Anda di halaman 1dari 38

1.

OTITIS EKSTERNA DIFUS


Otitis eksternadifus
- Rasa penuh
➔ infeksi pada 2/3 dalamliangtelinga. - Dengan/tanpaberkurangpendengaran
Umumnyabakteripenyebabyaitu
Pseudomonas. Bakteri penyebablainnyayaitu
- Nyeri saatmengunyah
Staphylococcus albus, Escheria coli, dan Gejalatambahan:
sebagainya.Tampakkulitliangtelingahiperemis
dan edema
- Nyeri tekan tragus / nyeriTarik Aurikula
- Limfadenitis regional
- Eritema MT

Pemeriksaanpenunjang
➔ Biakandarisekret

Tatalaksana:

1. Minimalisir trauma
2. Aural toilette
3. Antibiotik + kortikosteroidtopikal: ear
packingatau tampondan tetestelinga
Neomisin/gentamisin
4. Antibiotiksistemik :
Diagnosis:
o jikaadagejalasistemik
Anamnesis dan pemfis (otoskopi)
o
Gejalainflamasi MAE:
sesuaikumanpenyebabàkultur&sensitivitasku
- Otalgia man
5. Bony canalplasty + split thickness skin
- Itching
grafts

2. Otitis Media Efusi


Definisi 2. Rasa tersumbat di telinga atau suara
 Otitis media efusiatau otitis media serosa sendiri terdengar lebih nyaring atau
atau otitis media non supuratif adalah berbeda pada telinga yang sakit
keadaan terdapatnya sekret yang non (displacusis binauralis)
purulen di telingatengah, 3. terdapatcairan yang terasabergerak di
sedangkanmembran timpani utuh. dalamtelingasaatposisikepalaberubah
 Adanyacairan di telinga tengah dengan
membran timpani utuh tanpa adanya PemeriksaanFisik
tanda-tanda infeksi disebutdengan otitis  Pada pemeriksaan otoskopi dapat terlihat
media efusi. membran timpani yang kelabu atau
menguning yang telah kekurangan
Klasifikasi pergerakan.
Berdasarkanjenissekretnya  Jika membran timpani translusen,
1. Otitis media serosa makadapat terlihat air-fluid level atau
2. Otitis media mukoid gelembung udara kecil pada
Berdasarkan onset terjadinyapenyakit telingatengah
1. Otitis media serosa akut
2. Otitis media serosa kronis (glue ear)

Diagnosis
Anamnesis
1. berkurangsampaihilangnyapendengaran
Tatalaksana
1. Otitis media serosa akut
Air fluid level -  Pengobatandapatsecaramedikamentosa
dan pembedahan.
 Pada pengobatan medical diberikan
obatvasokonstriktorlokal (teteshidung),
antihistamin, perasat Valsava
,bilatidakada tanda-
tandainfeksisalurannafasatas
 Bilagejala-gejalamasihmenetap,
dilakukanmiringotomi dan bila masih
belum sembuh maka dapat dilakukan
miringotomi sertapemasangan pipa
bubble appearance ventilasi (Grommet)
• Pada tespenala dapat ditemukan tuli
konduktif pada pasiendengan otitis media
efusi, dengantes Rinne negatif, tes
Weber lateralisasiketelinga yang sakit,
dan tesSchwabachmemanjang pada
telinga yang sakit

Penunjang
• Timpanometri
• Audiometri

Diagnosis Banding
 Otitis media akut stadium oklusi tuba 2. Otitis media serosa kronik (glue ear)
eustachius. Perbedaan otitis media akut  Pengobatan yang
dan otitis media harusdilakukanadalahmengeluarkansekre
efusidapatdinilaiberdasarkanadanya tdenganmiringotomi dan pemasangan
episode akut(kurangdari 48 jam) onset pipa ventilasi (Grommet).
gejalainflamasisepertinyeritelinga,  Pada kasus yang
gelisah, demam, adanyasekret yang masihbarupemberiandekongestanteteshi
seringterjadi pada otitis media akut dungsertakombinasi anti histamin dan
dekongestan per oral
seringkalibisaberhasil.
 Sebagian
ahlimenganjurkanpengobatanmedikamen
tosaselama 3 bulan, bilatidakberhasil
barudilakukantindakanoperasi

• Pada stadium oklusi tuba Eustachius


terdapat gambaran retraksimembran
timpani, warna membran timpani suram
dengan reflexcahaya tidak terlihat.
3: Mastoiditis ec OMSK dengan kolesteatoma
Definisi

Merupakan infeksi kronis di telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan secret
yang keluar terus-menerus/ hilang timbul, berlangsung >2 bulan.

Klasifikasi
1. OMSK tanpa kolesteatoma (tipe mukosa=tipe benigna=tipe tubotimpani)
OMSK tipe ini ditandai dengan adanya perforasi sentral. Proses peradangan pada OMSK
tanpa kolesteatoma terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Umumnya
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Faktor predisposisi pada OMSK tipe tanpa kolesteatoma adalah:
• Infeksi saluran napas atas yang berulang, alergi hidung, rinosinusitis kronis
• Pembesaran adenoid pada anak, tonsillitis kronis
• Mandi dan berenang di kolam berenang, kebiasaan mengorek telinga
• Malnutrisi
• OMA yang berulang

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:


1. OMSK fase aktif
OMSK dengan secret yang keluar dari kavum timpani yang aktif. Biasanya didahului
oleh perluasan infeksi saluran napas atas melalui tuba eustachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Secret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen.
2. OMSK fase tenang
Keadaan kavum timpaninya terlihat kering dengan mukosa telinga tengah yang
pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti
vertigo, tinnitus, atau rasa penuh ditelinga.

2. OMSK dengan kolesteatoma (tipe atikoantral=tipe maligna=tipe tulang)


Pada tipe ini ditemukan kolesteatoma. OMSK tipe ini sering mengenai pars flaksid (marginal/
atik) dan khasnya dengan terbentuk retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai
menghasilkan kolesteatoma.
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Keratin
terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar.

asifikasi kolesteatoma:
• Kolesteatoma kongenital
Terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan MT yang utuh
tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi biasanya di kavum timpani, daerha petrosus mastoid/ di
cerebelloponti angle.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatoma kongenital (Derlaki dan Clemis 1965):
- Berkembang dibelakang MT yang masih utuh
- Tidak ada riwayat OMA sebelumnya
- Pada mulanya berasal dari jaringan embrional dari epitel undifferential yang berkembang
menjadi epitel squamosa selama perkembangan
• Kolesteatoma akuisital
- Kolesteatoma akuisital primer: terbentuk tanpa didahului oleh perforasi MT. timbul akibat
proses invaginasi dari MT pars flaksid karena adanya tekanan negative ditelinga tengah
akibat gangguan tuba (teori Invaginasi)
- Kolesteatoma akuisital sekunder: terbentuk setelah adanya perforasi MT. terbentuk
sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi MT ke
telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasia).
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatoma terjadi akibat implantasi epitel kulit
secara iatrogenic.

Massa kolesteatoma akan mendesak dan menekan organ disekitarnya serta menimbulkan
nekrosis terhadap tulang.

