Anda di halaman 1dari 3

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
TAHUN 2019

NEKROLISIS EPIDERMAL (L51.1-L51.3)


(Sindrom Stevens-Johnson/SSJ dan Nekrolisis Epidermal Toksik /NET)

Pengertian (Definisi) Nekrolisis epidermal, mencakup Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dan Nekrolisis
Epidermal Toksik (NET), adalah reaksi mukokutaneus yang mengancam jiwa,
ditandai dengan nekrosis dan pelepasan epidermis yang ekstensif.
Kedua kondisi ini digolongkan sebagai varian keparahan dari proses yang serupa,
karena adanya kesamaan temuan klinis dan histopatologis. Perbedaan terdapat
pada keparahan yang ditentukan berdasarkan luas area permukaan kulit yang
terkena.

Penyebab terpenting adalah penggunaan obat.


 Riwayat penggunaan obat sistemik (jumlah dan jenis obat, dosis, cara pemberian,
lama pemberian, urutan pemberian obat), serta kontak obat pada kulit yang terbuka
(erosi, eskoriasi, ulkus) atau mukosa.
Anamnesis  Jangka waktu dari pemberian obat sampai timbul kelainan kulit (segera,beberapa
saat atau jam atau hari atau hingga 8 minggu).
 Identifikasi faktor pencetus lain: infeksi (Mycoplasma pneumoniae, virus),imunisasi,
dan transplantasi sumsum tulang belakang.
SSJ dan NET ditandai dengan keterlibatan kulit dan membran mukosa.
 Kelainan kulit yaitu: eritema, vesikel, papul, erosi, eskoriasi, krust kehitaman,
kadang purpura, dan epidermolisis. Tanda Nikolsky positif.
 Kelainan mukosa (setidaknya pada dua tempat): biasanya dimulai dengan eritema,
erosi dan nyeri pada mukosa oral, mata dan genital.
o Kelainan mata berupa konjungtivitis kataralis, purulenta, atau ulkus.
Pemeriksaan Fisik o Kelainan mukosa oral berupa erosi hemoragik, nyeri yang tertutup
pseudomembran putih keabuan dan krusta.
o Kelainan genital berupa erosi yang dapat menyebabkan sinekia (perlekatan).
 Gejala ekstrakutaneus: demam, nyeri dan lemah badan, keterlibatan organdalam
seperti paru-paru yang bermanifestasi sebagai peningkatan kecepatan pernapasan
dan batuk, serta komplikasi organ digestif seperti diare masif, malabsorbsi, melena,
atau perforasi kolon.
1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan bukan untuk kepentingan diagnosis, tetapi
2. untuk evaluasi derajat keparahan dan tatalaksana keadaan yang mengancam
Pemeriksaan Penunjang 3. jiwa. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi hematologi rutin, urea serum, analisis
4. gas darah, dan gula darah sewaktu.
5. Uji kultur bakteri dan kandida dari tiga area lesi kulit pada fase akut.
6. Pemeriksaan histopatologis dilakukan apabila diagnosis meragukan.
7. Diagnosis kausatif dilakukan setelah minimal 6 minggu setelah lesi kulit hilang
dengan:
 Uji tempel tertutup
 Uji in vitro dengan drug-specific lymphocyte proliferation assays (LPA)dapat
digunakan secara retrospektif untuk menentukan obat yang diduga menjadi
pencetus.
Catatan: Uji provokasi peroral tidak dianjurkan.

Sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan


Kriteria Diagnosis

Diagnosis Sindrom Stevens-Johnson/SSJ


Nekrolisis Epidermal Toksik /NET
1. Eritema multiforme major (EEM)
2. Pemfigus vulgaris
3. Mucous membrane pemphigoid
4. Pemfigoid bulosa
5. Pemfigus paraneoplastik
6. Bullous lupus erythematosus
Diagnosis Banding 7. Linear IgA dermatosis
8. Generalized bullous fixed drug eruption
9. Bullous acute graft-versus-host disease
10. Staphylococcal scalded skin syndrome
11. Acute generalized exanthematous pustulosis

