Anda di halaman 1dari 25

LAMPIRAN :

Panduan Praktik Klinis


KSM : PSIKIATRI

RSUD Dr.Moewardi
GANGGUAN MENTAL DAN PRILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT
PSIKOAKTIF
INTOKSIKASI AKUT (F1x.0)
1. Pengertian Batasan Dan Ruang Lingkup
( Definisi ) Narkotik, alkohol, psikotik dan zat adiktif
lainnya (NAPZA) adalah setiap bahan kimia/zat
yang masuk ke dalam tubuh mempengaruhi
susunan saraf pusat yag manifestasinya
berupa gejala pisik dan pisiologis. Pasien yang
menggunakan NAPZA dapat mengalami kondisi
putus obat atau intoksikasi. Selain itu juga
dapat mengalami gangguan psikiatrik lainnya
dan kondisi medik umum sebagai
komorbiditas, misalnya HIV/AIDS dan
hepatitis.

INTOKSIKASI AKUT (F1x.0)


Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
menggunakan alkohol atau zat psikoaktif lain
sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi
kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau
fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Bila
ada masalah demikian, maka diagnosis yang
didahulukan adalah: penggunaan yang
merugikan (F1x.1), sindrom ketergantungan
(F1x.2), atau ganggguan psikotik (F1x.5).
Pedoman Diagnostik Berdasarkan ICD-10
dan PPDGJ-III
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan
tingkat dosis yang digunakan. Pengecualian
dapat terjadi pada individu dengan kondisi
organik tertentu yang mendasarinya
(insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis
kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi
berat. Intensitas intoksikasi berkurang dengan
berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya
menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat
lain.
2. Anamnesis ...................................................................
...................................................................
...................................................................
3. Pemeriksaan Fisik Kontriksi pupil (atau dilatasi pupil akibat
anoksia karena overdosis berat) dan satu
(atau lebih) gejala-gejala di bawah ini
berkembang selama atau segera setelah
pengguanaan opioid:
 Mengantuk/drowsiness
 Bicara cadel
 Hendayah dalam perhatian atau daya ingat

Intoksikasi akut dapat terjadi dengan atau


tanpa komplikasi medis lainnya. Komplikasi
medis yang terjadi dapat berupa :
 Trauma atau cedera tubuh lainnya
 Hematemesis
 Aspirasi muntah
 Konvulsi
 Delerium
 Koma

4. Pemeriksaan 1. Nalokson Chalenger test (bila pasien


Penunjang koma)
2. Darah lengkap
3. Urinalisis
4. Rontgen Foto Kepala
5. EEG
6. CT scan otak
7. Test HIV/AIDS bila ada faktor risiko
didahului dengan konseling dan
disampaikan hasil dalam konseling pasca
tes

5. Kriteria Diagnosis 1................................................................


2................................................................
3................................................................
4................................................................
5................................................................
6. Diagnosis INTOKSIKASI AMPETAMIN ATAU ZAT
YANG MENYERUPAINYA (F15.0)
7. Diagnosis Banding  Intoksikasi zat psikoaktif lain atau
campuran

8.Terapi Penanganan kondisi gawat darurat


 Pemberian Antidotum Nalokson HCL
(Narca/Nokoba) atau Naloxone 0,8 mg IV
dan tunggu selama 15 menit. Jika tidak ada
respons, berikan Naloxsone 3,2 mg IV dan
curigai penyebab lain. Jika pasien berespon,
teruskan pemberian 0,4 mg/jam IV.
 Memantau dan evaluasi tanda-tanda vital
 Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi
klinis
 Bila intoksikasi berat rujuk ke ICU