Tanda klinis
OMSK tanpa kolesteatoma: perforasi sentral, otore umumnya berasal dari aktivitas kelenjar sekretorik
mukosa telinga tengah dan mengeluarkan secret dalam jumlah banyak, bias bersifat purulent, mukoid
atau mukopurulen.

OMSK dengan kolesteatoma: secret cenderung sedikit dan berbau busuk, secret berwarna abu- abu
kuning abu-abu kotor yang berasal dari kolesteatoma dan produk degenerasinya (dapat terlihat
keeping-keping kecil, berwarna putih, dan mengkilap). Pada kasus yang lebih lanjut dapat terlihat
abses atau fistel retroaurikuler ( belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar
yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatoma pada telinga tengah (sering terlihat di
epitimpanum), secret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) atau terlihat bayangan
kolesteatoma pada rontgen mastoid.

Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat keluar cairan dari telinga yang menetap atau berulang >2 bulan. Otore biasanya
kental dan bersifat intermitten. Selain otore, gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang
paling umum pada OMSK. OMSK pada telinga tengah hanya menyebabkan tuli
konduktif, namun apabila telah terjadi komplikasi ke labirin dapat menyebabkan tuli campuran.
2. Pemeriksaan fisik: perforasi membrane timpani.
3. Pemeriksaan penunjang:
1. Otoendoskopi
2. Rontgen mastoid
3. Pemeriksaan fungsi pendengaran (audiometri nada murni, audiometri tutur, BERA)
4. Kultur dan resistensi secret telinga
5. Pemeriksaan fungsi tuba eustachius
6. Pemeriksaan fungsi saraf fasialis
7. Pemeriksaan histopatologi jaringan saat operasi
Tatalaksana
1. OMSK tanpa kolesteatoma
Prinsip: konservatif/ medikamentosa.
Bila secret keluar terus menerus berikan obat pencuci telinga (H2O2 3% selama 3-5 hari).
Setelah secret berkurang dapat dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika dan kortikosteroid (tidak boleh diberikan lebih dari 1 atau 2minggu
karena dapat menimbulkan efek ototoksik). Secara oral dapat diberikan antibiotic golongan
ampisilin atau eritromisin (pada yang alergi penisilin). Apabila telah resisten terhadap ampisilin
dapat dberikan amoksisilin asam klavulanat.
Bila secret telah kering, observasi selama 2 bulan, apabila masih ada perforasi maka dapat
dilakukan timpanoplasti atau miringoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi
secara permanen, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih
berat, serta memperbaiki pendengaran.
2. OMSK dengan kolesteatoma
Prinsip: mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti.

Jenis pembedahan OMSK:


• Mastoidektomi sederhana: pada OMSK tanpa kolesteatoma yang tidak sembuh dengan
pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik. Tujuannya supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
• Mastoidektomi radikal: pada OMSK dengan kolesteatoma. Rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari jaringan patologik. Dinding antara telinga luar, kavum timpani, dan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ktiga daerah anatomi ini menjadi satu ruangan
(timpanomastoidektomi dinding runtuh). Tujuan operasi ini untuk membuang semua jaringan
patologik dan mencegah komplikasi ke intracranial.
• Mastoidektomi radikal dengan modifikasi: dilakukan pada OMSK di daerah atik namun belum
merusak kavum timpani. Tujuan untuk membuang seluruh jaringan patologik dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
• Miringoplasti: OMSk tanpa kolesteatoma dengan kerusakan yang lebih berat atau tidak sembuh
dengan medikamentosa. Bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki
pendengaran. Selain rekonstruksi MT juga dilakukan rekonstruksi tulang.
• Timpanoplasti dengan pendekatan ganda: pada OMSK dengan atau tanpa kolesteatoma dengan
jaringan granulasi yang luas. Bertujuan untuk menyembuhkan dan memperbaiki pendengaran
tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga.
Komplikasi
1. Komplikasi di telinga tengah: • Mastoiditis koalesen
• Perforasi MT persisten • Petrositis
• Erosi tulang pendengaran 4. Komplikasi ekstradural:
• Paralisis nervus fasialis • Abses ekstradural
2. Komplikas di telinga dalam: • Thrombosis sinus lateralis
• Fistula labirin 5. Komplikasi ke SSP:
• Labirinitis supuratif • Meningitis
• Tuli sensorineural • Abses otak
3. Komplikasi ke rongga mastoid:
Prognosis
Ad vitam : dubia ad
bonam Ad sanationam:
dubia ad bonam Ad
functionam: dubia ad
bonam

Infeksi telinga tengah dan mastoid

Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad antrum.
Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai
infeksi kronis pada rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan MASTOIDITIS.

Kolesteatoma didaerah atik Panah menunjukkan perforasi atik

(A) Kolesteatoma didapat, hasil dari pertumbuhan epitel keratin pada batas perforasi (B)
jaringan granulasi yang umum (parah)
4. Serumen prop
A. Pengertian yang timbul dari anatomi lokal yang unik.
Serumen adalah hasil produksi Kanalis auditorius adalah satu-satunya cul-de-
kelenjar seromusinosa yang terdapat di liang sac dari stratum korneum dalam tubuh. Oleh
telinga luar, yang berguna untuk melicinan karena itu, erosi fisik tidak dapat secara rutin
dinding liang telinga, dan mencegah menghapus stratum korneum dalam saluran
masuknya serangga kecil ke liang telinga. pendengaran. Ada dua jenis serumen yaitu
Serumen adalah hasil sekresi kelenjar jenis kering berwarna kekuning-kuningan atau
sebasea, kelenjar cerumeninosa dan proses abu-abu, rapuh atau keras dan jenis basah
deskuamasi epitel pada bagian kartilaginea berwarna coklat, licin, lengket dan dapat
kanalis auditorius eksternus. Produksi berubah warna menjadi gelap bila terpapar
cerumen pada dasarnya sebuah konsekuensi udara bebas (Hawke, 2002)
Faktor yang menyebabkan serumen Teknik Irigasi Liang Telinga
terkumpul dan mengeras di liang telinga,
sehingga menyumbat antara lain ialah:
1. Dermatitis kronis liang telinga luar
2. Liang telinga sempit
3. Produksi serumen banyak dan kental
4. Adanya benda asing di liang telinga
5. Adanya eksostosis (pertumbuhan jinak dari
permukaan tulang) liang telinga
6. Serumen terdorong oleh jari tangan atau
ujung handuk setelah mandi, atau kebiasaan
mengorek telinga.
Gejala yang timbul akibat sumbatan serumen
dapat berupa rasa telinga tersumbat, sehingga
pendengaran berkurang. Rasa nyeri dapat
timbul apabila serumen keras membatu, dan
menekan dinding liang telinga. Telinga
berdengung (tinitus) dan pusing dapat timbul
apabila serumen telah menekan membran
timpani, terkadang dapat disertai batuk, oleh Dalam melakukan tindakan irigasi liang telinga
karena rangsangan nervus vagus melalui (spooling) ada beberapa hal yang harus
cabang aurikuler. diketahui dan diperhatikan oleh tenaga medis
sebelum melakukan tindakan tersebut, antara
Penatalaksanaan lain :
a. Serumen yang masih lunak, dapat • Pasien tidak mempunyai riwayat sakit telinga
dibersihkan dengan kapas yang dililitkan oleh yang menyebabkan rupture gendang telinga,
aplikator (pelilit). seperti riwayat congekan (OMSK), maupun
b. Serumen yang sudah agak mengeras dikait riwayat trauma gendang telinga.
dan dibersihkan dengan alat pengait. • Pasien tidak sedang mengalami sakit telinga
c. Serumen yang lembek dan letaknya terlalu luar (otitis eksterna).
dalam, sehingga mendekati mebran timpani, Prosedur Tindakan Spooling (Irigasi) telinga
dapat dikeluarkan dengan mengirigasi liang adalah :
telinga (spooling). A. Persiapan Alat :
d. Serumen yang telah keras membatu, harus 1. Alat Spooling atau Spuit 20 cc.
dilembekkan terlebih dahulu dengan karbol 2. Kom berisi air hangat kuku secukupnya.
gliserin 10 %, 3 kali 3 tetes sehari, selama 2-5 3. Bak Bengkok untuk menampung kotoran
hari (tergantung keperluan), setelah itu telinga.
dibersihkan dengan alat pengait atau diirigasi 4. Handuk sebagai alas pelindung .
(spooling). 5. Sarung tangan disposable.
6. Otoscope
7. Cotton bud secukupnya.
8. Cairan NaCl hangat atau air hangat.
9. Cairan H2O2 3 % dalam tempatnya.

