BRONKOPNEUMONIA
Pengertian (Definisi) Pneumonia (bronkopneumonia) adalah suatu peradangan/ inflamasi
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli, sertamenimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang dimaksud di sini tidak termasuk dengan pneumonia
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya
sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin
terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.
Beberapa faktor yang memengaruhi gambaran klinis pneumonia pada
anak adalah:
1. Imaturitas anatomik dan imunologik
Anamnesis 2. Mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-
kadang tidak khas terutama pada bayi
3. Etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering
4. Faktor pathogenesis
5. Kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang
menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-
ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual,
muntah atau diare; kadang kadang ditemukan gejala infeksi
ekstrapulmoner.
Pemeriksaan Fisik 2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,
takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
1. Pewarnaan gram,
Pemeriksaan 2. Pemeriksaan lekosit
1
Penunjang 3. Pemeriksaan foto toraks
4. Kultur sputum
5. Kultur darah (bila fasilitas tersedia)
1. Demam, suhu > 39 C
Kriteria Diagnosis 2. Dispnea
3. Batuk
4. Ronkhi basah halus di lapangan paru yang terkena
Diagnosis Bronkopneumonia
1. Bronkiolitis
2. Payah jantung
Diagnosis Banding 3. Aspirasi benda asing
4. Abses paru
1. IVFD: sesuai umur dan berat badan.
Terapi 2. Pemberian Oksigen 1 – 2 liter/menit
3. Obat-obatan:
< 3bln :
- Ampisilin 100 mg/kgBB/24jam dalam 4 dosis ditambah
- Gentamisin 5mg/kgbb/24jam dalam 2 dosis.
>3bln:
Sakit tidak berat :
- Ampisilin, 100 mg/kgBB/24 jam dalam 4 dosis atau
- Amoksisilin 50 – 100 mg/kgBB dlm 3 dosis atau
- Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/ dalam 4 dosis.
Sakit berat (chest indrawing) diberikan Sefalosporin 100
mg/kgBB/24jam dalam 2 dosis.
Penyulit Sepsis
Edukasi Penjelasan perjalanan penyakit
Penjelasan perawatan di rumah
1. Kriteria pulang perbaikan klinis
Indikator Medis 2. Indikator : 80% pasien pulang dalam waktu 7 hari tanpa komplikasi
Lama Perawatan 5-7 hari
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Prognosis Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens I
Tingkat
A
Rekomendasi
Tim Penyusun Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinis RSUD
Penelaah Kritis
Tarakan
Konsultasi -
Kepustakaan Pedoman pelayanan Medis IDAI jilid 1. 2010
2
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
TAHUN 2019
BRONKOPNEUMONIA
Pengertian Asuhan keperawatan pada pasien dengan bronkopneumonia
Asesmen Keperawatan 1. Status respirasi
2. Sirkulasi
3. Eliminasi
4. Makanan dan cairan
5. Nyeri dan ketidaknyaman
6. Keamanan
7. Informasi yang dibutuhkan
Diagnosis Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031)
2. Gangguan pertukaran gas (00030)
3. Nyeri akut (00132)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
5. Hipertermi (00007)
3
-Monitor aliran oksigen, monitor adanya kerusakan kulit akibat
gesekan alat pemberian oksigen, monitor efektifitas terapi oksigen
- Monitor kecenderungan pH arteri, pertahankan pemeriksaan berkala
pH arteri, monitor komplikasi dari koreksi yang dilakukan monitor
status neurologi, berikan pengobatan sesuai dengan program
3. Manajemen Nyeri
- Pengkajian nyeri komprehensif, observasi nonverbal, evaluasi
pengalaman nyeri, beri informasi nyeri, tehnik nonfarmakologi
sesuai kebutuhan pasien rileksasi, distraksi, guidimagery, pijat,
manajemen/kolaborasi pemberian analgetik sesuai program,
evaluasi efektifias terapi yang diberikan
4. Manajemen nutrisi; bantuan peningkatan Berat Badan
- Kaji status nutrisi, identifikasi kalori dan jenis nutrien, monitor
asupan makan, monitor berat badan. lakukan oral hygiene
sebelum makan, edukasi program diet yang diberikan, kolaborasi
pemberian antiemetik sebelum makan
5. Perawatan demam
- Pantau suhu tubuh, monitor warna kulit dan suhu, monitor
asupan dan keluaran, motivasi menggunakan paaian yang ringan,
beri kompres hangat, beri cairan sesuai program dan obat
antipiretik, kaji penyebab demam, tingkatkan sirkulasi udara
Informasi dan Edukasi 1. Edukasi batuk efektif
2. Peningkatan nutrisi dan cairan
3. Perawatan Demam
Evaluasi Mengevaluasi respon subyektif dan obyektif setelah dilaksanakan intervensi
dan dibandingkan dengan kriteria hasil serta analisis terhadap
perkembangan diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan
Penelaah kritis Komite keperawatan
Kepustakaan 1. Black & Hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang diharapkan. (Elsevier, Ed.) (8th ed.).
Singapore: Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
2. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman,
Cheryl M. Wgner (2013). Nursing Interventions Classification (NIC),
Ed 6. Mocomedia: Jakarta
3. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nursing Diagnoses NANDA
2015-2017: definitions & classification. John Wiley & Son.
4. Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing:
Patient-Centered Collaborative Care. (Elsevier, Ed.) (7th ed.). St.
Louis, Missouri: Elsevier Saunder.
5. Kleinpell, B. R., Aitken, L., & Schorr, C. A. (2013). Implications of the
New International Sepsis Guidelines for Nursing Care. American
Journal of Critical Care, 22(3), 212–222.
6. Torsvik, M., Gustad, L. T., Mehl, A., Bangstad, I. L., Vinje, L. J.,
Damås, J. K., & Solligård, E. (2016). Early identification of sepsis in
hospital inpatients by ward nurses increases 30-day survival. Critical
Care, 1–9. https://doi.org/10.1186/s13054-016-1423-1
7. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing Outcome
classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
8. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan
4
Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional Indonesia (PPNI) :
Jakarta
5
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
TAHUN 2019
BRONKOPNEUMONIA
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien bronkopneumonia
Pengertian (Definisi) yang sistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam
membuat keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga
aman, efektif dan berkualitas.
Mendapatkan informasi yang cukup untuk mengidentifikasi masalah
terkait gizi serta membuat keputusan atau menentukan gambaran dan
Asesmen/Pengkajian
penyebab masalah terkait gizi yang menjadi dasar dalam menegakkan
diagnosa gizi.
Data Berat Badan, Tinggi Badan, Indeks Massa Tubuh dan atau
Antropometri
Lingkar Lengan Atas.
Fisik/Klinis Mengkaji adanya sesak nafas, anoreksia, demam, lemas,
berubah/adanya penurunan berat badan, mual, muntah, dll.
Biokimia Mengkaji data laboratorium terkait gizi seperti Hb, Leukosit,
Albumin, dll.
Riwayat Makan Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif dan
kuantitatif).
Riwayat Personal Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif.
NI-2.1 Asupan makan oral tidak adekuat berkaitan dengan tidak nafsu
makan, mual, muntah ditandai dengan asupan makan 50% kebutuhan.
Diagnosis Gizi
NI-5.1 Peningkatan kebutuhan protein yang berhubungan dengan
(Masalah Gizi)
katabolisme protein yang ditandai penurunan berat badan.
Diagnosa lain dapat muncul sesuai kondisi pasien.
Prinsip diet :
Diet tinggi energi dan tinggi protein.
Syarat diet :
1. Energi tinggi, total 2800 kkal/hari.
2. Protein tinggi, total 105 g/ hari.
3. Lemak cukup, total 72 g/ hari.
4. Karbohidrat cukup, total 425 g/ hari.
5. Bentuk makanan diberikan sesuai dengan kondisi pasien.
6
b. Implementasi Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet.
Pemberian
Makanan
c. Edukasi Pemberian edukasi dan konseling gizi bertujuan meningkatkan
d. Konseling Gizi pengetahuan dan pemahaman penderita dan keluarga tentang
pentingnya kepatuhan diet untuk membantu mengendalikan kadar
glukosa darah dan tekanan darah dalam batas normal dan mencegah
komplikasi.
e. Koordinasi dengan Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan
tenaga kesehatan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan
lain pasien.
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
Monitoring dan positif maupun negative dari :
Evaluasi 1. Status Gizi berdasarkan antropometri.
2. Hasil biokimia terkait gizi.
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi.
4. Asupan makanan.
Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal ( pada
Re-asesmen hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk melihat keberhasilan intervensi
(Kontrol Kembali) sesuai hasil monitoring evaluasi.
1. Asupan makanan ≥ 80 % dari kebutuhan.
Indikator 2. Status Gizi normal berdasarkan antropometri.
(Target yang akan 3. Tidak ada mual dan anoreksia
dicapai/Outcome )
1. Asuhan Gizi Klinik. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta : EGC,
2019.
2. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta :
Kepustakaan EGC, 2016.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk
Masyarakat Indonesia.
7
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
BRONKOPNEUMONIA
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
RADIOLOGI/IMAGING Thorax AP
KONSULTASI
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emergency
Asesmen Keperawatan Perawat Penanggunh
8
Jawab
Asesmen Gizi Tenaga Gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Bronkopneumonia
Diagnosis Keperawatan Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
(00031)
Hipertermi (00007)
Gangguan pertukaran
gas (00030)
Nyeri akut (00132)
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
(00002)
Diagnosis Gizi NI-2.1 Asupan makan
oral tidak adekuat
berkaitan dengan tidak
nafsu makan, mual,
muntah ditandai
dengan asupan makan
50% kebutuhan.
NI-5.1 Peningkatan
kebutuhan protein yang
berhubungan dengan
katabolisme protein
yang ditandai
penurunan berat badan.
DISCHARGE PLANNING Aktivitas yang bisa
dilakukan pasien
Terapi yang diberikan
(Kegunaan,dosis,efek
sampimg)
Diet yang dapat
dikonsumsi
Anjuran istirahat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Medis Penjelasan Diagnosis
Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Konseling Gizi Diet tinggi kalori
protein
Edukasi Keperawatan Edukasi batuk efektif
Peningkatan nutrisi dan
9
cairan
Perawatan Demam
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi
TATALAKSANA/INTERVENSI
(TLI)
TLI Medis Perawatan ICU dan
pemasangan ventilator
jika didapatkan gagal
nafas
TLI Keperawatan Manajemen jalan nafas
Monitoring pernafasan
Manajemen nyeri
Manajemen nutrisi
Perawatan demam
TLI Gizi Pemenuhan Kebutuhan
Nutrisi/Gizi
Diet makanan lunak
atau saring
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Demam
Tanda vital
Status hidrasi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Dibantu
sebagian/mandiri
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tegaknya diagnosis
berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik
Didapatkan diagnosis
definitive dari bakteri
penyebab
bronkopenumonia
Tanda vital baik, intake
baik, mobilisasi baik
Keperawatan Kontrol nyeri
Termoregulasi
Tanda vital
11
kembali
normal/perbaikan
RENCANA Resume medis
PULANG/EDUKASI Penjelasan keadaan
PELAYANAN LANJUTAN umum pasien
Surat pengantar kontrol
Tarakan,
( ) ( )
12
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
TAHUN 2019
13
Pemeriksaan Fisik 1. Terdapat satu atau lebih manifestasi perdarahan, seperti uji tourniquet (tes
Rumple Leed) posisi Petekie, purpura, ekimosis, perdarahan mukosa
seperti: epistaksis, perdarahan gusi, hematesis melana, hematuria,
pendarahan per vagina.
2. Dapat ditemukan tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites.
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Tanda warning sign seperti:
a. Kebocoran plasma berat ditandai dengan syok, atau akumulasi cairan
disertai distress pernafasan. Syok ditandai dengan; nadi lemah, cepat
dan kecil sampai tidak teraba, tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg
atau kurang, kulit teraba dingin dan lembab, tertutama di daerah akral
seperti ujung hidung, jari tangan dan kaki, sianosis di sekitar mulut,
ujung jari tangan dan kaki.
b. Pendarahan berat
c. Gangguan organ berat
Kriteria Diagnosis Kriteria klinis
1. Demam mendadak tinggi terus menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan, seperti uji tourniquet (tes Rumple Leed)
ptekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematesis melana,
hematuria, pendarahan per vagina.
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Tanpa atau dengan gejala-gejala syok, seperti:
a. Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tidak teraba
b. Tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg atau kurang
c. Kulit teraba dingin dan lembab, tertutama di daerah akral seperti
ujung hidung, jari tangan dan kaki
d. Sianosis di sekitar mulut, ujung jari tangan dan kaki.
Kriteria laboratories:
1. Trombositopenia (trombosit 100.000/mm3 atau kurang)
2. Hemokonsentrasi (adanya peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan
standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin atau penurunan hematokrit
> 20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya)
3. Pemeriksaan NS-1 positif pada hari ke-2 sampai ke-3 / Serology DHF
positif pada pemeriksaan hari ke-5 atau sesudahnya
14
1. Dengue tanpa tanda bahaya (Dengue without Warning Sign)
2. Dengue dengan tanda bahaya (Dengue with Warning Sign):
a. Nyeri perut
b. Muntah berkepanjangan
c. Terdapat akumulasi cairan
d. Perdarahan mukosa
e. Letargi, lemah
f. Pembesaran hati > 2cm
g. Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit
yang cepat
3. Dengue Berat (Severe Dengue)
Sampai saat ini masih digunakan kombinasi kriteria WHO 1997 dan WHO
2009
Diagnosis Banding 1. Demam Tifoid
2. Campak
3. Influenza
4. Chikungunya
5. Leptospirosis
6. Malaria
Pemeriksaan 1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
Penunjang limfositosis relatif (>45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) > 15% total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat
2. Trombositopenia (trombosit 100.000/mm3 atau kurang)
3. Hemokonsentrasi (adanya peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan
standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin atai penurunan hematokrit
> 20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya)
4. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
atau deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR, namun
karena teknik yang rumit, saat ini dilakukan tes serologi yang mendeteksi
adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa NS-1, IgM maupun IgG
anti dengue
5. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah
6. Tanda kebocoran Plasma : Hipoalbuminemia atau hiponatremia
7. SGOT/SGPT : dapat meningkat
8. Ureum, Kreatinin: dapat meningkat pada keadaan gagal ginjal akut.
9. Pemeriksaan radiologis, foto rontgen dada, dan USG abdomen bila
dicurigai ada tanda-tanda kebocoran plasma
Konsultasi Jika diperlukan konsultasi ke Intensive Care Unit
Perawatan Rumah 1. Bila Trombosit < 100.000, dengan atau tanpa perdarahan
Sakit 2. Tanda-tanda perdarahan spontan yang berat (Pendarahan Mayor)
3. Tanda-tanda ancaman syok
4. Tanda-tanda penyulit seperti gagal ginjal, gagal nafas, kejang dan
keadaan yang memerlukan terapi dengan titrasi.
Terapi / tindakan
15
Tempat Pelayanan Ruangan perawatan, MS, ICU / RTI
Penyulit 1. Syok (DSS)
2. DIC
3. ARDS
4. Ensefalopathy
5. Myocarditis
Lama Perawatan 5-8 hari (bila perawatan dimulai pada hari ke-3 demam) dan tanpa penyulit
serta ko-morbid
Masa Pemulihan 1 minggu
Prognosis Dubius ad bonam bila tidak ada komplikasi dan penyakit Ko-morbid
Tindak Lanjut Kontrol ke poliklinik
Tingkat Evidens & 1A
Rekomendasi
Indikator Medis Keadaaan umum membaik, keluhan pasien menghilang, Kadar trombosit
meningkat, hematokrit membaik.
Edukasi Tentang prognosis pasien
Kepustakaan 1. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis,
treatment, prevention and control. New Edition 2009
2. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis,
treatment, prevention and control. New Edition 1997
16
3. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan
Kesehatan, 2005
17
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHANKEPERAWATAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
TAHUN 2019
18
perkembangan diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan
Penelaah kritis Komite keperawatan
Kepustakaan 1. Black & Hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang diharapkan. (Elsevier, Ed.) (8th ed.). Singapore:
Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
2. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman,
Cheryl M. Wgner (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), Ed
6. Mocomedia: Jakarta
3. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nursing Diagnoses NANDA
2015-2017: definitions & classification. John Wiley & Son.
4. Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing:
5. Patient-Centered Collaborative Care. (Elsevier, Ed.) (7th ed.). St. Louis,
Missouri: Elsevier Saunder.
6. Kleinpell, B. R., Aitken, L., & Schorr, C. A. (2013). Implications of the
New International Sepsis Guidelines for Nursing Care. American
Journal of Critical Care, 22(3), 212–222.
7. Torsvik, M., Gustad, L. T., Mehl, A., Bangstad, I. L., Vinje, L. J.,
Damås, J. K., & Solligård, E. (2016). Early identification of sepsis in
hospital inpatients by ward nurses increases 30-day survival. Critical
Care, 1–9. https://doi.org/10.1186/s13054-016-1423-1
8. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing Outcome
classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
9. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional Indonesia (PPNI) : Jakarta
19
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
TAHUN 2019
Preskripsi diet :
1. Energi 2000 kkal/hari, dapat ditingkatkan bila ada demam dan
kondisi yang perlu peningkatan energi.
2. Protein cukup, total 75 g/ hari. Utamakan protein hewani
dengan bioavaibility (daya serap) tinggi.
3. Lemak cukup, total 42 g/ hari.
20
4. Karbohidrat sebagai sumber tenaga, total 285 g/ hari.
5. Cukup cairan, vitamin dan mineral baik dari makanan maupun
minuman.
6. Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan
pagi, siang, sore dan 1 kali selingan diantara makan pagi dan
siang.
21
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
DEMAM BERDARAH
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
KONSULTASI
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/
Emergency
Asesmen Keperawatan Perawat penanggung jawab
Asesmen Gizi Tenaga Gizi (nutrisionis)
22
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Demam berdarah grade I/II
Diagnosis Keperawatan Hipertermi (00007)
Nyeri akut (00132)
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
(00002)
Risiko perdarahan (00206)
23
Cairan Infus RL
Obat Oral Paracetamol 10-15
mg/kg/BB/kali/oral
TATALAKSANA/INTERVENS
I (TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan Manajemen demam
Manajemen cairan
Manajemen nyeri
Kolaborasi pemasangan infus
Kolaborasi pemberian obat oral
Kolaborasi pemberian obat IV
TLI Gizi Diet makanan lunak atau
makanan biasa
Cukup caira dari makanan dan
minuman
TLI Farmasi Rekomendasi kepada DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Dibantu sebagian
Fisioterapi
24
OUTCOME/HASIL
Medis Demam hilang
Tanda syok (-)
Keperawatan Suhu normal
Hemodinamik stabil
Nyeri berkurang
Perdarahan negative
Tarakan,
( ) ( )
25
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
TAHUN 2019
26
DEMAM TIFOID
Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990): hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain : peningkatan Bilirubin, peningkatan SGOT/SGPT, penuruna
PT)
Tifoid Karier
Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang ta
tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid.
27
demam.
Alternatif lain :
- Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
kloramfenikol)
- Kotrimoksazol 2 x 960mg selama 2 minggu
- Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram
dalam dekstrosa 100 cc selama . jam per- infus sekali sehari, selama 3-5
hari.
Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2x1 gram
Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari
IV):
– Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
– Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
– Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
– Pefloksasin 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
– Fleroksasin 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
Kasus Kegawatan :
Pada kasus toksis tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan
atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak
masih dalam batas normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x
500 mg dengan ampisilin 4x1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.
Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksis tifoid, peritonitis
atau perforasi, renjatan septik.
Steroid hanya diindikasikan pada toksis tifoid atau demam tifoid yang
Penyulit Sepsis
Edukasi Penjelasan perjalanan penyakit
Penjelasan perawatan di rumah
1. Kriteria pulang perbaikan klinis
Indikator Medis 2. Indikator : 80% pasien pulang dalam waktu 7 hari tanpa komplikasi
Lama Perawatan 5-7 hari
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Prognosis Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens IV
Tingkat
C
Rekomendasi
Tim Penyusun Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinis RSUD
Penelaah Kritis
Tarakan
Konsultasi -
Kepustakaan Pedoman pelayanan Medis IDAI jilid 1. 2010
28
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
TAHUN 2019
DEMAM TIFOID
Pengertian Asuhan keperawatan pada pasien dengan Demam Tifoid
29
Asesmen 1. Sirkulasi
Keperawatan 2. Eliminasi
3. Makanan dan cairan
4. Nyeri dan ketidaknyaman
5. Keamanan
6. Informasi yang dibutuhkan
Diagnosis Keperawatan 1. Hipertermi (00007)
2. Nyeri akut (00132)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
Kriteria Evaluasi/ 1. Termoregulasi
Nursing Outcome Tingkat pernafasan, frekuensi nadi, suhu, hipertemi, sakit kepala
membaik
2. Nyeri terkontrol
melaporkan perubahan terhadap nyeri, menggambarkan faktor penyebab
nyeri, menggunakan sumber daya yang tersedia
3. Status Nutrisi: asupan makanan dan cairan
Asupan makan secara oral, asupan cairan secara oral, asupan intravena
adekuat
30
2015-2017: definitions & classification. John Wiley & Son.
4. Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing:
5. Patient-Centered Collaborative Care. (Elsevier, Ed.) (7th ed.). St. Louis,
Missouri: Elsevier Saunder.
6. Kleinpell, B. R., Aitken, L., & Schorr, C. A. (2013). Implications of the
New International Sepsis Guidelines for Nursing Care. American
Journal of Critical Care, 22(3), 212–222.
7. Torsvik, M., Gustad, L. T., Mehl, A., Bangstad, I. L., Vinje, L. J.,
Damås, J. K., & Solligård, E. (2016). Early identification of sepsis in
hospital inpatients by ward nurses increases 30-day survival. Critical
Care, 1–9. https://doi.org/10.1186/s13054-016-1423-1
8. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing Outcome
classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
9. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional Indonesia (PPNI) : Jakarta
31
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
TAHUN 2019
DEMAM TIFOID
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien Demam Tifoid yang
Pengertian (Definisi) sistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam
membuat keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga
aman, efektif dan berkualitas.
Mendapatkan informasi yang cukup untuk mengidentifikasi masalah
terkait gizi serta membuat keputusan atau menentukan gambaran dan
Asesmen / Pengkajian
penyebab masalah terkait gizi yang menjadi dasar dalam menegakkan
diagnosa gizi.
Data Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut
Antropometri Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U).
Fisik/Klinis Mengkaji adanya anoreksia, mual, muntah, sakit perut, diare,
konstipasi, suhu tubuh, perdarahan saluran cerna, dll.
Biokimia Mengkaji data laboratorium seperti Hb, Trombosit, Albumin, data
laboratorium lain terkait gizi (bila ada).
Riwayat Makan Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif dan
kuantitatif).
Riwayat Personal Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif.
NI-2.1 Asupan makan oral tidak adekuat berkaitan dengan tidak nafsu
makan, mual, muntah ditandai dengan asupan makan 50% kebutuhan.
Diagnosis Gizi NI-3.1 Kekurangan asupan cairan per oral berkaitan dengan demam
(Masalah Gizi) muntah tidak dapat mencukupi kebutuhan ditandai dengan asupan
cairan kurang dari kebutuhan.
Diagnosa gizi lain dapat pula timbul tergantung kondisi pasien.
Preskripsi diet :
1. Energi 2000 kkal/hari, dapat ditingkatkan bila ada demam dan
kondisi yang perlu peningkatan energi.
2. Protein cukup, total 75 g/ hari. Utamakan protein hewani
dengan bioavaibility (daya serap) tinggi.
3. Lemak cukup, total 42 g/ hari.
32
4. Karbohidrat sebagai sumber tenaga, total 285 g/ hari.
5. Cukup cairan, vitamin dan mineral baik dari makanan maupun
minuman.
6. Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan
pagi, siang, sore dan 1 kali selingan diantara makan pagi dan
siang.
Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet.
b. Implementasi
Pemberian
Pemberian edukasi dan konseling gizi bertujuan meningkatkan
Makanan
pengetahuan dan pemahaman penderita dan keluarga tentang
c. Edukasi
pentingnya kepatuhan diet untuk membantu penyembuhan.
d. Konseling Gizi
Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan
e. Koordinasi dengan
dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan
tenaga kesehatan
pasien.
lain
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
Monitoring dan positif maupun negative dari :
Evaluasi 1. Status Gizi berdasarkan antropometri.
2. Hasil biokimia terkait gizi.
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi.
4. Asupan makanan.
Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal (
Re asesmen pada hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk melihat keberhasilan
(Kontrol Kembali) intervensi sesuai hasil monitoring evaluasi.
1. Asupan makanan ≥ 80 % dari kebutuhan.
Indikator 2. Status Gizi normal berdasarkan antropometri Berat Badan menurut
(Target yang akan Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan
dicapai / Outcome ) menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Indeks Massa Tubuh
menurut Umur (IMT/U).
1. Asuhan Gizi Klinik. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta : EGC,
2019.
2. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa.
Jakarta : EGC, 2016.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28
Kepustakaan
Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
untuk Masyarakat Indonesia.
4. Penuntun Diet Anak Edisi ke 3 tahun 2014. Asosiasi Dietisien
Indonesia (AsDI). Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI).
33
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
DEMAM TIFOID
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
34
KONSULTASI
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emergency
Asesmen Keperawatan Tanda vital dan status
nutrisi : nafsu makan,
mual,muntah,diare,
konstipasi
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Demam Tifoid (Non
komplikata)
Diagnosis Keperawatan Hipertermi (00007)
Nyeri akut (00132)
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
(00002)
35
Anjuran istirahat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Medis Penjelasan Diagnosis
Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Konseling Gizi Diet lambung bentuk
saring atau lambung
Edukasi Keperawatan Konseling nutrisi/pola
makan
Pola istirahat
Pola hidup sehat
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi Ceftriaxon
Rectal
TATALAKSANA/INTERVENSI
(TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan Manajemen demam
Manajemen cairan
Manajemen pemberian
terapi
Monitoring tanda vital
Manajemen infeksi
TLI Gizi Pemenuhan kebutuhan
nutrisi
Diet makanan lunak
atau makanan saring
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
Tindakan pencegahan
infeksi selama
perawatan
36
antipiretik
Monitoring gejala diare
atau konstipasi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Mobilisasi bertahap
dari miring kiri dan
kanan,duduk
bersandar,berdiri dan
berjalan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tegaknya diagnosis
berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik
Didapatkan diagnose
definitive Salmonella
typhi atau paratyphi
dari pemeriksaan
penunjang
Keperawatan Termoregulasi
Nyeri terkontrol
Asupan nutrisi dan gizi
baik
37
Obat rasional
Tarakan,
( ) ( )
38
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
TAHUN 2019
GASTROENTERITIS AKUT
Gastroenteritis akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam
dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu dengan
Pengertian (Definisi)
atau tanpa demam atau muntah atau nyeri perut.
Gastroenteritis akut disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau parasit
1. Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi
tinja, lendir dan/darah dalam tinja.
2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, penurunan berat badan
kesadaran menurun, buang air kecil terakhir, demam, sesak, kejang,
kembung.
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare.
Anamnesis 4. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare,
mengonsumsi makanan yang tidak biasa.
5. Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum.
6. Kebersihan / kondisi tempat tinggal.
7. Riwayat bepergian
39
3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 ataulebih
tanda tambahan.
Keadaan umum lemah, letargi atau koma.
Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,
mukosa mulut dan bibir sangat kering.
Turgor sangat kurang dan akral dingin.
Takikardia dan takipnoe
Nafas cepat dan dalam (asidosis).
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah lengkap : dilakukan terutama pada penderita
Penunjang dengan muntah dan demam tanpa diare.
2. Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali
apabila ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis
Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja :
Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau.
Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri.
3. Kimia : pH, elektrolit (Na, K, HCO3).
4. Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut.
5. Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Dehidrasi ringan-sedang :
Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75
mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang
telah terjadi dan sebanyak 5-10 mL/ kgBB setiap diarecair.
40
Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap
diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi
sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang
diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan.
Dehidrasi berat :
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer
asetat 100 mL/kgBB dengan cara pemberian :
Umur kurang dari 12 bulan : 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama,
dilanjutkan 70 mL/ kgBB dalam 5 jam berikutnya.
Umur di atas 12 bulan : 30 mL/kgBB dalam ó jam pertama, dilanjutkan
70 mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya.
Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5 mL/kgBB selama proses rehidrasi.
41
Seng
Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi
buang air besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan risiko
terjadinya dehidrasi pada anak.
Seng Zink elemental diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah
tidak mengalami diare dengan dosis :
Umur di bawah 6 bulan : 10 mg per hari.
Umur di atas 6 bulan : 20 mg per hari.
Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai
umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan
sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase kesembuhan.
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi
sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat, buah-buahan diberikan
terutama pisang.
Medikamentosa
- Tidak boleh diberikan obat anti diare.
- Antibiotik
Antibiotik tidak diberikan secara rutin pada gastroenteritis akut meskipun
dicurigai adanya bakteri sebagai penyebab keadaan tersebut, karena
sebagian besar kasus gastroenteritis akut merupakan self limiting.
Antibiotik diberikan hanya jika terdapat tanda infeksi baik infeksi
intestinal maupun ekstraintestinal.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengganggu
keseimbangan flora usus sehingga dapat memperpanjang lama diare dan
Clostridium difficile akan tumbuh yang menyebabkan diare sulit
disembuhkan.
Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional dapat mempercepat
resistensi kuman terhadap antibiotik. Untuk disentri basiler, antibiotik
diberikan sesuai dengan data sensitivitas setempat, bila tidak
memungkinkan dapat mengacu kepada data publikasi yang dipakai saat
ini, yaitu kotrimoksazol sebagai lini pertama, kemudian sebagai lini
kedua. Bila kedua antibiotik tersebut sudah resisten maka lini ketiga
adalah sefiksim.
Diare disentri :
Kotrimoksazol 50 mg/kgbb/hr, dibagi 2 dosis selama 5 hari atau
Kloramfenikol/tiamfenikol 50 mg/kgbb/hr,dibagi 3 dosis.
Antiparasit
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat pilihan
untuk amuba vegetatif.
Antiemetik
42
Muntah merupakan salah satu gejala pada anak dengan gastroenteritis
akut. Muntah sering mengganggu terapi pemberian cairan rehidrasi oral
(Oral Rehydration Therapy / ORT).
Ondansetron (2 mg untuk anak dengan BB < 15 kg, 4 mg untuk
anak dengan BB 15 – 30 kg, dan 8 mg untuk anak dengan BB >
30 kg) atau
Domperidone (2,5 mg untuk anak dengan BB < 15 kg, 5 mg
untuk anak dengan BB 15 – 30 mg, dan 10 mg untuk anak dengan
BB > 30 kg).
Penyulit Sepsis
Edukasi Orangtua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar.
Langkah promotif/preventif :
(1) ASI tetap diberikan.
(2) Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan.
(3) Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban.
(4) Immunisasi campak.
(5) Memberikan makanan yang sehat dan bersih.
(6) Penyediaan air minum yang bersih.
(7) Selalu memasak makanan.
43
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI ( PAG )
SMF ANAK
TAHUN 2019
GEADS/GEADB
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien Gastroenteritis yang
Pengertian (Definisi) sistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam
membuat keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga
aman, efektif dan berkualitas.
Mendapatkan informasi yang cukup untuk mengidentifikasi masalah
terkait gizi serta membuat keputusan atau menentukan gambaran dan
Asesmen / Pengkajian :
penyebab masalah terkait gizi yang menjadi dasar dalam menegakkan
diagnosa gizi.
Data Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut
Antropometri Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U).
Mengkaji adanya anoreksia, mual, muntah, sakit perut, diare,
Fisik/Klinis konstipasi, suhu tubuh, perdarahan saluran cerna, dll.
Riwayat Makan Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif
dan kuantitatif).
Riwayat Personal Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif.
NI-2.1 Asupan makan oral tidak adekuat berkaitan dengan tidak nafsu
makan, mual, muntah ditandai dengan asupan makan 50% kebutuhan.
Diagnosis Gizi (Masalah NI-5.10.1 Tidak cukupnya asupan mineral yang berhubungan dengan
Gizi) pengeluaran yang tinggi (diare) yang ditandai dengan estimasi asupan
kurang dari kebutuhan, malabsorpsi.
Diagnosa gizi lain dapat pula timbul tergantung kondisi pasien.
44
Preskripsi diet :
1. Energi 2000 kkal/hari, dapat ditingkatkan bila ada demam dan
kondisi yang perlu peningkatan energi.
2. Protein cukup, total 75 g/ hari. Utamakan protein hewani dengan
bioavaibility (daya serap) tinggi.
3. Lemak cukup, total 42 g/ hari.
4. Karbohidrat sebagai sumber tenaga, total 285 g/ hari.
5. Cukup cairan, vitamin dan mineral baik dari makanan maupun
minuman.
6. Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan pagi,
siang, sore dan 1 kali selingan diantara makan pagi dan siang.
b. Implementasi
Pemberian Makanan Pemberian edukasi dan konseling gizi bertujuan meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman penderita dan keluarga tentang
c. Edukasi pentingnya asupan cairan dan elektrolit, bentuk makanan baik jumlah,
d. Konseling Gizi jadwal dan jenis makanan yang dianjurkan.
e. Koordinasi dengan Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan
tenaga kesehatan lain dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan
pasien.
Monitoring dan Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
Evaluasi positif maupun negative dari :
1. Status Gizi berdasarkan antropometri.
2. Hasil biokimia terkait gizi.
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi.
4. Asupan makanan.
45
Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI).
46
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
GASTROENTERITIS AKUT
DEHIDRASI RINGAN SEDANG
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
47
RADIOLOGI/IMAGING UGS Abdomen
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emergency
Asesmen Keperawatan Perawat penanggung
jawab
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Gastroenteritis akut
dehidrasi ringan sedang
Diagnosis Keperawatan Diare (00013)
Risiko
ketidakseimbangan
cairan (00025)
Risiko
ketidakseimbangan
elektrolit (00195)
Nyeri akut (000132)
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
(00002)
Diagnosis Gizi NI-2.1 Asupan makan
oral tidak adekuat
berkaitan dengan tidak
nafsu makan, mual,
muntah ditandai
dengan asupan makan
50% kebutuhan.
NI-5.10.1 Tidak
cukupnya asupan
mineral yang
berhubungan dengan
pengeluaran yang
tinggi (diare) yang
ditandai dengan
estimasi asupan kurang
dari kebutuhan,
48
malabsorpsi
DISCHARGE PLANNING Aktivitas yang bisa
dilakukan pasien
Terapi yang diberikan
(Kegunaan,dosis,efek
samping)
Diet yang dapat
dikonsumsi
Hand hygiene
Kualitas hidup sehat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Medis Penjelasan Diagnosis
Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Konseling Gizi Diberikan oralit, ekstra
minum termasuk ASI
bila masih menyusu.
Pemberian makanan
bertahap kembali ke
makanan semula,
frekuensi 6 kali (porsi
kecil sering) sesuai
kemampuan
Cairan Infus
Obat Oral
Rectal
TATALAKSANA/INTERVENSI
(TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan Manajemen cairan dan
elektrolit
Manajemen nyeri
Manajemen diare
49
Pemenuhan kebutuhan
nutrisi
Kolaborasi
pemasangan infus
Kolaborasi pemberian
obat
TLI Gizi Rehidrasi cairan oralit,
Diet makanan
cair/lumat, tim saring,
lunak, biasa, secara
bertahap. Anak dengan
ASI tetap diberikan
TLI Farmasi
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
Tindakan pencegahan
infeksi selama
perawatan
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Mobilisasi bertahap
Fisioterapi
50
OUTCOME/HASIL
Medis Dehidrasi teratasi
BAB kurang dari 3 kali
sehari dengan ampas
(+)
Keperawatan Tanda vital dalam
batas normal
Asupan baik
Tarakan,
( ) ( )
51
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ANAK
TAHUN 2019
KEJANG DEMAM
(R 56.00)
52
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah
perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III,
rekomendasi D).
Pungsi lumbal
Pungsi lumbal dianjurkan pada: 1. Bayi kurang dari 12 bulan
sangat dianjurkan dilakukan 2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang
demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada
usia anak >6 tahun atau kejang demam fokal.
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti: 1.
Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) 2. Paresis
nervus VI 3. Papiledema
53
Edukasi prognosis baik.
(Hospital Health 2. Memberitahukan cara penanganan kejang
Promotion) 3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang
kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping
1. Tidak ada demam
Indikator Medis 2. Tidak ada kejang berulang
3. Intake baik
Lama Perawatan 3-5 hari
Kejang demam sederhana prognosisnya baik. Pada 482 anak
kejang demam sederhana yang dipantau selama 1 – 5 Tahun tidak
ditemukan kematian, disabilitas intelektual maupun kecacatan.
Risiko epilepsy pada kejang demam sederhana hanya 1-2%.
Sebanyak 30 - 35% akan mengalami kejang demam kembali.
Risiko meningkat jika kejang pertama terjadi pada umur kurang
Prognosis dari 1 tahun, ada riwayat kejang demam pada saudara kandung,
kejang demam terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi ,
interval waktu antara demam dan kejang pendek dan adanya
perkembangan yang abnormal sebelum kejang.
Kejang demam kompleks :risiko terjadinya epileps di kemudian
hari adalah 5 – 10% terutama jika kejang demam fokal, lama dan
ada riwayat epilepsy dalam keluarga
Tingkat Evidens III
Tingkat Rekomendasi A
dr.Taheng Sebayang, Sp.A
dr. Sigit P, SP.A
dr. Franky S, Sp.A
Penelaah Kritis
dr. Helvy S, Sp.A
dr.Dian Artanti, Sp.A
dr. Rahma, Sp.A
Konsultasi
54
management in children presenting acutely to secondary care.
Arch Dis Child 2004; 89:278-280.
6. AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a first
simple febrile seizures. Pediatr 1996;97:769-95
55
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
TAHUN 2019
KEJANG DEMAM
Pengertian Asuhan keperawatan pada pasien dengan kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks
Asesmen 1.Tanda-tanda vital
Keperawatan 2.Tanda kejang: durasi, frekwensi, tipe
3. Demam
4.Aktivitas
5.ADL
6.Pengkajian bio, psikososial, spiritual dan budaya
Diagnosis Keperawatan 1. Hipertermia (00007)
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201)
3. Risiko kekurangan volume cairan (00028)
4. Risiko Cedera (00035)
5. Risiko aspirasi (00039)
56
efektifias terapi yang diberikan
5. Mengamankan kepatenan jalan nafas
- Buka jalan nafas
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu nafas
- Pasang OPA bila perlu
- Patenkan jalan nafas
6. Mencegah risiko jatuh
- Identifikasi resiko cidera
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien (gunakan skala humty
dumty), gunakan gelang resiko jatuh berwarna kuning, pasang tanda
resiko jatuh segitiga warna kuning pada tempat tidur
- Identifikasi keamanan lingkungan (fisik, biologis dan kimia)
- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan resiko jatuh
- Pembatasan gerak saat kejang
- Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan
dipasang tongue spatel yang telah dibungkus kasa
- Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien
- Lepaskan pakaian yang mengganggu pernafasan
7. Manajemen nutrisi; bantuan peningkatan Berat Badan
- Kaji status nutrisi, identifikasi kalori dan jenis nutrien, monitor
asupan makan, monitor berat badan. lakukan oral hygiene sebelum
makan, edukasi program diet yang diberikan, kolaborasi pemberian
antiemetik sebelum makan
Informasi dan edukasi 1. Perawatan Demam
2. Pemberian antipiretik
3. Pengauran posisi saat kejang
4. Mengamankan airway atau patesi jalan nafas
5. Mencegah cedera
6. Minum obat teratur
7. Peningkatan nutrisi dan cairan
8. Mengenali tanda bahay umum: kejang berulang dan penurunan
kesadaran
Evaluasi Mengevaluasi respon subyektif dan obyektif setelah dilaksanakan intervensi
dan dibandingkan dengan kriteria hasil serta analisis terhadap
perkembangan diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan
Penelaah kritis Komite keperawatan
Kepustakaan 1. Black & Hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang diharapkan. (Elsevier, Ed.) (8th ed.).
Singapore: Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
2. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman,
Cheryl M. Wgner (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), Ed
6. Mocomedia: Jakarta
3. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nursing Diagnoses NANDA
2015-2017: definitions & classification. John Wiley & Son.
4. Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing:
5. Patient-Centered Collaborative Care. (Elsevier, Ed.) (7th ed.). St. Louis,
Missouri: Elsevier Saunder.
57
6. Kleinpell, B. R., Aitken, L., & Schorr, C. A. (2013). Implications of the
New International Sepsis Guidelines for Nursing Care. American
Journal of Critical Care, 22(3), 212–222.