9 Edukasi 1. ...............................................................
2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
10.Prognosis Pemberian nalokson pada waktu yang tepat
dan cepat serta terjaganya ventilasi sebelum
mendapat antidotum, perbaikan sempurna
intoksikasi opioid dapat tercapai. Bila pasien
menderita hipoksia yang bermakna dan terjadi
aspirasi isi lambung, komplikasi kedua hal ini
dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas.
Ad Vitam : dubia ad bonam / malam
Ad Sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam / malam
11.Penelaah Kritis Penyulit
AIDS dan berbagai infeksi oportunistik dapat
menyertainya, misalnya hepatitis, koma,
kejang, edema paru, pneumonia aspirasi,
gangguan hemodinamik, hipotermi, edema
serebri, kondisi infeksi lainnya, dan kematian
(akibat apneu yang memanjang)
12 Indikator Medis ...................................................................
..................................................................
13.Kepustakaan  Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama
1993.

 Sadock BJ, Sadock JA. Opioid Intoxication.


Dalam: Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavioral Science/Clinical
th
Psychiatry, 10 Ed. Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia
2007,hal 447-451.

 Sadock BJ, Sadock JA. Opioid –Related


Disorder. Dalam: Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatry Behavioral
Science/Clinical Psychiatry, 10 th Ed.
Wolters Kluwer, Lippincott Williams &
Wilkins Philadelphia 2007,hal 407-412.

 Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan


Pengguanaan NAPZA, Direktorat Bina
Pelayanan Kesehatan Jiwa Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian
Kesehatan RI,2010.
 Sadock BJ, Sadock JA. Amphetamine (or
amphetamine-like)-Related Disorder.
Dalam: Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavior Science/Clinical
th
Psychiatry, 10 Ed. Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia
2007,hal 407-412.

..................................................

Ketua Komite Medik Ketua KSM

Dr.Untung Alifianto,dr.,SpBS .................................................


NIP. 19561223 198611 1 002

RSUD Dr.Moewardi
Direktur

Drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
LAMPIRAN :

Panduan Praktik Klinis


KSM : PSIKIATRI

RSUD Dr.Moewardi
GANGGUAN MENTAL DAN PRILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT
PSIKOAKTIF
INTOKSIKASI AKUT (F1x.0)
1. Pengertian Batasan Dan Ruang Lingkup
( Definisi ) Narkotik, alkohol, psikotik dan zat adiktif
lainnya (NAPZA) adalah setiap bahan kimia/zat
yang masuk ke dalam tubuh mempengaruhi
susunan saraf pusat yag manifestasinya
berupa gejala pisik dan pisiologis. Pasien yang
menggunakan NAPZA dapat mengalami kondisi
putus obat atau intoksikasi. Selain itu juga
dapat mengalami gangguan psikiatrik lainnya
dan kondisi medik umum sebagai
komorbiditas, misalnya HIV/AIDS dan
hepatitis.

INTOKSIKASI AKUT (F1x.0)


Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
menggunakan alkohol atau zat psikoaktif lain
sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi
kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau
fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Bila
ada masalah demikian, maka diagnosis yang
didahulukan adalah: penggunaan yang
merugikan (F1x.1), sindrom ketergantungan
(F1x.2), atau ganggguan psikotik (F1x.5).
Pedoman Diagnostik Berdasarkan ICD-10
dan PPDGJ-III
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan
tingkat dosis yang digunakan. Pengecualian
dapat terjadi pada individu dengan kondisi
organik tertentu yang mendasarinya
(insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis
kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi
berat. Intensitas intoksikasi berkurang dengan
berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya
menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat
lain.
2. Anamnesis ...................................................................
...................................................................
...................................................................
3. Pemeriksaan Fisik Terdapat dua/lebih dari gejala di bawah ini
yang berkembang segera atau selama
menggunakan amfetamin atau zat yang
menyerupai:
Takikardi atau bradikardi
Dilatasi pupil
Peningkatan atau penurunan tekanan darah
Banyak keringat atau kedinginan
Mual atau muntah penurunan berat badan
Agitasi atau retardasi motorik
Kelelahan otot, depresi sistem saraf
pernafasan, nyeri dada dan aritmia jantung
Kebingungan dan kejang-kejang, diskinesia,
distonia atau koma
Gejala-gejala di atas tidak disebabkan oleh
gangguan fisik atau mental lainnya
4. Pemeriksaan 1. Urinalisis
Penunjang 2. EKG: sesuai indikasi