B. Persiapan pasien :
1. Jelaskan kepada pasien mengenai tindakan
yang akan dilakukan (inform consent), dan
minta kepada pasien agar bersikap kooperatif.
2. Posisikan pasien dengan terlentang dan
kepala miring ke sisi berlawanan dengan
telinga yang akan dibersihkan.
3. Tindakan c. Perintahkan pasien agar bangun dan duduk
a. Tetesi telinga pasien dengan H2O2 3 % tegak
(jika masih ada yang keras), tunggu sampai d. Semprot telinga pasien dengan Cairan NaCl
kotoran hancur atau larut kira-kira 10 – 15 hangat secara perlahan sampai telinga bersih.
menit. e. Eksplorasi dengan otoscope.
b. Tempatkan bak bengkok dibawah telinga
yang dibersihkan, dan beri alas handuk untuk
mencegah tetesan air mengenai pasien.

5. Audiometri
Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis dan derajat ketulian (gangguan dengar).
Yang biasa dilakukan di poliklinik THT ialah audiometer nada murni. Audiometer nada murni adalah
suatu alat elektronik akustik yang dapat menghasilkan nada murni mulai dari frekuensi 125 Hz
sampai 8000 Hz. Dengan alat ini dapat ditentukan keadaan fungsi masing-masing telinga secara
kualitatif (normal, tuli konduktif, tuli sensorineural, tuli campuran) dan kuantitatif (normal, tuli ringan,
tuli sedang, tuli berat).
Berdasarkan tingkat desibel terendah yang mulai dapat didengar, maka gangguan pendengaran
dapat dibagi menjadi:
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Tuli Ringan
c. 41 dB - 55 dB : Tuli sedang
d. 56 dB - 70 dB : Tuli sedang-berat
e. 71 dB - 90 dB : Tuli berat
f. > 90 dB : Tuli sangat berat

- Gunakan tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga kiri
- Hantaran udara (Air Conduction = AC) →Kanan = O, Kiri = X
- Hantaran tulang (Bone Conduction = BC) →Kanan = [, Kiri = ] (ini beda-beda sih kbt, jadi baca
aja ya keterangan di audiogramnya, biasanya ada ditulis)
- Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus (-) dengan menggunakan tinta merah
untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri
- Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus ( - - - - - - - - ) dengan
menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri
- Cara menghitung desibelnya: jumlahkan semua intensitas suara (dB) pada frekuensi 500 Hz,
1000 Hz, 2000 Hz, dan 4000 Hz, lalu bagikan 4
- Gap: jarak antara AC dan BC ≥10 dB pada ≥2 frekuensi
- Pada diagnosis dapat ditulis hasil pemeriksaan: NH (Normal Hearing), SNHL (Sensory Neural
Hearing Loss), CHL (Conductive Hearing Loss) MHL (Mix Hearing Loss) + sertakan nilai derajat
ambang dengarnya

Normal
Tuli Konduktif:
Gangguan pada telinga luar dan tengah
BC normal, AC > 25 Db, ada gap

Tuli Sensorineural:
Gangguan pada telinga dalam (sel rambut luar)
AC dan BC > 25 dB, tidak ada gap

Tuli Campuran:
BC > 25 dB, AC > BC, ada gap
6. VERTIGO – CRT
VERTIGO(Canalith Repositioning Treatment)

Crt merupakan terapi standar untuk terapi kanal posterior dan anterior akibat canalithiasis

Tujuan: untukmendorongkanalithkeluardarikanalissemisirkularismenujukeultrikulus
,tempatdimanakanalithtidakakankembalimenimbulkan gejala.

Resiko yang didapat:

• Cederaleher
• Mual, muntah, danpusing

CRT dilakukan apabila ditemukan respon abnormal setelah tindakan perasat dix hallpike. Tindakan
CRT arahnua disesuaikan dibagian mana kanalith yang terlibat, jika yang terlibat kanan, maka CRT
diarahkan ke kanan begitu juga sebaliknya. CRT kiri bisa juga digunakan pada pasien dengan kanalith
pada kanal anterior kiri dan kanal posterior.
juga ada beberapa lubang kecil di depan
7. ABSES telinga.

PREAURICULA Bagaimana Mengobati Sinus Preauricular yang


Terinfeksi?
Untuk mengatasi infeksi pada sinus
preauricular, dokter akan meresepkan obat
antibiotik untuk membunuh bakteri penyebab
infeksi tersebut.
Dokter juga mungkin akan menguras nanah
yang mengumpul di lubang sinus preauricular,
dengan prosedur bedah kecil. Tidak hanya itu,
lubang sinus preauricular juga bisa ditutup
melalui prosedur operasi, agar infeksi tidak
terjadi lagi di kemudian hari.
Sinus preauricular adalah sebuah lubang kecil Sebelum menentukan penanganan yang perlu
di depan telinga yang mirip bekas tindikan. dilakukan, dokter akan memeriksa kondisi dan
Tidak semua orang memiliki sinus preauricular tingkat keparahan infeksi pada lubang sinus
dan ini merupakan kelainan bawaan sejak preauricular. Bila memang perlu, dokter akan
lahir (kongenital). Penyebab terbentuknya melakukan tes CT scan atau MRI untuk
sinus preauricular belum diketahui dengan mengetahui kemungkinan komplikasi pada
pasti, namun ada dugaan bahwa lubang ini lubang sinus preauricular.
terbentuk akibat kegagalan penyatuan Meski umumnya tidak berbahaya dan tidak
jaringan saat masih dalam kandungan. menimbulkan keluhan apa pun, sinus
Lubang sinus preauricular biasanya hanya preauricular tidak boleh diabaikan. Sebab
muncul di salah satu telinga. Pada telinga seperti yang telah dijelaskan di atas, lubang
tersebut, bisa hanya ada satu lubang, bisa sinus preauricular mudah untuk mengalami
infeksi.

