Pemeriksaanpenunjang
➔ Biakandarisekret
Tatalaksana:
1. Minimalisir trauma
2. Aural toilette
3. Antibiotik + kortikosteroidtopikal: ear
packingatau tampondan tetestelinga
Neomisin/gentamisin
4. Antibiotiksistemik :
Diagnosis:
o jikaadagejalasistemik
Anamnesis dan pemfis (otoskopi)
o
Gejalainflamasi MAE:
sesuaikumanpenyebabàkultur&sensitivitasku
- Otalgia man
5. Bony canalplasty + split thickness skin
- Itching
grafts
Diagnosis
Anamnesis
1. berkurangsampaihilangnyapendengaran
Tatalaksana
1. Otitis media serosa akut
Air fluid level - Pengobatandapatsecaramedikamentosa
dan pembedahan.
Pada pengobatan medical diberikan
obatvasokonstriktorlokal (teteshidung),
antihistamin, perasat Valsava
,bilatidakada tanda-
tandainfeksisalurannafasatas
Bilagejala-gejalamasihmenetap,
dilakukanmiringotomi dan bila masih
belum sembuh maka dapat dilakukan
miringotomi sertapemasangan pipa
bubble appearance ventilasi (Grommet)
• Pada tespenala dapat ditemukan tuli
konduktif pada pasiendengan otitis media
efusi, dengantes Rinne negatif, tes
Weber lateralisasiketelinga yang sakit,
dan tesSchwabachmemanjang pada
telinga yang sakit
Penunjang
• Timpanometri
• Audiometri
Diagnosis Banding
Otitis media akut stadium oklusi tuba 2. Otitis media serosa kronik (glue ear)
eustachius. Perbedaan otitis media akut Pengobatan yang
dan otitis media harusdilakukanadalahmengeluarkansekre
efusidapatdinilaiberdasarkanadanya tdenganmiringotomi dan pemasangan
episode akut(kurangdari 48 jam) onset pipa ventilasi (Grommet).
gejalainflamasisepertinyeritelinga, Pada kasus yang
gelisah, demam, adanyasekret yang masihbarupemberiandekongestanteteshi
seringterjadi pada otitis media akut dungsertakombinasi anti histamin dan
dekongestan per oral
seringkalibisaberhasil.
Sebagian
ahlimenganjurkanpengobatanmedikamen
tosaselama 3 bulan, bilatidakberhasil
barudilakukantindakanoperasi
Merupakan infeksi kronis di telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan secret
yang keluar terus-menerus/ hilang timbul, berlangsung >2 bulan.
Klasifikasi
1. OMSK tanpa kolesteatoma (tipe mukosa=tipe benigna=tipe tubotimpani)
OMSK tipe ini ditandai dengan adanya perforasi sentral. Proses peradangan pada OMSK
tanpa kolesteatoma terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Umumnya
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Faktor predisposisi pada OMSK tipe tanpa kolesteatoma adalah:
• Infeksi saluran napas atas yang berulang, alergi hidung, rinosinusitis kronis
• Pembesaran adenoid pada anak, tonsillitis kronis
• Mandi dan berenang di kolam berenang, kebiasaan mengorek telinga
• Malnutrisi
• OMA yang berulang
asifikasi kolesteatoma:
• Kolesteatoma kongenital
Terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan MT yang utuh
tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi biasanya di kavum timpani, daerha petrosus mastoid/ di
cerebelloponti angle.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatoma kongenital (Derlaki dan Clemis 1965):
- Berkembang dibelakang MT yang masih utuh
- Tidak ada riwayat OMA sebelumnya
- Pada mulanya berasal dari jaringan embrional dari epitel undifferential yang berkembang
menjadi epitel squamosa selama perkembangan
• Kolesteatoma akuisital
- Kolesteatoma akuisital primer: terbentuk tanpa didahului oleh perforasi MT. timbul akibat
proses invaginasi dari MT pars flaksid karena adanya tekanan negative ditelinga tengah
akibat gangguan tuba (teori Invaginasi)
- Kolesteatoma akuisital sekunder: terbentuk setelah adanya perforasi MT. terbentuk
sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi MT ke
telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasia).
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatoma terjadi akibat implantasi epitel kulit
secara iatrogenic.
Massa kolesteatoma akan mendesak dan menekan organ disekitarnya serta menimbulkan
nekrosis terhadap tulang.