5. Kriteria Diagnosis 1. ...............................................................


2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
6. Diagnosis INTOKSIKASI AMPETAMIN ATAU ZAT YANG
MENYERUPAINYA (F15.0)
7. Diagnosis Banding  Intoksikasi kokain
 Intoksikasi phencyclidine (PCP)
 Intoksigasi halusinogen

8.Terapi a. Pemeriksaan tanda vital


b. Perhatikan tanda-tanda intoksikasi
c. Simtomatik bergantung dari kondisi klinis,
untuk penggunaan oral, merangsang
muntah dengan activated charcoal atau
kuras lambung adalah penting.
d. Antipsikotika; haloperidol 2-5 mg per kali
pemberian atau klopormazin 1 mg/kg BB,
oral, setiap 4-6 jam
e. Antihipertensi bila perlu (TD di atas
140/100 mmHg).
f. Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik
golongan benzodeazepin, diazepam 3x5 mg
atau klordiazepoksid 3x25 mg
g. Bila adakejang, berikan diazepam 10-30 mg
parenteral
 Aritmia kordis, lakukan Cardiac
monitoring, misalnya untuk palpitasi
diberikan propanolol 20-80 mg/hari
(perhatikan kontraindikasinya)
 Kontrol temperatur dengan selimut
dingin atau klorpromazin untuk
mencegah temperatur tubuh meningkat
 Observasi di IGD 1 x 24 jam;bila kondisi
tenang dapat diteruskan rawat jalan

9 Edukasi 1. ...............................................................
2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
10.Prognosis Komplikasi paling umum adalah
rhabdomyolysis dengan gagal ginjal akut
kegagalan banyak organ menyebabkan
heatstroke merupakan sebab utama kematian
intoksikasi amfetamin. Indikator prognosis
buruk pasien intoksikasi amfetamin adalah
koma, shock, kejang, oliguria, dan
hiperpireksia. Asidosis, hipovolemik, kerusakan
ginjal, dan iskemia adalah faktor-faktor risiko
pontensial untuk berkembangnya gagal ginjal
akut.

Ad Vitam : dubia ad bonam / malam


Ad Sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam / malam

11.Penelaah Kritis Penyulit


 Aritmia kordis
 Penggunaan polydrugs
 Koma

12 Indikator Medis ...................................................................


..................................................................
13.Kepustakaan  Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama
1993.

 Sadock BJ, Sadock JA. Opioid Intoxication.


Dalam: Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavioral Science/Clinical
th
Psychiatry, 10 Ed. Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia
2007,hal 447-451.

 Sadock BJ, Sadock JA. Opioid –Related


Disorder. Dalam: Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatry Behavioral
Science/Clinical Psychiatry, 10 th Ed.
Wolters Kluwer, Lippincott Williams &
Wilkins Philadelphia 2007,hal 407-412.

 Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan


Pengguanaan NAPZA, Direktorat Bina
Pelayanan Kesehatan Jiwa Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian
Kesehatan RI,2010.

 Sadock BJ, Sadock JA. Amphetamine (or


amphetamine-like)-Related Disorder.
Dalam: Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavior Science/Clinical
th
Psychiatry, 10 Ed. Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia
2007,hal 407-412.

..................................................

Ketua Komite Medik Ketua KSM

Dr.Untung Alifianto,dr.,SpBS .................................................