8. TIMPANOMASTOIDEKTOMI
9. Epistaksis
Epistaksis atau mimisan merupakan gejala berupa perdarahan hidung.4 Epistaksis bukan
merupakan suatu penyakit, melainkan suatu gejala dari suatu kelainan. Epistaksis sering ditemukan
sehari-hari dan hampir 90% epistaksis dapat berhenti sendiri atau dengan tindakan sederhana yang
dlakukan oleh pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya.2 Secara anatomi epistaksis biasanya
dibagi atas pendarahan anterior atau posterior.3
1. Epistaksis anterior dapat berasal dari pleksus Kiesselbach atau dari arteri etmoid anterior.
Pleksus Kiesselbach menjadi sumber perdarahan yang paling sering pada epistaksis,
terutama pada anak-anak, biasanya ringan dan dapat berhenti sendiri (secara spontan) dan
mudahdiatasi.3
2. Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan pada
pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler.
Perdarahan ini disebabkan oleh pecahnya arteri sfenopalatina.
Etiologi dan Faktor Resiko Epistaksis
Epistaksis terjadi akibat robeknya pembuluh darah pada cavum nasi yang seringkali timbul
spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis
dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Faktor faktor yang dapat
menyebabkan epistakss.2
1. Trauma
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan, seperti mengorek hidung, benturan ringan,
bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau karena trauma langsung ke area hidung.
Selain itu epistaksis bisa terjadi karena adanya benda asing tajam, spina septum, trauma
pada saat pembedahan dan tindakan.
2. Infeksi
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinosinusitis. Pada
infeksi sitemik yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah atau DBD,
demam tifoid.
3. Tumor
Epistaksis dapat juga timbul pada hemangioma dan karsinoma. Pada epistaksis akibat
adanya tumor biasanya bersifat berat dan sulit di atasi
4. Penyakit kardiovaskular
Hipertensi merupakan penyumbang terbanyak kejadian epistaksis akibat penyakit
kardiovaskular. Penyebab lain bisa seperti pada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis
hepatis atau diabetes melitus.
5. Kelainan pembuluh darah lokal
6. Kelainan darah seperti leukemia, trombositopenia, anemia dan hemophilia.
7. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epsitaksis ialah telengiektasis hemoragik
herediter. Epistaksis juga sering terjadi pada orang dengan kelainanf aktor von willenbrand
8. Perubahan udara atau tekanan.

Diagnosis
1. Anamnesis
• Derajat keparahan, frekuensi, dan durasi epistaksis;
• Sisi yang mengalami pendarahan: satu sisi atau kedua sisi hidung;
• Riwayat trauma, epistaksis sebelumnya, mudah lebam, hipertensi, penyakit hati,
leukimia, atau penyakit sistemik lainnya;
• Pada anak-anak, eksplorasi kemungkinan benda asing dalam hidung;
• Penggunaan obat-obatan, terutama antitrombosit atau antikoagulan harus
dipertanyakan.11
2. Pemeriksaan Fisik
• Periksa kavum nasi secara menyeluruh dengan spekulum nasal. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan bantuan tampon anterior yang diberikan vasokonstriktor (seperti adrenalin
1/5.000-1/10.000 dan pantokain atau lidokain 2%) untuk membantu menentukan titik
pendarahan dan mengurangi rasa nyeri. Biarkan tampon selama 10-15 menit;
• Jika sumber pendarahan anterior tidak dapat ditemukan, atau pendarahan dapat
timbul dari kedua lubang hidung, atau darah mengalir terusmenerus di faring posterior,
pertimbangkan kemungkinan epistaksis posterior.4

3. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan penunjang hanya dikerjakan pada kasus dengan kecurigaan
koagulopati atau adanya pendarahan masif;
• Laboratorium: darah lengkap dan profil hemostasis (waktu pendarahan, PT, aPTT,
dan INR);
• Pencitraan radiologis: MRI atau CT scanuntuk pasien dengan kecurigaan keganasan
atau benda asing yang sulit dilihat pada pemeriksaan fisik.11

Tatalaksana
Prinsip tatalaksana epistaksis adalah perbaiki keadaan umum, cari sumber pendarahan,
hentikan pendarahan, dan cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya pendarahan.
Perhatikan keadaan umum,, nadi, pernapasan dan tekanan darah. Bila ada gangguan, atasi terlebih
dahulu, misalnya dengan memasang infus. Bila jalan napas tersumbat doleh darah atau bekuan
darah, perlu dibersihkan atau dihisap.4
Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari
hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring
dengan kepala yang ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai darah mengalir ke saluran
pernapasan bawah. Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi agar
tidak bergerak-gerak.4

1. Pendarahan anterior
Pendarahan anterior seringkali berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian depan. Apabila
tidak berhenti dengan sendirinya, pendarahan anterior, terutama pada anak, dapat dicoba dihentikan
dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit, seringkali berhasil.4

Gambar 3. Tampon anterior (A) vertikal (B) horizontal.12

Bila sumber pendarahan dapat terlihat, tempat asal pendarahan dikaustik dengan larutan Nitrus
Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik.Bila dengan cara ini
pendarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan pemasangan tampon anterior yang
dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik. Pemakaian pelumas ini
agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan pendarahan baru saat dimasukkan atau
dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat menekan
asal pendarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah
infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab
epistaksis. Bila pendarahan masih belum berhenti, dipasang tampon baru.4

2. Pendarahan posterior
Untuk menanggulangi pendarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang
disebut tampon Bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan
diameter 3 cm. Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan satu buah di sisi yang
berlawanan.4

Gambar 4. Tampon posterior (Bellocq).

Untuk memasang tampon posterior pada pendarahan satu sisi, digunakan bantuan kateter karet
yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada
ujung kateter ini dikaitkan 2 benang tampon Bellocq tadi, kemudian kateter ditarik kembali melalui
hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk
untuk dapat melewati palatum mole masuk ke nasofaring. Bila masih ada pendarahan, maka dapat
ditambah tampon anterior ke dalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada
sebuah gulungan kain kasa didepan nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring tetap
di tempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien. Gunanya
ialah untuk menarik tampon keluar melalui mulut untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah
2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena dapat menyebabkan laserasi mukosa.4
Bila pendarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma, digunakan bantuan
dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri, dan tampon posterior terpasang
ditengah-tengah nasofaring.4
Gambar 5. Kateter Foley 12-14 F dengan (A) balon 10mL untuk tampon posterior dan (B) balon 30mL
untuk tampon anterior.12

Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat digunakan kateter Folley dengan balon. Akhir-akhir ini
juga banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung atau tampon
dari bahan gel hemostatik.4

10. BENDA ASING HIDUNG


Prinsip Ekstraksi Benda Asing

1. Inform Concern bahwa tindakan ekstraksi bisa mengeluarkan benda asing atau malah benda asing
masuk ke saluran cerna/pernafasan jika ekstraksi gagal.
2. Fiksasi
3. Periksa kedua hidung
4. Teknik yang digunakan disesuaikan dengan benda asing

Teknik untuk mengeluarkan benda asing didasarkan pada :

- Lokasi benda asing


- Bentuk benda asing
- Dan komposisi benda asing

Persiapan ekstraksi

1. Posisi ideal → duduk


Pada anak → fiksasi anak dengan cara
Anak di pangku orang tua, kedua kaki anak dikepitkan di kaki orang tua, satu tangan orang tua
menahan tangan dan lengan anak, dan tangan lainnya menahan kepala dalam posisi ekstensi 30 0.
2. Visualisasi → menggunakan lampu kepala
3. Anastesi Lokal → spray lidokain 4%, pada anak-anak → epinefrin 1:200.000
4. Alat ekstraksi → hook/pengait, forsep bayonet, kateter tuba eustachius, suction, spekulum.