7. Torsvik, M., Gustad, L. T., Mehl, A., Bangstad, I. L., Vinje, L. J.,
Damås, J. K., & Solligård, E. (2016). Early identification of sepsis in
hospital inpatients by ward nurses increases 30-day survival. Critical
Care, 1–9. https://doi.org/10.1186/s13054-016-1423-1
8. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing Outcome
classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
9. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional Indonesia (PPNI) : Jakarta
58
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI ( PAG )
SMF ANAK
TAHUN 2019
KEJANG DEMAM
59
Preskripsi diet :
1. Energi 2000 kkal/hari, dapat ditingkatkan bila ada demam dan
kondisi yang perlu peningkatan energi.
2. Protein cukup, total 75 g/ hari. Utamakan protein hewani
dengan bioavaibility (daya serap) tinggi.
3. Lemak cukup, total 42 g/ hari.
4. Karbohidrat sebagai sumber tenaga, total 285 g/ hari.
5. Cukup cairan, vitamin dan mineral baik dari makanan maupun
minuman.
6. Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan
pagi, siang, sore dan 1 kali selingan diantara makan pagi dan
siang.
Monitoring dan Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
Evaluasi positif maupun negative dari :
1. Status Gizi berdasarkan antropometri.
2. Hasil biokimia terkait gizi.
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi.
4. Asupan makanan.
Re asesmen Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal ( pada
(Kontrol Kembali ) hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk melihat keberhasilan intervensi
sesuai hasil monitoring evaluasi.
1. Asupan makanan ≥ 80 % dari kebutuhan.
Indikator 2. Status Gizi normal berdasarkan antropometri Berat Badan
(Target yang akan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U),
dicapai / Outcome ) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Indeks Massa
Tubuh menurut Umur (IMT/U).
1. Asuhan Gizi Klinik. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta : EGC,
2019.
2. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta :
EGC, 2016.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
Kepustakaan
2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk
Masyarakat Indonesia.
4. Penuntun Diet Anak Edisi ke 3 tahun 2014. Asosiasi Dietisien
Indonesia (AsDI). Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Persatuan
Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI).
60
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
KEJANG DEMAM
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
RADIOLOGI/IMAGING
KONSULTASI THT
61
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emergency
Asesmen Keperawatan Perawat penanggung
jawab
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Kejang Demam
Sederhana
Kejang Demam
Kompleks
Diagnosis Keperawatan Hipertermia (00007)
Risiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
(000201)
Risiko kekurangan
volume caira (00028)
Risiko cedera (00035)
Risiko aspirasi
(00039)
Diagnosis Gizi NI-1.1 Peningkatan
kebutuhan zat gizi
energi berkaitan
dengan meningkatnya
kebutuhan untuk
menjaga suhu tubuh
ditandai dengan
asupan tidak adekuat,
demam
Diagnosis Gizi NI-2.1 Asupan makan
oral tidak adekuat
berkaitan dengan
tidak nafsu makan,
mual, muntah ditandai
dengan asupan makan
50% kebutuhan.
Diagnosis Gizi NI-3.1 Kekurangan
asupan cairan per oral
berkaitan dengan
demam muntah tidak
dapat mencukupi
kebutuhan ditandai
dengan asupan cairan
62
kurang dari
kebutuhan.
DISCHARGE PLANNING Identifikasi kebutuhan
edukasi dan latihan
selama perawatan
Identifikasi kebutuhan
di rumah
Hand hygiene
Anjuran istirahat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Medis Penjelasan Diagnosis
Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Konseling Gizi Makanan saring atau
lunak
Edukasi Keperawatan Kompres hangat
Pengaturan posisi
kejang
Mengenali risiko
kejang berulang
Menurunkan risiko
cedera akibat kejang
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling Obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi Parasetamol IV
Cairan Infus RL
Obat Oral Parasetamol 10-
15mg/kgBB per 1 kali
pemberian diberikan
4x sehari
63
obat oral
TLI Gizi Pemenuhan kebutuhan
nutrisi/gizi
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Kejang
Status hidrasi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Pembatasan Tahapan mobilisasi
mobilisasi saat kejang sesuai kondisi
pasien
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tidak ada kejang
Suhu tubuh batas
normal
Hemodinamik stabil
Keperawatan Suhu tubuh bats
normal
Tidak ada kejang
Hemodinamik stabil
64
Gizi Asupan makanan
>80%
Optimalisasi status
gizi
Farmasi Terapi obat sesuai
indikasi
Obat rasional
Tarakan,
( ) ( )
65
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
66
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
67
Pemeriksaan Fisik 1. Terdapat satu atau lebih manifestasi perdarahan, seperti uji tourniquet
(tes Rumple Leed) posisi Petekie, purpura, ekimosis, perdarahan mukosa
seperti: epistaksis, perdarahan gusi, hematesis melana, hematuria,
pendarahan per vagina.
2. Dapat ditemukan tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites.
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Tanda warning sign seperti:
a. Kebocoran plasma berat ditandai dengan syok, atau akumulasi cairan
disertai distress pernafasan. Syok ditandai dengan; nadi lemah, cepat
dan kecil sampai tidak teraba, tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg
atau kurang, kulit teraba dingin dan lembab, tertutama di daerah akral
seperti ujung hidung, jari tangan dan kaki, sianosis di sekitar mulut,
ujung jari tangan dan kaki.
b. Pendarahan berat
c. Gangguan organ berat
Kriteria Diagnosis Kriteria klinis
1. Demam mendadak tinggi terus menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan, seperti uji tourniquet (tes Rumple Leed)
ptekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematesis melana,
hematuria, pendarahan per vagina.
3. Pembesaran hati (hepatomegali)
4. Tanpa atau dengan gejala-gejala syok, seperti:
a. Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tidak teraba
b. Tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg atau kurang
c. Kulit teraba dingin dan lembab, tertutama di daerah akral seperti
ujung hidung, jari tangan dan kaki
d. Sianosis di sekitar mulut, ujung jari tangan dan kaki.
Kriteria laboratories:
1. Trombositopenia (trombosit 100.000/mm3 atau kurang)
2. Hemokonsentrasi (adanya peningkatan hematokrit > 20%
dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin atau
penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya)
3. Pemeriksaan NS-1 positif pada hari ke-2 sampai ke-3 / Serology DHF
positif pada pemeriksaan hari ke-5 atau sesudahnya
Klasifikasi derajat penyakit DBD (WHO 1997):
1. Derajat I: demam tinggi yang disertai gejala klinis yang tidak khas
dan satu-satunya manifestasi perdarahan, adalah uji tourniquet positif.
2. Derajat II: seperti derajat I, tetapi disertai perdarahan spontan di kulit dan
atau perdarahan nyata lain (petekie, perdarahan gusi, perdarahan hidung
hematemesis melana).
3. Derajat III: seperti derajat II yang disertai tanda adanya kegagalan
sirkulasi yaitu: denyut nadi yang cepat dan kecil, tekanan nadi menurun
atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit menjadi dingin dan lembab,
penderita tampak gelisah.
4. Derajat IV: sudah terjadi syok (profound shock) dimana nadi tidak teraba
dan tekanan darah tidak terukur.
Klasifikasi derajat penyakit DBD (WHO 2009):
1. Dengue tanpa tanda bahaya (Dengue without Warning Sign)
68
2. Dengue dengan tanda bahaya (Dengue with Warning Sign):
a. Nyeri perut
b. Muntah berkepanjangan
c. Terdapat akumulasi cairan
d. Perdarahan mukosa
e. Letargi, lemah
f. Pembesaran hati > 2cm
g. Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit
yang cepat
3. Dengue Berat (Severe Dengue)
Sampai saat ini masih digunakan kombinasi kriteria WHO 1997 dan WHO
2009
Diagnosis Banding 1. Demam Tifoid
2. Campak
3. Influenza
4. Chikungunya
5. Leptospirosis
6. Malaria
Pemeriksaan 1. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
Penunjang limfositosis relatif (>45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) > 15% total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat
2. Trombositopenia (trombosit 100.000/mm3 atau kurang)
3. Hemokonsentrasi (adanya peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan
standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin atai penurunan hematokrit
> 20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya)
4. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
atau deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR, namun
karena teknik yang rumit, saat ini dilakukan tes serologi yang mendeteksi
adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa NS-1, IgM maupun IgG
anti dengue
5. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah
6. Tanda kebocoran Plasma : Hipoalbuminemia atau hiponatremia
7. SGOT/SGPT : dapat meningkat
8. Ureum, Kreatinin: dapat meningkat pada keadaan gagal ginjal akut.
9. Pemeriksaan radiologis, foto rontgen dada, dan USG abdomen bila
dicurigai ada tanda-tanda kebocoran plasma
Konsultasi Jika diperlukan konsultasi ke Intensive Care Unit
Perawatan Rumah 1. Bila Trombosit < 100.000, dengan atau tanpa perdarahan
Sakit 2. Tanda-tanda perdarahan spontan yang berat (Pendarahan Mayor)
3. Tanda-tanda ancaman syok
4. Tanda-tanda penyulit seperti gagal ginjal, gagal nafas, kejang dan
keadaan yang memerlukan terapi dengan titrasi.
69
Terapi / tindakan
70
2. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis,
treatment, prevention and control. New Edition 1997
3. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan
Kesehatan, 2005
71
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHANKEPERAWATAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
72
perkembangan diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan
Penelaah kritis Komite keperawatan
Kepustakaan 1. Black & Hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang diharapkan. (Elsevier, Ed.) (8th ed.). Singapore:
Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
2. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman,
Cheryl M. Wgner (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), Ed
6. Mocomedia: Jakarta
3. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nursing Diagnoses NANDA
2015-2017: definitions & classification. John Wiley & Son.
4. Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing:
5. Patient-Centered Collaborative Care. (Elsevier, Ed.) (7th ed.). St. Louis,
Missouri: Elsevier Saunder.
6. Kleinpell, B. R., Aitken, L., & Schorr, C. A. (2013). Implications of the
New International Sepsis Guidelines for Nursing Care. American
Journal of Critical Care, 22(3), 212–222.
7. Torsvik, M., Gustad, L. T., Mehl, A., Bangstad, I. L., Vinje, L. J.,
Damås, J. K., & Solligård, E. (2016). Early identification of sepsis in
hospital inpatients by ward nurses increases 30-day survival. Critical
Care, 1–9. https://doi.org/10.1186/s13054-016-1423-1
8. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing Outcome
classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
9. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional Indonesia (PPNI) : Jakarta
73
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
Preskripsi diet :
1. Energi 2000 kkal/hari, dapat ditingkatkan bila ada demam dan
kondisi yang perlu peningkatan energi.
2. Protein cukup, total 75 g/ hari. Utamakan protein hewani
dengan bioavaibility (daya serap) tinggi.
3. Lemak cukup, total 42 g/ hari.
74
4. Karbohidrat sebagai sumber tenaga, total 285 g/ hari.
5. Cukup cairan, vitamin dan mineral baik dari makanan maupun
minuman.
6. Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan
pagi, siang, sore dan 1 kali selingan diantara makan pagi dan
siang.
b. Implementasi Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet.
Pemberian
Makanan
c. Edukasi Pemberian edukasi dan konseling gizi bertujuan meningkatkan
d. Konseling Gizi pengetahuan dan pemahaman penderita dan keluarga tentang
pentingnya kepatuhan diet untuk membantu penyembuhan.
e. Koordinasi dengan Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan
tenaga kesehatan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan
lain pasien.
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
Monitoring dan positif maupun negative dari :
Evaluasi 1. Status Gizi berdasarkan antropometri.
2. Hasil biokimia terkait gizi.
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi.
4. Asupan makanan.
Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal (
Re asesmen pada hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk melihat keberhasilan
(Kontrol Kembali) intervensi sesuai hasil monitoring evaluasi.
1. Asupan makanan ≥ 80 % dari kebutuhan.
Indikator 2. Status Gizi normal berdasarkan antropometri Berat Badan menurut
(Target yang akan Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan
dicapai / Outcome ) menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Indeks Massa Tubuh
menurut Umur (IMT/U).
1. Asuhan Gizi Klinik. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta : EGC,
2019.
2. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa.
Jakarta : EGC, 2016.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28
Kepustakaan
Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
untuk Masyarakat Indonesia.
4. Penuntun Diet Anak Edisi ke 3 tahun 2014. Asosiasi Dietisien
Indonesia (AsDI). Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI).
75
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
DEMAM BERDARAH
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
HARI RAWAT
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7
ASESMEN AWAL
Asesmen Awal Medis Dokter IGD/Dokter Poliklinik
Dokter Spesialis
Asesmen Awal Keperawatan Kondisi umum, tingkat
kesadaran, tanda tanda vital,
riwayat alergi, skrining gizi,
nyeri, status fungsional, risiko
jatuh, risiko decubitus,
kebutuhan edukasi dan budaya
LABORATORIUM Darah lengkap
NS1
IgM, IgG Dengue
RADIOLOGI/IMAGING Thorax AP
USG
KONSULTASI
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/
Emergency
Asesmen Keperawatan Perawat penanggung jawab
Asesmen Gizi Tenaga Gizi (nutrisionis)
76
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Demam berdarah grade I/II
Diagnosis Keperawatan Hipertermi (00007)
Nyeri akut (00132)
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
(00002)
Risiko perdarahan (00206)
TATALAKSANA/INTERVEN
SI (TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan Manajemen demam
Manajemen cairan
Manajemen nyeri
Kolaborasi pemasangan infus
Kolaborasi pemberian obat oral
Kolaborasi pemberian obat IV
TLI Gizi Diet makanan lunak atau
makanan biasa
Cukup caira dari makanan dan
minuman
TLI Farmasi Rekomendasi kepada DPJP
MONITORING &
EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
MOBILISASI/REHABILITA
SI
Medis
78
Keperawatan Dibantu sebagian
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Demam hilang
Tanda syok (-)
Keperawatan Suhu normal
Hemodinamik stabil
Nyeri berkurang
Perdarahan negative
Tarakan,
( ) ( )
79
DEMAM TIFOID
Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990): hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain : peningkatan Bilirubin, peningkatan SGOT/SGPT, penuruna
PT)
Tifoid Karier
Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang ta
tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid.
80
demam.
Alternatif lain :
- Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
kloramfenikol)
- Kotrimoksazol 2 x 960mg selama 2 minggu
- Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram
dalam dekstrosa 100 cc selama . jam per- infus sekali sehari, selama 3-5
hari.
Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2x1 gram
Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari
IV):
– Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
– Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
– Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
– Pefloksasin 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
– Fleroksasin 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
Kasus Kegawatan :
Pada kasus toksis tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan
atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak
masih dalam batas normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x
500 mg dengan ampisilin 4x1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.
Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksis tifoid, peritonitis
atau perforasi, renjatan septik.
Steroid hanya diindikasikan pada toksis tifoid atau demam tifoid yang
Penyulit Sepsis
Edukasi Penjelasan perjalanan penyakit
Penjelasan perawatan di rumah
1. Kriteria pulang perbaikan klinis
Indikator Medis 2. Indikator : 80% pasien pulang dalam waktu 7 hari tanpa komplikasi
Lama Perawatan 5-7 hari
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Prognosis Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens IV
Tingkat
C
Rekomendasi
Tim Penyusun Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinis RSUD
Penelaah Kritis
Tarakan
Konsultasi -
Kepustakaan Pedoman pelayanan Medis IDAI jilid 1. 2010
81
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
DEMAM TIFOID
Pengertian Asuhan keperawatan pada pasien dengan Demam Tifoid
82
Asesmen 1. Sirkulasi
Keperawatan 2. Eliminasi
3. Makanan dan cairan
4. Nyeri dan ketidaknyaman
5. Keamanan
6. Informasi yang dibutuhkan
Diagnosis Keperawatan 1. Hipertermi (00007)
2. Nyeri akut (00132)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
Kriteria Evaluasi/ 1. Termoregulasi
Nursing Outcome Tingkat pernafasan, frekuensi nadi, suhu, hipertemi, sakit kepala
membaik
2. Nyeri terkontrol
melaporkan perubahan terhadap nyeri, menggambarkan faktor penyebab
nyeri, menggunakan sumber daya yang tersedia
3. Status Nutrisi: asupan makanan dan cairan
Asupan makan secara oral, asupan cairan secara oral, asupan intravena
adekuat
83
2015-2017: definitions & classification. John Wiley & Son.
4. Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing:
5. Patient-Centered Collaborative Care. (Elsevier, Ed.) (7th ed.). St. Louis,
Missouri: Elsevier Saunder.
6. Kleinpell, B. R., Aitken, L., & Schorr, C. A. (2013). Implications of the
New International Sepsis Guidelines for Nursing Care. American
Journal of Critical Care, 22(3), 212–222.
7. Torsvik, M., Gustad, L. T., Mehl, A., Bangstad, I. L., Vinje, L. J.,
Damås, J. K., & Solligård, E. (2016). Early identification of sepsis in
hospital inpatients by ward nurses increases 30-day survival. Critical
Care, 1–9. https://doi.org/10.1186/s13054-016-1423-1
8. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing Outcome
classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
9. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional Indonesia (PPNI) : Jakarta
84
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
DEMAM TIFOID
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien Demam Tifoid yang
Pengertian (Definisi) sistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam
membuat keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga
aman, efektif dan berkualitas.
Mendapatkan informasi yang cukup untuk mengidentifikasi masalah
terkait gizi serta membuat keputusan atau menentukan gambaran dan
Asesmen / Pengkajian :
penyebab masalah terkait gizi yang menjadi dasar dalam menegakkan
diagnosa gizi.
Data Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut
Antropometri Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U).
Fisik/Klinis Mengkaji adanya anoreksia, mual, muntah, sakit perut, diare,
konstipasi, suhu tubuh, perdarahan saluran cerna, dll.
Biokimia Mengkaji data laboratorium seperti Hb, Trombosit, Albumin, data
laboratorium lain terkait gizi (bila ada).
Riwayat Makan Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif dan
kuantitatif).
Riwayat Personal Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif.
NI-2.1 Asupan makan oral tidak adekuat berkaitan dengan tidak nafsu
makan, mual, muntah ditandai dengan asupan makan 50% kebutuhan.
Diagnosis Gizi NI-3.1 Kekurangan asupan cairan per oral berkaitan dengan demam
(Masalah Gizi) muntah tidak dapat mencukupi kebutuhan ditandai dengan asupan
cairan kurang dari kebutuhan.
Diagnosa gizi lain dapat pula timbul tergantung kondisi pasien.
Preskripsi diet :
1. Energi 2000 kkal/hari, dapat ditingkatkan bila ada demam dan
kondisi yang perlu peningkatan energi.
2. Protein cukup, total 75 g/ hari. Utamakan protein hewani
dengan bioavaibility (daya serap) tinggi.
3. Lemak cukup, total 42 g/ hari.
85
4. Karbohidrat sebagai sumber tenaga, total 285 g/ hari.
5. Cukup cairan, vitamin dan mineral baik dari makanan maupun
minuman.
6. Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan
pagi, siang, sore dan 1 kali selingan diantara makan pagi dan
siang.
Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet.
b. Implementasi
Pemberian
Makanan
Pemberian edukasi dan konseling gizi bertujuan meningkatkan
c. Edukasi
pengetahuan dan pemahaman penderita dan keluarga tentang
d. Konseling Gizi
pentingnya kepatuhan diet untuk membantu penyembuhan.
86
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
DEMAM TIFOID
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
87
KONSULTASI
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emergency
Asesmen Keperawatan Tanda vital dan status
nutrisi : nafsu makan,
mual,muntah,diare,
konstipasi
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Demam Tifoid (Non
komplikata)
Diagnosis Keperawatan Hipertermi (00007)
Nyeri akut (00132)
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
(00002)
88
Anjuran istirahat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Medis Penjelasan Diagnosis
Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Konseling Gizi Diet lambung bentuk
saring atau lambung
Edukasi Keperawatan Konseling nutrisi/pola
makan
Pola istirahat
Pola hidup sehat
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi Ceftriaxon
Rectal
TATALAKSANA/INTERVENSI
(TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan Manajemen demam
Manajemen cairan
Manajemen pemberian
terapi
Monitoring tanda vital
Manajemen infeksi
TLI Gizi Pemenuhan kebutuhan
nutrisi
Diet makanan lunak
atau makanan saring
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
Tindakan pencegahan
infeksi selama
perawatan
89
antipiretik
Monitoring gejala diare
atau konstipasi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Mobilisasi bertahap
dari miring kiri dan
kanan,duduk
bersandar,berdiri dan
berjalan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tegaknya diagnosis
berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik
Didapatkan diagnose
definitive Salmonella
typhi atau paratyphi
dari pemeriksaan
penunjang
Keperawatan Termoregulasi
Nyeri terkontrol
Asupan nutrisi dan gizi
baik
90
Obat rasional
Tarakan,
( ) ( )
91
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
b. Kulit: pucat,
c. Pemeriksaan jantung:
Pemeriksaan Fisik
d. Pemeriksaan Paru: sesak napas (kusmaul), ronchi
e. Pemeriksaan Ekstremitas
92
Diagnosis Koma hipoglikemia
93
Kepustakaan 6. Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia, PB PAPDI, 2005
Harrison 17th edition
DEMAM TIFOID
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien Demam Tifoid yang
Pengertian (Definisi) sistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam
membuat keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga
aman, efektif dan berkualitas.
