Anda di halaman 1dari 11

TRANSPROFESIONAL TEAMWORK DAN PROBLEM SOLVING DI SETTING KLINIK

Sebagai Take Home Examination dalam Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Interprofesional Education, Dosen Pengampu: Prof.dr.Sunartini Hapsara,Sp.A(K),Ph.D

Disusun oleh:

AMALIA SENJA,S.Kep.,Ns 12/342178/PKU/13426

Magister Keperawatan Minat Keperawatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2013
0

PERTANYAAN

1. Transprofesional teamwork lebih tepat untuk ditetapkan di layanan kesehatan di Indonesia. Mengapa? a. Jelaskan alasan situasional dan prinsip prinsip terlaksananya transprofesional teamwork! b. Jelaskan masalah dan hambatan penerapan IPE dan IP Collaborative Practice di tempat kerja/ lahan praktek saudara (spesifik institusi saudara)! 2. Dalam siklus Problem solving klinik ada hal-hal yang perlu disosialiasikan dan disepakati bersama oleh beberapa profesi kesehatan. Menurut saudara bagaimana langkah-langkah untuk tercapainya penyelesaian masalah klinis pasien terpadu dan pengambilan keputusan yang terbaik?

PEMBAHASAN SOAL

1) Transprofessional teamwork lebih tepat untuk ditetapkan di layanan kesehatan di Indonesia karena membawa dimensi kolektif kerja kuat ke dalam fokus antara lain, praktek transprofessional melibatkan komunikasi yang melintasi batas-batas profesional yang tertanam, menyelesaikan penilaian yang bertentangan terjadi ketika melibatkan profesi yang berbeda dan penempaan derajat kolegialitas yang membentang didirikan pada pola kohesi intraprofessional. Ada sejumlah besar penelitian mengevaluasi efektifitas tim di kesehatan atas dasar hasil, proses tim, dan hasil anggota tim individu, misalnya kepuasan staf. Teamwork dapat meningkatkan kerja sama dan komunikasi di dalam dan di antara bagian-bagian didalam tim. Tim beranggotakan orang-orang yang memiliki keahlian yang berbeda-beda dan dikoordinasikan untuk bekerja sama. Terjadi saling ketergantungan yang kuat satu sama lain untuk mencapai sebuah tujuan atau menyelesaikan sebuah tugas. Dengan melakukan teamwork diharapkan hasilnya melebihi jika dikerjakan secara perorangan. a. Alasan situasional dan prinsip prinsip terlaksananya transprofesional teamwork. Alasan situasional : Setelah hampir 50 tahun penelitian, terdapat bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa pendidikan antar profesi memungkinkan kolaboratif yang efektif praktek yang pada gilirannya mengoptimalkan pelayanan kesehatan, memperkuat sistem kesehatan dan meningkatkan hasil kesehatan.Dalam perawatan baik akut maupun kronik, pasien melaporkan tingkat yang lebih tinggi kepuasan penerimaan, pelayanan yang lebih baik dan hasil kesehatan yang lebih baik berikut pengobatan oleh tim kolaboratif. Bukti penelitian telah menunjukkan jumlah hasil praktek kolaborasi dapat meningkatkan;akses dan koordinasi layanan kesehatan, hasil kesehatan untuk orang dengan penyakit kronis, perawatan dan keselamatan pasien. Praktek kolaborasi juga dapat menurunkan angka komplikasi, lama rawat di rumah sakit, ketegangan dan konflik di antara tim kesehatan, tingkat kematian, sedangkan di bidang kesehatan mental masyarakat praktek pengaturan kolaboratif dapat: meningkatkan kepuasan pasien dan tim kesehatan, mempromosikan penerimaan yang lebih besar dari pengobatan, mengurangi durasi pengobatan, mengurangi biaya perawatan, mengurangiinsiden bunuh diri, dan mengurangi kunjungan rawat jalan
2