Penatalaksaan benda asing hidung yang tidak hidup

1. Benda bulat → menggunakan hook atau dengan serumen hook yang sedikit dibengkokkan.
Caranya : pengait menyusuri atap cavum nasi hingga belakang benda asing, jika hook sudah terletak
dibelakangnya, kemudian pengait diputar kesamping dan turunkan sedikit, lalu ke depan.
Untuk baterai → rujuk ke sp.THT karena bersifat korosif
Suction → digunakan apabila ekstraksi dengan forsep atau hook tidak berhasil dan juga digunakan
pada benda asing bentuk bulat.
2. Benda asing mati yang bersifat non-organik (spons dan potongan kertas) → forsep
3. Benda asing mati bersifat organik (kacang,biji) → hook

Penatalaksanaan benda asing hidung yang hidup

1. Cacing, lintah, larva → penggunaan kloroform 25% dimasukkan kedalam hidung hingga benda asing
mati, kemudian ekstraksi dilanjutkan dengan suction, irigasi, dan kuretase.

Evaluasi setelah tindakan ekstraksi

1. Jika ada perdarahan → masukkan kapas yang sudah dibasahi dengan epedhrin, tunggu 5 menit lalu
evaluasi ulang.
11. Pembuluh darah wajah (hidungluar),
anatomi

Pembuluhdarahhidungb
agiandalam
Gambar 1.Regio Capitis

Gambar 2.Hidung
Gambar 3.Anatomi hidung luar

Gambar 4.Anatomi tulang menyusun hidung

12. KOM
Kompleks ostiomeatal atau KOM mengalami obstruksi karena mukosa
adalah jalur pertemuan drainase yang inflamasi atau massa yang akan
kelompok sinus anterior. KOM bukan menyebabkan obstruksi ostium sinus,
merupakan struktur anatomi tetapi stasis silia dan terjadi infeksi sinus.
merupakan suatu jalur yang jika
Kompleks ostiomeatal (KOM) volume dan viskoelastisitas mukus
adalah bagian dari sinus etmoid yang dapat mempengaruhi transport
anterior yang berupa celah pada mukosiliar.
dinding lateral hidung. Pada potongan
koronal sinus paranasal gambaran
KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di
antara konka media dan lamina
papirasea. Struktur anatomi penting
yang membentuk KOM adalah
prosesus unsinatus, infundibulum
etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid,
agger nasi dan ressus frontal. Serambi
depan dari sinus maksila dibentuk oleh
infundibulum karena sekret yang keluar
dari ostium sinus maksila akan dialirkan
dulu ke celah sempit infundibulum
sebelum masuk ke rongga hidung.
Sedangkan pada sinus frontal sekret
akan keluar melalui celah sempit
resesus frontal yang disebut sebagai
serambi depan sinus frontal. Dari
resesus frontal drainase sekret dapat
langsung menuju ke infundibulum
etmoid atau ke dalam celah di antara
prosesus unsinatus dan konka media.

Fungsi utama sinus paranasal


adalah mengeliminasi benda asing
dan sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi melalui tiga
mekanisme, yaitu: terbukanya
kompleks ostiomeatal, transpor
mukosilia dan produksi mukus yang
normal. Faktor yang berperan dalam
memelihara fungsi sinus paranasalis
adalah patensi KOM, fungsi transport
mukosiliar dan produksi mukus yang
normal. Patensi KOM memiliki
peranan yang penting sebagai tempat
drainase mukus dan debris serta
memelihara tekanan oksigen dalam
keadaan normal sehingga mencegah
tumbuhnya bakteri. Faktor transport
mukosiliar sangat tergantung pada
karakteristik silia yaitu struktur, jumlah
dan koordinasi gerakan silia. Produksi
mukus juga bergantung kepada
13. SINUS
4 Sinus
(1) Sinus frontalis ostiumnya terletak di meatus nasi medius.
(2) Sinus maksilaris (yang paling besar) ostiumnya di meatus nasi medius.
(3) Sinus ethmoidalis: anterior ostiumnya di meatus nasi medius, posterior: meatus nasi superior
(4) Sinus sfenoidalis ostiumnya di meatus nasi superior.

Kompleks osteomeatal: di meatus medius, - letak ostium lebih tinggi drainase hanya
terdapat daerah rumit dan sempit. Terdiri dari tergantung dari silia
infundibulum etmoid, resesus frontales, bula - dasar berupa akar gigi
etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan - letak ostium di sekitar hiatus semilunaris
ostiumnya, serta ostium sinus maksilla.
Fungsi sinus Etiologi
- air conditioning - rinogen (obstruksi ostium sinus)
- penahan suhu - dentogen (infeksi gigi molar M1, M2, M3 atas
- keseimbangan kepala serta premolar P1 dan P2)
- resonansi suara - infeksi tenggorok (tonsillitis, infeksi faring,
- peredam perubahan tekanan udara adenoiditis)
- produksi mukus
Faktor predisposisi
Sinusitis - Obstruksi mekanik (deviasi septum, benda
radang mukosa sinus paranasal. asing di hidung, polip, tumor
mengenai beberapa sinus multisinusitis, - rinitis kronis, rinitis alergi
mengenai semua sinus pansinusitis - lingkungan berpolusi, udara dingin serta
paling sering ditemukan sinusitis maksila, kering perubahan pada mukosa dan
karena: kerusakan silia
- sinus terbesar
Komplikasi 2. Mukokel (kista yang mengandung mukus
1. Orbita : yang timbul dalam sinus)
- Peradangan atau reaksi edem yang ringan
- Selulitis orbita erosi tulang deformitas wajah, proptosis
- Abses subperiosteal atau enopthalmus, diplopia. nyeri pada wajah,
- Abses Orbita sakit kepala.

X- Foto posisi Waters


Foto waters dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap kaset, garis orbito-meatus membentu
sudut 37o dengan kaset. Sentrasi sinar kira-kira dibawah garis intraorbital. Pada posisi Waters secara
ideal pyramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris sehingga kedua sinus
maksillaris dapat dievaluasi seluruhnya (pemeriksaan paling baik untuk menilai sinus maksillaris pada
foto polos). Foto Waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka
akan dapat menilai daerah dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.
Gambar . Gambaran X-Foto Waters

Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Transluminasi bermakna bila salah satu sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan
dengan sisi yang normal.2,13,14
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak perselubungan atau
penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.2,13,14
Gambar 4. Gambaran suatu sinus yang opak
Pemeriksaan mikrobiologik atau biakan hapusan hidung dilakukan dengan mengambil sekret
dari meatus medius. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal
atau kuman patogen, seperti Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus dan Haemofilus influenza.
Selain itu mungkin ditemukan juga virus atau jamur.