Mendapatkan informasi yang cukup untuk mengidentifikasi masalah
terkait gizi serta membuat keputusan atau menentukan gambaran dan
Asesmen / Pengkajian :
penyebab masalah terkait gizi yang menjadi dasar dalam menegakkan
diagnosa gizi.
Data Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut
Antropometri Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U).
Fisik/Klinis Mengkaji adanya anoreksia, mual, muntah, sakit perut, diare,
konstipasi, suhu tubuh, perdarahan saluran cerna, dll.
Biokimia Mengkaji data laboratorium seperti Hb, Trombosit, Albumin, data
laboratorium lain terkait gizi (bila ada).
Riwayat Makan Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif dan
kuantitatif).
Riwayat Personal Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif.
NI-2.1 Asupan makan oral tidak adekuat berkaitan dengan tidak nafsu
makan, mual, muntah ditandai dengan asupan makan 50% kebutuhan.
Diagnosis Gizi NI-3.1 Kekurangan asupan cairan per oral berkaitan dengan demam
(Masalah Gizi) muntah tidak dapat mencukupi kebutuhan ditandai dengan asupan
cairan kurang dari kebutuhan.
Diagnosa gizi lain dapat pula timbul tergantung kondisi pasien.
Preskripsi diet :
94
1. Energi 2000 kkal/hari, dapat ditingkatkan bila ada demam dan
kondisi yang perlu peningkatan energi.
2. Protein cukup, total 75 g/ hari. Utamakan protein hewani
dengan bioavaibility (daya serap) tinggi.
3. Lemak cukup, total 42 g/ hari.
4. Karbohidrat sebagai sumber tenaga, total 285 g/ hari.
5. Cukup cairan, vitamin dan mineral baik dari makanan maupun
minuman.
6. Diberikan dalam 3 porsi makan lengkap terdiri dari makan
pagi, siang, sore dan 1 kali selingan diantara makan pagi dan
siang.
Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet.
b. Implementasi
Pemberian
Makanan
Pemberian edukasi dan konseling gizi bertujuan meningkatkan
c. Edukasi
pengetahuan dan pemahaman penderita dan keluarga tentang
d. Konseling Gizi
pentingnya kepatuhan diet untuk membantu penyembuhan.
95
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF PENYAKIT DALAM
HIPOGLIKEMIA
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
RADIOLOGI/IMAGING
KONSULTASI
96
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emergency
Asesmen Keperawatan Tanda vital dan status
nutrisi
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Koma hipoglikemia
Diagnosis Keperawatan
97
Pola istirahat
Pola hidup sehat
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi
Rectal
TATALAKSANA/INTERVENSI
(TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan
Manajemen cairan
Manajemen pemberian
terapi
Monitoring tanda vital
Manajemen infeksi
TLI Gizi Pemenuhan kebutuhan
nutrisi
Diet makanan lunak
atau makanan saring
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
Tindakan pencegahan
infeksi selama
perawatan
98
terkait gizi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Mobilisasi bertahap
dari miring kiri dan
kanan,duduk
bersandar,berdiri dan
berjalan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tegaknya diagnosis
berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik
Keperawatan Termoregulasi
Asupan nutrisi dan gizi
baik
99
Tarakan,
( ) ( )
100
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
Pengertian (Definisi) Merupakan dekompensasi metabolik yang akut ditandai dengan trias
hiperglikemia, asidosis metabolik dan hiperketonemia terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.
Poliuri, polidipsi, penurunan berat badan, riwayat berhenti menyuntik
Anamnesis insulin, demam, mual, muntah, nyeri perut (gastropati diabetikum).
101
infus insulin menjadi 0,05 - 0,1 u/kgBB/jam (3 - 6 u/jam), dan
tambahkan infus dextrose 5 - 10%. Pada kondisi klinik pemberian
insulin intravena tidak dapat diberikan, maka insulin diberikan dengan
dosis 0,3 iu (0,4 - 0,6 iu)/kgBB yang terbagi menjadi setengah dosis
secara intravena dan setengahnya lagi secara subkutan atau
intramuskular, selanjutnya diberikan insulin secara intramuskular atau
subkutan 0,1 iu/kgBB/jam, selanjutnya protokol penatalaksanaannya
sama seperti pemberian drip intravena.
3.Kalium: Total deficit K yang terjadi selama KAD diperkirakan
mencapai 3-5 mEq/kgBB. Terapi kalium dimulai saat terapi cairan
sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi urine,
terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/L
4.Glukosa: Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg% maka dapat dimulai
infus mengandung glukosa
5.Bikarbonat: masih kontroversial, hanya dianjurkan pada KAD yang
berat (pH<7,1)
6.Pengobatan lain:
a. Antibiotik yang adekuat
b. Oksigen bila pO2 < 80 mmHg
c. Heparin bila ada DIC atau bila yperosmolar (>380 mOsm/L).
Penyulit Edema otak, Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS), thrombo
emboli
Edukasi Edukasi DM (pemberian dosis insulin / OAD yang tepat dan
(Hospital Health kepatuhan), komunikasi efektif terutama saat penyandang DM
Promotion) mengalami sakit akut (misalnya batuk, pilek, diare, demam, luka).
1. Kesadaran membaik
2. Sesak berkurang
Indikator Medis
3. Analisa gas darah normal
4. Gula darah normal
Lama Perawatan 5 hari
Ad vitam : dubia ad bonam
Prognosis Ad fungsionam : duabia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens I
Tingkat Rekomendasi A
Dr. Muh,Hasbi Hasyim, Sp.PD
Dr. Yuliani Bekti, Sp.PD
Dr. N.P Merlynda Pusvita D, Sp.PD
Penelaah Kritis
Dr. Anief A. Sp.PD
Tim Penyusun Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinis RSUD
Tarakan
102
Neurologi
Konsultasi Mata
Kardiologi
Kepustakaan 1.Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2006.p.1896-9.
2.Gotera W, Budiyasa DGA. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetic
(KAD). Jurnal Penyakit Dalam; 2010. Vol 11.
103
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI ( PAG )
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
KETOASIDOSIS DIABETIK
(E10 – E14)
Biokimia Mengkaji data laboratorium terkait gizi seperti Gula darah sewaktu,
HbA1c, leukosit, Hb, Albumin, dll.
Riwayat Makan Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif
dan kuantitatif).
Riwayat Personal Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif.
104
batas normal.
Prinsip diet :
1. Tepat jumlah energi dan zat gizi.
2. Tepat jenis makanan dan atau bahan makanan.
3. Tepat jadwal makan.
Preskripsi diet :
1. Energi dihitung sesuai kebutuhan berdasarkan energi basal, energi
untuk aktivitas, energi karena kondisi penyakit DM, dan koreksi
untuk usia.
2. Karbohidrat diberikan sebesar 45-60 % kebutuhan energi total,
untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat sehari-hari dengan
sukrosa (gula pasir) tidak lebih dari 5 % kebutuhan energi total
dan serat minimal 25 gram sehari.
3. Protein diberikan sebesar 10-15 % kebutuhan energi total, untuk
memenuhi kebutuhan protein sehari-hari.
4. Lemak diberikan sebesar 20-25 % kebutuhan energi, untuk
memenuhi kebutuhan lemak sehari-hari dengan total kolesterol
dalam menu <300 mg per hari.
5. Vitamin dan Mineral diberikan sesuai kecukupan gizi yang
dianjurkan, khusus sodium per hari direkomendasikan <2400
mg.
6. Cairan dalam minuman atau kuah makanan sesuai dengan
kecukupan lebih kurang 2 liter per hari.
7. Bentuk makanan sesuai dengan kemampuan penderita. Pengolahan
menu dengan mengurangi garam dapur, mengganti dengan
penggunaan rempah-rempah dan bawang putih.
8. Mengurangi konsumsi makanan manis, gurih, makanan yang
diawetkan/kalengan, biskuit, krakers, kecap manis.
e. Koordinasi dengan Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan
tenaga kesehatan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan
lain pasien.
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
Monitoring dan positif maupun negative dari :
Evaluasi 1. Status Gizi berdasarkan antropometri.
2. Hasil biokimia terkait gizi.
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi.
4. Asupan makanan.
105
Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal ( pada
Re asesmen hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk melihat keberhasilan intervensi
(Kontrol Kembali) sesuai hasil monitoring evaluasi.
1. Asupan makanan ≥ 80 % dari kebutuhan.
Indikator 2. Status Gizi normal berdasarkan antropometri.
(Target yang akan 3. Tekanan darah dalam batas normal.
dicapai/Outcome) 4. Kadar glukosa darah dalam batas normal.
1. Asuhan Gizi Klinik. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta : EGC,
2019.
2. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta :
EGC, 2016.
Kepustakaan 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk
Masyarakat Indonesia.
4. Masakan Lezat Sehat untuk mencegah dan mengatasi Diabetes
Mellitus. Tuti Sunardi. Jakarta : Gaya Favorit Press, 2007.
106
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF PENYAKIT DALAM
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
RADIOLOGI/IMAGING
KONSULTASI
107
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emergency
Asesmen Keperawatan Tanda vital dan status
nutrisi
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Ketoasidosis
diabetikum
Diagnosis Keperawatan
108
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Medis Penjelasan Diagnosis
Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Konseling Gizi Diet bentuk saring atau
lunak
Edukasi Keperawatan Konseling nutrisi/pola
makan
Pola istirahat
Pola hidup sehat
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi Insulin
Cairan Infus RL
Obat Oral
Rectal
TATALAKSANA/INTERVENSI
(TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan
Manajemen cairan
Manajemen pemberian
terapi
Monitoring tanda vital
Manajemen infeksi
TLI Gizi Pemenuhan kebutuhan
nutrisi
Diet makanan lunak
atau makanan saring
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
Tindakan pencegahan
infeksi selama
perawatan
109
Gizi Monitoring asupan
makanan
Monitoring
antopometri
Monitoring biokimia
Monitoring fisik/klinik
terkait gizi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Mobilisasi bertahap
dari miring kiri dan
kanan,duduk
bersandar,berdiri dan
berjalan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tegaknya diagnosis
berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik
Keperawatan Termoregulasi
Asupan nutrisi dan gizi
baik
110
RENCANA Resume medis
PULANG/EDUKASI Penjelasan keadaan
PELAYANAN LANJUTAN umum pasien
Surat pengantar kontrol
Tarakan,
( ) ( )
111
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
KRISIS HIPERTENSI
Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistole >
180 mmHg dan atau diastole > 120 mmHg)
Klasifikasi krisis hipertensi:
1. Hipertensi emergensi: kenaikan tekanan darah mendadak yang
Pengertian (Definisi) disertai kerusakan organ target yang progresif. Pada keadaan ini
diperlukan tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam
kurun waktu menit/jam.
2. Hipertensi urgen: kenaikan tekanan darah mendadak yang tidak
disertai kerusakan organ target. Penurunan tekanan darah harus
dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam.
1. Riwayat hipertensi (awal hipertensi, jenis obat anti hipertensi,
keteraturan konsumsi obat)
2. Gangguan organ (kardiovaskular, serebrovaskular, renovaskular dan
organ lain)
3. Pusing
4. Kepala berat
Anamnesis 5. Nyeri dada
6. Cepat lelah
7. Berdebar-debar
8. Sesak nafas
9. Kelemahan atau kelumpuhan sebagian atau seluruh anggota tubuh
10. Bisa tanpa keluhan
1. Pengukuran tekanan darah di kedua lengan
2. Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas
3. Auskultasi untuk mendengar ada / tidak bruit pembuluh darah besar,
Pemeriksaan Fisik
bising jantung dan ronkhi paru.
4. Pemeriksaan neurologis umum.
5. Pemeriksaan funduskopi.
1. EKG
Pemeriksaan 2. Darah lengkap
Penunjang 3. Ureum/kreatinin
4. SGOT/PT
5. Elektrolit darah
6. GDS
7. Urinalisis
8. Ronsen thorax AP
9. Pemeriksaan lain bila memungkinkan: CT scan kepala, Ekokardiografi,
112
USG
Kriteria Diagnosis Tekanan darah > 180/120 mmHg perlu diperhatikan kecepatan kenaikan
tekanan darah tersebut dan derajat gangguan organ target yang terjadi.
113
Indikator Medis 1. Tidak ada keluhan, tekanan darah tercapai < 140/90 mmHg
114
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI ( PAG )
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
KRISIS HIPERTENSI
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien Krisis Hipertensi
Pengertian (Definisi) yang sistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam
membuat keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga
aman, efektif dan berkualitas.
Mendapatkan informasi yang cukup untuk mengidentifikasi masalah
terkait gizi serta membuat keputusan atau menentukan gambaran dan
Asesmen / Pengkajian
penyebab masalah terkait gizi yang menjadi dasar dalam menegakkan
diagnosa gizi.
Data Berat Badan, Tinggi Badan, Indeks Massa Tubuh dan atau
Antropometri
Lingkar Lengan Atas.
Riwayat Makan Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif
dan kuantitatif).
Riwayat Personal Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif.
NI-5.4 Penurunan kebutuhan Natrium berkaitan dengan hipertensi
ditandai dengan tekanan darah meningkat.
Diagnosis Gizi
NB-1.1 Kurangnya pengetahuan berkaitan belum pernah
(Masalah Gizi)
mendapatkan edukasi gizi ditandai dengan riwayat gizi suka
mengonsumsi camilan ringan yang asin.
Prinsip diet :
1. Rendah natrium ( Diet Rendah Garam ).
Preskripsi diet :
115
1. Energi diberikan sesuai dengan kebutuhan, total 2300 kkal / hari.
2. Protein sedang, yaitu 86 g / hari.
3. Karbohidrat sebagai sumber tenaga, total 374 g / hari.
4. Lemak sedang, yaitu 51 g / hari.
5. Cairan diberikan cukup, yaitu 2000 ml.
6. Asupan natrium dibatasi hingga 800 mg/hari atau setara dengan ½
sendok teh garam (2 gram). Hindari makanan kaleng dan
makanan kemasan yang tinggi natrium.
7. Hindari konsumsi kopi, teh kental, dan minuman yang
mengandung soda atau alkohol.
8. Hindari penggunaan bumbu yang terlalu tajam (asin, pedas, dan
asam) serta bumbu olahan yang mengandung natrium (seperti
penyedap rasa).
e. Koordinasi dengan Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan
tenaga kesehatan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan
lain pasien.
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
Monitoring dan positif maupun negative dari :
Evaluasi 1. Status Gizi berdasarkan antropometri.
2. Hasil biokimia terkait gizi.
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi.
4. Asupan makanan.
Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal ( pada
Re asesmen hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk melihat keberhasilan intervensi
(Kontrol Kembali) sesuai hasil monitoring evaluasi.
1. Asupan makanan ≥ 80 % dari kebutuhan.
Indikator (Target 2. Status Gizi normal berdasarkan antropometri.
yang akan dicapai / 3. Tekanan darah dalam batas normal.
Outcome) 4. Kadar Natrium dalam batas normal.
1. Asuhan Gizi Klinik. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta : EGC,
2019.
2. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta :
Kepustakaan EGC, 2016.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk
Masyarakat Indonesia.
116
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF PENYAKIT DALAM
KRISIS HIPERTENSI
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
RADIOLOGI/IMAGING
KONSULTASI
117
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emergency
Asesmen Keperawatan Tanda vital dan status
nutrisi
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Krisis hipertensi
Diagnosis Keperawatan
118
Pola hidup sehat
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi
Cairan Infus RL
Obat Oral
Rectal
TATALAKSANA/INTERVENSI
(TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan
Manajemen cairan
Manajemen pemberian
terapi
Monitoring tanda vital
Manajemen infeksi
TLI Gizi Pemenuhan kebutuhan
nutrisi
Diet rendah garam
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
Tindakan pencegahan
infeksi selama
perawatan
119
Farmasi Monitoring interaksi
obat
Monitoring efek
samping obat
Pemantauan terapi obat
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Mobilisasi bertahap
dari miring kiri dan
kanan,duduk
bersandar,berdiri dan
berjalan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tegaknya diagnosis
berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik
Keperawatan Termoregulasi
Asupan nutrisi dan gizi
baik
120
Tarakan,
( ) ( )
121
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
Pengertian (Definisi) Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari
diabetes melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi
berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing,
kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada
penderita diabetes tipe II
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah suatu
sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar,
dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran
Poliuri, polidipsi, penurunan berat badan, riwayat berhenti menyuntik
Anamnesis
insulin, demam, mual, muntah, nyeri perut (gastropati diabetikum)
1. Penurunan kesadaran; mulai delirium, depresi sampai
Pemeriksaan Fisik koma
2. Tidak ada hiperventilasi
3. Tidak ada bau nafas
4. Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)
5. Takikardi
6. Hipotensi
Pemeriksaan Penunjang 1. Glucose sticks
2. Urine strip
3. Kadar HCO3
4. Anion gap
5. pH darah
6. Elektrolit
7. Tes fungsi ginjal
8. Pemeriksaan kadar keton dalam darah
1. Hiperglikemia > 600 mg/dl
Kriteria Diagnosis 2. Osmolalitas serum > 350 mOsm/ kg
3. pH > 7,3
4. Bikarbonat serum > 15 mEq/L
5. Anion gap normal
6. BUN > 30 md/dL
7. Kreatinine > 1.5 mg/dL
Ketoasidosis Diabetik
Diagnosis Banding
122
1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan
Terapi menggunakan cairan Pasien dengan DKA dan HHS dengan
defisit air diperkirakan ~ 100 ml / kg berat badan. Terapi cairan
awal diarahkan ekspansi volume intravaskular dan pemulihan
perfusi ginjal. Saline isotonik (0,9% NaCl) diinfuskan dengan
kecepatan 500-1.000 mL / jam selama 2 jam pertama biasanya
cukup, tetapi pada pasien dengan syok hipovolemik, satu liter
ketiga atau keempat saline isotonik mungkin diperlukan untuk
mengembalikan tekanan darah normal dan perfusi jaringan.
Setelah penurunan volume intravaskular telah diperbaiki, laju
infus normal saline harus dikurangi menjadi 250 mL / jam atau
berubah menjadi 0,45% saline (250-500 mL / jam) tergantung
pada konsentrasi natrium serum dan keadaan hidrasi. Tujuannya
adalah untuk mengganti setengah dari defisit air diperkirakan
selama 12-24 jam. Setelah mencapai glukosa plasma 250 mg / dl
pada DKA dan 300 mg / dl di HHS, cairan pengganti harus
mengandung 5-10% dekstrosa untuk memungkinkan pemberian
insulin dilanjutkan sampai ketonemia dikendalikan sambil
menghindari hipoglikemia. Sebuah aspek penting dari
manajemen cairan tambahan pada hiperglikemia adalah untuk
menggantikan volume urin yang hilang. Kegagalan untuk
menyesuaikan penggantian cairan dapat menunda koreksi
elektrolit dan defisit air.