Prinsip prinsip terlaksananya transprofesional teamwork 1. Pemahaman, relevansi, dan komitmen pada tujuan Setiap anggota tim harus memahami tujuan tim secara jelas dan memiliki kemauan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tim karena tujuan tim adalah merupakan hasil dari tujuan bersama dimana tujuan tim pada akhirnya akan mendorong terwujudnya kerjasama dalam tim sehingga kerjasama dalam tim mampu untuk meningkatkan prestasi, produktivitas, dan menciptakan hubungan kerja yang positif diantara sesama anggotanya. 2. Komunikasi mengenai ide dan perasaan Komunikasi di antara anggota tim harus melibatkan penyampaian dan penerimaan informasi tentang ide-ide dan perasaan. Dalam tim yang tidak efektif, komunikasi sering satu arah dan memfokuskan secara eksklusif hanya pada ide saja. Dengan mengabaikan atau menekan perasaan, maka tim berisiko kehilangan informasi yang berharga dan dapat melemahkan kohesivitas tim. 3. Kepemimpinan yang berpartisipasi Kepemimpinan harus berpartisipasi dan mendistribusikan peran

kepemimpinannya kepada semua anggota tim. 4. Fleksibel dalam menggunakan prosedur pembuatan keputusan Prosedur pengambilan keputusan harus sesuai dengan kebutuhan tim dan sifat keputusannya. Keterbatasan waktu, keterampilan anggota dan implikasi dari semua keputusan tim harus dinilai secara hati-hati. Sebagai contoh, ketika keputusan-keputusan penting dibuat maka akan membutuhkan dukungan dari anggota tim untuk mengimplementasikan dan melakukan strateginya dengan efektif. 5. Manajemen konflik yang konstruktif Tim yang tidak efektif sering mencoba untuk mengabaikan atau menekan konflik, sedangkan tim yang efektif dapat menggunakan konflik dengan cara yang konstruktif. Ketika dikelola dengan baik, konflik dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang baik pula yakni memecahkan masalah dengan lebih kreatif, dan jumlah partisipasi anggota tim yang lebih tinggi. 6. Kekuasaan berdasarkan keahlian, kemampuan, dan informasi Anggota tim harus mampu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain untuk mengkoordinasikan kegiatan tim. Kekuasaan dan saling mempengaruhi ini harus terwujudkan secara merata dalam tim. Apabila kekuasaan dan
3

kegiatan saling mempengaruhi ini hanya dipusatkan pada beberapa orang anggota tim saja maka kemungkinan efektifitas tim, komunikasi dan kohesivitas tim akan menjadi berkurang. 7. Kohesi tim Dalam tim yang kohesif, setiap anggota merasa saling menyukai antara satu sama lainnya dan merasa puas dengan keanggotaan tim mereka. Meskipun kohesi tidak mengarah kepada efektifitas namun ia memiliki peranan yang penting dalam mewujudkan tim yang efektif yaitu ketika ia dikombinasikan dengan dimensi lain dari efektifitas tim maka sebuah tim yang memiliki kohesivitas yang tinggi cenderung meningkatkan produktivitas. 8. Strategi pemecahan masalah Tim harus mampu mengenali masalah dan menghasilkan solusi secara tepat. Setelah solusinya diimplementasikan, tim harus mengevaluasi keefektifan dari solusi tersebut. Ketika sebuah tim mampu untuk mengenali masalah-masalah yang sering muncul dan menyelesaikannya dengan memberikan solusi yang tepat maka sebuah tim yang efektif juga akan mampu untuk

mengidentifikasikan kemungkinan-kemungkinan masalah-masalah yang akan muncul dikemudian hari serta mampu memberikan solusi yang inovatif. 9. Efektivitas interpersonal Anggota tim harus mampu untuk berinteraksi dengan anggota tim lainnya secara efektif sehingga membuat efektifitas interpersonal anggota tim menjadi meningkat. Efektifitas interpersonal dapat diukur dengan menggabungkan konsekuensi tindakan anggota kelompok dengan tujuan anggota tim. Kecocokan antara tujuan anggota tim dan konsekuensi dari peningkatan perilaku mereka, maka membuat interpersonal efektifitas anggota tim juga juga menjadi meningkat.

b. Masalah dan hambatan penerapan IPE dan IP Collaborative Practice di Institusi tempat saya bekerja. 1) Mahasiswa belum memahami tentang IPE maupun IPC 2) mahasiswa belum memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas, 3) kurangnya kemampuan mahasiswa dalam menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain,
4