14. TONSILITIS
Tonsilitis - ygdinilaidari tonsil
- Tonsil ada 4 - 1. ukuran: T0-T4
>membentuklingkaranygdsbcincinwaldeyer - T0: (-) tonsil
1. tonsil palatina - T1: Tonsil normal, berada di fosatonsilar,
2. Tonsil Adenoid/ faringeal tidakmembesar
3. Tonsil Tuba - T2: Tonsil keluardarifosatonsilar, melewati pilar
4: tonsil Sublingua posteriot, tetapibelum melewatigaris paramedian
- Fossa tonsil - T3: Tonsil melewatigaris paramedian,
- dibatasiarkus faring anterior dan posterior belummelewatigaris median
- batas lateral: m. kontriktorfaringeus superior - T4: Tonsil melewatigaris median/ melewati uvula
- batasatas: fossa supratonsil / kissing tonsil, biasanya tumor
2. Warna: hiperemisatautidak
- Perdarahan tonsil: 3. permukaan: licinatautidak rata
- a. palatina minor 4. muarakripti: melebar/ tidakmelebar
- a. palatinaascenden 5. detritus ada/tidak
- a. faringealascenden 6. eksudatadaatautidak
- a. lingualis dorsal
15. ANATOMI LARING

\
16. LARINGOMALACIA

Laringomalasia (LM) merupakan keadaan yang menggambarkan kolapsnya struktur supraglotis laring
selama inspirasi sehingga mengakibatkan menyempitnya aliran udara selama inspirasi.Sekitar 60-75 % kasus
stridor kongenital disebabkan oleh LM

Laringomalasia mempunyai karakteristik stridor yang timbul dalam dua minggu pertama kehidupan
sampai beberapa bulan kehidupan bayi. Stridor pada pasien LM dipengaruhi oleh aktivitas, akan timbul
ketika bayi menangis, posisi tidur telentang, saat menyusu, infeksi saluran nafas atas dan saat marah. Sekitar
80% kasus laringomalasia merupakan kasus ringan dan sedang yang membaik setelah 8-12 bulan serta resolusi
dan sembuh setelah 12-24 bulan, namun 10-20% dari kasus merupakan derajat berat yang mengancam nyawa
dan membutuhkan tindakan operasi segera

Diagnosis

Diagnosis LM didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan konfirmasi dengan pemeriksaan flexible
fibreoptic laryngoscopy (FFL) dalam keadaan sadar

Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan pasien LM, perlu diperhatikan berat dan ringannya gejala saat pertama didiagnosis,
adanya faktor komorbid serta adanya perbaikan atau perburukan gejala setelah terapi awal. Penatalaksanaan LM
dibagi atas terapi konservatif dan tindakan pembedahan.

1. Konservatif

Terapi konservatif merupakan terapi pilihan pada pasien LM derajat ringan dan sedang tanpa keluhan yang
berhubungan dengan makan. Pasien harus dikontrol dan observasi tumbuh kembang serta keluhan saluran nafas
yang berhubungan dengan makan. Jika terdapat sedikit keluhan makan, terapi konservatif dengan posisi makan
tegak lurus, asupan sedikit-sedikit dan sering dengan ASI atau formula yang dipadatkan, dan medikamentosa
untuk mencegah refluks asam lambung. Lansoprazole 7,5mg sekali sehari dan domperidone (1mg/kg/hari) bisa
digunakan sebagai terapi anti refluks asam lambung.

2. Pembedahan

Tindakan pembedahan dilakukan pada semua pasien LM derajat berat, pasien LM derajat ringan atau sedang
yang mempunyai penyakit komorbid seperti trakeomalasia atau stenosis subglotis atau pasien yang gagal dengan
terapi konservatif, pasien laringomalasia yang gagal tumbuh kembang dan riwayat aspirasi berulang. Pada
pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan, sebelum dilakukan tindakan sebaiknya pasien diberikan
antagonis reseptor H2 dosis tinggi (3mg/kgBB) atau PPI sekali sehari. Beberapa jenis tindakan pembedahan
untuk LM adalah : supraglotoplasti dan epiglotoplasti. Pemilihan jenis operasi berdasarkan tipe LM berupa
supraglotoplasti dengan melakukan eksisi mukosa aritenoid redundant pada tipe I, insisi lipatan ariepiglotis yang
memendek pada tipe II dan epiglotoplasti pada LM tipe III

Follow Up

Setelah pasien bisa diekstubasi dan tidak ada tanda-tanda stress pernafasan, dan bisa makan dengan baik pasien
diperbolehkan pulang dan kontrol rawat jalan. Perlu dilakukan evaluasi berat badan, keluhan pernafasan, sleep
apneu dan pemeriksaan FFL untuk menilai struktur laring, penyembuhan luka operasi serta pembentukan
jaringan parut. Pada pasien dengan perbaikan keluhan, pemerikasaan FFL ini perlu dilakukan pada
bulanpertama dan ketiga setelah operasi untuk menilai LPR, obstruksi jalan nafas dan gangguan makan
17. KGB leher
18. ANATOMI MEMBRAN TIMPANI

Gambar. Membran Timpani Telinga Kanan

Membran timpani (MT) berbentuk bundar dan cekungbila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik
terhadap sumbu liang telinga.

Pars flaksida; bagian atas, berlapis dua.

Bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga.

Bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas.

Pars tensa; bagian dalam, berlapis tiga. Lapisan di tengah merupakan lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dan sirkuler pada bagian dalam.

Umbo; bayangan penonjolan bagian bawah maleus.

Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 utk membran
timpani kiri dan pukul 5 utk membran timpani kanan.

Reflek cahaya (RC); cahaya dari luar yang dipantulkan oleh MT. Di MT terdapat serabut sirkuler dan radier.
Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya RC yang berupa kerucut itu. Secara klinis refleks cahaya ini
dinilai, misalnya bila letak RC mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.

Kuadran MT ; dibagi ke dalam 4 kuadran (dengan menarik garis searah dengan pros.longeus maleus dan garis
yg tegak lurus pada garis itu di umbo) utk menyatakan letak perforasi MT.
Antero-superior
Antero-inferior
Postero-superior
Postero-inferior
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah belakang MT, sesuai dengan
arah serabut MT. Di daerah ini terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran.
19. HERPES ZOSTER OTIKUS
PENDAHULUAN
• Herpes zoster otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster.
• Virus ini dapat mengenai satu atau lebih dermatim saraf cranial. Dapat mengenai saraf
trigeminus, ganglion genikulatum, dan radiks servikalis atas (disebut juga sindroma Ramsay
Hunt).

GEJALA DAN TANDA


• Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga.
• Nyeri pada telinga (otalgia)
• Kadang disertai paralisis otot wajah.
• Pada keadaan berat dapat ditemukan gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan : untuk mengurangi gejala konstitusional, meminimalisir nyeri,
mengurangi penyebaran virus, mencegah infeksi bakteri, mempercepat terbentuknya krusta dan
penyembuhan, mencegah terjadinya komplikasi salah satunya PHN.
1. Antivirus
• Untuk pasien dengan resiko tinggi reaktivasi VZV, antivirus oral dapat mengurangi insidensi
dari HZ. Dalam fase prodromal, pengobatan antivirus sudah dapat dimulai jika diagnosis
sudah mendekati, analgetik.
• Pada saat vesikel aktif, antiviral terapi dimulai <72 jam dapat mempercepat penyembuhan,
mengurangi durasi nyeri akut, mengurangi tingkat kejadian PHN jika diberikan dengan dosis
adekuat.
• Jenis obat antivirus
➢ Asiklovir : 800 mg PO 5 kali sehari untuk 7-10 hari.
➢ Valasiklovir : 1000mg PO 3 kali sehari, selama 7 hari
➢ Famsiklovir : 500 mg PO 3 kali sehari selama 7 hari
2. Tatalaksana Nyeri
• Pregabalin
Gabapentin dosis awal 2 x 75 mg shari, setelah 3-7 hari bila responnya kurang dapat
dinaikan 2 x 150 mg sehari. Maksimal 600 mg sehari.
• Antidepresan Trisiklik
➢ Amitriptilin dosis awal 75 mg sehari, kemudian ditinggikan sampai timbul efek terapetik
biasanya 150-300 mg sehari.
➢ Nortriptilin 150-300 mg sehari.