2. Insulin Penelitian acak prospektif telah ditetapkan
dengan jelas keunggulan terapi insulin dosis rendah dalam dosis
yang lebih kecil dari hasil insulin dalam waktu kurang
hipoglikemia dan hipokalemia. insulin meningkatkan
pemanfaatan glukosa perifer dan menurunkan produksi glukosa
hepatik, sehingga menurunkan konsentrasi glukosa darah. Selain
itu, terapi insulin menghambat pelepasan FFA dari jaringan
adiposa dan penurunan ketogenesis, baik yang mengarah pada
pembalikan ketogenesis. Pada pasien sakit kritis, insulin reguler
diberikan secara intravena dengan infus kontinu yang merupakan
pengobatan pilihan. Pasien tersebut harus dirawat di unit
perawatan intensif atau unit step down di mana perawatan yang
memadai dan perputaran cepat dari hasil tes laboratorium yang
tersedia. Sebuah bolus intravena awal insulin reguler 0,15 Unit /
kg berat badan, diikuti dengan infus kontinu insulin reguler
dengan dosis 0,1 Unit / kg / jam (5-10 Unit / jam) harus
diberikan. Hal ini akan mengakibatkan penurunan yang cukup
diprediksi dalam konsentrasi glukosa plasma pada tingkat 65-125
mg / jam. Ketika kadar glukosa plasma mencapai 250 mg / dl di
DKA atau 300 mg / dl di HHS, laju infus insulin berkurang
menjadi 0,05 Unit / kg / jam (3-5 unit / jam), dan dextrose (5-
10%) harus ditambahkan ke cairan infus. Setelah itu, tingkat
pemberian insulin mungkin perlu disesuaikan untuk
mempertahankan nilai-nilai glukosa di atas sampai ketoasidosis
diperbaiki. Selama terapi, glukosa darah kapiler harus ditentukan
setiap 1-2 jam di samping tempat tidur menggunakan strip reagen
123
oksidase glukosa. Darah harus diambil setiap 2-4 jam untuk
penentuan elektrolit serum, glukosa, nitrogen urea darah,
kreatinin, magnesium, fosfor, dan pH vena. Seorang pasien sadar
dengan ringan DKA bisa dirawat di bangsal rumah sakit umum.
Pada pasien tersebut, pemberian insulin secara teratur setiap 1-2
jam dengan subkutan atau intramuskular telah terbukti efektif
dalam menurunkan glukosa darah dan konsentrasi badan keton
sebagai memberikan seluruh dosis insulin dengan infus intravena.
Selain itu, telah ditunjukkan bahwa penambahan albumin di
infusate itu tidak diperlukan untuk mencegah adsorpsi insulin ke
tabung IV atau tas. Pasien tersebut harus menerima dosis insulin
reguler 0,4 Unit / kg berat badan, diberikan setengah bolus
intravena dan setengah sebagai injeksi subkutan atau
intramuskular. Efektivitas pemberian intramuskular atau
subkutan telah terbukti. Namun, suntikan subkutan lebih mudah
dan lebih menyakitkan
3. Kalium. Meskipun total defisit kalium ~ 3-5 mEq / kg
berat badan, kebanyakan pasien dengan DKA memiliki tingkat
kalium serum pada atau di atas batas atas normal. Tingkat tinggi
terjadi karena pergeseran kalium dari intrasel ke ekstraselular
ruang karena asidemia, defisiensi insulin, dan hipertonisitas.
Kedua terapi insulin dan koreksi asidosis penurunan kadar kalium
serum dengan merangsang serapan kalium seluler di jaringan
perifer. Oleh karena itu, untuk mencegah hipokalemia,
kebanyakan pasien memerlukan kalium intravena selama terapi
DKA. penggantian dengan kalium intravena (dua pertiga sebagai
kalium klorida [KCl] dan satu pertiga sebagai kalium fosfat
[KPO4]) harus dimulai segera setelah konsentrasi serum kalium
di bawah 5,0 mEq / L. Tujuan pengobatan adalah untuk
mempertahankan serum kadar kalium dalam kisaran normal 4-5
mEq / L. Pada beberapa pasien hiperglikemia dengan kekurangan
kalium yang parah, pemberian insulin dapat memicu hipokalemia
yang mendalam, yang dapat menginduksi aritmia yang
mengancam jiwa dan kelemahan otot pernapasan. Jadi, jika
kalium serum awal lebih rendah dari 3,3 mEq / L, kalium
penggantian harus dimulai segera dengan infus KCl pada tingkat
40 mEq / jam, dan terapi insulin harus ditunda sampai kalium
serum ≥ 3,3 mEq / L.
4. Bikarbonat. Asidosis metabolik yang berat dapat
menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard, vasodilatasi
serebral dan koma, dan beberapa komplikasi gastrointestinal.
Namun, alkalinisasi cepat dapat menyebabkan hipokalemia,
asidosis paradoks sistem saraf pusat, dan memperburuk asidosis
intraseluler (sebagai akibat dari peningkatan produksi karbon
dioksida) dengan alkalosis dihasilkan. Studi terkontrol telah gagal
untuk menunjukkan manfaat dari terapi bikarbonat pada pasien
dengan DKA dengan pH arteri antara 6,9 dan 7. Namun,
kebanyakan ahli di lapangan merekomendasikan penggantian
bikarbonat pada pasien dengan Ph <7. Pada pasien DKA dengan
124
pH > 7 atau pasien dengan HHS, terapi bikarbonat tidak
dianjurkan.
5. Fosfat Kekurangan fosfat total secara universal hadir
pada pasien dengan DKA, tetapi relevansi dan manfaat dari terapi
penggantian klinis tetap tidak menentu. Beberapa studi telah
gagal untuk menunjukkan efek menguntungkan dari penggantian
fosfat pada hasil klinis. Keuntungan teoritis terapi fosfat meliputi
pencegahan depresi pernapasan dan generasi eritrosit 2,3-
diphosphoglycerate. Karena manfaat potensial, penggantian
fosfat hati dapat diindikasikan pada pasien dengan disfungsi
jantung, anemia, depresi pernafasan, dan pada mereka dengan
konsentrasi serum fosfat lebih rendah dari 1.0-1.5 mg / dl. Jika
penggantian fosfat diperlukan, itu harus diberikan sebagai garam
kalium, dengan memberikan setengah KPO4 dan setengah KCl.
Pada pasien tersebut, karena risiko hipokalsemia, kalsium dan
fosfat serum tingkat harus dipantau selama infus fosfat.
6. Pengobatan lain:
Antibiotik yang adekuat
Oksigen bila pO2 < 80 mmHg
Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (>380 mOsm/L)
Edema otak
Penyulit Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Tromboemboli
Edukasi DM (pemberian dosis insulin / OAD yang tepat dan
Edukasi kepatuhan), komunikasi efektif terutama saat penyandang DM
(Hospital Health mengalami sakit akut (misalnya batuk, pilek, diare, demam, luka)
Promotion)
1. Kesadaran membaik
Indikator Medis 2. Analisa gas darah normal
3. Gula darah normal
Lama Perawatan 7 hari
Ad vitam : dubia ad bonam
Prognosis Ad fungsionam : duabia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens I
Tingkat Rekomendasi A
125
Konsultasi
126
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
Biokimia Mengkaji data laboratorium terkait gizi seperti Gula darah sewaktu,
HbA1c, leukosit, Hb, Albumin, dll.
Riwayat Makan Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif
dan kuantitatif).
Riwayat Personal Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif.
127
dan zat gizi penderita sesuai dengan kondisi penyakitnya.
2. Mempertahankan status gizi (Berat badan Ideal), serta membantu
mencapai kadar glukosa darah, HbA1c, dan tekanan darah dalam
batas normal.
Prinsip diet :
1. Tepat jumlah energi dan zat gizi.
2. Tepat jenis makanan dan atau bahan makanan.
3. Tepat jadwal makan.
Preskripsi diet :
1. Energi dihitung sesuai kebutuhan berdasarkan energi basal,
energi untuk aktivitas, energi karena kondisi penyakit DM,
dan koreksi untuk usia.
2. Karbohidrat diberikan sebesar 45-60 % kebutuhan energi
total, untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat sehari-hari
dengan sukrosa (gula pasir) tidak lebih dari 5 % kebutuhan
energi total dan serat minimal 25 gram sehari.
3. Protein diberikan sebesar 10-15 % kebutuhan energi total,
untuk memenuhi kebutuhan protein sehari-hari.
4. Lemak diberikan sebesar 20-25 % kebutuhan energi, untuk
memenuhi kebutuhan lemak sehari-hari dengan total
kolesterol dalam menu <300 mg per hari.
5. Vitamin dan Mineral diberikan sesuai kecukupan gizi yang
dianjurkan, khusus sodium per hari direkomendasikan <2400
mg.
6. Cairan dalam minuman atau kuah makanan sesuai dengan
kecukupan lebih kurang 2 liter per hari.
7. Bentuk makanan sesuai dengan kemampuan penderita.
Pengolahan menu dengan mengurangi garam dapur,
mengganti dengan penggunaan rempah-rempah dan bawang
putih.
8. Mengurangi konsumsi makanan manis, gurih, makanan yang
diawetkan/kalengan, biskuit, krakers, kecap manis.
e. Koordinasi dengan Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan
tenaga kesehatan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan
lain pasien.
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
Monitoring dan positif maupun negative dari :
128
Evaluasi 1. Status Gizi berdasarkan antropometri.
2. Hasil biokimia terkait gizi.
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi.
4. Asupan makanan.
Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal ( pada
Re asesmen hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk melihat keberhasilan intervensi
(Kontrol Kembali) sesuai hasil monitoring evaluasi.
1. Asupan makanan ≥ 80 % dari kebutuhan.
Indikator 2. Status Gizi normal berdasarkan antropometri.
(Target yang akan 3. Tekanan darah dalam batas normal.
dicapai/Outcome) 4. Kadar glukosa darah dalam batas normal.
1. Asuhan Gizi Klinik. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta : EGC,
2019.
2. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta :
EGC, 2016.
Kepustakaan 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk
Masyarakat Indonesia.
4. Masakan Lezat Sehat untuk mencegah dan mengatasi Diabetes
Mellitus. Tuti Sunardi. Jakarta : Gaya Favorit Press, 2007.
129
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF PENYAKIT DALAM
HYPERGLICEMIC HYPEROSMOLAR SYNDROME
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
RADIOLOGI/IMAGING
KONSULTASI
130
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emergency
Asesmen Keperawatan Tanda vital dan status
nutrisi
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Status hyperosmolar
hiperglikemia
Diagnosis Keperawatan
131
dikonsumsi
Anjuran istirahat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Medis Penjelasan Diagnosis
Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Konseling Gizi Diet bentuk saring atau
lunak
Edukasi Keperawatan Konseling nutrisi/pola
makan
Pola istirahat
Pola hidup sehat
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi Insulin
Cairan Infus RL
Obat Oral
Rectal
TATALAKSANA/INTERVENSI
(TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan
Manajemen cairan
Manajemen pemberian
terapi
Monitoring tanda vital
Manajemen infeksi
TLI Gizi Pemenuhan kebutuhan
nutrisi
Diet makanan lunak
atau makanan saring
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
Tindakan pencegahan
infeksi selama
perawatan
132
Gizi Monitoring asupan
makanan
Monitoring
antopometri
Monitoring biokimia
Monitoring fisik/klinik
terkait gizi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Mobilisasi bertahap
dari miring kiri dan
kanan,duduk
bersandar,berdiri dan
berjalan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tegaknya diagnosis
berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik
Keperawatan Termoregulasi
Asupan nutrisi dan gizi
baik
133
membaik,gula darah
stabil
Tarakan,
( ) ( )
134
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
SEPSIS
No. ICD 10 R65.20
Pengertian (Definisi) Sepsis adalah adanya sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang
ditandai gejala sistemik dan terdapat tanda-tanda infeksi atau faktor risiko
timbulnya infeksi Dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam
sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Sepsis ditandai
dengan perubahan temperatur tubuh, perubahan jumlah leukosit, takikardi
dan takipnu
Anamnesis 1. Riwayat demam dengan kecurigaan infeksi
2. Riwayat lingkungan yang kurang higienis
Riwayat aktivitas berkurang atau iritabel, muntah, perut kembung, tidak
sadar, kejang
Pemeriksaan Fisik 1. Sesuai dengan lokasi infeksi
2. Suhu badan >38°C atau <36°C
3. Frekuensi denyut jantung > 90 x/menit
4. Frekuensi pernafasan > 24 x/menit atau PaCO2 < 32
5. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau <4.000/mm3, atau adanya >10%
batang
Kriteria Diagnosis SIRS + fokus infeksi, qSOFA, SOFA Score
Diagnosis Banding Diagnosis banding yang perlu dipikirkan antara lain yang disebabkan oleh
non infeksi seperti toksin, salisilat, kokain, badai tiroid,sindrom
neuroleptik maligna, heat stroke, demam sentral. Gambaran sistemis yang
menyerupai sepsis bisa terjadi pada penyakit kolagen vaskular atau
sindrom vaskulitis, keganasan, over dosis obat dan toksin. Pasien syok dan
asidosis dapat ditemui pada infark miokard akut, emboli paru, hemoragik
akut, insufisiensi adrenal, reaksi anafilaksis atau reaksi obat.
Pemeriksaan Penunjang DL, kimia darah, kultur darah, kultur dari organ infeksi
Konsultasi Sesuai dengan lokasi organ
Terapi / tindakan 1. Beri oksigen jika ditemukan tanda gawat nafas
2. Cairan parenteral
(ICD 9-CM)
3. Antibiotik intravena
4. Ranitidin
5. Transfusi Trombosit, jika Trombositopenia
6. Transfusi Darah, jika Anemia
Beri nutrisi parenteral
Penyulit Syok Septik
135
Informed Consent Diperlukan
Lama Perawatan 1-2 minggu
Masa Pemulihan 3-5 hari
Hasil Klinis membaik
Prognosis Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
Ad Functional : Dubia ad malam
Tingkat Evidens IV
Tingkat Rekomendasi C
Dr. Muh,Hasbi Hasyim, Sp.PD
Dr. Yuliani Bekti, Sp.PD
Dr. N.P Merlynda Pusvita D, Sp.PD
Penelaah Kritis
Dr. Anief A. Sp.PD
Tim Penyusun Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinis RSUD
Tarakan
Indikator Medis Kesadaran membaik, sesak berkurang, demam berkurang
Edukasi Hindari infeksi
Kepustakaan 1. Guntur Sepsis. Dalam Sudoyo AW, SetiyohadiB, AlwiI,
SimadibrataM, SetiatiS, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
4 Jilid III. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 4. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : 2006. hal. 1862-5.
2. Marx J A, et Editors. Rosen’s Emergency Medicine Concepts &
Clinical Practice 6 th ed. 2006. Philadelphia: Mos by Elsevier.
3. Dellinger R P , Levy MM, Carlet, JM, Surviving Sepsis Campaign:
International guide lines for management of severe sepsis and septic
shock: 2008. Crit Care Med 2008; 36: 296 –327
136
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
SEPSIS
Pengertian Asuhan keperawatan pada pasien dengan Sepsis
Asesmen Keperawatan 1. Riwayat lengkap meliputi usia, riwayat penyakit, trauma, prosedur
invasif dan kondisi kronis yang dapat menyebabkan kejadian sepsis
2. Tanda tanda vita dan sirkulasi
Hipotensi, takikardi, suara nafas, Takypnea, Suhu tubuh > 38°c atau <
36 °C, capilary refil time, Perfusi jaringan perifer akral dingin, pucat
pada daerah perifer
3. Kaji adanya penurunan tingkat kesadaran, pucat, warna kulit, vena
jugularis, urine output yang menurun, membran mukosa oral
4. Adanya kondisi hiperglikemia atau hipoglikemia
5. Adanya perdarahan
6. peningkatan serum laktat dan leukosit
Diagnosis 1. Resiko syok (00205)
Keperawatan 2. Kekurangan volume cairan (00027)
3. Ketidakefektifan Pola Nafas (00032)
4. Penurunan curah jantung (00029)
5. Ketidakefektifan perfusi jaraingan perifer (00204)
6. Hipertermia (00007)
7. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)
8. Ansietas (00146)
Kriteria Evaluasi/ 1. Keparahan syok septik ringan sampai dengan tidak ada ditandai dengan
Nursing Outcome penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik, nadi, sesak nafas,
peningkatan pernafasan, penurunan oksigen arteri, peningkatan suhu
tubuh, penurunan tingkat kesadaran ringan sampai dengan tidak ada
2. Keseimbangan cairan tidak terganggu ditandai tekanan darah, denyut
perifer, keseimbangan urin output 24 jam, turgor kulit serum elektrolit
tidak terganggu.
3. Status pernafasan: ventilasi baik dengan kriteria frekuensi pernaafasan,
irama pernafasan, kedalaman inspirasi tidak ada deviasi. Penggunaan
otot bantu nafas, suara nafas tambahan, retraksi dinding dada, dispnea
ringan sampai dengan tidak ada
Status pernafasan: pertukaran gas baik dengan kriteria tekanan parsial
oksigen di darah arteri, tekanan parsial karbondioksida di dalam darah
arteri, Ph arteri, saturasi oksigen defiasi sedangn sampai dengan tidak
ada defiasi
4. Status sirkulasi baik ditandai dengan tekanan darah sistolik dan
diastolik, nadi, tekanan parsial oksigen di darah arteri, tekanan parsial
karbondioksida di dalam darah arteri, saturasi oksigen, urin output
deviasi ringan sampai dengan tidak ada. Distensi vena leher, edema
perifer, kelelahan, gangguan kognisi ringan samapi dengan tidak ada
137
5. Perfusi jaringan: perifer baik ditandai dengan pengisian kapiler jari,
suhu kulit ujung kaki dan tangan, tekanan darah sistolik dan diastolik,
nilai MAP deviasi ringan sampapi dengan tidak ada
6. Termoregulasi tidak terganggu dengan kriteria merasa dingin tingkat
pernafasan, frekuensi nadi suhu, hipertemi sakit kepala membaik
7. Kestabilan kadar glukosa darah meningkat dengan kriteria kadar
glukosa dalam darah membaik, pusing, lelah, rasa lapar, gemetar,
berkeringan menurun
8. Perasaan glisah, wajah tegang,rasa cemas yang disampaikan secara
lisan, fatique, gangguan tidur ringan sampai dengan tidak ada
Intervensi 1. Resusitasi cairan
Keperawatan - Pertahankan iv line yang paten, kolaborasi pemberian cairan yang
sesuai dengan kebutuhan pasien, manajemen cairan sesuai
program, pantau respon hemodinamik pasien, monitor kelebihan
cairan, monitor adanya edema paru
2. Manajemen elektrolit/cairan
- Monitor tanda dan gejala dehidrasi, monitor perubahan satatus paru
dan jantung, monitor kepatanan iv line, monitor intake dan outpu
secara akurat, monitor kadar serum elektrolit, monitor manifestasi
dari ketidakseimbangan elektrolit, manajemen elektrolit sesuai
dengan program dokter, konsultasikan dengan dokter tanda dan
gejala ketidakseimbangan elektrolit dan cairan yang menetap,
manajemen pemberian cairan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Monitor pernafasan
- Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas,
monitor adanya penggunaan otot-otot bantu pernafasan dan retraksi
dada, monitor suara nafas tambahan, monitor saturasi oksigen,
catat adanya perubahan nilai analisis gas darah, monitor
kemampuan batuk efektif, monitor keluhan sesak nafas, beri posisi
pasien untuk meningkatan ventilasi, berikan terapi nafas sesuai
dengan program dokter
Terapi oksigen meliputi bersihkan mulut, hidung, sekresi trake
dengan tepat, perhanakan kepatenan jalan nafas, beri oksigen
susuai dengan program, monitor aliran oksigen, monitor adanya
kerusakan kulit akibat gesekan alat pemberian oksigen, monitor
efektifitas terapi oksigen
4. Pengaturan hemodinamik dan manajemen asam basa
- Penilaian komprehensif staus hemodinamik, monitor status
vomume pasien hipervolemia atau hipovolemi, monitor tanda dan
gejala perfusi, berikan obat inotropik posiitif dan kontraktilitas
sesuai dengan program dokter, monitor efek obat, tingkatkan
kepala tempat tidur, monitor kadar elektrolit , berikan obat
vasodilatir dan vasokonstriktor sesuai program, evaluasi efek terapi
cairan, kurangi kecemasan dengan memberikan informasi yang
akurat
- Monitor kecenderungan pH arteri, pertahankan pemeriksaan
berkala pH arteri, monitor komplikasi dari koreksi yang dilakukan
monitor status neurologi, berikan pengobatan sesuai dengan
program
138
5. Manajemen syok
- Monitor tanda vital, status metal dan urin outpu, beri posisi untuk
mendapatkan perfusi yang optimal, monitor ekg sesuai kebutuhan,
monitor oksigenasi jaringan, berikan oksigen atau ventilasi
mekanik sesuai kebutuhan, monitor laboratorium AGD, Laktat,
kultur, profil pembekuan darah dan kimia darah, berikan cairan dan
memonitor hemodinamik dan urin otuput sesuai dengan kebutuhan,
beri vasopresor sesuai program
6. Perawatan demam
- Pantau suhu tubuh, monitor warna kulit dan suhu, monitor asupan
dan keluaran, motivasi menggunakan paaian yang ringan, beri
kompres hangat, beri cairan sesuai program dan obat antipiretik,
kaji penyebab demam, tingkatkan sirkulasi udara
7. Manajemen hiperglikemi dan hipoglikemi
- Monitor kadar glukosa darah, identifikasi situasi yang
menyebabkan hiperglikemi atau hipoglikemia, monitor tanda dan
gejala hiperglikemi dan hipoglikemia, manajemen pemberian
insulin sesuai program, manajemen pemberian D40 sesuai
program, berikan karbohidrat sederhana jika perlu, jaga kepatenan
jalan nafas
8. Pengurangan kecemasan
- Berikan dukungan emosi pada pasien dan keluarga dan dorong
harapan yang realistis, jelaskan semua prosedur yang akan
dilakukan dan sensasi yang dirasakan, beri informasi faktual
perawatan, dorong keluarga mendampingi, dorong verbalisasi
perasaan, beri usapan punggung dan leher yang baik secara tepat
139
Damås, J. K., & Solligård, E. (2016). Early identification of sepsis in
hospital inpatients by ward nurses increases 30-day survival. Critical
Care, 1–9. https://doi.org/10.1186/s13054-016-1423-1
7. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing Outcome
classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
8. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional Indonesia (PPNI) :
Jakarta
SEPSIS
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien sepsis yang
140
Pengertian (Definisi) sistematis dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam
membuat keputusan untuk menangani masalah gizi sehingga
aman, efektif dan berkualitas.