NIP. 19561223 198611 1 002

RSUD Dr.Moewardi
Direktur

Drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
LAMPIRAN :

Panduan Praktik Klinis


KSM : PSIKIATRI

RSUD Dr.Moewardi
GANGGUAN MENTAL DAN PRILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT
PSIKOAKTIF
INTOKSIKASI AKUT (F1x.0)
2. Pengertian Batasan Dan Ruang Lingkup
( Definisi ) Narkotik, alkohol, psikotik dan zat adiktif
lainnya (NAPZA) adalah setiap bahan kimia/zat
yang masuk ke dalam tubuh mempengaruhi
susunan saraf pusat yag manifestasinya
berupa gejala pisik dan pisiologis. Pasien yang
menggunakan NAPZA dapat mengalami kondisi
putus obat atau intoksikasi. Selain itu juga
dapat mengalami gangguan psikiatrik lainnya
dan kondisi medik umum sebagai
komorbiditas, misalnya HIV/AIDS dan
hepatitis.

INTOKSIKASI AKUT (F1x.0)


Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
menggunakan alkohol atau zat psikoaktif lain
sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi
kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau
fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Bila
ada masalah demikian, maka diagnosis yang
didahulukan adalah: penggunaan yang
merugikan (F1x.1), sindrom ketergantungan
(F1x.2), atau ganggguan psikotik (F1x.5).
Pedoman Diagnostik Berdasarkan ICD-10
dan PPDGJ-III
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan
tingkat dosis yang digunakan. Pengecualian
dapat terjadi pada individu dengan kondisi
organik tertentu yang mendasarinya
(insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis
kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi
berat. Intensitas intoksikasi berkurang dengan
berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya
menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat
lain.
2. Anamnesis Pedoman Diagnosis Berdasarkan ICD-10
dan PPDGJ-III
Keadaan putus zat merupakan salah satu
indikator sindrom ketergantungan. Gejala pisik
bervariasi sesui dengan zat yang digunakan.
Gangguan psikologis merupakan gambaran
umum dari keadaan putus zat.

3. Pemeriksaan Fisik

4. Pemeriksaan
Penunjang
5. Kriteria Diagnosis 1. ...............................................................
2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
6. Diagnosis PUTUS ZAT (F1x.3)

7. Diagnosis Banding

8.Terapi

9 Edukasi 1. ...............................................................
2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
10.Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam / malam
Ad Sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam / malam
11.Penelaah Kritis
12 Indikator Medis ...................................................................
..................................................................
13.Kepustakaan  Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama
1993.

 Sadock BJ, Sadock JA. Opioid Intoxication.


Dalam: Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavioral Science/Clinical
th
Psychiatry, 10 Ed. Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia
2007,hal 447-451.

 Sadock BJ, Sadock JA. Opioid –Related


Disorder. Dalam: Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatry Behavioral
Science/Clinical Psychiatry, 10 th Ed.
Wolters Kluwer, Lippincott Williams &
Wilkins Philadelphia 2007,hal 407-412.

 Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan


Pengguanaan NAPZA, Direktorat Bina
Pelayanan Kesehatan Jiwa Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian
Kesehatan RI,2010.

 Sadock BJ, Sadock JA. Amphetamine (or


amphetamine-like)-Related Disorder.
Dalam: Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavior Science/Clinical
th
Psychiatry, 10 Ed. Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia
2007,hal 407-412.

..................................................

Ketua Komite Medik Ketua KSM

Dr.Untung Alifianto,dr.,SpBS .................................................


NIP. 19561223 198611 1 002

RSUD Dr.Moewardi
Direktur

Drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
LAMPIRAN :

Panduan Praktik Klinis


KSM : PSIKIATRI

RSUD Dr.Moewardi
GANGGUAN MENTAL DAN PRILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT
PSIKOAKTIF
INTOKSIKASI AKUT (F1x.0)
3. Pengertian Batasan Dan Ruang Lingkup
( Definisi ) Narkotik, alkohol, psikotik dan zat adiktif
lainnya (NAPZA) adalah setiap bahan kimia/zat
yang masuk ke dalam tubuh mempengaruhi
susunan saraf pusat yag manifestasinya
berupa gejala pisik dan pisiologis. Pasien yang
menggunakan NAPZA dapat mengalami kondisi
putus obat atau intoksikasi. Selain itu juga
dapat mengalami gangguan psikiatrik lainnya
dan kondisi medik umum sebagai
komorbiditas, misalnya HIV/AIDS dan
hepatitis.