3. Kortikosteroid
• Indikasi kortikosteroid adalah pada sindrom Ramsey Hunt untuk mencegah terjadinya
paralisis.
• Yang biasa diberikan adalah prednisone 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis
diturunkan secara bertahap.
4. Topikal
• Stadium vesikular: bedak salisil 2 % atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel
pecah
• Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik dan
krim antiseptik/ antibiotik
• Jika terjadi ulserasi dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
19. Herpes Zoosterotikus

Etiology :Disebabkan oleh Virus Varicella zoster, Virus awalnyabersifatdorma di sarafsensoris


ganglion genikulatum dan akanaktif pada saatterjadinyapenurunan system imun.

Gamabaran :Terdapatnyalesi vesicular setinggilesi yang terkena

Apabilasarafinimengenainervusfacialis dan vertibulocochlearakanmenimbulkanmanifestasi bell’s


plasy, denganatautanpakehilanganpendengaran dan pusing. Manifestasiinidisebut(Ramsay hunt
syndrome)

Terapi :Sesuaidenganterapi herpes zoster

-Acyclovir 5*800mg 7-10 hari

-Valacyclovir 3*1000mg 7 hari

20. RINITIS ALERGI


DEFINISI PATOGENESIS
Rinitis alergi adalah penyakit simtomatis pada Reaksi alergi fase cepat :
hidung yang terinduksi oleh proses inflamasi Reaksi alergi fase cepat terjadi dalam
yang diperantara IgE pada mukosa hidung beberapa menit setelah terpapar allergen,
setelah pajanan alergen. Karakteristik gejala sampai 1 jam setelahnya. Pada kontak
rinitis alergi adalah bersin berulang, hidung pertama dengan allergen (tahap sensitisasi),
tersumbat, hidung berair dan hidung gatal. makrofag atau monosit yang berperan sebagai
Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi Antigen Presenting Cell (APC) akan
kronis saluran napas atas yang sangat sering menangkap alergen di mukosa hidung.
dijumpai, dilaporkan prevalensi mencapai 40% Setelah diproses, antigen akan membentuk
dari populasi umum. Gejala-gejala rinitis alergi fragmen pendek peptide dan bergabung
memberikan dampak buruk terhadap kualitas dengan molekul HLA kelas II membentuk
hidup penderita, baik berupa gangguan komplek MHC kelas II yang akan
aktivitas sehari-hari ditempat kerja, belajar dipresentasikan pada sel T helper (Th 0).
maupun gangguan tidur. Kemudian makrofag akan melepaskan sitokin
(interleukin 1) yang akan mengaktifkan Th0
yang berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2
akan menghasilkan sitokin berupa IL 3, IL 4, IL
5 dan IL13. IL 4 dan IL 13 diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B macrophage colony stimulating factor dan
sehingga limfosit B aktif dan menghasilkan ICAM 1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala
IgE. IgE di sirkulasi akan masuk ke jaringan hiperaktif atau hiperresponsif hidung akibat
dan diikat oleh reseptor dipermukan sel peranan eosinophil dengan mediator inflamasi
mastosit dan basophil. Bila mukosa yang dari granulnya. Pada fase ini, iritasi oleh faktor
sudah tersensitisasi oleh allergen yang sama, non spesifik dapat memperberat gejala berupa
maka IgE akan mengikat allergen dan terjadi asap rokok, bau yang merangsang, perubahan
degranulasi mastosit dan basofil sehingga cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.
dilepasnya mediator kimia terutama histamine. Kaskade rhinitis alergi ini cukup kompleks dan
Histamin akan menimbulan vasodilatasi, gejala yang ditimbulkan sesuai dengan jumlah
edema mukosa dan stimulasi saraf. Proses ini sel inflamasi dan mediator yang dikeluarkan.
menghasilan gejala seperti bersin-bersin, Rangkaian proses ini menghasilkan inflamasi
hidung tersumbat dan gatal. Histamine akan kronik.
merangsang reseptor H1 pada ujung saraf
vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal KLASIFIKASI
pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga Dahulu rhinitis alergi dibedakan dalam 2
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet macam berdasarkan sifat berlangsunya, yaitu :
mengalami hipersekresi dan permeabilitas 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay
kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. fever, polinosis) Di Indonesia tidak
Vasodilatasi sinusoid mengakibatkan hidung dikenal rhinitis alergi musiman, hanya
tersumbat. Preformed mediator terutama ada di negara yang mempunyai 4
histamine dan mediator lain seperti musim. Allergen penyebab nya
prostaglandin D2, leukotriene, bradykinin, spesifik, yaitu serbuk (pollen) dan
platelet activating factor (PAF) serta sitokin spora jamur. Oleh karena itu nama
yang merupakan hasil degranulasi fase cepat yang tepat ialah pollinosis.
akan menimbulkan gejala-gejala dalam 2. Rinitis alergi sepanjang tahun
hitungan menit. Mediator-mediator ini merekrut (perennial) Gejala pada penyakit ini
sel-sel inflamasi ke mukosa hidung untuk timbul intermiten atau terus menerus,
masuk ke tahap reaksi fase lambat. tanpa variasi musim, jadi dapat
Reaksi alergi fase lambat : ditemukan sepanjang tahun.
Reaksi alergi fase lambat terjadi beberapa jam Penyebab yang paling sering ialah
setelah terpapar allergen, yaitu 2-4 jam allergen inhalan, terutama pada orang
dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dewasa dan allergen ingestan.
dan berlangsung 24-48 jam. Mediator- Alergen inhalan utama adalah allergen
mediator pada fase cepat melalui even yang dalam rumah (indoor), contohnya
lebih komplek merekrut sel inflamasi lain ke tungau dan allergen diluar rumah.
mukosa seperti neutrofil, eosinophil, limfosit Allergen ingestan sering merupakan
dan makrofag. Sel mastosit yang mengalami penyebab pada anak-anak dan
degranulasi pada fase cepat juga akan biasanya disertai dengan gejala alergi
melepaskan molekul kemotaktik yang yang lain seperti urtikaria, gangguan
menyebabkan akumulasi sel eosinophil dan pencernaan.
netrofil di jaringan target sehingga terjadi
penumpukan sel inflamasi pada mukosa Klasifikasi berdasarkan rekomendasi
hidung. Selain itu, IL-5 memicu kemoatraktif dari WHO Initiative ARIA (Allergic,
eosinophil, netrofil, basophil, limfosit dan Rhinitis and its impact on Asthma)
makrofagbermigrasi ke mukosa hidung dan tahun 2001 yaitu berdasarkan sifat