1
Non Medikamentosa
1. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.(C,4)
Terapi 2. Penanganan kulit yang mengalami epidermolisis, seperti kompres dan mencegah
infeksi sekunder. (C,4)
3. Berikan nutrisi secara enteral pada fase akut, baik secara oral maupun
nasogastrik.(C,4)
Medikamentosa
1. Prinsip
 Menghentikan obat yang dicurigai sebagai pencetus. (C,4)
 Pasien dirawat (sebaiknya dirawat di ruangan intensif) dan dimonitor ketat untuk
mencegah hospital associated infections (HAIs). (C,4)
 Atasi keadaan yang mengancam jiwa. (A,1)
2. Topikal
 Terapi topikal bertujuan untuk mencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi
mikroorganisme, dan mempercepat reepitelialisasi.(D,5*)
 Penanganan lesi kulit dapat secara konservatif maupun pembedahan (debrideman).
(C,4)
 Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum dengan 50% cairan
parafin.(C,4)
 Keterlibatan mata harus ditangani oleh dokter spesialis mata.(C,4)
3. Sistemik
 Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan dosis setara prednison 1-4
mg/kgBB/hari untuk SSJ, 3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET, dan 4-6 mg/kgBB/hari
untuk NET. (B,3)
 Analgesik dapat diberikan. Jika nyeri ringan dapat diberikan parasetamol, dan jika
nyeri berat dapat diberikan analgesik opiate-based seperti tramadol. (D,5*)
Pilihan lain:
 Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan segerasetelah pasien
didiagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari selama 3 hari (B,3)
 Siklosporin dapat diberikan (B,2)
 Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat waktu
penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas.(C,3)
 Antibiotik sistemik hanya diberikan jika terdapat indikasi.

Sepsis
Penyulit Kegagalan organ dalam

 Penjelasan mengenai kondisi pasien dan obat-obat yang diduga menjadi


 penyebab.
Edukasi  Memberikan pasien catatan tertulis mengenai obat-obat yang diduga menjadi
(Hospital Health pencetus dan memberikan edukasi pada pasien untuk menghindari obat-obatan
tersebut.
Promotion)
1. Tidak ada keluhan, tekanan darah tercapai < 140/90 mmHg
Indikator Medis

Lama Perawatan 5 hari


Ditentukan berdasarkan SCORTEN, yaitu suatu perhitungan untuk memperkirakan
mortalitas pasien dengan nekrolisis epidermal. Masing-masing dinilai 1 dan setelah
dijumlahkan mengarah pada prognosis angka mortalitas penyakit. 4,6,15 (C,2)
1. Usia >40 tahun
2. Denyut jantung >120 kali/menit
3. Ada keganasan
4. Luas epidermolisis >10% luas permukaan tubuh
5. Serum urea >28 mg/dL
6. Glukosa >252 mg/dL
7. Bikarbonat <20 mmol/L
Nilai SCORTEN akan menentukan persentase angka mortalitas pada pasien SSJ
Prognosis atau NET, yaitu sebagai berikut:
0-1: 3,2%
2 : 12,1%
3 : 35,8%
4 : 58,3%
5 : 90%
Penilaian SCORTEN, paling baik dilakukan pada 24 jam pertama dan hari ke-
5.3,13,16 (B,2)
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

2
Tingkat Evidens I

Tingkat Rekomendasi A

Penelaah Kritis dr. Yuli Megasasi,Sp.KK


Tim Penyusun Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinis RSUD Tarakan

Konsultasi Mata
Penyakit Dalam

Kepustakaan 1. Allanore LV, Roujeau JC. Epidermal necrolysis (Steven-Johnson syndrome and toxic epidermal
necrolysis). Dalam: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, editors.
2. Fitzpatrick‟s dermatology in general medicine. Edisi ke 8. New York: McGraw -Hill 2012.h.439-448.
3. Harr T, French LE. Toxic epidermal necrolysis and Steven-Johnson syndrome.Orphanet J Rare Dis.
2010;5:39.
4. Creamer D, Walsh SA, Dziewulski P, et al. UK guidelines for the management of Stevens-Johnson
syndrome/toxic epidermal necrolysis in adults 2016. Br J Dermatol. 2016;174:pp1194-1227.
5. Magana BRD, Langner AL, et al. A systematic review of treatment of drug-induced Steven-Johnson
syndrome and toxic epidermal necrolysis in children. J Popul Ther Clin Pharmacol. 2011;18(1):e121-
e133.
6. Kannenberg SMH, Jordaan H, Koegelenberg C, Groote-Bidlingmaier V, Visser W. Toxic epidermal
necrolysis and Stevens– Johnson syndrome in South Africa: a 3-year prospectivestudy. QJM: An
International Journal of Medicine. 2012;105(9):839-46.
7. Polak ME, Belgi G, McGuire C et al. In vitro diagnostic assays are effective during the acute phase of
delayedtype drug hypersensitivity reactions. Br J Dermatol 2013; 168:539– 49.
8. Barbaud A, Collet E, Milpied B et al. A multicentre study to determine the value and safety of drug
patch tests for the three main classes of severe cutaneous adverse drug reactions. Br J Dermatol
2013; 168:555– 62.
9. Wolkenstein P, Chosidow O, Fl echet ML et al. Patch testing in severe cutaneous adverse drug
reactions, including Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis. Contact Dermatitis
1996; 35:234– 6.

Anda mungkin juga menyukai