4) penanggalan akademik, peraturan akademik, lahan. 5) praktek klinik, masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian profesional, evaluasi, pengembangan pengajar, sumber keuangan. 6) geografis, kekurangan pengajar interdisipliner, kepemimpinan dan dukungan administrasi, tingkat persiapan peserta didik, logistik, kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi perubahan. 7) komitmen terhadap waktu. 8) Pengintegrasian sistem pembelajaran

2) Problem solving team Sebuah tim yang dibentuk untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam upaya memperbaiki produktivitas. Pada dasarnya, kegiatan tim ini adalah mengidentifikasikan berbagai masalah, mendiskusikan bagaimana memecahkan masalah tersebut dan melakukan tindakan untuk memperbaiki. Untuk dapat membuat sebuah keputusan yang baik, diperlukan sebuah proses yang baik pula. Proses tersebut dimulai dari proses penetapan tujuan dan menghitung performa, identifikasi dan definisi masalah, penetapan prioritas, analisis penyebab, penentuan alternatif solusi, mengevaluasi alternatif solusi, pemilihan solusi, implementasi solusi, implementasi dan follow up.

1. Menetapkan tujuan spesifik, menghitung hasil Organisasi yang telah memiliki tujuan yang jelas (performa yang diharapkan), dan dapat segera menghitung hasil kerjanya, akan mudah mengarahkan keputusannya. Seperti sebuah RS yang mempunyai tujuan utama kepuasan pasien dengan pelayanan yang cepat, ramah dan profesional. 2. Identifikasi dan definisi masalah Masalah adalah hal yang paling mendasari dari pengambilan keputusan. Jadi bila tidak ada masalah, maka tidak perlu sebuah keputusan. Masalah adalah gap antara idealita (tujuan yang ditetapkan) dengan realita (pencapaian sekarang). Jenis masalah ada yang rutin, crisis dan opportunity/peluang. Cara untuk mengidentifikasi masalah adalah dengan melakukan survey (data primer), brainstorming dan analisis sistem. Braistorming adalah mengumpulkan banyak pendapat dalam sebuah kelompok tanpa ada diskusi secara kritis.

Analisis sistem merupakan cara untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang terdiri dari input, proses, output, outcome dan dampak. Analisis input terdiri dari (7M+I) yaitu orang/Man, dana/Money, bahan/Material, peralatan/Machines,

teknologi,cara/Methods, pasar/Market, waktu/Minute dan informasi. Analisis proses meliputi proses plan, do, check dan action (PDCA). Analisis output adalah indikator kinerja yang dapat diukur langsung, seperti SPM Puskesmas. Analisis outcome contohnya adalah status gizi, Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Sedangkan analisis dampak adalah lebih luas lagi dan jangka panjang seperti kepuasan dan angka harapan hidup (AHH). Faktor lingkungan ditambahkan pada sistem terbuka.

3. Menetapkan prioritas Seberapa pentingkah masalah yang dihadapi, memerlukan analisis tersendiri. Ivancevich,Konopaske and Mattesson (2008) menyatakan beberapa faktor berikut menentukan penting tidaknya sebuah masalah. Faktor urgency (lebih terkait waktu, segera ditangani) , faktor dampak (impact factor seberapa besar dampak dari masalah tersebut) dan faktor kecenderungan tumbuh (growth tendency-trend masa yang akan datang). Beberapa metode berikut ini digunakan dalam memprioritaskan masalah. Metode scoring yang sering digunakan adalah metode PAHO, Hanlon, CARL dan Pareto. Disamping metode scoring, juga dapat digunakan metode non scoring seperti Delphi, Delbeque dan NGT. Metode lain dalam membuat prioritas masalah adalah kecenderungan/trend. a. PAHO(Pan America Health Organization) PAHO menitik beratkan masalah kesehatan berdasarkan prevalensi penyakit yang menunjukkan besarnya masalah , kenaikan/meningkatnya prevalensi (rate of increase), keinginan masyarakat mengatasi masalah (degree of unmeet need), keuntungan sosial (social benefit)yang diperoleh jika masalah tersebut teratasi, teknologi yang tersedia (technical feasibility), dan sumber daya yang

tersedia(resource availibility) . Penentuan bobot masing-masing komponen ditentukan oleh tim ahli(5-8 orang).