mempertahankan reaksi inflamasi hidung. berlangsungnya dibagi menjadi :
Pada RAFL ditandai dengan penambahan 1. Intermitten (kadang-kadang) bila
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti gejala kurang dari 4 hari/minggu
eosinophil, limfosit, netrofil, basophil dan atau kurang dari 4 minggu
mastosit di mukosa hidung, serta peningkatan
sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan granulocyte
2. Persisten / menetap bila gejala • Dilakukan untuk evaluasi keterlibatan
lebih dari 4 hari/minggu dan lebih kompleks osteomeatal dalam menilai
dari 4 minggu, adanya rinosinusitis, polip hidung atau
septum deviasi sebagai komorbid.
Sedangkan untuk derajat berat
ringannya penyakit, rhinitis alergi 3. Tes kulit alergi
dibagi menjadi : • Dengan menggunakan ekstrak
1. Ringan alergen dan alat yang terstandarisasi,
bila tidak ditemukan gangguan tes cukit/tusuk kulit merupakan baku
tidur, gangguan aktivitas harian, emas diagnosis rinitis alergi di klinik
bersantai, berolahraga, belajar, dan skrining.
bekerja dan hal-hal lain yang • Apabila menggunakan ekstrak
mengganggu alergen yang tidak terstandarisasi,
2. Sedang-berat dapat diteruskan dengan tes
bila terdapat satu atau lebih dari intradermal bila tes cukit/tusuk kulit
gangguan tsb diatas. negatif.
ANAMNESIS
• Gejala hidung : hidung berair, hidung
tersumbat, hidung gatal dan bersin berulang. KRITERIA DIAGNOSIS
Gejala pada umumnya muncul di pagi hari 1. Sesuai dengan kriteria anamnesis
atau malam hari 2. Sesuai dengan kriteria pemeriksaan
• Gejala mata seperti mata merah, gatal dan fisik
berair. 3. Sesuai dengan pemeriksaan
• Gejala lain : batuk, tenggorok gatal, penunjang
gangguan konsentrasi, dan gangguan tidur.
Penderita yang disertai asma dapat ditemukan DIAGNOSIS KERJA
keluhan sesak napas dan mengi • Allergic rhinitis due to pollen (ICD10:
PEMERIKSAAN FISIK J30.1)
• Pada anak sering ditemukan tanda khas : • Other seasonal allergic rhinitis
bayangan gelap di daerah bawah mata (ICD10: J30.2)
(allergic shiner), sering menggosok-gosok • Allergic rhinitis due to food (ICD10:
hidung dengan punggung tangan (allergic J30.5) • Allergic rhinitis due to animal
salute), dan gambaran garis melintang di (cat/dog) hair and dander (ICD10:
bagian dorsum hidung (allergic crease) J30.81)
• Gambaran khas pada rongga hidung : • Other allergic rhinitis (ICD10: J30.89)
mukosa hidung edema, berwarna pucat atau • Allergic rhinitis, unspecified (ICD10:
livid, disertai sekret encer banyak. Dapat J30.9)
ditemukan juga konka inferior yang hipertrofi
PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS BANDING
1. Pemeriksaan laboratorium Rinitis non alergi :
• Pemeriksaan kadar IgE spesifik • Rinitis vasomotor/idopatik (ICD10:
dengan cara ELISA (enzyme linked J30.0)
immuno sorbent assay test) atau • Rinitis hormonal, rinitis pada usia
RAST (radio immuno sorbent test) lanjut, rinitis yang diinduksi obat, rinitis
sangat bermakna untuk diagnosis, akibat kerja, dan non-allergic rhinitis
namun harus berkorelasi dengan eosinophilic syndrome/NARES yang
gejala klinis berdasarkan ICD 10 semua rinitis ini
• Pemeriksaan jumlah eosinofil sekret diklasifikasikan ke dalam kelompok
hidung hanya sebagai pelengkap Chronic rhinitis, nasopharyngitis and
pharyngitis (ICD 10: J31.0)
2. Pemeriksaan nasoendoskopi
TERAPI mungkin dengan menghindari
Tatalaksana rinitis alergi merupakan stimulus non spesifik (asap rokok,
kombinasi dari 4 modalitas : udara dingin dan kering)
1. Farmakoterapi 3. Imunoterapi
Obat diberikan berdasarkan dari Apabila tidak terdapat perbaikan
klasifikasi diagnosis rinitis alergi setelah farmakoterapi optimal dan
(sesuai algoritma WHO-ARIA penghindaran alergen yang
2008). Obat diberikan selama 2-4 optimal, maka dipertimbangkan
minggu, kemudian dievaluasi untuk pemberian imunoterapi
ulang ada/tidak adanya respons. secara subkutan atau sublingual
Bila terdapat perbaikan, obat (dengan berbagai pertimbangan
diteruskan lagi 1 bulan. Obat yang khusus). Imunoterapi ini diberikan
direkomendasikan sbb: selama 3-5 tahun untuk
• Antihistamin oral generasi kedua mempertahankan efektifitas terapi
atau terbaru. Pada kondisi tertentu jangka panjang.
dapat diberikan antihistamin yang 4. Edukasi
dikombinasi dekongestan, Kombinasi modalitas di atas
antikolinergik intranasal atau hanya dapat terlaksana dengan
kortikosteroid sistemik. baik apabila dilakukan edukasi
• Kortikosteroid intranasal yang baik dan cermat kepada
2. Penghindaran alergen dan kontrol pasien ataupun keluarga.
lingkungan Menerangkan juga kemungkinan
Bersamaan dengan pemberian adanya ko-morbid dan tindakan
obat, pasien diedukasi untuk bedah pada kasus yang
menghindari atau mengurangi memerlukan (hipertrofi konka,
jumlah alergen pemicu di septum deviasi atau rinosinusitis
lingkungan sekitar. Membuat kronis).
kondisi lingkungan senyaman
KOMPLIKASI
Komplikasi rhinitis alergi yang sering ialah :
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor penyebab
terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media efusi yang sering residif
Menurut penelitian oleh Kreiner, otitis media ditemukan memiliki hubungan dengan rhinitis
alergi. Otitis media efusi sering terjadi pada anak yang terlahir dari ibu riwayat asma.
Rahmwati menemukan bahwa rhinitis alergi persisten kelompok derajat sedang berat lebih
banyak mengaami disfungsi tuba dibandingkan kelompok derajat ringan dan pasien dengan
lama sakit lebih dari 12 bulan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk terjadinya
disfungi tuba, karena mukosa hidung menjadi lebih hiperreaktif apabila dipapar ulang allergen
spesifiknya.
3. Rhinosinusitis.
Hubungan antara rhinitis alergi dengan rhinosinusitis telah banyak dipelajari dan tercatat
walaupun hubungan kausal belum dapat ditegakkan secara pasti. Pada pasien dengan
rhinosinusitis kronik, prevalensi rhinitis alergi berkisar antara 25-30%. Udem mukosa nasal
pada pasien rhinitis alergi yang terjadi pada ostium sinus dapat mengurangi ventilasi bahkan
mengakibatkan obstruksi ostium sinus sehingga mengakibatkan retensi mucus dan infeksi.

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Anda mungkin juga menyukai