Mendapatkan informasi yang cukup untuk mengidentifikasi masalah
terkait gizi serta membuat keputusan atau menentukan gambaran dan
Asesmen / Pengkajian
penyebab masalah terkait gizi yang menjadi dasar dalam menegakkan
diagnosa gizi.
Data Berat Badan, Tinggi Badan, Indeks Massa Tubuh dan atau
Antropometri
Lingkar Lengan Atas.
Fisik/Klinis Mengkaji data kesadaran, tekanan darah, nadi, respiratory rate.
Biokimia Mengkaji data laboratorium terkait gizi seperti Gula darah sewaktu,
HbA1c, leukosit, Hb, Albumin, dll.
Riwayat Makan Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif dan
kuantitatif).
Riwayat Personal Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif.
Preskripsi diet :
1. Energi dihitung sesuai kebutuhan berdasarkan energi basal,
energi untuk aktivitas, energi karena kondisi penyakit sepsis,
dan koreksi untuk usia.
2. Karbohidrat diberikan sebesar 45-60 % kebutuhan energi
total, untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat sehari-hari
dengan sukrosa (gula pasir) tidak lebih dari 5 % kebutuhan
energi total dan serat minimal 25 gram sehari.
141
3. Protein tinggi 2 kg/BB untuk mengatasi sepsis
4. Lemak diberikan sebesar 20-25 % kebutuhan energi, untuk
memenuhi kebutuhan lemak sehari-hari dengan total
kolesterol dalam menu <300 mg per hari.
5. Vitamin C cukup yaitu 90 mg dari kebutuhan.
6. Vitamin K cukup yaitu 55 mg dari kebutuhan.
7. Zat besi cukup yaitu 15 mg dari kebutuhan mg.
8. Cairan dalam minuman atau kuah makanan sesuai dengan
kecukupan lebih kurang 2 liter per hari.
142
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF PENYAKIT DALAM
SEPSIS
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
143
KONSULTASI Anestesi
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/
Emergency
Asesmen Keperawatan Tanda vital dan
status nutrisi
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis Sepsis
Diagnosis Keperawatan Resiko syok (00205)
Kekurangan volume
cairan (00027)
Ketidakefektifan
Pola Nafas (00032)
Penurunan curah
jantung (00029)
Hipertermia (00007)
Diagnosis Keperawatan Ketidakefektifan
perfusi jaraingan
perifer (00204)
Diagnosis Keperawatan Resiko syok (00205)
Diagnosis Keperawatan Ketidakstabilan
kadar glukosa darah
(D.0027)
Diagnosis Keperawatan Ansietas (00146)
Diagnosis Gizi NI.5.1Peningkatan
Kebutuhan Zat Gizi
Energi dan Protein
akibat adanya sepsis
NC-2.2 Perubahan
nilai laboratorium
terkait zat gizi
khusus yang
berhubungan dengan
sepsis dimana
kemungkinan
mengalami
hipoalbumin dan
leukositosis
144
DISCHARGE PLANNING Aktivitas yang bisa
dilakukan pasien
Terapi yang
diberikan
(Kegunaan,dosis,efek
sampimg)
Diet yang dapat
dikonsumsi
Anjuran istirahat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Medis Penjelasan Diagnosis
Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Konseling Gizi Diet bentuk saring
atau lunak
Edukasi Keperawatan Konseling
nutrisi/pola makan
Pola istirahat
Pola hidup sehat
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi Antibiotik Sesuai hasil
kultur
Cairan Infus RL
Obat Oral
TATALAKSANA/INTERVENS
I (TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan Manajemen cairan
Manajemen
pemberian terapi
Monitoring tanda
vital
Pengaturan
hemodinamik dan
manajemen asam
basa
Manajemen syok
Perawatan demam
Pengurangan
kecemasan
TLI Gizi Pemenuhan
145
kebutuhan nutrisi
Diet makanan lunak
atau makanan saring
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
Tindakan
pencegahan infeksi
selama perawatan
Nilai laboratorium
Keperawatan Monitoring tanda
vital
Monitoring status
hidrasi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Mobilisasi bertahap
dari miring kiri dan
kanan,duduk
bersandar,berdiri dan
berjalan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tegaknya diagnosis
berdasarkan
146
anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Keperawatan Termoregulasi
Asupan nutrisi dan
gizi baik
Tarakan,
( ) ( )
147
SMF NEUROLOGI
148
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF NEUROLOGI
TAHUN 2019
STROKE HEMMORHAGIK
Pengertian (Definisi) Stroke hemoragik ialah suatu gangguan organik otak yang disebabkan
adanya darah di parenkim otak atau ventrikel
Gejala prodomal yaitu :
Defisit neurologis fokal atau global yang muncul secara tiba-tiba, dapat
Kriteria Diagnosis disertai tanda peningkatan tekanan intrakranial dan dibuktikan dengan
adanya lesi hiperdens (darah) pada pemeriksaan CT scan kepala
149
Diagnosis Stroke Hemoragik
Stroke iskemik
Diagnosis Banding
Tatalaksana Umum :
Terapi 1. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
2. Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
3. Pengendalian tekanan intrakranial (manitol, furosemide, jika
diperlukan)
4. Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
5. Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan
6. Gastroprotektor, jika diperlukan
7. Manajemen nutrisi
8. Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH
Tatalaksana Spesifik
1. Koreksi koagulopati (PCC/Prothrombine Complex
Concentrate, jika perdarahan karena antikoagulan)
2. Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor,
Calcium Antagonist, Beta blocker, Diuretik)
3. Manajemen gula darah (insulin, anti diabetic oral)
4. Pencegahan stroke hemoragik (manajemen factor risiko)
5. Neurorestorasi/Neurorehabilitasi
Edema otak
Penyulit Herniasi
150
Lama Perawatan 14-21 hari
vitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Prognosis Ad Fungsionam : dubia adbonam
(catatan : perdarahan otak luas dan disertai gejala
peningkatan tekanan intracranial,prognosis dubia ad malam
Tingkat Evidens I
Tingkat Rekomendasi A
Konsultasi
Kepustakaan
1. Hemphill C, Greenberg S, Anderson C, Becker K, BendokB, et al.
Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral
Hemorrhage . A Guideline for Healthcare Professionals From the
American Heart Association/American Stroke Association. Stroke
2015;46
2. Steiner T, Salman R, Beer R, Christensen H, Cordonnier C. uropean
Stroke Organisation (ESO) guidelines for the management of
spontaneous intracerebral hemorrhage. Int J of Stroke. 2014; 840–855
3. Samuels MA, Ropper AH. Samuel’s Manual of Neurologic
Therapeutics. 8thed.Philadelphia:Lippincott Williams & Walkins;
2010.p.387-393
4. Biller J. Hemorrhagic Cerebrovascular Disease. In: Practical Neurology.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2009.p.477-490.
5. Canadian Best Practice Recommendations for Stroke Care: Summary.
CMAJ. December 2,2008. Vol.179(12).
6. Broderick J, Connolly S, Feldmann E et al. Guidelines for the
Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage in Adults 2007
Update. Stroke 2007;38: 2001-2023.
7. Acute Stroke Practice Guidelines for Inpatient Management of
Intracerebral Hemorrhage. OHSU Health Care System. Jan 2010.
8. Dewey HM, Chambers BR, Donnan GA. Stroke. In: Warlow C (ed).
Handbook of Treatment in Neurology. The Lancet.
151
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN (PAK)
SMF NEUROLOGI
TAHUN 2019
STROKE HEMORAGIK
Pengertian Asuhan keperawatan pada pasien dengan Dispepsia
Asesmen Keperawatan Pengkajian awal meliputi;
1. Tingkat kesadaran
2. Orientasi
3. Penglihatan dan lapang pandang
4. Motorik (kekuatan, keseimbangan dan kordinasi)
5. Bahasa/komunikasi
6. Tanda vital dan glukosa darah
7. Pengkajian kardiovaskuler, pernafasan
8. Tingkat nutrisi
9. Kemampuan dalam menelan
10. Eliminasi usus dan urin
11. Kebutuhan psikososial serta
12. Kebutuhan belajar pasaine dan keluarga
152
3. Kontrol Nyeri dapat terkontrol ditandai dengan melaporkan
perubahan terhadap nyeri, menggambarkan faktor penyebab nyeri,
menggunakan sumber daya yang tersedia
4. Mobilitas fisik
Pergerakan ekstrimitas, kekuatan otot dan rentang gerakan sedang
sampai dengan meningkat. Nyeri, kaku sendi, gerakan terbatas dan
kelemahan fisik sedang samapai dengan menurun
5. Status Nutrisi: asupan makanan dan cairan
Asupan makan secara oral, asupan cairan secara oral, asupan
intravena adekuat
6. Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa baik ditandai dengan
integritas kulit, hidrasi, perfusi jaringan tidak terganggu. Lesi kulit,
eritema dan nekrosis jaringan ringan sampai dengan tidak ada
7. Status menelan meningkat dengan kriteria tersedak, batuk dan
muntah saat menelan ringan sampai dengan tidak ada. Kemampuan
penerimaan makanan sedikit terganggu
8. Komunikasi meningkat dengan kriteria menggunakan bahasa
tertulis, menggunakan bahasa lisan, menggunakan bahasa isyarat,
menggunakan bahasa non verbal, pertukaran pesan yang akurat
dengan orang lain sedikit terganggu sampai dengan tidak terganggu
9. Citra tubuh meningkat dengan kriteria gambaran internal diri,
kepuasan fungsi tubuh sikap terhadap menyentuh bagian tubuh
positif
10. Harga diri meningkat dengan kriteria verbalisasi penerimaan diri,
tingkat kepercayaan diri, penerimaan terhadap keterbatasan diri
positif
11. Tingkat jatuh menurun dengan kriteria jatuh dari tempat tidur, saat
berdiri, saat duduk menurun
153
c. Manajemen nyeri
- Identifikasi nyeri secara akurat sesuai dengan kondisi pasien,
kaji faktor penyebab nyeri, manajemen pemberian analgetik jika
diperlukan, gunakan metode penilaian nyeri sesuai dengan
kondisi pasien, kurangi faktor resiko yang dapat meningkatkan
nyeri, beri tindakan nonfarmakologi sesuai dengan kondisi
pasien, evaluasi keefektifak pemberian farmakologi dan
nonfarmakologi
d. Dukungan ambulasi, Terapi latihan: Mobilitas (pergerakan sendi)
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lain, identifikasi
toleransi fisik, beri edukasi untuk latihan bergerak di tempat
tidur, beri latihan gerak di tempat tidur, bersama pasien
mengatur latihan rutin,
- Tentukan batasan pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi
sendi, jelaskan manfaat dan tujuan laithan pergerakan sendi
pada pasien dan keluarga, dukung latihan ROM pasif dan latihan
ROM dengan bantuan, monitor lokasi dan kecenderungan
adanya nyeri dan ketidaknyamanan selama pergerakan,
konsultasikan dengan terapi fisik
e. Manajemen Nutrisi
- Identifikasi status nutrisi, monitor asupan nutrisi, lakukan
perawata oral hygine, kaji kebutuan nutrisi tambahan, anjurkan
posisi duduk atau setengah duduk saat makan, ajarkan makan
perlahan sedikit tetapi sering, kolaborasi ahli gizi kebutuhan
nutrisi
f. Perawatan tirah baring
- Posisikan badan sesuai dengan body alignment yang tepat, jaga
linin kasur tetap bersih dan kering, aplikasikan alat untuk
terjadinya footdrop, letakan alat untuk memposisikan dalam
jangkaun yang mudah, ganti posisi pasien setiap 2 jam, monitor
kondisi kulit, bantu jaga keberisihan kulit
g. Terapi menelan, pencegahan aspirasi
- Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, dan kemampuan
menelan, skrining adanya disfagia, posisikan kepala tegak lurus
30 sampai 90 derajat, periksa posisi alat bantu makan (NGT atau
Gastrostomi), periksa residu dalam NGT, potong makanan
dalam bentuk kecil-kecil, latihaan pasien untuk membuka dan
menutup mulut, beri makanan pasien yang digunakan untuk
menghisap
h. Promosi komunikasi: defisit bicara
- Monitor proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berkaitan
dengan berbicara, monitor frustasi, marah, depresi atau hal lain
yang menggangu bicara, gunakan metode alternatif berbicara,
ulangi apa yang disampaikan oleh pasien, beri dukungan
psikologis, bantu keluarga untuk berkomunikasi dengan pasienn,
i. Peningkatan citra tubuh
- Monitor perubahan citra tubuh yang mempengaruhi kondisi
pasien, diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya, diskusikan
mengembangkan harapan baru secara realistis, latih fungsi tubuh
154
yang dimiliki
j. Peningkatan harga diri, peningkatan koping
- Monitor perilaku pasien terhadap ketidak mampuan yang
dialami akibat penyakit, bantu pasien mengidentifikasi
kekuatan, libatkan keluarga dalam memberikan respon positif,
dengarkan pasien dengan baik, bentu pasien menerima
ketergantungan terhadap orang lain dengan tepat
- Bantu pasien mengidentifikasi jangka panjang dan jangka
pendek, dorong kemandirian pasien sesuai dengan kondisi
pasien, berikan dukungan setiap keberhasilan pasien dalam
melakukan sesuatu, beri penjelasan terhadap perilaku yang tidak
sesuai
k. Pencegahan jatuh
- Kaji kondisi yang meningkatkan resiko jatuh, memonitor
kemampuan untuk berpindah dan bergerak, bantu ambulasi
individu, letakan benda-benda dalam jangkauan, edukasi
keluarga dan pasien pencegahan jatuh
Informasi dan edukasi 1. Edukasi kebutuhan mobilisasi
2. Edukasi perawatan kulit
3. Edukasi kebutuhan nutrisi, pemberian nutrisi dengan alat bantu,
latihan menelan, jenis makana yang diberikan
4. Edukasi pencegahan jatuh
5. Edukasi peningkatan citra tubuh
6. Edukasi peningkatan koping
7. Edukasi latihan ambulasi
Evaluasi Mengevaluasi respon subyektif dan obyektif setelah dilaksanakan
intervensi dan dibandingkan dengan kriteria hasil serta analisis terhadap
perkembangan diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan
Penelaah kritis Komite keperawatan
Kepustakaan 1. Black & Hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang diharapkan. (Elsevier, Ed.) (8th ed.).
Singapore: Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
2. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman,
Cheryl M. Wgner (2013). Nursing Interventions Classification
(NIC), Ed 6. Mocomedia: Jakarta
3. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nursing Diagnoses
NANDA 2015-2017: definitions & classification. John Wiley &
Son.
4. Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing:
Patient-Centered Collaborative Care. (Elsevier, Ed.) (7th ed.). St.
Louis, Missouri: Elsevier Saunders
5. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing
Outcome classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
6. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis
Keperawatan Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional
Indonesia (PPNI) : Jakarta
155
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI (PAG)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2019
STROKE HEMORHAGIK
Metoda pemecahan masalah gizi pada pasien stroke yang sistematis
Pengertian (Definisi) dimana Nutrisionis/Dietisien berfikir kritis dalam membuat keputusan
untuk menangani masalah gizi sehingga aman, efektif dan berkualitas.
Mendapatkan informasi yang cukup untuk mengidentifikasi masalah
terkait gizi serta membuat keputusan atau menentukan gambaran dan
Asesmen / Pengkajian :
penyebab masalah terkait gizi yang menjadi dasar dalam menegakkan
diagnosa gizi.
Data Berat Badan, Tinggi Badan, Indeks Massa Tubuh dan atau Lingkar
Antropometri
Lengan Atas.
Mengkaji data nyeri saat menelan, kesulitan menelan, air lir menetes,
Fisik/Klinis makanan lengket dalam mulut, Kesadaran, Tekanan darah, Mual,
Muntah, Anoreksia, massa otot dan lemak, ada tidaknya edema
Mengkaji data laboratorium terkait gizi seperti Gula darah sewaktu,
Biokimia HbA1c, leukosit, Hb, Albumin, dll.
Mengkaji riwayat alergi makanan, pola kebiasaan makan, bentuk
Riwayat Makan makanan, rata-rata asupan sebelum masuk Rumah Sakit (kualitatif dan
kuantitatif).
Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya, riwayat penyakit saat ini,
Riwayat Personal riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, riwayat penggunaan
suplemen makanan, status kesehatan mental, serta status kognitif.
NI-3.1 Asupan cairan kurang berkaitan dengan kurangnya pemenuhan
kebutuhan ditandai dengan kesulitan menelan, asupan cairan tidak
cukup dibanding kebutuhan
NI-2.1 Asupan makan per oral kurang berkaitan dengan menurunnya
Diagnosis Gizi konsumsi zat gizi karena kesulitan menelanditandai dengan
(Masalah asupanmakanan 50% dari kebutuhan
Gizi) NI-5.2 Malnutrisi berkaitan dengan terbatasnya akses makanan ditandai
dengan BMI < 18, kehilangan lemak subkutan dan otot
NI-5.8.5 Kurang asupan serat berkaitan dengan kurang asupan buah dan
sayur ditandai dengan tidak cukup dibanding dengan kebutuhan dan sulit
BAB
Intervensi Gizi Tujuan :
(Terapi Gizi) 1. Memenuhi kebutuhan zat gizi ≥ 80%
a. Perencanaan 2. Mempertahankan status gizi optimal
Preskripsi Diet :
- Kebutuhan Energi 25-45 kkal/kgBB. Pada fase akut energi
diberikan 1100-1500 kkal/hari
- Protein 0.8-1 g/kgBB. Apabila pasien dengan status gizi
156
kurang, diberikan 1.2-1.5 g/kgBB.
- Lemak 20-25% dari energi total
- Karbohidrat 60-70% dari energi total
- Kholesterol <300 mg
- Serat 15-25 gram
- Natrium 1500 mg -2300 mg
- Cukup vitamin dan mineral
- Jenis Diet makan cair/enteral,saring,lunak,biasa, bertahap
sesuai
- tes fungsi menelan. Mudah dicerna porsi kecil sering
- Pemberian Energi dan Protein bertahap disesuaikan dengan
kemampuan mengkonsumsi per oral
- Cukup cairan
- Bentuk makanan dapat dikombinasi cair/enteral atau bubur
susu, bubur saring, makanan lunak maupun makan biasa,
bertahap. Jalur makanan. (oral/enteralper NGT/parenteral
atau kombinasi) sesuai kondisi klinis dan kemampuan
mengkonsumsi.
Prinsip diet :
1. Tepat jumlah energi dan zat gizi.
2. Tepat jenis makanan dan atau bahan makanan.
3. Tepat jadwal makan.
b. Implementasi Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet.
Pemberian
Makanan
c. Edukasi Pemberian edukasi dan konseling gizi bertujuan meningkatkan
d. Konseling Gizi pengetahuan dan pemahaman penderita dan keluarga tentang
mengenai diet post stroke untuk pemulihan sesuai dengan
kemampuan menelan, kebutuhan, bentuk makanan baik jumlah,
jadwal dan jenis makanan yang dianjurkan
e. Koordinasi Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan
dengan tenaga dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan
kesehatan lain pasien.