Tanda klinis
OMSK tanpa kolesteatoma: perforasi sentral, otore umumnya berasal dari aktivitas kelenjar sekretorik
mukosa telinga tengah dan mengeluarkan secret dalam jumlah banyak, bias bersifat purulent, mukoid
atau mukopurulen.
OMSK dengan kolesteatoma: secret cenderung sedikit dan berbau busuk, secret berwarna abu- abu
kuning abu-abu kotor yang berasal dari kolesteatoma dan produk degenerasinya (dapat terlihat
keeping-keping kecil, berwarna putih, dan mengkilap). Pada kasus yang lebih lanjut dapat terlihat
abses atau fistel retroaurikuler ( belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar
yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatoma pada telinga tengah (sering terlihat di
epitimpanum), secret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) atau terlihat bayangan
kolesteatoma pada rontgen mastoid.
Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat keluar cairan dari telinga yang menetap atau berulang >2 bulan. Otore biasanya
kental dan bersifat intermitten. Selain otore, gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang
paling umum pada OMSK. OMSK pada telinga tengah hanya menyebabkan tuli
konduktif, namun apabila telah terjadi komplikasi ke labirin dapat menyebabkan tuli campuran.
2. Pemeriksaan fisik: perforasi membrane timpani.
3. Pemeriksaan penunjang:
1. Otoendoskopi
2. Rontgen mastoid
3. Pemeriksaan fungsi pendengaran (audiometri nada murni, audiometri tutur, BERA)
4. Kultur dan resistensi secret telinga
5. Pemeriksaan fungsi tuba eustachius
6. Pemeriksaan fungsi saraf fasialis
7. Pemeriksaan histopatologi jaringan saat operasi
Tatalaksana
1. OMSK tanpa kolesteatoma
Prinsip: konservatif/ medikamentosa.
Bila secret keluar terus menerus berikan obat pencuci telinga (H2O2 3% selama 3-5 hari).
Setelah secret berkurang dapat dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika dan kortikosteroid (tidak boleh diberikan lebih dari 1 atau 2minggu
karena dapat menimbulkan efek ototoksik). Secara oral dapat diberikan antibiotic golongan
ampisilin atau eritromisin (pada yang alergi penisilin). Apabila telah resisten terhadap ampisilin
dapat dberikan amoksisilin asam klavulanat.
Bila secret telah kering, observasi selama 2 bulan, apabila masih ada perforasi maka dapat
dilakukan timpanoplasti atau miringoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi
secara permanen, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih
berat, serta memperbaiki pendengaran.
2. OMSK dengan kolesteatoma
Prinsip: mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti.
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad antrum.
Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai
infeksi kronis pada rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan MASTOIDITIS.
(A) Kolesteatoma didapat, hasil dari pertumbuhan epitel keratin pada batas perforasi (B)
jaringan granulasi yang umum (parah)
4. Serumen prop
A. Pengertian yang timbul dari anatomi lokal yang unik.
Serumen adalah hasil produksi Kanalis auditorius adalah satu-satunya cul-de-
kelenjar seromusinosa yang terdapat di liang sac dari stratum korneum dalam tubuh. Oleh
telinga luar, yang berguna untuk melicinan karena itu, erosi fisik tidak dapat secara rutin
dinding liang telinga, dan mencegah menghapus stratum korneum dalam saluran
masuknya serangga kecil ke liang telinga. pendengaran. Ada dua jenis serumen yaitu
Serumen adalah hasil sekresi kelenjar jenis kering berwarna kekuning-kuningan atau
sebasea, kelenjar cerumeninosa dan proses abu-abu, rapuh atau keras dan jenis basah
deskuamasi epitel pada bagian kartilaginea berwarna coklat, licin, lengket dan dapat
kanalis auditorius eksternus. Produksi berubah warna menjadi gelap bila terpapar
cerumen pada dasarnya sebuah konsekuensi udara bebas (Hawke, 2002)
Faktor yang menyebabkan serumen Teknik Irigasi Liang Telinga
terkumpul dan mengeras di liang telinga,
sehingga menyumbat antara lain ialah:
1. Dermatitis kronis liang telinga luar
2. Liang telinga sempit
3. Produksi serumen banyak dan kental
4. Adanya benda asing di liang telinga
5. Adanya eksostosis (pertumbuhan jinak dari
permukaan tulang) liang telinga
6. Serumen terdorong oleh jari tangan atau
ujung handuk setelah mandi, atau kebiasaan
mengorek telinga.