b. Hanlon Metode Hanlon memiliki kemiripan kriteria dengan metode PAHO hanya berbeda dalam hal pembobotan. Kriteria pada metode Hanlon adalah, besar masalah yang didapatkan dari data kuantitatif, misal prevalensi penyakit tertentu, besar kerugian,dan sebagainya. Kriteria kedua adalah tingkat kegawatan yang mengandung unsur subyektif, merupakan kecenderungan penyebaran dan tingkat keganasan suatu penyakit/masalah kesehatan. Kriteria ketiga adalah kemudahan penanggulangan yang juga bersifat subyektif. Kemudahan penanggulangan dilihat dari ketersediaan sumber daya (tenaga,obat,alat kesehatan, biaya, fasilitas , dan lain-lain) dan teknologi. Kriteria keempat adalah PEARL faktor yang merupakan singkatan dari propriate (sesuai), economic (murah), acceptability (diterima), resources (SD), legality (hukum/etika). Penentuan bobot masing-masing komponen ditentukan oleh tim ahli (5-8 orang).

c. CARL CARL merupakan sigkatan dari Capability, Assessibility, Readiness, dan Leverage. Capability merupakan kemampuan sumber daya, dana, alat dan sebagainya. Assessibility adalah kemudahan untuk diatasi mudah/ tidak. Readiness merupakan kesiapan dari sumber daya manusia, motivasi, kompetensi, kesiapan

sasaran/masyarakat. Leverage merupakan pengaruh masalah yg satu terhadap yg lain. d. Pareto Pareto merupakan sebuah diagram (dapat diaplikasikan di SPSS) yang menggambarkan besar masalah. Prinsip pareto adalah menyelesaikan akar permasalahan/root of causes bukan gejala// symptoms. Aturan Pareto adalah 80% masalah disebabkan oleh 20% penyebab. Contohnya 80% kejadian keterlambatan disebabkan oleh 20% penyebab yang ada, 80% pendapatan rumah sakit berasal dari 20% unit yang ada.

e.

Delphi Delphi merupakan teknik memprioritaskan masalah secara non scoring yang melibatkan para ahli untuk dimintai ide dan solusi pemecahan masalah. Langkah pertama adalah identifikasi masalah yang akan diselesaikan oleh tim, kemudian
7

kuisioner yang berisi daftar masalah tersebut dikirim ke beberapa ahli. Setelah mendapat masukan dari para ahli, tim merangkum semua pendapat ahli untuk kemudian dikirim kembali ke ahli. Tahap selanjutnya adalah ahli meranking/ membuat skala prioritas penyelesaian masalah. Delbeque merupakan teknik memprioritaskan masalah secara non scoring yang meminta pendapat beberapa ahli secara voting. Sebuah forum (6 sd 8 orang) yang berisikan tim ahli membuat peringkat masalah dari daftar masalah yang disediakan di papan. Cara penentuan peringkat adalah secara voting tertutup .Hasil voting tahap pertama dipaparkan di papan, kemudian dilakukan voting kedua untuk menentukan prioritas masalah. Pada teknik delbeque tidak ada diskusi. Kelemahan dari teknik ini adalah penentuan siapa yang berhak menjadi anggota tim ahli, lebih bersifat subyektif, dan pengambilan keputusan lebih berdasar pada konsesus dari interes/kepentingan yang ada, bukan fakta permasalahan itu sendiri.

g.

Nominal Group Technique(NGT) NGT merupakan merupakan teknik memprioritaskan masalah secara non scoring yang meminta pendapat beberapa ahli .Pada NGT memiliki ciri komunikasi noverbal dan verbal. Sebuah forum (6 sd 8 orang) yang berisikan tim ahli membuat peringkat masalah dari daftar masalah yang disediakan di papan. Masing-masing ahli menentukan peringkat masalah tanpa diskusi/comment. Hasil pendapat masing-masing ahli kemudian dirangkum dan didiskusikan menjadi beberapa kriteria permasalahan (sudah dipersempit/diklasifikasikan). Tahap terakhir adalah dilakukan voting untuk menentukan prioritas masalah. Metode ini mirip dengan delbeque, hanya saja NGT menggunakan diskusi.

h. Kecenderungan/Trend Prioritas masalah berikut tidak memerlukan banyak analisis, karena hanya mempertimbangkan kecenderungan/trend baik local, regional dan internasional. Contohnya adalah HAM, people centre, komitmen global, safe motherhood, komitmen nasional dan sebagainya.