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
Monitoring dan positif maupun negative dari :
Evaluasi 1. Status Gizi berdasarkan antropometri.
2. Hasil biokimia terkait gizi.
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi.
4. Asupan makanan.
Re asesmen Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal ( pada
(Kontrol Kembali) hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk melihat keberhasilan intervensi
sesuai hasil monitoring evaluasi.
1. Asupan makanan ≥ 80 % dari kebutuhan.
Indikator 2. Status Gizi normal berdasarkan antropometri.
(Target yang akan 3. Tekanan darah dalam batas normal.
dicapai / Outcome ) 4. Bentuk makanan biasa
157
5. Status Gizi Normal berdasarkan antropometri Indek Masa Tubuh
(IMT) atau lingkar lengan atas, biokimia albumin, fisik/klinis dan
asupan makan
1. Asuhan Gizi Klinik. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta : EGC,
2019.
2. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa.
Jakarta : EGC, 2016.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
untuk Masyarakat Indonesia.
4. Komplikasi Pada Stroke, FKUI 2015
5. Penuntun DietEdisi 3 Tahun 2006. Asosiasi Dietisien Indonesia
Kepustakaan
(AsDI). Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)
6. Pocket Guide For International Dietetics & Nutrition
Terminology (IDNT) Reference Manual
7. International Dietetics & Terminology (IDNT) Reference
Manual. Standardize Language for the Nutrition Care Process.
Fourth Edition. Academy of Nutrition and Dietetics 2013
8. Guidelines Clinical Nutrition in patients with stroke. German
society for Clinical Nutrition, German Medical Societies 2013
9. Stroke Nutrition Therapy, American Dietetic Association
158
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF NEUROLOGI
STROKE HEMMORHAGIK
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
KETERANG
HARI RAWAT
AN
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN
9- 11- 13-
1-2 3-4 5-6 7-8
10 12 14
ASESMEN AWAL
Asesmen Awal Dokter IGD/Dokter Poli
Medis Dokter Spesialis
Asesmen Awal Perawat Primer:
Keperawatan Kondisi umum, tingkat
kesadaran, tanda-tanda
vital, riwayat alergi,
skrining gizi, nyeri, status
fungsional: bartel index,
risiko jatuh, risiko
decubitus, kebutuhan
edukasi dan budaya.
LABORATORIUM Darah lengkap
Gula darah
Ureum Creatinin
SGOT/SGPT
Analisa Gas Darah
Elektrolit
Profil lipid
159
RADIOLOGI/IMA Ro Thorax
GING CT scan kepala
CT angiografi
EKG
160
makanan peroral berkaitan
dengan menurunnya
kemampuan mengkonsumsi zat
gizi energi dan protein ditandai
dengan terbatasnya asupan
makanan setelah stroke (NI –
2.1)
Malnutrisi berkaitan dengan
terbatasnya akses makanan
ditandai dengan BMI < 18,
kehilangan lemak subkutan dan
otot (NI –5.2)
Kurang asupan serat berkaitan
dengan kurang asupan buah
dan sayur ditandai dengan
tidak cukup dibanding dengan
kebutuhan dan sulit BAB (NI-
5.8.5)
DISCHARGE Identifikasi kebutuhan edukasi
PLANNING dan latihan selama perawatan
Identifikasi kebutuhan di
rumah
Hand hygiene
Anjuran istirahat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Penjelasan Diagnosis
Medis Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Penjelasan pemberian
Konseling Gizi makanan bertahap sesuai
hasil tes menelan, dimulai
dari makananenteral/cair
frekuensi 6 kali (porsi kecil
sering) sesuai kemampuan,
dilanjut ke bentuk saring,
lunak, biasa
Edukasi Pembatasan valsafa maneuver
Keperawatan yang meningkatkan tekanan
intracranial
Posisi
Pencegahan risiko jatuh
Bantuan melaksanakan
aktivitas sehari-hari
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling Obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi Antihipertensi
Neurotropik
161
Duretik (Manitol 20%)
Cairan Infus Asering/RL/NaCl
Obat Oral Neurotropik
Antihipertensi
Antidiabetic
Statin
TATALAKSANA/INTERVENSI (TLI)
TLI Medis Tindakan Bedah: Craniotomi
TLI Monitoring tanda perubahan
Keperawatan tekanan intracranial
Monitoring kesadaran
Monitoring perdarahan
Memberikan posisi
Manajemen pencegaha risiko
jatuh
Manajemen nyeri
Manajemen cairan
Kolaboras pemberian obat
intravena
Kolaborasi pemberian obat oral
Latihan mobilisasi
162
gizi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tanda vital stabil
Tarakan,
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Perawat Penanggung Jawab
( ) ( )
163
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF NEUROLOGI
TAHUN 2019
164
STROKE NON HEMMORHAGIK
Kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan fungsi otak akut
Pengertian (Definisi) baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina
atau medulla spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena, yang dibuktikan dengan
pemeriksaan imagingdan/atau patologi.
165
8. Pemeriksaan Neurobehavior (Fungsi Luhur)
9. DSA Serebral
Defisit neurologis fokal atau global yang muncul secara tiba-tiba, dapat
Kriteria Diagnosis disertai tanda peningkatan tekanan intrakranial dan dibuktikan dengan
adanya lesi hipodense pada pemeriksaan CT scan kepala
Stroke hemorhagic
Diagnosis Banding
Tatalaksana Umum :
Terapi 1. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
2. Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid)
3. Pengendalian tekanan intrakranial (manitol, furosemide, jika diperlukan)
4. Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan)
5. Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan
6. Gastroprotektor, jika diperlukan
7. Manajemen nutrisi
8. Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH
Tatalaksana Spesifik
1. Trombolisis intravena : alteplase dosis 0.6-0.9 mg/kgBB, pada stroke
iskemik onset <6 jam
2. Terapi endovascular : trombektomi mekanik, pada stroke iskemik
dengan oklusi karotis interna atau pembuluh darah intrakranial, onset
<8 jam
3. Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-Inhibitor, Calcium
Antagonist, Beta blocker, Diuretik)
4. Manajemen gula darah (insulin, anti diabetik oral)
5. Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet :aspirin, clopidogrel,
clostazol atau antikoagulan : warfarin, dabigatran, rivaroxaban)
6. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
Edema otak
Penyulit
Indikator Medis
1. Indikator jangka pendek :
Kematian
166
Perbaikan NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale)
167
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN (PAK)
SMF NEUROLOGI
TAHUN 2019
168
7. Citra tubuh meningkat dengan kriteria gambaran internal diri, kepuasan
fungsi tubuh sikap terhadap menyentuh bagian tubuh positif
Intervensi Keperawatan 1. Status neurologi,
- Monitor tingkat kesadaran dan orientasi, monitor tanda vital,
monitor status pernafasan, monitor reflek batuk dan muntah,
monitor kecenderungan GCS, berikan posisi semifowler, hindari
manuver valsava
2. Manajemen nyeri
- Identifikasi nyeri secara akurat sesuai dengan kondisi pasien, kaji
faktor penyebab nyeri, manajemen pemberian analgetik jika
diperlukan, gunakan metode penilaian nyeri sesuai dengan kondisi
pasien, kurangi faktor resiko yang dapat meningkatkan nyeri, beri
tindakan nonfarmakologi sesuai dengan kondisi pasien, evaluasi
keefektifak pemberian farmakologi dan nonfarmakologi
3. Dukungan ambulasi, Terapi latihan: Mobilitas (pergerakan sendi)
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lain, identifikasi
toleransi fisik, beri edukasi untuk latihan bergerak di tempat tidur,
beri latihan gerak di tempat tidur, bersama pasien mengatur latihan
rutin,
- Tentukan batasan pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi
sendi, jelaskan manfaat dan tujuan laithan pergerakan sendi pada
pasien dan keluarga, dukung latihan ROM pasif dan latihan ROM
dengan bantuan, monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri
dan ketidaknyamanan selama pergerakan, konsultasikan dengan
terapi fisik
4. Perawatan tirah baring
- Posisikan badan sesuai dengan body alignment yang tepat, jaga
linin kasur tetap bersih dan kering, aplikasikan alat untuk terjadinya
footdrop, letakan alat untuk memposisikan dalam jangkaun yang
mudah, ganti posisi pasien setiap 2 jam, monitor kondisi kulit,
bantu jaga keberisihan kulit
5. Terapi menelan, pencegahan aspirasi
- Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, dan kemampuan menelan,
skrining adanya disfagia, posisikan kepala tegak lurus 30 sampai 90
derajat, periksa posisi alat bantu makan (NGT atau Gastrostomi),
periksa residu dalam NGT, potong makanan dalam bentuk kecil-
kecil, latihaan pasien untuk membuka dan menutup mulut, beri
makanan pasien yang digunakan untuk menghisap
6. Promosi komunikasi: defisit bicara
- Monitor proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berkaitan
dengan berbicara, monitor frustasi, marah, depresi atau hal lain
yang menggangu bicara, gunakan metode alternatif berbicara,
ulangi apa yang disampaikan oleh pasien, beri dukungan
psikologis, bantu keluarga untuk berkomunikasi dengan pasienn,
7. Peningkatan citra tubuh
- Monitor perubahan citra tubuh yang mempengaruhi kondisi pasien,
diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya, diskusikan
mengembangkan harapan baru secara realistis, latih fungsi tubuh
yang dimiliki
169
Informasi dan edukasi 1. Edukasi nyeri
2. Edukasi ROM pasif
3. Edukasi perawatan kulit
4. Edukasi diet dan resiko pencegahan aspirasi
5. Edukasi citra tubuh dan perubahan emosi pada pasiaen
Evaluasi Mengevaluasi respon subyektif dan obyektif setelah dilaksanakan intervensi
dan dibandingkan dengan kriteria hasil serta analisis terhadap
perkembangan diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan
Penelaah kritis Komite keperawatan
Kepustakaan 1. Black & Hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang diharapkan. (Elsevier, Ed.) (8th ed.).
Singapore: Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
2. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman,
Cheryl M. Wgner (2013). Nursing Interventions Classification (NIC),
Ed 6. Mocomedia: Jakarta
3. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nursing Diagnoses NANDA
2015-2017: definitions & classification. John Wiley & Son.
4. Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing:
Patient-Centered Collaborative Care. (Elsevier, Ed.) (7th ed.). St.
Louis, Missouri: Elsevier Saunders
5. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing Outcome
classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
6. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional Indonesia (PPNI) :
Jakarta
170
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI (PAG)
SMF NEUROLOGI
TAHUN 2019
Preskripsi Diet :
- Kebutuhan Energi 25-45 kkal/kgBB. Pada fase akut energi
diberikan 1100-1500 kkal/hari
171
- Protein 0.8-1 g/kgBB. Apabila pasien dengan status gizi
kurang, diberikan 1.2-1.5 g/kgBB.
- Lemak 20-25% dari energi total
- Karbohidrat 60-70% dari energi total
- Kholesterol <300 mg
- Serat 15-25 gram
- Natrium 1500 mg -2300 mg
- Cukup vitamin dan mineral
- Jenis Diet makan cair/enteral,saring,lunak,biasa, bertahap
sesuai
- tes fungsi menelan. Mudah dicerna porsi kecil sering
- Pemberian Energi dan Protein bertahap disesuaikan dengan
kemampuan mengkonsumsi per oral
- Cukup cairan
- Bentuk makanan dapat dikombinasi cair/enteral atau bubur
susu, bubur saring, makanan lunak maupun makan biasa,
bertahap. Jalur makanan. (oral/enteralper NGT/parenteral
atau kombinasi) sesuai kondisi klinis dan kemampuan
mengkonsumsi.
Prinsip diet :
1. Tepat jumlah energi dan zat gizi.
2. Tepat jenis makanan dan atau bahan makanan.
3. Tepat jadwal makan.
b. Implementasi Pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan preskripsi diet.
Pemberian
Makanan
c. Edukasi Pemberian edukasi dan konseling gizi bertujuan meningkatkan
d. Konseling Gizi pengetahuan dan pemahaman penderita dan keluarga tentang
mengenai diet post stroke untuk pemulihan sesuai dengan
kemampuan menelan, kebutuhan, bentuk makanan baik jumlah,
jadwal dan jenis makanan yang dianjurkan
e. Koordinasi Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan
dengan tenaga dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan
kesehatan lain pasien.
Mengetahui respon pasien terhadap intervensi yaitu monitor hasil
Monitoring dan positif maupun negative dari :
Evaluasi 1. Status Gizi berdasarkan antropometri.
2. Hasil biokimia terkait gizi.
3. Fisik Klinis terkait dengan gizi.
4. Asupan makanan.
Re asesmen Melihat kembali kondisi pasien 3 hari setelah kunjungan awal ( pada
(Kontrol Kembali) hari ke 4 atau ke 5 perawatan) untuk melihat keberhasilan intervensi
sesuai hasil monitoring evaluasi.
1. Asupan makanan ≥ 80 % dari kebutuhan.
Indikator 2. Status Gizi normal berdasarkan antropometri.
(Target yang akan 3. Tekanan darah dalam batas normal.
172
dicapai / Outcome ) 4. Bentuk makanan biasa
5. Status Gizi Normal berdasarkan antropometri Indek Masa Tubuh
(IMT) atau lingkar lengan atas, biokimia albumin, fisik/klinis dan
asupan makan
1. Asuhan Gizi Klinik. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta : EGC,
2019.
2. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa.
Jakarta : EGC, 2016.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
untuk Masyarakat Indonesia.
4. Komplikasi Pada Stroke, FKUI 2015
5. Penuntun DietEdisi 3 Tahun 2006. Asosiasi Dietisien
Kepustakaan
Indonesia (AsDI). Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)
6. Pocket Guide For International Dietetics & Nutrition
Terminology (IDNT) Reference Manual
7. International Dietetics & Terminology (IDNT) Reference
Manual. Standardize Language for the Nutrition Care Process.
Fourth Edition. Academy of Nutrition and Dietetics 2013
8. Guidelines Clinical Nutrition in patients with stroke. German
society for Clinical Nutrition, German Medical Societies 2013
9. Stroke Nutrition Therapy, American Dietetic Association
173
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF NEUROLOGI
STROKE HEMMORHAGIK
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
KETERANG
HARI RAWAT
AN
KEGIATAN URAIAN KEGIATAN
9- 11- 13-
1-2 3-4 5-6 7-8
10 12 14
ASESMEN AWAL
Asesmen Awal Dokter IGD/Dokter Poli
Medis Dokter Spesialis
Asesmen Awal Perawat Primer:
Keperawatan Kondisi umum, tingkat
kesadaran, tanda-tanda
vital, riwayat alergi,
skrining gizi, nyeri, status
fungsional: bartel index,
risiko jatuh, risiko
decubitus, kebutuhan
edukasi dan budaya.
LABORATORIUM Darah lengkap
Gula darah
Ureum Creatinin
SGOT/SGPT
Analisa Gas Darah
Elektrolit
Profil lipid
174
RADIOLOGI/IMA Ro Thorax
GING CT scan kepala
CT angiografi
EKG
175
makanan peroral berkaitan
dengan menurunnya
kemampuan mengkonsumsi zat
gizi energi dan protein ditandai
dengan terbatasnya asupan
makanan setelah stroke (NI –
2.1)
Malnutrisi berkaitan dengan
terbatasnya akses makanan
ditandai dengan BMI < 18,
kehilangan lemak subkutan dan
otot (NI –5.2)
Kurang asupan serat berkaitan
dengan kurang asupan buah
dan sayur ditandai dengan
tidak cukup dibanding dengan
kebutuhan dan sulit BAB (NI-
5.8.5)
DISCHARGE Identifikasi kebutuhan edukasi
PLANNING dan latihan selama perawatan
Identifikasi kebutuhan di
rumah
Hand hygiene
Anjuran istirahat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Penjelasan Diagnosis
Medis Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Penjelasan pemberian
Konseling Gizi makanan bertahap sesuai
hasil tes menelan, dimulai
dari makananenteral/cair
frekuensi 6 kali (porsi kecil
sering) sesuai kemampuan,
dilanjut ke bentuk saring,
lunak, biasa
Edukasi Pembatasan valsafa maneuver
Keperawatan yang meningkatkan tekanan
intracranial
Posisi
Pencegahan risiko jatuh
Bantuan melaksanakan
aktivitas sehari-hari
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling Obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi Antihipertensi
Neurotropik
176
Trombolisis
Cairan Infus Asering/RL/NaCl
Obat Oral Neurotropik
Antihipertensi
Antidiabetic
Anti trombotik
Statin
TATALAKSANA/INTERVENSI (TLI)
TLI Medis Kraniotomi dekompresi
TLI Monitoring tanda perubahan
Keperawatan tekanan intracranial
Monitoring kesadaran
Monitoring perdarahan
Memberikan posisi
Manajemen pencegaha risiko
jatuh
Manajemen nyeri
Manajemen cairan
Kolaboras pemberian obat
intravena
Kolaborasi pemberian obat oral
Latihan mobilisasi
177
Monitoring Fisik/Klinis terkait
gizi
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tanda vital stabil
Tarakan,
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Perawat Penanggung Jawab
( ) ( )
178
SMF KULIT
179
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
TAHUN 2019
180
1. Eritema multiforme major (EEM)
2. Pemfigus vulgaris
3. Mucous membrane pemphigoid
4. Pemfigoid bulosa
5. Pemfigus paraneoplastik
6. Bullous lupus erythematosus
Diagnosis Banding 7. Linear IgA dermatosis
8. Generalized bullous fixed drug eruption
9. Bullous acute graft-versus-host disease
10. Staphylococcal scalded skin syndrome
11. Acute generalized exanthematous pustulosis
Non Medikamentosa
Terapi 1. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.(C,4)
2. Penanganan kulit yang mengalami epidermolisis, seperti kompres dan
mencegah infeksi sekunder. (C,4)
3. Berikan nutrisi secara enteral pada fase akut, baik secara oral maupun
nasogastrik.(C,4)
Medikamentosa
1. Prinsip
Menghentikan obat yang dicurigai sebagai pencetus. (C,4)
Pasien dirawat (sebaiknya dirawat di ruangan intensif) dan dimonitor
ketat untuk mencegah hospital associated infections (HAIs). (C,4)
Atasi keadaan yang mengancam jiwa. (A,1)
2. Topikal
Terapi topikal bertujuan untuk mencegah kulit terlepas lebih banyak,
infeksi mikroorganisme, dan mempercepat reepitelialisasi.(D,5*)
Penanganan lesi kulit dapat secara konservatif maupun pembedahan
(debrideman). (C,4)
Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum
dengan 50% cairan parafin.(C,4)
Keterlibatan mata harus ditangani oleh dokter spesialis mata.(C,4)
181
3. Sistemik
Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan dosis setara
prednison 1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ, 3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-
NET, dan 4-6 mg/kgBB/hari untuk NET. (B,3)
Analgesik dapat diberikan. Jika nyeri ringan dapat diberikan
parasetamol, dan jika nyeri berat dapat diberikan analgesik opiate-
based seperti tramadol. (D,5*)
Pilihan lain:
Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan
segerasetelah pasien didiagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari
selama 3 hari (B,3)
Siklosporin dapat diberikan (B,2)
Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat
waktu penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas.(C,3)
Antibiotik sistemik hanya diberikan jika terdapat indikasi.
182
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Tingkat Evidens I
Tingkat Rekomendasi A
dr. Yuli Megasasi,Sp.KK
Penelaah Kritis Tim Penyusun Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinis RSUD
Tarakan
Mata
Konsultasi
Penyakit Dalam
Kepustakaan 1. Allanore LV, Roujeau JC. Epidermal necrolysis (Steven-Johnson
syndrome and toxic epidermal necrolysis). Dalam: Wolff K,
Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, editors.
2. Fitzpatrick‟s dermatology in general medicine. Edisi ke 8. New
York: McGraw -Hill 2012.h.439-448.
3. Harr T, French LE. Toxic epidermal necrolysis and Steven-Johnson
syndrome.Orphanet J Rare Dis. 2010;5:39.
4. Creamer D, Walsh SA, Dziewulski P, et al. UK guidelines for the
management of Stevens-Johnson syndrome/toxic epidermal
necrolysis in adults 2016. Br J Dermatol. 2016;174:pp1194-1227.
5. Magana BRD, Langner AL, et al. A systematic review of treatment of
drug-induced Steven-Johnson syndrome and toxic epidermal
necrolysis in children. J Popul Ther Clin Pharmacol.
2011;18(1):e121-e133.