Gejala yang timbul akibat sumbatan serumen
dapat berupa rasa telinga tersumbat, sehingga
pendengaran berkurang. Rasa nyeri dapat
timbul apabila serumen keras membatu, dan
menekan dinding liang telinga. Telinga
berdengung (tinitus) dan pusing dapat timbul
apabila serumen telah menekan membran
timpani, terkadang dapat disertai batuk, oleh Dalam melakukan tindakan irigasi liang telinga
karena rangsangan nervus vagus melalui (spooling) ada beberapa hal yang harus
cabang aurikuler. diketahui dan diperhatikan oleh tenaga medis
sebelum melakukan tindakan tersebut, antara
Penatalaksanaan lain :
a. Serumen yang masih lunak, dapat • Pasien tidak mempunyai riwayat sakit telinga
dibersihkan dengan kapas yang dililitkan oleh yang menyebabkan rupture gendang telinga,
aplikator (pelilit). seperti riwayat congekan (OMSK), maupun
b. Serumen yang sudah agak mengeras dikait riwayat trauma gendang telinga.
dan dibersihkan dengan alat pengait. • Pasien tidak sedang mengalami sakit telinga
c. Serumen yang lembek dan letaknya terlalu luar (otitis eksterna).
dalam, sehingga mendekati mebran timpani, Prosedur Tindakan Spooling (Irigasi) telinga
dapat dikeluarkan dengan mengirigasi liang adalah :
telinga (spooling). A. Persiapan Alat :
d. Serumen yang telah keras membatu, harus 1. Alat Spooling atau Spuit 20 cc.
dilembekkan terlebih dahulu dengan karbol 2. Kom berisi air hangat kuku secukupnya.
gliserin 10 %, 3 kali 3 tetes sehari, selama 2-5 3. Bak Bengkok untuk menampung kotoran
hari (tergantung keperluan), setelah itu telinga.
dibersihkan dengan alat pengait atau diirigasi 4. Handuk sebagai alas pelindung .
(spooling). 5. Sarung tangan disposable.
6. Otoscope
7. Cotton bud secukupnya.
8. Cairan NaCl hangat atau air hangat.
9. Cairan H2O2 3 % dalam tempatnya.
B. Persiapan pasien :
1. Jelaskan kepada pasien mengenai tindakan
yang akan dilakukan (inform consent), dan
minta kepada pasien agar bersikap kooperatif.
2. Posisikan pasien dengan terlentang dan
kepala miring ke sisi berlawanan dengan
telinga yang akan dibersihkan.
3. Tindakan c. Perintahkan pasien agar bangun dan duduk
a. Tetesi telinga pasien dengan H2O2 3 % tegak
(jika masih ada yang keras), tunggu sampai d. Semprot telinga pasien dengan Cairan NaCl
kotoran hancur atau larut kira-kira 10 – 15 hangat secara perlahan sampai telinga bersih.
menit. e. Eksplorasi dengan otoscope.
b. Tempatkan bak bengkok dibawah telinga
yang dibersihkan, dan beri alas handuk untuk
mencegah tetesan air mengenai pasien.
5. Audiometri
Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis dan derajat ketulian (gangguan dengar).
Yang biasa dilakukan di poliklinik THT ialah audiometer nada murni. Audiometer nada murni adalah
suatu alat elektronik akustik yang dapat menghasilkan nada murni mulai dari frekuensi 125 Hz
sampai 8000 Hz. Dengan alat ini dapat ditentukan keadaan fungsi masing-masing telinga secara
kualitatif (normal, tuli konduktif, tuli sensorineural, tuli campuran) dan kuantitatif (normal, tuli ringan,
tuli sedang, tuli berat).
