3. Epub 2019 Jan 24. PMID: 30675656; PMCID:

PMC6373228.

3. Ressel A, Fichte S, Brodhun M, Rosahl SK, Gerlach R. WHO grade of

intracranial meningiomas differs with respect to patient's age, location,

tumor size and peritumoral edema. J Neurooncol. 2019 Nov;145(2):277-

286. doi: 10.1007/s11060-019-03293-x. Epub 2019 Oct 1. PMID:

31578671.

4. Petcharunpaisan S, Ramalho J, Castillo M. Arterial spin labeling in

neuroimaging. World J Radiol. 2010 Oct 28;2(10):384-98. doi:

10.4329/wjr.v2.i10.384. PMID: 21161024; PMCID: PMC2999014.

5. Qiao XJ, Kim HG, Wang DJJ, Salamon N, Linetsky M, Sepahdari A,

32
Ellingson BM, Pope WB. Application of arterial spin labeling perfusion

MRI to differentiate benign from malignant intracranial meningiomas.

Eur J Radiol. 2017 Dec;97:31-36. doi: 10.1016/j.ejrad.2017.10.005. Epub

2017 Oct 7. PMID: 29153364; PMCID: PMC6165628.

6. Jain, R., & Essig, M. (Eds.). (2016). 6 Perfusion imaging arterial spin

labeling (ASL)Arterial spin labeling (ASL)Perfusion Imaging: Arterial

Spin Labeling. Brain Tumor Imaging. doi:10.1055/b-0035-122297

7. Shao C, Bai LP, Qi ZY, Hui GZ, Wang Z. Overweight, obesity and

meningioma risk: a meta-analysis. PLoS One. 2014 Feb 26;9(2):e90167.

doi: 10.1371/journal.pone.0090167. PMID: 24587258; PMCID:

PMC3935973.

8. Holleczek, B., Zampella, D., Urbschat, S., Sahm, F., von Deimling, A.,

Oertel, J., & Ketter, R. (2019). Incidence, mortality and outcome of

meningiomas: A population-based study from Germany. Cancer

Epidemiology, 62, 101562. doi:10.1016/j.canep.2019.07.001

9. Rajaraman P. Hunting for the causes of meningioma--obesity is a

suspect. Cancer Prev Res (Phila). 2011 Sep;4(9):1353-5. doi:

10.1158/1940-6207.CAPR-11-0360. PMID: 21893497; PMCID:

PMC3170083.Ragel B, Jensen RL. Pathophysiology of meningiomas.

Semin Neurosurg.

33
10. Wiemels J, Wrensch M, Claus EB. Epidemiology and etiology of

meningioma. J Neurooncol. 2010 Sep;99(3):307-14. doi:

10.1007/s11060-010-0386-3. Epub 2010 Sep 7. PMID: 20821343;

PMCID: PMC2945461.

11. Ragel B, Jensen RL. Pathophysiology of meningiomas. Semin

Neurosurg. 2003;14(3):169-185.

12. Depond, C. C., Weller, J., & Resche-Rigon, M. (2020).

Neurofibromatosis type 2: A nationwide population-based study focused

on survival after meningioma surgery. Clinical Neurology and

Neurosurgery, 198, 106236. doi:10.1016/j.clineuro.2020.106236

13. Lamszus K. Meningioma Pathology , Genetics , and Biology. J

Neuropathol Exp Neurol. 2004;63(4):275-286.

14. Haaga JR; Kieffer SA; Brace JR. Haga CT and MRI of the Whole Body-

2 Volume Set,5th Edition.pdf. In: Philadelphia, PA: Mosby/Elsevier;

2008:99- 101.

15. Harter PN, Braun Y, Plate KH. Classification of meningiomas-advances

and controversies. Chinese Clin Oncol. 2017;6(2):1-8.

16. https://www.aans.org/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-

Treatments/Meningiomas

34
17. Kimura H, Takeuchi H, Koshimoto Y, Arishima H, Uematsu H,

Kawamura Y, Kubota T, Itoh H. Perfusion imaging of meningioma by

using continuous arterial spin-labeling: comparison with dynamic

susceptibility-weighted contrast-enhanced MR images and

histopathologic features. AJNR Am J Neuroradiol. 2006 Jan;27(1):85-93.

PMID: 16418363.

18. Koizumi S, Sakai N, Kawaji H, Takehara Y, Yamashita S, Sakahara H,

Baba S, Hiramatsu H, Sameshima T, Namba H. Pseudo-continuous

arterial spin labeling reflects vascular density and differentiates

angiomatous meningiomas from non-angiomatous meningiomas. J

Neurooncol. 2015 Feb;121(3):549-56. doi: 10.1007/s11060-014-1666-0.

Epub 2014 Dec 6. PMID: 25479828.

19. Pollock JM, Tan H, Kraft RA, Whitlow CT, Burdette JH, Maldjian JA.

Arterial spin-labeled MR perfusion imaging: clinical applications. Magn

Reson Imaging Clin N Am. 2009 May;17(2):315-38. doi:

10.1016/j.mric.2009.01.008. PMID: 19406361; PMCID: PMC2735771.

20. Fantini S, Sassaroli A, Tgavalekos KT, Kornbluth J. Cerebral blood flow

and autoregulation: current measurement techniques and prospects for

noninvasive optical methods. Neurophotonics. 2016 Jul;3(3):031411. doi:

10.1117/1.NPh.3.3.031411. Epub 2016 Jun 21. PMID: 27403447;

PMCID: PMC4914489.

35
21. Geerts, B., Leclercq, D., Tezenas du Montcel, S. et al. Characterization

of Skull Base Lesions Using Pseudo-Continuous Arterial Spin

Labeling. Clin Neuroradiol 29, 75–86 (2019).

https://doi.org/10.1007/s00062-017-0623-7

22. Wong EC. An introduction to ASL labeling techniques. J Magn Reson

Imaging. 2014 Jul;40(1):1-10. doi: 10.1002/jmri.24565. Epub 2014 Jan

15. PMID: 24424918.

36

Anda mungkin juga menyukai