INTOKSIKASI AKUT (F1x.0)


Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
menggunakan alkohol atau zat psikoaktif lain
sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi
kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau
fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Bila
ada masalah demikian, maka diagnosis yang
didahulukan adalah: penggunaan yang
merugikan (F1x.1), sindrom ketergantungan
(F1x.2), atau ganggguan psikotik (F1x.5).
Pedoman Diagnostik Berdasarkan ICD-10
dan PPDGJ-III
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan
tingkat dosis yang digunakan. Pengecualian
dapat terjadi pada individu dengan kondisi
organik tertentu yang mendasarinya
(insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis
kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi
berat. Intensitas intoksikasi berkurang dengan
berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya
menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat
lain.
2. Anamnesis ...................................................................
...................................................................
...................................................................
3. Pemeriksaan Fisik Terdapat mood yang disforik dan dua (atau
lebih) perubahan psikologis di bawah ini yang
berkembang dalam beberapa jam atau
beberapa hari setelah penghentian mendadak
penggunaan, yaitu:
 Fatique/kelelahan
 Mimpi buruk atau halusinasi
 Insomnia atau hiperinsomnia
 Nafsu makan meningkat
 Retardasi atau agitasi motorik
 Diagnosis Banding
 Intoksikasi Amfetamin
 Putus kokain atau zat yang menyerupai
 Episode manik atau hipomanik

4. Pemeriksaan  Urinalisis
Penunjang  EKG: sesuai indikasi

5. Kriteria Diagnosis 1. ...............................................................


2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
6. Diagnosis KONDISI PUTUS AMFETAMIN ATAU ZAT
YANG MENYERUPAI (F15.3)

7. Diagnosis Banding  Common Cold


 Gastro Eneritis

8.Terapi  Observasi 24 jam untuk menilai kondisi


fisik dan psikiatrik.
 Rawat inap diperlukan apabila disertai
gejala psikotik berat, gejala depresi
berat atau kecenderungan bunuh diri,
dan komlikasi fisik lainnya
 Terapi: antipsikotika (haloperidol 3 x
1,5-5 mg, atau risperidon 2 x 1,5-3 mg,
atau klobazam 2 x 10 mg) atau depresan
golongan SSRI atau trisiklik/tetrasiklik
sesuai kondisi klinis.

9 Edukasi 1. ...............................................................
2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
10.Prognosis Beberapa gejala (disforik atau fatig) dapat
terlihat pada beberapa hari setelah
pengguanaan dosis yang agak besar. Selama
fase putus amfetamin, pasien dapat
mengalami depresi berat. Depresi ini dapat
sembuh meskipun tanpa pengobatan bila
tidurnya normal.
Ad Vitam : dubia ad bonam / malam
Ad Sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam / malam
11.Penelaah Kritis Penyulit
 Polydrugs
 Gangguan psikiatrik lain yang mendasari

12 Indikator Medis ...................................................................


..................................................................
13.Kepustakaan  Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama
1993.

 Sadock BJ, Sadock JA. Opioid Intoxication.


Dalam: Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavioral Science/Clinical
th
Psychiatry, 10 Ed. Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia
2007,hal 447-451.

 Sadock BJ, Sadock JA. Opioid –Related


Disorder. Dalam: Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatry Behavioral
Science/Clinical Psychiatry, 10 th Ed.
Wolters Kluwer, Lippincott Williams &
Wilkins Philadelphia 2007,hal 407-412.

 Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan


Pengguanaan NAPZA, Direktorat Bina
Pelayanan Kesehatan Jiwa Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian
Kesehatan RI,2010.

 Sadock BJ, Sadock JA. Amphetamine (or


amphetamine-like)-Related Disorder.
Dalam: Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavior Science/Clinical
th
Psychiatry, 10 Ed. Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia
2007,hal 407-412.

..................................................

Ketua Komite Medik Ketua KSM


Dr.Untung Alifianto,dr.,SpBS .................................................
NIP. 19561223 198611 1 002

RSUD Dr.Moewardi
Direktur

Drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
LAMPIRAN :

Panduan Praktik Klinis


KSM : PSIKIATRI

RSUD Dr.Moewardi
GANGGUAN MENTAL DAN PRILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT
PSIKOAKTIF
INTOKSIKASI AKUT (F1x.0)
4. Pengertian Batasan Dan Ruang Lingkup
( Definisi ) Narkotik, alkohol, psikotik dan zat adiktif
lainnya (NAPZA) adalah setiap bahan kimia/zat
yang masuk ke dalam tubuh mempengaruhi
susunan saraf pusat yag manifestasinya
berupa gejala pisik dan pisiologis. Pasien yang
menggunakan NAPZA dapat mengalami kondisi
putus obat atau intoksikasi. Selain itu juga
dapat mengalami gangguan psikiatrik lainnya
dan kondisi medik umum sebagai
komorbiditas, misalnya HIV/AIDS dan
hepatitis.

INTOKSIKASI AKUT (F1x.0)


Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
menggunakan alkohol atau zat psikoaktif lain
sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi
kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau
fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Bila
ada masalah demikian, maka diagnosis yang
didahulukan adalah: penggunaan yang
merugikan (F1x.1), sindrom ketergantungan
(F1x.2), atau ganggguan psikotik (F1x.5).
Pedoman Diagnostik Berdasarkan ICD-10
dan PPDGJ-III
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan
tingkat dosis yang digunakan. Pengecualian
dapat terjadi pada individu dengan kondisi
organik tertentu yang mendasarinya
(insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis
kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi
berat. Intensitas intoksikasi berkurang dengan
berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya
menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat
lain.
2. Anamnesis ...................................................................
...................................................................
...................................................................
3. Pemeriksaan Fisik Terdapat mood yang disforik dan dua (atau
lebih) perubahan psikologis di bawah ini yang
berkembang dalam beberapa jam atau
beberapa hari setelah penghentian mendadak
penggunaan, yaitu:
 Fatique/kelelahan
 Mimpi buruk atau halusinasi
 Insomnia atau hiperinsomnia
 Nafsu makan meningkat
 Retardasi atau agitasi motorik
 Diagnosis Banding
 Intoksikasi Amfetamin
 Putus kokain atau zat yang menyerupai
 Episode manik atau hipomanik

4. Pemeriksaan  Urinalisis
Penunjang  EKG: sesuai indikasi

5. Kriteria Diagnosis 1. ...............................................................


2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
6. Diagnosis KONDISI PUTUS AMFETAMIN ATAU ZAT
YANG MENYERUPAI (F15.3)

7. Diagnosis Banding  Common Cold


 Gastro Eneritis

8.Terapi  Observasi 24 jam untuk menilai kondisi


fisik dan psikiatrik.
 Rawat inap diperlukan apabila disertai
gejala psikotik berat, gejala depresi
berat atau kecenderungan bunuh diri,
dan komlikasi fisik lainnya
 Terapi: antipsikotika (haloperidol 3 x
1,5-5 mg, atau risperidon 2 x 1,5-3 mg,
atau klobazam 2 x 10 mg) atau depresan
golongan SSRI atau trisiklik/tetrasiklik
sesuai kondisi klinis.