Berdasarkan tingkat desibel terendah yang mulai dapat didengar, maka gangguan pendengaran
dapat dibagi menjadi:
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Tuli Ringan
c. 41 dB - 55 dB : Tuli sedang
d. 56 dB - 70 dB : Tuli sedang-berat
e. 71 dB - 90 dB : Tuli berat
f. > 90 dB : Tuli sangat berat
- Gunakan tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga kiri
- Hantaran udara (Air Conduction = AC) →Kanan = O, Kiri = X
- Hantaran tulang (Bone Conduction = BC) →Kanan = [, Kiri = ] (ini beda-beda sih kbt, jadi baca
aja ya keterangan di audiogramnya, biasanya ada ditulis)
- Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus (-) dengan menggunakan tinta merah
untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri
- Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus ( - - - - - - - - ) dengan
menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri
- Cara menghitung desibelnya: jumlahkan semua intensitas suara (dB) pada frekuensi 500 Hz,
1000 Hz, 2000 Hz, dan 4000 Hz, lalu bagikan 4
- Gap: jarak antara AC dan BC ≥10 dB pada ≥2 frekuensi
- Pada diagnosis dapat ditulis hasil pemeriksaan: NH (Normal Hearing), SNHL (Sensory Neural
Hearing Loss), CHL (Conductive Hearing Loss) MHL (Mix Hearing Loss) + sertakan nilai derajat
ambang dengarnya
Normal
Tuli Konduktif:
Gangguan pada telinga luar dan tengah
BC normal, AC > 25 Db, ada gap
Tuli Sensorineural:
Gangguan pada telinga dalam (sel rambut luar)
AC dan BC > 25 dB, tidak ada gap
Tuli Campuran:
BC > 25 dB, AC > BC, ada gap
6. VERTIGO – CRT
VERTIGO(Canalith Repositioning Treatment)
Crt merupakan terapi standar untuk terapi kanal posterior dan anterior akibat canalithiasis
Tujuan: untukmendorongkanalithkeluardarikanalissemisirkularismenujukeultrikulus
,tempatdimanakanalithtidakakankembalimenimbulkan gejala.
• Cederaleher
• Mual, muntah, danpusing
CRT dilakukan apabila ditemukan respon abnormal setelah tindakan perasat dix hallpike. Tindakan
CRT arahnua disesuaikan dibagian mana kanalith yang terlibat, jika yang terlibat kanan, maka CRT
diarahkan ke kanan begitu juga sebaliknya. CRT kiri bisa juga digunakan pada pasien dengan kanalith
pada kanal anterior kiri dan kanal posterior.
juga ada beberapa lubang kecil di depan
7. ABSES telinga.
8. TIMPANOMASTOIDEKTOMI
9. Epistaksis
Epistaksis atau mimisan merupakan gejala berupa perdarahan hidung.4 Epistaksis bukan
merupakan suatu penyakit, melainkan suatu gejala dari suatu kelainan. Epistaksis sering ditemukan
sehari-hari dan hampir 90% epistaksis dapat berhenti sendiri atau dengan tindakan sederhana yang
dlakukan oleh pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya.2 Secara anatomi epistaksis biasanya
dibagi atas pendarahan anterior atau posterior.3
1. Epistaksis anterior dapat berasal dari pleksus Kiesselbach atau dari arteri etmoid anterior.
Pleksus Kiesselbach menjadi sumber perdarahan yang paling sering pada epistaksis,
terutama pada anak-anak, biasanya ringan dan dapat berhenti sendiri (secara spontan) dan
mudahdiatasi.3
2. Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan pada
pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler.
Perdarahan ini disebabkan oleh pecahnya arteri sfenopalatina.
Etiologi dan Faktor Resiko Epistaksis
Epistaksis terjadi akibat robeknya pembuluh darah pada cavum nasi yang seringkali timbul
spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis
dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Faktor faktor yang dapat
menyebabkan epistakss.2
1. Trauma
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan, seperti mengorek hidung, benturan ringan,
bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau karena trauma langsung ke area hidung.
Selain itu epistaksis bisa terjadi karena adanya benda asing tajam, spina septum, trauma
pada saat pembedahan dan tindakan.
2. Infeksi
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinosinusitis. Pada
infeksi sitemik yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah atau DBD,
demam tifoid.
3. Tumor
Epistaksis dapat juga timbul pada hemangioma dan karsinoma. Pada epistaksis akibat
adanya tumor biasanya bersifat berat dan sulit di atasi
4. Penyakit kardiovaskular
Hipertensi merupakan penyumbang terbanyak kejadian epistaksis akibat penyakit
kardiovaskular. Penyebab lain bisa seperti pada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis
hepatis atau diabetes melitus.