4.

Menganalisis penyebab Masalah yang timbul terkadang tidak diketahui penyebabnya. Hal ini membutuhkan analisis mendalam untuk menemukan hubungan kausal (cause-effect) dari sebuah
8

masalah. Sekali lagi, diperlukan data penunjang yang shahih untuk membuat diagram analisis masalah. Beberapa teknik berikut dapat digunakan dalam menganalisis penyebab yaitu diagram ishikawa (fish bone analysis), metode pohon masalah (root cause analysis).

5.

Menentukan Alternatif Solusi Sebelum keputusan diambil, hendaknya direncanakan beberapa solusi alternatif yang mungkin dilakukan. Contoh: untuk meningkatkan cakupan balita yang ditimbang di Posyandu tiap bulannya di wilayah kerja Puskesmas Borobudur, maka alternatif solusi adalah perubahan tempat posyandu di tempat wisata Borobudur (tempat ibu-ibu yang memiliki balita tersebut bekerja), penyuluhan kepada ibu-ibu yang memiliki balita, pembuatan poster dan lain-lain. Analisis SWOT merupakan akronim dari Strength, Weakness, Opportunity dan Threat. Analisis SWOT dapat digunakan tidak hanya untuk mengidentifikasi permasalahan namun juga dapat membuat alternatif solusi melalui strategi yang mengkombinasikan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis SWOT terdiri dari faktor internal yaitu : strength-kekuatan dan weaknesskelemahan; dan faktor eksternal yaitu opportunity-peluang dan threat-ancaman. Setelah dilakukan analisis internal dan eksternal, maka dibuat matriks strategi (SO,ST,WO dan WT). Matriks ini terdiri atas item sumber daya (tenaga, biaya, alat, obat, fasilitas kesehatan, peran pemerintah, lintas sektor, ormas, masyarakat), lingkungan (fisik dan non fisik), perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

6.

Mengevaluasi Alternatif solusi Evaluasi alternatif solusi ini sangat dibutuhkan (jika perlu menggunakan pihak ketiga untuk memberikan masukan, termasuk juga evidence dari penelitian sebelumnya). Hubungan antara alternatif solusi dan hasil yang diinginkan bergantung pada tiga kondisi berikut ini yaitu :

a. Kepastian, pengambil keputusan mengetahui peluang keberhasilan masing-masing solusi alternatif b. Ketidakpastian, pengambil keputusan sama sekali tidak mengetahui peluang keberhasilan masing-masing solusi alternatif . Kondisi ketidakpastian ini akan berkurang dengan mengumpulkan lebih banyak informasi dan mempelajari situasi.

c. Risiko, pengambil keputusan memiliki beberapa perhitungan peluang keberhasilan masing-masing solusi alternatif.

7.

Pemilihan solusi Pengambilan keputusan merupakan sebuah proses yang dinamis. Setelah solusi dipilih, harus diimplementasikan dan di follow-up. Walaupun mustahil mendapatkan solusi yang optimal, solusi yang memuaskan (sesuai standar tujuan) sudah baik. Solusi terpilih kemudian dibuat plan of action (PoA). PoA berisi kegiatan, tujuan dan target , sasaran populasi, biaya (besar dan sumber pembiayaan), tempat, waktu, pelaksana(PJ) dan rencana penilaian.

8.

Implementasi Keputusan yang baik akan menjadi sia-sia oleh implementasi yang buruk. Oleh karena implementasi ini melibatkan banyak pihak (SDM) maka, yang paling penting adalah bagaimana menkomunikasikan keputusan tersebut agar dapat diimplementasikan dengan baik oleh individu/kelompok tertentu.

9. Follow up

Manajemen yang efektif selalu melakukan pengukuran yang periodik terhadap hasil yang di capai dibandingkan tujuan yang direncanakan. Penting sekali untuk memdeteksi penyimpangan pada setiap fase agar dapat segera diperbaiki.

10

Anda mungkin juga menyukai