9 Edukasi 1. ...............................................................
2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
10.Prognosis Beberapa gejala (disforik atau fatig) dapat
terlihat pada beberapa hari setelah
pengguanaan dosis yang agak besar. Selama
fase putus amfetamin, pasien dapat
mengalami depresi berat. Depresi ini dapat
sembuh meskipun tanpa pengobatan bila
tidurnya normal.
Ad Vitam : dubia ad bonam / malam
Ad Sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam / malam
11.Penelaah Kritis Penyulit
 Polydrugs
 Gangguan psikiatrik lain yang mendasari

12 Indikator Medis ...................................................................


..................................................................
13.Kepustakaan  Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama
1993.

 Sadock BJ, Sadock JA. Opioid Intoxication.


Dalam: Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavioral Science/Clinical
th
Psychiatry, 10 Ed. Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia
2007,hal 447-451.

 Sadock BJ, Sadock JA. Opioid –Related


Disorder. Dalam: Kaplan & Sadock’s
Synopsis of Psychiatry Behavioral
Science/Clinical Psychiatry, 10 th Ed.
Wolters Kluwer, Lippincott Williams &
Wilkins Philadelphia 2007,hal 407-412.

 Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan


Pengguanaan NAPZA, Direktorat Bina
Pelayanan Kesehatan Jiwa Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian
Kesehatan RI,2010.

 Sadock BJ, Sadock JA. Amphetamine (or


amphetamine-like)-Related Disorder.
Dalam: Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavior Science/Clinical
th
Psychiatry, 10 Ed. Wolters Kluwer,
Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia
2007,hal 407-412.

..................................................

Ketua Komite Medik Ketua KSM


Dr.Untung Alifianto,dr.,SpBS .................................................
NIP. 19561223 198611 1 002

RSUD Dr.Moewardi
Direktur

Drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009
LAMPIRAN :

Panduan Praktik Klinis


KSM : PSIKIATRI

RSUD Dr.Moewardi
GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA
5. Pengertian Batasan dan Uraian Umum
( Definisi )
Kedaan yang itmbul sebagai respons
berkepanjangan dan / atau tertunda terhadap
kejadian atau situasi yang bersifat stresor
katastrofik, sangat menakutkan dan cenderung
menyebabkan penderitaan pada hampir semua
orang (misalnya perang, gempa bumi,
kecelakaan berat, menjadi korban penyiksaan,
terorisme, dan perkosaan).
Gangguang Stres Pasca Trauma
Berdasarkan ICD-10 dan PPDGJ-III
Gangguan ini dianggap respons tertunda atau
berkepanjangan atau situasi atau kejadian
penuh stres (baik berlangsung singkat maupun
lama) yang sifatnya mengancam jiwa atau
katastrofik, dan hal ini menyebabkan
penderitaan pada hampir semua orang.
Faktor predisposisi, seperti ciri kepribadian
(misalnya kompulsif, astenik) atau riwayat
gangguan neurotik, bisa menurunkan batas
ambang seseorang untuk berkembang menjadi
sindrom atau memperparah perjalanan
penyakitnya, namun hal tersebut tidak bernilai
mutlak. Tampilan khas berupa episode kilas
balik (flash-back) ingatan intrustive, mimpi
buruk, penumpulan emosi, detachment
terhadap orang lain, anhedonia, penghindaran
akan akivitas dan situasi yang mengingatkan
akan trauma. Biasanya ditemukan peningkatan
aktivitas otonomik, muah terkejut dan
insomnia. Sering dijumpai ansietas dan
depresi, disertai ide-ide bunuh diri. Awitan
setelah trauma dengan periode laten dari
beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Perjalanan penyaki bersifat fluktuatif tapi
mayoritas khusu diharapkan pulih. Sebagian
kecil kasus berlangsung kronis menahun,
menimbulkan perubahan kepribadian menetap.
2. Anamnesis ...................................................................
...................................................................
...................................................................
3. Pemeriksaan Fisik
Pedoman Diagnostik Berdasarkan ICD-10
dan PPDGJ – III

1. Mengalami atau menyaksikan atau


dikonfrontasi peristiwa trauma.
Timbulnya gangguan enam bulan setelah
peristiwa traumatik yang bersifat
katastrofik tersebut. Bila lebih dari enam
bulan masih bisa asal manifestasi
klinisnya khas dan tidak didapat
gangguan lain (misalnya gangguan
ansietas, obsesif-kompulsif, atau
episode depresif).
2. Bukti adanya trauma yaitu selalu adanya
dalam ingatan bayangan atau mimpi
mengenai peristiwa tersebut, secara
berulang.

Kriteria tambahan (tidak harus ada) :

 Penarikan diri secara sosial


 Penumpulan perasaan
 Penghindaran terhadap stimulus yang
dapat mengingatkan kembali traumanya
 Gangguan otonom
 Gangguan suasana perasaan

4. Pemeriksaan
Penunjang
5. Kriteria Diagnosis 1. ...............................................................
2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
6. Diagnosis GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA
7. Diagnosis Banding
 Psikosis akut
 Reaksi stres akut
 Ganguuan penyesuaian
 Gangguan depresi mayor

8.Terapi
Farmakoterapi

Tergantung dari gejala yang menonjol saat


itu, apakah sindrom cemas, depresif atau
disertai gejala psikotik.

 Bila cemas, berikan


benzodiazepine, misalnya :
Klobazam 2x (5-10mg)
Lorazepam 1-2 x (0,5 – 1 mg)
 Bila depresif

SSRI ( Selective Serotonin Reuptake


Inhibitor ), misalnya :

a. Setralin, dosis awal 1x 12,5 – 25


mg/hari, dapat dinaikkan 1 x 50 mg.
b. Fluoksetin, dosis awal 1 x 5 – 10
mg/hari, dapat dinaikkan menjadi 1 x
20- 40 mg / hari.
c. Fluvoksamin, dosis awal 1 x 25 mg,
dapat dinaikkan menjadi 1 x 50 – 100
mg/hari.
d. Escitalopram, dosis awal 1 x 5-10
mg/hari, dapat dinaikkan menjadi 1x20
mg/hari.

Derivat trisiklik :

Amitriptilin 2x (10-25) mg

Imipramin 1-2 x (10-25) mg


Bila ada gejala psikotik, berikan
antipsikotika, contohnya :

Haloperidol, dosis 2 x 1-5mg atau

Risperidon, dosis 2 x 1-2mg atau

Olanzapin, 1-2 x 2,5-10 mg

Quetiapin, 50-100mg

 Terapi psikososial

Tujuan terapi menurunkan atau


mengilangkan reaksi kecemasan terhadap
trauma yang berkaitan dengan stimulus,
terdiri atas :

Edukasi tentang reaksi umum terhadap


trauma

Latihan relaksasi

Terapi kognitif perilaku

Eye movement desensitation reprocessing


(EMDR)

Prolonged Exposure (PE)


9 Edukasi 1. ...............................................................
2. ...............................................................
3. ...............................................................
4. ...............................................................
5. ...............................................................
10.Prognosis Ad Vitam : dubia ad bonam / malam
Ad Sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad Fumgsionam : dubia ad bonam / malam
11.Penelaah Kritis

12 Indikator Medis ...................................................................


..................................................................
13.Kepustakaan
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama.
1993.
Kaplan & Sadock. Comprehensive textbook
of Psychiatry 7th ed. Lippincott William &
Wilkins (2000): 1500-1501.

..................................................

Ketua Komite Medik Ketua KSM

Dr.Untung Alifianto,dr.,SpBS .................................................


NIP. 19561223 198611 1 002

RSUD Dr.Moewardi
Direktur

Drg.Basoeki Soetardjo,MMR
NIP 19581018 198603 1 009

Anda mungkin juga menyukai