5. Kelainan pembuluh darah lokal
6. Kelainan darah seperti leukemia, trombositopenia, anemia dan hemophilia.
7. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epsitaksis ialah telengiektasis hemoragik
herediter. Epistaksis juga sering terjadi pada orang dengan kelainanf aktor von willenbrand
8. Perubahan udara atau tekanan.
Diagnosis
1. Anamnesis
• Derajat keparahan, frekuensi, dan durasi epistaksis;
• Sisi yang mengalami pendarahan: satu sisi atau kedua sisi hidung;
• Riwayat trauma, epistaksis sebelumnya, mudah lebam, hipertensi, penyakit hati,
leukimia, atau penyakit sistemik lainnya;
• Pada anak-anak, eksplorasi kemungkinan benda asing dalam hidung;
• Penggunaan obat-obatan, terutama antitrombosit atau antikoagulan harus
dipertanyakan.11
2. Pemeriksaan Fisik
• Periksa kavum nasi secara menyeluruh dengan spekulum nasal. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan bantuan tampon anterior yang diberikan vasokonstriktor (seperti adrenalin
1/5.000-1/10.000 dan pantokain atau lidokain 2%) untuk membantu menentukan titik
pendarahan dan mengurangi rasa nyeri. Biarkan tampon selama 10-15 menit;
• Jika sumber pendarahan anterior tidak dapat ditemukan, atau pendarahan dapat
timbul dari kedua lubang hidung, atau darah mengalir terusmenerus di faring posterior,
pertimbangkan kemungkinan epistaksis posterior.4
3. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan penunjang hanya dikerjakan pada kasus dengan kecurigaan
koagulopati atau adanya pendarahan masif;
• Laboratorium: darah lengkap dan profil hemostasis (waktu pendarahan, PT, aPTT,
dan INR);
• Pencitraan radiologis: MRI atau CT scanuntuk pasien dengan kecurigaan keganasan
atau benda asing yang sulit dilihat pada pemeriksaan fisik.11
Tatalaksana
Prinsip tatalaksana epistaksis adalah perbaiki keadaan umum, cari sumber pendarahan,
hentikan pendarahan, dan cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya pendarahan.
Perhatikan keadaan umum,, nadi, pernapasan dan tekanan darah. Bila ada gangguan, atasi terlebih
dahulu, misalnya dengan memasang infus. Bila jalan napas tersumbat doleh darah atau bekuan
darah, perlu dibersihkan atau dihisap.4
Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari
hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring
dengan kepala yang ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai darah mengalir ke saluran
pernapasan bawah. Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi agar
tidak bergerak-gerak.4
1. Pendarahan anterior
Pendarahan anterior seringkali berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian depan. Apabila
tidak berhenti dengan sendirinya, pendarahan anterior, terutama pada anak, dapat dicoba dihentikan
dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit, seringkali berhasil.4
Bila sumber pendarahan dapat terlihat, tempat asal pendarahan dikaustik dengan larutan Nitrus
Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik.Bila dengan cara ini
pendarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan pemasangan tampon anterior yang
dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik. Pemakaian pelumas ini
agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan pendarahan baru saat dimasukkan atau
dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat menekan
asal pendarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah
infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab
epistaksis. Bila pendarahan masih belum berhenti, dipasang tampon baru.4
2. Pendarahan posterior
Untuk menanggulangi pendarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang
disebut tampon Bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan
diameter 3 cm. Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan satu buah di sisi yang
berlawanan.4
Untuk memasang tampon posterior pada pendarahan satu sisi, digunakan bantuan kateter karet
yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada
ujung kateter ini dikaitkan 2 benang tampon Bellocq tadi, kemudian kateter ditarik kembali melalui
hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk
untuk dapat melewati palatum mole masuk ke nasofaring. Bila masih ada pendarahan, maka dapat
ditambah tampon anterior ke dalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada
sebuah gulungan kain kasa didepan nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring tetap
di tempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien. Gunanya
ialah untuk menarik tampon keluar melalui mulut untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah
2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena dapat menyebabkan laserasi mukosa.4
Bila pendarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma, digunakan bantuan
dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri, dan tampon posterior terpasang
ditengah-tengah nasofaring.4
Gambar 5. Kateter Foley 12-14 F dengan (A) balon 10mL untuk tampon posterior dan (B) balon 30mL
untuk tampon anterior.12
Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat digunakan kateter Folley dengan balon. Akhir-akhir ini
juga banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung atau tampon
dari bahan gel hemostatik.4
1. Inform Concern bahwa tindakan ekstraksi bisa mengeluarkan benda asing atau malah benda asing
masuk ke saluran cerna/pernafasan jika ekstraksi gagal.