6. Kannenberg SMH, Jordaan H, Koegelenberg C, Groote-Bidlingmaier
V, Visser W. Toxic epidermal necrolysis and Stevens– Johnson
syndrome in South Africa: a 3-year prospectivestudy. QJM: An
International Journal of Medicine. 2012;105(9):839-46.
7. Polak ME, Belgi G, McGuire C et al. In vitro diagnostic assays are
effective during the acute phase of delayedtype drug hypersensitivity
reactions. Br J Dermatol 2013; 168:539– 49.
8. Barbaud A, Collet E, Milpied B et al. A multicentre study to
determine the value and safety of drug patch tests for the three main
classes of severe cutaneous adverse drug reactions. Br J Dermatol
2013; 168:555– 62.
9. Wolkenstein P, Chosidow O, Fl echet ML et al. Patch testing in
severe cutaneous adverse drug reactions, including Stevens-Johnson
syndrome and toxic epidermal necrolysis. Contact Dermatitis 1996;
35:234– 6.
183
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN (PAK)
SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
TAHUN 2019
184
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, monitor
karakteristik luka, meningkatkan intake nutrisi yang tepat,
anjurkan pengunjung mencuci tangan saat akan memasuki
dan meninggalkan ruangan pasien, berikan terapi antibiotic
yang sesuai berkolaborasi dengan dokter
3. Kontrol nyeri
- Kaji tingkat nyeri, monitor tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian anlgetik, tingkatkan istirahat/tidur yang cukup
membantu dalam mengurangi rasa nyeri, pemberian
analgetik berkolaborasi dengan dokter
4. Staus nutrient baik
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapat nutrisi, monitor
kalori dan intake nutrisi, kolaborasi dengan ahli gizi
5. Keseimbangan cairan
- Monitor status hidrasi, masukan makanan dan cairan dan
hitung intake kalori harian, kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti NGT sehingga intake
cairan dapat dipertahankan
Informasi dan edukasi 1. Edukasi nyeri
2. Edukasi perawatan kulit
3. Edukasi gejala infeksi pada SJS
4. Edukasi hand hygiene kepada keluarga
5. Edukasi konsep nutrisi yang baik pada pasien dan keluarga
Evaluasi Mengevaluasi respon subyektif dan obyektif setelah dilaksanakan intervensi
dan dibandingkan dengan kriteria hasil serta analisis terhadap
perkembangan diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan
Penelaah kritis Komite keperawatan
Kepustakaan 1. Black & Hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang diharapkan. (Elsevier, Ed.) (8th ed.).
Singapore: Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
2. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman,
Cheryl M. Wgner (2013). Nursing Interventions Classification (NIC),
Ed 6. Mocomedia: Jakarta
3. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nursing Diagnoses NANDA
2015-2017: definitions & classification. John Wiley & Son.
4. Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing:
5. Patient-Centered Collaborative Care. (Elsevier, Ed.) (7th ed.). St.
Louis, Missouri: Elsevier Saunders
6. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing Outcome
classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
7. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional Indonesia (PPNI) :
Jakarta
185
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI (PAG)
SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
TAHUN 2019
186
1. Tepat jumlah energi dan zat gizi.
2. Tepat jenis makanan dan atau bahan makanan.
3. Tepat jadwal makan.
Preskripsi diet :
1. Energi dihitung sesuai kebutuhan berdasarkan energi basal,
energi untuk aktivitas, energi karena kondisi penyakit sepsis,
dan koreksi untuk usia.
2. Karbohidrat diberikan sebesar 45-60 % kebutuhan energi
total, untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat sehari-hari
dengan sukrosa (gula pasir) tidak lebih dari 5 % kebutuhan
energi total dan serat minimal 25 gram sehari.
3. Protein tinggi 2 kg/BB untuk mengatasi sepsis
4. Lemak diberikan sebesar 20-25 % kebutuhan energi, untuk
memenuhi kebutuhan lemak sehari-hari dengan total
kolesterol dalam menu <300 mg per hari.
5. Vitamin C cukup yaitu 90 mg dari kebutuhan.
6. Vitamin K cukup yaitu 55 mg dari kebutuhan.
7. Zat besi cukup yaitu 15 mg dari kebutuhan mg.
187
2019.
6. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta :
EGC, 2016.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk
Masyarakat Indonesia.
8. Nutrition Care Process Penyakit Sepsis. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga. 2017
188
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF KULIT DAN KELAMIN
NEKROLISIS EPIDERMAL
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
RADIOLOGI/IMAGING
189
KONSULTASI
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emerge
ncy
Asesmen Keperawatan Tanda vital dan
status nutrisi
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis SJS/TEN
Diagnosis Keperawatan Kerusakan integritas
kulit berhubungan
dengan agen
farmatikal ditandai
dengan adanya lesi
pada kulit, mukosa
dan mata (00046)
Risiko infeksi
berhubungan dengan
pertahanan tubuh
primer tidak adekuat
(gangguan itegritas
kulit (00004)
Nyeri akut
berhubungan dengan
agen cedera ditandai
dengan kulit
terkelupas dan
adanya lesi (00132)
Ketidak seimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan
makan ditandai
dengan demam,sakit
tenggorokan dan
adanya gangguan
190
mukosa (00002)
Hipertermia (00007)
Diagnosis Gizi NI.5.1Peningkatan
Kebutuhan Zat Gizi
Energi dan Protein
NC-2.2 Perubahan
nilai laboratorium
terkait zat gizi
khusus kemungkinan
mengalami
hipoalbumin dan
leukositosis
DISCHARGE PLANNING Aktivitas yang bisa
dilakukan pasien
Terapi yang
diberikan
(Kegunaan,dosis,efek
sampimg)
Diet yang dapat
dikonsumsi
Anjuran istirahat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Medis Penjelasan Diagnosis
Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Konseling Gizi Diet bentuk saring
atau lunak
Edukasi Keperawatan Konseling
nutrisi/pola makan
Pola istirahat
Hand hygiene
Pola hidup sehat
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi kortikosteroid
Cairan Infus RL
Obat Oral
TATALAKSANA/INTERVENS
I (TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan Manajemen cairan
191
Manajemen
pemberian terapi
Monitoring tanda
vital
Kontrol infeksi
Perawatan demam
Kolaborasi
pemberian obat IV
Kolaborasi
pemberian asupan
nutrisi
TLI Gizi Pemenuhan
kebutuhan nutrisi
Diet makanan lunak
atau makanan saring
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
Tindakan
pencegahan infeksi
selama perawatan
Nilai laboratorium
Keperawatan Monitoring tanda
vital
Monitoring status
hidrasi
Monitoring
perubahan kulit dan
mukosa
Monitoring infeksi
Monitoring nyeri
192
obat
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Mobilisasi bertahap
dari miring kiri dan
kanan,duduk
bersandar,berdiri dan
berjalan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tegaknya diagnosis
dan penyebab
berdasarkan
anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Keperawatan Termoregulasi
Asupan nutrisi dan
gizi baik
Tarakan,
193
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Perawat Penanggung Jawab
( ) ( )
194
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
TAHUN 2019
Pengertian (Definisi) Sindrom DRESS merupakan kumpulan gejala dan tanda reaksi obat
idiosinkrasi berat pada pemberian obat dalam dosis terapi, yang secara khas
ditandai oleh:
1. Demam
2. Erupsi kulit
3. Abnormalitas hematologi (eosinofilia >1500/μL, atau kelainan
hematologi lain misalnya leukositosis, limfositosis, atau limfosit
atipik
4. Keterlibatan sistemik (limfadenopati >2cm, hepatitis sitolitik dengan
alanine transaminase (AST) >2x normal, nefritis intersitial,
pneumonia interstitial, atau miokarditis)
Sinonim: Drug-Induced Hypersensitivity Syndrome (DIHS)
Anamnesis
Diketahui terdapat obat yang dicurigai sebagai penyebab.
Paling sering 2-6 minggu setelah pemakaian obat pertama kali
Gejala dapat timbul 2-120 hari setelah konsumsi obat.
Anamnesis
Gejala dapat timbul lebih cepat dan lebih parah pada pajanan
obat berulang
Penyebab tersering adalah antibiotik diikuti oleh antikonvulsan.
195
Sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan
Kriteria Diagnosis
Diagnosis Kerja Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS)
Sindrom Stevens-Johnson/SSJ
Necrolisis Epidermal Toksik/NET
1. Acute generalized exanthematous
2. Dermatitis eksfoliativa
Diagnosis Banding
Pemeriksaan darah dan urin rutin:
Pemeriksaan 1. Serum glutamic transaminase (SGOT), serum piruvic transaminase
Penunjang (SGPT), eosinofil darah tepi.
2. Pemeriksaan HbSAg, antibodi antivirus Hepatitis-A serta anti
Hepatitis-C untuk menyingkirkan infeksi virus sebagai penyebab
hepatitis.
3. Uji kulit: uji tempel untuk penegakan diagnosis kausatif obat
penyebab. Uji sebaiknya dilakukan dalam waktu 6 minggu-6 bulan
sesudah sembuh.
Medikamentosa
1. Topikal: steroid topikal sesuai dengan lesi kulit.
2. Sistemik:
- Steroid sistemik dengan dosis setara prednison 1-1,5
mg/kgBB kemudian diturunkan secara bertahap
- Bila keadaan klinis berat atau tidak tampak terdapat
perbaikan, steroid sistemik dapat diberikan dalam dosis
denyut metilprednisolon 30 mg/kgBB/hari (dosis maksimal 3
gram selama 3 hari).
Tingkat Evidens I
Tingkat Rekomendasi A
196
dr. Yuli Megasasi,Sp.KK
Penelaah Kritis Tim Penyusun Clinical Pathway dan Panduan Praktik Klinis RSUD
Tarakan
Mata
Konsultasi
Penyakit Dalam
Kepustakaan 1. Nam YH, Park MR, Nam HJ, et al. Drug reaction with eosinophilia
and systemic symptoms syndrome is not uncommon and shows better
clinical outcome than generally recognised. Allergol Immunopathol
(Madr). 2014. doi: 10.1016/j.aller.2013.08.003.
2. Husain Z, Reddy BY, Schwartz RA. Dress syndrome Part I. Clinical
perspective. J Am Acad Dermatol. 2013;68: 93.e1-14.
3. Husain Z, Reddy BY, Schwartz RA. Dress syndrome Part II.
Management and therapeutics. J Am Acad Dermatol.2013;709.e1-9.
4. Criado PR, Avancini J, Santi CG, et al. Drug reaction with
eosinophilia and systemic symptoms (DRESS): A complex
interaction of drugs, viruses and the immune system. Isr Med Assoc J
2012;14:577-82.
5. Brockow K, Romano A, Bianca M, et al. General considerations for
skin test procedures in the diagnosis of drug hypersensitivity. Allergy
2002;57:45-51.
6. Sultan SJ, Sameem F, Ashraf M. Drug reaction with eosinophilia and
systemic symptoms: manifestations, treatment, and outcome in 17
patients. Int J Dermatol. 2014:1-6
7. Kocaoglu C, Cilasun C, Solak ES, Kurtipek GS, Arslan S. Successful
treatment of antiepileptic drug-induced DRESS syndrome with pulse
methylprednisolone. Case reports in pediatrics. 2013;1-5
197
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN (PAK)
SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
TAHUN 2019
Pengertian Asuhan keperawatan pada pasien dengan drug reaction with eosinophilia and
systemic symptoms (DRESS)
Asesmen Pengkajian awal meliputi;
Keperawatan 1. Inspeksi kulit, rongga mulut
2. Tingkat kesadaran
3. Tanda vital
4. Volume urin
5. Kemampuan menelan dan meminum cairan
Pengkajian lanjutan meliputi
1. Pengkajian kardiovaskuler, pernafasan
2. Tingkat nutrisi
3. Eliminasi usus dan urin
4. Kebutuhan psikososial serta kebutuhan belajar pasaine dan keluarga
Diagnosis Keperawatan 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen farmatikal
ditandai dengan adanya lesi pada kulit, mukosa dan mata (00046)
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak
adekuat (gangguan itegritas kulit (00004)
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ditandai dengan kulit
terkelupas dan adanya lesi (00132)
4. Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan
demam,sakit tenggorokan dan adanya gangguan mukosa (00002)
5. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan factor yang
mempengaruhi kebutuhan cairan (00028)
6. Hipertermia (00007)
Kriteria Evaluasi/ 1. Integritas kulit dan membrane mukosa membaik
Nursing Outcome 2. Kontrol risiko proses infeksi dapat dilakukan dan status imunitas baik
3. Kontrol nyeri dapat dilkaukan dan tingkat nyeri dapat berkurang
4. Status nutrient baik
5. Keseimbangan cairan baik dengan indikator status nutrisi makanan
dan cairan dapat terpenuhi
Intervensi 1. Integritas kulit
Keperawatan - Pantau kulit dan membrane mukosa pada area yang
mengalami perubahan warna,memar dan kerusakan, pantau
adanya kekeringan dan kelembaban yang berlebihan pada
kulit, beri terapi dan balutan sesuai dengan jenis luka,
pemakaian baju yang longgar
2. Kontrol infeksi
198
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, monitor
karakteristik luka, meningkatkan intake nutrisi yang tepat,
anjurkan pengunjung mencuci tangan saat akan memasuki dan
meninggalkan ruangan pasien, berikan terapi antibiotic yang
sesuai berkolaborasi dengan dokter
3. Kontrol nyeri
- Kaji tingkat nyeri, monitor tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian anlgetik, tingkatkan istirahat/tidur yang cukup
membantu dalam mengurangi rasa nyeri, pemberian analgetik
berkolaborasi dengan dokter
4. Staus nutrient baik
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapat nutrisi, monitor
kalori dan intake nutrisi, kolaborasi dengan ahli gizi
5. Keseimbangan cairan
- Monitor status hidrasi, masukan makanan dan cairan dan
hitung intake kalori harian, kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti NGT sehingga intake
cairan dapat dipertahankan
Informasi Dan Edukasi 1. Edukasi nyeri
2. Edukasi perawatan kulit
3. Edukasi gejala infeksi pada SJS
4. Edukasi hand hygiene kepada keluarga
5. Edukasi konsep nutrisi yang baik pada pasien dan keluarga
Evaluasi Mengevaluasi respon subyektif dan obyektif setelah dilaksanakan intervensi
dan dibandingkan dengan kriteria hasil serta analisis terhadap perkembangan
diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan
Penelaah Kritis Komite keperawatan
Kepustakaan 1. Black & Hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang diharapkan. (Elsevier, Ed.) (8th ed.). Singapore:
Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
2. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman,
Cheryl M. Wgner (2013). Nursing Interventions Classification (NIC),
Ed 6. Mocomedia: Jakarta
3. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nursing Diagnoses NANDA
2015-2017: definitions & classification. John Wiley & Son.
4. Ignatavicius & Workman. (2013). Medical-Surgical Nursing:
5. Patient-Centered Collaborative Care. (Elsevier, Ed.) (7th ed.). St.
Louis, Missouri: Elsevier Saunders
6. Sue. M, Marion. J, Meridean. L, Elizabeth S, (2013), Nursing Outcome
classification (NOC), Ed 5. Mocomedia : Jakarta
7. Tim pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia Edisi 1, PersatuanPerawatNasional Indonesia (PPNI) : Jakarta
199
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
PANDUAN ASUHAN GIZI (PAG)
SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
TAHUN 2019
200
2. Tepat jenis makanan dan atau bahan makanan.
3. Tepat jadwal makan.
Preskripsi diet :
1. Energi dihitung sesuai kebutuhan berdasarkan energi basal,
energi untuk aktivitas, energi karena kondisi penyakit sepsis,
dan koreksi untuk usia.
2. Karbohidrat diberikan sebesar 45-60 % kebutuhan energi total,
untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat sehari-hari dengan
sukrosa (gula pasir) tidak lebih dari 5 % kebutuhan energi total
dan serat minimal 25 gram sehari.
3. Protein tinggi 2 kg/BB untuk mengatasi sepsis
4. Lemak diberikan sebesar 20-25 % kebutuhan energi, untuk
memenuhi kebutuhan lemak sehari-hari dengan total kolesterol
dalam menu <300 mg per hari.
5. Vitamin C cukup yaitu 90 mg dari kebutuhan.
6. Vitamin K cukup yaitu 55 mg dari kebutuhan.
7. Zat besi cukup yaitu 15 mg dari kebutuhan mg.
201
10. Ilmu Gizi : Teori & Aplikasi. I Dewa Nyoman Supariasa. Jakarta :
EGC, 2016.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk
Masyarakat Indonesia.
12. Nutrition Care Process Penyakit Sepsis. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga. 2017
202
CLINICAL PATHWAY RSUD TARAKAN
SMF KULIT DAN KELAMIN
NEKROLISIS EPIDERMAL
Nama Pasien BB Kg
Jenis Kelamin TB Cm
Tanggal Lahir Tgl. Masuk Jam
Diagnosa Masuk RS Tgl. Keluar Jam
Penyakit Utama Kode ICD
Lama Rawat Hari
Penyakit Penyerta Kode ICD
Rencana Rawat
Komplikasi Kode ICD
Ruang Rawat/Klas
Tindakan Kode ICD
Rujukan Ya/Tidak
Dietary Counseling and Kode ICD : Z71.3
Surveillance
RADIOLOGI/IMAGING
203
KONSULTASI
ASESSMEN LANJUTAN
Asesmen Medis Dokter DPJP Visite harian
Asesmen Medis Dokter Ruangan Indikasi/Emer
gency
Asesmen Keperawatan Tanda vital dan
status nutrisi
Asesmen Gizi Tenaga gizi
Asesmen Farmasi Telaah Resep
Rekonsiliasi Obat
DIAGNOSIS
Diagnosis Medis SJS/TEN
Diagnosis Keperawatan Kerusakan integritas
kulit berhubungan
dengan agen
farmatikal ditandai
dengan adanya lesi
pada kulit, mukosa
dan mata (00046)
Risiko infeksi
berhubungan dengan
pertahanan tubuh
primer tidak adekuat
(gangguan itegritas
kulit (00004)
Nyeri akut
berhubungan dengan
agen cedera ditandai
dengan kulit
terkelupas dan
adanya lesi (00132)
Ketidak seimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan
makan ditandai
dengan demam,sakit
tenggorokan dan
adanya gangguan
204
mukosa (00002)
Hipertermia (00007)
Diagnosis Gizi NI.5.1Peningkatan
Kebutuhan Zat Gizi
Energi dan Protein
NC-2.2 Perubahan
nilai laboratorium
terkait zat gizi
khusus kemungkinan
mengalami
hipoalbumin dan
leukositosis
DISCHARGE PLANNING Aktivitas yang bisa
dilakukan pasien
Terapi yang
diberikan
(Kegunaan,dosis,efe
k sampimg)
Diet yang dapat
dikonsumsi
Anjuran istirahat
EDUKASI TERINTEGRASI
Edukasi/Informasi Medis Penjelasan Diagnosis
Rencana Terapi
Informed Consent
Edukasi dan Konseling Gizi Diet bentuk saring
atau lunak
Edukasi Keperawatan Konseling
nutrisi/pola makan
Pola istirahat
Hand hygiene
Pola hidup sehat
Edukasi Farmasi Informasi obat
Konseling obat
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Injeksi kortikosteroid
Cairan Infus RL
Obat Oral
TATALAKSANA/INTERVENS
I (TLI)
TLI Medis
TLI Keperawatan Manajemen cairan
205
Manajemen
pemberian terapi
Monitoring tanda
vital
Kontrol infeksi
Perawatan demam
Kolaborasi
pemberian obat IV
Kolaborasi
pemberian asupan
nutrisi
TLI Gizi Pemenuhan
kebutuhan nutrisi
Diet makanan lunak
atau makanan saring
TLI Farmasi Rekomendasi kepada
DPJP
MONITORING & EVALUASI
Dokter DPJP Tanda vital
Status hidrasi
Tindakan
pencegahan infeksi
selama perawatan
Nilai laboratorium
Keperawatan Monitoring tanda
vital
Monitoring status
hidrasi
Monitoring
perubahan kulit dan
mukosa
Monitoring infeksi
Monitoring nyeri
206
obat
MOBILISASI/REHABILITASI
Medis
Keperawatan Mobilisasi bertahap
dari miring kiri dan
kanan,duduk
bersandar,berdiri dan
berjalan
Fisioterapi
OUTCOME/HASIL
Medis Tegaknya diagnosis
dan penyebab
berdasarkan
anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Keperawatan Termoregulasi
Asupan nutrisi dan
gizi baik
Tarakan,
207
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Perawat Penanggung Jawab
( ) ( )
208