2. Fiksasi
3. Periksa kedua hidung
4. Teknik yang digunakan disesuaikan dengan benda asing
Persiapan ekstraksi
1. Benda bulat → menggunakan hook atau dengan serumen hook yang sedikit dibengkokkan.
Caranya : pengait menyusuri atap cavum nasi hingga belakang benda asing, jika hook sudah terletak
dibelakangnya, kemudian pengait diputar kesamping dan turunkan sedikit, lalu ke depan.
Untuk baterai → rujuk ke sp.THT karena bersifat korosif
Suction → digunakan apabila ekstraksi dengan forsep atau hook tidak berhasil dan juga digunakan
pada benda asing bentuk bulat.
2. Benda asing mati yang bersifat non-organik (spons dan potongan kertas) → forsep
3. Benda asing mati bersifat organik (kacang,biji) → hook
1. Cacing, lintah, larva → penggunaan kloroform 25% dimasukkan kedalam hidung hingga benda asing
mati, kemudian ekstraksi dilanjutkan dengan suction, irigasi, dan kuretase.
1. Jika ada perdarahan → masukkan kapas yang sudah dibasahi dengan epedhrin, tunggu 5 menit lalu
evaluasi ulang.
11. Pembuluh darah wajah (hidungluar),
anatomi
Pembuluhdarahhidungb
agiandalam
Gambar 1.Regio Capitis
Gambar 2.Hidung
Gambar 3.Anatomi hidung luar
12. KOM
Kompleks ostiomeatal atau KOM mengalami obstruksi karena mukosa
adalah jalur pertemuan drainase yang inflamasi atau massa yang akan
kelompok sinus anterior. KOM bukan menyebabkan obstruksi ostium sinus,
merupakan struktur anatomi tetapi stasis silia dan terjadi infeksi sinus.
merupakan suatu jalur yang jika
Kompleks ostiomeatal (KOM) volume dan viskoelastisitas mukus
adalah bagian dari sinus etmoid yang dapat mempengaruhi transport
anterior yang berupa celah pada mukosiliar.
dinding lateral hidung. Pada potongan
koronal sinus paranasal gambaran
KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di
antara konka media dan lamina
papirasea. Struktur anatomi penting
yang membentuk KOM adalah
prosesus unsinatus, infundibulum
etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid,
agger nasi dan ressus frontal. Serambi
depan dari sinus maksila dibentuk oleh
infundibulum karena sekret yang keluar
dari ostium sinus maksila akan dialirkan
dulu ke celah sempit infundibulum
sebelum masuk ke rongga hidung.
Sedangkan pada sinus frontal sekret
akan keluar melalui celah sempit
resesus frontal yang disebut sebagai
serambi depan sinus frontal. Dari
resesus frontal drainase sekret dapat
langsung menuju ke infundibulum
etmoid atau ke dalam celah di antara
prosesus unsinatus dan konka media.
Kompleks osteomeatal: di meatus medius, - letak ostium lebih tinggi drainase hanya
terdapat daerah rumit dan sempit. Terdiri dari tergantung dari silia
infundibulum etmoid, resesus frontales, bula - dasar berupa akar gigi
etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan - letak ostium di sekitar hiatus semilunaris
ostiumnya, serta ostium sinus maksilla.
Fungsi sinus Etiologi
- air conditioning - rinogen (obstruksi ostium sinus)
- penahan suhu - dentogen (infeksi gigi molar M1, M2, M3 atas
- keseimbangan kepala serta premolar P1 dan P2)
- resonansi suara - infeksi tenggorok (tonsillitis, infeksi faring,
- peredam perubahan tekanan udara adenoiditis)
- produksi mukus
Faktor predisposisi
Sinusitis - Obstruksi mekanik (deviasi septum, benda
radang mukosa sinus paranasal. asing di hidung, polip, tumor
mengenai beberapa sinus multisinusitis, - rinitis kronis, rinitis alergi
mengenai semua sinus pansinusitis - lingkungan berpolusi, udara dingin serta
paling sering ditemukan sinusitis maksila, kering perubahan pada mukosa dan
karena: kerusakan silia
- sinus terbesar
Komplikasi 2. Mukokel (kista yang mengandung mukus
1. Orbita : yang timbul dalam sinus)
- Peradangan atau reaksi edem yang ringan
- Selulitis orbita erosi tulang deformitas wajah, proptosis
- Abses subperiosteal atau enopthalmus, diplopia. nyeri pada wajah,
- Abses Orbita sakit kepala.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Transluminasi bermakna bila salah satu sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan
dengan sisi yang normal.2,13,14
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak perselubungan atau
penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.2,13,14
Gambar 4. Gambaran suatu sinus yang opak
Pemeriksaan mikrobiologik atau biakan hapusan hidung dilakukan dengan mengambil sekret
dari meatus medius. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal
atau kuman patogen, seperti Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus dan Haemofilus influenza.
Selain itu mungkin ditemukan juga virus atau jamur.
14. TONSILITIS
Tonsilitis - ygdinilaidari tonsil
- Tonsil ada 4 - 1. ukuran: T0-T4
>membentuklingkaranygdsbcincinwaldeyer - T0: (-) tonsil
1. tonsil palatina - T1: Tonsil normal, berada di fosatonsilar,
2. Tonsil Adenoid/ faringeal tidakmembesar
3. Tonsil Tuba - T2: Tonsil keluardarifosatonsilar, melewati pilar
4: tonsil Sublingua posteriot, tetapibelum melewatigaris paramedian
- Fossa tonsil - T3: Tonsil melewatigaris paramedian,
- dibatasiarkus faring anterior dan posterior belummelewatigaris median
- batas lateral: m. kontriktorfaringeus superior - T4: Tonsil melewatigaris median/ melewati uvula
- batasatas: fossa supratonsil / kissing tonsil, biasanya tumor
2. Warna: hiperemisatautidak
- Perdarahan tonsil: 3. permukaan: licinatautidak rata
- a. palatina minor 4. muarakripti: melebar/ tidakmelebar
- a. palatinaascenden 5. detritus ada/tidak
- a. faringealascenden 6. eksudatadaatautidak
- a. lingualis dorsal
15. ANATOMI LARING
\
16. LARINGOMALACIA
Laringomalasia (LM) merupakan keadaan yang menggambarkan kolapsnya struktur supraglotis laring
selama inspirasi sehingga mengakibatkan menyempitnya aliran udara selama inspirasi.Sekitar 60-75 % kasus
stridor kongenital disebabkan oleh LM
Laringomalasia mempunyai karakteristik stridor yang timbul dalam dua minggu pertama kehidupan
sampai beberapa bulan kehidupan bayi. Stridor pada pasien LM dipengaruhi oleh aktivitas, akan timbul
ketika bayi menangis, posisi tidur telentang, saat menyusu, infeksi saluran nafas atas dan saat marah. Sekitar
80% kasus laringomalasia merupakan kasus ringan dan sedang yang membaik setelah 8-12 bulan serta resolusi
dan sembuh setelah 12-24 bulan, namun 10-20% dari kasus merupakan derajat berat yang mengancam nyawa
dan membutuhkan tindakan operasi segera
Diagnosis
Diagnosis LM didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan konfirmasi dengan pemeriksaan flexible
fibreoptic laryngoscopy (FFL) dalam keadaan sadar
Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan pasien LM, perlu diperhatikan berat dan ringannya gejala saat pertama didiagnosis,
adanya faktor komorbid serta adanya perbaikan atau perburukan gejala setelah terapi awal. Penatalaksanaan LM
dibagi atas terapi konservatif dan tindakan pembedahan.
1. Konservatif
Terapi konservatif merupakan terapi pilihan pada pasien LM derajat ringan dan sedang tanpa keluhan yang
berhubungan dengan makan. Pasien harus dikontrol dan observasi tumbuh kembang serta keluhan saluran nafas
yang berhubungan dengan makan. Jika terdapat sedikit keluhan makan, terapi konservatif dengan posisi makan
tegak lurus, asupan sedikit-sedikit dan sering dengan ASI atau formula yang dipadatkan, dan medikamentosa
untuk mencegah refluks asam lambung. Lansoprazole 7,5mg sekali sehari dan domperidone (1mg/kg/hari) bisa
digunakan sebagai terapi anti refluks asam lambung.
2. Pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan pada semua pasien LM derajat berat, pasien LM derajat ringan atau sedang
yang mempunyai penyakit komorbid seperti trakeomalasia atau stenosis subglotis atau pasien yang gagal dengan
terapi konservatif, pasien laringomalasia yang gagal tumbuh kembang dan riwayat aspirasi berulang. Pada
pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan, sebelum dilakukan tindakan sebaiknya pasien diberikan
antagonis reseptor H2 dosis tinggi (3mg/kgBB) atau PPI sekali sehari. Beberapa jenis tindakan pembedahan
untuk LM adalah : supraglotoplasti dan epiglotoplasti. Pemilihan jenis operasi berdasarkan tipe LM berupa
supraglotoplasti dengan melakukan eksisi mukosa aritenoid redundant pada tipe I, insisi lipatan ariepiglotis yang
memendek pada tipe II dan epiglotoplasti pada LM tipe III
Follow Up
Setelah pasien bisa diekstubasi dan tidak ada tanda-tanda stress pernafasan, dan bisa makan dengan baik pasien
diperbolehkan pulang dan kontrol rawat jalan. Perlu dilakukan evaluasi berat badan, keluhan pernafasan, sleep
apneu dan pemeriksaan FFL untuk menilai struktur laring, penyembuhan luka operasi serta pembentukan
jaringan parut. Pada pasien dengan perbaikan keluhan, pemerikasaan FFL ini perlu dilakukan pada
bulanpertama dan ketiga setelah operasi untuk menilai LPR, obstruksi jalan nafas dan gangguan makan
17. KGB leher
18. ANATOMI MEMBRAN TIMPANI
Membran timpani (MT) berbentuk bundar dan cekungbila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik
terhadap sumbu liang telinga.
Bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas.
Pars tensa; bagian dalam, berlapis tiga. Lapisan di tengah merupakan lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dan sirkuler pada bagian dalam.
Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 utk membran
timpani kiri dan pukul 5 utk membran timpani kanan.
Reflek cahaya (RC); cahaya dari luar yang dipantulkan oleh MT. Di MT terdapat serabut sirkuler dan radier.
Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya RC yang berupa kerucut itu. Secara klinis refleks cahaya ini
dinilai, misalnya bila letak RC mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.
Kuadran MT ; dibagi ke dalam 4 kuadran (dengan menarik garis searah dengan pros.longeus maleus dan garis
yg tegak lurus pada garis itu di umbo) utk menyatakan letak perforasi MT.
Antero-superior
Antero-inferior
Postero-superior
Postero-inferior
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah belakang MT, sesuai dengan
arah serabut MT. Di daerah ini terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran.
19. HERPES ZOSTER OTIKUS
PENDAHULUAN
• Herpes zoster otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster.
• Virus ini dapat mengenai satu atau lebih dermatim saraf cranial. Dapat mengenai saraf
trigeminus, ganglion genikulatum, dan radiks servikalis atas (disebut juga sindroma Ramsay
Hunt).
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan : untuk mengurangi gejala konstitusional, meminimalisir nyeri,
mengurangi penyebaran virus, mencegah infeksi bakteri, mempercepat terbentuknya krusta dan
penyembuhan, mencegah terjadinya komplikasi salah satunya PHN.
1. Antivirus
• Untuk pasien dengan resiko tinggi reaktivasi VZV, antivirus oral dapat mengurangi insidensi
dari HZ. Dalam fase prodromal, pengobatan antivirus sudah dapat dimulai jika diagnosis
sudah mendekati, analgetik.
• Pada saat vesikel aktif, antiviral terapi dimulai <72 jam dapat mempercepat penyembuhan,
mengurangi durasi nyeri akut, mengurangi tingkat kejadian PHN jika diberikan dengan dosis
adekuat.
• Jenis obat antivirus
➢ Asiklovir : 800 mg PO 5 kali sehari untuk 7-10 hari.
➢ Valasiklovir : 1000mg PO 3 kali sehari, selama 7 hari
➢ Famsiklovir : 500 mg PO 3 kali sehari selama 7 hari
2. Tatalaksana Nyeri
• Pregabalin
Gabapentin dosis awal 2 x 75 mg shari, setelah 3-7 hari bila responnya kurang dapat
dinaikan 2 x 150 mg sehari. Maksimal 600 mg sehari.
• Antidepresan Trisiklik
➢ Amitriptilin dosis awal 75 mg sehari, kemudian ditinggikan sampai timbul efek terapetik
biasanya 150-300 mg sehari.
➢ Nortriptilin 150-300 mg sehari.
3. Kortikosteroid
• Indikasi kortikosteroid adalah pada sindrom Ramsey Hunt untuk mencegah terjadinya
paralisis.
• Yang biasa diberikan adalah prednisone 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis
diturunkan secara bertahap.
4. Topikal
• Stadium vesikular: bedak salisil 2 % atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel
pecah
• Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik dan
krim antiseptik/ antibiotik
• Jika terjadi ulserasi dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
19. Herpes Zoosterotikus
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam